Pencarian

Tapak Tangan Hantu 7

Tapak Tangan Hantu Karya Batara Bagian 7


Susah. Ia boleh mahir mainkan Pek-jit Kiam-sut andalan ayahnya. Ia juga boleh mainkan Im-yang-sin-
kun warisan gurunya. Namun karena Golok Maut adalah senjata luar biasa dan golok itu adalah ciptaan Mo-
bin-lo, iblis raksasa yang hidup dalam jaman dongeng maka menghadapi senjata ini tanpa Pedang Matahari
ibarat menghadapi golok ampuh dengan sebuah agar-agar. Pedang di tangan sudah terpenggal tinggal
gagangnya dan Han Han melempar sisa senjatanya itu. Sambil bergulingan ia merebut pedang lain dari anak
murid Hek-yan-pang. Namun ketika semuanya itu tak membawa hasil dan tetap ia terdesak hebat, bahu dan
telinganya robek berdarah maka Han Han menjadi pucat sementara isteri dan anaknya juga menghadapi
bahaya dalam keroyokan empat srigala hitam yang kebal senjata itu.
Han Han bingung. Sebenarnya, ilmu silatnya Im-yang-sin-kun adalah ilmu silat yang hebat. Hawa
panas dan dingin dari ilmu silatnya itu dapat membeku dan mencairkan lautan. Dulu di Lam-hai (Laut
Selatan) ia telah membuktikan itu. Namun karena di situ banyak anak-anak murid, lagi pula bukan
maksudnya untuk bertanding mati hidup maka kekuatan atau sinkang dari pukulan-pukulan Im-yang-sin-kun
ini tak sepenuhnya dia keluarkan. Han Han hanya mengeluarkan delapan dari sepuluh bagian tenaganya,
berarti masih ada sisa dua bagian lagi. Dari sini dapat diukur bahwa kalau lawan tidak membawa Giam-to
atau Golok Maut mengerikan itu Han Han dapat mengatasi lawan. Dengan delapan bagian tenaganya dia
masih menang seusap. Tapi karena lawan memegang senjata maut itu dan Giam-to memang luar biasa, hawa
atau sinar dingin dari golok ini cukup mengederkan nyali, kilatan cahayanya saja sudah sanggup merobohkan
orang yang tak kuat wibawanya maka Han Han repot dan bingung menghadapi lawannya itu.
Ada dua kemungkinan sebagai jalan terakhir. Yakni pertama ialah mengeluarkan segenap Im-yang-
sin-kunnya. Ini berarti dahsyat dari ilmu itu akan menyebar di seluruh pulau. Telaga di tempat itu bisa kering
kena panas. Dan, ini yang lebih celaka, murid dan anak isterinya menjadi korban! Han Han tak berani
mengeluarkan itu kecuali kalau dia sendirian, bertanding di tempat sepi umpamanya. Dan karena tak
mungkin ia melakukan itu karena lawan selalu mengejar dan memburunya, ke manapun ia lari laki-laki itu
selalu membayanginya maka keluar dari tempat itu adalah sia-sia. Sekarang tinggal kemungkinan kedua.
Kemungkinan ini adalah memanggil gurunya Im Yang Cinjin. Kakek itu, gurunya, adalah seorang
pertapa sakti yang memiliki ilmu luar biasa. Juga pengalamannya luas hingga kemungkinan ia dapat
meminta bantuan gurunya itu. Dalam saat seperti ini tak ada lain jalan. Dulu, ketika ia bertanding mati hidup
dengan Giam Liong juga gurunya itu muncul. Berkat bantuan gurunya ia dapat mengatasi kesulitan. Dan
karena sekarang keadaan sudah amat memaksa, ia terjepit dan terdesak maka apa boleh buat Han Han mulai
mencipta bayangan gurunya ini.
Dia adalah pemuda gemblengan lahir batin. Han Han memiliki kekuatan batin di mana dengan
kekuatan ini ia dapat mengontak gurunya. Maka ketika ia terus terdesak sementara paha dan pinggangnya
juga kembali robek berdarah, dua kali ia harus membanting tubuh bergulingan tiba-tiba pemuda itupun sudah
berkemak-kemik dan lawan yang mencecar dengan tawanya yang mengerikan tertegun melihat pemuda ituKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
162 memejamkan mata dan dengan cara seperti itu mampu mengelak atau menghindar bacokan-bacokannya. Han
Han mengandalkan telinganya yang tajam!
"Heh, kau! Luar biasa sekali. Kau sedang mengeluarkan ilmu apa, anak muda. Kau tak mungkin
berhasil mengatasi aku. Ha-ha, sebentar lagi kau mampus dan kelak Giam Liongpun juga akan mengalami
nasib yang sama..... wut-singg!" golok menyambar angin dan laki-laki itu terkejut. Han Han mengelak sana-
sini dengan mata terpejam sementara bibirnya komat-kamit sampai tergetar. Kalau bukan Han Han tak
mungkin melakukan itu! Dan ketika laki-laki ini penasaran karena tujuh kali luput membacok Han Han,
Hek-mo-ciangnya juga dapat dikelit dan dielak pemuda itu maka tiba-tiba dia membentak dan Golok Maut
tiba-tiba dilepas, terbang menyambar.
"Mampus kau. Coba kau elak dan rasakan ini!"
Han Han sudah sampai pada puncak pemanggilannya. Ia menggigil dan gemetaran sementara lawan
heran dan kaget. Semua serangan-serangannya gagal. Namun karena kali ini ia melepas golok itu dan ke
manapun Han Han mengelak sudah siap ia papak dengan pukulan Tapak Hantu, tangan kiri dan kanan laki-
laki ini sudah menghadang di samping Han Han maka saat itulah terdengar ledakan dan sesosok asap putih
menyambut golok terbang ini.
"Siancai, golok berbahaya di tangan orang berbahaya. Kembalilah..... dar!"
Seorang kakek berjubah putih tiba-tiba muncul dan mendorongkan tangannya. Kakek ini
mengucapkan seruan nyaring dan Majikan Hutan Iblis itu terkejut. Golok tertahan dan menancap di telapak
tangan itu. Namun ketika si kakek mengebut dan membentak maka Golok Maut terlepas dan saat itulah
tubrukan atau terkaman laki-laki ini menghantam kakek itu sebagai ganti sergapannya terhadap Han Han,
yang terhuyung dan jatuh terduduk
"Bresss!"
Laki-laki itu terbanting dan roboh bergulingan. Tenaga amat kuat menerimanya dan berteriaklah dia
dengan keras. Si kakek terluka telapaknya namun tetap saja hebat bukan main. Ia merasa benturan hingga
Hek-mo-ciangnya membalik. Laki-laki itu menjerit. Dan ketika ia melempar tubuh dan melontakkan darah
segar, meloncat bangun namun jatuh lagi maka ia terbelalak tapi tangan kirinya bergerak dan.... golok yang
jatuh di tanah itu dihisapnya dengan pukulan jarak jauh.
"Wut!"
Golok itu kembali dan berada di tangannya. Kakek di depan juga terhuyung dan pucat. Im Yang
Cinjin, pertapa sakti ini tampak tergetar dan membelalakkan mata. Ia terpaksa menyambut Golok Maut
namun tak mampu juga. Telapaknya tertusuk oleh senjata itu, tembus! Namun karena ia memiliki sinkang
kuat dan dengan sinkangnya ini ia masih mampu mendorong mundur Majikan Hutan Iblis, laki-laki itu
gentar maka ia ngeri dan melihat Han Han bangkit berdiri.
"Suhu...!"
Laki-laki itu terbelalak. Pertapa ini menoleh memandang muridnya dan Han Han menjatuhkan diri
berlutut. Pertolongan telah datang. Dan ketika kesempatan itu dipergunakan laki-laki ini untuk membalik dan
melolong memanggil srigala-srigalanya, melompat dan berkelebat keluar telaga tiba-tiba tangannya bergerak
dan merebut Giok Cheng yang ada di tangan ibunya.
"Aiiihhhh...!"
Sang ibu terkejut dan menjerit. Anak perempuan itu terbawa dan selimut pembungkusnya robek. Tang
Siu kaget bukan main. Dan ketika ia melengking namun laki-laki itu terkekeh keluar pulau, melompat dan
siap menculik anak ini maka Im Yang Cinjin, kakek yang terbelalak di situ tiba-tiba berkelebat dan berseru
perlahan.
"Kembalikan anak itu!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
163 Laki-laki ini terkejut. Menghadapi pertapa itu ia paling gentar. Im Yang Cinjin ternyata adalah guru
Han Han sementara pemuda itu sendiri belum mampu ia robohkan. Maka mendengar dan merasakan
bentakan di belakang, kesiur angin dingin juga menyambarnya tiba-tiba lelaki itu memekik dan membalik
menangkis pukulan itu.
"Dess!" iapun terjengkang dan bergulingan. Si kakek berkelebat dan mengejar. Laki-laki ini marah.
Dan ketika ia menangkis lagi dan terpental melolong gusar, tengkuk anak itu digigit tiba-tiba ia melempar
Giok Cheng dan berseru,
"Tangkaplah!"
Im Yang Cinjin terkejut. Ia melihat anak itu digigit dan tentu saja menjerit. Taring bagai srigala
mencuat keluar. Namun karena Giok Cheng dilemparkan kepadanya dan ia harus menangkap, anak itu sudah
diterima maka laki-laki itu mencebur ke telaga dan hilang bersama ratusan sisa srigalanya.
"Byur-byuurr....!"
Majikan dan anak buah sama-sama melompat. Mereka berenang cepat sementara malam menjelang
pagi. Tangis dan keluh rintihan terdengar. Dan karena kakek itu tak mengejar sementara Tang Siu melompat
melihat anaknya, Giok Cheng menangis dan semua orang mendekati kakek ini maka Im Yang Cinjin
tertegun melihat sebuah luka di tengkuk si anak, menggosok namun tak mau hilang.
?Hm, keji. Luka ini panas!"
"Giok Cheng, dia... dia apakan anakku? Oh, di apakan anakku, locianpwe? Apa yang dilakukan
jahanam keparat itu?"
"Dia menggigit, ada luka kecil. Coba kuusap sekali lagi tapi aku tidak tahu apakah ada bahaya atau
tidak!"
Tang Siu tersedu. Anaknya digosok dan diusap dan akhirnya diam. Sepintas, luka itu sudah tak berarti.
Dan ketika kakek ini menyerahkan kepada ibunya sementara Kim-sim Tojin sudah mengusap peluh dan
maju ke situ maka anak-anak murid yang lain menolong yang terluka dan tewas.
"Siancai, untung saudara Im Yang Cinjin datang. Kalau tidak entahlah apa jadinya dan betapa hebat
Majikan Hutan Iblis itu!"
"Hm, apa yang terjadi. Siapa dia. Kenapa Han Han memanggil aku!"
"Dia manusia berilmu hitam," Han Han menjawab dan menarik napas dalam. "Maaf bahwa aku
memanggilmu, suhu. Teecu kewalahan menghadapi manusia iblis itu. Dia pembuat onar dan amat keji,
datang dan kini mangacau Hek-yan-pang."
"Dan dia membawa Golok Maut! Eh, bukankah golok itu milik Giam Liong?"
"Benar, suhu. Golok itu dicuri. Kami, ah.... kami memang lagi dirundung malapetaka. Ayah tiada dan
ibu tewas...! Han Han lalu menceritakan tentang garis besar kejadian itu. Betapa Majikan Hutan Iblis itu
adalah orang berbahaya yang memusuhi Hek-yan-pang dan Giam Liong. Bahkan mencuri Golok Maut yang
disembunyikan di dalam tanah dan membunuh-bunuhi orang-orang Khong-tong dan Lu-tong, juga orang-
orang lain yang termasuk golongan pendekar dan baik-baik. Dan ketika cerita tiba pada tewasnya Swi Cu
dan Yu Yin, dua orang yang dekat bagi Hek-yan-pang maka pertapa itu terbelalak dan terkejut sekali.
"Ah, jadi.... jadi isteri Giam Liong itu tewas pula? Dan ibumu..."
"Benar, kami sedang dilanda malapetaka, suhu. Kami sedang sial," dan Han Han yang memotong serta
menahan runtuhnya air mata lalu melihat kakek itu mengucap puja-puji.
"Thian Yang Maha Agung, kalau begitu benar kata-kata Sian-su. Dan pinto juga menerima firasat itu.
Aih, pantas selama ini buih di Laut Selatan bergolak lebih dahsyat, Han Han. Dan pinto di dalam guhaKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
164 terganggu konsentrasinya, tak dapat bertapa! Dan anak ini, hmm... dia anakmu? Kenapa tak memberi tahu?"
"Maaf, suhu, banyak kerepotan yang mengganggu kami. Dan malam inipun kami menerima akibat
dari kesalahan kami sendiri."
Kim-sim Tojin berdetak. Ia merasa sambaran mata Han Han dan sadarlah kakek itu akan ulahnya. Juga
Tang Siu. Dan karena Han Han tampak menyesali semua ini, keramaian itu adalah atas permintaan mereka
maka Tang siu terisak dan baru sekarang tahu kenapa suaminya ingin agar sang ayah datang dulu, baru
mengadakan pesta.
"Hm, pinto sekarang mengerti kenapa kau tampak gelisah. Pinto baru sadar bahwa kau tak memegang
Pek-jit-kiam, Han Han. Pinto terlalu mengagulkan diri dan menganggap enteng Majikan Hutan Iblis itu.
Pinto terlalu percaya kepadamu!"
"Apa maksud kalian," Im Yang Cinjin bertanya.
"Tak apa-apa," Han Han menjawab, mendahului, tak enak juga karena secara halus sudah menegur
mertuanya itu. "Kami hanya terlalu percaya diri, suhu. Hanya itu."
"Tidak!" Kim-sim Tojin berseru. "Pinto yang menjadi gara-gara, Im Yang totiang. Han Han terlampau
pinto pegang dan lupa bahwa dia tak membawa Pek-jit-kiam. Pinto minta agar meramaikan kelahiran Giok
Cheng dengan pesta dan beginilah jadinya!"
"Dan aku membujuk pula suamiku," Tang Siu terisak. "Baru aku sadar bahwa kecemasanmu
beralasan, Han-ko. Lawan yang membawa Golok Maut tak kau tandingi dengan Pek-jit-kiam!"
"Hm, sudahlah. Semua sudah lewat dan harap lain kali kalian tak mendesakku lagi untuk hal-hal
semacam."
"Di mana Ju-taihiap," Im Yang Cinjin bertanya lagi. "Ke mana perginya ayahmu itu!"
"Ayah mencari iblis ini," Han Han menerangkan. "Kalau tahu ia datang tak mungkin ayah pergi, suhu.
Ia membawa Pek-jit-kiam karena dulu ayah hampir roboh!"
"Hm, orang itu memang berbahaya. Dan pinto juga terluka," kakek ini bersinar memandang telapak
kanannya, yang berlubang. "Golok Maut terlalu dahsyat, Han Han. Dan pinto masih tak sanggup menerima
keampuhan golok ciptaan Mo-bin-lo itu. Sungguh mengerikan, untung bukan Mo-bin-lo sendiri. Hm, kalau
dia yang melontar tentu pinto tinggal nama!"
Han Han mengangguk. Ia mengucap terima kasih atas pertolongan gurunya itu dan malam itu juga
mereka menolong murid-murid dan membersihkan tempat itu. Dari semua murid ternyata tujuh belas orang
menjadi korban. Mereka tewas dan koyak-koyak tubuhnya. Perut dan segala isinya hilang. Betapa buasnya
srigala-srigala itu. Dan ketika kakek ini menolong sampai pagi dan baru semuanya selesai, ratap tangis
mengiringi kematian anak murid yang tewas maka Hek-yan-pang kembali berkabung dan Im Yang Cinjin
bermuka muram melihat semuanya itu
Kakek ini sehari tinggal di situ dan sebelum ia pulang dipanggilnya muridnya itu. Pagi itu ia bersiap-
siap. Han Han berdua dengan gurunya. Dan ketika kakek ini menarik napas dalam-dalam dan memegang
pundak muridnya maka dia berkata,
"Han Han, agaknya peristiwa tak kalah hebat bakal terjadi lagi di sini. Pinto mendapat firasat buruk.
Hati-hatilah menjaga anakmu dan jangan biarkan ayah atau orang-orang dekatmu pergi."
Han Han mengangguk.
"Kau teringat pesan Sian-su?"
Han Han menarik napas dalam, mengangkat mukanya. "Pesan mana, suhu?"
"Hm, kakek itu telah melarang ayah ibumu atau orang-orang dekat di sini bepergian. Dan merekaKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
165 sekarang menjadi korban! Lihat Yu Yin dan ibumu itu!"
Han Han menunduk.
"Pinto sekarang mulai percaya, Han Han, dan pinto baru merasakan getaran-getaran bahaya itu.
Sedangkan kakek dewa itu, ah.... ia sudah lebih dulu tahu beberapa tahun yang lalu. Pinto harus mengakui
keunggulannya!"
Han Han mengerutkan kening. Kalau gurunya memuji sedemikian rupa maka orang yang dipuji tentu
hebat bukan main. Ia teringat Sian-su atau kakek dewa itu, guru ayahnya dan yang mukanya selalu tertutup
halimun. Dan karena ia sendiri merasakan betapa hebatnya kakek ini, baik kepandaian terutama pelajaran
hidupnya maka ia berguman dan mengangguk.
"Benar, Bu-beng Sian-su memang kakek dewa yang luar biasa sekali. Tapi apakah maksud suhu ingin
berdua bicara dengan teecu (aku)."
"Hm, aku mulai menangkap apa yang ditangkap kakek itu. Maksudku, korban masih akan
berjatuhan...."
Han Han tertegun, pandang matanya tiba-tiba berkilat. "Maksud suhu?"
"Ada sesuatu yang tidak enak kutangkap, Han Han. Tapi ini rahasia kita berdua. Ayahmu.... dan guru
isterimu, ah.... aku tak berani mendahului kehendak Yang Maha Kuasa!"
"Suhu!" Han Han terkejut, bangkit berdiri. "Maksud suhu...?"
"Tenang, duduklah kembali, muridku. Ada akibat tentu ada sebab. Aku tak berani bicara terlampau
jauh sebelum itu terbukti. Aku ingin berpesan agar ayahmu jangan boleh disuruh bepergian lagi biar tinggal
di sini sampai batas waktu itu lewat. Sepuluh tahun!"
Han Han pucat. Ia terguncang oleh kata-kata gurunya ini dan sikap atau kata-kata gurunya itu
demikian berkesan. Sebagai pemuda gemblengan tentu saja ia tahu di mana akhir kata-kata itu. Ayahnya dan
Kim-sim Tojin di ambang maut! Tapi menenangkan perasaannya kembali dan duduk tak bergeming pemuda
itu membuat kagum gurunya karena secepat itu pemuda ini mampu mengendalikan rasa.
"Hm, maaf. Sesuatu yang tidak enak memang bakal terjadi, Han Han. Aku tak berani melanjutkan
karena kau tentu mengerti sendiri. Aku hanya minta agar ayah dan keluargamu dijaga baik-baik. Dan Kim-
sim Tojin, hmm.... akan pinto bujuk untuk tinggal di Lam-hai!"
Han Han tergetar. Dia meramkan mata dan tiba-tiba menahan sesuatu yang basah. Isyarat atau pesan
gurunya itu benar-benar tak enak sekali. Ia harus siap dihantam gelombang badai yang datang! Tapi
membuka dan memandang gurunya lagi pemuda ini berkata, agak menggigil,
"Suhu, teecu tang menangkap apa yang kau tangkap. Tapi teecu percaya padamu. Lalu apa yang harus
teecu lakukan?"
"Kau tinggal di sini saja, Han Han. Lindungi keluargamu dan ayahmu kalau pulang..."
"Jadi teecupun tak boleh keluar? Teecu biarkan saja Majikan Hutan Iblis itu gentayangan?"
Kakek itu tersenyum, menangkap rasa penasaran muridnya. "Tentu saja bukan begitu, Han Han.
Hanya ada orang yang lebih cocok untuk itu, yang akan membereskan dan membuat perhitungan. Kalau kau
ingin keluar sebaiknya hubungi aku dulu, aku yang berjaga di sini."
"Ah," Han Han semburat. "Sampai sebegitu jauh?"
"Tak apa. Pinto bersedia datang ke sini, Han Han, kalau kau panggil. Tapi kalau tidak tentu saja tidak.
Pinto pribadi siap menunda tapa kalau kau memerlukan."
"Hm, suhu sebenarnya tak ingin terikat oleh hal-hal yang bersifat keduniawian. Suhu sudah tua.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
166 Bagaimana teecu berani mengganggu? Tidak, kalau tidak terpaksa sekali teecu tak mau mengganggumu,
suhu. Hanya keadaan yang benar-benar mendesak yang dapat membuat teecu meminta tolong padamu!"
"Baiklah, aku sudah memberi kesanggupan. Dan barangkali sekarang pinto perlu berpamit pada yang
lain..."
Sesosok bayangan berkelebat. Kim-sim Tojin, kakek itu datang dan muncul di ruangan itu. Kakek ini
mencari Han Han dan kebetulan melihat, tak tahu adanya Im Yang Cinjin di situ. Tapi begitu ia mau mundur
dan pertapa ini tertawa maka kakek itu dipanggil.
"Aha, Kim-sim Tojin kiranya. Mari masuk, kebetulan. Aku mau pamit, Tojin. Ada sedikit pula yang
hendak kusampaikan!"
"Ah, Cinjin mau pulang? Tak menunggu sehari dua lagi? Kebetulan, aku juga mau kembali, Cinjin.
Barangkali kita dapat bersama. Aku mencari Han Han karena ingin berpamit!"
Han Han terkejut. "Locianpwe juga mau pulang?"
"Cukup bagiku, Han Han. Majikan Hutan Iblis itu tak mungkin berani datang lagi. Kau dapat
memanggil gurumu!"
"Hm," Han Han berkerut, bayangan sang isteri muncul pula. "Jangan tergesa-gesa, locianpwe. Kau
boleh tinggal di sini selama kau suka. Atau, hmm...." Han Han teringat kata-kata gurunya. "Locianpwe boleh
tinggal bersama suhu di Lam-hai!"
"Apa? Ha-ha! Si tua ini hendak disuruh bernaung seperti anak kecil? Kau hendak menyuruh pinto
berlindung di bawah kesaktian gurumu? Wah, malu pinto melakukan itu, Han Han. Pinto bukan anak kecil.
Di Kun-lun banyak teman dan kupikir cukup. Ah, kau tentu main-main!" dan Han Han yang tertegun dan
memandang gurunya lalu menyesal kenapa malah mendahului keinginan gurunya. Dia bermaksud untuk
meluweskan keadaan tak tahunya belum apa-apa ditolak. celaka! Tapi ketika gurunya tersenyum dan bangkit
berdiri pertapa itu mengebutkan ujung lengan jubah.
"Tojin, bukan bernaung, melainkan menemani aku agar tak sendiri. Bagaimana kau salah tangkap dan
menerima keliru? Han Han kasihan padaku, mencarikan teman. Kalau kau suka temanilah pinto agar tak
sendirian di Lam-hai."
"Ha-ha, pertapa macam kau justeru ingin sendiri, tak suka berdua. Tidak, pinto tak mau
mengganggumu, Cinjin, terima kasih. Pinto ingin kembali dan beristirahat di Kun-lun. Pinto sudah melihat
cucu pinto dan cukup. Giok Cheng sudah sehat!"
Im Yang Cinjin mengangguk-angguk. Sebagai orang waspada dia tak dapat mendesak lagi. Kakek itu
sudah menentukan nasibnya sendiri! Dan ketika di sana Han Han tampak berobah namun ia memberi tanda,


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berbisik bahwa tak perlu mendesak kakek ini maka ia memutar tubuh dan menghadapi Tang Siu. Wanita
muda itu menangis.
"Tang Siu, pinto mau kembali. Pinto juga merasa cukup di sini. Hati-hatilah menjaga anakmu dan
barangkali gurumu mau bersama-sama!"
"Ah, ha-ha.... pinto pulang sendiri. Eh kau malah mendahului aku, Cinjin. Aku mau berpamit malah
kau mendahului. Wah, kukira kau masih di sini menjaga anak-anak!"
"Tidak, aku juga tak menyangka kalau kau mau pulang. Hmm, kalau begitu mari bersama-sama saja,
Totiang. Kita seperjalanan dan setelah itu berpisah di Kun-lun!"
Kim-sim Tojin mengerutkan kening. Tiba-tiba saja kesombongannya bangkit. Ia merasa betapa secara
cerdik namun halus sekali ia hendak "dikawal". Tiga kali orang menawarkan diri. Tapi karena ia tokoh Kun-
lun dan jelek-jelek juga bukan orang lemah, hanya terhadap beberapa orang tertentu saja ia mengaku kalah
maka kakek ini menggeleng dan berkata tegas.
"Tidak, kalau kau pulang aku menunda niatku, Cinjin. Biarlah sehari dua lagi aku di sini. KutarikKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
167 pamitku. Kau silakan dulu dan nanti aku belakangan!"
"Hm," Im Yang Cinjin tak memaksa lagi, untuk kesekian kalinya usahanya gagal. "Baiklah, totiang.
Kalau begitu aku dulu dan selamat tinggal!"
Han Han terkejut dan gurunya itu lenyap. Tanpa banyak bicara lagi gurunya ini berkelebat dan
menggerakkan kaki. Sekali angkat sudah menghilang keluar. Dan ketika ia mengejar namun gurunya sudah
di tepi telaga, mengembangkan lengan dan meluncur di permukaan air maka Han Han mengeluh dan
memanggil gurunya itu.
"Suhu.....!"
Si kakek tak menoleh. Im Yang Cinjin hanya melambaikan tangan dan setelah itu meloncat ke darat,
terbang dan menghilang di hutan. Dan ketika Kim-sim Tojin dan Tang Siu juga mengejar, melihat kakek itu
maka Tang Siu menangis dan memeluk anaknya erat-erat.
"Han-ko, suhu.... suhu tak mau menemani kita. Ia juga hendak pergi. Cegahlah dia karena semalam
aku bermimpi buruk!"
"Ha-ha, mimpi adalah kembang tidur! Semakin kau memaksa semakin pinto tak suka, Tang Siu. Kau
seperti anak kecil yang masih merengek-rengek di bawah ketiak ibunya. Sudah, pinto hanya dua hari dan
setelah itu juga kembali ke Kun-lun!
Han Han mendekap isterinya. Dia jadi terkejut lagi mendengar ini, melihat si kakek melompat dan
pergi dengan tak senang. Dan ketika ia mengajak masuk dan di kamar isterinya mengguguk maka isterinya
itu bercerita bahwa Hek-yan-pang seolah ditutupi kain hitam raksasa.
"Aku... aku melihat peti mati. Puncak dan rumah-rumah kita ditutupi kain hitam berkabung. Aku takut,
bercerita pada suhu tapi beliau malah marah-marah, mau pulang!"
"Hm, mimpi bisa karena tegangnya pikiran. Mimpi terjadi karena bisa saja seseorung ketakutan,
muncul dan merefleksikan diri. Kau sekarang tak perlu gelisah, Siu-moi. Guruku sudah berjanji untuk datang
sewaktu-waktu kalau kita perlu bantuannya. Tenanglah, hapus mimpi burukmu itu."
"Tapi.... tapi aku tak dapat melupakannya. Mimpi itu terbawa terus, Han-ko. Aku takut!"
Han Han tak nyaman. Sang isteri sudah menangis dan Giok Cheng, anak mereka juga turut menangis.
Anak itu tiba-tiba menjerit mengagetkan orang tuanya. Tang Siu tersentak. Tapi ketika Han Han melihat
seekor semut merah di kaki anaknya, pantas anak itu menjerit maka Han Han menjumput dan membuang
semut ini.
"Kegelisahanmu ditangkap anak kita. Lihat Giok Cheng tak mau diam. Sudahlah, pergi tidur, Siu-moi.
Aku mau melihat di luar dan mengontrol anak-anak murid!"
Wanita itu tersedu. Tang Siu meletakkan anaknya dan menutupi bantal. Han Han berkelebat keluar.
Dan ketika hari itu tak ada apa-apa dan hari kedua juga lewat dengan tenang maka Kim-sim Tojin yang
uring-uringan muridnya mencegah pulang sudah menyiapkan buntalan dan pergi dengan bersungut.
"Pinto bukan anak kecil, pinto dapat menjaga diri. Pinto mau pulang ke Kun-lun dan di sana ada
susiok dan supekmu yang menjadi teman. Kau tak usah seperti anak cengeng, Tang Siu. Tak biasanya kau
begini. Pinto justeru gembira melihat kau dan anakmu selamat!"
"Tapi..... tapi, suhu....!"
"Hm, mimpi buruk lagi? Mau bercerita bahwa sekarang mimpimu semakin seram dan ingin mencegah
pinto pulang? Tidak, justeru aku tak senang dengan sikapmu ini, Tang Siu. Mana kegagahanmu sebagai
murid Kim-sim Tojin. Terlebih lagi mana kegagahanmu sebagai menantu Ju-taihiap. Jangan buat malu
suamimu pula!"
Tang Siu tersedu-sedu. Sebenarnya dia ingin bercerita bahwa mimpinya semalam memang lebih burukKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
168 lagi. Yang diimpikan adalah suhunya itu. Dia melihat suhunya tenggelam oleh banjir dan tiba-tiba di empat
penjuru Hek-yan-pang adalah empat buntalan hitam. Buntalan itu berbau amis dan busuk. Dia takut. Tapi
karena suhunya tampak marah dan dia takut bicara lagi, apa boleli buat menubruk dan memeluk suhunya
erat-erat akhirnya wanita ini berkata,
"Baiklah, tapi.... tapi sering-seringlah ke sini, suhu. Tengok cucumu Giok Cheng ini. Sebulan sekali
harap kau berkunjung!"
"Ha-ha, bocah cengeng! Pinto tentu akan sering menengokmu, Tang Siu, menengok cucuku yang
manis ini. Eh, sudahlah. Pinto harus pergi dan selamat tinggal!" kakek itu berkelebat dan mendorong
muridnya. Ia tak mau terbawa oleh tangis muridnya karena diam-diam kakek inipun menitikkan air mata.
Hanya Han Han yang tahu betapa kakek itu tiba-tiba menangis. Han Han mengira tangis itu adalah karena
haru terhadap tangis Tang Siu, tak tahu bahwa sebenarnya kakek ini menangis karena semalam ia juga
bermimpi buruk! Kim-sim Tojin seram oleh mimpinya semalam karena ia tiba-tiba seakan dikerubut srigala-
srigala Hutan Iblis, sendiri dan dikoyak-koyak tubuhnya persis empat anak murid Hek-yan-pang dulu.
Semalam ia terbangun dengan keringat dingin setelah beberapa malam sebelumnya ia juga bermimpi buruk,
mendengar suara atau tawa dari kejauhan. Suara itu lamat-lamat sampai tapi tak ada ujudnya. Para pendiri
Kun-lun dan ketua-ketua yang sudah meninggal seolah berdatangan menemuinya. Satu di antaranya adalah
kakek gurunya, sesepuh Kun-lun yang meninggal tiga belas tahun yang lalu. Dan karena angka tiga belas
dipercaya sebagai angka sial, kakek ini tergetar maka ia ingin cepat-cepat pulang untuk menenteramkan hati!
Di situ ia merasa malu. Ia seakan berlindung di balik Han Han. Dan karena dua hari yang lalu ia juga
hendak diajak Im Yang Cinjin dan secara halus hendak dijaga keselamatannya, ia tak senang maka kakek ini
ingin cepat-cepat pulang ke Kun-lun karena di sana ada para sute dan suhengnya. Jauh lebih baik berlindung
di balik tokoh-tokoh Kun-lun itu daripada seorang anak muda macam Han Han, biarpun pemuda itu lebih
tinggi kepandaiannya dari tokoh-tokoh Kun-lun. Maka ketika rengekan muridnya membuat ia semakin tak
betah dan semalam ia ikut-ikutan bermimpi buruk, mungkin terbawa oleh mimpi Tang Siu maka kakek ini
hendak membuang semua ketidakenakannya itu dengan cepat kembali ke Kun-lun.
Han Han dan Tang Siu memang tak dapat mencegah lagi kepergian kakek ini. Kim-sim Tojin bakal
mendelik kalau dipaksa tinggal lagi. Kakek itu sudah mau pergi, biarlah pergi. Dan ketika Tang Siu
mengguguk dan Han Han menyambar isterinya ini, isterinya roboh terhuyung maka Kim-sim Tojin di sana
juga tak dapat membendung lagi air matanya yang deras!
Kakek ini jadi pilu dan tak nyaman oleh sikap muridnya. Dia merasa betapa sungguh-sungguh
muridnya itu. Ia terharu, tapi juga gusar! Dan ketika ia berkelebat dan pergi menyeberangi telaga, perahu
dikayuh dan akhirnya ditendang di tepian sana maka murid-murid mendelong dan menyaksikan perginya
kakek itu dengan wajah kosong.
Tapi sesuatu yang hebat benar-benar terjadi. Tujuh hari setelah itu, ketika Hek-yan-pang kembali
tenang dan murid-murid bekerja kembali mendadak dua di antara mereka menemukan keranjang hitam di
barat telaga. Mereka sedang memancing dan menjala ikan ketika bau busuk tiba-tiba menampar hidung.
Segerombol lalat merubungi sesuatu, didekati dan ternyata sebuah keranjang yang terapung timbul
tenggelam di ceruk telaga. Dan ketika mereka mendekat dan tertegun oleh keranjang ini, saling pandang
maka satu di antaranya memberanikan diri memeriksa isi keranjang itu.
Keranjang ini tertutup dan baunya semakin busuk ketika didekati. Mereka penasaran. Tapi begitu satu
di antara mereka membuka tutupnya maka terdengar jerit dan pekik kaget.
"Kim-sim totiang!"
Ternyata itu adalah kepala Kim-sim Tojin. Keranjang berbau busuk ini ternyata berisi kepala kakek
itu, hanya kepalanya karena yang lain entah di mana! Dan ketika dua murid itu menjerit dan memutar
perahu, berteriak-teriak maka di tiga penjuru yang lain juga terjadi kegemparan karena tiga dari masing-
masing murid menemukan sepasang kaki dan tangan manusia.
"Pembunuhan.... ada pembunuhan!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
169 Yang mendapatkan kaki dan tangan tak tahu siapa. Mereka ini tidak seperti yang mendapatkan kepala,
yang seketika tahu bahwa kepala itu adalah milik Kim-sim Tojin, kakek Kun-lun yang menjadi guru dari
siauw-hujin (nyonya muda) mereka. Maka ketika mereka berteriak-teriak dan melapor ke dalam, Han Han
berkelebat dan tertegun melihat tiga murid membawa kaki dan mayat manusia, juga badan yang sudah
dipotong-potong maka murid yang menemukan kepala ambruk dan roboh di depan pemuda itu. Tang Siu
berkelebat keluar.
"Kongcu..... ampun.... kami.... kami bertemu Kim-sim totiang....!"
"Apa?" Tang Siu membentak, terkejut "Kim-sim suhu? Maksudmu guruku?"
"Beb.... benar, hujin. Tapi... tapi..."
"Tapi apa, cepat bicara yang jelas!"
"Kami.... kami menemukan kepalanya. Maksud kami..... dess!" murid itu mencelat. Tang Siu
melengking dan menendang murid ini, yang lain menunjuk-nunjuk dan menuding ke barat. Dan ketika murid
itu disambar dan disuruh memberitahukan penemuannya maka Tang Siu menjerit bagai histeris melihat
kepala gurunya di keranjang hitam itu. Keranjang yang penuh lalat.
"Suhu!" nyonya itu terguling dan roboh di atas perahu. Begitu kaget nyonya ini hingga mendelik dan
pucat. Dan ketika ia berteriak namun suaranya hilang di tenggorokan, nyonya itu pingsan maka Han Han
sudah berkelebat dan menyambar isterinya ini.
Jilid XII
HEK-YAN-PANG gempar. Pembunuhan atas diri Kim-sim Tojin menjalar cepat. Semua anak murid
segera tahu dan pucat serta kagetlah mereka melihat isi keranjang hitam itu. Tubuh Kim-sim Tojin telah
dipotong-potong sementara kepalanya mendelik di keranjang lain. Jelas kakek itu digorok, keji! Dan ketika
beberapa murid wanita pingsan dan roboh tak kuat, pemandangan itu sungguh mengerikan maka Han Han
yang tertegun dan pucat melihat ini menggigil dan hampir tak percaya.
Namun benar. Itu adalah kepala Kim-sim Tojin. Potongan kaki dan tangan di sana itu juga milik kakek
ini. Ketika disatukan begitu pas dan cocok. Dan karena pakaian pertapa yang dikenakan mayat itu adalah
pakaian kakek itu pula, tak pelak Kim-sim Tojin dibunuh maka Han Han mengeluh dan terhuyung menutupi
muka.
Isterinya menjerit ketika sadar. Wanita ini histeris dan melolong-lolong. Mimpinya itu menjadi
kenyataan. Ada empat buntalan hitam di sudut telaga. Empat keranjang menjadi isi dari tubuh dan kepala
gurunya. Dan ketika nyonya itu melengking dan menjerit-jerit, kematian ini sungguh mengguncang sukma
maka Tang Siu tiba-tiba berkelebat dan mencabut pedang sambil berteriak-teriak.
"Majikan Hutan Iblis, bedebah kau. Keparat binatang jahanam kau. Keluarlah, bayar jiwa guruku
dengan jiwamu. Keluarlah, ini aku Tang Siu...!"
Han Han bergerak dan memanggil isterinya. Ia mengejar sementara anak-anak murid melempar tubuh
bergulingan. Mereka yang di depan dibabat pedang itu, sang nyonya kalap. Dan ketika Han Han berkelebat
dan berjungkir balik di depan isterinya maka pedang menyambar dan Han Han berseru, menangkis, isterinya
kesetanan.
"Siu-moi, ini aku. Han Han! Tahan dan jangan ke mana-mana, kembalilah.... siut-plak!" Han Han
mengelak dan menampar pedang isterinya, tadi ditusuk dan dibabat dan isterinya seakan tak mengenal orang.
Siapapun di depan dianggapnya musuh, begitu gelap jalan pikiran nyonya itu. Tapi ketika Han Han berhasil
menangkis dan pedang mencelat, terlepas dari tangan maka wanita itu mengguguk dan Han Han
mencengkeram isterinya ini. Mereka tiba di tepi telaga.
"Ingat, jangan kalap... sadarlah. Ini aku Han Han, moi-moi, bukan lawan. Kembali dan jangan keluarKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
170 dari markas!"
Nyonya itu menggigit dan mencabik-cabik pakaian Han Han. Han Han mengerahkan sinkang hingga
semua gigitan mental, kulit tubuhnya menjadi alot dan keras. Tapi ketika pakaiannya cabik-cabik dan sang
isteri demikian kesetanan maka iapun menotok roboh dan apa boleh buat melumpuhkan isterinya ini.
Hari itu Hek-yan-pang berkabung. Kematian Kim-sim Tojin yang demikian mengerikan membuat
anak murid ngeri. Mereka marah tapi juga gentar menghadapi Majikan Hutan Iblis itu. Lawan terlampau
hebat dan kejam. Dan ketika hari itu juga jenasah Kim-sim Tojin dirawat, kakek itu dimakamkan di tempat
makam pendiri Hek-yan-pang maka Kun-lun diberi tahu dan sepuluh hari kemudian tiga tokoh datang.
Han Han tak kuasa bicara dan menceritakan. Isterinya mengguguk dan tersedu-sedu. Tiga orang itu
adalah Keng Hwat Taisu dan wakilnya, pimpinan dan tokoh-tokoh Kun-lun. Tapi ketika semua harus
diceritakan dan betapapun Han Han harus menguatkan hati, ia muram dan sedih berganti-ganti maka tiga
tokoh Kun-lun itu tertegun merangkapkan tangan.
"Siancai, mati hidup di tangan Tuhan. Kim-sim-sute sudah dipanggil Khaliknya, Han-siauwhiap, kami
dapat menerima. Tapi pembunuh yang melakukan pembunuhan itu rasanya terlalu kejam. Kami tak dapat
berdiam diri dan harus bergerak!"
"Benar, dan pinto akan menangkap orang itu, mengadilinya. Perbuatannya di luar batas dan sungguh
di luar perikemanusiaan!"
"Dan pinto akan datang ke Hutan Iblis, di mana tempat itu dan biar kami semua menghajarnya!"
Han Han terbata-bata. Dia segera berkata bahwa Hutan Iblis cukup jauh dari situ, dulu sudah
dilakukan pencarian namun orang itu tak ada. Ayahnyapun sekarang sedang pergi dan belum pulang mencari
orang ini. Dia tak dapat pergi karena harus menjaga perkumpulannya, isteri dan anak-anak murid di situ
harus dilindungi. Dan ketika ketiga tokoh itu mengangguk-angguk dan maklum, berdoa di makam Kim-sim
Tojin lalu pergi maka Han Han bingung mengepal tinju.
Dia tak dapat pergi kalau ayahnya belum kembali. Apa yang harus dilakukan. Dan ketika dia
termenung dan duduk tak bergerak maka isterinya, Tang Siu, pergi dari rumah menyusul tokoh-tokoh Kun-
lun itu. Membawa Giok Cheng!
"Celaka, gila! Bagaimana ini!" Han Han terkesiap dan kaget. Seorang anak murid berlari-lari dan
murid inilah yang memberi tahu kepergian siauw-hujin (nyonya muda). Tang Siu lewat belakang rumah dan
mengejar tokoh-tokoh Kun-lun itu, supek dan susioknya. Dan ketika dia menendang seorang murid tercebur
dan berteriak-teriak menyelamatkan diri maka murid inilah yang menghadap Han Han dan melapor.
Pakaiannya basah kuyup.
"Hujin..... hujin pergi. Dia.... dia menyusul tiga locianpwe tadi....!"
Han Han mencelat dari kursinya. Ia berseru keras dan mengejar, secepat kilat di tepi telaga dan saat itu
semua murid berhamburan. Mereka juga mendengar itu. Dan ketika Han Han bergerak dan meninggalkan
pulau, pemuda itu meluncur di atas permukaan air seperti tak berbobot maka murid-murid meratap dan
berseru, yang di seberang telaga diteriaki agar menahan tuan muda itu.
"Siauwhiap, jangan tinggalkan kami. Jangan biarkan kami dibantai Majikan Hutan Iblis.
Kembalilah.... toloong....!"
Han Han tertegun. Jerit dan tangis itu mengingatkannya. Maka ketika ia berhenti dan membalik di tepi
telaga, murid-murid berlarian maka mereka menjatuhkan diri berlutut dengan wajah memelas.
"Siauwhiap silakan bunuh kami saja kalau begitu. Kami lebih baik mati di tangan siauwhiap daripada
mati di tangan Majikan Hutan Iblis!"
Pemuda ini menggigil. Tiba-tiba dia dihadapkan pada dua kesulitan berbareng. Isterinya ataukah anak-
anak murid ini. Tapi karena isterinya lebih penting dan anak-anak murid diurus belakangan maka Han HanKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
171 berseru agar mereka pergi dan meninggalkan markas dulu.
"Aku harus mengejar isteriku, kalian tahu itu. Ia membawa Giok Cheng. Sebaiknya kalian pergi juga
dan tinggalkan markas dan nanti kembali lagi kalau aku atau ayah datang!"
"Siauwhiap hendak membubarkan Hek-yan-pang?"
"Sementara ini, Lin-cu. Aku tak mungkin memecah diriku menjadi dua untuk sekaligus
memperhatikan kalian dan isteriku. Tinggalkanlah Hek-yan-pang, kalian pergi dulu ke tempat saudara-
saudara kalian dan nanti kembali setelah aku atau ayah tiba!"
Jerit tangis menghambur lagi. Mereka mengguguk dan sakit mendengar ini. Hek-yan-pang adalah
kampung halaman mereka, bahkan juga tumpah darah mereka. Tapi karena keadaan demikian gawat dan
ditinggal pemuda ini amatlah berbahaya untuk sendirian saja, merekapun patuh meskipun dengan berat hati
maka Han Han meninggalkan mereka berkelebat pergi.
Anak-anak murid meraung namun perintah Han Han adalah benar. Betapapun tak mungkin pemuda itu
memecah dirinya menjadi dua. Tak mungkin pemuda itu menyelamatkan isterinya sementara di tempat ini
mereka juga butuh pertolongan. Maka begitu pemuda itu meninggalkan mereka dan satu per satu anak-anak
murid memanggul buntalan, Hek-yan-pang bubar untuk sementara maka Han Han sendiri sudah terbang
menyusul isterinya.
Perbuatan isterinya itu membuat Han Han marah dan khawatir. Siapa tidak khawatir kalau isteri dan
anaknya melabrak musuh seperti Majikan Hutan Iblis itu, biarpun di sana ada Keng Hwat Taisu dan wakil-
wakilnya. Maka ketika Han Han bergerak dan mengerahkan ilmu lari cepatnya, terbang seperti angin maka
di sana tokoh-tokoh Kun-lun ini gigit jari. Majikan Hutan Iblis tak ada!
* * * "Bakar saja hutan ini!" Tang Siu berseru kepada susiok dan supeknya. "Hancurkan hutan ini, supek.
Bumi hanguskan agar tak menjadi sarangnya!"
Tiga tokoh itu tertegun. Mereka sudah tiba di tempat ini lebih cepat setelah adanya Tang Siu. Mereka
disusul dan mula-mula terkejut. Tapi ketika Tang Siu berbohong bahwa kedatangannya disetujui Han Han,
suaminya itu menjaga Hek-yan-pang maka ketua dan wakil ketua Kun-lun ini menarik napas dalam. Pikiran
sendiri sedang kusut atas kematian Kim-sim Tojin itu.
"Baiklah, kalau kau mendapat perkenan suamimu tentu saja pinto bertiga tak keberatan, Tang Siu.
Hanya jangan gegabah membakar hutan karena bisa mencelakai yang lain."
"Benar, dusun di sekitar sini bisa kena. Kebakaran bisa merembet jauh!"
"Ah, mereka sudah pergi mengungsi. Pohon besar di tengah hutan itu membawa pengaruh terkutuk,
supek. Ada semacam kekuatan hitam di situ. Bakar saja hutan ini dan jangan khawatir pada penduduk.
Mereka tak ada lagi yang berani tinggal di sekitar sini!"
Nyonya itu sudah bergerak dan membakar hutan. Tanpa menanti persetujuan susiok atau supeknya
lagi dia sudah melempar api ke dalam hutan. Bunyi berkeratak disusul menjalarnya api dengan cepat. Naga
merah tiba-tiba membubung! Dan ketika hutan terbakar dengan cepat dan Keng Hwat Taisu bersama dua
sutenya terkejut, kemarahan di mata wanita itu tak dapat dibendung lagi maka tokoh Kun-lun ini
merangkapkan tangannya.
"Siancai, perang telah dimulai. Tapi perbuatanmu sembrono, Tang Siu. Tak boleh tempat lain terjadi
kebakaran pula. Sute, jaga di empat penjuru agar api hanya menghabiskan tempat ini!"
Dua tosu bergerak. Mereka sudah tak dapat mencegah perbuatan Tang Siu karena api sudah berkobarKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
172

Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cepat. Kayu-kayu kering dilalap jago merah dan karena di tempat itu juga terdapat tulang-belulang manusia,
hal inilah yang membuat kemarahan di hati tokoh-tokoh Kun-lun berkobar maka mereka mendiamkan saja
perbuatan Tang Siu namun menjaga agar supaya Hutan Iblis itu saja yang dilanda api merah.
Tang Siu tegak berapi-api. Gemuruh dan berkerataknya hutan itu seperti gemuruh dan berkerataknya
hatinya sendiri. Pohon demi pohon disambar jago merah, sebentar kemudian api menjilat-jilat ke langit.
Dahsyat! Kalau tokoh-tokoh Kun-lun itu tak menjaga baik-baik tentu dusun dan tempat-tempat sekitarnya
dilalap jago merah ini. Tempat yang sudah kosong itu memang ditinggalkan penghuninya namun betapapun
juga kebakaran bisa melanda ke kota. Hutan Iblis adalah hutan yang cukup besar dan cukup ganas kalau
dimakan jago merah. Api menjilat-jilat dan dalam jarak puluhan kilo bisa dilihat. Betapa hebatnya. Dan
ketika terdengar suara berkerasak dan berdebum, pohon raksasa di tengah hutan itu roboh maka terdengar
jerit atau semacam lengking aneh menyayat hati.
"Aiiiikkk.......!"
Tokoh dan wakil Kun-lun itu meremang. Suara yang mereka dengar seperti suara hantu tercekik, atau
anjing yang melolong lalu tiba-tiba menguik, mati. Mungkin dimartil orang! Dan ketika gedebuk robohnya
pohon raksasa itu terasa sampai di luar hutan, getaran suaranya membuat tiga orang itu terpental maka Tang
Siu sendiri terlempar dan terguling-guling roboh. Bumi seakan dihantam palu godam seberat ribuan ton!
"Buuummmmm....!"
Suara itu benar-benar mengerikan. Orang yang tak kuat akan segera kuncup nyalinya, pingsan. Keng
Hwat dan sutenya juga tergetar namun karena mereka orang-orang kang-ouw berkepandaian maka suara itu
hanya mengejutkan saja. Mereka bergerak dan berpindah-pindah tempat, menjaga api. Dan ketika kebetulan
Han Han datang dan tak melihat orang-orang ini, pemuda itu melihat besarnya api yang berkobar-kobar
maka Han Han mengeluh dan mengira isterinya Keng Hwat Taisu pergi.
Han Han yakin bahwa isterinya dan tokoh-tokoh Kun-lun itulah yang membakar Hutan Iblis. Dia ngeri
melihat api yang menjilat-jilat ke angkasa. Dan karena seluruh tempat itu penuh dengan api dan Han Han tak
dapat melihat empat orang ini, mengira mereka pergi maka Han Hanpun bergerak dan meninggalkan Hutan
Iblis.
Pemuda ini bingung dan kecewa serta khawatir. Dia tak tahu lagi ke mana isterinya dan tokoh-tokoh
Kun-lun itu pergi. Dan karena ia harus mencari mereka terutama isterinya ini, dia tak mungkin lagi pulang
maka Han Han berkelebat dan mencari sekenanya. Ia tak tahu bahwa Keng Hwat Taisu dan sutenya masih di
situ, begitu juga isterinya. Dan ketika tiga hari kemudian api berhasil dikuasai, kebakaran tak mungkin
menjalar ke tempat lain maka Hutan Iblis sudah menjadi tempat yang menyeramkan karena di segala penjuru
hanya tinggal debu dan arang melulu, hitam. Hangus!
Keng Hwat Taisu menarik napas dalam-dalam. Wilayah dua ratus hektar telah menjadi hitam legam.
Di sana-sini masih ada bara dan bunyi-bunyi berkeratak, namun kecil dan tak berarti. Dan ketika dua sutenya
juga termenung dan menarik napas panjang, mereka tepekur melihat perbuatan nyonya muda itu maka ketua
Kun-lun ini berkata bahwa sebaiknya mereka pulang dulu ke Kun-lun. Di sana anak murid menanti dan
kepergian mereka juga dalam rangka menerima berita dari Hek-yan-pang.
"Kita agaknya harus pulang dulu. Di sana kita atur siapa yang harus memimpin partai kalau pinto atau
jiwi-sute sama-sama mencari manusia ini."
"Benar, dan pinto rasa baik, suheng. Kita memang harus kembali karena kepergian kita hanya untuk
memenuhi berita Hek-yan-pang."
"Dan selanjutnya kita cari manusia iblis itu. Rasanya dengan bertiga kita dapat membekuknya!"
Sang ketua atau Keng Hwat Taisu mengangguk. Dia segera memberi tanda tapi melihat Tang Siu tiba-
tiba tosu ini mengerutkan alisnya. Apakah nyonya ini tidak pulang. Maka membalik dan menghadapi nyonya
itu tosu ini bertanya,Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
173 "Kau... bagaimana, Tang Siu? Apakah ikut ke Kun-lun?"
"Teecu akan ikut supek. Ke manapun manusia iblis itu pergi teecu ingin bergabung dengan supek!"
"Kalau begitu marilah, tapi maaf kami tak dapat momong anakmu yang kecil itu."
"Tak apa, supek. Aku dapat merawat anakku Giok Cheng. Mari kita pergi dan puas rasanya tempat ini
dapat kubakar!"
Sang tosu menarik napas dalam. Kebencian dan kemarahan nyonya itu tak ditanggapi. Sebenarnya tak
suka tosu ini akan dendam-mendendam. Maka berkelebat dan meninggalkan tempat itu akhirnya ketua Kun-
lun ini mengajak semuanya berangkat. Hutan Iblis telah mereka bumi hanguskan dan tempat itu tak mungkin
digunakan orang waras. Pohon raksasa di tengah hutan itupun sudah tumbang. Dan ketika mereka pergi dan
Tang Siu mengikuti susiok dan supeknya ini, dia begitu sakit hati akan kekejaman laki-laki itu maka di
tengah jalan mereka tak mendengar apa-apa sampai ketika akhirnya berada di kaki gunung empat orang itu
terkejut karena rintih dan ratap kesakitan terdengar di sana-sini. Puncak Kun-lun yang hijau segar berobah
hitam dan berasap!
"Apa itu, apa yang terjadi!"
Ketua dan wakil ketua tersentak. Dua rintihan di kanan kiri didatangi. Keng Hwat dan sutenya
berkelebat. Dan ketika mereka melihat empat anak murid terluka, dua di antaranya tewas dan mandi darah
maka tosu ini terkejut dan kaget sekali.
"Suhu.....!"
"Susiok!"
Ketua dan wakil ketua tergetar. Keng Jin, adik seperguruan Keng Hwat Taisu pucat. Tosu itu bergerak
dan sudah menyambar murid ini. Dan ketika murid itu mengaduh dan menangis pedih, sesenggukan maka
tosu itu membentak bertanya apa yang terjadi. Kenapa murid itu luka-luka, cengeng.
"Apa yang terjadi. Kenapa kalian ada di sini!"
"Kami.... kami bertempur.....!"
"Keparat, bertempur dengan saudara sendiri? Saling bunuh?"
"Bukan.... bukan! Kami bertempur dan saling bunuh dengan orang jahat, susiok. Majikan Hutan Iblis
datang ke mari dengan puluhan orang-orang sesat. Kami di gempur. Puncak dan markas dibakar!"
"Apa?"
"Benar, susiok, dan banyak saudara-saudara kami yang tewas. Orang-orang gila itu dan srigala-srigala
kelaparan menyerang. Katanya membalas perbuatan susiok dan suhu yang membakar Hutan Iblis!"
Keng Jin Taisu mendelik. Tiba-tiba tosu ini melengking dan berkelebat ke atas. Dia melepaskan murid
itu dan membentak keras. Dan ketika tubuhnya terbang ke puncak sementara Keng Hwat Taisu tertegun dan
berobah, berita itu sungguh mengejutkan maka sutenya yang lain, Cin Tong Cinjin diminta menolong anak
murid itu dan dia sendiri berkelebat dan menyusul sutenya. Tang Siu juga bergerak dan melengking marah.
Dan ternyata apa yang dilihat di atas sungguh mengerikan. Markas Kun-lun, yang berada di puncak
dan selama bertahun-tahun ini aman dan tenteram sekarang sudah berobah hebat. Tembok dan rumah-rumah
hancur. Puing-puing berserakan sementara mayat-mayat bergelimpangan di mana-mana, tak kurang dari
seratus orang. Dan ketika Keng Hwat terbelalak dan tertegun di situ, melotot maka di pintu gerbang
bangunan terlihat kepala diikat dan bergelantungan kena penggal.
"Sute...!"
Teriakan atau jerit kakek ini mirip keluhan tercekik. Tenggorokan kakek itu memang tak dapatKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
174 mengeluarkan suara karena begitu kagetnya melihat tujuh kepala itu. Itu adalah tujuh adik seperguruannya
yang selama ini menjaga partai. Kepandaian mereka setingkat di bawah Kim-sim Tojin tapi kalau mereka
bergabung dia sendiri bukan lawan! Maka ketika kakek ini berteriak dan pucat, Keng Jin berkelebat dan
berseru melihat itu maka dua orang ini bergerak dan tahu-tahu tali gantungan itu putus dibabat jari mereka.
Tang Siu terkesiap dan ngeri. Iapun melihat ini dan itulah susiok-susioknya yang lain. Tokoh-tokoh
andalan Kun-lun dibawa ketua dan wakil ketua. Maka begitu sang ketua mengeluh dan tujuh kepala itu
diterima berdua, Keng Jin dan suhengnya menurunkan kepala-kepala itu maka dua orang ini sesenggukan
dan untuk sejenak tokoh dan wakil tokoh itu tak mampu menguasai diri. Dan saat itu berdatanganlah tubuh-
tubuh sempoyongan dengan kaki limbung. Mereka ini adalah murid-murid Kun-lun yang masih hidup, para
tosu muda yang pada saat peristiwa melarikan diri. Dan ketika mereka juga mengeluh dan menangis
menjatuhkan diri berlutut, berada di belakang ketua dan wakil ketua itu maka Keng Hwat Taisu tiba-tiba
sadar dan menghentikan tangisnya. Sutenya juga bergerak dan menoleh. Para murid Kun-lun itu begitu
ketakutan, wajah mereka membayangkan kengerian dahsyat. Dan ketika dua pimpinan ini meloncat bangun
dan membentak para murid, disuruh diam maka seorang di antaranya maju dan berderai air mata, melapor.
"Suhu, susiok..... kami didatangi puluhan orang jahat. Mereka.... mereka dipimpin Majikan Hutan
Iblis. Mereka.... mereka datang bersama ratusan srigala yang buas. Kami.... kami tak dapat melawan dan lari
turun gunung.....!"
Keng Jin Taisu melototkan mata. Dia hampir tak dapat menguasai diri mendengar itu, tapi sang
suheng yang bergerak dan menangkap lengannya tiba-tiba batuk-batuk dan bertanya menggigil,
"Cit Hok, kapan peristiwa ini terjadi? Kapan musuh-musuh kalian itu datang?"
"Tiga hari yang lalu, suhu, malam-malam...."
"Dan kalian semua sudah melakukan perlawanan sekuat tenaga?"
"Ampun, lebih dari sebisanya, suhu. Tapi.... tapi iblis itu benar-benar lihai. Ia memiliki Golok Maut
dan membunuh-bunuhi kami seperti orang membabat agar-agar!"
Keng Hwat Taisu memejamkan mata. Dia sudah mendengar bahwa golok setan itu sudah di tangan
Majiknn Hutan Iblis. Golok itu adalah milik Giam Liong tapi dicuri. Kini orang itu datang dan membalas
perbuatannya. Hutan yang dibakar ditebus dengan nyawa dan tujuh tokoh Kun-lun. Tembok hancur
berantakan dan puing-puing menghitam arang. Pembalasan itu lebih keji, berikut bunga! Namun ketika tosu
ini mematung dan memandang anak murid itu dengan mata bercahaya, kilatan api memancar di mata ketua
Kun-lun ini maka Cin Tong, sutenya kedua muncul.
Sama seperti suhengnya tosu ini mengeluarkan suara seperti tercekik. Mayat dan tubuh malang-
melintang itu mengagetkannya. Dan ketika ia melihat tujuh kepala berjajar di tanah, kepala dari tujuh
sutenya maka tosu ini membentak dan berkelebat maju.
"Siapa yang melakukan ini. Siapa yang membunuh Kun-lun Jit-hiap (Tujuh Pendekar Kun-lun)!"
Keng Hwat Taisu batuk-batuk. Amis dan bau darah mengental di situ. Udara gunung seakan berobah
menjadi udara setan, amis dan memuakkan. Dan ketika ia menggigil dan menuding Cit Hok, murid itu maka
murid ini menangis disusul isak dan sedu-sedan yang lain.
"Iblis itu.... pembunuh Kim-sim-sute.... ia.... ia datang ke mari....!"
Cin Tong Cinjin memekik. Ia gusar dan marah sudah mengira itu tapi tak urung darahnya mendidih
juga. Di bawah gunung ia mendapat cerita sekilas. Murid yang ditolong ternyata pingsan, yang lain akhirnya
tewas. Dan ketika di sepanjang jalan ia mendengar rintihan dan ratap memilukan, ternyata di mana-mana
anak murid Kun-lun bergelimpangan maka tosu ini melesat ke atas dan di puncak gunung iapun bahkan
melihat pemandangan lebih mengerikan, tujuh sutenya yang tinggal kepala buntung itu!
Tosu ini mendesis. Ia mengepal tinju dan jari-jaripun berkerotokan. Tangannya tiba-tiba bergerak ke
belakang dan robohlah sebatang pohon besar menimpa reruntuhan puing. Suaranya berdebum mengejutkanKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
175 murid-rnurid yang lain. Hampir saja tosu muda bernama Cit Hok itu tertimpa. Namun ketika Keng Hwat
Taisu bergerak dan mencengkeram lengan sutenya ini, Keng Jin juga bergerak dan mencengkeram pundak
yang lain maka ketua Kun-lun itu berkata dengan suara gemetar,
"Sute, tak ada gunanya marah-marah di sini. Musuh sudah pergi. Sebaiknya kita urus mayat di sini dan
setelah itu mencari iblis keji ini!"
"Benar." Keng Jin juga berseru. "Tak ada gunanya marah di sini, sute. Sebaiknya kita urus jenasah-
jenasah ini dan atur anak murid kita!"
Sang tosu mengguguk. Ia tak kuat menahan perasaannya namun Keng Hwat Taisu menepuk sutenya.
Sejenak saja tosu itu menangis lalu diam, sepasang matanya merah seperti api. Dan ketika dia melepaskan
diri dan mendahului menyambar tujuh kepala itu, berturut-turut memasukkannya ke dalam lubang yang
sudah dibuat maka Keng Jin dan suhengnya juga bergerak dan begitu pimpinan dan wakil pimpinan itu
bekerja bergeraklah semua murid membantu ketuanya.
Di sini mereka diminta bercerita dan Keng Hwat Taisu menggigil menahan marah. Cerita yang
didengar sungguh membakar. Namun karena Majikan Hutan Iblis kini juga membawa orang-orang sesat
untuk menyerbu Kun-lun maka yang terjadi adalah kengerian dan rasa was-was yang besar!
-0- Mari kita ikuti sejenak apa yang terjadi di Kun-lun ini. Dua hari yang lalu, malam-malam, datanglah
segerombolan orang mendatangi markas besar partai ternama ini. Waktu itu tokoh-tokoh utamanya sedang
pergi, yang memimpin adalah Kun-lun Jit-hiap atau Tujuh Pendekar Kun-lun itu. Dan ketika para murid
yang menjaga gunung melihat puluhan obor bergerak-gerak, naik dan terus ke atas gunung maka mereka
melapor dan sebagian ada yang turun, mencegat.
Puluhan obor membuat para murid curiga. Tak biasanya gunung tempat mereka tinggal didatangi
orang, apalagi malam-malam. Dan karena mereka mengira penduduk dusun, begitu mula-mula mereka
menyangka maka datangnya gerombolan orang-orang sesat ini dicegat belasan murid yang berkelebat turun
gunung.
Orang-orang itu tak ada yang bicara dan hanya gerakan obor mereka yang memberi tahu. Selebihnya
diam. Maka ketika belasan murid berkelebat turun dan langsung menghadang, serentak obor-obor itu
berhenti maka seorang murid Kun-lun bertanya, suaranya nyaring, berwibawa,
"Maaf, saudara-saudara dari manakah ini yang malam-malam datang ke tempat kami. Ada keperluan
apa, berhenti dan mohon jawaban dulu!"
Namun yang didapat adalah dengus pendek. Seorang lelaki kekar, dengan kumis hitam tebal tiba-tiba
mencabut golok. Tanpa ba-bi-bu lagi dia maju dan bergerak ke depan, golok diayun membacok anak murid
Kun-lun itu. Dan ketika murid itu terkejut dan tentu saja mengelak, dikejar dan dibabat lagi akhirnya iapun
mencabut pedang dan sekali tangkis golok dan pedang memuncratkan bunga api.
"Crangg!"
Suara ini bagaikan aba-aba bagi gerombolan itu. Yang ada di depan tiba tiba bergerak, meloncat dan
menerjang maju. Dan ketika delapan golok membacok dan menusuk anak murid Kun-lun itu, murid yang
lain tentu saja marah dan berteriak maka mereka membantu suheng mereka itu namun semua pembawa obor
tiba-tiba bergerak dan menyerang!
"Cring-crang-brett!"
Jerit dan pekik kesakitan segera terdengar. Belasan murid Kun-lun yang tiba-tiba harus berhadapan
dengan tujuhpuluhan orang mendadak terlempar dan terjengkang. Lawan yang mereka hadapi ternyata bukan
orang-orang biasa karena masing-masing bertenaga kuat sekali. Si kumis lebat, yang akhirnya ditangkis dan
menambah tenaganya sudah membuat terpental pedang di tangan si tosu. Tosu itu menjerit dan terhuyung.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
176 Dan karena saat itu yang lain bergerak dan menusuk maju maka tosu ini menjadi korban dan dialah orang
pertama yang robek perutnya.
"Augh!"
Jerit dan pekik itu disusul oleh jerit dan pekik-pekik yang lain. Bagai hewan-hewan buas tujuhpuluhan
orang itu melabrak maju. Oborpun ada yang dipakai senjata, tak ampun membakar lawan dan yang kena
wajahnya berteriak-teriak. Ini disusul oleh sulutan ke tubuh yang lain, membakar dan mengenai baju atau
pakaian para tosu yang roboh. Dan ketika mereka itu dijilat api dan bergulingan melolong-lolong, obor yang
satu disabetkan dan menghajar tubuh yang lain maka para tosu dari Kun-lun ini menjadi manusia obor yang
tak dapat menyelamatkan diri lagi. Tawa dan kekeh pendek-pendek terdengar dari mulut orang-orang itu.
Para pembawa obor ini mengejar dan menjilat-jilatkan api obornya ke tubuh lawan. Dan karena jumlah
mereka demikian banyak sehingga para tosu dikeroyok tujuh atau delapan orang, merekapun juga tak
menyangka bahwa lawan yang datang adalah orang-orang buas bukannya penduduk dusun maka belasan
tosu itu menggelepar dan mereka yang roboh dipukul kepalanya lalu terbakar dan ditambus hidup-hidup.
"Tolong..... toloong....!" Jerit dan pekik itu menggugah kesunyian malam. Sebenarnya Kun-lun dalam
keadaan hening setelah itu. Waktu malam digunakan untuk beristirahat atau bermuja semedi. Tapi begitu
teriakan dan jerit lolong itu menggugah yang lain, para pembawa obor bersorak menyiksa lawan tiba-tiba
terdengar geraman bahwa mereka harus melanjutkan perjalanan. Geram seperti srigala lapar.
"Jangan berhenti di sini. Naik dan terus ke atas!" Orang-orang itu tiba-tiba diam. Mereka terkejut dan
cepat membentuk barisan lagi, merapikan diri dan naik lagi ke atas dengan cepat. Tubuh belasan murid yang
terbakar itu tak dihiraukan lagi. Mereka diam saja ketika dua di antara itu bergulingan berteriak-teriak,
menggelinding dan masuk jurang. Dan ketika dua bola api meluncur dan lenyap diiringi teriakan panjang,
itulah tubuh api dua murid Kun-lun maka para pembawa obor ini bergerak dan mendaki jalanan berbatu
dengan langkah ringan dan cepat.
Mereka ternyata bukan orang-orang sembarangan karena dari gerak dan langkah kaki itu terlihat
sebagai orang-orang terlatih. Begitupun sikap dan gerak diam itu, bagaikan sepasukan perang yang sudah
terlatih baik. Maju dan siap gempur! Namun karena teriakan dan lolong murid-murid Kun-lun didengar di
atas, yang lari melaporpun sudah masuk buru-buru maka Kun-lun Jit-hiap yang tertegun mendengar itu
sudah meloncat bangun dan meninggalkan samadhi mereka.
Sama sekali tak disangka bahwa yang datang adalah gerombolan iblis. Pelapor belum tahu apakah itu
kawan atau lawan. Maka ketika tujuh pendekar itu bergerak keluar dari kamar masing-masing, para murid
disiapkan dan mencabut senjata masing-masing maka di saat itulah terdengar lolong dan raung srigala.
Suaranya begitu menyeramkan dan menggetarkan puncak, apalagi ketika di empat penjuru juga
terdengar lolong atau raung itu. Dan ketika suara itu berbareng dikeluarkan oleh puluhan atau bahkan ratusan
srigala maka puncak Kun-lun tergetar hebat dan genting-genting berjatuhan tak kuat menahan getar suara ini.
Dahsyat mengerikan, apalagi di malam seperti itu!
"Awas, berjaga-jaga. Siapkan senjata dan turun!"
Namun para pembawa obor muncul di tikungan. Mereka itu sudah bergerak cepat dan satu dua murid
yang menghadang di jalanan menjadi korban kekejaman mereka. Sekali tusuk atau sabet tubuh-tubuh
bergelimpangan. Gerak mereka itu begitu cepat dan mengejutkan, seperti Iblis. Dan ketika mereka itu
muncul di tikungan dan Yang Tek Cinjin, orang termuda duri Kun-lun Jit-hiap terkejut membelalakkan mata
maka mereka itu, puluhan orang itu sudah berdiri di depannya berjajar. Diam dan tak bergerak bagai patung-
patung batu!
"Siapa kalian!"
Bentakan itu tak disambut suara apapun. Mereka ini, orang-orang ini diam membisu tanpa jawab. Tapi
ketika tosu itu berkelebat maju dan murid-murid juga berdatangan maka mereka memecah diri dan tahu-tahu,
mengepung dalam barisan.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
177 "Keparat!" tosu itu marah dan gusar. "Kalian siluman-siluman dari mana, tikus-tikus busuk. Apa yang
kalian kehendaki dan siapa pemimpin kalian!"
"Mereka membunuh murid-murid di bawah!" seorang berlari dan melapor. "Mereka membantai Sam-
siok suheng dan kawan-kawan, susiok. Mereka keji dan tak berperasaan!"
"Apa?"
"Benar, Sam-siok suheng dan kawan-kawan terbunuh. Mereka dibakar!"
Yang Tek Cinjin terkejut. Saat itu raung dan lolong srigala makin menghebat. Para murid yang ada di
situ berteriak, ada ratusan mata api di tempat itu. Dan ketika pantulan cahaya warna-warni ini disusul gereng
dan lolong menggetarkan mendadak bola-bola api itu meloncat dan terdengar aba-aba bernada dingin.
"Serbu...!"
Puluhan pembawa obor bergerak. Serentak dengan mereka ini meloncatlah ratusan srigala dari semak-
semak belukar. Mereka itu tahu-tahu di situ dan bola-bola mata mereka inilah yang terlihat para anak murid
Kun-lun-pai. Bola-bola itu tak berkedip dan sejenak para murid mengira mata harimau. Tapi begitu mereka
itu berhamburan dan rupanya menunggu komando, begitu pula para pembawa obor ini maka semua terkejut


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diterkam dan di gigit srigala.
"Keparat!" Yang Tek Cinjin bergerak dan marah sekali. Tosu ini sudah akan menyerang para
pembawa obor itu ketika dari kiri kanan berhamburan binatang-binatang buas itu. Satu di antaranya yang
berwarna hitam meloncat, tinggi dan tahu-tahu keempat kaki berkuku tajam mencakar. Sekali kena tentu
robek. Tapi ketika tosu ini berkelit dan pedang di tangannya membabat, tepat mengenai kaki depan binatang
itu maka sang tosu terkejut karena binatang itu kebal.
"Tak!" pedangnya mental. Si anjing meraung dan terpelanting, tidak apa-apa dan kini menerjang lagi
bagai gila. Tosu ini membabat dan lagi-lagi mental. Dan ketika para pembawa obor bergerak dan
menyerangnya pula, srigala hitam itu menggonggong dan menggigitnya maka celana belakang tosu ini
sobek.
"Brett!"
Si tosu mencak-mencak. Bokongnya kelihatan dan tertawalah para anak murid melihat susiok mereka
itu. Betapapun hal ini menggelikan. Tapi ketika para pembawa obor tak ada yang tertawa dan tosu itu
membentak anak murid maka mereka ganti berteriak sendiri karena di gigit dan diterjang srigala-srigala itu.
Jumlahnya tak kurang dari empat ratus ekor.
"Aduh, mati aku..... bret-brett!" para murid bergulingan diterkam sekian banyaknya srigala. Mereka
sekarang tak dapat mentertawai susiok mereka itu karena masing-masing menghadapi lawan berbahaya. Para
pembawa obor, yang sudah bergerak dan mencabut senjata mereka tak kalah ganas dengan anjing-anjing liar
ini. Merekapun tiada ubahnya orang-orang kesetanan yang haus darah. Yang Tek Cinjin dikeroyok namun
saat itu muncul enam bayangan lain, enan dari Kun-lun Jit-hiap. Dan ketika mereka itu berseru keras dan
menyerang gerombolan ini maka Yang Tek Cinjin bergulingan karena yang paling berbahaya ternyata adalah
srigala hitam kebal senjata itu.
"Dia.... dia srigala siluman. Awas, hati-hati dan bunuh dia!"
Namun enam dari Kun-lun tak sempat memperhatikan. Mereka itu baru saja menolong sute dan
murid-murid mereka ketika tiba-tiba saja dari kiri kanan berlompatan srigala-srigala lain. Ada merah dan
coklat serta kuning, juga putih dan abu-abu yang semuanya ganas dan menerkam orang ini bagai hewan-
hewan tak takut mati. Dan ketika enam orang itu menggerakkan pedang namun mental bertemu kulit yang
atos, hewan-hewan itu kebal maka terdengar lolong dan suitan panjang.
"Bunuh, gigit mereka!"
Para srigala ini meraung. Mereka seakan menjadi lebih buas lagi ketika melompat dan menggigit.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
178 Taring-taring putih panjang menerkam enam orang tosu itu. Dan ketika mereka mengelak dan membacok
lagi, mental, maka anjing-anjing itu membalik dan para murid yang berada di dekat mereka diterkam dan
digigit. Dan begitu terdengar teriakan dan jerit kesakitan maka para pembawa obor juga menyeringai dan.....
menerjang dengan gigi mereka pula, menerkam dan menggigit.
"Iblis! Mereka ini iblis! Awas, kita kedatangan orang-orang yang kemasukan ilmu hitam!" Pek Kiat
Tojin, orang tertua dari Kun-lun Jit-hiap berseru keras. Ia terkejut dan kaget bukan main karena para
pembawa obor itu berubah seperti anjing-anjing liar pula. Golok masih tetap di tangan tapi gigi mereka itulah
yang kini menjadi penggantinya. Siapa yang diterkam langsung digigit dan disentak. Setiap sentakan tentu
membawa daging atau darah segar. Dan ketika para murid menjadi gempar sementara lolong dan raung
semakin dahsyat maka malam menggetarkan di puncak Kun-lun itu tak bakal dilupakan seumur hidup.
Pek Kiat Tojin, orang tertua yang menghadapi srigala abu-abu terkejut dan kaget sekali. Tujuh kali ia
membacok namun tujuh kali pula pedangnya mental. Yang terakhir malah membalik dan nyaris membabat
hidungnya sendiri. Dan ketika dia terbelalak sementara murid-murid berteriak dan menjerit, mereka bingung
dan gugup oleh banyaknya hewan-hewan buas itu maka mereka yang roboh segera dikerubut dan dada serta
isi perut berhamburan. Dilalap!
"Ganas! Semua masuk ke dalam! Menyingkir....!!" sang tosu berseru dan pucat serta kaget sekali. Ia
tak pernah menyangka bahwa lawan yang datang adalah demikian mengerikan. Para pembawa obor itu juga
menggigit dan melakukan yang sama seperti apa yang dilakukan srigala-srigala itu. Mereka merobek dan
mengunyah isi perut. Jantung dan usus di makan begitu saja, mentah-mentah. Seperti iblis! Dan ketika para
anak murid muntah-muntah dan Yang Tek Cinjin terdesak oleh srigala hitam, juga tiga di antara pembawa
obor maka semua murid berhamburan dan masuk ke dalam. Pek Kiat Tojin melindungi mereka dengan
memutar pedang secepat kitiran, begitu juga saudara-saudaranya yang lain.
Namun Yang Tek Cinjin menjadi korban. Orang termuda dari Kun-lun Jit-hiap ini penasaran. Dia
membacok srigala hitam itu sampai belasan kali. Dan karena dia juga marah terhadap tiga pembawa obor itu,
kemarahannya ditimpakan kepada mereka ini maka melengking berjungkir balik tosu itu menyerang dari
atas.
"Bles-bles-bless!"
Pedang si tosu mengenai ubun-ubun. Dia melakukan jurus paling ampuh dari ilmu silatnya Kun-lun
Kiam-hoat, yakni jurus Kecapung Menyambar Bulan. Jurus ini harus dilakukan dengan meloncat ke atas dan
ketika meluncur turun pedangpun menukik ke bawah. Tiga orang itu kehilangan lawan dan tak tahu lawan
sudah di atas. Kejadian berlangsung hanya sekian detik saja. Maka ketika tosu itu meluncur turun dan ujung
pedang menikam ubun-ubun, tiga orang itu roboh dengan keluhan tertahan maka tosu itu menginjak tanah
kembali namun srigala hitam menubruk dan menggigitnya dari belakang.
"Brett!"
Bokong si tosu menjadi sasaran. Bokong ini sudah berlubang dan tentu saja Yang Tek Canjin terkejut.
Dia membalik dan menendang. Tapi ketika sebutir batu hitam meluncur menghantam belakang lututnya,
seketika kaki yang diangkat naik tak dapat ditarik lagi maka srigala itu menerkam selangkangannya dan
bagian paling rahasia dari tosu ini menjadi korban.
"Augh!"
Sepotong benda terlepas dan tubuh tosu itu. Orang akan ngeri melihat betapa darah memuncrat dari
bagian ini, disusul oleh robohnya tosu itu dan menubruknya para srigala yang lain. Rupanya srigala hitam
memperoleh kemenangan, dia mengigit dan melolong menelan benda itu, berdiri dengan kaki depan
terangkat dan kawan-kawannya menggonggong, riuh, membalik dan menubruk tosu itu dan selanjutnya
potongan daging berhamburan ke mana-mana. Yang Tek Cinjin tiba-tiba tewas secara mengerikan. Perutnya
terburai dan dadapun berlubang, isinya sudah dicabut dan para srigala itu beramai-ramai menggigit bagian
tubuh tosu ini. Sang tosu binasa secara menyedihkan. Dan ketika semua mata melotot dan hampir saja Hek
Ciang Tojin menolong sutenya, Pek Kiat Tojin membentak dan menyambar lengan saudaranya ini maka apaKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
179 boleh buat semua orang membiarkan Yang Tek Cinjin menjadi korban.
"Masuk ke dalam, masuk! Jangan di luar dan berkumpul di dalam!"
"Tapi.... tapi jit-sute (adik ketujuh)........"
"Tak dapat kita selamatkan lagi. Masuk ke dalam, sute. Bahaya terlalu besar dan jangan hiraukan yang
lain!"
Tosu ini mengguguk. Ia menutupi mukanya dan dibawa meloncat dan segera mereka menutup pintu
gedung rapat-rapat. Di empat penjuru para murid juga menutup pintu yang lain. Tapi ketika tiba-tiba
terdengar tawa aneh dan seseorang berada di tiang belandar, berdiri dengan muka tertutup kedok karet maka
Pek Kiat Tojin dan lain-lain terkejut, apalagi ketika dengan beraninya orang itu melayang turun dan
jubahnya yang hitam berkibar bagai sayap kelelawar.
"Kun-lun Jit-hiap, kalian semua harus mati. Buka pintu dan biarkan anak-anakku mendapatkan
makanannya!"
Semua tosu terkejut. Di luar terdengar suara gaduh ketika srigala menggonggong dan menyalak-
nyalak. Para pembawa obor menggedor-gedor dan menendangi semua pintu. Nanum karena pintu itu terbuat
dari kayu tebal dan engselnyapun amat kokoh kuat, terbuat dari baja pilihan maka ketika semua ribut-ribut
membuka pintu justeru kehadiran orang aneh di dalam ruangan ini mengejutkan mereka. Kapan iblis ini
datang!
"Siapa kau!" Hek Ciang Tojin membentak dan melompat maju, pedang bergetar dan siap menusuk.
Tapi ketika laki-laki itu tertawa dan Pek Kiat Tojin terkesiap teringat sesuatu tiba-tiba orang tertua dari Kun-
lun Jit-hiap ini berseru.
"Kau Majikan Hutan Iblis!"
"Heh-heh, benar," semua terkejut. Dan kau tentu Pek Kiat Tojin. Bagus, giliranmu mati terakhir, tosu
bau. Kau boleh mengiring di belakang arwah-arwah sutemu."
"Keparat, dia.... dia ini Majikan Hutan Iblis? Dia ini yang membunuh Kim-sim-suheng?"
"Benar, sute, tapi hati-hati dan jangan sembrono..... singg!" Hek Ciang Tojin sudah membentak dan
menusuk maju. Ia kaget dan marah sekali dan omongan sang suheng yang belum selesai tak didengar lagi. Ia
menerjang dan menusuk laki-laki itu. Tapi ketika dengan mudah laki-laki ini berkelit dan pedang menyambar
angin kosong, sang tosu membalik dan menyerang lagi maka empat kali berturut-turut semua serangan itu
luput dan tak mengenai sasarannya.
"Heh-heh, para tosu hidung kerbau tak pantas menjadi penghuni Kun-lun. Kalian serahkan diri saja
baik-baik dan biar anak-anakku menggigit jantung kalian tanpa merobek-robek isi perut."
"Jahanam. keparat terkutuk. Kau iblis tak berperikemanusiaan, srigala siluman. Jangan harap kau lolos
karena di sini kau akan mati..... plak!" Hek Ciang Tojin menghentikan seruannya karena tiba-tiba terpekik
dan tersentak kaget. Lawan menangkis dan pedangpun terpental. Ia merasa telapaknya pedas dan hampir saja
melepaskan senjata. Begitu kuatnya tangkisan itu, padahal hanya dengan ujung lengan baju. Dan ketika tosu
itu terhuyung sementara lawan terkekeh, tak mungkin lagi Pek Kiat Tojin dan adik-adiknya berdiam diri
maka enam dari Tujuh Pendekar Kun-lun ini membentak maju. Mereka sudah menyerang dan laki-laki
itupun berkelebat. Para murid berteriak tapi pintu digedor-gedor. Satu di antaranya hampir terbuka. Dan
ketika Pek Kiat berseru agar pintu dijaga baik-baik, biarlah mereka menonton dan melihat saja pertandingan
itu maka orang ini sudah dikeroyok tapi jubahnya yang berkibaran naik turun menutupi pandangan membuat
enam tosu terkejut dan ditangkis serta terpental.
"Ha-ha, kalian tak mungkin dapat melawan aku. Keng Hwat Taisupun tak mungkin menang. Robohlah
dan menyerahlah baik-baik atau kalian mati dengan rasa penasaran.... cring-plak-plakk!" Pek Kiat Tojin dan
kawan-kawan terhuyung. Mereka merasa pedas telapak tangannya namun tentu saja menerjang kembali.
Laki-laki itu mendengus dan tiba-tiba dia menggerakkan tangan kirinya. Semua senjata tajam dibabat danKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
180 mencelat. Dan ketika semua tosu terkejut karena tangan itu bagaikan pedang, mampu membuat pedang di
tangan para tosu terlepas maka Pek Kiat Tojin bergulingan namun lawan tiba-tiba lenyap. Mereka semua
menyambar senjata masing-masing yang terlempar ke tanah, meloncat bangun dan terbelalak.
"Ke mana dia. Mana iblis itu!"
"Kami... kami hanya melihatnya hilang di sana. Ia menerobos wuwungan!"
Tosu ini terkejut. Semua mendongak ke atas dan tiba-tiba tampak lubang itu. Dengan kepandaiannya
yang luar biasa rupanya orang ini melesat dan lenyap di sana, padahal tempat itu demikian tingginya tak
kurang dari delapan meter. Sekali menjejakkan kaki dapat meluncur lurus dan terbang ke atas bagaikan
siluman bukanlah pekerjaan mudah. Hanya orang yang benar-benar memiliki kesaktian hebat saja dapat
melakukan itu. Dan ketika semua tertegun kenapa orang itu menghilang, tak mungkin dia melarikan diri
maka cahaya merah tiba-tiba membias lebar dan api berkobar di luar gedung.
"Kebakaran! Api! Tempat ini dibakar....!"
Pek Kiat lagi-lagi terkejut. Dia adalah orang tertua dan pemimpin di situ. Guncangan demi guncangan
yang diterimanya ini benar-benar membuatnya shock. Tadi Majikan Hutan Iblis itu telah memperlihatkan
kehebatannya dengan menangkis enam pedang sekaligus, hanya dengan telapak kosong dan akibatnya
mereka semua terlempar, pedang terlepas dan ketika mereka bergulingan meloncat bangun tahu-tahu orang
itu tak ada. Kini di luar gedung tampak cahaya api membias kemerah-merahan, cepat dan segera berkobar
besar dan saat itu terdengar tawa panjang. Pintu utama disambar angin dingin, dahsyat berkeratak dan
akhirnya jebol. Dan ketika seonggok bara merah melesat ke dalam, sepotong kayu besar dilempar orang dari
luar maka Pek Kiat Tojin berseru keras membanting tubuh.
"Awas!"
Namun sutenya kalah cepat. Hek Ciang Tojin, orang keenam berteriak ngeri. Potongan kayu menyala
itu menyambar tubuhnya, dielak sang suheng tapi mengenai dirinya. Dan ketika kayu sepanjang dua meter
itu menancap di dada sang tosu, naik dan terbawa terbang ke dinding maka kayu menyala itu akhirnya
berhenti dan menancap tembok. Ujungnya menembus dada tosu ini dan tubuh Hek Ciang Tojin tampak
bergantungan sementara apinya padam terganti cucuran darah yang deras mengalir dari bagian tubuh yang
berlubang itu.
"Sute....!"
Tentu saja semua gempar. Pemandangan di atas tembok itu mengerikan. Tubuh sang tosu lunglai
tertusuk mirip sate dengan sunduk (biting) raksasa. Roh tosu itu tentu saja melayang seketika. Jiwanya tak
mungkin selamat. Dan ketika semua melotot namun gonggong dan riuh srigala menyerbu mereka, pintu
utama dijebol orang maka para pembawa obor juga berlompatan dan mereka ini masuk dengan wajah dingin.
Pek Kiat Tojin tak dapat menahan marahnya lagi. Dia tahu bahwa itulah perbuatan Majikan Hutan
Iblis. Kalau bukan orang itu tak mungkin pintu utama bisa dijebol. Hanya orang bertenaga gajah saja mampu
melakukan itu. Maka membentak dan menyambut orang-orang itu, memutar pedang dan membacok serta
menusuk maka tosu ini sudah berjibaku lagi dengan kemarahan meluap-luap. Lima adiknya yang lain juga
melakukan hal yang sama dan para murid tak ada waktu lagi untuk berpikir jauh. Mereka sudah diserbu dan
percuma saja meloloskan diri. Pintu utama dijebol. Dan karena srigala-srigala itu sudah melompat dan
menubruk mereka, yang tak dapat berkelit segera roboh dan terpelanting maka di ruangan ini terjadi saling
bunuh yang amat mengerikan. Dan api di luar sudah merayap masuk, cepat sekali.
"Keluar...! Keluar dari tempat ini. Jangan di dalam!"
Sekarang Pek Kiat Tojin memberi perintah berlawanan. Tadi tosu itu menyuruh masuk tetapi sekarang
justeru menyuruh keluar. Ini memang mungkin saja dilakukan karena gedung itu mulai terbakar. Dengan api
yang berkobar cepat tak mungkin mereka bertahan lagi. Asap dan hawa panas amat mengganggu, mereka
sudah batuk-batuk sementara srigala dan jauh berbeda maka lima tosu pimpinan itu bekerja ekstra keras
menghalau serbuan dan keroyokan lawan. Srigala yang para pembawa obor biasa-biasa saja. Mereka bagaiKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
181 hewan-hewan siluman yang tak perduli asap atau api, begitu kesetanan dan heran juga bahwa srigala yang
buas itu tak takut api. Ini bukan lain karena kuatnya pengaruh ilmu hitam yang dimiliki Majikan Hutan Iblis
itu. Dari jauh laki-laki ini menonton dan berkemak-kemik, sesekali tangannya mendorong dan melepas uap
hitam. Ada bau busuk dan amis di situ. Dan ketika Pek Kiat Tojin dan kawan-kawan berkelebatan keluar,
lawan menyusul dan gonggong serta riuh srigala itu mengejar para murid maka gedung mulai ambruk dan
bunyi berdebum serta robohnya kayu-kayu belandar membuat perasaan tergetar dan ngeri.
Pek Kiat Tojin mengamuk dengan hebat. Tosu ini berhasil merobohkan lima di antara belasan
pengeroyok. Tapi karena srigala abu-abu kembali mengganggu dan menyerangnya, sementara yang lain juga
mengalami hal yang sama dan tak kebal senjata membuat mereka benar-benar kerepotan. Belasan kali
pedang mereka terpental bertemu kulit tubuh yang atos itu. Dan ketika satu dua para pembawa obor juga ada
yang dapat dirobohkan namun jeritan dan pekik para murid membuat tokoh-tokoh Kun-lun ini gelisah,
korban di pihak mereka jauh lebih banyak dibanding lawan maka terdengar tawa aneh dan bayangan hitam
dari Majikan Hutan Iblis itu berkelebat.
"Minggir kalian semua. Habisi anak-anak murid Kun-lun itu!"
Para pembawa obor mencelat. Srigala abu-abu dan coklat serta kuning juga terlempar. Dengan wajah
dingin namun mata buas laki-laki itu berdiri di depan Pek Kiat Tojin. Dan karena kebetulan lawan yang
paling utama ini di depan hidungnya, sang tosu membentak dan menikam maju maka di sana empat adiknya
yang lain kehilangan lawan karena semua menyingkir dan menyerang anak-anak murid.
Khi Bun Tojin, orang kedua tadinya hendak mengejar dan memaki orang-orang ini. Dia hendak
merobohkan sebisanya kalau saja saat itu tidak terdengar teriakan kaget suhengnya. Sebuah benda berkelebat
dan sinar putih menyambut pedang si tosu, putus dan bergulinganlah Pek Kiat Tojin menyelamatkan diri.
Dan ketika tosu itu meloncat bangun dan Khi Bun Tojin menoleh, melihat sebatang golok berkeredep di
tangan laki-laki ini maka keduanya berteriak mengejutkan yang lain.
"Golok Maut...!"
Tiga sute yang lain menengok. Mereka juga hendak mengejar para pembawa obor itu, menolong dan
menyelamatkan anak-anak murid ketika terdengar seruan itu. Dan ketika mereka menoleh dan melihat benda
itu, golok bersinar yang baru saja menebas buntung pedang suheng mereka maka Pek Kiat Tojin menggigil
dengan pedang yang tinggal gagangnya.
"Kau..... kau membawa Golok Maut. Itu milik Si Naga Pembunuh Giam Liong!
"Heh-heh, tak usah banyak cakap. Sekarang kalian berlima hadapi aku, tosu-tosu bau. Suheng kalian
Keng Hwat Taisu membakar tempat tinggalku, membumihanguskan. Sekarang aku membalas dan menagih
berikut bunganya!"
Pek Kiat Tojin melengking. Ia menyambar sebuah pedang anak murid yang tewas dan menerjang maju
lagi. Empat adiknya mengikuti dan mengeroyok. Tapi ketika satu per satu menghadapi kilatan cahaya putih
itu, putus bertemu Golok Maut maka Pek Kiat Tojin berseru agar jangan beradu senjata, bergulingan
menyambar pedang yang lain lagi.
"Jangan hadapi Golok Maut itu, jangan beradu senjata. Ambil senjata yang lain lagi dan pergunakan
Jit-seng-tin (Barisan Tujuh Unsur)!"
Lima tosu bergerak cepat. Mereka meloncat bangun setelah bergulingan dibabat Golok Maut. Laki-
laki itu menangkis demikian enaknya, tertawa dan mendengus pendek namun segera mereka mencari senjata
yang lain lagi. Di situ banyak pedang anak murid yang terlempar, yakni mereka yang roboh dan tewas tak
mampu mempertahankan diri. Dan ketika lima tosu itu menerjang lagi dan kini mereka bergabung mainkan
Jit-seng-tin, sayang hanya lima orang saja karena dua di antara mereka sudah tewas maka tubuh mereka
berkelebatan naik turun dan selalu menarik serangan kalau Golok Maut bekerja. Majikan Hutan Iblis tertawa
dingin dan memindahkan golok itu ke tangan kiri. Kini dengan tangan kanannya ia menangkis, membuka
telapak tangan itu dan karena bukan Golok Maut maka Pek Kiat Tojin dan adik-adiknya berani. Tapi ketika
pedang terpental dan lagi-lagi hampir terlepas dari pegangan, mereka terkejut maka telapak itu tiba-tibaKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
182 menghitam dan laki-laki ini berseru.
"Ajal sudah dekat. Awas bersiap-siaplah menghadapi kematian!"
Lima tosu itu marah. Mereka selalu waspada terhadap golok di tangan kiri namun juga berhati-hati
terhadap telapak lawan yang sudah menghitam. Tiba-tiba angin menyambar dan bau busuk serta amis
menusuk hidung. Pek Kiat Tojin yang mengelak hampir muntah-muntah. Dan ketika sutenya juga melempar
muka sambil menutup hidung maka telapak itu tiba-tiba menyambar lagi dan orang kelima dari mereka, Cek
Tik Tojin menerima pukulan pertama.
"Hek-mo-ciang....!"
Itu seruan laki-laki ini sendiri. Telapak itu menyambar dada si tosu dan Cek Tik Tojin mencoba
mengelak. Dia tak berani menangkis karena sinkang lawan amat kuat sekali. Dengan pedangnya saja ia tak
mampu menahan tangkisan tangan telanjang itu, apalagi tangan itu kini menyambarnya. Namun ketika ia
coba berkelit dan kaget karena napasnya sesak, bau amis menyesakkan dada maka tosu ini terbelalak karena
ia tiba-tiba seakan terpaku.
"Sute!"
Tosu ini melotot. Seruan suhengnya yang melotot melihat sutenya tak melempar tubuh membuat Pek
Kiat Tojin kaget sekali. Apa-apaan sutenya itu, kenapa malah bengong. Tapi karena tosu ini tak tahu bahwa
saat itu Cek Tik Tojin menghisap hawa beracun, paru-parunya menjadi penuh dan tak dapat bergerak maka
saat itulah telapak tangan yang hitam itu mengenai dada.
"Plak!" perlahan saja tamparan ini, namun tubuh si tosu yang tiba-tiba terlempar dan melayang ke
belakang tiba-tiba diikuti sinar putih berkeredep dan sebelum tubuh itu jatuh ke tanah maka kepalanya


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mencelat dan menggelinding dengan mata melotot.
Kejadian berlangsung cepat dan Pek Kiat Tojin berseru tertahan. Namun ketika ia membentak dan
sinar golok menyambar dadanya, dielak dan Hek-mo-ciang menyambar Tik Beng Tojin maka orang keempat
inipun menjerit namun sekejap itu jeritannya putus dihentikan kepalanya yang terbabat.
"Crass!"
Dua kali kejadian berulang di depan mata. Cek Tik Tojin dan Tik Beng Tojin tiba-tiba saja sudah
terbanting tak bernyawa dengan kepala mencelat. Tubuh mereka terjengkang, darah menyemprot dari luka di
leher itu. Dan ketika Pek Kiat Tojin berseru kaget namun Hek-mo-ciang kembali menyambar, mengagetkan
adiknya nomor tiga maka Bun Ceng Tojin, tosu ini tak dapat mengelak karena hawa beracun yang amis dan
busuk itu terhisap olehnya. Sama seperti Cek Tik Tojin tadi iapun sesak napas. Pukulan itu keji, sebelum
mengenai tubuh saja sudah membuat orang tak mampu bergerak, paru-paru terisi oleh hawa busuk, uap
beracun itu. Dan ketika iapun terjengkang namun sebelum itu kepalanya putus menggelinding, Golok Maut
telah bicara maka Khi Bun Tojin dan Pek Kiat Tojin pucat sekali.
Dua orang ini menjadi ngeri dan sekilas ada pikiran untuk lari. Namun karena mereka orang-orang
gagah dan Pek Kiat Tojin menjadi beringas, bersama adiknya ia membentak dan melepas pedang maka di
saat pedang meluncur ke dada orang itu merekapun mengangkat lengan menghantam dengan maksud untuk
mengadu jiwa.
Namun Majikan Hutan Iblis ini benar-benar luar biasa. Dua pedang yang disambitkan lawannya itu
diterima dengan tawa aneh, dia tak mengelak atau menangkis. Dan ketika pedang mengenai dadanya namun
patah, kesaktian yang mengagumkan melindungi dadanya maka dua pukulan itu diterima dan..... Pek Kiat
Tojin maupun sutenya berseru kaget karena ke dua lengan mereka lengket tak dapat dilepaskan.
"Des-dess!"
Laki-laki itu tertawa dingin. Pek Kiat Tojin dan sutenya meronta namun laki-laki itu menghembuskan
mulutnya. Sekarang bau yang amat luar biasa busuk menyambar, langsung dari pusatnya. Dan ketika dua
tosu itu muntah karena bau mulut laki-laki itu melebihi bangkai, sungguh mengerikan sekali maka merekaKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
183 melihat sinar berkeredep dan kata-kata mengerikan.
"Pek Kiat Tojin orang terakhir. Nah, terimalah kematian kalian dan kupenuhi janjiku!"
Dua orang ini sudah terbang sebagian nyawanya. Mencium bau busuk itu saja mereka seakan sudah
pingsan, apalagi tangan yang lengket di dada itu. Dari situ menyedot tenaga panas yang membuat mereka
mengeluh. Tangan mereka bagai dibakar saja. Dan ketika sinar putih itu berkelebat dan kepala Khi Bun
Tojin putus lebih dulu, disusul oleh Pek Kiat Tojin yang sudah tak dapat berbuat apa-apa maka dua pimpinan
Kun-lun ini roboh dan tubuh mereka ditendang laki-laki itu, ditubruk dan dijadikan rebutan srigala buas
untuk dicabik dan dimakan dagingnya.
Berakhirlah sudah kengerian di puncak Kun-lun ini. Satu per satu tujuh pimpinan itu dibunuh. Gedung
roboh dan api menjalar ke yang lain. Para murid yang tersisa melarikan diri. Mereka ngeri dan seram oleh
peristiwa itu. Dan karena malam membantu mereka dan banyak di antaranya yang melempar tubuh ke
jurang, patah-patah dan keesokannya merayap terseok-seok maka itulah yang dilihat Cin Tong Cinjin dan
Keng Hwat Taisu.
Anak murid yang bercerita ini tersedu-sedu. Dia sendiri luka-luka dan babak-belur. Wajah dan
tubuhnya kehitaman, kotor. Dan ketika Keng Hwat Taisu menarik napas dalam-dalam sementara adiknya
menggigil dan mengerotokkan buku-buku jari, wajah itu menjadi merah gelap maka anak murid ini minta
ampun tak mampu mempertahankan partainya.
"Teecu.... teecu semua minta ampun. Teecu terpaksa melarikan diri karena kalau tidak begitu tentu
menjadi korban. Siapa yang nanti melapor kepada suhu kalau semua murid binasa!"
"Hm, bangkitlah. Pinto dapat mengerti perasaanmu, Cit Hok. Dan untuk sementara ini barangkali
Kun-lun hanya tinggal nama. Kita telah kehilangan begitu banyak orang, iblis itu benar-benar amat keji.
Biarlah kita berkabung tujuh hari dan setelah itu pinto bertiga harus mencari jahanam keparat ini.
Beristirahatlah, ceritamu sudah lengkap!"
Murid ini tersedu. Mayat dan semua yang luka-luka akhirnya dibereskan. Tujuh kepala dari Kun-lun
Jit-hiap juga telah dimakamkan. Dan ketika hari itu Kun-lun benar-benar berkabung selama tujuh hari, Keng
Hwat Taisu menahan rencananya untuk turun gunung maka suasana menyedihkan benar-benar terdapat di
sini dan dibantu murid-murid yang masih ada Kun-lunpun dibangun lagi dan gedung yang runtuh menjadi
saksi sejarah bagi partai yang sedang dirundung malang ini. Keng Hwat Taisu menunda perjalanannya
sampai masa berkabung habis. Keng Jin Taisu dan Cin Tong Cinjin setiap hari mengepal tinju. Mereka
dendam dan marah sekali. Dan ketika masa perkabungan habis dan Keng Hwat meneruskan niatnya, Cin
Tong dan Keng Jin Taisu ikut bersamanya maka Kun-lun ditinggal pimpinannya dan para murid disuruh
merawat dan menjaga gunung saja.
"Pinto akan mencari manusia iblis itu, kalian jaga dan awasi saja tempat ini. Peliharalah ladang dan
lahan pertanian kita. Jadikan itu sumber nafkah kalian. Kalau ada apa-apa yang tak dapat di atasi sebaiknya
kalian menyingkir dan tunggu saja kedatangan kami."
Para murid menangis. Sebenarnya mereka tak setuju ditinggal pergi. Cin Tong atau Keng Jin Taisu
diminta tinggal. Namun karena dua tosu itu mengkhawatirkan keselamatan ketua mereka, sedang mereka
sendiri masih ragu dapatkah berdua menghadapi Majikan Hutan Iblis itu maka pilihan tak ada lagi kecuali
harus keluar dan turun gunung bertiga.
"Kami tak mungkin diam saja di sini. Kalian tahu betapa lihainya orang itu. Dan karena kami harus
berangkat dan mencari bantuan di luar, barangkali tenaga kami bertiga juga masih tidak cukup biarlah kalian
jaga tempat ini dulu dan jangan khawatir bahwa kami akan dapat menjaga diri. Cit Hok sementara
memimpin kalian semua, tunduk dan taatilah dia sebagai saudara tertua. Kalau ada apa-apa sebaiknya
dimusyawarahkan bersama dan jangan saling bertengkar. Sudah, kami pergi!"
Tiga pimpinan itu berkelebat. Wejangan Keng Jin Taisu ini memang beralasan. Dialah yang
meninggalkan dan nasihat. Dan begitu tiga orang ini berkelebat dan turun gunung maka Kun-lun kembali
sunyi namun anak murid menaruh harapan karena kalau tiga pimpinan itu mencari tenaga bantuan di luarKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
184 barangkali Majikan Hutan Iblis itu dapat dibasmi dan kekuatan mereka dapat diandalkan. Namun apa yang
terjadi? Ternyata ada perobahan yang mengejutkan. Karena begitu tiga tokoh ini turun gunung mencari
lawan mereka itu sambil mengumpulkan tenaga bantuan ternyata beberapa ketua partai bahkan memusuhi
mereka. Mula-mula adalah Kiang-san, lalu Hoa-san dan terakhir Khong-tong-san. Dan ketika tiga orang ini
malah diserang dan terpaksa menyelamatkan diri meninggalkan tempat-tempat itu maka Keng Hwat Taisu
memburu napasnya melihat betapa tokoh dan para ketua partai-partai itu sudah tidak wajar sikapnya.
"Aneh, Kiang Bhong Tojin memusuhi kita habis-habisan. Dia hendak menangkap dan membunuh
kita!"
"Benar, dan sikap Hoa-san-paicu (ketua Hoa-san) juga tidak sewajarnya, suheng. Mereka seperti orang
kesurupan dan pandang mata mereka liar!"
"Dan Khong Ting Cinjin juga serupa. Dia tidak mengenal kita! Ah, apa yang terjadi?"
Tiga orang ini tak tahu. Mereka terbelalak dan keheran-heranan serta menahan penasaran besar bahwa
ketiga sahabat mereka itu, yang dulu begitu akrab dan menjalin tali persaudaraan yang kuat tiba-tiba
sekarang seperti musuh bebuyutan. Kedatangan mereka disambut dengan senjata. Dan ketika tiga orang ini
keheran-heranan dan bingung serta tidak mengerti, mereka tak tahu bahwa Majikan Hutan Iblis telah berhasil
memasuki sukma tiga ketua-ketua partai itu dengan ilmu hitam Beng-jong-kwi-kang (Tenaga Setan
Penembus Roh), ilmu yang membuat para srigala begitu buas dan kebal senjata maka di tempat lain Giam
Liong juga menemukan hal aneh yang hampir serupa.
Jilid XIII
MULA-mula pemuda ini meninggalkan kota raja dengan sakit hati yang hebat. Kematian isterinya
benar-benar memukul dan si buntung yang dulu pada dasarnya ganas dan kejam ini menjadi beringas
kembali. Sikap jinak dan lembut yang akhir-akhir ini merobah kekerasan wataknya sekarang lenyap lagi.
Naga Pembunuh ini berkilat-kilat, wajahnya dingin dan mata yang mencorong bak mata seekor naga terluka
itu mengerikan. Mata itu seakan melahap siapa saja yang ada di depan. Giam Liong telah kembali seperti
dulu, dingin dan tak perdulian. Dan ketika hari itu dia bermaksud ke selatan mencari lawannya tiba-tiba di
sebuah perkampungan di sudut dusun dia berhenti.
Tangis dan jerit melengking-lengking ini membuat Giam Liong menoleh. Dusun itu sunyi, hanya
suara itulah yang ada. Maka ketika dia berhenti dan mengerutkan kening, tangis atau jerit itu menggugah
keinginan tahunya maka di sudut dusun itu seorang gadis menggerung-gerung dan meratapi seorang kakek
yang telah tewas, mandi darah.
"Kong-kong, jangan mati. Jangan pejamkan matamu. Bukalah, ini aku Su Giok. Ooh, jangan
tinggalkan aku, kong-kong.... jangan tinggalkan aku!"
Giam Liong tersenyum dingin. Dia melihat gadis itu meraung-raung dan meratapi kematian kakeknya
dengan sedih. Suara dan tangis itu benar-benar menyayat. Namun karena hatinya sedang luka dan iapun baru
saja kematian isterinya tersayang maka melihat orang lain kematian keluarganya iapun tenang dan dingin-
dingin saja. Gadis itu masih muda dan tak heran kalau tidak kuat menerima pukulan batin. Iapun hampir gila
oleh kematian isterinya. Maka tersenyum dan menyeringai dingin iapun tak ambil perhatian lagi dan
meneruskan perjalanannya, kebetulan harus melewati gadis itu pula dan dengan tenang ia melangkah. Tangis
dan ratap gadis itu semakin menyayat-nyayat, tapi senyum dan pandang mata Giam Liong semakin dingin. Ia
acuh. Tapi ketika gadis itu memutar kepala dan melihat kedatangannya, tangis dan ratap berhenti sejenak
maka gadis ini melotot melihat betapa si buntung yang acuh itu lewat begitu saja dengan bibir mengejek.
Dan ia tiba-tiba meloncat bangun.
"Siapa kau. Apakah suruhan jahanam keparat itu!"
Giam Liong tak menjawab. Ia mempercepat langkahnya dan tertawa dingin. Bicara dengan gadis itu
tak ada gunanya, lebih baik menyingkir. Tapi ketika gadis itu berjungkir balik dan turun di depannya,Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
185 mencegat maka sebatang pedang telah menggigil di tangan kanannya. Gadis ini marah benar melihat betapa
seorang pria lewat tanpa memperhatikan kesusahan dirinya. Begitu dingin, tak berperasaan.
"Kau.... kau tak berjantung. Kau tentu suruhan jahanam Majikan Hutan Iblis itu untuk menyakiti aku.
Mampuslah!" pedang bergerak dan menyambar. Giam Liong terkejut dan tentu saja mengelak, bukan oleh
serangan pedang itu melainkan oleh ucapan atau kata-kata ini. Serangan pedang itu baginya tak berarti apa-
apa tapi justeru kata-kata itu yang mengena di hatinya. Majikan Hutan Iblis, ah! Maka mengelak dan
membuka matanya lebih lebar dia tiba-tiba berseru, masih tak menghiraukan gerakan pedang yang bertubi-
tubi,
"Kakekmu dibunuh laki-laki itu? Kalian bermusuhan?"
"Tak usah banyak bicara, tak perlu berpura-pura. Mampus dan terbanglah ke neraka, jahanam keparat.
Kau dan Majikan Hutan Iblis sama saja..... plak!" namun pedang yang akhirnya ditangkis dan terlepas dari
gadis itu membuat si gadis berteriak dan terpelanting, roboh bergulingan meloncat bangun dan di sana gadis
itu terbelalak pucat. Tak disangkanya bahwa dengan sekali tangkisan saja pedangnya mencelat. Lawan
ternyata lihai luar biasa! Tapi ketika ia melengking dan mau menyerang lagi, menggerak-gerakkan kedua
tangan untuk menerjang maju maka lawan berkelebat dan tahu-tahu menangkap lengannya, begitu cepatnya.
"Di mana Majikan Hutan Iblis itu sekarang. Cepat, katakan di mana dia!"
Gadis ini mengaduh. Cengkeraman atau tangkapan Giam Liong amatlah kuatnya. Kemarahan yang
berkobar membuat si buntung ini lupa diri. Tapi ketika gadis itu berteriak dan mengaduh, ia sadar maka
Giam Liong mengendorkan cengkeramannya namun tetap saja gadis itu tak dapat meronta lepas.
"Kau.... kau siapa! Apakah kau bukan suruhan orang itu!"
"Hm, aku musuh besarnya, nona. Aku akan mencincangnya hancur bila ia ada di sini. Katakan, di
mana ia sekarang dan kapan kakekmu ini terbunuh!"
"Kakek terbunuh dua jam yang lalu. Dia kejam dan tak berperikemanusiaan. Lepaskan aku dan siapa
kau!"
Giam Liong melepaskan cengkeraman. Kalau dua jam yang lalu musuh sudah pergi maka percuma
baginya mengejar. Sudah terlalu jauh. Namun matanya yang berkilat dan mencorong bagai naga membuat
gadis di depannya sekarang sadar, ngeri. Tadi tak takut karena menganggap si buntung itu musuh, suruhan
lawan.
"Kau.... kau siapa. Bolehkah aku tahu kenapa kaupun memusuhi Majikan Hutan Iblis!"
"Hm, kau sendiri, bagaimana ada di tempat ini? Mengapa dusun ini kosong?" Giam Liong tak
menjawab, balik bertanya.
"Aku dan kakekku lewat di dusun ini ketika jerit dan tangis terdengar. Segerombolan srigala
mengganggu, kami menghajar tapi ternyata itulah anak buah Majikan Hutan Iblis. Aku mengajak kakek lari
tapi terlambat. Penduduk sudah cerai-berai ketika tiba-tiba jahanam itu muncul!"
"Dan dia membunuh kakekmu?"
"Benar, dan juga hampir membunuh aku!"
"Tapi kau masih hidup!"
"Waktu itu tidak, aku sudah di ambang kematian. Tapi suara yang-khim tiba-tiba membuat jahanam
itu tertegun dan melarikan diri!"
"Yang-khim?"
"Ya, suara yang-khim, sobat aneh. Orang itu ketakutan dan lari pergi. Kau siapakah dan kenapa takKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
186 memperkenalkan diri atau namamu!"
"Hm, aku orang she Sin, datang memang untuk mencari jahanam keparat itu. Kalau kau masih hidup
maka itu adalah keberuntunganmu yang besar. Aneh bahwa dengan suara yang-khim saja lawanmu pergi."
"Aku juga tak mengerti, tapi.... eh, itu suara yang-khim itu!"
Giam Liong terkejut. Di luar dusun, di saat mereka bercakap-cakap tiba-tiba terdengar bunyi
berdenting senar-senar yang-khim. Suara yang-khim atau kecapi ini merdu dan nyaring, tajam menusuk
telinga namun lembut menyusup hati. Dan ketika Giam Liong tertegun namun gadis itu melompat
mendahului, berkelebat dan berseru girang maka gadis itu berteriak memanggil orang ini.
"Inkong (tuan penolong), terima kasih atas pertolonganmu...!"
Giam Liong bergerak dan menyusul. Gadis itu terkejut karena bayangan hitam mendahuluinya, Giam
Liong sudah melihat seseorang duduk di atas batu hitarn besar, seorang kakek yang memberikan
punggungnya dan kakek itulah yang menjentikkan senar-senar yang-khimnya dengan merdu namun nyaring.
Tapi ketika Giam Liong berkelebat ke sini dan akan melewati kakek itu mendadak kakek itu membalik
dan..... wutt, tahu-tahu lenyap dan pergi ke arah dari mana dia datang, ke dusun itu!
"Heh-heh, belum waktunya bertemu. Ada jodoh ada rejeki. Maaf, lindungi dan perhatikan gadis itu,
Naga Pembunuh. Aku capai menjaganya dua jam. Giliranmu sekarang dan jaga dia baik-baik!"
Giam Liong terkejut bukan main. Dia telah melewati kepala kakek itu dan akan turun di depannya
ketika tiba-tiba kakek itu bangkit berdiri dan membalik. Kesiur anginnya seakan diketahui. Dan ketika kakek
itu berkelebat dan turun bagai burung menyambar, ke arah dari mana dia datang maka Giam Liong tentu saja
kembali mendapat punggung kakek itu namun sekilas ia melihat wajah yang tertutup halimun dengan
sepasang bola mata yang menembus lembut, lunak namun tajam.
"Sian-su...!"
Giam Liong tergetar hebat. Seketika dia tersentak dan maklum dengan siapa dia berhadapan. Kiranya
Bu-beng Sian-su, kakek dewa yang sakti itu. Namun karena dia tak mendapat kesempatan lebih banyak dan
kakek itupun baru kali itu dijumpai, kakek ini seolah dewa dalam dongeng maka gadis baju merah, yang tiba
dan melayang ke atas batu hitam terkejut dan membelalakkan mata memandang Giam Liong, mendengar
seruan dan tawa lembut kakek itu.
"Kau.... kau Si Naga Pembunuh Giam Liong? Kau pemuda yang dicari-cari kakekku itu? Ooh, tak
kuduga, Sin-taihiap. Kiranya kau orangnya!"
Namun Giam Liong terpaku memandang kepergian kakek ini. Suara yang-khim dan hebatnya
kesaktian kakek ini lenyap dari hadapannya benar-benar membuat Giam Liong tertegun. Dia kagum bukan
main, takjub! Tak banyak orang yang dapat melakukan itu di depannya, Ju-taihiap sendiri juga tidak. Tapi
ketika isak dan tangis di bawah menyadarkannya, gadis itu berlutut dan memeluk kakinya maka si buntung
ini sadar. Kata-kata penuh kagum namun juga kecewa terdengar dari mulut gadis itu.
"Sin-taihiap..... Naga Pembunuh, kau kiranya yang dicari kong-kong? Kau datang setelah kakekku
binasa? Ah, tak beruntung nasib kami, Sin-taihiap. Tapi kejam benar kalau kau tak perduli nasibku. Kau
dapat melenggang seenaknya saja ketika aku tersedu-sedu meratapi kematian kakekku. Kau seolah tak
berperasaan!
"Hm," Giam Liong melepaskan diri, menarik kakinya. "Kau sekarang sudah tahu aku, nona. Tapi
tidak tahukah kau siapa kakek yang membawa yang-khim itu!"
"Aku tak perduli. Aku telah menemukan dirimu dan sekarang akan melanjutkan permintaan kakek.
Kau tolonglah aku dan balaskan sakit hati ayah dan ibuku, juga kakekku itu. Aku tak dapat menghadapi
manusia iblis itu karena kepandaiannya amat tinggi. Aku tak mungkin membalas dendam!"
"Hm, bangkitlah. Aku memang akan menangkap dan membunuh manusia jahanam itu, tapi bukanKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
187 untukmu, melainkan untukku. Kalau kau sudah merasa tak mampu menghadapi lawanmu itu sebaiknya kau
kembali dan pulang ke rumahmu."
"Pulang?" mata itu terbelalak, tiba-tiba berapi. "Aku tak mau pulang, Naga Pembunuh. Aku tak mau
kembali ke utara setelah semua kejadian ini. Kau dan ketua Hek-yan-pang itu kiranya sama. Sama-sama tak
berperasaan, sama-sama beku. Aku memang berkepandaian rendah tapi itu bukan berarti maksud balas
dendamku habis. Aku akan mencari orang lain untuk maksud ini!" dan turun dengan air mata bercucuran,
marah dan kecewa menghadapi Giam Liong akhirnya gadis itu kembali ke dusun menyambar mayat
kakeknya, berkelebat dan lari menuju arah yang lain dan Giam Liong tertegun. Kekerasan gadis itu tampak
nyata, keras dan agak tinggi hati. Dan karena merasa agak tak enak telah menyinggung perasaan orang, dia
berkelebat dan turun mengejar maka Giam Liong telah melewati atas kepala gadis ini.
"Tunggu, kita bicara sebentar. Apa maksudmu menyebut-nyebut nama ketua Hek-yan-pang. Apakah
kau sudah pergi ke sana. Siapakah sebenarnya kau ini!"
"Minggir, tak usah banyak bicara!" gadis itu membentak. "Aku Su Giok bukan pengemis yang harus
meminta-minta belas kasihan, Naga Pembunuh. Meskipun kau lihai tapi bukan berarti boleh menghina orang
seenaknya!"
Namun Giam Liong menangkap dan mengelak serangan gadis ini. Sekali dia memutar maka tubuhpun
sudah di belakang, punggung gadis itu ditepuk. Dan ketika gadis ini mengeluh terjerembab ke depan, mayat
kakeknya terlepas namun Giam Liong sudah menangkap maka pemuda ini menarik napas dalam bersikap
agak lembut.
"Maafkan aku, aku sendiripun sedang berduka. Isteriku tewas juga oleh Majikan Hutan Iblis itu. Kau
katakanlah siapa kalian berdua ini dan siapakah kakekmu yang tewas ini. Kenapa kau menyebut-nyebut
ketua Hek-yan-pang."
Gadis itu merebut mayat kakeknya. Dia sudah berdiri lagi setelah terjerembab. Hampir saja hidungnya
mencium tanah. Dan ketika ia berapi-api memandang Giam Liong, menuding maka ia membentak dengan
penuh kecewa,
"Sin Giam Liong, aku dan kakekku lama sekali mencari-cari dirimu. Tidak usah malu, kami berdua
ingin minta pertolonganmu. Tapi melihat sikapmu yang demikian dingin dan tidak berperasaan ini mau
rasanya aku berteriak kepada kakek bahwa orang yang diharap-harapkan ini bukanlah manusia yang punya
perasaan. Kau beku seperti batu. Kau sama saja seperti Ju-taihiap ketua Hek-yan-pang itu. Aku tak sudi
merengek kepada kalian lagi yang kupikir adalah orang-orang gagah!"
"Hm, aku telah membuatmu marah. Maaf. Ketahuilah bahwa hatiku sendiripun sedang pepat. Isteriku
juga baru saja tewas oleh Majikan Hutan Iblis ini. Kalau kau atau kakekmu telah pergi ke Hek-yan-pang dan
menemui ketua Hek-yan-pang di sana tentu kalian orang-orang yang sudah dikenal juga. Bolehkah aku tahu


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

siapa kakekmu ini? Bolehkah kutahu siapa kalian berdua?"
Gadis ini tersedu. Setelah dia melihat sikap Giam Liong yang agak lembut reda juga kemarahannya.
Tapi karena ia masih tersinggung dan tak mau banyak bicara maka ia menjawab ketus,
"Kakekku adalah Pek-lui-kong jago utara. Tapi kau barangkali belum pernah mendengar namanya
karena kepandaiannya memang tidak setinggi dirimu. Minggir, biarkan aku lewat, Naga Pembunuh. Dan
jangan harap aku minta pertolonganmu lagi!"
Giam Liong didorong dan terhuyung. Ia terkejut oleh pengakuan gadis ini dan teringatlah Giam Liong
oleh cerita ayah angkatnya. Ah, ini kiranya cucu kakek gagah itu. Su Giok! Dan menyesal bahwa baru
sekarang ia ingat, gadis ini terlanjur marah maka Giam Liong berkelebat dan tiba-tiba menahan lengan itu,
dari belakang.
"Maaf, kau kiranya, nona. Ayah angkatku telah bercerita dan aku sekarang ingat bahwa kau kiranya
putera paman Su Tong. Maaf, kembali sebentar dan dengarlah!"
Namun Su Giok membentak dan membalik. Ia mengayun kakinya dan menendang selangkanganKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
188 lawan. Ia terlanjur marah. Namun ketika Giam Liong mengelak dan menotok kaki itu maka gadis ini
menjerit dan roboh terjengkang, mayat kakeknya lagi-lagi terlepas. Akan tetapi Giam Liong menyambar dan
Budi Kesatria 15 Balada Si Roy Joe Karya Gola Gong Misteri Villa Berdarah 2
^