Pencarian

Tapak Tangan Hantu 8

Tapak Tangan Hantu Karya Batara Bagian 8


menyelamatkan keduanya. Dengan cepat ia mengusap kaki itu lagi hingga si gadis mampu berdiri, meskipun
dengan terpincang-pincang. Dan ketika ia membawa mayat itu dan menghela napas maka Giam Liong
berkata biarlah mayat itu dikubur dulu, tak usah dibawa ke mana-mana.
"Kakekmu sudah tewas, tak usah dibawa-bawa. Biarlah kubantu kau menguburkan jenasahnya dan
harap maafkan aku."
Su Giok menangis. Setelah dua kali dibuat tak berdaya namun Naga Pembunuh itu benar-benar tak
menyakiti hatinya lagi, ia menutupi muka maka Giam Liong menggali dan meletakkan jenasah kakek ini.
Gadis itu masih menangis tersedu-sedu ketika Giam Liong selesai membuat lubang. Namun ketika Giam
Liong mengangkat dan meletakkan jenasah ini ke dalam lubang maka gadis itu menjerit melompat bangun.
"Jangan kubur kakekku sendirian. Jangan biarkan ia sendiri. Biar aku menemaninya dan kau kuburlah
aku pula!"
Giam Liong terkejut. Gadis ini melompat dan masuk ke dalam lubang, mengguguk, tersedu-sedu dan
merangkuli mayat itu seperti gila. Tapi ketika ia menyambar dan membujuk halus maka ia berkata bahwa hal
itu tidak benar.
"Kau tak perlu terlalu bersedih. Orang hidup bakal mati. Naiklah, dan biarkan kakekmu beristirahat
tenang, nona. Atau nanti arwahnya penasaran dan kacau di alam baka."
Gadis itu meronta dan masih hendak terjun. Giam Liong mencengkeram dan menepuk ubun-ubun, Su
Giok mengeluh dan pingsan. Dan ketika pemuda itu menarik napas dalam-dalam tapi menguruk lubang
dengan perasaan tetap maka dia menyadarkan gadis itu lagi setelah selesai, mengurut tengkuknya.
"Maaf, aku akan menolongmu. Tapi ceritakan siapa keluargamu yang masih ada. Aku bersedih atas
kematian kong-kongmu, tapi ia sudah tak mungkin kembali dan tunjukkan bahwa kau keturunan Su-
enghiong yang gagah!"
Su Giok tak dapat berkata-kata. Untuk sejenak ia mengguguk dan meraung-raung. Tapi ketika sadar
bahwa semuanya itu tak bakal menolong, kakeknya tak mungkin hidup maka air mata yang mulai habis
membuat dia menghentikan tangisnya juga, bangkit berdiri, wajah merah padam dengan mata berapi-api.
"Aku akan membunuh jahanam itu. Aku akan membalas dendam. Biar aku atau dia yang mati!"
"Aku akan menolongmu," Giam Liong menarik napas dalam. "Sekarang ceritakan siapa keluargamu
yang masih tinggal, nona. Dan mari kuantar menemui keluargamu itu."
"Aku tak memiliki keluarga lagi, aku sebatangkara. Aku... aku tak akan pulang dan tak mungkin
pulang. Jahanam itu telah membuat aku sengsara!"
"Kau sebatangkara?" Giam Liong mengerutkan kening. "Kakek atau ayahmu tak memiliki keluarga
lain?"
"Paman dan bibiku terbunuh, Sin-taihiap. Hanya kakekku itulah yang satu-satunya masih hidup. Ia
kong-kongku, juga guruku. Namun jahanam Majikan Hutan Iblis itu telah membunuhnya pula!"
"Hm, kalau begitu ke mana kau mau pergi. Adakah suatu tujuan yang dapat kuantar."
"Aku tak ke mana-mana. Aku hanya ingin mencari dan membalas musuhku. Tapi.... tapi aku
menyadari kepandaianku. Barangkali aku harus mencari orang lain untuk menambah ilmuku. Kau
lanjutkanlah perjalananmu dan biar aku melanjutkan perjalananku pula, sendiri!"
Giam Liong terkejut. Gadis itu bergerak dan melangkah pergi tapi tiba-tiba membalik lagi. Ia teringat
sesuatu. Dan ketika ia membungkuk dan menjura di depan Giam Liong maka ia berkata,
"Aku lupa mengucapkan terima kasih. Maaf, sekarang kuucapkan terima kasih dan mudah-mudahanKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
189 budi baikmu dapat kubalas kelak."
Giam Liong kembali membelalakkan mata. Gadis ini membalik dan melangkah lagi lalu tiba-tiba
berkelebat. Ia berdiri, mau memanggil. Tapi ketika ia menahan mulutnya dan tak jadi berseru, ia laki-laki
sementara gadis itu perempuan maka Giam Liong membatalkan niatnya dan senyum dingin kembali
membayang. Ia tak ingat akan pesan kakek dewa itu dan rupanya juga tak tertarik. Cucu Pek-lui-kong itu
telah sebatangkara, biarlah! Maka membalik dan menggerakkan kaki ke tempat lain si buntung ini juga tak
memperdulikan lagi gadis baju merah itu. Acuh.
"Hm, benar-benar tak berjantung, tak berperasaan. Pantas kau mendapat julukan demikian
mengerikan, Naga Pembunuh. Kau lupa pesanan seseorang!"
Giam Liong terkejut. Baru saja ia berjalan sepuluh tindak tiba-tiba terdengar dengus dan kata-kata
dingin itu, tidak keras namun cukup menyentak. Ia membalik dan bagai iblis saja tahu-tahu seorang nenek
berpakaian serba hitam berdiri di belakangnya, tak ada semeter! Dan ketika ia terkejut bukan main
bagaimana nenek ini dapat muncul tanpa diketahui, bagaimana telinganya tak mendengar kesiur angin dingin
maka Giam Liong tertegun dan membelalakkan mata. Seorang nenek yang cantik meskipun tua!
"Kau... kau siapa. Apa maksud kata-katamu!"
"Hi-hik, bocah edan. Bocah tak berperasaan. Untuk apa kau tanya-tanya tentang aku kalau hatimu
sebeku dan sedingin ini, Naga Pembunuh. Kau tak usah tahu seperti aku juga tak usah tahu kenapa kau
melupakan pesanan Sian-su!"
"Sian-su?" Giam Liong mengerutkan kening. "Dia pesan apa dan bagaimana kau tahu? Kau sudah
lama di sini?"
"Heh, kau benar-benar menyimpan otakmu. Dengar, jelas sekali Sian-su berpesan agar kau menjaga
dan melindungi gadis itu, Naga Pembunuh. Tapi kau membiarkannya saja pergi. Kau bersikap baik sebentar
tapi kemudian jahat lagi. Kau bocah tak berjantung. Kau tak punya liang-sim (hati nurani)!"
Marah juga Giam Liong dimaki-maki seperti ini. Ia teringat bahwa tadi memang ia disuruh menjaga
dan melindungi gadis itu. Tapi karena ia laki-laki sementara gadis itu wanita, ia baru saja kematian isterinya
maka ia tak mengacuhkan itu dan bukan salah dirinya kalau ia membiarkan gadis itu sendiri. Bukankah tadi
ia sudah menawarkan pulang. Bukankah ia sudah siap mengantar kalau gadis itu memiliki sanak saudara.
Dan karena tak mungkin ia harus mengawal seperti adik atau isterinya sendiri maka ia tertawa mengejek
memandang nenek aneh ini.
"Kaupun rupanya tak waras, sinting. Kau nenek gila yang datang-datang langsung memaki orang lain.
Hm, apa perdulimu tentang itu, nenek aneh. Aku memiliki alasan sendiri kenapa membiarkan gadis itu. Aku
sudah menawarkan jasa, tapi ia menolak. Dan karena ia bukan adik atau saudaraku maka kubiarkan ia sendiri
dan apa perdulimu tentang ini!"
"Heh-heh, bagus. Tapi kau bocah tak tahu budi! Tahukah kau berapa lama Sian-su menunggumu. Heh,
dua jam ia di sini, bocah. Dua jam ia menjaga dan menunggumu agar dapat mewakilinya. Dan setiap
keinginan Sian-su tentu ada maksudnya, terutama bagimu. Beranikah kau menyepelekan perintahnya
sementara dulu orang tuamu diselamatkan dan dihidupkan kembali oleh kakek ini. Jawab, punya
perasaankah kau ini!"
Giam Liong terkejut. Si nenek tiba-tiba bicara tentang mendiang ayahnya pula pada tiga puluh atau
empat puluh tahun. Berarti ia berhadapan dengan tokoh tua! Dan tertegun bahwa nenek ini rupanya tahu
semua, sementara ia tak tahu siapa nenek ini maka Giam Liong menahan marah ketika bertanya,
"Maaf, siapakah locianpwe gerangan. Aku belum merasa kenal, tapi locianpwe sudah tahu semua.
Bolehkah aku tahu nama locianpwe yang mulia? Atau locianpwe hanya pandai bicara tak pandai
menunjukkan kepandaian?"
"Heh-heh, anak lancang. Bocah edan! Baik kalau kau ingin tahu namaku, Giam Liong. Aku adalah
Hek-i Hong-li (Bidadari Baju Hitam) yang dulu pada seratus tahun lewat membuat geger dunia kang-ouw.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
190 Waktu itu kau dan ayahmu belum ada, kakekmupun barangkali masih berupa anak kecil. Tapi karena jelas
namaku jauh lebih hebat daripada namamu, kau bocah ingusan yang tak ada artinya maka jangan sombong
bahwa dengan kepandaianmu sekarang ini kau dapat mengalahkan aku. Boleh coba sepuluh jurus saja,
seranglah dan aku mengaku kalah kalau kau dapat menyentuh ujung bajuku!"
Giam Liong terbelalak. Ia tak pernah mendengar nama ini tapi kalau benar nenek itu bukan pembual
tentu kesaktiannya hebat sekali. Seratus tahun yang lewat telah dapat membuat nama besar tentu bukan
main-main. Dan teringat betapa tadi nenek ini muncul secara tiba-tiba, ia tak mendengar sedikitpun angin
gerakan maka Giam Liong mundur dengan muka berubah. Sejenak ia tergetar, mau percaya. Tapi begitu
sadar bahwa ia tak perlu takut, betapapun tingginya nenek ini ia belum melihat secara penuh maka Giam
Liong tertawa mengejek dan panas oleh tantangan itu. Masa sepuluh jurus ia tak mampu menyentuh ujung
baju, padahal ia memiliki ilmu langkah sakti Pek-poh-sin-kun (Seratus Langkah)!
"Hm, besar dan memanaskan sekali omonganmu ini. Kau nenek takabur. Baik, aku jadi ingin coba-
coba menerima tantanganmu, Hek-i-locianpwe. Apakah benar dalam sepuluh jurus aku tak mampu
menangkapmu. Tapi katakan bagaimana kalau aku mampu, apa yang kau perbuat!"
"Aku mencium bokongmu, kucuci dan kusiapkan makan minummu seumur hidup. Hi-hik tapi
bagaimana kalau kau gagal?"
Giam Liong terkejut, merah padam dengan cepat, terbakar. "Aku mencium bokongmu pula, nenek
sombong. Dan kucuci serta kusiapkan makan minummu seumur hidup!"
"Hi-hik, bagus, heh-heh....! Tapi tak usah sejauh itu. Kau cukup mencium bokongku saja, Naga
Pembunuh, mencuci dan menyediakan makan minumku tak usah, apalagi seumur hidup. Wah, berdekatan
dengan dirimu saja aku sudah tak suka, apalagi harus seumur hidup. Tidak, kau mencium bokongku saja dan
tak apa seorang cucu mencium pantat neneknya! Heh-heh, mulailah dan coba tangkap aku!"
Giam Liong mendidih. Ia benar-benar terhina dan tertantang oleh nenek ini. Ia tak tahu siapa Hek-i
Hong-li ini namun iapun tak takut meskipun si nenek berkepandaian tinggi. Di dunia ini paling-paling mati!
Maka membentak dan tak menunggu lagi ia sudah bergerak dan sekali mengeluarkan Pek-poh-sin-kunnya
kakipun sudah mengeluarkan suara "set" ketika bergeser dan maju mendekat, cepat luar bisa.
"Awas, aku mulai!"
Si nenek mengebutkan baju. Ia terkekeh ketika Giam Liong menyambar, baju dikebutkan dan sengaja
disuruh tangkap. Tapi ketika baju itu tertarik mundur karena si nenek juga mundur, otomatis luput maka
Giam Liong tersentak melihat gerakan si nenek yang tak kalah cepat.
"Satu...!"
Pemuda ini gagal. Ia merah padam tapi membentak maju lagi. Kali ini dua langkah Pek-poh-sin-kun
digerakkan sekaligus. Tapi ketika si nenek melejit dan mengelak luar biasa cepat maka dua terkaman ini juga
luput.
"Dua...!"
Giam Liong terbelalak. Ia hampir tak percaya namun benar-benar terbukti, tentu saja marah dan
bergerak lebih cepat lagi. Tapi ketika nenek itu berkelit dan mundur lagi lebih cepat, semakin cepat Giam
Liong semakin cepat pula nenek ini, maka si nenek sudah seakan menjadi bayang-bayang hitam yang tak
dapat ditangkap, tubuhnya kian lama berubah seperti asap!
"Enam..... tujuh..... sembilan! Hi-hik, tinggal sejurus lagi dan kau mencium bokongku!"
Giam Liong pucat. Ilmu Seratus Langkah Sakti itu, Pek-poh-sin-kun tiba-tiba seakan tak berdaya
menghadapi nenek lihai ini. Semakin dia bernafsu menangkap semakin luar biasa gerakan nenek itu. Dan
terakhir nenek ini sudah seperti asap tipis, bukan manusia lagi melainkan uap! Dan ketika hitungan tiba pada
angka sembilan dan Giam Liong terkejut serta penasaran, sungguh ia hampir tak percaya maka tiba-tiba iaKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
191 melakukan gerak tipuan di mana pada hitungan ke sepuluh ia menubruk ke kiri padahal sebenarnya ke kanan.
"Wherrrr!"
Baju itu tertangkap. Si nenek juga terkejut dan berseru keras. Giam Liong melakukan langkah yang
disebut Menangkap Bulan Merogoh Dewa, gerakan mengecoh yang membuat si nenek terpekik. Tapi ketika
baju tertangkap namun Giam Liong serasa menembus benda keras, tangan itu tak memegang apa-apa maka
ia menghentikan gerakan dan terdengar ledakan di mana nenek itu sudah terkekeh di sana, bertolak
pinggang.
"Hi-hik, bagaimana. Mampukah kau menangkap ujung bajuku!"
"Kau.... kau menggunakan ilmu hitam. Kau tak jujur, Hek-i-locianpwe. Kau menggunakan ilmu
hitam!"
"Hi-hik, bocah tolol memang begini. Kau akui atau tidak ilmuku jelas di atasmu, Giam Liong. Hitam
atau putih hanyalah nama. Perjanjian kita tidak bersyarat macam-macam, hanya kau mampu atau tidak, itu
saja. Kalau kau berdalih untuk tidak mengakui kekalahan aku juga tak menuntutmu. Tak usah melotot!"
Giam Liong kaget bukan main. Ia akhirnya gagal dan nenek ini menang. Ia tak menyangka sama sekali
bahwa ilmu langkah saktinya tak mempan. Mana mungkin menangkap seseorang yang sudah berbentuk asap.
Nenek ini seakan menjadi mahluk halus, roh! Dan sadar bahwa ia kalah, nenek itu betul maka Giam Liong
berlutut dan merah padam.
"Baik, akupun tahu diri. Aku bukan laki-laki pengecut, locianpwe. Ilmu hitam atau tidak aku telah
gagal menangkap ujung bajumu. Aku kalah. Aku akan menepati janjiku dan siap mencium bokongmu!"
"Heh-heh, bocah tidak waras. Sinting! Kau boleh berlutut dan memenuhi janjimu, Naga Pembunuh.
Tapi siapa sudi memberikan bokongku untuk kau cium. Menyentuh ujung bajuku saja tidak patut, apalagi
menyentuh tubuhku. Pergilah dan awas beberapa tahun lagi.... dess!" Giam Liong mencelat dan terlempar.
Nenek itu menggerakkan kakinya dan pemuda ini tertendang. Giam Liong berjungkir balik melayang turun.
Dan ketika ia terbelalak dan nenek itu lenyap, ia menarik napas dalam-dalam maka seorang lain tiba-tiba
terkekeh dan batuk-batuk.
"Heh-heh, baik juga anak muda ini. Cukup luhur! Eh, bagaimana tendangan Hong-li tadi, bocah she
Sin. Bagaimana kalau dengan tendanganku..... dess!" Giam Liong terlempar dan mencelat lagi. Ia baru saja
melayang turun ketika seorang kakek aneh, berwajah merah muncul di situ. Kakek inipun tahu-tahu di
belakangnya dan ketika ia menoleh kaki itupun bergerak cepat. Ia tak mungkin menghindar dan terlempar
tinggi. Tapi ketika ia berteriak dan berjungkir balik melayang turun, kakek itu tertawa-tawa maka ia melotot
melihat kakek ini mencomot ikat pinggangnya, tahu-tahu terlepas, begitu saja.
"Ha-ha, ikat pinggangmu ini yang membuat kau kelebihan berat badan. Aih, pantas kau tak mampu
mengimbangi kecepatan Hong-li. Bodoh, kau anak bodoh, Giam Liong. Tapi kau anak baik yang jujur
mengakui kekalahan. Ha-ha, kau jujur menepati janji pula. Tapi kalau aku tentu sudi kau cium bokongku.
Hayo, kita bertaruh lagi dan main-main seperti nenek itu!"
Giam Liong tersentak. Untuk kedua kalinya ia merasa bertemu dengan orang-orang luar biasa. Kaget
dia. Tapi melihat kakek itu merampas ikat pinggangnya dan ia merasa marah, entah kapan kakek itu
mencabut ikat pinggangnya maka ia membentak dan maju merampas.
"Kau orang tua sialan, berikan sabukku dan siapakah kau!"
"Eiitt, nanti dulu. Aku bersungguh-sungguh. Sabuk ini tak perlu dipakai lagi dan biar kubuang!"
Giam Liong terkejut. Ikat pinggangnya dilempar dan demikian tinggi benda itu meluncur ke atas,
lenyap dan akhirnya hilang menembus langit. Bukan main! Dan ketika ia tertegun tapi kakek itu terkekeh-
kekeh, ia ditepuk maka pemuda ini sadar lagi dan membelalakkan matanya.
"Kita main-main, semacam petak-umpetlah. Kau kejar aku dan nanti aku mengejarmu. Kalau kauKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
192 dapat menangkap ujung bajuku pula aku memberimu hadiah. Tapi kalau kau tidak berhasil kau harus
memberikan sesuatu kepadaku pula. Bagaimana bocah?"
Giam Liong tertegun. "Locianpwe siapakah? Kenapa main-main dengan anak muda?"
"Ha-ha, aku adalah aku. Jangan pilih kasih. Ayo tangkap aku atau aku bersembunyi dulu.... wutt!"
kakek itu lenyap, entah bersembunyi di mana dan Giam Liong terkejut. Seperti siluman atau iblis saja kakek
ini menghilang, padahal dia bukanlah anak kecil! Dan ketika Giam Liong celingukan dan memandang ke
kanan kiri, mencari-cari maka kakek itu berseru, suaranya tak dapat ditentukan, berputar-putar.
"Heii, ayo cari aku. Atau nanti kuketok kepalamu!"
Giam Liong terkejut. Ia tak tahu di mana kakek itu dan terdengar lagi seruan itu, kini marah. Dan
ketika ia tetap tak dapat mencari dan bingung serta kagum maka kakek itu tahu-tahu muncul lagi di depannya
seperti iblis, langsung saja mengetok kepala.
"Kurang ajar, susah-susah bersembunyi tak kau cari juga. Heii, ini aku, anak muda. Kau menerima
hukuman ketok kepala.... tok!" benar saja, kepala atau ubun-ubun pemuda ini diketok. Tampaknya biasa saja
tapi Giam Liong terhuyung. Telunjuk kakek itu membuat ia kiut-miut! Dan ketika ia marah tapi kakek itu
tertawa-tawa, Giam Liong mendesis tak diperdulikan maka kakek itu berseru,
"Begini saja, kita main seperti nenek itu. Kalau kau dapat menangkap bajuku maka hadiahnya sebuah
ilmu. Tapi kalau kau tak berhasil maka anakmu kuambil murid. Bagaimana?"
Giam Liong mendidih. Berhadapan dengan orang-orang tua ini ia seakan anak-anak yang tak dihargai.
Naga Pembunuh, julukan yung diperoleh, seakan tak berarti bagi kakek itu, juga nenek yang berjuluk Hek-i
Hong-li. Maka membentak dan menerjang maju ia sudah menerkam kakek ini.
"Kau tua bangka tak punya aturan. Siapapun adanya kau aku tak takut, locianpwe. Mampuslah atau
kau pergi!"
"Heii..!" si kakek melompat, luput. "Kita hanya main-main, bocah, bukan menyerang. Seperti nenek
tadi saja dan kau pegang bajuku!"
"Cukup hinaan ini. Kau pergi atau mampus.... wutt!" dan Giam Liong yang menyerang dan
menggerakkan Seratus Langkah Saktinya tiba-tiba dibuat terkejut dan kaget oleh elakan si kakek, luput dan
mengenai angin lagi dan kakek itu kini bergerak maju mundur sambil berteriak-teriak. Pek-poh-sin-kun, ilmu
langkah saktinya tak dipandang mata. Dan ketika Giam Liong penasaran tapi juga marah di permainkan
lawan mendadak pemuda ini melepas jurus-jurus lihai dari ilmu silatnya Kim-kang-ciang (Tangan Emas),
naik turun menyambar-nyambar namun si kakek tiba-tiba tertawa bergelak. Ia melesat dan hilang. Dan ketika
Giam Liong tertegun menghentikan gerakan maka kakek itu muncul di belakangnya menjewer telinganya.
"Ha-ha, Kim-kang-ciang, Tangan Emas. Dari mana kau curi ilmu ini dan kapan mendapatkannya!"
Giam Liong marah. Ia terkejut dan membentak dan otomatis membalik. Pek-poh-sin-kun kembali
dikerjakan. Tapi ketika kakek itu menghilang dan muncul lagi, mencubit atau mengetok maka Giam Liong
tak mampu mencari lawan yang lenyap dan muncul seperti iblis.
Keparat, beranimu hanya bersembunyi saja. Ayo, keluar dan hadapi aku, kakek tengik. Jangan
berpetak-umpet seperti anak kecil. Ayo, balas dan tangkis seranganku!"
Luar biasa, kakek itu muncul lagi, bukan di belakang melainkan di depan. Dan ketika Giam Liong
menghantam dan melepas pukulannya, kali ini disertai bentakan Sai-cu Ho-kang maka kakek itu terbahak
dan menjulurkan lengannya, tak tergetar sama sekali oleh Sai-cu Ho-kang (Auman Singa) yang dahsyat itu.
"Ha-ha, boleh... mari, mari pukulanmu dan lihat tenaga si tua ini..... dess!" Giam Liong tersentak dan
tertolak oleh tenaga yang amat dahsyat, lembut namun kuat menerima pukulannya dan tiba-tiba ia
terbanting! Begitu kuat bantingan itu hingga ia terguling-guling. Dan ketika ia meloncat bangun namun si
kakek mengejar, dipukul dan menangkis lagi maka ia terlempar dan terguling-guling lagi, jatuh bangunKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
193 disambut kekeh atau tawa kakek nakal itu, mengejar dan dipukul tapi selalu si buntung ini terlempar. Dan
ketika Giam Liong maklum bahwa ia berhadapan dengan tokoh lihai maka Giam Liong melempar tubuh ke
kiri untuk kemudian menyambar dan mematahkan sebatang dahan pohon, berjungkir balik memegang itu
seperti golok.
"Bagus, ha-ha, bagus sekali. Kau rupanya mau mainkan Im-kan-to-hoat (Golok Akherat). Bagus, ayo
main-main dan perlihatkan ilmumu itu, bocah. Sekali tersabet saja biar aku mengaku kalah. Ayo, kejar dan
serang lagi!
Giam Liong terbakar. Ia tahu bahwa ia berhadapan dengan seorang tokoh luar biasa. Tapi karena
bukan wataknya untuk menyerah begitu saja dan ia belum mengeluarkan ilmu andalannya ini, biarpun yang
ada di tangan hanyalah sepotong kayu namun senjata itu dapat berubah sehebat pedang pusaka maka Giam
Liong membentak dan sekali ia berseru keras tubuhpun berkelebat dengan serangan ganas. Dahan di
tangannya itu membacok dan mendesing bagai golok sungguhan!
"Ah, ha-ha.... ini lebih hebat, tapi masih tak cukup kuat. Golok Mautmu hilang dicuri orang, anak
muda, tak apa dan ini sebenarnya cukup, untuk orang lain, tapi bukan untukku. Karena gerakanmu masih
lamban dan siku kananmu itu terlalu tertekuk.... crakk!" pohon di belakang si kakek terbabat, roboh dan


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

putus namun Giam Liong kaget bukan main melihat si kakek menghilang. Senjata di tangan menghadap ke
depan tapi yang menjadi sasaran adalah pohon itu, bukan lawannya. Dan ketika ia membalik dan mengejar
lagi, mendengar tawa di belakang maka bertubi-tubi Giam Liong menusuk dan membabat, gagal dan hilang
dan kekek itu melompat-lompat secara aneh. Satu kali bahkan memapak senjatanya tapi yang dibacok hanya
bayang-bayang. Kini Giam Liong melihat bahwa perlahan-lahan kakek ini berubah ujud, kian lama kian tipis
menyerupai uap putih. Badan kasarnya hilang! Dan ketika Giam Liong terkejut dan membelalakkan mata, ia
teringat lagi nenek sakti Hek-i Hong-li maka ia berseru keras mengakhiri serangannya, menjebak atau
menjepit kakek itu dengan jurus Dewa Maut Mengadu Jiwa!
"Mampus atau aku yang, roboh!"
"Ha-ha, nekat. Tapi biarlah kita hentikan main-main ini dan lihat senjatamu menancap di perut....
bless!" dahan atau senjata yang dipakai menusuk itu menghunjam perut si kakek, tak mungkin dihindarkan
lagi karena dari delapan penjuru Giam Liong telah mengurung kakek ini. Ia melepas serangan maut
sementara bagian kiri tubuhnya juga terbuka, kakek itu menancapkan jari-jarinya di sini. Dan ketika Giam
Liong merasa sakit namun terbelalak tak melihat darah keluar, kakek itu tertawa bergelak maka perut
digelembungkan ke depan dan.... Giam Liong tertiup angin kencang berikut senjatanya pula. Perut itu seolah
balon ditiup.
"Aiihhh..... bresss!"
Giam Liong terguling-guling dan pening. Kepalanya terantuk batu besar dan berhenti di sini, benjut.
Senjatanya patah menjadi tiga dan ia seakan mimpi menghadapi kakek sakti ini. Itu seakan sihir! Tapi ketika
ia terhuyung dan bangkit duduk, kakek itu berkelebat maka diusapnya kepala pemuda ini dan benjut itu
hilang.
"Heh-heh, tak perlu malu-malu. Kau bukan lawanku, Naga Pembunuh, tak mungkin kau menang
biarpun kau memperdalam ilmumu lima puluh tahun lagi. Kau dan anak-anak muda sekarang tiada ubahnya
anak-anak kecil bagi kami, tak usah penasaran. Kau jawablah sekarang bagaimana kalau anakmu itu kuambil
murid!"
"Aku.... aku mengaku kalah. Tapi siapa nama locianpwe yang mulia agar aku tahu!"
"Heh-heh, seratus tahun yang lewat orang menyebutku Sian-eng-jin (Manusia Bayangan Dewa), tapi
sekarang nama itu tak ada yang kenal kecuali nenek moyangmu yang masuk kubur. Heh-heh, bagaimana,
anak muda. Bolehkah anakmu kuambil dan kujadikan murid!"
"Anak laki-lakiku diculik orang...."
"Mudah, aku tahu dan tak usah ribut! Jawab saja sekarang bagaimana jawabanmu!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
194 Giam Liong tertegun. Sebenarnya, satu di antara tugasnya adalah mencari anak laki-lakinya yang
diculik itu. Berbulan-bulan ini dia gagal, bahkan isterinya akhirnya tewas menjadi korban. Dan menarik
napas dalam menyadari hebatnya kakek muka merah ini, lagi-lagi ia tak pernah mendengar julukan itu maka
Giam Liong menunduk dan sejenak terjadi pertentangan batin.
Sebenarnya, menuruti kemauan diri sendiri tentu saja ia tak rela anaknya di bawa orang lain. Tapi
karena menyadari bahwa kakek ini benar-benar hebat dan tentu tak sukar merampas anaknya dari Majikan
Hutan Iblis itu, biarlah hitung-hitung sebegai pembayar jasanya maka pemuda ini mengangguk.
"Baiklah," Giam Liong berat hati juga. "Kusetujui permintaanmu, locianpwe. Tapi satu yang ingin
kuminta, temukan dulu aku dengan anakku itu sebelum kau bawa!"
"Ha-ha, begitu? Mudah! Tentu!"
"Kapan locianpwe memberikannya?"
"Wah, sekarang juga. dapat, bocah. Aku ingin mengimbangi Hek-i Hong-li tadi agar tidak kalah!"
Giam Liong terkejut. Dia terbelalak ketika mendengar kata-kata itu, kakek ini seakan main-main. Tapi
ketika si kakek menyambarkan lengannya ke kiri dan terdengar deru angin menyambar, di hutan kecil di luar
dusun itu kakek ini mengarahkan ujung bajunya tiba-tiba terdengar pekik atau jerit bayi yang tahu-tahu
digulung dan digubat lengan baju ini.
"Ha-ha, inilah. Lihat, apakah bukan anakmu!"
Giam Liong tersentak. Seakan sihir saja seorang anak laki-laki telah berada di gulungan lengan baju
kakek ini. Sian-eng-jin, kakek itu tahu-tahu telah membawa puteranya yang menangis keras. Itulah Sin Gak,
anaknya lelaki. Dan ketika Giam Liong terkesiap namun tentu saja menyambar dan menerima itu, anak itu
melayang ke arahnya maka Giam Liong girang luar biasa mendapatkan anaknya ini.
"Sin Gak...!"
"Ha-ha, betul. Dan kuambil itu dari majikan gila itu. Heii, lihat dan teliti apakah betul anakmu, bocah.
Kalau sudah betul kembalikan padaku!"
Naga Pembunuh ini bengong. Sin Gak, anaknya, yang dicari berbulan-bulan dan amat dikhawatiri itu
ternyata tahu-tahu sudah ada di tangannya. Dia seakan mimpi. Tapi ketika dicobanya mencubit dan anak itu
menangis keras, melengking-lengking maka Giam Liong terharu dan tiba-tiba diciuminya anaknya ini. Air
matapun bercucuran.
"Ooh, benar. Dia... anakku Sin Gak, locianpwe. Dia puteraku! Bagaimana kau mendapatkannya dan
apakah Majikan Hutan Iblis itu tak menyerangmu!"
"Ha-ha, anak banci itu bisa apa. Dikeroyok seribu silumanpun aku tak mungkin kalah, bocah. Berikan
anakmu dan perjanjian kita selesai!"
"Nanti dulu...!" anak tahu-tahu direbut. "Aku belum puas, locianpwe. Berapa lama kau membawa
anakku!"
"Ha-ha, barangkali lima tahun. Tapi barangkali juga lebih. Sudahlah dan jangan lama-lama
memandang atau nanti kau tak jadi memberikan anakmu... wut!" dan si kakek yang berkelebat dan lenyap
membawa anak itu tiba-tiba membuat Giam Liong berteriak dan mengejar.
"Locianpwe, tunggu. Masa tak ada batas waktu yang pasti!"
"Ha-ha, semuanya tergantung Hong-li. Kalau kau mau bertanya yang pasti silakan bertanya nenek itu,
bocah. Selamat tinggal dan jangan tarik janjimu!"
Giam Liong melengking. Ia mengejar dan berkelebat mengerahkan semua ilmu lari cepatnya namun
kakek itu tahu-tahu memasuki hutan. Sekejap saja ia lenyap dan Giam Liong kehilangan jejak. Dan ketikaKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
195 Giam Liong menggigil dan tertegun di mulut hutan, sungguh tak diduganya ada kejadian demikian cepat
maka ia termangu dan menitikkan air mata.
Puteranya telah ditemukan namun lenyap kembali dibawa orang lain. Bedanya kali ini tidak secara
sembunyi-sembunyi. Kakek sakti itu, Sian-eng-jin telah mengikatnya dengan sebuah perjanjian, terang-
terangan meminta. Dan ketika Naga Pembunuh ini bingung dan terhenyak di situ, tak ayal lagi ia terhuyung
dan mengeluh panjang pendek maka Giam Liong memasuki hutan dengan harapan menemukan kakek itu
lagi. Wajahnya pucat, bibirpun gemetaran. Namun ketika ia keluar dan menyeberang di sebelah sana, kakek
itu tak ditemukannya lagi maka pemuda ini mengguguk dan menjatuhkan diri di bawah pohon. Tak dapat
dicegah lagi si buntung ini diremas-remas. Ia bingung dan luka oleh kejadian silih berganti itu. Dan ketika ia
mengguguk dan sendirian meratap mendadak Su Giok, gadis itu muncul dari dalam hutan.
Gadis baju merah ini mengejek. Ia tertawa mendengar tangis dan ratap itu. Giam Liong benar-benar
terpukul. Dan ketika pemuda ini menoleh dan mengangkat wajahnya, tertegun melihat gadis itu maka cucu
Pek-lui-kong ini melenggang santai dan lewat di depan lawan dengan sikap acuh, dingin.
"Su Giok!"
Gadis itu tak menoleh. Ia terus berjalan dan bersikap acuh, dipanggil tapi terus melenggang sampai
akhirnya tiba di sebuah pohon besar. Dan ketika Giam Liong meloncat bangun dan berkelebat mengejar,
berteriak tiba-tiba bayangan hitam terkekeh dan lewat menyusulnya dengan lebih cepat lagi.
"Heh-heh, tak usah mengejar kalau tak mau dipanggil. Jaga lima tahun lagi, bocah. Lihat betapa
muridku tak akan merengek-rengek lagi kepada orang lain!"
Giam Liong tertegun. Hek-i Hong-li, nenek sakti itu tiba-tiba muncul lagi dengan amat cepatnya. Dia
menyambar dan membawa Su Giok seperti kilat, lenyap dan entah ke mana lagi dia tak tahu. Dan ketika
pemuda ini menjublak dan pucat, bengong, maka ada semacam perasaan bersalah di hati Giam Liong kenapa
diapun mula-mula bersikap begitu dingin dan acuh terhadap Su Giok, yakni ketika gadis itu kematian
kakeknya dan menangisi jenasah. Giam Liong pucat merasa dibalas, ia tergetar. Dan menggigil mendengar
gadis itu diaku murid, ternyata nenek sakti itu mengambil Su Giok maka diam-diam ada perasaan tak
nyaman yang mengganggu hati. Giam Liong merasa bahwa kelak akan ada peristiwa tak enak, ia harus siap.
Dan kosong memandang ke depan tiba-tiba semangat si buntung inipun terbang. Ia seakan lumpuh, jatuh dan
duduk lagi di tanah. Tapi ketika Giam Liong sadar dan menggigit bibir, masih ada tugas di sana maka iapun
terhuyung meneruskan langkah, terseok, jalan selangkah demi selangkah seraya memikirkan orang-orang
sakti ini. Kecut hatinya bahwa harus berhadapan dengan orang-orang semacam itu. Kenapa selama ini tak
pernah ia dengar. Dan ketika ia meneruskan perjalanan dan bertanya-tanya, Sin Gak sudah diketahui
nasibnya namun Golok Maut dan kematian isterinya harus dibalas maka Giam Liong berdetak dan seminggu
kemudian ia mendengar hal-hal aneh di dunia kang-ouw. Betapa para ketua tokoh partai-partai terkenal tiba-
tiba memusuhi pendekar. Betapa satu demi satu orang-orang itu bahkan mengelompokkan diri dan kebal
terhadap senjata-senjata tajam, bersikap aneh dan liar sampai akhirnya turun gunung mencari dirinya! Dan
ketika suatu pagi ia tiba di lereng gunung di wilayah Kong-san maka puluhan orang tiba-tiba muncul dan
mencegat.
"Berhenti, serahkan nyawamu!"
Giam Liong bagai mimpi. Ia dikurung dan tahu-tahu bagaikan seekor harimau masuk perangkap. Ia
mengenal Kong San Lojin di situ, ketua Kong-san-pai. Dan ketika ia terbelalak namun kakek itu bersikap
dingin, murid-muridnya yang bergerak dan maju membentak maka Giam Liong berkilat dan merah
mukanya. Tanpa menunggu apa-apa lagi ia berkelebat, tangan mendorong dan melempar orang-orang itu
mendekati Kong San Lojin. Tapi ketika mereka berteriak dan melompat bangun, tak apa-apa maka Giam
Liong tertegun dan sudah dikeroyok, menangkis dan membalas tapi orang-orang itu bangun lagi. Setiap
terpelanting atau roboh oleh pukulan Giam Liong para murid Kong-san-pai ini bergerek lagi. Giam Liong
melihat kekebalan aneh melindungi orang-orang itu. Dan ketika dia menjadi marah dan memperhebat
serangannya maka langkah sakti Pek-poh-sin-kun membuat orang-orang itu menjerit didahului si buntung,
roboh dan pingsan karena pukulan Giam Liong lebih berat. Pemuda itu mengerahkan sinkangnya hingga para
murid mengaduh dan terbanting, tubuh tidak luka namun getaran pukulan itu mengguncang otak, menembusKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
196 kekebalan kulit juga. Dan ketika Giam Liong berhasil mendekati Kong San Lojin dan kakek itu membentak
maju menerjang maka Giam Liong terbelalak karena terhadap kakek ini pukulan-pukulannya tidak mempan.
Si kakek bermata liar dan sorot pandangnya buas, gigi menyeringai dan Giam Liong seolah melihat taring di
situ. Namun ketika Giam Liong menyambar senjata seorang anak murid yang terlempar dan dengan senjata
ini ia mainkan silat Golok Akherat, membentak dan marah kepada ketua Kong-san-pai itu maka si kakek
terkejut dan mengelak sana-sini, terdesak dan dua bacokan membuat bajunya robek, kulit pundak tidak apa-
apa dan Giam Liong mendelik. Kalau saja ia tak tahu bahwa ada sesuatu yang tidak wajar di sikap ketua
Kong-san-pai ini tentu ia mencoblos mata itu, bagian inilah yang tak mungkin dilindungi kekebalan. Maka
ketika Giam Liong mendesak dan sekali lagi membabat leher ketua itu, si ketua terbanting namun tidak apa-
apa maka Giam Liong menendang kakek itu sampai si kakek mencelat dan bergulingan, berkelebat dan
meninggalkan orang-orang itu namun orang-orang Kong-san-pai ini mengejar. Mereka berteriak-teriak dan
bagai orang kesetanan saja. Tapi Giam Liong yang bergerak lebih cepat dengan ilmunya meringankan tubuh
akhirnya meninggalkan orang-orang itu namun di tempat yang lain muncul lawan-lawan baru yang semua
menyerang dan mengejar-ngejarnya.
Giam Liong melotot. Hwesio dan tosu silih berganti datang kepadanya. Ada Kiang Bhong Tojin di
situ, ada Hoa-san Cinjin dan lain-lain. Dan ketika terakhir dia bertemu dengan Ceng Tong Hwesio dan Ho
Heng Tojin, ketua Lu-tong dan Khong-tong akhirnya Giam Liong terhenyak seakan tak percaya. Orang-
orang itu datang mengeroyok seperti hewan-hewan kelaparan.
"Bunuh Si Naga Pembunuh ini. Serang dia...!"
Giam Liong terkejut. Dua orang terakhir itu seolah tak mengenal dirinya lagi dan bergerak memimpin
anak muridnya. Baik Ceng Tong Hwesio maupun Ho Heng Tojin sama-sama berputar matanya, liar. Dan
ketika Giam Liong menangkis dan lawan terpental, mengelak dan membalas namun dua orang itu kebal
senjata maka Giam Liong sadar bahwa seperti yang lain dua orang inipun dikuasai pengaruh hitam. Giam
Liong berkelebat dan mengamuk dan tandangnya membuat lawan menjerit. Mereka terlempar dan terbanting
oleh pukulan atau tendangan pemuda ini. Namun ketika mereka bergerak dan melompat bangun lagi, dua
orang ketua itu juga bergulingan dan meloncat bangun maka dengan marah mereka menyerang lebih hebat
dan ganas. Kekebalan aneh itu yang membuat Giam Liong kewalahan.
"Cringgg-tak-tak-brett!"
Hanya baju atau pakaian mereka yang robek. Senjata di tangan Giam Liong memang bukan Golok
Maut dan pemuda ini tak mampu menembus kekebalan aneh itu, tangkisan atau tusukannya tak membuat dua
ketua itu luka. Tapi karena tenaga yang dimiliki amat hebat dan betapapun dua orang itu terhuyung dan
melotot mundur maka mereka maju lagi dan bentakan atau teriakan muncul disertai bayangan-bayangan lain.
Entah bagaimana tahu-tahu pengeroyok bertambah jumlahnya, kian lama kian banyak hingga tak kurang dari
tiga ratus orang mengeroyok pemuda ini. Dan ketika Giam Liong pucat dan menjadi marah, apa boleh buat ia
harus merobohkan lawan maka mata, daerah yang tak mungkin dilindungi kekebalan itu menjadi incarannya.
Dia dikepung dan tak dapat meloloskan diri kalau tidak membuka jalan darah. Ia harus kejam. Maka ketika
Giam Liong membentak dan menujukan serangan pada bagian lemah ini, tujuh murid roboh dengan mata
tercongkel maka barulah para pengeroyok gentar dan berteriak-teriak. Mereka mundur dan Giam Liong
menggerakkan senjatanya tiada henti. Yang roboh oleh golok ditendang agar mencelat. Mereka tak boleh
menghalang jalan. Dan ketika dengan cara begini ia mampu membuka kepungan, dua ketua juga gentar maka
Giam Liong lolos namun seseorang menghadang di depan. Seorang lelaki berjubah hitam, jubah kelelawar!
"Ha-ha, kau memang hebat, kepandaianmu cukup tinggi. Kau lolos dari mereka, Naga Pembunuh, tapi
tak mungkin lolos dari aku. Bersiaplah, kematian sudah dekat.... singgg!" sinar putih berkelebet dan Giam
Liong terkejut bukan main. Itulah Golok Maut yang dicuri orang ini, bergerak dan menyambar kepalanya
dengan cepet sekali. Ia baru saja keluar dari kepungan murid-murid Khong-tong dan Lu-tong ketika tiba-tiba
Majikan Hutan Iblis ini di sini. Ia terang-terangan dihadang! Dan ketika Giam Liong membentak dan tentu
saja mengelak, tahu hebatnya golok itu maka ia bergerak dengan langkah Pek-poh-sin-kun ketika lawan
mulai menerjang, mengejar.
"Bagus, kau di sini, manusia iblis. Lama aku mencarimu tak pernah ketemu. Sekarang kau datang dan
mari kita selesaikan urusan kita.... wut-set!" Giam Liong melangkah mengelak dengan muka merah padam,Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
197 cepat dan mundur serta maju lagi ketika golok menyambar dan mendesing naik turun. Ia marah dan mendelik
betapa lawan yang dicari-cari ini mendadak muncul di situ. Tapi ketika lawan tertawa bergelak dan maju
dengan gerakan-gerakan lebih cepat, Golok Maut di tangan mendesak dan membuat Giam Liong mundur-
mundur maka laki-laki itu mengejek dengan suara riang,
"Kau mau membunuh aku? Kau ingin membalas dendam? Ha-ha, tak mungkin dapat. Anak dan
isterimu telah kukirim ke neraka, Giam Liong, dan giliranmu untuk menyusul mereka. Mampuslah!" dan
golok yang mendesing menuju leher pemuda ini segera dielak Giam Liong tapi tangan kiri lawan menampar,
mencegat jalan pemuda itu dan Giam Liong naik darah. Ia membentak dan membalik menyambut pukulan
itu, cepat sekali. Dan ketika suara benturan terdengar menggetarkan maka laki-laki itu terpental sementara
Giam Liong terhuyurg setindak.
"Plak!"
Adu tenaga itu menunjukkan bahwa Giam Liong menang setingkat. Lawan terpental tapi maju lagi
dengan marah, melengking. Dan ketika golok juga menyambar kembali dan inilah pertemuan pertama dua
musuh besar itu, Giam Liong mengelak dan menangkis pukulan lawan maka Ceng Tong Hwesio, juga Ho
Heng Tojin berkelebat menonton dan aneh sekali mareka itu menunduk hormat di depan laki-laki berjubah
kelelawar ini.
"Tai-cu (Majikan), apa yang harus kami lakukan setelah kau di sini!"
"Hah, mundur saja. Kalian bodoh! Lihat aku membunuh si buntung ini, Ceng Tong Hwesio. Dan
kalian jaga agar dia tidak melarikan diri!"
"Keparat!" Giam Liong membentak. "Jadi kau memperalat orang-orang ini, manusia iblis? Kau
melepaskan Beng-jong-kwi-kangmu kepada mereka?"
"Ha-ha, pandai. Kau pintar dan mengetahui ilmuku, Giam Liong. Benar sekali. Aku sudah
menundukkan orang-orang itu dan hanya tinggal beberapa saja yang belum. Dan aku akan menguasai dunia.
Ha-ha, dengan Golok Maut dan Beng-jong-kwi-kang aku akan merobohkan orang-orang terkenal di dunia.
Tapi orang seperti kau yang menentang dan memusuhiku harus mampus..... wherrr-singgg-plakkk!" jubah
dan golok menyambar hampir berbareng, nyaris menutupi pandangan Giam Liong dan pemuda itu berteriak
melempar tubuh. Sinar berkeredap dari Golok Maut menyambar keningnya, Giam Liong tak berani
menangkis karena tahu betapa berbahayanya senjata itu. Golok Maut bukan barang main-main. Dan ketika ia
bergulingan dan dikejar lawan, kini permainan golok yang indah dan hebat dikeluarkan laki-laki ini maka
Giam Liong terbelalak karena laki-laki itu mainkan Im-kan-to-hoat, meskipun belum sempurna.
"Kau.... kau benar-benar keparat. Di samping mencuri golokku kau juga mencuri Im-kan-to-hoat,
manusia iblis. Kau benar-benar binatang tak tahu malu.... bret-plakk!" Giam Liong menangkis dan melempar
tubuh bergulingan lagi, dikejar dan marah tapi sambaran Golok Maut tak berani disambut. Bajunya robek
namun ia selamat, menangkis pukulan lawan dan laki-laki itu berseru kagum. Betapapun sudah tiga kali si
buntung ini mengelak dan menangkis. Golok di tangan Giam Liong tak berani diadu dengan golok di tangan
lawan karena jelas akan putus. Maka ketika Giam Liong hanya mempergunakan itu di saat-saat penting saja
dan ia bergulingan menjauhkan diri, tak sengaja mendekati Ceng Tong Hwesio yang berdiri di sebelah kiri
maka hwesio itu membentak dan menggerakkan toya menusuk.
"Cranggg!"
Toya terbabat golok di tangan Giam Liong. Pemuda ini bergulingan meloncat bangun ketika diserang,
menangkis dan senjata di tangan ketua Lu-tong-pai itu putus. Namun ketika Giam Liong hendak membalas
sudah dikejar lawannya kembali, Majikan Hutan Iblis itu memaki dan menendang Ceng Tong Hwesio yang
mencelat bergulingan maka pemuda ini sudah menghadapi lawannya kembali, mengelak dan maju mundur
mengandalkan langkah-langkah saktinya Pek-poh-sin-kun.
"Keparat, tak usah dibantu dulu. Pemuda ini belum roboh atau melarikan diri!"
Giam Liong terbakar. Ia benar-benar melihat betapa ketua Lu-tong dan lain-lainnya itu di bawahKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
198 pengaruh Majikan Hutan Iblis ini. Beng-jong-kwi-kang, ilmu jahat penembus roh ternyata telah menguasai
orang-orang itu. Semangat atau roh dari Ceng Tong maupun Ho Heng Tojin telah dihilangkan ilmu sesat ini.
Ho Heng dan lain-lainnya itu akan tunduk kepada Majikan Hutan Iblis, sang penguasa tunggal. Dan ketika ia
harus sibuk mengelak sana-sini serangan-serangan lawan terutama sambaran Golok Maut itu maka Giam
Liong benar-benar mendidih karena ia diserang oleh ilmu peninggalan ayahnya, Silat Golok Maut. Silat yang
dimainkan laki-laki itu benar-benar hebat meskipun kurang matang. Giam Liong sebagai pewaris Im-kan-to-
hoat tentu saja dapat mengelak atau menghindar. Tapi karena tangan kiri laki-laki itu sering mencegat dan
bergerak memotong, ia dipaksa untuk berhadapan kembali dengan Golok Maut itu maka tentu saja Giam
Liong terdesak dan dua kali ia menangkis dengan goloknya, patah dan golok itu kian pendek saja. Ho Heng
Tojin, dan orang-orang itu menonton bagai arca-arca tak bergerak. Mereka takut dan hormat kepada laki-laki
aneh ini, pria bertopeng karet yang memiliki Beng-jong-kwi-kang. Dan ketika Giam Liong terdesak namun
masih selalu dapat bertahan, sinkangnya lebih kuat daripada sinkang lawan hingga pertemuan tangan mereka
selalu membuat laki-laki itu terpental atau terdorong mundur maka pertandingan menjadi ramai dan laki-laki
itu menggeram.
Namun Giam Liong sendiri juga marah sekali. Sekarang ia berhadapan dengan musuh besarnya namun
ia di buat tak berdaya. Golok Maut itulah yang membuat Giam Liong tak berani main-main. Ia kenal betul
golok itu, golok ciptaan Mo-bin-lo yang amat dahsyat, yang mampu menghirup darah lawan sampai kering.


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Maka ketika ia mainkan langkah-langkah saktinya Pek-poh-sin-kun dan ilmu silat inilah yang
menyelamatkannya dari sambaran golok yang mendesing naik turun, juga menyilang dan menggunting bagai
paruh burung buas maka laki-laki itu melotot dan mulailah ia menggosok-gosok tangan kirinya. Uap hitam
mulai mengebul.
"Bagus, kau hebat. Tapi lihat para ketua partai dan anak muridnya itu. Kau telah terkepung dan tak
mungkin melarikan diri, Giam Liong. Kau akan mati. Ha-ha, kau akan menyusul anak dan isterimu!"
"Tak usah omong kosong!" Giam Liong membentak. "Anakku telah tak ada di tanganmu, jahanam
keparat. Sin Gak telah dibawa Sian-eng-jin. Kau telah dikalahkan kakek itu!:
Laki-laki ini terkejut. Ia terbelalak dan sejenak menahan serangannya memandang Giam Liong. Naga
Pembunuh itu marah besar, kata-katanya keras. Dan ketika ia tertegun tapi menyerang lagi, tertawa bergelak
maka ia berseru bahwa tak usah bohong lagi.
"Baik, kuakui saja. Ha-ha, kau benar. Rupanya kau sudah tahu, Giam Liong. Tapi kakek itu tak
mungkin membantumu. Ia terikat sumpahnya. Ha-ha, dilanggar atau tidak tapi kau tetap mampus.... singgg!"
golok yang menyambar dari atas ke bawah tiba-tiba disusul gerakan tangan kiri yang sudah berubah hitam,
menghantam Giam Liong mencegat jalan lari dan Giam Liong terkejut. Bau busuk tercium keras, hampir ia
muntah. Namun karena golok lebih berbahaya dan itu yang harus dihindari, ia membalik dan menghadapi
pukulan ini maka Hek-mo-ciang, serangan jahat itu ditangkis.
"Desss!" dan Giam Liong tak dapat menarik tangannya. Secepat kilat lawan sudah mencengkeram dan
saat itu keduanya sama-sama tergetar. Giam Liong terkejut karena ini perangkap lawan yarg berbahaya. Dan
ketika benar saja laki-laki itu tertawa aneh dan Golok Maut menyambar datang, tak mungkin ia mengelak
atau menghindar maka Giam Liong membentak dan apa boleh buat menyambut golok itu dengan golok di
tangannya sendiri, kaki menendang dan tepat sekali mengenai lutut lawan. Kesempatan untuk menarik
tangan memutar tubuh.
"Crangg-dess!"
Giam Liong melempar tubuh bergulingan. Ia mengeluarkan keringat dingin karena berkat
perhitungannya yang tepat ia berhasil membuat sambaran golok meleset. Golok itu terbawa lawan yang
terhuyung. Lutut yang ditendang tak membuat Majikan Hutan Iblis itu roboh, meskipun ia menyeringai
kesakitan. Dan ketika Giam Liong bergulingan meloncat bangun namun lawan terkekek mengejar, agak
terpincang maka Giam Liong kembali hendak dijebak dan diajak bertanding rapat, mundur dan menjauh
namun lawan selalu mendesak. Akibatnya pemuda ini marah sekali dan golok di tanganpun tinggal
gagangnya. Golok itu putus disambar Giam-to (Golok Maut). Dan ketika Giam Liong membuang sisa senjata
ini dan untuk selanjutnya ia mengelak sana-sini dengan Pek-pok-sin-kunnya maka tiba-tiba berkelebatKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
199 bayangan dan seruan nyaring. Ho Heng Tojin dan anak muridnya tiba-tiba berpelantingan.
"Giam Liong, jangan takut. Aku datang. Terimalah pedang ini menghadapi lawanmu yang kejam!"
Sinar putih kebiruan menyambar dan datang. Ju-taihiap, ketua Hek-yan-pang tiba-tiba muncul.
Pendekar itu melontar pedangnya sebelum mendekati Giam Liong. Ia merobohkan orang-orang di depan
dengan kaki tangannya. Dan ketika pedang menyambar dan disambut Giam Liong, kebetulan Golok Maut
mendesing di atas kepala maka Giam Liong menggerakkan pedang ini menangkis mengerahkan sinkangnya.
Jilid XIV
"CRANGGG!"
Bunga api berpijar. Benturan senjata itu mengejutkan semua pihak terutama sekali Majikan Hutan
Iblis. Laki-laki itu berteriak keras karena golok di tangannya terpental. Sinar putih kebiruan di tangan Giam
Liong itu demikian dahsyat, pedang di tangan pemuda itu mementalkan Golok Maut. Tapi ketika laki-laki itu
berteriak keras dan berjungkir balik ke belakang, terbelalak, maka Giam Liong membentak maju dan dengan
pedang di tangan pemuda ini mainkan Pek-jit Kiam-sut.
"Bagus, mari bertanding lagi. Kau memiliki tandingan dan lihat pedangku!"
Laki-laki ini berubah. Ia tak menyangka bahwa secepat itu Giam Liong memperbaiki diri. Kedatangan
Ju-taihiap itulah penolongnya. Tapi menggeram dan menyambut terjangan pemuda itu, mengelak dan
menangkis segera laki-laki ini bertanding dan melayani Giam Liong lagi, marah dan penasaran bahwa
pemuda yang hampir dirobohkannya itu mendadak seperti harimau tumbuh sayap. Kini Pek-jit-kiam di
tangan pemuda itu bergulung-gulung naik turun menyambar dirinya, pecah dan sudah melakukan tusukan
atau tikaman berbahaya, juga bacokan dan sinar senjata yang semua mengancam dirinya. Dan ketika ia
menangkis namun selalu terpental, kalah kuat maka Golok Maut bergetar mundur dan permainan Im-kan-to-
hoat yang belum sempurna membuat gerakan golok menyempit tertindih atau terdesak oleh gulungan pedang
yang melebar panjang itu.
"Keparat!" lelaki ini mengutuk. "Jahanam kau, Giam Liong. Licik dan curang meminta bantuan
orang!"
"Hm, tutup mulutmu. Kaulah yang curang dan licik, manusia iblis. Kau tak tahu malu menyuruh orang
mengeroyokku. Kaulah yang akan menerima kematian sebagai hukumanmu!"
Laki-laki itu marah. Ia melengking menggerakkan Golok Maut menangkis Pedang Matahari. Saat itu
Giam Liong melakukan gerak yang disebut Tujuh Bianglala Menerobos Bulan, sinar pedangnya pecah
menjadi tujuh dan secepat kilat menyambar tujuh bagian di tubuh Majikan Hutan Iblis ini. Tapi ketika lawan
mengelak dan menangkis mundur, tujuh kali Golok Maut bertemu Pedang Matahari maka tujuh sinar ini
mendadak lenyap berganti satu cahaya tunggal yang menuju ulu hati lawan.
"Aiihhhh....!"
Lawan melengking kaget. Ia terhuyung oleh tujuh tangkisan bertubi-tubi itu, bergetar dan mundur
menyeringai sakit. Hek-mo-ciang, yang selalu siap di tangan kiri tak dapat dilepaskan. Gerakan pedang di
tangan Giam Liong itu terlalu berbahaya. Maka ketika kini tiba-tiba pedang itu menyambar cepat setelah
tujuh kali berturut-turut menyambar dirinya, dielak dan ditangkis tapi ia selalu terhuyung maka laki-laki itu
pucat melihat jurus maut ini, tak ada jalan lain kecuali melempar tubuh bergulingan tapi Giam Liong
mengejar, tetap membayangi dan melancarkan tusukan maut itu. Ujung pedang menuju ulu hati! Dan ketika
laki-laki ini terbelalak dan menjadi nekat, Giam Liong terus mengejar maka ia menyambitkan golok itu
untuk mengadu jiwa.
"Singggg...!"
Giam Liong terkejut. Ia sudah beringas mengejar lawan dan gembira. Setelah Pek-jit-kiam di tangan iaKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
200 benar-benar bagai harimau terluka, mampu menandingi Golok Maut dan tak takut lagi. Tapi ketika golok
tiba-tiba dilempar dan menyambar cepat, ia bakal menusuk ulu hati lawan namun juga menerima sambitan
berbahaya itu maka tak ada jalan lain baginya kecuali menarik serangan membalik menangkis Golok Maut
ini. "Cranggg!"
Bunga api kembali berpijar. Begitu hebat tangkisan Giam Liong hingga golok mencelat tinggi,
menyambar dan menusuk tembus pohon pek di belakang pemuda itu. Dan ketika pohon itu roboh dan
tumbang, Giam Liong tergetar dan terhuyung dengan muka pucat maka di sana Ho Heng Tojin dan kawan-
kawannya cerai-berai oleh amukan Ju-taihiap.
Majikan Hutan Iblis terbelalak dan pucat pasi. Kalau orang dapat melihat wajah di balik topeng karet
itu tentu tampak betapa laki-laki ini menangis. Ia kaget dan pucat sekali oleh kejadian yang hampir
menimpanya itu, penasaran dan marah serta perasaan lain yang bercampur aduk. Ia hampir tewas oleh
kejaran Pek-jit-kiam. Kalau saja ia tak menyambitkan goloknya tentu ia roboh, meskipun Giam Liong juga
roboh dan bakal terluka oleh Golok Maut yang disambitkan itu. Dan ketika pemuda itu tergetar dan
terhuyung oleh tangkisan tadi, pucat dan marah karena hampir saja menjadi korban maka laki-laki ini
melolong dan memutar tubuh berkelebat lenyap. Raung dan lolong srigala tiba-tiba menggetarkan hutan.
"Giam Liong, bantu aku. Tangkap Ho Heng Tojin atau Ceng Tong Hwesio itu!"
Giam Liong menoleh. Ia terkejut oleh seruan ayahnya dan melihat betapa dua orang yang dimaksud
tiba-tiba melarikan diri. Anak murid mereka, yang dihajar dan jatuh bangun oleh tamparan Ju-taihiap masih
berbuat nekat. Mereka melindungi ketua mereka itu karena Ceng Tong Hwesio maupun Ho Heng Tojin tiba-
tiba melarikan diri setelah Majikan Hutan Iblis juga lari. Mereka ini mengeroyok Ju-taihiap yang tidak
menurunkan tangan besi, pendekar itu hanya menendang dan menampar yang kesemuanya itu tak mengarah
jiwa. Tapi karena mereka bangkit dan menyerang lagi, Ho Heng dan Ceng Tong akhirnya kabur maka
pendekar ini menjadi marah dan apa boleh buat menambah tenaganya hingga tamparan atau tendangan
kakinya membuat anak-anak murid itu berteriak karena pundak atau lengan mereka patah-patah.
Kekebalan itu lenyap setelah Majikan Hutan Iblis pergi. Dan ketika Giam Liong berkelebat tapi
menyambar Golok Mautnya dulu, kini senjata itu diperolehnya kembali setelah nyaris membunuhnya tadi
maka pemuda ini berjungkir balik menghadang dua orang itu. Ho Heng dan Ceng Tong Hwesio lari bersama-
sama.
"Totiang, berhenti. Lihat anak murid kalian dan suruh mereka mundur!"
Dua orang itu terkejut. Bola mata yang tadi liar kini bergerak biasa lagi, wajar. Heng Tojin dan Ceng
Tong Hwesio ini rupanya sadar setelah pengaruh Beng-jong-kwi-kang lenyap, hilang bersamaan dengan
perginya Majikan Hutan Iblis itu. Maka ketika Giam Liong melayang di depan mereka dan turun dengan
bentakan gemas, si buntung ini marah maka dua ketua itu berhenti namun masing-masing tiba-tiba
membentak dan menyerang pemuda itu.
"Giam Liong, kami tak berurusan denganmu. Pergilah, atau kau mampus!"
"Hm!" Giam Liong menangkis. "Kalian rupanya sudah sadar, totiang. Bagus tapi dengar perintah
ayahku tadi!" dan dua senjata yang putus bertemu Golok Maut disusul keluhan dan terbantingnya dua ketua
itu ketika kaki pemuda ini menendang lutut. Dua orang itu memang bukan tandingan Giam Liong dan ketika
Giam Liong menyimpan senjatanya maka dua ketua ini merintih. Mereka sebenarnya malu mengapa
menyerang Giam Liong, dalam keadaan tak sadar namun kini pengaruh hitam itu lenyap. Giam Liong tahu
ini dan untung tidak membunuh mereka. Maka ketika pemuda itu maju mendekat dan lawan bangun
kesakitan, memegangi lutut yang terkena tendangan Giam Liong maka si buntung ini berkata agar
menghadap ayahnya dulu, suaranya keren.
"Lihat murid-murid kalian yang tak tahu diri itu. Suruh mereka mundur dan hadapi ayahku dulu!"
"Ampun.... maaf... kami malu menghadapi kalian, Naga Pembunuh. Kami dikuasai Majikan HutanKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
201 Iblis itu!"
"Aku tahu, kalau tidak tentu tak begini. Lekas dan suruh murid-murid kalian mundur, totiang. Dan
pertanggungjawabkan kepada ayah semua perbuatan kalian ini!"
Dua orang itu tertatih. Akhirnya mereka memanggil murid-murid mereka itu, berseru dan membentak
agar membuka kepungan terhadap Ju-taihiap. Dan ketika semua mundur dan melompat menyambar teman
masing-masing, mata liar itu terganti biasa lagi maka dua ketua ini menjura di depan Ju-taihiap dan dengan
suara gemetar memohon ampun.
"Ampunkan kami, kami berlaku salah. Kami semua dalam keadaan tak sadar, Hek-yan-pangcu. Dan
terima kasih bahwa kami tak sampai dibunuh!"
"Hm, murid-murid kalian ini bandel sekali." Ju-taihiap menegur kecewa. "Tapi kenapa kalian malah
melarikan diri, Ho Heng totiang, bukankah seharusnya membawa murid-murid kalian ini!"
"Kami malu terhadap jiwi..." kakek itu menunduk. "Kami telah menyerang dan hampir mencelakai
kalian, Ju-taihiap terutama sekali Si Naga Pembunuh ini. Kami menyesal, tapi sumpah bahwa kami
melakukan itu dalam keadaan tak sadar!"
"Benar, pinceng juga begitu," ketua Lu-tong-pai kini maju menyambung, mukapun merah. "Pinceng
tak sadar akan apa yang kami lakukan, Ju-taihiap, kami terpengaruh ilmu hitam!"
"Aku tahu, sudahlah," si jago pedang mengibaskan tangannya. "Hanya lain kali bersikaplah ksatria
sedikit, Ceng Tong lo suhu, masa kalian meninggalkan para murid sementara kalian sendiri pergi!"
"Kami mengaku salah, maaf..."
"Kami merasa malu...!"
"Hm, sekarang apa yang akan kalian lakukan dan lupakan peristiwa tadi," Ju-taihiap akhirnya kasihan,
mengalihkan pembicaraan pada yang lain. "Sekarang harap waspada dan lebih hati-hatilah terhadap manusia
itu, lo-suhu. Bagaimana sampai kalian terpengaruh!"
"Majikan Hutan Iblis itu datang di tempat kami, dan selanjutnya kami dirobohkan."
"Benar, pinto juga begitu, Ju-taihiap, dan pinto ngeri terulang lagi!"
"Hm-hm!" pendekar itu mengangguk-angguk, memandang dua orang itu. "Kalau begitu bagaimana
jika kalian berkumpul di Hek-yan-pang saja. Di sana kita bersatu dan mempertahankan diri!"
"Ah, taihiap hendak membuat repot diri sendiri?"
''Tidak, di sana ada puteraku Han Han, lo-suhu, dan aku sedia menerima kalian seperti halnya yang
lain-lain!"
"Tapi pinceng sungkan..."
"Benar, pinto juga!" Ho Heng Tojin tiba-tiba berseru. "Maksud baikmu bagus sekali, taihiap, tapi
bagaimana kami harus seperti itu!"
"Hm, yang kita hadapi adalah seorang manusia iblis yang amat berbahaya, licik dan curang. Aku
mempunyai gagasan ini setelah melihat ketua-ketua yang lain roboh dan juga terpengaruh ilmu hitam Beng-
jong-kwi-kang!"
"Ayah tahu?" Giam Liong tiba-tiba bertanya. "Mereka menyerang dan mengejar-ngejar aku, ayah.
Rasanya baik kalau Lu-tong dan Khong-tong bergabung dulu di Hek-yan-pang. Mereka dapat
menyelamatkan diri dari kekuatan jahat itu. Aku mendukung!"
"Hm, aku sudah tahu semua, dan aku semakin khawatir. Kubuntuti dan kucari Majikan Hutan Iblis ini,
Giam Liong, sampai akhirnya ke sini. Kalau Ho Heng totiang maupun Ceng Tong lo-suhu tak perlu sungkanKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
202 maka sekarang juga kubuatkan surat untuk Han Han di Hek-yan-pang. Aku sendiri masih bermaksud
mengumpulkan yang lain-lain. Bagaimana dengan keinginan baikku ini!"
Dua ketua tertegun dan saling pandang. Kiranya mereka dicegat Giam Liong adalah untuk menerima
kehendak ini. Ketua Hek-yan-pang itu hendak menyuruh mereka bersatu di Hek-yan-pang saja demi
kebaikan bersama. Memang ini tawaran yang bagus dan amat berharga. Siapa tidak kenal kelihaian ayah dan
anak ini. Tapi ketika mereka masih ragu-ragu sementara para murid mulai berseri gembira, Ho Heng dan
rekannya belum menjawab maka Giam Liong maju bicara.
"Jiwi tak perlu malu hati. Jiwi boleh sungkan menerima ini namun harap ingat murid-murid jiwi di
sini. Tawaran ayahku amat simpatik, tidak mengandung pamrih. Kalau kalian ingat akan nyawa murid-murid
kalian tak usah ragu-ragu lagi dan sekarang berangkatlah. Biar ayah membuat surat pengantar!"
"Baiklah," dua ketua itu akhirnya mengangguk. "Keselamatan murid-murid kami adalah hal yang
lebih utama sekali, Giam-siauwhiap. Kalau kau sudah mengingatkan seperti ini tak perlu lagi kami
berpanjang pikir. Terima kasih atas tawaran ini dan sekali lagi kami berdua menyatakan beribu terima kasih
kepada kebaikan Ju-taihiap!"
"Hm, ini bukan kebaikan, ini kewajiban," Ju-taihiap menjawab, lega, matanya gembira memandang
Giam Liong. "Aku lupa akan tekanan pada maksud baikku, totiang, bahwa nyawa banyak orang jauh lebih
berharga daripada seorang dua saja. Benar, kalian harap mengingat murid-murid kalian itu karena mereka
adalah segala-galanya!"
Para murid bersorak gembira. Mereka tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut dan menyatakan kegirangan
akan maksud jago pedang itu. Kalau mereka dapat berkumpul dan berlindung di bawah bendera Hek-yan-
pang tentu Majikan Hutan Iblis itu tak dapat mengganggu mereka lagi. Dan ketika ketua mereka juga
membungkuk dan melipat tubuh dalam-dalam, menyatakan terima kasih maka Ju-taihiap segera membuat
surat pengantar untuk putera kandungnya di sana, Han Han. Memberi tahu bahwa rombongan besar ini
hendak tinggal di Hek-yan-pang, bergabung atau sebenarnya mencari perlindungan di bawah kekuatan Hek-
yan-pang. Pendekar itu sendiri masih pergi dan hendak melanjutkan perjalanan. Hancurnya pengaruh Beng-
jong-kwi-kang di sini hendak diteruskan ke tempat lain, para ketua atau tokoh-tokoh persilatan, yang sudah
dibetot semangatnya. Dan ketika pendekar itu menyerahkan surat itu dan Ho Heng serta Ceng Tong Hwesio
membungkuk penuh hormat, disuruh pergi maka ketika orang-orang itu bergerak dan meninggalkan tempat
itu maka Giam Liong menarik napas dalam-dalam dan menyerahkan kembali Pek-jit-kiam kepada ayah
angkatnya ini.
"Terima kasih, ayah sudah menyelamatkan aku dari maut. Lega dan gembira sekali bertemu
denganmu, ayah. Apakah ada kisah-kisah menarik seperti yang aku alami."
"Hm, tak ada, semuanya menyebalkan. Apakah yang menarik dalam perjalananmu, Giam Liong. Aku
tak mempunyai kisah apa-apa kecuali kabar tentang ketua-ketua partai itu, pengaruh Beng-jong-kwi kang!"
"Aku bertemu Hek-i Hong-li dan Sian-eng-jin," Giam. Liong coba memancing. "Dan yang lebih,
utama lagi aku telah menemukan Sin Gak!"
"Apa? Kau telah menemukan puteramu itu? Di mana dia?"
"Dia dibawa kakek ini, ayah, Sian-eng-jin."
"Hm, siapa Sian-eng-jin ini. Aku tak mengenal!"
"Ayah juga tak mendengar nama Hek-i Hong-li?"
"Bidadari Baju Hitam? Hm, tidak, siapa dia ini!" Ju-taihiap justeru mengerutkan alis.
"Mereka adalah orang-orang lihai, amat lihai. Aku dikalahkan dengan mudah!" Giam Liong menarik
napas dalam, memandang ayahnya dan sang ayah terkejut memandang puteranya ini. Giam Liong begitu
bersungguh-sungguh. Dan ketika pemuda itu tak meneruskan ceritanya dan sang ayah penasaran maka Ju-Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
203 taihiap berseru,
"Kau dikalahkan dengan mudah? Kau tak mampu menandinginya? Ah, jangan main-main, Giam
Liong. Kalau kau tak dapat mengalahkan mereka tentu aku lebih lagi!"
"Benar, aku benar-benar tak mampu menandingi, dan aku seperti anak kecil di hadapan kakek dan
nenek siluman itu. Mereka betul-betul luar biasa, sakti!"
"Ah, siapa mereka ini, Giam Liong, dan bagaimana puteramu sampai dibawa kakek itu!"
"Aku bertemu secara kebetulan, dan mula-mula nenek baju hitam itu, Hek-i Hong-li...."
"Coba ceritakan, masa mereka demikian lihai!"
"Hm, bukan lihai lagi, ayah, melainkan sakti. Aku benar-benar kalah dan Pek-poh-sin-kun yang amat
kuandalkan hanya diketawai mereka!"
Giam Liong lalu menceritakan kisah pertemuannya. Sang ayah terbelalak dan tak mau ditunda lagi.
Dan ketika ia menceritakan betapa ia dipermainkan nenek itu, lalu si kakek sakti Sian-eng-jin maka di sini ia
menyinggung pula masalah Sin Gak, puteranya.
"Aku tak tahu siapa mereka ini namun kesaktian mereka benar-benar luar biasa. Kakek sakti Sian-eng-
jin itu minta puteraku untuk dijadikan muridnya, ayah, dan Majikan Hutan Iblis ketanggor bertemu kakek
ini. Dari dialah Sin Gak diambil, dan karena aku kalah bertaruh maka puteraku kurelakan dibawa kakek itu."
"Luar biasa, hampir tak dapat dipercaya! Ah, siapa mereka ini, Giam Liong, apakah bukan suami
isteri. Aku belum mendengar tentang dua orang ini!"
"Aku juga belum, baru kali itu. Konon katanya mereka sudah berumur lebih dari seratus tahun dan
mungkin hanya ayah dari kakek kita yang tahu nama ini!"
Ju-taihiap mendecak kagum. Kalau bukan Giam Liong yang bercerita mau rasanya ia tak mempercayai
itu. Tapi yang bicara adalah Giam Liong, puteranya. Dan karena tak mungkin pemuda itu bohong maka
pendekar ini mengangguk-angguk dan mendecak.
"Hebat, kalau begitu luar biasa sekali. Ah, mungkin hanya Sian-su yang tahu, Giam Liong, atau
barangkali Im Yang Cinjin locianpwe!"
"Hm, mungkin saja. Tapi aku merasa aneh bahwa katanya kakek itu tak mungkin membantu orang-
orang persilatan, ayah. Aku teringat kata-kata jahanam Majikan Hutan Iblis itu akan ini!"
"Hm, apa katanya."
"Kakek itu terikat oleh semacam sumpah, tak mungkin turun ke dunia ramai lagi bergerak secara


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terang-terangan."
"Boleh jadi, mungkin masuk akal juga. Tapi omongan iblis keparat itu jangan di percaya sepenuhnya,
Giam Liong. Siapa tahu ia hendak mengecilkan hati kita!"
"Mungkin, tapi mungkin juga tidak. Kalau kita lihat betapa seratus tahun mereka tak muncul mungkin
menunjukkan itu benar, ayah, manusia iblis itu tak bohong. Tapi aku penasaran kenapa Sin Gak harus
dibawa!"
"Hm, tak perlu penasaran. Mendengar ceritamu tadi justeru aku merasa bersyukur, Giam Liong,
anakmu bakal menjadi orang hebat yang melebihi dirimu kelak. Kau beruntung!"
"Tapi aku tak mengenal kakek itu, tak tahu apakah dia jahat atau tidak!"
"Hm, kupikir tidak. Kau tak diapa-apakan, Giam Liong, lagi pula kakek itu jujur dengan memberi tahu
tentang puteramu. Ia bukan orang jahat!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
204 "Agaknya begitu, tapi siapa tahu...!"
"Hm, tak perlu bercuriga. Bahwa puteramu telah dirampasnya dari Majikan Hutan Iblis harusnya
membuat kau berterima kasih, bersyukur. Tak baik berprasangka yang buruk-buruk, Giam Liong. Kakek itu
orang aneh tapi jelas bukan orang jahat!"
"Ya, mudah-mudahan, tapi aku harus berpisah dari puteraku...."
"Sudahlah, jauh lebih beruntung daripada kalau Sin Gak di tangan Majikan Hutan Iblis. Eh, kau tak
kenal rasa beruntung, Giam Liong. Masa begini sikapmu!"
"Maaf, aku terlanjur kecewa berulang-ulang, ayah, tapi kau benar. Baiklah, aku akan bersyukur dan
merasakan keberuntungan ini. Mudah-mudahan Sin Gak mendapat nasib yang baik dan jauh lebih hebat
daripada aku kelak!"
"Tentu, dan sekarang apa yang akan kau lakukan. Kau telah mendapatkan senjatamu kembali. Golok
Maut itu telah di tangan!"
"Hm," si buntung mengerutkan alis, pandang matanya berkilat. "Aku pribadi hendak mengejar dan
mencari jahanam itu lagi, ayah. Dan dengan golok ini aku akan membuat perhitungan!"
"Bagaimana kalau kau membantu aku dulu. Aku juga akan mencari manusia iblis itu tapi di sepanjang
jalan melakukan sesuatu."
"Ayah hendak melakukan apa?"
"Seperti yang kulakukan kepada dua orang tadi, Giam Liong, membebaskan tokoh-tokoh dan ketua
partai dari pengaruh Beng-jong-kwi-kang. Aku hendak menyuruh mereka berkumpul dan bersatu di Hek-
yan-pang!"
"Hm, baik!" Giam Liong mengangguk dan maklum akan pentingnya urusan ini. "Kau sendirian
rupanya akan terlalu repot, ayah, dengan aku membantumu agaknya pekerjaan kita lebih cepat. Kalau
mereka dibiarkan begitu tentu menyusahkan aku juga, aku bakal dikejar-kejar. Aku terima dan itu bagus!"
"Tapi kau tak boleh membunuh!" sang ayah memandang tajam. "Golok di tanganmu bukan untuk
bersimbah darah lagi, Giam Liong, cukup yang dulu-dulu itu. Kau hanya membantu aku menyadarkan dan
membuyarkan pengaruh Beng-jong-kwi-kang. Lalu kita menyuruh mereka ke Hek-yan-pang agar dapat
bergabung dan menjadi kesatuan yang kuat!"
"Aku tahu," Giam Liong mengangguk. "Tapi untuk musuhku yang satu itu rupanya tak dapat
kupenuhi, ayah. Aku ingin membabat tubuhnya!"
"Hm, itu urusan nanti. Dan kau beruntung bahwa kau sudah sendirian lagi!"
"Maksud ayah?"
"Golok Maut tak boleh dibawa oleh suami isteri, Giam Liong. Ingat kutuk atau tuahnya itu!"
Giam Liong tertegun. Tiba-tiba ia ingat dan meremang bulu tengkuknya. Golok ini memang golok
yang luar biasa, tak boleh dipegang atau dipergunakan oleh orang yang terikat hubungan suami isteri, atau
kaum lajang tapi yang melakukan hubungan suami isteri. Dan karena golok itu bakal membalas dengan
caranya yang mengerikan, meminta korban dengan darah tuannya atau kekasih tuannya maka ia terkesiap
tapi kemudian tenang lagi, mengangguk. Ia telah kehilangan isterinya dan asal tak melanggar pantangan itu
tentu tak akan kena kutuknya. Ayahnya tewaspun karena itu. Itulah sebabnya kenapa ia lalu mengubur atau
menyembunyikan Golok Maut di Lembah Iblis, tak mau memakainya lagi setelah ia menikah. Maka ketika
ia mengangguk dan teringat itu, diam-diam merasa seram tapi sekarang bebas lagi, ia boleh membawa dan
mempergunakan golok ini asal tetap sendirian maka Giam Liong berkelebat dan mengajak ayahnya
berangkat.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
205 "Baik, aku mengerti, ayah, dan terima kasih atas peringatanmu!"
Jago pedang itu juga bergerak. Setelah ia menyimpan Pek-jit-kiam dan Giam Liong membawa Giam-
tonya (Golok Maut) lagi maka kepercayaan di masing-masing pihak bertambah besar. Dengan senjata pusaka
itu mereka tak perlu takut atau khawatir lagi menghadapi Majikan Hutan Iblis,. Bahkan mereka akan menjadi
harimau tumbuh sayap, apalagi Giam Liong! Maka ketika dua orang itu bergerak meninggalkan hutan itu,
mencari dan menemui tokoh-tokoh persilatan yang terkena pengaruh Beng-jong-kwi-kang maka benar saja
dengan Pek-jit-kiam atau Golok Maut ayah dan anak angkat ini berhasil membebaskan orang-orang itu.
Satu demi satu para tokoh partai didatangi. Pengaruh Pek-jit-kiam terutama Golok Maut itu amat luar
biasa. Kekebalan Beng-jong-kwi-kang ternyata tak mampu menahan ketajaman golok maut ini, robek dan
siapapun gentar dan pucat. Dan ketika semuanya roboh dan anak-anak murid juga terbangun dari mimpi,
Giam Liong dan Ju-taihiap berhasil membebaskan mereka maka jago pedang itu berkata agar semuanya
pergi ke Hek-yan-pang.
"Kalian tak akan dapat mengatasi Majikan Hutan Iblis itu sendiri. Pergi dan berkumpullah di Hek-yan-
pang. Di sana telah banyak saudara-saudara yang lain untuk bersatu dan menghadapi manusia iblis itu. Nah,
berangkatlah dan temui puteraku Han Han. Ini surat dariku untuknya!"
Para ketua partai itu mengangguk-angguk. Setelah pengaruh Beng-jong-kwi-kang buyar dan kekebalan
mereka ditembus Golok Maut maka seketika itu juga mereka tersentak dan sadar. Ketajaman golok itu benar-
benar luar biasa karena Ju-taihiap lebih banyak memberikan kesempatan kepada Giam Liong untuk
mempergunakan senjatanya. Pek-jit-kiam masih di tangan dan sekali dua saja dipakai. Golok Maut itulah
yang banyak beraksi. Maka ketika mereka terkejut dan sadar, Majikan Hutan Iblis sejak saat itu juga tak
pernah menampakkan diri maka pekerjaan ayah dan anak ini menjadi lebih mudah dan kekuatan hitam dari
pengaruh jahat itu juga pudar tak sekuat biasanya.
Giam Liong membuat lawan semakin gentar dengan golok di tangannya itu. Si buntung ini benar-
benar siap berubah menjadi Naga Pembunuh kalau mereka macam-macam. Tapi karena semuanya sudah
sadar dan hadirnya Ju-taihiap di samping pemuda itu membuat Giam Liong mampu mengendalikan diri,
betapapun dengan ayah di sampingnya itu pemuda ini tak seganas biasanya maka ketika semuanya selesai
dan Hek-yan-pang menjadi penuh orang maka Ju-taihiap berhenti dan bertanya apa yang hendak dilakukan
pemuda itu sekarang.
"Aku rupanya harus menemui Han Han sebentar, tugas membebaskan pengaruh Beng-jong-kwi-kang
sudah selesai. Sekarang apa yang hendak kau lakukan, Giam Liong, apakah turut bersamaku pulang dan di
sana membuat rencana baru."
"Hm, aku akan mencari orang ini sampai dapat. Aku belum menemukannya lagi, ayah, biarlah kau
pulang dulu dan kita berpisah di sini. Dulupun aku sudah bertekad untuk tak mau sudah sebelum menghajar
dan menemukannya!"
"Baiklah, aku tahu. Tapi hati-hati dan waspadalah, Giam Liong. Betapapun orang itu amat licik!"
"Terima kasih, dan selamat tinggal. ayah. Salamku untuk Han Han!"
Jago pedang itu mengangguk. Giam Liong akhirnya berkelebat dan kali ini mereka tak bersama-sama
lagi. Perjalanan itu telah selesai, Giam Liong telah membantunya untuk membebaskan orang-orang dari
pengaruh jahat Beng-jong-kwi-kang. Dan karena dia sendiri ingin kembali dan melihat Hek-yan-pang, entah
setelah itu akan pergi lagi atau tidak maka kepergian Giam Liong dimengerti pendekar ini.
Giam Liong adalah anak muda yang pendendam dan berdarah panas. Dia adalah keturunan Si Golok
Maut Sin Hauw. Maka ketika pemuda itu tak mau bersamanya dan percuma dibujuk untuk menengok Hek-
yan-pang maka Ju-taihiap sendiri ingin kembali dan menemui puteranya Han Han.
Dia sendiri telah berputar-putar untuk mencari Majikan Hutan Iblis itu, ketemu ketika Giam Liong
bertanding hebat. Tapi karena setelah itu lawan tak muncul lagi, menghilang dan lenyap menyembunyikan
diri maka pendekar ini ingin beristirahat dulu sambil melihat keadaan rumahnya. Juga dia ingin menengokKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
206 cucunya Giok Cheng, ada perasaan rindu atau kangen kepada cucu perempuannya itu. Maka ketika dia
menarik napas dalam melihat kepergian Giam Liong, tak mungkin pemuda itu mau dibujuk lagi maka
pendekar inipun menggerakkan kakinya menuju Hek-yan-pang.
Majikan Hutan Iblis tak muncul lagi sejak pertemuannya dengan Giam Liong. Golok Maut itu telah
direbut kembali dan berada di tangan pemiliknya. Dan ketika pendekar itu disambut dengan gembira di Hek-
yan-pang, anak dan mantunya turut menyambut maka semua bertanya tentang Naga Pembunuh itu. Han Han
telah mendengar bahwa ayahnya bersama-sama Giam Liong.
"Hm, anak itu pergi, tak mau ke sini. Ia mencari dan hendak meneruskan perjalanannya, Han Han, dan
bagaimana kalian sendiri di sini.
"Kami baik-baik saja, namun musuh tak berani datang. Ceng Tong lo-suhu dan Ho Heng totiang
menunggu-nunggumu ayah, ingin bertanya bagaimana sebaiknya kalau Majikan Hutan Iblis tak menyatroni
kita!"
"Benar," ketua Khong-tong itu maju dan berseri-seri, mengepal tinju. "Kami di sini aman dan
menenteramkan, taihiap. Tapi tak enak juga harus makan minum menganggur. Kami telah merepotkan Hek-
yan-pang!"
"Dan pinceng juga siap. Asal bersama taihiap atau Han-siauwhiap kami tak perlu takut lagi terhadap
siapapun. Kami menunggu kepemimpinanmu!" Ceng Tong, hwesio Lu-tong itu menyambung. Ia bersama
Ho Heng Tojin memang tenang dan tenteram di tempat itu. Semakin banyaknya orang di situ membuat
perasaan semakin nyaman. Tapi karena makan tidur melulu membuat tak enak, Hek-yan-pang repot dengan
semakin banyaknya orang maka ketua-ketua partai mulai tak enak dan menunggu jago pedang itu. Mereka
minta kepada Han Han namun Han Han tak berani menerima, berkata biarlah menunggu sang ayah dan nanti
saja ayahnya memimpin. Tak mungkin dia harus meninggalkan rumah kalau ayahnya tak ada. Maka ketika
hari itu pendekar itu muncul dan semua girang, menyambut dan berkata maka Ju-taihiap menarik napas
panjang memandang puteranya itu.
"Aku ingin mengaso dulu. Biarlah sehari dua kita bicarakan lagi."
"Tapi taihiap mau menerima, bukan? Bukankah sebaiknya kita menyerang dan mencari iblis itu?"
"Hm-hm, sudah sejauh ini baru sekali itu aku berhasil, totiang. Majikan Hutan Iblis itu tak mudah
didapat kalau tidak atas kehendaknya sendiri. Sudahlah, nanti kita bicara lagi dan sekarang aku ingin
bercakap-cakap dengan puteraku. Aku ingin mengaso."
Semua orang mundur. Akhirnya mereka sadar bahwa pendekar itu harus diberi waktu, dia baru saja
datang dan tak layak mendesaknya dengan kata-kata dan keinginan. Maka ketika pendekar itu masuk dan
berdua dengan puteranya, ditemani menantunya maka keluarga ini melepas rindu dengan pertanyaan dan
cerita sana-sini.
Ternyata berkumpulnya para tokoh di situ menciptakan semangat tinggi. Mereka benar-benar
terlindung dan aman di bawah naungan Hek-yan-pang. Nama besar Ju-taihiap maupun puteranya ternyata
membawa kepercayaan diri. Majikan Hutan Iblis tak berani mengganggu mereka dan Han Han menerima
satu demi satu ketua-ketua partai yang terbebas dari pengaruh jahat Beng-jong-kwi-kang itu. Mereka
bercerita tentang pertemuannya dengan Ju-taihiap, juga Giam Liong. Dan karena Hek-yan-pang akhirnya
penuh dengan orang-orang kang-ouw ini, para pendekar maka kekuatan mereka menjadi bertambah dan Han
Han merasa tenang dengan keadaan itu. Tapi ketika dia ganti bercerita akan tewasnya Kim-sim To-jin, guru
isterinya maka Tang Siu yang berada di situ setelah tiga supeknya mengajak dia kembali membuat nyonya
itu tersedu menutupi muka, tak tahan.
"Tadinya aku juga meninggalkan Hek-yan-pang. Tang Siu lari dan kukejar. Tapi ketika Hutan Iblis
terbakar dan habis dimakan api, aku termenung mencari isteriku ini akhirnya tanggung jawabku akan rumah
membuat aku pulang lagi. Kematian Kim-sim Tojin memang amat memukul, dan Siu-moi kiranya mengikuti
Keng Hwat locianpwe. Dan karena aku harus menjaga anak murid dan menunggu ayah pulang maka sumoi
dan supeknya akhirnya datang dan tinggal pula di sini, menceritakan bahwa Kun-lun juga menerimaKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
207 musibah!"
"Hm-hm, hebat sekali, dan sungguh keji Majikan Hutan Iblis itu. Untuk Kun-lun aku sudah
mendengar, Han Han, tapi kematian Kim-sim Tojin baru kuketahui sekarang. Ah, bagaimana terjadinya!"
"Kami tak tahu bagaimana terjadinya, kecuali bahwa keesokannya tiba-tiba para murid menemukan
empat keranjang berisi jenasah Kim-sim totiang itu. Kematiannya mengerikan, dicincang Golok Maut!"
"Dan jelas perbuatan Majikan Hutan Iblis itu. Keparat, orang itu sungguh binatang, Han Han, tapi
sekarang Golok Maut telah di tangan Giam Liong kembali!"
"Ya, aku sudah dengar. Tapi sejak ayah pergi kami di Hek-yan-pang jatuh bangun menghadapi iblis
itu. Kalau saja suhu Im Yang Cinjin tak datang menolong barangkali aku juga binasa dan sudah tinggal
nama!"
"Dia datang ke sini?"
"Benar, ayah, dan aku hampir roboh!"
"Tapi kepandaianmu tinggi, kau setingkat di atas ayahmu!"
"Hm, ayah harus ingat. Waktu itu Golok Maut itu di tangan lawanku itu, sementara Pek-jit-kiam ayah
bawa!"
"Ah, ah.... benar! Aku lupa, Han Han. Tapi bukankah akhirnya kau selamat!"
"Benar, aku terpaksa memanggil suhu di Lam-hai. Keganasan Golok Maut itu yang amat
mengerikan!"
"Dan dia rupanya tahu kalau aku pergi. Ah, licik dan curang sekali orang ini, Han Han. Pantas kalau
Giam Liong tak mau melepaskannya!"
Malam itu ayah dan anak bertukar cerita. Ju-taihiap berubah dan tertegun mendengar kisah Hek-yan-
pang, betapa setelah kepergiannya muncul Majikan Hutan Iblis itu, menyerang dan mengobrak-abrik anak
murid dan hampir membunuh puteranya sendiri. Dan ketika ia menyesali kematian Kim-sim Tojin, kenapa
tosu itu tak mau diajak Im Yang Cinjin maka di sini jago pedang itu menarik napas dalam.
"Agaknya semuanya ini memang harus terjadi. Kematian Kim-sim totiang sudah takdir. Tapi kenapa
ia bertinggi hati, Han Han, bukankah gurumu sudah membujuknya dan akan membawanya ke Lam-hai.
Sayang, ia harus tewas dan kita kehilangan seorang keluarga!"
"Benar, tapi itupun rupanya sudah nasib. Aku juga sudah membujuk dan memaksanya secara halus,
ayah, namun gagal. Aku tak dapat berbuat apa-apa dan cegahan Siu-moi juga tak digubris. Mimpi itu
menjadi kenyataan!"
"Hm, mimpi apa."
"Tentang kematian Kim-sim totiang ini. Siu-moi sudah mengkhawatirkannya tapi kakek itu malah
marah-marah. Takdir, kita tak dapat merobah takdir!"
Ju-taihiap mengangguk-angguk. Akhirnya dia memandang menantunya dan bertanya tentang nasib
yang menimpa Kun-lun. Dia sudah mendengar namun baru garis besarnya saja. Dan ketika nyonya muda itu
menceritakan peristiwa buruk di sana, betapa tujuh pimpinan Kun-lun terbunuh maka nyonya ini menahan
tangis menggigit bibir.
"Supek Keng Hwat Taisu tadinya tak menyangka pembalasan itu, dan ini gara-gara aku juga. Aku
yang mula-mula membakar Hutan Iblis itu, ayah, membumihanguskannya. Tapi ketika kami ke Kun-lun dan
hendak meninggalkan pesan kepada anak murid ternyata tempat itu ganti dibumihanguskan dan dibakar. Aku
menyesal sekali akan peristiwa di Kun-lun ini. Majikan Hutan Iblis itu benar-benar keparat dan amat keji!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
208 "Hm, dan kau sendiri, lalu apa yang kau perbuat, Han Han?"
"Aku mengejar isteriku, ayah, gagal. Untuk berhari-hari berkeliaran ke sana ke mari tapi akhirnya aku
kembali lagi ke Hek-yan-pang. Tanggung jawab dan perlindunganku kepada anak murid memaksaku
pulang!"
"Hm, semuanya serba buruk, membuat kita marah. Tapi ada yang baik, Han Han, yakni tentang
kembalinya Sin Gak!"
"Ah, Giam Liong telah mendapatkan puteranya itu?"
"Benar, tapi sekarang lepas lagi..."
"Eh, apa maksud ayah? Lepas ke mana?"
"Ke orang lain, Han Han, dan ada berita baru yang menarik."
"Apa itu," Han Han menyergap. "Coba ayah ceritakan dan aku bingung bagaimana Sin Gak berpindah
tangan!"
"Ada dua orang sakti muncul, namanya Hek-i Hong-li dan Sian-eng-jin."
"Hek-i Hong-li? Siapa ini?"
"Aku juga baru kali ini mendengar, Han Han, tapi Giam Liong telah dirobohkannya."
"Astaga, tidak main-main! Kalau begitu hebat sekali orang itu dan bagaimana Giam Liong bisa
bertemu lawannya ini!"
"Aku juga tak tahu pasti, tapi yang jelas Giam Liong seperti anak kecil berhadapan dengan dua orang
ini. Dan Sian-eng-jin yang merebut Sin Gak dari tangan Majikan Hutan Iblis, Han Han, tapi kakek itu lalu
memintanya kepada Giam Liong setelah merobohkan pemuda itu!"
"Hm-hm, kalau begitu aku tentu juga bukan tandingannya. Ah, siapa mereka ini, ayah, apakah kau
atau Giam Liong betul-betul tidak tahu!"
"Aku tidak tahu, barangkali Sian-su atau gurumu tahu."
"Hm, suhu Im Yang Cinjin? Seingatku tak pernah bercerita, mungkin juga tidak tahu!"
"Kalau begitu Sian-su yang tahu. Mereka itu sudah ada sejak seratus tahur yang lalu, Han Han, berarti
jamannya ayah dari kakek kita!"
"Hebat, dan setua itu muncul lagi di dunia persilatan. Entah apa maunya. Jangan-jangan membuat
onar!"
"Kurasa tidak. Kakek dan nenek itu punya pantangan, Han Han, katanya tak boleh mencampuri urusan
dunia lagi. Giam Liong mendengarnya ini dari Majikan Hutan Iblis!"
Han Han mengerutkan alisnya. Dia lalu mendengar cerita ayahnya tentang perkiraan itu, betapa laki-
laki itu tak takut kepada Sian-eng-jin karena dikatakan disumpah tak boleh memasuki dunia kang-ouw lagi.
Dan karena Giam Liong juga memiliki kepercayaan yang sama dari sikap dan tingkah laku dua orang sakti
itu maka pendekar ini menutup dengan suara datar.
"Mudah-mudahan yang diperkirakan ini benar. Dan kalau itu benar maka ada untung dan ruginya.
Ruginya adalah orang sehebat itu tak dapat dimintai tenaganya untuk menghadapi orang seperti Majikan
Hutan Iblis, sedangkan untungnya adalah ada calon pengganti yang kelak ditunjukkan oleh putera Giam
Liong itu."
"Maksud ayah?"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
209 "Sin Gak diambil sebagai murid. Han Han, dan tentu anak itu akan jauh melebihi kita!"
"Dan nenek itu," Tang Siu tiba-tiba berseru. "Apakah tidak mempunyai murid, gak-hu. Kalau belum
tentu Giok Cheng kuinginkan menjadi muridnya!"
"Hm!" Han Han terkejut. "Kau mau kehilangan anak kita? Kau tak ingin mendidik dan merawatnya
sendiri?"
"Kalau kepandaianku tak nempil menghadapi orang seperti Majikan Hutan Iblis itu apa gunanya


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendidik Giok Cheng, Han-ko. Jauh lebih baik di tangan nenek sesakti itu agar dapat membalas sakit
hatiku!"
Han Han saling pandang dengan ayahnya. Dia mengerutkan kening mendengar kata-kata ini karena
secara tersirat isterinya menyesalinya juga, bahwa dia tak mampu menangkap dan membunuh musuh itu.
Dan karena kata-kata ini penuh emosi didorong oleh dendam belaka, sakit hati maka pemuda itu menarik
napas panjang bicara dengan suara getir.
"Siu-moi, semua tahu bahwa lawan yang kita hadapi adalah orang yang amat berbahaya. Waktu itu dia
membawa Golok Maut, padahal Pek-jit-kiam dibawa ayah. Kalau aku membawa Pek-jit-kiam atau musuhku
itu tak membawa Golok Maut tentu aku dapat menangkap atau merobohkannya!"
"Aku tak menyalahkan dirimu, aku hanya menyesali kepandaianku yang rendah saja."
"Ah, sudahlah, itupun tak perlu disesali, moi-moi. Sebenarnya kaupun bukan wanita sembarangan
dibanding tokoh-tokoh persilatan yang ada. Kau masih lebih hebat daripada Ceng Tong Hwesio atau Ho
Heng Tojin yang ada di sini misalnya!"
"Benar, tapi kita tak perlu mempersoalkan ini lagi. Malam sudah larut dan baiklah kita masing-masing
beristirahat," Ju-taihiap menyela dan menghabiskan percakapan itu. Pendekar ini bangkit dan masuk ke
kamar dan pertemuan itupun berakhir. Han Han memandang isterinya dan akhirnya mengajaknya masuk
pula. Dan ketika semua tertidur namun nyonya itu tak dapat memejamkan mata, entah kenapa dia teringat
cerita tentang nenek itu maka timbul keinginannya mudah-mudahan ia bertemu nenek itu dan akan
menyerahkan Giok Cheng agar menjadi murid!
Nyonya ini iri akan keberuntungan Sin Gak, di samping memang ingin membalaskan dendamnya atas
tewasnya gurunya yang dikasihi. Maka ketika dia mendengar cerita tentang nenek sakti itu, betapa nenek itu
dengan mudah mengalahkan Giam Liong maka dia mengharap mudah-mudahan ia bertemu nenek itu dan
sang nenek sudi mengambil puterinya. Tak mau kalah kalau kelak putera Giam Liong menjadi orang luar
biasa!
Ju-taihiap sendiri tentu saja tak mempunyai pikiran seperti ini karena masalah dendam rasanya dapat
diatasi sendiri. Han Han puteranya juga berpikiran sama. Maka ketika keesokannya pendekar menemui
tokoh-tokoh kang-ouw itu, diminta pendapatnya untuk memimpin mereka maka pendekar ini menarik napas
dalam menyatakan kebingungannya.
"Aku pribadi tak menolak, tapi ke mana kita cari Majikan Hutan Iblis itu? Setelah tempat tinggalnya
dibakar habis kita tak tahu lagi di mana dia bersembunyi, cuwi enghiong. Bingung rasanya harus mencari
orang ini. Apakah kita asal mencari saja."
"Tidak, kita dapat memecah rombongan. Satu di bawah pimpinanmu sementara yang lain dipimpin
puteramu, taihiap. Kalau orang ini tak ditangkap atau dibunuh tentu kami semua masih was-was dan dilanda
rasa takut!"
"Dan kami mungkin masih bernaung di Hek-yan-pang sini, minta perlindurgan!"
"Dan itu berarti merepotkan Ju-taihiap sekeluarga. Benar, kami telah sepakat untuk mencari dan
mendapatkan keparat ini, taihiap, di bawah pimpinan kalian berdua ayah dan anak. Kami tak ingin membuat
Hek-yan-pang repot setiap hari!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
210 Ju-taihiap tersenyum dan mengangguk memandang orang terakhir itu. Ia adalah Ho Heng Tojin dan
tosu itu tampak bersemangat mengeluarkan kata-katanya. Ia didukung oleh seruan di sana-sini. Dan karena
itu benar dan tak mungkin semua orang-orang kang-ouw ini harus bergerombol di Hek-yan-pang, mereka
juga punya tugas dan pekerjaan sendiri-sendiri di tempat mereka akhirnya jago pedang ini menerima dan dua
hari kemudian bersama puteranya dia memimpin orang-orang itu mencari dan menangkap musuh yang amat
berbahaya ini.
Namun sebulan dicari jejak Majikan Hutan Iblis itu tak ada. Dilanjutkan sebulan lagi namun tetap tak
menemukan jejak. Dan ketika setengah tahun kemudian orang itu tak didengar kabar beritanya, lenyap
seperti siluman maka Ju-taihiap memutuskan untuk pulang kembali dan sewaktu-waktu melapor ke Hek-yan-
pang kalau iblis itu datang mengganggu. Rasa putus asa dan harap-harap cemas meliputi wajah semua orang.
"Agaknya lawan kita ini ketakutan, dan tak mungkin kita harus terus seperti ini. Sebaiknya cuwi
kembali dan bekerja di tempat masing-masing seperti biasa sa ja, Ho Heng totiang. Kalau ada apa-apa cepat
kirim berita ke Hek-yan-pang. Secepatnya kami tentu datang!"
"Atau kami yang kembali ke Hek-yan-pang!" tosu itu berseru. "Asal kau tak segan menolong kami
biarlah kami pulang, taihiap. Tak enak juga membuang-buang waktu dan tenaga di perjalanan yang sia-sia.
Baiklah, bagaimana dengan Ceng Tong lo-suhu dan lain-lain!"
Semua ternyata setuju. Asal ada jaminan dari Ju-taihiap bahwa pendekar itu akan tetap turun tangan
maka orang-orang itupun menerima usul ini. Mereka mantap. Dan ketika semua mulai percaya diri dan
pulang ke tempat masing-masing, bulan demi bulan dilewatkan lagi tanpa gangguan maka ketenangan mulai
menenteramkan orang-orang itu dan sampai setahun tak ada berita tentang Majikan Hutan Iblis ini.
Bagai ditelan bumi saja orang itu tak muncul lagi. Dan karena timbul dugaan bahwa lawan mereka itu
takut, bersatunya ketua-ketua persilatan di bawah kelihaian Hek-yan-pang agaknya membuatnya gentar
maka tahun kedua lewat tanpa apa-apa sampai tahun ketiga dan keempat.
Ju-taihiap sendiri juga mencari bergantian dengan puteranya. Mereka tak pernah melupakan
kewaspadaan. Tapi ketika sampai tahun kelima Majikan Hutan Iblis itu benar-benar lenyap tak diketahui
rimbanya, perlahan-lahan perasaan semua orang pulih dan tenang kembali maka kewaspadaan akan inipun
berkurang dan akhirnya Ju-taihiap sendiri merasa bosan dan menghentikan pencariannya.
Para ketua partai juga mulai melupakan itu dan menganggap bersatunya orang-orang gagah membuat
laki-laki itu gentar. Mereka bersyukur dan semakin tenang saja. Dan ketika tahun-tahun dilewatkan lagi
tanpa ada sesuatu yang penting, dunia kang-ouw benar-benar aman dan tenteram maka Majikan Hutan Iblis
itu nyaris dilupakan orang kalau tak terjadi sesuatu yang lebih hebat lagi daripada dulu!
* * * Entah sudah berapa kali pergantian musim berputar di pulau kecil di tengah telaga itu. Hek-yan-pang
juga mulai melupakan musuh mereka ini ketika pagi yang cerah itu seorang anak bermain-main di tepi
telaga. Sebatang pancing, tanpa kail ditusuk dan ditancapkan berulang-ulang ke dalam air. Anak perempuan
itu terkekeh-kekeh ketika ujung bambunya diangkat, seekor ikan menggelepar dan terdapat di situ. Dan
ketika seorang inang pengasuh juga tertawa dan terkekeh-kekeh senang, duduk di atas perahu melayani gadis
cilik ini maka anak perempuan itu berseru dan tiba-tiba melempar batang walesannya kepada si inang
pengasuh.
"Heii, bibi A-kun juga harus melakukan yang sama, jangan menonton saja. Ayo tangkap dan tusuk
ikan-ikan itu, bibi. Awas kulempar ini padamu!"
Sang inang pengasuh terkejut. Dia adalah murid perempuan Hek-yan-pang yang berkepandaian cukup
tinggi, Li Kun namanya. Tapi menerima lemparan batang pancing yang begitu mendadak dan cepat,
menyambar dan membuatnya terkejut maka inang pengasuh itu berseru keras dan merendahkan tubuh di
papan perahu ia menangkap dan menggerakkan tangannya ke depan.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
211 "Aihh, kau terlalu tiba-tiba, Cheng-siocia, nakal sekali. Uhh, biar kutangkap tapi jangan suruh aku
memancing tanpa kail!"
Batang bambu itu tertangkap namun lontaran kiranya demikian kuat sekali. Tenaga anak perempuan
itu hebat hingga perahu terdorong, bagai dipukul tangan raksasa. Dan ketika anak itu terkekeh-kekeh
sementara inangnya berseru kagum, menghentikan gerakan perahu dengan menancapkan batang pancing ke
dasar telaga maka wanita itu melompat dan tertawa-tawa. Hilang kagetnya.
"Kau semakin menguasai tenaga dalammu, aihh.... hebat sekali lontaran Im-yang-sin-kangmu itu.
Wah, bibi hampir tak kuat, siocia. Ayahmu tentu bangga dan gembira melihat kemajuanmu ini!"
"Hi-hik, tapi bibi tak roboh. Ah, tenagaku masih kurang kuat, bibi A-kun. Kau dapat menangkapnya
dengan baik!"
"Tapi perahuku terdorong, itu menunjukkan kemajuanmu!"
"Tidak, belum memuaskan. Seharusnya aku membuatmu roboh atau terjungkal ke dalam air!"
"Wah, tubuhku bisa basah kuyup, siocia, jangan nakal. Sudahlah kau hebat dan biar kubakar ikan ini
untuk sarapan kita!" sang inang tertawa dan geli mendengar itu, menyambar dan meraih semua ikan hasil
tangkapan namun gadis itu tiba-tiba berkelebat. Dia merampas semua itu dan membuangnya ke tanah. Lalu
ketika dia menggeleng dan mengeraskan dagu maka dia berseru agar pengasuhnya itu memancing tanpa kail.
"Aku tak mau makan, belum lapar. Bibi harus menggantikan aku dan lihat berapa ikan bibi dapat!"
"Ah, untuk apa? Aku tak mendapat pelajaran Im-yang-sin-kang, siocia, tak mampu menggetarkan
tenaga di dalam air. Aku tak dapat seperti dirimu!"
"Bibi belum mencoba, ayo lakukan dulu atau nanti aku marah!"
Terpaksa inang pengasuh ini bergerak dan tertawa masam. Dia menyambar batang pancing itu dan
menusukkannya ke air, tiga empat kali namun tak seekor ikanpun didapat. Dan ketika dia menyeringai dan
menarik pancingnya lagi maka dia berseru,
"Nah, lihat tidak. Ikan-ikan itu terlalu licin dan sukar bagiku. Aku tak mampu melakukan seperti yang
kau lakukan!"
"Kalau begitu kepandaianku lebih tinggi?"
"Tentu saja, siocia, hanya kau masih kecil, kurang matang, kurang pengalaman!"
"Coba kita buktikan!" dan gadis cilik itu yang, langsung menerjang dan berkelebat ke depan tiba-tiba
memukul dan menendang inang pengasuhnya ini yang tentu saja berteriak dan mengelak sana-sini, tidak
membalas namun semua serangan itu luput. Giok Cheng, anak ini, penasaran sekali. Ia tiba-tiba berseru keras
dan mempercepat gerakan. Dan ketika ia mengeluarkan Hui-thian-sin-tiauwnya (Rajawali Sakti Terbang Ke
Langit) dan inang pengasuh berteriak keras, gadis itu menyambar dan naik turun dengan cepat sekali maka
inang pengasuhnya ini tak sanggup lagi mengikuti dan menjerit menerima tamparan atau tendangan-
tendangan kilat, kecil namun panas dan berteriaklah inang pengasuh itu terhuyung ke sana ke mari. Giok
Cheng tertawa-tawa dan mempercepat gerakannya saja, sampai akhirnya si inang pengasuh roboh. Dan
ketika gadis itu menghentikan gerakannya dan puas berkacak pinggang, lawannya berkunang dan sakit oleh
tamparan atau tendangan itu maka inang pengasuh ini berdiri dan memuji dengan tawa meringis.
"Tobat, bibi sakit semua. Aduh, cepat gerakanmu, siocia. Tentu yang kau mainkan tadi Hui-thian-sin-
tiauw. Aih, hanya kau dan ibumu saja yang mendapatkan ilmu ini dari ayahmu. Tobat, jangun sakiti aku lagi
dan lihat betapa tubuhku matang biru!"
"Hi-hik, maaf. Tadi kau mengelak dan meluputkan serangan-seranganku, bibi. Kau memandang
rendah. Sekarang biarlah kugosok dan jangan beri tahu ibu!" gadis itu melangkah dan menyambar inang
pengasuhnya ini, mengeluarkan sebotol arak dan menggosok-gosok sekujur tubuh yang kena pukulan. Lalu
ketika dia mundur dan menyimpan araknya lagi, tertawa maka anak itu mengajak inangnya duduk, bercakap-Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
212 cakap.
"Bagaimana pendapat bibi dengan ilmu meringankan tubuhku tadi, dan mana yang lebih hebat antara
pukulanku dan ilmu meringankan tubuhku itu!"
"Wah, semuanya hebat, siocia, pukulanmu pedas dan panas. Sementara Hui-thian-sin-tiauw yang kau
perlihatkan tadi amat cepat dan luar biasa. Aku sampai berkunang-kunang!"
"Apakah dapat menandingi Pek-poh-sin-kun?"
"Apa?"
"Aku mendengar hebatnya Pek-poh-sin-kun, bibi, dan berpikir apakah dengan Hui-thian-sin-tiauw
yang kumiliki aku dapat mengalahkan lawanku, semisal kau memiliki ilmu itu!"
"Ah, kau bicara tentang ilmu sakti yang dimiliki pamanmu Giam Liong?"
"Benar, dan aku ingin tabu sekali bagaimana pamanku itu. Kenapa ia tak pernah datang!"
"Hm!" sang inang pengasuh tertegun. "Kalau kau bicara tentang pamanmu tentu saja kau bukan
tandingan, siocia. Kau terlalu kecil untuknya. Yang dapat menandingi pamanmu itu hanya ayahmu seorang!"
"Kalau begitu hebat mana antara ayah dan paman!"
"Keduanya sama hebat. Eh, kenapa tiba-tiba kau bicara seperti ini. Aku takut salah omong!"
"Tidak, aku penasaran akan cerita ibu, bibi. Bahwa katanya di dunia ini ada orang yang masih lebih
hebat lagi daripada ayah atau paman Giam Liong!"
"Siapa maksudmu? Apakah kakek dewa Bu-beng Sian-su?"
"Tidak, bukan, bukan itu. Aku tak tertarik kakek ini karena aku tertarik pada seorang nenek sakti yang
sering dibicarakan ibu menjelang tidur!"
"Siapa dia?" sang inang mengerutkan kening. "Tak ada orang seperti yang kau bicarakan, siocia. Aku
tak rnendengar nenek sakti kecuali cikal bakal Hek-yan-pang!"
"Aku tak tertarik pendiri Hek-yan-pang, aku tertarik pada nenek sakti Hek-i Hong-li!"
"Apa?"
"Sst, jangan keras-keras. Setiap malam ibu mendongengiku tentang nenek ini, bibi, berharap aku dapat
menjadi muridnya. Katanya paman Giam Liong pernah dikalahkan dan ayah sendiri bukan tandingan!"
"Ah, kau ngawur. Tak ada nenek sakti Hek-i Hong-li di dunia kang-ouw ini. Itu hanya dongeng!"
"Tapi kenapa ibu begitu serius?"
"Ibumu sekedar bercerita, siocia, sekedar memberimu hiburan. Aku tak percaya bahwa Naga
Pembunuh Giam Liong dikalah orang. Tak pernah kudengar kabar itu. Kau hanya menerima dongeng!"
"Tapi aku percaya, ibu juga bersungguh-sungguh. Eh, kau jangan menganggap ibu bohong, bibi, atau
nanti aku marah kepadamu!"
Anak perempuan itu bersinar-sinar. Inang pengasuhnya terkejut namun tiba-tiba tertawa. Dia harus
cepat merobah sikap kalau Giok Cheng mulai bersinar-sinar, marah. Maka ketika dia mengangguk dan pura-
pura terbawa, menangkap tangan kecil yang membentuk tinju itu inang pengasuh ini berseru,
"Heii, jangan marah. Aku juga percaya, siocia, tadi aku hanya main-main saja. Ayo kita bakar ikan ini
dan sarapan!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
213 "Bibi percaya?" anak itu tak menghiraukan.
"Ya-ya, percaya!"
"Kalau begitu bibi harus membantu aku!"
"Membantu apa?" wanita itu menyambar dan mulai membuat api unggun, siap membakar ikan.
"Bibi harus mencarikan nenek itu untukku!"
"Apa?" jari-jari itu berjengit, tak jadi membuat api. "Menyuruhku mencari nenek itu? Kau gila? Eh,
tidak. Jangan marah dulu, Giok Cheng. Aku kelepasan bicara... wut!" kayu yang dipegang dan dihantamkan
anak itu dikelit wanita ini, mengelak tapi membiarkan hantaman kedua mengenai pundaknya. Dan ketika
wanita itu meringis dan menahan pukulan ketiga, menangkap dan cepat membujuk maka dia berseru,
"Ampun, siocia, kau sudah menghajarku sekali. Jangan sakiti atau nanti kulaporkan kepada ayahmu!"
"Hm," gadis itu cemberut, membuang kayunya. "Kau memakiku, bibi, nanti kulaporkan ibuku pula!"
"Sudahlah, maaf, aku terkejut mendengar permintaanmu tadi. Masa bibi harus mencari sementara tak
tahu di mana nenek itu berada."
"Kalau begitu bibi mau mengantarku?
"Ke mana?"
"Mencari nenek itu. Aku ingin bertemu Hek-i Hong-li!"
Inang pengasuh ini pucat. Main-main yang disangkanya bakal berhenti di situ saja ternyata berlanjut
dengan keinginan yang semakin gila ini. Giok Cheng akan mencari dan menemukan nenek dongeng itu.
Sinting! Dan ketika ia terbelalak dan bingung, bagaimana harus menjawab maka anak itu memegang
lengannya dan berkata, sungguh-sungguh.
"Aku tak mau kalah dengan Sin Gak, ibu mendukung. Kalau bibi mau mengantarku dan menemukan
nenek ini tentu jasa bibi tak akan kulupakan seumur hidup. Nah, maukah bibi mengantar?"
"Ini.... ini..." pengasuh itu tergagap. "Kau harus membicarakannya dulu dengan ayah ibumu, Cheng-
siocia. Aku tak berani lancang kalau tak ada perintah!"
"Ibu setuju, tapi ayah mungkin menolak. Kau harus membantuku, bibi, membujuk atau membawa lari
aku saja. Kita Pergi!"
"Apa?"
"Kita merat, aku ingin bertemu benar dengan nenek sakti itu. Setiap malam ibu menceritakan
kesaktian nenek ini!"
Sang inang pengasuh terhenyak. Ia melotot melihat betapa anak perempuan itu begitu bersungguh-
sungguh. Kalau saja ia tak ingin membuat marah puteri majikannya ini tentu dimakinya anak itu. Wanita ini
gemas. Tapi ketika ia bingung harus menjawab bagaimana mendadak berkelebat bayangan hitam dan
seseorang tahu-tahu menyambar anak perempuan itu.
"Siocia...!"
Giok Cheng terkejut dan melempar tubuh ke kiri. Ia melihat bayangan itu dan menjadi kaget. Seruan
inang pengasuhnya tadi disusul oleh tendangan di mana ia sudah membanting tubuh. Tapi ketika terdengar
tawa dingin dan entah kenapa tubuhnya kaku tak dapat digerakkan tahu-tahu pundaknya dicengkeram dan
gadis cilik ini jatuh di tangan lawan.
"Lepaskan majikanku!" inang pengasuh itu membentak dan secepat kilat mencabut pedang. Ia
terdorong oleh angin sambaran laki-laki itu dan tak tahu siapa pria ini, maklum, begitu cepatnya laki-laki iniKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
214 datang. Tapi ketika laki-laki itu mendengus dan menoleh ke belakang, wajah di balik topeng karet terlihat
maka pedang yang sudah diayun dan siap membacok ini terhenti di tengah jalan. Li Kun sang inang
pengasuh berteriak tertahan.
"Majikan Hutan Iblis!"
Pria itu tertawa aneh. Ia menggerakkan tangan kiri ke depan dan inang pengasuh itu mencelat
terlempar. Li Kun, wanita ini terangkat dan terbang meluncur jauh, begitu jauh hingga melayang dan jatuh di
kamar Ju-taihiap. Dan ketika suara berdebuk membuat pendekar itu terkejut dan meloncat bangun, pagi itu
jago pedang ini masih duduk bersamadhi maka Li Kun yang merintih dan muntah darah menuding-nuding ke
telaga.
"Giok Cheng.... nona.... dibawa Majikan Hutan Iblis..."
Ju-taihiap kaget bukan main. Ia seakan mendengar petir di siang bolong dan saat itu berkelebat
bayangan menantunya. Tang Siu, yang juga terkejut dan kaget oleh suara berdebuk ini sudah keluar dan
meloncat dari kamarnya. Dia sendirian di kamar karena Han Han suaminya sedang ke Lam-hai. Pemuda itu
menengok gurunya. Maka ketika Li Kun menuding dan roboh di lantai, rupa-rupanya inang pengasuh itu
luka berat maka nyonya ini melengking namun bayangan Ju-taihiap berkelebat lebih cepat lagi.
"Giok Cheng...!"
Teriakan atau jerit itu menggema di seluruh Hek-yan-pang. Pagi yang masih dingin dan berkabut itu
menyentak murid-murid lain. Bayangan nyonya itu menyusul Ju-taihiap. Dan ketika mereka keluar dan
berkelebatan dari kamar, menyusul dan gempar, oleh tewasnya Li Kun maka di sana Ju-taihiap sudah melihat
laki-laki bertopeng itu menunggu dan tertawa mengejek. Cucu perempuannya dikempit dan tak dapat
mengeluarkan suara.
"Giok Cheng..!" jago pedang ini juga berseru dan memanggil cucunya. Dia kaget sekali oleh berita
tadi namun lebih kaget dan tersentak melihat Majikan Hutan Iblis ini. Laki-laki itu berdiri tegak dan sengaja
menantinya. Tak ada takut atau gentar! Dan ketika dia melompat dan sekali terbang sudah berhadapan
dengan lawannya ini, menggigil tak berani gegabah menyerang maka tawa yang aneh dan dingin itu
terdengar.
"Bagus, mana Han Han puteramu itu. Suruh semuanya keluar. Ha-ha, pembalasanku tiba, Ju-taihiap.
Lihat betapa hari ini aku menghancurkan Hek-yan-pang!"
"Keparat jahanam binatang!" Tang Siu menyusul dan terbang menyambar. "Lepaskan anakku,
manusia iblis. Berani benar kau datang tapi hari ini kau mampus!"


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Laki-laki itu tertawa dan tidak mengelak. ia menerima saja pukulan nyonya ini dan ketika sang nyonya
menjerit pukulannya terpental maka secepat kilat laki-laki ini mengebutkan lengan bajunya. Kain itu melebar
dan tahu-tahu menyambar wajah si nyonya, sekali kena tentu hancur. Tapi ketika Ju-taihiap berkelebat dan
menarik menantunya ini, melepas Pek-lui-kang di tangan kiri menghantam ujung lengan baju itu maka Ju-
taihiap tergetar dan hampir roboh. Kulit tangannya biru seakan menghantam lempengan baja.
"Minggir.... plak!" Jago pedang itu terbelalak. Ia merasa sakit dan hampir berteriak menangkis lengan
baju itu. Tenaga yang amat kuat menolak Pek-lui-kangnya. Dan ketika ia mendesis namun mencengkeram
menantunya erat-erat, saat itu bayangan para murid berkelebatan dan mengurung tempat itu maka Ju-taihiap
membentak dan menghadapi lawannya ini, diam-diam terkejut bukan main karena ada perobahan besar yang
dirasa dari adu pukulan itu!
"Apa maksudmu menculik cucuku. Lepaskan Giok Cheng dan mari bertanding, manusia pengecut.
Kenapa anak kecil kau bawa-bawa!"
"Ha-ha, mana puteramu. Apakah semua penghuni Hek-yan-pang telah berkumpul!"
"Keparat, kau sombong dan jumawa. Suamiku Han Han sedang pergi tapi aku dan gak-hu cukup
menghajarmu di sini! Lepaskan aku, gak-hu. Lepaskan dan biar kubunuh jahanam ini!" Tang Siu, yangKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
215 meronta dan menjerit melihat anaknya ditangkap berusaha melepaskan cengkeraman ayahnya. Dia marah
sekali namun Ju-taihiap tak mau melepaskan. Dan ketika ia membentak namun didorong mundur, Ju-taihiap
mencabut pedang maka Pek-jit-kiam berkeredep tapi aneh sekali Majikan Hutan Iblis itu tertawa, geli!
"Ha-ha, kau terlalu mengandalkan pedangmu itu. Bagus, maju dan rasakan kelihaianku sekarang, Ju-
taihiap. Lihat betapa aku tak perlu takut lagi menghadapi pedangmu itu maupun Golok Maut!"
Ju-taihiap terkejut. Lawan menggosok-gosokkan tangannya dan asap hitam mengepul tipis, kian lama
kian tebal dan akhirnya para murid terbatuk-batuk. Mereka mencium bau anyir di situ, amis namun juga
wangi! Dan ketika dua macam bebauan ini bercampur aduk, Ju-taihiap terbelalak dan pucat maka pendekar
itu tiba-tiba berseru keras dan ia berkelebat menusukkan pedangnya.
"Lihat seranganku!"
Laki-laki itu tak mengelak. Pek-jit-kiam, pedang pusaka itu menyambar amat cepat. Ju-taihiap
didorong kekhawatirannya oleh nasib Giok Cheng. Cucunya itu tak bergerak entah mati atau masih hidup.
Robinson Crusoe 2 Pendekar Gila 7 Titisan Dewi Kwan Im Api Di Bukit Menoreh 1
^