Pencarian

Perintah Maut 14

Perintah Maut Karya Buyung Hok Bagian 14


"Eh, siapa yang kau bawa itu?" tegur si nenek, manakala ia melihat di dalam pondongan Co Hui Hee terdapat seorang laki2 asing.
"Seorang kawan." Jawaban Co Hui Hee tidak terlalu panjang.
"Mengapa dia ?"
"Tolonglah.bibi..tolonglah keluarkan bisa racun dari dalam tubuhnya."
"Ouw, keracunan? Mudah saja, serahkan kepadaku, pasti beres. Eh ? bukankah kau juga ada membawa obat anti racun? Mengapa tidak diberikan kepadanya? Ular macam apakah yang menyerang dirinya?"
Co Hui Hee meletakkan Kang Han Cing pada bale2 di pojok ruangan ular itu, sangat ber-hati2 sekali, selesai melakukan pekerjaan tadi, baru ia menjawab pertanyaan Nenek Siluman Ular : "Bibi, dia keracunan Jarum Ular. Tolonglah"
Sedari tadi wajah Nenek Ular tertawa cengar-cengir, segala macam racun dianggap remeh olehnya, mendengar nama Jarum Ular, wajahnya berubah seketika. "Terkena racun Jarum Ular?" ulang kata2 Co Hui Hee tadi, ia meminta kepastian.
"Aku yang tidak ber-hati2." Berkata Co Hui Hee. "Tidak disengaja bisa mengenai kulitnya."
Nenek Ular menghampiri bale2 reyot itu, diperhatikan keadaan Kang Han Cing beberapa waktu, kemudian ia terpekur.
"Bibi..bisakah dia ditolong ?" bertanya Co Hui Hee. "Bibi..tolonglah."
"Nona Kelima," berkata Nenek Ular berpaling dan menatap wajah Co Hui Hee dalam-dalam. "Bukankah sudah kuberitahu kalau racun Jarum Ular adalah racun luar biasa yang tiada tara? Hasil dari ramuan racun dari ratusan ular berbisa? Setiap macam ular memiliki bisa2 racun yang tersendiri, sifat2nya tidak ada yang sama. Karena itulah, campuran racun2 itu mengebalkan diri kepada segala macam obat anti racun. Tidak ada obat yang bisa mengeluarkan bisa racun Jarum Ular.."
Hati Co Hui Hee hampir mencelos keluar dari tempatnya, memandang Kang Han Cing beberapa saat, dengan penuh kekosongan jiwa, dengan suara sayu berkata : "Betul2 dia tidak bisa ditolong lagi ?"
Si Nenek Ular bisa melihat perubahan Co Hui Hee itu, hatinya bergumam : "Si Lima benar2 sudah terkena api asmara. Tidak pernah ia tertarik kepada laki2, pikiran apa yang membuatnya berubah seperti ini ?"
"Nona Kelima," katanya. "Bagaimana hubunganmu dengan orang ini? Mengapa bisa kena Jarum Ular? Raja dari segalam macam perpaduan ular yang tidak mempan serum ular"
Tiba2 Co Hui Hee menangis meng-gerung2. "Kang Han Cing," sesambatnya. "Akulah yang menyebabkan kematianmu, biar kutebus dengan kematian juga."
Tiba2 ia mengeluarkan Jarum Ular, ditusukkannya ke arah ulu hati, maksudnya mau bunuh diri!
Nenek Ular tidak pernah lengah, melihat gelagat yang kurang baik, secepat itu ia menjulurkan tangan, menotok jalan darah Co Hui Hee, kemudian direbutnya Jarum jahat itu.
"Nona Kelima," katanya. "Apa artinya perbuatanmu yang seperti ini?" ia menyimpan Jarum Ular dan membebaskan totokan.
"Bibibiarkan aku matibiarkan aku mati.."
"Sabar..sabar.." berkata Nenek Ular. "Beritahu dahulu kepadaku, siapa anak muda ini."
"Hanya seorang kawan biasa."
"Ya. Tentunya dari kawan biasa." Berkata Nenek Ular. "Kemudian?"
"Oh.dia segera matioh.." Co Hui Hee menangis semakin sedih.
"Eh, mengapa kau mengobral airmata? Tidak bisakah bersabar lagi?"
"Kau.kau katakan tidak bisa ditolong ?"
"Ooooitukah yang kau sedihkan? Bilakah aku mengatakan tidak bisa ditolong sama sekali?"
"Maksud bibi.? Co Hui Hee memandang Nenek Ular dengan penuh harapan.
"Untuk pengobatan dirinya, kau boleh serahkan kepadaku. Sebelum itu, kau harus memberitahu, siapa anak muda ini ?"
"Dia.dia hanya kawan biasa."
"Mengapa harus takut2 ? apa kau kira aku tidak tahu ?"
"Tahu apa? Secara tidak sengaja kutusukkan Jarum Ular itu, maka"
"Maka kau sendirilah yang menjadi panik dan bingung." Sambung Nenek Ular. "Ya. Begitulah kaum muda. Tidak salah lagi, tentunya kalian bertengkar, didalam keadaan khilaf, kau tusukkan Jarum Ular itu. Jangan coba menyangkal. Akupun pernah mengalami jaman muda, dahulu, diwaktu si kakek belum masuk kubur, saking sengit kepada kebandelannya, aku juga seperti keadaanmu sekarang, kusuruh si Putih menggigit, hampir2 saja merenggut jiwanya."
"Mau tidak bibi menyembuhkannya?" potong Co Hui Hee.
"Tentu saja mau. Tapi harus sabar. Kau tahu, berapa lama baru bisa mencabut virus racun Jarum Ularnya?"
"Berapa lama waktu yang diperlukan?"
"Tujuh hari tujuh malam !"
"Aaaa" Co Hui Hee melompongkan mulut. "Begitu lama?"
"Tidak lama, neng. Bayangkan, waktu 7 hari baru cukup memberi kepanasan untuk memeras keluar bisa2 racun dari dalam tubuhnya. Hanya satu jalan ini, aku harus menyiapkan kukusan besar, kwali besar dan.."
"Kukusan besar? Kwali besar? Apa pula guna benda2 itu?"
"Mengukus dirinya."
"Aaaa..mungkinkah dia tidak mati kepanasan?"
"Tentu saja tidak. Dia tidak direbus langsung. Tapi dioven diatas perlengkapan yang sudah kusebutkan tadi. Memang tidak enak, tapi kecuali ini, tidak ada cara pengobatan lainnya."
"Baiklah. Lekas bibi bikin persiapan." Berkata Co Hui Hee.
Disaat ini, terdengar suara mendesisnya ular, disana muncul seekor binatang tiada kaki, bentuknya kecil, dengan lidah yang diyulurkan, se-olah2 memberi laporan sesuatu.
"Eh, si Kuning mau memberi laporan?" berkata Nenek Ular. "Apa yang terjadi diluar lembah?"
Ular kecil yang dipanggil si Kuning itu tidak sempat meneruskan laporannya, tubuhnya meng-geliat2, kemudian terbalik celentang, dengan perut menghadap keatas, binatang itu sudah koit.
Nenek Ular masih kurang yakin, kalau si Kuning yang diandalkan kuat dan tangkas itu bisa dibunuh orang, ia memeriksa beberapa saat dan memang tidak bisa ditolong lagi. Wajahnya berubah, dengan heran berjengkit :
"Siapa yang sudah melukai si Kuningku?" suara itu belum habis diucapkan, tiba2 pintu rumah didobrak orang, braakk disana sudah bertambah seorang kakek berbaju hitam, itulah Kakek Beracun Cu Hoay Uh !
"Kau yang membunuh si Kuning ?"
"Kau yang menangkap putriku ?"
Kedua suara itu hampir berbarengan, di atas adalah pertanyaan Nenek Ular dan yang tercatat dibawahnya adalah pertanyaan Cu Hoay Uh !
"Apa ?" Nenek Ular berkerut alis, "Dengan alasan apa kau melukai si Kuning ? Kau sudah membunuh ularku !"
"Betul, Ular beracun yang mengganggu disepanjang jalan sudah bersih kuhancurkan. Semua sudah kubunuh mati."
"Sudah kau bunuh semua ? Berapa banyak ular2 yang kau bunuh ?"
"Mana kutahu. Yang jelas ular2 brengsek yang mengganggu disepanjang jalan itu sudah bersih."
Kemarahan Nenek Ular me-luap2, betapa tidak, ia hidup bersama rombongan ular itu sampai puluhan tahun, sudah timbul rasa persaudaraan yang kental, teristimewa 8 ekor yang diberi nama 8 Jendral licin, khusus ditugaskan menjaga jalan Lembah Ular, kini sudah tidak bersisa, tentunya turut menjadi korban si kakek berbaju hitam.
Nenek Ular berusaha menahan kemarahannya, ia berkata : "Memang hebat ! Nama Manusia Beracun bukan nama yang kosong."
"Syukurlah, kalau kau kenal kepadaku. Apa anak gadisku ditawan olehmu ?" Bertanya Cu Hoay Uh.
"Kau kira, aku yang menangkap anak gadismu ?" Balik tanya Nenek Ular.
"Kedatanganku untuk bertanya kepadamu," berkata Cu Hoay Uh. "Lebih baik kau jawab pertanyaan itu."
"Seharusnya memang demikian," berkata Nenek Ular. "Lenyapnya anak gadismu itu tidak mempunyai sangkut paut dengan diriku. Boleh saja kuberitahu dimana dia berada. Kalau kau belum menghancurkan barisan penjaga ularku. Kini.......Hm...Hem..."
"Kini bagaimana ?" Tanya Cu Hoay Uh menantang.
"Biarpun aku mengampuni dosamu. Anak-anak buahku yang berada didalam lembah ini tidak bisa."
Yang diartikan anak buah oleh si Nenek Ular adalah rombongan binatang tidak berkaki itu.
"Ha, ha." Kakek Beracun tertawa. "Hendak menggunakan ular beracun menghadapi Manusia Beracun? Kukira kau akan kehilangan set yang tepat."
Nenek Ular berkata : "Walau kau juga bergelar racun, tapi racun manusia tidak bisa disamakan dengan racunnya binatang piaraanku. Mari ! Mari kita bertanding !"
Sesudah itu ia menoleh kearah Co Hui Hee dan berkata :
"Nona Kelima, coba kau bawa dirinya dan pindah ke ruang belakang."
Co Hui Hee bisa menyelami sifat2 si Nenek Ular yang mengulur waktu, sengaja mengobrol ke barat dan ke timur, dengan maksud membuat persiapan. Tentunya persiapan itu sudah selesai, kini pertandingan segera akan dimulai, maka menyuruhnya pergi meninggalkan tempat itu.
Co Hui Hee menghampiri bale2, dipondongnya Kang Han Cing, siap meninggalkan ruangan tersebut.
Tiba2 terdengar bentakan Cu Hoay Uh : "Tunggu dulu ! Siapa yang hendak kau bawa itu ? Kang Jie kongcu ?"
"Mau apa ?" balik tanya Co Hui Hee.
"Kularang kau membawanya." Berkata Cu Hoay Uh.
"Kalau hendak kubawa, bagaimana?" tantang Co Hui Hee. "Mentang2 bergelar Manusia Beracun, kau hendak berbuat galak?"
Dilain saat, terdengar lain suara turut memasuki ruangan itu : "Go sumoay, lebih baik kau tinggalkan orang yang dikehendaki Cu cianpwe."
Disana bertambah seorang bertopeng perak, inilah pemimpin Ngo-hong-bun kedua, jie kiongcu yang belum lama kalah melawan Pendekar Kipas Wasiat.
Tubuh Co Hui Hee gemetaran dan lemas, kehadirannya sang Jie sucie di tempat itu membawa ekor panjang baginya.
Memandang si Topeng Perak, Cu Hoay Uh membentak : "Eh, siapa lagi ?"
Jie kiongcu memberi hormat berkata : "Cu cianpwe tidak kenal kepadaku, karena kita baru pertama kali bertemu."
Mendengar dirinya disebut cianpwe, Cu Hoay Uh menyangka kepada salah satu anak murid kenalannya, maka ia bertanya : "Siapakah yang menjadi gurumu ?"
"Ha, ha" Nenek Ular tertawa. "Cu Hoay Uh, mungkinkan kau tidak mengenali ciri2 khas Jie kiongcu dari ngo-hong-bun? Siapakah yang menjadi guru dari kelima pemimpin partay Ngo-hong-bun? Tidak perlu kuterangkan lagi, bukan ?"
Cu Hoay Uh tercekat, kini ia sedang berhadapan dengan murid kedua dari nenek Goa Naga Siluman, tokoh silat yang belum pernah terkalahkan.
"Jie kiongcu ?" ia berseru.
"Ya. Boanpwe Sin Hui Siang." Jie kiongcu memperkenalkan diri.
"He..he.." Cu Hoay Uh tertawa. "Sungguh kebetulan, bisakah kau memberi jawaban yang jujur ?"
"Silahkan cianpwe ajukan pertanyaan itu," berkata Jie kiongcu Sin Hui Siang.
"Kang Jie kongcu berada disini. Tidak salah lagi, tentunya Cu Liong Cu juga berada di tangan kalian, bukan?" bertanya Cu Hoay Uh.
"Tidak salah," Jie kiongcu menganggukkan topeng peraknya. "Dia sedang menjadi tamu partay kami."
Menjadi tamu partay Ngo-hong-bun adalah istilah bahasa untuk kata ganti menjadi orang tawanan mereka.
"Huh !" Cu Hoay Uh berdengus. "Dengan maksud apa kalian menculik anak gadisku ?"
"Jangan Cu cianpwe salah terima," berkata Sin Hui Siang. "Kami semua mengagumi nama cianpwe, karena itu hendak mengikat tali persahabatan. Putri cianpwe adalah tamu Ngo-hong-bun yang terhormat, bagaimana dikatakan sebagai penculikan?"
"Huh ! mau menjadikannya sebagai barang sandera? Hendak memaksa aku takluk kepada kalian ?"
"Kalau cianpwe mengartikan dan menganggap seperti itu, apa mau dikata lagi? Terserah bagaimana penilaian cianpwe."
"Apa kalian sudah mendapat instruksi dari guru kalian?"
"Sudah lama suhu memisahkan diri dari kancah rimba persilatan. Semua instruksi langsung berada ditangan toa sucie."
"Apa lagi yang dimaui olehnya?"
"Toa sucie senang kalau bisa bertemu muka bersama cianpwe."
"Dimana kini Cu Liong Cu berada?"
"Putri cianpwe sudah diantarkan kepada Toa sucie. Bersediakah cianpwe mengadakan perundingan langsung?"
"Ha, ha, ha.." Cu Hoay Uh tertawa. "Kau kira aku takut memasuki sarang Ngo-hong-bun? Itulah suatu penilaian yang salah. Katakan, aku bersedia."
"Lagi2 cianpwe salah paham. Walau Ngo-hong-bun sudah menjadi pemimpin dunia, belum pernah kami berlaku kurang hormat kepada Cu cianpwe."
"Dimana kini Toa suciemu itu berada?"
"Cianpwe hendak berunding sekarang?"
"Ya. Hendak kulihat, apa yang kalian bisa lakukan kepada Kakek dan Putri beracun."
"Silahkan," berkata Sin Hui Siang memberi hormat. "Didepan sudah tersedia kereta, kereta itu akan membawa cianpwe ke tempat Toa sucie berada."
Kemudian Sin Hui Siang menoleh ke arah Co Hui Hee. "Sumoay," panggilnya. "Mari berangkat pulang."
Co Hui Hee semakin gemetaran, dengan memberanikan diri, ia berkata : "Lebih baik Jie sucie mengawani Cu cianpwe saja. Aku masih ada urusan, segera menyusul belakangan."
"Go sumoay takut kalau jasa pribadimu direbut orang ? Kau yang berhasil menangkap Kang Han Cing, semua orang sudah tahu. Tidak mungkin kuambil alih orang itu !"
"Dia...Dia terkena Jarum Ular." Co Hui Hee memberi keterangan.
"Tidak apa. Pesan Toa sucie adalah Membawanya didalam keadaan mati atau hidup !"
"Tapi...Tapi Kang Han Cing jatuh kedalam tanganku. Kukira aku berhak menentukan sesuatu untuknya."
"Go sumoay hendak menentang perintah?"
"Sudah kukatakan, sesudah mengobati dan menghilangkan racunnya, segera kubawa ke markas. Mungkinkah Jie sucie tidak percaya ?"
"Duduk persoalannya bukan percaya atau tidak percaya. Inilah perintah Toa sucie, mati atau hidup, kita diharuskan membawa Kang Han Cing !"
Perdebatan masih berjalan terus. Kalau si Topeng Perak Sin Hui Siang mempertahankan, Go kiongcu Co Hui Hee juga tidak mau merobah kemauan semula.
Cu Hoay Uh berdiri didepan pintu, ia tidak keberatan bersatu kereta dengan Kang Han Cing, sebagai seorang akhli racun2an ia tidak percaya tidak bisa membantunya.
Disaat ini, tiba2 satu suara halus memasuki telinga Co Hui Hee : "Kalau kau ada niatan menolong Kang Han Cing, lebih baik turut dahulu kemauan suciemu. Bawalah Kang Han Cing keluar rumah, aku bisa memberi bantuan."
Itulah suara yang disalurkan dengan gelombang tekanan tinggi, hanya orang tertentu yang bisa menerimanya. Arah datangnya dari luar rumah ular.
Co Hui Hee menduga kepada si Kakek Beracun, ia menoleh kesana, tampak kakek berbaju hitam itu sedang berpaling ke lain arah.
"Go sumoay," tiba2 Jie Kiongcu memperkeras suara. "Kau berani menentang perintah Ngo-hong-bun ?"
"Baiklah," Co Hui Hee mengalah, ia membawa Kang Han Cing meninggalkan ruangan rumah ular.
Didepan pintu sudah menanti sebuah kereta, Co Hui Hee ter-mangu2 memandang ke arah kereta yang akan membawanya, juga membawa Kang Han Cing ber-sama2 si Kakek Beracun.
Lagi2 berdengung bisikan suara halus : "Lekas lari !"
Tanpa menunggu instruksi kedua, Co Hui Hee melarikan diri, tentu saja dengan membawa tubuh Kang Han Cing.
Dibelakangnya terdengar suara bentakan Sin Hui Siang : "Go sumoay kembali !"
Bukannya Co Hui Hee balik kembali, tapi ia mempercepat ayunan kakinya, meninggalkan rumah ular, menuju ke arah rimba.
Tubuh Sin Hui Siang melejit dengan maksud membuat pengejaran.
Disaat ini bergerak satu bayangan putih, melintang di tengah jalan menghadang Sin Hui Siang.
"Kau ?!!" Sin Hui Siang tertegun, lagi2 ia berhadapan dengan lawan lama, pemuda berbaju putih yang pernah membantu Kang Han Cing melarikan diri dirumah gubuk dekat gedung keluarga Wie, itulah Tong Jie Peng !
"Ya ! Aku." berkata Tong Jie Peng. "Jie kiongcu tidak mungkin bisa melupakanku, bukan?"
"Apa lagi maksudmu menghadang perjalanan orang ?" Bentak Sin Hui Siang.
"Apa maksud Jie Kiongcu mengejar orang ?"
"Inilah soal pribadi. Persoalan partay Ngo-hong bun." Berkata Sin Hui Siang.
"Urusan Jie Kiongcu dan Go Kiongcu memang soal pribadi kalian, soal partay kalian, tapi siapakah pemuda yang berada didalam gendongan sumoaymu itu ?"
Sin Hui Siang sudah mengeluarkan pedang, dengan geram membentak : "Jangan kira aku takut kepadamu. Inilah kau yang memaksa."
"Mau adu silat ?" Tong Jie Peng tertawa mengejek. "Boleh saja. Tapi bukan sekarang. Kini aku tidak mempunyai waktu. Perhatikanlah baik2 tanda ini."
Dengan berdiri tegak, Tong Jie Peng memperlihatkan suatu gerak tipu silat, tangan kirinya diacungkan keatas, dan tangan kanan berada dibelakang kepala. Ini ciri2 khas dari aliran ilmu silatnya !
Menyaksikan gerakan tadi, badan Jie Kiongcu gemetaran. "Kau..Kau" Suaranya tidak segalak tadi. "Kau datang darimana ?"
"Tolong beritahu kepada gurumu." berkata Tong Jie Peng. "Berbuatlah kebaikan2, tapi bukan kejahatan."
Sesudah itu, tubuhnya melejit, menyusul ke arah lenyapnya Co Hui Hee.
*** Bab 77 MENYUSUL PERJALANAN Co Hui Hee yang melarikan Kang Han Cing, sebentar kemudian ia sudah meninggalkan daerah Lembah Ular. Mengetahui kalau ia sudah bebas dari pengejar2nya, mengingat keadaannya yang betul2 sudah menjadi lemah, ia meletakkan Kang Han Cing.
Ia sudah tidak kuat melangkah, terlalu berat beban yang dibawa, terlalu letih melakukan perjalanan yang seperti itu. Dan kini ia bersandar pada pohon yang tidak jauh dari tempat Kang Han Cing terbaring.
Betapa letihpun keadaannya, ia masih memperbaiki kedudukan si pemuda, dipindahkannya ke tempat tumpukan rumput tebal, dengan maksud meringankan rasa sakit Kang Han Cing.
Ia menyusut keringat dan memandang ke atas, matahari pagi sudah bergeser di tengah, tidak lama batas waktu 24 jam itu segera habis.
Terasa dirinya diombang-ambingkan nasib buruk, ia berhasil melarikan diri dari tangan maut Jie sucienya tapi bisakah menolong Kang Han Cing ?
Jarum Ular adalah senjata kebanggaan Nenek Ular, bekerjanya hanya 24 jam, khusus untuk melenyapkan jiwa musuh. Mana disangka, kalau yang menjadi korban itu adalah pemuda yang dikasihi !
Keadaan Kang Han Cing semakin lemah, kalau saja tidak diperhatikan dengan betul, tentu menduga kepada orang mati.
Kesedihan Co Hui Hee memuncak, tiba2 saja ia menjatuhkan diri dan merangkul tubuh Kang Han Cing. "Apa yang harus kulakukan ?" Ratapnya sangat sedih.
Air matanya tidak bisa dibendung lagi, menetes dengan deras. Dia sudah kehilangan pegangan, karena memisahkan diri dari golongan ia putus harapan, karena jiwa si pemuda sulit ditolong.
Memeriksa denyut nadi Kang Han Cing, terasa badan si pemuda yang sudah mulai menjadi dingin. Tidak terasa Co Hui Hee menempelkan kedua pipinya ke wajah pemuda itu, dengan sedih berkata : "Kalau kau mati, akupun bunuh diri. Biar kita mati bersama saja."
Co Hui Hee bukan termasuk golongan wanita lemah, karena itu ia bisa menduduki kursi kelima dari pimpinan Ngo-hong-bun. Beberapa saat kemudian ia bisa mengambil putusan. Dengan tekad bulat berkata :
"Tidak mungkin. Tak akan kubiarkan kau mati. Segera kutemukan Nenek Ular untuk menyembuhkan dirimu."
Dan digendongnya lagi tubuh yang sudah hampir dingin itu, berbalik dan hendak kembali ke arah Lembah Ular.
Seorang berbaju putih sudah menghadang jalan balik, itulah Tong Jie Peng.
"Mau kemana ?" Tanya Tong Jie Peng.
"Kau siapa ?" Co Hui Hee tidak kenal kepada orang yang pernah memberikan bantuannya ini.
"Aku Tong Jie Peng. Engkoh angkatnya," jawab Tong Jie Peng sambil menunjuk ke arah Kang Han Cing yang masih berada didalam gendongan si gadis. "Dan kau pernah apa dengannya ?" ia balik bertanya.
"Dia adalah engkoku," Berkata Co Hui Hee.
"Ouw ! Lukanya sangat parah. Coba kau turunkan, biar kuperiksa sebentar."
"Kau bisa apa ?" Balik tanya Co Hui Hee. Ia kurang percaya.
"Nenek Ular bisa apa ?" Balik tanya Tong Jie Peng.
"Dia bisa menyembuhkan bisa racun Jarum Ular, karena dialah yang menciptakannya !"
"Jarum Ular ?" "Ya." "Tapi kau tidak bisa menemukan nenek itu." Berkata Tong Jie Peng.
"Mengapa ?" "Karena Toa suciemu sudah mengeluarkan perintah Ngo-hong-bun. Membawa Kang Han Cing, tidak perduli didalam keadaan hidup atau keadaan mati. Dengan adanya perintah tersebut, mungkinkah si Nerek Ular berani memberikan pengobatannya ?"
"Oh....." "Coba kau serahkan kepadaku."
"Kecuali Nenek Ular, tidak ada orang kedua yang bisa menolong dirinya !"
"Belum tentu. Mari kita mencari sebuah tempat yang agak bersih. Kita coba menolongnya."
"Sudah tidak ada waktu lagi. Hanya tinggal beberapa jam terakhir."
"Beberapa jam terakhir ?"
"Ya. Waktu hidup seseorang yang terkena Jarum Ular hanya 24 jam saja. Dan kini....."
Tokh diletakkan juga tubuh Kang Han Cing. Tong Jie Peng membikin pemeriksaan, ia berkerut alis.
"Racun luar biasa," katanya. "Kalau dia tidak memiliki latihan tenaga murni, sudah lama racun itu menyerang jantung. Tidak dapat ditolong lagi."
"Sekarang keadaannya bagaimana?"
"Tenaga murni Kang Han Cing menjaga keutuhan jiwanya. Walau diserang dari delapan penjuru, racun itu masih belum sempat memasuki jantung. Inilah suatu harapan bagi kita."
"Masih bisa ditolong ?"
"Jarak Tong-hay dari sini terlalu jauh, bisakah memburu waktu ? Eh...Apa yang dikatakan si Nenek Ular untuk menghilangkan racunnya ?"
"Dikatakan harus memakan waktu 7 hari 7 malam, dengan cara mandi uap, dikukus pada sebuah kwali besar, racun itu bisa didesak keluar."
"Syukurlah. Mari kita gunakan cara itu."
"Itu hanya caranya." berkata Co Hui Hee. "Tentu disertai dengan syarat2 lain. Seperti pengurutan dan pengobatan. Obat apa pula yang harus diberikan kepadanya?"
Tong Jie Peng juga mengalami jalan buntu. "Baiklah," akhirnya ia mengambil putusan. "Mari kita temukan lagi si Nenek Ular."
"Mana mungkin !" Teriak Co Hui Hee. "Berani dia menyembuhkan orang yang dikehendaki oleh Toa sucie ?"
"Aku mempunyai cara untuk memaksanya memberi pertolongan." Berkata Tong Jie Peng.
"Baiklah, mari kita berangkat." Berkata Co Hui Hee. Digendongnya lagi Kang Han Cing. Siap balik ke arah Lembah Ular.
"Tunggu dulu !" Berkata Tong Jie Peng. Ia mengecilkan mulut, dan mengeluarkan suara pekikan panjang.
Tidak lama sebuah bayangan putih meluncur datang, itulah seekor burung bangau raksasa. Turun dan berhenti di sebelah sisi Tong Jie Peng.
"Waktu terlalu sempit." berkata Tong Jie Peng. "Kalian naiklah diatas punggung si Putih, dia akan segera membawa kalian ke Lembah Ular."
Nama bangau raksasa ini juga si Putih, tapi bukan si Putih Nenek Siluman Ular yang berarti ular berbisa. Sama si Putihnya, tidak sama binatangnya.
"Kau ? Bagaimana ?" Tanya Co Hui Hee.
"Kalian berangkat lebih dahulu. Aku menyusul kemudian." berkata Tong Jie peng.
(bersambung 23) *** Jilid 23 CO HUI HEE sedang letih2nya, karena lari terus menerus dengan membopong tubuh Kang Han Cing yang cukup berat, untuk melakukan hal itu sekali lagi mungkin sudah tidak mampu. Maka ia membawa Kang Han Cing, lompat dan menunggangi burung bangau raksasa.
Sesudah membantu mempernahkan kedua orang itu, Tong Jie Peng mengebut bangau saktinya. "Putih, antar mereka ke Lembah Ular." Ia memberi perintah.
Leher sang bangau yang panjang dianggukkan, suatu tanda kalau dia sudah mengerti, kemudian mengeluarkan satu pekikan panjang, sepasang sayapnya d-igibrik2kan, meluncurlah binatang itu menerjang ke awang-awang.
Co Hui Hee baru pertama kali menaiki burung, deruan angin yang membisingkan membuat ia merasa khawatir, semakin lama semakin tinggi, awan demi awan diterjang oleh bangau raksasa itu, se-olah2 berada di dalam sebuah impian. Kalau saja dia kurang hati2 dan jatuh dari punggung sang binatang, remuk-redamlah badan yang jatuh dari tempat ketinggian yang seperti itu.
Timbul rasa ngerinya, dengan mempererat pegangannya, ia memeluki Kang Han Cing, dikaitkannya ke leher binatang raksasa itu.
Sang burung sudah biasa membuat penerbangan seperti itu, cara meluncurnya sangat cepat, mengenyampingkan angin dan awan, tanpa goyangan. Timbul rasa ingin tahu Co Hui Hee, dengan membuka sedikit mata ia memandang kebawah. Tentu saja apapun tidak tampak, kecuali kabut putih, mereka sudah berada diantara awang2 berawan tebal.
Disaat inilah terdengar lagi suara pekikan sang bangau, arahnya berubah, dan ke 2 sayap raksasa itu bergerak, menukik turun dengan cepat.
Co Hui Hee terkejut, cepat2 memperkeras pegangannya, kini ia sudah berada diatas sebuah telaga, dan tidak jauh dari telaga itu tampak tiga bangunan batu, itulah rumah-rumah ular dari Nenek Ular. Mereka sudah sampai di tempat tujuan.
Bangau sakti meluncur turun, dengan ber-hati2 mendekati ke 3 bangunan baru tadi.
Jarak belasan lie hanya ditempuh untuk waktu yang begitu singkat. Hal ini membuat Co Hui Hee girang hati, ia membawa Kang Han Cing turun dari punggung burung menuju ke salah satu bangunan batu tadi.
Bagaikan disiram oleh air dingin, rasa girang Co Hui Hee lenyap mendadak, pintu rumah batu yang bekas didobrak Cu Hoay Uh sudah ditutup dan dikunci dari luar, itulah pertanda kalau Nenek Ular pergi keluar.
Co Hui Hee lebih kaget lagi manakala didengarnya satu suara bertanya : "Si Nenek Ular sudah tiada ?"
Ia menoleh dan tampak olehnya seorang pemuda berbaju putih berdiri tidak jauh, itulah Tong Jie Peng !
"Kau sudah sampai ?" Co Hui Hee bertanya heran. Tentu saja ia tidak mengerti bagaimana Tong Jie Peng bisa tiba begitu cepat, bisa menyamai kecepatan si burung raksasa ?
Tong Jie Peng memandang gadis itu, dengan tersenyum berkata : "Aku memegangi kaki si Putih, maka bisa tiba didalam waktu yang bersamaan."
Inilah penjelasan bagaimana ia tiba pada saat bersamaan dengan sampainya sibangau sakti.
Co Hui Hee bingung menghadapi kenyataan, ia mengharapkan bantuan Nenek Ular, kini orang yang sangat dibutuhkan itu tidak berada di tempatnya, kemana pula harus mencari ? Tidak perduli betapa cerdiknya Go Kiongcu, didalam persoalan ini ia sudah tidak berdaya sama sekali.
"Mari kita masuk dahulu," berkata Tong Jie Peng. Ia mengebutkan lengan baju, maka dari situ menjulur angin pukulan yang keras, braaak. Kunci yang menggembol pintu itu belah menjadi dua.
Co Hui Hee menggumam sendiri : "Ilmu kepandaian pemuda ini tidak berada di bawah Toa sucie."
Mereka memasuki bangunan itu, sesudah memeriksa beberapa saat, Tong Jie Peng berkata : "Nenek Ular sudah turut serta dibelakang barisan mereka, tentunya bersama Jie suciemu membawa Cu Hoay Uh, menuju ke markas Ngo-hong-bun."
"Bagaimana baiknya?" Bertanya Co Hui Hee semakin bingung.
Tong Jie Peng tidak menjawab pertanyaan itu, diapun sedang memikirkan cara yang terbaik agar bisa menolong jiwa Kang Han Cing dari tebing jurang maut.
"Saudara Tong Jie Peng," berkata Co Hui Hee kemudian. "Ada sesuatu permintaanku."
Tong Jie Peng memandang gadis itu.
Co Hui Hee melanjutkan kata2nya : "Waktu tidak memungkinkan lagi. Dan tidak bisa ditolong, akupun tidak mau hidup, permintaanku ialah bisakah kau mengebumikan kami berdua ?"
Tampak sekilas perubahan wajah Tong Jie Peng. "Kau mencintainya ?" Ia bertanya.
Ter-isak2 Co Hui Hee berkata : "Aku harus menebus dosa itu, aku harus mati juga. Tidak seharusnya aku menggunakan Jarum Ular, makaOh. Dia tidak bisa ditolong lagi. Biarlah aku juga tidak mau hidup."
"Kau yang meracuni dirinya ?" Bertanya Tong Jie Peng heran.
"Ya." Co Hui Hee menganggukkan kepala. "Dia tidak menyangka sama sekali. Karena kelemahan itulah aku berhasil menusukkan Jarum Ular."
Tampak hawa pembunuhan mengarungi wajah Tong Jie Peng, tangannya yang lentik itu terjulur, ditujukan kearah jalan darah kematian Co Hui Hee. Inilah reaksi kalau Tong Jie Peng mau membunuh orang !
Begitu tenaga dalam dikerahkan, crees. Betapa lihay Co Hui Hee, didalam keadaan yang seperti itu tidak mungkin ia menghindari kematian.
Se-olah2 Co Hui Hee sedang berkelakar dengan maut, mencari kematian untuk bisa melakukan perjalanan menuju dunia akherat bersama-sama Kang Han Cing.
Tong Jie Peng mengeluarkan suara dengusan hidung, tangannya yang terjengkit itu turun kembali, ia menghela napas, hawa pembunuhan yang mengarungi wajahnyapun turut lenyap. Batal membunuh orang.
"Dia masih belum mati," katanya. "Mengapa kau sudah terpikir begitu jauh ?"
"Siapa yang bisa menolongnya ?" Bertanya Co Hui Hee, ia menyusut air mata.
Dari dalam saku baju, Tong Jie Peng mengeluarkan sesuatu, dijejalkan ke mulut Kang Han Cing dan berkata : "Obat ini memperlambat bekerja racun, dan kita usahakan sedapat mungkin."
"Jarum Ular adalah ciptaan si nenek yang paling dibanggakan, hasil ramu2an dari 100 macam ular berbisa, setiap macam ular itu memiliki sifat2 yang tidak sama, bagaimana kau bisa melenyapkannya ?"
Sinar mata Tong Jie Peng berkeliaran beberapa saat, kemudian dengan tegas berkata : "Harus dicoba !"
"Apa ?!" Teriak Co Hui Hee.
Tong Jie Peng memegangi urat nadi Kang Han Cing, menganggukkan kepala berkata : "Obat tadi mulai menambah kekuatannya, menjaga bisa racun menyerang jantung. Dan dari pada menyerah, akan kucoba dengan cara lain !"
"Dengan cara lain ?"
Tong Jie Peng tidak banyak bicara, dia bersuit memanggil burung raksasanya.
Tidak lama bangau sakti memasuki rumah, badannya terlalu besar, hampir menyesakkan tempat itu, bergoyang dan langkah demi langkah, menghampiri sang majikan.
Tong Jie Peng membuka mulut Kang Han Cing. Burung bangau itu mencucupkan paruhnya, maka dari sana mengalir air liur burung bangau yang putih bening.
Co Hui Hee melompongkan mulut. "Mungkinkah hendak menggunakan air liur burung mengobatinya ?" ia berpikir.
Dugaan Co Hui Hee memang tepat. Mengetahui kalau Jarum Ular memiliki sifat2 seratus macam ular, sedangkan si burung bangau adalah raja anti ular, maka dengan menggunakan air liurnya yang juga mengandung racun itu, ia mencoba membuat percobaan.
Tidak lama Tong Jie Peng menghentikan percobaannya. "Cukup." ia berkata.
Si Putih menarik keluar paruhnya, meninggalkan ruangan itu.
Co Hui Hee bisa menduga, tentunya air liur si bangau bisa diharapkan memberi bantuan. Dan memang dugaannya tepat, bangau itu adalah binatang yang suka makan ular, maka memiliki sifat2 beracun. Kini sedang dicoba kegunaannya.
Memperhatikan beberapa waktu, terdengar perut Kang Han Cing yang berkerukukan.
Tong Jie Peng masih memegangi urat nadi si pemuda.


Perintah Maut Karya Buyung Hok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bagaimana ?" Bertanya Co Hui Hee penuh harapan.
"Khasiat liur si Putih sudah mulai bekerja, tapi belum penuh. Yang penting harus menyebarkan kekuatan obat ke seluruh tubuh, agar bisa menjalankan perbaikan yang sempurna."
Sesudah itu Tong Jie Peng menyingkap lengan bajunya, tampak sebuah tangan yang halus dan mulus, lebih putih dari tangan seorang gadis. Co Hui Hee yang berdiri tidak jauh menjadi kesima, kalau dibandingkan dengan dirinya, bukankah pemuda yang bernama Tong Jie Peng ini lebih menarik sepuluh kali ? Timbul rasa kecurigaannya, ia memperhatikan lebih seksama.
Tong Jie Peng menguruti seluruh bagian tubuh Kang Han Cing, selesai mengerjakan tugas itu, ia bangkit berdiri, menotoki jalan2 darah pentingnya. Cara menotok jalan darah ini adalah cara menotok dari jarak jauh, begitu lengan dan jari2 halus itu terarah, daging2 yang ditunjuk bergerak menggeliat.
Suatu kejadian yang sangat mengagumkan, Co Hui Hee berpikir : "Menurut keterangan suhu, cara ini bernama Bu-siang Sin-kang, tenaga latihan yang tidak mudah dipelajari. Tong Jie Peng berumur belasan, mungkinkah sudah bisa memahiri ilmu Bu siang Sin kang ?"
Tong Jie Peng sudah selesai menotok 36 jalan darah Kang Han Cing yang terpenting, napasnya mulai sengal2, ternyata ia menggunakan banyak tenaga. Selesai menolong jiwa Kang Han Cing, Tong jie Peng duduk bersila, membenarkan peredaran jalan darahnya.
Co Hui Hee berdiri tidak jauh dari pemuda berbaju putih itu, semacam wangi parfum keluar dari tubuh Tong Jie Peng, hanya kaum gadis memiliki hawa seperti ini. Sebagai seorang gadis, Co Hui Hee segera sadar, tidak perlu diragukan lagi kalau Tong Jie Peng ini adalah wanita asli. Hanya kaum wanita yang bisa memiliki hawa seperti itu.
Timbul rasa cemburunya ! Diperhatikan lagi kulit tangan Tong Jie Peng yang halus, mulutnya bangir, wajah yang seperti santen, dan gerak-gerik yang lebih banyak membawakan sifat wanita daripada sifat pria. Putusannya segera memberi vonis yang pasti : Tong Jie Peng adalah gadis yang menyamar pria !
Co Hui Hee mengeluarkan Jarum Ular, sebagai seorang yang egoistis, ia tidak akan membiarkan pihak ketiga memasuki gelanggang asmaranya.
Hanya karena cintanya kepada Kang Han Cing, Co Hui Hee berani melanggar perintah Ngo-hong bun. Suatu bukti kalau cinta itu buta ! Buta didalam segala2nya !
Co Hui Hee tidak berani sembarang bergerak, diketahui kalau ilmu kepandaian Tong Jie Peng tidak berada dibawah Toa sucienya, kalau ia tidak berhasil, pasti diri sendirilah yang celaka.
Tong Jie peng berhasil memulihkan tenaga didalam waktu yang sangat singkat, ia membuka matanya kembali. Maka gagallah Co Hui Hee, tidak mungkin membokongnya lagi. Jarum Ular tidak berani dilepas.
"Bagaimana keadaannya ?" Bertanya Co Hui Hee.
"Dia sudah lepas dari bahaya kematian," balas Tong Jie Peng. "Sebentar lagi dia akan mencret2, mengeluarkan semua racun yang berada didalamnya."
"Oh, begitu cepat ?" Hampir Co Hui Hee bersorak girang. "Cara ini lebih baik dari cara Nenek Ular yang mau memandikan uap 7 hari 7 malam."
"Kau tahu apa ?" Potong Tong Jie Peng. "Memberi makan liur si Putih adalah kejadian yang sangat terpaksa. Tidakkah terbayang olehmu betapa banyak kerugian darah putih yang diderita olehnya ? Seumpamakan dua negara yang berperang, berapa banyakkah serdadu yang dikorbankan ? Keadaan Kang Han Cing tidak beda seperti seorang anak kecil yang baru merangkak, didalam 10 hari dia tidak boleh menggunakan tenaga, teristimewa tidak boleh bertempur dengan orang. Akibatnya bisa runyam, dia akan lumpuh seumur hidup."
"Apa susahnya ?" Berkata Co Hui Hee. "Asal saja tiga bulan setelah itu dia tidak menggunakan tenaga murni menempur orang, penyakitnya bisa sembuh seperti sedia kala, bukan ?"
"Ya. Begitulah."
"Baik. Akan kujaga baik2 agar dia tidak menggunakan tenaga murni."
"Tidak semudah seperti apa yang kau bayangkan. Apa kau kira suciemu itu membiarkannya begitu saja ?"
Keringat dingin membasahi Co Hui Hee, kalau ia membayangkan bagaimana pengejaran-pengejaran Ngo hong bun itu.
Suara bunyl kerukuk2 didalam perut Kang Han Cing semakin keras.
"Lekas ambil tempat untuk menadahi kotorannya." Teriak Tong jie Peng. "Dia segera berak2."
Co Hui Hee bekerja cepat, ia sudah mengambil ember untuk menadahi kotoran besar Kang Han Cing. Diletakkannya di depan si pemuda.
"Lekas copoti celananya," perintah Tong Jie Peng.
Co Hui Hee khusus dilahirkan bukan untuk menjadi juru rawat, mendengar perintah konyol tadi, wajahnya menjadi bersemu merah, bagaimanaa menyuruhnya membukakan celana seorang laki2 yang baru dikenal? Menganggap hal tadi sebagai olok2 sang sairu, ia bercemooh: "Apa kau sendiri tidak bisa membukakannya ?"
Tong Jie Peng berkata dingin : "Aku harus membangunkannya, dengan kedua tangan memayang, bagaimana bisa ? Apa lagi mengingat keadaan yang mendesak. Lekas ! Terlambat berarti kesulitan."
Malu atau tidak, Co Hui Hee harus menjalankan perintah tadi, sesudah mempernahkan ember, ia melocoti celana Kang Han Cing.
Broobooott..Broobootttt Ngejebrollah benda najis, baunya tidak keruan macam.
Tong Jie Peng sudah bekerja cepat, sebelum benda2 najis itu keluar dari tempat asalnya, ia sudah memayang kedua ketiak Kang Han Cing, di-urut2nya sehingga mempercepat proses pembuangan air besar yang menuangkan semua sisa racun di dalam perut si pemuda.
Sebentar kemudian Kang Han Cing selesai hajat, Co Hui Hee memakaikan kembali celananya. Tong Jie Peng merebahkan si pemuda.
Bau busuk benda najis memenuhi seluruh ruangan, kalau kurang2 tahannya, mereka bisa muntah2, kotoran yang mengandung unsur racun itu segera dibuang keluar.
Co Hui Hee kembali sesudah Tong Jie Peng membaringkan Kang Han Cing. Wajah si pemuda pucat pasi, tidak ada tanda2 memiliki darah.
Co Hui Hee mengeluarkan Thian-kie-in-kang-tan dan berkata : "Berikan makan obat ini."
Obat Thian-kie-in kang tan itu didapat dari kantong baju Kang Han Cing, disaat si pemuda tidak sadarkan diri karena terkena racun Jarum Ular. Mengingat khasiatnya yang luar biasa, diserahkannya kembali.
Tong Jie Peng menerima obat dan bertanya, "Obat apakah ini ?"
"Obat ciptaan guruku, namanya Thian-kie-in-kang-tan, khusus untuk menyembuhkan orang yang kekurangan tenaga dan kekurangan darah, hanya tiga orang yang mendapatkannya, mereka adalah Toa sucie, Jie sucie dan Sam sucie. Aku dan Su sucie belum dapat."
"Darimana obat ini?" Bertanya Tong Jie Peng heran. Tentu saja tidak mengerti, bagaimana Co Hui Hee bisa mendapatkan obat itu ? Mengingat Go Kiongcu Ngo hong-bun itu belum berhak mendapatkan obat thian-kie in-kang-tan.
"Obat ini kudapat dari kantong baju Kang Han Cing kemarin, tentunya didapat dari salah satu sucie2ku."
Thian-kie-in-kang-tan sudah masuk ke dalam mulut Kang Han Cing. Tangan Tong Jie Peng belum pernah lepas dari denyutan nadi si pemuda.
Beberapa saat kemudian, Tong Jie Peng menoleh, memandang Co Hui Hee serta mengajukan pertanyaan : "Kau cinta kepadanya ?"
Wajah Co Hui Hee menjadi merah, ia balik bertanya : "Apa kau juga tidak cinta kepadanya?"
Tong Jie Peng tertegun, nyatalah kalau penyamarannya sudah diketahui orang. "Aku yang bertanya kepadamu." Ia berkata.
"Apa bedanya ?" Berdengus Co Hui Hee dingin. "Aku juga bisa mengajukan pertanyaan yang sama, bukan ?"
"Tidak perlu kau sangkal," berkata Tong Jie Peng menghela napas. "Aku tahu, kau sudah jatuh cinta kepadanya, tapi aku meminta kepastian, bahwa kau betul cinta kepadanya."
"Apa bedanya ?" Bertanya Co Hui Hee.
"Karena aku hendak memberitahu sesuatu yang sangat menyedihkan.."
"Apa ?" Co Hui Hee mementangkan kedua matanya lebar2. "Dia masih tidak bisa ditolong ?"
"Bukan tidak bisa ditolong," berkata Tong Jie Peng. "Tapi kekuatan tenaganya sudah hancur luluh, ia akan menjadi seorang laki-laki jompo.."
"Ah." "Karena itulah, aku meminta kepastianmu kalau betul2 kau cinta, hendak kuserahkan dengan hati lega."
Hati Co Hui Hee berdengus : "Huh, kau hendak menyerahkan seorang laki2 jompo kepadaku?"
Saking marahnya, ia berteriak : "Kalau kau mau pergi, pergilah segera ! Jangan takut, kalau sampai terjadi sesuatu apa, dimisalkan dia mati, akupun sanggup mengebumikannya sendiri."
"Aku yakin kepada cintamu," berkata Tong Jie Peng. "Maka kuserahkan kepadamu. Aku hendak pulang ke pulau Tong-hay. Disana meminta obat untuk memulihkan tenaganya yang sudah hilang."
"Masih ada obat yang bisa memulihkan tenaganya ?" Berteriak Co Hui Hee girang.
"Tidak perlu diragukan. Obat itu pasti kubawa datang. Tapi jarak terlalu jauh, walau menunggang si Putih, paling cepat memakan waktu 2 hari. Didalam waktu2 ini, kuharap kau bisa menjaganya baik2. Jangan sampai ada gangguan dari luar yang mengacaukan rencana."
Co Hui Hee sadar akan kesalahannya, maksud Tong Jie Peng sudah disalah-terimakan. "Pasti tidak ada gangguan," jawabnya. "Kujamin ketenangannya."
"Syukurlah. Yang kuragukan ialah : Mampukah kau menangkis datangnya serangan2 dari pihak Ngo hong bun itu? Terus terang saja, kalau aku berada ditempat ini, walau Ngo-hong-bun mengerahkan seluruh kekuatannya, tidak mungkin mereka bisa mengganggu ketenangan Kang Han Cing. Tapi hanya kau seorang, kukira.kukira......"
"Mengapa kau tidak membawanya saja pulang ?" Bertanya Co Hui Hee. "Dengan menunggang burung itu, kalian bersama-sama, bukankah lebih baik ?"
Kalau tadi Co Hui Hee cemburu, kini cemburunya itu mulai mereda, mengingat kepentingan Kang Han Cing pribadi. Ia rela menyerahkan Kang Han Cing dengan maksud agar Tong Jie Peng membawanya menaiki burung bangau raksasa, memulihkan tenaga si pemuda.
Tong Jie Peng bergoyang kepala, "Aku tidak bisa membawanya menghadap kedua orang tuaku. Mereka benci kepada pemuda Tionggoan." Katanya lemah.
Sekelumit tentang kedua orang tua Tong Jie Peng : Mereka adalah Sepasang Dewa dari daerah Tong-hay yang bernama Cung Cung dan Sun Hoa yang ternama. Sebagai akhli waris Liu Ang Ciauw, mereka memegang patuh pesan sang sucouw, ternyata Liu Ang Ciauw pernah mengalami patah hati, cintanya kepada Lu Cu Kok kandas ditengah jalan, karena itu melarikan diri kedaerah Tong hay dan memberikan pesanan-pesanan terakhir agar mereka turut membenci pemuda Tiong-goan. Apalagi mengawininya, inilah larangan terbesar.
Mengapa Tong Jie Peng tidak bisa membawa Kang Han Cing ke pulaunya, itulah sebab dari kasih cinta yang pernah terjalin diantara leluhurnya.
Tentang cerita Liu Ang Ciauw dan Lu Cu Kok, para pembaca dipersilahkan memberi penilaian dari cerita yang berjudul : ANAK PENDEKAR.
"Ilmu kepandaianmu memang cukup untuk menjaga keamanannya," berkata Tong Jie Peng. "Agar lebih aman lagi, kuingin turunkan semacam ilmu pelajaran, maukah kau mempelajarinya ?"
"Cici." berkata Co Hui Hee terharu. "Kau baik sekali."
"Apa ??!!" Tong Jie Peng mundur dua tindak. Panggilan cicie itu berarti pecahnya penyamaran Tong Jie Peng.
"Cicie," berkata Co Hui Hee. "Tidak perlu menyangkal lagi. Gerak-gerikmu tidak mungkin bisa mengelabuiku, mungkinkah ada tangan pria yang lebih halus dari tangan seorang wanita ? Kau adalah gadis yang menyamar. Mengapa harus melakukan penyamaran ?"
Memandang beberapa saat, Tong Jie Peng harus menyerah kalah. Dengan perlahan ia berkata :
"Tidak percuma kau menjadi Go kiongcu Ngo hong bun. Matamu memang lihay. Ya ! tidak perlu kusangkal, aku adalah wanita. Tapi hanya kau seorang yang tahu. Kuharap kau tidak membuka rahasia ini kepada siapapun dan juga kepadanya."
"Apa sebelumnya Kang Jie kongcu juga tidak tahu ?" bertanya Co Hui Hee.
"Dia tidak tahu, dan kuminta jangan kau beritahu. Hubunganku dengannya hanya sebagai saudara angkat, tidak bisa disamakan dengan dirimu."
"Cicie, kau baik sekali."
"Nah ! Perhatikan baik2 pelajaran ini." Berkata Tong Jie Peng. Tangan kirinya diangkat, per-lahan2 mendorong kedepan.
Mengetahui kalau dirinya akan mendapat semacam ilmu luar biasa, Co Hui Hee memperhatikan dengan seksama, memperhatikan perubahan2 gerak Tong Jie Peng.
Tong Jie Peng sudah mengeluarkan pukulan, tapi tidak meneruskannya, jari2 itu bergerak, menukik ke pusat telapak, dikakukan sebentar, dan mekar kelima penjuru.
Co Hui Hee mengasah otak mengilmiah pelajaran inti yang tersembunyi didalam gerakan2 itu, tidak ada penemuan baru dan ia tidak berhasil memahami keistimewaannya.
Tong jie Peng selesai memberi contoh gerakan, kemudian memberi penjelasan :
"Untuk memahirkan ilmu ini dengan sempurna harus mencatat dalam2 kata2 ini : yaitu 'Putaran hawa lima kali dan pusatkan di telapak tangan, disimpan dan dilepas menutup jalan darah lawan?."
Sekali lagi diulangi pelajaran tadi.
Kini Co hui hee bisa menyelaminya dengan baik, ia menerima pelajaran tadi dengan senang hati.
Dengan tidak bosan, Tong Jie Peng mengoreksi kesalahan2, sesudah menganggap sempurna, ia berkata :
"Nah ! Cukup. Untuk memahirkannya dengan lebih baik, tergantung dari kecerdikan dan latihan2. Kalau untuk menghadapi jago kelas dua saja, inipun sudah berlebih2an. Sekarang aku hendak berangkat, jagalah dia baik2."
Ia bersiul memanggil burung bangaunya, dengan menunggang binatang raksasa inilah, Tong Jie Peng kembali ke daerah Tong hay, meminta obat mujarab untuk menyembuhkan tenaga Kang Han Cing yang sudah hancur tercerai-berai.
*** Bab 78 DIRUMAH ULAR...... Co Hui Hee sudah mempernahkan Kang Han Cing, ia wajib menjaga ketenangan si pemuda, selama kepergian Tong Jie Peng yang akan balik kembali dengan membawa obat pengumpul tenaganya.
Sesudah memakan obat Thian-kie-in kang-tan, keadaan Kang Han Cing agak mendingan, tertidur nyenyak diatas pembaringan.
Merasa dirinya yang terasing, Co Hui Hee ber-jalan2, menjelajahi rumah si Nenek Ular, dia sudah biasa ditempat itu, kini menuju kearah dapur dengan maksud untuk mencari makanan.
Hanya tersedia beberapa mangkuk sayur dan yang sudah dingin, dilahapnya makanan2 itu sebagai penangsal perut.
Teringat keadaan Kang Han Cing, ia harus membuat persediaan pula, mengambil beberapa comot beras, dituang di periuk, membuat api, dan siap menyediakan bubur sebagai persediaan sang kekasih.
Semua itu dilakukan dengan canggung, belum pernah Co Hui Hee turun dapur, dan inilah untuk pertama kalinya ia bekerja sebagai juru masak, walau hanya memasak beberapa mangkuk bubur saja.
Tiba2 Co Hui Hee menemukan sesuatu penemuan, pada lantai dapur yang ditumpuki kayu2 itu terdapat sebuah papan besi. Ia bisa melihat adanya besi tersebut, karena sudah menggeser kayu2 yang menutupinya.
"Mungkinkah ruang dibawah tanah ?" Pikir si gadis.
Co Hui Hee menduduki kursi kelima dari partay Ngo hong-bun, disana penuh dengan aneka macam rahasia, menduga kepada ruang rahasia di bawah tanah, segera ia mencari alat pengontrol. Alat itu tidak sulit ditemukan, dua benda bulat tergantung pada pojok dapur, sesudah benda bulat itu ditarik maka terdengarlah suara gemeretek, papan besi tertarik secara otomatis, pintu ruang rahasia terbuka !
Melongok kebawah, keadaan tempat itu sangat gelap, betul2 ruangan rahasia yang berada di bawah tanah !
Mengikuti kemauan Co Hui Hee, ia ingin melongok ke tempat tersebut, kalau tidak ada gangguan Kang Han Cing, dibatalkannya maksud itu karena adanya si pemuda, cepat2 diselesaikannya masakan di dapur, untuk mengisi perut Kang Han Cing, dan perutnya sendiri juga tentunya.
Tidak lama Co Hui Hee selesai memasak bubur, dibawanya ke ruang dalam. Kang Han Cing belum sadarkan diri.
"Mengapa begitu lama?" pikir Co Hui Hee. Tentu saja gadis ini tidak tahu kalau obat Thian-kie-in-kang-tan tersedia untuk memulihkan tenaga yang hilang, siapa yang sudah memakan obat ini, ada beberapa waktu tertidur lelap. Maka khasiatnya bekerja lebih sempurna.
Seseorang membutuhkan waktu istirahat, tidur adalah cara yang paling tepat. Bukan saja memelihara badan, mengumpulkan potensi yang sudah terbuang, juga memberi kesempatan bagi anggota2 badan yang sudah bekerja satu harian penuh.
Satu hari diliwatkan.. Cuaca gelap. Menungkuli Kang Han Cing yang belum bangun, perut Co Hui Hee lapar kembali. Ia melahap bubur bikinannya, sambil menunggui si pemuda. Ia tidak berani menyalakan lampu, karena mereka belum lepas dari bahaya. Juga tidak berani banyak mengeluarkan suara, takut2 menimbulkan perhatian orang.
Co Hui Hee mulai ngelenggut.
Terdengar bunyi hujan, tidak terlalu besar, menetes dipinggiran rumah.
Bangunan didalam Lembah Ular yang terpencil, keadaan sunyi dan sepi, didalam keadaan hujan yang seperti itu, tampak sangat menakutkan.
Dibawah tetesan air hujan, ada 2 orang yang sedang menuju ke tempat itu.
Terdengar seorang yang berjalan dibelakang berkata :
"Di tempat yang begini seram, walau memiliki tanda jalan Ular, aku masih merasa tidak aman. Tuhan seperti tidak memihak kita, air hujan dituangnya pula. Bikin orang tambah segan saja. Aku tidak percaya kalau Go kiongcu masih berani menyembunyikan diri di sekitar daerah ini."
Kawannya berkata : "Seluruh tempat sudah digeledah, tidak ada bekas tapaknya. Kecuali tempat ini yang belum diperiksa."
"Mungkinkah Go Kiongcu tidak takut kepada ular2 berbisa yang menempati lembah?" Bertanya yang duluan.
"Dia memiliki Jarum Ular, tentu saja tidak takut."
"Apa kau juga tidak takut ?"
"Aku tidak takut karena sudah diberi obat penawar."
"Kau tidak takut kepada Go Kiongcu ?"
"Takut apa ? Inilah perintah sucie-sucienya."
"Apa yang bisa kita lakukan kalau berhasil menemukannya ?"
"Wah ! Hujan bertambah besar."
Seperti apa yang dikatakan, air hujan seperti dituang dari langit, menyirami bumi. "Mari kita mencari tempat berteduh." Berkata salah satu dari orang itu.
Mereka berlari2, akhirnya meneduh diemperan Rumah Ular.
"Basah kuyuplah kita berdua." Orang itu ngedumel.
"Gara2 Go Kiongcu yang gila laki2," Berkata kawannya. "Semua orang bawahanlah yang susah."
"Huh ! Kau bicara harus menjaga mulut, apa akibatnya kalau sampai ke dalam telinganya?"
"Takut apa ? Toa Kiongcu berada dibelakang kita."
"Apa kau tahu pasti ? Mereka adalah saudara seperguruan, kalau tertangkap, paling-paling dimaki dengan beberapa kata. Tapi kalau mereka tidak suka kepada kita, leher bisa copot, tahu?"
"Ha, ha....." Terdengar orang itu tertawa. "Lo Lie, lupa kepada pesan Toa Kiongcu ? Kalau berhasil menemukannya, tidak perlu sungkan2 lagi. Mati atau hidup, kita diberi kekuasaan penuh. Apa saja yang kita bawa lemparkan saja kepadanya."
Terdengar orang yang dipanggil Lo Lee menghela napas, katanya : "Dengan ilmu kepandaian yang kau miliki hendak melawan Go kiongcu ? Kim Jie, kau seperti sedang mengimpi."
Angin semakin keras, mereka berhimpit2an kedinginan dengan baju yang sudah basah kuyup, rasa dingin itu terasa sekali. Tanpa disadari, Kim Jie dan Lo Lie bersandar pada pintu, maka..gedubraaaakkkkterpentanglah pintu itu, hampir2 keduanya jatuh.
"Eh," teriak Kim Jie. "Mengapa pintu rumah Nenek Ular tidak dikunci ?"
"Kebetulan ! Mari kita istirahat di dalam." Berkata Lo Lie.
"Kau berani ? Rumah Nenek Ular bukan sembarang rumah, tahu ?"
"Siapa tahu kalau Go Kiongcu bersembunyi di tempat ini ?"
Mereka memperhatikan isi rumah ular itu, dan seperti apa yang mereka khawatirkan, Go Kiongcu Ngo hong bun Co Hui Hee memang berada di tempat itu !
"Hei !" Bentak Co Hui Hee heran. "Dua2nya masuk kedalam."
"Si.Siapa ?" Lo Lie bertanya dengan suara gemetaran.
"Sudah tidak mengenali suaraku lagi ?" Bentak Co Hui Hee.
"Kau.....Kau Go Kiongcu ?"
*** Jilid 23 "Huh !" Co Hui Hee berdengus. "Bukankah kalian mendapat tugas untuk menemukan diriku? Mengapa tidak berani masuk?"
"Hamba tidak berani," berkata Lo Lie.
"Mana hamba berani," berkata Kim Jie.
"Masuk !" Bentak Co Hui Hee. "Inilah perintahku."
Lo Lie dan Kim Jie saling pandang, mereka tidak berani membangkang perintah itu. Dengan penuh kewaspadaan, mereka memasuki Rumah Ular, memberi hormat kepada Go Kiongcunya.
"Apa yang tadi kalian perbincangkan ?" Bentak Co Hui Hee galak.
"Ti.. Tidak apa2."
"Bukankah kahan mendapat tugas untuk menemui diriku ?" Tanya lagi Co Hui Hee.
"Hambahamba" "Betul atau tidak ?" Bentak dan potong sang Go kiongcu.
"Be..Betul." "Kemudian, apa pula tugas kalian, sesudah berhasil ?"
"Toa Kiongcu sekalian mengharapkan kembalinya Go Kiongcu," berkata Lo Lie.
"Apa hanya itu saja pesannya ? Berkata Co Hui Hee. "Apa bukan menyuruh kalian menghujani senjata apa saja yang ada ?"
Lo Lie dan Kim Jie lompat mundur ke belakang, dengan maksud meninggalkan tempat itu.
Cepat gerakan Lo Lie dan Kim Jie, lebih cepat lagi adalah gerakan Co Hui Hee, sebelum kedua orang bawahan itu bisa keluar dari ruangan tadi, Co Hui Hee sudah menghadang mereka.
Saking nekadnya, Kim Jie dan Lo Lie mengeluarkan senjata2 rahasia mereka, dilemparkannya ke arah Co Hui Hee. Terjadilah hujan senjata !
Co Hui Hee menduduki urutan kelima di dalam partay Ngo-hong-bun, tentu saja memiliki kesempurnaannya, dengan gerakan tangan yang lincah, ia memukul pergi semua senjata itu. Disaat Kim Jie dan Lo Lie masih mempertahankan maksudnya yang mau melarikan diri dari tempat itu, dua pisau terbang sudah bersarang pada paha mereka, serentak jatuh jungkir baliklah kedua orang itu.
Mengetahui sulit menghindari diri dari kekejaman sang Go Kiongcu, Kim Jie menggigit lidah, dengan maksud bunuh diri !
Gerakan Co Hui Hee lebih cepat lagi, plak.ia menampar pipi orang itu dan sekalian menotok jalan darahnya.
"Mau bunuh diri ?" Ia berdengus. "Begitu enak, hee ?"
Sesudah itu ia menoleh ke arah Lo Lie, dilemparkannya sebuah pisau dan memberi perintah :
"Dia sudah tidak menghendaki lidahnya, gunakanlah ini untuk mengorek bagian atas, biar dia tahu rasa !"
Lo Lie terbelalak di tempat, bagaimana Go Kiongcu begitu kejam, menyuruhnya melukai lidah teman sendiri.
Co Hui Hee mengulangi perintah itu : "Hayo, sebagai seorang anggota yang baik, laksanakanlah perintah atasanmu !"
Mengetahui tidak bisa mengelakkan siksaan2nya, Kim Jie berteriak : "Lo Lie laksanakanlah perintahnya."
Agaknya Lo Lie sudah bisa mengambil putusan, memungut pisau yang dilemparkan dan berkata : "Baik."
Ia mendekati Kim Jie, se-olah2 sudah siap melaksanakan perintah Go Kiongcu, mau mengorek lidah kawan sendiri, tapi secepat itu pisau diambleskan kedadanya sendiri, ia bunuh diri !
Hal ini berada diluar dugaan Co Hui Hee, ia sadar sesudah Lo Lie berkelojotan sekarat di tanah. Semua kemarahan ditujukan kepada Kim Jie, tubuhnya bergerak dan dengan kecepatan yang susah diikuti dengan mata, membarengi jeritan Kim Jie yang menyeramkan, batok kepala anak buah Ngo hong bun itu sudah berada ditangan sang Go Kiongcu ! Tetesan darah masih mengetel. Sungguh suatu pemandangan yang paling sadis ! betul2 batok kepala copot dari tempatnya.
Baru saja Co Hui Hee menamatkan riwayat hidup Kim Jie, telinganya yang lihay bisa menangkap sesuatu yang kurang beres, secepatnya melempar kepala sang korban, membalikkan badan, didalam posisi yang siap tempur, ia membentak : "Siapa yang bersembunyi di tempat itu? Lekas keluar !"
Maka dari arah yang dibentak oleh Co Hui Hee tadi, dari semak2 gelap bermunculan beberapa orang, mereka dikepalai oleh huhuat kelas satu Ngo hong bun Kwee In Su.
"Huh !" dengus Co Hui Hee. "Apa maksud kalian menyembunyikan diri ?"
Kwee In Su memberi hormat, dengan merendah diri ia berkata : "Kami siap menyambut pulangnya Go kiongcu."
"Oh ! Begitu? Kalau aku tidak mau, bagaimana?"
"Itulah tugas 7 bintang kejora," berkata Kwee In Su sambil melirik ke arah orang2 yang berada di belakang, mereka adalah 7 jago Perintah Maut, dengan julukan 7 bintang kejora. Masing2 memiliki ilmu kepandaian tinggi, teristimewa kalau bergerak bersama, kekuatan 7 orang itu belum pernah terpatahkan.
Sesudah Perintah Maut melebur diri kedalam Ngo hong bun, mereka turut serta. 7 bintang kejora sudah mulai mengepung Co Hui Hee.
Co Hui Hee meneliti mereka, satu persatu ditatapnya dalam2, kemudian memberi perintah : "Bagus, Hok Goan, kedatangan kalian tepat pada waktunya. Lekas tangkap Kwee In Su !"
Hok Goan adalah pemimpin/kepala dari 7 bintang kejora. Dan sekarang Co Hui Hee memberi perintah kepada mereka untuk menangkap Kwee In Su.
Mendengar perintah tadi, nyali Kwee In Su mengkeret keras, dia mengeluh celaka, mengingat kalau 7 bintang kejora adalah bekas orang2 Co Hui Hee juga.
Tampak salah satu dari 7 bintang kejora membungkukkan badan, inilah orang yang bernama Hok Goan itu, ia berkata : "Harap Go kiongcu maklum, orang harus kami tangkap bukanlah Kwee In Su huhuat."
"Apa kalian ditugaskan untuk menangkap diriku ?" bertanya Co Hui Hee dengan suara dengusan.
"Kami mendapat tugas untuk mengundang Go kiongcu pulang," Kwee In Su menalangi menjawab.
"Eh, kalian berani membangkang kepada perintahku?" Co Hui Hee menggertak 7 bintang kejora.
"Harap Go kiongcu maklum," berkata Hok Goan. "Didalam tugas ini, Toa kiongcu sudah menyerahkan tugas kepada Kwee huhuat, kami diwajibkan mendengar perintahnya."
"Harap Go kiongcu tidak menjadi gusar," berkata Kwee In Su. "Mereka juga mendapat tugas untuk mengundang Go kiongcu pulang."
Dada Co Hui Hee turun naik karena kemarahan yang meluap2. "Kwee In Su," ia membentak. "Apa kau kira aku takut membunuh dirimu?"
Sret.. Co Hui Hee sudah mengeluarkan pedangnya.
Kwee In Su mundur dua langkah, dengan demikian ia sudah menyiapkan pertempuran, menyeringai dan berkata :
"Go kiongcu, walau kau sudah berkhianat kepada partay, kami masih menghormatimu sebagai Go kiongcu, kalau saja bersedia pulang ke markas, itulah yang kami harapkan. Tapi sebaliknya..hm..hmm"
Tanpa penerusannya, siapapun sudah maklum apa lanjutan dari kata2 Kwee In Su tadi.
Sepasang biji mata Co Hui Hee ber-putar2, pikirnya dalam2 : "Dengan kepandaian Kwee In Su, tidak mungkin ia berani seperti ini. Mungkinkah.mungkinkah ada bala bantuan dibelakang? Memancing aku keluar dari rumah ini? Membiarkan 7 bintang kejora menggeledah isi rumah?"
"Kwee In Su, berani kau kurang ajar?" bentak Co Hui Hee. "Apa kau tidak takut batok kepala copot dari tempatnya?"
Kwee In Su mundur lagi tiga langkah, kini sudah keluar dari rumah itu, ia berkata : "Go kiongcu, kami semua mendapat tugas mengundang kau pulang ke markas. Disaat Kim Jie dan Lo Lie berhasil menemukan jejakmu sudah kulepas tanda penemuan, tidak lama lagi bantuan segera datang. Walau hamba mengalami copot batok kepala, Go kiongcu tidak luput dari pengejaran2."
Seperti apa yang dikatakan Kwee In Su, bantuan untuk menangkap Co Hui Hee sudah berada di tempat itu, kini menyembunyikan diri diatas pohon, orang ini adalah Sam kiongcu Sun Hui Eng.
Mengikuti percakapan Co Hui Hee dan Kwee In Su, Sun Hui Eng maklum kalau Kang Han Cing itu berada pada sang sumoay. Kalau kejadian ini dibiarkan ber-larut2 terus, lebih sulit lagi untuk mengurusnya. Karena itulah tubuh Sun Hui Eng bergerak, dengan pedang ditangan, membelah Kwee In Su. Terdengar jeritan Kwee In Su, pedang tadi telah membelahnya menjadi 2 bagian.
Sun Hui Eng tidak bekerja kepalang tanggung, kalau Co Hui Hee berani berkhianat kepada partay, mengapa ia tidak? Semuapun demi keselamatan jiwa Kang Han Cing. Tidak menunggu sampai 7 bintang kejora sadar, Sam kiongcu Ngo hong bun itu mengeluarkan jarum rahasia, disebarkan kepada orang2 disana.
Terdengar 7 suara jeritan, tidak satupun dari 7 bintang kejora yang luput dari kematian, mereka turut dikorbankan.
Kejadian itu berada diluar dugaan Co Hui Hee. "Kau.kau Sam sucie?" jeritnya dengan suara tidak mengerti.
Sun Hui Eng menghampiri sang sumoay, dengan suara penuh getaran jiwa bertanya : "Dimanakah dia ?"
Co Hui Hee menyimpan kembali pedang yang sudah disiapkan, ia tidak perlu turun tangan untuk membereskan Kwee In Su, karena Sam kiongcu sudah menalanginya untuk berbuat seperti itu. Mendapat pertanyaan yang tidak keruan juntrungan, ia bertanya : "Siapa yang sucie maksudkan ?"
"Dimana Kang Han Cing ?" bertanya Sun Hui Eng dengan suara yang lebih jelas. "Bukankah kalian bersama2 ?"
"Kang Han Cing? Oh ! dia tidak berada pada diriku," berkata Co Hui Hee.
Sun Hui Eng menghela napas. "Menurut keterangan Nenek ular, dia sudah terkena Jarum Ularnya......" Ia berkata dengan suara sedih.
"Aku.....Aku tidak tahu." sangkal terus Co Hui Hee. "Mana kutahu, ia sudah tidak berada padaku."
"Baiklah," berkata Sun Hui Eng. "Lebih baik kau cepat2 meninggalkan tempat ini. Sangat berbahaya bagimu."
Co Hui Hee menggelengkan kepala. "Tidak !" Katanya tegas. "Aku tidak mau melarikan diri. Kalau Sam sucie juga mendapat tugas menangkap diriku, tangkaplah !"
"Jangan kau memikir sejauh itu." berkata Sam Kiongcu. "Kalau aku mempunyai maksud menangkap, mengapa harus membunuh Kwee In Su dan 7 Bintang kejora ? Dengarlah anjuranku, cepat2 meninggalkan daerah berbahaya. Aku hendak menolongmu."
"Tidak," berkata Co Hui Hee. "Sudah kukata 'Tidak? tetap 'Tidak?. Matipun aku tidak mau meninggalkan tempat ini."
Sun Hui Eng melirik ke arah ruang dalam, dengan berkerut alis berkata : "Go sumoay tidak perlu bohong kepadaku. Tentunya kau sudah sembunyikan Kang Han Cing ditempat ini maka tidak mau pergi. Dimanakah dia berada ?"
"Dia.....Dia..Dia sudah mati," Berkata Co Hui Hee.
Wajah Sun Hui Eng berubah pucat. "Betulkah itu ?" Ia menjadi kepala berat.
"Ya. Dia sudah terkena Jarum Ular, seperti kau tahu, bisa Jarum Ular tidak melebihi 24 jam. Kang Han Cing sudah keracunan Jarum Ular lebih dari 24 jam. Dia tidak tahan.. Dan kini sudah..Sudah mati."
"Oh.." Air mata Sun Hui Eng tidak bisa dibendung lagi, tetes demi tetes jatuh ditanah. "Oh" Ia mengeluh. "Nasib.....Go sumoay, percayalah kepadaku, dimana Kang Han Cing berada ? Aku hendak melihat wajahnya yang terakhir."
"Dia tidak disini."
"Go sumoay..Begitu besar kecurigaanmu ? Melihat tanda pemberitahuan Kwee In Su tergesa2 aku lari kemari. Membunuh mereka, tidak segera melapor kepada Toa sucie, tapi... Oh..Dia sudah mati..Maksudku...Maksudku melihat wajahnya yang terakhir, sebelum kau mengebumikannya."
"Dia sudah berada didalam tanah," berkata Co Hui Hee.
"Dimana makamnya? Cobalah kau ajak aku, agar aku bisa memberi penghormatan terakhir."
"Baiklah. Mari ikut." Berkata Co Hui Hee, ia berjalan keluar, menuju kearah rimba.
Dengan badan limbung, Sam kiongcu mengikuti di belakang Go kiongcu.
"Kau tanam di dalam pohon2 ini?" tanyanya semakin sedih.
Tanpa menoleh ke belakang, Co Hui Hee berkata : "Tidak lama lagi, kau bisa menjumpainya. Nah, dibawah pohon itulah.."
Kedua pipi Co Hui Hee sudah basah dengan air mata, sesudah mengucapkan kata2 tadi, tiba2 ia menangis semakin keras, membalikkan badan dan menubruk Sun Hui Eng.
Keadaan Sun Hui Eng tidak kalah sedihnya, mereka menangis bersama.
Kalau tangisan Sam kiongcu keluar dari hati yang setulusnya, tangisan Go kiongcu adalah tangisan buatan, tiba2 saja ia menggerakkan tangan, menotok jalan2 darah Sun Hui Eng.
Sun Hui Eng mana menduga, kalau maksud baiknya mendapat balasan yang seperti itu, air susu dibalas dengan air tuba ! didalam jarak yang begitu dekat, tanpa bisa dielakkan, 8 jalan darahnya sudah tertotok.
Sun Hui Eng masih belum sadar, dengan alasan apa sang sumoay kecil membokong dirinya? Dia cinta kepada Kang Han Cing, juga cinta kepada Co Hui Hee. Mendengar berita yang menyatakan Kang Han Cing terluka, mengetahui kalau sang sumoay membutuhkan pertolongan, ia rela berkhianat kepada Ngo hong bun, membunuh 7 bintang kejora. Dengan maksud menyerahkan Kang Han Cing kepada adik seperguruannya. Dengan adanya maksud baik ini, Sam kiongcu tidak menaruh syak wasangka kepada Go kiongcu. Terjebloslah dia kedalam kehancuran.
Co Hui Hee membanggakan kelicikannya dan berkata : "Sam sucie, tentu kau tidak mengerti mengapa aku membalas kebaikanmu dengan cara yang semacam ini bukan ?"
Bicara sampai disini, telinga Co Hui Hee yang tajam dapat menangkap sesuatu, itulah suara desiran angin gerakan kaki seorang akhli, disana sudah bertambah seorang jago silat yang sedang menyembunyikan diri. Go kiongcu bisa menduga siapa adanya jago itu. Tapi ia berpura2 tidak tahu, ia meneruskan kata2nya :
"Hal itu disebabkan karena..kau, Sam sucie telah berkhianat kepada partay. Hanya aku seorang yang tahu rahasia ini, maka kau menjatuhkan getah kejahatan kepada diriku, membuat posisi kedudukanku terjepit. Jangan kira tidak ada yang tahu, bagaimana cara2 pengkhianatan Sam sucie kepada partay. Saking cintanya kepada Kang Han Cing, kau tidak memberitahu sesuatu yang penting, hal ini mengakibatkan kerugian partay. Seharusnya kau memberitahu kepada Toa Sucie, kalau Lengcu Panji Hitam Lauw Keng Sin yang belakangan itu adalah Lengcu Panji Hitam palsu. Kau tahu kalau samaran Kang Han Cing, mengapa tidak memberitahu? Di Lam peng an, rencana Jie sucie yang begitu bagus juga rusak dibawah tanganmu. Kau membebaskan dirinya, membiarkan Jie sucie sendiri menghadapi lawan. Sengaja memberi kebebasan. Pada tubuh Kang Han Cing terdapat obat Thian-kie-in-kang-tan, tentunya pemberianmu, bukan?"
Bicara sampai disini, Go Kiongcu Co Hui Hee melebarkan telinga, betul saja, tidak terdengar gesekan suara angin, suatu tanda kalau orang yang baru datang menaruh minat besar kepada kata2nya, maka ia meneruskan lagi :
"Sam sucie, betapa besar pengkhianatanmu ini kepada partay, tapi Toa sucie dan Jie sucie menjatuhkan surat penangkapan kepadaku, adilkah ?"
Tentu saja, betapa banyakpun keterangan Co Hui Hee, tidak mungkin terjawab oleh Sun Hui Eng, karena si pemimpin ketiga dari Ngo-hong-bun sudah tertotok jalan darah.
Co Hui Hee masih meneruskan pembelaan sepihaknya :
"Tentunya kau yang meng-ojok2 Toa sucie atau Jie sucie sehingga mereka salah paham. Maksudku menahan Kang Han Cing untuk menghilangkan racun Jarum Ular, sesudah itu pasti kuserahkan kepada partay. Yah ! Fitnahmu memang hebat. Toa sucie dan Jie sucie jatuh kedalam hasutanmu. Apalagi sesudah matinya Kwee In Su dan 7 Bintang Kejora, tentu mereka mendakwa aku lagi. Siapapun tidak akan percaya, kalau Kwee In Su dkk mati dibawah tanganmu. Hmm.. Siasat lihay ! Tipu luar biasa...! Disebabkan fakta2 inilah aku akan. membunuhmu !"
Co Hui Hee mengayun pedang yang sudah disiapkan, dengan tujuan membunuh Sun Hui Eng.
Sebutir batu kecil meluncur dengan kecepatan kilat, traaannngggmembentur pedang Co Hui Hee, menggagalkan usaha pembunuhan itu.
Disana sudah bertambah seorang manusia bertopeng perak, itulah Jie kiongcu Ngo hong bun!
Co Hui Hee mundur dan berteriak terkejut : "Jie sucie !"
Tentu saja hanya pura2 ! kehadiran Jie sucie itu sudah berada dibawah perhitungannya.
Dengan singkat Jie Kiongcu berkata : "Aku sudah tahu. Kalian berdua ikut aku pulang. Biar Toa sucie yang memberi putusan."
Pemimpin kedua dari partay Ngo hong-bun mengajak kedua adik seperguruannya meninggalkan tempat itu.
Mereka juga meninggalkan Kang Han Cing didalam rumah Ular.
*** Bab 79 MATAHARI PAGI bercahaya kembali, inilah hari berikutnya sesudah kejadian2 dimalam hari.
Lembah Ular menjadi amis dengan aneka bangkai, ribuan ular mati celentang, mereka adalah korban2 bangau sakti dari Tong hay. Dan diluar rumah Ular menggeletak 8 mayat manusia, itulah mayat2 Kwee In Su beserta 7 Bintang Kejora Perintah Maut. Tidak ada yang mengurus bangkai2 itu, karena Lembah Ular memang tertutup untuk umum.
Sesudah Jie Kiongcu mengajak kedua adik seperguruannya meninggalkan tempat itu, belum ada pendatang2 baru.
Sekarang seorang nenek berjalan datang, itulah Nenek Ular yang baru balik kembali.


Perintah Maut Karya Buyung Hok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kehadiran si nenek disambut oleh 5 ekor ular yang besar, mereka men-dongak2kan kepala, se-olah2 memberi laporan tentang jalannya kejadian. Prilakunya seperti orang yang sudah melakukan kesalahan.
Nenek Ular tertegun sebentar, kemudian bisa mengerti dan menyelami laporan2 itu, dengan tertawa berkata :
"Orang2 yang kemarin malam datang bukan orang luar. Mereka sudah minta izin permisiku. Kalian tidak bersalah."
Kelima ular besar itu masih tetap bertiarap ditanah.
Nenek Ular menjadi heran. "Mungkinkah terjadi sesuatu lagi ? Ia bertanya.
Kelima ular angkluk2an, membenarkan pertanyaan itu. Wajah Nenek Ular yang menyeramkan berubah semakin seram. "Coba ajak aku ke tempat kejadian." Ia berkata kepada ular-ularnya.
Kelima ekor ular menggelusur dengan cepat, diikuti oleh majikan mereka.
Maka sadarlah Nenek Ular, kalau laporan ular2nya adalah laporan tentang kejadian kembalinya Tong Jie Peng beserta si Putih yang sudah menghancurkan barisan ular2nya. Ribuan ular sudah terpatuk oleh paruh si Putih.
"Eh, dari mana munculnya burung pemakan ular?" si nenek bergumam heran. Ia bisa membedakan, kalau barisan ular itu hancur dibawah serangannya semacam burung. Inilah kerusakan kedua, sesudah kerusakan dari si Kakek Beracun Cu Hoay Uh.
Dengan penuh kemasgulan, nenek Ular kembali ke tempat kediamannya. Disaat ia memasuki dapur, lebih terkejut lagi, karena ruang rahasia dibawah tanahnya sudah terbuka, ter-gesa2 ia menyalakan lampu penerangan, turun memasuki ruang rahasia yang gelap itu.
Dibawah ruang rahasia terdapat kolam, kini tampak sesuatu yang bergelembung, seekor ular besar sudah mengapung di permukaan kolam itu, mati menjadi bangkai !
Mencelosnya hati si nenek tidak terkira, kalau bisa terjadi keadaan seperti itu. Ular lindung yang dipeliharanya sejak kecil, dipelihara selama 30 tahun, mendadak sontak disaat hampir selesai jelmaannya, ular tersebut sudah dibunuh orang, bagaimana ia tidak ber-jingkrak2 ?
Memandang ke lain tempat, di tepi kolam terdapat seorang anak muda yang bertiarap tidak sadarkan diri, itulah Kang Han Cing !
Untuk jelasnya, bagaimana ular Lindung bisa mati dan bagaimana Kang Han Cing memasuki ruangan rahasia ini mari kita balik sebentar.
*** TERNYATA Kang Han Cing sadar sesudah Co Hui Hee dibawa pergi oleh Jie Kiongcu. Perasaan nomor satu adalah perutnya yang keroncongan, tentu saja terlalu lama tidak diisi, maka merasa lapar.
Langkah pertama diarahkan ke bagian dapur, seperti apa yang sudah ditemukan Co Hui Hee, Kang Han Cing juga melihat adanya ruang rahasia dibawah tanah itu. Ia menuruni tangga gelap, didalam keadaan yang belum sadar betul, kaki Kang Han Cing jatuh kedalam kolam air.
Kang Han Cing memang tidak bisa berenang, apa lagi belum sadar 100 persen, terasa sekali air dingin yang meresap tulang, hampir2 membuat ototnya menjadi kejang. Ia berusaha ber-ontak2 dengan maksud mencari tepian kolam itu.
Sedikit dari adanya kolam didalam ruang rahasia Nenek Ular, adanya kolam ini untuk memelihara sejenis ular campuran, namanya Ular Lindung, sangat bermanfaat untuk menambah tenaga dan menghidupkan kembali daging2 yang rusak, Ular Lindung dipelihara untuk menyembuhkan penyakit lumpuh Nenek Goa Naga Siluman, karena mengalami masuk api, terkena pukulan Sepasang Dewa dari daerah Tong hay.
Ular lindung segera melilit Kang Han Cing yang jatuh ke tempat kolam itu, sangkanya adalah makanan yang disediakan oleh sang majikan.
Terjadi pergumulan diantara binatang air itu dan Kang Han Cing, tentu saja kedudukan Kang Han Cing semakin lemah, lilitan Ular lindung semakin keras, hampir membuat si pemuda tidak bisa bernapas.
Putra Datuk Selatan memang luar biasa, didalam keadaan krisis itu, tiba2 Kang Han Cing menggunakan giginya, menggigit kepala Ular lindung.
Sesuatu yang kebetulan itu memang tidak mudah terjadi, tapi bukan berarti mustahil, disini timbul pula sesuatu proses kebetulan, gigitan Kang Han Cing tepat berada di tempat 7 cun, tempat yang menjadi kelemahan golongan binatang ular.
Terjadi berita yang bisa digembar-gemborkan orang, manusia menggigit ular !
Ya ! Untuk menolong jiwanya dari ancaman maut, apapun bisa digigit olehnya. Kini Kang Han Cing menggigit apa saja yang berada didepannya, demi mencari usaha untuk mencari kebebasan dari ancaman maut.
Kalau saja di-bagian2 lain, tidak mungkin Kang Han Cing bisa berhasil. Ular Lindung adalah hasil basteran Nenek Ular, hasil perkawinan seekor ular dan lindung raksasa, tidak mudah mengerjakan tugas yang semacam ini. Tokh Nenek Ular berhasil juga. Dengan sabar ditungkulinya sehingga 30 tahun, dan hari2 itu adalah hari2 yang bersejarah untuk mengambil penetapan itu.
Sisik2 tebal dan kuat dari Ular Lindung tidak tergigit, bagian 7 cun yang lemah itu terkait gigitan Kang Han Cing. Dasar nasib sang ular yang sudah seharusnya menyumbang darah berkhasiat. Dasar rejeki jago kita yang bagus maka bisa terjadi hal itu.
Menceritakan Kang Han Cing, terasa cairan amis memasuki tenggorokannya. Terasa juga lilitan Ular Lindung yang semakin keras. Terjadi pergumulan yang lebih seru. Manusia kontra Ular Lindung !
Kang Han Cing tidak berani mengendurkan gigitannya, lepas berarti menyerah kepada gigitan sang ular. Demikian ia menerima semburan darah Ular Lindung yang amis, melalui kerongkongan masuk kedalam perut, demikian sehingga darah itu mengalir habis dari pemiliknya.
Lilitan Ular Lindung mulai mengendur, akhirnya terlepas.
Kang Han Cing bebas dari lilitan, tapi lain bahaya mulai mengancam, itulah bahaya keracunan darah Ular Lindung yang mengamuk didalam perputaran dirinya. Terasa kepala yang memberat, matapun mulai ber-kunang2, Kang Han Cing tidak bisa meneruskan pertahanannya, lagi2 ia jatuh pingsan !
Nenek Ular tiba terlambat beberapa jam dari kejadian2 itu.
Matanya menjadi liar, bagaimana ia memberi langsung jawabnya kepada Nenek Goa Naga Siluman ? Mengingat pentingnya darah Ular Lindung !
Timbul rasa bencinya kepada Kang Han Cing, pemuda yang jatuh terhampar di tepian kolamnya inilah yang mengacaukan hati-hati remaja Sun Hui Eng dan Co Hui Hee, sesudah itu membunuh pula Ular Lindung yang disembunyikannya dibawah tanah.
Nenek Ular mengeluarkan pisau belati, dengan maksud mau membunuh Kang Han Cing yang sudah tidak berdaya.
Tentu saja, didalam keadaan yang seperti itu, tidak mungkin Kang Han Cing memberi perlawanan, baru saja sembuh dari keracunan Jarum Ular, ditimpa lagi keracunan Ular Lindung, bagaimana mungkin mempertahankan diri dari tusukan belati Nenek Ular ?
Beruntung Tuhan masih melindungi diri jago kita. Sebelum pisau belati Nenek Ular tertancap pada sasaran, tiba2 terpikir ide baru, betapa pentingnya darah anak muda ini, mungkin bisa menggantikan darah Ular Lindung. Diperiksanya sebentar, dan betul saja, Kang Han Cing membunuh mati Ular Lindung dengan cara satu2nya, itulah menyedot darah ular via 7 cun dari kepala sang binatang.
Sebagai seorang akhli obat2an, dan aneka macam bisa racun, Nenek Ular berhasil mencari jalan keluar dari kesulitan yang akan dihadapi.
Nenek Goa Naga Siluman membutuhkan darah Ular Lindung yang berumur tiga puluh tahun. Syarat itu sudah terpenuhi, bedanya Ular Lindung berumur tiga puluh tahun sudah dibunuh oleh Kang Han Cing. Darah ular itu sudah berada didalam perut si pemuda, apa bedanya menyerahkan darah Kang Han Cing yang sudah bercampuran dengan darah Ular Lindung itu ? Satu penemuan baru !
Menyerahkan Kang Han Cing kepada Nenek Goa Naga Siluman berarti memberi 2 macam darah luar biasa, itulah darah Ular Lindung dan darah Kang Han Cing yang terlatih sempurna. Perpaduan darah itu akan lebih hebat dari satu macam darah saja.
Putusan Nenek Ular tidak akan tergoyah, dia akan menyerahkan darah segar Kang Han Cing kepada Nenek Goa Naga Siluman.
Sesudah itu, berhasil atau tidaknya dari penyakit lumpuh si nenek, hal itu bisa diurus kemudian hari.
Nenek Ular bertepuk girang : "Sesudah menyerahkan bocah ini kepada Sri Ratu, bebaslah tugasku."
Yang diartikan Sri Ratu oleh Nenek Ular adalah guru Toa Kiongcu dkk yang mendapat julukan Nenek Goa Naga Siluman itu.
Kini Nenek Ular mengasah otak, bagaimana membawa Kang Han Cing meninggalkan Lembah Ular, mengingat semakin meningkatnya jumlah jago-jago Lembah Baru yang sedang berkeliaran disekitar tempat tinggalnya.
Kesulitan inipun bisa dipecahkan segera. Dasar Nenek Ular yang banyak akal. Caranya lain dari pada yang lain. Bagaimanakah Nenek Ular membawa Kang Han Cing meninggalkan Lembah Ular yang sudah terjaring oleh jago2 Lembah Baru ? Mari kita mengikuti cerita pada bagian selanjutnya.
*** Bab 80 SEORANG NENEK buruk dengan kerudung kepala berwarna hitam, memayang seorang gadis dengan wajah tertunduk, mereka meninggalkan Lembah Ular.
Para pembaca bisa menduga, siapa adanya kedua orang itu, mereka adalah si Nenek Ular dan Kang Han Cing. Ternyata si nenek pandai mencari akal, untuk mengelakkan kerewelan2 orang2 dari Lembah Baru yang sedang disebar untuk mencari jejak Kang Han Cing dan Cu Liong Cu, agar bisa tiba di tempat tujuan dengan aman, si nenek meriasi jago kita, dipoles dan didandani, terciptalah 'perawan kesiangan', wajah si pemuda memiliki type halus, tidak sukar menjadikannya sebagai seorang wadam. Karena Kang Han Cing masih berada didalam keadaan tidak sadar, ia harus memayang dan menjinjingnya.
Tidak ada cerita yang perlu diceritakan sehingga mereka tiba dikota Yen-ciu.
Agaknya Nenek Ular juga kewalahan karena harus memayang dan menentengnya terus menerus, yang lebih berat lagi adalah, perjalanan itu tidak boleh menarik perhatian umum, tepatnya ialah, harus tampak wajar ! Dan ini membawa banyak beban untuknya.
Tiba dikota Yen-ciu, sang nenek mencari sebuah rumah makan untuk mengisi perut, begitu memasuki rumah makan itu, tampak suasana lain dari pada yang lain, banyak jago-jago rimba persilatan yang bermata tajam. Memilih tempat dipojok, Nenek Ular memesan makanan.
Tidak jauh dari tempat si nenek bersama-sama Kang Han Cing terdapat lain tamu, itulah seorang tosu tua berjubah biru, kalau ada yang mengenalinya, sekali sebut terciptalah nama sang tosu, siapa lagi kalau bukan ketua kelenteng Pek yun koan Tian hung Totiang !
Tian-hung Totiang duduk seorang diri, seperti juga Cu Hoay Uh, Tian-hung Totiang berada di tempat ini karena mencari jejak Cu Liong Cu, ia tidak berhasil, kini sedang duduk terpekur memikirkan, dimanakah lenyapnya si Putri Beracun ?
Kesepian Tian hung Totiang tidak berlangsung lama, karena masuknya seorang pemuda berbaju biru, inilah putra Datuk Utara, namanya Lie Wie Neng !
Lie Wie Neng segera berhasil menemukan Tian hung Totiang, menghampiri dan memberi hormat.
Tian-hung Totiang bangkit dan menyambut kedatangan Lie Wie Neng. "Bagaimanakah, apa ada berita baru ?" Ia bertanya.
Lie Wie Neng menggelengkan kepala, inilah suatu tanda kalau rombongannya juga tidak berhasil menemukan jejak orang yang dicari.
Seorang pelayan rumah makan menghampiri mereka, menanyakan pesanan makanan.
"Tolong sediakan makanan untuk 7 orang." Berkata Lie Wie Neng. "Tidak lama lagi merekapun tiba."
Ternyata pencarian Cu Liong Cu memakan banyak tenaga, bagi jago2 istimewa seperti Kang Han Cing, Cu Hoay Uh dan Tian hung totiang, cukuplah berjalan seorang diri, bagi mereka yang kurang kuat, dibantu oleh beberapa orang, Lie Wie Neng dikawal oleh 2 jago dari Yen-san dan 4 Jendral Keluarga Lie. Dua jagoan dari gunung Yen-san adalah Khong Bun Hai dan Yo Su Kiat. Empat Jendral Keluarga Lie adalah Lie Cun, Lie Hee, Lie Ciu dan Lie long.
Dua jago dari gunung Yen-san dan empat Jendral Keluarga Lie adalah tokoh2 silat dari Datuk Utara, sekarang mendapat tugas mengawal ketua muda mereka.
Seperti apa yang Lie Wie Neng katakan, begitu meja dan makanan siap, anak buah jago2 Datuk Utara itupun sudah tiba, semua memberi hormat kepada Tian hung Totiang dan Lie Wie Neng.
"Bagaimana hasil penyelidikan kalian ?" Bertanya Tian-hung Totiang.
"Tidak ada tanda2 sama sekali." jawab Khong Bun Hui. "Juga Cu Hoay Uh cianpwe, mengikuti jejak Kang Han Cing, juga turut lenyap, tidak ada kabar berita lagi."
"Mungkinkah Kang han cing dan kakek Beracun bisa jatuh kedalam tangan mereka ?" Tian hung Totiang berkerut alis.
Dugaan si ketua kelenteng Pek-yun-koan tidak meleset jauh, itu waktu Cu Hoay Uh masih berada dimarkas Ngo hong-bun, Kang Han Cing berada ditangan Nenek Ular.
Bagaimana kekuatan Cu Hoay Oh ? Bagi para pembaca yang belum mengenal asal usul si Kakek Beracun, dipersilahkan mencari buku dengan judul Manusia Beracun.
Lie Wie Neng menenggak air minumnya, menyetujui pendapat Tian-hung Totiang, ia turut membuka suara :
(Bersambung 24) *** Jilid 24 "KEKUATAN NGO HONG BUN memang tidak boleh dipandang ringan, sampaipun saudara Kang Han Cing turut lenyap, inilah suatu bukti kalau mereka mempunyai jago2 yang kuat."
Mereka mempersoalkan urusan Kang Han Cing, tidak seorangpun yang tahu kalau lakon pembicaraan mereka itu sudah berada didalam satu rumah makan yang sama, hanya terpaut beberapa meja saja.
Nenek Ular turut mengikuti pembicaraan mereka, duduk dengan hati berdebar2, sangat gelisah, takut2 kalau penyamaran Kang Han Cing bisa diketahui orang. Hatinya mengucapkan seribu doa, mengharapkan orang2 itu cepat pergi. Dan hal ini tidak mungkin, karena orang2 dari Lembah Baru menggunakan rumah makan tersebut sebagai tempat yang ditunjuk untuk berkumpul dan tukar menukar berita.
Ternyata rencana Tan Siauw Tian tidak berhasil seratus persen, menggunakan siasat ?Memancing Macan Meninggalkan Sarangnya? menggunakan 2 perahu sebagai umpan, para jago Lembah Baru berhasil mengubrak-abrik Goa Sarang Tawon, mereka mendapat gambaran yang cukup jelas. Kang Han Cing sudah memberitahu dimana kira2 letak Goa Sarang Tawon itu, maka markas cabang Ngo-hong-bun yang bisa tembus ke kelenteng Sin-ko-sie berhasil dihancurkan. Disini mereka berhasil.
Dilain pihak, mereka kehilangan Cu Liong Cu dan Kang Han Cing yang ditugaskan sebagai umpan. Dan disini mereka mengalami kegagalan !
Tidak seberapa lama, datang pula belasan orang, mereka adalah Tan Siauw Tian, Kong Kun Bu dkk. Tentu saja, Kong Kun Bu yang sekarang adalah Kong Kun Bu asli karena Kong Kun Bu penyamaran Co Hui Hee sudah pecah sama sekali.
Seperti juga Tian hung Totiang dan Lie Wie Neng, kedatangan Tan Siauw Tian dkk tidak banyak menolong, mereka datang dengan tangan kosong. Tidak seorangpun yang berhasil menemukan jejak2 Cu Liong Cu, Kang Han Cing dan Cu Hoay Uh.
Kedatangan jago2 Lembah Baru itu membuat pemilik rumah makan ketakutan setengah mati, mengetahui kalau resiko dari hadirnya jago-jago rimba persilatan itu bisa membahayakan usahanya, mereka melayani dengan lebih ber-hati2.
Yang lebih kejepit adalah Nenek Ular, seperti menduduki kursi berduri, ia sedang mencari jalan untuk meninggalkan tempat tersebut.
Tentu saja ia tidak berani lengah, mengingat bahwa lawannya berupa jago-jago istimewa.
Rumah makan itu semakin meriah dengan kedatangan Goan Tian Hoat, sebagai jago cerdik pandai, Goan Tian Hoat membawa berita baru. Tukang jual teh kedapatan mati, walau pihak Ngo hong-bun sudah menggunakan air keras melenyapkan bukti2, dengan ketelitian Goan Tian Hoat, ia berhasil menemukan bekas2nya. Sesudah membikin penyelidikan di sekitar daerah itu, maka kematian tukang jual teh itu tidak bisa disangsikan lagi.
Bukan itu saja yang dibawa oleh Goan Tian Hoat, jago Hay yang-pay kita mengeluarkan dua macam tanda bukti, itulah kerudung hitam Cu Liong Cu dan Jarum Ular. Diperlihatkannya kepada semua orang.
Kerudung hitam tipis adalah milik Cu Liong Cu, semua orang tidak menyangsikan lagi. Dan semuapun bisa membuktikan kebenaran itu.
Tian-hung Totiang berkerut alis. "Rasa2nya, Cu Liong Cu sudah jatuh kedalam tangan Ngo hong-bun. Entah bagaimana keadaan Kang Han Cing dan Cu Hoay Uh?" Ia mengutarakan perasaannya. "Mungkinkah berhasil menolong si Putri Beracun ?"
Menunjuk ke arah Jarum Ular Goan Tian Hoat berkata : "Jarum ini kedapatan tidak jauh dari kerudung tipis, mungkinkah benda milik Cu Liong Cu juga ?"
Tan Siauw Tian memeriksa dengan teliti, menoleh kearah Tian hung Totiang dan mengajukan pertanyaan : "Perut jarum ini tidak berisi, sudah kosong, tentunya ada sesuatu yang disempurnakan dari tempat asalnya. Kukira bukan milik Cu Liong Cu. Bagaimana pendapat Totiang?"
Tian-hung Totiang juga seorang akhli tabib, ia memeriksa beberapa saat dan berkata : "Tepat ! Isi jarum adalah semacam racun ular yang luar biasa sekali. Kukira bukan milik si Putri Beracun."
Kong Kun Bu berkata : "Cu Hoay Uh cianpwe ayah dan anak perempuannya tidak memelihara ular. Pasti bukan milik mereka."
"Aaaa" Tiba2 Tian-hung Totiang bertepuk kepala. "Adanya benda ini mengingatkan aku kepada seseorang."
"Tentunya seorang jago silat tua." Berkata Goan Tian Hoat. "Siapakah orang itu ?"
"Nenek Ular." Berkata Tian-hung Totiang.
"Nenek Ular ?" Lie Wie Neng belum pernah dengar nama ini.
"Ya." Tian-hung Totiang menganggukkan kepala. "Nenek Goa Naga Siluman mempunyai seorang dayang kepercayaannya yang bernama Nenek Ular, demikian semua orang menyebutnya seperti itu, karena tidak ada yang tahu siapa nama aslinya. Nenek tua inilah yang memiliki ilmu kepandaian silat tinggi, dan khususnya obat2an dan racun2 dari segala macam ular."
"Bagaimanakah ciri2 Nenek Ular ?"
"Ia suka mengenakan pakaian warna hitam, berkerudung kepala hitam, istimewa mengenakan gelang tangan jambrut, bukan jambrut biasa, kalau orang begitu saja ingin kepada gelang jambrutnya itu, maka mereka akan segera celaka, gelang ?jambrut? itu adalah sepasang ular beracun, setiap waktu bisa memagut orang."
"Oh ! Dimanakah si Nenek Ular ?"
"Tempatnya sudah tidak jauh dari kita," berkata Tian hung Totiang.
Semua mata terarah kepada nenek dan 'perawan kesiangan'nya !
Dan Nenek Ular sudah siap melepaskan ular2nya, kalau perlu mengadakan perlawanan kelas berat.
Tian hung Totiang meneruskan cerita : "Kini Nenek Ular menempati Lembah Ular yang tidak jauh dari tempat ini."
Dan tokoh bersangkutan yang namanya baru disebut mengeluarkan napas lega.
"Kalau betul senjata rahasia ini berasal dari Nenek Ular, tentunya Cu Liong Cu berada di tempat itu. Mari kita segera mendatangi Lembah Ular," Tan Siauw Tian memberi usul.
Itu waktu, Nenek Ular berhasil memanggil pelayan rumah makan, dan mengatakan kepada pelayan itu, kalau anak perawannya ?sakit keras?, minta tolong dipanggilkan sebuah kereta. Pelayan rumah makan membutuhkan tip dan persenan, tanpa perintah kedua segera melaksanakan permintaannya. Terdengar suara gelinding kereta yang menuju ke arah rumah makan itu.
"Popo, kereta sudah siap !" Muncul pelayan itu dan meneriakinya.
Maka nenek ini memayang anak 'perempuannya?, dengan mulut penuh kesayangan berkata : "Oh, anakku sayang, biar ibumu yang menggendong. Kita segera sampai dirumah. Kereta sudah datang."
Kedua orang itu meninggalkan rumah makan, berjalan didepan hidung-hidungnya para jago-jago Lembah Baru. Tidak seorangpun yang tahu kalau mereka adalah Nenek Ular dan Kang Han Cing.
*** Bab 81 SEBUAH KERETA meninggalkan kota Yen-ciu, mereka membawa seorang nenek dan seorang banci, dengan arah tujuan kota Heng-ciu, seperti apa yang sudah dipesankan oleh sipelayan rumah makan.
Kini kota Heng-ciu sudah berada didepan mata, kusir kereta semakin bersemangat, tidak lama lagi ia menerima uang sewa dan selesailah tugas itu.
"Lo-popo," katanya. "Didepan adalah kota Heng-ciu, dimana kalian akan turun ?"
"TerusTerus jalan," Berkata Nenek Ular.
Kereta memasuki pintu Utara, melewati jalan2 yang penuh sesak, dan akhirnya tiba dipintu Selatan.
"Lo-popo." berkata lagi sang kusir. "Sudah berada diujung pintu."
"Terus..Terus!"
"Terus lagi sudah bukan kota Heng-ciu."
"Ya ! Tentu saja."
"Uang sewa kereta dijanjikan hanya sampai kota Heng ciu." Sang kusir keberatan.
"Terus. Akan kuberi tambahan," berkata Nenek Ular.
Maka kereta pun keluar kembali, meninggalkan pintu Selatan kota Heng ciu.
Kusir kereta hanya bisa mengomel didalam hati, mendapat janji uang tambahan itu, rasa dongkolnya hanya bisa disimpan begitu saja. Kereta itu masih diteruskan kedepan, sehingga memasuki daerah pegunungan.
"Kemana nih ?" Ia bertanya lagi.
"Terus lurus !" Perintah sang nenek.
"Maju lagi adalah daerah pegunungan."
"Apa kita orang dilarang menetap didaerah pegunungan ?" Bentak si nenek.
"Oh..Oh......Bukan itu yang dimaksudkan," cepat2 sang kusir memberi koreksi. "Daerah pegunungan susah dilalui kereta."
"Apa sudah tidak bisa dilalui lagi ?"
"Sekarang masih bisa. Tapi hanya kurang lebih 10 lie, sesudah itu, kereta tidak bisa menanjak keatas."
"Cukup. Sekarang teruskan saja perjalanan."
Kereta masih terus maju kedepan, semakin lama semakin lambat, jalanpun menjadi kecil, akhirnya tidak bisa diteruskan karena menanjak keatas. Terpaksa kereta dihentikan.
"Apa sudah tidak bisa diteruskan lagi ?" Bertanya sang nenek rewel.
"Lo-popo, hanya bisa sampai disini saja," berkata sang kusir. "Betul2 tidak bisa terus lagi."
"Baiklah." Nenek Ular keluar dari kereta itu. "Kau tahu tempat apakah ini ?"
"Siok-sek po," sang kusir membanggakan pengetahuannya. "Sesudah melewati Siok sek po, didepan adalah On-leng."
"Dan sesudah itu ?"
"Puncak yang menjulang tinggi itu adalah puncak gunung Tulang ikan. Eh, mungkinkah lo-popo belum pernah ke tempat ini?" kusir kereta memandang sang nenek dengan perasaan heran.
"Siapa bilang aku belum pernah ke tempat ini?" berkata Nenek Ular. "Aku hanya hendak menguji pengalamanmu selama menjadi kusir kereta. Kalau2 kau tidak bisa menyebut nama tempat."
Sang kusir tertawa. "Ha, ha.." Dia belum sadar kalau maut sudah mengintai sangat dekat. "Bagi kita orang yang harus bernapas diatas kereta, sedikit banyak harus mempunyai pengetahuan yang semacam ini. Bagaimanapun harus bisa nama2 tempat yang belum dan mau dilalui. Tempat ini memang sangat sepi. Baru kali ini aku melakukan perjalanan, tapi ti."
"Dan inipun untuk terakhir kalinya," sambung si nenek.
Dikala sang kusir memandang dengan perasaan penuh tanda tanya, nenek Ular memamerkan ?gelang jambrutnya', maka sepasang gelang hidup itu meletik, memberi pagutan maut. Seperti apa yang dicetuskan oleh sang nenek, perjalanan kusir kereta ke tempat itu adalah perjalanannya yang terakhir, kini arwah sang kusir melayang-layang ke akherat.
Dengan menyeringai seram, Nenek Ular berkata : "Siapa suruh kau bisa menyebut nama gunung Tulang Ikan ? Demi keamananku dan keamanan Sri Ratu sekalian. Apa boleh buat."
Jelaslah sudah, kemana Kang Han Cing mau dibawa. Tentu saja kearah gunung Tulang Ikan, ditempat inilah Sri Ratu Goa Naga Siluman mengasing dan menyembunyikan diri, memelihara kesehatan badannya.
Mengapa golongan Perintah Maut mau melebur diri kedalam partay Ngo-hong-bun? Karena dibelakang Ngo hong-bun berdiri seorang tokoh kuat, Nenek Goa Naga Siluman yang ditakuti dan disegani.
Dan dimanakah sarang pusat partay Ngo hong bun ?
Tentu saja dipuncak gunung Tulang Ikan itu !
Nenek Ular menenteng Kang Han Cing menuju kearah gunung Tulang Ikan.
Sesampainya digunung Tulang Ikan, sang nenek disambut oleh Kepala Keamanannya yang bernama Pang Khong Goan, memandang ke arah Kang Han Cing yang masih berada dipunggung sang nenek, Pang Khong Goan bertanya : "Coa Khu Po, siapakah yang kau bawa itu ?"
Nama Nenek Ular Co Khu Po !
"Seseorang yang diingini oleh Sri Ratu." Jawab sang nenek.
"Apa kau tidak mau minum teh ditempatku dahulu ?" Bertanya Kepala Keamanan Pang Khong Goan.
Sebagai seorang kepala keamanan seharusnya Pang Khong Goan memiliki kedudukan yang lebih tinggi, apa mau Nenek Ular menjadi dayang Nenek Goa Naga Siluman, karena itulah menyulitkan kedudukannya. Ia tidak berani mencegah, maka dengan mengajaknya minum teh, ia bisa memberitahu kalau nenek itu ada membawa seseorang.
Nenek Ular bisa menangkap arti yang disembunyikan oleh Pang Khong Goan, dengan sungguh2 ia berkata : "Apa kau tahu, siapa orang ini ? Dia adalah orang yang ditunjuk oleh Sri Ratu, harus diantar segera !"
"Siapakah dan bagaimana asal usulnya sehingga Sri Ratu begitu tertarik ?" Tanya Pang Khong Goan.
"Huh !" Dengus sang nenek, "Terang2an saja kau hendak mempersulit diriku. Lihat !" Sang nenek mengeluarkan tanda pengenal kebebasan jalan Ngo-hong-bun, tanda itu berupa tulang ikan yang terbuat dari batu kumala, khusus disediakan kepada mereka yang mendapat perintah langsung dari Nenek Goa Naga Siluman.
Melihat adanya tanda bebas jalan itu, Pang Khong Goan tidak berani mempersulit lagi, dipersilahkannya Nenek Ular membawa Kang Han Cing melewati pos penjagaan.
Nenek Ular tidak banyak bicara, menenteng Kang Han Cing, ia memasuki lorong rahasia, lorong itu berada di perut gunung, kurang lebih satu lie, menembus di bagian lain, cahaya matahari seperti biasa, disinilah yang bernama Istana Naga, tempat persembunyian Nenek Goa Naga Siluman yang dirahasiakan.
Kalau didepan, si nenek mendapat pencegatan Pang Khong Goan, disini terjaga oleh seorang nenek gemuk, kedudukannya sama2 dengan Nenek Ular, namanya Kui Ku Po dengan nama julukan Nenek Bunga, dia adalah kepala barisan pengawal istana Naga.
Kui Ku Po memperhatikan orang yang digendong oleh Nenek Ular, menyipitkan mata dan mengajukan pertanyaan : "Coe Khu Po, siapa yang dibawa ?"
"Tokoh penting."
"Tokoh penting ?"
"Ya ! Darah orang ini sangat dibutuhkan Sri Ratu."
"Sri Ratu membutuhkan darah orang ini? Mengapa aku tidak pernah tahu menahu ?" Sebagai tangan kanan Nenek Goa Naga Siluman, Kui Ku Po harus serba tahu, hanya ia belum pernah tahu tentang adanya kebutuhan darah orang dari majikannya, karena itu wajib mengajukan pertanyaan.
"Darah orang ini bisa digunakan untuk menyembuhkan tangan kanan Sri Ratu," Coa Khu Po memberi keterangan.
"Oooo.Begitu ! Baiklah, tinggalkan saja dia disini." Berkata Kui Ku Po. Maksudnya meminta Kang Han Cing.
"Sri Ratu sangat.."
"Sri Ratu sedang bersemedhi. Tidak boleh mendapat gangguan." Kui Ku Po memberi keterangan. "Hanya pada saat tertentu saja beliau bersedia menemui orang."
"Oh," berkata Coa Khu Po. "Tidak mengapa. Biar menunggu saat itu saja."
Kui Ku Po bertepuk tangan, maka dari istana Naga keluar 2 dayang pelayan, kepada dayang inilah, ia berkata : "Bawa orang ini ke kamar dibawah tanah !"
Kedua dayang itu saling pandang sebentar, yang dikanan mewakili kawannya berkata : "Lapor kepada Kui congkoan, ruang dibawah tanah hanya ada 2 buah kamar. Dan kedua2nya itu sudah penuh..."
"Aku tahu," Kui Ku Po tidak puas. "Dijadikan satu saja dikamar nomor 2."
Kedua dayang itu membungkukkan badan, menghampiri Nenek Ular, meminta Kang Han Cing dari gendongannya.
Nenek Ular masih ragu2, memandang Kui Ku Po dan berkata : "Cicie Kui, orang yang kubawa ini bukan manusia biasa. Ada baiknya kalau berhati-hati. Apa tidak bisa memisahkannya disatu kamar tersendiri ?"
Kui Ku Po tertawa. "Istana Naga disediakan untuk Sri Ratu istirahat. Tentu saja tidak menyediakan kamar tahanan. 2 buah kamar dibawah tanah itupun berada didalam keadaan darurat, sedianya hendak dihadapkan kepada Sri Ratu, berhubung Sri Ratu masih berada di dalam keadaan bersemedhi itu, maka sementara digunakan sebagai kamar darurat. Seseorang yang sudah berada didalam Istana Naga, apa masih diragukan bisa melarikan diri ?"
"Tapi......Tapi..."
Wajah Kui Ku Po berubah dengan tidak senang, berkata : "Apa kau tidak percaya kepadaku?"
"Bukan tidak percaya," Nenek Ular Coa Khu Po masih belum mau menyerahkan Kang Han Cing kepada 2 dayang yang sudah menyodorkan tangan itu. "Tapi.Tapi.."
"Hmm..." Kui Ku Po mengeluarkan suara dengusan dari hidung. "Takut kehilangan bagian pahala ? Baiklah. Pegangi sendiri orang tawananmu itu. Tunggu saja sampai tengah malam. Mungkin Sri Ratu bisa menyelesaikan penyemedhiannya."
Sesudah itu, Kui Ku Po membalikkan badan, siap meninggalkan Nenek Ular.
Cepat2 Nenek Ular berteriak : "Kui cicie, jangan marah. Baiklah."
Sambil menyerahkan Kang Han Cing kepada dayang istana. Kedua dayang itu mengambil orang yang diserahkan dan berjalan pergi.
*** DISEBUAH kamar berdinding hitam yang sangat gelap, dikamar inilah Kang Han Cing mendapat tahanan sementara, sambil menunggu vonis Sri Ratu Naga Siluman, sesudah nenek itu selesai menekunkan pelajaran semedhinya.
Baru sekarang si pemuda sadar dari ?istirahat jangka panjangnya?. Istirahat jangka panjang adalah reaksi dari minum mabuk-mabukan dari sedotan darah Ular Lindung yang tidak disengaja, hasil perpaduan dari obat Thian-kie-in-kang-tan. Dimisalkan orang lain yang menyedot darah Ular Lindung itu, tidak bisa disangsikan lagi, orang tersebut akan mati kembung di tempat !
Memang Kang Han Cing luar biasa, ia mendapat obat Thian-kie-in-kang-tan, dengan pemakanan obat ini, ia berhasil menghindarkan dari mati kembung darah ular.
Obat Thian-kie-in-kang tan membantu darah Kang Han Cing menerima aliran darah Ular Lindung, disebarkan ke sekujur badan, dan hasil itu memang luar biasa.
Didalam kamar gelap itu bukan hanya Kang Han Cing seorang, karena ia mendapat dandanan wanita, Coa Khu Po tidak menerangkan jenis kelaminnya, hal ini menjadikan Kui Ku Po salah paham, sangkanya orang yang digendong Coa Khu Po itu wanita biasa, dan didalam Istana Naga tidak tersedia kamar lainnya, maka disatukan sekamar dengan salah satu lakon dari dalam cerita ini ? Sun Hui Eng !
Adanya Sun Hui Eng di tempat itu berstatus sebagai orang tawanan, bersama2 Co Hui Hee menunggu keputusan guru mereka, si Nenek Goa Naga Siluman. Masing2 terpisah disatu kamar. Dan kamar yang ditambah Kang Han Cing adalah kamar Sun Hui Eng.
Sesudah Kang Han Cing sadar, orang yang pertama ditemukannya adalah Sun Hui Eng, itu waktu Sun Hui Eng sedang membelakanginya, tidak tampak wajah, hal ini membuat si pemuda mengajukan pertanyaan : "Eh, dimana aku berada? Siapakah nona?" tentu saja Kang Han Cing berbicara dengan suara asli.
Sun Hui Eng terkejut, kalau tadi ia menyangka kepada kawan sejenis, kini dugaan itu keliru. Dan rasa kagetnya itu bertambah, takutnyapun timbul berbareng, masakan dia disatukan dengan laki2 ?asing? ?
"Hai !" ia berbalik cepat. "Kau laki-laki?"
Mereka saling tatap dan Kang Han Cing mengenali kepada Sam kiongcu Ngo hong bun Sun Hui Eng.
"Sam kiongcu ?" rasa heran dan tidak mengerti bercampur aduk menjadi satu.
Sun Hui Eng memperhatikan ?wajah? yang bisa menyebut lengkap kedudukannya itu, tentu saja ia tidak bisa mengenali, mengingat dandanan Kang Han Cing yang begitu molek. "Kau kenal diriku?" ia bertanya heran.
"Sam kiongcu lupa kepadaku ?" bertanya Kang Han Cing. Pemuda ini juga heran, bagaimana Sun Hui Eng secepat itu tidak lagi kenal kepadanya? Hal ini bisa dimaklumi, karena Kang Han Cing tidak tahu kalau Nenek Ular Coa Khu Po sudah mengubahnya menjadi seorang ?perawan kesiangan? yang mengenakan pakaian wanita.
"Kau..?! kau." Sun Hui Eng mengenali suara Kang Han Cing, tapi suara itu dianggap keluar bukan dari mulut asli Kang Han Cing, keluar dari mulut seorang ?gadis? yang tidak dikenal. Terbayang khayalan yang bukan2. Mungkinkah orang ?kemasukan? ? kemasukan roh Kang Han Cing yang sudah mati terkena Jarum Ular?
"Oh !" Sun Hui Eng menutup wajahnya dan menangis sesenggukan. "Betul2 kau mati penasaran. Sukmamu belum rela pergi dari.oh.."
"Apa ? mati penasaran ?" Kang Han Cing baru sempat memperhatikan pakaiannya. "Eh, siapa yang menggantikan pakaianku ?"
"Jie kongcu," sambat Sun Hui Eng. "Hidupkupun tidak lama lagi. Oh.....Bawalah aku turut serta.Pergi ke tempat duniamu yang sudah abadi itu.."
"Sam Kiongcu." berkata Kang Han Cing. "Aku belum mati."
"Belum mati ? Bagaimana suaramu bisa masuk ke orang lain ?"
Sesudah berkutet beberapa waktu, Sun Hui Eng bisa diberi mengerti, kalau ?perawan kesiangan? yang berada di satu kamar dengannya itu betul2 Kang Han Cing asli.
Mereka saling tukar pengalaman, mengertilah sudah, apa saja yang sudah menimpa diri mereka.
Kang Han Cing menceritakan pengalamannya yang seperti terjadi di dalam dongeng seribu satu malam itu.
"Kalau begitu, ular didalam ruang bawah tanah Coa Khu Po yang menolong dirimu ?"
"Kira2 demikianlah."
"Siapa yang menggantikan pakaianmu seperti ini ?" Bertanya Sun Hui Eng.
"Mana kutahu. Baru saja aku sadar sekarang."
"Oh" "Eh, dimanakah kita berada sekarang ?"
"Istana Naga." "Istana Naga ?"
"Istana Naga adalah tempat guruku," Sun Hui Eng memberi keterangan.
"Goa Naga Siluman ? Ohkau ditawan oleh gurumu?" bertanya Kang Han Cing.
"Aku ditipu mentah2 oleh Co Hui Hee." Sun Hui Eng memberi keterangan. "Tapi belum bertemu dengan guruku."
"Siapa yang menawanmu ditempat ini ?"
"Jie sucie." "Apa gurumu bisa percaya kepada keterangan Jie suciemu ?"
"Go sumoay Co Hui Hee bisa memberikan kesaksian2nya." Sun Hui Eng menangis, kalau memikirkan nasib mereka. Sedari adanya sejarah, belum pernah ada tawanan Istana Naga yang lolos dari kematian.
"Sudahlah. Jangan menangis lagi." Kang Han Cing meng-elus2 gadis itu.
"Seharusnya aku gembira karena kau masih segar bugar. Tapi..tapi kau jatuh ke tangan Ngo hong bun, agaknya kita sudah ditakdirkan mati bersama."
"Jangan menangis," Kang Han Cing meng-elus2. "Biar kudebat gurumu nanti."
Cepat2 Sun Hui Eng menjulurkan tangannya yang halus, ditempatkan ke mulut si pemuda, dengan perlahan berkata : "Jangan bicara seperti itu.."
Terasa satu rangsangan yang hebat, Kang Han Cing bertahan sekeras mungkin, ia berkata : "Mengapa ?"
"Suhu tidak suka orang mendebatnya." Sun Hui Eng memberi keterangan. "Masih lumayan kalau kita mau menyerah. Tapi jangan sekali2 menentang kemauannya, apa lagi mendebat, hal itu akan menimbulkan sesuatu yang lebih buruk."
"Apa tidak lebih baik, kalau kita melarikan diri ?" Kang Han Cing memberi usul.
"Tidak semudah itu. Istana Naga bukan sembarang tempat. Tidak ada kesempatan untuk melarikan diri."
"Kau rela mempasrahkan diri di tempat ini ?" Tanya Kang Han Cing.
"Oh.." Si gadis menubruk dan memeluk Kang Han Cing, menangis ter-isak2.
"Kita akan berusaha melarikan diri dari tempat ini." Putusan Kang Han Cing tidak bisa tergoyah.
Pendirian seorang manusia akan lebih kuat bilamana mendapat dukungan dari orang yang dipercaya, terutama dukungan seorang kekasih. Begitu juga keadaan Sun Hui Eng, biarpun ia tidak mempunyai pegangan kuat bisa melarikan diri dari Istana Naga, ia tidak mau membantah kekasih itu, dari pada mati konyol mempasrahkan diri, lebih baik mencobanya sekali, siapa tahu kalau berhasil ?
Memang demikianlah maksud tujuan dari si empunya cerita. Kang Han Cing berhasil menyeret Sun Hui Eng, melarikan diri dari kamar tahanan.
Kamar tempat mengurung mereka bukanlah kamar tahanan khusus, pada tubuh Kang Han Cing masih terselip pedang lemas pemberian nenek Wie Tay Kun, si Nenek Ular hanya menggantikan pakaian luarnya, tidak mencopot bulat, karena itu pedang lemas bisa dipertahankan.
Singkatnya, mereka berhasil membongkar kamar itu. Tentu saja disaat diluar tidak ada orang.
Memang ! kamar mereka tidak terjaga, penjagaan Istana Naga sudah cukup kuat, belum pernah ada orang yang ditawan disitu, dan juga belum pernah ada yang melarikan diri dari Istana Naga.
"Pinjamkan pedang itu kepadaku." Sun Hui Eng menyodorkan tangan.
Kang Han Cing menyerahkan pedang Kim liong-kiam.
Sesudah menerima pedang itu, Sun Hui Eng berkata :
"Kau lari kearah kanan, ingat, begitu ada tikungan, belok kanan. Ingat betul2 kanan. Sesudah menemukan tangga batu, kau harus menaikinya dengan kecepatan kilat, lompat keluar dan menyembunyikan diri di semak2, sebelah kanan ! Tunggu aku di tempat itu."
"Kau tidak turut serta ?" Bertanya Kang Han Cing heran.
"Kalau mau melarikan diri jangan kepalang tanggung. Aku mau menolong Cu Hoay Uh dan Cu Liong Cu."
Ternyata Kakek dan Putri Beracun juga berada di tempat itu, tertawan oleh pihak Ngo-hong-bun.
"Kalau mau menolong orang, mengapa kita tidak menolong ber-sama2 ?" bertanya Kang Han Cing.
"Disini masih banyak dayang2 istana, kalau denganku seorang, mereka belum tentu berteriak. Lain lagi kalau melihat kau turut serta dibelakangku. Mereka bisa mengacaukan rencana."
"Baiklah." "Ingat ! Kalau ada tikungan, harus mengambil arah yang dikanan, tahu ?"
"Nngg.." Mereka segera berpisah, Kang Han Cing melarikan diri kearah kanan, dan Sun Hui Eng masih berusaha menolong Cu Hoay Uh dan Cu Liong Cu.


Perintah Maut Karya Buyung Hok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

*** Bab 82 MENGIKUTI PERJALANAN Kang Han Cing.
Ia kurang paham seluk-beluk keadaan Istana Naga, karena itu lebih berhati2. Mengayun langkah demi langkah, sesudah betul2 tahu tidak ada orang didepannya.
Seperti apa yang Sun Hui Eng pesan, setiap ada tikungan, ia mengambil arah yang sebelah kanan, inilah jalan keluar dari Istana Naga.
Belasan tikungan sudah dilewatkan, tapi masih juga belum menemukan undakan tangga batu. Suatu bukti betapa luas dan misteriusnya Istana Naga itu.
Kang Han Cing berpikir : "Mungkinkah salah jalan ?"
Disaat itu terdengar suara derap langkah kaki yang sedang mendatangi kearahnya, cepat2 Kang Han Cing menyembunyikan diri di tikungan sebelah kiri.
Dua dayang istana berjalan sambil mengobrol, mereka tidak menduga kalau ada orang mau melarikan diri.
Karena munculnya dua dayang istana itu yang menyesatkan arah Kang Han Cing, untuk menyelamatkan dirinya, si pemuda lari ke arah lorong yang sudah ditempuh. Itulah jalan kiri !
Berjalan lurus ke depan, Kang Han Cing menemukan jalan bercabang, satu ke kanan dan satu ke kiri. Kalau tadi ia lengah dan mengambil jalan salah, kini teringat kembali pesan Sun Hui Eng, ia menempuh yang kanan.
Lorong itu menemukan ujungnya, terhias oleh gantungan2 permata, sangat indah dan menarik. Menyangka kepada jalan keluar, secepat kilat Kang Han Cing menerobos tempat tersebut.
"Eh, anak perawan siapa yang masuk ke dalam Istana Naga ?" terdengar satu suara.
Kang Han Cing salah jalan, bukannya keluar dari istana, tapi salah masuk ke kamar terhias bagus itu. Kini didepannya duduk bersila seorang nenek, wajahnya sangat buruk, hidungnya mancung lurus, dengan mata mencelong ke dalam. Nenek inilah yang mengajukan pertanyaan.
"Cianpwe yang bertanya?" Kang Han Cing memandang nenek itu.
"Hei, anak perjaka ? Mengapa kau mengenakan pakaian perempuan?"
"Ada hubungan apa denganmu ?" balik tanya Kang Han Cing.
Pendekar Elang Salju 3 Pendekar Mabuk 047 Rencong Pemburu Tabib Pendekar Pemanah Rajawali 37
^