Pencarian

Sabuk Kencana 11

Sabuk Kencana Ikat Pinggang Kemala Karya Khu Lung Bagian 11


Merah jengah selembar pipi Lie Wan Hiang, ia susupkan kepalanya kedalam pelukan kekasihnya.
Gong Yu mengerutkan alisnya, sambil mencibirkan bibirnya memperlihatkan sikap menghina, sahutnya dengan suara lantang :
"Maksud baik Siancu baiknya kami terima dalam hati saja, cayhe rasa sudah waktunya bagi kita untuk saling berpisah! Nah! selamat tinggal!"
Sambil memayang tubuh Lie Wan Hiang, ia segera putar badan dan berlalu dari situ dengan langkah perlahan.
Semenjak dilahirkan dikolong langit belum pernah Tiang Coen Siancu bersikap merendah seperti malam ini, kini setelah menyaksikan Gong Yu menampik kemauannya bahkan tidak segan2nya putar badan dan berlalu tanpa menggubris dirinya, kegusaran yang berkobar dalam dadanya semakin memuncak, tiba2 ia mem?bentak.
"Oooh Siancu, apakah kau sedang menggertak siauw-heng?"
"Tidak salah, aku memang ada maksud begitu!" jawab Tiang Coen siancu sambil enjotkan badan dan menghadang jalan pergi kedua orang muda-mudi itu.
Gong Yu tersenyum ewa, ia mendongak ke atas memandang rembulan yang ada diangkasa, lalu sambil memperlihatkan pandangan yang sangat menghina ia mendengus dingin :
"Hmm! kalau siauw-seng tiada maksud untuk tetap berdiam disini, percuma Siancu berlagak macam2, sebab tidak nanti kau sanggup menahan aku."
"Haaah....haaah....kalau memang begitu, baiklah aku ingin coba mengenali kepandaian silat Gong Siangkong yang maha sakti itu."
"Bagus, sekarang juga siauw-seng mau pergi. Siancu! kau suka menyingkir untuk memberi jalan kepadaku atau tidak?"
Sembari berkata ia bersuit panjang, suaranya keras dan nyaring laksana pekikan seekor naga sakti.
Sepasang kakinya menutup tanah, bagaikan sebatang anak panah yang terlepas dari busurnya segera meluncur tinggi keangkasa hingga mencapai dua puluh tombak lebih, kemudian berkelebat meluncur kearah depan.
"Hmmm, aku tidak percaya kau bisa terbang begitu tinggi dan demikian cepat setelah menjepit tubuh seseorang," pikir Tiang Coen siancu. Karena itu ia tidak terlalu ambil perhatian.
Siapa sangka ilmu silat yang dimiliki si anak muda itu benar2 lihay dan sukar diukur dengan kata2, bukan saja ia tak sanggup mengejar mereka, bahkan senjata rahasia serat pemutus cinta yang ia lepaskan secara beruntunpun bagaikan batu yang tenggelam didasar samudra, sama sekali tidak menunjukkan reaksi apapun.
Hanya saja secara lapat2 masih kedengaran gelak tertawa pihak lawan yang nyaring sayup2 bergema datang dari tempat kejauhan.
Tiang Coen Siancu menghela napas sedih, sekembalinya kedalam selat Leng Hiang Kok ia mengatur anak buahnya lalu turun gunung untuk berkelana.
Sementara itu Gong Yu dengan mengempit tubuh Lie Wan Hiang pada malam itu juga melarikan diri turun dari gunung Tay Soat San dan kembali kerumah penginapan diperkampungan Tiong Hoa cung.
Setelah memasang lampu, tampaklah raut wajah gadis itu pucat pias bagaikan mayat, sinar matanya pudar dan berbaring diatas pembaringan sambil merintih tiada hentinya.
Timbul rasa iba dan gelisah dalam hati pemuda kita, buru2 tanyanya dengan nada kuatir :
"Wan-moay, apakah kau terkena senjata rahasia beracun dari perempuan siluman itu?"
Lie Wan Hiang mengangguk. "Lengan kiriku terkena sebatang serat pemutus cinta dari perempuan siluman itu."
"Aaai, kenapa tidak kau katakan sejak tadi ?"
Melihat begitu besar perhatian yang dilontarkan kekasihnya, Lie Wan Hiang merasa hatinya jadi hangat, dan rasa sakitpun seketika jauh berkurang.
Gong Yu segera salurkan hawa sakti Tay-Si Hian Thian Sinkangnya untuk menghisap keluar serat pemutus cinta tersebut, untuk pekerjaan ini dia harus bersusah payah selama setengah perminum teh lamanya.
Setelah senjata rahasia itu berhasil dihisap keluar, maka kesehatan dara ayu itupun pulih kembali seperti sedia kala. Hanya saja dikala berjalan gerak geriknya masih tetap kelihatan tidak leluasa, se-olah2 ada sesuatu yang mengganjal gerakan tubuhnya.
Sepasang alis Gong Yu kontan berkerut, ia peluk tubuh kekasihnya lalu bertanya kembali dengan nada kuatir :
"Adik Wan-ku sayang! apakah diantara selangkanganmu juga terkena senjata rahasia?"
Merah jengah selembar wajah Lie Wan Hiang, ia tundukkan kepalanya rendah2 dan tak berani mengucapkan sepatah katapun.
"Adik Wan, tak usah malu! katakanlah terus terang kepadaku, sebab benda itu terlalu berbahaya .."
"Hmm, siapa yang kena senjata rahasia?"
Kerling dara itu dengan suara manja.
"Adik Wan, kau tak boleh main2, cepatlah katakan kepadaku, benda itu sangat beracun."
"Ehmm, apa yang harus kukatakan, semuanya gara2 kau."
"Adik Wan, memang kesemuanya ini gara gara aku."
Senyum manis Lie Wan Hiang menghiasi bibirnya sehabis mendengar perkataan itu, tapi tiba2 terdengar Gong Yu menambahkan lebih lanjut :
"Sehingga kau terkena senjata rahasia serat pemutus cinta dari perempuan siluman itu.''
Mula2 ia mengira Gong Yu sudah teringat akan peristiwa yang terjadi dalam gua baru saja tadi, siapa tahu si anak muda itu masih tetap tak tahu apa yang sudah terjadi. Se-akan2 mendapat aniaya serta penghinaan yang tak terhingga hidungnya langsung jadi kecut dan tak kuasa lagi ia menangis terisak, airmatanya jatuh berlinang dengan derasnya membasahi pipi serta bajunya.
Gong Yu semakin kelabakan dibuatnya sambil goyangkan tangannya berulang kali ia ber?seru:
"Adik Wan, sebenarnya apa yang telah ter?jadi? pada bagian yang mana aku telah menyalahi dirimu?"
Keadaan Lie Wan Hiang pada saat ini bagaikan si Bisu yang menelan empedu, meskipun kepahitan namun tak sanggup mengutarakan penderitaannya itu. Maka gelisah hatinya makin cepat ia naik pitam, mendadak teriaknya dengan suara kasar:
"Keluar! keluar dari sini. Jangan memperdulikan diriku lagi!"
Air muka pendekar ganteng berbaju hijau seketika berubah hebat, tetapi ia tetap berusaha untuk menahan kobaran hawa amarah yang bergelora dalam dadanya.
"Adik wan!" katanya lagi. "Sekarang aku te?lah melakukan kesalahan yang amat besar, ti?dak semestinya kau begitu marah kepadaku! katakanlah secara blak2an!"
"Manusia goblok, manusia tolol, tak usah kau banyak bacot dengan diriku, aku tak sudi bertemu lagi dengan dirimu, ayoh keluar dari sini !"
Sehabis berkata kembali ia menangis tersedu sedu.
Sudah tentu ia bukan sungguh2 hendak mengusir pemuda itu, cuma saja dia berharap agar si anak muda itu bisa teringat kembali akan peristiwa yang telah terjadi dalam goa di gunung Tay Soat san lalu minta maaf kepada?nya.
Siapa tahu Gong Yu memang tidak sadar sedang diapun malu untuk mengutarakannya keluar, bilamana peristiwa ini dibiarkan berlalu dengan begitu saja sementara bibit lelaki yang ada dalam perutnya berubah jadi jabang bayi, apalagi kalau pemuda itu tak mau mengakuinya, lalu bagaimana ia harus bertindak?
Karena itulah semakin dipikirkan ia semakin gelisah, hawa amarah pun tanpa sadar makin memuncak.
Dasarnya tabiat gadis itu memang berangasan, dalam kegelisahannya meluncurlah kata2 yang kasar, tapi sesaat kemudian ia telah menyesali akan kekasarannya itu, hanya saja dalam keadaan gusar sudah tentu ia tak ingin menjelaskan lebih jauh.
Dalam pandangannya, selama beberapa tahun ini Gong Yu selalu menurut dan tunduk kepadanya, maka ia tidak mengambil perhatian dengan ucapannya itu, siapa sangka karena beberapa patah perkataannya inilah yang mengakibatkan peristiwa yang tragis.
Gong Yu adalah seorang manusia yang berwatak halus diluar kasar didalam, melihat sikap Lie Wan Hiang begitu kasar terhadapnya, dengan cepat diapun naik pitam.
"Aku adalah seorang lelaki sejati," pikirnya didalam hati. "Apakah aku harus tunduk dibawah telapak kaki seorang perempuan ?"
Sambil mendengus dingin, tanpa mengucapkan sepatah katapun ia berlalu dari kamar dan menuju keistal kuda, disana ia ambil keluar kuda Giok-Liongnya lalu mencemplaknya keras2, diiringi suara ringkikan panjang kuda jempolan itu segera berlalu tinggalkan rumah penginapan.
Sebenarnya Lie Wan Hiang merasa sedikit menyesal dengan sikapnya, ia menyangka engkoh Yu-nya sebagaimana pada hari2 biasa tentu akan menghibur dirinya dengan kata2 halus sehingga rasa gusarnya hilang sama sekali.
Siapa sangka pemuda itu setelah berlalu bukan saja tidak kembali, bahkan dari tempat kejauhan secara lapat2 terdengar suara ringkikan kuda, dan ringkikan tersebut dia kenali sebagai suara dari "Liong jie", seketika pikirnya lagi:
"Bagus! rupanya kau betul2 tak kenal kasih dan lupa pada diriku!"
Se-akan2 tubuhnya tercebur kedalam jurang yang dalamnya selaksa tombak, ia menjerit lalu muntah darah segar dan jatuh tak sadarkan diri.
Menanti ia mendusin dari pingsannya fajar telah menyingsing, Lie Wan Hiang segera membereskan rekening dan memerintahkan pelayan untuk siapkan kuda "Giok-Cong"nya.
Pelayan itupun baru saja bangun tidur, dengan mata masih mengantuk ia bertanya:
"Nona, apakah Gong siangkong telah berangkat duluan ?"
"Jangan banyak bicara!" bentak Lie Wan Hiang dengan mata melotot dan wajah berubah hebat.
Pelayan itu jadi mengkeret dan tak berani bicara, sembari berlalu pikirnya diam2 :
"Galak bener nona ini, kenapa sih ini hari jadi begitu buas seperti macan betina ? Hii...."
Sementara itu dara manis tersebut sudah meloncat naik keatas punggung kudanya, se?kali cemplak diiringi suara ringkikan panjang kuda "Giok-Cong" lari menuju kearah Kim-Cuan-Kang.
Pada saat ini ia merasa sedih, pedih, jengkel dan menyesal. Setelah ayahnya ditawan musuh kini engkoh Yu-nya diusir pergi, bagaimanapun kerasnya hati dara ini akhirnya ia lunglai juga bagaikan bunga yang layu, dan meneteskan air mata.
Karena pikirannya kalut, maka sepanjang jalan kudanya dicemplak keras2, tanpa sadar kota Kim-Thong telah dilewati.
Para pelancong yang berada dijalan raya diam2 merasa kuatir dan heran atas tingkah lakunya yang aneh itu, sebagian besar dalam hati mereka mempunyai pikiran yang sama :
"Jangan2 perempuan ini sudah gila ?"
Mendadak.... terdengar seorang kakek tua menegurnya deagan suara lantang:
"Nona Wan Hiang!"
Begitu suara tersebut berkumandang kedalam telinganya, Lie wan Hiang segera menarik tali les kudanya dan berpaling kebelakang.
Tampaklah diantara orang yang berlalu lalang disitu, berjalan keluar seorang kakek tua.
Orang ini telah berusia enam puluh tahun, wajahnya persegi empat dengan mulut yang lebar dan jenggot yang pendek, sebuah huncwee warna hitam pekat dicekalnya dalam genggaman.
Begitu bertemu dengan kakek tua itu, se-akan2 telah bertemu dengan sanak keluarga sendiri, dara ayu itu meloncat turun dari ku?danya dan menubruk kakek tadi seraya berse?ru:
"Yu cianpwee!" Tanpa sadar titik air mata jatuh berlinang membasahi sebuah wajahnya yang ayu.
Kakek tua itu menoleh kekiri kekanan, tatkala tidak dijumpainya bayangan Gong Yu ada disitu dengan hati terperanjat buru2 serunya:
"Nona manis, jangan menangis! tempat ini bukan tempat yang cocok untuk berbicara, di depan sana adalah Poo Seng, ayoh kita masuk dulu kedalam kota!"
Meskipun tingkah laku dara ayu itu telah menarik perhatian banyak orang, namun mereka semua mengira tentunya dalam keluarga gadis itu telah terjadi suatu peristiwa yang besar sehingga mengakibatkan nona muda itu menangis tersedu2, oleh sebab itulah tak satu pun diantara mereka yang mengerubungi situ.
Kenapa si kakek huncwee dari gunung Bong-san secara tiba2 bisa muncul disini?
Kiranya ia telah ke selat Leng ln-Kok untuk bertemu dengan dua orang Rasul serta menyampaikan keadaan situasi dalam dunia persilatan dewasa ini.
Kedua orang rasul itu mengangguk tanda bahwasanya mereka sudah mengetahui akan hal ini, bahkan telah mengutus Gong Yu beserta Lie Wan Hiang turun gunung, kemungkinan besar mereka sedang berangkat menuju keperkampungan Pa-ln San-cung.
Setelah beristirahat selama beberapa hari diselat itu, suatu hari si Saudagar kosen dari Lam Hay mengambil keluar sejilid kitab pusaka ilmu silat dan diserahkan kepadanya sambil berpesan:
"Kitab ini kudapat diatas puncak Song Seng Nia tatkala sekembalinya aku dari gu?nung Altai untuk bertemu dengan loo-pouwsat tempo dulu. Bilamana kau berhasil melatihnya maka di kemudian hari kepandaian itu banyak membantu dirimu."
Maka Si kakek huncwee dari gunung Bong san pun siang malam mempelajari isi kitab itu dengan tekun, meski isi kitab tersebut amat dalam artinya tetapi berkat petunjuk yang berharga dari Bulim Jie Seng tidak selang beberapa hari kemudian selesailah isi kitab itu dipahaminya.
Dengan hati penuh kegembiraan besar, kakek itu meninggalkan selat, sewaktu ada di kota Koei Chiu ia telah berjumpa dengan Pa Gak Teh Khek dan tak lama kemudian berhasil pula menjumpai Sian Soat It Kiam Yauw Kie.
Didalam pembicaraan tersebut, ia baru tahu kalau To Bin Yauw Hoe belum berhasil ditemukan jejaknya, karena itu nasib Lie Kie Hoei si poocu dari benteng Cian Liong Poo pun belum diketahui.
Akhirnya mereka pun berpisah untuk mencari dipelbagai penjuru, dari perkataan seseorang, si kakek huncwee gunung Bong san mendapat kabar bahwa diatas gunung Tay-Soat-san telah muncul seorang perempuan yang mencurigakan maka ia lantas berangkat ke propinsi See-Khong tak nyana ditempat inilah ia berhasil menjumpai Lie Wan Hiang.
Menyaksikan pula muridnya Gong Yu tidak nampak disitu sedang sang nona menangis sedemikian rupa, dalam hati ia lantas berpikir:
"Jangan2 bocah itu telah menjumpai peristiwa tragis yang diluar dugaan?"
Berpikir demikian si orang tua itu tak dapat menguasai diri lagi, dengan cepat ia berpaling sambil bertanya:
"Nona, apakah engkoh Yu-mu telah mengalami suatu peristiwa tragis yang memilukan?"
"Tidak! cuma dia..... dia....."
Hati Bong-san Yen-Shu seketika terasa lega namun dengan alis berkerut tanyanya kembali:
"Nona Wan, pastilah keparat cilik itu sudah menganiaya dirimu, hmmm, kalau sampai kutemukan dirinya, pasti akan kubeset kulit tubuhnya."
Dari sikap Bong-san Yen-Shu yang amat serius, Lie Wan Hiang mengerti bahwa apa yang diucapkan kakek itu mungkin sekali bisa dilaksanakan dengan sungguh2, maka segera pikirnya didalam hati.
"Kalau engkoh Yu benar2 mendapat hukuman berat dari gurunya karena persoalanku tentu dia akan semakin membenci diriku."
Berpikir demikian, dengan amat bergelisah segera serunya :
"Cianpwee, kau tak usahlah demikian gusarnya terhadap dia, bagaimana kalau boanpwee kisahkan duduk perkara yang sebenarnya didalam hutan pohon Song sebelah depan sana?"
Kakek tua itu mengangguk, maka gadis itu pun menjalankan kudanya menuju kedalam hutan.
Mereka berdua memilih sebuah batu cadas besar dan duduk disitu.
Tiada hentinya Bong san Yen shu menghisap huncweenya yang hitam dan menyemburkan asap rokok yang tebal dan berwarna hitam, mendengar kisah yang diceritakan gadis itu kadang kadang ia bersorak gembira, kadangkala menghela napas panjang!
Lie Wan Hiang pun mengisahkan pengalamannya sejak turun dari gunung beserta Gong Yu hingga peristiwa yang menimpa dirinya kemarin malam, tak ada satupun yang dirahasiakan.
Walaupun sekuat tenaga ia mempertahankan diri, tak urung titik air mata jatuh bercucuran juga membasahi pipinya.
Selama mendengar kisah itu sepasang alis si kakek huncwee dari gunung Bong-san dikerutkan terus, kini ia lantas berkata :
"Nona Wan, kau jangan bersedih hati, setelah loohu mengetahui duduknya perkara ini, tidak nanti ku-sia2kan dirimu, setelah kutemukan keparat goblok itu, pasti kurangket badannya dengan cambuk agar tahu rasa !"
Setelah mendengar ucapan Bong-san Yen-shu yang mau menyungging tulang punggungnya, Lie Wan Hiang merasa hatinya setengah lega, ia seka air matanya dengan sapu tangan dan berseru :
"Yu cianpwee... aah bukan, suhu!"
Mendadak ia merasa bahwa dirinya sudah menjadi milik Gong Yu, maka sebutannya pun cepat2 dirubah.
"Haah...haah..haah....lohu tidak berani menjadi guru dari murid Bu lim Jie Seng, sayang selama hidup aku tidak berputra.."
Betapa cerdiknya Lie wan Hiang, dari perkataan tersebut ia tahu apa maksud dari ucapan tadi, maka cepat2 gadis itu jatuhkan dari ber?lutut sambil teriaknya:
"Gie-hu !!" "Haah.... haah.... haah.....Wan jie, ayoh kita pergi!" Seru si kakek huncwee dengan wajah gembira. "Ayoh kita pergi mencari si bocah goblok itu !"
Baiklah untuk sementara kita tinggalkan dahulu kedua orang jago itu.
Dalam pada itu Gong Yu yang berlalu dalam keadaan gusar segera mencemplak kudanya cepat2, baru saja tiba di keresidenan Sin Kim, ia telah mendengar akan berita kedatangan Tok Lan sangjien dari Ceng Hay menuju ke daratan Tionggoan, katanya pendeta itu ada maksud hendak adu kepandaian dengan pendekar tampan berbaju hijau yang baru saja muncul dalam Bu lim.
Berita ini sangat mengejutkan Gong Yu, ternyata ia pernah dengar orang berkata bahwa Tok Lan Sangjien adalah jago yang paling lihay diantara suku bangsa Mongol serta Tibet, bukan begitu saja lima manusia aneh dari kolong langitpun harus mengalah tiga bagian kepadanya, dan kini entah kesalahan apa yang telah ia lakukan terhadap dirinya sehingga ia datang mencari satroni dengan dirinya?
Dia mana ia tahu kalau tabiat Tok Lan Sangjien amat berangasan dan jadi orang picik pikirannya, Ang-Hoat Tauwto salah satu anggota "Lee-Pok" dari perkumpulan Yoe-Leng-Kauw bukan lain adalah cucu muridnya.
Setelah mengalami pelbagai kekalahan didaratan Tionggoan, akhirnya Yoe Leng Sin-Koen memerintahkan Ang Hoat Tauwto untuk berangkat pulang gunung dan undang Tok Lan Sangjien untuk membantu mereka.
Sedikitpun tidak salah, dalam pertapaannya itu jago nomor wahid dari antara suku Mongol dan suku Tibet ini berhasil melatih suatu kepandaian aneh, oleh karena itu atas hasutan dan bujukan Ang Hoat Tauwto akhirnya jago lihay ini berhasil juga diundang datang kedaratan Tionggoan untuk membantu mereka.
Bahkan oleh Yoe-leng Sin Koen, jago lihay ini disambut sebagai seorang tamu terhormat.
Maka dalam suatu pembicaraan yang serius, Yoe Leng Sin Koen segera membeberkan kelihayan si pendekar ganteng berbaju hijau yang diibaratkan diatas langit tiada langit, dibawah bumi tiada bumi lagi, tentu saja dibumbuhi pula dengan perbagai macam perkataan.
Hasutan ini segera menggolakkan rasa ingin menang dalan hati Tok Lan Sangjien, ia makin bertekad hendak merobohkan si anak muda itu.
Setelah pendeta lihay ini membeberkan niatnya, "Yoe Leng Sin Koen" Ci Tiong Kian segera kerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya untuk mencari tahu kabar berita mengenai Gong Yu.
Sementara itu gelar Pendekar tampan berbaju hijau semakin menggetarkan seluruh kolong langit setelah perjuangannya membantu partai Siauw-lim dan partai Butong, semua orang kangouw pada kagum dan memuji atas kehebatan serta keberaniannya.
Tetapi dalam kesempatan ini Gong Yu serta Lie Wan Hiang berada dipropinsi See-kong, karena itu meski seluruh daratan Tionggoan telah dijelajahi namun tak seorang manusiapun berhasil menemukan kabar berita mengenai jejak pendekar tampan itu.
Maka anak buah perkumpulan Yoe Leng Kauw segera menyebarkan issue pula yang mengatakan bahwasanya pendekar tampan berbaju hijau karena takut berjumpa pula dengan Tok Lan Sangjien maka ia menyembunyikan diri ditempat yang terpencil.
Berita sensasi kian lama kian bertambah nyaring, malahan ada orang yang menyiarkan kabar demikian :
"Tiang Pek Loojien segera akan mencari satroni dengan pendekar muda itu!"
Haruslah diketahui, pendekar aneh yang dimaksudkan adalah jago lihay yang sudah seratus tahun lamanya tak pernah muncul didalam dunia persilatan, kepandaian silat yang dimilikinya amat lihay sekali hingga sukar diukur!
Begitu berita ini tersebar luas didalam dunia kangouw, bukan saja Hoo Thian Heng, Poei Hong, Tong Soe Kiat serta Yauw Kie sekalian dibikin gelisah tak keruan, bahkan lima manusia aneh dari kolong langitpun mulai mence?maskan keselamatan jago muda itu!
Gong Yu yang mendengar pula kabar berita itu semangat jantannya kontan berkobar, dengan menunggang kudanya ia berangkat menuju propinsi Ouw-lam dan Ouw-pak.
Siapa sangka baru saja keluar dari selat Wu-san, matahari telah condong kearah Barat.
Dengan menunggang kuda "Giok-Liong"nya ia masuk Pa-Tang dan menginap disitu.
Seorang diri berbaring didalam kamar, peristiwa lampau kembali terbayang dalam benaknya, setiap hari ia menyesali perbuatannya dan selalu memikirkan bagaimana keadaan Lie Wan Hiang setelah ditinggal pergi dalam keadaan gusar ?
Saking kalutnya pikiran pemuda itu akhirnya dengan aras2an ia jalan2 didalam kota, sambil menikmati pemandangan kota tersebut persoalan yang mengganjal dalam hatinya per-lahan2 dibahas dan dipikirkan.
Pada waktu itu senja telah menjelang tiba, mendadak..... ia menemukan suatu kejadian yang sangat menarik perhatiannya, peristiwa itu terasa amat aneh dalam pandangannya.
Ternyata tepat dihadapannya berjalanlah seorang kakek tua, langkah orang itu enteng dan cepat, sepasang kakinya berkelebat sete?ngah coen dari atas permukaan tanah.
Bagi orang2 biasa, tingkah laku kakek tersebut biasa dan tidak aneh, tetapi bagi Gong Yu yang mempunyai ketajaman mata melebihi orang lain, penemuan tersebut segera mengejutkan hatinya.
Dalan hati ia lantas berpikir:
"Orang ini pastilah seorang jago Bu lim yang berilmu tinggi, tapi siapakah dia? kena?pa bisa muncul dikota kecil ini?"
Mendadak perasaan halusnya berkata lain.
"Jangan2 orang itu muncul disini karena hendak mencari gara2 dengan diriku?"
Tapi sebentar ia berpikir kembali:
"Tok Lan Sangjien adalah seorang padri, mungkin kakek tua ini adalah Tiang Pek Loojien."
Walaupun terang2an ia sudah tahu bahwasanya kakek tua ini bukan manusia sembarangan, namun timbul rasa ingin menang dalam hati kecil Gong Yu, ia mengambil keputusan hendak beradu ilmu meringankan tubuh de?ngan dirinya.
Maka ia percepat langkah kakinya dan menggunakan ilmu Menunggang angin membonceng awan berkelebat mengintil dibelakangnya.
Setelah lewat beberapa jauh, tiba2 kakek tua itu berpaling dan tertawa ter-bahak2.
"Haaah... haaah....orang muda, mungkin kau merasa tidak puas dengan diriku bukan? kalau kau punya keberanian mari kita adu ke?pandaian diatas bukit sebelah depan sana."
"Menampik berarti kurang menaruh hormat, Lootiang, silahkan kau berangkat lebih duluan!"
Kembali kakek tua itu tertawa ter-bahak2, bagaikan bergeraknya awan diangkasa ia meluncur maju kedepan dengan cepatnya, dalam se?kejap mata tubuhnya sudah berada dua puluh tombak lebih jauhnya.
Dalam hati Gong Yu mendengus dingin, kaki tanpa bergerak pundak tanpa menggeser, dalam sekejap mata iapun menyusul dibelakang kakek tua itu.
Akhirnya kedua orang itu secara berbareng tanpa ada yang ketinggalan dibelakang berha?sil mencapai puncak bukit itu bersamaan waktunya.
Haruslah diketahui ilmu meringankan tubuh "Siauw-Yauw Yoe" yang digunakan kakek tua ini merupakan kepandaian sakti didalam dunia persilatan.
Dalam pengerahannya dengan segenap tenaga namun belum berhasil juga meninggalkan Gong Yu barang setengah langkahpun, dapat dibayangkan sampai dimanakah rasa kaget ka?kek tua itu terhadap diri Gong Yu.
000dOw000 Bab 26 SEBALIKNYA Gong Yu sendiripun merasa amat terkesiap dengan kehebatan si kakek tua itu, ia merasa bahwa sejak dia turun gunung boleh dibilang ilmu meringankan tubuh dari si kakek tua inilah yang paling lihay.
Kendati dalam pertandingan ilmu meringankan tubuh dengan Yoe-Leng Sin-Koen waktu ada digunung Bu-tong san berhasil dimenang?kan oleh gembong iblis itu, namun dalam kenyataan kemenangan pihak lawan adalah berkat bantuan mantel lebarnya. Kalau dibicarakan mengenai tenaga sesungguhnya maka hawa murninya jauh lebih hebat berkali2 lipat.
Belum sempat ia menyatakan sesuatu, terdengar kakek tua itu tertawa ter-bahak2 dan berkata :
"Hey, orang muda, kau memang benar2 pantas untuk menyombongkan dirimu, tapi loohu masih ingin menjajal sampai di manakah taraf tenaga pukulanmu!"
Habis berkata, sepasang telapaknya dibabat secara berbareng, angin taupan seketika melanda seluruh permukaan, diiringi desiran angin tajam dengan cepatnya menerjang kemuka.
Sebelum mengetahui jelas asal usul kedua belah pihak, kakek tua itu telah menyerang duluan, sedikit banyak perbuatannya ini me?nimbulkan rasa gusar dalam hati Gong Yu. Ia segera kerahkan hawa sakti Tay-Sie-Hian-Thian Sinkangnya untuk melancarkan serangan balasan.
Ternyata kakek tua itu hebat sekali, serangan demi serangan dilancarkan makin hebat, mula2 pukulannya masih menggulung laksana deburan ombak ditengah amukan badai, tapi setelah mengirim enam tujuh pukulan, selu?ruh angkasa telah dipenuhi dengan tenaga yang secara tidak langsung membentuk sebuah pusaran angin taupan yang dengan hebatnya meluncur keluar.
Air muka Gong Yu segera berubah jadi amat serius, ia salurkan segenap tenaga sinkang yang dimilikinya kedalam telapak, kemudian dengan sistim keras lawan keras ia sambut semua serangan itu.
Hawa pukulan Yang-kang saling membentur ditengah angkasa menimbulkan suara ledakan yang memekikkan telinga......
Menanti jurus sepuluh telah lewat, tiba2 masing2 pihak berhenti menyerang dan menghimpun tenaga yang jauh lebih besar.
Mendadak....sesosok bayangan berkelebat le?wat, dari balik pepohonan muncul seseorang sambil berseru:
"Ayah! jangan..."
Belum habis ia berkata kedua gulung angin pukulan itu kembali saling membentur ditengah angkasa.., Bluum! Kuda2 si anak muda itu jadi goyah dan badannya segera terdorong ke belakang dengan sempoyongan.
Sebaliknya kakek tua itupun tergetar mundur setengah langkah kebelakang oleh desakan segulung angin pukulan yang maha sakti, ia rasakan darah panas yang ada didalam dadanya bergolak keras.
Bayangan kecil tadi cepat memburu kedepan dan memayang tubuh kakek tua itu, omelnya:
"Ayah, kau tidak mengapa bukan!"
Sementara itu Gong Yu telah teringat akan siapakah si kakek tua itu, pikirnya:
"Bukankah dia adalah Siauw Yauw Sang Jien si pelancong yang suka berkelana Suma Boe Yoet loocianpwee, salah satu diantara lima manusia aneh dari kolong langit?"
Berpikir sampai disitu ia lantas maju mem?beri hormat seraya berkata :
"Boanpwee Gong Yu dengan ini mohon maaf yang sebesar2nya apabila barusan telah berbuat kasar serta kurang sopan terhadap diri Suma cianpwee, harap cianpwee suka memaafkan kesalahan boanpwee ini !"
Ternyata dari sepuluh buah serangan berantai yang digunakan si kakek tua itu, ia segera teringat bilamana kepandaian itu bukan lain adalah ilmu "Lak-Teng-Kay San Sinkang" atau tenaga sakti si Lak-Teng untuk membuka gunung.
Dari suhunya si kakek huncwee dari gunung Bong-san, ia pernah diberitahu bahwa kepandaian "Lak Teng Kay-san Sinkang" atau tenaga sakti si Lak Teng untuk membuka gunung ini adalah kepandaian andalan dari Siauw Yauw Sang-jien.
Sedikitpun tidak salah, setelah Suma Boe Yoet berhasil menekan darah panas di dalam dadanya, ia segera mendongak dan ter?tawa ter-bahak2.
"Haah...haah...haah... luar biasa, luar biasa, kaum pendekar memang harus muncul pada kaum pemuda, kau tidak malu mendapat didikan dari dua Rasul sakti !"
Sesudah merandek sejenak, ujarnya lebih lanjut :
"Gong sauwhiap, kepandaian yang baru saja kau gunakan mungkin bukan Koe-Lie sin-kang bukan ?"
"Sedikitpun tidak salah," jawab Gong Yu semakin menghormat, setelah ia yakin bahwa kakek tua itu adalah si pelancong yang suka berkelana. "Ilmu yang boanpwee pelajari adalah Tay-Sie-Hian-Thian Sinkang, suatu kepandaian mujijat yang tercantum dalam sejilid kitab pusaka milik Loo-pouwsat dari gunung Altai !"
"Aaah ! Sungguh tak kunyana sauwhiap pun telah memperoleh didikan ilmu silat dari si dewa tua itu, tidak aneh kalau kepandaian silat yang kau miliki benar2 luar biasa sekali, aku lihat kau pasti akan berhasil mengalahkan Tok Lan Sangjien!"
Gadis berbaju ungu yang selama ini berdiri disisi kalangan dan menyaksikan ayahnya ha?nya berbicara terus tanpa memperkenalkan dirinya, dengan cepat berseru manja :
"Ayah......" Sambil berseru ia tarik2 ujung jubah si kakek tua itu.
Suma Boe Yoet melirik sekejap kearah putrinya lalu tertawa ter-bahak2.
"Haaa...haaa.... ayahmu benar2 makin tua semakin pikun, ternyata aku sudah lupa memperkenalkan dirimu kepada diri Gong sauwhiap!"
Ia lantas mendongak dan katanya kepada si anak muda itu.
"Dia adalah putriku Ci Yan...."
Suma Ci Yan segera maju kedepan memberi hormat, panggilnya lirih :
"Gong Sauwhiap ..."
Buru2 si pendekar tampan berbaju hijau ini balas memberi hormat.
"Nona Suma," katanya. "Kau tak usah berlaku sungkan, lebih baik panggil saja namaku."
Dari pembicaraan serta tingkah laku si anak muda itu, diam2 Suma Boe merasa amat kagum, ia merasa bahwa diri pemuda itu bagaikan burung hong diangkasa dan kilin diantara manusia pikirnya :
"Bagaimana aku bisa memperoleh menantu seperti dia, aaah, betapa bahagianya hidupku ini!"
Dan kini menyaksikan kedua orang muda mudi itu saling sungkan menyungkan, dengan alis yang berkerut tegurnya:
"Yan-jie, kalau begitu sejak ini kalian boleh saling menyebut dengan panggilan kakak beradik saja."
"Engkoh Yu!" Suma Ci Yan segera berseru dengan nada lirih.
Gong Yu merasakan adik Yan-nya ini mempunyai potongan tubuh yang ramping, alis yang tebal dan mata yang bening, benar2 memberikan suatu gambaran yang menyenangkan bagi siapapun yang melihat, karenanya iapun lalu balas memanggil :
"Adik Yan!" Demikianlah setelah saling panggil memanggil, Suma Boe Yoet pun mendongak memandang cuaca, kemudian berkata :
"Gong sauwhiap, mari kita masuk kekota!"
Ketiga orang itu segera berangkat kembali kekota Pa Tang, setelah bersantap disebuah rumah makan mereka kembali kerumah penginapan, dan kebetulan pula ternyata baik Suma Boe Yoet maupun Gong Yu sama2 menginap dirumah penginapan yang sama.
Baru saja ketiga orang itu melangkah masuk kedalam ruang penginapan, seorang pelayan menghampiri mereka sambil menyerahkan sepucuk surat, katanya:
"Khek-koan, surat ini untukmu!"
"Entah siapa dia?" diam2 pikir Gong Yu dengan hati terperanjat. "Kenapa dia bisa tahu kalau aku berada dikota Pa-Tang?"
Ia sambut surat itu dan dibuka sampulnya lalu dibaca isinya, tapi dengan cepat pemuda itu mendengus gusar.
Suma Ci Yan segera melongok kearah surat itu dan dibacanya:
"Dipersembahkan untuk pendekar tampan berbaju hijau Gong Yu pribadi:."
Berbicara sampai disini, ia merandek dan melirik kearah si anak muda itu, serunya:
"Ehmmm, ternyata orang ini masih sedikit mengerti akan sopan santun......."
"Budak bodoh," tegur Suma Boe Yoet. "Cepat baca lebih jauh, jangan kau pandang orang itu diluarnya bersikap sopan dan tahu adat, siapa tahu kalau dalam hatinya sedang mempersiapkan permainan setan...."
Suma Ci Yan mengangguk dibacanya isi surat itu lebih jauh:
"Atas petunjuk yang telah kau berikan kepada pun Sin Koen sebanyak dua kali, aku mengucapkan banyak terima kasih dan akan selalu kuingat didalam hati.
Dan kini jauh dari arah Timur telah datang seorang sahabat karib yang bernama Tok Lan Sangjien ingin menjumpai dirimu, ia kagum akan kehebatan ilmu kepandaianmu yang berhasil kau latih hingga mencapai puncak kesempurnaan dalam usia muda, untuk menghindari sepak terjang yang hendak mengobrak-abrik persatuan Bu lim maka bila kau bernyali datanglah kepuncak gunung Su Hoang san pada Lak Gwee Cap go untuk saling mengadu kepandaian.
Tertanda: Yoe Leng Sinkoen Ci Tiong Kiam."
Selesai membaca isi surat itu, dengan penuh kegusaran gadis itu segera mendengus dingin, teriaknya:
"Huuu....Tok Lan Sangjien itu manusia macam apa? berani benar ia menantang engkoh Yu untuk berduel !"
"Yan jie, kenapa kau ucapkan kata2 yang begitu kasar ?" tegur Suma Boe Yoet sambil mengelus jenggotnya.
"Kau harus tahu bahwa Tok Lan Sangjien adalah jago paling lihay diantara su?ku bangsa Mongol serta Tibet, ia sudah tersohor jauh sebelum Lima Manusia aneh dari kolong langit muncul dalam dunia persilatan."
"Aku pernah dengar orang berkata bahwa pada tahun2 terakhir ini dia berhasil melatih sejenis kepandaian yang diberi nama "Chiet Ciat Hoei Kiam" atau tujuh bilah pedang terbang maha sakti, barang siapa yang terkena serangan itu pasti mati dan kekuatannya luar biasa, ia bisa andalkan ilmu tersebut untuk menjagoi dunia kangouw."
"Tidak usah terlalu jauh kita mengambil contoh, cukup membicarakan kemampuan dari Yoe Leng Sinkoen, bukannya ayah sengaja menghilangkan atau merendahkan pamor sendiri, diantara lima manusia aneh belum tentu mereka anggup memenangkan gembong iblis tersebut."
"Lagi pula dipihak mereka masih terdapat "Jiak Kioe Kiam Khek" Khoe Ek dari Tang Hay, Pek Hoat Ang Gan To Pwe Popo dari negeri Hoe sang sekalian. Semuanya bukan manusia sembarangan, bisa kita duga berapa besar kekuatan mereka."
"Aah! kenapa kau tidak mengaturkan rencana yang matang bagi engkoh Yu dalam perjalanannya menuju kegunung Su Hoan-san nanti? Bagaimana kalau kita undang pula Lauw Pepek serta paman Loe untuk membantu dirinya?"
Melihat betapa kuatir serta perhatiannya Suma Ci-Yan terhadap dirinya, Gong Yu merasa terharu bercampur terima kasih.
"Budak ingusan, buat apa kau banyak bicara," terdengar Suma Boe Yoet menyahut. "Sudah tentu kita harus undang kehadiran mereka, cuma saja Lauw pepekmu Thian-Hoe-Cioe-Sian serta paman Lu-mu Pa Gak-Teh Khek sukar dicari bagaikan menangkap burung bangau ditengah alas, kemana kita musti temukan jejak mereka berdua?"
"Cianpwe, tak usah kau orang tua repot2 menguatirkan persoalan boanpwee ini," Sela Gong Yu dengan alis melentik. "Walaupun aku orang She Gong tidak menyoren sebilah pedangpun, tetapi bilamana perlu boanpwee masih mempunyai seutas ikat pinggang yang bisa digunakan untuk menggempur musuh."
"Bagus! punya semangat!" mendadak dari luar jendela berkumandang datang suara seruan seorang kakek tua.
Begitu suara itu berkumandang kedalam telinga Suma Ci Yan, mula2 ia nampak rada tertegun kemudian dengan girang meloncat keluar dari kamar sambil berteriak:
"Empek Lauw !" Si Pelancong yang suka berkelana Suma Boe Yoet pun tertawa tergelak lalu bersenan?dung :
"Ada teh ada arak untuk menghormat saudara, sesudah datang dari jauh kenapa tak kunjung tiba ?"
Begitu senandung tadi bergema diangkasa, pintu kamar segera didorong orang dan muncullah dua orang kakek tua.
Pendekar tampan berbaju hijau segera melirik kearah mereka, tampaklah kakek yang berjalan dipaling depan berwajah merah padam dengan jubah lebar, sebuah cupu tembaga tergantung pada pinggangnya, gerak gerik serta tingkah lakunya bagaikan orang mabok, tak usah dikatakan lagi orang ini bukan lain adalah "Thian-Hoe-Cioe-Sian" atau Dewa Mabok dari Istana langit Lauw Bong Ling.
Sedangkan kakek yang ada dibelakang berdandan sebagai seorang sastrawan memakai jubah warna putih dan ditangannya membawa sebuah teko air teh, sambil melangkah masuk tiada hentinya orang itu meneguk isi cawan yang dipegangnya. Tak usah ditebak orang ini bukan lain adalah "Pa-Gak-Teh-Khek" si Jago Minum teh dari gunung Pa-Gak, Louw Put Thong adanya.
Begitu melangkah masuk kedalam kamar, kedua orang kakek itu segera tertawa ter-bahak2 seru mereka hampir berbareng:
"Siauw Yauw sianseng, entah dirimu sendiri apakah hanya akan berpeluk tangan belaka?"
"Haaah.... haaah... haaah.... setelah ada ciangkoen berdua rasanya tenagaku tak berguna sama sekali."
Maka diapun segera perkenalkan si anak muda itu kepada Louw Put Thong serta Lauw Bong Ling.
Kedua orang manusia aneh ini yang satu tak pernah tinggalkan tekonya dari tangan, dan yang lain tak pernah tinggalkan arak dari mulut, banyolan, obrolan serta tingkah lakunya membuat ruangan tersebut terasa makin semarak.
Suma Ci-Yan selama ini hanya duduk terus mendampingi engkoh Yu-nya, senyuman selalu menghiasi bibirnya, sepasang sujen yang ma?nis menambah kecantikan wajahnya.
Gong Yu sendiri, walaupun bukan seorang pemuda yang berpengalaman dalam soal cinta, namun dari tingkah laku serta sorot mata gadis itu ia dapat menebak apa maksud hatinya, ka?rena dahulu dari diri Lie wan Hiang maupun dari Hoan Pek Giok sering dijumpai sikap semacam itu.
Hatinya kontan berkesiap, buru2 ia mele?ngos kearah lain dan pura2 sedang mendengarkan pembicaraan dari ketiga orang jago tua itu.
Terdengar si dewa arak dan istana langit La?uw Bong Ling berseru lantang setelah mene?guk secawan arak:
"Suma Looto, kau terlalu pandang enteng pihak lawan, menurut kabar berita yang bisa dipercaya, katanya masih terdapat dua orang gembong iblis yang susah dilayani telah berangkat pula menuju propinsi Ouwlam. Yang satu adalah Tiong Pek Loojien yang dikatakan manusia yang paling kukoay dikolong langit, sedang yang lain adalah Tiang Coen siancu yang pernah mengacau dunia persilatan pada enam puluh tahun berselang."
"Coba kau pikirkan, seandainya gembong2 iblis itu pada berkumpul semua disini, apakah dengan kekuatan kita tiga lima orang sanggup untuk menghadapinya?"


Sabuk Kencana Ikat Pinggang Kemala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aaaai...kalau begitu aku lihat kita lima manusia aneh dari kolong langit harus berkumpul satu kali untuk menyumbangkan sedikit tenaga bagi diri Gong Sauwhiap."
Pa Gak Teh Khek Louw Put Thong mene?guk seteguk air teh, setelah mendehem kata?nya :
"Dari sekarang hingga Lak Gwee Cap Go nanti rasanya sudah tak ada beberapa hari lagi, menggunakan kesempatan ini kita harus un?dang para jago dari kalangan lurus untuk menggabungkan diri dengan kekuatan kita. Begini saja, sampai waktunya Suma heng boleh berangkat bersama Gong Sauwhiap menuju ke Ang Kia Kwan, kemudian setelah kita berkumpul semua barulah ber-sama2 menuju gunung Su Hoang san, bagaimana menurut pendapatmu?"
"Demikianpun boleh juga, cuma terpaksa aku harus merepotkan kalian berdua untuk melakukan perjalanan jauh!"
"Eeee....eeeeei ... aneh benar kau Loote, kenapa sikapmu hari ini ternyata begitu sungkan2? Bukankah kita sama2 saudara? buat apa kau berkata begitu?" seru Si dewa arak.
Habis berkata, ujung bajunya yang lebar tampak bergetar, bagaikan segulung asap hi?tam badannya berkelebat lewat dari pandangan.
Pa Gak Teh Khek Louw Put Thong pun tertawa lantang, dalam sekejap ia telah berlalu juga dari situ.
Setelah berlalunya kedua orang aneh itu, Suma Ci Yan lantas mengoceh tiada hentinya mengisahkan cerita2 yang menarik tentang kedua orang itu.
Meski Gong Yu dengan menggunakan segala kemampuannya untuk bersabar, akhirnya ia menguap juga beberapa kali, dalam kenyataan si anak muda ini memang sudah amat lelah.
"Budak dungu," Suma Boe Yoet segera menegur. "Sudah waktunya bagimu untuk kembali kekamarnya masing-masing, agar engkoh Yu-mu dapat beristirahat."
XdXwX Bulan enam tanggal lima belas akhirnya tiba juga, diatas puncak gunung Su-Hoang san yang ada disebelah utara propinsi Ouw-lam bukan saja telah penuh dihadiri oleh orang lelaki2 buas berbaju hitam, para jago dari kalangan putih serta pelbagai pendekar kenamaan dari banyak daerah pun sama2 berkumpul untuk ikut menghadiri pertemuan itu.
Pada barak sebelah Barat berkumpullah para jago dari kalangan lurus dengan ''Thian-Hoe-Coe Sian" si dewa arak dari istana langit Lauw Bong Ling, "Pa-Gak The Khek" Louw Put Thong, Soat-san Seng-nie serta Tay Ci Sin-ceng sekalian sebagai pimpinan.
Diantara para jago yang hadir dalam pertemuan itu, antara lain terdapat Thian Hong Sangjien ketua dari Siauw-lim pay, Hian Cing Tootiang dari Bu-tong pay, Biauw Sim An-cu dari gunung Hoa-san, Kak Liauw siansu dari Go-bie pay, Ceng-Soat Tootiang dari Ceng-shia pay, Chong-Si cinjien dari Khong tong pay, Cia Heng, Cia Loei sepasang jago pedang dari Thiam-cong pay, Si kepalan sakti tanpa tandingan Tie Kong Cuan dari Ciong-lay pay, Si pedang tunggal Yauw Kie dari Sian-Hee-san, si nelayan sakti Tong Soe Kiat dari sungai Goan-kang, Hoo Thian Heng, Poei Hong, si pedang bangau putih Cho Kioe Ko, si jago pedang dari Thian-tay-san Hong Ciat Khie beserta anak muridnya sebanyak tiga puluh orang.
Sedangkan didalam barak sebelah timur, kecuali dua orang "Hiong-Hoe", lima orang "Lee-pok" serta delapan belas orang "Yoe-Leng", terdapat pula si jago pedang bola daging dari Tang-hay Khoe Ek, si nenek bongkok Loo Peng sim dari negeri Hoe-sang, "Piauw-Biauw Hujien" Mo Yoe Yauw, si setan gantung putih Khong It Hoei, "Beng-Tee Hujien" Hoan Soh Soh beserta sekalian kaum Siangcu kelas satu yang jumlah keseluruhnya mencapai lima puluh orang lebih.
Dalam pada itu tampaklah si dewa arak dari istana langit meneguk araknya, lalu berkata dengan alis berkerut:
"Kenapa hingga kini belum nampak juga Suma Boe Yoet muncul disini?! Apakah dia masih suka berpelancongan seorang diri tanpa punya keinginan untuk mencampuri urusan ini?"
"Omintohud!" sahut Tay Ci Sinceng dari Partai Kun-lun sambil memuji keagungan Buddha, "Suma sicu paling pegang janji, pinceng rasa kemungkinan besar dia telah menjumpai suatu peristiwa diluar dugaan sewaktu ada di tengah jalan!"
Sementara itu "Siauw Bin Loo-sat" Poei Hongpun sedang berkata dengan suara sete?ngah berbisik :
"Menurut Louw cianpwee, katanya sewaktu ada dikota Pa Tang ia pernah bertemu adik Gong Yu, tapi tidak kelihatan adik Lie Wan Hiang ada ber-sama2 dirinya, coba kau pikir mungkinkah telah terjadi suatu kejadian yang ada diluar dugaan?"
Dalam hati kecilnya Hoo Thian Heng sendiri pun amat menguatirkan keselamatan sute serta sumoaynya, namun ia tak ingin istrinya makin cemas maka hiburnya berulang kali :
"Hong Moay, kau sih belum pernah melihat kehebatan dari adik Gong Yu! Sewaktu ada di Kioe-li Kwan, sekali tendang ia berhasil menendang si jago pedang bola daging Khoe Ek ?itu hingga bergelinding jatuh dari puncak bukit, dalam kolong langit dewasa ini kecuali kedua orang tua kita, rasanya sulit untuk menemukan tandingan bagi dirinya, legakanlah hatimu ! Sebentar lagi mereka pasti akan tiba disini !!"
Sambil berkata tangannya seringkali menuding kesana kemari sementara matanya melirik terus kearah barak sebelah Timur.
Kebetulan sekali Jiak Kioe Kiam-Khek sedang pasang telinga untuk mendengarkan pembicaraan mereka, sudah tentu apa yang diucapkan Hoo Thian Heng barusan dapat didengarnya dengan nyata sekali, kontan dia jadi naik pitam dan mendengus dingin.
Pada saat itulah Piauw Biauw Hujien yang ada dibarak sebelah Timur tiba2 bersuit nya?ring menandakan sang kauwcu mereka beserta para tamu terhormat segera akan tiba.
Sedikitpun tidak salah, seketika itu juga suasana dalam barak sebelah sana berubah jadi sunyi senyap tak kedengaran sedikit suara pun.
Para jago yang ada dibarak sebelah Barat segera pusatkan perhatian mereka untuk berpaling kearah seberang sana, tampaklah dari balik tikungan jalan gunung per-lahan2 muncul empat orang gembong iblis yang menyeramkan.
Orang yang berjalan dipaling depan adalah seorang paderi yang memakai jubah lhasa berwarna merah dengan sulam benang emas disisinya, perawakan orang itu tinggi besar bagai?kan pagoda, meskipun masih berada ditempat kejauhan namun biji matanya yang berwarna biru tampak memancarkan cahaya tajam, hi?dungnya besar dan mulutnya lebar, pada pinggangnya tersoren tujuh bilah pedang pendek, tak usah ditanyakan lagi siapapun tahu bahwa dia bukan lain adalah Tok Lan Sangjien dari propinsi Ceng-Hay.
Orang kedua berperawakan kurus kering, rambutnya kuning seperti bekas terbakar, alisnya tipis matanya sipit, hidung maupun mulutnya berbentuk seperti moncong monyet, ia mengenakan sebuah jubah berwarna putih deng?an sebuah kapak tersoren pada pinggangnya, senjata itu besar dan memancarkan cahaya ta?jam, beratnya mungkin diantara lima puluh kati.
Nampaknya Tiang-Pek Loojien atau si kakek kurus inipun bukan manusia yang gampang dilawan.
Sementara orang ketiga adalah seorang perempuan muda yang memakai baju tipis berwarna kuning, karena pakaiannya menerawang maka buah dadanya tampak nyata sekali menongol keluar, dia bukan lain adalah Tiang Coen siancu yang tersohor akan kejalangan serta kecabulannya pada masa yang silam.
Sambil berjalan perempuan itu tiada hentinya ber-cakap2 dengan Yoe Leng Sinkoen Ci Tiong Kian sebagai tuan rumah berjalan dipaling belakang, walaupun masa kejayaannya telah mulai suram namun ia masih tetap mengenakan mantel hitam yang lebar dan memancarkan cahaya gemerlapan.
Orang ini berwajah tampan dan bertingkah laku halus bagaikan seorang siucay, tapi kekejian hatinya melebihi bisanya kala, telah banyak pembunuhan brutal yang dilakukan.
Setelah keempat orang itu munculkan diri, para jago yang ada pada barak sebelah barat segera mengerutkan dahinya dengan wajah murung.
Beberapa saat kemudian Yoe Leng Sinkoen telah naik panggung Loeitay yang didirikan disebelah utara, ujarnya dengan suara lan?tang.
"Ini hari kita adakan pertemuan disini untuk memenuhi undangan dari Tok Lan sangjien yang hendak menguji kelihayan ilmu silat dari pendekar tampan berbaju hijau Gong Yu, disamping itu untuk menyelesaikan pula pere?butan kekuasaan dalam Bu lim yang telah berlangsung selama puluhan tahun, semoga de?ngan adanya pertemuan ini para jago baik dari kalangan lurus maupun dari kalangan hitam bisa bersatu padu dan menggabungkan dari da?lam satu wadah."
Bicara sampai disitu, ia merandek sejenak, kemudian tambahnya:
"Dipersilahkan Pendekar tampan berbaju hijau Gong Yu tampil kedepan untuk berbicara!"
Dua kali ia berteriak lantang namun tidak nampak si anak muda itu tampil kedepan, Yoe Leng Sinkoen jadi bangga. Sambil tertawa ter-bahak2 segera ejeknya:
"Hahah....haaah ...sungguh tak nyana pende?kar tampan berbaju hijau yang selalu diunggulkan didalam dunia kangouw sebagai jagoan lihay, setelah tiba pada saat pertandingan telah menyusupkan kepalanya bersembunyi bagaikan kura2, haaah... haaah...apakah perbuatannya ini tidak akan membuat para enghiong diseluruh kolong langit jadi kecewa?"
Siapa sangka baru saja ia menyelesaikan kata katanya, mendadak dari puncak gunung Su Hoang san berkumandang datang beberapa kali suara suitan yang amat nyaring, disusul dari ujung tikungan jalan berkelebat datang tiga sosok bayangan manusia.
Seketika itu juga tempik sorak yang gegap gempita berkumandang keluar dari balik sebelah Barat.
Ternyata tiga orang itu bukan lain adalah pendekar tampan berbaju hijau Gong Yu, si pelancong yang suka merantau Suma Boe Yoet beserta putrinya Suma Ci Yan.
Setibanya dalam kalangan Suma Boe Yoet sambil menggandeng tangan putrinya langsung masuk kedalam barak sebelah Barat dan duduk berkumpul dengan Tay Ci Sinceng sekalian.
Sebaliknya pendekar tampan berbaju hijau dapat menyaksikan sinar mata kaget bercampur tercengang dari suhengnya Hoo Thian Heng serta sucinya Poei sedang memandang kearahnya tak berkedip, mereka pasti sedang merasa tercengang apa sebabnya Lie Wan Hiang tidak berjalan ber-sama2 dirinya?
Ketika dilihatnya pula kedua orang itu sebentar memandang kearahnya kemudian sebentar lagi memandang kearah Suma Ci Yan yang sedang memandang kearahnya pula dengan pandangan mesra, merah jengah selembar wajah si anak muda itu.
Pikirnya : "Oooh Thian! Mereka pasti sedang mendu?ga yang bukan2 terhadap diriku ... mereka pasti mengira aku ada main cinta lagi dengan perempuan lain!"
Dalam pada itu Yoe Leng Sin-koen Ci Tiong Kian yang ada diatas panggung Loei-tay telah berseru kembali dengan nada dingin :
"Ternyata kau berani datang keatas puncak gunung Su Hoang san ini untuk menepati janji, hal ini membuktikan bahwa kau masih boleh disebut sebagai seorang lelaki sejati!"
Bicara sampai disitu ia merandek sejenak, lalu sambungnya lebih jauh :
"Hanya saja, sinkoen ingin bertanya kepadamu apakah kau dapat mewakili segenap pendekar serta kaum orang gagah dari kalangan putih untuk menghadiri pertemuan ini ? Sebab keputusan dari pertemuan yang diselenggarakan hari ini menyangkut masa depan serta kekuasaan dalam dunia persilatan!"
"Aku orang she Gong tidak lebih hanya seorang angkatan muda yang belum tamat be?lajar," jawab Gong Yu dengan wajah serius. "Aku tidak berani berlagak sok2an untuk mewakili seluruh umat Bu-lim yang ada dikolong langit, kau harus tahu untuk menduduki kursi pimpinan dalam Bu-lim bukan saja orang itu harus memiliki kepandaian silat yang bisa menggetarkan seluruh kolong langit, diapun harus memiliki budi pekerti yang baik serta hati yang luhur."
"Sinkoen, kenapa kau tidak berpikir dalam2, seandainya ambisimu yang besar itu sampai terwujud jadi kenyataan, bagaimanakah akibatnya ? bukan kepalang ngerinya... Nah ! karena itulah, menghadapi bencana serta kemalangan besar yang bakal melanda dunia persilat?an, apakah tidak pantas kalau aku orang she Gong bangkit berdiri serta berjuang demi kebaikan serta keamanan seluruh umat Bulim, pikirkanlah yang masak perkataanku ini!"
Makin berbicara si anak muda ini makin bersemangat, sehingga akhirnya ia kelihatan begitu angker dan berwibawa.
Sorak sorai yang gegap gempita segera meledak dibarak sebelah barat, sementara orang2 yang ada dibarak Timur pada memaki kalang kabut sambil acungkan kepalan.
Air muka Yoe Leng Sinkoen Ci Tiong Kian berobah jadi merah padam, hawa amarahnya seketika memuncak, sesaat kemudian mendadak wajahnya berobah jadi pucat menyeramkan, teriaknya setelah mendengus dingin.
"Bocah keparat, kau tak bisa diajak membicarakan masalah besar! Bagus! Menang atau kalah kita tetapkan sehabis pertemuan ini saja, siapa menang dia kuat, siapa yang kalah dia harus bertekuk lutut !"
"Lalu, bagaimana menurut maksudmu?'' Gong Yu pun kedengarannya rada gusar.
"Haa....haaa.. kita tentukan menang kalah kita dalam tiga kali pertandingan..."
"Ooouw..,.! apakah harus disertai taruhan?" seru Gong Yu sambil tertawa mengejek.
"Tentu saja!" "Apakah taruhanmu masih tetap seperti sedia kala, bagi yang kalah sepanjang hidupnya harus mendengar perintah pihak lawan dan jadi budaknya hingga mati?"
"Tepat!" "Sewaktu ada digunung Bu-tong-san tempo dulu, Sinkoen telah kalah bertaruh, dimanakah janjimu tempo dulu? Waktu itu siauwheng harus menggigit jari meski menang, dan kini kau hendak ulangi kembali permainan licikmu itu, sebelum dimulai siauw heng bisa mempercayai perkataanmu?"
Mengingkari janji merupakan suatu perbuatan yang amat memalukan, apalagi kalau dia adalah seorang ketua dari suatu perkumpulan besar. Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar, para jago yang ada dibarak sebelah Barat jadi gempar, mereka pada kasak kusuk membicarakan diri Yoe Leng Sinkoen ini.
Ketua dari Yoe Leng Kauw benar2 bermuka tebal, jengah saja ia tidak jengah dibuatnya malahan dengan sikap acuh tak acuh seakan akan tak pernah terjadi peristiwa tersebut tetap berdiri diatas panggung sambil berkata:
"Aaah, itukan persoalan pribadi antara dirimu dengan aku, urusan kecil lebih baik tak usah diungkapi dulu."
"Huuu....manusia tengik yang tak tahu malu!" kata Hian Cing Lootiang dari Bu tong Pay dengan suara menghina.
Gong Yu sendiripun saking mendongkolnya sambil tertawa ter-bahak2.
"Haaah ... haaah.., lalu apa maumu sekarang?"
"Sedang ini hari adalah suatu pertemuan besar yang disaksikan oleh para jago serta orang gagah dari kolong langit, maka apa yang telah diucapkan harus dilaksanakan dengan sungguh2 !"
Gong Yu tidak langsung menjawab, tatkala dilihatnya lima manusia aneh dari kolong langit telah hadir semua disitu, maka ia putar badan dan menjura, katanya:
"Cuwi Cianpwee sekalian, apa yang diutarakan Yoe Leng Sin Koen barusan rasanya telah kalian dengar semua dengan jelas bukan? persoalan ini menyangkut masalah besar serta mati hidup segenap umat Bulim yang ada di kolong langit, boanpwee merasa tidak berhak untuk mengambil keputusan. Tetapi urusan telah jadi begini, maka dari itu boanpwee ingin bertanya kepada para cianpwee sekalian, apakah cianpwee semua setuju dengan usul "Pertandingan tiga babak untuk menentukan menang kalah" ini....?"
Para jago yang ada dibarak sebelah barat kebanyakan tahu sampai dimanakah kelihayan dari para gembong iblis itu, kalau tidak menggunakan kesempatan dikala lima manusia aneh dari kolong langit serta pendekar tampan berbaju hijau hadir disitu untuk memberi pelajaran kepada mereka, kemungkinan besar dikemudian bakal jadi bibit bencana bagi umat Bu lim, maka sebagian besar menyatakan persetujuannya.
Setelah keputusan diambil maka menggunakan kesempatan dikala Yoe Leng Sinkoen mengatur pertandingan tiga babak itu, Gong Yu mengundurkan diri terlebih dahulu kebarak sebelah Barat.
Para jago segera bangun berdiri untuk menyambut kedatangannya.
Gong Yu segera mendekati Tay Ci Sin-ceng dari partai Kun-lun untuk duduk sebagai pu?cuk pimpinan dalam menghadapi pertarungan tersebut, sementara dia sendiri segera mendekati suhengnya Hoo Thian Heng dan duduk disisinya.
"Engkoh Yu," tiba2 Suma Ci Yan menarik tangannya seraya berseru nyaring: "Kau ti?dak boleh meninggalkan panggung komando !"
Gong Yu ragu2 sejenak, akhirnya ia duduk disisi gadis cantik putri Suma Boe Yoet ini.
Dalam pada itu diatas panggung loei tay telah muncul seorang kakek tua kurus kering yang bersenjatakan kapak, tingkah lakunya mirip tikus dan wajahnya menyeringai seram, setibanya diatas panggung ia lantas menjura kearah barak sebelah Barat sambil serunya:
"Loohu Oh Goan Khing dari gunung Tiang-Pek san ingin sekali mohon beberapa petunjuk ilmu silat dari para enghiong sekalian, entah enghiong darimanakah yang punya kegembiraan untuk naik keatas panggung guna memberi petunjuk satu dua ?"
Siauw-Bin Loo-sat si iblis perempuan berwajah riang segera tampil kedepan minta ijin.
Tay Ci Sin Ceng sebagai pimpinan yang tertinggi, segera berpesan dengan wajah serius:
"Tiang-Pek loojien memiliki tenaga dalam yang maha dahsyat dan maha sakti, terutama sekali permainan senjata kapaknya benar2 mengerikan sekali, pinceng harap agar sicu suka ber-hati2 sedikit dalam melayani dirinya!"
Siauw Bin Loo Sat Poei Hong mengiakan badannya segera meloncat keatas melayang naik keatas panggung loe-thay, kemudian katanya sambil tertawa nyaring:
"Hey Tiang-Pek Loo jie, kau bukannya mencicipi sisa hidupmu yang sudah tidak tinggal seberapa itu dengan tenang dan penuh kedamaian, apa sebabnya malah datang kemari membantu kaum durjana untuk mencelakai umat manusia? Aku hendak menasehati dirimu dengan sepatah dua patah kata, harap kau suka mendengarkannya dengan senang hati. "Berpalinglah kebelakang sebab tepian ada di sana", mundurlah dengan segera dari panggung loe-thay ini dan pulanglah kegunungmu, sebab sekarang masih sempat bagimu untuk berbuat demikian. Kalau tidak..... Hmm! Dibawah ujung ikat pinggangku selama ini tidak akan membiarkan sang korban tetap hidup sentausa."
Ketika dilihatnya perempuan muda yang cantik jelita ini bukan lain adalah Siauw-Bin-Loo-sat Poei Hong yang telah membinasakan Peng Pok Sin Mo pada tiga tahun berselang, Tiang Pek Loojien Oh Goan Khing tak dapat menguasai diri lagi, ia segera tertawa dingin dengan seramnya.
"Budak celaka, tutup bacotmu yang bau itu, kalau ini hari loohu tidak sedikit memberi pelajaran kepadamu, kau tentu tak akan tahu berapa tingginya langit dan berapa tebalnya bumi !"
Begitu selesai berbicara, telapaknya segera bergerak cepat dan melancarkan sebuah pukulan dahsyat.
Siauw Bin Loo-sat Poei Hong tertawa nyaring, hawa murni Koe-Lie Sinkang segera disalurkan keseluruh badannya dan tiba2 iapun mengirim satu pukulan dahsyat.
-odwkzo- Jilid : 19 DUA GULUNG angin taupan yang maha dahsyat dengan cepatnya saling membentur di tengah udara ... Blaamm! ditengah ledakan yang menggetarkan seluruh permukaan bumi, sepasang pundak Poei Hong bergetar keras sementara kuda2 Tiang Pek Loojien Oh Goan Khing gempur sama sekali, diam2 kedua orang itu sama2 terperanjat.
Haruslah diketahui sejak tiga tahun berse?lang nama besar Poei Hong telah menggetarkan seluruh dunia persilatan, bahkan pemim?pin dari sepuluh manusia sesat, Peng Pok sin mo pun menemui ajalnya dalam satu pukulan mautnya.
Kemudian ia telah menelan pil sakti kadal kumala yang berusia seribu tahun sehingga urat nadi pentingnya berhasil ditembusi, ditambah pula selama tiga tahun terakhir selalu berlatih dengan tekun, boleh dibilang tenaga lweekangnya telah memperoleh kemajuan yang amat pesat.
Tapi dalam bentrokannya barusan bukan saja berhasil menghantam pihak lawan sehingga mundur setengah langkah kebelakang, se?baliknya tubuh sendiri malah tergetar keras, sudah tentu diam-diam ia dibikin terperanjat oleh kenyataan tersebut.
Sebaliknya Tiang Pek Loojien jauh lebih hebat rasa kagetnya, sejak delapan puluh tahun berselang tenaga saktinya telah menggemparkan seluruh permukaan bumi, sungguh tak nyana dalam pertarungannya hari ini hampir saja jatuh kecundang ditangan seorang nyonya muda yang berusia dua puluh tahun.
Dari malu ia jadi gusar, sambil tertawa seram sepasang telapaknya segera dibabat kembali kedepan melancarkan beberapa serangan berantai yang maha hebat.
Bayangan putih tampak berkelebat lewat, dengan suatu gerakan yang sangat manis Siauw Bin Loo-sat berhasil meloloskan diri dari gencetan angin pukulan itu.
Angin puyuh yang sangat hebat seketika menggulung empat penjuru, desiran angin ta?jam mengakibatkan debu dan pasir beterbangan memenuhi angkasa.
Untung panggung loei-thay itu terbuat dari batu cadas yang amat keras, kalau tidak sejak di panggung tersebut pasti sudah ambrol terhajar benturan2 angin pukulan kedua belah pihak.
Baik para jago yang ada dibarak sebelah Barat maupun para iblis yang ada dibarak sebelah Timur, jarang sekali menjumpai suatu pertempuran yang demikian serunya macam ini hari, tampaklah dua sosok bayangan manusia saling membentur, gelak tertawa serta bentakan gusar menggema saling susul menyusul.
Hoo Thian Heng si sastrawan berkipas emas berseruling kumala mengawasi jalannya pertarungan itu tanpa berkedip, sebaliknya Yoe Leng Sin Koen mengawasi tengah kalangan dengan alis berkerut dan hati tegang.
Berada dalam keadaan seperti ini sulit bagi siapapun juga untuk menduga siapakah akhirnya yang bakal merebut kemenangan.
Hanya saja, bagaimanapun juga usia Siauw Bin Loo sat Poei Hong masih terhitung sangat muda, dengan andalkan lweekangnya yang sempurna ditambah pula gerakan tubuh Chiet ciat-tay nah ie yang sakti, sedikit demi sedikit ia berhasil merebut posisi diatas angin.
Puluhan jurus kemudian, dalam suatu ke?sempatan sebuah pukulan maut dari Poei Hong berhasil bersarang dengan telaknya diatas dada Tiang-Pek Loo jien, membuat tubuh orang she Oh yang kurus kering itu mencelat sejauh beberapa tombak dari kalangan dan hampir saja muntah darah.
Kalau dibicarakan menurut peraturan pertandingan, maka dia telah dinyatakan sebagai pihak yang kalah.
Tapi pada saat ini wajahnya tak bersinar lagi, mimpipun dia tidak menyangka nama baiknya yang telah dipupuk selama hampir seratus tahun lamanya harus hancur berantakan ditangan seorang perempuan muda yang ma?sih berusia dua puluh tahunan, betapa gusarnya kakek tua ini tak bisa dilukiskan dengan kata-kata.
Mendadak ia tertawa seram, sret....! kapak hitamnya yang memancarkan cahaya tajam segera dibuat keluar kemudian dengan jurus "Boan Keng Cho Kiat" (Memuntir akar mematahkan ranting) ia sapu pinggang lawan keras-keras.
Tampaklah cahaya kampak membentang di empat penjuru, seluruh permukaan panggung telah terkurung di bawah ancaman senjatanya.
Dalam keadaan seperti ini walaupun Siauw Bin Loo-sat Poei Hong memiliki gerakan tu?buh yang bagaimana sempurnapun, rupanya sulit untuk menghindarkan diri dari ancaman maut itu.
Dalam keadaan seperti ini tak mungkin lagi bagi perempuan itu untuk tertawa, seluruh badannya telah terkurung rapat dibawah an?caman senjata kapak musuh.
Lima manusia aneh dari kolong langit yang menyaksikan peristiwa ini sama-sama bangkit berdiri dengan wajah berubah hebat.
Sebab siapapun juga tahu bahwa ketiga jurus maut senjata kapak dari Oh Goan Khing berhasil dipelajarinya dari sebuah kitab pu?saka peninggalan Thia Kauw Kim, si jago berwajah hitam dari ahala Tong-tiauw.
Sejak ia terjun dan berkelana didalam dunia persilatan, seingatnya belum pernah ada seorang manusiapun yang beruntung dapat lolos dalam keadaan selamat dari ujung senjatanya.
Jantung Gong Yu maupun Hoo Thian Heng sama-sama berdebar keras, seluruh perhatian mereka dipusatkan keatas panggung sementara sepasang kepalannya dikepal kencang-kencang.
Siauw Bin Loo sat sendiri yang terjerumus dalam keadaan bahaya, bukannya jadi gugup sebaliknya malah tenang, badannya dengan mengikut gerakan kapak lawan tiba2 melayang dan membumbung tinggi ketengah udara.
Tiang Pek Loojien Oh Goan Khing menjerit kalap, menyaksikan musuhnya berhasil meloloskan diri dari ancaman yang pertama, segera teriaknya keras.
"Selaksa gunung hancur berantakan!"
Siauw Bin Loo sat Poei Hong hanya mera?sakan cahaya perak yang amat rapat dan tajam mengurung tubuhnya dari empat arah delapan penjuru, seakan akan terdapat berlaksa batang kapak raksasa yang secara seren?tak membacok tubuhnya.
Ia gigit bibirnya kencang, cepat badannya melejit dengan gerakan burung walet melayang diatas ombak.
Ujung kapak menyambar lewat, beberapa utas rambut perempuan itu kena tersayat rontok, namun masih untung dengan suatu gerakan setengah menyerempet bahaya ia berhasil lolos dari maut.
Dalam keadaan seperti ini, sepasang mata Tiang Pek loojien telah berubah jadi merah darah, sekali lagi ia berteriak keras: "Serahkan nyawamu!"
Jurus "Kay-Than-Gwan-Tee" atau membelah langit membuka bumi ini benar benar merupakan suatu jurus serangan yang maha luar biasa, belum sampai senjata itu menyambar tiba, cahaya senjata telah memancar keempat penjuru, walaupun gerakannya sepintas lalu nampak sangat lambat namun dalam kenyataan cepatnya luar biasa.
Buru buru Siauw-Bin Loo-sat kerahkan gerakan tubuh "Nah-Si-Mie-Yee-Gwan Cu Sin-Hoat" suatu gerakan tubuh yang paling sulit dipelajari dalam ilmu gerakan "Chiet-ciet tay-nah-le", bahkan suaminya sendiripun tidak berhasil mempelajarinya, laksana segulung bayangan putih tahu tahu tubuhnya lenyap tak berbekas.
Menyaksikan perempuan muda itu berhasil melepaskan diri dari ketiga ancaman maut itu, lima manusia aneh dari kolong langit sama sama menghembuskan napas lega, sebaliknya Tiang-Pek Loojien sendiri berdiri menjublak dengan wajah tertegun.
Poei Hong tidak ingin memberi kesempatan baginya untuk mengulangi kembali permainan ketiga buah jurus kapak mautnya, mendadak dengan jurus "Soh In Ceng Hian" atau bayangan harum menutupi badan, ikat pinggangnya laksana seekor ular beracun menggulung tubuh Oh Goan Khing yang kurus kering.
Blaaam....tahu2 dadanya terangkat keudara dan dibanting keras2 keatas tanah, kepalanya seketika pecah dan otaknya berhamburan diatas permukaan tanah.
Sungguh kasihan Liang Pek Loojien si jago tua yang telah merajai dunia persilatan selama hampir seratus tahun lamanya ini, ditengah suatu jeritan ngeri yang menyayatkan hati, sukmanya melayang tinggalkan raganya dan kembali keakhirat.
Siauw Bin Loo sat Poei Hong tertawa nyaring, dengan langkah yang lemah gemulai ia kembali kebarak sebelah Barat.
Dengan napas tersengkal sengkal katanya kepada sang suami Hoo Thian Heng:
"Waaah... payah., payah, selama hidup bo?leh dibilang dia merupakan musuh tangguh yang pernah kuhadapi."
Sembari berbicara, dari sakunya dia ambil keluar sebuah sapu tangan dan digunakannya untuk menyeka keringat.
Menyaksikan istri kesayangannya berhasil kembali dengan mencatat suatu kemenangan gemilang, Hoo Thian Heng merasa amat gem?bira.
"Benar!" sahutnya dengan suara halus. "Ketiga buah serangan kapak maut dari Tiang Pek Loojien benar2 merupakan suatu kepandaian maha sakti yang sukar dijumpai dalam dunia persilatan dewasa ini, untung kaulah yang menghadapi, kalau ganti aku yang harus maju, celaka ! Mungkin sejak tadi sukmaku telah me?layang tinggalkan puncak gunung Su Hoang san!"
"Ciss ...!" seru Poei Hong sambil tertawa merdu, "siapa yang kesudian mendengarkan segala rayuan sambalmu..."
Dalam pada itu diatas panggung loei tay telah muncul pula seorang perempuan cantik berbaju kuning, wajahnya cantik dan gerak geriknya merangsang, begitu tiba diatas panggung segera serunya dengan nada jalang:
"Enghiong darimanakah yang suka menema?ni pun siancu bermain main sejenak?"
Pendekar tampan berbaju hijau Gong Yu amat membenci perempuan cabul ini, pikirnya.
"Hmm! Kalau bukan gara-gara kau, tidak nanti adik Wan bisa marah kepadaku! Dan kamipun tidak nanti akan berpisah dalam keadaan sedih dan marah !"
Karena berpikir demikian maka dia ada maksud maju kedepan untuk memberi sedikit pelajaran kepadanya.
Tapi pada saat itulah si dewa arak dari istana langit telah bangkit berdiri katanya kepada si anak muda.
"Gong Siauwhiap, lebih baik aku si burung bodoh diberi kesempatan untuk terbang lebih dulu! Bagaimanapun juga seandainya aku kalah, kau masih dapat diandalkan untuk merebut kemenangan yang terakhir."
Tidak nantikan jawaban dari si anak muda itu lagi, dengan langkah sempoyongan dia segera melangkah naik keatas panggung.
000dOw000 Bab 27 TlANG-COEN SIANCU sendiri tatkala dilihatnya si dewa arak dari istana langitlah yang tampil kedepan melayani dirinya, ia segera cibirkan bibir sambil tertawa nyaring.
"Eeei....setan pemabok, mau apa kau datang kemari ?"
Thian Hoe Cioe-sian tidak langsung menja?wab, ia teguk dulu isi cupu-cupunya, kemudian baru menyahut:
"Siancu, aku lihat kau seperti batang tebu saja, makin tua semakin manis...."
"Idihh..hey setan pemabok, tolol amat kau sih ? Yang seperti tebu adalah kepunyaanmu, bukan kepunyaanku!"
Merah padam selembar wajah Thian-Hoe Cioe-sian, namun ia sempat pula tertawa terbahak bahak.
"Cisss, kau benar2 perempuan tak tahu malu, lebih baik kita bicarakan urusan pokok saja, janganlah sampai para enghiong dikolong la?ngit mencurigai kalau diantara kita berdua sedang bermesra-mesraan diatas panggung!"
"Betul kalau kau mau berkelahi mari kita segera berkelahi, buat apa banyak usil mulut."
Tanpa menanti jawaban lagi, Tiang Coen siansu segera kebaskan ujung bajunya mengirim satu pukulan tajam.
Dengan langkah sempoyongan Thian Hoe Cioe-sian berkelit kesamping.
"Eeei...siancu kau benar-benar sudah melupakan hubungan kita pada masa yang silam?"
Berbareng itu pula diapun melancarkan satu babatan.
Kalau dibicarakan mengenai soal tenaga dalam, maka Tiang-coen siancu Siok Soat Hong jauh lebih unggul setingkat, sebaliknya kalau membicarakan dalam soal sempurnanya jurus serangan sudah tentu Thian Hoe Cioe Sianlah yang jauh lebih unggul.
Oleh sebab itu pertarungan yang kemudian berjalan dengan serunya, banyak adegan lu?cu muncul dalam pertandingan ini.
Sepanjang hidupnya Thian Hoe Cioe sian paling suka menggoda orang, sudah tentu da?lam pertarungan kali ini tangan serta kakinya tidak akan bersikap enteng atau sok alim, terutama sekali mulutnya. Perkataan macam apa pun meluncur keluar dari mulutnya.
Tetapi Tiang Coen siancu pun bukan manusia sembarangan, terutama sekali menghadapi tingkah pola lawan yang sok mencubit, menja?wil ataupun meraba, bukannya menghindar sebaliknya malah sering kali songsong rabaan orang dengan dada atau pinggulnya.
Peristiwa ini sudah tentu membuat Suma Ci Yan serta Poei Hong yang ikut menonton jadi malu dan merah padam selembar wajahnya.
Sebaliknya piauw Biauw Hujien serta Beng Tee Hujien menyoraki tingkah laku rekannya dengan perbagai macam komentar.
Malu malu Thian Hoe Cioe sian masih bisa tertawa terbahak bahak, dalam perkiraannya asal ia berbuat usil maka perbuatannya ini pasti akan menggusarkan hati lawan.
Siapa sangka bukan saja Tiang Cioen Siancu tidak kaget dengan perbuatannya, malahan mengimbangi perbuatannya itu dengan keberanian yang diluar dugaan, hal ini dengan cepatnya malah membuat Thian Hoe Cioe sian jadi ketakutan dan berulang kali mundur ke belakang.
Mendadak terdengar Siok Soat Hong tertawa cekikikan, ujarnya :
"Hey setan arak, bukankah enci sudah berbuat murah hati ? kenapa kau yang sudah tua malah terbalik seperti bocah yang main petasan, ingin bermain tapi takut ......Hmmm, benar benar tak berguna."
Merah padam selembar wajah Thian Hoe Cioe sian, ia tertawa terbahak bahak.
"Haaah.....haaah.......keinginan yang muncul dari hati kecil sendiri tidak berani kuterima dengan sungguh sungguh."
Bicara sampai disitu sepasang telapaknya mendadak berputar satu lingkaran dan meluncur kedepan.
Tiang Coen Siancu buru buru menghindar dengan langkah "Hoa Cee Mie ciang Poh" kemudian putar balas membabat.
Ditengah udara seketika terdengar suara ledakan dahsyat yang menggetarkan seluruh permukaan bumi.
Setelah kedua belah pihak saling mengerahkan kepandaian maha saktinya, maka tampaklah dua sosok bayangan manusia satu kuning yang lain biru bersama menggulung ditengah angkasa, pertarungan berjalan semakin seru sementara gelak tertawa membelah bumi.
Suatu ketika mendadak Tiang Coen siancu merogoh keluar sebatang senjata rotan Ban-Nia Tiang Coen Teng dari pinggangnya, sang pergelangan bergeletar, dengan jurus "Cing Gie Bian Bian" atau Rasa Cinta melembekkan hati, dengan menciptakan berpuluh2 bayangan rotan menembusi angin serangan lawan menerjang kemuka.
Thian Hoe Cioe sian segera menghindar dengan ilmu langkah Wie Mo Poh, cupu2 tembaganya diayun kekiri menangkis kekanan mematahkan semua serangan lawan.
"Hiiih.hiiih. setan pemabok," seru Tiang Coen siancu sambil tertawa cekikikan. "Bagus amat gerakan tubuhmu kali ini." Sambil berkata pergelangannya kembali digetarkan, senjata tiang coen tengnya berputar me?mainkan jurus "Ching sie Kie Coet" atau serat cinta membelenggu kaki.
Jurus serangan ini cukup ampuh, Thian Hoe Cioe-sian harus menggerakan badannya dengan susah payah baru berhasil lolos dari kepungan senjata lawan.
Melihat Lauw Bong Ling yang tetap bertahan dengan senjata cupu cupunya meskipun baru saja hampir jatuh kecundang dibawah kurungan bayangan senjatanya, Tiang Coen siancu segera menjengek sambil tertawa:
"Setan arak, jangan kau salahkan kalau cici tidak cinta kepadamu, kau harus salahkan karena "Anu"mu terlalu pendek!"
Para jago baik dibarak timur maupun dibarak barat segera meledak gelak tertawa yang riuh.
Jelas dalam hal senjata Si dewa arak dari istana langit yang selalu melawan dengan senjata cupu cupunya mengalami kerugian besar.
Setelah menemukan bahwa dalam hal senjata ia menang posisi Tiang Coen Siancu memutar biji matanya, pergelangan tangannya laksana kilat diputar kedepan melancarkan serangan dengan jurus yang sama yaitu Serat cinta membelenggu kaki, dengan sendirinya kejadian ini memaksa Thian Hoe Cioe sian harus melakukan pertarungan jarak dekat, kalau tidak maka dia bakal selalu berada pada posisi yang terdesak.
Melihat musuhnya menubruk mendekat, kembali Tiang Coen siancu menggunakan serangan yang menggelorakan napsu untuk menghadapi lawannya, sepasang teteknya yang montok dan besar bagaikan pepaya bergeletar kesana kemari menghalau semua serangan lawan.
Oleh tingkah lakunya yang porno dan tak tahu malu ini, Si Dewa Arak dari Istana Langit jadi kelabakan setengah mati, seraya mencekal cupu cupunya dia lari kesana kemari berusaha meloloskan diri dari senggolan daging hidup tersebut.
"Aduuuh mak ...tolong...tolong..." teriaknya.
Sekarang "Yoe Leng Sinkoen" Ci Tiong Kian baru bisa tersenyum riang, kepada "Piauw Biauw Hujien" serta "Beng Tee Hujien" serta yang ada dikedua belah sisinya dia berbisik:
"Menghadapi manusia2 tua bangka semacam mereka rasanya menggunakan cara inilah yang paling tepat, kalian harus banyak belajar dari dirinya!"
"Oouw... kalau menghadapi mereka sih mungkin manjur," sela Beng Tee Hujien sambil tertawa menggiurkan.
"Tapi kalau musuh yang dihadapi adalah manusia macam kau...rasanya percuma saja memakai cara seperti ini!"
Rupanya perempuan ini teringat kembali pertarungannya dengan Ci Tiong Kian tatkala berada dilembah selaksa bunga To tempo dulu.
Dalam pada itu keadaan Thian-Hoe Cioe Sian si Dewa arak dari istana langit kian la?ma kian bertambah runyam, sekujur badannya basah kuyup oleh keringat dingin, pikirnya :
"Habis... habis sudah, aku sulit amat meng?hadapi perempuan binal macam begini...aaai rupanya aku bakal jatuh kecundang ditangannya pada hari ini!"
Sedikitpun tidak salah, mendadak Tiang-Coen Siancu menggetarkan senjata rotan Tiang-Coen Tengnya, diiringi suara tertawanya yang cekikikan senjata tadi mendadak berubah jadi berlaksa ekor ular hijau yang secara serentak menyusup kearah kakinya.
Kakek itu jadi gugup dan terdesak hebat, dia harus menghindar kesana berkelit kemari untuk melepaskan diri dari ancaman lawan. Suatu ketika ia sedot araknya penuh-penuh kemudian dengan disertai hawa murni yang kuat disemburkan kedepan.
Tampaklah serentetan cahaya putih melun?cur kedepan menyerang tubuh Tiang Coen Siancu.
Meski ia bergerak cepat, Tiang Coen Sian?cu Siok Soat Hong si mahluk tua ini bergerak lebih cepat dari pada dirinya, tidak menanti ia semburkan arak tersebut, serat Ciat Ching Sie-nya laksana kilat menyambar telah disambit keluar.
Si Dewa Arak dari Istana Langit hanya merasakan bibirnya jadi kaku, ia lantas sadar bahwa dirinya kena dikecundangi orang, buru2 badannya melayang turun dari atas panggung menutup seluruh jalan darahnya dan balik ke barak sebelah barat.
"Lauw cianpwee," Gong Yu si pendekar tampan berbaju hijau segera menyambut kedatangannya. "Cepat duduk mengatur pernapasan, boanpwe akan segera menghisap keluar serat pemutus cinta yang mengenai tubuhmu itu."
Si Dewa arak dari Istana Langit tidak membantah, ia duduk ditempatnya semula kemudian atas bantuan Gong Yu yang mengerahkan hawa sakti Thay hie Hian Thian Sinkang, dengan cepatnya serat lembut tersebut berhasil dihisap keluar.
"Adik Gong Yu!" terdengar Tiang Coen siancu berseru dengan suara lembut. "Tadinya kukira kau adalah seorang pemuda berhati jujur...eeei, tak tahu kau adalah manusia romantis yang suka main perempuan, setelah meninggalkan Wan Moay moay kini mendapatkan Ci moay moayehmmm hokkie amat dirimu ! sungguh mengagumkan, sungguh mengagumkan !"
Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar, enam tujuh puluh pasang sorot mata para jago dibarak sebelah barat sama sama dialihkan keatas wajah pendekar tampan berbaju hijau. Hingga detik itu Suma Ci Yan masih belum mengetahui hubungan antara Gong Yu dengan Lie wan Hiang, tanpa terasa ia menoleh dan bertanya.
"Siapa sih adik Wan yang dia maksudkan ?"
Dengan alis berkerut Gong Yu menggenggam tangan Suma Ci Yan, maksudnya agar dia untuk sementara waktu jangan banyak bertanya.
Pada saat yang bersamaan itulah Yoe Leng Sinkoen dibarak sebelah timur yang menyaksikan Tiang Coen siancu berhasil peroleh kemenangan, hatinya jadi sangat girang, tapi waktu dilihatnya perempuan itu bermain mata dengan pendekar tampan berwajah tampan, dalam hatinya segera muncul kewaspadaan, serunya di dalam hati :
"Aaah celaka, rupanya mereka telah saling kenal satu sama lainnya.."
Dengan cepat ia loncat naik keatas pang?gung, kemudian membawa perempuan cabul itu kebarak sebelah barat.
Tiang Coen siancu tersenyum simpul, diiringi dentingan Hoan Bei yang ada pada pinggangnya serta egolan pinggul yang menggiurkan, dia kembali kebarak sebelah Timur sedang matanya tiada hentinya mengerling kearah pemuda kita.
Melihat tingkah laku orang yang menyebalkan, Suma Ci Yan kontan kerutkan dahinya, dengan suara lirih ia memaki :
"Cis, tak tahu malu, perbuatanmu benar2 sudah merosotkan derajat serta gengsi kaum wanita."
Diikuti Yoe Leng Sin Koen Ci Tiong Kian muncul kembali diatas panggung mengiringi Tok Lan Sangjien, kepada para jago dia berkata lantang :
"Hingga kini hasil dari pertarungan antara perkumpulan kami dengan jago-jago Bulim adalah satu lawan satu, maka sebagai pertarungan selanjutnya dari pihak perkumpulan kami akan diwakili Tok Lan Siangjien dari propinsi Ceng Hay, dimana beliau akan menantang Si pendekar tampan berbaju hijau Gong Yu salah seorang jago muda yang belum lama terjun kedalam dunia persilatan untuk saling beradu kepandaian. Selama pertarungan babak penentuan ini berlangsung, kami berharap agar para jago sekalian suka menjaga ketertiban serta peraturan!"
Selesai berkata dengan gerakan tubuh yang amat ringan dan gesit ia melayang balik kearah sebelah timur, demonstrasi ilmu meringankan tubuh yang ia lakukan barusan dalam kenyataan memang cukup untuk dibanggakan, sekarang para jago baru mengetahui bahwa ilmu silat yang dimiliki Yoe Leng Sin Koen maha dahsyat, tidak aneh kalau dia mempunyai ambisi yang amat besar.
Dalam pada itu si pendekar tampan berbaju hijaupun sedang berpikir didalam hatinya.
"Dihadapan para gembong iblis itu, andaikata aku tidak demonstrasikan sedikit kepandaian ampuh untuk menghalau rasa sombong mereka, dalam sangka mereka dalam kalangan jago kaum lurus benar2 sudah tiada manusia berbakat."
Berpikir demikian tanpa terasa sorot cahaya tajam memancar keluar dari balik matanya itu, ia segera gunakan gerakan tubuh "Pek-lu Joet Sioe" atau Mega Putih Melayang dari lembah bukit untuk berkelebat keatas punggung.
Para jago yang ada dibarak sebelah barat maupun timur hanya menyaksikan Gong Yu meluruskan sepasang kakinya kebawah, lalu dengan mengerahkan hawa sakti Thay Sie Hian Thian sinkang yang dipancarkan lewat telapak kaki sang badan segera meluncur ketengah udara kemudian bagaikan secarik daun kering yang amat ringan, badannya melayang layang keatas panggung loei thay.
Melihat betapa hebat dan dahsyatnya ilmu meringankan tubuh yang dimiliki si anak muda itu, baik pihak musuh maupun pihak kawan sama sama dibikin terkejut bercampur kagum oleh kehebatannya.
Sementara itu Yoe Leng Sin Koen Ci Tiong Kian sedang merasa bergirang hati karena semua jago menunjukkan rasa kagumnya setelah ia tunjukkan kehebatan ilmu meringankan tubuh "Yoe Hoen Piauw Biauw" atau Sukma melayang Jiwa Membayangnya tapi setelah pihak lawan mendemonstrasikan ilmu ginkang Pek Im Joet Sioe yang begitu dahsyat sehingga keadaannya bagaikan rembulan dan kunang kunang, ia jadi menyesal dan merasa malu sendiri.
Per-lahan2 Gong Yu berjalan menghampiri Tok Lan Sangjien, kemudian berdiri dihadapannya.
Ia lantas menjura dengan alis berkerut, katanya :
"Sudah lama kami dengar bahwasanya Sangjien adalah pemimpin tertinggi suku Mongo?lia serta suku Tibet, wataknya agung berjiwa besar, selamanya dipandang hormat dan kagum oleh sesama kaum dunia persilatan, tapi apa sebabnya secara tiba-tiba Sangjien muncul di daratan Tionggoan bahkan hendak memberi petunjuk kepada boanpwe?"
Berbicara sampai disini ia merandek sejenak, sorot cahaya tajam memancar keluar dari balik matanya, dengan wajah serius dia menambahkan :
"Apakah Sangjien hendak memberi petunjuk kepada boanpwee, karena cayhe mempunyai dendam sakit hati dengan dirimu?"
Tok Lan Sangjien melengak, tapi dengan cepat dia menjawab :
"Tidak ada!" "Apakah kau merasa sakit hati atau kesal melihat aku?" Gong Yu bertanya lebih jauh.
"Juga tidak ada!" jawab Tok Lan Sangjien dengan hati terkesiap, dari sorot mata lawan ia sadar bahwa musuhnya yang masih muda belia ini telah memiliki tenaga lweekang yang amat sempurna.
"Apakah kau mempunyai ambisi untuk mencari nama, atau pangkat atau pahala?"
"Juga tidak ada!"
Tanya jawab yang berlangsung selama ini tentu saja membuat Yoe Leng Sin Koen yang ada dibarak sebelah Timur jadi gelisah, ia takut pendekar tampan berbaju hijau itu berhasil memaksa mundur Tok Lan sangjien hanya dengan beberapa patah kata saja maka buru2 serunya:
"Cucu muridnya Ang Hoat Tauwto telah hancur binasa dibawah serangan sesatmu yang lihay, kenapa kau masih mencoba putar balikkan duduknya persoalan?"
Kiranya sejak kekalahannya yang mengenaskan secara beruntun diatas gunung Siong san serta Bu-tong, dengan susah payah dan mengorbankan banyak tenaga serta pikiran "Yoe Leng Sin Koen" Ci Tiong Kian baru berhasil mengundang Tok Lan Sangjien datang ke daratan Tionggoan untuk membalas dendam sa?kit hatinya.
Dalam pikirannya asal Gong Yu sudah di?singkirkan dari muka bumi, maka para jago2 silat lainnya sudah tiada seorangpun yang sanggup menandingi kelihayannya, ambisi un?tuk merajai dunia persilatan tidak sulit untuk dilaksanakan.
Sementara itu Tok Lan Sangjien seketika na?ik pitam setelah mendengar seruan dari Yoe Leng Sin Koen, dengan pandangan mendendam ia tatap wajah Gong Yu tak berkedip, kemudian makinya:
"Keparat cilik, Hoed-ya jauh berdiam di propinsi Ceng yap, boleh dikata air sungai ti?dak melanggar air sumur dengan dirimu, sungguh tak nyana kau bersikap begitu sombong dan tekebur.... Hmm! kalau tidak kuberi sedikit pelajaran yang keras kepadamu, kau pasti akan mengganggunya pun Sangjien benar2 bisa dipermainkan seenaknya. Keparat cilik! lihat serangan!"
Diiringi suara bentakan keras, telapak tangannya yang besar bagaikan kipas segera ditabokkan kearah depan.
Gong Yu mengerti bahwasanya paderi ini telah gampang dibakar hatinya oleh orang, jadi manusia tidak pakai pikiran dan apa yang diucapkan dapat dilakukan tanpa pandang bulu, tanpa sadar iapun merasa gu?sar dan berkobar amarahnya.
"Hmm, kau anggap aku orang she Gong jeri kepadamu ?" ia berpikir didalam hati.
Tanpa banyak bicara lenganpun segera bergerak melancarkan sebuah babatan pula kedepan.
Meskipun ia tidak menunjukkan gerakan badan yang berlebihan, tapi bisa dibayangkan serangan yang dilancarkan sudah tentu bukan serangan biasa.
Blaaam...! dua gulung angin serangan yang sama sama hebatnya saling membentur ditengah udara hingga menimbulkan suara ledakan yang sangat memekikkan telinga, walaupun ditengah siang hari bolong, tapi saking kerasnya bentrokan itu sampai-sampai terjadi percikan bunga api ditengah angkasa, getaran dahsyat menggoncangkan seluruh permukaan bu?mi, membuat panggung loei-thay tadi merekah.....
Tampak barak sebelah timur dan barat jadi gempar, bisikan bisikan serta pembicaraan berkumandang diantara para jago, air muka mereka berubah jadi pucat pias, mereka yang bernyali kecil sedari tadi sudah melarikan diri keluar dari dalam barak.
Setelah terjadinya bentrokan tadi, kendati tubuh Tok Lan Sangjien serta pendekar tampan berbaju hijau sama-sama bergetar keras, na?mun sepasang kaki mereka terpantek mati di atas permukaan tanah, membuat permukaan batu yang tebal masing-masing tertera bekas telapak kaki sedalam setengah depa.
Melihat kehebatan pihak lawannya, kedua orang itu sama-sama berseru tertahan, pikir?nya dalam hati.
"Manusia sialan, tidak aneh kalau kau begitu sombong dan tinggi hati, ternyata kepan?daian silat yang dimiliki betul-betul luar biasa sekali...."
Tok Lan Sangjien segera melototkan mata?nya bulat2, dengan sorot mata yang tajam serunya :
"Keparat cilik, kalau kau punya kepandaian, ayoh sambutlah kembali sebuah pukulanku ini !"
Pendekar tampan berbaju hijau Gong Yu tetap berdiri keren ditempat semula, alisnya berkerut dan ia mendengus dingin.


Sabuk Kencana Ikat Pinggang Kemala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hweesio bau! janganlah dikata hanya sebuah pukulan, kendati seribu pukulanpun siauw-ya tetap akan melayani keinginanmu !"
"Manusia jadah, sambutlah seranganku ini!" maki Tok Lan Sangjien mendengus gusar, telapaknya mendadak berputar satu lingkaran kemudian disodok keluar.
Segulung angin pukulan yang maha hebat laksana ambruknya gunung thay-san dengan cepat menindih tiba.
Walaupun Gong Yu memiliki iman yang tebal dan pandangan yang luas, namun menghadapi sikap Tok Lan Sangjien yang demikian kasar dan brutal, sedikit banyak ia mendongkol juga dibuatnya.
"Keledai gundul," ia balas mengumpat. "Lebih baik keluarkan semua kepandaian cakar ayammu daripada nantinya kau menyesal!"
Pembicaraan kedua belah pihak sama-sama tajamnya dan sama-sama tak mau mengalah.
Berbareng dengan selesainya ucapan tadi sang telapak segera disodokkan kedepan.
Ledakan dahsyat kembali bergeletar ditengah udara diikuti suara gemerisik yang cukup menulikan telinga, diiringi jeritan kaget bayangan manusia bersimpang siur kesana kemari.
Rupanya barak sebelah timur maupun ba?rat yang terbuat dari bambu telah tersapu patah jadi beberapa bagian oleh angin pukulan tersebut.
Dengan ambruknya barak penonton, maka para jago baik dari pihak lawan ataupun dari pihak lurus sama-sama mengerumuti lapangan didepan panggung loei-thay.
Mimpipun Tok Lan Sangjien tak pernah menyangka kalau pemuda she Gong yang ma?sih muda belia itu sulit dihadapi, dari dongkol hawa amarahnya makin memuncak.
Ilmu pukulan "Mie-Tiong-Thay-Ciu Eng" bagaikan deburan hujan badai meluncur kedepan tiada hentinya, angin taupan menderu deru diempat penjuru, pekikan tajam mendesing mengejutkan hati siapapun yang ada disekeliling sana.
Menjumpai musuh yang tangguh timbul rasa ingin menang dalam hati Gong Yu, segenap kepandaian sakti yang pernah dipelajarinya dalam lembah Leng-Im-Kok segera dikeluarkan semua bagaikan bendungan yang jebol.
Ilmu pukulan Thay-Sie-Hian Thian sinkang pun semakin nyata keampuhan serta pengaruhnya.
Yang satu adalah jago lihay dari daerah Si Eh, sedang yang lain adalah kembang aneh dari daratan Tionggoan, maka pertempuran pun berjalan makin seru .. lhasa aneh berwarna merah menggulung kesana kemari bagaikan mega merah, baju hijau berseliweran laksana kabut hijau......
Serangan tajam kian lama kian bertambah mengerikan, dimana angin pukulan berlalu, pasir dan batu beterbangan keangkasa.
Seperminum teh kemudian seluruh panggung Loei thay itu sudah berubah jadi hancuran yang berserakan dimana-mana, pecahan batu dan debu yang tersapu angin melayang layang ditengah angkasa.
Para jago yang memiliki ilmu silat agak cetek sama sama jauh menghindar, sebab kalau tidak mereka bakal terluka oleh samberan samberan tersebut.
Kedua orang itu sama sama jago Bu-lim yang sukar dijumpai dalam seratus tahun terakhir, bukan saja sepasang telapak menari kian kemari bahkan kadangkala batu batu cadas seberat dua ratus katipun digunakan sebagai timpukan senjata rahasia menendang dengan kaki langsung mengancam tubuh lawan, hal ini menambah keseraman serta kesedapan pertempuran tersebut.
Thay Ci Sin-ceng dari Kun-lun Pay serta Soat san Seng Nie tiada hentinya membaca doa setelah melihat keseraman pertarungan itu, sedang Jiak Kioe Kiam Khek si jago pedang bola daging dari Tang Hay diam diam merasa amat terkesiap, pikirnya:
"Jago cilik ini betul betul sukar dihadapinya .... aaaii, setelah menyaksikan pertarungan yang berjalan saat ini, tendangan yang mengenai ditubuhku waktu ada di Kioe Lie Kwan dahulu masih terhitung mendingan...."
"Yoe Leng Sin Koen" Ci Tiong Kian sendiri sama sekali tidak menunjukkan reaksi apa pun jua, hanya didalam hati pikirnya:
"Ditinjau dari situasi yang berada dihadapanku sekarang, rupanya sehari keparat cilik ini masih hidup dikolong langit, sehari pula sukar bagiku untuk mengunjukkan diri.... aku harus cepat cepat berusaha membereskan dirinya."
Tanpa terasa hatinya jadi bergidik hingga bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Suma Ci Yan sendiri dengan jantung berdebar menarik tangan ayahnya, Siauw sauw khek sambil berkata:
"Ayah! apakah engkoh Yu bakal menjum?pai bahaya ?"
"Yan-jie!" sahut Suma Boe Yoet disamping menghibur putri kesayangannya dengan tajam memperhatikan panggung loei-thay, "Engkoh Yu-mu mempunyai hokkie yang besar lagi pula memiliki ilmu silat yang maha sakti, kau tak usah menguatirkan keselamatannya karena Tok Lan Sangjien pasti bakal jatuh kecundang dita?ngannya!"
Pada saat itulah mendadak si pendekar tam?pan berbaju hijau Gong Yu menembusi pertahanan lawan, dengan jurus "Sin Kong Lang Ciauw" atau Cahaya sakti memancar terang dia sapu lengan kiri Tok Lan Sangjien.
Gerakan tubuh lawannya yang sangat aneh dan tak pernah dijumpai seumur hidupnya ini membuat Tok Lan Sangjien tercengang bercampur kaget, ia tak berhasil menghadang serbuan lawan.
Alisnya yang tebal segera berkerut, timbul niat jahat dalam hatinya. Ia berpikir:
"Bagaimanapun Hoed-ya berhasil melatih ilmu kebal yang kuat terhadap serangan macam apapun juga, apa kau anggap aku bisa jeri terhadap pukulanmu itu?"
Maka tanpa menghindar ataupun berkelit laksana kilat telapak kanannya ditarik kemba?li, kemudian menghajar bahu kiri Gong Yu, rupanya dia siap melakukan pertarungan adu jiwa.
Tatkala ujung telapak pendekar tampan berbaju hijau baru saja menempel diujung baju lawan, ia segera merasakan adanya segulung hawa lunak yang kuat menekan telapaknya, sebagai orang yang cerdik dari serangan men?dadak ia rubah posisinya jadi menghisap.
Dalam pada itu Tok Lan sangjien sedang bergirang hati karena telapak lawan sudah menempel ditubuhnya, tatkala secara tiba2 merasakan keadaan yang tidak beres ia jadi tertegun, meskipun akhirnya telapak tangannya berhasil menekan diatas bahu kiri lawan namun oleh segulung tenaga hisapan yang kuat ping?giran telapaknya berhasil kena ditahan.
Sadarlah padri itu bahwa dirinya tertipu, kendati begitu ia tak sempat untuk berubah jurus bergeser badan, tahu2 badannya yang besar sudah terangkat oleh tenaga lawan diikuti sekali tendang badannya mencelat ke angkasa.
Begitu pantat Tok Lan Sangjien termakan oleh tendangan lawan, badannya segera mencelat ketengah udara, tapi bagaimanapun juga dia adalah manusia kosen, ditengah udara badannya berputar kencang bagaikan gasingan, sebagian besar tenaganya segera dipunahkan dengan gampang, sekalipun begitu iapun mendengus berat.
Rupanya tenaga yang digunakan Gong Yu untuk melancarkan serangan tadi benar-benar luar biasa.
Sekalipun Tok Lan Sangjien berhasil mela?tih ilmu kebal yang tahan terhadap pelbagai macam pukulan, namun tendangan tadi cukup membuat tulangnya jadi sakit dan darah panas bergolak dalam rongga dadanya.
Peristiwa ini segera membangkitkan napsu kebinatangannya, ia meraung keras, sepuluh cakar mautnya bagaikan kaitan besi langsung dicengkeramkan keatas batok kepala si anak muda itu.
Perawakan tubuhnya memang tinggi besar, setelah melakukan serangan tanpa beraturan keadaannya jadi makin ganas, keadaan hweeshio tersebut tidak lebih bagaikan singa kelaparan.
Sifat kekanak-kanakan dalam hati Gong Yu belum lenyap tiba-tiba terlintas satu ingatan aneh berkelebat dalam benaknya, dengan gerakan tubuh Chiet Ciat Thay Nah Ie ia mengegos kesamping lalu berkelebat kedepan.... Criiittahu tahu lhasa merah milik padri dari Wilayah See Ih ini berhasil dirampasnya.
Bicara sebenarnya ilmu silat yang dimiliki kedua belah pihak boleh dikata tak berpaut jauh, andaikata Tok Lan Sangjien tidak terlalu terburu napsu sehingga kejernihan pikirannya terganggu, tidak nanti ia bisa dikalahkan dalam waktu singkat.
Kini setelah menyaksikan lhasa merahnya kembali terjatuh ketangan musuh, boleh dibilang saking marahnya keadaan Tok Lan Sangjien sudah mendekati setengah kalap.
Gong Yu pada dasarnya memang nakal, menggunakan lhasa merah itu sebagai bendera yang memancing kegusaran musuh, seperti permainan adu banteng sekarang ia permainkan hweesio itu habis habisan, akibatnya nona Suma Ci Yan hampir saja pecah perutnya saking geli dan tak tahan terhadap kekocakan si anak muda itu.
Para jago lainnya pun dibuat tersenyum dan tertawa oleh peristiwa yang terjadi diatas panggung loei thay.
Sebaliknya para anggota perkumpulan Yoe Leng Kauw merasa bergidik, mereka hanya bisa menghela napas sambil berharap harap munculnya suatu keajaiban.
Tok Lan Sangjien yang berada ditengah kalangan tiada hentinya meraung gusar, suaranya menggeletar keseluruh penjuru langit sementara tubrukan tubrukan maut dilancarkan kearah Gong Yu.
Pendekar tampan berbaju hijau tetap bersikap tenang, dengan pandangan yang tajam ia awasi gerak musuhnya setiap kali mengibarkan kain lhasa merah itu dengan gerakan yang lincah dan sebat berhasil melepaskan diri dari tubrukan lawan.
Karena tubrukan tubrukannya yang mengenai sasaran kosong, seringkali Tok Lan Sangjien harus menubruk keatas tanah dan mencium permukaan panggung loei thay, dalam waktu singkat bukan saja seluruh pakaiannya kotor dan jadi dekil bahkan tubuh dan wajahnya pun penuh berbelepotan debu dan pasir, keadaannya mengenaskan sekali.
Tingkah laku sang hweesio yang dongkol bagaikan kerbau bodoh ini mencengangkan hati para jago lainnya, mereka tak habis mengerti apa sebabnya Tok Lan Sangjien yang dikatakan teramat lihay ternyata bisa melakukan perbuatan2 yang begitu bodohnya.
Rupanya keadaan itu disamping karena hawa gusar yang berkobar hatinya sudah mencapai pada taraf yang kelewat batas sehingga mengganggu kejernihan pikirannya, disamping lain secara diam2 si pendekar tampan berbaju hijau telah main setan dengan dirinya, dengan mengerahkan ilmu Thay Sie Hian Thian Sinkang ia membuat pihak lawan jatuh bangun tiada hentinya.
Perbuatan pihak lawan ini membuat Tok Lan Sangjien jadi mata gelap, sepasang matanya berubah jadi merah berapi api, segenap kepandaian silat tingkat tingginya dibuang begitu saja, sebaliknya dengan menggunakan gerakan2 liar dan buas bagaikan binatang ganas menerjang musuhnya kesana kemari.
Menyaksikan tingkah laku jago lihay andalannya, "Yoe Leng Sinkoen" Ci Tiang Kian beserta para jago lihaynya jadi murung dan mengerutkan alisnya rapat rapat.
Ang Hoat Tauwto dari propinsi Ceng Hay yang menyaksikan sucouwnya berbuat begitu memalukan jadi mendongkol bercampur gusar, matanya memancarkan cahaya berapi-api se?dang wajahnya jadi merah padam bagaikan babi panggang.
Dalam pada itu Tok Lan Sangjien yang berulang kali menderita kerugian dalam perta?rungan tersebut mendadak mendusin kembali dengan keadaannya, ia segera berpikir dalam hati :
"Eeei... apa yang sedang aku lakukan? kenapa aku tidak mempergunakan pedang terbang Chiet Cia-Hoei-Kiam untuk menghadapi keparat cilik ini ?"
Berpikir demikian ia segera menghentikan tubrukan-tubrukannya, hawa gusar yang se?dang bergelorapun ditekan sebisa bisanya lalu tertawa dingin.
Sreeet ! Ia cabut keluar sebilah pedang pendek, sambil ayunkan lengannya tampak sekilas cahaya tajam berwarna biru diiringi suara desiran tajam laksana kilat berkelebat menembusi angkasa mengancam datang.
Gong Yu mengibaskan kain lhasa berwarna merah ditangannya dengan kerahkan tenaga Thay Sie Hian Thian Sinkang, sekali kebas pedang pendek tersebut bagaikan tenggelam didasar samudra lenyap tak berbekas.
Tok Lan Sangjien tertawa dingin dari sakunya kembali ia cabut tiga batang pedang pendek, dengan posisi segitiga ia sambit kearah lawan. Ketika ketiga batang pedang tadi mencapai diatas batok kepala Gong Yu, mendadak senjata tersebut saling membentur satu sama lainnya...Sreet, dengan memisahkan diri jadi tiga jurusan meluncur kearah bawah dengan kecepatan laksana sambaran kilat.
Si pendekar tampan berbaju hijau segera mengebaskan kain lhasa berwarna merah itu, tiga batang poo-kiam ditengah gelak tertawa yang nyaring tersapu lenyap dibalik bianglala berwarna merah itu.
Dua kali melancarkan serangan maut na?mun keempat bilah pedang itu sama sekali tidak mendatangkan hasil, kejadian ini membuat Tok Lan Sangjien menjadi terkejut sekali. Pikirnya didalam hati :
"Kepandaian silat yang dimiliki keparat cilik ini benar benar luar biasa dan sukar diukur dengan kata2, andaikata ketiga batang pedang yang terakhirpun tidak berhasil mengapakan dirinya, aku harus taruh dimana wajahku ini? tak mungkin bagiku untuk tancapkan kaki di dalam daratan Tionggoan." Ingatan tersebut laksana kilat berkelebat dalam benaknya, sementara jari2 tangan mulai meraba ketiga bilah pedang pendek yang ter?akhir.
Sepasang matanya menatap wajah Gong Yu tajam2 kemudian lima jarinya disentilkan kedepan, tiga bilah pedang berputar tiada hentinya ditengah udara, diiringi desiran tajam yang sangat aneh laksana kilat meluncur kedepan.
Haruslah diketahui ilmu Chiet Chiat Kiam dari Tok Lan sangjien telah dilatihnya selama beberapa tahun, serangan yang dilancarkan de?ngan suatu gerakan yang amat luar biasa ini sulit bagi orang biasa untuk menghindarinya.
Sebab setiap kali serangan pedang tersebut terbendung baik oleh pukulan telapak maupun oleh tangkisan senjata maka daya pengaruhnya akan semakin besar, barang siapa yang menemuinya pasti akan tertembus pertahanan tubuhnya dan mati diujung senjata tersebut.
Andaikata seseorang bermaksud menghin?dar dengan gerakan berputar, maka senjata itu akan terpengaruh oleh hawa aliran yang dipancarkan dari tubuh lawan untuk ikut mengejar dari arah belakang dengan kekuatan yang sama sekali tidak berubah, sulit bagi mereka untuk lolos dalam keadaan utuh atau hidup.
Apa lacur musuh yang dijumpainya pada saat ini adalah si pendekar tampan berbaju hijau Gong Yu yang memiliki ilmu Thay Sie-Hian Thian sinkang, maka kekuatan pengaruh itu tak sanggup menunjukkan kelihayannya.
Lain keadaannya bilamana orang yang se?dang dihadapinya sekarang ini adalah salah satu diantara Oe Lwee Ngo-Khie lima manusia aneh dari kolong langit.
Dalam pada itu ketika Gong Yu menyaksikan Tok Lan Sangjien melepaskan serangan Chiet Ciat Kiam itu dengan gerakan yang aneh, kemudian melihat pula desiran angin pusaran yang dipancarkan tajam bagaikan pisau belati bahkan daya pengaruhnya luar biasa, rasa pandang enteng pihak lawannya segera ditarik kem?bali kedalam benak.
Sekali ia berpikir sebagai orang yang sangat cerdik segera dijumpainya cara untuk menghadapi serangan lawan, sambil mengerahkan tenaga Thai-Sie Hian-Thian sinkang untuk menghisap kekuatan lawannya, dengan ilmu meringankan tubuh "Cia Hong Leng In" atau Menunggang angin membonceng mega ia melayang mundur beberapa depa kebelakang untuk menghalau kekuatan serangan pedang itu.
Sedikitpun tidak salah, dibawah kerja sama dua macam kepandaian saktinya yang luar biasa mendadak daya luncur ketiga bilah pedang itu menjadi bertambah kendor dan akhirnya seluruh kekuatan serangan senjata tadi lenyap tak berbekas.
Melihat serangan terakhirnya kembali mengenai sasaran kosong, Tok Lan Sangjien jadi amat terperanjat, pikirnya:
"Jangan-jangan keparat ini adalah jelmaan dari malaikat, kalau aku tidak melarikan diri sekarang juga, jiwaku pasti bakal melayang."
Berpikir demikian tubuhnya segera melesat ketengah udara kemudian meluncur empat lima tombak jauhnya dari tempat semula.
Pada waktu itu si pendekar tampan berbaju hijau sedang menggape tangannya menangkap ketiga bilah pedang tersebut, menyaksikan Tok Lan Sangjien secara tiba tiba melarikan diri dari situ segera tertawa terbahak-bahak mendadak tangannya diulapkan kedepan.
Gerakan tubuh Tok Lan Sangjien yang se?dang berusaha melarikan diri dari situ meski cepat bagaikan burung elang yang terbang di angkasa, namun sekuntum awan merah yang mengejar datang dari arah belakang diikuti tujuh bilah cahaya kebiru2an yang menyilaukan mata jauh lebih cepat gerakannya.
Dalam sekejap mata ketujuh bilah cahaya tajam tadi sudah berada dibelakang tubuhnya.
Tok Lan Sangjien jadi ketakutan setengah mati hingga serasa sukma melayang dari tubuhnya, sambil menjerit keras buru2 ia melayang turun keatas bumi.
Creeet...creeet. diiringi suara desiran tajam ketujuh bilah pedang pendek yang memantulkan sinar tajam itu berkelebat lewat di atas batok kepala hweesio itu dan menancap diatas batu tebing sedalam setengah depa.
Yang paling aneh lagi, lhasa merah yang melayang dari belakang ternyata tidak kurang tidak lebih persis melayang turun diatas bahu hweesio membuat jago dari wilayah Se Ih jadi kaget dan hampir saja jatuh tak sadarkan diri.
Demonstrasi kelihayan yang diperlihatkannya barusan tentu saja mengagumkan hati para hadirin yang ada disana, baik dari kaum lurus maupun dari golongan hitam, mereka semua berdiri menjublak dengan mata melotot mulut melongo.
Semangat Tok Lan Sangjien beserta seluruh anggota perkumpulan Yoe Leng Kauw bagaikan bola yang kehabisan angin sama sama tundukkan kepala dengan wajah lesu, siapapun tidak berani bertingkah lagi dalam keadaan seperti ini.
Dibawah kibaran ujung baju yang berwarna hijau, Gong Yu berdiri agung diatas panggung loei-thay membuat wajahnya kelihatan bertambah keren dan penuh berwibawa.
"Tok Lan Sangjien !!" terdengar ia berseru. "Mengingat kau adalah seorang angkatan tua yang punya nama besar dalam kalangan dunia persilatan, memandang pula dalam kehidupan sehari hari kau belum pernah melakukan perbuatan keji yang kelewat batas maka untuk kali ini kuampuni selembar jiwamu, cuma... ditinjau dari racun keji yang kau poleskan pada ujung pedangmu bisa dibayangkan sampai dimanakah kekejaman serta ketelengasan perbuatanmu, setelah datang berkunjung kedaratan Tionggoan, apa salahnya kalau kau tanggalkan sebuah telingamu sebagai kenang kenangan ?"
Habis berkata jari tangan kanannya segera berkelebat kedepan menghajar telinga kiri orang.
Coba dibayangkan saja, bagi manusia kenamaan seperti paderi ini setelah menderita penghinaan yang besar dihadapan orang banyak, mana ia punya muka untuk berdiam lebih jauh ? Sambil bersuit panjang badannya buru buru berkelebat meninggalkan tempat itu.
Menanti bayangan tubuh orang itu sudah lenyap dari pandangan, Gong Yu baru putar kepalanya kearah Yoe Leng Sin Koen sambil menegur :
"Kini, apa yang hendak sin koen katakan lagi ?"
Sekonyong konyong ..... dari tengah udara berkumandang suara suitan aneh yang tinggi melengking, diikuti munculnya sesosok bayangan manusia melayang keatas panggung Loei thay.
Beratus-ratus pasang mata segera ditumpahkan kearah tubuh orang itu, tampak dia memakai baju berwarna hitam, perawakannya tinggi dan kurus, matanya kejam bagaikan elang, hidungnya mancung lagi bengkok kebawah, sikap serta gerak geriknya jumawa sekali.
Yang aneh ternyata baik dari kalangan Hek to maupun dari kalangan Pek to ternyata tak seorang manusia pun yang kenal dengan orang itu.
Memanah Burung Rajawali 18 Cinta Tak Semudah Kata C.i.n.t.a Karya Azizah Attamimi Thalita 1
^