Pencarian

Tapak Tangan Hantu 18

Tapak Tangan Hantu Karya Batara Bagian 18


bunga, terkekeh dan membawa bau harum di situ Sin Gak semakin terpesona dan kagum lagi. Gadis ini telah
muncul dengan baju bersih dan seuntai bunga di atas rambutnya.
"Hi-hik, sekarang baru tak malu. Ih, wanita harus bangun lebih dulu dibanding pria, Sin Gak.
Sebenarnya akulah yang harus menyiapkan sarapan itu bukan dirimu. Terima kasih, aku tinggal enaknya!"
"Tak apa, kau lelap sekali. Aku tak ingin mengganggumu, Bi Hong, dan aku harus berebut dengan
monyet-monyet itu mengambil pisang ini. Ayo, makanlah!"
Sin Gak tertawa, geli teringat betapa ia harus berebut dengan tiga monyet kecil menyambar pisang.
Kalau ia terlambat tentu buah-buahan ini sudah dilahap mereka. Dan ketika Bi Hong juga tertawa namun
menyuruhnya ia makan lebih dulu, melempar sebuah pisang maka dua muda-mudi ini akhirnya menikmati
sarapan mereka yang sederhana. Tak ada canggung-canggung lagi di antara mereka, justeru masing-masing
merasa begitu bebas dan enak bicara satu sama lain. Hubungan terasa lebih intim. Lalu ketika perjalanan
dilanjutkan dan di sinilah masing-masing mengenal lebih dalam maka Bi Hong maupun Sin Gak mengakui
bahwa di antara mereka terdapat persamaan sikap dan watak, juga pandangan hidup.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
439 Siapa tak betah kalau melakukan perjalanan begini. Akhirnya mereka tiba di Ci-bun namun karena
hari masih siang mereka meneruskan perjalanan. Tujuh puluh li sebelah selatan terdapatlah Hutan Iblis,
inilah tempat yang hendak mereka tuju. Dan ketika perjalanan terus dilanjutkan dan kini Sin Gak tak ragu-
ragu lagi menggenggam tangan gadis itu, berkelebat mengerahkan kepandaian mereka maka tak terasa
benih-benih cinta yang ada di hati mulai bersemi dan berkembang. Bahkan Sin Gak telah memeluk dan
mendekap erat pinggang yang ramping itu, menyatakan cinta!
"Aku tak dapat berpura-pura lagi, aku tak dapat menahannya. Berhenti sebentar dan tatap mataku, Bi
Hong, jawablah apakah kau membalas cintaku atau tidak!"
Tiga puluh li menjelang Hutan Iblis Sin Gak berhenti dan menggigil di luar sebuah dusun, terlindung
di balik batu besar dan di sini pemuda itu tak dapat menahan perasaannya lagi. Sudah tiga hari ini mereka
melakukan perjalanan bersama dan sama-sama mengetahui sikap dan sepak terjang masing-masing. Bi Hong
membiarkan saja tangannya digenggam dan di remas. Gadis itu membiarkan pula jari-jari Sin Gak mengait
jarinya. Maka ketika tiba-tiba pemuda itu berhenti dan memeluk pinggangnya, bertanya dengan suara
menggigil dan parau apakah dia menerima cinta pemuda itu mendadak gadis ini tersedu dan tanpa terasa lagi
ia menubruk dan merebahkan dirinya di dada pemuda itu.
"Sin Gak, kau...... kau tahu isi hatiku. Tapi bagaimana Giok Cheng, bagaimana sikapmu nanti....!"
"Jawab pertanyaanku dulu. Maukah kau menerima cintaku, Bi Hong, dapatkah kau menerimanya.
Giok Cheng urusan nanti!"
"Aku....... aku tak dapat menerima kalau kau masih terikat perjodohan itu. Aku tak mau menyakiti
orang lain!"
"Tapi Giok Cheng dan ibunya telah memutuskan ikatan itu!"
Tapi ayahnya menyambung. Tidak..... tidak, aku tak dapat menerima kalau, kau masih terikat ini, Sin
Gak. Aku tak mau menyakiti gadis itu karena ia mencintaimu pula!" Bi Hong melepaskan diri dan di sini
gadis itu menutupi mukanya. Sin Gak menggigil menahan berbagai perasaan namun tiba-tiba pemuda itu
manyambar kembali gadis ini. Lalu ketika ia memegang pundak itu dan sepasang matanya bersinar penuh
harap pemuda ini berkata,
"Bi Hong, kau tahu bahwa urusan Giok Cheng bukan urusan ayahnya. Paman Han Han boleh berharap
tapi Giok Cheng dan ibunya sendiri telah memutuskan. Aku kini bebas, bahkan ayahku menyuruhku
mencarimu untuk memastikan kepastian cinta. Nah, kini aku merasa aku mencintaimu. Aku tidak mencintai
Giok Cheng melainkan mencintaimu. Dengan keluarga Hek-yan-pang aku tak punya urusan lagi. Apakah
begini kau masih menolakku juga? Bukankah kesedianmu adalah bukti penerimaanmu? Aku mencintaimu,
Bi Hong, bukan mencintai orang lain!"
Kebahagiaan dan sedu-sedan menjadi satu. Gadis mana yang tak akan begitu bahagia mendengar
pangakuan cinta dari pemuda yang dikasihinya pula. Tapi ketika gadis ini mengangkat muka mendorong Sin
Gak maka di antara derai air mata Bi Hong berkata,
"Nanti dulu, jangan menganggap kesediaanku menyertaimu adalah semata karena menerima cintamu.
Kau dan aku di luar ini adalah saudara seperguruan, Sin Gak, melihat kau menempuh bahaya mana mungkin
aku diam saja. Kalau kini kau menyatakan cintamu baiklah terus terang saja kuterima, tapi....... tapi dengan
catatan Giok Cheng tak menjadi ganjalan bagi kita. Jelek-jelek dia sumoiku juga, aku tak mau menyakiti
hatinya!"
Sin Gak tertegun, mengerutkan alisnya. Tapi menarik napas mengerti perasaan gadis ini akhirnya
iapun mengangguk. "Hm, kau benar-benar gadis yang baik, jarang kutemukan seperti ini. Baiklah, lega
rasanya menerima jawabmu tadi, Hong-moi. Tapi betapapun aku mencintaimu seorang. Aku merasa lebih
cocok denganmu, bukan dengan Giok Cheng. Kalau gadis itu mengganggu kebahagiaan kita justeru ia yang
tak tahu diri!"
"Tapi kita harus menyelesaikannya baik-baik. Apa gunanya kita bahagia kalau ada ganjalan seperti ini,
Sin Gak. Betapapun ia bekas calon jodohmu juga." Bi Hong terisak, menyadarkan Sin Gak dan pemuda itu
menarik napas dalam. Tiba-tiba ada kekecewaan mendalam mengapa kebahagiaannya dengan Bi Hong harus
terganggu. Bukankah gadis itu dan ibunya sudah memutuskan tali ikatan jodoh. Dan ketika pemuda ini
menggigit bibir menahan gemas akhirnya Sin Gak mencium punggung tangan itu berkata haru, Bi Hong
memang gadis yang tak mementingkan diri sendiri.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
440 Jilid XXXI
"KAU gadis luar biasa, sungguh belum kutemukan wanita semacammu ini. Baiklah kita lihat
perkembangannya nanti, Hong-moi, tapi betapapun aku ingin memberimu sesuatu....... cup!" Sin Gak
mencium bibir gadis ini dan sejenak gadis itu terperanjat. Ciuman Sin Gak begitu cepatnya dari punggung
tangan ke bibir, sedetik warna merah memenuhi wajah cantik ini, Bi Hong melepaskan diri dan mundur.
Namun ketika Sin Gak menyambarnya lagi dan menggenggamnya lembut maka pemuda itu berkelebat
mengajaknya meneruskan perjalanan. Ke Hutan Iblis!
-0- Tak banyak perubahan mengamati hutan ini. Masih seperti dulu gelap dan lebat Hutan Iblis dipenuhi
kerimbunan pohon-pohon besar yang menjulang tinggi. Satu yang terbesar dan menjulang paling tinggi
tampak di tengah dan terlihat menyeramkan. Atap daunnya melebar belasan meter dan dari kejauhan pohon
ini seolah merajai pohon-pohon yang lain. Dari bentuknya dapat diketahui bahwa pohon ini merupakan
pohon raksasa, daunnya hijau gelap sementara ranting atau anak cabangnya berwarna kehitam-hitaman,
membelit dan bagai ular melingkar dan siapapun seram mendekati pohon ini. Kalau orang mau mendekat
maka pohon inipun berbau amis. Sesekali di kulit batangnya mengalir getah merah seperti darah. Inilah
pohon siluman yang disebut Ang-kwi, pertumbuhannya amat cepat dan dalam puncak kedahsyatannya pohon
ini dapat mencapai ketinggian enampuluh meter. Tak ada pohon di dunia ini yang dapat "menandingi pohon
siluman itu dalam ketinggiannya. Hanya satu di Hutan Iblis! Maka ketika Bi Hong dan Sin Gak berhenti di
mulut hutan maka keduanya tertegun dan hawa menyeramkan dari hutan itu terasa keluar, menyebar sampai
ratusan meter.
"Aneh, betulkah ini yang disebut Hutan Iblis. Kudengar tempat ini pernah dibakar habis, Sin Gak.
Bagaimana masih seperti dulu dan seolah tak pernah terjadi kebakaran."
"Aku juga heran, tapi tujuan kita pasti tidak salah, Hong-moi, ayah mengatakan bahwa tempat ini
sejauh tigapuluh li dari dusun Lam-chung, dan kita telah melewati itu."
"Hm, ayahmu " gadis ini tiba-tiba berkerut. "Di mana ayahmu sekarang, Sin Gak, kenapa kita belum
melihatnya!"
Pemuda ini teringat. Segera ia mengangguk dan melihat sekeliling namun tempat itu sepi-sepi saja. Bi
Hong menyadarkannya bahwa sang ayah seharusnya sudah berada di situ pula. Maka ketika ia berdebar dan
tak melihat siapa-siapa akhirnya Sin Gak berkata bahwa sebaiknya mereka berpencar.
"Kupikir ayah tak mungkin terlambat.
Mari kita berpencar dan memutari hutan ini, Hong-moi, kau ke kanan aku ke kiri. Siapa tahu ayah
bersembunyi."
"Baik, dan kita bertemu di depan. Hati-hati, kalau ada bahaya sebaiknya melengkinglah, Sin Gak,
begitu juga aku. Kita harus waspada karena tempat ini hawanya menyeramkan!"
"Benar, dan kaupun hati-hatilah. Kalau iblis itu muncul berteriaklah kepadaku." Bi Hong mengangguk
dan berkelebat. Setelah ia berada di tempat ini dan seram karena Hutan Iblis gelap dan dingin maka ia tak
mau sembrono dan hilang kewaspadaan. Sebenarnya berat juga harus berpisah, perjalanan bersama ini telah
membenamkan mereka dalam asyik-masyuk yang membuai. Namun karena orang tua itu harus dicari dan
sebaiknya saling membagi tugas maka iapun lenyap dan Sin Gak juga menghilang di sebelah kiri hutan. Sin
Gak tak menemukan apa-apa namun Bi Hong sebaliknya. Baru seperempat lingkaran mendadak gadis ini
berbalik, bunyi berkeresek membuat ia melesat dan menyambar tempat ini. Dan ketika kelima jarinya sudah
mencengkeram kepala seseorang yang muncul dari balik gerumbul, menyangka penghuni Hutan Iblis maka
orang itupun terkejut melihat kepalanya disambar begitu cepatnya bagai cakar elang menyambar korban.
"Dukk!"
Seruan tertahan disusul terpelantingnya orang itu. Bi Hong mempergunakan Kian-kun-siunya hingga
jari-jarinya mengibas amat kuat, angin sambarannya saja cukup merobohkan seekor gajah. Maka ketika
orang itu terpelanting dan ia berkelebat mengejar, membentak namun orang itu bergulingan meloncat bangun
maka Bi Hong tertegun karena yang dihadapinya ternyata adalah si Naga Pembunuh Giam Liong, pendekar
yang lengannya buntung itu.
"Paman.....!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
441 Giam Liong tertegun. Tak disangkanya bahwa ia bertemu gadis ini. Tadi ia melihat bayangan amat
cepat menyambar di pinggir hutan, melongok dan kaget karena ia tak tahu apakah bayangan itu laki-laki atau
perempuan. Jangan-jangan itu adalah Majikan Hutan Iblis. Maka ketika ia melongok namun sedikit gerakan
ini telah ditangkap lawan, Bi Hong membalik dan menyambar begitu cepatnya maka ia menangkis dan tentu
saja kaget ketika terpelanting. Namun pendekar ini segera menjadi girang ketika mengenal gadis gagah
perkasa itu, murid si Naga Berkabung yang amat sakti,
"Bi Hong....!"
Gadis ini tersenyum. Ia melompat dan mengangguk sementara Giam Liong tak jadi mengeluarkan
Golok Mautnya. Senjata ini sudah disentuh dan siap berkelebat keluar, sekali membacok tak akan undur
sebelum mencium bau darah. Maka ketika pendekar itu menjadi girang sementara Bi Hong juga berseri-seri
maka Giam Liong sudah menyambar lengannya teringat puteranya. Gadis ini sendiri.
"Mana Sin Gak, apakah kau tak bersamanya. Atau kebetulan saja kau ke sini!"
"Kami berdua," gadis ini agak tersipu. "Aku di sini sementara Sin Gak di sana, paman, sengaja
mencarimu karena katanya kau pasti di sini."
"Benar, sudah dua hari aku di sini. Lama amat kalian!"
"Kami harus bertanya-tanya," gadis itu membuang jengah. "Kami tak ingin keliru menemukan tempat
ini, paman, betapapun baru kali ini kami ke sini."
"Ya-ya, tak apa, dan syukur kau bertemu Sin Gak. Majikan Hutan Iblis itu telah mendapatkan teman!"
"Sin Gak telah menceritakannya kepadaku. Thai Bang Kok Hu memang pemuda berbahaya, tapi harap
paman jangan khawatir karena aku pasti membantu Sin Gak."
Giam Liong tersenyum. Sebentar saja ia telah tahu hubungan gadis ini dengan puteranya. Secara
sambil lalu ia telah menangkap kesan itu. Tapi ketika ia mengangguk dan Bi Hong semburat oleh kata-
katanya sendiri, kalimat terakhir itu dapat ditangkap lain mendadak terdengar lengking tinggi suara Sin Gak.
"Ia dalam bahaya!" Bi Hong melompat dan menghilang. Gerakannya begitu cepat hingga Naga
Pembunuh ini terkejut. Anak muda sekarang hebat-hebat. Tapi ketika Giam Liong juga berkelebat dan
mengejar gadis itu maka Bi Hong sudah melesat jauh di depan.
Ternyata Sin Gak sudah bertanding dengan seorang gadis baju merah. Di luar hutan di bawah naungan
pohon besar bayangan putih sambar-menyambar dengan bayangan merah. Tadinya Bi Hong menyangka
kekasihnya itu bertemu Majikan Hutan Iblis, atau mungkin Thai Bang Kok Hu. Tapi ketika ia melihat bahwa
itu adalah Su Giok, murid Hek-i Hong-li maka gadis ini tertegun.
Apa yang terjadi hingga tahu-tahu gadis itu ada di sini? Bagaimana Su Giok muncul di Hutan Iblis?
Ini memang bukan hal kebetulan. Su Giok, yang meninggalkan Hek-yan-pang setelah sumoinya menetap di
sana diam-diam menjadi panas terhadap Sin Gak. Melihat pemuda ini seakan melihat sang ayah saja. Tanpa
diketahui siapapun diam-diam ia menguntit pemuda ini, apalagi setelah pemuda itu bertemu Bi Hong. Dan
ketika dilihatnya betapa sepasang muda-mudi itu jatuh dalam asmara, betapa dari jauh ia melihat kejadian
demi kejadian maka ketika di luar dusun Lam-chung pemuda ini mencium Bi Hong tiba-tiba saja darah gadis
itu terasa mendidih!
Tak ada yang tahu bahwa diam-diam cucu Pek-lui-kong ini jatuh cinta kepada Giam Liong. Sejak
Naga Pembunuh itu menolongnya dari bahaya Majikan Hutan Iblis sampai kemudian nenek Hek-i Hong-li
membawanya sebagai murid sebenarnya telah tertanam kuat perasaan kagum dan cinta yang sangat kepada
pendekar buntung itu. Giam Liong sekarang berusia empat puluh dua tahun sementara ia sendiri duapuluh
tujuh. Perbedaan usia tak jadi soal bagi gadis ini. Ia telah jatuh hati dan kagum kepada Giam Liong, perasaan
yang telah dimilikinya sejak ia masih remaja lima belas tahun. Tapi ketika si Naga Pembunuh begitu dingin
dan acuh kepadanya, ia terpukul dan merasa luka maka selama dua belas tahun menjadi murid Hek-i Hong-li
gadis ini menyimpan kemarahan dan sakit hatinya.
Hanya karena Naga Pembunuh itu pernah menolong keluarganya ia memendam semua perasaannya
yang bergolak. Su Giok terserang apa yang disebut cinta kuning, yakni perasaan cinta seseorang yang
bercampur kebencian, antara luka dan gairah asmara. Maka ketika secara tiba-tiba ia bertemu Sin Gak di
markas Hek-yan-pang, yakni ketika pemuda itu menolong murid-murid Hek-yan-pang dari serangan Majikan
Hutan Iblis maka kenangan dan ingatan masa lalu merobek lagi luka di hati gadis ini. Wajah dan bentuk
tubuh Sin Gak yang mirip sang ayah menyentak bawah-sadar, kebetulan saat itu yang bergerak adalah emosi
kemarahan. Maka ketika gadis itu menyerang dan mengira ini adalah Giam Liong, tak tahunya hanyaKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
442 puteranya saja maka munculnya Bi Hong membantu pemuda itu membuat gadis ini sakit dan kemarahan
serta kebenciannya semakin bertambah-tambah.
Kepandaian Sin Gak yang begitu hebat membuat ia tertegun. Maksud untuk "unjuk gigi" menjadi
buyar, ia bahkan dikalahkan. Dan ketika ia pergi namun diam-diam kembali lagi, mengikuti dan
membayangi pemuda itu dari jauh tiba-tiba segala gerak-gerik pemuda itu seakan berobah menjadi gerak-
gerik Naga Pembunuh Giam Liong.
Ada keanehan menimpa cucu mendiang Pek-lui-kong ini. Ia merasa nikmat dan cukup puas bila
memandang punggung pemuda itu. Maka ketika di tengah jalan tiba-tiba muncullah Bi Hong dan pemuda itu
segera menjalin asmara, terbakarlah gadis ini maka yang dilihat dan di dengar seolah Giam Liong sendiri
bukan Sin Gak. Su Giok menjadi berapi dan ganas matanya. Waktu Sin Gak mencium Bi Hong dianggapnya
Giam Liong yang melakukan itu. Darahnya mendidih. Maka ketika Sin Gak memisahkan diri dan memutari
Hutan Iblis tiba-tiba iapun muncul dan langsung menudingkan telunjuknya.
"Giam Liong, kau laki-laki keparat, manusia terkutuk. Terimalah kematianmu dan di sini kau
mampus!"
Sin Gak terkejut. Ketika bayangan merah menyambar dan Su Giok berkelebat di depannya ia sudah
merasa was-was. Pandang mata gadis itu membuatnya seram. Pandang mata itu seperti iblis betina haus
darah, atau orang yang menaruh kebencian hebat. Maka ketika ia diserang dan melengak dirinya dipanggil
sang ayah, Su Giok menyebutnya Giam Liong maka ia berkelit dan menangkis ketika dikejar.
"Heii, apa artinya ini. Aku Sin Gak, enci Su Giok, bukan ayah. Kenapa kau menyerangku dan marah-
marah tanpa sebab. Berhenti, tunggu dulu!" akan tetapi gadis itu bahkan membentak dan menyusul dengan
pukulan bertubi-tubi. Kelitan dan tangkisan Sin Gak menyadarkan gadis ini bahwa yang di depannya
bukanlah Naga Pembunuh. Ia malu. Tapi karena justeru karena itu ia menjadi marah dan semakin beringas
maka iapun berkelebatan dan pukulan-pukulannya yang mental membuat gadis ini semakin naik pitam.
"Sama saja ayahmu atau bukan. Kau dan ayahmu sama-sama tak dapat menghargai wanita, Sin Gak.
Rupanya kau sudah galang-gulung dengan Bi Hong dan melupakan kekasihmu Giok Cheng. Aku akan
membunuhmu dan menghajarmu habis-habisan!"
Sin Gak terkejut mengelak ke kiri kanan. Ia terkejut mendengar kata-kata itu dan seketika menjadi
merah. Maklumlah dia bahwa perjalanannya selama ini kiranya diikuti. Maka ketika ia membentak dan
menangkis pukulan itu, menghardik bahwa urusan Giok Cheng tak usah disebut-sebut maka gadis ini
semakin marah dan naik temperamennya.
"Bagus, kau seperti ayahmu, enak begitu saja membuang wanita yang betul-betul mencintaimu.
Haiittt...... aku akan mengadu jiwa denganmu, Sin Gak, dan kau atau aku yang roboh..... plak-plak!" seleret
sinar hitam menyambar dan itulah ikat pinggang yang sudah ditangkis pemuda ini. Sin Gak terkejut ketika
bunyi menjeletar tiba-tiba menggetarkan udara, disusul oleh cengkeraman dan tusukan kuku tajam. Dan
ketika kelima jari gadis itu sudah mencoret dan menggurat mainkan Toat-beng-liong-jiauw-kang (Kuku
Naga Pencabut Nyawa) maka Sin Gak dibuat sibuk dan marah serta heran. Ia heran karena gadis baju merah
ini membuang kebenciannya terhadap sang ayah, kata-katanya juga lebih banyak ditujukan kepada ayahnya
itu daripada dirinya.
"Hm!" Sin Gak berkelebat mengerahkan ginkangnya. "Kata-katamu bercampur aduk, enci Su Giok,
tapi aku tak berniat memusuhimu. Pergilah dan lain kali saja kita bicara, tempat ini rumah musuh!"
"Aku tak perduli rumah musuh. Tempat setan atau bukan aku ingin membunuhmu, Sin Gak, sikapmu
terhadap Bi Hong membuat aku tak dapat mengampunimu lagi. Kau mengkhianati Giok Cheng!"
Sin Gak menjadi marah. Toat-beng-liong-jiauw-kun ditangkis mempergunakan Pek-mo-in-kangnya,
terpental dan membalik namun ikat pinggang di tangan yang lain menyambar. Dan ketika gadis itu juga
berkelebat dan mengerahkan Coan-po-ginkangnya (Ginkang Menerjang Ombak) maka Sin Gak menjadi
kewalahan karena gadis itu mendesaknya bagai ombak bergulung-gulung, menerjang sementara yang lain
belum habis.
"Berhenti atau aku membalasmu!" pemuda ini membentak. "Pergi dan jangan main-main di sini, enci
Su Giok, atau aku tak ingat di antara kita ada ikatan perguruan!"
Namun bentakan ini dibalas ledakan cambuk. Sin Gak mengelak cepat ketika ujung ikat pinggang
menyambar matanya, dikelit namun menukik bagai ular hidup, langsung menotok ulu hati. Dan ketika ia
menampar namun Toat-beng-liong-jiauw-kang mencengkeram cepat maka habislah kesabarannya apalagiKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
443 ketika dari dalam hutan berkelebat bayangan tinggi besar yang tertawa bergelak.
"Ha-ha, bagus sekali. Kubantu kau kalau pemuda ini membalasmu, sumoi, jangan takut dan biarkan ia
main gertak!" Sin Gak terkejut karena Thai Bang Kok Hu muncul. Raksasa tinggi besar itu tidak hanya
sekedar bicara melainkan menyambar pula ke depan. Dua lengannya terulur dan satu mencengkeram perut.
Tangan yang lain mencekik leher dan bunyi tulang-tulang berkerotok jelas menandakan serangan maut.
Bukan hanya pemuda ini yang terkejut melainkan Su Giok juga tak menyangka. Gadis ini sama sekali belum
tahu bahwa murid supeknya Mo-bin-jin telah muncul. Maka ketika pemuda raksasa itu menyerang Sin Gak
sementara ia dipanggil sumoi (adik seperguruan perempuan) maka gadis baju merah ini tertegun dan sejenak
ia menghentikan serangannya.
"Duk-plak!"
Tangkisan Sin Gak menggetarkan raksasa muda itu. Thai Bang Kok Hu melotot kenapa Su Giok tak
meneruskan serangannya, ia membentak. Dan ketika gadis itu memaki agar ia tak turut campur, pemuda ini
tertawa bergelak maka raksasa itu mundur dan benar-benar tak turut campur.
"Ha-ha, kalau begitu aku menonton. Ayolah, kalian bertanding!" Su Giok menyerang Sin Gak lagi. Ia
melepas Touw-beng-tok-ciam (Jarum Beracun Penembus Roh) akan tetapi pemuda tinggi besar itu mengibas
runtuh. Thai Bang Kok Hu tertawa tak membalas. Dan ketika ia benar-benar menonton sementara dari dalam


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkelebat lagi bayangan tinggi kecil maka Siauw Hong, si banci itu terkekeh.
"Hi-hi, bagus, ada pemandangan menarik. Biarkan aku menonton di punggungmu, Kok Hu, lindungi
aku kalau diserang! Si banci sudah melompat dan nongkrong di pundak raksasa muda ini. Mereka ternyata
sudah di Hutan Iblis dan Sin Gak diam-diam gelisah. Hadirnya Su Giok dan serangan gadis itu di luar
perkiraannya, ini tak menguntungkan. Maka ketika tiba-tiba ia melengking dan Kok Hu membelalakkan
mata, berdesah dan menggoyang tubuhnya melompat menghilang saat itulah Bi Hong berkelebat namun
tidak melihat lagi raksasa tinggi besar itu.
"Bagus, pacarmu datang, ayo keroyok aku. He, ini Su Giok yang tak takut keroyokan kalian, Bi Hong,
bantu kekasihmu ini atau kuberi tahu Giok Cheng bahwa kalian berdua telah main gelap-gelapan di belakang
punggung!" Bi Hong semburat. Tentu saja ia juga tak menyangka bahwa di tempat itu muncul Su Giok.
Mereka sesungguhnya sama-sama saudara seperguruan. Tapi mendengar kata-kata itu dan betapa ia dicap
main gelap-gelapan, marahlah gadis ini maka Bi Hong menyambar dan memukul mulut gadis baju merah itu.
"Su Giok, kau tak dapat membawa diri sebagai yang lebih tua, mulutmu lancang. Siapa main gelap-
gelapan dan apa hakmu memaki aku!" gadis ini mengelak dan menangkis namun ia terpelanting. Sin Gak
menahan serangannya dan bergulinganlah gadis itu melompat bangun. Lalu ketika ia terkekeh dan menerjang
lagi maka Bi Hong menjadi sasaran.
"Tak tahu malu, pura-pura bersikap alim. Ketahuilah bahwa aku mengikuti kalian, Bi Hong, dan aku
tahu Sin Gak mencium dirimu di luar dusun Lam-chung. Kau merebut kekasih orang, kau wanita jalanan.
Hayo keroyok aku dan kau atau aku yang roboh....... des-dess!" kali ini Bi Hong terhuyung saking kaget dan
malunya. Berondongan kata-kata itu di luar dugaannya dan tentu saja ia merah padam. Tapi membentak dan
naik darah iapun memaki dan berkelebat menampar.
"Cih, semakin jelek watakmu. Kaulah yang tak tahu malu dan hina membuntuti orang, Su Giok. Kami
saling mencinta dan apa urusanmu dengan kami pribadi.... plak!" Bi Hong melakukan jurus melenggok,
tangan bergerak ke bawah namun tiba-tiba melayang ke atas. Gerakan tadi adalah gerakan tipu dan tepat
sekali kelima jarinya menampar pipi Su Giok, gadis baju merah itu terbanting. Dan ketika Su Giok menjerit
dan bergulingan meloncat bangun maka gadis ini mengeluarkan tujuh jarum beracunnya berhamburan
menyambar lawan.
"Bagus, maling berteriak maling. Kalau Giok Cheng ada di sini biar ia lihat siapa yang hina dan tak
tahu malu. Mampuslah!"
Bi Hong menepis dan menyampok runtuh jarum-jarum itu. Gerak majunya tertahan dan lawan
menerjang lagi, kali ini ikat pinggang menjeletar mendahului Toat-beng-liong-jiauw-kun. Dan ketika Bi
Hong mengelak dan menangkis lawan maka pertandingan berganti karena Sin Gak mundur termangu dengan
muka kemerah-merahan.
"Ha-ha, sekarang kita lanjutkan lagi!" Thai Bang Kok Hu menyambar dengan deru pukulannya yang
dahsyat, keluar dari dalam hutan. "Kau atau aku boleh lihat siapa yang unggul, Sin Gak, dan gadis-gadis ini
menjadi milikku...... wut-blarr!" Sin Gak mengelak dan menangkis dan pemuda itu terdorong. Ia masih
termangu, ketika serangan gelap tiba-tiba datang. raksasa itu licik. Lalu ketika pemuda tinggi besar iniKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
444 menyerang dan mendorongkan kedua lengannya maka bau amis menyambar disusul tawa bergelak
menggetarkan hutan.
"Ayo, kau atau aku roboh. Kita bertempur seribu jurus!"
Sin Gak berkilat matanya. Setelah ia sadar dan melihat bahwa pertandingan antara Bi Hong dengan Su
Giok berjalan imbang, bahkan Su Giok mulai terdesak dan kalah tenaga maka ia menghadapi murid
supeknya yang seperti orang liar Thai Bang Kok Hu memang dahsyat dan buas sepak terjangnya, pukulan-
pukulannyapun berkesan kasar dan rendah. Namun karena di balik semua kekasaran ini tersembunyi tenaga
yang amat hebatnya, bahaya yang tidak main-main maka pemuda itu membentak dan cepat ia mengerahkan
Sian-eng-sutnya berkelebat menghilang.
"Kau sudah di sini, bagus. Mana Majikan Hutan Iblis, Kok Hu, suruh ia keluar!"
"Ha-ha, ia menunggumu di dalam. Kalau kau selamat dialah yang akan memberesimu nanti. Hayo,
jangan tanya macam-macam agar aku dapat menolong sumoiku yang cantik....... desss!" hutan tergetar dan
pohon di tempat itu bergoyang-goyang. Tumbukan Pek-mo-in-kang melawan deru pukulan si raksasa
tertahan dan menggetarkan bumi yang mereka injak, Su Giok bahkan terpekik dan melempar tubuh
berjungkir balik. Dan ketika Sin Gak terhuyung sementara lawan menyeringai maka tampaklah sekilas
sepasang taring tipis di rahang atas murid Mo-bin-jin ini.
Sin Gak menjadi marah. Ia telah beradu tenaga dan maklum bahwa selisih di antara mereka sedikit.
Dan waspada akan taring di atas mulut itu, ia teringat Sin-ci-beng (Sengatan Taring Sakti) yang dimiliki
supeknya maka benar saja ketika menerjang dan melompat kembali tiba-tiba melesatlah seberkas cahaya
merah dari ujung taring itu.
"Ayo, jangan mundur dan hadapi aku........ clap-clap!" dua berkas cahaya itu menyambar dan ketika
dielak ternyata membuat rumput hangus terbakar. Sin Gak terkejut dan berlompatan akan tetapi Sin-ci-beng
mengejar. Setiap kali raksasa itu tertawa menyambarlah cahaya merah itu. Tanah akhirnya gosong dan
hangus. Dan ketika Sin Gak naik darah dan membentak mengembangkan lengan di kiri kanan tubuh
akhirnya pemuda ini mengeluarkan Pat-gen-sin-hoat-sutnya (Pagar Delapan Penjuru) agar pukulan-pukulan
lawan tak dapat masuk. Dan si raksasa tertegun.
"Heh, apa ini. Curang! Ilmu busuk!" Sin Gak tak menggubris segala cari maki itu. Ia berkesempatan
membalas namun ketika pukulannya mengenai pundak atau leher lawan ternyata pukulannya meleset. Bagai
belut licin saja raksasa itu tak dapat dipukul. Dan ketika lawan tertawa bergelak menerjang dirinya, masuklah
sebuah pukulan menghantam pangkal lengan Sin Gak maka pemuda ini terhuyung karena Pat-gen-sin-hoat-
sut terbuka sedetik.
"Dess!" pemuda ini tergetar dan terhuyung selangkah. Sin Gak membentak dan menyerang lagi,
namun ketika pukulannya meleset bertemu tubuh yang licin maka sadarlah dia bahwa ia berhadapan dengan
Hek-be-kang alias Ilmu Belut Hitam, ilmu yang sesungguhnya dimiliki Te-gak Mo-ki!
"Hm!" pemuda ini bersinar dan menjadi marah. "Kau memiliki Hek-be-kang, Kok Hu, kau rupanya
minta kepada Majikan Hutan Iblis itu. Kau memiliki ilmu yang bukan milik supek Mo-bin-jin."
"Ha-ha, benar, aku dan suteku Yu Bin tukar-menukar ilmu. Jangan banyak cakap kalau kau takut, Sin
Gak, robohlah dan biarkan dua gadis ini sendirian di sini!" Sin Gak mengelak dan menangkis menambah
tenaganya. Ia marah mendengar itu dan kali ini lawan terhuyung. Namun ketika raksasa itu menerjang lagi
dan tertawa-tawa maka Sin Gak berkelebat dan keluarlah Pat-gen-sin-hoat-sut melindungi diri.
Lawan terbelalak menumbuk semacam kekuatan gaib di delapan penjuru. Ke manapun ia menyerang
ke situ pula pukulannya mental. Sin Gak berkelebatan cepat membalas dari dalam. Namun ketika iapun sia-
sia merobohkan lawan, pukulan selalu meleset bertemu tubuh yang licin maka raksasa itu tergelak antara
gembira dan penasaran.
"Kau tak dapat merobohkan aku, tubuhku licin. Ha-ha, berikan tubuhmu kalau kau berani, Sin Gak,
jangan berlindung di balik ilmu curang begini. Rupanya ini Pat-gen-sin-hoat-sut!"
"Tak usah banyak mulut kalau merasa diri pandai. Kaupun tak jantan mempergunakan ilmumu sendiri,
Kok Hu, kau mencampur dengan milik orang lain mencari kelebihan."
"Ha-ha, tak usah pentang bacot. Robohkan aku kalau kaupun mampu!" dua orang ini bertanding sama
hebat dan masing-masing ternyata sukar merobohkan yang lain. Sin Gak berlindung di balik Pagar Delapan
Penjurunya sementara lawan hebat sekali dengan Belut Hitamnya. Tubuh itu menjadi licin seperti berlendir.
Dan ketika masing-masing sama-sama penasaran tak mampu mengalahkan yang lain maka di pihak Bi HongKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
445 gadis ini justeru menekan lawan.
Su Giok terdesak mundur memaki-maki. Bi Hong berkelebatan begitu cepatnya mempergunakan Bu-
bian-kang (Ilmu Tanpa Bobot). Ilmu ini luar biasa sekali membuat pemiliknya menyambar-nyambar bagai
kilat cepatnya, dua kali membuat lawan terpelanting terkena pukulan. Dan karena Bi Hong melepas Kian-
kun-siunya untuk mengibas dan menampar maka lawan benar-benar tak mampu menandingi karena nenek
sakti Hek-i Hong-li tak menurunkan Bu-bian-kang pada muridnya itu. Akibatnya gadis baju merah ini
terdesak dan jatuh bangun. Jarum beracun bukan halangan dan Coan-po-ginkang masih setingkat di bawah
Bu-bian-kang. Maka ketika tubuh itu berkelebatan amat cepatnya sementara Kian-kun-siu menyambar dan
mengibas mengeluarkan angin pukulan kuat akhirnya Su Giok terhuyung-huyung dan gadis baju merah ini
mulai menangis.
Kebencian dan kemarahan Su Giok memang dapat dimaklumi. Ia amat benci kepada Bi Hong yang
bermesraan dengan Sin Gak ini, padahal melihat Sin Gak tiada ubahnya melihat Giam Liong, pria yang
membuatnya jatuh cinta itu. Maka ketika ia mengeluh dan menggigit bibir, air matapun bercucuran akhirnya
Su Giok membentak menggetarkan kedua lengannya, menyimpan senjatanya.
"Bi Hong, kau atau aku yang mampus! Bi Hong mengerutkan kening. Lawan tiba-tiba menubruk
dengan dua lengan terkembang, tak perduli pertahanan diri sendiri dan menyambarlah getaran angin pukulan
kuat ke arah dadanya. Dari lengan gadis itu melesat cahaya biru seperti api, panas dan berpijar dan
terkejutlah, Bi Hong karena ia tiba-tiba terpaku. Jiwa atau sukmanya tergetar. Dan ketika ia kaget tubuh
seakan tak bergerak lagi, terkesima oleh cahaya kebiruan itu maka iapun terpekik karena kesadarannya
datang lagi setelah pukulan itu dekat sekali dengan dadanya.
"Siau-hun-bi-kiong-hoat (Pukulan Penggetar Sukma)!" seruan ini disusul sentakan napas dalam
menerima pukulan. Gadis ini tak mungkin lagi mengelak karena pukulan terlanjur dekat. Itulah pukulan
ampuh milik Hek-i Hong-li yang menjadi andalan. Dengan pukulan ini nenek itu mampu menggetarkan
sukma hingga yang diserang terkesima, baru sadar setelah dekat. Tapi karena Bi Hong adalah murid Si Naga
Berkabung dan gurunya adalah orang pertama Ngo-cia Thian-it (Lima Rasul Langit Tunggal) maka sentakan
napas dalam yang dilakukan itu telah menghimpun tenaga Kim-kong-ciok (Arca Emas) dan tepat ketika
pukulan tiba maka Siau-hun-bi-kiong-hoat bertemu tubuh sekuat arca yang tak bergetar ketika dipukul.
"Dess!"
Jerit kecewa dialami gadis baju merah ini. Siau-hun-bi-kiong-hoat yang biasanya akan membunuh
lawan ternyata bertemu Kim-kong-ciok yang amat kuat. Ilmu Arca Emas menyelamatkan Bi Hong dan
terpelantinglah gadis baju merah itu. Su Giok merasa sesak dan ampeg napasnya, pukulannya membalik.
Dan ketika ia membuang sisa pukulan bergulingan meloncat bangun, jatuh dan bangun lagi maka gadis itu
pucat terhuyung-huyung, menuding lawan.
"Kau...... kau boleh senang. Hari ini aku mengakui keunggulanmu, Bi Hong, tapi lain hari aku datang
lagi!"
Bi Hong terbelalak marah dengan mata bersinar-sinar. Kalau saja ia tak memiliki Kim-kong-ciok dan
menerima Siau-hun-bi-kiong-hoat yang dahsyat itu tentu ia roboh binasa tak berumur panjang lagi. Masih
terasa hebatnya pukulan itu, betapapun napasnya juga sesak. Namun ketika lawan membalik dan meloncat
pergi menangis dengan hati sakit maka ia menarik napas dalam dan membuang kemarahannya dengan
memandang pertempuran antara Sin Gak dengan raksasa tinggi besar itu.
"Sin Gak, berikan ia kepadaku. Atau kita bunuh jahanam ini sebagai pengacau!"
"Heii....!" Thai Bang Kok Hu terkejut. "Apa-apaan ini, Bi Hong, kalian mengeroyok, curang!" namun
ketika ia menangkis dan harus menerima kemarahan gadis itu maka Kian-kun-siu mengibas dan tepat sekali
mengenai pelipis raksasa muda ini.
"Plak!" namun seperti yang dialami Sin Gak maka pukulan itupun melesat mengenai kulit tubuh yang
licin. Bi Hong tertegun membelalakan mata dan raksasa itu membalas, ia mengelak dan deru pukulan lawan
menghantam pohon dibelakangnya. Dan ketika pohon itu roboh sementara Bi Hong berkelebat kembali, Bu-
bian-kang bekerja maka raksasa ini kalah cepat dan kembali menerima dua tamparan di kiri kanan.
"Plak-plak!"
Thai Bang Kok Hu tergoyang ke kiri kanan. Raksasa ini terhuyung dan meskipun tidak roboh iapun
merasa pening juga. Hek-be-kang boleh hebat akan tetapi Kian-kun-siu juga bukan pukulan main-main. Di
tangan halus dan jari-jari lentik itu terdapat juga sinkang amat kuat yang sanggup menghancurkan kepala
seekor gajah. Maka ketika raksasa itu memaki-maki sementara Sin Gak juga berkelebat dan melepasKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
446 pukulan-pukulannya maka lawan terhuyung jatuh bangun dan melotot gusar.
"Biarkan aku mencobanya!" Bi Hong berseru. "Kulihat seberapa kepandaiannya, Sin Gak. Kalau aku
dapat merobohkannya tak usah kau bantu!"
"Ia memiliki Hek-be-kang!"
"Aku tak perduli, mundurlah dan biar kucoba!"
"Baik, tapi hati-hati, Hong-moi, betapapun ia kuat dan kasar serta buas!" Sin Gak melompat mundur
dan melihat bahwa Su Giok tak berada lagi di situ. Ia lega dan memberikan lawan kepada kekasihnya,
betapapun Bi Hong bukanlah gadis sembarangan. Dan ketika lawan tertawa bergelak merasa girang, tak lagi
dikeroyok maka raksasa itu mendorong dan memukul dengan pukulan-pukulannya yang dahsyat.
"Bagus, sekarang baru adil. Ini kiranya suciku (kakak perguruan perempuan) yang cantik jelita itu. Ha-
ha, tubuhmu harum dan membangkitkan semangatku, Bi Hong, cocok kalau supek Song-bun-liong
mengambilmu murid. Aih, aku bisa jatuh cinta, ha-ha!"
Bi Hong membentak dan memaki raksasa muda itu. Setelah ia berhadapan dan bertanding dengan
lawannya ini maka ia melihat jelas bentuk tubuh atau wajah lawan. Mata sebesar jengkol dengan hidung
pesek dan wajah hitam itu benar-benar buruk sekali, belum lagi bau mulutnya kalau tertawa bergelak-gelak.
Ia harus menutupi hidung kalau tak ingin mencium bau busuk. Dan ketika ia berkelebatan dengan Bu-bian-
kang dan lawan berkelit serta mengelak sana-sini maka bibir tebal seperti bibir kuda itu juga menyemprot-
nyemprot ketika bicara, liurnya menjijikkan.
"Bagus, ayo.... pukul lagi. Ha-ha, tubuhku serasa dipijit-pijit!"
Gadis ini penasaran. Setelah ia mengerahkan Bu-bian-kangnya berkelebatan dengan cepat maka
pukulan-pukulan Kian-kun-siunya mendarat dengan tepat. Tapi karena tubuh itu kebal dan licin, juga
keringat bermuncratan ke sana-sini maka Bi Hong menjadi jijik dan mual. Dua kali wajahnya terciprat
keringat, dan dua kali itu pula ia hampir muntah. Maka ketika ia menjadi marah namun lawan tak mampu
dirobohkan, si raksasa tergelak-gelak maka Bi Hong menutup mulutnya mencegah bau busuk dari tawa yang
berhamburan itu.
"Jangan sombong, kaupun boleh pukul aku. Siapa takut pukulanmu kalau aku tak dapat
merobohkanmu!"
"Ha-ha, bagus, kalau begitu mari sini. Awas, bocah denok, aku memukulmu perlahan dan hati-hati!"
Bi Hong memutar tubuh dan satu saat membiarkan dirinya dipukul. Telapak lebar yang melayang itu
menyambar cepat ke pundaknya, tentu saja mengerahkan Kim-kong-ciok dan terpentallah si raksasa berseru
tertahan. Ia melotot dan Bi Hong tertawa mengejek. Dan ketika gadis ini balas meremehkan lawan, marahlah
raksasa itu maka Thai Bang Kok Hu menyerang lagi namun semua tertolak. Kim-kong-ciok atau Ilmu Arca
Emas tak membuat gadis itu terdorong. Jangankan terdorong, bergeming saja tidak. Dan ketika pemuda itu
melotot dan menjadi gusar akhirnya pukulan-pukulannya ditujukan ke dada dan perut gadis ini, melayang
dan menyambar serta tiga kali berusaha. mengusap. Tentu saja gadis itu marah. Maka ketika Bi Hong
mengelak dan memaki lawan, perbuatan itu sudah menjurus kepada kekurangajaran maka Sin Gak yang
melihat itu menjadi merah dan terbakar pula.
"Manusia seperti ini rasanya tak perlu dihargai lagi. Biar kubantu kau agar cepat ia roboh, Hong-moi.
Percuma bersantun-santun karena ia bukan manusia yang cocok untuk itu!"
Bi Hong tak mencegah ketika Sin Gak berkelebat dan menyambar lagi. Pemuda ini marah karena
kekasihnya hendak diusap-usap. Dua kali buah dada Bi Hong akan diremas. Dan begitu Sin Gak maju dan si
raksasa berteriak maka tak ayal lagi murid Mo-bin-jin ini terdesak, dua kali terpelanting oleh pukulan Sin
Gak dan biarpun ia memiliki Hek-be-kang namun pukulan itu membuatnya kesakitan juga. Tubuhnya boleh
kebal dan licin akan tetapi setiap tamparan atau kibasan membuat ia terhuyung. Dan karena Bi Hong juga
melepaskan marahnya berkelebatan kian cepat akhirnya raksasa ini memaki-maki. Sin-ci-beng mencuat dari
sepasang taringnya menyambar Bi Hong dan Sin Gak.
"Curang, licik. Begini kiranya supek dan susiok Sian-eng-jin mengajari murid-muridnya. He, kalian
tak tahu malu mengeroyok aku, Bi Hong. Berani benar dan gagah sekali!"
"Tak usah cerewet. Perbuatan kami karena ulahmu, Thai Bang Kok Hu. Kau menyerah atau roboh di
tangan kami!"
"Haehh, siapa menyerah. Daripada begini lebih baik mati. Bareng..... dukk!" sepasang lengan siKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
447 raksasa yang menangkis Sin Gak dan Bi Hong secara bersamaan disusul kilatan Sin-ci-beng yang ganas
menyambar. Bi Hong tak mengelak dan membiarkan kilatan cahaya itu, muncrat mengeluarkan lelatu api
ketika bertemu Arca Emas. Dan ketika Sin Gak juga berlindung di balik Pat-gen-sin-hoat-sutnya hingga
serangan Sin-ci-beng terpental balik, si raksasa terkejut maka hampir berbareng keduanya melakukan
serangan dari kanan kiri menghantam pelipis dan tengkuk raksasa ini.
"Des-dess!"
Raksasa itu terpekik dan terbanting bergulingan. Ia boleh merasa kuat namun hantaman dari telapak Bi
Hong maupun Sin Gak penuh terisi tenaga sinkang. Hek-be-kang tertembus dan si raksasa menjerit. Dan
ketika ia bergulingan namun dikejar cepat, Sin Gak juga mengeluarkan Bu-bian-kangnya hingga saling susul
dengan sang kekasih maka bak-bik-buk suara pukulan kembali mengenai tubuh raksasa ini, terlempar dan
bergulingan lagi hingga Thai Bang Kok Hu tak sempat bangun. Begitu cepatnya serangan dua orang muda
itu hingga si raksasa tak dapat mengelak. Namun ketika ia terus didesak dan berteriak marah sekonyong-
konyong raksasa ini mencabut senjatanya dan menderulah gada hitam berulir naga siluman itu.
"Bres-bresss!"
Sin Gak dan Bi Hong melompat mundur dan gada menghantam tanah hingga hancur. Percikan api
menandakan kuatnya pukulan gada itu dan kesempatan ini dipergunakan si raksasa melompat bangun. Ia
memaki-maki, mulutnya berhamburan sumpah serapah yang menyebarkan bau busuk. Bi Hong menutupi
hidung. Lalu membalik tak mampu menghadapi dua muda-mudi itu raksasa ini meloncat memasuki hutan,
menghilang.
"Kejar, jangan sampai lolos!"
"Tidak, tunggu dulu. Apakah kau tak bertemu ayahku, Hong-moi. Berhenti dan jangan sendirian ke
sana!"
Bi Hong terkejut. Ia sudah meloncat ketika seruan itu menghentikan langkahnya. Sin Gak berkelebat
dan memegang lengannya. Dan ketika ia teringat bahwa ia sudah bertemu dengan ayah kekasihnya ini maka
gadis itu melesat dan melepaskan cekalan Sin Gak.
"Benar, aku sudah bertemu ayahmu. Ia di belakang!"
"He, tunggu, Hong-moi. Kita sama-sama!"
Gadis itu tak perlu menunggu ketika Sin Gak mengejar dan menangkap lengannya. Berdua begini Bi
Hong mengajak kekasihnya ke tempat tadi, yakni ketika ia bertemu Naga Pembunuh. Namun ketika di sini
tak ada siapa-siapa dan Bi Hong tertegun maka gadis ini agak berubah.
"Ayahmu tak ada, ia tadi di sini!"
Sin Gak cemas. Kalau ayahnya tak ada dan mereka tak tahu jangan-jangan ada apa-apa dengan
ayahnya itu. Sin Gak berkelebat dan mencari di gerumbul di mana Bi Hong menunjuk. Tapi ketika tak ada
siapa-siapa dan Bi Hong juga gagal mencari di tempat lain maka gadis ini gelisah dan tampak menyesal,
berkelebat lagi di dekat Sin Gak.
"Aneh, ia tak tampak. Apakah ada bahaya, Sin Gak? Menyesal aku tadi meninggalkannya."
"Kenapa kau tinggal......"
"Lengkinganmu tadi. Aku khawatir dan mendahuluinya!"
"Hm, kita cari lagi siapa tahu di dekat-dekat sini. Mari kita putari hutan ini, Hong-moi, kalau tidak ada
kita terjang ke dalam!"
Bi Hong mengangguk. Ia baru merasa aneh setelah Naga Pembunuh Giam Liong tak ada di situ,
padahal seharusnya pendekar itu menyusulnya dan telah berada di mulut hutan di mana Sin Gak bertanding
dengan raksasa itu dan Su Giok. Maka ketika ia berkelebat dan masing-masing menjadi cemas ternyata
mengelilingi hutan ini mereka tak menemukan sama sekali orang tua itu. Sin Gak menjadi marah dan panas.
Dan ketika ia memekik memanggil-manggil ayahnya akhirnya pemuda itu menerjang memasuki Hutan Iblis.


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sang ayah tetap tak muncul dan tak kelihatan lagi batang hidungnya.
"Baik, kita masuk ke dalam. Cari dan hajar penghuni hutan ini, Bi Hong. Siapa lagi yang mencelakai
ayahku kalau bukan mereka!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
448 Bi Hong juga mengangguk. Gadis ini sependapat bahwa siapa lagi yang mengganggu orang tua itu
kalau bukan penghuni Hutan Iblis. Maka begitu ia berkelebat dan menyusul kekasihnya segeralah terdengar
lolong atau raung srigala liar.
"Awas, bahaya di kiri kanan!"
Bi Hong tak perlu diperingati dua kali. Bersamaan dengan itu menyeranglah puluhan atau ratusan
srigala buas. Mereka disambut taring-taring tajam dalam mulut yang menyeringai lebar-lebar. Tiga srigala
hitam menggigitnya dari kiri kanan, liur mereka menetes-netes dan tampak seperti kelaparan saja, yang lain
menyusul dan menggonggong riuh. Agak mengagetkan juga bagaimana binatang-binatang ini tiba-tiba
muncul, tadi isi hutan terasa hening dan diam. Tapi begitu gadis ini menggerakkan lengannya ke kiri kanan
maka tak ampun lagi srigala-srigala itu terpelanting, meraung namun meloncat bangun lagi dan gadis ini
tertegun. Tamparannya masih membuat binatang-binatang itu melompat bangun, agaknya tak apa-apa, hanya
kesakitan sedikit. Dan ketika ia menjadi gemas dan menambah tenaganya barulah binatang itu menguik
namun tak lama kemudian bergerak dan meloncat bangun lagi, menyerang!
"Mereka kebal, cari pusat kelemahannya!"
Bi Hong mengangguk. Segera ia terkejut melihat binatang-binatang itu menyerang lagi, akan tetapi
karena ia bukan gadis sembarangan dan seruan Sin Gak di jawab dengan bentakan maka gadis itu segera
melihat adanya sinar kebiru-biruan di rongga dalam bagian atas mulut. Sinar ini tampak ketika mereka
menggonggong membuka mulut, semacam benda kecil menempel di situ. Maka ketika ia menyambar
sebatang ranting dan menusuk tempat itu dengan coblosan kuat maka benda itu tiba-tiba pecah dan robohlah
binatang ini dengan ledakan di dalam mulutnya, disusul yang lain ketika ia berkelebatan dan menusuk-
nusuk. Tentu saja ia jijik mempergunakan jari tangannya, liur binatang itu membuat perut terasa mual. Dan
ketika ia berhasil sementara Sin Gak juga menemukan hal yang sama, menyambar sebatang ranting untuk
menusuk pusat kekebalan itu maka pecahlah kepala binatang-binatang ini dan bau anyir darah memenuhi
tempat itu.
Sin Gak tak perlu membunuh semuanya karena tiba-tiba terdengar lolong atau raung panjang
menggetar-getar, suaranya tinggi rendah berganti-ganti. Dan ketika binatang itu membalik dan berloncatan
menghilang akhirnya sisanya melarikan diri dan empatpuluh srigala tewas di situ.
Bi Hong mengusap keringat. Sin Gak berkelebat di dekatnya melihat gadis itu menutupi hidung, bukan
apa-apa melainkan semata amis darah yang membuat perutnya mual. Dan ketika pemuda itu mengajaknya
mengejar maka mereka berkelebat lagi dan suasana hutan yang gelap di susul bau busuk yang membuat
mereka berhenti.
"Isap ini dan hati-hati, kebetulan aku membawa dupa harum."
"Tidak, aku membawa kayu cendana, Sin Gak, marilah masuk dan kau cium ini," Bi Hong ternyata
mengeluarkan sebatang kayu cendana dari balik baju. Ia mematahkan itu menjadi dua dan memberikannya
sepotong, Sin Gak menerima lalu melanjutkan perjalanan. Dan ketika dengan hati-hati mereka menerobos
masuk dan melihat ke dalam ternyata banyak tengkorak dan tulang-tulang berserakan. Pohon-pohon cukup
lebat dan dua kali Bi Hong menjerit tertahan. Ada dua mayat manusia tergantung di pohon, tubuhnya penuh
belatung. Dan ketika gadis itu memejamkan mata mengepal tinju maka Sin Gak berdebar marah tak
menemukan ayahnya.
Hutan akhirnya diobrak-abrik dan pohon besar dirobohkan. Apa saja yang menghalang pandangan
disingkirkan. Dan ketika akhirnya mereka semakin ke dalam dan tepat di tengah hutan maka mereka
berhadapan dengan pohon raksasa yang tingginya puluhan meter itu, berhenti dan Sin Gak melihat sebuah
guha.
"Jangan masuk, biar kutiup dulu!" Sin Gak mencegah kekasihnya ketika Bi Hong hendak melompat
ke dalam. Tanpa takut sedikitpun gadis ini hendak menerjang. Akan tetapi ketika ia dipegang dan Sin Gak
melembungkan pipinya maka tiba-tiba pemuda itu meniup mengerahkan kesaktiannya.
"Wusshhhh!"
Tiupan atau serangan hawa mulut ini tak kalah dengan dorongan sinkang. Tiupan ini penuh tenaga
sakti dan bukan sembarang tiupan. Udara yang keluar dari mulut pemuda ini menggelembung dan memenuhi
isi guha, masuk dan menghantam apa saja memasuki celah-celah sekecil apapun. Dan ketika terdengar desis
dan suara-suara kaget, disusul ledakan keras maka terlemparlah dua ekor ular besar dihantam gelembung
hawa sakti ini.
"Bluk!" Bi Hong menyingkir dan terbelalak melihat sepasang ular hitam menggeliat-geliat. MerekaKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
449 terpental oleh tiupan itu dan tak kuat menahan, tulang dan kepala mereka remuk. Dan ketika dua binatang itu
mati disusul oleh beterbangannya segala jenis serangga seperti kecoak dan tawon kepala merah maka di
depan kaki mereka telah berserpihan bulu dan sayap-sayap kotor.
"Sekarang bersih!" Sin Gak melompat menyambar kekasihnya. Lubang itu besar setinggi orang
dewasa dan gelap serta dingin. Orang biasa tentu harus menyalakan lilin. Tapi karena dua orang muda ini
memiliki kelebihan yang tak dipunyai orang lain, pandang mata mereka justeru bersinar di dalam kegelapan
maka Bi Hong maupun Sin Gak tertegun melihat tengkorak-tengkorak berjajar di tepi atau dinding guha.
Semuanya laki-laki.
"Hm, Majikan Hutan Iblis benar-benar keji. Ia membunuh orang-orang ini, Hong-moi, semuanya
seperti bekas pemuda-pemuda duapuluhan tahun."
"Ya, dan itu malah seperti pemuda tanggung limabelasan tahun. Ia paling kecil di sini. Untuk apa
keparat itu membunuh korbannya!"
"Untuk apalagi kalau bukan untuk melampiaskan nafsu jahatnya. Ingat Te-gak Mo-ki, Hong-moi, iblis
itu seorang homo!"
"Homo?"
"Ya, laki-laki yang bercinta sesama laki-laki, apakah gurumu tak pernah menceritakannya."
"Suhu tak menceritakan ini, kecuali bahwa Te-gak Mo-ki keji. Tapi mana mungkin laki-laki bercinta
sesama laki-laki!"
"Aku juga tak mengerti, tapi jelas menjijikkan. Sudahlah tempat ini ternyata kosong, Hong-moi, ayah
dan Majikan Hutan Iblis itu tak ada. Pantas ia tak muncul membantu Thai Bang Kok Hu!"
"Ya, baru sekarang aku ingat. Agaknya Majikan Hutan Iblis memang tak ada di sini, ia keluar."
"Dan ayah harus kita temukan. Ah, keparat Thai Bang Kok Hu itu!"
"Benar, tentu ia yang membawa ayahmu. Mari keluar!"
Sin Gak berkelebat menggandeng kekasihnya lagi. Ia khawatir dan marah ayahnya tak ditemukan di
situ. Di luar dan di dalam hutan ternyata sama saja. Tapi ketika ia berkelebat hendak mencari raksasa itu
mendadak terdengar keluhan dan panggilan lirih.
".......Sin Gak.......!"
Dua orang ini mendongak ke atas. Di luar hutan, di pucuk ranting paling tinggi bergerak-geraklah
seseorang dengan lemah. Panggilannya nyaris tak terdengar kalau saja dua muda-mudi ini tak memiliki
telinga yang tajam. Dan begitu Sin Gak mengenal siapa itu tiba-tiba pemuda ini melayang ke atas berseru
girang.
"Ayah!"
Ternyata Naga Pembunuh Giam Liong nyangsang (tersangkut) di situ. Pantas ke manapun mereka cari
tak juga mereka temukan orang tua itu. Dan ketika Giam Liong menyambar dan menurunkan ayahnya maka
Bi Hong terheran-heran bagaimana orang tua ini tersangkut di atas.
"Apa yang terjadi, kenapa ayah tersangkut di sana!"
"Su Giok....." pendekar itu terbatuk dan merah mukanya.
"Ia..... ia memukulku pingsan, Sin Gak. Kebetulan kami bertemu dan ia langsung menghantamku
membuat aku terlempar dan nyangsang di atas."
"Su Giok?"
"Ya, gadis itu. Ia benci sekali kepadaku. Ia..... ah, tak kusangka sejauh ini jadinya." Dan ketika
pendekar itu menutupi muka menitikkan air mata akhirnya Bi Hong maupun Sin Gak tertegun.
"Apa yang ayah ketahui tentang gadis itu. Apa yang ia katakan!"
"Hm, ia...... ah, orang setua aku ternyata dilibatkan masalah asmara, Gak-ji, betul-betul memalukan.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
450 Ia...... ia mencintaiku."
"Apa?"
"Benar, kebenciannya semata karena cintanya itu. Aku baru sadar setelah tadi ia tak jadi
membunuhku!"
Sin Gak dan Bi Hong terhenyak. Tiba-tiba mereka saling pandang dan tak terasa wajah merekapun
memerah. Su Giok mencinta sang ayah membuat Sin Gak bengong, ini benar-benar tak disangka. Tapi
karena sang ayah masih merupakan laki-laki gagah dan siapapun tak perlu menyangkal tiba-tiba pemuda itu
tersenyum dan mengangguk. "Hm, pantas, tidak aneh!"
"Apanya yang tidak aneh, apanya yang pantas." Sang ayah mengerutkan kening dan Naga Pembunuh
tampak semburat, malu di hadapan anak-anak muda ini.
"Tidak aneh karena kau masih gagah dan jantan, ayah. Kalau enci Su Giok mencintaimu rasanya
pantas pula. Ia menaruh kagum dan merasa hutang budi ketika dulu kau menolongnya dari Majikan Hutan
Iblis!"
"Benar, akupun merasa itu. Tapi aku sekarang sudah berusia empatpuluh dua tahun, puteraku sudah
sebesar kau!"
"Hm, cinta tak mempersoalkan usia, ayah. Cinta bisa muncul di mana saja."
"Tapi aku seorang buntung, cacad!"
"Hal itu malah membuat enci Su Giok semakin haru, cintanya bisa semakin besar!"
"Eh, kau setuju gadis itu mencintai ayahmu? Kau tak malu ayahmu si tua bangka ini harus seperti
anak-anak muda saja? Jangan main-main, aku tak pantas seperti itu, Sin Gak. Lain kalau kau dengan Bi
Hong, kalian anak-anak muda!"
Bi Hong seketika semburat. Ia melengos dan menunduk dan Sin Gak sejenak terkejut. Todongan
ayahnya itu terang-terangan sekali, tidak tedeng aling-aling. Namun ketika ia menguasai hatinya lagi dan
memegang lengan ayahnya ini maka ia bartanya bagaimana kisah ayahnya tadi, mengalihkan pembicaraan
antara dirinya dengan Bi Hong.
"Cobalah ayah ceritakan bagaimana mula-mula kejadian itu. Aku sekarang teringat betapa enci Su
Giok menyebutku dirimu. Kiranya itu."
"Itu bagaimana, apa yang ia katakan!"
"Tadi aku bertempur dengannya, ayah, dihadang. Ia langsung menganggapku dirimu dan
memanggilku sebagai dirimu pula."
"Begitu?"
"Ya."
"Hm, sungguh memalukan. Maksudku bagaimana orang setua aku harus kembali muda seperti remaja-
remaja saja!"
"Coba ayah ceritakan asal mula kejadian itu," Sin Gak menahan senyum. "Biarlah kami tahu agar
tidak terjadi kesalahpahaman."
"Ia marah-marah ketika bertemu aku, katanya dikalahkan Bi Hong. Dan karena kebetulan kami
bertemu tiba-tiba saja ia berhenti dan menuding!"
"Hm, lalu?"
"Ia memaki-maki aku, menyerang, dan ketika aku berkelit maka iapun menjadi marah dan...... dan
tangisnya mengingatkan aku akan tangis ibumu......!"
Sin Gak tergetar. Ia sendiri belum merasa dekat dengan mendiang ibunya, lebih dekat dengan ayahnya
ini. Tapi ketika ayahnya bicara tentang sang ibu maka ia melihat betapa sepasang mata ayahnya ini begitu
lembut dan mesra membayangkan masa lalu, tentu masa-masa indah bersama ibunya itu. Dan karena iapun
telah mengenal artinya cinta dan dapat memahami betapa beratnya cinta maka iapun diam dan mulailahKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
451 ayahnya itu bercerita, tentu saja yang sangat pribadi tak dijelaskan atau diceritakan pendekar ini.
Waktu itu, ketika ia ditinggalkan Bi Hong yang mendengar lengking bahaya Sin Gak pendekar ini
mengejar dan menyusul pula. Namun karena ia kalah cepat dan harus berhati-hati pula, siapa tahu dari dalam
hutan menyerang bahaya lain maka Naga Pembunuh ini bergerak semakin lambat. Giam Liong tahu benar
bahaya hutan ini dan waspada. Dan ketika benda-benda bersinar lenyap dan muncul lagi dari balik pohon-
ponon besar, para srigala yang siap menyerang namun anehnya diam saja maka pendekar ini semakin hati-
hati dan golok sewaktu-waktu siap menyambar.
Lengking dan suara puteranya masih terus terdengar, ia memutar dan berindap-indap. Namun ketika
lengking itu lenyap dan ia tertegun maka ia tak mendengar lagi kecuali bentakan dan makian, juga tawa
bergelak yang dikenalnya sebagai suara Thai Bang Kok Hu itu.
Ia menjadi khawatir dan cemas sampai tiba-tiba sesosok bayangan merah menyambar. Su Giok tahu-
tahu telah berdiri di depannya. Dan ketika gadis itu nampak tertegun sementara ia sendiri juga terkejut, tak
disangkanya di tempat ini gadis itu muncul maka Su Giok memandangnya berapi-api dan sejenak gadis itu
tak menegur atau menyapanya.
"Su Giok....." pendekar ini akhirnya berseru dan panggilannya bernada heran dan girang. Sepasang
mata gadis itu meredup dan bayangan kemarahan lenyap. Sesungguhnya gadis ini begitu girang mendengar
panggilan itu. Suara si Naga Pembunuh penuh harap dan cemas, begitu bisik hati gadis ini. Maka ketika
Giam Liong bergerak dan memegang lengannya segera pendekar ini bertanya ada apa di depan dan apakah
dia bertemu Sin Gak.
"Apa yang terjadi, dengan siapa puteraku bertanding. Kau rupanya lelah dan membawa penasaran, Su
Giok, apakah bertemu pula dengan Bi Hong!"
Kata-kata terakhir inilah yang membuat gadis itu mendidih. Su Giok tiba-tiba mengibaskan lengannya
dan Naga Pembunuh terpelanting. Harap diketahui saja bahwa gadis baju merah ini adalah murid Hek-i
Hong-li, satu di antara Ngo-cia Thian-it! Maka ketika ia menjadi dingin dan marah kembali maka gadis itu
menuding membentak pendekar ini.
"Naga Pembunuh, kau dan puteramu benar-benar setali tiga uang, sama-sama tak tahu perasaan
wanita. Perduli apa dengan Bi Hong dan buat apa pula memperhatikan puteramu!"
Giam Liong terkejut, melompat bangun. Pendekar ini masih tak mengerti bahwa menyebut Bi Hong
justeru membuat gadis baju merah itu merasa terbakar. Mengingat Bi Hong mengingatkan pula ketika Sin
Gak mencium gadis itu. Bayangan ini seolah Naga Pembunuh sendiri yang melakukan. Maka ketika Giam
Liong mengebut-ngebut ujung bajunya yang kotor dan terbelalak kaget maka pendekar itupun menjadi marah
dan menegur.
"Su Giok, baik-baik aku bertanya kepadamu, kenapa kau begini kasar. Kalau kau tak mau
menerangkan tentang mereka juga tak apa, aku hendak ke sana!"
"Boleh ke sana tapi lewati aku dulu. Kau laki-laki tak berperasaan!"
Pendekar ini tertegun. Gadis itu berkilat sepasang matanya dan tiba-tiba menerjang, sekali berkelebat
menampar kepalanya. Tapi karena ia bukan laki-laki biasa dan berkelit serta menangkis maka Giam Liong
membentak dan tentu saja melawan.
"Plak!" ia terpelanting dan terguling-guling. Su Giok terkekeh dan mengejar, kembali melancarkan
pukulan dan tamparan. Dan ketika pendekar itu kembali menangkis namun terpelanting dan malah terlempar
maka Giam Liong menjadi marah dan mengancam akan mencabut Golok Mautnya.
"Berhenti, jangan kurang ajar. Aku tak merasa bermusuhan denganmu, Su Giok, kenapa menyerang
aku. Atau aku mencabut Golok Mautku!"
"Hi-hik, cabutlah, boleh kau pakai. Kau dan puteramu sama saja, Naga Pembunuh, kalau tak ingat
budimu dua belas tahun yang lalu tentu kubunuh kau. Ah, kubunuh kau....... des-dess!" Giam Liong
terlempar dan bergulingan dan pendekar ini menjadi pucat. Ia mencabut goloknya namun senjata itu lenyap,
sarungnya tak ada. Dan ketika ia melompat bangun dan menggigil di sana ternyata tanpa diketahui golok itu
telah dirampas Su Giok, dimain-mainkan di kedua tangan.
"Kembalikan!" tentu saja pendekar ini marah dan gusar. Ia membentak dan melompat akan tetapi
gadis itu mengelak, kaki menendang dan ia terhuyung. Lalu ketika ia gemeratak dipermainkan gadis ini tiba-Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
452 tiba Su Giok melontarkan golok itu menyambar sisi kepalanya.
"Cep!" golok menancap amblas di sebatang pohon. Gagangnya bergetar sementara pohon itu
bergoyang-goyang. Tadi dengan amat cepat golok mendesing lewat, serambut saja di sisi kepala pendekar
ini. Dan ketika Giam Liong tertegun tak mampu bicara, pucat maka gadis itu terisak menuding.
"Aku dapat membunuhmu kalau mau. Kau...... laki-laki tak tahu perasaan wanita. Ambil dan pakailah
golokmu bunuh aku, Giam Liong. Biar aku mampus daripada hidup menderita!"
Naga Pembunuh ini terkejut. Dari sepasang mata gadis itu mengalir air mata deras membasahi pipi.
Gadis itu memejamkan mata dan sejenak berguncang-guncang. Tangis dan kata-katanya membuat pendekar
ini tergetar. Lalu ketika ia tahu ada sesuatu yang tidak biasa, gadis itu mengguguk dan tiba-tiba memutar
tubuhnya mendadak sadarlah pendekar ini bahwa sebenarnya ia dicinta orang!
"Su Giok....!"
Gadis itu berhenti. Tiba-tiba saja Naga Pembunuh berjungkir balik di depannya, menggigil dan
menuding namun tak ada kata-kata keluar. Dari mata gadis itu memancar kekecewaan sekaligus duka.
Sebagai pria cukup usia tentu saja Naga Pembunuh ini tahu apa yang terjadi. Gadis itu luka asmara. Dan
ketika ia tercekik tak mampu mengeluarkan kata-kata, sepasang tangannya tiba-tiba terangkat mengembang
mendadak gadis ini menubruk dan tahu-tahu Giam Liong sendiri telah mendekap dan memeluk tubuh itu.
"Kau....... kau mencintai aku si tua bangka ini? Kau mengajakku seperti anak muda lagi? Ah, kau
cantik dan gagah, Su Giok, kau terlampau muda menjadi pendampingku. Ada banyak pemuda yang lebih
pantas untukmu. Jangan bodoh!"
Namun gadis ini tersedu-sedu. Begitu Giam Liong memeluk dan mendekapnya terasalah jari-jari
penuh kasih sayang itu. Tak dapat disangkal bahwa tiba-tiba getar kejantanan pria bangkit, Naga Pembunuh
ini terlena. Namun ketika ia sadar sementara gadis itu sudah berbunga-bunga menyangka pria ini membalas
cintanya, Giam Liong begitu lembut membelai dan mengusap rambut kepala itu maka kata-kata pendekar ini
selanjutnya membuat gadis itu tersentak dan kaget.
"Maaf, aku tak dapat menerimamu. Aku masih mencintai mendiang isteriku, Su Giok, carilah pemuda
lain yang sebaya denganmu. Aku tak cocok, aku sudah terlalu tua. Sadarlah dan buang perasaanmu itu
karena aku sudah berputera!"
Wajah yang semula lembut dah bahagia itu mendadak berubah. Gadis yang semula merasakan belaian
kasih ini tiba-tiba seakan disentakkan. Kata demi kata yang didengar membuat ia terkejut, begitu kaget dan
marah hingga tiba-tiba gadis ini menarik lepas tubuhnya. Gerakan itu dilakukan kasar dan Giam Liong
tertegun. Lalu ketika gadis ini menggigil dan terbelalak dengan muka pucat berkatalah bibir yang gemetaran
itu dengan kata-kata terputus, "Kau...... kau mempermainkan aku? Kau bilang tak menerima tapi jari-jarimu
mengusap dan mengelus begitu mesra? Keparat, apa artinya itu, orang she Sin. Kau boleh membunuh aku
namun jangan menghina!"
"Maaf, aku tak bermaksud main-main. Tak kusangkal jariku mengusap lembut, Su Giok, karena
keharuan dan kasih sayangku. Namun bukan kasih sayang pria terhadap kekasihnya, melainkan sebagai
kakak terhadap adiknya. Atau, hmm... ayah kepada anaknya. Aku sudah tua, usiaku empat puluh. dua. Dan
kau..... kau...... dess!" bayangan merah menyambar dan tahu-tahu Giam Liong terbanting. Su Giok
menampar dan mengeluhlah pendekar ini, keadaan jadi runyam. Dan ketika ia bergulingan meloncat bangun
maka gadis itu memekik dan menyambarnya dan bak-bik-buk suara pukulan disusul keluh dan kesakitan


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pendekar ini. Giam Liong tak membalas dan membiarkan saja semua pukulan-pukulan itu. Sekarang ia
bersikap lain, pasrah dan sama sekali tidak membalas. Dan ketika pipi serta tubuhnya babak-belur, Su Giok
tertegun maka gadis itu menghentikan kemarahannya dan berdiri dengan dada berombak sementara
wajahnya kemerah-merahan, air matapun mengalir lagi.
"Kau..... laki-laki keparat. Hayo balas dan lawan aku. Cabut golokmu. Mana kegagahan dan
kejantananmu, Naga Pembunuh. Mengapa kau diam saja kuhajar. Hayo cabut golokmu dan lawanlah aku!"
"Aku tak akan membalas, aku tak akan menambah sakit hatimu lagi setelah kutahu persoalan ini.
Bunuh dan lepaskan pukulan mautmu, Su Giok. Biarlah kau tak menderita lagi." Giam Liong terhuyung dan
kasihan sekali memandang gadis baju merah ini. Tentu saja ia tahu betapa sakitnya kegagalan asmara. Ia tak
mau menerima karena kesetiaannya kepada mendiang Yu Yin. Biarpun isterinya tiada namun tak ada niat
untuk mencari pengganti, ia ingin sendiri. Maka ketika ia terhuyung dan gemetar memandang gadis itu Su
Giokpun mengepal tinju mengeluarkan Touw-beng-tok-ciam alias jarum beracun itu, menjepit di antara
telunjuk dan jari tengahnya dengan ancaman membunuh yang terpancar jelas di sepasang matanya yangKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
453 berapi-api.
"Kau!" bentaknya. "Menyakitkan sekali sikapmu ini, Naga Pembunuh. Kau membuat lukaku semakin
merobek lebar. Katakan sebelum aku membunuhmu apa yang menjadi sebab utama kau menghinaku seperti
ini!"
"Aku tak bermaksud menghinamu......"
"Tutup mulutmu. Jawab pertanyaanku apa sebab utama kau bersikap seperti ini!"
"Baiklah," Giam Liong tersenyum pahit, tak gentar melihat jarum yang siap menamatkan jiwanya itu.
"Aku tak dapat menerimamu karena semata masih mencintai isteriku, Su Giok. Ia ibu anakku Sin Gak yang
semasa hidupnya penuh derita dan sengsara. Aku tak dapat melupakannya, itulah jawabku."
Jari itu menggigil. Su Giok terbelalak memandang si buntung ini dan tiba-tiba ia mengeluh. Dari dulu
sudah ia lihat sikap si Naga Pembunuh ini, kesetiaan dan cinta kasih yang besar terhadap isteri, hal yang
sesungguhnya membuat ia kagum dan kekaguman itulah yang membuat ia jatuh cinta. Jarang ada pria seperti
ini yang teguh mempertahankan kesetiaan. Itulah yang diam-diam membuat ia iri dan ingin memiliki Naga
Pembunuh ini. Maka ketika ia terbelalak dan jarum di tangan tiba-tiba bergerak Giam Liong berdesir karena
benda berbahaya itu meluncur dengan amat cepatnya menyambar lehernya.
Akan tetapi pendekar ini tak mengelak. Ia sudah pasrah dan tak berniat menyelamatkan diri. Jarum
dipandang dengan tenang dan ketenangannya ini mengagumkan Su Giok. Gadis itu berkelebat dan
membentak, lengan mendorong pula ke depan. Dan ketika jarum melenceng lewat di sisi kepala pendekar
ini, angin dorongan Su Giok disertai gerakan kaki yang kuat maka Giam Liong mencelat ke atas dan
mengeluh untuk selanjutnya pingsan karena gadis itu sudah menendangnya hingga temangsang (tersangkut)
di atas pohon.
"Kau laki-laki keparat. Jawabanmu menyakitkan namun justeru karena ini aku mengagumimu.......
dess!"
Naga Pembunuh itu tak tahu lagi apa yang terjadi karena ia ditendang amat kerasnya oleh murid Hek-i
Hong-li ini. Su Giok melengking kecewa dan berkelebat meninggalkan tempat itu. Gadis ini tak dapat
membunuh pria yang dicintanya karena jawaban itu semakin mengukuhkan kekagumannya terhadap Naga
Pembunuh. Dan ketika pendekar itu pingsan sampai akhirnya ditemukan Bi Hong dan puteranya maka Sin
Gak termangu-mangu mendengar cerita ayahnya ini.
Jilid XXXII
"BEGITULAH," sang ayah mengakhiri dengan pandang mata redup. "Ia mencintaiku, Sin Gak,
marah-marah ketika kutolak. Aku tak dapat menerimanya karena aku masih mencintai mendiang ibumu.
Lagi pula aku bukan anak muda lagi."
"Hm!" Sin Gak mengangguk-angguk, kagum. "Kau mengagumkan, ayah, betapa beruntungnya ibu.
Ah, dapat kurasakan isi hati Su Giok kalau ia begitu."
"Benar, dan aku menyesal, tapi mau apa lagi. Aku kasihan namun tidak mungkin menerimanya."
Pemuda itu mengangguk-angguk lagi dan diam-diam Bi Hong di sebelah kiri bersinar-sinar,
memandang tidak langsung pria berlengan buntung ini dan harus mengakui bahwa laki-laki seperti Naga
Pembunuh ini daya tariknya besar. Lengan buntung itu bukan masalah malah justeru penimbul iba. Tak
heran kalau Su Giok mencintai pendekar ini karena kesetiaan Naga Pembunuh memang mengagumkan.
Apalagi yang dicari seorang isteri kalau bukan suami setia dan jujur, untuk apa segala macam bujang kalau
tak seperti laki-laki ini, biarpun duda namun kesetiaan dan cinta kasihnya tak luntur ditelan jaman. Isteri
telah tiadapun masih meneguhkan imannya untuk tidak mencari lain, jarang ada pria seperti ini. Dan ketika
gadis itu teringat gurunya sendiri, Naga Pembunuh ini mirip gurunya maka ia menghela napas dan haru serta
sorot matanya yang lembut tiba-tiba tak dapat di sembunyikan lagi kepada pria itu, ayah dari kekasihnya.
"Paman memang benar, tapi enci Su Giok juga tidak salah. Cinta muncul di mana-mana, paman, juga
dalam kondisi apapun. Untuk masalah umur kupikir tak jadi soal, lagi pula masih pantas. Bandingkan
misalnya dengan guruku yang terpaut tiga puluh tahun dengan sumoinya Hek-i Hong-li. Paman masih
termasuk muda!"
"Hm, apa maksudmu, Bi Hong. Apakah dengan begitu kau seperti Sin Gak yang berkesan setuju untukKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
454 menikah lagi."
"Maaf," gadis ini tersipu. Menikah atau tidak urusanmu pribadi, paman. Aku hanya hendak
mengatakan bahwa masalah usia kau belumlah tua benar. Kau masih gagah dan kuat."
"Ha-ha, kalian anak-anak muda memuji membesarkan kepala saja. Kalau aku sehat mungkin benar, Bi
Hong, tapi kuat? Ah, menghadapi kalian anak-anak muda aku justeru merasa lemah, bodoh. Aku malu
disebut itu dan menyadari bahwa ketuaan mulai menggerogoti tubuhku. Tidak, aku sudah betul-betul merasa
tua, tak pantas untuk menikah lagi!"
"Hm, ayah tak usah meributkan ini. Kalau jodoh tentu tak mungkin dielak. Kalau memang sendiri
tentu akan sendiri, sudahlah kita kembali kepada persoalan musuh kita dan kami girang bahwa ayah
selamat."
"Benar," Bi Hong mengangguk. "Ada persoalan yang lebih penting, paman, Majikan Hutan Iblis tak
ada di sini. Entah di mana dia. Biarlah urusan Su Giok kita bicarakan lagi kalau jahanam ini kita temui. Ia
pembunuh keji dan banyak tengkorak di dalam hutan!"
Giam Liong mengangguk, lega. "Kalian benar, urusan kita masih banyak dan sebaiknya
membicarakan yang penting saja. Sekarang bagaimana baiknya tapi aku orang tua rupanya tak banyak bisa
membantu."
"Ayah tak usah merendahkan diri. Setidaknya kau dapat berjaga dan mengawasi, ayah, tapi karena
hutan ini kosong bagaimana menurut pendapatmu sebelum kami memberikan pendapat sendiri."
"Hm, aku tak tahu apa-apa tentang jahanam ini. Sampai sekarang aku masih menduga-duga siapakah
sebetulnya dia."
"Dia murid susiok Te-gak Mo-ki!" Bi Hong berseru. "Tidak, bukan itu. Kalau itu Sin Gak sudah
menceritakannya, Bi Hong, tapi maksudku data pribadinya siapakah dia ini sebenarnya dan kenapakah dia
begitu kejam membunuh isteriku. Tampaknya dia benci sekali!"
"Eh, aku ingat," Sin Gak tiba-tiba berseru. "Ada sebuah nama disebut-sebut, ayah, barangkali kau
perlu tahu. Majikan Hutan Iblis itu bernama Yu Bin!"
"Yu Bin?"
"Ya, begitu yang kuingat. Tadi Thai Bang Kok Hu menyebut itu!"
"Benar," Bi Hong juga teringat. "Orang itu namanya Yu Bin, paman, sekarang aku juga ingat.
Mungkin kau tahu siapa orang ini."
Naga Pembunuh Giam Liong terbelalak. Ia memandang dua orang muda itu berganti-ganti lalu
berhenti pada puteranya, mata itu bergerak dan pikiranpun tentu saja bekerja. Yu Bin! Tapi ketika ia
menggeleng tak menemukan siapa jawabnya tiba-tiba Giam Liong teringat seseorang yang mungkin tahu itu.
"Hm, aku tak tahu ini, tapi namanya sama dengan she ibumu, she Yu. Agaknya seseorang di kota raja
yang tahu ini, Sin Gak. Marilah kita ke sana dan selidiki siapa dia!"
"Ke kota raja?"
"Ya, menemui bibimu Hui Kiok, atau lebih tepat lagi menemui Yauw-ongya karena dialah yang tahu
kerabat-kerabat istana. Mungkin aku belum menceritakan kepadamu bahwa ibumu jelek-jelek adalah seorang
puteri pangeran. Ibumu seorang puteri bangsawan. Dan karena Yauw-ongya adalah pamannya yang kini
beristerikan Hui Kiok biarlah kita ke sana mencari tahu. Aku teringat sekelumit cerita bahwa Majikan Hutan
Iblis ini ada kaitannya dengan istana, maksudku bahwa dia kerabat dalam yang ada hubungannya dengan
istana. Kalau kini dia bernama Yu Bin marilah kita cari tahu kepada Yauw-ongya ini!"
Sin Gak bersinar-sinar. Ia tertegun bahwa ibunya kiranya seorang puteri bangsawan, berarti jelek-jelek
iapun berdarah biru. Tapi karena bukan wataknya untuk berbangga kosong, semua itu hanya sebutan saja
maka ia bangkit dan mengangguk kepada ayahnya ini, mulai tertarik untuk mengetahui silsilah keluarga,
terutama dari pihak ibunya itu, siapa kakeknya atau orang-orang dekat ibunya itu.
"Baiklah, rupanya dari sini kita akan menemukan titik terang, ayah, juga hal-hal penting yang
mungkin akan kita temui. Tapi bagaimana dengan Bi Hong, bolehkah ia ikut."
"Ah, tentu saja. Tak ada larangan menemui Yauw-ongya itu. Kita menemui kerabat sendiri, Sin Gak,Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
455 Bi Hong boleh ikut, kecuali kalau ia tak suka!"
"Aku menjaga di sini saja, mengawasi keadaan. Sungkan rasanya mencampuri urusan keluarga." Bi
Hong ternyata menolak karena sungkan.
"Tidak," Sin Gak menyambar lengan kekasihnya ini. "Kalau istana tak melarang orang luar datang
bertamu tentu saja kau ikut, Hong-moi. Aku bertanya kalau-kalau kehadiranmu melanggar tata cara. Tapi
ayah berkata tak apa-apa, nah, ikut saja dan temani kami. Tentu saja aku tak akan membiarkanmu sendiri di
sini!"
"Benar," Giam Liong mengerti perasaan gadis ini. "Kalau aku datang ke sana tak ada apa-apa, Bi
Hong, aku sudah mereka kenal. Marilah, kau ikut bersama kami."
Gadis itu girang. Sesungguhnya tentu saja ia gembira asal bersama Sin Gak, ke manapun tentu tak
akan menolak. Maka ketika orang tua itu mengajak sendiri dan ia tak akan mengganggu, baru kali itu ia akan
ke istana maka Giam Liong akhirnya mengajak puteranya meninggalkan Hutan Iblis. Tempat itu ternyata
ditinggalkan penghuninya dan Thai Bang Kok Hu maupun si banci Siauw Hong sudah lama menghilang.
Dan begitu mereka berkelebat ke utara maka kota raja adalah tujuannya.
* * * Yauw-ongya adalah pangeran ramah yang menyambut tiga orang ini. Ia adalah paman Yu Yin dan
kalau wanita itu masih hidup maka usia mereka tidak jauh berbeda, seorang pangeran yang masih muda dan
merupakan adik dari mendiang Kedok Hitam yang ganas (baca: Naga Pembunuh). Karena Kedok Hitam
adalah ayah Yu Yin, sementara Yauw-ongya adalah adik Kedok Hitam maka pangeran ini merupakan paman
bagi mendiang Yu Yin karena Kedok Hitam sesungguhnya juga seorang pangeran yang akhirnya tewas
dibunuh Giam Liong. Semua ini telah kita ikuti dalam kisah yang lalu.
Sin Gak mula-mula bingung harus menyebut apa. Menurut urutan keluarga maka ayahnya harus
menyebut paman pada pangeran itu, biarpun ayahnya lebih tua sekitar dua tahun dibanding pangeran ini.
Namun karena Yauw-ongya bukanlah seorang yang banyak terikat adat dan hal ini dibuktikan ketika
menyambut dirinya dan semua saja maka pangeran itu justeru memanggil ayahnya Giam-siauwhiap
(pendekar Giam).
"Aha, Giam-siauwhiap kiranya, selamat datang. Dan ini, eh....... puteramu, siauwhiap? Mirip benar,
bagai pinang dibelah dua. Ha-ha, kalian mengejutkan aku dan pengawal memberi tahu tergesa-gesa, tak
tahunya kalian berdua. Duduk, mari duduk....... dan maaf siapa nona ini!" tuan rumah menyambut begitu
ramah dan diam-diam Sin Gak lega. Bi Hong, yang ditanya tersipu merah. Mereka telah memasuki sebuah
ruangan besar serba indah, tirainya dari sutera-sutera mahal sementara pengawal berjaga di kiri kanan
gedung. Giam Liong mengajak mereka datang secara terang-terangan dan pengawal tentu saja bergegas
menyambut kedatangan pria ini. Siapa tidak tahu Naga Pembunuh Giam Liong, orang yang dulu
menggemparkan kota raja dengan sepak terjangnya yang tak kenal takut, tak kalah dengan mendiang Golok
Maut Sin Hauw. Inilah keluarga yang tak boleh dibuat main-main. Maka ketika pengawal memberi tahu dan
mereka dibawa ke dalam muncullah pangeran itu maka Bi Hong maupun Sin Gak tercengang kagum melihat
isi gedung yang gagah dan mewah, diam-diam melihat betapa berkelebat bayangan pengawal-pengawal
rahasia yang siap mengamankan istana.
"Hm, mudah-mudahan kami tak mengganggu," Giam Liong mengangguk dan memberi hormat.
"Maafkan kalau kedatangan kami tanpa diundang, ongya. Tentang ini memang benar puteraku, Sin Gak. Dan
gadis itu......"
"Tunggu, nanti dulu. Ini adalah Sin Gak yang hilang itu?"
"Benar, ongya, kami sudah bertemu. Dan gadis itu......"
"Astaga, sudah kuduga. Kalau saja tak hilang diculik orang tentu ibumu tak harus meninggalkan kita.
Ah, aku gembira melihat kau datang!" Yauw-ongya menyambar dan lagi-lagi memotong omongan Naga
Pembunuh, memeluk dan menepuk-nepuk pundak pemuda ini hingga Sin Gak terharu. Inilah orang yang
menjadi kakeknya, kakek yang masih terlalu muda dan tak pantas disebut kakek! Maka ketika ia diam saja
kecuali menunduk dan memberi hormat maka Sin Gak mengucapkan terima kasih atas perhatian dan semua
bantuan yang pernah diberikan pangeran ini.
"Terima kasih? Ah, tak perlu. Ibumu adalah keponakanku, Sin Gak, tanpa dimintapun pasti akuKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
456 membantu. Dan kau, hmm...... panggil saja aku paman karena aku memanggil ayahmu Giam-siauwhiap!"
Sin Gak tersipu, mundur. Pangeran ini rupanya dapat membaca perasaan orang.
"Dan itu, siapa gadis ini? Gagah dan mengagumkan, pasti sejenis kalian para pendekar kang-ouw!"
"Dia Bi Hong......"
"Aku yang bodoh Bi Hong," gadis ini menyambung ucapan Giam Liong. "Aku gadis biasa yang tak
pandai apa-apa, ongya, harap jangan terlalu memuji."
"Hm, semuanya pandai merendah. Semakin merunduk berarti semakin lihai. Bagus, silakan duduk,
nona, dan...... eh, itu isteriku!"
Seorang wanita cantik muncul membawa nampan dan inilah Hui Kiok isteri Yauw-ongya. Bahwa
nyonya rumah tak menyuruh pelayan melainkan maju sendiri membawa minuman dapatlah diduga bahwa
Giam Liong adalah tamu yang amat dihormati. Hal ini tak aneh karena Hui Kiok adalah sahabat dekat
mendiang Yu Yin, bahkan perjodohan wanita itu dengan Yauw-ongya adalah atas jasa Yu Yin pula. Maka
ketika Bi Hong terkejut melihat wanita cantik menemui mereka, membawa minuman pula maka wanita ini
sudah melepas senyumnya memandang si Naga Pembunuh.
"Selamat datang, Giam-siauwhiap kiranya tak melupakan kami. Silakan minum, siauwhiap, dan
ini....."
"Itu Sin Gak, bocah yang hilang itu. Lihat betapa mirip dengan ayahnya!" Yauw-ongya memotong dan
wanita itu melebarkan matanya. Ia tadi baru memperhatikan si Naga Pembunuh bukan yang lain-lain. Maka
begitu melihat Sin Gak dan terkejut berseru kagum maka Sin Gak tersipu bangkit berdiri.
"Benar, hamba Sin Gak....."
"Eh, jangan menghamba. Aku adalah bibimu. Kau, ah...... kau seperti ayahmu, Sin Gak, alangkah
girangnya ibumu apabila melihat kau!" nyonya rumah menubruk dan tiba-tiba mengguncang bahu pemuda
ini, terisak dan tiba-tiba sudah menangis begitu membayangkan masa lalu. Ibu pemuda ini adalah
sahabatnya. Maka ketika itu tersedu dan sudah mengguncang pundak pemuda ini dengan air mata bercucuran
maka sejenak suasana menjadi penuh haru dan Bi Hong mengusap pula matanya yang basah. Nyonya rumah
menbuat mereka bertangisan akan tetapi Yauw-ongya batuk-batuk, maju dan melepaskan isterinya dari Sin
Gak. Lalu ketika ia berkata bahwa tamu harus disambut baik-baik, bukannya dengan air mata maka wanita
itu sadar dan buru-buru meminta maaf.
"Aku..... aku salah. Maafkan, Sin Gak. melihatmu mengingatkan hubunganku dengan ibumu. Suamiku
benar dan kalian tentu membawa berita penting, tapi sebelum itu ceritakanlah kepada kami bagaimana kalian
ayah dan anak bertemu. Siapa penculik jahat itu, apakah Siauw Hong!
"Benar dia, tapi sudah dilepas orang lain lagi. Sin Gak akhirnya dibawa orang sakti, Hui Kiok. Ia baru
saja menemuiku setelah turun gunung."
"Ah, ceritakan kepadaku. Tentu menarik!"
"Biasa-biasa saja," Sin Gak mengedip dan cepat memberi isyarat ayahnya. "Kami bertemu semata
kebaikan Tuhan, bibi, anugerah yang dilimpahkan kepada kami agar kami bersyukur dan berterima kasih.
Tak ada yang istimewa."
"Tapi tentu ada yang menarik, orang sakti itu!"
"Ah, guruku orang biasa juga, ayah terlalu memuji. Bibi tak perlu menyanjung karena ini semua
kebaikan Yang Maha Baik belaka. Sudahlah tak ada apa-apa kecuali bahwa kami selamat dan akhirnya
bertemu."
Nyonya rumah penasaran. Tentu saja ia tak puas akan jawaban ini namun sang suami menyenggol.
Dari isyarat itu segera ia tahu bahwa pemuda ini tak ingin banyak bicara, ada rahasia atau yang bersifat
pribadi yang tak ingin diberitahukan. Maka ketika ia maklum dan duduk menemani segera matanya
membentur Bi Hong.
"Dan gadis ini," katanya tak tercegah. "Apakah menantu Giam-siauwhiap?"
"Ha-ha!" Bi Hong semburat merah. Ia teman Sin Gak, isteriku, mungkin masih bakal menantu.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
457 Namanya....."
"Bi Hong," Giam Liong tersenyum berkata, menyambung tuan rumah. "Ia teman baik anakku, Hui
Kiok, tapi tak kalah hebat. Maaf aku lupa memberi tahu padamu."
"Ha-ha, Bi Hong!" gadis itu semburat merah. "Benar ia Bi Hong. Eh, jangan tanya-tanya lagi karena
keperluan tamu kita ini belum diutarakan. Hayo duduk dan silakan minum!"
Sin Gak dan Bi Hong sama-sama merah karena kedua orang tua itu jelas menggoda mereka.
Untunglah Yauw-ongya tak lama-lama dan Giam Liong juga teringat keperluannya. Maka ketika semua
duduk dan tuan rumah mempersilakan minum segera Yauw-ongya bertanya ada keperluan apakah Naga
Pembunuh datang bertiga, hal yang mengingatkan pendekar ini dan membuat Bi Hong lega karena tak akan
digoda lagi.
"Kami datang karena ada suatu keperluan....."
"Ya-ya, itu pasti. Kau tak akan datang kalau tak ada keperluan, Giam-siauwhiap. Coba katakan
mungkin kami perlu membantu."
"Hm," Giam Liong agak memerah. "Kami datang untuk urusan lama, ongya, maksudku tentang
musuh lamaku itu."
"Majikan Hutan Iblis?"
"Benar."
"Hm, coba katakan itu. Apa maksudmu."
"Ia kutemukan jejaknya, maksudku kutemukan namanya."
"Bagus, siapa dia!"
"Yu Bin!" langsung saja Giam Liong berkata dan suami isteri itu tampak terkejut, rasa terkejut yang
tak dapat disembunyikan lagi.
"Yu Bin?" serentak mereka berseru. "Maksudmu adik kandung mendiang kakak tiriku Coa-ongya?
Majikan Hutan Iblis adalah dia?"
"Aku tak tahu dan kurang jelas. Tapi namanya. Yu Bin, ongya, dan untuk inilah kami bertanya. Kalau
begitu she Coa."
"Benar," Yauw-ongya termangu-mangu dan pucat. "Akan tetapi orang ini sudah lama tiada,


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

siauwhiap, maksudku hilang atau tewas. Sejak kau membunuh Kedok Hitam itu lima tahun sebelumnya ia
tak ada di sini."
Giam Liong bersinar-sinar. Ia tak tahu kalau Kedok Hitam yang sebenarnya adalah juga Coa-ongya itu
mempunyai adik kandung. Yauw-ongya ini saudara lain ibu dengan Coa-ongya, dan selama Yu Yin menjadi
isterinya iapun tak pernah mendengar nama ini. Maka ketika Yu Bin disebut sebagai adik Coa-ongya dan
maklumlah dia kenapa isterinya dibunuh segera ia mengangguk-angguk dan pandang matanya berkilat
melihat sebuah titik terang di depan.
"Hm, begitu kiranya, tapi Majikan Hutan Iblis ini bernama Yu Bin. Kalau ia memiliki hubungan
dengan Kedok Hitam maka sepak terjangnya selama ini dapat kumengerti, ongya, dan terima kasih untuk
penuturanmu ini."
"Nanti dulu, orang itu tak pernah lagi ada di istana dua puluh tiga tahu. Masa dia!"
"Aku akan melihatnya. Tapi kalau ia orang itu maka tak aneh kalau ia membunuh isteriku, ongya.
Sebagai pamannya tentu ia merasa penasaran kenapa Yu Yin menjadi isteriku!"
"Siapa orang ini," Sin Gak bertanya dan tak tahan. "Dapatkah kau menerangkan kepadaku, ayah,
mungkin boleh aku tahu."
"Hm, cerita yang tak enak," sang ayah berkerut kening dengan wajah gelap. "Untuk ini sebaiknya di
luar saja kuceritakan, Sin Gak, jangan di sini, mengganggu tuan rumah."
"Ah, kalian jangan buru-buru pergi," Yauw-ongya berkata dan mengangkat tangannya, Giam LiongKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
458 siap bangkit berdiri. "Kalau demikian cepat kau meninggalkan kami maka sungguh kecewa hati ini Giam-
siauwhiap. Betapapun hubungan keluarga jangan dilupakan begitu saja. Aku dan isteriku ingin kalian tinggal
beberapa hari di sini!"
"Benar," nyonya rumah mengangguk dan dapat melihat itu, khawatir kalau tamunya cepat-cepat pergi.
"Berikan kesempatan untuk bercakap-cakap dengan puteramu, siauwhiap, atau nona ini. Kalian jangan cepat-
cepat pergi!"
Giam Liong memandang puteranya. Kebetulan Sin Gak juga memandang ayahnya dan pemuda ini
menahan agar sang ayah jangan buru-buru pergi. Berita itu. justeru ingin digali. Dan ketika Giam Liong tak
jadi berdiri dan meninggalkan kursi maka Yauw-ongya bertepuk tangan memanggil pengawal.
"Panggil putera-puteriku ke mari. Biar bertemu dan berkenalan dengan paman dan kakak atau
encinya!"
Bi Hong semburat merah. Lagi untuk kesekian kali ia dianggap "orang dalam" bagi keluarga Naga
Pembunuh, berarti kerabat tuan rumah pula. Dan muncul seorang pemuda dan dua gadis remaja maka Yauw-
ongya bangkit tertawa memperkenalkan itu.
"Heii, ke mari. Ini pamanmu Giam Liong. Lihat ia bertamu di tempat kita, dan itu kakakmu Sin Gak,
sedang enci ini adalah Bi Hong!"
Tiga muda-mudi itu melangkah lembut. Dari gerak-gerik mereka tampaklah bahwa mereka ini jelas
orang-orang terpelajar yang tindak-tanduk atau kata-katanya halus. Mereka membungkuk dan hampir
bersamaan memberi hormat, yang pemuda mewakili adik-adiknya menjura lebih dulu. Lalu ketika ia
memperkenalkan bahwa ia bernama Yauw Kam sedang dua gadis di kiri kanannya itu adalah Yauw Hui dan
Yauw Tien maka Yauw-ongya tertawa menuding.
"Barangkali siauwhiap ingat bahwa inilah Tien Tien, dulu ia masih bayi ketika kau dan isterimu
datang. Nah, mereka sudah besar seperti puteramu ini pula yang sudah dewasa dan tampak matang."
Giam Liong mengangguk-angguk. Sin Gak cepat berdiri disusul Bi Hong, putera-puteri tuan rumah
memberi hormat. Dan ketika Giam Liong teringat gadis paling kecil itu, Tien Tien maka ia tersenyum
berkata, "Benar, ini kiranya Tien Tien. Sudah besar dan cantik seperti ibunya."
"Ha-ha, ibunya sudah tua. Kalau kau ingat maka ia yang paling nakal, siauwhiap. Barangkali kalau
menjadi merupakan murid paling bandel dan suka membangkang!"
"Tapi anak-anak kita tak suka ilmu silat," nyonya rumah menggeleng dan mengingatkan. "Yauw Tien
lebih suka menyulam dan memasak, suamiku, mana bisa memegang golok atau pedang."
"Ha-ha, aku bergurau saja, tapi benar, anak-anak kita tak suka kekerasan. Ah, duduk dan mari
bercakap-cakap dengan keluarga, sendiri, ini pamanmu Giam Liong yang sering kuceritakan itu!"
Tiga muda-mudi itu mengangguk ragu dan mereka melirik si buntung bernama seram itu.
Sesungguhnya mereka putera-puteri bangsawan yang lebih suka kehalusan daripada pelajaran pedang atau
silat. Kalau saja tak dipanggil ke situ mungkin mereka enggan. Mereka telah mendengar datangnya tamu-
tamu ini dan ketiganya tiba-tiba merasa tak senang. Naga Pembunuh adalah orang yang terlalu kejam di mata
mereka, sadis. Namun karena pria itu suami Yu Yin sedangkan mendiang wanita itu adalah puteri Coa-ongya
kakak tiri ayah mereka maka mereka tak berani banyak membantah namun melihat Sin Gak dan Bi Hong
justeru mereka tertegun. Dua orang ini halus dan tenang gerak-geriknya, meskipun Sin Gak berwajah dingin
seperti ayahnya, dengan sepasang mata tajam namun saat itu teduh dan lembut.
"Nah, inilah keluarga dari encimu Yu Yin. Namun karena mereka adalah orang-orang kang-ouw dan
pendekar pilihan maka sebaiknya kau panggil Giam-siauwhiap ini sebagai paman dan dua orang muda itu
kakak atau enci kalian."
Tiga orang muda itu mengangguk. Selanjutnya pembicaraan berkisar pada urusan lain dan sebentar
kemudian Bi Hong didekati enci adik itu. Yauw Kam mengajak Sin Gak bercakap-cakap sementara Giam
Liong berbicara dengan tuan rumah. Dari sini segera didapat keterangan bahwa Coa Yu Bin atau adik
kandung Coa-ongya itu orang yang tak pernah tinggal di istana, duapuluhan tahun yang lalu ia lenyap entah
ke mana. Maka ketika tiba-tiba Giam Liong membawa nama ini dan Yauw-ongya terkejut maka dengan nada
khawatir tuan rumah berkata bahwa jangan-jangan Naga Pembunuh salah dengar nama orang, atau mungkin
kebetulan sama nama.
"Seingatku Yu Bin adalah laki-laki lemah, cenderung bersifat kewanita-wanitaan. Kalau ia menjadiKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
459 Majikan Hutan Iblis sungguh sukar kupercaya. Dan lagi namanya telah dihapus dari daftar istana karena tak
pernah berkunjung atau memberi hormat kaisar. Ia telah dianggap tiada atau tewas, tak mungkin Yu Bin
yang ini."
"Baiklah, nanti kuselidiki. Tapi kalau boleh kutahu di mana tempat tinggalnya dulu, ongya. Mungkin
aku ingin ke sana."
"Hm, di bagian belakang istana, dekat taman binatang. Sekarang tempat itu tak pernah dipakai dan
rumahnya kosong tak terawat. Rumah ini bahkan dianggap berhantu karena sering terdengar suara-suara
aneh seperti orang menangis atau kesakitan. Orang menganggap roh Yu Bin gentayangan di situ."
Giam Liong mengangguk-angguk. Segera ia teringat sebuah rumah kecil di dekat taman binatang.
Dulu tempat ini dijadikan ransum binatang alias tempat makanan hewan yang dipelihara istana. Rumput-
rumput kering atau sejenis padi-padian disimpan di situ. Akan tetapi setelah di rumah kosong ini sering
terdengar suara hantu dan penjaga ketakutan maka ransum binatang piaraan tak ditaruh di situ lagi dan
tempat itu benar-benar dikosongkan.
"Sekarang penuh debu dan sarang laba-laba, anyir dan berbau amis. Untuk apa ke sana hanya
membuat hidung terganggu saja."
"Tak apa," Giam Liong tersenyum. "Sifatnya hanya penyelidikan saja, ongya, dan untuk ini aku amat
berterima kasih."
Pembicaraan berhenti di tengah jalan. Lonceng di atas dinding berdentang menunjukkan waktu makan,
nyonya rumah bangkit dan buru-buru ke belakang. Lalu ketika muncul lagi mempersilakan tamunya maka
pelayan muncul dan meja itu segera terisi hidangan. Makanan lezat dan anggur manis membangkitkan selera.
"Ngobrol boleh ngobrol, sekarang ditunda dulu. Ayo kalian nikmati ini dan makan seadanya dulu."
"Benar," Tien Tien gembira berseru kepada Bi Hong. "Ini hari ulang tahun ayah, enci Bi Hong. Ibu
selamatan kecil khusus keluarga. Sekarang kalian datang, kebetulan sekali. Ayo sambar tapi aku ingin beri
dulu hormat kepada ayah!"
Gadis itu ternyata sudah akrab dengan Bi Hong dan semua terkejut mendengar ini. Jadi Yauw-ongya
berulang tahun? Maka ketika gadis itu meloncat dan menyalakan lilin, disusul kakaknya dan sang ibu maka
nyonya rumah tersenyum berkata,
"Memang benar, suamiku berulang tahun. Ini adalah ulang tahunnya keempatpuluh dan hari ini aku
sengaja masak sendiri untuk menyambutnya. Hayo ucapkan selamat dan nyalakan lilin!"
Kegembiraan meledak. Semua bangkit dan tertawa dan Tien Tien mencium pipi ayahnya. Yauw Hui
melakukan hal yang sama pula dan tampaklah bahwa hubungan ayah dan anak amatlah baik. Yauw Kam tak
mau kalah dan mencium pipi ayahnya dua kali, semua mengucapkan selamat ulang tahun. Dan ketika Yauw-
ongya tertawa mengucap terima kasih, Sin Gak dan lain-lain tentu saja menjura dalam maka di saat meniup
semua lilin mendadak lampu besar pecah.
"Darr!"
Semua terkejut dan mendongak. Entah kebetulan atau tidak lampu kaca itu hancur. Lampu ini tepat di
atas meja dan seekor tokek jatuh. Tubuhnya hangus dan gosong. Lalu ketika semua tertegun dan
membelalakkan mata, Yauw-hujin menjerit kecil maka kue tart yang tertimpa tokek tak jadi dimakan.
Binatang itu terbenam dan melesak ke dalam kue.
"Ah, kurang ajar. Susah payah membuat kue akhirnya tak dapat dimakan. Terkutuk!" Tien Tien
memaki tokek itu dan Giam Liong cepat mengambil dan membuang binatang ini. Lampu-lampu kecil masih
ada di situ dan menerangi ruangan ini. Sin Gak memandang ke atas namun kejadian ini rupanya tak
disengaja. Seekor lalat hijau terbang meninggalkan lampu yang pecah itu dan si tokek rupanya mengejar,
gagal dan akhirnya pecah sementara binatang itu hangus terbakar, Dan ketika semua menganggap peristiwa
ini gangguan tak disengaja namun membuat muram Yauw-ongya maka pangeran ini tak senang dan kue
ulang tahun terpaksa dibuang.
"Hm, menyesal sekali, buah karyamu tak dapat kunikmati. Maaf, isteriku, tak mungkin tamu-tamu kita
memotong kue ulang tahun."
"Sudahlah, tak apa," Hui Kiok murung namun berusaha tenang lagi, memaksa senyum. "Gangguan ini
di luar dugaan kita, suamiku, akan tetapi masih ada hidangan lain anggur dan arak. Mari, kau minum duluKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
460 dan kami mengiringi. Selamat ulang tahun!"
Yauw-ongya tersenyum dan mengangkat cawannya. Ternyata ulang tahun pangeran ini diperingati
sederhana saja dan itupun oleh keluarga sendiri. Tak ada yang datang karena memang tak ada yang
diundang. Namun ketika semua minum arak dan mencoba bergembira lagi mendadak muncullah seorang
perwira gemuk pendek, nyelonong membawa kado.
"Ongya, maafkan hamba. Kami para pengawalmu hanya dapat memberikan ini sekedar ucapan ulang
tahun. Harap diterima dan semoga panjang umur!"
"Ah, Ge-busu. Terima kasih, Ge Mok, kalian ingat juga ulang tahunku ini. Terima kasih dan salam
untuk semua bawahanmu!" Yauw-ongya terkejut namun menerima pemberian itu. Orang sudah menjura
hormat dan tertawa lebar, inilah pengawal atau komandan jaga Yauw-ongya. Melalui orang inilah Giam
Liong dan Sin Gak serta Bi Hong masuk. Maka ketika pangeran tertawa dan suasana menjadi hangat lagi,
kado dibuka terisi kue tart maka Yauw-ongya berseri mendapat pengganti.
"Ha-ha, kue ulang tahun. Bagus, kebetulan sekali!"
Ge-busu merasa girang dan Yauw-ongya memotong kue itu. Sebelum pengawalnya keluar tentu saja ia
memberi sepotong, yang lain dibagi dan diberikan tiga tamunya. Dan ketika kegembiraan berlanjut lagi maka
Ge-busu sudah minta diri sementara pesta kecil itu dinikmati Yauw-ongya dan anak isterinya, juga Giam
Liong. Lampu besar sudah dipasang yanp baru dan ruanganpun kembali terang-benderang. Dan ketika
makan minum berakhir menjelang waktu tidur maka Yauw-ongya mempersilakan tiga tamunya beristirahat,
tadi Giam Liong telah menerima bujukan tuan rumah untuk menginap di situ, paling tidak malam itu.
"Bi Hong biar bersama Tien Tien, cukup berdua. Sedang siauwhiap dan Sin Gak boleh pilih kamar di
samping."
Pesta berakhir. Giam Liong bangkit dan meninggalkan kursinya sementara Yauw Kam mengantar
tamu-tamunya sesuai kehendak sang ayah. Cepat sekali pemuda ini akrab dengan Sin Gak. Namun ketika
pemuda itu hendak diberi kamar di sebelah ayahnya maka Sin Gak menggeleng dan berkata,
"Aku hendak bicara dulu dengan ayahku. Silakan tidur dan nanti aku beristirahat."
"Baiklah, selamat malam, Gak-twako, selamat beristirahat. Kalau ingin sesuatu, panggil saja pelayan."
Giam Liong memandang puteranya ini, tertegun.
"Ayah tak keberatan kita bercakap-cakap sebentar, bukan?"
"Hm, kau hendak bertanya tentang keluarga ibumu?"
"Benar, dan aku penasaran. Tolong ayah ceritakan kalau tidak keberatan."
"Baiklah," Giam Liong membawa anaknya masuk. "Mari di dalam, Sin Gak, dan tutup pintu rapat-
rapat."
Sin Gak mengangguk dan sudah duduk berhadapan dengan ayahnya ini. Tak dapat disangkal bahwa ia
ingin mengetahui silsilah ibunya, paling tidak siapa kakeknya dari ibu dan siapa pula Kedok Hitam itu. Di
ruangan tadi ayahnya berkerut gelap, tanda sesuatu tak menyenangkan ayahnya ini dan Yauw-ongyapun
tampak kikuk. Tuan rumah dan ayahnya sama-sama terbawa kenangan buruk, kisah masa lalu. Dan karena ia
tak tahu peristiwa apa itu dan Majikan Hutan Iblis agaknya berhubungan dengan ini maka ia tak ragu
memandang ayahnya untuk minta diceritakan.
"Baru sekarang kutahu bahwa ibu berdarah bangsawan. Kau tak pernah bercerita tentang ini, ayah,
keluarga ibu tak jelas bagiku. Coba ceritakan dan siapa ayah dari ibu, siapa Coa-ongya itu, juga mendiang
Kedok Hitam."
"Hm, peristiwa buruk bagai mimpi mengerikan," sang ayah mulai dan menarik napas dalam. "Orang
yang kau sebut bukan lain adalah kakekmu juga, Sin Gak. Coa-ongya itu adalah ayah ibumu, begitu juga
Kedok Hitam."
"Ah, ibu mempunyai dua orang ayah?" Mana mungkin?"
"Kedok Hitam adalah gurunya....."Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
461 "Oh, begitu. Jadi ayah ibu sebenarnya seorang."
"Tidak, Kedok Hitam adalah juga ayah ibumu. Kedok Hitam ini adalah juga Coa-ongya, Sin Gak, jadi
dua orang itu satu karena mereka sama!"
Sin Gak tertegun, mengerutkan kening.
"Dengarlah," ayah bercerita. "Dulu dua puluh satu tahun yang lalu terjadi permusuhan hebat antara
aku dengan si Kedok Hitam, Sin Gak, ia manusia jahat yang keji dan yang membuat ayahmu seperti ini.
Permusuhan dimulai dari kakekmu Golok Maut, ayah dari ayahmu....."
"Hm, dan Kedok Hitam adalah ayah dari ibu?"
"Benar, ia kakekmu juga. Dan karena Kedok Hitam membunuh ayah ibuku maka ia kucari dan
kutuntut balas."
Sin Gak memandang ayahnya dengan tajam. Tiba-tiba ia menjadi ngeri karena peristiwa ini bertalian
dengan keluarga sendiri, tapi mengangguk minta ayahnya meneruskan ia tak memberi komentar.
"Baiklah, coba ayah lanjutkan."
"Kedok Hitam adalah samaran Coa-ongya, kakak tiri Yauw-ongya. Tapi karena waktu itu aku tak tahu
sama sekali maka terjalinlah hubunganku dengan mendiang ibumu."
"Hm, ibu tak tahu bahwa ayah memusuhi Kedok Hitam?"
"Tahu, Sin Gak, tapi yang tak ia ketahui adalah bahwa Kedok Hitam ayahnya juga."
"Menarik, coba ayah lanjutkan!"
"Ibumu adalah saorang wanita gagah yang lain dengan gurunya itu. Sepak terjangnya bahkan acap kali
menentang gurunya sendiri. Dan ketika semua berakhir dengan keberhasilanku membunuh musuhku maka di
situlah baru diketahui bahwa Kedok Hitam adalah sekaligus ayahnya."
"Hm, hebat sekali, tentu mengerikan. Apa yang dilakukan ibu setelah itu, ayah, tentu ia marah besar!"
"Benar, dan untuk itu ia membuntungi lenganku ini."
Sin Gak tertegun, baru kali ini mendengar itu. Ibu...... ibu yang membuntungi lenganmu itu? Jadi
bukan orang lain?"
"Benar, Sin Gak, bahkan waktu itu golok ibumu menuju leherku. Kalau pamanmu Han Han tidak
menangkis tentu waktu itu aku binasa."
Sampai di sini sepasang mata sang ayah tiba-tiba berkaca-kaca. Sin Gak dapat membayangkan itu dan
hatinya tergetar, tak terasa ia menjadi terharu dan memandang lengan ayahnya yang buntung. Lalu ketika ia
mendesah berlutut di kaki ayahnya ini tiba-tiba pemuda itu mengeluh dan menitikkan air mata.
"Ayah, kiranya begitu berat penderitaanmu waktu itu. Tak kusangka bahwa kau memusuhi ayah dari
kekasihmu sendiri. Kasihan pula ibu."
"Benar, iapun menderita. Kemarahannya kepadaku waktu itu dapat kumaklumi Sin Gak, dan waktu itu
aku juga pasrah dibunuh. Akan tetapi..... ah, pamanmu Han Han menyelamatkan aku dan sebagai gantinya
lenganku inilah yang menjadi tumbal. Golok Maut semakin berdarah."
"Jadi ayah dibuntungi golok ayah sendiri?"
"Benar, lewat tangan ibumu. Tapi setelah itu ibumu mengguguk dan menubruk aku. Sekian lama aku
dirawat, lalu ketika sembuh kami akhirnya menikah."
Sin Gak memejamkan mata. Baru sekian saja ia merasa tak tahan. Dapat dibayangkan betapa besar dan
berat penderitaan ayahnya. Tapi ketika ia membuka mata kembali segera ia teringat sesuatu dan ayahnya
menyuruhnya duduk lagi.
"Maaf, apa yang membuat ayah begitu benci kepada si Kedok Hitam."
"Ia keji, membunuh kakek dan nenekmu."Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
462 "Tapi kakek dan nenek mungkin melakukan sesuatu yang membuat Kedok Hitam membunuh mereka,
ayah, kalau tidak masa ia sekejam itu."
"Hm, jahanam ini bejat pada dasarnya. Ia buruk sejak muda, Sin Gak, dasarnya memang iblis. Coba
pantaskah seorang ayah hendak memperkosa puterinya sendiri!"
"Maksud ayah kakek hendak mengganggu ibu?"
"Ya, coba benarkan. Iblis atau bukan manusia semacam itu!"
Sin Gak terbelalak. Sungguh tak di sangka kalau sejauh itu seorang ayah bersikap kepada puterinya
sendiri. Maka ketika ia mendesah dan mengangguk geram iapun tak membela lagi Kedok Hitam ini.
"Kalau begitu benar-benar jahat, tapi kenapa ia hendak melakukan itu. Apakah otaknya sudah gila."
"Ia marah sekali kepada ibumu yang membela aku habis-habisan, tapi betapapun tak pantas seorang
ayah melakukan itu!"
"Hm, benar, bejat sekali. Lalu sekarang informasi apa yang kau dapat dari Yauw-ongya, ayah,
maksudku si Yu Bin itu. Apakah benar ia adik kandung Kedok Hitam."
"Agaknya begitu, dan aku akan menyelidiki rumah kosong di taman binatang belakang istana."
"Berarti ia pamanmu....."
"Paman dari ibumu!"
"Benar, tetapi kakekku juga. Ah, hidup begini rumit, ayah, tali-temali begitu membelit. Tapi
kebenaran harus ditegakkan. Baiklah, kapan ayah ke sana dan bolehkah aku ikut!"
Giam Liong berseri. Ia melihat kekerasan di wajah puteranya ini dan gembira. Kalau benar Majikan
Hutan Iblis itu adik kandung Coa-ongya maka ia adalah kakek luar puteranya. Berarti cucu akan berhadapan
dengan kakeknya. Dan ketika ia girang bahwa puteranya tak tepengaruh hubungan keluarga itu, ikatan darah
di pihak isterinya maka Giam Liong segera menjawab bahwa malam ini adalah saat yang tepat untuk pergi
menyelidik.
"Besok kita harus pergi dari sini, malam ini kuputuskan untuk menyelidik. Kalau kau ikut tentu saja
amat baik. Mari kita keluar dan jangan sampai membuat berisik!"
Sin Gak mengangguk. Sang ayah sudah memberi sekilas cerita dan itu cukup, ia telah mengetahui
intinya. Maka begitu mereka berkelebat dan melayang keluar jendela, bergeraklah ayah dan anak menuju


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

belakang istana tiba-tiba berkelebat bayangan lain dan Bi Hong telah menyusul mereka.
"Sin Gak....!"
Pemuda ini terkejut. Dia dan ayahnya telah berlari di atas wuwungan ketika tiba-tiba saja seruan itu
memanggil. Bi Hong berkelebat dan telah berdiri di dekat mereka. Dan ketika Sin Gak terkejut namun
girang, sang ayah menoleh dan tersenyurn maka Giam Liong tiba-tiba melanjutkan larinya mengerahkan
ilmu meringankan tubuh..
"Bagus, semakin baik. Ayo ajak Bi Hong sekalian, Sin Gak, tak apa bertiga menyelidiki tempat itu.
Mari, cepat ke sana!"
Sin Gak menyambar lengan kekasihnya ini. Ia bertanya apakah Tien Tien tak mengetahui
kepergiannya, karena Bi Hong satu kamar dengan gadis itu. Namun ketika dengan tersenyum Bi Hong
menggeleng maka gadis ini menjawab bahwa temannya sudah tidur.
"Tien Tien kuusap belakang tengkuknya, mengantuk. Ia tak akan bangun sebelum aku kembali."
"Kenapa kau lakukan itu? Memangnya berbahaya untukmu?"
"Berbahaya apa,?" gadis ini tertawa. "Aku melakukan itu semata ingin mengikutimu, Sin Gak.
Ayahmu tadi telah bertanya dan pasti menyelidik. Nah, kau tentu ikut ayahmu dan aku ikut kau!"
"Ha-ha, dasar cerdik. Dugaanmu memang benar, Bi Hong, aku penasaran bertanya kepada ayah. Dan
hmm, ada hal-hal tidak kuduga yang kudapat dari ayah."Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
463 "Tentang apa."
"Kisah ibuku, atau lebih tepat keluarganya. Dan......"
"Dan kau berdarah bangsawan. Aku juga tidak menyangka ini, Sin Gak, jelek-jelek kau keturunan
pangeran melalui ibumu!" Bi Hong memotong dan gadis itu tertawa. Akan tetapi Sin Gak mendesah kecewa,
tersenyum pahit.
"Tidak seperti yang kau duga. Darah di tubuhku bisa kotor oleh kebangsawanan itu, Bi Hong, justeru
aku tak senang."
"Eh, kenapa begitu?"
"Hayo kejar ayah dan lihat ia menghilang!" Sin Gak menarik lengan kekasihnya ini untuk mengejar
sang ayah yang sudah jauh di depan. Giam Liong melompat turun kemudian berlari di antara lorong-lorong
gelap, hapal dan rupanya sudah biasa memasuki istana karena Naga Pembunuh ini memang tidak asing lagi,
Dulu ketika ia mencari Kedok Hitam segala lika-liku istana dihapal, maka Sin Gak menyusul dan tak mau
kehilangan ayahnya pemuda ini sudah menyeret kekasihnya setengah paksa, tak menjawab itu.
"Tunggu, jangan buru-buru. Kita atur jarak, Sin Gak, perlahan saja. Kalau kita mau dapat saja kita
melampaui ayahmu. Ceritakan kenapa kau tak senang mendengar kebangsawananmu tadi!"
"Hm, siapa senang kalau aku cucu si Kedok Hitam. Orang itu ternyata jahat dan keji, Bi Hong, lebih
baik aku menjadi cucu seorang gembel saja!"
"Eh, kenapa begitu. Coba ceritakan itu!"
Sin Gak lalu menceritakan apa yang didengar dari ayahnya. Tanpa perlu menutupi rahasia itu. Dan
ketika gadis ini tertegun membelalakkan mata maka Bi Hong tak berani memberikan komentar.
"Lihat, apa senangnya menjadi cucu Coa-ongya. Kalau Coa Yu Bin itu betul adik kandungnya maka ia
kakek luarku, Bi Hong, paman-kakek karena adik kakekku si Kedok Hitam."
"Hm-hm, begitu kiranya, dan agaknya setali tiga uang. Kedok Hitam dan Majikan Hutan Iblis ini
sama-sama jahat, Sin Gak. Kalau benar ia paman-kakekmu maka sepak terjang dan sifat-sifatnya tidak jauh
berbeda dengan mendiang Kedok Hitam."
"Ya, tapi ayah akan menyelidiki. Titik terang telah mulai tampak, tapi siapapun adanya dia harus tetap
Legenda Kelelawar 3 Mahesa Edan 3 Rahasia Si Bungkuk Berjubah Putih Peperangan Raja Raja 18
^