Pencarian

Sindikat Tukang Sulap 1

Nancy Drew Sindikat Tukang Sulap Bagian 1


1 Perjalanan Mendadak
"Pak, Bibi Eloise menghendaki agar aku segera ke New York.
Aku diminta memecahkan sebuah misteri!." Demikianlah seru Nancy
Drew, seorang gadis berumur delapanbelas tahun.
Carson Drew, seorang pengacara terkenal di River Heights,
dengan penuh sayang memandangi anaknya yang cantik itu kembali
ke meja makan. "Misteri yang bagaimana?"
Nancy lalu dengan lambaian memperlihatkan sebuah surat
tercatat yang baru diterimanya. "Dengar, aku akan membacakannya,"
katanya.
Nancy tersayang,
Seorang temanku yang baik, nyonya Annabella Richards telah
ditipu orang. Ia dulu pernah mengajar di sekolahku, tetapi beberapa
tahun yang lalu telah kawin dengan seorang hartawan kaya. Belum
lama ini suaminya meninggal, hingga Annabella menjadi seorang
janda kaya. Aku takkan memberikan perincian yang lebih lanjut
sekarang ini, tetapi aku sungguh-sungguh berharap engkau segera
datang membantu dia. Bawa teman-temanmu Bess dan George, jika
memang kau menghendakinya.
Sampaikan salamku kepada kakak.bibimu sayang,
Eloise.
"Nah, yah! Bagaimana pendapatmu?," tanya Nancy.
"Kukira engkau ingin pergi," ayahnya tertawa. "Aku tak ada
alasan memintamu untuk tidak pergi. Misteri itu kelihatannya sangat
menarik. Aku bahkan ingin mendengarnya lebih lanjut."
Nancy lalu beranjak dari kursi. Ia mencium ayahnya lalu pergi
menelepon. Mula-mula George Fayne, seorang gadis berambut hitam,
yang bangga menyandang nama laki-laki. Setelah itu ia menelepon
sepupu George, yaitu Bess Marvin, yang badannya sedikit gemuk,
berambut pirang, cantik dengan lesung pipit di pipinya. Kedua gadis
remaja itu sangat senang membantu Nancy memecahkan berbagai
perkara. Bersama-sama mereka memang telah berhasil memecahkan
sejumlah perkara.
Bess dan George sangat tertarik untuk menyertai Nancy pergi
ke New York. Orangtua mereka, setelah dibujuk-bujuk mau memberi
bekal untuk perjalanan. Mereka bersepakat berangkat hari berikutnya.
Pada waktu Nancy sedang mengemasi tasnya, Ny. Hannah,
pembantu rumah tangga keluarga Drew yang sangat setia, masuk ke
dalam kamarnya. Pembantu rumahtangga itu tinggal pada keluarga
Drew sejak kematian Ny. Drew, yaitu pada waktu Nancy baru
berumur tiga tahun. Sejak itu ia seperti ibunya sendiri bagi Nancy. Di
antara mereka berdua terjalin kasih sayang, dan bersama-sama
menanggung rahasia serta jiwa petualangan.
"Nancy," kata Hannah memberi nasihat, "Menilai
petualanganmu yang sudah-sudah, engkau sepertinya lebih senang
terlibat peristiwa-peristiwa yang rumit. Kuminta agar engkau selaluhati-hati. Ketahuilah Nancy engkau adalah anggota keluarga yang
menjadi tumpuan, maka jangan mengabaikannya."
Nancy menyambut dengan berdecak kekanak-kanakan.
"Aku gembira mengetahui bahwa aku dibutuhkan dalam
keluarga. Tetapi kau pun tahu, bila aku sedang berusaha memecahkan
suatu perkara kadang-kadang sangat sulit untuk menghindarkan diri
dari suatu ancaman bahaya."
"Itu aku tahu," Hannah mengiakan, "Ayahmu dan aku selalu
mendoakan agar engkau selalu berhasil dengan selamat."
***********
Siang hari berikutnya, pak Drew sendiri mengantarkan ketiga
dara itu ke airport. Mereka naik pesawat yang akan membawa mereka
langsung ke La Guardia di New York.
Pada waktu turun, Bibi Nancy sendiri datang menjemput
dengan disertai temannya di terminal.
"Nancy, sungguh gembira bertemu engkau," sambut bibi Drew
yang jangkung menarik itu. "Ha! Bess dan George! Kalian belum
berkenalan dengan Ny. Annabella Richards."
Setelah peluk-memeluk dan cium-mencium disertai ucapan-
ucapan selamat, kelompok itu lalu berjalan ke luar, menunggu mobil
Ny. Richards yang dikemudikan oleh sopir.
Sepuluh menit telah berlalu, tetapi mobil itu tidak kunjung
datang. Nyonya itu menjadi gelisah dan mengernyitkan dahinya.
"Aku heran mengapa ia belum juga datang."
"Sambil menunggu, dapatkah anda menceritakan misteri apa
itu? " Nancy bertanya.Ny. Richards mengangguk. Tetapi belum sempat ia memulai
cerita, seorang yang tak dikenal mendatangi mereka.
"Apakah betul anda nyonya Richards? "
"Betul! "
"Sopir nyonya, Roscoe, meminta saya memberitahukan bahwa
mobil nyonya mogok."
"Mogok? " seru nyonya itu. "Dia dengan mobil itu yang
mengantarkan saya belum lama tadi. Mobil itu tak ada kelainan.
Malah baru saja di servis."
"Itu saya tidak tahu, nyonya," kata orang itu. "Roscoe bilang,
agar nyonya menggunakan taksi."
Orang itu berlalu setelah berkata demikian.
Nyonya Richards mengernyit.
"Aku tak mengerti," katanya. "Ya sudah, mari kita pergi saja."
Ia memanggil taksi limousine. Kelima wanita itu naik.
"Kukira Eloise telah mengungkap sedikit tentang keadaanku,"
kata nyonya Richards setelah taksi itu berangkat.
Nancy mendadak mendapat suatu firasat. Lebih baik nyonya
Richards tidak menceritakan masalahnya di dalam taksi sehingga
dapat didengar sopir.
"Janganlah mengungkap rahasia itu sekarang," bisik Nancy
sambil merubuhkan tubuhnya dekat nyonya itu. Ia mengangguk lalu
membelokkan percakapan.
Percakapan mereka berubah menjadi omong-omong biasa,
sampai mereka tiba di apartemen bibi Eloise yang menarik. Nyonya
Richards memulai lagi dengan ceritanya."Suamiku sangat baik hati dan suka beramal. Ia mendermakan
uangnya kepada berbagai organisasi, besar maupun kecil. Bahkan ia
beramal pula kepada perorangan. Sejak ia meninggal, aku melanjutkan
tugas-tugas itu, tetapi lalu menjadi terlalu berat bagiku. Aku lalu
membayar kepada sekretarisku. Ia berjanji untuk mengurus segalanya
sehingga aku dapat berlibur. Pada waktu itulah seorang agen
perjalanan datang menghubungi aku, menawarkan suatu perjalanan
keliling dunia yang menguntungkan."
"Bagaikan dalam dongeng saja," kata Bess melamun.
"Memang," kata nyonya Richards. "Agen itu memperlihatkan
buku-buku yang sangat memikat sehingga aku termakan. Beberapa
hari kemudian ia datang membawa tiket pesawat dan kamar hotel.
Aku membayarnya 3.000 dolar. Sungguh menyesal aku tidak meneliti
lebih dulu."
"Mengapa? " tanya George. "Apa ada yang tidak beres?"
"Begitulah. Ketika aku ke airport, perusahaan penerbangan
yang mempunyai perwakilan di sana, tidak melakukan penerbangan
seperti yang disebutkan dalam tiket."
"Jahat sekali! " seru Bess. "Jadi nyonya bayar sejumlah itu
kepada seorang penipu?"
"Ya, begitulah," jawab nyonya Richards sedih. Ia lalu berpaling
kepada Nancy. "Tolong bantulah aku menemukan penjahat itu. Aku
telah meminta bantuan polisi tetapi tidak berhasil. Barangkali engkau
dan teman-temanmu dapat membantuku. Bibimu mengatakan bahwa
engkau adalah seorang detektif muda yang hebat."
Gadis-gadis itu tersenyum dan serta merta menerima tawaran
itu."Siapa nama agen perjalanan itu, dan bagaimana alamatnya?"
"Ia sebutkan nama Henry Clark. Alamatnya Canalee Road No.
14, Queens. Polisi telah melakukan penyelidikan, ternyata kedua-
duanya palsu."
"Bagaimana ciri-ciri orang itu? "
"O, orang itu jangkung, tampan, berjanggut hitam. Kata-katanya
memikat dan orangnya ramah! "
"Nyonya membayar tunai atau dengan cek? "
"Tunai. Katanya perusahaan itu tidak mau dibayar dengan cek."
"Mungkin." George menyela. "Ia telah melarikan diri ke luar
kota membawa kabur uang nyonya."
"Itu pun dugaan polisi. Mereka sendiri menyangsikan apakah
dapat menangkap si penjahat. Barangkali kalian anak-anak muda
dapat membongkar kejahatan itu."
"Kami akan berusaha sebaik-baiknya," Nancy berjanji. "Sayang
sekali kami hanya mendapat bahan-bahan untuk penyelidikan sangat
sedikit."
"Itu aku mengerti," nyonya Richards menambahkan. "Nah,
sekarang sebaiknya aku pulang dulu."
Nyonya Richards kemudian berpaling kepada bibi Drew.
"Eloise, bolehkah aku pinjam teleponmu, menanyakan apakah
Roscoe telah selesai membetulkan mobil? "
"Tentu saja, silakan! "
Nyonya Richards memutar nomor telepon rumahnya, dan
berbicara dengan pembantu rumahnya, Trudis. Tiba-tiba ketiga gadis
itu melihat perubahan pada wajah nyonya itu."Oh, gawat! " seru nyonya Richards. "Aku akan segera datang.
Kuharap saja Roscoe tidak mengalami apa-apa!"
Ia meletakkan gagang telepon kembali.
"Trudis mengatakan, ada orang yang menelepon rumah. Orang
itu mengatakan bahwa aku tidak akan melihat mobilku lagi. Sebelum
Trudis sempat bertanya perihal Roscoe, orang itu telah menutup
teleponnya. Ya Tuhan, mudah-mudahan saja sopirku tidak celaka."
"Moga-moga saja," bibi Eloise menghiburnya, "Aku akan
panggilkan taksi untukmu. Ceritakanlah apa yang terjadi, mungkin
kami dapat membantu."
Setelah nyonya Richards dengan wajah sedih berlalu, bibi
Eloise mengajak ketiga dara itu makan. Mereka lalu ikut ke dapur dan
membantu menyiapkan makanan.
Sementara mereka makan, bibi itu berkata : "Ketegangan tadi
membuatku hampir lupa, bahwa aku telah membeli empat tiket
pertunjukan sulap malam nanti. Pertunjukan itu disajikan oleh sebuah
grup tukang sulap yang sangat trampil, dan menyebut dirinya grup
"The Hoaxters"
"Kedengarannya sangat menarik!," kata Bess.
Bibi Eloise mengangguk.
"Annabella telah melihatnya. Katanya sangat memikat.
Kebetulan nanti ada acara khusus, tetapi ia tidak mau mengatakan."
Ketiga gadis-gadis itu menjadi tertarik untuk menonton.
Ternyata memang luar biasa. Seorang tukang sulap berambut hitam,
pada kertas acara disebut dengan nama Ronaldo Jensen, memulai
pertunjukan sulap yang sangat mengagumkan. Ia minta kepada parapenonton menyebutkan nama kartu, dan ia selalu berhasil mencabut
kartu itu dari tumpukannya.
"Bagaimana ia dapat melakukan itu? " tanya Bess.
"Aku sendiri ingin mengetahuinya juga," jawab Nancy.
Selanjutnya seorang wanita muda dibawa naik ke pentas.
Didudukkan pada sebuah kursi yang mengkilat berbalut kain merah
yang mewah. Kedua matanya ditutup dengan kain. Seorang lain
memegang kain hitam sebentar di depan wanita tersebut. Setelah kain
itu disingkirkan, kedua kaki wanita itu sudah lenyap.
Penonton menahan napas dibuatnya. Wanita itu lalu
mengangkat kedua belah tangannya ke atas. Tukang sulap itu lagi-lagi
memegang kain hitam di depan kedua tangan itu. Bila kain hitam
disingkirkan, kedua tangan itu pun lenyap.
"He, mengerikan!," seru Bess. "Kasihan orang itu!"
"Jangan kau tolol," George tertawa kecil. "Engkau tahu, itu
hanya akal-akalan!."
"Tetapi seperti nampak sungguh-sungguh," sepupunya
menangkis.
Sekarang tukang sulap itu menutupkan kain hitamnya di depan
tubuh wanita. Ketika kain hitam disingkirkan, kursi itu telah kosong.
"Aaaiih! " seru Bess.
Nancy pun terpukau. Ia sudah sering melihat pertunjukan sulap,
dan mengetahui bagaimana beberapa ketrampilan itu dilakukan, tetapi
ia tidak dapat mengerti bagaimana ketrampilan membuat "hilang"
seseorang itu dilakukan.Setelah tukang itu "mengembalikan" tubuh wanita yang hilang,
maka acara demi acara yang dipertontonkan membuat Bess menghela
napas hingga terdengar nyata.
"Kau sudah lega, Bess? " George menggodanya.
"Jauh lebih baik! "
Selanjutnya, seorang anggota grup yang lain masuk dari pinggir
pentas memberi suatu pengumuman.
"Kami sekarang mempersilakan beberapa orang dari penonton
untuk bersedia tampil ke pentas. Kami silakan melihat sendiri
bagaimana kami melakukan sulap kita."
Cepat-cepat Bess bangkit berjalan ke pentas, tas tangannya
berayun-ayun di lengannya. Ia adalah salah seorang yang paling dulu
naik ke pentas.
Tukang sulap itu hanya memerlukan sepuluh orang termasuk
Bess. Kemudian ia mengulang kembali sulapnya. Tetapi bagi
penonton-penonton itu tetap saja tidak dapat mengerti, meskipun
mereka telah melihatnya dari jarak sedemikian dekatnya.
Dengan tiba-tiba si tukang sulap itu mengeluarkan sebuah arloji
dari telinga seorang pemuda. Kemudian ia mencocokkannya dengan
arlojinya sendiri.
"Rupa-rupanya lebih cepat satu jam. Lihat dan periksa! Lebih
cepat, bukan? " ia bertanya menyeringai.
Sementara para penonton tertawa-tawa, tukang sulap itu
memasukkan arloji ke dalam sakunya. Ia katakan akan
mengembalikan arloji itu setelah pertunjukan selesai.
"Nah, lihat pula ini," katanya sambil mengeluarkan sebuah
dompet dari leher seseorang."Lho! Dompet itu tadi kutaruh dalam saku baju yang kututup
kancingnya," seru pemiliknya heran. "Bagaimana anda dapat
melakukan? " Tukang sulap hanya tertawa.
"Kami silakan anda amati," katanya. "Tetapi jangan khawatir.
Dompet anda akan kami kembalikan sehabis pertunjukkan."
Bess terpukau. Tiba-tiba ia ingat sesuatu.
"Apa benar, mereka akan sungguh-sungguh menerima barang-
barang mereka kembali? "
Ia lalu meraba tasnya sendiri. Lenyap! Ia memandang kepada si
tukang sulap dengan seksama. Ia tidak memegang tasnya. Tetapi
tasnya tidak nampak di mana pun.2
Tamu Tak Dikenal
"Ada yang mengambil tasku! " seru Bess. Dan teriakannya itu
mengejutkan orang-orang yang di pentas.
"Buku daftar pengeluaranku juga hilang! " seorang di samping
Bess ikut berteriak.
George bangkit berdiri. Ia berkata kepada Nancy akan naik ke
pentas membantu sepupunya. Nancy menangkap lengan temannya itu.
"Sudahlah, tetap duduk saja. Aku yakin itu hanya olok-olok.
Apa kau tak ingat nyonya Richards katakan bahwa malam ini ada
pertunjukan khusus? "
"Kukira, kau benar, Nancy! " kata George, lalu duduk kembali.
Pada waktu itu si tukang sulap bertepuk-tepuk. Ia minta untuk
dapat tenang kembali. Ia memberikan pengumuman melalui sebuah
mikrofon.
"Semua ini hanyalah lelucon biasa, suatu olok-olok. Setiap
barang yang hilang akan dikembalikan kepada pemiliknya setelah


Nancy Drew Sindikat Tukang Sulap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pertunjukan selesai. Silakan nanti datang untuk menerima barang-
barang anda!"Serombongan penonton yang naik ke pentas lalu mengerumuni
tukang sulap itu. Mereka menyatakan ingin tahu bagaimana barang-
barang mereka dikembalikan.
"Sesaat, aku memang takut," kata Bess kepada Nancy, George
dan bibi Eloise. "Apa kau kira mereka akan benar-benar
mengembalikan barang-barang itu? "
Nancy mengangguk.
"Aku yakin. Kalau hal itu tidak dilakukan pada pertunjukan-
pertunjukan terdahulu, pasti sudah dilaporkan kepada polisi."
"Selama ini belum ada terdengar berita buruk," bibi
menyambung. "Kalau ada tentu telah meluas beritanya."
"Bess mengerti. Wajahnya yang semula pucat menjadi merah
kembali seperti biasa.
Setelah pertunjukan selesai, George berkata kepadanya :
"Periksa tasmu, apa lengkap isinya? "
"Wah, isinya penuh," Bess menahan napas. "Mudah-mudahan
aku dapat ingat semuanya. Kucoba dulu! Dompet, kartu-kartu kredit,
tempat permata dengan gelang dan giwang, minyak wangi, buku
tabungan. Lalu sepucuk surat dari Dorothy Cross yang kujumpai pada
waktu liburan di Maine. O ya"
"Apa lagi? " tanya George.
Bess agak menunduk. "Potret Dave."
"Haaahaaa . . .! Kau tentu tak mau kehilangan itu," Nancy
tertawa. "Biarpun diganti uang satu juta tak mau, bukan? "
"Sudah tentu, tidak!," jawab Bess polos.
Dave memang teman khusus. Ia juga tahu bahwa Nancy dan
George tentunya menyimpan foto-foto pacar mereka. Dalam tasNancy tersimpan potret Ned Nickerson dalam seragam sepakbola, dan
dalam tas George foto Burt Eddelton.
Bess bergegas naik pentas bersama-sama penonton yang tadi
dijanjikan akan menerima kembali barang-barang milik mereka.
Mereka dipersilakan untuk masuk ke bagian belakang. Sementara
mereka menerima kembali barang-barang mereka, mereka diminta
menandatangani surat pernyataan, yang bunyinya :
Saya membebaskan Grup "The Hoaxters" dari segala tuduhan
berbuat tidak baik, atas permainan yang dilakukan terhadap saya.
"Ini hanya sekedar jaminan bagi kami, " tukang sulap itu
menjelaskan. "Kami tidak ingin mendapat tuduhan kelak, bahwa kami
tidak mengembalikan barang-barang anda! "
Bess merasa bahwa isi tasnya lengkap, lalu menandatangani
surat pernyataan tersebut. Setelah itu ia kembali bersama-sama teman-
temannya serta bibi Eloise meninggalkan gedung pertunjukkan.
"Sungguh tambah pengalaman," kata bibi Drew. "Tentang
pertunjukkan khusus itu, Annabella memang benar! "
Nancy diam tidak berkata apa-apa. Pikirannya terus bekerja.
Mengapa grup "The Hoaxters" begitu lama menahan barang-barang
para penontonnya? Sebenarnya mereka dapat mengembalikan dengan
segera. Ia mulai merasa curiga kepada grup "The Hoaxters" tersebut.
Tetapi ia tidak mempunyai pegangan yang pasti untuk dapat berbuat
lebih lanjut.
"Kalau selanjutnya misteri ini berlangsung seperti hari-hari ini,
kita akan selalu menghadapi hal-hal yang menggairahkan," kata
George sambil menguap.Teman-temannya mengiakan. Mereka lalu saling mengucapkan
selamat malam. Ketiga dara itu bersiap untuk pergi tidur.
*************
Esok harinya, setelah sarapan Bess menerima telepon. Howie
Barker, demikian nama si penelepon.
"Saya telah menghubungi rumah anda di River Heights,"
demikian si penelepon itu, "Ibu anda mengatakan di mana anda
menginap. Saya ingin sekali datang mengunjungi."
"Saya tidak mengerti," jawab Bess. "Saya belum pernah kenal
anda! "
"Benar! Anda memang belum kenal saya," Barker mengakui.
"Tetapi ibu anda merasa, bahwa mungkin anda akan tertarik pada
tawaran saya. Perusahaan yang saya wakili sedang membangun
sebuah hotel di sebuah pantai. Bila anda menggunakan kesempatan
ini, anda dapat selalu memperoleh keringanan. Baik bagi anda sendiri,
keluarga anda, maupun teman-teman anda. Anda pun selalu dijamin
tersedianya tempat bilamana akan menginap."
"Saya belum tahu apa yang akan saya katakan," jawab Bess.
"Saya bersama teman-teman sedang banyak acara hari ini. Barangkali
untuk lain kali..."
Nancy dan George berdiri di dekatnya, dan ikut mendengarkan
percakapan itu.
"Biarkan dia datang! " bisik Nancy.
Bess menjadi heran, tetapi segera memberikan jawabannya.
"Baiklah! Apa anda dapat segera datang? "
"Saya akan datang dalam setengah jam ini," kata Barker.Setelah Bess meletakkan gagang telepon, ia berpaling kepada
Nancy.
"Untuk apa engkau mengharap dia datang? "
Nancy mengatakan, bahwa hal itu nampaknya seperti suatu
penipuan.
"Tuan Barker ini mungkin sekali orang yang telah menjual tiket
palsu kepada nyonya Richards"
"Bila demikian, mungkin sekali ia tahu bahwa kita sedang
melakukan pengusutan suatu perkara? " kata George.
"Lalu hendak menculik kita? " tanya Bess cemas.
"Sudahlah Bess," kata Nancy menenangkan. "Bagaimana ia
dapat tahu hubungan kita dengan nyonya Richards? Kukira ia
memperoleh namamu dari suatu daftar pengiriman barang. Engkau
memang paling sering mendapat kiriman surat-surat tercatat. Ini
mungkin merupakan suatu kebetulan saja."
"Apakah kita tidak lebih baik mengundang nyonya Richards
kemari? " George menyela. "Kalau ia mengenali Barker ini sebagai
Henry Clark, kita dapat memanggil polisi untuk menangkap dia! "
Bibi Eloise lalu menelepon temannya itu. Tetapi pembantu
rumahtangga mengatakan bahwa nyonya sedang ke luar, dan baru
akan pulang sore nanti.
"Sayang sekali," kata Bess.
"Aku punya akal untuk dapat tahu apakah Barker itu agen
perjalanan," kata Nancy. "Kita buat saja gambar fotonya. Bibi, engkau
ada sebuah kamera? ""Ya," jawab Bibi, "Kebetulan aku mengisinya dengan film
cepat. Jadi tak perlu menggunakan lampu blitz. Selain itu kamera itu
tak bersuara jika sedang digunakan. Cocok sekali untuk rencanamu."
"Apa gambarnya langsung jadi? " tanya George.
"Ya. Begitu nanti Annabella datang, kalian dapat
memperlihatkannya."
Semakin dekat waktu Barker untuk datang, Bess semakin
merasa cemas dan gugup.
"Aku tidak ingin terlibat suatu urusan penipuan," katanya. "Apa
yang harus kukatakan kepadanya? "
"Aku akan menemanimu," kata George. "Kita akan pikirkan
sesuatu nanti! " ebukulawas.blogspot.com
Mereka lalu bersepakat bahwa Nancy akan bersembunyi untuk
dapat mengambil gambar potretnya. Sementara itu Bess dan George
akan mengajak tamunya bercakap-cakap dengan akrab. Bibi Eloise
tidak dapat menunggu kedatangan si tamu karena harus mengajar.
Sebelum berangkat, ia memperingatkan mereka agar berhati-hati
menghadapi akal bulus tamunya.
"Aku tidak akan memberi kesempatan untuk dia dapat
mempermainkan kita," kata Bess bersemangat.
"Kalau engkau mulai tampak tertarik kepada rencana orang itu,"
George mengangguk. "Aku akan mengambil alih percakapan."
Telepon interkom berdering-dering. Bess menyambut. Penjaga
pintu mengatakan bahwa tuan Howie Barker datang untuk bertemu
dengan nona Bess Marvin.
"Suruh dia ke atas," kata Bess. Suaranya agak gugup.Barker ternyata seorang yang tampan, berambut pirang, pada
bagian kening mulai tampak memutih. Ia berjanggut pirang lebat.
Gambaran orang tersebut tidak mirip dengan Henry Clark. Orangnya
pandai berbicara. Bess mempersilakannya masuk ke ruang tamu.
Nancy telah bersembunyi di balik tirai dinding. Nancy mengambil
foto-foto ketika tamu baru masuk, dan beberapa lagi ketika ia duduk
bercakap-cakap.
"Kalian gadis-gadis yang menyenangkan," kata Howie Barker.
"Tentu kalian akan menyenangi tempat itu."
Ia mengeluarkan sebuah gambar arsitektur dari tasnya. Ia
memaparkannya di atas meja. Dengan ballpoint ia menunjuk-nunjuk
bagian-bagian yang menarik pada gambar.
"Coba perhatikan setiap serambi kecil dari masing-masing
kamar. Kalau kebetulan kalian sedang segan ke pantai, kalian dapat
mandi cahaya matahari di sana. Kalau kalian sedang segan makan di
ruang makan, kalian dapat minta makanan diantar ke sana."
"Tentunya ini luas sekali," George menyela. "Di mana akan
dibangunnya?"
Tuan Barker mengeluarkan sebuah brosur. Brosur itu
menyebutkan lokasi di tempat terpencil di daerah pantai Maine.
"Jadi tempat itu selain mewah, juga terpencil menyendiri"
sambung Barker. "Bolehlah saya katakan hal ini merupakan satu-
satunya kesempatan untuk seumur hidup."
"Mengapa anda justru memilih sepupu saya untuk penawaran
ini?" tanya George.
"Kami juga telah menghubungi setiap orang yang pernah
menginap di Silverline Hotel di Maine pada musim gugur yang lalu,"Barker menerangkan. "Anda tahu, Silverline Hotel adalah milik
perusahaan itu pula. Kami tahu bahwa para langganan tentu akan
menyenangi rencana tersebut."
"Lalu berapa biayanya?" tanya Bess.
"Hanya seribu dolar. Dengan sejumlah itu anda akan
memperoleh korting untuk selama-lamanya. Jauh di bawah biaya sewa
kamar yang biasa."
"Dengan seribu dolar, orang sudah dapat sewa kamar hotel
untuk waktu yang lama!" George membantahnya.
"Sebenarnya tidak demikian," Barker balik membantahnya,
"harap anda ingat bahwa garansi tersebut tetap akan berlaku walau
akan terjadi kenaikan-kenaikan. Harga-harga selalu meningkat setiap
tahunnya, bukan?"
Bess mengiakan. Ia mulai terkesan dengan rencana itu. Tetapi
George teringat akan Nancy. Apa ia berhasil memotret tamu itu dari
setiap sudut ruang tamu? Dengan tidak sabar ia selalu melirik ke
arlojinya. Barker telah berbicara selama dua puluh menit. Cukup
waktu untuk mengambil gambar-gambar foto.
Bess baru saja hendak mengatakan untuk berusaha minta
kiriman uang, ketika ia teringat akan kata-kata Nancy. Jangan-jangan
hal ini adalah peristiwa penipuan seperti yang telah menjerat nyonya
Richards. Ia menjadi ragu-ragu.
"Semua itu kedengarannya sangat indah," ia lalu berkata. "Akan
saya pikirkan dulu. Saya akan menghubungi beberapa teman. Saya
segera akan menghubungi anda, bila nanti saya telah berhasil
memperoleh pinjaman.""O, itu tidak perlu! Ibu anda mengatakan kepada saya, bahwa
anda punya tabungan. Jadi anda dapat menggunakan uang tabungan
sekehendak hati anda!"
"Itu hanya sebagian saja benar. Tetapi bagaimana pun saya
harus mempertimbangkannya dulu. Di mana saya dapat menemui
anda?"
George mengira bahwa ia tidak akan memberikan alamat.
Tetapi atas keheranannya itu, ternyata orang itu mengeluarkan kartu
nama perusahaan, dan memberikannya kepada Bess.
"Nomor telepon saya ada di sini," katanya. "Harap besok anda
menelepon!"
Ia lalu berdiri dan menjabat tangan kedua gadis itu. Kemudian
mereka ini membukakan pintu bagi tamunya. Setelah George menutup
pintu itu kembali, ia tersenyum kepada sepupunya.
"Bess, aku sungguh bangga atas dirimu. Tadi aku sudah
khawatir engkau akan terpancing. Tetapi engkau telah dapat
melepaskan diri dengan hebat."
"Ya, semuanya nampak hebat," Bess membalas pujian itu.
Mereka lalu kembali di ruang tamu. Nancy keluar dari tempat
sembunyinya. Mereka bertanya apakah Nancy berhasil membuat
beberapa gambar foto.
"O, tentu." jawab Nancy. "Sayang sekali aku tak mempunyai
tape recorder untuk merekam seluruh percakapan. Omong-omong kita
tak perlu menunggu nyonya Richards. Kita pergi saja ke kantor polisi
dan menyerahkan gambar-gambar foto dan kartu nama Barker. Kita
jelaskan kecurigaan kita kepada pihak polisi.""Bagaimana dapat timbul gambar-gambar dari film itu?" tanya
George.
Nancy lalu menunjukkan cara-cara bagaimana timbulnya
gambar-gambar pada film polaroid. Ternyata hasil pemotretan itu
bagus-bagus. Nancy merasa bahwa polisi tentu memiliki berkas-
berkas Barker sehingga mereka dapat segera mengenalinya.
Ketiga detektif muda itu segera berangkat menuju kantor polisi
yang terdekat. Ketika mereka memasuki kantor itu, Nancy bertanya
apakah dapat bertemu dengan pak kepala polisi secara pribadi.
Sersan jaga menanyakan nama-nama mereka dan sifat
pertemuan itu. Nancy memperkenalkan teman-temannya maupun
dirinya sendiri.
"Kami kira, kami mempunyai suatu petunjuk dari seorang
penipu!" kata Nancy.
Sersan itu mengamati mereka dengan perasaan heran. Tetapi ia
tidak mau bertanya lebih jauh. Ia raih gagang telepon dan memutar
nomor telepon atasannya.
Setelah percakapan sejenak, ia lalu berkata kepada Nancy: "Pak
Raleigh bersedia menerima kalian. Ambillah jalan dari serambi, lalu
masuk ke kiri pada gang yang pertama. Lihat papan di atas pintu."
Tidak berapa lama kemudian ketiga detektif muda telah berdiri
di hadapan komandan. Wajah komandan itu kemerah-merahan,
mengingatkan kepada komandan McGinnis di River Heights.
"Saya dengar kalian mempunyai petunjuk-petunjuk yang
menarik," katanya tersenyum.Nancy mengangguk. Ia mengeluarkan gambar-gambar foto
Barker dari dalam tasnya. Bess juga mengeluarkan sebuah kartu nama
perusahaan.
"Apakah pak komandan punya berkas-berkas dari orang ini?"
tanya Nancy.
Pak komandan memanggil seorang deputy dan meminta untuk
memeriksa berkas-berkas. Sambil menunggu hasilnya, Nancy
menceritakan rencana orang itu yang mencurigakan dan ditawarkan
kepada Bess.
Pak komandan mengernyitkan alis. "Ya, kedengarannya seperti
penipuan."
Ketika deputy itu datang kembali, ia katakan tidak terdapat
foto-foto seorang residivis yang mirip dengan foto-foto dari Nancy. Ia
telah menghapus pula janggutnya, tetapi tidak juga ada foto yang
mirip. Maka Howie Barker pun tak terdapat dalam berkas polisi
sepanjang yang berhubungan dengan kejahatan.
Nancy mengucapkan terimakasih kepada pak komandan yang
berjanji untuk tetap menyelidiki. Ia meninggalkan dua helai foto serta
alamat dan nomor telepon bibi Eloise.
"Kami akan beritahukan kalian kalau terungkap sesuatu," pak
komandan berjanji.
Di luar gedung, Nancy mengatakan bahwa ia mengharap agar
Nyonya Richards dapat pulang lebih awal. Ia ingin sekali
menunjukkan gambar-gambar fotonya.


Nancy Drew Sindikat Tukang Sulap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ada sesuatu yang tak pernah hilang dari pikiranku," katanya.
"Pikiran apa?" tanya Bess.3
Racun Dalam Saku
Bess dan George meminta Nancy agar mau mengatakan sesuatu
yang meresahkan pikirannya.
"Bagaimana cara Howie Barker memperoleh nama dan
alamatmu, Bess. Aku tidak mempercayai sama sekali segala ceritanya,
bahwa ia punya nama-nama langganan Hotel Silverline." kata Nancy.
"Bess, maukah kau menelepon ibumu sekedar untuk dapat
mencocokkan segalanya?"
Ketika mereka sudah tiba kembali di apartemen bibi Eloise,
Bess menelepon ibunya.
"Ah, Bess! Kau toh tidak mengalami kesulitan karena
kuberikan alamatmu kepada tuan Barker, bukan?"
"Tidak, bu. Tetapi ia mau membujuk aku untuk membeli
pesanan kamar seumur hidup di sebuah hotel baru. Apa ibu
mengatakan tentang tabunganku?"
"Sama sekali tidak!" jawab Ibunya.
"Tetapi dia mengaku bahwa ibu mengatakan aku dapat gunakan
tabungan itu semauku!" kata Bess keras-keras.
"Itu tidak benar!""Nancy berpendapat ia seorang penipu. Kami telah
melaporkannya kepada polisi."
"Itu sangat bagus!"
Ketika Bess mengulang kata-kata bantahan ibunya, Nancy
manggut-manggut.
"Aku curigai itu. Aku yakin ia tahu tentang tabunganmu, setelah
Grup The Hoaxters itu melihat isi tasmu. Ia mendapat tahu tentang
liburanmu di Maine karena membaca surat Dorothy."
Mereka berjalan hilir mudik di dalam kamar, lalu diam sejenak.
"Aku berharap," Nancy berkata kemudian, "moga-moga nyonya
Richards ada di rumah. Aku ingin tahu apa Barker itulah agen biro
perjalanan itu."
"Barangkali saja ia pulang lebih awal," kata Bess. "Mengapa
kita tak berkunjung ke rumahnya saja?"
"Pikiran yang baik," Nancy setuju. Lalu segera menelepon.
Sungguh mereka beruntung. Nyonya itu segera menyahut dan
mengundang mereka agar datang di rumahnya.
Ketika mereka bertiga tiba di sana, nyonya itu lalu
mempersilakan mereka masuk ke ruang tamu. Kamar itu dihias indah
sekali. Hiasan model Prancis lengkap dengan patung-patung dan
lukisan-lukisan.
"Aku merasa lega dapat bertemu kalian," sambut nyonya itu.
"Apa kalian sudah menemukan sesuatu petunjuk atas perkaraku?"
"Mungkin," jawab Nancy. Lalu ia menceritakan tentang tamu
tak dikenal. Ia mengeluarkan gambar-gambar foto dan
memperlihatkannya kepada Nyonya Richards. "Apakah ini orang yang
menipu anda?"Nyonya Richards memeriksa gambar-gambar foto itu dengan
teliti.
"Bukan! Kukira bukan! Tuan Clark berjanggut hitam!"
Nancy menceritakan kepadanya, tentang tawaran yang diajukan
kepada Bess. Nyonya Richards mengernyitkan alisnya.
"Kedengarannya memang seperti yang menawari aku. Seorang
yang penuh kepribadian dan lancar bicaranya."
Nancy mengangguk mendengar kata-kata nyonya Richards itu.
"Apa nyonya mendengar sesuatu tentang dia lebih lanjut?"
"Tidak," jawab nyonya itu. "Tetapi akhir-akhir ini aku
mendapat kiriman pos yang agak luar biasa. Kebanyakan berupa
permohonan-permohonan dari organisasi sosial. Ada dua kiriman
yang mungkin akan menarik bagimu. Nanti, kuambilnya sebentar."
Ia masuk ke kamar lain dan kembali lagi memberikan dua buah
amplop kepada Nancy. Yang satu berisi sebuah surat diketik rapih di
atas kertas yang mahal. Berasal dari seseorang yang menawarkan
tiruan lukisan yang langka, dengan harga yang sangat murah. Orang
itu mau menjamin bahwa benda-benda itu adalah khas. Pembelian itu
akan menguntungkan seumur hidup. Surat itu berbunyi:
"Kecohlah teman-teman anda!
Mereka tidak akan dapat tahu
mana yang asli dan mana yang
tiruan!"
George mengerutkan dahinya. "Kelihatannya juga seperti
permainan penipuan!"Yang lain-lain pun mengiakan. Nancy membuka surat kedua.
Isinya mengiklankan suatu koleksi mata uang kuno. "Penawaran" itu
demikian murah sehingga membayangkan suatu penipuan.
"Apa kedua surat ini boleh saya bawa?" Nancy bertanya.
"Tentu!" jawab nyonya Richards. "Aku tidak bermaksud
mengusut mereka. Sekali sudah tertipu itu sudah cukup! "
Nancy memasukkan kedua surat itu ke dalam tasnya.
"Saya justru ingin mengetahui kedua penawaran itu lebih
lanjut."
"Nyonya Richards! Anda memiliki apartemen yang sangat
mempesonakan," kata Bess. "Apakah anda sendiri yang membeli
koleksi benda-benda seni dalam kamar ini? "
"Kebanyakan, ya. Tetapi ada beberapa merupakan pemberian
teman-teman. Kalian ingin melihat-lihat bagian lain dari rumahku?"
"O, tentu! Sangat senang!" jawab mereka serentak.
Mereka lalu diantar dari kamar yang satu ke kamar lain. Ketiga
detektif muda itu segera menyadari bahwa setiap kamar mempunyai
corak hiasan khas sesuatu negeri asing. Salah satu kamar berhiaskan
corak Khas Jepang. Dan inilah yang paling disenangi Bess.
"Aku malahan tidak tertarik," bisik George. "Aku tidak mau
untuk selalu berlutut setiap kali hendak bercermin di depan meja hias
itu."
Yang lain-lain tertawa.
"Gadis-gadis Jepang tidak berpikiran begitu," kata nyonya
Richards.
Ia menggeser sebuah panil pada dinding, lalu menarik ke luar
sebuah selimut kapas yang lunak dan tebal, berlukiskan warna-warnigadis-gadis penari. Ia kemudian menghamparkan selimut itu di lantai,
dan mengatakan bahwa demikianlah kasur untuk tidur yang khas
Jepang.
"Menurut pendapatku pribadi, itulah penyebab wanita-wanita
Jepang begitu tegak punggungnya," katanya.
"Apa mereka tidak memaki bantal?" tanya Bess.
Tuan rumah itu menjawab sambil mengeluarkan sesuatu dari
ruangan di dalam dinding tersebut. Bentuknya seperti silinder,
bergaris tengah limabelas sentimeter dan terbalut kain hitam.
"Benda ini berat, karena berisi pasir!" nyonya itu menjelaskan.
"Inikah bantal itu?" tanya Bess tidak percaya.
"Betul! Tetapi sekarang banyak orang-orang Jepang yang telah
menggunakan tata-cara kita. Mereka tidur di ranjang dengan kasur dan
bantal yang lebih lunak."
"Mereka sungguh cerdik," sahut Bess, tertawa cekikikan.
"Mengapa orang Jepang masa itu menggunakan bantal seperti
ini, memang sesuatu yang menarik," kata nyonya Richards
melanjutkan. "Untuk mengatur rambut mereka yang panjang menjadi
konde, merupakan kerja yang sulit dan memakan waktu lama. Karena
itu agar konde tetap utuh sebelum waktu untuk keramas, mereka tidur
dengan tengkuk beralas bantal."
"Untunglah, aku tidak perlu sulit-sulit begitu," kata George,
tertawa kecil sambil mengibaskan rambutnya yang dipotong pendek.
Nyonya Richards lalu mengantar mereka ke kamar-kamar yang
lain. Tirai-tirai sutera yang berat menghias setiap jendela, sedang di
lantai terhampar permadani dari negara-negara timur.Kamar terakhir yang mereka lihat adalah yang dihias dengan
gaya Fiorentina. Semua penuh hiasan. Dari mebel berukir sampai
papan jendela yang bercat. Di suatu sudut terdapat boneka peraga
berdiri mengenakan seragam prajurit Fiorentina.
"Terlalu rapih dan indah pakaiannya untuk berperang,"
komentar George.
Nyonya Richards tersenyum.
"Aku pun sangsi, apa orang dengan perlengkapan begini dapat
berperang. Ini mungkin pakaian seorang jendral!"
Nancy mendekati patung itu dan memeriksanya dari segala sisi.
Tiba-tiba ia melihat sebuah saku yang agak tersamar, gembung karena
berisi sesuatu. Ia merogohkan tangannya ke dalam saku. Ia merasakan
ada sesuatu benda kecil.
"Ada benda kecil di dalam saku ini," katanya kepada nyonya
Richards.
"Sungguh?" tanya nyonya itu. "Aku tidak tahu! Coba lihat,
benda apa itu!"
Nancy menariknya ke luar! Sebuah botol kecil dengan tutup
dibuat dari benang emas. Nyonya Richards melihat tulisan dalam
bahasa Itali di bagian bawahnya. Wajahnya tampak terkejut.
"Dari mana datangnya benda itu? Tak pernah kulihat
sebelumnya!"
"Barangkali botol itu sudah tersimpan beberapa abad di dalam
saku seragam ini. Dan tak pernah ada orang yang mengetahuinya.
Apakah kira-kira isinya?"
"Racun yang sangat mematikan!" jawab Nyonya Richards."Apa prajurit itu menggunakannya terhadap musuh-
musuhnya?" guman Bess gemetar.
Nyonya Richards menggeleng.
"Pada zaman Fiorentina terdapat banyak intrik-intrik. Hampir
semua prajurit membawa botol racun guna menghadapi ancaman
apabila mereka tertangkap. Daripada dipenjara dan dianiaya, mereka
lebih suka bunuh diri dengan minum racun."
"Hhhiii!" Bess bergidik. "Sangat mengerikan!"
Yang lain-lain tidak mengatakan sesuatu. Tetapi Nancy
mengusulkan membawa botol itu ke sebuah laboratorium untuk
pemeriksaan.
"Kita dapat mengetahui apakah racun itu masih berkhasiat!"
katanya.
"Dekat di sini ada sebuah laboratorium medis," Nyonya
Richards menerangkan. "Aku telah lama mengenal pemiliknya."
Mereka berjalan kaki ke tempat laboratorium itu, karena hanya
dekat saja. Di tengah jalan Nancy menanyakan kepada nyonya
Richards, apa sudah ada kabar tentang Roscoe dan mobilnya.
"O, sudah! Roscoe telah mengalami macam-macam cobaan. Ia
parkir mobil di tempat tak jauh dari terminal sambil menunggu aku.
Tiba-tiba ada orang melompat masuk ke dalam mobil. Mereka
menyuruh Roscoe untuk membawa mereka ke suatu alamat. Ketika ia
menjawab bahwa mobil itu bukan taksi, kedua orang tak dikenal itu
memaksa. Seorang di antaranya mengancam Roscoe bila tidak mau
mematuhi perintah mereka!"
"Kasihan, si Roscoe!" seru Bess."Ia tak dapat berbuat lain," nyonya Richards meneruskan. "Ia
menghidupkan mesin dan mengemudikannya ke tempat yang diminta.
Tetapi mereka tak pernah sampai di sana."
"Apa yang terjadi?" tanya George ingin tahu.
"Tiba-tiba mereka memerintahkan untuk berhenti. Salah
seorang kemudian memerintahkan Roscoe turun, lalu ia sendiri duduk
di belakang kemudi. Segera mereka kabur pergi meninggalkan Roscoe
berteriak-teriak. Mereka tidak menghiraukannya. Polisi tidak berhasil
menemukan mobil itu. Roscoe sangat capek karena terpaksa berjalan
kaki kembali ke kota."
"Benar-benar kasihan," kata Nancy penuh simpati.
"Roscoe menyalahkan dirinya sendiri," nyonya itu melanjutkan,
"walau aku menghiburnya bahwa itu bukan salah dia. Jika mobil itu
sampai tidak ditemukan pada waktu tertentu, toh pihak asuransi akan
menyelesaikan ganti rugi, dan aku dapat mencari mobil baru sebagai
pengganti."
"Apa Roscoe tak mendengar sesuatu yang dikatakan para
penjahat, hingga dapat memberi petunjuk untuk penangkapan?" tanya
Nancy.
"Aku tidak tahu apa itu penting," kata nyonya itu. "Tetapi salah
seorang dari mereka mengatakan ?Ini adalah suatu kecohan bagi si
janda tua?. Kemudian keduanya tertawa terbahak-bahak."
Mereka sampai di laboratorium. Nyonya Richards mengatakan
kepada pak Horner, pemilik laboratorium itu, bahwa tamu-tamu muda
ini menemukan sebuah botol kecil di dalam saku suatu pakaian kuno.
Mereka ingin tahu apa racun dalam botol kecil itu masih berkhasiat.Pak Horner minta kepada pembantunya yang bernama Enzo
Scorpio agar membawanya ke dalam laboratorium untuk diperiksa.
Lima menit kemudian pembantu yang masih muda itu telah kembali.
Ia memastikan racun itu masih berkhasiat.
"Racun jenis apa itu?" tanya Nyonya Richards.
"Dibuat dari sari jamur-jamur racun," jawab ahli kimia itu.
"Kalau demikian," kata pak Horner, "botol itu lebih berharga
daripada isinya. Saya kira botol itu dibuat oleh seorang seniman abad
limabelas. Botol itu sangat kedap udara. Karena itu racun tidak habis
menguap. Sebenarnya kalau anda hendak menjual botol itu, saya mau
membelinya. Saya kenal seseorang yang mempunyai koleksi benda-
benda demikian."
Nyonya Richards nampak ragu-ragu. Nancy merasa pasti bahwa
nyonya itu akan menyetujuinya, maka ia lalu memegangi lengan
nyonya itu erat-erat. Nyonya itu mengerti akan maksud Nancy.
"Saya tidak ingin menjualnya," katanya.
"Saya pun tak dapat menyalahkan anda," kata pak Horner
tersenyum. "Kalau anda ingin tahu benar apakah botol ini sungguh-
sungguh buatan Fiorentina, saya anjurkan anda menemui seorang ahli
barang-barang antik buatan abad limabelas. Orang yang paling saya
kenal itu ada di Museum Metro di Washington DC."
Nyonya Richards mengangkat alisnya.
"O, itu suatu saran yang baik sekali. Saya sedang merencanakan
untuk mengunjungi seorang kawan di Washington .... Saya akan
terbang besok pagi dengan penerbangan pulang-pergi. Saya akan coba
hubungi orang itu."Pak Horner menuliskan nama orang tersebut beserta alamatnya,
lalu diberikan kepada nyonya Richards. Setelah itu mereka
meninggalkan laboratorium.
Nancy, George dan Bess kembali ke rumah bibi Eloise. Sekali
lagi mereka baca kedua iklan yang diminta Nancy dari nyonya
Richards.
"Bagaimana kalau kita hubungi alamat-alamat itu dan kemudian
mengirimkan uang?" kata George.
"Kalau kita lakukan hal itu," kata Nancy, "aku khawatir, mereka
akan menghilang dan uang kita ikut lenyap. Tetapi aku punya gagasan
lain. Kita usulkan rencanamu itu kepada polisi untuk mendapatkan
petunjuk."
"Melakukan apa?" tanya George.
"Menyuruh seorang detektif agar menghubungi mereka dengan
alamat rumahnya sendiri disertai sebuah cek kosong. Jika cek itu
dikembalikan kepada pemiliknya, polisi dapat tahu di mana cek itu
akan diuangkan oleh si penipu. Polisi dapat menghubungi segera bank
tersebut, dan minta keterangan tentang orang yang menguangkan cek
itu. Mungkin akan mendapat alamatnya. Dan salah seorang itu
mungkin juga Howie Barker."
George menyeringai.
"Setan tauco! Itu sungguh akal yang lihai!"
Nancy lalu menelepon komandan polisi, dan mengatakan bahwa
akal demikian mungkin dapat membawa hasil.
"Pikiran yang bagus," sambutnya. "Terima kasih."
Setelah bibi Eloise pulang, mereka lalu makan bersama."Mari kita nonton pertunjukkan sulap itu lagi," kata George.
"Tetapi kali ini aku yang hendak naik pentas menyaksikan rahasia
sulap itu."
"Kuharap saja kau dapat tahu lebih banyak daripadaku," kata


Nancy Drew Sindikat Tukang Sulap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bess.
***********
Pada saat untuk para penonton boleh tampil naik ke pentas,
George segera maju ke depan dengan melompat naik ke atas pentas. Ia
merupakan penonton pertama yang naik di sana. Tetapi si tukang
sulap tidak menghiraukan dia dan memilih sepuluh orang lain.
"Maaf," katanya, "hanya sepuluh ini yang kami ambil."
"Tetapi saya adalah yang pertama-tama naik," George menolak
turun. "Saya tentunya . . . ."
Tukang sulap memandang George dengan tajam.
"Nona, maafkan saya. Silakan nona kembali ke tempat duduk."
George merasa mendapat tantangan untuk berdebat, tetapi orang
itu sudah mulai bicara kepada orang lain. Ia bertanya dalam hati,
mengapa orang itu tak mau memilih dia!4
Pencurian di Airport
Begitu George kembali ke tempat duduknya, Nancy, Bess dan
bibi Eloise menanyakan apa yang terjadi.
"Si tukang sulap itu tak menghendaki aku melihat ketrampilan
sulapnya." jawab George.
"Mengapa?" tanya Bess.
"Mungkin aku bukan sesamanya," jawabnya sambil
mengangkat bahu.
Nancy mengerutkan dahi.
"Kukira, Grup "The Hoaxters" sudah mengetahui kita adalah
detektif-detektif amatir. Mereka tidak menghendaki kita terlalu dekat
dengan mereka untuk mengetahui akal mereka!"
"Itu mungkin," jawab George. "Tetapi aku pun ingin tahu
bagaimana mereka dapat tahu siapa kita-kita ini."
Esok paginya setelah sarapan, Nancy menelepon nyonya
Richards. Ia menanyakan apakah nyonya itu telah mendengar tentang
agen biro perjalanan yang telah menipunya. Trudie pembantu
rumahtangga yang menyahut, mengatakan bahwa nyonya Richards
telah berangkat ke Washington."Apa kau tahu barangkali ia telah mendapat berita dari polisi?"
tanya Nancy.
"Belum!" jawab Trudie. "Tetapi kemarin ada orang yang
menelepon dan menanyakan tentang anda."
"Menanyakan aku?" tanya Nancy heran. "Siapa orang itu?"
"Ia tak mau menyebutkan dirinya. Katanya ia hendak serahkan
sebuah hadiah untuk nona Nancy Drew. Ia menanyakan apa nona
tinggal di sini. Ia juga menanyakan tentang pekerjaan anda."
"Lalu apa katamu kepadanya," tanya Nancy.
"Ya, apa yang sebenarnya," jawab Trudie. "Saya tidak melihat
suatu alasan untuk tidak mengatakannya. Saya katakan bahwa anda
bersama dua teman-teman anda tinggal pada bibi anda, nona Eloise.
Saya katakan pula bahwa kalian adalah detektif-detektif amatir."
Nancy menahan napas. Ia sangat kecewa akan apa yang telah
dikatakan Trudie tentang dirinya.
"Saya katakan agar ia titipkan saja hadiah itu di sini, dan saya
akan menyerahkannya kepada anda," Trudie menyambung.
Meskipun sadar bahwa keadaan tidak menguntungkan baginya,
tetapi Nancy tetap tenang.
"Terimakasih, Trudie," katanya. "Bila kiriman itu datang,
beritahu aku! "
Nancy meletakkan gagang telepon. Ia menceritakan hasil
percakapannya kepada teman-temannya.
"Aku yakin, bahwa tak ada sangkut paut sedikit pun dengan
suatu hadiah," katanya. "Entah bagaimana penelepon itu tahu bahwa
kita kenal nyonya Richards. Ia gunakan hadiah sebagai alasan untuk
menanyakan tentang kita. ""Apa kaukira ia adalah orang yang telah menipu nyonya
Richards?" tanya Bess.
"Ya, mungkin!" jawab Nancy.
"Kalau begitu ia adalah anggota Grup "The Hoaxters"atau
setidak-tidaknya ada hubungan dengan mereka," sela George. "Karena
itu mereka tak mau aku ada di pentas semalam."
"Aku tak percaya dia adalah anggota Grup itu," kata Bess. "Ia
lebih cocok seorang penipu. Lebih baik kita waspada! "
"Bagaimana dengan Howie Barker?" George bertanya.
"Menurut buku acara, ia tak disebut-sebut," Nancy
menjelaskan. "Tak ada namanya dalam Grup "The Hoaxters". Itu
mungkin nama samaran. Tukang-tukang sulap itu menggunakan rias
muka sedemikian rupa hingga kita tak dapat mengenalinya. Sesaat kita
tak menonton pertunjukkan melakukan penyelidikan yang sungguh-
sungguh."
"Benar-benar pikiran yang bagus!" kata George.
"Bagaimana mungkin," tanya Bess. Mereka tentu cepat
mengenali kita. Mungkin sekali mereka takkan menerima engkau naik
pentas."
Nancy hanya tersenyum.
"Aku takkan naik pentas dari tempat para penonton. Aku akan
menyelinap dari bagian belakang. Barangkali saja akan menemukan
suatu petunjuk di sana!"
Segera setelah mereka makan siang, mereka naik taksi menuju
gedung pertunjukan. Ketika tiba di sana mereka heran karena gedung
pertunjukan itu telah kosong ditinggalkan."Anda dengar apakah pertunjukan sulap dibatalkan?" Nancy
bertanya kepada sopir taksi.
"Saya dengar," jawabnya, "pertunjukan telah ditutup. Grup
"TheHoaxters" telah pindah lengkap dengan semua barang-
barangnya."
"Sangat mengherankan," kata George. "Tadi malam kita nonton
di sini, dan tak ada pengumuman."
Nancy bertanya kepada sopir taksi apa ia tahu ke mana Grup
"The Hoaxters" itu pindahnya. Sopir itu menggeleng.
"Apa kalian hendak pulang kembali ke rumah?" ia tanya.
Nancy memutuskan untuk turun saja. Ia membayar ongkos taksi
dan teman-temannya pun ikut turun.
"Sekarang apa yang sebaiknya kita lakukan?" tanya Bess
kepada Nancy.
"Aku ingin tahu ke mana para tukang sulap itu pindahnya. Aku
mau menanyai pelayan-pelayan rumah makan atau pemilik toko di
sekitar sini."
Mereka lalu membagi diri. George dan Bess bertanya di toko-
toko, dan Nancy di rumah-rumah makan. Ketika Nancy masuk ke
sebuah rumah makan kecil di seberang jalan, pemiliknya menyambut
dan mempersilakan memilih tempat duduk. Nancy tersenyum.
"Terimakasih! Tetapi saya tidak duduk makan. Saya hanya
ingin tahu apakah anda dapat memberitahu tentang Grup "The
Hoaxters " yang telah pergi dengan mendadak. Anda tahu ke mana
mereka pergi?"
Pemilik rumah makan itu menggeleng."Saya akan menanyakan kepada palayan. Barangkali salah
seorang pelayan ada yang tahu."
Ia lalu masuk ke dalam dapur. Dan beberapa saat kemudian ia
kembali bersama seorang gadis pelayan yang cantik.
"Susie, nona ini ingin tahu tempat Grup "The Hoaxters".
Kaukatakan dua orang tukang sulapnya selama makan di sini, dan
mengatakan hendak pergi."
Susie mengangguk dan tertawa cekikikan.
"Salah seorang dari mereka itu memberi persenan yang besar
kepada saya. Ia berkata ?Nah, ini adalah sesuatu untuk kenang-
kenangan."
Pelayan itu mengatakan merasa sayang karena mereka hendak
pergi. Lalu ia menanyakan ke mana mereka itu hendak pergi.
Dibisikkan kepadanya: ?Jangan bilang kepada siapa-siapa. Kita akan
mengadakan pertunjukan di Mexico City.?
Nancy tersenyum: "Aku senang kaukatakan hal itu kepadaku,
Susie."
Gadis itu tertawa cekikikan: "Ah, saya yakin ia hanya mau
melucu dengan mengatakan seolah-olah suatu rahasia. Seperti juga
halnya kalau saya menyayangkan mereka pergi. Yang saya merasa
sayang hanya persenannya tidak akan terima lagi. Ia selalu memberi
persenan lebih banyak daripada yang lain."
Nancy mengucapkan terimakasih kepada Susie dan pemilik
rumah makan itu. Baru saja ia hendak melangkah pergi, ia lihat
sejumlah kue yang nampak enak dipajangkan dekat pintu.
"Ah aku ingin membelinya. Rupanya enak sekali," ia pikir.Ia lalu membeli sebuah kue lapis jeruk, kemudian ke luar
meninggalkan rumah makan itu. Ketika ia tiba di gedung pertunjukan,
ternyata kedua teman-temannya tidak ada di sana. Mereka baru datang
sepuluh menit kemudian. Mata Bess segera menatap dos kue di tangan
Nancy.
"Ada sesuatu yang lezat di dalam dos itu?" ia bertanya.
"Tetapi bukan buat kau!" sepupunya cepat-cepat menjawab.
"Lho George, kalau aku ..."
"Beruntung sekali," Nancy menimbrung seruan kedua
bersaudara itu. "Kalian tentu takkan menduga ke mana rombongan
tukang sulap itu pergi! "
"Ke mana?" tanya Bess ingin tahu.
George mengangkat alisnya.
"Kalau mereka menyelinap ke luar kota rupanya seperti biasa
saja membuat lompatan jauh!"
Kedua teman-temannya mengiakan. Mereka rasa kepindahan
rombongan itu seperti tidak direncanakan lebih dulu.
"Apa kaupikir karena kita?"
"Itu yang kuingin tahu," jawab Nancy.
Mereka lalu memanggil sebuah taksi untuk pulang ke
apartemen. Baru mereka masuk, telepon berdering. Nancy lari untuk
menyambut. Ternyata dari nyonya Richards. Suaranya terdengar
histeris.
"Ah, Nancy! Aku telah coba menelepon kau berjam-jam yang
lalu," katanya.
"Ada apa, nyonya?" Nancy bertanya.
"Botol racun itu dicuri orang!" jawabnya."Kapan?"
"Tentunya ketika aku di airport New York tadi pagi. Aku harus
menunggu pesawat lama sekali hingga tertidur di kamar tunggu."
"Ya ampuuun," kata Nancy. "Lalu sekarang nyonya di mana?"
"Di apartemen teman di Washington," katanya memberikan
nomor teleponnya. "Temanku bernama nyonya Marian Greening.
Lebih baik kaucatat nomor teleponnya. Kalau-kalau kauingin
menelepon aku. Ah, Nancy! Apa yang harus kuperbuat? Botol itu
tidak saja sangat berharga, tetapi pencurinya mungkin tidak tahu kalau
isinya adalah racun. Ia atau orang lain dapat celaka karenanya!"
Nyonya Richards mulai terdengar menangis tidak tahan. Tiba-
tiba ia seperti megap-megap. Kemudian Nancy seperti mendengar
suara benda yang diseret-seret. Di telepon terdengar suara orang laki-
laki.
"Jangan khawatir! Saya akan mengurusnya!"
Sedetik kemudian telepon ditutup.5
Kecelakaan Yang Direncanakan
Nancy mengerutkan dahinya.
"Aneh!" gumamnya.
"Apa yang aneh?" tanya Bess.
Bersama George ia lari mendatangi, ingin tahu apa yang terjadi.
Nancy mengulang percakapannya dengan nyonya Richards. Ia
mengatakan bahwa pada bagian akhir percakapan itu ia mendengar
suara nyonya itu seperti tersengal-sengal napasnya. Kemudian seorang
laki-laki mengatakan bahwa ia akan mengurusnya, lalu telepon
ditutup.
"Coba saja telepon kembali," George mengusulkan. "Mungkin
itu suami teman Nyonya Richards."
Nancy memutar nomor telepon yang diberikan nyonya
Richards. Tetapi tak menyahut.
"Mungkin ia sedang membawanya ke dokter," kata Bess.
"Aku tak tahu," kata Nancy. "Aku akan minta kepada polisi
untuk melakukan penyelidikan."
Ia lalu menghubungi petugas polisi di Washington, dan
disambut oleh seorang kapten polisi. Dengan singkat ia uraikan
masalahnya."Apa anda dapat mengirimkan seorang petugas ke rumah
nyonya Greening? Dan melihat apa nyonya Richards dalam keadaan
baik?"
"Sudah tentu," jawab kapten polisi. "Coba sebutkan nama dan
alamat anda. Saya akan menelepon kembali nanti."
Beberapa menit kemudian telepon berdering. Nancy
menyambut. Ia menjadi heran. Yang menelepon adalah polisi
Washington.
"Anda telah bertemu dengan teman kami?" ia bertanya ragu-
ragu.
"Belum! Saya sedang mengecek laporan anda. Demikian sering
kami menerima laporan palsu. Karena itu kami selalu ingin mendapat
kepastian dulu sebelum kirim petugas kami. Nah, sekarang segera
dikirim petugas ke rumah nyonya Greening. Anda akan segera
mendengar lagi dari kami."
Nancy dan teman-temannya mondar-mandir dalam kamar
dengan resah. Mereka memikirkan apa yang telah terjadi di
Washington. Akhirnya mereka tak sabar menunggu lagi. Nancy
menelepon rumah nyonya Greening. Yang menjawab petugas polisi.
"Di sini Nancy Drew," katanya. "Saya gembira anda di sini.
Apa anda dapat temukan nyonya Richards?"
"Benar. Rupa-rupanya ia jatuh pingsan ketika menelepon anda."
"Tetapi ada seorang laki-laki yang meyambut telepon, dan
katakan akan mengurus nyonya itu," Nancy jelaskan. "Siapa orang
itu?""Seorang pengantar. Ia sedang memasukkan pesanan bahan
makanan dalam lemari es, ketika nyonya Richards sedang berbicara
dengan anda."
"Lho! Kemudian saya menelepon kembali, tetapi tidak ada yang
menjawab," Nancy terus mendesak.
"Setelah nyonya Richards pingsan, ia lalu membawanya ke
dipan. Kemudian ia bergegas ke tempat dokter Marsiono yang buka
praktek di lantai pertama. Untung dokter ada di tempat, hingga segera
dapat menolong. Ia yang merawat nyonya Richards, dan kini sudah
baik kembali."
"Bolehkah saya berbicara sebentar dengannya?" tanya Nancy.
"Sebentar," kata petugas polisi itu. Lalu memberikan gagang
telepon kepada nyonya Richards.
Nyonya Richards masih bingung karena pencurian itu.
"Kukira, aku begitu capek hingga jatuh pingsan waktu berbicara
dengan engkau," katanya.
"Apa sekarang anda sudah baik benar?" Nancy bertanya dengan
hati resah.
"Tentu. Temanku segera pulang, eh, itu dia temanku datang.
Alangkah kagetnya ia melihat ada petugas polisi di rumahnya! Nah,
sayang. Aku sungguh-sungguh berterimakasih atas pertolongan
kalian."
**************
Esok harinya, pak Raleigh dari kantor polisi New York
meminta mereka agar datang ke kantornya.
"Kami mendapatkan berita dari orang yang dipotret oleh
Nancy," katanya.Nancy berjanji akan segera datang. Bibi Eloise telah berangkat
ke sekolah. Bess dan George menemani Nancy. Ketika mereka ke luar
dari apartemen, mereka melihat sebuah mobil diparkir tidak jauh dari
pintu pagar apartemen. Sopirnya seperti tertidur di tempat duduknya
dengan kepala menunduk pada kemudi.
"Lucu juga! Tidur di depan pintu," kata Bess.


Nancy Drew Sindikat Tukang Sulap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebuah taksi lewat. Lalu mereka panggil. Mereka segera naik.
Nancy memberitahu tujuan mereka. Sopir melirik ke arah mereka
dengan pandangan aneh. Tetapi Nancy tidak mau berkata lebih lanjut.
George melihat sopir dalam mobil yang diparkir tiba-tiba
menghidupkan mesin mobilnya, dan mulai mengikuti taksi. George
bertanya dalam hati apa orang itu sengaja membuntuti mereka.
Sekarang mobil itu makin mendekat dari arah belakang.
Kemudian seperti sedang menambah kecepatan dan hendak melewati
mereka. Tiba-tiba mobil itu jalan menyamping membentur sisi sebelah
taksi. Tidak ampun lagi roda depan sebelah kanan taksi itu
menghantam pinggiran trotoar.
"Aduuuh," seru Bess. Ia terlempar dalam mobil. Kepalanya
terbentur kap mobil.
Nancy yang duduk di sebelah kiri menderita benturan paling
keras. Secara naluri ia menahan diri pada sandaran tempat duduk
sopir. Dengan demikian ia terhindar dari kemungkinan mendapat luka.
George berhasil menyelamatkan diri dari bahaya terluka. Tetapi tidak
luput ia dan Nancy menjadi gemetar seluruh tubuhnya. Dengan
tangan-tangan gemetaran mereka menarik Bess mendekat tempat
duduknya.
"Engkau tidak apa-apa?" tanya Nancy khawatir."Kukira tidak. Hanya kepalaku sakit memar terkena benturan
kap."
"Orang itu sengaja hendak mengganggu kita," kata Nancy
dengan nada marah.
Ia melihat dari jendela taksi, mobil itu tepat sedang menikung
jauh di depan. Rupanya mobil itu tidak mengalami kerusakan hingga
dapat terus kabur.
"Kau lihat nomor mobil itu?" tanya Bess penuh harapan.
"Ya," jawab Nancy. "Untung ia masih dekat ketika kucoba
melihat nomornya! "
George menunjuk kepada sopir. Orang itu tertelungkup lunglai
pada batang kemudi. Ia tidak bergerak dan mesin mati.
"Tentu ia pingsan!" kata George.
Ia ke luar, lalu membuka pintu depan sebelah kanan. Ia
menggeser ke tempat duduk dan berusaha untuk menyadarkan sopir.
Tetapi tidak berhasil. Ia lalu gunakan radiofon untuk menghubungi
perusahaan taksi. Sambil menunggu jawaban, ia melihat nomor taksi
itu tertera pada dashboard.
"Halo," katanya setelah mendapat hubungan. "Di sini taksi
nomor 52341. Kami ditabrak dengan sengaja oleh mobil lain.
Sopirnya, Max Topping pingsan. Dapatkah anda hubungi polisi dan
kirim ambulans kemari?"
Petugas radio berjanji akan segera melakukan. Beberapa menit
kemudian polisi datang. Nancy memberitahu nomor mobil yang
menabraknya, dan menceritakan apa yang terjadi.
Mobil ambulans datang, dan berhenti di samping taksi. Dua
orang mengangkat sopir yang pingsan dengan sebuah usungan, dandengan hati-hati memasukkannya ke dalam mobil ambulans.
Kemudian mereka berangkat menuju rumah sakit.
Para petugas polisi menanyakan kepada ketiga gadis itu ke
mana hendak pergi. Ketika mereka mengetahui ketiga gadis itu sedang
hendak pergi ke kantor polisi, mereka menawarkan untuk ikut mobil
mereka.
Di kantor pak Raleigh, petugas steno mencatat laporan Nancy.
Gadis detektif itu menuturkan segala peristiwa tabrakan secara
terperinci. Kemudian ia dimintai menandantangani proses verbal.
Tidak lama kemudian sebuah laporan masuk, bahwa mobil yang
menabrak itu adalah mobil curian. Kini mobil itu ditinggalkan di suatu
tempat.
"Sayang sekali," kata pak Raleigh . "Kami tidak menemukan
sidik jari pemiliknya pada kemudi. Jadi pencuri itu memakai sarung
tangan. Rupa-rupanya kecelakaan itu memang disengaja, karena
kerusakan hanya sedikit pada mobil itu. Pencuri itu membenci taksi
atau membenci kalian. Apa kalian dapat ungkapkan persoalan ini?"
"Seperti yang sudah saya katakan, kami mencurigai Howie
Barker sebagai penipu. Tetapi kami belum menemukan petunjuk-
petunjuk baru."
Polisi itu tersenyum.
"Tetapi kami telah mempunyai. Karena itu kami ingin kalian
datang. Kami baru saja menerima potret baru pada berkas foto-foto
penjahat, yang cocok dengan foto yang kalian ambil. Orang itu
dikenal dengan nama Ralph Rafferty. Dulu ia bekerja pada The
Fransisco Insurance Company. Ia terbukti tidak jujur, dan
dipenjarakan karena pemalsuan.""Tetapi sekarang tentunya ia telah bebas, bukan?" tanya Nancy.
"Benar. Setelah dilepas dari penjara, ia menghilang dari daerah
pantai barat. Ia menipu seseorang, sejumlah besar uang di Chicago,
dan menjadi buronan lagi. Petunjukmu akan sangat membantu kami."
"Apa anda telah menyelidiki alamat dan nomor telepon pada
kartu namanya?" tanya Nancy.
"Sudah. Tetapi ternyata sebuah apartemen di kota ini. Ia telah
melarikan diri sebelum kami datang. Kami menanyai pengurus dan
para penghuni, tetapi tidak ada yang mengetahui tentang dia. Ia hanya
tinggal sebentar di sana. Tetapi kukira ia masih berkeliaran di daerah
ini."
"Saya tidak pasti akan hal itu," kata Nancy. "Kami pun
menaruh curiga ia bersekongkol dengan rombongan tukang sulap yang
menyebut dirinya Grup "The Hoaxters". Mereka secara tiba-tiba pergi
menuju Mexico City."
Kedua alis pak Raleigh naik.
"Haa?? Beritamu itu sangat menarik! Aku segera hubungi polisi
di sana, dan minta untuk awasi Rafferty alias Barker."
"Saya sangat berharap mereka dapat menangkap dia," kata
Bess. "Ia hampir saja menipu saya. Ia pandai berbicara."
"Wajahnya pun menarik dan tampan," kata George. "Saya kira,
sangat mudah dia menjual barang-barang tipuan."
"Saya juga khawatir akan hal itu," kata pak polisi. "Nah,
terimakasih banyak gadis-gadis manis!"
Ia menarik laci mejanya, lalu memberikan gambar-gambar foto
yang dibuat Nancy.
"Kami telah membuat gambar-gambar duplikatnya," katanya.Setelah mereka meninggalkan kantor polisi, Nancy
mengusulkan kepada teman-temannya agar langsung kembali ke
apartemen bibi Eloise. Hari itu mereka takkan melakukan sesuatu
kegiatan penyelidikan.
"Aku ingin berendam diri dalam bak air panas. Tubuhku kaku
semua," Nancy mengaku.
"Aku juga ingin tidur," kata George. Ia masih merasa pegal-
pegal akibat kecelakaan.
Bess ikut mengangguk. Ia menderita sakit pada kepala. Mereka
lalu memanggil taksi. Tidak berapa lama mereka tiba di apartemen.
Nancy menelepon perusahaan taksi dan menanyakan bagaimana
keadaan sopir yang membawa mereka tadi. Jawabnya melegakan.
Sopir itu hanya menderita gegar otak ringan, dan dalam beberapa hari
ia akan baik kembali.
Ketika bibi Eliose pulang mengajar siang hari itu, ia heran
mendengar cerita tamu-tamunya.
"Untung kalian tidak menderita cedera," katanya "Apa kalian
melihat jelas wajah sopir yang menabrak taksi kalian?"
Mereka lalu berusaha mengingat-ingat siapa sebenarnya si
penyerang itu. Nancy mengatakan bahwa ia punya firasat bahwa orang
itu ada hubungan dengan Grup "The Hoaxters".
Bibi Eloise mengiakan.
"Tetapi mengapa ia hendak mencelakai kalian?" ia bertanya.
Mereka diam tidak membuka mulut untuk beberapa lama.
"Kukira kita harus ke Mexico City," Nancy berkata kemudian.
"Kita lanjutkan penyelidikan kita. Kita tak dapat lepaskan Grup "The
Hoaxters" itu!""Engkau benar," sahut bibinya. "Ah, betapa inginnya aku ikut
kalian. Tetapi jelas itu tidak mungkin!"
Bess dan George anggap cetusan pikiran Nancy itu baik.
George menghela napas.
"Aku harus menelepon ke rumah. Mencoba minta kiriman uang.
Terus terang anggaran biaya penyelidikanku sudah turun sampai ke
titik nol." ia menyambung.6
Petunjuk Dari Tersangka
Bess yang pertama-tama menelepon orangtuanya. Sementara itu
kedua temannya menunggu. Ia menjelaskan rencana-rencana mereka.
Ia katakan bahwa ia ingin terus menemani Nancy ke Mexico.
Orangtuanya segera menyetujui.
Berikutnya giliran George menelepon. Tetapi ia menghadapi
kesulitan untuk memperoleh izin. Pak Fayne mengingatkan dia telah
habis anggaran biayanya.
"Tetapi ayah," George merajuk, "ini perkara penting. Apa ayah
tak mau meminjami dulu? Nanti bila kembali ke rumah akan
kucarikan uang untuk menggantinya."
Ayahnya ketawa.
"Kau sudah bekerja demikian keras. Bagaimana kiranya kalau
engkau minta bayaran sebagai seorang detektif."
"Jangan, ayah! Jika aku menerima imbalan untuk kerjaku ini,
aku tidak lagi diakui sebagai detektif amatir. Aku tahu pak Drew tidak
menyukai hal itu. Di samping itu, aku kehilangan teman Nancy dan
Bess untuk bekerjasama."
"Oke, oke! Engkau telah berhasil membujuk ayahmu," kata Pak
Fayne memanjakan.Ia berjanji untuk menaikkan uang belanjanya pada
perjalanannya itu.
"Tetapi kau harus berhasil memecahkan misteri itu," ayahnya
menggoda.
"Dengan Nancy yang memegang bola, regu kami takkan
mungkin alami kegagalan," George balas mengejek tertawa.
Setelah kedua mereka selesai menelepon rumah masing-masing,
Nancy mendapat giliran menelepon ayahnya. Ia membeberkan
rencananya pergi ke Mexico City. Setelah itu ia pun menelepon
nyonya Richards. Ia merasa gembira bahwa nyonya itu sehat-sehat
saja. Ia lalu mengungkapkan rencana mereka. Tetapi ia meminta agar
merahasiakannya.
"Tentu saja," jawabnya menjamin. "Tetapi aku ingin tahu di
mana engkau akan menginap. Kalau-kalau aku perlu hubungi kalian!"
"Di Hotel Fortunato," jawab Nancy. "Kami juga akan
memberitahu apa yang terjadi di sana." Nancy memesan tempat untuk
penerbangan pagi berikutnya.
***********
Setelah sarapan, mereka bertiga berpamitan kepada bibinya.
"Terimakasih atas keramahan bibi," kata Bess pamit.
Mereka tiba di Mexico City pada siang hari. Sementara
menunggu barang-barang bagasi, ketiga gadis itu hanya mendengar
percakapan-percakapan bahasa Spanyol di sekelilingnya. Bess dan
George saling berpandangan. Mereka berdua tidak mengerti satu patah
kata pun.
"Nancy, aku senang kau bisa berbahasa Spanyol," George
berkata. "Kalau tidak kita akan menghadapi masalah yang sulit.""Kalian berdua seharusnya belajar bahasa itu," kata Nancy
tertawa. "Sebenarnya tidak sulit."
Kedua saudara sepupu itu bertekad hendak mengambil kursus.
Nancy memang benar. Memang sangat penting bagi orang-orang
Amerika mempelajari bahasa-bahasa negara tetangga. Mereka naik
taksi ke Hotel Fortunato. Di meja penerima tamu Nancy minta kamar.
"Kami ingin sebuah kamar yang besar untuk bertiga,"
"Nama kalian?"
"Nancy Drew, Bess Marvin, dan George Fayne."
"Nancy Drew?" petugas itu memandangi. "Maaf, tunggu
sebentar," katanya melanjutkan, "pimpinan hotel ada pesan untuk
anda!"
Ia membalikkan tubuhnya, lalu bergegas masuk kantor di
belakang. Nancy menatap kedua teman-temannya.
"Aku ingin tahu ada apa lagi," katanya. "Tidak banyak yang
tahu kita akan kemari. Dan orang-orang yang tahu telah berjanji untuk
merahasiakannya."
Seorang Mexico yang tampan berpakaian putih muncul dari
kantornya, dan menyapa Nancy.
"Saya berharap anda mau ke kantor. Ada sesuatu yang harus
dirundingkan dengan anda."
Mereka bertiga mengikuti dia. Mereka dipersilakan di ruang
kantornya yang kecil berlapis papan. Ketiga gadis-gadis itu merasa
resah. Kabar buruk apa yang akan mereka hadapi?
Manager memperkenalkan diri, dengan nama tuan Gonzales.
"Mohon maaf," katanya, "bahwa saya harus menahan kalian.
Polisi telah menelepon dan memerintahkan saya berbuat demikian!"Nancy mengerutkan dahi.
"Bagaimana polisi mengetahui bahwa kami ada di sini?"
"Mereka bahkan sudah memberitahu semua hotel di kota ini,"
Gonzales menjelaskan. "Telah kami sediakan kamar pesanan kalian."
Percakapan itu dilakukan dalam bahasa Spanyol. Nancy harus
sering berpaling kepada dua teman-temannya untuk menterjemahkan
pembicaraan. Setelah Gonzales mengetahui bahwa Bess dan George
tidak mengerti bahasa Spanyol, ia lalu berbicara dalam bahasa Inggris.
"Penerima tahu melaporkan kalian telah datang. Saya lalu
telepon letnan Tara. Ia akan segera datang. Harap bersabar."
Ketiga gadis-gadis itu saling berpandangan. Mereka merasa
kecewa. Hanya keluarga mereka dan nyonya Richards yang dapat
menelepon kemari. Seorang petugas polisi masuk. Untung ia dapat
berbicara Inggris sehingga George dan Bess dapat mengikuti.
"Saya mengerti bahwa kalian adalah detektif-detektif," kata
letnan Tara.
"Anda dapat mengatakan begitu," Nancy menjawab,
"mengapa?"
"Saya diberitahu bahwa kalian berpraktek tanpa surat izin!"
"Surat izin?" Nancy memprotes. "Kami detektif amatir! Amatir
murni! Tak pernah mendapat imbalan untuk tugas-tugas kami."
Alis letnan Tara terangkat naik.
"Dapatkah kalian memberikan bukti-bukti?"
Ketiga dara itu terdiam sejenak. Mereka berada di sebuah
negara asing. Bagaimana mereka dapat memberikan bukti-bukti
bahwa mereka tidak meminta imbalan untuk tugas-tugas mereka?"Kami tidak punya bukti-bukti," akhirnya Nancy berkata.
"Tetapi kalau anda menelepon ayah saya di River Heights, Amerika
Serikat, ia dapat memperkuat pernyataan kami. Ayah adalah seorang
pengacara. Anda juga dapat menelepon komandan polisi McGinnis,
kepala kepolisian kota River Heights. Ia telah mengenal saya sejak
kecil."
Polisi itu mengusap usap dagunya.
"Ayah anda seorang pengacara?"
"Betul! Dan ia amat terkenal!" Bess menjawab.
"Kami datang ke Mexico City untuk melakukan penyelidikan
terhadap seorang penipu. Orang itu dicari-cari polisi New York." kata
Nancy.
"Mengherankan!" sahut menejer hotel.
Letnan Tara mengangkat telepon. Pertama-tama ia menelepon
pak Drew, kemudian komandan polisi McGinnis. Mereka ini
menyatakan bahwa ketiga gadis-gadis detektif itu memang detektif
murni.
"Nancy Drew adalah anak seorang pengacara terkenal,"
komandan McGinnis katakan. "Dia pun terkenal mempunyai bakat
yang besar dalam memecahkan berbagai perkara."
Letnan Tara mengucapkan terimakasih, lalu meletakkan gagang
telepon.
"Siapa yang memberikan keterangan palsu kepada anda?"


Nancy Drew Sindikat Tukang Sulap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

George bertanya.
Letnan tampak ragu-ragu.
"Saya tak tahu. Komandan kami yang menerima laporan itu.
Tetapi mengapa kalian tidak menanyakan kepada dia pribadi saja?"Gonzales menawarkan diri untuk menelepon. Nancy lalu
menjelaskan tentang tugas-tugas mereka di Mexico City kepada
kepala polisi tersebut.
Kepala polisi itu mengatakan, bahwa laporan itu diterima dari
seseorang di Departement Kehakiman Amerika Serikat. Tetapi ia
tidak mengetahui namanya. Ia lalu menanyakan kepada Nancy, apa
Nancy dan teman-temannya masih ada yang harus dibicarakan.
"Memang ada," jawab Nancy. "Ini sungguh suatu penghinaan.
Kami belum pernah berurusan dengan Departemen Kehakiman.
Pelapor anda yang tidak mau memperkenalkan diri itu telah
memberikan laporan palsu."
Polisi itu hanya mendehem tak menjawab. Ia minta agar dapat
berbicara dengan letnan Tara lagi. Kepada letnan itu ia katakan bahwa
tidak ada alasan lagi untuk menahan ketiga gadis detektif itu. Letnan
Tara diminta untuk segera kembali ke kantor. Letnan Tara tersenyum
dan mengatakan apa yang diperintahkan kepadanya.
"Terimakasih," kata Nancy. "Ini melegakan!"
Bess tertawa kecil.
"Heeehh! Aku rasakan badanku bertambah ringan limapuluh
kilo!" ebukulawas.blogspot.com
Setelah letnan Tara pergi, tuan Gonzales meminta maaf. Ia
perintahkan petugasnya untuk menyiapkan bagi mereka sebuah kamar
yang bagus dengan kamar mandi tersendiri.
"Yah, untuk imbalan atas kesulitan-kesulitan yang kami
timbulkan atas kalian bertiga " katanya tersenyum lebar.Mereka mendapat kamar yang menyenangkan. Mereka segera
membenahi kopor-kopor mereka. Sambil lalu mereka
mempercakapkan peristiwa yang baru saja mereka alami.
"Aku benar-benar tidak mengerti bagaimana pelapor palsu itu
tahu bahwa kita datang kemari! " kata Bess.
"Grup "The Hoaxters" itu berangkat meninggalkan New York
sebelum kita membuat rencana ini." George menimpali.
"Semua betul," Nancy membenarkan. "Barangkali Howie
Barker atau sekongkolnya masih ada yang tinggal di sana. Orang itu
dapat saja mengunjungi rumah makan kecil itu. Ia dapat keterangan
dari Susie bahwa aku telah menanyai mereka ke mana Grup "The
Hoaxters" pergi."
"Aku mengerti maksudmu," kata Bess. "Setelah ia tahu bahwa
kita mengetahui kepergian mereka kemari, ia lalu memberitahukannya
kepada grup pertunjukan tersebut."
"Benar. Barker lalu menelepon polisi di sini, dengan berpura-
pura sebagai pegawai Departemen Kehakiman Amerika Serikat."
Mereka baru saja selesai membenahi barang-barang mereka,
ketika telepon kamar hotel berdering. Bibi Eloise yang menelepon
mereka.
"Aku baru saja diberitahu oleh polisi New York," katanya pada
Nancy. "Mereka telah mendapatkan bukti tentang pencuri botol racun
nyonya Richards. Namanya Enzo Scorpio."
"Ha! Itu adalah pembantu pak Horner, pemilik laboratorium
medis di New York!," seru Nancy."Itu betul," jawab bibi Eloise. "Ia berasal dari Mexico. Polisi
mengira bahwa ia akan kembali ke sana, dan menganjurkan kalian
agar memasang mata. Mungkin kalian dapat membayangi dia."
"Aku ingin tahu apa ia hendak menjual botol itu?," tanya Nancy
sambil berpikir-pikir.
"Mungkin sekali ia akan menghubungi seorang kolektor," kata
bibi Eloise. "Setidak-tidaknya demikian perkiraan pak Horner. Ia pun
segera menghubungi polisi begitu mengetahui Scorpio menghilang
secara tiba-tiba dan membawa semua uang di laboratorium."
Setelah Nancy meletakkan gagang telepon, Bess nampak sangat
ketakutan.
"Kuharap saja racun itu jangan sampai jatuh ke tangan para
penipu. Bayangkan saja, bagaimana jadinya."
Nancy mengangguk, lalu mengalihkan pembicaraan.
"Bagaimana pendapat kalian, kalau kita menemui Grup "The
Hoaxters".
"Bagus!," teman-temannya menyetujui.
"Aku ingin tahu, apa pertunjukan mereka sama seperti di New
York," sambung George.
Mereka menanyakan kepada petugas hotel, di mana para tukang
sulap itu bermain. Ternyata gedung pertunjukan itu tidak jauh
letaknya. Tetapi tidak ada pertunjukan siang hari. Pertunjukan malam
dimulai pada jam delapan.
Bess merasa khawatir, kalau-kalau mereka akan dikenali oleh
para pemain.
"Bagaimana kalau kita menyamar?," begitu usulnya.
"Menyamar bagaimana?" tanya George."Kita beli pakaian Mexico dengan selendang untuk
menyembunyikan kepala. Jika ada orang datang terlalu dekat, kita
dapat menutup muka dengan selendang itu."
"Bagus usul itu," sambung Nancy.
Sisa hari itu mereka gunakan untuk berbelanja.
Mereka menemukan suatu butik yang menarik, milik senora
Clara.
"Apa yang dapat kami bantu?," tanya pemilik toko itu dalam
bahasa Inggris yang fasih.
"Bagaimana pendapat kalian tentang ini?," tanya Nancy kepada
teman-temannya. Ia memegangi sehelai rok Tukois yang manis.
"Itu pilihan yang tepat," kata pemilik toko. "Sangat cocok untuk
anda!."
"Ia benar, Nancy," kata Bess. "Kalau saja aku memperoleh
sesuatu yang cocok untuk . . ."
"Pinggangmu!," George menimpali tertawa. "Senora, apakah
anda mempunyai ukuran untuk seorang yang gemuk?."
"Terimakasih George," kata Bess menantang.
Senora Clara hanya tersenyum.
"Kalian mengingatkan saya akan keponakan-keponakan saya di
Amerika Serikat," katanya. "Saya yakin dapat menemukan yang
paling cocok untuk kalian!"
Seperti dijanjikan, ketiga gadis-gadis itu dapat memilih baju
yang sesuai dengan keinginan mereka.
**********Sore itu mereka datang ke gedung pertunjukan dengan
mengenakan pakaian Mexico serta tata rambut baru, tidak lama
kemudian pertunjukan pun mulai.
Mereka meneliti acara pertunjukan. Mereka melihat tukang
sulap ketrampilan pada daftar acara itu bernama Ronaldo Jensen.
Ternyata sama seperti yang telah mereka lihat.
Dekat sebelum pertunjukan dimulai, seorang nyonya cantik
masuk dan duduk di dekat mereka. Ia berpakaian mahal dan
membawa tas tangan besar.
Pada waktu ganti acara pertunjukan, ia memperkenalkan diri
kepada Nancy. Ia bernama senora Rosa Mendez. Ia seorang janda
yang hidup sendirian.
"Keluarga tinggal di Oaxaca," katanya dalam bahasa Spanyol.
"Aku mempunyai seorang cucu, namanya Dolores. Tetapi aku jarang
sekali menengoknya, sebab ia tinggal begitu jauh. Aku sungguh-
sungguh merasa kehilangan dia. Akan kutunjukkan gambar fotonya."
Nyonya itu membuka tasnya, lalu mengeluarkan sebuah gambar
foto seorang gadis cilik, kira-kira umur sembilan tahun.
"Manis sekali!," kata Nancy, memandangi gambar foto anak
bermata cerah dan berambut hitam. "Saya tak heran bila anda selalu
ingin melihat dia! Saya yakin pertunjukan ini akan meringankan
kerinduan anda," kata Nancy sambil tersenyum. "Ngomong-ngomong,
apakah anda dapat berbicara Inggris?."
"Ya, dapat!."
"Bagus," kata Nancy. "Teman-teman saya tidak mengerti
bahasa Spanyol."Awal babak kedua, Grup "The Hoaxters" memberikan acara
pertunjukkan baru. Salah seorang dari mereka berlari melalui gang
pemisah antara deretan kursi penonton. Dengan mulut ia memegangi
sebuah obor yang menyala. Ia membelok di belokan deretan kursi,
melalui gang di samping, kembali ke atas panggung. Ia ambil obor
dari mulut lalu memadamkan nyala apinya. Ia mengangakan
mulutnya, dan menunjukkan bahwa mulut tak terluka bakar sedikit
pun. "Mengagumkan!" kata nyonya Mendez kepada Nancy.
"Memang mengagumkan!?? jawab Nancy.
Kini akan tampil tukang sulap ketrampilan tangan. Ia
mempersilakan beberapa penonton untuk naik ke pentas, dan
menyaksikan bagaimana ia melakukan permainan sulapnya.
Senora Mendez berkata : "Wah, saya ingin melihat itu!"
Sebelum Nancy sempat mencegah, nyonya itu telah berdiri dan
maju ke depan.
"Kuharap saja ia tak akan didatangi salah seorang penipu kelak.
Senora itu rupa-rupanya punya banyak uang. Cocok dengan yang
mereka cari," bisik Bess.
Pertunjukan berjalan terus. Sulapan-sulapan cerdik
dipertontonkan. Para penonton tertawa dan bertepuk tangan. Para
penonton yang di pentas demikian tertarik sehingga tidak merasa
bahwa beberapa dari mereka kehilangan arloji, kalung, dompet dan tas
tangan. Tukang sulap itu lalu mengatakan, bahwa barang-barang itu
akan mereka terima kembali setelah pertunjukan selesai.
"Silakan kembali ke tempat duduk anda," katanya.Senora Mendez berkata kepada Nancy : "Mereka mengambil
tasku. Apakah kau kira mereka benar-benar akan mengembalikan?."
Nancy berkata bahwa ia yakin akal hal itu. Tetapi ia
menyambung : "Apakah anda mempunyai barang-barang berharga di
dalamnya?."
"Ada," jawab nyonya itu. "Buku tabunganku, sejumlah uang,
dan beberapa surat serta kertas-kertas lain yang tidak boleh dibaca
orang lain."
"Apa ada hal-hal yang sangat pribadi?" tanya Nancy. Ia
khawatir Grup "The Hoaxters" akan mengambil keuntungan dari
padanya.
"Ada," jawab senora Mendez. "Ada yang berisi keterangan-
keterangan penting yang melatarbelakangi keadaan keluarga kami.
Orang lain tidak boleh mengetahuinya!"
Mendadak Nancy mendapat firasat. Ia merasa pasti keterangan
demikian itu dapat digunakan untuk melakukan pemerasan pada
nyonya itu.7
Pengejaran di Piramida
Dengan berbisik-bisik Nancy menyampaikan sesuatu kepada
senora Mendez.
"Saya yakin, nyonya akan menerima tas itu kembali," katanya.
"Kami telah menyaksikan pertunjukan mereka di New York, dan tas
milik Bess juga diambil. Tetapi sesudah pertunjukan dikembalikan."
"O, baik kalau begitu," kata senora Mendez, lalu duduk
seenaknya di kursi menikmati pertunjukan selanjutnya. Begitu
pertunjukan selesai, ia bergegas berjalan di gang antara deretan kursi-
kursi menuju ke pentas.
"Apakah ada milik anda yang harus kami kembalikan?" tukang
sulap ketrampilan itu bertanya.
"Ya! Tas saya! Saya hendak memintanya kembali sekarang
juga!."
"Ikutilah saya," kata tukang sulap mengajak nyonya itu ke
kantor di bagian belakang panggung. Ia menerima tas, membukanya
dan tangannya meraba-raba isinya.
"Apakah tidak ada yang hilang?," tanya si tukang sulap.
"Eh . . ya ... lengkap!."Tukang sulap itu minta agar nyonya itu menandatangani sebuah
surat pernyataan membebaskan Grup "The Hoaxters" dari segala
tuntutan. Senora itu menandatanganinya, lalu bergegas kembali
menuju ke tempat ketiga gadis itu duduk menunggu.
"Apa segalanya beres?," tanya Bess.
"Untunglah! Semua beres!."
Nancy berharap hal itu memang benar. Tetapi hati nuraninya
mengatakan ia harus memberitahukan senora Mendez.
"Nyonya, ada kemungkinan mereka telah melihat-lihat isi tas
anda. Dengan demikian mereka dapat mengetahui sesuatu yang oleh
mereka atau sekongkol mereka akan digunakan untuk menipu atau
memeras anda. Maka harap anda hubungi bank anda dan minta agar
menahan cek-cek yang kira-kira dipalsukan. Demikian juga agar
berhati-hati terhadap tipuan oleh bujukan para salesmen, baik lewat
telepon atau mendatangi rumah anda."
Nyonya itu berjanji akan berhati-hati.
"Engkau membuat aku menjadi takut," katanya. "Apakah
sebaiknya aku panggil polisi kalau terjadi sesuatu?."
"Ya," jawab Nancy. "Kalau anda inginkan bantuan kami dengan
senang hati kami akan melakukan apa yang kami bisa. Kami adalah
detektif-detektif amatir."
"Di mana kalian tinggal?," tanya senora Mendez.
"Di Fortunato," Nancy menjawab, lalu menuliskannya pada
secarik kertas.
Ia memberitahukan kertas alamatnya kepada nyonya itu, dan
sebaliknya nyonya itu memberikan nomor telepon serta alamat
rumahnya."Apa kalian punya rencana-rencana untuk besok?," tanya
nyonya itu.
Nancy menjawab tidak. Nyonya itu lalu mengajak mereka
melihat PIRAMIDA MATAHARI. Tertarik oleh nama monumen
kuno, mereka menerima ajakan itu. Senora Mendez berjanji akan
menjemput mereka pada jam sepuluh besok.
*************
Ketika ia datang, Nancy dan teman-temannya telah menunggu
di lobby hotel.
Di tengah jalan Bess memuji senora Mendez atas ketrampilan
mengemudikan mobil. Lalu lintas sangat ramai, tapi jalannya ngebut
sehingga nampaknya berbahaya.
"Anda sungguh berani," kata Bess. "Saya tak ingin
mengemudikan mobil di sini."
"Kita akan sampai di luar kota sebentar lagi," kata nyonya itu
tersenyum. "Jalan di sana agak kurang ramai."
"Berapa jauhnya tempat piramida itu?" tanya George.
"Sekitar duapuluh lima kilometer," kata senora Mendez.
Ia lalu bercerita tentang dongeng-dongeng Mexico kuno.
"Ada sebuah legenda yang sangat kusenangi," katanya. "Orang-
orang Indian pribumi senang berdiri di tepi samudra. Mereka melihat
seekor ikan yang besar datang mendekat. Seorang kulit putih duduk di
punggungnya. Karena orang-orang Indian itu sebelumnya tak pernah
melihat orang kulit putih, mereka percaya bahwa yang datang itu
seorang dewa. Ketika orang kulit putih itu mendarat, orang-orang
Indian itu berlutut. Orang kulit putih itu lalu menjadi raja mereka.
"Dari mana orang kulit putih itu datangnya?," tanya Nancy."Barangkali dari Eropa. Legenda itu tidak menyebutkan
bagaimana ia dapat duduk di punggung ikan. Ikan itu mungkin sekali
seekor ikan lumba-lumba yang memang ramah. Tak dapat disangsikan
lagi bahwa mungkin orang itu salah seorang dari awak kapal yang
tenggelam, dan ditolong oleh seekor ikan lumba-lumba."
"Sungguh beruntung!," kata Nancy sambil berdecak.
Senora Mendez tersenyum.
"Ketika orang itu menjadi tua, ia rindu dan ingin kembali ke
tanah asalnya. Terakhir kali orang-orang Indian itu melihat dia naik di
punggung ikan lumba-lumba meninggalkan Mexico."
"Dongeng yang menarik," seru Bess.
"Dan tidak masuk akal!," George tertawa menimpali.


Nancy Drew Sindikat Tukang Sulap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Nancy tidak sempat memberi komentar, sebab senora Mendez
mulai lagi dengan dongeng lain.
"Tak seorang pun tahu dengan pasti, sejak kapan orang-orang
Indian yang pertama-tama menempati Mexico City dan sekitar. Para
arkeolog telah melakukan penggalian bertahun-tahun, membuat
perkiraan sejak empatribu tahun yang lalu. Kelompok demi kelompok
dari pendatang memerangi penduduk asli. Jika pendatang itu
memenangkan perang, mereka memaksakan cara-cara berpolitik,
kepercayaan dan tatacara mereka kepada rakyat yang dikalahkannya.
Puing-puing yang ada dewasa ini adalah sisa-sisa peninggalan bangsa
Aztek dan kebudayaan yang lebih tua lagi."
"Apakah bangsa Aztek yang membangun PIRAMIDA
MATAHARI itu?" tanya Nancy.
"Menurut para ahli, bukan. Tetapi dibangun oleh suku bangsa
Toltec yang berkuasa seribu tahun sebelum bangsa Aztek.""Bangsa Aztek sungguh sangat pandai dan berkebudayaan
tinggi," kata George.
"Itu memang benar," kata senora Mendez.
"Sekarang pandanglah ke depan sana. Itulah."
Bangunan hebat dengan dasar luas, menjulang meninggi dengan
tangga yang tersusun rapi, menyolok di langit biru yang hanya
berawan putih sedikit.
"Bangunan-bangunan apakah yang lain-lain itu?" tanya Bess.
"Itu PIRAMIDA BULAN yang lebih kecil," senora Mendez
menjelaskan. "Yang di kejauhan itu sejumlah piramida-piramida, kuil-
kuil dan makam-makam, termasuk kuil Quetzalcoatl yang sangat
terkenal. Semua bangunan itu dibangun di kanan-kiri sebuah jalan
kuno sepanjang empat kilometer, dikenai sebagai Dead Highway. "
"Hii," Bess menggigil. "Nama yang terlalu menarik!,"
Senora Mendez tersenyum. Kemudian memarkir mobilnya di
tempat parkir tidak jauh dari piramida.
"Aku jamin, tidak ada tempat yang menakutkan di sini,"
katanya.
Mereka menuju ke bangunan yang nampak berwibawa itu.
Senora Mendez menceritakan, bahwa piramida itu dibangun untuk
penghormatan kepada Dewa Matahari yang dipuja oleh bangsa Indian.
"Bukan main besarnya!," George kagum.
"Ya. Tingginya kira-kira tujuhpuluh meter," nyonya itu
menjelaskan. "Keliling dasar kurang lebih duaratus limapuluh meter."
Bagian sisi di depan mereka adalah undak-undakan batu yang
menuju ke puncak. Beberapa orang sedang menuruni undak-undakan.
"Apa kalian ingin mendaki?," tanya senora Mendez."Senang sekali!," serempak mereka menjawab.
"Ada apa di puncak?," tanya Bess.
"Sekarang tidak ada apa-apanya lagi," jawab nyonya itu.
"Tetapi seribu tahun yang lalu keadaannya lain sekali. Tawanan-
tawanan perang digiring ke atas, di sana dibunuh oleh para imam."
"Hii," Bess mendesis. "Aku jadi tak ingin lagi ke atas."
Senora Mendez mengatakan bahwa sekarang tak ada lagi
sesuatu yang mengingatkan akan peristiwa-peristiwa mengerikan itu.
"Tetapi dari atas sana dapat melihat pemandangan yang kalian
tentu tidak ingin melewatkannya.
Bess akhirnya mau juga naik ke atas. Ia berjalan paling
belakang. Beberapa saat kemudian yang lain telah jauh di depan.
Tiba-tiba seorang nyonya setengah tua yang berada beberapa
meter di atas Bess berteriak.
"Aduh! Aku hampir jatuh! Pusing! Tolong! Tolong!,"
Tak seorang pun ada di dekatnya kecuali Bess. Bess melihat
nyonya itu sempoyongan. Kemudian jatuh berguling menuruni undak-
undakan.
"Aku harus menolongnya sebelum ia cedera!," pikir Bess.
Tetapi ia pun sadar bahwa jika ia tepat berada di bawah nyonya itu ia
akan tertimpa dan ikut jatuh.
Sesuatu melintas di pikiran Bess. Ia pernah membaca bahwa
dalam mendaki atau menuruni gunung, bangsa Indian selalu berjalan
zig-zag. Yaitu berjalan beberapa langkah ke kanan, lalu beberapa
langkah lagi ke kiri. Hal itu tidak saja menjaga agar tidak jatuh, tetapi
juga mengatur napas.Bess membalikkan tubuh dan memasang kuda-kuda yang kuat.
Ia menangkap nyonya itu pada pundaknya. Keduanya terhuyung
sebentar, kemudian Bess dapat menguasai diri. Ia mulai turun
menyerong ke samping sambil memapah nyonya itu.
Pada saat itu banyak wisatawan yang bergegas ke tempat
kejadian. Dua orang laki-laki yang kuat-kuat naik menjemput Bess
beserta nyonya yang ditolongnya. Mereka lalu memanggul nyonya
yang pingsan turun ke bawah.
Bess merasa lega. Memikirkan apa yang mungkin bisa terjadi,
ia menjadi gugup dan bingung. Dengan lutut gemetaran ia lalu duduk
dan berusaha untuk menenangkan diri. Nyonya yang pingsan itu mulai
siuman. Ketika kemudian ia mengetahui bahwa telah ditolong oleh
Bess, ia mengucapkan rasa terimakasihnya dalam bahasa Inggris.
"Terimakasih banyak atas pertolonganmu! Engkau begitu
berani. Pantas untuk mendapat bintang!."
Bess menjadi lebih gugup mendapatkan pujian demikian.
Dengan segera ia bangkit, melambaikan tangannya lalu melanjutkan
naik ke atas.
Teman-temannya yang sudah dekat ke puncak, mendengar juga
teriak-teriakan itu. Ketika Bess sudah berkumpul kembali dengan
mereka, Nancy berkata : "Suatu penyelamatan yang berani, Bess!."
"Luar biasa!," kata George sambil menepuk-nepuk pundaknya.
"Sudahlah, lupakan itu!," gumam Bess. "Apa kalian berhasil
menemukan kerangka?."
"Tidak!," jawab Nancy. "Tetapi mari kita berputar-putar
sebentar. Kemudian, kupikir kita kembali ke hotel. Senora Mendezsungguh baik hati. Tetapi kita telah terlalu banyak mengganggu
waktunya yang berharga."
"Aku sendiri merasa lemas," kata Bess menyetujui.
Mereka mulai turun. Pada waktu sampai di undakan terbawah,
Bess menangkap lengan George.
"He! Lihat itu di sana!," serunya, menunjuk ke arah orang yang
sedang membelok mengitari sudut piramida. "Bukankah itu Enzo
Scorpio, pencuri racun?."
"Memang betul!," jawab George.
George berbalik. Lalu lari menuju arah orang itu. Nancy
mengikuti di belakangnya, disusul Bess. Senora Mendez hanya diam
berdiri, memandangi gadis-gadis itu terheran-heran.
Tepat pada waktu itu si tersangka melihat mereka. Cepat
bagaikan kilat ia membelok dan menghilang di balik piramida.8
Berita Mengejutkan
Pengejaran itu berlangsung beberapa saat. Nancy, Bess dan
George memencar dalam usaha mencegat larinya si tersangka. Mereka
naik dan turun undakan PIRAMIDA MATAHARI, sampai buronan
mereka berhasil menerobos lari ke arah Selatan. Ia lari menuju Kuil
Quetzalcoatl. Meskipun Nancy memusatkan segala usahanya untuk
terus mengejarnya, tak urung ia harus puas untuk mengagumi berbagai
bentuk dan ragam ukir-ukiran pada bangunan kuno itu, yang
menggambarkan Naga Berjambul, dewa yang dipuja di bangunan kuil
tersebut.
Tiba-tiba Enzo Scorpio nampak menuju ke tempat parkir.
Nancy hampir saja dapat mengejarnya. Tetapi orang itu keburu
melompat masuk ke dalam mobil. Dalam sekejap mobil itu telah
meluncur kabur. Roda-rodanya menghamburkan debu tebal menimpa
Nancy tepat ketika ia dekat di belakang mobil tersebut.
Dengan terbatuk-batuk gelagapan Nancy berhenti mengejar,
menggigit bibirnya karena kecewa. Ia begitu marah karena kegagalan
itu, namun masih sempat melihat nomor mobil. Setelah debu lenyap
mengendap, ia segera mengambil pensil dan kertas untuk
mencatatnya.Bess sampai disampingnya, menyusul kemudian George.
"Bagaimana?," tanyanya.
"Hampir aku menangkapnya, tetapi dia melompat masuk ke
dalam mobil, lalu menghilang," jawab Nancy.
"Sayang sekali," seru George.
"Di mana senora Mendez?," Bess mengingatkan teman-
temannya.
Mereka melihat ke sekeliling dan melihat nyonya itu sedang
berjalan menuju mobilnya. Segera mereka bertiga bergegas ke sana.
Nancy berjalan melewati seorang anak muda bertubuh atletis.
Rupanya ia dari Amerika Serikat.
"Hendak meminta aku mengejar orang itu dengan mobilku?,"
orang muda itu bertanya.
"Terimakasih, tidak perlu!," jawab Nancy.
"Jika kau mengejar-ngejar orang begitu tampan, bagaimana
kalau aku saja?," orang itu menyeringai.
Ketiga gadis sama sekali tak mengacuhkan ocehan itu dan terus
berjalan ke tempat senora Mendez berada. Begitu mereka sampai,
nyonya itu bertanya mengapa mereka mengejar orang asing itu. Nancy
lalu memberikan penjelasan yang membuat nyonya itu terkejut.
"Ia mencuri sebotol racun?," serunya. "Ia tentu dapat
dipenjarakan untuk perbuatannya itu!." Ketiga gadis itu mengiakan.
Bess menyatakan bahwa ia merasa sudah cukup berjalan-jalan
menikmati pemandangan hari itu. Ia ingin kembali ke hotel Furtunato.
Senora mengangguk setuju. Sebentar kemudian mereka telah berada
dalam mobil menuju ke kota Mexico City.Setiba di hotel, Nancy menelepon letnan Tara. "Sebelum kami
tinggalkan New York," katanya. "Sebuah botol berisi racun milik
teman kami telah dicuri orang; Kami kemudian diberitahu bahwa
polisi New York menaruh kecurigaan terhadap seseorang yang
bernama Enzo Scorpio sebagai pencurinya. Kami baru saja melihat
orang itu di PIRAMIDA MATAHARI."
"Anda mengenali dia?," tanya letnan Tara.
"Ya," jawab Nancy. Ia lalu menceritakan tentang kunjungan
mereka ke laboratorium medis milik pak Horner. "Kami bertiga
mengejar Enzo Scorpio, tetapi ia dapat lolos kabur dengan sebuah
mobil," ia melanjutkan, memberikan nomor mobil yang berhasil di
catatnya.
Letnan itu mengucapkan terimakasih, dan berjanji akan melacak
mobil tersebut.
"Saya mengharap dapat menemukan di mana Scorpio berada,"
katanya.
Lewat tengah hari, letnan itu menelepon kembali. Ia
mengatakan bahwa pelacakan menemui jalan buntu. Mobil itu adalah
mobil sewaan dan disewa bukan atas nama Enzo Scorpio. Orang yang
menyewa mobil itu menunjukkan SIM dan alamatnya. Ketika polisi
meneruskan melacak ke sana, orang itu telah pergi meninggalkan
kota.
"Tak tahu ke mana perginya atau kapan ia kembali," kata letnan
itu. "Tetapi bila kami berhasil temukan dia, akan saya kabarkan
kepada kalian."
Nancy berpikir sesaat."Saya kira," katanya kemudian. "Scorpio sedang mencoba
menjual botol itu kepada seorang kolektor. Apa anda tahu seorang
kolektor di Mexico City sini?."
"Hmm," kata Tara berpikir. "Sebenarnya saya tahu dia. Ia
seorang kaya yang memiliki koleksi botol racun kuno secara luas.
Namanya Fernando Pedroa. Sebenarnya ia tak diberi izin memiliki
racun di rumah. Karena ia memang dapat dipercaya, ia mendapat izin
khusus. Koleksi itu disimpan dalam ruang yang terpisah dan terkunci
dengan aman."
Nancy bermaksud bersama teman-temannya dapat bertemu
orang itu.
"Apa anda bisa memberikan surat perkenalan?," tanyanya.
"Saya yakin, senor Pedroa tentu akan senang bertemu dengan
anda dan mendengar misteri itu," kata letnan Tara berdecak. "Ia
sangat menyenangkan. Saya akan mengirimkan sehelai surat
perkenalan ke hotel kalian."
"Terimakasih," kata Nancy.
Tidak lama kemudian seorang pesuruh membawa surat
perkenalan tersebut.
"Nah, mari kita kunjungi kolektor itu," usul Nancy.
Ketika ketiga gadis detektif itu dengan naik taksi tiba di tujuan,
Nancy meminta sopir untuk menunggu sebentar. Ia ingin tahu apakah
senor Pedroa memang ada di rumahnya.
Nancy membunyikan bel. Seorang pembantu rumah tangga
membukakan pintu. Ia memberitahu bahwa Senor ada di kebun.
Nancy memberikan surat perkenalan dari letnan Tara. Sementara itu
George membayar sewa taksi.Setelah menunggu sebentar, senor Pedroa datang dan
mengucapkan selamat datang. Ia mempersilakan mereka bertiga
masuk ke ruang duduk yang dilengkapi hiasan indah. Ketika
mengetahui bahwa Bess dan George tidak mengerti bahasa Spanyol, ia
lalu menggunakan bahasa Inggris yang fasih.
Nancy lalu menceritakan perkara mengenai racun. Ia
menanyakan apakah seseorang bernama Enzo Scorpio telah datang
menawarkan botol racun kuno tersebut. Jawabannya, tidak.
"Kami telah melihat orang itu di Mexico City," Nancy
menjelaskan. "Ia bekerja pada laboratorium medis di New York. Enzo
mencuri botol itu dari seorang teman kami. Pemilik laboratorium
mengatakan, bahwa botol itu berhias benang emas dibuat pada abad
limabelas. Mungkin sekali sangat berharga. Dan racunnya masih
berkhasiat."
Mata senor Pedroa bersinar.
"Kalau itu barang asli, tentu sangat berharga. Aku akan
membelinya jika ditawarkan kepadaku."
"Kami temukan botol itu dalam pakaian Fiorentina kuno,"
sambung Bess. "Tak seorang pun yang tahu sudah berapa lama ia ada
di sana."
Senor Pedroa tersenyum.
"Dan kalian percaya bahwa Enzo Scorpio telah mencuri racun
itu? Apa yang membuat kalian begitu percaya?."
"Polisi New York yang mengatakannya. Enzo adalah seorang
Mexico, karena itu polisi menganjurkan kami mencari dia di sini.""Ketika kami melihat-lihat pemandangan di PIRAMIDA
MATAHARI pagi tadi," George menyambung. "Kami melihat dia.
Tetapi ia juga melihat kami, lalu melarikan diri dengan mobil."
Senor Pedroa menggelengkan kepala dengan terpesona.
"Kalian sungguh-sungguh detektif yang hebat. Kuingin bantu
kalian memecahkan misteri ini. Kalau aku mengetahui sesuatu tentang
Enzo Scorpio, aku akan memberitahu kalian."
"Dan juga memberitahu polisi," Nancy membetulkan.
Senor Pedroa berjanji. Kemudian, ia bertanya apa mereka ada
minat melihat-lihat koleksi botol-botol racunnya yang antik.
"O, senang sekali," kata mereka serentak. Senor Pedroa
membuka kunci pintu besi yang berat. Dibalik pintu terdapat sebuah
ruangan yang diterangi lampu-lampu neon. Pada dinding terdapat
batang-batang besi yang rapat-rapat hingga tak dapat dimasuki tangan
orang untuk meraih rak-rak yang di baliknya.
"Aku harus yakin, barang-barangku tak dapat dicuri orang,"
senor Pedroa menjelaskan. Rak-rak dilindungi kaca dan dibagi-bagi
dalam ruangan-ruangan kecil. Di setiap ruangan kecil itu terdapat
sebuah botol buatan tangan yang sangat indah.
"Banyak di antaranya yang masih berisi racun," kata senor
Pedroa melanjutkan. "Aku selalu berusaha menyelidiki asal-usulnya.
Tetapi aku tidak selalu berhasil. Semua botol-botol itu sudah tua
usianya. Mereka memang asli dan sangat berharga."
George menunjuk ke ruangan yang berisi cincin-cincin.
"Apa itu jenis cincin-cincin yang berisi racun?," ia bertanya."Engkau benar," jawab senor Pedroa. "Kalian tahu cincin-cincin
berisi racun sudah ada sejak jaman klasik. Jendral Besar Hannibal
melakukan bunuh diri dengan minum racun dari cincin demikian ini."


Nancy Drew Sindikat Tukang Sulap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mengerikan!," gumam Bess meringis.
Senor Pedroa tersenyum.
"Memang mengerikan. Itu memang bukannya sesuatu hal yang
pantas kita hayati. Nah, bagaimana kalau sekarang kita minum teh?."
"Terimakasih," katiga mereka menerima tawaran itu dengan
senang hati.
Senor Pedroa mengunci kamar koleksinya. Kemudian mengajak
tamu-tamunya ke sebuah serambi yang disinari cahaya matahari.
Pelayan menghidangkan baki-baki berisi kue-kue kecil dan kue tart
yang sangat mengundang selera. Bess berkata dalam hati tidak merasa
lapar, tetapi tiba-tiba saja ia mengutarakan bahwa ia hampir pingsan
kelaparan.
Pelayan menuang teh pada cangkir masing-masing, dan
mengedarkan kue-kue. Bila kemudian ketiga dara itu bangkit untuk
berpamitan pulang, mereka yakin tidak perlu makan malam lagi.
"Kami telah melakukan suatu kunjungan yang sangat
menyenangkan, serta banyak menerima petunjuk-petunjuk,?? Nancy
berkata kepada senor Pedroa. "Kami sangat berterimakasih!."
Tuan rumah pun mengaku bahwa ia juga menikmati kunjungan
mereka, dan mendoakan agar mereka berhasil memecahkan misteri
botol racun yang hilang itu.
Ketika Nancy bersama teman-temannya tiba kembali di hotel
Fortunato, ia menemukan sepucuk surat di atas meja penerima tamu.
Senora Mendez telah datang dan meninggalkan nomor teleponnya."Harap segera menghubungi aku," tertulis di bawah, nomor
telepon itu.
Mereka bertiga segera masuk ke kamar hotelnya. Nancy
menelepon. Senora Mendez segera mengenali suara Nancy. Sebentar
kemudian terdengar suara terisak-isak. Ia hampir tidak kuasa berbicara
hingga Nancy tak dapat menangkap maksud kata-katanya.
"Maaf, Senora. Tolong ulang lagi!," ia meminta. Nyonya itu
menjerit.
"Cucuku Dolores diculik!."9
Penyerangan di Pentas
"Diculik? Kapan? Di mana?," tanya Nancy kepada nyonya
Mendez dengan nada terkejut.
Di antara isak tangis, nyonya itu menceritakan bahwa cucunya
yang berumur sembilan tahun waktu itu sedang akan pulang sekolah.
Pada jam biasanya ia harus sudah pulang sampai di rumah, belum juga
datang, maka orangtuanya menelepon polisi.
"Anakku itu," sambung senora Mendez. "Lalu menelepon juga
guru kelas Dolores. Guru itu tercengang bahwa anak itu hilang. Pada
hari itu Dolores tinggal sebentar sesudah pelajaran untuk membantu
membereskan kelas. Tetapi kemudian ia pulang. Guru itu lalu
menghubungi teman-teman sekelasnya, menanyakan barangkali ada
yang tahu ke mana Dolores pergi?."
"Dan itu berhasil?," tanya Nancy.
"Ya! Dua orang temannya melihat Dolores naik sebuah mobil.
Mereka menganggap sopir dan seorang wanita yang duduk di
belakang adalah saudaranya atau kenalannya. Teman-temannya itu
sangat terkejut mendengar ia ternyata diculik."
"Saya ikut merasa sedih," kata Nancy. "Saya akan berusaha
sedapat-dapatnya untuk menemukan dia. Apa anda punya petunjuk-
petunjuk?.""Tidak punya," jawab nyonya Mexico itu. "Ah, mengapa
penculik itu memilih cucuku?."
"Saya telah mencurigai Grup "The Hoaxters " sejak lama," kata
Nancy. "Mereka mempersilakan penonton naik pentas; tukang
sulapnya "mencopet" barang-barang mereka. Mungkin mereka
memeriksa barang-barang itu untuk dapat mengetahui siapa di antara
mereka orang kaya, berpengaruh atau terkenal. Sebab itu saya telah
berusaha agar anda jangan ikut naik pentas. Tentang anda, mungkin
mereka menjadi tahu bahwa anda memiliki rekening bank yang besar
dan juga seorang cucu yang sangat anda sayangi."
"Ah, ya! Memang demikian!," jerit senora Mendez, dan ia
mulai menangis lagi.
Nancy berusaha menenangkan dia.
"Saya yakin," katanya menghibur. "Anda atau anak anda akan
menerima surat minta uang tebusan. Atau mungkin anda menerima
telepon dengan pesan khusus langsung dari Dolores."
"Kuharap saja begitu. Setidak-tidaknya aku tahu bahwa cucuku
dalam keadaan baik."
"Saya pun setuju," Nancy meneruskan kata-katanya. "Saya
minta teleponlah saya segera bila anda mendengar sesuatu dari para
penculik. Sementara itu saya anjurkan agar anda selalu siap menerima
telepon, baik dari polisi maupun dari para penculik."
"Engkau sungguh sangat cerdik," Senora memuji. "Aku tak
mau banyak bicara. Tetapi aku benar-benar bingung."
"Itu memang beralasan," kata Nancy. "Tetapi harap tetap
tenang. Pikirkan baik-baik saja bagi kembalinya cucu anda."Nancy lalu menceritakan apa yang terjadi kepada Bess dan
George. Kedua teman itu bagaikan disambar petir mendengar berita
buruk itu. Mereka sangat setuju dengan dugaan Nancy tentang Grup
"The Hoaxters. "
"Aku pun menduga demikian," kata Nancy kepada mereka.
"Masih lebih banyak lagi keterlibatan mereka dari apa yang kusangka
semula. Bila Grup "The Hoaxters" itu sudah memperoleh hasil yang
bagus dari para penontonnya, mengapa mereka masih saja
bersekongkol dengan para penipu dan penculik?"
"Lagi pula, mengapa mereka merasa perlu lari ke New York?,"
kata George mengangguk.
Bess tidak mendengarkan. Ia malah berkata sendiri.
"Aku sungguh merasa sedih dengan peristiwa Dolores. Ah,
kuharap saja ia mendapat perlakuan yang baik. Anak yang malang! Ia
tentunya sangat ketakutan!."
Nancy kemudian memberikan usulnya. Sebaiknya mereka
bertiga segera pergi ke gedung pertunjukan tempat Grup "The
Hoaxters" bermain. Mereka hendak berusaha mengetahui apa yang
diduga-duga Nancy memang betul.
Telepon berdering. Senora Mendez yang menelepon, dan dia
sangat tenang.
"Kita dapat berita!," katanya. "Anakku dan suaminya mendapat
surat yang diantarkan. Tetapi pengantarnya segera berlalu sebelum
sempat menanyakan sesuatu. Surat itu berbunyi:
"Anak anda takkan menderita, tetapi akan melakukan
perjalanan yang jauh! "
"Hanya itu?," tanya Nancy."Ya! Kami memang merasa sedikit lega mengetahui keadaan
Dolores yang tidak kurang suatu apa. Tetapi kami menjadi resah
tentang perjalanan yang jauh itu. Mereka mungkin akan membawa
anak itu ke luar negeri."
Nancy mengakui bahwa hal itu memang mungkin. Persoalannya
ialah mengapa para penculik itu merencanakan membawa sanderanya
itu ke luar dari Mexico City.
"Apa anda yakin belum ada uang tebusan?," gadis detektif itu
bertanya.
"Aku yakin!," jawab senora Mendez. "Nah, Nancy. Aku tak
ingin banyak bicara lagi. Tetapi begitu ada berita, aku akan
memberitahu."
Mereka meneruskan rencana yang telah disepakati bersama
untuk menonton Grup "The Hoaxters".
Nancy hendak bertanya kepada pimpinannya secara terus terang
mengapa mereka perlu menahan barang-barang milik para penonton
sampai selama setengah jam.
Mereka naik taksi dan turun di depan gedung pertunjukan.
Tidak ada orang yang tampak di luar gedung, karena masih satu jam
lagi sebelum pertunjukan. Nancy tidak menaruh syak apa pun. Pintu
depan masih terkunci. George melihat tombol bel, lalu menekannya.
Setelah ditunggu lama seorang tukang muncul.
"Apa yang anda kehendaki?," ia bertanya dalam bahasa
Spanyol.
Nancy mengatakan bahwa karena urusan penting mereka
hendak bertemu dengan pimpinan Grup "The Hoaxters.".
"Ia tidak ada di sini. Semuanya tidak ada di tempat.""Kapan mereka akan datang kembali?," tanya Nancy.
"Barangkali takkan datang lagi!."
"Lho! Apa maksudnya?."
Orang itu mengatakan bahwa rombongan itu telah mengemasi
semua barang-barang mereka. Mereka pergi dengan mendadak. Nancy
berpaling kepada Bess dan menterjemahkannya.
"Ini sudah yang kedua kali mereka pergi lari ke luar kota!,"
George berkata gemas.
"Barangkali begitu pula sebelumnya!," kata Bess.
Nancy menatap kepada si tukang.
"Apa menejer gedung ada di dalam?," tanyanya.
Si tukang menjadi ragu-ragu, kemudian ia bukakan pintu.
"Mari saya antar ke kantornya!," ia berkata.
Tukang itu menerangkan bahwa nona-nona datang hendak
berbicara dengan menejer. Kemudian ia kembali ke pekerjaannya.
Seorang Mexico berambut abu-abu memandangi mereka
dengan tajam.
"Apa urusan penting itu sehingga kalian harus menemui aku?,"
ia bertanya.
Nancy melihat ke papan nama di mejanya : Senor Thomas. Ia
menerangkan bahwa mereka sedang membayangi Grup "The
Hoaxters"dari New York. Sebab orang-orang tertentu menaruh curiga,
rombongan itu berlaku tidak jujur.
"Apa anda tahu ke mana mereka pergi?," tanya Nancy.
"Tidak!," jawab senor Thomas. "Mereka hanya meninggalkan
surat dan uang yang pas-pasan untuk membayar sewa gedung. Aku
kira mereka telah berangkat semalam!.""Tak ada seorang pun melihat kepergiannya?," tanya Nancy.
Senor Thomas menjelaskan bahwa setelah pertunjukan malam
berakhir, yaitu mendekati tengah malam, tak seorang pun lagi tinggal
di gedung. Rupa-rupanya sebuah pedati atau sebuah truk telah mereka
siapkan di belakang gedung untuk dimuati barang-barang milik
rombongan itu.
"Ketika saya datang tadi pagi, semua milik mereka sudah tidak
ada," sambungnya.
"Terimakasih," Nancy mengucap. "Apa anda berkeberatan jika
kami melihat-lihat sebentar? Melihat barangkali saja ada petunjuk ke
mana mereka pergi?."
Menejer itu nampak heran.
"Apa kalian detektif-detektif??," akhirnya ia bertanya.
"Amatir. Kami sedang berusaha menolong teman," jawab
Nancy tersenyum.
Senor Thomas mengizinkan, dan mereka masuk ke dalam
gedung. Tak seorang pun ada di dalam. Mereka menuruni tangga
memasuki ruang berganti pakaian. Mereka melihat si tukang sedang
membersihkan lantai. Ia memandangi mereka.
"Apa yang kalian lakukan di sini?," ia bertanya dalam bahasa
Spanyol.
"Hanya melihat-lihat," Nancy menjawab.
"Apa? Melihat-lihat, ya? Atau memata-matai aku? Ayo ke luar!
Cepat!," Orang itu nampak menjadi jengkel.
Meskipun George dan Bess tidak mengerti bahasa Spanyol,
tetapi mereka tahu bahwa orang itu marah terhadap sesuatu.
"Nancy, lebih baik kita pergi saja!," Bess berkata.Tukang itu menunjuk ke pintu memerintahkan mereka pergi.
Untunglah pada saat itu senor Thomas datang. Mendengar keributan,
ia katakan kepada pegawai itu bahwa ketiga gadis-gadis itu telah
memperoleh izin untuk memeriksa gedung. Mereka boleh tinggal
sekehendak mereka. Ia tambahkan, bahwa detektif-detektif muda itu
sedang berusaha menemukan petunjuk ke mana rombongan "The
Hoaxters" itu pergi.
"Engkau tahu ke mana mereka pergi?" tanya menejer itu.
"Tidak! Saya tidak tahu," jawab si tukang. "Kalau pun saya
tahu, saya takkan mengatakannya. Bila seseorang ingin merahasiakan
sesuatu, orang lain tidak berhak mengetahuinya."
"Cukup!" bentak menejer memarahinya. "Biarkan mereka
melakukan pekerjaannya!"
Tukang itu nampak cemberut, tetapi meneruskan mengepel
lantai. Nancy mengucapkan terimakasih kepada senor Thomas yang
mengangguk pergi. Ketiga dara itu memeriksa beberapa kamar ganti
pakaian. Mereka tak menemukan sesuatu petunjuk ke mana
rombongan itu berada.
"Tempat ini luas!" kata George. "Mengapa kita tidak
berpencar? Dengan begitu dapat meliput lebih luas!"
"Saran yang bagus!" jawab Nancy.
Mereka lalu berpencar. Nancy sudah sampai di pentas. Dalam
cahaya remang-remang ia sulit menemukan apa-apa yang mungkin
ditinggalkan oleh rombongan tukang-tukang sulap. Ia diam sejenak,
berpikir keras tentang misteri yang ia coba pecahkan. Tiba-tiba
sesuatu yang berat jatuh di kepalanya. Hampir saja ia terjatuh di
lantai.Dengan kepala pusing, ia melepaskan diri dari benda yang
menimpa dirinya. Akhirnya ia berhasil juga. Sebuah gambar lukisan
yang pernah dilihatnya tergantung di dinding ketika menonton
pertunjukan. Kini ia coba memikirkan bagaimana bingkai gambar
lukisan itu dapat melingkari lehernya. Nancy berdecak heran, tetapi
kemudian wajahnya berubah geram.
"Gambar lukisan itu pasti tidak jatuh secara kebetulan!"
pikirnya. "Seseorang tentu telah memukulkan ke atas kepalaku!"
Ia memeriksa keadaan sekeliling. Tetapi tidak melihat
seseorang.
"Berani aku bertaruh! Ini pasti polah si tukang itu!" pikirnya.
Seorang Indian yang cantik datang ke pentas dengan membawa
kain pel dan ember air. Ia heran melihat keadaan Nancy. Rambut yang
awut-awutan dan pakaian yang kusut. Maka ia bertanya dalam bahasa
Spanyol.
Nancy menjelaskan apa yang terjadi pada dirinya, dan wanita
itu lalu menggeleng-gelengkan kepala penuh rasa iba.
"Jahat sekali!" katanya. "Untung saja nona tidak terluka."
Ia memperkenalkan diri bernama Sara. Gadis detektif itu
menanyakan, apa melihat seseorang di atas pentas baru berselang
beberapa waktu ini.
"Ya! Si tukang itu!" jawab Sara.
"Sudah kuduga," kata Nancy.
Ia lalu menanyai Sara tentang kepergian rombongan tukang-
tukang sulap yang mendadak.
Sara mengatakan tidak mendengar mengapa rombongan itu
menghilang."Saya tak suka mereka!" katanya. "Nampaknya mereka akan
berbuat jahat!"
"Kau mengetahui ke mana mereka pergi?" tanya Nancy.
Sara nampak ketakutan.
"Saya tahu. Tetapi mereka katakan akan mencelakai saya jika
menceritakan kepada orang lain."
"OOoo!" seru Nancy.
Ini ada petunjuk yang baik, pikirnya. Tetapi bagaimana cara
untuk membujuk Sara agar ia mau mengatakannya.10
Lipatan Sandi
Sara mulai mengepel. Nancy khawatir ia tidak mau
mengungkapkan ke mana rombongan itu pergi. Nancy sibuk
memikirkan cara bagaimana membujuk Sara. Ia lalu memungut kain
lap, dan membersihkan perabotan yang di pentas.
Sara melihat dia sambil tersenyum. Nancy pun membalas
tersenyum.
"Sara, kalau rombongan itu telah pergi, bagaimana mereka


Nancy Drew Sindikat Tukang Sulap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dapat mencelakai engkau?"
Sara seperti ragu-ragu sebentar.
"Nona benar!" ia menjawab. "Saya dengar mereka hendak ke
Los Angeles. Kemudian mereka tahu saya berdiri cukup dekat dan
mendengar percakapan mereka, lalu menuduh saya menguping.
Sebenarnya saya tak punya maksud demikian. Begitulah mereka lalu
mengancam saya kalau saya mengatakannya kepada orang lain!"
"Saya senang kaukatakan itu kepadaku," kata Nancy. "Los
Angeles sangat jauh dari sini. Kalau aku menjadi engkau tak perlu
khawatir."Sara merasa lega. Ia katakan semenjak melihat rombongan itu
mengambili dompet-dompet para penonton, ia tak mempercayai
kejujuran mereka.
"Saya kira mereka pergi karena telah terjadi sesuatu," katanya
kemudian. "Tetapi saya tidak tahu apa itu."
Nancy lalu memikirkan tentang informasi tersebut. Sekonyong-
konyong terlintas sesuatu dalam pikirannya. Tidak sangsi lagi. Ada
penonton yang telah menyampaikan keluhannya kepada polisi karena
dompetnya ditahan sampai akhir pertunjukan. Polisi tentunya
menanyai rombongan itu akan hal tersebut. Karena mereka tidak ingin
menimbulkan perkara dengan yang berwajib, mereka lalu pergi
dengan mendadak. Mungkin masalah demikian pula yang terjadi di
New York.
"Sara," katanya, "tukang itu tidak ramah terhadap kita pada
waktu kita masuk kemari. Apa ia memang sering marah-marah?"
"Saya tidak suka kepadanya," katanya seraya mendongak. "Ia
hanya mau bekerja sedikit jika ada kesempatan. Ia juga hanya mencari
persenan. Grup "The Hoaxters" itu memberi dia persenan banyak. Itu
saya tahu betul, karena ia sendiri yang menyebut-nyebut dalam
bualannya."
"Apa ia menerima persenan itu karena telah melakukan sesuatu
secara khusus bagi para tukang sulap?"
Sara mengangkat bahu.
"Itu saya tak tahu! Tetapi mungkin saja! Atau ia mengetahui
sesuatu rahasia mereka, lalu mereka membayar dia agar tutup mulut.""Apa ada orang atau orang-orang yang tidak termasuk
rombongan," Nancy mengubah arah percakapannya, "pernah datang
kemari menemui Grup tukang sulap?"
"Ya, betul! Dua orang datang dua kali. Seorang disebut Howie,
seorang lagi Lefty. Mereka selalu datang sesudah pertunjukan, dan
berbicara dengan para tukang sulap di kamar ganti pakaian dengan
pintu terkunci. Tak seorang pun dapat mendengar apa yang mereka
percakapkan."
Pada waktu itu George dan Bess datang di pentas. Nancy
memperkenalkan mereka kepada Sara. Ia katakan bahwa Sara telah
memberikan beberapa petunjuk yang bermanfaat.
"Kalian menemukan sesuatu petunjuk?" tanya Nancy.
"Nol!" jawab Bess.
"Pada suatu tempat," sambung George, "Si tukang itu
membuntuti aku, tetapi aku berhasil menghindar. Namun aku tak
menemukan sesuatu yang dapat membantu memecahkan misteri ini."
Sara pun tidak ada lagi yang dapat ditambahkan. Mereka lalu
meminta diri padanya, dan melintas untuk ke luar melalui pintu
belakang.
"Sara menyebutkan bahwa Howie dan Lefty sering
mengunjungi Grup "The Hoaxters" Nancy dengan tegang
menyampaikan kepada Bess dan George apa yang ia dengar. "Aku
yakin orang itu tentu Howie Barker. Tetapi siapa Lefty itu?"
"Barangkali seorang penipu pula!" kata Bess. Mereka lalu
menunggu taksi lewat di depan gedung pertunjukan. Sementara itu
Nancy menceritakan segala pembicaraannya dengan Sara kepada
kedua teman-temannya."Nah, sekarang dari sini terus mau ke mana?" tanya Bess.
"Ke Los Angeles," kata Nancy cepat.
Saat mereka sampai di hotel Fortunato, Nancy menelepon
airport untuk pesan tempat. Ketika kemudian ia letakkan gagang
teleponnya, wajahnya menjadi cemberut,
"Tak ada penerbangan?" tanya George.
"Ada pemogokan! Baru saja mulai. Mungkin akan berlangsung
sampai sebulan!" jawab Nancy. "Bagaimana sekarang?"
"Dengan mobil!" Bess mengusulkan.
"Kau tahu berapa jauh?" tanya Nancy.
"Duaribu limaratus mil," George utarakan.
"Nah, lho! Berarti waktu perjalanan lima hari. Itu kalau berjalan
terus sehari sepuluh jam."
"Itu masih lebih baik daripada tinggal sebulan di sini," George
menyatakan.
"Kukira baik begitu," kata Nancy kurang gairah.
"Aku pun kurang bernapsu menempuh perjalanan sejauh itu."
Bess menimpali sambil menghela napas. "Tetapi kita dapat bergantian
pegang kemudi. Mungkin kita dapat tempuh dalam empat hari!"
Nancy mengangguk.
"Oke! Kita sewa saja sebuah mobil besok!"
Esok harinya setelah selesai sarapan, telepon berdering. Senora
Mendez yang menelepon. Suaranya terdengar histeris.
"Ah, Nancy! Datanglah segera!" nyonya itu menangis.
"Apa yang terjadi?"Senora Mendez mengatakan tidak dapat membicarakannya
lewat telepon. Tetapi ada sesuatu yang sangat penting yang hendak
ditunjukkan kepada mereka bertiga.
"Kita akan naik taksi selekasnya!" Nancy berjanji.
Begitu mereka sampai di rumah senora Mendez, nyonya itu
menunjukkan sepucuk surat. Katanya surat itu ditemukan di depan
pintu.
"Pembantu rumahtanggaku mendengar ketukan di pintu. Ketika
membukanya tak ada seorang pun. Surat itu tergeletak di kesed. Ia lalu
membawanya kepadaku. Aku hampir saja pingsan dibuatnya. Coba,
bacalah sendiri!"
Nancy membuka lipatan surat yang asalnya dilipat seperti
bentuk kipas. Surat ditulis pada secarik kertas sempit yang panjang.
Ditulis vertikal dari atas ke bawah. Setiap kata merupakan guntingan
yang diambil dari surat kabar yang lalu ditempel-tempelkan. Pesannya
berbunyi:
siap kirim
100.000 dolar
uang tebusan
dalam
tempat
sejenis
kantong
pecahan
ratusanuntuk
jaminan
Dolores
8 jam bebas
dari penculik
Petunjuk
X menyusul
"Apa anda telah menelepon anak anda?" tanya Nancy
"Sudah. Ia tidak mendengar apa-apa. Kukatakan kepadanya,
aku akan bayar uang itu. Tetapi ia khawatir bahwa Dolores tidak
dilepaskan dengan segera meskipun uang tebusan telah dibayar. Sebab
itulah aku menjadi bingung. Aku tak tahu apa yang harus kuperbuat,
dan aku tak dapat minta bantuan siapa pun!"
"Mengapa?" Nancy balas. "Kami akan terus bekerja untuk
Arus Balik 16 Pengemis Binal 11 Dewa Guntur Banjir Darah Bojong Gading 1
^