Pencarian

Sabuk Kencana 10

Sabuk Kencana Ikat Pinggang Kemala Karya Khu Lung Bagian 10


"Kau harus tahu bahwa Sin Koen kami adalah orang yang berbudi luhur dan bijaksana, atas persetujuannya kami hendak menawarkan kedudukan wakil kauwcu buat Hiang cing Tootiang.."
"Akan kami beri waktu setengah perminum teh bagi kalian untuk mempertimbangkan tawaran kami ini, rejeki atau bencana serta mati atau hidup dari beberapa ratus jiwa para toosu yang ada didalam istana ci-Yang Kiong semuanya tergantung pada keputusan dari ciangbun-jien kalian."
Orang yang berteriak barusan bukan lain adalah "Piauw Biauw Hujien" Mo Yoe Yauw. Suaranya merdu dan lengkingnya tinggi bukan saja nyaring bahkan nyata dan bisa didengar dengan sangat jelas.
Terutama sekali ditengah kesunyian yang mencekam seluruh jagad, ucapan itu membuat hati para toosu yang ada didalam istana Ci Yang Kiong merasakan hatinya bergidik.
Si Nelayan dari sungai Goan Kang dengan tangan mencekal jaring ikannya bersiap sedia dengan alis berkerut.
Sedangkan Hoo Thian Heng si sastrawan berbaju biru merasakan hatinya tidak tentram, pikirnya.
"Apakah sute Gong Yu serta Sumoay Lie Wan Hiang sudah datang terlambat diatas gunung Siong-san?"
Terdengar teriakan tadi kembali diulanginya beberapa kali, suaranya makin lama semakin nyaring sehingga berdengung ditengah udara tiada hentinya.
Hiang Cing Tootiang itu ciangbunjien dari partai Bu-tong sama sekali tidak memperdulikan teriakan lawan, dia tahu bahwa pihak musuh mempunyai banyak akal licik untuk menjebak mereka, sudah tentu dia tak mau tertipu mentah2. Dengan cepatnya seperminum teh sudah lewat.
Melihat pihak Bu-tong Pay belum juga mau menyerah, Yoe Leng sin Koen, Ci Tiong Kian jadi naik pitam.
Ia segera turunkan perintah untuk menyulut api dan membakar kayu2 kering yang telah bertumpukan disekeliling istana Ci Yang-Kiong.
Pada saat yang bersamaan pula dari tempat kejauhan secara lapat2 berkumandang datang suara ringkikan kuda yang amat keras ditinjau dari lengkingnya suara ringkikan tersebut jelas kuda2 itu bukan kuda sembarangan.
Dalam sekejap mata ringkikan kuda itu sudah tiba dipunggung gunung Bu-tong.
Mendadak satu perasaan yang tidak enak datang dari dasar hati Yoe Leng sin Koen, dia segera titahkan "Hiong Hun" nomor tiga dengan membawa Lee-pok nomor lima dan enam untuk pergi menghadang kedatangan orang itu.
Sedang sisanya telah membuat obor dan siap membakar kayu2 bakar disekitar istana Ci-Yang Kiong.
Mendadak.....terdengar suara genta diatas loteng istana berbunyi ber-talu2... anak panah menghujani seluruh permukaan, diikuti pintu istana Ci-Yang Kiong terpentang lebar2, dua ratus orang toosu anak murid partai Bu-tong dengan senjata terhunus telah menyerbu keluar bagaikan gulungan air bah.
Hawa pedang seketika memenuhi angkasa bagaikan tumpukan ombak salju melanda dan menggulung seluruh permukaan bumi.
Bersamaan itu pula Ci Yang cinjien serta Hoo Thian Heng yang berada diatas atappun melayang turun kedalam kalangan pertempuran dan masing2 mencari lawannya.
Suitan nyaring, teriakan gusar serta jeritan ngeri berkumandang tiada hentinya, dalam waktu yang singkat lapangan luas didepan istana Ci-Yang Kiong telah berubah jadi medan pertempuran yang amat seru.
Kiranya Hoo Thian Heng si sastrawan berbaju biru yang mendekam diatas atap bangunan secara lapat2 berhasil menangkap suara ringkikan dari kuda Cay-Ya-Giok-say-Cu, berbareng itu pula dia temukan bilamana pihak lawan hendak menyurut api dan membakar tumpukan kayu bakar disekitar istana Ci-Yang Kiong.
Pemuda itu jadi terperanjat, dia mengerti bahwa kesempatan baik bagi mereka untuk meloloskan diri sebentar lagi akan lenyap, seandainya mereka biarkan pihak lawan menyulut api dan membakar tumpukan kayu bakar itu, niscaya korban di pihak Bu tong Pay yang mati akan bertambah banyak.
Oleh sebab itu dia segera kirim tanda kepada Hian Cing Tojin agar memberikan reaksi secara tiba2.
Sedikitpun tidak salah, serbuan yang dilancarkan tak ter-duga2 ini mendatangkan hasil yang luar biasa, meskipun para anggota perkumpulan Yoe Leng Kauw yang hadir ditempat itu rata2 merupakan jago lihay dari dunia persilatan, namun untuk beberapa saat lamanya mereka dibikin kelabakan juga sampai kacau tidak keruan.
Jangan dikata anak murid partai Bu tong memiliki serangkaian ilmu pedang yang luar biasa, sekalipun orang2 biasa bilamana menyerbu dalam gelombang yang dahsyat dan tak disangka pun sukar dibendung dengan cepat.
Dengan cepatnya medan pertempuran telah meluas hingga ke tengah. Lawan dari Hian Cing Tootiang adalah "Hiong Hoen" nomor satu, si kakek seratus bangkai Kiang Tiang Koei, sedangkan lawan dari Hian Hok Tootiang adalah Lee-pok nomor dua, "Kioe Ci Tok Kay" si pengemis racun berjari sembilan Kouw Im.
Hian siuw Tootiang serta Hian biauw Tootiang bekerja sama melawan "Piauw biauw Hujien" Mo Yoe Yauw.
Cing Yang cinjien dengan sepasang telapak menghadang si nenek bongkok dari negeri Hoe sang Jepang Leo Peng sim.
Sedangkan ci Yang Cinjien dibikin mengucurkan keringat dingin oleh desakan serta teteran gencar Jiak Kioe Kiam Khek si bola daging dari Tang-hay.
Musuh Hoo Thian Heng si sastrawan berbaju biru bukan lain adalah Ci Tiong Kian yang pernah dijumpai sewaktu berada di tebing Pek Yan Gay tempo dulu dan kini telah menggetarkan seluruh dunia persilatan dengan julukannya Yoe Leng sin Koen.
Setelah berpisah tiga tahun, bukan saja tenaga lweekang yang dimiliki Yoe Leng sin Koen peroleh kemajuan yang sangat pesat, ilmu silat yang dimilikipun luar biasa ampuh terutama sekali sebilah pedang dan mantelnya yang aneh, semakin memperkuat kedudukannya bagaikan harimau tumbuh sayap.
Untuk mempertahankan diri dari teteran musuh, terpaksa Hoo Thian Heng harus main ilmu2 sakti kipas emas seruling kumalanya hingga mencapai pada puncaknya, kipas menyambar silih berganti menimbulkan hembusan taupan, seruling beterbangan mengiringi suitan nyaring digabungkan dengan gerakan tubuh "chie Ciat Tay Na Ie" tiada hentinya dia berkelit kesana mengegos kemari.
Sekalipun begitu kedudukannya masih tetap berada dalam posisi yang sangat berbahaya, jiwanya setiap saat ada kemungkinan lenyap diujung pedang lawan.
Mimpipun dia tidak menyangka bila panglima yang pernah menderita kalah ditangan isterinya "Siauw Bin Loo-sat" Poei Hong pada tiga tahun berselang kini telah menjadi seorang gembong iblis yang luar biasa lihaynya.
Tak usah dipikir lebih dalam lagi, segera dia mengerti bahwa manusia she Ci ini pasti sudah berhasil mempelajari dari isi kitab pusaka Yoe Leng pit Kip.
Air muka Yoe Leng sin Koen makin lama berubah semakin hitam, cahaya berwarna hijau memancar keluar dari sepasang matanya, sambil tertawa seram jengeknya: "Manusia she Hoo, sampai kapan kau baru sudi takluk dan menyerah kepadaku?"
Kendati keringat dingin telah membasahi seluruh tubuhnya, Hoo Thian Heng pantang untuk menyerah, dengan sikap yang masih gagah, sahutnya:
"Sekalipun aku tidak becus, ingin pula kunasehati dirimu dengan sepatah dua patah kata. Bilamana kau tahu diri saat inilah merupakan saat yang paling baik bagimu untuk melarikan diri. Kalau tidak, bilamana menunggu hingga pendekar tampan berbaju hijau yang baru datang dari gunung siong san tiba disini, ingin melarikan diripun mungkin sudah terlambat.."
Mendengar ucapan tersebut hati Yoe-Leng sin-Koen bergidik, segera pikirnya didalam hati:
"Aku datang kemari dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh "Cia-Hong-Hoei-Heng" atau Membonceng angin terbang melayang, sekalipun ditengah jalan telah berhenti beberapa saat lamanya namun kedatanganku pun belum lama, seandainya keparat cilik itu tidak memilik kuda jempolan yang luar biasa mana mungkin bisa menyusul diriku kemari?" Berpikir demikian dia lantas tertawa lega, jengeknya dengan nada dingin:
"Jangan mimpi disiang hari bolong dikolong langit dewasa ini tak nanti ada orang yang bisa tiba digunung Bu-tong dari gunung siong-san hanya dalam sehari saja kecuali aku Yoe-Leng sin Kun. hmmm..... Hmmm aku lihat lebih baik kau tak usah mengibul yang bukan2..."
"Siapa yang mengibul? kau atau aku?" mendadak dari arah belakang berkumandang datang serentetan suara yang amat nyaring.
Sungguh cepat reaksinya, laksana kilat badannya berputar kebelakang sambil bersiap sedia, kendati terperanjatnya bukan kepalang namun sedikitpun dia tak mau unjukkan kelemahan.
Siapa tahu belum saja badannya berdiri tegak, dua gulung benda hitam secara tiba2 meluncur kebadannya.
Yoe-Leng sin Koen mendengus dingin, dengan sebat dia ayun tangannya kemuka....
Duuus... duuus.. kedua benda tadi berhasil ditangkapnya dengan tepat namun dengan cepat pula dia berseru kaget bercampur gusar, ternyata benda yang dipegangnya sekarang bukan lain adalah batok kepala dari "Lee-pok" nomor lima serta "Lee-pok" nomor enam. Tiang Pek siang-Hiong atau sepasang manusia gagah dari Tiang-Pek san.
Disamping itu, diapun dapat melihat jelas wajah pihak lawannya, dia bukan lain adalah gadis berbaju hijau yang pernah ditemuinya sewaktu ada didepan kuil Siauw-lim sie malam tadi.
Dalam hati segera pikirnya:
"Setelah nona ini hadir ditempat ini, jelas si pemuda berbaju hijau yang berhasil memukul mundur Ban Tok Ci-ong si raja diraja dari selaksa racun dengan sebuah pukulannya pun telah tiba pula disini."
Ingatan tersebut dengan cepatnya berkelebat dalam benaknya, sebelum dia sempat angkat kepalanya untuk memeriksa, terdengar gadis itu telah berkata kembali dengan nada nyaring:
"Engkoh Yu, gembong iblis ini aku lihat masih mempunyai sedikit kepandaian kucing kaki tiga, kuberikan saja kepadamu untuk bermain joget kera, tapi ingat lho...jangan sampai kau lenyapkan selembar jiwanya..."
Begitu meyakinkan ucapannya, se-akan2 musuh yang berada dihadapannya bagaikan kura2 didalam keranjang, hampir saja Yoe Leng sin Koen jatuh pingsan saking gusarnya.
Pada saat ini wajahnya telah berubah semakin hitam, mata elangnya memancarkan cahaya hijau yang menggidikkan hati. Dia tahu bahwa pertempuran pada malam ini merupakan ujian yang paling berat dari nasib dirinya dikemudian hari.
Tapi... dapatkah dia utarakan rasa takut yang telah mencekam hati kecilnya ?
"Tidak... tidak boleh," jeritnya didalam hati. "Aku harus berhasil menaklukkan seluruh dunia persilatan, aku harus melenyapkan keparat cilik ini dari muka bumi, sebelum dia modar aku tidak akan berpeluk tangan..." Berpikir demikian, tanpa sadar dia angkat kepalanya.
Tampaklah pemuda tampan berbaju hijau itu sedang mencium pipi gadis cantik disisi tubuhnya, kemudian tertawa nyaring dan berseru: "Hamba akan jalankan titah dari yang mulia !"
Nona cantik itu tertawa cekikikan, mendadak ia enjotkan badannya melayang ketengah udara, pedang pendeknya bergetar keras menciptakan selapis cahaya bianglala berwarna merah dan langsung menebas batok kepala Jiak Kioe Kiam Khek Kioe Ek.
Dalam pada itu Yoe Leng sin Koen ci Tong Kian sambil mencekal pedang Yoe leng Kiam tertawa seram tiada hentinya dengan sinar mata yang buas dan wajah menyeringai seram ditatapnya pemuda tersebut dengan penuh kebencian.
Bisa dimaklumi betapa benci dan mendendamnya ketua dari perkumpulan Yoe Leng Kauw ini terhadap diri Gong Yu.
Penyerbuannya diatas kuil Siauw lim sie hampir saja mencapai hasil seperti apa yang diharapkan, namun secara tiba2 muncul bocah muda ini hingga usahanya mengalami kegagalan total.
Dan sekarang kembali dia muncul diatas gunung Bu tong untuk mencampuri urusannya, siapa yang tidak benci dan dendam bilamana usaha serta pekerjaannya selalu saja dikacau?
Si pendekar tampan berbaju hijau sendiri dapat melihat pula bahwasanya Yoe Leng sin Koen yang sekarang bukan lain adalah Ci Tiong Kian si pelajar Im-yang serta kauwcu dari perkumpulan Im-yang Kauw pada masa yang silam, dalam hati dia lantas berpikir:
"Bukankah bajingan ini sudah digulung oleh suci Poei Heng hingga masuk kedalam jurang Pek Yan Gay dengan jurus "Soh Im Ning Hiang" atau bayangan putih membeku wangi? kenapa sekarang bisa muncul lagi disini dalam keadaan yang hidup dan bahkan lihaynya luar biasa ?"
Sebagai pemuda yang benci akan kejahatan dan muak dengan segala kebrutalan, setiap kali teringat akan pembunuhan berdarah diatas puncak gunung Siong-san, hawa amarahnya segera berkobar kembali dengan mata bercahaya tajam serunya lantang:
"Ci Tiang Kian, kejahatanmu sudah ber-tumpuk2 bagaikan bukit, sebagai umat manusia Siauw seng berhak untuk mewakili Thian membasmi dirimu dari muka bumi. Namun untuk kali ini kuberi satu kesempatan bagimu untuk merubah tingkah lakumu yang salah di masa silam, asal kau bisa bertobat dan kembali ke jalan yang benar, bila kita bertemu lagi dikemudian hari tak ada permusuhan lagi diantara kita, namun kau masih saja bikin keonaran dan kekejian....Hmmm! Jangan harap bisa hidup dengan selamat. Nah! Sekarang bawalah semua begundal2mu dan sipat ekor enyah dari sini!"
Sekalipun Yoe Leng Sin Koen mengerti betapa lihaynya kepandaian silat yang dimiliki pemuda berbaju hijau ini, namun sebagai orang yang sombong dan tinggi hati, terutama sekali setelah ia berhasil mempelajari ilmu silat yang termuat dalam kitab pusaka "Yoe Leng Pit Kip" dianggapnya dia adalah seorang manusia nomor wahid di kolong langit, bisa dibayangkan betapa gusar dan sakit hatinya setelah mendengar ucapan tersebut?
Namun ia tak mau mengumbar hawa amarahnya terlebih dahulu, sebelum bertindak dia ingin menyelidiki dahulu keadaan dari musuhnya.
Maka dari itu sambil menahan hawa gusar yang ber-kobar2 dalam hatinya, dia tertawa seram dan berkata:
"Hey, anak muda, kau terlalu tinggi memandang diri sendiri, kau harus tahu bahwa selama hidup pun Sin Koen belum pernah membinasakan manusia2 kurcaci tanpa nama, maka dari itu sebutkan dahulu namamu serta asal usul perguruanmu sebelum menantikan kematian bagi dirimu !"
Gong Yu tertawa mengejek, sambil bergendong tangan dia mendongak memandang awan putih yang melayang di angkasa, setelah termenung beberapa waktu, jawabnya:
"Hmm, memang tiada halangan kuberitahukan hal tersebut kepadamu, siang-seng bernama Gong Yu. Sepasang rasul dari dunia persilatan adalah suhuku !"
"Kalau begitu Siauw-bin Loo-sat serta sastrawan berbaju biru adalah suheng dan sucimu?"
Secara tiba2 air muka Yoe Leng Sin Koen berubah jadi biru membesi, otot2nya pada menonjol keluar dengan nyata, wajahnya menyeringai seram, dia masih ingat dengan dendamnya pada tiga tahun berselang diatas tebing Pek Yan Gay.
Gong Yu tidak gubris kegusaran orang, per-lahan2 ia berpaling meninjau situasi yang ada disekelilingnya.
Tampaklah sumoaynya Lie Wan Hiang telah menggantikan kedudukan Ci-Yang Cinjien untuk menghadapi Jiak-Kioe Kiam-Khek, si bola daging dari Tiang Hay, pertarungan antara mereka berdua berjalan dengan seimbang dan serunya, sementara Ci Yang Cinjien sendiri telah mundur kebelakang membantu Cing Yang Cinjien mengerubuti si nenek bongkok dari negeri Hoe seng. Maka untuk sementara waktu situasi berhasil diatasi dan aman.
Setelah dirasakan keadaan bisa diandalkan, pemuda kita baru memandang kembali wajah Yoe Leng sin Koen yang berubah jadi menyeramkan itu, dia tahu pihak lawan sudah diliputi oleh kegusaran, maka sambil tertawa dingin jengeknya: "Buat apa kau bertanya lagi?"
Sebelum bertindak mendadak Yoe Leng sin Koen teringat kembali sesuatu kejadian yang aneh, dia merasa tercengang dengan kekuatan dari si sastrawan berbaju biru. Didalam bentrokannya tadi dia merasa bahwa tenaga lweekang yang dimilikinya jauh lebih tinggi satu tingkat daripada Hoo Thian Heng.
Sedangkan keparat cilik ini adalah sutenya, kenapa dia bisa menahan getaran dari hasil pukulan "Ban Tok Ci ong" si Raja diraja dari selaksa racun? sekalipun dikatakan tenaga lweekang sutenya jauh lebih lihay dari suhengnya tak nanti kelebihan tersebut terpaut begitu besar....lalu apa yang sudah terjadi?
Jangan2 keparat cilik ini sudah bermain setan? sedang Ban Tok Ci-ong merasa tidak tega melukai dirinya karena melihat usianya yang masih muda dan mempunyai bakat yang baik sehingga mengalah buat si anak muda ini?
Berpikir sampai disitu keberaniannya berkobar kembali, dia segera tertawa seram.
"Keparat cilik, dengan ketajaman mata pun kauwcu sejak tadi aku sudah tahu kalau kau hanya bisa menggertak sambal belaka. Hmmm, beranikah kau bertaruh tiga babak dengan diriku?"
Gong Yu pura2 menunjukkan rasa kaget, namun dengan cepat ia berhasil menenangkan kembali hatinya.
"Jangan dikatakan tiga babak, sekalipun sepuluh babak siauw-heng juga tidak jeri untuk menghadapinya," dia menyahuti, setelah merandek sejenak, tanyanya lebih jauh: "Entah bagaimanakah pertaruhan kita itu?"
Diam2 Yoe Leng sin Koen memperhatikan perubahan wajah lawannya, setelah dirasakan bahwa dugaannya sama sekali tidak meleset dan merasa yakin pertaruhan ini pasti dimenangkan olehnya dia lantas berkata:
"Tentu saja tidak lain daripada beradu ilmu meringankan tubuh, ilmu pukulan telapak serta ilmu mempergunakan senjata. Barang siapa yang berhasil menangkan dua babak, dialah yang menang." Gong Yu tersenyum.
"Lalu apakah keuntungannya bagi sang pemenang dan apa pula kewajiban bagi yang kalah?"
Yoe Leng sin Koen termenung berpikir sejenak, setelah itu jawabnya:
"Pihak yang kalah diwajibkan melaksanakan segala perintah yang diucapkan oleh pihak yang menang."
"Apakah ada batas2nya? umpama saja termasuk memenggal batok kepala sendiri ataukah memenggal batok kepala orang lain?"
"Perhatikanlah kata "segala" dalam ucapanku tadi, percuma kau mengatakan yang lebih banyak kalau tak tahu artinya kata tersebut."
"Oooooh...begitu ? lalu apakah ada batas2 waktunya ? umpama kata cuma beberapa hari atau harus mendengarkan perintah pihak yang menang sepanjang hidupnya ?"
"Sudah tentu sepanjang hidupnya."
Tiba2 Gong Yu mendongak dan tertawa ter-bahak2.
"Heee... heee..heee... sejak dulu hingga sekarang, segala macam perjanjian hanya berlaku bagi kaum koen-cu dan sama sekali tak berguna bagi kaum Siauw-jien manusia rendah martabatnya."
"Apa kau bilang ?" teriak Yoe Leng sin Koen dengan wajah berubah hebat. "Siapakah koencu dan siapakah Siauw-jien, dewasa ini masih terlalu pagi untuk dibicarakan." Si pendekar tampan berbaju hijau Gong Yu tertawa hambar.
"Lebih baik kita bicarakan dulu kebiasaan kaum Siauw-jien sebelum membicarakan kaum koencu, seandainya beruntung Siauwjien bisa merebut kemenangan tersebut maka aku tidak ingin memerintahkan kau untuk memenggal batok kepalamu tapi aku berharap agar kau suka memotong sebuah jari tanganmu sebagal peringatan agar kau suka bertobat, kaupun tak usah mendengarkan perintahku sepanjang masa, cukup asal kau bubarkan segenap anggota perkumpulan Yoe-Leng Kauwmu saja, bisakah kau laksanakan hal tersebut diatas?"
Ucapan ini membuat Yoe-Leng sin Koen tertegun, dalam hati segera pikirnya: "Mungkinkah si anak muda ini mempunyai keyakinan untuk menangkan diriku?" Tanpa terasa hatinya jadi sangsi.
Namun ucapan telah diutarakan keluar, sekalipun menyesal juga tak ada gunanya, maka dia segera mendengus dingin.
"Hmmm kau anggap sin-Koen adalah manusia macam apa?"
"Kalau memang demikian, perintahkanlah anak buahmu yang sedang bertempur untuk menghentikan pertarungan," kata Gong Yu kemudian setelah melirik sekejap para jago yang sedang bertempur sengit.
Dari medan pertempuran Yoe Leng sin Koen pun bisa menyaksikan bahwa pihaknya tidak berhasil mendapatkan keuntungan apa2 dalam pertarungan ini, maka dia segera tunjukkan tanda setuju.
Dia lantas bersuit nyaring dan segenap anggota perkumpulan Yoe Leng Kauw yang sedang bertempur segera mengundurkan diri ke belakang.
Gong Yupun lantas menyampaikan maksud hatinya kepada para tosu dari pihak Bu-tong.
Menggunakan kesempatan ini Lie Wan Hiang segera menceritakan keadaan situasi dipartai Siauw-lim kepada toa suhengnya Hoo Thian Heng.
Hian cing Tootiang yang ikut mendengarkan dari samping tentu saja merasa sangat girang dia lantas perintahkan anak muridnya untuk membagi diri jadi dua kelompok dan berdiri di utara serta selatan.
Disamping itu mengusulkan Cing Yang Tootiang serta Jiak Kioe Kiam Khek sebagai saksi dalam pertaruhan ini.
Pertandingan babak adalah beradu ilmu meringankan tubuh.
Jiak-Kioe Kiam Khek tampil ketengah kalangan, dari Ang Hoat Tauwto dimintanya tiga batang jarum "Ngo Im Koei Ciam" kemudian ujarnya:
"Setelah jarum ini kusambitkan ketengah udara, kedua belah pihak harus mencelat ketengah udara, bagi siapa yang berhasil mencapai ketinggian melebihi lawannya dan bisa berdiam lebih lama diangkasa dialah yang menang, sebaliknya bagi yang tak dapat melakukan hal itu dianggapnya kalah."
Mendengar hal tersebut diam2 Yoe Leng sin Koen merasa kegirangan.
Tentu saja Lie Wan Hiang pun mengetahui kegunaan dari mantel lawannya, dengan cepat dia memprotes.
"Sewaktu bertanding nanti, sin Koen harus melepaskan mantel yang kau kenakan itu, dengan demikian kedua belah pihak baru bisa mengadu kepandaian yang murni dan adil."
Yoe Leng sin Koen tertawa ter-bahak2.
"Haaa...haaa... sungguh keterlaluan sekali ucapanmu itu, seandainya ada orang memohon kepada nona untuk melepaskan gaun yang kau kenakan apakah kau juga mau?"
Baru saja dia menyelesaikan kata2nya tiba2 terdengar suara bentakan keras berkumandang diangkasa, sesosok bayangan hijau berkelebat lewat dan tahu2 Ploook.. !! sebuah tempelengan keras dengan telak bersarang diatas pipi Yoe Leng sin Koen yang pucat pias bagaikan mayat itu.
Gaplokan ini bukan saja dilakukan amat cepat bahkan nyaring sekali sehingga dapat didengar oleh segenap jago yang hadir ditengah kalangan tersebut.
Yoe Leng sin Koen tertegun dia tak menyangka pihak lawan bisa memiliki gerakan tubuh yang demikian cepatnya, sampai kepandaian sakti yang dimilikinya belum sempat digunakan tahu2 pipinya sudah mendapat persen.
"Adik Wan, apa gunanya kau ribut dengan manusia semacam itu," ujar Gong Yu sambil tertawa. "Biarkanlah dia menangkan pertandingan babak pertama ini, bukankah kita masih punya kesempatan dua babak untuk merebut kemenangan?"
Lie Wan Hiang mengerling sekejap kearahnya dan tidak berbicara lagi.
Yoe Leng sin Koen Ci Tiong Kian sendiri, meskipun didalam hati sangat gusar, namun karena takut terjadi hal2 yang tidak diinginkan maka sekalipun pipinya mentah2 kena digaplok orang dia tetap diam saja.
Dalam pada itu Cing Yang Cinjien telah memperingatkan kedua belah pihak untuk bersiap sedia. Jiak Kioe Kiam Khek segera ayunkan "Ngo-Ing Loei ciam" tersebut ketengah udara.
"Bluum..." bersamaan dengan meledaknya suara dentuman yang keras, dua sosok bayangan manusia meluncur ke angkasa.
Si Pendekar tampan berbaju hijau Gong Yu dengan mengandalkan ilmu meringankan tubuh Menunggang angin Membonceng awan meluncur lurus ketengah udara, sedangkan Yoe Leng sin-Koen dengan andalkan mantelnya yang ampuh mengejar dari belakang, kedua belah pihak sama2 berhasil mencapai pada ketinggian beberapa ratus tombak.
Pemandangan yang luar biasa ini bukan saja membuat para jago yang ada dikalangan sama2 geleng kepala dan menjulurkan lidahnya, Yoe-Leng sin Koen yang ada ditengah udarapun merasa sangat terperanjat, pikirnya.
"Satu hari manusia macam ini masih hidup dikolong langit, aku Yoo Leng sin Kun tidak mungkin bisa merajai seluruh dunia persilatan, aku harus berusaha keras melenyapkan bibit bencana ini dari muka bumi.."
Maka semakin besarlah niatnya untuk melenyapkan pemuda ini dalam pertandingan tersebut.
Gong Yu tak mau unjukkan kelemahan, ilmu gerakan tubuh Hong im Cap Pwee Pian atau Angin dan Mega delapan belas kali berubah ajaran Loo Pouw sat dari gunung Altai segera dikerahkan dengan hebatnya, tampaklah tubuh si anak muda itu bagaikan seekor naga sakti berkelebat kesana kemari dengan gagahnya.
Yoe Leng sin Koen sendiri meskipun dia tidak sampai menderita kalah berkat bantuan mantelnya, namun tubuhnya yang berada ditengah udara tak dapat bergerak dengan lincahnya seperti pemuda tersebut, dengan sendirinya tampak jelas sekali perbedaannya.
Kurang lebih setengah perminum teh kemudian, tubuh kedua orang itu baru melayang kembali keatas tanah.
Sudah tentu tampak si pendekar berbaju hijau tiba lebih dahulu diatas tanah, sehingga dalam pertandingan babak pertama Yoe Leng sin Koenlah yang menang.
Sekalipun begitu kedua belah pihak sama2 memahami apa sebabnya Yoe Leng sin Koen berhasil merebut kemenangan, bahkan Ci Tiong kian sendiripun merasakan wajahnya tak bersinar.
Pertandingan babak kedua adalah beradu tenaga pukulan.
Jiak Kioe Kiam Khek pernah menyaksikan sendiri betapa dahsyatnya ilmu pukulan Yoe-Leng sin-Koen dimana ia pernah menghancurkan batu cadas gunung dari jarak sepuluh tombak. Dia percaya kauwcunya pasti berhasil merebut kemenangan, maka segera usulnya:
"Pada jarak sepuluh tombak masing2 membuat sebuah lingkaran bulat seluas tiga depa, barang siapa yang terhantam hingga keluar dari lingkaran garis tersebut dialah yang kalah."
Masing2 pihak tiada usul lain, maka kedua orang itupun segera membuat garis lingkaran dan masuk kedalam lingkaran tersebut.
Begitu jarum Ngo-Ing Loei-ciang berdentuman diangkasa, Yoe-Leng sin Koen laksana kilat segera mengirim satu serangan lebih dahulu dengan Ilmu pukulan "Kioo-lm Hiat sat-Kang", seketika angin taupan melanda seluruh permukaan bumi.
Gong Yu rada terlambat melancarkan serangannya maka dia menderita kerugian dalam serangan tersebut.
Terdengar dua desiran tajam menyambar ke depan membelah angkasa.
Blumm....Blumm.... ditengah ledakan dahsyat pasir dan debu beterbangan ke-mana2, pohon serta ranting kayu seluruh tombak diluar garis pertarungan sama2 patah dan roboh keatas tanah.
Tubuh Gong Yu tergoncang beberapa saat kemudian jadi tenang kembali, sebaliknya Yoe leng sin Koen merasakan jantungnya berdebar keras, darah panas bergolak kencang, hampir2 saja badannya meleset keluar dari garis lingkaran.
Semua jago yang menonton jalannya pertempuran ini jadi ikut tegang, keringat dingin tanpa sadar mengucur keluar membasahi tubuh mereka.
Gong Yu bersuit nyaring, hawa sakti Ta siy Hian Thian sinkang segera dihimpun kedalam lengannya, secara berantai dia kirim beberapa pukulan mematikan, serangan demi serangan dilancarkan dengan dahsyat.
Yoe Leng sin Koen tersirap darah panasnya, sekalipun dia sudah kerahkan tenaga lweekangnya hingga mencapai dua belas bagian namun semakin berlangsung kebelakang, dia semakin tak kuasa mempertahankan diri.
Terasalah tenaga tekanan lawan begitu ampuh dan kuatnya, gulungan angin taupan yang melanda tiba membuat hati orang jadi bergidik dan terkesiap, setiap hantaman yang menggulung tiba menggetarkan badannya sehingga kuda2nya jadi tergempur, badannya semakin sempoyongan bagaikan pohon Liuw yang terhembus angin kencang..
Sebaliknya Gong Yu si pendekar tampan berbaju hijau sendiri tetap tegak bagaikan batu karang, sepasang kakinya se-olah2 terpantek diatas permukaan tanah sedikitpun tidak goyah, hawa murni menyelimuti sekujur badan membuat pakaian yang dia kenakan pada menggembung besar, mantap dan kekar laksana gunung Thay-san, angker dan berwibawa bagaikan malaikat langit yang turun dari kahyangan.
Menyaksikan keangkeran serta kegagahan lawan baik Jiak Kioe Kiam Khek si bola daging dari laut Tang Hay maupun segenap anggota perkumpulan Yoe Leng Kauw, diam2 merasa terperanjat dan pecah nyali.
Sebaliknya Hian Cing Tootiang itu ciang-bunjien dari partai Bu-tong serta anak muridnya jadi gembira dan kegirangan setengah mati.
Lie Wan Hiang sendiri diam2 merasa kagum dan senang melihat kegagahan calon suaminya yang luar biasa ini.
Dalam waktu yang amat singkat itulah tiba2 sepasang telapak Gong Yu ditarik kearah belakang, bersama dengan daya hisapnya itu, tanpa bisa dikuasai lagi badan Yoe Leng sin Koen mencelat keluar dari garis lingkaran.
Tempik sorak yang gegap gempita seketika meledak diluar kalangan, begitu keras suara tepuk tangan dan teriakan memuji itu sampai membuat Yoe Leng sin Koen terkejut dan mendusin dari rasa cengangnya, sekarang dia baru merasa bahwa tubuhnya sudah terlempar keluar dari garis lingkaran.
Buru2 telapaknya dihantamkan keatas permukaan dengan sekuat tenaga, badannya seketika membumbung tinggi keangkasa, dengan gerakan inilah dia berhasil melepaskan diri dari pengaruh daya hisap tenaga sinkang dari Gong Yu.
Kendati begitu, hatinya terkesiap juga sehingga sekujur badannya merinding dan bulu kuduk pada bangun berdiri.
Terpaksa dia harus mengaku kalah didalam pertandingan babak yang kedua ini.
Dengan kemenangan dari Gong Yu dalam pertandingan barusan maka berarti keadaan jadi seimbang yaitu sekali menang dan sekali kalah babak penentuanpun bakal tergantung dalam pertandingan babak terakhir.
Yoe Leng sin Koen ci Tiong Kian tertawa seram, sreeet.... dari sarungnya dia cabut keluar sebilah pedang mustika yang memancarkan cahaya ke-perak2an, begitu tajam cahayanya sampai sinar rembulan pun lenyap tak tertampak.
Dia tahu bahwa pedang pendeknya ini merupakan sebilah pedang mustika, bukan saja tajamnya luar biasa, asal gagang pedangnya ditekan maka dari tubuh pedang itu segera akan menyembul keluar cairan obat beracun yang amat ganas, barang siapa yang terkena semprotan cairan beracun itu, kendati memiliki tenaga lwekang yang amat lihaypun percuma saja.
Wajahnya pada saat ini sudah berubah jadi hitam pekat, otot2nya menonjol keluar semakin nyata, napsu membunuh memancar keluar dari balik matanya yang buas, hal ini menandakan bukan saja dia telah mengambil keputusan untuk menangkan pertandingan yang terakhir, disamping itu dia pun sudah membuat langkah perhitungan seandainya dia menderita kekalahan nanti.
Dalam pada itu si pendekar tampan berbaju hijau telah mengambil keluar sebuah ikat pinggang kumala yang berwarna hijau dan panjangnya mencapai empat depa.
Begitu senjata itu dicabut keluar, cahaya tajam yang amat menusuk pandangan segera memenuhi angkasa...
Tak usah dikatakan lagi, ikat pinggang tersebut sudah pasti adalah sebuah benda mustika, tak kuasa Yoe Leng sin Koen mengerutkan dahinya dalam2, sedangkan para jago yang menonton jalannya pertarungan itu merasa hatinya jadi tegang.
Jiak Koei Kiam Khek pernah merasakan kerugian yang sangat besar di tangan pendekar tampan berbaju hijau ini, dengan sendirinya dia tahu akan kelihayan orang, sambil gelengkan kepalanya yang botak dalam hati dia menghela napas tiada hentinya.
Jarum "Ngo Ing Loei ciam" segera diayunkan ketengah udara...Bluumm! bersamaan dengan berdentumnya ledakan diangkasa, senjata mustika kedua belah pihakpun mulai berbicara.
Gong Yu yang mempertaruhkan kebebasan serta keselamatannya tentu saja tidak berani bertindak gegabah menghadapi musuhnya yang licik dan lihay ini.
Setiap serangan yang dilancarkan tentu hebat dan dahsyat, dibalik gerakan mengandung gerakan lain yang lebih ampuh, kegagahan serta kehebatannya bisa dibandingkan dengan matahari diangkasa.
Sebaliknya jurus2 serangan yang dilancarkan Yoe Leng Sin Koen bukan saja ganas bahkan keji dan telengas, banyak liku2 dan tipu muslihat dibalik gerakannya, ditambah pula dengan wajahnya yang menyeringai buas menambah seramnya gerakan tubuh orang itu.
Suitan nyaring serta gelak tertawa seram bercampur aduk diantara deruan angin serangan yang membisingkan telinga.
Terutama sekali gelak tertawa seram dari Ci Tiong Kian, begitu tinggi melengking dan begitu menyeramkan se-akan2 jeritan setan yang kelaparan membuat orang yang mendengar jadi bergidik dan ketakutan.
Untuk beberapa saat lamanya ikat pinggang kumala dari Gong Yu berhasil menguasai seluruh kalangan, posisinya berada diatas angin.
Tetapi Yoe Leng Sin Koen tak mau menyerah dengan begitu saja, diantara berkembangnya mantel berwarna abu2, pedang "Yoe Leng Kiam"nya menggetarkan ber-kuntum2 bunga pedang, sekuat tenaga ia berusaha mengimbangi permainan lawan.
Setelah puluhan gebrakan dari atas permukaan tanah, kedua orang itu bertempur sampai ketengah udara, kemudian dari angkasa saling serang menyerang lagi hingga tiba diatas bumi.
Dalam sekejap mata seratus jurus telah berlalu.
Mendadak Gong Yu kerutkan dahinya, dia bersuit nyaring, dengan jurus "Hoe Hauw Jien Liong" atau mengikat harimau menangkap naga, ikat pinggang kumalanya digetarkan sehingga menciptakan ber-puluh2 lembar bayangan cahaya berwarna hijau, laksana kilat menggulung tubuh Yoe Leng Sin Koen.
Sepasang mata elang Ci Tiong Kian berkedip, dia tahu lihay, maka buru2 loncat ke angkasa dengan gerakan tubuh Sukma gentayangan diikuti menggunakan jurus "Hoen piauw pok Biauw" atau Sukma melayang Nyawa meraba, dia tangkis serangan lawan kemudian loncat mundur delapan depa kebelakang.
Pedangnya bergetar kencang, dari ujung pedang meluncur keluar sekuntum bunga pedang yang amat besar, dengan jurus "Lee Koei-Tan Hoe" atau setan ganas mengisi perut berbarengan dengan gerakan pedangnya dia ikut merangsek kemuka.
Gong Yu sama sekali tak berkutik sama sekali dari tempatnya semula, menggunakan jurus "Lee-san Tay Hoo" atau Membongkar gunung membendung sungai, dengan suatu gerakan yang sangat sederhana dia berhasil memunahkan serangan lawan, diikuti dengan memakai jurus "Cian-Liong jut-Hay" atau Naga selam muncul disamudra, laksana ular ganas ikut pinggangnya kembali menggulung tubuh lawannya.
Dengan gusar Yoe Leng sin Koen meraung keras, badannya mencelat dua tombak ke angkasa, sepasang kakinya menjejak lurus dengan mengubah kakinya diatas dan kepala di bawah, pedangnya bergetar kencang menciptakan sebuah lingkaran bianglala perak kemudian langsung menusuk batok kepala Gong Yu dengan kecepatan bagaikan hembusan angin.
Jurus serangan "Hoen Yoe Tay si" atau sukma gentayangan didunia ini benar2 tak boleh dipandang ringan.
Hian cing Tootiang dari Bu-tong Pay pun merupakan seorang ahli pedang, setelah menyaksikan kehebatan serta kelihayan dari jurus serangan yang digunakan Yoe Leng sin Koen, diam2 ia merasa sayang dan kecewa, pikirnya dalam hati.
"Sayang manusia ini berwatak ganas keji dan suka membuat keberingasan bagi umat dunia, bilamana suatu hari wataknya bisa dirubah dan dia mau bertobat serta kembali kejalan yang benar, tidak sulit baginya untuk menjadikan dirinya sebagai seorang maha guru dalam ilmu pedang."
Sementara itu tatkala Gong Yu menyaksikan pedang Yoe Leng sin Koen menerobos ke bawah sambil mengirim satu tusukan maut dengan sebat dia mengegos kesamping lengannya menekan kebawah dan segera menyentak ikat pinggangnya ke atas.
Sreeet....disertai hawa serangan yang maha dahsyat, ikat pinggangnya meluncur ke angkasa dengan jurus "Tiong Hong-Koan Jiet" atau Bianglala panjang menutupi sang surya, salah satu jurus ampuh dari "Giok-Tay-sip-sie" atau sepuluh jurus ilmu ikat pinggang sakti.
Ujung ikat pinggang berkelebat menembusi hawa pedang yang memancar keluar dari senjata lawan, diiringi desiran angin tajam langsung menotok jalan darah Hian Kie hiat didada musuh.
Terlihatlah sebentar lagi jalan darah itu bakal tertotok disaat yang terakhir itulah mendadak dia putar badannya laksana kilat, dengan kain mantel hitamnya yang kebal terhadap segala bacokan senjata dia bendung datangnya ancaman tersebut.
"Dukk !" Ujung ikat pinggang dengan telak menghajar diatas kain mantel Ci Tiong Kian.
Kalau dibicarakan menurut peraturan pertandingan pi-bu, maka ketua dari perkumpulan Yoe Leng Kauw ini harus mengaku kalah, tapi Yoe-Leng-sin-Koen sebagai keluarga dari se-orang2 Jay-Hoa-Cat si penjahat pemetik bunga tentu saja tidak sudi berbuat demikian, dengan muka tebal dan tidak tahu malu dia teruskan serangannya mengancam bagian2 tubuh lawan yang penting.
Cing Yang Tootiang sebagai saksi segera memprotes dan menjatuhkan vonis kalah bagi Ci Tiong Kian, namun Jiak Kioe Kiam Khek ngotot menolak keputusan tersebut.
Sementara kedua orang saksi itu sedang ribut dengan sendirinya, suasana ditengah kalanganpun kembali terjadi perubahan.
Kiranya sejak gebrakan yang pertama tadi Yoe-Leng sin Koen selalu berada dalam posisi yang terdesak dan terancam bahaya, selama ini dia tak sanggup melancarkan serangan balasan.
Sekalipun semua jurus serangan pedang yang termuat dalam kitab pusaka Yoe Leng Pit-Kip telah digunakan semua, namun keadaan pihak lawan masih tetap tenang seperti sedia kala.
Dalam keadaan demikian dia berpikir, seandainya tidak melancarkan serangan maut dengan menggunakan kesempatan ini maka akibat dari pertandingan ini tentu akan merugikan dirinya sendiri.
Setelah berpikir demikian, maka semua rasa jeri atau takut seketika lenyap dari benaknya.
Cuma saja, untuk melaksanakan rencana kejinya itu dia membutuhkan suatu jarak tertentu yang menguntungkan, maka dari itu sebelum jarak yang dibutuhkan terpenuhi, sambil tertawa seram dia lari hilir mudik tiada hentinya diseluruh kalangan.
Menyaksikan tingkah laku lawannya yang aneh ini timbul perasaan was-was dalam hati kecil pemuda kita, pikirnya:
"Sungguh aneh tingkah laku orang ini, apakah dia hendak memperlihatkan permainan setan?"
Karena berpikir demikian, sekalipun dia mengejar terus dari belakang namun dengan teliti dan seksama diperhatikannya terus setiap tingkah laku musuhnya.
Pada saat itulah mendadak Yoe Leng sin-Koen tertawa seram, tubuhnya laksana kilat berputar kebelakang, pedangnya diangkat sejajar dengan dada, kemudian dengan Jurus Jie seng Keng Poen atau Manusia dan Malaikat gusar bersama, terdengar "Kletuk" dari tubuh pedang pendeknya tahu2 memancar keluar cairan beracun yang sangat deras.
Melihat gerak gerik musuhnya sangat aneh, Gong Yu segera mengetahui bahwa pihak lawannya mau main gila dengan pedangnya itu segera dia unjukkan reaksi yang tak kalah cepatnya.
Ikat pinggang kumalanya sepanjang empat depa dengan memainkan jurus "Lok Im Hoei Hong" atau Mega Rontok Tersapu Puyuh segera membendung depan tubuhnya, berbarengan pula tenaga sakti Tay si Hian Thian sinkang disalurkan melindungi sekujur badannya.
Dengan tindakan tersebut, bukan saja air beracun yang memancar datang kearahnya tidak sanggup mendekati tubuhnya, bahkan bagaikan terhadang oleh sebuah dinding besi yang tebal dan kuat cairan racun tadi segara rontok ketanah dan membakar benda yang ada diatas tanah.
Lie Wan Hiang menjerit kaget setelah menyaksikan kejadian ini, demikian pula halnya dengan para toosu dari Bu tong Pay mereka sama2 berdiri tertegun dengan mata terbelalak lebar.
Semua peristiwa itu hanya berlangsung dalam waktu yang amat singkat.
Tatkala dilihatnya pihak lawan memperlakukan dirinya dengan tindakan yang begitu kejam, telengas, rendah dan tak tahu malu, seketika itu juga Gong Yu naik pitam, mendadak pergelangan bajunya ditekan kebawah, dengan jurus "Koei Hoe Mo" atau Menghantam setan menundukkan iblis ia ciptakan senjatanya jadi be-ribu2 bayangan hijau dan mengurung seluruh tubuh lawannya.
Yoe Leng sin Koen terperanjat, buru2 pedangnya berputar dengan memakai jurus "Ok Lee Tiauw Seng" atau setan ganas melarikan diri, meminjam perlindungan cahaya pedangnya dan dia berusaha meloloskan diri dari tempat itu.
Siapa sangka Gong Yu sudah terlanjur gusar, bisa dibayangkan betapa dahsyatnya serangan tersebut... Krraak! diiringi suara yang amat nyaring, jari tengah serta jari telunjuk tangan kiri Yoe Leng sin Koen segera tersambar hingga patah jadi dua bagian.
Ci Tiong Kian menjerit kesakitan, badannya dengan cepat meloncat ketengah udara, teriaknya dengan penuh kebencian.
"Gong Yu bangsat keparat, nantikanlah saat pembalasanku atas dendam putusnya jari tanganku ini sedangkan mengenai anak buah perkumpulanku, seperti yang telah dijanjikan tadi, aku tak akan mengingkarinya..."
Ucapan yang terakhir terdengar amat lirih dan kecil, jelas ketua dari perkumpulan Yoe Leng Kauw itu sudah jauh meninggalkan gunung Bu-tong san.
Dengan larinya sang pemimpin, para anggota perkumpulan Yoe Leng Kauw termasuk Jiak-Kioe Kiam Khek serta si nenek bongkok sekalian jadi lemas lunglai, mereka putus asa dan sama2 berdiri murung.
"Engkoh Yu urusan tidak sedemikian gampangnya," kata Lie Wan Hiang dengan alis berkerut. "Gembong2 iblis itu semuanya merupakan manusia keji yang buas dan berhati ganas, bilamana kita tidak membasminya malam ini juga, kelak pasti akan meninggalkan bibit bencana buat dikemudian hari."
Gong Yu tahu bahwa adik seperguruannya Lie Wan Hiang amat membenci manusia2 itu, tetapi setelah ia mengutarakan sendiri janjinya untuk memberi kesempatan bagi mereka agar bisa bertobat, mana boleh mengingkari janji ?
"Adik Wan," katanya kemudian dengan wajah serius. "Biarkanlah mereka pergi dari sini."
Dalam pada itu Piauw Biauw Hujien dengan membawa anak buahnya yang terdiri diri tiga "Hong-Hoen" lima "Lee-pok" serta tujuh belas "Yoe-Leng" dengan hati lesu dan badan lemas melarikan diri ter-birit2 meninggalkan gunung Bu tong san.
Hian cing Too tiang yang mengetahui akan kejujuran Gong Yu serta wataknya yang terlalu pegang janji, sudah tentu tidak memerintahkan anak buahnya untuk menghalangi jalan pergi iblis2 tersebut.
Setelah Jiak-Kioe Kiam-Khek Koe Ek serta si nenek bongkok Loo Peng sim berlalu pula dari situ, Hoo Thian Heng baru mendekati sute serta sumoynya dan memperkenalkan mereka dengan ci Yang cinjien, chin-Yang cinjin, Hian cing tootiang sekalian.
-o0odwo0o- Jilid : 17 ALANGKAH berterima kasihnya para toosu dari Bu-tong Pay ini atas pertolongan dari Gong Yu serta Lie Wan Hiang, suara pujian dan menyanjung terdengar menggema di-mana2.
Sambil tertawa ter-bahak2 ujar si nelayan sakti dari sungai Goan-kang Tong Soe Kiat :
"Heee...heee...heee...orang gagah memang muncul dikala masih muda, ucapan ini sedikitpun tidak salah, seandainya didalam gerakan penyerbuan secara besar2an dari perkumpulan Yoe Leng Kauw atas partai Siauw lim serta partai Bu-tong ini tidak dihalangi oleh kalian suheng-moay bertiga, aaai entah bagaimana akibatnya ? Terutama sekali kesediaan Gong Loote serta nona Wan untuk melakukan perjalanan sejauh ribuan lie tanpa mengenal lelah, semangat, rasa setia kawan serta jiwa kependekaran mereka bukan saja telah menolong partai Sauw-lim serta partai Bu-tong lolos dari bahaya kehancuran, boleh dibilang juga kalian telah menyelamatkan seluruh dunia persilatan dari bencana besar, atas nama seluruh umat Bulim, loohu merasa kagum dan berterima kasih sekali kepada kalian semua!"
"Aaaah, loocianpwee terlalu memuji," seru Gong Yu dengan suara merendah. "Boanpwee sekalian baru saja terjun kedalam dunia persilatan, pengalaman kami amat cetek dan setiap saat masih membutuhkan petunjuk yang berharga dari loocianpwee sekalian. Sedang mengenai soal bantuan, itu sudah merupakan kewajiban boanpwee sekalian sebagai warga Bu-lim, tidak sepantasnya kalau cianpwe begitu me-muji2 diri kami, lagi pula suhu kami serta loo Pouwsat dari gunung Altay telah memberikan ramalannya mengenai peristiwa ini."
Ia menghela nafas dan berhenti sejenak, lalu terusnya:
"Sayang si telapak jagat Poei Seng cianpwee dari Ciong Lay telah mati ditangan kaum penjahat, seandainya tidak ada dia yang menyampaikan berita ini kepada kami, aaai...! Rencana keji kaum iblis pasti akan memperoleh sukses besar!"
Mendengar perkataan itu semua orang tanpa terasa telah menghela napas panjang, suasana dalam kalanganpun segera diliputi oleh rasa sedih dan murung.
Hian Cing Tootiang sebagai tuan rumah de?ngan segala kehormatan segera mengundang Gong Yu, Lie Wan Hiang, Hoo Thian Heng serta Tong Soe Kiat untuk masuk kedalam istana Ci Yang Kiong guna beristirahat.
Gong Yu perlahan lahan mendongak meman?dang sekejap bulan purnama ditengah angkasa, menyaksikan kayu dan ranting masih bertum?pukan disekitar istana Ci yang Kiong, tiba2 ia teringat kembali akan kematian Poei Seng yang mengenaskan.
Kuatir diatas gunung masih ada sisa komplotan iblis yang menyelinap diantara mereka dan takut pula kalau orang itu melepaskan api membakar tumpukan kayu kering, maka sesudah berunding sebentar dengan Hian Cing Tootiang, semua orang segera bekerja keras memindahkan kayu2 ranting itu dari sekeliling Ci Yang Kiong.
Atas kecermatan serta ketelitian si anak muda ini, semua orang semakin kagum dan me?muji.
Demikianlah Gong Yu serta Lie Wan Hiang segera disediakan kamar tamu untuk beristi?rahat.
Dalam kenyataan mereka berdua memang sudah merasa sangat lelah, dalam keadaan begini hanya satu yang mereka butuhkan yaitu tidur yang nyenyak hingga kesegaran badan pulih kembali.
Karena itulah begitu mencium ranjang, ba?ik Gong Yu maupun Lie Wan Hiang segera tertidur pulas, bangun2 waktu sudah menun?jukkan tengah hari dan sinar matahari menyorot diseluruh jagad.
Begitulah setelah beristirahat selama dua hari diatas istana Ci-yang Kiong, Gong Yu, Lie Wan Hiang, Hoo Thian Heng serta Tong Soe Kiat buru2 mohon diri kepada Hian Cing Tootiang.
Dengan dihantar sendiri oleh ciangbunjien partai Bu tong serta anak muridnya, empat orang jagoan yang telah selamatkan mereka dari bencana maut inipun turun dari gunung yang indah dan melanjutkan tugas mereka untuk berbakti bagi umat Bu lim.
Ditengah jalan keempat orang itu memisah?kan diri untuk menyelidiki kabar berita me?ngenai To Bin Yauw Hoe.
Hoo Thian Heng serta si nelayan sakti dari sungai Goan Kang mengambil jalan kearah selatan menuju propinsi In lam.
Sedangkan Gong Yu serta Lie Wan Hiang menuju kearah Barat berangkat ke Cong Khong.
Sebab mereka berempat semuanya menduga bahwa sarang To Bin Yauw Hoe pasti berada disekitar Barat daya.
Baiklah untuk sementara waktu kita tinggalkan dahulu rombongan yang menuju kearah Selatan.
Dalam pada itu Gong Yu serta Lie Wan Hiang berangkat dari gunung Bu tong san yang terletak di propinsi Ouw pak menuju kearah Barat memasuki daerah propinsi Su cuan.
Sebetulnya mereka bisa melanjutkan perjalanan dengan menunggang perahu, tetapi perjalanan yang lambatnya melebihi jalannya sapi itu mana sanggup ditahan kedua orang muda-mudi itu.
Kendati perjalanan menuju ke propinsi Su-Cuan sulitnya melebihi naik kelangit, namun dengan menunggang kuda mereka yang jempolan dan bagus, tidak terlalu banyak kesulitan yang dijumpai.
Sepanjang jalan mereka berdua dapat menikmati pemandangan alam yang memang tersohornya dikolong langit, untung sekali tujuan mereka adalah untuk melakukan penyelidikan, sehingga tak perlu tergesa2 melanjutkan perjalanan.
Berhubung perjalanan mereka yang sangat lambat ditambah pula tidak nampak mereka menggembol senjata, lagi pula tingkah laku kedua orang itu halus dan berbudi tinggi, kebanyakan orang menyangka bahwa mereka adalah kaum kong-cunya serta putri hartawan yang kaya raya, tentu saja tak pandai silat dan urusan Bu-lim pun tak akan mereka ketahui.
0d00O00w0 Bab 24 HARI ini Gong Yu mengajak Lie Wan Hiang berpesiar diatas gunung Go-bie yang tersohor karena tingginya diantara lima gu?nung serta indahnya diantara sembilan samudra, saking indahnya pemandangan disekitar sana hingga tanpa terasa sang surya telah condong ke Barat.
Belum sampai mereka mencapai kaki gu?nung, tampak seorang jago Kangouw berusia empat lima puluh tahunan muncul dari belakang mereka, diikuti orang itu menghela napas dan berkata :
"Budi Pekerti meningkat satu depa, kejahatan melonjak satu tombak, sungguh tak nyana selama beberapa waktu belakangan dalam kalangan dunia persilatan telah muncul sebuah perkumpulan yang menamakan dirinya sebagai perkumpulan Yoe Leng Kauw. Bukan saja partai Cing Shia hancur berantakan sehingga para toosunya buyar bagaikan mega terhembus angin, bahkan hweesio2 Go-bie Pay yang disebut salah satu perkumpulan Buddha yang terbesarpun sama2 mengundurkan diri kegunung Kioe Hoa-san."
"Benar !" hati Gong Yu serta Lie Wan Hiang hampir berbareng. "Tidak aneh kalau gunung ini begitu sunyi dan hening, tak seorang hweesiopun kelihatan muncul disini, kiranya hweesio2 itu telah melarikan diri kegunung lain !"
Pada saat itulah suara kasar yang lain berkumandang datang :
"Perkumpulan Yoe Leng Kauw baru muncul selama tiga bulan dalam dunia Kangouw, ternyata seluruh Bu-lim berhasil diobrak abrik hingga darah membanjiri seluruh permukaan bumi, entah siapakah kauwcu dari perkumpulan itu ?"


Sabuk Kencana Ikat Pinggang Kemala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku rasa dia pastilah gembong iblis yang sudah lama mengasingkan diri dan kini ia bangkit untuk merajai dunia."
"Kau sudah dengar belum ?" kata orang yang lagi sembari melirik sekejap bayangan punggung Gong Yu berdua. "Pada beberapa waktu belakangan ini digunung Toa Soat-san telah muncul seorang manusia berkerudung hitam, ilmu silatnya lihay dan potongan badannya ramping, kemungkinan besar dia adalah seorang perempuan."
"Siapa bilang aku tidak mendengar berita ini? katanya wanita itu sangat lihay dan pembunuh manusia tanpa berkedip."
"Jangan2 orang yang dimaksudkan adalah To Bin Yauw Hoe yang sudah melarikan diri dari sarangnya dilembah selaksa bunga To pada puncak Siang See Soat Hong?" pikir Gong Yu.
Pada saat itulah tubuhnya telah disikut oleh Lie Wan Hiang yang berdiri disisinya.
Mendadak kedua orang kangouw tadi mempercepat langkah kakinya dan berkelebat lewat dari sisi mereka berdua, dalam sekejap mata bayangan orang itu sudah lenyap dibalik kegelapan.
Menanti kedua orang itu sudah pergi jauh, Lie Wan Hiang baru berkata :
"Engkoh Yu, perempuan berkerudung kain hitam yang dibicarakan kedua tadi mungkinkah To Bin Yauw Hoe yang sedang kita cari jejaknya?"
"Akupun berpendapat begitu, hanya saja..."
"Hanya kenapa?" tanya sang dara dengan mata melotot besar, meski senja menjelang tiba namun tampak begitu jeli biji matanya.
"Seandainya orang itu adalah To Bin Yauw Hoe, masakah dia mau melakukan perjalanan dari Siang See menuju See Khong yang mencapai dua ribu li jauhnya itu? mungkinkah dia sudi melakukan perjalanan yang demikian melelahkan?"
"Siapa bilang tidak mungkin?" tanpa berpikir panjang lagi Lie Wan Hiang berseru. "Ayoh sekarang juga kita berangkat menuju ke gunung Tay Soat-san dipropinsi See Khong."
Pada dasarnya watak gadis ini memang berangasan, apa yang dipikirkan segera dilaksanakan tanpa memikirkan hal2 yang lain lagi. Begitulah ia kebutkan ujung bajunya lalu bagaikan segulung asap hijau berkelebat turun dari gunung Go bie.
Buru2 Gong Yu menyusul dari belakang dengan kencangnya.
Setelah bersantap kedua orang itu mengambil keluar kudanya dari kandang rumah penginapan, kemudian tergesa2 melakukan perjalanan.
Tiga hari kemudian Gong Yu serta Lie Wan Hiang telah memasuki propinsi See Khong dan menuju ke Tiong Hoa Coen.
Selesai mengatur pernapasan dan memper?siapkan rangsum, mereka titipkan kudanya di rumah penginapan dan berangkat naik gunung.
Gunung Tay Soat-san sepanjang tahun dilapisi terus oleh salju putih, bentuk gunungnya terjal dan curam hingga hampir boleh dikata sulit untuk menemukan jalan gunung yang bisa dilalui.
Hanya saja kebetulan sekali waktu itu ada?lah akhir bulan Go Gwee dan merupakan saat yang paling tepat untuk mendaki gunung.
Banyak sekali lapisan salju diatas bukit telah melumer, beberapa jalur jalan gunung yang sempit masih bisa ditemukan meski dengan susah payah.
Gong Yu serta Lie Wan Hiang sendiri ken?dati boleh dikata ilmu meringankan tubuh mereka tiada tandingannya dikolong langit, na?mun berada dalam keadaan seperti ini sama sekali tak berani bertindak gegabah, sebab mereka tahu satu kali salah menginjak niscaya tubuh mereka akan terpeleset dan masuk kedalam jurang yang tiada tara dalamnya itu.
Bagaikan segulung asap ringan kedua orang itu tiada hentinya bergerak keatas, dalam setiap kali enjotan tubuh mereka melambung setinggi lima enam tombak, kemudian dengan menutul pada batu cadas badan mereka kembali membumbung keatas.
Setelah bersusah payah selama setengah harian, akhirnya sampai juga kedua orang muda mudi itu diatas puncak gunung, tapi beratus ratus li luasnya gunung Tay-Soat-san, kemana mereka harus mencari jejak perempuan ber?kerudung itu dan dimana pula letak sarangnya? Tanpa terasa kedua orang itu saling berpandangan dan menghela napas panjang.
"Engkoh Yu !" ujar Lie Wan Hiang kemu?dian dengan alis berkerut. "Kalau kita harus mencari jejak seseorang diatas gunung yang begini luasnya tanpa mengandalkan suatu petunjuk apapun, hingga kapan kita baru ber?hasil menemukan jejaknya?"
"Adik Wan, tak usahlah kau gelisah," hibur pemuda kita sambil mencium perlahan pipi kekasihnya. "Kau harus tahu, sesuatu pekerjaan yang dikerjakan secara tergesa2 biasanya akan mengalami kegagalan, kenapa kita tidak putar otak dan mencari apakah ada jalan lain yang bisa kita tempuh?"
Lie Wan Hiang mengerutkan alisnya rapat2, sesudah termenung sebentar ia berkata:
"Engkoh Yu, aku lihat terpaksa harus me?misahkan diri untuk melakukan pencarian."
"Aaakh, mana boleh begitu adik Wanku sayang, belum pernah kau meninggalkan sisi?ku."
Lie Wan Hiang berpaling dan melirik seke?jap kearah si anak muda itu, rupanya ia dibikin terharu oleh sikapnya yang mesra dan penuh kasih sayang, meski dalam hati dia merasa hangat namun diluaran sengaja serunya:
"Aku toh bukan seorang bocah cilik yang baru berusia tiga tahun, apa kau takut aku diterkam harimau?"
"Adik Wan, bagaimana kalau kau member sedikit kesempatan bagiku untuk mempertimbangkan usulmu itu?"
"Tidak !" Gong Yu mengerutkan dahinya, dalam hati ia berpikir:
"Gunung Tay Soat san begini luasnya, kalau kami berdua harus melakukan pencarian dengan memisahkan diri, sudah tentu tindakan ini memang paling cepat, tetapi Adik Wan sama sekali tidak berpengalaman, seandainya hubungan kita jadi putus bukankah akan jadi berabe?"
Karena berpikir demikian, dia lantas berka?ta:
"Adik Wan, kalau memang kau bersikeras hendak melakukan pencarian secara berpencaran, sudah tentu aku tidak akan menyatakan meno?lak tetapi kau harus mendengarkan sepatah dua patahku terlebih dulu!"
"Engkoh Yu, asal kau telah menyetujui ke?hendakku, katakanlah! Apapun yang hendak kau pesankan kepadaku pasti akan kuturuti !"
"Setelah berpisah nanti, pertama sepanjang jalan kau harus tinggalkan tanda rahasia," ujar Gong Yu dengan wajah serius. "Kedua, sean?dainya kau telah bertemu dengan To Bin Yauw Hoo, kau dilarang menampakkan dirimu dihadapannya, kau cukup menguntit saja jejaknya hingga kita temukan dimana dia bercokol, setelah itu kau hubungi aku dan kita turun tangan bersama untuk menolong orang."
"Kau harus tahu bahwa tujuan dari pada perjalanan kita kali ini adalah untuk menyelamatkan empek dari cengkeraman iblis, seandainya tindakan kita sampai memukul rumput mengejutkan ular dan membuat dia harus melarikan diri dari sini, wah ! Kita bakal berabe dan harus membuang akal dan tenaga lagi dengan percuma. Sebaliknya bila kau tidak beruntung dan jejakmu ketahuan, maka kau harus pertingkat kewaspadaanmu, perhatikan senjata rahasia bunga To pencabut nyawanya, mengerti?kah kau ?"
"Aku mengerti !" jawab Lie Wan Hiang sambil merebahkan diri kedalam pangkuan kekasihnya.
Setelah saling berpelukan dan berciuman beberapa lama saatnya, Lie Wan Hiang baru membenahi rambutnya yang kusut serta gaunnya yang menyingkap, ujarnya :
"Engkoh Yu, baik2lah jaga dirimu, selamat tinggal !"
Sekali enjot badan, laksana segumpal awan ia berkelebat meninggalkan tempat itu dan lenyap diujung tikungan.
Memandang bayangan punggung kekasihnya yang mulai lenyap dari pandangan, Gong Yu merasakan se-olah2 telah kehilangan sesuatu, dia menghela napas panjang kemudian mengikuti deretan pegunungan sebelah barat berangkat melakukan pencaharian lagi.
Dengan ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya, dalam seharian dia telah memasuki bagian lambung gunung Tay-Soat-san.
Dalam pada itu sang surya telah condong kearah Barat, tiba2 ia dengar suara berkicaunya burung, hal ini membuat hatinya jadi tercengang dan tidak habis mengerti.
Kiranya sejak Gong Yu naik keatas gunung dan hingga detik itu, apa yang pernah dijumpainya kalau bukan rase salju tentu biruang salju yang mengerikan, boleh dikata ia tak pernah mendengar suara berkicaunya burung.
Tanpa terasa si anak muda itu mempercepat langkah larinya kearah berasalnya suara itu, entah berapa jauh telah ditempuh mendadak dihadapannya terbentang sebuah hutan yang rimbun dan lebat, hawa disekitar itu pun tidak sedingin daerah lainnya.
Malam semakin menjelang, angkasa telah menggelap, dibawah sorotan cahaya rembulan yang telah menguasai langit terasalah gunung tersebut nampak semakin mengerikan.
Maka ia percepat langkahnya kedepan, tidak lama kemudian sampailah disebuah lembah.
Pada mulut lembah tadi terbentang sebuah balok kayu yang menghalangi perjalanan, sementara disisi jalan terdapat sebuah batu gunung yang sangat besar dan diatas batu tadi tertera beberapa patah kata :
"Leng Hiang Kok"
Meminjam sorot cahaya rembulan Gong Yu memeriksa lebih seksama lagi, dijumpainya kecuali hurup lembah "Leng Hiang Kok" yang besar, dibawahnya tertera sebaris huruf kecil yang berbunyi demikian. "Barang siapa berani memasuki lembah Leng-Hiang-Kok mati. tertanda Kokcu Tiang Ceng Siangcu!"
Dalam prasangkanya lembah misterius itu pastilah letak sarang dari To-Bin Yauw Hoe, sementara hatinya masih merasa kegirangan ia membaca tulisan tadi, kegembiraannya seketika lenyap dan berganti dengan rasa kecewa.
Dari suhunya si kakek huncwee dari gunung Bong san, dia sering diberitahu bahwasanya kebanyakan orang aneh yang berdiam dipegunungan yang terpencil biasanya berwatak kukoay dan lain daripada yang lain, alangkah baiknya kalau segera menyingkir bila menjumpai orang2 semacam itu.
Tapi Gong Yu berpikir lain, baru saja ia mundur beberapa langkah dari situ, suatu ingatan berkelebat dalam benaknya.
"Kalau memang Kokcu disini adalah seo?rang perempuan, siapa mungkin kalau dia pernah punya hubungan yang akrab dengan To Bin Yauw Hoe ? Seandainya Lie Pek-hu benar2 dikurung disini dan seperti halnya dengan peristiwa yang pernah kualami diluar kota Bie-Loo tempo dulu, karena terlalu jujur me?ngakibatkan aku menyesal selamanya. Lagi pula belum pernah kudengar ada orang yang membicarakan soal Tiang Coeng Siancu, jangan2 dia adalah penjelmaan dari To Bin Yauw Hoe ?"
Makin dipikir Gong Yu merasa dugaannya semakin mendekati kenyataan, akhirnya dia putar badan dan lari menuju kemulut lembah.
Setelah melewati tanah datar, dihadapannya muncul sebuah jalan usus kambing seluas tiga depa dan menjulur jauh kedalam lembah.
Pada permukaan tanah terlapis selapis pasir merah yang segar dan menyolok pandangan, sedangkan kedua belah sisinya penuh ditum?buhi bebungaan yang beraneka ragam, bau harum semerbak terhembus memenuhi angkasa disekitar tempat itu.
Begitu pemuda kita menginjakkan kakinya kedalam lembah tersebut, terasalah hawa ha?ngat yang menyegarkan merangsang tubuh, hawa udara disitu jauh berbeda dengan keadaan diluar lembah.
Belum sampai lima langkah dia maju kedepan, disisi jalan kembali ditemuinya sebuah papan peringatan yang berbunyi begini.
"Inilah peringatan yang terakhir"
Gong Yu terkesiap, pikirnya.
"Lembah Leng Hiang Kok menunjukkan ke?wibawaan yang begini besarnya, jelas penghuni tempat ini bukan manusia sembarangan. Aku sebagai seorang lelaki muda tidak sepantasnya kalau mendatangi tempat tinggal seorang wanita di tengah malam buta seperti ini, sedikit banyak dalam tata kesopanan tidak tepat, kenapa aku tidak ma?suk kedalam selat setelah fajar menyingsing besok pagi?"
Ketika ingatan tersebut berkelebat dalam benaknya, kebetulan segulung angin malam berhembus lewat, bau harum seketika menyebar keempat penjuru dan menusuk lubang hidung.
Maka ia melangkah balik melalui jalan ber?pasir merah dan keluar dari mulut selat itu.
Diluar lembah ada sebuah batu cadas yang besar, permukaan batu itu kelihatan bersih dan bercahaya.
Dengan sebuah sapu tangan Gong Yu membersihkan debu dari atas batu, ketika dirasakan badannya rada lemah ia lantas merebahkan diri berbaring diatas batu itu.
Tidak lama kemudian dia segera tertidur lelap diatas batu tadi.
Dalam lelap tidurnya se-olah2 dia merasa ada seorang perempuan berkerudung hitam berdiri dihadapannya sambil tersenyum.
Ia tak dapat melihat raut wajahnya yang cantik, tetapi dari potongan badannya yang menawan hati ia bisa menduga bahwa wajahnya tentu manis dan cantik sekali.
Tanpa sadar timbul napsu birahi dalam hati kecilnya, dia ingin melepaskan kain kerudung yang menutupi wajah perempuan itu akan tetapi..... sepasang lengan sama sekali tak bertenaga, ia merasa lemas dan tak sanggup mengangkatnya keatas.
Se-konyong2 ..... perempuan misterius itu lenyap tak berbekas.
Suara kicauan burung yang merdu dan ramai berkumandang disekitar tubuhnya, ia merasa badannya se-olah2 melayang ditengah mega yang tebal.
Entah berapa lama sudah lewat, mendadak ia merasa batu besar dibawah tubuhnya berubah jadi empuk dan lunak, badannya terasa nyaman sekali dan ogah bangun.
Ia buka matanya yang masih mengantuk dan merasa rembulan yang ada diangkasa memancarkan cahaya yang amat menyilaukan mata.
Tiba2..... darah panas disekujur badannya mendidih, ia merasakan sesuatu yang aneh dibawah perut antara kedua belah paha.
Keadaan seperti ini pernah dirasakannya ketika bersama Lie Wan Hiang, hanya saja setiap kali ia tidak menaruh perhatian kearah sana hingga keadaanpun bisa lewat dengan aman.
Diikuti ia merasakan bahwa dirinya berada didalam sebuah kamar yang harum dan ha?ngat, suara tertawa cekikikan beberapa orang gadis berkumandang tiada hentinya memecah kesunyian.
Terdengar suara seorang gadis berseru dengan nada merdu :
"Siancu, mungkin jodohmu memang belum sampai pada batasnya sehingga dari sorga melayang datang seekor burung bangau yang ga?gah."
"Perempuan jalang, rupanya kau kepingin mencicipi secawan sup lezat ini," maki seorang perempuan yang lain sambil tertawa.
Suara itu lembut, manis dan penuh dengan daya rangsang, rasanya perempuan itu pastilah sang dewi yang dimaksudkan.
Walaupun Gong Yu merasa lemah namun ia bisa membedakan bahwa apa yang dihadapinya ini bukanlah impian, dengan cepat mata?nya dipentang lebar2 ...tapi dengan cepat ia merasa kaget, heran dan tercengang.
Ternyata ia benar2 sedang berbaring dikamar perempuan yang harum semerbak, seorang perempuan cantik jelita duduk bersandar disisi tubuhnya.
Perempuan itu memakai pakaian tidur yang tipis dan berwarna kuning telur, buah dada?nya kelihatan jelas tertera dibalik pakaiannya yang menerawang, wajahnya cantik dan penuh dengan daya rangsang yang membuat napsu birahi tiap lelaki bergolak bila melihatnya.
Perempuan lain disamping si dewikz itupun nampak berwajah cantik jelita bagaikan bida?dari turun dari kahyangan.
Gong Yu dengan cepat meronta coba meloncat bangun, akan tetapi seluruh tubuhnya te?rasa lemah tak bertenaga, kali ini dia merasa hatinya semakin kaget.
Pada dasarnya ia memang seorang pemuda yang memiliki ilmu silat amat lihay, tapi keadaannya secara tiba2 berubah jadi lemah tak bertenaga, hal ini menandakan bahwa ia sudah terkena suatu bokongan.
Walau begitu ada satu hal yang ia merasa pasti, yaitu dirinya tak pernah makan bahan obat2an apapun jua.
Suatu kenyataan yang mengerikan segera muncul dari balik lubuk hatinya, terdengar perempuan disisi tubuhnya berkata lagi dengan suara yang lembut penuh daya rayuan:
"Siang-kong, justru karena kau tak mau mendengarkan peringatanku maka badanmu terkena racun bunga Lan pembingung sukma, seandainya aku tidak kebetulan sedang berjalan2 diluar selat dan menemukan dirimu, saat ini mungkin kau sudah mati binasa diatas batu besar itu."
"Mie Hoo Yoe Lan?.... Bunga Lan pembingung sukma..?" Belum pernah ia mendengarkan nama benda itu, maka diapun tak tahu bagaimana caranya hingga dia keracunan.
Dengan suara bimbang segera tanyanya:
"Tolong tanya nona, entah ditempat mana?kah Siauw seng terkena racun ganas ini?"
"Dialah Tiang Coen Siancu," terdengar seo?rang dara berbaju hijau menegur. "Jangan panggil nona2 terus yang tidak karuan."
Gong Yu teringat kembali akan peringatan yang ditinggalkan Tiong Coen Siancu diluar selat, maka buru2 ia rubah panggilannya: "Tiang Coen siancu"
"Ehmm...! Siang kong, siapakah kau telah memasuki selat kami ?"
Gong Yu mengangguk sebagai tanda menga?ku.
"Tak usah dijelaskan lagi !" seru Tiong Coen Siancu dengan suaranya yang merdu bagaikan burung nuri. "Tentu kau telah membaca papan peringatan yang kedua bukan? Dikedua belah samping jalan berlapisan pasir merah itu me?rupakan pohon2 bunga Lan Pembingung suk?ma, setiap lelaki yang mencium harum bunga itu, perduli dia adalah seorang biasa ataupun seseorang yang memiliki ilmu silat amat lihay sama saja akan keracunan."
"Untung kau dapat menerima peringatan tadi dan mengundurkan diri, hal ini menandakan kalau kau adalah seorang lelaki yang jujur. Kalau tidak mungkin kau sudah tak tertolong lagi."
Mula2 Gong Yu mengira dia sedang diper?mainkan oleh perempuan yang berada dihadapannya, tapi sekarang setelah mendengar penje?lasan tersebut sadarlah si anak muda itu bah?wasanya peristiwa yang menimpa dirinya ini disebabkan keteledorannya sendiri, maka rasa permusuhannya seketika lenyap tak berbekas.
"Siancu," katanya kemudian. "Apakah aku masih bisa tertolong?"
"Cara untuk menolong dirimu sih ada satu hanya....hanya ..." tiba2 wajah Tiang Coen siancu berubah semu merah.
"Cuma kenapa?" Desak Gong Yu. "Asal aku dapat melaksanakannya, aku orang she Gong pasti akan berusaha dengan sekuat tenaga dan budi dari pertolongan Siancu tak akan kulupakan untuk selamanya."
Tiang Coen Siancu kelihatan bertambah jengah, merah padam seluruh wajahnya sehingga ia tak berani mendongak.
"Tentang soal ini sih..." seorang dara berbaju merah yang berdiri disisi pembaringan menimbrung, "Baiknya aku yang mewakili Siancu memberi jawaban, kalau Siangkong ingin memunahkan racun yang mengeram dalam tubuhmu maka kau harus menikah dahulu deng?an siancu kami."
"Apa?" teriak Gong Yu dengan nada terperanjat. "Siauwseng telah berkeluarga, budi serta kasih sayang siancu....."
"Gong siangkong, kau anggap siancu kami adalah seorang perempuan biasa?......dia tidak akan memperdulikan apakah kau sudah per?nah menikah ataukah belum."
"Tapi .... tapi .... kalau aku sampai berbuat demikian, aku akan malu terhadap adik Wan Hiang, tidak bisa. Apakah ada cara lain ?"
"Kau jangan terlalu sok jual mahal," sela seorang dara berbaju putih. "Sebelum ia mengetahui jelas asal usulmu serta menyelidiki pula apakah kau adalah orang baik atau orang jahat, siancu kami tidak akan membicarakan soal pernikahan, apalagi turun tangan sendiri untuk menolong dirimu. Gong siangkong, aku rasa alangkah baiknya kalau kau ceritakan da?hulu asal usulmu."
Otak Gong Yu dengan cepat berputar, dia merasa lebih baik dirinya tidak mengaku sebagai ahli waris dari Dua Rasul dunia persilat?an, maka diapun mengisahkan satu cerita bohong yang menarik dan mempesonakan bagi yang mendengar.
Begitu sempurna kisah yang ia ceritakan hingga membuat orang jadi setengah percaya setengah tidak.
"Kongcu, kalau memang kau seorang sastrawan kenamaan maka dengan andalkan sedikit pengetahuan yang cetek, siauw li ingin meng?uji dirimu, entah bagaimanakah menurut pendapatmu?" kata Tiang Coen Siancu dengan wajah murung.
Pada dasarnya buku pengetahuan yang dibaca Gong Yu memang tidak sedikit jumlahnya, ditambah pula selama berada diselat Leng-In Kok kecuali belajar ilmu silat, diapun mempelajari pula ilmu sastra, tentu saja pada saat ini ia tak takut untuk diuji.
"Silahkan siancu menguji kepandaian sastraku !" katanya kemudian.
"Aku akan membuat seperangkat Lian, ha?rap kongcu bisa melanjutkan lian berikutnya."
Sambil berkata si dewi Tiang-coen berbongkok dimeja toiletnya dan menggerakkan pit, dalam sekejap mata "Lian" tadi telah diselesaikan.
Gong Yu menerimanya dan membaca sejenak, ia saksikan tulisan perempuan itu bukan saja rajin bahkan indah menarik hati, terbaca olehnya tulisan itu berbunyi demikian :
"Muncul lelaki bagaikan naga (Liong), se?mestinya cepat2 hidup bersama (Kong)."
Bila huruf "Liong" digabungkan dengan huruf "Kong" maka akan jadilah huruf "Gong" yakni she dari pemuda itu.
Kejadian ini tentu saja membuat Gong Yu jadi melongo, ternyata "Lian" tadi diciptakan Tiang Coen Siancu dengan menggunakan she dari namanya, suatu pekerjaan yang tidak gampang.
Dengan termangu2 dipandangnya kain kelambu tanpa mengucapkan sepatah katapun, setengah peminum teh sudah lewat namun kelanjutan dari "Lian" tadi belum berhasil juga dirampungkan.
Mendadak seorang dara berusia empat belas tahun tertawa cekikikan hingga bersuara.
"Hong Hong, apakah kau telah menemukan kelanjutan daripada "Lian" tersebut?" tegur Tiang Coen siancu sambil tersenyum. "Kalau benar, katakanlah!"
"Tak usah terlalu gelisah, lebih baik kutulis saja agar Gong siangkong bisa memastikan akan kebenarannya."
Dalam waktu singkat dara itupun telah menyelesaikan tulisannya dan segera diangsurkan kepada pemuda kita.
"Gong siangkong, coba lihat bagaimana kalau kutulis demikian?"
Gong Yu menyambut tulisan tadi dan dibacanya, tapi dengan cepat ia berseru memuji, ternyata dara itu menulis begini.
"Saat yang indah mahal laksana emas (Kim) buat apa menjaga badan bagaikan kumala (Giok)!"
Bila huruf "Kim" digabungkan dengan hu?ruf "Giok" maka jadilah huruf "Yu" kelanjutan nama si anak muda itu yakni Gong Yu.
Kini Pemuda kita baru merasa kagum akan keajaiban yang sering terdapat dikolong langit, dalam selat Leng Hiang Kok yang terpencil digunung Tay Soat-san pun terdapat seorang dayang cilik yang demikian cerdas dan pintarnya, bisa dibayangkan sampai dimanakah pengetahuannya yang dimiliki Tiang Coen Siancu sebagai seorang Kokcu, tak kuasa lagi dia menghela napas panjang. Tiang Coen Siancu tertawa manis. "Gong Siangkong," katanya. "Soal pernikahan lebih baik jangan kita bicarakan untuk sementara waktu, mari biar kuberi secawan arak obat pemunah bagimu baru kemudian beristirahatlah sejenak !"
Habis berkata dari atas meja dia ambil secawan arak yang berwarna hijau lalu diangsurkan kepada pemuda kita, tanpa ragu Gong Yu segera menyambut dan diteguknya hingga habis. Dalam hati diam2 Tiang Coen Siancu merasa geli, katanya diluaran :
"Mari kita semua keluar dari kamar dan berilah kesempatan bagi Gong Siangkong untuk beristirahat !"
Beberapa saat kemudian didalam kamar itu hanya tinggal Gong Yu seorang, sementara dia masih melamunkan siapakah sebetulnya Tiang Coen siancu itu, tiba2 terdengar hembusan angin berkelebat lewat, sesosok bayangan manusia meloncat keluar dari balik tabir.
Gong Yu merasa terkejut bercampur girang, belum sempat dia berteriak orang itu telah mendekap mulutnya sambil memperingatkan :
"Engkoh Yu, jangan sembarangan berteriak. Kau berada dalam mara bahaya dan aku segera akan membawa kau lari dari selat ini !"
Sembari berkata dia ikat tubuh Gong Yu pada punggungnya lalu melayang keluar dari jendela, dalam sekejap mata bagaikan seekor burung alap2 dia sudah lari jauh.
Dengan cepatnya Tiang Coen Siancu mengetahui akan lenyapnya Gong Yu dari kamar, segera dia pimpin dayang2nya untuk melaku?kan pemeriksaan yang seksama disekeliling tempat itu, dengan hati terkesiap pikirnya:
"Siapakah orang itu? sungguh hebat ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya, diatas tanah ternyata sama sekali tidak meninggalkan jejak apapun jua."
Suatu ingatan yang lain membuat dewi Tiang Coen ini merasa makin gusar, karena orang yang menyelamatkan Gong Yu dari cengkeramannya pastilah seorang perempuan, sebab kalau tidak, tak nanti orang itu bisa memasuki selat Leng Hiang Kok.
Kiranya dikedua belah sisi jalan kecil berlapiskan pasir merah dimulut selat itu telah di?tanami sejenis tanaman bunga Lan yang mempunyai daya pengaruh amat hebat bagi setiap pria yang menciumnya, barang siapa yang tercium bau "Mie Hoen Yoe Lan" maka sekujur badannya akan jadi lemas tak bertenaga, sekali pun dalam tubuhnya terkandung hawa murni yang hebat.
Namun bagi kaum wanita yang menciumnya sama sekali tidak menimbulkan sesuatu reaksi apapun jua, karena itulah tanaman tersebut benar2 merupakan suatu jenis tanaman yang ajaib.
-dwkz- Untuk sementara waktu baiklah kita tinggalkan dahulu Tiang Coen Siancu yang membawa anak buahnya melakukan pencarian secara besar2an diseluruh bukit serta lembah gunung Tay Soat-san.
Baiklah kita bercerita mengenai Lie Wan Hiang yang melarikan diri sambil menggen?dong tubuh Gong Yu, semasa masih kecil gadis itu pernah mendengar kisah mengenai Tiang coen siancu dari ibunya, dia tahu bu?kan saja perempuan itu ganas dan hebat, dia pun seorang perempuan cabul yang luar biasa tingkah lakunya, karena itulah dalam hati ia merasa semakin takut dan dengan segenap tenaga gadis tersebut melarikan diri jauh2 tinggalkan selat Leng Hiang Kok.
Untung sewaktu datang kesitu, secara kebe?tulan dara ayu ini berhasil menemukan sebuah gua rahasia yang kering dan baik digunakan, maka dia segera lari kearah sana dengan kerahkan segenap tenaga yang dimilikinya.
Seperminum teh kemudian sampailah ia di-depan gua, tanpa berpikir panjang gadis itu menerobos masuk kedalam.
Dalam pada itu Gong Yu setelah dicekoki arak obat oleh Tiang Coen siancu, pada saat ini arak obat tadi telah menunjukkan reaksi?nya.
Darah panas dalam sekujur tubuhnya mendidih, otot dan nadinya menggelembung se-olah2 mau meledak, suatu hawa panas yang aneh muncul dari pusar menyebar keseluruh badan, cahaya merah penuh bernapsu birahi terpan?car keluar dari matanya.
Tatkala Lie Wan Hiang menurunkan tubuh si anak muda itu keatas tanah dan menyaksi?kan tingkah lakunya yang aneh, tak kuasa ia menjerit kaget dan tersurut mundur beberapa langkah kebelakang.
Gong Yu mendesis lirih, sepasang tangan?nya bagaikan jepitan besi merangkul pinggangnya kencang2 kemudian bagaikan orang gila menyeret tubuh gadis mendekati badan sendiri.
Dua lembar bibirnya yang panas dengan cepat ditempelkan keatas bibirnya yang kecil mungil lalu dicium dan dihisapnya dengan penuh bernapsu, Lie Wan Hiang lama kelamaan jadi terangsang pula oleh napsu, tanpa kuasa dia balas pelukan kekasihnya dan dirangkulnya kencang2....
Tapi mendadak ia merasakan sesuatu yang aneh, gadis itu merasa betapa berbedanya tingkah laku kekasihnya pada hari ini, dari men?cium gerak-gerik pemuda itu bertambah kasar bertambah liar, brutal dan mendekati gila
Jilidw 17 Halaman 37 ? 40 hilang
Sebaliknya orang yang ada dibelakang, ketika ditunggu2nya belum nampak juga Sin Coen muncul dari gua, ia segera sadar bahwa rekannya sudah roboh dibokong orang, tanpa berpikir panjang buru2 ia mendongak dan bersuit nyaring.
Sudah tentu Lie Wan Hiang tidak akan memberi kesempatan baginya untuk mengabarkan hal ini kepada rekan2nya, dengan cepat ia berkelebat keluar, laksana segulung asap hitam pedang Muni Kiam meluncur keluar.
Craaat.....! Tan Coen hanya merasakan tengkuknya disambar angin dingin.....tahu2 darah segar muncrat keempat penjuru dan matilah dayang tadi seketika itu juga.
Serangan dari Lie Wan Hiang boleh dibilang cepat laksana sambaran kilat, sayang ia masih terlambat satu langkah, suara suitan dari Tan Coen sempat membumbung tinggi keangkasa.
Dara itu bekerja cermat, kakinya melancarkan tendangan berantai membuang mayat dari Tan Coen kedalam jurang.
Setelah itu ia menyusup masuk lagi kedalam gua dan menyembunyikan diri.
Sin Coen yang hanya tertotok dan bisa me?nyaksikan semua peristiwa itu dengan cepat benar-benar merasakan nyalinya pecah, dia tak mengira kalau ilmu silat yang dimiliki pihak lawan begitu lihaynya.
Beberapa saat kemudian dari atas tebing terdengar suara gaduh manusia yang sedang berbicara, diantaranya seseorang sedang berkata:
"Agaknya aku mendengar suitan panjang dari Tan Coen, kenapa bayangan Sin Coen pun tidak nampak?"
"Jangan2 mereka sudah diringkus orang!" kata yang lain dengan nada kuatir.
Tiba2 dari tempat kejauhan berkumandang datang suara suitan nyaring, sesosok bayangan kuning berkelebat lewat dan tahu2 Tiang Coen siancu telah melayang turun diatas tebing tersebut.
Ia benar2 tidak malu disebut seorang gem?bong iblis yang telah berpengalaman, selesai mendengar laporan para dayangnya ia segera melakukan pemeriksaan disekitar situ dan temukan noda darah disekeliling gua rahasia itu.
Dengan suara lantang segera tegurnya:
"Siapa yang bersembunyi didalam gua? Berani benar datangi selat Leng Hiang Kok digunung Tay Soat san ini untuk membunuh dayangku, ayoh keluar untuk menerima kematianmu!"
Pada dasarnya Lie Wan Hiang adalah seorang gadis berangasan yang gampang marah, men?dengar seruan tersebut kontan ia naik pitam.
Tapi apa daya kekasihnya Gong Yu meng?geletak dalam gua tertidur pulas dan iapun tidak tahu apakah racun dalam tubuh pemuda itu sudah hilang atau belum, maka sambil menghela napas gadis itu tetap bertahan didalam gua.
Terdengar Tiang Coen siansu yang ada diluar gua kembali mengejek sambil tertawa dingin.
"Siluman perempuan, ayoh serahkan kembali Gong siangkoan kepada kami, bukankah kau sudah puas menikmati kelakiannya? apakah kau hendak tahan lelaki itu sebagai pemuas napsumu?"
"Hmm, apa gunanya berlagak sok di luar gua, kalau punya kepandaian ayoh masuk kedalam."
Air muka Tiang Coen Siancu berubah hebat, segera perintahnya:
"Song Coen, Ciat Coen, cepat masuk keda?lam gua dan ringkus perempuan siluman itu."
Dua orang dayang itu mengiakan, tampak dua sosok bayangan manusia satu hijau yang lain merah dengan mencekal sebilah golok tipis yang diputar sedemikian rupa hingga membentuk selapis cahaya tajam diluar tubuh menyusup kedalam gua.
Siapa sangka belum sampai tubuh mereka menginjak mulut gua, Lie Wan Hiang telah mengirim satu pukulan dahsyat kemuka.
Duuk !... Duuk !... Song Coen dan Ciat Coen menjerit ngeri, badannya mencelat dua tom?bak kebelakang dan mati binasa seketika itu juga.
Tiang Coen Siancu berseru kaget, ditinjau dari kematian kedua orang dayangnya yang termakan sebuah pukulan maut pihak lawan ia lantas sadar bahwa perempuan dalam gua tersebut pastilah seorang jagoan yang maha sakti, bila ia tidak turun tangan sendiri maka segenap dayangnya cuma menghantar kematiannya belaka.
Karena itu dari sakunya dia lantas ambil keluar sebuah senjata yang aneh sekali bentuknya.
Senjatanya adalah sebatang rotan yang panjangnya dua tombak dengan tebal seperti jari tangan.
Tiang Coen Siancu segera menggetarkan pergelangannya, rotan sepanjang dua tombak tadi segera menjadi kaku bagaikan sebatang pit, tenaga lwekangnya bisa dibayangkan pasti hebat.
Diam2 Lie Wan Hiang merasa kaget dan terkesiap, cepat2 ia geser Gong Yu kesisi gua setelah itu meloloskan pedang Muni Kiamnya dan bersiap sedia.
Mendadak Tiang Coen Siancu tertawa nyaring, pergelangannya ditekan kebawah lalu dikebas keluar, tampak bayangan hijau menggulung keangkasa dan laksana seekor ular emas dia menyusup kedalam gua.
Lie Wan Hiang membentak nyaring, cahaya merah membumbung tinggi keangkasa, diiringi desiran angin tajam dia babat senjata rotan lawan hingga terpapas putus beberapa depa.
Peristiwa ini semakin membuat hati Tiang Coen Siancu terkesiap.
Kiranya senjata rotan Tiang Coen yang digunakan sebagai senjata ini adalah sejenis rotan yang telah berusia selaksa tahun, jangan dikata golok atau pedang biasa sukar untuk merusaknya, sekalipun golok mustika juga be?lum tentu bisa memapasnya hingga patah.
Dan kini sungguh tak nyana bukan saja tenaga serangan pihak lawan amat lihay bahkan membawa pula senjata mustika yang begitu tajamnya, bisa dibayangkan sampai dimanakah rasa terkejut dan ngerinya dewikz Tiang Coen.
Dalam pada itu Tiang Coen siancu dibikin teramat gusar, wajahnya berubah jadi merah membara. Selama puluhan tahun belakangan baru kali ini dia jatuh kecundang ditangan orang lain, tak kuasa lagi ia mendongak dan tertawa nyaring.
Begitu gelak tertawa itu berkumandang tinggi keangkasa, dua puluhan orang dayang yang berdiri diatas bukit segera mengetahui bahwa kokcu mereka hendak membunuh orang, sebagian besar segera menduga bahwa orang yang ada didalam gua itu pasti mati konyol.
Sedikitpun tidak salah, didalam gusarnya Tiang Coen siancu telah mengerahkan tenaga "Chiet-It-Hian-Sat" keujung senjata rotannya, jurus "Gie-Lang-Hoen-Kim" atau pemuda nelayan bertanya jalan, bagaikan seekor ular sakti segera menggulung kedalam gua dengan diiringi deruan angin puyuh yang maha dahsyat.
Sekali lagi Lie Wan Hiang putar pedang Muni-kiamnya menyambut kedatangan bayangan senjata rotan itu.
Sekilas cahaya pedang yang amat tajam segera menyambar keatas senjata rotan itu bagaikan menghantam disebuah benda yang amat lunak saja, sedikitpun tidak mengeluarkan tenaga.
"Aduh celaka!" teriaknya dalam hati.
000dOw000 Bab 25 SEMENTARA itu ketika Lie Wan Hiang menyaksikan babatan pedangnya sama sekali tidak berhasil mematahkan senjata rotan dari Tiang Coen siancu, hatinya jadi terasa amat terperanjat.
Siapa sangka pada saat itulah senjata rotan tersebut tiba2 meletik keatas mengancam sepasang biji matanya.
Buru2 gadis itu geser langkah sambil memutar badan, hawa sakti Koe Lie Sin-kang dengan cepat disalurkan keujung pedang lalu berbalik mengirim satu babatan, cahaya merah seketika berkembang diangkasa, tidak ampun lagi senjata rotan itu tersambar patah jadi dua bagian.
Namua pada saat yang berbarengan itu pula tiba2 cahaya jadi redup, sesosok bayangan kuning diiringi desiran angin tajam menyusup kedalam gua.
Dari sambaran angin disisi tubuhnya Lie Wan Hiang segera sadar bahwa pihak lawan telah menyusup masuk dengan menggunakan kesempatan itu, pedang Muni Kiamnya dengan cepat diputar mengirim satu babatan dengan jurus "Hoei Tauw Si An" atau berpaling kearah tepian.
Ber-puluh2 kuntum teratai merah berbarengan melanda kemulut gua.
Kendati Tiang Coen Siancu memiliki ilmu sakti "Chiet It Hian Sat" sebagai tenaga khie-kang pelindung badan namun ia rasakan pula desiran hawa pedang yang tajam menyusup kearahnya dan menembusi hawa khiekang pelindung badan tersebut, buru2 ia enjotkan badannya dan loncat balik dua tombak diluar gua.
Setelah berhasil memukul mundur musuhnya dengan suatu serangan yang ampuh, keberanian Lie Wan Hiang semakin besar, ia bergeser dan berdiri tegak didepan gua, bentaknya nyaring :
"Tiang Coen Siancu, kau adalah seorang angkatan tua yang terhormat dan punya nama dalam dunia Kangouw, mengapa kau turun tangan dengan begitu rendah dan hinanya terhadap Engkoh Yu ku ?"
Dalam pada itu para jago perempuan yang ada diatas tebing serta Tiang Coen Siancu sendiri dapat melihat jelas wajah pihak lawan?nya, mereka semua merasakan betapa cantik dan menggiurkannya raut muka serta potongan tubuh gadis itu.
Bilamana para dayang itu tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri atas pertarungan ini, siapapun tak akan percaya kalau nona kecil yang baru berusia tujuh belas tahun ini ternyata sanggup bertahan serta menghadapi Tiang Coen Siancu yang pernah malang melintang dalam dunia persilatan selama enam puluh tahun lamanya ini.
Melihat usahanya beberapa kali mengalami kegagalan, Tiang Coen Siancu semakin naik pitam. Pikirnya:
"Entah murid siapakah nona cilik itu? pastilah seorang jago kangouw yang lihay....Apa murid Sembilan partai besar? Tidak mungkin Murid lima manusia yang aneh dari kolong langit? Rasanya tak mungkin kelima orang itu berhasil mendidik seorang murid sehebat ini. Jangan jangan dia adalah anak murid dari nenek kura2 tua itu?"
Teringat akan diri Koe-Sian Sin-Poo kontan si dewi Tiang Coen ini teringat kembali akan dendam sakit hatinya yang telah terpendam selama lima puluh tahun lamanya, ia segera mendongak dan memperdengarkan gelak tertawanya yang merdu dan menggetarkan hati.
"Hey nona cilik!" serunya. "Aaakh, salah... Benar, sekarang kau sudah bukan seorang gadis yang masih perawan lagi!"
Rahasia dibongkar orang dihadapan umum, merah padam selembar wajah Lie Wan Hiang saking jengahnya, begitu malu dara kecil ini sehingga dia ingin menyembunyikan kepalanya dalam kegelapan.
Kembali Tiang Coen Siancu tertawa nyaring ejeknya.
"Bagaimana kalau aku sebut dirimu seba?gai nyonya kecil saja? hiiiih....hiiiih......"
Dia merandek sejenak, lalu ujarnya lagi.
"Nyonya cilik, kau berani benar mencuri serta menikmati bebek panggang yang telah Siancu siapkan dengan susah payah. Hm, baik ?tak usah kita bicarakan persoalan ini, aku mau tanya kepadamu, apa hubunganmu dengan si nenek kura2 tua itu?"
Ketika di-ejek2 tadi sebenarnya Lie Wan Hiang sudah tidak tahan kini mendengar pula suhunya dihina ia semakin memuncak kegusarannya. Sambil membentak nyaring, pedang Muni Kiamnya dengan membawa sekilas cahaya merah segera berkelebat menembusi angkasa.
Tujuan Tiang Coen Siancu memangnya hen?dak pancing harimau turun gunung, melihat dari itu sudah tertipu dalam hati ia tertawa dingin, cepat2 kakinya bergeser kesamping menghindarkan diri, kemudian senjata rotannya dicukil dan diputar balik, bayangan rotan serta cahaya pedang dengan cepat saling membentur jadi satu.
Serangan yang dilancarkan dalam keadaan gusar itu bisa dibayangkan betapa dahsyatnya.... Kraaa! Kraaa! ditengah benturan nyaring, rotan Tiang Coen tersebut kembali tersayat putus jadi dua bagian hingga kini cuma tinggal delapan depa saja panjangnya.
Dalam hati sekalipun Tiang Coen Siancu merasa sayang atas musnahnya senjata kesayangan, namun ia tidak lupa untuk menyusup kedalam gua dan merampas sang sastrawan dalam gua, ia bersuit nyaring lalu memberi tanda kepada anak buahnya untuk menyerbu kegua.
Dia sendiri dengan salurkan hawa murninya kelengan kiri, secara beruntun melancarkan dua buah babatan berantai yang mengakibatkan menggulungnya angin taupan.
Bagaimanapun juga berangasannya watak Lie Wan Hiang, dasarnya ia memang berotak cerdik, baru saja kakinya menempel diatas permukaan tanah, hatinya sudah tersentak kaget, pikirnya didalam hati:
"Aaah, jangan2 pihak lawan sedang meng?akali aku dengan siasatnya yang licin?"
Oleh sebab itu walaupun diluaran ia menye?rang gencar kearah musuh2nya tetapi matanya tak pernah meninggalkan mulut gua barang sekejap pun.
Tampaklah beberapa sosok bayangan manusia meluncur turun dari atas tebing dan langsung meluncur kearah gua, sementara Tiang Coen Siancu perketat serangannya membabat seluruh tubuh dara tadi.
Lie Wan Hiang berteriak nyaring badannya segera berkelebat mengegos kesamping, seha?bis melepaskan diri dari ancaman ujung telapak lawan, pedang Muni Kiamnya dengan menciptakan diri jadi selapis cahaya panjang segera meluncur keangkasa dan menghadang jalan pergi pihak lawan untuk memasuki gua itu.
Sedang dia sendiri putar telapak mengirim satu pukulan.
Kreeeek...! di tengah benturan keras, beberapa jeritan ngeri yang menyayatkan hati bergema memenuhi angkasa.
Tampak pasir beterbangan keangkasa, hancuran batu memencar keempat penjuru, dimana cahaya merah tadi berkelebat lewat pinggang tiga orang dayang seketika kena tersambar hingga putus jadi dua bagian, darah segar segera muncrat keempat penjuru.
Bergidik hati para dayang setelah menyaksikan betapa dahsyatnya serangan pedang terbang dari Lie Wan Hiang, tanpa sadar dengan bulu kuduk pada bangun berdiri mereka mundur teratur kebelakang.
Tiang Coen Siancu semakin gusar sehabis menyaksikan beberapa orang dayangnya mati dengan keadaan mengerikan, buru2 ia merogoh saku dan ambil segenggam senjata rahasia serat pemutus cinta lalu ditaburkan kemuka.
Benda itu tak berbentuk tak bersuara begitu halus serat tadi hingga lebih halus satu kali lipat dari pada bulu kerbau.
Seandainya tidak lama berselang Lie Wan Hiang tidak mengadakan hubungan senggama dengan Gong Yu hingga selaput perawannya hilang dan pada bagian belahan antara kedua pahanya tidak terasa amat sakit, sebenarnya ia bisa menggunakan gerakan tubuh "Chiet-Ciat-Tay-Nah-It" untuk menghindarkan diri, tapi dengan adanya kejadian itu maka gerak geriknya jadi kurang leluasa.
Sedikit terlambat saja, tidak ampun lagi lengan kirinya segera terhajar sebatang jarum hingga menembus jauh kedalam.
"Aduuuh celaka....." teriak Lie Wan Hiang didalam hati, diam2 sekujur badannya terasa gemetar keras, cepat2 ia salurkan hawa murninya untuk menutupi seluruh jalan darahnya kemudian loncat kembali kedalam gua.
Memandang lagi kearah Gong Yu yang masih tidur berbaring diatas tanah dengan wajah yang tenang, se-olah2 sama sekali tak sadar kalau disisi tubuhnya sedang berlangsung suatu pertarungan sengit, hatinya terasa semakin lega.
Pada saat itulah terdengar Tiang Coen Siancu tertawa nyaring dan berseru :
"Budak ingusan, kau telah termakan serat pemutus cinta dari siancu, didalam tujuh hari kau akan mati tersiksa oleh api napsu birahi yang bergelora serta membakar tubuhmu..ayoh cepat serahkan Gong siangkong serta pedang mustikamu itu kepadaku !"
Lie Wan Hiang merasa amat gelisah, ia gertak gigi rapat2, hawa sakti "Koe Lie Sinkang" segera disalurkan ke tubuhnya dengan maksud hendak paksa serat pemutus cinta itu terdesak keluar dari tubuhnya.
Siapa sangka begitu jalan darahnya dibebas?kan, serat pemutus cinta itu segera mengalir lebih kedalam mengikuti aliran darah, hal ini membuat Lie Wan Hiang merasa semakin terperanjat, buru2 ia tutup kembali jalan darahnya sedang wajah yang cantik itu sudah berubah jadi pucat pias bagaikan mayat.
Tiang Coen Siancu sebagai seorang gembong iblis yang sudah berpengalaman, tentu saja mengetahui akan hal itu.
Kesempatan baik sukar diperoleh, menda?dak dia putar sepasang lengannya lalu mengirim satu pukulan dahsyat kearah depan. Segulung angin pukulan bagaikan hembusan angin taupan segera membabat Lie Wan Hiang de?ngan hebatnya.
Lie Wan Hiang berdiri tegak dimulut gua, pedangnya dengan cepat dipindahkan ketangan kiri, lalu salurkan hawa murninya untuk melawan datangnya ancaman.
Haruslah diketahui, baik ilmu sakti "Koe Lie Sinkang" maupun ilmu sakti "Chiet It Hian Sat" sama2 merupakan kepandaian maha hebat, oleh sebab itu setiap serangannya yang dilancarkan seketika membawa hembusan angin puyuh yang amat luar biasa.
Bluummm ...! bentrokan nyaring meledak ditengah udara, dalam benturan itu kuda kuda kedua belah pihak sama2 tergempur dan terhuyung mundur kebelakang.
Bentrokan hebat ini dengan cepatnya merubah susunan organ tubuh bagian atas Lie Wan Hiang, racun keji yang terkandung dalam senjata rahasia Serat Pemutus Cinta pun dengan cepat menyebar kedalam seluruh isi perutnya.
Dengan alis berkerut ia berpikir :
"Kenapa aku berbuat begitu bodoh hingga saling mengadu tenaga pukulan dengan dirinya? aku harus menggunakan ketajaman dari senjata mustika ini untuk menangkan diri?nya."


Sabuk Kencana Ikat Pinggang Kemala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Karena berpikir begitu, badannya segera berkelebat menyingkir kesisi gua.
Tiang Coen Siancu sendiri walaupun berhasil duduk diatas angin, namun dia pun tidak berhasil memperoleh keuntungan apa2, malahan darah panas dalam dadanya bergolak kencang, segera pikirnya :
"Muridnya saja sudah begini lihay apalagi gurunya. Aaai.. aku lihat tak mungkin lagi bagiku untuk menuntut balas terhadap nenek kura2 tua itu pada kehidupanku saat ini."
Diliriknya sekejap tubuh Lie Wan Hiang yang sedang berkelebat menyembunyikan diri di balik gua, biji matanya berputar berulang kali, mendadak ia mendapatkan satu akal.
Segera diperintahkannya Song Coen serta In Coen untuk masuk kedalam gua merampas Gong Yu. Dibawah ancaman kokcunya yang kejam, meskipun kedua orang dayang itu tahu bahwa maju kedepan berarti menghantar kematian sendiri namun tak seorangpun berani buka suara membangkang.
Begitulah satu sosok bayangan biru dan satu sosok bayangan kuning segera muncul ke bawah tebing bagaikan sepasang burung walet, begitu menempel diatas permukaan tanah, kedua orang itu laksana kilat meluncur kedalam goa.
Melihat datangnya ancaman, Lie Wan Hiang mendengus dingin. Sambil menggigit bibirnya kencang2 pedang Muni kiam berkelebat dua kali kemuka.
Dua kali jeritan ngeri yang mendirikan bulu roma berkumandang ditengah kesunyian, tanpa membuang banyak waktu kedua orang da?yang itu sudah dikirim kembali sukmanya ke-akhirat.
Pada saat Song Coen serta In Coen terbabat mati diujung pedang pihak lawan itulah, Tiang Coen Siancu tidak mensia siakan kesempatan baik itu, dengan menginjak diatas noda darah kedua orang, bayangannya menerobos masuk kedalam goa.
Lie Wan Hiang terkesiap setelah menyaksi?kan pihak lawan sudah berada disisi tubuh kekasihnya, kembali ia membentak nyaring, pedang Muni kiam dengan menciptakan berlaksa buah jalur ca?haya tajam segera berkelebat menembusi ang?kasa.
Dalam pada itu Tiang Coen Siancu sedang mencengkeram pakaian Gong Yu, merasakan datangnya ancaman pedang lawan yang tajam serta disertai desiran angin dingin itu dia jadi kaget, tak mungkin lagi baginya untuk menghindar dalam keadaan seperti ini.....tampaknya sebentar lagi si dewi Tiang Coen bakal mati di ujung pedang lawan.
Tetapi, saat itulah mendadak ia sambar tubuh Sin Coen yang menggeletak diatas tanah kemudian dilemparkan tubuh itu keras2 kearah datangnya ancaman.
Jeritan ngeri bergema diangkasa, dengan tubuh hancur berantakan, mayat Sin Coen menggeletak mati diatas genangan darah.
Sedangkan Tiang Coen sendiri sambil goyang pinggul dan mengapit tubuh Gong Yu segera loncat keluar dari dalam goa.
Bagaikan bayangan setan Lie Wan Hiang mengejar keluar, makinya kalang kabut.
"Perempuan siluman yang tak tahu malu dan berhati kejam melebihi kalajengking, kau betul telengas dan berhati busuk, tanpa mengenal peri kemanusiaan kau telah korbankan anak buahmu sendiri demi tercapainya maksud tujuanmu."
"Hiiih..hiiih..hiiih.. budak ingusan, baru sekarang kau tahu ?"
Sementara berbicara ia telah serahkan tubuh Gong Yu ketangan dayangnya Hong Hong di atas tebing, kemudian telapak kirinya diayun mengirim satu babatan maut sedang ditangan kanannya dengan mencekal senjata rotannya yang walaupun tinggal seperti dua namun ukuran panjangnya masih dapat digunakan un?tuk menyerang.
Pergelangan digetarkan dan dia segera gunakan tenaga "Chiet-It-Hian-Sat" untuk menotok, menyapu, menggulung serta menghantam tubuh musuhnya, sekarang ia dapat pusatkan segenap perhatiannya untuk melenyapkan gadis itu dari muka bumi.
Lie Wan Hiang sendiri, kendati dia memba?wa sebilah pedang mustika namun setelah bertarung mati2an beberapa waktu lamanya, lama kelamaan napasnya ter-sengkal2 juga, ia mulai merasa kepayahan dan kehabisan te?naga.
Gerakan tubuh "Chiet Ciat-Tay-Nah-Ie"nya tak bisa digunakan selincah semula, sedikit kurang hati2 senjata rotan itu menghantam telak diatas urat nadi pada pergelangannya.
Dengan cepat segenap tenaganya lenyap tak berbekas, ia merasakan tangannya jadi kaku dan .. trang ! pedang mustika Muni Kiam itu terlepas dari cekalannya dan terjatuh ke atas tanah.
Tiang Coen Siancu tertawa nyaring, bayangan kuning berkelebat lewat dan pedang mustika itu tahu2 sudah berada dicekalan lawan.
Menggunakan kesempatan dikala Lie Wan Hiang masih berdiri ter-mangu2 itulah pedang Muni Kiam itu berkelebat lewat dan tahu2 sudah mengancam diatas jalan darah "Hoe Giat Hiat" ditubuh dara tersebut.
Kini baik orangnya, pedangnya maupun ji?wanya sudah terjatuh ditangan Tiang Coen Siancu, bisa dibayangkan betapa girangnya hati dewi itu, dengan wajah puas dan gelak tertawa berkumandang tiada hentinya ia berseru :
"Budak ingusan, sekarang apa yang ingin kau katakan lagi ?"
Rasa sedih, malu, menyesal dan kesal bercampur aduk diatas wajah Lie Wan Hi?ang, hilangnya pedang berarti binasanya orang, lagi pula kekasihnya Gong Yu sudah terjatuh ditangan perempuan cabul itu, dara ayu ini jadi putus asa dan kecewa, pikirnya :
"Aaai..sungguh tak kusangka perjalanan kaki keatas gunung Tay Soat san kali ini ternyata harus mengalami peristiwa tragis yang begini mengenaskan."
Karena berpikir demikian ia lantas berseru: "Perempuan cabul, kalau mau bunuh ayoh bunuhlah tak usah banyak bicara tak ada gunanya."
Sekilas napsu membunuh berkelebat diatas mata Tiang Coen siancu yang jalang, dengan alis berkerut ia mendengus dingin :
"Hm, kau telah membunuh tujuh orang dayangku, merusak senjata kesayanganku dan merampas pula korbanku, kalau sekali tusuk kuhabiskan jiwamu rasanya hal ini terlalu menguntungkan dirimu...."
"Lalu apa kehendakmu sekarang?" teriak Lie Wan Hiang dengan gusarnya dan mata melotot bulat.
"Aku hendak hancur lumatkan tubuhmu hingga berantakan sama sekali, sebab hanya dengan berbuat beginilah sakit hatiku baru bisa terlampiaskan...."
Berbicara sampai disini, ia lantas berpaling dan teriaknya keatas tebing. "Goan Coen, Liuw Coe, ayoh cepat kemari dan ringkus budak ingusan tersebut, gusur dia pulang kedalam selat!"
Dasar tabiat Lie Wan Hiang memang berangasan dan keras kepala, sudah tentu ia tak sudi diringkus orang, lagi pula setelah mengetahui dirinya terhajar senjata rahasia; kehilangan senjata mustika andalannya dan kehilangan pula daya untuk bertempur, mendadak teriaknya keras:
"Ayah, ibu, putrimu yang tidak berbakti akan jalan selangkah lebih duluan, juga engkoh Yu...."
Laksana kilat tubuhnya bergerak menumbuk kearah ujung pedang Muni kiam yang sedang diacungkan kearahnya.
Pada saat itulah mendadak terdengar jeritan kaget banyak orang diatas tebing.
-odw-kzo- Jilid : 18 TIANG COEN SIANCU putar badan hendak memeriksa, siapa sangka mendadak sesosok bayangan hitam berkelebat lewat, pergelangannya tiba2 terasa amat sakit seperti diiris dengan pisau, tak kuasa lagi ia kendorkan cekalannya dan melepaskan pedang Muni-Kiam itu.
Disaat yang bersamaan bukan saja Lie Wan Hiang tidak mati diujung pedang yang sedang ditubruknya, bahkan tubuh gadis cantik itu malah dirangkul orang dengan kerasnya.
Dan rangkulan tersebut terlalu hapal bagi pandangan Wan Hiang, ia segera menjerit kaget dan merasakan dirinya se-olah2 berada dalam alam impian !
Sementara itu Tiang Coen Siancu pun dapat melihat jelas wajah sang penyerang yang berhasil merampas pedangnya itu, diam2 ia merasa kaget bercampur bergidik, namun dengan wajah yang masih tetap dihiasi oleh senyuman manis ujarnya :
"Gong siangkong, ternyata kau adalah seorang manusia sakti yang tidak suka menampakkan diri!"
Dengan alis berkerut Gong Yu tertawa lantang.
"Haaah.... haaah.... haaah.... sedikit kepandaian penjaga keselamatan dari siauw-seng terhitung seberapa? aku berharap agar siancu suka melepaskan adik siauw-seng serta tidak memusuhi dirinya lagi."
Lie Wan Hiang yang berada dalam pelukan kekasihnya merasakan ia se-olah2 telah peroleh perlindungan, dari pembicaraan tersebut diapun tahu bahwa Gong Yulah yang telah menyelamatkan jiwanya, dia merasa terima kasih dan tenteram.
Sekalipun begitu diapun merasa heran, kenapa begitu cepat kekasihnya ini dapat siuman dan muncul disitu?
Kiranya racun "Mie Hoen-Yoe Lan" yang menyerang tubuh Gong Yu hanyalah sejenis racun aneh yang sipatnya cuma merangsang daya napsu birahi seorang lelaki terhadap kaum wanita.
Bilamana setiap orang pria menghisap sari racun itu kedalam tubuhnya, maka sekujur badannya akan jadi lemas tak bertenaga, bila diberi pula sedikit obat perangsang sebagai daya pancingan maka didalam organ tubuh pria itu akan berubah jadi suatu tenaga reaksi yang hebat, dalam keadaan seperti ini apabila tidak mengadakan hubungan senggama dengan lawan jenisnya maka ia bisa jadi sinting atau gila sama sekali.
Sehabis melakukan hajat, bagi orang awam biasa maka mereka harus membutuhkan istirahat selama setengah hari lamanya sebelum da?pat pulih kembali kekuatan tubuhnya hingga seperti biasa. Walaupun begitu, Gong Yu adalah seorang jago yang memiliki ilmu silat maha sakti, tentu saja ia dapat pulihkan kem?bali kekuatannya jauh lebih cepat dari orang biasa.
Tatkala tubuhnya ditawan oleh Tiang Coen Siancu dan dibawa keluar gua tadi, sebenar?nya ia sudah sadar satu dua bagian, ditambah pula terhembus angin malam yang dingin, kesadarannya semakin jernih lagi. Dikala ia masih melamunkan kembali peristiwa manis yang baru saja dilakukan dengan Lie Wan Hiang kekasihnya, mendadak ia dengar suara yang sangat dikenalnya itu berteriak memanggil namanya dengan nada pilu.
Ia jadi sangat terperanjat, sepasang mata?nya dipentangkan lebar2 dan berpaling kearah mana berasalnya suara tadi, segera tampaklah olehnya Tiang Coen Siangcu sedang menudingkan pedangnya keatas tubuh Lie Wan Hiang sementara gadis itu memandang keangkasa de?ngan wajah kesal dan putus asa.
Maka dengan suatu gerakan yang cepat ia melepaskan diri dari cengkeraman Hong dan bagaikan seekor burung elang menyambar ke bawah.
Kebetulan sekali pada waktu itu Lie Wan Hiang yang tak sudi menerima kehinaan sedang menubruk ujung pedang lawan untuk bunuh diri, maka diapun lantas gunakan jurus "Soh Liong Pak Hay" atau Merantai Naga Disamudra Utara dari rangkaian ilmu Jien Liong Chiu Hoat untuk merampas kembali pedang Muni Kiam itu.
Begitulah, setelah menyaksikan kehebatan si anak muda tersebut, sambil me-liuk2kan pinggangnya yang ramping bagaikan ular dan memperlihatkan buah dadanya yang tinggi menonjol keluar bagaikan sepasang bukit daging dari balik pakaian tidurnya yang kuning dan merawang, katanya sambil tertawa jalang:
"Gong siangkong, setelah kau mencicipi betapa manisnya tubuh sang adik, kenapa kau lupakan diri cicimu ini? Oooh....siangkong, betapa kejinya hatimu! ... tapi ... asal kau suka mengikuti aku pulang ke Selat Leng-Hiong Kok dan menjadi tetamu terhormatku selama semalam, maka aku Siok Soat Hong akan sudahi sampai disini saja hutang piutang kita kali ini."
Tujuh Satria Perkasa 2 Sherlock Holmes - Si Bungkuk Enigma 2
^