Pencarian

Si Angin Puyuh 13

Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Hong In Lui Tian Karya Gan Kh Bagian 13


Melihat beberapa gerakan dengan berlincahan seperti kelinci saja, orang sudah berhasil merobohkan kedua pembantunya yang paling diandalkan, karena terkejut perwira muda itu tanpa perduli orang terluka atau tidak cepat ia boyong seluruh kepandaiannya, dengan Loan pi hong kiam hoat ia cecar Geng Tian dengan tiga serangan pedang berantai.
Keruan Nyo Wan-ceng amat kuatir, teriaknya; "Geng toako, lekas kau lari! Kenapa kau tidak patuh akan nasehatku?"
Geng Tian berhasil punahkan dua jurus serangan lawan, teriaknya: "kaulah yang dengar kataku, lekas kaulari beri kabar kepada Liong pangcu." jurus ketiga ia sudah kehabisan tenaga kipasnya kena ditangkis dan tersampok jatuh oleh golok perwira muda itu. Sekumur darah segar kontan menyembur dari mulut Geng Tian, seketika ia jatuh tersungkur dan jatuh semaput. Agaknya ia sudah kehabisan tenaga, belum lagi musuh membekuk, dia sudah roboh lebih dulu.
"Berani kau bunuh toakoku biar kurenggut juga nyawamu!" demikian teriak Nyo Wan ceng mengancam, meski kepandaian si-gadis itu lebih asor dari dia, namun dalam waktu dekat, terang ia tidak mampu membebaskan diri dari libatan lawan.
Perwira muda segera menjinjing badan Geng Tian dan meraba hidungnya, katanya tertawa: "Nona tak usah gagap, Toakomu hanya jatuh pingsan, belum meninggal. Mungkin sebelum ini ia sudah terluka bukan," nada bicaranya lemah lembut, betul betul diluar dugaan para tentara yang dibawanya, namun kilas lain mereka lantas membatin: "Siau mo li ini berwajah begitu cantik seperti bidadari mungkin Kongcu kita ini sudah terpincut olehnya!" demikian juga Nyo Wan-ceng sendiri merasa heran, mendadak ia teringat sesuatu, tak tertahan berdetak jantungnya.
Waktu itu perwira yang bersenjatakan gantolan itu sudah ditolong oleh temannya, kepandaiannya tidak lemah, tapi dalam gebrak permulaan tadi, ia lantas terjungkal oleh tutukan Geng Tian sudah tentu malunya bukan main, begitu tutukan jalan darahnya bebas segera ia meluruk maju bantu gadis itu mengerubut Nyo Wan ceng.
Diam diam Nyo Wan ceng menerawang: "Ucapan Geng toako memang tidak salah, memberi kabar ke Ki lian san memang merupakan tugas yang amat penting, naga naganya perwira muda ini tidak bermaksud melukai jiwa Geng toako, entah apakah dia ini orang yang dimaksud oleh Toh Hok itu?" lalu terpikir pula olehnya; "Kepandaian mereka bersaudara cukup hebat, seorang diri aku tidak akan kuat melawan keroyokan mereka, aku sendiripun takkan bisa menolong Geng toako. Lebih baik aku mematuhi seruannya biar aku pergi ke-Ki Lian san menemui Liong pangcu lebih dulu, beramai ramai kita tentu dapat menolongnya keluar."
Karena pikirannya ini, "Sret" cambuknya menjadi kaku menusuk kena perwira yang bersenjata gantolan itu, jurusnya ini dinamakan Lam to cit sing ujung cambuknya bergetar tujuh kali, memecahkan tujuh cahaya perak yang membundar seperti kuntum kembang, betul betul menyerupai bintang yang kelap kelip menyolok mata. Lekas perwira itu katupkan kedua gantolannya kemuka untuk melindungi badan tak nyana serangan Nyo Wan ceng ini hanyalah gertakan belaka mendesak orang mundur, tiba-tiba ia putar badan sambil menyapu dengan cambuknya, disaat gadis itu menangkis dengan kedua sayap goloknya, bagai burung terbang menjulang ke langit, Nyo Wan ceng sudah mencelat pergi dari samping tubuhnya.
"Siau mo li," seru gadis itu, "kita belum menentukan siapa menang dan kalah, kalau suka berkelahi mari diteruskan sampai puas!"
"Bagus kalau kau berani mari kesini satu lawan satu. Kalian main keroyok, maaf aku tidak sudi melayani!" dalam berkata-kata itu ia sudah melesat keluar dari kepungan, mana para tentara itu mampu menghalangi dia ? Dari kejauhan Nyo Wan ceng berpaling dan berseru pula: "Seujung rambut saja kalian mengusik Toakoku, jangan harap kalian bisa tidur lelap! Berani bicara tentu berani kulaksanakan, akan datang kesempatan kubuat perhitungan pada kalian."
Perwira bergaman sepasang gantolan itu segera cemplak seekor kuda, serunya: "Menghadapi siluman wanita macam dia buat apa bicara soal aturan kangouw segala? Betapapun tinggi ginkangnya, masakah lebih cepat dari kudaku ini, mari kita kejar dia." seruan ini mendapat tanggapan ramai. Beberapa yang lain yang merasa kepandaiannya tidak rendah beramai cemplak kuda ikut mengudak.
Meski gadis itu mendongkol karena Nyo Wan-ceng memandang rendah dirinya tapi mengingat satu lawan satu dirinya bukan tandingan orang, kalau main keroyok, menurun derajatnya dan gengsinya maka ia hanya mengkerut kening tidak ikut mengejar.
Perwira muda itupun mengerut kening, tapi ia berpikir, "Kalau aku cegah mereka mengejar, mungkin bisa menunjukkan rasa curiga dan tak senang mereka. Nona itu berkepandaian tinggi, kukira mereka tidak akan membekuknya." maka segera ia tertawa katanya, "Baik, adikku, mari kita ikut melihat lihat saja tidak harus turun tangan."
Waktu itu cuaca sudah terang benderang tak lupa setelah rombongan besar ini maju ke-arah barat, tiba tiba tampak dua ekor kuda berlari mendatangi keduanya sama ditunggangi orang. Semula ada lima orang yang mengejar, kini cuma empat orang dan dua kuda yang kembali, tak perlu dijelaskan, terang kuda kuda mereka binasa ditengah jalan.
Kiranya satu diantara lima perwira yang mengejar Nyo Wan ceng itu seorang diantaranya adalah ahli panah yang kenamaan di Liang ciu, kuda tunggangannya besar kekar dan berlari paling cepat lagi, dia mendahului berhasil mengejar Nyo Wan ceng.
Ia tahu kepandaian Nyo Wan ceng tinggi maka tidak berani bertempur diatas kuda, maka didalam jarak ratusan langkah, segera ia kembangkan keahliannya "Sret, sret" beruntun tiga kali ia lepaskan anak panahnya.
Dua batang anak panah yang terdahulu kena dihindari oleh Nyo Wan ceng, panah ketiga mengenai tepat dan robohlah sasarannya. Perwira itu kegirangan lekas ia turun dan hendak membekuknya. Tak duga mendadak Nyo Wan ceng mencelat bangun, malah berhasil membekuk perwira itu dan merebut kuda tunggangannya pula. Ternyata ia hanya pura para saja kena dipanah, soalnya hari masih remang remang kelihatannya panah itu mengenai tenggorokannya, sebetulnya kena digigit oleh giginya.
Empat perwira yang lain segera mengejar tiba, karena kudanya dimuati dua orang, meski kuda bagus lambat laun terkejar keempat kuda yang lain. Maka berkata Nyo Wan-ceng tertawa dingin: "Diberi tidak membalas kurang hormat biar kalianpun berkenalan kepandaianku memanah kuda," kalau panah berantai sekaligus bisa dilepas tiga kali sudah merupakan kepandaian yang hebat, namun ia beruntun melepaskan empat batang panah. Perwira bergaman gantolan itu berkepandaian paling tinggi, ia berhasil menangkis jatuh panah yang mengincar kudanya, seorang lain yang ahli menunggang kuda juga berhasil meluputkan diri, dua ekor yang lain kena otaknya dan roboh binasa, dua perwira penunggangnya ikut terjungkal jatuh dengan luka-luka ringan.
Setelah melaporkan keadaan sebenarnya, perwira bergaman gantolan itu berkata pula: "Karena harus menolong sesama kawan, kami tidak bisa mengejar Siau-mo-li pula. Terpaksa kembali saja, harap Kongcu memberi ampun."
"Untunglah kalian tidak sampai terluka berat, terhitung kalian beruntung," demikian ujar perwira muda itu. "Siau-mo li hanya menahan kuda tidak mengejar orang, agaknya dia memberi keringanan kepada kalian."
Mereka malu muka para perwira itu kata bergaman gantolan itu: "Tapi Yapi Ciangkun kena ditawan olehnya."
"Itulah yang membuatku heran," demikian ujar perwira itu menepekur. "Dia menawan seorang kita entah apa maksudnya?"
Gadis itu menimbrung bicara: "Mungkin hendak tukar tawanan."
"Tapi Ciangkun adalah guruku memanah, jikalau dia benar benar minta kami menukar tawanan, wah membuatku serba sulit juga."
Perwira bergaman gantolan berkata, "Bocah she Geng ini kabarnya adalah buronan yang ingin ditangkap oleh Wanyen Ongya, sudah tentu tidak boleh ditukar."
Sebetulnya perwira muda ingin mencari alasan supaya kelak bisa menukar tawanan, namun mendengar tanggapan bawahannya, ia urungkan niatnya terpaksa harus mencari jalan lain.
O^~dwkz^hendra~^O Jilid 24 Disaat ia berpikir itulah tiba-tiba dilihatnya seseorang berlari lari ditengah jalan di-kejauhan sana, mata siperwira muda ini paling tajam ia lihat lebih dulu, setelah berseru heran ia berkata : "Coba lihat bukankah itu Yapi Ciangkun ?"
Cepat semua orang memapak maju setelah dekat barulah mereka melihat jelas, memang jelas Yapi Ciangkun adanya. Tampak badannya basah kuyup oleh keringatnya, napasnya ngos-ngosan berlari kehadapan siperwira muda. Berbareng orang banyak mengajukan berbagai pertanyaan kepadanya.
"Aturlah dulu napasmu baru bicara," kata perwira muda.
Yapi mengeluh lebih dulu, lalu jawab pertanyaan para sejawatnya, "Bukan aku berhasil melarikan diri karena mengandalkan kepandaianku, kalau dikatakan sungguh harus disesalkan Siau mo-li sendirilah yang melepaskan aku pulang." Orang ini adalah seorang Busu yang biasanya terlalu mengagulkan diri, namun dia punya sifat-sifat lain yang tidak dibekali orang lain, dia suka memuji dan patuh kepada seseorang yang berkepandaian lebih tinggi dari pada dirinya, bicara jujur dan apa adanya secara blak-blakan, tanpa tedeng aling-aling lagi.
"Kenapa dia mau melepaskan pulang?" tanya perwira bergegaman gantolan itu.
Jawab Yapi : "Dia hanya mengajukan pertanyaan, setelah kujawab dia lantas menyuruh aku kembali.''
Gadis itu mengerutkan kening, tanyanya : "Apa yang dia tanyakan ?"
"Tuan putri tidak usah kuatir, bukan dia menyelidiki situasi militer, dia cuma tanya-tanya asal usul dan nama kalian kakak beradik. Kupikir, hal ini tidak begitu penting, maka aku lantas menerangkan kepadanya."
Gadis itu melengak, katanya : "Untuk apa dia ingin tahu asal usul dari mana kami ? apa hendak menuntut balas kepada kami kakak beradik ?"
"Wah ! Siau-mo li itu ginkangnya hebat, pergi datang tanpa jejak, bukan saja harus berjaga jaga dia meluruk datang menuntut balas, kita harus berjaga-jaga juga kalau dia main serobotan di istana," demikian timbrung perwira bergegaman gantolan.
"Kami tidak perlu takut dia datang !" Demikian ujar sigadis. "Kalau dia datang malah kebetulan aku bisa bertanding pula dengan dia !"
Sebaliknya tergerak hati siperwira muda, "kenapa dia ingin tahu asal usul dan nama-nama kami, lalu melepaskan tawanannya pulang ? Memangnya dia sudah tahu rahasiahku ?"
"Koko, apa yang sedang kau pikirkan ?"
"Aku sedang berpikir, bagaimanakah caranya untuk membereskan bocah she Geng ini?"
"Apa yang hendak kaulakukan atas dirinya ?"
"Untuk sementara kita harus merahasiakan kejadian hari ini kepada Cian Tiang-jun."
"Kenapa ?" Berkata perwira muda itu: "Pertama, dengan susah payah baru kami berhasil menangkap orang ini, kenapa harus diserahkan dia untuk mendapatkan pahalanya ? Kedua, aku sendiri ingin mengompres sedikit keterangan mengenai seluk beluk Ceng liong-pang, supaya ayah lebih dapat leluasa untuk menghadapi mereka. Cian Tiang-jun kena dilukai oleh dia pasti membencinya sekali, kalau diserahkan kepadanya, bila Cian Tiang-jun membunuh secara diam2, bukankah kami kehilangan sumber penyelidikan dari mulutnya. Maka peristiwa hari ini kuharap sekali-kali jangan bocorkan kepada siapapun jua."
Orang-orang itu adalah anak buah kepercayaannya, serempak mereka mengiakan, serunya bersama : "Ucapan Kongcu memang betul, bangsat tua she Cian itu mengagulkan diri sebagai utusan resmi kerajaan, sikapnya yang angkuh dan pongah itu sungguh menyebalkan ada jasa-jasa baik kenapa harus diserahkan kepadanya ? Kongcu tidak usah kuatir, kejadian hari ini adalah kami beberapa orang saja yang tahu sekali-kali tidak akan bocor dan diketahui orang lain."
Berkata pola Yapi-ciangkun seorang diri : "Bahwasanya negara kita hancur, rumah tanggapun akan berantakan, hari ini kita hanya bisa bercokol di Liang chiu daerah kecil yang terpencil pula, memangnya kita harus terima nasib begini saja? ya, kita harus mandah dihina dan dipermainkan demi urusan dan tugas yang lebih berat. Kita semua orang sendiri, berani kuutarakan isi hatiku, kukira musuh kita yang utama, musuh yang sejati bukanlah kawanan berandal Ceng liong-pang berpangkalan di Ki-liansan itu tapi adalah . . ."
Perwira muda itu segera menukas dan mencegah orang melanjutkan kata katanya, "Yapi suhu, ucapanmu ini tidak boleh sembarangan kau katakan cukup asal hati kita masing-masing mengerti saja."
Setelah cuaca terang baru mereka tiba di rumah, perwira muda itu langsung membawa Geng Tian kedalam dan merawatnya disebuah kamar rahasia, katanya berbisik kepada adiknya : "Bukan saja kami harus mengelabui Cian Tiang jun, persoalan ini jangan sampai diketahui oleh ayah. Moay moay kau harus membantu aku."
Gadis remaja itu mengedip-ngedipkan mata, sikapnya seolah-olah sudah paham akan kata-kata engkohnya yang penuh arti, seketika tersungging senyuman mekar pada roman mukanya, katanya: "Kenapa sih, bukankah tadi kau katakan kepada mereka, supaya ayah sendiri yang mengompres keterangan orang ini ?"
"Memang sengaja orang ini tidak akan kuberitahukan kepada ayah. Kelak akan kujelaskan kepada kau."
"Koko kulihat kau pasti mempunyai rahasia apa yang takut diketahui ayah. Kau minta aku bantu usahamu maka sekarang juga kau harus jelaskan kepadaku."
"Ayah menjadi pejabat tinggi negeri Kim, bagaimana menurut pendapatmu?"
"Memangnya perlu dikatakan pula? Sudah tentu sikapku seperti Yapi ciangkun dan lain lain aku tidak puas melihat sepak terjang ayah selama ini."
"Bagus sekali baiklah kuberitahukan kepada kau ...apa yang mereka bicarakan biarlah kita tunda dilain kesempatan."
Dalam pada itu perlahan-lahan Geng Tian sudah mulai siuman, cuma pandangan dan ingatannya masih samar samar, terasa seseorang sedang duduk disampingnya dan menunduk mengawasi dirinya. Karena ia masih dalam keadaan setengah sadar, entah dalam keadaan mimpi. Tapi hidungnya terasa terangsang bau harum, agaknya orang disampingnya ini adalah seorang perempuan.
Geng Tian mencoba menggigit bibirnya, rasanya sakit terbukti bahwa ini bukan dalam impian, rasa sakit itu sendiri seketika banyak membuat kesadarannya pulih sebagian besar lekas ia bersuara: "Adik Ceng tempat apakah ini?" lapat lapat masih teringat olehnya pada waktu dirinya jatuh pingsan, ia sangka pasti Nyo Wan cenglah yang berhasil menolongnya dari tempat bahaya.
Perempuan itu tertawa geli, pelita segera dibikin terang, katanya: "Adik Cengmu belum lagi tiba, coba kau lihat siapa aku ini!"
Kali ini Geng Tian sudah melihat jelas, keruan kagetnya bukan kepalang, teriaknya: "Kau, apa yang hendak kau lakukan atas diriku?"
"Kubawa pulang, akan kusembuhkan luka lukamu!'' sahut gadis itu.
Geng Tian bersungut-sungut, ocehnya, "Lebih baik aku mati ditangan musuh, siapa mengharap kebaikan hatimu yang palsu itu!" Ia meronta berusaha bangun, namun ia tidak kuasa bergerak.
Gadis itu tersenyum manis ujarnya, "Darimana kau tahu bahwa aku adalah musuhmu?"
Geng Tian gusar dampratnya: "Kau jangan menggoda aku. Kalian meluruk datang menangkap aku, memangnya kalian hendak anggap aku sebagai sahabat?''
"Sekarang memang bukan sahabat kelak kemungkinan menjadi kawan seperjuangan."
Geng Tian jadi ragu ragu, tanyanya serba curiga, "Siapakah kalian sebenarnya?"
"Kau yang harus beri tahu dahulu kepadaku apakah ayahmu adalah Kanglam Tayhiap Geng Ciau??''
Mendengar orang menyebut ayahnya sebagai Kanglam Tayhiap, berpikir Geng Tian, "Memangnya kejadian salah paham, tapi bukan mustahil dia sedang menipu keteranganku." maka segera ia menjawab: "Kalau benar kenapa?"
"Jadi kau inilah yang bergelar Sian Tian-jiu Geng Tian!''
"Seorang laki laki sejati tidak mengganti nama, dan tidak menukar she. Benar memang akulah Geng Tian. Geng Tian memang aku adanya, kau mau apa?"
"Bagus kalau begitu sekarang kita boleh menjadi sahabat akrab. Perkenankanlah aku orang she Li bernama Ci heng."
Tergerak hati Geng Tian, katanya: "Kau she Li, lalu siapa nama engkohmu?"
"Sudah tentu engkohkupun she Li, dia bernama Hak-siong!''
Geng Tian tersentak kaget, serunya: "Li Hak-siong? Lalu siapa ayah kalian?"
"Kenapa kau suka mengorek seluk beluk keluarga orang lain, baik biar kuterangkan seluruhnya. Ayahku adalah penjabat penguasa dari kota Liang-chiu yang bernama Li Ih-siu. Apakah kau perlu tanya asal-usul kakekku sekalian?"
Baru sekarang Geng Tian sadar dan mengerti, pikirnya, "Ternyata engkohnya adalah orang yang dikatakan oleh Tok Hok itu!"
"Bagaimana ?" desak gadis itu, "Kau bisa anggap kami bersaudara sebagai sahabat tidak?"
"Bisakah kau usahakan supaya aku bertemu dengan engkohmu?"
"Baik, kau tunggu sebentar. Ha, kebetulan sekali, tuh dia datang!" bahwasanya ia tidak tahu bahwa sejak tadi sebetulnya engkohnya sudah tiba. Memang sengaja ia mengintip adiknya merawat Geng Tian dengan teliti diam-diam ia merasa geli dan nanti hendak menggodanya, maka ia tinggal diam diluar kamar tidak segera masuk.
Setelah masuk kedalam kamar, langsung Li Hak-siong unjuk hormat dan minta maaf kepada Geng Tian: "Geng-heng, kejadian semalam keadaanku pada waktu itu terpaksa aku harus bertindak menurut suasana!"
"Aku tahu, Tok Hok juga sudah memberitahu kepadaku."
Li Hak siong menjadi girang katanya: "Kiranya kau sudah bertemu dengan Toh Hok, kalau begitu menghemat tenaga dan ludahku untuk menjelaskan kepada kau, bagaimana luka-lukamu? Ah, sungguh aku menyesal dan tidak enak diri!"
"Aku terluka kena pukulan Cian Tiang-jun tidak sangkut paut dengan kau, sekarang pun sudah banyak baikan!"
"Geng-heng tentramkan hatimu dan rawatlah luka lukamu disini dengan baik, jangan kau hiraukan segala urusan lain.''
"Cara bagaimana aku bisa berlega hati?" ujar Geng Tian menghela napas. "Untuk tujuan apa kedatangan Cian tayjin yang kaukatakan tadi memangnya belum kau ketahui."
"Dia minta ayah mengerahkan bala bantuan untuk menggempur Ki-lian san, waktunya belum ditentukan,'' sampai disini ia menepekur sebentar mendadak ia berkata pula: "Moay- moay, ayah paling sayang kepada kau. Malam nanti biar kuiringi kau pergi membujuk ayah suruh dia mengubah sikap permusuhan dengan Ceng-liong pang menjadi persahabatan bunuh saja Cian Tiang-jun itu, kita angkat panji pergerakan di Liang chiu ini bagaimana?"
"Aku kuatir ayah sudah ketelanjur sesat dan tak bisa diinsyafkan!''
"Kalau begitu kita turun tangan sendiri, bunuh Cian Tiang jun dan paksa ayah untuk menurut kehendak kita menurut situasi."
"Kuatirnya pula ilmu silat Cian Tiang jun teramat tinggi belum tentu kami kuasa melenyapkan jiwanya.''
"Sebelum mendapat persetujuan ayah kalian kukira jangan kalian bertindak secara gegabah. Kita perlu memikirkannya secara masak." demikian sela Geng Tian.
Berkata Li Hak siong, "Kita masih bisa menempui cara lain, di saat bala tentara dikerahkan, biar aku mohon diangkat sebagai pimpinan pasukan pelopor, secara diam diam biar kita pelan-pelan menggagalkan usaha ini, paling tidak kita harus sengaja membocorkan rahasia kemiliteran, supaya waktunya tertunda beberapa lamanya."
Timbrung Li Ci heng: "Sekarang aku punya tiga tipu akal, marilah kami diskusikan bersama cara pemecahannya. Pertama sudah tentu berusaha membujuk ayah sampai mau mendengar nasehat kita. Kedua, kita harus ikut dalam gerakan pembersihan ini didalam pasukan besar, dan berusaha menghambat dengan menggagalkan dengan berbagai cara, ketiga secara diam-diam kita bunuh Cian Tiang jun. Seumpama kita berhasil melenyapkan dia, Wanyen Tiang ci pasti akan mengutus kurirnya yang lain. Apa lagi banyak anak buah ayah yang tidak setia untuk membantu usaha kita. Bilamana pergerakan ini gagal, luka luka Geng toako belum sembuh, bukankah malah membuat kesulitan padanya."
"Akal pertama kau sendiri tidak punya kepastian dan pegangan," demikian ujar Li-Hak siong. "Akal kedua hanya akan mengulur waktu beberapa lamanya, kalau usaha itu menemui jalan buntu, terpaksa kita harus melaksanakan akal ketiga saja!"
"Nona Nyo yang bersama aku itu, apakah dia sudah melarikan diri?" tanya Geng Tian pula.
"Aku tahu kau paling perhatikan keselamatannya, jangan kuatir seujung rambutpun kami tidak melukai dia.Sekarang mungkin dia sudah tiba di Ki lian san!"
Lega hati Geng Tian, dan katanya, "Kalau Ceng-liong pang sudah punya persiapan tentu keadaan tidak akan terlalu parah dan gawat bagi mereka."
"Marilah sekaligus kita laksanakan ketiga akal tadi biar sekarang aku pergi menyelidiki maksud hati ayah, kalau tidak berhasil kita harus berusaha merangkul para anak buah coba lihat ada beberapa banyak yang suka juga mengikuti jejak kita. kalau akal kedua tak mungkin dilaksanakan, terpaksa harus menjalankan akal ketiga!!"
Li Hak-siong tertawa katanya, "Peduli kita menjalankan akal pertama, kedua atau ketiga, Geng-heng kuharap kau merawat luka lukamu disini lekaslah kau sembuhkan luka lukamu."
Geng Tian maklum bahwa mereka kakak beradik memang setulus hati dan sejujurnya akan membantu dirinya, hatinya amat haru dan senang. Terpaksa dengan menekan perasaan ia merawat luka-lukanya digedung kediaman Liang-ciu yang tertinggi.
Terpaksa harus mengesampingkan pula keadaan Geng Tian yang sedang merawat luka-lukanya ini. Marilah kita ikuti pengalaman Su tay kim kong ke Ceng liong pang.
Setelah Geng Tian meninggalkan mereka malam itu diam-diam timbul rasa curiga Pek Kian-bu, batinnya, "Kenapa Toako mendesak Geng kongcu untuk pulang lebih dulu? Kalau dikata supaya Pangcu bertemu lebih pagi dengan dia, seharusnya sejak beberapa hari yang lalu sudah suruh dia berangkat dulu, apa lagi ginkangnya jauh lebih tinggi dari kami berempat, mungkin sekarang dia sudah tiba di Ki lian san. Kenapa begitu kebetulan setelah dia kembali mengejar musuh gelap itu lantas mendesaknya untuk berangkat lebih dulu? Apakah dalam hal ini ada sesuatu persoalan lain?"
Karena rasa curiganya itu, secara cermat ia berpikir dan menganalisa, berturut-turut ditemuinya titik persoalan yang mencurigakan. Waktu Geng Tian pulang dengan Lo Hou wi, Nyo Sugi menyongsong mereka keluar, tak lama kemudian Lo Hou-wi masuk lebih dulu sesaat kemudian Nyo Sugi barulah beranjak masuk bersama Geng Tian. Meski Pek Kian bu tidak mendengar apa yang dibicarakan mereka diluar, tetapi dapat dia bayangkan pastilah mempunyai persoalan rahasia yang perlu dibicarakan berduaan saja makanya Geng Tian suruh Lo Hou-wi masuk lebih dulu.
Sebagai seorang yang pernah melakukan kejahatan, semakin pikir semakin mencelos hati Pek Kian-bu: "Orang itu tidak membokong orang lain kecuali aku, mungkin bukan perbuatan Siang hiong atau Siang-sat atau sahabat mereka. Geng kongcu berkata tidak menemukan jejak orang itu, kukira dia hanya membual, bukan mustahil dia sudah tahu duduk perkara sebenarnya lalu memberi tahu kepada Toako?" Lalu terpikir pula olehnya: "Kenapa pula dia harus mengelabuhi Lo Hou-wi? Menurut watak toako biasanya, kalau dia sudah tahu perbuatanku dulu pastilah tidak akan memendam perasaan lantas mengompres dan menanyai aku. Tapi sikapnya tetap begitu manis dan prihatin terhadapku, sekali-kali amat berbeda dengan sepak terjang Toako!" karena pikirannya ini, hatinya rada lega, pikirannya pula: "Mungkin hanya terkaan saja yang meleset, tapi seumpama mereka tidak membicarakan rahasiaku pastilah ada persoalan rahasia lainnya, pendek kata mereka harus merahasiakan persoalan itu kepadaku."
Sebagai seorang kawakan kangouw yang pintar mengatur siasat dan licik, meski dalam hati sudah menaruh curiga namun sikapnya musti wajar, sedikitpun tidak menunjukkan gerak gerik yang mencurigakan, iapun tidak bermaksud mencari tahu kepada Lo Hou wi.
Watak Nyo Sugi memang polos jujur dan lapang dada meski Geng Tian sudah memberi sedikit kisikan, namun sedikitpun ia tidak menaruh rasa curiga dan kewaspadaan terhadap Pek Kian bu malah ia kuatir bagi luka-lukanya itu. Setelah Geng Tian berangkat Nyo Su-gi lantas berkata: "Jite tidak bisa berjalan kami bergiliran menggendongnya masih bisa menempuh perjalanan, tapi lebih baik bila kami bisa menyewa sebuah kereta, supaya tidak menyolok mata diperjalanan."
"Sepanjang jalan ini teramat sepi dan jarang sekali dilalui manusia, untuk menyewa kereta dari milik para petani kukira bukan soal yang gampang," demikian ujar Ong Beng-im.
"Begini saja ditempat ini banyak pepohonan, aku sendiri pernah jadi tukang kayu, maka biarlah sebentar kubuatkan kereta untuk Jiko, kira-kira setengah harian pasti sudah dapat kuselesaikan!"
"Baik biar kubantu kau mengerjakannya," seru Ong Beng-im.
Nyo Su-gi manggut manggut katanya: "Baiklah sekarang juga kalian boleh mulai kerja, dan sekaligus bisa menjaga pintu diluar sana, biar aku yang mengobati luka-luka Jite." Melihat mereka begitu prihatin dan membuang tenaga tanpa terasa hatinya menjadi menyesal !
Saat itu juga Lo dan Ong mulai bekerja diluar membuat kereta. Sementara itu Nyo Su-gi mengurut dan memijat badannya Pek Kian-bu untuk melancarkan jalan darah dan membetulkan urat nadinya yang menyeleweng, semalam suntuk ia tidak tidur sibuk menyembuhkan luka-luka Pek Kian-bu sambil mengerahkan hawa murninya, setelah bersusah payah satu setengah jam, jalan darah Pek Kian-bu yang membeku dan melepuh besar itu sudah berhasil disembuhkan.
Nyo Su gi berkata sambil menghela napas; "Kepandaian menimpuk senjata rahasia dari orang itu sungguh amat lihay, untung tidak sampai melukai Siauw-yang-king-meh dikakimu, kini darah mati telah keluar dan berjalan lancar kembali, dua hari lagi pasti sembuh seluruhnya. Jitee kau tidurlah," lalu ia membubuhi obat luka pada kaki Pek Kian bu, dalam hati ia membatin, "Mengandal kepandaian senjata rahasia orang itu, jelas bahwa dia menaruh belas kasihan, kalau sambitannya mengincar jalan darah kematian, masakah jiwa Jitee bisa selamatkan? Seumpama tidak mengincar jalan darah mematikan cukup asal ia menambah sedikit tenaga, dan menimpuk Siauw yang king meh dikakinya, pastilah Jitee akan menjadi cacat seumur hidup. Aneh siapakah orang itu?"
Darah mati yang membuat luka-lukanya itu melepuh sekarang sudah dikeluarkan, bila luka luka ini sembuh keadaan Pek Kian-bu sudah akan pulih kembali seperti sedia kala, dan tidak akan menjadi cacad. Sungguh terharu dan berterima kasih Pek Kian-bu, katanya: "Toako, kau pun perlu istirahat."
Ong Beng-im berjalan masuk sambil menyikap seonggok kayu kering, katanya: "Setengah jam lagi kereta pasti sudah selesai, cuaca sudah hampir terang tanah. Toako kau harus lekas tidur. Kumpulkan tenaga dan semangat untuk perjalanan besok pagi." sembari bicara ia menambahkan ranting-ranting kering kedalam api unggun.
"Sate memang cermat, baiklah kalau kereta kalian sudah selesai lekas bangunkan aku lho," pinta Nyo Su gi tertawa. Mungkin memang sudah terlalu penat, tidak merasa curiga, tak menaruh syakwasangka pada Pek Kian bu hari pun menjelang pagi, diluar ada Lo dan Ong yang bekerja, sambil menjaga pintu maka tiada suatu yang dikuatirkan. Begitu memejamkan mata Nyo Su-gi lantas tidur pulas seperti bayi menggeros.
Sebaliknya Pek Kian bu yang membawa ganjelan hati bolak balik tidak bisa tidur, namun ia pura pura tidur nyenyak, setelah mendengar Nyo Su gi sudah mendengkur keras, ia membalik badan sambil pura pura mengeluh karena luka lukanya kambuh sakit, melihat Nyo Su-gi tetap mendengkur tidak ada reaksi segera ia membesarkan nyali mengulurkan tangan merogoh kedalam saku Nyo Su gi.
Kebetulan terogoh oleh Pek Kian-bu sampul surat rahasia itu, cepat cepat ia membacanya sekali lalu dikembalikan pula kedalam saku Nyo Su-gi, disamping itu rasa was was dan berkuatiran selama ini pun hilang, dan legalah hatinya, "Kiranya begitulah persoalannya !"
Yang paling ia takuti bahwa perbuatan jahatnya dulu sudah diketahui oleh Geng Tian dan Nyo Su gi. Meski surat rahasia ini menyangkut urusan penting, tapi tiada sangkut pautnya dengan persoalan pribadinya, maka lega dan hilanglah kekuatirannya.
Meski hati sudah lega namun nuraninya amat dongkol dan marah: "Persoalan besar yang begini penting menyangkut urusan Pang kita tapi mereka mengelabuhi aku, bukankah jelas anggap diriku orang luar? Memang merekapun mengelabuhi Lo Hou wi dan Ong bandingkan diriku? Hampir dalam waktu yang bersamaan aku bersama Nyo toako menjadi anggota Ceng liong-pang jelek-jelek toh aku berjasa juga dalam perjuangan selama ini. Hm, tak nyana Nyo toako masih tidak percaya kepadaku!" semakin dipikir semakin marah, tanpa terasa hari sudah terang tanah.
Kereta kayu sementara itupun sudah selesai dibuat, segera mereka berangkat. Pek-Kian bu rebah diatas kereta dorong itu, sementara Nyo Su gi, Lo Hou-wi dan Ong Beng im bertiga bergiliran mendorong kereta itu. Lo dan Ong semalam suntuk bekerja keras, tanpa tidur lagi, Pek Kian bu amat rikuh dan sungkan terhadap mereka. Tapi teringat hubungan Lo Hou-wi yang lebih intim dengan Geng Tian, sementara Nyo Su gi merahasiakan surat rahasia pemberian Geng Tian kepada dirinya sudah tentu ia jadi uring-uringan dan mendongkol.
Beberapa saat setelah menempuh perjalanan Nyo Su gi beranjak diam seperti sedang merenungkan sesuatu, dia diam saja, maka Lo Hou wi mendekati dan bertanya: "Toako apa yang sedang kau pikirkan ?"
Nyo Su gi berkata: "Sepuluh tahun yang lalu, Bulim-thian kiau Tam Ih-tiang pernah menyambangi pangcu kami. Liong pangcu minta beliau menunjukkan permainan Keng sin-pit-hoat yang amat menakjupkan waktu itu saya hadir dan menonton."
Lo Hou wi tidak mengerti kenapa orang menyinggung persoalan lama, ujarnya, "Keng sin pit-hoat memang kepandaian tunggal yang tiada taranya di Bulim, sungguh untung toako dapat menyaksikannya."
"Permainan ilmu potlotnya itu dapat digunakan pula didalam permainan senjata rahasia. Waktu itu, Bulim thian kiau sudah berhasil memilih diri pada ilmunya menyambit daun menerbangkan kelopak bunga untuk melukai orang! aku mohon beliau lihatkan kepandaian menyambit senjata rahasia itu untuk membuka mataku. Waktu itu aku bicara sambil berdiri seenaknya saja tahu-tahu tangannya meraih memetik selembar daun kembang didalam pekarangan, sedikit digulung lantas dicentilkan perlahan sambil berkata: "Saudara Nyo tidak usah sungkan sungkan, silahkan duduk! seketika aku merasa dengkulku menjadi kesemutan dan lemas tanpa merasa aku lantas meloso berduduk. Ternyata, Hoan tian hoat didengkulku sudah tertimpuk oleh jentikan daun kembangnya itu!"
"Begitu lihay," Ong Beng im meleletkan lidah.
Lo Hou wi mendadak teringat serunya: "Bukankah semalam jiko juga kena kesambit Hoan tian-hiat didengkulnya?"
Pek Kian bu kaget katanya: "Betul cuma senjata rahasianya adalah sebutir krikil kecil. Toako, kejadian yang kau ceritakan ini apa kau sangka . . .''
Nyo Sugi tertawa tukasnya, "Sudah tentu Bu lim-thian-kiau tidak akan melukai kau dengan senjata rahasia. Tapi aku pernah mendapat penjelasannya bahwa orang yang pandai menggunakan Keng-sin-pit hoat dan kepandaian menimpuk senjata rahasia kembang atau daun masih ada komandan tertinggi dari pasukan Gi lim kun dari negeri Kim yang bernama Wanyen Tiangci. Semalam waktu kuobati luka lukamu, cara timpukan orang itu pada jalan darahmu persis benar dengan perubahan yang dicangkok dari Keng sin pit hoat."
"Mengandal kedudukan Wanyen Tiangci kukira tidak mungkin seorang diri ia bakal meluruk kemari hanya untuk melukai Pek-jiko saja!" demikian timbrung Ong Beng im.
Sebaliknya Lo Hou wi melengak, pikirnya, "Toako tidak tahu bahwa Bulim-thian-kiau sudah menerima Nyo Wan ceng sebagai murid penutupnya. Memangnya orang yang semalam melukai Jiko adalah dia? Tapi apa alasannya dia harus melukai Jiko?"
Berkata Nyo Sugi: "Wanyen Tiangci punya seorang putra tunggal yang bernama Wanyen Hou, kabarnya sudah berhasil mendapat pelajaran tunggal ayahnya. Jite apa kau pernah bertempur dengan Wanyen Hou?"
"Tidak," sahut Pek Kian bu. "Tetapi kabarnya dia ada sedikit persahabatan dengan Siang hiong dan Siang sat, bukan mustahil bila dia diminta untuk membokong kepadaku." Sebetulnya hal ini adalah cerita bohong karangannya sendiri sengaja ia hendak menista dan memfitnah Siang hiong dan Siang sat yang main sekongkol dan bokong kepada dirinya.
"O, jadi Siang hiong dan Siang sat ada persahabatan dengan Wanyen Hou. Dari siapa kau mendengar berita ini? Kukira tidak mungkin."
Pek Kian bu menjelaskan secara samar samar, "Mungkin kabar angin yang kudengar dikalangan kangouw. Tapi betapapun kami harus hati hati dari pada kena dikelabui?"
Nyo Sugi manggut manggut ujarnya: "Benar ucapanmu!"
Lo Hou wi kurang tentram rasanya kurang enak bila ia mengelabui Toako dan Jiko maka katanya; "Toako menurut apa yang kuketahui kau tidak salah. Bulim thian kiau punya seorang murid penutup perempuan." sementara dalam hati ia berpikir: "Nyo-Wan ceng adalah murid perempuan Bu lim thian kiau hal ini semua orang orang Kim keh-nia sudah tahu, belakangan ini Toako dan Jiko jarang berhubungan orang orang Kim-keh-nia maka ia belum tahu tapi cepat atau lambat pasti mereka akan mendapat tahu juga. Nona Nyo pernah pesankan padaku supaya merahasiakan dia mewakili suhunya mengajarkan ilmu golok kepadaku, kalau aku hanya memberitahukan asal usul perguruannya kepada Toako, kukira tidak berhalangan.
"Siapakah murid perempuannya itu?" Tanya Nyo Sugi.
"Dalam sahabat baik Geng kongcu yaitu putri tunggal Nyo Yak seng kabarnya nama harusnya adalah Nyo Wan ceng."
Sejenak Nyo sugi melengak katanya, "Semalam Geng kongcu mencari tahu kabar berita keluarga Nyo, kenapa tidak kau beritahukan hal ini kepadanya?"
"Semula aku ingin memberitahu dia setelah tiba di Ki lian san saja, toh aku juga mendengar kabar saja belum tentu berita ini dapat dipercaya. Waktu kami meninggalkan markas pusat, Pangcu ada bilang beliau sudah suruhan orang mengikat hubungan dengan pihak Kim keh nia, pasti beliau akan mengutus orangnya kemari. Bila kita tiba di rumah nanti kukira kuatir dan Kim keh nia itu sudah datang lebih dulu. Apakah benar berita yang kudengar ini orang dari Kim keh nia itu tentu dapat memberikan kesaksian."
Nyo Sugi memang seorang jujur, mendengar penjelasan yang masuk akal ini ia pun tidak merasa sangsi lagi katanya; "Kalau toh dia putri Nyo Yan seng murid penutup Bu lim Thian kiau lagi, nona Nyo itu pastilah bukan orang yang membokong Jite dengan senjata gelapnya itu."
"Memangnya akupun berpikir begitu," sela Lo Hou wi, "Tapi hal ini perlu kubicarakan kepada Toako berdua.''
"Betul ada lebih baik bila mengetahui sedikit banyak persoalan. Tapi menurut dugaanku pastilah orang itu adalah Wanyen Hou putra Wanyen Tiang ci!"
Tapi Pek Kian bu merasa penjelasan Lo Hou wi rada dipaksakan, satu sama lain saling bertentangan, diam diam timbul rasa curiganya. Tapi ia tidak enak bicara apa apa, sepintas saja ia ikut meramaikan pembicaraan ini. "Memang benar ucapan Toako. Sudah tentu bukan perbuatan nona Nyo itu akupun yakin pasti perbuatan Wanyen Hou."
Tengah mereka bicara, tiba-tiba terdengar suara mengaung, sebatang panah bersuara tiba tiba melesat keluar dari gerombolan semak belukar dilereng sana kearah mereka.
Nyo Su gi segera berseru nyaring, "Kawan dari aliran mana itu?'' tempat mana sudah termasuk wilayah kekuasaan Ceng-liong-pang di Ki-lian-san selamanya tidak ada orang-orang gagah dari kaum persilatan yang beroperasi didaerah ini, maka Nyo Sugi merasa heran sebaliknya Lo Hou wi dan Ong Beng-im acuh tak acuh kata mereka: "Perampok berani membegal kami, inilah yang dinamakan air bah melanda biara raja naga."
Belum habis mereka bicara, tampak dari gerombolan semak rumput sana beruntun melompat keluar tujuh delapan orang bentaknya, "Siapa saja kalian ini, ayo berhenti biar kami periksa!''
"Kami adalah kaum petani, teman kami inipun sedang sakit, kami sedang mengantar pulang kerumah.'' demikian seru Nyo Su gi, "Para Hohan (orang gagah) harap suka memberi keringanan!"
"Tidak bisa." bentak pimpinan perampok itu. "Orang sakit harus kami periksa juga lebih dulu," dari nada bicaranya terang dia bukan kepala perampok tapi kepala opas pemerintah yang sudah biasa berbuat sewenang-wenang menindas rakyat kecil.
Nyo Sugi mengerut kening, pikirnya: "Entah orang-orang dari golongan mana mereka ini, kelihatannya bukan kawanan berandal yang punya pangkalan tertentu.''
Sebagai anak muda yang berdarah panas tak tahan lagi segera Ong Beng-im menjengek dingin, "Kau ini kawanan dari golongan mana? Tokoh-tokoh kenamaan dari golongan hitam sudah banyak yang pernah kulihat, tapi belum pernah kulihat manusia liar macammu ini yang tidak punya sopan-santun!"
"He, memangnya kalian adalah sahabat dari aliran yang sama? Kalian dari aliran mana?" tanya kepala rampok itu.
Sebetulnya Nyo Sugi segan memperkenalkan diri, tapi Ong Beng im sudah keterlanjur membuka suara, terpaksa ia tampil kedepan katanya: "Kami adalah para pembantu Pangcu dari Ceng-liong pang, sahabat, kuharap kau pandang pihak Ceng liong-pang kami biarlah kami lewat saja."
Kata kepala rampok itu: "Kalian berempat, em, apakah kalian adalah Su tay-kimkong dari Ceng liong pang?"
Sahut Ong Beng im dengan angkuh; "Betul, itulah gelaran yang diberikan sahabat sahabat Kangouw kepada kami!"
Kepala rampok itu seketika mengunjuk kegirangan mendadak bergelak tertawa serunya: "Bagus sekali memang aku sedang mencari kalian Su-tay kimkong untuk berangkat menghadap Giam lo-ong bersama.'' habis berkata ia beri aba aba kepada anak buahnya serempak tujuh delapan orang itu menyerbu bersama.
Nyo Su-gi bermaksud meringkus rampok harus membekuk kepalanya lebih dulu, "Wut" telapak tangannya berkembang tegak, langsung ia menjotos kearah kepala rampok itu lebih dulu, tak nyana kepandaian silat kepala rampok ini ternyata sangat tinggi dan aneh pula lekas ia ulur ketiga jari tangannya untuk mencengkeram urat nadi pergelangannya sementara tangan kanan menghantam ke lengan atas. Nyo Su gi menarik tangan merubah permainan sambil berkelit ia balas menyerang pula. Meski ia bergerak begitu cepat, tak urung lengan bajunya kena terserempet ujung jari lawan seketika lengan bajunya teriris sobek memanjang seperti tertebas pisau tajam.
Nyo Su gi insaf bahwa hari ini terbentur musuh tangguh. Lekas ia kerahkan Jian kin tui dan gerakkan Ciong-jiu-hoat yang ampuh, kedua kakinya bagai terpaku diatas bumi kedua lengannya didorong lempang kedepan mengadu kekuatan secara keras kepada lawannya. Terdengar "Blang!" yang keras batu dan pasir berterbangan. Kaki Nyo Sugi amblas tiga dim kedalam tanah, sementara kepala rampok itu hanya bergeming dan tergeliat saja. Gelar Nyo Su gi adalah Thi-ciang kay pi (pukulan besi memecah pilar), tapi tenaga pukulannya tidak ungkulan menghadapi musuh, keruan kejutnya bukan kepalang.
Dalam pada itu Lo Hou wi dan Ong Beng im masing-masing menghadapi keroyokan empat lawan. Segera Lo Hou wi kembangkan Ngo-hou-toan-bun to yang baru dipelajarinya itu gerakan goloknya cepat dan ganas meski dikeroyok empat, dalam sekejap masih mampu bertahan sama kuat, serang menyerang dengan gencar. Sementara Ong Beng im bersenjata Boan koan pit menghadapi empat lawannya, sedapat mungkin dia masih kuat bertahan.
Ternyata kepala rampok ini bukan lain adalah wakil komandan Gi-lim-kun negeri Kim yaitu Cian Tiang jun adanya. Anak buahnya bukan lain adalah jago jago tinggi dari gedung kegubernuran Liang-ciu yang sudah mendapat pesan dari Gubernur Li Ih-siu untuk membantu dan mendengar perintahnya.
Sekali berkelebat tiba-tiba Cian Tiang jun mengundurkan diri dari arena pertempuran terus melesat kearah kereta dorong.
Karena kaki Nyo Su gi terpendam dalam tanah dalam waktu singkat tidak mungkin dapat keluar, keruan saja kagetnya bukan kepalang.
Kaget dan gusar pula Pek Kian-bu dibuatnya, teriaknya, "Kau permainkan aku orang terluka, terhitung orang gagah macam apa?"
Cian Tiang-jun tertawa: "Biar kuperiksa luka yang kau derita, biar kuobati." Kereta ia jumpalitkan, sekali jinjing dia seret Pek Kian bu dari atas kereta.
"Biar aku adu jiwa sama engkau!!" Pek Kian bu membentak dan "Sreeet......." pedangnya lantas menusuk.
Cian Tiang-jun bergelak tertawa, serunya, "Termasuk nasibmu baik, aku tidak pernah bunuh orang yang sudah terluka." seumpama belum terluka Pek Kian-bu terang bukan tandingan Cian Tiang-jun, ingin adu jiwa segala sudah tentu tidak mungkin. Cukup sekali mengebas sebelah tangannya, seketika Pek Kian-bu rasakan telapak tangannya panas pedas dan linu, pedang seketika terpetal jatuh. Secepatnya saja Cian Tiang jun terus menotok jalan darahnya dan meringkusnya dengan mudah.
Setelah Nyo Su gi berhasil menarik kedua kaki dari dalam tanah, memburu datang dengan cepat Cian Tiang-jun kempit Pek Kian-bu dibawah ketiaknya, dengan sebelah tangan ia tandangi serangan Nyo Su gi. Nyo Su gi menguras seluruh tenaga, kepalan kiri dengan telapak tangan kanan, berbareng membacok dan menghantam "Blang", Cian Tiang-jun tersentak mundur tiga tindak, darah bergolak dirongga dadanya. Sambil tertawa lekas ia putar badan Pek Kian-bu merangsek ke arah Nyo Su gi serta membentak: "Ayolah, coba kau pukul pula."
Sepasang pukulan tangan Nyo Su gi setingkat lebih unggul dari pukulan tangan tunggal Cian Tiang-jun, tapi setelah beradu pukulan yang kedua kalinya ini ia merasakan dadanya ada sesak dan sakit. Kini Cian Tiang jun menggunakan badan Pek Kian- bu sebagai perisai untuk menangkis dan menyongsong pukulannya, barulah Nyo Su gi menarik balik serangannya.
Terdengar Cian Tiang jun tertawa terbahak bahak, teriaknya: "Sudah ketangkap seseorang hidup hidup sudah cukup untuk mengompres keterangannya, marilah kita pulang saja." Saking gusarnya Nyo Su-gi meludah dan mendamprat: "Cis, tidak tahu malu!"
"Apa kau tidak terima?" mengejek Cian Tiang jun. "Datanglah ke Lian Chiu, aku berada digedung gubernuran, kutunggu disana untuk bertanding satu lawan satu!!"
Waktu Nyo Su gi berpaling dilihatnya Lo Hou wi dan Ong Beng im penuh berlepotan darah, ternyata saking gemas dan gugup untuk menolong Pek Kian-bu, Lo Hou-wi telah berhasil melukai dua orang pengeroyoknya tetapi ia sendiri terkena sekali bacokan golok lawan. Demikian pula Ong Beng im, luka lukanya malahan lebih berat, pahanya terkena tusukan tombak, dan lengan kanannya terkena bacokan golok pula.
Meski sudah terluka, namun mereka masih mau mengejar musuh. Nyo Su-gi menghela napas, katanya; "Samte, site, kita mengaku kalah saja. Mari lekas pulang lapor kepada Pangcu." tatkala itu Cian Tiang-jun dan orang orangnya sudah pergi jauh.
Segera Nyo Su gi keluarkan obat membubuhi luka2 Lo dan Ong berdua dengan Kim Jong-yok. Berkata Lo Hou wi; "Ternyata gerombolan ini bukan kawanan berandal golongan hitam, kira-kiranya jago2 silat dari Gubernuran Liang Chiu."
"Keparat itu mengaku bertempat tinggal di Gubernuran Liang Chiu, entah benar tidak sulit diketahui. Kalau betul, jejak Jite sudah dapat kita ketahui, kelak rada gampang untuk menolongnya."
"Jika sekarang didalam gedung Gubernuran Liang Chiu bukankah semakin sulit untuk menolongnya malah?" sela Ong Beng lm.
"Bagaimana keadaan luka luka kalian, perjalanan masih dua hari lagi, apakah kalian bisa berjalan pulang?"
Untunglah luka luka Lo dan Ong berdua tidak sampai mengenai tulang, katanya bersama: "Demi menolong Jiko selekasnya, meski harus berjalan empat hari lagi, kami pasti masih bisa jalan. Cuma Toako kau..."
"Kita harus bertindak cepat bersama kalian boleh pulang memberi laporan kepada Pangcu biar aku menuju Liang chiu berusaha menolong Pek Kian-bu!"
Lo Hou wi terkejut serunya: "Toako mana boleh kau senekat itu. Kau seorang diri menuju sarang harimau...."
Nyo Su-gi tertawa besar, tukasnya: "Kalian tidak usah kuatir, aku tidak akan main kekerasan kepada musuh. Setelah tiba di Liang-chiu aku akan bekerja melihat gelagat."
Ternyata Nyo Su gi tahu bahwa putra Gubernur Liang chiu Li Ih siu tidak sehaluan dengan jalan yang ditempuh ayahnya, meski tiada hubungan dengan Ceng-liong pang namun ada ikatan erat dengan pasukan pergerakan yang dipimpin Yapi Hoan ih. Tapi karena rahasia ini pernah dipesan oleh Geng Tian sebelum tiba saatnya terpaksa tidak memberitahu kepada Lo Hou-wi dan Ong Beng-im.
Kedua adik angkat ini tahu akan watak Toako mereka hilang satu tidak akan menjadi dua dari sikap dan nada bicaranya kelihatan bahwa dia punya keyakinan penuh, meski tidak tahu apa latar belakang dari sikapnya ini, terpaksa mereka menurut saja akan pesan dan tugas yang diberikan.
Saat itu juga mereka lantas berpisah Lo dan Ong langsung pulang kemarkas pusatnya Ceng-liong-pang di Ki-lian-san. Sementara seorang diri Nyo Su-gi menuju ke Liang chiu sepanjang jalan sudah tentu ia amat kuatir bagi keselamatan Pek lian bu.
O^~dwkz^hendra~^O KALAU ditengah jalan Nyo Su-gi sedang kuatir bagi keadaan Pek Kian bu, sebaliknya Pek Kian bu yang saat itu sudah berada didalam gedung Gubernuran Liang chiu sedang mendapat pelayanan istimewa.
Cian Tiang jun menempatkan dirinya pada sebuah kamar mewah yang mentereng, tak lama kemudian datang dua dayang perempuan melayani dirinya ganti pakaian. Berpikir Pek Kian bu: "Mungkin mereka ingin mempermainkan aku sepuasnya, baru akan membunuh aku!" seketika timbul amarahnya, ingin ia menyobek pakaian baru, melihat dia marah kedua dayang itu semakin hati-hati dan prihatin melayaninya, katanya sambil unjuk tawa manis, "Toaya kalau kau marah silahkan pukul kami saja, jangan kau robek pakaian baru ini. Kalau tidak Cian Tayjin akan menimpakan dosa pada kami sebagai tak becus meladeni kau, sungguh kami tidak kuasa memikul dosa ini. Ehm! pakaian baru ini kebetulan pas dengan perawakan Toaya apakah tidak enak mengenakan pakaian baru??"
Mendengar ucapan mereka, Pek Kian-bu menjadi tidak enak hati dan tidak tega apa lagi ada hasrat tapi tenaga lemah, jangan kata hendak merobek pakaian itu, untuk bangkit duduk saja rasanya sudah setengah mati terpaksa ia diam saja, terserah apa ingin diperbuat kedua dayang ini.
Tak lama setelah kedua dayang ini melangkah pergi muncullah seorang kucung yang membawa senampan besar makanan serba enak dan lezat, arak bagus tidak ketinggalan baunya sungguh sedap dan membuat air liur naik turun di tenggorokan. Berpikir Pek Kian bu, "Yang terang aku sudah tidak punya harapan untuk lolos dengan jiwa hidup. Peduli ada racunnya atau tidak gegares lebih dulu biar nanti aku jadi setan gentayangan yang sudah kenyang saja."
Perut kencang dan mabuk arak lagi, begitu rebah Pek Kian bu lantas lelap dalam tidurnya. Hari kedua pagi-pagi benar terasa bukan saja semangatnya pulih rasa sakit pada lukanyapun berkurang. Semula ia mengira makanan dan arak itu dibubuhi racun kini benar diluar dugaan semula.
Belum lama ia bangun, tampak seorang yang berdandan sebagai tabib berjalan masuk dengan sikap dibuat-buat katanya: "Semalam sudah kuganti Kim jong yok pada luka-lukamu, jalan darahmu yang tertutupan sudah dibebaskan, bagaimana perasaanmu rada baikkan bukan?"
Pek Kian bu tertawa dingin, "Apa yang kau ingin lakukan?"
"Cian Tayjin berpesan supaya aku menyembuhkan luka-lukamu selekas mungkin. Toaya, kuharap kau suka percaya kepadaku. Secawan teh obat ini harap kau minum, kutanggung besok pagi kau pasti akan sudah sehat seperti sedia kala."
Berpikir Pek Kian bu: "Mana mungkin mereka begitu baik terhadapku, secawan teh obat ini pastilah racun. Tapi kalau tidak berani kuminum nanti disangka aku takut kepada mereka. Ya, boleh buat seorang laki laki harus berani mati jangan aku menurunkan derajat dan nama baik Su-tay-kim-kong dari Ceng-liong-pang." segera ia tertawa katanya: "Meski kau beri aku racun memangnya aku takut? baik mari kuminta cawan teh obat itu." direbutnya terus ditenggak sampai habis katanya keras: "Kembalilah, kau terimalah pahalamu kepada Cian Tayjin."
"Omitohut!" tabib itu bersabda budha, "Seorang tabib berpegang pada perikemanusiaan mana bisa mencelakai kau malah? Kau tak percaya, terserah padamu. Untungnya dalam waktu dekat kau sendiri akan paham."
Betul juga tidak lama kemudian keringat dingin membanjir keluar. Terasa oleh Pek Kian bu tenaganya perlahan lahan mulai pulih kembali, ia mencoba menggerakkan tangan mengulurkan kaki, luka-luka pada dengkulnyapun sudah tidak sakit lagi.
Kasiat obatnya ternyata lebih cepat dari apa yang dikatakan oleh si tabib, berpikir pula Pek Kian bu: "Dilihat gelagatnya tidak sampai besok pagi Lwekangku mungkin sudah pulih seluruhnya. Kiranya tabib itu tidak berbohong, aneh, mereka melayaniku sedemikian baik entah apa maksudnya?"
Belum habis berpikir, tampaklah Cian Tiang jun sudah melangkah masuk sambil tertawa, serunya, "Aku pernah berjanji kepadamu untuk mengobati lukamu. Sekarang kau baru percaya bahwa aku tidak menipu kau bukan?"
Jengek Pek Kian bu: "Aku terjatuh ke tanganmu, mau bunuh silahkan bunuh, tidak perlu kau gunakan permainan licik untuk menghina aku."
"Pek jiko setulus hati aku ingin berusaha dengan kau, jangan kau banyak curiga."
"Kau toh sudah tahu siapa diriku, salah seorang Su-tay-kim-kong dari Ceng liong-pang memangnya sudi bertekuk lutut kepada kau?"
"Pek-jiko kau salah paham. Sebagai Enghiong aku menghargai seorang Enghiong ingin aku bersahabat dengan kau, bukan hendak menghina atau menundukkan kau."
"Kau ingin bersahabat dengan aku memangnya siapakah kau?" jengek Pek Kian-bu dingin.
"Bicara terus terang aku adalah wakil komandan pasukan Gi lim kun dari negeri kim. Tiang jun adalah namaku, kukira kedudukan dan ketenaranku tidak akan merendahkan derajatmu bila bersahabat dengan aku bukan?"
"O, kiranya Cian Tayjin, maaf aku tidak berani menjajarkan diri dengan orang berpangkat."
"Kau tidak sudi bersahabat dengan aku pun tidak akan memaksa. Baiklah kulepaskan kau pulang saja bagaimana?"
Pek Kian bu tahu urusan pasti tidak segampang itu, katanya pula dingin: "Aku terjatuh ketangan kau, aku sudah bertekad untuk gugur di sini dan tidak akan pulang dengan hidup." pelan pelan ia bangkit berdiri, katanya pula, "Marilah, aku lebih suka mati ditanganmu!"
"Kau ingin berkelahi dengan aku? Bicara rada sungkan penyakitmu sudah sembuh seluruhnya kalau terkalahkan ditanganku toh terhitung tidak sebagai penghinaan. Lebih baik silahkan kau duduk kembali," dengan enteng tangannya menepuk, tenaga Pek Kian bu tak kuasa dikerahkan untuk bergebrak, terang tidak mungkin terpaksa ia duduk kembali.
Cian Tiang jun pura pura menghela napas, katanya; "Semut saja takut mati, kau adalah seorang laki laki sejati kalau mati begitu saja masakah tidak sayang."
"Kalau aku takut mati masakah sesambat menjadi salah satu Sutay kim kong," seru Pek Kian bu lantang. "Mau bunuh silahkan kau bunuh jangan cerewet!''
Cian Tiang jun geleng-gelengkan kepala katanya: "Sama sekali kau salah paham bukan aku ingin bunuh kau. Perkataan orang she Cian pasti dapat dipercaya, aku sudah bilang hendak melepas kau pergi sekarang juga silahkan kau boleh pergi sekali-kali aku pasti tidak akan merintangi kau."
Timbul rasa curiga Pek Kian bu, pikirnya: "Naga naganya ia memang bersikap menghargai orang gagah. Tapi kenapa pula ia mengatakan sayang bila aku mati? Kalau toh dia rela melepasku pergi tanpa syarat bagaimana pula aku bisa mati?"
Tengah ia tenggelam dalam pikirnya terdengar Cian Tiang jun tertawa dingin dan katanya, "Aku tidak akan bunuh kau demikian pula anak buahku tidak akan mengganggu seujung rambutmu. Tapi setelah kau kembali ke Ceng liong pang kukira orang-orangmu sendiri belum tentu mau menerima kau tanpa curiga sedikitpun."
"Apa maksudmu ini? Hm kau akan menjebak dan mencelakai aku? aku tidak takut." sementara dalam hati ia membatin; "Dia sudah menyembuhkan luka lukaku tidak memaksa aku menyerah pula lantas melepaskan pulang begitu saja, soal itu betul-betul bisa menimbulkan rasa curiga dari saudara. Tapi aku sendiri tahu jelas tidak pernah melakukan perbuatan durhaka akan datang saatnya mereka akan tahu duduk perkara sebetulnya, kelak Toako pasti akan percaya juga kepadaku," katena pikirnya ini segera ia kertak gigi dan bergegas bangkit serunya: "Kalau kau betul betul melepasku pergi sekarang juga aku pergi tanpa sungkan-sungkan lagi!"
Cian Tiang jun tertawa lebar katanya; "Nanti dulu kita masih ada omongan."
"Aku tahu memang kau tidak setulus hati melepas aku pergi, sekali coba ternyata sekarang terbukti."
"Setelah kau dengar apa yang kukatakan belum terlambat kau tinggal pergi!"
"Baik lekas katakan!''
Cian Tiang jun menyeringai dingin katanya: "Buka mulut tutup mulut kau selalu mengagulkan Su tay kim kong kukira belum tentu Nyo Su gi Lo Hou wi dan lain lainnya anggap kau sebagai saudara meraka yang betul betul sepaham."
Pek Kian bu tertawa besar serunya: "Kau hendak menggunakan tipu adu domba? Kau kira Nyo toako itu seorang goblok? Mana bisa dia tertipu olehmu?"
"Tidak perlu aku main adu domba adalah perbuatan rahasiamu yang terkutuk sudah terbongkar seluruhnya."
Berjingkat Pek Kian bu sedapat mungkin dia coba tenangkan diri dan mendampratnya gusar.
"Sering kudengar orang bilang Loji dari Su tay kim kong Ceng liong pang berotak cerdik dan pintar ternyata kau sedemikian gegabah dan goblok sekali. Coba kutanya dua hari yang lalu kau pernah terluka oleh sambitan senjata orang siapakah orang itu apa kau sudah tahu?"
Pertanyaan ini tepat mengenai borok Pek Kian bu seketika ia terlongong ditempatnya, ujarnya: "Memangnya kau malah sudah tahu?"
"Sudah tentu aku tahu ! Mungkin kau menyangka perbuatan Siau pwelek kami Wanyen Hou bukan ? Tapi kenapa tidak kau pikir mengandal kedudukan dan derajat Siau-pwe-lek, memangnya dia sudi menyerempet bahaya untuk membokong kau ?"
"Lalu siapa orang yang kau maksud ?"
"Orang yang membokong kau adalah seorang gadis yang cantik ayu. Dia bukan lain adalah murid penutup Bulim thian kiau !"
Pek Kian-bu melenggong, katanya gemetar: "Omong kosong, omong kosong !" lahir dia berkata demikian, sementara batinnya sudah rada percaya.
"Siau mo-li ini bersama dengan pemuda she Geng. Pemuda itu berusia kira kira dua puluhan tahun rupanya cakap halus, Gin-kangnya teramat tinggi, genggamannya adalah sebatang kipas lempit. Siapa pemuda ini kukira kalian Su tay-kimkong sudah mengenalnya bukan ? He, he, siapa sebetulnya pemuda itu toh bukan karangan cerita bohongku melulu, masih berani kau katakan aku omong kosong ?"
Terbungkam mulut Pek Kian bu, semakin dengar kata-kata orang hatinya semakin mencelos. Batinnya, "Bukankah pemuda yang dimaksud adalah Geng Tian ? Tak heran sikap Geng Tian malam itu rada ganjil kiranya dia sudah bertemu dengan Siau-mo-li yang membokongnya ternyata aku dikelabui mentah-mentah. Tapi agaknya Nyo Toako sendiri masih belum tahu duduk perkara sebenarnya? Kalau tidak masakah dia masih bersikap begitu prihatin terhadapnya ?"
Secara diam-diam Cian Tian jun perhatikan sikap perobahan roman mukanya tahu ia bahwa orang sudah tujuh delapan bagian percaya segera ia menambah lagi dengan tertawa dingin: "Bagaimana kau masih berani pulang tidak ?"
Pek Kian bu kepepet terpaksa ia mengeraskan kepala katanya : "Kenapa aku tidak berani pulang ? Seumpama dua orang yang kau sebut tadi bukan karanganmu sendiri, apa yang kau katakan tadi toh tetap membual. Kau hanya bisa menipu bocah cilik, mana bisa menggertak aku."
"Apa ya ? Kalau begitu ingin aku mendengar pembelaanmu."
"Kedua orang yang kau sebut tapi sekali-kali tiada alasan untuk membokong aku."
"Apa sebabnya?"
Ternyata Pek Kian bu cukup cerdik katanya tertawa dingin : "Kau hendak mengorek keteranganku memangnya aku gampang kau tipu mentah mentah ?"
"Kau tidak bisa mengatakan apa sebabnya dia harus membokong kau, sebaliknya aku malah bisa menjelaskan kepada kau. Pek Kian bu perbuatan rahasiamu yang terkutuk sudah menjadi rahasia umum, apa kau belum tahu ?"
"Kau, kau, kau memperoleh apa ?" bentak Pek Kian bu gemetar. "Selamanya aku berbuat secara..." sebetulnya dia masih mengandai hendak bersikap orang gagah, namun toh kata kata terang terangan tidak kuasa ia katakan.
Cian Tiang-jun menyeringai ia tukas kata orang : "Perbuatan tercela apa yang pernah kau lakukan kau tahu sendiri, cara bagaimana kematian adik Khong Ceh, yang bernama Khong Ling itu, kenapa Siam pak-siang-hiong dan Ih tiong siang-sat hendak menuntut balas kepada kau, bukankah lantaran persoalan ini ?"
Pucat pasi selembar muka Pek Kian bu, dengan lemas ia meloso duduk pula, desahnya : "Sudah kau ketahui semua?"
Cian Tiang jun tertawa senang, ujarnya: "Masih ada yang tidak kau ketahui ? Siau-mo li itu adalah sahabat Khong Ling, sebetulnya dia ingin bunuh kau, malam itu dia hanya melukai kau saja, terhitung nasibmu cukup baik."
Pek Kian bu kertak gigi, serunya : "Orang she Cian, bunuhlah aku saja !"
"Kenapa aku harus bunuh kau, biar Nyo Sugi belum tahu, Siau-moli pasti akan memberi tahu kepadanya. Kalau Siau-moli tidak membawa rahasia ini biar aku yang memberitahukan kepadanya."
Gemetar seluruh badan Pek Kian bu, mendadak ia mencabut pedang terus menusuk ke dada sendiri tapi tangannya gemetar hanya pakaiannya saja yang tergores sobek tahu-tahu pedangnya sudah terpukul jatuh oleh kebutan lengan baju Cian Tiang jun.
Ciang Tiang-jun tahu bahwasanya orang tidak punya keberanian untuk bunuh diri katanya: "Asal kau suka menurut segala petunjukku, tidak perlu kau mencari jalan pendek malah banyak manfaat yang dapat kau peroleh!"
Bergetar suara Pek Kian bu katanya : "kau apa yang harus kulakukan ?" dalam hati ia menimang, "Jelek jelek aku ini salah satu Su-tay kim-kong dari Ceng-liong pang, kalau dia ingin aku menyerah kepada Tatcu menghianati pang kita sampai matipun aku tidak akan sudi."
Agaknya Cian Tiang-jun seperti tahu jalan pikirannya, katanya tertawa : "Legakan hatimu, aku tidak akan membuat kau susah asal kau setulus hati suka bersahabat dengan aku, kelak pasti akan datang kesempatan kau bisa lolos pulang. Umpamanya, kalau ada orang datang menolongi kau, aku tidak akan berusaha merintangi, sampaipun kau membunuh beberapa penjaga Liang chiu, dan berhasil meloloskan diri, akupun tidak akan menyalahkan kau, dengan demikian, siapa lagi yang akan menaruh curiga kepadamu ?"
"Lalu bagaimana dengan Siau-mo li dan Geng kongcu yang kau katakan itu ? Kedua orang ini . . ."
"Ya kedua orang ini memang tahu rahasiamu, kalau tidak melenyapkan kedua orang ini kelak memang merupakan bibit bencana!"
Air muka Pek Kian bu berubah, katanya: "Sedikitpun aku tiada bermaksud demikian."
"Tidak bunuh merekapun boleh. Ada dua cara, pertama kau harus mengambil kepercayaan mereka, biar mereka menganggap didalam persoalan itu kau hanya kena difitnah belaka, untuk ini aku bisa membantumu. Kedua, yaitu berusaha supaya mereka tidak sampai bertemu dengan Liong Jiang-poh, maka rahasiamu tidak terbongkar diantara kalian. Boleh aku beritahu sedikit berita bocoran kepadamu, bocah she Geng itu terang tidak akan bisa tiba di Ki lian-san, maka tinggal Siau mo li seorang saja yang menjadi incaran kita !!"


Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Hong In Lui Tian Karya Gan Kh di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kenapa Geng kongcu tidak akan berhasil tiba di Ki lian-san ?"
"Setelah kami menjadi orang sendiri nanti akan kuberitahu kepada kau. He he, kan kau belum lagi menyetujui persoalan yang kuajukan tadi."
Pek Kian-bu kertak gigi, katanya: "Kau memberi kelonggaran sehingga aku bisa lolos pulang dengan tidak kehilangan muka, sudah tentu pandang kau sebagai sahabat. Tapi apa sebenarnya yang kau ingin supaya kukerjakan ? Kuharap kau bicara terus terang, setelah kau terangkan baru akan kusetujui."
Cian Tiang-jun bergelak tertawa, ujarnya, "Kau memang cerdik dan cukup ulet juga, tapi kami sudah bersahabat, memangnya aku mau mencelakai kau ? Seumpama minta kau melakukan sesuatu, aku toh akan mengaturnya sedemikian rupa pasti tidak akan diketahui orang luar, sekarang aku hanya mau tahu apa kau betul-betul setulus hati ?"
"Kalau kau berpikir demi kepentinganku maka akupun rela bersahabat dengan kau."
"Bagus kalau begitu biar kutanya sebuah hal, kalau kau menjawab sejujurnya itu membuktikan bahwa kau memang punya iktikad yang baik."
"Hal apa yang ingin kau ketahui?"
"Orang apa bocah she Geng, datang darimana, apa pula hubungannya dengan Ceng-liong pang kalian?"
Pek Kian bu menerawang : "Mendengar nada bicaranya, asal usul Geng Tian tentulah sudah diselidikinya juga. Pertanyaan ini memang hanya mencoba hatiku saja. Kalau toh dia memang sudah tahu tiada halangannya."
Mana Pek Kian bu tahu bahwa apa yang dia reka hanya sebagian kecil saja, yang ternyata Cian Tiang jun dapat melihat dari luka luka di dengkul Pek Kian-bu siapa sebenarnya yang melukai dirinya.
Seperti diketahui guru Nyo Wan Ceng adalah Bulim thian kiau Tam Ih-tiong. Tam Ih-tiong sebenarnya adalah pangeran negeri Kim sebelum dia memberontak kepada raja negerinya yang dhalim, pernah menyelidiki rahasia ajaran dari Hiat-to-tong-jin yang bernama Wanyen Tiangci itu komandan Gi-lim-kun dari negeri Kim.
Adalah Cian Tiang-jun merupakan tangan kanan Wanyen Tiangci sudah tentu ia pun cukup paham pelajaran tunggal ini, hari itu Nyo Wan-ceng bergebrak dengan dirinya, orangpun pernah menggunakan ilmu itu.
Sebetulnya dia pun tahu gelaran Nyo Wan-ceng adalah Siau-mo li, terhadap asal usul dan namanya sebetulnya tidak tahu menahu. Setelah bergebrak baru tahu kalau orang adalah murid Bulim-thian kiau.
Nama dan asal usul Geng Tian diapun belum tahu hari itu waktu Nyo Wan-ceng berteriak menyuruh Geng Tian melarikan diri ada memanggilnya sebagai Geng-toako, maka ia hanya bilang kepada Pek Kian-bu, "Bocah she Geng yang bersama dengan Siau-mo-li."
O^~dwkz^hendra~^O Jilid 25 Mana Pek Kian bu pernah menduga bahwa orang sebenarnya hanya tahu orang she Geng belaka, sebaliknya dia menyangka orang sudah menyelidiki riwayat hidup Geng Tian.
Tapi perbuatan tercela yang pernah dilakukan Pek Kian bu memang kenyataan dia tahu amat jelas. Kenapa dia bisa tahu, biarlah kelak kami paparkan dalam kesempatan lain.
Setelah dia periksa luka-luka Pek Kian-bu, dia berani pastikan pasti kena dilukai oleh Siau mo li, tapi Siau mo-li sebaliknya adalah murid Bulim-thian kiau, kejadian ini mau tidak mau membuat dia heran dan tertarik. Bolak balik ia menganalisa akhirnya dia berkepastian sembilan puluh prosen kejadian ini pasti ada sangkut pautnya dengan perbuatan tidak seronok yang pernah dilakukan oleh Pek Kian bu. Maka setengah pura-pura setengah sungguh-sungguh, dia mengarang dan alasan mengancam dan membujuk secara halus kepada Pek Kian bu. Benar juga Pek Kian bu berhasil diancam ketakutan dan mau membuka rahasia.
O^~dwkz^hendra~^O Hari itu Gubernur Liang ciu Li Ih siu amat risau den gelisah.
Semalam putrinya pernah memancing kepada isi hatinya, pagi hari ini, waktu dia mengatur rencana bersama putranya cara masuk menyerbu Ceng liong-pang, putranya itu juga menasehati kepadanya. Untuk kedua persoalan inilah hatinya gelisah dan was-was.
Tatkala itu ia sedang mondar mandir di dalam kamar kerjanya, pikirnya : "Anak anak yang belum tahu urusan mana boleh aku memberontak ? Dulu betapa tinggi ilmu dan bakat Yalu Ciangkun dari padaku, dia memimpin pasukan dalam negeri akhirnya toh kena dibikin kocar kacir sehingga mereka runtuh keluarga berantakan, sekarang aku hanya mempunyai bala tentara yang sekecil ini mana mampu melawan kekuatan tentara negeri Kim yang begitu besar ? Dan lagi seumpama berhasil membangun negeri Liau kembali, apa pula manfaatnya bagi diriku ? Aku tidak lebih sebagai rakyat jelata kalau negeri Liau sudah berdiri pula masakah mereka menjadi giliranku menjadi raja, ada lebih mending sekarang aku menjabat Gubernur di Liang ciu, lebih bisa hidup mewah dengan pangkat yang tidak rendah."
Disaat ia mondar mandir dengan tak tenteram itu, mendadak seorang mendorong pintu melangkah masuk.
Kamar kerjanya merupakan daerah terlarang, sebelum mendapat ijinnya, siapapun dilarang masuk kemari, saking kejutnya begitu berpaling mulutnya membentak: "Siapa . . ." belum lagi 'kau' sempat diucapkan, dia sudah melihat jelas siapa yang masuk kekamar kerjanya.
Orang itu bergelak tertawa, katanya : "Li-congkoan maaf bila aku menjadi tamu tak diundang."
Ternyata orang ini adalah tamu agung wakil komandan Gi lim-kun dari negeri Kim, tak lain tak bukan Cian Tiang jun adanya.
Melihat orang masuk tanpa pamit, mencelos hati Li Ih-siu, pikirnya : "Apakah di balik dinding ada kuping, percakapanku dengan anak keparat itu kena dicuri dengar oleh orang dan dilaporkan kepadanya ?" segera ia tertawa dibuat buat, sapanya : "Kiranya Cian tay-jin, Cian tayjin malam malam berkunjung, entah ada petunjuk apa ?"
Berkata Cian Tiang-jun pelan-pelan: "Sengaja aku kemari untuk menyampaikan ucapan selamat kepada kau."
Li Ih-siu tertegun, katanya : "Ucapan selamat dari mana ?"
"Kabarnya putramu berhasil meringkus seorang tawanan penting."
Ternyata seorang perwira bawahan Li Hak siong kemaruk harta, secara diam diam ia lapor kejadian Li Hak-siong meringkus Geng Tian kepada Cian Tiang-jun. Sudah tentu maksud tujuan serta asal usul dan kedudukan Geng Tian perwira ini masih belum tahu sama sekali.
Mendengar orang melukiskan raut muka Geng Tian, ia tahu pastilah bocah yang bersama dengan Siau-mo li itu maka kemaren ia mengorek keterangan Pek Kian-bu. Setelah Pek Kian-bu memberikan semua keterangan yang diperlukan, barulah dia tahu duduk persoalannya.
Li Ih siu heran, katanya : "Apa ya, aku sendiri malah belum tahu hal ini ? Siapakah tawanan itu ?"
"Negeri Song mempunyai seorang panglima bernama Geng Ciau, apa Li-tayjin tahu?"
"Maksudmu adalah komandan tertinggi dari pasukan Hwi-hou kun (pasukan macan terbang) negeri Song."
"Benar. Sebelum ia naik pangkat, semula dia kaum persilatan, orang memberi gelar Kanglam Tayhiap kepadanya."
Li Ih-siu menjadi sebal katanya; "Geng Ciau sebagai Panglima besar negeri Song, mempunyai gelar Kanglam Tayhiap lagi ilmu silatnya pastilah amat tinggi, mana mungkin dia datang ke Liang ciu ? Mana mungkin ?"
"Bukan Geng Ciau yang tertangkap oleh putramu, anaknya Geng Ciau yang bernama Geng Tian."
"Walau kedudukan Geng Tian tidak sepadan dengan ayahnya dia merupakan seorang tokoh penting juga. Mungkin kau masih belum tahu, Liong Jiang poh Pangcu dari Ceng liong pang itu dulu adalah bekas pembantunya yang setia, kepergiannya ke Ki lian-san kali ini, kabarnya Liong Jiang-poh minta dia mewarisi jabatan Pangcu itu."
"Hee... heee, tujuan kita sekarang memang hendak menghadapi Ceng-liong-pang, putramu berhasil menangkap tokoh yang hendak diserahi kedudukan oleh Liong Jiang poh, bukankah merupakan jasa besar?"
Li Ih siu adalah seorang tua yang sudah kenyang makan asam garamnya penghidupan semula ia girang tapi lambat laun hatinya menjadi kaget pikirnya: "Urusan yang penting begini kenapa Siong ji tidak memberi laporan kepadaku? Sebaliknya Cian Tiang-jun bisa tahu lebih dulu?"
Belum habis ia berpikir betul juga didengarnya Cian Tiang jun sedang menyeringai dingin katanya: "Putramu merahasiakan kejadian ini apakah Li tayjin merasa heran? Hee. . . hee sebetulnya kejadian isi patut dapat pujian dan diberi selamat itu tergantung pada bagaimana penyelesaian Tayjin sendiri!"
Semakin mencelos hati Li Ih siu, katanya dengan cepat: "Yaa, memang aku rada heran harap Cian tayjin suka maklum dan memberi petunjuk!"
Berkata Cian Tiang jun perlahan: "Ketahuilah putramu itu begitu baiknya dengan bocah she Geng itu! Li tayjin kiranya kau sudah paham bukan?"
Bergetar suara Li Ih siu, katanya tergagap: "Dia lantas dia, dia kenapa dia..."
"Kenapa dia menangkapnya? He he mungkin memang sengaja berbuat demikian supaya Geng Tian pinjam rumah gedungmu itu untuk merawat luka lukanya."
Lekas Li lh siu menutup pinta kamarnya, pintanya dengan suara tertahan: "Cian Tayjin, seluruh jiwa keluargaku kuserahkan kepada kau. Kuharap kau suka menaruh belas kasihan biarlah aku sendiri yang menghukum bocah keparat tersebut!"
"Lo tayjin setia demi negara sungguh harus dipuji! Harap tanya untuk menghukum putramu?"
Li Ih siu hanya punya seorang putra, pikirnya: "Kalau kubunuh anak binatang itu, putriku tidak akan dapat melanjutkan keturunanku." sesaat mulutnya terbungkam katanya dengan suara gemetar: "Cian tayjin, aku mohon kau suka mengampuni jiwanya, bagaimana hukumannya kau lihat saja kenyataannya."
"Lo tay jin tidak perlu gugup, pepatah berkata kau hormati aku sejengkal aku balas satu depa. Persoalan ini tak akan kubocorkan malah bisa memberi kesempatan kepada putramu untuk merebut pahala."
Li Ih siu kegirangan katanya: "Budi kebaikan Cian tay jin, Siau koan tidak akan lupa seumur hidup. Siau koan rela mendengar petunjuk Tayjin."
"Lo tayjin begitu sungkan terhadapku, aku jadi rikuh dan tidak berani terima. Menurut pendapatku begini saja. Soal ini tidak usah kau beritahu kepada putramu, hari ini juga kita gerakkan pasukan lebih cepat dari waktu yang ditentukan, begitu dia meninggalkan tempat ini segera kuluruk kesana menjinjing bocah itu keluar langsung akan kugusur ke Tay toh. Peristiwa ini masih merupakan bahaya besar kalian ayah beranak."
Kiranya Cian Tiang jun inipun seorang cerdik cendekia yang pintar mengatur tipu daya didalam gedung Gubernur Liangciu ini dia seumpama burung yang terkurung di dalam sangkar maka dia harus merangkul Li Ih siu kepihaknya sementara memberikan budi pertolongan kepadanya, dia kelak setelah pulang ke kota raja baru akan melaporkan kesalahan orang. Dia minta Li Hak siong pimpin pasukan besar berangkat lebih dulu maksudnya tidak bentrok langsung dengan dirinya.
Mendapat perintah ayahnya berpikirlah Li Hak siong : "Tadi pagi aku baru saja membujuk ayah, mana mungkin dia lega hati membiarkan aku menjadi pasukan pelopor?" tetapi lantas terpikir juga, "Beginipun baik, aku menjadi pelopor jauh lebih baik dari pada orang lain. KaIau ada kesempatan dengan diam-diam aku malah bisa memberikan kabar rahasia kepada pihak Ceng liong pang !"
Luka-luka Geng Tian sudah sembuh tujuh bagian, Li Hak siong berpesan kepada adiknya, "Setelah aku berangkat kau harus merawat Geng heng baik baik terutama harus lebih hati-hati jangan sampai diketahui orang luar."
"Aku sudah tahu," sahut Li Ci hong. "Apakah Cian Tiang jun juga ikut pergi ke Ki lian san?"
"Dia sebagai panglima tinggi sudah tentu dia pun akan pergi."
"Lebih baik kalau begitu legakan saja hatimu."
"Aku kuatir ayah sudah curiga kepada kami seandainya Geng toako sampai terlihat oleh pelayan kepercayaannya urusan pasti bakal celaka."
"Kalau kau masih kuatir biarlah dia sembunyikan didalam kamarku, pelayan mana yang berani masuk."
"Memang akal yang bagus. Kau sembunyikan didalam kamar tidurmu, jangan kata pelayan meski ayah sendiripun takkan berani masuk kedalam kamarmu tapi...."
"Tapi apa?" Seperti tertawa Li Hak siong memandangnya, katanya, "Tahun ini kau sudah sembilan belas lho tanggal enam belas bulan yang akan datang hari lahirmu.''
"Memang kenapa?"
"Beberapa hari yang lalu kudengar ayah dan ibu sedang berunding katanya hendak mencarikan calon suami bagi kau."
"Memangnya aku sudi mereka carikan jodoh ?"
"Benar, pilihan ayah bunda masa lebih cocok dari orang yang kau pandang sendiri. Moay moay, bagaimana menurut pendapatmu tentang Geng kongcu ini?"
Seketika Li Ci hong merengut, katanya, "Koko, kemana sih jalan pikiranmu? Aku sudi menolongnya lantaran untuk kebaikanmu, kau malah menggoda aku, selanjutnya aku tidak mau perduli lagi."
Li Hak siong segera meminta minta dan menjura, katanya, "Adikku tidak usah marah, aku hanya kelakar saja tapi ..."
Semakin dongkol Li Ci hong dibuatnya, semprotnya: "Tapi apa lagi?''
"Geng toako orang bangsa Han, bangsa Han mempunyai adat istiadat mereka sendiri, aku sendiri tidak tahu apakah dia terlalu mengkukuhi adatnya sendiri? Mungkin kita harus main bujuk kepadanya."
"Serba menyulitkan juga aku tidak perdulikan."
"Menolong orang harus menolongnya sampai sembuh, ayohlah..." setengah menyeret ia bawa adiknya ke kamar dimana Geng Tian sedang merawat luka lukanya.
Mendengar rencana mereka betul juga Geng Tian seketika menunjukkan rasa kikuk dan malu. Gadis muda ini bermaksud baik kalau dia menolaknya kemana pula muka sang gadis harus ditaruh? Terpaksa ia menjawab, "Lukaku sudah sembuh tujuh bagian, lebih baik biarlah aku menyerempet bahaya di saat hari petang secara diam diam mengeloyor keluar supaya kalian tidak kerembet."
"Tidak mungkin. Aku harus segera berangkat tiada kesempatan mengutus seseorang yang tepat untuk membawa kau keluar, penjagaan dalam gedung ini amat keras dan ketat, kau pasti tak bisa lolos. Kalau kau mau lari harus tunggu tiga hari lagi setelah ilmu silatmu benar benar sudah pulih seluruhnya baru boleh kau meloloskan diri."
Li Ci hong ikut berkata: "Geng toako jangan kau kira aku tidak tahu adat istiadat bangsa Han kalian, aku tahu kau hendak menghindari hubungan bebas antara pria dan wanita, betul tidak? Biarlah kujelaskan kepada kau, kuberikan kamar tidurku kepadamu dan di belakang kamar tidur terdapat kamar pelayanku, pelayan ini adalah kepercayaanku biar aku pindah tidur bersama dia."
Li Ci hong bicara terus terang tanpa tedeng aling-aling, terpaksa Geng Tian menerima kebaikannya. Katanya sambil bersoja, "Kalian mengatur sedemikian rapinya demi keselamatanku, entah cara bagaimana aku harus menghaturkan terima kasih kepada kalian. Terutama nona Li, aku . . , aku..."
Li Ci hong tertawa geli katanya: "Aku bukan orang Han, aku tidak takut perbedaan laki perempuan, sudahlah jangan berlarut larut menyamarlah jadi pelayanku, ayo jalan! Koko juga harus segera berangkat."
Berkata Geng Tian, "Li toako setelah sampai di Ki lian san, seumpama bertemu dengan Nyo Su-gi, Lo Hou wi dan Ong Beng im atau salah satu dari mereka boleh kau bicara terus terang kepadanya. Tapi kalau mereka bersama orang lain, sekali kali jangan kau membocorkan rahasiaku."
Geng Tian hanya menyinggung nama tiga orang dari Su tay kim kong tanpa menyebut nama Pek kian bu karena dia mengharap dengan meminjam muIut Li Hak siong untuk memberitahu kepada tiga orang lainnya bahwa Pek Kian bu kurang dapat dipercaya. Sudah tentu itu semua hanya bila ada kesempatan bertemu.
"Baik akan kuingat betul, Geng Tian masih ada pesan apa ??"
"Tiada lagi." "Masih ada seorang Iagi bukan? Kenapa tidak kau singgung dia?"
"Siapa maksudmu?'' tanya Geng Tian melengak.
"nona Nyomu itu?"
Berdebar jantung Geng Tian, "Kenapa dia bicara hal itu?" dengan muka merah ia menyahut: "Betul, Li-toako sukalah kau mencarikan kabarnya, apakah dia sudah tiba di ki lian san?"
O^~dwkz^hendra~^O GENG TIAN sedang menguatirkan keadaan Nyo Wan ceng, ia pun was was akan keselamatan Nyo Su gi dan yang lain lain. Di luar tahunya bahwa kedua orang ini sudah tiba kembali di Liangchiu.
Dalam pada itu dengan menyamar sebagai orang desa yang ingin menengok familinya dikota, diwaktu Nyo Su gi tiba di Liang-chiu kebetulan dia bertemu dengan pasukan pelopor yang dipimpin Li Hak siong. Nyo Su gi sembunyi di pinggir jalan dilihatnya yang memimpin pasukan ini adalah perwira muda. Diam diam kecut hatinya kekuatiran berkecamuk dalam hatinya.
Ceng-liong pang punya agen rahasia yang bernama Ong Kiat yang membuka warung tahu dikota Liang ciu, melihat ia datang, Ong Kiat girang bukan main, lekas ia menempelkan secarik kertas yang bertuliskan: "Perbaikan dapur tutup sehari", lantas ia tutup warung tahunya, katanya, "Nyo hiangcu kenapa seorang diri kau kemari?"
"Urusanku nanti kujelaskan kepada kau, katanya kau dulu tahukah kau pasukan tadi keluar kota tahukah kemana tujuannya ?"
"Memangnya kemana lagi kalau tidak untuk menyerbu pangkalan kita di Ki lian san."
"Perwira muda yang memimpin pasukan itu, tahukah kau siapakah dia ?"
"Kabarnya adalah putra gubernur Liang ciu li ih-siu."
Yang dikuatirkan menjadi kenyataan, diam diam Nyo Su-gi mengeluh dalam hati dengan lemas ia duduk di kursi pikirnya; "Kedatanganku sungguh tidak kebetulan."
Ong Kiat heran katanya: "Kabarnya putra Li Ih siu punya kepandaian lumayan tapi mengandal kekuatan bocah itu masak ia mampu menggempur Ki lian-san kita ?''
"Kau tidak tahu kedatanganku ini secara diam diam ingin bertemu dengan dia."
Semakin heran Ong Kiat dibuatnya, tanyanya: "Nyo hiangcu, bukankah dia yang menjadi pelopor menempur Ki lian san ? untuk apa kau menemui dia??"
"Dengarkan penjelasanku." Lalu dia menuturkan apa yang perlu diberitahukan kepada Ong Kiat. Baru sekarang Ong Kiat mengetahui betapa penting urusan ini, sungguh diluar dugaannya.
"Dalam gedung gubernuran ada tidak agen kita?"
"Ada saudara kita yang didalam warung arang sebagai tukang kirim, beberapa hari sekali pasti mengirim bahan bakar kesana, tugas tugas di dalam sih tiada orang kita yang dipendam disana."
"Baiklah mari kita menemui saudara itu, mohon dia mencari kabar didalam sana yang penting ada jejak berita Geng Kongcu."
"Yang dia kenal hanyalah orang orang kecil, urusan rahasia yang penting ini kukira sulit untuk mendapatkannya."
Nyo Sugi tertawa getir katanya: "Memangnya aku tidak tahu, kaIau toh tiada sumber lain yang dapat kita lakukan, terpaksa dicoba dulu."
Baru saja Ong Kiat hendak membuka pintu keluar, tiba tiba didengarnya suara gembreng dipukul bertalu talu, seseorang berteriak lantang: "Tutup pintu tutup? Ada orang agung lewat semua orang dilarang keluar." tak jauh dibelakangnya mendatangi sebarisan tentara yang bersenjata lengkap, suara mereka membentak dan mengumpat caci mengusir orang-orang dipinggir jalan supaya lekas pulang.
Berkerut alis Nyo Su gi, katanya: "Orang agung siapa yang Iewat, perlu mengadakan penjagaan yang begini ketat perlu menabuh gendrang segala untuk membuka jalan?"
Tak lama kemudian keadaan dijalan raya sepi lengang, terdengarlah derap kaki kuda yang riuh semakin mendatangi dari kejauhan.
Diam diam Nyo Sugi mengintip keluar melalui celah pintu, dilihatnya seorang panglima muda menumpang seekor kuda tinggi besar lewat didepan pintu rumah. Sekilas pandang semula ia sangka putranya Li Ih siu tapi setelah ia tegas, baru tahu terkanya meleset.
Dibelakang perwira muda ini mengintil dua pengikutnya, terasa oleh Nyo Su gi seolah olah pernah mengenal, tiba tiba teringat olehnya, seketika jantungnya berdebar.
Ternyata orang itu bernama Sebun Cu-Ciok seorang keponakan dari iblis besar Sebun Bok ya! Beberapa tahun yang lalu Nyo-Sugi pernah bentrok sekali dengan orang itu.
Berpikir Nyo Sugi: "Keparat ini adalah tokoh dari golongan hitam kenapa rela menjadi pengikut orang agung apa segala?"
Tengah ia mereka2, terdengar Sebun Cu ciok berkata, "Li Ih siu situa bangka itu kiranya cukup sungkan terhadap kita, dia anggap kita sebagai duta besar."
Perwira muda itu berkata: "Cian Tiang-jun seharusnya sudah berada di Liang ciu, kenapa tidak terlihat dia keluar menyambut?"
Tak terasa mencelos pula hati Nyo Sugi, pikirnya; "Besar juga mulut pemuda ini. Cian Tiang jun sebagai wakil komandan Gi lim kun negeri Kim, nada bicaranya seolah olah anggap Cian Tiang jun sebagai hamba dalam rumah."
Setelah rombongan berkuda ini lewat, jalan raya itu kembali ramai seperti sedia kala. Ong kiat keluar mencari kabar pulang ia berkata: "Nyo hiangcu, coba kau terka siapa perwira muda itu?"
"Apakah dia kerabatnya dari bangsawan negeri Kim?"
"Betul dia adalah putra komandan Gi lim kun yang menjadi paman raja negeri Kim yang bernama Wanyen Tiang ci."
Bercekat hati Nyo Sugi, katanya : "Oo, jadi dia itulah Wanyen Hou, tidaklah heran mulutnya begitu besar." Pikirnya, "Ilmu silatnya Wanyen Hou amat tinggi, kedatangannya ke Liang-ciu ini pasti menetap digedungnya kegubernuran, untuk menolong Geng Tian mungkin bertambah sulit."
Karena kedatangan Wanyen Hou seluruh kota Liang ciu dijaga ketat, setelah keadaan diizinkan normal kembali, hari sudah menjelang magrib.
Waktu Nyo Sugi dan Ong Kiat mencari saudara pengangkut arang itu, seperti dugaan semula sedikitpun tidak tahu menahu akan beritanya Geng Tian, orang orang yang dia kenal di dalam gedung gubernur tidak Iebih hanya kawanan kacung kacung atau tukang kebun dan tukang masak, tidak mungkin bila menyerapi berita seseorang disana.
Terpaksa Nyo Su gi memberi pesan kepadanya: "Besok kirim arang kesana, coba kau mencari alasan untuk tinggal lebih lama disana dan hati-hatilah mendengar percakapan mereka. Bukan mustahil kau mendapat berita yang kami inginkan!"
Tiba di warung tahu Ong Kiat, seorang kakek tua penjual sayuran tetangga disebelah datang, katanya tertawa : "Lo ong, warung tahumu sekarang cukup tenar ya, hari ini ada orang tamu perempuan dari jauh yang sengaja datang ingin membeli tahumu. Kukatakan kepadanya, warungmu sedang mengadakan perbaikan hari ini kebetulan tutup. Sebelum pergi dia menyatakan besok mau datang lagi."
Bercekat hati Ong Kiat tanyanya: "Darimana kau tahu dia tetamu yang datang dari tempat jauh?"
"Logatnya berlainan dengan penduduk kota sekali dengar aku lantas tahu; akhirnya katanya dia tinggal dimana betul juga ternyata menetap didesa. Ternyata dia budak dari sebuah keluarga besar di desa, katanya mendapat perintah majikannya kemari untuk membeli tahumu."
Ong Kiat tertawa, "Piausiokku justeru tamu yang datang dari tempat jauh, dia datang dari tempat yang jauhnya tiga ratus li."
Kakek tua itu mengawasi Nyo Sugi katanya meleletkan lidah: "O, begitu jauh kenapa belum pernah kudengar mengatakan punya famili seperti dia ?"
"Jaman seperti sekarang kaum melarat, siapa yang suka bepergian menyambangi famili? Sudah puluhan tahun aku tidak berhubungan Piausiokku ini. Bicara terus terang, kalau hari ini dia tidak kebetulan datang, kukira sudah lama dia meninggal dunia."
"Memangnya jangan dikata dari tempat jauh, saudara dekat yang tinggal dalam satu kota sebesar ini sajapun setahun belum tentu datang sekali."
"Ada sebuah urusan mohon kau orang tua suka membantu," kata Ong Kiat.
"Sebagai tetangga tua, kalau dapat kukerjakan aku suka membantu katakan saja."
"Ketahuilah familiku ini paling takut berurusan dengan para penjabat, maklum orang desa. Malam ini Piausiok tinggal dirumahku, aku tidak ingin pergi lapor kepada kepala desa. Mohon kau orang tua jangan bercerita kepada orang luar kalau hal ini sampai bocor kawanan opas itu pasti bikin gara gara lagi ditempatku."
Kakek tua itu tertawa bergelak sambil manggut-manggut mengiakan.
Kata Ong kiat pula: "Toasiok, aku bukan guyon lho, aku benar benar rada kuatir."
"Kukira persoalan pelik apa, kiranya minta aku tidak banyak bicara, orang sering berkata penyakit masuk dari mulut bencana keluar dari mulut, meski kau tidak berpesan kepadaku aku pun tidak akan cerewet kepada orang lain."
Setelah kakek tua pergi, Ong Kiat menutup warungnya, katanya; "Urusan ini rada janggal Nyo-hiangcu, lama aku meninggalkan pangkalan, keadaan pang kita aku sudah rada asing, entah apakah datang Thaubak perempuan yang baru?"
"Tidak pernah!'' sahut Nyo Sugi, katanya pula: "Terang perempuan itu tidak khusus kemari untuk membeli tahumu, tapi golongan mana dia akupun bisa meraba. Malam ini, kita harus lebih waspada adakah tempat cocok untuk sembunyi didalam rumahmu ini?"
"Kamar adanya tahu disebelah barat sana dindingnya boboI gede aku belum sempat menyumbatnya. Sebelah sana adalah gudang kayu milik Thio-toasiok, kalau terjadi sesuatu boleh kau sembunyikan kesebelah dulu. Nanti sebentar kita pasang tiga batu bata darurat disebelah luarnya ditumpukan beberapa keranjang kacang kedelai, keranjang besar setinggi manusia kebetulan dapat menutupi lobang tembok itu."
"Nanti membawa kesulitan bagi Thio-toasiok?''
"Dibelakang pintu rumah keluarga Thio adalah jalan gelap yang menembus keluar kota, kau tidak usah tinggal dirumahnya langsung saja merat dari sini."
"Kalau begitu pergilah kau berunding sama dia, kalau tidak diijinkan jangan kita lakukan hal itu."
"Thio toasiok orang baik, dia pasti setuju. Kalau sebelumnya minta ijinnya segala, mungkin malah menimbulkan kecurigaannya, asal usul kami sekali kali tidak boleh diketahui oleh dia, menurut pendapatku kita hanya mempersiapkan diri saja, kalau kejadian benar benar berlangsung barulah kau menerobos ke sana secara mendadak. Kita toh hanya pinjam jalan saja."
Berkerut alis Nyo Sugi, katanya: "Meski hanya pinjam jalan harus dilakukan secara terang terangan. Kukira kurang leluasa kalau kami kelabui dia."
Apa boleh buat terpaksa Ong-kiat berkata; "Baiklah kalau Hiangcu ingin begitu, biar aku kesana berunding sama dia. Tapi orang tua biasanya suka tanya asal usul orang kalau kami kelabuhi dia."
"Kalau terpaksa boleh kaujelaskan asal usulku kepadanya."
Tengah bicara terdengar derap kaki kuda yang berlari kencang dari kejauhan lewat dijalan raya didepan warung tahu Ong Kiat. Akhirnya ketiga kuda itu berhenti, jelas sekali mereka berhenti didepan warung tahu Ong Kiat dan melompat turun.
Dua diantara tiga penunggangnya membawa obor, dari celah celah pintu, Nyo Sugi dan Ong Kiat mengintip keluar, perwira rendah yang tidak membawa obor itu, bukan lain adalah pengikut Wanyen Hou dalam perjalanan ke Liangciu ini yaitu Sebun Cuciok.
Ong Kiat tertawa getir, katanya: "Sudah terlambat lekas kau menerobos kesana." belum habis ia bicara, didengarnya Sebun Cu-ciok sedang berkata: "Apakah warung tahu ini?"
Dua perwira lebih rendah yang membawa obor itu mengenakan seragam busu kota Liang ciu, mereka menyahut bersama: "Di jalan ini hanya terdapat satu warung tahu saja, tidak akan salah.''
Busu dari gedung gubernuran menggerebek sebuah warung tahu yang kecil ini jarang sekali terjadi malah pengikut dari tamu agung gubernur sendiri ikut dalam tugas rahasia ini sungguh kejadian yang luar biasa.
Bilamana menghadapi Ong Kiat seorang, tentunya tidak perlu Sebun Cu ciok ikut turun tangan, sudah tentu Nyo Su gi tahu bahwa mereka meluruk datang bertujuan menangkap dirinya. Diam diam ia membatin, "lnilah benar benar apa boleh buat, tiada jalan lain terpaksa melakukan perbuatan selundup secara kasar."
Secara diam diam Nyo Su gi menyusul masuk ke gudang kayu sebelah melalui lobang tembok, suara gedoran pintu sebelah sana sudah menggelegar seperti guntur. "Buka pintu, ada pemeriksaan." daun pintu dari warung tahu yang tipis itu mana kuat menahan gedoran keras kedua busu itu? "Brang" kedua daun pintu itu akhirnya semplak dan roboh berantakan.
Setelah membereskan seperlunya dikamar adonan, pura-pura baru bangun dari tidurnya untung Ong Kiat masih sempat menyongsong kedepan.
Kedua busu itu segera membentak, "kenapa begitu lama baru mau buka pintu, apa di dalam kau menyembunyikan buronan ya?"
"Ah, tidak, para Koantiang kalau tidak percaya silahkan masuk menggeledah."
"Jangan kau gertak dia," ujar Sebun Cu-ciok tertawa. "Biar kutanya dia."
Sambil membungkuk kedua Busu itu mengiakan, katanya pula: "Kalau begitu perlu tidak kami menggeledah kedalam?"
"Tidak perlulah kulihat dia orang jujur tentu suka bicara terus terang."
Kata ini sungguh diluar dugaan Ong Kiat, tak tahu dia kenapa Sebun Cu ciok bersikap halus, katanya: "Terima kasih akan pujian Tayjin, entah apa yang ingin Tayjin tanyakan?"
"Ada seorang nona muda yang berparas ayu jelita, dia temanmu ataukah familimu?" tanya Sebun Cu ciok sementara kedua busu itu menggerakkan kaki tangan melukiskan bentuk dan wajah nona muda itu.
Ong Kiat pura pura baru sadar: "Oh kiranya mereka sedang menyelidiki tamu perempuan itu sudah tentu dia tidak akan menginap di warung tahuku tak heran Sebun Cu ciok berkata tidak usah menggeledah." lalu terpikir olehnya, "Agaknya mereka masih belum tahu bahwa Nyo-hiangcu berada disini, lebih gampang rasanya aku layani mereka." maka dengan sejujurnya ia menjawab, "Aku tidak kenal nona itu."
Mendengar jawaban ini bertaut alis Sebun Cu-ciok, katanya: "Kau tidak kenal nona itu? Lalu kenapa dia tadi pagi mencari kau?"
Ong Kiat pura-pura merasa heran, ujarnya, "Ada seorang nona mencari aku? Aku kok tidak tahu. Tungku apiku rusak sejak tadi siang aku sudah tutup warung, aku keluar untuk memperbaiki tungku itu baru saja pulang."
"Aku tahu itu, waktu kau tiada dirumah, tapi ada orang melihat sendiri nona muda itu datang kewarung ini mencari kau, kejadian ini terang tidak akan salah, kalau dia tiada sanak bukan kadang dengan kau, kenapa datang dari jauh mencari kau? hm, lekas bicara terus terang saja."
"Tamu perempuan hendak beli tahu adalah kejadian biasa, orang yang memberi kabar kepadamu itu mungkin salah faham."
"Brak!" Mendadak Sebun Cia ciok menggebrak meja, makinya: "Bagus ya kuberi muka kau tidak mau arak suguhan tidak minta arak hukuman?'' begitu tangannya menepuk meja kayu berterbangan permukaan meja meninggalkan cap tangan yang dalam dan menyolok mata.
"Terus tarang hamba tidak tahu apa2, darimana aku harus memberi keterangan?"
"Siau moli itu datang ke Liang ciu dengan diam-diam memangnya hanya ingin membeli tahumu? Berani kau mengatakan kau tidak kenal dia? Omonganmu dapat mengelabui siapa?"
"Siau moli apa? tayjin omonganmu semakin membuat aku bingung."
"Masih pura-pura pikun," damprat Sebun Ciu ciok. "Lekas katakan dimana Siau moli menyembunyikan diri!"
"Tamu perempuan yang kau katakan aku sendiri belum pernah melihatnya mana bisa tahu dimana jejaknya ?"
"Dia kemari mencari kau itu terbukti bahwa kau pasti sekomplotan dengan dia. Baik seumpama kau tidak tahu jejaknya, dia she apa, siapa namanya, untuk apa mencari kau tentunya kau tahu betul bukan?"
"Tayjin tidak lebih aku hanya penjual tahu, selamanya tidak turut campur urusan. Kata-katamu ini sungguh membuat aku bingung dan heran."
"Kau masih pura pura, baik biar kau rasakan dulu hajaranmu untuk menyegarkan otakmu ini!" baru saja ia hendak menghajar Ong Kiat tiba tiba didengarnya sebuah suara nyaring berkata, "Aku tamu perempuan itu untuk apa kalian mencari aku?"
Kaget sekali Sebun Cu ciok dibuatnya, dilihatnya di ambang pintu berdiri seorang perempuan berpakaian hitam seolah-olah sudah pernah dikenalnya. Sementara kedua Busu dari Liang ciu sudah membentak, "Iblis perempuan yang bernyali besar berani kau meluruk kemari malah!"
Gadis baju hitam itu tertawa, katanya; "Bukankah kalian yang ingin mencari aku, kalau aku tidak datang kau bikin celaka orang lain."
Sembari membentak kedua Busu itu sudah menubruk maju, bentaknya pula: "Kau berani muncul menghadapi kita marilah ikut kami kembali kegedung gubernur."
Maka terdengarlah, Blang blum beruntun dua kali tahu-tahu kedua Busu itu sudah terjengkang jatuh menghadap kelangit.
Gadis baju hitam itu tertawa dingin, jengeknya: "Gubernur Liang ciu yang kecil itu tidak masuk dalam pandanganku berani kalian mentang mentang dihadapanku."
Sebun Cu ciok adalah ahli silat, sungguh kejutnya bukan kepalang belum lagi kedua Busu itu sempat menyentuh ujung baju orang tahu tahu sudah roboh terguling, inilah ilmu tingkat tinggi yang dinamakan Can ih-cap pwe thiat (menyentuh baju jatuh delapan belas kali).
Semua hal lain yang membuat Sebun Cu ciok bertanya dalam hati adalah wajah gadis baju hitam ini jauh berlainan dengan laporan yang diterima mengenai diri Siau mo li itu agaknya malah seseorang dulu pernah dilihatnya entah dimana.
Kedua Busu merangkak bangun mengandal kekuatan Sebun Cu ciok mereka mencak mencak gusar; "Siau mo li, biar kami adu jiwa dengan kau." keduanya melolos senjata hendak menubruk maju pula.
Mendadak Sebun Cu ciok membentak: "Jangan ribut minggir kesamping!"
Kuncup nyali kedua Busu itu segera mereka menyingkir kesamping, melihat Sebun Cu ciok bersikap begitu menghormat kepada gadis baju hitam ini bukan kepalang kejut hati mereka.
Terdengar Sebun Cu ciok berkata: "Nona agaknya kita pernah bertemu entah di mana kau... kau adalah ..."
"Terhitung matamu melek meski kau hanya seorang hamba waktu di Holin, agaknya kamipun pernah menyambut kau anggap kau sebagai tamu. Sekarang begini sikapmu kepadaku beginikah caramu menyambut tamu?"
Sebun Cu ciok kaget bukan main, teriaknya, "Ternyata kau adalah Pe.....Pele....."
"Cukup kau sudah tahu, tidak usah kau banyak mulut diluaran, tiada halangan kau tetap memanggilku Siau mo li."
Sebutan kiongcu yang hendak diucapkan Sebun Cu ciok telah ia telan kembali, katanya, "Tidak berani!! Hamba tidak tahu bila nona sudah tiba, harap nona suka maafkan keteledoranku ini."
Ternyata gadis baju hitam ini bukan lain adalah keponakannya Ogotai, raja agung dari Mongol, yaitu In-tiong yan yang mendapatkan anugerah sebagai Pele kiongcu.
Tiga tahun yang lalu, Sebun Cu ciok pernah mengiringi Wanyen Hou pergi ke Mongol dan pada waktu berburu binatang pernah melihatnya sekali.
Diam-diam Sebun Cu ciok berpikir: "Kabarnya setelah kami pulang dari Mongol, Dulai lantas mengutus keponakannya menyamar sebagai perempuan Han menyelundup kedaerah Tionggoan menyelidiki strategi militer di sana, demi usahanya untuk menyerbu keselatan. Namun demikian, sekali kali aku pantang berbuat salah terhadapnya, maklumlah kekuatan Mongol amat besar sampai berkembang sampai kenegeri Kim, politik luar negeri Kim saat itu justru hendak merangkul dan minta damai kepada pihak Mongol.
In tiong yan tertawa dingin katanya: "Bukanlah kau kemari sengaja hendak menangkap aku? Kenapa pura-pura berkata tidak tahu akan diriku?''
"Sekali kali kami tidak menduga bila nona adanya, apalagi nona suka merendahkan diri berkunjung ketempat yang jorok ini. Orang-orang kami mengira orang lain adanya maka sengaja kemari untuk menyelidiki biar benar, harap nona suka maafkan kesalahan ini."
"Tahu buatannya ini memang paling enak, sudah lama aku mendengarnya. Ingin aku minum secawan wedang tahu, apa pula yang harus dibuat heran? Membuat kalian geger dan bikin ribut disini?"
Sebun Cu ciok mengiakan berulang ulang sambil nunduk-nunduk, pikirnya, "Jelas aku tidak boleh berbuat salah kepadanya, namun urusan ini jelas rada ganjil, urusan tidak boleh anggap beres demikian saja, bagaimana baiknya aku bertindak?'' karena kepepet maka terpikir juga sebuah akal olehnya, katanya; "Pangeran Wanyen sedang berada digedung gubernuran, dia tahu nona ada datang kekota Liang-ciu, sudah tentu mengharap kedatangan nona. Harap nona suka memberi muka silahkan kesana bersama hamba."
"Ooo, jadi kau ingin supaya aku menyerahkan diri secara sukarela, baru kau tidak ambil perduli kepada pemilik warung ini?"
Sebun Cu ciok pura pura gugup dan menyengir kikuk, katanya, "Nona sekali kali jangan salah paham. Kalau aku tidak mampu mengundang nona, Pangeran tentu akan menghukum aku, mohon nona suka memberi bantuan sekedarnya."
Berpikir ln-tiong-yan kalau dirinya tidak segera berlalu pasti pemilik warung ini terang kerembet perkara, segera ia berkata: "kalau Wanyen Hou betul disini memang perlu aku menemuinya. Tapi"
"Tadi apa??" tanya Sebun Cu ciok.
"Dari jauh aku kemari tujuanku mau mencicipi wedang tahu kalau belum sempat minum harus berlalu bukankah menyia-yiakan perjalanan belaka?"
"Warung ini hari ini tidak jualan karena kerusakan tungkunya!!"
Mendengar perkataannya In tiong yan, Ong Kiat lantas paham, katanya tertawa, "Tungku besar untuk dagang rusak, tungku kecil didapur untuk memasak nasi masih bisa dipakai. Nona, kau hanya ingin mencicipi secawan wedang tahu, gampang sekali segera dapat kusiapkan."
"Baik, pergilah kalian bantu dia membuat api," Sebun Cu ciok menyuruh kedua Busu itu.
Tak lama kemudian wedang tahu Ong Kiat sudah selesai, waktu keluar masih mengepul asap berbau segar. Berkerut alis In tiong yan, katanya: "Tabiatku kau sudah tahu belum?"
Sebun Cu ciok melengak, batinnya: "Tidak kau katakan dari mana aku bisa tahu?" katanya unjuk tertawa, "Entah maksud nona adalah..."
"Aku tidak senang ada orang berdiri mengawasi aku makan, kalian semua keluar."
Apa boleh buat, kata Sebun Cu ciok, "Baik kami tunggu nona diluar! Ayo keluar!" sambil berkata ia menarik Ong Kiat sekalian.
"Aku tidak menyuruh dia keluar, kenapa kau menyeret. Dia sebagai pemilik warung memangnya aku harus mengusir pedagangnya?"
Terpaksa Sebun Cu ciok melepas Ong-Kiat bersama kedua Busu ini ia keluar lalu berputar kesamping rumah kuping ditempel kedinding mencuri dengar.
In tiong yan tahu mereka pasti mencuri dengar diluar, katanya tertawa, "Wedang tahumu memang enak sekali rasanya, enak nikmat menyegarkan semangat, cara bagaimana membuatnya, bolehkah kasih tahu padaku?" sembari mengobrol dengan Ong Kiat, dengan sumpit yang dia basahi kuah wedang, menulis beberapa huruf dipermukaan meja, tulisan itu berbunyi: "Ada omongan apa yang perlu kau sampaikan kepadaku, lekas katakan?"
Walau Ong Kiat tidak tahu asal usulnya tapi ia berpikir, "Dia membantu kesulitanku sudah tentu orang sendiri." Mengikuti perbuatan orang diatas meja dia pun menulis demikian, ''Geng kongcu kena tertangkap mereka mungkin disergap didalam gedung gubernuran."
In tiong yan kaget tulisnya, "Apakah Geng Tian?"
Ong Kiat manggut. In tiong yan menulis pula, "Baik soal ini kau serahkan padaku saja."
Setelah menghabiskan wedang kacangnya ln tiong yan menghapus tulisan diatas meja, katanya, "Lekas kau perbaiki tungkumu, besok biar aku kemari minum wedang tahumu pula."
Bicara sampai besok tangannya digoyang goyangkan, maksudnya memberi tanda supaya malam ini juga dia melarikan diri, besok jangan tinggal diwarung ini.
Sebetulnya Ong Kiat hendak memberitahu bahwa Nyo Su gi pun berada di sini, tapi In tiong yan sudah keburu keluar.
Setelah mendengar derap langkah, Sebun Cu ciok dan lain lainnya pergi jauh, baru Ong Kiat berlari masuk kedalam kamar adonan sebelum dia menyelinap kesebelah melalui lobang tembok itu, dilihatnya Nyo Sugi sudah menunggu dirinya dikamar adonan.
Ong Kiat melengak, tanyanya, "Nyo-hiangcu kenapa begitu cepat kau sudah kembali pula?"
"Sejak tadi aku sembunyi dirumah keluarga Thio belum sempat lari."
Ong Kiat kaget, tanyanya, "Kenapa tidak sampai lari? Tadi sungguh berbahaya! Kini meski cakar alap alap itu sudah pergi mungkin akan datang kemari lagi."
"Sebelum aku hendak bertindak sesuai rencanamu semula, merat dari pintu belakang Thio toasiok. Begitu aku menyelinap kesana lantas kulihat Thio Toasiok sedang berdiri di sana. Belum aku sempat bersuara dia lantas berkata kepadaku, "jalan gelap dibelakang pintu belakang itu sudah penuh sesak dijaga tentara pemerintah, dia minta aku sekali sekali jangan lari dari sana."
"Wah, tidak pernah terpikir olehku soal itu."
"Thio toasiok tidak bertanya apa-apa kepadaku, lalu menyembunyikan aku. Katanya main main untung-untungan saja sembunyi disana umpama cakar alap2 itu menggerebek rumahnya, ia bisa berusaha melayani mereka."
"Lalu Thio toasiok dimana?''
''Katanya mau keluar melihat keramaian. Setelah aku mendengar orang orang itu pergi baru aku menerobos keluar, tidak sempat aku memberitahu dia."
"Tak nyana tua bangka itu bernyali begitu besar. Nyo hiangcu, disebelah adakah kau dengar kejadian disini?"
"Semua dengar !"
"Siapakah perempuan tadi, tahukah kau?"
"Perempuan itu bernama In tiong yan dan asal usulnya, aku sendiri masih belum tahu dengan jelas."
"Jadi dia bukan orang kita?"
"Naga naganya dia adalah seorang yang punya asal usul rahasia Mongol, tetapi meskipun dia bukan orang Han, namun dia pernah membantu kesulitanku boleh kita anggap sebagai teman."
Ong Kiat merasa lega hati, katanya, "Kalau demikian kukira tiada halangannya bila aku memberi tahu kabar Geng kongcu kepadanya."
"Ada sebuah hal yang membuat aku heran."
"Hal apa?" "Rahasia dari warung tahumu ini hanya Liong pangcu dan aku saja yang tahu, cara bagaimana dia bisa mencari kamu?"
Baru saja bicara sampai disini terdengar suara ketukan pintu.
"Memangnya dia kembali lagi ?" kata Ong Kiat, tanyanya; "Siapa?"
Orang itu tertawa sahutnya; "Sudah aman lekas buka pintu, inilah aku." kiranya Thio toasiok adanya.
Nyo Sugi membuka pintu menarik Thio-toasiok kekamar adonan katanya: "Toasiok, harap maaf aku tidak bicara sejujurnya kepada kau urusanku padahal harus diterangkan kepada kau."
"Tidak usahlah," ujar Thio toasiok tertawa. "Orang sering berkata miskin bantu miskin, kaya bantu kaya. Kalian dikejar-kejar cakar alap alap tentunya orang baik. Mana boleh aku tidak membantu kau?"
"Thio toasiok kau benar-benar seorang baik. Belum lagi aku mengucapkan terima kasih kepada kau."
"Terima kasih apa, kata katamu ini malah anggap aku ini orang luar saja. Asal-usulmu tidak perlu kau katakan kepadaku sebaliknya ada sesuatu hal yang perlu kuberitahu kepada kau."
Melihat roman muka tiba-tiba menunjukkan rasa gelisah dan hambar seolah olah ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, keruan Ong Kiat bercekat dibuatnya, tanyanya, "Urusan apa?"
"Tadi aku ada mengintip dari celah-celah pintu perempuan baju hitam itu pergi dengan perwira perwira itu, aku melihatnya dengan jelas."
"Memangnya kenapa?''
"Tapi dia bukan perempuan yang hendak beli tahu tadi pagi," suara Thio toasiok lirih tertekan.
Ong Kiat keheranan: "Aneh benar Ialu siapakah tamu perempuan itu?"
"Perempuan itu mengenakan pakaian merah usianya mungkin sebaya dengan perempuan baju hitam tapi raut mukanya jauh berbeda. Coba kalian ingat ingat adakah pernah kenal dengan perempuan semacam begini?"
Pikir punya pikir Nyo Sugi sendiri menjadi bingung malah, katanya: "Entah orang macam apa perempuan itu tapi kalau toh Sebun Cu ciok meluruk kembali hendak menangkap dia, pastilah diapun orang sehaluan dengan kita. Soal ini kelak kami selidiki perlahan-lahan, tugas yang penting sekarang harus cepat-cepat meninggalkan tempat ini. Thio toasiok, tentara digang belakang itu apakah sudah ditarik mundur semua?"


Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Hong In Lui Tian Karya Gan Kh di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sudah kuperiksa semua, semua sudah ditarik mundur."
Ong Kiat berdiri menjura kepada Thio toasiok, katanya, "Toasiok, mungkin aku tidak akan kembali, beberapa tahun ini banyak terima kasih berkat perlindunganmu,tiada yang bisa kuberikan kepada kau sebagai balas budi warung tahu ini...."
Sebetulnya Ong Kiat hendak memberikan warung tahu ini kepadanya, tapi Thio toasiok keburu menukas, katanya, "Hal itu toh belum tentu, kalau penjajah terusir pergi, bukankah kau bisa kembali? Pergilah dengan lega hati, akan kujaga warung tahu ini."
"Ucapan Thio toasiok memang benar," ujar Nyo Sugi bergelak tertawa, "Setelah penjajah kita usir biar aku tengok kau kemari."
"Apakah kalian punya tempat untuk menyembunyikan diri?"
"Kami akan sembunyi dirumah seorang kawan. Ah ya alamat ini kuberikan kepada kau, kalau tamu perempuan itu datang pula secara diam diam boleh kau beritahu kepadanya." kawan yang disebut Ong Kiat adalah kuli pengangkut orang yang ditanam dalam warung arang itu oleh pihak Ceng liong pang.
Dengan serombongan besar tentara yang tetap kacau balau, Sebun Cu ciok mengiringi In tiong yan. Sembari jalan geli dibuatnya, pikirnya: "Siau moli itu aku sendiri belum pernah melihatnya, tidak nyana sekarang aku harus nyaru jadi dia."
Kiranya kejadian diwarung tahu miliknya Ong Kiat hanya secara kebetulan saja kebentur oleh In tiong yan.
Sejak lama In tiong yan mendengar ketenaran nama Siau moli, mendengar orang orang itu mengorek keterangan Ong Kiat mengenai seluk beluk dan jejaknya Siau mo li maka diapun berpikirlah: "Siau mo li dapat membuat semua Busu busu dari negeri Kim ketakutan kepadanya meski hanya mendengar namanya sayang aku tiada ada kesempatan berkenalan dengan dia. Em, sekarang temannya menghadapi kesukaran, inilah kesempatan bagiku untuk mengulur tali persahabatan padanya."
Ghost Campus 9 Pendekar Pulau Neraka 29 Misteri Penunggang Kuda Bertopeng Badai Awan Angin 33
^