Pencarian

Bencana Menjelang Pertandingan 1

Hardy Boys Bencana Menjelang Pertandingan Bagian 1


1. Kecelakaan yang Aneh
Dr. Angelo Catello, rektor State University, tengah dihantui
kecemasan yang hebat. Wajahnya yang biasanya nampak tenang
ditandai kerut-kerut yang dalam. Ia melangkah bolak-balik di
kantornya, dengan tiba-tiba duduk di kursinya, beberapa saat
mengetuk-ngetukkan jarinya di meja, kemudian kembali berdiri dan
melangkah mondar-mandir lagi.
"Di kampus ada kesulitan, Pak Hardy," katanya. "Banyak
kesulitan!"
Detektif yang duduk di sebuah dipan diapit oleh anak-anaknya
Frank dan Joe, yang berumur belasan tahun, memandang kepadanya
penuh pertanyaan.
"Kesulitan macam apa, Prof.?"
"Anda pernah dengar Kevin Harrington, dikenal dengan nama
lain Ace Harrington?"
"Bintang pemain gelandang dari State?" kata Frank, yang
berambut gelap, tanpa banyak pikir. "Tentu saja kami kenal!"
Pak Hardy tersenyum.
"Kukira kita semua telah mendengar nama besar orang Amerika
ini.""Bagus. Dan kalian tahu, kukira, State akan berhadapan dengan
Northern University dalam pertandingan final? yang digembar-
gemborkan sebagai perebutan kejuaraan nasional."
Detektif itu mengangguk.
"Aku tidak dapat mengerti bahwa sesuatu lembaga pendidikan
harus lebih memperhatikan olahraga, namun sebaliknya, kukira
olahraga merupakan pula bagian penting dalam kurikulum. Oleh
karena itu kita harus bangga regu sepakbola kita telah berkembang
pesat dan mendapat penghargaan umum."
"Kita juga sangat membanggakan Ace Harrington. Ia
menghadapi banyak masalah. Ia datang dari daerah yang miskin,
ibunya meninggal empat tahun yang lalu, dan ayahnya sakit keras dan
harus tinggal dalam panti perawatan."
"Kita telah membacanya dalam suratkabar-suratkabar," kata
Joe, yang berambut merah, berumur tujuh belas tahun. "Ia juga
mempunyai seorang adik yang tinggal dalam sebuah panti asuhan
anak-anak."
"Benar," Dr. Catello menegaskan. "Sekarang, di samping
nasibnya yang buruk, Ace sangat beruntung di sini. Ia terkenal di
kampus, dan itu tidak hanya dibidang olahraga. Ia memiliki
kepribadian yang hangat, dan memegang peranan penting dalam
kampus dan proyek-proyek kelas senior. Tetapi yang paling
menggembirakan adalah ia seorang mahasiswa yang cemerlang."
"Otaknya cerdas," Frank menambahkan. "Artikel suratkabar
menyebutkan bahwa ia tercantum dalam daftar dekan sejak ia masih
seorang pelonco.""Benar," rektor perguruan tinggi itu menyatakan. "Profesor
Overton, penasihat pada fakultas, mengatakan bahwa Harrington
adalah mahasiswa yang paling pandai yang pernah diajarnya dalam
bidang fisika. Ace memiliki kesempatan emas untuk mendapatkan
Beasiswa Rhode tingkat sarjana di Inggris. Ia pun, aku tahu, akan
ditawari imbalan besar untuk pemain sepakbola profesional."
"Tetapi bagaimana semuanya itu membayangi masalah-masalah
anda?" tanya pak Hardy dengan langsung.
Rektor universitas itu mendesah.
"Peristiwa-peristiwa yang aneh telah terjadi tanpa kami ketahui
sebabnya. Beberapa kali dalam dua minggu yang lalu, Harrington
nyaris mengalami cedera berat dalam sejumlah kecelakaan misterius."
"Apakah kecelakaan-kecelakaan itu seperti disengaja?" tanya
Frank.
"Itu menurut perasaanku," jawab Dr. Catello. "Misalnya,
sebuah jambangan bunga yang besar jatuh dari jendela lantai tiga
hampir mengenai Harrington hanya beberapa sentimeter lagi. Lain
waktu, malam hari sebuah kotak pasir ditaruh di depan pintu
kamarnya. Ia tersandung, tetapi untunglah ia tidak terluka parah.
Beberapa hari yang lalu, seseorang mencuri seekor ular berbisa, ular
tanah dari jurusan zoologi, dan melepaskannya di dalam almari
peralatan olahraga milik Harrington."
"Ular itu menggigit dia?" tanya pak Hardy.
"Ya, tetapi tidak membahayakannya. Gigi taring ular itu telah
dibuang oleh jurusan zoologi. Tidak terdapat petunjuk-petunjuk, tidak
juga sidik-sidik jari. Sampai hari ini tidak seorang pun tahu bagaimana
almari itu sampai kebobolan.""Apakah Ace mempunyai dugaan siapa yang melakukan itu?"
tanya Frank.
"Itulah kejadian yang aneh," kata Catello. "Aku bicara dengan
dia di sini kemarin, dan menanyakannya masalah yang sama. Ia sangat
segan untuk menceritakannya. Aku tanyakan mengapa ia tidak
melaporkan meski ada orang yang mengancam jiwanya, dan mengapa
hal itu dilaporkan oleh orang lain. Ia menerangkan bahwa semua itu
hanya kebetulan. Ia menutupi kejadian itu dengan mengatakan bahwa
itu hanyalah olok-olok seorang mahasiswa yang mengetahui bahwa
ular itu telah dibuang gigi taringnya."
"Lalu apa tepatnya yang anda inginkan kami perbuat?" tanya
pak Hardy.
"Melakukan pengawalan terhadap Harrington tanpa diketahui
orang dan menyelidiki unsur kejahatan di balik serangan-serangan
ini!"
Dr. Catello melepaskan kacamatanya dan menatap langsung
kepada pak Hardy.
"Aku menyadari itu sebuah permintaan yang berlebih-lebihan,
tetapi aku cemas akan keadaan anak muda itu. Percayalah kalau aku
katakan bahwa keprihatinanku itu bukan karena pertandingan
melawan Northern, melainkan karena aku sebenarnya sayang pada
Harrington."
"Aku mengerti," kata pak Hardy. "Aku bawa serta Frank dan
Joe. Mereka libur sekolah selama seminggu karena rapat para guru.
Anda lihat, bahwa pembantuku dan aku sendiri sedang menangani
suatu perkara di Texas yang meminta perhatian segera. Tetapi anak-
anakku akan mampu melakukan pengawalan terhadap Ace dandiharapkan dapat menangkap orang yang mencoba untuk
mencelakakan dia."
Rektor Universitas itu memandang ragu-ragu.
"Mereka nampaknya masih terlalu muda." ia melirik ke anak-
anak muda itu. "Ya, dengan segala permintaan maaf!"
"Itulah keuntungannya," detektif itu menjelaskan. "Mereka akan
dapat membaur dengan mudah ke dalam badan-badan kemahasiswaan,
sedang bila Sam Radley dan aku tentu akan sangat menyolok seperti
ibu jari yang sakit."
Dr. Catello ragu-ragu.
"Namun"
"Aku memahami keragu-raguan anda," kata pak Hardy. "Aku
heran anda belum mendengar hasil-hasil kerja yang baik yang telah
dilakukan anak-anakku. Namun tanpa merasa sakit hati, aku dapat
memberikan kepada anda sebuah daftar dari agen-agen detektif yang
baik yang dipimpin oleh teman-temanku yang aku percayai penuh."
Ia baru saja setengah berdiri ketika Dr. Catello melambaikan
tangannya agar duduk kembali.
" Nyonya Catello mengatakan padaku bahwa kadang-kadang
aku terlalu berhati-hati, sehingga aku terlalu lama berpikir sebelum
melangkah. Aku memanggil anda kemari karena aku memerlukan
seorang ahli dalam bidang pengusutan. Anda telah memberikan
kepadaku petunjuk khusus, yaitu bahwa kedua anak anda mampu
menangani perkara ini, dan pastilah aku akan menyetujuinya. Semoga
aku memperoleh tempat tinggal bagi Frank dan Joe di sekitar kamar
Harrington. Maafkan aku sebentar!"Ia lalu menelepon kantor universitas urusan asrama mahasiswa,
dan berbicara beberapa menit, kemudian ia meletakkan kembali
gagang penerima.
"Mahasiswa yang tinggal di seberang kamar Harrington sedang
mengalami operasi gawat, dan telah dipulangkan untuk memulihkan
kesehatannya serta tinggal di rumah selama masa tersisa dari semester.
Kamarnya kosong. Frank dan Joe secepatnya dapat mengambil kunci
kamar di kantor asrama."
"Baik sekali!" kata pak Hardy.
Keluarga Hardy bangkit berdiri dan menjabat tangan rektor
Catello.
"Apabila kalian berhasil membongkar misteri ini sampai ke
akar-akarnya," kata administrator itu," maka universitas akan
berterimakasih selamanya."
Ketiga orang dari keluarga Hardy itu berjalan kembali ke
tempat parkir sambil membicarakan perkara dan cara kerja yang harus
diikuti anak-anak muda itu. Mereka telah sampai di kendaraan mereka
ketika pak Hardy berhenti melangkah.
"Bukankah di sana itu Ace Harrington yang turun dari mobil
sedannya?"
Frank dan Joe mengikuti pandangan ayah mereka.
"Benar itu dia!" kata Joe. "Aku tentu mengenali dia setelah
seringkah melihat gambarnya di suratkabar-suratkabar. Bagaimana
kalau kita memperkenalkan diri dan mengatakan kepadanya bahwa
kita akan menjadi tetangga untuk sementara waktu?"
Ia melangkah maju, tetapi ayahnya segera menangkap
lengannya."Tahan dulu," katanya. "Pada waktu ini rupanya ia tidak
menginginkan membicarakan sesuatu perkara. Biar saja kita tinggal di
sini dan melihat apa yang terjadi."
Dua orang yang duduk di jok depan mobil itu memandang lurus
ke muka, diam tidak bergerak seperti mainan perajurit-perajuritan.
Orang yang duduk di jok belakang menjulurkan kepalanya ke luar
jendela dan nampak menaruh curiga kepada bintang sepakbola itu.
Suaranya yang tidak jelas mengambang melintas tempat parkir itu.
"Engkau sebaiknya bermain bola kita atau yang lain!"
Ace mengatakan sesuatu yang tidak dapat didengar oleh anak-
anak Hardy, tetapi membuat orang itu marah-marah. Ia membunyikan
jari-jemarinya dan pengemudi turun dari mobil membawa sesuatu
yang kecil berwarna gelap di tangan kanannya.
"Pentungan polisi!" pak Hardy berseru. "Ayolah!"
Ace mundur, siap dengan tinjunya. Keluarga Hardy itu bergegas
menuju mobil, tetapi orang yang di jok belakang melihat kedatangan
mereka. Ia bertepuk memerintahkan kepada rekannya yang membawa
pentungan, yang dengan cepat melompat kembali ke mobil, menstarter
mesinnya dan menjalankannya pergi menuju jalan keluar.
Ace tidak melihat orang-orang yang menyelamatkannya. Ia
memandangi mobil itu dengan perasaan geram bercampur bingung.
Kemudian ia berputar pada tumitnya dan berjalan keluar dari tempat
parkir ke arah yang berlawanan.
Keluarga Hardy berhenti.
"Aku kenal orang di jok belakang," kata pak Hardy. "Ia
bernama Albert Camor, lebih dikenal dengan sebutan ?Tembak jitu?.
Seorang terkenal kejam, penjudi profesional yang banyak terlibatdalam transaksi curang. Aku heran apa yang dilakukan Ace di dalam
mobilnya?"
Tidak seorang pun dapat menjawab pertanyaan pak Hardy, dan
mereka memperbincangkan misteri itu dalam perjalanan pulang ke
Bayport. Di rumah, anak-anak muda itu cepat-cepat berkemas-kemas,
masuk ke dalam mobil mereka sendiri dan menjalankannya kembali
ke universitas.
Hari hampir petang ketika mereka berhenti di tempat parkir. Joe
menunjuk dan berkata.
"Lihat apa itu?"
Hampir-hampir tersembunyi di semak di tepi daerah parkir,
seorang yang bertubuh besar sedang memegangi lengan seorang anak
muda dengan cengkaman yang kuat dan pada saat yang sama
menampar anak muda itu.
Frank menekan rem, dan ia serta Joe keluar. Ketika keduanya
tiba di dekat mereka, orang yang bertubuh besar itu berkata:
"Engkau harus ke sana malam nanti, di ruang bawah tanah
Williams Hall, tepat jam sepuluh, kau dengar he pandir? Meeb ingin
kau datang!"
"Lepaskan!" seru Joe.
Orang itu dan si anak muda membalikkan tubuh dan
memandangi anak-anak Hardy untuk waktu yang lama. Kemudian
orang itu melepaskan cengkamannya dan bergegas lari di antara
mobil-mobil di daerah berpohon yang gelap.2. Kesulitan Robbie
Anak-anak Hardy mengejar dia, tetapi kehilangan jejak orang
asing itu yang begitu mengenal jalan di sekitar kampus. Ketika
mereka kembali di tempat parkir, anak muda itu pun telah pergi.
"Tempat ini gila," kata Joe. "Ke mana kaukira perginya anak
itu?"
Frank mengangkat bahu.
"Aku tidak tahu. Mari kita pergi mengambil kunci kamar."
Mereka lalu pergi ke kantor asrama, kemudian pergi ke kamar
mereka. Kamar itu bagus, dengan dua buah ranjang, sebuah jendela
yang memperlihatkan pemandangan ke kampus, dan dinding penuh
deretan buku-buku.
"Pemuda yang tinggal di kamar ini tentu seorang kutu buku,"
kata Joe. "Atau menurutmu hanya pajangan belaka?"
Frank tertawa.
"Terlalu mahal sebagai pajangan. Bagaimana pun, buku-buku
ini kebanyakan tentang ilmu ekonomi, maka pemuda itu tentu
mendalami bidang tersebut. Mari kita tinggalkan kamar dan
memperkenalkan diri kepada Ace."Pintu kamar seberang bertuliskap ?HARRINGTON? dengan
huruf-huruf besar. Mereka mengetuk pintu itu beberapa kali, namun
tiada jawaban.
"Aneh," kata Frank ketika kembali ke kamar. "Kupikir aku
mendengar sesuatu bergerak di sekitar ini."
"Begitu pun aku!"
"Kita coba lagi nanti. Sementara itu cari di mana Williams Hall
itu. Jika si Jago Gertak bertemu anak muda yang akan dipukulnya
tadi, kuingin lihat apa yang terjadi."
"Pikiran yang bagus," Joe menyetujui.
Kedua pemuda itu berhasil menemukan Williams Hall ketika
berjalan ke kafetaria, mereka singgah untuk makan malam. Kemudian
pada jam sepuluh, mereka melakukan pengintaian di gedung tempat
pertemuan itu akan berlangsung. Pada mulanya mereka tidak melihat
apa-apa, tetapi kemudian mereka mendengar suara-suara. Dengan
diam-diam mereka mengikuti jejak suara ke jendela ruang bawah
tanah. Cahaya remang-remang memantulkan bayangan tiga orang.
Frank dan Joe dapat mengenali bayangan itu adalah orang yang
bertubuh besar yang telah menggertak anak muda tadi.
"Bagus engkau mau datang, Robbie," orang bertubuh besar itu
berkata. "Kalau tidak, Tuan Meeb sangat tidak senang. Dan bila ia
tidak senang, aku pun tidak senang. Dan jika aku tidak senang, maka
aku akan ambil orang yang membuat dia tidak senang, mengerti?"
"Tetapi jangan kau cengkeram lenganku lagi," bayangan lain
menjawab.
"Nampaknya anak muda itu baru berumur antara sembilan atau
sepuluh tahunan. Aku mencurigai orang-orang ini," bisik Joe.Meeb semakin mudah dikenali ketika ia bergerak mendekati
jendela di mana Frank dan Joe melakukan pengintaian. Orang itu
bertubuh kecil, lebih kecil daripada Robbie. Ia mengenakan topi
pemain bowling dan kemeja berkotak-kotak lebar.
"Tinggalkan dia, Scrabby," perintahnya dengan suara lengking.
"Robbie ada di sini, dan itu cukup untuk saat ini. Engkau tahu apa
yang harus kaulakukan, Bung!"
"Aku tahu apa yang engkau inginkan aku lakukan," jawab anak
muda itu, "tetapi aku tidak bersedia melakukan itu. Itu jahat,


Hardy Boys Bencana Menjelang Pertandingan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perbuatan sangat jahat!"
"Kau menyusahkan aku, Robbie. Engkau toh tidak ingin
dihukum untuk itu, bukan?"
"Kau inginkan aku memberi dia pelajaran yang lain?" tanya
Scrabby. "Memberi dia apa yang telah kuberikan siang tadi?"
Meeb memberikan perintah menahan dengan tangannya.
"Itu tidak perlu. Robbie anak yang berpikiran sehat. Ia tahu apa
yang akan terjadi dengan ibunya, jika ia tidak mau melakukan yang
kita kehendaki. Bukanlah begitu, Robbie?"
Anak muda itu menggumamkan sesuatu.
"Apa katamu?" desak Meeb, sekarang dengan suara tajam.
"Ayo bicaralah, atau aku akan tunjukkan kepadamu bagaimana
Scrabby membuatmu baik-baik!"
"Aku katakan aku harus melakukannya karena apa yang hendak
kaulakukan pada ibuku."
Robbie hampir-hampir menjadi histeris.
"Bagus!" dengung suara Meeb. "Nah, sekarang inilah yang
harus kauletakkan di tempat itu."Ia menyerahkan sebuah bungkusan kecil kepada anak muda itu.
"Jika engkau telah menerima ini, bawalah ke rumah tua itu. Kau
ingat di mana?"
"Ya!"
"Baik. Kita akan ada di sana setiap malam, jam tujuh. Sekarang
kutahu engkau harus menunggu sampai waktunya yang tepat, tetapi
kita tidak ingin menunggu terlalu lama. Kau, kami beri waktu empat
hari. Jika tidak engkau serahkan dalam waktu empat hari, akan kami
habisi ibumu. Kukira, telah aku ungkapkan semua. Apa ada yang
kulupakan, Scrabby?" ebukulawas.blogspot.com
"Sudah semua, tuan Meeb." Orang bertubuh besar itu menjawab
sambil membunyikan buku-buku jarinya. "Ingat apa yang
dikatakannya, nak!"
Cahaya api pun padam, dan suara-suara itu menghilang. Frank
menyentuh lengan Joe dan mengajaknya bersembunyi di balik semak
yang lebat dekat pintu depan, yang tidak jauh letaknya dari jendela
ruang bawah tanah.
"Kita tunggu mereka di sini, lalu mengikuti orang-orang itu," ia
menyarankan.
"Barangkali ada jalan keluar yang lain," kata Joe, hati-hati.
"Mengapa kita tidak berjalan keliling gedung?"
"Usul yang baik."
Joe pergi, tetapi kembali lagi dalam beberapa menit.
"Kulihat sebuah pintu gudang, tetapi digembok dari luar," ia
melapor.
Frank mengernyit.
"Aku heran, apa yang menyebabkan mereka berlama-lama."Kedua pemuda itu menunggu sepuluh menit, kemudian mereka
berkeliling gedung. Tidak terdapat tanda-tanda dari kedua orang mau
pun anak muda itu, dan tidak juga cahaya lampu.
"Mereka telah menghilang!" Frank menjelaskan. "Aku heran
bagaimana itu terjadi."
"Barangkali ada jalan tembus bawah tanah ke gedung yang
lain," Joe mengemukakan. "Kesulitannya, kita tidak tahu jalan di
sekitar sini."
Frank mengangguk.
"Aku ingin mendapatkan beberapa jawabannya. Siapa anak
muda yang bernama Robbie itu? Apa yang harus dicurinya? Di mana
dan siapa ibunya?"
Joe menghela napas.
"Kukira, kita harus tunggu dan membuka mata lebar-lebar.
Menurutmu apa perlu memberitahu polisi?"
"Apa yang dapat kita katakan kepada mereka?" Frank
menegurnya. "Bahwa kita dengar rencana dari dua orang yang
bernama Meeb dan Scrabby, yang nampaknya berupa pencurian dan
bahwa mereka memaksa seorang anak bernama Robbie bergabung?
Bahwa kita tidak tahu apa yang mereka rencanakan untuk dicuri, atau
di mana dan kapan?"
"Memang kedengarannya lemah," Joe mengakui.
"Engkau mau bertaruh," gumam Frank. "Baik, mari kita pulang
dan melihat apakah Ace ada di kamarnya."
Baru saja mereka melewati ruang perpustakaan, ketika Frank
melemparkan pandangannya sekilas ke arah tangga batu yang panjang
menuju jalan masuk."Sebuah bangunan yang benar-benar mengesankan," ia
berkomentar, "bagaimana bangunan itu terletak di bukit itu."
Tiba-tiba ia menunjuk.
"Bukankah yang baru saja keluar itu Ace Harrington?"
Joe menyipitkan matanya agar dapat melihat lebih jelas.
"Benar, dia!"
"Kita tunggu saja di sini," kata Frank. "Kita dapat
memperkenalkan diri kita masing-masing, dan berjalan sama-sama
kembali ke asrama."
Ace berhenti sebentar untuk melihat ke langit yang gelap tak
berbintang. Kemudian ia melangkah menaiki tangga yang berjumlah
sekitar lima-puluhan. Baru saja ia naik tiga anak tangga, ketika
sesosok tubuh muncul dari balik semak di dekat pintu perpustakaan.
Rupanya seseorang sedang menunggu si Bintang sepakbola. Sosok
tubuh itu mendekatinya dengan mengulurkan tangannya.
"Ace, awas!" seru Frank. "Di belakangmu!"
Ace memalingkan kepala, tetapi terlambat. Sesaat kemudian ia
didorong dengan keras ke muka. Kakinya kehilangan pijakan pada
tangga batu dan tubuhnya terbang di udara. Ia jatuh pada sisi tubuhnya
enam anak tangga ke bawah, lalu bergulingan ke anak tangga
berikutnya. Di sana ia tergeletak diam. Si penyerang tidak berhenti
untuk melihat luka yang ditimbulkannya kepada diri si korban.
Sebaliknya! Ia bergegas menuruni tangga ke samping, dan lari di jalan
turunan bukit yang berumput dan curam.
"Pergi, tangkap dia, Joe!" teriak Frank selagi ia melangkah di
anak tangga menuju ke olahragawan muda. Joe telah bergerakmengejar si penyerang, yang dengan cepat menghilang dalam
kegelapan.
"Apa yang terjadi?" tanya seorang berseragam berusia
pertengahan.
Ia baru saja tiba di gedung perpustakaan dan berlari-lari di
belakang Frank.
"Ace Harrington diserang orang!" anak Hardy menjawab.
"Ah, celaka!"
Ketika keduanya sampai ke tempat pemuda pemain bola itu, ia
sedang berusaha untuk bangkit.
"Jangan bergerak, Ace!" orang tua itu meminta agar berhati-
hati, "Biar kita panggilkan dokter untuk memeriksa."
Harrington melihat kepadanya.
"Oo, hallo Pops! Jangan khawatir. Aku tidak terluka parah.
Tidak seburuk mendapat tackling keras."
"Lalu, apa yang terjadi?" tanya Pops.
"Seseorang dengan terburu-buru menabrak aku. Hanya suatu
kecelakaan!"
Si orang tua itu melihat ke sekeliling.
"Di mana dia?"
"Oo, dia telah lari. Rupa-ruanya ia pun tidak merasa menabrak,
kukira!"
"Ia berbuat seperti tidak disengaja," kata Frank acuh tak acuh.
"Ia bersembunyi di semak-semak itu, muncul di belakangmu dengan
tangan diacungkan, dan kemudian setelah ia mendorongmu, ia lari di
rerumputan menuruni bukit."
Ace memandangi Frank."Siapa anda?"
"Frank Hardy. Adikku dan aku telah ditunjuk untuk
mengawalmu,"
"Ya, aku telah menerima pemberitahuan tertulis dari Dr. Catello
mengenai kalian."
Sementara itu pemain bola itu telah berdiri.
"Aku baru sadar bahwa ia mengkhawatirkan diriku, tetapi ia
selalu membesar-besarkan suatu kejadian kecil menjadi peristiwa
besar. Aku tidak memerlukan seseorang perawat wanita, maka
lupakanlah dan pergi pulang."
Ia pergi menuruni anak-anak tangga, masih terhuyung-huyung.
Si orang tua itu hanya menggelengkan kepala.
"Aku sering melihat dia berjalan seperti itu di lapangan bola. Ia
ditabrak dengan keras, namun berdiri lagi meneruskan bermain.
Pelatih Bradley hampir-hampir mempertimbangkan agar dia sedikit
beristirahat."
Ia menjulurkan tangannya.
"Aku John Walzak, di sekitar sini dipanggil ?Pops?. Aku adalah
kepala polisi kampus. Siang tadi aku mendengar bahwa engkau dan
adikmu datang kemari. Apabila sewaktu-waktu kalian memerlukan
bantuan, panggillah aku."
Frank menjabat tangan Walzak.
"Terima kasih! Suatu waktu mungkin kami meminta bantuan
anda."
Mereka mendengar suara siulan dari arah bawah, dan melihat ke
bawah."Itu adikku. Ia yang mengejar orang yang mendorong Ace. Apa
anda hendak bicara dengan dia?"
"Tentu. Sesuatu informasi akan berguna untuk laporanku."
Mereka berjalan turun. Frank memperkenalkan Joe kepada
kepala polisi kampus.
"Aku senang bertemu anda, Pak Walzak. Anda tahu, orang itu
agaknya terlalu berat bagiku, dan aku pikir aku tidak ingin
mendapatkan kesulitan untuk menangkapnya. Tetapi ia lari sangat
cepat. Ia mendahuluiku dan menghilang."
"Hmmm, ia kenal baik kampus ini, barangkali," kata Pops. "Itu
mirip mencari jarum di tumpukan rumput kering, dan kita hampir-
hampir tidak mempunyai petunjuk-petunjuk bagaimana rupa orang
itu!"
"Aku mengerti," kata Frank, kecil hati. "Baiklah, kita coba
menemui Ace, dan omong-omong sedikit dengan dia. Selamat malam.
Pak Walzak."
"Selamat malam, anak-anak. Dan sukses!"
Ace ada di kamarnya ketika anak-anak muda itu sampai di
asrama. Ketika mereka mengetuk pintu, ia membuka pintu sedikit dan
mengintai keluar.
"Oo, kalian," katanya galak.
"Kami hendak bicara denganmu, Ace," kata Frank. "Apa
boleh?"
Dengan lambat dan malas mahasiswa itu keluar. Cepat-cepat ia
menutup pintu di belakangnya.
"Dengar, aku tahu kalian sedang berusaha melakukan tugas
kalian," katanya kepada mereka, "tetapi sebenarnya aku tidakmemerlukan pengawalan. Rektor Catello adalah orang besar, tetapi ia
meniup-niupkan beberapa kejadian kecil yang tidak ada hubungannya
menjadi sesuatu yang besar."
"Seperti serangan tadi?" kata Joe ragu-ragu. "Penyerangmu tadi
telah lama menunggu. Kami melihat ia keluar dari semak-semak dan
melompat ke arahmu. Ia hendak membuat engkau cedera!"
"Berpikirlah yang wajar, Ace!" Frank menghimbau. "Jika kami
tidak mengikutimu, tentu orang lain akan membuntutimu. Pihak
universitas tidak akan membiarkan kau sendirian, sementara
kecelakaan terus-menerus terjadi."
Ace mengusap dagunya, dan dengan seksama mengamati kedua
pemuda itu. Akhirnya ia pun berkata:
"Kukira semuanya beres. Hanya berjanjilah bahwa kalian tidak
akan mencampuri urusan pribadiku. Jika aku masuk kamar menutup
pintu, berarti itu sampai aku keluar kamar lagi."
Kedua pemuda itu saling berpandangan. Kemudian Frank
berkata:
"Kami tidak akan mencampuri urusan pribadimu. Bagaimana
pun engkau harus belajar dengan baik."
Bintang olahraga itu menyeringai.
"Dalam hal itu, aku akan turuti perjanjian kita."
Ia lalu berjabatan tangan dengan mereka.
"Sekarang akan kuceritakan bagaimana rupa kehidupanku. Aku
bangun pagi jam enam dan lari-lari lima kilometer. Kemudian aku
mandi pancuran air dingin lama-lama. Hampir seluruh hari aku berada
di dalam kelas, dan berada di lapangan pada jam empat untuk berlatihsampai jam tujuh. Setelah makan aku terus belajar sampai jam sebelas.
Kalian setujui semua ini?"
Frank tertawa.
"Tugas adalah tugas!"
"Besok hari Minggu," Ace melanjutkan, "aku belajar pada pagi
hari, kemudian praktikum di laboratorium fisika."
"Bukankah itu tidak biasanya?" tanya Joe.
"Benar. Tetapi kita harus membatalkan satu, dan tiap orang
bersukarela mengerjakannya hari Minggu ini. Kami pun harus latihan
sepakbola, yang biasanya tidak kami lakukan pada akhir pekan. Tetapi
karena pertandingan besar itu sudah di ambang pintu, maka lebih baik
kalau berlatih. Nah, baiklah kita bertemu besok!"
"Aku tidak biasa bangun jam enam pagi," kata Joe meringis.
"Dan tidak pula mandi pancuran air dingin. Tetapi selebihnya beres."
Ketika anak-anak Hardy itu kembali ke kamar mereka, Joe
berkata:
"Larangan untuk tidak mencampuri kehidupan pribadi atau
tidak masuk ke dalam kamarnya adalah sesuatu yang ganjil, bukan?"
"Memang," Frank mengiakan, "lebih-lebih apabila kita rasakan
keharusan. Tetapi itu hak dia. Pertanggungjawaban kita hanyalah
sampai di ambang pintu."
"Tetapi apakah ia akan aman, meski di dalam kamarnya?"
Frank menggigit bibirnya.
"Kuharap saja begitu!"3. Profesor Tergoncang Hatinya
Joe mendesah ketika keesokan harinya dibangunkan oleh jam
beker pada jam enam kurang seperempat. Namun sangat
mengherankan bahwa lari-lari lima kilo itu sangat menyenangkan.
Pagi hari di musim gugur yang indah, sejuk dan menyegarkan. Ketiga
anak-anak muda itu berlari-lari di sebuah jalan kecil di antara
pepohonan sebuah hutan kecil dekat di luar kampus. Daun-daun masih
saja berguguran dan menyebabkan jalan itu tertutup permadani daun-
daun kering berwarna emas dan coklat.
Setelah berlari-lari, Ace menghilang ke dalam kamarnya untuk
belajar, sementara anak-anak Hardy membaca-baca. Sehabis makan
siang bersama-sama mereka pergi ke laboratorium fisika.
"Ini mungkin akan membosankan bagi kalian," kata Ace.
"Tidak ada buku bacaan, tiap orang bekerja sendiri-sendiri."
"Pekerjaan seperti kami, orang harus belajar bersabar," kata
Frank. "Banyak waktu kami habiskan dengan duduk-duduk dan
menunggu seseorang atau sesuatu."
"Kalau begitu, jadilah tamuku."
Tetapi jam-jam selanjutnya tidaklah demikian membosankan
seperti diramalkan oleh Ace. Profesor Overton melewati Frank dan
Joe setelah selesai mengambil absen."Kalian anak-anak Hardy, bukan?"
Ia tertawa melihat mereka terkejut heran. "Tidak ada sesuatu
yang terjadi di dalam kampus ini yang dalam duapuluh empat jam
tanpa diketahui oleh seluruh universitas. Selamat datang dalam
laboratorium ini. Mari kuajak kalian melihat-lihat berkeliling."
Profesor yang tinggi langsing itu mengantar mereka melihat-
lihat. Banyak yang belum diketahui oleh anak-anak muda itu,
khususnya kegunaan alat-alat yang terbaru, tetapi ternyata para
instruktor yang berbakat itu adalah pengajar-pengajar yang ulung.
"Ini adalah kelompok lanjutan kerja laboratorium," ia
menerangkan setelah selesai berkeliling dan kembali duduk di meja.


Hardy Boys Bencana Menjelang Pertandingan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Laboratorium ini hanya terbuka bagi para mahasiswa yang telah
menyelesaikan pelajaran fisika selama enam semester, dan
memperoleh nilai rata-rata B +. Dengan demikian kalian dapat
mengetahui Ace termasuk rombongan yang mana. Aku sangat bangga
atas dia. Ia termasuk mahasiswaku yang terbaik."
"Ia pun seorang pemain sepakbola yang sangat hebat," Joe
menyela.
Overton mencebirkan bibirnya.
"Itu dalam permainan. Tetapi apa yang ia lakukan di sini
sungguh-sungguh berat. Sebagai calon ahli fisika ia mempunyai hari
depan yang cerah. Kalian tahu, tiap orang dalam laboratorium ini
terlibat dalam proyek khusus. Ace sedang mengerjakan suatu bidang
yang sangat dekat di hati saya."
"Bidang apa, pak?" tanya Frank.
Pengajar itu berkata dengan suara berat."Suatu cara yang murah untuk menyuling minyak dengan
serpihan batu. Itu telah dilakukan, kau tahu. Tetapi memakan biaya
sangat besar. Jika aku berhasil menemukan cara yang lebih murah, itu
akan merupakan suatu hadiah bagi umat manusia!"
"Apakah anda sudah mengerjakannya dalam waktu yang lama?"
"Bertahun-tahun," kata Overton setengah berbisik. "Aku telah
mencurahkan setiap waktu luangku untuk itu, setiap hari dalam
seminggu dan setiap akhir pekan sepanjang tahun kuliah dan juga
liburan musim panas."
Matanya berkilat-kilat.
"Dan akan kukatakan sebuah rahasia." Suaranya semakin lirih
sehingga hampir-hampir tidak terdengar. "Aku sudah sampai pada tepi
keberhasilan. Hanya sedikit waktu lagi, dan aku akan dapat
mengumumkannya kepada seluruh dunia."
"Bukan main!" kata Frank.
Overton mengangguk.
"Akhir pekan yang akan datang International Society of
Physicits (perhimpunan ahli-ahli kimia internasional) akan
mengadakan pertemuan di universitas ini. Aku telah mengajukan
permintaan untuk membacakan sebuah makalah tentang hasil
penyelidikanku sejauh ini."
"Pada akhir pekan berlangsungnya pertandingan sepakbola,"
kata Joe. "Apa tidak akan mengganggu?"
"Itu akan berjalan sejalan," kata Overton, "karena ketua yang
kita cintai telah mengundang para anggota perhimpunan itu untuk
menghadiri pertandingan tersebut. Itu berarti kami sebenarnya tidak
akan dapat memulainya hingga hari Minggu."Suaranya berubah bernada sedikit mencemoohkan,
mencerminkan pikirannya tentang kegiatan olahraga universitas.
Kemudian ia tersenyum.
"Para anggota perhimpunan itu telah bertahun-tahun
mengesampingkan aku, tetapi itu tidak boleh terjadi lagi, tidak setelah
mereka mendengar apa yang aku katakan!"
Ia demikian asyik dengan pokok persoalannya sehingga tidak
memperhatikan bahwa Ace telah berjalan ke arahnya dan mendesak.
"Ini pekerjaanku untuk hari ini, profesor," kata anak muda itu
sambil menyerahkan seberkas surat-surat kepada Overton.
"Terima kasih, Ace. Aku akan memeriksanya, tetapi aku tidak
akan dapat memberikan tanggapanku sampai minggu depan."
"Itu pun baik, pak," Ace melihat kepada anak-anak Hardy.
"Aku bereskan dulu alat-alat dan membersihkannya. Lalu aku akan
bersama kalian."
Selagi pemuda-pemuda itu menunggu, mereka melihat suatu
pandangan aneh dari Overton. Ia secara sambil lalu membaca laporan
Ace, ketika ia nampaknya seperti mengalami semacam kejutan.
Mulutnya terbuka lebar dan matanya terbang ke baris-baris
pertama halaman itu lagi. Ia mengulang baca sampai baris terakhir.
Kemudian tangannya nampak gemetaran. Ia memandang keluar
jendela dengan pandangan hampa.
" Adakah sesuatu yang tidak beres, profesor?" seru Frank.
Overton tersentak sadar dari lamunannya, dan memaksakan
sebuah senyuman.
"Ah, tidak. Tidak apa-apa," katanya.Pada saat itu lonceng berbunyi, tanda berakhirnya pertemuan
kerja laboratorium. Overton melepaskan jas putihnya dan mengenakan
jas wolnya, ketika Ace datang dan menanyakan kepadanya pertanyaan
terakhir yang berhubungan dengan laporannya. Overton menjawab
sambil berjalan ke lantai utama. Ia belum selesai seluruhnya ketika
mereka sampai ke kantor jurusan fisika.
"Ace, maafkan aku sebentar," katanya. "Aku hendak melihat
kotak suratku. Sedari kemarin aku belum sempat melihatnya."
Dengan kata-kata itu ia masuk. Tidak lama kemudian ia
kembali bergabung dengan kelompok itu dan memegang sebuah
amplop dalam tangannya.
"Ya, sekarang kita akan lihat," katanya girang.
Ia demikian gugup sehingga jari-jari tangannya sulit membuka
amplop itu. Ia menarik sehelai surat dan membacanya dengan tidak
sabar.
Tiba-tiba wajahnya yang pucat itu menjadi suram dan kemudian
berubah marah. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun ia susupkan
surat itu ke dalam saku dan pergi dengan menghentakkan kaki.
"Wah-wah!" seru Ace. "Sesuatu tentu telah menggoncangkan
dia. Aku belum pernah melihat dia seperti itu."
"Kukira ia mendapat kabar buruk," Frank bersetuju.
Ia telah melihat alamat si pengirim pada amplop itu, yaitu
International Society of Physicists.
Anak-anak Hardy berjalan bersama Ace menuju ke stadion
sepakbola.
"Mungkin ini nanti tidak menarik bagi kalian berdua," kata
Ace. "Kami hanya berlatih senam, kemudian melihat pemutaran videopertandingan terakhir dari Northern University. Tidak ada latihan
permainan."
"Aku yakin akan menemukan sesuatu yang menarik," kata
Frank lirih.
"Aku selalu tertarik pada apa saja," seru Joe.
"Hey, Harrington," terdengar suara serak dari belakang mereka.
Ketiga anak-anak muda itu memutar tubuh mereka ketika
mereka mengenali suara itu. Si Jago Tembak Camor dengan dua orang
antek-anteknya datang menghampiri. Tangan-tangan Ace
mengepalkan tinju dan menggeram.
"Tinggal di tempat!"
Para pendatang itu berhenti berjalan.
"Itu bukan cara-cara yang ramah, bung. Bukan begitu caranya,"
kata penjudi itu. "Aku hanya berniat menyatakan menyesal atas
pertengkaran kecil kemarin."
"Minggat!"
Camor mengangkat tangan ke atas, telapak tangan terbuka
untuk menenteramkan.
"Itu di luar batas kesopanan. Aku hanya ingin ngobrol sebentar.
Mari kita pergi ke sesuatu tempat dan bicara secara pribadi."
Ia memandang penuh arti kepada Frank dan Joe. Joe menuruti
kata hatinya maju selangkah. "Kami tidak akan meninggalkannya."
"Jangan turut campur, Joe," kata Ace lembut, lalu berpaling ke
si Jago Tembak. "Engkau pergi dari sini atau akan kupanggil polisi
kampus!"
"Panggillah," kata penjudi itu tak acuh. "Mereka pun akan
tertarik hatinya mendengar apa yang kami ketahui. Bagaimana pun,mereka tidak akan dapat mengusir kami dari wilayah perkuliahan ini.
Ingat, ini adalah universitas negeri. Universitas ini dibiayai dengan
uang pajak dan menjadi milik penduduk. Milik umum. Lagi pula aku
tidak melanggar hukum."
Ace melangkah maju ke arahnya.
"Kau pergi atau ..." katanya mengancam.
"Engkau lupa bahwa aku tidak sendirian, Ace?"
Si Jago Tembak melambaikan tangan mengundang antek-
anteknya.
"Baik, ia mengundang kami untuk membantu," kata Frank,
melangkah ke samping Ace.
"Tahan!" perintah Ace. "Ini menjadi terlalu jauh. Aku telah
kehilangan kesabaranku. Itu Gila. Lihat, Camor. Telah kukatakan
semua apa yang pernah kukatakan. Sekarang aku hendak berlatih."
Ia memutar tubuhnya dan berjalan pergi diikuti Frank dan Joe.
Camor berseru.
"Jika engkau bermain dalam pertandingan itu, itu adalah hari
terakhir kau di universitas ini. Kau tahu itu, Harrington!"
"Siapa dia," tanya Frank, "dan apa arti ancamannya itu?"
"Bukan urusanmu!" bintang sepakbola itu menukas. "Ingat akan
apa yang kukatakan urusan pribadi!"
"Kami pun ingat bahwa kau dalam ancaman," kata Frank.
"Orang ini jelas-jelas sedang memeras engkau, dan barangkali ia yang
menimbulkan kecelakaan-kecelakaan..."
"Aku tidak dapat mengatakan tentang itu!" kata Ace datar.
"Sekarang jangan kalian buang-buang waktu dengan mengganggu aku
terus-menerus."Setelah mengucapkan itu, dengan cepat dan tenang ia
melangkah ke stadion. Frank dan Joe duduk di tribune sambil melihat
regu itu berlatih push-up.
"Apa pikiranmu mengenai hubungan Camor dengan Ace?"
tanya Joe.
"Aku ingin mengetahuinya!" jawab Frank.
Sesudah itu mereka melihat pemutaran video pertandingan
Northern University dari bagian belakang kamar pakaian olahraga.
Pelatih menunjukkan kelemahan dan kekuatan lawan dalam
pertahanan dan penyerangan. Akhirnya regu itu dibebaskan. Ace
dengan tiba-tiba meninggalkan tempat itu, dan anak-anak Hardy harus
berlari-lari untuk mengejarnya.
Suatu usaha lain pada waktu makan siang untuk memperoleh
kepercayaan Ace telah gagal. Dan ketika mereka sampai di aula
pemain muda sepakbola itu membuka pintu kamarnya dan berpaling
kepada mereka.
"Selamat malam," katanya dengan suara keras dan menghilang
ke dalam kamar sambil membanting pintu.
Anak-anak Hardy itu membiarkan pintu sedikit terbuka, cukup
untuk dapat memasang mata mereka ke kamar Ace. Frank sedang
membaca buku sementara Joe menonton acara TV, Ketika mereka
mendengar ketukan pintu dan wajah tersenyum muncul di pintu.
"Hallo!"
"Silakan masuk," sambut Frank, mengenali Robbie, anak yang
telah mengalami kekasaran Scrabby. Joe bangkit dan berpaling
meninggalkan pesawat televisi.Robbie berhenti ketika ia telah melangkah dua tindak masuk ke
dalam kamar, dan memandang kagum ke dinding.
"Uuuwah!" serunya. "Lihat buku-buku itu! Itu memerlukan
waktu yang sangat lama untuk membacanya habis."
Frank tertawa.
"Kami tidak membacanya. Kami menempati kamar ini untuk
sementara. Saya Frank Hardy, dan ini adik saya, Joe. Silakan duduk,
kau mau bukan?"
"Terimakasih."
Robbie duduk di atas ranjang.
"Aku melihat ... kalian bersama Ace beberapa saat yang lalu,
sedang makan. Setelah itu kuputuskan untuk mengikuti kalian.
Namaku Robbie."
Mata Frank bertemu dengan Joe.
"Kami senang bertemu engkau, Robbie," kata Frank.
Kembali Robbie menunjuk ke buku-buku.
"Saya sungguh-sungguh gemar buku-buku. Sekarang ini saya
baru membaca buku Pulau Harta. Buku itu kesukaan ibuku."
"Itu buku yang baik," kata Joe. "Aku tahu itu!"
Kemudian, tidak dapat menahan lebih lama lagi keinginan
tahunya, Joe bertanya:
"Robbie, siapa orang yang telah menamparmu kemarin? Dan
mengapa ia lakukan itu?"
Robbie meringis.
"Itu sebabnya aku datang kemari. Aku ingin menyampaikan
rasa terimakasihku kalian telah menolong aku. Aku menyesal telah
melarikan diri. Itu karena aku ketakutan.""Tetapi mengapa ...." Joe hendak mendesak masalah itu, ketika
Frank menyela.
"Eh, kukira telah terjadi sesuatu!"
Ia melihat ke pintu kamar Ace.
Anak-anak Hardy itu berdiri dan berlari ke luar ke gang aula.
Mereka menunggu sebentar, kemudian Joe mengangkat tangan.
"Aku lihat tombol pintu dibuka," seru Frank.
"Tetapi kukira ia telah merubah niatnya untuk pergi keluar."
Ketika mereka kembali ke kamar, Robbie sedang berdiri.
"Sebaiknya aku pergi," anak itu menyatakan. "Terimakasih!"
"Tidak ada masalah sama sekali," kata Frank. "Bukankah
engkau ingin mengatakan kepada kami apa yang telah terjadi?"
Senyum Robbie berubah tegang.
"Jangan susah-susah."
"Siapa orang itu yang telah menamparmu?" Joe terus bertanya.
"Aku tidak tahu."
"Robbie, kami akan berusaha menolongmu," kata Frank
menegaskan. "Katakanlah. Siapa Scrabby itu? Siapa pula Meeb? Apa
yang mereka inginkan engkau lakukan bagi mereka?"
Robbie menghambur ke pintu.
"Aku harus pergi!" ia mengiba, gugup. "Terlambat. Ibuku
banyak kesulitan!"
"Siapa ibumu?" tanya Joe.
Tetapi Robbie tidak menjawabnya. Ia menerobos melewati
mereka dan berlari meninggalkan aula."Yaah, kita tidak berhasil menahan dia, dan sedikit banyak
memberikan jaminan," gumam Frank. "Tetapi aku mencemaskan dia.
Anak itu menghadapi banyak kesulitan."
"Barangkali ia akan percaya kepada kita akhirnya," kata Joe.
"Mari kita pasang mata baginya."
Frank mengangguk.
"Kesulitannya ialah kita sama sekali tidak tahu siapa dia.
Kuingin ia sebutkan nama keluarga atau nama ibunya."
"Kau perhatikan bagaimana ia sembunyikan tangannya di saku
kirinya selama itu?" tanya Joe. "Seluruh kejadian itu sangat aneh."
***********
Dua jam kemudian Frank tidur, sedang Joe duduk di kegelapan
dekat pintu kamarnya yang terbuka sedikit. Ia melihat ke jam
tangannya ... masih ada dua jam lagi Frank akan menggantikannya.
Tiba-tiba Ace membuka pintu. Olahragawan itu menyelundup keluar
secara diam-diam, dan meyakinkan diri bahwa pintu kamarnya telah
terkunci. Ia pergi menuruni gang aula menuju ke jalan keluar.
Frank telah terjaga dan segera berdiri begitu adiknya
menyentuhnya.
"Ace meninggalkan kamarnya dan pergi keluar," kata Joe.
"Mari ikuti!" kata Frank sambil mengenakan sepatunya.4. Bahaya Dalam Gelap
Mereka menunggu sampai Ace benar-benar telah meninggalkan
gedung, kemudian mereka berlari cepat ke pintu depan. Joe mengintip
melalui jendela.
"Ia pergi menuju ke Main Street dan bergerak dengan cepat."
Kakak beradik itu merangkak ke pintu keluar dan dengan diam-
diam lari membuntuti si olahragawan. Mereka menjaga jarak kurang
lebih dua puluh lima meter di belakang sambil berlindung di bayangan
pohon demi pohon. Mereka melihat Ace memotong jalan.
"Ia pergi ke kedai makanan yang buka sepanjang malam," bisik
Joe. Frank menggelengkan kepala dan berkecap-kecap lirih.


Hardy Boys Bencana Menjelang Pertandingan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tentu ada apa-apa kita mengejar dia, karena ia tiba-tiba
menjadi lapar."
Sepuluh menit kemudian Ace muncul menenteng sebuah tas
besar.
"Nampaknya ia menyediakan makanan untuk satu pasukan,"
kata Joe.
Pada suatu jarak di depan, sebuah kendaraan menyalakan lampu
sein berkedip-kedip. Selagi Ace tanpa menduga-duga menyeberang
jalan, mobil itu meluncur maju, bergerak lambat dengan mendengungrendah. Tiba-tiba lampu besar menyala terang dan mobil itu meluncur
ke muka dengan kecepatan tinggi. Mahasiswa yang tertegun itu berdiri
seperti lumpuh tidak bergerak ketika kendaraan itu melaju tegak lurus
ke arahnya.
Anak-anak Hardy yang terbiasa bergerak cepat berlari cepat ke
jalan. Karena Joe lebih dekat maka ia sampai ke Ace lebih dulu.
Datang lebih cepat, ia menjambret pinggang olahragawan itu dan
menariknya ke belakang. Berdua mereka jatuh ke dalam selokan.
Mobil itu lewat dengan kecepatan tinggi sehingga Frank tidak
dapat melihat nomor pelat belakangnya. Beberapa saat kemudian
mobil itu membelok ke jalan lain pada dua bannya. Mereka
mendengar derunya semakin jauh.
Frank menolong kedua anak muda itu berdiri.
"Apa kalian berdua baik?" tanyanya khawatir.
"Aku tidak apa-apa!" jawab Joe.
Ace mengibaskan pakaiannya.
"Aku pun tidak apa-apa, kukira. Tetapi kupikir aku tertabrak
seekor beruang buas." Ia memandang ke arah Joe. "Engkau pandai
melakukan tackling. Jika engkau kuliah, masuklah State University,
kau mau?"
Joe menerima pujian itu dengan perasaan malu yang khas.
Bagaimana pun, pernyataan itu memang benar sebagai pujian dari
pemain bola yang sangat ia cintai karena ketangkasannya di lapangan
hijau.
"Kau juga mengandaikan itu suatu kecelakaan," kata Frank.
Ace berhenti membersihkan pakaiannya."Memang," katanya mengelakkan. "Siapa pun yang
mengendarai tentu tidak bermaksud mencelakakan aku atau
semacamnya."
"Ayohlah. Ini bukannya kejadian yang kebetulan. Akuilah,
seseorang sedang mengarah engkau!"
Ace mengangkat bahu.
"Baik, seseorang mengarah aku. Tetapi aku katakan kepada
kalian, aku tidak tahu siapa dan mengapa!"
" Barangkali saja pertandingan melawan Noerthern. Engkau
ingat apa yang dikatakan Camor, si orang kasar siang tadi .... "
Ace memotong kata-kata Frank.
"Bukan, tidak ada hubungannya dengan dia. Lihat, aku
menyesal atas sikapku siang tadi. Dan terimakasih, Joe, engkau telah
menolongku terhindar dari lindasan mobil. Tetapi jangan ajukan lebih
banyak pertanyaan lagi."
Dengan dibantu anak-anak Hardy ia memungut kaleng-
kalengan dan bungkusan bahan makanan yang jatuh berserakan ketika
mobil tadi menyerang dia. Kemudian ia kembali ke asrama. Beberapa
menit kemudian Frank dan Joe meneruskan pengawalannya.
"Dari satu segi, ia benar," kata Frank. "Pengendara itu tidak
mengarah dia!"
"Apa maksudmu?"
"Orang itu pada detik-detik terakhir membanting setir!"
"Hmmm," Joe berpikir sejenak. "Apa engkau melihat
orangnya?"
"Aku memperoleh kesan bahwa ia seorang laki-laki. Hanya itu.
Segala sesuatunya terjadi begitu cepat sehingga nampak sepertibioskop yang diputar dengan cepat ... kabur. Aku pun tidak dapat
melihat nomor plat mobil itu."
Joe yang memandang ke depan ke arah Ace yang sedang
berjalan dengan langkah yang cepat, meletakkan tangannya ke lengan
Frank.
"Ada seseorang lain sedang membuntuti kawan kita."
"Mereka tidak kapok, bukan? Baik, mari kita hajar yang ini!"
Sekali lagi mereka bergerak dengan diam-diam di bawah
gelapnya bayangan pohon-pohon kampus itu. Mereka tinggal berjarak
beberapa meter dari orang itu ketika Joe tersandung batu.
"Aduuh!" serunya tanpa sadar.
Orang yang membuntuti Ace terkejut mendengar seruan itu,
lalu lari.
"Aku akan mengikuti Ace," desis Frank. "Kau tangkap orang
itu!"
Untuk yang kedua kalinya dalam waktu dua puluh empat jam,
Joe melakukan pengejaran. Kali ini ia merasa akan berhasil. Segera ia
menyadari bahwa orang asing itu bukan orang yang sama yang
mendorong jatuh Ace di tangga gedung perpustakaan. Orang ini jauh
lebih lamban. Hampir saja Joe hendak menjegal dia, tetapi ia
mengubah niatnya dan menjambret pundak. Orang itu segera berhenti
dan gemetar ketakutan. Joe memutar tubuh orang itu.
"Profesor Overton," serunya.
Ia dapat melihat raut muka pengajar itu.
"Kau Joseph atau Frank?"
"Joseph. Joe Hardy. Mengapa anda lari?"
"Aku ... aku ... maafkan. Aku menenangkan napas sejenak."Satu menit kemudian Overton melanjutkan.
"Aku mengkhawatirkan diri Ace Harrington. Aku mendengar
ribut-ribut tentang usaha misterius yang mengancam jiwanya, dan
tentu saja itu memperkuat penunjukan kalian untuk mengawasi dia.
Kupikir baik kalau aku pergi ke kamarnya dan melihat apakah
sesuatunya aman. Aku sedang melintasi kampus ketika kulihat
Harrington berjalan dari arah Main Street. Aku baru saja hendak
memanggil dia, ketika kulihat ia dibuntuti orang."
"Betul, oleh kami," kata Joe jengkel.
"Bukan, bukan kalian. Seseorang lain!"
Joe menjadi ragu-ragu.
"Ace rupanya paling banyak dicemaskan orang-orang di dunia,
di samping oleh rektor!"
"Kemudian aku mendengar seseorang di belakangku. Tanpa
pikir panjang, aku lari. Aku takut bahwa aku bukan seseorang yang
paling pemberani di dunia."
"Lebih baik kita lihat siapa orang baru itu," kata Joe. "Ayohlah
Profesor!"
**********
Sementara itu Frank melihat bahwa Ace telah memasuki
asrama. Ia berlari ke pintu depan dan melihat pemain bola itu
memasuki kamarnya. Merasa lega, Frank menuruni tangga untuk
menunggu Joe.
Tiba-tiba empat orang muncul dari dalam bayangan gedung di
belakangnya. Sebelum Frank tahu mereka ada di sana, lengannya
diikat oleh dua orang di antara mereka. Ia meronta, tetapi sia-sia. Dua
orang lainnya berjalan berkeliling untuk menghadapinya."Kupikir kalian orang-orang yang patuh," kata salah seorang
orang asing itu. "Harry telah katakan untuk jangan mengganggu."
"Harry siapa?"
"Jangan gegabah dengan aku," orang itu menggertak. "Kami
tahu siapa kalian, dan kalian pun tahu siapa kami. Telah kami katakan
sebelumnya: jangan cederai Harrington!"
"Kami tidak hendak mencelakakan dia," kata Frank.
"Jangan mengucapkan begitu padaku," ejek orang yang lain.
"Kami melihat kalian mencoba mendorong Ace di depan mobil."
"Kalian semua salah terka!" Frank memprotes. "Kami
menariknya menghindar dari jalan."
"Itulah cara yang nampak olehku," seorang yang di depan
menegaskan.
"Tutup mulut!" bentak pemimpinnya. "Aku tahu yang kulihat!"
"Engkau gila!" bantah Frank. "Kami ...."
"Tutup mulut!"
Orang itu mengayunkan tangannya dan menampar Frank di
pelipis kepala. Anak muda itu menendang ke muka. Sepatunya
mengenai lutut si penyerang. Orang itu merosot ke tanah sambil
menggenggam kakinya.
"Hajar dia, Hank!"
Orang yang di depan melangkah maju dan memberikan pukulan
dahsyat di perut Frank. Detektif muda itu mengira ia akan jatuh
pingsan. Pandangannya kabur dan napasnya tersengal-sengal. Pada
saat itu Joe dan Profesor Overton datang dari balik sudut gedung.
"Apa yang terjadi?" desak Joe."Jangan turut campur, bung!" si pemimpin itu menggeram
selagi bangkit berdiri, "atau engkau pun akan dapatkan apa yang
diperoleh kawanmu!
Joe mengepalkan tinjunya dan melangkah maju. Frank pulih
kembali kesadarannya untuk berkata:
"Jangan bergerak ... Joe. Kukira ... mereka hampir ... habis."
"Benar," kata si pemimpin. "Kami akan pergi. Katakan kepada
Camor untuk jangan turut campur dengan Harrington jika ia tahu apa
yang baik baginya. Ini peringatan yang kedua dan yang terakhir. Lain
kali Harry akan datang, dan Camor tahu apa artinya itu."
"Kami bukan orang-orangnya Camor ..." kata Joe.
Frank memotong kata-katanya.
"Siapa Harry itu?" tanya Frank.
"Jangan tanyakan itu padaku. Kalian tahu tentang siapa kami
katakan. Harry Weller, tentunya."
Pemimpin itu memberikan tanda-tanda kepada orang-orangnya.
Mereka melepaskan Frank dan menghilang ke dalam kegelapan.
Joe dan Profesor Overton membantu Frank mencapai tangga
asrama, di mana ia hendak memulihkan kembali ketenangannya.
"Orang ... itu memiliki ... pukulan kuat." kata Frank.
"Bagaimana ... anda ada di sini, Profesor?"
Dengan cepat Joe menceritakan bagaimana ia bertemu dengan
profesor dan alasan Overton mengikuti Ace.
"Kami sangat menghargakan," kata Frank, "namun itu tidaklah
perlu. Dalam kenyataannya, itu semacam ... hambatan pekerjaan kita.
Itu menyita seluruh usaha kami untuk mengawal Ace tanpa sesuatu
kesulitan.""Aku dapat mengerti sepenuhnya," kata pengajar itu dengan
berat. "Aku hanya menghambat." ia melirik ke arah penjahat yang
telah pergi. "Terlebih-lebih karena segerombolan penjahat salah
mengira kalian sebagai seseorang lain. Baiklah, kuucapkan selamat
malam. Teruskan kerja yang baik itu."
Frank sudah mampu berdiri pada waktu itu. Selagi mereka
berjalan ke asrama, mereka mendengar percakapan di dalam kamar
Ace. Maka anak-anak muda itu saling berpandangan dengan perasaan
ingin tahu. Frank mengetuk pintu kamar olahragawan itu.
"Engkau baik, Ace?"
Pembicaraan itu segera berhenti. Sesaat kemudian Ace
membuka pintu sedikit cukup baginya untuk menyelinap keluar dan
menutup pintu di belakangnya.
"Tentu saja, aku baik." Ia memperhatikan Frank. "Tetapi
nampaknya engkau tidak baik. Napasmu tersengal. Engkau harus lebih
banyak berlatih, memulihkan kondisi."
"Ia kehabisan napas," kata Joe. "Ia jatuh pingsan."
Ia lalu menceritakan apa yang telah terjadi di tangga asrama.
Wajah Ace menggambarkan kebingungan.
"Harry Weller. Aku belum pernah dengar namanya. Camor, ya
aku kenal dia, bukan dia seharusnya. Tetapi Weller, benar-benar tidak
kenal."
Kemudian ia menyeringai.
"Jadi profesor Overton pun membuntuti aku, karena
mengkhawatirkan diriku. Ia sungguh-sungguh orang aneh, dan dia
demikian dihantui oleh proyeknya sendiri. Engkau tahu, ia menyuruh
aku mengerjakan sebagian kecil dari proyeknya, yang memang suatukehormatan. Kenyataannya, proyek itu menjadi pusat pemikirannya
siang dan malam, maka benar-benar tidak kusangka bahwa ia
bersusah-susah untuk membuntuti aku."
"Ace, kami mendengar suara percakapan dari dalam kamarmu,"
kata Frank.
Wajah olahragawan itu berubah membatu.
"Hanya suara radio," katanya. "Selamat malam. Sampai esok
pagi!"
Dengan kata-kata itu ia menghilang ke balik pintu kamarnya.
Anak-anak muda itu kembali ke kamar mereka.
"Apa engkau perhatikan bagaimana Ace menghindari
percakapan mengenai sesuatu, dengan berkata selamat malam dan
pergi?" tanya Joe.
Frank berdecak-decak.
"Kukira itu lebih baik daripada beradu pendapat."
Joe memutar knop lampu besar.
"Lihat!"
Frank mengikuti arah telunjuk jari adiknya. Di dinding di
hadapannya sebuah kertas terpaku dengan pisau penjahat. Anak-anak
muda itu dapat membaca tulisan yang tercetak di atasnya dari jarak
jauh: INGAT URUSANMU SENDIRI.
Frank berjalan melintasi kamar dan mencabut pisau dari
dinding. Ia membaca ulang surat peringatan itu.
"Ditulis menggunakan kapur tulis. Tetapi oleh siapa? Orang-
orang yang baru itu ... gerombolan Harry Waller ... memergoki kita di
luar, lalu mengapa mereka mengganggu lagi dengan peringatan itu?Juga, dari cara pemimpin itu berbicara, mereka tidak tahu banyak
mengenai kita. Lebih banyak menyerupai gerombolan Camor."
"Bagaimana pikiranmu mereka dapat masuk?" Joe keheranan.
"Pintu itu terkunci."
"Yaah, engkau toh tidak dapat mengatakan kunci ini benar-
benar kedap maling," gumam Frank sambil meneliti mekanismenya.
"Napaknya kunci ini seperti tidak didobrak orang."
"Jendela itu tidak terbuka ketika kita berangkat," Joe
membunyikan jari-jemarinya.
"Betul," kakaknya menyetujui. "Lihat meja di depan jendela
itu? Meja itu kacau berantakan. Pena dan pensil jatuh dilanggar, tiga
buah buku jatuh di lantai dan sebuah gelas telah pecah."
Joe mengangguk dengan muram.
"Ada kemungkinan yang lain ... orang bertubuh besar yang
mendorong Ace jatuh dari tangga perpustakaan mungkin telah masuk
kemari."
"Atau Scrabby," kata Frank.
Joe menggelengkan kepala.
"Itu jauh lebih baik. Bagaimana ia dapat tahu siapa kita ini?"
Sebelum Frank dapat menjawab, terdengar suara langkah kaki
yang keras dari arah aula, menyebabkan mereka berpaling dan
mengarahkan pandangan ke pintu yang terbuka sedikit. Robbie
menyerbu masuk nampak seperti ada hantu yang mengejarnya.
"Scrabby mengejar-ngejar aku! Hampir saja ia menangkap
aku!"
"Tenang, engkau aman sekarang," perintah Joe. "Kami akan
menghadapi dia!"Frank dan Joe meninggalkan anak yang ketakutan itu dengan
langkah-langkah cepat. Tidak ada seorang pun di aula, tetapi mereka
mendengar suara bunyi klik menutupnya pintu depan. Anak-anak
Hardy berlari ke sana dan melihat dari jendela yang berdekatan,
melihat punggung seseorang yang bertubuh besar berjalan lamban dan
berat ke kegelapan.
Dalam sekejap mereka keluar dari pintu dan melakukan
pengejaran. Namun orang itu telah menghilang di antara pohon-pohon
dan tidak terlihat lagi.
Dengan rasa kecewa mereka kembali ke kamar mereka. Robbie
pun menghilang.


Hardy Boys Bencana Menjelang Pertandingan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Melalui Jendela!" seru Joe.
Mereka memandang ke luar tepat pada saat anak itu terlihat
menghilang di balik sudut gedung.
"Kau tinggal di sini," kata Joe kepada kakaknya. "Aku akan
kejar dia!"
Ia memanjat keluar dari jendela, melompat ke tanah dan lari
mengejar anak yang melarikan diri itu.5. Tidak Ada Komentar!
Beberapa menit kemudian Joe kembali.
"Sial. Anak itu licin penuh akal. Hampir saja aku menangkap
tangannya, namun ia tiba-tiba melompat. Dengan demikian aku jatuh
tersandung rantai pagar yang dipasang agar orang tidak menginjak-
injak rumput. Hampir saja kakiku patah. Dan ketika aku bangun, anak
itu sudah pergi."
Ia memeriksa celana jeannya yang robek.
"Frank, apa kaupikir aku telah kehilangan kecepatan berlari?
Tiga kali dalam dua puluh empat jam terakhir ini aku mengejar orang.
Aku telah terlepas dua orang dan satu-satunya yang kutangkap adalah
seorang setengah umur, profesor yang tanpa bentuk."
"Tentu, engkau telah kehilangan kecepatan berlari, adikku,"
kata Frank bercanda. "Itu harus kauingat. Engkau telah cepat tua.
Minggu yang akan datang kiranya engkau akan bertongkat terpincang-
pincang."
Joe melempar Frank dengan bantal, yang tertawa dan
menghindar.
"Nah, kukira kini giliranku untuk berjaga," kata Frank,
"sementara kau dapat tidur sebentar.""Tidak! Kau mendapat sebuah pukulan keras di luar sana," kata
Joe. "Kaulah yang beristirahat. Aku akan berjaga satu jam."
Frank memprotes, tetapi Joe mengangkat tangannya
menyombongkan diri dengan sorot mata nakal.
"Ingat, kau tidak ingin menjadi tua bangka sampai minggu yang
akan datang."
*************
Pada jam enam pagi, ketika anak muda itu kembali berlatih lari-
lari. Frank berlari dengan ringan dan rupanya telah sembuh dari akibat
pemukulan yang dideritanya. Sekali lagi anak-anak Hardy itu
menyertai bintang olahraga belajar di kelas dan perpustakaan. Ke
mana mereka pergi, pahlawan kampus itu dipandangi dengan cemburu
dan kecintaan. Ia selalu menggunakan kata-kata yang lembut kepada
siapa pun, tetapi baik Frank maupun Joe merasakan bahwa Ace
merasa tidak enak dengan semua pujian yang berlebihan.
Selagi mereka makan siang di pusat kemahasiswaan, seorang
anak muda yang pendek gemuk menghampiri sambil membawa
nampan dari antrian makan.
"Bolehkah aku duduk makan?" ia bertanya kepada Ace.
"Silakan makan," kata Ace. "Joe dan Frank, perkenalkan Tank
Ritter, ahli tackling dan temanku paling lama di State University."
Tangan anak-anak muda itu tenggelam dalam genggaman
kepalan yang besar Tank ketika berjabatan tangan penuh kehangatan.
"Sangat senang bertemu kalian," katanya selagi mengunyah
hamburger. "Apa yang dikatakan Ace itu benar. Kita datang ke State
dengan bus yang sama." Ia berdecap-decap. "Aku benci untuk
mengakui tetapi kami agak malang dihinggapi rasa takut."Ace tertawa.
"Dan masih hijau. Kami berkeluyuran sepanjang hari mencari
asrama. Kami tidak bertanya kepada seseorang, sebab kami tidak
ingin dikatakan dungu."
"Cara itu kami lakukan selama tiga minggu."
Wajah Tank memperlihatkan senyum ceria teringat akan hal itu.
Kemudian ia menjadi tenang.
"Ace, kuharap engkau datang padaku, dan tinggal denganku
sementara."
" Mengapa?"
"Jangan berolok-olok kawan lama. Aku tahu apa yang setiap
orang pun tahu. Seseorang membuntuti engkau. Berada di lantai dasar
ini membuat dirimu menjadi sasaran empuk. Aku tinggal di lantai
empat. Mereka akan sukar sekali mendapatkan engkau di sana."
Ace tertawa.
"Tentu. Mereka harus menggunakan elevator. Dengar, Tank.
Aku sangat menghargai perhatianmu, tetapi tetap aman di mana aku
berada. Bagaimana pun, aku punya dua orang pengawal."
Ia menunjuk ke Frank dan Joe.
Tank melihat ke anak-anak Hardy penuh selidik.
"Aku tahu kalian mempunyai nama baik dan sebagainya, tetapi
mengawal Ace sungguh suatu pekerjaan yang berat. Apakah kalian
kira dapat mengatasinya?"
"Apa yang ia maksudkan," kata Ace dengan nada mengejek,
"mengapa kalian tidak bertubuh kekar seperti dia. Tank, terimakasih
banyak. Aku harus menyelesaikan tugas di laboratorium fisika
secepatnya siang ini."Profesor Overton tidak seramah seperti pada hari sebelumnya.
Ia hanya tersenyum sedikit kepada anak-anak muda dan mengucapkan
hallo, tetapi menghabiskan waktunya yang dua jam itu dengan
berjalan mondar-mandir dan memeriksa berkas-berkas surat di meja.
Frank mengemukakan hal ini dalam perjalanan menuju ke
lapangan untuk latihan sepakbola.
"Ia murung saja sepanjang waktu," Ace mengakui, "dan pada
hari ini ia nampak lebih buruk daripada yang pernah kulihat. Ia tidak
mau bicara denganku tentang formula yang kuserahkan kemarin ... ia
mengatakan terlalu sibuk."
Ace menggelengkan kepala karena iba.
"Begitu terpencil hidupnya. Ia tinggal sendirian di apartemen
kampus dan tidak mempunyai kegiatan lain kecuali bekerja."
Di stadion berhamburan para wartawan. Mereka berusaha
mengerumuni regu itu, tetapi pelatih Bradley mengusir mereka
kembali ke tribun.
"Kalian dapat berbicara dengan setiap orang yang kalian
inginkan setelah selesai latihan, tetapi sekarang ini kami harus lakukan
beberapa latihan berat."
Latihan sepakbola itu sebenarnya hanya ringan saja, tetapi para
wartawan menulis atau mengatakannya dalam tape recorder seolah-
olah pertandingan besar. Setelah Ace menyarangkan bola lewat
tendangan dari garis dua puluh meter, dan berlari berkelok-kelok
melewati seluruh regu junior universitas, maka para kuli tinta itu
bertepuk tangan.
Ketika latihan itu berakhir, para wartawan itu berlarian
memasuki lapangan. Pelatih Bradley mengangkat tangan."Tahan. Aku tahu kalian sangat ingin mewawancarai Ace, maka
kuijinkan ia tetap di sini untuk ..." ia melihat ke jam tangannya, "lima
belas menit lagi. Kumaksudkan lima belas menit, sedetik pun tidak
lebih dari itu."
Pelatih itu lalu memutar tubuhnya menghadap ke pemain-
pemain lainnya.
"Kalian anak-anak masuklah. Kalian nampak bermain tidak rapi
hari ini. Kalau hari Sabtu kalian bermain seperti ini, maka Northern
akan menyapu bersih seluruh lapangan melawan kalian. Aku akan
mengulang kembali dasar-dasar permainan yang kalian lupakan."
"Frank, aku ingin pergi bersama mereka," bisik Joe.
"Barangkali aku dapat mengambil beberapa petunjuk, sebab
menurutku mereka telah bermain dengan baik."
"Baiklah," kata Frank. "Aku akan tetap mangkal di sini."
Joe mengikuti regu itu masuk, dan duduk di bagian belakang
kamar pakaian. Pelatih Bradley berdiri di depan.
"Aku dengar kalian semua mengomel, dengan mengatakan
kalian bermain baik menurut pikiran kalian, dan bahwa kalian tidak
dapat menerima ucapanku itu."
Ia berhenti sejenak memancing tanggapan, lalu menyeringai.
"Dan kalian benar! Kalian bermain bagus. Sekarang jangan
biarkan pujian aneh ini merasuki pikiran kalian. Adalah satu hal
penting untuk menjadi juara Amerika pada suatu hari nanti, tetapi apa
yang bakal terjadi setelah tendangan pertama pada hari Sabtu nanti
akan menentukan. Aku mengeluarkan ucapan itu di lapangan, karena
aku ingin bicara dengan kalian sendirian ... tanpa Ace, maksudku ...
dan aku tidak ingin kuli-kuli tinta itu mendengar.""Ace telah beberapa kali hampir cedera parah dalam waktu dua
minggu ini. Kalian tentu tidak menyangsikan beberapa bagian dari
cerita itu, tetapi tidak semuanya."
Ia menyebutkan berbagai serangan-serangan secara terperinci.
"Kami telah mendengar tentang beberapa serangan itu," salah
seorang pemain mengakui.
Pelatih itu mengangguk.
"Kita akan lakukan segala apa yang dapat kita lakukan untuk
melindungi Ace. Pihak pimpinan universitas telah menyewa anak-
anak Hardy yang ternama itu untuk mengawalnya. Kalian dapat
membantu pula, yaitu dengan memasang mata untuk sesuatu yang
mencurigakan. Laporkan segala sesuatunya kepadaku. Ya, ada apa
Fred?"
Seorang pemain yang jangkung, yang dikenal Joe bernama Fred
Lee, pada akhir pertemuan tertutup itu bangkit dan membisikkan
sesuatu kepada pelatih Bradley. Ia mengangguk ke arah Joe.
"Bukan, dia itu Joe Hardy," Bradley mengatakan kepadanya.
"Tetapi terima kasih untuk kewaspadaanmu. Sekarang untuk
melanjutkan."
Frank menjadi bosan. Ia mengira bahwa wawancara pers itu
menyenangkan, tetapi para wartawan olahraga itu menanyakan yang
menurut perasaannya adalah lucu dan tolol.
"Apakah kalian gugup menghadapi pertandingan minggu yang
akan datang?"
"Bagaimana perasaan anda menjadi bintang nasional Amerika?"
"Bagaimana rencana siasat menghadap Northern?"Kemudian meledaklah bom dalam bentuk pertanyaan seorang
wartawan dari Pantai Barat.
"Kudengar bahwa anda pernah terlihat bersama-sama dengan
seorang penjudi ulung. Apa komentar anda tentang hal itu?"
Ace memerah wajahnya.
"Siapa yang mengatakan itu kepada anda?" Dengan tenang
wartawan itu menentang tatapan mata olahragawan itu.
"Anda tahu bahwa sumber-sumber pemberitaan itu harus
dirahasiakan. Maukah anda menjawab pertanyaan saya, tuan
Harrington?"
"Maaf, tidak ada komentar!"
Tiba-tiba Ace diberondong dengan pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungan dengan perjudian. Bintang tenar itu berulang-ulang
menjawab: "Maaf. Tidak ada komentar!"
Akhirnya ia melangkah pergi, hampir-hampir berlari ke kamar
pakaian, dengan dikejar-kejar oleh para wartawan sampai di pintu
kamar. Frank mengikuti pada suatu jarak dengan berhati-hati. Ia
melewati para wartawan itu yang mengobrol dalam kelompok-
kelompok kecil atau mencari telepon umum. Ia memasuki kamar
pakaian dan mendapatkan Ace masuk ke dalam kamar mandi
berpancuran. Pelatih Bradley masih terus berbicara dengan regu
pemain.
Tank Ritter melompat bangun.
"Jika ada seseorang mencoba mencederai Ace, aku akan
ganyang dia!""Itu sikap terpuji, Tank. Tetapi bukan langkah yang baik.
Serahkan saja orang yang telah melakukan kejahatan itu kepada
polisi."
"Pasti itu akan kulakukan," kata si ahli tackling itu, "setelah
kuganyang!"
Seluruh regu itu tertawa, dan bahkan pelatih Bradley pun
tersenyum.
"Kukira dengan catatan ini kita akhiri pembicaraan kita."
Ia lalu berjalan menuju ke tempat Joe dan Frank sambil
mengacungkan tangan.
"Ace telah memperkenalkan kalian kepadaku kemarin. Semoga
kalian berhasil. Bagaimana pun kalau aku diperbolehkan membantu,
tolong beritahukan kepadaku. Bagaimana jalannya wawancara?
Apakah Ace memberikan keterangan kepada para wartawan dengan
baik?"
Dengan cepat Frank menceritakan apa yang terjadi. Wajah
pelatih itu berubah pucat. "Penjudi? Apakah itu benar?"
Anak-anak Hardy itu saling berpandangan satu dengan yang
lain.
"Ya, aku takutkan bahwa seorang penjudi bernama Si Jago
Tembak Camor telah mengganggu dia," kata Frank.
Pelatih itu mengepalkan kedua tangannya.
"Aku tahu tikus kecil itu. Jago Tembak memang tepat menjadi
sebutannya. Ia akan lakukan segalanya agar dapat memastikan
taruhannya akan menang. Seharusnya Ace mengatakan itu kepadaku.
Aku akan bicara dengan dia .... "" Dengan segala kehormatan, pak Bradley, aku inginkan jangan
sekarang, ia sedang tidak berselera," kata Frank.
Bradley mengangguk.
"Aku heran mengapa ia bergegas masuk dan langsung pergi ke
kamar pancuran tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepada
seseorang. Aku tidak akan mengganggu dia hari ini, tetapi aku harus
bicara dengan dia besok."
Ia lalu pergi kantornya. Beberapa saat kemudian Ace bergabung
dengan anak-anak Hardy.
"Ayo pergi," katanya.
Wajahnya menunjukkan bahwa ia tidak menghendaki sesuatu
pertanyaan. Ia mengajak mereka melalui jalan keluar belakang dari
kamar pakaian dan mereka muncul keluar stadion. Ia baru saja
menghirup napas lega ketika mereka dirubung oleh sejumlah
mahasiswa yang bernyanyi-nyanyi. Banyak di antaranya membawa
slogan-slogan:
ENYAHLAH DENGAN UNIVERSITAS OLAHRAGA
PROFESIONAL, dan
TIDAK ADA LAGI BEASISWA BAGI OLAHRAGAWAN.
Ace mencari jalan dengan mendorong-dorong di antara
kerumunan. Dengan berbuat begitu ia kurang berhati-hati hingga
menyebabkan beberapa mahasiswa jatuh di tanah.
"Harrington, bicaralah, jangan gunakan ototmu. Engkau tidak
perlu menunjukkan betapa kuatnya kau sebagai olahragawan di sini."
Pembicara itu seorang wanita muda yang cantik berambut gelap
yang melangkah maju di hadapan pemain bola itu.
"Siapa engkau?" Ace mendesak."Carol Crider, ketua Himpunan Mahasiswa Penentang
Olahragawan Profesional, lebih dikenal dengan SAPA!"
"O ya, aku sudah baca tulisanmu dalam berita universitas.
Tetapi mengapa mengusik aku? Usiklah pimpinan universitas!"
"Oh, itu telah kami lakukan. Para wartawan dapat melihat kami
ada di sini. Kami tidak mengusik engkau pribadi. Kami menentang
beasiswa bagi olahragawan."
"Apa salahnya mereka? Aku salah seorang dari mereka dan aku
terus memperolehnya untuk studiku tanpa menuntut keringanan
pelajaran."
Ia tidak menangguhkan tindakannya dengan alasan itu.
"Pemberian beasiswa untuk permainan adalah salah!" ia
menegaskan. "Itu mengurangi kesempatan mahasiswa yang pantas
ditolong."
"Barangkali kau tidak tahu, aku tidak akan mungkin belajar di
sini apabila aku tidak memperoleh beasiswa. Tetapi aku pun tidak
akan diizinkan bermain, kalau aku tidak membuktikan kemampuan
akademisku."
Pada saat itu pelatih Bradley dan regu pemain muncul dari arah
stadion. Tank Ritter maju ke arah kerumunan dengan tangan
mengepal.


Hardy Boys Bencana Menjelang Pertandingan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku akan hantam kepala kalian karena mengganggu Ace!"
Pelatih mendorong dia mundur.
"Tenanglah!" perintahnya.
"Dengar, mereka justru sedang berbicara denganku," Ace
menambahkan, "Jangan ributkan itu!""Kukira sudah tiba waktunya kalian merasa cemas mengenai
apa yang orang-orang pikirkan!" teriak Carol. "Bagaimana pun, ini
bukanlah yang terakhir kali kalian mendengar tentang kita!"
Ia menghentakkan kaki dan berjalan pergi!6. Diculik
Ace mengangkut bahu dan pergi, diikuti oleh anak-anak Hardy.
Ketika ia sampai di asrama ia berkata:
"Kalian tahu, aku tidak ada selera untuk makan malam. Lagi
pula aku harus belajar dengan keras!"
"Tentu, Ace," kata Joe. "Kami mengerti!"
Frank pergi ke kota, membeli makanan, dan membawanya ke
dalam kamar.
"Ini baik untuk selingan," kata Joe. "Kebetulan tidak ada suara
bising atau kerumunan orang."
Ia menggigit roti daging bakar.
"Sehari jauh dari rumah, aku kehilangan masakan bibi
Gertrude," kata Frank.
Mereka menonton acara TV sampai jam sebelas. Joe sudah akan
berangkat tidur, ketika Ace menyembulkan kepalanya ke dalam
kamar.
"Aku akan keluar ke kota bawah untuk mencari makanan.
Kukira kalian ingin ikut!"
"Tentu saja ikut!" kata Frank.
Mereka menyertai dia ke toko makanan yang sama yang
dikunjunginya malam kemarin."Biasanya engkau membeli kalengan," Joe mengamati ketika
Ace mengisi tasnya. "Mengapa begitu?"
"Itu lebih memudahkan bagiku," kata Ace. "Aku merasa lapar
pada waktu yang aneh. Aku mempunyai alat pemanas, tetapi tidak
mempunyai lemari es."
Ketika mereka sampai di asrama lagi, mereka ditemui oleh
serombongan mahasiswa yang berteriak-teriak marah. Salah seorang
dari mereka berkata:
"He, Ace, beberapa orang telah membongkar kamarmu dan .... "
Ace menjatuhkan tasnya dan berlari lewat pintu yang telah
terbuka. Suatu pemandangan kacau-balau tampak di dalam. Sebuah
meja dan dua kursi berjumpalitan.
"Bill diculik!" teriak Ace.
"Siapa Bill itu?" tanya Frank.
"Adikku!" ebukulawas.blogspot.com
Ace menghambur keluar kamar dan berlari turun ke aula. Frank
dan Joe mengikuti, tetapi ketika mereka sampai di luar, Ace telah
menghilang. Dengan cepat Frank berpikir. Ke mana penculik-penculik
itu membawa adik Ace? Dan ke mana Ace menghilang?
"Ke tempat parkir!" teriak Frank.
Ketika anak-anak Hardy tiba di jalan masuk, cahaya samar
menampakkan Ace sedang berjuang melawan empat orang dekat
sebuah mobil. Ia memukul salah seorang dari mereka dan menampar
seorang lain, tetapi penjahat ketiga menyelip di belakang olahragawan
itu dan memukulnya dengan sebuah pentungan. Ace jatuh merosot,
dan penyerangnya mendorong dia masuk melalui pintu belakangmobil yang terbuka. Keempat penculik kemudian melompat ke dalam
mobil dan melaju sebelum Frank dan Joe sampai.
Joe memukulkan tinjunya ke telapak tangannya karena kecewa,
sementara Frank mengambil sebuah notes kecil dan mencatat nomor
pelat mobil itu. Kemudian mereka lari ke telepon umum di sudut
tempat parkir dan menelepon markas polisi. Setelah menyebutkan
identitas mereka masing-masing, Frank disambungkan dengan kepala
polisi Higgins di rumah pribadinya. Frank berturut-turut mengisahkan
peristiwa itu dengan ringkas yang menyangkut hal-hal penting.
"Frank Hardy, he?" kata kepala polisi Higgins. "Aku telah
berjumpa dengan ayahmu beberapa waktu yang lalu dan kukira ia
adalah yang terulung yang pernah aku kenal. Apa engkau memiliki
CB?"
"Dalam mobil, ya!"
"Oke! Hubungi saluran tujuh. Itu saluran dengan polisi. Kami
akan terus menghubungi kalian. Sekarang juga aku akan kerahkan
anak buahku."
Frank dan Joe duduk di dalam mobil dengan menyalakan CB
mereka.
"Apa yang kita perbuat sekarang?" tanya Joe.
Sebelum Frank menjawab, CB memberi isyarat.
" Mobil itu disewa di New York City atas nama Albert Camor,"
kepala polisi itu memberitahu. "Aku telah menginstruksikan tanda
bahaya tingkat tiga. Jalan-jalan nadi utama telah diblokir di seluruh
negeri dan jalan-jalan menuju keluar kota."
"Terimakasih, pak Higgins."
"Apa yang hendak kalian lakukan?""Kami belum dapat memastikan," jawab Frank.
"Baiklah, jika kalian temukan sesuatu, beritahu saya!" kata
Higgins.
"Kami jamin anda dapat harapkan itu dari kami," kata Frank,
lalu memutuskan hubungan. "Joe, apa kiranya yang akan kau perbuat
andaikan kau itu Camor?"
"Aku tak berusaha lari ke luar kota. Karena anak-anak Hardy
telah melihat aku dan mungkin telah mengenali siapa aku dan
melaporkannya kepada polisi. Aku akan bersembunyi di sesuatu
tempat di sekitar sini."
"Ke mana? Engkau dapat bersembunyi ke tempat kenalan,
tetapi sangat tidak mungkin kau menemukannya di sini."
"Di sebuah hotel?" Joe menyarankan.
"Hotel memiliki lobby. Bayangkan membawa tawanan ...
barangkali dalam keadaan tidak sadar ... lewat lobby. Kiranya sangat
sukar untuk dapat lewat tanpa diketahui orang."
"Di kapal?"
"Itu sangat mungkin di Bayport, tetapi hanya ada sebuah sungai
yang dangkal yang mengalir di sini dan tidak ada perahu yang baik."
Joe membunyikan jari-jemarinya.
" Sebuah motel di mana engkau tidak perlu melewati lobby, di
mana engkau dapat sampai di pintu kamar dengan mengendarai mobil
dan hampir-hampir tidak ada orang memperhatikan apa yang
dikeluarkan dari dalam mobil."
"Maka, mari kita cari di beberapa motel."
Frank mencari sambungan dengan kepala polisi Higgins pada
pesawat CB-nya dan memberitahukan rencananya."Rencana kalian akan banyak membantu," kata perwira polisi
itu. "Sesungguhnya, aku baru saja memerintahkan anakbuahku untuk
menghentikan pemblokiran jalan-jalan dan juga patroli jalan.
Kenyataan yang sebenarnya aku telah meminta polisi negara untuk
menanganinya dan mereka telah mengirimkan beberapa orang."
"Kami sangat senang untuk berbuat sesuatu yang dapat kami
lakukan," Frank berjanji.
"Terimakasih. Nah kuharap dapat memberikan berita baik untuk
kalian, tetapi tidak," kepala polisi Higgins melanjutkan. "Aku telah
menelepon Dr. Catello. Aku selalu menelepon dia apabila ada sesuatu
yang serius yang menyangkut universitas. Ia sangat marah, dan
menyalahkan kalian yang kupikir tidak jujur. Bagaimana pun ia
mengatakan kata-kata: mereka masih terlalu muda. Aku takutkan
kalian berdua tidak disukainya."
"Saya tidak dapat menyalahkan dia," kata Frank. "Namun
bagaimana pun, kami telah disewa untuk mengawal Ace. Baiklah kita
berharap saja dapat menemukannya kembali."
"Selamat bertugas!" Higgins mengakhiri.
Anak-anak muda itu berhenti di sebuah rumah obat yang buka
sepanjang malam, dan memeriksa halaman kuning buku telepon. Di
kota ada enam buah motel, tiga motel di bagian utara dan tiga motel
lainnya di bagian selatan kota besar dekat dengan universitas.
Karena mereka berada di wilayah selatan, mereka memulai
pencarian di sana. Motel yang pertama-tama adalah gedung bertingkat
dua dengan beberapa jalan-jalan masuk yang terpisah. Kedua pemuda
itu menanyakan kepada pegawai di meja tamu, tetapi tidak seorang
pun dapat memberikan keterangan adanya penjahat yang digambarkanitu telah menyewa kamar. Mereka sedang mengendarai mobil menuju
ke motel yang kedua ketika Frank berkata.
"Lihat, itu Scrabby!"
Orang yang berbadan besar itu sedang berjalan di jalanan,
berhenti sebentar-sebentar seperti sedang mencari sesuatu atau
seseorang.
"Mari kita bicara dengan dia," kata Joe.
"Kita tidak ada waktu," Frank berkeberatan, tetapi kemudian ia
teringat wajah muram dari Robbie. "Baiklah, tetapi jangan lama-
lama."
Ia menghentikan mobilnya di pinggir jalan, dan Joe membuka
jendela mobil.
"He, tuan Scrabby!" ia memanggil.
Orang bertubuh raksasa itu memandang ke arahnya.
"Kalian sebaiknya jangan mengurusi Robbie atau kalian
akhirnya masuk penjara."
Scrabby menggertak seperti binatang buas dan menyerang
mobil mereka. Ia cukup gesit untuk ukuran tubuhnya, dan Frank
menjalankan mobilnya tepat pada waktunya.
"Aku sungguh-sungguh tidak mengharap dia mau mendengar,"
katanya.
"Tetapi setidak-tidaknya kini ia tahu Robbie telah mendapatkan
kawan yang menjagainya," Joe mengamati.
Mereka tidak juga berhasil di motel yang kedua. Begitu mereka
memasuki mobilnya lagi, mereka mendapat pesan lewat CB dari
kepala polisi."Kupikir kalian ingin tahu bahwa mobil para penculik telah
ditemukan di Second Street, kira-kira tiga blok dari tempat kalian.
Sebuah pemeriksaan kecil tidak memberikan bayangan adanya
petunjuk. Tetapi sekarang mobil itu ada di garasi kita, dan para ahli
kita sedang menyidik inci demi inci."
"Terimakasih, pak," kata Frank. "Anda semakin mempersempit
bidang pencarian."
"Apa yang engkau maksudkan itu?" tanya Joe, ketika Frank
memutuskan sambungan CB. "Bagaimana ia mempersempit bidang
pencarian kita?"
"Aku perhitungkan bahwa para penculik itu tidak akan
meninggalkan mobilnya dekat dengan motel yang mereka tempati.
Mereka akan mengendarai mobilnya ke bagian lain dari kota. Maka
motel yang mereka tempati barangkali adalah"
"Di ujung utara kota," Joe mengambil kesimpulan.
Di dua motel yang pertama-tama mereka tidak temukan sesuatu.
Frank sudah mulai ragu-ragu tentang teorinya. Tetapi pada motel yang
ketiga tebakan mereka kena.
Pegawai di meja tamu Moonrise Motel enggan membicarakan
tentang kegiatan tamu-tamunya.
"Tetapi, bagaimana aku dapat mengetahui kalian, siapa kalian?
Kalian menunjukkan kepadaku kartu nama kalian, tetapi itu sungguh-
sungguh bukan bukti."
Mereka lalu menunjukkan surat izin mengemudi mereka,
namun orang itu berkata.
"Dapat saja kalian memalsukan itu!"Akhirnya, anak-anak Hardy menjadi jengkel dan menelepon
markas polisi. Mereka meminta bicara dengan kepala polisi Higgins,
dan kemudian menyerahkan gagang telepon itu kepada petugas meja.
Wajahnya menunjukkan rasa lega ketika menggantungkan kembali
gagang itu.
"Kepala Polisi menjamin kalian. Saya mempunyai majikan
yang sangat keras, dan ia kan memberondong saya apabila saya
mengizinkan sesuatu terjadi yang tidak pada tempatnya."
"Kami mengerti," kata Joe.
"Saya tidak tahu apakah ada terdaftar seseorang yang bernama
Camor dalam motel ini, tetapi saya tahu ada suatu kelompok aneh
tingal di kamar dua puluh sembilan di ujung deretan C. Apa yang
kalian lukiskan sebagai si Jago Tembak cocok dengan orang yang
mereka sebut boss. Dialah yang menandatangani buku tamu. Inilah
tandatangannya."
Namanya William Romac. Kedua pemuda itu saling
memandang, hati mereka berdebar. Mereka tahu pasti bahwa mereka
telah menemukan orangnya. Dengan segera mereka melihat bahwa
"Romac" adalah "Camor" jika dibaca dari belakang.
"Apa yang kalian dapat lakukan adalah pergi ke deretan
pertama, lalu membelok ke kiri," kata pegawai yang mau bekerjasama
itu. "Terima kasih," Frank mengangguk.
Ia dan Joe berjalan menuju ke deretan C ketika mereka tiba-tiba
mendengar suara pertengkaran dan teriakan dari arah tersebut.7. Tukang Nguping
Beberapa saat kemudian, sebuah kendaraan meluncur dari
antara gedung-gedung, hampir saja menabrak mereka. Dengan jelas
tampak perkelahian terjadi di tempat duduk belakang. Frank dan Joe
melihat dua bayangan yang saling dorong-mendorong. Lampu-lampu
mobil tidak dinyalakan dan anak-anak muda itu tidak dapat melihat
nomor pelat mobilnya.
Takut akan kehilangan waktu mereka berlari ke ujung deretan C
seperti dikatakan petugas meja adalah kamar Romac. Pintu kamar
terbuka sedikit, tetapi tidak terdengar suara dari dalam.
"Uh, uh," kata Joe, bersiap-siap menghadapi kejadian buruk.
Mereka mendorong pintu terbuka tetapi berdiri beberapa
langkah dari pintu. Terdengar suara merintih, dan mereka melihat
seorang terbaring di lantai, terikat dengan erat.
Frank dan Joe masuk dengan hati-hati, tetapi pandangan sekilas
menunjukkan kepada mereka bahwa tidak ada yang membahayakan.
Di samping orang yang di lantai, satu-satunya penghuni kamar itu
adalah seorang muda usia yang terbaring di ranjang. Ia pun terikat dan
tersumbat mulutnya. Ia melihat kepada mereka dengan sorot mata
mengerikan.
"Engkau tahu siapa kiranya dia itu?" tanya Joe.Frank mengangguk.
"Adik Ace. Dan orang yang di lantai itu adalah si Jago Tembak
Camor. Mari kita lepaskan Bill dulu."
Mereka tengah melepaskan ikatan tali dari anak muda itu ketika
petugas meja menyembulkan kepalanya di pintu.
"Saya mendengar suara ribut-ribut dan kupikir hendak me ... "
Ia melihat ke sekitar barang-barang yang rusak. "Peristiwa apa yang
terjadi."
"Perkelahian," kata Joe.
"Mengapa kalian berkelahi dengan"
"Bukan kami," Frank membentak. "Kami hampir saja tidak ada
waktu, bukan? Engkau dapat menolong kami. Teleponlah polisi dan
minta bicara dengan kepala polisi Higgins. Katakan kepadanya bahwa
anak-anak Hardy ada di Moonrise Motel, bahwa kami menangkap
Camor, tetapi Ace tidak terlihat di mana pun."
"Baik!"
Petugas itu berlari pergi.
"Kalian bersama polisi?" tanya pemuda itu setelah sumbat
dilepas.
"Boleh dikatakan begitu," jawab Joe. "Engkau adik Ace,
bernama Bill?"
Kegelisahan nampak pada mata anak muda itu.
"Mengapa engkau mengira demikian?"
"Engkau Bill?"
"Ace bilang itu harus dirahasiakan, dan apabila seseorang
melihat aku, aku jangan mengaku.""Kami tidak tahu engkau tinggal dalam kamarnya," kata Frank,


Hardy Boys Bencana Menjelang Pertandingan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"tetapi tanpa pikir ia menyebutkan namamu ketika ia mengejar para
penculik. Ia juga menyebutkah bahwa engkau adalah adiknya."
"Jika kalian anak anak Hardy," anak muda itu melanjutkan,
"kalian adalah orang-orang yang seharusnya mengawal dia!"
"Dan suatu pekerjaan bagus yang telah kami lakukan," Kata Joe
dengan getir.
"Ayohlah, Joe. Itu bukanlah salah kita, dan engkau pun tahu,"
kata Frank. "Ace jangan sampai menunggu-nunggu kita. Sekarang,
Bill, ceritakan semua yang terjadi!"
"Ace bilang padaku, kalian adalah orang-orang yang jujur,"
kata Bill, "maka aku percaya pada kalian. Aku tinggal di sebuah Panti
Asuhan di Chicago. Tetapi ... tetapi sangat buruk, maka aku melarikan
diri. Aku kemari membonceng. Ace mengatakan kalau polisi
menemukan aku, aku akan dikirimkan kembali. Maka ia
menyembunyikan aku di dalam kamarnya untuk beberapa minggu. Ia
sedang berusaha apakah aku dapat tinggal pada keluarga seorang
temannya, tetapi mereka sedang pergi berlibur."
" Itulah sebabnya ia selalu pergi pada malam hari untuk
membeli makanan!" Frank menyatakan. "Sekarang semuanya menjadi
jelas."
Kemudian ia berpaling ke si Jago Tembak, yang memandangi
mereka dengan penuh kebencian.
"Bagaimana engkau mengetahui hal ini?" ia mendesak.
Bill memberikan jawaban bagi si penjudi. "Bagaimana pun
orang ini dan gerombolannya telah mengetahui bahwa aku tinggal di
kamar Ace. Ia katakan ia akan menceritakannya kepada polisi aku adadi sana, kecuali kalau Ace bermain buruk nanti pada hari Sabtu
sehingga Northern university akan menang. Tetapi Ace menolak. Aku
pun mendengar orang yang di lantai itu"
"Si Jago Tembak," Joe memberitahu kepadanya.
"Yaa, si Jago Tembak, telah memerintahkan orang-orangnya
untuk melukai Ace, tetapi tidak terlaksana. Aduh, pergelangan tangan
dan kakiku kaku karena tali-tali itu."
Bill duduk di tepi ranjang dan menggosok-gosok lengannya. Si
jago Tembak menendang-nendangkan kakinya di lantai meminta
perhatian.
"Bersabarlah," kata Frank kepadanya dan kembali berpaling
pada Bill. "Apa yang telah terjadi semalam?"
"Aku sedang menunggu Ace kembali membawa makanan,
ketika segerombolan orang-orang mendobrak pintu dan masuk ke
dalam kamar. Aku mencoba untuk menghindari mereka, tetapi mereka
menghadang di pintu. Aku berlindung di balik kursi dan meja, tetapi
mereka mendorong kursi dan meja itu ke samping. Mereka meraih aku
dan menyeret aku ke luar ke sebuah mobil. Mereka baru saja hendak
menjalankan mobil ketika Ace datang. Mereka memukulkan sesuatu
kepadanya dan merenggutnya ke dalam mobil."
"Kami melihat itu," Joe memotong.
Bill mengangguk.
"Kemudian mereka membawa kami ke mari dan mengikat
kami."
"Sesudah itu apa yang terjadi?"
"Jago Tembak yang di lantai itu menunggu. Ia sangat marah
karena mereka telah membawa serta Ace. Ia bilang tidak seorang punakan perduli kalau yang diculik itu aku, bagaimana pun Ace tidak
akan mengatakan kepada siapa pun karena ia tidak menginginkan aku
kembali ke Panti Asuhan di Chicago. Tetapi, ia mengatakan, mereka
akan mengirimkan tentara, angkatan laut dan korps komando untuk
mencari Ace. Mereka tidak dapat meninggalkan kota, katanya, karena
tempat itu akan dijelajahi oleh polisi."
"Mereka benar!" kata Joe pendek.
"Ya, akhirnya ia menjadi tenang. Ia bilang kepada orang-
orangnya untuk meninggalkan mobilnya, sebab mungkin mobil itu
telah terlihat pada waktu meninggalkan tempat parkir di universitas. Ia
juga meminta kepada orang-orangnya untuk mencari makanan. Aku
tidak tahu apa yang terjadi dengan mereka. Mereka telah berangkat
sejam yang lalu."
Joe dan Frank tertawa.
"Aku kira mereka tidak akan datang lagi," kata Joe. "Tidak
diragukan lagi, mereka menyadari bagaimana buruk
perkembangannya. Kerja yang bagus, Camor!".
Penjudi yang terikat itu nampak muak.
"Jika kalian datang sedikit lebih cepat, pasti kalian dapat
temukan Ace," kata Bill sedih.
Frank mengangguk.
"Kami mendengar ribut-ribut seperti orang berkelahi, dan kami
melihat sebuah mobil melaju pergi. Hanya itulah yang kami ketahui."
"Memang, semuanya terjadi dengan amat cepat," kata Bill.
"Sebuah ketukan di pintu. Si Jago Tembak itu mengira orang-
orangnya yang datang. Ia meneriaki orang-orangnya dan membukakan
pintu. Segerombolan orang-orang yang belum pernah kulihat masuk.Mereka memukul Jago Tembak dan mengikatnya. Kemudian mereka
lepaskan ikatan Ace, dan salah seorang dari mereka mengatakan
kepadanya bahwa mereka akan membawanya ke suatu tempat di mana
ia akan aman. Aku lihat bahwa Ace curiga. Ia bilang tidak ingin pergi,
dan ia ingin memanggil polisi. Ia melangkah ke pesawat telepon, dan
mereka menangkapnya."
"Itulah ribut-ribut yang kudengar," Joe memotong.
Bill mengangguk.
"Ace berkelahi dengan gigih, tetapi sia-sia. Karena sedikitnya
ada empat atau lima lawan, dan mereka bersama-sama
menggelandangnya keluar pintu. Kemudian kalian datang dan aku
mengira kalian adalah beberapa dari gerombolan itu yang datang
kembali."
Terdengar raungan sirene, dan tak lama kemudian mereka
mendengar deritan bunyi rem mobil. Sepasukan polisi dipimpin oleh
kepala polisi Higgins mengepung kamar. Ia melihat si Jago Tembak.
"Siapa dia?"
Frank menjelaskan apa yang telah terjadi secara singkat dan
lengkap. Kepala polisi Higgins menganggukkan kepala kepada orang-
orangnya.
"Lepaskan ikatannya!"
Ketika sumbat mulutnya telah dibuka, si Jago Tembak itu
berbicara dengan gemetar.
"Aku telah ditangkap di sini berlawanan dengan kehendakku.
Dan aku ingin agar dua orang ini ditangkap ..." dia menunjuk ke Frank
dan Joe, "yang ngobrol dengan anak itu sambil melihat aku menderita
di lantai.""Oh, simpan kata-katamu itu, Camor," kata kepala polisi itu
lesu. "Kau telah menyebabkan aku berjaga sepanjang malam, dan
sekarang mau membuat kepalaku pusing."
Kini nada suaranya menjadi serius.
"Kau ditangkap. Kau berhak untuk bungkam. Segala sesuatu
yang kaukatakan simpan saja untuk membela dirimu sendiri di depan
pengadilan. Jika engkau menginginkan seorang pembela, kami akan
.... "
"Apa?" seru si Jago Tembak. "Aku ditangkap? Apa engkau
kehilangan akalmu? Aku menjadi korban kejahatan, dan penjahat-
penjahatnya telah pergi, aku tuntut agar engkau segera mengeluarkan
perintah penangkapan mereka!"
Kepala polisi Higgins terus bertindak tanpa mempedulikan
pembelaan Camor seolah-olah penjudi itu tidak pernah
mengatakannya. Ketika ia telah menyelesaikannya, ia menambahkan:
"Mengapa tidak kaukatakan sekarang? Mengapa engkau
menculik Ace? Di mana dia sekarang? Engkau tahu apa yang ingin
kami ketahui. Ayo buka mulutmu!"
"Aku tidak akan bicara sepatah kata pun, sampai aku bicarakan
dulu dengan penasihat hukumku!" penjudi itu menyatakan dengan
congkak.
Higgins mengangkat bahu.
"Jika itu kehendakmu. Tetapi aku katakan kepadamu, engkau
akan membantu dirimu sendiri jika engkau membantu kami.
Pertimbangkanlah! Engkau akan dituduh telah membongkar dan
masuk, menyerang dan seterusnya, dan ... yang paling buruk ... adalahpenculikan. Jika engkau mau bekerjasama, hakim akan
menggunakannya dalam pertimbangan."
Si Jago Tembak berpikir sejenak, lalu berkata dengan
bersungut-sungut.
"Apa yang kauingin ketahui?"
"Siapa orang-orang yang masuk ke kamar ini dan membawa
pergi Ace beberapa waktu yang lalu?"
"Orang-orangnya Harry Weller."
"Dan siapa Harry Weller itu?"
Si Jago Tembak itu memandang keheranan. "Engkau tidak tahu
dia? Mengapa? Dia adalah penjudi terbesar di New York?"
"Mengapa ia menghendaki Ace ketika engkau telah
mendapatkannya?"
Camor mengangkat kedua belah tangannya, membuka telapak
tangan dengan lagak tidak tahu.
"Bagaimana aku tahu? Ia mengirimkan ancaman kepadaku agar
aku lepas tangan dengan urusan Ace, tetapi aku tidak tahu lebih dari
itu!"
"Baik, cukup untuk waktu ini," kepala polisi itu mengatakan
kepada orang-orangnya. "Bawa dia dan sekap dia!"
Pada saat itu, seorang perwira polisi lain masuk ke dalam
kamar, mendorong seorang pemuda yang besar dan kuat di
hadapannya.
"Saya tidak tahu apakah dia ini ada sangkut pautnya, pak
Komandan. Tetapi dia kutemukan di belakang, sedang nguping segala
sesuatu yang dibicarakan."
Pemuda yang baru datang itu adalah Tank Ritter.8. Dibebaskan
"Siapa engkau," kepala polisi Higgins bertanya, "dan apa yang
kaukerjakan di sini?"
"Dia Tank Ritter," Frank menjelaskan ketika mahasiswa itu
hanya diam dan bingung, "pemain tackling dari regu sepakbola
universitas. Menurut dugaan dia adalah teman paling akrab Ace di
kampus."
"Ya, benar," kata Tank dengan cepat. "Aku adalah teman
baiknya. Kudengar selentingan bahwa dia diculik dan aku datang
kemari untuk mencari dia."
Semua orang di dalam kamar itu diam memandang anak muda
itu. "Kau sangat baik," kata Higgins sambil tersenyum. "Aku
menyukai orang yang setiakawan."
Tank berseri-seri. Perwira polisi melanjutkan.
"Namun, satu atau dua hal telah mengganggu, nak. Mungkin
engkau dapat membantu."
Tank mengangguk penuh semangat.
"Saya sangat senang melakukan sesuatu, pak!"
Senyumnya menghilang, dan suara Higgins menjadi tajam.
"Bagaimana engkau mengetahui bahwa Ace diculik?""Mengapa ... mengapa, aku mendengarnya dari radio."
"Engkau tentu terus-menerus mendengarkan radio, sejak kami
mulai menangani seluruh peristiwa ini. Tidak ada surat kabar, tidak
ada reporter TV, tidak juga stasion radio yang telah memberitakan.
Lagipula, bagaimana engkau sampai dapat datang kemari untuk
menolong kawan baikmu Ace, khususnya di motel ini? Anak-anak
Hardy dapat menemukan tempat persembunyian Camor dalam waktu
beberapa jam. Apa engkau juga mendengar itu dari radio?"
Tank menundukkan kepala.
"Saya malu atas perbuatan sendiri, pak. Saya ingin muncul
sebagai pahlawan. Bapak benar. Saya tidak tahu bahwa Ace diculik
dan dibawa kemari. Saya datang untuk memesan sebuah kamar bagi
nenek saya akhir pekan nanti. Nenek datang untuk menonton
pertandingan Northern universitas. Ketika saya tiba, saya melihat
mobil polisi, maka saya mencuri tahu apa yang terjadi. Saya
mendengar apa-apa yang telah dibicarakan, maka saya memutuskan,
ketika perwira polisi menangkap basah perbuatanku, untuk berlagak
tahu apa yang terjadi selama ini."
Higgins menggelengkan kepala.
"Aku akan mengingatkan kau satu hal, Ritter. Engkau begitu
cepat menggunakan pikiran. Engkau sangat cepat pula memimpikan
kedustaan ... tidak benar, tetapi cepat. Engkau toh tidak mengharapkan
dengan mudah aku percaya omong kosongmu tentang nenekmu,
bukan?"
"Itu betul, pak!" kata Tank.
"Kalau aku panggil petugas meja tamu, apakah ia mau
memperkuat omonganmu itu?""Saya belum sampai ke sana," kata Tank menangis. "Saya
melihat mobil polisi dan"
"Hentikan tangismu itu, Tank," gertak si Jago Tembak Camor.
"Aku akan katakan kepadamu, pak Higgins, mengapa ia di sini, dan
ingat aku lakukan itu dengan tujuan kerjasama."
"Aku akan masukkan itu dalam laporanku, engkau rupanya
hendak melakukan kewajibanmu sebagai warganegara."
Jago Tembak itu tidak mengindahkan sindiran tajam tersebut.
"Dia ada di sini untuk memperoleh uang dariku!"
"Dan mengapa engkau membayar dia?"
"Tutup mulut, Jago Tembak, tutup mulut!" teriak Tank nekat.
Penjudi itu memandang dia dengan jijik.
"Engkau melompat-lompat kegirangan ketika aku tawarkan
kesempatan itu kepadamu. Engkau begitu tenggelam seperti juga
aku."
Higgins memejamkan matanya.
"Ayo hentikan percekcokan itu, tuan Camor. Kuulang lagi
pertanyaanku. Mengapa engkau membayar dia?"
"Ia harus dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan atas diri
Ace. Namun ia tidak dapat melakukan tugas itu dengan baik."
"Apakah itu benar, tuan Ritter?"
Pemain sepakbola itu mengarahkan pandangan matanya lekat
ke lantai.
"Aku anggap diam berarti setuju, tetapi engkau dapat bicarakan
semuanya itu dengan penasihat hukummu kemudian. Sementara ini
aku menangkapmu."Sekali lagi kepala polisi Higgins mengeluarkan perintah
penangkapan terhadap seseorang.
"Oke, bawa keduanya pergi!"
Sesudah Jago Tembak dan Tank meninggalkan kamar, Higgins
berpaling kepada anak-anak Hardy.
"Aku sangat menghargai kerja kalian. Aku dapat melihat sendiri
ayah kalian telah mendidik kalian dengan baik. Selamat! Sekarang apa
yang hendak kalian lakukan?"
"Kami akan membawa Bill kembali ke universitas, sehingga ia
dapat tidur ... kecuali kalau anda memerlukan dia untuk sesuatu," kata
Frank.
"Bukan aku. Aku tidak mempunyai surat perintah dari Illinois
yang menuntut pengembaliannya. Aku lepas tangan untuk itu. Aku
harapkan Ace dan pihak universitas dapat sampai kepada pemecahan
masalah itu di antara mereka. Namun, andaikan aku ini kalian, aku
sekarang ini juga akan menemui rektor Catello. Ia katakan kepadaku
bahwa ia akan tetap jaga sampai ia menerima berita."
"Tentunya ia akan tidak senang," kata Joe sedih.
"Memang mungkin ia agak sedikit tegang, itu aku akui, kata
kepala polisi. "Apa kalian menghendaki aku menelepon dia dan
mengatakan kepadanya bagaimana bagusnya kalian melakukan tugas
kalian sejauh ini?"
Frank menggelengkan kepalanya.
"Terimakasih, pak, untuk tawaran itu. Kupikir lebih baik kami
menghadapi sendiri permainan musik tersebut."


Hardy Boys Bencana Menjelang Pertandingan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Baiklah kalau begitu. Aku pergi sekarang. Kalian tahu,
pemblokiran jalan-jalan berlangsung terus dan akan tetap demikiansampai gerombolan Weller tertangkap. Boleh dikatakan sangat sukar
untuk dapat lolos keluar kota."
Dalam perjalanan pulang ke universitas, Bill banyak bicara.
"Aku harap mereka cepat dapat menemukan Ace. Ia adalah
orang yang paling baik di dunia ini. Aku katakan demikian bukan
karena dia kakakku, bukan. Aku telah mengenal banyak orang yang
saudara-saudaranya itu jahat. Tetapi Ace selalu berusaha
memperhatikan aku."
"Mengapa engkau lari dari Panti Asuhan?" tanya Joe.
"Sejak kematian ibuku, aku dititipkan di banyak panti-panti
asuhan. Banyak dari panti-panti asuhan itu sangat baik. Tetapi orang
yang mengusahakan panti asuhan yang terakhir ini hanya
menginginkan uang. Mereka kurang baik pada setiap anak yang
tinggal di sana. Mereka kurang memberikan cukup makan pada kami,
dan kami sering mendapat hukuman karena hal-hal yang kecil.
Mereka pun tidak mengizinkan aku menengok ayah di rumah sakit."
"Itu memang buruk," Frank menunjukkan simpatinya.
"Ya, akhirnya aku tidak tahan lagi. Aku meninggalkannya pada
suatu malam dan menumpang di State University. Ace menampung
aku."
"Apakah tidak ada seorang pun dari orang-orang yang
menemuimu di jalan mencurigai mengapa seorang anak muda seperti
engkau berada di jalan."
Bill mengangkat bahu.
"Banyak hal-hal yang baik kualami dengan mereka. Tidak
seorang pun dari mereka yang mengganggu atau pun mengusut siapaaku. Banyak anak-anak muda yang mendapatkan halangan-halangan
sekarang ini."
"Lalu Ace merencanakan untuk menitipkan engkau pada teman-
temannya?" tanya Frank.
"Betul. Temannya, John, mengatakan kepadanya barangkali
orangtuanya bersedia menerima aku, tetapi ia belum dapat
memintanya karena mereka sedang liburan untuk sebulan lamanya."
Lampu-lampu menyala di tangga rumah Rektor Catello yang
indah di pinggiran kampus. Anak-anak Hardy dan Bill turun dari
mobil dan berjalan menaiki tangga menuju ke serambi yang lebar.
Sebelum mereka membunyikan bel di pintu, pintu itu membuka dan
rektor dengan pandangan marah berdiri di sana dalam mantel mandi.
"Masuklah," katanya dengan suara bernada marah.
Sambil mengantarkan mereka masuk ke ruang belajar, ia
melambaikan tangan mempersilakan anak-anak muda itu duduk,
sementara ia tetap berdiri.
"Kepala Polisi Higgins telah menelepon aku beberapa menit
yang lalu, dan memberitahukan bahwa kalian sedang dalam perjalanan
kemari. Kukira aku akan gembira bahwa para penculik Ace yang
pertama telah ditemukan ... rupanya oleh kalian ... dan bahwa Ritter
menampakkan diri sebagai pelaku usaha melukai Harrington. Tetapi
aku sangat merasa terganggu karena Ace telah diculik kelompok
pertama di muka hidung kalian. Sedang sekarang penculik kelompok
kedua telah menghilang dari gelanggang dan Harrington dengan cepat
telah dibawa pergi."
Frank membuka mulutnya untuk berbicara tetapi rektor
universitas itu mengangkat tangannya."Siapa dia ini?" katanya dengan nada lebih lembut sambil
mengangguk ke arah Bill.
Frank menjelaskan bahwa Bill adalah adik Ace, dan datang dari
Illinois untuk menyingkir dari kesulitan panti asuhan. Catello
tersenyum kepada anak muda itu.
"Jadi engkau merupakan bagian dari misteri yang baru saja
dipecahkan. Jangan khawatir. Engkau boleh tinggal di sini malam ini,
dan kita akan mencari sebuah panti asuhan yang pantas di dekat sini."
Melihat kegirangan anak muda itu, Catello menepuk-nepuk
pundaknya, kemudian kembali berpaling kepada anak-anak Hardy.
"Aku sangat prihatin tentang usia kalian yang masih muda dan
kemampuan menangani tugas yang demikian penting, tetapi ayah
kalian telah menghilangkan keragu-raguanku. Bagaimana pun,
kelihatannya seakan-akan kecemasanku yang pertama ternyata benar."
Frank merasa jengkel.
"Jika saja aku diperbolehkan mengatakan begini, pak. Anda
rupanya banyak sekali meletakkan kesalahan-kesalahan pada usia
remaja. Mozart telah menciptakan banyak simfoni pada usia remaja,
Alexander telah menaklukkan sebagian besar dunia, Fernando
Valenzuela adalah seorang bintang pelempar bola ...."
"Tetapi kalian gagal melindungi Kevin Harrington," rektor
Catello mengakhiri. "Aku khawatir bahwa aku harus memberhentikan
kalian dari tugas kalian."
"Aku kira kami akan menerima keputusan itu," kata Frank
dengan kekecewaan. "Tentu saja, dengan kemauan sendiri kami akan
terus berusaha menemukan Ace dan mengembalikannya ke kampus.""Itu terserah kepada kalian," rektor itu mengakhiri dengan
bersikeras.
Anak-anak muda itu mengucapkan selamat tinggal kepada Bill,
yang sebaliknya mengucapkan semoga berhasil.
"Aku merasa tidak enak di sana," kata Joe ketika mereka
mengendarai mobilnya ke tempat parkir kampus.
Frank menghela napas.
" Engkau tidak dapat memenangkan semuanya."
Mereka memarkir kendaraan mereka, lalu berjalan kembali
melintasi kampus menuju ke asrama.
"Aku akan kehilangan tempat ini," kata Joe. "Sungguh lucu
menjadi seorang pelonco sebentar."
Pops Walzak dan salah seorang dari pegawainya sedang
merapikan kamar Ace. Frank dan Joe berhenti dan menyampaikan
keterangan kejadian malam itu.
"Aku prihatin kalian diberhentikan," kata Pops, "tetapi aku
senang Tank telah ditangkap. Ingat memukul teman baik jatuh dari
tangga gedung perpustakaan!"
"Dan nyaris menabraknya dengan mobil," kata Joe. "Tentu saja
ia berpura-pura menakut-nakuti Ace."
"Aneh, bahwa orang mau melakukan apa pun karena uang,"
kata Pops. "Eh, salah seorang mahasiswa telah menerima telepon di
aula asrama untuk kalian. Ia selipkan pesan itu di bawah pintu kamar
kalian."
"Aku heran pesan tentang apa itu," kata Joe selagi mengambil
kunci di pintu. "Mungkin dari ibu."
Pesan itu ditulis dengan huruf-huruf yang sangat jelas.ROBBIE STEVENSON ADA DI RUMAH SAKIT.
SEORANG DOKTER MENELEPON DAN MENGATAKAN AGAR
KALIAN DATANG SECEPATNYA. SANGAT PENTING.9. The Gold Bug
Mereka segera berangkat ke rumah sakit. Seorang perawat yang
bertugas di meja tamu mengatakan kepada mereka bahwa Robbie
hanya boleh ditengok oleh keluarga. Tetapi ketika Frank menyebutkan
nama mereka, ia berkata:
"Pergilah ke kamar 388. Dokter MacArthur mengatakan
Stevenson tidak akan menjadi tenang sebelum ia bicara kepada Anda.
Ia sangat parah dipukuli orang, maka jika kalian dapat menenangkan
dia, hal ini akan sangat dihargai."
Ketika mereka masuk anak itu gelisah berguling ke kiri dan ke
kanan dan berkomat-kamit.
Wajahnya penuh luka-luka. Frank menggoyangkan badannya
dengan pelan-pelan.
"Robbie, Frank dan Joe ada di sini."
Ia memandang mereka dengan pandangan kabur.
"Aku ... aku menyesal, aku ... melarikan diri. Aku ... takut!"
"Semuanya baik. Siapa yang telah memukulimu?"
Robbie menggumamkan sesuatu yang tidak dapat mereka
dengar. Frank membungkukkan tubuhnya.
"Engkau mengatakan apa, Robbie?"
Suara anak itu menjadi rintihan keras."Gold bug!"
"Gold bug? Seekor kutu busuk emas menyengatmu?"
"Bukan, bukan."
Suara Robbie melemah kembali dan matanya menutup.
"Sangat penting, Frank. Gold bug adalah."
Ia sama sekali telah berhenti berbicara.
"Ia telah menjadi tenang," Joe menyatakan.
"Jika saja ia mau mengatakan lebih banyak lagi," kata Frank.
Ia sekali lagi membungkukkan tubuhnya ke telinga Robbie dan
berkata dengan suara biasa.
"Apa itu Gold bug? Siapa yang memukulmu?"
"Mengapa kalian menganggu anakku?" terdengar suara datang
dari arah pintu. "Siapa kalian? Ada apa kalian berada di sini?"
Frank menegakkan tubuhnya dan menatap si pendatang baru. Ia
seorang wanita yang tinggi semampai, berambut ubanan dan raut
muka lurus bergaris-garis, yang ternyata adalah ibu Robbie.
"Apa kalian tidak melihat papan, ?Jangan ganggu? di pintu?" ia
melanjutkan. "Ia membutuhkan istirahat, dan banyak istirahat!"
"Kami menyadari itu," kata Frank. "Kami adalah"
"Tidak peduli siapa kalian!" seru wanita itu. "Keluar dari sini!
Seperti yang aku tahu, kalian barangkali orang-orangnya yang telah
memukuli dia!"
Joe melihat ke Frank yang mengangkat bahunya dan
mengangguk. Bersama-sama mereka meninggalkan kamar tanpa
mengucapkan kata-kata.
"Ia sangat bingung." kata Joe selagi berjalan ke luar di gang."Kau tidak dapat menyalahkannya. Kasihan anak itu, dipukuli
seperti itu. Tentu dilakukan oleh Scrabby."
Joe tertawa sedih.
"Aku sebenarnya tidak menakut-nakuti anak itu, bukan? Kau
tahu, ini bukan pula salah satu malam yang terpanjang bagi kita."
Frank mengangguk muram.
"Lebih baik kita tidur sebentar sebelum kita lakukan sesuatu."
*************
Mereka beristirahat empat jam dan bangun pada jam delapan.
Kemudian mereka menelepon pak Hardy di Texas. Mereka
menceritakan kepada ayah mereka berita buruk tentang penculikan
terhadap Ace dan tentang pemecatan mereka.
"Sungguh menyedihkan," kata pak Hardy. "Kalian benar, tentu
saja, dengan mengatakan kepada Catello bahwa kalian tetap
meneruskan pencarian terhadap Ace. Boleh saja ia melemparkan
masalah tersebut dari kalian, tetapi kalian terus bekerja atas kemauan
sendiri."
"Apakah ayah mempunyai saran dari mana harus memulai?"
tanya Frank.
"Hubungilah kawan baikku John Wilenski dari kantor FBI di
River Road," pak Hardy menyarankan. "Kepala polisi Higgins akan
melaporkan kepada FBI tentang penculikan itu dan John tentu akan
memberikan beberapa pemikiran."
"Terimakasih, ayah," kata Frank.
"Tetapi berhati-hatilah, sekarang. Suatu penculikan adalah
sangat licin dan berbahaya."
"Baik, ayah. Kami akan selalu waspada. Jangan khawatir."Pak Hardy berdecap-decap.
"Kuharap aku akan pulang pada waktunya untuk menonton
pertandingan dengan Northern. Dan aku pun yakin Ace akan ikut
main."
"Kuingin mempunyai keyakinan seperti ayah," kata Frank lalu
menggantungkan teleponnya.
"Engkau kok begitu pesimis," kata Joe. "Ayo kita mulai!"
Dalam perjalanan ke kantor FBI, sebuah suara yang mereka
kenal terdengar melalui CB.
"Berita buruk! Aku takut," kata kepala polisi Higgins, "aku
telah beberapa kali menghubungi kalian beberapa jam ini. Weller dan
orang-orangnya telah lolos keluar kota."
"Apa?" Frank dan Joe bersama-sama berseru.
"Kutakutkan demikian. Itu terjadi menjelang fajar. Mobilnya
yang besar itu telah menabrak sebuah rintangan."
"Apakah anak buah anda mencatat nomor mobilnya?" tanya
Joe. "Tentu. Tetapi tidak ada gunanya," kata kepala polisi itu sedih.
"Kami telah mengerahkan mobil-mobil polisi untuk mengejar dan
sebuah helikopter untuk membayangi dari atas. Coba tebak apa yang
terjadi? Kita temukan mobil mereka ditinggalkan dua kilometer, di
tepi sebuah jalan. Bekas-bekas roda menunjukkan bahwa sebuah truk
telah menunggui mereka di sana. Mereka pindah ke dalam truk dan
menjalankannya pergi. Kami tidak berhasil mengetahui bagaimana
rupa truk itu, namun kami terus berusaha untuk menemukannya.
Percayalah!"
***********"Jadi Ace hampir-hampir tidak dapat diketahui di mana
sekarang," demikian Frank menceritakan berita itu kepada John
Wilensky beberapa menit kemudian.
"Yaah, dengan berhasilnya Weller meloloskan diri dari jebakan
kita," kata pak Willensky, "satu-satunya tempat untuk mencari jejak
adalah di New York City, karena di sanalah daerah tempat tinggalnya.
Aku telah menghubungi kantor di sana, dan mereka bersedia
membantu kita sepenuhnya. Untungnya kalian datang tepat pada
waktunya. Aku sedang hendak pergi ke lapangan terbang, di mana
sebuah helikopter telah menunggu. Mari!"
Ketika mereka telah mengudara, anak-anak muda itu
menceritakan kepada orang FBI itu seluruh kisah keterlibatan mereka
dengan Ace, dimulai dengan pertemuan di kantor Dr. Catello.
Wilensky bersiul.
"Sesuatu yang rumit, bukan. Khususnya dengan persaingan di
antara dua kelompok penjudi itu!"
Ketika mereka melandas di lapangan terbang La Guardia dua
orang anggota polisi dan sebuah mobil telah menunggu. Mereka
bergerak cepat ke kantor Weller di lantai paling atas sebuah gedung
pencakar langit yang baru. Lewat jendela-jendela yang besar terlihat
pemandangan Manhattan dan Patung Liberty. Dinding-dinding
bangunan itu tertutup dengan lukisan-lukisan. Anak-anak muda itu
mengikuti kedua anggota polisi melintasi lantai yang berkarpet tebal.
Ketiga sekertaris telah ditanyai dengan teliti, tetapi mereka
menyatakan sama sekali tidak mengetahui di mana majikan mereka.
Mereka mengatakan telah beberapa hari tidak melihat dia.Dengan tidak gentar polisi-polisi itu bergegas menuju ke
jantung kota ke apartemen Weller. Pengawas bangunan itu enggan
untuk mengizinkan mereka masuk, tetapi ketika polisi-polisi itu
menunjukkan sebuah surat perintah pencarian, ia lalu membukakan
pintu.
"Aku tidak tahu apa yang kalian akan dapatkan," katanya.
"Tuan Weller sudah seminggu lamanya tidak ada di sini."
Aparteman itu lebih besar dan luas daripada kantor Weller.
"Dia tentu hidup berkecukupan," komentar Joe.
"Untuk sementara waktu, memang," kata polisi Wilensky.
"Sebetulnya aku banyak melihat tempat-tempat mengesankan seperti
ini, milik perampok-perampok. Akhirnya orang-orang ini digulung ke
dalam lingkungan yang kurang menyenangkan ..., maksudku dalam
penjara. Kejahatan boleh saja menjadi ?gaji? bagi sekelumit orang,
tetapi itu pun hanya untuk sementara waktu. Pada akhirnya mereka
akan tertangkap juga."
Polisi FBI itu memeriksa seluruh apartemen, tetapi ia tidak
menemukan petunjuk-petunjuk yang menyatakan di mana Harry
Weller berada saat itu.
Baru saja mereka hendak meninggalkan tempat itu dengan
perasaan kecewa, ketika tanpa sengaja Frank menjatuhkan sebuah
tempat abu rokok yang berat. Ia memungutnya ketika ia melihat
sebuah kertas penutup korek api yang dilekatkan di bagian bawah


Hardy Boys Bencana Menjelang Pertandingan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dasar asbak tersebut.
"Apakah ini menurut anda ada artinya?" Frank menyerahkannya
kepada Wilensky. "Banyak buku-buku dan majalah-majalah tentang
memancing ikan di sekitar apartemen ini."Petugas FBI mempelajari pesan yang tertulis pada penutup
tersebut:
PERGILAH KE CALABOO, NEW HAMPSHIRE, TELUK
PALING BAGUS UNTUK MENGAIL IKAN DI NEW ENGLAND.
"Itu jauh lebih baik," kata Wilensky, "namun aku ingin bertaruh
kalau aku seorang petaruh. Bagi seseorang yang mencintai olahraga
memancing, Weller pasti tidak memiliki alat-alatnya ... tidak sebuah
tangkai pancing, atau mata kail di dalam rumah ini, yang berarti .... "
"... ia membawanya pergi," Joe melanjutkan dengan girang.
"Barangkali ke Calaboo!" Frank mengakhiri.
"Benar!"
Wilensky sudah beranjak melalui pintu.
"Ayo berangkat!"
Mereka sedang mendengarkan musik di radio, selagi mereka
dalam perjalanan menuju ke lapangan terbang, ketika siaran berita
tiba. Mereka tidak memperhatikannya sampai mereka mendengar
nama Ace disebut-sebut.
"... beralih sekarang ke Cliff Moorson, wartawan olahraga
California, yang melemparkan tuduhan pada Ace Harrington. Cliff,
anda di sana?"
"Tentu, Mike."
"Anda mengatakan bahwa Ace telah menerima suap untuk
dengan sengaja memenangkan lawan dalam pertandingan hari Sabtu
mendatang melawan Northern?"
"Saya tidak mengatakan tepat begitu. Saya hendak berhati-hati
dengan pernyataan saya. Saya mengatakan ada suatu kecurigaan yang
menyangkut hubungan antara Harrington dengan seorang penjuditerkemuka. Mereka telah terlihat bersama-sama beberapa kali.
Biasanya, para penjudi tidak bergaul dengan pemain-pemain
sepakbola terkecuali mereka menginginkan sesuatu. Saya ingin
menekankan bahwa saya tidak menuduh Harrington makan suap."
"Lalu apa kata Ace Harrington mengenai ini semua, Cliff?"
"Ia tidak mengatakan sesuatu ketika baru-baru ini aku
menanyakannya. Ia mengelak dan bahkan kasar. Aku mencoba untuk
bertemu dengan dia hari ini, tetapi rupanya ia telah meninggalkan
universitas. Aku hanya dapat menduga-duga bahwa ia menghilang
karena aku menyingkapkannya."
"Terimakasih, Cliff. Kabar telah datang dari the National
Collegiate Athletic Association bahwa mereka telah meminta State
University untuk melarang Ace ikut dalam pertandingan melawan
Northern terkecuali ia dapat menjawab dengan memuaskan perkara
yang diajukan terhadapnya. Apabila State University tidak dapat
memenuhi permintaan ini, maka NCAA akan mempertimbangkan
bahwa universitas melanggar peraturan-peraturan dari himpunan
olahraga antar universitas, dan mungkin akan dilarang mengikuti
semua cabang olahraga untuk waktu satu tahun."
"Kami baru saja menerima kabar bahwa seorang anggota staf
kami telah diminta untuk menghubungi dengan telepon pelatih Pat
Bradley dari State University," Mike kembali berbicara. "Pat, anda di
sana?"
"Ya, dan juga kepanasan. Orang yang bernama Moorson telah
mengambil sekepal tanah menjadi segunung. Ia sama sekali tidak
punya bukti atas apa yang ia nyatakan dengan secara tidak langsung.
Harap anda perhatikan, ia tidak berani dengan terang-teranganmengatakan bahwa Ace telah menerima suap, hanya karena ia telah
berbicara dengan seorang penjudi. Seorang pemain sepakbola seperti
Ace telah didekati orang-orang setiap kali dan beberapa di antara
mereka bukanlah apa yang anda sebut-sebut penduduk yang baik.
Apakah nama baik Ace harus dilumuri lumpur untuk itu? Dengar,
saya telah mengenal anak muda ini selama tiga tahun, dan saya tahu ia
sama jujurnya seperti panjangnya hari!"
"Saya senang mendapatkan keterangan-keterangan dari anda,
pak pelatih. Tetapi dapatkah anda katakan di manakah Ace pada
waktu ini, dan mengapa ia tidak memberikan pernyataan secara
terbuka sehubungan dengan masalah ini?"
"Ia akan memberikannya pada waktunya. Saya ingin
mengucapkan terimakasih kepada anda, Mike, telah memberikan
kesempatan kepada saya untuk membela seseorang yang paling baik
yang pernah saya kenal. Sampai jumpa nanti hari Sabtu bila kami
memainkan pertandingan besar abad ini. Sampai ketemu!"
"Demikianlah, tuan-tuan dan nyonya-nyonya. Anda telah
mendengarnya dari kedua pihak.... "
John Wilensky mematikan radio. Ia memandang dengan
menyeringai.
"Kita harus temukan orang ini secepatnya. Kalau tidak, ia akan
menjadi pesakitan di mata umum sebelum ia memperoleh kesempatan
membuktikan bahwa ia tidak bersalah."10 Ace Melarikan Diri
Sebuah pesawat penumpang kecil telah menunggu kelompok itu
di lapangan terbang La Guardia. John Wilensky mengucapkan
terimakasih kepada anggota-anggota FBI setempat yang telah
mengantarkan mereka, dan tidak lama kemudian ia dan anak-anak
Hardy mengudara.
"Pelatih Bradley itu seorang yang lihay," Wilensky berdecap-
decap setelah mereka duduk dengan enak. "Ia telah diminta oleh FBI
untuk tidak mengatakan satu kata pun bahwa Ace telah diculik.
Apakah kalian perhatikan bagaimana ia mengelak memberikan
jawaban ketika penyiar berita itu menanyakan kepadanya di mana
Ace? Bradley hanya mengatakan bahwa ia siap membela Harrington,
dengan wajar sekali. Kemudian ia menyudahi percakapan itu dengan
cepat."
"Aku pun senang ia berbuat begitu," kata Joe. "Aku yakin ia
sangat cemas akan nasib Ace."
***********
Perjalanan itu memakan waktu hampir satu jam. Mereka
mendarat di Berlin, New Hampshire, di mana sekali lagi tiga orang
anggota FBI menjemput mereka. Satu jam lagi berlalu sebelum
mereka berkendaraan menuju Calaboo.Tempat itu merupakan suatu lingkungan kecil yang indah,
tersembunyi di antara pegunungan yang menjulang ke semua arah.
Melalui lembah itu mengalir sebuah sungai kecil dengan air sebening
kristal.
"Weller? Weller? Tidak, saya belum pernah mendengar nama
seperti itu di daerah sini," kata pak Potts, kepala kantor pos, dan
pemilik toko serba-ada. "Dan umumnya saya mendengar segala apa di
sekitar sini."
"Mungkin ia tidak memakai namanya sendiri," kata Wilensky.
"Bagaimana pun ia melakukan perjalanan menggunakan sebuah
kendaraan yang besar dengan sejumlah orang-orang."
Sebuah ungkapan perasaan baru memancar dari wajah kepala
kantor pos tersebut.
"Saya mendengar Caleb Hutchinson menyewakan pondoknya
kepada sekelompok nelayan. Saya sendiri belum pernah melihat
mereka. Caleb mengatakan kepada saya sebelum ia pergi ke Boston
untuk mengunjungi anaknya. Ia katakan orang-orang itu datang
menyewa pondoknya tiga hari yang lalu, membayar di muka uang
sewa untuk satu minggu, dan kemudian menghilang. Seperti saya
katakan, saya tidak pernah melihat mereka, tetapi telah mendengar
tentang mereka. Sekitar jam lima pagi ini mereka datang melalui
tengah-tengah kota seperti bersicepat seolah-olah mengejar sesuatu
sebelum terlambat waktunya. Mereka membuat gaduh, percayalah."
"Bagaimana anda tahu mereka itu penyewa pondok Caleb
Hutchinson?" tanya Joe.
"Karena mereka mengambil jalan ke barat, dan pondoknya itu
adalah satu-satunya di sana yang sekarang ini tidak ditempati. Kalianambil jalan tepat melewati bengkel mobil. Kira-kira lima kilometer.
Perhatikanlah, jangan sampai salah. Ada sebuah kotak surat dengan
nama Caleb tetapi agak kabur. Jika kalian tidak melihatnya dengan
tajam, jangan-jangan akan terlewati. Pondok itu kira-kira berjarak
seperempat kilometer dari jalan di barat."
Para penyelidik itu mengucapkan terima kasih mereka kepada
kepala kantor pos, dan meninggalkan toko serba-ada tersebut.
"Ia dengan pasti menunjuk sebuah tempat yang terpencil,"
Wilensky mengamati. "Jika kalian tidak melihat kertas penutup korek
api itu, kita tidak akan pernah menemukan dia. Tentu saja, kita tidak
tahu apakah orang-orang di pondok itu sungguh-sungguh anggota-
anggota gerombolan Weller. Mungkin saja kita sama sekali berada di
jejak yang palsu."
Ia memandangi anak-anak muda itu.
"Tetapi kukira tidak demikian."
Berkat petunjuk pak Potts, mereka menemukan kotak surat.
Mereka memarkir mobil mereka di tepi jalan dan turun. Keempat
anggota FBI menarik senjata mereka dari saku.
"Kalian tinggal di sini," perintah Wilensky kepada anak-anak
Hardy. "Kalian mungkin akan cedera."
"Pak Wilensky, Ace menjadi tanggungjawab kita. Kami ingin
ikut berusaha mencari dia," Frank menghimbau.
Detektif FBI itu melihat ke wajah-wajah yang menunjukkan
tekad mereka.
"Baiklah," katanya pada akhirnya dengan enggan. "Tetapi
tinggal kira-kira pada jarak tiga puluh meter di belakang. Mungkinakan terjadi tembak menembak, dan ayah anda pasti menginginkan
batang leherku jika kalian sampai terluka."
Mereka berjanji akan mematuhinya. Jalan itu mendaki, dan
dengan hati-hati mereka memanjat naik, berusaha untuk tidak
menimbulkan suara. Jalan kecil itu menuju ke puncak sebuah
punggung bukit, dan kemudian melandai turun ke pondok.
Mereka mengamati sebuah pemandangan yang tenang tenteram,
hampir seperti gambar kartupos. Satu orang berada di tengah aliran
sungai yang mengalir melewati pondok, mengenakan sepatu boot
tinggi dan memegang tangkai kail. Di pinggir sungai duduk tiga orang
lainnya.
"Aku teringat orang yang di tengah itu," kata Frank dengan
gembira. "Dialah yang memukulku."
"Bagaimana engkau, Joe? Engkaulah yang tiba pada akhir
perkelahian Frank melawan konco-konconya Weller. Engkau
mengenali seseorang?"
"Terlalu gelap, pak Wilensky," kata Joe, "tetapi aku percaya
dapat mengenali orang yang ditunjuk Frank."
"Si nelayan itu adalah Harry Weller," kata salah seorang
anggota FBI. "Ketika saya berdinas di Boston, saya pernah
berhadapan dengan dia!"
John Wilensky mengangguk.
"Baik! Kini kita dapat menetapkan bahwa ini adalah
gerombolan Weller. Inilah rencanaku untuk bertindak. Kalian, tiga
orang, bergeraklah sekeliling perkemahan sampai kita berhasil
mengepung mereka dari segala penjuru. Aku akan tetap di sini
bersama anak-anak Hardy. Jika aku tiup peluitku, kita bergerakbersama-sama. Ingat, kita tahu bahwa paling sedikit seorang anggota
gerombolan telah lolos sejak Frank diserang oleh empat orang.
Mungkin di dalam pondok terdapat lebih banyak orang lagi. Jangan
ambil kesempatan-kesempatan yang tidak berguna."
Setelah ketiga anggota FBI itu berangkat, John Wilensky
berpaling kepada anak-anak Hardy.
"Perintah seperti sebelumnya tetap berlaku. Tinggallah di
belakang dan jaga jangan sampai terlihat sampai aku katakan kepada
kalian bahwa semuanya telah aman."
"Namun, di mana Ace?" tanya Joe.
"Mungkin di dalam pondok. Setelah ia berkelahi dengan
mereka, aku kira mereka tidak akan membiarkan dia berada sendirian
tanpa dijaga. Nah, kini pergilah ke belakang. Orang-orangku dalam
beberapa detik lagi akan sudah siap."
Frank dan Joe melakukan apa yang dikatakan kepada mereka.
Mereka kembali ke posisi mereka ketika peluit ditiup. Selagi alat-alat
negara itu bertindak, Frank dan Joe bergerak ke ujung punggung
bukit. Ketika mereka sampai di sana, Weller dan konco-konconya
mengangkat tangan ke atas, disergap oleh Wilensky dan kedua
anakbuahnya. Seorang lagi keluar dari dalam pondok.
"Tidak ada seorang pun di dalam," ia melapor.
Wilensky melihat ke punggung bukit.
"Frank dan Joe, kalian boleh datang kemari sekarang!"
Mereka tidak perlu berlama-lama. Begitu Frank datang dekat, ia
memandang ke salah seorang dari gerombolan tersebut.
"Engkau adalah orangnya yang telah menghantam kepalaku!"
Orang itu menggeliat-geliat gelisah."Kukira engkau adalah salah seorang dari gerombolan Camor,
nak. Aku pasti tidak akan menyerangmu kalau tahu ada di pihak Ace."
"Penyerangan dapat ditanamkan pada penculikan," kata John
Wilensky.
"Penculikan?" Weller merasa dihina. "Bagaimana engkau
hamba negara begitu tolol? Kami tidak menculik Ace. Kami
membawa dia kemari untuk perlindungan atas dirinya."
"Perlindungan atas dirinya?" orang FBI itu menantang. "Kami
mendengar engkau menyeretnya pergi dengan tendangan dan
gertakan. Itu tidak cocok seperti kaukatakan merasa khawatir lalu
pergi bersama engkau."
Penjudi itu tertawa malu-malu.
"Engkau tahu bagaimana layaknya orang-orang muda. Mula-
mula mereka tidak tahu apa yang baik bagi mereka. Kemudian mereka
berterimakasih."
"Dan Ace berterimakasih? Huh! Kami akan lihat apa yang ia
katakan tentang itu. Di mana dia?"
"Ia melarikan diri sepuluh menit yang lalu. Ia harus menjaga
kondisinya, kautahu?"
Frank ragu-ragu.
"Ia melarikan diri seorang diri?"
Weller menjadi gelisah.
"Yaaah ... tidak persis sendirian. Aku perintahkan seorang dari
orang-orangku mengawasi apakah ia tidak terluka atau diserang
beruang atau sesuatu. Dengar, aku akan banyak memperoleh uang dari
taruhan pada pertandingan hari Sabtu nanti, dan Ace merupakan jago
yang kuandalkan.""Keprihatinanmu atas kesehatannya itu sangat mengharukan,"
kata Wilensky tak acuh. "Tetapi aku tidak dapat mengerti mengapa
kau merampasnya. Kau benar-benar telah menyapu bersih Camor, dan
ia sekarang telah meringkuk dalam penjara."
"Bagaimana aku tahu bahwa ada orang-orang lain yang hendak
melukai anak itu."
Orang FBI itu menggelengkan kepalanya. "Jalan pikiranmu
sungguh mengherankan. Sambil lalu, bagaimana kau dapat tahu di
mana si Jago Tembak itu bersembunyi?"
Wajah Weller menunjukkan rasa puas diri. "Oo, aku punya
seorang mata-mata di dalam gerombolannya. Mata-mata ini
meneleponku semalam mengatakan Camor ada di Moonrise.
Kemudian ia mengajak orang-orang dari gerombolan itu untuk lari
meninggalkan Camor. Itu tidaklah sulit karena Camor telah bertindak
seperti orang yang kalah, dan tidak ada seorang pun mau bekerjasama
dengan seseorang yang kalah. Dengar, kalian semua jangan
mengganggu aku. Aku telah banyak bersusah-payah menolong Ace.
Sebenarnya, aku berusaha membawa sendiri dia kemari untuk
melindunginya, ketika Camor menculiknya. Tetapi kini dia telah
bebas sebebas angin. Pada dasarnya, melarikan diri adalah juga buah
pikirannya sendiri. Dan tidak kupungkiri, aku senang kalian datang."
John Wilensky merasa geli kepada bajingan yang penuh tipu
daya itu.
"Mengapa kau senang kami datang?"


Hardy Boys Bencana Menjelang Pertandingan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau akan tahu sendiri. Aku bertanggungjawab memberikan
perlindungan kepadanya. Kini kau akan mengambil alih tugas ini, danaku dapat pulang ke New Yorktentu saja setelah aku beberapa hari
memancing."
Wilensky tertawa.
"Weller, kau benar-benar membuatku geli. Pertama-tama, kami
tidak akan mengambil alih tugas melindungi Ace. Ia dapat lakukan itu
sendiri dengan baik sepanjang tidak ada orang-orang seperti kau yang
mengganggu dia. Jika kau pulang ke New York, kau akan diborgol.
Pemerintah tidak akan memandangmu sebagai sahabat yang murah
hati. Dan aku takutkan kau tidak akan pergi memancing untuk
beberapa tahun. Aku tidak tahu apakah ada lembaga permasyarakatan
federal yang memiliki aliran sungai seperti ini."
Wajah Weller bercampur-aduk antara sedih dan terkejut.
"Aku bersyukur kepadamu!"
"Mengapa kita tidak mencari Ace?" tanya Joe.
"Ada dua alasan," kata Wilensky. "Kita tidak tahu bagaimana
pengawal Ace akan bertindak jika kita mengejar mereka di hutan. Ia
dapat saja melakukan penembakan. Yang kedua, kita tidak tahu di
mana mereka!"
"Tetapi apakah orang itu tidak akan menembaki kita jika ia
melihat kita semua di sini?" tanya Frank.
"Dengan kita berenam di sini, dan kawan-kawannya telah
dilucuti? Aku meragukan itu. Kesempatan baik baginya untuk
bersembunyi di bukit-bukit."
Weller mendengus.
"Ia tidak membawa-bawa pancing. Eh, orang FBI, apakah kau
pernah berjalan-jalan dengan membawa-bawa senjata di pinggang?"Pada saat itu seorang laki-laki berjalan sempoyongan keluar
dari hutan.
"Boss, Ace ...."
Kemudian orang itu melihat orang-orang FBI dan anak-anak
Hardy. Ia berpaling dan hendak berlari kembali masuk ke dalam
hutan. Tetapi ia telah kehabisan tenaga untuk dapat bergerak lebih dari
beberapa langkah. Salah seorang anggota FBI dengan mudah
menangkapnya, dan menyerahkannya kepada Wilensky.
"Di mana Ace?"
"Ia ... ia telah melarikan diri. Saya tidak dapat ... menangkap
dia. Ia lari ... begitu cepat!"11. Hilang Dalam Badai Salju
Wilensky meloncat dan bertindak. Kelima penculik diborgol
dan didorong masuk ke dalam mobil-mobil mereka.
"Kita akan lakukan serangkaian pencarian di kota setelah
burung-burung ini kita masukkan ke dalam sangkar." Orang FBI itu
menerangkan.
Weller terus-menerus mengoceh selagi mereka menuju ke
Calaboo.
"Biarkan aku membantu. Kalian dapat menggunakan tenaga
kami. Aku memperoleh banyak uang taruhan dengan anak itu. Ia harus
ditemukan untuk pertandingan hari Sabtu nanti."
"Hanya semua itu yang membuatmu merasa tertarik?" tanya
Joe. "Jika ia bukan seorang pemain sepakbola ulung, apakah kau juga
tertarik atas keamanannya?"
Weller nampak sakit hati.
"Aku bukan terbuat dari batu. Aku juga punya hati. Hanya saja,
pekerjaan adalah pekerjaan. Engkau harus ingat, jika ia itu bukan
bintang sepakbola, ia takkan di sini."
"Benar! Ia akan tetap di universitas dengan aman sentosa."
Weller menggelengkan kepala."Ace tidak pernah akan lari. Ia harus ingat aku adalah kawan
baiknya."
"Ya, seorang kawan dekatnya," kata Joe, tetapi penjudi itu tidak
memperhatikan ejekannya.
Ketika mereka sampai di desa itu, John Wilensky bergegas
mencari pesawat telepon. Ia menelepon polisi negara dan polisi
kehutanan. Pak Potts mengumpulkan sejumlah pemandu, dan dalam
satu jam pencarian secara besar-besaran dilakukan di daerah kota dan
sekitarnya.
"Baiklah, saudara-saudara," seru John Wilensky, "kalian semua
tahu apa yang harus dilakukan. Kita akan bersama-sama pergi ke
pondok Caleb Hutchinson. Dari sana kita menyebar."
Frank dan Joe kebetulan membawa sepatu boot, kaus kaki tebal
dan masing-masing sebuah rompi khusus, topi pet, syal dan sarung
tangan.
"Kini aku merasa siap!" kata Joe.
Ketika rombongan besar itu menuju ke mobil masing-masing,
pak Potts datang berlari-lari dari tokonya.
"Kukira kalian sebaiknya tahu bahwa badai musim gugur
datang dari barat disertai hujan salju, itu menurut berita dari radio."
"Terimakasih," kata detektif FBI. "Dengan begitu menjadi
sangat mendesak untuk dapat menemukan Ace secepatnya."
Ketika mereka sampai di pondok, para pencari dibagi-bagi
menjadi kelompok-kelompok terdiri dari dua orang, dan disebar ke
arah yang berlain-lainan. Joe dan Frank berjalan arah ke timur dari
mana pengawal Ace datang waktu itu.Ada sebuah jalan setapak yang begitu sempit sehingga mereka
harus berjalan satu-satu. Mereka menyimpulkan bahwa Ace dan
pengawalnya berjalan melalui jalan tersebut. Tetapi di tempat mana
Ace menghilang?
"Arah ke mana diambilnya?" kata Joe ingin tahu.
"Itulah permainan teka-teki," jawab Frank.
Kepada setiap kelompok telah diberikan perlengkapan radio.
Radio di saku Frank berkeresekan.
"Kelompok empat belas, silakan masuk," pesan datang dari
John Wilensky dari pos komando di belakang pondok.
Frank memegang mikropon ke mulutnya dan menekan tombol.
"Kelompok empat belas melapor!"
"Joe dan Frank, kami baru saja mencek penerimaan. Kalian
masuk dengan jelas dan keras. Silakan mengadakan panggilan setiap
setengah jam dan cepat melapor apabila kalian menemukan Ace atau
sesuatu yang dapat menunjukkan kepada kita arah ke mana ia pergi."
"Baik," kata Frank dan memasukkan radio itu kembali ke dalam
saku.
Angin dingin mulai menghembus punggung mereka. Di atas
mereka awan kelabu berarak ke arah timur. Mereka menarik ritsleting
jaket mereka ke atas sampai ke leher.
"Baru saja aku berharap agar salju jangan turun," kata Joe.
Itu adalah harapan yang sia-sia. Belum lagi mereka berjalan
satu kilometer, serpihan salju jatuh ke wajah mereka, dingin dan
pedas.
"Ia tidak mungkin pergi lebih jauh dari sini ketika ia lari,"
Frank berteori. "Weller bilang ia berangkat sepuluh menit sebelumpengawal itu datang kembali, dan seorang pelari cepat pun tidak dapat
menempuh lebih dari beberapa kilometer dalam waktu tersebut. Tetapi
Pengelana Rimba Persilatan 3 Bunga Pedang Embun Hujan Kanglam Kiam Hoa Ie Lioe Kanglam Karya Khu Lung Mata Air Dibayangan Bukit 27
^