Pencarian

Satu Dua Pasang Gesper 2

Satu Dua Pasang Gesper Sepatunya Karya Agatha Christie Bagian 2


buku dan komentar yang ditulis dengan rapi. Bebe-
rapa di antaranya dibubuhi tanda tanya.
Yang pertama adalah:
Amberiotis. Spionase. Di Inggris untuk maksud itu?
Berada di India tahun lalu. Selama periode yang ru-
suh dan penuh pergolakan. Bisa jadi agen komunis.
Di bawahnya ada spasi, baru kemudian judul ber-
ikutnya:
78 Frank Carter? Morley tidak menyukainya. Belum
lama dikeluarkan dari pekerjaan. Apa alasannya?
Setelah itu nama yang hanya dikomentari dengan
tanda tanya:
Howard Raikes?
Berikutnya kalimat yang ditulis di antara tanda pe-
tik. "Tapi itu mustahil!"
Hercule Poirot berpikir keras sambil menggeleng.
Di luar, melalui jendela tampak seekor burung mem-
bawa ranting untuk membuat sarang. Hercule Poirot
agak mirip burung ketika duduk sambil sedikit memi-
ringkan kepalanya yang berbentuk telur.
Ia menambahkan judul lain, agak lebih ke bawah:
Mr. Barnes?
Ia diam sejenak, kemudian menulis:
Kantor di kamar praktik Morley? Jejak pada karpet.
Mengandung beberapa kemungkinan.
Beberapa saat ia merenungkan catatannya yang ter-
akhir.
Kemudian ia berdiri, minta diambilkan topi dan
tongkat, lalu pergi ke luar.
III Tiga perempat jam kemudian Hercule Poirot keluar dari
stasiun kereta api bawah tanah di Ealing Broadway dan
lima menit setelah itu ia sudah sampai di tujuan:
Castlegardens Road no. 88.
79 Rumah itu berbentuk kopel kecil, dan kerapian
taman di depannya membuat Hercule Poirot mang-
gut-manggut dan memuji dalam hati.
"Betul-betul simetris," ia bergumam pada dirinya
sendiri.
Mr. Barnes ada di rumah dan Poirot dipersilakan
masuk ke ruang makan kecil. Di sinilah kemudian
Mr. Barnes menjumpainya.
Mr. Barnes bertubuh kecil dengan mata bersinar-si-
nar dan kepala nyaris botak seluruhnya. Ia mengintip
tamunya lewat atas kacamatanya sementara tangannya
memainkan kartu nama yang diberikan Poirot kepada
pelayan perempuannya.
Ia berkata dengan suara kecil bernada tinggi nyaris
melengking, "Selamat datang, M. Poirot. Saya merasa
mendapat kehormatan. Sungguh."
"Tapi Anda harus memaafkan saya karena kedatang-
an saya yang tidak resmi ini," sahut Poirot basa-basi.
"Tak ada yang perlu dimaafkan," ujar Mr. Barnes.
"Dan waktunya pun baik sekali. Jam 18.45... saat
yang sangat tepat di bulan-bulan ini untuk menerima
tamu." Ia menggerakkan tangannya ke samping. "Sila-
kan duduk, M. Poirot. Saya yakin kita pasti punya
bahan yang menarik untuk dibicarakan. Tentang
Queen Charlotte Street 58, saya kira?"
Poirot berkata, "Perkiraan Anda tepat... tapi menga-
pa Anda bisa mengira begitu?"
"Begini, Kawan," ujar Mr. Barnes, "saya sudah agak
lama pensiun dari Departemen Dalam Negeri, tapi
saya sama sekali belum karatan. Kalau ada kejadian
yang mengundang desas-desus, sebaiknya polisi me-
80 mang tidak dilibatkan. Hanya menarik perhatian
saja!"
Poirot berkata, "Saya masih ingin mengajukan per-
tanyaan lagi. Mengapa Anda sampai mengira ini kasus
desas-desus?"
"Bukankah demikian?" tanya Mr. Barnes. "Yah, ka-
lau bukan, saya tetap menganggapnya begitu." Ia agak
membungkuk, lalu mengetuk-ngetuk lengan kursi de-
ngan pince-nez-nya.
"Dalam Dinas Rahasia, tentu bukan keroco yang
Anda kehendaki?melainkan dedengkotnya, yang me-
mimpin?tapi untuk mendapatkannya Anda perlu
berhati-hati sehingga keroco-keroco itu tidak terba-
ngunkan."
"Rupanya, Mr. Barnes, Anda tahu lebih banyak
ketimbang saya sendiri," ujar Hercule Poirot.
"Justru saya tidak tahu sama sekali," kilah Mr.
Barnes, "hanya sekadar dua tambah dua."
"Siapakah seorang di antara mereka itu?"
"Amberiotis," sahut Mr. Barnes cepat. "Anda lupa
saya duduk berseberangan dengannya di ruang tunggu
itu selama satu atau dua menit. Dia tidak mengenal
saya. Saya memang selalu dianggap remeh. Kadang-
kadang itu justru bagus. Tapi saya tahu siapa dia...
dan saya dapat menebak apa urusannya di sini."
"Dan apakah itu?"
Mata Mr. Barnes semakin bersinar-sinar. "Orang
Inggris sangat membosankan. Kami sangat konservatif,
Anda tentu tahu, konservatif sampai ke tulang sumsum.
Kami sering mengomel, tapi tidak sungguh-sungguh
ingin menghancurkan pemerintah yang demokratis ini
81 dan mencoba menggantinya dengan sistem lain. Itulah
yang mengecewakan para agitator asing yang berusaha
merongrong negeri ini. Hal yang menyulitkan mereka
pada hakikatnya adalah, sebagai negara, kami tidak
mempunyai masalah. Saat ini nyaris tak ada negara lain
di Eropa yang sama dengan Inggris! Untuk merongrong
Inggris?sungguh-sungguh membuatnya kacau?Anda
harus mengguncang sistem keuangannya, jadi itulah
sasaran mereka! Dan Anda tidak mungkin berhasil
melaksanakan maksud itu bila masih ada orang seperti
Alistair Blunt yang menjadi penghalang."
Ia berhenti sebentar, kemudian melanjutkan, "Blunt
tipe orang yang dalam kehidupan pribadinya tak per-
nah berutang dan jumlah pengeluarannya selalu lebih
kecil daripada pendapatan. Apakah pendapatannya
dua pence atau sekian juta pence setahun, tidak ada
bedanya. Begitulah tipe orang ini. Dan secara sederha-
na dia menganggap Negara pun seharusnya melakukan
hal yang sama! Tak usah mengadakan eksperimen-eks-
perimen mahal. Menghentikan pengeluaran-pengeluar-
an yang tidak terlalu penting. Itulah sebabnya?" Ia
diam sejenak. "Itulah sebabnya ada orang-orang terten-
tu yang berpendapat Blunt harus disingkirkan."
"Ah," seru Poirot pelan.
Mr. Barnes mengangguk. "Memang begitulah," ujar-
nya. "Saya tahu apa yang sedang saya bicarakan. Bebe-
rapa di antara mereka betul-betul orang baik. Orang-
orang yang berharap dapat membentuk dunia yang
lebih baik. Sebagian yang lain memang tidak begitu
baik, bahkan agak licik. Orang-orang yang biasanya
bertindak sembunyi-sembunyi. Dan sebagian yang
82 lainnya orang-orang yang kasar dan serampangan.
Tapi mereka semua punya gagasan sama: Blunt harus
disingkirkan!"
Ia duduk tegak sebentar, kemudian membungkuk
lagi.
"Sapu bersih orde lama! Partai Tory, Partai Konser-
vatif, dan pengusaha-pengusaha keras kepala, itu gagas-
an mereka. Mungkin orang-orang ini benar, saya tidak
tahu, tapi ada satu hal yang saya ketahui: orde lama
harus diganti dengan sesuatu yang lebih baik, bukan
sesuatu yang hanya tampaknya lebih baik. Yah, kita
tidak perlu berpanjang-panjang tentang itu. Kita ber-
urusan dengan hal-hal nyata, bukan teori-teori abs-
trak. Ambil saja tiang penyangganya, bangunan pasti
bakal ambruk. Bagi mereka Blunt adalah salah satu
penyangga itu."
Ia semakin membungkuk.
"Mereka betul-betul mengincar Blunt. Itu saya tahu.
Menurut pandangan saya, kemarin pagi mereka nyaris
mendapatkannya. Saya mungkin salah, tapi itu pernah
dicoba. Metodenya, maksud saya."
Ia berhenti dan kemudian dengan hati-hati membi-
sikkan tiga nama. Yang pertama nama kepala kantor
Bendahara Negara yang kemampuannya luar biasa.
Kedua, nama industriawan yang progresif dan berpan-
dangan jauh ke depan. Dan yang ketiga, nama politi-
kus muda penuh harapan yang berhasil menarik sim-
pati masyarakat. Yang pertama telah meninggal di
meja operasi, kedua meninggal akibat penyakit aneh
yang terlambat diketahui, dan yang ketiga tewas ter-
tabrak mobil.
83 "Semua itu dijelaskan dengan mudah sekali," lanjut
Mr. Barnes. "Ahli anestesi mengaku telah salah mem-
berikan obat bius?hal yang mungkin saja terjadi.
Dalam kasus kedua, penyakitnya memang bukan pe-
nyakit umum. Karena dokter yang menanganinya ha-
nya dokter umum, masuk akal bila dia tidak segera
mengenali penyakit itu. Dalam kasus ketiga, kecelaka-
an disebabkan seorang ibu yang mengemudikan mo-
bilnya dengan gugup dan terburu-buru karena anak-
nya di rumah sedang sakit. Berkat isak tangisnya juri
menyatakan dia tidak bersalah!"
Ia diam sejenak. "Semuanya tampak wajar. Dan
segera dilupakan. Tapi akan saya beritahu Anda di
mana ketiga orang itu sekarang. Si ahli anestesi kini
bekerja di laboratorium penelitiannya sendiri yang
berkualitas kelas satu tanpa perlu pusing-pusing memi-
kirkan biaya operasional. Si dokter umum menghenti-
kan praktiknya. Dia mendapat yacht dan rumah mu-
ngil tapi indah di Broads. Si ibu dapat memberikan
pendidikan kelas satu kepada semua anaknya, mempu-
nyai beberapa kuda untuk masa liburan, serta rumah
indah di pedalaman dengan kebun besar dan kincir
air."
Ia mengangguk-angguk pelan.
"Dalam setiap pekerjaan dan cara hidup pasti ada
seseorang yang tidak tahan terhadap godaan. Yang sulit
dalam kasus kita ini adalah, Morley bukan orang yang
demikian!"
"Anda pikir begitukah latar belakang kasus ini?"
kata Hercule Poirot.
Mr. Barnes menjawab, "Ya, betul. Tidak mudah
84 menyingkirkan orang-orang penting ini. Anda tentu
maklum. Mereka betul-betul dilindungi dengan baik.
Upaya penyingkiran lewat kecelakaan lalu lintas terlalu
riskan dan tidak selalu berhasil. Tapi orang tidak cukup
terlindungi ketika sedang berada di kursi dokter gigi."
Ia melepaskan pince-nez-nya, mengusap kacanya,
lalu mengenakannya kembali. Ia berkata, "Itu teori
saya! Morley tidak bersedia melaksanakan tugas itu.
Meski begitu, dia tahu terlalu banyak, karena itu me-
reka terpaksa menghabisinya."
"Mereka?" tanya Poirot.
"Kalau saya mengatakan mereka, maksud saya ada-
lah organisasi di balik semua ini. Tentu saja hanya
satu orang yang melaksanakan tugas itu."
"Orang yang mana?"
"Saya bisa saja menebak," ujar Mr. Barnes, "tapi
ini hanya tebakan, jadi saya mungkin salah."
Poirot bertanya separuh berbisik, "Reilly?"
"Tentu saja! Pasti dialah orangnya. Saya berpikir
mungkin mereka tak pernah meminta Morley melak-
sanakan tugas itu sendiri. Yang harus dikerjakannya
adalah menyerahkan tugas itu kepada rekan sejawat-
nya pada menit-menit terakhir. Dengan alasan sakit
mendadak, atau semacam itu. Reilly-lah yang akan
melaksanakan tugas sesungguhnya, dan selanjutnya
akan terjadi kecelakaan yang tak terhindarkan itu?
bankir terkenal tewas?kemudian dokter gigi muda
yang gemetar ketakutan dihadapkan ke pengadilan.
Dia tidak akan berpraktik lagi setelah itu, tapi tinggal
di suatu tempat dan menikmati tunjangan beberapa
ribu pound setahun."
85 Mr. Barnes menatap Poirot.
"Jangan menganggap saya berkhayal," ujarnya. "Se-
mua ini benar-benar terjadi."
"Ya, ya, saya tahu semua itu terjadi."
Mr. Barnes menyambung perkataannya sambil me-
ngetuk-ngetuk buku yang gambar sampulnya menye-
ramkan, di meja di dekatnya. "Saya banyak membaca
cerita spionase semacam ini. Ada beberapa yang fan-
tastis. Tapi anehnya semua itu tidak lagi fantastis
dibandingkan kejadian-kejadian nyata. Banyak kisah
petualangan yang indah, banyak peristiwa yang meli-
batkan orang-orang sinis yang misterius, geng-geng,
bandit-bandit, dan organisasi kejahatan internasional!
Kalau saja kisah-kisah nyata yang saya ketahui sendiri
itu dibukukan?"
Poirot berkata, "Dalam teori Anda, di bagian mana-
kah Amberiotis berperan?"
"Saya tidak begitu yakin. Agaknya dia sengaja dija-
tuhi hukuman. Dia beberapa kali ketahuan berfungsi
sebagai agen ganda dan saya berani mengatakan dia


Satu Dua Pasang Gesper Sepatunya Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

telah dijebak. Tapi ingat, semua itu hanya perkira-
an."
Hercule Poirot berkata pelan, "Mari kita andaikan
perkiraan Anda benar... apa yang akan terjadi kemu-
dian?"
Mr. Barnes mengusap-usap hidungnya. "Mereka
akan mencoba menyingkirkannya lagi," ujarnya. "Oh,
ya. Mereka akan mencoba sekali lagi. Meskipun kali
ini lebih sulit. Saya berani mengatakan Blunt kini di-
lindungi lebih ketat. Mereka harus jauh lebih berhati-
hati. Tapi mereka juga tidak akan menyewa pembu-
86 nuh gelap yang menembak dengan pistol dari balik
semak-semak. Mereka tidak akan sekasar itu. Mereka
akan mencari orang-orang terhormat yang mungkin
bisa diperalat?di antara kawan-kawan dekatnya, pela-
yan-pelayannya, karyawan apotek yang menyiapkan
obat baginya, penjual anggur langganannya. Nyawa
Alistair Blunt dihargai sangat tinggi, sampai jutaan
pound. Orang yang bersedia dan berhasil menyingkir-
kannya akan menikmati tunjangan, sedikitnya empat
ribu pound per tahun!"
"Sebanyak itu?"
"Mungkin lebih"
Poirot terdiam sejenak, kemudian berkata, "Saya
sudah mencurigai Reilly sejak permulaan."
"Karena dia orang Irlandia? IRA?"
"Tak sejauh itu, tapi ada sedikit jejak di karpet,
yang mungkin terjadi karena ada tubuh yang pernah
diseret di atasnya. Tapi kalau Morley ditembak pasien-
nya, dia akan ditembak di kamar praktik dan tubuh-
nya tidak perlu dipindahkan. Itulah sebabnya, sejak
awal, saya curiga dia telah ditembak, bukan di kamar
praktik melainkan di kantornya, yaitu di sebelah ka-
mar praktik. Kalau begitu artinya bukan pasien yang
menembaknya, melainkan salah seorang yang biasa
berada di rumah itu."
"Rapi sekali," kata Mr. Barnes dengan penuh peng-
hargaan.
Hercule Poirot bangkit dan mengulurkan tangan.
"Terima kasih," katanya. "Anda telah sangat mem-
bantu saya."
87 IV Dalam perjalanan pulang, Poirot singgah di Hotel
Glengowrie Court.
Sehubungan dengan hasil kunjungannya itu, ia me-
nelepon Japp pagi-pagi sekali keesokan harinya.
"Bon jour, mon ami. Pemeriksaan pengadilan diada-
kan hari ini, bukan?"
"Ya. Anda akan hadir?"
"Saya kira tidak."
"Memang, saya rasa itu tidak begitu penting bagi
Anda."
"Apakah Anda akan menghadirkan Miss Sainsbury
Seale sebagai saksi?"
"he lovely mabelle?mengapa dia tidak mengejanya
dengan Mabel saja? Wanita macam dia membuat saya
kapok! Tidak, saya tidak mengundangnya. Tidak per-
lu."
"Anda tidak mendengar apa pun tentang dia?"
"Tidak, mengapa?"
Hercule Poirot berkata, "Saya hanya ingin tahu, itu
saja. Barangkali Anda akan tertarik kalau mengetahui
Miss Sainsbury Seale telah meninggalkan Hotel
Glengowrie Court sesaat sebelum waktu makan ma-
lam?dua malam yang lalu?dan tidak kembali
lagi."
"Apa? Dia pergi sendiri diam-diam?"
"Itu salah satu kemungkinan."
"Tapi mengapa harus begitu? Dia benar-benar wa-
nita baik-baik, Anda tahu. Betul-betul polos dan ju-
88 jur. Saya sudah mengirim telegram ke Kolkata guna
menyelidikinya, itu sebelum saya mengetahui penye-
bab kematian Amberiotis, karena setelah itu saya tak
perlu ambil pusing tentang dia?dan saya mendapat
jawabannya semalam. Semuanya oke. Dia sudah dike-
nal di sana bertahun-tahun, dan seluruh cerita tentang
dirinya benar, kecuali sedikit tambahan tentang perka-
winannya. Dia menikah dengan mahasiswa Hindu
dan kemudian menemukan pemuda itu punya bebera-
pa perempuan simpanan. Sejak berpisah dia kembali
menggunakan nama gadisnya dan melakukan pekerja-
an-pekerjaan yang baik. Dia bergabung dengan para
misionaris?mengajar seni deklamasi, dan menyedia-
kan bantuan dalam pertunjukan-pertunjukan drama
amatir. Memang betul saya tidak menyukai wanita
seperti dia, tapi saya sama sekali tidak mencurigai dia
terlibat pembunuhan. Dan sekarang Anda mengatakan
dia sudah pergi diam-diam! Saya benar-benar tidak
mengerti." Ia diam sejenak dan kemudian meneruskan
dengan nada ragu-ragu, "Barangkali dia hanya bosan
pada hotel itu. Saya sendiri bisa saja merasakan hal
serupa."
Poirot berkata, "Barang-barangnya masih di sana.
Dia tidak membawa apa-apa."
Japp mengumpat. "Pukul berapa dia pergi?"
"Kira-kira pukul 18.45."
"Bagaimana reaksi orang-orang hotel?"
"Mereka sangat bingung. Apalagi manajernya."
"Mengapa mereka tidak melapor ke polisi?"
"Karena, mon cher, seandainya wanita itu ternyata
hanya menginap di tempat lain (meskipun itu bukan
89 kebiasaannya) dan kemudian kembali, mereka akan
malu. Mrs. Harrison, manajer hotel itu, telah menele-
pon ke berbagai rumah sakit, barangkali saja wanita
itu mengalami kecelakaan. Dia tengah mempertim-
bangkan akan melapor ke polisi ketika saya singgah.
Melihat penampilan saya, baginya kedatangan saya
merupakan jawaban atas doanya. Saya berusaha mene-
nangkannya, dan menjelaskan saya akan mendapatkan
bantuan dari perwira polisi yang tiada tandingan-
nya."
"Perwira polisi yang tiada tandingannya itu saya
sendiri, bukan?"
"Perkiraan Anda tepat."
Japp berkata geram, "Baiklah. Saya akan menemui
Anda di Hotel Glengowrie Court seusai acara peme-
riksaan."
V Japp menggerutu ketika mereka sedang menunggu
manajer wanita itu.
"Untuk apa wanita itu pergi diam-diam?"
"Anda mengakui ini menarik?"
Pembicaraan mereka terhenti.
Mrs. Harrison, pemilik Glengowrie Court, berga-
bung bersama mereka.
Meskipun berlinang air mata, Mrs. Harrison bisa
bercakap-cakap dengan lancar. Ia sangat cemas memi-
kirkan Miss Sainsbury Seale. Apa yang dapat terjadi
90 padanya? Dengan cepat setiap kemungkinan kecelaka-
an atau musibah terlintas di benaknya. Hilang ingat-
an, sakit mendadak, pendarahan, tertabrak bus, peno-
dongan, dan penganiayaan...
Semua itu diceritakannya sampai akhirnya ia ber-
henti untuk mengambil napas kemudian bergumam,
"Wanita sebaik itu... dan dia tampaknya sangat baha-
gia serta senang tinggal di sini."
Atas permintaan Japp, ia mengantar mereka ke ka-
mar tidur yang pernah dihuni wanita yang lenyap itu.
Semua serbarapi dan teratur. Pakaian-pakaian tergan-
tung di tempatnya, pakaian tidur yang terlipat telah
siap di atas tempat tidur, di salah satu sudut tergele-
tak dua koper sederhana milik Miss Sainsbury Seale.
Beberapa pasang sepatu tersusun di bawah meja
rias?beberapa pasang yang buatan Oxford sudah
agak rusak tapi masih dapat diperbaiki, dua pasang
lainnya agak eksentrik dengan tumit pendek dan orna-
men berbentuk busur dari kulit, ada beberapa pasang
sepatu untuk malam hari dari satin hitam polos, ma-
sih baru, dan sepasang moccasin. Poirot melihat sepa-
tu-sepatu untuk malam hari satu ukuran lebih kecil
daripada yang digunakan untuk siang hari?fakta bah-
wa wanita ini ingin tampak lebih baik daripada se-
sungguhnya. Poirot ingin tahu apakah Miss Sainsbury
Seale telah meluangkan waktu untuk menjahit gesper
sepatunya yang copot sebelum pergi. Ia berharap de-
mikian. Kecerobohan dalam berbusana tak pernah
berkenan di hatinya.
Japp sibuk meneliti beberapa pucuk surat yang dite-
mukannya dalam salah satu laci meja rias. Hercule
91 Poirot dengan sangat berhati-hati membuka salah satu
laci lemari berlaci. Laci itu penuh pakaian dalam. Ia
menutupnya lagi dengan sopan, sambil bergumam
Miss Sainsbury Seale tampaknya gemar mengenakan
pakaian dalam dari bahan wol. Kemudian ia membu-
ka laci lain yang berisi stoking.
Japp bertanya, "Anda menemukan sesuatu,
Poirot?"
Poirot berkata sedih sambil memegang sepasang
stoking, "Sepuluh inci, dari bahan sutra murahan,
harganya mungkin dua shilling sebelas pence."
Japp berkata, "Anda tidak sedang menghitung nilai
harta warisan, bukan? Di sini ada dua pucuk surat
dari India, satu atau dua kuitansi dari organisasi so-
sial. Surat tagihan tidak ada. Sungguh patut dihargai
kepribadian Miss Sainsbury Seale kita ini."
"Tapi selera berbusananya sangat buruk," ujar
Poirot sedih.
"Mungkin dia menganggap pakaian adalah sesuatu
yang duniawi." Japp mencatat alamat surat yang diki-
rim dua bulan sebelumnya.
"Orang-orang ini mungkin bisa bercerita tentang
dia," katanya. "Mereka tinggal di jalan menuju
Hampstead. Kelihatannya mereka cukup akrab."
Tak ada lagi yang bisa dijadikan petunjuk di Hotel
Glengowrie Court itu kecuali kenyataan negatif bahwa
Miss Sainsbury Seale tidak tampak terlalu bersemangat
ataupun cemas ketika pergi, lagi pula dia kelihatannya
benar-benar bermaksud untuk kembali lagi ke hotel
karena ketika bertemu sahabatnya, Mrs. Bolitho, di
ruang depan ia berseru, "Sehabis makan malam akan
92 kuperlihatkan foto pasien yang pernah kuceritakan
padamu itu."
Terlebih lagi, ada kebiasaan di Hotel Glengowrie
Court untuk melapor kepada petugas apabila sese-
orang bermaksud makan malam di luar. Miss
Sainsbury Seale tidak melakukan hal itu. Karena itu
agaknya jelas ia bermaksud kembali ke hotel untuk
makan malam yang disajikan dari pukul 19.30 hingga
20.30.
Tapi ternyata ia tidak kembali. Ia berjalan ke luar
menuju Cromwell Road, tapi sejak itu ia menghi-
lang.
Japp dan Poirot akhirnya menemukan rumah di
West Hampstead yang alamatnya mereka ketahui dari
surat.
Rumah itu menyenangkan, begitu pula keluarga
besar Adams yang menghuninya. Mereka pernah ting-
gal di India selama bertahun-tahun dan tanpa sung-
kan-sungkan bercerita tentang Miss Sainsbury Seale.
Namun mereka tak bisa membantu.
Mereka sudah lama tidak melihatnya, kurang-lebih
sebulan, sejak mereka kembali dari liburan Paskah. Ia
kemudian tinggal di hotel dekat Russell Square. Mrs.
Adams memberikan alamat hotel itu kepada Poirot
dan juga alamat beberapa orang kelahiran India lain
kenalan Miss Sainsbury Seale yang tinggal di
Streatham.
Tapi kedua lelaki itu pulang dengan tangan hampa
dari kedua tempat tersebut. Miss Sainsbury Seale me-
mang pernah tinggal di hotel itu, namun sedikit
sekali yang bisa diingat si pemilik dan para pegawai
93 hotel tentang wanita itu, jadi tak ada bantuan yang
dapat mereka berikan. Mereka hanya tahu wanita itu
pernah tinggal lama di luar negeri, ramah, dan tam-
paknya pendiam. Penghuni rumah yang beralamatkan
di Streatham juga tak bisa membantu. Mereka tidak
berjumpa lagi dengan Miss Sainsbury Seale sejak bu-
lan Februari.
Yang tinggal hanyalah kemungkinan wanita itu te-
lah mengalami kecelakaan, tapi kemungkinan ini ha-
rus disingkirkan. Tak ada rumah sakit yang mengakui
telah merawat korban kecelakaan dengan ciri-ciri yang
mereka berikan.
Miss Sainsbury Seale telah menghilang tanpa me-
ninggalkan jejak.
VI Keesokan paginya, Poirot pergi ke Hotel Holborn
Palace dan minta dipertemukan dengan Mr. Howard
Raikes.
Kali ini ia tidak akan terkejut seandainya mende-
ngar Mr. Howard Raikes juga telah keluar pada suatu
malam dan tidak pernah kembali lagi.


Satu Dua Pasang Gesper Sepatunya Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mr. Howard Raikes, bagaimanapun, masih berada
di Holborn Palace dan, menurut resepsionis, sedang
sarapan.
Hercule Poirot yang tiba-tiba muncul di dekat
meja sarapannya sama sekali tidak membuat Mr.
Raikes senang.
94 Meski tidak begitu bertampang pembunuh seperti
yang pernah dibayangkan Poirot, wajahnya yang cem-
berut masih tampak menyeramkan. Ia menatap tajam
tamu yang tak diundangnya itu dan berkata tanpa
keramahan, "Ada apa?"
"Anda tidak keberatan?"
Hercule Poirot menarik kursi dari meja lain.
Mr. Raikes berkata, "Saya sedang makan! Duduklah
kalau Anda ingin duduk!"
Sambil tersenyum Poirot memanfaatkan izin yang
diberikan itu.
Mr. Raikes berkata, masih tidak ramah, "Apa yang
Anda inginkan?"
"Anda masih ingat saya, Mr. Raikes?"
"Seumur hidup belum pernah saya melihat
Anda."
"Anda salah. Anda pernah duduk di ruangan yang
sama bersama saya paling sedikit lima menit tak lebih
dari tiga hari yang lalu."
"Saya tidak merasa pernah berjumpa dengan Anda
di pesta mana pun."
"Bukan di pesta," sahut Poirot. "Di ruang tunggu
dokter gigi."
Mata pria muda itu bersinar sedikit namun hanya
sekejap. Sikapnya berubah. Ia tidak lagi acuh tak
acuh, melainkan sekonyong-konyong tampak waspada.
Ia menatap Poirot tajam dan berkata, "Lalu?"
Poirot mengamatinya dengan saksama sebelum men-
jawab. Ia yakin sekali pemuda ini sangat berbahaya.
Raut mukanya kurus seperti orang kelaparan, bentuk
rahangnya menunjukkan sifat agresif, matanya mata
95 seorang fanatik. Meski begitu, wajah itu mungkin ter-
golong disukai wanita. Pemuda itu bergaya urakan,
bahkan pakaiannya lusuh, dan ia makan dengan ra-
kus. Dalam hati Poirot bergumam, "Seekor serigala yang
kebetulan memiliki pikiran"
Raikes berkata kasar, "Apa sih maksud Anda... da-
tang kemari seperti ini?"
"Kunjungan saya tidak berkenan di hati Anda?"
"Saya bahkan tidak tahu siapa Anda."
"Saya minta maaf."
Poirot mengeluarkan kotak kartu namanya. Diam-
bilnya satu dan diletakkannya di meja di depan pemu-
da itu.
Sekali lagi emosi yang belum dapat diduga artinya
terpancar dari wajah Mr. Raikes yang tirus. Itu bukan
rasa takut. Agresif mungkin lebih tepat. Sesudah itu,
betul-betul di luar dugaan, ia menjadi gusar.
Disentilnya kartu itu kembali ke pemiliknya.
"Jadi Anda-lah orang itu, bukan? Saya pernah men-
dengar tentang Anda."
"Banyak orang sudah mengenal saya," ujar Poirot
rendah hati.
"Anda detektif sewaan orang-orang yang bersedia
membayar berapa saja asalkan kehormatan mereka
tetap terjaga!"
"Kalau tidak diminum," kata Hercule Poirot, "kopi
Anda akan segera dingin." Ia berkata dengan ramah
namun berwibawa.
Raikes menatapnya. "Cepat katakan, serangga ma-
cam apa Anda ini?"
96 "Kopi di negeri ini memang buruk sekali mutu-
nya," ujar Poirot.
"Memang betul," Mr. Raikes mengiyakan, kemarah-
annya sedikit reda.
"Jadi kalau Anda membiarkannya jadi dingin, pasti
kopi itu tidak bisa diminum lagi."
Pria muda itu akhirnya mulai meminum kopinya.
"Apa yang Anda cari? Gagasan besar apa yang me-
nyebabkan Anda kemari?"
Poirot mengangkat bahu. "Saya bermaksud... mene-
mui Anda."
"Oh, ya?" kata Mr. Raikes ragu-ragu. Matanya me-
nyipit. "Kalau uang yang Anda kejar, Anda menda-
tangi orang yang salah! Saya termasuk kelompok
orang yang tidak mampu membeli apa yang mereka
inginkan. Lebih baik Anda kembali ke orang yang
menyewa Anda."
Poirot berkata sambil menghela napas, "Tak ada
seorang pun yang menyewa saya."
"Tidak mungkin," sahut Mr. Raikes.
"Saya mengatakan yang sebenarnya," balas Hercule
Poirot. "Saya sadar cukup banyak waktu berharga saya
yang terbuang untuk kegiatan yang tak ada imbalan-
nya ini. Sederhana saja, ini hanya untuk memuaskan
keingintahuan saya."
"Dan saya rasa," ujar Mr. Raikes, "itu pula tujuan
Anda ketika pergi ke dokter gigi tempo hari."
Poirot menggeleng. Katanya, "Anda berprasangka
terlalu jauh. Tentu saja alasan orang pergi ke dokter
gigi adalah memeriksakan giginya."
"Jadi itukah yang Anda kerjakan di ruang tunggu?"
97 kata Mr. Raikes dengan nada merendahkan dan tidak
percaya. "Menunggu giliran gigi Anda diperiksa?"
"Tentu saja."
"Anda mau memaafkan kalau saya mengatakan ti-
dak percaya?"
"Sebaliknya, bolehkah saya bertanya, M. Raikes,
apa yang Anda kerjakan di sana waktu itu?"
Mr. Raikes tiba-tiba menyeringai. Ia berkata, "Sam-
pai juga ke sana! Saya juga menunggu giliran gigi
saya diperiksa."
"Anda barangkali sakit gigi saat itu?"
"Itu benar, Bung."
"Tapi bukankah Anda pergi sebelum gigi Anda sem-
pat diperiksa?"
"Peduli amat! Itu urusan saya."
Ia terdiam sebentar, kemudian berkata, dengan nada
tidak sabar dan jahat, "Hei, untuk apa Anda begitu ber-
belit-belit? Anda di sana tentu untuk menjaga orang
yang telah membayar Anda dengan mahal. Dia tidak
kurang suatu apa, bukan? Tak ada sesuatu pun menimpa
Mr. Alistair Blunt Anda yang begitu berharga. Jadi saya
tidak punya urusan dengan Anda."
Poirot berkata, "Ke mana Anda pergi setelah keluar
dari ruang tunggu itu?"
"Meninggalkan rumah itu, tentu saja."
"Ah!" Poirot memandang langit-langit. "Tapi tak
seorang pun melihat Anda meninggalkan rumah itu,
M. Raikes."
"Apakah itu penting?"
"Boleh jadi. Seseorang telah tewas di rumah itu tak
lama setelah Anda pergi, ingat?"
98 Raikes menjawab tak acuh, "Oh, maksud Anda
dokter gigi itu."
Nada Poirot tegas ketika ia berkata, "Ya, yang saya
maksudkan dokter gigi itu."
Raikes menatapnya. Ujarnya, "Anda mau menuduh
saya? Itukah maksud permainan ini? Hei, Anda tidak
dapat melakukan itu. Saya baru saja membaca kesim-
pulan hasil pemeriksaan pengadilan kemarin. Si breng-
sek yang malang itu menembak dirinya sendiri karena
telah keliru waktu memberikan anestesi lokal sehingga
pasiennya tewas."
Poirot yang terpancing meneruskan, "Dapatkah
Anda membuktikan Anda langsung meninggalkan ru-
mah itu seperti yang Anda katakan? Adakah seseorang
yang dapat mengatakan dengan pasti di mana Anda
berada hari itu antara pukul 12.00 dan 13.00?"
Mata Raikes menyipit.
"Jadi, Anda betul-betul bermaksud menuduh saya?
Agaknya Blunt yang mengatur semua ini."
Poirot menghela napas. Katanya, "Maaf, tapi keli-
hatannya Anda terobsesi, sehingga selalu menyebut-
nyebut M. Alistair Blunt. Saya bukan orang sewaan-
nya, saya belum pernah bekerja untuknya. Saya tidak
berkepentingan dengan keselamatannya, tapi kepen-
tingan saya menyangkut kematian seseorang yang te-
lah betul-betul bekerja dengan baik dalam profesi
yang dipilihnya."
Raikes menggeleng. "Maaf," katanya, "saya tidak
percaya. Anda pasti detektif sewaan Blunt." Wajahnya
semakin gelap ketika membungkuk ke arah Poirot.
"Tapi Anda takkan bisa menyelamatkannya. Dia harus
99 dienyahkan... dia menginginkan segala sesuatu yang
didukungnya! Perubahan harus terjadi?sistem keuang-
an yang lama dan korup harus dihapus?termasuk
jaringan bankir-bankir terkutuk di seluruh dunia saat
ini. Mereka harus disapu bersih. Secara pribadi saya
tidak punya urusan sama sekali dengan Blunt?tapi
dia tipe orang yang saya benci. Dia orang setengah
sinting yang mementingkan diri sendiri. Dia seperti
batu yang sulit digerakkan, kecuali dengan dinamit.
Dia orang yang biasa mengatakan, ?Kalian tidak bisa
mengubah dasar-dasar peradaban.? Betulkah demikian?
Biar saja dia menunggu dan melihat sendiri! Dia peng-
halang menuju kemajuan, karena itu harus disingkir-
kan. Sekarang tak ada lagi tempat di dunia bagi
orang-orang seperti Blunt?orang-orang yang meng-
ingatkan kita pada masa lalu?orang-orang yang ingin
hidup dengan cara dan gaya hidup orangtua atau bah-
kan nenek moyang mereka! Banyak orang macam itu
yang bisa Anda jumpai di Inggris ini?orang-orang
keras kepala yang tua dan karatan?orang-orang tak
berguna dan usang, simbol zaman yang sudah usang.
Dan demi Tuhan, mereka harus pergi! Dunia harus
diperbarui. Anda mengerti maksud saya?"
Sambil menghela napas Poirot bangkit. Ia berkata,
"Saya mengerti, M. Raikes, Anda seorang idealis."
"Peduli amat kalau memang demikian!"
"Terlalu idealis untuk kasus kematian seorang dok-
ter gigi."
Mr. Raikes berkata dengan nada menghina, "Apa
sih artinya kematian dokter gigi yang bernasib sial?"
100 Hercule Poirot menjawab, "Itu tidak berarti bagi
Anda, tapi berarti bagi saya. Itulah perbedaan di anta-
ra kita."
VII Setiba di rumah, Poirot diberitahu oleh George bahwa
seorang wanita sedang menunggunya.
"Dia... hmm... agak gugup, Monsieur," lapor
George.
Karena wanita itu tidak memberitahu namanya ke-
pada George, Poirot hanya bisa menebak-nebak. Ter-
nyata tebakannya meleset, sebab wanita muda yang
tampak gelisah dan langsung bangkit dari sofa ketika
ia masuk itu adalah sekretaris mendiang Mr. Morley,
Miss Gladys Nevill.
"Oh, Monsieur Poirot. Saya sungguh minta maaf
karena merepotkan Anda seperti ini... dan sungguh
saya tidak tahu bagaimana saya sampai berani datang
kemari. Saya takut Anda akan menganggap saya meng-
ganggu... dan saya benar-benar tidak bermaksud mem-
buang-buang waktu Anda. Saya tahu arti waktu bagi
orang sibuk seperti Anda... tapi sungguh ada sesuatu
yang sangat membebani pikiran saya, hanya saja saya
takut Anda menganggap semua ini tak berguna..."
Berkat pengalamannya bergaul dengan orang-orang
Inggris, Poirot menawarkan secangkir teh. Reaksi Miss
Nevill ternyata seperti yang diharapkannya.
"Oh, sungguh, M. Poirot, Anda ramah sekali. Mes-
101 kipun waktu sarapan sudah lama lewat, secangkir teh
pasti bisa menenangkan pikiran, bukankah begitu?"
Poirot, yang selalu bisa berpikir jernih meskipun
tanpa secangkir teh, pura-pura mengiyakan. Ia me-
manggil George, dan dalam waktu luar biasa singkat,
Poirot dan tamunya telah berhadapan dengan teh me-
reka.
"Saya harus minta maaf kepada Anda," ulang Miss
Nevill, yang telah mendapatkan kembali rasa percaya
dirinya berkat minuman yang dihidangkan. "Tapi bagi
saya hasil pemeriksaan pengadilan kemarin sangat me-
ngecewakan."
"Saya yakin memang demikian," sahut Poirot ra-
mah. "Saya sama sekali tidak diminta menjadi saksi, atau
semacam itu. Saya merasa mestinya ada seseorang yang
menemani Miss Morley. Memang di sana ada Mr.
Reilly... tapi yang saya maksudkan seorang wanita.
Lagi pula Miss Morley tidak menyukai Mr. Reilly.
Jadi saya pikir seharusnya sayalah yang pergi."
"Anda memang baik sekali," Poirot menyema-
ngati.
"Oh, bukan begitu. Saya hanya merasa itu suatu
keharusan. Anda tentu maklum, saya telah bertahun-


Satu Dua Pasang Gesper Sepatunya Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tahun bekerja pada Mr. Morley, dan kejadian ini
sungguh mengejutkan dan menyedihkan saya... Kini
ditambah lagi dengan hasil pemeriksaan kemarin yang
mengecewakan..."
"Saya khawatir itu memang demikian."
Dengan bersungguh-sungguh Miss Nevill melanjut-
102 kan, "Tapi itu semua salah, M. Poirot. Itu semua be-
tul-betul salah."
"Apa yang salah, Mademoiselle?"
"Itu... itu tidak mungkin terjadi... yang mereka
simpulkan itu?maksud saya menyuntik gusi dengan
dosis berlebihan."
"Menurut Anda tidak demikian?"
"Saya yakin sekali. Kadang-kadang memang ada
pasien yang menderita efek samping, tapi itu disebab-
kan kelainan-kelainan isiologis... misalnya kerja jan-
tung yang tidak normal. Tapi saya yakin kasus overdo-
sis jarang sekali terjadi. Anda dapat melihat para
dokter gigi yang berpengalaman sudah begitu terbiasa
dengan pekerjaan mereka. Tanpa berpikir pun mereka
dapat memberikan dosis yang tepat."
Poirot mengangguk mengiyakan. Ia berkata, "Ya,
begitu juga dugaan saya."
"Segala sesuatu telah dibakukan. Tidak seperti apo-
teker yang harus meracik sekian banyak dan sekian
jenis bahan obat berbeda-beda, sehingga kesalahan
dalam perhitungan atau pengukuran lebih mungkin
terjadi. Atau dokter umum yang harus menulis sejum-
lah resep berbeda-beda. Dokter gigi sama sekali tidak
seperti itu."
Poirot bertanya, "Anda tidak meminta agar diper-
bolehkan menyampaikan pendapat ini dalam pemerik-
saan pengadilan?"
Gladys Nevill menggeleng. Ia memainkan jemarinya
guna mengatasi kebimbangannya.
"Saya," akhirnya kata-katanya keluar, "saya takut
kalau... kalau keadaan justru semakin buruk. Tentu
103 saja saya tahu Mr. Morley tidak akan seceroboh itu...
tapi itu akan membuat orang berpikir bahwa dia...
bahwa dia telah melakukan kesalahan itu dengan se-
ngaja."
Poirot mengangguk.
Gladys Nevill berkata, "Itu sebabnya saya menda-
tangi Anda, M. Poirot. Karena dengan Anda situasi-
nya... situasinya tidak akan terasa resmi. Tapi saya
benar-benar berpendapat seseorang perlu tahu betapa...
betapa meragukannya kesimpulan yang telah diambil
tentang peristiwa ini!"
"Tak seorang pun ingin tahu," ujar Poirot.
Gadis itu menatapnya bingung.
Poirot berkata, "Saya ingin tahu sedikit lagi tentang
telegram yang Anda terima, yang membuat Anda ha-
rus pergi hari itu."
"Sejujurnya saya tidak tahu apa yang harus saya
pikirkan tentang itu, M. Poirot. Aneh sekali. Telegram
itu pasti dikirim seseorang yang tahu sekali tentang
saya, tentang bibi saya, tentang di mana dia tinggal,
dan sebagainya."
"Ya, kelihatannya seolah-olah telegram itu dikirim
salah seorang teman dekat Anda, atau seseorang yang
tinggal di rumah itu dan betul-betul tahu tentang
Anda."
"Tak seorang pun teman saya bakal berbuat begitu,
M. Poirot."
"Apakah Anda sama sekali tak curiga mengenai
masalah ini?"
Gadis itu ragu-ragu. Ia berkata pelan, "Mula-mula,
begitu menyadari Mr. Morley bunuh diri, saya berpi-
104 kir mungkin dialah yang telah mengirim telegram
itu."
"Maksud Anda, agar dia bisa bebas melaksanakan
rencananya?"
Gadis itu mengangguk.
"Tapi agaknya itu sangat tidak masuk akal, bahkan
meskipun dia sudah mempunyai gagasan untuk bunuh
diri pagi itu. Sebenarnya itu malah aneh sekali. Frank,
teman saya, Anda tentu tahu... juga mustahil melaku-
kannya. Dia malah menuduh saya membolos karena
ingin pergi dengan pria lain, seakan-akan saya me-
mang sering berbuat begitu."
"Apakah memang ada pria lain?"
Wajah Miss Nevill menjadi merah.
"Tidak, tentu saja tidak ada. Tapi Frank belakangan
memang sangat berbeda... dia selalu murung dan curi-
ga. Sebenarnya, seperti Anda maklumi, itu karena dia
kehilangan pekerjaan dan belum mendapat gantinya.
Bagi laki-laki, menganggur adalah siksaan. Saya sangat
prihatin memikirkan Frank."
"Dia marah, bukan, ketika menemukan Anda ter-
nyata pergi hari itu?"
"Ya, Anda perlu tahu, ketika itu dia datang untuk
memberitahu saya bahwa dia sudah mendapat peker-
jaan baru... pekerjaan hebat... upahnya sepuluh pound
seminggu. Dan dia tidak bisa menunggu. Dia ingin
saya segera mengetahuinya. Dan saya kira dia pun
ingin agar Mr. Morley tahu, karena sikap Mr. Morley
yang tidak menghargainya sangat menyakitkan hati-
nya. Dia juga curiga Mr. Morley mencoba membujuk
saya agar menjauhinya."
105 "Itu memang betul, bukan?"
"Oh, ya, itu betul, di satu pihak! Tentu saja Frank
telah kehilangan banyak pekerjaan yang baik dan se-
perti kata kebanyakan orang, hidupnya belum mantap.
Tapi sekarang pendapat itu akan berubah. Saya kira
siapa pun bisa berusaha lebih baik kalau mendapat
dorongan, bukankah demikian, M. Poirot? Kalau se-
orang laki-laki merasa ada wanita yang berharap ba-
nyak darinya, dia akan mencoba memenuhi harapan
tersebut."
Poirot menghela napas panjang, tapi tidak memban-
tah. Ia sudah mendengar ratusan wanita mengemuka-
kan pendapat serupa, dengan kepercayaan membabi
buta yang sama terhadap kekuatan cinta seorang wa-
nita. Dengan sinis ia yakin dalam hal ini, hanya satu
dalam sekian ribu yang mungkin benar.
Ia hanya berkata, "Rasanya saya ingin bertemu te-
man Anda ini."
"Saya senang sekali kalau Anda bersedia menemui-
nya, M. Poirot. Tapi hanya hari Minggu ini dia libur.
Sepanjang minggu dia berada jauh di luar kota."
"Ah, sehubungan dengan pekerjaan barunya?
Omong-omong apa sih pekerjaannya itu?"
"Mm, saya tidak tahu pasti, M. Poirot. Saya rasa
ada kaitannya dengan bidang kesekretarisan. Atau di
jawatan pemerintah. Yang saya tahu surat-surat saya
harus dikirimkan ke alamat Frank di London, baru
kemudian disampaikan kepada Frank."
"Itu agak aneh, bukan?"
"Ya, saya pikir pun begitu, tapi kata Frank yang
seperti itu kini sudah lazim."
106 Beberapa saat Poirot diam memandangnya. Kemu-
dian ia berkata, "Besok hari Minggu, bukan? Mudah-
mudahan Anda berdua bersedia makan siang bersama
saya... di Logan?s Corner House? Saya ingin mendisku-
sikan peristiwa menyedihkan ini dengan Anda ber-
dua."
"Mm... terima kasih, M. Poirot. Saya... hm, saya
yakin kami akan senang sekali makan siang bersama
Anda."
VIII Frank Carter pemuda berkulit terang dan berperawak-
an sedang. Penampilannya sederhana tapi rapi. Bicara-
nya lancar dan mudah ditangkap. Kedua matanya
agak terlalu berdekatan dan cenderung bergerak ke
sana kemari kalau pemiliknya sedang gelisah.
Tampaknya ia mudah curiga dan bersikap agak ka-
sar. "Saya tidak menyangka kami dapat makan siang
bersama dengan Anda, M. Poirot. Gladys tidak men-
ceritakan hal ini sebelumnya kepada saya."
Sambil berbicara ia sekilas memandang gadis itu
dengan perasaan agak kecewa.
"Ini memang baru kemarin direncanakan," ujar
Poirot tersenyum. "Mademoiselle Nevill merasa sangat
tidak puas sehubungan dengan kematian M. Morley,
dan mudah-mudahan di sini kita bisa..."
Frank Carter memotongnya dengan kasar, "Kema-
107 tian Morley? Saya benar-benar muak! Mengapa kau
tak bisa melupakannya, Gladys? Setahuku tak ada
yang hebat pada dirinya."
"Oh, Frank, kupikir kau tidak patut berkata begitu.
Bukankah dia telah mewariskan seratus pound padaku?
Aku sudah menerima suratnya semalam."
"Itu betul," Frank mengakui dengan ketus. "Tapi
bagaimanapun, bukankah itu sudah semestinya? Dia
telah memaksamu bekerja seperti budak... dan siapa-
kah yang mengantongi semua pembayaran dari pa-
sien? Dia sendiri, bukan?"
"Ya, tentu saja... tapi dia menggajiku dengan baik
sekali."
"Tidak, menurut pendapatku itu tidak memadai!
Kau betul-betul terlalu rendah diri, Gladys, kau mem-
biarkan dirimu diperalat. Aku telah menilai Morley
dengan tepat, bahwa dia dengan segenap upaya men-
coba menjauhkan kau dariku."
"Dia tidak mengerti."
"Dia sangat mengerti. Tapi dia sekarang sudah
mati... kalau tidak, aku akan memberikan sebagian
otakku padanya."
"Anda sungguh datang ke sana pada hari kematian-
nya, bukankah begitu?" Hercule Poirot bertanya ra-
mah. Frank Carter menyahut dengan marah, "Siapa yang
bilang begitu?"
"Anda betul datang ke sana, bukan?"
"Peduli amat kalau betul. Waktu itu saya bermak-
sud menemui Miss Nevill."
108 "Tapi mereka memberitahu Anda bahwa Mademoi-
selle Nevill sedang pergi."
"Ya, dan itu membuat saya betul-betul curiga. Saya
mengatakan pada si dungu itu bahwa saya akan me-
nunggu dan menemui Morley sendiri. Usahanya un-
tuk menjauhkan Gladys dari saya sudah berlangsung
kelewat lama. Saya bermaksud memberitahu Morley
bahwa saya bukan lagi pengangguran, bahwa saya
baru saja mendapatkan pekerjaan yang bagus dan tiba
saatnya bagi Gladys untuk mengajukan permohonan
berhenti serta memikirkan rencana perkawinannya."
"Tapi Anda tidak sampai menceritakan itu pada-
nya?"
"Tidak, saya akhirnya bosan menunggu di ruangan
yang seperti kamar mayat itu. Saya lalu pergi."
"Pukul berapa Anda pergi?"
"Saya tidak ingat."
"Kalau begitu, pukul berapa Anda datang ke ru-
mah itu?"
"Saya tidak tahu. Tidak lama setelah pukul 12.00
kalau tidak salah."
"Dan Anda menunggu di situ selama setengah
jam?atau lebih lama?atau kurang dari setengah
jam?"
"Saya tidak tahu. Perlu Anda ketahui, saya bukan
tipe orang yang selalu melihat-lihat jam."
"Ada orang lain di ruang tunggu itu ketika Anda
di sana?"
"Ada orang yang gemuk seperti babi ketika saya
masuk, tapi dia tidak lama, setelah itu saya sendiri-
an."
109 "Kalau begitu Anda pasti meninggalkan rumah itu
sebelum 12.30... karena pada pukul 12.30 seorang
wanita datang."
"Mungkin sekali. Seperti kata saya, tempat itu te-
rasa menyeramkan."
Poirot menatapnya dengan pandangan menyelidik.
Gertakannya tidak betul-betul mengenai sasaran.
Mudah-mudahan karena pemuda itu sedang gugup
saja.
Poirot tetap menunjukkan sikap bersahabat ketika
berkata, "Miss Nevill telah bercerita kepada saya bah-
wa Anda sangat beruntung karena telah mendapatkan
pekerjaan yang bagus sekali."
"Imbalannya yang bagus."
"Sepuluh pound seminggu, katanya."
"Betul. Tidak terlalu kecil, bukan?"
Ia mengatakannya dengan sikap agak angkuh.
"Ya, memang. Dan pekerjaannya tidak terlalu sulit,
bukan?"
"Tidak terlalu buruk."
"Dan menarik?"
"Oh, ya, betul-betul menarik. Bicara soal pekerjaan,
saya selalu tertarik untuk mengetahui seluk-beluk ke-
giatan detektif-detektif swasta seperti Anda. Saya kira


Satu Dua Pasang Gesper Sepatunya Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekarang tidak banyak lagi kasus seperti yang dita-
ngani Sherlock Holmes, kebanyakan kasus perceraian,
bukan?"
"Saya sendiri tidak tertarik pada kasus-kasus perce-
raian."
"Sungguh? Lalu bagaimana Anda bisa hidup?"
"Itu seninya, Kawan, itu seninya."
110 "Tapi Anda betul-betul sedang di puncak karier,
bukan, M. Poirot?" sela Gladys Nevill. "Saya mende-
ngar itu dari Mr. Morley. Maksud saya, Anda terma-
suk detektif yang biasa dimintai jasa oleh Kementerian
Dalam Negeri, anggota-anggota keluarga kerajaan,
atau para bangsawan lainnya."
Poirot tersenyum pada gadis itu. "Anda menyan-
jung saya," ucapnya.
IX Poirot berjalan pulang lewat jalan-jalan lengang. Be-
naknya penuh pikiran.
Begitu sampai, ia segera menelepon Japp.
"Maaf kalau saya merepotkan Anda, Kawan, tapi
pernahkah Anda menelusuri telegram yang dikirimkan
kepada Gladys Nevill?"
"Masih memusingkan soal itu? Ya, kami memang
pernah menyelidikinya. Pengirimnya cukup cerdik.
Bibi gadis itu tinggal di Richbourne, Somerset... se-
dangkan telegram itu dikirim dari Richbarn. Anda
tahu, di pinggiran kota London."
Hercule Poirot berkata memuji, "Cerdik, memang...
ya, benar-benar cerdik. Karena si penerima kebetulan
hanya membaca sekilas, jadi dia mengira telegram itu
dikirim dari Richbourne."
Poirot diam sejenak. "Tahukah Anda yang saya pi-
kirkan, Japp?"
"Ya?"
111 "Ada tanda-tanda bahwa kasus ini melibatkan per-
mainan otak."
"Kalau Hercule Poirot menganggap ini kasus pem-
bunuhan, kasus ini pasti betul-betul kasus pembunuh-
an."
"Bagaimana pendapat Anda tentang telegram
itu?"
"Kebetulan semata. Ada orang yang sengaja mem-
permainkan gadis itu."
"Apa tujuannya?"
"Ya ampun, Poirot. Tentu saja untuk bergurau, mes-
kipun tidak pada tempatnya. Itu saja."
"Dan seseorang ingin bergurau tepat pada hari
Morley keliru menyuntik?"
"Mungkin cukup banyak sebab-akibat yang dapat
dikemukakan sehubungan dengan hal ini. Antara lain,
karena Miss Nevill pergi, Morley jadi lebih repot dari-
pada biasanya sehingga masuk akal jika dia melaku-
kan kesalahan."
"Saya masih belum puas."
"Saya yakin begitu, tapi tidakkah Anda tahu ke mana
pandangan Anda itu membawa kita? Kalau ada yang
menginginkan Nevill pergi, mungkin orang itu adalah
Morley sendiri. Akibatnya, kematian Amberiotis merupa-
kan sesuatu yang disengaja, bukan kecelakaan."
Poirot tidak menjawab. Japp berkata, "Betul?"
Poirot berkata, "Amberiotis mungkin dibunuh de-
ngan cara lain."
"Tidak mungkin. Menjelang kematiannya, tak ada
orang yang mendatanginya ke Savoy. Dia makan siang
112 di kamar. Dan dokter memastikan obat anestesi itu
disuntikkan, bukan dimasukkan lewat mulut?bahan
itu tidak ditemukan dalam lambung. Jadi, begitulah.
Ini kasus yang jelas."
"Kita dipaksa berkesimpulan begitu."
"Bagaimanapun, pihak pengadilan sudah puas."
"Dan mereka juga puas dengan kasus wanita yang
hilang itu?"
"Kasus Miss Seale? Tidak, itu masih kami selidiki.
Wanita itu pasti masih berada di suatu tempat. Orang
toh tak mungkin menghilang begitu saja."
"Tampaknya dia memang hilang begitu saja."
"Untuk saat ini. Tapi dia pasti ada di suatu tempat,
hidup atau mati, dan saya pikir dia masih hidup."
"Mengapa?"
"Sebab kalau tidak demikian, pasti mayatnya sudah
kami temukan."
"Japp, Japp, apakah mayat korban pembunuhan
selalu mudah ditemukan?"
"Agaknya dalam bayangan Anda, dia kini telah
mati karena dibunuh dan kita akan menemukannya
di tambang, misalnya, dengan tubuh dimutilasi seperti
Mrs. Ruxton?"
"Bagaimanapun, mon ami, Anda memang pernah
menemukan kasus orang hilang yang tak ditemukan
lagi, bukan?"
"Jarang sekali. Banyak wanita yang hilang memang,
tapi kami biasanya menemukan mereka kembali, da-
lam keadaan sehat. Sembilan dari sepuluh kasus sema-
cam itu erat kaitannya dengan masalah cinta. Mereka
113 pergi ke suatu tempat bersama teman pria mereka.
Tapi saya kira Mabel kita tidak demikian, bukan?"
"Siapa tahu?" sahut Poirot. "Tapi saya rasa juga ti-
dak mungkin. Jadi Anda yakin akan menemukan-
nya?"
"Kami akan menemukannya, dalam keadaan sehat.
Kami telah menyebarkan ciri-ciri wanita ini lewat su-
rat kabar dan siaran BBC."
"Ah," sahut Poirot, "mudah-mudahan Anda berha-
sil."
"Jangan takut. Kami akan menemukan si Cantik
yang hilang itu bagi Anda."
Ia memutuskan hubungan.
George masuk ke ruangan seperti biasa, dengan
langkah-langkah yang hampir tak bersuara. Ia meletak-
kan secerek cokelat yang masih mengepul dan sepiring
biskuit bergula di atas meja kecil.
"Masih ada lagikah yang Anda perlukan,
Monsieur?"
"Pikiranku sedang kacau sekali, George."
"Betul begitu, Monsieur? Saya sangat prihatin men-
dengarnya."
Hercule Poirot menuangkan sendiri cokelat ke da-
lam cangkir, lalu mengaduknya sambil berpikir.
George tetap berdiri, menunggu, karena ia menge-
nal benar sifat majikannya yang satu ini. Pada saat-
saat tertentu Hercule Poirot memang suka berbincang-
bincang dengan pelayannya. Ia selalu berkata pendapat
George sering sangat besar artinya.
"Kau tentu tahu, George, tentang kematian dokter
gigiku?"
114 "Mr. Morley, Monsieur? Ya, Monsieur. Sangat me-
ngenaskan, Monsieur. Dia menembak dirinya sendi-
ri."
"Itu baru kesimpulan umum. Kalau tidak bunuh
diri, dia tentu dibunuh."
"Ya, Monsieur."
"Pertanyaan yang timbul adalah, kalau dia dibu-
nuh, siapakah yang telah membunuhnya?"
"Betul, Monsieur."
"Hanya beberapa orang tertentu yang dapat mem-
bunuhnya, George. Antara lain orang-orang di rumah
itu, atau yang mungkin telah masuk ke situ pada wak-
tu itu."
"Betul, Monsieur."
"Orang-orang itu misalnya adalah juru masak dan
pelayan. Tapi mereka sangat tidak mungkin melaku-
kannya. Saudara perempuannya juga sangat tidak
mungkin, meskipun dia mewarisi harta mendiang sau-
daranya?tapi masalah keuangan sama sekali tak bisa
disepelekan. Dokter gigi lain yang juga membuka
praktik di situ, sejauh yang diketahui, tidak mempu-
nyai motif. Lalu ada pelayan pengantar pasien yang
agak dungu, yang kecanduan kisah-kisah kriminal pi-
cisan. Dan akhirnya orang Yunani perlente yang asal-
usulnya agak meragukan."
George terbatuk.
"Orang asing ini, Monsieur?"
"Tepat, aku setuju sekali. Orang Yunani ini pasti
terlibat. Tapi kau tahu, George, dia juga mati dan tam-
paknya M. Morley yang membunuhnya?entah dengan
sengaja atau akibat kesalahan, kita belum tahu."
115 "Boleh jadi, Monsieur, mereka masing-masing su-
dah punya rencana untuk membunuh yang lainnya,
walaupun tentu saja mereka masing-masing tidak me-
ngetahui niat yang lainnya."
Hercule Poirot menyatakan setuju.
"Engkau cerdik sekali, George. Ketika si dokter gigi
membunuh orang yang duduk di kursi periksa, dia tidak
menyadari korbannya tengah memperhitungkan saat
yang tepat untuk mengeluarkan pistol. Bisa jadi demi-
kian, tapi menurut pendapatku, George, itu tidak mung-
kin. Lagi pula kita belum selesai membicarakan kemung-
kinan lain. Masih ada dua orang lain yang mungkin
berada di rumah itu pada saat kejadian. Setiap pasien,
sebelum M. Amberiotis, betul-betul terlihat telah me-
ninggalkan rumah itu kecuali seorang pemuda Amerika.
Dia keluar dari ruang tunggu sekitar pukul 11.40, tapi
tak ada yang melihatnya meninggalkan rumah itu.
Karena itu kita harus mencurigainya. Orang lain yang
juga patut kita curigai adalah M. Frank Carter (bukan
pasien) yang datang ke rumah itu pukul dua belas lewat
sedikit dengan maksud menemui M. Morley. Dalam hal
ini pun tak ada yang melihatnya meninggalkan rumah
itu. Nah, George yang baik, itulah fakta yang ada, apa
pendapatmu?"
"Pukul berapa pembunuhan itu terjadi, Monsieur?"
"Kalau pembunuhnya adalah M. Amberiotis, maka
itu dilakukan antara pukul 12.00 dan 12.25. Kalau
orang lain, itu dilakukan setelah pukul 12.25, sebab
jika tidak demikian, pasti M. Amberiotis akan mene-
mukan mayatnya."
Ia menatap George untuk menyemangatinya.
116 "Nah, George yang baik, apa yang dapat kaukata-
kan sehubungan dengan peristiwa ini?"
George termenung sejenak. Ia berkata, "Sangat
memprihatinkan, Monsieur."
"Ya, George?"
"Anda harus mencari dokter gigi lain untuk mera-
wat gigi Anda, Monsieur."
"Pemikiranmu jauh, George. Itu bahkan belum
terpikir olehku!"
Dengan besar hati George keluar dari ruangan.
Hercule Poirot terus menghirup cokelatnya sambil
meneliti lagi fakta-fakta yang baru saja digarisbawahi-
nya. Ia puas karena fakta-fakta itu sesuai dengan perki-
raannya. Di antara orang-orang itulah pelaku pembu-
nuhan yang sesungguhnya?tak peduli dari mana
inspirasinya berasal.
Kemudian ia mengerutkan alis ketika menyadari
daftarnya belum lengkap. Ia lupa menyertakan sebuah
nama.
Tak seorang pun boleh dikecualikan?bahkan
orang yang paling tidak mencurigakan sekalipun.
Masih ada satu orang lain di rumah itu pada saat
pembunuhan terjadi.
Ia menulis "Mr. Barnes".
X George memberitahu majikannya, "Ada telepon dari
seorang wanita, Monsieur."
117 Seminggu sebelumnya, Poirot telah salah menebak
tamu wanita yang ingin menjumpainya. Kali ini tebak-
annya benar.
Ia langsung mengenali suara itu.
"M. Hercule Poirot?"
"Ya. Saya sendiri."
"Ini Jane Olivera, kemenakan Mr. Alistair Blunt."
"Ya, Mademoiselle Olivera."
"Saya harap Anda bersedia datang ke Rumah
Gotik. Ada sesuatu yang saya rasa mesti Anda keta-
hui."
"Tentu saya bersedia. Pukul berapakah enaknya?"
"Setengah tujuh?"
"Setuju. Saya pasti datang."
Suara yang mula-mula bernada memerintah itu
tiba-tiba berubah.
"Ap?apakah saya mengganggu Anda?"
"Tidak sama sekali. Saya memang mengharapkan
Anda menelepon saya."
Dengan cepat Poirot meletakkan gagang telepon,
kemudian meninggalkannya sambil tersenyum. Ia
ingin tahu, apa sesungguhnya yang menyebabkan Jane
Olivera sampai mengundangnya.
Setibanya di Rumah Gotik, ia langsung diantar ke
perpustakaan besar yang letaknya menghadap ke su-
ngai. Alistair Blunt sedang duduk di meja tulis sambil
memain-mainkan pisau kertas. Ia seperti orang yang
jemu karena terpaksa harus menghadapi wanita cere-


Satu Dua Pasang Gesper Sepatunya Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

wet. Jane Olivera berdiri di dekat perapian. Seorang wa-
nita setengah baya yang gemuk tampak sedang berbi-
118 cara penuh semangat ketika Poirot masuk. "dan
aku sungguh berpikir irasat-irasatku harus diperhati-
kan dalam masalah ini, Alistair."
"Ya, Jane, tentu saja."
Alistair Blunt berbicara dengan nada membujuk
ketika ia bangkit menyambut Poirot.
"Dan kalau kau akan berbicara tentang sesuatu
yang mengerikan, aku akan meninggalkan ruangan
ini," tambah wanita tadi.
"Aku juga, Ibu," ujar Jane Olivera.
Mrs. Olivera berlalu tanpa menghiraukan Poirot
sama sekali.
Alistair Blunt berkata, "Terima kasih atas kesediaan
Anda untuk datang, M. Poirot. Itu Olivera. Dialah
yang mengundang Anda ke?"
Jane langsung memotong. "Tentang wanita hilang
yang banyak diberitakan surat kabar. Miss... entah
apa... nama belakangnya Seal."
"Sainsbury Seal? Ya?"
"Nama yang angkuh, itu sebabnya saya ingat. Aku
atau kau sendiri yang akan bercerita kepadanya, Pa-
man Alistair?"
"Sayangku, itu kan ceritamu."
Jane berpaling lagi kepada Poirot.
"Ini mungkin tidak begitu penting, tapi saya pikir
Anda perlu mengetahuinya."
"Ya?"
"Cerita ini terjadi ketika Paman Alistair pergi ke
dokter gigi... bukan pada hari itu... tapi sekitar tiga
bulan yang lalu. Waktu itu saya pergi dengan Paman
ke Queen Charlotte Street mengunakan Rolls Royce,
119 karena setelah mengantarnya, saya bermaksud mene-
mui teman-teman di Regent?s Park, baru kemudian
menjemputnya kembali. Kami berhenti di rumah no-
mor 58, lalu Paman keluar, dan tepat saat itu, seorang
wanita keluar dari rumah nomor 58 itu. Usianya sete-
ngah baya, rambutnya kusut, dan pakaiannya agak
sok seniman. Dia langsung mendekati Paman dan
berkata (nada suara Jane Olivera naik, mencoba meni-
rukan wanita itu), ?Oh, Mr. Blunt, Anda tentu tidak
mengingat saya, saya yakin!? Mm, tentu saja, dengan
melihat wajah Paman saya tahu dia tidak mengenali
wanita itu sedikit pun..."
Alistair Blunt menghela napas.
"Banyak memang yang sering berkata begitu. Tapi
saya tidak pernah mengenali mereka..."
"Paman segera menunjukkan wajah ramah," lanjut
Jane. "Saya tahu Paman tidak ingin wanita itu kece-
wa. Meski begitu suaranya sangat tidak meyakinkan
ketika ia berkata, ?Oh... mm... tentu saja.? Wanita
mengerikan itu berkata lagi, ?Dulu saya sahabat karib
istri Anda, Anda pasti tahu!?"
"Itu juga yang biasa mereka katakan," sela Alistair
Blunt dengan nada makin murung.
Ia tersenyum pahit.
"Akhir pembicaraan itu selalu sama! Sumbangan
untuk ini atau itu. Kali itu saya terpaksa mengeluar-
kan lima pound untuk Missi Zenana atau entah apa.
Sungguh murahan!"
"Benarkah dia mengenal istri Anda?"
"Hmm, pembicaraannya yang menyangkut Missi
Zenana membuat saya berpikir bahwa kalaupun demi-
120 kian, itu pasti ketika di India. Kami memang pernah
ke sana sepuluh tahun yang lalu. Tapi, tentu saja, dia
bukan kawan dekat istri saya, karena kalau demikian
saya pasti mengenalnya. Mungkin dia pernah bertemu
dengannya di salah satu resepsi."
Jane Olivera berkata, "Aku sama sekali tak percaya
dia pernah bertemu Bibi Rebecca. Aku yakin dia ha-
nya mencari alasan agar bisa berbicara dengan Pa-
man."
Alistair Blunt berkata penuh pengertian, "Yah, itu
bisa saja."
Jane berkata, "Maksud saya, saya kira aneh sekali
cara yang dilakukannya agar bisa berhubungan dengan-
mu, Paman."
Alistair Blunt berkata lagi, masih dengan nada yang
sama, "Dia hanya menginginkan sumbangan."
Poirot turut bicara, "Dia tidak mencoba melanjut-
kan pertemuan itu?"
Blunt menggeleng.
"Saya sendiri tidak pernah memikirkannya lagi.
Saya bahkan telah lupa namanya sampai Jane tiba-tiba
membacanya di surat kabar."
Dengan agak ragu-ragu Jane berkata, "Hmm, begi-
tu membaca, saya langsung merasa perlu memberitahu
Anda, M. Poirot!"
Dengan sopan Poirot berkata, "Terima kasih,
Mademoiselle."
Ia menambahkan, "Saya tidak ingin merepotkan
Anda, M. Blunt. Anda orang sibuk."
Jane segera berkata, "Saya akan turun bersama
Anda."
121 Di balik kumisnya yang lebat, Hercule Poirot terse-
nyum sendiri.
Di lantai dasar, Jane tiba-tiba berhenti lalu berkata,
"Ke sini."
Mereka masuk ke ruang kecil.
Ia berbalik menghadap Poirot. "Apa maksud Anda
ketika di telepon Anda bilang memang mengharapkan
telepon dari saya?"
Poirot tersenyum. Ia mengembangkan kedua tela-
pak tangannya.
"Hanya itu, Mademoiselle. Saya sedang mengharap-
kan telepon dari Anda tadi siang, dan ternyata Anda
benar-benar menelepon saya."
"Maksud Anda, Anda tahu saya akan menelepon
tentang wanita bernama Sainsbury Seale ini?"
Poirot menggeleng.
"Itu hanya dalih, bukan? Sebenarnya Anda ingin
membicarakan yang lain."
Jane berkata, "Anda pikir, untuk apa saya harus
menghubungi Anda?"
"Mengapa informasi yang menarik tentang Miss
Sainsbury Seale ini harus Anda serahkan kepada saya,
bukannya kepada Scotland Yard? Itu akan lebih wa-
jar."
"Baiklah, Monsier Tahu Segala, berapa banyak tepat-
nya yang Anda ketahui?"
"Saya tahu Anda tertarik pada saya sejak mende-
ngar saya telah pergi ke Hotel Holborn Palace."
Gadis itu berubah sangat pucat sampai-sampai
Poirot terkejut. Ia hampir tak percaya bahwa kulit
yang cokelat gelap itu bisa berubah semu hijau.
122 Poirot melanjutkan, pelan namun mantap, "Anda
mengundang saya kemari hari ini karena Anda ber-
maksud mendapatkan keterangan dari saya, begitu
bukan? Ya, Anda ingin mengorek keterangan dari saya
tentang M. Howard Raikes."
Jane Olivera berkilah, "Siapa dia? Saya tidak me-
ngerti."
Ucapannya tak ada gunanya.
Poirot berkata, "Anda tidak perlu mengorek saya,
Mademoiselle. Saya akan menceritakan semua yang
saya ketahui, atau lebih tepat, semua dugaan saya.
Hari pertama ketika kami, Inspektur Kepala Japp dan
saya, datang kemari, Anda terkejut melihat kami...
bahkan cemas. Anda mengira paman Anda mengalami
sesuatu. Mengapa?"
"Hmm, apa pun bisa terjadi pada orang seperti
dia. Dia pernah menerima surat berisi bom. Dan su-
rat ancaman yang diterimanya banyak sekali."
Poirot melanjutkan, "Ketika itu Inspektur Kepala
Japp memberitahu Anda seorang dokter gigi bernama
Morley telah bunuh diri. Anda boleh mengingat-ingat
kembali reaksi Anda. Anda mengatakan, ?Tapi itu
mustahil!?"
Jane menggigit bibir. Kemudian ia berkata, "Be-
narkah begitu? Tentu saya lucu sekali, bukan?"
"Itu pernyataan mengherankan, Mademoiselle. Itu
mengungkapkan bahwa M. Morley tidak asing bagi
Anda, bahwa Anda mengharapkan sesuatu terjadi...
bukan terhadap diri dokter itu, tapi mungkin di da-
lam rumah itu."
"Anda senang berkhayal tampaknya?"
123 Poirot tidak memedulikan sindiran itu.
"Anda telah memperkirakan... atau lebih tepatnya,
Anda takut sesuatu mungkin terjadi di rumah M.
Morley. Anda takut sesuatu akan menimpa paman
Anda. Tapi kalau demikian, Anda mestinya mengetahui
sesuatu yang tidak kami ketahui. Saya membayangkan
orang-orang yang berada di rumah M. Morley hari
itu, dan langsung tertarik pada salah seorang yang
boleh jadi ada hubungannya dengan Anda... yaitu
pemuda Amerika itu, M. Howard Raikes."
"Cerita Anda seperti opera sabun, bukan? Bagaima-
na adegan berikutnya?"
"Saya kemudian pergi menemui M. Howard
Raikes. Dia pemuda yang berbahaya namun mena-
rik..."
Poirot diam sejenak.
Tanpa disadari Jane bergumam, "Dia memang be-
gitu." Ia tersenyum. "Baiklah! Anda menang! Tadi
saya nyaris mati ketakutan."
Gadis itu membungkuk kepada Poirot.
"Ada sesuatu yang ingin saya katakan pada Anda,
M. Poirot. Anda bukan tipe orang yang bisa dikela-
bui. Kini lebih baik saya bercerita, daripada Anda
harus mengendus-endus ke mana-mana. Saya mencin-
tai Howard Raikes. Saya tergila-gila padanya. Ibu
membawa saya kemari memang agar saya jauh dari-
nya. Itu salah satu tujuannya. Selain itu ibu saya ber-
harap Paman Alistair mungkin akan cukup menyukai
saya sehingga mewariskan uangnya kepada saya bila
dia meninggal nanti."
Ia melanjutkan, "Perkawinan Paman Alistair menja-
124 dikan Ibu kemenakannya. Nenek saya dari pihak Ibu
adalah saudara kandung Rebecca Arnhold. Jadi seha-
rusnya saya memanggil Paman Alistair dengan sebutan
Kakek. Karena Paman Alistair sendiri tidak mempu-
nyai saudara dekat lagi, Ibu tidak melihat alasan
mengapa kami tidak dapat menjadi ahli warisnya.
Kini pun Ibu bisa dengan cukup bebas meminta uang
pada Paman.
"Anda lihat, saya bersikap jujur terhadap Anda, M.
Poirot. Memang begitulah tipe orang seperti kami.
Sesungguhnya kami sendiri punya uang cukup ba-
nyak?meskipun menurut Howard itu tidak cukup
banyak?tapi kami memang tidak sekelas dengan
Paman Alistair."
Ia terdiam sejenak. Dengan geram ia memukul le-
ngan kursi yang didudukinya.
"Bagaimana saya bisa membuatnya mengerti? Setiap
kali saya mengemukakan sesuatu agar dia percaya,
Howard selalu menolak. Dan kadang-kadang saya pun
jadi seperti dia. Saya menyukai Paman Alistair, tapi
dia membuat saraf saya kadang-kadang tegang. Dia
sangat pendiam... betul-betul tipe orang Inggris, begi-
tu hati-hati dan konservatif. Kadang-kadang saya me-
rasa dia dan orang-orang semacam dia memang perlu
disingkirkan, bahwa mereka menghalangi kemajuan...
bahwa tanpa mereka semua ini akan dapat kami
bereskan!"
"Anda mendukung gagasan M. Raikes?"
"Ya... dan tidak. Howard memang jauh lebih liar
dibandingkan anggota-anggota kelompok yang lain.
Ada orang, Anda perlu tahu, yang... yang sependapat
125 dengan Howard tapi hanya sampai batas tertentu.
Mereka bersedia... mencoba melakukan sesuatu... ka-
lau Paman Alistair dan kelompoknya setuju. Tapi
mereka tak pernah mau! Mereka cenderung duduk
kembali dan menggeleng seraya berkata, ?Kami tidak
berani menanggung risiko itu.? Dan ?Tampaknya itu
tidak ekonomis.? Dan ?Kita perlu memperhitungkan
kembali sejarah.? Tapi saya kira kita tidak usah meng-
acu kembali ke sejarah. Itu berarti menengok ke bela-
kang. Sepanjang waktu kita harus memandang ke de-
pan."
Poirot berkata lembut, "Itu pandangan yang mena-
rik."
Jane menatapnya dengan pandangan mencemooh.
"Menurut Anda begitu juga?"
"Barangkali karena saya sudah tua. Para orang tua
mempunyai impian, hanya impian, Anda tentu menger-
ti."
Ia berhenti sebentar dan kemudian bertanya de-
ngan nada tegas, "Mengapa M. Howard Raikes men-
daftarkan diri untuk berobat di Queen Charlotte
Street?"


Satu Dua Pasang Gesper Sepatunya Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Karena saya ingin dia bertemu Paman Alistair dan
saya tidak tahu cara lain untuk itu. Dia sangat sengit
terhadap Paman Alistair, bahkan membencinya. Saya
merasa kalau saja dia dapat bertemu dengan Paman?
melihat sendiri betapa baik, ramah, dan sederhananya
dia?sehingga... sehingga pandangannya tentang diri
Paman berubah. Saya tidak bisa mengatur perte-
muan itu di sini karena ibu saya... dia bisa mengacau-
kan segalanya."
126 Poirot berkata, "Tapi setelah mengatur pertemuan
itu, Anda... Anda merasa takut."
Mata Jane melebar. Ia berkata, "Ya. Sebab... sebab...
kadang-kadang Howard tak mampu menahan diri.
Dia... dia..."
Hercule Poirot berkata, "Dia bisa mengambil jalan
pintas. Dia bisa menyingkirkan..."
Jane Olivera menangis. "Jangan!"
127 WAKTU berjalan terus. Sebulan telah berlalu sejak
kematian Mr. Morley, namun sampai saat itu berita
tentang Miss Sainsbury Seale belum ada juga.
Japp semakin geram bila membicarakan hal itu.
"Persetan semuanya, Poirot, wanita itu pasti ada di
suatu tempat."
"Sudah tentu, mon cher."
"Kita tidak tahu apakah dia mati atau hidup. Ka-
lau dia mati, di manakah mayatnya? Katakanlah, mi-
salnya, dia bunuh diri..."
"Bunuh diri lagi?"
"Jangan kembali ke soal itu dulu. Meskipun Anda
masih mengatakan Morley dibunuh?menurut saya,
dia bunuh diri."
"Sudahkah Anda menyelidiki pistol itu?"
"Belum, tapi pistol itu bukan buatan Inggris."
"Itu bisa menjadi petunjuk, bukan?"
"Tapi tidak seperti yang Anda maksud. Morley per-
TUJUH, DELAPAN,
LETAKKAN LURUS-LURUS
128 nah ke luar negeri. Banyak orang Inggris pergi ke luar
negeri. Dia mungkin membelinya di sana. Banyak
orang yang merasa kurang aman kalau pergi ke luar
negeri tanpa senjata."
Ia berhenti sebentar dan berkata, "Jangan mengalih-
kan pembicaraan saya dulu. Saya tadi mengatakan
bahwa kalau?hanya kalau, ingat?wanita sialan itu
bunuh diri, kalau dia melompat ke laut misalnya, ma-
yatnya pasti telah terdampar di pantai. Begitu pula
seandainya dia dibunuh."
"Tidak demikian seandainya mayatnya diganduli
pemberat dan ditenggelamkan di Sungai hames."
"Anda bicara seperti tokoh novel picisan."
"Maaf, maaf."
"Dan dia dibunuh komplotan penjahat internasio-
nal, betul?"
Poirot menghela napas. Katanya, "Baru-baru ini
ada juga orang yang berpendapat kemungkinan sema-
cam itu memang ada."
"Siapa yang berpendapat demikian?"
"M. Reginald Barnes, yang tinggal di Castlegardens,
Ealing."
"Hmm, dia mungkin saja tahu hal-hal semacam
itu," sahut Japp ragu-ragu. "Dia sering berurusan de-
ngan orang asing ketika masih aktif di Kementerian
Dalam Negeri."
"Dan Anda tidak sependapat?"
"Itu bukan bidang saya?komplotan semacam itu
memang ada?ya?tapi mereka tidak begitu berhasil."
Suasana hening ketika Poirot mengusap-usap kumis-
nya. 129 Akhirnya Japp berkata, "Kami telah memperoleh
satu atau dua informasi tambahan. Ketika pulang dari
India wanita itu sekapal dengan Amberiotis. Tapi dia
di kelas dua, sedangkan Amberiotis di kelas satu, se-
hingga saya tidak menyangka ada sesuatu di antara
mereka, meskipun seorang pelayan di Savoy merasa
pernah melihat keduanya makan siang bersama kira-
kira seminggu sebelum kematian Amberiotis."
"Jadi di antara mereka mungkin ada sesuatu?"
"Mungkin... tapi saya rasa kemungkinannya kecil.
Saya tidak bisa membayangkan seorang wanita misio-
naris melibatkan diri dalam permainan kotor."
"Apakah Amberiotis terlibat dalam permainan ko-
tor yang Anda maksudkan?"
"Ya. Dia pernah menjalin kontak dengan beberapa
negara di Eropa Tengah. Jaringan mata-mata."
"Anda yakin tentang hal itu?"
"Ya. Tapi bukan dia sendiri yang melakukan peker-
jaan kotor itu. Dia bertugas di belakang layar. Meng-
atur dan menerima laporan."
Japp diam sejenak, kemudian meneruskan, "Tapi
itu tidak membantu kita dalam menelusuri jejak
Sainsbury Seale. Dia tidak mungkin terlibat dalam
jaringan tersebut."
"Dia pernah menetap di India, ini harus diingat.
Lagi pula, tahun lalu memang banyak pergolakan ter-
jadi di sana."
"Amberiotis dan Miss Sainsbury Seale?saya rasa
aneh sekali kalau mereka bekerja sama."
"Tahukah Anda bahwa Mademoiselle Sainsbury Seale
teman dekat mendiang Madame Alistair Blunt?"
130 "Siapa yang mengatakan demikian? Saya tidak per-
caya. Mereka tidak sekelas."
"Wanita itu yang mengatakannya."
"Kepada siapa?"
"M. Alistair Blunt."
"Oh, itu! Alistair Blunt sudah biasa menghadapi per-
nyataan semacam itu. Atau maksud Anda, Amberiotis
telah memperalatnya? Itu tidak bakal berhasil. Blunt
akan menyuruhnya pergi setelah memberinya sum-
bangan sekadarnya. Dia tidak akan meminta wanita itu
menemaninya berakhir pekan atau semacam itu. Dia
tidak akan bertindak lebih wajar lagi daripada itu."
Kenyataan ini jelas tak dapat disangkal kebenaran-
nya sehingga Poirot hanya bisa mengiyakan. Setelah
semenit atau dua menit, Japp meneruskan dengan
kesimpulannya mengenai kasus Sainsbury Seale.
"Barangkali tubuhnya dimasukkan ke tangki berisi
asam oleh ilmuwan gila?itu cara yang sangat disukai
dalam buku-buku! Tapi camkanlah kata-kata saya, ini
sepenuhnya tanggung jawab saya dan Betty Martin.
Seandainya wanita itu benar-benar mati, mayatnya
pasti telah dikubur diam-diam di suatu tempat."
"Tapi di mana?"
"Tepat. Dia menghilang di London. Tak seorang
pun punya kebun di sini?yang cukup besar dan cu-
kup tersembunyi."
Kebun! Poirot tiba-tiba teringat kebun kecil yang
ditata rapi di Ealing. Betapa fantastis seandainya ma-
yat wanita itu dikubur di sana! Tapi ia tidak meng-
ungkapkannya kepada Japp.
"Dan seandainya dia tidak mati," lanjut Japp, "di
131 manakah dia berada? Sebulan telah berlalu. Ciri-ciri-
nya telah disebarkan lewat surat kabar dan radio ke
seluruh Inggris..."
"Dan tak seorang pun telah melihatnya?"
"Justru kebalikannya. Boleh dikatakan setiap orang
merasa melihatnya! Anda tidak mungkin membayang-
kan berapa banyak wanita setengah tua yang menge-
nakan pakaian kedodoran berwarna hijau jeruk. Wani-
ta seperti ini terlihat di dermaga-dermaga di Yorkshire,
di hotel-hotel di Liverpool, di rumah-rumah peristira-
hatan di Devon, dan di pesisir-pesisir pantai di
Ramsgate! Anak buah saya telah dengan sabar mene-
liti laporan-laporan seperti ini?ternyata belum ada
satu pun yang bisa membawa kita ke titik terang.
Kebanyakan hanya mempertemukan kami dengan
sejumlah wanita setengah baya yang tentu saja bukan
wanita yang kita inginkan."
Poirot menyatakan simpati dengan mendecakkan
lidah.
"Lagi pula," sambung Japp, "kita tahu pasti wanita
ini memang ada. Maksud saya, kadang-kadang saya
menerima laporan tentang orang hilang, namun ter-
nyata orang tersebut tidak pernah ada, dia sengaja
diciptakan guna mengecoh kepolisian. Tapi wanita ini
sungguh-sungguh ada, dia mempunyai masa lalu, dia
mempunyai latar belakang! Kita mengetahui segalanya
tentang dia sejak masa kanak-kanaknya hingga seka-
rang! Dia menjalani hidup yang boleh dibilang nor-
mal dan wajar?tapi sekonyong-konyong... hei... dia
lenyap begitu saja!"
"Dia tentu mempunyai alasan," ujar Poirot.
132 "Dia tidak menembak Morley, kalau itu maksud
Anda. Amberiotis masih melihatnya hidup setelah wa-
nita ini keluar?dan kami telah meneliti semua kegiat-
an wanita ini setelah dia meninggalkan Queen
Charlotte Street pagi itu."
Dengan tidak sabar Poirot berkata, "Sedikit pun
saya tidak berprasangka wanita ini telah menembak
Morley. Tentu saja dia tidak melakukannya. Tapi sama
saja seandainya..."
Japp berkata, "Kalau dugaan Anda tentang Morley
benar, maka yang paling mungkin adalah, Morley te-
lah menceritakan sesuatu kepadanya yang bisa menja-
di petunjuk tentang si pembunuh. Semula itu belum
terpikir oleh wanita ini. Dalam hal ini, dia mungkin
telah dengan sengaja menghilang."
Poirot berkata, "Semua ini melibatkan organisasi
yang betul-betul tidak sebanding dengan kematian
dokter gigi bersahaja di Queen Charlotte Street."
"Jangan memercayai segala sesuatu yang dikatakan
Reginald Barnes! Yang ada dalam benak di Burung
Tua jenaka itu hanyalah jaringan mata-mata, komunis-
me, dan semacam itu."
Japp bangkit dan Poirot berkata, "Beritahu saya
kalau ada kabar baru."
Setelah Japp pergi, Poirot tetap tepekur menghadapi
meja kerjanya. Ia yakin ada sesuatu yang ditunggunya.
Apakah itu? Ia ingat bagaimana dirinya pernah duduk
seperti itu sebelumnya, sambil menuliskan berbagai
fakta yang belum saling terhubung dan serangkaian
nama. Waktu itu seekor burung terbang melintasi jen-
dela dengan ranting di paruhnya.
133 Ia pun telah dan tengah mengumpulkan ranting-
ranting. Lima, enam, kumpulkan tongkat.
Ia telah mengumpulkan tongkat-tongkat itu?bah-
kan sekarang sudah cukup banyak. Semua sudah ada,
tersimpan dalam otaknya, tapi ia belum pernah men-
coba menyusun semua itu. Itulah langkah berikut-
nya?letakkan lurus-lurus.
Apakah yang telah menahannya selama ini? Ia tahu
jawabannya. Ia masih menunggu sesuatu.
Sesuatu yang tak terhindarkan, karena merupakan
mata rantai berikut. Kalau itu sudah datang, maka...
maka ia bisa terus.
II Malam sudah hampir larut ketika pemberitahuan itu
datang seminggu kemudian.
Suara Japp terdengar geram ketika berbicara di tele-
pon. "Andakah itu, Poirot? Kami telah menemukannya.
Sebaiknya Anda datang kemari. King Leopold
Mansions. Battersea Park. No. 45."
Seperempat jam kemudian taksi menurunkan
Poirot di luar King Leopold Mansions.
Yang tampak olehnya adalah gedung besar yang
menghadap ke Battersea Park, yang terdiri atas sejum-
lah lat. Flat no. 45 terletak di lantai tiga. Japp sendi-
ri yang membukakan pintu.
Wajahnya sangat muram.
134 "Masuklah," katanya. "Mengerikan sekali, tapi saya
harap Anda mau melihatnya sendiri."
Poirot bertanya, tapi yang keluar hampir tak bisa
disebut pertanyaan. "Mati?"
"Lebih dari mati!"
Poirot menelengkan kepala ke arah suara yang ber-
asal dari balik pintu di sebelah kanannya.
"Itu portir," ujar Japp. "Dia mual sampai muntah-
muntah! Saya terpaksa menyuruhnya naik kemari
guna mengetahui apakah dia mengenali mayat itu."
Ia berjalan lebih dulu di koridor itu dan Poirot
mengikutinya. Hidungnya mencium bau yang sangat
menyengat.
"Tidak enak, memang," ujar Japp. "Tapi apa yang
bisa Anda harapkan? Dia mati sudah lebih dari sebu-
lan yang lalu."
Ruangan yang mereka masuki adalah gudang kecil.
Di tengahnya ada koper besar dari logam yang umum-
nya digunakan untuk menyimpan pakaian yang di-
buat dari bulu binatang. Tutupnya terbuka.
Poirot maju dan melihat ke dalam koper.
Yang mula-mula dilihatnya adalah kakinya, yang


Satu Dua Pasang Gesper Sepatunya Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengenakan sepatu lusuh dengan gesper. Ketika per-
tama kali bertemu dengan Miss Sainsbury Seale pun
yang mula-mula dilihatnya, ia ingat, adalah gesper
sepatu.
Pandangannya menyusur ke atas, ke mantel wol
hijau, gaunnya, dan terus ke atas sampai ke kepala.
Ia mengeluarkan suara tidak jelas.
"Saya tahu," ujar Japp. "Memang mengerikan."
Wajah wanita itu telah dirusak sedemikian rupa
135 sampai tak bisa dikenali. Dan kerusakan itu lebih pa-
rah lagi akibat proses pembusukan dan penguraian
alami, sehingga tak mengherankan bila kedua lelaki
itu tampak sangat pucat ketika berpaling.
"Begitulah," keluh Japp. "Ini hasil kerja kami?ha-
sil jerih payah kami seharian ini. Memang kadang-
kadang kami terpaksa menghadapi hal-hal menjijikkan
seperti ini. Di ruangan lain ada sedikit brendi. Sebaik-
nya Anda minum dulu."
Ruang duduk di lat itu dilengkapi perabotan ber-
kualitas bagus dan bergaya mutakhir?sebagian dari
bahan logam berlapis krom dan sebagian lagi berupa
kursi-kursi malas yang besar dan persegi, berlapis kulit
anak rusa, berpola geometris, dan berwarna pucat.
Poirot menemukan botol brendi itu dan menuang-
nya sedikit. Seusai minum ia berkata, "Sungguh me-
ngerikan! Sekarang ceritakan semuanya, Kawan."
Japp berkata, "Flat ini milik seorang wanita, Mrs.
Albert Chapman. Mrs. Albert Chapman, berdasarkan
informasi yang berhasil dikumpulkan, adalah wanita
berambut pirang, berpenampilan rapi, dan berusia
empat puluhan. Dia membayar sendiri segala keper-
luannya, kadang-kadang bermain bridge dengan tetang-
ga-tetangganya, tapi tentang dirinya sendiri boleh di-
bilang dia bersikap tertutup. Dia tidak mempunyai
anak, dan suaminya, Mr. Chapman, adalah pengusaha
yang selalu bepergian.
"Sainsbury Seale datang kemari pada malam ketika
dia kita wawancarai. Sekitar pukul 19.15. Jadi agak-
nya dari Glengowrie Court dia langsung kemari. Me-
nurut portir, sebelum itu dia pernah ke sini sekali.
136 Seperti Anda lihat, semuanya tampak gamblang, tak
ada yang disembunyikan?sebagaimana layaknya kun-
jungan persahabatan. Portir itu mengantar Miss
Sainsbury Seale naik dengan lift sampai ke lat ini.
Terakhir kali portir melihatnya adalah ketika dia ber-
diri di depan pintu memencet bel."
Poirot menukas, "Tentu dengan susah payah portir
itu mengingat semua ini!"
"Kebetulan tak lama setelah itu sakit lambungnya
kumat, sehingga dia harus dirawat di rumah sakit dan
untuk sementara pekerjaannya diambil alih orang lain.
Baru kira-kira seminggu yang lalu dia secara tidak
sengaja melihat pengumuman tentang ?wanita hilang?
di koran bekas dan berkata kepada istrinya, ?Kelihat-
annya mirip wanita tua yang pernah mengunjungi
Mrs. Chapman di lantai tiga. Dia waktu itu menge-
nakan baju hijau dari bahan wol dan sepatu yang ada
gespernya.? Dan kurang-lebih satu jam kemudian dia
berkata lagi, ?Aku yakin nama wanita itu pun kede-
ngarannya mirip dengan yang tertulis di situ. Entah
Miss apa... pokoknya, belakangnya Seale!?
"Setelah itu," sambung Japp, "dia membutuhkan
waktu kira-kira empat hari guna mengatasi keenggan-
annya untuk berhubungan dengan polisi dan menyam-
paikan informasinya.
"Kami tidak yakin informasi itu akan menghasilkan
sesuatu. Betapa banyak informasi serupa yang setelah
diselidiki ternyata tidak ada gunanya. Namun, saya
mengirim Sersan Beddoes ke tempat ini?dia masih
muda lagi cerdas.
137 "Nah, begitu mulai, Beddoes langsung merasa pe-
nyidikan kali ini akan menghasilkan sesuatu. Pertama,
Mrs. Chapman ini sudah menghilang selama lebih
dari sebulan. Dia telah pergi tanpa meninggalkan ala-
mat. Itu agak aneh. Ternyata semua informasi yang
berhasil dikumpulkannya tentang Mr. dan Mrs.
Chapman menunjukkan sejumlah kejanggalan.
"Dia kemudian menemukan portir tidak pernah
melihat Miss Sainsbury Seale meninggalkan mansion
itu. Dilihat secara terpisah, kenyataan ini sendiri bu-
kanlah sesuatu yang luar biasa. Wanita itu bisa de-
ngan mudah turun melalui tangga dan keluar tanpa
ada yang melihat. Tapi selanjutnya portir bercerita
Mrs. Chapman pergi agak mendadak. Keesokan pagi-
nya orang hanya menemukan pesan yang ditulis de-
ngan huruf besar-besar,
TIDAK USAH KIRIM SUSU.
KATAKAN PADA NELLIE
SAYA PERGI LAMA.
"Nellie pelayan wanita harian Mrs. Chapman. Sebe-
lum itu Mrs. Chapman memang sekali-dua kali pergi
mendadak, maka gadis itu tidak menganggap janggal
kepergiannya kali ini, tapi yang aneh adalah kenyataan
bahwa Mrs. Chapman tidak memanggil portir untuk
membawakan barang-barangnya ke bawah atau me-
manggilkan taksi.
"Bagaimanapun juga, Beddoes memutuskan untuk
masuk ke dalam lat. Dia mendapat izin penggeledah-
an dan anak kunci duplikat kecuali kamar mandi.
138 Kamar mandi itu tampaknya telah dibersihkan dengan
tergesa-gesa. Dia menemukan noda darah di lantai, di
sudut-sudut yang cenderung terlewatkan ketika lantai
dibersihkan. Sesudah itu, pertanyaan yang masih be-
lum terjawab hanyalah, di mana mayat itu disembu-
nyikan atau dibuang. Mrs. Chapman telah pergi tan-
pa membawa barang-barangnya, karena kalau tidak
tentu portir akan mengetahuinya. Kesimpulannya,
mayat itu pasti masih ada di dalam lat. Dia menemu-
kan koper baju bulu binatang itu, yang tentu saja
kedap udara. Anak kuncinya ditemukan di salah satu
laci meja rias.
"Kemudian kami membukanya... dan ternyata di
situlah wanita yang hilang itu berada!"
Poirot bertanya, "Bagaimana hubungannya dengan
Mrs. Chapman?"
"Bagaimana, ya? Siapakah Sylvia (Sylvia nama kecil
Mrs. Chapman), dan apakah peranannya? Tapi satu
hal sudah jelas. Sylvia, atau kawan-kawan Sylvia-lah
yang telah membunuh wanita itu dan memasukkannya
ke koper."
Poirot mengangguk. Ia bertanya lagi, "Tapi meng-
apa wajahnya dirusak? Itu keji sekali."
"Ya, sangat keji! Tapi mengenai pertanyaan meng-
apa?siapa pun hanya bisa menebak-nebak. Hanya
sekadar balas dendam, barangkali. Atau mungkin tin-
dakan itu dilakukan untuk menyembunyikan identitas
si wanita."
Poirot mengerutkan dahi. Ia berkata, "Tapi itu
sama sekali tidak menyembunyikan identitasnya."
"Betul. Ini bukan hanya karena kita telah mengeta-
139 hui dengan jelas sekali segala sesuatu yang dikenakan
Mabelle Seale ketika dia menghilang, tapi juga karena
tas tangannya telah ikut dimasukkan ke dalam koper
dan di dalamnya terdapat surat lama yang ditujukan
kepadanya dengan alamat hotelnya di Russell
Square."
Poirot duduk, lalu katanya, "Tapi itu?apakah itu
tidak disengaja?"
"Pasti tidak. Saya rasa itu kekeliruan."
"Ya... mungkin... kekeliruan. Tapi..."
Ia bangkit lagi.
"Anda sudah memeriksa seluruh lat?"
"Sudah. Tak ada yang bisa dijadikan petunjuk."
"Saya ingin melihat kamar tidur Mrs. Chapman."
"Ikut saya, kalau begitu."
Ruang tidur itu tidak memperlihatkan tanda-tanda
pemiliknya telah pergi tergesa-gesa. Semua rapi dan
teratur. Tempat tidurnya tidak terlihat bekas ditiduri,
tapi bed-cover-nya telah disingkapkan, siap dipakai
malam itu. Lapisan debu tebal ada di mana-mana.
Japp berkata, "Belum ada sidik jari yang kami
temukan. Sebetulnya ada beberapa pada perabot da-
pur, tapi saya rasa sidik jari di situ milik pelayan."
"Artinya seluruh tempat ini dilapisi debu tebal se-
telah pembunuhan?"
"Ya."
Poirot perlahan-lahan menyapukan pandangannya
ke seluruh ruangan. Sebagaimana ruang duduk, ruang
ini pun dilengkapi perabotan modern, dan dilengkapi,
demikian pikirnya, oleh seseorang yang penghasilannya
cukup tinggi. Barang-barang di situ harganya mahal
140 meskipun bukan yang paling mahal. Barang-barang
itu berkesan mewah tapi bukan kelas satu. Warna
yang dominan di situ adalah merah muda dan merah
mawar. Ia menengok ke dalam lemari gantung yang
menyatu dengan dinding dan menyentuh pakaian
yang tergantung di situ?pakaian-pakaian yang baik
namun sekali lagi bukan mutu kelas satu. Matanya
beralih ke sepatu-sepatu?kebanyakan sepatu sandal
yang sedang mode saat itu, ada pula yang bertumit
tinggi. Ia mengambilnya sebuah dan melihat Mrs.
Chapman memakai sepatu berukuran lima. Di lemari
lain ia menemukan sejumlah mantel kulit binatang
berbulu yang ditumpuk begitu saja.
Japp berkata, "Berasal dari koper besar tadi."
Poirot mengangguk.
Diambilnya mantel bulu kelabu dari kulit berang-
berang. Ia menyatakan kekagumannya, "Kulit kelas
satu."
Ia terus menuju kamar mandi.
Suasananya seperti tempat peragaan kosmetik me-
wah. Poirot mengamati semuanya dengan penuh per-
hatian. Di situ antara lain ada bedak, rouge, vanishing
cream, skin food, dan dua botol cairan penyemir ram-
but. Japp berkata, "Tak ada yang pirang perak alami,
agaknya."
"Pada usia empat puluhan, mon ami, rambut wanita
umumnya mulai berwarna kelabu, tapi Mrs. Chapman
tergolong mereka yang tidak menyerah kepada alam."
"Barangkali rambutnya sekarang sedang berwarna
merah."
141 "Bisa jadi."
Japp berkata, "Agaknya ada sesuatu yang menggeli-
sahkan Anda, Poirot. Apakah itu?"
Poirot menjawab, "Oh ya, saya memang bingung.
Bingung sekali. Ada sesuatu yang bagi saya masih be-
lum terpecahkan."
Tanpa ragu-ragu, ia masuk lagi ke gudang. Ia
memegang dan menarik sepatu dari kaki wanita mati
itu. Dengan susah payah akhirnya sepatu itu berhasil
dilepaskan.
Ia mengamati gespernya. Gesper itu telah dijahit-
kan kembali dengan kasar.
Hercule Poirot menghela napas. Ia berkata, "Inilah
yang selama ini saya pikirkan!"
Japp berkata dengan rasa ingin tahu, "Apakah mak-
sud Anda ini akan memperumit masalah?"
"Tepat sekali."
Japp berkata, "Sebuah sepatu kulit, lengkap dengan
gesper, apa anehnya?"
Hercule Poirot menyahut, "Tidak ada?sama sekali
tidak aneh. Namun, itulah yang tidak saya menger-
ti."
III Mrs. Merton dari lat No. 82 di King Leopold Mansions
itu, menurut portir, adalah kawan dekat Mrs. Chapman
di mansion yang sama. Oleh karena itu, lat No. 82
itulah yang kemudian dituju Japp dan Poirot.
142 Mrs. Merton wanita yang gemar bicara, matanya
hitam dan potongan rambutnya cukup rumit. Tak
sulit membuatnya bicara. Hanya saja ia terlalu cepat
meningkat ke situasi dramatis.
"Sylvia Chapman?yah, tentu saja, saya sebenarnya
tidak terlalu mengenalnya?tidak terlalu intim, begi-
tulah. Dia kadang-kadang main bridge bersama kami.
Kadang-kadang kami nonton bioskop bersama, dan
tentu saja berbelanja bersama juga. Tapi, oh, kata-
kan... dia tidak meninggal, bukan?"
Japp berusaha menenangkannya.
"Ah, saya sangat bersyukur kalau dugaan saya salah!
Tadi tukang pos bercerita tentang mayat yang ditemu-
kan di salah satu lat?tapi tak seorang pun percaya
kalau tidak melihat sendiri, bukan? Saya pun tidak
percaya."
Japp memotongnya dengan mengajukan pertanyaan
selanjutnya.
"Tidak, saya sudah lama tidak mendengar kabar
tentang Mrs. Chapman... sejak kami mengobrol ten-
tang ilm baru yang dibintangi Ginger Rogers dan
Fred Astaire minggu berikutnya, dan dia tidak pernah
bercerita tentang kepergiannya."


Satu Dua Pasang Gesper Sepatunya Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mrs. Merton belum pernah mendengar tentang
wanita bernama Sainsbury Seale. Mrs. Chapman belum
pernah menyebut-nyebut nama itu di depannya.
"Meski demikian, nama itu rasanya tidak asing.
Sepertinya saya pernah membacanya entah di mana
akhir-akhir ini."
"Nama itu telah disiarkan lewat semua surat kabar
selama beberapa minggu..."
143 "Tentu saja?di kolom berita orang hilang, bukan?
Dan Anda pikir Mrs. Chapman mungkin mengenal-
nya? Tidak, saya yakin belum pernah mendengar
Sylvia menyebut-nyebut nama itu."
"Dapatkah Anda bercerita kepada saya tentang Mr.
Chapman, Mrs. Merton?"
Ekspresi agak aneh menyelimuti wajah Mrs.
Merton. Ia berkata, "Dia pengusaha yang selalu beper-
gian, itu yang pernah diceritakan Mrs. Chapman
kepada saya. Dia bepergian ke luar negeri untuk urus-
an perusahaannya?jual-beli senjata, saya yakin. Dia
menjelajahi seluruh Eropa."
"Pernahkah Anda bertemu dengannya?"
"Tidak, belum pernah. Dia jarang sekali pulang,
dan kalau sedang di rumah, dia dan Mrs. Chapman
tak mau diganggu orang lain. Itu sangat wajar."
"Sejauh yang Anda ketahui, apakah Mrs. Chapman
mempunyai kerabat atau teman dekat?"
"Saya tidak tahu. Saya kira dia tidak mempunyai
kerabat dekat. Dia tak pernah bercerita tentang hal
itu."
"Apakah dia pernah ke India?"
"Setahu saya tidak."
Mrs. Merton berhenti sejenak, tapi kemudian keluar-
lah serentetan pertanyaan. "Tapi tolong ceritakan pada
saya?mengapa Anda mengajukan semua pertanyaan
ini? Saya tahu Anda dari Scotland Yard atau yang sema-
cam itu, tapi bukankah mestinya ada alasan khusus?"
"Mrs. Merton, memang sudah sepatutnya Anda
tahu. Sebenarnya sesosok mayat telah ditemukan di
lat Mrs. Chapman."
144 "Oh??" Sesaat Mrs. Merton tampak seperti anjing
yang matanya sebesar piring.
"Mayat? Tentu bukan Mr. Chapman, kan? Atau
barangkali orang asing?"
Japp berkata, "Sama sekali bukan mayat laki-
laki?mayat itu perempuan."
"Perempuan." Mrs. Merton semakin terkejut.
Dengan lembut Poirot berkata, "Mengapa Anda
menyangka mayat itu laki-laki?"
"Oh, entahlah. Tapi rasanya itu lebih masuk
akal."
"Tapi mengapa? Apakah itu karena Mrs. Chapman
sering menerima tamu laki-laki?"
"Oh bukan... sungguh bukan," Mrs. Merton tampak
berang. "Saya tidak pernah bermaksud begitu. Paling
tidak Mrs. Chapman bukan wanita semacam itu... sama
sekali bukan! Hanya bahwa Mr. Chapman?maksud
saya?"
Wanita itu tiba-tiba terdiam.
Poirot berkata, "Saya pikir, Madame, Anda tahu
sedikit lebih banyak daripada yang telah Anda cerita-
kan kepada kami."
Ragu-ragu Mrs. Merton berkilah, "Saya tidak tahu,
saya yakin?tentang apa yang seharusnya saya lakukan!
Maksud saya, saya betul-betul tak ingin mengkhianati
orang yang telah menaruh kepercayaan kepada saya dan
sudah tentu saya tidak pernah mengulangi apa pun yang
pernah diceritakan Sylvia kepada saya?kecuali kepada
seorang atau dua orang teman dekat yang saya anggap
cukup aman..."
Mrs. Merton berhenti sebentar untuk mengambil
145 napas. Japp segera menyela, "Apa yang pernah dicerita-
kan Mrs. Chapman kepada Anda?"
Mrs. Merton sedikit membungkuk dan berkata sete-
ngah berbisik, "Yang satu ini?telah dikatakannya
tanpa sengaja. Ketika itu kami sedang menonton
ilm... tentang kegiatan Dinas Rahasia. Mrs. Chapman
berkata bahwa siapa pun yang telah menulis kisah
ilm itu, dia tidak tahu banyak tentang seluk-beluk
kegiatan agen-agen rahasia, dan dengan demikian ke-
luarlah semuanya?hanya dengan sangat dia meminta
saya merahasiakan ceritanya itu. Mr. Chapman ternya-
ta bekerja di Dinas Rahasia. Itulah alasan sesungguh-
nya dia harus begitu sering ke luar negeri. Usaha
jual-beli senjatanya hanya penyamaran. Dan saya da-
pat membayangkan betapa hebat kecemasan yang ha-
rus ditanggung Mrs. Chapman karena dia tidak per-
nah bisa berkirim surat dengan suaminya selama
kepergiannya. Dan, tentu saja, pekerjaan itu sangat
berbahaya!"
IV Dalam perjalanan turun menuju lat No. 42, Japp
mengeluh, "Rasanya saya bisa gila!"
Sersan Beddoes yang masih muda dan rapi telah
menunggu mereka. Dengan hormat ia berkata, "Tak
ada informasi yang cukup berarti yang bisa dikorek
dari pelayan wanita itu, Inspektur. Mrs. Chapman
agaknya sering gonta-ganti pembantu. Yang satu ini
146 baru bekerja satu atau dua bulan. Katanya, Mrs.
Chapman wanita ramah, gemar mendengar radio, dan
senang mengobrol. Menurut pandangan gadis itu, si
suami seorang penipu tapi tampaknya Mrs. Chapman
tidak menaruh kecurigaan sedikit pun. Mrs. Chapman
kadang-kadang menerima surat dari luar negeri, bebe-
rapa dari Jerman, dua dari Amerika, satu dari Italia,
dan satu dari Rusia. Kekasih gadis pelayan itu gemar
mengumpulkan prangko, dan Mrs. Chapman sering
menghadiahkan prangko-prangko dari surat-surat itu
kepadanya."
"Adakah sesuatu yang menarik di antara berkas-ber-
kas Mrs. Chapman?"
"Sama sekali tidak ada, Inspektur. Yang disimpan-
nya pun tidak banyak. Beberapa surat-surat tagihan
dan kuitansi... semua lokal. Beberapa lagi program-
program acara teater yang sudak tidak berlaku, satu
atau dua guntingan resep masakan dari surat kabar,
dan satu brosur tentang Misi Zenana."
"Dan kita bisa menebak siapa yang membawa brosur
itu ke sini. Mrs. Chapman bukan tipe pembunuh, bu-
kan? Meski begitu fakta yang ada agaknya memberatkan-
nya. Sekurang-kurangnya dia ikut membantu. Adakah
orang lain yang terlihat masuk ke sini malam itu?"
"Portir itu tidak ingat... tapi saya maklum kalau
sekarang dia tidak ingat lagi, bagaimanapun mansion
ini cukup besar... selalu banyak orang yang keluar-ma-
suk. Dia mampu mengingat tanggal kedatangan Miss
Sainsbury Seale hanya karena esoknya dia harus dira-
wat di rumah sakit dan malam itu dia betul-betul
merasa kurang sehat."
147 "Adakah orang lain di lat-lat sekitar sini yang
mendengar sesuatu?"
Detektif muda itu menggeleng.
"Saya telah menanyai penghuni lat-lat di atas dan
di bawah lat ini. Tak seorang pun merasa pernah
mendengar sesuatu yang luar biasa. Ketika itu radio
mereka terpasang, demikian keterangan yang saya per-
oleh."
Dokter pemeriksa mayat keluar dari kamar mandi
tempat ia baru saja membasuh tangan.
"Mayat yang sangat menjijikkan," keluhnya namun
tetap riang. "Kirim dia ke saya setelah Anda siap agar
pemeriksaan lebih lanjut dapat segera dilakukan."
"Apa kira-kira penyebab kematiannya, Dokter?"
"Tidak mungkin disebutkan sampai saya selesai
melakukan autopsi. Untuk sementara saya bisa me-
nyimpulkan bahwa cedera di wajahnya terjadi setelah
kematiannya. Namun saya baru bisa memastikan se-
telah memeriksanya di ruang bedah mayat. Wanita itu
berusia setengah baya, betul-betul sehat ketika ajal
merenggutnya?rambutnya disemir pirang, tapi kelabu
pada akarnya. Mungkin kita bisa menemukan tanda-
tanda khusus di tubuhnya... kalau tidak, barangkali
agak sulit untuk bisa mengenalinya... oh, Anda tahu
siapa dia, bagus sekali kalau begitu. Apa? Wanita yang
selama ini diributkan hilang? Ah, Anda tahu sendiri,
saya tidak pernah membaca surat kabar. Hanya teka-
teki silangnya yang menarik bagi saya."
Japp menyahuti kelakar dokter itu dengan pedas,
"Dan itulah publisitas bagi Anda!" ketika dokter itu
berlalu.
148 Poirot membungkuk di meja tulis. Diambilnya
buku alamat kecil berwarna cokelat.
Beddoes yang tak mengenal lelah berkata, "Tak ada
yang cukup menarik di situ?kebanyakan alamat pena-
ta rambut, penata busana, dan sebagainya. Saya telah
mencatat nama-nama dan alamat-alamat pribadi yang
ada di situ."
Poirot membuka buku itu pada huruf D.
Ia membaca Dr. Davis, Prince Albert Road 17,
Drake dan Pomponetti, penjual ikan. Dan di bawah-
nya: Dokter gigi, Mr. Morley, Queen Charlotte Street
58. Di matanya sendiri Poirot melihat titik terang. Ia
berkata, "Takkan ada kesulitan, saya kira, dalam me-
ngenali mayat itu."
Japp memandangnya dengan rasa ingin tahu. Ia
berkata, "Yakin... Anda tidak berkhayal?"
Poirot menjawab bersemangat, "Saya ingin meyakin-
kannya."
V Miss Morley telah pindah ke pedesaan. Ia tinggal di
desa dekat Hertford.
Wanita bertampang keras itu menyalami Poirot de-
ngan ramah. Sejak kematian saudara lelakinya, wajah-
nya tampak sedikit lebih murung, pembawaan dan
sikapnya dalam menghadapi hidup jadi lebih tegas. Ia
mencela dengan pedas keputusan pengadilan yang di-
149 anggapnya menodai nama baik mendiang saudara-
nya. Ia punya alasan untuk percaya bahwa Poirot sepen-
dapat dengannya, bahwa keputusan pengadilan tidak
benar. Sebab itu kepada Poirot, ia bisa bersikap agak
ramah.
Ia menjawab pertanyaan-pertanyaannya dengan cu-
kup lancar. Semua berkas pekerjaan Mr. Morley telah
dikumpulkan dan dirapikan Miss Nevill, serta telah
diserahkan kepada dokter gigi yang meneruskan prak-
tik Mr. Morley. Beberapa pasien telah pindah atas
kemauan sendiri kepada Mr. Reilly, sebagian lagi ber-
sedia ditangani dokter gigi yang baru, sedangkan yang
lain pergi ke dokter-dokter di tempat lain.
Miss Morley, setelah menyampaikan informasi yang
mampu diberikannya, berkata, "Jadi Anda telah mene-
mukan wanita bekas pasien Henry itu... Miss
Pedang Kunang Kunang 2 Kisah Wali Songo Karya Unknown Bunga Bunga Indah Berduri 1
^