Pencarian

Pusaka Pedang Embun 9

Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong Bagian 9


mereka. Ooo~?d-dw?~ooO Jilid ke 14 HABIB yang menyaksikan keadaan Liong Houw
dengan pakaian kulit macannya, ia tidak mengenali
si pemuda adalah orang yang pernah membutakan
sebelah mata kanannya, maka cepat-cepat
membentak : "Bocah gila ! Apakah kau melihat
Kapal Layar merah mendarat?"
"Oh, kau ingin tahu tentang kapal layar itu? Tapi
mengapa kalian tidak hujan tidak angin
menyerangku." 630 "Salahmu sendiri." berkata salah seorang yang
dandanan dan bentuk tubuhnya sama dengan
Habib. "Dalam keadaan gelap begini kau masih
mengenakan pakaian seperti itu, heheh, bukankah
kau yang bernama Liong Houw yang menggemparkan rimba persilatan Tionggoan. Nah
disini aku Faisal ingin mencoba kepandaianmu....."
"Faisal !" berkata seseorang yang bernama
Balachmar, "Tanyakan dulu tentang kapal Merah
itu, baru kita coba-coba ilmu kepandaiannya."
"Hmm, betul ! Dimana kapal merah itu apakah
kau melihatnya?" tanya salah seorang lagi yang
bernama Alparisi. "Baik, akan kujelaskan tentang kapal layar
merah itu, juga tentang Pedang Embun, bukankah
begitu ? Tapi sebelumnya aku ingin mengirimkan
kalian keakherat lebih dulu, nanti diakherat kalian
tunggulah, bila mencium bau harum dupa
kemenyan, nah kalian dengar baik-baik suaraku
disana, aku menceritakan semua pada roh-roh
kalian melalui asap dupa kemenyan, haaaa........"
Setelah tertawa terbahak-bahak Liong Houw lalu
melolosi kalung tasbihnya.
"Bocah kurang ajar ! Kau akan segera merasai
betapa hebatnya seorang jago Hadramaut!" bentak
Alparisi. "Aku sudah tahu kehebatan seorang jago
Hadramaut, sampai-sampai matanya buta diserang
oleh seorang kusir.......hahahaaaaa...." Kembali
Liong Houw tertawa mengejek.
631 Selagi Liong Houw masih tertawa, kelima jago
Hadramaut bergerak, mereka membuat posisi
mengurung, pada saat itu pula tanpa disadari
Liong Houw menyabetkan rantai tasbihnya
kebawah, ceett.... rantai itu membentur tanah
berpasir, perbuatan itu dilakukannya sampai
empat kali. "Aaaaaaah........."
Kelima jago Hadramaut mundur lima tindak. Lalu mereka memperhatikan
kaki Liong Houw yang masih terendam air laut.
Perobahan gerakan itu membuat Liong Huow
bersiap siaga, ia menduga bahwa dengan
mundurnya lima jago, mereka sedang melakukan
jurus pembukaan untuk menyerang.
Liong Houw tidak mengetahui bahwa gerakan
menyabetkan rantai kalung tasbih tadi hingga
memukul tanah pasir dipantai itu adalah satu cara
untuk memunahkan ilmu kebal dari kelima jago
Hadramaut, begitu pula kakinya yang tidak
bersepatu itu membuat kelima jago Hadramaut
terkejut. "Hayo kalian manusia
manusia, majulah." perusak keturunan Sambil berkata begitu tubuh Liong Houw
melesat keudara, tangan kanannya memutarmutar rantai tasbihnya hingga menimbulkan suara
mendengung-dengung diangkasa malam gelap
gulita. Lima jago Hadramaut serabutan menghindari
datangnya serangan tasbih. Tapi belum sempat lagi
mereka tahu bagaimana Liong Houw bergerak,
632 tiba-tiba terdengar lima kali suara ketrukan, dan
terdengar suara jerit kematian diiringi suara
deburan ombak memecah kesunyian.
Lima sosok tubuh menggeletak dengan masingmasing batok kepala mengucurkan darah.
Riwayat lima jago Hadramaut tamat di tangan
Liong Houw. Setelah mengetahui kelima jago Hadramaut
dengan mudah dirubuhkan, ia segera mengalungkan kembali kalung tasbihnya, kemudian meninggalkan pantai.
Oo d w oO KEESOKAN harinya, pagi-pagi Liong Houw
melanjutkan perjalanan menuju kebarat, melalui
jalan-jalan pegunungan. "Haaaa binatang ....." tiba-tiba terdengar sayupsayup suara orang memaki. Arah datangnya suara
dari sebelah utara diluar rimba.
"Ayo cepat seret, bawa ia kekota raja serahkan
pada Cong ciangkun . . . ."
Liong Houw segera mengejar kearah datangnya
suara itu, dengan ringan ia berlompatan diatas
dahan-dahan pohon. Tiba ditepi jalan disana
nampak seorang yang berkepala besar, dengan
kedua tangan dirantai sedang kepalanya dikalungkan rantai besi, sedang diseret-seret oleh
seekor kuda. Penunggang kuda yang menyeret orang kepala
besar itu tidak lain adalah Sin-piauw Lok Kun,
633 sedang orang yang tadi berteriak-teriak adalah Cie
Tay Peng. Si kepala besar dengan berlarian mengikuti
seretan rantai yang ditarik oleh kuda yang
ditunggangi oleh Sin-piauw Lok Kun sedang
beberapa penunggang kuda lainnya dengan
mengenakan seragam tentara menggiring dibelakang, kadang kala salah seorang tentara
memecuti tubuh orang yang dirantai terseret-seret
itu. Liong Houw mengenali siapa orang itu, dia
adalah si Gajah Dungkul Tiang-pie Lo twa Mo-mo,
bekas anggota berandal Go-kong-nia berbalik
insyaf memihak Pie-tet Sin-kay dalam pertempuran
di kotaraja. Kini tubuh Tiang-pie Lo-twa Mo-mo, sudah
hitam dekil penuh debu sedang di beberapa bagian
bajunya sudah koyak-koyak, darah mengucur dari
sobekan-sobekan baju tadi.
Liong Houw duduk nongkrong diatas dahan
pohon menunggu tibanya rombongan itu, begitu
Sin-piauw Lok Kun yang menunggang kuda tepat
berada dibawah, segera Liong Houw melejit turun
dibarengi dengan kepalan tangannya menghajar
batok kepala si Malaikat piauw Sin-piauw Lok Kun.
"Bletaakkkkkkk............"
Tak ampun lagi tubuh Sin-piauw Lok Kun
terjungkel kebawah. Sedang kuda tunggangannya
meringkik-ringkik berlompatan. Membuat keadaan
Tiang-pie Lo-twa Mo-mo terseret-seret.
634 Begitu mengetahui siapa yang datang menolong,
Tiang-pie Lo-twa Mo-mo segera menarik rantai, ia
menahan larinya kuda, maka dengan cepat
tubuhnya berguling ditanah mendekati bangkai
Sin-piauw Lok Kun, segera dari sana ia merabaraba saku bajunya, dari sana mengeluarkan
sebilah kunci lalu ia membukai kunci rantai yang
mengikat leher dan kakinya, kemudian duduk
numprah di tanah, tampaknya si gajah dungkul
Tiang-pie Lo-twa Mo-mo sudah kehilangan tenaga.
Cie Tay Peng begitu menampak bayang loreng
tiba-tiba meluncur turun, dibarengi oleh terjengkangnya Sin-piauw Lok Kun dari atas
kudanya, dengan menggunakan sepasang senjata
piannya menubruk kearah Liong Houw.
Liong Houw yang kini bukan lagi Liong Houw
pada tiga tahun yang lalu, begitu menampak
datangnya serangan angin, ia segera memapaki
datangnya serangan sepasang pian dengan kedua
tangannya, membetot pian yang tergenggam
ditangan Cie Tay Peng, kemudian senjata yang
sudah berhasil direbutnya itu ditusukkan kembali
ke jalan darah didada Cie Tay Peng, maka
terjadilah adegan senjata makan tuan, mulut Cie
Tay Peng menyemburkan darah, tubuhnya roboh
terjengkang. Beberapa tentara kerajaan yang mengawal
rombongan tawanan, menyaksikan betapa sang
jago andalan mereka dengan mudah dirobohkan
oleh bocah berpakaian kulit macan, lebih-lebih
mereka telah mendengar bahwa bocah ini pernah
berani menerobos penjara di bawah tanah, dengan
635 sendirinya nyali-nyali mereka menjadi ciut, lalu
memutar kuda mereka lari serabutan meninggalkan arena pertempuran.
Selesai memberesi kedua lawannya, Liong Houw
menghampiri Tiang-pie Lo-twa Mo-mo, yang masih
duduk numprah ditanah dengan lesu.
Tiang-pie Lo twa Mo mo segera menceritakan hal
ikhwalnya ia sampai tertangkap dan diseret-seret
oleh Sin-piauw Lok-kun. Ternyata tenaganya telah
dibuyarkan oleh obat yang berbau harum, begitu
hidung si gajah dungkul mencium itu bau yang
disemburkan dari telapak tangan Cie Tay Peng,
maka segera tubuhnya dirasakan lemah tidak bertenaga.
Setelah mendengar keterangan itu segera Liong
Houw menghampiri mayat Cie Tay Peng, ia
merogoh saku mayat itu, dari saku mayat itu, dari
sana mengeluarkan sebotol kecil yang berwarna
ungu. Kemudian dari dalam botol itu, ia
mengeluarkan sebutir pel berwarna jingga, pel itu
tidak menimbulkan bau apapun, ia sodorkan kepada si gajah dungkul.
Si gajah dungkul yang tenaganya lenyap ia tidak
mau ambil perduli lagi apakah obat itu racun atau
pemunah racun yang membuat tenaganya lenyap,
maka segera menelan pel tadi.
Tak lama tubuhnya mengucur keringat, cepatcepat Tiang-pie Lo-twa Mo-mo bersila, ia
memeramkan matanya bersemadhi. Tak lama
tampak butiran-butiran keringat berwarna ungu
menetel turun. 636 Setelah menetelkan keringat ungu tadi; semangat Tiang-pie Lo-twa Mo-mo bangun kembali,
tenaganya dirasakan pulih, jalan pernapasannya
normal. "Aaaaah .... untung kau datang, kalau tidak aih,
sulit untuk diramalkan."
"Saudara Mo-mo, kau hendak kemana ?" tanya
Liong Houw. Tiang-pie Lo-twa Mo-mo sambil menggibrik
gibrikan pakaian yang kotor penuh debu berkata:
"Sebetulnya aku sedang menguntit gerak gerik
kelima jago Hadramaut, mendadak saja berjumpa
dengan mereka, dan akhirnya aku berhasil
ditawan." "Mari kita masuk jalan hutan, agar tidak banyak
buang tenaga menghadapi para kurcaci."
Setelah berkata begitu Liong Houw berjalan
memasuki hutan rimba diikuti oleh Tiang-pie Lotwa Mo-mo.


Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Baru saja berjalan beberapa langkah, tiba-tiba
terdengar suara tertawa yang berkakakan.
Liong Houw menatap mengangkat pundak. sang kawan, ia Tak lama terdengar suara bentakan : "Bocah...
ternyata kau belum mampus!" dibarengi dengan
terdengarnya kata-kata itu, dihadapan mereka
telah berdiri seorang yang mengenakan jubah
merah. "Hm, murid murtad! Hari ini kalau aku Liong
Houw tidak dapat memotes batok kepalamu orang
637 she Leng-leng, aku tidak mau panjang umur lagi."
kata Liong Houw sengit. "Haaaa, huaaaa, haaaaa..." Leng-leng Pak-su
tertawa berkakakan. "Bocah, ilmu apa yang kau
dapatkan dibawah jurang, haaaaa......uhhh......huhhhhh......."
Tiba-tiba suara tertawa Leng-leng Pak-su
tersumbat, disusul dengan terdengarnya suara
pletak-pletok dua kali. Ternyata ketika Leng-leng Pak-su tertawa
berkakakan, Liong Houw dengan kecepatan kilat
menggerakkan kalung tasbihnya, menghajar kedua
pundak Leng-leng Pak-su, sedangkan Leng-leng
Pak-su hanya menampak dua kali kilatan putih
menyambar dipundaknya, belum lagi ia bisa
berbuat apa-apa kedua tulang pundak sudah
remuk. "Ngggg....." dengus Liong Houw, "Selama
bertahun-tahun kau menyiksa suhu dilembah Imbu-kok, hingga orang tua itu tersiksa, hanya
karena kau ingin mendapatkan peta Pedang
Embun ! Kau manusia tidak berbudi...."
Baru saja Liong Houw berkata sampai disitu,
Leng-leng Pak-su yang kedua tulang pundaknya
remuk mengetahui bahwa ia tidak bisa menggunakan ilmu silatnya, maka cepat melesat
lari meninggalkan tempat itu. Tapi gerakannya
terlambat, karena tangan si Gajah dungkul Tiangpie Lo-twa Mo-mo dengan kecepatan kilat
meluncur memanjang menangkap kaki Leng leng
Pak-su kemudian dibanting.
638 "Saudara Mo-mo patahkan sebelah kakinya!"
perintah Liong Houw. Bletakkkk. Kaki Tiang pie-twa Mo-mo menjejak tulang
kering Leng-leng Pak-su hingga remuk.
"Eehhh....kau...... bunuh....... bunuhlah, cepat
jangan menyiksa demikian....." keluh Leng-leng
Pak-su. Liong Houw tertawa berkakakan, lalu katanya :
"Justru aku ingin menyiksamu, agar kau
merasakan betapa sengsaranya Thian-lam-it lo Kak
Wan Kiesu cianpwee tersiksa selama beberapa
tahun......haaaa... he, eh....ya, setelah kau
mewarisi ilmu angin puyuh Kak Wan Kie-su
cianpwee, kau menjabat wakil kaucu perkumpulan
Ko-lo-hwe ... he he setelah Ong Pek Ciauw
membuka tabir kedok perkumpulan itu, kau
kembali ke lembah Im-bu-kok menyiksa Kak Wan
Kiesu cianpwe.... Mo mo, copot daun telinganya."
Si gajah dungkul Tiang pie Lo twa Mo mo,
dengan kepalanya yang besar itu menganggukkan
kepala, lalu sebelah tangannya menahan batok
kepala Leng-leng Pak-su sedang tangan kanannya
mencengkeram daun telinga sebelah kanan dan
cluppp.....daun telinga itu nyoplok dibetot.
"Aaahhhhh. . ." terdengar suara rintihan Lengleng
Pak-su, darah mengucur membasahi tubuhnya. "Hmmm . . . ." dengus Liong Houw.
639 "Cepat kau bunuh! Bunuhlah, jangan kau hina
aku demikian rupa?" terdengar ratap sedih penuh
penderitaan dan kesengsaraan menahan gusar dan
malu dari Leng-leng Pak-su, "Aku sudah tua, kau
jangan keterlaluan menyiksa diriku....."
"Kau ingin cepat mati?" berkata Liong Houw,
"Mudah, itu mudah . . . tapi ingatkah kau kepada
sepasang Pendekar Budiman Thio Ban Liong,
bagaimanakah cara kematiannya? Huh . . . ."
"Ia mati tidak disiksa seperti aku," potong Lengleng Pak-su.
"Hah, jadi kau tahu bagaimana cara matinya
Thio Ban Liong ?" bentak Liong Houw. "Cepat kau
ceritakan, jika kau ingin cepat mampus tanpa
penderitaan." Leng-leng Pak-su segera menceritakan tentang
lenyapnya pendekar budiman Thio Ban Liong.
Ternyata sesudah Thio Ban Liong menjadi
anggota perkumpulan Ko-lo-hwee, ia mengetahui
bahwa perkumpulan itu adalah perkumpulan yang
dipimpin oleh seorang iblis berkedok ksatria, maka
ia berusaha untuk membasmi perkumpulan
tersebut. Tapi tindakannya terlambat, karena pada
sebelum ia melakukan pemberontakan terhadap
perkumpulan itu, para sahabat yang terdiri dari
beberapa orang ketua-ketua partai membocorkan
rahasianya, melaporkan kepada Leng-leng Pak-su
tentang itikad pemberontakannya.
Leng-leng Pak-su yang setelah mendapat info itu
segera mengadakan pembersihan di kalangan
640 anggota Ko-lo-hwee, pada malamnya dengan
membawa beberapa anggota yang terkuat ia
menyatroni rumah Thio Ban Liong, disana ia
berhasil meringkus Thio Ban Liong dengan
anaknya yang baru berusia tiga tahun, sedang istri
Thio Ban Liong dengan membawa anak bayinya
berhasil meloloskan diri.
Ketika dalam perjalanan menuju markas besar
Ko-lo-hwee, ditengah jalan terjadi penghadangan
oleh para ketua-ketua partai Siauw-lim-sie, Butong-pay, Ceng-san-pay, Go bi-pay, Kong-tong-pay,
dan si Tosu siluman Liok Hap tojin.
Menghadapi keroyokan tokoh-tokoh kuat, akhirnya Leng-leng Pak-su tidak dapat menyelamatkan jiwa Thio Ban Liong dengan
beberapa kali menerima tusukan pedang dan
golok, tubuh Thio Ban Liong menjadi rebutan para
ketua partai dan si tosu siluman. Melihat itu Lengleng Pak-su tidak mengerti tindakan gila dari para
ketua partai memperebutkan tubuh Thio Ban Liong
yang telah menjadi mayat.
Putra Thio Ban Liong berhasil ditolong oleh
sesosok bayangan hitam. Dengan mengorbankan beberapa anggota Ko-lo
hwee, akhirnya Leng-leng Pak-su berhasil membawa lari mayat Thio Ban Liong kemarkas Kolo-hwee, setelah diperiksa dengan teliti ternyata
ditubuh Thio Ban Liong tidak terdapat benda yang
berharga hanya sebilah pisau berukiran burung
Hong. Dengan adanya kejadian itu Leng leng Pak-su
segera menyerap-nyerapi berita tentang kejadian
641 aneh tindakan para ketua partai, ternyata pada
Thio Ban Liong terdapat peta tentang tersimpannya
Pedang Embun, dan ia juga mengetahui bahwa
suhunya Thian-lam-it-lo Kak Wan Kie su
mengetahui hal ihwal peta pedang itu, maka
setelah rahasia lenyapnya Thio Ban Liong secara
misterius itu hampir terbongkar oleh Sin-kiongkiam Ong Pek Ciauw yang menemukan sebilah
pisau berukiran burung Hong, maka perkumpulan
itu bubar, sedang Leng-leng Paksu bersama
keempat muridnya Lie Ceng San, To Houw An,
Liauw Hong dan Su-mo Tok-liu kembali ke lembah
Im-bu-kok, dimana kebetulan Thian-lam it-lo Kak
Wan Kiesu sedang bersemedhi, dengan menggunakan kesempatan itu, Leng-leng Pak-su
menyerang gurunya sendiri dengan ilmu pukulan
angin puyuh hingga sang guru menderita jalan
darah masuk api. Dan akhirnya muncul Liong
Houw kelembah Im-bu-kok, dengan siulannya
membunuh empat murid Leng-leng Pak-su, tapi ia
sendiri pingsan dipukul ilmu angin puyuh Lengleng Pak-su.
Setelah bercerita sampai disitu, tiba-tiba Liong
Houw membentak: "Cukup, selanjutnya kau tahu
dimana jejak isteri Thio Ban Liong ?"
"Aku tak tahu, ia berhasil meloloskan diri."
"Siapa kaucu Ko-lo-hwee?" bentak Liong Houw.
"Aku tidak tahu, ia selalu mengenakan kerudung
mukanya, ilmu kepandaiannya dua kali lipat lebih
tinggi dari ilmu kepandaianku, aku berhasil
dikalahkannya hanya dalam dua jurus, maka
mulai saat itu aku tunduk dibawah perintahnya."
642 "Hmmm..." dengus Liong Houw. "Nah, baiklah,
sekarang tiba waktunya aku akan mengirim kau
keakherat..." "Ya, ya... cepatlah, aku tidak tahan menderita
seperti ini......." Bletakkkk......crottttt......otak berhamburan dari
kepala Leng-leng Pak-su, tubuh tua itu kelejetan,
kemudian tak bergerak nyawanya melayang
melaporkan ke Giam-lo ong !
Menyaksikan sikap Liong Houw yang seperti itu,
hati Tiang-pie lo-twa Mo-mo bergidik. Ia bisa
membayangkan, dengan adanya keterangan Lengleng Pak-su, rimba persilatan akan geger, partaipartai yang turut dalam pengeroyokan Thio Ban
Liong pasti akan mendapat pembalasan.
Setelah menamatkan riwayat Leng-leng Pak-su,
dengan senyum Liong Houw menoleh kearah Tiangpie Lo-twa Mo-mo, lalu katanya : "Saudara Mo-mo
sampai disini kita berpisah."
"Kau hendak ke mana saudara Liong ?" tanya
Tiang-pie-lo-twa Mo mo terharu.
"Aku akan kedesa Lip-cun, ingatkah saudara
Mo-mo, disana pernah dititipkan sebuah kereta,
dengan kereta itu aku akan menjelajahi gunung,
memasuki hutan rimba membuat perhitungan
kepada partai-partai yang tersangkut dalam
peristiwa pembunuhan ayahku, juga mencari jejak
ibuku, kukira ia masih hidup.......mudah-mudahan
Tuhan mempertemukan kami ibu dan anak....."
Tidak terasa dua tetes air mata menetes turun
dipipi Liong Houw. 643 Dengan menelan mengangguk kepala. ludah Tiang-pie Lo-twa oodwoo Tiga tahun, Thio Thian Su mendapat gemblengan
dari Ceng-it Cinjin, kini ilmu kepandaiannya telah
maju pesat lebih-lebih ilmu tenaga dalamnya,
bahkan kini ia sudah bisa memainkan jurus ilmu
Pedang Guntur. "Thian Su," terdengar Ceng-it Cinjin berkata :
"Tiga tahun sudah kumenggembleng dirimu untuk
memperdalam ilmu silat serta tenaga dalammu,
ternyata semua jerih payahku tidak sia-sia, kini
kau sudah mahir memainkan ilmu pedang guntur,
pergunakanlah kepandaianmu untuk membela
keadilan dan kebenaran, sedapat mungkin kau
jauhkan semua dendam-mendendam yang tidak
akan habis-habisnya, nah hari ini masih pagi baik
untukmu, segera melakukan perjalanan turun
gunung, guna mengamalkan ilmu yang kuturunkan."

Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Suhu . . . teecu . . . teecu . . . ?"
"Ayah ibumu?" potong Ceng-it Cinjin.
Thio Thian Su mengangguk.
Ceng-it Cinjin mengurut-urut jenggotnya
mengangguk-angguk, baru berkata :
ia "Thian Su, tentang orang tuamu.....dialah si
Pendekar Budiman Thio Ban Liong."
"Aaaaaaaa .... suhu .... ka . . . kalau begitu . . .
Liong Houw adalah adik teecu . . . " kata Thio
Thian Su terputus-putus, tubuhnya agak gemetar.
644 "Hmm . . . kukira sudah waktunya kalian
bertemu. Selama ini aku merahasiakan hubungan
kalian, agar kalian masing-masing bisa memperdalam ilmu dengan giat, tanpa mendapat
gangguan dari musuh-musuh kalian, nah menurut
pirasatku, si bocah Liong Houw itu tentu sudah
mendapatkan sesuatu yang luar biasa, kau
awasilah dia! Ia memiliki sifat keras seperti ibumu .
. . ." "Tapi .... bagaimana dengan keadaan ayah-ibu
yang lenyap? Apakah suhu mengetahui hal itu?"
tanya Thio Thian Su. Ceng-it Cinjin menghela napas lalu katanya :
"Kau berhasil kuselamatkan, tapi ayahmu sudah
terlambat, waktu aku tiba, ayahmu sudah mandi
darah, untung masih dapat menyelamatkan dirimu
... " "Siapa, siapa yang membunuh ayah ?" teriak
Thio Thian Su histeries. "Aku kurang jelas, karena waktu itu malam hari,
keadaan cuaca gelap, yah sudahlah, pergilah kau
turun gunung, cari adikmu Liong Houw, mungkin
ia mengetahui siapa yang melakukan pengeroyokan
tapi ingat, jangan kau umbar hawa nafsu
dendammu, kalau dapat apa yang bisa dimaafkan
maafkan, jangan sampai timbul dendam mendendam yang tiada habisnya."
Ceng-it Cinjin sebetulnya mengetahui jelas
siapa-apa yang turut dalam pengeroyokan ayah
Thio Thian Su, tapi ia tidak mau menjelaskan yang
sebenarnya, sedapat mungkin orang tua itu
645 berusaha melenyapkan dendam kesumat dari satu
generasi kelain generasi.
Setelah pamitan dengan gurunya, Thio Thian Su
meluncur turun gunung, meninggalkan puncak
gunung Liong houw-san. Ketika baru saja Thio Thian Su turun gunung,
dirimba persilatan terjadi kegemparan hebat,
seorang pemuda berpakaian kulit macan dengan
menggunakan pedang pusaka Embun telah
melakukan dua kali pembasmian terhadap partai
Kong-tong-pay dan Ceng-san-pay, tidak seorangpun diantara mereka berhasil lolos dari
cengkeraman maut Pedang Embun.
Partai Siauw-lim-sie, Kun-lun-pay, Swat-sanpay, Go-bi-pay dan para jago-jago rimba persilatan
mengerahkan kekuatan untuk menangkap si
pemuda yang menamakan dirinya Liong Houw,
yang dianggap menjadi biang bencana rimba
persilatan. Tapi jejak si pemilik pedang embun sungguh
misterius, datang dan lenyapnya tak diketahui
orang, jejak kereta biru lautnya, datang dan pergi
seperti angin. Dimana kereta itu tiba disitulah
terjadi banjir darah. Belum lagi para jago-jago dari berbagai partai
berhasil menemukan jejak si pemilik pedang
embun, telah tersiar lagi berita tentang mengamuknya Liong Houw membunuh seribu
orang anggota Sam-ie-hwee Pat-houw di Thian-makwan, rombongan golongan Sam-ie hwee Pat-houw
di bawah Tong-hong Hong yang juga mencari jejak
si pemilik pedang embun dengan membawa dua
646 barisan Thiat-kek-kun yang terkenal ganas
berusaha mencoba merebut Pedang Embun dari
tangan si pemuda, tapi ternyata mereka bukanlah
tandingan Liong Houw, mereka datang hanya
menyerahkan jiwa diatas tajamnya pedang Embun,
tidak seorangpun luput dari maut Tong-hong Hong
sendiri tubuhnya sampai belah tujuh bagian.
Berita yang sangat mengejutkan itu membuat
para ketua-ketua partai ciut nyali. Mereka
mengetahui sampai dimana kelihaian barisan
Thiat-kek-kun dari Sam-ie-hwee Pat-houw, toch
berhasil ditumpas oleh si pemilik Pedang embun,
dengan adanya peristiwa itu, semua partai menarik
kembali anggota-anggotanya untuk siap siaga
menjaga diatas gunung masing-masing.
Suasana rimba persilatan menjadi sunyi, tak
tampak lagi orang-orang kang-ouw yang berkeliaran, mereka semua jeri menghadapi
amukan si pemilik Pedang Embun, mereka tidak
mengerti, apa sebab musababnya si pemilik pedang
embun menjadi demikian ganasnya juga tidak bisa
menjajaki alasan dari si pemilik Pedang Embun,
karena tindakan-tindakannya sungguh membingungkan. Lebih-lebih para jago yang telah mengenal baik
diri Liong Houw menjadi pusing kepala menghadapi problema yang ditimbulkan oleh Liong
Houw. Hari itu keadaan hawa udara panas sekali, sang
surya mencorong ditengah langit biru, di dalam
rimba tidak jauh dari jalan menuju kekota Cee647
lam-hu, terdengar beberapa kali suara guntur
memecah suasana disiang hari.
Dari arah utara meluncur mendatangi sebuah
kereta biru laut ditarik oleh empat ekor kuda, si
kusir mengenakan pakaian kulit macan dengan
rambut gondrong sebatas bahu. Itulah kereta
maut, ketika si kusir dengar suara guntur yang
menggema angkasa didalam rimba, segera
memutar keretanya. Si kusir kereta yang bukan lain adalah si pemilik
Pedang Embun Liong Houw, begitu mendengar
suara guntur disiang hari, ia sebagai seorang jago
muda yang sudah berpengalaman, mengetahui itu
bukanlah suara guntur yang sebenarnya, tapi
adalah suara sebilah pedang, Pedang Guntur milik
Ceng it Cinjin, karena rasa ingin tahunya, ia segera
mendatangi tempat itu. Berjalan tidak berapa lama, roda kereta berhenti
bergerak. Ditengah lapangan tampak seorang pemuda
yang bukan lain adalah Thio Thian Su sedang
menggerak-gerakkan pedangnya yang menimbulkan suara guntur, sedang bertarung sengit
dengan seorang tosu. Menampak si tosu itu Liong Houw cepat lompat
dari keretanya, seraya membentak ; "Liok Hap tojin
! Tosu binatang !" Mendengar suara makian, kedua orang yang
bertempur segera menghentikan gerakan mereka.
"Aaaaaa. . . adik Liong. . . ." teriak Thio Thian
Su. 648 "Huh bocah sialan, eeh, kau pemilik pedang
embun?" Liok Hap tojin uring-uringan.
Bleeegurrrrr. "Hahaaa, haaa......bocah ! Pedang bangpakmu
tidak ada gunanya lagi, aku tidak takut dengan
suara guntur, ha, haaa kau harus ketahui
dengan menghisap darah wanita sebanyak seribu
orang, maka ilmu pedangmu sudah tidak ada
gunanya, haahaa......ehh, kau terimalah kematianmu......" berkata Liok Hap tojin sambil
tertawa besar. Ternyata latihannya selama ia
menghisap darah gadis-gadis adalah khusus untuk
mendapatkan kekuatan guna menghadapi pedang
guntur Ceng-It Cinjin, yang kini sudah diwariskan
pada Thio Thian Su. Pedang guntur belum kuat untuk mengalahkan
Liok Hap tojin ! "Tosu siluman ! Kau jangan bergirang lebih
dulu." bentak Liong Houw, "Pedang Embun ini
akan mencincang tubuhmu menjadi berkepingberkeping untuk membalaskan dendam sakit hati
para gadis yang telah kau cemarkan......."
Giliran Pedang embun yang harus turun tangan!
"Huh! Anak ingusan mau pidato didepan bapak
moyangmu....." Liok Hap tojin membentak,
dibarengi dengan meluncur sinar merah dari
telapakan tangannya. Menyambar tubuh Liong
Houw. "Hmm. . . ilmu basi kau hendak pertunjukan
dihadapanku," ejek Liong Houw. "hayo keluarkan
649 ilmu siluman halimun dan api yang membakar,
sebelum tubuhmu kucincang!"
Dibarengi dengan kata-katanya Liong Houw
mencabut pedang embun dari serangkanya.
"Bocah! Kau menggunakan ilmu siluman, itu...
Itu bukan pedang! Ular!..... oh!... Ular! .. Eeee
..Pedang,...Pedang ... berembun?!....Aya, kau main
ilmu siluman apa? Ular!....ular!" sambil berkata
Liok Hap tojin mundur beberapa tindak, sebagai
seorang ahli ilmu siluman, kini dihadapannya
menampak sebilah pedang yang sebentar berupa
pedang, kemudian sebentar pula berubah menjadi
ular... keringat dingin Liok Hap tojin mengucur
deras. Thio Thian Su yang menyaksikan tingkah laku
Liok Hap tojin yang mendadak seperti orang
sepeleng, pedang yang berada di tangan Liong
Houw sebentar dikatakan ular, sebentar dikata
pedang, ia menjadi heran tidak kepalang, memang
badan pedang berbentuk berlekuk liku, tapi jelas
itulah pedang, hanya tampak tubuh pedang itu
terotolan bergelimangan titik-titik air embun
bening, dari butiran-butiran embun itu mengeluarkan cahaya putih yang bening. Jelas itulah
pedang! Liong Houw pun agak bingung menyaksikan
kelakuan Liok Hap tojin. Pedang di tangannya
semenjak dikeluarkan dari serangkanya tetap
pedang, tidak pernah berubah menjadi ular, tapi
bagaimana si tosu siluman mengatakan pedang itu
ular ? Lalu pedang ? Tapi cepat Liong Houw teringat pengalamannya didasar laut, ketika ia
650 menghadapi serangan ular putih yang ternyata
adalah Pedang Embun. Maka dengan tertawa
berkakakan ia berkata : "Liok Hap tojin, kau lihat
ular ini, buntutnya bukan yang mengarah matamu
? Kalau kepalanya kulepaskan, ia segera akan
mencaplok kepalamu...... Liok Hap tojin, inilah ular
jelmaan roh-roh wanita yang menjadi korban
kebuasanmu... haaaa...."
"Ampunnn......dewi, ampun dewi maafkan hamba ......" rintih Liok Hap tojin ketakutan. Kini
dimatanya benar-benar menampak seekor ular
putih menyambar-nyambar tubuhnya setelah
mendengar kata-kata Liong Houw tadi.
Tiba-tiba segumpal awan mendatangi, keadaan
dalam rimba itu menjadi gelap, bertepatan pada
saat itu, tubuh Liok Hap tojin lenyap, diangkasa


Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nampak seekor binatang yang berkepala berkumis,
bertubuh panjang melingkar-lingkar.
Cepat-cepat Liong Houw melemparkan Pedang
Embun kearah binatang itu, ceppppbrukkkkkkkk........ouwwwwwww...............
Tubuh Liok Hap tojin yang lenyap kini jatuh
ambruk ditanah dengan dada tertembus pedang
embun, sedang awan hitam yang menutupi tempat
sekitar itu lenyap, dan binatang panjang berkumis
juga lenyap. Permainan siluman Liok Hap tojin
berakhir diujung Pedang Embun !
Dengan langkah lebar Liong Houw menghampiri
mayat Liok Hap tojin, kemudian mencabut pedang
embun yang tertancap didada si tosu siluman.
651 Setelah Liong Houw mencabut pedang itu
ternyata tidak membawa noda-noda darah, pedang
itu tetap bersih, disana masih tampak butiranbutiran air embun. "Adik Liong." sapa Thio Thian
Su melangkah mendekati Liong Houw.
Sambil menyarungkan pedangnya, Liong Houw
berbalik menghadapi Thio Thian Su. Sedang kedua
tangan Thio Thian Su segera menyambut balikan
tubuh Liong Houw, ia memegang kedua pundak
Liong Houw, air mata menetes dari pelupuk mata
Thio Thian Su. oodkzoo MENAMPAK sikap Thio Thian Su, Liong Houw
hanya berdiri bengong. "Kau.....adik....." ucap Thio Thian Su terharu.
"Kau adikku ......kita putra ayah..........Pendekar
budiman........" "Aaaaaa....." kejut Liong Houw.
"Apa? Apa yang kau ucapkan tadi, ulangi
ulangi........" "Kita putra pendekar budiman Thio Ban Liong."
kata Thio Thian Su memberikan keterangan yang
lengkap, ia menyebut nama ayahnya dengan jelas,
agar Liong Houw dapat segera mengerti apa yang
diucapkannya. Mendengar ucapan berdebaran ......... itu, hati Liong Houw "Adik....." Thio Thian Su yang sudah tidak tahan
menahan gelora emosinya segera memeluk Liong
Houw dengan erat. Pelukan itu membuat Liong
652 Houw segera menyadari, kini ia benar-benar
berjumpa dengan kakaknya, maka cepat memeluk
sang kakak dengan mengucurkan air mata. Dan
katanya terisak : "Kakak.......tak kusangka kau kakakku, pertemuan kita selama ini.....kita tidak kenal satu
sama lain, tak kusangka, kita adalah dua saudara
yang telah terpisah akibat kekejaman-kekejaman
orang-orang rimba persilatan..... hingga tak kenal
saudara sekandung, kau...... apakah gurumu
pernah menerangkan dimana jejak ibu. . . .?"
Thio Thian Su yang berusia lebih tua tiga tahun,
ternyata dapat segera menahan gejolak hatinya, ia
mengajak Liong Houw mencari tempat duduk di
bawah sebuah pohon, lalu katanya : "Suhu tidak
mengetahui jejak ibu, hanya ayah......" Thio Thian
Su menyeka air mata yang menetes turun
dipipinya. "Ayah binasa......dalam pengeroyokan, dan aku
berhasil diselamatkan suhu ketika mereka
mengeroyok ayah......"
"Aku tahu....." potong Liong Houw, ia mengertak
gigi. "Ayah... ayah binasa dalam pengeroyokan
orang-orang partai rimba persilatan, waktu itu
ayah dalam tawanan orang-orang Ko-lo-hwee, tibatiba saja orang-orang itu disergap oleh beberapa
ketua-ketua partai, Siauw-lim-sie, Bu-tong, Gobie
dan beberapa manusia durjana."
Selanjutnya Liong Houw menceritakan dengan
sejelas-jelasnya apa yang ia dengar dari keterangan
Leng-leng Pak-su wakil kaucu Ko-lo-hwee sebelum
dibunuh mati olehnya. 653 "Hmmm....." gumam Thio Thian Su setelah
mendengar penuturan Liong Houw, "Kalau begitu,
kita harus cepat pergi ke Go-bie-pay dan Siauwlim-pay untuk meminta penjelasan mereka tentang
kematian ayah......"
"Tidak perlu penjelasan !" kata Liong Houw
marah, "Yang kita perlukan pembalasan dendam!
Dendam berdarah itu harus dilunasi dengan
darah." "Adik......." kata Thio Thian Su sambil menarik
napas. "Kita harus menyelidiki lebih dulu
kebenaran kata-kata Leng-leng Pak su, jangan
sampai kita salah tangan, hingga dendam
mendendam turun temurun yang tak ada
habisnya, betul Leng-leng Pak su telah mengakui
perbuatannya, tapi apakah keterangan tentang
pengeroyokan partai-partai itu benar, apakah tidak
sebaliknya kalau Siauw-lim dan partai lain, mereka
menghadang untuk memberi bantuan pada
ayah......" "Hah, apakah ucapan orang yang mau mati bisa
bohong!" selak Liong Houw sengit.
"Adik, ada orang datang." Tiba-tiba Thio Thian
Su bangkit dari duduknya, ia memperhatikan
berkelebatnya sesosok bayangan putih yang
memasuki rimba. "Omitohud," terdengar suara menyebut nama
Budha, didepan mereka telah tampil seorang
hweeshio, "Aaaaa.....Siauwhiap ! Kau? Selamat
bertemu kembali, selama beberapa tahun tampak
kepandaian Siauwhiap lebih maju . . . ." Ia menoleh
kearah mayat Liok Hap Tojin yang menggeletak.
654 "Waktu itu, lohu tidak sempat untuk mengucapkan
terima kasih yang selayaknya atas bantuan
Siauwhiap menyelamatkan jiwa lohu .."
"Kau," kata Liong Houw, "Bukankah
hweeshio dari kelenteng Liong ong bio?"
kau "Betul! Lohu Swat Louw Hosiang ketua kelenteng
Liong ong-bio." "Nggg......" dengus Liong Houw, "Liong ong-bio ?
Tentunya kau murid salah satu partai rimba
persilatan." "Betul! Lohu murid Siauw-lim-sie."
Mendengar ucapan itu wajah Liong Houw
berubah, sinar matanya berkilatan, memancarkan
sinar pembunuhan ! Hawa angkara murka dari keganasan Pedang
Embun ! "Totiang!" selak Thio Thian Su cepat, "Apakah
totiang mengetahui tentang peristiwa pembunuhan
atas diri . . ." "Thio Ban Liong . . . ." potong Liong Houw.
Swat Louw Hosiang melangkah mundur
setindak, ia menatap wajah kedua anak muda
dihadapannya, menatap wajah Thio Thian Su,
kemudian menatap wajah Liong Houw yang
menampangkan wajah pembunuhan.
"Kalian berdua . . . wajah kalian mirip dengan
dia . . ." kata Swat Louw Hosiang.
"Keledai gundul!" bentak Liong Houw. "Partaimu
juga turut dalam pembunuhan itu?"
655 "Aahhh . . ." kejut Swat Louw Hosiang, wajahnya
pucat pasi. "Sabar . . . ." kata Thio Thian Su ketika melihat
gerak gerik Liong Houw yang sudah seperti orang
kemasukan setan. "Kau totiang, apakah mengetahui peristiwa itu?"
Pedang Embun membawa hawa pembunuhan !
Pedang Guntur mengandung unsur kesucian
dan penjernihan ! "Hmm, memang lohu mengetahui, malam itu,
kami . . . ." "Kalian mengeroyok ayahku yang sudah tidak
berdaya!" bentak Liong Houw.
"Kau anak kurang ajar !" tiba-tiba Swat Louw
Hosiang membentak Liong Houw, ia sudah
kehilangan sabar. "Kau kira aku takut menghadapimu? Meskipun bukan tandinganmu,
tapi aku bersedia adu tenaga dengan bocah kurang
ajar." "Adik Liong, tenanglah," kata Thio Thian Su.
"Totiang maafkanlah adikku . . . menurut
keterangan Leng-leng Pak-su, kalian partai-partai
rimba persilatan turut mengeroyok pada malam
itu, apakah . . ." "Omitohud. . . . . " Swat Low Hosiang menyebut
nama budha, "Fitnah ! Binatang itu pandai main
fitnah. Kami tidak pernah mengeroyok ayah kalian,
tapi kami berusaha menolong Thio Ban Liong dari
penculikan orang-orang Ko lo-hwee, tapi terlambat.
..." 656 "Kalau begitu, mengapa hal ini kalian tutup
rapat, hingga tak ada orang lain yang mengetahui
latar belakang pembunuhan itu ?" tanya Liong
Houw sengit. "Terpaksa ! Karena iblis itu....."
"Iblis? Iblis apa lagi?" Potong Liong Houw.
"Kaucu Ko-lo-hwee ! Terpaksa kami tutup mulut,
jika tidak. . . . ah, bukankah kau Thio Thian Su
murid Ceng-it Cinjin? Mengapa orang tua ini
selama itu menutup rapat rahasia terbunuhnya
Thio Ban Liong ? Padahal ia sendiri mengetahui
seperti apa yang kami ketahui? Bukankah kau
diselamatkannya ? Tapi mengapa selama ini tidak
menceritakan hal itu kepadamu?"
"Haayaaa....." Thio Thian Su terkejut. Bahkan
Liong Houw juga dibuat sadar oleh keterangan
Swat Louw Hosiang. Mengapa, ia pernah bertemu
dengan Ceng-it Cinjin cianpwe dikampung Lip Cun,
mengapa Ceng-it Cinjin tidak menjelaskan kalau ia
dan Thio Thian Su adalah kakak dan adik.
Mengapa ? Mengapa orang tua itu menutup
rahasia ini? Padahal ia mengetahui bahwa Liong
Houw adalah putra bontot Thio Ban Liong.
"Apakah totiang tahu sebab-sebabnya?" tanya
Liong Houw lunak. Swat Louw Hosiang tersenyum katanya: "Itu
disebabkan, karena kami dan Ceng-it cinjin
cianpwee mempunyai rasa setia-kawan yang tebal
terhadap ayahmu, kami menutup rahasia ini, purapura tidak tahu, agar jangan sampai keturunan
satu-satunya Thio Ban Liong yang berhasil
657 diselamatkan oleh Ceng-it Cinjin juga terbunuh
oleh iblis laknat itu. Kalian harus menyadari,
bahwa dari sekian banyak sahabat-sahabat
ayahmu, tentu ada yang tidak bisa menahan
emosinya hingga membuka rahasia tentang
hidupnya keturunan Thio Ban Liong, untung
gerakan Ceng-it Cinjin tepat pada waktunya,
hingga dalam keadaan gelap mereka tidak
menyadari kalau kau, Thio Thian Su sudah
diselamatkannya. Ah, memang Thian maha adil,
ternyata kau juga masih hidup, tak kusangka,
pemuda gondrong yang pernah menyelamatkan
jiwaku dari tangan maut Sin-piauw Lok Kun cs
dikelenteng Liong-ong-bio adalah putra kedua Thio
Ban Liong." "Totiang," potong Thio Thian Su. "Apakah ibuku.
. . ." "Ibumu," potong Swat Louw Hosiang, "Menurut
keterangan ketua kami ia. . . . ia waktu itu diculik
Kun-se-mo-ong Teng Kie Lang, bersama anak
bayinya yang baru berumur tiga bulan....
tapi.....kau Liong Houw ternyata selamat, mungkin...." "Jelas ibu menjadi korban Kun-se-mo-ong!"
potong Liong Houw. "Jika tidak tentu ibu masih


Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hidup bersamaku." "Apakah totiang tahu, dimana jejak Kun-se-moong Teng Kie Lang?" Tanya Thio Thian Su. "Pantas
selama ini suhu memerintahkanku untuk menguntit jejaknya."
Swat Louw Hosiang mengkerutkan kening, lalu
katanya : "Iblis itu sudah beberapa bulan ini tidak
658 muncul dirimba persilatan, jejaknya lenyap secara
tiba-tiba." "Eh . . . ya . . . apakah totiang mengetahui asalusulnya golongan Kupu-kupu merah?" tanya Liong
Houw. "Itulah!" kata Swat Louw Hosiang, "Lohu
ditugaskan oleh ketua partai untuk pergi ke Kun
Lun dan Bu-san untuk mengundang Pek-bie Locow
dan Kim-ce Lonnie untuk berkumpul di Siauw-limsie mendiskusikan golongan itu. Tidak tanduk
mereka sangat misterius, mereka telah menghancurkan markas berandal Go-kong-nia,
bahkan beberapa hari yang lalu, mereka
membunuh para perwira dan jenderal Cong
dikotaraja, Bu-tong dibumi hanguskan, bahkan Go
bie dihancur-leburkan, kalau ditilik dari tindakantindakan mereka, golongan Kupu-kupu merah
adalah golongan orang-orang gila. Yang tidak
menentu arah tujuan hidupnya. Entah mereka itu
dari perempuan-perempuan macam apa yang
menjelma menjadi demikian rupa? Sebaiknya
kalian berdua juga hadir dalam pertemuan ini,
karena kami juga mengundang beberapa tokohtokoh rimba persilatan lainnya. Hmmm, lohu
dengar berita yang menggemparkan, kau Liong
Houw juga sudah menghancurkan Kong-tong dan
Ceng-san-pay, aih......urusan akan menjadi rumit.............."
Tiba-tiba terdengar satu suara yang bergelombang disalurkan dengan kekuatan tenaga
dalam. 659 "Kong-tong .... dan....Ceng san-pay.....juga terdiri
dari manusia serakah berhati srigala . . . jangan
percaya ucapan Keledai Gundul itu ....!"
Dibarengi dengan berakhirnya suara itu dari
atas udara melayang secarik kertas putih.
Liong Houw cepat menyambar
kemudian diperhatikannya,
kertas tadi, "Huahhh. Kun-see-mo-ong Teng Kie Lang."
Swat Louw Hosiang cepat merebut kertas tadi,
dan diperhatikannya dengan teliti, tampak wajah
Swat Louw Hosiang berubah, lalu katanya : "Iblis
itu juga akan hadir. Nah, kalian bawa kertas ini,
tunjukkan pada ketua Siao-lim, agar kita bisa siapsiap menghadapi kedatangannya."
Setelah berkata begitu ia memberikan kertas tadi
kepada Thio Thian Su, lalu melesat meninggalkan
mereka. "Kakak Thian Su, apakah kau tahu jalan menuju
Siauw-lim-sie ?" tanya Liong Houw.
Thio Thian Su mengangguk katanya : "Siauw-lim
sie digunung Siong-san, ayo cepat kita kesana !"
Dengan kereta biru laut, Liong Houw dan Thio
Thian Su melanjutkan perjalanan menuju Siauwlim-sie digunung Siong San.
Sebulan perjalanan dilakukan, tidak menemui
sesuatu yang menganggu perjalanan mereka, kini
kereta biru laut sudah berada dibawah kaki
gunung Siong San. 660 "Adik, bagaimana?" tanya Thio Thian Su,
"Apakah kita terus mendaki dengan kereta ini, atau
dengan berkuda ?" "Hmm, kereta ini telah membawa sejarah baru
bagi hidup kita, sebaiknya kita lanjutkan dengan
menggunakan kereta, kereta ini ternyata dibuat
khusus untuk mendaki bukit-bukit pegunungan,
juga kuda-kudanya adalah kuda istimewa, heran,
bagaimana si tukang pembuat kereta mengetahui
bahwa si pengemis cilik Ho Ho memesan kereta
untuk keperluan mendaki bukit pegunungan."
"Ah, jadi si pengemis cilik Ho Ho yang memesan
kereta ini ?" tanya Thio Thian Su.
Kereta ajaib ! Kereta biru yang mengandung
sejarah ! "Ya, dikota Cee-lam-hu ketika hendak menolong
gurunya dikotaraja."
Lalu Liong Houw menceritakan perkenalannya
dengan si pengemis cilik.
"Heran, mengapa mereka tidak tampak dirimba
persilatan, dalam perjalanan kita tidak pernah
menjumpai salah seorang dari jago-jago yang turut
menggempur kotaraja," gumam Thio Thian Su.
"Mungkin ....!" kata Liong Houw sambil
mengedut tali les kudanya, "Mereka merasa jengkel
atas tindakanku terhadap Kong-tong dan Cengsan-pay .... juga sebaiknya nanti dikelenteng
Siauw-lim-sie kita berhati-hati, jangan percaya
keterangan Swat Louw Hosiang, siapa tahu
memang betul merekalah yang melakukan
pengeroyokan terhadap ayah."
661 "Aaaaaa.....lihat .... bukankah kebakaran," teriak Thio Thian Su.
itu asap "Betul !" kata Liong Houw, "Ih, bagaimana disana
bisa terjadi kebakaran."
"Nggg .... sebaiknya kita turun disini
melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki,
tidak mudah terlihat jejak kehadiran kita,
harus waspada terhadap segala macam
muslihat orang rimba persilatan."
saja, agar kita tipu "Betul." Setelah memasukkan keretanya disemak semak
belukar, Liong Houw dan Thio Thian Su
melanjutkan perjalanannya dengan menggunakan
ilmu lari pesat. Api kebakaran tambah lama tambah jelas asap
hitam masih mengepul, langkah-langkah kaki
mereka semakin mendekati kelenteng Siauw-limsie.
"Aayaaa........" kejut Thio Thian Su, "kebakaran
itu terjadi dikelenteng Siauw-lim sie! Gila
perbuatan siapa yang begitu nekad menyatroni
kelenteng Siauw-lim yang sudah terkenal keagungan serta keangkerannya selama puluhan
tahun........" Api segera membumi-hanguskan gereja Siauwlim-sie.
Suara hiruk pikuk para hweeshio-hweeshio yang
berusaha memadamkan kebakaran terdengar
disana sini. 662 Selagi Thio Thian Su dan Liong Houw tiba
dimuka pintu gerbang Siauw-lim-sie, ia disambut
oleh Swat Louw Hosiang: "Ah, jiwie berdua sudah
datang?" "Eh, bagaimana totiang begitu cepat kembali?"
tanya Thio Thian Su. "Terjadi perobahan rencana, ditengah jalan lohu
kebetulan telah bertemu Kim-ce Lonnie bersama
rombongan Piet tet Sin-kay, Ong Pek Ciauw dan
lain-lainnya, mereka mencari jejak kau Liong
Houw, juga mendapat berita bahwa golongan
Kupu-kupu merah akan menyatroni Siauw-lim-sie,
hai entah dengan cara bagaimana mereka berhasil
membakar gedung penyimpanan buku, untung
cepat buku-buku kuno peninggalan cosuya kami
dapat diselamatkan...... "
"Apakah mereka kini masih berada di-dalam
kelenteng?" tanya Thio Thian Su.
"Bayangan mereka sungguh sangat cepat sekali
pergi datangnya seperti angin, begitu membakar
ruangan penyimpan buku kemudian mereka
Ienyap kembali. Oh ya, Pie-tet Sin-kay sekalian
telah tiba !" Baru saja Swat Louw Hosiang selesai bicara tibatiba dari dalam kelenteng berlari seorang hweeshio
muda, setelah menjura ia berkata : "Suheng
diperintahkan oleh suhu agar segera berkumpul
diserambi kiri kelenteng, orang Kupu-kupu merah
telah menyatroni kembali...... "
Selesai berkata begitu hweeshio muda itu segera
berlari kembali kearah kelenteng.
663 "Mari, mari jiewie sekalian turut Iohu."
mengundang Swat Louw hosiang kepada Thio
Thian Su kakak beradik. Lalu mereka melesat lari
kearah serambi kiri kelenteng.
Ternyata serambi itu merupakan halaman luas
dikiri kanan penuh ditumbuhi pohon bunga,
sedang dibelakang barisan pohon-pohon bunga
terdapat beberapa batang pohon yang rimbun
daunnya sedang jauh lebih kemuka merupakan
hutan pohon Siong. Dilapangan itu berbaris mengurung para
hweshio Siauw-im-sie, sedang ditengah-tengah
kurungan terdapat sembilan wanita merah. Sikap
mereka acuh tak acuh terhadap kurungan para
padri Siauw-lim-sie. Liong Houw cepat memperhatikan keadaan
tempat itu, ia mencari rombongan Pie-tet Sin-kay,
Ong Pek Ciauw, dan lain-lain, ternyata mereka
sedang berdiri di bawah pohon-pohon siong diluar
barisan para hweeshio Siauw-lim-sie.
Menampak kedatangan Liong Houw ke tempat
itu, wajah-wajah mereka asam kecut, hanya
tampak Lie Eng Eng yang menunjukkan sikap
ramahnya, dari seberang sana ia mengirimkan
senyum manis kepada mereka.
Thio Thian Su yang memandang senyum manis
Lie Eng Eng wajahnya merah, hatinya berdebaran,
sangkanya senyum itu diberikan untuknya. Liong
Houw dapat melihat perobahan wajah sang kakak,
cepat ia mendekati berbisik ditelinganya Thio Thian
Su : 664 "Gadis itu. . . . isteriku, eh calon isteriku.....dia
Lie Eng Eng......" Cepat Thio Thian Su menggerakkan kepala
kesamping, ia mengelakan suara bisikan sang adik,
wajahnya tambah merah, ia heran dan cemburu
atas ucapan sang adik, tapi segera dapat
mengendalikan perasaannya. Lalu mengangguk
tanda mengerti dalam teka teki.
"Mm, mereka seperti membenci atas kehadiranku," kata Liong Houw. "Biar akan
kutunjukkan dimuka hidung mereka bagaimana
bekerjanya pedang embun membasmi orang-orang
Siauw-lim-sie...." Thio Thian Su mencekal lengan Liong Houw, lalu
berkata: "Biarkan sikap mereka demikian toch tidak merugikan kita, selagi mereka tidak
menyerang, kita tetap tenang, tunggu saja
perkembangan selanjutnya."
Sembilan orang kupu-kupu merah yang terkurung dalam barisan tin hweesho Siauw-lim-sie
masih bersikap tenang-tenang, salah seorang yang
pernah membawa Liong Houw kepantai dan
diajaknya menaiki kapal layar merah menuju
pulau gunung api dilaut Lam-hay berkata: "Hai
kepala gundul! Cepat panggil keluar ketua kalian,
jangan main kucing-kucingan dengan kami, kami
tidak punya waktu banyak."
"Pinceng Tie-kak Hweeshio ketua bagian luar
kelenteng, ada apakah kalian membuat kerusuhan
dikelenteng kami, bahkan telah berani kurang ajar
membakar ruangan penyimpan kitab, hm, kalau
hari ini barisan Lo han-tin Siauw-lim-sie tak
665 berhasil membekuk kalian perempuan-perempuan
sundal komplotan Kupu-kupu merah, lebih baik
pinceng bunuh diri dihadapan kalian........"
"Hih, hihihih..............." terdengar suara riuh
tertawa wanita-wanita merah yang terkurung
dalam barisan Lo-han-tin, "Barisan apa Lo han-tin,
aku tidak mengerti itu segala tin-tinan........para
gundul-gundul tua ini sebaiknya menyingkir saja,
tidak perlu aku harus menggunakan kekerasan,
yang kubutuhkan adalah Ho-siang Siansu, cepat
suruh ia keluar menentukan sikap, menunduk
pada golongan Kupu-kupu merah dan segera


Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menutup gereja, kalau tidak kami akan membumi
hanguskan kelenteng kalian dan jangan harap ada
seorang kepala gundul yang masih bisa kedap
kedip dimuka bumi.........haaahihihih......."
"Perempuan siluman, tutup mulutmu!" bentak
Tie kak hweeshio, "Bekuk mereka......."
Berbarengan dengan perintah Tie-kak hweeshio,
barisan Lo-han-tin yang mengurung para wanita
merah bergerak-gerak menyerang dengan senjata
masing-masing. Pada saat toya, kebutan, pentungan dan tasbih
bergerak menyerang, tiba-tiba terdengar tepukan si
wanita merah dalam kurungan.
Plok, plok, plok...........
Maka terjadilah keanehan, para hweeshio yang
merupakan barisan Lo-han-tin yang terkenal
ampuh di rimba persilatan, mendadak saja tubuhtubuh mereka melayang ke udara, kemudian
terhenti, di tengah udara bergelantungan dengan
666 tengkurap kebawah sedang tangan dan kaki
mereka bergerak-gerak berusaha menekan tarikan
tubuh mereka ke udara. Tapi semua itu sia-sia
belaka. Perobahan yang mendadak demikian cepatnya
membuat Tie-kak hweshio melengak, ia memandang pemandangan para tosu barisan Lohan-tin yang menggelantung diudara, setelah
diperhatikannya, ternyata mereka terkait jubahjubah mereka oleh beberapa utas tenur halus
berwarna merah. Liong Houw yang pernah mengalami kejadian
yang serupa, ia tertawa geli, katanya : "Haaaa,
gundul-gundul terbang....."
"Bocah setan! Tutup mulutmu !" bentak Tie-kak
hweshio dibarengi dengan serangan lengan
jubahnya ke arah muka Liong Houw.
"Nggg....." dengus Liong Houw.
Dan berbarengan dengan suara dengusan Liong
Houw tubuh Tie-kak hweshio melayang keudara,
jatuh diatas genteng kelenteng, yang kemudian
ambruk, bobol tertimpa tubuh Tie-kak hweshio
yang jatuh terbanting. "Omitohud . . . ." terdengar suara mengucapkan
nama Budha, entah kapan tibanya disana telah
muncul seorang hweshio tua berjenggot putih alis
dan rambutnya sudah putih semua, ia berdiri
tenang dihadapan orang-orang golongan Kupukupu merah, setelah menengok kearah Liong Houw
ia berkata : 667 "Kalian golongan wanita-wanita merah, sebetulnya ada dendam permusuhan apa dengan
kami gereja Siauw-lim-sie......"
Baru saja ucapan hweeshio tadi sampai disitu,
tiba-tiba melayang sesosok tubuh ditengah-tengah
mereka. "Aaaaaaa......huaaaaaah.......Kun-see
mo-ong Teng Kie Lang, iblis laknat......." terdengar suara
riuh mencaci maki bayangan yang baru tiba.
Kun-see-mo-ong Teng Kie Lang yang baru
menjejakkan kakinya ditanah, ia menoleh kearah
rombongan kupu-kupu merah, kemudian memperhatikan rombongan Pie-tet Sin-kay dan
Ong Pek Ciauw bersama kawan-kawan bulim
lainnya, lalu berkata : "Hihihihhhh...... kau nenek Bu-san, Kim-ce
Lonnie, eeh, kau juga datang untuk apa jauh-jauh
dari Kun-lun nenek peot Pek-bie Locow, huh,
hihihihh.....aku tidak butuh kalian, aku butuh,
nah, . . . . kalian wanita merah ini kalau melihat
bentuk buah dadamu tentunya adalah gadis-gadis,
sungguh menggirangkan hatiku.....eh kau Liong
Houw, dan kau Thio Thian Su, mengapa masih
diam mematung tidak membuat pembersihan atas
Siauw lim pay, bukankah kau pernah mendengar
keterangan Leng-leng Pak-su bahwa Siauw-lim
turut serta dalam pembunuhan ayahmu . . . ."
Pie-tet Sin-kay, Ong Pek Ciauw, Pek-bie LoCouw, Kim-cee Lonnie mereka saling pandang
mendengar ucapan Kun-see mo-ong, baru kali ini
mereka mendengar berita bahwa Siauw-lim turut
668 serta dalam pembunuhan budiman Thio Ban Liong. terhadap pendekar Liong Houw memperhatikan bentuk tubuh Kunsee-mo ong, wajah iblis ini putih tidak berdarah,
juga tidak berkumis, tidak berjenggot sinar
matanya memancar tajam, tangannya mengenakan
sarung tangan berwarna merah, sedang kakinya
mengenakan kaus kaki juga berwarna merah. Setelah itu ia membentak : "Mmm, iblis keparat, kau
apakan adikku Liu Ing...."
"Bocah !" Potong Kun-see-mo ong Teng Kie Lang,
"Soal adik angkatmu Liu Ing yang kuculik, aku
bersedia mempertanggung jawabkan, tapi kau, kau
sebagai seorang yang sudah memiliki kepandaian
tinggi luar biasa apakah kau tidak menyadari
bahwa dirimu kini telah menjadi manusia Thianhee-bu-te ? (Super sakti tanpa tandingan).
Mengapa tidak cepat membasmi Siauw-lim-sie
untuk menuntut hutang darah atas kematian
ayahmu, eh, kau jangan dengar ucapan Swat Louw
Hosiang, aku sendiri menyaksikan peristiwa itu,
semua partai rimba persilatan, kecuali Bu-san dan
Kun-lun, mereka semua ambil bagian atas
pengeroyokan terhadap ayahmu, mereka menghendaki peta Pedang Embun."
"Iblis," bentak Thio Thian Su. "Dari mana
munculnya otak adu dombamu, mengoceh tidak
keruan ? Meskipun benar Siauw-lim turut serta
dalam pembunuhan Thio Ban Liong, aku sebagai
putra yang tertua juga tidak akan melakukan perbuatan seperti apa yang kau harapkan, hidup
669 didunia ini bukan membalas.........." untuk saling balas "Omitohud....."
"Gundul tua.....tutup mulut," bentak Liong Houw
yang sudah terbakar oleh ucapan Kun-see mo-ong.
"Omitohud-omitohyd tai anjing........"
"Adik Liong !" tegur Thio Thian Su.
"Hihihihhhh, aku Kun see mo ong meskipun
sebagai iblis yang dicap bejat moral oleh kalian,
tapi terhadap apa yang aku lakukan bersedia
bertanggung jawab seluruh akibatnya, tidak seperti
kalian orang-orang yang sering-sering menyebutnyebut
kebesaran nama Budha, setelah membunuh, lalu tutup mulut memutar balikkan
fakta. Kau Thio Thian Su, jika tidak mendengar
nasehatku, kau akan menyesal dikemudian hari,
orang-orang gundul ini adalah penipu-penipu
berjubah suci." "Iblis..." bentak Ho-siang siansu. "Cepat kau
meninggalkan tempat ini sebelum pinceng
bertindak." "Bertindak ?" ejek Kun-see-mo-ong, "Bernapaspun kau hampir tidak bisa, apa lagi mau
bertindak, hihihih ......hei Liong Houw, cepat basmi
mereka, masih takut apa lagi ? Manusia super
sakti tanpa tandingan !"
Liong Houw heran dan terkejut atas segala
ucapan-ucapan Kun-see-mo-ong, mengapa ia
mengetahui jelas tentang dirinya yang sudah
memiliki ilmu kepandaian luar biasa? Bahkan
menyebut dirinya sebagai manusia super sakti
670 tanpa tandingan? Bagaimana iblis ini mengetahui
jelas ? Siapa Kun-see-mo-ong Teng Kie Lang ???
O?dw?O SELAGI Liong Houw masih berkecamuk dengan
pikiran-pikiran herannya, tiba-tiba terdengar suara
irama mandolin, kemudian diiringi dengan
terdengarnya suara orang tertawa : "Manusia super
sakti tanpa tandingan ? Siapa yang menjadi
manusia super sakti tanpa tandingan ? Mana ?
Aku ingin jumpa dengannya."
Berbarengan dengan suara ucapan itu kembali
suara irama musik mandolin menggema diangkasa,
tak lama melayang sesosok tubuh mengenakan
jubah hitam berkerudung muka hitam.
"Iblis mandolin."
berteriak. terdengar Lie Eng Eng "Ya ! Akulah iblis mandolin ! Siapa yang tadi
dikatakan Thian hee-bu-te, huh mana ! Mana dia
orang yang tidak ada tandingannya dikolong langit,
aku ingin coba-coba kepandaiannya."
Lie Eng Eng yang begitu menyaksikan
munculnya si iblis mandolin, setelah ia berteriak,
segera lari kearah Liong Houw, lalu katanya
perlahan : "Koko Liong, hati-hati iblis ini adalah
iblis nomor wahid dari iblis-iblis yang pernah
muncul di rimba persilatan."
"Hahahahahhhhh . . . ." terdengar iblis mandolin
tertawa berkakakan, "kau bukankah Bo-tay-liongkiam si pedang macan betina Lie Eng Eng yang
671 sudah mau hampir kawin dengan bocah itu ....
hahaaaa." Ia menunjuk kearah Liong Houw, "Kau
beberapa kali mengejar-ngejar aku, tapi setelah
beberapa gebrakan aku mengetahui kau bukan
tandinganku, aku tidak sudi mengotori tangan
terhadap orang muda yang berkepandaian rendah,
tadi kudengar disini ada Thian-hee-bu-te, mana,
siapa orang itu yang menjadi manusia super sakti
tanpa tandingan? Perlihatkan cecongornya kepadaku !"
Semua jago-jago yang berdiri berjejer disana,
tidak terkecuali hweeshio-hweeshio Siauw-lim-sie,
golongan Kupu-kupu merah, Kun-see-mo-ong Teng
Kie Lang dan rombongan Pie-tet Sin-kay, mereka
telah mundur beberapa langkah. Mereka kagum
dan terkejut atas kecepatan munculnya si iblis
mandolin, suara kata-kata yang diucapkan terbawa
angin adalah suara yang diucapkan dengan tenaga
dalam, para jago telah memaklumi tadi sebelum
muncul iblis mandolin sudah mengirimkan
suaranya dari jarak beberapa lie, bahkan telah
mendengar percakapan yang sedang mereka
lakukan disitu, itulah yang membuat para jago
mundur beberapa langkah. Liong Houw yang tidak mengenal bahaya, belum
berpengalaman menghadapi situasi aneh-aneh
dalam rimba persilatan, begitu si iblis mandolin
beberapa kali mengeluarkan pertanyaan tentang
orang yang tidak ada tandingan dikolong langit,
bahkan menyaksikan para jago mundur beberapa
langkah, tidak ada yang mau menjawab
pertanyaan si iblis mandolin, ia segera maju dan
berkata : 672 "Akulah Thian-hee-bu-te."
"Eh! Bocah kau jangan main-main," kata iblis
mandolin, "Akibat kata-katamu kau akan menyengsarakan calon isterimu itu, hahaa...."
"Setan mandolin, ayo buka tutup kerudungmu,
akulah Thian hee-bu-te, dikolong langit masa ini
tidak ada tandingan . . . . . . ." kata Liong Houw
membusungkan dada. "Hngggg . . . ." si iblis mandolin mendengus.
Tringg......ia memetik snar mandolinnya.
Mendengar petikan snar mandolin para jago
mundur lagi beberapa langkah.
Liong Houw segera mendorong Lie Eng Eng agar
mundur menjauhi, langkah kakinya diayun


Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghadapi si iblis mandolin, kira-kira jarak lima
kaki ia berhenti katanya : "Iblis, siaplah kau
menerima kematianmu."
"Haha, hahahaaaaaa....." iblis mandolin tertawa
berkakakan. "Ayo silahkan kau mulai."
Liong Houw belum mau menggunakan pedang
Embun, ia belum pernah mencoba sampai dimana
kekuatan iblis mandolin ini yang dikatakan Lie Eng
Eng adalah iblis nomor wahid, ia meloloskan
kalung tasbihnya. Memutar sebentar di udara
kemudian bergerak menyerang leher si iblis
mandolin. Serangan tasbih dipapaki oleh alat mandolin
ditangan kiri si iblis. Triingggggggggg....... 673 Terdengar suara benturan tasbih dan senjata
mandolin. Tubuh Liong Houw mundur tiga langkah, sedang
tubuh si iblis mandolin terhuyung-huyung sampai
sepuluh langkah. "Bocah ! Kau memang betul-betul Thian-hee-bute ! Tapi kau juga harus mati dibawah senjataku
ini." Apa yang diucapkan si iblis mandolin adalah
kenyataan, kalau ia tadi sampai terhuyung
mundur sepuluh langkah lebih, itu diakibatkan
memandang rendah Liong Houw, setelah bergebrak
satu jurus, barulah ia mengetahui, sampai dimana
kekuatan tenaga dalam Liong Houw.
Liong Houw segera memutarkan kalung
tasbihnya, sedang si iblis mandolin dengan
perlahan-lahan menarik tali senar mandolinnya,
tubuhnya seakan oleng ke kiri kekanan seperti
orang menari terbawa irama suara mandolinnya.
Liong Houw dengan berputaran, menyabetkan
kalung tasbihnya, sedang si iblis mandolin masih
tetap melakukan gerakan-gerakan seperti orang
sedang menari-nari memapaki datangnya serangan-serangan tasbih, lalu membalas melakukan serangan-serangan dengan alat mandolin. Tambah lama, pertempuran tambah seru, tidak
tampak lagi jenis orang yang sedang bertempur,
kini hanya tampak bergulungan bayangan putih,
yang kadang kala berputar membentur satu sama
674 lain, kadang kala berpisah kemudian kembali
merapat. Para jago yang menonton pertandingan,
terpengaruh oleh gerakan Liong Houw dan si iblis
mandolin, bila mana kedua orang yang bertempur
berpisah, maka kurungan para penonton bergerak
mundur, tapi bila mana yang bertempur rapat
kembali kurungan itu maju kembali, mereka ingin
menyaksikan jelas jalannya pertempuran, tapi
sejauh itu mereka tidak bisa menyaksikan jurusjurus apa yang dimainkan oleh kedua jago yang
sedang bertempur, mereka hanya menonton
pertandingan itu, seperti sedang menonton dua
bayangan yang saling bentur dan saling memisah.
Ketika pertempuran berlangsung lima puluh
jurus, mendadak terdengar suara kentring,
prellakkkk. Kedua bayangan melejit lompat menjauhi lawan
masing-masing. Beberapa anak murid Siauw-lim-sie yang
kebetulan berada dibelakang si iblis mandolin
terjengkang rubuh, terpukul oleh tubrukan si iblis
yang lompat mundur, sedang tubuh Liong Houw
yang mundur kebelakang menubruk Kun-see-moong Teng Kie Lang. Si iblis yang memiliki
kepandaian jauh lebih tinggi dari anak murid
Siauw lim sie berhasil mengelakkan tubrukan belakang tubuh Liong Houw.
Ditanah dimana tadi mereka bertempur di sana
kececeran patahan-patahan dan runtuhanruntuhan besi-besi mandolin dan biji-biji tasbih
675 yang sudah hancur berantakan akibat benturan
tadi. "Mmm, bocah? Aku puas! Kaulah
tandingan yang menggembirakan...."
benar "Iblis gila, bergembiralah, kematianmu segera
tiba." bentak Liong Houw, dari balik gegernya ia
mencabut Pedang embun. "Ayaaaaa......"
"Pedang berembun...."
"Pedang halimun......"
Terdengar suara ramai mengomentari pedang
yang berada digenggaman tangan Liong Houw.
Sinar mata iblis mandolin menjilak terang,
tampak kain kerudung hitamnya bergerak-gerak.
Crattttttttt.... Liong Houw menggerakan pedang, dengan
menyalurkan ilmu tenaga dalamnya, maka air-air
terotolan yang menggenang diatas batang pedang
bermuncratan menyerang kepala iblis mandolin.
Si iblis menampak sambaran tenaga lunak,
segera merendahkan tubuhnya, mengelakan serangan butiran-butiran air yang menyerang
kedua biji matanya. Setelah itu tubuhnya melejit
menubruk Liong Houw dari bawah keatas.
Liong Houw tidak mengelak, ia menunggu
datangnya tubrukan itu, setelah serangan hampir
tiba, Liong Houw rubuh celentang ke belakang.
"Ayaaaa, koko Liong . . . ." teriak Lie Eng Eng.
676 Berbarengan terdengarnya teriakan Lie Eng Eng,
dua benda melayang terbang ke udara. Itulah
sepasang kaki iblis mandolin. Dan tubuh iblis
mandolin bergulingan ditanah dengan kedua
kakinya terpapas kutung. Begitu tubuh si iblis mandolin bergulingan, Thio
Thian Su yang sejak tadi hanya berdiri menonton,
dengan menggunakan pedang gunturnya menyontek tutup kerudung muka si iblis mandolin.
Begitu tutup kerudung muka terbuka, tubuh
Liong Houw tergetar, ia mundur beberapa langkah
mulutnya menganga. Tidak kalah terkejutnya Ho Siang Siansu, Ong
Pek Ciauw, Pek-bie Lo-couw, Pie tet Sin-kay, Kimcee Lonnie dan juga Kun-see-mo-ong Teng Kie
Lang. Apa yang mereka saksikan ?
Belum lagi mereka hilang kesimanya menyaksikan raut wajah yang terpeta didepan
mereka, itulah wajah si iblis mandolin, Liong Houw
menubruk maju, ia memeluk tubuh si iblis
mandolin yang sudah kutung kedua kakinya,
sambil meratap menangis sedih :
"Suhu.....suhu....kau, mengapa kau orang tua
harus berbuat begini, maafkan aku tidak tahu
kalau kau...... " "Sudahlah bocah ! Aku memang memiliki
penyakit aneh yang luar biasa, kau masih ingat
akan ucapanku dilembah Im-bu kok, aku ingin
menjadi manusia tanpa tandingan, setelah itu, aku
masih tidak merasa puas, aku ciptakan ilmu untuk
677 menundukkan ilmuku, hai.....akhirnya kaulah
orangnya yang berhasil menyempurnakan diriku
.... eh .... kau tak usah bersedih, dengarlah baikbaik, mulai saat ini, lupakanlah semua dendam
permusuhanmu dengan orang orang Siauw-lim-sie,
mereka hanya terseret oleh arus gerakan yang
menggelombang di rimba persilatan untuk mencari
pedang embun, sedang biang keladi dari semua ini,
adalah kaucu Ko-lo-hwee.....itulah aku sendiri ....
Akulah yang mengakibatkan tewasnya ayahmu."
"Ayaaaa....." Liong Houw meletik bangun, ia
mundur terhuyung beberapa langkah.
"Kau Thian-lam-it-lo Kak Wan Kiesu? Pembunuh
ayahku? Kau kaucu Ko-lo-hwee, kau pula si iblis
mandolin....." Selagi tubuh Liong Houw terhuyung mundur
sambil bergumam, tiba-tiba Kun-see-mo-ong Teng
Kie Lang melejit maju, ia menggepruk kepala
Thian-lam-it-lo Kak Wan Kiesu, tak lama kemudian
tubuhnya kelojotan dan mencair.....
"Omitohud," Ho-siang siansu menyebutkan
nama Budha, "Urusan Ko-lo-hwee sudah dibikin
terang, hanya...." "Hanya kematianmu belum menyusul tiba,"
bentak Liong Houw, "Kau juga harus mengikuti
arwah Thian-lam-it-lo Kak Wan Kiesu ke akherat."
"Anak kau......" teriak Kun-see mo-ong.
"Eh......siapa anakmu ? Hih ! Ayahku sudah
tiada, kau laki-laki pemakan perawan, tidak malu
mengaku-ngaku aku anak."
678 "Kau lihat ! Dan Thian Su....." kata lagi Kun-seemo-ong Teng Kie Lang.
Kejadian-kejadian itu membuat para jago
tambah heran, mereka hanya mengangakan mulut
menyaksikan apa pula yang akan dilakonkan oleh
si iblis Kun-see-mo-ong yang suka memperkosa
wanita, mendadak menyebut Liong Houw dan Thio
thian Su anak. Selagi mereka masih terlongong-longong, Kunsee-mo-ong mencengkeram wajahnya yang tak
berdarah, kemudian dengan cepat merobek
pakaiannya. "Aaaaahhh, nenek merah !" teriak Liong Houw.
"Kau nenek merah, Kun-see-mo-ong."
Pie-tet Sin-kay, Ong Pek Ciauw, Kim-ce Lonnie
dan Pek bie Locow, mendadak saja merasakan
dengkulnya lemas, mereka duduk numprah di
tanah. Dengan mulut menganga lebar mata
melotot. Mereka kesima, Kun-see-mo-ong Teng Kie Lang
yang selama ini malang melintang di rimba
persilatan memperkosa gadis-gadis, ternyata
adalah seorang wanita, bagaimana wanita memperkosa wanita? Hai ! Terasa kepala mereka
pening, dunia seakan jungkir balik dirasakannya.
Liong Houw cerdik, begitu terjadi perobahan
jenis rupa Kun-see-mo-ong Teng Kie Lang menjadi
nenek merah, ia lalu celingukan kearah wanitawanita merah yang tadi terkurung oleh barisan Lohan-tin, kemudian ia berkata tertawa :
679 "Hai, kalian gadis-gadis cepat muncul, tidak
perlu sembunyi-sembunyi, aku ingin bertemu
dengan adik Liu Ing......"
Kun-see-mo ong alias si nenek merah bertepuk
tangan tiga kali, maka berlompatanlah berpuluhpuluh wanita merah dari atas pohon.
Si pengemis cilik Ho Ho yang sejak tadi tidak
berani bergerak disamping suhunya begitu
disebutnya nama adik Liu lng segera ia lari maju
mendekati Liong Houw dan berbisik di telinga sang
kawan. Liong Hauw mengangguk.
Si pengemis cilik Ho Ho segera berkata : "Hei,
mana Cian-kin Siocia, cepat buka kedok kalian."
"Anak gembel, kau jangan kesusu, sabar sedikit,
aku akan berikan kau seorang gadis cantik dari
tiga kembang kota Siang-im, atas jasamu
menyelamatkan ketiga gadis tercantik kota Siangim dari perkosaan murid-murid tosu siluman Liok
Hap tojin," kata Kun-see-mo-ong Teng Kie Lang.
Wajah si pengemis cilik Ho Ho menjadi merah
padam. Pie-tet Sin-kay yang menyaksikan perobahan
kelakuan si pengemis cilik Ho Ho, bahkan
mengucapkan kata yang tidak dimengerti juntrungannya, cepat-cepat membentak:
"Ho Ho, kau kemari . . . ."
"Huh!" dengus Kim-ce Lonnie, "Gurunya edan,
pasti juga muridnya edan........"
680 Mata Pie-tet Sin-kay mendelik menatap wajah


Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kim-ce Lonnie, tapi sesaat kemudian ia tertawa
terbahak-bahak. Para wanita merah menatap kearah si nenek
merah yang bukan lain adalah Kun-see mo-ong
Teng Kie Lang, mereka menunggu perintah sang
suhu untuk membuka kedok.
Thio Thian Su yang menyaksikan keajaiban
dikelenteng Siauw-lim-sie segera berkata;
"Kau jika perempuan, bagaimana bisa berbuat
sebagai Kun-see-mo-ong Teng Kie Lang yang sering
menculik dan memperkosa gadis ?"
"Aku tidak pernah memperkosa gadis, tapi
menculik gadis-gadis ini dan kulatih ia ilmu silat
untuk membela diri dari tangan-tangan jahat
orang-orang kuat yang suka menghina golongan
Iemah. Yang memperkosa wanita-wanita adalah
murid-murid Kun-see-mo-ong asli, merekalah Sammo Eng Ciauw."
"Ah, jadi kau Kun-see-mo-ong tetiron?" tanya si
pengemis cilik Ho Ho. "Siapa pula Kim-nio-mo-ong
Gwat Leng si nenek Sian ?"
"Itulah aku sendiri !" jawab Kun-see-mo-ong.
Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw yang masih
duduk numprah ditanah berkata :
"Tetiron atau asli, aku tidak perduli, tapi kau
harus mempertanggung jawabkan tindakanmu
selaku golongan Kupu-kupu merah yang sudah
menghancurkan partai Go-bie pay dan Bu-tong-
681 pay, jangan kira kalian bisa
melintang dirimba persilatan."
semau malang Ong Pek Ciauw berkata begitu bersemangat, tapi
ia masih duduk numprah ditanah masih
dipengaruhi perasaan bingungnya yang belum
terpecahkan, bagaimana bisa muncul Kun-see-mo
ong tetiron, dan kemana itu Kun-see mo-ong
orisinilnya. "Mmmm." dengus si nenek merah, "Partai-partai
itu turut serta dalam pembunuhan Thio Ban Liong,
sepantasnya dibasmi, dan kau tahukah tentang Ie
Sengjin ketua Go-bie pay generasi keempat ?"
"Aaaaaah, Ie Sengjin, bukankah ia juga lenyap
pada beberapa puluh tahun berselang?" selak Pietet Sin-kay.
"Tahu apa sebabnya ?" tanya si nenek merah.
Mereka bungkam. "Omitohud !" Ho-siang Siansu menyebut nama
budha, "bukankah Ie Sengjin memiliki sebilah
pisau belati pusaka yang pada gagangnya berukir
lukisan pedang?" "Hebat ! Pengetahuanmu gundul tua memang
hebat," Puji si nenek merah. "le Sengjin memiliki
sebilah pisau belati berukir pedang, sedang Thio
Ban Liong memiliki dua bilah yang berukir Liong
dan Hong, akibat ketiga bilah pisau yang dimiliki
mereka, mereka mengalami nasib yang sama, Thio
Ban Liong mati dalam pengeroyokan kalian, partaipartai rimba persilatan, sedang Ie Sengjin teraniaya
oleh wakilnya sendiri. Yang sekarang menjadi
ketua Go-bie-pay diakherat......hahaaaaahhh......."
682 "Hei apa buktinya kau ngoceh begitu dihadapan
kami?" teriak Kim-cie Lonnie.
"Liu Ing, buka kedokmu!" perintah si nenek
merah. Liu Ing tampaklah senyum. segera seraut membuka kedoknya, maka wajah manis menyungging Begitu menampak Liu Ing berdiri dihadapan
mereka, Liong Houw segera melangkah maju,
tegurnya : "Adik Liu Ing....."
Lie Eng Eng merangsak maju, ia menghampiri
Liong Houw dengan muka cemberut, mengawasi
sang kekasih. "Tunggu, kau Liong Houw jangan terburu nafsu."
kata si nenek merah, "Dan kau juga jangan terlalu
besar cemburu." si nenek merah menatap Lie Eng
Eng. Wajah Lie Eng Eng merah padam, ia menunduk.
"Nah kalian kenalilah, inilah cucu perempuannya Ie Sengjin, yang telah menuntut
balas atas kematian kakek dan ayahnya, oleh
pengkhianatan orang-orang Go-bie-pay, dialah
pemilik pisau pusaka berukir pedang dan akhli
waris Go-bie-pay yang sah."
Ong Pek Ciauw cs, yang sejak tadi duduk kini
mereka ramai-ramai pada berdiri, menatap gadis
itu, kepala mereka manggut-manggut, sedang para
hweeshio Siauw-lim-sie pada menyebut nama
Budha. 683 "Bagaimana pertanggungan jawabmu terhadap
Bu tong-pay ?" "Bu-tong-pay ? Hihi, kau kenal siapa istri Thio
Ban Liong ?" "Ahh." keluh Ong Pek Ciauw.
"Dia adalah putri tunggal almarhum ketua Butong generasi kelima."
"Apakah tidak sepantasnya, kalau Bu-tong pay
dihancur leburkan, karena mereka turut andil
dalam pembunuhan Thio Ban Liong yang menjadi
mantu ketua Bu-tong generasi kelima ?"
"Omitohud !" terdengar
menyebut nama Budha. Ho-siang Siansu Kun-see-mo ong Teng Kie Lang alias si nenek
merah membalikkan badan menghadapi Ho-siang
Siansu bentaknya : "Kau padri tua gundul, jangan selalu merecoki
pembicaraan dengan Omitohud-omituhud, karena
kau selamanya ngeram didalam kelenteng dengan
memuliakan Budhamu sehingga kau hanya tahu
Omitohud, tapi tidak tahu kalau anak-anak
muridmu menyeleweng dari ajaran Budha diluar
kelenteng. Huh!" "Hei, nenek peot !" teriak si pengemis cilik Ho Ho,
"kau sedari tadi pidato di sini tidak habisnya,
sebetulnya kau siapa cepat buka kedokmu."
"Ya, betul !" terdengar Pek-bie Locow berteriak.
684 "Baiklah," kata si nenek merah alias Kun-seemo-ong Teng Kie Lang tetiron, sambil menghela
napas. "Kalian perhatikan baik-baik."
Setelah berkata begitu, ia segera meraup
wajahnya, kedok tipis merah itu koyak dibetot
tangan si nenek merah dilemparkan keudara.
"Haaaa .... kau .... kau .... kau...kau....." ramai
terdengar teriakan-teriakan, lebih-lebih rombongan
Pie-tet Sin-kay, mereka segera meluruk datang
merubung si nenek merah yang sudah merobek
kulit kedoknya. "Liong Houw, Thian Su, cepat kau kemari,"
teriak Ong Pek Ciauw. "Inilah ibumu, ibu kandung
kalian . . ." "Ibu !" terdengar teriak berbareng Liong Houw
dan Thio Thian Su, mereka segera menubruk sang
ibu. "Anak . . . anak . . ." terdengar suara isak si
nenek merah, Kun-see-mo-ong Teng Kie Lang yang
selama ini menggemparkan rimba persilatan,
ternyata adalah ibu kandung Thio Thian Su dan
Liong Houw, isteri si pendekar Budiman Thio Ban
Liong, putri almarhum ketua Bu-tong-pay generasi
ke lima. Setelah penyerbuan golongan Kupu-kupu merah
ke kelenteng Siauw-Iim-sie digunung Siong-sian
dengan diakhiri oleh pertemuan antara kedua
putra dan ibu yang selama dua puluh tahun cerai
berai. Juga telah membuka tabir kemisteriusan
lenyapnya sepasang pendekar Budiman Thio Ban
Liong. 685 Ternyata ibu Thio Thian Su yang berhasil
meloloskan diri dari penculikan golongan Ko-lohwee berhasil melarikan diri dengan membawa
Liong Houw yang baru berusia tiga bulan, dengan
berlarian pada malam gelap, sambil menjinjing
jinjingan rantang yang berisi si bayi Liong Houw.
Malam itu gelap pekat, begitu ia berhasil lolos
dari penculikan orang-orang Ko-lo-hwee, mendadak saja muncul itu iblis Kun-see-mo-ong
Teng Kie Lang, mengetahui orang yang sedang
melarikan diri adalah istri Thio Ban Liong yang
cantik jelita, Kun-see-mo-ong naik nafsu, ia
mengejar larinya wanita muda itu.
Cui Cun, demikianlah nama ibu Liong Houw
sebagai seorang wanita yang baru saja melahirkan
bayi belum cukup empat bulan meskipun memiliki
kepandaian tinggi, tapi tidak mungkin dalam
keadaan kondisi badan yang masih lemah
melarikan diri dari cengkeraman sexnya Kun-seemo-ong, maka ketika sampai dibawah kaki
gunung, ia berhasil dicandak oleh Kun-see-mo-ong,
lalu dibawa keatas puncak gunung dimana
terdapat goa, sedang bayi yang masih dalam
jinjingan dilemparkannya kedalam jurang. Bayi
yang melayang turun bersama jinjingannya
akhirnya jatuh diatas air danau.
Si monyet merah yang mendengar suara jerit
tangis bayi melompat bangun, dan cepat mencari
dari mana datangnya suara tangis itu, begitu ia
menampak diatas danau mengambang sebuah
jinjingan yang hampir saja tenggelam, cepat-cepat
lompat berenang menarik jinjingan dan si bayi
686 kedarat, sejak itulah si monyet merah memelihara
Liong Houw. Sedang Cui Cun yang sudah tidak berdaya
untuk melakukan perlawanan, ia pura-pura
menyerah, semua keinginan Kun-see-mo ong
dilayaninya dengan baik, dengan senyum merayu
ia membangkitkan nafsu birahi Kun see-mo-ong
Teng Kie Lang, hingga membuat iblis itu lupa
daratan. Ketika Kun-see-mo ong Teng Kie Lang hendak
melampiaskan nafsu birahinya yang menggelora,
cepat Cui Cun merebahkan diri, dengan pakaian
bawah dibukanya sendiri, keruan Kun-see-mo-ong
langsung menubruk tubuh Cui Cun yang sedang
celentang memasang itu. Tapi mendadak saja ketika Kun-see-mo ong Teng
Kie Lang menubruk maju, dengkul Cui Cun
diangkat naik dengan mengerahkan semua sisa
tenaganya, dengkul wanita itu membentur alat
vitalnya Kun-see-mo-ong yang sedang mengejang,
sampai terdengar suara kletak, barang itu patah,
tubuh Kun-see-mo-ong terbanting ditanah, kemudian disusul dengan sodokan sikut kanan Cui
Cun ke arah Kun-see-mo ong, maka tamatlah
riwayat Kun see-mo-ong Teng Kie Lang!
Setelah membunuh Kun-see-mo-ong Teng Kie
Lang, Ciu Cun segera memutari ke bawah tebing
dimana bayinya dilempar, tapi sudah beberapa kali
ia lakukan tidak menemukan mayat si bayi atau
tanda-tanda yang si bayi telah binasa terbanting ke
bawah jurang, maka ia kembali keatas, dimana
masih terdapat mayat Kun-see-mo-ong, dari tubuh
687 Kun-see-mo ong ia mendapatkan sejilid kitab
pelajaran merubah wajah muka, dan dengan
menggunakan kulit muka Kun see-mo-ong Teng
Kie Lang yang dikeringkan, Ciu Cun menjelma
menjadi Kun-see-mo-ong Teng Kie Lang tetiron,
sekiranya ia bertemu dengan ketiga muridnya Kun
see-mo-ong, yaitu Sam-mo Eng-ciauw yang
mukanya rusak terbakar akibat dibakarnya
markas mereka oleh Ceng it Cinjin.
Sam-mo Eng-ciauw menyangka bahwa orang
yang dihadapannya adalah suhunya maka mereka
mengikuti jejak Kun-see mo-ong tetiron.
Semua kejadian itu dituturkan dengan jelas oleh
ibu Thio Thian Su, para jago mendengarkan
dengan anggukan kepala. Di kota Sin-Ciu-hu, berlangsung pesta perkawinan dari tiga pasang kemanten remaja.


Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Cui Cun, ibu Liong Houw yang selama belasan
tahun malang melintang memerankan peranan
sebagai Kun-see-mo-ong Teng Kie Lang, ternyata
telah menjadi mak comblang merangkapkan jodoh
jodoh para jago jago muda rimba persilatan.
Liong Houw dinikahkan dengan Lie Eng Eng dan
Liu Ing hingga sekaligus jago kita mendapatkan
dua isteri. Thio Thian Su dengan Tay Ceng salah satu dari
Cian-kin Siocia tiga gadis tercantik kota Siang-im
yang pernah diculik oleh Kun-see-mo-ong,
kemudian menjelma menjadi anggota Kupu-kupu
merah. 688 Sedang si pengemis cilik Ho Ho sekaligus
menerima dua istri, ialah Jie Ceng dan Liep Cun
dua gadis dari Cian-kin Siaocia, karena jasajasanya berhasil menggagalkan niat murid-murid
Liok Hap tojin ketika akan memperkosa ketiga
gadis Cian-kin Siaocia di kelenteng Siang-Ceng To
Wan. Dengan selesainya tugas Kun-see-mo-ong Teng
Kie Lang alias Cui Cun ibu Liong Houw selaku mak
comblang, maka berakhirlah cerita Pedang Embun.
TAMAT 689 Amanat Marga 10 Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar ( Bwee Hoa Kiam Hiap ) Karya Liong Pei Yen Jangan Main Main 1
^