Pencarian

Bayangan Bidadari 3

Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo Bagian 3


sekali! Yo Kang juga bukan orang bodoh, dan ia tahu bahwa orang itu sengaja menyembunyikan nama
aselinya.
"Aku hendak bertemu dengan Wu Wi Thaisu minta penjelasan. Tentang sumbangan, yah, kalau dipikir-
pikir sesungguhnya ada banyak perbedaan antara minta sumbangan, pinjam, atau merampas! Yang
paling akhir ini, biarpun di kalangan kangouw bisa disebut tidak pantas!" Yo Kang mulai bicara dengan
nada gemas, karena tadi ia mendengar orang ini memuji-muji Wu Wi Thaisu dan mengejek pihaknya.
Dihadapan Wu Wi Thaisu, mungkin pemuda ini tidak berani bicara kasar, akan tetapi sikap orang ini yang
amat berat sebelah benar-benar memanaskan perutnya dan membuat darah mudanya menjadi panas.
"Benar sekali kata-katamu, anak muda. Memang sebagai seorang murid Bu-Tong-Pai, kau patut
mengerti akan hal itu. Akan tetapi kau masih muda dan masih hijau sehingga kau tidak dapat mengerti
atau menduga bahwa Wu Wi Thaisu bukanlah orang yang merampas begitu saja. Aku berani bertaruh
bahwa dia tentu lebih dulu minta atau minta tolong, baru merampas melihat orang-orangmu menolak
permintaannya. Bukankah benar begitu?" Cong-piauwsu mendengar ini, berobah airmukanya. Memang
harus ia akui bahwa sebelum merampas, Wu Wi Thaisu telah berkali-kali minta tolong dan minta pinjam
tujuh kereta terisi bahan makanan dan obat-obatan itu.
"Yo-Kongcu, marilah kita melanjutkan perjalanan dan mencari Wu Wi Thaisu. Perlu apa mesti
bercekcokan dengan orang luar?" katanya.
"Benar!" kata Tan Koay Kok yang gemas sekali melihat orang yang mengaku bernama Bu Jin Ai ini. "Perlu
apa melayani segala jembel dan anjing kelaparan?" Yo Kang menjura kepada Bu Jin Ai tanpa bicara lagi,
lalu sekali melompat, dari tempat berdirinya ia telah berada di punggung kudanya, tanpa binatang itu
nampak terkejut. Dengan gerakan ini, Yo Kang memperlihatkan ilmu ginkang-nya dan kemahirannya naik
kuda. Akan tetapi Bu Jin Ai menghadang di tengah jalan.
"Kalau kalian hendak mencari Wu Wi Thaisu, boleh asal membawa lagi tujuh kereta gandum. Kalau
tidak, jangan harap akan dapat melanjutkan perjalanan mengotori daerah yang sudah cukup sengsara
ini!"
"Bedebah kotor, kau mau apakah?" Tan Koay Kok majukan kudanya. "Apakah matamu buta, tidak tahu
bahwa kami berlima yang mengawani Yo-Kongcu adalah Ngo-losu dari See-Ciu yang tidak boleh dibuat:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 67
:: CerSil KhoPingHoo :
main-main? Minggirlah, kalau tidak jangan katakan bahwa aku Liong-pian (Pian naga) Tan Koay Kok
adalah orang yang suka menghina si lemah!" Bu Jin Ai tertawa bergelak sehingga kuda yang ditunggangi
oleh Tan Koay Kok menjadi kaget dan menggerak-gerakkan kepalanya.
"Ha, ha, ha, badut lucu! Kau sudah berani membuka mulut, maka kau harus didenda. Kau tidak
membawa apa-apa, akan tetapi kudamu amat gemuk. Penduduk disini hanya menerima pembagian
beras, sekarang kau mengantarkan kuda gemuk, banyak terima kasih!"
Tan Koay Kok marah sekali dan ia sudah mengeluarkan pian baja yang lemas dan panjang, dengan
senjata mana ia menyabet dengan hebatnya ke arah kepala Bu Jin Ai. Tenaga dari Tan Koay Kok amat
besar, maka sabetannya ini mengeluarkan angin dan kalau kepala orang itu terkena hantaman pian baja
itu, tentu akan hancur berantakan. Akan tetapi apa yang terjadi? Dengan tangan kosong, orang itu
menerima serangan pian dengan mengibaskan tangannya. Dari samping, telapak tangan orang itu
menghantam ujung pian sehingga senjata ini menjadi membalik dan menghantam kepala kuda yang
ditunggangi oleh Tan Koay Kok sendiri.
Terdengar suara keras dan kepala kuda itu pecah terpukul oleh pian, dan binatang itu roboh terguling!
Tan Koay Kok tentu akan ikut roboh pula kalau ia tidak cepat-cepat melompat ke samping, mukanya
pucat sekali karena ketika pian tadi tersampok, ia tidak dapat menahan senjataya sehingga memukul
kepala kudanya dengan amat keras! Dari sini saja ia sudah tahu bahwa lweekang dari orang aneh ini
benar-benar hebat dan jauh lebih tinggi daripada tenaganya sendiri. Bu Jin Ai tertawa senang. Dengan
mudahnya, ia memegang empat kaki-kuda. Kaki depan dipegang dengan tangan kiri sedangkan kaki
belakang dengan tangan kanan. Ia mengangkat bangkai kuda itu dengan ringan, melontarkannya ke
tengah dusun didekat orang-orang dusun yang berkumpul menonton per-tempuran sambil berkata,
"Nah, kalian boleh membagi-bagi daging kuda gemuk ini!" Orang-orang dusun itu menjadi gembira
sekali dan sebentar saja kuda itu sudah dikuliti orang dan dagingnya dibagi-bagi.
"Kau benar-benar kurangajar!" The Sun membentak keras sambil mencabut pedangnya. Ilmu pedang
dari The Sun amat lihai dan biarpun di atas kuda, ketika kudanya maju dan pedangnya berkelebat, sinar
yang terang menuju ke arah tenggorokan Bu Jin Ai. Pedang itu telah ditusukkan dan dengan gerak tipu
Liong-teng-thi-cu (Ambil mutiara dikepala naga), serangan itu amat berbahaya.
"Kau juga iri dan hendak mendermakan kudamu? Kam-sia (terima kasih), kam-sia...!," kata Bu Jin Ai.
Secepat kilat ia merendahkan tubuhnya sehingga ujung pedang lewat di atas kepalanya, kedua
tangannya menangkap kaki depan kuda yang ditunggangi oleh The Sun dan menariknya ke atas. Tentu
saja tubuh kuda itu menjadi berdiri dan The Sun tentu akan terlempar ke belakang kalau saja ia tidak
mem-pergunakan kedua kakinya menjepit perut kuda dan mengerahkan tenaga lweekang pada kedua
kaki. Ia tidak tinggal diam dan dari samping pedangnya menyambar ke depan untuk menyerang orang
yang memegang kaki depan kudanya.
Akan tetapi Bu Jin Ai sambil tertawa menggerakkan kaki kanan menendang ke bawah perut kuda,
mengenai dada kuda. Tiba-tiba orang melihat tubuh The Sun terpental tinggi di udara dan baiknya orang
ini cepat mengatur keseimbangan tubuhnya sehingga ia dapat jatuh di atas tanah dalam keadaan
berdiri. Mukanya juga pucat dan peluhnya membasahi muka. Tendangan Bu Jin Ai pada perut kuda tadi
sekaligus melum-puhkan kedua kaki The Sun, karena tenaga lweekang yang disalurkan dari kaki ke perut
kuda bukan main hebatnya. Ada pun kuda itu yang terluka isi perutnya, tewas pada saat itu juga. Seperti
tadi, kuda itupun dilempar oleh Bu Jin Ai ke arah orang-orang dusun yang cepat menerima dan:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 68
:: CerSil KhoPingHoo :
mengulitinya! Melihat ini, The Kwan dan Lay Kiat menjadi marah. Mereka melompat turun dari kuda dan
masing-masing mencabut senjata.
The Kwan memegang pedang dan Lay Kiat memegang golok dan tanpa banyak cakap mereka menyerbu,
menyerang Bu Jin Ai dengan hebat. Adapun In Hong ketika melihat dua kali gerakan Bu Jin Ai ketika
merampas kuda tadi, dapat menduga bahwa kepandaian orang ini benar-benar tinggi dan agaknya
kedudukan kakinya seperti ahli silat Siauw-Lim-Si. Ia pernah mendengar penuturan yang jelas dari Hek
Moli, bahwa seorang murid Siauw-Lim-Si kalau belum tinggi kepandaiannya, dilarang keras
meninggalkan perguruan. Dan Gurunya memuji-muji Siauw-Lim-Si sehingga Hek Moli sendiri yang sudah
berani mengacau Go-Bi-Pai dan Kun-Lun-Pai, masih belum berani mencoba-coba untuk menguji
kepandaian tokoh-tokoh Siauw-Lim-Pai yang jarang mau mencampuri dunia ramai itu. Menghadapi
serangan The Kwan dan Lay Kiat, Bu Jin Ai tertawa bergelak dan berkata dengan suaranya yang nyaring,
"Yo Kang, kau lihat, orang-orangmu begini tidak punya guna, bagaimana orang-orang macam ini akan
kau hadapkan dengan Wu Wi Thaisu? Ha, ha, ha!" Tubuhnya berkelebat kesana sini dan biarpun golok
dan pedang itu menyambar-nyambarnya, tak pernah dapat mendekatinya. Tiba-tiba terdengar suara
keras dan tahu-tahu pedang dan golok itu saling beradu, lalu terpental dan melayang ke kanan-kiri. Lay
Kiat dan Thio Kwan melompat mundur dengan muka berobah merah.
Tadi, ketika mereka menyerang berbareng, entah bagaimana, pergelangan tangan mereka tertangkap
oleh Bu Jin Ai dan sekali menggerakkan tangan yang memegang pergelangan tangan kedua lawannya, Bu
Jin Ai sudah memaksa mereka mengadu senjata sendiri, sedemikian kerasnya sehingga mereka tidak
dapat menguasai tangan dan senjata mereka terlepas. Sebelum lawan merobohkan mereka, kedua
orang yang tahu diri ini melompat ke belakang. Bu Jin Ai tertawa-tawa dan ia melompat sambil
menggerakkan kaki tangannya. Kuda tunggangan Lay Kiat kena dipukul kepalanya dan pecahlah kepala
itu, sedangkan kuda tunggangan The Kwan tertendang dadanya, sehingga bunyi tulang-tulang patah dan
kuda inipun roboh binasa. Bu Jin Ai dengan enaknya menyeret tubuh dua ekor kuda itu dan
melemparkannya kepada orang-orang dusun yang kini kebanjiran daging sehingga berlebih-lebihan!
"Indah sekali gerakan Lauw-siang-goat (Mencari sepasang bulan) itu!" terdengar orang memuji dan baru
saja pujian ini habis, tubuh Pouw Cun yang tadinya masih nongkrong di atas kudanya, tahu-tahu telah
berada di depan Bu Jin Ai! Bu Jin Ai tercengang mendengar orang mengenal gerak tipunya ketika
menghadapi dua lawannya tadi, maka ia memandang tajam. Juga In Hong diam-diam kagum, ternyata
dugaannya tidak keliru. Baru melihat pertama kalinya saja ia tahu bahwa Guru silat yang pendiam dan
matanya seperti selalu mengantuk ini ternyata berpandaian paling tinggi di antara kawan-kawannya. Dia
sendiri yang tidak mengenal ilmu silat Siauw-Lim-Pai secara mendalam, tidak dapat mengenal gerak tipu
yang dipergunakan oleh Bu Jin Ai tadi, sungguhpun ia dapat melihatnya dengan jelas sekali.
"Ha, Yo Kang bocah Bu-Tong-Pai, ternyata ada juga pengiringmu yang mempunyai mata tajam!" kata Bu
Jin Ai sambil memperhatikan Guru silat yang datang dan tidak membawa senjata ini.
"Bu Jin Ai sicu benar-benar hebat kepandaiannya. Aku si tua lemah Pouw Cun yang melihat kelihaianmu,
melupakan kebodohan sendiri dan hendak mencoba-coba. Biarlah kudaku kudermakan kepada orang-
orang dusun yang tidak kenal kenyang itu," katanya. Sambil berkata demikian, Pouw Cu tiba-tiba
membungkuk, memegang atau lebih tepat menyangga perut kudanya dan sekali ia berseru, kuda itu
terlempar ke atas dan jatuh tepat di atas pohon yang banyak cabangnya sehingga kuda itu tertahan
disitu, meronta-ronta dan meringkik-ringkik ketakutan, akan tetapi tentu saja tidak berani melompat:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 69
:: CerSil KhoPingHoo :
turun, apalagi memang ia tergantung sedemikian rupa sehingga keempat kakinya nyeplos di antara
cabang-cabang!
"Orang-orang dusun boleh naik dan menurunkan kuda itu kalau aku sudah kalah olehmu, sicu," katanya
kepada Bu Jin Ai. Menyaksikan demonstrasi tenaga lweekang yang hebat ini semua orang dusun
meleletkan lidahnya. Diam-diam Yo Kang juga memuji karena ia tidak pernah mengira bahwa Guru silat
pembantunya yang terkenal pendiam tidak banyak omong ini ternyata lihai sekali, sungguhpun
demonstrasi itu tidak meng-herankannya.
"Aha, Pouw-loenghiong benar-benar kuat sekali!" kata Bu Jin Ai, "Mana bisa siauwte melawannya?"
Akan tetapi biarpun mulutnya bicara demikian, namun tangan kakinya segera bergerak dan ia
memasang kuda-kuda yang disebut Kwan-kong menarik busur. Inilah kuda-kuda seorang ahli lweekeh
untuk menghadapi lawan yang memiliki tenaga lweekang yang tinggi pula. Pouw Cun tersenyum.
"Jangan sungkan-sungkan, sicu. Majulah!" Baru saja kata-katanya habis, tubuhnya sudah berkelebat
maju dan ternyata ginkangnya hebat juga. Dalam jurus pertama saja, Pouw Cun telah menyerang
dengan dua gerakan sekaligus! Serangan pertama merupakan totokan dengan jari tangan kanan ke arah
leher, disusul oleh tusukan jari-jari kiri ke lambung dan kaki kanannya terbang menyusul menendang
lutut lawan!
"Bagus, kiranya lo-enghiong dari Hoa-san-pay!" kata Bu Jin Ai dan cepat pula ia mengelak dari
tendangan dengan menggeser kaki, miringkan kepala untuk mengelak dari totokan ke arah leher
sedangkan tusukan kelambung dapat di-tangkisnya. Dua lengan beradu dan Pouw Cun merasa
lengannya sakit dan terpental mundur, sedangkan Bu Jin Ai seperti tidak merasa sesuatu! Pouw Cun
penasaran sekali dan mendesak terus, akan tetapi Bu Jin Ai memperlihatkan kegesitan serta tenaga
lweekangnya yang memang masih menang tinggi. Tiap kali ia menangkis pukulan, Pouw Cun merasa
lengannya sakit dan sebentar saja kedua lengannya telah merah-merah kulitnya! Setelah membela diri
selama dua puluh jurus, tiba-tiba terdengar Bu Jin Ai berseru,
"Maafkan, lo-enghiong, siauwte berlaku kasar!" Pada saat itu, Pouw Cun mempergunakan gerak tipu
Hoa-san soat-piauw (Salju melayang di Hoa-san), kedua tangannya bergantian memukul ke depan
dengan gencarnya. Tiba-tiba kedua tangannya tertahan dan tahu-tahu kedua telapak tangannya telah
menempel pada kedua telapak tangan lawannya! Pouw Cun hendak menarik tangannya, akan tetapi ada
tenaga dari telapak tangan Bu Jin Ai yang menyedot tangannya sehingga tangan itu menempel tak dapat
dipisahkan lagi. Pouw Cun tahu bahwa lawannya hendak mengadu lweekang, maka ia mengerahkan
seluruh tenaga dan ambekan, mengempos semangatnya dan kedua lengannya sampai mengeluarkan
suara berkeretakan ketika ia mendorong dengan sekuat tenaga untuk merobohkan lawannya.
Namun, tubuh Bu Jin Ai seperti batu karang kokohnya. Bahkan orang ini masih bisa mengeluarkan suara
ketawa, tanda bahwa adu tenaga ini tidak memerlukan seluruh tenaganya! Kemudian, setelah tenaga
Pouw Cun dikeluarkan seluruhnya, dengan mendadak Bu Jin Ai melompat ke samping sambil menarik
tangannya. Tak dapat dicegah lagi, terdorong oleh tenaganya sendiri, Pouw Cun terhuyung ke depan dan
akhirnya ia terjungkal ke depan. Baiknya sebelum hidungnya mencium batu yang tentu akan
membocorkan hidungnya Bu Jin Ai mengaitkan kakinya dan sekali sontek tubuh Pouw Cun tidak jadi
roboh, melainkan berjumpalitan ke atas dan kauwsu ini dapat berdiri kembali. Mukanya sebentar merah
sebentar pucat, akhirnya ia menghela napas dan berkata,:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 70
:: CerSil KhoPingHoo :
"Sudahlah, aku orang she Pouw tiada gunanya, perlu belajar se puluh tahun lagi untuk dapat
mengimbangimu. Ambillah kuda itu, aku mengaku kalah." Bu Jin Ai lalu menghampiri pohon dimana
kuda itu masih tertahan. Sekali ia mengayun tangannya, terdengar suara keras dan pohon itu terkena
dorongannya lalu tumbang bagaikan didorong oleh gajah. Kuda itu tentu saja ikut jatuh, akan tetapi Bu
Jin Ai menyambar kakinya dan sebelum tubuh kuda itu terbanting, ia telah mengayun tubuh itu ke atas
sehingga luput daripada kematian. Sambil menuntun kuda yang gemetaran itu, Bu Jin Ai menghadapi
Pouw Cun dan berkata dengan wajah sungguh-sungguh,
"Pouw-loenghiong, siauwte sungguh kagum kepadamu dan dengan rela hati siauwte mengembalikan
kuda ini. Harap lo-enghiong sudi memberi maaf kepada siawtee yang berlaku kurangajar tadi." In Hong
makin kagum kepada orang itu yang ternyata bukanlah seorang kasar. Ternyata bahwa sekarang orang
ini demikian sopan santun dan merendah. Ia benar-benar kagum dan menduga bahwa orang ini
bukanlah seorang pendekar biasa. Makin ingin ia berkenalan dengan pendekar aneh ini. Akan tetapi,
ternyata bahwa biarpun pendiam, Pouw Cun adalah seorang yang berhati keras dan angkuh. Sekali ia
berjanji, sampai mati ia tidak mau menarik kembali janjinya. Ia tersenyum pait, lalu menuntun kuda itu
tanpa berkata sesuatu apa. Akan tetapi ia menuntun kuda itu kedekat orang-orang dusun, lalu tiba-tiba
ia menghantam kepala kudanya sehingga pecah.
"Saudara-saudara yang amat membutuhkan daging ini, ambillah. Aku sudah berjanji untuk
mendermakan milik yang tidak berharga ini!" Kemudian ia melompat kembali ke tempat kawan-
kawannya. Bu Jin Ai menarik napas panjang, lalu memandang kepada Yo Kang dan matanya
mengharapkan agar pemuda ini tahu diri dan suka kembali, pergi dari situ.
"Seorang gagah berani berbuat berani bertanggung jawab dan tidak akan menyesali perbuatannya itu!"
tiba-tiba terdengar suara yang lemah lembut dan merdu, oleh orang-orang lain terdengar perlahan saja
akan tetapi pada telinga Bu Jin Ai amat menusuk dan keras sekali seperti bunyi guntur!
"Air yang bersumber dari Sungai Huang-ho, mengalir kemanapun juga masih tetap hebat, dan kiranya
Siauw-Lim-Si boleh diumpamakan Sungai Huang-ho yang besar dan megah!" Ucapan ini keluar dari
mulut In Hong. Yo Kang dan lima orang kauwsu, juga Cong-piauwsu memandang kepada In Hong dengan
terheran-heran, sama sekali tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh gadis ini dan mengira bahwa In
Hong telah lancang begitu saja, bersikap seakan-akan mengerti urusan kangouw. Akan tetapi, Bu Jin Ai
tiba-tiba memandang dengan mata memancarkan cahaya aneh dan kagum, juga tercengang sekali. Ia
melangkah maju menghadapi kuda In Hong, lalu matanya terbelalak dan mulutnya teranganga. Kedua
tangannya bergerak menggosok-gosok matanya seakan-akan ia tidak percaya akan pandangan matanya
sendiri, kemudian ia menggeleng-geleng kepala, lakunya seperti orang gendeng.
"Aku mengimpi...," bisiknya perlahan. Kemudian ia dapat menguasai perasaannya, menjura kepada In
Hong dan berkata,
"Aku Bu Jin Ai benar-benar telah buta mataku. Nona cilik benar-benar bermata awas. Kau membawa
pedang yang gagangnya demkian indah, terang pedang pusaka dan siapa yang berani membawa pedang
pusaka, tentu lihai kiam-hoatnya. Nona cilik turunlah dari kudamu dan cabutlah pedangmu. Aku si
bodoh yang bermata buta mohon pengajaran dari murid orang pandai." In Hong merengut. Ia tak
senang berkali-kali disebut "Nona cilik.":: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 71
:: CerSil KhoPingHoo :
"Kau bicara seperti Kakek-kakek bongkok dan pikun!" bentaknya. "Usiaku sudah sembilanbelas tahun,
kau masih mau membadut mengatakan aku nona cilik?" Ia tetap di atas kudanya dan tidak mencabut
pedangnya. Bu Jin Ai memandang dan ia tersenyum, matanya berseri-seri, kelihatannya gembira sekali.
"Maaf, kiranya kau seorang cian-kim-siocia yang cantik dan gagah. Maafkan aku, dan sekarang, setelah
kau mengeluarkan ucapan, apakah kau juga hendak mendermakan kudamu?"
"Biarpun orang Siauw-Lim-Pai, akan mengerti juga bahwa seorang gagah mempunyai rasa setia kawan.
Kalau lima orang lo-kauwsu sudah mengorbankan kuda mereka, mengapa aku tidak? Sebaliknya,
merampas kuda tunggangan seorang yang melakukan perjalanan jauh, hanya untuk memenuhi selera
orang-orang yang sedang kelaparan, benar-benar tak dapat dikatakan menyenangkan hati." Mendengar
ini, Bu Jin Ai menoleh kepada orang-orang dusun yang telah mendapat daging kuda sebanyak itu, lalu
berkata,
"Hee! Kau dengar kata-kata nona gagah ini? Jangan habiskan daging-daging itu sekadar memenuhi
selera kalian, akan tetapi keringkanlah agar dapat dipergunakan di hari-hari berikutnya. Jangan berpesta
pora hari ini untuk kelaparan besok harinya!" Kemudian ia menghadapi In Hong sambil berkata,
"Nona, setelah kau tiba disini dan mengeluarkan kata-kata, tak dapat tidak kita berdua harus main-main
sebentar!"
"Kau turunkan aku dari kuda kalau kau dapat, dan kau boleh ambil kuda ini kalau kau bisa!" In Hong
menantang tanpa turun dari kudanya, juga tidak mencabut pedangnya. Sikapnya biasa dan anehnya
wajahnya berseri-seri memandang kepada Bu Jin Ai, seakan-akan ia tengah bersenda gurau dengan
orang gagah yang aneh itu.
"Begitukah? Kau anak nakal, kau kira aku tidak bisa melakukan itu? Awas, bersiaplah kau! Jawab Bu Jin
Ai dengan sepasang mata bersinar-sinar dan mulut tersenyum. Dengan langkah tenang ia lalu
menghampiri In Hong yang masih duduk di atas punggung kudanya. Akan tetapi, sebelum Bu Jin Ai turun
tangan, tiba-tiba Yo Kang melompat turun dari kudanya dengan golok di tangan. Ia cepat melompat di
depan In Hong dan menghadang orang aneh itu, melindungi In Hong.
"Harap kau jangan mengganggu adik misanku! Hong-moi, jangan kau main-main dengan dia yang lihai
dan berbahaya!" Bu Jin Ai memandang tajam kepada Yo Kang,
"Aku dan nona itu mau main-main sebentar, mengapa kau turut campur? Kau mau apakah?" Yo Kang
sudah maklum akan kelihaian orang aneh ini, maka ia tidak berani herlaku kasar. Sambil berdiri tegak di
depan kuda In Hong, dan goloknya dilintangkan di depan dada, ia menjawab,
"Si kuat mengganggu si lemah, itulah bukan perbuatan seorang hohan (orang gagah). Kalau adik
misanku telah mengeluarkan kata-kata yang tidak menyenangkan hatimu, biarlah aku Yo Kang yang
menebus dosanya. Kau telah mengalahkan lima orang pembantuku dan merampas kuda mereka, biarlah
kau sekarang memberi pelajaran padaku dan kalau perlu, jangan hanya kuda, biar nyawaku aku sediakan
untuk membela nama dan membela adik misanku ini."
Ucapan Yo Kang ini memang gagah dan In Hong diam-diam merasa terharu. Tak disangkanya bahwa
pemuda yang terlahir dikeluarga kaya itu, ternyata memiliki kegagahan yang lebih berharga daripada
seluruh harta Kakek Yo Tang! Dan yang membuat ia terharu adalah cinta kasih pemuda ini terhadapnya:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 72
:: CerSil KhoPingHoo :
yang kini telah dibuktikan dengan perlindungannya yang dimodali nyawa, sungguhpun Yo Kang tahu
bahwa kepandaian orang aneh itu tinggi sekali. Bu Jin Ai tertawa bergelak, lalu berkata,
"Cinta membikin orang buta dan gila, akan tetapi tanpa cinta kasih, hiduppun tidak berguna! Anak
muda, kau mau memamerkan ilmu golokmu? Marilah!" Sambil berkata demikian, orang aneh ini lalu
menyerang, menerjang maju dengan tangan kanan mencengkeram kepada Yo Tang dan tangan kiri
menyambar ke arah gagang golok untuk merampasnya. Yo Kang sudah bersiap-siap, maka melihat
datangnya serangan hebat ini, ia cepat melompat ke kiri dan membabat dengan goloknya ke arah lengan
kiri, kemudian bebatan itu diteruskan dengan tusukan ke arah lambung lawannya.
"Bagus!" Bu Jin Ai berseru keras sekali sehingga kuda yang ditunggangi In Hong menjadi terkejut dan
gelisah. Terpaksa In Hong menarik kendali kudanya dan membuat binatang itu melangkah mundur,
menjauhi tempat pertempuran sampai kira-kira dua tombak dan dari situ ia menonton pertempuran itu
dengan penuh perhatian.
Ilmu golok dari Yo Kang adalah ilmugolok dari Bu-Tong-Pai aseli. Lima orang Guru silat itu biarpun telah
mempelajari ilmu silat bermacam-macam dan sudah pula mempunyai pengalaman bertempur, namun
dibandingkan dengan Yo Kang, masih kalah. Hal ini adalah karena biarpun Yo Kang hanya mempelajari
satu macam ilmu silat, namun yang ia pelajari adalah ilmu silat aseli dari perguruan yang besar, sehingga
ia dapat memetik sarinya dan ilmugoloknya benar-benar tidak boleh dipandang rendah. Goloknya


Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkelebat-kelebat bagaikan seekor naga mengamuk dan mata golok itu tergetar selalu sehingga kalau
dipandang seperti lebih dari satu golok yang dipegangnya. Menghadapi ilmugolok aseli dari Bu-Tong-Pai
yang dimainkan dengan hebatnya oleh Yo Kang, orang aneh itu nampak terdesak. Namun anehnya, Bu
Jin Ai tidak mau mencabut pedangnya dan hanya menghadapi golok itu dengan kedua tangan kosong.
Memang ia amat gesit, namun golok ditangan Yo Kang tentu saja lebih cepat gerakannya daripada
gerakan orang mengelak sehingga golok itu terus menyambar-nyambar mengancam lawan. Yang
mengagumkan sekali, kadang-kadang kalau ia sudah kehabisan waktu untuk mengelak, Bu Jin Ai dengan
berani sekali mengibaskan tangan dan jari-jari tangannya menyentil golok itu sehingga terpental dan
tidak jadi melukainya! In Hong kagum sekali dan ia maklum bahwa Yo Kang takkan dapat memperoleh
kemenangan, bahkan orang aneh itu sudah berlaku terlalu mengalah kepadanya. Kalau orang aneh itu
mau mengeluarkan senjatanya, sudah dapat diduga bahwa dalam beberapa jurus saja Yo Kang akan
roboh. Kalau dilihat-lihat, orang aneh itu seakan-akan hanya menguji sampai dimana kehebatan ilmu
golok Yo Kang yang memang cukup baik dan patut dipuji.
Akan tetapi, tidak demikian pendapat Yo Kang. Pemuda ini merasa penasaran dan marah sekali melihat
lawannya hanya menghadapi dengan tangan kosong. Inilah penghinaan hebat baginya. Belum pernah
selama hidupnya goloknya yang membuat namanya amat terkenal dengan sebutan Bu-Tong Sin-To
(Golok sakti dari Bu-Tong-Pai) itu dihadapi orang dalam pertempuran dengan tangan kosong belaka!
Apalagi ia selalu berada dipihak yang mendesak, hatinya menjadi besar dan timbul nafsunya untuk
mengalahkan atau merobohkan orang aneh ini, sungguhpun ia tidak mempunyai niat dihati untuk
membunuhnya. Maka setelah tiga puluh jurus lewat belum juga ia dapat melukai Bu Jin Ai, ia menjadi
penasaran sekali dan memutar goloknya lebih cepat lagi. Bu Jin Ai agaknya sudah merasa puas. Melihat
gerakan pemuda itu makin mengganas, ia tertawa bergelak dan berkata,
"Yo-Kongcu, kau betul-betul tidak mengecewakan telah mempelajari ilmu golok dari Bu-Tong-Pai. Untuk
kepandaianmu yang kau pelajari amat baiknya ini, biarlah aku mengalah dan tidak jadi mengambil
kudamu!" Sambil berkata demikian, Bu Jin Ai melompat ke belakang menjauhi Yo Kang. Kata-katanya ini:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 73
:: CerSil KhoPingHoo : :: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 74
:: CerSil KhoPingHoo :
jelas menyatakan bahwa ia tidak ingin melanjutkan pertempurannya dengan Yo Kang. Akan tetapi Yo
Kang merasa penasaran dan gemas sekali. Tidak saja ia belum dapat merobohkan lawannya, bahkan
kata-kata lawannya itu terang sekali menyatakan bahwa lawan tadi merasa diri jauh lebih unggul dan
sengaja mengalah! Darah mudanya tidak membiarkan ia sudah begitu saja sebelum ada keputusan siapa
kalah siapa menang, maka ia menubruk maju dan menyerang lagi dengan hebatnya.
"Aku masih belum kalah!" katanya penasaran. Marahlah Bu Jin Ai.
"Anak muda kepala batu! Jadi kau ingin sekali roboh olehku? Mudah saja, bocah. Awaslah pedangku!"
Tanpa dapat terlihat oleh Yo Kang saking cepatnya gerakan tangan Bu Jin Ai, tahu-tahu tangan kanan
orang aneh itu telah memegang pedang yang tajam dan terdengar suara,
"Traang!" yang nyaring sekali ketika golok Yo Kang beradu dengan pedang. Yo Kang merasa telapak
tangannya tergetar hebat dan hampir saja goloknya terlepas dari pegangan. Akan tetapi dasar ia masih
muda dan berdarah panas, ia tidak mau mundur dan bagaikan seekor harimau muda ia menubruk lagi
sambil menyerang dengan goloknya. Bu Jin Ai menangkis lagi dan kali ini setelah menangkis, pedangnya
itu langsung meluncur ke depan, ke arah muka Yo Kang! Yo Kang yang kena ditangkis goloknya sehingga
mental ke bawah, berlaku nekad. Ia membiarkan pedang lawan melayang kemukanya dan sebagai
pembalasan, ia juga menggerakkan goloknya dari bawah menyabet pinggang lawannya! Gerakan ini
cepat dan hebat sekali sehingga kalau pedang itu mengenai muka Yo Kang, agaknya goloknyapun akan
berhasil membabat pinggang Bu Jin Ai.
"Celaka..." In Hong mengeluh dalam hatinya. Ia tidak mengira bahwa Yo Kang begitu bodoh dan nekad
sehingga dalam pertempuran yang tidak berdasarkan permusuhan itu ia mau mengadu jiwa. Ia tidak
kenal siapa adanya Bu Jin Ai itu, yang baru dilihatnya sekarang, biarpun ia tertarik dan suka melihat sikap
orang gagah ini, namun orang itu bukan apa-apa baginya. Sebaliknya, Yo Kang adalah kakak-misannya,
maka betapapun juga, ia harus membantu Yo Kang, melepaskan pemuda itu dari ancaman maut yang
agaknya sudah tak dapat dielakan lagi. Sinar hitam meluncur dari tangan gadis ini tanpa ada orang yang
melihatnya. Para kauwsu sedang asik menonton pertempuran, maka siapakah yang memperhatikan
gadis di atas kudanya itu?
Ketika sinar hitam yang meluncur dari tangan In Hong itu tiba di tempat pertempuran, dua orang yang
sedang bertempur berseru kaget. Bu Jin Ai kaget sekali ketika tiba-tiba pedangnya terpental seakan-akan
terbentur oleh sesuatu. Sekelebatan ia melihat sinar hitam yang aneh sekali namun amat kuatnya.
Sedangkan Yo Kang kaget bukan main karena tiba-tiba Bu Jin Ai mengangkat kaki menendang goloknya
sehingga golok itu terpental dan terlepas dari pegangannya! Yo Kang tidak berdaya lagi dan Bu Jin Ai
amat marah melihat ada sinar hitam membentur pedangnya tadi. Ia tahu bahwa ada orang membantu
Yo Kang, orang yang pandai sekali. Hal ini mendatangkan penasaran dan marah besar, maka setelah ia
berhasil menendang golok Yo Kang sehingga terlepas, ia lalu menggerakkan pedang ke arah telinga
pemuda itu untuk memotong telinga sebelah kanan!
Bukan main marah dan ngerinya hati In Hong melihat gerakan ini. Ia tahu bahwa kalau ia tidak turun
tangan, Yo Kang tentu akan kehilangan telinga kanannya. Maka, seperti tadi pula, ia mengayun tangan
dan sinar hitam menyambar. Kini bukan hanya satu, melainkan tiga sekaligus! Sebetulnya, Bu Jin Ai tidak
begitu keji untuk membuntungi telinga pemuda tampan itu. Ia sengaja melakukan hal ini untuk
memancing keluar orang yang membantu Yo Kang. Kalau melihat Yo Kang terancam bahaya, tentu orang
itu akan turun tangan lagi. Pancingannya berhasil, karena kini tiga sinar hitam menyerangnya, satu ke:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 75
:: CerSil KhoPingHoo :
arah pergelangan tangan yang memegang pedang, yang datang terdahulu dan cepat sekali, kedua
menyerang ke arah jalan darah dipundaknya dan ketiga menyerang lambung!
Bu Jin Ai kaget sekali, bukan saja karena hebatnya serangan sinar hitam ini, akan tetapi lebih kaget
melihat bahwa yang melepas sinar-sinar hitam itu adalah nona muda yang duduk di atas kuda! Rasa
kaget ini membuat ia termangu dan agak memperlambat gerakannya. Ia dapat menarik tangan yang
memegang pedang sehingga terluput dari sambaran sinar hitam, dan karena serangan sinar hitam pada
lambung dan pundak datang berbareng, ia pikir yang menyerang lambung lebih berbahaya, maka ia
menyampoknya dengan ujung lengan baju kiri dan mencoba untuk mengelak sinar hitam yang menotok
pundak. Akan tetapi, pada saat ia terancam bahaya, Yo Kang tidak tinggal diam. Pemuda ini setelah
goloknya terlepas, lalu menggunakan tangan kiri memukul dada lawannya.
"Buk!"
Bu Jin Ai terhuyung mundur dan mukanya berobah. Bagi orang lain, juga bagi Yo Kang, dikira bahwa jago
aneh itu terhuyung karena pukulan Yo Kang. Akan tetapi sesungguhnya, lweekang dari Bu Jin Ai sudah
sedemikian tingginya sehingga pukulan itu hanya mendatangkan sedikit rasa sakit pada dadanya, namun
tidak mendatangkan luka berat. Yang hebat adalah serangan sinar hitam itu, karena tadi ketika ia
mengelak, gerakannya kurang cepat dan ujung pangkal lengan dekat pundak masih terkena sinar hitam
itu dan mendatangkan rasa ngilu dan perih! Sinar hitam itu adalah kepandaian tunggal dari Hek Moli
yang diturunkan kepada muridnya, yakni senjata rahasia berupa bubuk pasir hitam yang luar biasa
lihainya. Sekali mengenai kulit, pasir hitam ini akan menembus dan meresap ke dalam jaringan darah
dibawah daging! Bu Jin Ai tersenyum pait. Ia memandang kepada Yo Kang dan berkata,
"Aku si bodoh terima kalah!" Kemudian ia menghadap kepada In Hong sambil bertanya,
"Nona, beritahukan namamu!" In Hong merasa terkejut dan juga menyesal. Tadi ia menyerang orang itu
karena mengkhawatirkan keselamatan Yo Kang, akan tetapi melihat cara Bu Jin Ai menarik tangannya,
tahulah ia bahwa sambaran pedang ke arah telinga Yo Kang hanya gertak belaka, jadi orang itu tidak
sungguh-sungguh hendak membuntungi telinga Yo Kang. Ia menyesal sekali karena melihat pasir
hitamnya telah melukai pundak Bu Jin Ai, dan ia maklum bahwa hal itu amat berbahaya bagi
keselamatan orang gagah yang aneh itu.
"Namaku? Aku... aku... sebut saja aku Put Hauw Li (Anak perempuan tidak berbakti). Aku mempunyai
obat untuk menyembuhkan lukamu..." Akan tetapi, Bu Jin Ai sudah melompat jauh sekali dan berlari
pergi, terdengar suara ketawanya dan suaranya lapat-lapat terdengar oleh In Hong, sungguhpun tidak
terdengar oleh orang lain,
"Namanya Put Hauw Li... sungguh aneh... airmukanya sama benar... kepandaiannya lihai... aahh..." Dan
sebentar saja bayangan orang aneh itu lenyap. Lima orang kauwsu menghampiri Yo Kang dan dengan
muka merah The Sun berkata,
"Yo-Kongcu, kepandaianmu tinggi sekali sehingga kau berhasil dapat mengusirnya. Kami orang-orang tua
tidak berguna, percuma saja mengawanimu."
"Aah, kepandaianku tidak seberapa, The-kauwsu, hanya orang aneh itu yang berlaku mengalah. Sayang
sekali bahwa ngo-wi yang mencari perkara dengan dia. Sekarang kuda kita tinggal dua lagi, bagaimana
baiknya?" In Hong majukan kudanya.:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 76
:: CerSil KhoPingHoo :
"Yo-Twako, kau mencari Wu Wi Thaisu bukan untuk bertempur, mengapa harus mencari kawan? Karena
kuda yang masih ada hanya kudamu dan kudaku, marilah kita berdua saja mencari Tosu itu."
"Benar kata Kwee-Lihiap," kata Pouw Cun, karena Guru ini setengah dapat menduga akan kelihaian In
Hong, "Biarlah kami berlima kembali jalan kaki, hitung-hitung untuk menebus dosa." Terpaksa Yo Kang
menyetujui hal ini dan ia lalu pergi bersama In Hong, membalapkan kuda menuju ke dusun di depan
setelah mendapat petunjuk dari Cong-piauwsu dimana tempatnya dusun yang pernah mencoba untuk
merampas kereta berisi gandum. Setelah mengalami pertempuran dengan Bu Jin Ai yang aneh, Yo Kang
tidak berani berlaku sembrono lagi.
Di dusun yang dimaksudkan, ia berlaku ramah-tamah dan halus, menanyakan kepada mereka dimana
adanya Wu Wi Thaisu, seakan-akan seorang sahabat hendak mencari orang tua itu. Ia mendapat
keterangan bahwa Wu Wi Thaisu sedang berada di dusun yang se puluh lie jauhnya dari situ, membawa
kereta berisi bahan obat untuk menolong orang-orang yang sedang diamuk penyakit-penyakit panas,
dan kebetulan sekali bahan obat yang dikirim oleh Yo Kang adalah obat untuk menyembuhkan penyakit
demam panas. Mereka akhirnya mendapatkan Wu Wi Thaisu sedang membagi-bagi obat kepada orang-
orang dusun sambil memberi penjelasan cara memasak dan meminumnya. Melihat kedatangan dua
orang muda ini, Tosu yang sudah tua itu lalu mengoperkan pekerjaannya kepada seorang dusun yang
sudah tua pula, dan ia menyambut Yo Kang.
"Wu Wi Lo-Cianpwe, maafkan boanpwe Yo Kang datang mengganggu pekerjaan Lo-Cianpwe yang mulia,
membagi-bagi obat kepada orang-orang dusun," kata Yo Kang.
"Ha, Yo-sicu datang-datang menyindir. Memang obat-obat itu tadinya milikmu yang kurampas dari
orang-orangmu. Kau tentu datang untuk menagih, bukan?"
"Tidak, Lo-Cianpwe, hanya boanpwe mohon kepada Lo-Cianpwe agar suka berjanji bahwa pengiriman-
pengiriman selanjutnya takkan mendapat gangguan." Kakek itu menggeleng-geleng kepalanya sehingga
jenggotnya berkibar-kibar.
"Tidak bisa, tidak bisa. Pinto boleh berjanji, akan tetapi bagaimana dengan mereka yang
membutuhkannya?" Yo Kang mulai tidak senang.
"Lo-Cianpwe benar-benar keterlaluan. Boanpwe adalah seorang pedagang, kalau terus menerus
diganggu, bukankah perdagangan boanpwe bisa bangkrut?" Mendengar ini, In Hong merasa kecewa.
Sedikit banyak, pemuda ini sudah ketularan watak Kakeknya, menganggap soal untung dan harta benda
sebagai soal terpenting.
"Sudahlah, Yo-sicu. Pinto selamanya tidak mau hutang, kali ini hutang tujuh kereta, tentu akan Pinto
bayar pula. Karena Pinto tidak beruang, dan tidak punya apa-apa, maka Pinto hendak menukarnya
dengan tujuh petunjuk ilmu silat agar Bu-tong-to-hwat (Ilmu golok Bu-Tong-Pai) yang kau pelajari bisa
makin baik." Mendengar ini, Yo Kang merasa girang juga. Memang pemuda ini setelah mengalami
kekalahan dari Bu Jin Ai yang aneh dan kemudian ia mendapatkan kemenangan yang aneh pula, ia
merasa kecewa. Kalau tokoh besar Go-Bi-Pai ini mau mengajarnya dengan tujuan petunjuk, hal itu baik
sekali. Memang iapun tidak menghendaki pembayaran hutang, karena bagaimanakah Tosu ini dapat
membayar harga dari tujuh kereta barang itu?:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 77
:: CerSil KhoPingHoo :
"Terima kasih atas kemurahan hati Lo-Cianpwe," katanya.
"Nah, cabutlah golokmu. Ingat baik-baik, ambil tujuh jurus penyerangan ilmu golokmu yang paling lihai
dan pergunakan itu untuk menyerangku!" Mendengar ini, Yo Kang tertegun. Ia mengira akan mendapat
pelajaran ilmu silat, mengapa ia bahkan harus menyerang Kakek itu?
"Jangan ragu-ragu, Yo-sicu. Kalau kau sampai berhasil melukai atau bahkan membunuhku, itu juga
merupakan pembayaran yang baik sekali. Tujuh kereta bahan makanan dan obat, yang menolong
ratusan nyawa orang, diganti dengan cucuran darah Pinto yang tua bangka atau dengan nyawa Pinto
yang sudah bosan dikurung di tubuh bobrok ini, bukankah itu baik sekali? Sebaliknya kalau golokmu
tidak berhasil, kau akan mendapat tambahan pelajaran yang amat berguna bagimu kelak." Akan tetapi
Yo Kang tetap saja ragu-ragu, apalagi kalau ia ingat bahwa In Hong berada disitu. Ia tidak mau gadis itu
akan mencelanya dan menganggapnya keterlaluan menyerang seorang Kakek dengan goloknya, apalagi
mempergunakan jurus-jurus terlihai dari Bu-tong-to-hwat. Tak terasa lagi ia menoleh kepada In Hong,
seperti minta nasihat.
"Yo-Twako, Wu Wi Totiang bermurah hati kepadamu, mengapa kau ragu-ragu untuk menerimanya?
Lekas serang dia!" kata gadis ini. Kini Yo Kang mengambil keputusan tetap. Peraturan "Membayar
hutang" ini ditetapkan oleh Tosu itu sendiri, bahkan In Hong juga menyetujui, maka kelak ia takkan
mendapat nama buruk.
"Siaplah, Lo-Cianpwe, jurus penyerangan pertama boanpwe lakukan!" katanya dan setelah memutar
golok, ia lalu menyerang dengan gerak tipu See-ceng-pay-hud (See-ceng sembah Buddha). Inilah jurus
penyerangan yang amat lihai dari Bu-Tong-Pai dan kalau lawan tidak berkepandaian tinggi, sukarlah
menghindarkan diri dari serangan golok ini. Sebelum golok menusuk ke dada, lebih dulu tangan kiri
menyelok ke arah perut lawan untuk mengacaukan pertahanan dan golok menyusul dengan kecepatan
kilat. Wu Wi Thaisu bergerak lambat sekali, seakan-akan orang sedang bermain-main. Akan tetapi, ketika
golok itu meluncur ke arah dadanya, ia miringkan tubuh, menggeser kaki ke kiri dan sekali tangannya
berkelebat ke depan, sambungan siku tangan Yo Kang yang memegang golok telah kena disentil
sehingga lengan itu gemetar dan goloknya terlepas dari pegangan!
"Ambillah golokmu, Yo-sicu dan lakukan penyeranganmu yang kedua," kata Tosu itu sambil tersenyum
tenang. Muka Yo Kang merah sekali. Ia merasa dipermainkan oleh Tosu ini. Katanya hendak mengajar
silat, akan tetapi ia disuruh menyerang dan kemudian dikalahkan dalam segebrakan saja, bukankah ia
sengaja hendak mempamerkan kepandaian dan sengaja hendak menghinanya? Saking malunya ia
menjadi marah. Ia mengambil goloknya dan sambil berseru keras ia melakukan serangan yang kedua,
Kini ia menggunakan gerak tipu Liong-bun-kwa-hi (Dipintu naga tunggang ikan). Serangan ini bahkan
lebih hebat dari pada serangan pertama. Golok mula-mula diputar merupakan gulungan sinar Bundar
lebar di depan Tosu itu, kemudian tiba-tiba tubuh Yo Kang melompat tinggi dan golok itu dari bawah
perutnya ditusukkan ke depan, ke arah leher Tosu itu. Seperti tadi, Wu Wi Thaisu bergerak perlahan
sekali, akan tetapi setelah serangan tiba, ia cepat mengangkat kaki, mencokel jalan darah di mata kaki
Yo Kang sehingga tubuh pemuda itu terapung makin tinggi dan kakinya yang ditowel itu menjadi
lumpuh, dan sebelum ia tahu apa yang terjadi, goloknya kembali kena dirampas. Ketika ia turun lagi,
kakinya tidak dapat berdiri lalu jatuh terguling! Kalau tadi muka Yo Kang hanya merah saja, sekarang
menjadi pucat. Ia hampir menangis saking malu dan mendongkolnya.
"Totiang, kau terlalu menghinaku...!" katanya marah sekali.:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 78
:: CerSil KhoPingHoo :
"Yo-Twako, bagaimana sih kau ini? Wu Wi Totiang telah memberi pelajaran dan petunjuk yang begitu
sempurna, mengapa kau marah? Seranganmu yang pertama tadi, tangan kirimu terlalu ke depan dan
kalau menjaga siku kanan, bukankah penyerangan itu baik sekali dan kau takkan kalah? Dalam
penyerangan kedua, seharusnya kau mengangkat tinggi kakimu sehingga tidak terbentang, kalau begitu,
bukankah Wu Wi Totiang takkan dapat merobohkanmu?" tiba-tiba In Hong berkata dengan suara girang.
Yo Kang terkejut bukan main. Kini terbukalah matanya. Benar-benar Tosu itu telah memberi petunjuk
yang amat baik!
Di dalam kegembiraannya karena baru sekarang ia tahu akan maksud Wu Wi Thaisu menghadapi
serangan-serangannya dan menjatuhkannya, maka Yo Kang tidak menaruh perhatian mengapa In Hong
bisa tahu akan hal ini! Yo Kang tidak memperdulikan lagi betapa ia jatuh bangun, cepat ia maju
menyerang dan mengeluarkan jurus-jurus yang paling berbahaya dari ilmu goloknya Bu-tong To-hwat.
Namun, Tosu tua itu benar-benar lihai sekali. Yo Kang tidak berani menganggap bahwa ia terpandai dan
ilmu goloknya tidak ada yang dapat melawan, akan tetapi ia tidak mengira sama sekali bahwa ada orang
yang sanggup menghadapi goloknya hanya dengan tangan kosong belaka. Lebih hebat lagi, setiap jurus
dari serangannya pasti dihancurkan oleh Wu Wi Thaisu, diketahui bagian yang lemah dan ia dirobohkan.
Sampai tujuh kali Yo Kang menyerang dengan jurus-jurus terlihai, dan tujuh kali pula ia tak berdaya,
bahkan pada jurus ketujuh ia terlempar sampai tiga tombak lebih dan kepalanya benjol-benjol! Akan
tetapi pemuda ini, dengan terpincang-pincang menghampiri Wu Wi Thaisu dan menjatuhkan diri
berlutut. Ia bukan seorang bodoh dan pada tiap penyerangan tadi, ia memperhatikan sekali bagaimana
ia sampai roboh. Memang Wu Wi Thaisu bergerak lambat dan sengaja memberi petunjuk, sehingga Yo
Kang tahu bagian mana dari penyerangan tadi yang kurang sempurna dan "Terbuka." Dengan
pengalaman ini, tujuh jurus ilmu goloknya yang pilihan menjadi sempurna dan dia dapat memperbaiki
jurus-jurus ini sehingga tidak lagi terdapat lowongan yang membahayakan dirinya sendiri. Memang,
inilah petunjuk yang jauh lebih bermanfaat daripada kalau ia menerima pelajaran ilmu silat lain.
"Totiang, Teecu menghaturkan banyak terima kasih atas petunjuk-petunjuk Totiang yang amat berharga
tadi," katanya. Akan tetapi Wu Wi Thaisu tidak memperdulikannya, hanya mengebutkan lengan baju
sambil berkata,
"Sudahlah, itu untungmu kalau kau mengerti, akan tetapi kalau tidak ada nona ini, agaknya kau akan
menderita kerugian besar." Tosu tua itu memandang kepada In Hong dengan pandang mata curiga.
"Tidak tahu siapakah nona yang begini muda akan tetapi memiliki mata yang amat awas?" In Hong
tersenyum dan menjura untuk memberi hormat kepada Tosu itu.
"Wu Wi Totiang, urusan Yo-Twako denganmu telah beres dan hutang pihutang itu telah dilunaskan.
Memang tadinya aku hanya ikut saja dengan Yo-Twako, akan tetapi setelah bertemu dengan kau orang
tua dari Go-Bi-Pai, tak dapat tidak aku yang muda harus mohon sedikit keterangan tentang seorang Tosu
kurangajar yang bernama Tek Seng Cu!" Berubah muka Wu Wi Thaisu mendengar kata-kata ini,
sedangkan Yo Kang yang sudah bangkit berdiri, memandang kepada In Hong dengan heran.
"Nona, kau siapakah dan ada urusan apakah kau dengan Tek Seng Cu?" In Hong tersenyum dan kini
senyumnya mengejek. "Wu Wi Totiang, salahkah dugaanku kalau aku katakan bahwa Tek Seng Cu
manusia tak tahu diri itu adalah murid dari Go-Bi-Pai? Harap Totiang tidak menyembunyikan dia dari aku
yang muda dan yang mengharapkan penjelasan Totiang.":: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 79
:: CerSil KhoPingHoo :
"Hong-moi, jangan kau kurang ajar terhadap Lo-Cianpwe dari Go-Bi-Pai!" Yo Kang berseru karena ia
merasa khawatir sekali melihat sikap In Hong. "Wu Wi Thay-suhu, mohon maaf sebesarnya atas
kelancangan mulut adik misan Teecu ini. Dia bernama Kwee In Hong dan dia..."
"Cukup, Yo-Twako. Tak perlu kau mencampuri, ini bukan urusanmu, melainkan urusanku pribadi dengan
pihak Go-Bi-Pai," kata In Hong ketus sehingga Yo Kang terkejut melihat sikap yang baru baginya ini.
Kemudian gadis itu menghadapi Wu Wi Thaisu kembali dan berkata,
"Nah, Totiang, kau sudah mengetahui namaku. Bagaimana, apakah kau sudah bersedia untuk
memberitahu kepadaku, dimana adanya Tek Seng Cu itu dan apa yang ia lakukan akhir-akhir ini?" Wu Wi
Thaisu menjadi mendongkol juga. Tek Seng Cu adalah cucu muridnya dan menjadi anak murid Go-Bi-Pai.
Betapapun juga, urusan dengan Tek Seng Cu berarti urusan dengan Go-Bi-Pai dan urusannya juga, maka
mau tidak mau ia harus membelanya.
"Nona, kau masih begini muda akan tetapi sikapnya keras mendesak, menandakan bahwa kau memiliki
kepandaian dan menyombongkan kepandaianmu itu. Tek Seng Cu adalah murid Go-Bi-Pai dan urusan
dia tak perlu diketahui oleh orang luar. Segala sesuatu yang menyangkut diri seorang murid Go-Bi-Pai,
adalah urusan kami sendiri dan kami pula yang akan membereskannya. Orang luar tak perlu tahu!"
Sepasang mata yang indah itu mulai berkilat dan kalau orang tahu akan kebiasan In Hong, ia akan
mengerti bahwa inilah tanda kemarahan dari gadis itu. Ia melangkah maju dan berkata, suaranya
menantang,
"Wu Wi Totiang, aku yang muda dan bodoh sudah mendengar bahwa kau adalah tokoh kedua dari Go-


Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bi-Pai, dengan kepandaianmu yang tinggi menjulang kelangit. Tadipun sudah kusaksikan sendiri
kelihaianmu, maka biarlah aku melupakan dalam ilmu pukulan darimu. Kalau aku kalah, sudahlah, kau
boleh berbuat apa yang kau suka. Akan tetapi kalau kau mengalah dan tidak mau menjatuhkan aku,
terpaksa aku mendesak terus dan kau harus memberitahu kepadaku perihal urusan Tek Seng Cu!" Inilah
kata-kata yang mengandung tantangan. Gadis yang begini muda berani menantangnya dan bertaruh
kalau ia kalah supaya memberitahu tentang Tek Seng Cu, alangkah beraninya.
"Hong-moi...! Apakah kau sudah gila...?" In Hong menoleh.
"Mungkin juga, Yo-Twako. Akan tetapi kunasihatkan agar supaya kau menjauhkan diri dan menonton
saja dari jauh kalau kau tidak ingin dibikin terjungkir balik oleh Wu Wi Totiang yang lihai!" Wu Wi Thaisu
sudah dapat dibakar hatinya dan ia mendelik ke arah Yo Kang.
"Orang muda, minggirlah dan jangan ikut-ikut!" Yo Kang terkejut sekali dan cepat ia menuntun kudanya
dan kuda In Hong, menuju ke sebatang pohon dimana ia mengikatkan kedua kuda, lalu berdiri bengong
memandang ke arah dua orang yang masih berdiri berhadapan itu. Hati Yo Kang berdebar dan ia masih
mengira bahwa In Hong terlalu ceroboh dan berani mati. Apa sih kepandaian gadis itu sehingga berani
bersikap demikian kurangajar terhadap Wu Wi Thaisu yang tadi telah membuktikan bahwa
kepandaiannya amat tinggi?
"Nona kau benar-benar memiliki keberanian besar sekali. Siapakah Gurumu?" In Hong tersenyum lagi,
senyum yang mengandung ancaman.:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 80
:: CerSil KhoPingHoo :
"Totiang, biarlah keterangan tentang Guruku inipun kujadikan taruhan. Kalau aku kalah, baru aku akan
memperkenalkan siapa Guruku, sebaliknya kalau kau tak dapat mengalahkan aku, kau harus
memberitahu tentang Tek Seng Cu. Bukankah ini sudah adil sekali?"
"Bagus! Kau majulah, dan jangan anggap aku seorang tua yang keterlaluan mau melayani seorang muda.
Ini adalah kau sendiri yang mencari dan kau sendiri yang mendesakku. Agaknya kau terlampau dimanja
dan biarlah hitung-hitung Pinto memberi hajaran kepada seorang gadis manja!" In Hong tersenyum geli.
"Awaslah, Totiang, aku yang muda dan bodoh hendak menyerang lebih dulu," Baru saja kata-kata ini
berhenti, tubuh In Hong sudah berkelebat maju dan melakukan serangan yang amat cepat gerakannya.
Hek Moli adalah seorang iblis wanita yang ganas dan ilmu silatnya pun selain aneh, amat ganas sifatnya.
Maka serangan dari In Hong ini tidak berbeda dengan Gurunya, cepat kuat dan ganas sekali. Tadinya Wu
Wi Thaisu sebagai tokoh besar di dunia persilatan, dan sebagai tokoh kedua dari Go-Bi-Pai, tentu saja
tidak memandang sebelah mata kepada gadis yang begini muda, maka ketika In Hong hendak bergerak
maju, ia telah terlanjur berkata,
"Majulah, kalau dalam dua puluh jurus Pinto belum dapat mengalahkan, anggap saja kalah..." Namun
kata-katanya terputus ketika tiba-tiba bayangan In Hong, berkelebat dan tahu-tahu gadis itu sudah
menyerangnya dengan kecepatan yang tak tersangka-sangka.
Dengan tubuh masih terapung ketika melompat tadi, In Hong sudah mengirim tendangan berantai
dengan kedua kaki, tangan kanannya menotok leher, jadi sekaligus, dengan bertubi-tubi, gadis ini telah
mengirim tiga macam serangan! Bukan-main kagetnya Wu Wi Thaisu. Ia sampai mengeluarkan seruan
kaget dan cepat-cepat ia melompat ke kiri untuk menghindarkan tendangan berantai, dan melihat
tangan kanan gadis itu dengan cepat meluncur, mengejar lehernya untuk ditotok, ia segera mengibaskan
ujung lengan bajunya untuk menangkis. Kibasan ini adalah ilmu silat tinggi dari Go-Bi-Pai yang disebut
Siu-te-kiat-ciang (Dibawah tangan baju memotong tangan) dan lihainya bukan main. Biarpun hanya
ujung lengan baju, akan tetapi karena digerakkan dengan tenaga lweekang tingkat tinggi, cukup kuat
untuk mematahkan pergelangan lengan lawan! Namun, apa yang terjadi? Terdengar suara
"Brett!" dan bukan pergelangan lengan kanan In Hong yang terpukul oleh ujung lengan baju, bahkan
gadis itu cepat sekali menarik tangan kanan dan tangan kirinya yang sudah siap sedia itu mencengkeram
dan sekaligus ujung lengan baju dari Wu Wi Thaisu robek dan hancur!
"Ganas... ganas...!" Tosu ini berseru dengan keringat membasahi keningnya. Baru dalam gebrakan
pertama saja, dengan susah-payah baru ia dapat menghindarkan diri dan mengorbankan ujung lengan
bajunya! Kalau tidak mengalami sendiri, tentu ia takkan percaya. Namun, In Hong yang mendengar
bahwa ia akan dikalahkan dalam dua puluh jurus, sudah menjadi penasaran dan naik darah, maka ia
tidak mau memberi kesempatan lagi dan terus mendesak dengan serangan-serangan aneh dan cepat
sekali.
Sebaliknya, Wu Wi Thaisu baru terbuka matanya bahwa yang ia hadapi bukanlah gadis sembarangan
yang ilmu silatnya dapat disamakan dengan Yo Kang, melainkan seorang lawan yang tangguh sekali,
maka ia tidak berani berlaku sembrono lagi. Dengan penuh perhatian ia lalu menghadapi In Hong,
menggerak-gerakkan kedua lengan sehingga terdengar bunyi tulang-tulang berkerotokan. Inilah tanda
bahwa Tosu tua ini telah mengerahkan seluruh tenaga lweekang, membangkitkan tenaga sin-kang di
dalam tubuhnya, yang hanya ia lakukan apabila menghadapi lawan berat. Sebetulnya, ia segan sekali
harus mengeluarkan kepandaian ini menghadapi seorang gadis yang begitu muda, namun gebrakan:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 81
:: CerSil KhoPingHoo :
pertama tadi sudah merupakan pelajaran pahit baginya bahwa ia sekali-kali tidak boleh memandang
rendah kepada lawan muda ini.
Sebaliknya, dahulu In Hong sudah seringkali mendengar penuturan Gurunya tentang pelbagai
kepandaian istimewa dari cabang-cabang persilatan yang besar, maka ia sudah tahu bahwa Wu Wi
Thaisu adalah seorang ahli lweekang yang berbahaya. Ia tahu bagaimana harus menghadapinya, maka
diam-diam iapun mengerahkan khikangnya untuk menambah keringanan tubuh, kemudian
mengandalkan ginkang yang luar biasa, ia melakukan penyerangan. Bukan-main hebatnya pertempuran
itu. In Hong menyerang cepat sekali, tubuhnya berkelebat kesana kemari sedangkan Wu Wi Thaisu
berdiri memasang kuda-kuda yang teguh dan mengandalkan tenaga lweekangnya yang disalurkan
dikedua lengan, menyampok, menangkis dan memukul apabila lawannya mendekat. Dilihat dari jauh,
seakan-akan Tosu itu adalah seekor harimau dan In Hong seekor garuda yang menyambar-nyambar dari
atas.
Demikiancepat gerakan In Hong sehingga Wu Wi Thaisu tak pernah berhasil menyentuh tubuh nona itu,
dan sama sekali tidak diberi kesempatan menyerang. Namun, bagi In Hong juga amat sukar karena hawa
pukulan yang menyambar dari kedua Iengan Tosu itu benar-benar amat dahsyat sehingga tiap kali ia
hampir berhasil menyerang, ia selalu terpental kembali terdorong oleh hawa pukulan. Baiknya gadis
inipun telah memiliki sin-kang yang lumayan, maka dorongan hawa lweekang itu tidak mengganggunya,
hanya membuatnya terpental mundur. Yang bengong adalah Yo Kang. Pemuda ini berdiri menonton dan
tak disadarinya, mulutnya ternganga dan sepasang matanya melotot tanpa berkedip. Mimpipun tidak
pemuda ini bahwa In Hong dapat mempunyai kepandaian sehebat itu.
Matanya sampai berkunang-kunang karena ia tidak dapat mengikuti kecepatan gerak tubuh gadis itu!
Setelah sadar karena merasa matanya pedas, ia menarik napas berulang-ulang sambil menggeleng-
gelengkan kepalanya. Mukanya merah sekali kalau ia teringat betapa ia tidak memandang mata kepada
gadis ini! Dua puluh jurus lewat cepat sekali karena serangan-serangan In Hong memang dilakukan
tanpa berhenti. Di dalam dua puluh jurus ini, Wu Wi Thaisu hanya sempat membalas dengan serangan
tiga jurus saja, inipun serangan sambil lalu karena ia tidak diberi kesempatan sama sekali. In Hong tidak
mempunyai niat untuk mencelakakan atau untuk memperhebat pertandingannya dengan Tosu ini.
Sepak terjang Tosu ini ketika merampas bahan makan dan obat lalu membagikan kepada rakyat, telah
membuatnya kagum maka ia tidak ingin bermusuh dengan orang tua ini.
"Wu Wi Totiang, dua puluh jurus telah lewat, masih harus diteruskankah pertandingan ini?" tanyanya
sambil terus menyerang. Wu Wi Thaisu menjadi merah mukanya dan ia berseru,
"Tahan...!" In Hong melompat ke atas, berjungkir balik beberapa kali kemudian berdiri menghadapi Tosu
itu dengan bibir tersenyum dan sama sekali tidak kelihatan lelah.
"Ginkangmu hebat sekali, nona. Murid siapakah kau sebenarnya?" tanya Tosu itu dengan kagum.
"Ingat, Totiang. Aku tidak kalah, bukan semestinya aku bicara tentang Guruku, bahkan seharusnya kau
bicara tentang Tek Seng Cu!" Wu Wi Thaisu tersenyum pahit dan kembali menarik napas panjang.
"Baiklah, baiklah, aku akan memberitahu kepadamu, akan tetapi setelah aku mengenal ilmu pedangmu.
Kau membawa pedang yang begitu indah, pasti aku akan melihat kiam-hoat yang jempol. Kalau dalam se
puluh jurus permainan pedang aku belum dapat menebak kau murid siapa, biarlah aku mengaku kalah:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 82
:: CerSil KhoPingHoo :
betul-betul dan akan menuruti segala permintaanmu!" Sambil berkata demikian, Wu Wi Thaisu
mencabut pedangnya.
Tosu ini hendak berlaku cerdik. Go-Bi-Pai terkenal sekali akan ilmu pedangnya yang lihai, dan selain Wu
Wi Thaisu telah menguasai delapan bagian dari Go-Bi Kiam-Hoat, iapun terkenal sebagai seorang ahli
pedang yang mengenal hampir semua ilmu pedang di dunia persilatan. Dengan menantang bermain
pedang, tidak saja ia hendak menebus kekalahannya tadi juga ia ingin tahu murid siapa adanya gadis
aneh ini. Ia percaya bahwa setelah melihat ilmu pedang gadis ini, ia akan dapat mengetahui dari cabang
mana datangnya ilmu kepandaian itu. Boleh jadi ia tidak mengenal ilmu silat tangan kosong, akan tetapi
tak mungkin ia tidak mengenal ilmu pedang. Tentu saja In Hong yang cerdik maklum pula akan siasat
Tosu tua itu, maka ia tersenyum sambil mencabut pedangnya.
"Bukan aku yang mendesak, sebaliknya kau sendiri yang berjanji, Totiang. Terima kasih sebelumnya
bahwa kau hendak menuruti segala permintaanku, asal saja kau orang tua tidak membohongi aku orang
muda." Kata-kata ini mengandung sindiran. Tadi Wu Wi Thaisu sudah mengeluarkan kata-kata bahwa
kalau gadis ini mampu menandinginya selama dua puluh jurus, ia akan menerima kalah, akan tetapi
kemudian ia mengajak bertanding pedang. Hal ini agaknya dipergunakan oleh In Hong untuk menyindir
padanya dan menyatakan bahwa dia membohong!
"Kwee-Lihiap, aku orang tua bangka mana sudi membohongimu? Tadi aku memang sudah mengaku
kalah dan tentang Tek Seng Cu, pasti akan kuceritakan, sungguhpun kau akan kalah dalam pertandingan
pedang ini. Go-Bi-Pai tidak ada rahasia busuk, mengapa takut menceritakan? Hanya aku masih
penasaran dan ingin sekali menerka kau ini murid siapa!"
"Kalau begitu, lihatlah ilmu pedangku ini, Totiang!" seru In Hong sambil tertawa. Wu Wi Thaisu melihat
sinar terang meluncur cepat. Ia tidak mengenal pedang pusaka Liong-Gan-Kiam, karena setelah mencuri
pedang itu dari istana, Hek Moli tidak pernah mempergunakannya dan memberikan pedang itu kepada
In Hong.
Dengan penuh perhatian Wu Wi Thaisu menghadapi ilmu pedang dari gadis itu yang juga amat ganas,
cepat dan kuat sekali gerakannya. In Hong tidak takut bahwa Tosu ini akan mengenal ilmu pedangnya,
karena ia tahu bahwa Gurunya, yakni Hek Moli, selalu mempergunakan tongkat sebagai senjata, dan
ilmu tongkat dari Gurunya itulah yang digubah menjadi ilmu pedang untuknya. Biarpun gerakan-
gerakannya sama, namun ilmu tongkat tak dapat disamakan derigan ilmu pedang dan dengan hati besar
gadis ini lalu mengerahkan kepandaiannya untuk mendesak Wu Wi Thaisu. Akan tetapi, ia harus
mengakui kelihaian Tosu ini dalam ilmu pedangnya. Ilmu pedang Go-Bi-Pai amat kuat dalam
pertahanannya dan pedang di tangan Tosu itu berputar-putar cepat sekali merupakan tembok baja yang
kuat dan kokoh melindungi tubuhnya sehingga sukar ditembus oleh pedang di tangan In Hong.
Makin terkejutlah hati Wu Wi Thaisu. Tidak saja ia belum pernah melihat ilmu pedang yang amat aneh
dan kuat ini, juga untuk mengalahkan gadis ini dalam permainan pedang saja, agaknya akan memakan
waktu lama sekali baginya. Bukan main indah dan ganasnya ilmu pedang yang dimainkan oleh nona
Kwee ini sehingga tubuh nona itu lenyap terbungkus oleh sinar pedang yang berkilauan. Ia sudah
mencoba untuk mendobrak dan membalas serangan In Hong, namun sia-sia belaka karena ia kalah
cepat. Dan dengan pengerahan tenaga dan pencurahan perhatian untuk mengalahkan ilmu pedang
gadis ini, ia makin sukar mengenal ilmu pedang itu. Se puluh jurus lewat amat cepatnya, dan terdengar
Tosu itu berkata dengan suara keras,:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 83
:: CerSil KhoPingHoo :
"Kwee-Lihiap, terus terang saja aku belum mengenal ilmu pedangmu. Aku takkan menarik janji, dan kau
boleh minta apa saja nanti, akan tetapi teruskan permainanmu sampai se puluh jurus lagi, kiranya Pinto
akan dapat menduga dari siapa kau memperoleh semua ilmu yang aneh ini!" In Hong makin gembira.
Terdengar ia tertawa nyaring dan kini ilmu pedangnya makin hebat. Sengaja gadis ini mengerahkan
tenaga dan mengeluarkan jurus-jurus yang paling lihai dari ilmu pedangnya yang dinamai Toat-beng-
kiam-hoat (Ilmu pedang mencabut nyawa) oleh Gurunya!
Tidak saja ia hendak membikin Tosu itu menduga-duga dengan bingung, akan tetapi juga darah
mudanya membuat ia mempunyai keinginan mengalahkan Tosu ini dalam ilmu pedang! Dalam jurus
kedua puluh, In Hong mempergunakan ilmu pedangnya dengan gerak tipu yang paling lihai, yakni yang
disebut Tho-sim-toat-beng (Mencuri hati mencabut nyawa). Pedangnya berputar dan berkelebatan
seperti seekor rajawali hendak menyambar korban, sukar sekali diduga kemana arah yang hendak
dilalui, dan tiba-tiba, tanpa terduga-duga, pedang ini menyambar dengan tusukan kilat ke arah hati atau
dada kiri lawannya! Wu Wi Thaisu berseru keras dan cepat ia menggerakkan pedang melindungi dada,
karena untuk mengelak sudah tidak ada waktu lagi!
Dua pedang bertemu, menempel keras dan tak dapat dilepaskan lagi. Kalau Wu Wi Thaisu tidak menang
dalam tenaga lweekang, tentu ia tak keburu melindungi dadanya dan ujung pedang In Hong hanya
terpisah setengah dim saja dari bajunya. Akan tetapi, berkat tenaga lweekangnya yang masih lebih kuat
daripada In Hong, ia dapat mendorong gadis itu dan sambil mengerahkan tenaga ia berseru keras. In
Hong terhuyung mundur dan terpental seakan-akan tertiup angin badai! Gadis ini pucat, akan tetapi
merasa lega bahwa ia tidak terluka. Kiranya Wu Wi Thaisu memang tidak bermaksud buruk dan ia tadi
hanya mengerahkan khikang untuk membikin gadis itu terpental. Kalau ia mau mempergunakan
lweekang sekuatnya, pasti In Hong akan terluka di dalam tubuhnya.
"Siancai, Siancai..., ilmu pedangmu benar-benar hebat, Kwee-Lihiap," kata-kata ini memang sejujurnya,
karena ia yang sudah memiliki delapan bagian atau hampir seluruhnya dari Go-Bi Kiam-Hoat, dalam dua
puluh jurus tidak dapat mengalahkan ilmu pedang gadis itu, bahkan hampir saja ia menjadi korban.
Kemenangannya tadi bukan karena ilmu pedang, melainkan karena ia memiliki tenaga lweekang yang
lebih kuat. Maka ia merasa penasaran dan juga kagum sekali, akan tetapi ia sekarang teringat. Yang
dapat menghadapi Go-Bi Kiam-Hoat dari suhunya yang tua, yakni Tek Eng Thaisu ketua Go-Bi-Pai, adalah
Hek Moli, Iblis Wanita hitam itu. Biarpun Hek Moli mainkan tongkat, namun keganasan dan
kecepatannya hampir sama dengan gerakan gadis ini.
"Kwee-Lihiap, kalau kau bukan murid Hek Moli, aku si tua bangka tidak mampu menerka lagi murid
siapakah kau ini." In Hong menjura.
"Wu Wi Thaisu, tebakanmu yang tepat ini menambah kekagumanku atas ilmu pedang Go-Bi Kiam-Hoat
yang benar-benar indah dan luar biasa. Aku terima kalah."
"Kau pandai bersombong dan pandai merendah. benar-benar kau seperti Gurumu. Eh, sekarang aku
harus bayar hutang. Kau hendak bertanya tentang Tek Seng Cu?"
"Benar, Totiang," In Hong menjadi gembira dan menyimpan Liong-Gan-Kiam.
"Dia sudah tewas!" In Hong melengak.
"Jadi Subo yang...":: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 84
:: CerSil KhoPingHoo : :: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 85
:: CerSil KhoPingHoo :
"Ya benar, mendiang Gurumu yang menewaskannya."
"Apa katamu, Totiang?" In Hong menjerit. "Guruku...??"
"Gurumu juga tewas dalam pertempuran itu." Tiba-tiba In Hong mencabut pedangnya dan cepat
menusuk dada Wu Wi Thaisu. Tosu ini cepat menangkis dengan pedang yang masih dipegangnya.
"Sabar, jangan kau tiru keganasan Gurumu itu. Keganasan tanpa perhitungan dan tanpa
dipertimbangkan lebih dulu adalah kesesatan dan hanya akan membawa kau ke dalam lembah
kehancuran!" In Hong sadar kembali. Memang amat tidak baik kalau tiba-tiba menyerang atau
membunuh orang tanpa mengetahui persoalannya dengan jelas, hanya timbul dari persangkaan belaka.
"Guruku tewas? Tentu kalau bukan olehmu, oleh Pek Eng Thaisu, siapa lagi yang dapat
menewaskannya? Tek Seng Cu manusia sombong itu? Hah, jangan kau mencoba untuk menyangkal, Wu
Wi Thaisu!" Dada gadis itu berombak, mukanya merah, sepasang matanya seperti berapi. Wu Wi Thaisu
menggeleng kepalanya.
"Sayang bukan! Kalau aku yang menewaskannya, itu tanda bahwa ilmu silatku mendapat banyak
kemajuan. Padahal semenjak aku kalah olehnya di puncak Go-Bi dahulu, harus ku akui bahwa ilmu
silatku banyak mundur!"
"Jadi kalau begitu Pek Eng Thaisu yang menewaskan Guruku?"
"Juga bukan, Kwee-Lihiap. Suhu sudah terlalu tua untuk mengurus segala macam persoalan dunia, mana
suhu mau membunuh orang?"
"Wu Wi Thaisu, kau tadi sudah berjanji hendak memenuhi semua permintaanku. Apakah sekarang kau
hendak memutar balik omongan dan untuk pertanyaan ini saja kau tidak mau mengaku? Siapakah yang
telah membunuh Guruku?" Pada saat itu, Yo Kang yang semenjak pertandingan pedang tadi hampir tak
berani bernapas, buru-buru datang menghampiri mereka.
"Adikku In Hong, harap kau bersabar dan berlaku tenang. Tidak baik mendesak-desak Wu Wi Lo-
Cianpwe." In Hong berpaling kepada Yo Kang.
"Yo-Twako, urusanmu sudah selesai, dan sekarang aku minta supaya kau pulang lebih dulu. Aku ada
banyak sekali urusan yang harus kuselesaikan. Harap kau jangan membantah lagi!" Di dalam kata-kata
ini terkandung suara yang dingin dan ketus sehingga Yo Kang tak berani membantah. Ia hanya menarik
napas panjang, lalu berkata,
"Baiklah, Hong-moi dan tentang mencari Ibumu..." Ia berhenti karena teringat bahwa kini tidak ada
artinya lagi membantu gadis yang ternyata memiliki kepandaian jauh lebih lihai daripada kepandaiannya
sendiri itu. "Ah..... orang macam aku ini mempunyai kegunaan apakah? Biarlah, aku hanya akan
mencoba mendengar-dengar dimana adanya Ibumu, Hong-moi." In Hong terharu juga. Ia tahu akan
isihati pemuda ini.
"Bantuanmu masih amat kuperlukan, Yo-Twako. Nah, selamat berpisah dan mudah-mudahan tak lama
lagi kita akan dapat bertemu pula." Yo Kang memberi hormat kepada Wu Wi Thaisu, lalu melompat ke
atas kudanya dan membalapkan kuda itu pulang ke See-Ciu. Ia benar-benar merasa terpukul dan malu:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 86
:: CerSil KhoPingHoo :
kepada diri sendiri dan semenjak saat itu, ia melempar jauh-jauh julukan Bu-Tong Sin-To dan bahkan
tidak mau lagi bicara tentang ilmu silat! Setelah Yo Kang pergi, In Hong berkata lagi kepada Wu Wi
Thaisu,
"Bagaimana, Totiang, apakah kau masih tidak mau menolongku? Ingat janjimu tadi. Pantaskah seorang
tokoh kedua dari Go-Bi-Pai menarik kembali janjinya? Ingat, aku tidak akan segan-segan untuk
mengabarkan hal ini di dunia kang-ouw!" Wu Wi Thaisu kewalahan dan menarik napas panjang dengan
sikap duka.
"Baiklah, Kwee-Lihiap. Ada orangnya yang tahu betul akan hal itu, bahkan yang menyaksikan dengan
mata kepala sendiri ketika Gurumu tewas. Dia itu adalah muridku sendiri yang bernama Wi Tek Tosu,
Guru dari Tek Seng Cu. Aah, kami harus menanggung seluruh dosa yang dilakukan oleh Tek Seng Cu.
Marilah, mari kita menemui Wi Tek Tosu yang berada di tempat tidak jauh dari sini."
Setelah berkata demikian, Wu Wi Thaisu menggerakkan kedua kaki dan mengibaskan tangan, maka
melesatlah tubuhnya karena ia sudah mempergunakan ilmu lari cepat. In Hong tidak mau tertinggal dan
cepat mengejar. Dalam hal ilmu lari cepat, ia tidak kalah lihai oleh Tosu tua dari Go-Bi-Pai ini maka ia
dapat mendampinginya. Ternyata Wu Wi Thaisu tidak membawanya pergi jauh, hanya kurang lebih tiga
puluh lie dari dusun tadi. Mereka tiba di sebuah dusun yang sunyi di lereng gunung kecil dan Wu Wi
Thaisu mengajak In Hong menuju ke sebuah Kelenteng bertembok kuning yang berdiri di lereng itu.
"Disinilah tempat Pinto untuk sementara waktu kalau Pinto turun dari Go-Bi-san," kata Tosu itu setelah
mereka berjalan memasuki pekarangan Kelenteng. "Di dalam sebuah kamar di Kelenteng ini kau akan
bertemu dengan orang yang telah menyaksikan sendiri bagaimana Gurumu itu tewas. Mari kau ikut
Pinto!" Hati In Hong berdebar keras. Suhunya sudah tewas dan ia akan bertemu dengan orang yang
dapat menceritakannya tentang kematian Gurunya itu. Ia harus membalas dendam dan kalau ia sudah
tahu siapa yang membunuh Gurunya, ia takkan berhenti sebelum dapat membalas sakit hati ini. Wu Wi
Thaisu berhenti di depan sebuah kamar. Kamar ini kecil saja, paling besar dua meter persegi. Daun
pintunya tertutup dan di antara dua daun pintu ditempeli kertas biru yang ada tulisannya, TEMPAT
HUKUMAN MURID BERDOSA.
Kalau pintu itu dibuka, tentu tempelan ini akan rusak dan robek. Di dekat pintu itu terdapat sebuah
jendela tak berdaun, atau lebih tepat disebut lubang angin karena tingginya satu kaki dan lebarnya tidak
ada satu kaki. Inipun di tengah-tengahnya masih ada sebatang rujinya sehingga tak mungkin orang dapat


Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keluar dari lubang itu tanpa merusaknya. Karena Wu Wi Thaisu mengajak In Hong berhenti di depan
lubang itu, tampaklah oleh In Hong seorang Tosu setengah tua duduk bersila menghadapi tembok di
dalam kamar itu. Tosu ini duduk bersamadhi di atas sebuah pembaringan kayu yang kasar, tak bergerak
seperti sebuah arca. In Hong tidak mengenal Tosu ini dan belum pernah melihatnya, maka ia
memandang kepada Wu Wi Thaisu dengan mata bertanya.
"Dia adalah Wi Tek Tosu, muridku, dan Guru dari Tek Seng Cu," katanya perlahan, kemudian, melalui
lubang itu ia berkata kepada Tosu yang sedang bersamadhi,
"Wi Tek, nona Kwee In Hong murid Hek Moli sudah datang dan kau harus menceritakan semua peristiwa
itu sejelasnya kepada Kwee-Lihiap." Tanpa menoleh, Tosu itu berkata,
"Suhu, Teecu sudah berdosa, sudah melanggar pantangan sucouw, dan Teecu sudah menerima
hukuman suhu, bersedia untuk dikurung disini selama lima tahun. Bahkan Teecu rela andaikata suhu:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 87
:: CerSil KhoPingHoo :
mengurung Teecu disini sampai mati. Akan tetapi, apa perlunya Teecu bicara dengan murid Hek Moli?
Teecu sudah kehilangan tiga orang Sute, sudah kehilangan murid, semua gara-gara Hek Moli, jangan-
jangan kalau melihat murid Hek Moli, Teecu akan lupa diri dan melakukan pelanggaran lagi!"
"Wi Tek, Pinto sudah berjanji kepada Kwee-Lihiap dan Pinto sudah kena dikalahkan dalam pertandingan.
Ini sebuah perintahku dan kau tidak boleh melanggar!" Wu Wi Thaisu membentak. Wi Tek Tosu
memutar tubuhnya dan memandang kepada In Hong. Ia kelihatan heran sekali melihat seorang nona
begini muda. Betulkah suhunya kalah oleh nona ini? Benar-benar luar biasa dan hampir tak mungkin ia
percaya. Akan tetapi ia tidak berani membantah kehendak suhunya, maka dengan muka merengut dan
tanpa menatap wajah In Hong, ia lalu menuturkan peristiwa pertempuran dengan Hek Moli secara
singkat,
"Aku dengan tiga orang Suteku, Wi Kong Tosu, Wi Jin Tosu dan Wi Liang Tosu, dan muridku Tek Seng Cu,
dibantu pula oleh tiga orang tokoh Kun-Lun-Pai, Cu Sim San-Lojin, Kim Sim San-Lojin, dan Sun Sim San-
Lojin menantang Hek Moli mengadakan pertandingan di puncak O-mei-san. Hek Moli datang dan kami
mengeroyoknya. Tiga orang Suteku dan muridku tewas, akan tetapi syukur aku dan tiga San-Lojin dari
Kun-Lun-Pai berhasil membikin mampus iblis wanita itu. Nah, kau sudah mendengar penuturanku!"
Setelah berkata demikian, Wi Tek Tosu memutar tubuhnya kembali, mengha-dapi tembok dan
bersamadhi untuk melanjutkan hukumannya! Sepasang alis In Hong berdiri dan sekali gadis ini
menggerakkan tangan, terdengar suara keras dan ruji baja dilubang itu telah patah! Ia mencabut
pedangnya dan berseru,
"Bagus, kau seorang di antara pembunuh-pembunuh Guruku, kau harus mampus sekarang juga!" Akan
tetapi Wu Wi Thaisu cepat menghadang di depan jendela itu dan menggeleng-geleng kepalanya.
"Kwee-Lihiap, kau benar-benar tidak adil. Coba kau berpikir dengan tenang. Peristiwa permusuhan ini
yang menjadi biangkeladi adalah Gurumu sendiri. Kalau Gurumu dahulu tidak naik ke Go-Bi-Pai
mengajak pibu, tentu Tek Seng Cu tidak akan buntung tangannya, dan muridku ini bersama saudara-
saudaranya tidak akan menaruh hati dendam. Ketua kami sudah melarang dia mencari permusuhan,
akan tetapi diam-diam ia tidak dapat memadamkan api dendamnya sehingga ia menantang Hek Moli.
Kemudian akibatnya lebih hebat lagi, karena kami kehilangan empat orang murid Go-Bi-Pai. Biarpun
Gurumu tewas, akan tetapi empat orang murid kami juga tewas, dan kau lihat buktinya sendiri, Wi Tek
Tosu sudah kami hukum untuk lima tahun di kamar ini. Apakah kau masih penasaran? Bukankah
kematian Gurumu sudah terbalas lebih dari cukup?"
"Guruku tewas akibat pengeroyokan yang curang dan licik. Kalau murid-muridmu tidak curang dan
mengeroyoknya, mana bisa Guruku tewas? Sungguh tak tahu malu, tujuh orang mengeroyok seorang
lawan!" In Hong marah sekali, juga berduka mendengar akan nasib Gurunya.
"Kwee-Lihiap, Gurumu memang berkepandaian tinggi, sehingga ketua kami barulah dapat
mengimbanginya. Biarpun dikeroyok oleh empat orang murid Go-Bi-Pai, mana bisa dia kalah? Buktinya,
dibantu oleh tiga tokoh Kun-Lun, masih saja tiga orang murid kami tewas. Pinto sendiri tidak akan
menang dari Gurumu, mana bisa orang seperti muridku ini menewaskan Gurumu? Hanya karena ketiga
San-Lojin dari Kun-Lun-Pai, maka akhirnya Gurumu tewas. Pihak Go-Bi-Pai sudah menebusnya dengan
empat nyawa dan bahkan seorang dihukum lima tahun, ini sudah lebih dari cukup. Sebaliknya, pihak
Kun-Lun-Pai, yang tidak kehilangan seorangpun murid, telah menjatuhkan Gurumu. Maka kalau kau
merasa penasaran, mengapa mencari disini?":: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 88
:: CerSil KhoPingHoo :
Wu Wi Thaisu memang cerdik. Tidak saja kata-katanya memang beralasan, akan tetapi ia sengaja
hendak mengadu gadis ini dengan pihak Kun-Lun-Pai. Ia dapat melihat bahwa gadis ini berwatak ganas
seperti Hek Moli, dan sukarlah menundukkannya apabila kelak gadis ini menjadi jahat dan ganas. Hanya
pihak Kun-Lun-Pai yang memiliki banyak orang berkepandaian tinggi kiranya dapat mengalahkan gadis
ini. Gurunya sendiri, Pek Eng Thaisu, tidak mau turun gunung lagi, maka sebaiknya menyuruh gadis ini
menyerbu ke Kun-Lun! In Hong dapat menerima alasan ini, maka dengan gemas ia berkata,
"Kalau aku tidak dapat menewaskan tiga San-Lojin Kun-Lun-Pai yang telah membunuh Guruku, aku
bersumpah tidak mau jadi orang lagi!" Setelah berkata demikian, In Hong berkata kepada Wi Tek Tosu
melalui jendela yang sudah rusak itu,
"Aku memandang muka Wu Wi Thaisu dan mengampunimu. Akupun menghabiskan permusuhan antara
aku dan Go-Bi-Pai. Harap kau suka katakan bagaimana selanjutnya dengan jenazah Guruku." Namun Wi
Tek Tosu tidak menjawab, diam saja tidak bergerak sedikitpun. Wu Wi Thaisu tidak enak melihat ini,
karena ia maklum bahwa betapapun juga di dalam hati Wi Tek Tosu masih terkandung kebencian
terhadap Hek Moli.
"Kwee-Lihiap, muridku sudah bercerita kepadaku bahwa jenazah Gurumu itu dikubur baik-baik oleh
pendekar gagah yang bernama Ong Tiang Houw. Kau tentu kenal padanya, bukan?" In Hong mencatat
nama ini dan merasa berterima kasih sekali.
"Aku sudah mendengar namabesarnya akan tetapi belum mendapat kehormatan bertemu muka dengan
orangnya. Kelak aku akan mencarinya dan menghaturkan terima kasih. Nah, selamat tinggal, Totiang."
Setelah berkata demikian, In Hong melompat keluar dari Kelenteng itu dan pergi dengan cepat sekali.
Hatinya penuh kemarahan terhadap Kun-Lun-Pai dan ia mengambil keputusan untuk menunda usahanya
mencari Ibunya, dan hendak langsung menyerbu ke Kun-Lun-Pai, membalas dendam Gurunya kepada
ketiga Kun-Lun San-Lojin!
Kun-Lun-Pai atau partai persilatan cabang Kun-Lun adalah sebuah di antara lima partai persilatan
terbesar di Tiongkok. Tidak saja terbesar karena banyak memiliki anak murid, akan tetapi juga besar
namanya karena anak-anak murid keluaran Kun-Lun-Pai merupakan jago-jago silat dan pendekar-
pendekar yang disegani. Pegunungan Kun-Lun-san yang amat besar, seperti halnya pegunungan Go-Bi-
san, menjadi tempat pelarian para pertapa. Oleh karena letaknya di Tiongkok Barat, maka selain
pertapa-pertapa bangsa Tiongkok sendiri, banyak juga bangsa-bangsa lain dari barat yang meyakinkan
kehidupan mistik dan memilih jalan menjadi pertapa, datang ke puncak gunung ini untuk memilih
tempat yang permai, indah, bersih dan menenangkan hati.
Kedatangan para pertapa dari luar inilah yang menimbulkan pelbagai macam ilmu silat, karena sudah
menjadi kelajiman bahwa para perantau dan pertapa itu tentu memiliki ilmu kepandaian yang tinggi.
Memang ilmu silat tak dapat di-pisah-pisahkan dengan ilmu batin, keduanya merupakan cabang dari
satu sumber, sungguhpun ilmu silat diumpamakan kembangnya, ilmu batin adalah tangkainya. Maka
tidak heran apabila Kun-Lun-Pai menurunkan banyak murid dengan pelbagai macam kepandaian, ada
ahli pedang, ahli golok, ahli tombak, bahkan di antara anak murid yang sudah pandai terdapat pula ahli-
ahli silat yang mempergunakan senjata-senjata aneh seperti poan-koan-pit (alat menulis), hud-tim
(kebutan Pendeta), ikat pinggang, ujung lengan baju, senjata roda dan lain-lain.
Memang partai persilatan Kun-Lun-Pai amat kaya dengan perkembangan ilmu silatnya. Kun-Lun-Pai
membuka cabang di banyak tempat, akan tetapi pusat atau sumbernya tetap saja di puncak sebuah:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 89
:: CerSil KhoPingHoo :
gunung di pegunungan Kun-Lun-Pai. Di tempat ini didirikan sebuah Kelenteng besar dan disinilah
tinggalnya Guru-guru besar dari partai Kun-Lun. Disini pula anak-anak murid yang akan mewakili dan
menjadi pengurus cabang digembleng dengan ilmu silat dan ilmu batin. Pada waktu itu, yang menjadi
ciang-bun-jin atau ketua dari Kun-Lun-Pai adalah Pek Ciang San-Lojin, seorang Kakek yang usianya sudah
hampir tujuh puluh tahun. Sebetulnya dalam urutan, baik usia maupun tingkat kepandaian, Pek Ciang
San-Lojin tak dapat dikatakan paling tinggi. Akan tetapi, pengangkatan ciang-bun-jin oleh Guru besar
bukanlah semata-mata berdasarkan usia dan kepandaian, melainkan sifat dan watak calon ketua itu.
Pek Ciang San-Lojin mempunyai watak tegas dan kebijaksanaan, maka ia terpilih oleh mendiang
Gurunya. Masih ada Sute (adik seperguruan) dan beberapa orang Suheng (kakak seperguruan) yang
biarpun memiliki kepandaian yang tidak kalah olehnya, namun hanya menjadi pembantu-pembantu
biasa saja, bahkan di antaranya ada yang memilih tugas sebagai tukang masak dan tukang kebun! Akan
tetapi oleh karena sifat pekerjaan mereka dan juga watak mereka amat sederhana dan tidak pernah
memperlihatkan diri di dunia kangouw, mereka yang tidak menduduki tempat penting ini tentu saja
tidak dikenal orang. Yang terkenal di dunia kangouw pada waktu itu, selain Pek Ciang San-Lojin sendiri,
adalah Kun-Lun Sam-Lojin (Tiga orang-tua Kun-Lun), yakni tiga orang murid Pek Ciang San-Lojin, yang
bernama Cu Sim San-Lojin, Kim Sim San-Lojin, dan Sun Sim San-Lojin.
Mereka bertiga ini adalah mereka yang dulu membantu tokoh-tokoh Go-Bi-Pai menewaskan Hek Moli.
Mereka juga menduduki tempat penting di Kun-Lun-Pai. Cu Sim San-Lojin yang memiliki kebijaksanaan
menjadi wakil dari Pek Ciang San-Lojin dan agaknya dia inilah yang menjadi calon ciang-bun-jin kelak.
Kim Sim San-Lojin mendapat tugas sebagai kepala bagian penjaga keamanan karena ia berdisiplin dan
keras, maka dahulu belasan tahun yang lalu ketika Hek Moli menyerbu ke Kun-Lun-Pai, dia inilah yang
menghadapinya langsung dan akhirnya kena dikalahkan oleh Hek Moli. Sun Sim San-Lojin, murid ketiga
dari Pek Ciang San-Lojin, orangnya berbakat mengajar, pandai sekali menerangkan tentang teori
persilatan, maka oleh Gurunya ia diangkat menjadi wakilnya dalam memberi pelajaran kepada semua
anak murid Kun-Lun-Pai.
Dahulu ketika Wi Tek Tosu dari Go-Bi-Pai datang minta bantuan untuk mengalahkan Hek Moli, tiga orang
tokoh Kun-Lun-Pai ini hanya mau pergi setelah mendapat perkenan dari Pek Ciang San-Lojin. Wi Tek
Tosu secara pandai telah menghasut dan memanaskan hati tokoh-tokoh Kun-Lun-Pai dengan
menyatakan bahwa Hek Moli amat ganas dan kejam, merupakan bahaya di dunia kangouw. Pek Ciang
San-Lojin memang mempunyai watak yang tegas dan paling benci akan kejahatan. Mendengar
penuturan Wi Tek Tosu itu, ia lalu memberi ijin kepada tiga orang muridnya untuk membantu Pendeta
Go-Bi itu untuk melenyapkan seorang berbahaya dan jahat seperti Hek Moli. Maka, sekembali mereka
dari O-mei-san, tiga orang tokoh Kun-Lun ini tidak mengkhawatirkan sesuatu dan menganggap bahwa
kematian Hek Moli sudah semestinya sebagai hukuman atas semua kejahatan dan keganasan yang telah
dilakukannya.
Akan tetapi, pada suatu hari, dari bawah gunung yang dijadikan pusat oleh Kun-Lun-Pai itu, berkelebat
bayangan yang gesit sekali gerakannya. Bayangan ini bukan lain adalah In Hong yang sengaja datang ke
Kun-Lun untuk menuntut balas atas kematian Gurunya. Kun-Lun-Pai bukan partai persilatan yang
ternama dan besar kalau gerakan In Hong ini tidak diketahui oleh para penjaga. Sebelum gadis itu tiba di
depan Kelenteng, Kim Sim San-Lojin sudah siap-sedia menyambut kedatangan orang yang mencurigakan
ini! Setelah Kelenteng itu kelihatan menjulang tinggi di dekat puncak, In Hong menahan gerakan kakinya
dan berjalan biasa menghampiri Kelenteng itu. Di depan Kelenteng terdapat sebuah pekarangan yang
amat lebar. Dari jauh sudah kelihatan para Pendeta sibuk bekerja, ada yang memikul kayu, ada yang
berjalan membawa keranjang daun obat,:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 90
:: CerSil KhoPingHoo :
Ada pula yang sedang menyapu daun-daun kering membersihkan pekarangan. Kelihatan tenteram dan
damai sehingga tak enak jugalah hati In Hong. Namun ia berjalan terus, memasuki pintu gerbang
pekarangan yang luas itu. Betapapun juga, Gurunya telah ditewaskan oleh tiga orang tokoh Kun-Lun-Pai
yang tinggal di Kelenteng itu dan ia harus menuntut balas! Dengan langkah lebar dan gagah gadis ini
maju terus, tidak perdulikan pandangan mata beberapa orang Tosu yang berada di pekarangan itu.
Bahkan ia tidak perduli kepada seorang Tosu tua berkepala botak yang menyapu daun-daun kering
sambil bernyanyi kecil, diseling ketawa-tawa seperti seorang yang miring otaknya. Ketika ia tiba di
tengah pekarangan, seorang Tosu berjenggot panjang hitam menghadangnya. Tosu ini memandang
tajam, lalu menjura dan berkata,
"Nona, kami tidak pernah menerima tamu wanita dan tidak seorangpun wanita diperkenankan
memasuki Kelenteng. Kalau nona ada keperluan, katakan saja kepada Pinto, nona ini siapa dan ada
keperluan apakah datang di tempat ini?" Tanpa memberi hormat dan dengan sikap ketus, In Hong
menjawab,
"Namaku Put Hauw Li dan aku datang perlu bertemu dan bicara dengan Pek Ciang San-Lojin." Memang
gadis ini ingin bertemu dengan ketua Kun-Lun-Pai untuk menegur tentang pengeroyokan atas diri
Gurunya. Betapapun juga, Gurunya pernah menuturkan kepadanya bahwa Kun-Lun-Pai adalah partai
persilatan besar dan kuat, maka dalam urusan ini tidak baik bersikap sembrono dan lebih baik kalau
langsung berhadapan dengan ketuanya untuk minta pertanggungan jawabnya.
"Suhu sedang bersamadhi dan tidak boleh diganggu. Kalau nona ada urusan, harap disampaikan kepada
Pinto dan Pinto akan melaporkan ke dalam," kata pula Kim Sim San-Lojin dengan suara sabar.
"Tidak bisa disampaikan kepada orang lain. Suruh Pek Ciang San-Lojin keluar menjumpaiku, atau aku
akan masuk saja langsung menemuinya." Kim Sim San-Lojin mulai marah dan ia memandang kepada
gadis itu dengan kening berkerut.
"Nona, kau dilarang keras memasuki Kelenteng. Kalau kau tidak mau menyampaikan kepada Pinto,
maaf, harap kau kembali saja. Belum pernah ada wanita diperkenankan memasuki Kelenteng, itu aturan
kami." In Hong tersenyum mengejek.
"Ketika wanita-gagah Hek Moli datang kesini, apakah dia juga tidak masuk ke dalam?" Kim Sim San-Lojin
terkejut mendengar ini, akan tetapi ia masih dapat menekan perasaannya dan sebagai seorang Pendeta
yang banyak pengalaman dan banyak menghadapi orang-orang bermacam sifat, ia dapat berlaku tenang
dan sabar.
"Biarpun Hek Moli sendiri ketika datang kesini, tidak diperbolehkan masuk ke dalam," jawabnya. In Hong
menjadi naik darah. Ketika tadi mendengar bahwa Tosu ini menyebut Guru kepada Pek Ciang San-Lojin,
ia sudah dapat menduga bahwa Tosu ini tentulah seorang di antara Kun-Lun Sam-Lojin (Tiga Kakek Kun-
Lun), atau seorang di antara tiga tokoh Kun-Lun yang menewaskan Gurunya. Akan tetapi ia tidak mau
turun tangan dulu sebelum bicara dengan ketua Kun-Lun-Pai.
"Kalau begitu, biarlah aku sekeluarga mematahkan pantangan itu," katanya dan secepat kilat tubuhnya
berkelebat melewati sebelah Tosu itu, hendak berlari memasuki Kelenteng.:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 91
:: CerSil KhoPingHoo : :: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 92
:: CerSil KhoPingHoo :
"Perlahan dulu, nona!" Kim Sim San-Lojin menggerakkan tangan dan ujung lengan bajunya menyambar
dengan totokan ke pundak In Hong untuk mencegah gadis itu melanjutkan niatnya. Tosu itu melihat
jelas betapa ujung lengan bajunya mengenai pundak In Hong, akan tetapi bukan main terkejut dan
herannya ketika ia melihat gadis itu seakan-akan tidak merasai totokannya dan berlari terus cepat
sekali!
Memang In Hong sengaja tidak mau menangkis atau melayani Tosu ini karena ia bermaksud untuk
mencari Pek Ciang San-Lojin sebelum bertanding dengan tokoh-tokoh Kun-Lun. Gadis yang cerdik ini
tahu bahwa kalau ia menangkis, tentu ia akan terlibat dalam pertempuran, maka ketika ia merasa
datangnya hawa pukulan, ia dapat menahan totokan itu. Cepat ia mengerahkan hawa lweekang yang
disalurkan ke pundak menutupi jalan darah dan ia berhasil menolak serangan itu. Kim Sim San-Lojin tadi
tidak mengerahkan seluruh tenaganya. Pendeta ini walaupun tahu bahwa gadis yang naik ke gunung
dengan mempergunakan ilmu lari cepat yang luar biasa ini tentu memiliki kepandaian, namun ia tidak
tega untuk menjatuhkan tangan besi. Dikiranya bahwa totokannya tadi yang disertai tenaga setengah
bagian saja sudah cukup untuk menghalanginya masuk Kelenteng.
Tidak tahunya totokannya seakan-akan tidak terasa oleh In Hong! Baru ia maklum bahwa gadis yang
demikian mudanya itu ternyata seorang ahli silat yang pandai. Akan tetapi, gadis itu sudah memasuki
Kelenteng dan Kim Sim San-Lojin tersenyum. Ia tidak mengejar, karena malu baginya kalau berkejar-
kejaran dengan seorang demikian muda. Sungguhpun gadis itu agaknya tidak mengandung maksud baik,
namun ia tidak khawatir. Di dalam Kelenteng masih banyak kawan-kawan yang akan dapat menghalangi
gadis itu. Dengan tenang iapun berjalan memasuki Kelenteng, sedangkan Tosu-Tosu lain melanjutkan
pekerjaan mereka seakan-akan tak pernah terjadi sesuatu. Tosu tua yang botak dan menyapu daun-
daun kering tadi, tertawa-tawa kecil, menghentikan nyanyinya dan berkata-kata seorang-diri,
"Nona kecil berbakat sekali, sayang terdidik oleh tangan yang ganas..." Ia lalu melanjutkan
pekerjaannya. Adapun In Hong, ketika tiba di ruangan depan Kelenteng itu, terheran-heran melihat
Kelenteng itu sunyi saja. Yang ada hanya tiga orang Tosu setengah tua yang sedang bersembahyang.
Selain ini, tidak ada siapa-siapa lagi dan keadaannya sunyi mengandung rahasia.
In Hong tidak berani mengganggu Tosu-Tosu yang sedang bersembahyang itu, maka ia lalu berjalan
terus masuk ke sebelah dalam. Ternyata di sebelah dalam Kelenteng ini amat besar dan luas. Kelihatan
bangunan-bangunan kecil di sana sini, lorong-lorong yang lebar sehingga ia menjadi bingung. Ia tidak
tahu dimana adanya Pek Ciang San-Lojin, maka ia lalu memasuk lorong sebelah kiri yang menuju ke
sebuah ruangan terbuka. Tanpa mengetahui bahwa semua gerak geriknya diikuti oleh banyak pasang
mata, In Hong maju terus. Ia memasuki ruangan terbuka yang berada di tengah-tengah. Ruangan ini
adalah ruangan tempat belajar atau berlatih ilmu silat yang disebut lian-bu-thia. Lebar sekali tempat ini,
karena selain dipergunakan untuk tempat berlatih silat, juga di tempat inilah biasa diadakan pertemuan
antara Tosu-Tosu dan anak-anak murid Kun-Lun-Pai yang banyak jumlahnya.
Di tempat ini, beberapa bulan sekali, ciang-bun-jin dari Kun-Lun-Pai, yakni Pek Ciang San-Lojin, dihadap
oleh puluhan orang anggauta Kun-Lun-Pai, memberi pelajaran tentang ilmu batin dan menguraikan ujar-
ujar kuno dari kitab-kitab agama To. Ketika In Hong tiba di ruangan ini, keadaan disitu sunyi belaka, akan
tetapi tiba-tiba ia mendengar suara di belakangnya. Ketika ia menengok, ia melihat seorang Tosu tua
telah duduk di atas bangku Bundar, bersila dan memegang sebuah kitab sambil membacanya perlahan-
lahan. In Hong terkejut dan kagum. Tadi ketika masuk ia tidak melihat Kakek ini, akan tetapi bagaimana
tiba-tiba bisa berada disitu? Terang bahwa Tosu ini memiliki ginkang yang sudah tinggi sekali sehingga:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 93
:: CerSil KhoPingHoo :
gerakannya amat ringan dan cepat. Ia mendengar Tosu itu membaca ayat-ayat dari kitab To Tek Keng
tentang sifat air menurut pandangan filsafat besar Lo Cu,
"Tiada kelembutan melampaui air.
Namun dalam menanggulangi kekerasan
Tiada kekuatan di dunia dapat melebihinya,
Karenanya tiada yang dapat menggantikannya.
Kelemahan mengalahkan kekuatan,
Kelembutan mengalahkan kekerasan.
Namun tiada yang dapat mengetahuinya,
Tiada yang dapat menjalankannya."
Tosu itu hendak melanjutkan bacaannya yang memang masih ada lanjutannya, akan tetapi ia dipotong
oleh In Hong yang bersajak dengan suara keras mengejek,
"Lidah memang tak bertulang
Mudah saja setiap orang menggoyang,
Tapi, biarpun lidah Pendeta suci
Mana bisa mencerminkan isi hati?
Air bersifat lembut, kuat, dan jujur
Mana sama dengan hati Tosu-Tosu terkebur?
Kalau tidak dikeroyok Tosu-Tosu ganas
Tak mungkin wanita gagah Hek Moli tewas!"
Ketika berguru kepada Hek Moli, In Hong hanya sedikit saja mendapat pelajaran ilmu membaca dan
menulis. Akan tetapi Gurunya itu pandai sekali bernyanyi, nyanyian dari Nepal yang dinyanyikan dalam
bahasa Han, dan nyanyian ini terisi yang bersajak indah. Oleh karena amat tertarik dan suka sekali akan
nyanyian-nyanyian ini, maka In Hong yang berotak cerdas itu pandai membuat sajak. Sekarang
mendengar ayat-ayat kitab To Tek Keng yang tidak pernah didengarnya, sekali mendengar saja
maklumlah ia bahwa Tosu itu menyindirnya dan memperingatkannya. Akan tetapi, sebagai balasan,
sekaligus ia dapat mengucapkan sajak yang membalas sindiran itu, benar-benar gadis ini berotak cerdik


Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekali. Ketika Tosu itu mendengar sajak ini, ia berdiri dan tersenyum, lalu menjura kepada In Hong.
"Nona, ketika tadi bertemu dengan Suhengku Kim Sim San-Lojin, kepala penjaga, kau menyebut-nyebut
nama Hek Moli. Sekarang, dihadapan Pinto, Sun Sim San-Lojin, kaupun kembali menyebut nama Hek
Moli. Kau masih ada hubungan apakah dengan Hek Moli dan apakah kehendakmu datang disini?"
"Dia adalah Guruku, yang telah kalian bunuh dengan cara amat curang! Mana Pek Ciang San-Lojin?
Suruh dia keluar dan mempertanggung jawabkan perbuatan yang amat rendah dan curang daripada
murid-muridnya!"
"Nona, kau mengaku bernama Put Hauw Li (Anak perempuan Tidak Berbakti), sungguh sebuah nama
yang tidak harum! Apalagi kalau ditambah dengan sepak terjangmu ini, sungguh sayang sekali Pinto
terpaksa menyatakan bahwa masa -depanmu tidak begitu terang. Insaflah bahwa disini bukan tempat
dimana kau boleh berbuat sesukamu. Kalau kau ada urusan, boleh katakan di depan Pinto dan akan
Pinto pertimbangkan.":: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 94
:: CerSil KhoPingHoo :
"Tosu bau! Kau kira aku takut padamu? Kalau aku menurutkan hawa nafsu dan tidak mengindahkan
Kun-Lun-Pai, apa kau kira aku perlu bertemu dengan ciang-bun-jin dari Kun-Lun-Pai? Tak usah banyak
cakap dan jangan mencoba untuk memanaskan hatiku, lekas panggil keluar ciang-bun-jin dari
partaimu!"
"Nona, Pinto disini dan Pinto menjadi wakil ciang-bun-jin Kun-Lun-Pai!" tiba-tiba terdengar suara yang
halus dan berpengaruh dan tahu-tahu disebelah kiri telah berdiri seorang Tosu lain yang usianya sebaya
dengan pembaca kitab tadi. Kembali In Hong harus mengaku bahwa gerakan Tosu inipun amat ringan
dan cepat, maka diam-diam ia berlaku waspada dan insaf bahwa ia berada di tempat yang berbahaya,
dimana terdapat banyak sekali lawan yang amat lihai.
"Nona Put Hauw Li, Pinto Cu Sim San-Lojin mewakili suhu untuk menanyakan maksud kedatanganmu,"
kata pula Tosu ini. In Hong menahan kemarahannya. Sekarang ia sudah melihat tiga orang Tosu yang
telah menyebabkan kematian Gurunya, dan sebelum ia menjawab, seorang Tosu berjalan masuk melalui
pintu depan dengan tindakan perlahan. Ketika In Hong melirik, ternyata bahwa Tosu ini adalah Kim Sim
San-Lojin yang tadi ia jumpai di luar. Sekarang lengkaplah tiga orang Tosu pembunuh Gurunya! Namun,
In Hong masih menahan kemarahannya dan tidak akan turun tangan sebelum ia men-dengar jawaban
dari ketua Kun-Lun-Pai, yakni Pek Ciang San-Lojin.
"Kalian bertigaah yang bersekongkol dengan Pendeta-Pendeta busuk dari Go-Bi, yang secara curang
telah menewaskan Guruku! Bagaimana aku sudi bercakap-cakap dengan kalian? Lekas minta keluar
Gurumu, Pek Ciang San-Lojin, kalau tidak, terpaksa aku akan masuk dan mencarinya sendiri!" Sikap In
Hong ini membikin marah kepada Cu Sim San-Lojin yang biasanya amat sabar dan ramah.
"Nona, harap kau jangan keterlaluan, jangan mendesak secara kurangajar. Guruku mana bisa keluar dari
tempat samadhi sebelum waktunya, apalagi untuk menemui seorang anak kecil seperti kau? Tidak,
nona, lebih baik kau ber-urusan dengan kami saja, dan segala apa akan beres."
"Kalau aku memaksa masuk, kalian mau apa?"
"Tak mungkin, kami seluruh anak murid Kun-Lun-Pai takkan membiarkan kau bertindak sewenang-
wenang dan sesuka hati disini," kata Cu Sim San-Lojin dan tiga kali ia bertepuk tangan, maka dari segala
jurusan muncullah Tosu-Tosu bermacam bentuk dan usia dan sebentar saja tempat itu telah penuh oleh
Tosu yang jumlahnya tidak kurang dari tujuh puluh orang! In Hong yang berhati keras dan tabah sekali,
tidak menjadi gentar, sungguhpun ia tahu bahwa tak mungkin ia dapat menghadapi sekian banyaknya
lawan yang rata-rata memiliki kepandaian silat tinggi.
"Hm, nama besar Kun-Lun-Pai tidak tahunya hanya kesombongan palsu dan kosong belaka. Siapa
orangnya di dunia kangouw mau percaya bahwa ratusan orang Tosu Kun-Lun-Pai hendak mengeroyok
dan menakut-nakuti seorang gadis yang usianya baru sembilanbelas tahun?" Kata-kata ini ia ucapkan
dengan suara keras sekali karena ia sengaja mengerahkan sinkangnya dan ia sengaja pula melebih-
lebihkan dengan menyebut ratusan orang Tosu, padahal sebenarnya iapun tahu tidak ada begitu
banyak. Pada saat itu, terdengar suara halus suara dan lambat seperti suara seorang anak kecil,
"Ada apakah ribut-ribut ini? Aah, dalam Kelenteng pun masih saja Pinto tak dapat mengaso tenteram!"
Cu Sim San-Lojin dan kedua Sutenya, juga semua Tosu yang berada di lian-bun-thia itu, menjadi kaget:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 95
:: CerSil KhoPingHoo :
sekali mendengar ini. Mereka semua lalu mengundurkan diri, berdiri di pinggiran sambil menundukkan
kepala membungkukkan pinggang.
Beberapa orang Tosu yang tadi berdiri membelakangi sebuah pintu, cepat-cepat pergi dari situ dan
segera terbuka sebuah jalan. Didahului oleh suara berketuknya tongkat di lantai, muncullah seorang
Tosu yang bertubuh tinggi besar, berwajah angker berpengaruh, usianya enam puluh tahun lebih,
jubahnya lebar dan kepalanya memakai topi yang jarang sekali kelihatan dipakai oleh Tosu, sedangkan di
punggungnya tergantung sebuah pedang pendek yang sarungnya indah sekali. Setelah tiba disitu, Tosu
tua ini menyapu seluruh yang hadir dengan sepasang matanya yang tajam. Tak seorangpun Tosu disitu
berani bergerak atau mengangkat kepala. Kemudian pandangan mata Tosu itu melirik ke arah In Hong.
Ia nampak tak senang, mengerling tajam ke arah Cu Sim San-Lojin dan berkata, suaranya tidak halus dan
lambat lagi, melainkan nyaring dan tajam menusuk,
"Cu Sim, kau tidak memenuhi tugasmu dengan baik. Bagaimana ada seorang nona dapat memasuki lian-
bu-thia?" Cu Sim San-Lojin menjadi merah mukanya dan ia memandang kepada In Hong dengan mata
marah.
"Suhu, dengan halus Teecu sekalian sudah mencoba untuk mencegahnya masuk, akan tetapi nona ini
berkeras hendak bertemu dengan suhu. Mohon suhu sudi memaafkan Teecu sekalian," katanya dengan
nada suara merendah. Mendengar kata-kata Cu Sim San-lojian ini, In Hong tidak ragu-ragu lagi. Inilah
orangnya yang menjadi ketua Kun-Lun-Pai, yang bernama Pek Ciang San-Lojin. In Hong melirik ke arah
kedua tangan yang memegang tongkat dan benar saja seperti yang dituturkan oleh Gurunya dahulu,
kedua tangan Tosu tua ini putih sekali seakan-akan tidak ada darah pada telapak tangan dan jari-jari itu.
Inilah pula mengapa ia bernama Pek Ciang San-Lojin (Kakek Gunung bertangan putih).
"Apakah kau yang menjadi ciang-bun-jin Kun-Lun-Pai dan bernama Pek Ciang San-Lojin?" tanya In Hong
kepada Tosu tua itu. Semua Tosu menjadi marah sekali karena sikap gadis ini benar-benar keterlaluan
dan dianggap amat kurangajar. Pek Ciang San-Lojin memutar tubuh menghadapi In Hong, sepasang
alisnya yang tebal itu bergerak dan matanya memandang tak senang.
"Kau siapakah?" bentaknya.
"Suhu, dia mengaku bernama Put Hauw Li, murid dari iblis wanita Hek Moli," kata Cu Sim San-Lojin.
"Pantas, pantas... Orang seperti dia mana bisa mempunyai murid yang tahu aturan? Nona, kau sudah
melakukan pelanggaran besar, memaksa masuk ke dalam Kelenteng kami. Kau berkeras hendak
bertemu dengan Pinto, ada urusan apakah?" Melihat sikap ketua Kun-Lun-Pai yang keras ini, hati In
Hong sudah menjadi mendongkol sekali, maka iapun tidak memperlihatkan sikap merendah, suaranya
terdengar kering dan ketus ketika menjawab,
"Totiang, aku datang kesini untuk menuntut agar kau sebagai ciang-bun-jin di Kun-Lun-Pai, mengadili
murid-muridmu yang secara curang telah membunuh Guruku Hek Moli. Kalau aku tidak memandang
muka perkumpulan dan ketuanya, apakah aku perlu susah-susah bertemu denganmu? Aku tidak ingin
turun tangan sendiri dan menyerahkan hukuman kepada tiga orang muridmu yang curang dan licik itu
ke dalam tanganmu sendiri." Pek Ciang San-Lojin tiba-tiba berubah air mukanya, tidak keren dan
mengeras seperti tadi, kini ia tersenyum, agaknya geli mendengar kata-kata ini.:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 96
:: CerSil KhoPingHoo :
"Nona, kalau tidak melihat bahwa kau masih begini muda, masih terhitung anak-anak hijau, tentu
ucapanmu ini akan menimbulkan sangkaan bahwa kau sudah gila. Kaupikir kau ini siapakah dapat
memerintah Pinto dan kami sekalian anak murid Kun-Lun-Pai untuk berbuat apa yang kau kehendaki?
Gurumu Hek Moli bukanlah orang baik-baik, dia yang mencari keributan disini. Kemudian, iapun
menyerbu pelbagai partai persilatan dan sudah melukai serta membunuh entah berapa banyak orang.
Akhir-akhir ini, dalam sebuah pibu ia tewas, hal sudah sewajarnya. Mengapa kau penasaran?"
"Akan tetapi Guruku tewas karena keroyokan tiga orang muridmu. Apakah perbuatan ini pantas?
Bukankah itu perbuatan yang pengecut sifatnya?" Pek Ciang San-Lojin mengerutkan keningnya dan
suaranya keren lagi seperti tadi,
"Hek Moli jahat, jahat dan ganas, mencoba untuk menjatuhkan nama Go-Bi-Pai dan Kun-Lun-Pai dengan
mengandalkan kepandaiannya. Biarpun dia berkepandaian tinggi, kalau dia jahat sudah menjadi
kewajiban Kun-Lun-Pai untuk membasminya. Di dalam sebuah pibu tanpa perjanjian, seorang
menghadapi banyak lawan bukanlah hal aneh. Empat orang Go-Bi-Pai tewas dan sebaliknya Hek Moli
juga tewas, apa anehnya dalam sebuah pibu ada akibat terluka ataupun tewas? Sekarang kau sebagai
murid Hek Moli, sudah melaku-kan pelanggaran, memasuki Kelenteng secara kasar dan seperti orang
yang memancing permusuhan. Akan tetapi oleh karena Pinto mempertimbangkan bahwa kau masih
muda sekali, biarlah kali ini Pinto memberi ampun dan kau boleh lekas-lekas enyah dari sini!" In Hong
marah sekali dan ia membanting-banting kakinya dengan gemas sebelum menjawab,
"Pek Ciang kau terlalu menghina Guruku dan aku sendiri! Kau anggap bahwa Guruku sudah tewas dalam
sebuah pibu, baik. Sekarang aku muridnya pun datang untuk menantang pibu kepada kau dan siapa saja
tokoh Kun-Lun-Pai, hendak kulihat sampai dimana kepandaiannya maka berlagak sombong. Kalian mau
maju seorang lawan seorang boleh, mau maju semua mengeroyokku pun baik, aku menyediakan
nyawaku untuk membalas sakit hati Guruku!" Setelah berkata demikian, In Hong mencabut pedang
Liong-Gan-Kiam dan bersiap-sedia menghadapi lawan!
"Perempuan liar, jangan kurangajar!" bentak Sun Sim San-Lojin yang menjadi marah sekali melihat sikap
dan mendengar kata-kata In Hong terhadap suhunya. Ia menyerang dengan hud-timnya dan ujung
kebutan itu meluncur ke arah pundak In Hong untuk menotok jalan darah, sedangkan tangan kirinya
bergerak hendak merampas pedang. Tosu ini sudah tahu akan kelihaian Hek Moli, akan tetapi terhadap
murid Hek Moli, seorang gadis yang masih begitu muda, tentu saja ia memandang ringan. Akan tetapi,
dilain saat Tosu ini mencelat mundur dengan muka pucat. Kebutannya telah terbabat putus oleh pedang
nona itu dan kalau tadi ia tidak lekas-lekas mempergunakan gerakan Pek-liong-hoan-sin (Naga putih
membalikkan tubuh) dan melompat ke belakang, tentu tangan kirinya akan terbabat putus pula!
Demikian cepat dan ganasnya gerakan pedang di tangan gadis itu.
"Begitu sajakah kelihaian Tosu Kun-Lun-Pai?" In Hong yang tidak mengejar, tersenyum mengejek dengan
sikap menantang. "Hayo siapakah lagi yang mau main-main?" Cu Sim San-Lojin dan Kim Sim San-Lojin
marah sekali dan mereka sudah siap untuk turun tangan dan senjata mereka sudah disiapkan pula. Akan
tetapi Pek Ciang San-Lojin berkata,
"Biar Pinto sendiri memberi hajaran kepada nona yang kejam dan ganas ini!" Guru besar ini dari gerakan
tadi sudah maklum bahwa ilmu pedang dari In Hong amat ganas dan cepat, dan kiranya kepandaian
nona ini sudah mengimbangi kepandaian Hek Moli. Kekalahan Sun Sim San-Lojin dalam segebrakan tadi
biarpun terjadi karena Sun Sim San-Lojin kurang berhati-hati dan memandang terlampau rendah kepada
lawan, namun sudah merupakan hal yang amat memalukan. Kalau kedua muridnya yang lain maju:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 97
:: CerSil KhoPingHoo :
kemudian kalah oleh nona yang masih ini, bukankah itu akan mencemarkan nama baik Kun-Lun-Pai?
Maka, dalam penasaran dan malunya, Pek Ciang San-Lojin sampai melupakan kedudukannya yang tinggi
dan mau turun tangan sendiri menghadapi seorang lawan yang patut menjadi murid cucunya.
Mendengar ucapan Pek Ciang San-Lojin, In Hong juga berlaku waspada.
Memang kepandaiannya sudah hampir menyamai kepandaian Gurunya, bahkan dalam kecepatan ia
mungkin masih menang, sungguhpun tenaga lweekangnya memang masih jauh daripada memuaskan.
Dahulu Gurunya baru roboh setelah dikeroyok tiga oleh Kun-Lun Sam-Lojin dengan bantuan Tosu-Tosu
Go-Bi-Pai pula, maka sekarang menghadapi tiga orang tokoh Kun-Lun-Pai itu ia tidak takut sama sekali,
biarpun andaikata akan dikeroyok tiga. Akan tetapi sekarang Pek Ciang San-Lojin sendiri yang akan maju.
Menghadapi-nya dan inilah lain lagi! Sebagai ketua partai Kun-Lun-Pai, In Hong percaya bahwa
kepandaian Tosu tua ini pasti luar biasa sekali, maka ia harus menghadapinya dengan hati-hati. Diam-
diam tangan kiri gadis ini merogoh segenggam pasir hitam, senjata rahasianya yang disebut Toat-Beng
Hek-Kong (sinar hitam pencabut nyawa)! Pada saat itu terdengar suara,
"Sreeek... Sreeek... Sreeek...!" dan masuklah seorang Tosu tua sambil menyeret sapunya yang
menerbitkan suara itu ke dalam ruangan lian-bu-thia. Dia ini bukan lain adalah Tosu tua tukang
menyapu pekarangan depan yang tadi bekerja sambil bernyanyi-nyanyi dan tertawa-tawa seorang diri
seperti orang gendeng. Kini, Tosu yang lebih tua dari Pek Ciang San-Lojin ini, yang sudah tujuh puluh
tahun lebih usianya, menghampiri In Hong sambil menyeret sapunya.
"Tugasku sebagai tukang sapu disini, membersihkan segala kekotoran. Kalau masih ada aku disini,
mengapa ciang-bun-jin harus turun tangan sendiri menyapu sehelai daun muda yang melayang turun
mengotori ini? Biarkan aku tua bangka mengerjakannya." Pek Ciang San-Lojin tadi sudah siap dengan
tongkatnya untuk memberi hajaran kepada In Hong. Melihat datangnya Tosu tua ini, ia segera
melangkah mundur dan mukanya berobah merah. Baru ia insaf bahwa tadi ia terlalu terburu nafsu dan
hampir saja ia merendahkan nama Kun-Lun-Pai. Bagaimana akan kata orang-orang kangouw kalau
mereka mendengar betapa untuk mengusir seorang gadis muda yang datang mengacau, ciang-bun-jin
dari Kun-Lun-Pai sendiri sampai turun tangan? Hal ini sama saja dengan mengaku kepada dunia bahwa
Kun-Lun-Pai sudah kehabisan orang pandai!
"Susiok (paman Guru) memperingatkan Teecu dan datang membantu, itulah bagus sekali!" kata Pek
Ciang San-Lojin dengan wajah berseri. Tidak saja ia terbebas dari keadaan yang memalukan dan
merendahkan kedudukannya, juga kalau Kakek tua ini maju, pasti segalanya akan beres. Andaikata
Paman Gurunya ini sampai kalah oleh In Hong, maka kiranya tidak ada orang lain disitu yang akan dapat
memenangkannya! Tosu tua tukang sapu itu lalu membalikkan tubuh menghadapi In Hong, tersenyum-
senyum dan matanya yang sipit itu berkejapan aneh.
"Kau murid Hek Moli? Mari kuantar kau keluar kembali, tak baik berada disini, di antara puluhan orang
pria, sedangkan kau seorang gadis muda. Ha, ha, ha!" Kata-kata ini diterima oleh In Hong sebagai
penghinaan maka ia menjadi marah sekali.
"Tosu bau yang berotak miring. Kau juga ingin mampus? Lihat pedang!" seru In Hong marah dan
pedangnya cepat sekali menusuk ke arah leher Tosu tua itu. Gerakan serangan ini luar biasa cepatnya
sehingga diam-diam Pek Ciang San-Lojin terkejut. Benar-benar seorang gadis yang lihai sekali, pikirnya,
dan baiknya yang menghadapinya adalah susioknya. Maka ia tidak merasa khawatir sedikitpun, tahu
akan kelihaian susiok itu. Sebaliknya, In Hong terkejut bukan-main ketika tiba-tiba ujung pedangnya itu
telah "Ditangkap" oleh sapu. Sapu itu membelit ujung pedangnya dan betapapun ia membetot, tak:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 98
:: CerSil KhoPingHoo :
berhasil ia melepaskan pedang dari libatan ini. Ia tahu bahwa tenaga lweekangnya jauh lebih rendah
daripada tenaga Kakek aneh ini, maka diam-diam ia merasa gelisah sekali.
"Lepaskan pedang!" serunya dan kaki kirinya menendang ke arah gagang sapu lawannya. Tosu tua itu
menangkis dengan tangan kiri dan begitu kaki itu bertemu dengan lengan si Kakek, In Hong terhuyung-
hujung dan saat itu dipergunakan oleh Tosu itu untuk menarik sapunya dengan tenaga lweekang yang
hebat sekali sehingga In Hong tak dapat menahan dan pedangnya terampas! Bukan main marahnya
gadis ini, sedangkan para Tosu disitu tersenyum-senyum girang. Juga Pek Ciang San-Lojin tersenyum
girang dan diam-diam memuji kelihaian susioknya yang aneh ini.
Akan tetapi kegirangan mereka itu terganti dengan kekagetan hebat ketika tiba-tiba tangan kiri In Hong
yang marah menyambar dan sinar hitam menyambar ke arah tubuh Tosu tua tadi. Tosu ini nampak
terkejut, mengayun sapu dan lengan baju untuk menyampok pasir beracun itu. Akan tetapi, biarpun
sebagian besar pasir itu dapat ditangkis, masih ada yang menembus ujung lengan baju dan melukai
lengannya. Untuk beberapa detik Tosu tua ini terhuyung-uyung dengan muka pucat! Akan tetapi, dilain
saat, Tosu itu mengeluarkan seruan keras, tubuhnya melayang ke arah In Hong dan sapunya
menyambar. In Hong mengelak, namun kakinya masih terlibat oleh sapu dan tubuh gadis ini terguling!
Dilain saat, Kakek tua ini sudah mengempit tubuhnya dan sambil membawa tubuh gadis itu keluar, ia
tertawa-tawa dan berkata,
"Biar aku melempar keluar daun ini, ha, ha, ha!" Semua Tosu menarik napas lega, akan tetapi diam-diam
Pek Ciang San-Lojin menjadi gelisah sekali. Ciang-bun-jin dari Kun-Lun-Pai ini maklum bahwa susioknya
telah terkena sambaran senjata rahasia yang amat lihai. Ia pernah mendengar bahwa Hek Moli memiliki
senjata rahasia Toat-Beng Hek-Kong dan kiranya tadilah senjata rahasia itu, diperlihatkan oleh muridnya
dan benar-benar hebat sekali sehingga susioknya yang berilmu tinggi masih terkena juga.
"Cu Sim, kau lihatlah keadaan susiok-couwmu itu dan kalau ia terluka, lekas memberi laporan agar dapat
berusaha mengobatinya!" Cu Sim San-Lojin menyatakan baik lalu keluar dari ruangan itu. Tosu-Tosu lain
lalu bubaran, melakukan pekerjaan mereka seperti biasa. Memang mereka sudah amat terlatih, cepat
berkumpul apabila dibutuhkan dan tenang kembali setelah peristiwa selesai. Betapapun In Hong
meronta dan mengerahkan tenaga, ia tidak mampu melepaskan diri dari kempitan lengan Tosu tua itu
yang setelah keluar dari Kelenteng, berlari cepat sekali sehingga sebentar saja sudah tiba di lereng
gunung. Kemudian ia melepaskan nona itu sambil tersenyum dan berkata,
"Nona, kalau tidak teringat akan mendiang Gurumu, siapa sudi menolongmu dan rela membiarkan
lenganku terkena Toat-Beng Hek-Kong?" katanya dan dari dalam saku bajunya ia mengeluarkan
Halilintar Di Singosari 2 Empat Serangkai - Rahasia Lorong Spiggy The Secret Of Spiggy Holes Salah Sambung Ii 1
^