Pencarian

Totokan Jari Tunggal 1

Totokan Jari Tunggal It Yang Cie Karya Sin Liong Bagian 1


?TOTOKAN JARI TUNGGAL ( IT YANG CIE ) Oleh : SIN LIONG Scan & DJVU : TAH & Dewi KZ
Convert : aaa Daftar Isi : Daftar Isi : Jilid 1 Jilid 2 Jilid 3 Jilid 4 Jilid 5 Jilid 6 Jilid 7 Jilid 8 Jilid 9 Jilid 10 Jilid 11 Jilid 12 Jilid 13 Jilid 14 Jilid 15 Jilid 16 Jilid 17 Jilid 18 Jilid 19 Jilid 20 Jilid 21 Jilid 1 Gemilangnya surya, hijau daun berseri.
Burung kenari, berkicau memuja alam.
Kampung bersih, bertabur bunga,
Gadis berseri cemerlang, memuja kekasih.
Gedung gedung mengepulkan asap.
Penduduk jaya sentaosa merata.
Murah sandang murah pangan.
Rakyat sehat sejahtera, negara kuat.
MUSIM semi dilembah Tailimu yang terletak di daerah Thian San Selatan, sangat berbeda sekali dengan musim semi di Kanglam, Tiongkok bagian Selatan. Di sini tak terlihat bunga yang indah. Tak ada bunga yang menyiarkan harum semerbak. Kicauan burung yang memecahkan kesunyian alam pagi tak pernah terdengar. Sedikitpun juga. Sekeliling tempat itu sunyi. Sepi. Juga, yang agak luar biasa, tidak teriihat adanya perkampungan penduduk.
Terlebih lagi gedung atau rumah rumah makan yang mentereng mewah. Yang terlihat cuma puncak puncak gunung yang tinggi menjulang ke angkasa dengan angkernya dan padang pasir yang luas tiada bertepi. Sejauh mata memandang, hanya padang pasir yang terbentang luas. Juga puncak puncak gunung pencakar langit menembusi awan. Di samping itu keadaan yang seperti kering pun mencekam daerah ini. merupakan daerah tandus yang tidak berpenghuni. Sebuah perbedaan yang sangat menyolok sekali, bagaikan langit dengan bumi, jika saja daerah ini dipadu dan diperbandingkan dengan daerah Kanglam.
Saat itu tampak dua penunggang kuda yang saling berkejar kejaran, susul menyusul sambil bergurau. Asyik sekali tampakrya mereka. Jalan kecil yang tengah mereka lalui adalah jalan yang akan menghubungi dengan Kanglam, merupakan satu-satunya jalur jalan yang terdapat didaerah tersebut. Jika kita perhatikan, penunggang kuda yang di sebelah depan adalah seorang gadis dengan pipi dadu kemerah merahan, Walaupun parasnya tidak terlalu cantik tapi cukup menarik. Manis Menarik sekali untuk di pandang. Gadis ini mengenakan baju kuning seperti pakaian sehari-hari yang di pakai oleh gadis-gadis di Kanglam. Sedangkan sepatunya adalah sepatu panjang. Sepatu yang dipakai oleh gadis-gadis suku Hui terbuat dari kulit Rusa menutupi kakinya yang jelas putih. Pada punggungnya tampak tergantung sebuah Pauwhok, buntalan. Di sisi pelana kudanya tergantung sebuah jaket kulit harimau yang dilipat rapi, Gadis manis itu mungkin baru berusia tujuh belas tahun, duduk di punggung kuda Mongol yang tampak kuat dan tegap. Gadis itu sering menoleh kebelakang. berkali kali terdengar tertawanya yang renyah merdu. Agak nyaring mengisi keheningan di daerah tersebut, Lengannya yang lentik serta bagus bentuknya itu, berulangkali mengayunkan cambuknya, kuat sekali sehingga kuda tunggangannya yang tercambuk keras, berlari lebih cepat juga, seakan ingin menerjang apa saja di depannya.
Lalu penunggang kuda yang satunya, yang di belakang gadis itu, adalah seorang pemuda dengan tubuh yang tegap. Mukanya bersih. Melihat wajahnya, usianya tentu tidak akan lebih dari 20 tahun. Bajunya berwarna hijau.
Sedangkan destarnya berwarna warni sebagaimana kebiasaan dari orang-orang suku Hui. Kakinya berulangkali menendangi perut kudanya yang berbulu warna kuning. Mulut pemuda itu tidak hentinya berteriak-teriak untuk memberi semangat kepada kudanya agar berlari lebih cepat, Untuk mengejar gadis didepannya.
Cambuknya pun sebentar sebentar digerakkan terayun, memukul kudanya kuat-kuat, membuat kuda itu sering kaget. Binatang tunggangan itu jadi berlari semakin cepat juga.
Walaupun kedua penunggang kuda ini telah cukup lama melakukan perjalanan, tapi gadis yang manis itu tetap melarikan kudanya.
Tetap juga ia selalu berada di depan si pemuda.
Pemuda Hui itu tidak berhasil menyusul gadis manis itu, sehingga membuat dia mendongkol. Akhirnya kemendongkolan hatinya ditimpahkan kepada kudanya. yang dimaki-maki dengan suara yang keras. Ketika gadis itu menoleh, melihat tingkah laku si pemuda, diam-diam gadis itu berpikir di dalam hati : "Suhengku berpura-pura tolol, Sebaiknya aku mengalah saja!"
Maka gadis manis itu mengendorkan lari kuda tunggangannya untuk memberikan kesempatan kepada pemuda itu melewatinya.
"Lam San Sumoay, siapa yang minta padamu agar kau mengalah? Ayo kita balap terus!!" Teriak si pemuda sambil memperlambat lari kuda tunggangannya juga.
Rupanya pemuda ini memiliki tabiat yang keras, hati yang kukuh serta tidak pernah mau dikasihani oleh siapa pun juga. Walaupun terhadap Sumoaynya, adik seperguruan wanita tetap saja dia tidak mau memperoleh kemenangan disebabkan belas kasihannya.
Siapakah mereka ? Lam San, gadis manis itu, sang Sumoay, sesungguhnya adalah seorang gadis keturunan bangsawan she Thia yang tinggal di daerah Hang Ciu. Sejak kecil dia terlalu dimanjakan oleh orang tuanya, sehingga ia memiliki jiwa yang tidak pernah mau mengalah puda siapa pun juga. Sifat yang selalu ingin menang sendiri. Karena itu. waktu mendengar perkataan Suhengnya, kakak seperguruannya, dia menjawab dengan segera : "Baik, tapi jangan lupa taruhan kita!!"
Katanya pun segera menjepit perut kuda. Kuat kuat. Karena itu juga, binatang tunggangan itu merasa kesakitan segera juga kuda tersebut berlari dengan keras, setelah meringkik panjang.
Melihat dari cara Lam San, gadis manis itu, menunggang kuda tunggangannya, jelas gadis itu memiliki tenaga yang kuat bukan main pasti ia pun mengerti ilmu silat yang tidak rendah.
Suheng itu, yang bernama Cui Seng, berasal dari keluarga Souw. Rupanya ia pun tidak mau kalah dan tidak mau tertinggal oleh Lam San, maka segera menggerakkan cambuknya. mencambuk kudanya keras-keras berulangkali, untuk mengejar si gadis. Kalau dapat untuk melombainya. Ia yakin, jika memang mengejar dengan memaksakan kuda tunggangannya berlari lebih cepat dari sebelumnya, ia akan berhasil untuk melombai si gadis. Hatinya girang bukan main ketika melihat kudanya lambat laun berhasil mendekati kuda Sumoaynya, adik seperguruannya yang memiliki wajah manis itu.
Thia Lam San seorang gadis yang senang bergurau. Ia ingin memperoleh kemenangan juga dan mempermainkan Suhengnya. Waktu melihat Souw Cui Seng sudah semakin mendekat, segera ia mempercepat lari kudanya seperti terbang. Langsung berlari kearah sebuah pohon
Setelah mencapai pohon itu, Thia Lam San melompat turun dari kudanya, menanti Suhengnya.
Souw Cui Seng pun menyusul dengan segera. Dia melihat Lam San sudah melompat turun dari kudanya, menambat kudanya dan tengah duduk beristirahat dengan tenang, sambil senyum-senyum mengawasi kearahnya.
Cui Seng seorang pemuda bertabiat polos dan jujur. karena itu, baginya menang atau kalah, terutama sekali dengan Sumoaynya tersebut adalah soal biasa, sehingga belum lagi Lam San meminta taruhan mereka. ia sudah melepaskan gelang dari pinggangnya langsung melompat turun dari kudanya menghampiri si gadis. Dia mengangsurkan gelang itu, katanya : "Sumoay... aku mengaku kalah. Terimalah taruhan ini. Kau yang menang!!"
Lam San tersenyum. "Suheng ..., mengapa kau bersungguh-sungguh?"
"Tapi... kau sudah menang ... "
"Kalau aku menang, lalu bagaimana ?"
"Kau berhak menerima hasil taruhan kita ini."
"Tidak!!" "Kok tidak ?" "Aku tidak mau!!"
"Kenapa?" "Aku tidak sungguh sungguh dalam bertaruh, kok !"
Cui Seng mengawasi si gadis. tertegun sejenak. Tapi kemudian dia tersenyum.
"Sumoay, kau ambillah. Aku memang kalah dan kau yang menang berhak menerima gelang ini.!"
"Tidak." "Kau menang, tapi kau tidak mau menerimanya !"
Sudah kukatakan, aku tidak bersungguh-sungguh."
"Tapi sebuah pertaruhan, bagaimana pun jupa memang harus bersungguh sungguh. Aku sebagai pibak yang kalah harus tahu diri dan ikhlas menyerahkan barangku."
"Aku tidak mau!!"
"Kenapa tidak mau?"
Lam San mengawasi Suhengnya, matanya memancarkan sinarnya terang sekali. Bola matanya yang indah pun memain beberapa saat.
"Kalau kau memaksa, aku akan marah." Kata Lam San akhirnya.
"Aku bukan memaksa kamu, adikku yang manis. Tapi memang gelang ini sudah menjadi milikmu, karena sudah menang dalam perlomhaan ini !"
"Tidak mau!!" "Tidak mau?" "Ya. Simpan kembali gelangmu itu."
Cui Seng jadi rikuh. Dia diam saja sambil mengawasi si gadis. Tangannya masih memegangi gelang itu.
Si gadis mengawasi Suhengnya sambil tersenyum. Dia bilang : "Kamu jangan anggap aku bersungguh sungguh, Suheng. Sungguh Aku tidak menghendaki barangmu itu! Mengapa kau bersungguh sungguh seperti itu ? Perlombaan tadi kan cuma sekedar iseng-iseng belaka. untuk menghilangkan kesal dalam perjalanan yang jauh ini. Pusaka kamu itu mana berani kuterima ? Simpanlah !"
"Tapi Sumoay......."
"Tapi, tapi, tapi apa akh ! Ayo simpan lagi gelangmu itu!!" Kata si gadis tertawa.
Kiranya, di dalam perjalanan yang tengah dilakukan pasangan muda-mudi ini mereka kesal sekali, karena tidak ada pemandangan yang indah di sekeliling mereka. Akhirnya mereka bertaruh. Mereka akan berpacu.
Kepandaian Lam San lebih tinggi setingkat, sehingga ia memperoleh kemenangan. Walaupun Lam San sebagai Sumoaynya, adik seperguruan, Tapi bicara soal kepandaian, dia memang lebih tinggi setingkat dari Suhengnya. Hal ini disebabkan kecerdasan dan juga ketrampilannya dalam menuntut ilmu. Dengan begitu, dia bisa memperoleh hasil yang jauh lebih tinggi dari Suhengnya.
Cui Seng berdiri bimbang, tangannya masih memegangi gelangnya.
Lam San juga mengawasinya, tapi akhirnya hatinya tertarik juga melihat gelang yang ada di tangan Cui Seng, yang gemerlapan, berkilauan. Akhirnya timbul rasa ingin tahunya,
Dia pun akhirnya mengambil gelang iru, Dimain-mainkannya. Diamat-amatinya sepuas puasnya. Indah dan menarik sekali gelang itu. Mata Lam San memancarkan sinar yang tajam. dia jadi demikian tertarik Juga. Lam San waktu itu melihat sebuah ukiran hiolouw (tempat arak dengan bentuk seperti labu) yang kecil dan indah sekali di bagian lekuk dari gelang itu. Dia memperhatikan sesaat. Sampai akhirnya,
"Suheng." "Ya..." "Apa ini?" "Apanya apa?" "Ini..." Si gadis menunjuk ukiran hiolouw itu,
Cui Seng menggeleng. "Aku sendiri tidak tahu!" Jawab Cui Seng akhirnya sambil menggelengkan kepalanya. Dia pun memperhatikan ukiran hiolouw itu. Dia seperti orang kebingungan.
Thia Lam San memang sangat teliti dalam segala persoalan. Dia selalu bersikap teliti terhadap sesuatu hal. Dia tidak akan puas jika ada sesuatu yang belum lagi bisa diketahuinya dengan jelas. Tentu dia akan penasaran sekali. Dia akan berusaha menyelidikinya untuk mengetahuinya. Demikian juga kali ini, dia ingin sekali mengetahui apa arti dari ukiran hiolouw di gelang tersebut.
"Sekarang ada sesuatu yang ingin kutanyakan, entah kamu mau menjawabnya tidak, Suheng?" Tanya Lam San kemudian sambil menoleh melirik kepada Suhengnya.
Cui Seng mengangguk "Katakanlah Sumoay!!"
Si gadis tersenyum. "Sungguh kau bersedia menjawabnya ?" Cui Seng tersenyum, tapi meringis.
"Kapan aku pernah membohongi dan tidak mau menjawab pertanyaanmu?"
Si gadis tersenyum juga. "Terima kasih Suheng, Yang ingin kutanyakan ialah : Apakah kau memakai gelang ini sejak kau masih kecil?"
Cui Seng mengangguk segera.
"Benar!" Sahutnya. "Kini aku sudah besar, tak muat lagi. tidak pas lagi dengan pergelancan tanganku, terpaksa aku melepasnya dan mengikatnya dipinggangku. Menyimpannya saja."
"Sudah berapa lama kamu memakai gelang ini?"
"Kurang lebih dua puluh tahun. Oya, ada apa Sumoay tampaknya ada sesuatu yang aneh ?" Tanya Cui Seng tidak mengerti terhadap sikap Sumoaynya tersebut.
Sikap Lam San mendadak jadi serius.
"Oya, apakah selama ini kau mengetahui ayah bunda mu ?" Tanyanya.
Cui Seng tertegun. Pertanyaan itu menyeleweng dari persoalan yang tengah dibicarakan. Maka dari itu sang Suheng yang tidak bisa segera memberikan jawabannya. Wajahnya saja yang berobah merah.
"Oooooooo. aku tahu !" Kata Lam San "Tentu kau dibuang ayah ibu kamu di saat kau berusia setengah tahun. Beruntung kamu diambil oleh Suhu, sehingga kamu dirawat sampai besar. Kabarnya anak-anak yang sudah berusia empat puluh hari, orang tuanya tentu memakaikan sedikit perhiasan, seperti gelang emas atau pun juga gelang giok dan lain-lainnya.
Dan seperti kamu, tentulah orang tuamu yang memakaikan gelang emas ini. Bukankah dengan gelang ini kamu dapat dicari kelak oleh orang tuamu? Bukankah begitu?"
Memang apa yang dikatakan Lam San sesungguhnya tidak terlalu meleset, karena Cui Seng sendiri sampai saat itu tidak mengetahui siapakah sebenarnya kedua orang tuanya, sebab sejak ia dirawat oleh gurunya sejak kecil sampai sekarang, ia paling takut untuk menanyakan kepada gurunya siapakah kedua orang tuanya. Walaupun memang sering juga pertanyaan pertanyaan seperti itu menghantui hatinya, perasaan ingin tahunya siapakah ayah maupun ibunya.
Sekarang Cui Seng mendengar Sumoaynya menbicarakan dan menyinggung nyinggung persoalan yang satu itu. Hatinya tersentuh. Dia sedih bukan main. Air matanya segera menitik membasahi pipinya.Hal ini disebabkan dia tidak dapat menahan kesedihan di hatinya, yang seketika bergelora. Dia merasakan bibirnya kering mendadak juga, Dia menelan ludah dan tanpa bisa ditahan lagi, dengan dada bergemuruh dia menangis dia menangis didepan Sumoaynya.
Lam San terkejut. Dia memandang tertegun pada Suhengnya yang tengah menangia. Barulah dia menyadari bahwa kata-katanya mungkin telah melukai hati Suhengnya. Maka cepat cepat dia pun menghiburnya : "Suheng, aku telah salah bicara . m..m... maafkanlah! Tapi apa yang kukatakan tadi. memang apa yang sebenarnya terjadi, Bahkan kau harus mengetahui juga bahwa nama yang diberikan oleh orang tuamu adalah Sui Seng, tapi entah mengapa Suhu telah mengganti namamu ..."
Sambil menghapns air matanya, Cui Seng mengangkat kepalanya, mengawasi Sumoaynya,
"Di ganti apa, Sumoay?" Tanyanya.
Lam San menghela napas, terus dia bilang "Namamu sebelumnya adalah Sui Seng, tapi justeru Suhu telah mengganti namamu menjadi Cui Seng Bunyi Sui dengan Cui hampir sama, maka selanjutnys kau di panggil dengan sebutan Cui Seng. Akh, kalau di pikir-pikir memang nasibmu kurang bagus, malang dan harus dikasihani!" Dan Lam San menghela napas.
Maksud Lam San menghibur Cui Seng. Suhengnya tapi kata-kata yang dikemukakannya itu juteru menambah kepedihan hati Cui Seng Suhengnya tersebut.
Tanpa bisa ditahan lagi Cui Seng menangis mengalun keras. Air matanya mengucur deras sekali.
Nona Thia jadi bingung. Walaupun dia sangat cerdas, tapi dalam segala hal dia masih terlalu kekanak-kanakan, dengan usianya yang masih muda belia seperti itu.
Waktu melihat Suhengnya menangis terus dan sulit untuk di bujuk, pikiran Lam San jadi melayang, teringat kepada kedua orang tuanya yang sudah sepuluh tahun tidak pernah dijumpainya. Maka menangislah Lam San. Dia ikut terisak-isak dengan air mata menitik turun. Malab sambil menangis, dia masih sempat berkata dengan suara parau kepada Suhengnya : "Sudahlah Suheng, kau jangan menangis. Hadapilah semua persoalan dengan hati yang tabah ! Hu... hu, hu .. , !"
Di saat mereka menangis seperti itu, mendadak sekali terdengar suara tertawa terbahak-bahak dari atas sebatang pohon.
Tentu saja hal ini mengejutkan Thia Lam San dan Cui Seng, Mereka segera menoleh ke arah datangnya suara tertawa itu.
Ternyata yang tertawa keras itu adalah dua orang bertubuh tinggi besar. Mereka tertawa sambil melompat turun ke tanah. gerakan tubuh mereka ringan sekali. Malah, salah seorang dari mereka telah menuding Lam San lalu berkata : "Hai budak cilik, kau membujuk orang jangan menangis, tapi... tapi .... !" Dia tertawa lagi, bertambah keras.
Lam San menghapus air matanya, dia mendelik kepada orang itu.
"Tetapi, tetapi apa ? Apa yang kamu tertawakan?" Tegurnya sengit.
"Kamu ingin tahu?" Balik tanya orang itu.
Lam San diam, sengit bukan main.
Orang itu tertawa lagi, masih tetap keras. Barulah kemudian dia berkata : "Kamu membujuk kawanmu agar tidak menangis, tapi kamu sendiri menangis. Bukankah hal ini lucu sekali? terlalu kocak? Hahaha. Hehehe ! Hebat ! Memang terlalu lucu, aduh. bisa membuat perut sakit ... hehehe."
Cui Seng dengan Lam San sebetulnya baru kali ini turun gunung untuk berkelana. Sebelum itu guru mereka menjelaskan dan memberikan petunjuk-petunjuk dengan cermat dan teliti tentang kejadian dunia Kangouw. Misalnya saja, mengenai berbagai partai persilatan dan ucapan ucapan yang biasa dipergunakan oleh orang orang kaum rimba persilatan. Larangan larangan dari golongan putih dan juga perlu diperhatikan tentang peraturan dan pantangan partai persilatan lainnya. Juga guru mereka telah berpesan, agar mereka selalu waspada setiap saat tidak berlaku ceroboh.
Hanya saja sekarang. justeru karena tertarik dengan gelang emas milik Cui Seng dan juga akhirnya mereka masing-masing teringat kepada orang tua mereka, keduanya jadi menangis dan tidak memperhatikan dengan seksama keadaan di sekeliling mereka. Keadaan seperti ini membuat tidak disadari oleh mereka ada orang yang tengah mengawasi mereka dari atas pohon.
Melihat kedua orang laki-laki bertubuh tegap itu, cepat Cui Seng dengan Lam San melompat berdiri. Mereka pun segera bersiap siaga, mereka menghapus air mata yang masih bersisa di mata. Sikap mereka seakan menantikan serangan mendadak atau sesuatu perubahan.
Cui Seng yang mudah menangis, mudah pula berhenti. Sebagai seorang pemuda yang berhati besar dan tabah, dia segera menenangkan goncangan hatinya, jauh lebih tenang dari sebelumnya.
"Sahabat !" Katanya, dengan sikap tidak senang. "Perkataanmu itu tepat, tapi justeru kukira ini bukanlah urusan kalian!! Bolehkah kami mengetahui nama kalian?"
Cui Seng dengan Lam San tampak tidak jeri sedikitpun kepada kedua orang tinggi besar itu, hal ini membuat kedua laki-laki itu jadi heran dan menduga-duga, mereka memandang tertegun sejenak, Tapi setelah mereka tersadar mereka tertawa keras, nyaring dan menyeramkan. Malah yang bermuka hitam telah berkata bengis . "Kalian ingin mengetahui nama kami?"
"Kalau kalian tidak keberatan!!" Menyahut Cui Seng, tenang sikapnya.
Orang bermuka hitam tertawa lagi, lebih keras sampai bergelak. Sampai dia keluarkan air mata. Baru kemudian dia melirik ketemannya seakan juga ada sesuatu yang lucu sekali.
"Hebat! Hebat!! Itik kecil ini rupanya tidak kenal srigala ! Hebat !" Memuji si muka hitam.
Sedangkan kawannya, yang mukanya sama bengisnya, telah berkata juga : "Kalau memang kalian mau mengetahui siapa kami, dengarlah baik-baik!"
"Ya, kami akan mendengarkannya baik-baik!" Menyahuti Cui Seng, tenang sekali. Tapi hatinya sebetulnya dia merasa mendongkol untuk sikap kedua orang itu.
"Nah!! dengarlah baik-baik, Aku she Tong dan dia she Tio!!" Kata orang bermuka hitam dengan suara yang keras dan bengis
"Karena kami merasa bosan dengan daerah tionggoan (Tiongkok) maka kami datang kemari untuk 'jual beli tanpa modal' Karena itu, kalau memang kalian sudah mengerti maksud kami, cepat serahkan gelang itu kepada kami!"
Berkata begitu si muka hitam mengulurkan tangannya, untuk meminta gelang ditangan Lam San diserahkan kepadanya.
Kini mengertilah Lam San dan Cui Seng, siapa sebenarnya kedua orang itu.
Lam San sendiri telah berpikir di dalam hati : Baru saja tiga hari kami turun gunung, ternyata telah berjumpa dengan golongan hek to (jalan hitam, penjahat) yang tidak kenal mampus ! Baiklah, akan kuhajar mereka. agar di lain saat nanti mereka tidak berani melakukan kejahatan lagi!!"
Setelah berpikir begitu, dia mendehem. Dia kemudian tertawa.
"Sabar. Ada sesuatu yang ingin kujelaskan!" Kata Lam San kemudian, tenang.
"Cepat katakan!!"
"Sabar .... bukankah tidak perlu kesusu begitu!! Sebagai seorang 'pembeli', jelas harus memiliki kesabaran untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar! Menurut pendapatku. gelang ini tidak memiliki harga seberapa.... sebaiknya kalian mau menerima batu safierku yang berwarna biru. Batu itu sebesar mata kucing, harganya pun tidak ternilai. Bagaimana pendapat kalian? Mau tidak ?"
Si Tong yang bermuka hitam bengis itu mengawasi Lam San dengan sorot mata yang tajam, dia melihat si gadis masib kekanak-kanakan. Sambil mengawasi begitu dia berpikir "Sikap mereka tenang sekali, sedikitpun tidak terlihat mereka gentar. Entah mereka murid siapa? Kecuali dari ketua Thian San, tidak ada yang kami takuti!! Kalau benar mereka ini murid Thian San Pay, terpaksa mereka harus dibunuh, agar tidak bisa memberi laporan kepada guru mereka!!"
Setelah berpikir begitu, dia pun memberi isyarat kepada temannya, yang bermuka merah.
Mereka berbareng maju setindak demi setindak untuk menyerang. Tapi tiba tiba sekali memancar sinar biru yang berkelebat menyilaukan mata, Setelah memperhatikan, mereka melihat Lam San tengah memegang sebutir batu safier biru yang sinarnya berkilauan menyilaukan mata.
Si Tong maupun si Tio ini, sesungguhnya sudah lama berkeliaran di kalangan Kangouw. tapi selama itu, mereka belum pernah melihat batu safier sebagus itu. Mereka pun kenal barang, segera mereka mengetahui bahwa batu safier milik gadis itu bukanlah barang sembarangan. pasti harganya tidak ternilai. Mata mereka berdua pun mencorong jadi hijau, dengan didahului teriakan yang keras dan bengis keduanya menghunus golok masing masing, mereka langsung menyerang kepada Lam San. agar bisa merampas batu safier maupun gelang emas itu. Mereka menyerang dengan tebasan yang mematikan, karena mereka memang bermaksud membinassakan Lam San dan Cui Seng. Souw Cui Seng yang sejak tadi tengah mendongkol sekarang melihat kelakuan kedua orang itu. yang meayerang Lam San dengan golok mereka, dengan segera dia melesat mendahului Sumoaynya untuk menghadapi senjata kedua perampok ini. Dia menggerakkan kedua lengannya, dan berhasil memukul mundur musuhnya tiga lanekah kebelakang. Karena waktu Cui Seng menggerakkan sepasang tangannya dia mempergunakan Sinkangnya, tenaga mendorongnya kuat sekali.
Kedua penjahat itu kaget tidak terkira. Waktu itu mereka sebetulnya tengah bernafsu sekali untuk membacok Lam San. Tahu tahu mereka merasakan dada masing-masing seperti dihantam oleh lapisan baja yang kuat sekali. Mereka menjerit kesakitan dan mundur terhuyung tiga langkah tanpa bisa mereka kendalikan kuda-kuda kedua kaki masing-masing.
"Oooo, kalian jangan bertempur!! Jangan berkelahi!!" Berseru Lam San. "Sebaiknya kita damai saja....! Ayo, berhenti!"
Muka perampok berwajah merah itu jadi berubah pucat dan hijau, tampaknya dia kaget dan masih menahan sakit, sebab muka mereka meringis. Dan dia kaget bukan main disebabkan sekarang telah terbukti bahwa pemuda yang jadi mangsa mereka memang liehay sekali tangannya. Tapi segera dia bisa menetapi hatinya. dia berseru bengis : "Bocah, jika memang kalian tidak mau menyerahkan barang kalian, berarti kami harus mengirim kalian ke neraka...!!"
Dia melangkah setindak, lalu menambahkan lagi : "Ayo cepat serahkan barang itu kepada kami!" Goloknya diangkat sikapnya mengancam sekali.
Lam San tertawa. "Sabar.... jangan kesusu !" Kata si gadis.
"Kamu mau menyerahkan barang tidak?"
"Sabar ! Dengar dulu!! Batu permata ini sangat banyak... puluhan keranjang di rumahku. Apa salahnya bila kuhadiahkan kepada kalian hanya sebutir?" Lalu diserahkannya batu safier itu kepada si muka merah,
Karena batu itu memancarkan sinar kebiru-biruan, dan terkena sinar matabari, maka sorot sinarnya itu memancar terang sekali mengenai muka laki-laki bermuka merah. sehingga mukanya yang telah buruk itu jadi semakin jelek, kelihatannya matang biru ungu.
Melihat keadaan muka perampok yang seorang itu, Thia Lam San tertawa geli.
"Apa yang kamu tertawakan ?" Tegur begal yang sebetulnya bernama Tio Ke Yan dengan gusar, dia pun melakukan gerakan jurus "Garuda Lapar Mencengkeram Kelinci", mengincar batok kepala si gadis dengan goloknya. Tapi tidak di sangkanya, justeru tahu tahu tubuh elok di depan matanya, telah lenyap dan sirna begitu saja. Dia tidak bisa melihat jelas bagaimana cara bergerak si gadis.
"Awas di belakang !" begal yang seorang lagi, Tong Thian Tiauw, memperingati kawannya. Waktu itu Tio Ke Yan menoleh, dia memutar tubuhnya, maka tampak olehnya si gadis tengah tertawa-tawa mengawasinya dengan sikap mengejek. "Kalau kamu dapat menyentuh ujung bajuku saja, maka safier ini akan kuserahkan kepadamu ! Waktu itu, tanpa kamu minta, pasti aku akan memberikannya!!"
Ke Yan menerkam lagi dengan ganas. Tanpa berkata apa-apa, goloknya telah menyambar untuk membacok dengan jurus yang mematikan. Tampaknya tangan begal yang seorang ini telengas sekali. Dia memang ingin membinasakan si gadis dan kawannya. Dia ingin merampas batu permata dari tangan mangsanya tanpa meninggalkan jejak. karena dia menduga si gadis dan si pemuda adalah murid dari Thian San Pay. Dia ingin membinasakan, agar selanjutnya mereka tidak memperoleh kesulitan. Itulah sebabnya, mengapa dia menyerang dengan bacokan yang mematikan.
Tapi, dia mengalami lagi seperti yang pertama tadi, dia kehilangan mangsanya. karena tahu tahu si gadis telah lenyap dari depan matanya, tanpa dia bisa mengikuti gerakan si gadis.
"Aku berada disini!!" Mengejek Lam San sinis sekali, sambil tertawa sekali-sekali melihat orang tengah kebingungan kehilangan mangsanya. "Apakah matamu buta ? Hu ! Hu ! Percuma saja, matamu sudah lengkap, tapi buta tidak bisa melihat! Apa manfaatnya? Apa gunanya? Sayang ! Sayang ! Sungguh sayang!!"
Bukan main murkanya Ke Yan, dia merasakan dadanya sesak seperti ingin meledak.
Waktu itu justeru Lam San sudah meneruskan ejekannya lagi : "Kalau memang kau seorang diri tidak sanggup untuk menangkapku, mengapa kamu tidak meminta bantuan pada kawanmu?"
Tio Ke Yan dengan Tong Thiao Tiauw setahun yang lalu malang melintang di daerah Kam Leng dengan bebas dan merasa terhitung orang yang ternama. Lagi pula, mereka pun telengas sekali, sehingga banyak orang jeri berurusan dengan mereka. Namun sekarang,seorang gadis cilik, telah mempermainkan mereka. Mula pertama kalinya, mereka menduga tentu dengan mudah mereka bisa melaksanakan tugas mereka, tanpa memperoleh kesulitan. Segebrakan tentu mereka bisa membinasakan Lam San dan Cui Seng. Tapi sekarang jesteru dia memperoleh kenyataan si gadis seh Thia sangat liehay. Tanpa sungkan-sungkan lagi, dia menoleh kepada Tong Thian Tiauw, sambil katanya ; "Bekuk bocah busuk dan budak hina dina ini!"
"Dia yang menganjurken, biar kita turuti saja keinginannya! Hemmm, kamu yang menganjurkan, maka kamu jangan menyesali bahwa kami melakukan pengeroyokan!" Dan sambil berkata begitu, dia bersiap siap akan menerjang lagi.
"Apakah tidak boleh terjadi. bahwa yang sedikit bisa mcnindih dan memenangkan yang banyak?" Mengejek Lam San dengan sikap seenaknya. Sama sekali dia tidak jeri. malah dia tertawa-tawa terus. "Ayo, majulah ! Aku akan menemani kalian main main sampai seribu jurus!"
Kedua orang begal itu berteriak-teriak karena mendongkol, mereka berteriak bengis sambil mengepung gadis itu dari arah kiri dan kanan. Melihat cara mengepung kedua begal tersebut. Lam San pun tidak tinggal berdiam diri, dia memperlihatkan kehebatan ilmu meringankan tubuhnya, yang memang telah dilatih dengan sangat baik. Tubuhnya berkelebat-kelebat diantara kedua begal itu. di antara golok golok yang menyambar mengerikan. Hampir saja Lam San suatu saat terlambat bergerak dan pundaknya nyaris terkena bacokan. Tapi pada saat itu pula, dengan kecepatan seperti belut, licin dan gesit sekali. dengan gerakan yang lincah dan aneh, tahu-tahu dia sudah bisa membebaskan dirinya dari senjata lawan.
Kedua begal itu semakin penasaran. Mereka mempergencar bacokan bacokan mereka. Tapi Lam San pun tidak mudah didesak, dia bisa mengegoskan setiap bacokan dengan mudah.
Percempuran itu, atau yang lebih tepat seperti orang tengah main petak, berlangsung sampai lima jurus, kedua begal itu sudah mengeluarkan tenaga yang tidak sedikit, membuat mereka jadi lelah dan napas mereka memburu. Karena sejak tadi mereka selalu menyerang dengan membabi buta dan mempergunakan tenaga sebesar besarnya. karena terlalu bernafsu. Jangankan bisa menyerang si gadis, sedangkan untuk menyentuh ujung baju Lam San saja mereka tidak dapat. Tentu saja hal itu membuat mereka kaget dan heran menyaksikan keliehayan si gadis
"Hey setan hitam ! Setan merah ! Ayo serang lagi !" Lam San mengejek.
Kedua begal itu mengawasi dengan mata memancarkan nafsu membunuh, mereka berusaha mengatur pernapasan mereka.
Lam San mengejek mereka. "Hemmm, jika keadaan kalian demikian, lebih baik kalian kembali kepangkuan ibu kalian untuk menetek lagi!! Jangan malu-malu. Ayo serang lagi!!! Atau kalian tidak perlu sungkan-sungkan untuk pergi lari ke pangkuan ibu kalian !" Cui Seng yang menyaksikan kejadian itu pun ikut mengejek sambil bertepuk tangan.
Tentu saja kedua begal itu semakin murka, Mereka penasaran sekali. Sesungguhnya di dalam rimba persilatan mereka bukan orang sembarangan. Mereka termasuk jago yang punya nama, yang tidak sembarangan bisa dihadapi orang biasa. Namun sekarang justeru mereka seperti kena dipermainkan oleh si gadis.
Malah si gadis tampaknya masih bau kencur. Juga disaat itu mereka telah diejek pergi pulang, menambah mendidihnya darah mereka, yang terasa meluap sampai naik kepala.
Diiringi teriakan bengis, tiba tiba kedua begal itu melompat akan menyergap Lam San,
Golok mereka menyambar kekiri dan kekanan, mereka bermaksud membendung jalan keluar Lam San. Tapi tiga kali mereka gagal. Dan mereka semakin letih. Mereka segera menyadari bahwa lawan mereka seorang gadis yang liehay dan memiliki kepandaian tinggi. Mereka bimbang, Sejenak mereka berdiri diam.
Namun waktu itulah Lam San sudah menyerbu kepada mereka, gadis ini melakukan penyerangan yang berantai, dia memukul dengan kedua tangan kosong bergantian. Tapi tenaga pukulan itu sangat kuat sekali. Tentu saja hal ini memaksa kedua begal tersebut harus menangkis atau mengelakkan diri dari serangan tangan si gadis. Terpaksa mereka harus balas menyerang lagi untuk berusaha merubuhkannya, Sedikitpun mereka tidak dibiarkan beristirahat oleh Lam San. Setiap kali mereka berhenti menyerang. Lam San yang menyerbu buat menyerang mereka dengan pukulan berantai. Dengan demikian kedua begal itu terus dilibat dalam pertempuran. mereka berdua terpaksa harus mati-matian mengerahkan tenaga mereka untuk mengadakan perlawanan, karena justeru sekarang bukan lagi mereka yang menyerang, malah sebaliknya Lam San yang telah menyerang mereka,
"Kalau terus menerus begini, pasti kami akan rubuh di tangannya karena kehabisan tenaga" Pikir kedua begal itu. Mereka berusaha melompat keluar dari kalangan, untuk memisahkan .diri Mereka pun mengerahkan ilmu Cian Kin Tui, yaitu ilmu memberatkan tubuh selaksa tail, dan mengerahkan seluruh tenaga dalamnya untuk membendung tenaga serangan Lam San.
Tapi siapa nyana, justeru tenaga pukulan Thia Lam San adalah paduan tenaga mendorong dan menarik, sehingga begitu kedua begal tersebut berhenti bergerak, mereka malah telah tertarik kedepan. Baru saja mereka berseru : "Celaka !" tiba-tiba tubuh mereka sudah nyungsep ketanah. sehingga beberapa gigi mereka patah dan copot. Celakanya lagi, rupanya tenaga "Cian Kin Tui" yang mereka pergunakan itu tidak membawa manfaat apa-apa, sia-sia belaka.
Dengan memaksakan diri untuk bangkit, Tio Ke Yan dan Tong Thia Tiauw mengawasi Lam San dengan bengis, karena mereka gusar sekali. Malah, mereka hampir berbareng telah membentak : "Sebutkan, siapa guru kamu?"
Belum lagi Lam San menyahuti, tampak kedua begal itu sudah memencar tubuh mereka untuk kabur. Mereka bertanya tapi mereka bermaksud melarikan diri, karena mereka sudah ciut nyalinya, mereka menyadari betapapun mereka tidak akan unggul menghadapi lawan mereka, walaupun hanya seorang gadis. Mereka bermaksud untuk angkat kaki tanpa menunggu jawaban.
"Jangan lari!!" Teriak Souw Cui Seng sambil mengeluarkan cambuknya.
Baru saja Tong Thian Tiauw berlari tiga langkah, tahu-tahu kakinya telah dililit oleh cambuk. Belum lagi dia menyadari apa yang terjadi, tahu-tahu dia merasakan tubuhnya seperti disentak sesuatu, dan jadi ringan, seakan melayang ditengah udara, karena memang tubuhnya telah terapung dan menyambar ke atas pohon. Terkesiap orang she Tong tersebut. dengan menjerit kaget bercampur kuatir, dia menyambar cabang pohon. Di waktu itu tubuh kawannya pun telah menyusul, terapung seperti dia. Dan juga berhasil seperti orang she Tong menyambar cabang pohon.
Thia Lam San tertawa geli melihat kedua lawannya yang tengah tergantung dicabang pohon, bergelantungan seperti dua ekor kera besar.
"Kalau memang kalian ingin mengetahui nama guru kami, maka kalian harus memegang dahan pohon itu erat-erat dan ingat jangan jatuh karena terkejut!!" Teriak Lam San di antara tertawanya. Lalu Lam San menoleh kepada Cui Seng, tanyanya : "Suheng, apakah kita beritahukan saja siapa Suhu kita ?"
Cui Seng mengangguk, "Ya, Beritahukan saja Sumoay!"
"Bagus ! Suhengku telah setuju untuk aku memberitahukan nama Suhu kami. Maka kalian dengarlah baik-baik!! Nama dan gelaran guru kami pasti akan membuat kalian jatuh pingsan!! Nah, dengarlah, guru kami bergelar Lam Sam Gie Kong (Orang Tua Bodoh Dari Gunung Selatan ) sedangkan Sunio ( Isteri guru ) kami bergelar Pek Pit Kwan Im ( Dewi Kwan Im Bertangan Seratus ) ! Sekarang kalian sudah dengar jelas bukan?"
Belum lagi selesai pertanyaan si gadis, tiba-tiba terdengar bunyi : "Kreeekkk... gedebakkk !" nyaring sekali, karena kedua orang begal itu sudah jatuh ketanah bersamaan dengan cabang yang dipegang mereka patah dan sisanya masih tergenggam di tangan mereka.
"Sumoay!!" Teriak Cui Seng tertawa terbahak-bahak. "Kedua kerbau tolol itu benar benar jatuh disebabkan terkejut mendengar nama besar Suhu......... Sebenarnya kita tidak menaruh dendam dengan mereka, juga mereka bukan musuh kita. Baiklah kita menolongi mereka, mungkin mereka terluka didalam !" Sambil berkata begitu, Cui Seng telah menghampiri kedua orang itu.
Lam San memegang tangan Suhengnya,
"Tunggu dulu Suheng .... !"
"Hah ?" "Kenapa kita harus menolong orang jahat seperti mereka ? Biarkan saja!! Bukankah itu pelajaran buat mereka juga agar di lain waktu tidak berbuat jahat"
Cui Seng tersenyum. "Jangan!! walau pun bagaimana kita tidak boleh turun tangan terlalu keras kepada orang orang yang sebetulnya tidak ada sangkutan dendam dengan dia .... bukankah Suhu telah berpesan. kita tidak boleh sembarangan turun tangan ? Jika tidak perlu kita tidak boleh turunkan tangan keras kepada lawan kita?"
Si gadis menghela napas. "Terserah kepadamu saja, Suheng..... hatimu terlalu baik!!" Kata Lam San.
Cui Seng menghampiri kedua orang itu. Kedua begal tersebut tengah rebah dengan sepasang mata terpejam rapat-rapat. Muka mereka pucat pias. Tubuh mereka kaku. Dengan hati-hati Cui Seng membalikkan tubuh mereka.
Tapi ketika melihat keadaan kedua begal itu, Cui Seng tercekat hatinya.
"Sumoay !" Panggilnya. Suaranya menunjukkan bahwa dia kaget dan heran. Lam San melompat menghampiri. "Ada apa. Suheng ?"
"Lihat !" Lam San melihat. Tapi dia jadi heran.
"Apa anehnya ? Mereka jatuh karena terkejut dan kini semaput setelah mendengar nama besar guru kita ! Mengapa kau heran seperti itu?"
Cui Seng menggelengkan kepalanya beberapa kali.
"Bukan ! Bukan itu maksudku ! Kau lihat baik baik!!"
"Lihat apa lagi? Kedua kerbau itu memang jatuh di sebabkan terkejut mendengar nama guru kita, mereka pun saking kaget telah semaput.....!"
"Lihatlah Sumoay .... Apakah mereka jatuh di sebabkan terkejut ? Coba kau lihat..."
Lam San mengawasi Suhengnya dengan sikap tidak mengerti. Dia melihat wajah Cui Seng memperlihatkan sikap kuatir dan heran seakan juga dia pun tengah cemas. Maka Lam San segera melihat lagi keadaan kedua begal itu. Ternyata kedua begal tersebut telah pingsan tidak sadarkan diri. Napas mereka pun lemah sekali. Kini jelas bagi mereka, bahwa kedua begal itu bukan jatuh disebabkan terkejut tapi terkena senjata rahasia.
"Mengapa kamu masih bengong mematung saja di situ?" Tanya Lam San kurang senang kepada Suhengnya. Dia pun telah membarengi perkataannya itu dengan menjejakkan kakinya, tubuhnya melesat keatas pohon. Dari atas pohon ia mengawasi sekelilingnya Diawasinya dengan cermat sekitar tempat itu, tapi tidak juga dia melihat sosok bayangan manusia pun. Bayangan hewan saja pun tidak terlihat. Sepi sekali. Dengan kecewa dia melompat ke bawah, Cui Seng sudah tidak ada di tempatnya, sehingga si gadis membanting-banting kakinya.
Lam San berjongkok untuk memeriksa kedua orang begal yang tengah pingsan itu. Dia memeriksanya dengan cermat. Dia terkejut,
"Kekuatiran Suheng mungkin memang beralasan juga. Tubuh kedua orang itu tidak terlihat tanda-tanda terpukul atau juga tidak ada darah yang mengalir.......tapi mereka pingsan! Mereka jatuh tanpa menjerit kesakitan, seakan juga mereka memang sudah tidak merasakan lagi bantingan itu. Tentunya mereka telah pingsan waktu mereka jatuh ambruk ditanah.......!"
Sambil berpikir begitu, Lam San memeriksa sekali lagi dengan teliti keadaan kedua begal itu. Dia memang seorang yang selalu ingin mengetahui persoalan, karena itu, dia memeriksanya semakin teliti.
Gurunya pernah memberitahukan tentang berbagai senjata rahasia, yang umumnya terdapat di dunia persilatan, sehingga pengertian maupun pengetahuan Lam San di bidang itu cukup baik dan mendalam. Tapi tentang kedua orang begal ini benar-benar terlalu aneh. Sampai usaba untuk memeriksanya itu tidak menghasilkan apa apa, nihil. Dia tidak melihat sesuatu yang mencurigakan. Dan akhirnya si gadis teringat kepada senjata rahasia dalam bentuk jarum emas, jarum perak maupun senjata senjsta halus lainnya, Tapi jelas si gadis tidak berani membuka pakaian kedua begal itu, antuk memeriksa keadaan tubuh kedua korban tersebut. Dia jadi berdiri bengong saja di situ, menantikan Cui Seng. Dia pun jadi menduga-duga entah siapa yang telah melepaskan senjata rahasia mencelakai kedua begal itu? Dan tentunya orang itu liehay sekali, sebab orang itu bisa menghilang dalam waktu yang begiiu cepat tanpa meninggalkan jejak.
Waktu si gadis tengah berdiri bengong, berkelebat sesosok bayangan hijau. Segera dia mengenali, bahwa orang itu tidak lain Suhengnya Souw Cui Seng.
Hati si gadis she Thia meundongkol, dia berkata aseran : "Mengapa kau pergi tanpa memberitahukan dulu kepadaku? Bukankah itu membuat aku berkuatir tidak keruan memikirkan keadaanmu?"
Si Suheng menghela napas. Dia bilang : "Sudah dua puluh lie lebih aku melakukan pemeriksaan, aku berkeliling dengan seksama memperhatikan keadaan di sekitar tempat itu. Namun, tetap saja aku tidak melihat seorang manusia pun juga!"
Melapor Cui Seng, wajahnya tampak memperlihatkan bahwa dia penasaran sekali, juga diliputi tanda-tanya apa yang tengah mereka hadapi saat itu.
"Apakah sungguh-sungguh kamu telah berlari sejauh dua puluh lie, di dalam waktu sesingkat itu?" Tanya Lam San seakan tidak mempercayai keterangan Suhengnya.
Cui Seng menghela napas, kemudian tertawa.
"Sudahlah" Katanya sambil mengangguk, "Sampai-sampai seekor kerbau ataupun anjing tidak berhasil kujumpai. Mungkin sudah lebih dari dua puluh lie, tapi aku justeru tidak melihat seekor hewan sekalipun, hanya melihat gumpalan awan di atas langit dan salju putih di puncak gunung, juga batu batu yang berserakan disepanjang jalan..........!!"
Lam San bersikap seperti tadi, karena dia mengetahui bahwa Suhengnya terlalu jujur dan polos. Namun karena terlalu jujur, sering kali juga terlihat Suhengnya seperti ketolol-tololan, sehingga cerita tentang awan maupun salju yang sebetulnya tidak diperhatikan oleh si gadis. Dia hanya tertawa sambil mengawasi Suhengnya.
"Bagus!'" Kata Lam San kemudian, setelah tertawa sekian lama.
Cui Seng jadi memandang heran.
"Kenapa kau mengawasi aku dan tertawa terus menerus seperti itu ? Dan apanya yang bagus?!"
Kembali Lam San tertawa. "Tentu saja kepandaianmu. Ilmu meringankan tubuhmu sudah memperoleh kemajuan yang pesat !" Menyahuti si gadis pada akhirnya. "Nah, sekarang cobalah kau periksa keadaan kedua tubuh manusia celaka itu, kalau kalau saja mereka terkena jarum emas atau perak !"
Muka Cui Seng berseri-seri girang mendengar pujian Sumoaynya. Dia pun merasa girang bukan main menerima tugas dari Sumoaynya, cepat-cepat dia berjongkok untuk memeriksa tubuh kedua begal itu. Sedangkan Lam San telah memutar tubuhnya, dia memalingkan mukanya ke arah lain.
"Sreeeeettt!!" Terdengar suara kain yang robek. kemudian terdengar suara Cui Seng mengandung keheranan yang sangat: "Aneh! Sungguh aneh dan mengherankan ! Semua nadi di tubuh mereka telah kuperiksa dengan teliti tapi tidak terlihat tanda-tanda yang mencurigakan.......! Hemm, orang yang melepaskan senjata rahasia itu sungguh luar biasa!! Inilah aneh !" Setelah selesai memeriksa sekujur tubuh dan jalan-jalan darah di tubuh kedua begal itu yang diduga bisa saja menjadi sasaran dari jarum-jarum emas atau perak, dia pun segera melompat berdiri. Sikapnya agak bingung dan berkuatir, dia pun seperti kaget.
Lam San telah menoleh waktu mendengar seruan Cui Seng, dia melihat sikap pemuda itu.
"Ada apa, Suheng ?" Tegurnya.
"Celaka!!!" Berseru Cui Seng,
"Apanya yang celaka?"
"Mereka??" "Mereka?!" "Ya, mereka.." Cui Seng menunjuk kearah kedua begal itu.
Lam San mengawasi kedua begal itu dengan penuh tanda tanya, dilihatnya kedua begal itu masih rebah pingsan tidak sadarkan diri. setelah mengawasi sekian lama, Lam San menoleh kepada Suhengnya, tanyanya lagi : "Ada apa sih sebetulnya? Kenapa dengan mereka?"


Totokan Jari Tunggal It Yang Cie Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mereka sudah tidak bernapas!! Mereka sudah mati!!" Menyahuti Cui Seng. Jelas dia tengah bingung dan sikapnya seperti yang ketolol-tololan.
"Mereka sudah mati?" Berseru Lam San.
"Ya! Tidakkah kau lihat? Nah, coba kau pegang tubuhnya yang sudah dingin. Dasar aku yang bodoh, tidak mengetahuinya sejak tadi"
Mendengar perkataan Suhengnya tak urung Lam San jadi menggidik. Dia kaget tidak terkira. Tanpa memperdulikan lagi perihal adat-peradatan bahwa antara laki-laki dengan wanita tidak boleh saling bersentuhan, dia segera mengawasi ke arah mayat itu, dia juga telah memeriksa keadaan kedua begal itu.
Sedangkan Souw Cui Seng telah berjongkok lagi. untuk melakukan pemeriksaan. Sikapnya yang panik menambah keadaannya yang ketolol-tololan.
"Orang yang sudah mati tidak perlu ditolong lagi!!" Kata Lam San.
Cui Seng diam saja. "Nah, sekarang mari kubur mereka, lalu kita melanjutkan perjalanan !" Kata Lam San lagi.
Seumurnya Lam San belum pernah melihat orang mati, karenanya sekarang, dengan di hadapannya ada dua sosok mayat. dia jadi terganggu sekali perasaannya. Cepat-cepat dia menggali lobang dengan pedangnya, sedangkan Cui Seng membantunya dengan pisau.
Sambil menggali, Cui Seng menoleh kepada Sumoaynya.
"Sumoay........!" Panggilnya sangsi.
"Ya ?" "Apakah.....apakah benar-benar mereka telah mati ?"
Lam San terpaksa jadi tersenyum mendengar pertanyaan Cui Seng seperti itu,
"Engkau yang telah memeriksanya. Bagaimana menurut pendapatmu? Apakah mereka berdua memang telah putus napas?" Membaliki si gadis dengan pertanyaannya.
"Kalau aku.....kalau aku .... "
Melihat orang sangsi seperti itu, Lam San tertawa lagi.
"Kalau aku. kalau aku apa?"
"Kalau aku....sesungguhnya.......kulihat mereka memang putus napas.....!"
"Ya, aku pun memang melihat mereka sudah tidak bernapas!" Menyahuti Lam San. Kembali mereka menggali Tiba tiba Cui Seng berseru lagi : "Sumoay, lihat!! Apa itu ?"
Lam San terpaksa menangguhkan congkelan pedangnya, dia menoleh kepada Suhengnya yang agak bloon itu.
"Ada apa lagi?."
"Kau lihat .... itu.....!"
Lam San mengawasi ke arah yang di tunjuk Suhengnya. Dia melihat sesuatu yang berkilauan diatas tanah, terpancar oleh pantulan sinar matahari.
"Coba kau ambil !" Minta Lam San, tidak acuh. karena dia tidak menduga sesuatu.
Cui Seng memang biasanya menurut kata-kata Sumoaynya, karena itu, sekarang pun dia telah melaksanakan permintaan Sumoaynya, dia mengambil benda yang berkilauan itu. Sampai akhirnya dia berseru nyaring : "Waaaaaah!!!"
Lam San heran. Dia menoleh.
"Apanya yang wahhh ?"
"Lihat Sumoay!! Lihatlah ini!!"
"Bawa kemari!!"
Cui Seng membawanya ke dekat Lam San, dia masih terus mengoceh : "Inilah Tiat Pat Kwa ( Besi Delapan Persegi ) Rupanya orang yang menghabisi jiwa kedua begal itu adalah orang Heng-san ! Ho ! Ho!!"
Thia Lam San diam saja, dia menerima benda itu dan memperhatikannya dengan teliti. Benar saja, segera juga dia memperoleh kenyataan bahwa benda itu tidak lain dari Siauw Pat Kwa ( benda kecil delapan persegi ) yang dari besi, yang berkadar dan bernilai tinggi. Ketika dia membalik balik benda itu, tampak jelas olehnya di belakang senjata rahasia tersebut terdapat sebuah huruf "Heng" terukir sangat indah.
Lam San menghela napas, "Suheng, coba kau lihat kedua tumit mayat kedua begal celaka itu!" Perintah Lam Sin lagi.
Waktu itu Cui Seng telah memeriksa tumit kedua mayat begal tersebut, dan dia telah berkata : "Akh. bedebah ini memang terserang oleh senjata rahasia itu pada tumitnya! Inilah senjata rahasia andalan orang-orang Heng San Pay, tentu yang melakukan penyerangan itu sangat liehay .... tapi mengapa dia melakukannya demikian ceroboh ? Lihatlah, sampai kulit sepatu kedua begal ini pun berlobang.....! Hemmm. mereka sungguh berani sekali bertindak sewenang-wenang, untuk memamerkan ilmunya di kaki gunung Thian San. Sumoay, mari kita pulang melaporkan hal ini kepada Suhu dan Sunio, agar beliau bisa memberikan hajaran pada pihak mereka!!"
Thia Lam San tidak melayani Suhengnya, di saat Suhengnya tengah mengoceh terus, dia justeru dengan hati-hati memasukkan Siauw Tiat Pat Kwa ke dalam sakunya.
"Suheng, apakah kau takut?" Tanyanya tiba-tiba sekali.
"Apa?" "Aku tanya padamu ! Apakah jeri ?"
"Tidak ! Mengapa aku takut?" Teriak Cui Seng sambii memukul-mukul dadanya,
Lam San tersenyum. "Baiklah! Aku memang mengetahui bahwa engkau adalah seorang Hohan sejati, seorang jantan sejati yang tidak kenal takut, Marilah kita kubur mayat kedua orang yang malang ini, karena nanti sebentar lagi ada sesuatu yang hendak kurundingkan dengan kau!"
Cepat dan gesit Lam San berdua Cui Seng telah mengubur mayat kedua begal itu. Sambil menggosok-gosok belatinya, Cui Seng akhirnya, bertanya : "Sumoay, tadi kau hendak merundingkan sesuatu denganku. Apakah itu Sumoay? Ayo, cepat kau jelaskan, jangan membiarkan aku menunggu dan tersiksa seperti sekarang!"
Lam Sam tidak segera menyahuti pertanyaan Suhengnya, dia berpikir sejenak. Barulah kemudian dia menoleh dan menatap dalam-dalam Suhengnya.
"Suheng, aku ingin menanyakan sesuatu padamu "
"Ya, cepat kau kemukakan!! Aku sudah tidak sabar ingin mengetahuinya, Sumoay!!"
Lam San tersenyum. "Tenang. Jangan kesusu seperti orang kebakaran jenggot. Yang ingin kutanyakan kepadamu apakah orang-orang Heng San Pay memiliki dendam terhadap pihak Thian San ?"
"Tentu saja, aku mengetahuinya dengan jelas! Soal ini telah diceritakan oleh Suhu dan sunio .... aku memang pernah mendengar cerita tentang Heng San Pay !"
Lam San bersinar matanya, segera dia bertanya penuh perhatian : "Apa yang diceritakan Suhu dan Sunio kepadamu ?"
Si tolol Cui Seng seperti berpikir sejenak untuk mengingat kembali apa yang pernah di dengar dari gurunya.
"Ayo, cepat sedikit ! Jangan bengong-bengong seperti itu ?"
"Tunggu dong .... aku sedang ingat-ingat dulu!!" Kata Cui Seng sambil menggelengkan kepalanya. "Ya. Ya sekarang aku sudah ingat semuanya ! Ialah penjelasan tentang perjalanan 'turun gunung'nya kita berdua, yang harus melewati gunung Hoa San di sebelah barat gunung Heng San di utara, gunung Ko San di tengah dan gunung Thay San di Timur. Kemudian, dari Soatang kita berlayar melewati Oeyhai, dan juga Tonghai dan mendarat di Ce kiang. Setelah itu kita melanjutkan perjalanan ke Hang Ciu, menemui ayah ibumu ! Pergi atau tidaknya kita ke gunung Selatan, hal itu tergantung dari pendapat orang tuamu nanti. Coba kau pikir, perjalanan kita sekali ini sangat penting sekali untuk dunia persilatan, sebab tugas kita adalah untuk menemui tokoh-tokoh dari lima partai besar pada jaman ini!!"
Lam San jadi jengkel berbareng lucu.
"Engkau belum lagi menjawab pertanyaanku!!" Meningatkan Lam San pada Suhengnya. Kesal sekali.
"Menurut cerita Suhu dengan Sunio memiliki ganjalan sakit hati dengan pentolan-pentolan dan tokoh-tokoh lima partai itu, karena mereka berdua pernah dikepung oleh tokoh tokoh lima partai itu!! Sakit hati itu tidak kecil, walaupun demikian, guru kita tidak kalah! Sungguh !! Kau tidak percaya.....?"
Semakin kesal Lam San mendengar cerita Suhengnya yang ketotol-tololan yang selalu menambahkan komentarnya pada ceritanya tersebut.
"Tentu saja aku percaya !" Menyahuti Lam San menahan rasa jengkelnya. "Ayo teruskan ceritamu!!"
"Tapi .... untuk menghindarkan pertumpahan darah terlalu banyak, Suhu dengan Sunuio telah mengasingkan diri ke Sinkiang dan bersembunyi di Thian San. Waktu aku akan turun gunung, Suhu berpesan kepadaku : "Kecuali orang dari Say Gak. maka partai-partai yang lain jangan diberi ampun, tetapi Sunio berpesan lain lagi yaitu, kecuali pada Lam Gak maka partai yang lain tidak boleh di beri hati. Perkataan mereka satu dengan yang lainnya bertentangan sekali. Apa sebabnya sampai bertentangan begitu. aku sendiri tidak mengerti. O,ya Sumoay, apakah kau mengetahui sebab-sebab pertentangan kata-kata antara Suhu dengan Sunio ?"
"Aku mana tahu ?" Menyahuti Lam San sambil angkat bahu.
Cui Seng mengawasi bengong pada Lam San. tampaknya benar-benar dia tengah berpikir keras.
"Sungguh-sungguh kau tidak tahu?"
"Ya " "Benar." "Akh, rewel benar kau! Aku sudah bilang tidak tahu, ya, tidak tahu ! Suhu dan Sunio tidak pernah memberitahukan hal itu kepadaku, mereka belum pernah menerangkan atau menceritakannya kepadaku!!"
"Habis, bagaimana ?"
"Habis bagaimana apanya?" Balik tanya Lam San yang jadi jengkel bercampur geli melihat lagak Suhengnya itu.
"Maksudku, apa yang harus kita lakukan "
Lam San berpikir sejenak. "Begini saja!" Kata Lam San.
"Ya, ya, ya,....!!" Belum lagi Lam San selesai berkata Cui Seng sudah memotongnya sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. "Bagaimana Sumoay?"
"Yang terpenting, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa selain Say Gak dan Lam Gak maka partai yang lain boleh kita sapu bersih..... Lebih-lebih terhadap orang orang Heng San Pay, golongan mereka yang kejam sekali. Lihat saja, kita telah menyaksikan betapa telengasnya mereka, tidak hujan tidak angin mereka membunuh Tong dan Tio.....!"
Cui Seng manggut-manggut,
"Ya. ya, ya!! aku pun jadi heran untuk hal ini !" Kata Cui Seng kemudian.
"Apanya yang harus diherankan?"
"Ya, heran .... karena tidak hujan tidak angin mereka membunuh Tong dan Tio!!"
"Eh, bukankah kau juga tadi bilang begitu heran karena mereka tidak hujan tidak angin membunuh Tong Tio ? Kok sekarang bertanya padaku, apa yang kau herankan?"
Lam San tidak urung tersenyum mendengar jawaban Suhengnya yang lagaknya memang sering suka bloon itu.
"Menurut pendapatku, mereka berbuat begitu semata mata memperingati pada kita bahwa mereka mengetahui maksud dan tujuan kita turun gunung! Mengertikah kau?"
"Menterti!! Tapi.... o ya, apa yang kau bilang?? Kita diperingati mereka? Mengapa mereka tidak menemui langsung pada kita? Mengapa harus main kucing-kucingan begitu?"
Lam San tersenyum, dia tidak melayani sikap Suhengnya, dia meneruskan perkataannya : "Tapi kita tidak perlu gentar tidak perlu takut, sebab Suhu tentu sudah mempertimbangkan semasak-masaknya .... Waktu perintahkan kita turun gunung, jelas Suhu sudah mempertimbangkan sebaik-baiknya segala sesuatu hal yang akan kita hadapi. Dari soal yang kecil sampai keurusan yang besar kelak. Dan soal yang kecil ini, tidak perlu dilaporkan kepada Suhu.... karena nanti kita akan dijadikan bahan tertawaan saja.... !"
Mendengar perkataan Lam San yang terakhir, muka Cui Seng berubah merah. Diam-diam dia jadi berpikir : "Aku memang dilahirkan untuk menjadi manusia goblok!! Tapi guru kita yang bergelar Lam San Gie Kong ( Orang Tua Bodoh Dari Gunung Selatan ) yang tolol-tololan. mengapa justeru kau tidak berani memaki bodoh padanya? Beraninya kau cuma memaki aku saja?" Begitulah dia jadi tidak puas. Tapi mulutnya bungkam. karena dia tidak berani untuk mengutarakan apa yang dipikirinannya itu, Diam-diam dia bangun berdiri, dan menuntun kudanya.
Melihat wajah dan sikap Suhengnya yang nampaknya tengah mendongkol seperti itu, Lam Sam jadi menyesal untuk perkataannya tadi. Diam-diam si gadis berpikir dan berjanji di dalam hatinya untuk lain kali lebih hati-hati dalam mengeluarkan pendapat jika bicara dengan Suhengnya. Untuk menghibur Suhengnya, dia bilang dengan sikap yang lemah-lembut dan sabar, manis sekali sikapnya : "Suheng, walaupun kau agak bodoh dalam soal berpikir, tapi ilmu silatmu agak tinggi, kecuali itu kau pun sangat jujur dan berani. sehingga merupakan seorang pemuda yang sulit dicari duanya di dunia ini....!!"
Mendengar pujian adik seperguruaunya itu, mendadak Cui Seng jadi girang bukan main, Dia cepat melompat ke atas punggung kudanya. dia larikan dengan keras. Dia pun berseru nyaring : "Sumoay, jika ingatanku tidak salah, tadi rasanya aku pernah melihat bayangan orang ! Mari kita kejar orang itu !"
Mendengar itu, Lam San jadi heran, sampai tanpa disadai dia pun melompat ke atas kudanya. Dia pun melarikan kudanya dengan cepat. Dia membedal kudanya sambil bertanya:
"Suheng, apa yang kau katakan tadi?" Malah dengan cepat sekali Lam San sudah bisa menyusul Cui Seng.
Cui Seng masih melarikan kudanya, tanpa menghentikan atau memperlambat larinya kuda tersebut.
"Waktu aku memeriksa keadaan disekitar tempat ini, aku melihat tiga sosok bayangan manusia didaerah ini yang tengah berlari ke Timur!!"
"Apa?!!" "Benar.....mereka lari pesat sekali. Ayo kita mengejarnya !" Kata Cui Seng
"Tadi kau mengatakan di daerah seluas dua puluh lie persegi tidak terlihat jejak manusia. Mengapa sekarang justeru kau bilang ada?"
"Aku mengatakan tidak ada jejak manusia tapi aku tidak menyebutnya tidak ada bayangan manusia !"
Mendelu hati Lam San. "Dasar dogol!" Menggumam si gadis mendongkol. Dia pun berseru : "Mengapa kau siang-siang tidak memberitahukan kepadaku, Suheng ? Ayo kita kejar!!"
Sambil melarikan kudanya cepat-cepat, Lam San bukan main menyesal untuk keputusan gurunya, yang memilih Suhengnya yang tolol ini buat menemaninya menjelajahi dunia kangouw. Sungguh membuat dia jadi semakin mendelu untuk sikap tolol Suhengnya, yang semakin lama semakin terlihat juga ..."
oooooo(aaa-dwkz)oooooo ADA PUN Lam San Gie Kong Siauw Hie Can dan Pek Pit Kwan Im Kie Bun Sun itu adalah guru Lam San dan Cui Seng. Mereka terdiri dari manusia-manusia aneh di masa pemerintahan ahala Ceng, yaitu bangsa Mongolia. Mereka adalah suami isteri yang memiliki kepandaian tinggi, orang-orang terkemuka di rimba persilatan. Tidak saja mereka sangat liehay, juga luar biasa tinggi ilmu silat masing masing. Yang menonjol lagi, mereka pun sangat licin dan angkuh dimata lawan lawannya, Mereka memilih Souw Cui Seng, yang cara berfikirnya lambat, agak ketolol-tololan itu, untuk mendampingi Lam San turun gurung sebenarnya mereka memiliki maksud-maksud tertentu. Dan tentu saja maksud yang terkandung di hati mereka merupakan maksud-maksud tersembunyi, yang sulit di terka. karena kepada murid-murid mereka sendiri guru itu tidak pernah menceritakannya. Tapi dilain kesempatan, tentang maksud Lam San Gie Kong Siauw Hie Cun dan Gin Pek Pit Kwan Im Kie Bun Sun itu, akan dijelaskan .....
oooooo(aaa-dwkz)oooooo CUI SENG dengan Lam San membedal kuda mereka yang di larikan dengan cepat seperti terbang. Masing masing berdiam diri, tidak ada yang mulai bicara untuk mengobrol, Terlebih lagi Lam San, yang segan mengajak Suhengnya itu bercakap-cakap, karena dia tahu, kalau dia mengajak Suhengnya bercakap-cakap, itu hanya akan membuat dia mendelu saja, akan membuat dia mendongkol dengan jawaban jawaban Cui Seng yang selalu ketolol-tololan itu.
Sejauh itu, mereka tetap saja tidak melihat jejak yang mencurigakan. Mereka telah melakukan pengejaran tiga hari, tetap saja usaha mereka sia-sia belaka.
Semakin lama semakin sepi juga jalanan yang mereka lintasi, sedangkan perjalanan antara Kam Leng dengan Sinkiang sudah terkenal sebagai daerah angker, penuh dengan perampok dan begal yang ganas dan tidak sedikit jumlahnya.
Terlebih pula pada waktu peralihan seperti saat itu, dimana Cu Goan Ciang belum lagi lama naik takhta dan tentara penjajah Mongolia, yaitu kerajaan Ceng, telah dapat diusir dari daratan Tionggoan, keadaan di negeri belum lagi aman. Apa lagi waktu berkuasanya kaisar Liong dari ahala Ceng, seorang tamak sekali dan penuh kekuasaan, untuk memperluas daerahnya dibuat apa yang disebut Sepuluh Jasa Maha Besar. Penaklukan daerah Hui Kiang ( daerah Islam Sinkiang ) adalah salah satu diantara sepuluh jasa itu. saat itu pasukan tentara Ceng melakukan perjalanan siang dan malam, untuk melakukan serangan sewaktu waktu ke daerah Hui.
Sepanjang jalan di dimana saja mereka datang selalu merampas ternak-rernak dan harta benda peduduk, menarik kaum laki-lakinya jadi tentara paksaan sehingga penduduk gelisah sekali dalam hidup yang melarat. Orang-orang bernyali kecil menggulung tikar lalu melarikan diri kekampung lainnya. Sedangkan yang berani meninggalkan rumahnya menjadi begal dan rampok. Terkecuali itu ada pula orang orang yang jadi pengkhianat bangsa, berkomplot dengan tentara penjajah, lalu menganiaya penduduk kampung demi kepentingan pribadinya.
Walaupun Cu Goan Ciang sudah naik takhta, tapi kekuasaannya belum bisa lagi menerobos kepinggiran pinggiran Tionggoan. Sebab dia masih sibuk mengamankan negara, terutama di lima propinsi, Dan karena itu, hampir umumnya sisa tentara Ceng yang terpukul hancur dalam peperangan dengan pasukan Cu Goan Ciang, dalam melarikan diri untuk pulang kenegeri mereka, banyak yang tersisa dan berkumpul di Hui Kiang dan Kam Leng di Sin Kiang ini. Karenanya juga di tempat itu semakin kacau, sebab sisa tentara pasukan Ceng yang kalah perang itu, seperti kalap. melakukan berbagai macam kejahatan menindas rakyat dan melakukan perampasan, pemerkosaan dan lain-lain perbuatan yang membuat rakyat sengsara serta hidup melarat. Inilah yang disebut sudah melarat, tertindas lagi. Sehingga untuk hidup saja pun seperti juga sulit, Untuk bernapas pun seperti tidak dapat. Dan hanya tangis tanpa air mata yang ada pada rakyat daerah itu. Air mata mereka telah kering karena kemelaratan dan penderitaan yang berlarut-larut selama puluhan tahun seperti itu......
Kembali kepada Cui Seng dan Lam San, sepanjang jalan mereka melihat sawah dan ladang yang telah gersang, kering. Rumah-rumah yang kosong melompong. Tidak berpenghuni. Pemandangan yang sangat menggetarkan hati, karena tempat itu seperti juga neraka.
Cui Seng mau pun Lam San tidak bisa berbuat lain, mereka hanya terharu menarik napas panjang-panjang Terkecuaii itu, merekapun sering bertemu perampok. Tapi kepandaian mereka tinggi sekali, maka mereka selalu bisa menghadapi para perampok itu. Perampok-perampok maupun begal yang mau mengganggu itu umumnya tidak diberi hati oleh mereka. Siang-siang para begal dan perampok itu diobrak-abrik.
Tapi perampok atau pun begal yang membenci dan memusuhi pemerintahan Ceng, bukan saja tidak ditumpas, malahan dibantu oleh mereka. Malah, mereka bersedia bersahabat dengan para begal itu. Tentu saja tindakan mereka seperti itu telah membuat nama mereka cepat sekali terkenal. Untuk daerah tersebut, Cui Seng telah memperoleh getaran sebagai Siauw Bin Kim Kong atau Orang Kuat Berwajah Tampan. Lain Thia Lam San sendiri menerima gelaran sebagai Giok Ce Ouw Tiap ( Si Kupu kupu Bersayap Kumala).
Walaupun mereka berdua segan menerima gelaran itu, namun terpaksa juga mereka menerimanya, karena umumnya orang orang yang kagum pada kegagahan mereka, selalu menyebut mereka dengan gelarannya. Akhirnya Cui Seng maupun Lam San mau juga memakai gelaran itu.
Walaupun mereka belum lagi berhasil tiba di Tionggoan, namun mereka sudah memperoleh julukan demikian indah, sehingga hati mereka pun girang.
Itulah sebagai bukti, bahwa kepandaian mereka sudah terlatih baik, dan perbuatan mereka pun tidak menyeleweng dari apa yang di kehendaki guru mereka, karena mereka tokh meraperoleh gelaran yang manis, bukan gelaran yang busuk-busuk. Itu sebagai tanda bahwa selama ini perbuatan mereka berada di jalan yang benar, yang menolong rakyat yang tengah terjepit dan mereka disanjung maupun dipuja oleh rakyat yang mengetahui akan kegagahan mereka,
Setelah melakukan perjalanan beberapa hari lagi, tetap saja Cui Seng dengan Lam San tidak berhasil mengejar bayangan manusia yang tengah mereka kejar, yang menurut Cui Seng pasti melakukan perjalanan cepat sekali. Cui Seng sendiri berulangkali menyatakan, dia yakin ketiga orang yang dicurigainya itu akan berhasil ditangkap olehnya, kalau saja mereka berhasil dikejar dan diketahui jejaknya.
Lam San selalu tersenyum jika Cui Seng berkata seperti itu.
"Justeru mereka telah melenyapkan jejak .... kemana kita harus mencari mereka ?"
"Kita harus cari terus !"
"Kemana ?" Cui Seng bengong sejenak,
"Kemana saja !" jawabnya semangat. "Kita harus dapat mencarinya !"
"Suheng, kau ini seperti mengigau saja ! Kemana kita harus mencari mereka, kalau memang tidak mengetahui siapa mereka adanya dan kemana mereka pergi ...,!"
Cui Seng menggaruk-garuk telinganya yang tidak gatal.
"Benar juga, ya .... !" Menggumam dia. "Kemana kita harus mencari mereka ?"
Lam San tertawa dan meneruskan perjalanannya, kudanya dilarikan cukup cepat.
Cui Seng terpaksa mengikutinya. Dia masih menggumam juga : "Kemana harus mencari orang-orang itu ?"
Setelah melakukan perjalanan beberapa saat lagi, mereka tiba di Liang Cut, di propinsi Kam Siok. Waktu itu tepat tengah hari, hawa udara panas sekali.
"Daerah ini terkenal sebagai wilayah Kanglam untuk daerah Utara dan karena aku adalah orang Kanglam, walaupun bagaimana aku harus mengelilingi kota ini, untuk menikmati pemandangan yang permai!!" Kata Lam San.
Memang, untuk bilangan wilayah Utara Liang Ciu diperumpamakan sebagai Kanglam-nya daerah Utara. karena Liang Ciu memiliki panorama yang cukup permai.
(o-dwkz-) Jilid 2 CUI SENG diam saja. Lam San menoleh karena tidak memperoleh jawaban dari Suhengnya.
"Bagaimana Suheng?" Tanyanya.
"Eh, apa ?" Tanya Cui Seng seperti gelagapan Justeru tadi dia diam saja. Cui Seng terus berpikir keras kemana harus mencari jejak tiga orang yang pernah dilihatnya dan diduga sebagai pembunuh kedua begal Tong dan Tio.
"Aku tanya kau, bagaimana pendapatmu jika kita pesiar dulu menikmati keindahan Liang Ciu? "Tanya Lam San agak mendongkol.
"Baik! Itu pun bagus !" Mengangguk Cui Seng.
Mereka singgah di sebuah penginapan yang terindah didaerah itu. Mereka memesan kamar. Setelah menitipkan kuda dan makan sekenyang-kenyangnya, mereka pun segera keluar rumah penginapan untuk jalan-jalan mengelilingi kota.
Lorong demi lorong, gang demi gang telah mereka jelajahi dengan gembira. Pada tempatnyalah kalau saja kota itu memperoleh julukan sebagai Kanglam di wilayah Utara, karena memang kota ini sangat indah dan ramai, tapi entah kenapa, kini disaat Lam San berdua dengan Cui Seng mengelilingi kota itu, dia melihat keadaan sepi sekali. Walaupun demikian, mereka tokh cukup puas setelah melakukan perjalanan jauh di daerah yang kering, sekarang mereka bisa pesiar di tempat yang permai seperti Liang Ciu.....
Setelah puas mengelilingi kota tersebut.
Lam San mengajak Cui Seng kembali pulang ke rumah penginapan dengan hati puas. Rumah penginapan tempat mereka singgah adalah "Jok Lay", yaitu sebuah bangunan yang bertingkat dua, Kamar-kamar tamunya terletak di tingkat atas, sedangkan bagian bawah yang lebar merupakan ruang makan yang indah. Kurang lebih terdapat sepuluh meja besar-besar memenuhi ruangan tersebut. Lantainya pun sangat bersih, karena terpelihara baik sekali, sehingga enak untuk dilihat dan nyaman untuk didiami dan ditinggali. Berdiam di dalam rumah penginapan itu memang menyenangkan sekali.
Lam San maupun Cui Seng sendiri senang dengan suasana di rumah penginapan tersebut.
Bagian belakang ruang itu tertutup rapat-rapat. Walaupun tempat dibagian tersebut rupanya dihuni oleh keluarga pemilik rumah penginapan tersebut, namun tidak terlihat seorang pun yang masuk disitu. Duduklah Lam San dengan Cui Seng di tempat yang cocok dengan hati mereka, sambil bersantap, memakan beberapa macam makanan yang lezat-lezat yang sengaja mereka pesan, walaupun harga makanan tersebut umumnya memiliki tarip yang tinggi tinggi.
Lewat beberapa saat kemudian, tiba-tiba terdengar dari arah luar penginapan suara derap kaki kuda. Dari jauh tampak mendatangi dua orang penunggang kuda, yang menuju kearah rumah penginapan tersebut, Mereka berhenti di depan pintu muka rumah penginapan,
Tidak lama kemudian masuklah dua orang itu dengan langkah lebar, setelah memberikan kuda mereka kepada pelayan yang menyambut kedatangan mereka.
Kedua orang itu terdiri dari seorang laki-laki berusia enam puluhan, berwajah kisut, tapi di antara kerut-kerut ketuaan wajahnya itu dia memiliki mata yang bersinar tajam, Juga masih terlihat sisa sisa ketampanannya waktu dia berusia muda. Tentunya dulu waktu berusia muda, dia seorang pria yang gagah dan tampan,
Temannya adalah seorang wanita yang rambutnya sudah putih, matanya bersinar biru, cekung dalam. Hidungnya mancung Wajahnya sangat aneh bentuknya. Sedangkan usia wanita itu hampir bersamaan dengan umur kawannya.
Begitu masuk keruang dalam, mereka memandang dengan sorot mata dingin sekelilingnya.
Melihat kedua orang itu, Lam San terkejut bukan main. Sedangkan tamu-tamu lainnya yang berada di ruang makan itu, tidak ada yang berani mengangkat kepala mereka. Menunduk dan pura-pura tidak mengetahui kedatangan kedua orang itu.
Kedua orang tua itu sudah mengambil tempat duduk, sikap mereka seenaknya saja. Setelah memesan arak dan beberapa macam sayur, bersantaplah mereka tanpa memperdulikan sekelilingnya. Mereka pun makan tanpa bicara sepatah katapun tidak pernah mereka lontarkan dari mulut masing-masing, seakan juga mereka orang orang gagu yang sedang makan. Dari sikap mereka yang seenaknya, jelas terlihat kedua orang tua itu seakan juga menganggap di rumah makan merangkap penginapan tersebut, cuma ada mereka berdua saja, tidak ada orang lain. Tidak lama kemudian, kedua orang itupun meletakkan sumpit masing-masing. Yang laki-laki itu mengangkat gelas, barulah terdengar suaranya, karena dia tertawa terkekeh: "Selamat datang kawan-kawan semua ! Silahkan masuk ....!!"
Thia Lam San berdua Cui Seng kaget dan heran melihat kelakuan laki-laki tua yang aneh itu. Mereka melihat si wanita tua pun membawa sikap yang angkuh dan seakan juga tidak memandang sebelah mata kepada semua orang yang ada di ruang tersebut. Dan yang membuat Lam San berdua Cui Seng tambah heran, adalah perkataan laki-laki tua itu yang seperti mengundang seseorang agar keluar dari tempat persembunyiannya. Itulah teka teki yang membuat Lam San berdua Cui Seng semakin tertarik dan mengawasi lebih waspada.
Lam San malah telah mencuil tangan Cui Seng dengan maksud agar Suhengnya yang agak blo'on ini bersikap hati-hati dan waspada, karena rupanya akan ada pertunjukan yang menarik di tempat ini. Malah dia memberikan isyarat kepada Suhengnya, jika tidak perlu jangan bergerak ceroboh. Harus berdiam diri guna melihat keadaan dulu.
Waktu itu dari luar tidak terlihat sesuatu gerakan atau reaksi atas kata-kata si lelaki tua itu, Hal ini membuat Lam San bersama Cui Seng semakin heran.
Apakah orang tua itu hanya membawa tingkah seperti orang jago tua yang memiliki pendengaran yang tajam? Atau memang orang tua itu tengah bergurau kepada si wanita tua, temannya itu, yang rambutnya sudah putih semuanya.
Sementara itu tamu-tamu yang berada di situ sudah berobah muka mereka menjadi pucat. malah ada yang belum menghabisi arak maupun hidangannya, sudah membayar dan bergegas pergi terbirit-birit dari pintu belakang, tanpa berani menoleh ke belakang satu kali pun juga.
Sejenak kemudian terdengar suara tertawa yang seperti guntur membelah bumi. Suara tertawa itu demikian kerasnya, sehingga seakan juga hendak menulikan telinga orang yang mendengarnya. Malah ruang makan itu sampai tergetar.
Bersamaan dengan itu. tampak berkelebat sinar merah. Tanpa di ketahui dengan jelas dari mana arahnya, di ruang makan itu telah bertambah seorang lagi, Orang itu memiliki berewok dan cambang yang lebat. Matanya bersinar tajam sekali. Bengis bukan main, mukanya empat persegi, usianya mungkin empat puluh tahun lebih. Dia berpakaian serba merah yang sangat menyolok mata, Walaupun waktu itu hawa udara sangat dingin, tapi orang itu tidak benti hentinya menggerakkan kipas yang ada di tangan kanannya, seakan juga dia tengah kepanasan dan tidak tahan jika tidak mengipas,
Sambil mendelikkan matanya, dia melangkah perlahan-lahan memilih sebuah meja. Dia duduk disitu. Seorang pun yang ada diruang makan itu tidak dipandangnya.
Sejak kedatangannya, dia tidak bicara. Dia juga tidak memesan arak atau sayur. Dia cuma tertawa dingin tidak hentinya. Tempat yang di pilihnya itu, entah sengaja atau tidak justeru persis sebelah kiri dari kedua orang tua aneh itu Lelaki tua yang aneh itu meletakkan cawannya, lalu saling memandang dengan perempuan tua temannya, Tiba-tiba terdengar jeritan halus, melengking seperti jeritan setan penasaran dari arah luar yang semakin dekat dan mengerikan. Tiba-tiba sekali, dari ruang itu melangkah masuk seseorang, dengan langkah lebar. Dialah yang telah mengeluarkan suara jeritan yang melengking nyaring dan pedas seperti jeritan setan penasaran. Dia mengambil meja di depan sepasang orang tua itu, tanpa menoleh sedikitpun juga, dia menurunkan bungkusan dari punggungnya. Diletakkan di atas meja, Dibuka bungkusan itu, kemudian menyuapkan sesuatu kedalam mulutnya Sesuap demi sesuap di masukkannya barang di dalam buntalan itu ke dalam mulutnya, asyik perbuatannya itu, seakan juga tidak memperdulikan lagi keadaan di sekitarnya.
Yang luar biasa, rambut orang itu riap-riapan. Tidak teratur rapi. Mesum seluruh tubuhnya penuh dengan daki, menjijikkan.
Orang itu mengenakan jubah hitam seperti seorang imam, terdapat banyak sekali tambalan. Dia kelihatannya sebagai seorang imam pertengahan usia, kecuali itu ia serupa dengan seorang pengemis yang baru saja sembuh dari penyakit kulit atau dan sakit keras. Dia menundukkan kepalanya sambil makan lahap sekali. Yang menarik lagi, yang dimakan orang yang seperti imam, merupakan usus atau hati binarang berbisa atau binatang buas yang masih mentah!! Karenanya juga, tampangnya maupun mulutnya kini penuh dengan darah yang berlepotan dan menyiarkan bau amis, menyebabkan orang hendak muntah.
Tidak berselang lama, kembali datang seorang Niekouw. Orang ini mengenakan pakaian putih bersih, parasnya tidak berbeda banyak dengan gambar dalam lukisan. Dia sangat cantik, dan tindakannya pun perlahan-lahan, langkahnya tenang sekali. Malah Thia Lam San bersama Souw Cui Seng seketika merasakan pandangan mereka menjadi terang, sebab mencium semacam bau wangi-wangian. Hawa kotor busuk yang terdapat di dalam ruang itu seperti tercuci bersih dengan kehadiran pendeta wanita ini. Niekouw ini tampaknya berjalan lemah gemulai menuju ke meja di sebelah kanan kedua orang tua aneh itu, yang pertama tiba disitu, lalu duduk dengan tenang. Dia pun tertawa waktu berkata sabar : "Pelayan, kemari .....!!"
Suaranya nyaring, merdu, sabar dan juga menunjukkan bahwa dirinya seorang yang sangat terdidik sekali. Sopan. Ramah. Sayang kepalanya gundul, kalau tidak niscaya tidak seorang pun yang akan menduga dia adalah pendeta wanita. Panggilan si niekouw tidak segera memperoleh sambutan dari pelayan, karena mereka, para pelayan itu, siang-siang sudah angkat kaki meninggalkan ruang makan itu. Rupanya para pelayan itu telah menduga bahwa tidak lama lagi di situ akan terjadi pertempuran, maka mereka siang-siang sudah keluar meninggalkan ruangan ini, mereka ingin menyelamatkan diri masing-masing.
Souw Cui Seng dan Thia Lam San yang masih berada di ruang itu dengan perasaan ingin tahu, heran melihat perkembangan yang terjadi di ruang makan tersebut, terlebih dengan beruntun berdatangan orang yang aneh-aneh lagak dan perangainya ini.
Setelah kedatangan si niekouw muda, tiada lagi yang datang. Semua orang yang berada di ruang itu masing-masing duduk di tempat mereka tanpa berkata kata sepatah kata pun juga diantara sesama mereka. Semuanya bungkam saja. Keadaan jadi sunyi seperti di dalam kuburan saja, samar-samar tersiar ancaman bahaya maut yang seakan mencekam ruang makan itu. Seakan juga mereka itu tengah bersiap-siap untuk nanti melakukan suatu pertempuran mati hidup, karena maut di waktu itu seakan sudah berkeliaran di ruang makan tersebut .....
Thia Lam San dengan Souw Cui Seng mengetahui juga bahwa pertempuran sewaktu-waktu bisa meletus, tapi mereka tetap tidak mau menyingkir dari meja mereka. Justeru mereka tertarik sekali untuk menyaksikan keramaian yang terjadi. Ini memang wajar, karena kedua muda-mudi itu baru pertama kali turun gunung untuk menjelajahi dan berkelana di dalam dunia persilatan, sehingga mereka tidak menyadari betapa di saat itu sesungguhnya diruang tersebut mengancam bahaya yang mengerikan. Walaupun mereka menyadari bahwa kelima orang itu masing-masing memiliki ilmu silat yang tinggi dan pertempuran hebat di antara mereka, tidak ada sangkut pautnya dengan mereka, namun mereka tetap tidak mau meninggalkan ruang makan itu.
Tampaknya laki-laki berbaju merah, tosu dan niekouw itu adalah dari satu kelompok, pikir Lam San "Mereka justeru datang untuk mencari kedua orang tua itu untuk membalas dendam. Kini mereka telah mengambil kedudukan masing masing mengepung dan mengurung kedua orang tua itu dengan ketat. Siapa yang berani mulai, maka di saat itu akan terjadi pertempuran seru. Akh, keramaian hebat seperti ini harus kusaksikan, karena jarang bisa menyaksikan keramaian seperti ini !"
Tiba-tiba kedua orang tua aneh itu tertawa-tawa dengan suara keras. Justru suara tertawa mereka telah memecahkan kesunyian di ruang itu. Malah mereka sudah mengingkat cawan arak mereka, untuk meminum dengan mata jelalatan kesana kemari tidak hentinya. Mereka rupanya mengamat-amati gerak-gerik lawan dan ingin mengetahui posisi lawan yang sebenarnya. Namun mereka tidak memperoleh sambutan reaksi dari lawan-lawannya. Kedua orang tua aneh itu terpaksa meletakkan kembali cawannya di atas meja. Kembali keadaan di dalam ruangan jadi sepi lagi, bahkan lebih hening dari semula, karena saat itu hari sudah mulai mendekati magrib, dan tidak lama lagi sang malam tentu datang .....
Orang yang berpakaian sebagai imam tampaknya gelisah. Dia melemparkan hati harimau yang terakhir kedalam mulutnya dan menggigit kuat-kuat sambil berkata dengan suara menggumam."Hweshio itu tidak datang.. Hweshio sialan! Hei Niekouw terkutuk, pasanglah lampu agar ruang ini jadi terang, jangan sampai kita bertempur nanti di tempat gelap!!"
Niekouw cantik itu menyalakan lampu tanpa berkata apa apa. Rupanya dia pun tidak tersinggung dipanggil dengan sebutan niekouw terkutuk, malah dia pun tidak perduli dirinya diperintah begitu kasar oleh Tosu tersebut. Dia telah menyalakan lampu tanpa banyak rewel.
Sanpai akhirnya setelah ruang itu terang oleh cahaya lampu, barulah Niekouw tersebut tertawa, menyusul mana dia bilang : "Tosu bau," katanya perlahan-lahan dan tenang. "Menurut kau sesungguhnya hati harimau atau hati manusia yang jauh lebih enak ?"
Tosu itu menelan potongan hati barimau di mulutnya, barulah kemudian dia menyahuti : "Tentu saja hati manusia, tapi harus dilihat dulu manusianya yang bagaimana?"
"Oya?" "Ya!! Misalnya hati manusia yang sudah kakek kakek dan nenek nenek, rasanya pahit dan alot, kasar dan tidak enak di makan.. tapi kalau hati seorang pemuda dan gadis, bukan main sedapnya, enak sekali ! Hemmm!! Asyiikkkkkk!!"
"Menurut kabar yang kudengar, tentang memasak hati manusia dan hati binatang memiliki cara yang berbeda sekali. Konon, katanya kau akhli dalam soal tersebut, tentu engkau mengetahui dengan baik tentang cara memasaknya. Nah, sekarang coba kau jelaskan bagaimana memasaknya yang paling enak ?" Tanya Niekouw itu, tenang dan kalem saja, seakan ia tengah membicarakan urusan urusan agama dengan Tosu itu.
Padahal, Lam San dengan Cui Seng yang mendengar percakapan itu, tidak urung jadi merinding.
Betapa tidak ? Justeru kedua orang pendeta niekouw dan tosu itu tengah membicarakan cara masak hati manusia atau hati binataug buas! Tentu saja, di dalam percakapan yang terdengarnya kalem dan tenang-tenang itu, mengandung suasana yang sangat menyeramkan sekali bagi yang mendengarnya.
"Aku makan hati manusia maupun hati binatang, selalu dalam keadaan mentah-mentah dan segar.. dalam keadaan masih berlumuran darah seperti sekarang ini ! Kapan aku pernah memakannya yang sudah matang?" Jawaban Tosu itu yang di lontarkannya disusul dengan tertawanya yang bergelak-gelak, juga mengandung nada yang sangat menyeramkan sekali.
Tanya jawab itu berjalan wajar sekali. Tetapi Thia Lam San dengan Cui Seng yang mendengar terus, jadi berkeringat dingin, karena, yang di bicarakan Tosu itu "pemuda dan gadis", tentu kata-katanya yang ditujukan kepada diri mereka yaitu Lam San dan Cui Seng, karena di tempat ruang makan ini hanya ada Cui Seng dengan Lam San sebagai golongan muda, sebagai pasangan muda-mudi!! Tidak urung, walau pun hati Lam San dan Cui Seng tabah, mereka menggidik ngeri. Muka merekapun berobah agak pucat.
Di saat itu, mata sepasang muda mudi ini mengawasi kepada dua orang tua aneh, mereka tetap seperti biasa saja, bahkan tersenyum girang. Wajah mereka berseri-seri. Hal ini membuat Lam San dengan Cui Seng jadi heran dan merasa aneh, maka semakin besar hasrat untuk menyaksikan keramaian yang tidak lama lagi akan berlangsung !
Laki-laki berbaju merah sejak tadi berdiam diri, kini dia mulai membuka suara, dimana suaranya menyeramkan sekali. walaupun di ucapkannya tenang-tenang dan kalem : "Kini sudah tiba waktunya untuk kita mengukur kepandaian. Bersihkan orang luar dari ruangan ini......."
Tosu itu terkekeh, tertawa dengan suara yang hebat, seperti jerit tangis hantu penasaran, Kemudian dia melesat kehadapan Lam San dan Cui Seng. Sedangkan tangan kirinva mengeluarkan sepotong benda berwarna merah.
"Bocah buduk!!" Katanya tawar "Nih ku bagi kepadamu agar kamu makan hati macan tutul yang tinggal sepotong lagi!! Ambillah! Aku memberikannya ikhlas sekali. Hahahaha!!"
Melihat orang mengulurkan tangan kepadanya Cui Seng membungkukkan tubuhnya dan menekuk kakinya, sedang tangannya mengibas, menyingkirkan cekalan musuh. Bersamaan dengan itu tubuhnya meluncur secepat kilat ke arah ketiak Tosu itu.
"Siapa yang sudi makan hati macan tutulmu yang masih mentah? Engkau kira aku ini orang hutan?" Teriak Cui Seng agak gugup dan marah,
Muka Tosu itu berobah, sekali-sekali dia tidak menyangka bahwa pemuda ini dapat meloloskan diri secara demikian mudah dari tangannya.
Dengan cepat dia melompat. kembali tangannya diulurkan, untuk menangkap tentunya, Malah, kali ini serangan tersebut jauh lebih hebat dari yang semula. Yaitu cekalan aneh dan ajaib sekali, Sebab sejauh itu tidak terlihat arah mana sasaran dan cengkeraman aneh Tosu itu.
Cui Seng jadi mendongkol bukan main.
"Sudah kukatakan aku tidak sudi makan hati macan tutulmu, mengapa kau jadi mendesak dan memaksa orang?" Teriaknya penasaran sekali. Cui Seng juga bukan cuma berteriak, dia pun berkelit dengan gesit. Dia membarengi juga dengan mengeluarkan satu jari telunjuknya, menotok nadi dari besar pada lengan lawannya itu. Keruan saja Tosu itu jadi terkejut. hatinya tercekat, sampai dia cepat-cepat menarik tangannya dan membentak dengan muka yang berobah bebat : "masih ada hubungan apa antara kamu dengan Lam San Gie Kong?"
Cui Seng dongak, dia ingin menjawab dengan mendongkol, tapi belum lagi kata-katanya meluncur keluar dari mulutnya, Thia Lam San sudah mendahului membuka muiut : "Apa Gie Kong ( si tolol ), mau apa Cie Kong ( si pintar ) kami berdua tidak tahu menahu. Lo Tosu ( Imam Tua ) kerjakanlah urusanmu sendiri, kami menonton keramian yang akan kalian adakan. tentu hal mi akan membuat kami girang dan akan bersorak-sorai menambah semangatmu. Kalau memang keramaian itu tidak ada artinya, kami juga akan pergi dengan menepuk-nepuk pantat. Apakah dengan membersihkan orang luar, itu berarti tidak akan ada orang lainnya lagi? Hemmm, apakah kau kira rumah ini milik kalian ?"
Perkataan Lam San selain memaki Tosu itu, memaki juga si laki-laki baju merah.
Sementara itu laki-laki tua aneh tertawa keras, besar sekali suara tertawanya, seakan juga membuat ruang itu tergetar.
"Jie Bwee!!" Katanya kepada kawannya.
"Sin Ciu Sie Tok (Empat Manusia Aneh Dari Sin Ciu ) berkelahi dengan dua orang bocah cilik, Kau pikir ini aneh atau tidak ? Bagus apa nggak?"
"Ya. Yang pasti mereka akan menang, Inilah yang disebut munculnya pahlawan yang muncul di kalangan anak-anak muda ! Tidak bagus!! Tengik!! Menyebalkan sekali!! Sungguh menjengkelkan sekali!" Jawab si wanita tua itu.
Suaranya nyaring dan lantang, tapi dia berkata kata dengan sikapnya yang kalem dan tenang "Nah Lok-kwie ( Setan tua ), kau akan kuajak bertaruh. Maukah kau?"
"Bertaruh?" "Ya" "Bertaruh apa?" Teriak si orang tua aneh itu
Si wanita tua Jie Bwee tertawa bergelak-gelak,
"Kalau menurut pantasnya, Sin Ciu Sie Tok akan menang menghadapi bocah bocah cilik. Tapi justeru di sini aku akan menentukan bahwa yang akan menang adalah bocah itu. Dia pasti menang. Beranikah kau bertaruh denganku? Aku pegang si bocah cilik sebagai pemenang!!"
Orang tua aneh itu belum lagi menjawab, tapi laki-laki berbaju merah sudah membentak dengan suara yang kasar "Lihatlah! Kalau aku tidak sanggup melemparkan kedua bocah kampungan itu keluar, aku bukan she Lie lagi !" Dan berbareng dengan habisnya perkataannya yang sombong itu, dia telah mengirimkan pukulannya yang hebat luar biasa kepada Cui Seng.
Tiba-tiba sekali. di waktu berkelebat sesosok bayangan putih, yang telah merintangi keinginan si orang berbaju merah itu. Dan yang menghalangi si orang baju merah meneruskan serangannya kepada Cui Seng adalah Niekouw itu, dia menghadang di depannya dengan sikap yang angkuh.
"Han Cu ( laki-laki ) kamu jangan membuat kaget anak orang, nanti mereka jatuh semaput atau sawan!! marilah kita membereskan dulu kedua setan tua bangkotan itu." Katanya, suaranya halus dan merdu,
Laki-laki itu mengetahui bahwa sepasang muda-mudi itu memang bukan lawan yang empuk, kecuali itu dihadapannya kini masih ada musuh yang tangguh-tangguh yang sesungguhnya. Dia tidak mau menambah lagi, karera memang dia ingin memusatkan seluruh perhatiannya kepada musuh yang sesungguhnya, yaitu sepasang orang tua yang aneh itu. Karena dia sudah terlanjur melontarkan kata-kata ejekan dan keangkuhannya tadi, dia kini sulit untuk menutupi dan menarik diri pula. Apa lagi kedua orang tua aneh itu telah mengejeknya dengan sinis dan kata-kata yang membakar, membuat dia harus membuktikan juga apa yang akan dilakukannya tadi. Untung saja Niekouw itu terus merintangi dan membujuknya, dengan demikian dia memiliki alasan untuk membatalksn niatnya buat menghajar Cui Seng dan Lam San.
"Baiklah, Sianlie!!" Katanya dengan suara yang dalam, "Dengan memandang muka Sianlie, maka biarlah aku menunda dulu membereskan kurcaci itu .... biar mereka hidup satu malaman lagi!!" Dia memanggil niekouw itu, dengan sebutan Sianlie, sebutan itu menunjukkan bahwa dia menghargai dan menghormat kepada niekouw tu, karena Sianlie merupakan sebutan yang sangat menghormat buat seorang niekouw. Karena itu, puas si nikouw melihat bahwa orang berbaju merah ini mau mendengar ocehannya,
Sedangkan laki-laki baju merah itu, setelah memutar tubuhnya, dia berdiri menghadapi sepasang orang tua yang aneh itu, sorot matanya tajam dan mukanya bengis.
"Keluarkanlah senjata kalian.....jangan kalian seperti nenek-nenek dan kakek kakek tua jompo yang selalu bsrgerak lamban dan membuang buang waktu!"
Wanita tua aneh itu berdiri perlahan-lahan dari duduknya, dia juga telah berkata dengan suara yang dingin : "Hweshio gundul, mengapa dia tidak muncul? Tunggu apa lagi ?"
"Hemm" mendengus orang berbaju merah itu. "Telingamu terlalu tajam! Si Hweshio belum lagi datang.....!"
Benar. Wanita tua aneh itu mengawasi ke luar, tapi orang yang diharapkan kedatangannya, yang tadi di panggil oleh wanita tua aneh itu sebagai Hweshio gundul, tidak juga muncul dan tidak terlihat bayangannya,
Wanita tua aneh itu pun menghela napas. "Benar-benar si Hweshio gundul tidak muncul dan dia menyalahi janjinya! Hemmm, jadi kita mulai tanpa menunggu hweshio itu lagi.."
Tanpa berkata apa-apa lagi si laki laki berbaju merah itu merapatkan kipasnya dan malakukan serangan secepat kilat, Tiba-tiba sekali Ujung kipasnya itu meluncur kearah si perempuan tua aneh dan waktu ini angin dari serangannya berkesiuran sangat hebat, karena Lam San maupun Cui Seng yang duduk terpisah cukup jauh, masih merasakan sampokan angin serangan kipas si laki-laki baju merah,
Perempuan tua aneh itu bersikap tenang sekali, seakan juga dia tidak memandang sebelah mata kepada lawannya. Perempuan tua aneh ini mengangkat tangannya. dia telah mengibaskau tangan kirinya menyampok kipas lawan ke samping. Sedang tangan kanannya diulurkannya dengan memakai ilmu pukulan "Menggepak capung Membabat ubun-ubun", dia telah menyerang kepada musuhnya. Itulah serangan balasan yang mengandung maut, yang bisa mematikan.
"Bagus !" Berseru laki-laki baju merah itu sambil menggerakkan tangan kanannya, yang dilintangkannya malang melintang kian kemari sedangkan kipasnya melayang dari atas meluncur kebawah, pertempuran segera berlangsung dengan seru. Ketiga orang itu sudah mengeluarkan kepandaian mereka, yang ternyata memang merupakan ilmu silat kelas satu, sebab setiap jurus yang mereka pergunakan umumnya merupakan ilmu silat yang liehay sekali. Mereka bertempur seru bukan main,
Thia Lam San dengan Cui Seng menyaksikan orang orang aneh itu tengah bertempur saling mengadu ilmu dan kekuatan secara hebat, dengan segera mereka menepi untuk menyaksikan dengan penuh perhatian terhadap jurus-jurus dan gerakan-gerakan tangan maupun kaki dari orang-orang aneh yang tengah bertarung hebat itu,
Waktu itu, di gelanggang terjadi pertempuran yang semakin memuncak ketegangannya karena apa yang terlihat kini hanyalah berkelebatan sosok bayangan tubuh kian kemari dan turun naik tidak hentinya, karena mereka bertempur dengan mengeluarkan ginkang atau ilmu meringankan tubuh mereka yang sempurna sehingga tubuh mereka bergerak secepat angin dan sulit diikuti oleh pandangan mata manusia biasa,
Setelah lewat tiga atau empat puluh jurus yang berlalu dengan cepat, tampak si Hancu menggerakkan kipasnya lincah luar biasa, terkadang juga kipas itu dipermainkan sebagai alat untuk menotok atau menikam, sewaktu waktu juga berubah seperti golok untuk menabas, lalu di lain kesempatan di pergunakannya juga untuk menghantam seperti toya. Dengan demikian, beraneka ragam perobahan gaya dalam menghadapi lawannya itu, karena kipasnya itu memang merupakan senjata yang paling diandalkannya. Dia dapat mempergunakan kipasnya sekehendak hatinya dan menyerang dengan benafsu sekali, karena dia ingin mencari kemenangan yang secepat cepatnya. Dia semula menduga bahwa lawannya, wanita tua yang aneh itu merupakan lawan yang dapat dihadapinya dengan mudah, yang akan dapat diruntuhkan dan dirubuhkannya dengan gampang, Siapa tahu kepandaian si perempuan aneh yang sudah tua usia itu sangat hebat. Tenaga dalamnya juga sangat kuat. Di sebabkan itu, mereka jadi bertempur dengan seru. Malah wanita tua yang aneh itu, walaupun dia menghadapi lawannya hanya mempergunakan sepasang tangan. ya, tapi justeru kedua kepalan tangannya itu yang mengandung tenaga ribuan kati, yang bisa mematikan kalau saja berhasil mengenai sasarannya dengan cepat.
Kipas musuh memang liehay dan mengandung maut, seperti juga ular gila yang menyambar nyambar tidak hentinya, seruduk ke sana kemari, namun perempuan tua yang aneh itu tidak jeri. Dia mengimbanginya dengan sama liehaynya, sama sekali dia tidak pernah terdesak, dia tidak gentar, malah berulangkali dia mendengus mengeluarkan tertawa dingin menghina.
Setelah pertempuran yang hebat itu berlangsung lagi sepuluh jurus, mereka pun masing-masing merobah siasat, sehingga pukulan dan serangan berjalan dengan cepat, Apa yang tampak hanya gulungan benda merah dan hijau, sebentar merapat, secepat itu pula terpisah. Sebentar berdekatan, secepat itu juga berjauhan, Demikianlah terus menerus, secara mengagumkan kedua orang itu telah menampilkan kepandaian andalan mereka masing-masing.
Belum sempat orang menarik napas karena menyaksikan perkelahian yang seru itu, tampak dimedan pertempuran sudah mengalami berobah, Jika sebelumnya berlangsung sangac cepat justeru sekarang tampak gerak-gerik kedua orang yang tengah bertempur itu sangat lambat sekali. Dengan demikian, tampak mereka jelas berdiri tegak, tidak seperti tadi mereka bergerak seperti bayangan belaka. Gerak tangan mereka pun tidak ubahnya seperti sepasang kakak beradik yang tengah latihan, gerak tangan mereka begitu lambat terayun dengan ayunan yang perlahan dan juga dengan gerak seakan juga di lambatkan. Namun, sesungguhnya itulah cara bertempur yang berbahaya dan bisa mematikan. karena jika sekali saja mengenai sasaran, niscaya pihak lawan akan langsung terbinasa karena kedua orang yang tengah bertempur itu tengah mengeluarkan seluruh kepandaian dan tenaga dalam yang mereka miliki.
Dalam keadaan demikian. Cui Seng mengawasi dengan mata tidak berkedip, karena dia melihat bahwa kedua orang itu memang tengah bertempur buat mengadu jiwa. Juga, ilmu yang mereka pergunakan adalah ilmu silat yang hebat. Dengan demikian telah membuat Cui Seng sangat tertarik sekali,
Menyaksikan pertempuran dari orang orang yang memiliki kepandaian tinggi, sesungguhnya merupakan pengalaman yang sangat berharga sekali buat kaum jago jago muda, dan khususnya bagi Cui Seng, karena dengan menyaksikan pertempuran orang orang gagah dari golongan tua, niscaya dia bisa memetik pengalaman yang tidak sedikit.
"Mereka tengah mencari kelemahan masing-masing dan mengincar kelemahan lawan mereka untuk memperoleh kemenangan dalam waktu singkat, jika tiba waktunya, mereka tentu akan menyerang dengan jurus yang mematikan !" Komentar Cui Seng dengan suara perlahan seperti menggumam. Matanya terus juga terpentang lebar-lebar mengawasi kedua orang yang tengah bertempur seru itu.
"Kau salah!!" Kata Lam San.
"Salah?" Cui Sang menoleh.
Lam San mengangguk. "Ya!!" "Kenapa ?" "Justeru mereka sudah bertempur lama.."
"Lalu? Kenapa kau bilang aku salah?"
"Justeru mereka sudah tidak perlu lagi mengincar kelemahan dari lawan masing-masing, karena memang sudah saling mengetahui kelemahan lawan mereka. Dan juga. di saat sekarang mereka belum turun tangan buat menentukan? itulah sebabnya mereka tengah mempertimbangkan, apa yang harus mereka lakukan untuk menentukan pertempuran itu pada titiknya yang terakhir dan memastikan! Mereka tidak berani main serang sembarangan, karena kalau sekali saja salah perhitungan, mereka bisa celaka ...... !"
"Kau cerdas sekali, Sumoay!!" Memuji Cui Seng...
Lam San tidak menjawab, dia hanya mencurahkan seluruh perhatiannya kepada pertarungan yang tengah berlangsung semakin seru, karena keadaan ditengah kalangan jadi semakin tegang juga, semakin diliputi oleh hawa maut. Sekali saja salah satu pihak berhasil menghantam kelemahan lawan, niscaya lawan itu akan segera dapat dirubuhkan.
Lam San juga telah melihat, bahwa si nenek tua yang aneh itu sebetulnya sudah mulai menang di atas angin. Di mana beberapa kali nenek tua yang aneh itu berhasil mendesak lawannya. Orang berbaju merah itu terpaksa meringis, waktu dia tengah berusaha membendung kekuatan tenaga dalam si nenek tua yang aneh itu.
"Nenek tua yang aneh itu akan segera memperoleh kemenangan!!" Kata Lam San kemudian, dengan suara yang perlahan.
Cui Seng jadi heran. "Apa ?" Tanyanya. "Kau bilang nenek tua itu akan menang?"
Dia waktu melihat perempuan tua yang aneh itu tengah mengelilingi lawannya dengan langkah kaki yang perlahan, tanpa menggerakkan lengan dan tangannya. Sedangkan si Han-cu tidak henti-hentinya menggerakkan kipasnya, berulangkali melancarkan serangan bertubi-tubi, dan juga sering mengangkat sebelah kakinya. Mukanya suka juga meringis. Diwaktu itu tampak jelas sekali. betapa pun juga, dia tengah memusatkan seluruh kekuatan tenaga dalamnya. Sedangkan perempuan tua aneh itu berjingkat mengikuti setiap serangannya, ikut berputar-putar dan dia belum lagi melancarkan setiap serangannya, karena dia selalu membuat serangan lawannya kandas. Dia malah tengah memperhatikan kesempatan untuk balas menyerang. Jika memang kesempatan itu telah ada, tentu dia tidak akan buang waktu untuk cepat-cepat merubuhkan lawannya.
Di saat itu, juga terlihat, bahwa kipas dari si Hancu telah menyerang semakin gencar, mukanya semakin meringis, seakan dia tengah mendesak si nenek tua itu dengan sekuat tenaganya, membuat si nenek tua yang aneh itu harus melangkah lebih cepat dari sebelumnya, mengelilingi si Hancu.
Cui Seng yang melihat keadaan pertempuran itu, jadi heran. Dia bengong sejenak.
"Sumoay ..!" Katanya kemudian, dengan sikap tidak mengerti.
"Ya?" "Tadi ... tadi kau bilang si nenek tua yang aneh itu akan memperoleh kemenangan. Bukankah begitu?"
"Benar....!" "Tapi... tapi aku ragu-ragu nenek itu akan memperoleh kemenangan ...!"
"Kenapa begitu ?"
"Lihat saja, dia sudah mulai terdesak, dia masih bertangan kosong. sedangkan lawannya telah mendesak dia semakin hebat. Sekali saja lawannya itu bisa mendesak lebih hebat dan memiliki kesempatan yang lebih bagus, niscaya nenek tua yang aneh itu akan bisa dirubuhkannya ...!"
Lam San menggelengksn kepalanya.
"Salah! Salah besar!" Kata Lam San kemudian,
"Salah besar? Kenapa, Sumoay?"
"Kau belum melihatnya, betapa pun nenek tua itu menang dalam perhitungan! Nah, sekarang kau perhatikan, Suheng! Nenek tua itu bertangan kosong, sedangkan belatinya belum lagi dikeluarkannya. Masa kau tidak tahu ? Kulihat, kalau tidak salah, senjatanya adalah pedang pendek. Begitu dia keluarkan, niscaya dia akan memperoleh kemenangan. Dan setidak-tidaknya, dia bisa merebut kemenangan itu dengan tiba-tiba ...!"
"Apa iya?" Ragu-ragu tampaknya Cui Seng, Sampai dia seakan juga tidak mau mempercayai keterangan yang diberikan Sumoaynya. Dia mengawasi bengong lagi kepada jalan pertempuran yang tengah berlangsung, di mana dia mengawasi dengan otaknya bekerja keras, untuk melihat-lihat apakah Sumoaynya yang benar dengan keterangan itu, atau memang penglihatannya yang benar, bahwa si Hancu dapat merubuhkan si nenek kelak jika sudah tiba waktunya.
Percakapan sepasang muda mudi itu membuat kawan si nenek, yaitu kakek tua yang aneh itu, terperanjat, dia tidak mengerti mengapa bocah-bocah cilik seperti Lam San dengan Cui Seng, bisa melihat dan mengetahui siasat yang akan dipergunakan oleh kawannya. Di samping itu, dia pun gusar bukan main, karena dia beranggapan bahwa Lam San dengan Cui Seng telah membocorkan tipu muslihat kawannya Hanya saja dia bergusar tanpa bisa berbuat apa apa, kecuali berdiam diri dengan mendongkol. Mukanya saja yang berobah merah padam, dia melirik dan memandang bengis kepada Lam San dan Cui Seng, yang di awasinya dengan mata memancarkan sinar sangat tajam sekali.
Waktu itu, laki-laki berbaju merah telah melihat satu kesempatan, adanya suatu lowongan pada diri lawannya. Kipasnya yang terbuat dari tulang baja dan berdaun benang emas, menusuk secara kilat kepada lawannya. Jika saja serangan itu berhasil mengenai sasarannya, walaupun bagaimana tingginya ilmu silat nenek tua yang aneh itu niscaya si nenek tidak akan terhindar dari bahaya maut, Serangan itu yang dianggapnya sangat hebat dan si Hancu merasa pasti akan berhasil, dengan gembira mengempos semangatnya, dia menyerang dengan sangat kuat. Tapi di luar dugaannya, kesempatan atau lowongan yang di berikan si nenek tua yang aneh itu, cuma siasat belaka, hanya merupakan pancingan saja, terbukti waktu kipas itu akan mengenai sasarannya, justeru si nenek tua yang aneh sudah menggerakkan tangannya, bersamaan dengan itu tampak berkelebat sebatang belati yaug berkilauan menangkis kepada serangan lawan. Benturan senjata tidak bisa dielakkan lagi, lelatu api segera muncrat kian kemari, akibatnya kipas si Hancu patah menjadi dua potong.


Totokan Jari Tunggal It Yang Cie Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Perempuan tua aneh itu sudah berhasil dengan tangkisannya, dia marangsek maju dengan cepat, tanpa memberikan kesempatan kepada lawannya buat bernapas. Dengan hebat dia mengirim serangan berantai. sehingga musuhnya jadi sibuk kalang kabut. Kiranya, pisau belatinya atau yang merupakan pedang pendek itu, merupakan semacam benda mustika, yang dapat memotong besi seperti sama saja memotong tahu. Sinar belati itu kini berkelebat kian kemari di muka si Hancu dengan capat dan sulit diterka arah tujuannya, tentu saja telah membuat laki-laki berbaju merah itu terdesak tanpa dapat melakukan serangan balasan dengan kipasnya yang hanya tinggal sepotong. Dia terdesak hebat bukan main. Sampai dia pun menitikkan keringat dingin. Berulangkaii dia harus menyelamatkan dirinya dengan ke-susu, tidak jarang juga dia harus berseru: "Celaka!!", karena memang dia terdesak sekali dan malah hampir saja beberapa kali nyaris dirinya terkena serangan dari si nenek tua yaug aneh itu, yang hebat sekali ilmu belatinya dan selalu mendesak serta melibat si Hancu dengan serangan-serangan yang sulit untuk dipunahkan.
Menyaksikan keadaan berobah demikian rupa, kedua orang kawan si Hancu, yaitu niekouw dan Tosu itu, sudah melompat dengan segera untuk menolongi, Mereka mengeluarkan senjata masing-masing. Niekouw itu menghunus pedangnya, sedangkan Tosu itu mengeluarkan Tiat Tai Pat Kwa, tanpa sungkan-sungkan lagi, mereka melompat menerjang menerjunkan diri ke dalam kalangan pertempuran dengan tujuan membantui kawan mereka, untuk mengeroyok lawan.
Tapi belum lagi mereka bergerak mencapai kalangan pertempuran, waktu itu orang tua aneh, kawan si nenek tua aneh, telah melompat menghalang di depan mereka.
"Kalau ingin bertempur, mengapa tidak mengajak-ajak aku? bukankah jika memang pertempuran bertambah banyak orang, yang berkelahi akan bertambah seru?" Sambil berkata begitu, tangannya bergerak, berkelebatlah belatinya yang berkilauan, yang serupa dengan belati milik si nenek tua aneh. Segera juga kakek tua yang aneh itu menyerang dengan tikaman yang berantai, dengan begitu juga ke dua orang lawannya, yaitu si Niekouw dan Tosu itu, jadi terhadang dan tidak bisa menerjang terus untuk membantui kawan mereka, karena mereka harus menghadapi serangan kakek tua yang aneh itu, yang belatinya pun berbahaya serta sangat hebat.
Niekouw dengan Tosu itu sesungguhnya telah terbiasa bekerja sama, karena jika pedang tengah menyerang, Tiat Pat Kwa dari Tosu itu mengadakan perlindungan dan penjagaan yang ketat, memperlihatkan bahwa mereka memiliki kerja sama yang luar biasa baiknya.
Tapi, laki-laki tua aneh itu terlebih liehay, kepandaiannya memang sempurna, dia bekerja dengan luar biasa sekali, di mana belatinya berkelebatan tidak hentinya, dia dapat mendesak kedua lawannya, Niekouw dan Tosu itu. Perbuatannya ini sering membuat Niekouw maupun Tosu itu harus sering-sering main mundur atau melindungi diri belaka, tanpa sempat melakukan serangan balasan.
Kakek tua aneh itu tidak tanggung-tanggung dalam menyerang, semakin lama pisau belatinya itu semakin ganas juga. Berangsur-angsur dia sudah menempatkan dirinya di atas angin dan dalam lima puluh jurus saja dia sudah berhasil mendesak lawannya. Setiap kali kedua lawannya melancarkan tikaman dan gempuran, maka kakek tua itu dapat memunahkan serangan itu. Malah, kakek tua itu segera balas menyerang dengan dahsyat.
Di lain pihak, si Hancu berbaju merah yang tengah terdesak hebat itu, dan berulang-kali dia harus menghindarkan diri dari tikaman dan tabasan belati mustika si nenek tua aneh tersebut, sudah berlari ke sana kemari mengelilingi gelanggang. Jelas bahwa ilmu silat meringankan tubuhnya berada di sebelah bawah lawannya, karena itu walaupun dia berkelit kesana kemari dengan mengerahkan seluruh tenaganya, tidak urung dia tetap dibayangi oleh si nenek tua aneh itu, pisaunya menyambar tidak hentinya kesana kemari mengincar berbagai bagian yang berbahaya dan mematikan di tubuh si Hancu.
Berulangkali si Hancu coba mendekati kedua kawannya, dia berusaha menggeser kedudukan kuda-kuda kakinya. Karena itu, setiap kali bergerak, dia selalu mengincar ke arah tempat di mana terdapat kedua temannya. Dia bermaksud akan menggabungkan diri dengan kedua kawannya, karena jika mereka bertiga berhasil menggabungkan diri, niscaya kepandaian mereka berlipat ganda menjadi lebih hebat, karena memang mereka bertiga telah terbiasa bekerja sama, karena itu mati matian si Hancu berusaha mencapai tempat kedua kawannya.
Cuma saja, si nenek tua itu juga hebat, dia tahu, jika memang si Hancu bisa menggabungan diri dengan kedua orang itu. niscaya akan sulit buat mendesak dan merubuhkannya lagi. Karena itu juga, dia telah mendesak terus. Dia tidak memberikan kesempatan kepada si Hancu untuk menghampiri kedua kawannya, Berulangkali belatinya sudah menyerang keberbagai tempat yang mematikan di tubuh si Hancu.
Tapi, si Hancu juga masih berusaha mengerahkan seluruh tenaganya. Karenanya kini pertempuran tampak semakin hebat, tubuh mereka berkelebat kelebat serupa bayangan saja. Walaupun si Hancu sudah terdesak. namun disebabkan dia memiliki kepandaian yang tinggi, tentu saja tidak mudah buat si nenek tua itu cepat-cepat merubuhkannya. Dia hanya bisa mendesak si Hancu, tapi untuk merebut kemenangan, mungkin harus melewati ratusan jurus lagi.
Kipas si Hancu yang tinggal sepotong tidak bisa berbuat banyak lagi, karena hanya bisa dipergunakan untuk menotok belaka. Lain dari itu, sudah tidak memiliki manfaat apa-apa pula.
Nenek tua aneh itu pun menyadari, kemenangan sudah berada di depan mata. Dia yakin bahwa dia bersama si kakek tua aneh itu, akan berhasil merubuhkan ketiga orang lawan. mereka akan merebut kemenangan tak lama lagi,
Justeru laki-laki tua aneh itupun telah melihat bahwa pihaknya tidak lama lagi akan berhasil merebut kemenangan, segera dia tertawa terbahak bahak,
"Hati si orang tua tidak enak dan alot untuk di makan, hati Tosu baru gurih dan enak. Bukankah begitu Jie Bwee?" Teriaknya kemudian,
Perempuan tua aneh itu tidak menjawab, hanya tertawa terbahak-bahak. Sedangkan serangan pisau belatinya telah bertambah cepat dan hebat menyambar kepada kawannya. Malah, segera dia pun berhasil menikam melukai tangan kanan lawan, Dengan mengeluarkan jeritan yang keras sekali, si Hancu lari memutar tubuhnya tanpa memperdulikan keselamatan kawannya dan rasa malu lagi, karena dia memikirkan keselamatan untuk dirinya sendiri.
Tapi tidak diduganya, ketika dia akan menerobos keluar dari pintu, justeru dari luar telah berlari masuk seseorang, sehingga mereka bertubrukan, hebat sekali benturan itu, sehingga terdengar suara bunyi "Bukkk!!" yang hebat pula. Si Hancu berbaju merah seperti menubruk batu karang, tubuhnya terhuyung-huyung mundur bagaikan hendak terbang, sedangkan orang yang berlari masuk itu, sekalipun tubuhnya tampak agak bergoyang, tapi dia cepat menggunakan ilmu Cian Kin Tui, lalu kedua kakinya berdiri dengan kokoh sekali. Karena memang dia telah mengerahkan tenaga memberatkan tubuh seribu kati. Malah tangan kanannya telah diulurkan. Dia menjambret si Hancu, agar tidak sempat rubuh tejengkang.
"Hancu, apakah kau tidak sanggup melawan musuh, sehingga demikian tidak tahu malu dan hendak melarikan diri?" Menegur orang itu. Dingin sekali suaranya.
Si Hancu merasakan kepalanya seperti menubruk baja, sampai pusing. Matanya juga berkunang-kunang. Namun melihat orang yang muncul, seketika semangatnya terbangun, dia pun jadi tenang kembali. Sepasang matanya di buka terbelalak dan berseru dengan gembira : "Haaaa. Hweshio, akhirnya kau datang juga! Cepat... Cepat!!!"
"Apanya yang cepat?" Memotong si Hweshio sambil tersenyum tenang.
"Cepat kau potes batang leher kedua setan itu!!" Berseru Hancu, masih tetap bersemangat karena dia yakin. dengan munculnya si Hweshio, niscaya dia bisa menghadapi si nenek dan kakek aneh itu. Pasti kedua orang itu dapat dirubuhkan oleh mereka berempat.
Pendeta itu tersenyum saja.
"Waaaah, Hweshio sudah datang!!" Berseru si Niekouw dan Tosu ketika melihat munculnya si Hweshio. Tampaknya merekapun girang bukan main. Semangat mereka pun terbangun. Malah tangan mereka segera menyerang si kakek aneh hebat dari sebelumnya,
Orang tua aneh itu mundur beberapa langkah ke belakang untuk mengelakkan serangan-serangan yang ganas itu, dia menggunakan kesempatan tersebut untuk balas menabas dengan pisau belatinya tapi gagal.
Sedangkan si Niekouw dengan si Tosu, mempergunakan kesempatan waktu kakek tua aneh itu mundur, mereka pun segera menjejakkan kaki mereka, tubuh mereka melesat muncur ke belakang menjauhi diri dari si orang tua aneh itu. Dengan demikian mereka sudah terpisah cukup jauh. Malah Niekouw dengan Tosu itu sudah segera berada di samping si Hweshio yang baru datang itu. Dan mereka berempat. Hweshio, Niekouw, Tosu dan Hancu sudah berkumpul menjadi satu.
Sengatan Satu Titik 2 Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id Api Di Bukit Menoreh 17
^