Pencarian

Sabuk Kencana 14

Sabuk Kencana Ikat Pinggang Kemala Karya Khu Lung Bagian 14


"Aaaai sungguh tak nyana kejadian telah berubah jadi begini rumit dan seriusnya, loohu pasti akan berusaha keras untuk menyembuhkan luka itu."
Mendengar janji dari si tabib sakti ini si pendekar tampan berbaju hijau Gong Yu jadi amat kegirangan, segera ia memberi hormat kepadanya sambil mengucapkan banyak terima kasih.
Untuk beberapa saat lamanya suasana jadi hening, si burung nuri berpatuk tipis Liuw Ci Goan dengan wajah berkerut berjalan pulang pergi dalam ruangan itu sambil putar otak tiada hentinya.
Lama .. lama sekali akhirnya ia baru berkata :
"Kalau ditinjau dari keterangan yang diberikan Gong sauwhiap tadi, aku rasa penyakit yang diderita si Putri istana emas Lie Wan Hiang rasanya masih punya harapan untuk disembuhkan. Cuma untuk menyembuhkan pe?nyakit itu aku membutuhkan sejenis rumput obat yang bernama Wu Hong Cau sebagai campuran, sedangkan rumput Wu Hong Cau tadi dihasilkan dalam lembah selaksa kabut digunung Pek Im san. Bagaimana kalau sekarang juga kita berangkat menuju ke Hoei Swie ? Setelah mendapatkan rumput obat tersebut barulah kita buatkan obatnya."
Mendengar Lie Wan Hiang ada harapan untuk ditolong, para jagopun merasa hatinya sedikit lega.
Setelah berunding lama sekali akhirnya diputuskan si jago minum teh dari gunung Pa Gak-san tetap tinggal di propinsi Ouw-lam untuk menghubungi para jago serta orang gagah dari dunia persilatan untuk sama-sama berkumpul dibenteng Cian Liong Poo dua hari sebelum hari Tiong-Yang.
Begitulah keesokan harinya si pendekar tampan berbaju hijau Gong Yu, Si Burung Nuri berpatuk tipis Liuw Ci Goan, si sastrawan berbaju biru Hoo Thian Heng serta si iblis wanita berwajah riang Poei Hong dengan jalan menyaru berpisah dari Louw Poet Thong untuk berangkat menuju kelembah selaksa kabut.
Bulan delapan tanggal duapuluh, ketika senja baru saja menjelang tiba dirumah penginapan Yong An dalam kota Hoei-swie telah bertambah dengan empat orang pedagang obat2an.
Keempat orang ini telah lanjut usia semua tetapi semangatnya masih segar pakaiannya parlente dan amat sosial sekali.
Ketika fajar menyingsing keesokan harinya, keempat orang pedagang obat2an itu telah keluar dari kota Hoei Swie lewat pintu sebelah barat dan dengan cepatnya telah memasuki daerah pegunungan Pek In-san.
Memandang tebing curam yang memanjang dihadapan mereka, keempat orang pedagang obat itu saling berpandangan sekejap, kemudian dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh berangkatlah menuju keatas puncak.
Ketika tiba dipunggung bukit, si kakek berpakaian parlente yang berada dipaling depan mendadak berhenti sambil ujarnya :
"Gunung Pek-ln-san ini tandus dan tiada burung ataupun binatang yang berdiam disini. Kabut beracun yang menyelimuti permukaan bumi amat lihay, kalian harus ber-hati2...... jangan sampai terkena kabut hingga menyebabkan kematian."
Ketika ia mengucapkan kata2 tersebut, tiga orang kakek berpakaian parlente lainnya telah menghentikan gerakan tubuhnya, segera mereka menyahut dengan suara serius :
"Apakah Liuw loocianpwee masih mempunyai petunjuk lain ?"
Kiranya keempat orang kakek berpakaian parlente ini bukan lain adalah hasil penyaruan dari si Burung Nuri berpatuk tipis Liuw Ci Goan, si sastrawan berbaju biru Hoo Thian Heng, si iblis wanita berwajah riang Poei Hong serta si pendekar tampan berbaju hijau Gong Yu.
Dari dalam sakunya Liuw Ci Goan ambil keluar sebuah botol porselen lalu ambil keluar empat butir pil berwarna putih yang segera dibagikan kepada mereka semua, katanya:
"Isi dari botol ini adalah pil pemunah racun kabut atau Pit-Tok Ciat-Chang Wan, setiap botol berisi sepuluh butir, harap kalian memasukkan sebutir pil terlebih dahulu kedalam mulut untuk menjaga segala hal yang tidak diinginkan."
Ketiga orang itu menurut dan segera menelan pil itu.
Kemudian setelah memandang sejenak jalan gunung yang terbentang didepan mata Liuw Ci Goan berkata kembali:
"Dua puluh tahun berselang loohu pernah datang satu kali kelembah selaksa kabut itu untuk mencari obat, ketika rumput Wu Hong cau itu memenuhi seluruh lembah, entah bagaimana keadaannya pada saat ini?"
Sembari berbicara selangkah demi selangkah ia lanjutkan kembali perjalanannya kedepan.
Sepeminuman teh kemudian si pendekar tampan berbaju hijau sekalian telah tiba di mulut lembah di bawah pimpinan si jago tua ini.
Melongok kedalam lembah tersebut si iblis wanita berwajah riang menemukan batu cadas berserakan dimana mana, bau amis yang amat menusuk penciuman berhembus lewat mengikuti tiupan angin membuat orang merasa mual dan ingin muntah.
"Aduuuh, bau amat suasana dalam lembah ini," serunya dengan alis berkerut.
Sementara itu si tabib sakti Liuw Ci Goan, Hoo Thian Heng serta Gong Yu telah merasakan pula akan hal itu.
Si tabib sakti she Liuw ini segera termenung sejenak, kemudian katanya :
"Rupanya lembah selaksa kabut yang ada pada saat ini sudah mengalami perubahan yang amat besar dengan apa yang pernah kulihat dua puluh tahun berselang, apabila dugaanku tidak meleset maka didalam lembah ini pastilah sudah bersembunyi seorang manusia sakti...."
Belum habis dia berkata, mendadak dari dasar lembah berkumandang datang suara bentakan yang amat keras bagaikan jeritan iblis:
"Manusia tak tahu diri dari mana yang berani mengintip lembah selaksa kabutku ini ?"
Sungguh cepat sekali gerakan tubuh orang itu, sementara suara ucapannya masih mendengung ditengah lembah, tampaklah sesosok bayangan hitam sudah melayang keluar dari mulut selat tersebut.
Tahu-tahu dihadapan mereka telah berdiri seorang kakek gemuk yang berperawakan tinggi besar dengan kepala yang bulat.
Sewaktu masih berada di partai Siauw-lim tempo dulu, pendekar tampan berbaju hijau pernah berjumpa dengan si kakek tua ini. Ia tahu orang ini bukan lain adalah Sucouw atau kakek guru dari Biauw ciang Su Tok yang me?namakan dirinya Ban Tok Ci Ong atau Raja diraja dari Selaksa Racun.
Pemuda kita sadar bahwa gembong iblis ini sukar untuk dilawan, salah-salah menghadapinya bisa mengakibatkan pertentangan yang hebat, padahal tujuan kedatangan mereka kali ini adalah untuk mencari rumput obat Wu Hong Cau dan bukan mencari perkara.
Karena berpikir demikian maka ia segera memberi tanda kepada ketiga orang lainnya untuk tetap berdiri diam, sedang si kakek tua ini akan dihadapinya sendiri.
Pendekar tampan berbaju hijau yang telah menyaru sebagai seorang kakek berambut pe?rak, segera maju menjura sambil menegur :
"Hey, Ban Tok Ci Ong! Mungkin kau manusia terhormat yang suka melupakan banyak urusan, masa terhadap kami sahabat-sahabat lamamu dikala masih kanak-kanakpun sudah lupa. Hmm, tapi kami bersaudara masih kenal dengan dirimu."
Dengan pandangan terkejut si raja diraja dari selaksa racun itu melirik sekejap kearah empat orang kakek berpakaian parlente itu, kemudian serunya dengan nada tercengang:
"Apa? usia kalianpun telah mencapai dua ratus tahun? Kalian pernah tinggal bersama aku didusun Oei Toh cung ?"
"Apa anehnya? Seperti juga diri Lou heng kamipun berhasil menemukan suatu peristiwa yang aneh !"
"Haah...haah..haaah.. kalau begitu kalian berempat pasti memiliki ilmu silat yang sangat lihay. Bagus...bagus, Loohu sudah merasa gatal-gatal tangan untuk mencoba kepandaian silat, bagaimana kalau kita bermain beberapa gebrakan?"
Rupanya dalam hati kecil gembong iblis ini masih merasa sangsi dan tidak percaya.
Sambil mengelus jenggotnya Gong Yu segera mendongak dan tertawa terbahak bahak.
"Haaahhaaahhaaahkeadaanmu ternyata tidak jauh berbeda dengan keadaan sewaktu masih kanak kanak dulu, begitu bertemu lantas bergebrak, bagusbagus, hal ini malah akan membuat hatiku jadi muda kembali!"
Selesai berkata ia berdiri tegak dengan gagah dan agungnya membuat si raja diraja dari selaksa racun itu berdiri melongo.
Akhirnya dengan alis berkerut, gembong iblis itu bertanya :
"Siapakah nama kalian berempat ?"
Sekali lagi Gong Yu tertawa ter-bahak2, dengan suaranya yang nyaring bagaikan pekikan naga serunya :
"Kau anggap kami tidak pantas untuk bermain dengan dirimu ? Bagus mari kita coba dulu kekuatan kita, lihat saja nanti siapa yang lebih lihay dan siapa yang lebih lemah."
"Bagus !" sahut si raja diraja dari selaksa racun sambil berseru kegirangan, sepasang lengannya segera berputar satu lingkaran dan didorong kemuka dengan kekuatan penuh.
Weeeeees ... ! Segulung angin pukulan yang maha dahsyat laksana gulungan angin puyuh menghajar kedepan.
Gong Yu yang menyaru sebagai si kakek berpakaian parlente pun tak berani bertindak gegabah, ia segera putar pula sepasang lengannya sambil mengirim satu pukulan dahsyat.
Blaam ...! Dua gulung angin pukulan yang maha dahsyatnya itu saling bertemu ditengah udara menimbulkan suara ledakan hebat.
Dalam bentrokan tadi kedua belah pihak sama-sama tergetar mundur tiga langkah.
Gong Yu tersenyum manis seraya meman?dang kearah lawannya, sedangkan si Raja diraja dari selaksa racun merasa amat terkesiap dengan hasil bentrokan tersebut.
Si sastrawan berbaju biru Hoo Thian Heng, si iblis wanita berwajah riang Poei Hong serta si burung nuri berpatuk tipis Liuw Ci Goan yang melihat permainan Gong Yu diam-diam merasa geli.
Pandangan sombong dari Ban Tok Ci Ong seketika lenyap dari benaknya setelah saling mengukur kekuatan barusan, tetapi ia tidak puas dengan begitu saja. Sambil goyangkan kepalanya yang bulat besar bagaikan tampah itu serunya :
"Sekarang aku sudah teringat kembali! Bu?kankah kau bernama Siauw Hauwcu ?"
Gong Yu tersenyum tanda mengakui akan kebenaran si kakek tersebut.
Ban Tok Ci Ong atau Raja diraja dan selaksa racun ini jadi semakin gembira, serunya :
"Haaah ...haahhaah .... kalau begitu mereka pastilah Toa-hauw-Jie Hauw serta Sam hauw!"
Gong Yu tetap tersenyum, sambil mengelus jenggotnya yang terurai panjang, katanya :
"Sekarang kami sudah melupakan nama serta she kami yang sebenarnya, tapi orang Bu lim menyebut kami sebagai Keng-Hoa Soe-Loo empat tertua dari Ibu kota, keadaan kami bukanlah seperti Empat ekor harimau dari dusun Oei-Toh-cung tempo dulu lagi, aaaai pokoknya sekarang keadaan kami seperti juga dirimu, tiada orang yang memanggil dirimu sebagai Siauw Gouw-cu atau si sapi kecil lagi bukan !"
Dengan ucapan ini si Raja diraja dari selaksa racun semakin mempercayai lagi dengan perkataan mereka.
Rupanya semasa lagi kecilnya dulu Ban Tok Ci Ong memang mempunyai sebutan sebagai Siauw Gouw-cu atau sikerbau kecil.
Cuma saja ia merasa penasaran, serunya : "Siauw Hauw-cu loo yu, bagaimana kalau kita menjajal lagi dengan sebuah pukulan?"
"Sudah banyak tahun kita tak berjumpa apa gunanya kalau kita saling beradu kekuatan sehingga mengakibatkan kedua belah pihak sama sama menderita luka?" sahut Gong Yu dengan alis berkerut.
"Loohu akan berjanji lebih dulu, perduli menang atau kalah kita hanya akan menjajal satu kali lagi, bagaimana?"
"Seharusnya kita bertaruh sedikit dengan sesuatu barang! Dengan begitu pertandingan jadi terasa lebih ramai," sambung pemuda kita tanpa berpikir panjang.
Mendengar usul tersebut si Raja diraja dari selaksa racun ini segera garuk2 kepalanya.
"Waah... didalam lembah selaksa racun ini yang ada cuma ular2 beracun belaka, apa yang harus aku pertaruhkan?"
"Begini saja, seandainya kami kalah maka aku rela untuk tetap berdiam didalam lembah ini untuk menemani dirimu, sebaliknya kalau kau kalah maka rumput obat Wu-Hong-cau yang banyak tumbuh didalam lembahmu ini harus kau berikan kepadaku, bagaimana?"
"Haaah... haaah... haaah , kalau begitu bukankah kalian bakal terlalu rugi?"
Gong Yu tertawa lantang, "Bagaimanapun juga kita toh sudah bersahabat sejak kecil, buat apa kau ributkan tentang persoalan ini?"
Ban Tok Ci Ong si raja diraja dari selaksa racun ini jadi kegirangan setengah mati, ia mendongak dan tertawa ter-bahak2. Begitu keras suara tertawanya sampai seluruh lembah bergetar keras se-olah2 dilanda gempa bumi.
Empat orang kakek berbaju parlente yang melihat akan hal ini diam2 mengerutkan alisnya.
"Siauw Gouw-cu! Ayoh kita segera mulai!" seru pendekar tampan berbaju hijau.
Ban Tok Ci Ong segera merentangkan lengannya kesamping....kraak kraaak... diiringi suara gemerutukan yang nyaring lengannya secara tiba2 telah membesar satu kali lipat.
Menyaksikan kehebatan lawannya Gong Yu jadi terperanjat, dengan cepat iapun menghimpun segenap kekuatannya untuk bersiap sedia.
Mendadak Ban Tok Ci Ong membentak keras, telapaknya didorong ke muka melancarkan sebuah serangan dengan mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya, bisa dibayangkan betapa dahsyatnya pukulan itu.
Dalam waktu singkat seluruh angkasa telah dipenuhi oleh hawa tekanan yang kuat dan tajam menyapu semua benda yang ditemuinya.
Gong Yu tak berani bertindak gegabah, dengan menggunakan rahasia "Menghisap" dari ilmu sakti Thay-Sie Hian-Thian Sinkangnya ia sambut datangnya serangan lawan kemudian disapu hingga lenyap tak berbekas.
Ketika merasakan angin pukulan yang maha dahsyat bagaikan gulungan ombak itu secara tiba2 lenyap tak berbekas, Raja diraja dari selaksa racun jadi amat terperanjat; ia segera teringat kembali akan pengalamannya sewaktu berada didalam kuil Siauw lim sie tempo dulu.
Peristiwa yang berada diluar dugaan ini memaksa badannya tanpa sadar maju setengah langkah kedepan.
Setelah berhasil menguasai keseimbangan tubuhnya, Raja diraja dari selaksa racun ini segera menegur :
"Hey Siauw Hauw cu, apakah kau mempunyai seorang murid?"
Gong Yu mengerti siapa yang dimaksudkan, maka jawabnya :
"Aaai...! Mencari guru pandai gampang diperoleh mencari murid yang berbakat sukar bagaikan memanjat kelangit. Hingga kini kami berempat belum pernah menerima seorang muridpun."
"Aaaah, sungguh aneh sekali! Ketika loohu berada dikuil Siauw-lim-sie digunung Siong san tempo dulu, jurus serangan yang dipergunakan pemuda itupun tidak jauh berbeda dengan gerakan yang kau gunakan barusan."
"Haaah?" Gong Yu pura2 berteriak kaget. "Orang yang kau jumpai apakah seorang pemuda berbaju hijau yang usianya diantara delapan belas tahun?"
Ban Tok Ci Ong mengangguk tanda membenarkan.
"Aaah kiranya dia," seru Gong Yu lagi. "Kamipun sedang mencari jejaknya..."
"Oooh..." BanTok Ci Ong berseru tertahan, ia tahu beberapa orang kakek tua ini memiliki ilmu silat yang maha dahsyat, rasa jumawa dan sombongnya seketika lenyap tak berbekas. Dengan cepat ia mempersilahkan tetamunya masuk kedalam lembah.
"Ooooh, saudara saudara kami paling benci kalau melihat sebangsa ular," pemuda kita berseru. "Lebih baik kita berjumpa lagi dikemudian hari! Ini hari bisa berjumpa dengan sahabat lama, sungguh membuat hati kami sangat puas !"
Berbicara sampai disitu, ia lantas menjura dan hendak berlalu dari situ.
"Eeei...eeei...nanti dulu," tiba tiba raja diraja dari selaksa racun itu berseru. "Harap cuwi sekalian suka menanti sejenak diluar lembah, biarlah siauw heng ambilkan dulu rumput Wu Hong cau baru berangkat."
Tidak menanti jawaban keempat orang itu lagi, bagaikan segulang asap ia telah berkelebat masuk kedalam lembahnya.
Bersamaan dengan lenyapnya bayangan tubuh kakek gemuk itu, ke empat orang kakek berbaju parlente ini saling bertukar pandangan sambil tersenyum puas.
Beberapa saat kemudian Ban Tok Ci Ong telah muncul kembali sambil membawa setumpukan rumput Wu Hong Cau, seraya menyerahkan benda itu ketangan Gong Yu, pesannya:
"Saudara Su Hauw, bila kalian ada waktu sering seringlah dolan kemari !"
Gong Yu sekalian mengiakan, setelah menjura mereka segera berlalu dari lembah selaksa kabut dan turun dari gunung Pek Im san.
Sesaat sebelum berpisah tampaklah Raja diraja dan selaksa racun yang telah berusia hampir dua ratus tahun itu melambaikan tangannya sambil mengucurkan air mata.
Setelah hujan terus menerus selama beberapa hari, akhirnya udara terasa nyaman dan segar.
Benteng Cian Liong Poo yang terletak dibawah gunung Im Boe San dalam bilangan propinsi Koei Chiu setelah hampir setengah tahun lamanya tiada berpenghuni, akhirnya tercium juga bau harum obat yang menyebar keempat penjuru terbawa angin.
Bau obat itu bukan lain adalah hasil jerih payah dari si burung nuri berpatuk tipis Liuw Ci Goan selama beberapa hari, dalam usahanya untuk membuat pil "Hoan Hoen Wan".
Setiap hari si pendekar tampan berbaju hijau selalu berjaga jaga didalam kamar obat itu untuk menghadapi segala sesuatu yang tidak diinginkan, sedangkan Hoo Thian Heng serta Poei Hong mendapat tugas mengawasi gerak gerik diluar benteng.
Semua orang bersiap siaga dengan hati tegang, sebab mereka kuatir penyergapan dari gembong-gembong iblis itu sehingga menyebabkan usaha mereka selama ini mengalami kegagalan total.
Dengan pandangan yang tajam si tabib Sakti Liuw Ci Goan mengawasi terus tungku api yang digunakan untuk membuat pil mujarab itu, tampaklah air yang mendidih perlahan lahan berubah jadi uap dan melayang keangkasa, diikuti leleran air kental mengumpul bagaikan salju ... dan akhirnya gumpalan yang semula keruh makin lama berubah jadi semakin bening.
Melihat pil mustajab yang dibuatnya dengan susah payah selama beberapa waktu akhirnya hampir jadi juga, tabib sakti she Liuw ini merasa sangat kegirangan.
Tetapi .. pada saat yang bersamaan itu pula mendadak diluar benteng Cian Liong Poo telah ditemukan jejak musuh, bahkan penyerbuan itu dilakukan secara besar-besaran dan terbagi dalam dua gelombang.
Gelombang pertama dipimpin oleh Jiak-Kioe si jago pedang bola daging dari Tang Hay yang membawa serta "Hiong Hoen" nomor dua si kakek bisa dingin Cia le Chong, "Lee Pok" nomor empat Say-Bin Toojien da?ri gunung Lauw san, "Lee pok" nomor tiga Pit Gan Ok Poan atau Hakim Kejam Bermata sipit dari gunung Kouw Louw san, "Yoe-leng" nomor sembilan hingga empat belas, puluhan orang banyaknya.
Gelombang kedua dipimpin oleh si nenek bongkok Loo Peng Sim dari negeri Hoe Sang dimana ia membawa serta "Hiong Hoen" nomor satu si kakek seratus bangkai Kiang Tiang Koei, "Lee Pok" nomor satu Tay Bok Touw Eng atau si burung elang botak dari gurun pasir Peng Ciam Kwee, "Lee Pok" nomor dua Kioe Ci Tok Kay si pengemis keji berjari sembilan Kouw In serta "Yoe Leng" nomor satu hingga delapan, dua belas orang banyaknya.
ocodOwooo Bab 33 GEROMBOLAN gembong-gembong iblis itu dengan terbagi jadi dua gelombang, satu dari timur dan yang lain dari barat bergerak mendekati benteng Cian Liong Poo dan sege?ra mengepungnya rapat-rapat.
Melihat kehadiran musuh yang begitu banyaknya si iblis wanita berwajah riang Poei Hong serta si sastrawan berbaju biru Hoo Thian Heng yang mendapat tugas untuk menjaga diluar benteng jadi gelisah bercampur cemas, untuk beberapa saat lamanya mereka tidak berhasil menemukan suatu cara untuk memukul mundur serangan musuh itu.
Mendadak dari balik hutan berkumandang datang suara pujian kepada sang Buddha yang amat nyaring, disusul munculnya tiga puluh tujuh orang hwesio bersenjatakan toya.
Pemimpin dari gerombolan pendeta itu berperawakan tinggi kekar, memakai jubah lhasa berwarna kuning dan membawa toya kumala hijau, sedangkan para hweesio lainnya memakai baju berwarna abu abu.
Dengan wajah serius dan keren, para pendeta itu menghadang ditengah jalan menghalangi jalan pergi rombongan kaum iblis itu.
Melihat munculnya gerombolan hwesio itu, si nenek bongkok dari negeri Hoe-sang segera tertawa seram, jengeknya :
"Kalian semua bukannya baik2 bersembahyang didalam kuil Siauw-lim agar sukma si keledai gundul Thian Hong cepat2 masuk nirwana, buat apa kamu datang kegunung Im Boe san ini untuk menghantar kematian....hmmm! Kalau kalian tak tahu diri, jangan salahkan aku nenek tuamu bertindak telengas."
Ciangbunjien baru dari partai Siauw lim bukan lain adalah Go Hoan taysu seorang anak murid angkatan ketiga yang mempunyai bakat bagus, karena mendapat pemberitahuan dari si kakek huncwee dari gunung Bong-san-lah siang malam mereka segera melakukan perjalanan menuju keselatan.
Dengan tekat untuk membalaskan dendam sakit hati atas kematian Thian Hong Sangjien ketua mereka ditangan gerombolan perkumpulan Yoe Leng Kauw akhirnya mereka tiba di propinsi Ouw lam, disitu para hweesio ini berjumpa dengan Louw Poet Thong dan atas pemberitahuannya inilah mereka lantas berangkat menuju kebenteng Cian Liong Poo.
Sungguh kebetulan sekali dalam perjalanan inilah akhirnya mereka bertemu dengan rombongan kaum iblis yang hendak menyerbu benteng Cian Liong poo.
Berjumpa muka dengan musuh bebuyutan meskipun para jago telah dibikin gusar dan siap membalas dendam namun sebisa mungkin mereka tetap bersabar diri.
Dengan wajah sedih bercampur gusar Go Hoan Taysu membungkam dalam seribu bahasa, mendadak dia angkat toya kumala hijaunya ke tengah udara, diikuti para hweesio di belakang tubuhnya segera menyebar diri. Dalam waktu singkat dua belas orang anak buah si nenek bongkok itu sudah terkepung didalam barisan Loo Han Tin.
Ilmu barisan Loo Han Tin dari partai Siauw lim sudah tersohor diseluruh kolong langit sejak pihak Yoe Leng Kauw secara beruntun membinasakan para jago dari kuil Sauw Lim si, yaitu Thian Sim, Thian Kie, Thian Tong tiga orang siansu, diikuti ciangbunjien mereka Thian Hong Sangjien pun kena terbunuh, sadarlah Go Hoan taysu yang menjabat sebagai ciangbunjien baru ini bahwa kekuatan mereka seorang demi seorang masih bukan tandingan lawan, iapun tahu untuk membalas sakit hati sedalam lautan hanya ada satu cara saja yang bisa ditempuh yaitu pergiat latihan mereka atas barisan Loo Han Tin.
Demikianlah ternyata dugaan dari ciangbunjien baru ini sedikitpun tidak meleset, pada saat ini barisan itu telah menunjukkan kegunaannya yang amat besar.
Si nenek bongkok dari negeri Hoe sang sekalian yang terkurung didalam barisan itu segera tak berkutik lagi; sekalipun mereka masing masing memiliki ilmu silat yang sangat lihay, namun kendati menerjang kesana menerjang kemari hasilnya tetap nihil.
Sekarang nenek tua bongkok itu baru me?ngerti akan lihaynya orang, buru-buru ia bersuit panjang dengan maksud mohon bantuan, ia berharap Jiak Kioe Kiam Khek sekalian bisa menangkap tanda bahayanya itu dan da?tang memberi bantuan.
Siapa sangka gerombolan yang lain pun ketika itu sedang terjerumus dalam suatu pertarungan yang amat sengit, keadaan mereka tidak jauh berbeda dengan keadaan si nenek itu, dengusan berat dan bentakan gusar berkumandang tiada hentinya.
Rupanya gerombolan yang dipimpin oleh si jago pedang bola daging dari laut Tang hay ini bermaksud memutar kesebelah timur ben?teng Cian Liong Poo dan mengepung ben?teng itu dengan posisi menjepit.
Siapa tahu ketika mereka lewat ditepi hu?tan, mendadak dari balik pepohonan muncul tiga orang tootiang berbaju kuning yang me?mimpin tiga puluh enam orang tocu berbaju biru, dengan pedang terhunus rombongan para toosu ini menghadang jalan pergi mereka.
Sekali memandang Jiak Kioe Kiam Khek segera kenali ketiga orang tootiang berbaju kuning itu sebagai Hian Hok Tootiang, Hian Sioe Tootiang serta Hian Biauw Tootiang dari tujuh jago pedang partai Bu tong.
Dan Hian Hok Tootiang sebagai ketua baru dari partai Bu tong tampak lebih agung dan penuh berwibawa.
Sudah tentu Jiak Kioe Kiam Khek dari laut Tang hay ini tidak pandang sebelah matapun terhadap gerombolan toosu ini, sambil tertawa dingin, jengeknya:
"Hey para hidung kerbau dari Bu Tong pay, mau apa kalian datang kesini dan dengan andalkan apa kalian berani menghalangi jalan pergi dari aku si orang tua?"
"Siancay! Siancay!" seru Hian Hok Cinjin sambil menjura. "perkumpulan Yoe Leng Kauw sudah terlalu banyak melakukan kejahatan, siapa yang melakukan pasti mereka akan terkena karmanya, dan kini saatnya untuk musnah pun telah tiba... aaai! apabila kau bisa melihat gelagat, gunakanlah kesempatan yang sangat baik untuk kembali kelaut Tang Hay agar sisa hidupmu bisa terjamin dengan baik. Apabila kau ada maksud bertobat pinto sekalian pasti tak akan menghalangi niatmu untuk melarikan diri. Tetapi kalau kau belum juga mau sadar dan bertobat, dan kau masih akan meneruskan perbuatanmu untuk melakukan kejahatan ..yaah, apa boleh buat terpaksa pinto akan menyalahi dirimu!"
Mendengar perkataan itu Jiak Kioe Kiam Khek Kioe Ek jadi naik pitam, dengan wajah merah membara karena menahan amarah dan sorot mata bengis penuh napsu pembunuhan serunya sambil tertawa dingin :
"Heeeh...heeeh heeeh... ilmu barisan Thian Khie Chiet Seng Lian Hoan Tin dari partai Bu tong sudah pernah hancur berantakan tak ketolongan lagi, walaupun ketika itu loohu tidak berjodoh untuk ikut serta minta petunjuk, tapi aku duga tidak lebih juga begitu saja..."
Sudah jelas sekali maksud perkataannya itu, walaupun partai Bu-tong pernah andalkan ilmu barisan Thian Khie Chiet Seng Lian Hoan Tin untuk mengepung orang orang dari perkumpulan Yoe Leng Kauw yang menyerbu kegunung Bu-tong, tapi akhirnya keadaan juga sama saja....
Padahal dalam kenyataan kekalahan yang diderita oleh pihak Bu-tong pay ketika itu bukanlah disebabkan kurang ampuhnya ilmu barisan tersebut, tapi justru disebabkan sebaran bubuk beracun yang disebarkan ketiga orang Hiong Hoen ditengah udara.
Lagipula walaupun pada waktu itu Bu tong Pay mengeluarkan tujuh jago lebih banyak dari sekarang, tetapi kekuatan Yoe Leng Kauw yang tiga kali lipat dari kekuatan sekarangpun sama saja banyak yang jatuh korban.
Oleh karena itu Hian Hok Cinjien hanya tersenyum saja setelah mendengar ocehan tersebut. Katanya :
"Pepatah kuno mengatakan : alam semesta bisa dirubah tapi watak manusia sukar dirubah. Kalau memang saudara masih saja tak tahu diri dan tak mau bertobat, apa daya.kita pun tak bisa membiarkan kau bertindak sewe?nang wenang lebih jauh. Lagipula andaikata barisan pedang Thian Khie Kiam Tin partai kami memang tidak becus seperti apa yang sicu katakan barusan, nah! Silahkan kau membuktikannya sendiri!"
Berbicara sampai disitu pedang panjang di tangannya segera diayunkan, Hian Sioe Tootiang serta Hian Biauw Tootiang dengan memimpin tiga puluh enam orang toosu berjubah biru segera mengepung kesepuluh orang ang?gota Yoe Leng Kauw itu rapat2.
Dalam waktu singkat Jiak Kioe Kiam Khek beserta "Hiong-Hoen" nomor dua Si kakek Bisa dingin Cia Ie Chong sekalian sepuluh orang sudah tergulung didalam barisan Thian-Kang-Kiam Tin tersebut.
Pada hari2 biasa si jago pedang bola daging dari laut Tang-Hay ini terlalu pandang rendah musuh2nya, sudah tentu terhadap beberapa orang toosu hidung bau dari partai Bu-tong ini tidak dipandangnya barang sebelah mata pun.
Pedang lunak ditangannya digetarkan menciptakan ber-puluh2 kuntum bunga pedang, diiringi suara bentakan keras ia mulai menyerang kearah para toosu yang berjaga pada posisinya masing masing itu.
Melihat pemimpinnya mulai menyerang, para Hiong-Hoen, Lee Pok serta Yoe Leng pun sama2 menggerakkan senjatanya menerjang ke kiri maupun kekanan.
Tetapi para toosu itu tidak melayani serangan mereka dengan serius, barisan bergerak terus diiringi kerlipan cahaya pedang yang membentuk selapis cahaya tembok yang amat kuat.
Para anggota perkumpulan Yoe Leng Kauw ini sudah pernah merasakan kelihayan dari barisan Thian Khie tin tersebut, untuk beberapa saat lamanya mereka tak berani bertindak gegabah.
Tetapi setelah lewat beberapa jurus, Jiak Kioe Kiam baru merasakan bahwasanya setiap tusukan pedang yang dilancarkan segera terpental oleh segulung tenaga yang tak berwu?jud, sementara ruang gerak mereka makin lama semakin mengecil dan menyempit, seka?rang dia baru merasa bergidik dan ngeri, pikirnya dalam hati:
"Tahu kalau barisan pedang Thian Kie tin tersebut begini sulitnya untuk dipecahkan, buat apa aku berlagak sok jagoan sehingga membiarkan diriku terkurung dalam kepungan barisan pedangnya!"
Makin dipikir ia merasa semakin menyesal.
Tetapi dalam keadaan seperti ini tak ada kesempatan baginya untuk berpikir panjang, pedangnya bergerak tiada hentinya menyerang kesana kemari sementara mulutnya bergoak aneh memaki kalang kabut dengan ucapan2 yang kotor.
"Hiong-Hoen" nomor dua, si kakek bisa dingin Cia Ie Chong mengerti apabila mereka tidak turun tangan lebih dulu niscaya rombongannya sebanyak sepuluh orang bakal musnah sama sekali diujung senjata lawan lawannya ini.
Berpikir demikian badannya meloncat keatas siap menubruk dari tengah udara.
Tetapi pada saat yang bersamaan pula Hian Hok Tootiang telah membentak keras, pedang Cing-Peng-Kiam yang dicekal dalam genggamannya mendadak meluncur ketengah udara, bagaikan kilatan cahaya hijau langsung menerjang tubuh si kakek itu.
Dalam pada itu Hiong-Hoen nomor dua sedang berputar ditengah udara, ketika menyaksikan cahaya pedang meluncur kearah lubuk hatinya, ia jadi sangat terperanjat, sebelum ingatan kedua berkelebat dalam benaknya, tahu tahu pedang Cing Peng Kiam tersebut telah menembusi ulu hatinya.
Ia menjerit ngeri, suaranya tajam menyayatkan hati ... darah segar bagaikan hujan gerimis muncrat keempat penjuru diikuti badannya terbanting mencium tanah.
Braaak ....! Tidak ampun lagi selembar jiwanya melayang meninggalkan raganya.
Melihat peristiwa tersebut Yoe Leng nomor tiga belas serta Yoe Leng nomor empat belas jadi tertegun, gerakan pedang merekapun rada terlambat .., saat itulah cahaya tajam berkelebat lewat, secara berbareng kedua orang itu tertusuk dan menemui ajalnya.
Sedangkan sisanya yang tujuh orangpun su?dah mulai terluka hingga keadaan makin kri?tis, rupanya sebentar lagi jiwa mereka bakal ludes semua diujung pedang para toosu dari Bu tong Pay ini.
Untuk sementara waktu baiklah kita ting?galkan dahulu kejadian disebelah sini. Dalam pada itu rombongan si nenek bongkok sekalian sebanyak dua belas orang yang terkurung di dalam barisan Loo Han Tin dari partai Siauw-Lim juga sedang bergulat dan bertahan dengan hati gelisah.
Saking malu dan gusarnya sepasang mata nenek tua berbadan bongkok ini telah berubah jadi merah berapi api, teringat sepanjang hi?dupnya malang melintang di dunia persilatan, sungguh tak nyana pada saat ini dirinya terkurung dalam kepungan anak murid angkatan ketiga dari partai Siauw lim tanpa berkutik, ia merasa peristiwa ini merupakan suatu penghinaan yang besar baginya.
Disamping itu diapun membuktikan pula sampai dimanakah kedahsyatan barisan Loo Han Tin dari partai Siauw-Lim ini. Ia sadar seandainya jago lihay mereka hadir semua disini niscaya tiada seorangpun di kolong langit yang dapat menandingi mereka.
Dikala ingatannya masih berputar itulah mendadak terdengar jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang datang dari kejauhan, ia sadar bahwa para jago dari rombongan lain pun sudah menemui musuh tangguh, nyalinya mulai pecah dan hatinya terasa semakin bergidik.
Tapi hanya sejenak ia berdiri tertegun, diikuti toyanya diputar sedemikian rupa sehingga menimbulkan suara deruan yang amat dahsyat, bagaikan seekor harimau betina yang terluka ia terjang barisan Loo Han Tin itu habis2an.
Dengan kacaunya langkah kaki si nenek bongkok ini, Yoe Leng nomor tujuh dan delapan segera terkena hantaman dari para hweesio itu, ditengah jeritan ngeri yang mendirikan bulu roma mereka menggeletak diatas genangan darah.
"Hiong Hoen" nomor satu si kakek seratus bangkai Kiang Tiang Koei menyadari bahwa apabila ia tidak mengeluarkan ilmu simpanannya lagi, niscaya rombongan mereka bakal musnah.
Sepasang lengannya segera direntangkan, bagaikan seekor burung elang yang menembusi angkasa tubuhnya meluncur tiga tombak ke angkasa, kemudian dikala badannya meluncur turun kakinya berputar bagaikan roda kereta, saat itulah segenggam bubuk berwarna merah disebarkan keempat penjuru.
Para hweesio dari partai Siauwlim tidak tahu lihaynya lawan, sementara mereka masih tertegun oleh perbuatan lawannya itu bubuk obat tadi sudah menyebar keempat penjuru dan sisa kekuatan inti dari partai Sauwlim ini tampaknya segera akan hancur binasa.
Disaat yang amat kritis itulah dari atas benteng berkumandang datang dua buah ben?takan nyaring, dua sosok bayangan manusia laksana sambaran kilat meluncur kedalam kalangan, empat telapak didorong berbareng dan segulung angin pukulan yang maha dahsyat segera membuyarkan bubuk merah tersebut
"Thaysu sekalian, cepat menyingkir kebelakang !" bentaknya.
Sekarang Go Hoan Thaysu baru mengerti apa yang telah terjadi, buru-buru ia memerintahkan anak muridnya mengundurkan diri kesamping.
Menggunakan kesempatan yang sangat baik inilah bagaikan ikan yang lolos dari dalam jaring, si nenek bongkok dari negeri Hoe sang, Loo Peng Sim segera memimpin para Hiong Hoen serta Lee Pok buru buru melarikan diri dari tempat itu.
Sedangkan Go Hoan Thaysu segera maju menjura kepada Ho Thian Heng si sastrawan berbaju biru serta Poei Hong si iblis wanita berwajah riang untuk menyatakan rasa terima kasihnya:
"Ooooh kiranya Ho Sauwhiap suami istrilah yang menyelamatkan partai Siauw lim dari kebinasaan, pinceng disini banyak banyak mengucapkan terimakasih atas bantuan yang telah kalian berikan kepada kami."
"Hiong Hun nomor satu pernah menggunakan bubuk racunnya yang disebarkan untuk menghadapi jago jago lihay kami sewaktu ada diperkampungan Pa In san cung tempo dulu, dimana mengakibatkan banyak korban yang berjatuhan," kata Siauw Bin Loo sat Poei Hong, "seandainya para thaysu dari Siauw lim serta para tootiang dari partai Bu tong tidak datang tepat pada waktunya sehingga serangan serangan dari pihak lawan yang dibagi dalam dua gelombang ini sangat dahsyat, entah bagaimanakah akibat yang bakal kita derita. Seharusnya kamilah yang musti mengucapkan banyak terima kasih kepada thaysu serta para padri lainnya !"
"Aaaah! mana... mana"
Berbicara sampai disitu Poei Hong pun lantas berpaling kearah suaminya dan berkata:
"Engkoh Hong, temanilah para thaysu sekalian masuk kedalam perkampungan untuk beristirahat, aku hendak menengok sebentar kearah sebelah Timur!"
Selesai berbicara, tanpa menantikan jawaban dari sastrawan berbaju biru lagi segera enjotkan badan dan meluncur kearah sebelah benteng Cian Liong Poo.
Dalam pada itu para gembong iblis yang terkurung didalam barisan Thian Kan Tin sedang melakukan perontaan yang terakhir dengan badan penuh luka darah segar berceceran diatas permukaan tanah.
Menyaksikan situasi yang terbentang didepan matanya itu, dengan cepat satu pikiran berputar didalam benak "Siauw Bin Loo Sat" Poei Hong, satu siasat bagus segera didapatkan dan iapun melayang turun keatas permukaan tanah, serunya sambil menjura kearah Hian Hok Cinjien sang ketua dari partai Bu-tong :
"Atas kesudian Cinjien yang mau datang dari ribuan li jauhnya untuk membantu kaum lemah, disini Poei Hong mengucapkan banyak terima kasih terlebih dahulu."
Dalam pada itu Hian Hok Cinjien sendiri masih merasa sangsi apakah perempuan cantik yang barusan datang ini pihak musuh atau sahabat, setelah mendengar bahwasanya dia bukan lain adalah si iblis wanita berwajah ri?ang Poei Hong, segera timbul rasa kagum dalam hatinya, ia balas memberi hormat.
"Hujien, harap kau jangan berkata demikian, partai kami berulang kali telah memper?oleh bantuan serta budi kebaikan dari suamimu si sastrawan berbaju biru Hoo Thian Heng serta sutenya si pendekar tampan berbaju hi?jau Gong Yu, kami tidak berani menerima ucapan terima kasih dari hujien."
Ia merandek sejenak, kemudian tambahnya :
"Lagi pula kedatangan kami kemari bukan lain adalah untuk menuntut balas atas kematian dari suheng kami, Hian Ching ditangan gerombolan kaum iblis dari perkumpulan Yoe Leng Kauw.."
Mendadak ia teringat akan kehadiran Poei Hong ditempai itu mungkin ada urusan lain, ia lantas bertanya :
"Hujien, bilamana kau ada perkataan penting yang hendak disampaikan kepada kami harap segera diutarakan !" Siauw Bin Loo sat segera tersenyum.
"Maksud Poei Hong para gembong iblis yang terkurung didalam barisan Thian Kang Tin tersebut, kecuali Jiak Kioe Kiam Khek Koe Ek mohon dilepaskan, sisanya harap cinjien suka menangkapnya semua dalam keadaan hidup hidup, entah bagaimanakah menurut pendapat ciangbunjien?" katanya.
Hian Hok Cinjien termenung berpikir sebentar kemudian sahutnya:
"Kalau memang Hujien berpesan demikian, sudah tentu kami akan melaksanakannya."
Begitu selesai berkata pedang Chin Peng Kiamnya segera diayunkan ketengah udara, dari barisan Thian Kang Tin seketika muncullah sebuah pintu kehidupan.
Menggunakan kesempatan itu si jago pedang bola daging Kioe Ek segera meloncat keluar dari kepungan dan segera melarikan diri dari tempat itu.
Hian Hok Cinjien segera memerintahkan anak buahnya pura2 melakukan pengejaran beberapa jauh.
Menanti ia kembali lagi kesitu, para iblis lainnya sudah ditotok semua jalan darahnya oleh si iblis wanita berwajah riang Poei Hong dan digusur kedalam benteng Cian Liong Poo.
Dalam pada itu si Burung Nuri berpatuk Tipis Liuw Ci Goan yang berada dikamar pembuat obat telah berhasil menyelesaikan pil "Hoan Hun Wan"nya, setelah dimasukkan kedalam sebuah botol porselen hijau dan diserahkan ketangan pendekar tampan berbaju hijau, ujarnya:
"Pil ini tidak berwarna tidak berbau dan tidak wangi, asal dimakankan sebanyak tiga kali kepada si penderita tersebut, maka daya ingatannya segera akan pulih kembali seperti sedia kala."
Pendekar tampan berbaju hijau Gong Yu mengucapkan terima kasih berulang kali.
Begitulah mereka berdua segera berjalan keluar kedalam ruang tengah, disitu si sastrawan berbaju biru Hoo Thian Heng serta si iblis wanita berwajah riang Poei Hong segera memperkenalkan Hian Hiok, Hian Sioe, Hian Biauw dari partai Bu-tong serta Go Hoan Thaysu dari partai Siauw-lim kepada si Burung Nuri Berpatuk Tipis Liuw Ci Goan.
Selesai perkenalan, ciangbunjien dari kedua partai itu saling berjabatan tangan dengan pendekar tampan berbaju hijau sambil saling mengucapkan kata2 merendah.
Diikuti Gong Yu pun lantas membeberkan semua rencana busuk yang telah digariskan oleh pihak perkumpulan Yoe Leng Kauw, ujarnya:
"Orang2 yang tergabung dalam perkumpulan Yoe Leng Kauw rata2 merupakan manusia yang licik dan berakal keji, setiap kali ia sudah menderita kekalahan mereka pasti susulkan dengan suatu siasat busuk yang mengerikan, bahkan membuat orang sama sekali tak menduga dan tidak menyangka."
"Cayhe pun mengerti se-dalam2nya dan ikut merasa bersedih hati atas kematian dari ciangbunjin kedua partai anda sekalian, oleh sebab itulah sengaja kuundang seluruh jago serta pendekar yang ada dikolong langit untuk ber-sama2 kumpul disini, kecuali menyelamatkan siamoay kami dari cengkeraman musuh, kami pun punya maksud untuk membasmi semua anggota perkumpulan Yoe Leng Kauw itu dari muka bumi, jangan kasih kesempatan hidup bagi mereka semua."
Selesai mendengar laporan dari Gong Yu mengenai kebejatan moral serta kekejian dari perbuatan2 orang Yoe Leng Kauw, baik Go Hoan taysu sang ketua dari Siauw lim Pay maupun Hian Hok Cinjien sang ketua dari Bu-tong pay sama2 merasa terkesiap sekali, tanpa terasa mereka berkata hampir bersamaan waktunya :
"Harap sauwhiap legakan hati, tentu saja partai kami masih bisa membedakan mana budi dan mana dendam. Kalau memang sumoay sauwhiap telah kehilangan ingatan sehingga kekuatannya dipergunakan pihak lawan, sudah tentu kami tak bisa menyalahkan dirinya. Lagi pula partai kami pun berulang kali memperoleh bantuannya untuk bebas dari mara bahaya. Apa yang telah terjadi hanya bisa kami katakan sebagai takdir belaka. Semua yang telah dikehendaki oleh Thian, siapa yang bisa membantah ?"
Melihat ketulusan hati serta kemauan untuk memahami keadaan dari kedua orang ciangbunjien dua partai besar ini, bukan saja pendekar tampan berbaju hijau Gong Yu saja bahkan sastrawan berbaju biru Hoo Thian Heng serta si iblis wanita berwajah riang Poei Hong pun merasa sangat terharu.
Sore itu Ching Yang Cinjien dua orang Tiang loo dari Bu tong pay pun datang disusul Hoei Hay Sangjien dari partai Kun lun pun ikut datang.
Haruslah diketahui Hoei Hay Sangjien dari Kun lun pay ini adalah guru dari Lie Kie Hwie sang pemilik dari benteng Cian Liong poo dan merupakan satu2nya Goan Loo dari partainya.
Jago tua dari dunia persilatan ini dengan semangat yang me-nyala2 segera melakukan peninjauan kesekeliling benteng Cian Liong Poo, kemudian katanya:
"Dewasa ini walau pun para gembong iblis tetap senang dan bergerak dalam kenyataan mereka pasti melakukan gerakan secara diam2, lagipula markas besar perkumpulan Yoe Leng Kauw berada hanya beberapa mil dari sini, kita harus membagi tugas untuk melakukan perondaan serta penjagaan yang ketat. Menanti semua jago yang ada dikolong langit telah berkumpul semua disini, kita baru melakukan penyerbuan secara besar2an dan membasmi mereka semua dari muka bumi."
Masalah lain yang cukup menyulitkan mereka adalah jumlah manusia yang lebih banyak berarti tempat berteduh serta rangsum persediaan pun harus dilipat gandakan.
Tapi akhirnya masalah ini berhasil diatasi juga, partai Siauw lim serta partai Bu tong bekerja sama memikul tanggung jawab itu.
Malam itu juga dalam ruangan rahasia di benteng Cian Liong Poo telah diadakan suatu perundingan rahasia oleh para tokoh Jago Bu lim ini.
Isi perundingan itu tidak diketahui oleh orang luar, mereka hanya tahu pada bulan sembilan tanggal tiga tengah hari didalam benteng Cian Liong Poo akan diadakan pemenggalan kepala terhadap para anggota perkumpulan Yoe Leng Kauw yakni "Lee pok" nomor empat Say Bin Toojien dari gunung Lauw san, nomor tiga Pit Gan Ok Poan dari gunung Kouw Louw san, "Yoe Leng" nomor Sembilan, sepuluh, sebelas dan dua belas semuanya enam orang.
Ini hari adalah bulan sembilan tanggal tiga, udara dilangit benteng Cian Liong Poo penuh berawan, angin berhembus kencang membuat suasana terasa amat dingin, dua belas orang padri dari Siauw lim pay serta dua belas orang toosu dari Bu-tong pay dengan menggusur enam orang penyamun per-lahan2 memasuki lapangan pemenggalan kepala.
Lapangan untuk pelaksanaan hukuman itu terletak di sebidang lapangan luas dibelakang benteng Cian Liong Poo, walaupun jalan darah keenam orang anggota Yoe Leng Kauw itu sudah dibebaskan, tapi ikatan tali otot kijang yang sangat kuat membuat mereka sama sekali tak berkutik.
Say-bin Toojin dari gunung Lauw san pertama2 yang buka mulut memaki kalang kabut, Pit Gan Ok Poan sambil pejamkan mata menyumpah pula dengan tiada hentinya.
Sedangkan keempat orang Yoe-leng dengan kepala terkulai lemas menggerutu sepanjang jalan.
Seorang hwesio tinggi besar segera menendang iga Say Bin Toojien hingga jatuh berlutut, kemudian serunya :
"Bajingan penyamun yang tak tahu diri, tutup bacot anjingmu yang bau. Nantikanlah hukuman yang akan dilaksanakan Hoet-ya untuk membalas dendam dari kematian ciangbunjien kami !"
Seorang toosu yang berada disisinya ikat nimbrung :
"Thaysu, kalau kita sekali penggal membinasakan mereka, rasanya perasaan dendam sakit hati kita sukar dihilangkan dengan begitu saja, bagaimana kalau kita cincang dulu mereka kemudian baru dibunuh ?"
"Omintohud ! Omintohud !" para padri Siauw lim Pay segera merangkap tangannya memuji keagungan Buddha.
"Siancay! Siancay!" sementara para toosu dari Bu tong Pay pun sama-sama berseru.
Dalam pada itu keenam orang anggota perkumpulan Yoe Leng Kauw yang menghadapi kematian didepan mata, meskipun diluaran mereka masih ngotot memaki kalang kabut padahal badan serta kakinya sudah lemas tak bertenaga, setengah berlutut diatas tanah lapang mereka hanya bisa memandang keatas puncak gunung Im Boe san sambil bersedih hati, bahkan ada pula beberapa orang diantaranya menangis terisak.
Dari rombongan para padri perlahan-lahan muncul dua orang algojo yang segera mendekati para hukuman, cahaya golok tampak berkilat dan para tawanan itu segera akan menemui ajalnya.
Sekonyong konyong ...Sreeet! Sreeet! Sreeet! Dalam sekejap mata ditengah lapangan telah muncul belasan sosok bayangan manusia, dipimpin oleh Yoe Leng Sin Koen mereka langsung menyerbu ketengah lapangan hukuman.
Para algojo itu begitu menyaksikan kehadiran Yoe Leng Sin Koen sekalian disitu segera menggerakkan tangannya lebih cepat.
Kraaaak ! Batok kepala Pit Gan Ok Poan dari gunung Kouw Louw-san segera dipenggal kutung, kemudian sang algojo tadi buru2 melarikan diri dari situ.
Sesaat kemudian dari dalam benteng Cian Liong Poo bermunculan bayangan manusia yang segera menghadang jalan pergi mereka, dalam keadaan begini sudah tentu Yoe Leng Sin Koen Ci Tiong Kian tak berani bertempur lebih jauh, membawa kelima orang anak buahnya yang berhasil diselamatkan buru2 mereka lari kembali keistana setannya Yoe Leng Koei Hoe.
Setibanya dalam istana mereka, ikatan otot kijang yang membelenggu tubuh "Lee-pok" nomor empat Say Bin Toojien, "Yoe leng" nomor sembilan, sepuluh, sebelas dan dua belas segera dilepaskan dan persilahkan mereka untuk beristirahat.
Yoe Leng nomor sebelas diam diam ternyata ngeloyor keluar dari tempat istirahatnya.
Sore itu sesosok bayangan manusia bagaikan sukma gentayangan menyusup kedalam kamar tidur putri Istana Emas dan bersembunyi dibalik kelambu, meminjam cahaya lampu orang itu memperhatikan sekejap sekeliling ruangan tadi.
Keadaan didalam kamar tidur putri Istana Emas masih tetap seperti sediakala, kecuali gorden jendela telah berganti warna tiada perobahan lain yang nampak.
Pada saat itulah terdengar suara langkah manusia berkumandang datang dari arah lorong.
Sesaat kemudian pintu dibuka, dan masuklah putri Istana Emas serta putri Bumi Hoan Pek Giok.
Setelah berada dalam kamar, mereka berdua duduk diatas pembaringan. Terdengar putri Bumi Hoan Pek Giok berkata:
"Hong Giok moay, bukankah ibu sudah mengatakan dengan sangat jelas sekali ? Seandainya kau adalah Lie Wan Hiang, mengapa wajahmu persis dengan wajahku? Persoalan lain yang ada dikolong langit dapat ditipu atau dibohongi, tapi siapa pun tak akan bisa merubah raut wajah seseorang, apalagi perkataan pihak musuh, semakin tak boleh dipercayai lagi."
Putri Istana Emas membungkam dalam seribu bahasa, ia hanya mendengarkan ucapan kakaknya tanpa membantah, setelah itu dari dalam teko ia penuhi cawannya dengan air matang kemudian diteguknya sampai habis.
Terdengar Putri Bumi berkata lebih jauh :
"Adik Hong Giok, aku tahu kau sudah lama tidak keluar dari tempat ini sehingga kau merasa kesepian dan selalu murung, menurut ibu katanya pembunuh ayah kita akan datang kemari lagi untuk mencelakai kita. Lewat beberapa hari kemudian tidak menunggu mereka mendatangi puncak Pek Yan Gay ini, bagaimana kalau kita basmi dahulu mereka hingga kocar kacir ?"
"Apakah pendekar tampan berbaju hijau itu pun pembunuh dari ayahku?" tanya Putri Istana Emas dengan alis berkerut.
"Siapa bilang bukan ? Dia adalah anak murid dari Bu lim Jie Seng, seorang penjahat yang seringkali menganiaya orang. Adikku, lain kali kalau ia datang kemari lagi janganlah kau dengarkan omongannya yang ngaco belo, sekali tebas bunuh saja dia sampai mati. Mengerti?"


Sabuk Kencana Ikat Pinggang Kemala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Orang yang bersembunyi dibalik kelambu itu kontan naik pitam setelah mendengar perkataan itu, pikirnya dalam hati :
"Budak sialan, rupanya kau betul2 berhati keji seperti kala berbisa, manusia macam kau sudah tak bisa ditolong lagi."
"Kenapa kita harus menggunakan she dari ibu?'' terdengar Putri Istana Emas berkata lagi. "Apakah kita tidak punya ayah?"
Menghadapi pertanyaan yang diajukan secara lihai ini, untuk beberapa saat lamanya Putri Bumi melengak, tapi segera sahutnya tanpa sadar :
"Siapa bilang kita tak punya ayah? Tentu saja kita punya ayah!"
"Tapi siapakah ayah kita?" Putri Istana Emas mendesak lebih lanjut. "Kenapa aku tak pernah bertemu dengan ayahku? Hmmm, kau tentu sedang membohongi diriku bukan?"
"Kenapa aku musti membohongi dirimu? Kemarin aku masih sempat pergi menjenguk dia orang tua!"
"Heei? Kenapa kau tidak mengajak aku pergi menemui dirinya ?" seru Putri Istana Emas keheranan.
Hoan Pek Giok tahu bahwa ia sudah terlanjur bicara, segera pikirnya dalam hati :
"Aaah ! Bagaimanapun juga ingatannya su?dah hilang, sekalipun mengajak dirinya pergi menjenguk rasanya juga tidak mengapa."
Maka ia lantas berkata: "Pada masa yang lampau ayah telah menghianati ibu, karena itu di dalam gusarnya ibu telah mengurungnya didalam penjara dengan harapan agar ia bisa berubah pendirian, tetapi ayah terlalu keras kepala, sampai sekarang ia belum juga mau menyerah dan berubah pikiran."
"Karena itu kalian bermaksud hendak mengurungnya selama hidup, bukankah begitu?" sambung Putri Istana Emas dengan nada ku?rang senang.
"Ssst ... ! Siapa suruh kau berteriak teriak seperti itu ?" bisik Putri Bumi ketakutan. "Kalau sampai ketahuan ibu, aku pasti akan dimarahi lagi. Kalau kau tidak berteriak, diam diam nanti kuajak kau pergi menengoknya satu kali !"
Rupanya Putri Istana Emas merasa sangat gembira dengan janjinya itu, segera tanyanya :
"Cici, ayah kita sebenarnya she apa?"
"Dia she Lie dan bernama Lie Hong, kemudian mengganti namanya menjadi Lie Kie Hwie!"
"Oooh..." Putri Istana Emas berseru terta?han, lalu pikirnya didalam hati:
"Kalau begitu namaku yang sebenarnya pastilah Lie Wan Hiang !!!"
Walaupun didalam hati berpikir demikian namun perasaan tersebut tidak sampai diutara?kan diatas wajahnya.
Suasana dalam ruangan itu untuk sementara waktu jadi sunyi senyap, siapapun tidak buka suara lagi.
Orang yang bersembunyi dibelakang kelambu itu merasakan sangat gembira, ternyata dugaannya sama sekali tidak meleset dan "Cian Liong Poocu" Lie Kie Hwie benar2 masih hidup dikolong langit.
Belum habis ingatan itu berkelebat dalam benaknya, terdengar Putri Istana emas telah berkata.
"Cici, bagaimana kalau sekarang juga kau ajak diriku pergi menengok ayah kita?"
Putri Bumi termenung berpikir sebentar, kemudian mangut.
"Baiklah !" Diikuti terdengar suara langkah ringan semakin menjauhi ruangan kamar itu.
Manusia yang bersembunyi dibelakang kelambu dan menyaru sebagai "Yoe Leng" no?mor sebelas itu bagaikan sukma gentayangan segera munculkan diri dari tempat persembunyiannya, setelah masukkan pil "Hoan Hun Wan" kedalam poci air minum ia segera me?layang keluar dari situ.
Sementara itu Putri Bumi Hoan Pek Giok sambil bergandengan tangan dengan Putri Istana Emas dalam beberapa saat kemudian te?lah keluar dari istana setan dan menuju kesederetan rumah batu dibelakang gunung.
Sepanjang perjalanan semua anak murid perkumpulan Yoe Leng Kauw pada memberi hormat kepada mereka berdua.
Suasana disekeliling tempat itu amat lem?bab dan gelap, dibawah sorot cahaya mutiara yang redup seringkali muncul kadal berwarna merah dari tempat persembunyiannya membuat kedua orang gadis itu ketakutan.
Sesaat kemudian sampailah mereka berdua didepan bangunan batu itu, tempat tersebut sebenarnya tidak pernah dijaga orang, tapi sejak pendekar Tampan berbaju hijau Gong Yu melakukan pengacauan, maka diutuslah beberapa anggota perkumpulan untuk berjaga jaga disana.
Ketika menjumpai kehadiran dua orang putri tersebut, sang penjaga segera memberi hormat.
Putri Bumi minta kunci sel dan perintahkan orang itu berlalu untuk sementara waktu, orang tadi mengiakan dan cepat2 berlalu.
Setelah membuka pintu penjaga, Putri Bumi Hoan Pek Giok pun mengajak Putri Istana Emas masuk kedalam ruangan.
Terlihatlah seorang kakek kurus kering berbaring di atas permukaan batu, diatas tanah hanya beralaskan rumput kering yang tipis dan dengkil.
"Ayah!" seru Putri Bumi Hoan Pek Giok dengan suara manja. "Badanmu nampak lebih kurus dan lebih lemah !"
"Aaaai... Giok jie, sudah lama kau tak pernah datang menjenguk diriku, ini hari kau muncul disini entah ada urusan apa?" tegur kakek kurus tadi dengan suara sedih.
Sambil berkata ia membuka sepasang matanya, tapi setelah dilihatnya disanapun muncul seorang gadis yang wajahnya mirip sekali dengan Hoan Pek Giok, ia jadi terkejut dan berseru tertahan, "Apakah dia adalah Wan Hiang?" pikirnya.
Belum habis kakek itu berpikir, kejadian yang paling ditakuti benar2 telah terjadi.
"Ayah !" terdengar gadis yang satu berseru manja. "Apakah kau kenal dengan diriku?"
Begitu mendengar suara seruan tersebut hati Lie Kie Hwie sang pemilik dari benteng Cian-Liong Poo ini benar2 bergolak keras; ia segera meloncat bangun dan memeluknya kencang-kencang, dengan air mata bercucuran dan nada sesenggukan serunya, "Wan jie, kaupun telah datang kemari ! apakah kau tidak datang ber-sama2 engkoh Yu-mu?"
"Engkoh Yu? Siapakah engkoh Yu itu, ayah?" tanya Putri Istana Emas tercengang.
Kali ini Cian Liong Poocu Lie Kie Hwi-lah yang menjadi terperanjat, dengan cepat ia tarik kembali tangannya yang memeluk tubuh putrinya dan membentak sambil mundur selangkah ke belakang :
"Budak Wan hiang kenapa kau ? Bukankah kau serta Gong Yu dibawa Bu lim Jie Seng untuk belajar silat dilembah Leng Im Kok?"
Putri Istana Emas berdiri termangu mangu, "Ayah, kau maksudkan pemuda tampan berbaju hijau itu? Beberapa hari berselang ia pernah datang mengacau di istana setan, dia suruh aku pergi bersama dirinya dan ia selalu memanggil aku sebagai Lie Wan Hiang..."
Bagaimanapun juga Cian Liong poocu Lie Kie Hwie adalah seorang jago kangouw kawakan, begitu mendengar perkataan dari putrinya ia segera mengetahui bahwa urusan berada diluar dugaannya, ia lantas menghela napas panjang.
"Wan jie, rupanya kau telah kehilangan ingatanmu..."
Putri Bumi Hoan Pek Giok tidak ingin rahasia ini dibongkar oleh ayahnya dihadapan putri Istana Emas belum habis Lie Kie Hwie berbicara telah menarik tangan Putri Istana emas dan lari keluar, serunya:
"Selamat tinggal !"
Begitu selesai bicara ia lari keluar dari penjara dan melemparkan kunci tersebut ketangan sang penjaga.
Belum lama sepasang kakak beradik itu berlalu, mendadak penjaga tersebut merasakan pandangan matanya jadi kabur dan tahu2 ia tak sadarkan diri.
Pintu penjara terbuka disusul munculnya se?orang lelaki kekar bermantel hitam dan me?makai baju hitam dengan diatas dadanya bersulamkan huruf Yoe Leng nomor sebelas.
Cian Liong Poocu Lie Kie Hwie yang sedang termenung dengan hati sedih menjadi terperanjat ketika dilihatnya seorang lelaki dengan dandanan aneh berjalan masuk kedalam penjara?nya, ia segera menegur :
"Apa maksudmu datang kemari ? Apakah kau memperoleh perintah dari perempuan rendah itu untuk membinasakan dirinya ? Baiklah ! Sedari dulu aku memang ingin memperoleh kebebasan. Sahabat, silahkan kau turun tangan!"
Lelaki itu mendadak maju kedepan dengan air mata bercucuran, bisiknya lirih:
"Paman, aku adalah Yu jie yang menyaru datang kemari untuk menolong dirimu ...."
"Apa? Kau benar2 adalah Yu-jie?" seru Lie Kie Hwie dengan hati bergetar keras. "Oooh...sungguh gembira hatiku dapat berjumpa lagi dengan kau. Barusan Wan-jie datang kemari beserta Pek Giok, rupanya ia sudah terkena bokongan musuh dan kehilangan daya ingatannya, lebih baik segeralah kau menolong dirinya!"
"Paman. Semua jago Bu-lim yang ada dikolong langit telah berkumpul semua didalam benteng Cian Liong Poo," ujar pendekar tampan berbaju hijau, "Bulan sembilan hari Tiong Yang nanti telah ditetapkan sebagai hari penyerbuan kita untuk membasmi kaum iblis dari muka bumi, lebih baik kau orang tua pulang dulu kesana, Yu-jie akan tetap tinggal di sarang iblis ini sambil berusaha menyembuhkan sakit lupa ingatan yang diderita Wan-moay. Paman, kau orang tua harus mengerti keadaan"
Menyaksikan ketulusan hati Gong Yu, si pemilik benteng Cian Liong Poo ini merasa tidak tega untuk menampik maksud baiknya. Haruslah diketahui apabila seseorang telah kehilangan harapannya untuk hidup, sudah tentu ia merasa sangat benci dan jemu untuk melangsungkan hidupnya lebih jauh, tapi begitu harapannya untuk hidup telah muncul, maka timbul pula keinginannya untuk hidup lebih jauh.
Melihat orang tua itu tidak menampik lagi, Gong Yu segera mengerahkan tenaga lweekangnya untuk memulihkan kembali kekuatan didalam tubuhnya, kemudian melepaskan pakaian dari penjaga Yoe-Leng-Kauw itu untuk dikenakan diatas tubuhnya.
Begitulah, dengan menyaru sebagai seorang anak murid perkumpulan Yoe Leng Kauw dengan gampang dan tanpa susah payah lagi Cian Liong Poocu Lie Kie Hwie berhasil lolos dari istana setan.
Bertemu lagi dengan sang surya yang menerangi jagat, orang tua ini merasa amat terharu, disamping itu iapun merasa amat kegirangan hingga sukar dilukiskan dengan kata2, laksana kilat tubuhnya segera berkelebat lari turun dari gunung In Boe san.
Dalam pada itu si To-Bin Yauw-Hoe Hoan Soh Soh yang menjabat sebagai ketua baru dari perkumpulan Yoe-Leng Kauw sedang mengadakan pemeriksaan serta pendaftaran kembali anggota perkumpulannya sejak si nenek bongkok dari negeri Hoe sang serta si jago pedang bola daging yang menyerang benteng Cian Liong Poo mengalami kekalahan total yang mengakibatkan hampir seluruh pasukannya musnah.
Dalam pemeriksaan tadi diketahui bahwa "Hiong-Hun" nomor dua si kakek Bisa Dingin Cia Ie Chong menemui ajalnya dalam barisan Thian Kang Kiam Tin dari Bu-tong Pay, "Hiong Hun" nomor tiga si kakek Racun Es Chin Teng San lenyap tak berbekas dan kini tinggal Hiong Hun nomor Satu seorang saja.
Dari tujuh orang "Lee Pok" masing-masing yang telah mati binasa adalah Tiang Pek Siang Hiong, Ang Hoat Tauwto dari Ceng Hay serta Pit Gan Ok Poan dari gunung Kouw Louw san. Kini yang masih sisa tetap hidup hanyalah Peng Ciam Kwee si burung elang botak dari gurun pasir, Kouw ln si pengemis keji berjari sembilan dari gunung Im san serta Say-bin Toojien dari gurung Lauw-san.
Dari tiga puluh enam orang Yoe Leng ,kematian jauh lebih parah, kini yang masih hidup tinggal Yoe Leng nomor satu, dua, tiga, empat, lima, enam, sembilan, sepuluh, sebelas dan dua belas.
Untung sekali para utusan yang dikirim untuk mengundang bala bantuan dari kaum iblis kalangan Hek-to telah mendapat tanggapan yang cukup serius, secara beruntun dalam istananya telah kedatangan bantuan dari pelbagai daerah, antara lain "Thay Ouw-Ngo Kiat" lima orang gagah dari telaga Thay Ouw, "Khong Tong Siang Koay" sepasang manusia aneh dari Khong tong san, "Yan-san Chiet-Shia" tujuh manusia sesat dari gunung Yan san, Coa-Si Niocu dari wilayah To Hoa Wu, Tiang An Kongcu Hong In Liong, "Wu Siauw Nia Lak Bho" enam manusia jelek dari tebing Wu Siauw Nia serta Hoet Bin Leng Sim sepasang buddha kurus dan gemuk berwajah buddha berhati srigala dari kuil Kiem Hoed Sie.
Karena merasa kekuatannya masih belum cukup ampuh, Hiong Hun nomor satu segera dikirim kelembah selaksa kabut digunung Pek In san untuk mengundang datang sucouwnya Ban Tok Ci Ong si Raja diraja dari Selaksa racun.
Diikuti Tok Lan Sangjien, Ban Hoa Sin mo pun berdatangan semua disitu membuat bukit Pek Yan Gay jadi ramai dan penuh dengan hawa iblis.
oodoOowoo Bab 34 DALAM pada itu istana setan Yoe Leng Koei Hoe penuh dengan iblis sakti, da?ging arak dihidangkan berlimpah-limpah membuat suasana ramai sekali.
Kauwcu baru si Siluman rase berwajah bu?nga To Hoan Soh Soh dengan wajah riang gembira duduk diatas kursi singgasana, membuat tampangnya selalu berseri-seri dengan hati bangga.
Iblis wanita ini tidak puas dengan keadaan begini saja, untuk memperkuat pengaruh serta kemampuan mereka, segera dirombaknya susunan pengurus didalam perkumpulan Yoe Leng Kauw itu.
Maka atas kebijaksanaan serta ketajaman pandangannya, disusunlah suatu daftar peng?urus baru yang membuat semua orang jadi kagum dan berbangga hati.
Adapun perubahan susunan pengurus baru dalam perkumpulan Yoe Leng Kauw itu ada sebagai berikut :
Kauwcu : Siluman Rase berwajah bunga To, Hoan Soh-Soh.
Wakil Kauwcu : "Yoe Leng Sin Koen" Ci Tong Kian.
Pimpinan Pelatih : Ban Tok Ci Ong, Tok Lan Sangjien dan Tiang Coen Siancu.
Pembantu pelatih : Si jago pedang bola daging Kioe Ek, si nenek bongkok Loo Peng Sim, si Putri Bumi Hoan Pek Giok, si Putri Istana Emas Hoan Hong Giok serta Ban Hoa Sin Mo Yu Hoa.
0o-d-w-o0 Jilid : 24 HIANGCU bagian hukuman : Piauw Biauw Hujien Mo Yoe Yauw.
Tiga orang Hiong-Hun : pertama, si kakek seratus bangkai Kiang Tiang Koei. kedua, si Buddha gemuk berwajah buddha berhati srigala. ketiga, si Buddha kurus.
Ketujuh Lee-Pok adalah: Pertama, si Bu?rung Elang Botak dari gurun Pasir Peng Ciam Kwe, Kedua, si pengemis keji berjari sembilan Kouw In. Ketiga, Say-Bin Toojien dari gunung Lauw-san. Keempat, sinyonya ular Keji dari To-Hoa-Wu, Giam Giok Kiauw. Kelima, si setan gantung putih Khong It Hoei. Keenam, Khong-tong Toa Koay Hoo Boe Shia. Ketujuh, Khong-tong Jie-Koay, Hoo Si Ceng.
Adapun ketiga puluh enam Yoe-Leng : kecuali sepuluh orang pertama ditambah pula Thay-Ouw Ngo-Shia, Hoang-Hoo Toa-Ciauw, Wu-Siauw-Nia Lak Cho, Yan-san Chiet Shia, Tiang-An Kongcu Hong In Liong ser?ta Boe-Im-Jie Kat Peng.
Dengan demikian kekuatan perkumpulan Yoe-Leng-Kauw jadi semakin besar dan kuat boleh dibilang kekuasaan mereka hampir menandingi para jago dari kalangan lurus.
Keadaan yang baru membawa pula ambisi baru bagi para anggota perkumpulan Yoe-Leng-Kauw untuk menguasai seluruh dunia persilatan.
Selama beberapa hari kemudian semua anggota perkumpulan sibuk mengadakan rapat, berlatih silat dan membagi rombongan.
Rapat rahasia yang dilakukan dalam ruangan tertutup sudah tentu dipimpin oleh si To-Bin Yauw-Hoe.
Dalam rapat tersebut mendadak Tiang Coen Siancu mengajukan usul. Ia berpendapat demikian :
Tebing Pek-Yan-Gay yang ada dipuncak gunung In-Boe-san merupakan suatu medan yang strategis bagi pertahanan, ia mengusulkan agar mereka melakukan penantian terlebih dahulu dengan tenang, agar para jago yang ada dikolong langit merasa tidak tahan menanti lebih jauh, dalam keadaan begitu para jago dari kalangan lurus tentu patah semangat dan menjadi lemah kekuatannya, pada saat itulah mereka lakukan serangan mendadak secara besar-besaran, dalam gugupnya pihak pendekar kalangan lurus pasti akan memperoleh kekalahan total.
Pendapat ini betul-betul keji dan telengas, si pendekar tampan berbaju hijau yang mencampur baurkan dirinya dalam Yoe Leng nomor sebelas jadi sangat terperanjat setelah mendengar perkataan itu.
Untung usul serta siasatnya ini tidak mendapat sambutan dari para iblis lainnya, terutama sekali Tok Lan Sang-jien, Jiak Kioe Kiam Khek serta Ang Gan Touw Peh Popo dari negeri Hoe-sang.
Hal ini tak bisa salahkan mereka, sebab orang-orang itu pernah merasakan kepahit?an ditangan pendekar tampan berbaju hijau, maka dari itu tindakan mereka jadi lebih was was.
Yoe Leng Kauw-cu Hoan Soh Soh sebagai seorang pemimpin setelah mengambil pertimbangan akhirnya memutuskan untuk ber?pihak pada pendapat yang belakang.
Dan Rapat itupun bubar. Si putri istana emas Hoan Hong Giok langsung kembali kedalam kamar tidurnya. Pada saat itu ia merasa amat haus maka diambilnya air didalam teko dan segera diteguk sampai habis.
Ia merasa hari ini badannya terasa lelah sekali, para jago kalangan hitam yang diundang datang pada hari itu kebanyakan merupakan para lelaki dengan wajah bengis serta kaum perempuan dengan tubuh yang genit dan berlagak tengik.
Ia merasa sangat tidak puas dengan orang-orang itu, sedangkan ibunya berhubungan rapat dengan manusia2 tadi, sudah tentu dalam hatinya segera timbul perasaan muak dan antipati.
Disamping itu ditambah pula dengan reaksi dari obat Hoan-Hun-Wan membuat ingatannya per-lahan2 terkumpul kembali. Ia dapat mengingat kembali sewaktu dia belum masuk kedalam istana Yoe-Leng-Koei-Hoe pernah berbaring didalam sebuah selat yang beralaskan rumput tebal, sekujur badannya terasa amat sakit dan akhirnya ia dikirim balik oleh si jago pedang bola daging Kioe Ek dari laut Tang-hay.
Pada waktu itu ia merasa dirinya belum disebut sebagai putri istana emas.
Rupanya sebutan Putri Istana Emas diberikan kepadanya setelah ia dibawa masuk kedalam istana setan Yoe-Leng Koei-Hoe ini.
"Apakah namaku yang asli sebetulnya adalah Lie Wan Hiang dan bukan Hoan Hong Giok?" pikirnya dalam hati.
Pikiran tersebut selalu berkecamuk dalam hatinya membuat putri Istana Emas Hoan Hong Giok terjerumus dalam lamunan.
Tapi gadis ini pun sadar bahwa persoalan ini menyangkut soal mati hidupnya karena itu kendati ia mulai menaruh curiga atas asal usulnya tapi diluaran ia tetap berlagak pilon daripada memancing kecurigaan orang lain.
Dalam hati kecilnya dara ayu ini hanya berharap bisa bertemu lagi dengan pendekar tampan berbaju hijau itu, sebab ia merasa hanya dari mulutnyalah kemungkinan besar rahasia pribadinya berhasil diketahui.....
Ditengah lamunannya mendadak dari luar pintu terdengar suara langkah kaki manusia yang menyadarkan gadis itu dari pikiran yang bukan-bukan.
Dia tahu orang lain tak mungkin bisa memasuki kamar pribadinya itu kecuali cicinya Hoan Pek Giok atau ibunya.
Maka dengan wajah penuh senyuman ia bangkit berdiri dan membuka pintu kamarnya.
Si Putri Bumi Hoan Pek Giok dengan wajah serius berdiri diluar kamar, begitu pintu terbuka segera serunya:
"Adik Giok, tahukah kau bahwa ayah telah mati didalam penjara? Sedangkan penjaga sel itu sudah melarikan diri dari tempat tugasnya..."
Sembari berkata ia tarik tangan Putri Istana Emas dan diajak berlalu dari ruangan tersebut.
Teringat akan kasih sayang ayahnya tanpa sadar Putri Istana Emas mengucurkan air matanya, sedangkan Putri Bumi pun ikut bersedih hati.
Terdengar Putri Istana Emas dengan suara sesenggukan berkata:
"Perduli bagaimanapun sikap ayah semasa hidupnya terhadap ibu, yang jelas adalah ayah kita. Kenapa kita tidak menggunakan kesempatan ini untuk menengok serta menghormati jenazah dari dia orang tua?"
"Sebenarnya akupun mempunyai maksud berbuat demikian," sahut Putri Bumi Hoan Pek Giok sambil gelengkan kepala. "Tapi ibu bersikeras menolak permintaanku ini. Dia bilang persoalan rumah tangganya tidak boleh sampai ketahuan oleh para jago lihay yang baru saja masuk menjadi anggota perkumpulan kita, sebab kejadian itu bisa mempengaruhi serta merusak martabat dan gengsi dia orang tua......"
"Enci Pek Giok, sikap ibu terhadap ayah apakah bukan sangat keterlaluan?" bisik Putri Istana Emas semakin sedih. "Mengurung dia sepanjang hidupnya sudah merupakan suatu tindakan yang kelewat batas, apa lagi setelah matinya kita biarkan ia menjadi setan liar yang bergelandangan....."
Makin bicara ia semakin sedih hingga akhirnya menangis sesenggukan, ujarnya lagi dengan terputus-putus :
"Hidup see......sebagai seorang putri......waktu hidup taak....,.tak dapat berbakti daan......dan merawatnya, waktu mati ta......tak dapat berkabung puu......pula baginya....., buuu......buat apa kita hiii......hidup sebagai maaa.......manusia......"
Meledaklah isak tangis yang menyedihkan.
"Adik Hong Giok, kau keliru," sahut Si Putri Bumi Hoan Pek Giok coba menghibur. "Bicara sesungguhnya ayah baru dikurung selama empat bulan lamanya disini...."
"Kalau begitu dahulu ia berada dimana?" tanya putri Istana emas tercengang.
Diam-diam Putri Bumi Hoan Pek Giok menyesal karena ia terlanjur bicara tentu saja ia tak mau berbicara semua kejadian yang sesungguhnya, buru-buru ujarnya.
"Adik Hong Giok, aku sendiripun baru kemarin mendengar ibu memberitahukan persoalan ini kepadaku, persoalan yang sebenarnya menyangkut ayah dimasa lampau apa yang kuketahui tidak akan lebih banyak dari pada dirimu !"
Walaupun putri Istana Emas Hoan Hong Giok adalah seorang yang sudah kehilangan daya ingatannya, tapi ia masih bisa membedakan sikap serta ucapan orang, begitu selesai mendengar perkataan orang itu, dia pun lantas tahu bahwa Hoan Pek Giok tak mau bicara terus terang kepadanya.
Ia segera mendengus dingin dan serentetan ucapan hampir saja meluncur keluar dari mulutnya, tapi biji matanya segera berputar, ia merasa persoalan ini amat mencurigakan, dia harus mempertahankan otak yang dingin untuk memecahkan rahasia ini. Gadis itu sadar terlalu mendesak bukan saja tak ada gunanya bahkan kemungkinan besar malah akan mencelakai diri sendiri.....
Berpikir sampai disini wajahnya lantas pulih kembali dalam keadaan setengah sa?dar setengah tidak.
Putri Bumi tahu bahwa pikirannya kadang kala sadar dan kadangkala tidak, maka ia pun memberi nasehat agar adiknya pergi beristirahat sedang ia sendiri diam-diam ngeloyor pergi.
Menanti Hoan Pek Giok telah berlalu, si Putri istana emas segera membaringkan diri diatas pembaringan dan memandang keatas langit-langit dengan pandangan termangu mangu.
Akhirnya ia menghela napas panjang, miringkan badan kedalam dan memejamkan matanya tidur.
Pelbagai ingatan dan pikiran berkelebat memenuhi benaknya, ia merasa bingung dan tidak habis mengerti atas asal usulnya sendiri.
Tanpa sadar ia teringat pula akan perbuatannya belum lama berselang dimana ta?ngannya penuh berbelepotan darah dan membinasakan banyak sekali jago-jago Bu-lim.
Diingat kembali semua peristiwa itu, ga?dis ini merasa bahwa semua korbannya merupakan jago-jago yang menunjukkan sikap gagah dan perkasa, jauh berbeda dengan manusia-manusia berwajah bengis bertingkah pola tengik yang ada didalam perkumpulan Yoe Leng Kauw sekarang.
"Aaai..,. sekarang keadaanku tidak jauh berbeda bagaikan seorang iblis berhati be?ngis," pikirnya didalam hati, rasa menyesal muncul dalam hatinya, makin dipikir ia merasa makin rumit dan pusing sehingga akhirnya ia menghela napas panjang.
Beberapa kali ia bolak balik diatas pembaringan, pikirannya semakin kalut, mendadak ia turun dari atas pembaringan, angkat pit menulis beberapa patah kata diatas kertas dan kemudian kembali lagi keatas pem?baringan sambil menghela napas sedih.
Sesaat kemudian rupanya ia sudah terlelap tidur.
Segulung angin berhembus lewat, dari luar kamar melayang masuk sesosok bayangan manusia.
Orang itu memakai kain mantel berwarna ungu dengan diatas dadanya bersulamkan huruf "Yoe-Leng" nomor sembilan, kiranya dia adalah Yoe-Leng nomor sebelas yang kini sudah memakai kode baru.
Manusia berbaju hitam ini bukan lain adalah hasil penyaruan dari pendekar tampan berbaju hijau Gong Yu adanya, sejak ia menolong Lie Kie Hwie poocu dari benteng Cian Liong-Poo lepas dari penjara, terhadap tindak tanduknya sendiri teristimewa berhati-hatinya.
Tugasnya menyusup kedalam istana setan Yoe-Leng Koei-Hoe ini bukan lain adalah untuk mengobati Lie Wan Hiang secara diam-diam, atau oleh orang-orang perkumpulan Yoe-Leng Kauw disebut sebagai Putri Istana Emas ini.
Dengan membawa perasaan sedih, gusar dan murung ia datang kesitu, otak tiada hentinya menunjukkan tanda tanda bahaya dimana tindak tanduknya selalu waspada dan menuruti perasaan hatinya.
Ini hari, dengan menempuh mara bahaya ia menyusup kedalam kamar tidur pribadi Putri Istana Emas.
Mendengar dengusan napas yang teratur ia merasa amat gembira dan berterima ka?sih kepada Thian yang telah memberi kesempatan baik kepadanya, dengan cepat dari sakunya ambil keluar botol obat Hoan Hun wan dan memasukan sebutir pil kedalam cawan air teh.
Mendadak ia temukan secarik kertas dimeja, ketika dipungut dan dibacanya maka tampaklah hurup itu ditulis oleh sumoaynya Lie Wan Hiang, tulisan kacau dan tak teratur hal ini menunjukkan betapa kacau dan kesalnya hati gadis itu.
Dibawah sorot cahaya mutiara tampaklah diatas kertas itu bertuliskan beberapa hurup antara lain berbunyi demikian:
"Masa yang tak enak dijalani lebih baik tak usah terulang, pikiran yang kacau kian hari kian bertambah rumit..."
Dari beberapa patah perkataan ini, Pendekar tampan berbaju hijau Gong Yu dapat melihat bahwasanya daya ingatan Lie Wan Hiang sudah banyak memperoleh kemajuan, hatinya jadi sangat girang.
Perlahan-lahan ia berjalan mendekati sisi pembaringan, memandang raut wajah Lie Wan Hiang yang cantik jelita tetapi penuh diliputi kemurungan, hatinya terasa amat sedih.
Mendadak terdengar gadis itu bergumam seorang diri :
"Siapakah aku...? Siapakah aku...?"
Walaupun ucapan itu muncul lantaran mengigau dalam tidurnya, tapi dapat ditangkap bahwa gadis itu sudah mulai menaruh curiga terhadap asal usul sendiri.
Dengan tangannya Gong Yu membelai rambutnya yang halus, kemudian menghela napas dan berlalu dari situ....
Dalam pada itu Cian-Liong Poocu Lie Kie Hwie setelah ditolong oleh Pendekar tampan berbaju hijau lolos dari dalam penjara dengan mengenakan pakaian penjaga penjara itu ia menyusup keluar dari istana Yoe-Leng Koei Hoe dan turun dari gunung In Boe san.
Sebagai seorang tawanan yang baru saja memperoleh kebebasan, terhadap semua benda yang ada dialam semesta ia merasa begitu rapat hubungannya dan serba aneh, demikian pula keadaannya dengan Lie Kie Hwie si pemilik dari benteng Cian Liong Poo ini.
Salah satu diantara tiga jago pedang terbesar dalam dunia persilatan ini dengan perasaan hati yang bergolak berlarian sepanjang jalan menuruni gunung In-Boe-san, dalam sepeminum teh kemudian tibalah ia di rumahnya benteng Cian-Liong-Poo.
Ketika tiba didepan pintu, ia jumpai empat orang hweesio serta empat orang toosu dengan senjata terhunus sedang melakukan penjagaan ketat disitu.
Dengan langkah lebar Lie Kie Hwie segera berjalan menuju kepintu benteng rumahnya.
Tiba2 .... empat bilah pedang serta empat buah toya menghalangi jalan perginya, diikuti suara tertawa dingin berkumandang memecahkan kesunyian.
"Bajingan laknat, sungguh besar nyalimu, berani benar menyusup masuk kedalam benteng ini, apakah kau sudah tidak pandang mata lagi terhadap orang2 dari partai Siauw lim, Partai Bu-tong serta seluruh jago dari kolong langit ?"
Bersamaan dengan sirapnya suara teguran itu, sebuah serangan toya telah meluncur datang.
Walaupun Lie Kie Hwie adalah seorang ahli pedang kenamaan, tetapi ilmu kepandaian yang dimiliki hweesio penjaga pintu itu pun tidak lemah.
Ia dengan menggunakan ilmu jurus "Kim Kong-Hoe-Mo" atau Kim Kong menundukkan iblis sebuah gerakan dari ilmu toya "Heng-Cia-Pang" salah satu kepandaian dari tujuh puluh dua ilmu sakti partai Siauw Lim mendesak jago she Lie ini dengan hebatnya, bayangan toya disertai desiran angin tajam segera memancar memenuhi angkasa.
Buru2 Lie Kie Hwie mengegos kesamping untuk menghindarkan diri.
"Hmmm, sungguh tak nyana kepandaianmu hebat juga," bentak hweesio itu dengan gusarnya, "tidak aneh kalau kau tidak pandang matapun terhadap kami."
Bersamaan dengan gerakan tubuhnya kedepan toyanya melancarkan sebuah sapuan lagi.
Lie Kie Hwie tahu pasti sudah terjadi kesalah pahaman, buru2 ia menjelaskan :
"Thaysu, aku adalah Cian-Liong Poocu Lie Kie Hwie!"
Siapa tahu hweesio itu tak sudi mempercayai perkataannya, sambil putar toya ia menyerang dengan semakin gencar, bayangan toya memenuhi angkasa dan desiran angin tajam menyapu keseluruh penjuru.
Lie Kie Hwie segera menggeserkan tubuhnya kesamping, dengan dua jari tangannya sebagai senjata ia sapu kearah depan menotok toya milik padri tadi.
Termakan oleh sodokan ilmu jari yang sangat ampuh ini toya tadi kontan terpukul miring kesamping, hweesio itu kontan merasakan tangannya jadi kaku, wajahnya berubah jadi merah padam.
Para hweesio serta toosu lainnya jadi terperanjat melihat kelihayan ilmu silat lawan, sambil membentak keras golok dan toya segera bergerak berbareng mengurung Lie Kie Hwie dalam kepungan, semua serangan ditujukan kearah bagian2 yang mematikan.
Sekalipun Lie Kie Hwie lihay, dikerubuti oleh jago-jago Bu-lim yang demikian banyaknya, Cian-Liong Poocu Lie Kie Hwie keteter juga sehingga dengan perasaan kaget ia bersuit nyaring kemudian meloncat ketengah udara.
Diantara para penjaga pintu ada dua orang toojien serta seorang hweesio yang terlalu mendendam atas kematian ciangbunjien mereka yang sangat mengenaskan itu, melihat musuhnya meloncat ketengah udara merekapun segera enjotkan badan menyusul dari belakang.
Lie Kie Hwie sadar asal tubuhnya melayang kembali keatas permukaan tanah, niscaya ia bakal celaka diujung pedang atau toya lawan2nya.
Dalam keadaan terdesak ia segera mengempos tenaga dan menjejakkan kakinya keatas telapak kaki yang lain, menggunakan gerakan "Sin-Liong-Tiauw-Pay" atau naga sakti menggoyangkan ekor meloncat dua tombak lebih tinggi.
"Aaaah .. delapan jurus In-Liong-Pat-Toa-sih," seru para hweesio itu terperanjat. "Keparat ini pastilah penghianat dari partai Kun-lun..."
Ketika itulah dari dalam benteng berkumandang datang suara suitan panjang yang nyaring disusul meluncur datangnya dua sosok bayangan manusia.
Desiran angin pukulan dan gulungan angin babatan menggulung datang bersama dengan datangnya manusia itu, Lie Kie Hwie segera kenali siapakah kedua orang itu, teriaknya, "Adik Thian Heng, apakah kau sudah tidak kenal dengan diriku lagi ?"
Mendengar suara seruan itu sangat dikenal olehnya, baik si sastrawan berbaju biru Hoo Thian Heng maupun si iblis wanita berwajah riang Poei Hong sama2 jadi terperanjat dan segera menarik kembali serangannya mentah mentah.
Setelah melihat siapakah musuhnya, dengan hati terkejut bercampur girang mereka segera berseru :
"Lie-cianpwee, kiranya kau yang telah kembali !"
Buru-buru mereka maju kedepan dan memberi hormat.
Keempat hweesio serta keempat orang toosu penjaga pintu sekarang baru mengerti kalau orang yang barusan diserang oleh mereka bukan lain adalah poocu dari benteng tersebut, diam-diam mereka jadi jengah sendiri atas keberangasan serta kekasaran mereka barusan.
Hoo Thian Heng segera menarik tangan Lie Kie Hwie masuk kedalam benteng diikuti Poei Hong dibelakangnya.
Dalam pada itu Hian Tootiang dari Bu-tong Pay serta Go Hoan thaysu dari Siauw lim pay telah ikut menyambut keluar.
"Cianpwee!" bisik si sastrawan berbaju biru. "Suhumu Hoei Hay Sangjien pun telah datang kemari !"
Cian-Liong Poocu pun lantas minta satu stel pakaian dari Hoo Thian Heng untuk tukar pakaian, kemudian pergi menjumpai gurunya.
Menyaksikan anak muridnya yang dicintai berhasil menyelamatkan diri dari cengkeraman musuh, Hoei Hay Sangjien merasa amat girang, iapun segera menanyakan bagaimana caranya ia berhasil lolos dari tangan lawan.
Cian Liong Poocu menyapu sekejap seluruh ruangan, pada saat itulah ia temukan pelbagai jago lihay dari perguruan serta partai besar yang ada dikolong langit telah berkumpul semua disana.
Diantara orang-orang itu banyak yang telah dikenal olehnya, kecuali Go Hoan Thaysu ketua dari partai Siauw-Lim serta Hian Sioe Tootiang, Hian Biauw Tootiang anggota tujuh jago pedang partai Bu-tong yang telah dijumpainya didepan pintu tadi, disamping itu iapun menemukan para jago lainnya antara lain : Ci Yang Cinjien, Ching Yang Cinjien, serta Hian Hok Tootiang dari partai Bu-tong, Biauw Sin An-cu dari gunung Hoa san, Kak Liauw Siansu dari gunung Go-bie, Ceng Soat Tootiang dari gunung Khong-tong, Pek In Cinjien dari gunung Thiam-cong, Si kepalan tanpa tandingan Tie Kong Cuan dari gunung Ciong-lay, si pedang tunggal Yauw Khie dari gunung Sian Hee, Tong Soe kiat si nelayan dari sungai Goan-kang, Si burung nuri berparuh tipis Liuw Ci Goan, Sastrawan berpenyakitan Wan Boe Gie dari gunung Thian-Tay, Ciang Mo Sangjien dari gunung Thian-san, sitombak emas Tay Lek dari gunung Thay-san, Si Nikouw sakti dari gunung Soat-san, si jago minum teh Louw Poet Thong dari gunung Pa-san serta Tay Coe Sin-ceng ketua dari partai Kun-lun.
Dari angkatan yang lebih muda, kecuali tujuh puluh dua orang padri dan toosu dari partai Siauw-lim serta partai Bu-tong, disamping itu terdapat pula Gien Toan Teng dari Siok Tiong, San Cian Lie adik dari Hong-Sak Poocu, Sibusur merah peluru emas Him Keng Thay, Tio Ci Kian putri sipenebang kayu dari Kheng-san yang telah meninggal, Suma Ci Yan putri almarhum Siauw Yauw Sangjien, Thay Gie Siansu dari gunung Heng san, ditambah pula Hoo Thian Heng, Poei Hong serta pendekar tampan berbaju hijau yang menyusup kedalam markas besar Perkumpulan Yoe-Leng Kauw, semuanya berjumlah ratusan orang lebih.
Tetapi diantara para jago itu ia tidak melihat sahabat karibnya si kakek huncwee dari gunung Bong-san serta istrinya si burung hong hijau Thio Sie, sementara ia hendak bertanya dari luar ruangan berkumandang suara langkah manusia disusul munculnya seorang kakek tua berusia enam puluh tahunan yang punya wajah persegi empat dengan jenggot pendek didagunya.
Orang tua itu sambil menghisap sebuah huncwee berwarna hitam lambat2 melangkah masuk kedalam dan dia bukan lain adalah si kakek huncwee dari gunung Bong-san yang sedang dirindukan.
Begitu sepasang mata saling bertemu, Bong san Yen-Shu segera berteriak keras :
"Lie loote, waaah.....selama ini kau bersembunyi terus dalam sarang bajingan, hidupmu pasti bahagia bukan ?"
Cian-Liong Poocu Lie Kie Hwie tertawa getir.
"Yu Toako, apakah kau masih belum memahami keadaan dari siauw-te? andaikata muridmu Yu-jie tidak datang menyelamatkan jiwaku, mungkin sekarang aku masih menggeletak dalam penjara sebagai tawanan orang!"
Si kakek huncwee dari gunung Bong-san per-lahan2 menghembuskan asap tembakaunya keudara, lalu berkata :
"Kalau memang begitu, mengapa kau tidak menceritakan kisah kejadian yang menimpa dirimu hingga ditolong keluar dari istana se?tan Yoe-Leng Koei-Hoe dihadapan para enghiong hoohan dari seluruh kolong langit, berilah sedikit ulasan agar semua orang dapat mengetahui sampai dimanakah kejahatan yang telah dilakukan para anggota perkumpulan Yoe-Leng Kauw itu !"
Cian-Liong Poocu Lie Kie Hwie segera mengangguk dan berceritalah sejak bulan ketiga dimana ia ditangkap oleh To-Bin Yauw-hoe dengan bubuk pemaboknya sewaktu ada diperkampungan Pa-In-san-cung, bagaimana kemudian dari lembah Cian-To-Kok ia dipindahkan kedalam istana Yoe-Leng Koei-Hoe. Disana ia berjumpa dengan putrinya Lie Wan Hiang yang kehilangan ingatan, dan mengerti dirinya sebagai putri Istana Emas, lalu bagaimana pula ia ditolong pendekar tampan berbaju hijau sehingga lolos dari cengkeraman musuh ....
Para jago yang mendengar cerita itu pada tundukkan kepalanya ikut bersedih hati.
"Omintohud !" puji Hoei-Hay Sangjien kepada keagungan sang Buddha. "Ada sebab tentu ada akibat, hanya disebabkan karena tingkah lakumu yang kurang waspada dimasa lampau sehingga berkenalan dengan perempuan busuk dua puluh tahun kemudian kau harus merasakan akibatnya, bukan begitu saja, bahkan karena masalahmu menyangkut pula persoalan pembunuhan berdarah didalam dunia persilatan."
"Omintohud .....! persoalan ini tak dapat salahkan Lie sicu," sambung Soat-san Seng-Nie dengan cepat. "Semua kejadian adalah kehendak dari Thian, semua yang telah ditakdirkan dari atas siapa yang bisa membantahnya ? Bukankah tiga tahun berselang Loo Pouwsat dari gunung Altai telah ber?usaha keras untuk mencegah terjadinya pertumpahan darah ini? Tetapi akhirnya toh pertumpahan terjadi juga, kau tak boleh salahkan muridmu."
Si sastrawan berpenyakitan dari gunung Thian Tay, Wan Boe Gie mendehem ringan dan segera menimbrung :
"Walaupun semua jago lihay yang ada di kolong langit dewasa ini telah berkumpul semua disini, tapi menurut apa yang cayhe ketahui pihak perkumpulan Yoe Leng Kauw pun telah memperoleh tambahan banyak ja?go lihay, seperti umpamanya Tok Lan Sangjien, Tiang Coen Siancu serta pelbagai jago lihay kalangan hek-to lainnya, boleh dibi?lang sudah bermunculan semua diatas tebing Pek-Yan-Gay. Kendati jumlah kita banyak tapi pihak kita kekurangan tenaga pimpin?an serta organisasi yang kuat, bila sungguh-sungguh terjadi pertempuran keadaan kita pasti kacau balau. Dengan memandang da?sar tujuan kedatangan kita yang sama, yaitu menumpas kaum kejahatan dari muka bumi, bagaimana seandainya kuusulkan untuk mengangkat seorang pemimpin yang cakap dan bijaksana untuk memimpin kekuatan kita serta menurunkan komando?"
Ciangbunjien dari partai Siauw lim serta partai Bu-tong pertama tama yang memberi persetujuan, disusul para jago pun menyatakan setuju.
Setelah melakukan pemilihan serta pertimbangan yang seksama akhirnya Tay Coe Sin ceng ciangbunjien dari Kun Lun Pay yang diangkat sebagai pemimpin didalam usaha menumpas kaum iblis perkumpulan Yoe Leng Kauw ini, sedangkan Soat san Seng Nie serta si jago minum teh dari gunung Pa-gak Louw-Poet Thong diangkat sebagai wakil.
Tiga manusia aneh dari kolong langit tentu saja tak dapat menampik pengangkatan ini, kecuali mereka perintahkan untuk memperketat penjagaan disekeliling benteng Cian Liong Poo, dengan tenang mereka nantikan si pendekar tampan berbaju hijau menyelesaikan tugas rahasianya....
Angin musim rontok berhembus kencang membuyarkan awan putih diangkasa.
Pohon dan rumput bergoyang kian kemari, burung manyar berangkat kearah selatan.
Dalam sekejap mata bulan sembilan tang?gal tujuh telah tiba, malam itu bintang bertaburan diangkasa, rembulan memancarkan cahaya dengan terangnya.
Dari puncak gunung In Boe San tampaklah bayangan hitam berkelebat lewat, belasan sosok tubuh manusia bagaikan sukma genta?yangan meluruk kearah benteng Cian Li?ong Poo.
Beberapa orang petugas peronda yang ada diatas benteng segera mengetahui akan kehadiran musuh dalam jumlah besar, tanda bahayapun segera dilepaskan.
Tay Coe Sin Ceng pun turunkan perintah untuk menarik semua penjaga yang ada diluar untuk masuk kedalam benteng, sedang ia sen?diri dengan memimpin para jago kangouw lambat2 keluar dari benteng Cian Liong poo tersebut.
Ketika ia angkat kepalanya, terlihatlah puluhan jago berbaju hitam dengan melindu?ngi seorang perempuan berdandan siluman dengan memakai mahkota kebesaran serta jubah bersulamkan sembilan burung hong menghadap sang surya per-lahan2 bertindak datang.
"Omintohud !" bisik Hoei Hay Sang jien, kepada Tay Goe Sin Ceng ujarnya :
"Harap ciangbunjin mengenal, jabatan kauwcu dari perkumpulan Yoe Leng kauw ternyata telah dijabat oleh To Bin Yauw Hoe siluman perempuan itu."
Tay Coe Sin Ceng mengangguk, dia alihkan sinar matanya yang tajam kearah Hoan Soh Soh lalu menegur:
"Sicu, ditengah malam buta kau membawa serombongan jago lihay datang kebenteng Cian Liong Poo ini, sebenarnya apa maksudmu?"
Mendengar pertanyaan itu Siluman rase berbaju bunga To Hoan Soh Soh segera tertawa merdu, sambil mengerling genit sahutnya :
"Loa hweesio, pertanyaanmu ini bukankah berarti sudah tahu tapi pura2 bertanya? Markas besar perkumpulan kami terletak di tebing Pek Yan Gay sedang kalian sengaja berkumpul ditempat ini, bukankah itu ber?arti terang2an hendak memenuhi perkumpulan kami? Kau anggap tidur sepembaringan, kita bisa mengijinkan orang mendengkur seenaknya sendiri? lagi pula benteng Cian Liong poo adalah harta peninggalan sahabatku Lie Hong, pun kauwcu telah mendapat pesanannya untuk mengurusi tempat ini, apakah toa hweesio ada maksud merampas rumah rakyat dengan kekerasan?"
Si Kakek huncwee dari gunung Bong-san yang mendengar perkataan ini segera terta?wa terbahak bahak.
"Haaah...haaah.... haaah.... siluman rase genit, kau betul2 tak tahu malu. Sebagai seorang kauwcu dari perkumpulan Yoe-Leng-Kauw kenapa bicara ngawur seenaknya sendiri?"
"Yu Thayhiap !" kata Hoan Soh Soh setelah mengerutkan dahinya sejenak. "Dengan dasar apakah kau mengatakan bahwa aku bicara ngawur seenaknya sendiri?"
"Banyak sekali buktinya," berbicara sampai disini ia menghisap huncweenya dalam dalam lalu menyemburkan segumpal asap hitam. "Misalnya saja ucapan dari Kauwcu barusan dimana dikatakan kau mendapat pesan dari sahabat karibmu Lie Hong untuk mengurusi harta warisannya, benarkah ada perkataan ini?"
"Tentu saja !" "Kalau begitu, kami harap agar kau panggil keluar sahabat karibmu itu, kenapa...."
Tidak menunggu si kakek huncwee dari gunung Bong-san menyelesaikan kata2nya, To Bin Yauw-Hoe menimbrung :
"Sayang sekali sahabat karibku itu pada tiga hari berselang telah meninggal dunia..."
Mendengar perkataan itu si kakek huncwee dari gunung Bong-san tertawa ter-bahak2.
"Haaaah......haaaah......haaaah......aku merasa amat bersedih hati buat kebohonganmu sebagai seorang kauwcu, menurut apa yang aku orang she Yu ketahui, cian-liong poocu Lie Kie Hwie belum pernah meninggalkan tempat ini barang selangkahpun."
Semua anggota perkumpulan Yoe-Leng-Kauw jadi terkejut bercampur heran setelah mendengar ucapan itu, terutama sekali Siluman rase berwajah bunga To, Hoan Soh Soh beserta putrinya si putri Bumi yang berada disisinya. "Yu thayhiap, kaupun pandai sekali bergurau. Kau harus tahu manusia yang telah mati tak mungkin dapat hidup kembali, walaupun kau bisa main sulapan untuk melamurkan mata orang, rasanya tak mungkin punya kepandaian untuk membangkitkan kembali orang yang telah mati...."
Bong-san Yen-Shu tidak banyak berbicara lagi, ia berpaling kearah Thay Coe Sin-Ceng dan berkata:
"Mohon diundang keluar Cian-Liong Poocu Lie Kie Hwie sebagai bukti dan saksi!"
Thay Coe Sin-Ceng mengangguk, segera perintahnya:
"Untuk membuktikan siapakah yang telah berbohong didalam masalah ini, Lie poocu dipersilahkan tampil kedepan sebagai bukti."
Begitu selesai berkata, dari gerombolan para jago segera muncullah seorang lelaki tinggi kurus yang berusia empat puluh tahunan dengan wajah serius.
Begitu orang ini munculkan diri, Hoan Soh Soh segera tersentak kaget, air mukanya dari merah membara seketika berubah jadi hijau membesi.
Dengan alis berkerut dan wajah menampakkan rasa sedih, gusar bercampur dendam, Cian-Liong Poocu, Lie Kie Hwie berseru:
"Kau manusia rendah yang hina dina betul-betul berhati kejam bagaikan ular, bukan saja seluruh keluargaku telah kau celakai bahkan seluruh umat Bu-lim pun kau bunuh dan kau jagal seenaknya, hmmm! Begitu masih bisa2nya mengakui aku sebagai sahabat karibmu. Malam ini kalau aku tidak membiarkan darahmu berceceran disini, sulit rasanya melenyapkan rasa dendam yang telah merasuk kedalam tulang sumsumku, perempuan lonte! Kalau kau punya keberanian ayoh maju kedalam kalangan, dan hadapilah diriku!"
To Bin Yauw-Hoe mendengus dingin.
"Mengingat hubungan kita dimasa yang silam, aku tidak tega membinasakan dirimu dan membiarkan kau berhasil melarikan diri, bukannya mengucapkan terima kasih atas budiku, sebaliknya kau malah menantang aku...sungguh kurang ajar"
Berbicara sampai disini ia lantas menoleh kekiri dan kanan sambil serunya :
"Tangkap bangsat itu !"
Siluman pertama dari Khong tong-san, Ho Boe Shia sambil melintangkan pedangnya segera meloncat kedepan, serunya :
"Sudah lama kudengar akan kelihayan il?mu pedang yang kau miliki, aku orang she Hoo pingin mendapat pelajaran !"
Sementara Cian Liong Poocu Lie Kie Hwie hendak menjawab, dari rombongan angkatan muda berjalan keluar seorang pemuda tampan berbaju putih, dengan sepatu dari kulit macan dan sepasang senjata tersoren dipunggungnya selangkah demi selangkah ia berjalan keluar dari barisan, ujarnya kepada Lie Kie Hwie :
"Lie cianpwee, membunuh ayam tak usah menggunakan golok kertas, untuk meringkus manusia-manusia kurcaci seperti ini, lebih baik serahkan kepada boanpwee saja !"


Sabuk Kencana Ikat Pinggang Kemala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Siang-koay adalah murid buangan dari partai Khong-tong," pesan Cian Liong Poo?cu, "kepandaian silat mereka lihay dan orangnya bengis berhati kejam, harap sauwhiap suka berhati-hati dalam setiap tindakan dalam menghadapi mereka."
Habis berkata ia segera mengundurkan diri kebelakang.
Pemuda tampan itu yang bukan lain adalah Sah Cian Lie dari benteng Hong-sak Poo segera melepaskan senjata Gir tembaganya, sambil dibenturkan sama lain sehingga me?nimbulkan suara nyaring serunya:
"Bajingan berhati keji kamu sekalian telah membinasakan saudaraku, ini lagipun sauwhiap bersumpah akan membalas dendam sa?kit hati itu, ayoh cabut keluar senjatamu."
Hoo Boe Shia si Khong tong Toa Koay dengan melotot segera tertawa seram.
"Heeeh....heeeh...bocah cilik, kau sendirilah yang mencari kematian, jangan salahkan kalau hatiku kejam."
Pergelangannya digetarkan, serentetan cahaya keperak perakan laksana pelangi diangkasa segera meluncur kedepan.
San Cian Li tertawa keras, "Siluman tua, lebih baik tutup bacotmu." Walaupun diluaran ia masih berbicara, sementara sepasang senjata Gir tembaganya dengan gerakan "Sian Liong Joet Hay" atau sepasang naga muncul dari samudera segera menyerang kedepan, tampaklah cahaya kuning berkilauan diangkasa, senjata sebelah kiri menangkis serangan lawan sementara senjata sebelah kanan langsung menyodok jalan darah tertawa dipinggang Hoo Boe Shia.
Traaang....! Sepasang senjata saling membentur satu sama lainnya menimbulkan percikan bunga api, sambil menekan pedangnya kebawah diam diam San Cian li membatin:
"Sungguh dahsyat kekuatan lengan gembong iblis ini !"
Senjata gir tembaga disebelah kirinya tetap dalam gerakan semula sementara senjata di tangan kanan menggunakan kesempatan itu membentuk gerakan busur, lalu laksana kilat menyodok jalan darah Cia Ceng hiat di pundak lawan.
Hoo Boe Shia mengerti kalau tenaga lweekangnya lawan tak dapat menangkan kehebatannya, baru saja ia tertawa seram mendadak terasalah sekilas cahaya kuning menerjang kearah bahu kirinya.
Serangan itu datangnya teramat cepat, tak mungkin bagi dirinya untuk berkelit, dalam kagetnya buru2 siluman tua itu menekan bahunya kebawah sambil bergeser kesamping.
Kendati reaksinya amat cepat tak urung bahu kirinya tersapu juga oleh senjata lawan sehingga terasa sakit, panas dan linu, amarahnya kontan berkobar.
Dalam sekejap mata pedangnya diputar sedemikian rupa sehingga bagaikan titiran air hujan, semua ancaman ditujukan ketempat tempat yang mematikan hingga Hong-sak Poocu San Cian Li terkurung didalam lapisan pedangnya.
Mimpipun siluman besar Hoo Boe Shia tak pernah menyangka kalau perhitungannya meleset mengakibatkan ia kalah satu jurus ditangan seorang pemuda ingusan yang belum hilang bau tetek ibunya, ia sadar bila keadaan ini tidak dibalas niscaya nama besarnya yang dipupuk selama ini bakal hancur berantakan.
Untuk membalas dendam sakit hati kakaknya selama hampir setengah tahun lamanya San Cian Li melakukan latihan yang tekun dan rajin, kepandaian silatnya sudah jauh lebih dahsyat dari keadaan dahulu.
Serangkaian ilmu penggunaan senjata Gir tembaganya sudah berhasil mencapai pada puncak kesempurnaan.
Tampaklah dua ekor naga emas saling menyambar dan menari diangkasa, cahaya keperak perakan memancar kesana kemari.
Tiba-tiba.... terdengar dua kali jeritan kesakitan bergema memecahkan kesunyian, pedang tajam siluman tua Hoo Boe Shia ber?hasil membabat kaki kiri San Cian Lie sehingga muncul sebuah mulut luka yang amat panjang, darah segar mengucur keluar membasahi seluruh permukaan bumi.
Sebaliknya keadaan dari siluman tua Hoo Boe Shia lebih mengenaskan lagi, biji mata sebelah kanannya kena disodok oleh gagang senjata pemuda she Sah ini sehingga hancur berantakan, saking sakitnya ia segera jatuh tak sadarkan diri.
Masing-masing pihak segera membopong jagonya yang terluka untuk kembali kerombongannya guna memperoleh perawatan.
Siluman kedua Hoo Si Ceng ketika me?nyaksikan kakaknya terluka parah bahkan jatuh kecundang di tangan seorang pemuda ingusan, dalam keadaan malu bercampur gusar ia meraung keras dan segera meloncat masuk kedalam gelanggang, bentaknya gusar:
"Masih ada keparat cilik mana lagi yang pingin mencari modar ?"
"Kawanan manusia laknat," bentak Suma Ci-Yan nyaring. "Kembalikan nyawa ayahku ...."
Bersamaan dengan suara bentakan itu tubuhnya meluncur kedalam kalangan, pergelangannya ditekan kebawah, secara tiba2 pedang Coe-Bo-Lie-Hoen-Kiam dicabut keluar dan menyerang lawannya dengan hebat, kepandaian tersebut merupakan kepandaian tunggal dari si pelancong yang suka berkelana Suma Boe Yoet salah satu diantara lima manusia aneh dari kolong langit.
Khong-tong Jie-Koay berseru tertahan, ia sadar bahwa dirinya telah berjumpa dengan musuh tangguh, ia tak berani gegabah dan segera menarik kembali pandangan rendahnya terhadap lawan, ilmu pedang Cioe-Thian-Kiam-Hoat yang dimilikinya dikerahkan keluar dengan hebatnya, cahaya ke-perak2an memancar keempat penjuru, jurus2 serangannya ganas dan telengas.
Suma Ci Yan melayani serangan musuhnya dengan tenang, ia kerahkan ilmu meringankan tubuh "Siauw Yauw Yoe" untuk meloncat kesana kemari, sementara Bo Kiam ditangan kanannya menggetarkan kuntum2 bunga emas untuk melindungi seluruh tubuhnya sedang Coe Kiam ditangan kirinya me?nyapu kekanan menyambar kekiri, sering kali menerobos masuk lewat cahaya pertaha?nan Hoo Si Ceng langsung mengancam tem?pat2 pentingnya.
Begitulah dua orang jago lihay yang sa?ma satu pihak mengandalkan kesempurnaan tenaga dalamnya dan yang lain mengandalkan keanehan serta kesaktian jurus serangannya berusaha untuk merebut kemenangan, dalam sekejap mata lima puluh jurus telah lewat.
Si jago Minum Teh dari gunung Pa Gak san Louw Poet Thong yang berada di sisi kalangan diam2 memuji akan kehebatan keponakannya, ia berkata :
"Tenaga dalam yang dimiliki Yan Jie te?lah memperoleh kemajuan yang amat pesat, sungguh tak salah lagi orang mengatakan ayah harimau tak akan melahirkan anak anjing...."
Yoe Leng Kauwcu Hoan Soh Soh selama ini amat mempercayai akan kedahsyatan tenaga lweekang yang dimiliki Khong-tong Jie-Koay, kini setelah menyaksikan keam?puhannya sama sekali tidak mendatangkan hasil, bahkan untuk meringkus seorang bu?dak ingusanpun tak sanggup, bukan saja ia merasa tak puas bahkan Thay Ouw Ngo Shia serta Hoan Hoo Toa Ciauw pun segera menjengek didalam hati dengan wajah meman?dang hina :
"Hmm ! Begitu bodoh dan goblok seperti gentong nasi juga bisa-bisanya mencantumkan nama sendiri sebagai Tujuh orang Lee Pok!"
Setelah lima puluh jurus lewat, keadaan dari Jie-koay semakin mengenaskan lagi.
Kiranya Suma Ci-Yan dengan andalkan ilmu meringankan tubuhnya yang ampuh mengimbangi permainan Coe Bo Lie Hoen Kiamnya bergerak kesana kemari memenuhi seluruh kalangan.
Coe-Kiam mendesir kian kemari sedang Bo-Kiam menyapu keatas bawah, dalam waktu singkat pelbagai jurus aneh bermunculan saling susul menyusul, seketika itu juga Hoo Si Ceng jadi termakan oleh pedang lawan hingga sekujur badannya penuh dengan luka, walau begitu siluman kedua ini merasa malu untuk mengundurkan diri.
Dua puluh jurus kembali berlalu, Suma Ci-Yan mendadak memperketat serangannya, Coe-Kiam dengan membawa desiran tajam menyapu sembilan puluh derajat membujur kesamping, dengan jurus "Bo-Coe-Shang-Khie" atau ibu dan anak saling membantu, pedangnya langsung dihujamkan kedalam lambung Khong-tong Jie-Koay, jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang memenuhi angkasa, darah segar muncrat membasahi seluruh permukaan bumi, sambil menarik kembali senjatanya Suma Ci-Yan meloncat mundur kebelakang, sedangkan mayat Hoo Si Ceng segera roboh diatas tanah.
Sambil membesutkan noda darah diatas pedang Coe-Kiamnya pada telapak sepatu, Suma Ci-Yan alihkan sinar matanya kearah Putri Bumi yang berdiri di sisi ibunya Siluman rase berwajah bunga To. Tegurnya dingin :
"Perempuan rendah yang tak tahu malu, kau hanya pandai memerintah orang untuk membunuh para pemimpin Bu-lim, dosamu ber-tumpuk2 dan tak bisa diampuni lagi, kalau punya keberanian ayoh maju kedepan. Mari kita saling beradu kekuatan."
Putri Bumi Hoan Pek Giok segera tertawa nyaring.
"Kau anggap Pun Kongcoe adalah manusia macam apa? Kau tidak sesuai menjadi tandinganku...."
''Haaah...haaaah....haaaaah.." Suma Ci Yan tertawa tergelak dengan seramnya. "Sungguh tak nyana kau adalah seorang perempuan rendah bermuka tebal yang tak tahu malu, putri seekor siluman rase cabulpun berani mentang2 berlagak sok didepan orang...Ciiis! sungguh tak tahu malu..."
Merah padam seluruh wajah siluman rase berwajah bunga To setelah mendengar perkataan itu, mendengar pula putrinya dihina habis habisan, dengan penuh kegusaran teriaknya:
"Barang siapa yang sanggup menangkap perempuan itu dalam keadaan hidup hidup, kuberi pahala yang besar."
Bersama dengan selesainya ucapan itu sesosok bayangan merah diiringi gelak tertawa nyaring melayang keluar dari rombongan dan meluncur ketengah kalangan.
Dalam pada itu tampaklah bayangan merah berkelebat lewat, ditengah gelak tertawa yang bernada genit seorang perempuan berdandan cabul dengan pinggangnya yang ramping bagaikan ular melayang turun ketengah kalangan.
Perempuan cabul ini bukan lain adalah "Lee Pok" nomor empat yang baru saja menerjunkan diri kedalam keanggotaan per?kumpulan Yoe Leng Kauw, si nyonya ular kecil dari To Hoa Wu, Giam Giok Ci adanya.
Dengan langkah yang menggiurkan dan wajah penuh senyuman licik ia berkata :
"Mungkin kau adalah putri dari Suma Boe Yoet yang sudah modar itu kan ? Ehmm, ilmu pedang Coe Bo Lei Hoen Kiam yang kau miliki rada lumayan juga kesempurnaannya, aku sinyonya ular kecil pingin sekali minta beberapa petunjuk darimu."
Sembari berkata ia segera meloloskan se?buah senjata gunting berbentuk ular dari pinggangnya, dibawah sorot cahaya rembulan tampak senjata tadi memancarkan cahaya keemas emasan.
Senjata gunting berbentuk ular ini ter?masuk sejenis senjata tajam yang sangat aneh, sinyonya ular kecil berhasil angkat namanya dalam dunia persilatan sebagian besar adalah berkat mengandalkan senjata tersebut.
Si jago minum teh dari gunung Pa-Gak-san Louw Poet Thong mengerti bahwa Suma Ci-Yan sudah kehabisan tenaga serta tak sanggup untuk melangsungkan pertarungan kembali, ia jadi gelisah dan diam2 merasa cemas.
Belum sempat dia berbuat sesuatu, si sastrawan penyakitan dari gunung Thian-Tay, Wan Boe Gie telah tertawa ter-bahak2 dan munculkan diri didalam kalangan, katanya :
"Nona Ci-Yan, siluman perempuan ini mempunyai sedikit ganjalan dengan diriku, bagaimana kalau kau dipersilahkan mengundurkan diri terlebih dahulu ?"
Setelah mendengar ucapan tersebut, tentu saja Suma Ci-Yan merasa tidak enak untuk menampik, sesudah melotot sekejap kearah nyonya ular keji sahutnya :
Alap Alap Liang Kubur 1 Suro Bodong 09 Dendam Perempuan Sepi The Devil In Black Jeans 5
^