Pencarian

Teka Teki Ganda 3

Nancy Drew Teka Teki Ganda Bagian 3


menyediakan undangan-undangan.
"Lalu apa yang hendak kalian kenakan?" ia bertanya.
"Aku memakai bajuku hijau yang lama itu," kata Nancy.George menyebut pakaiannya yang terkena kuah slada,
sedangkan Bess hanya mengangkat bahu tak berdaya.
"Ah, kalian tidak boleh pergi ke Crystal Party seperti Cinderella
sebelum berangkat ke pesta dansa," kata pak Reese. Ia melangkah ke
ambang pintu, berkata kepada sekretaris:
"Panggilkan Rosalind."
Nancy tercengang mendengar bahwa Rosalind telah bekerja
kembali pada pak Reese setelah dipecat dan bekerja pada Millington.
Kini gadis detektif itu semakin merasa senang karena belum terlanjur
mengungkapkan apa yang diketahuinya kepada pak Reese!
Rosalind segera muncul. Ia membalas sapaan ketiga gadis itu
dengan mengangguk tanpa berbicara, lalu memandang ke perancang
pakaian tersebut.
"Ya, tuan Reese?"
"Engkau ingat nona Drew?" tanya Reese.
"Sudah tentu," Rosalind menggumam.
Nancy berusaha agar tidak terlalu menyolok menyelidiki
wajahnya, yang memperlihatkan guratan-guratan dan bayangan di
bawah matanya. Kulit wajahnya putih, memberikan kesan sakit-
sakitan.
Pak Reese menyuruh Rosalind untuk mengambil beberapa
gaun.
"Masing-masing sebuah untuk mereka," katanya.
Tanpa menanyakan ukuran, Rosalind memandangi mereka dari
kepala sampai ke kaki, kemudian bergegas keluar dari ruangan.
"Ia memang lihai," kata perancang itu."Kukira anda telah memecat dia," Nancy tak dapat menahan
diri untuk mengatakannya.
"Memang, tetapi ia kembali."
"Atas kehendak sendiri?" tanya Nancy.
"Aa, aku tak perlu merangkak memohon-mohon, kalau itu yang
kaumaksudkan."
Nancy tak menghiraukan kata-kata itu, karena Rosalind datang
kembali membawa berbagai sutera, tafeta dan beledu.
"Itu bagus-bagus," kata pak Reese kepada pembantunya. "Nah,
sekarang bantulah mereka memilih."
"Ini sungguh luar biasa!" seru Bess. Matanya memandangi
pakaian tafeta biru dengan rempel di bagian pinggang. "Boleh aku
mencobanya?"
Rosalind telah membawa ketiga gadis itu ke tempat kamar-
kamar ganti pakaian.
"Jangan tinggalkan tempat ini kalau belum selesai," katanya.
Sementara Nancy dan George memilih-milih, Bess sedang
mencoba mengancing ritsleting pada pinggangnya yang sempit.
"Aku yakin bahwa pakaian ini cocok sekali bagimu," kata Pak
Reese.
"Aku merasa dimanjakan ... sungguh dimanjakan," kata Bess
gembira, sementara Rosalind memaksa mengancing ritsleting.
"Masalahnya hanyalah ... aku tak dapat bernapas!"
"Dapat diatur," kata Rosalind sambil mengetuk-ngetukkan jari-
jarinya ke dagunya.
"Masih bisakah?" tanya Bess dengan serak. "Sekarang juga?"Dengan secepatnya wanita itu membuka ritsleting dan Bess
menghembuskan napasnya keras-keras.
"Bagaimana kalian berdua," serunya dengan girang kepada
kedua temannya. Ebukulawas.blogspot.com
"Bagus," kata Nancy dan George bersama-sama. Tetapi
sebenarnya mereka juga menghadapi kesulitan yang sama.
Semua pakaian itu terlalu sempit. Yang dipilih George lebih-
lebih. Rok sutera yang dipilihnya seperti mengikat kedua mata
kakinya, hingga terpaksa harus berjalan seperti seekor burung!
"Aku tak mungkin menangkap pencuri dengan pakaian begini!"
ia tertawa, menjenguk ke kamar ganti pakaian Nancy.
"Aku juga!" Nancy tertawa cekikikan. Ia memandangi gaunnya
yang indah berwarna kuning gading, dengan rempel-rempel rapat.
"Semuanya masih perlu diubah," Rosalind mengaku. Matanya
memandangi ketiga gadis berganti-ganti.
Satu demi satu ia merapihkannya, memasang jarum-jarum
pentul.
"Aduh!" teriak Bess, ketika sebatang jarum menusuk sampai ke
kulitnya.
"Hati-hati, Rosalind!" seru pak Reese dari kamar lain.
"Bagaimana pun juga ketiga gadis ini adalah detektif pribadiku!"
Mendengar kata-kata itu, Rosalind menumpahkan sebuah dos
berisi jarum-jarum di lantai. Ia memungutinya dan memasukkannya
kembali ke dalam dos dengan gugup. Setelah selesai dengan
pekerjaannya, ia menyatakan bahwa pakaian-pakaian itu akan
dikirimkan kepada ketiga gadis detektif sore berikutnya."Aku akan memberikan nama kalian kepada orang yang
mengatur tempat duduk, jadi kalian tak usah membeli karcis," kata
pak Reese. "Kukira kalian sudah tahu di mana pesta itu diadakan. Aku
akan menemui kalian di sana ... kalau kalian setuju."
"Bagus sekali," kata Nancy dengan girang. "Terimakasih atas
segala-galanya!"
"Sayang sekali bahwa kita tak dapat mengundang Dave, Burt
dan Ned," kata Bess, setelah mereka tiba di apartemen bibi Eloise.
"Nanti lain kali," kata Nancy.
"Hahh .... lain kali," Bess menggerutu.
*************
Keesokan paginya matahari bersinar pada lapisan salju yang
turun di waktu malamnya, Bess kembali penuh harapan.
"Aku akan benar-benar bersolek hari ini," Bess menyatakan,
tangannya membenahi ikal-ikal rambutnya.
"Mengingat bahwa sore nanti akan terasa panjang," kata Nancy,
"Kukira akan sangat menyenangkan ... bagi kita semua!"
Meskipun mereka berkeputusan untuk tinggal di rumah
sepanjang hari, waktu terasa terbang dengan cepat. Ketika bibi Eloise
pulang dari berbelanja, hari sudah jauh siang sedangkan pakaian-
pakaian yang diubah itu belum datang juga!
"Barangkali lebih baik kita telepon saja ke kantor pak Reese!"
Bess menyarankan.
Nancy memutar nomor telepon, tetapi suara yang menjawab
mengatakan bahwa pak Reese telah berangkat.
"Apakah Rosalind ada di sana?" tanya Nancy.
"Tunggu sebentar."Setelah beberapa saat suara itu kembali berbicara.
"Tidak ada, sayang sekali. Ia juga tak ada di tempat."
George menggerutu ketika Nancy meletakkan gagang telepon.
"Yaaah, kembali harus memakai bajuku yang kena kuah slada!"
Tetapi beberapa menit kemudian, bel pintu berbunyi menandakan
datangnya barang kiriman.
"Syukur!" kata Bess, ketika ia melihat plastik-plastik berisi
pakaian.
Mereka segera membukanya dan masuk ke kamar untuk
berganti pakaian. Tetapi ketika mereka menarik pegangan ritsleting
untuk membukanya, mereka segera melihat gigi-gigi ritsleting itu
terjahit.
Pakaian mereka terjahit rapat-rapat!16
Crystal Party
Ketiga gadis itu memandangi pakaian mereka dengan takut.
"Apa yang harus kita lakukan?" Bess berseru tertahan.
Nancy bertanya kepada bibinya apakah mempunyai sebuah
gunting.
"Atau tiga buah?" sambung George.
"Hanya ini," jawab bibi Eloise. Ia mengeluarkan gunting kecil
dari kotak jahitan dan gunting besar dari laci meja. "Tetapi aku
khawatir engkau akan menggunting bahannya pula kalau
menggunakan yang besar."
"Kami tak punya banyak waktu," kata Nancy. "Jadi aku harus
berani mengambil risiko."
Sementara kedua sepupu itu sibuk dengan menggunakan
gunting kecil, Nancy menyelipkan ujung gunting yang lebih besar di
jahitan yang menahan ritsleting paling atas. Ia memotong jahitan demi
jahitan sampai kepada yang paling bawah. Rasanya berkilo-kilometer
panjangnya. Baru setelah ketiga-tiganya selesai membuka jahitan
mereka mengambil kesempatan untuk berbicara.
"Siapa yang melakukan hal ini?" kata Bess sambil bergegas
untuk berganti pakaian. "Tentu bukan Rosalind. Aku yakin.""Siapa tahu," kata Nancy sambil berpikir. Ia teringat hubungan
Rosalind dengan Millington. Tetapi karena perubahan-perubahan
pakaian itu ternyata dilakukan dengan cermat, ia berpikir bahwa
mungkin sekali Bess memang benar.
"Ya, ada orang yang tak menginginkan kita mengunjungi
Crystal Party malam ini," kata George. Ia sedang menyisir rambutnya
secepat-cepatnya.
"Tetapi siapa pun orangnya, ia tak memperhitungkan ketiga
penjahit ahli kita." Bibi Eloise tertawa.
Mereka bertiga berjalan berderet di depan bibi, menimbulkan
desahan-desahan rasa puasnya.
"Nah, beginilah yang paling kuingini melihat kalian ... pergi ke
pesta yang meriah," katanya. "Bukan tugas berbahaya, kuharap."
Terdengar nada khawatir dalam suaranya.
" Selama kami tetap bersama, tak akan ada apa-apa," Nancy
menghibur.
"Eh," kata bibi Eloise. "Apakah itu berarti kalian memang
mengharap adanya kesulitan?"
"Aku tak mengharap apa-apa," kata gadis detektif itu sambil
mengedipkan mata. "Selamat tinggal."
Ketika mereka sampai di serambi tempat diadakan pesta,
mereka benar-benar kagum melihat hiasan-hiasannya. Gumpalan-
gumpalan salju yang halus dan indah serta bintang-bintang dari kristal
bergantungan dari langit-langit yang menaungi sederetan pohon-
pohonan bercabang bagaikan perak. Cermin-cermin pada meja makan
berkilauan terkena cahaya lilin yang menimbulkan kesan musim
dingin."Sungguh seperti Negeri ?Antah-berantah?," kata Nancy.
Sementara wanita-wanita berpakaian yang mempesonakan dan laki-
laki berpakaian resmi jas putih bercelana hitam bercampur aduk
dengan akrab.
"Itu dia pak Reese!" seru Bess. "Itu tentunya isterinya. Wahhh!"
Pak Reese segera melihat mereka dan maju mendekati,
memperkenalkan Sheila.
"Ia meninggalkan rumah kami di Florida, hanya untuk
mengunjungi pesta ini," kata pak Reese, menjelaskan mengapa
isterinya berkulit kecoklat-coklatan.
"Richard telah banyak menceritakan tentang kalian," kata
Sheila sambil tersenyum, giginya berkilauan seperti juga gaunnya
yang putih mengkilat.
Tetapi sebelum percakapan mereka dapat dilanjutkan, seorang
wanita lain memanggilnya, meninggalkan pak Reese menemani ketiga
gadis itu. Pak Reese membawa mereka menerobos kerumunan orang,
sebentar-sebentar berhenti untuk memperkenalkan mereka.
"Aku segera tahu ciptaan Reese begitu melihatnya," kata
seorang pria yang tampan berambut putih panjang. "Apakah engkau
tak mau mengatakan siapa ketiga puteri-puteri ini, Richard?"
Tetapi perancang pakaian itu berpura-pura tak mendengar lalu
menggabungkan diri dengan dua orang pria kurang dari satu meter di
dekatnya. Namun ketiga gadis itu tertinggal, lalu bercakap-cakap
dengan orang yang berambut putih tersebut.
"Aku Arnaud Hans," katanya.
Ha, itulah yang namanya muncul bersama pakaian ciptaan
Reese di katalog Chalmers! Pantas pak Reese tak mau menghiraukan!Ketika akhirnya ketiga gadis detektif itu menyebut nama
mereka, pak Hans rupanya lalu mengenalinya.
"Aku sudah pernah mendengar tentang engkau, Nancy, bahwa
engkau melakukan penyelidikan bagi Richard. Nah, aku ingin masuk
catatanmu, bahwa aku tak pernah mencuri apa-apa dari padanya. Ia
mencaci-maki aku di telepon pada hari itu, menyatakan bahwa aku
telah mengambil pola-pola pakaian musim seminya lalu menjualnya
kepada Chalmers. Itu tidak benar dan aku dapat membuktikannya.
Aku mempunyai kopi-kopi dari setiap sketsa yang bertanggal!" Nancy
berhati-hati untuk tidak terlalu banyak berkata-kata, tetapi ia harus
mengakui bahwa bukan tidak mungkin bagi orang-orang akan sampai
pada pikiran yang sama.
"Secara pribadi, aku juga tak menganggap bahwa Millington
pun mencuri sesuatu dari padanya," kata pak Hans selanjutnya.
"Orang lain juga menciptakan pola-pola yang mirip sebelum Reese
membuatnya, dan ia menjadi marah. Hanya itulah. Harga diri dan rasa
kebanggaannya tersinggung karena tahu bahwa ia tergelincir."
"Kukira ia bukannya terpeleset," kata Bess membela pak Reese.
"Aku sangat menyukai pakaian-pakaiannya."
"Memang, pakaian ini bagus. Tetapi kukira dari koleksi tahun
lalu," jawab pak Hans dengan sinis.
Percakapan terhenti mendadak ketika Nancy mengajak pergi
kedua temannya.
"Ke mana kita?" tanya Bess.
"Menemui Russel Kaiser," kata Nancy.
"Pak Kaiser ada di sini?" tanya kedua temannya terkejut."Bukan yang asli," bisik Nancy. "Teman Ted Henri, Peter
Grover. Nah, itu dia datang.
Ketika ia melihat ketiga gadis itu, ia menyapa mereka dengan
penuh semangat.
"Sungguh, pertemuan yang menyenangkan," katanya.
"Kami telah membaca tentang pencurian itu," kata George.
"Pencurian?" orang itu tergagap.
"Ya, di apartemen anda," kata Bess.
"Oo itu, pencurian itu." Ia tertawa gugup. "Janganlah kita
berbicara tentang hal yang menyedihkan," katanya. "Sebetulnya,
Nancy, aku hendak menelepon engkau mengenai orang yang telah
membeli medali paman di rumah lelang Speer."
"Anda mendapatkan petunjuk tentang dia?" tanya Nancy.
"Tidak," jawabnya. "Tetapi aku ingin tahu barangkali engkau
telah mengetahui sesuatu."
"Aku belum sempat berbicara dengannya sejak sore itu," kata
Nancy. "Tetapi kukira aku tahu di mana menemui dia."
" Begitu? Ha ... itu bagus. Engkau harus mengatakan segala-
galanya tentang dia padaku. Tetapi izinkanlah aku berbicara dulu
dengan Bob yang ada di sana itu. Aku sudah sejak sore ingin
menemuinya. Aku akan kembali beberapa menit lagi."
Dengan kata-kata itu Grover membalikkan tubuhnya dan segera
tertelan oleh kerumunan orang. Ketiga gadis itu merasa yakin, bahwa
ia telah menggunakan temannya sebagai alasan, dan ingin menghindar
dari mereka untuk selanjutnya.
Sesaat kemudian Nancy melihat Grover di belakang sebatang
pohon tiruan. Seseorang berpakaian hitam-putih bersama dia. Ia ingintahu siapa orang itu, Nancy menyelinap pergi dari teman-temannya,
tetapi dihentikan oleh Sheila.
"Ke mana engkau begitu tergesa-gesa?" tanya isteri perancang
pakaian itu.
"Mari, aku ingin engkau menemui beberapa temanku."
Nancy tak ingin berlaku kasar, karena itu ia mengikuti wanita
itu ke mejanya, di mana duduk suaminya beserta sepasang suami-
isteri. Bess dan George menyaksikan perubahan itu, dan atas kelegaan
Nancy mereka pergi mengikuti Grover. Namun beberapa menit
kemudian mereka lalu menggabungkan diri di meja mereka.
"Kami kehilangan jejaknya," George berbisik sambil duduk.


Nancy Drew Teka Teki Ganda di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jangan resah," balas Nancy berbisik. "Paling tidak engkau
telah berusaha."
Tepat pada saat itu kebetulan sikunya menyenggol sebuah gelas
hingga terguling.
"Aduh!" seru Nancy, dan segera menegakkan gelas itu kembali,
tetapi beberapa tetes air telah membasahi pangkuannya. "Izinkanlah
aku sebentar," katanya, lalu pergi ke kamar untuk berbedak.
Sementara itu pak Reese memandangi bercak basah pada pakaian
yang mahal itu dengan kecewa.
Setelah Nancy muncul kembali dari kamar rias, ia tidak
langsung kembali ke meja. Ia berkeliaran sebentar hingga akhirnya
melihat Peter Grover dan temannya lagi. Meskipun mereka
membelakangi, Nancy dapat melihat wajah mereka pada cermin-
cermin di dinding. Orang yang kedua adalah Ted Henri, atau mereka
kenal juga sebagai Chris Chavez! Mereka sedang melihat ke arloji
masing-masing, seolah-olah mengharapkan akan terjadi sesuatu.Nancy mendekat sedekat mungkin tanpa mereka lihat, dan
berusaha untuk mendengar percakapan mereka. Namun suara-suara di
ruangan itu seperti semakin keras saja, dan apa yang bisa
ditangkapnya hanyalah kata Gramecy Park dan angka ?ll.? Apakah itu
menunjukkan suatu alamat atau waktu?
Tak ada penjelasan selanjutnya yang terungkap karena kedua
orang itu diajak berdansa oleh dua orang wanita teman mereka. Nancy
bergegas kembali ke meja pak Reese, tetapi tak seorang pun yang ada.
Ia memandangi tiap pasangan dansa, tetapi tak melihat juga teman-
temannya.
"Ke mana mereka?" Nancy menggumam. Ia ingin memberitahu
Bess dan George tentang apa yang diketahuinya.
Tetapi mereka seperti lenyap saja, sedangkan kurang dari
duapuluh menit lagi sudah akan jam sebelas. Mungkin itulah waktu
bagi Nancy dapat memecahkan teka-teki. Dengan seketika ia
membuat keputusan. Ia bergegas ke tempat titipan untuk mengambil
baju luarnya, lalu meninggalkan pesan kepada kedua sepupu. Setelah
itu ia berlari ke jalan dan memanggil taksi.
Salju yang jatuh sebelumnya telah lumer seluruhnya, hanya
meninggalkan tanah yang basah. Nancy menyukainya dan segera tiba
di Grammercy Park. Ia meminta sopir untuk menurunkannya di depan
gedung, beberapa pintu jauhnya dari gedung nomor 11, lalu menuju ke
sebuah tenda terpal di seberangnya.
Dari sana, dengan cahaya bulan yang samar-samar serta lampu
jalanan, ia memusatkan pandangannya ke gedung nomor 11. Ia
melihat sesosok bayangan di jendela lantai dua. Bayangan itu bergeraklenyap dari pandangan, lalu muncul tak lama kemudian di pintu
bawah.
Ternyata Rosalind, penata pakaian pak Reese!17
Muslihat Bertangan Empat
Angin dingin merasuki baju luar Nancy sementara ia
mengawasi wanita yang ada di pintu. Rupa-rupanya wanita itu sedang
menunggu seseorang. Kemudian, seperti memberikan jawaban, atas
keingintahuan Nancy, sebuah taksi berhenti di depan gedung no. 11,
dan pak Belini, pemilik gudang bahan pakaian itu turun.
Pada saat yang sama Nancy melihat sebuah truk yang diparkir
agak jauh di jalan. Lampunya berkedip-kedip dan kendaraan itu
perlahan-lahan menuju ke gedung tersebut. Tetapi kesuraman lampu
jalan menghalangi dia, untuk melihat wajah sopir serta orang yang
duduk di sampingnya.
Seperti mendapat firasat, Nancy meninggikan leher bajunya dan
berlari ke sudut di dekatnya, mengitar ke bagian belakang truk selagi
Belini bergerak keluar masuk dari pintu. Jantungnya berdetak
ketakutan, dan ia menyelinap bersembunyi di kegelapan bayangan
gedung di sebelahnya.
Rosalind rupanya sudah menghilang, tetapi Belini bergegas ke
pintu belakang kendaraan tersebut. Ia membukanya dan nampaklah
sebuah rak dengan sejumlah pakaian yang terbungkus plastik. Kalau
saja Nancy dapat melihatnya dari dekat!Belini menjenguk dalam-dalam ke dalam truk, meraba-raba
pakaian-pakaian seperti sedang menghitung. Ia menggeleng, dan
sekali lagi berlari masuk ke gedung, membiarkan pintu setengah
terbuka.
Dengan seketika itu pula Nancy berlari maju, menyambar
sehelai pakaian yang dibungkus plastik dan menariknya ke tempat
yang terang. Seperti yang diduga, pakaian yang ada di dalam plastik
itu adalah pakaian yang dicuri pada malam pameran mencari dana!
Namun, sebelum ia dapat meneliti lebih lanjut, pintu terbuka
lagi dan ia mendengar suara Belini.
Ia melompat masuk ke dalam truk. Syukurlah bahwa mesin
kendaraan itu masih hidup, menenggelamkan suara yang dibuatnya.
Belini melangkah ke truk, lalu berhenti dan bercakap-cakap
dengan sopir. Hal ini memberi Nancy cukup waktu untuk
bersembunyi di balik rak. Ia bersyukur, ada suatu dinding pemisah
pada antara bagian depan dan belakang dari truk kecil tersebut, karena
itu tak seorang pun dapat melihat dia bila pakaian-pakaian itu tak
diambil.
Tetapi ia hanya mendapat ruang bernapas yang sempit dan
pakaian-pakaian di sekelilingnya menimbulkan rasa panas yang tak
enak, hampir-hampir mencekik leher.
"Wah, ini mungkin sesuatu buah pikiran yang tak begitu baik,"
Nancy menggumam. Ia sadar telah terperangkap!
Tetapi tak ada waktu lagi untuk merubah pikirannya, karena
roda-roda kendaraan itu mulai berputar!
Pada saat itu, Bess dan George bertemu dua orang muda yang
memperkenalkan diri sebagai Woody Haskins dan Frank Vanderveer.Keduanya nampak berumur duapuluhan, dan mengatakan kepada
kedua gadis itu bahwa orangtua mereka pengusaha dalam bidang
pakaian. Mereka selamanya tinggal di New York.
"Dari mana kalian ini?" tanya Woody.
"River Heights," jawab Bess. "Tempat tinggal Nancy Drew
yang terkenal itu."
"O, ya. Ia seorang detektif amatir." Kata Woody. Kemudian ia
memutar tubuh Bess ke lantai dansa.
"Betul. Demikian pula aku," kata Bess kepadanya.
"Engkau juga membongkar misteri-misteri?" kata Frank kepada
George. Ia orang yang jangkung dan agak pendiam seperti temannya,
Burt Edleton, yang membuat gadis itu segera merasa tenang.
"O, kami semua," katanya cerah, sementara musik semakin
menjadi cepat.
Irama semakin cepat, dan pasangan-pasangan dansa saling
menjauh untuk beristirahat. Pasangan-pasangan kedua gadis itu
membawa mereka ke buffet untuk mengambil minuman. Setelah
mereka kembali ke meja mereka, tiba-tiba Bess dan George sadar
bahwa Nancy belum juga kembali.
Mereka merasa kurang enak, ingin tahu apa yang terjadi
terhadap Nancy. Bess menyentuh George, lalu berbisik:
"Kita telah bersenang-senang hingga melupakan teman baik
kita! Ke mana perginya Nancy menurut dugaanmu?"
"Tak tahu," bisik Gorge kembali. "Tetapi kukira lebih baik kita
mencari dia."
Kedua gadis itu minta diri dan pergi, tetapi kedua pasangan
mereka tak mau begitu saja melepaskan mereka. Musik telah mulailagi dan Frank serta Woody berlari mengejar Bess dan George,
meminta berdansa lagi.
"Tetapi kami tak dapat," Bess bersikeras ketika Woody
menepuk tangannya, lalu menariknya ke lantai dansa.
"Mengapa? Engkau sudah mau tidur pada jam sebelas?" Orang
muda itu tertawa, menyebabkan wajah Bess sedikit mengkerut
menyeringai.
"Belum, tetapi kami benar-benar harus pulang," kata Bess
menjelaskan dan memberi isyarat kepada George yang memandangi
pasangannya dengan kecewa.
Ketika keempat orang itu berdiri berkumpul lagi, Woody
kembali berkata:
"Engkau kemari untuk bersenang-senang, bukan?" Untuk apa
engkau mau pulang sore-sore?"
"Kami belum mau pulang," kata George. "Kami hendak
menyelidik."
"Malam ini?" tanya Frank dan Woody bersama-sama.
"Kami akan menyertai kalian," kata Frank menawarkan diri.
"Ah, jangan," seru Bess. "Sungguh baik hati kalian hendak
membantu, tetapi ..."
"Kalau begitu jadilah," sambung Frank. "Nah, katakan, apa
yang kalian cari?"
"Teman kami, Nancy," kata George.
"Sebutkan ciri-cirinya," Frank melanjutkan. "Kemudian kita
akan memencar dan mencari. Setelah itu kita bertemu kembali di meja
kalian."Bess dan George senang mendapat bantuan, tetapi ketika
mereka kembali bertemu dengan pasangan mereka limabelas menit
kemudian, tak seorang pun yang melihat Nancy.
"Barangkali ia telah meninggalkan pesta ini," kata Woody.
"Mari kita lihat, apakah baju luarnya masih ada di tempat
titipan," jawab George.
Setelah menanyai wanita yang bertugas di sana, Bess dan
George diberi pesan dari Nancy.
"Kita harus segera ke sana," kata Frank. "Panggil taksi,
Woody!"
Di dalam taksi Bess berbisik kepada George.
"Aku gembira mendapat bantuan sepasang pemuda yang kuat-
kuat!"
"Semoga saja kita menemui Nancy," kata George.
Pada saat mereka turun dari taksi di Gremercy Park,
kebanyakan lampu-lampu di gedung-gedung telah dipadamkan, dan
gedung nomor 11 seperti tak ada penghuninya.
"Barangkali Nancy menyerah pada apa yang dicarinya lalu
pulang," kata Woody.
"Nancy? Menyerah?" Tak pernah!" kata Bess. Bess dan George
cepat-cepat mendahului menuju ke pagar besi yang memagari taman
itu, merasa seperti mendengar seseorang yang sedang menangis.
Tetapi setelah mereka semakin dekat, ternyata hanya lolongan seekor
anak anjing.
"Ke mana saja perginya Nancy?" Bess meratap.Ia dan George berkeliaran dekat dengan pagar, mengintai-intai
ke kegelapan. Mereka setengah mengira-ngira, apakah Nancy telah
diculik dan dibawa ke tempat yang terpencil di kota itu.
Ketika mereka kembali ke para pengawal mereka yang tetap
berdiri di dekat pintu masuk gedung nomor 11, mereka melihat
sesuatu yang mengkilat di atas jalan.
Ternyata anting-anting Nancy!
"Penyok," kata George yang mengamatinya.
"Mungkin terlindas mobil," kata Frank.
"Mungkin mobil yang menculik dia!" seru Bess ketakutan.
Ketika ia berbicara, jendela di atas mereka terbuka, dan seorang
wanita menyapa mereka berempat. Bess dan George mendongak
untuk mengetahui siapa orang itu, tetapi orang itu segera mundur
ketika angin dingin meniup masuk.
"Kaukira gadis yang kalian cari ada di sini," seru orang itu dari
dalam.
"Engkau, Rosalindkah?" kata George, ia seperti mengenali
suara itu.
Tetapi tak ada jawaban, hanya batuk-batuk tertahan.
"Kita ke atas saja?" tanya Bess.
"Tak ada yang perlu ditakutkan," kata Woody.
"Ya, kami toh bersama kalian," sambung temannya.
Meskipun demikian, kedua gadis itu meragukan apakah
undangan itu tidak merupakan muslihat yang mengancam. Kalau
Nancy ditawan di dalam, mereka berdua mungkin saja akan masuk
perangkap yang dipasang dengan teliti!"Ayo," Woody mendesak, berjalan mendahului masuk ke dalam
lorong yang suram. "Kita harus menemukan Nancy!"
Bess, George dan Frank mengikuti. Suara langkah-langkah
mereka di tangga bergema di seluruh gedung kosong itu. Kedua gadis
itu gemetar ketika tangan Woody mengetuk pintu. Dengan tegang
mereka menunggu wanita itu membukakannya!18
Komplotan Pengawal
Hampir seketika daun pintu terbuka, tetapi tak seorang pun
yang segera nampak di kamar yang dilengkapi secara sederhana itu.
Bess dan George melangkah masuk lalu memanggil:
"Nancy!"
"Barangkali kita ada di kamar yang sa ...." kata George, tetapi
pada saat itu pula beberapa tangan menangkap dia dan Bess dari
belakang, lalu mendorong ke arah dinding di seberang. Mata mereka
ditutup pula oleh tangan-tangan tak nampak, hingga mereka tak dapat
melihat penyerang mereka.
"Tolong!" mereka berteriak, ketika mereka didorong masuk ke
tempat pakaian. Sesaat kemudian suara kunci terdengar diputar di
pintu.
"Keluarkan kami!" teriak Bess.
"Mereka tentu menyerang Frank dan Woody juga," kata
George. Ia menempelkan telinganya pada pintu kamar pakaian. "Aku
tak mendengar apa-apa."
Bess mendengarkan juga, tetapi kamar itu rupanya kosong.
Apakah para penyerang itu juga mengalahkan kedua pengawal merekalalu membawanya pergi, meninggalkan kedua gadis itu di dalam
kamar pakaian yang pengap?
"Aku seperti hendak pingsan!" Bess menggumam sambil
bersandar pada George.
"Jangan pingsan sekarang!" seru sepupunya. Ia sendiri sedang
bersiap-siap untuk melemparkan dirinya pada pintu. Tetapi tindakan
itu dihentikannya, ketika ia mendengar suara langkah kaki di luar.
Apakah musuh itu kembali lagi?
Mereka diam, merasakan dingin merinding menyerang
punggung mereka. George cepat-cepat mengintip dari lubang kunci.
Lubang itu hanya memberikan pandangan atas sebagian dari kamar,
tetapi cukup untuk melihat dan mengenali siapa-siapa yang ada di
dalamnya.
Woody dan Frank! George menahan napas.
Apakah mungkin ia dan Bess telah dijebak oleh kedua pemuda
tersebut? Apakah mereka telah menggunakan daya tarik mereka untuk
menawan Bess dan dia?
"Apa yang kaulihat?" bisik Bess.
"Sst" kata sepupunya, ia mendekapkan telinganya di bawah
tombol dan mendengarkan percakapan di luar.
"Kita tahan mereka di sini, sampai kita juga terlepas dari yang
ketiga itu," George mendengar kata Woody.
"Di mana dia?" tanya Frank.
"Di dalam truk," jawab Woody. "Rupa-rupanya Nancy melihat
truk kecil itu diparkir di depan lalu memasukinya. Mereka memergoki
dia bersembunyi di balik pakaian-pakaian."Bess menepuk pundak George, minta diberitahu. Tetapi George
menggeleng. Ia tak ingin kehilangan apa yang dikatakan mereka.
"Rozzie ingin menemui kita di dermaga, sejam lagi kira-kira,"
kata Frank lagi. Tetapi kata-kata selanjutnya tak terdengar jelas lagi,
ketika ia membuka bungkus cerutu lalu meremas-remasnya.
George yakin, bahwa "yang ketiga" itu tentu Nancy, dan Rozzie
adalah Rosalind, penata pakaian di Reese Associates. Apakah ia
kembali kepada pak Reese hanya untuk melanjutkan rencana
jahatnya? Ya, itulah rupa-rupanya perkara itu!
"Reese tak pernah mau memecat Paula Jenner," kata Frank,
mulutnya mengepulkan asap cerutu. "Kedua wanita itu benar-benar
sehidup semati."
Tenang sebentar, sementara Woody melangkah menuju ke


Nancy Drew Teka Teki Ganda di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kamar pakaian. Ia mengepulkan asap yang tajam itu bergulung-gulung
di lubang kunci.
"Kalian masih hidup di sana?" serunya mengejek. "Maaf, kami
harus berbuat begini."
Kedua saudara sepupu itu tak menjawab, dan George
meyakinkan Bess bahwa yang berbicara itu adalah pengawal Bess,
Woody. Gadis pirang itu merasa seperti hendak menangis, tetapi
George memegangi lengannya erat-erat dan memberi isyarat agar
mendengarkan.
Namun kedua orang itu hanya memperdengarkan kata-kata
dermaga terakhir di West Side.
"Kalau dipikir-pikir lagi," terdengar suara Frank lagi.
"Sebaiknya ke sana sekarang ini. Kedua tawanan ini tak akan ke
mana-mana.""Mereka pergi!" bisik George.
Ia menunggu sejenak hingga merasa pasti bahwa kedua orang
itu telah keluar dari gedung. Kemudian ia menekankan berat tubuhnya
pada daun pintu, membenturkan dirinya berulang kali, berharap dapat
melepaskan kunci. Tetapi kunci itu bertahan, dan rasa sakit pada
pundak memaksa George menghentikan usahanya.
"Sekarang aku," kata Bess.
Dengan yakin ia melompat maju, membentur pintu dengan
keras. Pintu juga tidak terbuka, tetapi sedikit menjadi lemah.
"Aku tahu, kelebihan berat beberapa kilo ini akan ada gunanya
pada saatnya," kata Bess, tubuhnya membentur lagi.
Kali ini batang kunci patah.
"Luar biasa!" George memuji saudaranya, dan mereka berlari
turun tangga, keluar di udara yang lembab.
Mereka berlari ke sudut dari mana mereka dapat melihat mobil-
mobil berlalu, dan segera memanggil sebuah taksi.
"Ke mana?" tanya sopir.
"Dermaga terakhir di West Side," kata George.
"Ke mana?" sopir itu tergagap. "Ini sudah terlalu malam untuk
berenang, bukan?"
Keduanya tak ada selera untuk berbicara, tetapi mendengarkan
si sopir melanjutkan kata-katanva.
"Tak ada perahu lagi yang keluar," katanya. "Kalian seharusnya
pulang ke rumah."
"Kalau saja bisa," Bess menggumam. Angin dingin menusuk
dari jendela mobil."Bersyukurlah kita dapat keluar dari ruang pakaian," bisik
George.
"Lalu masuk ke penggorengan panas?" kata sepupunya.
Sopir membawa kendaraan itu mengitar taman melintasi kota.
Ia mengendarainya dengan kecepatan sedang, hingga ada kesempatan
bagi para penumpangnya untuk mengatur siasat.
"Apa yang harus kita lakukan kalau salah seorang dari kita
tertangkap?" tanya Bess.
"Maksudmu oleh Frank atau Woody?"
"Atau oleh orang lain lagi," jawab Bess.
"Kalau begitu yang lain harus melompat masuk ke taksi ini lagi
dan ngebut ke kantor polisi."
"Barangkali lebih baik sekarang saja," kata Bess.
"Aku sudah mempertimbangkannya," kata George. "Tetapi aku
sebenarnya ragu-ragu apakah polisi dapat kita yakinkan untuk
mengikuti kita. Mungkin mereka akan mengira kita hanya remaja
binal."
"Bagaimana mungkin?" kata Bess, melirik ke baju tafeta yang
mengintip dari jasnya. "Kukira kita nampak cukup cerdas dan
berpengalaman."
"Yah, mungkin begitu. Tetapi New York bukannya River
Heights di mana semua orang termasuk Kepala Polisi McGinnis
mengenal kita."
Kata-kata George hanya menambah rasa khawatir sepupunya,
sementara taksi itu membelok menuju ke arah sungai Hudson.
"Gelap sekali di sana!" seru Bess.
"Jadi aku harus menurunkan kalian di sana?" tanya sopir." Kalau engkau tak berkeberatan," kata George, "Kalau tidak
berkeberatan ingin anda mau menunggu."
"Berapa lama?" tanya sopir.
"Itu tergantung," sambung Bess.
"Tergantung apa?"
"Apa yang kami temukan, tentu saja."
"Hmmm. Kukira ada baiknya kalau kalian mau mengatakan
dulu apa yang kalian cari."
"Kami mencari seorang teman," George mengungkapkan. "Dia
diculik, dan kami kira dia dibawa kemari."
Sopir itu melirik kepadanya sejenak dengan tajam.
"Dan kalian akan main tembak dan membebaskan dia, ya?
Kalau apa yang kalian katakan itu benar, mengapa tidak menelepon
polisi saja?"
"Aku khawatir, mereka tak mau mempercayai kami," kata
George.
"Betul. Demikian juga aku."
George dan Bess tak menanggapi, dan sekali lagi sopir
mengalihkan pandangannya dari jalan di depannya untuk memandangi
mereka.
"Dari mana kalian ini?" ia bertanya.
"River Heights."
"Baru datang?"
"Tidak. Kami baru saja mengunjungi Crystal Party, dan di
sanalah teman kami itu lenyap," kata Bess.
Sopir itu menggumam sebentar, sementara mobil itu mendekati
gedung pada dermaga yang terakhir. Suasananya gelap suram danmengerikan. Sebuah bongkahan es terapung berayun-ayun memukul-
mukul dermaga, dan kecuali cahaya remang-remang berkabut dari
bulan, seluruh daerah itu tenggelam dalam kegelapan yang kelam.
"Kukira aku tak dapat meninggalkan kalian di sini," kata sopir
itu akhirnya. "Tetapi biayanya menjadi tinggi dengan meteran tetap
berjalan."
"Tak mengapa. Terimakasih," kata George. Suara mesin dari
tengah sungai menyuruh Bess membuka jendela mobil lebar-lebar.
"Siapa yang ada di sungai malam-malam begini?" ia bertanya.
Taksi bergerak maju perlahan-lahan.
"Mungkin mereka sedang mengangkut pakaian-pakaian entah
ke mana," kata George dengan penuh gairah. Ia meminta sopir untuk
mematikan lampu besarnya.
"Yaaah, sekarang kita harus main polisi menangkap maling
dalam gelap," ia menggerutu. Tetapi ia menuruti permintaan itu.
Untuk sesaat semuanya mendengarkan, sementara suara deru
perahu itu berkurang menjadi dengungan lembut.
"Sudah jauh," kata Bess akhirnya. "Kita tak tahu untuk apa lagi
kemari. Barangkali lebih baik kita pulang saja."
"Itu akal yang sehat," sopir itu menyetujui. Matanya melirik ke
angka-angka pada argometer. "Aku juga tahu cara mencari uang yang
lebih baik!"
Ia menginjak pedal gas sedikit dan menyalakan lampu besarnya.
Ketika ia membelokkan kendaraannya menjauhi gedung, dan mereka
itu melihat sebuah truk kecil diparkir di dekat pagar kawat di pinggir
dermaga. Sebuah mobil berwarna biru parkir di belakangnya."Eh, tolong berhenti sedikit jauh lagi," George minta kepada
sopir.
"Di dekat truk itu?" tanya sopir.
"Sebelumnya."
Sopir menghentikan mobilnya, George segera turun. Bess
diminta tetap tinggal, sementara George lari menuju ke truk.
"Aku ingin tahu, apakah ini yang disebut-sebut Woody dan
Frank," ia berkata pada diri sendiri. "Di dalam mana Nancy
kepergok."
Dengan hati-hati George menarik tombol pintu belakang dan
membukanya. Sesuatu menggumpal di tenggorokannya ketika ia
memandang ke dalam. Dalam cahaya lampu taksi ia melihat sepotong
kain wol hitam terhampar di lantai truk. Itulah baju luar Nancy!
Ia memberi isyarat kepada Bess. Kemudian menunjuk ke
gedung di dermaga. Pintu masuknya bertuliskan: TUTUP. Tetapi
secerah cahaya nampak di celah bawah pintu.
Bess bergegas ke saudara sepupunya.
"Kita harus memanggil polisi," ia mendesak.
"Tetapi kita tak punya waktu lagi!" bantah George.
Tumit Bess melesak di kerikil dan rasa merinding merayap di
panggungnya.
"Kalau kita masuk," katanya, "mereka akan menangkap kita
semua!"19
Penyelamatan yang Menyala-nyala
Tetapi George tak memperhatikan peringatan Bess. Sebaliknya,
dengan gerakan yang pasti, ia mengangkat gerendel pintu tanpa
bersuara, lalu membukanya sedikit.
George mengintip ke dalam, kemudian mundur dengan
tergagap.
"Ya ampuuun!"
"Ada apa?" bisik Bess.
"Rak-rak penuh pakaian. Sini, lihat sendiri!"
Bess menekankan wajahnya pada celah pintu, lalu berkata
sambil menahan napas:
"Aku yakin, komplotan penjahat itu telah menggunakan gedung
tua ini menjadi gudang. Atau tempat menyembunyikan barang-barang
sebelum diangkut dibagi-bagikan."
"Nampaknya begitu," George mengiakan.
"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Bess.
"Kita harus masuk! Mungkin Nancy dibelenggu di sana!"
"Tetapi engkau tahu, komplotan itu juga ada di dalam sana!
Orang-orang yang membawa truk, dan aku berani bertaruh, Frank danWoody tentu kemari dengan mobil biru itu! Lagipula, Rosalind
mungkin juga ada di sana."
"Dengar. Kita harus berani mengambil risiko. Gedung ini besar.
Kalau kita cukup hati-hati, mereka tak akan tahu bahwa kita ada di
sini." Dengan diam-diam George merayap melalui pintu, tak memberi
kesempatan bagi Bess untuk membantah.
Bersama-sama mereka bersembunyi di balik rak yang terdekat
dan mendengarkan. Keadaan serba sunyi. Setelah kira-kira semenit,
George memberi isyarat agar sepupunya mengikuti.
Mereka berjingkat-jingkat di antara rak-rak yang berisi
kebanyakan barang-barang impor. Dengan sungguh-sungguh mereka
mencari-cari Nancy atau musuh-musuh mereka. Tetapi apa yang
mereka temukan hanyalah pakaian-pakaian!
Tiba-tiba George berhenti.
"He!" ia berbisik, tangannya menuding sebuah gaun yang
tergantung pada gantungan tanpa di bungkus plastik. "Bukankah itu
yang dipakai Nancy tadi?"
Bess mengangguk-angguk ketika melihat bercak bedak pada
leher baju tersebut.
"Memang"
Ia terpotong oleh suara langkah kaki dari tempat yang agak
jauh.
"Ke sana!" bisik George, menunjuk ke tumpukan kardus di
sepanjang dinding.
Mereka merayap maju, hati-hati agar sol sepatunya jangan
sampai bersuara. Darah berdenyut keras dalam urat nadi mereka
ketika mereka mendengar suara Frank."He, Woody! Aku mendengar suara. Ada orang yang masuk
kemari!"
Suara langkah kaki lain mendekat, kemudian Woody
menjawab:
"Engkau melihat seseorang?"
"Tidak. Tetapi aku mendengar suara berkerisik."
"Oke. Engkau dari satu sisi dan aku sisi lain. Kita periksa."
Bess dan George sampai di tumpukan kardus-kardus lalu
berjongkok. Masing-masing menutupi diri dengan sebuah kardus
besar.
"Kuharap saja mereka tak memindah-mindahkan kardus ini,"
pikir George dengan takut. Bess hampir saja sesak terengah-engah
ketika salah seorang lewat di dekatnya. Tetapi langkah-langkah itu
makin menjauh.
"Tentu seekor tikus," mereka mendengar Woody menggerutu.
"Ayo, kita selesaikan inventaris dan menghitung barang-barang yang
baru datang. Kalau sudah selesai kita pulang."
Kedua penjahat itu melangkah ke bagian lain dari gudang itu,
dan kedua saudara sepupu dengan perlahan-lahan keluar dari tempat
persembunyian mereka.
"Sekarang kita harus berbuat apa?" tanya Bess. "Kita tidak
dapat tinggal di sini. Orang-orang itu dapat kembali setiap saat."
George melihat sebuah pintu tepat di depan mereka.
"Barangkali Nancy ada di dalam sana." Ia menyelidiki lorong
sempit di antara dinding dan setumpuk hiasan pakaian. Cukup ruang
untuk melangkah tanpa menyentuh sesuatu, tetapi Bess mengenakanCrinolin di bawah rok tafetanya. Setiap sentuhan tentu akan
menyebabkan suara!
"Bess, lepaskan krinolinmu," George memberi saran. "Kalau
tidak rokmu akan mengenai apa saja, dan mereka tentu akan
mendengar."
Melihat pada deretan-deretan kardus, cermin-cermin dan
gulungan-gulungan kertas tanpa sambungan yang biasa digunakan
sebagai latar belakang studio seperti di Zanzibar, Bess sadar bahwa ia
tak punya pilihan lain. Semuanya itu merupakan medan penuh
rintangan yang tak mungkin ia lalui.
Secepat-cepatnya ia membuka kancing onderroknya, kemudian
dibiarkannya jatuh di lantai. Dengan hati-hati ia berjingkat-jingkat di
belakang George. George meraih tombol pintu dan memutarnya
perlahan-lahan.
Hatinya lega, pintu itu terbuka. Mereka berada dalam sebuah
kamar sempit tanpa jendela, hanya diterangi oleh sebuah lampu di
langit-langit. Di lantai banyak sekali kardus-kardus dan beberapa rak
kosong. Di samping sebuah kardus yang besar tergeletak Nancy,
mengenakan pakaian katun polos! Tangan dan kakinya terikat, dan
mulutnya disumpal!
"Nancy!" seru Bess, lalu menjatuhkan diri berlutut dan
berusaha melepaskan Nancy.
George mencari gunting untuk memotong ikatan Nancy, tetapi
tiba-tiba ia mendengar suara langkah kaki lagi. Kedengarannya seperti
langkah-langkah wanita yang mendekat!
Ia memberi isyarat kepada Bess agar diam, kemudian
merapatkan tubuhnya pada dinding, menunggu pintu terbuka.Langkah-langkah itu berhenti di depan pintu, seolah-olah orang
itu ragu-ragu untuk segera masuk. Kemudian pintu terbuka, dan
Rosalind melangkah masuk!
Seketika itu juga kedua sepupu itu menangkap dia, dan George
menutupkan tangannya di mulut Rosalind sebelum ia sempat
berteriak. Sambil lalu kakinya menendang pintu hingga tertutup.
"Le-le-paskan a-a-ku!" Rosalind berhasil melolong melalui jari-
jari George.
"Nanti!" jawab George, sementara Bess merobek bahan pakaian
dari dalam kardus dan menyumpalkannya pada mulutnya. George
melepaskan ikat pinggangnya yang dari kain, lalu digunakannya untuk
mengikat kedua tangan Rosalind. Kemudian wanita itu dipaksanya
berbaring di lantai.
Bess duduk menindih kaki Rosalind, memberi waktu pada
George untuk melepaskan ikatan Nancy. George membuka simpul
yang tebal di belakang kepala Nancy, sampai sakunya sobek untuk
membuka sumpal Nancy.


Nancy Drew Teka Teki Ganda di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Terimakasih," kata Nancy parau. "Bagaimana kedua orang
yang melemparkan aku kemari?"
"Aku tak tahu," jawab George. "Apa yang kutahu hanyalah
bahwa bekas kencan kami ada di sini, Woody Haskins dan Frank
Vanderveer."
"Bekas kencanmu?" tanya Nancy bingung.
"Nampaknya mereka begitu ramah," George menggerendeng.
"Woody begitu tampan, ada yang sedikit putih pada rambutnya,
meskipun umurnya masih duapuluhan .... ""Apakah selanjutnya rambut itu hitam semua dan wajahnya
kecil?" tanya Nancy tergelitik.
"Ya, mengapa"
"Ia tentu orang yang kulihat mengintip-ngintip di sekeliling
kamar pakaian sesudah peragaan busana!" seru Nancy. "Rupanya ia
kembali untuk sesuatu setelah pakaian-pakaian itu dicuri. Barangkali
ia kehilangan sesuatu. Bagaimana engkau dapat bertemu orang-orang
ini?"
"Kukira nanti saja kujelaskan; sekarang kita harus keluar dari
sini secepat-cepatnya," Bess menyarankan.
Rosalind sementara itu mencoba menendang-nendangkan
kakinya dari tindihan Bess, tetapi tak berhasil.
"Sudahlah!" kata Bess kepadanya, yang dijawab dengan suara
menggeram.
Pada saat itu Nancy telah bebas dan berdiri goyah, masih
merasakan sakit pada bekas-bekas ikatan.
"Engkau dapat berjalan?" tanya Bess khawatir.
"Kukira bisa," jawab Nancy.
**********
Ted Henri dan Peter Grover meninggalkan Crystal Party tak
lama setelah Nancy pergi. Atas petunjuk Belini yang kurang hati-hati,
mereka segera berkendaraan ke Grammercy Park. Namun pada waktu
mereka tiba, truk kecil dengan Nancy di dalamnya telah berangkat dan
mereka melihat Belini bersama orang lain masuk ke mobil. Baik Ted
maupun temannya tak mengenali orang yang lain itu.
"Mari kita lihat apa yang hendak mereka lakukan," kata Ted,
lalu menjalankan mobilnya.Orang-orang di depan mereka rupanya tak sadar kalau diikuti.
Mereka pergi melalui jalan-jalan yang gelap, menuju ke sebuah
rumahmakan yang buka semalam suntuk di West Side. Ketika mereka
berhenti di tempat parkir, Ted menghentikan mobilnya sebentar,
kemudian masuk ke tempar parkir di belakang mobil yang
dibayanginya.
"Biarlah mereka duduk dulu sebelum kita juga masuk," katanya
kepada temannya.
"Belini tentu akan mengenali kita," Pete memperingatkan.
"Yah, kuharap saja ia tak melihat kita."
Mereka duduk di dalam mobil, mengawasi kedua orang duduk
di kursi bersandaran tinggi di dekat jendela.
"Oke?" kata Ted. "Mari kita masuk."
Ia dan Pete bergegas masuk dan mendapatkan bilik yang
kosong di belakang Belini. Mereka segera memasang telinga untuk
mendengarkan percakapan antara Belini dan komplotannya.
"Dengar, Iannone, sebaiknya engkau jangan keluar dari
Millington," kata Belini. "Kami membutuhkan engkau di sana."
"Ini bukan buah pikiranku, percayalah. Ini akal Rosalind," kata
Iannone. "Begitu Nancy Drew masuk, Rozzie menjadi panik."
"Aah, omong kosong!" Belini menggerutu. "Rozzie hanya
terlalu khawatir kalau-kalau ditangkap. Sekarang ia kembali bekerja
pada Reese sedangkan engkau nganggur!"
"Ah, itu hanya sementara waktu. Kita telah membuat satu dua
kesepakatan dengan Millington. Sekali aku dapat tempat pada suatu
perusahaan, kita juga akan dapat menimbulkan minat di sana."
Iannone berhenti sejenak, menghela napas panjang. "Sementara iniaku dapat membantu engkau mengirimkan barang-barang import.
Sekarang ada di dermaga ?kan?"
Belini mengangguk, kemudian menjatuhkan tinjunya di atas
meja. "Aku masih saja tak mengerti, mengapa engkau sampai
memberikan pekerjaan kepada anak yang suka mencampuri urusan
orang lain itu."
"Aku terjebak. Hanya itu. Aku berusaha agar ia jangan mau
bekerja pada Millington, tetapi ia mengajukan alasan yang tepat.
Segalanya berhubungan dengan mengumpulkan informasi, agar pada
akhirnya dapat menunjuk hidung yang bersalah dan membebaskan
perusahaan dari serangan-serangan Reese yang tidak benar. Apa yang
dapat kukatakan?" Aku harus mengambil sikap patuh, dan
terpercaya."
Belini mendengus.
" Bagaimana pun," Iannone melanjutkan, "Kukira dengan
bantuan Rosalind kita dapat mengendalikan Nancy Drew. Tetapi
Rozzie salah langkah. Ia menggelapkan seluruh gedung di lantai kita
dan mengurung Nancy begitu Nancy kuterima sebagai pegawai. Ia
bermaksud menakut-nakutinya."
"Tolol!" Belini menggumam.
" Memang ... sebab itu menyebabkan aku dicurigai. Kukatakan
hal itu kepada Rosalind, dan ia menyarankan agar kami berdua keluar
untuk selama-lamanya dari Millington. Setelah semuanya mereda, aku
bisa mencoba masuk kembali, tetapi kukira bukan akal yang baik."
"Memang bukan," Belini membenarkan. "Nah, habiskan kopi
kita dan pergi dari sini. Hari sudah malam."Dengan segera Ted dan Pete meninggalkan rumahmakan.
Mereka mengarahkan mobil mereka sedemikian hingga menghadap ke
jalan.
Mesin dimatikan lalu menunggu kedua orang tersebut.
"Nancy memang ulet, ya?" kata Ted.
"Aku benci untuk mengakuinya," jawab Pete. "Tetapi sejak
semula aku sudah ragu-ragu, apakah akal-akalan pada lelangan itu
akan dapat menjauhkan dia dari perkara ini."
"Adikku yang berkata begitu. Hanya sayang sekali, bahwa
penjahat-penjahat itu menemui Jackie pada malam peragaan itu. Kalau
tidak, aku tak perlu memperkenalkan diriku sebagai Chris Chavez."
"Apa sih yang terjadi sebenarnya?" tanya Pete.
"Ah, ada dari mereka yang mengatakan kepada Jackie bahwa
aku telah mereka culik, dan aku baru akan dilepaskan kalau dia tak
ikut dalam peragaan busana. Mereka tahu bahwa aku sedang mencari
berita tentang mereka, dan mereka berharap bahwa Jackie akan
memperagakan model-model yang hendak mereka curi.
"Tentu saja Jackie tidak akan tolol. Ia ngotot ingin melihat aku
lebih dulu sebelum ia mau menyetujui rencana mereka. Karena itu
mereka menyuruh Jackie ke suatu gedung, dan tahu-tahu ia ditutup
matanya, dan dimasukkan ke dalam ruangbawah rumah orang."
"Untunglah ia dapat keluar tanpa cedera,?? kata Pete.
"Untung, tetapi setelah aku muncul di peragaan busana dan
melihat Nancy mengganti Jackie. Tentu saja mula-mula aku tak tahu
siapa dia. Aku bahkan mengira bahwa ia ditaruh di sana oleh penjahat-
penjahat itu. Karena itulah ia kuminta berdansa. Aku ingin mengambil
hatinya, agar kemudian dapat mengawasinya."Pete tertawa.
"Tidak mudah menghadapi Nancy."
"Betul. Ketika aku tahu siapa dia sebenarnya, aku sadar harus
berbuat lebih jauh lagi. Orang yang suka mencampuri urusan orang
lain tentu tak akan menolong penyelidikanku."
"Karena itulah engkau mengalihkan dia ke jejak palsu."
"Begitulah," Ted mengakhiri kata-katanya.
************
Di dermaga, ketiga gadis detektif itu berhasil menguasai
Rosalind, tetapi mereka segera mendengar suara-suara musuh mereka
di luar kamar sempit itu. Meskipun orang-orang itu tidak tahu apa
yang terjadi di kamar tersebut, tetapi menghalangi jalan mereka untuk
melarikan diri!"
"Kuharap saja Rozzie datang kemari, membantu menghitung
barang-barang ini," Frank menggumam. "Tanpa bantuan, kita harus
berada di sini semalaman!"
"Yang terakhir kulihat dia, ia sedang hendak memeriksa
keadaan Nancy. Mengapa engkau tak ke sana untuk mengetahui apa
yang menahan dia begitu lama?"
Frank mendekati pintu, tetapi mendadak berhenti terpaku ketika
bunyi sirene mobil polisi terdengar di luar.
"Polisi!" ia berteriak. "Lekas keluar dari sini! Roz! Engkau di
dalam?" ia berteriak ke arah kamar. Ketika tak terdengar jawaban, ia
berlari ke pintu dan menguncinya. Kemudian ia berlari mengikuti
temannya.
Suasana hening sejenak sampai Bess berkata:"Aku tak mendengar sirene lagi, dan polisi tidak mau kemari.
Apakah kaukira mereka hanya lewat saja?"
George mengangkat bahu.
"Bisa jadi. Itu ada telepon di dinding. Mengapa tak menelepon
ke kantor polisi saja?"
Nancy segera mengambil gagang telepon, tetapi saluran
ternyata putus. Sambil menekan rasa panik, ia menyadari bahwa
mereka terkurung di dalam gudang yang telah tak digunakan lagi.
Mungkin sekali berhari-hari mereka baru akan ditemukan!
"Bagaimana dengan ini?" tanya Bess, tangannya mengulurkan
gunting.
Nancy berusaha membuka kunci dengan gunting itu, tetapi tak
berhasil.
"Kita dobrak saja pintu ini," ia mengusulkan. Ia memaksa
dirinya agar tetap tenang.
Nancy dan kedua sepupu itu melemparkan tubuh mereka ke
pintu, tetapi retak pun tidak. Akhirnya mereka berhenti, mengelus-elus
bilur-bilur dan mengambil napas.
"Apa yang harus kita lakukan," Bess meratap.
"Kukira kita harus menunggu sampai ada orang yang
menemukan kita," kata Nancy. "Aku" Ia berhenti mendadak,
mencium-cium udara. Asap merembes masuk dari celah bawah pintu!
"Rumah ini terbakar!" teriak Nancy.20
Putaran Terakhir
Rosalind mengeluarkan suara-suara melalui sumpal mulutnya,
berusaha menunjukkan suatu tempat di dinding, di mana ada beberapa
baju terusan tergantung di gantungan. Nancy mengambil baju-baju itu,
dan tergantung di baliknya terdapat sebuah anak kunci.
Dengan tangan gemetar ia memasukkannya ke lubang kunci. Ia
lega, kunci itu cocok!
Seketika itu pula mereka mendirikan Rosalind, melepaskan
sumpalan, dan menyeret dia keluar dari pintu. Lidah-lidah api
menjilat-jilat di rak-rak pakaian, menjalar dengan cepat dan
mengancam jalan keluar mereka.
Namun demikian, mereka maju cepat dengan berani. Mereka
menutup mulut dan menundukkan kepala. Tetapi Rosalind
membiarkan panas api itu menggigit wajahnya dan asap memasuki
mulutnya ketika mereka berlari ke pintu keluar.
Pada saat itu api telah menjalar sampai ke pintu dan mereka tak
dapat keluar tanpa cedera. Nancy mencari jalan keluar lain, tetapi
rupa-rupanya tak ada lagi!
Apakah mereka akan menjadi umpan api?Ketika pikiran yang mengerikan itu mulai merasuki mereka,
tiba-tiba semburan air masuk dari pintu. Sekali lagi, Sekali lagi!
Mereka segera mundur menghindari, sebab semburan air itu
dapat melemparkan mereka masuk ke api yang sedang mengamuk.
"Engkau tak apa-apa?" tanya Nancy kepada Rosalind. Mata
Rosalind penuh air mata.
Ia hanya dapat menggagap, menelan asap yang ada di mulutnya,
terbatuk, lalu mengangguk.
Seseorang menendang pintu dan memanggil mereka agar
keluar.
Mata Nancy terasa pedih, tetapi ia melihat dengan jelas Ted
Henri berdiri di dekat mobil pemadam kebakaran. Ia dan Pete sedang
berbicara dengan anggauta-anggauta polisi yang sedang memborgol
Woody, Frank, Belini dan seorang lagi yang membelakangi Nancy.
Ketika ia maju di depannya, ia tergagap.
"Pak Iannone!" serunya.
"Dialah orangnya yang menjadi perantara di perusahaan
Millington," wartawan itu menjelaskan, sementara ada orang yang
menyelimutkan baju luar kepada Nancy.
Nancy memandangi Ted dengan mata dipicingkan.
"Dan engkau sendiri siapa, Ted Henri alias Chris Chavez?"
"Eh, jadi engkau sudah tahu?
"Sudah tentu! Kuakui, aku tak segera mengetahui muslihat itu,
tetapi ketika aku bertemu Chris Chavez yang sebenarnya, dan Bess
serta George mendengar percakapanmu dengan Jacqueline, aku lalu
menjadi tahu, untuk tidak menyebutkan percakapanmu dengan
Belini.""Termasuk juga tentang Galen Kaiser?"
"Benar. Teman-temanku telah menyelidiki berkas-berkas foto
dokumen di kantor polisi. Mereka mencari foto orang tersebut, tetapi
malah menemukan foto temanmu Pete Grover yang berdiri di sana
itu!"
"Pete Grover?" Ted menatap Nancy dengan nanar, kemudian
teman-temannya.
"Aku memang mirip dengan dia, ya?" orang itu bertanya sambil
tersenyum menyeringai.
"Engkau menyangkal bahwa engkau adalah Pete Grover, orang
yang dicari polisi karena pemalsuan cek di California?"
"Bukan. Itu kemenakanku. Aku Alan Grover, bekerja dalam
bidang industri pakaian. Karena itulah Ted meminta bantuanku dalam
perkara ini. Ia membutuhkan orang dalam."
"Eh, maaf," Nancy meminta maaf.
"Tak apa," Grover tersenyum. "Orang yang secantik engkau
dapat merubah aku menjadi penjahat pada saatnya."
"Bagaimana engkau tahu tentang Galen Kaiser?" tanya Nancy
dengan segera sambil menyembunyikan rasa malunya.
"Ah, aku membaca berita kematiannya. Kemudian, ketika
Russel Kaiser menawar medali milik pamannya, aku juga ikut
menawar untuk menarik perhatianmu. Kukira ia memang benar-benar
menginginkan medali itu, dan aku tak mau mengambil risiko terlalu
besar dalam persaingan itu."
Nancy tertawa.
"Itulah yang kuduga, sampai aku hampir harus membayar
beberapa ratus dolar."George dan Bess yang sedang menjelaskan kepada polisi
tentang penangkapan Rosalind, sekarang menggabungkan diri dengan
mereka.
"Sungguh tidak sopan menyuruh kami mengejar angin," kata
George kepada Ted.
Ted menarik napas dalam-dalam.
"Aku tahu. Aku minta maaf, sungguh, aku minta maaf," ia
menjawab, kakinya mengais-ngais di tanah. "Kalau bukan karena
engkau, Nancy, aku tak akan mengarang cerita ini."
Nancy menggigit bibirnya menahan senyuman.
"Kenyataannya ialah," Ted melanjutkan, "aku mendengar
tentang kunjunganmu ke perusahaan Millington."
"Apakah memang benar bahwa Rosalind bekerja di sana setelah
ia keluar dari Reese Associates, kemudian keluar lagi dari Millington
bersama-sama dengan pak Iannone?"
"Benar. Ia sangat takut bahwa engkau terlalu cepat
mengetahuinya. Yang jelas, ia tak menghendaki engkau mengaduk-
aduk Millington, dengan perhitungan bahwa engkau akan
mengungkap kerjasama dia dengan Iannone."
"Aku tahu bahwa mereka menggunakan gudang di dermaga ini
sebagai tempat penadahan pakaian-pakaian ... kebanyakan barang-


Nancy Drew Teka Teki Ganda di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

barang impor selundupan yang kemudian akan dijual kepada toko-
toko pakaian seperti Millington. Karena berupa selundupan, maka tak
perlu membayar bea masuk." Nancy tertawa. "Karena itu dapat diberi
harga lebih murah dari buatan Amerika sendiri."
"Engkau benar-benar membuat aku kagum, Nancy," kata Ted
dengan kagum. "Ada lagi yang perlu kuketahui!""Aku mendengar sebuah perahu di luar. Aku mendapat firasat
bahwa kedua penjahat yang mengikat aku di dalam gudang tentu
menaikinya."
"Kami melihat perahu itu," sambung Bess. "Ia menuju ke
tengah sungai."
Nancy menyarankan dia dan George agar melaporkan apa yang
mereka ketahui kepada polisi. Ted mengangguk menyetujui.
"Sebenarnya aku keberatan untuk mengakui," kata Ted,
"Bahwa segala pujian adalah untukmu, Nancy."
"Aaah, aku belum mengungkapkan semuanya," kata Nancy
sambil melangkah ke tempat para tawanan. Mereka sedang hendak
dibawa pergi dengan dua mobil patroli.
Pada saat itu ia melihat seseorang muncul dari taksi di
kegelapan, beberapa meter daripadanya.
"Argometer masih berjalan," kata orang itu. "Dan tak seorang
pun mau mengucapkan terimakasih kepadaku."
"Untuk apa?" tanya Nancy.
"Memanggil polisi," jawabnya. "Teman-temanmu tinggal di
dalam gudang itu agak terlalu lama. Aku takut untuk menyusul masuk.
Karena itu aku lalu memancarkan melalui radioku, dan rupanya ada
yang meneruskannya kepada polisi. Tepat sekali pada waktunya,
sebab penjahat-penjahat itu sudah mulai menyalakan api."
"Nah, kami semua mengucapkan terimakasih," kata Nancy
sambil tersenyum lebar kepada sopir itu. Ia lalu kembali ke tempat
Rosalind, yang bersama-sama duduk di bangku belakang mobil polisi.
"Aku hanya ingin mengajukan satu pertanyaan," kata Nancy. "Kalau
engkau sudah mendapat banyak untung menjual barang-barang murah,untuk apa engkau mencuri pola-pola pakaian dari pak Reese beserta
gaun-gaunku? Menurut dugaanku, engkau hanya mau meruntuhkan
perusahaannya."
"Memang," kata Rosalind sinis. "Ia terlalu jahat terhadap
adikku, Paula Jenner. Ia telah bertahun-tahun bekerja padanya ...
kemudian tiba-tiba ia memecatnya begitu saja. Ia sangat
membutuhkan gaji dari kerjanya, tetapi Reese mengabaikannya tanpa
alasan sama sekali."
"Tetapi engkau tahu, bahwa orang itu sifatnya sangat mudah
berubah-ubah," kata Nancy membela Reese.
"Meskipun begitu aku harus membalas dendam. Ia telah
membuat kehidupan banyak orang menjadi buruk, termasuk aku."
Nancy teringat, bagaimana wanita itu terang-terangan menangis
ketika pak Reese berteriak-teriak memakinya pada malam peragaan
busana.
"Apakah engkau telah menjual beberapa pola darinya kepada
Chalmers?" ia bertanya.
"Ya. Arnaud Hans mau menggunakannya. Tetapi ia
merubahnya. Antara kedua orang itu sangat bersaingan. Hans senang
sekali mencuri pola-polanya dan merubahnya."
Setelah wanita itu mengungkapkan cerita tersebut, Nancy
merasa kasihan kepadanya dan kepada Arnaud Hans. Sebab meskipun
ia berbakat, akan kehilangan penghargaan yang telah didapatnya
selama bertahun-tahun, hanya karena iri dan rakus.
Mobil-mobil patroli mulai berjalan, dan Ted berpaling kepada
Nancy. "Apakah engkau dan teman-temannya perlu kuantarkan
pulang?"Bess dan George menerimanya dengan senang hati, sedangkan
Nancy hanya tertawa.
"Apakah engkau memikirkan suatu cara lagi untuk
menyingkirkan kami?"
" Jangan bilang bahwa engkau tak mempercayai aku,"
Wartawan itu tersenyum. "Sebab, bagaimana aku harus berbagi cerita
dengan engkau di suratkabar kalau engkau menghilang? Aku benar-
benar menghargai apa yang menjadi hakmu, Nancy."
Sebelum mereka berangkat, Bess dan George menawarkan diri
untuk membayar sopir taksi beberapa kali lipat dari yang disebutkan
di argometer, tetapi sopir itu menolak.
"Perjalanan ini atas tanggunganku," katanya. "Aku sudah
gembira bahwa kalian semua selamat.
"Ini kartu namaku," sambungnya. "Kalau-kalau pada suatu
ketika kalian memerlukan taksi."
George tertawa.
"Kami berjanji, tidak akan seperti ini lagi!" katanya sambil
berlari ke mobil Ted.
Di tengah perjalanan pulang ke rumah bibi Eloise, Bess
menyebut nama Jacqueline. Hal itu segera membuka mulut Ted untuk
menjelaskan peristiwa-peristiwa pada malam ia bertemu Nancy yang
pertama kali. Ketika Nancy mendengar, bahwa Ted mencurigai dia
sebagai orang yang dipasang oleh para penjahat, Nancy tertawa.
"Ini sungguh merupakan perploncoan bagiku!" katanya.
"Untuk masuk ke mana?" tanya Al Grover yang duduk di
sampingnya.
" Untuk masuk benak seorang wartawan New York!"Bibi Eloise telah tidur ketika mereka tiba, dan mereka
menunggu sampai esok paginya untuk menceritakan segala
petualangan mereka di West Side.
"Hiih, sungguh mengerikan!" seru bibi ketika ia mendengar
segala sesuatunya. "Ayahmu tak akan mau memaafkan aku, Nancy!"
"Barangkali lebih baik aku menelepon dia," kata Nancy sambil
tertawa. "Aku tak ingin ia membacanya dari suratkabar!"
Sebelum ia sempat memutar nomor telepon, kapten polisi
menelepon, memberitahu kepadanya bahwa orang-orang yang ada di
dalam perahu telah tertangkap pula.
"Hal ini mengakhiri perkara ini, Nancy," ia menyimpulkan.
"Engkau telah melakukan karya yang hebat. Ayahmu tentu akan
bangga terhadapmu."
Nancy tertawa.
"Aku baru saja hendak menelepon dia. Ia belum tahu apa yang
terjadi."
Pak Drew tercengang mendengar cerita anaknya. Setelah Nancy
selesai bercerita, pak Drew berkata:
"Engkau tentu akan tertarik, bahwa nama Kaiser dimuat di
artikel suratkabar hari ini."
"Russel Kaiser?" Nancy bertanya dengan heran.
"Ya. Kalau tak salah ada di kolom yang disindikatkan, jadi
engkau dapat menemukannya di surat-suratkabar New York. Aku
harus cepat-cepat pergi untuk memenuhi janji. Kita teruskan lain kali
saja omongan kita."
"Terimakasih, ayah!"Setelah ayahnya meletakkan gagang teleponnya, Nancy minta
suratkabar pagi pada bibinya. Ia menelusuri kolom-kolomnya
kemudian menemukan judul yang berbunyi: KAISER
MENDAPATKAN BAGIAN SINGA!
Semangatnya tergugah. Nancy membacanya keras-keras.
" Sebuah medali luar biasa diperoleh Russel Kaiser pada suatu
lelangan di Speers Limited. Medali itu berasal dari milik paman
Russel, Galen Kaiser, dan memuat lambang keluarganya. Kepala
singa.
Medali tersebut rupanya tak bernilai banyak, tetapi Russel
Kaiser yang sedang berkelana ke luar negeri ketika harta milik itu
diserahkan ke rumah lelang, teringat akan suatu cerita yang
didengarnya dari pamannya.
" Galen Kaiser telah membeli sebuah batu opal hitam yang
sangat tinggi nilainya sewaktu berkeliling dunia. Kemudian ia
diberitahu bahwa batu opal sering mendatangkan nasib buruk bagi
pemiliknya, kecuali bagi mereka yang dilahirkan bulan Oktober,
karena batu permata tersebut adalah batu keuntungan bagi yang
terlahir pada bulan tersebut. Setelah mengalami beberapa kesibukan,
Galen Kaiser menyembunyikan batu itu dan tak pernah melihatnya
lagi. Ketika ia meninggal tanpa meninggalkan surat wasiat, tak
seorang pun anggauta keluarganya menemukan batu opal tersebut."
"Karena disembunyikan di dalam medali itu!" sela bibi dengan
riang.
"Betul," kata Nancy. Baru ketika Russel Kaiser melihat medali
itu sewaktu dipajang sebelum dilelang, ia melihat pada bagianbelakangnya ada semacam tutup, lalu sadar bahwa batu opal tersebut
mungkin di simpan di dalamnya."
"Tidak heran ia begitu ngotot menawarnya!" kata George.
"Kalau dipikir, bahwa Nancy hampir memenangkannya," kata
Bess, sedikit kesal.
"Aku sama sekali tak kecewa," Nancy tersenyum. "Kita tidak
boleh mendapatkan nasib sial menghadapi misteri ini!"
Ketika kemudian pak Reese mendengar cerita mereka, ia tak
dapat berbuat lebih daripada membenarkannya.
"Kalian semua pantas mendapatkan medali kehormatan," ia
menyatakan. "Dan perayaan khusus!"
"Meskipun pakaian-pakaian anda rusak, semua malam ini?"
jawab Nancy. "Anda tahu, Rosalind menggantikan pakaian tua dari
katun padaku, sehingga ia dapat mengambil pakaian yang anda
pakaikan padaku. Tetapi itu juga sudah hancur."
"Ah," kata perancang pakaian itu. "Apa artinya sedikit sutera
dan tafeta jika dibanding dengan keselamatanmu dan teman-
temanmu? Aku banyak berhutang budi kepada kalian, dan kuharap
saja kalian tak akan menemui lagi kejadian-kejadian yang berbahaya!"
Tentu saja ia tak menyadari, bahwa tak lama lagi Nancy akan
menghadapi perkara lain.
"Sebaliknya, kata Nancy sambil tertawa cekikikan. "Tujuan
terakhir bagiku adalah seorang model detektif!"
TAMAT
Tamu Aneh Bingkisan Unik 1 Istana Emas Karya Maria A. Sardjono Gadis Dari Alam Kubur 1
^