Pencarian

Tapak Tangan Hantu 17

Tapak Tangan Hantu Karya Batara Bagian 17


Cheng dan Bi Hong. Aku bertanya suka, bukan cinta. Nah, siapa yang lebih kau suka di antara dua gadis
ini!"
Sin Gak mengerutkan kening. Ia tak tahu apa maksud ayahnya tapi diam-diam mencari jawaban juga.
Kalau mau jujur maka ia lebih suka Bi Hong, bukan apa-apa melainkan semata karena mereka sudah
berkenalan agak lama. Dengan Giok Cheng pertemuannya dimulai di Hek-yan-pang, itupun diawali dengan
kesan yang kurang enak karena gadis itu berkesan angkuh. Adanya Su Giok membuat suasana lebih tak
bersahabat lagi, apalagi setelah ia di serang dan ayahnya dimaki-maki. Maka menarik napas dalam dan
berkata sejujurnya iapun menjawab bahwa ia lebih suka gadis itu.
"Aku lebih suka Bi Hong, tapi bukan berarti membenci Giok Cheng."
Wajah sang ayah tergetar. Giam Liong menekan perasaannya yang tertusuk sedikit tapi pria inipun
sudah menguasai hatinya lagi. Dari situ ia mendapat kesimpulan bahwa tali perjodohan rupanya sukar
dipertahankan lagi. Mana mungkin memaksa anaknya kalau lebih menyukai gadis lain. Maka mengangguk
dan bangkit berdiri tiba-tiba ia berkata, "Baiklah, kita cari gadis itu, Gak-ji. Agaknya ia memang lebih cocok
untukmu daripada Giok Cheng!"
"Sin Gak terkejut. Tak disangkanya sang ayah begitu ringan dan tiba-tiba menyuruhnya mencari Bi
Hong. Entah bagaimana tiba-tiba hatinya berdesir, ada rasa nikmat dan bahagia. Tapi karena ia belum tentu
mencintai gadis itu dan masalah cinta benar-benar hendak diputuskannya secara hati-hati maka ia
menggeleng dan bertanya.
"Kenapa ayah menyuruhku seperti itu. Bukankah sudah kukatakan bahwa kedua-duanya belum
kurasakan cinta."
"Benar, tapi aku ingin tahu kelanjutannya, Sin Gak, betapapun hal ini harus diputuskan. Bibimu Tang
Siu ngotot melepaskan tali jodoh, tapi pamanmu Han Han bersikeras mempertahankan. Aku tak mau
terombang-ambing, akupun harus mendapat kepastian. Dan kau dekatilah gadis itu untuk menentukan masa
depan!"
"Jadi ayah bermaksud mengikatku dengan Bi Hong kalau aku mencintainya?"
"Benar, Sin Gak, dan kita tak perlu lagi mengingat keluarga Hek-yan-pang. Aku tak enak karena
betapapun pamanmu Han Han seperti saudaraku sendiri!"
"Hm, cinta tak dapat dipaksa......"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
414 "Aku tidak memaksa!"
"Tapi kau menghendaki aku mencari gadis itu, ayah, berarti menyuruhku mencintainya!"
"Ha-ha, goblok. Seribu kali aku menyuruhmu kalau kau sendiri tak ada cinta tak mungkin berhasil, Sin
Gak. Aku sebagai orang tua hanya ingin melihat perkembanganmu, melihat bentuk atau model cintamu. Nah,
ini yang membuatku ingin tahu dan penasaran tadi!"
Sin Gak tiba-tiba tersenyum, kemerahan. "Ayah hendak melihatku dari Ego atau Hati?"
"Ya, itu!"
"Akan kubuktikan, tapi tentu dari Hati. Baiklah kita cari Bi Hong tapi ayah jangan kecewa kalau nanti
perkembangannya lain."
"Maksudmu?"
"Misalnya saja perasaanku hanya sebatas suka, bukan cinta."
"Baik, aku tahu, Gak-ji, dan tiba-tiba kulihat betapa kau benar-benar sudah dewasa. Ah, kau bukan
anak kecil lagi!" lalu ketika Giam Liong menepuk puteranya bangkit berdiri segera ia berkelebat
meninggalkan hutan di luar dusun itu, tertawa, disusul puteranya dan habislah percakapan tentang ikatan
jodoh itu dan Giam Liong benar-benar menyerahkan sepenuhnya urusan kepada puteranya. Percekcokan di
Hek-yan-pang tak mengenakkan hati dan Naga Pembunuh ini diam-diam mendongkol. juga. Kalau saja tak
ada Han Han di sana tentu ia menerima tegas. Gadis lain juga masih banyak! Maka ketika percakapan itu
selesai dan ia ingin melihat gerak-gerik puteranya maka Giam Liong membawa puteranya ini ke Hutan Iblis.
"Sambil mencari gadis itu kita ke Hutan Iblis. Di sanalah dulu jahanam itu bercokol pertama kalinya!"
Pemuda ini mengangguk saja. Bergerak di samping ayahnya mengikuti berlari cepat ia tak banyak
bicara lagi. Sekarang mukanya tiba-tiba memerah. Ia telah bicara begitu ceplas-ceplos masalah cinta.
Untunglah karena ayahnya dapat menerima dan cukup terbuka iapun tak perlu begitu malu. Bahkan ia
beruntung ayahnya memberi kebebasan, sekarang ia tak terikat lagi. Dan ketika mereka meluncur dan lenyap
di luar dusun itu maka Sin Gak melamun membayangkan wajah Bi Hong yang cantik jenaka itu, gagah dan
berkepandaian tinggi tapi wajah lain tiba-tiba muncul. Giok Cheng! Itulah wajah seorang dara yang tak kalah
cantik namun bersikap angkuh. Agaknya sebagai puteri ketua Hek-yan-pang membuat gadis itu merasa diri
lebih tinggi, apalagi setelah menjadi murid nenek sakti Hek-i Hong-li. Betapa bedanya dengan Bi Hong
lincah dan suka meledek dengan sekali waktu membanting-banting kaki. Sin Gak tersenyum dan tiba-tiba
berdebar lagi. Siapakah yang dia cinta di antara dua gadis ini? Bi Hong? Agaknya begitu. Namun tangannya
merogoh saputangan Giok Cheng dan cukilan dinding kamar, tergetar dan menghentikan lamunan dan tiba-
tiba ayahnya berseru keras mempercepat gerakannya. Ada dua kepulan asap di depan. Dan ketika ia bergerak
dan cepat langkahnya maka mereka mengejar dan bayangan dua gadis itupun buyar.
-0- Tak ada yang mereka dapatkan dari dua kepulan debu tersebut. Sin Gak mengimbangi ayahnya dan
bersikap asal berendeng membuat mereka kehilangan jejak. Sang ayah penasaran. Dan ketika betul-betul dua
kepulan debu itu lenyap dan mereka tak mendapatkan apa-apa maka Naga Pembunuh ini menghentikan
langkahnya dan merasa kaget serta heran.
"Tak biasanya aku gagal mengejar seseorang. Ibliskah itu tadi!"
Sin Gak tak tertarik, masih acuh. "Untuk apa mencari mereka, ayah, mungkin hanya serombongan
piauwsu (pengantar barang)."
"Apalagi mereka Kalau hanya serombongan piauwsu tentunya justeru dapat kita kejar, Gak-ji.
Tidakkah kau merasa heran dan ganjil tentang ini. Kepulan debu itu lenyap!"
"Sudahlah, bukankah kita akan ke Hutan Iblis. Masa hendak membelokkan kaki hanya untuk urusan
tak jelas."
"Aku penasaran tak mampu mengejar itu. Mereka menghilang begitu saja seperti siluman. Aku
tertarik!"
Akan tetapi Sin Gak tak menaruh perhatian. Setelah mereka berhenti dan lamunan kembali kepadaKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
415 wajah-wajah cantik itu maka Sin Gak tak memperdulikan sekeliling. Ia menikmati kesendiriannya dalam
bayang-bayang dua gadis itu. Tapi ketika ayahnya menarik lengannya dan menuding ke kanan mendadak
kepulan debu itu tampak lagi.
"Itu, di sana!"
Sang ayah berkelebat. Sin Gak terkejut lalu mengikuti pula, sebenarnya ia dapat bergerak lebih cepat
akan tetapi sengaja ia tak mau meninggalkan ayahnya ini. Ilmu lari cepatnya Sian-eng-sut akan mampu
membuatnya melampaui semuanya, kalau perlu ia dapat menyamai kecepatan cahaya! Maka ketika ia
bergerak agak ogah-ogahan dan mengikuti asal jadi ternyata di luar hutan mereka kehilangan jejak lagi.
Giam Liong tertegun dan berhenti menghadapi puteranya ini.
"Lihat, tidakkah kau merasa aneh. Orang itu lenyap lagi, Gak-ji, apakah ia siluman. Tidak dapatkah
kau menyusulnya dan mencari tahu siapa dia. Aku curiga!"
Sekarang Sin Gak membuang lamunannya. Iapun terkejut dan merasa aneh bahwa kejaran ayahnya tak
membawa hasil. Ayahnya ini sudah dinilainya berkepandaian tinggi dan cukup. Maka terkejut bahwa
kepulan debu itu lenyap lagi akhirnya iapun tertarik dan penasaran juga.
"Coba ayah tunggu sebentar di sini, aku akan melihat dari atas pohon."
Giam Liong mengangguk. Puteranya lenyap dan tahu-tahu berada di pucuk dedaunan paling tinggi.
Iapun tak, mau kalah dan meloncat pula ke atas. Tapi ketika ia hanya berada di bawah puteranya dan melihat
betapa tubuh puteranya tak bergoyang di atas daun kecil itu maka iapun menjadi kagum dan saat itu pemuda
ini berseru,
"Ia di sebelah selatan!"
Sang pemuda menyambar ke bawah. Bagai rajawali saja tahu-tahu pemuda ini meluncur turun, sang
ayah ditarik dan berkelebatlah pemuda itu menuju selatan. Hampir Giam Liong berteriak kaget tak
menyentuh tanah, tubuhnya melayang diangkat puteranya dan saat itulah Sin Gak mendemonstrasikan
kepandaiannya di depan sang ayah. Inilah Sian-eng-sut alias Ilmu Bayangan Dewa, melesat dan menyambar
bagai siluman saja. Dan ketikia tak lama kemudian kepulan debu itu tampak lagi dan samar-samar Giam
Liong melihat dua orang di sana maka pendekar ini terkejut karena kalau tidak salah lihat di depan itu
berkelebat seorang pemuda tinggi besar menggandeng seorang lain yang perawakannya sedang, entah laki-
laki atau perempuan ia kurang jelas.
"Cepat, siapa mereka itu. Hebat sekali ilmu meringankan tubuhnya, Gak-ji, seperti kau saja. Sepasang
kakinya seakan tak menyentuh tanah!"
Sin Gak membelalakkan mata. Akhirnya dengan Sian-eng-sut ia mampu mengejar. Jarak sudah
diperpendek tapi tiba-tiba pemuda tinggi besar itu menoleh. Rupanya ia mendengar atau tahu dikejar orang
lain, terbukti menggeram dan teman di sebelahnya itupun menoleh. Tapi begitu orang kedua ini menjerit
bertemu Giam Liong, Naga Pembunuh terkejut dan heran melihat seorang pria pesolek berusia tigapuluhan
tahun mendadak pemuda raksasa bermuka hitam itu menggerakkan tangan ke belakang dan berhamburanlah
benda-benda putih kecil seperti serpihan tulang.
"Trik-trik-trikk!"
Giam Liong terkejut dan berteriak keras ketika ia menangkis benda-benda ini. Ia terlempar dan kalau
saja tangannya tidak berpegangan Sin Gak mungkin ia terbanting ke belakang. Serpihan tulang itu
menyambarnya begitu kuat dan tajam hingga ujung bajunya robek. Baru serpihan tulang saja ia hampir
celaka. Dan ketika Sin Gak mengebutkan lengannya dan runtuhlah serpihan yang lain maka raksasa muda itu
terkejut tapi temannya rupanya mengajaknya cepat-cepat pergi.
Sin Gak tertegun. Lawan telah meneruskan larinya lagi dan sang ayah mengusap keringat. Ia tergetar
melihat sinar buas pada pandang mata lawannya itu, seperti singa jantan sedang kelaparan saja. Dan ketika
ayahnya juga bergidik dan mengebutkan pakaiannya dari debu, turun kembali maka Giam Liong juga seram
oleh sikap dan pandang mata buas pemuda tinggi besar itu.
"Iblis, pemuda itu luar biasa sekali. Ia begitu dingin dan tak berperasaan!"
"Hm, perlukah kita teruskan pengejaran," Sin Gak ragu dan khawatir memandang ayahnya ini. "Kita
tak kenal-mengenal dengan mereka, ayah. Tak enak juga rasanya memburu orang. Kita di pihak salah."
"Si pesolek itu...." Giam Liong menuding dan mengingat-ingat. "Ia tampaknya ketakutan melihat aku,Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
416 Gak-ji, serasa ku kenal. Entah siapa dan rasanya pernah, lihat wajah itu!"
"Kalau begitu perlukah dikejar lagi."
"Kupikir begitu, tapi hati-hati, jangan terlampau dekat!"
"Baiklah," pemuda ini mengangguk., "Kalau begitu mari kejar mereka, ayah, tapi hati-hati jangan
menangkis lagi. Biarkan aku saja."
Sang ayah mengangguk. Masih terasa oleh pendekar ini betapa telapaknya pedas dan seakan pecah.
Sungguh tak disangkanya raksasa muda tadi demikian hebat tenaganya. Serpihan tulang yang tipis dan kecil-
kecil itu seakan tombak-tombak pendek yang menghantam kuat. Ia tergetar namun juga penasaran, ada
perasaan marah di hati. Dan ketika puteranya bergerak dan ia kembali diangkat, itulah satu-satunya cara
mengikuti Sian-eng-sut maka mereka akhirnya melihat dua orang itu lagi namun jaraknya sudah amat jauh.
Lawan rupanya mengerahkan semua kepandaiannya dan bergerak secepat kilat menyambar.
"Hm, aku tak akan mampu memperpendek jarak lagi. Dengan ilmu lari cepat ini kita tak mungkin
mendekati mereka, ayah. Satu-satunya jalan harus melalui Jin-seng-sut. Coba masukkan tanganmu ke saku
bajuku dan harap ayah pejamkan mata!"
Giam Liong terbelalak. Ia telah melihat puteranya berjuang mati-matian akan tetapi jarak di antara
mereka benar-benar tak dapat diperpendek lagi. Di sini terjadi adu ilmu lari cepat dan Giam Liong benar-
benar takjub bukan main. Tubuh puteranya melesat seperti bayang-bayang akan tetapi lawan di depan juga
tak kalah hebatnya. Pemuda itupun hanya merupakan titik hitam dan tiga kali nyaris lenyap. Hanya karena ia
membawa seseorang maka ilmu lari cepatnya agak terganggu, terlihat dan dikejar lagi namun Sin Gak tak
lebih dari itu. Jarak mereka tetap jauh. Maka ketika tiba-tiba pemuda ini hendak mengerahkan Jin-seng-sut
dan itulah kesaktian berbau sihir, Giam Liong tergetar maka tiba-tiba saja pendekar ini memejamkan mata
dan memasukkan tangannya ke saku baju puteranya.
"Baiklah, hati-hatilah, anakku. Betapapun orang di depan itu amat luar biasa sekali dan rupanya
berbahaya dan ganas!"
Sin Gak tak menjawab ini. Ia sebenarnya tegang dan kaget serta marah. Selama ini belum pernah ia
mengeluarkan Jin-seng-sut karena cukup dengan Sian-eng-sut saja ia mampu berkelebat secepat cahaya.
Akan tetapi raksasa muda di depan itu, ah! Ia teringat sesuatu dan mengeluarkan keringat dingin. Apakah itu
seorang murid dari Ngo-cia Thian-it lagi? Sudah empat orang muncul sekarang ini, lima dengan Majikan
Hutan Iblis yang diduga sebagai pewaris Te-gak Mo-ki. Maka ketika tiba-tiba ia menjadi penasaran dan
marah serta gemas iapun tiba-tiba meledakkan tangannya dan pemuda ini lenyap berubah sebungkus asap
menerjang ke depan, cepat bukan main.
"Aiihhhhh.....!" sang ayah terpekik dan kaget. Bukan apa-apa melainkan karena saat itu pendekar
inipun lenyap menjadi sebungkus asap putih, tak berbobot dan saat itulah Giam Liong teringat dibawa
terbang Song-bun-liong si kakek gagah perkasa. Ia mengalami hal serupa dengan puteranya ini dan tidak
memiliki berat tubuh lagi. Ia seakan sukma melesat dengan amat cepat sekali, begitu cepat hingga tahu-tahu
sudah menyusul raksasa muda itu. Tapi ketika puteranya melewati lawan dan jelas dua orang itu kaget bukan
main, si pesolek berteriak nyaring maka pemuda tinggi besar itu menepukkan tangannya dan....... blarr,
lenyaplah pemuda itu menjadi sebungkus asap hitam menerjang puteranya.
"Wusshh!"
Sin Gak mengelak dan terkejut mengangkat tangan kiri ke atas. Lawan menyambar dan menembus
tubuh mereka dan Giam Liong terbelalak ngeri. Begitu saja tubuh mereka dilewati dan lolos, lawan sudah
berkelebat dan meluncur ke depan. Dan ketika pemuda itu tertawa bergelak dan pendekar ini mengusap
keringat dingin maka Sin Gak membentak dan mengejar lagi.
"Kalian berdua berhentilah!"
"Ha-ha, kalian berdua kejarlah lagi. Ayo, kau tentu Sin Gak adanya, dan itu ayahmu Giam Liong, ha-
ha!"
Ayah dan anak terkejut sekali. Ternyata mereka sudah dikenal dan Giam Liong tiba-tiba teringat siapa
lelaki pesolek seperti wadam itu. Inilah Siauw Hong, orang yang dulu menculik puteranya itu. Maka ketika
ia membentak dan berseru keras segera ia memberi tahu puteranya bahwa banci itu adalah tangan kanan
Majikan Hutan Iblis.
"Dia Siauw Hong, penculikmu dulu. Ah, benar, ingat aku. Dia Siauw Hong, Gak-ji, orang yang duluKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
417 membawamu lari itu. Kejar, tangkap mereka!"
Akan tetapi Sin Gak membelalakkan mata. Setelah ia mengeluarkan Jin-seng-sut dan lawan membalas
serta mengeluarkan ilmu yang sama maka yakinlah dia bahwa pemuda seperti raksasa itu adalah murid di
antara dua supeknya, entah Te-gak Mo-ki atau Mo-bin-jin. Maka membentak berseru keras tiba-tiba tangan
kanannya bergerak melepas Pek-mo-in-kang.
"Berhenti, sebutkan dirimu dan dari mana kau mencuri Jin-seng-sut!"
"Ha-ha, tak usah sombong. Hari ini aku terburu-buru, Sin Gak, tak ada waktu untuk melayanimu.
Pergilah dan jangan kira aku takut........ desss!" lawan membalik dan mengibaskan tangan kanannya pula dan
bertemulah Pek-mo-in-kang dengan asap hitam bergumpal-gumpal. Asap itu meledak dan pecah dan Sin Gak
terhuyung. Lawan lari lagi dan si pesolek begitu ketakutan. Ia meminta agar meninggalkan ayah dan anak ini
dan raksasa muda itu mengangguk. Setelah Sin Gak melewati kepalanya maka ayah dan anak sama-sama
melihat wajah hitam mengkilap dari seorang pemuda yang usianya tak lebih dari dua puluh lima tahun.
Hidungnya pesek dan bibirnya tebal sementara bola matanya sebesar jengkol, melotot dan kemerah-merahan
dan wajah itupun cukup membuat ngeri orang yang melihat. Belum bentuk kaki dan lengan yang besar-besar,
betis sebesar kepala anjing dengan lengan berotot melingkar-lingkar. Pemuda ini benar-benar raksasa muda
yang dahsyat dan siapapun ngeri berhadapan dengannya. Matanya yang bulat melotot itu tak pernah
berkedip, biji matanya seakan hendak meloncat keluar dan pemuda ini benar-benar buruk dan menyeramkan.
Sepasang matanya ganas menyambar dan bibir itu tak bisa merapat, memperlihatkan giginya yang kuning
dekil dan berbau. Tawanya membawa uap busuk hingga Giam Liong menutupi hidung. Sin Gakpun hendak
muntah-muntah. Namun karena si pesolek adalah Siauw Hong dan Sin Gak tentu saja merasa
berkepentingan, itulah tangan kanan Majikan Hutan Iblis maka pemuda ini tiba-tiba berkata kepada ayahnya
apakah dia boleh bergerak sendirian dulu, ayahnya diturunkan di situ.
"Aku tak bebas kalau bersama ayah, bagaimana kalau ayah turun dan aku mengejar sendiri."
"Baik, turunkan aku. Melihat si banci itu tiba-tiba darahku mendidih, Sin Gak, hadapilah raksasa itu
biar Siauw Hong bagianku."
Sin Gak melepaskan ayahnya. Ia melempar ayahnya tinggi-tinggi ke udara sementara tubuhnya
melesat dua kali lebih cepat. Tanpa ayahnya lagi tentu saja gerakannya lebih luar biasa, lawan terkejut ketika
tahu-tahu ia telah berjungkir balik dan turun di depan lawannya ini. Lalu ketika raksasa itu terpekik
menghantam Sin Gak maka pemuda ini menyambut dan kali ini dua tangannya maju mendorong.
"Bressss!"
Dua cahaya hitam putih meledak amat dahsyat. Udara tertutup gumpalan asap dan raksasa muda itu
terpelanting, ia tak kuat menghadapi dua lengan Sin Gak yang maju berbareng. Dan ketika ia melengking
dan suaranya dahsyat memekakkan telinga, Sin Gak berkelebat maka ia telah berdiri di depan lawannya
dengan mata bersinar-sinar.
"Kau murid supek Mo-bin-jin, bagus, aku telah mengetahui."
"Dan kau murid jahanam Sian-eng-jin. Keparat, terima pukulanku, Sin Gak, kami telah tahu bahwa
kau memiliki Pek-mo-in-kang. Harghhhhh........!" raksasa itu menubruk dan menggeram amat marah. Ia telah
dihalangi dan tak mungkin lari, mau tidak mau harus berhadapan dulu dengan lawannya ini dan Sin Gak
berkelit. Dan ketika si raksasa membalik dan tertawa mendorong dua tangannya lagi maka Sin Gak
membungkuk dan menerima pukulan lawan sekaligus menjajal dan mengetahui tingkatannya.
"Desss!"
Pemuda ini bergoyang-goyang akan tetapi lawan terjengkang dan bergulingan. Hawa dingin Pek-mo-
in-kang menyergap lebih kuat dan raksasa itu menggigil kedinginan, ia harus melempar tubuh dan kaget
sekali. Namun ketika ia meloncat bangun dan mencabut senjatanya, sepasang gada hitam maka tawanya
menggetarkan gunung ketika menerjang dan tidak banyak bicara lagi. Sin Gak menutupi hidung melawan
rasa muntah. Busuk sekali, bau mulut pemuda itu.
"Ha-ha...... hyahhh! Terima dan Mampus kau, bocah. Mari kuremukkan kepalamu dan mana si tua
bangka Sian-eng-jin........ blaarrr!" api memuncrat disusul ledakan amat kuat. Batu hitam di belakang Sin
Gak hancur lebur ditimpa gada itu dan selanjutnya senjata ini menyerang lagi. Angin sambarannya menderu
bagai topan dahsyat, tenaga ayunannya juga dahsyat mengerikan sanggup menghancurleburkan bukit. Dan
ketika dari senjata itulah Sin Gak mengenal lawannya, inilah ciri-ciri murid Mo-bin-jin maka pemuda itu
mengelak maju mundur dan kedua tangannya menerima dan membalas dengan pukulan-pukulan dingin
Awan Iblis. Pukulan ini didapatnya dari latihan terakhir tapi yang lebih hebat lagi adalah warisan tenagaKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
418 gurunya itu. Si raksasa berteriak dan terjungkal ketika gada bertemu telapak tangan. Ada tenaga dorong amat
kuat memukul balik senjata hitam legam itu, membuat pemiliknya terpelanting akan tetapi raksasa ini hebat
sekali. Ia bergulingan meloncat bangun menyerang lagi, dua kali Sin Gak menampar pundaknya akan tetapi
lawan tak merasa apa-apa. Nyata lawan memiliki tubuh kebal berkat latihan yang matang. Namun karena
hawa dingin pukulan itu menembus tulang sumsum, si raksasa menggigil maka setelah meloncat dan


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyerang lagi hawa dingin itupun punah dan Sin Gak kagum akan daya tahan lawannya ini.
"Kau suteku, tapi sute murtad. Heh, ini suhengmu Thai Bang Kok Hu, Sin Gak, tak tahu hormat
menyerang saudara tua dan serampangan saja. Berhenti, atau mampus kau!" gada meledak menyambar batu
hitam dan Sin Gak berkelebat dengan amat cepat ke belakang punggung. Ia penasaran juga akan kehebatan
lawannya ini dan memencet tulang belakang. Di situ ia mengeraskan jarinya menotok jalan darah Yang-ce-
hiat, biasanya orang akan roboh dan merasa tulang serasa dilolosi, terbakar. Tapi ketika lawan hanya
menggeliat dan lagi-lagi membalik dan menghantamnya akhirnya pemuda ini mengerutkan keningnya juga.
Hebat memang raksasa ini. Gerak-geriknya mengingatkan Sin Gak akan cerita gurunya tentang
supeknya nomor dua, Mo-bin-jin. Kira-kira seperti inilah sepak terjang supeknya itu, kasar dan buas namun
berbahaya dan mematikan. Kalau bukan dia yang menerima dan menyambut pukulan gada itu tentu remuk.
Senjata di tangan lawannya ini menderu dan berkesiur amat dahsyat merobohkan apa saja. Batu dan segala
macam pasir berhamburan, tempat itu sudah penuh debu dan ini justeru berbahaya karena di balik debu dan
segala yang menghalang pandangan itu dapat saja gada mengerikan itu menimpa kepala. Untunglah dengan
kepandaiannya mengelak dan berkelebatan cepat ia mampu menghindar, Sin Gak memiliki sepasang mata
tajam untuk melihat gerak-gerik lawannya itu. Dan ketika ia berkelebatan dan satu ketika menerima pukulan
gada maka Sin Gak terdorong dan harus diakui bahwa lawan benar-benar bertenaga gajah.
"Plak!" telapaknya terasa panas menyambut benda berat itu. Ia telah mengerahkan Pek-mo-in-kangnya
untuk menerima pukulan itu, tetap saja tergetar dan lawan tertawa tergelak-gelak. Tawa itu menyemburkan
bau luar biasa yang mengharuskan pemuda ini menahan napasnya. Tapi ketika Sin Gak maju kembali dan
mainkan Silat Bayangan Dewa maka lawan tak dapat tertawa lagi karena dengan gerakan cepat ia berkelebat
dan mengirim atau membalas pukulan lawan dengan tepukan atau tamparan, totokan dan sikutan dan semua
itu tentu saja dengan pengerahan Pek-mo-in-kang. Dari lengan pemuda ini muncul uap dingin yang kian
tebal, udara di sekitar mereka perlahan-lahan beku dan daun-daun pohon menjadi kaku. Sambaran gada tak
lagi dapat menggoyangkan pucuk-pucuk daun di atas, raksasa itu terbelalak dan merah mukanya dan tiba-
tiba ia membentak. Tangan kirinya bergerak menyambarkan benda-benda putih berkilau, senjata gelap
berupa serpihan tulang-tulang mengerikan itu. Namun ketika Sin Gak mengibas dan meruntuhkan semua itu
maka lawan melotot dan menjadi gusar.
Akan tetapi bukan hal mudah bagi Sin Gak untuk mengalahkan lawannya ini. Meskipun tamparan atau
tepukannya mendarat di tubuh lawan akan tetapi raksasa itu memiliki kulit dan daging yang atos. Berapa kali
tamparannya mental bertemu tubuh seperti karet, meskipun lawan meringis tak tahan disambar hawa
dinginnya. Dan ketika mereka bertanding sama-sama cepat dan saling ngotot untuk memperoleh
kemenangan maka di tempat lain si wadam bertemu Giam Liong.
"Hm!" Giam Liong berapi memandang lawannya ini. "Sekarang aku ingat semua, Siauw Hong.
Kaulah orang pertama yang menjadi gara-gara. Serahkan kepalamu dan katakan di mana majikanmu!"
Si banci ini ngeri. Sinar putih berkelebat dan itulah Golok Maut yang berhawa menyeramkan. Melihat
golok itu dicabut seakan melihat dewa el-maut saja, si banci membalik dan lari. Tapi ketika Giam Liong
berkelebat dan membentak laki-laki ini maka golok menyambar dan si banci bergulingan minta tolong.
"Aduh, tolong, Kok Hu...... bret!"
Pundak laki-laki itu terbabat dan si banci berteriak ngeri. Ia bergulingan mendekati temannya dan si
raksasa terbelalak. Giam Liong mengejar dan membentak lawannya ini dan matanya bersinar membunuh.
Akan tetapi ketika lawan bergulingan dan mengelak serta meloncat bangun maka That Bang Kok Hu,
raksasa muda itu menangkis serangan Giam Liong, empat benda putih berkeredep menyambar.
"Mundur....... tring-tring-trangg!"
Giam Liong terkejut. Ia terhuyung oleh tangkisan tulang-tulang kecil itu namun Sin Gak membentak
menyerang lawan. Si banci berlindung dan berputaran di punggung temannya dan Giam Liong berhati-hati.
Raksasa itu kembali menangkis dan membuatnya mundur. Dan karena Siauw Hong berlari kucing-kucingan
licik menyelinap ke sana-sini maka sulit juga bagi Giam Liong menghajar lawannya.
"Jangan lari, pengecut. Ke sini, Siauw Hong, mana keberanianmu ketika menculik puteraku dulu.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
419 Ayo, jangan berlindung di belakang temanmu!"
Akan tetapi si banci sudah terlalu gantar menghadapi Golok Maut itu. Dua kali ia terbabat dan itu
cukup, diam-diam ia mengeluh. Dan karena satu-satunya jalan hanya berlarian di sekitar temannya, di situlah
Giam Liong ditangkis dan terpental akhirnya si banci ini berteriak agar temannya meninggalkan Sin Gak.
"Twa-heng akan marah kepadaku kalau kita tak segera datang. Tinggalkan saja mereka ini, Kok Hu.
Cepat kita pulang dan temui Twa-heng!"
Tingkah si banci ini memang mengganggu. Baik si raksasa maupun Giam Liong sama-sama tak
senang. Kok Hu terganggu karena pertandingannya dengan Sin Gak sementara Giam Liong tak berani terlalu
dekat karena timpukan tulang si raksasa membuat tangannya yang memegang golok perih sekali. Ia terkejut
karena telapaknya lecet. Dan ketika berkali-kali Siauw Hong mengganggu dan berteriak-teriak akhirnya
raksasa ini menggeram melepas tiga senjata rahasia ke arah pendekar itu.
"Mundur atau kau mampus!"
Giam Liong terkejut. Tiga sinar putih menyambar depan mukanya dengan cepat sekali, mata leher dan
dada. Padahal tadinya raksasa muda itu menimpuk atau selalu menyerang senjatanya. Maka ketika ia berseru
keras menangkis tiga tulang ini maka pendekar itu terkejut karena baru dua kali meruntuhkan dua senjata
rahasia mendadak goloknya terlepas dan benda ketiga meluncur cepat menuju dadanya.
"Tring-trang!"
Bukan hanya Giam Liong yang terkejut. Sin Gak, yang melihat betapa ayahnya menangkis tiga tulang
itu diam-diarn khawatir dan terkejut. Tak mungkin ayahnya menangkis tiga senjata rahasia itu, yang
dilontarkan dengan tenaga dahsyat dan batupun dapat berlubang. Seharusnya ayahnya mengelak dan
membuang diri. Maka ketika benar saja hanya dua senjata rahasia yang berhasil ditangkis, itupun membuat
telapak yang lecet menjadi pecah maka golok ayahnya terlepas dan sinar ketiga itu bercuit menyambar dada.
"Awas!" Sin Gak tak dapat berdiam diri. Ia membentak mengebutkan lengannya dan meluncurlah
pukulan jarak jauh menampar tulang itu. Akan tetapi karena sambitan itu amat kuatnya dan tulang hanya
bergeser miring maka benda ini akhirnya menancap di pundak sang ayah dan Giam Liong jatuh terduduk.
"Ha-ha-ha!" Thai Bang Kok Hu berjungkir balik meloncat mundur. "Lain kali kita bertemu lagi, Sin
Gak, atau ayahmu mampus!"
Raksasa itu terbang menyambar temannya. Ia telah merobohkan Giam Liong dan Naga Pembunuh ini
pucat. Cepat sekali pundak kirinya membengkak, hitam dan ia merasa nyeri yang hebat. Tulang itu ternyata
beracun. Tapi ketika Sin Gak meloncat mendekati ayahnya dan cepat mencabut tulang itu maka pemuda ini
menempelkan lengannya menyedot racun.
"Harap tahan napas dan tolak dari dalam. Kita harus cepat mengeluarkan racunnya, ayah. Jangan
berpikir yang lain!"
Sang ayah mengangguk. Giam Liong merasa tak ada artinya lagi di hadapan anak-anak muda
sekarang. Setelah ia dirobohkan pemuda tinggi besar itu dan Sin Gak menolongnya maka pendekar ini
mengeluh. Kepandaiannya sudah tidak berarti lagi di hadapan generasi baru, ia seakan begitu lemah dan
bodoh. Dan ketika ia memejamkan mata dan menolak racun akhirnya darah hitam keluar dari luka kecil itu,
darah yang mengeluarkan bau busuk. Lalu ketika ia bangkit terhuyung dengan wajah muram maka ia
memungut tulang kecil itu, terkejut karena tulang itu adalah potongan kecil dari tangan seorang bayi.
"Keji, sungguh iblis. Ternyata senjata rahasianya terbuat dari tulang anak kecil, Gak-ji, dan ia
merendamnya dengan racun. Ah, siapa dia dan hebat sekali!"
"Ia murid supek Mo-bin-jin. Lengkaplah sudah murid-murid Ngo-cia Thian-it, ayah. Semuanya sudah
keluar dan satu demi satu unjuk gigi. Ia berbahaya, dan aku belum dapat merobohkannya."
"Dan ia bersama Siauw Hong, tentu ke Hutan Iblis!"
"Benar, dan kita akan ke sana. Mari kita kejar dan temukan mereka."
"Nanti dulu, pikiranku berubah. Kita tak boleh langsung ke sana dan cari dulu bala bantuan!"
"Maksud ayah?"
"Raksasa muda itu hebat sekali, Gak-ji, aku jelas tak mampu menandingi. Kalau ia bersama MajikanKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
420 Hutan Iblis dan kau dikeroyok tentu celaka. Tidak, aku tak mau mengorbankan dirimu. Kita cari dulu Bi
Hong dan temukan gadis itu!"
Pemuda ini tertegun. Tiba-tiba ia sadar dan mengangguk. Alangkah berbahayanya kalau Majikan
Hutan Iblis itu bergabung dengan lawannya tadi, sama seperti dulu ketika Majikan Hutan Iblis dikeroyok
Giok Cheng dan Su Giok. Maka termenung dan menarik napas dalam akhirnya ia berkata, "Baiklah, kau
benar, ayah, meskipun aku pribadi tidak takut. Kita cari dulu Bi Hong tapi di mana gadis itu."
"Siapa tahu, atau kita berpencar saja dan bertemu di Hutan Iblis, tak jauh dari Ci-bun. Kau ke kanan
aku ke kiri. Kita bertemu di sana!"
"Hm, kita berpisah?"
"Kau bukan anak kecil lagi, Sin Gak sebelumnya juga sudah pernah berjalan sendiri!"
"Tapi aku tak ingin meninggalkan ayah......."
"Aku juga bukan anak kecil, aku masih didampingi senjataku ini. Sudahlah kita bertemu di tempat itu
dan siapa lebih dulu bertemu Bi Hong harap ceritakan itu!"
Sin Gak dengan berat mengangguk. Apa boleh buat ia menyetujui juga rencana ayahnya ini. Siapa
lebih dulu menemui Bi Hong langsung saja menceritakan musuh baru itu. Dan ketika ayahnya berkelebat
menyambar goloknya lagi akhirnya pemuda inipun bergerak dan seiring tapi berpisah tempat. Dan karena
ayahnya sudah sembuh dari cengkeraman racun maka Sin Gakpun tak begitu khawatir dan berkelebat pula
berpencar meninggalkan tempat itu.
* * * Marilah kita lihat gadis murid si Naga Berkabung ini. Setelah ia meninggalkan hutan tak mau
mendengar kata-kata Sin Gak lagi Bi Hong terisak berlari cepat. Ia merasa kecewa juga malu. Kenapa ia
harus teringat pemuda itu kalau sudah jelas pemuda itu sudah terikat jodoh dengan keluarga Hek-yan-pang?
Kenapa ia lalu kembali dan menuju bekas perpisahannya dulu dengan Sin Gak? Dan pemuda itupun tiba-tiba
juga ada di situ!
Tak dapat dipungkiri lagi bahwa diam-diam murid Song-bun-liong ini jatuh cinta. Sejak pertemuannya
dan pertandingannya pertama dulu dengan Sin Gak gadis ini menaruh kekaguman besar. Semula ia terkejut
bahwa ada seorang pemuda lihai mampu mengimbanginya, padahal ia murid Ngo-cia Thian-it. Tapi setelah
ia tahu bahwa pemuda itu juga murid Ngo-cia Thian-it dari tokoh yang lain, Si Bayangan Dewa maka gadis
ini diam-diam girang karena sesungguhnya ia dan Sin Gak tak berbeda jauh. Dan Sin Gak memiliki pula Bu-
bian-kang, ilmu tanpa bobot itu!
Tapi kegembiraan gadis ini menjadi terganggu setelah ia tahu betapa pemuda, yang dikaguminya itu
telah dijodohkan orang tuanya. Dan gadis pilihan itu ternyata Giok Cheng, sumoinya lain guru, murid dari
bibi-gurunya Hek-i Hong-li!
Ada rasa panas membakar ketika mula-mula ia tahu ini. Ada rasa tak suka, cemburu! Tapi ketika ia
melempar tubuh, di bawah sebatang pohon dan menyendiri di situ, menarik kuat-kuat segala nafsu hati maka
ia segera membayangkan wajah gurunya yang sareh dan sabar.
"Orang hidup selalu dipenuhi persoalan, tak habis-habisnya. Dan sebagian besar persoalan itu selalu
bersumber pada kepentingan diri pribadi. Nah, berhati-hatilah apabila kau mengalami hal ini, muridku,
waspadalah dan selalulah teringat Kebenaran karena hanya dengan Kebenaran tindak-tandukmu tak
membuahkan akibat buruk di kelak kemudian hari. Ingat dan camkan itu bahwa kepentingan pribadi yang
hanya mementingkan diri sendiri tidaklah baik. Manusia adalah mahluk sosial, mahluk yang seharusnya
membagi kepentingannya dengan kepentingan orang lain. Dengan begini kau tak akan serakah, ingat dan
selalu waspada bahwa suatu saat semuanya itu menghasilkan buah. Yang buruk akan menerima buruk dan
yang baik akan menerima baik. Manusia hidup hanya sekedar mengisi aliran sungainya dengan benih-benih
perbuatannya. Keserakahan dan ketamakan hanya akan membawa akibat kesengsaraan belaka. Ingat dan
waspadalah akan itu."
Bi Hong mengangguk-angguk. Waktu itu ia sudah dapat diajak bicara dan cukup dewasa. Dalam
setiap wejangan gurunya ini ia selalu menaruh perhatian. Maka ketika hari itu gurunya tampak tersenyum
dan membelai rambutnya maka tiba-tiba gurunya ini berkata tentang asmara.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
421 "Kau sudah berusia delapan belas tahun, mekar bagai bunga yang semerbak. Di saat inilah kau akan
memasuki dunia aneh tapi nikmat, akan jatuh cinta. Hati-hatilah kalau sudah menentukan pilihan seorang
pemuda karena sekali terikat tali perkawinan maka susah senang mengikuti seumur hidup."
"Ihh!" ia terkejut, seketika merah mukanya. "Suhu bicara apa?"
"Heh-heh, aku bicara apa adanya. Benih cinta akan muncul di hatimu, Bi Hong, bukan cinta kepada
guru melainkan cinta kepada pria, cinta asmara. Ingatlah bahwa dalam hal inipun kau harus berpijak kepada
Kebenaran. Hati-hati dan lihatlah jangan sampai terjebak kepentingan pribadi."
"Aku tak mau jatuh cinta, dan aku tak akan jatuh cinta!" waktu itu ia mengomel dan semakin
semburat. "Aku tak suka bicara ini, suhu, yang lain saja!"
"Hm-hm, mana mungkin itu. Kau sudah dewasa, Bi Hong, kau sudah berkembang bak sekuntum
bunga mawar. Kalau kau tidak jatuh cinta maka orang lain yang jatuh cinta."
"Ah, suhu tak usah bicara itu. Aku malu!" Namun gurunya terkekeh. Dengan lembut dan penuh
sayang gurunya ini meraih kepalanya, kembali mengusap dan mengelus rambut hitam gemuk itu. Lalu ketika
ia menyembunyikan muka di kaki gurunya itu maka gurunya tertawa.
"Dengar, aku tidak bergurau. Cinta adalah segala-galanya dalam hidup ini, Bi Hong, cinta adalah
sumber kehidupan. Tahukah kau bahwa tanpa cinta kehidupan ini tak akan ada, hampa. Tanpa cinta manusia
telah menjadi mati dan kering. Cinta sungguh segala-galanya!"
Dia masih tak berani mengangkat muka, mendengarkan saja. "Lihat bunga-bungaan dan serangga itu.
Tanpa cinta dan kasih sayang mereka tak akan berkembang. Kalau kau tak menyiraminya setiap hari maka
mereka akan layu dan mati."
Ia mendengarkan saja, lagi-lagi tak berani mengangkat muka.
"Dan kau, tanpa cinta dan kasih sayang di hatiku apakah masih hidup, Bi Hong. Kalau dulu aku
membiarkanmu di jalanan menggelandang maka hidupmu tak akan lama. Kau bocah kecil penuh kudisan.
Kau tak ada yang menghiraukan dan kurus kering merana."
Sampai di sini Bi Hong terisak. Waktu itu teringatlah dia akan kesengsaraannya di masa kecil. Orang
tuanya meninggal dunia oleh wabah penyakit, ia luntang-lantung mengais makanan sampai akhirnya bertemu
gurunya ini. Dan ketika ia tiba-tiba menangis dan tersedu memeluk gurunya maka kakek itu tersenyum
mengusap-usap lembut.
"Nah, lihat benarnya ucapanku. Cinta adalah segala-galanya, Bi Hong, tapi dengan cinta pula manusia
terjebak dan menderita."
"Apa maksud suhu," gadis itu mengangkat muka, air matanya membasahi pipi. "Kenapa cinta
menjebak dan membuat manusia menderita. Bukankah cinta adalah hidup!"
"Hm, begitu seharusnya. Tapi cinta yang ini buatan manusia, muridku. Cinta yang ini terbungkus
kepentingan nafsu pribadi. Karena itu dengarkan baik-baik, agar kau tidak terjebak."
Bi Hong menarik tubuhnya dari pelukan gurunya. Ia akhirnya heran juga mendengar ini, sebelum itu
sudah berkali-kali mendapat wejangan tentang cinta. Betapa tanpa cinta bunga-bunga itu akan layu
kekeringan. Betapa tanpa cinta semua yang bergerak dan ada di atas bumi ini akan mati dan merana. Maka
ketika tiba-tiba gurunya bicara tentang cinta yang lain, cinta buatan manusia maka ia terheran dan
membelalakkan matanya yang indah bulat itu, sepasang mata jeli dan bening bak bintang kejora.
"Aku tak mengerti bagaimana itu, dapatkah suhu memberi contoh!"
"Hm, contohnya adalah diriku ini. Masih ingatkah kau akan bibi-gurumu Hek-i Hong-li?"
Gadis ini mengangguk, semburat. "Isteri suhu itu?"
"Benar, dia. Tapi apa yang terjadi, Bi Hong. Aku merasa dikejar-kejar dan akhirnya beginilah nasibku.
Bibimu itu terlampau memaksa dan mementingkan dirinya sendiri. Ia selalu mengejar-ngejar aku,
merepotkan aku."
Bi Hong menunduk. Sebagai murid Ngo-cia Thian-it tentu saja ia sudah mendengar kisah sedih itu,
betapa bibi-gurunya Hek-i Hong-li mengejar-ngejar gurunya, berhasil dan akhirnya mereka menjadi suamiKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
422 isteri. Tapi heran dan belum mengerti ke mana arah gurunya hendak bicara maka ia mendengarkan saja.
"Apa yang kau tangkap dari kisahku ini. Bagaimana pendapatmu tentang bibi-gurumu Hek-i Hong-li."
"Hm," Bi Hong terkejut juga. "Cintanya yang besar kepadamu, suhu. Kasih sayangnya yang luar
biasa!"
"Salah!" kakek itu tertawa. "Salah besar, muridku. Justeru sebaliknya, bibi-gurumu itu mencintai dan
menyayang dirinya sendiri, aku hanyalah alat!"
"Ah!" gadis ini terbelalak. "Mana bisa begitu, suhu? Bukankah ia mati-matian membelamu dari Te-
gak Mo-ki dan sutemu Mo-bin-jin?"
"Benar, itu lain lagi. Pertandingan di antara kami tak ada hubungannya dengan ini, Bi Hong,
maksudku dengan apa yang sekarang ingin kubicarakan ini. Wajar apabila sumoiku membantuku dari
keroyokan dua orang musuh."
Bi Hong terheran-heran. "Kalau begitu bagaimana."
"Dengar, aku hendak mengupas ini. Setelah aku tepekur dan merenungkan itu maka kudapat
jawabnya. Tak dapat kusangkal bahwa dulu sumoiku itu kuanggap mencintaiku, lahir batin. Tapi setelah aku
bertapa dan merenung kudapatkan sesuatu yang lain sama sekali, Bi Hong, sesuatu yang terselubung. Dan
selubung inilah yang sekarang hendak kubuka!"
"Hm, coba suhu ceritakan itu."
"Ya, memang akan kuceritakan, tapi sebelum itu coba kau ingat bagaimana dulu bibi-gurumu itu
mengejar-ngejar aku. Apa yang melandasinya."
"Cinta, tentu cinta!"
"Kau terlalu bersemangat. Ha-ha, tadi kau tak suka bicara ini, Bi Hong, sekarang tiba-tiba saja begitu
menggebu. Eh, kau tentu mulai membayangkan asmara pula, hubungan dengan pria yang kau cinta atau
pemuda pujaanmu itu!"
Gadis ini tersipu-sipu. Tak dapat disangkal bahwa sejak ia berangkat remaja telah ada semacam
dorongan di hati untuk memperhatikan hal-hal kecil yang berhubungan dengan ini. Misalnya saja ketika
seekor kupu-kupu besar hinggap kupu-kupu betina, atau seekor ayam jantan yang gagah menerkam ayam
betina dan duduk di punggungnya, juga sepasang, lebah atau hewan-hewan lain yang berkerumun menghisap
madu di antara putik putik sari. Diam-diam ia memperhatikan ini dan timbullah rangsang aneh bagaimana
kalau ia menjadi kupu-kupu betina itu misalnya, atau ayam betina yang jinak menyerahkan diri. Tentu saja ia
melihat semua itu tanpa sepengetahuan gurunya dan diam-diam wajahnya memerah. Ada hasrat aneh untuk
ikut-ikutan seperti itu, rasa nikmat yang tak dikenalnya dan malam harinya tiba-tiba saja ia bermimpi. Ayam
jantan berubah menjadi seorang pemuda gagah dan berkenalanlah ia dengan pemuda itu, asyik-masyuk
bicara itu sampai berpegangan tangan pula. Tapi ketika ia hendak digigit dan pemuda itu melompat ke
punggungnya mendadak ia menjerit dan mimpi itupun buyar!
"Heh-heh, bagaimana? Kaupun merasakan sebagaimana layaknya anak-anak muda lain, bukan? Tak
usah malu. Setiap manusia mengalami hal yang sama, muridku, itu sesuatu yang wajar dan pasti terjadi. Tapi
ada yang berbahaya di sini, kalau orang mulai jatuh cinta dan merasakan jatuh cinta!"
Bi Hong masih kemerah-merahan, menunduk.
"Tahukah kau apa yang berbahaya itu."
Gadis ini menggeleng.
"Masuknya kepentingan pribadi itu, Bi Hong. Rasa ingin disenangkan diri sendiri!"
Gadis ini terkejut, mengangkat muka.
"Ya," gurunya menyambung. "Rasa ingin disenangkan itulah yang berbahaya, sebab kalau tidak
dituruti maka ia akan meledak dan berobah menjadi kemarahan, benci. Karena itu berhati-hatilah kalau kelak
kau jatuh cinta, karena cinta tidak harus selalu menuntut, iapun memberi, dan memberi adalah


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pengorbanan!"
Bi Hong sudah dapat menguasai hatinya lagi, terbelalak. Ia mendengarkan kata demi kata dari mulutKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
423 gurunya ini dan terguncang. Ada sesuatu yang membuatnya tergetar. Tapi karena ia masih belum mengerti
sepenuhnya dan merasa samar-samar, iapun memandang saja maka ia tak memberi jawaban atau komentar.
Biasanya kalau sudah begini gurunya akan menjelaskan sendiri.
"Lihat dan rasakan kelak, buktikanlah kebenarannya. Pria wanita di dunia ini sama saja, muridku,
mereka rata-rata ingin disenangkan dirinya sendiri. Cinta yang ada di hati mereka bukan lagi cinta murni,
cinta mereka adalah cinta yang berpusat pada kepentingan diri sendiri!"
"Hm, bagaimana suhu bisa bicara seperti itu. Dapatkah suhu menjelaskan yang lebih dekat."
"Bibi-gurumu itulah contohnya. Ia sebenarnya menuju kepada pemuasan kepentingan dirinya sendiri,
Bi Hong, bukan kepentingan orang lain. Dan karena ia mementingkan dan memuaskan dirinya sendiri maka
perkawinan kami berantakan. Ia selalu ingin menang!"
"Hm!" gadis ini bersinar-sinar, tajam memandang gurunya. "Bagaimana suhu dapat mengatakan itu?
Apakah karena semata ia tak mau tunduk?"
"Bukan, bukan masalah ini. Sumoiku itu memang tak pernah mau tunduk kepada orang lain, Bi Hong,
ia memang keras kepala dan kepala batu. Akan tetapi dalam persoalan ini ia harus melihat kepentingan orang
lain, bukan hanya kepentingan dirinya pribadi!"
"Aku belum mengerti, coba suhu jelaskan."
"Baik, begini. Bukankah sudah kujelaskan bahwa sesungguhnya aku tak mau kawin lagi. Aku tak
ingin menikah setelah isteriku pertama meninggal dunia. Aku bersumpah waktu itu. Tapi karena bibi gurumu
itu ngotot mengejar-ngejar aku maka akhirnya aku terjebak setelah di dalam jurang itu ia mengancam bunuh
diri."
Bi Hong mengangguk. Sampai di sini ia telah paham, gurunya telah bercerita tentang itu. Tapi karena
ia diam saja sebagai pendengar yang baik maka ia tak berkomentar sepatahpun.
"Nah, di situlah awalnya. Sumoiku itu terlalu mementingkan dirinya sendiri, ia tak mau tahu
kepentinganku. Kalau saja ia dapat menghargai kepentinganku dan hidup tak mau menikah lagi mungkin aku
tak merasa didesak dan dipojokkan sedemikian rupa. Dan akhirnya semua itupun terjadi!"
"Jadi maksud suhu bibi-guru Hek-i Hong-li salah?"
"Ya, jelas sekali, Bi Hong, ia terlalu menuruti adatnya sendiri. Aku ternyata hanya alat, alat pemuas
keinginannya sendiri."
"Tunggu, untuk ini aku kurang mengerti. Bagaimana suhu mengatakan itu!"
"Begini, sejak aku menjadi suhengnya maka sesungguhnya aku tak mau berdekatan lagi dengan yang
namanya asmara, Bi Hong, aku masih terpukul oleh kematian isteriku dulu. Aku bersumpah untuk tidak
menikah lagi, janji atau sumpah sebagai pernyataan setiaku kepada isteri. Tapi nasib membawaku lain,
sumoiku tergila-gila kepadaku. Aku tak tahu apa yang menyebabkan ia seperti itu mungkin saja karena
kesetiaanku memegang cinta."
"Benar," Bi Hong mengangguk, setuju, "pria sepertimu sulit dicari, suhu, belum tentu satu di antara
seribu. Akupun kagum!"
"Hm, aku tak tahu itu. Yang jelas aku telah melanggar sumpahku, Bi Hong, dan ini karena bibi-
gurumu itu. Ia terlalu mendesak, tak mau tahu kepentinganku."
"Agaknya tak dapat terlampau disalahkan. Orang mencinta tentunya begitu, suhu, apalagi kalau
kadarnya berat. Aku agaknya tak menyalahkan bibi-guru!"
"Hm, tunggu, ada sesuatu yang tidak kau ketahui. Cinta bibi-gurumu bersifat menuntut, Bi Hong, dan
inilah jeleknya. Bahaya terbuka, dan rumah tangga akhirnya celaka."
"Aku tak melihat itu!"
"Kau tergesa memotong. Dengar dan perhatikan baik-baik, muridku, justeru di sini aku hendak
memberitahu. Aku tak ingin kalau kau kelak seperti bibi-gurumu itu!"
Bi Hong terkejut, membelalakkan matanya.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
424 "Dengarlah," sang guru melanjutkan. "Dulu ini belum kuketahui tapi sekarang mataku terbuka lebar.
Apa yang dilakukan sumoiku ternyata pemuasan kepentingan dirinya pribadi. Ia tidak mencintaiku karena
sebenarnya ia mencintai dirinya sendiri. Aku hanya alat, alat yang dipakainya!"
"Hm," Bi Hong tak menjawab, diam saja.
"Dulu aku tak tahu ini karena memang belum ada kesadaran, muridku, tapi setelah aku tua dan
merenung bertahun-tahun maka kudapatlah jawabannya. Bibi-gurumu itu benar-benar mengejar
kepentingannya pribadi."
"Coba suhu jelaskan, di mana letak kepentingan pribadinya itu," Bi Hong tak sabar dan akhirnya
bertanya.
"Letaknya adalah di dalam Aku, pusat dari segala keinginan manusia. Dan karena Aku ini telah keluar
dari rel kebenarannya maka sumoiku melenceng dan ia membabi-buta memenuhi nafsunya. Gurumu menjadi
korban."
"Hm, masih kurang jelas. Aku masih bingung, suhu. Apa itu Aku, baru kali ini kau mengulas."
"Benar, tapi dengarkan sajalah. Aku adalah kata lain dari Ego, berpusat di otak. Aku adalah yang
berhubungan dengan akal dan pikiran manusia namun acap kali menyertakan rasa. Dan karena ia menarik
rasa yang seharusnya bersumber di Hati maka Aku mengobrak-abrik keseimbangan manusia!"
"Tunggu, aku merasa mendapat pelajaran baru. Perlahan sedikit dan coba bedakan keduanya dengan
jelas? suhu. Aku masih bingung tapi samar-samar menangkap!"
"Begini, kau memiliki sesuatu, misalkan saja setangkai mawar indah, baru kau petik dari kebunmu.
Kalau tiba-tiba saja seseorang menyambar dan merampas milikmu maka apa yang kau lakukan, muridku,
tidakkah kau marah dan akan mengejarnya."
"Benar, tentu saja kukejar, kutangkap!"
"Bagus, tapi bagaimana kalau kau mempunyai namun tidak memiliki? Bagaimana kalau misalnya
bunga mawar itu adalah titipan dariku? Kau memegang bunga mawar itu, muridku, namun bukan milikmu.
Dan untuk ini sikapmu tentu lain. Perampas itu mungkin kau biarkan, lapor kepadaku. Atau mungkin kau
tetap mengejarnya karena semata merasa tanggung jawab dititipi. Nah, kau bisa mempunyai sesuatu namun
tidak memiliki atau kau benar-benar memiliki dan rasa milik ini muncul dari Ego, sang Aku!"
Bi Hong terkejut, kepalanya tiba-tiba pening, merasa berat. "Aku belum dapat mengikuti semua kata-
katamu, suhu, akan tetapi beberapa di antaranya mulai kutangkap."
"Tidak apa, nanti akhirnya mengerti juga. Aku hendak memberitahukan kepadamu bahwa ada dua
perbedaan mendasar dari persoalan ini, yakni rasa milik yang timbul dari ke-Aku-an dan rasa punya namun
tidak memiliki yang timbul dari Hati, Rasa."
"Hm-hm, kepalaku berdenyut. ini wejanganmu berat, suhu. Sukar kukunyah!"
"Dengarkan saja, kunyah belakangan. Aku hendak kembali kepada persoalan bibimu itu, Bi Hong,
bahwa ia telah terbawa ke-Aku-annya melenceng begitu jauh hingga sang Rasa ditunggangi, diperbudak. Ia
mencintai aku berdasarkan otaknya bukan mencintai aku berdasarkan Hatinya!"
Bi Hong terkejut, sedikit tersentak. Tapi karena ia masih merasa pening maka ia mendengarkan saja.
Berat sekali baginya mengunyah itu.
"Kau dapat mengikuti ini?"
"Ya, perlahan-lahan saja."
"Baik," sang guru tersenyum. "Bukan makananmu untuk diajak bicara seperti ini, Bi Hong, tapi
kuperlukan agar kau tidak terjerumus seperti bibimu. Dengarkan, apa yang kau lakukan apabila seorang
pemuda tiba-tiba menolak cintamu!"
Gadis ini terkejut, mengangkat mukanya. "Apa..... apa suhu bilang?" Ia tergeragap.
"Aku bertanya apa yang kau lakukan bila seorang pemuda menolak cintamu. Apakah kau mengejar-
ngejarnya."Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
425 "Tidak, tidak, tentu tidak!"
"Tapi kau kelewat berat mencinta, kadarnya berbobot."
"Ah, aku tak mau melakukan itu, suhu. Lebih baik mati!"
"Bagus, sekarang bagaimana kalau misalnya kau tiba-tiba adalah bibi-gurumu Hek-i Hong-li itu. Kau
ternyata mengejar-ngejar aku."
"Aku....... aku......." gadis ini tertegun. "Apa maksudmu dengan ini, suhu. Kenapa kau memisalkan
aku!"
"Jawab saja jangan bertanya, nanti pasti mengerti."
Gadis ini pucat. Tiba-tiba ia merasa tersudut dan gemetar memandang gurunya itu. Aneh sekali bahwa
gurunya tiba-tiba mengajak ia bicara seperti ini. Ia di misalkan bibi-gurunya! Dan karena ia tak mau namun
sang suhu mendesak dan menyuruh ia menjawab akhirnya mengeluh dan membuang muka.
"Aku tak tahu, aku bingung!"
"Kalau begitu tak akan keluar jawabannya, kau selamanya tak akan mengerti."
"Ah, kau membuatku takut, suhu. Aku ngeri!"
"Ha-ha, Ini hanya permisalan saja. Hayo kau jawab dan tak perlu takut-takut. Misalkan dirimu adalah
sumoiku itu, kau telah mengejar-ngejar aku, mendesakku. Sekarang apa jawabmu kalau kejadiannya seperti
ini. Bukankah sebenarnya nafsumulah yang bicara, bukannya hati nurani. Dan karena nafsu berhubungan
erat dengan Ego maka kau marah dan kecewa karena merasa tak dipenuhi, ha-ha!"
Bi Hong terkejut, tiba-tiba membelalakkan mata. Ia berdesir merasakan sesuatu dan mendadak
memandang gurunya dengan muka yang merah. Tiba-tiba ia merasa sakit hati dikatakan seperti itu. Ia tak
kecewa! Maka menggoyang lengan berseru keras buru-buru ia memprotes,
"Suhu, aku tak merasa kecewa, aku tak merasa marah. Siapa bilang aku kecewa dan marah karena tak
dipenuhi!"
"Ha-ha, masih bodoh, tolol dan goblok. Kalau kau masih sebagai Bi Hong memang perasaan itu tak
ada, bocah bengal. Tapi kalau kau adalah sumoiku maka perasaan itu lekat dan amat kuat. Kau tak
mendengarkan kata-kataku tadi bahwa kau berlagaklah sebagai bibi-gurumu itu. Kau bukan Bi Hong, kau
adalah sumoiku Hek-i Hong-li!"
Jilid XXX
GADIS ini terbelalak dengan muka merah. Memang benar bahwa ia lupa berlagak sebagai orang lain.
Tadi ia merasa sebagai dirinya sendiri. Maka ketika gurunya terbahak dan menuding mukanya tiba-tiba iapun
sadar bahwa seruannya tadi bukanlah mewakili bibi-gurunya itu.
"Hm, kalau begini, ya...... ya aku menyerah."
"Menyerah bagaimana."
"Menyerah bahwa aku mengejar-ngejar suhu."
"Kurang lengkap, sebutkan bahwa pengejaran itu karena Egomu tadi, nafsu kepentinganmu pribadi!"
"Ya, betul."
"Betul apanya."
"Betul karena kepentinganku pribadi itu. Tapi, kepentingan apa yang kau maksud di sini, suhu? Aku
kurang jelas."
"Bodoh, kepentingan untuk menyenangkan dirimu itu. Kepentingan yang tak mau perduli kepentingan
orang lain dan akibatnya memaksa atau mengejar-ngejar aku itu. Bibi-gurumu Hek-i Hong-li mencintai
dirinya sendiri, aku hanyalah alat. Dan karena pengejaran itu bersumber pada Aku -- Ego -- makaKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
426 cintanyapun berasal dari Ego dan ciri-cirinya adalah menuntut. Nah, jelas atau tidak!"
Gadis ini termangu-mangu, mengangguk. Wejangan itu terlalu berat baginya akan tetapi sedikit-
sedikit iapun mengerti. Ada penjelasan tegas tentang Ego ini, yakni sifatnya yang menuntut. Maka ketika ia
menarik napas dalam-dalam dan mulai menyibak sebuah misteri iapun merasa betapa wejangan gurunya itu
ada benarnya.
"Baik, sekarang aku mulai mengerti, namun masih ada yang lain yang belum suhu ceritakan, yakni
tentang Hati. Coba suhu terangkan tentang ini, dan apa bedanya dengan Ego."
"Hm, betul, perbedaannya menyolok. Kalau cinta yang berasal Ego bersifat menuntut adalah cinta
yang bersumber dari Hati sifatnya memberi. Cinta yang ini tulus keluar dari sayang yang murni, artinya tak
dicampuri rasa Aku dan selamanya memberi. Cinta seperti ini adalah cinta seorang ibu kepada anaknya, Bi
Hong, kasih yang tulus dan hanya ingin memberi dan menjaga, melindungi. Sama sekali tak ada kepentingan
si Aku dan jauh dari tuntutan. Hanya kau seorang ibu sudah dimasuki untung, rugi dan cinta Ego mengotori
cinta Hati maka cinta yang murni itu lenyap dan ini tentu saja sudah lain. Tapi aku tak bicara ini!"
Bi Hong mengangguk-angguk, sepasang matanya mulai bersinar. "Jadi itukah perbedaan dasar di
antara kedua cinta itu?"
"Ya, memberi dan menuntut. Yang satu keluar dari Hati sedang yang lain berasal dari Ego, Otak!"
"Hm, aku mengerti, sekarang aku mengerti. Sudah banyak yang mulai kutungkap dari wejanganmu,
suhu, terima kasih. Tapi betapapun aku masih akan menimbanya lagi dari pengalaman."
"Tentu, hidup adalah gerak. Hidup adalah pengalaman. Namun mengalami pengalaman tanpa
menyadari akan inti sari pengalaman itu adalah percuma, muridku. Karena itu camkan bahwa mengalami
pengalaman harus kau sertai dengan kesadaran akan pengalaman itu sendiri. Tanpa ini percuma, pengalaman
boleh seribu kali masuk namun tanpa kesadaran akan pengalaman itu kau tak akan mendapatkan apa-apa!"
Bi Hong mengangguk-angguk, kagum. Ia semakin melihat betapa berbobotnya wejangan gurunya ini.
Setelah sekian tahun berkumpul baru kali itulah suhunya bicara panjang lebar, nasihat atau wejangan yang
berat dikunyah. Namun karena ia mulai mengerti dan dapat melihat kebenaran itu, menjadi kagum maka hari
itu ketika ia duduk di bawah sebatang pohon menikmati semilirnya angin ia menerka-nerka sendiri seperti
apakah cintanya terhadap Sin Gak yang gagah perkasa itu, pemuda yang dikagumi dan sekaligus pria
pertama di mana ia mulai jatuh cinta!
Seperti apakah cintanya itu? Ego atau Hati? Kalau ia mau jujur maka sebenarnya dua-duanya ada. Ya
Ego ya Hati. Tak dapat disangkal ia ingin menuntut agar pemuda itu mencintainya seorang, bukan Giok
Cheng. Tapi teringat betapa pemuda itu sudah dijodohkan sejak semula oleh orang tua masing-masing maka
ia harus tahu diri dan mundur, bukan memaksa. Dan teringat wajah gurunya lagi tiba-tiba ia teringat
wejangan lain seperti ini.
"Pria wanita acap kali salah menurutkan cintanya. Mereka terlibat emosi. Kalau benar mereka
mencinta dapatkah seumur hidup mempertahankan dan menjaganya? Kenyataannya tidak, muridku. Di
tengah jalan atau di akhir perjalanan seringkali terjadi perobahan dahsyat. Mereka tiba-tiba saja berbalik dan
menjadi musuh!"
"Apa yang suhu maksudkan. Bagaimana cinta berobah menjadi sebuah permusuhan."
"Ya, ini kenyataan pahit, tapi berulang-ulang terjadi pada generasi dan generasi berikutnya. Aku
teringat ketika dulu seorang pemuda pernah kutolong dari ancaman maut. Ia seorang petani muda yang
mencintai seorang kembang dusun. Sayang karena gadis itu sudah diberikan kepada seorang laki-laki kaya
maka mereka memberontak dan melarikan diri. Pemuda ini nekat melarikan kekasihnya dikejar tukang-
tukang pukul hartawan itu, tertangkap dan dihajar dan tentu ia binasa kalau aku tidak datang. Dan ketika aku
menolong mereka dan akhirnya dua muda-mudi ini kuselamatkan jiwanya ternyata lima tahun kemudian
menyia-nyiakan isterinya dengan kawin lagi!"
"Apa, kawin lagi? Menyia-nyiakan isterinya?"
Begitulah, aku juga tertegun lima tahun kemudian menemui mereka, muridku. Sang isteri kurus kering
dan tersedu-sedu menggendong anaknya yang kecil. Mereka cekcok hebat gara-gara sang suami kawin lagi.
Padahal dulu begitu saling mencinta dan berjanji sehidup semati."
"Cinta gombal itu, bukan cinta sejati. Masa orang mencinta kok begitu. Omong kosong!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
427 "Hm, inilah kenyataannya. Dan itu pengalaman mengesankan bagiku. Coba kau pikir adakah cinta
atau tidak di hati petani muda itu sesungguhnya, maksudku lima tahun sebelum itu."
"Tak mungkin, tak ada cinta. Laki-laki itu pembohong dan pembual, suhu. Dia hanya berpura-pura
saja!"
"Tidak, kalau dia berpura-pura tentu tak akan nekat melarikan kekasihnya, Bi Hong. Tapi waktu itu
dia berani berkorban jiwa. Apa artinya itu kalau bukan cinta."
"Tapi cintanya kotor!"
"Nanti dulu. jangan terburu menyerang. Waktu itu cintanya terlihat sungguh-sungguh, muridku,
siapapun akan merinding melihat dia berani melawan tukang-tukang pukul hartawan. Dia bersungguh-
sungguh, kaupun akan percaya itu. Tapi setelah aku merenung kudapatlah jawabannya yang lebih jauh."
"Apa itu," sang murid tertegun. "Yang namanya cinta harus dibela sampai mati, bukan seumur jagung
begitu. Aku jadi heran kenapa terjadi perubahan ini dan kenapa pria itu kawin lagi."
"Coba kau renungkan dulu, apakah cinta petani itu main-main saja......"
"Tadinya aku berpikir begitu."
"Dan kalau begitu tentunya tak nekat melarikan anak orang."
"Benar, melihat di sini berarti laki-laki kekasihnya sungguh-sungguh. Tapi kenapa bisa terjadi begitu,
suhu, kenapa dia harus kawin lagi dan menyia-nyiakan isterinya?"
"Hm, perkawinan seperti orang dengan sebuah benteng. Sewaktu belum masuk maka orang ingin
menjenguk dan mengetahuinya, muridku. Tapi setelah masuk tiba-tiba merasa terikat dan dihukum seumur
hidup."
"Apa?"
"Tunggu, sabar. Manusia memang aneh. Sekarang aku jadi geli kalau memikirkan ini, muridku.
Manusia memiliki angan-angan kosong yang sebelum dicapai selalu ingin diisinya lebih dahulu. Tapi begitu
dia tahu dan repotnya rumah tangga tiba-tiba dia ingin keluar lagi dari benteng itu. Aku lalu teringat petani
muda ini dan seperti itulah kira-kira."
"Coba suhu jelaskan lebih lengkap, aku kok merasa bingung."
"Begini, petani muda itu, seperti kebanyakan muda-mudi pacaran selalu memiliki cita-cita muluk yang
serba menyenangkan. Cita-cita mereka begitu indah hingga terasa menggantung di langit-langit amat tinggi.
Cita-cita atau angan-angan itu dibarengi dorongan berahi. Dan karena berahi membawa nikmat maka mereka
tiba-tiba mabok dan kehilangan kontrol dirinya. Semakin melambung angan-angan itu semakin tinggi
seseorang dinina bobokkan. Tapi begitu dia terjatuh dan sadar terbanting di bawah tiba-tiba saja dia melihat
bahwa apa yang dicapai atau didapat ternyata kosong. Ini menimbulkan frustrasi. Dan karena dia terlanjur
merasa nikmat dan bahagia dengan angan-angannya pertama itu maka diapun mencoba mengisi lagi sukma
dan kalbunya dengan angan-angan atau cita-cita yang indah itu. Dicarinya korban baru. Diincarnya pasangan
baru yang kira-kira cocok untuk dirinya nanti. Dan ketika ia mulai jatuh dan bangun lagi dimabok
kesenanganya yang kosong ini maka seumur hidup rumah tangga sejati tak pernah dinikmatinya lagi. Ia lalu
menjadi pemburu dan pengejar angan-angan kosong. Manusia telah terjebak oleh kebodohannya sendiri
bersumber dari Egonya itu. Kita dikibuli!"
"Hm-hm, jangan terlampau cepat. Kali ini wejanganmu mendirikan bulu kuduk, suhu. Aku merasa
seram. Coba kau ulangi dan jelaskan lagi dengan itu."
Baiklah kembali kepada petani muda itu. Dulu, sewaktu ia mencintai dan bertekad menyunting
kembang desa ini yang ada hanyalah angan-angan serba muluk yang amat memabokkan. Kebetulan ia tak
bertepuk sebelah tangan, gadis itupun menyambut. Tapi ketika sang ayah menyerahkan kepada si hartawan
kaya tiba-tiba pemberontakan itupun mulai terjadi........"
"Tunggu, ada apa sang ayah menyerahkan anak gadisnya kepada si hartawan!"
"Hm, masalah hutang. Ayah gadis ini terlibat hutang dengan majikannya sendiri, muridku, dan untuk
mengambil jalan pintas ia menyerahkan anak gadisnya. Hartawan itu memintanya."
Bi Hong bersinar-sinar. Tiba-tiba mukanya menjadi merah betapa enaknya ayah gadis ituKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

BATARA
428 menyerahkan anak perempuannya pelepas hutang. Sungguh tak bertanggung jawab. Tapi ketika gurunya
tersenyum menepuk pundaknya ia sadar lagi.
"Di dunia ini uang dan perempuan saling berkait. Kau tak usah marah-marah kepada kakek petani itu,
muridku, kejadiannya sudah lewat."
"Tapi aku menjadi panas, enak benar orang tuanya menyerahkan anak gadis!"
"Sudahlah, kita kembali kepada persoalan petani muda itu. Apakah kau tak ingin mendengarnya."
"Ya, coba suhu lanjutkan. Ada apa dengan petani muda itu, kenapa dia kawin lagi!"
"Katanya karena meragukan keperawanan isterinya. Gadis itu pernah disekap di rumah sang hartawan
dan petani muda ini kecewa. Tapi setelah aku selidiki ternyata dia bohong."
Gadis ini semburat. Tiba-tiba dia menjadi jengah ketika gurunya bicara tentang keperawanan. Hampir
dia meloncat dan pergi saja dari situ. Malu rasanya bicara tentang ini. Tapi ketika ia tertegun mendengar
kata-kata terakhir itu, bahwa si petani berbohong maka tiba-tiba Bi Hong terkejut mengerutkan kening.
"Apa yang dia lakukan, kebohongan apa yang dia perbuat."
"Kebiasaan lelaki. Petani muda ini ternyata sudah mulai bosan dengan isterinya Bi Hong, dan ia mulai
tergila-gila dan tertarik kepada wanita baru. Aku tahu setelah bertanya kepada isterinya dan menyelidiki itu.
Ternyata angan-angan indah dan kosong dulu hendak diisi lagi oleh petani muda ini. Ia tergelincir oleh nafsu
kesenangannya yang berpusat pada Ego, berahinya bangkit dan timbul gairah setelah isteri terasa
membosankan!"
"Hm, Bi Hong menjadi marah. "Begitukah kiranya mereka itu, suhu, hanya mengejar kesenangan dan
pelampiasan diri sendiri. Sungguh kurang ajar petani muda itu!"
"Tapi herannya dulu ia membela sang kekasih mati-matian. Waktu itu aku terkecoh dan merasa
cintanya murni."
"Lalu apa yang suhu kerjakan, tidakkah laki-laki itu dibunuh saja!"
"Hm, tidak. Aku diam saja.........."
"Apa, suhu diam? Suhu membiarkan sebuah kekejaman lewat begitu saja? Suhu tak menolong wanita
malang itu?"
"Heh-heh, cerita. sepihak membuat orang lain mudah emosi. Kalau aku membunuh petani itu maka
dosaku bertumpuk-tumpuk, muridku. Itu urusan rumah tangga mereka, urusan pridadi. Aku diam saja karena
akhirnya kulihat pula kesalahan wanita itu!"
Bi Hong tertegun. "Kesalahan apa."
"Tak pandai menjaga dan memelihara suasana rumah tangga. Banyak ibu-ibu melalaikan ini, Bi Hong,
dan akibatnya suami menoleh keluar. Wanita itu tak lagi secantik dan semenarik dulu. Setelah mempunyai
anak satu maka ia tak merawat tubuhnya agar segar dan dicintai suami. Ia melakukan kesalahan besar yang
fatal. Cermin keindahannya hancur oleh ketidaktahuannya ini. Ia menganggap bahwa setelah menjadi suami
isteri maka tugaspun selesai, tak ada lagi persoalan. Padahal tanpa menjaga dan merawat keindahan
tubuhnya itu biasanya suami lalu menjadi jemu dan mencari ganti di luar."
"Kalau begitu cinta si petani itu didorong berahi belaka, cintanya cinta nafsu!"
"Begitulah orang hidup. Berahi seperti nafsu-nafsu yang lain, muridku, keluar relnya bila tidak dijaga.
Tapi karena tanpa berahi tak mungkin manusia memiliki keturunan dan berkembang maka sesungguhnya
yang satu ini penting juga. Hanya jangan sampai dia menjadi nomor satu."
Kalau begitu berkaitan lagi dengan Ego, bagaimana ini!"
"Jelas, berahi berkaitan dengan Ego, pusatnya di syaraf otak. Kalau otak sudah mengangan-angankan
sesuatu yang indah dan orang mabok oleh keindahan ini maka siapapun lupa diri karena berahi menyertakan
pula nikmat. Nikmat inilah yang membuat manusia ternina-bobok, dan sekali ia tak mampu mengendalikan
dirinya maka si Aku-pun bekerja dengan amat kuatnya untuk mendorong manusia melakukan apa yang
diinginkan. Lepas dari ini manusia lebih buas dari binatang."Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
429 Bi Hong ngeri, membelalakkan mata. Ia sendiri belum tahu bagaimana berahi itu akan tetapi kalau
kadang-kadang ia berdesir melihat ayam jantan melompat di punggung ayam betina iapun merasakan sesuatu
yang membuat bulu kuduknya merinding. Ada semacam perasaan nikmat ditambah takut-takut menguasai
dirinya. Ada sesuntu yang tidak dikenal namun hinggap membuat perasaannya menjadi syur. Barangkali
itulah berahi! Maka ketika ia menunduk dan kemerah-merahan, pembicaraan ini membuatnya jengah maka
gurunya melanjutkan lagi tentang petani muda itu.
"Lima tahun setelah kutemui mereka kudapatlah pelajaran baru. Hidup berumah tangga memang tidak
gampang. Dan ketika aku mengamati dan mempelajari suami isteri itu maka kudapat beberapa yang menjadi
kesalahan mereka. Pertama......." kakek itu menarik napas dalam. "Nafsu berahi tak boleh mendominir cinta
kasih anak-anak manusia ini. Hidup berumah tangga adalah sebuah kehidupan di mana dua watak dan dua
pribadi berbeda mencoba untuk mendapatkan kesamaan. Kalau pada mulanya mereka sudah mabok terlebih
dahulu oleh rangsangan berahi ini, ternina bobok oleh segala yang indah-indah saja padahal setiap individu
pasti memiliki cacad dan kelemahan maka mereka sudah dibutakan berahinya itu untuk kelak menjadi
menyesal setelah yang buruk-buruk diketahui."
Bi Hong mengangguk-angguk, setuju.
"Dan kedua," kakek itu melanjutkan, "Awal sebuah rumah tangga harus dimulai dengan kejujuran.
Tanpa kejujuran semuanya bakal berantakan. Tapi karena kejujuran saja tak banyak menolong kalau tidak
disertai komunikasi timbal balik maka inilah butir ketiga dari syarat membangun rumah tangga yang
bahagia. Aku merasa itulah yang pokok yang tidak kutemukan pada pasangan suami isteri muda itu!"
Bi Hong terbelalak, termangu-mangu. Iapun mulai hanyut oleh wejangan-wejangan gurunya ini dan ia
melihat kebenaran di situ. Tapi memandang suhunya bersinar-sinar ia bertanya, suaranya penuh keinginan
tahu, "Suhu, apa yang kau maksud dengan komunikasi timbal balik itu. Apa yang hendak kau artikan di
sini."
"Artinya jelas, suami isteri harus dapat berbicara setiap masalah dengan tingkat pengertian yang tidak
terlalu jauh. Kalau sang isteri tak dapat mengikuti pembicaraan suami atau suami tak dapat mengerti
pembicaraan isteri karena masing-masing memiliki tingkat pendidikan yang terlalu jauh maka komunikasi
tak dapat berjalan, muridku. Untuk ini aku teringat kisah Pangeran Li Ong!"
"Ada apa dengan pangeran itu, dan siapa pula dia."
"Dia adalah saudara nomor satu atau adik kandung kaisar, tinggalnya di kota raja. Suatu hari ketika dia
berburu tiba-tiba seekor harimau menerkamnya. Pangeran ini luka-luka, untunglah pengawalnya sigap
menyelamatkannya dari serangan harimau ganas itu. Dan ketika ia dibawa ke sebuah dusun untuk mendapat
pengobatan maka kebetulan ia bertemu dengan seorang gadis desa yang memikat hatinya. Sang pangeran
tertaut, apalagi gadis dan ayahnya itu menolongnya pula memberi resep dedaunan yang manjur. Dan ketika
ia sembuh dan pulang ke kota raja ternyata pangeran ini tak dapat melupakan gadis itu dan akhirnya kembali
untuk meminang."
"Hm, bahagia sekali gadis itu!"
"Begitulah anggapan orang. Tapi, rumah tangga tak semudah itu, muridku, persoalan dan peristiwa
selalu ada. Dan suatu hari terjadilah kehancuran ini, ketika ia diminta mewakili pangeran yang sakit untuk
meresmikan panen raya di kota raja........"
"Apa yang terjadi!" Bi Hong bertanya cemas.
"Sebuah kisah memalukan. Ia tak dapat menjalankan tugasnya di hadapan sekian banyak menteri dan
pembesar setempat. Ia tak dapat baca tulis!"
Bi Hong berdetak. Tiba-tiba ia dapat membayangkan apa yang terjadi saat itu, betapa isteri seorang
pangeran yang berkedudukan tinggi dan dihormati banyak orang mengalami pukulan batin di depan orang
lain. Dan ketika ia menghela napas dan ikut bersedih maka gurunya menyambung.
"Lihatlah akibat dari tingkat derajat seseorang yang bagaikan bumi dengan langit itu. Kalau pangeran
tak beristerikan seorang gadis dusun yang begitu bodoh dan bersahaja tentu hal-hal seperti ini tak akan
terjadi, Bi Hong. Kalau sudah begini dapatlah kau bayangkan mungkinkah Pangeran Li Ong dapat bercakap-
cakap dengan isterinya itu secara baik. Mana mungkin di antara mereka terdapat komunikasi timbal balik,
padahal sebuah rumah tangga yang bahagia memerlukan itu!"
Bi Hong mengangguk-angguk, lagi-lagi merasa benar.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
430 "Nah, sekarang kau tahu bahwa sebuah perkawinan bukan hanya sex dan sex melulu, muridku. Sebuah
rumah tangga membutuhkan pula piranti yang lain, pelengkap yang lain. Dan celakanya anak-anak manusia
ini melupakan itu. Mereka menomorsatukan berahi, mereka menomorsatukan kesenangan diri pribadi yang
berpusat pada Ego. Kalau sudah begitu mana mungkin rumah tangga dapat langgeng karena kesenangan atau
sex sifatnya pelengkap saja, bukan yang utama. Yang utama adalah kasih atau cinta yang berasal dari Hati,
karena dengan kasih atau cinta ini maka ia selalu memberi dan memberi, menjaga dan melindungi. Lain
dengan cinta Ego yang selalu menuntut dan tak pernah kenal puas itu! Paham?"
Bi Hong mengangguk-angguk, terisak. Tiba-tiba ia teringat kasih sayang gurunya ini yang begitu
besar. Teringat betapa kebaikan gurunya tanpa pamrih dan selalu memberi dan memberi. Gurunya adalah
laki-laki yang sikap dan kata-katanya sama. Gurunya tak pernah berbeda antara tindakan dan kata-kata.
Maka ketika ia menangis dan menubruk gurunya itu sejenak pembicaraanpun menjadi buyar dan kakek ini
mengelus-elus rambutnya.
"Sudahlah, sekarang yang terakhir. Duduk dan dengarkan baik-baik. Aku hendak menutup dengan
nasihat utama," kakek ini mendorong dan akhirnya menepuk-nepuk pundak muridnya itu. "Kalau satu saat
kau mencintai seseorang tapi karena satu dan lain hal orang itu tak dapat membalas cintamu maka
lakukanlah sesuatu yang agung dan luhur. Apa kira-kira yang akan kau lakukan bila satu saat kau patah
hati?"
Gadis ini ngeri, terbelalak. "Suhu sebaiknya jangan bicara seperti itu!"
"Heh-heh, keberhasilan dan kegagalan adalah dua saudara kandung yang selalu isi-mengisi di
kehidupan ini. Kalau kau hanya mau enaknya saja tak mau menerima yang lain maka kau tak adil, Bi Hong.
Sikap itu keliru, tidak ksatria. Coba hadapilah semuanya ini dengan pikiran jernih dan angkatlah dadamu.
Bukan kau seorang yang patah hati di dunia ini, banyak yang lain."
"Tapi aku tak mau bicara tentang itu, aku takut!"
"Ha-ha, takut karena belum dihadapi. Kalau sudah dan masuk ke situ maka takut itu hilang, muridku,
yang ada justeru pengamatan dan kesadaran. Justeru kau bersiap-siap sejak sekarang agar tidak terjeblos ke
dalam tindakan keliru. Jangan seperti mereka yang bunuh diri hanya karena putus cinta!"
"Hm, aku tak akan bunuh diri!"gadis ini tiba-tiba menjadi panas. "Kalau terpaksa begitu paling-paling
aku menyingkir, suhu, buat apa tenggelam dalam kesedihan berlarut-larut. Aku tak akan bunuh diri!"
"Bagus, ha-ha, sudah bangkit kegagahanmu. Nah, itu betul tapi efek sampingan dari ini yang tak boleh
tinggal di hatimu. Buanglah, lenyapkan kemarahan itu. Marah hanya menimbulknn benci!"
Gadis ini mengedikkan kepala dengan mata bersinar-sinar. Ia tiba-tiba menjadi panas disangka seperti
itu. Siapa bunuh diri hanya karena masalah cinta! Maka ketika ia duduk dengan tegak sementara gurunya
terkekeh-kekeh, geli oleh sikapnya maka gurunya ini mengangguk dan berkata,
"Bagus, cocok. Memalukan sekali kalau kau sebagai murid Si Naga Berkabung bunuh diri hanya
masalah cinta. Eh, tapi bukan ini yang hendak kutekankan, muridku, melainkan sikap positip yang
seharusnya dilakukan orang-orang gagah. Tahukah kau apa itu."
"Tidak, apa itu."
"Bukan lain sifat dari cinta itu sendiri, memberi. Cinta yang berasal dari Hati dan bukan egois
biasanya akan melakukan ini, yakni memberi kebahagiaan kepada orang yang dicinta untuk menemukan
kebahagiaannya. Kalau pemuda yang kau cinta itu merasa lebih berbahagia dengan gadis yang dicintanya
maka biarkanlah ia berbahagia dan tak perlu kita bersakit hati saja. Kau mengerti?"
Gadis ini tertegun, mengangguk.
"Tapi hati-hatilah," sang guru meneruskan. "Biasanya hanya orang yang sudah mencapai tingkat batin
cukup tinggi yang mampu melakukan ini, muridku, yang belum biasanya masih akan diganggu dan digoda
oleh Aku. Kalau masih begini maka ingat-ingat sajalah bentuk cintamu itu. Kalau masih dari Hati dan benar
dari Hati maka tak ada bedanya kekasih kita bahagia dengan orang lain atau kita sendiri!"
"Hm," waktu itu Bi Hong mengangguk ringan, belum merasakan sendiri apa yang namanya cinta.
"Kupikir semua orang mudah melakukan itu, suhu, dan akupun yakin dapat melakukan itu. Kalau seorang
pemuda menolak cintaku memangnya kenapa harus dikejar-kejar? Sombong dia nanti, semakin tinggi hati!"
"Heh-heh, jangan bicara begitu ringan. Yang belum merasakan tak dapat merasakannya, muridku.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
431 Tapi kalau sudah merasakan sungguh langit rasanya berjungkir balik. Pengaruh cinta ini amat kuat bagi
manusia, orang waras bisa edan dan yang edan semakin edan!"
Gadis ini tersenyum geli. Pembicaraan berakhir dan waktu itu ia gampang saja menerima nasihat
terakhir ini, maklum ia belum merasakan apa yang namanya cinta pria wanita itu. Tapi ketika sekarang ia
duduk di bawah pohon merasakan semuanya itu, betapa ia mulai jatuh cinta kepada seorang pria dan pria itu
agaknya tak dapat membalas cintanya tiba-tiba saja ia merasa perih dan sakit!
Ada perasaan menusuk di situ, ada perasaan duka. Dan ketika ia memejamkan mata teringat Sin Gak
yang gagah perkasa itu tiba-tiba ia merasa hatinya hancur dan tak terasa lagi ia terisak tertahan dengan hati
seakan diremas-remas.
"Bi Hong........!"
Gadis ini tersedu. Dalam keadaan seperti itu tiba-tiba ia tertawa ke dalam kesedihannya dan suara itu
rasanya seperti suara Sin Gak. Dalam kesedihan ini tiba-tiba wajah Sin Gak seakan dapat bicara, ia merasa
dipanggil. Dan ketika ia menutupi mukanya dan menangis lagi maka untuk kedua kali pemuda itu seakan
memanggilnya.
"Bi Hong........!"
Bi Hong menjadi sedih. Panggilan itu seakan sungguh-sungguh terjadi dan ia mengguguk. Rupanya
terbawa ke dalam kesedihannya segala seakan menjadi nyata. Bayangan wajah pemuda itu memanggilnya
begitu lembut. Akan tetapi ketika sebuah tangan menyentuh pundaknya dan saat itulah ia merasa kaget,
membuka mata dan meloncat bangun maka pemuda yang dibayangkannya itu ternyata benar-benar ada dan
kini berdiri di depannya dengan mata begitu lembut dan mesra.
"Sin Gak!"
Air mata itupun seketika lenyap diusap. Bi Hong kaget bukan main bahwa Sin Gak benar-benar di
depannya. Terbawa oleh lamunannya dan wajah si pemuda tiba-tiba semuanya menjadi kenyataan. Pemuda
itu benar-benar ada di situ. Dan ketika ia menggigil dengan mata kemerah-merahan sementara pipinya basah
air mata maka Sin Gak memegang tangannya berkata lembut, rupanya sudah lama di situ.
"Aku melihatmu melamun sendirian, tak sampai hati. Tapi ketika kau menangis dan begitu sedih maka
akupun datang. Maaf, kebetulan aku melihatmu di sini, Bi Hong. Ada sesuatu yang ingin kuberitahukan."
"Kau......." gadis ini tertegun. ".....sudah lama di sini?"
"Belum begitu lama, dan kau...... ada apa menangis, Bi Hong? Apa yang membuatmu sedih?"
"Aku...... aku teringat guruku. Ia meninggalkan aku selama-lamanya. Hm, kedatanganmu benar-benar
mengagetkan, Sin Gak, mana ayahmu dan pamanmu itu. Juga calon mertuamu yang galak!" Bi Hong
akhirnya dapat menguasai diri dan berbohonglah dia menjawab pertanyaan pemuda itu. Tentu saja ia tak
akan mengaku bahwa ia menangis teringat pemuda ini, menangis karena merasa patah hati! Dan Sin Gak
yang percaya dan menarik napas dalam lalu melepaskan tangannya, mengangguk.
"Hm, pantas, kau begitu sedih. Tapi yang pergi tak akan kembali, Bi Hong, biarlah tak perlu
membawa duka. Ayah menyuruh aku mencarimu dan kebetulan kutemukan kau di sini."
"Kau..... ayahmu, eh..... menyuruhmu mencariku?"
"Benar, ada sesuatu yang penting....."
"Hm, ada apa. Bukankah kau dan ayahmu bersama-sama pamanmu Han Han dan isterinya yang manis
itu. Mana calon mertuamu, itu!"
"Tak usah mereka kau sebut-sebut lagi. Aku dan ayah telah meninggalkan Hek-yan-pang, Bi Hong,
dan kini menuju Hutan Iblis. Tapi di tengah jalan aku bertemu seseorang, dan aku ingin bantuan darimu."
Gadis ini terbelalak. Ia telah menghapus semua air matanya dan tidak menangis lagi. Sepasang mata
bola yang indah jernih itu melebar, bening dan terkejut serta heran bahwa pemuda ini disuruh ayahnya untuk
mencarinya. Ada apa! Dan ketika ia berdebar namun menekan debarannya maka Bi Hong bertanya apa yang
dimaksud pemuda itu.
"Kau membuatku bingung. Apa maksud ayahmu dan kenapa kau mencariku? Tidakkah kau bersamaKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
432 Giok Cheng?"
"Hm, jangan sebut-sebut gadis itu. Aku meninggalkan Hek-yan-pang dengan perasaan tidak enak, Bi
Hong, tapi tak usahlah kita bicara ini. Aku mencarimu karena minta bantuanmu menghadapi Majikan Hutan
Iblis itu. Ia dibantu murid supek Mo-bin-jin."
Di sini Bi Hong terkejut. Bibir yang semula mengejek menyebut nama Giok Cheng tiba-tiba berubah
menjadi kaget, alis itu berkerut. Dan ketika gadis ini mundur dan memandang Sin Gak maka ia bertanya
apakah Sin Gak bicara sungguh-sungguh, maklum selama ini tak ada yang tahu bahwa supek mereka. Mo-
bin-jin mempunyai murid.
"Aku sungguh-sungguh, dan aku telah bertemu dengannya. Dan karena ayah mengajakku ke Hutan
Iblis untuk mencari jahanam itu maka ayah khawatir mengenai diriku dan menyuruhku mencarimu untuk
bersama-sama menghadapi lawan-lawan yang amat berat ini."
"Hm, siapa murid itu, laki-laki atau perempuan!"
"Laki-laki, tinggi besar seperti gurunya. Namanya Thai Bang Kok Hu, Bi Hong, dan kepandaiannya
hebat sekali. Kami telah bertemu."
"Dan kau kalah?"
"Tidak, belum penentuan. Waktu itu kami bertemu di tengah jalan dan ia bersama Siauw Hong yang
dulu menculikku. Si banci ini tangan kanan Majikan Hutan Iblis, kami bertemu secara tak sengaja dan
akhirnya mereka melarikan diri." Sin Gak lalu menceritakan ini dan gadis itu tentu saja mendengarkan
dengan tertarik. Alis yang hitam kecil itu sering terangkat naik. Tapi ketika Sin Gak mengakhiri ceritanya
dan ia mengangguk-angguk maka ada sesuatu yang aneh yang di rasakannya.
"Kau," matanya tajam dan tiba-tiba memandang pemuda ini. "Kenapa kau dan ayahmu mencari aku,
Sin Gak, bukankah ada Giok Cheng yang dapat kau minta bantuannya. Iapun lihai dan dapat diandalkan. Ada
apa ayahmu menyuruhmu mencari aku. Kalian sepertinya mempunyai sesuatu!"
"Hm!" Sin Gak cerdik mengelak. "Kami dan keluarga Hek-yan-pang tak ada kecocokan, Bi Hong, lagi
pula bibi Tang Siu memusuhiku. Untuk apa ke sana kalau hanya bertikai saja. Lebih baik mencarimu karena
kita ada kecocokan."
"Tapi di sana ada pula Su Giok!"
"Apalagi gadis itu. Kau tahu sendiri ia memusuhi ayahku habis-habisan, Bi Hong, mana mungkin
minta bantuan. Sudahlah kau mau menerimaku atau tidak."
"Menerimamu?"
"Ya, menerima permintaan tolong ini. Aku tidak takut meskipun dikeroyok tapi tentunya berbahaya
juga. Ayah juga ke sana melalui jalan lain."
"Hm.....!" gadis ini sadar. tadi terbawa perasaannya sendiri tentang yang tidak-tidak, menangkap arti
menerima itu dengan kata-kata lain. Maka ketika ia semburat dan Sin Gak hanya meminta tolong akhirnya ia
mengangguk dan berkata, lirih, "Baiklah, kalau itu maksudmu biarlah kutemani kau ke Hutan Iblis. Tapi
kalau ada sesuatu dengan keluarga Hek-yan-pang aku tak mau dikatakan yang tidak-tidak!"
"Hm, siapapun tak dapat memaksa orang lain dalam masalah perjodohan. Kalau itu maksudmu aku
yang maju ke depan, Bi Hong. Ayah juga sudah memberi kebebasan kepadaku dan ini tak perlu di ungkit-
ungkit. Bibi Tang Siu telah memutuskan ikatan itu!"
"Tapi pamanmu Han Han memintanya kembali!"
"Sudahlah aku tak ingin bicara ini dan sekarang mari kita ke Hutan Iblis. Aku tak senang, ada yang
lain yang lebih penting dan aku bebas menentukan jodoh!"


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ada kegembiraan di wajah Bi Hong Wajah yang semula lemas dan agak ogah-ogahan itu mendadak
berseri. Mata itu lebih hidup dan bercahaya dan tiba-tiba bibir gadis inipun tersenyum. Sin Gak menyatakan
sendiri bebas memilih jodoh, betapa nikmatnya itu! Dan karena ini adalah sepercik harapan dan timbullah
kembali angan-angannya yang indah maka Bi Hong bergerak ketika pemuda itu berkelebat menuju Hutan
Iblis.
Ternyata dua muda-mudi ini mendapatkan banyak kecocokan dalam banyak hal. Pertama adalah ilmuKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
433 kepandaian mereka. Sin Gak tak dapat menyatakan menang dalam ilmu lari cepatnya misalnya. Kalaupun dia
memiliki kelebihan maka itu adalah masalah sinkang, inipun hanya seusap saja. Dan karena masing-masing
berwatak sederhana di mana dalam perjalanan ini Bi Hong tak rewel masalah makanan, apapun mau maka
Sin Gak tersenyum dan kagum akan kebersahajaan sikap gadis ini. Dalam perjalanan hari kedua mereka jauh
dari kota dan dusun, hanya menemukan ketela dan sedikit ubi-ubian, tak ada binatang atau hewan buruan
yang dapat ditangkap.
"Memangnya ada apa dengan ubi-ubian ini? Direbuspun cukup, Sin Gak. Justeru aku khawatir kau
yang tak suka" gadis itu tertawa, duduk di bawah sebuah batu hitam merebus ketela manis. Kebetulan juga
mereka menemukan kaleng bekas, dapat untuk merebus air. Dan ketika Sin Gak duduk terbengong melihat
jari cekatan itu merebus ubi ia terkagum-kagum.
"Bagaimana kalau tidak ada kaleng bekas ini," tanyanya mencoba.
"Gampang," gadis itu terkekeh. "Ditambus saja, Sin Gak, matang di dalam. Sama saja. Kenapa kau
bingung bukankah di mana-mana ada makanan. Asal kita tak rewel dan mau apa adanya tentu perutpun
kenyang. He, apakah kau dengan gurumu tak pernah menikmati seperti ini!"
"Hm, tentu saja sering," pemuda itu tersenyum. "Tapi kami laki-laki, Bi Hong, sedang kau wanita.
Mana harus demikian sederhana mendapatkan makanan."
"Ah, suhu tak pernah mengajariku rewel. Dulu di hutan aku pernah disuruh menghisap pelepah
sebatang pohon, Sin Gak, mencari air. Dan pernah pula makan daun-daun muda penangsel perut. Dalam
keadaan serba darurat kita tak boleh rewel. Ubi ini lebih dari cukup dan rasanyapun manis. Cobalah, yang ini
sudah matang!"
Sin Gak bersinar kagum. Dengan enak saja jari itu mengambil ubi rebus di air mendidih. Ketela itu
amatlah panas namun Sin Gak menerimanya. Bukanlah pamer kalau gadis ini mencelupkan jari di air
mendidih, hanya orang lain tentu terbelalak melihat perbuatannya itu Lalu ketika masih begitu panasnya Sin
Gak dan mengupas dan menggigit ketela rebus ini maka orang tentu merasa ngeri apakah mulut pemuda itu
tidak terbakar!
"Ha-ha, betul. Manis sekali, Bi Hong, manis pemberinya!"
"Ih, jangan merayu. Biarkan dingin dulu tentu lebih manis."
"Tidak, beginipun manis. Ah, luar biasa bagiku karena rasanya tiba-tiba begitu enak dan nikmat
sekali!" Sin Gak menghabiskan ketela rebus itu, minta dan diberi lagi dan tertawa-tawalah Bi Hong betapa
masih panas-panas begitu Sin Gak melahap dan menghabiskan lima ubi besar. Pujian tadi membuatnya
girang dan gadis mana tak senang disebut manis, apalagi oleh pemuda yang diam-diam dicintanya. Dan
ketika mereka kenyang dengan makanan begitu bersahaja maka Sin Gak bangkit mencari air minum. Tadi
kawannya yang mendapatkan makanan.
"Tunggulah sebentar di sini, kuambilkan penawar haus."
Bi Hong mengangguk. Tak lama kemudian pemuda itu telah muncul lagi, membawa dua conthong air
di daun talas. Lalu ketika Sin Gak memberikannya kepada temannya dan Bi Hong membasahi
tenggorokannya dengan segar maka Sin Gak kagum betapa leher yang jenjang itu bergerak-gerak.
"Hi-hik, segar sekali, sesegar pemberinya!"
"Hm,, ada-ada saja. Di tengah terik panas begini mana mungkin tubuhku segar, Bi Hong, belum juga
mandi. Kita masing-masing kepanasan!"
"Tapi wajahmu begitu segar, tentu kau mencuci mukamu."
"Ya, boleh kuambil kalau kaupun suka. Mari, biar kuambil seconthong lagi!" lalu ketika pemuda itu
berkelebat lenyap dan kembali dengan seconthong besar air maka Bi Hong berseri-seri merasa dilayani
begitu lembut.
"Kau seperti suhu, tak jemu melayani wanita manja. Ih, terima kasih, Sin Gak, sekarang akupun segar,
hi-hik....!" tak hanya wajahnya melainkan rambutpun dibasahi. Bi Hong lalu mengibas-ngibaskan rambutnya
ini dan Sin Gak memandang penuh kagum. Ia begitu terpesona oleh gerak dan keceriaan gadis ini. Tapi
ketika gadis itu memandangnya dan ia tersipu maka Sin Gak melengos dan bertanya apakah perjalanan
dilanjutkan lagi.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
434 "Terserah padamu, tapi bagaimana dengan ayahmu nanti."
"Ayah tak akan bergerak sebelum aku datang. Tapi kalau kau masih ingin megaso akupun tak buru-
buru, Bi Hong, terserah kau."
"Kita sudah makan, lanjutkan perjalanan saja. Mari!"
Bi Hong berkelebat dan kali ini pemuda itu mengikuti gerakannya. Dalam perjalanan hari kedua ini
mereka mulai akrab, masing-masing mulai lebih mengenal yang lain dan Bi Hong tentu saja gembira. Tak
terasa ia menjadi semakin tertarik dan jatuh hati kepada pemuda ini. Dan ketika malam tiba Sin Gak bingung
mencarikan selimut, akhirnya memberikan baju luarnya untuk pembungkus tubuh maka di bawah sinar api
unggun gadis ini merasa tertegun, terharu bukan main.
"Aku menyesal belum juga sampai di kota Ci-bun. Kalau kita, sudah di sana dan mencari penginapan
mungkin kau tak kedinginan seperti ini, Bi Hong. Pakailah baju luarku ini dan maaf bahwa tempat tidurmu
hanya tumpukan rumput kering belaka."
Gadis ini bersinar-sinar. Sin Gak telah menyiapkan tumpukan rumput kering untuknya, membuat api
unggun dan menyuruhnya tidur sementara pemuda itu duduk bersila di dekat api unggun. Wajah itu tampak
lebih gagah ditimpa cahaya kemerahan, lembut dan entah kenapa begitu penuh perhatian kepadanya. Bi
Hong terharu. Dan ketika ia malah tak dapat tidur dan meloncat bangun maka iapun turut berdiang dan
mengembalikan baju luar pemuda itu.
"Kau menyiksa diri, nanti kedinginan. Biarlah kau pakai bajumu dan aku dapat menghangatkan diri
dengan sinkang!"
Pemuda ini terkejut, mengerutkan kening.
"Bajuku bau?"
"Hi-hik, siapa bilang? Aku hanya tak sampai hati melihat kau kedinginan nanti. Sudahlah kau pakai
bajumu itu dan kalau kau tidak mengantuk aku masih ingin bercakap-cakap!"
Sin Gak tersenyum, menerima bajunya "Kau ingin bercakap-cakap tentang apa, tidakkah mengantuk
dan tidur saja."
"Aku ingin ngobrol apa saja, terutama kenapa kau begitu baik kepadaku!"
"Hm!" wajah Sin Gak memerah, gadis itu memandangnya tak sungkan-sungkan lagi. "Kebaikan yang
kulakukan tak pernah kucatat, Bi Hong. Bukankah kita masih saudara seperguruan dan kupikir wajar jika aku
melakukan ini. Justeru pertanyaanmu aneh, masa begitu saja kau anggap baik!"
"Tapi sikapmu lain.Aku, hmm...... aku merasa ada yang lain di sini. Pokoknya lain. Kau
memperhatikan aku lebih dari biasanya!"
Sin Gak berdebar, mengangkat mukanya dan tak ayal lagi sepasang. mata mereka bertemu dan
pemuda ini berdetak melihat betapa dengan tajam dan penuh selidik gadis itu memandangnya tak seperti
biasanya. Bagai pedang saja sepasang mata itu menodongnya, Sin Gak tiba-tiba merasa gugup. Dan ketika ia
melengos dan menarik napas dalam maka Bi Hong mendekat dan kata-katanya membuat pemuda ini terkejut
setengah mati.
"Sin Gak, aku bukan anak kecil yang bisa kau kibuli begitu saja. Kita sudah sama-sama dewasa. Terus
terang aku tak percaya alasanmu kemarin tentang mencari aku. Kau dan ayahmu menyembunyikan sesuatu,
sekarang cobalah bicara jujur dan katakan apa di balik maksudmu ini dan mendekati aku!"
Pemuda ini seakan dipukul berdentang-dentang. Tak disangkanya bahwa maksudnya untuk menjajaki
cinta diketahui, paling tidak sudah ditangkap gadis itu. Dan ketika ia kembali memandang dan dua pasang
mata beradu akhirnya pemuda ini memerah dan ia gemetar.
"Hm!" tarikan napas itu untuk menenangkan guncangan. "Besok kita sudah sampai di Hutan Iblis, Bi
Hong, sekarang tiba-tiba saja kau mengajak bicara yang lain. Aku tak mengerti maksudmu apakah yang kau
kehendaki."
"Tak usah berpura-pura. Aku tak tahu tapi menangkap sesuatu yang kau sembunyikan, Sin Gak. Kau
dan ayahmu sengaja menyelidiki aku, entah apa. Cobalah kau bicara terus terang atau kita mulai dulu dengan
keluarga Hek-yan-pang itu!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
435 Sin Gak tersudut, terdesak. Dia adalah pemuda jujur dan tak biasanya menyembunyikan sesuatu.
Itulah sebabnya akhirnya Bi Hong menangkap sesuatu ini, jajak-cinta yang ingin diketahui dan mau tidak
mau harus mencari dan mendekati gadis ini. Maka ketika ia terbatuk dan pura-pura menyodokkan api
unggun, menambah kayu maka dia menjadi gugup dan untuk sejenak tak mampu menjawab.
"Aku merasa yakin bahwa ini ada kaitannya dengan peristiwa di Hek-yan-pang itu. Cobalah kau
ceritakan dan kita bicara jujur saja. Kau dan aku adalah sama-sama orang gagah!"
"Baiklah," Sin Gak menekan debaran jantungnva. "Kau gadis luar biasa yang baru kali ini kukenal, Bi
Hong, juga cerdik dan cerdas menangkap sesuatu. Tak kusangkal bahwa semua ini ada kaitannya dengan
Hek-yan-pang, maksudku dengan Giok Cheng......."
"Hm!" gadis itu menjadi merah, hatipun tiba-tiba berdegup kencang. "Apa yang kuduga ternyata
benar, Sin Gak, pasti itu. Apa lagi!"
"Ya, tapi ayah yang menyuruhku ini, maksudku, hmm....... mencari dan mendekatimu untuk mengenal
lebih baik......"
"Maksudmu hendak membandingkan dengan Giok Cheng itu? Mencari kelemahan dan kekuranganku
untuk dibandingkan dengan puteri ketua Hek-yan-pang yang terhormat itu?"
"Bukan, bukan....... kau jangan salah paham dan buru-buru memvonis seperti itu. Aku tidak
bermaksud begitu, Bi Hong, bukan mencari kelemahan dan kekuranganmu. Melainkan....... hm, justeru
mencari kecocokan!"
Ada membersit cahaya berseri pada wajah itu. Gadis yang semula tampak emosi dan mulai marah ini
tiba-tiba tertegun. Matanya terbelalak memandang Sin Gak. Namun ketika pandang mata itu melembut dan
bersinar lunak, wajah itu tersipu dan akhirnya menunduk maka gadis ini bertanya apa yang dimaksud Sin
Gak. "Aku kurang jelas dengan kata-katamu tadi. Apa yang kau maksud dengam kecocokan. Dan lagi
bagaimana sikap kalian terhadap keluarga Hek-yan-pang. Tentu ini yang harus kau mulai!"
"Benar, memang dimulai dari sini. Aku sekarang mendapatkan kebebasan dari ayahku untuk masa
depanku sendiri, Bi Hong, maksudnya tak terikat lagi dengan perjodoban yang dibuat orang tuaku. Aku
sekarang bebas, mau bersama Giok Cheng atau gadis lain sepenuhnya terserah kepadaku. Hanya aku menjadi
takut setelah mendapat wejangan dari guruku."
"Hm, wejangan apa itu."
"Tentang Ego, cinta dan Ego....."
"Eh," gadis ini mengangkat kepalanya. "Mirip benar dengan yang kudapat dari guruku, Sin Gak. Suhu
juga pernah bicara tentang Ego dan cinta. Tapi coba kau katakan apakah yang kau maksud itu sama atau
bukan!"
Sin Gak tertegun, sepasang matanya menjadi bersinar-sinar. "Hm, menurutmu sendiri bagaimana
dengan dua hal itu, Bi Hong. Maksudku bagaimana pendapatmu pribadi tentang ini."
"Aku setuju dengan wejangan suhu, tapi sebaiknya kau dulu yang bicara itu!"
"Bagaimana aku memulainya. Jujur saja akupun sebenarnya sedang mencari dan menghayati ini,
menyelidiki diriku sendiri........"
"Maksudmu?"
Wajah Sin Gak memerah. "Aku tak tahu apakah aku mencintai Giok Cheng atau tidak, Bi Hong.
Namun melihat kejadian terakhir aku merasa jauh......"
"Hm!" gadis itu bersemu dadu, cahaya matanya berkilat dan berseri-seri. "Bagaimana kau tak
mencintai gadis segagah dan secantik Giok Cheng, Sin Gak, apalagi kalian berdua sudah diikat orang tua
masing-masing. Justeru bodoh kalau kau tak mencintai Giok Cheng!"
"Cinta rasanya tak tumbuh begitu saja. Cinta adalah sesuatu yang rumit dan membingungkan, Bi
Hong. Kalau tak hati-hati menjalankannya bisa celaka seumur hidup. Aku tak berani gegabah."Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
436 "Tapi orang tuamu sudah mengikatmu sejak lahir!"
"Itu dulu, sebelum kami sama-sama dewasa. Tapi setelah kami dewasa dan melihatnya dengan
kacamata masing-masing maka terdapat beberapa hal yang justeru membuatku khawatir."
"Dan itu karena aku! Menyesal juga kenapa tiba-tiba aku ke Hek-yan-pang. Hm, kebahagiaanmu jadi
terusik oleh kehadiranku, Sin Gak. Tahu begini tak usah aku datang!"
"Tidak, jangan terlampau menyalahkan diri sendiri. Kau hanya sebab peristiwa yang berkembang, Bi
Hong, bukan biang keladinya. Aku tak menyalahkan dirimu justeru menyalahkan Giok Cheng. Ia terbawa
Ego-nya, melenceng dan bersikap berlebihan."
"Hm, apakah kau tak mencintai gadis itu."
"Mungkin tidak...."
"Tapi ia mencintaimu, Sin Gak. Ia cemburu melihat kau dan aku bersama!"
"Inilah yang membuat aku ngeri teringat wejangan suhu. Cinta seperti ini tak dapat membahagiakan
rumah tangga, Bi Hong. Cinta seperti itu bersumber pada tuntutan dan Ego. Aku khawatir!"
Gadis itu tertegun. Pandang mata Sin Gak merenung jauh dan ia berdebar. Jawaban "mungkin" berarti
mengambang. Sin Gak masih ragu terhadap cintanya kepada puteri ketua Hek-yan-pang itu. Entah kenapa ia
menjadi panas, padahal tadi ia seolah membodoh-bodohkan pemuda itu mengapa gadis secantik Giok Cheng
harus ditolak! Maka ketika ia mulai terbawa dan tentu saja ingin mengorek lebih jauh, apa sebenarnya yang
dimaksud pemuda ini iapun bertanya bagaimana kalau begitu. Apakah ada gadis lain yang mungkin dicinta
pemuda ini!
"Biasanya laki-laki menyatakan tak suka kalau sudah mempunyai pilihan lain. Dan kau agaknya tak
mencintai gadis itu karena memiliki calon yang baru. Apakah ada yang lain yang mulai menarik hatimu, Sin
Gak? Mungkin karena ini kau tak suka kepada Giok Cheng?"
Todongan ini terang-terangan dan tak sungkan-sungkan lagi. Bi Hong adalah seorang gadis yang
bicara ceplas-ceplos dan sikap gurunya sehari-hari besar pula pengaruhnya. Song-bun-liong Si Naga
Berkabung itulah yang mengajari muridnya bicara tanpa sungkan. Maka ketika gadis itu menodong Sin Gak
dengan kata-kata yang langsung dan tidak perlu berputar-putar lagi maka Sin Gak memerah wajahnya dan
harus diakui bahwa itu memang betul, sebab kalau tak ada gadis ini mungkin saja cintanya kepada Giok
Cheng mutlak seorang!
"Bagaimana?" gadis itu bertanya, si pemuda diam saja. "Biasanya laki-laki begitu, Sin Gak. Ada yang
lain maka yang lama terasa membosankan. Siapa gadis yang beruntung itu dan alangkah bahagianya
mendapatkan perhatianmu!"
Sin Gak semakin merah. Kata-kata gadis ini semakin tajam saja dan menyengat. Tapi karena tidak
semua kata-kata itu betul dan ia tentu saja menolak maka pemuda ini menggeleng, matanya barsinar-sinar.
"Aku tidak seperti laki-laki yang kau sebutkan itu. Entah dari mana kau mendapat contohnya. Tak
kusangkal aku tertarik gadis lain, Bi Hong, tapi itupun masih taraf penjajakan. Aku sedang menyelidiki
cintaku apakah benar atau tidak, sehat atau hanya mementingkan kesenangan diri belaka!"
"Hebat, seperti guruku. Kau tiba-tiba seakan pendeta yang bijak dan hati-hati, Sin Gak, menarik benar.
Eh, siapa gadis beruntung yang kau perhatikan itu. Lucu kenapa masih taraf penjajakan pula. Apakah dia
jelek!"
"Hm, bukan dia, melainkan diriku sendiri. Aku sedang menjajaki cintaku sekaligus apakah cintaku
terbalas pula...."
"Ah, kau belum mengetahuinya?"
"Belum, tapi dapat kukira-kira...."
"Bagus, bagaimana kiranya. Dia menyambut atau tidak!"
"Aku tak tahu," Sin Gak tersenyum, mulai merasa gadis ini bersandiwara pula. "Aku dan dia baru
sama-sama kenal, Bi Hong, tapi harus kuakui hatiku tergetar olehnya."Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
437 "Hm, siapa gadis itu. Beruntung benar!"
"Tak perlu kusebut namanya dulu. Kalau kau bagaimana, apakah kira-kira gadis itu menyambutku
atau tidak."
"Mana kutahu? Kau tak menyebutnya siapa, Sin Gak, tapi tak sukar bagi gadis manapun untuk jatuh
cinta kepadamu. Kau tampan dan gagah, kepandaianmu tinggi. Akupun hampir tak menang melawanmu!"
Sin Gak tertawa. Pembicaraan yang semula serius tiba-tiba menjadi menggelikan di tengah jalan.
Masing-masing sudah melontarkan pujian dengan cara memutar. Namun karena gadis itu masih
bersandiwara dan matanya nakal menggoda dia maka Sin Gakpun pura-pura tak mengerti dan kembali
pembicaraan berputar pada Giok Cheng.
"Aku tak membenci Giok Cheng, juga bukannya tak suka. Hanya karena dia begitu angkuh dan tinggi
hati maka aku kurang cocok dengannya. Kupikir aku lebih cocok dengan gadis-gadis sederhana yang
sepertimu ini, namun karena cinta bukan semata kecocokan watak karena ada hal-hal lain yang harus
dipenuhi maka tentu saja aku tak gegabah dan inilah yang kumaksud bahwa aku sedang menyelidiki ini."
"Hm," Bi Hong mulai merasa dirinya dituju. "Coba kau sebutkan hal-hal apa itu, mungkin aku perlu
tahu."
"Pertama adalah pengertian. Kalau aku berwatak keras dan gadis itu juga keras tapi tak memiliki
pengertian maka hal ini berbahaya, tak mungkin hubungan bisa lama."
"Betul, dan kedua?"
"Aku dan dia harus memiliki dasar-dasar cinta yang sama, Bi Hong, maksudku tak boleh didominir
Ego."
"Hm, Ego. Coba kau sebutkan dan terangkan itu, aku sekarang bertanya!"
"Aku menjelaskan saja apa yang pernah kudengar dari guruku. Ego adalah pusat tuntutan, pemenuhan
kebutuhan si Aku. Kalau ini mendominir cinta lebih baik tak usah saja!"
Bi Hong mengangguk, bersinar-sinar. Sampai di sini ia merasa bahwa pemuda ini sejalan dengan
gurunya, atau lebih tepat, guru pemuda itu sejalan dan sependapat dengan gurunya. Ini menarik. Maka ketika
ia mengangguk dan memandang bersinar-sinar iapun bertanya lagi bagaimana selanjutnya.
"Kau mengatakan cinta tak boleh didominir Ego, kalau begitu bagaimana sebaiknya!"
"Cinta yang baik berasal dari Hati, sifatnya memberi. Dan karena cinta ini lebih agung daripada cinta
Ego maka itulah yang harus dilakukan."
"Bagus, sama dengan wejangan guruku. Eh, kalau begitu ada persamaan di antara kita, Sin Gak.
Gurukupun bicara tentang Ego dan cinta seperti ini. Kalau aku tidak mendengarmu tentu kukira kau
mendapatkannya dari guruku!"
"Apa saja kata gurumu."
"Ya Ego dan Hati itu. Dua-duanya menyebut cinta tapi dasar atau intinya berbeda. Yang satu menuntut
yang lain memberi!"
"Ah, cocok, gurukupun berkata seperti itu. Hei, kalau begitu kau yang melanjutkan, Bi Hong,
tampaknya kau lebih tahu dari aku!"
"Hi-hik, kita tiba-tiba seperti pendeta saja. Tidak, kau yang melanjutkan, Sin Gak, aku hanya
pendengar. Coba kau lanjutkan bagaimana itu."
"Sudah kau jawab, ya itu tadi. Dan karena kau sudah tahu akupun tak perlu menerangkan." Sin Gak


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tertawa, gadis itupun tertawa dan tiba-tiba keduanya saling pandang dengan mesra. Ada kehangatan di antara
mereka ketika tiba-tiba bicara tentang itu. Bi Hong tentu saja girang bukan main, inilah awal sebuah
pengertian bagi mereka. Sebuah komunikasi timbal balik! Tapi ketika ia bertanya bagaimana sikap pemuda
itu selanjutnya, bagaimana dengan Giok Cheng maka Sin Gak menarik napas panjang menjawab,
"Aku pribadi menganggap Giok Cheng seperti gurunya. Sifatnya penuh tuntutan, sumbernya Ego.
Kalau sudah seperti ini buat apa aku melayani, Bi Hong. Aku teringat gurumu ketika dikejar-kejar gurunya
itu. Tentu seperti itu kelak jika ia menjadi jodohku. Maksudku, tak lepas dari kepentingan diri sendiri danKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
438 menyenangkan diri sendiri."
"Hm, betul," gadis ini mengangguk-angguk. "Rupanya kau sudah tahu dari gurumu tentang kisah
guruku dan sumoinya itu, Sin Gak. Kau benar bahwa sukouw Hek-i Hong-li terlalu menuntut kesenangan
dirinya sendiri, kepentingan dirinya pribadi. Dan kalau sudah begini tentu keutuhan sebuah rumah tangga
sukar dipertahankan lagi. Baiklah sebagai penutup bagaimana sikapmu sendiri kalau kau mencintai
kekasihmu itu, dan siapa kiranya gadis yang beruntung itu!"
"Hm," Sin Gak tersenyum-senyum, lagi-lagi sebuah sandiwara diputar-putar. "Sikapku jelas dalam hal
ini, Bi Hong, kalau aku mencintai seseorang maka cinta dari Hatilah yang harus kuberikan, bukan Ego.
Hanya cinta dari ini yang bisa membahagiakan, sifatnya memberi. Sedang gadis yang menggetarkan hatiku
itu, ah...... kau sudah tahu dan tak perlu kuberitahu."
Bi Hong semburat. Kali ini Sin Gak memandangnya mesra dan pipi itupun seketika kemerah-merahan.
Bukan sembunyi-sembunyi lagi pandang mata pemuda itu. Namun ketika Sin Gak menarik napas panjang
dan balik bertanya bagaimana sikap gadis itu maka Bi Hong mengangkat mukanya memandang jauh ke
kegelapan.
"Akupun sama seperti itu. Suhu telah memberiku nasihat yang bijak, Sin Gak, cinta yang baik harus
berasal dari Hati. Tapi kalau satu dan lain hal aku mengganggu kebahagiaan orang yang kucinta itu maka
lebih baik aku menyingkir dan membiarkan ia bahagia."
Sin Gak menjadi terharu. Tentu saja ia tahu apa yang dimaksud gadis ini dan tanpa disadari tiba-tiba ia
memegang lengan gadis itu. Lengan yang lembut dan gemetar digenggamnya, gadis itu memandang dan
tiba-tiba keduanya sama-sama merah. Lalu ketika dengan halus gadis ini menarik lengannya segera ia
melompat pergi tidur berseru perlahan.
Sin Gak, aku mengantuk. Biarlah cukup pembicaraan kita di sini dan selamat malam!"
Pemuda itu mengangguk. Dengan halus sekali masing-masing pihak telah saling memberi isyarat
cinta. Belum ada kata-kata yang jelas dan tegas namun masing-masing telah sama tahu. Ada kebahagiaan di
hati Bi Hong namun ada juga semacam rasa cemas. Ia khawatir bagaimana sikap Giok Cheng nanti. Maka
ketika ia melompat tidur dan Sin Gak mengecilkan api unggun, duduk membelakangi punggung ternyata
sukar bagi gadis ini memejamkan mata. Baru setelah ayam jantan berkokok gadis ini terlelap. Sin Gak masih
bersila mengosongkan pikiran. Dan ketika matahari menyinarkan cahayanya menembus kegelapan, Sin Gak
bangkit namun gadis itu masih nyenyak maka menjelang datangnya monyet-monyet mencari buah barulah
gadis itu melompat bangun. Kesiangan!
Dan Sin Gak telah menyiapkan sesisir pisang dan beberapa buah-buahan segar di situ, juga air pencuci
muka. Lalu ketika gadis ini tertegun tersipu merah, pemuda itu lebih dulu bangun maka Sin Gak tertawa
berkata.
"Tidurmu nyenyak sekali, aku tak berani mengganggu. Silakan cuci muka dan itu sarapan kita."
"Hm," gadis Ini berkelebat malu. "Aku ingin mandi, Sin Gak, biarlah kau di sini dulu nanti aku
kembali. Tolong jaga kalau ada orang!"
Sin Gak kagum. Masih seperti itu terasa terpesona. Rambut yang kusut dan mata sembab terasa manis
dipandang. Maka ketika seperempat jam kemudian datanglah gadis ini lagi dengan tubuh segar bak sekuntum
Pendekar Seratus Hari 8 Dewi Ular 82 Rahasia Laskar Iblis Dingdong Matilah Kau 1
^