Pencarian

Tapak Tangan Hantu 1

Tapak Tangan Hantu Karya Batara Bagian 1


Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
1Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
2 TAPAK TANGAN HANTU
Karya : BATARA
Penerbit : U.P. DHIANANDA
Sumber Pustaka : Awie Dermawan
Jilid I
RAUNG dan lolong srigala pecah lagi di hutan itu. Hutan Iblis, demikian orang menamainnya, sudah
seminggu ini penuh dengan lolongan dan raungan srigala. Suaranya menggeletar menguak isi hutan, panjang
dan bersahut-sahutan bagai nyanyian maut di tempat iblis. Tapi ketika terlihat cahaya kilat berkelebat dan
meledak di tengah hutan itu, suaranya juga menggelegar maka raung atau lolong srigala padam, bagai api
disiram air.
Aneh, apa yang terjadi? Orang tak tahu. Yang jelas, tujuh hari berturut-turut ini di dalam Hutan Iblis
terdengar suara-suara menyeramkan yang membuat bulu tengkuk berdiri. Sebelum lolong atau raung srigala
itu mulai, menjelang tengah malam, biasanya terdengah dulu rintihan-rintihan atau suara mirip orang
mengerang. Lalu disusul oleh jerit atau tawa-tawa liar. Kemudian oleh bentakan-bentakan yang kesemuanya
itu tidak tampak dari luar hutan. Kalaupun ada orang menyelidiki, di dalam hutan ini tidak ada apa-apanya,
artinya tak ada penghuni atau manusia yang tinggal. Tapi karena di hutan itu memang dikenal sebagai Hutan
Iblis, hutan angker yang menyeramkan yang ditinggali oleh sebangsa demit atau roh-roh jahat yang sedang
menjalani siksaannya, di tengah hutan ini terdapat sebuah pohon raksasa yang puncaknya menjulang tinggi,
terlihat dari luar hutan maka pohon atau tengah hutan ini dipercaya oleh penduduk sekitar sebagai biang atau
tempat tinggal iblis, kerajaan para setan dan dedemit!
Dan keangkeran atau keseraman hutan ini ditambah lagi dengan hilangnya tujuh orang dusun yang
tadinya penasaran dan ingin menyelidiki suara-suara di dalam hutan itu. Perbuatan yang diakhiri dengan
tidak kembalinya orang-orang dusun itu, para lelaki muda yang memiliki sedikit keberanian!
Dusun Lam-chung, yang berada tiga kilometer di sebelah timur Hutan Iblis memiliki tujuh lelaki muda
yang tergolong berani. Mereka ini merasa penasaran dan marah oleh suara-suara itu, begitu asal mulanya.
Tapi ketika mereka hendak berangkat dan menyelidiki, telinga mereka tak tahan oleh suara yang amat
mengganggu itu maka kepala dusun, Lam-chungcu, berusaha mencegah mereka.
"Tak usah kalian marah-marah pada semua suara di Hutan Iblis itu. Mereka sedang merayakan
pestanya sendiri, biarlah."
"Tapi kita terganggu, Lam-lopek (paman Lam). Setiap malam telinga kita diganggu suara-suara ini.
Dan anak serta wanita-wanita tak dapat tidur. Mereka ketakutan!"
"Hm, aku tahu. Tapi hutan itu sudah lama kita kenal sebagai hutan angker. Jangan hiraukan suara-
suara itu. Kalau terganggu, sumpallah telinga dan tutup rapat-rapat dengan selimut. Lolong itu sebagai tanda
dimulainya kengerian. Jangan dipusingkan toh mereka tak pernah mendatangi kita."
"Tapi kita tak tahan, anak-anak menangis!"
"Benar, dan ayah ibuku juga gemetaran sepanjang malam, lopek. Kami hanya dapat menikmati tidur
beberapa jam saja setelah itu terganggu sampai pagi!"
"Hm, kalian mau tetap ke sana?"
"Kami ingin menyelidiki, paling tidak mengusir atau membunuh srigala-srigala itu. Raung atau lolongKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
3 mereka mengganggu!"
"Terserahlah," kepala dusun akhirnya menghela napas menyerah. "Kalian anak-anak muda memang
berjiwa muda dan masih penuh petualangan. Hanya pesanku, jangan terlampau jauh memasuki hutan dan
cukup agak di pinggiran saja."
Tujuh anak-anak muda itu berderap. Mereka sudah mengangguk dan malam itu mereka menuju Hutan
Iblis. Bertujuh dan mengumpulkan keberanian begini cukup merupakan modal juga. Meskipun bulu kuduk
meremang namun mereka hendak berbuat sesuatu, dan harus berbuat sesuatu. Dan ketika malam itu mereka
sampai di Hutan Iblis, raung dan lolong itu belum terdengar maka yang mereka dengar adalah rintih atau
erangan-erangan itu. Hal yang juga membuat tengkuk meremang!
"Sst, seperti orang kesakitan, atau sekarat...!"
"Benar, dan aku jadi ingin tahu, Tek San. Tapi letaknya jauh di dalam!"
"Dan chungcu (kepala kampung) telah memesan kita untuk tidak terlalu dalam. Bagaimana baiknya."
Tiga pemuda, yang di depan dan paling pemberani saling berbisik sendiri. Mereka itu berindap dan
melotot ke dalam namun kepekatan hutan sukar ditembus. Cahaya bintang membantu mereka namun
sinarnya amatlah lemah. Bulan yang muncul sepotong juga tak banyak membantu dan kalau ingin tahu
haruslah masuk ke dalam. Tapi karena chungcu atau kepala kampung telah mewanti mereka, jangan ke
dalam padahal suara itu jauh di sana maka mereka tertegun dan satu sama lain bertanya,
"Kita masuk saja,sedikit ke dalam."
"Tidakkah berbahaya?"
"Sedikit saja, Tek San tidak jauh-jauh..."
"Dan kita nyalakan obor," seorang tiba-tiba berseru. "Tanpa penerangan tak mungkin kita masuk, Tek
San. Terlalu gelap!"
"Benar, terlalu gelap. Dan hawa semakin dingin. Eh, jangan meraba-raba kakiku, A-ceng. Tanganmu
dingin!"
"Siapa yang meraba kakimu. Aku di sini..."
"He, jangan membelit kakiku!" seseorang lagi tiba-tiba marah. "Kakimu dingin, Sam Pek. Jangan
menambah-nambahi rasa seram!"
"Siapa yang membelit kakimu," orang yang ditegur juga marah. "Aku di sini, A-yang, jangan
menuduh!"
"Sudahlah," Tek San, pemuda pertama melerai. "Kita tak usah bertengkar sendiri, kawan-kawan. Kita
bergabung dan ada di sini karena satu tujuan, bukan untuk bertikai. Mana obor, kita gunakan obor," pemuda
itu mencari kepada temannya dan tiga orang di antara mereka tiba-tiba saling memberikan obornya. Tujuh
pemuda ini membawa tiga buah obor tapi selama perjalanan belum dipasang. Mereka masih dapat melihat
jelas ketika belum memasui hutan, bantuan dari cahaya bintang atau bulan yang sepotong itu. Tapi karena
mereka sekarang hendak masuk dan hutan di dalam amatlah gelap, tanpa obor tentu berbahaya maka begitu
diminta tiba-tiba masing-masing sudah menyalakan obor. Tapi begitu dipasang mendadak semuanya
menjerit.
"Ular!"
Tek San dan enam temannya kaget bukan main. Di dekat mereka, merayap perlahan dengan lidah
keluar masuk ternyata terdapat seekor ular hijau yang mencari persembunyian. Ular ini tadi menyentuh A-
yang dan seorang lagi yang dikira rabaan atau belitan temannya, karena mereka menyangka teman-teman
sedang menggoda dan mungkin menakut-nakuti. Maka begitu ular dilihat dan oborpun menyala, ular ituKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
4 kaget maka spontan ia mendesis dan mulutpun mematuk orang yang berada paling dekat.
"Aduh!"
Satu di antara mereka roboh, Tek San, yang mendengar jerit ini tiba-tiba berhenti. Iapun meloncat
seperti teman-temannya melarikan diri, bukan untuk pulang melainkan menyelamankan diri dari bahaya.
Lima temannya yang lain juga berteriak dan tunggang-langgang. Tapi begitu jeritan ini terdengar dan mereka
juga berhenti, menoleh, maka obor yang lepas disambar lagi dan mereka melihat teman mereka itu menindih
ular yang baru menggigit. Rupanya ular itu tertimpa lawannya dan tergencet, menggeliat dan mematuk dan
berteriak-teriaklah korbannya itu dengan kesakitan. Tapi ketika Tek San meloncat dan menghantam kepala
ular dengan api obor, tepat di sasarannya maka ular itu menggeliat dan retak tengkoraknya, mati.
"Angkat A-yang, ia pingsan."
Enam pemuda menjadi panik. Mereka melihat teman mereka itu pucat dan kebiruan mukanya. Ular
ditarik dan satu diantara mereka membacok lehernya, putus dan dibuang. Dan ketika mereka sibuk menolong
teman mereka itu, A-yang yang pingsan maka erangan atau rintihan di dalam hutan juga lenyap. Rupanya
jeritan atau teriakan anak-anak muda ini terdengar ke dalam. Mereka tak tahu itu dan sibuk menolong. Tiga
buah obor yang kini dipeganggi di atas kepala untuk menerangi A-yang dipergunakan untuk membantu
keadaan. Tek San membebat bekas gigitan ular dengan sigap, tak tahu betapa bola-bola mata mencorong
mendadak bermunculan dari dalam hutan, terpantul dan berkilat oleh cahaya obor, juga gigi-gigi
menyeringai yang menunjukkan kebuasan keji. Dan ketika bola-bola mencorong itu bertambah banyak,
puluhan srigala muncul dan mengepung mereka maka satu di antara mereka tiba-tiba menginjak seekor katak
yang kontan menjerit.
"Teoottt...!"
Pemuda ini keblingsatan. Ia ikut menjerit dan meloncat dan teman-temannya melonjak. Dalam
keadaan seperti itu sedikit kejutan saja cukup membuat jantung terloncat, biarpun hanya oleh suara katak
yang terinjak kaget. Dan ketika pemuda itu memaki-maki, mengusap keringat dingin dan menendang kodok
yang sudah penyet itu maka dua temannya dan teman-teman lain melihat kilauan cahaya terpantul api obor,
tersentak dan kaget.
"Tek San, apa itu?"
"Benar, apa itu?"
Pemuda ini menoleh dan memandang. Sekarang dia berdiri dan selesai menolong A-yang, masih
berpikir apa yang akan dilakukan selanjutnya ketika tiba-tiba semua temannya menuding. Dan ketika yang
menginjak kodok juga tersentak dan melihat bola-bola mata itu, mencorong dan berkilau-kilauan oleh sinar
obor di atas kepala maka terdengarlah lolong atau raung berkepanjangan. Hutan Iblispun tiba-tiba tergetar!
"Srigala!"
Baru habis ucapan ini diserukan mendadak segerombolan srigala sudah berloncatan dan menyerang
mereka. Anjing liar yang buas dan pemakan daging ini tiba-tiba sudah saling menyalak dengan riuhnya.
Enam pemuda kampung diserbu. Dan ketika Tek San serta lima orang kawannya terkejut, mereka membawa
golok dan tentu saja membentak maka gerombolan anjing liar itu disambut tapi celaka sekali jumlah mereka
amatlah banyak dan yang amat mengerikan adalah srigala-srigala ini tak takut manusia. Jumlahnya ada
duaratus lebih!
"Tek San, toloong...!"
"Tek San, bantu aku!"
"Aduh, aku tergigit!"
Riuh dan pekik pemuda bercampur dengan lolong dan salak binatang-binatang jahat ini. Lima teman
Tek San jatuh bangun dan mereka itu berteriak-teriak panik. Sungguh tak disangka bahwa sebesar ituKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
5 gerombolan srigala di Hutan Iblis. Pantas lolong atau raungan terdengar berkilo-kilo meter. Dan ketika para
pemuda ini menjerit sementara golok di tangan menyambet atau menusuk, yang luka segera melengking dan
menguik kesakitan maka tiga di antara mereka terguling-guling dengan muka ketakutan, pucat dan berteriak-
teriak tapi gerombolan anjing ganas itu menyerbu tak kenal ampun. Darah yang berceceran seolah
mengundang gairah yang lebih tinggi. Mereka menyalak dan tertutuplah jeritan tiga pemuda itu oleh riuh
suara anjing-anjing ini. Dan ketika Tek San dan dua temannya melihat bahaya mengancam, membentak dan
melarikan diri akhirnya musuh yang hendak mereka bantai itu telah mengalahkan mereka. Tek San dan dua
temannya tunggang-langgang namun pemuda yang paling pemberani ini tidak lari jauh, melainkan memanjat
pohon dan dia berteriak pada teman-temannya agar melakukan hal yang sama. Dan ketika dua temannya juga
melakukan hal yang sama dan masing-masing memanjat pohon, obor menyala di rerumputan kering maka
dengan ngeri dan mata melotot pemuda itu melihat betapa tiga temannya yang berteriak sudah menjadi
santapan hewan-hewan ganas itu.
Mereka dikoyak dan jantung serta usus berhamburan. Srigala-srigala buas itu melahap daging teman
mereka seperti iblis-iblis kelaparan. Satu mayat untuk puluhan ekor! Dan ketika Tek San mengeluh dan satu
di antara temannya tak kuat, roboh dan pingsan maka... bluk, jatuhlah temannya itu dari pohon yang tinggi.
"Chi Meng!"
Seruan ini disambut salak dan gonggong anjing-anjing itu. Begitu ada tubuh jatuh dari pohon maka
srigala-srigala ini berlompatan. Mereka riuh mengeluarkan suaranya masing-masing dan Tek San menutup
mata dengan ngeri. Mulut dan moncong berdarah dari ratusan srigala itu sudah disusul oleh serbuan buas
binatang-binatang ini. Mereka berhamburan dan berebut menerkam Chi Meng. Dan ketika pemuda dusun itu
terkoyak-koyak dan hancur pakaiannya, tercabik dan menjadi mangsa anjing-anjing ganas ini maka tubuh
yang tadi utuh itu sudah tidak berujud lagi. Daging di seluruh tubuhnya berhamburan di moncong binatang-
binatang jahat itu, usus dan jeroannya jangan ditanya lagi. Dan Tek San yang tak tahan memandang ini
akhirnya mengguguk dan temannya di sana juga pucat pasi memeluk batang pohon erat-erat. Nyawa seakan
terbang meninggalkan raga.
Satu jam lebih binatang itu berpesta-pora dan dua pemuda yang tersisa di atas pohon ini menahan
ngeri dan takut yang sangat. Tek San, yang paling pemberani, akhirnya mengalami shock dan hampir saja
dua kali terjatuh dari pohon. Temannya di sana sudah pingsan tapi untung tertahan di cabang yang besar dan
kuat. Dan ketika lima mayat itu habis tinggal tulang belulangnya, mulut menjilat-jilat dan ratusan srigala ini
tampak puas, lolong di antara mereka tak terdengar lagi kecuali geram-geram pendek maka Tek San tak tahu
lagi apa yang terjadi karena iapun sudah tengkurap seperti temannya.
Pemuda ini pingsan dan malam itu benar-benar menjadi malam mengerikan baginya. Namun ketika
hawa malam yang dingin menusuk tulang dan bulan yang sepotong naik tinggi di atas, bintang juga lebih
terang dan berbinar di langit hitam maka pemuda ini siuman dan bersamaan itu temannya di sana juga
membuka mata. Namun begitu membuka mata begitu pula mereka berteriak.
Seekor ular, yang amat besar, membelit tubuh mereka dan perlahan-lahan terbungkus kencang. Mula-
mula kedua kaki mereka dililit menjadi satu dengan cabang pohon di mana mereka tengkurap. Tek San
merasa dingin dan sakit-sakit oleh belitan kuat ini, tak tahu betapa tubuhnya dililit ular karena begitu
membuka mata yang dilihat adalah temannya. Mereka berseberangan pohon dan masing-masing sama
melihat ular itu, tak tahu bahwa merekapun dibelit kencang. Dan ketika masing-masing sama menuding dan
berteriak, Tek San menunjuk temannya sementara temannya menunjuk dirinya maka hampir berbareng dua
pemuda itu berseru,
"Tek San, ular!"
"An Ip, ular...!"
Dua-duanya sama menuding. Mereka tak sadar bahwa diri sendiri sebenarnya dililit ular. Tapi begitu
masing-masing sama menunjuk dan mereka melihat maka barulah keduanya terkejut bukan main karena
muka ular sudah di depan wajah mereka, ular phyton yang amat dahsyat!Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
6 "Ugh..."
"Mati aku!"
Dua pemuda itu terpekik. Baru sekarang mereka tahu ancaman bahaya dan lepas dari srigala-srigala
ganas sekarang memasuki mulut ular. Dua-duanya pucat dan dua-duanya berontak. Namun karena kaki dan
dada mereka sudah terbelit, gerakan itu membuat lilitan semakin kencang maka dua pemuda ini berteriak-
teriak dan akhirnya mereka melawan dan bergulat mencengkeram ular itu.
Namun ular inipun juga bereaksi. Ia mengelak dan mematuk dan sekarang belitannya bertambah
kencang. Badanya yang licik luput dicengkeram dua pemuda itu, menggeliat dan membelit dan Tek San
maupun temannya melotot. Mereka sesak napas. Dan ketika jeritan atau pekikan mereka tertahan di dada,
lilitan itu bertambah kencang maka kretek..... tulang iga anak-anak muda itu patah. Ular membelit kencang
lagi dan..... krek, tulang dada anak-anak muda itupun hancur. Dan ketika keduanya sudah tidak dapat
bergerak dan leher ular sudah sama dengan lebar pemuda-pemuda itu maka Tek San maupun temannya
tewas di mulut bahaya yang lain. Keadaan pemuda ini menyedihkan karena menjadi mangsa binatang buas
yang lain. Lolos dari srigala-srigala jahanam kini memasuki mulut ular. Dan ketika ular besar itu membuka
mulutnya, mencaplok kepala Tek San maka perlahan-lahan belitan mengendor bersamaan dengan masuknya
kepala pemuda itu ke mulut yang lebar dan kemerah-merahan ini, didorong dan masuk dan akhirnya dengan
sedikit susah tubuh pemuda itu didorong terus ke dalam. Tubuh ular mulai menggelembung dan sedikit tetapi
pasti ular besar ini menelan mangsanya. Tek San, manusia dewasa, akhirnya hilang pula ditelan mulut lebar
itu. Dan ketika keesokannya orang-orang dusun mencari tujuh anak-anak muda ini, di tepi hutan, maka
mereka terpekik melihat ceceran darah dan sisa-sisa kengerian semalam.
Lam-chungcu pucat dan menarik napas dalam-dalam. Mereka semalam telah mendengar lolong dan
riuh srigala-srigala itu. Mengira bahwa anak-anak muda mereka mengusir atau berhasil menghalau anjing-
anjing liar ini. Tapi karena sampai pagi anak-anak itu tak kembali dan menjadi kewajiban mereka untuk
mencari tahu maka di luar hutan itu mereka melihat bekas-bekas perkelahian dan mereka tak tahu dimanakah
anak-anak muda itu. Bangkai dan darah srigala bercampur aduk di situ. Mereka tak dapat memastikan
apakah darah yang berceceran di situ juga darah dari anak-anak muda mereka, begitu juga serpihan-serpihan
tulang yang tampak di sana-sini. Dan karena mayat para pemuda itu tak ditemukan karena sudah masuk ke
perut srigala, dua di antaranya memasuki perut ular maka Lam-chungcu dan orang-orangnya kembali.
Hutan Iblis menjadi sesuatu yang menyeramkan dan penduduk dusun tak berani lagi mengusik-usik
itu. Lolongan dan raung srigala yang kembali terdengar pada malam-malam berikut dibiaran saja. Wanita
dan anak-anak hanya menggigil pucat dan menutupi telinga mereka rapat-rapat. Tapi ketika sebulan
kemudian lolong itu terdengar mendekati perkampungan, kian hari kian bertambah dekat maka dusun Lam-
chungcu dibuat kaget bukan main ketika untuk pertama kalinya dusun mereka diserang!
Ratusan srigala lapar, yang sudah menikmati darah manusia tiba-tiba bergerak pada malam bulan
purnama menyerang kampung itu. Lolong dan salak mereka demikian riuh sampai ibu-ibu roboh pingsan.
Jangan ditanya lagi anak-anak, mereka ini menjerit dan berteriak-teriak histeris di dalam rumah. Dan ketika
beberapa laki-laki mencoba mengusir dan menghalau mereka, satu di antaranya adalah putera Lam-chungcu
sendiri maka kejadian malam pertama itu menjadi trauma berat semua orang.
Duaratus srigala lapar, yang dulu sudah menikmati lima pemuda dusun menyalak dengan garang.
Mereka itu berlarian dalam empat kelompok di mana masing-masing menuju keempat penjuru kampung.
Rumah-rumah penduduk yang ditutup rapat dicakar-cakar, bahkan ada yang menabrak-nabrakkan tubunya
menjebol pintu. Dan ketika semua riuh dan kegaduhan itu mencapai klimaksnya, ada sebuah jendela yang
berhasil dibuka maka puluhan srigala ini menyerbu masuk dengan amat beraninya. Mereka menerjang ke
dalam dan dapat dibayangkan betapa kagetnya pemilik rumah. Sepasang kakek nenek, yang menghuni rumah
ini panik diserbu binatang-binatang itu. Mereka adalah Can-lopek dan isterinya. Dan karena rumah ini dekat
dengan rumah Lam-chungcu di mana jerit atau teriakan kakek nenek itu memecah keributan malam, suami
isteri itu keluar menjerit-jerit maka srigala-srigala lapar yang memburu mereka ini menyergap dari belakang.
"Tolong..... tolong.....!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
7 Itu adalah kejadian pertama dari lolosnya seorang penduduk. Lam Kong, putera Lam-chungcu melihat
ini. Ia dan ayahnya menutup rapat semua pintu jendela dan gonggong atau salak anjing-anjing itu mereka
lihat dari dalam. Tentu saja mereka juga memegang senjata berupa pentungan atau golok. Tadi pemuda itu
mau keluar tapi ayahnya mencegah. Limapuluh ekor anjing-anjing liar yang ganas ini dapat membahayakan
jiwa mereka. Kentong titir tak sempat lagi dibunyikan. Kalaupun ada, kemungkinan besar tertutup riuhnya
gonggong dan salak hewan-hewan liar itu. Dan ketika Can-lopek serta isterinya berhamburan keluar, diikuti
oleh binatang-binatang jalang itu maka Lam Kong terkesiap melihat nenek Can terjelungup dan roboh


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diterkam dari belakang.
"Suamiku, toloong.... augh!"
Can-lopek menoleh. Ia sendiri memegang kayu panjang namun puluhan srigala liar tak sanggup
ditandinginya. Kakek tua macam dia seharusnya malah dilindungi. Maka ketika ia mendengar jeritan
isterinya namun saat itu juga sebelas ekor hewan kelaparan itu menubruknya pula, dari belakang maka kakek
ini terjatuh dan kayu panjang di tangannya tak banyak berguna. Kakek dan nenek itu hendak menuju ke
rumah Lam-chungcu namun kalah cepat. Jangankan orang tua macam mereka, anak muda yang gesit larinya
saja tak mungkin menang dengan hewan-hewan berkaki panjang ini. Lompatan seekor srigala dapat
mencapai empat meter lebih, jauh di atas ketangkasan manusia biasa. Maka begitu kakek itu roboh dan
sebelas srigala menggigitnya, di sana isterinya berteriak namun kemudian terkulai, pingsan oleh kerubutan
srigala-srigala ini maka Can-lopek menjadi korban berikutnya dan tubuh kakek nenek itu cabik-cabik.
"Jahanam!" Lam Kong berseru keras dan melompat keluar. Golok di tangannya nampak buas
dibolang-balingkan dan ayahnya berseru kaget. Lam-chungcu cepat mengejar dan melompat pula, pintu
ditutup dan dibanting kuat. Dan ketika pemuda itu berteriak dan menyerbu ke tempat kakek nenek ini, Can-
lopek dan isterinya ternyata tewas, jantung di dadanya bolong maka pemuda itu mengamuk dan srigala di
depan dibabat dan dibacoknya.
"Mampus kalian.... crak-crakk!"
Srigala yang menjadi korban roboh. Namun yang lain tidaklah takut, mereka terkejut sejenak dan
mundur tapi kemudian menyerang pemuda ini. Salak dan gonggong mereka memanggil yang lain-lain. Dan
ketika dua ekor srigala kembali roboh namun puluhan yang lain datang ke situ, Lam Kong mengamuk maka
ayahnya pucat berseru memanggil.
"Lam Kong, kembali. Hewan-hewan itu bertambah banyak!"
Pemuda ini terkejut. Ia tak mengira bahwa di empat penjuru tiba-tiba muncul hewan-hewan kelaparan
itu. Moncong mereka penuh darah dan tiga ekor ayam berkeok-keok di mulut tiga ekor srigala. Dan ketika
suara mengembik dan meong-meong juga terdengar di situ, gaduh dan riuh maka putera Lam-chungcu ini
melihat bahwa bukan hanya manusia saja yang di mangsa melainkan juga ternak dan peliharaan rumah.
"Cepat, masuk ke dalam! Cepat...!"
Lam Kong bertindak lambat. Ayahnya memutar pentungan dan lima srigala di depan dihalau, satu
malah kena gebuk. Tapi karena di situ muncul puluhan yang lain dan duaratus srigala sudah menyalak riuh,
pemuda itu terkepung maka ayahnya pucat dan menyerbu masuk. Namun baru tiga empat gebukan
mendadak terdengar jerit di dalam rumah. Puteranya terkecil, menjerit dan berteria-teriak bersama isterinya.
Dua srigala melompat tangga rumah melihat celah pintu terbuka. Itulah nyonya rumah yang mengintai
dengan pucat. Dan ketika dua ekor srigala melihat ini, melompat dan menyerbu masuk maka nyonya itu
menjerit dan puteranya terkecil yang bersembunyi di punggungnya menjadi kaget.
"Tolong..... tolong.....!"
Lam-chungcu bergerak cepat. Ia berlari dan melompat ke dalam rumahnya dan pintu itu cepat ditutup
kembali. Srigala-srigala itu mengejar namun terlambat. Dan ketika di dalam rumah kepala dusun ini
menghantam dua srigala itu, yang menggigit dan melukai anak isterinya maka satu di antaranya kelengar dan
berputar, digebuk dan dihantam lagi dan robohlah srigala itu. Satunya lagi meloncat dan melarikan diri.
Ternyata kalau sendirian saja hewan ini menjadi penakut. Namun karena pintu sudah dipalang dan takKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
8 mungkin dia keluar, Lam-chungcu mengejar maka terjadilah kejar-mengejar di antara dua orang, eh.... dua
mahluk ini. Srigala itu akhirnya menjadi marah karena dipepet, beringas dan timbul keberaniaannya dan
serulah mereka kejar-mengejar. Dan karena srigala itu juga menggigit dan berhasil melukai Lam-chungcu,
kaki dan tangan kepala dusun itu berdarah tapi sebaliknya laki-laki ini juga berhasil menggebuk dan
menghantam lawannya akhirnya dalam pertarungan menegangkan lelaki yang berusia limapuluh tahun ini
merobohkan lawannya itu. Tongkat di tangannya menimpa kepala hewan keparat itu.
"Prakk!"
Srigala ini roboh dan pecah kepalanya. Lam-chungcu menggigil dan merah padam namun di saat itu
terdengar jeritan panjang di luar rumah. Isteri dan anak bungsunya, yang pingsan dan roboh oleh serbuan
hewan ganas tadi tergeletak di lantai. Lam-chungcu mau melihat anak isterinya ini ketika tiba-tiba di luar
terdengar jeritan itu. Dan ketika kakek ini teringat puteranya dan membuka pintu, meloncat, maka tiba-tiba
saja matanya membelalak dan melihat puteranya tertua itu sudah roboh, mandi darah.
"Lam Kong!"
Namun saat itu sebuah tangan kuat menariknya. Lam Hin, adiknya laki-laki sudah keluar dan
menariknya masuk. Jerit atau pekik kepala dusun ini mengundang mata srigala-srigala itu. Mereka menengok
dan berlompatan, buas. Tapi karena kepala dusun itu sudah ditarik kedalam dan pintu rumah cepat-cepat
ditutup, kakek ini jatuh terduduk maka meledaklah tangis dan raung kemarahannya.
"Ooh, keparat.... Lam Kong.... dia.... dia itu.... ooohh, dia menjadi korban, Lam Hin. Jahanam keparat
srigala-srigala kelaparan itu. Iblis.... mereka iblis!"
"Sudahlah, diam.... jaga dan lihat keselamatan isteri dan anak bungsumu, twako. Dengar srigala-
srigala itu menyalak dan riuh di luar."
"Aku... aku hendak membunuh mereka!"
"Dan kau akan mengorbankan isteri dan anakmu di sini pula. Tidak, mereka tak terlawan, twako. Kita
harus mengurung diri di rumah. Tiga penduduk di sebelah timur dan selatan juga menjadi korban. Kita tak
boleh keluar!"
Kepala dusun ini akhirnya sadar. Ia melihat keadaan anak isterinya itu, yang begitu siuman langsung
saja menjerit-jerit. Dan ketika suasana di dalam rumah riuh rendah tak kalah dengan yang di luar, srigala-
srigala itu menyalak dan berlarian kesana-sini mencari korban maka kegagalan mereka tak mampu
memasuki rumah ini dilampiaskan dengan ke kandang-kandang ayam atau kambing. Bahkan, kerbau atau
sapi yang bertubuh besar juga mereka serang. Dusun itu porak-poranda oleh amukan binatang jahat ini. Dan
ketika semalam mereka membuat kacau dan geger seisi dusun, pergi setelah matahari menampakan sinarnya
maka penduduk bertangis-tangisan dan korban segera dihitung.
Ternyata sembilan nyawa hilang. Ayam dan kambing jangan ditanya lagi, ludas. Puluhan kerbau dan
sapi yang tadinya di dalam kandang juga cerai-berai tak keruan. Belasan di antaranya menggeletak di jalan-
jalan, tinggal kepala atau tulang-belulangnya saja. Dan ketika hari itu dusun ini berkabung dan Lam-chungsu
serta semua penduduknya bercucuran air mata, isteri kepala dusun masih menjerit dan melolong-lolong
kehilangan putera tertuanya maka tak ada mayat yang dikubur karena semua habis dilalap hewan-hewan liar
itu. "Tempat ini berbahaya, aku ingin pindah!" seorang penduduk tiba-tiba berkata,
"Benar," yang lain tiba-tiba menyahut. "Aku juga ingin pindah, A-kiu. Aku ingin menyelamatkan
anak isteriku!"
"Aku juga....."
"Aku juga!"
"Hm!" Lam-chungcu mengerutkan alisnya. "Kalau kita pindah mau pindah kemana? Kalau mauKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
9 pindah maka harus ke kota, saudara-saudara. Tapi kita harus memberi tahu dulu pejabat yang bersangkutan
dan melapor. Nanti tak ada tempat untuk kita!"
"Aku mau ke tempat saudaraku di dusun Bhe-chung. Nanti kalau aman baru kembali."
"Dan aku juga ke dusun Kek-hwa-chung. Di sana ada seorang pamanku yang tinggal sendiri!"
"Hm, tidak ke kota?"
"Tidak, kami masih memiliki saudara-saudara di desa, chungcu. Masuk ke kotapun jangan-jangan
hanya akan disambut sinis dan congkaknya mereka. Nanti kita dianggap mengganggu!"
"Baiklah," sang kepala kampung tak dapat menolak, "Tapi apakah kita tidak berusaha untuk
mempertahankan kampung halaman ini kalau binatang-binatang itu datang lagi. Dengan bersatu dan
berkumpul di satu tempat barangkali kita dapat membunuh srigala-srigala itu."
"Hewan-hewan itu terlampau beringas, ia tak takut manusia," orang pertama menggeleng, ngeri. "Aku
lebih baik pindah saja, chungcu. Mencari tempat aman dan tenang di tempat lain. Hewan-hewan itu seperti
iblis!"
"Benar," yang kedua menyahut. "Aku juga ngeri, chungcu. Lebih baik pindah dan aman di tempat
lain. Anak isteriku tak mau aku menjadi korban!"
Sebagian besar mengangguk. Mereka rata-rata berkata begitu dan kepala kampung tak dapat berbuat
apa-apa. Baginya, lebih baik menghadapi srigala-srigala itu dengan bersatu-padu. Semalam mereka tak ada
di satu tempat dan inilah kekalahan mereka. Kalau semua berkumpul di satu tempat dan sama-sama
menghalau binatang itu kemungkinan tak akan terjadi musibah ini. Tapi karena mereka tak mau dan pilih
angkat kaki, ternyata separuh dari jumlah penduduk memilih "hengkang" maka hari itu juga Lam-chungcu
memandangi kepergian penduduknya dengan mata muram.
Dia sendiri tak ikut karena tak mempunyai saudara di tempat lain. Ada juga saudaranya tapi jauh dari
situ, padahal dia adalah kepala dusun. Dan ketika yang pergi berkata bahwa mereka akan kembali kalau
keadaan benar-benar tenang, di kiri kanan mereka terdapat dusun-dusun Bhe-chung dan Kek-hwa-chung
serta beberapa dusun lagi maka berangkatlah mereka itu dengan tangis dan air mata yang masih bercucuran.
Malam itu tak ada apa-apa di tempat ini sampai keesokan harinya. Lam-chungcu telah mengerahkan
sisa-sisa penduduknya untuk berkumpul di sekitar rumahnya di malam hari. Kalau hewan-hewan liar itu
datang lagi maka mereka sembilanpuluh delapan laki-laki akan bergerak dan menghadapi. Hal begini dirasa
memadai. Tapi ketika keesokannya para pengungsi yang kemarin pergi mendadak datang lagi, bertangis-
tangisan bersuara riuh maka kaget dan tertegunlah Lam-chungcu mendengar apa yang terjadi, bahwa dusun-
dusun sekitar juga diserang gerombolan srigala-srigala itu, juga berjatuhan korban!
"Celaka, saudaraku di Bhe-chung tewas. Ia diserang srigala-srigala liar itu. Aku tak dapat tinggal di
rumahnya!"
"Dan aku juga. Pamanku di Kek-hwa-chung menjadi korban, chungcu. Ia diterkam dan dicabik-cabik
binatang itu. Tubuhnya tak utuh manusia!"
Kepala dusun tertegun. Orang-orang yang kemarin berpergian muncul satu per satu. Semua bercerita
bahwa di dusun-dusun lainpun nasibnya sama. Pada malam itu ratusan anjing ganas menyerbu mereka. Bhe-
chung dan Kek-hwa-chung porak-poranda dan korban manusia berjatuhan. Dan ketika mereka mengguguk
dan tersedu-sedu menceritakan kematian saudara atau paman mereka, satu demi satu kembali dengan wajah
sembab maka Lam-chungcu menarik napas dalam-dalam dan tak ada jalan lain kecuali mengajak warganya
ini tinggal.
"Sudahlah, kemarin sudah kuberi tahu agar tak usah meninggalkan dusun. Tinggal di sini saja dan kita
berkumpul lagi seperti biasa. Semalam tak ada apa-apa, tempat ini rupanya aman."
"Tapi aku takut..." orang pertama itu gemetaran. "Hewan-hewan itu ganas sekali, chungcu. BagaimanaKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
10 kalau tiba-tiba ia datang lagi!"
"Kau tinggal saja di rumahku. Biar kami yang lain menghalau."
"Tapi sawah dan kebunku tak berani kutengok," orang lain berkata. "Aku jadi takut kalau-kalau
diserang mereka!"
"Siang hari tak mungkin srigala-srigala itu keluar. Ia semalam telah kekenyangan."
"Atau kita lakukan saja semua pekerjaan secara bersama-sama." Seseorang tiba-tiba berseru, gemas.
"Ke manapun seorang pergi ke situ pula yang lain ikut, A-kiang. Kau tak perlu khawatir dan tinggal saja
seperti biasa!"
"Nah, kau dengar itu," Lam-chungcu mengangguk-angguk. "Sekarang tak perlu takut, A-kiang.
Tinggal dan tetaplah bersama kami."
Orang itu berbinar. Yang lain yang merasa lega lalu mengangguk. Kalau ke mana-mana selalu
bersama berarti keamanan mereka terjamin. Ini lebih baik. Dan ketika hari itu mereka kembali dan
berkumpul bersama, Lam-chungcu sibuk mengatur rakyatnya maka masing-masing yang tak mau berjauhan
tiba-tiba ingin tinggal di tempat Lam-chungcu yang tentu saja menjadi penuh sesak. Kepala dusun ini
menarik napas dalam-dalam tapi hal-hal menjengkelkan mulai terjadi, khususnya pada penduduknya yang
berjiwa penakut ini. Karena ketika mereka mulai ingin ini-itu, mandi misalnya, maka yang lain harus
mengantar dan menunggui. Begitu juga kalau mereka ingin ke sungai untuk buang hajat. Bahkan, ingin
kencingpun harus ditunggui. Semua harus bergerak mengantar! Dan ketika semua itu membuat gemas tapi
juga geli yang lain, Lam-chungcu geleng-geleng maka malam itu tak terjadi apa-apa begitu pula dengan
malam berikut dan berikutnya lagi. Tiga malam berturut-turut dusun ini tenang dan rakyatpun mulai lega.
Kalau begini untuk seterusnya maka amanlah mereka. Apalagi selama tiga malam ini pula di Hutan Iblis tak
terdengar raung atau lolong srigala itu, aneh. Namun ketika pada malam keempat mereka mulai berani dan
satu dua keluar sendirian, untuk kencing atau keperluan lain mendadak terdengar jeritan tinggi ketika tiba-
tiba raung atau salak itu bergemuruh di luar rumah.
"Guk-gukk.... auunggg.... guk-gukk... auunggg....!"
Panik dan gemparlah rakyat Lam-chungcu. Mereka yang telah tiga malam tak mendengar suara-suara
ini lagi mendadak pucat dan seketika menjerit. Dua orang yang keluar rumah tiba-tiba berteriak di muka
pintu, lari dan masuk tapi dua ekor srigala menggigit kakinya. Orang ini sampai tak tahu bahwa iapun masuk
berikut srigala-srigala itu, yang menggigit dan tak melepaskan kakinya. Dan ketika semua menjadi gempar di
luar itu riuh sekali, pintu yang lupa ditutup menjadi serbuan binatang-binatang ini maka Lam-chungcu
berubah melihat hewan-hewan itu, tak terbendung.
"Ambil senjata! Tutup pintunya. Tutup! Awas, serang....!"
Anak-anak dan wanita menjadi histeris. Mereka inilah yangpertama kali menjerit dan memekik-mekik.
Para ibu yang tadi menidurkan anaknya tiba-tiba menelungkup dan melindungi. Rumah Lam-chungcu yang
sudah sesak menjadi sesak. Hewan itu melompat di mana saja yang dapat dilompati. Lemari dan tempat tidur
bukan menjadi halangan dan tiba-tiba ratusan srigala sudah riuh di dalam rumah. Mereka beringas dan
menyerang siapa saja. Tua muda digigit. Wanita dan anak-anak juga digigit. Dan ketika bayi-bayi merah
juga disambar dan dibawa lari, sang ibu menjerit dan berteriak-teriak kalap maka ibu yang timbul marah dan
keberaniaannya ini mengejar. Ruangan yang penuh sesak membuat binatang itu tak dapat berlari jauh,
menyelinap dan bersembunyi di kolong meja tapi sang ibu menerkam dan akhirnya bergumullah dua mahluk
itu dengan serunya. Sang ibu menggigit dan mencakar-cakar pula. Dan ketika pertarungan itu menjadi
pertarungan mati hidup antara manusia dan srigala, sang ibu cabik-cabik tapi sang srigala juga kena pukulan
bertubi-tubi maka ibu yang sudah menyambar alat pemukul ini menghantam lawannya dengan beringas. Di
sana Lam-chungcu dan anak buahnya yang lain juga bertarung mati hidup. Srigala-srigala ini seperti mahluk
kesetanan dan mencium bau darah mereka menjadi semakin jahat saja. Tapi perlawanan segenap penduduk
menjadikan srigala-srigala ini kewalahan, mereka tak dapat lagi mengeroyok melainkan seorang berhadapan
seorang maka duaratus srigala menghadapi juga duaratus penduduk. Dan bukan main ramainya hiruk-pikukKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
11 di rumah Lam-chungcu ini.
Jerit dan raung jatuhnya korban sama-sama mendirikan bulu roma. Lam-chungcu dan rakyatnya
menjadi ngeri dengan keberanian hewan-hewan ini. Mereka bergerak bagai sekumpulan anjing gila
menyerang manusia. Kalau belum roboh masih juga melakukan perlawanan, membalas! Namun karena Lam-
chungcu dan penduduknya mempunyai senjata, pentungan dan golok atau alat apa saja digunakan untuk
menyerang hewan-hewan itu maka srigala roboh satu demi satu dan ketika separuh lebih terkapar menjadi
mayat tiba-tiba terdengar raung panjang yang bergema dahsyat di luar rumah.
Raung itu menggetarkan dinding namun anehnya binatang-binatang ini tiba-tiba berloncatan. Mereka
berlarian keluar meninggalkan korban-korbannya. Dan ketika Lam-chungcu jatuh terduduk sementara kaki
tangannya luka-luka, sebagian besar penduduknya juga begitu maka srigala lenyap dan ngerilah kepala
dusun ini melihat apa yang ditinggalkan.
Seratus bangkai bercampur aduk dengan puluhan mayat di situ, terutama anak-anak dan beberapa
orang-orang tua mereka. Ibu yang pertama kali bergumul di kolong meja mandi darah meskipun selamat,
anaknya yang masih merah tak tertolong karena sudah tewas digigit srigala musuhnya itu, yang kini juga
menjadi bangkai dengan kepala pecah. Dan ketika di sana-sini darah dan ceceran daging membuat orang
serasa muntah, perut dikocok oleh rasa mual yang sangat maka ibu-ibu menjerit dan bertangisan melihat
anak atau suami mereka menjadi korban.
Malam itu benar-benar malam petaka tapi Lam-chungcu cepat bekerja membersihkan tempat itu.
Penduduk yang telah bertarung mati hidup membantunya. Dan ketika semalam tak dapat tidur karena tangis
dan teriakan melengking di sini, mereka yang kematian anak atau suaminya histeris semalam suntuk maka
Lam-chungcu memutuskan bahwa besok dia akan membawa penduduknya pindah.
Di sana ada kota Ci-bun dengan Wo-taijin sebagai kepala daerahnya. Di sinilah dia akan berlindung
sekaligus melapor. Laki-laki di situ mengangguk dan setuju. Tapi ketika keesokannya geram dan salak-salak
pendek terdengar di luar, semua terkejut dan melihat keluar ternyata sisa-sisa srigala semalam ada di situ,
mengurung atau mengepung rumah itu. Mata mereka juga beringas memandang ke dalam.
"Keparat, hewan-hewan terkutuk! Kita bunuh mereka!"
Namun hewan-hewan itu tak takut. Justeru ketika seseorang menyambar dan mengamang-amangkan
senjatanya mereka yang semula berputar-putar sekonyong-konyong berhenti, tegak dan marah memandang
orang itu dengan gigi menyeringai. Tantangan ternyata disambut tantangan! Dan ketika orang itu tertegun
sementara Lam-chungcu cepat mencengkeram lengannya, mencegah, maka Lam-chungcu berkata bahwa
biarlah sementara ini mereka tak usah keluar. Pintu dan jendela sebaiknya ditutup rapat-rapat?
"Kita masih lelah, perlu istirahat. Biarkan mereka di sana dan jangan hiraukan!"
Sehari itu mereka saling intai. Lam-chungcu memang lelah dan dia harus menenangkan juga para
wanita yang histeris. Semalam mereka kebobolan karena dua di antara mereka membuka pintu. Dan ketika
jendela dan pintu ditutup rapat-rapat, tak mungkin hewan-hewan itu masuk maka semua di dalam rumah
meskipun hati selalu was-was dan malam itu lewat tanpa kejadian sesuatu.
Hari kedua juga tak ada apa-apa seperti pada hari ketiga dan keempat. Srigala-srigala itu masih tetap di
sana tapi seseorang yang melihat betapa srigala-srigala ini bertambah banyak, jumlahnya kian meningkat
mendadak pucat. Ia menuding dan memberi tahu chungcu tentang hal ini. Dan ketika Lam-chungcu
menghitung dan memperhatikan maka wajah kepala dusun ini juga berubah karena perlahan tetapi pasti
jumlah anjing-anjing ganas itu bertambah.
"Tigaratus ekor! Astaga..... tigaratus ekor!"
Semua tersentak. Anjing-anjing liar yang tahan berjaga-jaga itu ternyata sedikit demi sedikit
memanggil teman-temannya. Raung atau lolong mereka yang sekali-sekali ternyata merupakan isyarat bagi
semuanya itu. Dan ketika di balik sepatang pohon muncul seekor srigala berbulu hitam, dengan garis putih di
punggung maka semua tergetar melihat betapa besarnya srigala ini. Seekor srigala jantan yang tingginyaKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
12 sebesar anak lembu!
"Ggrrr!" hewan itu mengeluarkan suaranya ketika diamati Lam-changcu dan orang-orangnya itu. Dia
balas memandang dan memperlihatkan taringnya dan siapapun ngeri bertatap pandang. Ada semacam
kewibawaan dan juga kegagahan pada hewan yang satu ini. Pandang matanya jauh lebih tajam dibanding
yang lain-lain, juga lebih cerdik. Dan ketika geraman itu disusul oleh geraman srigala-srigala lain, yang
berdiri dan tegak di samping srigala raksasa ini maka para ibu menjerit dan menutupi mukanya.
"Kita akan mati, ah, kita akan mati!"
"Tenang." Lam-chungcu menekan debaran jantungnya sendiri. "Mereka tak dapat menyerang kita,
ibu-ibu. Tak usah kalian melihat dan berlindung di dalam saja. Kami akan mencari akal," dan menghadapi
kaum lelakinya kepala dusun ini bertanya. "Apa yang harus kita lakukan. Bagaimana baiknya."
"Kita terjang mereka, bunuh!"
"Tidak, biar di sini saja, chungcu. Biarkanlah mereka di sana sampai pergi sendiri!"
"Mana mungkin!" orang pertama berseru. "Mereka bisa terus bertambah banyak, A-kiang. Dan kita
nanti tak dapat mengatasinya lagi. Lebih baik sekarang dan bertarung mati hidup!"


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tapi... tapi..."
"Tapi kau penakut. Bisamu sembunyi melulu dan membiarkan kami berjuang mati-matian. Mana setia
kawanmu dan bantuanmu kepada kami!"
"Sudahlah, sudah.." Lam-chungcu mulai melihat pertikaian ini. "Tak baik bermusuhan antar kita
sendiri, Hek Bu. Pendapatmu kuterima tapi bagaimana dengan yang lain-lain."
"Kami setuju," yang lain mengangguk, di samping melihat benarnya kata-kata Hek Bu juga tak mau
disemprot sebagai orang penakut, tak bersetia kawan. "Kami melihat benarnya kata-kata Hek Bu, chungcu.
Dan kami tak mau hewan-hewan itu bertambah jumlahnya. Kami siap menyerang sekarang!"
"Benar, tapi bagaimana dengan wanita dan anak-anak yang masih tinggal. Apakah tak perlu dipikirkan
juga mereka itu," seseorang tiba-tiba berkata,
"Maksudmu!"
"Sudah kita putuskan bahwa kita akan ke kota. Sekalian menyerang sekalian kita bawa wanita dan
anak-anak itu. Mereka bisa dimasukkan gerobak atau pedati dan ditarik oleh empat atau lima orang di antara
kita!"
Lam-chungcu tertegun. Orang ini segera berkata bahwa tak baik berlama-lama tinggal di situ. Ternak
atau hewan-hewan piaraan mereka sudah cerai-berai dan biarlah wanita dan anak-anak dimasukkan gerobak.
Empat atau lima laki-laki menjadi penariknya dan begitu bergerak begitu mereka pergi. Hari masih siang dan
jauh lebih baik menyerang sekarang daripada malam nanti. Dan ketika semua mengangguk-angguk dan
setuju dengan pendapat ini maka semua laki-laki mencabut senjatanya dan membagi tugas.
"Enam gerobak ada di belakang rumah Tu King. Kita ambil dan lindungi gerobak itu sampai ke sini.
Yang lain menyerang dan membunuh binatang-binatang itu!"
"Baik," Lam-chungcu mengusap goloknya, bersinar-sinar. "Sekarang mari keluar, saudara-saudara.
Tutup pintunya lagi dan kita bergerak!"
Wanita dan anak-anak disuruh tenang. Mereka dikumpulkan di ruang dalam dan hujan tangis kembali
datang. Keluarnya kaum laki-laki berarti keluarnya menyambut maut. Tapi karena tak ada jalan lain dan itu
adalah jalan terakhir maka Lam-chungcu melompat dan sekali ia bersama pembantunya membuka pintu
maka berhamburlah para lelaki ini menerjang kelompok srigala. Hek Bu telah berteriak bahwa ia akan
menghadapi si hitam. Laki-laki tinggi besar ini membawa dendam kesumat yang besar. Dan begitu orang-
orang itu menyerbu maka segerombolan srigala terkejut. Tapi mereka menyalak dan menyambut pula.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
13 Tombak dan golok yang menyambar mereka disambut gigitan dan cakaran buas. Si hitam, yang beringas dan
gagah di tempat dan tiba-tiba mengeluarkan raungnya yang dahsyat. Kiranya binatang inilah yang beberapa
malam yang lalu memanggil teman-temannya. Dan begitu ia melompat dan menerjang ke depan maka ia
menggigit dan menyerang pula Lam-chungcu dan kawan-kawannya.
Terjadilah pertarungan mati hidup. Lam-chungcu berteriak-teriak agar yang mendapat tugas
menggambil gerobak dapat melaksanakan pekerjaannya. Kepala dusun itu sendiri sudah membabat dan
membacokkan goloknya dengan beringas. Tapi karena perlawanan para srigala juga tak kalah sengit dan
buas, moncong mereka menyerbu dan masuk di sela-sela pertempuran maka pembantu kakek ini ada yang
roboh dan terguling. Dan inilah yang mengerikan. Srigala-srigala itu menggigit dan mencabik-cabik
mangsanya, digebuk tapi yang lain datang lagi. Dan ketika semua menjadi riuh dan kacau, bentakan diiringi
raungan maka Hek Bu berhadapan dengan srigala hitam besar itu.
Laki-laki ini sengaja mencari lawannya dan tombak di tangannya menusuk. Tapi ketika si hitam itu
berkelit dan pandai mengelak, ditusuk dan mengelak lagi maka laki-laki ini terkejut karena secepat kilat
lawan sudah menerkam dan menyerangnya. Lompatannya bagai seekor harimau kelaparan yang kuat dan
cepat.
"Brett!"
Baju dan daging pundak laki-laki itu terobek. Hek Bu berteriak tapi si hitam sudah membalik,
taringnya diperlihatkan dan melompat lagi dengan buasnya. Dan ketika laki-laki itu menusuk tapi kaki depan
binatang ini menampar, tombak meleset maka Hek Bu kaget bukan main karena si hitam ternyata hewan
terlatih yang dapat bertempur! Selanjutnya laki-laki itu kaget dan berteriak berulang-ulang karena kalah
cepat. Tergigit dan luka lagi dan laki-laki ini panik. Dan ketika tombak menusuk tapi ditangkap, ya si hitam
itu dapat menangkap dan berayun di batang tombaknya maka Hek Bu melolong ketika pipi kanannya
tergigit.
"Aughh!"
Jeritan itu disusul robohnya laki-laki ini. Hek Bu melepaskan tombaknya karena badan binatang yang
hinggap di batang tombaknya tadi tak kuat dipikul. Si hitam melompat dan sudah menyerang mukanya. Dan
ketika laki-laki itu bergulingan dan lawan menggigit dan mengejar, sebentar kemudian laki-laki ini berteriak
dan menjerit-jerit maka Hek Bu adalah korban pertama dari srigala tinggi besar ini. Laki-laki itu menutupi
mukanya tapi perut kemudian robek, menutupi perut tapi leher kemudian robek. Dan ketika Hek Bu
mengelepar dan menjadi kesakitan, si hitam menerkam dan menggigit lehernya untuk yang kedua kali
maka.... krek, putuslah leher itu oleh taring sekuat baja. Si hitam menyambar kepala laki-laki ini dan
selanjutnya ia menerjang Lam-chungcu dan kawan-kawannya, menggigit dan menyambar lagi kepala itu
untuk ditunjukkan kepada lawan-lawannya. Dan ketika Lam-chungcu tersentak dan yang lain pucat, serbuan
srigala tinggi besar ini menggetarkan nyali mereka maka Lam-chungcu dan anak buahnya panik dan saat itu
robohlah satu demi satu mereka ini oleh kegarangan dan keganasan binatang itu. Apalagi ketika golok atau
tombak tak dapat melukai binatang ini. Semua senjata yang mengenai tubuhnya terpental. Binatang itu
ternyata kebal! Dan ketika Lam-chungcu pucat dan anak buahnya bergelimpangan maka enam gerobak
datang dan kepala dusun ini berteriak agar kaum wanita dan anak-anak cepat meloncat masuk.
"Cepat! Masuk... masuk! Lari... lari dari sini!"
Wanita dan anak-anak menjerit. Lam-chungcu dan belasan orang kawannya mencegah srigala-srigala
itu. Golok dan tombak di tangan mereka bekerja terus-menerus. Tapi karena si hitam adalah yang paling
berbahaya dan kebal terhadap semua bacokan senjata tajam, hewan itu juga terlatih dan dapat bertempur
seperti manusia maka terhadap hewan inilah Lam-chungcu memusatkan perhatiannya. Ia menubruk dan
menerkam dan mati-matian menahan. Gerobak pertama lewat dan lolos. Disusul oleh gerobak kedua dan
ketiga. Para penariknya jatuh bangun berteriak-teriak. Roda pedati diseret dan berdetak menemui batu-batu.
Tapi ketika pada gerobak keempat kakek ini tak dapat menahan, si hitam mengeluarkan raung dahsyat yang
membuat wanita dan anak-anak pingsan maka srigala tinggi besar itu menerkam dan menubruk Lam-
chungcu. Kakek ini mengelak tapi kena terkam, golok membacok tapi mental. Dan ketika mulut srigala itu
menyambar lehernya, menggigit dan menarik maka Lam-chungcu roboh dengan kepala putus. DarahKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
14 seketika menyemprot bagai pancuran!
"Crat!"
Bagai diterkam mulut buaya saja kepala kakek itu terpenggal. Si hitam meraung dan melempar kepala
ini kepada teman-temannya, menyerang dan menubruk lima penarik gerobak. Dan ketika mereka pontang-
panting dan melepas pegangan, gerobak berhenti dan wanita serta anak-anak terlempar keluar, gerobak itu
miring menyentuh tanah maka jerit dan teriakan menjadi satu dengan raung dan pekik girang srigala-srigala
kelaparan itu. Mereka menyerbu dan menggigit dan celakalah wanita serta anak-anak di sini. Isi gerobak ini
berjatuhan. Dan ketika gerobak kelima dan keenam juga diserbu, srigala hitam yang tinggi besar itulah
pemimpinnya maka semua tunggang-langgang dan menyelamatkan diri sendiri-sendiri. Para penariknya
lintang-pukang dan mereka ngeri melihat kehebatan si hitam ini, srigala tahan bacok dan buas, juga yang
pandai menangkis serta menampar senjata-senjata tajam, tak ubahnya manusia-manusia yang pandai
bertempur. Dan ketika semua tunggang-langgang namun srigala yang lain mengejar, menggigit dan
menyerang maka dusun Lam-chung benar-benar mengalami musibah dan tiga gerobak ini isinya direncak.
Darah dan daging berceceran. Ratusan srigala itu menyalak-nyalak dan mereka masih juga mengejar tiga
gerobak pertama. Dua di antaranya kembali jatuh. Hal ini karena para penariknya tunggang-langgang. Dan
ketika hanya gerobak paling depan saja yang selamat, itupun karena mereka sudah paling jauh maka geger di
dusun Lam-chung menjadi berita di kota Ci-bun.
Wanita dan anak-anak yang selamat ini langsung pingsan. Lima penariknya, yang mandi keringat dan
robek menerjang onak atau duri juga roboh di gedung Wo-taijin, hanya satu saja yang sempat bercerita lalu
roboh. Di samping ngeri juga karena capainya. Seluruh tenaga terasa habis dipakai melarikan diri ini. Dan
ketika semua gempar dan ngeri oleh kisah di dusun itu, terutama oleh adanya srigala hitam tinggi besar yang
kebal bacokan senjata tajam maka orang-orang Ci-bunpun menjadi takut dan komandan keamanan tak berani
menolong!
Komandan ini berkata tak masalah sia-sia mengantarkan nyawa. Yang tewas di sana tak mungkin
diselamatkan lagi. Wanita dan anak-anak yang sudah datang di situ biarlah menjadi tanggungan mereka. Dan
ketika anak buahnya juga mengangguk dan tak berhasrat menjadi petualang, kisah ini cukup mendirikan bulu
roma maka kejadian di dusun Lam-chung tak dihiraukan pejabat dan dibiarkan saja!
* * * Pagi itu pembicaraan hangat tentang peristiwa di dusun Lam-chung masih menjadi bahan pembicaraan
orang. Seminggu sudah peristiwa itu berlalu dan ada yang pro atau kontra dengan sikap yang diambil
komandan keamanan ini. Yang kontra tentu saja yang menganggap komandan itu pengecut dan tidak
bertanggung-jawab. Rakyat menjadi korban namun didiamkan saja. Sedangkan yang pro, yang ngeri oleh
kejadian itu adalah orang-orang kebanyakan yang celakanya didukung oleh sebagian besar penduduk Ci-bun.
Cai-ciangkun, komandan itu, terang-terangan menyuruh yang kontra menggantikan pengawalnya untuk
menghadapi srigala dari Hutan Iblis. Siapa yang dapat membasmi diberi hadiah seribu tail emas, berikut
sebuah rumah bagus di Ci-bun. Dan ketika orang-orang yang kontra ini coba meraih hadiah dan pergi tapi
tidak kembali lagi, kengerian cerita itu semakin bertambah maka tujuh hari ini kisah srigala hitam yang tahan
bacokan senjata tajam menjadi buah bibir.
Cai-ciangkun menjanjikan pangkat kedudukan lagi bagi yang dapat menangkap atau membunuh
srigala kebal itu. Tapi karena cerita sudah tersiar sedemikian rupa, srigala itu adalah penjelmaan iblis dan tak
mungkin ditangkap apalagi dibunuh maka rumah-rumah makan dan toko-toko di Ci-bun penuh dengan cerita
ini. Dan hari itu datanglah sepasang pria dan wanita gagah di Ci-bun. Pria ini membawa pedang di
punggungnya dan jelas dia adalah seorang ahli silat. Sementara wanita itu, yang cantik dan rambut digelung
tinggi diajaknya memasuki rumah makan Lo-lo-ha. Dengan halus dan mesra pria ini mempersilahkan
temannya duduk di kursi kosong, di meja yang telah mereka pilih. Lalu ketika iapun duduk dan memesan
makanan, pelayan datang dengan wajah berbinar maka pria dan wanita itu menunggu pesanan mereka. DanKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
15 di sinilah mereka mendengar kejadian di dusun Lam-chung.
Si pria berkerut kening sementara wanitanya menjadi merah. Percakapan para tamu didengar secara
tak sengaja tapi itu cukup membuat mereka bereaksi. Karena ketika pelayan datang mengantarkan makanan,
dengan penampan penuh masakan maka si wanita mendahului dan bertanya,
"Bung pelayan, di manakah dusun Lam-chung itu? Dan benarkah cerita tentang srigala kebal itu?"
"Ah, hujin pendatang baru? Pantas, aku sudah menduga. Dusun Lam-chung berada sekitar tujuhpuluh
li dari sini, hujin. Dan cerita tentang srigala iblis itu memang benar. Beberapa orang dari kami sudah ke sana
dan coba membunuh penjelmaan iblis itu tapi malah tak kembali, tewas dimangsa srigala siluman itu!"
"Hm, tujuhpuluh li? Arah barat atau timur?" si pria kini bertanya.
"Arah selatan, taihiap. Dan barangkali taihiap mau coba-coba meraih hadiah Cai-ciangkun!"
"Hadiah apa itu," si pria belum mendengar ini. "Kenapa pakai hadiah segala."
"Ah, Cai-ciangkun dan pasukannya tak berani menangani kasus ini. Srigala-srigala itu bukan binatang-
binatang biasa, melainkan mahluk jejadian. Kalau ada di antara orang gagah yang bisa menangkap atau
membunuh srigala itu, terutama pemimpinnya maka Cai-ciangkun menjanjikan rumah dan seribu tail emas,
juga kedudukan!"
"Hm, kami tak memburu hadiah!" kini si wanita mendesis dan sebal. "Terima kasih, bung pelayan.
Pergilah dan jangan ganggu kami lagi!"
Pelayan itu meleletkan lidah. Sebagai orang yang banyak menerima tamu tentu saja pelayan ini tahu
bahwa tamunya kali ini bukanlah tamu biasa. Ci-bun meskipun tidak begitu besar namun sekali dua dilewati
juga oleh orang-orang gagah macam suami isteri ini, untuk dipakai meneruskan perjalanan bagi orang-orang
kang-ouw itu. Maka ketika ia mundur dan pasangan ini bercakap-cakap, yang wanita bersinar dan tampak
marah maka nyonya ini mengepalkan tinju.
"Agaknya perjalanan kita dibelokkan dulu. Bagaimana kalau kita melihat Hutan Iblis itu dan
menghajar binatang-binatang keparat itu!"
"Benar, aku juga begitu, niocu. Tapi apakah tidak terlalu lama ditunggu Li-moi (adik perempuan Li).
Jangan-jangan adikmu itu sudah tak sabar menunggu kita!"
"Hm, tujuhpuluh li saja tidak jauh. Satu dua jam sampai....."
"Tapi pagi ini kita ditunggu mereka," sang suami memotong. "Bagaimana kalau terlambat. Apakah
tidak ke sana dulu dan nanti bersama Su Tong kita ke Hutan Iblis ini."
"Eh, kau takut?" sang isteri terbelalak. "Kenapa mengajak orang lain segala?"
"Hm, bukan takut," pria gagah ini tersenyum, tidak marah. "Melainkan sekedar mengajak saudaraku
ikut mengalami petualangan, niocu. Tentu dia senang diajak ke situ."
"Aku ingin ke sana dulu, melihat srigala siluman itu!"
"Kalau begitu akupun tidak memaksa. Mari, kita berangkat," pria ini meletakkan cawan minumannya,
selesai menghabiskan hidangan di atas meja dan dalam bercakap-cakap itu mereka tidak sampai kedengaran
yang lain. Agaknya pasangan ini orang-orang yang tak suka kesombongan dan mereka orang-orang rendah
hati. Dan ketika pelayan dipanggil dan diminta menghitung rekeningnya maka pelayan bertanya apakah
mereka mau ke Hutan Iblis.
"Ah, taihiap dan hujin tampaknya tergesa-gesa. Agaknya ke tempat itu!"
"Hm, kami masih banyak urusan," si pria menggeleng dan tak mau diketahui urusannya. "Hitung
berapa rekening kami, pelayan. Dan terima kasih untuk pelayanmu."Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
16 Pelayan itu menyeringai. Ia menghitung suatu jumlah dan laki-laki ini melempar dua keping perak,
diterima dan pelayan berseri-seri mengucap terima kasih, mengantar dan menyimpan kelebihan uang itu
untuknya. Namun ketika sang tamu mengibaskan lengannya dan pelayan ini terdorong kembali, tak mau
diantar maka pelayan itu berteriak kaget karena dua tamunya ini tiba-tiba berkelebat dan lenyap.
"Heii... ah! Ke arah selatan, jiwi enghiong. Hutan Iblis di sebelah selatan!"
Para tamu menengok. Tadi mereka juga melihat suami isteri gagah itu namun tidak menghiraukan lagi.
Kini tiba-tiba pelayan berteriak dan terjengkang. Dan ketika mereka terkejut tetapi geli, pelayan itu bangun
dan berlari-lari ke depan maka ia berteriak-teriak bahwa Hutan Iblis letaknya di selatan. Dan orang-orangpun
terbelalak, kaget. Lalu ketika mereka bertanya apa yang dimaksud pelayan itu maka pelayan ini menuding.
"Dua orang gagah itu akan membunuh srigala siluman. Tadi mereka bertanya-tanya kepadaku tentang
tempat dan kejadiaannya!"
"Hm, begitu! Mudah-mudahan selamat!" seorang tamu lain berseru.
"Dan sayang kalau tidak, isterinya masih cantik meskipun sudah agak berumur. Ah, mereka mencari
penyakit!" kata yang di tengah.
Dan pembicaraanpun tiba-tiba berkisar pada suami isteri ini. Mereka yang tadi mengetahui wajah
pasangan in segera menduga-duga siapa gerangan pria dan wanita gagah ini. Mereka tak pernah melihat dan
heran sendiri, meskipun merasa kagum dan memuji. Dan ketika mereka bicara sendiri tentang pria dan
wanita itu maka yang bersangkutan sudah tertawa dan meluncur meninggalkan Ci-bun dengan ilmu lari cepat
mereka, ke arah selatan.
"Ha-ha, kita akan mendapat petualangan baru. Baru kali ini aku mendengar binatang yang kebal
bacokan senjata tajam!"
"Tapi aku sebal dengan pelayan di rumah makan itu. Ia membongkar rahasia perjalanan kita, Han-ko.
Orang lain jadi tahu!"
"Ha-ha, biarlah. Yang penting kita sudah kenyang dan kini akanmencari binatang aneh itu. Ayo,
berlomba cepat!"
Jilid II
DUA orang itu terbang tak menginjak tanah lagi. Sang suami, yang sudah mendahului dan melepas
tangan isterinya tiba-tiba melayang dan bergerak dengan amat cepatnya meninggalkan isterinya. Dia telah
berkata untuk mengadu ilmu, tertawa dan melesat bagai seekor garuda meluncur di depan. Tapi ketika sang
isteri mendengus dan berseru keras, tangan bergerak dan mengembang di kiri kanan tahu-tahu tubuhnyapun
melesat dan meluncur bak anak panah menyusul suaminya itu. Dan sang suami tertawa dan menambah
kecepatannya lagi, disusul sang isteri tak mau kalah dan sebentar kemudian mereka sudah hampir berendeng.
Tapi ketika sang suami berseru keras mengembangkan kedua lengannya pula, berkelebat dan menyambar ke
depan maka sang isteri yang hampir menyusul dan berada di sebelah kirinya tertinggal lagi.
"Ha-ha, kau kalah, Pui-moi. Sekarang kau tak dapat menyamaiku!"
"Licik!" sang isteri membentak dan melotot, "Aku kalah karena bau ketiakmu, Han-ko. Kau
mengembangkan lengan tepat di depan hidungku!"
"Ha-ha, alasan bohong. Ketiakku tidak bau, Pui-moi. Aku mengembangkan lengan karena ilmu lari
cepat ini memang mengharuskan begitu. Kau mempergunakan Siang-eng Gin-kang (Ginkang Sepasang
Garuda), dan aku tak mau kalah dan mempergunakan ilmu lari cepat itu!"
"Tapi kau mengembangkan lengan tepat di depan hidung. Ihh, baunya menyengat!"
"Ha-ha, bukan ketiakku, tapi keringatku!" dan sang isteri yang akhirnya tertawa dan jengkel menyusulKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
17 sudah membentak dan mengejar dengan penasaran, masih tak dapat juga mengejar tapi suaminya akhirnya
memperlambat lari, berendeng dan mereka tertawa-tawa karena tadi sang suami memang "menyemprotkan"
cairan keringat secara tak sengaja, yakni ketika membuka dan mengembangkan lengannya tadi. Dan karena
percikan keringat itu mengenal wanita ini, yang terkejut dan tentu saja mundur maka suaminya terus
bergerak dan ia tentu saja tertinggal, marah tapi mereka kini berendeng dan laki-laki itu menyambar lengan
isterinya. Mereka terus berlari cepat dan dari wajah kemerah-merahan isterinya ini dapat diketahui bahwa
wanita itu memang sedikit di bawah suaminya, karena sang suami masih tampak segar-segar saja tidak
seperti isterinya yang ngotot mengerahkan semua ilmu lari cepatnya itu. Dan ketika mereka bergandengan
tangan sambil tertawa menuju Hutan Iblis maka dua jam kemudian sampailah pasangan ini di luar hutan itu
di mana dari kejauhan tadi mereka telah melihat sebatang pohon raksasa di tengah hutan, pohon yang
menjulang tinggi dan berada di tengah hutan gelap.
"Itu dia. Itu Hutan Iblis! Perlambat lari kita, niocu. Dan hati-hati!"
Sang isteri mengangguk. Ia memperlambat larinya dan pria itupun sudah hampir berhenti. Hutan Iblis
di depan mereka dan bekas-bekas kerusakan sepanjang jalan telah pula mereka lihat. Pria ini mengerutkan
alis. Dan ketika mereka benar-benar berhenti dan tertegun memandang mulut hutan yang gelap, dari situ
menguar udara dingin dan berbau busuk maka wanita di sebelah pria ini menutup hidung.
"Bau bangkai. Terkutuk, tempat ini bau bangkai!"
"Benar, dan beranikah kau masuk, niocu. Atau kau tunggu di luar dan aku yang menyelidiki ke
dalam."
"Aku tidak takut," sang isteri melotot. "Tapi aku tak tahan bau bangkai ini!"
"Hm, kalau begitu coba kulihat dan kau di sini sebentar," sang suami meremas pergelangan tangan
isterinya, menyuruh sabar dan tiba-tiba diapun sudah meloncat masuk. Pria ini juga mencium bau busuk tapi
sebagai laki-laki dia lebih tahan, tidak seperti isterinya itu. Dan ketika dia melompat dan hilang sekejap
maka tak lama diapun keluar dan di tangannya terjinjing sebuah mayat yang ususnya cerai-berai, kepalanya
hilang!
"Ada mayat ini, pantas baunya busuk. Ah, mengerikan sekali, niocu. Di dalam baunya semakin


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

busuk!"
Wanita itu melebarkan mata. Ia terbelalak melihat mayat ini dan tiba-tiba muntah-muntah. Mayat yang
ususnya cerai-berai itu sungguh menjijikan dan berbau. Tubuhnya sudah mulai dimakan ulat dan bukan main
busuknya. Dan ketika ia meloncat mundur dan muntah-muntah, menggoyang dan meminta agar suami tidak
semakin dekat lagi maka laki-laki itu berhenti dan menarik napas dalam-dalam. Dia tadi menemukan mayat
ini di dekat sebuah pohon.
"Kalau begitu kau menyingkirlah sebentar. Aku akan menguburkan mayat ini. Sungguh kasihan kalau
tidak diurus."
Wanita itu menghilang. Ia sudah berkelebat dan tak mau melihat suaminya bekerja. Laki-laki itu
mencabut pedang dan dengan pedang ini ia menusuk dan menggali lubang. Dan ketika tak lama kemudian
lubang itu terbuat dan mayat ini diletakkan hati-hati maka pekerjaan pria ini selesai dan mayat itu sudah
dikubur. Sang isteri dipanggil lagi dan muncul, masih menutupi hidung.
"Aku tak tahu apakah kau sanggup memasuki hutan. Di dalam lebih busuk lagi, tentu banyak mayat-
mayat. Bagaimana menurut pendapatmu apakah masuk atau tidak."
"Di sana lebih busuk lagi? Kau melihat mayat-mayat lain?"
"Hm, belum kulihat, niocu, tapi baunya telah kucium. Aku yakin banyak mayat di sana dan mungkin
keadaannya sama menyedihkan seperti mayat pertama tadi."
"Maksudmu kepalanya hilang dan tubuhnya dipenuhi ulat?"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
18 "Mungkin begitu, dan barangkali kau tak tahan."
"Keparat, jahanam benar srigala-srigala hutan ini, Han-ko. Kalau begitu kau masuklah dulu dan aku di
sini. Aku tak mungkin harus melihat mayat yang sudah berbau. Perutku masih mual-mual!"
"Baiklah, kau di sini dan biar aku masuk!" laki-laki itu berelebat lagi, masuk dan meninggalkan
isterinya dan sekarang mereka berpisah. Wanita ini menunggu di mulut hutan dan suaminya, laki-laki gagah
itu telah lenyap di dalam. Dan ketika ia menunggu dan bersiap-siap dengan sikap waspada maka pria gagah
itu terbelalak dan kaget sekali melihat keadaan di dalam.
Dari sinar matahari yang masuk dan menembus celah-celah dedaunan ternyata banyak sekali mayat-
mayat di dalam mulut hutan ini. Tak kurang dari tigabelas mayat. Semuanya sudah membusuk dan sulit
dikenali, sebagian besar terburai isi perutnya dan dari perut-perut mayat itu keluarlah belatung atau ulat-ulat
menjijikkan. Bagi yang tidak tabah tentu muntah. Apalagi wanita, pasti menjerit dan lari keluar dengan perut
seakan-akan diaduk-aduk. Mayat-mayat itu benar-benar menyedihkan dan satu diantaranya bahkan wanita,
dengan leher hampir putus tapi kedua tangannya hilang. Pinggang ke bawah rusak berat dengan pakaian
yang hancur tak keruan. Laki-laki itu tertegun tapi berwatak baja, dapat menahan jijik dan muntahnya dan
tiba-tiba dia bergerak menyambar mayat wanita itu, melompat dan membawanya keluar dan tak lama
kemudian dia sudah ganti-berganti membawa mayat-mayat yang lain. Isterinya, yang tertegun dan melihat
itu tiba-tiba mengeluh, nyaris muntah lagi namun sang suami berseru agar menjauh sedikit, membuatkan
lubang dan akhirnya suami isteri itu bekerja keras. Sambil mengutuk dan menyumpah wanita itu membuat
lubang, cukup untuk tigabelas mayat. Dan ketika lubang terbuat dan ia menyingkir tak tahan bau busuk,
suaminya sendiri menutup hidung dengan sapu-tangan dan satu demi satu melempar mayat-mayat itu maka
satu jam kemudian barulah tigabelas mayat itu dapat dikuburkan secara massal. Pria ini mengusap keringat
ketika pekerjaan selesai. Isterinya tersedu menahan rasa mual dan ini sebuah gundukan tanah terdapat di
depan mereka. Dan ketika pria gagah itu menarik napas dalam-dalam dan mengebutkan bajunya yang penuh
debu, pekerjaan ekstra itu membuat wajahnya kemerah-merahan maka sang isteri yang gemetar dan
berketruk dicengkeramnya lembut.
"Sudahlah, tak perlu marah-marah. Sekitar tempat ini sudah bersih dan barangkali kau dapat masuk ke
dalam."
"Di situ.... di sana.... tak ada mayat-mayat busuk lagi? Aku.... aku tak tahan oleh baunya, Han-ko. Dan
belatung-belatung itu, eh..... perutku ingin muntah-muntah!"
"Di dalam sudah tak ada mayat-mayat lagi, tapi entah kalau di tengah. Aku akan masuk ke sana dan
ingin melihat pohon raksasa di tengah hutan itu. Kau mau ikut?"
"Tentu, tapi jangan perlihatkan padaku mayat-mayat berbelatungan, suamiku. Kau di depan dan aku di
belakang saja. Tapi hutan ini rupanya gelap!"
"Kita dapat mempergunakan obor. Tapi di dalam tadi sinar matahari masih dapat memasuki celah-
celah dedaunan."
"Baiklah, aku ikut. Tapi...." sang isteri mengangkat muka, maksudnya memandang mulut hutan tapi
alangkah kagetnya ia ketika sepasang mata berkilauan menyambarnya dari depan. Mata itu seperti iblis dan
tentu saja ia berteriak dan menuding, sang suami terkejut dan cepat membalikkan badan tapi sepasang mata
itu tak ada lagi, lenyap! Dan ketika wanita ini tertegun dan pucat mukanya, sungguh ia tak dapat melupakan
itu maka suaminya bertanya, wajah berubah karena pria gagah ini tersentak oleh jerit dan tudingan isterinya
tadi.
"Apa yang terjadi, ada apa. Apa yang kau lihat...."
"Iblis.... mata iblis! Aku.... aku melihat sepasang mata berkilauan menyeramkan, Han-ko, tepat di
belakangmu. Tapi begitu kau menoleh mata itupun hilang!"
"Iblis? Hilang?"
"Benar, mata itu hilang, Han-ko. Tapi aku melihatnya jelas. Mata itu mencorong dan menakutkan.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
19 Dia.... dia.... itu!" wanita ini tiba-tiba melengking, berteriak dan menuding ke kiri tapi secepat suaminya
membalik tiba-tiba sepasang mata itupun lenyap. Wanita ini membentak dan menuju ke mata itu dengan
pedang di tangan tapi mata itu tak ada lagi. Dan ketika sang suami tersentak dan kaget membelalakkan mata
maka isterinya berteriak lagi dan kali ini menuding ke kanan, berkelebat dan menyambar dengan cepat tapi
mata itupun menghilang lagi. Empat kali wanita ini berteriak tapi empat kali itu pula mata iblis itu lenyap,
padahal jelas dilihat dan mencorong berkilau-kilauan. Dan ketika wanita ini gemetar dan mendeprok di
tanah, musuh yang dihadapi rupanya sejenis mahluk halus maka wanita ini mengeluh dan histeris.
"Han-ko, kita diganggu iblis. Keparat, aku diganggu iblis! Ooh.... mata itu.... dia.... dia
mempermainkan aku!"
"Tenanglah," sang suami menjadi bingung dan heran sendiri, setiap kali menoleh maka mata yang
dituding isterinya itu tak pernah ada. Dia tak melihat apa-apa. "Agaknya pengaruh jahat dari hutan ini
mengganggumu, niocu. Mari tinggalkan sebentar dan kita keluar...."
"Aku.... aku.... itu lagi!" sang isteri berteriak dan menjerit, suaranya tinggi dan secepat kilat ia
membentak dan melempar pedangnya. Mata itu dilihatnya lagi tepat di belakang suami. Sudah lima kali mata
itu di belakang suaminya. Ia selalu gagal karena secepat suaminya menoleh maka mata itupun lenyap.
Kecepatannya mengejutkan, sekaligus mengerikan. Tapi karena kini ia tak memburu lagi dan pedang di
tangannya itulah yang dilontar dan ditimpukkan secepat kilat, jauh melebihi kecepatan anak panah maka
terdengar suara "bret" dan barulah suaminya melihat bayangan hitam di balik sebatang pohon. Bagai iblis!
"Jahanam keparat!" isterinya melengking-lengking dan memburu beringas. "Kau lihat itu, Han-ko. Itu
iblis itu. Dia menghilang di balik pohon itu!"
"Sabar," sang suami berseru dan berkelebat menyambar lengan isterinya. "Di balik pohon itu tak ada
siapa-siapa, niocu. Pohon itu terlalu kurus untuk menyembunyikan tubuh seorang manusia!"
"Tapi... tapi ia..."
"Lihat," suaminya menyeret dan bergerak ke belakang pohon itu, hati juga mulai mengkirik. Seram!
"Tak ada siapa-siapa, niocu. Aku juga melihat bayangannya tapi rupanya iblis. Ia tadi masuk dan tembus
memasuki pohon ini. Kita menghadapi roh jahat. Sebaiknya kembali dan....." pria gagah ini tergetar,
menghentikan kata-katanya karena tiba-tiba terdengar lolong dan raung srigala. Suara yang panjang
menyeramkan terdengar bergemuruh dan tiba-tiba seperti iblis-iblis dari kubur berlompatanlah bayang-
bayang hitam mengepung mereka, jumlahnya tidak kurang dari duaratus ekor dan itulah srigala-srigala
Hutan Iblis. Lolong mereka sambung-menyambung dan tergetarlah isi hutan oleh gelegar suara mereka. Dan
ketika pasangan suami isteri ini terkejut dan membalik maka seekor srigala hitam, dengan warna putih di
punggung telah berada di depan mereka dengan giginya yang besar-besar dan tajam menyeringai.
"Grrr!"
Wanita itu pucat. Tadi mereka berdua terlalu dicekam oleh mata iblis yang lenyap dan muncul berkali-
kali. Mereka terpusatkan pikiran kepada mata ini. Maka begitu bayang-bayang srigala berlompatan dari
dalam hutan, mengepung dan kini melolong bersahut-sahutan maka Hutan Iblis menjadi menyeramkan
karena bumi seolah diisi oleh raung atau suara srigala-srigala itu, yang juga menggeram dan mengais-
ngaiskan kaki seolah siap melompat.
"Ambil pedangmu, awas. Ini binatang-binatang keparat yang kita cari itu!" sang suami, yang sadar dan
marah lebih dulu lalu berseru kepada isterinya. Duaratus srigala mengepung mereka dan suaranya yang
menggetarkan hutan minta ampun. Dengan suara itu saja seorang laki-laki paling beranipun bisa kuncup
nyalinya. Salah-salah bisa mati kaku! Tapi ketika wanita itu teringat dan memandang pohon di mana tadi
pedangnya menancap, pedang itu menyambar tapi luput mengenai si mata iblis maka nyonya ini tertegun
melihat pedangnya tak ada lagi!
"Pedangku... pedangku lenyap! Ah, di mana pedangku tadi, Han-ko. Bukankah menancap di situ!"
"Lenyap?" sang suami terkejut, menoleh. "Benar... eh, di mana pedangmu tadi, niocu. BukankahKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
20 menancap di pohon ini. Kalau begitu bawa pedangku ini dan... awas!"
Pria gagah itu tak sempat melanjutkan kata-katanya lagi. Srigala hitam, yang paling besar dan amat
menakutkan itu sudah meloncat dan menerkam isterinya. Gerakan ini disusul oleh lompatan-lompatan srigala
lain di mana tiba-tiba mereka menyalak dan melolong berbareng. Suaranya menggetarkan hutan dan laki-laki
itu terkejut. Dia baru saja hendak menyerahkan pedang kepada isterinya ketika srigala hitam itu sudah
melompat. Dia membentak dan menusuk srigala ini, tentu saja melindungi isterinya. Tapi ketika pedangnya
mental dan srigala lain menyambar dan menyergapnya maka pedang yang sedianya hendak diberikan si isteri
itu tak sempat lagi diberikan. Duaratus srigala sudah menyerang mereka, riuh-rendah.
"Niocu, awas. Hati-hati menyambut mereka. Jangan sampai tergigit.... bret!" pria gagah itu sendiri
tergigit, gugup dan kaget melayani serbuan dan dia harus mengelak dari moncong seekor srigala yang
menyergap lehernya. Lompatlah srigala-srigala itu amat tingginya sehingga ada yang melampaui kepala. Dan
ketika dia berhasil menyelamatkan lehernya tapi baju lehernya robek, memberebet di mulut srigala yang
ganas maka dia sudah memutar pedangnya dan tangan kiri serta kedua kakinyapun bergerak ke sana ke mari,
memukul atau menendang dengan cepat. Dia tak sempat lagi berteriak kepada isterinya karena sibuk
melayani srigala-srigala itu. Pedangnya sudah merobohkan tujuh di antara mereka namun yang lain
mengganti, menyalak dan menggigit dan mulut hutan gaduh oleh suara mereka. Tapi karena laki-laki ini
bukan penduduk dusun, dia berkelebatan dan terbang menyambar-nyambar maka tujuh srigala lagi roboh
oleh pedangnya, tiga yang lain kena tendangan kaki kanannya.
"Crak-des-dess!"
Duapuluh srigala sudah menjadi korban. Laki-laki ini ternyata hebat dengan permainan pedangnya.
Dia membacok dan menusuk dan srigala-srigala itupun roboh berjengkangan. Tapi karena lawan masih
banyak dan dia harus bergerak ke sana-sini tiada hentinya maka sang isteri, yang tak sempat mendapat
pedangnya dan harus bertangan kosong berteriak dan menjerit. Wanita ini marah dan menendang atau
memukul srigala-srigala itu tapi srigala hitam paling besar sungguh membuatnya terkejut. Tadi srigala ini
dibacok suaminya tapi tak apa-apa, menguik sebentar dan menggeliat lalu menyerangnya lagi. Dan karena
sang suami sudah menghadapi lawan-lawan yang lain, srigala paling besar itu mengeluarkan lolong seakan
aba-aba, suaranya dahsyat menggetarkan rimba maka srigala inilah yang paling membuat terkejut dan heran
wanita ini, dipukul tapi dapat menangkis dan selanjutnya iapun membalas wanita itu. Giginya diperlihatkan
dan taring-taring yang tajam itu membuat orang ngeri. Hewan ini luar biasa. Dan ketika wanita itu
berloncatan ke sana-sini tapi lawan dapat mencegat dan memburunya pula, srigala-srigala yang lain
menghadang dan gesit menyergap dan memotong maka ujung celananya tergigit dan wanita itu memekik.
"Han-ko, tolong!"
Pria gagah teringat. Dia menoleh tapi waktu sekejap ini dibayarnya mahal. Sang isteri, yang memekik
dan kaget oleh serangan srigala hitam tiba-tiba dilihatnya terjatuh oleh terkaman hewan ganas ini. Tubuhnya
yang paling besar di antara srigala-srigala lain membuat isterinya tak tahan ketika ditubruk, mengibas tapi
tangannya dicengkeram dan saat itulah keduanya roboh terguling. Dan ketika dia pucat karena isterinya
bergulingan dengan srigala hitam itu, diserbu dan digigit oleh srigala-srigala lain maka puluhan srigala yang
mengeroyoknya juga menerkam dan pedang di tangannya digigit. Barulah pria ini sadar namun dia terlambat
bergerak. Lima srigala yang menerkam pedangnya itu rupanya cerdik dan mereka sudah menarik atau
membetot, kawan-kawannya yang lain menubruk dan menggigit lengan atau kakinya. Bahkan, dua di
antaranya melompat dan menyerang mukanya, begitu ganas. Dan ketika laki-laki ini mengelak dan berseru
keras, menarik tapi kalah cepat, pergelangan tangannya tergigit maka pria yang terkejut dan menendang serta
meronta ini melepaskan pedangnya yang dibawa kabur lima srigala itu.
"Keparat!" laki-laki ini menjadi marah sekali. "Terkutuk kalian, binatang-binatang busuk. Mana
pedangku dan jangan lukai isteriku!" laki-laki itu mengibas dan mendorong mundur srigala-srigala yang lain.
Dia pucat melihat isterinya yang masih bergulingan di sana sekaligus juga bingung oleh pedangnya yang
dibawa lari lima srigala di depan. Mereka itu telah dihajarnya tapi berhasil membawa lari pedangnya. Dan
karena isteri lebih penting daripada pedang, saat itu dia harus menyelamatkan isterinya dahulu daripada
pedang yang dibawa lari maka laki-laki ini melepaskan diri dari kepungan dan sambil berjungkir balik ke
arah isterinya dia menendang srigala paling besar itu, hewan yang berkutat dan bergumul dengan isterinya.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
21 Masing-masing tak mau kalah.
"Dess!"
Srigala hitam itu terlempar. Belasan temannya juga terlempar karena ketika menendang tadi pria
gagah ini melepaskan pukulan jarak jauhnya, Pek-lui-kang atau Pukulan Kilat yang membuat hawa panas
disusul sinar putih menyambar dari tangannya. Dan ketika dia menolong isterinya bangun sementara srigala
raksasa menguik tertahan, bangun dan jatuh lagi bangun lagi maka wanita itu menangkis tapi pandang
matanya memancarkan kemarahan yang sangat, berapi-api.
"Han-ko, pedangmu.... mana pedangmu. Biar kubunuh jahanam keparat ini!"
"Hm, pedangku di sana," pria itu terbelalak memandang srigala paling besar itu, teringat bahwa inilah
agaknya srigala yang paling ditakuti, srigala yang kebal bacokan senjata tajam. "Kau ambil pedangku di
sana, niocu. Biar ini menjadi bagianku."
"Tidak," sang isteri sudah menerjang, srigala itu menggeram dan melompat lagi, teman-temannya
mengikuti. "Aku ingin membunuh srigala ini, Han-ko. Ambilkan pedang dan jaga jangan sampai aku
diserang yang lain-lain!"
Pria gagah ini tertegun. Sebenarnya dia ingin bergerak dan menghadapi srigala hitam itu. Dia teringat
bahwa tadi bacokannya tak mempan. Tapi karena sang isteri sudah berseru dan apa boleh buat dia harus
menjaga maka dia membalik dan bermaksud mencari atau mengambil pedangnya itu. Tadi pedangnya itu
dilihatnya masih dalam gigitan seekor srigala yang kemudian melepaskannya di atas tanah. Tapi bukan main
kagetnya pria gagah ini. Pedangnya sudah tak dilihat dan ratusan srigala itu kembali menyergapnya. Mereka
menyalak dan melolong-lolong dan dia tak sempat lagi mencari-cari. Dia tak tahu bahwa sesosok bayangan
hitam menyambar dan mengambil pedangnya ini, sosok tubuh laki-laki berjubah hitam dengan gambar
kelelawar di punggung. Dan ketika apa boleh buat dia harus melayani serbuan itu dan berteriak agar isterinya
tak terlalu jauh, dia mengibas dan melepas lagi pukulan-pukulan Kilatnya maka belasan srigala kembali
roboh namun yang lain masih banyak.
"Celaka...!" dia berseru. "Pedangku juga hilang, niocu. Aku tak mempunyai senjata lagi!"
"Apa?" isterinya berteriak. "Hilang? Kalau begitu bagaimana? Hewan ini tahan pukulan, Han-ko. Dia
juga bisa membalas. Lihat, kaki dan tangannya seperti gerakan-gerakan silat. Tanpa senjata agaknya repot
bagiku, kecuali dia tak dibantu teman-temannya!"
Laki-laki ini menengok. Dia berseru tertahan bahwa benar saja srigala paling besar itu mampu
menangkis atau menghindar pukulan-pukulannya isterinya. Kaki depannya sering bergerak dan menampar
sebagaimana layaknya orang menangkis. Dan ketika srigala itu juga mampu melompat dan maju mundur
dengan kaki belakang berpindah-pindah, sungguh ini bukan srigala sembarangan maka teman-temannya
yang menyalak dan mengeroyok isterinya membuat isterinya terdesak. Sudah banyak yang dipukul roboh
tapi masih banyak yang belum. Dan ketika pria itu terbelalak karena terdengar raung atau lolong yang
panjang, suaranya menggetarkan hutan maka dari mana-mana muncul srigala-srigala lain sebagai pendatang
baru.
"Jahanam!" pria itu melotot. "Hutan Iblis gudangnya srigala-srigala kelaparan, niocu. Lihat seratus
lebih mendatangi kita!"
"Benar, dan senjatamu.... ah, kita sama-sama tak bersenjata, Han-ko. Bagaimana ini!"
"Mungkin kita harus menyingkir dulu, lawan terlalu beringas. Atau..... dess!" laki-laki itu
menghentikan kata-katanya, membentak dan melempar seekor srigala dengan pukulan mautnya dan srigala
itu menguik roboh. Kepalanya pecah kena pukulan Pek-lui-kang. Dan ketika di sana isterinya juga berhenti
bicara karena srigala hitam menubruk dan menyerangnya lagi, dibantu yang lain-lain maka seratus lebih
srigala baru sudah tiba di situ. Dan langsung mereka itu menyerang dan mengeroyok.
"Niocu, lari saja. Kita pergi!" sang suami sekarang berubah, hanya dengan kaki tangan mendorong-
dorong tapi srigala terlampau banyak. Dari mana-mana mereka menyerang dan dua kali bajunya robekKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
22 tergigit. Isterinya di sana juga mengeluh karena tiga kali ujung celananya tergigit. Kalau ia tidak menendang
dan menghalau dengan bentakan keras mungkin sudah menjadi korban gigitan lain. Dan ketika pria itu sudah
mulai berpikir untuk menyelamatkan diri, isterinya mulai pucat maka terjadi adegan tak disangka di mana
srigala hitam besar mengaum dan menubruk isterinya dari depan.
"Han-ko..!" teriakan itu mengejutkan si lelaki gagah. Dia menengok dan dilihatnya si hitam besar
menubruk ganas. Mulut hewan itu terbuka dan ia tak perduli kepada pukulan isterinya. Dari kiri dan kanan
serta belakang juga menubruk srigala-srigala lain, tapi yang paling berbahaya tentu saja srigala besar ini,
yang menjadi pemimpinnya. Dan ketika isterinya menjerit namun melepas pukulan, disambut dan diterima
mulut srigala hitam itu maka terdengarlah suara berkeretak ketika gigi srigala dan kulit isterinya sama-sama
robek. Dan saat itu srigala di kiri kanan serta belakang menerkam. Isterinya dan srigala besar sama-sama
roboh tapi srigala itu tak melepas gigitan pada tangan isterinya. Srigala itu menyala buas memandang
isterinya, air liurnya mengenai luka di tangan dan saat itulah pria ini membentak meloncat ke depan.
Gerakannya penuh tenaga dan amat kuat. Tapi ketika pukulannya menghantam punggung srigala, berdebuk
dan mental tapi srigala itu tak melepaskan gigitan pada isterinya maka srigala-srigala lain sudah menerkam
dan menggigit pula isterinya itu.
"Hauunnggg....guk-guk-gukk!"
Sang isteri menjerit dan berteriak ngeri. Ia sudah berkutat dengan srigala hitam ini tapi srigala itu
amatlah kuat dan gagahnya menancapkan taring. Binatang itu tak mau melepaskan gigitannya agar kawan-
kawannya dapat menyerang wanita ini. Dan ketika benar saja kawan-kawannya dapat menggigit sementara
wanita itu menjadi pucat, tangan kiri bergerak tapi disergap dan digigit srigala di kiri kanannya maka jeritan
kepada suaminya membuat pria gagah itu terkesiap.
"Lepaskan! Jahanam...!"
Laki-laki itu melakukan tindakan nekat. Dia menerjang dan langsung menangkap punggung srigala
hitam ini, ditarik dan dua jarinya menjepit kemaluan binatang itu. Dan ketika binatang itu berteriak dan
otomatis melepaskan gigitannya, dia kesakitan dan nyeri maka laki-laki gagah itu sudah mengangkat
tubuhnya tinggi-tinggi dan membanting.
"Bukk!"
Srigala itu menggeliat. Seharusnya tubuhnya patah atau terlipat dua, paling tidak remuk punggungnya
dicengkeram laki-laki gagah itu. Namun ketika ia mampu bangkit dan menggeram marah, melolong dan


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyerbu lagi maka pria itu tak perduli kepadanya dan berkelebat menyambar isterinya dibawa lari. Tubuh
isterinya sudah dicabik-cabik srigala.
"Niocu, aku harus menyelamatkanmu. Kita gagal!"
Sang isteri tak menjawab. Ia telah pingsan oleh pertarungan mati hidup itu, tak lupa kepada sepasang
mata binatang ini yang begitu buas. Seumur hidup, baru kali itu ia menghadapi binatang kebal bacokan
senjata. Dan ketika suaminya melompat dan lari jauh, srigala mengejar dan menyalak dengan gonggongan
ramai maka srigala hitam yang marah dan mengaum di belakang laki-laki ini sempat menggigit dan
menancapkan taring di tumit laki-laki itu, mencelat dan terlempar oleh sebuah tendangan kuat dan
selanjutnya laki-laki itu terbang meninggalkan lawan-lawannya. Ilmu lari cepatnya amat luar biasa dan
ratusan srigala tak mampu mengejar, begitupun srigala hitam yang menggigit tumitnya itu. Dan ketika laki-
laki ini meninggalkan Hutan Iblis dan memondong isterinya yang pucat pasi maka diapun merasa tumit
belakangnya ngilu dan pedih, agak mengganggu larinya namun dia terus lari dan lari. Terbang dan
meninggalkan tempat celaka itu adalah satu-satunya tujuan. Dan ketika dia sudah jauh dan naik turun bukit
sebanyak enam kali akhirnya pria gagah itu roboh tepat di depan sebuah rumah kecil di tepi sebuah danau.
Dan begitu dia mengeluh dan ambruk maka dua bayangan berkelebat dan muncullah suami isteri lain yang
berseru tertahan.
-0-Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
23 "Thian Yang Maha Agung. Ini Han-su-heng dan Pui-cici!"
Begitu lelaki di depan berseru menyambar dan melihat. Di samping adalah wanita cantik berbaju biru,
berkelebat dan sudah berjongkok melihat wanita baju merah itu, yang roboh di samping wanita gagah ini.
Dan ketika wanita itu juga berseru dan menyambar sang korban, terbelalak dan pucat maka dua orang ini
cepat bergerak dan membawa dua orang itu masuk.
"Celaka, gigitan apa ini. Seperti anjing!"
"Benar, dan enci Pui juga begitu, Suko. Tangan dan kakinya bekas cakaran-cakaran pula. Ah, apa
yang telah terjadi!"
Suami isteri itu sibuk. Mereka mencari air hangat dan dengan air hangat ini lalu membasuh luka. Tapi
melihat luka-luka di tubuh enci Pui, begitu mereka menyebut maka keduanya cemas dan khawatir.
Wanita baju biru sibuk menotok sana-sini sementara pria gagah di sampingnya juga membantu. Luka
yang amat parah adalah pada wanita baju merah itu, terutama tangan kanannya yang tembus digigit srigala
hitam. Hewan sebesar anak lembu itu. Dan ketika beberapa butir obat-obatan juga dijejalkan tapi wanita itu
tak siuman juga maka yang pria mendadak mengeluh dan membuka mata.
"Han-suheng sadar!" pria di samping wanita baju biru itu berseru. Dia girang melihat laki-laki ini
sadar dan tentu saja isterinya menoleh. Dan ketika isterinya juga melompat dan menghampiri pria itu maka
laki-laki yang tertegun dan membuka mata ini tampak gembira, namun kegembiraan itu segera lenyap
teringat isterinya dan peristiwa di Hutan Iblis.
"Sute, mana isteriku. Aku... aku masih hidup...?"
"Ah, apa yang terjadi, suheng. Ada apa dengan Pui-cici!" pria bertubuh tegap dan agak pendek ini
mencekal lengan laki-laki gagah itu. Ternyata mereka adalah suheng dan sute dan rupanya memang rumah
inilah yang dituju. Tapi begitu duduk dan melihat isterinya di pembaringan sebelah maka laki-laki ini
bangkit tapi segera dia mendesis oleh sakit yang sangat di tumit kirinya.
"Bedebah, srigala terkutuk! Augh... tumitku bengkak, sute. Tapi bagaimana keadaan isteriku!"
"Tenanglah... apa yang terjadi, suheng. Dan kenapa datang-datang seperti ini. Kalian rupanya digigit
anjing gila. Syaraf otak dari Pui-cici terkena...."
"Ia tak sadar?"
"Sejak kau roboh di rumahku. Aih, apa yang terjadi, suheng. Katakan dan bagaimana bisa begini.
Masa kalian orang-orang persilatan bertanding dengan anjing gila!"
"Kami dikeroyok ratusan srigala-srigala liar. Dan isteriku.... ah, Bhi Pui, ia keras kepala tak mau ke
sini dulu. Kami.... kami bertemu sesuatu yang menakutkan!"
"Srigala? Menakutkan? Ah, bagaimana itu, suheng. Coba ceritakan!"
"Tidak," si pria tegap pendek berkata. "Rupanya siapkan minuman dan bubur hangat, Li-moi. Biarkan
suheng mengisi perutnya dulu dan baru bercerita."
"Ah, benar. Kalau begitu tunggu sebentar!" dan wanita berbaju biru yang bergegas dan melompat ke
belakang lalu menyiapkan minuman dan bubur panas. Ia bekerja dengan cepat sementara laki-laki gagah itu
terpincang menghampiri isterinya. Dan ketika pria pendek tegap mengiringi dan laki-laki gagah itu melihat
keadaan isterinya maka tiba-tiba dia meruntuhkan air mata, menggigil.
"Isteriku demam, ia.... ia gawat...!"
"Benar," sang sute mengangguk. "Tapi sudah kami tolong, suheng, sekuat-kuatnya. Kau tak perlu
khawatir dan mari duduk. Kau tak boleh banyak berdiri dulu!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
24 "Tapi.... tapi..."
"Sudahlah, duduk dulu, suheng. Kita bicara di sini," tuan rumah menyambar sebuah kursi,
memberikannya kepada laki-laki gagah itu dan duduklah laki-laki itu dengan gemetar. Dia hampir tak kuat
dan tertolong oleh kursi ini. Tumit yang digigit srigala hitam itu ngilu dan sakit, nyeri. Lalu ketika dia
mengepal tinju dan menghapus keringat, nyonya rumah datang maka semangkok bubur diberikan kepadanya
berikut minuman panas.
"Harap Han-suheng nikmati ini dulu, perlahamn-lahan. Lalu kita bisa mendengarkan bagaimana
ceritamu."
Laki-laki itu gemetar. Kejadian di Hutan Iblis membayang lagi dan teringat ini dia memejamkan mata,
gemetaran. Tapi menarik napas dalam-dalam akhirnya dia membuka kembali matanya itu, wajah masih
kelihatan pucat dan letih. Kakinya sudah dibalut.
"Aku... kami... datang ke Hutan Iblis. Di sana ada srigala siluman yang telah menghancurkan
penduduk. Kami bermaksud menolong tapi.... tapi inilah jadinya..."
"Hm, di mana itu Hutan Iblis, suheng? Kenapa kami belum pernah dengar?"
"Hutan itu beberapa kilometer dari dusun Lam-chung yang kini tak berpenghuni, dan beberapa puluh
li dari kota Ci-bun."
"Ci-bun? Ah, ada komandan keamanan Cai-ciangkun di sana!"
"Benar, tapi komandan itu dan walikotanya tak berani bertindak, sute. Bahkan mengadakan sayembara
hadiah bagi yang dapat membunuh hewan-hewan ganas di Hutan Iblis itu. Dan banyak sudah yang menjadi
korban!"
"Coba kau ceritakan kepada kami, yang lengkap," tuan rumah berseru, tertarik. "Baru kali ini aku
mendengar tentang ini, suheng. Dan juga bahwa kau dan Pui-cici yang sampai celaka!"
Laki-laki gagah itu menggangguk. Memang dia harus bercerita dan bicara panjang lebar. Dan karena
mereka duduk sambil menunggu isterinya sadar maka mulailah laki-laki gagah ini memulai kisahnya. Dia
bercerita betapa isterinya mengajak dulu ke hutan itu, tidak ke rumah ini karena ingin tahu dan menghajar
srigala siluman itu. Dan ketika mereka sampai tetapi yang didapat adalah mayat-mayat berserakan, malang-
melintang dan tak keruan di dalam hutan maka nyonya rumah yang mendengar betapa mayat itu rata-rata
sudah membusuk dan berbelatung hampir muntah-muntah.
"Aku terpaksa sendirian mengambil mayat-mayat itu, isteriku tak tahan. Tapi ketika kami selesai
mengubur semua mayat itu mendadak sepasang mata setan dilihat isteriku!"
"Mata setan?"
"Ya, mata setan. Aku sendiri juga baru sekali melihatnya tapi setelah itu srigala-srigala itu datang,
sute. Dan kami bertarung mati hidup!"
"Tapi kalian bersenjata!"
"Itulah yang mengejutkan. Pedang kami suami isteri hilang, sute. Dan aku tak tahu bagaimana itu.
Kapan hilangnya!"
"Hilang?"
"Ya, sewaktu mata iblis itu mengganggu isteriku maka sewaktu isteriku melontarkan pedangnya maka
pedang itu menancap di pohon di mana ia hampir saja mengenai korbannya. Tapi saat itu srigala-srigala
kelaparan itu datang dan menggonggong, dan kami lupa kepada pedang ini tapi ketika ingat maka pedang itu
sudah tak ada di tempatnya lagi!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
25 "Aneh, ada kejadian begini luar biasa? Lalu bagaimana selanjutnya, suheng?"
"Aku hendak memberikan pedangku. Tapi belum sempat kulontar tiba-tiba aku sudah diserbu hewan-
hewan ganas itu dan isteriku juga. Kami bertempur habis-habisan, banyak yang kami bunuh. Tapi ketika
isteriku menjerit oleh srigala pemimpinnya maka saat itulah pedangku digigit lima srigala lain di mana tiba-
tiba terlepas dan ketika aku melompat menolong isteriku maka pedangku itu juga sudah tak ada lagi!"
Suami isteri itu terkejut membelalakan mata. Suheng mereka ini segera bercerita bahwa ada keanehan-
keanehan yang terjadi, tak dapat dituturkan tapi telah mereka alami. Dan karena pedang sama-sama lenyap
dan apa boleh buat harus melawan dengan tangan kosong maka isterinya terluka dan dia harus melarikan diri
menyelamatkan isterinya itu.
"Aku tak tahu bagaimana jadinya kalau tak dapat meninggalkan tempat itu. Yang jelas, Hutan Iblis
benar-benar menyeraman dan aku menyesal bahwa isteriku tak mau kuajak ke sini dulu untuk bergabung
dengan kalian dan baru setelah itu ke sana bersama-sama!"
"Nanti dulu. Kau tadi bicara tentang srigala hitam berpunggung putih itu, suheng. Apakah benar dia
tahan bacokan senjata tajam!"
"Sudah kubuktikan," lelaki ini mengangguk. "Hal itu benar, sute. Jadi meskipun kami bersenjata
agaknya percuma, hewan itu kebal. Tapi dengan senjata setidak-tidaknya kita dapat melindungi diri."
"Hm," sang sute mengangguk-angguk. "Aku jadi tertarik untuk ke sana, suheng. Dan mudah-mudahan
kita semua dapat ke sana bersama!"
"Ya, tapi isteriku...."
Semua menoleh ke pembaringan itu. Setelah pembicaraan selesai dan semua teringat si sakit maka
laki-laki gagah itu menengok pada isterinya, tangan meraba dan tiba-tiba diapun terkejut. Hanya beberapa
menit saja ternyata demam nyonya itu meninggi, begitu tinggi sampai tangan rasanya terbakar! Dan ketika
pria gagah itu terkejut dan nyonya serta tuan rumah juga terkejut maka wanita itu tiba-tiba diserang kejang-
kejang!
"Ah, isteriku, sute. Panasnya meninggi!"
"Tenang.... tenang, suheng. Biar kami kompres!" tuan dan nyonya rumah jadi sibuk. Mereka berlari ke
sana ke mari sementara pria gagah itu juga menotok sana-sini. Tapi karena dia juga belum sembuh dan
usahanya sia-sia maka dia menjadi panik karena muka si isteri menjadi kehijau-hijauan.
"Sute, isteriku terkena racun!"
Laki-laki pendek tegap berubah. Si korban kehijau-hijauan dan sebentar kemudian hitam dan merah.
Keadaan dibarengi dengan kejang-kejang menghebat. Dan ketika terdengar keluhan panjang dan wanita itu
mengeluh maka dari mulut dan hidungnya keluar cairan putih kental. Cairan ini seperti liur srigala-srigala itu
dan pucatlah pria gagah melihat itu. Dia berteriak dan bangkit dari kursinya. Tapi ketika dia terjatuh dan
roboh terguling maka isterinya menggeliat dan..... tiba-tiba ambruk dengan tubuh kaku. Sekejap wanita itu
mendelik tapi kemudian roboh tak bergerak-gerak lagi. Dan ketika nyonya rumah menjerit dan memeriksa
detak nadinya ternyata korban telah tewas dan napasnya putus.
"Cici....!"
Pekik itu menggetarkan isi rumah. Pria gagah terbeliak dan seakan tak percaya. Tapi ketika dia bangun
dan ditolong sutenya, memeriksa, maka pria inipun roboh dan terguling. Pingsan. Kejadian berubah menjadi
tangis dan wanita baju biru tersedu-sedu. Saudaranya tewas. Tapi begitu teringat siapa yang menjadi sebab
sekonyong-konyong ia melompat bangun dan pedang di dinding disambar, meloncat keluar.
"Binatang keparat, kubunuh kau!"
Wanita ini terbang meninggalkan rumah. Ia tak berpamit kepada suaminya lagi dan sang suami tentu
saja kaget bukan main. Saat itu dia sedang menolong suhengnya dan kini tahu-tahu sang isteri melompatKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
26 bagai gila dengan pedang di tangan. Mau ke mana lagi kalau bukan ke Hutan Iblis. Maka membentak dan
berkelebat keluar tiba-tiba laki-laki pendek tegap itu berseru,
"Li-moi, jangan gila. Tunggu, berhenti sebentar!"
Namun wanita itu tak memperdulikan. Ia melengking dan bahkan mempercepat larinya. Dan ketika
sang suami terbelalak karena di rumah masih ada yang harus di rawat, juga yang mati belum diurus maka
isterinya itu menjawab, nyaring melengking.
"Aku hendak membalas kematian enciku, Su-ko. Akan kubantai srigala-srigala jahanam itu. Bantu aku
atau urus dulu yang ada di rumah!"
"Gila!" laki-laki ini bingung. "Tempat itu berbahaya, Li-moi. Tunggu sebentar dan jangan sendiri.
Atau...." laki-laki ini tertegun, di belakangnya berkelebat bayangan suhengnya, jatuh tapi lari mengejarnya
lagi, jatuh dan lari lagi. Dan karena otomatis dia harus berhenti karena suhengnya ada di situ, belum sembuh
betul maka laki-laki ini membalik dan menyambar pria gagah itu. "Suheng, kaupun kenapa ikut-ikutan
keluar. Aih, masuk dan istirahat dulu!"
"Tidak aku juga akan membalaskan kematian isteriku, sute. Kalau isteri sampai tewas biarlah aku
mampus di sana!"
Sibuklah laki-laki ini mencegah dan mencengkeram. Sekarang dia bingung mana yang harus
didahulukan. Isterinya sudah lenyap di depan sementara saudaranya ini juga mau mencari penyakit. Dan
karena saudaranya lebih penting karena dia akan membujuk dan menahannya dulu di rumah, setelah itu
menyusul dan mengejar isterinya maka laki-laki ini menarik dan membawa suhengnya itu kembali. Dengan
susah payah dia berkata biarlah jenazah di rumah diurus dulu, baru setelah itu mereka pergi. Dan karena
bujukan ini masuk akal sementara wanita baju biru sudah lenyap terbang meninggalkan rumah maka Bhi Li,
wanita itu, meluncur dengan amat cepatnya menuju Hutan Iblis.
Siapakah sebenarnya pasangan suami isteri-suami isteri ini? Bagi pembaca yang sudah mengikuti
cerita di "Golok Maut" tentu kenal pasangan pria wanita ini. Mereka adalah Keng Han dan Su Tong murid-
murid Pek-lui-kong (Dewa Halilintar) dari utara.
Dulu, belasan tahun yang lalu Keng Han maupun Su Tong ini mencari Golok Maut Sin Hauw, ayah
dari Si Naga Pembunuh Giam Liong. Dua orang muda ini tak senang dengan sepak terjang Si Golok Maut
Sin Hauw yang ganas, maksudnya hendak menegur dan kalau perlu bertempur dengan Si Golok Maut itu.
Tapi ketika dalam perjalanan mereka malah diganggu tokoh-tokoh sesat dan justeru Golok Maut menolong
mereka maka dua pemuda ini tersipu-sipu dan malu kepada orang yang hendak mereka musuhi itu.
Keganasan atau kekejaman Golok Maut ada sebabnya. Ternyata tokoh yang hendak mereka tegur itu adalah
seorang yang sedang menderita pukulan jiwa hebat, gara-gara perbuatan atau sepak terjang keji Coa-ongya.
Dan ketika mereka mulai tahu sebabnya dan tentu saja mundur, kepandaian mereka juga tak sebanding
dengan Golok Maut itu maka dalam kisah berikutnya mereka bertemu dengan dua kakak beradik Bhi Pui dan
Bhi Li, yang juga pernah ditolong Golok Maut dan dari perkenalan mereka ini akhirnya timbul bibit-bibit
cinta di mana akhirnya mereka menikah. Bhi Pui mendapat Keng Han sementara Bhi Li mendapat Su Tong.
Dan karena mereka akhirnya jarang memperlihatkan diri di dunia kang-ouw lagi, dunia begitu jahat maka
dulu hanya sejenak saja dua orang itu melihat keturunan Golok Maut Sin Hauw, yakni Si Naga Pembunuh
Giam Liong. Dua pasangan ini lalu hidup sendiri-sendiri di mana Keng Han belum mempunyai anak, lain
dengan sutenya di mana Su Tong mempunyai seorang anak perempuan yang saat itu dibawa gurunya ke
utara. Hari itu Su Tong mengundang suhengnya suami isteri untuk berkumpul di tempatnya karena guru
mereka Pek-lui-kong, jago tua utara akan datang berkunjung membawa Su Giok, puteri mereka yang sudah
berusia limabelas tahun. Tapi ketika Keng Han berkunjung namun ada urusan itu, peristiwa Hutan Iblis yang
mengguncang orang-orang sekitar maka perjalanannya dibelokkan tapi tak tahunya malah membawa celaka
bagi mereka sendiri. Bhi Pui atau isterinya tewas oleh keroyokan srigala yang buas dan ganas.
Bhi Li, sang adik, tentu saja berduka dan marah. Wanita ini beradat keras seperti encinya pula,
meskipun sang enci sebetulnya lebih keras dan galak dibanding dirinya. Tapi karena kematian encinya itu
sungguh merupakan pukulan berat, Bhi Li atau wanita baju biru ini tak mau menunggu lagi maka kemarahanKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
27 dan kedukaannya membuat ia menerjang masuk ke Hutan Iblis. Tapi di tengah jalan tiba-tiba wanita ini
melihat berkelebatnya sesosok bayangan dari samping. Ia menoleh namun bayangan itu bersembunyi dan
berlindung di balik sebatang pohon, meneruskan larinya namun bayangan itu bergerak dan mengejar lagi.
Dan ketika ia menoleh namun bayangan itu kembali melompat bersembunyi, wanita ini tertegun dan menjadi
marah akhirnya ketika berada di sebuah kuil tua itupun melompat masuk dan menunggu bayangan itu
datang. Ingin tahu siapa gerangan dan kenapa mengutitnya.
"Hm, keparat jahanam. Lagi-lagi pengganggu. Awas, kubunuh dan kubuntungi ke dua kakimu nanti!"
Bhi Li lenyap dan memasuki kuil ini. Tempat itu kosong dan kebetulan enak dipakai sembunyi. Kalau tadi
musuh yang melompat bersembunyi maka sekarang ialah yang bersembunyi. Ia ingin melihat siapa bayangan
laki-laki itu, yang mengejar tapi selalu menyembunyikan diri kalau ditengok. Dan ketika tak lama kemudian
ia mendengar langkah kaki berlari-lari, ringan dan melompat memasuki kuil itu maka wanita baju biru ini
tertegun karena itu kiranya adalah Pang-kauwsu, guru silat Pang! Dan begitu melihat guru silat ini seketika
wajahnyapun merah terbakar!
Dua tiga bulan yang lalu, ia secara kebetulan bertemu dengan guru silat Pang ini. Entah mengapa guru
itu tergila-gila kepadanya, menyatakan cinta dan dalam sekali pertemuan itu coba-coba mengganggunya. Ia
tentu saja marah dan berkata bahwa ia bukan wanita lajang, sudah bersuami dan mempunyai anak pula. Tapi
karena penampilannya memang cantik dan awet muda, Bhi Li memang masih menggiurkan maka guru silat
yang tak perduli dan menyatakan sudah tahu itu malah berkata bahwa suami dan anak bukan halangan.
"Aku mencintaimu bukan mencintai suamimu atau anakmu. Mereka dapat dilupakan. Cinta tak
berhubungan dengan yang lain-lain. Aku tahu kau sudah berumah tangga, Su-hujin (nyonya Su), tapi
entahlah hati ini tak dapat diberi tahu. Kalau kau tak dapat meninggalkan anak dan suamimu biarkanlah kau
berikan aku seteguk air dahaga sebagai pelepas rasa cintaku ini. Aku tak dapat tidur siang malam, kau
kasihanilah aku dan biarlah setelah itu aku tak bakal menggamggumu. Turutilah hasrat jiwa ini dan biarlah
setelah itu aku mati!" Pang-kauwsu berlutut dan mengiba-iba, tangannya langsung saja memegang kaki
nyonya itu dan Bhi Li tentu saja berteriak. Ia menendang dan laki-laki itu terlempar. Tapi ketika Pang-
kauwsu berlutut dan mengiba-iba lagi, Bhi Li terbelalak maka wanita ini menjadi ngeri dan gelisah karena
dari situ ia tahu bahwa guru silat ini cukup berkepandaian dan tidak merasakan sakit oleh tendangannya tadi.
"Kau tak tahu malu. Kau laki-laki hidung belang. Cih, kembalilah, Pang-kauwsu atau kulaporkan
kepada suamiku dan kau akan dihajarnya!"
"Aku tak takut," laki-laki itu tertawa, kembali meraba dan coba memegang-megang paha nyonya itu
tapi wanita ini berkelit. Bhi Li terbelalak dan seram. Ia seakan menghadapi laki-laki gila. Dan ketika ia
mencabut pedangnya dan membentak serta mengancam, Pang-kauwsu ganda ketawa dan bangkit berdiri
maka akhirnya ia menyerang dan terjadi pertempuran hebat di sini. Pang-kauwsu terbahak dan ternyata dia
hebat, mencabut golok dan mampu mengimbangi lawannya ini. Dan ketika dia membalas dan dua kali
hampir saja merobek pundak lawan, Bhi Li melempar tubuh bergulingan maka selanjutnya nyonya ini
mendapat tekanan dan guru silat itu setingkat lebih tinggi darinya. Pantas berani mengganggu dan agaknya
suaminya Su Tong yang dapat menghadapi. Bhi Li akhirnya berteriak dan melepas jarum-jarumnya,
ditangkis tapi saat itu dipergunakan untuk melompat mundur, lari dan membalik menuju rumahnya dan di
sini guru silat itu tak mengejar. Rupanya ia takut juga harus berhadapan dengan sang suami, mungkin takut
Tiga Naga Sakti 2 Janji Hati Karya Evira Natali Asmara Pasak Dewa 2
^