Pencarian

Sabuk Kencana 12

Sabuk Kencana Ikat Pinggang Kemala Karya Khu Lung Bagian 12


Sementara para hadirin sedang merasa tercengang dan tak habis mengerti, orang berbaju hitam itu sudah menyapa sekejap seluruh ka?langan, lalu bertanya:
"Siapakah yang bernama pendekar tampan berbaju hijau?"
Gong Yu tersenyum. "Oooh .. itulah gelar yang dihadiahkan para sahabat kang-ouw kepada diri Siauwseng, entah saudara ada maksud apa mencari diriku?"
Sorot mata yang sangat tajam memancar keluar dari balik matanya yang gede, begitu tajam pandangan matanya membuat Gong Yu merasa hatinya bergetar keras, ia tahu manusia aneh semacam begini kebanyakan memiliki ilmu sesat yang maha sakti.
Maka buru2 tenaga saktinya Thay Sie Hian Thian sinkangnya disalurkan keseluruh badan, perhatiannya dipusatkan jadi satu sedang so?rot matanya buru2 melengos dari pandangan matanya.
Dalam kenyataan tenaga lwekang yang di?milikinya saat ini, pelbagai macam ilmu sesat tak akan berhasil mempengaruhi dirinya.
Terdengar orang berbaju hitam itu dengan suara yang seram bagaikan lengkingan srigala berkata.
"Aku datang kemari hendak minta pertanggungan jawabmu atas penghinaan yang telah kau lontarkan terhadap sahabat karibku Tok Lan Sangjien !"
Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar, Yoe-Leng Sin Koen beserta anak buahnya jadi sangat girang sebaliknya para jago dari aliran lurus sama2 mengerutkan dahi.
Si pendekar tampan berbaju hijau segera mendongak dan tertawa terbahak bahak.
"Haaa.....haaa..siapakah kau? maaf kalau boanpwee tidak mengenali dirimu!"
Mendadak air muka orang berbaju hitam itu berobah hebat, sahutnya dengan nada dingin :
"Loohu adalah Ban Hoa Sin Mo atau iblis sakti selaksa jelmaan Yoe Hoa dari pulau Jien To!"
Begitu nama tersebut diutarakan keluar, baik Gong Yu maupun lima manusia aneh dari kolong langit sama2 jadi terperanjat, mereka sadar bahwa kesulitan akan menimpa diri mereka pada hari ini.
Puluhan tahun berselang menurut kabar yang tersiar dalam Bu lim mengatakan bahwa iblis sakti selaksa jelmaan Yoe Hoa pernah mendapat warisan suatu ilmu sesat dari Hoa Lie Nio seorang penghianat dari perkumpulan Pek Lian Kauw yang sudah melarikan diri ke gurun pasir, menurut kata orang ilmu terse?but bisa mengubah seseorang jadi pelbagai jenis rupa, tapi tak seorangpun yang menyangka kalau gembong iblis ini ternyata mempu?nyai hubungan yang sangat akrab dengan Tok Lan Sangjien dari propinsi Ceng hay.
Rupanya ketika Tok Lan Sangjien menderita kekalahan hebat ditangan Gong Yu dan melarikan diri kebawah gunung tadi, secara kebetulan padri tersebut telah berjumpa dengan gembong iblis ini, melihat kekalahan yang diderita rekannya amat mengenaskan, iblis itu jadi gusar dan segera datang mencari balas.
Melihat air muka orang menunjukkan rasa kaget dan tercengang, Yoe Hoa semakin jumawa, serunya:
"Keparat cilik, cepat ikut aku si orang tua pergi mohon maaf dan terima hukuman dari Tok Lan Sangjien !"
Sejak kemunculan gembong iblis itu dalam hati kecilnya Gong Yu sudah merasa tidak senang hati, apa lagi sekarang setelah mendengar perkataannya sombong dan tidak pakai aturan, dia semakin naik pitam, dengan wajah merah padam dengusnya dingin.
"Hmmm ! kau anggap dengan andalkan il?mu sesatmu itu lantas bisa main sewenang wenang dihadapan banyak orang ? Kau harus tahu bahwa Siauw ceng adalah malaikat yang dititahkan kaisar Giok Tah untuk membasmi kaum iblis dari muka bumi ! Ucapanmu barusan bukankah akan menggelikan bocah bocah cilik yang mendengar ?"
Yoe Hoa tertawa seram. "Keparat cilik yang tak tahu diri, kau jangan mengira setelah pandai ilmu silat kucing kaki tiga lantas boleh bersikap jumawa seperti itu ?"
Diiringi bentakan keras jubahnya dikebut kedepan, seketika itu juga angin puyuh menggulung ketengah udara, tampaknya bayangan semula dari tubuh Yoe Hoa lapis demi lapis menerjang kearah para jago secara berbareng.
Dalam keadaan begini, sulit bagi para jago untuk membedakan mana serangan kosong dan mana serangan sesungguhnya, dalam sekejap mata para jago dibikin kelabakan setengah mati.
Mendadak terdengar suara bentakan yang keras berkumandang datang.
"Manusia siluman, jangan berlagak sok di depan para jago, lihat kelihayan dari aku si kakek huncwee yang berasal dari gunung Bong-san!"
Gong Yu paling kenal dengan suara ini, ia berteriak :
"Suhu!" Dengan cepat ia menubruk kedepan dan menarik ujung baju si orang tua itu, jelas terlihat betapa girang dan senangnya si anak mu?da itu atas kedatangan gurunya.
Ternyata orang itu benar2 adalah si kakek huncwee dari gunung Bong-san. Dalam keadaan begini tiada kesempatan bagi orang tua itu untuk mengurusi muridnya, sambil membuka bibirnya ia semburkan segulung asap putih ke depan.
Blam..! ditengah ledakan keras berpuluh bayangan semu yang diciptakan oleh kesaktian Yoe Hoa lenyap tak berbekas, sedangkan tubuh gembong iblis itu sendiripun tergetar mundur beberapa langkah kebelakang.
Belum pernah para jago menyaksikan ilmu silat yang demikian dahsyatnya, mereka bersa?ma-sama berseru kagum.
Lebih lebih Siauw Bin Loo sat Poei Hong serta Suma Ci Yan, mereka jauh lebih gembira dari siapapun juga.
Melihat kesaktiannya dipunahkan oleh orang, iblis sakti selaksa jelmaan Yoe Hoa jadi cepat gusar, bentaknya:
"Kakek tua celaka, besar amat nyalimu, berani merusak pekerjaan sin mo. Hmm! Tahu?kah kau bahwa malaikat elmaut sudah berada diambang pintu untuk menjemput sukmamu?"
Bicara sampai disini pedangnya segera dituding kearah depan, tampak cahaya tajam tiba2 berkelebat lewat, sebelum Iblis sakti selaksa Jelmaan sempat mengeluarkan ilmu ampuhnya "Thian Mo Hiat im" atau Iblis Langit Bayangan darah, Bongsan Yen shu telah mendahului melancarkan serangan.
Semburan asap putihnya yang sangat tebal seketika membuat sepasang kaki dan tangan Ban Hoa Sin Mo Yoe Hoa jadi kaku tak bisa ber?kutik barang sedikitpun juga.
Diikuti terdengar orang tua itu berkata dengan suara berat :
"Mengingat nama besarmu kau pupuk dengan susah payah selama banyak tahun, untuk kesempatan kali ini loohu kasih satu jalan hidup bagi dirimu. Hmm ! Ayoh cepat enyah dari sini dan mulai sekarang jangan melakukan perbuatan jahat lagi, bertobatlah dan banyak melakukan kebajikan, bila kau berani membangkang, heeh...heeh...heeh... sampat ke?temu lagi dengan loohu dimasa mendatang, tidak segampang ini kulepaskan dirimu!"
Habis berkata ia turun tangan membebaskan jalan darah Yoe Hoa yang tertotok, sedang gembong iblis itu pun tidak berani terlalu lama berdiam disitu, buru-buru ia melarikan diri terbirit birit.
Menanti perhatian para jago dialihkan kembali kearah pihak lawan tiba-tiba ditemuinya "Yoe Leng Sin Koen" Ci Tiong Kian beserta para kerabat serta anggota perkumpulannya telah berlalu semua dari situ, tak seorang manusia yang ketinggalan.
Gong Yu jadi tercengang bercampur curiga, mendadak satu ingatan jelek berkelebat dalam benaknya, ia lantas berteriak :
"Cuwi sekalian cepat-cepat tinggalkan gu?nung ini, hati hati siasat busuk pihak musuh!" Mendengar teriakan itu para jago jadi kaget, mereka sama sama bergerak lari turun dari gunung.
Baru saja tiba dipunggung bukit, terdengarlah suara ledakan yang maha dahsyat menggeletar diatas puncak bukit, batu cadas terlempar ketengah udara diikuti semburan api dan percikan debu, seluruh permukaan bumi bergoncang keras bagaikan ketimpa gempa bumi.
Seandainya si pendekar tampan berbaju hijau tidak cepat mengetahui gelagat jelek dan segera memberi perintah agar semua orang meng?undurkan diri, entah bagaimana akibatnya setelah terjadi ledakan yang membelah bumi itu?
Atas terjadinya peristiwa ini, para jago pun mempunyai pandangan yang jauh lebih dalam terhadap tingkah laku Yoe Leng Sin Koen.
Di bawah kaki gunung para jago pun membubarkan diri untuk kembali ke tempatnya masing masing.
ooodwooo Bab 28 DALAM rombongan Gong Yu selain gurunya si kakek huncwee dari gunung Bong san, disamping itu terdapat pula Si Pelancong yang suka berkelana, Suma Boe Yoet beserta putrinya Suma Ci Yan, si sastrawan berbaju biru Hoo Thian Heng beserta istrinya Siauw Bin Loo sat Poei Hong.
Setibanya dikota Hong Kia Kwan, mereka bersama sama menginap dirumah penginapan Peng An.
Setelah saling berkenalan maka semuapun telah kenal antara satu dengan lainnya.
Beberapa kali Poei Hong si iblis wanita berwajah riang ingin menanyakan keadaan sumoaynya Lie Wan Hiang, tapi berada dihadapan Suma Ci Yan, ia merasa tidak enak untuk mengutarakan kata-kata itu, maka akhirnya ia batalkan niatnya itu, sebab ia sudah dapat melihat bahwa nona kecil itu sedang jatuh cinta terhadap sutenya yang ganteng.
Sebaliknya tingkah laku Gong Yu amat ku?sut, wajahnya kesal dan murung seolah-olah sedang memikirkan satu persoalan yang penting. Hoo Thian Heng yang sedang duduk di sisi istrinya mendadak mendengar Poei Hong berbisik :
"Thian Heng, coba carilah kesempatan untuk tanyakan keadaan dari Wan Hiang sumoay, jangan jangan antara sute dengan sumoay telah terjadi kesalah pahaman."
Hoo Thian Heng mengangguk tanda setuju, cuma karena saat itu tiada kesempatan maka ia tetap membungkam sambil melihat gelagat. Keadaan Suma Ci Yan-lah yang paling riang diantara semua orang, sambil tarik tangan engkoh Yu-nya ia bicara kesana kemari sambil diiringi gelak tertawa yang amat riang.
Mendadak si kakek huncwee dari gunung Bong-san munculkan diri dalam ruangan, kepada si anak muda itu serunya :
"Hey bocah keparat, aku ada persoalan hendak ditanyakan kepadamu, ayoh ikut aku ke dalam kamar."
Selesai berkata kembali ia putar badan dan berlalu dari situ.
Menyaksikan sikap gurunya yang serius dan keren, dalam hati Gong Yu lantas menyadari bahwa persoalan ini delapan bagian tentu ada sangkut pautnya dengan Lie Wan Hiang.
Terpaksa Suma Ci Yan melepaskan genggamannya atas tangan si anak muda itu, sambil menjulurkan lidahnya ia berseru :
"Engkoh Yu, hati-hati gurumu akan membeset kulit badanmu lho!"
Gong Yu memperlihatkan tingkah laku apa boleh buat dan segera berlalu dari situ.
Ketika ia mengetuk pintu kamar gurunya kemudian mendorong dan masuk kedalam, terlihatlah Bong san Yen shu sedang duduk di kursi sambil menghisap huncwee, wajah si orang tua itu kelihatan jauh lebih keren dan serius daripada semula.
Selesai memberi hormat, dengan penuh rasa hormat si anak muda itu memanggil. "Suhu !"
Sorot cahaya tajam memancar keluar dari mata orang tua itu, ia mendengus dingin.
"Hmm, setelah memperkosa sumoaymu lantas kau cari teman yang baru, kau masih kenal dengan aku jadi gurumu ?"
Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar bagaikan disamber geledek di siang hari bolong saking kagetnya Gong Yu tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.
"Aku tidak pernah berbuat demikian ! Siapa bilang aku telah menodai kesucian wan-moay?"
Ia jadi gugup dan kelabakan sendiri, setengah harian kemudian bibirnya hanya sanggup melontarkan beberapa patah kata: "Ini....ini ... ini...."
Akhirnya dengan wajah tersipu-sipu ia tubrukan kepala dan membungkam dalam seribu bahasa.
Menyaksikan keadaan muridnya yang serba runyam, lama kelamaan timbul juga rasa kasihan dalam hati kecil si Kakek Huncwee dari gunung Bong-san. Pikirnya dalam hati:
"Kasihan amat bocah ini, hanya kugertak begitu saja ia sudah ketakutan setengah mati!"
Setelah melampiaskan rasa mangkel putri angkatnya sudah tentu kakek inipun bersikap jauh lebih tenang, kabut huncwee yang berwarna putih dan mengepul diangkasa pun tidak setebal tadi.
Melihat wajah gurunya jauh lebih lunak dari pada keadaan semula, Gong Yu baru bertanya dengan suara lirih:
"Suhu, mengenai persoalan tecu dengan adik Wan Hiang memang kesalahan berada ditanganku, tidak sepantasnya kalau aku pergi begitu saja karena kheki dan mendongkol, setelah kejadian itu dalam hati aku merasa amat menyesal, sedangkan mengenai persoalan yang lain, tecu benar2 merasa penasaran, karena tecu merasa tidak pernah berbuat perbuatan semacam itu hingga menodai kesucian Wan Hiang moay !!"
"Apa kau bilang?" hardik si orang tua de?ngan wajah berubah hebat, ditatapnya wajah si anak muda itu dengan wajah serius.
Melihat perubahan sikap gurunya, kembali Gong Yu terperanjat sampai tak berani ber?kutik, ia lantas berpikir dalam hati kecilnya:
"Jelas suhu sudah mendengar tuduhan be?rat sebelah, ia hanya mau mendengarkan tu?duhan dari Wan-moay namun tak mengerti tentang keadaanku yang sebenarnya."
Berpikir sampai disitu, alisnya kontan berkerut dan ia siap buka suara untuk membantah.
Siapa sangka belum sempat dia mengutara?kan kata2nya, si Kakek Huncwee dari gunung Bong san telah buka suara terlebih dahulu:
"Rupanya kau masih menganggap aku orang tua berat sebelah dan bertindak secara tidak adil?"
Ia menyatakan kebenaran atas ucapan gurunya, sebab dia memang mempunyai pendapat begitu. Dengan wajah serius Kakek Huncwee dari gunung Bong-san menghisap huncweenya dalam-dalam kemudian bertanya :
"Pernahkah kau pergi kegunung Thay-soat san?"
"Pernah!" jawab si anak muda itu tanpa ragu ragu.
"Tak usah dikatakan lagi, kau pasti telah mengunjungi selat Leng Hiang Kok, bukan?"
Kembali Gong Yu mengangguk tanda mengaku.
"Mengapa kau berbaring diatas pembaringan seorang perempuan yang sama sekali ma?sih asing bagimu?" tanya si orang tua itu sam?bil menghembuskan asap tembakau.
Mendengar pertanyaan itu sedikit banyak pendekar tampan berbaju hijau merasa rada lega.
"Suhu, hal ini disebabkan karena tecu bertindak gegabah sehingga menghirup hawa racun pemabok bunga Lan atau Mie-Hoen Yoe-Lan!"
Bongsan Yen Shu melirik sekejap kearah muridnya, ia jumpai si anak muda itu kian lama kian bertambah ganteng, bibirnya yang segar putih, badannya yang kekar berotot tidak malu dijuluki sebagai pemuda tampan yang sukar dicarikan tandingannya dikolong langit, tidak aneh kalau siluman perempuan itu tidak mau lepaskan mangsanya dengan begitu saja.
Tentu saja dia sebagai gurunya merasa amat girang karena mempunyai murid ganteng semacam ini, cuma berada dalam keadaan serta situasi semacam ini dia tidak ingin mengutarakan keluar rasa senangnya itu, dengan wajah yang tetap kaku tanyanya lagi:
"Mengenai perbuatan romantismu dengan perempuan lain, aku si orang tua merasa ogah untuk turut campur apalagi menanyainya. Coba kau terangkan saja, bagaimana caramu meninggalkan selat Leng Hiang Kok itu !!"
Gong Yu bukanlah pemuda bodoh yang tak bisa berpikir, setelah mendengar ucapan gurunya diapun sadar bahwa inilah pokok persoalan yang sebenarnya, maka dia lantas menjawab:
"Aku bisa keluar dari selat Leng Hiang Kok bukan lain atas pertolongan Wan-moay dengan pertarungan jiwa !"
"Ehmmm, bocah keparat hitung-hitung ucapan ini masih mengandung sedikit perasa?an," si orang tua itu mengangguk. "Sekarang aku mau bertanya lagi kepadamu, sebelum kau ditolong oleh Wan sumoaymu, apakah kau pernah makan sesuatu makanan?"
Gong Yu tidak mengerti apa sebabnya sang guru menanyakan persoalan sepele seperti ini, tapi tiada waktu baginya untuk berpikir pan?jang maka dengan cepatnya dia menyahut :
"Tiang-Coen Siancu Siok Soat Hong pernah memberi secawan arak kepadaku, katanya arak itu adalah obat pemunah."
"Benarkah kau mempercayai perkataannya?"
---odwo--- Jilid : 20 MENDADAK pemuda tampan berbaju hijau merasa gurunya pada hari ini jadi cerewet sekali, lagaknya seperti seorang nenek tua, alisnya kontan berkerut.
"Antara aku dengan dirinya tak pernah ter?ikat dendam sakit hati apapun jua, apa gunanya dia celakai diriku ?"
"Kau ingin tahu persoalan ini ? haah.. haah... haah.. bocah bodoh, kalau mau disa?lahkan maka harus salahkan wajahmu yang terlalu tampan !"
Melihat wajah gurunya telah diliputi senyuman serta gelak tertawa, Gong Yu merasa semakin tidak mengerti.
Tiba tiba air muka kakek huncwee dari gunung Bong-san berubah hebat, kali ini wajahnya nampak keren, serius dan berat.
Hal ini mencengangkan hati pemuda kita.
"Kenapa sih air muka suhu selalu berubah-ubah tidak menentu ?... Aneh !"
"Hey bocah keparat !" terdengar gurunya menegur. "Apakah kau tidak merasa sesuatu yang tidak beres tentang arak obat dalam ca?wan itu ?"
"Kalau memang bukan obat beracun, apanya lagi yang tidak beres ?"
Kakek Huncwee dari gunung Bong-san menghela napas panjang, ia merasa pengalaman muridnya dalam berkelana didunia persilaian masih terlalu cetek, andaikata ia langsung mengajukan pertanyaan tersebut kemungkinan besar si anak muda itu akan merasa tidak per?caya apa yang pernah dilakukan olehnya, maka sesudah termenung dan berpikir beberapa saat lamanya ia baru bertanya kembali :
"Menurut pendapatmu bagaimanakah watak serta tabiat dari Tiang Coen-siancu ?"
"Cabul...! Genit dan tak tahu malu."
Menggunakan kesempatan baik ini Bong-san Yen-Shu segera berkata :
"Kalau memang kau sudah tahu bahwa Tiang Coen Siancu adalah seorang perempuan cabul yang tak tahu malu, dalam perkiraanmu mungkinkah dalam arak obat yang disuguhkan kepadamu telah dicampuri obat perangsang yang membangkitkan napsu birahi ? Nak! bagaimana perasaanmu setelah meneguk arak tersebut ?"
Peristiwa lampau yang telah dialaminya satu demi satu berkelebat didalam benaknya, ia merasa setelah meneguk arak tersebut sekujur badannya jadi panas tak terhingga, kemudian ia merasa tubuhnya dibawa lari oleh Lie Wan Hiang keluar dari selat Leng-Hiang- Kok. Da?lam gua batu digunung Thay soat-san ia telah mendapat satu impian aneh, dia merasa dalam impian tersebut ia telah menelanjangi seluruh tubuh Lie Wan Hiang kemudian mengadakan hubungan senggama dengan dirinya. Berpikir sampai disini ia lantas membatin.
"Jangan-jangan apa yang kuimpikan waktu itu adalah suatu kenyataan ?"
Makin dipikir ia merasa semakin ada kemungkinan bahwa apa yang dipikirkan adalah suatu kenyataan.
Maka ia pun membayangkan kembali perselisihannya waktu berada dirumah penginapan dalam dusun Tiong-Hoa-cung, jantung terasa berdebar semakin keras, iapun lantas jadi paham kembali apa yang telah terjadi, wajahnya berubah hebat sementara keringat dingin me?ngucur keluar membasahi seluruh tubuhnya.
"Andaikata dalam kekalutan aku telah melakukan perbuatan yang melanggar susila ter?hadap diri Wan-moay kemudian dalam perselisihan tersebut aku telah meninggalkan dirinya, entah betapa sedihnya hati Wan-moay pada saat itu. Aaai... kalau begitu teguran dari suhu yang dilontarkan kepadaku tadi bukanlah isapan jempol belaka.."
Berpikir sampai disitu dia lantas jatuhkan diri berlutut dihadapan gurunya, dengan air mata bercucuran, katanya :
"Tecu benar-benar bodoh dan tidak sampai berpikir kesitu, aku tidak tahu kalau tecu te?lah melakukan perbuatan seperti itu... lagipula Wan-moay pun tidak mau memberitahu kepadaku... mana... mana aku bisa mengerti ?"
"Perbuatan semacam ini boleh dikata bagaikan si bisu makan empedu, sekalipun pahit ia tak dapat mengutarakan rasa pahitnya, masa kau suruh seorang nona mengaku sendiri perbuatan semacam itu ? Bukankah sudah kukatakan bahwa kau bodoh ? Aaai... bocah... bocah, kau memang benar-benar goblok sekali, ayoh cepat bangun berdiri !"
Dengan hati gelisah bercampur bingung Gong Yu bangun berdiri, lalu tanyanya :
"Suhu, tahukah kau akan keadaan serta berita mengenai adik Wan ...?"
"Bocah keparat, andaikata aku tidak tahu, darimana aku bisa mengerti kalau kau pernah pergi kegunung Thay-soat-san ?"
"Ooh, kenapa pada hari ini sikapku bisa begini bodoh ?" pikir si anak muda itu. Tat?kala ia teringat akan keselamatan adik Wan Hiang-nya, hati semakin gelisah bagaikan semut diatas kuali panas, mohonnya dengan nada setengah merengek :
"Ooh suhuku yang baik... beritahulah kepada Yu-jie, sekarang dia berada dimana ?"
"Dia ada dimana ? Jauh diujung langit dekat didepan mata, orang yang kau cari berada dikamar sebelah nomor tiga belas !"
Rupanya si Kakek Huncwee dari gunung Bong-san merasa tidak tega menyaksikan mu?ridnya gelisah tak karuan, maka akhirnya rahasia itu diberitahukan kepadanya.
Sekali lagi pendekar tampan berbaju hijau menjura kepada gurunya, kemudian putar ba?dan dan berlalu.
"Berhenti !!" tiba-tiba si kakek huncwee dari gunung Bong-san menghardik keras.
Dengan bimbang dan tak habis mengerti Gong Yu berpaling memandang kearah gurunya, terdengar si orang tua itu berkata lebih jauh :
"Bocah keparat, nona Wan Hiang telah kuangkat sebagai putri angkatku, kalau kau be?rani menganiaya atau menyia-nyiakan dirinya lagi, hati hati kau, kugebuk badanmu sampai bengkak, lagipula sekarang dia berada dalam keadaan sakit !"
Mendengar kekasihnya berada dalam keadaan sakit, Gong Yu semakin cemas lagi.
"Tecu tahu dan tecu tak akan berani meninggalkan dirinya lagi!"
Setelah muridnya berjanji maka si orang tua itu baru mengijinkan dia untuk berlalu.
Bagaikan memperoleh pengampunan besar buru-buru pendekar tampan berbaju hijau mengundurkan diri dari situ dan segera menuju keruang kamar nomor tiga belas.
Pintu didorong kebelakang...ternyata tidak terkunci, ketika badannya melangkah masuk kedalam ruangan, tampak Lie Wan Hiang se?gera membalikkan tubuhnya membelakangi dirinya.
Perlahan-lahan Gong Yu berjalan mendekati pembaringan, ujarnya dengan suara lembut :
"Adik Wan... adik Wan.."
Beberapa kali dia memanggil namun Lie Wan Hiang tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Apa boleh buat terpaksa si anak muda itu duduk ditepi pembaringan dan mulai memaki habis-habisan diri sendiri.
Lie Wan Hiang sendiri kendati dalam hati merasa sangat kesal, tapi setelah peristiwa di perkampungan Tiong-Hoa cung tempo dulu, ia pun menyadari watak Gong Yu yang keras didalam lunak diluar, ia merasa lebih baik pasang layar ikuti hembusan angin.
Setelah mendengar pemuda itu memaki dirinya sendiri habis-habisan, iapun lantas tertawa cekikikan.
Melihat Lie Wan Hiang telah memaafkan kesilafannya Gong Yu segera memegang bahu dara tadi dan diputar menghadap kearahnya, ia temui meskipun wajah gadis itu tersungging senyuman namun bekas air mata masih membasahi pipinya.
la perhatikan raut wajah kekasihnya dengan lebih seksama, terlihatlah bahwa wajah ga?dis itu meskipun masih cantik namun jauh lebih kurus daripada keadaan tempo dulu, wajahnya lebih pucat, matanya sayu dan sama sekali tak bersinar.
Gong Yu tahu bahwa semua keadaan yang diderita dara tersebut adalah akibat perbuatannya, dalam hati ia merasa semakin menyesal, tanpa sadar dipeluknya tubuh gadis itu kencang kencang dan diciumnya pipi kekasihnya dengan penuh kemesraan.
Keadaan Lie Wan Hiang sekarang meski pun masih ada beberapa bagian kurang sehat karena pengaruh badan, tapi saat hatinya jauh lebih baikan, kini setelah melihat engkoh Gong Yu-nya yang dirindukan siang malam menunjukkan rasa sayang yang tak terhingga terhadap dirinya itu, jadi lega dan sakitpun jauh lebih banyak berkurang.
Maka mereka berduapun saling memadu kasih hingga tanpa sadar bahwa malam telah menjelang datang.
Tiba-tiba pintu kamar diketuk orang, Gong Yu lantas bangkit berdiri dari atas pembaringan dan buka pintu, diluar tampak suhengnya Hoo Thian Heng serta sucinya Poei Hong telah berdiri disana sambil tertawa.
Gelak tertawa segera berkumandang memecahkan kesunyian, terdengar Poei Hong berseru sambil tertawa nyaring:
"Hey kamu berdua menyembunyikan diri dalam kamar tinggal pacaran sendiri, sedang kami ditinggal diluaran. Hmm, hukuman ha?rus kamu berdua jalankan !"
"Eee... kalau mau hukum maka hukumlah diriku seorang, hal ini tiada sangkut pautnya dengan adik Wan !"
Maksud si anak muda itu dia akan menang?gung hukuman adik Wan seorang diri, siapa sangka begitu ucapan tersebut diutarakan keluar seketika membuat Hoo Thian Heng serta Poei Hong tertawa semakin keras, saking tak tahannya mereka berdua memegang perut sambil terbongkok-bongkok.
Lie Wan Hiang mengerling sekejap kearah Gong Yu, sedang dalam hati pikirnya :
"Kau benar-benar manusia tolol!"
Karena jengah dara inipun akhirnya tundukkan kepalanya rendah rendah, keadaan Gong Yu makin konyol, untuk beberapa saat lamanya ia benar-benar tak berani angkat kepala.
Kalau tidak tertawa masih mendingan, mendengar gelak tertawa yang riuh dan ramai, Suma Ci Yan telah munculkan diri disitu.
Begitu berjumpa dengan Gong Yu, seolah olah telah menemukan mutiara yang tak ternilai harganya ia segera maju menghampiri seraya berseru:
"Oooh engkoh Yu, dimanakah kau selama ini? sungguh payah kucari jejakmu!"
Bagaikan seekor burung walet ia segera melayang kesisi Gong Yu dan tanpa memperhatikan Lie Wan Hiang yang berada disitu dengan cepat dia rangkul lengan si anak muda itu.
Tanpa sadar Gong Yu mundur satu langkah kebelakang, ia takut tingkah laku dara tersebut dapat menimbulkan kesalah pahaman terhadap diri Lie Wan Hiang.
Melihat jangkauannya mengenai tempat kosong Suma Ci-Yan berdiri tertegun, ia merasa heran apa sebabnya engkoh Yu bersikap begitu dingin dan acuh terhadap dirinya.
Menanti dialihkan sorot matanya kesekeliling tempat itu, barulah diketahui kecuali dua orang yang sudah dikenalnya masih ada lagi seorang gadis berbaju hijau yang sedang memandang kearahnya dengan pandangan bermusuhan.
Kecantikan wajah gadis itu benar benar luar biasa, mungkin jauh lebih cantik satu kali li?pat daripada dirinya.
Poei Hong rupanya mengetahui akan isi hati kedua orang gadis tersebut, segera katanya :
"Mungkin kalian belum pernah saling me?ngenal satu sama lainnya, mari kuperkenalkan !"
Sambil berkata ia tuding kearah Suma Ci Yan sambil berkata :
"Dia adalah Suma Ci-Yan putri kesayangan dari si Pelancong yang suka berkelana Suma Boe Yoet loocianpwee, salah satu diantara lima manusia aneh dari kolong langit."
Kemudian sambil menuding kearah Lie Wan Hiang katanya :
"Sedang dia adalah putri kesayangan dari empek Li si Poocu dari benteng Cian Liong Poo yang bernama Lie Wan Hiang, atau juga menjadi adik seperguruan dari adik Gong Yu, kita semua adalah orang sendiri lebih baik jangan memandang asing satu sama lainnya!"
Sengaja ia perkenalkan satu dengan lainnya dengan cara begitu dan disertai satu maksud yang mendalam. Lie Wan Hiang segera melirik sekejap kearah sucinya dengan pandangan penuh berterima kasih.
Sebaliknya bagi pendengaran Suma Ci Yan, ia merasa sangat tidak enak dan radaan menusuk perasaannya.
"Ooh... ternyata mereka adalah suheng-moay," ia berpikir.
Secara tiba-tiba ia merasa jaraknya dengan diri Gong Yu seakan akan terpisah amat jauh, rasa murung dan kesalpun terlintas diatas wajahnya yang cantik.
Dalam keadaan begini tentu saja ia merasa tidak enak untuk berdiri terlalu lama disana, beberapa saat kemudian gadis itu berpamitan untuk tinggalkan tempat itu.
Sesaat sebelum pergi, dengan pandang mu?rung dan sedih ia sempat melirik sekejap ke arah Gong Yu.
Menanti Suma Ci Yan sudah lenyap dari pandangan, Hoo Thian Heng baru tertawa terbahak bahak.
"Haah... haah... haah, pepatah kuno mengatakan dalam satu hutan tak akan terdapat dua ekor macan, andaikata ada dua orang perempuan berkumpul jadi satu, kolong langit pasti akan kacau jadinya!"
"Suko, dalam perkataanmu itu ada persoalannya !" tiba tiba Gong Yu menimbrung.
"Persoalan apa ? apa yang kukatakan adalah ujar-ujar orang kuno !"
"Siapa bilang tidak mungkin terjadi ? Dikolong langit tiada persoalan yang tak mungkin terjadi !"
Hoo Thian Heng ingin mendebat, tapi sambil goyangkan tangannya Gong Yu telah keburu berkata :
"Kita ambil contoh saja tentang keadaan suci serta enci Tonghong, bukankah mereka dapat rukun satu sama lainnya?"
Ucapan itu seketika membuat Hoo Thian Heng garuk-garuk kepala yang tidak gatal.
"Ooh, ada alasan juga ucapanmu itu," katanya kemudian. "Kalau begitu kau boleh mencoba-coba !"
Lie Wan Hiang adalah seorang gadis yang mempunyai perasaan cemburu yang sangat besar, tidak nanti ia akan mengijinkan Gong Yu mendekati perempuan lain, andaikata si anak muda itu berbicara dengan perempuan lain saja ia sudah tidak tahan.
Maka setelah mendengar perdebatan Gong Yu, timbul rasa gusar dalam hati kecilnya, dengan alis berkerut ia membentak :
"Apa? kau berani?" Begitu tegas ucapannya membuat Gong Yu yang mendengar jadi bergidik.
"Hey Jite, bagaimana perkataanku?" ejek Hoo Thian Heng sambil tertawa bangga.
"Adik Wan, bicara sesungguhnya kau harus baik-baik menjaga engkoh Yu. Jangan sampai direbut oleh perempuan lain," ujar Poei Hong pula menambahkan. "Cukup dengan gelarnya sebagai si pendekar tampan berbaju hijau, sudah cukup mempesonakan hati orang."
Demikianlah sambil berbicara mereka berjalan kearah rumah makan di depan penginapan, disana mereka jumpai si Kakek Huncwee dari gunung Bong-san sedang minum arak seorang diri.
"Yu cianpwee!" Hoo Thian Heng si sastrawan berbaju biru segera menegur. "Dimanakah si pelancong yang suka berkelana Suma Boe Yoet cianpwee ? kenapa tidak kelihatan orangnya?"
Setelah meneguk secawan arak si orang tua itu baru menjawab:
"Tidak lama berselang ia masih bercakap-cakap dengan seriusnya dengan diriku, siapa tahu tiba-tiba putri kesayangannya munculkan diri disana dan merengek ayahnya untuk mengantar dia pergi ke Gak yang. Orang tua itu tak bisa berbuat lain kecuali menghela napas dan mengabulkan permintaan putrinya. Maka merekapun buru-buru tinggalkan tempat ini. Aaai ... aku lihat bocah perempuan itu emang sedang mendongkol dengan siapa?"
Siauw Bin Loo-sat yang mendengar cerita itu segera menoleh kearah Lie wan Hiang dan tersenyum.
"Eeei ... sebenarnya apa maksudmu ?" tanya Lie wan Hiang rada tercengang.
''Apakah kepergian nona suma adalah karena sedang jengkel dan marah kepadaku?"
Hoo Thian Heng segera mendongak dan tertawa terbahak bahak.
"Haaaa ... haaaa ... haaaaah... sumoay kalau ia bukan lagi marah dengan dirimu, masa bisa marah terhadap aku ?"
Tiba-tiba terlintas kembali satu ingatan dalam benak dara itu, ia teringat kembali perkataan suheng yang mengatakan bahwa dalam satu hutan tak akan tinggal dua ekor macan seketika ia memahami duduknya perkara, jelas dalam percintaan segitiga itu dialah pemenangnya.
Berapa banyak pemenang yang menunjukkan wajah kesal dan murung setelah mengetahui dirinya menang? Oleh karena itu sikap serta wajah Lie Wan Hiang ketika itu benar-benar menunjukkan rasa girang yang tak terkirakan.
Disamping itu diapun secara resmi membeberkan kisah pengangkatannya atas diri Bong san Yen-shu sebagai ayah angkatnya.
Maka semua orang segera mengucapkan selamat kepadanya, dalam kegirangan Lie Wan Hiang meneguk arak berulang kali.
Pada dasarnya ia tak pandai minum arak, beberapa cawan kemudian gadis itu sudah berada dalam keadaan mabok, rupanya selama beberapa bulan terakhir boleh dikata hari ini adalah saat yang paling menggembirakan baginya.
Keesokan harinya karena ada urusan si Kakek huncwee dari gunung Bong-san telah berangkat lebih dahulu, sesaat sebelum pergi si orang tua itu berpesan kepada Gong Yu serta Lie Wan Hiang untuk rukun-rukun selalu dan janganlah karena sedikit persoalan lantas saling cekcok dan ribut sendiri.
Diikuti toa suheng mereka Hoo Thian Heng serta Poei Hong pun hendak berangkat ke selat Leng Im Kok untuk mengunjungi guru mereka, maka ketika ada dikota Thay-Yong merekapun saling berpisah satu sama lainnya.
Sesudah lama berpisah perjumpaan antara Gong Yu dengan Lie Wan Hiang boleh dikata sangat menggembirakan hati sepasang sejoli ini.
Dalam hubungan mereka yang lalu, karena Gong Yu berada dalam pengaruh obat bius Mie-Hoen Yoe Lan, semuanya berjalan bagaikan impian, sedikitpun tiada perasaan apapun.
Dan kini berada dalam keadaan sadar dan hidup bagaikan pengantin baru, sepasang muda mudi itu benar benar mencicipi kebahagiaan hidup berumah tangga.
Mereka berdua sama-sama bermain, sama sama berpesiar, makan bersama, tidur bersama dan berbareng merencanakan masa depan mereka, hidup terasa penuh kebahagiaan.
Begitulah selama tiga hari Gong Yu dan Lie Wan Hiang berdiam ditelaga Tong Teng-Ouw serta mencicipi kegembiraan paling tinggi dari hidup manusia.
XdXwX Suatu malam dibawah bukit Pek-Yan-Gay digunung Im Boe-san dalam bilangan propinsi Koei-Chiu, atau tepatnya dalam istana Yoe Sin-Koen Ci Tiong Kian sedang membicarakan masa depan perkumpulan mereka yang suram dengan "Beng-Teh Hujien" Hoan Soh Soh.
"Setiap rencana kita yang telah disusun secara rapi dan sempurna, seharusnya bakal mendatangkan hasil yang luar biasa, tapi setiap kali keparat cilik she Gong itulah yang merusak dan menghancur leburkan!!" teriak Ci Tiong Kian dengan nada setengah menjerit. Jelas pada saat ini dia merasa teramat gusar.
"Sin-koen!" hibur Beng Teh-Hujien Hoan Soh Soh sambil tertawa manis. "Orang bilang kekalahan adalah pangkal utama untuk memperoleh kesuksesan, aku tidak paham kalau kita telah kehabisan akal untuk menghadapi bocah bayi yang belum hilang bau teteknya itu!"
Yoe Leng Sin-Koen menghela napas sedih, suaranya lesu dan lemas sama sekali tiada semangat.
Hoan Soh Soh duduk dalam pangkuan Ci Tiong Kian, sambil menengadah katanya:
"Kenapa kita tidak coba berpikir, apakah diantara kalangan hek-to masih terdapat jago lihay angkatan tua yang masih dapat kita andalkan kekuatannya?"
Yoe-Leng Sin-Koen gelengkan kepalanya berulang kali.
"Mengenai persoalan ini sudah kupikirkan berulang kali, bahkan Tok Lan Sangjien dari propinsi Ceng Hay, "Tiang Coen Siancu" Siok Soat Hong dari gunung Thay soat san serta orang tua dari gunung Tiang Pek san Oh Goan Khing pun tidak berhasil merobohkan mereka, coba bayangkanlah jagoan Bu lim mana lagi yang dapat kita andalkan untuk memusuhi ke?parat cilik itu ?"
Berbicara sampai disini ia merandek sejenak, kemudian tambahnya :
"Aku benar benar tidak habis mengerti, usia dari keparat cilik itu masih demikian muda belia tapi ilmu silatnya telah mencapai pada puncak kesempurnaan, entah bagaimana caranya ia melatih ilmu selihay dan sedahsyat itu ? Satu hari ia masih hidup dikolong la?ngit, sehari pula jangan harap perkumpulan Yoe Leng Kauw bisa munculkan diri didalam dunia persilatan, lagipula musuh bebuyutan kita tersebar dimana mana, aku takut suatu saat kita bisa terperosok kedalam lembah kehancuran !"
Selesai bicara kembali ia menghela napas panjang.
"Walaupun kita gagal untuk melawan mereka dengan kekuatan, apakah kau tak dapat mencari kemenangan dengan andalkan kecerdikan ?" sela Hoan Soh Soh dengan nada genit.
"Aaaai... Soh Soh, aku tidak takut kau mentertawakan diriku, bila kupandang kejauhan dari atas buku, aku merasa bahwa diriku jauh lebih tua dan lemah daripada keadaan dimasa silam!"
Seraya berkata tangannya merogoh kedalam celana perempuan itu dan meraba raba diantara pahanya.
Hoan Soh Soh tertawa cabul sambil mengeliat kesana kemari ia tertawa cekikikan.
"Hiiih... hiiih... hiiih... maka dari itu, sampai sampai tiang bendera dimarkas besarpun tak berani kau kibarkan!"
Mendadak satu ingatan aneh berkelebat dalam benak Ci Tiong Kian, ujarnya:
"Soh Soh, bukankah kau bisa merubah haluan dengan coba-coba mengadu untung terhadap keparat cilik itu? andaikata ia sampai terjatuh kedalam perangkapmu maka kedudukan Yoe-Leng Kauwcu pasti akan kuserahkan kepada dirimu! hmmm... pada saat itu seluruh Bu-lim akan gempar, para orang gagah diseluruh kolong langit akan takluk di bawah gaunmu. Ooh... betapa gagah dan perkasanya dirimu pada saat seperti itu !"
Pada dasarnya To Bin Yauw Hoe memang seorang perempuan cabul yang mempunyai ambisi besar, mendengar perkataan itu pikirannya jadi bergerak, tapi sengaja ia berkata:
"Huu.. kau yang telah mengenakan sebuah topi hijau apakah merasa kurang cukup?"
Sambil berkata ia melayang turun dari atas rangkulan Ci Tiong Kian lalu bercermin didepan sebuah cermin kecil.
Ia merasa walaupun wajahnya cantik dan menawan hati, badannya padat berisi, namun bagaimanapun juga dirinya sudah bukan seorang dara muda, perempuan cabul ini sadar bahwa kemungkinan besar harapannya akan mengenai sasaran yang kosong.
Mendadak ia teringat kembali akan putri kesayangannya si Putri bumi Hoan Pek Giok, segera batinnya :
"Budak itu pernah saling berkenalan dengan keparat cilik she Gong itu, andaikata aku gunakan siasat wanita cantik sehingga keparat cilik itu masuk jebakan, bukankah harapanku untuk sukses masih besar sekali ?"
Berpikir demikian tanpa terasa ia tertawa bangga.
"Soh Soh kalau kupandang wajahmu yang begitu bangga, rupanya kau telah berhasil memperoleh satu siasat bagus ?" tanya Yoe Leng Sin Koen dengan wajah tercengang.
Hoan Soh Soh tertawa. "Siasat bagus sih ada, cuma aku mau ber?tanya dulu.. apakah ucapan dari Sin-koen tadi masih masuk hitungan ?"
"Sudah tentu masuk hitungan," jawab Ci Tiong Kian tanpa berpikir panjang, sekilas perubahan wajah yang aneh berkelebat diatas wajahnya. "Cuma... kau harus utarakan dahulu siasat bagusmu itu agar kita bisa rundingkan lebih jauh, tidak keberatan bukan?"
"Siasatku ini teramat rahasia dan sekali kali tak boleh sampai bocor atau diketahui oleh siapa pun, aku lihat lebih baik tak usah kuutarakan keluar saja. Sekarang yang penting bagi Sin-koen adalah mengirimkan surat perintah lewat burung merpati untuk mencari tahu jejak dari keparat cilik she Gong itu, kemudian aku baru akan menyusun rencana."
Yoe Leng Sin Koen tidak banyak bicara lagi, ia segera menyanggupi permintaan perem?puan itu.
Keesokan malamnya, mereka telah mendapat kabar yang mengatakan bahwa si pendekar tampan berbaju hijau Gong Yu dengan diiringi seorang dara bernama Lie Wan Hiang telah memasuki kota Gak-yang.
Siluman rase berwajah bunga To Hoan Soh Soh segera mengajak putri kesayangannya putri bumi Hoan Pek Giok pada malam itu juga berangkat kekota Gak-yang.
Baiklah untuk sementara waktu kita tinggalkan dahulu perjalanan dari Hoan Soh Soh beserta putri kesayangannya.


Sabuk Kencana Ikat Pinggang Kemala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dalam pada itu si pendekar tampan berbaju hijau Gong Yu beserta Lie Wan Hiang telah berdiam selama enam hari dikota Gak-yang, saat itu mereka sedang bersiap siap berangkat keutara.
Suatu ketika Lie Wan Hiang menyuruh Gong Yu pergi kekedai Hoa-Lie untuk mengambil pesanan gaun sulamannya yang dipersiapkan untuk dipakai sewaktu upacara perkawinannya nanti.
Sudah tentu dengan senang hati Gong Yu melaksanakan permintaan kekasihnya.
Siapa tahu belum sampai ia tiba dikedai Hoa Lie, mendadak dari hadapannya muncul seorang nyonya tua yang rambutnya telah beruban menghampiri dirinya sambil berkata: "Siangkong, apakah kau she Gong?" Gong Yu merasa tidak kenal dengan seseo?rang dalam kota Gak yang ini, mendapat teguran ia jadi tertegun dan tidak habis menger?ti.
Tidak menantikan si anak muda itu berbica?ra, nyonya tua tadi telah mengambil keluar secarik kertas dari sakunya lalu diangsurkan kedepan.
Gong Yu menerima surat tadi kemudian dibacanya, mendadak ia terperanjat, segera tanyanya:
"Nenek tua, tolong merepotkan dirimu untuk membawa aku pergi menjumpai nona she Hoan itu."
Nyonya tua itu kembali menggerutu de?ngan suara lirih, kemudian ujarnya kepada si anak muda itu:
"Gong siangkong, kau benar2 seorang pemuda yang berbaik hati! ...aaih! sungguh kasihan nona itu, semoga Pouwsat suka melindungi keselamatannya ....usianya masih begitu muda dan wajahnya amat cantik, sayang kalau dia harus tinggalkan dunia ini dalam usia sedemikian muda! Ooh...kasihan!"
Sambil menggerutu tiada hentinya ia berjalan memutar kedalam sebuah sudut jalan, walaupun jalannya rada sempoyongan namun dalam kenyataan jauh lebih cepat daripada langkah seorang pemuda sehat.
Yang dipikirkan dan diperhatikan Gong Yu pada saat ini hanyalah menolong orang, sudah tentu ia tidak sampai memperhatikan soal sepele yang kecil namun justru penting itu.
Beberapa saat kemudian sampailah mereka di suatu tempat yang terpencil dan sepi, tempat yang dituju adalah sebuah penginapan.
Mengikuti dibelakang tubuh nyonya tua itu si pendekar tampan berbaju hijau segera melangkah masuk kedalam kamar.
Tiba tiba tampak sesosok bayangan hijau berkelebat kearahnya dan langsung menubruk ke dalam pelukan, seru orang itu:
"Oooh Engkoh Yu, tahukah kau betapa rindu dan kangennya aku terhadap dirimu?"
"Eeei... bukankah katanya kau terluka?" ta?nya Gong Yu tercengang.
"Benar !" Sepasang alis si anak muda itu kontan berkerut, sementara dalam hati pikirnya:
"Hmm, bukankah terang terangan kau sedang membohongi diriku ? masa kalau dikata terluka keadaan tubuhmu tetap segar bugar seperti orang sehat ?"
Tanpa terasa ia bertanya : "Dimanakah letak lukamu?"
Mendadak air muka Hoan Pek Giok berubah hebat, dengan nada mendongkol serunya :
"Hmm, apakah kalau aku tidak terluka, lantas kau tidak mau datang menjenguk diriku?"
Habis berkata ia segera jatuhkan diri kedalam pembaringan dan menangis tersedu-sedu, bahunya turun naik tiada hentinya menandakan betapa sedihnya hati gadis itu.
Gong Yu adalah seorang pemuda tampan yang paling takut melihat kaum gadis mencucurkan air mata, lagipula ia belum melupakan sama sekali rasa sayangnya terhadap dara itu, hanya saja berhubung saat ini keadaannya boleh dibilang sudah beristri maka ia tak berani bertindak gegabah apalagi punya pikiran lain.
Ketika dijumpainya Hoan Pek Giok menangis dengan begitu menyedihkan, dengan alis berkerut ia segera berjalan menghampiri sisi pembaringan, hiburnya dengan suara lembut:
"Adik Giok , sudahlah .... jangan menangis lagi aku bukan maksudkan begitu....."
"Bukan maksudkan bagaimana ? cepat katakan !" seru Hoan Pek Giok sambil memutar tubuhnya.
Gong yu takut ia terperangkap dalam urusan cinta lagi dengan perempuan lain, maka kata kata selanjutnya tidak sampai diutarakan keluar, dari pada kemudian hari terjadi perselisihan paham yang mengakibatkan kedua belah pihak sama sama tak enak. Tiba-tiba Hoan Pek Giok mendongak dan tertawa keras, suaranya nyaring laksana beribu-ribu buah keleningan yang berbunyi berbarengan, setelah itu dengan nada mengejek serunya :
"Hey pendekar tampan berbaju hijau yang katanya seorang manusia gagah yang telah menggetarkan dunia persilatan, aku benar benar ikut merasa sedih kepadamu karena kau tidak mempunyai kebebasan untuk berbicara mengikuti suara hati sendiri !"
Sekilas rasa gusar berkelebat diatas wajah Gong Yu, tanpa mengucapkan sepatah kata pun ia segera putar badan dan berlalu.
Sekali enjotkan badannya Hoan pek Giok menghadang jalan perginya, sambil menarik ujung baju si anak muda itu ujarnya dengan wajah penuh senyuman paksaan :
"Engkoh Yu, aku toh sedang bergurau dengan dirimu, kenapa kau jadi serius dan hendak pergi ?"
Bicara sampai disitu ia merandek sejenak, kemudian terusnya;
"Tahukah kau betapa parahnya luka yang diderita orang ? mungkin tidak lama lagi jiwanya bakal melayang tinggalkan bumi yang penuh dosa ini maka dari itulah secara diam diam aku telah mencuri keluar sepengetahuan ibuku, tujuanku tidak lain hanya ingin berjumpa sekali lagi dengan dirimu.... engkoh Yu, apakah kau tidak mengasihani diriku ?"
Ucapan menyedihkan membuat orang merasa ikut pedih dan sedih, kegenitan serta kelincahannya sama sekali tidak nampak lagi. Gong Yu bukanlah orang lelaki yang berhati baja serta tahan terhadap segala macam rayuan perempuan, mendengar perkataan yang mengibakan hati, kekerasannya kontan leleh dan tak tahan ia segera memeluk tubuh Hoan Pek Giok kencang kencang.
Kata-kata hiburan mana yang jauh lebih manjur daripada dekapan lengan lelaki yang kuat dan keras? nona Hoan Pek Giok bu?kan saja tidak menangis lagi, bahkan senyuman mulai menghiasi bibirnya.
Ia sadar bahwa kesempatan yang ia dapatkan hanya singkat dan sebentar saja, ia harus menggunakan kesempatan yang paling berharga ini untuk memperoleh kesenangan serta kepu?asan.
Sebaliknya bagi Gong Yu sendiri, dia mempunyai cara berpikir yang lain. Sejak semula ia telah menduga bahwa ayah dari Hoan Pek Giok kemungkinan besar adalah ayah mertuanya Lie Kie Hwie, ia menduga gadis itu pastilah hasil hubungan antara mertuanya dengan Siluman rase berwajah bunga To.
Oleh sebab itu dengan menggunakan kesem?patan yang sangat baik ini dia ingin menyelidiki dimanakah ayah mertuanya ditawan, hingga suatu ketika ia bisa menyelamatkan jiwa Lie Kie Hwie dari siksaan serta penderitaan....
Oleh sebab itulah dengan menggunakan dalih tersebut ia segera berusaha membaiki Hoan Pek Giok disamping perlahan lahan mengorek keterangan yang berharga dari mulut gadis ini.
Si anak muda itu sadar, andaikata ia gunakan sedikit kelebihannya untuk mendapat tahu tempat serta keadaan dari mertuanya, kete?rangan itu akan sangat bermanfaat bagi usahanya untuk menyelamatkan orang dikemudian hari.
Sebaliknya Hoan Pek Giok sendiri yang termasuk gadis romantis dan bernapsu besar, ia punya maksud untuk lebih memperangkap si anak muda itu kedalam pelukannya dengan rasa cinta yang lembut dan hangat, ia berusaha menjebak Gong Yu sehingga berhasil merampas dirinya dari tangan Lie Wan Hiang.
Dengan adanya beberapa alasan itulah, untuk beberapa saat lamanya dalam kamar itu terjadi perang cinta yang benar benar romantis serta membuat hati orang jadi berdebar.
Dikala kedua orang itu sedang saling berciuman dengan hangatnya itulah mendadak pintu kamar dibuka orang disusul munculnya sesosok bayangan hijau dalam ruangan tersebut.
Orang itu memandang sekejap kearah Gong Yu serta Hoan Pek Giok yang sedang dimabok asmara diatas pembaringan, kemudian berseru tertahan dan sambil menutupi wajah sendiri lari meninggalkan tempat itu.....
Kebetulan Gong Yu pun sedang melirik kearah pintu, tatkala menyaksikan siapakah orang tadi, ia berseru kaget, cepat badannya mela?yang turun dari atas pembaringan dan segera mengejar keluar.
Siapa sangka baru saja ia melompat turun dari atas pembaringan, tiba-tiba pintu ditutup orang dan kemudian dikunci dari luar.
Gong Yu jadi semakin gelisah, ia berputar kesana kemari dalam ruangan itu, tingkah lakunya amat cemas dan tergopoh-gopoh.
Apa sebabnya begitu, tak lain karena orang yang dijumpainya sedang mengintip kedalam kamar tadi bukan lain adalah kekasihnya Lie Wan Hiang.
Bukankah Lie Wan Hiang berada didalam rumah penginapan yang lain dikota Gak yang, darimana dia bisa tahu kalau dirinya berada di tempat ini?
Didalam keadaan yang gelisah bercampur bingung, tiada kesempatan baginya untuk berpikir lebih jauh, hawa sakti Thay Sie Han Thian sinkangnya segera disalurkan keluar, sekali hantam pintu itu segera ambrol bagaikan kayu lapuk.
Hoan Pek Giok dengan sebat menubruk ke depan, maksudnya hendak memeluk pinggang si anak muda itu namun tidak berhasil.
Laksana kilat si pendekar tampan berbaju hijau meloncat keluar dari kamar dan berkelebat kearah depan, namun ia sudah tidak nampak bayangan dari Lie Wan Hiang lagi.
Gong Yu semakin gelisah, buru buru ia lari naik keatas sebuah loteng tinggi yang ada didekat sana, dari situ ia saksikan sesosok bayangan manusia sedang lari dengan kencangnya menuju kearah Selatan.
Jarak tempat itu dengan tempat dimana ia berada saat ini kurang lebih terpaut lima enam puluh tombak, tanpa berpikir lagi Gong Yu segera berkelebat kearah mana untuk menyusul kekasihnya.
-ooodOwooo- Bab 29 DALAM pada itu Lie Wan Hiang seorang gadis yang mempunyai perasaan cemburu yang sangat besar, ketika menyaksikan dengan mata kepala sendiri engkoh Gong Yu yang dicintainya selama ini ternyata main cinta dengan perempuan lain diluar sepengetahuan dirinya segera merasakan batinnya terpukul keras, bisa dibayangkan betapa sedih dan hancurnya hati perempuan ini....
Sambil menutupi wajahnya dan menangis terisak ia lari kearah luar, dalam anggapannya Gong Yu pasti akan mengejar dari belakang untuk minta maaf.
Siapa sangka ketika ia berpaling dan dijumpainya pintu kamar malah terkunci rapat-rapat ia semakin sedih, dalam sangkaan dara ini kekasihnya sudah berubah hati, setelah mendapatkan yang baru telah melupakan yang lama.
Hawa gusar kontan memuncak setinggi langit, dengan hati panas karena cemburu dan hancur luluh karena sedih, dia makin percepat larinya keluar.
Pada dasarnya ilmu meringankan tubuh yang dia miliki memang amat sempurna, dalam sekejap mata dara tersebut sudah berada kurang lebih lima enam puluh tombak jauhnya. Menanti Gong Yu mengejar keluar, gadis ini sudah berada semakin jauh lagi. Meskipun ilmu meringankan tubuh yang dimiliki si anak muda itu jauh lebih tinggi dari sumoaynya, tapi itupun ada batas. Untuk sesaat ia tak sanggup menyusul dara tersebut.
Sedang dalam pikiran Lie Wan Hiang ia menganggap Gong Yu sama sekali tidak pikirkan dirinya didalam hati, sumpah setia yang pernah diucapkan dihadapannya dahulu tidak lebih hanya palsu belaka.
Mendadak ia teringat kembali akan pernyataan yang pernah diutarakan Gong Yu tempo dulu dimana dikatakan bahwa si anak muda itu akan meniru cara toa suhengnya untuk mengambil dua orang gadis sebagai istrinya.
Ia lantas menduga bahwa kekasihnya memang sudah lama mempunyai hubungan gelap dengan perempuan rendah yang tak tahu malu itu hanya kejadian ini berhasil mengelabuhi dirinya.
Makin dipikir ia merasa semakin gusar, karena itu gerakan tubuhnya pun semakin cepat laksana samberan kilat.
Mendadak satu ingatan berkelebat dalam benaknya, ia ingin berdiri diatas puncak bukit itu dan bertanya kepada Thian...... benarkah dalam kolong langit terdapat cinta yang sejati ?
Sepeminum teh kemudian ia sudah berdiri kaku diatas puncak bukit tersebut.
Memandang awan putih yang tebal diangkasa Lie Wan Hiang mendepak depakkan kakinya keatas tanah sambil menjerit lengking ;
"Ooooooh Thian..... Ooooooh Thian......mengapa nasib dari aku Lie Wan Hiang demikian jelek dan menderitanya."
Tiba-tiba batu cadas diatas bukit bergelindingan kebawah, tanah dimana gadis itu berpijak mendadak merekah jadi beberapa bagian, diiringi suara gempuran yang amat dahsyat dan jeritan lengking yang menyedihkan hati, tubuh Lie Wan Hi?ang bersama runtuhan tanah dan batu itu bersama-sama jatuh kedalam jurang yang tak terhingga dalamnya.
Rupanya dalam keadaan sedih Lie Wan Hiang telah mengerahkan segenap kekuatan hawa sakti "Koe-Lie Sinkang"nya kebawah kaki, karena itu depakannya tadi benar-benar mendatangkan kekuatan yang maha dahsyat sehingga akibatnya tanah bukit jadi merekah dan runtuh kedalam jurang.....
Bagaimana nasib Lie Wan Hiang yang terjatuh kedalam jurang yang tak terkirakan da?lamnya itu ? Baiklah untuk sementara waktu kita tinggalkan dulu.
Dalam pada itu si pendekar tampan berbaju hijau Gong Yu masih mengejar terus kearah depan dengan sepenuh tenaga, mendadak seso?sok bayangan hijau berkelebat lewat dihadapannya, sebatang senjata rotan Tiang Coen Teng dengan sebat menggulung kearah pinggang si anak muda itu.
Gong Yu yang cemas bercampur gelisah sama sekali tidak mengadakan persiapan terhadap datangnya serangan bokongan itu, seluruh perhatian serta tenaganya hanya dipusatkan ke arah Lie Wan Hiang sambil berlari tiada hentinya ia meneriakkan nama Wan-moay.
Oleh sebab itu tidak ampun lagi, tubuhnya segera terguling oleh senjata lawannya.
Gong Yu menjerit kaget, dengan cepat ia mendongak dan memandang kearah orang yang berusaha melancarkan serangan kearahnya.
Tampak sesosok bayangan manusia berkelebat lewat, muncul Tiang Coen Siancu sambil tertawa cengar2.
"Oooh adik Gong Yu yang ganteng, kenapa sih kau ter-buru2? kalau memang moay su?dah tak sudi dengan dirimu, bukankah disini masih ada seorang cici yang bersedia melayani dirimu setiap saat dan setiap detik?"
Sepasang alis Gong Yu kontan berkerut, sambil meraung gusar makinya:
"Perempuan siluman, jangan bersikap kurang ajar dihadapanku!"
Sambil berkata hawa sinkangnya segera disalurkan kearah dua jari telunjuk dan jari tengahnya, kemudian sekali tekan senjata rotan Tiang Coen Teng yang ampuh dan sukar dibacok patah oleh bacokan senjata mustika itu tahu2 sudah patah jadi dua bagian.
Dalam keadaan begini ia ogah untuk banyak bicara, setelah melotot sekejap kearah Tiang Coen siancu yang sedang berdiri tertegun dengan wajah kaget itu, dengan pandangan gusar, buru buru ia berlalu dari tempat itu....
Karena gangguan inilah jarak antara dia dengan Lie Wan Hiang terpaut semakin jauh, beberapa saat lamanya ia berputar putar di atas gunung tanpa berhasil menemukan bayangan tubuh dara itu, yang nampak hanya gandum yang memenuhi seluruh ladang.
Memandang lautan gandum yang berwarna kuning keemas emasan, pendekar tampan berbaju hijau hanya bisa berdiri termangu-mangu.
Beberapa orang petani berjalan lewat disisinya namun ia sama sekali tidak merasanya.
Para petani itu sendiri pun sama sama merasa tercengang, apa anehnya dengan tanaman gandum yang mulai masak itu? oooh... mungkin siangkong muda yang berwajah tampan ini baru pertama kali ini mengunjungi desa.... pikir mereka hampir berbareng.
Seorang nyonya tua datang menghampirinya sambil membawa seuntai gandum yang telah masak, seraya angsurkan benda itu kehadapannya, terdengar ia berkata: "Siangkong, ambillah benda ini sebagai tanda mata!"
Seruan itu menyadarkan Gong Yu dari lamunannya, segera ia menggeleng dan perlahan lahan berlalu dari situ.
Sementara itu sang surya telah condong di ufuk sebelah barat, sedang didepan adalah sebuah dusun kecil, terpaksa ia masuk kedalam dusun untuk menangsal perut. Kembali pikirnya dalam hati :
"Jangan-jangan dia telah kembali kekota Gak-yang ?"
Dengan watak Lie Wan Hiang yang keras kepala, tidak mungkin ia bisa mengambil tin?dakan tersebut, tapi ia berharap apa yang diduganya adalah benar.
Berpikir demikian akhirnya dengan menem?puh remang-remang cuaca disenja hari itu ia balik kekota Gak yang. Dua jam kemudian sampailah ia ditempat tujuan.
Tatkala pintu kamarnya dibuka... ia jumpai Hoan Pek Giok berbaring diatas tempat tidurnya, bahkan dengan suara manja sedang ber?seru :
"Engkoh Yu, sedari tadi aku telah menduga bahwa kau pasti akan kembali kemari!"
Suatu masalah yang mencurigakan !! pikiran ini dengan cepat muncul dalam benak si anak muda itu, pikirnya didalam hati:
"Darimana nona Hoan ini bisa tahu kalau kamar ini adalah kamar yang kupesan ? Dari mana pula adik Wan bisa tahu kalau aku sedang berada dikamarnya Hoan Pek Giok dirumah penginapan yang lain ? Disamping itu nenek tua yang memberi kabar kepadaku jelas adalah seorang jago Bulim yang berkepandaian lihay, bukankah jelas perbuatan mereka ini sedang menjalankan satu siasat busuk ?"
Ingatan tersebut laksana kilat berkelebat dalam benaknya, sebat ia cengkeram lengan Hoan Pek Giok, dengan sorot mata yang buas hardiknya :
"Budak sialan, mimpipun aku tak pernah menyangka kalau perbuatanmu demikian keji dan tak tahu malu, tak kunyana kau bisa menggunakan siasat semacam ini untuk merusaki hubunganku dengan adik wan... aku benci melihat tampangmu lagi, aku ingin sekali menginjak dirimu sampai mati seperti aku menginjak mati semut diatas tanah....hatimu terlalu keji dan telengas, sejak kini aku tak sudi bertemu lagi dengan dirimu, lebih baik sekarang juga kau enyah dari sini !"
Berbareng dengan diutarakannya kata "Enyah", ia cengkram tubuh Hoan Pek Giok kemudian melemparkannya keluar kamar. Blaaaam ... pintu kamar segera ditutup keras keras.
Rumah penginapan tersebut adalah rumah penginapan terbesar serta teramai dikota Gak yang, para tetamu yang menginap disitu kebanyakan adalah kaum pedagang kaya, hartawan atau orang-orang terpelajar, jarang sekali ter?jadi kegaduhan disitu.
Kini setelah mendengar suara gaduh yang santer, para tetamu yang menginap dikamar sekitar sana sama-sama melongok keluar, ketika dilihatnya seorang gadis cantik telah dilemparkan seseorang keluar dari kamar, dengan pandangan tercengang dan tak habis mengerti mereka sama-sama menatap kearah gadis itu.
Bisa dibayangkan betapa malu dan terhinanya Hoan Pek Giok saat itu, belum pernah ia temui penghinaan sebesar ini, sambil merangkak bangun dari atas tanah, makinya dengan penuh kebencian :
"Manusia she Gong, kau tak usah berlagak sok, suatu hari aku pasti akan membalas dendam sakit hati pada saat ini !"
Sehabis berkata ia enjotkan badan laksana segulung asap putih berkelebat lenyap dari situ.
Tindakannya ini tentu saja mengejutkan para tetamu yang ada disekitar situ, mereka sama-sama menjerit tertahan dan pelbagai dugaanpun berkumandang simpang siur.
Ada yang mengatakan bahwa gadis itu kemungkinan besar adalah jelmaan dari siluman rase.
Ada pula yang mengatakan bahwa siangkong didalam kamar adalah jelmaan dari Phoa An yang ganteng, karena itu siluman rase pun sampai terpikat oleh kegantengannya.
Dalam pada itu Gong Yu yang berada da?lam kamar merasa amat tidak tenteram, ia selalu gelisah dan cemas.
Begitulah sehari Lie Wan Hiang tidak ber?hasil ditemukan sehari pula ia merasa tersiksa, makan tak enak tidurpun tak nyenyak....
Sebulan telah lewat dengan cepatnya, namun bayangan dari Lie Wan Hiang belum juga kunjung datang.
Akhirnya ia pindah kesebuah kota kecil di dekat gunung Mo Co San atau bukit dimana Lie Wan Hiang melenyapkan diri, setiap hari kerjanya hanya berputar putar didaerah sekitar tempat itu.
Sekejap mata bulan Tiong-Chiu telah menjelang tiba lagi ...
Saat itu dalam dunia persilatan telah muncul kembali manusia manusia bermantel hitam yang melakukan pembunuhan pembunuhan brutal dimana mana....
Semua jago serta orang gagah yang pernah menghadiri pertemuan puncak para jago di gunung Su-Hoang-san dahulu, telah menemui ajalnya semua dalam keadaan mengerikan.
Suatu pagi para toosu dari partai Bu-tong tiba-tiba menemukan batok kepala Hian Cing Tootiang, ciangbunjien mereka tergantung disebuah pohon besar dekat telaga pelepas senjata.
Diikuti Thian Hong sang-jien, ketua dari partai Siauw-lim pun ditemui mati karena kulit tubuhnya dibeset orang.
Diikuti si Dewa Arak dari istana langit Lauw Bong Ling, salah satu diantara lima manusia aneh dari kolong langit dipotong sepasang kakinya diatas loteng Oei-Hok-Loo, matanya dicukil keluar dan matinya dalam ke?adaan mengenaskan sekali.
Sejak itu para jago dari kalangan lurus terancam keselamatannya, setiap saat kemungkinan besar jiwa mereka dicabut oleh manusia tak dikenal yang muncul secara ti?ba tiba disekitar mereka.
Yang aneh kabar berita mengenai si pendekar tampan berbaju hijau serta Lie Wan Hiang sama sekali lenyap tak berbekas. Diantara para jago sudah tentu orang yang paling menguatirkan keselamatan mereka ada?lah Hoo Thian Heng si sastrawan berbaju biru serta Poei Hong si iblis cantik berwajah ri?ang.
Dalam suatu perundingan antara suami isteri itu, mereka anggap untuk mengawasi situasi yang serba kritis pada saat ini adalah menemukan kembali terlebih dahulu kedua orang muda mudi itu.
Karena hanya mereka berdualah yang sang?gup mengawasi serta menyelesaikan pembunuh-pembunuh brutal itu.
Setelah lama berpikir akhirnya Hoo Thian Heng berkata:
"Bila Gong Yu sute dapat bekerja sama dengan Lie Wan Hiang sumoy maka dikolong langit tiada seorang manusiapun yang akan sanggup menandingi mereka, dalam hal ini jelas kita boleh berlega hati. yang kukuatirkan adalah dalam melakukan perjalanan bersama itu karena sama-sama muda dan berdarah panas dalam suatu ketika mereka tak kuat menahan diri dan mengakibatkan kehamilan, dalam keadaan begini mereka malu untuk berjumpa lagi dengan para kerabat sehingga kemungki?nan besar mengasingkan diri ke tempat yang terpencil. Karena sebab sebab itulah hubungan mereka dengan kaum Bu-lim jadi terputus dan mereka sama sekali tidak sadar bahwa dunia persilatan telah terancam kehancuran."
"Apa yang kau pikirkan sudah tentu sangat beralasan," sahut Poei Hong istrinya setelah berpikir sebentar. "Cuma saja...menurut penglihatanku mungkin peristiwa yang telah terjadi tidak segampang itu, kau harus tahu bahwa kedua orang itu secara resmi boleh dibilang sudah menjadi suami istri. Rasanya mereka tak usah mengambil tindakan semacam itu, andaikata sumoay memang benar benar sudah hamil, justru yang kutakuti adalah pengalaman yang masih cetek itu, meskipun kepandaian silat yang dimiliki luar biasa sekali, tapi masih ada kemungkinan mereka ditunggangi oleh manusia2 tak bertang?gung jawab."
Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar, Hoo Thian Heng segera merasakan sesuatu yang tidak beres, dengan hati gelisah dan ce?mas katanya:
"Hujien! lalu apa yang harus kita lakukan? apa daya kita sekarang?"
Sembari berkata ia berjalan bolak balik da?lam ruangan, kadang kala tangannya menggaruk garuk kepala yang tidak gatal.
Siauw Bin Loo sat Poei Hong tidak tega menyaksikan suaminya menunjukkan kegelisahan yang tak terhingga, ia menghibur:
"Eeei... aku toh hanya menduga belaka? buat apa kau tanggapi dengan demikian serius."
Hoo Thian Heng gelengkan kepala dan menghela napas panjang.
"Secara tiba2 muncul suatu perasaan yang tidak enak dalam hati kecilku, aku lihat kemungkinan besar apa yang telah terjadi benar-benar seperti apa yang hujien duga barusan."
Ia merandek sejenak, lalu terusnya: "Besok pagi aku akan mempersiapkan diri berangkat ke selatan untuk melakukan penyelidikan!"
"Saat ini kaum sesat dan bayangan iblis merajalela dimana mana, siluman rase kaum kerabat tikus mencari keuntungan diair keruh, apakah kau hendak bertindak dengan begitu gegabah? Kau harus tahu bahwa dirimu saat ini adalah ayah dari enam orang anak, kalau kau ingin pergi sudah sewajarnya kalau kita berangkat bersama, agar dalam keadaan perlu kita bisa saling membantu."
"Ooooh Hongmoay, kau benar benar sangat baik!" seru Hoo Thian Heng dengan penuh rasa berterima kasih, sekali tarik ia peluk tubuh istrinya kencang kencang.
Sambil tersenyum Poei Hong menyandarkan diri dalam pelukan suaminya, ia berkata lirih.
"Besok, bukan saja aku akan menemani dirimu berangkat keselatan, alangkah baiknya kalau kita berangkat dengan menyaru, dengan demikian musuh ada dalam terang sedang kita dalam kegelapan, keadaan begini jauh lebih mudah bagi kita untuk bekerja."
Beberapa hari kemudian diantara jalan raya yang menghubungkan propinsi Ouw lam dan Ouw pak muncul sepasang suami istri tua.
Sang kakek berdandan seorang guru desa, logat serta nada ucapannya penuh dengan kata2 sastra.
Sedang yang perempuan rupanya rada tuli, orang lain mengatakan urusan apapun ia selalu berlagak tidak mendengar.
Manusia2 dengan dandanan seperti ini su?dah tentu tak akan menarik perhatian orang.
Dengan lancar tanpa menemui rintangan apapun Hoo Thian Heng serta istrinya berha?sil keluar dari propinsi Ouw lam.
Dengan secepatnya pula mereka berdua berhasil menemukan rumah penginapan yang pernah dihuni Gong Yu serta Lie Wan Hiang didekat telaga Tong Teng Ouw. Ketika saatnya dihitung ternyata waktu itu adalah bulan enam tanggal dua puluh tiga.
Diikuti mereka berduapun berhasil menemukan rumah penginapan yang pernah dihuni sepasang muda mudi itu dikota Gak yang, bah?kan merekapun mendengar kisah mengenai terjadinya gangguan siluman rase.
Menurut laporan dari pelayan rumah penginapan itu, pemuda she Gong tersebut selama sebulan lebih tinggal terus disitu, waktu datang mereka datang sepasang, tapi waktu pergi, ternyata hanya seorang diri.
Setelah mendengar berita ini, sedikit banyak Hoo Thian Heng serta Poei Hong merasa berlega hati, mereka menduga pastilah sepasang muda mudi itu sudah cekcok lagi sehingga berpisah satu sama lainnya.
"Aku berani menduga orang yang berlalu lebih dahulu pastilah Lie Wan Hiang" kata Hoo Thian Heng kepada istrinya dengan nada me?yakinkan.
Tapi kemanakah perginya Lie Wan Hiang? Mereka berdua sama sama merasa murung dan kesal.
Maka pencarian besar besaran didaerah sekitar seratus li disekeliling kota Gak yang pun dilakukan oleh Hoo Thian Heng beserta istrinya.
Beberapa hari kemudian, akhirnya diatas puncak gunung Moe Co san mereka temukan sapu tangan yang biasanya digunakan oleh sumoay mereka.
Poei Hong merasa yakin bahwa saputangan itu adalah milik Lie Wan Hiang, karena sering kali ia jumpai dara itu mempermainkan benda tersebut dikala mereka sedang berjumpa.
Diikuti merekapun temukan permukaan tanah yang merekah dan longsor kedalam jurang. Maka kedua orang itu lantas berpikir: "Jangan-jangan Wan Hiang sumoay ambil keputusan pendek dan terjun kedalam jurang untuk bunuh diri? atau mungkin mereka terdesak oleh musuh yang tangguh hingga mundur kesini dan akhirnya terjeblos kedalam jurang?"
Dalam suatu penyelidikan yang dilakukan dengan seksama disekeliling tempat itu, mereka sama sekali tidak temukan tanda tanda pernah terjadinya suatu pertempuran, karena itu kemungkinan kedua sudah seharusnya dicoret dari benak mereka.
Dan tidak usah disangsikan lagi, jelas kemungkinan terjun sendiri kedalam jurang jauh lebih besar.
Untuk membuktikan kebenaran dari dugaan mereka ini Hoo Thian Heng serta Poei Hong menuruni sendiri bukit tersebut untuk mencari fakta.
Dibawah tebing tadi merupakan sebuah lembah yang terpencil digunung Moe Co-san, alang alang setinggi dada manusia tumbuh dengan suburnya disekeliling tempat itu, dengan kerahkan ilmu meringankan tubuh mereka tiba didasar selat tersebut.
Sedikitpun tidak salah, diantara semak belukar yang rimbun mereka temukan adanya tanda-tanda bahwa pernah ada seseorang terjatuh di sana. Hal ini semakin meyakinkan dugaan kedua orang itu.
Tapi, seandainya ia benar2 telah mati terjatuh dari atas bukit, lalu dimanakah jenasahnya? Kenapa tidak ditemukan?
Siauw Bin Loo sat si iblis wanita berwajah riang Poei Hong tak dapat menahan rasa sedih yang mencemak hatinya, air mata jatuh bercucuran membasahi seluruh wajahnya.
Sastrawan berbaju biru Hoo Thian Heng pun hanya dapat menghela napas panjang, sambil menggandeng tangan istrinya per-lahan2 ber?lalu dari selat tersebut.
Dengan langkah yang limbung dan kosong sampailah kedua orang itu disebuah dusun ke?cil dekat gunung Moe Co san, setelah mencari rumah penginapan mereka menuju kesebuah rumah makan untuk bersantap.
Tiba tiba... horden tersingkap dan berjalan masuk seorang pemuda sastrawan.
Begitu mengetahui siapakah pemuda itu, Poei Hong tak dapat menahan diri lagi, ia segera berseru kaget: "Adik Yu!!"
Kiranya pemuda sastrawan yang baru berjalan masuk kedalam kedai bukan lain adalah si Pendekar tampan berbaju hijau Gong Yu adanya.
Si anak muda itu merasa suara panggilan tadi sangat dikenal olehnya, segera ia berpaling, dijumpainya pada meja dihadapannya duduk sepasang suami istri yang telah lanjut usia.
Mula2 ia tertegun, belum sempat mengucapkan sesuatu patah kata Siauw Bin Loo sat telah maju menarik tangannya seraya menegur;
"Adik Gong Yu, sama terhadap cicimu sendiri pun sudah tidak kenal?"
Sastrawan berbaju biru Hoo Thian Heng pun tertawa terbahak-bahak.
"Haah. haah.... sute, kau rada kurusan dikit! Mari, mari kita teguk dahulu secawan dua cawan arak, persoalan selanjutnya kita bicarakan dalam rumah penginapan saja!"
Gong Yu tidak banyak mengucapkan perkataan, ia menuruti perkataan suhengnya dan duduk disitu sambil meneguk beberapa cawan arak, kemudian mengikuti kakak2 seperguruan kembali kerumah penginapan.
Kebetulan sekali mereka bertiga tinggal dalam rumah penginapan yang sama, maka suheng te itupun berkumpul jadi satu.
Suatu ketika Siauw Bin Loo sat berseru dengan nada keheranan :
"Adik Yu, kenapa kau menyembunyikan diri dalam dusun sekecil ini ? dimana adik Wan Hiang ? kenapa tidak kelihatan ?"
Gong Yu menghela napas panjang, setelah termenung sebentar diapun lantas membeberkan seluruh kejadian yang sebenarnya telah terjadi pada waktu itu tanpa tedeng aling2.
Selesai bercerita kembali dia menghela napas panjang, lalu menceritakan pula kisah perkenalannya dengan Hoan Pek Giok beberapa bulan berselang.....
Hoo Thian Heng serta Poei Hong yang mendengar kisah itu jadi kerutkan dahi masing-masing, kata mereka hampir berbareng :
"Sungguh tak kunyana kalau dibalik peristiwa ini masih terkandung duduk perkara yang begitu ruwet......."
"Pada waktu itu tujuanku hanya satu yaitu berusaha untuk mencari tahu kabar berita mengenai empek Lie, siapa tahu adik Wan Hiang sama sekali tidak memberi kesempatan bagiku untuk mengutarakan sepatah dua patah kata penjelasan !" ujar Gong Yu kesal, lalu meng?hela napas panjang, wajahnya sedih sekali.
"Sute!" ujar Hoo Thian Heng dengan alis berkerut. "Tahukah kau bahwa pada beberapa waktu terakhir dalam dunia persilatan telah terjadi penjagalan-penjagalan manusia secara brutal oleh manusia-manusia yang tak dikenal?"
Gong Yu gelengkan kepalanya tanda tidak mengerti.
Ternyata setiap hari baik cuaca terang atau pun ditengah hujan badai kerja si anak muda ini hanya berputar putar disekeliling bukit Moe Co San untuk mencari jejak Lie Wan Hiang, karena itu terhadap urusan dunia kang ouw dia sama sekali tidak ambil perhatian.
"Adik Yu !" kata Poei Hong dengan serius. "Suhu berdua telah menitipkan seluruh harapan mereka diatas pundakmu, mereka berdua berharap agar kau dapat menyelamatkan du?nia persilatan dari badai pembunuhan brutal, apa sebabnya kau malah melepaskan tugas serta kewajibanmu hanya disebabkan oleh persoalan cinta kasih antara muda mudi ? apakah perbuatanmu ini tidak berarti telah melalaikan jerih payah suhu berdua ?"
Ditatapnya wajah Gong Yu yang tersipu-sipu dan tertunduk rendah itu tajam tajam, kemudian sambungnya lebih jauh:
"Sekarang aku hendak beritahukan satu kabar berita yang mengejutkan hati kepadamu. Tahukah kau bahwa semua pemimpin Bu-lim dari kalangan lurus yang pernah menghadiri pertemuan puncak para jago diatas gurung Su-hong-san pada bulan enam tanggal lima belas yang lalu telah mati binasa semua dibunuh oleh pengikut pengikut perkumpulan Yoe-Leng Kauw, Hian Ching Too-tiang ketua partai Bu-tong kehilangan batok kepalanya, Thian Hong Sang-jien Ketua partai Siauw lim dibeset kulitnya oleh orang, Dewa arak dari istana langit Lauw Bong Ling dicukil matanya dan dipotong sepasang kakinya mati mengenaskan di loteng Oei-Hek-Loo dan sisanya tak usah dikatakan lagi.... aaai! sampai sekarang entah masih terdapat berapa banyak jago dari kalangan lurus yang menemui ajalnya? Sute, mulai saat ini harus memikirkan keselamatan dunia persilatan, kobarkanlah kembali semangat perjuanganmu!!"
Gong Yu tidak menyangka kalau dalam jangka waktu dua bulan yang teramat singkat, dalam dunia persilatan telah terjadi peristiwa2 yang begitu mengenaskan, dalam hati dia lantas berpikir :
"Andaikata antara aku dengan adik Wan ti?dak sampai terjadi kesalah pahaman semacam ini hingga mengundurkan diri dari dunia persilatan tidak nanti bakal terjadi peristiwa yang begini mengenaskan....."
Berpikir sampai disini, tanpa terasa keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya, ia segera berseru :
"Ucapan suci telah menyadarkan diri siauwte dari impian jelek, mulai saat ini aku pasti akan mengiringi suheng dan suci untuk menyapu lenyap sisa sisa kaum iblis yang bertindak brutal dalam dunia persilatan, sedangkan me?ngenai persoalan Wan-moay, lebih baik biar diputuskan sendiri oleh suhu !"
"Suteku yang baik," sahut Hoo Thian Heng, "memang sudah sepantasnya kau bersikap begini sejak semula !"
Bagaimanakah tindakan pendekar tampan berbaju hijau selanjutnya setelah terjun kembali kedalam dunia persilatan ? Baiklah untuk sementara kita tinggalkan lebih dahulu.
Dalam pada itu si pelancong yang suka berkelana Suma Boe yoet dengan membawa putri kesayangan Suma Ci-Yan berdiam beberapa saat lamanya dikota Thiang sah, seringkali mereka jumpai ada orang secara diam diam mengintai serta mengawasi gerak gerik mereka.
Sebagai seorang pendekar kawakan yang sudah banyak pengalaman dalam dunia persilatan, ia segera tingkatkan kewaspadaannya, orang tua ini berusaha menghindarkan diri terus menerus, hal ini bukan disebabkan karena ia takut sebaliknya demi keselamatan putri kesayangannya.
Tidak selang beberapa saat kemudian secara beruntun ia mendengar beberapa buah kabar yang menyedihkan, disamping ia menyedihkan kematian sahabat karibnya si dewa arak itupun mulai mengawatirkan keselamatan para jago dari kalangan lurus.
Suma Ci-Yan sendiri setiap hari murung dan tidak senang hati, sebagai orang tua yang mengerti keadaan putrinya tentu saja suma Boe Yoet pun tahu bahwa anak gadisnya sedang memikirkan engkoh Gong Yu-nya. Oleh sebab itu dia berharap dapat berjumpa muka sekali lagi dengan pemuda tersebut karena terhadap si anak muda ini diapun merasa amat gembira, ia berharap bisa pungut orang itu sebagai menantunya.
Suatu hari ketika ditengah hari baru saja lewat, tanpa sadar ayah dan anak dua orang telah memasuki bukit Moe Co san, setelah menaiki bukit tersebut tiba2 dari hadapan mereka menyongsong datang seorang lelaki kekar berwajah bengis, orang itu langsung berjalan menerjang kearah mereka berdua.
Si Pelancong yang suka Berkelana tidak ingin menimbulkan gara2, maka ia segera mengegos kesamping untuk berkelit.
Tapi Suma Ci Yan yang berjalan dibelakangnya tidak bermaksud demikian hampir saja ia tertubruk oleh orang tua.
Bisa dibayangkan betapa gusarnya dara ayu tersebut pada saat ini, ia segera mendengus dan memaki:
"Anjing bermata buta! Berjalanpun tidak berhati hati.. Hmm rupanya sudah bosan hi?dup!"
"Bosan hidup?" jengek lelaki itu dengan suara ketus. "Hmm ! aku lihat justru kalian berdualah yang sudah bosan hidup!"
Orang itu segera bertolak pinggang dan menunjukkan sikap serta tingkah laku yang sa?ngat jumawa.
Siauw Yauw Sangjien mengerutkan dahinya menyaksikan kejadian itu, tapi ia tetap bersabar diri, serunya :
"Yan jie, jangan cari gara-gara, mari kita pergi saja !"
Dengan hati mendongkol bercampur gusar Suma Ci-Yan berjalan meninggalkan tempat itu.
Belum jauh ia berlalu, secara lapat lapat didengarnya lelaki berwajah bengis itu sedang bergumam seorang diri :
"Menggali liang menjebak harimau, mema?sang umpan memancing ikan hiu... Hmm! dianggapnya gampang meninggalkan tempat ini? Hmm! manusia yang tak tahu diri..."
"Kau bilang apa?" bentak Suma Ci-Yan dengan penuh kegusaran.
"Siapa yang kumaksudkan, buat apa kau ikut campur?"
Suma Ci-Yan tak dapat mengendalikan diri lagi, dengan penuh kegusaran ia membentak, kemudian sekali enjot badan Plooook ! sebuah gaplokan keras telah bersarang diatas pipi lelaki itu membuat orang tadi meringis kesakitan.
Serangan yang dilancarkan Suma Ci-Yan barusan benar benar sangat aneh dan ampuh, lelaki berwajah bengis itu sama sekali tak berdaya untuk menghindarkan diri, diam diam hatinya bergidik.
Mendadak dari atas jalan gunung muncul dua orang dara muda, sambil berjalan datang mereka awasi kedua orang itu tajam2.
Begitu menjumpai kehadiran mereka berdua dengan sikap hormat lelaki itu segera menjura, katanya :
"Putri Bumi ! Budak sialan ini berani menggaplok pipi hamba !"
Kedua orang gadis itu datang menghampiri mereka, setelah melirik sekejap kearah Suma Ci-yan, dara yang berada didepan lantas menyahut :
"Sudah kulihat ! Apa salahnya kalau cuma satu gaplokan ? paling sedikit kita harus minta ganti sebuah lengannya untuk perbuatannya itu !" Sungguh kejam hati perempuan muda itu, walaupun kata katanya seram namun diutarakan tanpa emosi, tenang dan seolah olah sedang mengucapkan perkataan yang biasa.
Sementara dara itu sedang berbicara Suma Boe Yoet serta putrinya Suma Ci-Yan sama sama berdiri tertegun dengan wajah menampilkan rasa terkejut bercampur heran.
Ternyata sepasang gadis muda itu bukan saja pakaian serta potongan badannya saja bahkan raut wajah merekapun persis satu sama lainnya bagaikan pinang dibelah dua.
Hanya saja yang beda dara disebelah depan berwajah riang dan selalu tersenyum sebaliknya dara yang ada disebelah belakang berwajah kusut dan bermata sayu.
Itu masih belum cukup mengherankan, yang lebih aneh lagi ternyata kedua orang itu mirip sekali dengan adik seperguruan dari pendekar tampan berbaju hijau yang bernama Lie Wan Hiang.
Terhadap dara ayu dihadapannya ingatan Suma Ci-Yan masih baru, sebab belum lama berselang dia pernah dipelototi oleh gadis itu dengan pandangan bermusuhan, karena itu setelah tertegun ia berbalik jadi girang.
Dalam anggapannya pendekar tampan berbaju hijau pasti ada disekitar tempat ini dan sebentar kemudian pasti menyusul kesana. Ia berharap bisa berjumpa kembali dengan si anak muda itu.
Sementara itu terdengar gadis yang ada di sebelah depan telah berkata kembali dengan suara merdu:
"Siapa yang telah menghajar siangcu peronda kami Chee Thong it ? lebih baik tebas sendiri lengan yang dimilikinya!"
Selesai berkata ia berpaling kearah dara ayu yang berada dibelakangnya lalu bertanya:
"Adik Kim-Ciat (Istana emas), bukankah begitu ?"
Gadis yang disebut putri istana emas itu memandang keujung langit dengan pandangan sayu dan murung, lalu mengangguk. "Benar!"
0o0dw0o0 Jilid : 21 SUMA CI-YAN semakin terkejut bercampur tercengang dibuatnya, dalam hati dia lantas berpikir:
"Ooh ... kiranya mereka bukan adik seperguruan dari engkoh Yu, sebaliknya adalah putri istana emas dan putri bumi. Tapi ... sungguh aneh sekali, tak kunyana dikolong langit terdapat manusia yang berwajah begitu mirip satu sama lainnya ..."
Belum habis dia berpikir, putri bumi telah berkata kembali dengan suaranya yang merdu:
"Heei ... dimana keberanianmu seperti se?dang menghantam orang tadi ? Kenapa tidak kelihatan ?"
Suma Ci-Yan bukanlah lampu lentera yang kehabisan minyak, mendengar ucapan itu ia segera mendengus.
"Hmm, kau anggap dengan kepandaianmu mampu untuk memaksa aku berbuat demikian?"
Putri Bumi tertawa merdu.
"Adik Istana emas, lebih baik kau saja yang bereskan dayang tak tahu diri ini!"
Putri Istana emas mengiakan, entah bagaimana gerakan tubuhnya tahu2 jarak sejauh dua tiga tombak ditempuh dalam sekali kelebatan saja.
Menyaksikan kelihayan lawan, air muka Suma Boe Yoet berubah hebat, pikirnya:
"Ilmu silat yang dimiliki kedua orang dara ini benar2 sangat lihay, Yan-jie pasti bukan tandingan mereka."
Menyadari akan hal ini maka dia segera menggenjotkan badannya mendahului gerakan putrinya, sambil mengelus jenggot ia mendongak dan tertawa ter-bahak2.
"Haaah... haaah.. haaah... dalam peristiwa yang telah terjadi barusan, kedua belah pihak sama2 bersalah, bagaimana kalau seandainya loohu Suma Boe Yoet minta maaf kepada nona berdua?"
Putri Istana emas masih termenung seolah olah sedang mempertimbangkan ucapan itu sebaliknya Putri Bumi yang berada disisinya telah mendengus dingin.
"Hmmm, sejak semula nonamu sudah tahu kalau kau adalah si pelancong yang suka berkelana, justru karena itulah sengaja kami memasang jebakan diatas bukit ini sambil menanti hasil buruan kami masuk perangkap !"
Maksud ucapan itu sudah amat jelas sekali yaitu kedatangan mereka memang sengaja untuk mencari gara2.
Suma Boe Yoet segera berpikir dalam hatinya :
"Eeei ... jangan2 pembunuhan2 berdarah yang berlangsung selama ini dalam dunia persilatan adalah permainan setan dari kedua orang budak ini ?"
Berpikir demikian tanpa sadar hatinya jadi bergidik, cuma saja perasaan itu tidak sampai diutarakan pada wajahnya, kembali dia berkata :
"Nona berdua, kalau memang kau memaksa terus agar loohu berkelahi dengan kalian, bagaimana kalau kalian beri kesempatan lebih dahulu kepada diriku agar loohu berbicara beberapa patah kata dengan putriku ?"
Putri Bumi tertawa bangga, dengan nada setengah mengejek ia serunya : "Hey kakek tua Bangka, kau benar2 tahu diri, emangnya ini hari kau bakal pulang kedunia barat, sudah sepantasnya kalau tinggalkan pesan lebih dahulu kepada keturunanmu !"
Suma Ci Yan mengerutkan alisnya rapat2, ia ingin balas menyindir sedang dalam hati merasa keheranan, belum pernah ayahnya takut urusan semacam perbuatannya pada hari ini.


Sabuk Kencana Ikat Pinggang Kemala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi sebelum gadis itu sempat menyindir, terdengar Suma Boe Yoet telah memanggil dirinya, terpaksa ia menghampiri si orang tua itu:
"Yan jie," kata orang she Suma itu dengan suara lirih. "Perduli ayahmu bakal menang atau kalah dalam pertarungan nanti, kau harus berusaha melarikan diri dari bukit ini, siarkanlah kejadian yang kau temui pada hari ini ke seluruh kolong langit, disamping itu pergilah mencari si pendekar tampan berbaju hijau Gong Yu, mungkin dia bisa menolong kita, mengerti ? Kemungkinan besar kematian empek Lauw sekalian adalah hasil perbuatan dari kedua orang budak ini. Kalau kau tidak mau mende?ngarkan nasehatku maka kau bukan putriku lagi. Nah pergilah! Sekarang aku masih bisa menghalangi pengejaran mereka, tapi kalau sampai sudah bertempur, mungkin kesempatan bagimu untuk meloloskan diri akan jauh semakin kurang !"
Suma Ci Yan yang mendengar ucapan itu hampir saja mengucurkan air matanya tapi ia tidak ingin menunjukan kelemahan dihadapan musuh, karena itu sekuat tenaga ditahannya.
Sejak dibesarkan belum pernah ia lihat ayahnya menunjukkan sikap serius macam ini hari, ia mulai menyadari bahwa kemungkinan besar kedua orang gadis ini sukar dihadapi, maka ia segera mengangguk.
Mendadak ia enjotkan badannya, laksana segulung bianglala merah laksana kilat tubuhnya melayang dari tengah kalangan dan lenyap dibalik hutan.
Mimpipun putri bumi tak pernah menyangka kalau Suma Boe Yoet si pelancong yang suka berkelana bisa melakukan tindakan tersebut, ia jadi naik pitam serunya ketus:
"Hmm, sungguh tak nyana lima manusia aneh dari kolong langit yang amat tersohor namanya dalam dunia persilatan ternyata adalah manusia yang takut mati, bukankah kau suruh putri kesayanganmu pergi mencari bala bantuan? Kukatakan kepadamu perbuatanmu itu akan sia-sia belaka. sebab datang satu mati satu, datang dua mati sepasang !"
Berbicara sampai disini ia lantas berkata kepada putri Istana Emas dengan suara halus:
"Adik istana emas, bunuh saja kakek keparat ini !"
Putri Istana emas tertawa riang, mendadak bahunya bergerak, laksana segulung asap tahu2 sudah meluncur kedepan.
Sejak tadi Si pelancong yang suka berkelana Suma Boe Yoet telah sadar bahwa musuh yang dihadapannya sekarang adalah seorang musuh tangguh, tentu saja ia tak berani bertindak gegabah, lengannya dijangkau keluar... weees...! Sebuah pukulan dashyat telah dilepaskan keluar.
Putri Istana emas tidak mengira kalau kekuatan hawa pukulan dari Suma Boe Yoet demikian dahsyatnya, ia segera putar telapak balas melancarkan sebuah pukulan.
Blaaam..! Dua gulung tenaga dahsyat saling membentur ditengah udara dan menimbulkan suara ledakan dahsyat, bumi bergoncang debu dan pasir beterbangan memenuhi angkasa, ternyata tenaga lwekang mereka berada dalam taraf seimbang.
Kedua belah pihak sama2 berseru tertahan, kemudian putar lengan dan kembali melancarkan babatan kedepan. Bentrokan yang terjadi kali ini jauh lebih dahsyat daripada keadaan semula, getaranpun semakin hebat.
Putri istana Emas mengerutkan dahinya, lalu berkata:
"Hey kakek tua, kau adalah satu2nya manusia yang memiliki tenaga lweekang paling sempurna yang pernah kujumpai selama beberapa bulan ini. Hmm, perhatikanlah! Rasakan sebuah seranganku lagi !"
Habis berkata ia putar lengan dan membabat keluar.
"Hahahhaaah haaahnona, kau terlalu memuji !" seru Suma Boe Yoet sambil tertawa tergelak.
Sebenarnya dia mau berkata bahwa dengan usianya yang masih muda ternyata berhasil melatih ilmunya hingga sedemikian sempurna, terlalu sayang kalau tidak digunakan pada jalan yang benar.
Tetapi angin pukulan yang dilancarkan pihak lawan men-deru2 dengan hebatnya, hal ini memaksa dia harus berputar lengan untuk membendung datangnya ancaman tersebut.
Sudah tentu berada dalam keadaan begitu tidak nanti ia bisa mengucapkan kata2nya.
Suma Ci Yan yang sebenarnya tidak berlalu jauh dan menyembunyikan diri di balik sebuah pohon siong merasakan jantungnya berdebar keras setelah menyaksikan keadaan itu.
Rupanya Suma Ci-Yan yang lari turun kebawah gunung Moe-Coe-san merasa tidak lega hati atas keselamatan ayahnya, maka diam2 ia telah kembali lagi kesitu.
Haruslah diketahui bahwa ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya merupakan ilmu yang maha sakti, oleh sebab itu walau pun ia bersembunyi dibalik sebuah pohon besar didekat situ, namun Putri Bumi sama sekali tidak mengetahuinya.
Sementara itu Putri Istana Emas telah saling beradu delapan buah pukulan dengan cara keras lawan keras, namun ia sama sekali tidak berhasil memperoleh keuntungan apapun jua.
Putri Bumi yang menonton jalannya pertarungan dari sisi kalangan menjadi terkesiap, ia tidak menyangka kalau orang she Suma ini jauh lebih sulit dilawan dari pada si setan arak.
Tanpa terasa ia jadi gelisah, segera serunya: "Adik Istana Emas, cepat gunakan senjata pedangmu!"
Sedikitpun tidak salah... Sreeet, Putri Istana Emas segera mencabut keluar sebilah pedang pookiam sepanjang satu depa lebih empat coen, dari tubuh pedang itu memancarkan cahaya merah yang amat menyilaukan mata.
Begitu melihat pedang Muni kiam dilolos?kan keluar, Suma Boe Yoet segera menjerit kaget.
"Aaah, kau adalah nona Lie Wan Hiang," serunya.
"Lie Wan Hiang.Lie Wan Hiang ?" gumam putri istana emas tiada hentinya.
Ia merasa sangat mengenal nama tersebut, hanya saja untuk sesaat lupa nama siapakah itu.
Sementara ia masih berdiri tertegun sambil mengingat ingat kembali nama itu, Putri Bumi dengan hati sangat terperanjat segera berteriak.
"Adikku! kau bernama Hoa Hong Giok, kau adalah putri Istana emas, jangan mendengarkan omongan ngawur dari tua bangka she Suma ini. Cepat bunuh saja orang ini."
Dari segala tingkah polah musuhnya, diam2 Suma Boe Yoet menyadari bahwa dibalik persoalan ini pasti ada hal2 yang tidak beres, namun dalam keadaan seperti ini sudah tentu dia tiada kesempatan lebih banyak untuk mempertimbangkan masalah ini. "Benar, aku adalah Hoa Hong Giok! aku adalah Putri Istana emas..." seru gadis itu dengan wajah bimbang.
Walaupun mulutnya masih bergumam na?mun gerakan tubuhnya sama sekali tidak berhenti, dengan gerakan tubuh "Chiet-Ciat-Thay Nah-Ie" laksana kilat badannya merangsek kedepan, sementara cahaya pedang bagaikan bianglala merah menjulang tinggi keangkasa.
Untung pada saat itu adalah siang hari, maka orang yang ada ditempat kejauhan tidak nampak akan keistimewaan tersebut.
Suma Boe Yoet buru buru miringkan ba?dan berkelebat kesamping, dari pinggangnya ia cabut keluar sebatang pedang Coe-Bo Lie Hoen-Kiam.
Sejak namanya tersohor dalam dunia persi?latan, belum pernah si pelancong yang suka berkelana menggunakan pedang tersebut, ia tahu bahwa musuh yang dihadapinya saat ini terlalu ampuh maka orang tua ini tak berani bertindak gegabah.
Putri Istana emas membentak nyaring, pe?dang pendeknya dibabat kedepan, segera muncullah berkuntum kuntum bunga teratai merah memenuhi angkasa dan mengurung tubuh Suma Boe Yoet rapat-rapat.
Diam-diam si pelancong yang suka berkelana ini memuji, cepat ia melangkah ke samping untuk mengegos, pedang Bo Kiam di tangan kanannya bergetar menciptakan berpuluh2 lingkaran perak yang tajam melindungi seluruh tubuhnya.
Sedang pedang Coe Kiam ditangan kirinya sambil menggetarkan pergelangan dan melesat kedepan sejajar bumi, segera menembusi bianglala merah yang diciptakan lawan dan menyerang sepasang kening gadis itu.
Putri Istana Emas berseru tertahan, badannya menghindar kesamping kemudian secara beruntun melancarkan tiga buah serangan berantai.
Ketiga buah serangan ini cepat laksana sambaran kilat, bianglala merah membumbung semakin tinggi, bagaikan bendungan yang ambrol segera melanda kedepan tiada hentinya.
Hampir saja Suma Boe Yoet si pelancong yang suka berkelana termakan oleh gulungan bianglala merah itu, untung ilmu langkah Siauw Yauw Yoe Poh Hoatnya cukup ampuh, nyaris sekali ia mati binasa.
Ujung baju tampak berkibar memenuhi angkasa, badannya berkelebat kesana kemari sambil putar pedang Bo Kiam untuk melindungi badan, Coe kiam untuk menyerang musuh.
Untuk beberapa saat lamanya ia tidak tampak tanda-tanda bakal menderita kekalahan, Suma Ci-Yan yang bersembunyi dibelakang pohonpun untuk sementara waktu bisa berlega hati.
Lain halnya dengan Putri Bumi yang me?nonton jalannya pertarungan dari sisi kalangan, diam-diam ia merasa sangat gelisah, pikirnya :
"Keparat tua bangka itu sudah mengirim putrinya turun gunung cari bala bantuan, an?daikata seseorangpun tak bisa dibereskan bila mana salah satu diantara lima manusia aneh datang seorang lagi, bukankah keadaanku ba?kal bertambah konyol ?"
Berpikir demikian, ia lantas berseru keras :
"Kau tak usah bermain petak terus dengan dirinya, cepatlah turun tangan !"
Putri Istana emas benar-benar menuruti perkataannya, tiba-tiba pedang Muni kiamnya membabat kearah bawah, sementara ga?dis itu membentak keras :
"Hancur pedangmu !"
Suma Boe Yoet hanya merasakan tangannya jadi enteng, tahu-tahu pedang Coe-kiamnya terlepas dari tangan sedang pedang Bo kiam patah jadi dua bagian.
Ilmu langkah Siauw Yauw Poh Hoatnya kendati sangat lihay dan ampuh sekali, tapi mana ia sanggup menandingi kehebatan dari ilmu langkah Chiet Ciat They Nah Ie warisan dari Koe Sian Sin Poo salah satu diantara dua manusia tersakti dikolong langit?
Baru saja ia berdiri menjublak, tahu tahu putri Istana Emas telah membentak keras :
"Habis sudah nyawamu!"
Dalam keadaan tangan kosong dan tak bersenjata sudah tentu tidak mungkin baginya untuk menghindar diri, ditengah jeritan ngeri yang menyayatkan hati sepasang bahunya terputus jadi dua bagian.
Sungguh kasihan pendekar kenamaan yang sudah banyak tahun berkelana didalam dunia persilatan ini, dia mati dalam keadaan yang sangat mengerikan.
Suma Ci Yan yang menyaksikan perubahan secara mendadak itu jadi amat terperanjat, tekanan batin yang amat dahsyat membuat ia jatuh tak sadarkan diri.
Menanti nona Suma ini sadar kembali dari pingsannya, matahari telah condong kesebelah barat.
Ia loncat turun dari atas pohon dan berlutut didepan jenasah ayahnya, rasa sedih yang tak terhingga sukar ditahan lagi dan menangislah dara itu ter-sedu2.
Pada saat itulah mendadak dari tempat kejauhan berkumandang datang suara langkah manusia, ditinjau dari gerak geriknya yang enteng dan gesit jelas mereka adalah jago-jago lihay kelas wahid.
Dalam keadaan seperti ini dia sudah mengambil keputusan dalam hatinya, andaikata mereka yang datang adalah pihak lawan maka ia akan melabrak mereka dengan pertarungan nyawa.
Oleh sebab itu sambil menangis ter-isak2 tangannya perlahan-lahan meraba gagang pedang untuk mempersiapkan diri.
-oeodOwooe- Bab 30 DALAM pada itu si sastrawan berbaju biru Hoo Thian Heng bersama istrinya si iblis wanita berwajah riang Poei Hong dan sutenya si pendekar tampan berbaju hijau Gong Yu sambil melanjutkan perjalanan bercakap cakap tiada hentinya.
Tiba-tiba mereka mendengar suara isak ta?ngis yang memedihkan hati berkumandang datang dari kejauhan.
Pendekar tampan berbaju hijau merasa amat mengenali suara itu, dalam hati segera pikirnya:
"Jangan-jangan orang itu adalah adik Wan Hiang"
Berpikir demikian, ia lantas berkata kepada suheng serta sucinya :
"Akan kuperiksa siapakah yang sedang menangis disitu..."
Dalam beberapa kali kelebatan saja ia su?dah menembusi hutan bergerak kearah tempat berasalnya suara tangisan itu.
Baru saja badannya melayang turun keatas permukaan bumi, ia segera kenali bayangan punggung berbaju merah itu adalah seseorang yang pernah dikenal olehnya.
"Adik Yan !" teriaknya cepat.
Mendadak Suma Ci Yan bangun berdiri, sreeet pedangnya dicabut keluar dari sarung?nya dan ditengah berkelebatan cahaya merah dia lancarkan sebuah serangan kilat, makinya:
"Kau iblis berwajah manusia berhati binatang, nonamu akan beradu jiwa dengan dirimu !"
Sudah tentu pendekar tampan berbaju hijau tak pernah menyangka kalau gadis itu bakal menyerang dirinya secara tiba2, sekalipun cukup cepat ia mengegos kesamping, tak urung lengannya termakan juga oleh babatan pedang lawan sehingga meninggalkan satu bekas mulut luka sepanjang beberapa coen.
"Eeei... nona Yan, berhenti... jangan menyerang dulu...!" teriak Gong Yu sambil berkelit kesana mengegos kemari. "Andaikata aku orang she Gong pernah melakukan kesalahan terhadap dirimu baiklah kita bicarakan dulu... nanti kalau terbukti aku memang harus mati, silahkan kau bunuh diriku, bagaimana nona Yan?"
Suma Ci-Yan tidak berhenti menyerang, bahkan malah mengirim lagi sebuah tusukan kilat, serunya:
"Kau tak usah berlagak pilon, aku hendak membongkar rahasiamu keseluruh dunia agar semua orang tahu akan rencana busukmu untuk membasmi kaum lurus... Hmmm, sekarang mumpung tiada orang lain disini, lebih baik bunuh saja sekalian diriku agar rahasiamu tidak bocor !"
Menyaksikan tingkah laku gadis she Suma itu sama sekali tidak pakai aturan, Gong Yu segera jadi mendongkol, tegurnya:
"Nona Yan, kau jangan memfitnah diriku yang bukan bukan, kapan aku punya rencana busuk?"
"Hmmm! siapa yang mengatakan aku sedang memfitnah dirimu? ayahku justru menemui ajalnya ditangan kalian manusia2 durjana !" habis berkata pedangnya diputar semakin kencang, bagaikan orang kalap ia menyerang habis habisan.
Mendengar berita lelayu tersebut Gong Yu merasa amat terperanjat, ia tahu pasti sudah terjadi kesalahan paham, maka serunya:
"Suma cianpwee mendapat celaka dimana ?"
Dengan air mata masih membasahi pipinya, Suma Ci Yan menuding kearah tanah rerumput disisi kalangan.
"Itu disana. Hmm... kau masih juga berlagak pilon ?"
Pendekar tampan berbaju hijau tidak menggubris ucapan dari gadis itu lagi, ia segera enjotkan badan melayang kearah tanah lapang yang dimaksudkan.
Sedikitpun tidak salah, diatas rumput nan hijau darah menggenangi seluruh permukaan, Suma Boe Yoet si pelancong yang suka berkelana dengan bahu tertebas hampir putus jadi dua bagian menggeletak disana dalam keadaan yang sangat mengerikan.
Disisi jenasah orang itu menggeletak dua batang kutungan pedang.
Gong Yu tak dapat menahan rasa sedihnya lagi, dengan air mata bercucuran teriaknya setengah menjerit :
"Siapa yang telah melakukan pembunuhan sekeji ini?"
"Apakah ia benar-benar tidak mengetahui akan rencana busuk ini ?" pikir Suma Ci Yan setelah menyaksikan kepedihan yang diperlihatkan si anak muda itu. "Aaah, benar, bukankah ayah suruh aku turun gunung pergi mencari dirinya ? kenapa aku jadi begini to?lol dan gegabah ?"
Berpikir sampai disini, iapun berdiri menjublak tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Sementara itu si sastrawan berbaju biru Hoo Thian Heng serta istrinya si iblis wanita berwajah riang Poei Hong secara beruntun telah tiba pula disitu.
Ketika menyaksikan kejadian itu, mereka segera mengetahui bahwa perbuatan ini pastilah hasil karya dari orang-orang perkumpulan Yoe-Leng Kauw.
"Sudah lamakah terjadinya peristiwa ini ?" buru-buru tanyanya kepada gadis tersebut.
"Kurang lebih satu jam berselang!" jawab Suma Ci-Yan sambil membesut air mata.
"Musuh sudah agak lama mengundurkan diri dari sini, dikejarpun rasanya tak bergu?na," kata Poei Hong. "Lebih baik kita boyong dahulu jenasah Suma cianpwee turun gunung, setelah diadakan upacara dan dikebumikan barulah kita undang seluruh jago Bu-lim yang ada dikolong langit untuk balaskan dendam sakit hatinya !"
"Hmm, mungkin dendam ini tak bisa dibalas oleh kalian, terutama sekali Gong sauwhiap !" jengek gadis itu tiba2 dengan nada ketus.
Pada saat ini hatinya terhadap si anak muda itu telah berubah, hal ini menjelaskan kalau hubungannya dengan diri Gong Yu sudah makin menjauh.
"Hmmm, perduli siapapun orang itu, aku orang she Gong pasti akan menuntut keadilan serta kebenaran bagi dunia persilatan," sahut Gong Yu dengan nada benci.
Mendengar perkataan itu Suma Ci Yan jadi terharu, ia segera jatuhkan diri berlutut dihadapan pemuda itu sambil katanya :
"Engkoh Yu, setelah kau berjanji demikian siauw-moay disini ucapkan banyak terima kasih lebih dahulu kepadamu, disamping itu mewakili seluruh umat Bulim yang ada di kolong langit, siauw moay pun ucapkan banyak2 terima kasih !"
Habis berkata kembali ia menyembah satu kali.
Hoo Thian Heng jadi berkerut kening melihat tingkah laku dara itu, selanya :
"Coba katakanlah terlebih dahulu, siapa yang telah membinasakan ayahmu..?"
"Aaah, sekarang waktu sudah tidak pagi lagi," tukas Poei Hong sambil membangunkan nona Ci Yan. "Lebih baik kita turun gunung lebih dahulu.."
Demikianlah Si pendekar tampan berbaju hijau segera membungkus jenasah dari Suma Boe Yoet dengan sebuah pakaian kemudian dibopongnya diatas punggung dan turun dari bukit tersebut.
Setelah tiba dikota Lam Kang, mereka masuk ke rumah penginapan disamping itu memesan pula sebuah kamar bagi nona Ci Yan.
Sedangkan jenasah dari Suma Boe Yoet untuk sementara waktu dibaringkan dalam kamar yang digunakan Gong Yu.
Selesai bersantap malam, keempat orang itu sama2 berkumpul dalam kamarnya Hoo Thian Heng.
Pada saat itulah tak tahan Gong Yu segera bertanya:
"Adik Yan, katakanlah, sebenarnya siapakah yang telah membinasakan ayahmu?"
"Pertanyaan ini lebih baik aku tidak menjawab untuk sementara waktu .." jawab Suma Ci Yan setelah termenung sejenak. "Aku ingin bertanya lebih dahulu kepadamu, sekarang adik seperguruanmu Lie Wan Hiang berada dimana ?"
Begitu pertanyaan tersebut diutarakan keluar, bukan saja Gong Yu dibikin terperanjat sampai mulutnya ternganga dan mata terbelalak lebar, sekalipun Hoo Thian Heng serta Poei Hong pun meloncat bangun dari kursi masing-masing saking terkejutnya.
"Nona Ci-Yan, apakah kau telah berjumpa dengan adik Wan Hiang?" tanya mereka hampir berbareng.
Suma Ci-Yan tundukkan kepalanya dan mengangguk.
"Aku telah bertemu dengan dirinya, bahkan ayahku justeru menemui ajalnya di tangan orang itu !"
"Aaaaah, tidak mungkin," teriak Gong Yu dengan emosi. "Tidak nanti adik Wan melakukan perbuatan semacam ini !"
Hoo Thian Heng serta Poei Hong yang duduk disamping pun merasa curiga dan tidak habis mengerti.
Namun bagaimanapun juga Poei Hong jauh lebih memahami watak serta jalan pikiran seorang wanita, kadangkala karena rasa cemburu atau iri yang berlebihan membuat kejernihan pikiran seseorang terganggu sama sekali.
Maka ia lantas berkata : "Nona Yan, tenangkan dahulu pikiran serta perasaanmu, coba ceritakanlah apa yang telah kau alami selama seharian ini!"
Sambil menahan rasa pedih yang tak terkirakan, Suma Ci Yan segera membeberkan apa yang telah dialaminya selama seharian ini tanpa meninggalkan sebuah adeganpun.
Setelah kenyataan membuktikan demikian sekali pun Hoo Thian Heng, Poei Hong serta Gong Yu merasa tidak percaya pun sekarang mau tak mau harus percaya juga.
Haruslah diketahui meskipun raut wajah seseorang bisa mirip satu sama lainnya, tetapi pedang Muni kiam tidak nanti bakal palsu.
Ketiga orang itu segera kerutkan dahinya masing-masing, peristiwa ini telah meledak jadi satu kejadian besar, siapa yang bisa menutupi rahasia itu?
Gong Yu yang jadi gelisah setengah mati hanya bisa menarik narik rambut sendiri sambil berseru tiada hentinya :
"Apa yang harus aku lakukan ? apa yang harus kulakukan ?" ia tak menyangka kalau peristiwa tersebut bisa berubah jadi begini serius dan besar.
Dalam kenyataan peristiwa itu memang ter?lalu sadis... terlalu kejam.
Untuk memperoleh simpatik serta kesediaan Suma Ci Yan untuk bekerja sama, maka Siauw Bin Loo sat Poei Hong segera menceritakan kembali semua kejadian yang dialami Gong Yu selama berada dikota Gak Yang.
"Oooh... sungguh tak nyana dibalik persoalan ini ternyata masih terdapat banyak liku2nya," sahut nona Suma Ci Yan kemudian.
Berbicara sampai disini ia melirik sekejap ke arah Gong Yu sambil pikirnya dalam hati.
"Huuh, semuanya ini adalah gara2 dari raut wajahmu yang tampan dan menarik itu!"
Setelah direnungkan kembali semua kejadian yang didengarnya barusan, Suma Ci Yan pun lantas berkata:
"Aku rasa si Putri Istana Emas pastilah Lie Wan Hiang adanya, cuma aku duga kesadarannya mungkin tidak normal, segala sesuatunya diperintahkan dan diatur oleh si Putri Bumi."
Sastrawan berbaju biru Hoo Thian Heng pun termenung beberapa saat lamanya, kemudian berkata:
"Wan Hiang Sumoay adalah seorang perempuan berhati berangasan, bahkan ia mempunyai rasa cemburu yang sangat kuat."
Berbicara sampai disini ia melirik sekejap kearah Suma Ci Yan dan tambahnya.
"Hal ini bisa dibuktikan dari sikap serta tindak tanduknya sewaktu berjumpa dengan nona Ci Yan waktu ada dirumah penginapan Hong Kia Kwan tempo dulu."
Dengan wajah ter-sipu2 Suma Ci Yan segera tundukkan kepalanya rendah2.
Terdengar sastrawan berbaju biru berkata lebih jauh:
"Tapi ia mempunyai pandangan yang tajam untuk melakukan pekerjaan serta pikiran yang terang untuk membedakan mana yang lurus dan mana yang sesat, tak mungkin ia masuk jadi anggota perkumpulan Yoe Leng Kauw secara sukarela."
Suma Ci Yan segera menggerakkan bibirnya seperti mau membantah.
Tapi Hoo Thian Heng sudah goyangkan tangannya mencegah, ujarnya:
"Kalau kejadian ini berlangsung setelah kesadarannya punah, hal ini sulit untuk dikatakan lagi, seorang manusia normal hanya bisa kehilangan kesadarannya secara mendadak apa bila pertama ia mendapatkan tekanan batin secara terus menerus yang begitu hebat sehingga membuat otaknya berubah, kedua karena terpengaruh oleh bekerjanya obat racun yang diberikan kaum iblis lewat makanan atau minuman hingga membuat otaknya terpengaruh, dan ketiga, karena menjumpai peristiwa diluar dugaan yang mengakibatkan otak serta urat syarafnya terkena goncangan keras. Diantara tiga kemungkinan itu aku duga Wan Hiang sumoay pastilah kehilangan kesadarannya karena sebab yang terakhir."
Pendekar tampan berbaju hijau Gong Yu yang mendengar perkataan ini jadi sangat keheranan, segera tanyanya :
"Suheng, darimana kau bisa tahu akan persoalan ini ? Dan lagi pula apakah mempunyai bukti ?"
Hoo Thian Heng segera mengulurkan ta?ngannya kearah Poei Hong yang mana sang istri segera ambil keluar sebuah benda dan diserahkan kepada suaminya.
"Inilah buktinya !" ujar Hoo Thian Heng kemudian sambil ayunkan benda itu ketengah udara.
Bagi Suma Ci Yan, benda itu sama sekali tidak menimbulkan reaksi apapun jua sebab tidak lebih hanya berupa sebuah saputangan perempuan yang tiada artinya.
Orang Orang Lapar 2 Manusia Harimau Karya S B. Chandra Dia Dia Dia Sempurna 4
^