Pencarian

Misteri Simbol Yunani 2

Nancy Drew Misteri Simbol Yunani Bagian 2


mencari si maling cilik, sedang Nancy dan George akan
menanyakannya kepada petugas menukar uang.
"Maaf, maaf!," kata George sambil mendesak dua orang yang
antri di depannya.
"Tunggu giliranmu!," seorang nyonya yang sedang antri
berseru. TEENLITLAWAS.BLOGSPOT.COM
"Saya hanya akan menanyakan sesuatu."
"Ya, aku pun juga ingin bertanya." Nyonya itu mendesak orang
yang di depannya. "Aku sudah berdiri antri hampir satu jam," katanya.
"Kau pun harus antri dahulu!."George menghela napas dan memandang ke arah Nancy. Entah
bagaimana Nancy berhasil sampai di depan petugas lain. Tetapi ketika
mereka bertemu di bagian belakang ruangan, Nancy nampak kecewa.
"Kukira kapten polisi itu benar," katanya. "Petugas-petugas itu
terlalu sibuk untuk dapat mengenali wajah seseorang."
Tiba-tiba ia sadar bahwa Bess tidak ada di tempat.
"He, di mana Bess?."
"Tentu ia telah pergi," kata George berjinjit melihat sekeliling.
Tetapi tidak lama kemudian Bess muncul dari suatu kerumunan.
Ia memegang erat seorang anak kecil pada krah lehernya.
"Nah, ini si maling cilik itu!," serunya.
"Ibu!," teriak anak itu.
"Bukan dia malingnya!," kata George.
"Tentu saja dia," jawab Bess ngotot. "Anak yang mencuri
dompetku berambut hitam pendek seperti ini. Ia juga mengenakan
kaos oblong biru kuning."
"Tetapi kulihat ia pakai celana jean biru," sela Nancy. Ia
melihat ke celana biru anak itu.
"Bagaimana kau dapat memastikan celana jean biru?," tanya
Bess.
"Aku saksinya," George menimbrung. "Aku dan Nancy lebih
dekat padanya daripada kau!."
"Di mana ibumu?," tanya Nancy kepada anak itu.
"Sedang antri," jawab anak itu, "Kami baru datang hari ini di
Athena."
Nancy tidak dapat membiarkan anak itu melanjutkan. Sudah
jelas bukan dia maling itu."Aku menyesal," kata Bess malu-malu. "Ini," ia memberikan
tissue kepada anak itu.
Anak itu membenamkan hidungnya sejenak ke dalam tissue,
lalu menyelinap ke dalam kerumunan orang-orang.
"Ayo pergi," George mengajak mereka, "Sebelum ibunya
melapor."
Tanpa melanjutkan usaha pengusutan, mereka kembali ke hotel.
Ternyata sebuah pesan menunggu mereka. Pesan itu ditulis di atas
kertas hotel.
"Kejutan! Kami mencatatkan di sini hari ini! Kunjungi kami di
kamar 1110." Begitu dibaca Nancy.
"Tak ada tanda tangan," kata George yang ikut membaca
melalui pundak Nancy.
"Wah, wah! Jangan-jangan aku pingsan!," kata Bess.
"Hanya nomor kamar," kata Nancy. "Mungkin sebuah akal licik
untuk menjebak kita!."
"Jangan kau ikutkan aku," kata Bess memprotes. "Barangkali
setumpuk buah apel dengan ular penunggunya."
"Kukira tidak!," kata sepupunya. "Bagaimana pun ..."
"Andaikan aku salah, tapi aku usul abaikan saja pesan itu!."
"Bagaimana kalau pesan itu dari Dave?," Nancy menggodanya.
Dave Evans adalah teman istimewanya Bess.
"Kalau begitu ..." kata Bess. "Tetapi kupikir.."
"Dengar! Mengapa kau tidak tinggal di kamar saja? Aku dan
George akan menyelidiki kamar 1110," Nancy menyela. "Kalau nanti
kami berdua tidak muncul kembali, usahakanlah suatu regu pencari."
"Akal yang cerdik!," temannya menyetujui.Bess ke luar dari elevator di lantai sembilan, sementara Nancy
dan George meneruskan ke lantai sebelas. Hari menjelang senja.
Beberapa orang berpapasan dengan mereka di serambi. Mereka tak
mengenali seorang pun. Meskipun sadar bahwa mereka tidak
sendirian, namun kedua gadis detektif itu mendekati kamar 1110
dengan tetap waspada. Suara musik bouzouki berasal dari sebuah
pesawat radio mengalun sampai ke telinga mereka. Nancy melirik
kepada George, lalu memijit tombol bel. Pintu segera dibuka dan
sepasang mata coklat menatap tajam wajah Nancy.11
Petunjuk di Galangan
"Helen Nicholas!," seru Nancy terkejut, lalu memeluknya.
"Bersama Nyonya Thompson!," seru George gembira, melihat
seorang wanita lain di dalam kamar. "Senang sekali ketemu nyonya!
Kapan anda datang?."
"Belum lama!," jawab Helen tersenyum. "Aku telah rindu
Yunani. Di mana Bess?."
"Di kamar. Akan kupanggilnya segera."
Nancy memutar nomor telepon mereka mengundang Bess untuk
berkumpul.
Ketika Bess melihat Helen dan Nyonya Thompson, ia tertawa
tertahan.
"Tadinya aku mengira pesan itu dari para penculik."
"Penculik?," seru kedua wanita itu.
"Apa ada orang mengancam kalian?," tanya Helen.
"Tepatnya, tidak demikian!," jawab George.
"Akan kami ceritakan apa yang terjadi sampai sekian jauh,"
Nancy berjanji. "Tetapi ada berita apa dari kalian. Dan katakan
mengapa kalian membuat suatu kunjungan kejutan ini!.""Benar! Apa yang menyebabkan kalian sampai harus datang?,"
Bess mengulang.
"Karena ulah cerita Helen, bagaimana senangnya sewaktu ia
tinggal di sini pada masa kecil," jawab nyonya Thompson. "Aku jadi
tertarik untuk dapat melihatnya sendiri. Tentu saja aku ingin sekali
bertemu Nyonya Papadapoulos dan anak-anaknya. Terutama Maria!."
"Kami juga pikir-pikir mau mengimpor sulaman tangan
mereka." Helen menambahkan.
"Buah pikiran yang cemerlang!," seru Nancy.
"Helen bersedia untuk jadi penterjemah bagiku," Nyonya
Thompson menjelaskan. "Tanpa bantuan dia aku yakin seluruh
kiriman barang sulaman akan jatuh ke tangan penguin di benua
Antartika!."
"O, sudah barang tentu! Pakaian mereka pasti akan lebih ceria
lagi!," sambung George.
Semua mereka tertawa cerah. Kemudian Helen mengalihkan
arah percakapan.
"Nah, kini giliran cerita petualangan kalian di Athena sini!."
Nancy lalu menceritakan semua yang terjadi pada diri mereka.
Disebutkan pula segala petunjuk yang mereka peroleh. Nyonya
Thompson dan Helen sampai terpaku mendengarkannya.
"Kalian berada dalam bahaya," kata nyonya itu. "Aku jadi tidak
yakin apakah tidak berbahaya kalau kalian tetap di sini."
"Ah, nyonya jangan khawatir," bujuk Nancy lembut. "Kita
sudah terbiasa terlibat petualangan begini. Di samping itu dengan
adanya anda di sini akan sangat membantu memecahkan perkara ini
lebih cepat."Kata-kata lembut itu membuat nyonya Thompson tersenyum.
"Katakan, apa yang hendak kalian lakukan sore nanti?," George
ganti bertanya.
"Semenjak turun dari pesawat, aku ingin sekali mengunjungi
Herodotus Atticus," jawab Helen.
"Itu, amfiteater yang besar dekat Acropolis?," tanya Nancy.
"Betul! Sebagai anak kecil aku telah melihat sandiwara-
sandiwara yang bagus di sana. Misalnya, ciptaan Euripides selalu
menjadi favoritku."
Maka mereka sepakat akan bertemu kembali di lobby jam 8.30.
"Ini berarti kita harus menggeser jam makan malam?," tanya
George, menyebabkan sepupunya tersenyum.
"Apa kau belum dapat menyesuaikan rumahmakan atau tempat
minum di dekat teater itu?"
Seperti sudah diperkirakan, di suatu blok dekat yang dituju
terdapat sebuah cafe yang meriah. Tetapi Helen meminta untuk lebih
dahulu mengunjungi teater itu.
"Malam ini tidak ada pertunjukkan," katanya. "Jadi kita tak
perlu lama-lama di sana."
Ternyata perut Bess berteriak-teriak karena kosong. Namun
demikian ia mengikuti yang lain ke teater. Meskipun tertutup bagi
umum, tetapi Helen berhasil membujuk penjaga agar mereka
diizinkan masuk.
"Mengagumkan sekali, bukan?," seru Helen puas.
Dengan langkah-langkah ringan ia menuruni gang di tengah,
terbuat dari batu. Kemudian mereka berhenti sejenak pada deretan
bangku-bangku yang melebar dari arah panggung. Ia menggapai yanglain untuk menemaninya. George, Nyonya Thompson dan Bess
mendahului, sedang Nancy berhenti untuk membetulkan tali
sandalnya. Ia menjadi sadar mendengar dua orang laki-laki di
bawahnya sedang bercakap-cakap. Tetapi ia semula kurang
menghiraukan sampai terdengar diucapkan nama Nicholas.
Dengan tegang ia lalu bergegas turun ke tempat Helen berada.
"Kau dengar mereka itu," ia membisikinya.
Helen mengangguk. Lalu ia memberi isyarat kepada teman-
temannya agar diam mendengarkan. Ia berusaha untuk mendengar apa
yang dipercakapkan.
Tiba-tiba mata Helen menjadi bersinar.
"Nancy," ia menggagap. "Kemenakanku bersembunyi di
Piraeus."
"Kalau dipikir, kita baru saja dari sana!," kata Nancy.
"Kukira waktu sudah tiba untuk kembali," sambung George.
"Tetapi siang hari saja, ah!" berkata Bess sambil mendongak
memandangi langit yang biru malam.
************
Esok paginya Nancy secara sukarela menjadi pengemudi
mengantarkan ke Piraeus. Pelabuhan itu penuh kapal samudra maupun
kapal-kapal pengangkut yang membuat perahu-perahu nampak seperti
barang mainan.
"Kita ke mana dahulu?" tanya Bess.
"Aku usulkan," berkata Helen. "Kita parkir mobil dahulu dan
berjalan-jalan sejenak."
"Aku setuju!" Nancy menyambut usul itu.Semua percakapan yang mereka dengar adalah dalam bahasa
Yunani. Helen memusatkan telinganya kepada dua orang di antara
mereka.
"Kau dengar apa-apa yang penting?" tanya Bess kemudian.
"Mungkin," jawab Helen. "Orang-orang di sana itu mengatakan
bahwa polisi telah menggeledah barang-barang kiriman, mencari
jambangan kuno yang dicuri orang. Kemudian aku dengar nama
Isakos."
"Isakos?" seru ketiga dara itu bersamaan.
Nancy lari menghampiri beberapa pekerja.
"Apa yang anda ketahui tentang Tuan Isakos atau Constantine
Nicholas?" ia bertanya.
Helen yang ada di belakangnya menterjemahkan. Para pekerja
itu hanya mengangkat bahu.
"Mereka mengaku tidak mengerti apa-apa" kata Helen.
"Tetapi kau dengar mereka mengatakan," kata Nancy.
Helen mengulang pertanyaannya. Tetapi kali ini pekerja itu
bercakap-cakap cukup lama. Demikian pula orang-orang itu
menjawab pertanyaan cukup panjang.
"Apa kata mereka?" Tanya Nancy kepada Helen ingin tahu.
"Sebenarnya tidak banyak. Mereka seperti tak mau mengatakan
lebih jauh dari apa yang kudengar. Hanya yang penting, polisi telah
menanyai mereka apakah kenal Isakos. Dan rupa-rupanya tak seorang
pun mengenalnya."
Mereka lalu melanjutkan perjalanan. Tiba-tiba George berhenti.
Ia menunjuk sesuatu pada dinding galangan.
"Lihat ini!" serunya tegang.Di tembok terpampang inisial D.G. Huruf- huruf itu dilingkari
gambar seekor ular.
"Apanya yang aneh?" tanya Helen. "Itu hanya sebuah graffiti. "
"Banyak coretan-coretan di sekitar ini," kata Nyonya
Thompson.
"Tetapi ini mungkin ada hubungannya dengan Dimitri
Georgiou," Nancy menjelaskan.
"Ya ampuuun! Kau sungguh-sungguh berpikir begitu?" Helen
menanggapinya.
"Tentu saja!"
Di depan mereka ada seorang kelasi yang sedang memperbaiki
sebuah lubang pada lambung kapal pengangkut. Nancy
menghampirinya dan menybutkan nama Dimitri Georgiou. Orang itu
mengangguk.
"Haa! Ia mengenal dia," pikir Nancy.
Orang itu menuruni tangga dan sesaat berikutnya menghilang.
Ketika ia kembali ikut serta seorang yang jangkung dan berotot.
"Dimitrious Georgiakis," kata kelasi itu tersenyum
menampakkan gigi depannya yang ompong.
Nancy dan teman-temannya menunjukkan wajah kecewa. Helen
mengatakan bahwa mereka mencari seseorang yang lain.
"Coba tanyakan, apakah kapal ini akan menuju Amerika,"
Nancy meminta.
"Untuk apa?" tanya George.
"Untuk melindungi identitas orang-orang yang terlibat di sini."
Mereka memutuskan untuk berhenti berjalan-jalan, dan melapor
kepada polisi setempat.Nancy bertanya kepada seorang yang sedang lewat.
"Astinomikos tmima? Kantor Polisi?"
Orang itu mengangkat lengannya lalu berkata dalam bahasa
Yunani.
Helen menjelaskan: "Ia mengatakan kita dapat sampai di sana.
Tempatnya tidak jauh."
"Apa kita dapat berjalan kaki?" tanya George.
"Ya".
Mereka dengan mudah menemukan jalan. Dengan bantuan
Helen, Nancy berbicara kepada polisi yang bertugas. Ia mengatakan
sedang mencari Constantine Nicholas.
"Saya tidak tahu sama sekali tentang dia," kata polisi.
"Lalu, apa yang anda ketahui tentang pencurian benda seni dari
museum di Athena?"
"Saya tidak berwenang mengungkapkan sesuatu. Mengapa anda
begitu tertarik untuk mengetahuinya?"
"Nancy ini seorang detektif amatir," jawab Helen.
"O, begitu. Tetapi perkara ini hanya untuk detektif profesional."
Kata-kata itu membuat telinga yang mendengar jadi gatal. Maka
mereka tak berbicara lagi selain mengucapkan selamat tinggal.
"Kita tidak banyak memperoleh kemajuan," kata Bess
mengikuti yang lain berjalan menuju ke mobil.
"Di mana kira-kira Constantine," gumam Helen. "Di sini begitu
banyak kapal-kapal," sambung Nyonya Thompson.
"Dapat saja ia di mana-mana," kata Nancy sambil memutar
kunci kontak mobil.Mobil batuk-batuk sebentar lalu mogok tak mau jalan. Nancy
mencoba start lagi, tetapi sia-sia. Hanya klak-klik bunyi suara kunci
kontak yang diputar. Mesin tetap mati.
"Sebelumnya tak pernah begini," kata George.
Apakah ada yang mengutik-utik?12
Kapal Pengangkut Bergaris Putih
Nancy membuka kap mobil dan menjenguk ke dalam. Helen


Nancy Drew Misteri Simbol Yunani di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan teman-teman lainnya menanyai orang-orang yang di dekat
mereka. Apa tadi ada orang yang mendekati mobil mereka?
"Nancy sayang, kemari sebentar," panggil Nyonya Thompson.
Nancy bangkit berdiri tegak, lalu menutup kap mobilnya.
Teman-temannya sedang mengerubungi seseorang anak kecil.
"Engkau melihat seseorang?" tanya Nancy sambil jongkok.
"Ohi, ohi!"
"Kau yakin?"
Anak itu seperti menjadi lemah.
"Orangnya besar, mukanya sangat merah. Rambutnya abu-abu.
Jahat!" katanya tersendat-sendat.
"Isakos," pikir Nancy. "Ke mana ia pergi?" ia bertanya.
"Beri aku uang," kata anak kecil itu. "Aku tak bilang pada
orang lain."
"Tetapi kau harus mengatakan padaku ke mana perginya," kata
Nancy. "Ia telah berbuat jahat." Dengan ramah ia meletakkan
tangannya di bahu anak itu, lalu berdiri dari berjongkok.""Ke sana," anak itu menggagap. Ia menunjuk ke sebuah
galangan sambil berkata-kata dalam bahasa Yunani.
"Ia mengira, orang itu naik ke kapal pengangkut yang bergaris
putih lebar itu," Kata Helen menterjemahkan.
"Ke kapal itu?" Nany bertanya.
Ia menunjuk ke kapal yang ditambat dekat dinding yang ada
simbol ular.
"Nai!"
"Bukan," kata Nyonya Thompson mengeluh.
"Sebaliknya," Nancy tersenyum. "Nai berarti ya."
"Apa kita perlu panggil polisi?" tanya Bess. "Isakos tiga kali
lebih besar dari kita bertiga."
"Polisi hanya akan mengatakan, kita tak boleh mencampuri
urusan mereka," kata Nancy. "Mengapa kita tak mengurus sendiri
saja? Masing-masing dari kita berusaha menemukan sesuatu!"
"Akal cerdik," kata George. "Siapa ikut siapa?"
"Barangkali engkau sebaiknya bersama Nyonya Thompson cari
montir untuk memperbaiki mobil. Aku bersama Helen yang
menyelidiki kapal itu."
"Lalu aku dengan siapa?" tanya Bess.
"Kau berjaga di dekat galangan. Jangan sampai ada penonton
terlalu ingin tahu."
Bess melihat seorang Polwan datang mendekat.
"Sampai nanti," katanya, lalu pergi menghampiri Polwan itu.
Ketika Bess sudah sampai kepadanya, Polwan itu sedang
bercakap cakap dengan dua orang pelaut yang masih muda, yang
seorang orang Yunani dan yang seorang lagi orang Skandinavia."Maafkan," kata Bess menyela.
Orang kulit putih itu mengendip-ngedipkan matanya ke Bess.
"Amerika?" tanyanya dengan lagu suara berirama.
Bess mengangguk.
"Swedia, seperti saya?"
"Bukan!" jawab Bess, si pirang itu malu-malu. "Paling tidak,
setahuku bukan."
Polwan yang belum setua para pelaut itu melangkah maju.
"Anda memerlukan bantuanku?" ia bertanya.
"Ya, memang," kata Bess.
Syukurlah Polwan itu dapat berbahasa Inggris. Ia lalu
menariknya sedikit menjauh dari kedua pelaut tersebut.
"Saya sedang mencari tiga orang. Constantine Nicholas, Dimitri
Georgiou dan Tuan Isakos."
"Tunggu sebentar," jawab Polwan itu. Ia lalu berbicara sebentar
dengan kedua pelaut.
"Barangkali saja, saya dapat membantu anda," kata orang
Swedia itu kepada Bess. "Constantine Nicholas ada hubungannya
dengan Nikos Shipping Company. Saya sendiri kadang-kadang
bekerja pula untuk mereka,."
"Anda melihat dia baru-baru ini?"
"Ya, belum lama ini. Ia hendak mengirimkan barang dengan
kapal pengangkut White Band."
"Ha, itu seperti yang ditunjukkan si anak kecil tadi," pikir Bess.
"Apakah ia sering melakukan hal itu?" ia bertanya.
"Ya dan tidak. Beberapa minggu yang lalu ia sering berada di
sini. Kemudian dia tak menampakkan diri lagi. Memang, saya seringberpindah dari pekerjaan yang satu ke yang lain. Pada suatu hari saya
ada di Haifa, lain kali ini di sini. Sekarang dia pun kembali."
Sementara pelaut itu sedang bercakap-cakap temannya yang
berambut hitam itu menggeser mendekati Bess hingga Bess terpaksa
lebih mendekat ke Polwan. Ia melirik tidak senang kepada pelaut
Yunani itu.
"Di mana tinggalnya Tuan Nicholas? Di sini atau di Athena?"
tanya Polwan itu.
"Saya tidak tahu dengan pasti," jawab pelaut Swedia. Jari
telunjuknya merayap mengusap hidungnya. "Saya kira, tak seorang
pun di Piraeus dapat mengatakannya."
Sementara itu temannya mencondongkan tubuhnya ke Bess.
"Minyak wangi apa yang anda pakai?" tanyanya dalam bahasa
Inggris terbata-bata.
"Mawar," jawab gadis itu ketus. "Kukira anda tak dapat
membelinya di sini."
Bess melewatkan pandangannya menghadapi pelaut Swedia
lagi.
"Saya telah lihat gambar potret Tuan. Nicholas. Tetapi saya tak
tahu, apakah wajahnya telah banyak berubah atau belum selama ini."
"Ya, sekarang ia memelihara kumis dan janggut," jawab orang
Skandinavia itu.
"O, begitu? Saya senang mengetahui hal itu."
Mengira bahwa Polwan itu mungkin menghendaki keterangan
lebih lanjut yang diperlukan, Bess memberikan alamatnya di hotel.
"Tetapi jangan beritahukan kepada kedua pelaut itu," katanya
berbisik."Jangan khawatir," kata Polwan itu tersenyum. "Yang satu itu
seperti seorang hidung belang, terutama terhadap gadis-gadis Amerika
yang cantik."
Bess tertawa cekikikan dan berlari ke arah kapal pengangkut
bergaris putih. Nancy, Helen dan seorang polisi berdiri di atas
geladak. Mereka sedang berbicara kepada beberapa orang kelasi.
Suara mereka mengatasi suara gadis-gadis itu.
"He, hendak ke mana anda?" tanya seseorang kepada Bess.
Bess berhenti berjalan.
"Teman-teman saya ada di atas." katanya sambil membalikkan
tubuhnya menghadapi seorang kelasi yang bertubuh pendek.
Mata kelasi itu menyapu geladak. Kemudian kembali
memandangi Bess. Ia menggumam sambil mengangguk
mempersilakan Bess meneruskan berjalan.
"Aku menemukan sesuatu yang penting," bisiknya kepada
George setelah sampai di geladak.
"Nanti sajalah!"
Pada saat itu polisi itu sedang terlibat masalah hangat dengan
seorang perwira kapal.
"Mereka katakan bahwa kita tidak berhak berada di sini," Helen
menjelaskan kepada teman-temannya. "Tetapi pak polisi mengatakan,
bahwa ia akan menangkap setiap orang yang tidak mematuhi dia."
"Aku dengar ia sebut-sebut nama Constantine," kata George.
"Polisi memang menanyakan di mana kemenakanku," jawab
Helen.
Keempat dara itu menjadi heran. Kapten kapal itu kini
menghadapi mereka dalam bahasa Inggris."Nama saya Fotis. Apa kalian teman Constantine Nicholas?"
Sebelum Nancy menjawab, ia melihat sepasang mata mengintai
dari balik sudut bangunan di atas geladak. Orang itu mundur
bersembunyi untuk sesaat. Ia tak tahu dapat dilihat oleh Nancy, ia
muncul dengan menjulurkan kepalanya lagi.
"Isakos!" seru Nancy. Ia segera lari memburunya.13
Pengejaran
Meninggalkan teman-temannya, Nancy berlari mengejar orang
itu. "Tuan Isakos!" serunya.
"Nona hendak ke mana?" kapten itu melenguh. Ia mengejar
Nancy bersama Bess. Helen dan yang lain mengikutinya.
Gadis detektif itu berhenti di ujung geladak. Di sana tergeletak
gulungan-gulungan tambang, berserakan di antara drum-drum di
depan sekoci penyelamat.
"Orang itu tak nampak lagi," pikirnya ketika Fotis menangkap
bahunya.
"Nona tidak punya hak untuk mengacau di atas kapal saya,"
katanya mendesis.
Tanpa menghiraukan kata-kata itu, tiba-tiba Nancy melihat krah
baju Isakos.
"Nah, itu dia!" serunya. "Di dalam sekoci!"
Sebelum ada yang dapat menangkapnya, Isakos melompat ke
luar, bergulingan di antara drum-drum. Ia lari ke ujung geladak yang
lain, lalu melompat melewati pagar kapal. Bess dan pak polisi lari
mengejar, sementara Fotis menangkap lengan Nancy."Lepaskan!" Nancy mendesak.
Ia menghentakkan diri agar dapat lepas dari cengkeraman
kapten, lalu mengikuti teman-temannya.
"Dapatkah mengejar dia?" ia bertanya, ketika melihat Isakos
melompat ke sebuah perahu motor kecil.
Sambil berteriak kepada awak kapal dalam bahasa Yunani, pak
polisi berlari ke tangga kapal. Helen dan teman-temannya lari
menyusul, menuruni tangga ke sebuah kapal patroli yang tertambat.
"Kita tidak mungkin mengejar dia lagi," seru Helen. Ia melihat
Isakos menghilang di balik dinding dermaga.
Nancy menjadi tegang, karena kapal patroli itu lambat sekali
memasuki daerah pelabuhan, dan baru menambah kecepatan ketika
berpapasan dengan tongkang yang baru masuk. Mereka mengitari
dinding dermaga hingga berada di laut terbuka. Bagaimana perahu
Isakos itu begitu cepat mendahului mereka?
"Tidak mungkin," pikir Nancy.
Kemudian nampak perahu itu. Kosong, di pasir pantai.
"Ada jejak kaki," kata Nancy ketika mereka sampai dekat
pantai.
"Aku dan Bess akan tinggal di kapal, jika kau dan pak polisi
hendak mencari orang itu," Helen menawarkan diri.
Telapak kaki itu masih basah, hingga memudahkan pelacakan.
Jejak itu menuju ke suatu jalanan kecil, seperti di tengah-tengah
kelengangan.
"Isakos mungkin sudah dapat membonceng sebuah mobil yang
lewat," kata pak polisi.
"Atau sedang menunggu datangnya sebuah mobil," kata Nancy.Ketika mereka kembali ke kapal patroli, ia melihat wajah-wajah
yang mengharap-harap. Tetapi ia menggelengkan kepala.
"Tak ada petunjuk? Tak ada apa-apa?" tanya Bess kecewa.
"Nol, sia-sia!"
Sementara Nancy sedang berbicara, pak polisi menarik perahu
kecil itu untuk dibawa kembali ke pelabuhan. Tidak lama kemudian
kapal pengangkut bergaris putih mulai kelihatan. Fotis berdiri di
geladak memegang sebuah teropong.
"Ia mengamati kita," kata Bess. "Apakah kita akan naik ke
kapal itu lagi!"
"Aku masih perlu mengajukan beberapa pertanyaan kepada
awak kapal itu," jawab Nancy.
"Saya pun ingin melihat muatan mereka," kata pak polisi.
Mereka menjadi heran, kini Fotis nampak tidak lekas marah
bahkan hampir selalu mengalah. Ia memerintahkan seorang awak
kapal untuk mengantar mereka ke bawah, ke palka tempat muatan
berupa beberapa macam tong-tong. Kebanyakan mempunyai label
minyak zaitun. Beberapa bal kapas, dan di kamar pendingin
tergantung beberapa ikat kulit hewan berbulu.
Nancy berbisik kepada Helen dan Bess: "Tak ada tempat yang
lebih baik untuk menyembunyikan barang curian. .. "
"Mungkin di dalam kemasan kapas," Bess menyela.
"Betul!" kata Helen menyeringai.
"Perusahaan mana mengimpor barang-barang ini?" tanya Nancy
kepada seorang awak kapal.
Ia tidak mengerti bahasa Inggris. Tetapi Helen menterjemahkan
pertanyaan itu."Ia tidak tahu," katanya.
"Apakah ia pernah melihat kemenakanmu? Dan apa yang dia
ketahui dari muatan yang dikirimkan Constantine?"
Helen menanyakannya kepada awak kapal itu lagi.
"Katanya, ia tak pernah mendengar tentang kemenakanku."
"Aku meragukan itu semua," kata Bess. "Pelaut yang ada di
galangan itu mengatakan kepadaku, bahwa baru-baru ini Contantine
mengirimkan sesuatu dengan kapal ini."
"Kalau demikian, entah orang ini yang membohong atau pelaut
itu yang keliru." kata Nancy.
Pak polisi memerintahkan agar membuka dua peti kemas. Awak
kapal itu mengumpat dan menggerutu dalam bahasa Yunani. Ia
mengangkat kedua lengannya, seolah-olah hendak mengatakan bahwa
ia baru saja selesai mengepak peti-peti tersebut.
"Tidak peduli!" pak polisi itu bersikeras. Ia keseleo berbicara
dalam bahasa Inggris. Kemudian diulangnya dalam bahasa Yunani.
Sambil mengamati setiap gerak awak kapal, Nancy memusatkan
perhatiannya pada kemasan kapas. Mungkinkah ada sesuatu yang
tersembunyi di dalamnya? Awak kapal itu berpura-pura sukar
membuka pelat-pelat besi pengikat. Nancy bertanya-tanya dalam hati,
apakah orang itu sengaja hendak memperlambat kerjanya.
Tetapi akhirnya tutup kemasan itu terbuka juga. Pak polisi yang
membukanya. Ia merogoh-rogoh ke dalam, lalu menarik keluar
segumpal serat kapas, hingga jatuh melayang ke lantai.
Nancy menghela napas dengan kecewa.
"Aku sudah demikian merasa pasti ..." katanya sambil
memasukkan tangannya ke dalam gumpalan-gumpalan kapas. "Apaada apa-apanya lagi dalam kemasan itu?" ia bertanya kepada pak
polisi.
"Tidak!"
"Apakah kita boleh memeriksa kemasan-kemasan yang lain?"
"Katanya semuanya sama," jawab pak polisi itu.
Ketika mereka kembali ke geladak di atas, Fotis ternyata telah
menunggu mereka.
"Puas?" katanya menyindir.
"Tidak sepenuhnya," jawab Nancy.
"Sudah saya katakan, tak ada sesuatu yang mencurigakan di
kapal ini!"
"Itu tidak benar," bantah Nancy. "Kami menemukan Isakos!"
"Saya tak pernah mendengar nama orang itu," jawab Fotis
halus. "Yah, soalnya terlalu banyak orang yang datang ke kapal kalau
sedang ditambat. Kami toh tak dapat memeriksa setiap orang."
Ia kemudian berjanji akan selalu menghubungi polisi dan
menahan Isakos apabila ia muncul lagi di kapal. "Tak yakin ia akan
melakukannya," kata Bess sinis.
"Kukira, kita dapat belajar lebih banyak dari orakel Delphi!"
sambung Helen. "Tetapi jangan begitu sedih. Kalian telah mendapat
banyak kemajuan, teman-teman."
"Kau sungguh manis dengan berkata begitu," jawab Nancy
ketika mereka meninggalkan kapal. "Sebenarnya aku punya firasat,
bahwa kapal itu terlibat usaha penyelundupan. Masalahnya,
bagaimana kita harus membuktikan!"14
Pengacara Yang Menghilang
Ketika Nancy, Helen dan Bess mengucapkan selamat tinggal


Nancy Drew Misteri Simbol Yunani di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepada pak polisi di dermaga, mereka melihat Nyonya Thompson dan
George sedang berbicara dengan seseorang yang berpakaian tukang
berwarna biru-biru. Di dekatnya ada sebuah mobil penarik.
"Apakah mobil ini tidak dapat diperbaiki di sini?" Nancy
bertanya.
"Sudah selesai diperbaiki," kata Nyonya. Thompson sambil
tersenyum. "Kita justru sedang membicarakan bahwa ada orang yang
telah mengutik-utik mesinnya."
Nancy memandangi montir.
"Apakah anda mendapatkan petunjuk-petunjuk tentang identitas
pelakunya?" ia bertanya.
"Petunjuk-petunjuk?"
"Ya, misalnya secarik kertas, atau kain, atau kancing baju,"
Nancy menjelaskan.
Montir itu menggeleng. Nancy lalu membuka dompetnya.
"Berapa ongkosnya?"
"Sudah dibayar," kata montir.
"Masukkan saja uangmu, sayang," kata Nyonya Thompson.
"Tetapi, saya tak mengharap. . . ." Nancy hendak berkata.Nyonya Thompson memejamkan matanya, karena tidak mau
mendengar lagi persoalan itu. Ketika montir itu telah pergi dengan
mobil penariknya, ia mengusulkan untuk mencari makanan.
"Mikrolimano. " Nancy ganti mengusulkan, untuk pergi ke
salah satu pelabuhan di Piraeus ini.
"Apa kita harus memancing dahulu untuk makanan kita?" tanya
Bess berolok-olok.
"Oo, tidak perlu. Kecuali kalau kau ingin otak udang!"
Perjalanan ke Mikrolimano tidaklah jauh. Segera nampak
sederetan rumah-rumah makan nampak di dekat pelabuhan. Nancy
lalu menghentikan mobilnya.
"Nah, itu yang pernah kukatakan," kata Helen sambil menunjuk
sebuah jendela pajangan yang berwarna-warni, memajangkan ikan-
ikan segar.
Di seberang jalan, setelah menuruni tangga terdapat sebuah
dermaga penuh meja-meja. Dermaga itu mempunayai pemandangan
lepas laut, yaitu menghadap air laut yang berbinar-binar dengan
perahu-perahu yang ditambat di dekatnya. Mereka kemudian memilih
tempat duduk. Sejumlah tamu telah selesai makan. Mereka dibuat
heran, karena selain membawa kartu menu makanan, seorang pelayan
memberikan secarik kertas surat.
"Untuk nona Drew, " katanya.
Nancy segera membuka kertas surat itu, ingin tahu bagaimana
mungkin orang itu tahu ia berada di sini.
"Dalam bahasa Yunani, Helen," katanya sambil
mengulurkannya kepada Helen.
"Bunyinya:Saya tahu anda mencari tuan Vatis. Saya pernah bekerja di
kantornya. Barangkali saya dapat membantu anda."
Demikian Helen membaca surat sambil menterjemahkannya.
"Luar biasa," seru Bess.
"Ia pernah bekerja pada Vatis?" tanya George.
"Bukan. Ia pun mengetahui Nancy."
Mereka lalu melayangkan pandangan ke deretan meja-meja.
Mereka melihat seseorang duduk seorang diri di sudut meja. Di
lehernya ada sehelai serbet. Ia sedang mencocol udang pada
bumbunya.
"Dia itu tentu si pengirim surat ini," kata Nancy memastikan.
"Rupanya seperti sudah kita kenal, namun aku tidak pasti!"
"Mari kita ajak bicara dia," Helen mengusulkan.
Berdua mereka lalu pergi menghampiri orang itu.
"Tuan Vatis?" Nancy bertanya kepadanya.
Orang itu meletakkan sendok garpunya dan tersenyum.
"Saya bukan Tuan Vatis, nona Drew. Saya tak ada
hubungannya dengan dia. Dan saya gembira akan kenyataan itu."
Ia lalu memberi isyarat mempersilakan duduk. Ia
memperkenalkan diri dengan nama Peter Scourles.
"Mengapa anda gembira, karena anda tak ada hubungan dengan
Tuan Vatis?" tanya Nancy.
"Saya tidak setuju caranya menangani tanah bagi para
langganannya. Bukankah ayah anda seorang pengacara juga?"
Nancy mengangguk, terkejut, bahwa orang itu banyak
mengetahui tentang dirinya."Nah, beliau tentu mengerti apa yang saya maksudkan," kata
orang itu. "Sesungguhnya pemerintah Yunani sedang akan
menyelidiki Tuan Vatis."
"Atas dasar apa?" tanya Helen.
"Ia telah menghilang beserta surat-surat penting!"
"Ke mana ia pergi?" tanya Nancy.
"Saya tidak tahu. Tetapi mungkin ia bersembunyi di Corfu.
Saya ingat, ia senang menikmati liburan di sana. Ia pernah
menyebutkan sebuah hotel yang mempunyai pemandangan indah di
atas lautan. Tetapi saya tak tahu nama hotel itu."
Nancy hatinya berkobar karena gairah. Mungkin ia dan teman-
temannya perlu terbang ke Corfu.
"Tuan Scourles," katanya. "Siapa yang telah memberikan
keterangan mengenai diri saya dan ayah?"
"Saya mendengar sendiri ketika saya tinggal di negeri nona,
belum lama berselang, ketika bekerja pada Vatis & Vatis. Di sana
saya tahu bahwa Carson Drew mewakili keluarga Nicholas di
Amerika Serikat. Ketika Vatis ke luar, saya bekerja pada kantor
bantuan hukum yang mengambilalih kantor Vatis. Anda pernah
datang ke kantor saya ketika menanyakan Tuan Vatis. Pada waktu itu
saya berdiri di dekat meja petugas informasi. Saya mendengar anda
memperkenalkan diri." "Mengapa ketika itu anda tidak mau berbicara
dengan saya?" tanya Nancy.
Scourles mengangkat bahu.
"Saya sedang sibuk. Tak ingat akan pulau Corfu. Saya baru
teringat kemudian."Nancy dan Helen mengucapkan terimakasih. Ketika mereka
kembali di antara teman-temannya, mereka ceritakan apa yang mereka
peroleh dalam pembicaraannya tadi. Bess dan George menjadi
terangsang minatnya.
"Mari kita ke Corfu besok pagi," desak Gorge.
"Aku pun mengharapkan demikian," jawab Nancy. "Kalian ikut
juga, bukan?" ia bertanya sambil berpaling kepada Helen dan Nyonya
Thompson.
"Senang sekali," jawab Helen, "tetapi kukira, kami perlu
mengunjungi keluarga Papadapoulos."
Mereka lalu membicarakan rencana untuk esok harinya. Mereka
berhenti sejenak untuk memesan makan siang, yaitu seafood dengan
racikan selada Yunani.
Udara laut yang segar menambah selera makan mereka. Karena
itu mereka lalu memesan buah-buahan juga. Senja berlalu dengan
cepatnya. Dan mereka kemudian kembali ke hotel.
"Ada perwakilan kantor wisata di lobby," kata Nancy pada
waktu mereka melangkah masuk.
Sambil menguap karena rasa kantuk, Nyonya Thompson minta
diri untuk masuk ke kamarnya lebih dahulu. Yang lain mengikuti
Nancy masuk sebuah kantor kecil yang dipenuhi gambar-gambar
poster tentang Yunani.
"Ada sebuah hotel indah di Carfu. Namanya The Cyclades,"
agen kantor wisata itu menjelaskan. "Biayanya pun murah!"
"Apakah hotel itu mempunyai pemandangan yang luas ke
lautan?" tanya George."Memang demikian. Dari tingkat-tingkat yang atas. Tidak dari
tingkat bawah. Hotel itu ada di pusat daerah perdagangan."
"Hmm," gumam Nancy, lalu minta brosur wisata.
"Jika kalian menghendaki pemandangan yang bagus," agen itu
melanjutkan, "saya kira yang ini lebih baik."
Ia menunjukkan beberapa nama pada sebuah buku promosi.
"Bagaimana dengan hotel ini? Hotel Kephalonia?" tanya Bess.
"Nampaknya sangat indah!"
Nancy dan George setuju sepenuhnya mengenai keindahannya.
"Kalau saja aku bisa ikut," kata Helen, menghela napas.
Tetapi ia tidak dapat dibujuk dari rencana mengunjungi
keluarga Papadapoulos bersama Nyonya Thompson.
**************
Esok harinya, ketiga gadis-gadis detektif itu mengambil
penerbangan ke Kerkyra. Jaraknya sedikit lebih pendek satu jam
penerbangan dari Athena.
"Aku yang cari taksi," kata George setelah mengambil
begasinya. "Kita ketemu di depan!"
"Oke!" jawab Nancy.
Setelah ia dan Bess menerima begasinya, mereka segera
bergegas menyusul George.
Selain tempat parkir yang luas sampai pada batas-batas yang
bersemak-semak dan pohon-pohonan, pemandangan di sana tidak
menarik. Tetapi ketika sopir menunjuk ke daerah pertokoan yang
berwarna-warni, Bess hanya dapat mengucap ah-ah-uh-uh melihat
toko-toko itu.
"Tidak heran kalau Vatis senang datang kemari," katanya.Jalan mobil mulai menanjak melalui bangunan-bangunan villa
yang bertengger pada sisi-sisi bukit. Mobil kemudian mengambil jalan
simpang menuju ke sebuah tanjung.
"Nah, itulah dia!" seru Nancy ketika nampak olehnya gedung
putih bersih dan mengkilat.
Sopir menghentikan mobilnya di jalanan masuk.
Karena sopir itu fasih berbahasa Inggris, Nancy meminta dia
supaya menghubunginya sewaktu-waktu diperlukan selanjutnya.
"O, tentu saja. Senang sekali!" kata sopir itu, lalu memberikan
nomor teleponnya.
Mereka kemudian mencatatkan diri. Nancy menanyakan apakah
Tuan Vatis juga tinggal di hotel itu. Petugas penerima tamu hanya
menggelengkan kepalanya.
"Kukira kita akan banyak menggunakan telepon," kata Nancy,
setelah bersama-sama teman-temannya berada dalam kamar. Ia
mengeluarkan brosur wisatanya, lalu memutar-mutar nomor telepon
hotel satu demi satu. Pada usahanya yang ketiga ia berhasil.
"Vatis tinggal di Hotel Queens Palace," serunya puas.
"Wah! Itu hotel pilihanku kedua setelah hotel ini." kata George.
Nancy kembali memutar nomor telepon sopir taksi.
"Saya tak ingin membuang-buang waktu," katanya
bersemangat.
"Tetapi pantai itu begitu menarik" Bess membujuknya.
"Kita dapat mandi-mandi kemudian," kata Nancy tegas.
"Jangan bilang kau tak ingin ikut dalam indahnya petualangan kita."
"Kaumaksudkan aku? Tentu saja tidak!"Mereka sampai di Queens Palace, ternyata Vatis tinggal di salah
satu perumahan di dekat Gedung Induk. Mereka mengendarai
mobilnya ke sana. Nancy minta kepada sopir untuk menunggu. Ia
bersama teman-temannya berjalan kaki ke rumah yang dihuni
pengacara itu.
"Nampaknya tidak ada yang di rumah," kata George pada
waktu Nancy mengetuk pintu rumah.
Mereka mengintip dari celah-celah gorden. Melihat bahwa tidak
ada seseorang, mereka lalu memutar menuju pintu belakang. Jejak-
jejak yang masih basah dari sepasang kaki datang dari pantai.
"Ia tentu baru habis berenang, berganti pakaian, lalu pergi,"
kata Nancy. "Kita harus kembali lagi nanti!"
"Sebaiknya kita hadapi di siang hari," kata Bess.
"Ia takkan menyakitimu," kata George menenangkan. "Di
samping itu, kita bertiga menghadapi dia seorang diri!"
Meskipun demikian, ketika mereka datang lagi sore harinya,
Bess merasa kurang enak hati. Sebelum sopir selesai menanyakan
apakah harus menunggu, Bess sudah mengiakan.
"Tetapi mobil diparkir di jalan saja, jangan nampak dari sini!"
Nancy menambahkan.
George menawarkan untuk berjaga di jalan. Nancy dan Bess
mengintip dari jendela rumah Vatis. Di dalam, lampu menyala dan
seorang laki-laki berjalan mondar-mandir dengan gelisah. Perawakan
tubuhnya sedang, berambut hitam, dan berkacamata dengan bingkai
tanduk. Ia mengambil sesuatu dari dalam sebuah tas, lalu mengangkat
gagang pesawat telepon. Sekilas kedua gadis itu melihat sesuatu
dalam tangannya."Nampaknya seperti gelang emas," bisik Nancy kepada Bess.
"Rupanya ia hendak menjualnya," jawab Bess.
Mereka mendengar sebagian dari percakapan telepon yang
dilakukan dalam bahasa Inggris.
"Betul!" kata orang itu. "Gelang ini digali pada tahun 1876."
Dalam keheningan yang menyusul, Nancy berbisik kepada
Bess.
"Tahun 1876? Itu adalah tahun ketika arkeolog terkenal
Heinrich Schliemann menemukan topeng emas kematian itu."
"Jangan-jangan gelang itu juga dicurinya dari museum yang
sama di Athena." Bess berbisik dengan menggagap.
Suatu teriakan tertahan dan suara kaki-kaki diseret
membatalkan kata-kata Nancy. Ia dan Bess membalikkan tubuh
dengan cepat. George telah hilang!15
Corfu Snafu
"Di mana George?" kata Bess terengah-engah.
"Tidak tahu!" jawab Nancy berbisik, bingung.
Beberapa meter jauhnya terdengar suara mesin dihidupkan,
kemudian menderu pergi. Dengan meninggalkan tempat dekat jendela
rumah Vatis, Nancy dan Bess berlari ke jalan menuju taksi mereka
dan terus melompat masuk.
"Ikuti mobil itu!" perintah Nancy kepada sopir. Ia menunjuk
sepasang lampu belakang mobil yang melaju menuruni bukit.
"Temanku telah diculik!"
Sopir taksi itu cepat memutar mobilnya jalan melaju, menuruni
jalanan bukit yang tidak rata. Ia berusaha keras mengejar mobil
penculik yang ada di depan.
"Cepat! Lebih cepat!" seru Bess memohon.
"Saya sudah genjot sampai hampir mematahkan per mobil,"
seru sopir mengatasi deru mesinnya.
Di depan mereka, mobil itu melarikan dengan membelok ke
jalan simpang, memotong dua mobil lain yang juga hendak membalik."Aduuuh!" teriak Bess ketakutan sewaktu sopir mereka
menancap gas, melampaui mobil di depannya. "Kita akan hancur
lumat!" Ia memejamkan mata.
Sebaliknya Nancy menenangkannya.
"Lihat, ia menuju ke batu karang," katanya. "Apakah anda
dapat mengejarnya?"
"Taksi ini bukan mobil balap. Tetapi aku akan berusaha," jawab
sopir ketika jalan membelok tajam. Dengan cepat taksi itu kehilangan
kecepatannya. Nancy bersandar ke belakang. Kecewa! Tetapi Bess
menjulurkan tubuhnya ke depan.
"Di mana dia?" tanyanya sambil menatap ke dalam kegelapan
malam.
"Sudah lari jauh!" jawab sopir. "Apakah kita memutar kembali
saja?"
"Teruskan dahulu sebentar!"Nancy meminta.
Sopir itu menggerutu, tetapi mematuhi. Tiba-tiba cahaya lampu
menerangi sesosok tubuh yang terhuyung-huyung ke luar dari selokan.
"Itu George!" Seru Bess. Maka cepat-cepat sopir menginjak
rem. Bess membuka pintu dan bersama Nancy melompat ke luar.
"Engkau tidak apa-apa?" Nancy bertanya kepada George yang
berjalan terhuyung-huyung menuju mereka.
"Tidak! Tidak apa-apa," sahut George, tetapi kedua matanya
nampak berkaca-kaca. "Aku hanya terjatuh!"


Nancy Drew Misteri Simbol Yunani di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bess membantu dia masuk ke dalam taksi. Ia dan Nancy
memeriksa bilur-bilur pada pipi George.
"Apa ia telah memukulmu?" tanya sepupunya."Tidak. Ia mendorong aku ke luar, tetapi mobilnya tidak
berhenti aku jatuh terguling ke dalam selokan."
Nancy mengeluarkan tissue dan menyeka wajah George.
"Siapa dia?" ia bertanya.
"Aku tidak tahu sama sekali. Ia mengenakan topeng kaus kaki.
Ia mengatakan sesuatu dalam bahasa Yunani yang tidak kumengerti.
Suaranya agak dapat kukenali, tetapi. . . ."
"Apakah nona perlu dibawa ke rumah sakit?" sopir menyela.
Nancy mengatakan tidak dan George menggeleng.
"Positip! Mari kita kembali ke rumah Vatis."
Mereka kecewa mendapatkan Vatis telah pergi. Apakah
penculikan George hanya untuk memancing Nancy dan Bess pergi
dari Queens Palace? Mereka menuju ke gedung utama dan
menanyakan apakah orang tersebut telah membayar dan
meninggalkan hotel.
"Betul," jawabnya, "tetapi akan kembali lagi dalam beberapa
minggu."
Dengan segera Nancy menelepon ke airport setempat. Pikirnya,
mungkin Vatis menggunakan penerbangan malam kembali ke Athena,
mencari barang-barang yang langka.
"Apa yang kaudapat?" tanya Bess, ketika Nancy berkumpul
kembali bersama teman-temannya.
"Pesawat-pesawat terakhir sudah berangkat. Satu ke Athena dan
satu lagi ke Kairo."
"Dengan kata lain, kita terdampar satu malam lagi di Corfu,"
kata George."Mungkin ini justru bagimu sangat baik," kata Nancy
menghibur. "Kau memerlukan istirahat."
"Kita semua perlu istirahat!" sambung Bess, mata berkedip-
kedip karena kantuk.
*****************
Nancy memesan tiga tempat untuk penerbangan pertama ke
Athena esok pagi. Setelah sarapan, mereka melihat-lihat ke laut.
"Sayang, kita terpaksa harus meninggalkan tempat ini," kata
George.
"Mungkin lama baru kita dapat kembali kemari," kata Bess
menghela napas. Ia melangkah di atas lapangan rumput halus yang
meluas hingga ke tempat permandian laut. Ia menatap penuh
mengharap ke arah pantai.
Nancy menyusul, lalu memeluk pundaknya. Matanya menyapu
pasir pantai yang tak henti-henti dipukul riak-riak kecil penuh
kedamaian.
Tiba-tiba Nancy berseru: "He, lihat di sana itu!"
Dua orang laki-laki nampak di batu karang yang menjorok ke
laut.
"Mereka seperti sedang bertengkar," kata Bess. "Aku yakin,
yang seorang adalah Vatis!"
"Tetapi siapa yang seorang lagi?" tanya George. "Apa orang
yang telah menculik aku?"
"Bess!" perintah Nancy. "Panggillah polisi!"
Ia sendiri ditemani George bergegas turun ke pantai. Mereka
berlari menuju ke batu karang yang menjorok ke laut. Orang keduayang punggungnya menghadap ke arah mereka, pergi berlari
menghilang di balik batu karang.
"Sayang! Tak sempat melihat wajahnya!" kata George.
Nancy mengangguk.
"Tetapi aku ingin berbicara dengan Vatis. Mari cepat, sebelum
ia pun dapat menghilang!"
Vatis rupanya tidak menyadari akan kehadiran mereka. Ia
memandang kosong ke air yang bergerak-gerak lembut di bawah.
"Tuan Vatis!" Nancy menyapanya.
"Mau apa kau?" ia membentak dan memutar tubuhnya,
ketakutan.
"Saya sedang mencari anda," kata gadis detektif itu. "Atau lebih
tepat, ayah saya yang mencari anda."
"Siapa engkau?" tanya pengacara itu ketus.
"Saya Nancy Drew."
Nama itu bagaikan godam baja layaknya. Ia menggertakkan
gigi.
"Tinggalkan aku!"
"Tidak dapat, Tuan Vatis," jawab Nancy. "Mengapa anda
berpura-pura meninggalkan hotel tadi malam?"
"Aku tidak tahu yang kaukatakan!" Vatis membentak.
Ia melangkah maju, menangkap kedua lengan Nancy. Nancy
mencengkeramkan kuku-kuku tangannya ke nadi pergelangan tangan
lawannya, mempertahankan diri agar tidak jatuh terbentur batu
karang.
"Lepaskan dia!" bentak George.Vatis mendorong Nancy ke arah temannya, lalu lari
melewatinya.
"Berhenti!" teriak Nancy, siap untuk mengejar.
Ia heran. Sesuatu terjatuh dari saku Vatis hingga ia terpeleset
menginjaknya. Benda itu ternyata gelang emas yang hendak dijual
Vatis melalui telepon. Nancy memungutnya dan mengamati bagian
dalamnya. Pada sisi dalam gelang itu tertera stempel berupa simbol
Yunani yang misterius itu!16
Penangkapan
Tanpa buang-buang waktu lagi, Nancy dan George berlari
melalui batu-batu karang menuju pantai.
"Vatis telah menghilang!" seru George.
Nancy berlari mendahului sambil memegang erat-erat gelang
emas itu.
"Akan kami tangkap anda . . . anda takkan dapat ..." seru
detektif muda itu berhenti berlari, melihat buronannya melompat
masuk ke sebuah perahu motor. Sebentar saja perahu itu telah
menderu pergi.
"Memalukan!" gerutu George, membuang pasir yang melekat
pada sepatunya.
"Ayo," panggil Nancy, lalu berlari kembali menuju hotel.
Bess telah menunggunya di rumputan.
"Polisi segera datang!" serunya.
"Kaukatakan kepada mereka untuk mendatangi rumah Vatis?"
seru Nancy menghampirinya.
"Tidak! Apakah harus kukatakan begitu?"
"Ya! Tentu Lekas!" jawab George.
Sementara Bess lari kembali ke hotel, Nancy dan George berlari
menaiki tangga yang menghubungkan pantai dengan tempatpemandian. Dengan napas memburu mereka lari melintas ruang
makan. Mereka bertemu dengan Bess di tempat telepon di lobby.
"Ayo!" Nancy mengajak Bess, setelah meletakkan gagang
telepon di tempatnya. Nancy terus saja memegangi lengan Bess dan
menariknya segera pergi.
"Ke mana kita pergi?"
"Ke Hotel Queens Palace!"
"Tetapi kita punya kendaraan?" Bess mengingatkan.
Untunglah, di luar taksi langganannya sedang diparkir. Sopir
memberi salam hangat.
"Berangkat sekarang?" ia bertanya sambil tersenyum.
"Belum pergi ke airport," kata George. "Kami sedang mengejar
seseorang."
George melompat ke dalam taksi bersama teman-temannya.
"Ya ampuuuun! Jangan lagi . . ." sopir itu mengeluh.
Nancy tersenyum.
"Saya khawatir akan begitu lagi. Tetapi bawalah kami ke
Queens Palace!"
Sopir itu mengangguk dengan enggan. Ia mengendarai
mobilnya ke jalan besar, lalu menambah kecepatannya sedang-sedang
saja.
"Setelah mengebut tadi malam, mobil ini takkan bertahan
selama musim panas," katanya menghela napas.
"Ya, kami tak dapat berbuat lain kalau ada penjahat berkeliaran
di Corfu," kata Bess.
"Seharusnya kalian serahkan saja kepada polisi untuk
menangkapnya," jawab sopir.Setelah mereka melewati papan nama Hotel Queens Palace
mereka bertemu dengan mobil polisi. Sopir melepaskan gas dan
membiarkan mobilnya melambat.
"Ha, mereka sudah datang kemari," kata Bess.
"Terimakasih, ya Tuhan," sopir menggumam lega.
Ketiga dara itu ke luar dengan cepat. Nancy mengitari mobil
polisi untuk dapat bercakap-cakap dengan salah seorang anggota
polisi.
"Apa yang terjadi?" ia bertanya.
"Jangan dekati rumah itu," perintah polisi. "Orang itu mengunci
diri di dalam. Mungkin ia menjadi kalap dan beringas!"
Nancy mengeluarkan gelang emas, lalu menunjukkan stempel
aneh di sisi bagian dalamnya. Ia menjelaskan bahwa ia bersama
teman-temannya telah mendengar percakapan telepon Vatis, yang
mengatakan nilai gelang itu kepada orang yang mungkin ingin
membelinya.
"Anda bilang gelang ini telah dicuri dari museum arkeologi di
Athena?" tanya polisi itu.
"Itu dugaan saya."
Seorang polisi yang lain sementara itu berteriak di pintu rumah
dalam bahasa Yunani. Ia perintahkan Vatis untuk membuka pintu
rumahnya, tetapi orang itu menolak. Melalui celah-celah gorden,
polisi melihat Vatis bingung mengeluarkan segala isi saku baju dan
celananya.
"Aduh! Hilang! Hilang! dia menggerutu."Anak-anak
perempuan itu tentu telah mengambilnya!"Ia menyalakan korek api, lalu menjatuhkannya ke dalam
keranjang sampah dari logam. Melihat asap yang mengepul, Nancy
melompat lari mendekat.
"Ia akan mati lemas," serunya kepada polisi yang menahannya.
Dengan sebatang tongkat, polisi yang lain memecahkan kaca
jendela, menarik gorden hingga terlepas, dan melompat ke dalam
rumah.
Asap bergumpal-gumpal hingga Vatis terbatuk-batuk sesak
napas. Seorang polisi memasang borgol pada kedua tangannya, polisi
yang lain memadamkan api. Api itu telah memusnahkan sebagian
besar kertas-kertas berharga. Saat ketiga dara itu muncul, Vatis
memandangi Nancy dengan mata menyala.
"Kembalikan gelang emasku," ia menggeram. "Itu milikku.
Kuterima sebagai bayaran bantuan hukum."
"Dari siapa? Dari Constantine Nicholas?" tanya Nancy "Anda
memeras dia, bukan?"
Mata orang itu tak lepas memandang Nancy bila Nancy
melanjutkan kata-katanya.
"Anda tahu Constantine terlibat penyelundupan benda-benda
seni. Ketika ia tidak mampu membayar anda untuk bantuan
hukummu, anda menerima gelang ini."
"Kecuali itu," Bess menyambung, "Constantine tak tahu bahwa
anda telah mencuri warisan dia dan Helen."
"Tepat!" Nancy menegaskan.
Meskipun dituduh demikian orang itu seperti acuh tak acuh. Ia
tersenyum menyeringai dan nampak puas."Aku akan bayar pengacara yang paling ulung di Yunani untuk
melakukan pembelaan bagiku. Mereka akan membuktikan aku tak
bersalah." katanya sombong.
Sementara itu polisi mengambil gelang sebagai barang bukti.
"Kita harus memeriksa tempat ini sekarang juga," kata Nancy.
"Tetapi kita tak boleh menyentuh sesuatu barang," George
memperingatkan.
"Tak perlu," jawab Nancy. Ia mengambil kamera sakunya dari
dalam tas. "Aku akan mengambil foto sebelum meninggalkan hotel."
Detektif-detektif muda itu memeriksa isi keranjang sampah.
Masih ada beberapa bagian yang dapat dibaca. Semuanya diambil
fotonya oleh Nancy. Kamera polaroid segera menghasilkan gambar-
gambar foto yang kecil.
"Akan kita perbesar kelak," kata Nancy sambil memasukkan
kameranya dalam sakunya. "Sekarang kita coba untuk mendapatkan
tempat dalam penerbangan kembali ke Athena."
Mereka mengambil kendaraan taksi untuk kembali ke hotel.
Sopir dimintanya menunggu.
"Kita hanya sebentar. . ." kata Bess sambil berlari masuk.
Tidak sampai limabelas menit kemudian mereka telah muncul
kembali membawa tas-tas mereka.
"Apa kalian selalu berlarian demikian, ke mana pun kalian
pergi?" tanya sopir tertawa.
"Tidak selalu!" jawab Nancy tersenyum pula. "Dua hari
memang sibuk luar biasa."
Meskipun mendapatkan berbagai hambatan sebagian itu,
ternyata mereka belum terlambat sampai di airport."Benar-benar tidak kuduga," kata Bess dalam pesawat.
"Apanya yang tidak kaupercaya," tanya George.
"Kita berhasil memecahkan sebagian dari misteri."
Kata-kata itu mengingatkan Nancy, yang segera mengambil
gambar-gambar foto yang dibuatnya tadi. Tetapi gambar-gambar itu
terlalu kecil untuk dapat dilihat dengan jelas. Ia hanya dapat
menangkap beberapa inisial dan bagian-bagian alamat.
"Begitu kita sampai di Athena," katanya, "aku akan menelepon
ayah. Kukira dia sudah ada di kantornya sekarang."
Sebelum Nancy memberesi tas-tasnya, ia telah minta
sambungan nomornya dari hotel. Ia merasa lega sambungan itu cepat
didapat tanpa kesukaran. Ia menceritakan kepada ayahnya tentang
ditangkapnya Vatis, serta gelang emas yang dicap simbol misterius,
yang digunakan para pencuri benda-benda seni.
"Kami akan segera memesan tempat untuk penerbangan paling
pertama," kata pak Drew.
"Kami?" tanya Nancy.
"Betul! Aku akan . . . ."
Tiba-tiba sambungan itu terputus.
"Ayah? Apakah ayah masih di situ?" kata Nancy. Ia menekan-
nekan tiang gagang pesawat telepon itu beberapa kali. Sambungan
tetap terputus.
"Heran, siapa yang datang mengganggu ayah?" pikirnya.17
Deposito Nikos
"Barangkali Hannah yang datang kepada ayahmu," Bess
menerka.
"Aku sangsi," kata sepupunya. "Kukira seseorang dari kantor."
"Apa pendapatmu, Nancy?" tanya Bess.
Gadis itu menggeleng sedih. Ia minta permisi hendak mandi.
Diam-diam ia mengharap, bahwa yang akan ikut ayahnya itu adalah
Ned. "Kukira aku harus menemui Helen dan Nyonya Thompson,"
kata Nancy begitu ia muncul di tengah-tengah teman-temannya.
"George, maukah kau menolong membawa gambar-gambar foto ini ke
tukang potret di sudut sana itu?"
"Dengan senang hati!"
"Mintalah agar diperbesar secepat-cepatnya. Kilat!"
George bergegas pergi. Ketika kembali wajahnya berseri-seri.
"Selesai nanti malam!" katanya.
"Bagus!" jawab Nancy.
Setelah makan malam, mereka mendatangi kamar Helen dan
Nyonya Thompson. Dengan bersemangat Helen dan Nyonya ituberganti-ganti bercerita tentang kunjungannya kepada keluarga
Papadapolulos.


Nancy Drew Misteri Simbol Yunani di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ia telah setuju untuk menjahit dan menyulam barang-barang
yang bagus. Dengan demikian dapat dijual di Amerika." kata Nyonya
Thompson gembira.
"Bagus," seru Bess, sementara Nancy mengeluarkan gambar-
gambar foto yang telah diperbesar untuk diperlihatkan kepada Helen.
"Tak masuk akal," seru Helen memandanginya. "Ini surat
wasiat pamanku."
"Itulah sebabnya aku tak dapat membacanya," kata Nancy,
berdecak. "Semuanya dalam bahasa Yunani."
Helen memperhatikan gambar-gambar foto itu satu demi satu.
"Rupa-rupanya paman mempunyai banyak perusahaan. Bukan
hanya usaha perkapalan," katanya. "Penanaman modal pun sangat
kuat." Ia bersandar ke kursinya sambil mengipas-ngipaskan gambar
foto itu. "Jika dipikir-pikir, semuanya akan menjadi milikku. ..."
"Apa perkiraanmu mengenai modal-modal lain selain
perkapalan?" tanya Bess.
"Itu yang aku tak tahu!"
"Barangkali Vatis telah memperolehnya, entah bagaimana,"
kata Nancy. "Kemudian ia menjualnya."
"Tetapi bagaimana caranya?," Nyonya Thompson
mengemukakan ingin tahu.
"Jika pengacara itu diberi hak untuk mengerjakan dokumen-
dokumen Tuan Nicholas, ia dapat saja memalsukan tandatangan
Constantine," kata Nancy. Lalu menyambungnya pula: "Besok kitaakan berusaha untuk mengetahui di mana Lineos Nicholas menyimpan
uangnya, oke?."
Helen memandang Nancy dengan tenang.
"Boleh," katanya kemudian.
Hari berikutnya, Nancy dan Helen membuat daftar dari bank-
bank di kota Athena. Mereka mengunjunginya satu per satu,
menanyakan apakah Lineos mempunyai rekening di sana.
"Aku capai," kata Helen ketika membuka pintu bank yang
kelima. "Apa tak dapat dilanjutkan besok saja?," ia meminta.
"Besok mungkin sudah terlambat," sahut Nancy.
"Terlambat untuk apa?."
"Untukmu! Jika Vatis bekerjasama dengan orang lain di kota
ini. Mereka ini akan tahu bahwa Vatis telah ditangkap, kemudian
mereka akan berusaha menguasai warisanmu."
"Apakah tidak mungkin mereka itu akan sembunyi dahulu?,"
Helen mengelak.
"Tidak, jika memang mereka menginginkan uang itu!."
"Yah, tak ada lagi yang perlu diperdebatkan," kata Helen
akhirnya. "Bank yang manakah berikutnya?."
"Tidak jauh!," jawab Nancy.
Ia menunjuk ke gedung batu bata dua blok lagi. Mereka
berjalan cepat untuk menghampirinya. Di dalam, seorang penjaga
keamanan memberi salam. Helen berbicara dengan petugas itu dengan
bahasa Yunani. Ia gembira, orang itu ingat benar telah kenal dengan
pamannya. Ia merasa sedih mendengar bahwa Lineos Nicholas telah
meninggal.
"Orang yang begitu baik," sambung penjaga keamanan itu."Apakah ia punya simpanan safe-box di sini?," tanya Helen.
"Sebenarnya ada, memang. Saya juga heran, mengapa tidak ada
yang menuntutnya."
"Apa biaya-biaya bank dibayar secara teratur?," tanya Nancy,
meminta Helen menterjemahkannya.
"Nai. Ya. Setidak-tidaknya sebegitu jauh yang kuketahui."
"Kapan waktunya, pembayaran berikutnya?," tanya Nancy.
"Besok pagi!."
"Bagus!," kata Nancy.
Nancy menjentikkan jari-jarinya, lalu bersama Helen ia
tinggalkan gedung itu.
"Engkau dan Nyonya Thompson harus kemari, besok pagi,"
katanya kepada Helen.
"Membayar biaya safe-box?."
"Bukan! Menunggu siapa orang yang akan membayarnya."
"Tetapi bagaimana kita tahu kalau biaya itu tidak dikirimkan
lewat pos?"
"Itu aku tak tahu. Tetapi bagaimana pun ada harganya untuk
berusaha memperolehnya."
Seperti yang diusulkan Nancy, esok paginya Helen bersama
Nyonya Thompson pergi ke bank. Yang lain tetap tinggal di hotel,
berharap mendapat pesan-pesan selanjutnya dari pak Drew.
"Di toko, di bawah, ada baju bersulam yang sangat indah," kata
Bess, berusaha menarik perhatian kedua teman-temannya.
"Ah benarkah?," tanya George sembarangan.
Ia sedang membantu Nancy mengeluarkan dua buah kursi ke
balkon dari kamar mereka."Kulihat, kalian sangat tertarik oleh penemuanku itu," gumam
Bess ketika teman-temannya duduk di balkon.
"Kita memang tertarik," jawab Nancy bersungguh-sungguh.
Tetapi ia memalingkan wajahnya ke arah datangnya sinar
matahari hingga memejamkan matanya.
"Apa kalian hendak duduk-duduk di sini saja sepanjang hari?,"
tanya Bess tidak sabaran.
"Hanya sampai ayah menelepon," jawab Nancy.
"Kalau begitu," kata Bess kurang senang. "Aku akan berbelanja
sendiri."
Ia naik elevator turun ke lantai pertama. Ia kecewa karena baju
sulaman itu sudah tak nampak lagi di jendela pajangan. Ketika ia
menanyakannya, pemilik toko mengatakan baju sulaman itu telah
terjual kemarin.
"Terimakasih," kata Bess lesu.
Beberapa saat ia melihat-lihat seperangkat ulas bantal bersulam
halus. Kemudian, ketika ia melangkah hendak pergi, gorden ruang
pakaian itu tersingkap.
"Stella!," seru Bess.
Tetapi gadis yang disapa itu tak menjawab. Ia berpura-pura tak
mengenal Bess, dan berlalu dengan cepat melewatinya ke pintu.
"Kau tak ingat aku lagi, Stella?."
Bess mengikutinya, tetapi serombongan wisatawan yang baru
datang memisahkan mereka.
"Aku heran, mengapa ia justru memilih toko hotel ini untuk
berbelanja," pikir Bess. Ketika dipikirnya lebih lanjut mengapa ia keluar tanpa membawa bungkusan apa pun. "Barangkali ia sedang ada di
toko pada waktu aku masuk, lalu bersembunyi di ruang pakaian."
Tiba-tiba ia melihat Stella sedang ke luar dari hotel melalui
pintu putar. Gadis itu bergegas ke arah depan, lalu memanggil taksi.
"Ah, aku hanya terlalu ingin tahu," pikir Bess. Namun ia
memang ingin sekali berbicara dengan Stella.
Nampaknya pak Drew tidak menelepon Nancy. Oleh karena itu
Bess menganggap tidak perlu mengatakan ke mana ia telah pergi.
"Ke Monastiraki saja," ia putuskan.
Ia lalu memanggil taksi. Beberapa menit kemudian ia telah
berada di toko emas. Aneh, wanita tua penjaga toko itu tidak nampak.
Sebagai gantinya kini ada pegawai baru. Ia bertanya kepada orang
laki-laki yang ada di meja, di mana Stella.
"Saya tidak kenal dia," jawabnya ceria.
"Saya juga sedang mencari Constantine Nicholas."
Orang itu mengangkat bahu sekali lagi.
"Barangkali saja nyonya Koukoulis mengenalnya. Tetapi ... eh
... ia telah menjual perusahaan ini kepada saya. Dan saya belum
mengenal langganan-langganannya."
"Pegawai-pegawai yang, lama, bagaimana?."
"Mereka telah ke luar semua!."
"Aneh," pikir Bess. Lalu berpamitan.
Ketika ia sampai di hotel, Helen dan nyonya Thompson ternyata
sudah pulang juga.
"Dari mana engkau?," tanya George. Ia melihat tangan
sepupunya kosong. "Tak jadi beli apa-apa?."Bess menggeleng, lalu menceritakan pertemuannya dengan
Stella Anagnost.
"Aku juga punya berita," kata Helen. "Seorang anak laki-laki
membawa sebuah amplop dan memberikannya kepada penjaga
keamanan Bank. Isinya pembayaran untuk safe-deposit-box paman
Lineos ..."
"Firasatmu benar, Nancy," sela nyonya Thompson.
"Kami tanyakan namanya, tetapi ia tidak mau mengaku," kata
Helen.
"Tetapi ia mengaku, seseorang di galangan memintanya untuk
menyampaikan amplop itu," sambung nyonya Thompson. "Katanya
disuruh mengatakan bahwa amplop itu dari Constantine Nicholas yang
berhalangan untuk datang sendiri.."
"Karena ia tinggal di biara di luar Athena," Helen meneruskan.
"Luar biasa!," seru George.
"Masalahnya kini, biara yang mana?," kata Nancy.
"Biara Ayiou Markou," sela Helen.
"Biara St. Mark? Itu pernah kita coba selidiki," kata Nancy
tegang. "Kita ke sana besok!."
"Mengapa tidak sekarang saja?," usul Bess.
"Karena ayah akan datang membawa tiga kejutan besar!."18
Terperangkap Dalam Tong
"Tiga kejutan?," seru Bess. "Apa saja kejutan itu?."
"Kalau kukatakan sekarang, namanya bukan kejutan lagi," kata
Nancy tertawa cekikikan.
Ia mengatakan bahwa ayahnya telah menelepon. Sore itu, ketika
ayah Drew mengetuk pintu kamar mereka, Nancy membukakannya
dengan penuh harapan.
"Ned!," serunya gembira.
"Halo!," jawabnya sambil menciumnya.
"Halo, sayang," sambung ayahnya dari belakang.
"Ayah! Senang sekali ayah datang," kata Nancy pada saat Burt
Eddleton dan Dave Evans pun melongokkan kepala dari balik pintu.
"Apakah aku boleh ikut reuni ini?," tanya Dave tersenyum.
"Memangnya engkau anggota alumni?," sahut Bess dengan
muka berseri-seri.
"Kami tidak tahu, bahwa kalian akan datang kemari," George
menyambut Burt. TEENLITLAWAS.BLOGSPOT.COM
"Kami sendiri pun tidak tahu!," jawab teman sekuliahnya di
Enerson College."Aku ingin tahu," kata Ned. "Mengapa kalian telah mendahului
menangkap Vatis sebelum kami datang!."
Nancy berdecak dan menyusul ketawanya renyah.
"Itu telah kami atur semua."
"Bagaimana?," tanya Bess menyela.
"Dengan mengatur untuk menangkap tiga orang penjahat.
Seorang penjahat bagi setiap pasangan. Oke!," kata Nancy.
"Kita dapat bekerjasama," kata George. "Aku punya nama
bagus untuk group kita : The Sleuth Snoops. "
Semua tertawa gembira. Tetapi kemudian menjadi serius
kembali ketika Nancy menceritakan perkembangan terakhir setelah
Vatis tertangkap.
"Gambar-gambar foto ini sangat bagus," pak Drew memuji
anaknya. Ia sedang mengamati gambar-gambar foto yang telah
diperbesar, yaitu yang mengenai surat-surat wasiat paman Nicholas.
"Mungkin aku dan Helen perlu mengunjungi nyonya Vatis."
"Saya setuju," kata Helen.
Ia memberikan senyumnya kepada pengacara itu, yang
disambutnya dengan hangat. Nancy melirik dari seorang ke yang lain.
"Ayah, apa aku pun harus ikut?," ia bertanya, menekan
perasaannya bahwa mungkin ia akan menjadi pengganggu.
"Tidak, sayang. Tak perlu ikut!," jawab sang ayah.
"Jika demikian," sambung George. "Kita yang tinggal ini dapat
melakukan penyelidikan di biara."
Nyonya Thompson mendeham agar suaranya pun ikut didengar.
"Kalau kalian tak berkeberatan, aku akan berbelanja untuk
Maria dan anak-anak Papadapoulos yang lain.""Kami sama sekali tak berkeberatan," jawab Bess sambil
memegang tangan Dave. "Serikat The Sleuth Snoops dapat mengatur
tugasnya."
Seperti yang direncanakan, keenam muda-mudi itu berangkat
menuju biara St. Mark esok hari berikutnya. Hari yang luar biasa
panasnya.
AC mobil tuan Mousiadi ternyata tidak jalan. Begitu mereka
berhenti di halaman biara, Bess dan Dave langsung ke luar mencari
tempat duduk di bangku dari batu di bawah pohon.
"Wauw," seru Bess. "Panasnya bukan main!"
"Uh seperti dibakar," kata temannya, lalu bersandar pada batang
pohon. Mereka mengawasi teman-teman yang lain menghilang
melalui pintu pagar.
"Kalian tak ikut masuk," teriak George kepada pasangan itu.
"Sebentar menyusul," Bess menghela napas. Ia tidak
mengetahui bahwa keempat muda-mudi itu pun menyebar berpasang-
pasangan.
George dan Burt menuju kebun di belakang gereja kecil. Nancy
bercerita kepada Ned tentang ruang berdoa yang di seberang.
"Aku ingin melihatnya," kata Ned meminta agar Nancy mau
menunjukkannya. Ketika mereka melintas halaman berbatu, seorang
rahib ke luar dari dalam selnya. Ia lewat dekat kepada dua muda-mudi
itu tanpa menghiraukan kehadirannya.
"Kukira mereka tidak biasa menerima tamu," kata Ned
tersenyum.
"Kukira begitu," kata Nancy sambil melangkah menuju serambi
sejuk di bawah tangga.Sebelah kanan adalah ruang untuk berdoa. Pintunya setengah
terbuka, tak seorang pun ada di dalam.
"Itu menuju ke mana?," tanya Ned mengarahkan pandangannya
ke sebuah gang, di mana di bagian ujungnya terdapat sebuah pintu
kayu yang besar.
"Tak kuingat, padahal aku telah melihatnya sewaktu kemari
dahulu," jawab Nancy.
"Bagaimana dapat lupa, nona detektif?."
"Bisa saja," jawab Nancy pura-pura cemberut. "Waktu itu jam
dua dini hari."
Ia bergegas mendahuluinya, lalu membuka palangnya. Pintu
berayun membuka. Di dalam terdapat sebuah ruangan cukup besar
agak kosong. Di sebuah dinding ada sebuah bangku kayu sederhana.
Tiba-tiba Ned melihat sebuah tong kayu yang besar, tergolek di sudut.
"Menurutmu, bagaimana tong sebesar itu dapat masuk melalui
pintu ini?," ia bertanya.
Mereka berdua heran melihat tong kayu yang sangat besar itu.
"Apa yang lebih menarik bagiku ialah papan mosaik itu telah
dicetak sebelumnya pada bingkai-bingkai kayu. Bentuknya seperti
sebuah lukisan dengan warna-warna tercampur halus."
"Pandai sekali dapat memasangnya demikian," Nancy memuji.
"Mereka dipasang dengan bingkai-bingkai pada dinding sehingga
mudah dilepas dan dipasang lagi di tempat yang lain."
"Persis seperti lukisan biasa," Ned mengiakan tersenyum.
"Jangan-jangan inilah mosaik yang kudengar disebut-sebut oleh
Isakos . . ."Sebelum Nancy menyelesaikan kata-katanya, sepasang jubah
hitam bertudung melayang bagaikan jala di atas kepala mereka
"Ned!," seru Nancy.
Suaranya segera terbungkam ketika seutas tali diikatkan pada
pinggangnya hingga jubah itu tertarik ketat menyelubunginya.
Temannya pun mengalami nasib yang sama. Tangan-tangan
yang tak mereka lihat seperti mendorong-dorong kedua insan yang tak
berdaya itu masuk ke dalam tong. Tutup tong pun segera dipasang.
"Kita harus dapat ke luar dari sini," pikir Nancy tegas. Ia


Nancy Drew Misteri Simbol Yunani di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menendang-nendang lantai tong, berguling dan menubruk Ned, yang
juga sedang berusaha melepaskan lengannya dari ikatan. Gerakan-
gerakannya itu agak membuat ikatan menjadi kendor. Ia mencoba
untuk bicara.
"Kau tidak apa-apa? " ia bertanya, mulutnya agak tersumbat
oleh sebuah lipatan jubah.
Nancy menjawab dengan erangan, seolah-olah memberitahu
bahwa ia tidak pingsan karena panas dan pengap.
"Kalau kita tak segera dapat ke luar, kita akan mati lemas,"
pikir Nancy. "Demikian pula Ned. He manusia, tolonglah aku!."
Seperti terdengar oleh orang pikiran itu, Bess dan Dave tengah
mencari pasangan tersebut.
"Nancy! Ned! " seru Dave berulang-ulang.
"Barangkali saja mereka ada di kebun," kata Bess.
Pada saat itu rahib yang hampir menabrak Nancy dan Ned
muncul dari gereja kecil di ujung halaman."Dapat saya membantu kalian? " ia bertanya dalam bahasa
Inggris. Suaranya begitu lembut sehingga segera menenangkan hati
kedua penyelidik tersebut.
"Saya kehilangan teman," jawab Bess dengan hormat. Ia lalu
menyebutkan ciri-ciri kedua temannya.
"Benar. Saya ingat mereka," kata rahib itu. "Saya sangat
tergesa-gesa sehingga hampir menabrak mereka," ia tertawa sedikit.
"Saya harus mengaku dosa untuk itu."
"Ke mana mereka pergi? " tanya Dave tidak sabaran.
"Kurang jelas, tetapi sebaiknya mulai mencari di sana! " ia
menunjuk ke tangga yang agak reot.
"Saran yang baik," Bess berkata pada diri sendiri. "Nancy
mungkin ingin melihat-lihat ruang berdoa itu pada siang hari."
Ia menjadi kecewa melihat ruang itu kosong sama sekali.
"Tetapi masih ada satu ruang lagi," kata rahib itu, menunjuk ke
pintu kayu di ujung sana.
Bess dan Dave bergegas mendahului, mendorong pintu terbuka.
Tong yang besar itu tampak bergoyang-goyang membentur dinding.
Suara-suara mengerang terdengar dari dalam tong itu.
"Nancy! Ned! " seru Dave sambil membuka tutup tong.
Pasangan itu lemas karena pengap dan panas. Mereka jatuh
lunglai ke lantai. Tergolek diam, sementara teman-temannya
melepaskan jubah selubung mereka.
"Aduh!" keluh Nancy setelah merasakan suhu lebih sejuk
beberapa derajat. Ia mencoba berdiri dengan gontai dibantu oleh Ned.
Ia memeluk pinggang Nancy dan menuntunnya duduk ke bangku."Puji Tuhan! Kalian telah menemukan kami berdua " Ned
berucap kepada kedua temannya.
Sementara rahib itu memandang bengong ke arah dinding.
"He, apa yang terjadi dengan mosaik di dinding itu " ia
menggagap.
Nancy dan Ned menengok untuk melihat. Panel papan mosaik
itu telah lenyap.
"Ada apanya di dinding itu?" tanya Bess.
"Mosaik yang sangat indah," kata Nancy, menjadi ragu-ragu.
"Tentu telah dicuri orang . . ."
"Oleh pencuri yang menjebak kami masuk ke dalam tong itu! "
kata Ned mengambil kesimpulan.
"Saya tahu siapa orang-orang itu! " Nancy menyatakan.19
Mosaik Jadi Petunjuk
"Engkau tahu siapa pencurinya? " tanya Ned kepada Nancy
dengan heran.
"Benar! Katakan saja suatu firasat," jawabnya.
Ia berpaling kepada rahib.
"Apa bapak kenal nama Constantine Nicholas?" ia bertanya.
"Betul! Tetapi anda tentunya tidak berpikir, bahwa dia yang
melakukan pencurian ini, bukan? " katanya sambil menunjuk ke
dinding yang kini telah kosong. "Rupanya itu tak masuk akal. Ia
sering kemari meminta bantuan."
"Bantuan? " tanya Nancy.
"Ia mengaku bahwa ia berada dalam suatu kesulitan. Ia
berusaha ke luar, tetapi tak kuasa. Bila ada tamu datang, ia lalu
memakai jubah dan berpura-pura tuli."
Ned mendekat pada Nancy.
"Kedengarannya seperti bukan Constantine, si penyelundup
yang sedang kita cari," ia berbisik.
Gadis detektif itu mengangguk. Rahib bertanya kepada Nancy.
"Anda kenal baik dengan Constantine Nicholas?""Saya belum pernah ketemu dia," jawab Nancy, lalu
menjelaskan tugasnya.
Wajah rahib itu nampak terkejut.
"Saya tidak tahu apakah orang yang sering kemari itu adalah
yang anda cari. Bagaimana pun saya harus lapor polisi tentang
pencurian mosaik itu."
"Kami mengerti," kata Nancy. "Tetapi kami pun akan mencoba
untuk menangkap pencuri itu untuk anda."
Ketika keempat muda-mudi itu muncul kembali ke halaman,
Burt dan George melambaikan tangannya, memanggil mereka dengan
penuh ketegangan. Mereka berdiri di dekat batas kebun yang
bersemak-semak.
"Ada apa? " tanya Dave kepada Burt.
"Ikuti kami," George mengajak mereka penuh rahasia.
Nancy berjalan cepat sepanjang jalanan berbatu menuju ke teras
yang berpagar bunga-bunga Zakintos warna putih. Di seberang sana
terdapat sekelompok pohon-pohon zaitun. Seorang laki-laki sedang
berjalan perlahan-lahan di antara pepohonan itu.
"Siapa dia itu? " bisik Bess.
Nancy menatapnya. Ia terlihat seperti orang yang fotonya ada di
dalam tasnya.
"Mungkin dia itu Constantine," katanya. "Tunggu sebentar!"
Nancy melangkah mendekati orang itu. Rumput yang
diinjaknya terasa tebal dan lembab.
"Jika ia hendak lari," pikirnya. "Takkan mungkin dapat jauh!."
Ia lalu mengitari pohon-pohon itu.
"Constantine Nicholas! " ia memanggilnya.Jantungnya berdebar memukul-mukul keras. Ia menunggu
tanggapannya. Tak ada sesuatu. Ia memanggil lagi.
"Ia mungkin beranggapan, aku akan putus asa memanggil-
manggil lalu pergi," pikir Nancy.
Ia agak terkejut melihat orang itu berhenti berjalan. Orang itu
berdiri diam beberapa saat. Kemudian menoleh ke arah Nancy.
"Anda Constantine, bukan?." Nancy menyapanya. Keduanya
saling mengenali.
"Dan anda tentu Nancy Drew!."
"Benar! Tetapi bagaimana anda dapat tahu?."
"Melihat gambar anda dalam surat kabar-surat kabar Amerika."
"Saya juga telah melihat gambar foto anda," Nancy mengaku,
lalu mengeluarkan sebuah foto dari dalam tasnya.
Wajah Constantine yang nampak sedih itu hanya bereaksi
sedikit.
"Tak ada gunanya," keluhnya. "Saya gembira anda dapat
menemui saya."
Suaranya seperti menyatakan kelegaan. Nancy merasa bahwa
yang ia hadapi itu bukan seorang kriminal yang jahat, melainkan
seorang pemuda yang kebingungan.
"Saya akan membayar semua itu kembali dengan apa yang
diwariskan kepadaku," kata Constantine. "Itu pun kalau saya berhasil
mencari pengacara untuk mengambil surat wasiat serta gelang yang
saya berikan padanya dengan terpaksa "
Nancy melongo karena terkejut. Ia menunggu hingga teman-
temannya yang lain berdatangan. Mereka lalu diperkenalkan kepada
pemuda itu."Maksud anda, anda belum pernah menerima warisan itu? "
Constantine menggeleng.
"Saya tak punya uang untuk membayar tuan Vatis yang
mengurus surat wasiat paman. Karena itu saya memberinya sebuah
gelang. Tidak lama sesudah itu, saya hendak menghubungi dia, tetapi
sudah pindah. Sejak itu saya tidak pernah mendengar tentang dia."
"Ia telah dipenjarakan," kata George. "Saya kira kita akan dapat
memperolehnya dari dia apakah cerita anda cocok dengan apa yang
dia katakan."
"Ah, saya senang ada orang yang dapat menangkap dia," kata
pemuda itu. "Setidak-tidaknya . . ."
Suaranya terhenti. Kedua matanya memandang sedih ke tanah.
"Apakah anda terlibat dalam penyelundupan benda-benda seni
dari Yunani itu? "
Constantine mengangguk.
"Dan anda mendapatkan gelang?"
"Ya!"
"Anda pula yang meletakkan topeng emas ke dalam tas saya?
Mengapa?"
"Ya, saya yang melakukan itu. Toko itu . . . adalah pos untuk
menyembunyikan barang-barang curian dari museum arkeologi,
sebelum berhasil dikirim ke luar negeri." Ia menghela napas dalam-
dalam sebelum melanjutkan. "Saya ingin mengembalikan topeng itu.
Tentu saja tidak dapat melakukannya sendiri. Saya berpendapat,
seorang gadis cerdik seperti anda tentu mudah mencari jalan untuk
mengembalikannya ke tempat yang semestinya. ""Dengan risiko, Nancy hampir saja ditangkap karenanya," kata
Bess memberitahu kepadanya.
Ia tampak terkejut dan mengernyitkan alis matanya.
"Mereka mengira Nancy termasuk komplotan anda," George
menjelaskan.
"Aku menyesal sekali," katanya. "Itu sama sekali bukan maksud
saya."
"Lalu apa maksudnya memberi cap simbol itu pada topeng
maupun gelang itu? " desak Nancy.
"Untuk membedakan barang yang asli dan yang dipalsukan dari
barang-barang yang dikirim ke Amerika. Saya heran anda dapat
mengetahui simbol itu."
"Apakah itu hasil pikiranmu."
"Bukan!."
"Hasil pikiran Isakos?."
"Bukan. Saya tidak tahu siapa yang punya akal demikian."
"Apakah benda-benda seni itu selalu dikirim dengan kapal
pengangkut bergaris putih?," tanya George.
"Ya. Tetapi saya tidak banyak tahu tentang pekerjaan itu."
"Helen, kemenakan anda datang kemari mencari anda,"
sambung Bess.
"Tuan Drew juga sedang menyelesaikan persoalan warisan
baginya," George ikut menyambung. "Ia membutuhkan bantuan
anda!."
"Saya akan melakukan apa yang dapat saya kerjakan,"
Constantine menanggapi. "Di mana Helen tinggal? Apakah kalian
mau membawanya kemari?.""Mungkin kami akan mengantarkan dia menemui anda di
penjara," kata Burt.
Constantine mengangguk.
"Saya mengerti. Tetapi saya mohon, biarkanlah saya tinggal di
sini agak lama sedikit. Saya merasa di sini lebih aman daripada di
penjara. Saya pun masih perlu bicara dengan para rahib."
Pada saat itu rahib yang telah membantu membebaskan Nancy
dan Ned datang menghampiri.
"Itu dapat diatur," katanya memberi kepastian. "Constantine
takkan melarikan diri. Kami akan mengawasinya."
"Terimakasih," ucap Nancy tersenyum.
Rombongan muda-mudi itu lalu berpamitan dan meninggalkan
biara. Perjalanan kembali ke Athena disibukkan dengan berbagai
pikiran, seperti bagaimana kawanan penyelundup itu dapat dibongkar.
"Menurut pikiranku," kata Ned. "Bila kita dapat meringkus
tokoh utamanya, polisi akan dapat menangkap anakbuahnya."
"Paling tidak, aku gembira dapat menemukan Constantine,"
kata Bess memandang ke luar jendela mobil. "Ia pemuda tampan."
"O begitu. Aku jadi cemburu!," kata Dave.
"Ya! Sangat tampan! Rambut hitam, mata hitam ..."
"Ah! Itu sih selera pribadi," Ned memotong. Ia membelokkan
mobil ke jalan raya.
Tiba-tiba Nancy mengeluarkan kepalanya menjulurkan keluar
jendela.
"Stop! Berhenti dulu Ned! Aku keluar dahulu!," katanya
menekan tombol pintu mobil.Ned menangkap lengannya sebelum Nancy melompat keluar di
tengah lalu lintas yang padat.
"Ada apa lagi?," tanya Bess.
"Aku melihat Isakos!," kata Nancy.
Ned menghentikan mobil dan melepaskan pegangannya pada
lengan Nancy. Ia mendorong pintu hingga terbuka. Lalu berlari
mengejar orang yang tegap besar itu.
"Isakos!," panggilnya seraya berlari melintas jalan.
Orang itu berbalik. Ia berhenti di ujung tikungan.
"Ini terakhir kali kalian mengganggu aku!," ia menggeram.
Saat Nancy sudah dekat, ia melangkah maju dan mendorong
Nancy ke tengah-tengah ramainya lalu lintas yang padat. Rem-rem
mobil bercuitan, tepat waktu Nancy terguling ke tengah jalan.20
Penangkapan Para Penyelundup
"Nancy!", suatu teriakan yang melengking, ketika sebuah mobil
nyaris menabraknya.
Itulah teriakan Ned. Ia berlari ke depan mobil hingga berhenti
seketika.
"Ned ..." Nancy merintih. Dengan bantuan Ned ia merangkak
bangun. Sopir mobil itu marah-marah kepada pasangan muda-mudi
itu. Kemudian mobil-mobil itu meneruskan perjalanannya.
"Engkau tak apa-apa?," Ned bertanya sambil menopangkan
lengannya pada punggung Nancy.
Nancy hanya mengangguk tanpa menyadari lututnya yang bilur-
bilur.
"Tetapi aku kehilangan si tokoh penyelundup."
"Tidak, belum lepas!."
"Belum lepas bagaimana?."
"Tidak! Engkau tidak kehilangan dia!," Melihat kebingungan
tampak pada wajah Nancy, ia mencubit Nancy dengan mesra. "Lihat
itu, di sana!." Ia menunjuk pada kerumunan orang-orang di seberang
jalan.Nancy melihat kepala George di tengah kerumunan. Lalu ia
pulih semangatnya. Ia mendorong Ned untuk berjalan lebih cepat.
Ketika mereka sampai di kerumunan, Nancy kemudian tahu bahwa
dua orang yang melihat Isakos mendorong Nancy ke tengah jalan
telah menangkapnya, lalu memanggil polisi. Isakos menggagap putus-
putus dalam bahasa Yunani.
"Ia sengaja mendorong saya ke tengah jalan!," Nancy
menjelaskan kepada polisi. Tetapi polisi itu tidak mengerti apa yang
dikatakan Nancy. Dengan putus asa Nancy melihat ke sekeliling
sambil berseru : "Apakah ada yang dapat menterjemahkan kata-kata
saya?."
Seorang mahasiswa melangkah maju. Dalam bahasa Yunani ia
mengulang kata-kata Nancy.
"Katakan pada polisi bahwa orang ini adalah pencuri dan salah
seorang penyelundup benda-benda antik yang sedang dicari-cari.
Suruh mereka menghubungi museum arkeologi untuk mendapatkan
keterangan yang pasti."
"Omong kosong," Isakos menggerung di dekat telinganya.
"Semua omong kosong!."
"Seperti keranjang buah apel yang dikirim salah seorang


Nancy Drew Misteri Simbol Yunani di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

komplotan anda itu, misalnya," tanya Nancy sambil memicingkan
mata.
Isakos tertawa terbahak-bahak untuk mengacaukan mahasiswa
itu menterjemahkannya ke dalam bahasa Yunani.
"Barangkali saja anda tak tahu menahu tentang ular berbisa
dalam keranjang buah itu," Nancy mengaku. "Karena memang tidakdikirimkan ke kamar anda. Tetapi saya dapat memastikan bahwa itu
dimaksudkan untuk anda."
Kemudian ia berpaling lagi kepada si mahasiswa.
"Katakan pada polisi, saya menuntut orang ini dengan alasan
mau mencelakakan saya! Dan ini bukan yang pertama kali. Ia pun
telah mengganggu mobil saya hingga dapat menyebabkan
kecelakaan."
Isakos melepaskan pandangannya kepada Nancy.
"Engkau akan menanggung ini semua!," ia mendesis.
"O, sebaliknya!," balas Ned. "Anda harus menanggungnya!. "
***************
Ketika keenam muda-mudi itu akhirnya kembali ke hotel, pak
Drew dan Helen sedang memperbincangkan berita mereka dengan
nyonya Thompson.
"Vatis telah mengaku!," kata Helen.
"Ia telah mengaku memalsukan tandatangan Constantine serta
dokumen-dokumen," sambung pak Drew.
"Bahkan juga tandatangan paman, agar dapat menguasai uang
warisan saya," Helen menyimpulkan.
"Apa ia telah menghabiskannya?," tanya Nancy.
"Untung saja belum. Suatu koleksi mata uang yang sangat
berharga masih tersimpan di deposit safe-box. Vatis tidak pernah
dapat menemukan kuncinya. Tetapi selalu tetap membayar uang
sewanya. Baru sebulan yang lalu ia menyuruh Constantine
membayarnya sendiri."
"Kukira, ia sudah cukup memiliki uang untuk dapat hidup
beberapa lama," kata Bess. "Sungguh rakus!."Hari berikutnya diputuskan bahwa Bess dan Dave yang
mengantarkan Helen dan pak Drew pergi ke biara St. Mark.
"Di sana Constantine telah menunggu kalian," kata Nancy.
"Kuminta agar jangan terlalu keras terhadap dia, ayah!."
"Mungkin engkau mulai tertarik kepadanya," kata George
menggoda.
"Hampiiir!," jawab Nancy. "Mungkin karena aku berhati
lemah," kata Nancy menyembunyikan tertawanya.
"Kalau begitu," Ned menyela. "Mari kita ke luar mencari es
krim."
"Nanti! Sesudah ke Piraeus!," gadis detektif itu menolak.
Ia menelepon polisi pelabuhan, meminta agar dapat menemui
mereka di kapal pengangkut bergaris putih.
"Kukira semua misteri sudah terpecahkan!," Ned menghela
napas. Ia mengemudikan mobil menuju ke galangan.
"Misteri yang mana lagi?," teriak George sambil tersenyum.
"Kan suatu rangkaian lebih dari satu misteri! Apa kau tak
tahu?," sambung Burt.
Ned mematikan mesin mobil. Keempat muda-mudi itu
melompat ke luar.
"Kapal itu sudah mulai akan berlayar," seru Nancy.
"Dan di sana itu ada kawannya Isakos," sambung George.
"Benar, orang yang mendorong Stella pergi menjauhi kita," kata
Nancy menjelaskan.
Sementara seorang agen interpol datang bersama polisi.
"Kita harus menghentikan kapal pengangkut itu!," kata Nancy.Agen itu berlari di sepanjang galangan menuju sebuah kapal
patroli, lalu melompat naik. Nancy dan Ned ikut serta.
"Kita menunggu di sini," George berteriak.
Kapal patroli kecil itu sangat laju jalannya, mengejar kapal
pengangkut itu dalam sekejap saja. Polisi segera memerintah kapal itu
berhenti.
"Pegangan padaku!," Ned mengingatkan Nancy ketika kapal
patroli itu berhenti di sisi kapal pengangkut. Kapal kecil berayun-ayun
oleh ombak yang dibuat kapal pengangkut itu hingga membentur-
bentur dinding kapal pengangkut yang besar itu. Agen interpol itu
segera meraih tangga tali yang dilemparkan dari kapal pengangkut. Ia
yang pertama-tama naik, disusul Nancy dan Ned. Kemudian baru
anggota-anggota polisi yang lain.
"Apa pula artinya ini?," Fotis bertanya.
"Anda kami tangkap!," kata agen polisi
"Atas tuduhan apa?."
"Mengangkut barang-barang curian!."
"Orang itu pun terlibat," Nancy menjelaskan. Ia menunjuk
kawanan komplotan Isakos. "Anda Dimitri Georgiou, bukan?."
"Kalau benar, mengapa?."
"Anda membantu menyembunyikan benda-benda seni curian
dari museum arkeologi. Disembunyikan dalam kemasan-kemasan
kapal di palka di bawah," jawab Nancy.
Meskipun ia dan polisi sebelumnya tidak berhasil menemukan
sesuatu dalam penyelidikan mereka, tetapi ayah Nancy tahu dari
pejabat pabean di Amerika, bahwa benda-benda curian itu selalu
disembunyikan dalam kemasan kapas."Aku tak mengatakan sesuatu tentang hal itu," kata Dimitri.
"Bagaimana perasaan anda, mengambil uang sumbangan untuk
bantuan pada orang miskin?," tanya Nancy kepadanya.
"Aku tidak mengerti apa yang kaumaksudkan?" ia mendesis.
Dari wajahnya yang memerah, Nancy merasa pasti bahwa
sangkaannya benar.
"Andalah yang menculik George di Corfu, bukan?,"
sambungnya lagi.
Dimitri hanya dapat melontarkan pandangan penuh kemarahan.
"Bagaimana ia sampai di Corfu?" tanya Ned. "Baru berapa lama
yang lalu ia melakukan usaha gelap di bidang sosial di Amerika. Tiba-
tiba saja ia bergerak di Corfu bersama Vatis?."
"Karena nama yang sebenarnya adalah Dimitri Vatis!," Nancy
menambahkan. "Ia adalah kakak dan bekas kongsiannya Vatis. Kantor
bantuan hukum yang asli terdiri atas Vatis Senior dengan dua anak-
anaknya, bukan hanya seorang."
"Dari mana kau memperoleh keterangan demikian?."
"Dompet uangnya yang terjatuh telah memberikan petunjuk.
Inisial D.V. yaitu V untuk Vatis!."
"Apakah kau juga telah menyadap pembicaraan teleponku?,"
orang itu membentak marah.
"Tidak perlu," jawab Nancy tenang. "Reaksi anda sekarang ini
saja sudah menjadi bukti. Anda berselisih dengan saudara anda, lalu
ke luar dari perusahaan itu. Atau anda mengira menjalankan usaha
Photini Agency di New York itu lebih memberikan untung. Kemudian
setelah anda merasa bahwa polisi telah mencium jejak usaha gelap dansegera akan membongkarnya, anda lalu angkat kaki kembali ke
Athena."
"Waktu itu anda mulai tahu hubungan saudara anda dengan
Constantine serta wasiat Nicholas," sambung Ned.
"Boleh lihat nanti, apa tuduhan kalian dapat dibuktikan di
pengadilan," berkata orang itu mengejek.
"O, sudah tentu," jawab Nancy. "Sebab Constantine akan
memberikan kesaksian untuk seluruh perkara."
"Saya pun yakin, bahwa kawan anda Isakos akan ikut bicara,"
kata George.
"Terlebih lagi setelah anda dan Isakos mencuri mosaik dari
biara itu," Nancy melanjutkan.
"Sayang sekali kami telah mengacaukan pekerjaan anda," Ned
mengejek.
"Itu bukan yang pertama kali," George menambahkan. "Pada
waktu malam kita bertiga melakukan penyelidikan di biara St. Mark,
anda atau Isakos membuat bunyi-bunyian mengerikan untuk
mengalihkan perhatian kita."
"Itu hanya suatu kesalahan," Dimitri hendak menjelaskan.
"Dengan mengirimkan ular kepada Isakos yang tidak mempan,"
Nancy melanjutkan. Vatis hanya menggerutu, tetapi tidak membantah.
"Mengapa ia melakukan itu?," tanya Ned. "Ia ingin terlepas dari
Isakos. Untuk kemudian mengambil alih usaha kejahatan itu," Nancy
mulai membongkar kelicikannya. "Hal itu menyebabkan Isakos harus
sering pergi ke Amerika. Kebetulan kita menjumpainya di dalam
pesawat Olympic Airways ketika ia pulang ke Athena."
"Sejak kapan Dimitri terlibat dengan Isakos?.""Ia tahu tentang dia dari saudaranya, yang sebaliknya
mengetahui rencana penyelundupan dari Constantine. Ketika Dimitri
pulang ke Athena, ia membutuhkan pekerjaan. Ia menghubungi
Isakos. Tidak lama kemudian ia memutuskan untuk mengambil alih
organisasi itu."
"Apa kau kira Isakos menyadari apa yang dilakukan Dimitri?,"
tanya Ned.
"Tidak. Mereka bekerja sangat akrab. Sesungguhnya simbol
ular itu adalah buah pikiran Dimitri. Ia telah melempar stempel para
penyelundup itu kepadaku di serambi hotel."
"Tetapi mengapa ia melempar barang bukti itu kepadamu?."
"Memasang jebakan. Ia mengira dapat menjebakku agar aku
ditahan hingga takkan lagi merintangi mereka untuk selama-lamanya."
Ia berhenti sejenak, merogoh sesuatu dari dalam tasnya.
"Aku tak ingin menahan sesuatu yang dapat digunakan untuk
menuntut dia."
Ia mengacungkan kotak uang logam dari perak milik Dimitri
dan stempel simbol, lalu memberikannya kepada agen interpol.
"Terimalah ini!," katanya.
Polisi memerintahkan Fotis untuk menjalankan kapalnya
kembali ke galangan. Di sana kapal itu akan digeledah. Sesampai di
galangan Dimitri dan Fotis digiring dengan tangan diborgol.
"Terimakasih nona-nona," ucap agen interpol. "Anggota-
anggota penting komplotan itu telah dapat diringkus."
***************Sore itu, ketika rombongan Nancy berkumpul kembali, gadis-
gadis detektif dan pacar-pacarnya secara bergantian bercerita tentang
peristiwa penangkapan Dimitri.
"Sayang, aku tak ikut mengalami itu semua," kata nyonya
Thompson. "Tetapi aku harus mengaku telah membeli sejumlah
hadiah-hadiah yang manis untuk keluarga Papadapoulos."
"Itu baik sekali," kata Nancy.
"Bagaimana dengan Constantine, Helen?," tanya Nancy kepada
Helen.
"Ayahmu telah mengatur sesuatunya yang meringankan
baginya."
Pak Drew tersenyum.
"Yah! Terbukti keterlibatannya dalam usaha penyelundupan
hanya kecil sekali. Sesungguhnya ia tidak mencuri sesuatu apa pun. Ia
hanya bertindak sebagai pesuruh dan perantara. Untuk itu mendapat
persen berupa gelang emas. Sayang sekali cara hidup kurang baik
hingga kehilangan pekerjaan. Ketika itulah Isakos memasukkan dia
dalam komplotan dengan janji-janji mendapat uang yang banyak."
"Yang tak pernah diterima, tentunya," sambung Helen.
"Betul! Karena itu ia memberikan gelang itu kepada Vatis guna
membayar biaya bantuan hukum. Vatis tahu gelang itu adalah barang
antik yang sangat berharga. Ia menekan Constantine agar ia dapat
memperolehnya."
"Lalu bagaimana ceritanya tentang Stella?," tanya Bess.
"Kelakuannya begitu mencurigakan sewaktu kujumpai dia di toko
pakaian. Mungkin ia kenal Dimitri ...""Karena dia itu teman wanita Constantine," kata pak Drew.
"Dimitri mulai melakukan pengiriman barang-barang curian ke
Chrysotequc, yaitu toko emas itu, ketika Constantine berhenti
melakukannya. Rupanya Dimitri mengatakan kepada Stella, bahwa ia
akan mencelakai Constantine jika ia berani berhubungan dengan
kalian, apalagi meminta bantuan kalian."
"Tak heran, Stella berpura-pura tak mengenalku ketika aku
berbelanja."
"Nah," kata pak Drew. "Aku telah membujuk Constantine agar
menyerahkan diri. Ia takkan lama dipenjarakan."
"Engkau sungguh jahat, ayah!," kata Nancy.
"Aku bilang, akhir perkara ini perlu dirayakan," kata Helen.
"Itu kurencanakan di kapal pesiarku yang baru. Oke!."
"Kapal pesiar baru?," tanya Nancy heran.
Helen lalu menerangkan, bahwa pamannya dekat sebelum
meninggal, telah memesan sebuah kapal pesiar. Kini kapal itu telah
selesai dirakit.
"Sayang sekali, pamanmu tak sempat melihatnya sendiri," kata
Bess.
"Tetapi kita akan menaikinya besok!," kata Helen gembira.
****************
Hari berikutnya, Helen mengantarkan rombongan itu ke suatu
galangan milik Nikos. Kapal pesiar itu hampir enampuluh meter
panjangnya, mengkilap dalam sapuan sinar matahari.
"Sungguh, indah sekali!," seru Nancy.Tiba-tiba ia melihat hiasan di haluan. Bentuknya tepat sama
seperti hiasan pada kotak perak yang ditinggalkan rahib muda di
Plaka.
"Itu simbol dari Nikos," katanya.
Bess dan George memandanginya dengan terpukau.
"Kaumaksudkan, rahib muda yang kita jumpai itu adalah
Constantine?," tanya Bess.
"Itu memang betul," jawab pak Drew. "Ia mengatakan sendiri
kepadaku, bahwa ia persembahkan kotak perak itu kepada orang
kudus, pelindungnya. Yaitu untuk menyesali cara hidupnya yang
kurang baik."
"Sudahlah. Jangan membicarakan lagi hal-hal yang tidak
menyenangkan," kata Helen. "Salah seorang harus memberikan nama
bagi kapalku. Apa kau bersedia pak Carson?."
"O, senang sekali," jawab pengacara tua itu. "Nama apa yang
kau inginkan?."
"Yah, karena aku tidak akan mungkin memilikinya tanpa
bantuan dari anakmu, aku minta dinamakan : Nancy Drew!. "
Gadis detektif itu sangat terperanjat hingga diam penuh rasa
syukur. Setelah petualangannya yang menegangkan itu sampai pada
akhir, ia mulai melamun perkara apa lagi akan terjadi berikutnya. Ia
pun sadar, bahwa tidak lama ia kembali akan menghadapi misteri
baru.
Melihat sinar terpancar dari wajah Nancy, Helen melanjutkan :
"Memberikan nama seseorang pada sebuah kapal, menunjukkan
penghargaan tertinggi yang dapat diberikan oleh keluarga pengusahakapal di Yunani. Tetapi, engkau memang seorang detektif muda yang
paling hebat di dunia ini! "
Tamat
Ciuman Selamat Malam 3 04 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Pemberontakan Subandria 1
^