Pencarian

Sengatan Satu Titik 2

Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo Bagian 2


Mendadak tangan kanan Demang Kebo Sora mengibas ke
depan. Tiga pisau terbang segera menyambar tiga titik jalan
darah mematikan di punggung si bayangan hitam.
Si bayangan hitam, yang mengempit tubuh Ratna Dewi di
ketiaknya dan karena itu punggungnya terbuka lebar, tidak
terlihat melakukan apa-apa, tapi dalam jarak sepuluh senti
tiba-tiba ketiga pisau terbang itu lenyap.
Keruan semua orang semakin was-was, maklum manusia
dengan ilmu kepandaian sedemikian tinggi bahkan membayangkannya pun mereka tidak pernah.
Beberapa saat kemudian, setelah menenangkan pikirannya,
Demang Kebo Sora tiba-tiba menemukan bahwa arah yang
dituju oleh s i bayangan hitam adalah Kawah Belerang, tempat
suara titir pertama kali terdengar.
"Apakah keparat itu sedang kumat gilanya atau
bagaimana?" desis Kiai Santun Paranggi perlahan.
"Ya, cara berlarinya ini kenapa malah menuju kerumunan
orang?" "Orang itu jelas tidak gila. Yang ku takutkan mungkin ia
kelewat pintar." Sebuah suara menyambung dari belakang.
Ketika Demang Kebo Sora melirik, suara itu ternyata
berasal dari mulut Mahesa Manunggal. Diam-diam Ki Demang
terkejut, "Anak muda ini sudah berlari sekian lama, tapi masih
bisa merendengi diriku, apalagi nafasnya masih teratur."
"Apa maksudmu?", terdengar Kiai Santun Paranggi
membentak perlahan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalau ia ingin bersembunyi, maka tempat yang paling baik
adalah kerumunan orang banyak, dimana kita tidak akan bisa
leluasa bertindak." Wajah Ki Demang agak berubah. Setelah sekian lama baru
sekarang ia menyadari bahwa kecermatan Mahesa Manunggal
ternyata tidak di bawah dirinya. Ia juga menyadari apa yang
diperkirakan Mahesa Manunggal itu mungkin bisa terjadi. Tapi
Ki Demang juga sedikit heran, biasanya Mahesa Manunggal
tidak terlalu suka menonjolkan diri, sehingga dalam pemilihan
kepala laskar muda, jabatan itu diraih oleh Pacak Warak, tapi
malam ini, ia seperti begitu bersemangat.
Nyala puluhan obor lamat-lamat mulai terlihat di kejauhan
sana ketika dengan tiba-tiba bayangan hitam itu seperti
mendadak terlontar ke belakang dan dengan kecepatan yang
sulit dipercaya melayang melewati kepala orang-orang.
Tidak seorang pun yang menyangka akan tindakan dari si
bayangan hitam ini, bahkan ketika melayang balik ke belakang
ia sama sekali tidak membalikkan tubuhnya. Gerak perubahan
yang aneh dan lain dari yang lain ini tak urung sekalipun Kiai
Santun Paranggi yang sudah berpengalaman juga kaget
setengah mati. Akibat dari perbuatan si Bayangan hitam ini luar biasa, para
pengejar yang rata-rata masih cetek ilmunya satu persatu
terjatuh tumpang tindih, sebagian tertabrak tubuh teman di
depannya, sebagian lagi bahkan tidak tahu lagi apa yang
terjadi tiba-tiba kakinya tersandung sesuatu dan terguling.
Hanya beberapa orang yang punya kepandaian cukup yang
berhasil menempatkan diri. Tapi ketika mereka berbalik dan
mencoba mengejar lagi, bayangan hitam itu sudah lenyap di
telan malam. Dimana-mana hanya terdengar suara gaduh dan
caci maki orang-orang yang terjatuh atau tersandung.
"Luar biasa," desis Ki Demang Kebo Sora.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kiai Santun Paranggi menghela nafas, "Selama hidupku
berpuluh tahun bahkan dalam mimpi pun aku tidak pernah
membayangkan bahwa kejadian seperti malam ini bisa terjadi
di dunia," "Bukan saja tindakannya luar biasa, tapi kepandaian orang
itu juga sukar diukur," Sahut Ki Demang.
Seorang baya dengan sepasang lengan kokoh menyeruak
diantara orang banyak dan langsung berteriak, "Bagaimana
dengan Ratna Dewi bocah cilik itu?"
Ki Demang tersenyum, "Ku kira sementara ini kita tidak
perlu terlalu khawatir tentang Ratna Dewi, menilik
kepandaiannya yang sangat tinggi itu kalau ia ingin
membunuh atau mencelakai Dewi maka hal itu sudah akan
dilakukannya sejak tadi." Jawab Ki Demang sambil menepuk
pundak Ki Jagabaya. "Lalu apa sebenarnya dari semua hal gila yang
dilakukannya?" Kiai Santun Paranggi bertanya dengan
penasaran. Sepasang mata KiDemang tiba-tiba berkerdip aneh, "Dan
bagaimana pendapatmu Mahesa Manunggal?"
Mahesa Manunggal menggelengkan kepala, "Aku tidak
yakin, tapi seluruh pertunjukannya ini bukankah seperti
sebuah pesan?" "Pesan apa?", Ki Jagabaya pun agak sedikit heran dengan
sikap Mahesa Manunggal ma lam ini. Sekalipun dia tahu ada
apa-apa antara Mahesa Manunggal dan Ratna dewi, tapi
seseorang yang sedang cemas karena kekasihnya diculik tidak
akan dapat berfikir sejernih dan secermat ini, apalagi anak
muda dengan kulit coklat dan jari-jari kokoh itu biasanya
hanya sibuk dengan hal-hal kesehariannya dan tidak mau tahu
terhadap persoalan kademangan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mahesa Manunggal tidak langsung menjawab, ia malah
bertanya kepada Kiai Santun Paranggi, "Kiai, satu tahun
terakhir ini apakah Kiai pernah mendengar apa-apa tentang
'Kepala Naga yang hendak keluar'"
Jantung Kiai Santun Paranggi berdesir tajam. Suaranya
gemetar ketika ia membentak perlahan, "Dan dari mana kau
tahu?" Mahesa Manunggal tidak menjawab. Perlahan ia menguarkan ikat pinggangnya, membuka baju luar dan pelan-
pelan mengeluarkan sebuah lipatan kulit kambing yang terlihat
licin berkilat. Ketika perlahan Mahesa Manunggal membentang kulit
kambing itu dan seorang anak muda mendekatkan obor yang
dipegangnya seketika semua orang terkejut heran.
Diatas kulit kambing itu terlukis sebuah kepala naga
dengan tampang angker dan mengerikan, bersisik kuning
emas semu hijau, dengan mata merah darah, dan mulut
terbuka, memperlihatkan sepasang taring yang putih bagai
awan, seakan siap menelan mangsanya.
Tiga gerombol awan api membayang di latar lukisan itu.
Yang paling aneh, dibawah lukisan itu, tercetak beberapa
huruf, yang ditulis seperti tergesa-gesa, dua buah kalimat,
Sindoro, dan, Dipa Saloka.
"Dari mana kau dapatkan lukisan ini?" Tanya Ki Demang
dengan suara bergetar. Mahesa Manunggal memandangi wajah Ki Demang
sejenak, sebelum bertutur perlahan, "Satu bulan yang lalu
Kademangan Jatingaleh ramai dengan pendadaran dan latihan
pasukan khusus. Sekalipun kesibukan ini seperti disembunyikan, tapi tak urung tersebar juga di kalangan
penduduk. Waktu itu kebetulan aku sedang berada di sana
untuk membeli beberapa beberapa peralatan rumah. Ketika
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
aku mendengar selentingan ini dari pemilik warung, aku
menjadi tertarik untuk melihat-lihat. Iseng-iseng aku pun
mendatangi tempat latihan itu yang ternyata diadakan di
hutan Pagriwo. Saat itulah aku melihat Demang Lembu Patik
Pulung memegang lukisan ini dan seperti sedang termenung-
menung. Ketika kulihat nama kademangan kita tertulis di
lukisan ini maka aku pun menjadi khawatir dan pada malam
harinya lukisan ini kucuri."
Mendengar penuturan ini semua orang terdiam. Masing-
masing sibuk dengan pikirannya masing-masing.
Kiai Santun Paranggi mencoba mengurai hubungan antara
Lukisan Kepala Naga dengan hilangnya beberapa belas
pasukan kademangan Jatingaleh, juga pesan aneh daun
lamtoro di dalam otak kuda. Semakin dipikir semakin jelas
hubungan antara beberapa peristiwa itu. Tapi apa persisnya
hubungan itu, Kiai Santun Paranggi hanya menggelengkan-
gelengkan kepalanya yang terasa pening.
Sedang Ki Demang justru tertarik dengan keterlibatan
Mahesa Manunggal dalam misteri ini. Pemuda itu, yang sehari-
hari acuh tak acuh dan selalu sibuk dengan sawahnya ternyata
menguasai ilmu silat demikian tinggi. Kecermatan pikirannya
juga tidak terduga, apalagi di tengah kerumunan pasukan
khusus Jatingaleh, dengan Demang Lembu Patik Pulung, yang
ia tahu berkepandaian tidak rendah, dan beberapa jago
persilatan yang mungkin diundang oleh Jatingaleh, ternyata
Mahesa Manunggal sanggup mencuri lukisan Kepala Naga itu
dengan tidak terlalu sulit.
Sementara Ki Jagabaya kembali terbayang pengalamannya
dengan orang misterius yang menolongnya dengan sebatang
ranting kecil. Di tengah keheningan itu Mahesa Manunggal kembali
melanjutkan kata-katanya, "Ketika empat belas hari yang lalu
aku kembali mengintip pusat latihan itu, kulihat Sepasang
Dedemit bukit perahu dan Kelelawar Bersayap tunggal hadir
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
disana dan sedang berbincang-bincang dengan Demang
Lembu Patik Pulung. Karena terlalu jauh, aku tidak bisa
mendengar jelas pembicaraan mereka, apalagi malam itu
bulan sedang purnama, sehingga suasana tidak terlalu gelap,
maka aku pun tidak berani terlalu mendekat. Hanya dari gerak
bibir mereka dapat ku baca berkali-kali mereka menyebut Dipa
Saloka dan nama Ki Demang. Pagi harinya hal itu langsung ku
laporkan kepada Kakang Pacak Warak."
Pacak Warak yang sejak tadi terdiam sambil memegangi
obor segera menyahut, "Dan sebelum matahari naik
sepenggalah laporan itu sudah ku teruskan kepada Ki
Demang." Demang Kebo Sora memandangi Mahesa Manunggal lekat-
lekat. Ada rona misterius di wajah pemuda itu yang membuat
jantungnya berdetak lebih cepat, "Dan kenapa kau tidak
mengatakan kepadaku bahwa laporan itu berasal dari Mahesa
Manunggal?" tanyanya kepada Pacak Warak.
"Aku yang melarangnya. Kupikir kalau Ki Demang tahu
bahwa laporan itu berasal dariku, maka laporan itu tidak akan
terlalu meyakinkan, atau Ki Demang akan terlebih dahulu
menanyai diriku, dengan begitu kewaspadaan akan semakin
sempit, sedangkan setiap waktu ketiga demit itu bisa
menyerang." Jawab Mahesa Manunggal cepat. Setelah terdiam
sejenak, ia melanjutkan, "Bagaimana pun aku menyadari,
selama ini aku kurang terlibat dalam permasalahan
kademangan." Semua orang kembali terdiam.
Ki Demang meremas jari-jarinya sendiri, "Sejak dulu, meski
hubunganku dengan Lembu Patik Pulung memang tidak terlalu
baik, tapi satu sama lain juga tidak saling menganggu. Kalau
sekarang dia mendadak berniat tidak baik terhadap
kademangan kita, betapapun pasti ada sebab musababnya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ku kira lukisan kepala naga ini menyimpan makna yang
tidak biasa." Kiai Santun Paranggi menambahkan.
Ki Demang mengangguk, "Ya, tanpa jaminan yang
menggiurkan, Lembu Patik Pulung tidak akan melakukan
sesuatu dengan harga yang mahal seperti ini."
Lalu lanjutnya, "Tapi kita juga belum punya bukti
keterlibatan Lembu Patik Pulung dalam hal ini. Ketika
bertempur tempo hari, ketiga setan itu sama sekali tidak
menyebut tentang Jatingaleh atau Lembu Patik Pulung."
Ki Jagabaya mendesis perlahan, "Tampaknya mau tidak
mau kita harus menunggu lakon apa lagi yang akan
dipentaskan "orang itu" sebelum memutuskan tindakan
selanjutnya." "Dan apa yang kau temukan di kawah Belerang?" sela Ki
Demang. Ki Jagabaya tersenyum kesal, "Tiga buah kepala kuda,"
Setelah tertawa letih Ki jagabaya menambahkan,
"Sayangnya tiga buah kepala kuda itu justru berasal dari
kandang kuda di rumahku."
Rona geli membayang di wajah Ki Demang, "Orang itu
mengambil tiga buah kepala kuda dari rumahmu dan
memacaknya di kawah Belerang?"
"Dan sekarang sudah kusuruh Sawung Geni memanggangnya. Bagaimana pun aku tidak akan membiarkan
seseorang memotong tiga kepala kudaku dan mencicipi
dagingnya yang harum sebelum aku sendiri mengendus
baunya" Kiai Santun Paranggi tak tahan untuk tidak tertawa, "Gigi
ompongku ini mungkin akan senang jika kau membagi sedikit
daging di bagian lidah atau pelupuk mata."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Jagabaya mengamati orang tua dengan sebatang pikulan
kayu di punggungya itu dan tak tahan untuk tidak
berkomentar, "Bahkan Kiai Santun Paranggi pun tak tahan
untuk tidak mencicipi panggang kepala kudaku, lalu kenapa


Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kita harus menunggu lebih lama lagi?"
~Dewi-KZ~ Kawah itu membundar di bawah sebatang pohon asem tua
yang kehilangan hampir seluruh daun-daunnya. Bau belerang
menusuk hidung dan memenuhi tempat itu, seakan sugumpal
kabut yang tak kelihatan. Air yang berkerumuk hangat
membuat suara gemericik lirih. Asap tipis terus menerus
mengepul, membuat kawah itu seperti sebuah dupa raksasa
yang memasang aura gaib. Arya membasahi jari-jari kakinya dengan air hangat itu.
Kenangan berpuluh tahun yang mengendap tiba-tiba
menyeruak dan berdesakan di kepalanya. Sebuah senyuman
getir pun muncul di sudut mulutnya.
Tempat itu sebelumnya penuh dengan kerumunan orang,
dengan tiga pacak kepala kuda yang jadi tontonan. Tapi
setelah beberapa saat, Ki Jagabaya membubarkan kerumunan
orang-orang dan mencabut ketiga kepala kuda itu dengan
marah. Saat ini tidak seorangpun yang berada di sekitar kawah
belerang itu. Tiba-tiba sebuah suara langkah kaki masuk ke te linga Arya.
Langkah kaki itu sebenarnya tidak keras, lebih mirip langkah
kaki kucing yang mengendap, tapi bagi Arya, bahkan langkah
kaki tikus pun tidak akan terhindar dari ketajaman telinganya.
Dengan sekali menggenjot, tubuhnya melayang ke atas dan
hinggap di dahan pohon asem.
Sesosok bayangan dengan pakaian berkibar segera muncul
dari rerimbunan pohon pisang di samping sana. Setelah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menoleh ke kanan-kiri beberapa kali, sosok itu menuju ke
kawah belerang dan tanpa ragu menyebur ke tengah kawah.
Arya hampir tidak mempercayai matanya sendiri ketika
mengenali bahwa bayangan itu adalah nona berbaju hijau
pupus yang ditemuinya tempo hari. Sekejap tadi ia juga
sempat melihat gagang pedang putih itu menyembul dari
pinggang si nona. Setelah beberapa lama menunggu dan ternyata nona itu
tak nampak keluar dari kawah, Arya mengambil keputusan
untuk tak memikirkan hal ini lebih jauh. Masalah yang
dihadapinya sudah terlalu banyak untuk ditambahi dengan hal
baru. Ia baru akan melayang pergi ketika matanya menangkap
rona merah membayang perlahan dari dasar kawah.
Ketika menyadari bahwa itu mungkin saja darah, tanpa
berfikir lagi Arya segera menceburkan dirinya ke dalam kawah.
Pengaruh belerang yang pekat segera membuat sekujur
kulitnya perih begitu tubuh Arya tenggelam di dasar kawah.
Arya terus berusaha menyelam ke bawah. Menjauh
beberapa meter lagi ia merasakan sebuah daya tolak yang
semakin kuat dari bawah. Arya hampir menyerah dan berniat kembali ke atas ketika
matanya menangkap sebuah kerlip putih menyilaukan, seakan
sebuah mutiara bercahaya membayang di dasar sana.
Ia segera mengempos semangatnya dan dengan tolakan
tangan dan kakinya tubuhnya melesat ke bawah.
Beberapa meter kebawah, sebuah gua bawah air dengan
mulut seperti ular yang mangap terlihat. Dari situlah cahaya
itu berasal. Arya melayang masuk ke gua itu, menyusurinya
dan ketika menemukan permukaan air, dirinya ternyata
berada di sebuah ruangan luas dengan ornamen alam yang
menakjubkan di setiap sudut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetes air jatuh satu-satu dari tiga stalagtit yang paling
besar. Asap tipis yang bergelombang menguap dari air yang
bergolak ringan. Cahaya putih yang redup berpendar dari tiga
buah mutiara yang digantung di tiap Stalagtit besar.
Lapisan batu hijau yang terang dan licin bertonjolan
membentuk garis air yang membujur lengkung, seakan itu
adalah alis seorang perawan yang malu-malu.
Ditambah dinding dari batu marmer yang halus, ruangan
itu seperti sebuah dunia tersendiri yang terpisah.
Siapapun tidak akan membayangkan bahwa di bawah
kawah atau kolam belerang yang ramai oleh anak-anak kecil di
sore hari ini terdapat dunia lain yang begini menakjubkan.
Arya berenang ke tepi, mengibaskan bajunya beberapa kali
dan menemukan sebuah pintu setinggi manusia dengan
sehelai kelambu sutra putih yang tipis.
Menyibak kelambu itu, Arya segera melihat sebuah
jembatan batu melengkung. Di bawahnya terdapat kolam
dengan berbagai ikan yang semuanya berbentuk indah, juga
beberapa kembang teratai yang mekar.
Sekarang ini bahkan kalau ada orang yang memalangkan
sebatang golok di tengkuknya, Arya tidak akan tahan untuk
tidak melihat lebih jauh.
Jembatan itu tidak panjang, seperti dimaksudkan untuk
hiasan saja. Tiba di pintu seberang, Arya hampir berjingkrak
ketika dua orang gadis cantik dengan sehelai cadar putih tipis,
pakaian yang longgar dan rapi berjalan melintasinya. Rambut
hitam legam kedua gadis itu bergelombang di setiap
langkahnya. Anehnya kedua gadis itu sepertinya acuh tak acuh terhadap
kehadiran pemuda itu. Kalau tidak melihat bahwa kedua gadis
itu sempat meliriknya sekejap, Arya akan menganggap kedua
gadis itu buta. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena tidak pernah berfikir tentang arah mana yang
seharusnya diambil, maka Arya memutuskan untuk mengikuti
kedua gadis berpakaian putih itu.
Dengan masing-masing membawa sebuah nampan di
kedua tangannya, kedua gadis itu terus menyusuri lorong batu
hijau, lalu berbelok ke kanan, dan akhirnya masuk ke sebuah
ruangan dengan cahaya putih lembut memenuhi setiap
sudutnya. Sebuah pembaringan dari batu kumala yang diukir
halus, dengan kelambu sutra putih yang diikat dengan seutas
tali menarik perhatian Arya.
Di atas ranjang itu tampak berbaring seseorang dengan
rambut panjang hitam yang dirias rapi.
Arya tidak dapat me lihat dengan jelas wajah orang itu
karena terhalang seorang nona dengan baju hijau pupus yang
duduk membelakang. Kedua gadis berpakaian putih itu
kemudian bergantian meletakkan nampan mereka di depan
gadis berpakaian hijau pupus.
Ketika Arya menoleh ke meja kecil di samping pembaringan
itu, tampak sebatang pedang dengan aura lembut. Arya tidak
perlu memperhatikan pedang itu lebih lama untuk mengenali
bahwa itulah pedang bersinar seperti awan putih tempo hari.
"Apakah dia sudah datang?" suara ini sekalipun terdengar
agak serak, namun mengandung keharuan dan kasih sayang,
tapi sekalipun diucapkan dengan nada kasih, masih terasa
aura kewibawaan yang membuat orang lain mau tidak mau
harus menunduk hormat. Gadis itu menganggukkan kepalanya pelan, menggeser
tubuhnya ke kiri dan pelan-pelan menyingkap kelambu yang
menjuntai. Ketika kelambu itu tersingkap dan dengan jelas Arya bisa
melihat raut muka orang yang berbaring di ranjang itu, ia
hampir berjingkrak terkejut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selama hidupnya ia sudah melihat berbagai macam orang,
berbagai macam wajah. Diantaranya ada yang menyeramkan,
menakutkan, menyenangkan, juga menjengkelkan. Namun
raut wajah seperti milik orang ini, mimpi pun Arya tidak
pernah membayangkannya. Separuh wajah orang itu kelihatan halus kemerahan,
layaknya kulit wajah seorang putri keraton. Namun yang
separohnya lagi, hanya tinggal tulang yang bertonjolan
mengerikan, sebagian berwarna putih, sebagian kelabu,
sebagian hitam hangus. Di beberapa tempat tonjolan daging
yang merekah merah menambah keseramannya. Hanya
sepasang matanya yang masih nampak jeli dan bercahaya.
Dari potongan tubuh serta bentuk mukanya itu Arya bisa
memastikan kalau orang itu adalah seorang wanita. Cuma
berapa umurnya seketika tidak bisa diperkirakan dengan jelas.
Tiba-tiba sepasang mata wanita itu memandang lekat-lekat
ke arah Arya. Sinar matanya yang lembut tapi berwibawa
menyergap pemuda itu dalam kebisuan. Tapi Arya malah tak
menundukkan kepalanya, sepasang matanya juga menatap
lekat wanita itu. Sepasang mata itu seperti tersenyum ketika bertanya
dengan nada rendah, "Apakah mukaku sangat jelek?".
Sungguh kalau hanya mendengar suaranya saja, Arya tidak
akan pernah menduga bahwa wajah orang ini ternyata begini
ajaib. Arya terdiam sejenak, sebelum menjawab dengan nada
halus, "Aku hanya berfikir seseorang tidak boleh menilai
sebuah pelangi hanya dari satu warnanya saja."
Bibir orang itu seperti tersenyum mendengar jawaban Arya.
Lalu seperti berkata kepada dirinya sendiri, wanita itu
menggumam, "Hidup seseorang tak bisa ditentukan oleh
siapapun atau apapun. Yang terpenting asal seseorang
berusaha untuk menjadikan hidupnya berarti, maka kematian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bukan hal yang luar biasa baginya."
Darah di tubuh Arya mengalir lebih cepat begitu mendengar
ucapan ini. Maklum, kehidupannya yang seakan ditentukan
oleh sebutir pil racun Naik ke Surga dalam 30 Hari ini,
sekalipun di luar tampaknya tenang-tenang tetapi sesunggunya hatinya sangat penasaran. Hanya karena
wataknya yang acuh tak acuh terhadap apapun dan
pengalaman hidupnya yang lain dari pada yang lain ia masih
mampu bertahan. Kini mendengar kata-kata wanita itu, seolah
seluruh sel di tubuhnya diguyur dengan udara sejuk.
Sepasang bola mata pemuda itu bersinar tajam, "Ya, sekali
berarti, sesudah itu mati."
"Kau mungkin tidak mengenalku, tapi aku justru sangat
mengenalmu." Arya tidak terlalu heran dengan kalimat ini. Gadis berbaju
hijau pupus itu pasti telah memberitahukan tentang dirinya
kepada wanita itu. Tapi kalimat selanjutnya hampir membuat Arya pingsan
sangking terkejut. "Bukan saja aku mengenalmu dengan baik, bahkan akupun
bersahabat kekal dengan ibumu."
Yang diketahuinya selama ini, bahwa ibunya adalah
seorang wanita yang sangat baik terhadap keluarganya, tapi
juga tak berbeda dengan wanita dusun lainnya. Jarang keluar
rumah, dan hanya sibuk dengan pekerjaan rumah tangga.
Satu-satunya hal yang membuat wanita yang sangat
dikasihinya itu berbeda dari orang lain adalah sepasang
matanya yang bersinar lembut dan sangat jeli.
Sekarang memandang sorot mata wanita ini Arya tiba-tiba
menemukan persamaan antara keduanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba wanita itu menggapaikan tangannya perlahan,
seketika pedang putih yang tergeletak di atas meja terlolos
dan ketika beberapa jarinya menjentik perlahan pedang
dengan pendar putih bersih itu melesat ke arah Arya.
Pedang putih itu masih berjarak satu setengah meter dari
tubuh Arya ketika lima jari wanita itu menjentik beberapa kali
dan pedang itu berubah menjadi sinar putih dengan titik-titik
putih kemilau bagai rangkaian bintang di balik pelangi putih.
Arya merasakan cahaya pedang itu mengelilinginya dan tak
menyisakan celah untuk ruang geraknya.
Arya belum sempat berfikir tentang apa yang akan
dilakukannya ketika beratus titik putih yang dibalut cahaya
putih bagai pelangi itu meluruk berbarengan ke arahnya.
Sepasang mata Arya bersinar tajam saat ia menjulurkan jari
telunjuknya ke depan sekejap sebelum ilmu pedang yang
indah tapi mengerikan itu mencincang tubuhnya.
Hampir berbarengan terdengar suara dentingan perlahan
dan sesudah itu, senyap. Pedang putih itu sudah kembali ke
sarungnya seakan seseorang belum pernah melolosnya keluar.
Arya juga masih berdiri tegak, tanpa perubahan sesuatu
apapun di wajahnya. Hanya wajah wanita itu yang sedikit
berubah, separo wajahnya yang normal terlihat memerah
bagaikan kepiting rebus. Jari-jari tangannya juga tampak
bergemetar. "Bagus, kau bahkan lebih lihai dari pada ibumu." Suaranya
seperti pecah ketika berbicara, sungguh berbeda dengan
suaranya semula. Perlahan tubuh perempuan itu menjadi tenang kembali,
sepasang matanya juga pelan-pelan terpejam. Dan sebelum
mata itu terpejam sepenuhnya Arya sempat melihat setetes air
bening mengalir turun. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Arya mengira perempuan itu hanya menenangkan diri, tapi
ketika mendengar isak tangis dari gadis berbaju hijau pupus
itu tiba-tiba ia menemukan bahwa nafas perempuan itu sudah
tidak ada lagi. Bab V, Bambu hangus dan jabatan Ketua
Seakan sudah dipersiapkan sebelumnya, peti mati berhias
batu pualam putih yang halus dengan ukiran bunga teratai di
tutupnya yang melengkung itu tampak bersih mengkilat.
Disitulah putri Istana Dasar Teratai di semayamkan.
Arya memandang ruangan itu dengan decak kagum.
Sekalipun itu adalah sebuah makam, tapi setiap ornamen yang
menghiasi tiap sudutnya dibuat layaknya itu adalah kamar
peraduan raja. Hawa lembab yang biasanya ada di setiap
pemakaman seolah tak terasa sama sekali disini. Hanya
cahaya redup dan kelambu di pintu masuk yang menguarkan
bau wangi. "Jadi beliau adalah Putri ke 9"," Tanya Arya lirih setelah
sekian lama terdiam mengamati ruangan itu.
Seorang gadis dengan pakaian putih perkabungan dan
suara isak yang sesekali masih terdengar menganggukkan


Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepala. Inilah juga gadis yang sebelumnya bertemu dengan
Arya di lembah tepi hutan.
"Tapi kenapa disini hanya ada delapan papan nama?"
Arum Puspita, nama gadis itu, agaknya menelan ludah
dahulu, dan setelah menentramkan nafasnya barulah ia
menjawab, "Putri ke 8 tidak dikuburkan disini," sete lah
terdiam sejenak, ia melanjutkan, "melainkan di Kademangan
Dipa Saloka." Kepala Arya tersentak ke samping. Di pandanginya gadis itu
lekat-lekat. Mengingat beberapa perkataan Putri ke 9 yang
baru saja meninggal tiba-tiba darahnya terasa mengalir lebih
cepat. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kenapa aku tidak pernah mendengarnya"," Arya
merasakan suaranya sendiri bergetar.
"Kau tentu pernah mendengarnya, bukan saja mendengar
bahkan kau pun cukup akrab dengannya."
"Oh?" Gadis itu menatap Arya lekat-lekat sebelum berkata sekata
demi sekata, "Karena Putri ke 8 adalah ibumu."
Seakan mendadak ditimpuk dengan seratus delapan belas
bongkahan batu cadas, Arya merasakan kepalanya berputar
cepat. Sungguh tidak disangkanya bahwa keluarganya
mempunyai rahasia yang begitu mencengangkan.
"Ibumu adalah kakak seperguruan mendiang putri ke 9.
Beliau berdua adalah murid dwitunggal dari Putri angkatan ke
7. Setelah Nenek guru meninggal, maka ibumu menggantikan
posisi beliau sebagai putri angkatan ke 8." Tutur Arum
Puspita. Setelah menghela nafas, kembali
ia melanjutkan, "Kedudukan sebagai putri seharusnya dijabat seumur hidup,
namun pada 30 tahun yang lalu ada sebuah peristiwa yang
menyebabkan ibumu meletakkan kedudukan sebagai putri dan
menyerahkannya pada guru."
Arya masih merasakan kepalanya agak pening, tapi ia
memaksakan diri untuk bertanya, "Peristiwa apa?"
Arum Puspita menggelengkan kepala, "Hal ini juga pernah
kutanyakan kepada mendiang guru, namun setiap kali beliau
hanya terdiam saja sambil menghela nafas panjang."
Sesaat kemudian Gadis itu berjalan perlahan ke depan,
sekilas ia menggapai Arya agar mengikutinya.
Menyusuri pemakaman yang berbentuk seperti sebuah
perahu lonjong itu mereka sampai ke sebuah pintu batu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berbentuk lingkaran. Sehelai kelambu berwarna putih kebiruan
menjuntai di depannya. Berjarak sekitar satu meter di depan pintu berbentuk
lingkaran itu Arum Puspita menghentikan langkahnya. Arya
tentu saja ikut berhenti.
Sekian lama gadis itu hanya berdiri saja disitu. Arya yang
berdiri di sampingnya tentu saja merasa heran. Namun karena
takut dianggap usil dan cerewet, pemuda itu hanya diam saja.
Setelah hampir satu jam berdiri disitu, tiba-tiba lantai yang
mereka pijak berderak perlahan. Arya hampir saja melompat
ke belakang kalau saja Arum Puspita tidak menggamit
tangannya dan menyuruhnya tetap tenang.
Dalam bentuk satu lingkaran penuh lantai itu perlahan-
lahan turun ke bawah. Arya merasakan dirinya masuk ke
sebuah lubang hitam perlahan-lahan.
Sekitar lima meter turun kebawah, lantai batu itu berhenti.
Arya menemukan dirinya berada di sebuah ruangan batu
berbentuk lingkaran. Sebuah meja batu dengan sebuah kendi
yang tampak berkilat yang terletak di tengah ruangan segera
menarik perhatian pemuda itu. Cahaya disini meskipun redup
namun masih memungkinkan untuk memandang sekitar.
Dilihatnya Arum Puspita menggores meja di tengah ruangan
itu dengan beberapa gerakan. Sesaat kemudian meja itu tiba-
tiba terbelah. Yang unik, kendi berkilat di atas meja itu pun
turut terbelah. Seuah lubang dengan diameter satu meter segera
menganga di tengah ruangan.
Sekejap Arum melirik Arya sebelum kemudian dengan satu
lompatan pendek ia melompat ke lubang itu.
Arya menghela nafas, merasa tak punya pilihan lain ia pun
segera melompat ke dalam lubang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Beberapa kejap kemudian Arya merasakan dirinya tersebur
ke sebuah permukaan air. Ketika ia membuka matanya segera
sebuah kilatan sinar menarik perhatiannya. Anehnya ia tidak
melihat Arum Puspita di sekitar itu, atau mungkin lebih tepat
ia tidak bisa melihatnya karena gelap yang pekat.
Arya pun segera berenang menuju kilatan s inar itu. Sebuah
lubang yang mirip lubang masuk ke Istana Dasar Teratai
segera tampak menganga. Sekitar seratus meter menyusuri
lubang itu Arya menemukan permukaan air dan "Huppp..",
seberkas cahaya menyilaukan menerkam matanya dan
memaksanya untuk terpejam.
Sebuah suara tertawa geli berkumandang dari atas sana.
Ketika Arya membuka matanya, dilihatnya Arum Puspita
terkikik sambil memandang ke arahnya. Gadis itu duduk diatas
sebuah batu berwarna keunguan. Anehnya pakaian gadis itu
masih tetap kering, bahkan seutas rambutpun tiada yang
basah. Hanya cadar yang senantiasa menutupi separuh
mukanya sudah hilang entah kemana. Secarik kain sutra
berwarna hijau pupus tampak mengikat sebagian rambutnya
yang tergerai. Sejenak Arya mematung diam terpesona. Sekalipun ruang
itu bagaikan mangkuk besar dari surga yang jatuh ke bumi
dan setiap sudut mengundang decak kagum siapapun yang
memandangnya, tapi semua itu seolah hilang di dalam pesona
keindahan dan keelokan gadis di depannya.
Dengan dagu bertopang telapak tangan dan telapak kaki
yang menjulur berkecipak di permukaan air, ditambah senyum
yang cemberut tak cemberut, gadis itu bagaikan bidadari yang
tak sengaja terjatuh dari ketinggian sana.
"Sudah berapa hari kau tidak mandi" Sepertinya kau betah
sekali berendam di situ." Katanya sambil setengah terkikik.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Arya tersenyum masam, "Ah, aku hanya takut pemandangan indah yang ku lihat ini akan hilang begitu aku
naik." "Pemandangan apa?"
Arya hanya tertawa dan tidak menjawab.
"Kau benar-benar berumur panjang?" ujar Arum Puspita
tiba-tiba. "Kenapa?" "Dalam perjalanan dari pintu batu lingkaran tadi apa kau
tahu berapa macam perangkap dan senjata tersembunyi yang
satu saja diantaranya mampu membuat tubuhmu tak usah
bernafas lagi?" "Tidak tahu, aku toh hanya mengikutimu?"
"Memangnya kalau aku mau ke neraka kau pun akan ikut
ke neraka?" Arya tersenyum, "Setidaknya di neraka ada teman
sepertimu, itu jauh lebih baik dari pada sendirian disini."
Rona merah membayang di kedua pipi Arum Puspita, "Mau
ke neraka pergilah sendiri, kenapa aku harus menemanimu?"
omelnya. Arya tertawa, "Bukankah kau yang mengajakku?"
"Ciiss, siapa sih yang mengajakmu?" omel Arum Puspita
sambil menarik muka. "Memangnya ada berapa perangkap yang kita lalui tadi?"
Tanya Arya. "Setidaknya tidak kurang dari 80 perangkap." Sebuah
jawaban yang sederhana, tapi mengingat dirinya baru saja
melancong ke dekat tangga akhirat betapapun Arya berdebar
juga. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pelan-pelan Arya berenang ke tepi dan segera melompat
naik. Sekejap kemudian, sepasang alis Arya tiba-tiba
berkernyit, di dalam ruangan yang seolah tak bercelah itu ia
tidak merasakan udara yang menyesakkan, bahkan hawa
lembab pun tidak. Yang dirasakan kulitnya hanyalah hawa
hangat yang menyegarkan. Arum Puspita yang agaknya dapat merasakan keheranan
pemuda itu segera menjelaskan, "Ruangan ini dibuat dengan
saluran udara air, jadi hawa segar disalurkan me lalui
terowongan tempat masuk tadi. Sedangkah udara hangat ini
berasal dari hawa belerang yang mengendap di dalam air."
Arya menoleh, "Lalu kemana perginya udara yang lama?"
Arum Puspita tersenyum, katanya sambil memandangi atap
berbentuk kubah itu, "Atap kubah itu dibuat dari bebatuan
yang mengandung pori-pori lembut. Jadi selain bisa dibuat
tempat penyaluran udara juga tembus cahaya, meski tidak
tembus pandang." Arya berdecak kagum, "Sungguh sebuah maha karya."
"Tapi yang ku ingin perlihatkan kepadamu bukanlah hal-hal
itu." "Oh?" "Apa kau lihat itu?" seru Arum Puspita sambil menunjuk
tepat ke tengah-tengah kubah.
Sejenak Arya memicingkan matanya, "Sebuah ukiran
bintang?" "Ya, bintang segi lima."
Tepat di titik poros kubah itu memang terukir sebuah
bintang bersegi lima. Ukiran itu selain sangat halus juga
samar. Sekalipun samar dan hampir tak terlihat namun
dibanding bagian lain yang tampak halus berkilat, ukiran
bintang itu memang tampak menarik perhatian.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah itu yang kau ingin kau tunjukkan kepadaku?"
Tanya Arya setelah terdiam beberapa lama.
Arum Puspita mengangguk. Arya menoleh memandang gadis itu, "Tapi kenapa kau
ingin menunjukkannya kepadaku?"
Arum Puspita tidak segera menjawab, gadis itu agaknya
sedang mengenang sesuatu. Sesaat kemudian tiba-tiba
matanya mengembang basah.
Dua tahun yang lalu... Kilatan cahaya bercampur gemuruh yang riuh menggema
susul menyusul. Sesekali bentakan dan jerit kemurkaan
berkumandang. Angin tajam berkesiur menyambar tiada henti.
Ruangan luas dengan pilar-pilar dari batu pualam putih dan
berukir bunga teratai itu seolah penuh dengan hawa
pembunuhan yang pekat, seakan disitu seorang Bhomantaka
yang ganas dan tak terkalahkan sedang bertarung dengan
raksasa jelmaan Wisnu dengan setiap rambut yang
bergelantungan layaknya ekor neraka.
Di sana sini bergeletakan mayat wanita dengan keadaan
tubuh yang mengerikan. Diantaranya ada yang kepalanya
pecah, usus terburai, atau hangus. Darah mengalir bagai air
bendungan yang tiba-tiba jebol. Hawa kematian yang
menguar seakan-seakan disitu adalah rumah jagal dimana
kehidupan tak lagi punya secuil nafas.
Di tengah ruangan, tiga orang bertempur dengan hebat.
Seorang laki-laki yang bergerak bagaikan gemuruh topan dan
amukan samudra melawan dua orang perempuan berpakaian
putih yang bersilat layaknya penari dengan dua pedang yang
bergerak rumit membentuk ribuan helai pelangi.
"Ilmu Pedang Pelangi Satu Warna benar-benar hebat. Tapi
tenaga dalam kalian bukan tandinganku, dari pada mati konyol
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bukankah lebih baik kalian bertekuk lutut dan minta ampun
saja." Kata lelaki itu sambil bergelak tawa.
"Jangan mimpi, sekalipun sudah menjadi setan, aku tetap
tidak akan melepaskanmu." Jawab salah satu perempuan itu.
Di lihat dari nafasnya yang memburu, agaknya memang benar
bahwa tidak lama lagi kedua orang perempuan itu akan
kehabisan tenaga. Lelaki dengan tubuh tinggi besar itu tertawa besar, "Selagi
hidup saja kau tidak dapat mengalahkanku, apalagi sete lah
menjadi setan?" Sambil tertawa lelaki tinggi besar itu menghempaskan
sepasang tangannya ke depan. Serangkum angin tajam
dengan hawa panas yang menyengat segera meluruk ke arah
dua perempuan itu. Dua orang perempuan itu segera memutar pedangnya
kencang. Tak disangka bahwa hawa panas itu seakan punya
mata, berjarak setengah meter dari perempuan itu mendadak
hawa serangan itu membelok ke atas dan dengan keras
menghantam langit-langit.
Gemuruh ledakan segera terdengar. Bongkahan batu
bagaikan meteor berjatuhan.
Kedua perempuan berpakaian putih itu kaget bukan
kepalang. Segera mereka memutar pedang di atas menahan
bongkahan batu yang berjatuhan.
Tapi dengan gerakan itu tentu saja membuat bagian depan
mereka kosong. Melihat kesempatan itu lelaki tinggi besar itu
secepat kilat kembali menghantam ke depan. Sejalur hawa
tajam yang bukan alang kepalang panas kembali menerjang
ke arah dua perempuan itu.
Sambil menjerit kaget kedua orang perempuan itu masih
berusaha menahan serangan itu dengan tolakan telapak
tangan kiri. Namun dengan pembagian tenaga seperti itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tentu tolakan itu tidak mendapatkan kekuatannya yang
maksimal, apalagi pada dasarnya tenaga dalam kedua orang
perempuan itu memang kalah setingkat dengan s i lelaki tinggi
besar. Maka begitu keempat telapak tangan bentrok, disertai
gemuruh ledakan bagaikan meledaknya seratus delapan belas
mercon besar, dua orang perempuan itu menjerit ngeri dan
bersamaan terpental ke belakang. Darah segar menyembur
deras dari mulut kedua perempuan itu.
Lelaki tinggi besar itu tertawa bergelak, "Nah sekarang


Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tunjukkan padaku dimana adanya Kitab Teratai Membuka."
Salah seorang perempuan itu yang tampak sudah agak tua
dengan rambut yang seluruhnya berwarna putih keperakan
mendengus, "Sampai mati pun kau tidak akan mendapatkannya," "Oh, apa benar?"
"Kau boleh membunuh semua orang di Istana ini, tapi Iblis
peminum darah sepertimu selamanya tidak akan mendapatkan
Kitab Teratai Membuka."
"Aku memang Iblis, tapi aku tidak suka meminum darah,
paling-paling sesekali hanya suka makan sup jantung saja."
Jawab Lelaki itu sambil tergelak. Pakaian laki-laki itu agak
aneh juga, seperti sebuah kulit badak yang disampirkan di
pundak kirinya, terus membebat perutnya. Dengan rambut
yang lebat dan riap-riapan semakin menambah keangkerannya. Sambil berjalan mendekat Lelaki itu kembali me lanjutkan,
"Kalian tidak mau menunjukkan, aku juga tidak akan
memaksa. Aku toh bisa mencarinya sendiri. Bagaimana kalau
ku mulai dari tubuh kalian dua perawan tua ini?"
Setelah tertawa tergelak kembali ia berkata, "Kabarnya
seluruh penghuni Istana Dasar Teratai membuka cadar pun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak pernah, tapi hari ini aku tidak saja dapat menyaksikan
wajah dari Putri ke 7 Istana dasar Teratai bahkan juga punya
kesempatan untuk membuka pakaiannya."
Mendengar perkataan lelaki itu seketika wajah kedua
perempuan itu berubah pucat. Tak terasa kaki pun menyurut
mundur. Sambil tertawa-tawa lelaki tinggi besar itu terus berjalan ke
depan, "Kalian tidak usah khawatir, pasti akan kulakukan
dengan lemah lembut. Siapa tahu kalian malah akan meminta
lanjutannya?" "Berhenti!" Bentak perempuan dengan rambut putih
keperakan tadi yang ternyata adalah Putri ke 7 Istana Dasar
Teratai, "Baik, akan kuberitahu dimana Kitab teratai Membuka
berada. Tapi jangan harap orang sepertimu mampu
meyakinkan isinya." Lelaki tinggi besar itu segera tertawa besar, "Tak perlu kau
pusingkan apakah aku dapat meyakinkan isinya atau tidak.
Yang terpenting segera kau beritahukan tempatnya atau aku
akan membuat kau putri ini menjadi nyonya."
Putri ke 7 terlihat menentramkan nafasnya. Sementara
perempuan disisinya yang agaknya lebih muda memandang ke
arah Putri ke 7 dengan rawan.
Setelah menarik nafas panjang, Putri ke 7 perlahan
berkata, "Bintang Timur memandang Matahari terbit, Teratai
menguncup membelah Bumi."
"Apa yang kau katakan?" bentak Iblis Tinju Neraka.
"Guru," desis perempuan muda itu.
"Kau dengar tidak?" kata-kata Putri ke 7 ini diucapkan
dengan lembut, tapi sepasang matanya tetap memandang
Iblis Tinju Neraka dengan tajam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kentut. apa kau ingin ma in-ma in denganku?" bentak Iblis
Tinju Neraka gusar. Sebaliknya perempuan muda di sebelah Putri ke 7 itu
dengan mata mengembang basah perlahan menganggukkan
kepala. Sekilas ujung bibir Putri ke 7 tampak tersenyum, "Bagus."
Lalu mendadak dari tubuh Putri ke 7 muncul ratusan kilatan
pedang dengan hawa dingin menggidikkan yang berhamburan
bagai hujan meluruk ke arah Iblis Tinju Neraka.
Iblis Tinju Neraka yang sadar telah tertipu berteriak murka,
seketika sepasang tangannya berputar dan menghantam ke
depan. Angin berhawa panas bagaikan lidah api dari neraka
segera memapak serangan Putri ke 7.
Sementara perempuan muda tadi dengan cepat menggulingkan tubuh ke kekiri. Ketika melewati sebuah kursi
yang sebagian telah hancur, tangannya menekan tonjolan
batu yang mulanya tersembunyi di bawah kaki kursi.
Bersamaan dengan ledakan yang menggelegar dan hawa
panas yang menyebar ke segala arah, lantai di bawah kursi itu
mendadak membelah. Perempuan muda itu segera menerjunkan diri ke lubang yang terbentuk.
~Dewi-KZ~ Arum Puspita mengerjap-ngerjapkan matanya yang basah.
Arya masih terbengong takjub mendengar cerita luar biasa
itu sehingga lupa untuk bertanya.
"Perempuan muda itu adalah guruku, yang kemudian atas
wasiat dari nenek guru menjadi Putri ke 9."
Sebenarnya Arya ingin bertanya kenapa langsung ke 9 dan
apa hubungan ibunya dengan semua itu, tapi jantung pemuda
itu masih berdebar-debar sehingga sebuah hurufpun tak
keluar dari mulutnya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Arum Puspita yang agaknya tahu keheranan pemuda itu
segera menyambung, "Pada mulanya sebelum terjadi
pertempuran itu nenek guru telah menyerahkan kedudukan
Putri kepada ibumu, Sekalipun kemudian ibumu meletakkan
jabatan, namun dalam urutan ia tetap Putri ke 8."
"Tapi kenapa makam ibuku justru berada di Kademangan
Dipa Saloka?" "Aku tidak tahu, mungkin ayahmu yang memindahkannya"
Sudut mata Arya tiba-tiba mengerling aneh, "lalu apakah
Putri ke 9 selamat?"
Arum Puspita memandang pemuda itu dengan heran. Arya
toh sudah bertemu dengan mendiang Putri ke 9, tapi kenapa
masih menanyakannya" Namun tak urung ia toh menganggukkan kepala juga, "sekalipun sebagian wajah guru
sempat terkena sambaran tinju ekor neraka dan kehilangan
tiga perempat tenaga dalamnya tapi akhirnya beliau berhasil
selamat." Arya menghembuskan nafas panjang. Hal ini menjelaskan
kenapa separo wajah Putri ke 9 seperti hangus terbakar.
"Tapi kau belum menjawab kenapa kau membawaku kesini
dan memperlihatkan ukiran bintang itu ."
"Sebelum mendiang guru meninggal, beliau sempat
berpesan agar selanjutnya jabatan tertinggi dalam Istana
Dasar Teratai diserahkan kepada ahli waris Putri ke 8."
Serasa di sambar geledek, Arya memandang gadis berpita
hijau itu dengan bingung.
"Tentu kau tidak akan mengangkatku menjadi putri
bukan?" "Tentu tidak, aku tidak punya wewenang sebesar itu."
"Lalu.." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tapi dengan meninggalnya Putri ke 9 jabatan tertinggi
dalam Istana Dasar Teratai dengan sendirinya jatuh ke
tanganmu. Sekalipun tidak mungkin terdapat orang tolol yang
akan memanggilmu Putri."
"Tapi.." "Hal ini sekalipun kau ingin menolak juga tidak bisa.
Ketetapan yang di putuskan oleh Putri tidak bisa diganggu
gugat, apalagi kau sendiri tidak menolak saat itu"
Saat ini Arya merasa kalau gadis di depannya ini tentu agak
mabuk, memangnya kapan Putri ke 9 pernah menawarkan
jabatan ketua kepadanya"
Sepasang ujung bibir Arum Puspita tersenyum aneh,
"Ketika mendiang guru menyerangmu dengan jurus terakhir
dari Ilmu Pedang Pelangi satu Warna itu seharusnya kau tidak
balas menyerang." "Kenapa aku harus tidak balas menyerang" Sekalipun harus
mati tapi tercacah seperti itu memangnya menyenangkan?"
"Jurus terakhir dari I lmu Pedang Pelangi satu Warna adalah
jurus yang aneh. Kalau kau tidak bergerak, maka jurus itu
tidak akan melukaimu, tapi sekali kau melawan maka kalau
bukan kau yang mati maka si penyeranglah yang akan mati,
sekalipun tidak benar-benar mati, tapi dengan seluruh ilmu
silatnya musnah bukankan sama saja dengan mati. Lagipula
Jurus ini hanya digunakan ketika seoarang Putri ingin
melepaskan jabatannya?"
"Maksudmu siapapun yang berhasil mengalahkan jurus ini
berarti dialah Putri Istana dasar Teratai selanjutnya?"
Arum Puspita mengangguk. "Tapi menurut ceritamu tadi bukankah jurus terakhir yang
digunakan oleh nenek gurumu adalah juga jurus ini, lalu
kenapa bukan Iblis Tinju Neraka yang jadi Putri selanjutnya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Arya sendiri tidak dapat menahan tawa dengan pertanyaannya
ini. Sambil tersenyum geli Arum Puspita mengerling pemuda
itu, "Dengan kata sandi khusus itu nenek guru telah
menyerahkan jabatan kepada guruku. Apalagi siapa yang
menang dan siapa yang kalah dalam bentrokan terakhir itu
belum ketahuan. Siapapun tidak tahu apakah nenek guruku
yang tewas atau Iblis kejam itu. Hanya, setelah kejadian itu
siapapun tidak pernah mendengar lagi kabar berita dari
keduanya. Lagi pula Iblis Tinju Neraka kejam tiada taranya,
memangnya kau ingin kami sekumpulan perempuan ini
dipimpin oleh Iblis kejam dan cabul itu?"
Arya hanya tertawa dan tidak menjawab, hanya sepasang
matanya tiba-tiba bersinar aneh.
"Setelah memangku jabatan ketua di Istana Dasar T eratai
maka tugas pertamamu adalah memecahkan rahasia yang
terkandung di dalam ukiran bintang itu."
"Memangnya aku sudah mengatakan bersedia?"
Arum Puspita mengangkat kedua bahunya, "Memangnya
aku peduli", yang terpenting bahwa aku telah menyampaikan
amanat guruku." "Kenapa gurumu tidak langsung saja mengatakannya
kepadaku?" Sambil tertawa kecil Arum Puspita menjawab, "Karena
dengan begitu kau punya kesempatan untuk menolak."
Selama ini Arya merasa dirinya adalah seekor rubah tua
yang tidak terlalu gampang dikalahkan, tapi di depan gadis
berjanggut runcing ini ia seakan-akan hanya seekor anak
ayam. "Dalam seluruh sejarah Istana Dasar Teratai lambang
bintang segi lima di tengah-tengah kubah itu merupakan
rahasia terbesar." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Arya yang masih kesal hanya menjawab asal-asalan, "Kalau
itu memang rahasia, lalu kenapa harus ada seseorang yang
memecahkannya?" Arya sebenarnya ingin meneruskan, dan
kenapa orang itu aku", tapi ditelannya kembali kata-kata itu
ke dalam perut. Arum Puspita memandang pemuda itu lekat-lekat sebelum
menjawab dengan lambat, "Karena Kepala Naga akan segera
keluar." Saking kagetnya Arya hampir melompat, "Kau juga tahu?"
"Kepala Naga adalah harta abadi dari Istana dasar Teratai,
kalau kami tidak tahu lalu siapa yang tahu?"
Sebuah ide tiba-tiba berdetak di kepala pemuda itu, "Apa
kau punya penjelasan yang lebih panjang tentang kepala naga
itu?" "Kepala Naga adalah lambang atau pertanda dari sesuatu
yang sangat penting artinya bagi Istana Dasar Teratai.
Kabarnya ratusan tahun yang lalu dengan mengandalkan
kedua pusaka itu Putri Teratai Kumala menjagoi dunia
persilatan dan menjadi salah satu dari tujuh jago terhebat.
Hanya itu yang aku tahu."
"Apakah dia yang mendirikan Istana Dasar Teratai?"
"Ya, beliau jugalah yang membuat dasar tata ruang dalam
sebagian ruangan Istana Dasar Teratai, sekalipun putri-putri
selanjutnya juga turut andil dalam menyempurnakannya,"
Persoalan Kepala Naga ini semakin rumit, seakan disana
benar-benar terdapat sebongkah kepala naga yang dengan
moncong menganga dan taring yang haus dengan darah dan
usus sedang mengenduskan hidungnya dan meniup nafas nya
yang panas keras-keras. Arya sudah memutar otaknya lebih cepat, tapi yang
didapatkannya hanya kabut yang membayang dimana-mana.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Celakanya, waktu yang dimilikinya semakin sempit. Pelan-
pelan ia juga merasakan di tubuhnya mulai muncul gejala
yang semakin jelas kian hari. Mungkin tidak sampai setengah
bulan ke depan ia sudah tidak punya kesempatan lagi untuk
menarik nafas. Mati baginya bukan hal yang luar biasa, tapi kalau harus
mati dengan menyandang gelar pembunuh dan selamanya
harus menyunggi gentong arang itu di kuburnya, betapapun ia
tidak rela.

Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi setidaknya sekarang ini ia tahu bahwa Kepala Naga
berhubungan dengan Istana dasar teratai. Mungkin ini akan
menjadi titik yang bagus untuk melangkah.
"Jadi bagaimana menurutmu?"
Arya tersentak dari lamunannya, "Menurutku ada yang
tidak beres disini." Jawabnya agak tergagap.
"Apa yang tidak beres?"
Arya menarik nafas kecil, "Bintang bersegi lima adalah
symbol purba dari Dewi Perempuan. Ia menegaskan tentang
segi ke-perempuan-an dalam unsur pembentuk alam semesta.
Para nenek moyang melihat dunia ini sebagai dua bagian -
lelaki dan perempuan. Dewa dan dewi mereka bekerja untuk
menjaga keseimbangan kekuatan. Y in dan Yang. Ketika lelaki
dan perempuan seimbang, muncul harmoni di dunia ini. Jika
mereka tidak seimbang, muncul keributan."
"Ada arti yang lebih khusus?"
Arya menoleh ke arah Arum Puspita, mata gadis itu begitu
jernih dan bening, tapi entah kenapa ia merasakan sesuatu
yang lain disana, "Mungkin aku bisa mengatakan bahwa
bintang bersegi lima sering juga diartikan sebagai lambang
dari dewi seks, cinta, dan kecantikan perempuan."
Arum Puspita tampak tersipu, kedua pipinya memekar
merah. Sekali lagi Arya tidak tahan untuk tidak terpesona.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lalu apa hubunganya dengan Istana dasar Teratai kami,"
gadis itu tak tahan untuk tidak tertawa kecil ketika
menambahkan, "atau kita?"
"Semua penghuni Istana Dasar teratai adalah perempuan,
tidak mengherankan kalau disini pun terdapat lambang
bintang lima itu. Y ang mengherankan adalah kenapa lambang
itu harus berkaitan dengan Kepala Naga?"
"Memangnya ada apa dengan kepala naga?"
"Kalau Bintang bersegi lima itu bisa diartikan dengan
perempuan atau sisi keperempuanan, maka Kepala Naga
dapat di artikan sebagai laki-laki, atau s isi kelelakian. Di China
seorang kaisar mempunyai lambang naga sebagai lambang
kebesarannya. Di Jawa sendiri Naga juga bukannya tak
dikenal. Legenda yang mengesankan keperkasaan dan
kesatriaan rata-rata mengangkat simbol ini dalam ceritanya."
Arum Puspita mengangkat lengannya untuk menyeka butir
keringat yang mengalir di lehernya, "Kau tadi mengatakan ada
yang tak beres disini?"
Arya mengangguk, "Kalau toh lambang ini berarti
perempuan, maka seharusnya ini hanya satu sisi yang
terbelah. Tapi bentuk dan susunan ruangan ini sepertinya
mengesankan sesuatu yang tidak bercelah, atau sempurna."
Arum Puspita memandang sekeliling, ruangan itu memang
seperti sempurna. Dengan bentuk seperti mangkuk yang
dibalik, batu pualam putih yang halus dan samar-samar
memantulkan cahaya, dan bebatuan dengan pendar keunguan
redup yang membentuk garis air dengan hawa hangat
mengalir terus menerus, siapapun akan merasa lebih segar
disini. Sinar mata Arya mendadak mencorong terang, "Kau
minggirlah sebentar."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Arum Puspita memandang pemuda itu dengan wajah
penuh pertanyaan, namun tak urung kakinya melangkah
mundur lima langkah. Arya menempatkan dirinya tepat di bawah ukiran bintang
itu, setelah mengempos semangat sejenak, mendadak kaki
kirinya menjejak tanah. Jejakan itu tampaknya dilakukan
perlahan saja, tapi seketika Arum Puspita merasakan gendang
telinganya seakan pecah ketika terdengar dentum ledakan
yang menggelegar. Arya terlihat mengangkat tangan kanannnya
dan menjulurkan satu jarinya ke atas seperti menotok, tepat ke
arah ukiran bintang. Terdengar desisan udara yang diiris. Dari telunjuk pemuda
itu terlihat hawa yang tipis tajam bagaikan pedang yang maha
tajam. Dalam satu kilatan cahaya hawa pedang itu menembus
titik tengah ukiran bintang.
Ukiran itu tertembus, tapi aneh ia seperti tidak menjadi
berlubang. Hanya ukiran garis berbentuk bintang itu yang
terlihat menjadi berpendar kehijauan, mula-mula redup, lalu
semakin terang. Sesaat kemudian tiba-tiba air hangat yang tadinya tenang
itu tiba-tiba bergolak. Hawa panas segera saja menguar. Di
tengah bergolaknya air itu dari dasar kolam itu terlihat
menyembul sejenis benda. Perlahan-lahan benda itu melayang ke permukaan. Tidak
lama kemudian tampaklah bahwa benda itu adalah sepotong
bambu yang setengah warnanya sudah menghitam hangus.
Ketika perlahan Arya mengambil potongan bambu itu
terasa dibaliknya seperti terikat sesuatu.
Segulung kulit kambing yang halus dan tipis, yang terikat
dengan seutas tali. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Arya membuka ikatannya, membentangnya dan alisnya
berkerut ketika beberapa huruf jawa kuno tertangkap
sepasang matanya. "Apa itu?" Arum Puspita tak tahan untuk bertanya.
"Kitab Teratai Menutup"
Arum Puspita mendengarnya dengan kejut dan heran.
Terkejut karena ukiran bintang itu ternyata memang
menyembunyikan rahasia dari harta tak ternilai Istana Dasar
Teratai yang menurut kabar bahwa kitab itu selain berisi ilmu
silat yang maha tinggi juga mengandung resep awet muda.
Heran karena seharusnya itu adalah Kitab Teratai Membuka,
lalu kenapa Arya mengatakannya sebagai Kitab Teratai
Menutup. "Apa kau tidak salah baca?" tak tahan Arum Puspita untuk
mengoreksi. Arya tersenyum, dengan sebelah tangan diansurkannya
sehelai kulit kambing itu ke arah gadis cantik di sampingnya.
Dengan antusias Arum Puspita menyambutnya. Ketika
dengan segera ia mencoba mengeja huruf-huruf yang tercetak
di kulit kambing itu, sorot mata gadis itu membayangkan
kebingungan. "Bagaimana?" tanya Arya sambil tersenyum.
Arum Puspita hanya tersenyum kesal, "Kurasa kitab ini
hanya berisi sesuatu yang tidak aku mengerti. Aku bahkan
tidak berhasil membaca satu kalimatpun dengan benar."
"Benar, karena untuk membaca kitab ini kita harus
menggabungkannya dengan kitab satunya lagi."
Arum Puspita memandang pemuda itu dengan heran.
"Bukankah setiap kalimat disini seolah adalah setengah
kalimat?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gadis bermata bening dan jeli itu menganggukkan
kepalanya. "Bukan saja setengah kalimat, bahkan adalah potongan
kalimat yang terakhir. Karena itulah aku mengatakan kalau ini
adalah Kitab Teratai Menutup."
"Maka disuatu tempat pasti terdapat suatu Kitab Teratai
Membuka." Arya tertawa, "Sejak semula memang kutahu bahwa gadis
sepertimu tidak mungkin lebih bodoh daripadaku"
Tengah mereka bercakap-cakap, langit-langit ruangan itu
mendadak berderak perlahan, lalu semakin keras.
"Kurasa tempat ini sebentar lagi akan runtuh" Kata Arya
sambil memandang ke atas."Kau simpanlah Kitab itu."
"Bukankah kau yang jadi pengganti putri ke 9?" goda Arum
Puspita. "Aku tidak punya pengalaman untuk mengurusi serombongan kaum perempuan, biar ku wakilkan kepadamu
saja." Jawab Arya sambil menyelipkan potongan bambu itu di
balik bajunya. "Ada apa dengan potongan bambu itu?"
"Tidak tahu, hanya kurasa tidak mungkin potongan bambu
ini diikatkan dengan kitab Teratai Menutup tanpa suatu
alasan." ~Dewi-KZ~ Mahesa Manunggal mengayunkan langkahnya dengan
tergesa, atau sekalipun tidak terlalu cepat, minima l dari
tarikan wajahnya orang sudah akan tahu bahwa ia
mencemaskan sesuatu. Untunglah bahwa malam benar-benar
gelap, sehingga sekalipun ada orang memelototkan matanya
saat ini, tetap ia tidak akan me lihat jelas telapak tangannya
sendiri. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melewati beberapa rumah, dua belokan, dan sebuah jalan
menanjak akhirnya ia tiba di di depan sebuah rumah yang
terlihat sederhana, namun tampak kokoh. Sekilas rumah itu
tidak berbeda dari rumah sekitarnya, hanya letaknya yang
berada di samping persawahanlah yang membuatnya agak
istimewa. Di depan rumah itu tumbuh sebatang pohon sawo besar,
dua ekor gagak yang merasa terganggu mengepakkan
sepasang sayapnya pelan. Mahesa mengetuk rumah itu tiga kali, berhenti sebentar,
lalu mengetuk lagi dua kali, berhenti, dan kembali mengetuk
tiga kali. Tidak lama terdengar palang pintu yang diangkat, lalu
dengan desir halus daun pintu dari kayu kasar itu terbuka
sedikit. "Bagaimana keadaannya?" tanyanya begitu masuk.
Orang yang membukakan pintu itu tertawa kecil,
"Sepertinya kau benar-benar menaruh perhatian terhadap
kutilang cilik itu," suaranya terdengar halus dan murni, "yang
kuharap semoga tidak terlalu lama lagi aku harus menjaganya
disini." "Apa dia merepotkanmu?"
"Merepotkan sih tidak, hanya akalnya terlalu banyak,
bicaranya juga tidak sedikit, selama hidup ini sungguh tidak
pernah kulihat anak perempuan segalak ini."
Melalui sebuah pelita kecil yang menerangi dengan redup,
samar-samar Mahesa melihat memar biru di wajah orang itu.
Tak tahan ia tertawa kecil.
"Sungguh tidak mengenakkanmu."
Orang itu menggelengkan kepalanya pelan, dengan agak
terbungkuk ia melangkah mendekati meja. Ketika sinar pelita
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menerangi mukanya, tampaklah seraut wajah seorang wanita
tua, dengan sorot mata yang halus lembut dan rambut yang
memutih sebagian. "Lalu apa yang akan kau lakukan?"
"Aku baru memikirkannya,"
"Bukankah kau sudah merencanakannya, bahkan merencanakannya dengan sangat matang?"
"Ya, Cuma ada perubahan situasi. Kecermatan Ki Demang
benar-benar di luar dugaanku, tampaknya kita tidak bisa
memandang remeh kepadanya. Apalagi terdapat seorang Kiai
Santun Paranggi yang entah kenapa tiba-tiba muncul dan ikut
campur." "Maka pekerjaanmu bertambah berat,"
"Bukan saja bertambah berat, bahkan aku takut tidak bisa
menyelesaikannya sesuai rencana,"
"Tapi kau juga tidak perlu terlalu khawatir."
"Kenapa aku tidak perlu khawatir?"
"Karena paling lama dua hari lagi Setan Galunggung Utara
dan Macan Taring Satu akan segera sampai. Saat itu, entah
siapa saja yang berada di Kademangan Dipa Saloka boleh kau
anggap tidak ada artinya."
Mahesa menghela nafas kecil, "Yang kuharap semoga
mereka tidak terlalu banyak bersenang-senang di perjalanan."
~Dewi-KZ~ Bab VI, Macan Kurus & Setan Gemuk
Seekor katak pohon me lompat terkejut ketika mendadak
sebuah tapak kaki menginjak punggungnya. Ranting kecil di
bawahnya pun bergemeletak patah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kenapa kau membubarkan mereka?"
"Tak ada guru yang lebih istimewa dari pengalaman, katak
yang terkurung di tempurung pun akhirnya harus keluar
menjelajahi tepian sawah."
"Tetapi mereka adalah kaum perempuan semua."
"Memangnya kenapa kalau perempuan" Apa perempuan
bukan manusia. Apalagi mereka bukan perempuan biasa."
Arus Puspita tersenyum, ditolehnya pemuda di sampingnya.
Dibawah sinar bulan sabit yang temaram, wajah yang kokoh
tapi agak pucat itu seperti kemala yang dilabur gelap, terlihat
putih dan samar-samar memantulkan sifat kelelakiannya yang
jujur. Arya mendongak memandangi bulan yang menggantung
bagai sebutir pisang yang setengah matang setengah mentah.
"Alangkah enaknya kalau itu benar-benar sebutir pisang,"
gumamnya pelan. "Apa?" gadis ini seperti agak bingung.
Arya tersenyum, tangannya menunjuk bulan sabit dengan
segerombol awan hitam yang membayang lewat pelan-pelan.
Tak tahan Arum Puspita terkikik geli, tapi tak lama
terdengar suara berkerukuk dari perut gadis berikat rambut
sutra hijau itu. Arya tertawa, "Agaknya perutmu pun punya pendapat
sama." Pipi Arum Puspita memerah tersipu, "Tapi aku tidak serakus
kau." Omelnya. Setelah terdiam beberapa saat tiba-tiba Arum Puspita
teringat sesuatu, "Kau belum mengatakan kepadaku


Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bagaimana kau bisa menemukan cara membuka kode bintang
bersegi lima itu." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Arya tertawa geli, "Apa semua hal dalam perutku harus ku
katakan kepadamu?" "Setidaknya akulah yang membawamu ke sana." Jawab
Arum Puspita sambil menarik muka.
Arya tersenyum letih, "Baiklah, anggap itu sebagai utang
budi." "Ciss, aku tak akan menghutangkan apapun kepada orang
sepertimu," potong Arum Puspita.
"Oh?" "Kalau untuk menyumbat selembar kantong perutmu saja
kau mengharapkan jatuhnya bulan, lalu dengan apa kau akan
membayar hutangmu." Ujar Arum Puspita sambil tertawa geli.
Arya memandangi wajah disampingnya dengan bengong,
dalam pikirannya sekarang bahkan bulan yang berubah jadi
pisang setengah mentah pun tak akan lebih elok dan
menakjubkan dari wajah berbentuk kuwaci itu. Semburat putih
dan rona merah samar-samar di kedua pipi itu seperti ratusan
mega-mega yang disulam dengan amat hati-hati.
Ketika tertawa, sepasang lesung pipit yang tidak teralu
dalam, tapi sangat manis tercetak di kedua pipi gadis itu.
"Kenapa kau memandangku seperti itu?" tegur Arum
Puspita tiba-tiba. Arya gelagapan, tangannya pura-pura mengucek matanya
yang tak pedas. Setelah terdiam beberapa saat baru ia berkata,
"Sebenarnya Bibi ke 9 lah yang mengajariku."
Sekarang dia telah menjadi ketua angkatan ke 10, tentu
saja cukup sopan kalau ia memanggi bibi kepada Putri ke 9,
apalagi kenyataannya Putri ke 9 adalah adik seperguruan
ibunya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Arum Puspita terkejut, "Kapan guru mengajarimu.?"
"Ketika bibi ke 9 menyerangku dengan jurus terakhir dari
ilmu pedang Pelangi Satu Warna itu, karena merasa tertarik,
tak sengaja aku mengingat-ingatnya."
Arum Puspita tersenyum, "Apa setiap tertarik terhadap
sesuatu kau selalu mengingatnya?"
"Memangnya ada yang keberatan?"
Arum Puspita hanya tersenyum penuh arti, tiba-tiba
wajahnya menunduk. "Jurus terakhir dari Ilmu Pedang Pelangi satu warna itulah
yang aku gunakan untuk membuka kode bintang segi lima."
Lanjut Arya. "Tapi gerakanmu seperti tidak mirip dengan gerakan
mendiang guru." T ukas Arum Puspita.
Arya tersenyum, "Kau sendiri yang mengatakan, bahwa
jurus terakhir dari Ilmu Pedang Pelangi satu Warna adalah
jurus yang unik. Ia adalah jurus yang menyerang, tapi tak
bermaksud melukai. Kalau lawan tak bergerak, sekalipun
tampak mengerikan, ia juga tak akan mengganggu seujung
rambut. Ia menggunakan gerakan ilusi sebanyak-sebanyaknya
untuk mengaburkan pandangan lawan. Prinsipnya ia
menggunakan teori dengan variasi tertinggi membingungkan
lawan." "Ehm..Aku seperti mengerti dengan apa yang katakan."
"Tapi apa kau tahu variasi apa yang paling menakjubkan
dan efektif?" "Apa itu?" Arya tersenyum dan menjawab dengan lambat, "Tanpa
variasi mengalahkan segala variasi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Arya melanjutkan sebelum Arum Puspita memotong,
"Dengan menggabungkan semua ilusi atau tipuan gerak
pedang menjadi hanya satu saja garis pedang, maka energi
dan daya serang yang terpancar barulah akan luar biasa
hebat. Kalau jurus ini dipakai untuk bertarung dengan orang,
maka sebelum lawan sadar tubuhnya sudah akan berlubang.
Inilah inti I lmu Pedang pelangi satu warna."
Arum Puspita memandang pemuda itu bengong, setelah
menghela nafas panjang baru ia berkata, "Sejak umur
sembilan aku belajar ilmu pedang pelangi satu warna ini,
sampai saat ini sudah sebelas tahun, tapi kalau dibandingkan
denganmu yang hanya sekali melihat, mungkin perbedaannya
seperti langit dan bumi."
"Tapi aku juga tidak memahaminya begitu saja. Baru
setelah melihat ukiran bintang bersegi lima itu barulah aku
mengerti." "Oh?" "Apa kau tidak merasa bahwa ukiran bintang bersegi lima
itu seperti mirip dengan gerakan jurus terakhir ilmu pedang
pelangi satu warna?"
"Kenapa aku tidak dapat melihatnya?"
Arya menepuk jidat gadis itu pelan."Ukiran bintang lima itu
terdiri dari lima buah garis utama yang saling berpotongan
sehingga seolah membentuk puluhan garis yang membingungkan. Tapi pada intinya tetap saja ia hanya terdiri
dari garis lurus, benar tidak?"
Arum Puspita mengangguk, sekalipun belum begitu paham.
"Maka untuk memecahkan kode bintang lima itu kita harus
membutakan mata terhadap garis-garis ilusi dan hanya
memandang satu garis, satu titik. Kalau digabungkan dengan
gerakan jurus terakhir, maka ini seperti lubang kunci yang
bertemu dengan anak kunci."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Arya tidak mengatakan bahwa inti sari dari ilmu pedang
pelangi satu warna ini agak mirip dengan kepandaiannya
sendiri, Sengatan Satu Titik, yang hanya menampilkan satu
gerakan, tapi efektif dan mematikan.
Tengah mereka bercakap dengan asik, mendadak
terdengar kepak burung yang beterbangan. Sekalipun ribuan
ekor burung terbang bersamaan tentu saja bukan kejadian
yang aneh, tapi di ma lam buta seperti ini, kalau ada puluhan
ekor burung yang secara bersamaan terbang mendadak, ini
tentu bukan hal yang wajar.
Arya menghentikan langkahnya, setelah mengerling sekilas,
mendadak anak muda ini berseru, "Lama tak bertemu, baik-
baik sajakah kau?" Arum Puspita memandang Arya dengan tatapan aneh, di
sekeliling tempat ini tak ada siapapun, apa mungkin pemuda
ini sudah kumat sintingnya saking kelaparan.
Baru saja ia hendak menegur, mendadak terdengar gelak
tawa, lalu sebuah suara yang mengandung nada kegembiraan
pun berkumandang, "Telingamu tajam benar bocah cilik, di
dunia ini selain kau rasanya tak terpikir olehku ada orang lain
lagi yang mampu mengetahui kehadiranku secara begitu
cepat." Arya tersenyum, "Kalau bukan karena burung-burung yang
kau kejutkan, aku juga tidak akan tahu."
"Oh..apa benar?" jawab suara itu sambil tertawa.
"Boleh jadi anda yang sengaja memberitahukan kehadiran
anda." "Memang sudah ku kira isi kepalamu tidak kalah berharga
dari telingamu." Dari tadi Arum Puspita celingukan kesana kemari, namun
sampai kedua orang itu bercakap beberapa puluh kata, ia
tetap tak melihat orang lain selain mereka berdua.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kukira kau harus mengingatkan teman gadismu itu untuk
tidak terlalu banyak menggoyangkan kepalanya, bisa-bisa
lehernya yang putih itu mendadak sakit linu, kan berabe
jadinya." Teguran yang dikatakan sambil bergelak tawa ini
mau tak mau membuat bulu kuduk Arum Puspita merinding.
Maklum saja, suara orang itu seolah dia berada tepat di
sampingnya, namun kenyataannya di sekelilingnya hanya
gelap saja. Arya hanya tersenyum dan sekejap mengerling ke arah
Arum Puspita. Dua ekor gagak dengan sayap terentang santai terlihat
terbang melintasi bulan sabit yang bersinar temaram.
"Agaknya wajahmu semakin hari semakin pucat saja,"
Arum Puspita tidak merasa aneh dengan kalimat ini, tapi
Arya segera merasa darah di tubuhnya berdesir lebih cepat.
Kalau orang lain mengira bahwa pucat di wajahnya itu hanya
warna muka yang biasa, apalagi di daerah pegunungan seperti
lereng sindoro ini, tapi Arya sendiri tahu pasti bahwa warna
pucat di wajahnya adalah gejala mengamuknya racun 30 Hari
Naik ke surga yang mengeram di tubuhnya. Semakin pucat
wajahnya, maka bekerjanya racun di tubuhnya juga semakin
hebat. Arya tertawa rawan, "Di lereng pegunungan seperti ini,
berwajah pucat bukanlah hal yang terlalu aneh. Sekalipun
tidak pernah ku lihat wajahmu, namun dapat ku pastikan
kalau saat ini pun mukamu tentu terlebih pucat dari dahulu."
"Benar, memang tidak terlalu aneh. Tapi kalau orang
semuda kau ini lantas begitu saja di paksa naik ke surga,
betapapun hatiku rasanya tidak begitu enak."
"Naik ke surga adalah impian semua orang, sekarang atau
nanti kukira sama saja."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suara itu tertawa pelan, "Baiklah, kalau kau mau naik ke
surga sekarang juga terserah kehendakmu dan siapapun tidak
berhak melarangnya. Cuma betapapun kau harus memberiku
satu dua barang kenangan biar setiap saat bisa ku bayangkan
wajah pucatmu itu." "Jangankan barang berharga, bahkan perutku pun kosong
melompong, lalu apa yang bisa ku berikan pada orang lain?"
"Kalau toh kau tidak bisa memberikan suatu barang,
setidaknya kau dapat melakukan Sesuatu pekerjaan untukku."
Arya tertawa, "Sekalipun aku bisa sedikit memainkan ilmu
silat kaki tiga, namun untuk menjagal belasan ekor kuda
sekaligus sepertinya bukan keahlianku."
Tidak terdengar jawaban, agaknya orang itu terkejut bahwa
Arya telah mengetahui rahasianya dengan tepat.
Setelah agak lama, barulah terdengar seruan, "Bagaimana
kau tahu?" Biji mata Arya berputar, "Seharusnya kau tidak membawa
pergi seluruh kepala kuda itu."
"Kenapa aku harus meninggalkan kepala kuda itu?" nada
suaranya terdengar tidak enak, seperti diucapkan sambil
menarik muka. "Karena sekalipun orang lain tidak tahu, tapi aku toh tahu
bahwa di dunia ini selain dirimu tak dapat lagi ku temukan ada
orang yang paling doyan dengan panggang kepala kuda.
Apalagi orang yang menguasai ilmu meringankan tubuh begitu
tinggi sehingga mampu bersembunyi di atas pohon tanpa di
ketahui oleh orang-orang seperti Kiai Santun Paranggi dan
Thian-Ok Hwesio di dunia ini paling-paling tidak lebih dari lima
orang." Jelas Arya. "Apa kau melihatku?"
Arya hanya tersenyum dan tidak menjawab.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang itu terdengar menghela nafas, "Tak kusangka
kepandaian yang ku agulkan selama ini ternyata tidak
berharga sepersepun di mata pemuda rudin semacam kau."
Ucapnya dengan gegetun. Untuk beberapa saat tak terdengar suara.
Angin bertiup sayup-sayup, membelai lembut dan membuat
beberapa helai rambut Arum Puspita terbang meliuk-liuk.
"Saat ini ayahmu tengah berada di Jatingaleh."
Arya merasakan kulit wajahnya mengencang.
"Aku tahu, hubunganmu dengannya tidak terlalu baik, tapi
keadaannya saat ini, selain kau mungkin di dunia ini tak ada
lagi yang bisa menolongnya."
Karena tidak mendapat jawaban dari Arya, kembali orang
itu me lanjutkan, "Dan aku harus mengingatkanmu, kau
sebaiknya tidak terlalu percaya terhadap orang-orang di
sekitarmu. Kau toh tahu, satu lubang kecil akan
menghancurkan seluruh bendungan."
Lalu senyap. Arya menghela nafas panjang, dikendorkannya kepalannya
yang mendadak tadi mengepal kencang.
"Apakah dia sudah pergi?" tanya Arum Puspita dengan
berbisik. Arya manggut-manggut. Kepalanya mendadak terasa
penuh, juga agak sedikit pusing.
~Dewi-KZ~ Jalan, adalah sebuah kata yang sangat umum. Ia juga
tempat yang sangat umum. Sebuah kota, atau desa, atau
kademangan tak mungkin ada tanpa adanya jalan, tapi
selonjor jalan bisa saja seenaknya ada tanpa ada apa-apa
disampingnya. Jalan adalah nadi dalam sebuah kota. Ia seperti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saluran yang mengalirkan udara, darah, makanan, air kencing,
atau bunyi kentut. Jalan juga bersifat sangat umum, siapapun boleh berbuat
apa saja di jalan, bertingkah sebagai manusia yang paling gila,
paling miskin, atau berlagak sebagai orang yang tiga tahun
tujuh bulan tidak mandi, boleh juga berteriak dengan
bermacam cara, dari yang paling sopan sampai dengan kentut
yang paling busuk. Tapi siapapun tak berhak memiliki jalan, karena sekalipun
semua orang, atau yang bukan orang, boleh lewat atau
kencing di situ, tapi siapapun tak boleh dan tak berhak
mengakuinya sebagai milik pribadi. Karena jalan adalah
lambang kebersamaan, simbol gotong royong. Ia ada karena
kita ada, bukan hanya aku.
Tapi Arya justru seakan tak punya tempat tinggal lain selain
jalan, dan karena itu ia sangat menyukai jalan, karena jalan
mengingatkannya terhadap sifat manusia yang saling berbagi,
saling menertawakan, saling mencinta.
Jalan raya di pusat Kademangan Jatingaleh ini ramai, orang
kecil, muda, tua, paruh baya, perempuan cantik, gemuk,


Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pengemis yang mencari kutu, atau pedagang yang berteriak-
teriak seakan-akan sebuah corong pengeras dipasang di
mulutnya, juga serombongan bocah cilik yang berkejaran
sambil sesekali bergulingan dan mandi debu, membuat warna
pucat di wajah Arya agak sedikit memerah.
Di sebelah sana sebuah pasar terlihat berdesak dengan
berbagai macam orang, berbagai macam barang, berbagai
macam teriakan, atau sumpah serapah. Sungguh sebuah
kehidupan yang menarik. Seekor kuda berwarna hitam dengan dua titik putih di
dahinyua dan berpenunggang seorang lelaki dengan
punggung kokoh dan cambang yang diplintir lewat berderap.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Arya menggamit tangan Arum Puspita yang sejak tadi
seakan tak punya waktu luang untuk hal lain selain celingak-
celinguk ke sana kemari. Gadis ini mungkin sudah tidak kanak-
kanak lagi, tapi setiap wanita selalu sama, tak tahan dengan
keramaian. "Apa kau sudah selesai?"
Gadis itu memandang Arya dengan bengong, "Apanya yang
sudah selesai?" Arya tertawa, "Memangnya lehermu tidak pegal?"
Arum Puspita mencibir. Gadis ini seakan bertambah cantik
ketika merengut tidak merengut seperti ini.
Mereka berdua kemudian memasuki rumah makan yang
lumayan besar, sedikitnya ada sepuluh meja berbentuk bundar
dan persegi yang ditata rapi. Rumah makan berlabel,
Sumonggo, itu sepertinya punya kualitas yang memuaskan. Ini
terlihat dari banyaknya meja yang terisi dan suasana yang
bersih dan nyaman. Beberapa buah dupa yang menguarkan
asap wangi menjadi tabir bagi kawanan lalat yang usil.
Arya memilih duduk di meja yang menghadap pintu.
Dengan begitu ia bisa leluasa memandang lalu lalang orang
yang lewat di jalan raya.
Seorang pelayan segera menghampiri mereka dan
menyapa ramah. Setelah memesan beberapa macam
makanan, Arya bertanya apakah rumah makan itu
menyediakan kamar penginapan.
Pelayan itu manggut-manggut sambil tertawa, "T uan muda
mau memesan berapa kamar?" tanyanya sambil me lirik Arum
Puspita. "Dua kamar" jawab Arya sambil tersenyum.
Sambil tersenyum pelayan itu mengiakan dan segera
berlalu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kita akan menginap disini?"
"Memangnya kau mau tidur di pinggir jalan?"
Arum Puspita memonyongkan bibirnya. Ia hendak
mengomel, tapi sebelum buka mulut mendadak terdengar
suara bentakan, lalu dua orang lelaki tinggi besar masuk ke
rumah makan itu dan langsung menggebrak meja kasir.
Setelah berbicara sejenak dengan kasir yang melayani dengan
muka pucat ketakutan, kedua laki-laki itu terus keluar lagi.
Pelayan yang tadi, setengah berlari menuju ke arah meja
Arya, "Maaf, tuan muda, sepertinya tuan muda hanya
mendapat satu kamar saja."
Alis Arya berkerut, "Bukankah kau bilang tadi ada dua?"
"Benar, tapi mendadak Tuan muda Kuda Bawana memesan
sepuluh buah kamar untuk dua hari. Sebetulnya kami merasa
tidak enak dengan tamu lain yang memesan duluan, tapi apa
boleh buat, kalau kami tidak menyediakan pesanan itu, tidak
mustahil ketika matahari terbit besok hari kami semua sudah
akan jadi pengemis di jalanan."
"Memangnya siapa Kuda Bawana itu?" tanya Arum Puspita.
"Dia adalah putra pertama Ki Demang Lembu Patik
Pulung." Sebetulnya Arum Puspita merasa tidak puas dan ingin
mengomel lebih lanjut, tapi Arya cepat menggamit tangannya,
"Baiklah, tidak apa-apa. Sediakan satu kamar saja."
Pelayan itu mengucapkan terima kasih berulang-ulang dan
segera berlalu. "Kenapa kau berikan kamarmu pada pemuda yang hanya
mengandalkan kekuasaan ayahnya itu?" tanya Arum Puspita
dengan nada tidak senang.
"Sekalipun dia hanya mengandalkan ayahnya tapi saat ini
aku tidak ingin ribut dengannya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalau kau tidak berani, biar aku saja yang maju."
Arya tersenyum, "Kalau aku saja tidak berani, bagaimana
kau bisa seberani itu?"
"Berani atau tidak berani, pokoknya akan kuhajar adat
pemuda sombong itu." Ujar Arum Puspita sambil meraih
pedangnya. Arya segera manarik gadis itu untuk kembali duduk,
"Jangan lupa sekarang akulah Ketua Istana Dasar Teratai,
betapapun kau harus menurut perintahku." Katanya sambil
tertawa. Arum Puspita memandang pemuda itu agak lama, dan tak
tahan untuk tak tertawa. Arya juga tersenyum, "Nah, sekarang kau kau duduklah
yang baik. Ingin ku lihat juga bagaimana tampang putra
Demang itu." "Pasti menyebalkan." Tukas Arum Puspita.
Arya tertawa. Seorang pelayan datang sambil membawa pesanan
makanan mereka. Melihat paha ayam yang dipanggang
kecoklatan itu, selera makan kedua pemuda-mudi itu segera
naik dan tanpa menunggu lagi dengan lahap beberapa potong
paha ayam itu sudah berpindah ke perut mereka.
Tidak lama terlihat di depan rumah makan sebuah kereta
yang ditarik dua ekor kuda berhenti. Empat lelaki kekar
berlompatan dari bagian depan dan langsung berdiri tegak di
depan pintu kereta. Salah seorang dari mereka membukakan
pintu. Kereta itu mungkin bukan kereta yang paling bagus, tapi
dengan warna hitam yang berkilat, bahan kayu yang kokoh
dan kuat, serta dua ekor kuda penarik yang tegap dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berotot, seolah sudah meneriakkan dengan keras tentang
kengkuhan dan kemewahan pemiliknya.
Berikutnya, seorang pemuda dengan wajah putih gagah
dan sebilah keris tersoreng di punggungnya keluar dengan
langkah lebar dan pandangan ke atas. Melihat lagak pemuda
ini, sepertinya dua biki matanya memang tumbuh di atas
kepala. Sepasang tangannya tergendong di belakang
punggung, memainkan dua butir bulatan sebesar telur ayam
yang bersinar keemasan. Bersama dua orang rekannya ia kemudian duduk di meja
paling besar. Meja itu sebetulnya bisa memuat sepuluh orang
lebih, makanan yang tersedia juga sedikitnya bisa membuat
lima belas orang berperut gentong mati kekenyangan, tapi
sekarang meja itu hanya diisi dengan tiga orang saja, tentu
saja menimbulkan kesan yang sangat berlebihan sekali.
Melihat tampang pemuda bernama Kuda Bawana yang
lumayan tampan dan gagah itu sebenarnya masih boleh juga,
tapi kalau digabungkan dengan keangkuhan dan matanya
yang terletak di atas kepala, kesannya menjadi memuakkan.
Tapi sekalipun memuakkan tak seorangpun yang berani
mengusik. Suasana di dalam rumah makan itu menjadi
lengang, setiap orang tak berani mendongakkan kepalanya,
apalagi bersuara keras, bahkan seorang berbadan gemuk
pendek yang agaknya punya penyakit asma pun kelihatan
berusaha keras mengendalikan tarikan nafasnya.
Dua orang yang duduk bersama Kuda Bawana sepertinya
juga bukan kaum keroco rendahan, seorang lelaki dengan
kalung emas yang seolah lebih besar dari lehernya, tulang pipi
yang menonjol, dan usia yang tak dapat di tebak. Yang
satunya adalah seorang perempuan setengah baya dengan
dandanan ala keraton, perhiasan yang bergemerlap di sana-
sini, wajahnya cukup cantik juga, sekalipun rada-rada
membuat perut muak. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Arum Puspita mendengus pelan, kalau menurut adatnya,
sudah dari tadi ia ingin melolohkan segumpal tahi kerbau ke
mulut pemuda berlagak besar itu.
Dengusan itu sepertinya terdengar oleh ketiga orang itu,
Kuda Bawana terlihat melirik sekejap ke arah Arum Puspita,
sebetulnya ia ingin membentak marah, tapi melihat kecantikan
Arum Puspita yang seperti kuncup melati muda itu bentakan
itu dalam sekejap berubah menjadi senyuman.
"Paman Hanggarawura, bagaimana pesiar paman kali ini,
apakah memuaskan?" "Ehm..masih boleh juga."
"Bagaimana dengan bibi?"
"Asal kau yang menemani, sekalipun pesiar ke kuburan
juga tak akan ku anggap menyebalkan." Jawab perempuan
setengah baya itu sambil tertawa, "Cuma mungkin agak
merepotkanmu." "Ah...Bibi jangan terlalu sungkan, anak diperintahkan oleh
Ayah untuk menemani Paman dan Bibi berdua, sekalipun
kademangan Jatingaleh ini tidak sebesar ibu kota tapi apa
yang Paman dan Bibi berdua inginkan tentu anak akan
berusaha mendapatkannya sepenuh tenaga."
Arya agak sedikit heran, lagak dari pemuda itu lumayan
besar, tapi tutur katanya cukup sopan.
Arum Puspita agaknya merasakan keheranan yang sama,
sepasang alis tipis di wajah gadis manis itu terlihat berkerut.
"Tujuanku kesini sebenarnya juga bukan melulu mencari
kesenangan saja." Kata laki-laki yang di sebut Hanggarawura
itu. "Kau jangan berkata seperti itu, betapapun Kuda Bawana
sudah berlelah capek mengajak kita pesiar kesana-kemari.
Kalau kau terus merengut seperti itu, bukankah terlalu tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghormati keponakan kita ini?" tegur perempuan di
sebelahnya sambil tertawa.
Hanggawaruwa menghela nafas panjang, "Setelah mengetahui bahwa kepandaian Kebo Sora ternyata sedemikian
tingginya, memangnya apa lagi yang bisa membuatku
tenang?" "Setidaknya dia sudah terkena satu kali telapak Gajah
Mengaduk Lumpurmu. Ditambah racun melati biru milikku,
setinggi apapun ilmu silatnya mustahil dia masih hidup sampai
sekarang." Hanggarawura memandang perempuan di sampingnya,
"Kalian hanya tahu dia terkena satu kali telapak tanganku, tapi
apa kalian tahu ketika dadanya kuhantam secara mendadak
waktu itu, kurasakan seolah tenaga dalamku tersedot kuat?"
Wajah perempuan itu segera berubah hebat, "Apa
maksudmu?" Hanggarawura tidak menjawab, tangannya meraih sayap
bebek goreng di depannya.
Percakapan itu sesungguhnya dilakukan dengan pelan,
telinga orang biasa tak akan dapat mendengarnya, tapi tentu
saja lain dengan Arya, setiap patah kata kedua orang itu dapat
di dengarnya dengan jelas.
Mendengar bahwa Ayahnya yang ternyata telah menyantroni kademangan ini, dan pergi dengan terluka
betapapun membuat keringat dingin merembes di punggungnya, sekalipun jarang orang lain yang tahu, namun
cukup diketahuinya betapa tinggi ilmu silat Ayahnya, apalagi
dengan ilmu tiga belas pusaran gelombang yang menggidikkan, maka kalau orang ini bisa memukul telak pada
dadanya, kepandaiannya mungkin tidak di bawah tokoh
semacam Thian-Ok Hwesio. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Beberapa saat kemudian, ketiga orang itu terlihat sudah
puas bersantap. Setelah melemparkan serenceng uang kepada
pelayan, maka Hanggarawura, Kuda Bawana, beserta
perempuan setengah baya itu bangkit dan berjalan ke luar.
Ketika hendak melangkah tadi, seperti sengaja tidak
sengaja perempuan setengah baya tadi mengerling sekejap ke
arah Arya. Ujung bibirnya juga memperlihatkan senyum
menggoda. Arya hanya tersenyum, sedang Arum Puspita segera
merengut, "Dasar tua bangka tak tau diri, siluman tua tak tahu
malu." ~Dewi-KZ~ Langit senja adalah pemandangan yang serba ajaib, ia
berwarna mirip fajar, yang membuka harapan, tentang
kehidupan, tentang cinta, tentang perhubungan yang erat
antar berbagai makhluk di alam semesta. Tapi ia juga
menyimpan sembilu, dimana gelap dengan cepat menerkam
siang, menenggelamkan berbagai kesenangan, berbagai rona
dan cahaya. Orang-orang kaya sangat suka memandangi matahari
terbenam, dengan sinar-sinarnya yang mirip lampu sirkus.
Tentu saja mereka memandang tak dengan tubuh telanjang,
atau perut yang melilit dan dingin yang meruyak tulang. Maka
pemandangan langit senja mungkin saja menawan, tapi


Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memandangi orang-orang kaya yang sedang melihat matahari
terbenam bukan saja tidak menyenangkan, kadang juga
membuat gemas tidak karuan.
Tapi dua orang itu tentu saja bukan orang kaya, karena
tidak pernah ada orang kaya yang memakai kulit binatang
sebagai pakaiannya, apalagi kulit binatang itu hanya
disampirkan begitu saja, memperlihatkan bahunya yang penuh
bertonjolan tulang. Kulitnya berwarna coklat kehitaman. Orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ini bukan saja sangat kurus, sepertinya juga mengidap
penyakit TBC. Seorang di sebelahnya sebaliknya berkulit putih kemerahan,
mirip kerbau albino, rambutnya gombyok sepunggung,
perawakan tubuhnya mirip gentong kosong, besar di tengah
sempit di ujung, mungkin kalau digadaikan masih laku lima
atau enam perak. Dua orang aneh itu sejak tadi hanya duduk saja,
memandangi matahari terbenam, tidak bergerak, juga tidak
bicara. Mungkin kalau ada serombongan anak-anak lewat dan
melihat mereka berdua, mustahil kalau tidak disangka memedi
sawah. Dua ekor jangkrik hinggap di kepala si kurus dan berkerik
beberapa kali. Tapi si kurus bukan saja tidak menghalaunya,
bahkan sekadar melirik saja tidak. Tentu saja ini membuat dua
ekor jangkrik itu seperti mendapat podium gratis. Maka
mereka pun mengkirik lebih keras, seolah dua orang penyanyi
yang sedang berduet menembang lagu-lagu cinta.
Tapi rupanya nyanyian dua sejoli itu mengundang
penonton tak diundang. Penonton ini sekalipun senang sekali
mendengar nyanyian jangkrik, tapi ia sama sekali tak suka
dengan suaranya, karena ia adalah seekor Cucak Rowo.
Burung Cucak Rowo tak suka mendengarkan jangkrik
menyanyi, ia hanya suka menjadikannya teman araknya.
Maka si Cucak rowo ini pun dengan semangat empat lima
segera bersiap bersantap malam. Tapi ketika makan malam itu
sudah berada di ujung paruhnya, tiba-tiba podium itu
bergerak, kemudian sebuah benda yang mirip tangan manusia
mencengkeramnya erat. Biasanya si Cucak rowo ini sangat
percaya diri terhadap kemampuannya bermanuver di udara,
sehingga membuat musuh bebuyutannya, si elang pusing
tujuh putaran. Tapi kali ini ia bahkan tidak bisa membuat
sebuah gerakan pun. Mendadak saja ia sudah menemukan
dirinya di cengkeram. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalau kau ingin bersantap malam, aku juga tidak akan
melarangmu, tapi kepalaku ini bukan meja makan, jadi maaf
saja." Gumam si kurus sambil menatap Cucak rowo di
tangannya. Beberapa kejap ia sempat melotot terhadap
burung nakal ini sebelum melemparkannya ke udara.
Kedua jankrik itu tentu saja sejak tadi-tadi sudah mencawat
ekor dan lari jauh-jauh. "Kau tidak mau membuat kepalamu sebagai meja makan,
tapi kulihat kau amat menikmati sekali membuatnya sebagai
podium." Sahut si Gemuk sambil tertawa. Nada suara orang ini
penuh kegembiraan, seakan bahwa dia dilahirkan sebagai
orang miskin, berperut gemuk, dan dengan wajah yang sangat
pas-pasan ini sudah merupakan kebahagiaan yang tak terkira.
"Tentu saja, sekalipun miskin, tapi aku punya rasa seni
yang lumayan." Si Gemuk tertawa tergelak, "Tidak heran sekalipun
tubuhmu seperti memedi sawah tapi air senimu cukup
lumayan juga." Si Kurus ini tak tertawa, hanya tadi terdengar suara
"He.."sekali dari tenggorokannya. Agaknya bukan saja
pakaiannya saja yang aneh, gaya tawanya pun lain dari yang
lain. "Apakah kita akan melanjutkan perjalanan?" tanya si
Gemuk di tengah derai tawanya.
"Matahari memang sedap dipandang, tapi kalau dibuat
santap malam agaknya kurang mengenyangkan. Sebaiknya
kita memang melanjutkan perjalanan saja, siapa tahu di
rumah bocah cilik itu ada dua tiga tikus bakar yang bisa dibuat
ganjal mulut gentongmu."
Si Gemuk tertawa bergelak.
Kedua orang itu segera bangkit dan berjalan pelan-pelan.
Cara berjalan mereka ini seolah set iap langkah dihayati benar-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
benar. Tapi baru dua tiga langkah berjalan, tiba-tiba kening si
Kurus berkerut, kepalanya didongakkan ke atas, agaknya
sedang mendengarkan satu suara dari kejauhan. Seketika
langkahnya juga berhenti.
"Seperti orang yang mau mati." Gumam si Kurus.
Si Gemuk manggut-manggut, "Di padang rumput seindah
ini ternyata ada orang sekarat, sungguh menarik sekali."
Seperti sudah ada kontak batin sebelumnya, kedua
manusia aneh kurus gemuk ini seketika melayang ke sebelah
utara sana. Cara bergerak mereka ini sungguh kalau ada
orang melihatnya tentu orang itu sudah akan menganggap
mata sendiri kurang beres. Hakikatnya mereka berlari seperti
melayang di atas rumput. Dibawah sebatang pohon perdu dengan bayang-bayang
yang memanjang di tengah terpaan sinar senja seorang laki-
laki bertampang gagah terkapar pingsan. warna mukanya
seperti mayat yang sudah mati dua puluh sembilan hari, putih
pucat. Dari mulutnya keluar darah segar terus menerus, saat
ini hakikatnya ia sedang berbaring di kobakan darah.
Sekalipun nafasnya masih terlihat satu-satu, namun seperti
benang layang-layang yang diterpa angin badai, setiap saat
bisa putus. Si Kurus dan si Gemuk berdiri berdampingan memandangi
laki-laki itu dengan bengong.
"Apa kau kenal orang ini?" tanya si Gemuk.
Si Kurus menggelengkan kepala, "Tapi aku kenal pukulan
apa yang menghantam dadanya."
"Kalau itu mah aku juga tahu, sembilan dari sepuluh bagian
pasti Telapak Gajah mengeduk Lumpur milik tua bangka
ompong itu." Si Kurus manggut-manggut, "Tapi sepertinya bukan Tua
bangka itu sendiri yang turun tangan."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagaimana kau tahu?"
"Kalau dia sendiri yang bertindak, mustahil orang ini masih
hidup, bahkan bisa kabur segala."
"Apakah kita akan menolongnya?"
"Karena dia tua bangka yang melukainya, maka kita harus
menolongnya." Si Gemuk tertawa, "Entah kenapa pendapatmu selalu cocok
dengan pikiranku." "Tentu saja, hakikatnya kepalamu itu sudah penuh berisi
daging busuk, mana bisa berpikir lagi." Jengek si Kurus.
Sementara mulutnya berbicara tangannya juga tidak
menganggur. Segera disingkapnya baju wulung lelaki itu.
Ketika dadanya terbuka tampaklah bekas telapak berwarna
biru kehitaman. Si kurus segera menotok delapan jalan darah
di sekitar bekas telapak itu, mengurut beberapa urat syaraf di
pinggang, dan mendudukkan lelaki itu.
Si Gemuk dengan cekatan menutuk beberapa jalan darah di
punggung dan menyalurkan hawa murni ke tubuh lelaki itu.
Beberapa saat kemudian tiba-tiba tubuh lelaki itu tersentak,
mulutnya menyemburkan darah kehitaman bercampur biru.
Muntahan itu lumayan banyak, sedikitnya ada satu mangkok
besar. "Hari sudah ma lam, bagaimana kalau kita bawa serta saja
kucing pingsan ini?" tanya si Kurus.
Si Gemuk manggutkan kepala, lalu tangannya meraih tubuh
lelaki itu, mengempitnya di ketiak dan bersama rekannya
melayang ke timur sana. ~Dewi-KZ~ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bab VII, Risang Ontosoro Kamar itu tidak besar, hanya terdapat satu ranjang dengan
kasur kapuk yang bersih, sebuah kursi dan meja kecil. Kamar
sekecil ini tentu saja tidak cocok digunakan berdua, apalagi
antara laki-laki dan perempuan juga ada batasnya.
Arya tersenyum, lalu katanya kepada Arum Puspita, "Kau
mengasolah dulu, aku belum mengantuk. Sebentar aku akan
berjalan-jalan keluar mencari udara malam."
Arum Puspita hanya menganggukkan kepala. Sekalipun
dirinya lebih bodoh juga tahu arti dari perkataan Arya.
Terhadap maksud pemuda itu lamat-lamat di lubuk hatinya
mengembang rasa manis. Kalau ingin mengusir dingin, minumlah teh setengah panas.
Arya memandangi air teh yang hijau bening itu dengan
takjub. Bening itu seperti permukaan telaga yang membius di
tengah gemiricik air di kembang lazuardi, juga layaknya
selaput air yang mengembang di sepasang mata. Asap tipis
mengambang, pelan-pelan. Menerbitkan aroma segar yang
hangat, seolah membelai jiwa manusia untuk tak berhenti
menemukan sejatinya. Diseruputnya teh hijau bening itu sedikit. Sejalur hawa
hangat terasa mengalir turun ke perutnya, berputaran di situ,
kemudian menyebar ke seluruh anggota badan. Dingin yang
mencekam seakan luruh dalam hawa hangat yang
membangkitkan semangat. Gugus bintang yang bersembunyi di balik gelap dan cahaya
bulan yang temaram, ditambah kabut yang melayang tipis
membuat malam bertambah pekat. Hanya sinar uplik yang tak
berhenti bergoyang, seperti seekor ular kecil yang bermain-
main di permukaan rawa. Tiba-tiba terpikir oleh Arya, malam sepekat ini kalau dirinya
menyusup ke Gedung Kademangan dan menyelidiki beberapa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hal disana bukankah akan membuat urusannya bertambah
mudah. Apalagi kabar tentang ayahnya, betapapun ia harus
mendapatkan kepastiannya, sekaligus dimana orang tua itu
berada. Berfikir demikian, segera Arya beranjak bangkit, meninggalkan dua keping uang di meja, kemudian dengan
gaya santai menyusuri jalan raya.
Rumah-rumah penduduk yang umumnya berbentuk joglo
tertutup tampak seperti gumpalan awan hitam yang
bergerombol. Di ujung jalan sana terdapat sebuah lumbung
padi besar berbentuk panggung. Di samping lumbung padi
itulah terletak Gedung Pusat Kademangan Jatingaleh. Dengan
bentuk joglo terbuka, sekilas ukurannya sedikit lebih besar
dari pada Gedung Kademangan Dipa Saloka.
Rumah Joglo besar itu tak berpagar, sehingga dalam
keremangan malam dapat terlihat bayangannya yang kokoh
kuat. Hanya sekitar lima orang hilir mudik di depannya.
Mengikuti angin semilir yang berhembus, Arya melayang ke
arah lumbung padi besar itu, melompat ke atap, dan berdiam
sejenak disitu. Setelah di rasa aman, ia berniat melompat lagi
ke atap Rumah joglo besar itu. T api baru saja ia menjejakkan
kakinya mendadak matanya menangkap satu bayangan hitam
yang bergerak-gerak di atas atap.
Perawakan sosok hitam itu tidak terlalu besar, seperti
seorang laki-laki, memakai kedok di mukanya, dan ilmu
meringankan tubuhnya lumayan tinggi, setidaknya Arya bisa
mendengar kalau pernafasan orang itu sangat teratur, lagi
pula halus sekali. Orang itu berlompatan diatas atap seperti kucing memburu
tikus. Celingak-celinguk sebentar kemudian membuka satu
buah genting. Tampaknya seperti sedang memperhatikan
sesuatu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Arya sebenarnya tak ingin mengejutkan ular dengan
menggebuk rumput, tapi kalau dirinya hanya diam mengawasi
sosok hitam itu saja, kan sama saja dengan maling
memandang maling, sama sekali tidak mendapatkan hasil,
kecuali perut kembung kemasukan angin.
Maka dijumputnya dua lembar daun hijau, diremasnya
menjadi satu bulatan kecil, lalu dengan jentikan jari pelan bola
kecil itu sudah melayang ke depan sana.
Orang itu tampak terjingkat kaget ketika mendadak jalan
darah di pundaknya macet. Seketika tangan kiri pun seperti
lumpuh. Reaksinya ternyata juga tidak lambat. Dalam sekejap
tangan kanannya sudah memegang satu genggam jarum yang
berkilat perak. Namun begitu tangan terangkat hendak
melempar, tiada tenaga yang keluar. Ternyata dalam waktu
sekejap itu Arya kembali menghajar jalan darah di pundak
kanan orang itu sehingga tangan kanannya lumpuh
sementara. Diam-diam keringat dingin merembes di tengkuk sosok
hitam itu, bayangkan saja, dalam malam yang sepekat ini,
beruntun kedua jalan darah di pundaknya telah terhajar
mentah-mentah tanpa sedikitpun dia mampu melakukan
perlawanan, padahal biasanya dia sangat percaya diri
terhadap ilmu kepandaiannya. Sekarang jangankan orangnya,
bahkan dari arah mana senjata rahasia yang disambitkan
musuh saja ia tidak tahu, biarpun biasanya dirinya suka ugal-
ugalan dan anggap enteng persoalan juga selekasnya angkat
kaki tanpa banyak cincong lagi.
Arya hampir saja tertawa geli. Waktu pertama tadi sosok
hitam itu tampaknya begitu yakin dengan setiap tindakannya,
bahkan rada-rada takabur, tapi ketika kedua remasan daun
yang disambitkannya telak mengenai jalan darah di pundak
laki-laki itu sikapnya seperti kucing yang kehilangan ikan asin
kesukaannya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi rupanya keributan kecil itu mengundang perhatian
orang di dalam rumah besar itu, di sertai bentakan, "Anjing
siapa berani mencuri dengar pembicaraan tuanmu?" lalu sosok
tinggi besar terlihat menjebol atap.
Si Kedok hitam itu sebenarnya sudah melompat sepuluhan
meter, apalagi ilmu meringankan tubuhnya terhitung lumayan,


Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

namun laki-laki tinggi besar itu rupanya juga tidak jelek
kepandaiannya. Sekalipun berat tubuhnya lebih dari dua ratus
kati, tapi ia melayang di atas atap layaknya awan hitam yang
tertiup angin, seperti sama sekali tidak makan tenaga.
Si Kedok hitam segera percepat langkahnya, tapi mendadak
dari bawah me lompat bayangan orang, berbarengan angin
tajam berkesiur menghantam. Rupanya sembari melompat
berbarengan orang yang baru datang ini sekalian melepaskan
pukulan. Kontan si Kedok hitam menghantamkan tangannya
ke depan, empat pasang telapak tangan bertemu, dan
"Blang.." tubuhnya berjumpalitan ke atas, hinggap di ujung
payon dan berdiri tegap. Lawannya kelihatan tergetar
beberapa langkah ke belakang.
Arya memicingkan matanya, dalam remang-remang
dilihatnya lelaki tinggi besar itu mempunyai wajah yang unik,
dengan bentuk persegi panjang dan cambang yang memenuhi
hampir separoh mukanya, ditambah sebiji matanya yang
tertutup dengan kain hitam membuatnya seperti seorang
bajak laut yang tersesat di daratan. Ketika melihat sepasang
golok bergelang sembilan melintang di punggungya Arya
diam-diam terkejut. Orang itu berjuluk Bajak Daratan Mata
Tunggal, kabarnya ilmu Putaran Sembilan Beliungnya tiada
tandingan di sepanjang pesisir utara.
Sedangkan laki-laki satunya berpakaian rapi, gagang keris
berwarangka emas tampak menyembul di pinggangnya.
Wajahnya putih halus. Lamat-lamat Arya seperti pernah
melihatnya, ...ah..ya, Demang Lembu Patik Pulung.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Telapak Penggetar Sukma benar-benar tidak bernama
kosong, Cuma sayang tidak banyak gunanya." Seru si Kedok
Hitam setelah tertawa tergelak.
Demang Lembu Patik Pulung hanya menjengek, "Sekalipun
tidak berguna, tapi untuk membuatmu lumat sedikitnya masih
lebih dari cukup." "O..apa benar?"
Belum habis bicara mendadak kedua tangan orang
berkedok hitam itu mengibas ke depan, serenceng rantai
dengan ujung belati seketika menyambar Bajak Daratan Mata
Tunggal. Sambil membentak keras Bajak Daratan putar
sepasang goloknya menyambut luncuran rantai.
Luncuran rantai itu pada mulanya seperti lambat,
mendadak di tengah jalan bergerak memutar dan meluncur
secepat kilat ke arah Lembu Patik Pulung.
Demang Jatingaleh itu yang tidak mengira akan diserang
dengan begini aneh berteriak kaget, tapi dia juga bukan jago
keroco, sambil melompat ke atas kerisnya yang bersinar
kehitaman menebas ke bawah.
Namun rupanya serangan ini pun hanya pancingan saja,
karena mendadak, dengan sudut belok yang menakjubkan
ujung rantai yang mirip belati itu berputar dan me luncur ke
arah sebatang pohon. Begitu ujung rantai menancap pada batang pohon, seketika
orang berkedok itu menyendalkan pangkal rantai di tangan
kanannya dan secepat petir melayang ke depan sana.
Melihatnya lawannya hendak kabur, Bajak Daratan
membentak keras, tubuhnya melayang ke depan. Tapi dengan
memanfaatkan efek luncuran rantainya orang itu sudah
selangkah maju. Sadar tidak dapat mengejar lebih jauh, Bajak
Daratan melempar golok di tangan kananya.
Angin tajam segera menderu ke arah si Kedok Hitam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi rupanya si Kedok hitam sudah memperhitungkan
tindakan lawannya itu, ditunggunya sampai golok bergelang
sembilan itu sampai, seketika tanganya mengibas ke belakang,
sebatang tongkat berwarna hitam memapak datangnya golok.
"Trang.." lelatu api memercik sekejap, sementara si Kedok
Hitam semakin cepat melayang ke depan. Rupanya efek
benturan tadi telah dimanfaatkannya untuk menambah daya
luncur tubuhnya ke depan.
Lembu Patik Pulung juga tidak tinggal diam, sambil berlari
mengejar ia bersuit keras, maksudnya memanggil pengawalnya. Arya kagum melihat ketangkasan orang berkedok hitam itu,
tampaknya disamping ilmu silatnya yang tinggi dia juga
mempunyai kecekatan otak di atas rata-rata.
Sementara si Kedok Hitam sudah melayang lagi ke depan
sana, di belakangnya mengintil dengan ketat Bajak Daratan
dan Lembu Patik Pulung. Kedua orang di belakang itu
Ajian Canda Birawa 1 Dewa Arak 43 Garuda Mata Satu Rahasia Ciok Kwan Im 2
^