Pencarian

Pusaka Pedang Embun 6

Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong Bagian 6


Liong Houw tentang riwayat dirinya. Tetapi sebagai
seorang tua yang penuh pengalaman dunia,
kenyang makan asam garam, ia sudah bisa
menyelami keadaan jiwa sang keponakan, Liong
Houw masih merahasiakan beberapa segi yang
penting untuk diketahuinya.
397 Didalam kamarnya Sin-kiong-kiam Ong Pek
Ciauw menanyakan kembali dengan mendetail
riwayat hidupnya Liong Houw.
Liong Houw dengan jujur menceritakan riwayat
hidupnya dengan singkat dan jujur kepada sang
paman. Yang belum diceritakannya adalah mengenai
dirinya yang menjelma sebagai seorang pemuda
berambut gondrong dengan pakaian kulit macan
yang pernah menggemparkan rimba persilatan
pada waktu tiga tahun yang lalu juga menggemparkan kalangan pemerintahan dengan
munculnya si pemuda gondrong dengan kulit
macannya berhasil menerobos keluar dari kurungan penjara di bawah air membebaskan Pietet Sin-kay.
Hal itu tidak ia ceritakan karena mempunyai
hubungan yang sulit untuk diterangkan dihadapan
sang paman. Liong Houw bermaksud kelak akan
menceritakannya menjelaskannya kepada sang
sutitlie Lie Eng Eng, bahwa si pemuda gondrong
berpakaian kulit macan yang pernah memperkosanya itu adalah dirinya.
Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw setelah mendengarkan penuturan Liong Houw, tampak
alisnya berkerut, kepalanya mengangguk-angguk,
lama ia berpikir, suasana dalam ruangan kamar itu
sunyi tiada terdengar ucapan kata-kata hanya
terdengar suara elahan napas yang keluar dari tiga
orang. Akhirnya setelah berpikir lama Sin-kiong-kiam
Ong Pek Ciauw berkata : "Dengan kepandaianmu
398 yang sekarang ini, kau sudah bisa malang
melintang di rimba persilatan. Tapi mengingat
persoalan hilangnya ayah ibumu pada dua puluh
tahun yang lalu sampai saat ini belum bisa
dipecahkan maka sebaiknya kau rahasiakan lebih
dulu tentang asal usul dirimu, juga baiknya kau
kembali kedalam Lembah Air Terjun melatih
kembali ilmu silatmu lebih dalam."
"Paman," kata Liong Houw. "Tapi para cianpwe
yang tadi hadir dalam ruang pertemuan sudah
mengetahui asal usul boanpwe apakah mereka
tidak akan membocorkan rahasia ini?"
"Hmm, kukira mereka tidak akan membocorkan
persoalan dirimu, mereka adalah tokoh-tokoh yang
mempunyai pikiran luas serta banyak pengalaman." Selanjutnya Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw
menerangkan maksudnya akan pergi ke Sin-ciu-hu
dipropinsi Ouw-lam bersama-sama dengan Lie Eng
Eng untuk menyambangi orang tua si gadis.
Liong Houw mendengar keterangan sang paman
hatinya girang bukan kepalang, karena perjalanan
itu tentunya bersama si gadis yang selama ini
menjadi impiannya juga menjadi sutitlienya
sendiri. Tapi rasa girang itu tiba-tiba lenyap
seketika, setelah mendengar lanjutan kata-kata
sang paman dimana Sin-kiong kiam Ong Pek
Ciauw menyarankan kepada Liong Houw agar si
pemuda tidak turut ke Sin-ciu-hu, tetapi
mengembara dirimba persilatan mencari pengalaman-pengalaman baru.
399 Liong Houw mendengar wejangan sang paman,
ia bisa menyelami makna kata-kata Sin-kiong-kiam
Ong Pek Ciauw dalam wejangannya, memang
pengalaman adalah guru yang berharga, betapa
tinggi kepandaian seseorang tidak ada artinya
kalau tidak diisi dengan pengalaman yang luas, ia
bisa mengerti apa yang diucapkan sang paman,
bagaimana si pengemis kawakan Pie-tet Sin-kay
yang berkepandaian tinggi dengan pengalaman
yang banyak toch akhirnya ia tertangkap
dikotaraja, ditawan didalam penjara dibawah tanah
dengan tipu licik dan akal bangsat.
Semua wejangan-wejangan itu diterimanya
dengan perasaan terharu dan berterima kasih
kepada sang paman yang begitu telaten memberikan pandangan-pandangan dalam mengarungi lautan hidup manusia yang penuh
dengan akal licik dan tipu muslihat.
Mengingat Liong Houw akan berpisah kembali
dengan Lie Eng Eng, tiba-tiba berkelebat satu
pikiran diotaknya si pemuda, perpisahan ini entah
sampai kapan bisa bertemu kembali. Tentunya Lie
Eng Eng dalam kehidupannya sehari-hari tetap
merasa tidak tenang jika belum berhasil
menemukan si pemuda gondrong berpakaian kulit
macan yang memperkosanya, Liong Houw bisa
menyaksikan sikap dan gerak gerik sutitlinya,
keadaan gadis itu seperti orang sedang dirundung
suatu kemisteriusan yang belum bisa diatasinya.
Keadaan itu juga tidak luput dari mata Sinkiong-kiam Ong Pek Ciauw, selaku guru Lie Eng
Eng, sudah lama si orang tua memperhatikan
400 sikap sang murid yang sangat aneh dalam gerak
gerik dan tingkah lakunya, tapi sampai saat itu ia
belum dapat memecahkan problem apakah yang
sedang dihadapi si murid perempuannya.
Liong Houw memutar otaknya untuk mengatasi
persoalan dirinya dengan Lie Eng Eng, ia tidak bisa
membiarkan si gadis menjadi murung terusterusan, rasa cinta kasihnya yang sudah berdarah
daging lebih-lebih rasa berdosanya kepada Lie Eng
Eng, maka si pemuda telah mengambil keputusan
untuk menerangkan lebih dulu duduk persoalan
siapa yang pernah memperkosa diri Lie Eng Eng,
kini ia tidak perlu ragu-ragu lagi, toch sebagai
sutitlienya, tentu Lie Eng Eng bisa diajak bicara
untuk berterus terang. Setelah berpikir begitu, cepat Liong Houw
berkata kepada Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw:
"Supek, sebelum perpisahan kita, teecu ingin
mengemukakan sesuatu hal kepada sutitlie.........."
"Haaaa......." tiba-tiba Sin-kiong-kiam Ong Pek
Ciauw tertawa, "Bocah, untuk apa kau harus lapor
kepadaku lebih dulu, toch muridku ini adalah
sutitmu, ajak saja ia bicara waktu masih panjang,
biar kalian kutunggu dikamar ini."
Mendengar ucapan Liong Houw ini, Lie Eng Eng
terkejut, sesuatu hal apakah yang akan dibicarakan oleh toakonya ini, apakah ia juga jatuh
hati kepadaku, apakah si pemuda ini akan
mengemiskan perasaan hatinya. Rasa kejut dan
bingung bercampur aduk dalam benak Lie Eng
Eng, kalau saja dugaannya benar bahwa Liong
Houw jatuh hati kepadanya, bagaimana ia harus
401 menerangkan kepada si pemuda keadaan dirinya
yang sudah tidak perawan lagi, hai runyam sekali.
Selagi Lie Eng Eng masih termangu-mangu
dengan pikiran kacaunya, Liong Houw sudah
bangkit dari duduknya, ia segera mengajak Lie Eng
Eng keluar. "Sutit, marilah kita jalan-jalan keluar, untuk
bicara sepatah dua patah yang mungkin menarik
pikiranmu." Mendengar kata-kata demikian hati Lie Eng Eng
tambah bingung juga, ia heran bagaimana sang
toako yang baru saja bertemu ini bisa memberikan
kata-kata yang bisa menarik perhatiannya.
Meskipun hatinya bingung penuh tanda tanya, tapi
tubuhnya bangkit berdiri berjalan keluar mengikuti
dibelakang Liong Houw. Ditepi sungai keciI dibawah pohon rindang,
Liong Houw duduk diatas akar pohon sebesar paha
manusia. Lie Eng Eng bersandar pada batang pohon,
pakaian sutra putihnya berkibar-kibar ditiup angin
siang itu, anak-anak rambutnya riap-riap mengikuti irama silirnya angin.
"Sutit, duduklah," tiba tiba Liong Houw
membuka suara memecahkan kesunyian siang itu.
Lie Eng Eng yang terkenal dengan nama
julukannya si Pedang Macan Betina, selama
malang melintang didunia kang-ouw dengan
pedang Ang-lo-po-kiamnya, entah sudah berapa
banyak kepala-kepala lawan menggelinding di
tanah, sifatnya ganas dan galak. Tapi entah
402 bagaimana menghadapi sang toako kali ini seperti
seorang gadis pemalu dan rendah diri.
Mendengar kata-kata Liong Houw, ia segera
celingukan mencari akar pohon yang besar
menonjol di tanah, ia duduk diatas akar pohon
disebelah muka Liong Houw, tapi matanya masih
tetap memandang riak air sungai yang bening
mengalir kemuara, sedang tangannya melemparkan batu-batu kecil ke air sungai,
plung......plung......plung.......
Liong Houw yang duduk dibelakang Lie Eng Eng
menyaksikan sikap sang sutitlie segera bangkit, ia
berjalan menghampiri duduk disamping Lie Eng
Eng, tangan kirinya mengikuti tingkah sutitlie
melemparkan batu-batu kerikil kedalam sungai.
Sedang tangan kanan tiba-tiba saja meraba tangan
kanan kiri Lie Eng Eng. "Heeh........" Lie Eng Eng menarik tangannya,
wajahnya bersemu merah, kepalanya menunduk,
tampak jari tangan halus si gadis gemetar.
"Sutit......" tegur Liong Houw. "Pertemuan ini
akan segera berpisah........aku......ingin
mengemukakan sesuatu, sesuatu yang pernah
menimpali dirimu pada tiga tahun berselang
dikelenteng rusak........"
Tiba-tiba saja Lie Eng Eng terjangkit berdiri,
matanya liar menatap wajah Liong Houw, mukanya
merah tubuhnya gemetar, dijidatnya berbintikan
keringat-keringat dingin. Tampak sepasang bibirnya yang kecil mungil merah merekah itu
bergemetaran. 403 "Duduklah! Tenangkan hatimu!" kata lagi Liong
Houw. "Kau......... kau.........." Lie Eng Eng tergetar.


Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bagaimana kau tahu kejadian itu.."
"Duduklah, duduk dulu nanti akan kuberi
penjelasan secukupnya."
Dengan perasaan malu dan gusar Lie Eng Eng
merosotkan tubuhnya kebawah, duduk kembali
diatas akar batang pohon.
Rahasia dirinya sudah diketahui toakonya yang
baru saja ia kenal, betapa tidak merasa malu,
betapa pula ia tidak merasa gusar, gusar terhadap
setiap laki-laki yang menurutnya hanya membuat
malapetaka bagi dirinya. Liong Houw tidak memperdulikan sikap
sutitlienya, ia berkata perlahan ; "Tadi pagi kau
telah membaca surat itu bukan ?"
Wajah Lie Eng Eng merah membara, kulit muka
yang kuning langsat itu berubah merah seperti
udang goreng, keringatnya sudah menetel jatuh,
baju sutera putihnya basah kuyup dengan
keringat. Rahasia dirinya sudah diketahui sang toakonya.
"Sutitlie......" berkata lagi Liong Houw, tapi katakata itu tertahan. Ia menarik napas, ragu-ragu
Liong Houw mengucapkan kata lanjutannya untuk
menuturkan isi hatinya kepada sang kekasih.
Lama suasana itu membisu, hanya terdengar
suara keresekan daun-daun pohon bergesek satu
sama lain ditiup angin. 404 "Titlie......." Hampir suara itu tak terdengar,
dengan suara tergetar Liong Houw memaksakan
untuk bicara. "Pemuda itu."
"Pemuda berbaju kulit macan!" potong Lie Eng
Eng dengan suara gemetar.
"Ya pemuda itu, sebetulnya jatuh cinta padamu,
tiga tahun lamanya semi bibit cinta itu mengeram
didadanya, perbuatannya dikelenteng rusak sebetulnya ia dalam keadaan jiwa yang tertekan
oleh himpitan arus tekanan manusia yang baru
saja ia jumpai dalam pengembaraannya, ia juga
tidak menyadari perbuatannya itu adalah satu
perbuatan terkutuk......."
"Hmmmm........" dengus Lie Eng Eng.
"Apakah dia kokomu yang lenyap pada dua
puluh tahun yang lalu bersama-bersama dengan
kedua orang tuamu?" "Bukan !" jawab Liong Houw tegas.
Selanjutnya Liong Houw menceritakan dengan
jelas bahwa si pemuda gondrong adalah dirinya
sendiri. Semua itu diceritakannya secara jelas dan
terperinci. Mendengar cerita Liong Houw yang juga
merupakan toako angkatnya, Lie Eng Eng hanya
menundukkan kepala, hatinya kosong melompong
otaknya butek, ia tidak bisa berpikir apapun untuk
menciptakan kata-kata yang harus dicetuskan dari
mulutnya. "Titlie, apa yang telah terjadi semua sudah
ditakdirkan Tuhan, urusan ini kuserahkan
405 padamu, disini aku rela menerima apapun yang
akan kau timpahkan kepada diriku, hanya
sebelumnya kau harus tahu bahwa hatiku sudah
lama mencintaimu, aku juga merasa berdosa atas
perbuatan itu." "Kokooh....." Lie Eng Eng terharu.
Dua titik air mata menetes jatuh.
Tangan Liong Houw kembali meraba tangan Lie
Eng Eng, ia meremas-remas jari-jari tangan halus
itu. Lie Eng Eng membiarkan si pemuda berbuat
begitu, tubuh mereka sudah saling merapat.
"Titlie setelah kau menemukan orang yang
selama bertahun ini kau kejar-kejar, kukira bisa
meringankan beban perasaanmu, kau bisa tenang
tinggal dirumah, tidak perlu menguatirkan diriku,
kelak aku akan datang untuk melamarmu......."
Lie Eng Eng membungkam, ia hanya mengangguk-angguk kepala membiarkan jari-jari
tangannya diremas-remas perlahan oleh si
pemuda. O?d,w,z?O SEBULAN sudah perpisahan Liong Houw dengan
supek dan kekasihnya Lie Eng Eng, dalam
pengembaraannya terlunta-lunta dari satu kota
kekota lain meliwati bukit-bukit gunung, menyeberangi sungai. Hati Liong Houw dirasa sesak, otaknya pepat, ia
memikirkan adik angkatnya Liu Ing yang lenyap
diculik Kun-see-mo-ong Teng Kie Lang. Ia harus
406 mempertanggungjawabkan kepada si nenek Sian
dikota Cee-lam-hu yang dititipkan pada tukang
pembuat kereta. Ditengah perjalanan didalam rimba berjalan
terbungkuk-bungkuk seorang nenek berambut
putih dengan tungkai kayu yang bengkok
bentuknya. Liong Houw mengenali nenek yang sedang
terbungkuk-bungkuk berjalan didalam rimba itu,
ia segera menghampiri dan menegurnya : "Nenek
Sian........" Si nenek menolehkan kepala, menghentikan
langkah menatap orang yang memanggilnya.
Terdengar nenek Sian terbatuk-batuk
menegur Liong Houw ; "Oh, kau ........"
ia Kepala si nenek celingukan, matanya pelarak
pelirik kesekeliling rimba dibelakang Liong Houw,
ia bertanya ; "Dimana anak asuhanku Liu Ing ?"
Liong Houw tidak menjawab pertanyaan itu, ia
agak bingung mencari jawab pertanyaan si nenek
agar bisa memuaskan hati tuanya. Untuk tidak
menunjukkan kecurigaan si nenek Sian kalau Liu
Ing sudah lenyap diculik Kun-see-mo-ong Teng Kie
Lang, ia cepat bertanya : "Nenek, sedang apa
keluyuran ditempat ini, mengapa tidak tinggal
dirumah si tukang pembuat kereta dikota Cee-lamhu, apakah orang tua itu mengusir nenek?"
Nenek Sian yang pertanyaannya belum dijawab
Liong Houw, bahkan kini Liong Houw balik
bertanya, ia ketrukan tongkatnya ditanah, dengan
wajah asam kriput ia membentak ; "Bocah, dimana
407 anak asuhanku Liu Ing apakah kau sia-siakan
hidupnya, huh, mungkin kau sudah memperkosanya dan kau tinggalkan dia tersia-sia
?" "Nenek !" kata Liong Houw. "Aku Liong Houw
bukan manusia seperti itu, tapi........."
"Tapi apa ?" potong nenek Sian. "Hmm, kau
bocah bernama Liong Houw, mana tanggung
jawabmu, hayo cepat katakan dimana anak
asuhanku Liu Ing, kalau tidak, huh, akan
kusiarkan kebusukan hatimu, kau tukang
memperkosa wanita, rimba persilatan akan
digemparkan oleh munculnya anak tukang potong
perawan orang." Mendengar kata-kata nenek Sian, hati Liong
Houw berdebar keras, otaknya diputar bolak balik,
bagaimana ia harus menerangkan keadaan
sebenarnya tentang Liu Ing, tapi demi menjaga
nama baiknya atas tersiarnya fitnah yang akan
disebarkan oleh si nenek Sian, cepat ia menjawab:
"Adik Liu Ing pada dua bulan yang lalu diculik
orang." "Haa . . . . ! Diculik orang ? Kau bohong, untuk
apa orang menculik anak gadis itu . . ."
"Betul!" potong Liong Houw agak jengkel. "ia
diculik Kun-see-mo-ong Teng Kie Lang, kini aku
sedang berusaha mencari jejaknya."
"Mmm," si nenek Sian mendengus, "Meskipun
katamu ia diculik orang, tapi aku tidak percaya,
kau pasti sudah memperkosanya dan kau
tinggalkan dia . . ."
408 "Nenek," bentak Liong Houw, "Kau......."
"Apa ?" Nenek Sian
membentak Liong Houw. tidak kalah galak "Aku akan mencari kembali adik Liu Ing !" kata
Liong Houw. "Apa jaminan atas kata-katamu ini ?" tanya
nenek Sian. Liong Houw melengak, ia bingung menghadapi
nenek tua keriput yang kukuh ini, maka bertanya
lagi: "jaminan apa?"
"Huh, jaminan kalau kau betul-betul mencari
kembali anak asuhanku Liu Ing, jika betul kau
mencarinya kau harus menyerahkan lebih dulu
suatu benda padaku, kelak bilamana kau sudah
berhasil menemukannya kembali, membawa ia
kekota Cee-lam-hu, disana barangmu itu akan
kukembalikan." Liong Houw mengangguk-angguk kepala, ia
merogoh sakunya, lalu berkata : "Nenek, sepuluh
mutiara ini kuberikan padamu untuk jaminan,
kalau nanti adik Liu Ing kuketemukan mutiara itu
tidak usah dikembalikan."
"Anak anjing, aku tidak butuh mutiaramu, aku
butuh anakku, aku tidak mau menerima jaminan
seperti itu." bentak nenek Sian.
"Jadi jaminan apa yang nenek maksudkan ?"
tanya Liong Houw tambah tidak mengerti akan
sikap aneh si nenek. Nenek Siang mengkerut-mengkerut keningnya,
tampak wajahnya yang sudah keriput tambah
409 keriput mengkerut-mengkerut, lalu tanyanya :
"Apakah ditubuhmu tidak ada benda lain selain
mutiara-mutiara itu?"
Liong Houw sebagai pemuda jujur ia tanpa
berpikir lagi berkata ; "Ada, ada dua bilah pisau
belati, tapi kukira pisau itu tak ada harganya
untuk nenek simpan."
"Heh, heeeeh......heeeeh ....." si nenek Sian
tertawa. "Hmm, apa yang kau anggap tidak
berharga justeru aku inginkan barang itu sebagai
jaminan. Ya, serahkan kedua pisau belati itu untuk
jaminan anak asuhanku Liu Ing."
Liong Houw gelagapan, justru barang yang
diminta si nenek adalah pisau belati pusaka tanda
dari ciri-ciri keturunannya, juga merupakan
barang pusaka yang dicari banyak orang. Pikiran
Liong Houw pusing seketika kepalanya dirasakan
berdenyut-denyut. Bulak balik ia putar otak untuk mencari jalan
keluar guna mengelakkan permintaan si nenek,
tapi sekian balik pula ia tidak bisa menemukan
jalan. Akhirnya terpikir olehnya nenek Sian adalah
seorang nenek-nenek yang tidak pandai silat,
bertubuh lemah, tentunya sebagai seorang yang
tidak berkepandaian silat, ia tidak pernah
berkecimpungan dalam rimba persilatan, dengan
sendirinya tidak mengetahui rahasia pisau belati
ini. Mungkin si nenek tidak mau menerima
pemberian mutiara-mutiaranya yang berharga
ratusan tail perak dikarenakan ia merasa sungkan
untuk menerima barang yang sangat mahal
harganya. Maka ia hanya meminta dua bilah pisau410
belati yang dianggapnya pisau biasa yang tidak
seberapa mahal harganya. Setelah berpikir begitu, ia memasukkan kembali
mutiara-mutiara tadi, dari balik bajunya ia
mengeluarkan dua bilah pisau belatinya lalu
diserahkan kepada nenek Sian, dan berkata:
"Nenek, pisau belati ini adalah peninggalan orang
tuaku, satu-satunya barang warisan yang ada,
tolong kau jaga baik-baik selama aku mencari jejak
adik Liu Ing." Dengan wajah berseri keriput nenek Sian
menyambuti kedua pisau belatinya, ia perhatikan
sejenak kedua bilah pisau itu, sambil menganggukangguk senyum sepasang matanya tersipit-sipit ia
selipkan pisau-pisau itu kedalam balik bajunya.
"Bocah, baik-baiklah kau


Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengarungi hidupmu......."
jaga diri dalam Tiba-tiba..... Terdengar suara tertawa menggema di angkasa,
memekakkan telinga orang yang mendengarnya.
Belum lenyap gema suara tawa itu, dari tengah
udara melayang satu bayangan merah berdiri
dimuka si nenek Sian. "Ayaaaaa." Liong Houw melangkah mundur
tiga tindak. Ia mengenali siapa orang yang datang.
Orang itu mengenakan pakaian berwarna merah
berkembang-kembang. "Murid murtad !" bentak Liong Houw pada orang
yang baru datang yang tidak lain adalah Leng-leng
Pak su murid Thian-lam-it-lo Kak Wan Kie-su yang
411 pernah menganiayai gurunya sendiri dilembah Imbu-kok.
Leng-leng Pak-su membentak : "Bocah sial,
tunggu ! Sebentar akan kucabut nyawamu."
Setelah berkata begitu Leng-leng
membentak kepada nenek Sian.
Pak-su "Iblis tua, cepat kau serahkan pisau belati
kepadaku !" "Hmmm," nenek Sian mendengus, "Pisau apa,
aku tidak mengerti maksudmu."
"Kau jangan pura-pura pion iblis keparat! Orang
lain bisa kau kelabui dengan penyamaran
bodohmu, tapi aku Leng-leng Pak-su haa......kau
Kim-nio-mo-ong Gwat Leng ..... hauaaaaaa....."
Berbarengan dengan suara tertawanya sepasang
tangan Leng-leng Pak-su bergerak, ia menyerang si
nenek Sian. Nenek Sian yang masih terbungkuk-bungkuk
segera menyingkir kesamping.
Sungguh aneh ! Dalam pandangan mata Liong
Houw, nenek Sian yang ia kenal tidak
berkepandaian silat, mendadak bisa mengelakkan
serangan Leng-leng Pak-su dengan mudah,
gerakan si nenek yang tadi terbungkuk-bungkuk
kini tampak lincah dan gesit.
Gerakan nenek Sian disusul dengan serangan
tongkatnya kearah pelipis Leng-leng Paksu, tak
lama disana hanya tampak bayangan merah dan
hitam bergulung-gulungan, angin menderu-deru,
daun-daun pohon berguguran.
412 Tubuh Liong Houw terdorong mundur, mukanya
dirasakan pedas tersambar angin yang ditimbulkan
dari pertempuran kedua jago.
Gulungan bayangan merah dan hitam mengeluarkan angin menderu-deru, dari sana
nampak asap putih mengepul, kemudian buyar
kembali keudara terbawa angin puyuh serangan
Leng-leng Pak-su. Uap putih yang mengepul terbawa angin puyuh
itu adalah uap putih yang keluar dari serangan si
nenek Sian yang disebut Kim-nio-mo-ong Gwat
Leng. Liong Houw terkejut, cepat ia lompat mundur,
uap putih itu mengandung hawa yang berbau
harum, daun-daun pohon disekitarnya rontok
berguguran. Ia pernah merasakan uap harum itu
hampir masuk kedalam tenggorokannya, membuat
ia muntah-muntah melarikan diri dari kejaran
Kun-see-mo-ong Teng Kie Lang pada tiga tahun
yang lalu. Kini kembali dihadapannya muncul ilmu
ini dimainkan oleh si nenek Sian. Kepala Liong
Houw pusing memikirkan kejadian yang barusan
terjadi, nenek ini mengapa tiba-tiba memiliki
kepandaian silat yang serupa dengan Kun-see-moong Teng Kie Lang, juga mengapa Leng-leng Pak-su
memanggilnya si nenek dengan sebutan iblis Kimnio-mo-ong Gwat Leng.
Selagi otaknya berpikir-pikir, kakinya masih
tetap melangkah mundur menjauhi pengaruh uap
harumnya si nenek Sian alias Kim-nio-mo-ong
Gwat Leng. Tiba-tiba saja tubuh si nenek Sian alias
Kim-nio-mo-ong Gwat Leng melejit keudara, ia
413 kabur meninggalkan medan pertempuran. Dikejar
oleh Leng-leng Pak-su. Keadaan dalam rimba itu sunyi kembali hanya
tinggal bekas tanah pertempuran, tanah belukar
itu gundul tiada berumput lagi, diterbangkan oleh
angin puyuh Leng leng Pak-su.
Tipu muslihat ! Tipu muslihat ! Hati Liong Houw
ngedumel, ia telah tertipu oleh lagak lagunya si
nenek Sian yang pura-pura tidak berkepandaian
silat. Langkahnya diayun lemah meninggalkan tempat
itu. Matahari timbul tenggelam sudah berulang kali,
lereng-lereng gunung lembah curam banyak sudah
dilalui, Liong Houw masih melakukan perjalanannya mencari pengalaman.
Sekilas kadang kala timbul dalam otaknya untuk
memutar perjalanannya, kembali kedalam air
terjun melatih diri, tapi mendadak timbul pikiran
lain menentang kilasan pikiran pertama, untuk apa
ilmu kepandaian tinggi tanpa pengalaman yang
luas, maka dengan pikiran itu Liong Houw terus
mengembara dari hutan kehutan, dari kota kekota.
Banyak sudah jasa-jasanya yang diberikan kepada
orang-orang yang tertimpa kemalangan atau
penganiayaan dari orang kuat yang menganiaya
orang-orang lemah. Tapi ia tidak mau menonjolkan
keharuman namanya, setiap tindakannya ia
lakukan dengan menggunakan pakaian kulit
macannya dengan rambut gondrong. Hingga dalam
waktu yang singkat dirimba persilatan sudah
414 digemparkan dengan munculnya seorang pendekar
macan loreng. Pada harian Tiong-chiu Liong Houw tiba dikota
Siang-im. Kota Siang-im merupakan kota kecil terletak
disebuah kaki gunung. Meskipun kota itu kota
kecil, tapi ramai dengan kegiatan para pedagang
buah-buahan dan sayur-sayuran yang dihasilkan
dari lereng gunung. Para pedagang dari tempat jauh-jauh datang
kekota itu untuk memborong buah-buahan dan
sayuran untuk dijual kembali di-daerah mereka
masing-masing. Memasuki dalam kota, dimuka sebuah kelenteng
kuping Liong Houw yang tajam mendengar suara
pertempuran di dalam kelenteng.
Kakinya dilangkahkan kearah datangnya suara
pertempuran itu, dimuka pintu kelenteng bercat
merah bertuliskan Siang-ceng To-wan.
Liong Houw melangkah masuk melalui pintu
tembok kelenteng yang terbuka, di sana suasana
sepi sunyi. Kembali suara benturan senjata serta bentakanbentakan
terdengar dibawa angin, dengan memperhatikan arah angin, Liong Houw segera
lompat keatas genteng kelenteng, ia berlarian
menuju kebelakang kelenteng Siang-ceng To-wan.
Dibelakang kelenteng tampak dua orang tosu
tinggi besar sedang mengeroyok seorang yang
berpakaian kumel dekil. 415 Liong Houw kenal orang yang berpakaian kumel
dekil itu, inilah seorang pemuda yang sedang sibuk
mengelakkan serangan-serangan kedua tosu tadi.
Sesekali si pemuda kumel membalas menyerang
kedua tosu itu membuat sang tosu kewalahan.
Dengan gerakan ringan Liong Houw lompat
turun, menyelak ditengah-tengah pertempuran.
"Toako!" teriak si pemuda kumel yang bukan lain
adalah si Pengemis cilik Ho Ho.
Liong Houw yang baru saja tiba ditempat itu
tidak mengetahui sebab musababnya pertempuran
ia tidak mau gegabah turun tangan membantu
adik angkatnya, maka segera ia bertanya : "Jiwie
tosu, apakah kesalahan adikku sampai-sampai kau
orang suci turun tangan terhadap adik kecil ini ?"
Si Tosu yang bertubuh pendek gemuk
membentak : "Kalian dua anak gembel cepat keluar
dari kelenteng ini, kelentengku tidak menerima
anak-anak gembel bau busuk seperti kalian."
"Eee .... gundul! Terima saja seranganku jangan
banyak mulut." Ho Ho segera menghantam tubuh
sipendek gemuk dengan kepalan tangannya.
Dari dalam kelenteng mendadak muncul dua
orang tosu, tanpa mengucapkan ba atau bu kedua
tosu itu mengemplang kepala Liong Houw dengan
toya besinya. Buukkkkkk .... Toja besi melayang terbang keudara disambar
serangan tangan Liong Houw.
416 Serangan tangan Liong Houw tidak sampai
disitu, tubuhnya melejit keudara, ditengah udara ia
jumpalitan, kaki kanannya membentur kepala si
tosu yang menyerang dengan toya. Kontan tubuh
tosu itu kelojotan rubuh ditanah, batok kepalanya
pecah, darah merah bercampur gumpalan otak
muncrat disana-sini. Tindakan kejam Liong Houw diluar dugaan para
tosu itu, lebih-lebih begitu melihat sang kawan
kelojotan rubuh dengan kepala pecah, mereka
segera melejit kabur meninggalkan kelenteng.
"Toako . . ." panggil Ho Ho, "Tendanganmu
hebat, tapi . . . ."
"Tapi kejam bukan ?" potong Liong Houw.
Si pengemis cilik hanya nyengir.
"Ayo cepat kita periksa apa
didalam!" kata lagi Liong Houw.
yang terjadi "Eeeh, bagaimana toako bisa tahu didalam
terjadi sesuatu ?" "Ketika si tosu itu menyerang dengan toya
besinya, lapat-lapat terdengar suara rintihan
kesedihan didalam, kukira suara itu suara wanita.
Maka mendengar suara itu kubisa pastikan bahwa
tosu-tosu ini adalah tosu-tosu keparat."
Mereka berdua segera berjalan masuk memeriksa setiap ruang kelenteng Siang-ceng Towan, ruangan demi ruangan diperiksanya tapi tak
terdapat satu bayangan manusiapun.
417 "Lihat toako!" teriak si pengemis cilik Ho Ho,
tangannya menunjuk kearah dinding tembok
kelenteng diatas meja sembahyang.
Tatapan mata Liong Houw mengikuti arah yang
ditunjuk si pengemis cilik Ho Ho, di atas tembok
meja sembahyang terdapat tulisan :
Tiga nona manis telah kubawa pergi
Kun-see-mo-ong. Beberapa tulisan itu mengejutkan Liong Houw,
lagi-lagi Kun-se-mo-ong. Dengan wajah penuh
tanda tanya ia menoleh kearah si pengemis cilik Ho
Ho, apa artinya tulisan itu dan bagaimana
hubungannya Kun se-mo-ong dengan para tosu
dikelenteng dan siapakah nona-nona manis itu ?
Si pengemis cilik menceritakan pengalamannya.
Ternyata si pengemis cilik Ho Ho lima hari lebih
dulu tiba dikota Siang im.
Dalam kota Siang-im, keluarga Kiauw Siu pie
didalam kota itu namanya terkenal, tidak satupun
penduduk kota atau daerah sekitarnya tidak
mengenal keluarga Kiauw Siu-pie.
Kiauw Siu-pie mempunyai tiga orang anak,
semua sudah menjadi gadis, anak perempuan yang
paling besar bernama Tay Ceng, berusia 19 tahun.
Anak yang kedua bernama Jie Ceng berusia 18
tahun sedang anak yang ketiga yang paling kecil
bernama Liep Ceng, yang baru saja berusia 17
tahun. 418 Ketiga anak gadis Kiauw Siu-pie memiliki paras
cantik serta potongan tubuh yang menggiurkan
setiap anak-anak muda yang memandangnya,
serta sifat dari ketiga anak gadis itu luwes dan
sopan-santun, mereka dididik oleh Kiauw Siu-pie
dalam hal kepandaian kesusasteraan yang tidak
bisa dipandang enteng dan belum ada keduanya
didalam kota Siang-im, mereka pandai membuat


Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

syair-syair yang indah. Didalam kota Siang-im, tiga dara dari keluarga
Kiauw merupakan bunga kota itu karena
kecantikan serta potongan tubuh begitu pula
kepandaian kesusasteraannya belum ada orang
yang bisa menyamainya. Entah sudah berapa ratus pemuda-pemuda,
kongcu-kongcu dari keluarga bangsawan datang
melamar salah seorang dari gadis cantik itu, tapi
tidak satupun yang diterima lamaran mereka.
Penolakan-penolakan dara-dara manis terhadap
lamaran-lamaran para kongcu-kongcu putra
bangsawan atau pemuda anak-anak orang kaya
dikarenakan ketiga gadis itu menganggap bahwa
para kongcu dan pemuda yang melamarnya itu
bukanlah laki-laki yang bisa diharapkan kepandaiannya maupun kecakapannya, mereka
bertiga saudara menghendaki mempunyai suami
yang berkepandaian luar biasa, serta memiliki
kecerdikan serta kecakapan otak yang lebih cerdas
dari mereka sendiri. Itulah pemuda yang
diidamkan ketiga gadis cantik kembang kota Siangim.
419 Dalam mencari jodohnya, memandang kaya atau miskin.
mereka tidak Kiauw Siu-pie menghadapi sifat-sifat sang anak
perempuannya yang demikian, ia tidak bisa
berbuat apa-apa, karena soal hidup selanjutnya
adalah menyangkut pada penghidupan sang putri
dikelak kemudian, tergantung pada tangan mereka
sendiri. Pada hari itu, tepat pada harian Tiong-chiu,
diwaktu hari masih pagi, burung-burung masih
berkicau, udara masih terasa sejuk dingin
menyegarkan, ketiga saudara itu bersama-sama
pergi kekelenteng Sian-ceng To wan untuk
bersembahyang guna minta Hok-khie !
Yang menjadi Wan-cu kepala kelenteng Siangceng To-wan adalah seorang Tosu yang bernama
Kak Seng, sedang para tosu lainnya Kak Ceng, Bok
Ceng dan Lo Ceng yang kepalanya pecah ditendang
Liong Houw. Si pengemis cilik Ho Ho pada lima hari yang lalu
pernah numpang nginap dikelenteng tersebut, tapi
dengan garang ia diusir pergi oleh Kak Ceng tosu.
Melihat sikap Kak Ceng tosu, si pengemis cilik
merasa curiga, karena dalam pengembaraannya
pada dua tahun yang lalu ia pernah berkunjung
kekota ini dengan suhunya Pie tet Sin-kay, serta
para tosu yang ada didalam kelenteng itu kenal
baik dengan suhu Ho Ho. Entah mengapa mendadak tosu yang dihadapi Ho Ho begitu galak, juga
tidak satu diantara mereka yang dikenal si
Pengemis cilik. 420 Dengan kecurigaannya, si pengemis cilik pada
waktu malam ia menyatroni kelenteng Siang-ceng
To-wan, dari atas genteng si-pengemis cilik Ho Ho
bisa menangkap pembicaraan mereka didalam
kamar. Ternyata mereka adalah empat orang murid Liok
Hap Tojin, pada waktu ini Liok Hap Tojin
memerlukan banyak orang-orang perempuan yang
masih gadis untuk dibuat bahan baku dalam
latihannya guna mempertinggi iImunya, maka
memerintahkan keempat murid-muridnya dibawah
pimpinan Kak Seng pergi ke kelenteng Siang-ceng
To-wan untuk menculik wanita-wanita yang
bersembahyang didalam kelenteng.
Kak Seng dan Kak Ceng beserta dua adik
perguruannya menjalankan perintah suhunya,
dengan cepat pergi ke Siang-ceng To-wan didaerah
Siang Im, mereka tiba pada tengah malam
menyatroni kelenteng Siang-ceng To-wan, membunuh ketuanya beserta seluruh tosu-tosu
yang ada. Mulai saat inilah kelenteng Siang-ceng To-wan
berganti pimpinan dan berganti tosu.
Kak Seng cs, melaksanakan perintah suhunya
menculik orang-orang perempuan yang datang
bersembahyang dengan menggunakan obat pules
yang ditaroh didalam saputangan, bilamana
saputangan yang sudah diberi obat Bie-hun-pe,
bilamana orang yang mencium bau obat pules Biehun-pe, segera orang itu akan tidur pules tidak
ingat orang. 421 Begitulah yang terjadi pada diri si tiga dara yang
datang bersembahyang dikelenteng tersebut telah
dibikin pules tidur oleh obat Bie-hun-pe Kak Seng
tosu. Kak Seng yang mendapatkan korban cantik jelita
begitu, ia tidak tega untuk menyerahkan ketiga
gadis jelita itu kepada suhunya Liok Hap tojin.
Maka setelah gadis itu pules tidur, dibawanya ke
dalam kamar khusus, dengan maksud untuk
menelan sendiri. Kak Seng murid tertua Liok Hiap tojin mendapat
giliran pertama untuk menikmati ketiga gadis itu
sekaligus. Setelah nanti ketiga gadis-gadis itu
diantri oleh ketiga tosu adik seperguruan Kak
Seng, barulah ketiga gadis cantik itu dibawa
dengan tandu diserahkan kepada sang suhu.
Tapi baru saja niatan Kak Seng untuk
memperkosa ketiga gadis itu dimulai, baru saja ia
membuka pakaian luarnya, tiba-tiba menyerobot
satu bayangan dekil menyerang Kak Seng.
Kak Seng kelabakan, ia berteriak-teriak, lari
keluar memanggil adik-adik seperguruannya.
Maka terjadilah pertempuran dibelakang kelenteng, si pengemis cilik Ho Ho yang tadi
menyerobot masuk berhasil diusir keluar dan
akhirnya bertempur dibelakang kelenteng dikeroyok oleh dua orang tosu sute-sute Kak Seng.
Tepat pada saat itu Liong Houw lompat turun
dari atas genteng, yang kemudian keluar pula Kak
Seng yang sudah mengenakan pakaiannya kembali
bersama seorang sutenya Lo Ceng yang membawa
422 toya langsung mengemplang batok kepala Liong
Houw, akhirnya tosu itu remuk batok kepalanya
ditendang kaki Liong Houw.
Liong Houw yang sejak tadi diam saja
mendengarkan cerita si pengemis cilik Ho Ho, tibatiba ia bertanya: "Liok Hap Tojin si tosu keparat itu
dimanakah sarangnya ? Apakah adik Ho
mengetahuinya?" Si pengemis cilik Ho Ho menggelengkan
kepalanya; "Aku hanya mendengar si tosu bercerita
tentang tugas-tugas suhunya, sedang dimana sarang si tosu siluman itu aku tidak mendengar
mereka sebutkan dimana tempatnya."
Setelah berkata begitu, si pengemis cilik Ho Ho,
menepuk pundak Liong Houw dan berkata : "Hayo
kita berangkat kerumahnya tiga gadis tercantik
kota Siang-im ini untuk menceritakan peristiwa
yang terjadi kepada orang tuanya !"
Liong Houw mengikuti si pengemis cilik Ho Ho
keluar kelenteng menuju rumah keluarga Kiauw
Siu-pie. 00dw??kz00 DlMUKA PINTU gedung keluarga Kiauw Siu-pie,
disana terjadi keributan, suara hiruk pikuk ramai
terdengar, orang-orang berkumpul berjejal-jejal
ingin mengetahui apa yang telah terjadi dalam
rumah gedung keluarga Kiauw Siu-pie yang
terkenal mempunyai tiga orang anak gadis cantik
jelita. Liong Houw dan si pengemis cilik Ho Ho saling
pandang sejenak, lalu mereka celingukan, lalu
423 menyerobot masuk diantara orang-orang ramai
yang berkerumun dimuka rumah gedung keluarga
Kiauw Siu-pie. Si pengemis cilik Ho Ho serabat serobot ia
langsung memasuki pintu gedung rumah itu yang
terbuka lebar. Seorang tua kurus dengan matanya masih
merah bendul habis menangis, menegur si
pengemis cilik Ho Ho. "Hei, kau anak bau mau apa,......Waw, waw,
waw, waw,........." ia berkata sambil menangis.
"Kakek jangan nangis dulu, aku ingin
menerangkan sesuatu padamu," kata Ho Ho.
"Hu, hu.......waw....waw....waw.. waw, kau mau
terangkan apa, loya sudah lenyap......waw, waw,
waw, cilaka, bagaimana nona-nona kita juga belum
pulang waw, waw.....waw waw," orang itu berkata
sambil menangis waw, waw waw, waw.
Liong Houw yang juga mengikuti nyerobot
dibelakang Ho Ho, bertanya kepada si kakek yang
sedang menangis. "Kakek, apa sebetulnya yang sudah terjadi ?"
Si kakek tidak menjawab, ia menangis semakin
keras, waw, waww, waww, hauww...... tangannya
menunjuk keatas dinding tembok dibelakang pintu.
"Aaaaa.." teriak Ho Ho, dan Liong Houw
berbareng. "Kun-see-mo-ong....... " bergumam Ho Ho.
424 Diatas tembok dibelakang pintu terdapat tulisan
yang coretan dan gayanya sama dengan tulisan
yang terdapat didalam kelenteng Siang-ceng To
wan, tulisan itu berbunyi :
Kiauw Siu-pie dan hujin telah kubawa sekalian.
Kun-see-mo-ong. Setelah mereka membaca tulisan itu, Liong
Houw segera berkata kepada si orang tua yang
masih menangis sesenggukan waw-waw-waw.
"Lopek sudahlah ! Jangan menangis lagi, nona
kalian juga sudah dibawa kabur oleh iblis itu, kau
rawat saja rumah ini baik-baik."
Setelah berkata begitu Liong Houw menarik
lengan si pengemis cilik Ho Ho berjalan keluar
meninggalkan gedung keluarga Kiauw Siu-pie.
Mereka lalu masuk kedalam rumah makan Hopeng menangsal perutnya.
Terdengar suara Liong Houw berkata sambil
menggeragoti buah apel didalam rumah makan itu.
"Adik Ho, apakah kau pernah mendengar nama
Kim-nio-mo-ong Gwat Leng?"
Mendengar pertanyaan itu mata si pengemis cilik
nyureng-nyureng, jidatnya berkerut-kerut agaknya
ia sedang mengingat-ingat nama itu.
"Haaaaa....." suara kejut dan girang si pengemis
cilik Ho Ho yang merasa bangga juga terkejut telah
mengingat kembali siapa itu Kim-nio-mo-ong Gwat
Leng, katanya : "Menurut cerita guruku, Kim-nio
mo-ong Gwat Leng pada tigapuluh tahun berselang
425 adalah seorang iblis wanita yang malang melintang
dirimba persilatan, sifat-sifatnya aneh dan sulit
dijejaki, sebentar ia seperti orang dari golongan
putih, sebentar melakukan kejahatan yang luar
biasa jahatnya. Dialah guru Kun-se-mo-ong Teng
Kie Lang. Semasa si murid Kun-se-mo-ong Teng
Kie Lang malang melintang, iblis wanita itu tidak
terdengar lagi kabar beritanya. Ada apakah toako
tanyakan ini padaku ?"
Liong Houw menghentikan mengunyah buah
apelnya, mulutnya menganga, baru ia berkata :
"Nenek Sian ! Kau masih ingat bukan nenek
Sian........." "Apakah nenek Sian dibunuhnya," potong si
pengemis cilik Ho Ho. "Tidak ! Bukan dibunuh, dialah Kim-nio-mo-ong
Gwat Leng si nenek Sian!"
"Haaaa, ha, haaaaa, hoooo..........," si pengemis
cilik Ho Ho tertawa berkakakan, ia merasa lucu
mendengar kata-kata Liong Houw. "Kau apa mimpi,
toako, bagaimana nenek Sian kau katakan Kimnio-mo-ong Gwat Leng, huh, mungkin kau salah
dengar cerita orang."
"Bukan, anak gembel!" kata Liong Houw agak
mendongkol. "Nenek Sian itulah Kim-nio-mo-ong
Gwat Leng, aku sudah ditipunya, ia meminta
kedua bilah pisau belatiku sebagai jaminan untuk
anak asuhannya yang diculik Kun-see-moong........"
426 Selanjutnya Liong Houw menceritakan dengan


Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jelas apa yang pernah dialaminya didalam rimba
dalam perjalanan menuju kota Siang-im.
Mendengar keterangan yang terperinci si
pengemis cilik menunjukkan wajah terkejut, ia
mempercayai keterangan sang toakonya, lalu
berkata : "Pantas saja kejahatan Kun-se-mo-ong
Teng Kie Lang sudah meningkat, ia tidak menculik
gadis-gadis saja, bahkan sudah menculik orang tua
mereka, huh, gila sekali."
"Mungkin ia sudah betul-betul gila," kata Liong
Houw, "untuk apa ia menculik orang setua seperti
Kiauw Siu-pie itu?" "Mmmm........ " dengus si pengemis cilik Ho Ho,
"Mungkin akan dijadikannya perkedel, atau dibuat
isi bakpau." "Hayaaa.... aku lupa," kata si pengemis cilik Ho
Ho, "Ketiga tosu siluman itu entah pergi kemana,
seharusnya kita mengikuti jejak mereka mencari
tahu dimana sarang silumannya, sedapat mungkin
harus kita hancur leburkan."
Liong Houw mengangguk-angguk, tanda setuju
pendapat sang adik angkat yang ugal-ugalan.
Setelah selesai menangsal perutnya memberesi
rekening makanan, mereka melanjutkan perjalanan. Satu hari kemudian mereka tiba dikota Tonghien-cien, yang terletak diatas dataran sebuah
bukit, memasuki rumah makan disana sudah
ramai orang makan minum sambil bicara-bicara
427 agaknya pembicaraan orang orang itu sangat
serius sekali. Liong Houw segera menarik tangan si pengemis
cilik Ho Ho kesebuah meja yang masih kosong
dipojok kanan bagian tenggara dari rumah makan
itu. Si pengemis cilik yang mendengar orang-orang
pada kasak kusuk berbicara sangat serius ia
segera bertanya kepada salah seorang yang duduk
berdampingan dengan mejanya, orang itu berumur
sekira empat puluhan tahun berpakaian ringkas
seperti seorang ahli silat, berwajah terang,
menunjukkan sikapnya yang baik hati.
"Aya, masakan kau belum tahu," kata orang tua
itu kepada si pengemis cilik Ho Ho. "Didalam
beberapa bulan dengan mendadak telah terjadi
kejadian yang gaib sampai berulang empat lima
kali dengan beruntun ! entah berapa banyak gadisgadis yang sedang berjalan dijalan sebelah utara
dengan mendadak mereka menampak segulungan
angin Yo kak hong yang melibat tubuh mereka,
lalu gadis-gadis dibawa terbang dan entah mereka
dibawa pergi ke-mana, kejadian itu sesungguhnya
sangat mengherankan dan telah terjadi berulangulang, meskipun para famili gadis-gadis itu
mencarinya ke setiap pelosok tempat, akan tetapi
hasilnya tetap nihil. Ada orang bilang di beberapa
gunung yang berdekatan dengan tempat ini,
dengan mendadak telah muncul satu siluman
macan, itu gulungan angin Yo-kak-hong, adalah
hawa yang keluar dari siluman macan. Ada pula
yang bilang, dibeberapa goa dipuncak gunung telah
428 muncul satu manusia....." siluman yang suka makan Ho Ho setelah mendengar memandang wajah Liong Houw.
cerita itu ia Setelah selesai santapan, kembali mereka
melakukan perjalanan, sebagai dua orang anak
muda yang masih senang dengan segala macam
keanehan-keanehan yang muncul dalam dunia,
mereka berjalan pergi menyerap nyerapi berita
tentang munculnya siluman-siluman itu.
Di tengah-tengah jalan mereka berjumpa dengan
beberapa puluh orang yang masing-masing telah
kehilangan anak gadisnya.
Karena itu maka mereka percaya akan obrolan
orang didalam rumah makan.
Si pengemis cilik Ho Ho dan Liong Houw berjalan
menuju ke jurusan barat, mereka meliwati
beberapa puluh puncak-puncak gunung serta goagoa tempat sarang macan, akan tetapi sampai pada
saat itu mereka belum menemukan tempat yang
mencurigakan. Pada suatu hari mereka tiba dibawah kaki
gunung Ouw ong-san, mereka berdua melihat
keadaan gunung itu sungguh sangat berbahaya,
puncak gunung itu menjulang tinggi seolah
menembus langit, tak tampak puncaknya tertutup
oleh awan-awan yang memutih tebal.
Mereka menaiki puncak gunung tersebut,
ternyata disalah satu puncak gunung lapat-lapat
tampak dua buah rumah berhala yang sudah tua,
yang letaknya dikelilingi pohon-pohonan yang
429 daunnya lebat, juga diatas gunung itu tampak satu
anak sungai yang mengalirkan airnya dengan
deras, anak sungai itu lebarnya kira-kira 7-8 kaki
lebih. "Apakah toako sudah lihat?" tanya si pengemis
cilik Ho Ho, "Bilamana betul-betul disini ada
semacam manusia sebangsa siluman, aku yakin
mereka bersarang didalam itu rumah berhala,
karena keadaan tempat ini berbeda dengan
keadaan puncak gunung lainnya, mari kita terus
naik menyelidiki puncak gunung itu."
"Betul !" kata Liong Houw sambil menganggukkan kepala, "Menurutku, juga tidak
salahnya kita naik keatas gunung buat menyelidiki, dan kita tunggu sampai matahari
sudah terbenam ke barat, bilamana betul disana
ada siluman pasti akan terjadi keanehan-keanehan
pada malam hari." Berkata sampai disitu, mendadak saja mereka
melihat diatas jalanan sempit berjalan seorang
tukang potong kayu yang sedang jalan mendatangi.
Liong Houw melihat orang itu, cepat mendatanginya, ia bertanya ; "Toako, numpang
tanya, diatas gunung ini semuanya ada berapa
puluh rumah berhala? Dan didalam rumah
berhala-berhala itu apakah ditinggali oleh padripadri?"
"Adik-adik apakah datang dari tempat jauh?"
balik tanya si tukang kayu dengan keringat yang
masih mengalir. "Betul," jawab si pengemis cilik Ho Ho.
430 "Pantas saja kalian tidak tahu, kiranya kalian
anak-anak dari luar daerah ini," kata tukang kayu
sambil menganggukkan kepala, "Aku beri tahu
pada kalian, gunung ini bernama Ouw-ong-san,
diatas gunung terdapat tiga buah rumah berhala,
yaitu Ouw hong-ko-sat, Liok-ong-sie dan Ma-kongsu, semua rumah-rumah berhala kuno. Dan diatas
gunung terdapat banyak sekali binatang-binatang
buas yang seringkali mencelakakan orang yang
sedang jalan, maka rumah berhala itu sudah tidak
lagi didiami oleh para padri-padri. Tapi pada tiga
bulan belakangan ini, di pintu dirumah berhala
Ouw-hong-ko-sat dengan mendadak terpasang
satu Teng-liong semacam lampu gantung yang
berwarna merah diwaktu hari sudah mulai gelap
Teng mulai dinyalakan, sehingga sampai pada
bunyi kentrongan yang ketiga baru teng itu
dipadamkan kembali."
"Hmmm....." dengus Ho Ho.
"Setiap hari biasanya tidak tertampak ada
bayangan orang yang naik keatas puncak gunung,"
berkata lagi si tukang kayu, "Tapi sangat heran
sekali, pada waktu-waktu belakangan ini aku
sering melihat keanehan keanehan, sudah dua kali
aku melihat dari sebelah timur tertampak
segulungan angin Yo-kak-hong yang melayang
mengepul keatas gunung, tingginya kirakira -kira 0
kaki lebih, dan besarnya gulungan angin itu kira
kira ada 4 atau 5 kali pelukan orang, angin Yo kakhong itu bergulung-bergulung melewati pohonpohonan yang lebat, terus menuju keatas puncak
gunung dengan mengikuti jalanan yang melingkar
dan ketika sampai dipintu gereja Ouw-hong-Ko-sat
431 gulungan angin Yo-kak-hong berhenti dan lenyap,
kejadian itu selalu terjadi pada waktu menunjukkan Sin-sie (antara jam 3-5 sore).
Kejadian itu sebetulnya permainan apa sampai
saat ini juga aku tidak mengetahui."
Si pengemis cilik Ho Ho yang mendengar
penuturan tukang kayu itu, berjingkrak-jingkrak
kegirangan. Si tukang kayu yang menyaksikan kelakuan si
pengemis cilik Ho Ho agak tercengang heran, tapi
cepat ia berkata, "Sebaiknya kalian anak-anak
jangan menuju kepuncak gunung itu, sungguh
berbahaya, selain binatang-binatang buas mungkin
juga di sana muncul siluman."
Setelah berkata begitu si tukang kayu segera
melanjutkan perjalanannya. Tanpa menunggu
reaksi kedua pemuda itu ia mengangkat potonganpotongan kayunya dipanggul lalu lari turun
gunung. "Toako, bagaimana rencana selanjutnya untuk
menyelidiki tempat itu ?" tanya si pengemis cilik Ho
Ho. "Mengapa kau mesti tanya bagaimana, atau
tidak bagaimana ?" berkata Liong Houw, "malam
ini juga kita lanjutkan perjalanan menuju puncak
gunung untuk membasmi para siluman-siluman
itu." 0)0o?d^w?o0(0 432 Jilid ke 10 SI PENGEMIS cilik berpikir sebentar lalu
memberi usul : "Menurut hematku, lebih baik kita
pulang dulu, memberitahukan kepada suhu dan
kawan-kawan yang berkepandaian tinggi, karena
dengan ilmu siluman yang menculik gadis-gadis
dengan menggunakan angin Yo-kak-hong tentunya
siluman itu memiliki ilmu kepandaian hebat,
sudah pasti ilmu silatnya tidak berada dibawah
kepandaian kita." Tapi Liong Houw lain pendapatnya, sebelum
menjajal kepandaian orang itu perlu apa takuti
segala macam siluman. "Aku si pengemis cilik Ho Ho bukannya bernyali
tikus takut mati," kata Ho Ho, "Yang kupikirkan
setiap apa yang kita kerjakan harus mendapatkan
hasil yang gemilang, jangan sampai gagal ditengahtengah, bagaimana sekiranya kalau akhirnya kita
tertangkap mereka, toch rahasia ini akan tertutup,
untuk seterusnya si siluman bebas melakukan
kejahatannya didalam rimba persilatan."
Setelah mendengar keterangan si pengemis cilik,
Liong Houw menganggukkan kepala, ia setuju
pendapat sang adik angkat yang ugal-ugalan tapi
juga bisa berpikir panjang.
Maka mereka berunding. Liong Houw naik
keatas puncak gunung menyelidiki kemisteriusan
itu, sedang si pengemis cilik Ho Ho menunggu
dibawah kaki gunung. 433 Liong Houw berkata kepada si pengemis cilik Ho
Ho, "Kalau pada kentrongan ketiga nanti malam
aku belum turun gunung, itu berarti kau tidak
perlu tunggu lama-lama disini, cepat laporkan
pada suhumu yang aku disini mendapat
kecilakaan." Setelah berkata begitu Liong Houw dengan gesit
melejit kearah puncak gunung.
Mengikuti petunjuk si tukang kayu yang
mengatakan bahwa itu angin Yo-kak-hong selalu
berjalan melalui jalan timur naik keatas gunung,
maka langkah kaki Liong Houw diputar menuju
ketimur mengikuti jalan yang kecil berliku-liku
diatas lereng pegunungan itu.
Tak lama kemudian matahari doyong ke sebelah
barat dan terus menyelusup diantara puncakpuncak pegunungan, tampak pemandangan sore


Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diatas puncak gunung itu amat indah dan permai.
Liong Houw yang mengikuti jalan berliku-liku,
tiba pada satu jalan yang bercabang tiga berliku
menuju keatas puncak gunung, ia tidak
mengetahui jalan yang mana jalan yang menuju ke
tempat sarang siluman. Dengan kecerdikan otaknya, Liong Houw dengan
sekali lihat saja ia sudah dapat mengetahui jalan
yang sebelah kiri adalah jalan yang benar, karena
jalanan itu tampak rata seperti pernah diinjak kaki
manusia, sedang kedua cabang jalan yang lain
banyak batu-batu dan rumput tumbuh disana sini.
434 Dengan melalui jalan itu Liong Houw terus naik
keatas hingga akhirnya sampailah ia kesebuah
jurang. Waktu itu hari perlahan-lahan sudah mulai
gelap, suara gerengan macan dan berbagai
binatang buas terdengar dengan saling sahutsahutan, suara-suara itu mirip dengan jeritan atau
tangisan setan atau jin. Sebagai seorang pemuda yang biasa berjalan
diatas pegunungan, berkeliaran di atas lampinglamping gunung dan jurang, maka suara-suara
gerengan yang menyerupai suara setan dan jin itu
yang ditimbulkan oleh binatang-binatang buas
sudah menjadi biasa, Liong Houw tidak takut atau
keder, dengan tenang terus berjalan kesebelah
atas, hingga akhirnya ia berhasil tiba diatas jurang
yang lebih tinggi. Jurang itu yang merupakan puncak dari gunung
Ouw-ong-san. Diatas puncak itu Liong Houw menampak tiga
rumah berhala, rumah berhala yang paling besar
letaknya ditengah-tengah, dan tampak sangat
angker, sedang disebelah timur selatan berdiri
sebuah pagoda yang sangat tinggi seolah-olah
menembus awan ! Selain itu masih ada dua kelenteng kuno, yang
satu berada dilamping sebelah barat sedang yang
lainnya terletak disebelah puncak barat utara.
Malam itu sang rembulan menguning di atas
langit biru dihiasi bintang-bintang kemerlapan.
Dengan bantuan sinar sang rembulan Liong Houw
435 memperhatikan sekeliling puncak gunung Ouwong-san, disana tak terdapat sebuah rumahpun,
empat penjuru puncak gunung tampak sepi sunyi,
hanya terdengar deruan angin pegunungan
menghembus daun-daun pohon bergoyang-goyang.
Kedua rumah berhala disebelah barat dan
dibarat utara tidak tampak api penerangan,
keadaan kedua rumah berhala itu gelap sunyi sepi.
Pada kelenteng yang berada di-tengah; diruang
besar tampak sinar lampu pelita yang menyorot
keluar, juga dari sana berhembus bau harum asap
hio, juga sayup-sayup terdengar orang bicara.
Liong Houw yang menyaksikan itu, segera
mengetahui bahwa didalam berhala itu tentu ada
penghuninya, entah manusia atau siluman jin atau
setan, lalu ia berlari ke arah berhala itu,
menjejakkan kaki lompat keatas wuwungan
berhala laksana siluman terbang.
Dari wuwungan sebelah barat ia berjalan ke
wuwungan sebelah timur dengan kecepatan
laksana terbang. Liong Houw sampai diatas wuwungan dalam
ruangan sebelah timur, ia lalu membelok pula
terus menuju keruang tengah, disana ia ngedakom
diatas wuwungan genteng berhala, dengan
menggunakan sepasang matanya yang jeli
berwarna biru, ia memperhatikan sekeliling empat
penjuru, memperhatikan dengan teliti.
)?kzdw?[ PINTU DEPAN berhala sudah tertutup rapat,
juga tidak tampak sinar penerangan, sedang
436 dikedua pinggiran dipavilyun tertampak banyak
sekali bayangan orang yang sedang bergerak-gerak
dengan tidak berhenti-henti, mereka simpang siur.
Ternyata rumah berhala itu adalah rumah
berhala Ouw-hong-ko-sat, didalamnya terdapat
lima ruangan, diantara ruangan depan dan
ruangan tengah, terdapat satu ruangan Thian-ongthian dengan tiga kamar, diantara ruangan tengah
dan ruangan besar juga terdapat satu ruangan
Ceng-bu-thian yang mempunyai tiga kamar pula.
Didalam ruangan Thian-ong-thian, terdapat
sinar lilin serta bau harumnya asap-hio yang
menembus lubang hidung Liong Houw, begitu pula
dalam ruangan Ceng-bu-thian yang terletak
disebelah belakang ruangan tengah, disana tampak
beberapa orang sedang menyakinkan ilmu berlatih
di waktu malam. Mata Liong Houw terbelalak lebar, karena orangorang itu adalah orang-orang perempuan yang
berusia kira-kira baru -baru 0 tahun, rata-rata
mereka berparas cantik dan memiliki bentuk
potongan tubuh yang menggiurkan bagi laki-laki
yang melihatnya. Liong Houw segera melangkahkan kakinya terus berjalan menuju
keruangan Ceng-bu-tian dengan mengambil jaIan
dari lubang pian rumah berhala lalu memandang
kebawah. Didalam ruangan itu terdapat seorang tosu yang
berwajah persegi dan berjenggot pendek, sedang
badannya memakai pakaian Pak-kwa-siu-kim-toopauw, ditangannya mencekal kebutan, si tosu itu
sedang duduk dibawah patung Ceng-bu-tay-tee,
437 didepannya berbaris berpuluh-puluh perempuan
muda dengan setiap barisan terdiri dari 4 orang
dengan berbaris empat-empat kebelakang, hingga
sampai pada barisan yang kesembilan.
Barisan yang kesembilan paling belakang disana
hanya terdiri dari tiga orang. Perempuanperempuan cantik yang berbaris itu mengenakan
pakaian aneh-aneh, sikap mereka lemah lembut.
Dan menghormat kepada si tosu.
Si Tosu dengan menggunakan sepasang matanya
yang bersinar, memandang kepada perempuanperempuan muda. Begitu pandangan matanya
sampai dibelakang barisan yang kesembilan,
ternyata hanya terdiri dari tiga orang, wajah si tosu
berubah bengis dan gusar, ia membentak : "Itu
perempuan she Lie, mengapa tidak ikut serta
datang kesini mendengar Pun-hoat-su punya
pelajaran ?" Mendengar suara si tosu bernada bengis, segera
tampil satu perempuan yang menjadi kepala
rombongan, perempuan itu berkata : "Harap Hoatsu jangan gusar, itu perempuan memang
mempunyai tulang sombong dan bandel sekali, tapi
setelah menerima nasehat-nasehat serta bujukan
hamba, barulah ia mengetahui bahwa disinilah
sesungguhnya merupakan satu tempat dewa, dan
selanjutnya ia bersedia menerima pelajaranpelajaran Tay-hoat-su, hanya disayangkan bahwa
ia sudah dua hari ini tidak enak badan, kepalanya
sakit dan badannya juga panas, maka ia minta ijin
pada Tay-hoat-su supaya memberikan sedikit
kelonggaran buat tiga hari lamanya......"
438 "Oh kalau begitu, baiklah," berkata si tosu
sambil menganggukkan kepala.
Setelah berkata demikian, si Tosu mengambil
satu peles yang berwarna emas, dari dalam peles
itu, ia keluarkan dua butir pel yang agak besar,
kemudian ia berikan pada perempuan yang
menjadi ketua rombongan dan berkata : "Kau
berikan dua butir pel ini padanya penyakitnya
pasti segera sembuh."
Perempuan kepala rombongan itu menyambuti
dua butir pel, sambil mengucapkan terima kasih,
lalu ia berjalan pergi. Perempuan kepala rombongan keluar melalui
jalan pintu sebelah barat dan terus berjalan
keserambi yang panjang, setelah sampai diujung
serambi kamar tersebut, lalu ia membelok masuk
kesatu pintu yang berbentuk bunder, lalu ia terus
berjalan lagi menuju kesebelah barat.
Perempuan kepala rombongan itu sampai
disuatu ruangan besar, ruangan itu terdiri dari dari 0 lebih kamar, lalu si perempuan kepala
rombongan itu masuk kesalah satu kamar.
Dalam kamar itu terhias indah, didinding kamar
tergantung lukisan Naga, lukisan bunga-bunga
aneka warna, keindahan dan susunan kamar itu
seperti kamarnya permaisuri raja.
Dari atas wuwungan Liong Houw terus
mengikuti langkah-langkah kaki perempuan kepala
rombongan itu, ia ingin tahu apa yang akan
dikerjakan oleh perempuan itu.
439 Mata Liong Houw yang jeli bisa melihat didalam
kamar itu duduk seorang wanita cantik sedang
tulak dagu, ia duduk bengong dengan wajah cemas
dan kuatir. Hampir saja Liong Houw menubruk masuk
menampak wanita muda itu, karena itulah sang
kekasih Lie Eng Eng ! Tapi pikiran jernihnya segera menahan maksud
hatinya, ia urungkan tubrukannya, ia tetap
mengawasi tingkah lakunya perempuan yang
membawa dua pel tadi. Ketika si perempuan kepala rombongan memasuki kamar, Lie Eng Eng sedang menunjukkan wajah duka, dengan tertawa dipaksa
kemudian ia bertanya pada si perempuan kepala
regu yang baru masuk. "Cici datang kesini ada urusan apakah?"
"Moay-moay !" terdengar perempuan itu berkata
pada Lie Eng Eng sambil tertawa, "Semua orang
mengatakan kau ini sesungguhnya sangat bodoh
sekali, kau harus ketahui, pelajaran Hoat-su
sesungguhnya sangat baik, karena kalau saja ia
tidak berjodoh denganmu tentunya Hoat-su tidak
bisa menggunakan ilmunya untuk membawamu
kemari, setelah tiba disini membuktikan jodohmu
sangat bagus. Rejekimu besar. Seorang hidup
didunia buat waktu 100 tahun lamanya, sangatlah
pendek, maka siapakah yang tidak menginginkan
mempunyai umur yang panjang dan awet muda ?
Moay moay ! Kau harus dengar nasehat Gie-cie
yang baik ini, tentu apa yang kukatakan tadi tidak
akan merugikan dirimu, bahkan membawa banyak
440 faedah bagi kehidupanmu kelak dikemudian hari.
Kesehatanmu kini terganggu, sudah kulaporkan
pada Hoat-su, ia memberikan dua butir obat pel
ini, makanlah, nanti kesehatanmu segera akan
pulih kembali dan tubuhmu jadi tambah segar dan
bersemangat." Lie Eng Eng menganggukkan kepala lalu
menghaturkan terima kasih, kemudian ia telan dua
butir pel pemberian si Tosu.
Tak lama kemudian perut Lie Eng Eng terdengar
berbunyi keras sekali, sehingga tidak bedanya
dengan bunyi guntur dan hawa panas segera
menembus keatas dan kebawah tubuhnya, sedang
semangatnya betul saja ia merasakan bertambah,
dalam hati Lie Eng Eng sangat heran, tapi ia masih
tidak mengetahui yang dirinya telah dipengaruhi
oleh satu kekuatan iblis, karena setelah memakan
pel itu, sikapnya berubah, ia kongkouw-kongkouw
dengan perempuan kepala regu tadi membicarakan
soal pelajaran ilmu To dan Siu-heng.
"Kalau aku disuruh Siu-heng dan mempelajari
ilmu To ditempat ini, aku tidak keberatan, karena
hal itu tidak ada bahayanya bahkan banyak
kebaikannya," demikian kata Lie Eng Eng, "Tapi
terhadap satu soal, maafkan saja, meskipun aku
mati aku tidak akan menurut."
"Terhadap soal apakah itu ?"
perempuan kepala regu dengan cepat.
tanya si Lie Eng Eng mendengar pertanyaan itu,
wajahnya berubah merah lalu dengan agak
kemalu-kemaluan ia berkata ; "Itulah soal Twahoat-su berniat mencemarkan kehormatanku !
441 Itulah yang aku tidak bisa lulusi, dengan terusterang kukatakan, meskipun aku dibunuh tidak
nanti aku berikan kehormatanku dicemarkan."
"Anak bodoh !" bentak perempuan kepala regu
itu sambil tertawa. "Hoat-su mau memberikan dua
pil obat padamu, itu disebabkan keberuntunganmu
yang amat besar, mengapa kau tidak mau melulusi
niatannya ?"

Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mana aku berani terima?" berkata Lie Eng Eng
menggelengkan kepala. "Biarlah rejekiku tipis, tapi
aku ingin belajar ilmu dengan jalan suci."
"Setiap orang memang memiliki pikiran lain,"
berkata pula si perempuan kepala regu sambil
tertawa. "Semua itu tidak bisa dipaksakan, jika
kau hanya ingin mempelajari ilmu saja, dikemudian hari kau jangan menyesal, apabila
tidak bisa Ceng ko (naik jadi dewa)."
"Aku tidak akan menyesal," berkata Lie Eng Eng
dengan tegas. Perempuan kepala regu itu tertawa
dan lalu kongkouw-kongkouw yang tidak ada
juntrungannya. Akhirnya si perempuan kepala regu berkata :
"Malam ini Hoat-su akan pergi kekamar no. 13
disebelah timur, untuk memberikan obat pada itu
perempuan yang menetap di kamar itu, maka aku
terus membantu Hoat-su, sampai disini saja dulu,
nanti kita akan bertemu lagi pada besok pagi," lalu
perempuan kepala regu itu pergi keluar kamar
meninggalkan Lie Eng Eng.
Liong Houw yang berada diatas wuwungan, ia
telah dengar apa yang dibicarakan oleh perempuan
442 itu dengan terang dan jelas, ketika menampak
perempuan itu sudah meninggalkan kamar Lie Eng
Eng, segera ia enjot kakinya melayang masuk
kedalam kamar Lie Eng Eng.
Lie Eng Eng melihat adanya sesuatu yang
melayang masuk, kagetnya bukan kepalang, dan
ketika ia tegasi ternyata bayangan itu adalah
bayangannya Liong Houw si pemuda yang sudah
menjadi idaman hatinya. Tanpa disadari ia berseru
kaget dan girang bercampur aduk.
"Titlie !" tegur Liong Houw terharu, "Bagaimana
kau bisa sampai dibawa ketempat ini ?"
"Toako.........sulit untuk menerangkan secara
jelas bagaimana aku sampai diculik ketempat ini,"
berkata Lie Eng Eng, "Hai siluman itu memiliki
ilmu siluman yang tinggi sekali, aku sudah tiga kali
mencoba melarikan diri, tapi setiap kali melarikan
diri setiap kali itu pula si tosu membetot kembali
diriku dengan ilmu silumannya hingga aku tidak
bisa berbuat apa-apa lagi, ingin rasanya aku cepat
mati ditempat ini, tapi kematian itu tidak pernah
kunjung datang. Toako sebaliknya lekas toako
turun gunung cari suhuku, katakan padanya agar
secepatnya minta bantuan Ceng-it Cinjin cianpwe,
hanya Ceng-it Cinjinlah satu-satunya orang yang
sanggup memecahkan ilmu siluman si tosu.
Cepatlah toako pergi turun gunung sebelum
mereka mengetahui kehadiranmu ditempat ini!"
"Sutit, cepat kita lari dari tempat ini!" ajak Liong
Houw. "Tidak mungkin, si tosu siluman sangat lihai
dengan gerakan kita berdua telinganya lebih tajam
443 mendengar langkah-langkah kaki, lebih aman
kalau Toako pergi sendiri, biarlah aku menunggu
disini!" kata Lie Eng Eng.
Liong Houw setelah mendengar ucapan itu,
hatinya sangat terperanjat, tanpa mengucapkan
apapun ia segera melesat pergi meninggalkan
kamar Lie Eng Eng guna secepatnya mencari daya
upaya menolong sang kekasih.
Dari kamar Lie Eng Eng ia terus berjalan menuju
keruangan sebelah timur, ruangan itu mempunyai
satu pekarangan luas disana terdapat berderetderet beberapa kamar.
Jumlah kamar-kamar tersebut sebanjak sebanjak 0 buah, dengan menggunakan jari
tangannya Liong Houw menghitung, sampai pada
kamar yang ketiga belas disana tampak sinar
lampu yang menyorot keluar keadaan kamar itu
terang benderang, sedang penghuni kamar itu
tampak begitu jelas. Pemuda kita dengan berindap-indap berjalan
mendekati kamar itu, ia berdiri dimuka jendela
kamar, ditepi jendela terdapat pot bunga ros, maka
dengan mudah ia berlindung bersembunyi dibalik
pohon bunga ros itu, ia mengintai kedalam.
Apa yang tampak didalam ruangan itu membuat
hati pemuda kita berdebar keras, rasa kemarahannya memuncak. Didalam kamar nomor 13 itulah, seorang gadis
yang baru berusia kira-kira 17 tahun sedang
meronta-ronta berusaha membebaskan dirinya dari
rejangan empat orang perempuan yang sedang
444 menelanjangi tubuhnya, gadis itu diringkus kaki
tangannya, meskipun si gadis berusaha terus
berontak, tapi akhirnya tidak berdaya menghadapi
rejangan keempat perempuan. Dan tubuhnya
berhasil ditelanjangi. Dari luar kamar mendatangi si tosu yang kini
mengenakan pakaian hitam dengan langkah
tenang dan perlahan-lahan ia memasuki kamar itu
dan lalu berdiri didepan pembaringan gadis yang
sudah telanjang tidak berdaya direjang oleh empat
orang perempuan. Tampak tubuh si gadis masih berkutetan
berusaha membebaskan diri. Mulut si Tosu jahat
tampak berkemak-kemik didepan gadis tadi,
matanya menatap tajam kearah mata si gadis yang
masih direjang oleh empat orang perempuan.
Setelah mulut si tosu selesai berkemak-kemik,
tampak si gadis yang direjang mendadak tidur
pulas. "Apakah kotorannya sudah keluar ?" tanya si
tosu pada perempuan yang merejang gadis tadi.
Perempuan itu menganggukkan kepala mengiyakan, kemudian ia mengambil sepotong
baju dalam dari bawah ranjang, dengan tangannya
perempuan itu menunjukkan pada tanda darah
yang terdapat diatas baju dalam itu, kemudian
berkata : "Baru tadi sore keluar."
Setelah itu si tosu memerintahkan keempat
perempuan itu pergi. Si gadis yang tadi tidur pulas
setelah memakan pel yang dijejalkan kedalam
mulutnya, tak lama kemudian membuka mata,
445 wajahnya merah, sepasang mata jeli si gadis itu
memandang kearah si tosu dengan pandangan
mata penuh birahi, mulutnya berkemak kemik
seakan hendak mengucapkan sesuatu tetapi selalu
diurungkan pula. Si tosu yang menyaksikan korbannya sudah
terpengaruh pel obatnya yang ternyata adalah obat
perangsang. Mengetahui kalau sang korban sudah
naik birahinya, ia pura-pura tidak tahu akan
kejadian itu. Ia berjalan mundar mandir dalam
kamar. Sedang si gadis yang nafsu birahinya sudah
terangsang hebat akibat pel obat tadi, matanya
berbinar-binar menatap kearah sipadri yang masih
berjalan mundar mandir didalam kamarnya,
dipengaruhi oleh hawa nafsu birahi yang meluapluap si gadis berkata : "Harap Tay-hoat-su cepat
berikan pelajaran untuk teecu segera laksanakan."
Si tosu yang mendengar permintaan si gadis, ia
membalikkan tubuh menghadapi si gadis yang
masih terlentang telanjang bulat diatas tempat
tidurnya lalu katanya: "Touw-jie. Ini adalah
keinginanmu sendiri.......sudahlah, aku akan
memberikan kepadamu kenikmatan yang luar
biasa yang tidak pernah terdapat didalam dunia
ini." Setelah berkata begitu, si tosu membuka
bajunya dan naik keatas pembaringan. Disaat itu,
telinganya mendengar suara dengusan dari sebelah
luar jendela. Mendengar suara dengusan itu, si Tosu
mengetahui kalau diluar ada orang yang sudah
446 mengetahui akan perbuatannya, tapi dengan
tenang ia menggerakkan tangan kanannya, dari
sana meluncur sinar merah dengan kecepatan luar
biasa menyerang ke arah suara dengusan tadi, tak
lama terdengar suara gedabrukan satu tubuh
manusia. Ternyata suara kedabrukan itu adalah suara
jatuhnya tubuh Liong Houw yang ketika ia hendak
menerobos masuk dengan mendadak menampak
satu sinar merah menyerang kearahnya, tubuhnya
segera melejit mengelakkan datangnya sambaran
sinar merah tadi, tapi kecepatan sinar merah
sungguh luar biasa, belum lagi Liong Houw tahu
apa yang terjadi tubuhnya sudah terjerat oleh jala
kawa-kawa berwarna merah, jatuh ambruk
kelantai. Tubuh Liong Houw berkutetan berusaha
melepaskan jaring kawa-kawa yang mengikat
dirinya, tapi begitu tubuhnya bergerak, begitu pula
si jala itu menjerat semakin erat, akhirnya pemuda
kita terperangkap kedalam sebuah sarang labalaba berwarna merah.
Bertepatan pada saat itu, tampak dua
perempuan muda berlari datang, menggotong
tubuh Liong Houw kesebelah dalam, kemudian
dikeram dikamar kosong dalam pavilyun sebelah
barat. Si Tosu siluman karena adanya gangguan Liong
Houw terpaksa menunda niatannya, setelah
mengetahui si pemuda sudah tertangkap, dengan
kalem, ia melanjutkan usahanya.
447 Didalam kamarnya si tosu siluman berkemak
kemik sekian lama, baru ia suruh seorang
perempuan membawa Liong Houw menghadap.
Tak lama kemudian Liong Houw telah dibawa
menghadap diruangan besar.
"Binatang alas dari mana yang begitu berani
datang ketempat keramat ini?" kata si tosu siluman
sambil tersenyum dingin, "Hayo lekas terangkan
agar nanti kalau kau mati tidak mati penasaran."
Mendengar ucapan si tosu siluman Liong Houw
naik darah, lalu memaki, "Siluman durhaka! Kau telah banyak berbuat
kejahatan, semua orang ingin sekali membunuh
dirimu, kau tanya aku datang kesini hendak
berbuat apa? Huh, tuan besarmu ini datang kemari
sebetulnya hanya hendak mencopot batok
kepalamu, sungguh sial tuan besarmu masuk perangkap, mungkin sudah takdir, sekarang setelah
tuan besarmu tertangkap kalau kau mau bunuh,
bunuhlah, jangan banyak cingcong tidak keruan."
"Sungguh satu binatang alas yang bandel."
terdengar si tosu berkata sambil gelengkan kepala
dan tersenyum dingin. "Kau berani mati, justru
sebaliknya aku tidak menghendaki kau mati. Hai,
kalian cepat bawa binatang alas ini, sekap didalam
kamar tahanan, setiap hari beri sedikit makanan
kering jangan diberi minum, biar ia mati
kelaparan!" Dua orang perempuan segera menganggukkan
kepala, lalu membawa Liong Houw dijebloskan
kedalam kamar tahanan. 448 Pengemis cilik Ho ho menunggu Liong Houw
sampai pada keesokan harinya di waktu Sien-sie
(antara jam 7-9), ia masih belum melihat bayangan
Liong Houw turun gunung. Atas kejadian itu maka ia lantas mengetahui
bahwa Liong Houw mendapat kecilakaan diatas
puncak gunung, atau setidak-tidaknya tertawan
oleh manusia siluman. Maka segera ia meninggalkan tempat itu menuju
kota Siang-im, selanjutnya meneruskan perjalanan
mencari suhunya. Dengan sangat kebetulan sekali didalam
perjalanan ia bertemu dengan Sin-kiong-kiam Ong
Pek Ciauw, guru Lie Eng Eng yang juga sedang
mencari-cari jejak muridnya.
Pengemis cilik Ho Ho menceritakan kepada Sinkiong-kiam Ong Pek Ciauw tentang apa yang
terjadi atas diri Liong Hauw.
Setelah mendengar laporan pengemis cilik Ho
Ho, wajah Ong Pek Ciauw menjadi pucat, dengan
cepat berkata : "Celaka duabelas, menurut cerita
orang, pada limabelas tahun yang lalu digunung
Ong-ong-san telah terjadi beberapa kejadian yang
aneh-aneh, menurut keterangan tokoh tokoh silat
yang pernah menyelidiki di-puncak gunung itu


Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berdiam seorang tosu siluman yang sering
melakukan kejahatan-kejahatan mencemarkan
kesucian wanita baik-baik, ia senang sekali
menggunakan ilmu silumannya menculik gadisgadis dari berbagai tempat, dibawa keatas gunung
dicemarkan kesuciannya, tapi mendadak selama
belasan tahun entah mengapa tidak terdengar lagi
449 jejak beritanya si tosu siluman. Tak kuduga kini ia
muncul kembali digunung Ouw-ong-san. Si tosu
siluman itu ilmunya tinggi dan lihai, orang-orang
yang diculiknya bukan saja gadis-gadis yang tidak
berkepandaian, bahkan orang-orang berilmu tinggi
masih bisa dicomot oleh ilmu siluman si tosu. Si
tosu juga tidak mempan segala senjata tajam,
kulitnya kebal. Menurut kabar, si tosu siluman
paling takut mendengar suara Guntur dan api,
orang yang paling ia takuti ialah Ceng-it cinjin.
Pernah pada limabelas tahun yang lalu, ketika
Ceng-it cinjin melakukan perjalanan ke Siang-im
dari See-cong, lebih dulu ia pergi ke 18 gunung dan
bukit membasmi segala macam siluman dengan
menggunakan pedang Guntur, sejak itulah si tosu
siluman lenyap tiada kabar beritanya lagi. Kau
cepat cari suhumu dua hari kemudian kita
berkumpul dikota Siang-im di Kelenteng Siangceng To-wan. Aku akan berkunjung kegunung
Liong-houw-san meminta bantuannya Ceng it
cinjin." O o odzo o O Mengikuti perjalanan Sin-kiong-kiam Ong Pek
Ciauw dengan menunggang kuda siang malam
melakukan perjalanan menuju gunung Lionghouw-san, hingga keesokan harinya ia tiba dikaki
gunung Liong-houw-san lalu melanjutkan perjalanannya dengan berlarian mendaki puncak
gunung Liong-houw-san menuju ke pesanggerahan
Ceng-it cinjin. 450 Setibanya dipesanggerahan, Sin-kiong-kiam Ong
Pek Ciauw menceritakan hal yang menimpa diri
Liong Houw. Setelah mendengar cerita Ong Pek Ciauw, Cengit cinjin mengangguk-anggukkan kepala lalu
berkata : "Pada lima belas tahun yang lalu, aku
mengubrak abrik sarangnya, entah ia lenyap
kemana, mendadak kini sudah muncul kembali.
Sulitnya si tosu siluman itu memiliki ilmu yang
luar biasa tingginya, ia hanya takut kepada pedang
guntur milikku tapi itupun hanya bisa membuat
siluman itu lari ngacir belum bisa membunuhnya,
lebih-lebih aku sudah bersumpah tidak akan
membunuh, aku tidak bisa melakukan pembunuhan." "Senjata apakah yang bisa memusnahkan tosu
siluman itu dari muka bumi ?" tanya Sin-kiongkiam Ong Pek Ciauw.
Ceng-it Cinjin mengkerutkan kening menarik
napas lalu katanya : "Pedang guntur harus dibantu
dengan Pedang Embun, baru bisa membinasakan
siluman itu menjadi hancur ribuan keping."
"Pedang Embun?" tanja Ong Pek Ciauw heran,
"Apakah pedang yang dimaksud itu Pedang Embun
yang sedang dicari-cari oleh beberapa orang dari
luar benua, lohu maksud orang-orang dari
Hadramaut ?" Ceng-it Cinjin mengangguk kepala.
"Bukankah pedang itu pusaka leluhur dari jagojago Hadramaut ?"
451 Ceng-it Cinjin menggelengkan kepala, katanya :
"Pedang Embun itu adalah pusaka dataran
Tionggoan, bukan pusaka orang-orang Hadramaut." "Aaaaa........" Sin kiong-kiam Ong Pek Ciauw
terkejut. "Apakah Cinjin mengetahui jelas tentang
pusaka itu ?" "Tidak!" jawab Ceng-it Cinjin.
Jawaban itu membingungkan Sin-kiong kiam
Ong Pek Ciauw. Ceng-it Cinjin mengetahui perasaan Ong Pek
Ciauw maka cepat-cepat ia berkata lagi : "Baiklah,
setelah berhasil menolong Liong Houw dan
muridmu, akan kutunjukkan sesuatu yang
berhubungan dengan rahasia Pedang Embun."
Sin-kiong-kiam Ong Pek mengangguk-anggukkan kepala.
Ciauw hanya Ceng-it Cinjin sudah berkata lagi: "Kau bersama
muridku Thio Thian Su segera turun gunung,
sedapat mungkin mencari bantuan beberapa orang
untuk mengurung tempat itu jangan lupa sedia
sebanyak-banyaknya darah anjing hitam dan ambil
kotoran orang perempuan untuk diletakkan
dimana jalan penting, bilamana kalian menampak
si tosu siluman melarikan diri cepat gunakan
senjata-senjata yang sudah diolesi darah anjing
hitam, pasti si tosu siluman akan lari terbirit-birit,
pada saat itu bilamana kalian melihat binatang
gaib macam apa saja bentuknya, jangan sekali-kali
kalian kaget atau takut, karena semua itu adalah
ilmu silumannya si tosu, cuma bisa mengelabui
452 mata orang saja. Maka bilamana kalian menemukan binatang atau makhluk jejadian
apapun, gunakanlah senjata-senjata yang sudah
dipolesi darah anjing hitam. Nah sekarang
berangkatlah, aku akan menyusul kemudian."
Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw setelah mendengar keterangan Ceng-it Cinjin lalu mengucapkan terima kasih kemudian turun
gunung bersama Thio Thian Su.
Sesampainya dikota Siang-im, didalam kelenteng
Siang-ceng To-wan si pengemis cilik Ho Ho sudah
menunggu lama bersama gurunya dan Koangkoang Sin-kay serta sembilan orang anggota
pengemis lainnya. Didalam kelenteng itu mereka mengatur siasat.
Beberapa orang anggota pengemis ditugaskan
mencari beberapa anjing hitam diambil darahnya,
semua senjata, pedang, tongkat maupun senjata
rahasia dipolesi dengan darah anjing hitam, begitu
pula mereka mendapatkan kain kotoran perempuan, baru kemudian berangkat menuju kekaki
gunung Ouw-ong san. O o odwo o O Kembali kita melihat keadaan Liong Houw yang
tertangkap oleh Liok Hap Tojin, itulah nama si tosu
siuman. Liong Houw dijebloskan dalam kamar tahanan
disalah satu kamar pavilyun sebelah barat, dimana
dia sudah tidak punya harapan untuk bisa hidup
lagi. 453 Ketika baru mulai gelap, kuping Liong Houw
yang memiliki ketajaman menangkap suara luar
biasa, mendengar suara langkah-langkah kaki
orang. Dari jendela kamar tahanan ia melihat empat
orang perempuan muda dengan mengenakan
pakaian ringkas berjalan mendatangi, dua orang
perempuan tampak membawa kayu yang berlubang ditengah sebesar piring panjangnya kirakira 10 kaki lebih, kayu itu diletakkan ditengahtengah Cim-chee.
Dari kayu berlubang itu berhembus bau harum
semerbak dihembus angin. Dua orang perempuan lainnya membawa
lambang berwarna merah yang terbuat dari bahan
wool, juga hio, lilin, dan lain-lain macam barang
untuk keperluan upacara sembahyang.
Kembali tampak dua orang perempuan mendatangi dengan menggotong sebuah meja
untuk sembahyang yang terbuat dari kayu jati,
yang kemudian meja itu diletakkan didepan kayu
yang berlubang sedang lilin dan hio diletakkan
diatas meja. Diatas kayu berlubang ditancapkan sebuah
bendera Siu-kiam-chit-seng khie berwarna merah.
Setelah selesai menyiapkan meja sembahyang
membakar lilin dan hio, keempat perempuan muda
itu berjalan kedalam ruangan disebelah barat.
Tidak lama kemudian, dari dalam kamar,
tampak dua orang perempuan tadi memayang
seorang perempuan muda yang berusia kurang
454 lebih -lebih 0 tahun, dibadannya cuma dikeredongi
oleh jubah Kwan-im-tay-piauw yang tersulam
kembang-kembang, ditubuh perempuan itu tidak
mengenakan pakaian dalam, tampak dari jubahnya
yang tipis lekuk liku tubuhnya. Kaki perempuan
itu kecil tidak bersepatu!
Perempuan muda itu langsung dibawa kedepan
meja sembahyang yang sudah disiapkan.
Dari kamar lain mendatangi pula dua orang
perempuan yang juga mengenakan pakaian
ringkas, kedua perempuan itu berjalan dengan
membawa sebuah peti panjang yang terbuat dari
gading, peti gading itu panjangnya kira-kira 8-9
cun lebih, dengan sikap hormat sekali, kedua
perempuan itu meletakkan peti gading tadi diatas
meja sembahyang. Setelah meletakkan peti gading itu, perempuan
tadi membalikkan tubuh menghadapi perempuan
yang dikerudungi oleh jubah tipis: "Moay-moay !
Aku ucapkan selamat padamu, karena Couw-su-ya
akan membersihkan semua darah yang bergelimang dosa dalam tubuhmu, maka dengan
begitu berarti kau akan segera menjadi seorang
suci yang kelak dikemudian hari akan naik
menjadi dewa, dan berumur panjang serta awet
muda, peristiwa ini adalah suara hal yang sangat
bersejarah bagi dirimu dalam menuju kesucian
serta menjaga kecantikan agar kau tetap awet
muda, oleh sebab itu kau tidak usah merasa takut
atau ragu-ragu, tunjukkanlah semangat keberanianmu serta kerelaan hatimu dihadapan
Couw-su-ya yang akan memberi kemurahan hati
455 akan membersihkan darahmu dan memberikan
obat mujijat padamu, nanti dihadapan Couw-su-ya
kau harus mengucapkan terima kasih."
Perempuan muda itu yang mendengarkan
ceramah tadi, dengan tertawa dipaksakan ia
berkata : "Twa-cici! Sama sekali aku tidak takut,
lebih-lebih Couw-su-ya hendak membersihkan
darahku yang mengandung dosa, dan memberi
obat mujijat awet muda, tapi yang membuat hatiku
cemas dan ragu, mengapa dalam melakukan
upacara ini tubuhku harus ditelanjangi bulat
bulat, juga kaki tanganku diikat oleh tali wool
merah ini, seakan jika kupikirkan aku sedang
menjalani hukuman mati, bagaimana aku tidak
menjadi takut ?" Perempuan berpakaian ringkas, segera berkata
dengan lemah lembut ; "Moay-moay, dengarlah
keteranganku, seseorang yang hendak menjadi
dewa, tidak ubahnya seperti seorang yang akan
mati, dengan berbuat seperti orang yang akan mati


Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

barulah kita berhasil menjadi dewa. Couw-su-ya
hari ini akan melimpahkan kebaikan hatinya
kepadamu untuk membantu kau naik menjadi
dewa, maka ia memerintahkan kami berbuat apa
yang sekarang kau alami itu dikarenakan ingin
membantu dirimu dalam menunaikan cita-citamu
menjadi dewa yang sebelumnya harus membersihkan darah kotor yang mengalir dalam
tubuhmu. Setelah darah kotor yang mengandung
dosa itu dikeluarkan, maka tubuhmu akan
menjadi suci, apakah kau mengerti moay-moay?"
456 Si gadis yang akan dijadikan korban setelah
mendengar keterangan perempuan tadi bertanya
lagi : "Cici, kuharap kau jangan terlalu
membohongi aku, sebenarnya Couw-su-ya dengan
cara bagaimana ia akan membersihkan darahku
yang kotor penuh dosa. Bisakah cici memberi
keterangan yang jelas dan jujur agar hatiku
tenang, dan tidak berdebar-debar ketakutan seperti
ini." "Anak bodoh !" kata perempuan berpakaian
ringkas, sambil tertawa. "Kau besarkan hatimu,
Couw-su-ya tidak akan menggunakan golok atau
pedang untuk membabat lehermu, ia hanya akan
menggunakan alat yang kecil untuk menyedot
darahmu yang penuh dosa, juga tidak akan merasa
sakit. Bahkan setelah darah kotor yang mengandung dosa itu diisap keluar tubuhmu akan
bersemangat, kaki tanganmu terasa lemas
sehingga kau mudah untuk naik keatas awan
menjadi dewa. Nah tenangkanlah hatimu dan
jangan takut-takut lagi."
Si gadis yang akan dijadikan korban setelah
mendengar keterangan itu, hatinya menjadi tenang
dan tentram. Perempuan yang berpakaian ringkas setelah
membuat calon korbannya tenang, segera ia
membuka jubah yang mengerudungi tubuh gadis
yang akan dijadikan korban siluman.
Keadaan gadis itu kini sudah telanjang bulat,
tampak kulitnya yang putih bagaikan salju tampak
sangat nyata, sedang kedua buah dadanya yang
menonjol keluar laksana puncak gunung disinari
457 sang matahari pagi, pemandangan demikian bila
tampak oleh seorang laki-laki mata keranjang atau
Iaki-Iaki yang kurang kuat imannya, niscaya
semangatnya akan ketarik dan siang-siang sudah
melayang keluar dari tubuhnya.
Tak lama kemudian dari arah ruangan Samceng-tian terdengar suara gong dipukul tiga kali,
kemudian disusul dengan terdengarnya suara
pukulan gong 3 kali dari jurusan kamar sebelah
timur. Setelah mendengar suara gong tersebut empat
perempuan yang berpakaian ringkas menjadi
sibuk, dengan tali yang terbuat dari wool merah
mengikat sepasang kaki dan tangan perempuan
yang akan dijadikan korban, setelah selesai
mengikat perempuan itu, keempat perempuan tadi
segera menggerek tubuh korban keatas dua buah
patok yang sudah disiapkan, hingga keadaan
perempuan yang akan menjadi korban itu
tergantung seperti orang yang akan melaksanakan
hukuman mati. "Ciecie sekalian ! Harap memberi sedikit
kelonggaran kepadaku," berkata gadis yang
menjadi korban, "Kendorkan sedikit ikatan yang
mengikat tangan dan kakiku, aku sudah tak tahan
lagi, juga lekas dilakukan upacara itu untuk
meringankan penderitaanku ini."
Keempat perempuan yang mengenakan pakaian
ringkas tadi mendengar kata-kata si gadis yang
akan menjadi korban hatinya merasa terharu,
cepat-cepat mereka mengendorkan ikatan tubuh
gadis itu, hingga gadis yang akan dijadikan korban
458 itu tidak merasa sakit akibat ikatan yang mengikat
tubuhnya. Pada saat itu tampak dari pintu bunder kamar
sebelah timur berjalan mendatangi si Tosu siluman
dengan mengenakan jubah Pat-kwa Sia-kim-pauw
yang berwarna kuning, kepalanya memakai topi
tosu, kakinya memakai sepatu yang agak tinggi, sedang ditangannya memegang kebutan.
Dibelakang si tosu siluman berjalan mengikutinya dua orang gadis kecil yang berusia
baru 13 tahun, ditangan kedua gadis kecil itu
memegang sebuah kaca tembaga enam persegi.
Ketika si tosu siluman tiba didalam ruangan
sembahyang, dimana sang korban tergantung,
keempat orang perempuan yang mengenakan
pakaian ringkas lalu berbaris menyambut memberi
hormat kemudian memberikan laporan pekerjaannya. Si tosu siluman setelah mendengar laporan
keempat perempuan itu segera berjalan menghampiri meja sembahyang yang sudah siap
teratur rapi yang katanya untuk menjalankan
upacara membersihkan darah yang kotor kepada
sang korban agar dikemudian hari sang korban
bisa naik menjadi dewa. Si gadis yang dijadikan korban tergantung,
seperti seekor kambing yang akan disembelih.
Gadis itu dengan memaksakan diri tersenyum
getir, dengan mata merah tidak berani memandang
si tosu ia berkata perlahan : "hamba penghuni
kamar no 17 bernama Cu Loan Ing yang akan
mendapatkan budi besar Couw su-ya, maka
459 sebelumnya hamba haturkan banyak terima kasih
atas budi kebaikan Couw-su-ya yang sangat besar,
hamba tidak akan melupakan budi besar ini
sampai hamba mati." "Anak yang baik," berkata si tosu sambil
tertawa, "Kau sungguh baik, tidak percuma aku
hari ini mengeluarkan tenaga untuk menolongmu
agar dikemudian hari bisa naik jadi dewa."
Setelah berbicara begitu si tosu siluman
mengambil sebatang pedang-pedangan kayu yang
terbuat dari kayu Tho yang terletak diatas meja,
pedang-pedangan kayu itu diacungkannya kelangit
kemudian kebumi, kemudian tosu siluman itu
berjalan mengelilingi meja sembahyang mulutnya
berkemak-kemik membaca doa.
Bertepatan dengan itu, dari dalam ruangan Samceng-tian
nampak berlari datang seorang perempuan muda, perempuan itu memberi hormat
pada si tosu kemudian berkata: "Lapor kepada
Couw-su-ya waktu upacara sudah tiba."
Setelah mendengar laporan itu si tosu siluman
menggurat-guratkan pedang-pedangan kayu ke
lehernya sendiri kemudian kebagian urat-urat
bawah tubuhnya dengan mengikuti arah jalan
darah sambil berkemak-kemik.
Setelah berbuat demikian, si tosu siluman
menyerahkan pedang-pedangan kayu pada si
perempuan yang memakai pakaian ringkas.
Sedang seorang perempuan lainnya, dengan
sikap hormat memberikan peti gading kepada si
tosu. 460 Si tosu siluman mengambil dua buah perkakas
yang seperti terompet, panjangnya kurang lebih
delapan chun, ditangannya masing-masing memegang sebuah benda itu.
Dengan tangan kanan memegang sebuah alat
seperti terompet si tosu menyingkapkan rambut si
gadis yang menjadi korban, mencari jalan
darahnya, tangannya terus menyelusuri bagian
dada, iga dan perut di mana terdapat jalan-jalan
darah ditubuh si gadis. Ketika tiba dipaha si gadis, tangan si tosu
dengan masih memegang alatnya meraba-raba
sebentar, ia tersenyum kecil setelah mendapatkan
jalan darah yang dimauinya, lalu menggapaikan
tangan kearah perempuan yang berpakaian
ringkas. Perempuan itu segera menghampiri, ditangannya
memegang bendera Chit-seng-khie, kemudian
bendera itu ditepokkan ke kepala si gadis yang
dijadikan korban sambil berkata : "Cici hari ini
Couw su-ya akan melepaskan budi kebaikan
kepadamu, budi ini kelak tak boleh kau siasiakan...........!"
Cu Loan Ing si gadis yang menjadi korban
matanya masih meram, ketika kepalanya ditepok
oleh bendera Chit-seng-khie, ia merasakan
pahanya sakit seperti digigit serangga.
Ternyata ketika bendera Chit-seng khie ditepokkan ke kepalanya Cu Loan Ing, si tosu
berbareng menusukkan perkakas yang seperti
terompet kepaha gadis itu. Ternyata alat itu adalah
alat untuk mengisap darah orang.
461 Liok Hap Tojin si tosu siluman menusukkan alat
untuk menghisap darahnya dipaha si gadis, ia
menyedot darah gadis itu pada bagian pahanya,
setelah berlangsung sekian saat barulah ia
melepaskan sedotannya dan mencabut kembali
alat penghisap darahnya. Cu Loan Ing seorang gadis yang lemah, setelah
darahnya dikuras dihisap si tosu siluman Liok Hap
tojin, wajahnta berubah pucat laksana kertas,
hampir-hampir ia tidak sanggup mempertahankan
nyawanya lebih lama lagi hidup dalam dunia.
Liok Hap tojin setelah menghisap darah gadis
itu, ia meletakkan kembali alatnya diatas tempat
peti gadingnya, lalu memijit dua kali pada bagian
tubuh Cu Loan Ing, setelah berbuat demikian ia
memerintahkan perempuan yang berpakaian
ringkas membawa masuk sang korban didalam
kamarnya. Cu Loan Ing yang sebagian besar darahnya
sudah dihisap si tosu siluman, tubuhnya menjadi
lemas, ia tidak kuat berdiri, sehingga terpaksa
dipayang oleh empat orang wanita berpakaian
ringkas memasuki kamar. Si tosu siluman cuci mulutnya dan kemudian
duduk dimuka meja sembahyang.
Seorang budak perempuan segera datang
menghampiri dengan membawa peles kecil
berwarna emas yang tingginya kira-kira 5-7 chun,
sedang tutup peles itu berbentuk kepala singasingaan.
462 Liok Hap Tojin lalu membuka tutup peles itu,
dari dalamnya ia mengeluarkan dua butir pel
berwarna putih sebesar buah seri, berbarengan
seorang budak perempuan membawakan segelas
air bening. Tak lama datang pula empat orang perempuan
berpakaian ringkas dengan membawa seorang
perempuan muda yang berusia kira-kira 18--0tahun, perempuan itu sama keadaannya dengan
Cu Loan Ing, hanya dikerudungi oleh kerudung
tipis. Wajah perempuan itu sangat cantik serta
berpotongan tubuh ramping menggiurkan.
Keadaan perempuan itu tidak seperti keadaannya Cu Loan Ing korban pertama yang


Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ragu-ragu dan takut-takut menghadapi si tosu,
tapi perempuan itu berseri-seri tampak wajahnya
gembira sekali. "Perempuan dari kamar No. -. 4 bernama Thio
Yok Bwee dibawa menghadap," berkata salah
seorang perempuan yang memakai pakaian ringkas
kepada Liok Hap Tojin dengan membungkukkan
badan. "Apakah ia baru pertama kali ini menerima
pelajaran ?" bertanya Liok Hap Tojin sambil
mengangkat kepala memandang.
"Ia naik keatas gunung baru 10 hari lamanya,"
berkata si perempuan yang mengenakan pakaian
ringkas sambil membungkukkan badan. "Belum
pernah mendapatkan sedikit pelajaranpun, atau
mendapatkan sumbangan budi Taysu."
463 "Kalau begitu baiklah, segera kau turun tangan
membantu pekerjaanku !" perintah Liok Hap Tojin
menganggukkan kepalanya. Keempat perempuan tadi segera membuka kain
kerudung yang menutupi tubuh Thio Yok Bwee lalu
mengangkat tubuh itu seperti tadi ia lakukan
terhadap korban pertamanya.
Liok Hap tojin si tosu siluman setelah
menyaksikan Thio Yok Bwee diikat tubuhnya
segera menempelkan alat penghisap darahnya
ketubuh gadis itu. Liong Houw yang menyaksikan adegan itu dari
dalam kamar tahanannya darahnya meluap, ia
marah dan gusar, hampir saja disangkanya ia
sedang mimpi menyaksikan perbuatan terkutuk
yang tidak mengenal prikemanusiaan, ia berusaha
berontak keluar dari kamar tahanan itu, tapi apa
mau dikata, kedua tangannya kini sudah dirantai
oleh sebuah rantai yang entah terbuat dari bahan
apa, begitu tangannya bergerak ikatan rantai itu
semakin erat membuat kedua pergelangan
tangannya bertambah sakit. Akhirnya ia menghentikan usahanya yang sia-sia itu. Ia hanya
bisa menyaksikan kelakuan si tosu dengan rasa
kemendongkolan dan gusarnya meluap-luap melewati batas takeran, tapi semua itu ia hanya
bisa ditelan mentah-mentah dan pentang mata
selebar-selebarnya, untuk menyaksikan perbuatan
yang sangat terkutuk tidak mengenal prikemanusiaan. Sementara itu si tosu siluman ketika telah
mendapatkan jalan darah korban kedua, dengan
464 cepat lalu menusukkan alat penghisap darahnya,
tapi baru saja mulutnya akan menghisap darah
perempuan itu, mendadak ia merasakan ada hawa
busuk menyerang masuk kedalam lubang hidungnya, ia mengetahui tentu ada perobahan
apa-apa yang terjadi, tapi sudah terlambat untuk
menarik kembali alat penghisap darahnya.
"Ooooh. . . . Ooooh. . . . Ooooh....."
Terdengar si Tosu siluman mengeluh memuntahkan darah, dan berbareng dengan
kejadian itu ia rasakan kepalanya terasa pening
hampir saja ia jatuh ngusruk, bilamana ia tidak
cepat-cepat kendalikan tubuhnya.
Kejadian itu membuat keempat pengawal wanita
yang berpakaian ringkas terkejut, sehingga
menyebabkan muka mereka pucat, dengan cepat
mereka pada berlutut untuk menerima hukuman
atas kelalaian mereka. Si tosu siluman yang mendadak mencium bau
busuk sehingga kepalanya pening dan muntahmuntah, ia hanya menelungkupkan kepala diatas
meja sembahyang. Ketika sadar dari mabuknya si
tosu siluman menampak keempat wanita pembantu-pembantunya sedang sujut minta
ampun atas kelalaian mereka yang menyebabkan
peristiwa yang tidak diingini terjadi pada diri si
tosu siluman Liok Hap tojin.
Si tosu siluman tidak menggubris keempat
perempuan yang sedang sujut minta-minta ampun,
ia melangkah menghampiri perempuan yang masih
telanjang bulat, ia mengangkat tangannya, dari
sana meluncur sinar merah melayang keluar
465 menabas putus tubuh korban keduanya dari
kamar No. -. 4. Sungguh kasihan nasib perempuan bernama
Thio Yok Bwee dari kamar no. -. 4, ia telah menjadi
kurban mati seketika dengan tubuh terpotong dua
menghadap giam-lo-ong. Keempat perempuan yang sedang sujut meminta
ampun begitu melihat kejadian itu tubuhnya
gemetaran ketakutan, dan dengan suara gemetaran
terputus-putus meratap : "Couw-su-ya harap
ampuni jiwa anjing kami, dan sudilah mengampuni
semua kelalaian kita yang telah membuat kejadian
seperti ini." Diluar dugaan si Tosu siluman bukannya marah
malahan tertawa berkakakan lalu berkata : "Anakanak, kalian jangan takut ! Aku tidak akan
menghukum orang yang tidak berdosa, aku juga
percaya kalian sudah memeriksa diri perempuan
itu, maka kejadian ini bukanlah kesalahan kalian,
kalian jangan kuatir."
Keempat perempuan yang berpakaian secara
ringkas setelah mendengar kata-kata si tosu
siluman perasaan mereka menjadi girang lalu
menghaturkan banyak terima kasih sambil
berlutut diatas lantai. Pembaca yang terhormat, mengapa dengan
tanpa sebab si tosu siluman dengan mendadak
mencium bau yang busuk hamper saja membikin
dia pingsan tak sadarkan diri, lalu melepaskan
sinar merah mencabut nyawanya Thio Yok Bwee
korban keduanya ? 466 Perlu dijelaskan, si tosu siluman sebelumnya
mengisap darah sang korban, ia memeriksa
keadaan perempuan itu dengan teliti, setiap
korbannya diperiksa lebih dulu oleh pembantupembantunya
yaitu perempuan-perempuan berpakaian ringkas tadi, setelah itu barulah si tosu
siluman melakukan kebiadabannya menghisap
darah. Setiap korban yang dihisap darahnya haruslah
seorang perempuan yang masih suci yaitu seorang
gadis betul-betul masih perawan, barulah ia bisa
menghisap darah perawan itu dengan nikmatnya,
tetapi bilamana perempuan yang akan dijadikan
korbannya bukan seorang gadis, ia mengisap darah
perempuan tadi dengan cara lain yang lebih kejam
dan lebih biadab. Siapakah perempuan itu yang sebenarnya, dia
adalah bukan lain Kim-coa Ie si Ular mas jelita
isteri mudanya Cie Tay Peng yang berdarah
histeris. Karena mendengar berita digunung Ouw ong-san
terdapat seorang tosu yang bisa membuat seorang
wanita awet muda dan umur panjang, maka Kimcoa Ie tertarik akan hal itu, segera ia mengembara
mencari tempat itu dengan menggunakan nama
samaran Thio Yok Bwee, agar ia bisa mendapatkan
ilmu awet muda dan panjang umur.
Ketika Kim-coa le diperiksa oleh keempat
perempuan anak murid Liok Hap tojin, ia mengaku
dirinya sebagai perawan bernama Thio Yok Bwee.
Karena darah Kim-coa le yang mengaku dirinya
bernama Thio Yok Bwee telah kotor akibat
467 perbuatannya sering berhubungan dengan laki
mana saja yang ia maui, maka darahnya
mengandung bau busuk. Membuat si tosu siluman
muntah-muntah dan pening kepala, kejadian itu
juga membuat pekerjaan si tosu selama bertahuntahun menghisap darah gadis telah terbuang
sebagian, sehingga tenaganya lenyap beberapa
bagian, karena itu meluap marahnya, dan
membunuh Kim-coa le dengan sinar merahnya.
Liong Houw dengan jelas menyaksikan semua
kejadian itu, ketika si gadis yang mengaku
bernama Thio Yok Bwee itu terpancang telanjang
bulat dihadapannya, hati Liong Houw merasa
mendongkol setengah mati, ia tahu bahwa orang
itu sebenarnya adalah Kim-coa le si Ular mas jelita
yang memalsukan namanya menjadi Thio Yok
Bwee, pikirnya sungguh sial sekali dirinya sampai
dua kali melihat tubuh wanita histeris itu dalam
keadaan telanjang bulat, pertama kali ia
melihatnya didalam kamar dibukit dibawah
berhala kuno Tam-hoa-ko-sie sedang melakukan
perbuatan maksiatnya dengan orang bawahan
suaminya sendiri. Liok Hap Tojin setelah membinasakan Kim-coa le
alias Thio Yok Bwee memerintahkan orangorangnya untuk membawa bangkainya serta
memberesi alat-alat upacara penghisap darahnya,
kemudian ia berjalan kedalam ruangan sebelah
barat. 0odwo0 PADA keesokan harinya, ketika hendak santapan
pagi, Liok Hap Tojin merasakan tubuhnya tidak
468 bersemangat seakan-akan kehilangan sesuatu. orang yang baru Liok Hap Tojin cepat duduk bersemedhi
menenangkan pikirannya yang kalut tanpa sebab
serta memulihkan perasaannya yang tidak tenang
membuat tubuhnya menjadi lemas tak bersemangat. Setelah bersemedhi sekian saat, Liok Hap Tojin
masih saja merasakan kehilangan semangat,
perasaannya kini masih dirasakan tidak enak,
maka ia berpikir, "Apakah ini suatu tanda akan
adanya mara bahaya yang akan menimpa diriku?"
Karena pikiran itu, maka ia pergi berjalan ke
jendela sebelah timur, disana ia membakar
sebatang hio untuk meramalkan apa yang akan
terjadi ? Setelah selesai meramal, tanpa disadari ia
mengangguk kepala sambil berkata kepada dirinya
sendiri: "Pantas aku merasakan tubuhku tidak
bersemangat, sangat lesu dan pikiran tidak enak,
ternyata ada sekawanan anjing hutan yang hendak
membikin susah padaku ! Baik, aku tidak akan
gubris mereka, aku suruh anak-anak muridku saja
yang menghadapi mereka untuk mengusir pergi
semua anjing hutan yang coba menganggu
ketenteramanku, suruh mereka membunuh bunuhi semua anjing-anjing hutan yang tidak
mengenal mampus !" Setelah bergumam begitu Liok Hap tojin segera
memanggil dua orang pengawal perempuannya,
setiap betis perempuan itu ditempeli sebuah jimat
Sin-heng (jimat jalan cepat) lalu memerintahkan
469 mereka berdua untuk pergi ke Lok-hong-san dan
Leng cu-nia untuk memanggil murid bagian depan
dan belakang yang berjumlah-jumlah orang !
Perlu dijelaskan, Liok Hap Tojin mempunyai dua
kelompok murid-murid, yang disebut bagian depan
dan bagian belakang, murid-murid yang berada
dibagian depan berada di Sam-ceng-koan yang


Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkediaman digunung Lok-hong-san, sedang
murid-murid yang berada dibagian belakang
berdiam dikelenteng Sam-sam-koan yang terletak
dibukit Leng-cu nia. Setiap pada tanggal 1 dan 5, Liok Hap Tojin
mengunjungi tempat murid-muridnya untuk
melatih mereka yang bertempat tinggal di Samceng-koan
dan di Sam-sam-koan untuk memberikan Iatihan-Iatihan ilmu siluman kepada
seluruh murid-muridnya. Hasil dari latihan Liok Hap tojin murid muridnya
telah paham dan ahli dalam hal ilmu siluman,
bahkan sifat-sifat seluruh muridnya itu mengikuti
sifat gurunya yang cabul dan tidak berperikemanusiaan. Menerima panggilan sang guru, semua muridmurid Liok Hap Tojin segera berangkat menuju
kegunung Ouw-ong-san, dimana sang guru tinggal
dan melakukan perbuatan terkutuknya.
Anak-anak murid bagian depan disediakan
kamar diruangan bagian barat sedang anak murid
dari bagian belakang diharuskan tinggal dalam
ruangan kamar disebelah timur, dan diharuskan
menunggu kedatangan sang guru si tosu siluman,
470 setiap saat menunggu perintah atau lain-lain
tugas. Ketika hari sudah menunjukkan waktu Yu-sie
(antara jam 5 sampai jam 7 sore) Liok Hap Tojin
lalu berganti pakaian, dengan memakai pakaian
pertapaan yang berwarna kuning, setelah itu ia
berjalan menuju keruangan kamar disebelah barat
untuk memberi perintah kepada murid-murid yang
bagian depan. Semua anak muridnya ketika menampak sang
guru datang, cepat mereka pada berdiri dan
memberi hormat, baru kemudian mereka duduk
kembali membentuk barisan huruf Pat (delapan),
sedikit suara pun mereka tidak berani ucapkan,
suasana ditempat itu menjadi sunyi senyap.
"Murid-muridku sekalian." berkata si tosu siluman. "Pun-su dengan tanpa hujan angin telah
memanggil kalian datang ketempat ini, disebabkan
ada sekawanan berandal dari kalangan Liok-lim
yang tidak tahu diri, dengan kurang ajar berani datang ketempat suci ini guna membikin kerusuhan
dan membuat susah kalian semua, sebetulnya kita
tidak perlu membuat penjagaan yang ketat, cukup
bilamana menggunakan sedikit ilmu saja, kita
sudah bisa membuat mereka mundur kucar kacir
sekaligus, hanya dikarenakan dari jumlah orangorang yang menyatroni tempat kita ini terdapat
orang yang berilmu, maka kita tidak boleh pandang
enteng mereka, sedapat mungkin kita harus
memukul mundur mereka dengan menggunakan
ilmu sakti kita, kalian jangan membunuh banyak
manusia, hanya kalau mereka keterlaluan tidak
471 tahu diri apa boleh buat, bunuh habis mereka,
karena itulah mereka sendiri yang mencari
mampus. Ingatlah baik-baik pesanku ini."
Semua anak muridnya setelah mendengar katakata itu mereka serentak menyatakan mengerti
dan menganggukkan kepala.
"Menurut ramalanku," berkata lagi si tosu
siluman, "Nanti malam mereka akan mulai
bergerak, maka dari itu kita tidak boleh lengah
harus segera membuat persiapan untuk menghadapi mereka." Kembali semua murid-muridnya menyatakan
mengerti serta menganggukkan kepala.
Si tosu siluman setelah memberikan ceramah
kepada murid-murid bagian depan, lalu berjalan
keluar ruangan menuju keruangan kamar sebelah
timur untuk memberikan perintah kepada murid
bagian belakang. Liok Hap Tojin kepada murid-muridnya dibagian
belakang ia juga berpidato panjang lebar, intinya
sama dengan apa yang ia pernah uraikan kepada
murid-muridnya dibagian depan.
"Karena ilmu kesaktian kalian sebetulnya masih
belum seberapa tinggi," menambahkan si tosu
siluman, "maka aku harap saja kalian cukup
berdiri saja disebelah belakang suheng-suheng
kalian dari bagian depan, dan berikan bantuan
secukupnya kepada suheng-suheng kalian, bilamana nampak mereka berada dalam keadaan
terjepit, barulah kalian keluarkan ilmu kepandaian
472 kalian untuk memberikan bantuan menggempur
musuh." Semua anak murid dibagian belakang setelah
mendengar ucapan itu, dengan suara berbareng
mengatakan baik ! Liok Hap tojin setelah memberikan ceramah
kepada semua muridnya, dengan tergesa-gesa ia
pulang kembali kedalam ruangan belakang.
Pada saat itu didalam ruangan tengah sudah
teratur delapan meja perjamuan, serta dalam
ruangan tersebut diatas telah dihiasi mentereng
sekali, juga terpasang lampu-lampu yang berwarna
warni memancarkan sinarnya terang benderang,
sungguh keadaan didalam ruangan tersebut sangat
indah permai. Tak lama kemudian si tosu siluman telah keluar
dari sebelah dalam, dan lalu menyilahkan sekalian
anak muridnya untuk makan minum dengan riang
gembira. Untuk menghibur anak muridnya si Tosu
siluman lalu memerintahkan seorang pengawal perempuan menari dan menyanyi sehingga telah
membuat ruangan itu jadi ramai pula.
Semua anak murid si tosu siluman mendapat
perlakuan demikian dari sang guru mereka semua
riang gembira. Mereka memuji dan bersorak-sorak
bergembira menyaksikan seorang perempuan
menyanyi dan menari, keadaan mereka layaknya
seperti dalam sorga dunia !
Tiba-tiba sang Tosu siluman bangkit berdiri,
murid-muridnya yang menyaksikan sang guru
telah berdiri, mereka segera pada bangkit berdiri,
473 mereka tahu kalau sang guru itu berdiri berarti
akan memberikan perintah atau pesan apa-apa
kepada mereka. Si Tosu siluman menggoyang-goyangkan tangannya lalu berkata, "Malam ini kalian
bergembira ria, sengaja aku sediakan untuk kalian
berpesta pora. Tapi ingat ! Kalian jangan sekali-kali
lalai dalam tugas, karena pada waktu-waktu yang
akan mendatang ini, kalian punya tugas berat, nah
disini aku menjamu kalian agar kalian melampiaskan kesenangan kalian bersuka ria
segembira-gembiranya, kelak apabila kalian menghadapi musuh, kegembiraan itu harus segera
kalian Ienyapkan, kalian harus ganti dengan rasa
nafsu yang gagah berani tanpa kenal takut untuk
menempur musuh yang mengacaukan tempat
dewa kita." Setelah mendengarkan pidato sang guru, mereka
Legenda Golok Halilintar 6 Negeri Orang Mati Odisei Buku Kedua Karya Mary Pope Osborne Darah Asmara Gila 2
^