Pencarian

Pusaka Pedang Embun 5

Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong Bagian 5


semula." Meskipun sang surya dibarat tinggal seupil,
cahayanya masih bisa menerangi bumi.
Dijalan raya yang menuju ke kotaraja, kini
tampak banyak sekali para penunggang kuda
membedal tunggangannya dengan kecepatan kilat.
Kereta biru laut yang catnya sudah tergoresgores akibat benturan ranting pohon di dalam
rimba, kini meluncur di jalan raya mengejar
berlumba menyusul kuda-kuda yang dicongklangkan oleh para penunggang kuda yang
mengenakan pakaian bercorak ragam.
Dibalik rimba ditepi jalan raya tampak
bayangan-bayangan hitam berkelebat-kelebat menuju arah yang sama. Perjalanan dilakukan siang dan malam tanpa
henti-hentinya, akhirnya pada hari kedua, dipagi
hari tampak samar-samar tembok kota yang
membentang luas. 318 Kereta biru laut berkuda empat terus meluncur
mendatangi pintu kota. Liong Houw menyaksikan
diatas tembok kota sudah terjaga kuat oleh barisan
tentara negeri. Mereka siap dengan senjata masingmasing. Beberapa regu berkuda simpang siur
mengontrol diluar tembok kota.
Regu berkuda yang mendengar derap langkah
kaki kuda, serta keretekan menggelindingnya roda
kereta, mereka hanya memandang sejenak tidak
menegur maupun mengganggu perjalanan kereta
Liong Houw. Dipintu selatan kota, tampak beberapa orang
tentara memeriksa orang-orang yang masuk ke
dalam kota, mereka yang dicurigai langsung
ditangkap. Para tentara pemeriksa itu, begitu menampak mendatangi satu kereta biru laut berkuda
empat, segera melapor pada komandannya. Tiga
tentara menunggang kuda mendatangi menyambut
kedatangan kereta itu. Liong Houw segera menghentikan keretanya.
Salah seorang melongok kedalam kereta, tampak
disana duduk si putra hartawan tetiron Ho Ho. Ho
Ho sudah berpengalaman, segera mengetahui
bahwa Tong-hong Hong sudah melaporkan akan
kehadirannya dikotaraja, petugas yang melongok
kedalam juga pasti merasa heran menyaksikan
didalam kereta hanya ada dia sendiri, sedang
menurut keterangan Tong-hong Hong yang datang
adalah putra putri hartawan yang berkepandaian
tinggi, lebih-lebih siputri.
319 Untuk melenyapkan kecurigaannya itu Ho Ho
segera berkata ; "Hai, apakah tuan Tong-hong
Hong sudah tiba ?" Salah seorang penunggang kuda yang menjadi
kepala regu menjawab : "Ya, ya, sudah datang pada
dua hari yang lalu, apakah ......?"
"Akulah orang dari Kun beng !" potong Ho Ho
cepat, "Adik perempuanku sedang mengejar
beberapa orang pemberontak, mereka mencoba
mengganggu perjalanan kami."
"Ayaaa...... Cepat buka pintu gerbang !" teriak
sipenunggang kuda. Memasuki pintu gerbang selatan mereka dikawal
oleh tiga orang tentara negeri. Tibanya si putra
hartawan Ho Ho, mendapat pelayanan baik dari
para petugas-tugas tentara negeri.
Didalam rumah penginapan Ciam-kiok low
dikotaraja, Ho Ho mengambil kamar diatas loteng,
sebelah menyebelah dengan Liong Houw.
Seorang pelayan mengantarkan hidanganhidangan kekamar Ho Ho, setelah meletakkan
hidangan itu ia berkata : "Kongcu, pesan dari
Koksu Tong-hong Hong, jika ingin bertemu dengan
Koksu sampaikan saja pada hamba, nanti akan
hamba sampaikan pada Koksu agar Koksu bisa
menunggu !" Ho Ho tersenyum, ia berkata ; "Sampaikan
terima kasihku pada koksu, aku tidak bisa
mengganggu lebih jauh, oh ya tolong kau bawakan
makanan untuk kusirku, cukup berikan saja ia
buah-buahan dan air mentah !"
320 "Baik kongcu!" kata pelayan itu, berjalan pergi.
Setelah menangsal perut, Liong Houw menghampiri kamar Ho Ho, mereka bercakapcakap merundingkan rencana untuk menolong Pietet Sin-kay.
Pembicaraan mereka dilakukan dengan membisu, semua ucapan-ucapan ditulis diatas kertas, perundingan itu tidak bisa didengar oleh
siapapun juga. Setelah mana, kertas-kertas itu
dibakar. Hasil perundingan selalu melalui tulisan,
Liong Houw dapat mengetahui dari keterangan Ho
Ho bahwa Pie-tet Sin-kay dikurung dalam penjara
dibawah tanah, dibagian barat istana Thian-ongthian.
Pada tengah malam Liong Houw mendapat tugas
untuk menerobos masuk kedalam penjara dibawah
tanah. Setelah perundingan itu selesai, Ho Ho dengan
suara keras berkata ; "Hai, kusir, aku ingin keliling
kota, siapkan kereta !" Lalu ia berjalan keluar kamar menuruni tangga.
Siang itu kereta biru laut mengelilingi kotaraja,
seakan sedang bertamasya menikmati keindahan
kota. Pada waktu malam, ketika kentongan dipukul
dua belas kali, Liong Houw membuka pakaian
luarnya, kini tampak pakaian dalam Liong Houw
yang terbuat dari kulit macan loreng. Rambutnya
yang digelung, kini sudah dibuat sedemikian rupa,
hingga wajahnya tertutup oleh rambut-rambut
gondrong yang awut-awutan.
321 Sedang diatas tempat tidur, Liong Houw
membujurkan bantal, lalu diselimuti dengan
pakaiannya sendiri, hingga tampak sesosok tubuh
yang sedang tidur telentang diatas tempat
tidurnya. Setelah mematikan lampu kamar, Liong Houw
melesat keluar melalui jendela, berkelebatan diatas
genteng-genteng rumah. 0)0o?d^w?o0(0 LIONG HOUW berlompatan diatas genteng
rumah-rumah penduduk dari satu wuwungan
kewuwungan lain ditimpa sinar bintang-bintang
kelap kelip dilangit biru, seakan siluman macan
gentayangan mencari mangsa ditengah kota.
Dibagian utara dan timur tampak beberapa
bayangan hitam melompati tembok disusul dengan
terdengarnya suara hiruk pikuk para penjaga
malam, melepaskan tanda bahaya keudara.
Keadaan malam gelap menjadi terang benderang
dengan berpencarnya sinar api diudara dari tanda
bahaya itu. Tiba diatas genteng istana Thian ong-thian,
Liong Houw melesat lompat ke menara, dengan
tangan menyangkol jendela menara, tubuhnya
bergelantungan menyaksikan keadaan dibawah.
Dimuka istana, sedang berlangsung pertempuran sengit. Dengan bantuan sinar lampu
tengloleng yang terpancang disetiap sudut-sudut
istana, Liong Houw bisa menyaksikan dengan jelas
jalannya pertempuran. 322 Koksu Tong-hong Hong, bersama seorang yang
berwajah hitam berjenggot panjang, mengenakan
pakaian Twa-hong-toan-hoa-kiong-leng,
mengenakan topi Liok-leng-eng-hiong, orang dengan dandanan itu ia pernah lihat diatas lereng
pegunungan di wihara kuno Tam-hoa-ko-sie.
Itulah Cie Tay Peng Tay-ong kepala berandal
raja-raja gunung Go-kong-nia.
Kedua orang itu bertempur mengeroyok seorang
tua berjenggot putih yang berumur kira-kira 60
tahunan. Dibelakang istana terjadi lain pertempuran,
Koang-koang Sin-kay, si pengemis bangkotan
bersama Kim-cee Lonnie menempur Sin-piauw Lok
Kun, jalan pertempuran seimbang.
Dipintu timur kota tampak si Rajawali Cakar
emas bertempur menghadapi ketua berandal
bangsa Biauw, si Ulung ulung berbulu hijau
Chong-eng Jie Long. Dibagian barat istana Sin-kiong-kiam, Ong Pek
Ciauw bersama Pek-bie Locow, sedang berusaha
menerobos pintu penjagaan kamar penjara
dibawah tanah, dua orang jago ini dikeroyok oleh
ratusan tentara negeri dibawah pimpinan si Kodok
Buduk Phie-pian Losu. Dalam empat group pertempuran, Liong Houw
tidak mengenali seluruh jago-jago yang mana fihak
Pie-tet Sin-kay dan yang mana fihak pemerintahan.
Ia belum mengenal satu persatu jago-jago tersebut.
Sesudah Liong Houw memperhatikan jalannya
pertempuran, dengan ringan ia melesat turun dari
323 atas menara melayang kearah barat dimana sedang
berlangsung pertempuran hebat antara Sin-kongkiam Ong Pek Ciauw dan Pek-bie Locow menghadapi keroyokan ratusan orang tentara negeri
yang sengaja dipasang dipintu penjara.
Dari corak perbedaan pakaian yang dikenakan
oleh tentara negeri, dengan melayang-layang
diudara Liong Houw mengibas-ibaskan tangannya
melakukan totokan jarak jauh bunga-bunga
berguguran. Beberapa puluh orang tentara rubuh tertotok
serangan bunga-bunga berguguran. Si kodok
buduk Phie-pian Losu menyaksikan para tentara
negeri tiba-tiba pada bergelimpangan, segera
menghentikan serangannya, ia berdiri melongo,
tidak mengerti perubahan apa yang sudah terjadi.
Begitu pula dengan Sin-kiong-kiam Ong Pek
Ciauw dan Pek-bie Locow, segera menghentikan
serangan mereka berdiri saling pandang.
Selagi ketiga jago itu terlongong-longong tubuh
Liong Houw yang meluncur turun sudah tiba
ditanah. Liong Houw tidak mengenal ketiga orang
yang sedang bengong menyaksikan kehadirannya
ditempat itu, ia melangkahkan kakinya tidak
memperdulikan kepada ketiga jago yang berdiri
menatap kearahnya. "Berhenti !" Tiba-tiba si kodok buduk Phie-pian
Losu membentak, "Disini bukan tempatnya kau
menakut-nakuti orang dengan lagak silumanmu."
324 Begitu selesai ucapannya, serangan angin keras
menyambar kearah batok kepala belakang Liong
Houw. Liong Houw merasakan datangnya sambaran
angin kuat, ia memiringkan kepala kekanan,
kakinya menjejak tanah, melesat kesamping,
memutar tubuh, lalu berdiri menghadapi kearah
ketiga jago. Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw, Pek-bie Locow
sangat heran atas kehadirannya Liong Houw
ditengah-tengah pertarungan itu, mereka berdiri
melengak, pikirnya, dari mana munculnya bocah
begini macam, serta apa maksud tujuan
kedatangannya? Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw yang juga merasa
kesima, tiba-tiba teringat sesuatu dalam hatinya
berpikir keras. Ia ingat Pie-tet Sin-kay pada tiga
tahun berselang pernah menceritakan tentang
munculnya si pemuda gondrong dengan mengenakan pakaian kulit macan loreng, dan juga
telah menyebarkan berita itu kesetiap ketua-ketua
partai. Muridnya Lie Eng Eng, sampai lupa orang
tuanya, lupa tugasnya, ia mengembara mencari
jejak si pemuda gondrong berpakaian kulit macan
loreng ini. Tapi mendadak selama tiga tahun itu
jejak si pemuda lenyap tanpa bekas. Kini tanpa
diduga sudah muncul didepannya.
Pek-bie Locow juga segera sadar, maka ia
memandang Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw yang
dibalas dengan anggukkan.
325 Tepat pada saat itu, Liong Houw membentak
kearah Phie-pian Losu, "Hai dimana Pie-tet Sin-kay


Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ditahan !?" Si Kodok buduk Phie-pian Losu nyengir lalu
katanya : "Kau bocah gila ! Mau apa ?"
Selagi Phie-pian Losu bicara, Sin-kiong kiam
Ong Pek Ciauw dan Pek-bie Locow cepat melesat
menerobos pintu penjara. Phie-pian Losu si kodok buduk menyaksikan
kedua lawannya tiba-tiba melesat menerobos
masuk, tangannya bergerak menghajar punggung
Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw. Sedang dari
mulutnya terdengar suara, kung! Dari sana
menyembur uap putih menyambar kepala Pek-bie
Locow. Tapi serangan itu berhasil dielakkan oleh kedua
jago dengan mudah. Bruk...... cress...... Terdengar dua kali suara pukulan angin, tapak
kodok yang lolos nyasar menyambar tembok
membentuk lima jari tapak tangan dan suara
benturan uap putih yang keluar dari mulut Phiepian Losu, membentur pintu besi penjara berbau
sangit. Phie-pian Losu menampak serangannya berhasil
dielakkan, kembali menghajar kedua jago yang
sedang lari menerobos pintu pertahanan penjara,
tapak tangannya digerakkan.
326 Bertepatan pada saat itu, tubuh Liong Houw
mencelat keudara, diatas udara tangannya
menghajar belakang batok kepala Phie-pian Losu.
Liong Houw bisa membedakan, siapa kawan dan
siapa lawan hanya dalam beberapa gebrakan tadi.
Phie-pian Losu merasakan sambaran angin
diatas belakang kepalanya, segera membatalkan
serangan, ia harus menyelamatkan dirinya lebih
dahulu dari serangan maut yang datang
mengancam secara tiba-tiba, ia robah gerakan
kedua tangannya, memapaki datangnya serangan
dari udara. Bluss........ Terdengar suara pukulan nyasar hampir saja
tubuh si Kodok buduk Phie-pian Losu terjengkang,
karena pukulannya menyerang tempat kosong,
sasaran pukulan tapak kodoknya membentur pian
istana hingga bolong. Serangan Phie-phian Losu mengenai tempat
kosong, segera sadar bahwa ia telah tertipu oleh
lawannya, cepat-cepat membalikkan tubuh, kedua
tangannya diulurkan kedepan menyerang Liong
Houw yang masih melayang diudara.
Belum lagi serangannya mengenai sasaran, tibatiba ia merasakan kedua telapak tangannya
dibentur oleh kekuatan halus, menembusi telapak
tangan, menyusup masuk kedalam tulang-tulang
lengan tangan, seakan ribuan jarum menembusi
tulang-tulang tangan Phie-phian Losu menjalar
kerongga dadanya. 327 Phie-phian Losu terhuyung-huyung mundur,
dengan tubuh terbongkok-bongkok, akhirnya ia
jatuh rubuh ditanah, tanpa mengetahui sebabsebabnya.
Liong Houw berhasil menotok telapak tangan si
kodok buduk Phie-phian Losu, dengan ilmu
totokan bunga-bunga berguguran, tubuhnya
kembali turun ketanah lalu melesat menerobos
pintu kamar tahanan. Liong Houw berlarian didalam lorong panjang
yang berliku-liku, didinding lorong terpancang obor
menerangi jalan lorong dibawah tanah itu.
Disepanjang jalan lorong menggeletak mayatmayat tentara negeri yang sudah tak bernyawa.
Berlarian setengah jam, akhirnya Liong Houw
sampai pada satu tangga batu yang menurun
kebawah, setelah menuruni tangga batu sebanyak
100 undakan, disana terdapat satu pintu, didalam
ruangan dibalik pintu masih terdengar suara
pertempuran. Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw dan Pek bie
Locow, yang juga baru tiba, segera bertempur
melawan keroyokan tiga orang dengan serunya.
Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw menghadapi
seorang lawan tinggi besar, bentuk kepala orang
itu dua kali lebih besar dari ukuran kepala orang
normal. Setiap serangan tangannya mengeluarkan
suara gemuruh. Pek-bie Locow menghadapi dua orang cebol yang
mengenakan pakaian hitam, rambut kedua orang
itu gondrong riap-riapan akibat gerakan tubuhnya
328 yang berlompatan membentur serangan-serangan
Pek-bie Locow. Didinding tembok yang merupakan kamarkamar penjara disana terdapat tiga pintu besi, dari
salah satu pintu dibelakang terali besi jendela
pintu penjara tampak seraut wajah lemah
keriputan dengan rambut awut-awutan.
Liong Houw tiba ditempat itu, kemudian
melompat ketengah kalangan pertempuran, tangannja bergerak kekiri kekanan, melancarkan
serangan totokan bunga-bunga berguguran.
"Hayaaa........!" terdengar suara kaget.
Kelima orang yang tadi bertempur mendadak
lompat mundur, Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw
dan Pek-bie Locow berdiri tegak menyaksikan
lawan-awannya pada sempoyongan mundur, tubuh
ketiga orang itu hampir saja jatuh terjengkang.
Pertempuran berhenti, keadaan menjadi sunyi.
Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw yang mengetahui
kedatangan si pemuda gondrong berpakaian kulit
macan berdiri difihaknya ia tidak mau buang
tempo, segera menghampiri pintu kamar penjara,
dimana terdapat seraut wajah keriput dengan rambut awut-awutan. Sedang Pek-bie-Locow masih
berdiri tegak ditengah-tengah arena menjaga setiap
kemungkinan. Liong Houw berdiri kesima, ilmu totokan bungabunga berguguran tidak berhasil merubuhkan
ketiga orang aneh ini, mereka hanya terhuyunghuyung mundur, lalu berdiri tegak memperhatikan
329 wajah dan dandanan Liong Houw yang tidak kalah
anehnya dengan bentuk tubuh mereka.
"Hei !" tiba-tiba si kepala besar membentak
kearah Ong Pek Ciauw yang menghampiri pintu
penjara. "Jangan coba-coba main gila, begitu pintu
itu terbuka, ruangan dibawah tanah ini segera
terpendam air, kalian semua akan mampus
ditempat ini." Langkah kaki Ong Pek Ciauw ditahan, ia berdiri
menjublek menatap raut wajah yang keriput
dibalik tirai jendela besi pintu penjara.
"Pie-tet Sin-kay."
Hanya suara itulah yang bisa diucapkan oleh
Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw.
Pek-bie Locow juga tercekat. Mendengar suara
peringatan si kepala besar, ia baru mengetahui
bahwa penjara dibawah tanah ini diperlengkapi
dengan alat-alat rahasia yang sulit untuk dijebol.
Kalau saja ia berhasil membebaskan Pie tet Sinkay dari dalam kamar tahanannya, begitu pintu
terbuka, ruangan akan segera terendam air.
Ucapan si kepala besar tentu bukanlah ucapan
gertakan belaka. Liong Houw dengan biji matanya berputaran
memperhatikan keadaan bangunan dibawah tanah
itu, langit-langit bangunan serta dindingdindingnya terbuat dari besi ternyata tak tampak
tanda-tanda yang mencurigakan, juga tidak
terdapat pintu jalan masuk lainnya, kecuali pintu
lorong tadi. 330 Setelah memperhatikan keadaan ruangan dibawah tanah itu, Liong Houw berkata kepada
Pek-bie Locow dan Sin-kiong kim Ong Pek Ciauw :
"jiwie locianpwee, urusan disini biar serahkan pada
boanpwe........" "Hai bocah !" tiba-tiba raut wajah keriput dibalik
terali besi jendela, memotong kata-kata Liong
Houw, "Sebaiknya kau lekas pergi dari sini, tidak
perlu mencampuri urusanku, kematian bagiku
bukan soal apa-apa."
Liong Houw melangkah maju menghampiri
kearah pintu penjara, kepalanya melongok
kedalam, memperhatikan perawakan orang itu.
"Aaaah" tiba-tiba ia mengeluarkan suara
keluhan tertahan. Ternyata orang yang bernama
Pie-tet Sin-kay guru Ho Ho adalah orang tua
gembel yang pernah dijumpainya pada tiga tahun
yang lalu dikota Sio-shia. Ia mengenali bentuk
wajah dan potongan orang, tapi tidak kenal siapa
nama orang itu. Hanya kini wajah orang tua itu
sudah begitu keriput, kotor dengan rambut awutawutan, jika tidak ia mendekati, sulit baginya
mengenali si pengemis Pie-tet Sin-kay.
"Kau....." kata Liong Houw terharu, melihat
keadaan orang tua yang begitu kumel, jauh
berbeda ketika pertama kali ia berjumpa dikota
Siao-shia. "Hmm. . . ." Pie-tet Sin-kay mendengus.
"Kemana saja kau selama ini ? Hai, kau membuat
Ong Pek Ciauw pusing kepala."
331 "Siapa Ong Pek Ciauw ? Mengapa dia harus
pusing kepala karena aku ?" tanya Liong Houw
heran. "Ong Pek Ciauw," berkata lagi Pie-tet Sin-kay
kepalanya dianggukkan keatas matanya melirik
kearah dimana berdiri Sin-kiong-kiam Ong Pek
Ciauw. "Ehh..... cianpwee....." Liong Houw terkejut,
matanya menatap kearah Ong Pek Ciauw.
"Kau membuat orang pusing kepala saja, entah
ada urusan apa, muridnya selama dua tahun ini
mencari-mencari jejakmu, bocah !" kata Pie-tet Sinkay.
Hati Liong Houw deg-degan, kini ia sadar sedang
berhadapan dengan guru si Pedang Macan Betina
Lie Eng Eng, mulutnya bungkam seribu bahasa.
"Hai, anjing tua!" bentak salah seorang cebol
(kate). "Sudah mau mampus, masih ngobrol yang
bukan-bukan ditempat ini."
Liong Hauw membalikkan tubuh melangkah
maju sambil berkata; "Hai ! Kalian manusia
ganjil....." Belum lagi ucapan Liong Houw selesai tiba-tiba
Pek-bie Locow menarik tangan Liong Houw,
"Tunggu!" Liong Houw menghentikan langkahnya menoleh
kearah Pek-bie Locow. Pek-bie Locow berkata : "Kau jangan gegabah,
tiga orang ini memiliki kepandaian luar biasa,
orang yang berkepala besar itu adalah si Gajah
332 dungkul Tiang-pie-lo-twa Mo-mo, sedang dua orang
kate ini adalah sepasang singa ompong Jie-phiethauw Lo Jie, yang sebelah kanan bernama tunggal
Lo dan yang kiri bernama Jie, orang sulit
membedakan mana Lo dan yang mana Jie, hingga
mereka mendapat julukan Jie-phie-thauw Lo Jie
alias sepasang singa ompong !"
Liong Houw menatap wajah-wajah orang kate
itu, ternyata wajah mereka mirip satu sama lain,
seperti pinang dibelah dua maka ia bertanya :
"Bagaimana cianpwe tahu yang satu Lo dan satu
lagi Jie ?" tanya Liong Houw.
"Yang Lo sebelah daun kuping kanannya tidak
ada," kata Pek-bie Locow.
Si gajah dungkul Tiang-pie-lo-twa Mo-mo dan
sepasang singa ompong Jie-phie-hauw Lo Jie
menyaksikan orang-orang yang didepannya mengobrol tidak keruan, mereka kehilangan sabar,
si gajah dungkul Tiang pie-lo twa Mo-mo
menjulurkan tangan kanannya, menyambar tengkuk Liong Houw, gerakan itu tidak terduga
oleh semua orang yang ada disitu, tahu-tahu
tangan kanan si gajah dungkul sudah menyambar
tengkuk Liong Houw, dan tangan kiri menyodok iga
kiri dengan posisi gerak miring ke samping.
Terdengar suara teriakan terkejut dari mulut
Pek-bie Locow, Ong Pek Ciauw dan Pie tet Sin-kay.
Tapi suara teriakan itu belum lenyap diudara,
tubuh si gajah dungkul Tiang-pie-lo twa Mo-mo,
yang menyerang dengan posisi miring kesamping,
tubuhnya keterusan miring jatuh kelantai, sedang
kedua tangannya yang menyerang lemah lunglai, ia
333

Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rubuh melingkar dibawah kaki Liong
Napasnya tersengal-sengal senen kemis.
Houw. Sepasang singa ompong Jie-phie thauw Lo Jie
menyaksikan sang kawan tiba-tiba rubuh melingkar dibawah kaki si gondrong berkulit
macan, matanya terbelalak melotot, kejadian itu
menyadarkan kedua singa bahwa tenaga yang
membentur tubuhnya ketika tadi sedang bertempur menghadapi Pek bie Locow bukanlah
tenaga kekuatan si nenek, tapi akibat serangan
Liong Houw yang tak tampak.
Hati sepasang singa ompong Jie phie thauw Lo
Jie panas membara, sepasang matanya terbelalak
melotot, secara berbareng melayang terbang
menerkam Liong Houw. Liong Houw cepat melejit keudara, ia memapaki
datangnya dua terkaman sepasang singa, kedua
kakinya diangkat dijulurkan kemasing-masing
perut bawah sepasang singa ompong, sedang
tubuhnya dibungkukkan dengan kedua tangan
menyambar kearah masing-masing mata singa
ompong Jie-pie-thauw Lo Jie.
Treesss, tresss .... truk, . . . truk . . . bukkkk
....... Ditengah udara terdengar benturan kekuatan
tenaga halus, dua biji mata terpelanting lompat
jatuh menggelinding dilantai, tubuh kedua singa
terpental menubruk dinding besi penjara, dari
sebelah mata Jie-phie-thauw Lo Jie muncrat darah.
Tubuh Liong Houw melesat turun, berdiri tegak.
334 Tubuh Jie-phie-thauw Lo Jie membentur dinding
besi penjara kini berdiri bersandar, masing-masing
sebelah biji matanya jatuh dilantai.
Si Lo kehilangan biji mata kiri sedang si Jie
kehilangan biji mata kanan.
Jie-phie-thauw Lo Jie yang sudah kehilangan
satu biji mata, mereka menggerang keras,
mulutnya melowek-lowek, tampak gusi-gusinya
yang sudah tak bergigi. Liong Houw, Pek-bie Locow, Sin-kiong kiam Ong
Pek Ciauw ber-siap-siap untuk menghadapi
serangan ganas sepasang singa ompong Jie-phiethauw Lo Jie.
Dengan masih menggereng-gereng sepasang
singa melesat tubuhnya meluncur keudara, clut,
clut......... Aaaaa......... Pie-tet tertahan. Sin-kay didalam penjara berteriak Ternyata kedua singa ompong melesat
dari tempat itu. Suara gerangannya
gertakan belaka agar lawannya siap-siap
menghadapi serangan. Dengan demikian
menduga kalau mereka akan lari ngiprit.
kabur hanya untuk tidak Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw, Pek-bie Locow
dan Pie-tet Sin-kay, menyaksikan perobahan si
tuasi demikian, dalam hati merasa heran, dengan
ilmu apa si bocah gondrong merubuhkan si gajah
dungkul, juga berhasil membutakan mata si singa
ompong. Kalau saja disitu terdapat lain orang yang
335 berkepandaian tinggi, tentu mereka tidak percaya
semua itu perbuatan si bocah gondrong.
Ketika tadi Liong Houw baru muncul di ruangan
itu Ong Pek Ciauw dan Pek-bie Locow sudah
merasa kagum atas kelihaian si pemuda yang
dengan mengibas-ibaskan tangannya berhasil
membuat mundur ketiga jago yang berjulukan
binatang buas itu. Kalau Ong Pek Ciauw dan Pek-bie Locow merasa
kagum atas kepandaian Liong Houw, sebaliknya
Liong Houw yang menyaksikan totokan bungabunga berguguran tidak bisa merobohkan sang
lawan, rasa kagetnya tidak kepalang. Dalam hati
berpikir, apakah ketiga orang ini memiliki ilmu
kebal seperti juga jago dari Hadramaut.
Tadi ketika si gajah dungkul menyerang Liong
Houw, sepasang tangan Liong Houw masih
menggantung dibawah, mengetahui si gajah
dungkul tidak tembus totokan bunga-bunga
berguguran, maka tangan Liong Houw yang masih
berada dibawah, tiba-tiba disentilkan menyerang
bagian selangkangan si gajah dungkul, meskipun
si gajah dungkul memiliki kekuatan luar biasa atau
memiliki kulit setebal kulit gajah tak tembus
senjata, tapi ketika bandulan biji salaknya yang
menggelantung diselangkangan diserang dengan
totokan Liong Houw, terpaksa ia harus melingkar
dibawah kaki si pemuda. Begitu pula ketika menghadapi serangan
sepasang singa ompong bertubuh kate Liong Houw
dengan jurus totokan bunga-bunga berguguran
336 menyerang sebelah biji matanya, hingga membuat
mereka lari ngacir. O)d?o?w(O "JIWIE CIANPWE." kata Liong Houw. "Urusan
disini serahkan saja pada boanpwe, cianpwe
berdua sebaiknya menjaga diluar, oh, juga tidak
perlu, lebih baik segera membantu rombongan
yang sedang bertempur dipintu belakang istana
Thian-ong-thian !" "Hmm....." dengus Pie-tet Sin-kay. "Betul,
sebaiknya kalian berdua pergi kesana, katakan
pada mereka sudah tidak perlu memusingkan
diriku, secepatnya segera meninggalkan kotaraja.
Toch kalian tidak bisa berbuat apa-apa, hukuman
mati dilaksanakan ditempat ini juga, tubuhku
akan terendam didalam penjara ini ! Hai bocah
siapa namamu ?" Pie-tet Sin-kay menatap wajah
Liong Houw. Liong Houw mendapat pertanyaan itu, hatinya
tercekat, jika ia sebutkan namanya pasti
penyamarannya akan segera terbongkar sedangkan
maksud ia menggunakan pakaian kulit macan,
adalah untuk menarik perhatian gadis yang pernah
ia selewengkan, agar segera mencari dirinya, untuk
memudahkan memberi penjelasan tentang perkosaan yang pernah ia lakukan atas diri gadis
itu pada dua tahun yang lalu dikelenteng rusak,
hal ini dilakukannya guna menjaga nama baik
dirinya dalam pengembaraan, menyelidiki asal usul
dirinya yang sangat misterius, kelak bilamana Lie
Eng Eng sudah bisa dibuat mengerti, bisa
337 menerima cinta kasihnya, barulah ia membuka
kedok. Dengan menggunakan kecerdikan otaknya Liong
Houw berkata : "Nama apa artinya, sedang boanpwe tak tahu
she sendiri, boanpwe serahkan pada cianpwe
untuk memanggil apa saja."
"Haayaaaah." Pie-tet Sin-kay bergumam.
"Bocah, kau tidak perlu memusingkan diriku
disini, cepat kau pergi !"
"Hmm .... kakek, apa yang aku suka lakukan
pasti aku lakukan, aku ingin berbuat sesuatu
disini, jangan coba menghalangi, seandainya aku
hendak mencabut jiwa tuamu jangan harap kau
bisa lolos .....!" "Ha, ha, ha, ha, ....!" Pie-tet Sin-kay tertawa
bergelak-gelak. Liong Houw menatap kearah Sin-kiong-kiam Ong
Pek Ciauw dan Pek-bie Locow, dia berkata : "jiwie
cianpwe, sebaiknya jiwie segera membantu
rombongan kawan yang sedang bertempur, untuk
apa berdiri menjublek disini !"
Hati kedua jago itu tercekat mendengar ucapan
Liong Houw, saking kesimanya mereka mundur
selangkah, belum pernah selama sejarah hidupnya,
mereka menemukan bocah yang berani mengeluarkan kata-kata kasar seperti itu, mau
tidak mau, hati mereka juga dongkol, tanpa
sepatah katapun mereka melesat keluar meninggalkan ruangan kamar penjara dibawah
tanah. 338 Pie-tet Sin-kay tertawa berkakakan, katanya ;
"Bocah, mulutmu tajam, ha, ha,.... hai, siapa-apa
yang datang menyatroni ketempat ini ?"
"Tentang siapa-apa orangnya, boanpwe kurang
jelas, hanya diluar telah terjadi tiga kelompok
pertempuran, mendengar berita-berita diluaran
yang datang diantaranya Ceng-it Cinjin, si Rajawali
Cakar Emas dan si nenek yang pernah mengobati
luka boanpwe dikota Siao shia tempo hari, sedang
yang lain-lainnya boanpwe tidak kenal !"
"Hmm.....setan gunung Liong-houw-san juga
datang, hai, mengapa dia mau mencampuri urusan
dunia lagi .....!" terdengar Pie-tet Sin-kay
bergumam. "Hai.......!" tiba-tiba terdengar suara teriakan
orang dipintu lorong. "Bocah kau terima ini,
pergunakanlah mungkin ada gunanya untuk
menolong si tua itu."
Liong Houw menolehkan kepalanya kearah suara
itu, ternyata Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw yang
balik lagi. Setelah melemparkan sesuatu benda
kearah Liong Houw, ia lari keluar.
Sinar cahaya benda yang melayang kearah Liong
Houw berkelerap, clep benda itu sudah berada
digenggaman tangannya. "Haaa.....!" Liong Houw terkejut.
"Ada apa?" tanya Pie-tet Sin-kay heran.
"Pisau belati ini !" Liong Houw menunjukkan
pisau itu pada Pie-tet Sin-kay.
339 Pie-tet Sin-kay mengawasi pisau belati itu, lalu
ia berkata : "Apa kau kenal benda itu?"
"Ah, tidak ! Pisau belati ini sungguh indah ?"
jawab Liong Houw memperbaiki sikap kesalahannya. 0)0o?d^w?o0(0 Jilid ke 08 "MMMMM, pisau belati itu sebetulnya ada dua
bilah, pada setiap gagang terdapat ukiran naga dan
ukiran burung Hong, pisau itu berukiran apa?"
tanya Pie-tet Sin-kay. Liong Houw mendengar keterangan Pie-tet Sinkay, kepalanya seperti disamber geledek, kakinya
melangkah mundur, terus mundur hingga mepet
kedinding besi penjara. Ia memperhatikan ukiran
yang terdapat pada gagang pisau belati itu, itulah
ukiran burung Hong, sedang pisau belati yang
berukiran Naga terdapat pada tubuhnya sejak ia
masih bayi. Pikirannya berkecamuk keras, apakah orang tua
ini tahu asal usul pisau ini, jika Pie-tet Sin-kay
tahu asal usul pisau-pisau ini, pasti jejak asal usul
tentang dirinya segera terpecahkan. Tapi mengapa
pula Pie tet Sin-kay hanya mengatakan ada dua?
Sedang menurut keterangan Thian-lam-it-lo Kak
Wan Kiesu semuanya ada tiga bilah.
340 Pie-tet Sin-kay menampak sikap Liong Houw
yang seperti orang linglung, ia cepat bertanya: "Hei,
kau kenapa?" "Ah, tidak! Gagang pisau ini berukiran burung
Hong, apakah cianpwee tahu asal usulnya?"
"Hm, terlalu berbelit-belit untuk diceritakan,


Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hanya perlu kau ketahui, sepasang belati itu milik
Pendekar Budiman Thio Ban Liong, yang lenyap
secara misteri dalam perkumpulan Ko-lohwee........." Pie-tet Sin-kay tidak meneruskan kata-katanya
tentang pisau itu, cepat ia berkata: "Cepat kau
berikan belati itu!"
Liong Houw menyerahkan pisau belati itu pada
Pie-tet Sin-kay. "Berapa lama kau sanggup menyelam dalam
air?" tanya lagi Pie-tet Sin-kay.
"Aaa ...... setengah hari !" jawab Liong Houw.
Pie-tet Sin-kay melotot atas jawaban Liong
Houw, baru pertama kali ini ia mendengar ada
bocah sanggup menyelam dalam air sampai
setengah hari. Pikirnya bocah ini sedang membual
dihadapannya, maka cepat-cepat Pie-tet Sin-kay
berkata lagi: "Bocah, baiklah, sebentar aku akan
membuktikan bualanmu itu tidak perlu sampai
setengah hari, dua jam cukup, bila selama dua jam
kau berhasil hidup direndam dalam air ini, berarti
kita akan selamat, jika tidak kita akan jadi cacingcacing air."
341 Liong Houw tidak mengerti arti kata-kata Pie-tet
Sin-kay, lalu bertanya : "Apa maksud cianpwe?"
"Bocah, penjara ini aku turut ambil bagian
dalam pembuatannya, haa, haa,haaa.....dengan
pisau belati ini, aku bisa membobol pintu penjara,
juga kubutuhkan seorang yang sanggup membantu, orang itu harus sanggup berendam
dalam air selama dua jam.....ha, ha, ....penjara ini
dibangun pada tigapuluh tahun yang lalu,
dikerjakan oleh tiga ratus orang, waktu itu aku
sendiri tidak menyangka, kalau pada saat ini aku
sendiri yang dikurung dalam penjara laknat
ini.......haa .... haaa . . . . , sayang, saying aku
disekap didalam kamar ini, kalau disebelah huh,
sudah lama aku bisa melarikan diri dari tempat
sial ini, hei, bocah, kau lihat kamar tahanan
sebelah itu tidak tertutup bukan, dibalik dinding
kamar tahanan itu, terdapat sebuah lorong rahasia
yang menembus kesumur istana."
"Cianpwe, pembuatan kamar penjara ini
dilakukan oleh tiga ratus orang, tentu akan tersiar
rahasia tentang adanya penjara dibawah tanah
yang dilengkapi dengan alat-alat rahasia ini ?"
"Nng ....!" dengus Pie-tet Sin-kay. "Memang
demikian seharusnya tapi .... ah, beruntung saja
waktu itu aku berpikir seperti kau, maka aku
segera membuat pintu rahasia yang menembus
kesumur istana, begitu pekerjaan dua hari lagi
akan selesai aku menyelusup keluar dari pintu
rahasia didalam kamar penjara sebelah, hingga
jiwaku selamat, ah, kasihan kawan yang menambal
kembali lubang jalan lorong rahasia itu....."
342 "Maksud cianpwe?"
"Setelah aku keluar dari lorong rahasia disebelah
kamar penjara ini, kusuruh seseorang menutup
lubang lorong, sedang orang itu tidak mengerti apa
maksud permintaanku, ia melaksanakan apa yang
kupinta........setelah pembuatan penjara ini selesai
mereka semua dibunuh mati oleh kaisar."
"Kejam !" teriak Liong Houw.
"Bocah siap !" kata Pie-tet Sin-kay, "Begitu
lubang kunci ini kukorek, kau bantu tarik keluar
pintu besi ini, mengerti ?"
"Mengerti!" jawab Liong Houw, "tapi apakah
pisau belati itu tidak rusak?"
"Hm, kau jangan kuatir pisau ini sama hebatnya
dengan pedang pusaka, barang pusaka yang jarang
terdapat dimuka bumi ! Sedikitpun tidak akan
lecet." Setelah berkata begitu, tanpa memperhatikan
perobahan wajah Liong Houw, Pie tet Sin-kay
segera memasukkan ujung belati dibelakang
lubang kunci dari dalam kamar tahanan.
"Locianpwee !" kata Liong Houw, "Apakah tidak
lebih mudah dikorek dari lubang kunci diluar
kamar, biar boanpwe yang mengerjakannya."
Pie-tet Sin-kay menunda pekerjaannya,
menatap Liong Houw dan berkata :
ia "Pintu ini dikunci dengan kunci rahasia, dimuka
pintu terdapat lubang kunci, tapi itu lubang kunci
palsu. Jendral Anjing itu ketika membuat penjara
ini, kuatir dirinya kelak yang akan dijebloskan
343 kedalam penjara oleh kaisar atau oleh satu kudeta
hingga ia membuat kunci-kunci rahasia pada
setiap pintu yang bisa membuka tanpa menimbulkan terendamnya penjara ini, hayolah
kita mulai!" Setelah memasukkan ujung pisau dilubang
kunci dalam ruangan penjara, Pie-tet Sin-kay
memukul gagang pisau belati, "Truk . . ." ujung
pisau tembus keluar. "Tarik .!" Kreeeeeekeeeeeek ..... Liong Houw berhasil menarik pintu besi penjara.
Berbarengan dengan terdengarnya suara kreekekkkkk.....terdengar pula suara letusanletusan ruangan dalam penjara bergoyang-goyang,
pintu lorong tertutup, atap besi penjara merekah
dari sana mengucur air seperti datangnya air bah
dari langit. Begitu suara letusan terhenti, ruangan di bawah
tanah itu sudah tergenang air.
Tubuh si gajah dungkul Tiang-pie-lo-twa Mo-mo
yang pingsan tertotok gandulan biji salaknya,
ketika tersiram air ia meletik bangun, tapi
gerakannya begitu lemah, ia masih merasakan
sakit dibagian bandulannya, belum lagi tahu apa
yang terjadi mukanya gelagapan ruangan itu sudah
tergenang air. Begitu pintu besi terbuka Pie-tet Sin-kay segera
melejit keluar, dengan gerak-gerakkan tangannya,
ia menyuruh Liong Houw segera memasuki kamar
344 tahanan disebelah, sedang tangannya segera
menarik kaki si gajah dungkul Tiang-pie-lo-twa Momo yang sedang bergerak-gerak gelagapan
bergantung diatas air tubuhnya ngambang keatas.
Dengan menarik kaki si gajah dungkul, Pie-tet
Sin-kay memasuki kamar tahanan disebelah,
dengan tangan kanan, ia memukul dinding besi
kamar tahanan itu, bleng.....pukulan itu disusul
dengan pukulan Liong Houw, bleng, .... bloooss......giur....... Dinding besi bolong, tubuh ketiga orang itu
terdorong air memasuki lorong rahasia.
Kurang lebih dua jam mereka hanyut dalam arus
air, akhirnya tiba diujung lorong buntu, tertutup
oleh dinding batu dengan sekali pukul dinding
batu itu ambruk, dan air menerobos mendorong
ketiga orang itu memasuki lubang batu tadi, tak
lama tubuh-tubuh mereka mumbul dipermukaan
sumur. Mereka berhasil lolos dari cengkeraman maut.
Tubuh si gajah dungkul Tiang-pie lo-twa Mo-mo
yang ditarik kakinya oleh Pie-tet Sin-kay pingsan
tubuhnya kembung penuh air.
Pie-tet Sin-kay berkata : "Bocah, angkat kaki
gajah tolol ini ke atas, lalu kau tendang perutnya,
aku ke dapur mengambil makanan, perutku sudah
setengah tahun tidak makan enak."
"Baik !" jawab Liong Houw, ia segera melakukan
apa yang diperintahkan si pengemis Pie-tet Sinkay, kedua kaki si gajah dungkul diangkat keatas,
hingga kepalanya berada dibawah. Dengan
345 menggunakan dengkulnya Liong Houw menghajar
perut si gajah dungkul yang kembung berisi air.
Buk .... buk .... buk ....
Krolooook....., terdengar suara air ngocor keluar
dari mulut si gajah dungkul.
Buk, buk, dua kali lagi Liong Houw
menggerakkan dengkulnya, baru terdengar suara
dari mulut si gajah dungkul, echeeh, eh.....hei, ....
hei .... Bruk........ Liong Houw memberi hadiah satu dengkul lagi
diperut si gajah dungkul, tubuh yang nyungsang
itu jatuh celentang, air yang keluar dari
permukaan sumur masih terus bor-boran,
menyirami tubuh si gajah dungkul yang celentang
jatuh. Cepat tubuh berkepala besar itu bangun
berdiri, gerakannya lemah sekali, matanya pelarak
pelerek memperhatikan keadaan disitu, dilihatnya
permukaan sumur yang masih bor-boran air,
dihadapannya berdiri si pemuda berpakaian kulit
macan. Pada saat itu, Pie-tet Sin-kay sudah keluar
dengan membawa seekor ayam panggang, ayam
panggang itu dibesetnja menjadi dua potong,
sepotong diserahkan pada Liong Houw.
Liong Houw menggeleng kepala ia menolak
pemberian itu. Pie-tet Sin-kay melemparkan potongan paha
ayam kemuka si gajah dungkul yang baru saja
berdiri dengan mata pelerak pelirik, sikapnya
346 ketakutan. Begitu melihat Pie-tet Sin-kay melemparkan sepotong panggang ayam, tangannya
dijulurkan menyambak ayam panggang itu.
"Hei," kata Pie-tet Sin-kay pada si gajah dungkul,
"Bagaimana ? Ingin hidup atau ingin mati?"
Mendengar pertanyaan itu, dengan terbatukbatuk si gajah dungkul Tiang-pie-lo-twa-Mo-mo
berkata : "Aku bersedia mati ! Mati dalam barisan
kalian !" "Ha, haa.....kau memang cocok mendapat
julukan gajah dungkul. Seliar-liarnya gajah mudah
dijinakkan, ha, ha .!"
"Hee .... eh, kemana dia ?" si gajah dungkul
ngedumel. Pie tet Sin-kay segera menoleh kearah di mana
Liong Houw berdiri, ternyata di-sana sudah tidak
tampak bayangan Liong Houw. Ia sudah lenyap.
O?d=w?O KETIKA Pie-tet Sin-kay tertawa berkakakan,
dengan bantuan sinar-sinar bintang dilangit, Liong
Houw melihat adanya sekelumit cahaya putih
kemerlapan diatas tembok kota sebelah utara.
Hatinya tercekat, itulah kilatan sinar pedang
Ang-lo-po-kiam didalam kegelapan, ia masih ingat
gaya kilatan pedang yang dimainkan si nona jelita
Pedang Macan Betina. Dengan kecepatan luar biasa, ia melesat kearah
munculnya kelebatan sinar pedang yang telah
membawa kenangan dihatinya.
347 Diatas tembok kota bagian utara berbaris
pasukan panah, menghujani tubuh Lie Eng Eng
yang berada diluar tembok kota.
Penjagaan diatas tembok kota ketat dan rapat.
Beberapa kali tubuh Lie Eng Eng melesat naik
berusaha melompati tembok kota, tapi sekian kali
ratusan anak-anak panah menghujani tubuhnya.
Pedang si nona berkelebat menangkis datangnya
serangan anak-anak panah.
Tiba-tiba serangan anak panah terhenti,
keadaan menjadi sunyi senyap, hanya terdengar
suara angin malam. Lie Eng Eng heran, perobahan apakah yang telah
terjadi. Selagi Lie Eng Eng masih terheran-heran, diatas
tembok muncul satu bayangan loreng. Itulah
bayangan si pemuda gondrong berpakaian kulit
macan.

Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Barisan pasukan panah sudah menjadi korban
totokan Bunga-bunga berguguran.
Menampak bayangan yang berdiri diatas tembok
kota dengan rambut gondrong riap-riapan, mata
Lie Eng Eng menjadi liar, pedang ditangannya
tergetar, kakinya mundur selangkah.
Hati Liong Houw juga tergetar, lebih hebat dari
getaran pedang Ang-lo-po-kiam ditangan si nona,
ia berdiri membisu diatas tembok kota.
"Hei ! kau !" terdengar nada suara gemetar dari
mulut si nona, kemudian sunyi kembali.
348 Tiba-tiba tubuh Liong Houw melesat terbang
turun kehadapan si nona. Pedang Ang-lo-po-kiam berkelebat memapaki
datangnya sambaran tubuh Liong Houw.
Tapi gerakan Liong Houw lebih cepat dan lebih
aneh, ia berhasil mengelakkan sambaran pedang,
bahkan berhasil menowel pipi Lie Eng Eng. Lalu
lari melesat meninggalkan tembok kota.
Lie Eng Eng menahan kemarahannya yang
meluap, sampai ia tidak bisa mengucapkan
sepatah katapun, begitu si bocah gondrong melesat
lari, ia juga mengayun langkah, mengejar bayangan
si pemuda gondrong. Dalam waktu sekejapan, mereka sudah berlarian
sejauh empat lie, kini memasuki daerah semaksemak belukar dipinggir kota.
Liong Houw menghentikan langkahnya.
Pedang Ang-lo-po-kiam berkelebat menyambar
batang lehernya. Angin malam berhembus dingin, bertambah
dingin dengan berkesiurnya pedang Ang-lo-pokiam, mengurung tubuh Liong Houw yang masih
basah kuyup. Suara desiran angin yang keluar dari samberansamberan pedang Ang lo-po-kiam membuat semaksemak itu menjadi sunyi, suara-suara jangkerik
lenyap seketika. Kehormatannya Lie Eng Eng sudah dirusak oleh
manusia gondrong ini, ia bertekad bulat
membunuh mati orang yang menodai dirinya, dua
349 tahun sudah ia ubek-ubekan mencari jejak si
manusia jahanam, malam ini kesempatan itu tidak
akan dilepaskan begitu saja, dia harus membunuh
mati laki-laki ini atau mati bersama-sama.
Tubuh Liong Houw berputeran terkurung oleh
hawa dingin sinar pedang Ang-lo-po-kiam, hampirhampir tidak bisa bernapas, ia hanya berputeran,
lompat sana, lompat sini, kadang kala menggelinding ditanah mengelakan serangan
tusukan pedang. Satu ketika tubuhnya menggelinding lalu rebah
di tanah, pedang Ang lo-po kiam dibiarkan
menusuk ulu hatinya. Hati Lie Eng Eng girang bukan kepalang
sasarannya akan menembus jantung lawan, tapi
pada saat ujung pedang menyentuh baju kulit
macan Liong Houw, entah bagaimana, arah pedang
nyeleweng bergeser kekiri, lalu menancap ditanah,
amblas setengah badan, tubuh Lie Eng Eng
terjerunuk. Liong Houw berhasil menotok pedang Lie Eng
Eng arah sasaran nyeleweng menusuk tanah,
sepasang kakinya bergerak, menggunting kedua
kaki si nona, sedang tangan kanannya dijulurkan
cepat keatas menghajar dada Lie Eng Eng, tangan
kirinya menyodok pinggangnya.
Mendapat serangan beruntun sekaligus Lie Eng
Eng melejit keudara, menarik pedangnya yang
tertancap ditanah. Begitu tubuh Lie Eng Eng melejit, gerakan
tangan Liong Houw berubah, ia tidak melanjutkan
350 serangannya tadi, tangan kanan yang menyerang
dada, menyentil pergelangan tangan Lie Eng Eng
yang mencekal pedang, hingga pedang terlepas dari
cekalannya, berbarengan tubuh Liong Houw
meletik keudara, menyambar tubuh Lie Eng Eng
yang sedang ngapung. Setelah bertubrukan di tengah udara, kedua
tubuh itu meluncur turun, ambruk di tanah,
tubuh Liong Houw berada di bawah tertindih
tubuh Lie Eng Eng, hidung Liong Houw membentur
pipi Lie Eng Eng, sedang kedua tangannya
memeluk erat pinggang Lie Eng Eng.
"Lepas bangsat!" teriak Lie Eng Eng serak
tersengal-sengal, "Kau jangan ulangi."
"Hmmm......" dengus Liong Houw, "Kau juga
jangan keterlaluan, pedangmu sungguh ganas,
kedatanganku untuk minta maaf atas dosaku
tempo hari, tapi kau tidak memberi kesempatan........" "Maaf?.......anak jadah !.....enak saja
pentang bacot !" bentak Lie Eng Eng sengit.
kau "Jadi, kau minta lagi, seperti dalam kelenteng
itu, ya?" kata Liong Houw sambil menempel
rapatkan hidungnya dipipi Lie Eng Eng.
Lie Eng Eng menggoyang-goyangkan kepalanya,
menghindari tempelan hidung si pemuda, tapi
gerakan-gerakan itu malah membuat bibir-bibir
mereka bergesekan satu sama lain.
"Hueek......phuih.....!" Lie Eng Eng meludah,
"Mmm, jika kau tidak lepaskan akan kuludahi
mukamu !" 351 "Kau boleh coba !" kata Liong Houw, "Begitu
ludahmu nyemprot kemukaku, kau akan merasakan lagi kenikmatan seperti pada dua tahun
yang lalu . . . ." Lie Eng Eng bungkam. "Hei, apa tidak bisa berunding ?" tanya Liong
Houw memecah kesunyian. "Mau berunding apa ? Hayo ! Lepaskan dulu!
Bajingan tengik!" bentak Lie Eng Eng.
Kini Liong Houw yang membungkam, ya, ia
harus merundingkan apa, ia bingung bagaimana
seharusnya mencurahkan isi hatinya dihadapan si
jelita ini, sulit, terlalu sulit.
Tiba-tiba tubuh Liong Houw bergerak berguling,
membuat posisi lain. "Kau......" kata Liong Houw tidak bisa
melanjutkan ucapannya, seribu satu macam
perasaan berkecamuk dalam otaknya.
"Lepas !" bentak Lie Eng Eng, "Kalau tidak aku
akan bunuh diri menggigit lidah sendiri!"
"Jangan ! Jangan kau berbuat begitu," kejut
Liong Houw. "Jika kau mati, akupun akan bunuh
diri menyusulmu ! Nona, aku .... aku ,..,"
"Cinta ya?" potong Lie Eng Eng, "Huh, macammu
masih mengerti cinta segala, selama dua tahun kau
menghilang menelantarkan diriku, membuat aku
menjadi sampah busuk tersimpan dalam kopor
mas, hayo lepas!" 352 Mendengar ucapan Lie Eng Eng, hati Liong Houw
tambah deg-degan, ternyata si nona sudah bisa
menebak isi hatinya. Ada harapan! Pikir Liong Houw.
Segera ia melepaskan bekapannya, tubuhnya
melejit meninggalkan tubuh Lie Eng Eng yang
masih menggeletak terlentang rebah di tanah.
Sayup-sayup masih terdengar suara Liong Houw.
"Sampai jumpa lagi......"
Lie Eng Eng masih terlentang diatas rumput
rumput hijau ia masih segan bangun, matanya
menatap bintang-bintang di langit, telinganya
kembali mendengar suara jangkrik, otaknya
melayang entah kemana, pikirannya kosong
melompong, semangatnya hilang mendadak.
Didalam pergumulan singkat, Lie Eng Eng bisa
menatap seraut wajah Liong Houw, yang tertutup
oleh rambut-rambut gondrong yang awut-awutan,
masih tampak seraut wajah tampan disinari sinar
bintang, sedang sinar mata Liong Houw kebirubiruan menyorot seakan menusuk ulu hatinya,
membuat ia jadi lemah lunglai, menggeletak di
tanah berumput, rasa cinta mulai bersemi
dihatinya, mau tidak mau ia harus menyerahkan
cintanya kepada orang yang pernah mencicipi
tubuhnya. Dengan gerak ogah-ogahan, ia bangkit berdiri,
mencabut pedangnya yang tertancap ditanah,
pedang itu ia bulang balingkan perlahan,
mengikuti langkah kakinya berjalan menuju
tembok kota. 353 Isi hati Liong Houw sudah bisa ditebak oleh Lie
Eng Eng, mengetahui adanya harapan itu,
semangat cintanya yang membara, tiba-tiba
berganti dengan perasaan malu dan jelus.
Ia melesat lari kedalam kota, melalui jendela
kamar penginapan ia memasuki kamar tidurnya.
Setelah berganti pakaian, ia tidur pada waktu
kentrongan dipukul tiga kali.
Hari sudah berganti pagi,
mancarkan sinar kemilauan.
matahari me- Liong Houw masih terbaring ditempat tidurnya.
Bayangan sinar matahari yang menembusi
celah-celah lubang jendela menyorot mukanya.
Tiba-tiba terdengar suara pintu kamar diketok
orang. Liong Houw terkejut, bangkit dari tidurnya.
Mengucek-ucek mata sebentar, lalu berjalan
menghampiri pintu. Terdengar pintu diketuk lagi.
"Ya, tunggu....." kata Liong Houw yang segera
membuka pintu. "Aya ... aku ketiduran tadi malam,
lupa menolong suhumu !"
"Ssssssttt" Ho Ho meletakkan jari telunjuknya
didepan mulut, berjalan masuk kamar. "Bicara
jangan keras-keras, kudengar dari pelayan,
suhuku sudah berhasil lolos, ia ditolong oleh
pemuda gondrong berpakaian kulit macan,
sungguh aneh.......sampai pagi ini, pertempuran
masih berlangsung terus. Kabarnya rombongan
354 Ceng-it Cinjin sudah terkurung ditengah-tengah
kota, tidak bisa lolos."
"Aaah......!" Liong Houw terkejut.
Ho Ho berkata : "Tadi pagi waktu fajar
menyingsing, sudah datang lagi bala bantuan
pihak pemerintah dari jago-jago dari suku bangsa
Lee dari Siauw-so-kam-ciep !"
"Suku bangsa Lee?" Tanya Liong Houw, "Apakah
kehebatannya ?" "Suku bangsa Lee sama sifatnya dengan orangorang golongan Sam-ie-hwee Pat-houw, kau masih
ingat itu orang berdandan sebagai saudagar Tong
hong Hong yang menjadi pimpinan golongan Samie-hwee ? Suku bangsa Lee lebih ganas mereka
lebih kejam lagi, juga gila jasa, mereka datang
dibawah ketuanya Kong Ko Tek, jumlah mereka
semua seribu orang, terbagi menjadi dua barisan
yang disebut barisan Thiat-kek-kun, kau bayangkan, satu barisan berjumlah limaratus
orang, hai......mereka adalah orang-orang tidak
kenal apa artinya takut."
Hati Liong Houw tercekat kaget, ia merasa
berdosa, mengapa tadi malam tidak langsung
turun tangan membantu para jago rimba
persilatan? Mengapa ia mengurusi soal perempuan.
Mulut Liong Houw seperti patung hidup. melompong terbuka, ia "Hei ! Cepat cuci muka !" kata Ho Ho, "Sesudah
tangsal perut kita segera berdaya upaya memberi
bantuan, setidak-tidaknya mengacaukan jalannya
355 pertempuran." ngeloyor pergi. setelah berkata begitu

Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ho Ho Setelah cuci muka, Liong Houw lompat keluar
melalui jendela gerakannya sangat cepat, memasuki beberapa toko dalam kota, ia
memborong pisau-pisau belati, piring mangkok
sumpit, sekeranjang penuh, barang-barang itu
dipondongnya kembali kepenginapan, diletakkan
diatas tempat duduk kusir dikereta.
Setelah itu ia masuk kedalam rumah penginapan
menghampiri Ho Ho yang sudah duduk dibawah
ruang makan. "Kau sudah makan?" tanya Ho Ho.
"Belum!" jawab Liong Houw, "Sebaiknya cepat
kita berangkat jangan sampai terlambat. Aku
sudah beli alat-alat untuk senjata!"
"Hm, kau makanlah dulu !" kata Ho Ho sambil
menyodorkan beberapa buah apel.
Setelah membereskan rekening sewa kamar, si
putra hartawan tetiron Ho Ho berjalan keluar
menaiki kereta kuda yang sudah disiapkan oleh si
kusir Liong Houw. Liong Houw masih mengenakan pakaian kusir
serta topi kupluknya, hingga tak tampak jelas
wajahnya. Mengetahui sang majikan si putra hartawan Ho
Ho sudah memasuki kereta, ia segera membedal
kereta itu menuju pintu utara kota.
Di jalan raya tampak bertumpuk-tumpuk mayatmayat bergelimpangan, sedang dibagian utara di
356 hadapannya mengepul abu-abu keudara, terdengar
suara beradunya senjata tajam.
Dari atas kereta, Liong Houw memperhatikan
keadaan medan pertempuran.
Yang pertama-tama ia lihat, didepan pintu
gerbang kota berdiri si orang kepala besar, itulah si
gajah dungkul Tiang-pie-lo-twa Mo-mo, sedang
tulak pinggang, matanya pelarak pelirik memperhatikan jalannya pertempuran.
Diatas tembok kota berjejer pasukan panah.
Di medan pertempuran disebelah selatan pintu
utara, tampak seorang berjenggot putih dengan
memegang panji berukir naga bergagang emas,
berkelebat-kelebat menyerang dan menghindari
serangan kurungan dua lapis barisan Thiat-kekkun dari suku bangsa Lee.
Barisan Thiat-kek-kun yang terdiri dari dua lapis
berjumlah seribu orang, mengurung tubuh orang
tua berjenggot. Lapisan yang dimuka, menyerang tubuh Ceng-it
Cinjin si orang tua berjenggot, dengan panji naga
ditangannya. Barisan Thiat-kek-kun yang di belakang
berputar-putaran mengurung barisan yang dimuka. Setiap anggota barisan Thiat-kek-kun hampir
memiliki wajah dan bentuk tubuh yang sama.
Pakaian mereka hitam, mukanya hitam-hitam
hidung lengkung, berjenggot hitam jengat.
357 Dua barisan Thiat-kek-kun dibawah pimpinannya Kong Ko Tek khusus didatangkan
dari Siauw-so-kam-ciep untuk mengurung Ceng-it
Cinjin. Lima ratus barisan orang yang dimuka
mengurung langsung Ceng-it Cinjin dibawah
komando Kong Ko Tek, menyerang dengan senjata
rantai berduri berujung kaitan.
Gerakan serangan mereka sangat rapat rapih
dan teratur, meskipun senjata rantai berduri, bisa
meluncur jauh dan dilakukan dengan cepat, tidak
terjadi benturan antara senjata-senjata mereka.
Dengan senjata gagang panji naga yang terbuat
dari emas, Ceng-it Cinjin mengelakkan datangnya
serangan, sekali-kali ia mengempos tenaga
dalamnya memukul mundur barisan itu, kadang
kala tubuhnya melesat keudara.
Ditengah udara, Ceng-it Cinjin tidak bisa
berbuat apa-apa, karena begitu tubuhnya melayang diudara barisan Thiat-kek-kun yang
dibelakang barisan yang pertama, bertugas
menutup jalan udara dari si jago gunung Lionghouw-san, begitu tubuh Ceng-it Cinjin melayang
diudara senjata-senjata rantai berduri halus
menyerlang menutup jalan keluar.
Jalan darat dan udara sudah tertutup oleh
barisan Thiat-kek-kun suku bangsa Lee.
Bagi Ceng-it Cinjin sebetulnya untuk memecahkan barisan itu tidak sulit, cukup dengan
mengerahkan kekuatan kedua telapak tangannya,
pasti ia bisa menghancurkan barisan itu.
358 Tapi Ceng-it Cinjin tidak berbuat begitu, karena
ia sudah bersumpah tidak akan melakukan
pembunuhan, ia bertempur hanya mengandalkan
gagang panjinya menotok sana sini, toch hasilnya
sangat luar biasa. Pada barisan depan Thiat-kek-kun sudah
menggeletak puluhan orang, roboh tertotok jalan
darahnya. Mereka tidak mati, tapi ilmu kepandaiannya mereka sudah punah.
Liong Houw mengejut les kudanya
dimana terjadi pertempuran enam keroyokan banyak orang. kearah lawan Pie-tet Sin-kay dan kawan-kawannya berenam
menghadapi keroyokan pihak pemerintah di bawah
dua komandan tempur yang terkenal lihay, itulah
si Tong-hong Hong ketua dari Sam-ie-hwee Pathouw dengan tiga kepala suku bangsanya, dilain
pihak, Komando Cie Tay Peng Tay-ong Raja-raja
Gunung, dengan memakai pakaian kebesaran Twahong toan-hoa-kiong-leng dan topi kependekaran
Liok leng eng-hiong dengan mengenakan pakaian
luar berwarna hitam, sedangkan pakaian dalamnya
berwarna merah berkembang-kembang kecil beserta barisan tempurnya terdiri dari :
1. Sin-piauw Lok Kun si Malaikat piauw
. Sinaga beracun Liong-tok Hui-lee
3. si Ular mas jelita Kim-coa Ie
4. si Ulung-ulung Berbulu hijau Chong eng Jie
Long 359 5. Sepasang singa ompong Phie-thauw Lo Jie
yang buta sebelah matanya
6. Si kodok buduk Phie - pian Lo-su.
Dibelakang para jago yang sedang bertempur,
terdapat ratusan prajurit-prajurit kaisar yang
terlatih berkepandaian tinggi.
Liong Houw yang menyaksikan jalannya
pertempuran juga merasa pusing kepala, tidak
meneliti satu persatu jalannya pertempuran itu, ia
hanya menengok ketiap kelompok pertempuran
sepintas lalu, sudah dapat membedakan, mana
fihak kaisar dan mana pihaknya Pie-tet Sin-kay,
matanya jelilatan mencari bayangan si pedang
Macan Betina Lie Eng Eng.
"Aaaa......." Si Pedang Macan Betina Lie Eng Eng, sedang
mengamuk diatas tembok kota dekat pintu utara,
pedang Ang-lo-po-kiam berkelebat-kelebat, sinarsinar perak berkilauan menyambar kepala-kepala
mangsanya, tapi lawan yang datang tidak terhitung
dengan angka, mereka bermunculan seperti air
bah, menyerang tak habis-habisnya, pedangnya
sudah berlumuran darah, sedang baju sutra
putihnya sudah basah merah terkena percikan
percikan darah musuh. Ho Ho siputra hartawan tetiron menongolkan
kepalanya di jendela kereta, ia berteriak teriak;
"Hei......hai.....hai......!"
Liong Houw menghentikan keretanya.
360 Orang orang yang bertempur sudah lama
mengetahui kehadirannya kereta biru laut berkuda
empat, tapi karena informasi Tong hong Hong yang
disebar luaskan kepada setiap komando regu
tempur kaisar, maka mereka tidak satupun yang
berani mengganggu kereta biru laut berikut
penumpangnya, mereka hanya melihat dengan
perasaan heran dan hati penuh tanda tanya.
Setelah berteriak, Ho Ho lompat naik keatas
kereta. Diatas kereta Ho Ho menyaksikan Tong hong
Hong sedang menghadapi Koang-koang Sin-kay,
mendengar suara teriakan Ho Ho, ia segera melejit
meninggalkan medan pertempuran lompat naik
keatas, lalu bertanya : "Kongcu baru datang ! Eh
mana siaocia ?" Dengan membusungkan dada Ho Ho berkata :
"Adikku belum kembali !"
"Aaaa ....!" "Hai, pertempuran ini kapan habisnya," kata Ho
Ho. "Apakah tidak bisa diatur agar lebih cepat
selesai, supaya pemberontak-pemberontak itu
segera bisa dibekuk batang lehernya."
"Hmm ....!" Tong-hong Hong mendengus,
"Bagaimana pendapat kongcu ? Akupun merasa
kuwalahan, kalau saja kurungan barisan Thiatkek-kun berhasil dipecahkan oleh Ceng-it Cinjin,
kukira sulit untuk memenangkan pertempuran"
"Sebaiknya kita atur diatas kereta saja," kata Ho
Ho. "Bisakah tuan panggil itu orang yang
361 mengenakan topi pendekar berbaju dalam merah
berkembang ?" Tong-hong Hong mengangguk-anggukkan kepala
lalu bersiul dua kali, itulah kode rahasia yang
hanya dimengerti oleh para komando-komando
tempur. Maka pertempuran segera berhenti.
Hanya barisan Thiat-kek-kun
bergerak mengurung Ceng-it Cinjin.
yang masih Chie Tay Peng melesat naik keatas kereta.
Mata si Rajawali cakar emas berkilat-kilat,
menampak kongcu berdiri diatas kereta. Ia
menghampiri Pie-tet Sin-kay berbisik-bisik.
Wajah Pie-tet Sin-kay berubah.
Yang datang adalah bantuan kuat kaisar, itulah
suara bisikan si Rajawali cakar emas.
Si Rajawali cakar emas dan Pie-tet Sin-kay
sudah sepakat akan adu jiwa dengan si kongcu
diatas kereta. Begitu menampak Cie Tay Peng sudah berdiri
diatas kereta, si Rajawali cakar emas dan Pie-tet
Sin-kay menerjang maju lompat keatas kereta.
Berbarengan dengan gerakan itu, Kim-coa le si
ular jelita, bersama si Ulung-ulung berbulu hijau
Thong-eng Jie Long menghadang gerakan Pie-tet
Sin-kay dan si Rajawali cakar emas.
Si kusir kereta Liong Houw menundukkan
kepala, tapi sepasang matanya jelilatan memperhatikan setiap perobahan si tuasi yang
362 terjadi dalam medan pertempuran, tangannya
mulai meraba-raba keranjang yang berada


Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

disamping tempat duduknya, yang berisi piring
mangkok pisau dan sumpit.
Pie-tet Sin-kay dihadang oleh siular jelita Kimcoa le, ia berhasil melukai dan memukul
mundurnya, dari pundak Kim-coa le mengucurkan
darah, bajunya robek. Si Ulung-ulung berbulu hijau Chong-eng Jie
Long masih bergebrak dengan si Rajawali cakar
emas. Ho Ho menyaksikan sang guru sudah tidak
mengenali dirinya, Iebih-Iebih setelah bisikan si
Rajawali cakar emas, dada si gembel tua hampir
saja meledak saking panasnya.
Pie-tet Sin-kay melukai si ulung-ulung berbulu
hijau, menjejakkan kaki, melompat naik keatas
kereta. Tapi baru saja tenaganya diempos, mendadak
terdengar suara kliningan.
Mata Pie-tet Sin-kay melotot menatap keatas
kereta enjotan kakinya tertahan, bagaimana si
kongcu bisa memainkan keliningan diatas kereta,
tidak terkecuali keadaan si Rajawali cakar emas, ia
heran menyaksikan si kongcu gila main keliningan.
Keliningan yang dibunyikan si kongcu adalah
keliningan mainan murid Pie-tet Sin-kay, si
pengemis cilik Ho Ho. "Suhu! Awas!" teriak Ho Ho.
363 Hampir saja kepala Pie-tet Sin-kay yang sedang
bengong terlongong-longong hancur terhajar pukulan si naga beracun Liong-tok Hui-lee yang
entah kapan tiba-tiba muncul di tempat itu.
Koang-koang Sin-kay juga turut terbelalak.
Berbarengan dengan berbunyinya keliningan Ho
Ho, Tong-hong dan Cie Tay Peng yang sudah
berada diatas kereta, menyaksikan kelakuan si
kongcu memainkan keliningan, mulut mereka
melongo bengong terlongong-longong, apa pula
hendak dikerjakan si kongcu ini pikirnya.
Belum lagi hilang rasa herannya, tiba-tiba tubuh
Cie Tay Peng diiringi tubuhTong-hong Hong mental
kebawah, dibanting oleh si kusir kereta Liong
Houw. Sesudah tubuh Cie Tay Peng dan Tong hong
Hong terpental, baru mereka sadar bahwa dirinya
sudah tertipu. Meskipun bantingan colongan Liong Houw tadi
sangat kuat, tapi Cie Tay Peng bukanlah
sembarang jago, ia berhasil dibanting Liong Houw
karena dalam keadaan tidak menduga dan tidak
berjaga-jaga, begitu pula keadaan Tong-hong Hong,
mereka jumpalitan di udara dan turun di tanah
dengan kaki tegak menjejak tanah.
"Buka jalan darah !" teriak Ho Ho, sambil
mengantongi kembali keliningannya.
Buka jalan darah berarti membuka jalan untuk
kabur. 364 Tugas kusir beralih ketangan Ho Ho, sedang
Liong Houw sudah mulai beraksi dengan senjata
pisau belati, piring mangkok, sumpit beterbangan
diudara menyambar setiap korban yang mencoba
mendekati kereta. Suara hiruk pikuk terjadi, mayat-mayat bergelimpangan,
jeritan-jeritan ngeri terdengar, teriakan-teriakan menggema disana sini.
Kereta biru laut meluncur terus memutari arena
medan pertempuran. Ho Ho melarikan keretanya kearah barisan
Thiat-kek-kun yang mengurung Ceng-it-Cinjin,
barisan Thiat-kek-kun yang sudah hampir kucar
kacir, kembali mendapat serangan senjata rahasia
yang dilemparkan oleh Liong Houw.
Terdengar suara jerit menyayatkan, tubuh tubuh
suku bangsa Lee, rubuh terjengkang, barisan
Thian-kek-kun hancur berantakan.
Begitu kereta biru laut berputar tiga kali
menggelilingi medan pertempuran posisi pertempuran berubah, pihak para jago rimba
persilatan yang terkurung sejak malam tadi kini
sudah bisa bernapas lega, mayat-mayat para
tentara negeri bergelimpangan ditanah.
Liong Houw dengan menggunakan senjata
rahasia alat-alat dapur, sudah berhasil memecahkan kurungan kuat dari tiga golongan
orang-orang liar dari pasukan kaisar yang
berjumlah ribuan orang. Sang jendral tak tampak dalam pertempuran.
Kemana? 365 Saat itu beliau sedang mandi uap dipijit nona
manis dikamar mandi khusus di sauna Thian-ongthian.
Beliau yakin kemenangan pasti berada dipihaknya, yakin para jago bisa diringkus
seluruhnya, tidak satupun bisa lolos.
Liong Houw yang masih melemparkan senjata
rahasianya diatas kereta, tidak menyadari bahwa
dua sosok tubuh pendek kecil menyambar
kearahnya dari kiri kanan, itulah sepasang singa
ompong Phie-thouw Lo Jie yang sudah buta
sebelah mata masing-masing.
Liong Houw yang asyik melempar-lemparkan
senjata-senjata rahasianya, masih tidak menyadari
bahaya datang selagi ia hendak melemparkan dua
sumpit, tiba-tiba tubuhnya terbentur satu
kekuatan yang dahsyat dari kiri kanan, dengan tak
terkendalikan lagi tubuhnya melayang mental
keudara. Sepasang singa ompong buta tertawa berkakakan, tampak mulutnya celangap-celangap
tanpa gigi, tubuhnya yang pendek bergoyanggoyang tergetar akibat tawanya yang keras dan
nyaring. Tiba-tiba, suara tawa mereka berhenti, tubuh
kedua singa ompong buta jatuh ngusruk kebawah
kereta. Ternyata ketika mereka tadi sedang tertawatawa, Liong Houw yang terpental keudara
berjumpalitan dengan masih memegang dua
batang sumpit, menampak mulut si singa ompong
366 yang sedang celangap-celangap tertawa berkakakan, kedua sumpit itu disesatkan kearah
tenggorokan mereka. Sepasang singa ompong,
Phie-thouw Lo Jie tidak sempat mengelak, sumpit
meluncur masuk kedalam mulutnya, sebagai jago
kawakan Phie-thouw Lo Jie segera menggigit
sumpit yang menyusur masuk kedalam mulutnya,
tapi sumpit gading itu terlalu licin, terasa gusi-gusi
giginya panas, sumpit menembus tenggorokannya,
tak ampun lagi kedua singa ompong Phie thouw Lo
Jie, ambruk jatuh ketanah, setelah kelojotan, ia
masih bisa bangun berdiri melesat kembali keatas
kereta, tapi ditengah udara tubuhnya ambruk
kembali, nyawanya sudah melayang keakherat.
Liong Houw yang baru melepaskan senjata
rahasia sumpitnya, berdiri ditengah medan
pertempuran, tiba-tiba dirasakan sambaran angin
kuat menyerang punggungnya, cepat ia melejit
keudara mengelak datangnya serangan angin
pukulan, berjumpalitan beberapa kali.
Ho Ho menyaksikan sang kawan melejit keudara
mengelakkan serangan musuh, segera membelokkan arah larinya kereta, ia berteriak ;
"Saudara Liong cepat !"
Tepat pada saat tubuh Liong Houw turun
kebawah, kereta sudah tiba memapak datangnya
tubuh itu, hingga Liong Houw berdiri tegak kembali
diatas kereta. Dengan sepasang matanya berkilatan Liong
Houw menyaksikan siapa yang membokong
dirinya. 367 Disana tampak Cie Tay Peng Tay-ong Go-kongnia dengan memondong tubuh Kim-coa Ie yang
sudah terluka masih kelabakan kehilangan
sasarannya, tenaga pukulan yang dilancarkan
membokong Liong Houw meluncur terus menghantam beberapa anggota suku bangsa Lee
yang sudah menimbrung ketempat itu, terdengar
beberapa suara jeritan ngeri dua tubuh manusia
hitam berjenggot terjengkang dengan mengeluarkan kecap asin dari mulutnya.
O?d::k::z?O LIONG HOUW mengenali tubuh yang digendong
Cie Tay Peng, itulah si wanita histeries yang ia
saksikan sedang melakukan perbuatan maksiat
didalam kamar dipesanggrahan Go-kong-nia pada
dua tahun yang lalu, mata Kim-coa le si Ular jelita
histeris dalam pondongan suaminya Cie Tay Peng
meskipun terluka, tapi masih sempat menembakkan sinar mata genitnya kepada si
pemuda, meskipun tubuhnya sudah terluka, darah
histerisnya naik keotak, menyaksikan ketampanan
dan kegagahan Liong Houw dalam medan pertempuran.
Dilain bagian, si Gajah dungkul Tiang-pie-lo-twa
Mo-mo yang sejak pertempuran bertulak pinggang
didepan pintu gerbang, hatinya terkejut, matanya
terbelalak atas hasil prestasi si kongcu dan si kusir
kereta yang berhasil mengacaukan jalannya
pertempuran. Tapi hampir saja tadi ia turun
lapangan meninggalkan tugasnya dipintu yang
telah ditetapkan oleh Pie- tet Sin-kay.
368 Ternyata si gajah dungkul Tiang-pie-lo twa Momo, sudah takluk benar-benar kepada si pemuda
gondrong yang merubuhkannya tadi malam, hingga
ia berbalik haluan, maka instruksi Pie-tet Sin-kay,
ia berpura-pura masih memihak kaisar dan berdiri
menjaga pintu. Sewaktu-waktu agar bisa mendobrak pintu gerbang dengan kekuatan tenaga gajah
dungkulnya. Tadi ketika ia melihat lagak lagunya si kongcu
yang memihak Tong-hong Hong, hampir saja ia
tidak bisa menahan sabar, meninggalkan tugasnya,
hai, pasti kalau sampai si Gajah dungkul Tiangpie-lo-twa Mo-mo salah tangan, kereta biru laut
akan hancur berantakan digulingkannya.
Ho Ho masih terus mengendalikan keretanya
berputaran ditengah lapangan. Sedang Liong Houw
masih melemparkan senjata-senjata rahasianya
kearah pasukan tentara negeri, pertempuran masih
terjadi antara para jago rimba persilatan dengan
jago pihak pemerintah. Senjata rahasia Liong Houw hanya berhasil
merubuhkan jago kelas dua dan kelas tiga, sedang
para jago-jago utama terdiri dari Tong-hong Hong,
Cie Tay Peng dan lain-lainnya tidak mudah terkena
sasaran samberan piring terbang atau mangkok
terbang maupun pisau atau sumpit terbang,
dengan mengunakan lengan bajunya senjatasenjata rahasia itu berhasil dipukul mental.
Saat itu hari sudah tengah hari bolong.
Para jago rimba persilatan yang bertempur sejak
tengah malam sudah hampir kehabisan tenaga,
satu persatu lompat naik keatas kereta.
369 Ho Ho yang menampak Lie Eng Eng masih
mengamuk diatas tembok kota, segera melarikan
kuda-kuda kereta kearah si nona, ia berteriak:
"Hei, cepat lompat !"


Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lie Eng Eng menampak kereta biru laut
mendatangi, tubuhnya segera melesat lompat
kearah datangnya kereta, dengan gerakan indah
dan ringan, sedang pedangnya masih bergerak
berkelebat, memapas beberapa kepala musuh.
Bebasnya Ceng-it Cinjin dari kurungan barisan
Thiat-kek-kun, menambah kucar kacirnya tentara
negeri, dengan berkelebatan bagaikan asap
mengelup gagang emas panji naga merubuhkan
berpuluh-puluh jago sesat rimba persilatan,
mereka lumpuh kehilangan ilmu silatnya.
Pie tet Sin-kay, begitu pula Sin-kiong-kiam Ong
Pek Ciauw bersama Si Rajawali cakar emas, diatas
kereta membantu menyerang lawan dengan
senjata-senjata rahasia yang tersedia diatas kereta,
mata mereka masih sempat menyaksikan gerakangerakan Liong Houw dengan senjata-senjata itu
berhasil merobohkan musuh-musuh kuat, sampai
mata mereka melotot memperhatikan gerakangerakan Liong Houw yang lincah, cepat dan
cekatan, akhirnya mereka lupa membantu si
pemuda, kini hanya menonton setiap sepak terjang
Liong Houw. Apa yang lebih menakjubkan para jago itu,
setiap serangan menimbulkan suara desingandesingan memenuhi angkasa diiringi jerit-jerit
kematian. Setiap jenis senjata rahasia pasti
mengenakan tempat yang sama untuk si korban,
370 sumpit menancap tepat di-tengah-tengah antara
kedua mata sang korban, atau pada bagian batok
kepala sang korban, piring-piring terbang membentur menembusi dada atau punggung,
sedang mangkok-mangkok mampir diatas batok
kepala, pisau belati menembus leher setiap korban.
Setiap sasaran seakan diatur sedemikian rupa,
setiap jenis senjata setiap bagian tubuh lawan.
Hal inilah yang membuat jago-jago tua itu berdiri
kesima. Si Gajah dungkul Tiang-pie-lo-twa Mo-mo begitu
melihat para jago sudah naik keatas kereta,
tubuhnya jongkok, lalu clut, ia lompat kebelakang,
membentur pintu gerbang kota dengan punggungnya, maka terdengar suara gedabrukan
keras. Pintu gerbang menjeblak rubuh, diikuti dengan
terpelantingnya tubuh si gajah dungkul keluar
pintu kota, ia buru-buru bergulingan kepinggir,
kereta biru laut sudah lewat memasuki pintu
gerbang. Si gajah dungkul Tiang-pie-lo-twa Mo-mo lompat
menyambar belakang kereta, lalu naik keatas
bersama-sama dengan rombongan Pie-tet Sin-kay.
Beberapa jago kuat pihak kaisar berusaha
menerjang keatas kereta, tapi tubuh mereka
berhasil dipukul mundur oleh tenaga kekuatan
Liong Houw dan kawan-kawan.
Ho Ho si pengemis cilik melarikan keretanya
kearah timur, pada senja hari mereka tiba disatu
perkampungan. 371 Diatas pintu gerbang kampung itu terpancang
bergoyang-goyang ditiup angin papan merek
bertulisan desa Lip Cun. Para penduduk desa menyambut kedatangan
kereta biru laut dengan wajah keheran-heranan
menyaksikan kemewahan kereta yang meluncur
memasuki pekarangan desanya yang miskin,
disana tampak Thio Thian Su segera berlarian,
menghampiri datangnya kereta itu.
Pie-tet Sin-kay berlompat turun diikuti oleh para
jago lainnya. Dari dalam kereta keluar Koang-koang Sin-kay,
Kim-cie Lonnie, Pek-bie Locow.
Mereka disambut oleh Siauw-ya kepala kampung
desa Lip Cun. Liong Houw yang pernah kesasar kedesa itu
sudah tentu mengenali si orang tua Siauw-ya dan
si A Pong yang juga tampak berdiri diantara orangorang desa, tapi mereka tidak mengenali Liong
Houw yang pernah datang kedesanya dengan
pakaian kulit macan. "Hai!" Ho Ho menegur Thio Thian Su. "Kau tidak
turut ke Kotaraja?" "Suhu memerintahkan aku menunggu disini,"
jawab Thio Thian Su. "Apa suhumu sudah tiba ?" tanya lagi Ho Ho.
Thio Thian Su hanya menggelengkan kepala
saja. 372 Hari menjadi gelap, para jago masuk kamar
masing-masing yang telah disediakan oleh kepala
kampung Lip Cun mereka istirahat.
Hari berganti pagi. Sinar matahari menyorot terang, suara kekeruyuk ayam jago bersahut-sahutan, burungburung berkicau lagi, bebek mengowek, kambingkambing mengembek mencari makanan.
Kesibukan diatas dunia mulai ramai kembali.
Lie Eng Eng yang baru saja membuka matanya
masih rebah diatas pembaringan, ia belum mau
bangun dari tempat tidurnya masih terbaring
rebah mengenangkan pengalaman kemarin malam
bertemu kembali dengan si pemuda gondrong
berpakaian kulit macan. Sedang otaknya melamun diawang-awang,
matanya yang jeli masih sepet, kebentur dengan
secarik kertas tertancap sebatang ranting pohon
didinding kamar. Ayaaaaa ....... Ia bangkit, melangkah menghampiri carikan
kertas itu. Dicabutnya ranting pohon yang menancap
dipapan, kertas yang bertulisan diperhatikannya,
ternyata itu adalah sepucuk surat yang berbunyi :
Nona yang gagah jelita, Pertemuan kedua, sejak hubungan tidak resmi
kita dikelenteng rusak dua tahun yang lalu, mem-
373 bawa kenangan lebih dalam dikalbuku, mohon
maaf atas tindakan kasar tadi malam.
Semoga lain kali nona bisa lebih lunak untuk
diajak bicara. Cukup kiranya tulisan buruk ini
pengganti kata-kata penyambung lidah.
sebagai Sampai jumpa pula. Setelah membaca isi surat tanpa tanda tangan,
Lie Eng Eng duduk numprah diatas tempat
tidurnya, isi benaknya berkecamuk macam-macam
pikiran, keputusan yang pernah diambil untuk
membunuh si gondrong berkulit macan, mendadak
lenyap seketika. Berganti dengan keinginan
bertemu kembali dengan pemuda itu.
Keputusan terakhir harus menunggu hasil dari
pada pertemuan selanjutnya, apakah ia harus
membunuhnya, ataukah. . . . hai, sepintas lalu. . . .
kemarin malam ia bisa menatap wajah si gondrong
dengan bantuan sinar-sinar bintang, raut-raut
wajah itu menunjukkan wajahnya seorang pemuda
tampan. Menilik dari tulisan dan ucapan kata-kata
disuratnya, menunjukkan ia seorang murid dari
seorang terpelajar, mengingat kekuatan kepandaiannya ia juga dapat digolongkan murid
orang pandai rimba persilatan.
Lain pikiran membuat hatinya bergidik, surat ini
ditancapkan diatas dinding tanpa menimbulkan
suara, lebih-lebih tertancap hanya dengan
sebatang ranting pohon yang kecil sekali, dari sini
betapa lihaynya si pemuda, kalau saja ia berniat
374 busuk untuk mencemarkan kehormatannya kembali dikamar ini pasti dengan mudah dapat
dilakukannya. Setelah surat itu dibacanya berulang-ulang
akhirnya tersungging senyum dibibirnya lalu ia
bangkit dan membakar kertas itu.
Si pengemis cilik Ho Ho yang kini sudah
mengenakan pakaian pengemisnya, berjalan menghampiri kamar Liong Houw.
Didalam kamar, Liong Houw baru saja
membersihkan dirinya mencuci muka, begitu
menyaksikan sang adik angkat sudah datang ia
segera menegur; "Hai, kau mengenakan pakaian itu lagi, apakah
tidak bisa..........."
"Koko Liong," potong Ho Ho, "sebagai anggota
golongan pengemis aku harus mengenakan
pakaian seragam seperti ini! Oh ya kampung Lipcun adalah tumpah darahku, si kakek Siauw-ya
adalah pamanku, sedang kedua orang tuaku sudah
tiada." "Bagaimana kau bisa memasuki
pengemis?" tanya Liong Houw.
golongan Ho Ho memberi keterangan: "Ketika aku masih
berusia sebelas tahun ayah ibuku meninggal
dunia. Pada suatu hari aku sedang mengembala
kambing ditimba belakang kampung, entah dari
mana tiba-tiba muncul lima ekor serigala yang
sedang kelaparan, kambing-kambing angonanku
serabutan lari, salah seekor serigala menyerang
menerkam diriku, tepat pada saat itu suhu tiba
375 memberi pertolongan, nah sejak saat itulah aku
mengikuti suhu berkelana dirimba persilatan
sebagai anak pengemis, tidak lupa pada waktu
senggang suhu memberikan pelajaran ilmu silat
padaku, hingga akhirnya aku dewasa !"
Liong Houw hanya mengangguk-anggukkan kepala mendengar cerita sang adik angkat.
"Koko!" berkata lagi si pengemis cilik Ho Ho.
"Kalau sudah siap suhu menyuruh koko turut
hadir dalam pertemuan diruang tengah !"
"Adik Ho, apakah semua orang sudah hadir ?"
tanya Liong Houw. Ho Ho mengangguk. "Ayohlah !" kata Liong Houw melangkahkan
kakinya berjalan keluar. Hari itu sebetulnya masih pagi, suara keruyukan
ayam jago masih terdengar satu-satu disana sini.
Didalam ruang pertemuan, disebuah meja
persegi panjang, sudah duduk para jago-jago rimba
persilatan. Baru saja Liong Houw meletakkan pantatnya
diatas kursi, dari luar mendatangi Lie Eng Eng
bersama Thio Thian Su mereka berjalan sambil
bercakap-cakap perlahan, entah apa yang dipercakapkan. Mata Liong Houw yang menyaksikan kedua
muda-mudi itu sangat intim, timbul rasa
cemburunya, darah mudanya meluap, tapi segera
ia bisa mengendalikan perasaan itu.
376 Dipojok kanan duduk si orang tua
dipanggil Siauw-ya sebagai tuan rumah.
yang Tak lama datang para pelayan membawakan
hidangan-hidangan untuk sarapan pagi.
Mereka makan minum sambil bicara. Si Rajawali
cakar emas membuka suara : "Saudara Pie-tet,
muridmu memang luar biasa, kalau tidak ada
bocah ugal-ugalan ini, mungkin sulit untuk kita
meloloskan diri dari kepungan, samarannya begitu
rapi sekali, aku sendiri sudah tertipu oleh samaran
mereka dikota Kwie-yang-hu......ha, ha,....hua.....
hai kau belum perkenalkan kawanmu itu pada
kami, dan mana itu si-gadis cilik.....!"
"Teecu Liong Houw," Liong Houw mendahului
memperkenalkan dirinya, "Sebetulnya

Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sejak perkenalan kami sudah saling angkat saudara juga
kami masih mempunyai seorang saudara angkat
perempuan, tapi ......hai.dia sudah diculik Kunsee-mo-ong Teng Kie Lang!"
"Haaa..... !" mendadak didalam ruangan itu
menjadi gemuruh, oleh gema suara terkejut orangorang yang mendengarkan cerita Liong Houw.
Lebih-lebih mereka heran bagaimana baru
berkenalan sudah saling angkat saudara.
Selanjutnya Liong Houw menceritakan dengan
singkat tapi jelas semua pengalamanpengalamannya semenjak ia berkenalan dengan si
pengemis cilik Ho Ho, diakuinya bahwa ia adalah
murid Thian-lam it-lo Kak Wan Kie-su.
"Bocah !" kata Kim-ce Lonnie, "bukankah Thianlam-it-lo Kak wan Kie-su mempunyai seorang
377 murid bernama Leng-leng Paksu, si manusia
durjana itu? Bagaimana ia bisa menerima murid
manusia seperti binatang ?"
Liong Houw, menceritakan tentang si murid
durhaka Leng-leng Pak Su kepada para hadirin
dengan jelas, hingga melenyapkan perasaan
kurang enak pada dirinya dan menjaga nama baik
suhunya Thian-lam-it-lo Kak Wan Kie-su.
"Nngg . . . ." terdengar suara dengusan ramai
didalam ruangan pertemuan itu.
"Hmm, pantas Leng leng Paksu memiliki
kepandaian luar biasa pada jaman ini, sulit
menemukan tandingan !" selak si Rajawali cakar
emas. Si gajah dungkul Tiang-pie-lo-twa Mo-mo
berkata : "Kepandaian saudara Liong Houw juga
sangat hebat, kukira tidak berada dibawah si
bocah gondrong berpakaian kulit macan itu....."
"Hebat! Tetapi terlalu kejam!" tiba-tiba terdengar
suara sayup-sayup. Semua orang yang berada didalam ruangan itu
menjadi terkejut, mereka saling pandang satu
sama lain, suara itu seperti dekat, tapi juga seperti
jauh, kedengarannya terbawa angin.
Selagi orang-orang merasa heran-heran, tiba-tiba
Thio Thian Su bangkit berdiri, ia lari keluar, sambil
memanggil : "Suhu .... suhu ....!"
"Ayaaa ......!"
378 Terdengar suara riuh kembali. Kini mereka tahu,
yang bicara adalah si jago tua dari gunung Lionghouw-san Ceng-it Cinjin.
Tak lama, dari luar mendatangi seorang tua
berjenggot putih, berjalan dengan tenang menghampiri meja pertemuan.
Pie-tet Sin-kay segera bangkit, setelah memberi
hormat, menyilahkan Ceng it Cinjin duduk
disebelah kursi Siauw-ya.
Mata Ceng-it Cinjin bersinar terang menatap
wajah Liong Houw, setelah itu ia menatap wajah
Thio Thian Su. Liong Houw yang ditatap oleh sinar mata Ceng-it
Cinjin, sinar mata itu seakan menembus ulu
hatinya, membuat si pemuda tergetar hebat.
Lebih-lebih Thio Thian Su yang ditatap demikian
oleh suhunya menjadi kebat-kebit, belum pernah
sang suhu menunjukkan sikap yang demikian.
Pie-tet Sin-kay, si Rajawali cakar emas, Lie Eng
Eng dan lain-lainnya juga merasa heran
menyaksikan sikap yang diperlihatkan si jago tua,
tapi mereka hanya membungkam, tidak buka
suara. "Bocah !" berkata Ceng-it Cinjin kepada Liong
Houw, "IImu kepandaianmu boleh juga ! Hanya
kusesalkan sedikit tindakanmu terlalu kejam, kau
membunuh orang seperti main-main saja, nyawa
orang seperti kau anggap tiada ada harganya hai.
!" 379 "Jadi!" potong Liong Houw, "Apakah seharusnya
boanpwe menerima saja mati ditangan keroyokan
mereka? Jika tidak karena adik angkatku Ho Ho,
aku juga tidak kesudian mencampuri urusan orang
..............!" "Hai bocah !" berkata lagi Ceng-it Cinjin sabar,
lebih sabar dari kata-kata yang duluan, "Kau
memang beradat keras tapi berdarah dingin ! Jika
salah jalan, kau akan menjadi manusia kejam luar
biasa, iblis laknat pembunuh berdarah dingin,
sebenarnya aku sudah bosan dengan urusanurusan dunia, tapi karena muridku Thio Thian Su,
terpaksa aku ambil bagian dalam tragedi
dikotaraja." Mendengar kata-kata Ceng-it Cinjin yang lebih
lembut penuh wibawa pada akhir ucapannya,
semua mata hadirin seperti mendapat perintah
memandang kearah Thio Thian Su dengan
perasaan heran tidak mengerti.
Ceng-it Cinjin bertanya pada Pie-tet Sin-kay :
"Saudara Sin-kay, bagaimana tadi malam kau bisa
lolos dari kurungan kamar penjara ?"
Pie-tet Sin-kay menjawab : "Berkat bantuan si
bocah gondrong berpakaian kulit macan."
"Mmm, kemana sekarang si bocah itu?" tanya
Ceng-it Cinjin. "Entahlah, setelah berhasil menolong diriku
keluar dari kamar tahanan, tiba-tiba ia lenyap."
"Sayang, sayang ..." berkata Ceng-it Cinjin, "Dua
jago muda telah muncul dalam waktu bersamaan,
380 hanya kukuatirkan ia akan terjerumus kejalan
yang sesat, sungguh berbahaya."
Disebut-sebut nama si bocah gondrong berbaju
kulit macan membuat hati Lie Eng Eng berdebar
keras. Sedang dalam hati Liong Houw tertawa, ia
sangat girang sekali sudah bisa mengelabui si tua,
yang ternyata masih bisa dikelabuinya.
Pie-tet Sin-kay berkata : "Kukira, bocah
gondrong itu tidak akan tersesat jalan, atas dasar
pertemuan aku yang pertama tiga tahun yang lalu,
aku bisa menilai pribadinya, yang kusesalkan
kecerobohan orang-orang Bu-tong-pay dan Siauwlim-pay yang ceroboh, untung persoalan itu tidak
menimbulkan ekor yang panjang !"
Liong Houw yang ingin segera mengetahui asal
usul dirinya, maka dengan harapan orang-orang
yang berada diruangan ini bisa memberi
keterangan, maka tangannya dijulurkan mencomot
sebuah buah apel, lalu dari dalam balik bajunya ia
mengeluarkan sebilah pisau belati.
Begitu pisau belati itu keluar dari balik bajunya
tanpa sarung, mengeluarkan sinar putih kemerlapan, maka terjadilah kegemparan dalam
ruangan itu. Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw bangkit berdiri,
dengan mata terbelalak lebar ia menatap kearah
pisau belati yang tercekal di tangan Liong Houw.
Pie-tet Sin-kay hingga bangku kebelakang. saking yang terburu-buru berdiri, didudukinya jatuh 381 Tidak terkecuali si Rajawali Cakar Emas, Kim-ce
Lonnie, Koang-koang Sin-kay, Pek-bie Locow yang
juga mengenali pisau belati itu mereka semua pada
berdiri. "Bocah!" tiba-tiba Ceng-it Cinjin buka suara,
semua orang yang pada berdiri, segera duduk
kembali. Mata mereka masih diarahkan pada pisau
belati ditangan Liong Houw.
"Coba kulihat pisau belatimu," berkata lagi
Ceng-it Cinjin. Liong Houw yang begitu mencabut pisau
belatinya telah membuat kegemparan didalam
ruangan itu, dalam hatinya terkejut juga merasa
girang. Perasaan girang dikarenakan kalau saja orangorang ini betul mengenali pisau belatinya siapa
yang menjadi pemiliknya, dengan sendirinya segera
ia mengetahui asal usul dirinya dan siapa ayah
bundanya. Kuatir, kalau saja orang-orang ini begitu melihat
pisau belatinya, mengetahui bahwa pisau ini ada
hubungan erat dengan pusaka gaib Pedang
Embun, pasti akan membuat kerewelan yang tidak
diingini. Begitu ia mendengar Ceng-it Cinjin meminta
lihat pisau belatinya, dengan perasaan bingung
dan ragu-ragu ia menyerahkan pisau itu, sedang ia
sendiri sudah siap-siap menjaga segala kemungkinan yang akan terjadi, jika sekiranya
orang-orang yang kini dianggapnya sebagai jago
patriot pembela keadilan dan kebenaran ternyata
382 sebangsa manusia kemaruk yang haus harta
benda pusaka, maka sikap kawan akan berubah
menjadi sikap bermusuhan hanya dalam waktu
sedetik. Ceng-it Cinjin memperhatikan pisau itu, lalu
menyerahkan kembali pada Liong Houw, tanyanya
: "Dari mana kau dapat pisau belati ini ?"
Liong Houw yang menampak Ceng-it Cinjin
mengembalikan pisaunya, hatinya menjadi agak
lega, segera ia menjawab, "Pisau belati ini sudah
berada pada diri boanpwe sejak bayi......."
"Aaaaaa.......!" terdengar suara teriakan orangorang yang berada dalam ruangan itu.
Tiba-tiba Sin kiong-kiam Ong Pek Ciauw bangun
berdiri, tubuhnya agak gemetar, dengan suara
tergetar ia berkata : "Jadi.......jadi kau adalah
putranya yang bontot........ Hei, Pie-tet, mana pisau
yang kupinjamkan padamu kemarin malam."
Pie-tet Sin-kay segera menyerahkan sebilah
pisau belati yang serupa dengan pisau belati yang
dimiliki oleh Liong Houw.
Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw menyambuti
pisau itu, ia bulak balikan, diperhatikannya lagi
pisau yang selama ini disimpannya, lalu bertanya
pada Liong Houw: "Bocah, apakah pada gagang
pisaumu terdapat lukisan Naga?"
Sebetulnya pertanyaan itu tidak perlu diajukan,
karena Ceng-it Cinjin tadi sudah melihatnya
sendiri, tampak perobahan wajah si jago tua. Pasti
itulah pisau yang mereka kenal sebagai tanda khas
dari si pendekar Budiman Thio Ban Liong. Sin383
kiong-kiam Ong Pek Ciauw pun sudah mengetahui
akan adanya hal demikian, tapi demi untuk
melenyapkan rasa keragu-raguannya maka ia
bertanya menegasi. Liong Houw menjawab pertanyaan Sin-kiongkiam
Ong Pek Ciauw hanya dengan menganggukkan kepala, membenarkan dugaan si
jago tua, pisau belatinya berukir Naga.
Ia tidak bisa mengeluarkan kata-katanya,
mulutnya bungkam sedang hatinya bergetar keras,
jiwanya menggelora menahan emosinya yang ingin
segera mendapat penjelasan tentang asal usul
keluarganya. Keadaan dalam ruangan pertemuan itu hening
sesaat. ?dwkz? MATA Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw memandang kearah isi ruangan, ia menatap satu
persatu wajah-wajah para jago yang duduk
mengelilingi meja perjamuan, setelah mana
matanya menatap tajam wajah Liong Houw, ia
berkata dengan nada suara haru dan tergetar :
"Bocah wajahmu mirip sekali dengan dia . . . hai,
dengan adanya pisau belati berukir Liong
ditubuhmu itu membuktikan kau adalah putranya
yang bontot. Dua bilah pisau belati berukir Liong


Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan Hong adalah ciri khas dari Pendekar Budiman
Thio Ban Liong, jarang orang yang mengetahui
akan hal ini, hanya aku dan beberapa kawankawan yang berada disini yang merupakan sahabat
karib ayahmu, sudah pasti mengenali tanda ciri
khas dari pendekar Budiman Thio Ban Liong.
384 Ketika ayahmu lenyap tiada kabar beritanya kau
baru saja berusia tiga bulan, sedang kokomu
berusia tiga tahun, sampai saat ini, jejak kokomu
belum diketahui orang dan tidak ada ciri-ciri
ditubuhnya, hal ini menyulitkan untuk mencarinya, untung pada dirimu masih terdapat
pisau belati berukir Liong, kalau tidak hay ......
lenyaplah jejak keturunan Pendekar Budiman Thio
Ban Liong......Bocah, aku dengan ayahmu adalah
saudara angkat, dialah yang tertua, hilangnya jejak
ayah ibumu sangat misterius yang kuketahui pada
waktu kau berusia satu bulan, ayahmu pernah
mengatakan, ia menggabungkan kekuatan pada
perkumpulan Ko-lo-hwee, dan sejak itu lenyap
kabar beritanya." Sin koan kiam Ong Pek Ciauw menghentikan
ceritanya, ia menahan gejolak emosi perasaannya,
lalu berkata lagi : "Untuk menyelidiki lenyapnya
toakoku, aku memasuki perkumpulan Ko-lo-hwee,
yang masa itu terkenal dengan motto Pembela
Keadilan dan Kebenaran. Beberapa tahun kemudian terasa keganjilan-keganjilan dalam
perkumpulan itu, aku tidak pernah berjumpa pada
kaucu perkumpulan, setiap perintah atau segala
macam urusan selalu melalui wakil kaucu, orang
itu memiliki kepandaian setingkat dibawah kaucu,
selalu menutupi wajahnya dengan sehelai kain
sutra putih tipis, hanya tampak samar-samar
bentuk raut wajahnya. Akhirnya aku berhasil
mengendus kedok dari perkumpulan Ko-lo-hwee,
ternyata perkumpulan itu adalah perkumpulan
manusia berhati binatang, para jago-jago yang
berusaha menentang bleid dari kaucu Ko-lo-hwee
385 pasti mati secara misterius. Pada suatu hari
akhirnya aku berhasil menemukan pisau belati
berukir Hong didalam kamar penyimpanan senjata
Ko-lo-hwee.." Selanjutnya Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw
menceritakan bagaimana ia melarikan diri dari
kejaran orang-orang Ko-lo hwee, jatuh sakit, lalu
ditemukan oleh Lie Eng Eng yang kemudian
menjadi guru si nona jelita.
Ketika mendengar cerita sang supek, pada
bagian akhir, wajah Liong Houw bersemu merah,
hatinya berdebaran, matanya menatap kearah Lie
Eng Eng yang duduk dengan tenang mendengarkan cerita suhunya, ternyata si gadis
yang ia lalap di kelenteng rusak dua tahun yang
lalu yang selama ini menyemikan bibit cinta
dihatinya adalah sang sutitnya.
0)0o?d^w?o0(0 Jilid ke 09 LIE ENG ENG yang ditatap oleh Liong Houw
dengan sikap demikian, hatinya juga merasa
jengah, ia jengah menyaksikan perobahan wajah
Liong Houw yang mendadak bersemu merah, juga
merasa malu bahwa kini dirinya sudah tidak gadis
suci lagi, bagaimana ia harus menerangkan kepada
sang toako, kalau saja rahasia pribadinya bisa
diketahui Liong Houw, yang berwajah tampan
386 menarik. Untuk menghilangkan rasa perasaan
kurang enaknya cepat-cepat ia berkata :
"Suhu, mengapa perkumpulan Ko-lo-hwee
selama teecu berkelana dirimba persilatan tidak
terdengar lagi gerakannya ?"
Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw menganggukkan
kepala, baru berkata : "Sejak lolosnya diriku dari
ancaman maut orang-orang Ko-lo-hwee, maka
perkumpulan itu lenyap mendadak, sedang
markasnya sudah dibumi hanguskan."
Tiba-tiba Ceng-it Cinjin berkata, suaranya lemah
penuh wibawa: "Bocah, menilik kepandaianmu,
kukira kau sudah bisa menjagoi dirimba persilatan, tapi mengingat keadaan dirimu masih
diselubungi asap kemisteriusan, sebaiknya kau
harus berhati-hati, pada waktu itu kepandaian
ayahmu dan ibumu pun termasuk jago kelas satu,
tapi toch masih bisa lenyap tanpa kabar berita
dimana hutan rimbanya, sampai saat ini masih
merupakan tanda tanya, sedangkan perkumpulan
Ko-lo-hwee, semenjak Sin-kiong-kiam menemukan
pisau belati ayahmu, perkumpulan itu mendadak
bubar, sedang siapa kaucu perkumpulan itu juga
masih sangat misterius, mengenai kokomu kau
tidak perlu pusing, pasti pada suatu hari kau bisa
berjumpa padanya." Tiba-tiba Liong Houw bertanya pada Ceng it
Cinjin; "Cianpwee apakah mengetahui siapakah
kaucu dan wakil kaucu Ko-lo hwee itu ? Dan
dengan jaminan apa cianpwee mengatakan bahwa
boanpwe bisa bertemu dengan kokoku?"
387 Ceng-it Cinjin mengelus-elus memejamkan mata baru ia berkata :
jenggotnya, "Tentang kaucu Ko-lo-hwee, aku sendiri tidak
tahu, sedang mengenai wakilnya, hai, itulah si
Manusia durjana Leng-leng Paksu !"
"Haya...... !" Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw terkejut, tidak
nyana, wakil kaucu Ko-lo-hwe adalah Leng-leng
Paksu murid Thian-lam-it-lo Kak-wan Kiesu. Ia
juga merasa kagum atas pengetahuan yang luas
dari si jago tua Ceng-it Cinjin yang sudah bisa
mengetahui siapa wakil kaucu Ko-lo hwee.
Ceng-it Cinjin berkata lagi : "Soal kokomu, pasti
kau akan menemukannya disuatu hari, hanya
kuingatkan padamu untuk sementara kau jangan
tonjolkan dirimu dirimba persilatan secara
menyolok, dan siapa asal-usul dirimu juga harus
kau rahasiakan, kukira orang-orang yang berkumpul disini juga bisa menyimpan rahasia ini,
hal ini demi menjaga keselamatan dirimu, karena
lawan-awan yang kauhadapi bukan sembarang
jago-jago silat, juga kuharap setiap tindakanmu
meskipun tindakan itu baik untuk menolong orang
atau membela diri kau jangan terlalu telengas
turun tangan terhadap jiwa orang."
Setelah berkata begitu Ceng-it Cinjin lalu
pamitan dengan mengajak sang murid Thio Thian
Su, meninggalkan ruangan perjamuan.
Semua orang yang ada didalam ruangan itu
pada mengantarkan sampai dipintu.
388 Dengan langkah berat, Thio Thian Su terpaksa
meninggalkan Lie Eng Eng yang juga sudah
terbenam dihatinya, ia harus mengikuti sang guru
naik keatas gunung Liong-houw-san.
0)0o?d^w?o0(0 DIDALAM RUANGAN pertemuan kembali Sinkiong kiam, Ong Pek Ciauw membuka suara:
"Karena pisau belati berukir burung Hong
adalah milik ayahmu, nah ambillah, kau simpan
baik-baik benda ini." tangan Ong Pek Ciauw
dijulurkan menyerahkan pisau belati yang
tergenggam ditangannya. Liong Houw segera menyambuti pisau belati itu,
hatinya girang bercampur heran, mengapa orangorang ini tidak mengetahui rahasia tentang pisau
belati ini, mengapa mereka hanya menyebutnyebutnya dua bilah sedang menurut keterangan
Thian-lam-it-lo Kak Wan Kie-su dilembah Im-bukok, bahwa pisau itu semua berjumlah tiga bilah,
dan diatas tiga bilah pisau itu terdapat peta yang
menunjukkan tersimpannya pedang pusaka gaib,
bagaimana para jago ini tidak mengetahui rahasia
tentang pedang gaib yang disebut Pedang Embun
oleh Thian-lam it-lo Kak Wan Kie-su.
Selagi ia merasa bingung terheran-heran,
terdengar suara Lie Eng Eng bertanya padanya :
"Toako, ketika didalam rimba ditengah perjalanan
kekotaraja, ketika itu...." wajah Lie Eng Eng
bersemu merah ia teringat keadaan dirinya yang
hampir saja menjadi korban pemuasan sex si jago
Hadramaut Habib, ia juga merasa malu yang sang
389 toako sudah memandang bagian dadanya yang
tersobek selama ia terpengaruh sihirnya Habib.
Liong Houw yang berotak cerdik segera mengerti
kesulitan sang sutit, maka cepat-cepat ia berkata :
"Ya, benar aku ingat waktu itu Habib berusaha
merampas pisau belati ini........"
Kim-ce Lonnie yang sejak tadi diam saja, tibatiba berkata: "Bocah, apakah kau tahu apa
maksud tujuan orang itu merampas pisaumu dan
siapakah orang itu?"
"Benar!" kata Koang-koang Sin-kay, "coba kalian
jelaskan bagaimana terjadinya kejadian itu, aku
ingin dengar?" Pie-tet Sin-kay menatap kearah muridnya si
Pengemis Cilik Ho Ho katanya ;
"Kau waktu itu menyamar sebagai kongcu anak
hartawan, bisakah kau menjelaskannya mengapa
semalam kau tidak menceritakannya hal itu
padaku?" Si pengemis cilik Ho Ho gelagapan, ia tidak
menduga kalau akan mendapat pertanyaan sang
guru sedemikian rupa, cepat ia menjawab: "Teecu
waktu itu terpengaruh oleh ilmu gaib orang itu,
hingga tidak sadarkan diri......."
"Betul !" potong Lie Eng Eng, "Orang yang
mengaku bernama Habib itu memiliki ilmu gaib, ia
bisa melenyapkan ingatan orang dengan pandangan sinar matanya."
"Hnggg....." Pie-tet Sin kay hanya mendengus.
390 Si Rajawali cakar emas menyelak: "Sudahlah,
yang penting kita harus mengetahui apa maksud
dari kedatangan orang itu kedaerah Tionggoan,
kalau mengingat letak Hadramaut, adalah benua
dibagian timur dari benua Tionggoan, tempat itu
begitu jauh, tentu ada maksud-maksud tertentu
atas kedatangan mereka kedaerah Tionggoan."
Lie Eng Eng berkata lagi: "Suhu, orang bernama
Habib itu juga orang yang sering menculik gadisgadis, setelah diperkosanya gadis itu, entah
bagaimana korban perkosaan mati seketika, lalu
dikuburkan." Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw menganggukanggukkan kepalanya. Ia tidak membuka suara,
tampak dahinya berkerut-kerut, ia sedang
memikirkan sesuatu persoalan yang sangat
memusingkan kepalanya, akhirnya ia menggelengkan kepala menatap Liong Houw dan
bertanya: "Anak Thio, bisakah kau menerangkan
apa sebabnya orang itu meminta pisaumu, apakah
hal ini berhubungan dengan lenyapnya ayahmu
atau ada lain soal lagi?"
Sin kiong-kiam Ong Pek Ciauw menyebut diri
Liong Houw dengan sebutan anak Thio, karena
Liong Houw putra Thio Ban Liong, dengan
demikian iapun memiliki she Thio yaitu she
ayahnya. Mendapat pertanyaan itu Liong Houw melengak,
ia ragu-ragu, apakah ia harus menceritakan hal
ichwal rahasia pisau ini kepada orang-orang yang
ada dihadapannya, sekiranya ia menceritakan
rahasia pisau belati ini, apakah tidak 391

Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menimbulkan ekses-ekses tidak baik diantara
hadirin. Pikirannya berputar bolak balik. Jika ia
tidak menceritakan dan menerangkan duduknya
persoalan yang sebenarnya rahasia apa yang
menyangkut pada pisau belati itu, hatinya juga
tidak enak, sebagai seorang pemuda jujur bagaimana ia tidak menceritakan hal yang
sebenarnya. Setelah berpikir masak-masak akhirnya ia bersedia menceritakan rahasia pisau
belati itu dihadapan para jago sahabat-sahabat
karib ayahnya, ia tidak perlu lagi menyembunyikan
rahasia tentang tiga bilah pisau belati berukir
huruf Hong, Liong dan ukiran Kiam (pedang) toch
rahasia ini sudah diketahui oleh jago Hadramaut,
tidak pantas kalau ia masih menyembunyikan
rahasia tentang tiga bilah pisau itu. Maka cepatcepat ia berkata;
"Supek, apakah semasa itu ayah tidak pernah
menceritakan tentang rahasia pisau belati ini?"
"Haaaah......jadi pisau belati itu ada rahasianya?" tanya Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw
terbelalak. Bukan saja Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw yang
dibuat terbelalak oleh pertanyaan Liong Houw,
semua hadirin yang berada didalam ruang
perjamuan itu, mata mereka terbelalak memandang kearah si pemuda dengan mulut
menganga, terheran-terheran.
Betapa mereka tidak merasa heran, bocah ini
sejak berumur tiga bulan sudah berpisah dengan
ayahnya, bagaimana ia bisa mengetahui tentang
rahasia pisau belati itu, sedang mereka yang
392 merupakan sahabat-sahabat kental Thio Ban Liong
belum pernah mendengar Thio Ban Liong
menceritakan tentang rahasia itu. Pisau itu hanya
digunakan sebagai tanda pengenal si Pendekar
Budiman Thio Ban Liong, juga merupakan senjata
terampuh yang lihai, karena senjata itu jika
dilempar kearah lawan, bisa berbalik berputar
kearah si pelempar kembali kepada tangan si
pemilik. Menyaksikan sikap para jago tua yang demikian
serius terhadap rahasia pisau belati itu, mau tidak
mau Liong Houw segera menceritakan rahasia yang
terdapat pada tiga bilah pisau belati itu.
Setelah mendengar dengan penuh perhatian
cerita Liong Houw, mereka saling pandang.
Kim-ce Lonie berkata : "Bocah, apakah kau tahu,
dimana pisau belati yang berukiran pedang?"
Liong Houw menggelengkan kepala, katanya :
"Boanpwe sendiri tidak tahu !"
Si pengemis cilik Ho Ho dengan sikapnya ugalugalan berkata kepada suhunya : "Suhu, kukira
keterangan pengembara digurun gobi yang ditemui
Thian-lam-it-lo Kak Wan Kiesu kukira cerita isapan
jempol belaka." "Hngg....." dengus Pie-tet Sin-kay.
"Kalau cerita pengembara Arab itu tidak benar,
mengapa sebagai jago luar biasa Kak Wan Kiesu
mau mempercayai adanya Pedang Embun itu ?"
"Yang teecu maksud bukan Pedang Embunnya,
tetapi tentang asal Pedang itu,
menurut 393 pengembara bangsa Arab digurun pasir Gobi,
pedang itu adalah pusaka bangsanya, teecu kira
hal ini sangat tidak masuk diakal, mengapa kalau
pedang itu salah satu barang pusaka gaib bangsa
mereka, mengapa petanya terdapat pada tiga bilah
pisau yang berukir Liong dan burung Hong serta
ukiran pedang, bukankah Liong itu hanya terdapat
di Tionggoan, mana mungkin dinegara Arab
terdapat Liong (Naga) dari sini saja sudah bisa
dipikirkan kalau keterangan orang itu keterangan
isapan jempol belaka."
"Betul-betul memang kupikir begitu," terdengar
suara si Rajawali cakar emas. "Mungkin mereka
mencoba menipu kita, dengan mengatakan bahwa
pedang pusaka itu adalah pusaka negerinya
tentunya para jago-jago rimba persilatan golongan
ksatria tidak mau ambil pusing tentang pusaka
bangsa lain, pasti kita tidak mau dituduh merampok barang pusaka bangsa lain."
Liong Houw berkata lagi ; "Persoalan betul
tidaknya tentang asal usul Pedang Embun itu kita
tinggalkan dulu, perlahan-lahan nanti kita selidiki
kebenarannya, yang perlu dijaga jangan sampai
benda pusaka itu jatuh ketangan mereka, sungguh
berbahaya, kalau menyaksikan tindak-tanduk
jago-jago Hadramaut yang datang ke Tionggoan,
kelakuan mereka sungguh keterlaluan, menculik
dan memperkosa wanita sampai mati.......!"
"Betul suhu !" selak Lie Eng Eng. "Kalau saja
tidak datang toako bersama si pengemis cilik Ho
Ho, pasti diri teecu."
394 Sampai disitu Liong Houw cepat memotong :
"Kepandaian mereka sangat hebat! Tubuh mereka
tidak mempan senjata tajam."
"Pedang Ang-Io-po-kiam pun tidak berguna
menghadapi dirinya !" tambah Lie Eng Eng.
Si Gajah dungkul Tiang-pie-lo-twa Mo-mo yang
sejak tadi hanya diam saja mendengarkan obrolan
orang-orang itu, tiba-tiba ia membuka suaranya :
"Hai, saudara Liong, berapa orang jumlah mereka
yang gentayangan didaratan Tionggoan ?"
"Menurut keterangan orang yang mengaku
bernama Habib," Lie Eng Eng mendahului memberi
keterangan, "jumlah mereka lima orang, tersebar
diseluruh pelosok daratan Tionggoan."
Si pengemis cilik Ho Ho memandang ke arah
suhunya yang berwajah keriput, ia berkata :
"Suhu, karena pada saat ini kita harus
mengerahkan segenap tenaga dan kekuatan yang
ada guna membendung kejahatan yang ditimbulkan oleh lima jago Hadramaut, sebaiknya
soal politik pemerintahan ditinggalkan saja dulu,
toch bagi kita rakyat kecil, soal itu tidak ada
gunanya dicampuri. Coba suhu pikir, umpama
kata kita berhasil menghimpun satu kekuatan
meletuskan satu revolusi rakyat menggulingkan
kaisar serta menangkapi semua pembesarpembesar anjing, siapa kelak yang akan
menggantikan kedudukan mereka. Apakah kita ?
Toch tidak mungkin, yang pasti pihak golongan
politik istana yang akan menggantikan kedudukan
itu. Selama kita melakukan gerakan guna
menggulingkan pemerintahan yang lama, tentu
395 mereka itu dengan berkaok-kaok bahkan dengan
uangnya, bersedia membantu kita bahkan
menyanjung-nyanjung diri kita sebagai pahlawan
revolusi segala, atau sebagainya, tapi setelah kita
berhasil menggulingkan pemerintahan yang lama,
digantikan oleh yang baru, akhirnya akan sama
saja, rakyat juga yang sengsara, dan bila kita
mengadakan protes-protes atau gerakan menentang bleid kebijaksanaan mereka, kita dicap
lagi sebagai pemberontak, jadi tidak habishabisnya nasib kita melulu jadi pemberontak. Selagi tenaga dibutuhkan kita adalah pahlawan
revolusi, sesudahnya kembali kepada kedudukan
kita sebagai pemberontak, masih untung kalau
hidup jadi gembel seperti sekarang."
Tiba-tiba saja Pie-tet Sin kay menggebrak meja,
dia berkata tidak puas kepada sang murid : "Anak
dogol, didepan banyak orang kau tuduh aku
makan suap........."
"Ha, ha, ha,.......... " Koang koang Sinkay tertawa
berkakakan, "Pie tet, kau jangan salahkan
muridmu, apa yang diucapkannya tidak salah,
haha, ha, ha, hua......."
"Ya betul !" kata Lie Eng Eng, "Sejarah telah
membuktikan !" "Huh !" Pie-tet Sin-kay uring-uringan. "Kau turut
campur bicara, baca saja buku-buku sejarahmu
jejal diotakmu tidak perlu turut campur urusan
orang tua....." "Suhu!" kata Ho Ho menyelak, ia kuatir keadaan
menjadi lebih tegang akibat kata-katanya terhadap
suhunya tadi, bisa menimbulkan salah paham
396 antara suhunya dengan Sin-kiong-kiam Ong Pek
Ciauw, guru Lie Eng Eng. Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw yang mengetahui
adat si pengemis Pie-tet Sin-kay ia hanya tertawa
terbahak-bahak, lalu katanya: "Sudahlah kita
jangan bicarakan soal ini lagi, ha ha, hah,
ha........." Keadaan ruangan itu mendadak menjadi ramai
suara tawa yang menggema.
Ketika matahari sudah berada tepat diatas
tengah-tengah langit biru, pertemuan para jago
bubar, mereka masing-masing pulang ke kampung
halaman masing-masing. Yang masih tinggal didalam kamar di-kampung
Lip-cun adalah Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw,
Liong Houw dan Lie Eng Eng.
Sin kiong-kiam Ong Pek Ciauw tidak segera
melanjutkan perjalanannya, karena ia masih
merasa perlu untuk bertanya lebih mendalam
tentang riwayat hidupnya anak saudara angkatnya,
bagaimana Liong Houw bisa hidup selama ini.
Sinkiong-kiam Ong Pek Ciauw didalam ruang
pertemuan dihadapan para sahabat sahabat kang
ouw sudah mendengarkan keterangan dari mulut
Makhluk Pemeluk Manusia 1 Jodoh Rajawali 11 Geger Perawan Siluman Ratu Penggoda Siluman Ayu 2
^