Pencarian

Enam Berandal Cilik 2

Enam Berandal Cilik Karya Enid Blyton Bagian 2


belakang, kemudian berjalan menuju rumah keluarga Mackenzie. Mereka menyambutnya dengan
hangat.
Bu Kent cemas ketika masuk ke Pondok
Hawthorn bersama temannya. Rumah itu masih
115 gelap, dan tidak ada asap yang mengepul dari
cerobong. Apa yang terjadi dengan Bob?
la tercengang ketika menyalakan lampu mang
duduk Siapa yang melakukan semua ini? Piringpiring yang pecah berantalmn, lukisan yang rusak
serta ketel air yang tergeletak di sampingnya. Dan
kenapa abu pendiangan berserakan di lantai?
Wanita itu bingung bercampur marah.
Apakah Bob yang melakukan ini? Tidak, Bob tidak
mungkin berbuat seperti itu! Bersama temannya ia
membersihkan ruangan itu. la menyalakan api lalu
meletakkan ceret di atasnya. Dalam waktu singkat
ruangan itu sudah bersih. Tapi Bu Kent belum
merasa tenang. Semuanya begitu aneh, dan ia tak
tahu bagaimana harus menjelaskan persoalan itu
pada temannya. la benar?benar merasa malu. Kalau
ternyata benar Bob yang melakukannya, maka anak
itu perlu diberi pelajaran!
Setelah temannya pergi, Bu Kent mencari Bob
di semua sudut rumah itu. (.lsahanya sia-sia, Bob
tidak ada di situ. Kemudian ia berpikir mungkin
anak itu pergi ke rumah keluarga Mackenzie.
"Bob ada di sini," kata Bu Mackenzie." la
sedang membantu suami saya membuat sebuah
kapal. "Silakan masuk dulu, Bu," sambungnya.
Tapi Bu Kent menggeleng.
"Tolong bilang pada Bob, saya menunggu di
sini. ia harus segera pulang," katanya. Dalam
sekejap Bob sudah muncul. Setelah berpamitan
pada Bu Mackenzie, ia berjalan pulang beriringan
dengan ibunya.
116 Sewaktu sampai di ruang duduk, ibunya berpaling padanya "Kau yang melakukan semua ini,
Bob?" tanyanya.
"Melakukan apa?" tanya Bob.
"Jangan berlagak bodoh! Kau tahu apa yang
kumaksud!" bentak ibunya. "Piring?piring yang
pecah?abu yang berserakan di lantai, dan..."
"Oh, itu," sela Bob seolah-olah tidak ada yang
terjadi. "Ya, Aku yang melakukannya. Mungkin
sewaktu-waktu aku masih akan melakukannya
lagi."
Ibunya menatap Bob dengan tajam. "Bob!
Berani benar kau bicara begitu! Kau tahu betapa
kagetnya temanku ketika masuk ke ruangan ini!"
"Bagus Kalau begitu!" kata Bob. "Aku memang
tidak ingin ia datang ke sini. Kenapa kalau teman
ibu yang datang semuanya sudah harus disediakan, sedang kalau aku yang pulang rumah ini
masih kosong?"
Bu Kent berusaha mendebatnya, tapi anak itu
tidak mau mengalah, apalagi meminta maaf.
"Kau memang keras kepala!" kata ibunya hampir
menangis. "Kau sudah brengsek. Kau kira dengan
berbuat seperti itu aku akan mencintaimu? Tidak,
semua itu hanya membuat aku makin tidak suka
padamu."
"lbu tidak peduli lagi padaku," kata Bob. "Aku
memang pengacau di rumah ini?paling?paling
berguna untuk melakukan beberapa hal kecil
untuk ibu. Kalau rumah dalam keadaan bersih.
aku hanya dianggap mengganggu di sini. Kalau
117 lbu mau pergi menonton aku juga dianggap
mengacau. Nah, sekarang kuperlihatkan pada Ibu
kalau aku memang seorang pengacau!"
Bu Kent memandang anaknya, yang balas
menatapnya dengan sikap menantang. Ia masih
kecil?umurnya baru sepuluh tahun! Berani benar
ia bicara kasar begitu pada ibunya. "Tidak pantas
ia berbuat begitu," kata ibunya dalam hati lalu
mulai menangis.
Bob ingat pada Tom yang bercerita bahwa
ibunya selalu menangis kalau merasa kalah, tapi
tetap ingin mempertahankan kemauannya. la
menguatkan hatinya, lalu membalikkan badan.
Anak itu tiba?tiba merasa jauh lebih dewasa.
"Ingat, Bu," katanya, "suatu saat aku akan
melakukannya lagi." ia tidak bersungguh-sungguh tapi hanya ingin menakut?nakuti ibunya agar
ia tidak lagi membawa temannya ke rumah,
kemudian berharap segalanya sudah disediakan
untuk mereka.
"Anak jahat!" kata Bu Kent. "Kalau kau memang akan berbuat seperti itu lagi, besok kau
berangkat lebih dulu. Aku akan mengunci semua
pintu! Dan kau baru boleh masuk kalau aku sudah
kembali!"
"Biar saja," sahut Bob. "ltu jauh lebih baik
daripada harus pulang ke rumah yang kosong
dan suram ini. Dengan senang hati aku akan
menunggu lbu pulang, lalu masuk ke rumah
kalau semua lampu sudah menyala."
Esoknya Bu Kent benar-benar mengunci se
118 mua pintu sebelum meninggalkan rumahnya.
Sejak itu Bob terpaksa menunggu di luar?kedinginan, lapar, dan letih.
119 13 Kelompok Empat Jagoan
Di tengah kota ada sekelompok anak yang
berkumpul setiap sore, juga pada hari Sabtu dan
Minggu. Mereka berumur antara delapan dan lima
belas tahun. Jumlahnya empat orang. dan masing?masing bernama Len. Jack, Patrick?anak
Irlandia yang badung, dan Fred. Mereka biasanya
bermain-main di pelataran rumah-rumah bobrok
yang seharusnya sudah lama diruntuhkan.
Salah satu di antara rumah?rumah itu memiliki
ruang bawah tanah. Keempat anak itu suatu hari
menemukannya secara _tidak sengaja.
"Hei! Coba lihat ini," kata Len ketika menemukan sebuah tangga yang menuju ke bawah. "lni
tempat apa, ya? Kelihatannya seperti ruang bawah
tanah. Yuk, kita periksa. Wah, ini tempat bersembunyi yang bagus!"
Anak-anak itu berjalan menuruni tangga, lalu
sampai di sebuah gudang bawah tanah. Ruangan
itu basah, lembap, serta agak pengap. Tapi
mereka tidak peduli. Tempat itu sangat cocok
untuk tempat persembunyian. Tidak akan ada
orang yang menemukan mereka di situ.
Jack berpikir bahwa tempat itu cocok untuk
120 dijadikan markas tempat berkumpul. Ia lalu
mengusulkan agar mereka membawa perabotan.
"Kita bawa beberapa kotak kayu ke sini,"
katanya. "Bagaimana kalau kita cari karpet tua
untuk digelar di sini? Lilin juga kita perlukan. lbuku
pasti mau memberikannya."
Semuanya setuju dengan usul Jack. Mereka
menganggap gudang bawah tanah itu sebagai
tempat berkumpul yang luar biasa. Satu per satu
mereka memindahkan barang berharga masingmasing ke tempat itu. Sekotak kartu yang sudah
lusuh dan kotor, mesin mobil-mobilan yang bisa
diputar, beberapa buku komik, tempat lilin yang
sudah rusak?dan yang paling aneh dari semuanya, sebuah telepon mainan!
Fred yang paling tua di antara mereka yang
membawa barang itu. Telepon mainan itu adalah
salah satu benda kebanggaannya. la melihatnya di
sebuah toko mainan, lalu mencurinya ketika toko
itu sedang ramai.
Sebelumnya, dalam sebuah film bioskop ia
melihat orang-orang yang meletakkan beberapa
buah telepon sekaligus di atas meja mereka.
Walau anak itu belum pernah menggunakan
telepon, ia merasa benda itu adalah lambang
kekayaan dan kekuasaan. Kemudian ia berpikir
bahwa dirinya juga harus memiliki benda itu,
walau sebatas mainan saja.
Telepon mainan itu diletakkan di atas sebuah
kotak Teman?temannya dengan sikap tegang
mendengarkan Fred bicara melalui telepon itu.
121 yang dalam khayalannya memberikan perintah
kepada anak buahnya dengan gaya Amerika.
Kadang-kadang mereka juga membawa makanan ke tempat itu, lalu saling berbagi. Kalau
musim panen buah-buahan tiba, mereka mulai
merencanakan pencurian-pencurian yang akan
mereka lakukan. Di samping itu keempatnya juga
membuat rencana-rencana konyol lainnya, seperti
mengetuk pintu rumah orang, kemudian lari
sebelum pemiliknya keluar.
Len yang paling muda di antara mereka.
Abangnya, Fred, berumur lima belas tahun. Jack
berumur sebelas tahun. Patrick setahun lebih tua
dari Jack, bersuara lantang, cepat naik darah,
cerdik, dan menyenangkan.
Ayah Len dan Fred sudah tiada. Mereka
berkembang menjadi anak?anak yang liar. lbu
mereka sudah tidak tahan menghadapi anakanaknya. Kedua anak_ itu selalu melawan ibu
mereka, kadang mengambil uang dari dompetnya, dan masih banyak lagi kenakalan lainnya.
Patrick sudah tidak punya ibu lagi. Ia tinggal
bersama ayahnya yang tidak pernah punya waktu
untuknya. Ia sering dipukul ayahnya dengan
alasan untuk "membuatnya tidak sulit diatur".
Patrick benci pada ayahnya, dan selalu berusaha
menjauhkan diri darinya.
Jack tinggal dalam rumah yang hanya mempunyai dua kamar bersama ayah, ibu, beserta kelima
saudara kandungnya. Rumahnya sudah tua, kotor,
dan tidak terawat Tak seorang pun di antara
122 mereka yang bisa makan, tidur, atau membaca
dengan tenang di situ. Jack membenci suasana
seperti itu, lalu sering pergi meninggalkan rumahnya. Ia sangat menyayangi ibunya, tapi tidak tahan
melihat wajahnya yang selalu suram. Kasihan
wanita itu, ia sebenarnya ingin membawa keluarga
mereka ke tempat yang lebih baik dan nyaman.
Tapi sudah sekian lama keinginannya tidak pernah terwujud, sehingga ia mulai putus asa. Tidak
heran kalau Jack lebih suka mencari kesenangan
di luar rumah. Tempat persembunyian kelompok
mereka?di gudang bawah tanah?benar-benar
menjadi surga baginya.
Keempat anak itu tidak terlalu pandai. Patrick
mempunyai segudang akal licik yang dianggap
sangat berguna oleh teman?temannya. Kelompok
itu sudah dikenal oleh kedua polisi yang bertugas
di wilayah itu. Kalau melihat keduanya berpatroli,
mereka langsung berlari menghindar.
"Kita adalah Kelompok Empat Jagoan," ujar
Fred pada suatu malam, "dan tidak takut pada
polisi atau siapa pun juga. lngat itu!"
"Kita tidak takut pada siapa pun!" kata Patrick
menimpali. Tentu saja itu tidak benar. Anak?anak
itu tetap takut pada guru mereka, polisi, dan
beberapa penjaga toko yang selalu mengusir
mereka?dan khususnya Patrick, yang sangat
takut pada ayahnya. Tapi mereka selalu bertingkah seakan-akan tidak kenal rasa takut, dan
merasa menjadi geng yang paling hebat di dunia!
Fred mengangkat gagang telepon mainannya,
123 dan ketiga "anak buahnya" langsung terdiam.
Mereka mendengarkannya penuh perhatian. Kalau sedang menggunakan telepon, gayanya memang kelihatan hebat.
"Halo? 61045?" ujar Fred dengan suara yang
tajam. "Di sini pemimpin Kelompok Empat
Jagoan yang'bicara. Temui Scarface, Bawa lima
orang anak buahmu. Gunakan mobil yang besar.
Di sana kau akan..."
Pembicaraan seperti biasanya berlangsung selama dua menit. Setelah itu Fred akan meletakkan
gagang telepon, dan berkata, "Beres, mereka
sudah mulai bergerak!"
Keempat anak itu selalu memerlukan
uang ?untuk membeli makanan. atau melakukan
hal yang paling mereka sukai, yaitu menonton film
di bioskop. Menyenangkan bagi mereka, duduk di
bangku yang nyaman sambil melihat adegan
tembak-menembak, kuda yang berlari kencang,
mobil yang meluncur dengan kecepatan penuh.
Mereka tidak perlu banyak berpikir? hanya duduk
dengan mata melotot menatap layar.
Suatu hari secara tidak sengaja Bob bertemu
dengan kelompok itu. Sudah seminggu lamanya ia
tidak bisa pulang ke rumah sebelum pukul setengah
tujuh, karena ibunya membawa semua kunci
rumah. Jadi selama itu ia terpaksa berkeliaran
sambil menunggu ibunya pulang. Sebelum berangkat ke kantor, ibunya meninggalkan beberapa
potong kue dalam gudang di pekarangan rumahnya. Tapi Bob tidak pernah menyentuh makanan itu.
124 "Memangnya aku kucing tetangga, diberi makanan seperti itu!" gumam Bob. "Kalau lbu
pulang aku akan minta makan malam yang
pantas. Walau sudah letih. lbu harus menyiapkannya untukku."
Bagaimanapun juga sulit baginya mengisi waktu mulai dari saat pulang sekolah sampai pukul
setengah tujuh malam. Musim sudah berganti,
dan hari cepat menjadi gelap dan dingin.
"Kau kan bisa tinggal di rumah keluarga
Mackenzie," kata Bu Kent pada Bob. "Entah
kenapa,_ mereka selalu menerimamu dengan
senang hati!"
Bob tidak pergi ke sana. Anak itu malu
mengakui bahwa ia tidak bisa masuk ke rumahnya sebelum ibunya pulang. Ia hanya berkunjung
kalau keluarga itu mengundangnya minum teh


Enam Berandal Cilik Karya Enid Blyton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

atau meminta bantuannya mengerjakan sesuatu.
Bob selalu bekerja dengan baik. sehingga Pak
Mackenzie berulang kali memujinya.
"Nanti ke sini lagi, Bob," katanya. "Hasil
kerjamu lebih baik dari Donald. Aku ingin pekerjaan itu selesai sebelum Natal."
Hari?hari lainnya Bob berputar?putar di kota itu
tanpa tujuan. Wajahnya selalu muram dan tidak
bersemangat. Sering ia berhenti, melihat?lihat
etalase toko, atau memperhatikan rumah tinggal
yang terang?benderang. Bayangan keluarga yang
riang dan rukun selalu menghantui pikirannya.
Malam itu hujan turun dengan deras. Bob
sedang berjalan?jalan di tengah kota. Anak itu
125 berpikir apa sebaiknya ia pulang ke rumah,
menunggu di gudang pekarangan rumahnyaatau ke rumah keluarga Mackenzie? Tidak, pikirnya. Aku akan mencari tempat berteduh yang lain.
la berjalan menuju rumah-rumah tua yang tidak
terpakai lagi. Aku berteduh di sini saja, pikirnya
sambil berjalan di atas puing?puing tembok ke
sebuah sudut di salah satu rumah itu.
Tiba-tiba ia mendengar suara orang bicara
dengan suara digalak?galakkan. Suara itu datang
dari arah bawah. Orang yang bicara itu kedengarannya sedang menelepon seseorang. Bob tertegun.
"Halo? 678345? Di sini Bos yang bicara.
Kenapa kau tidak datang? Kami sudah satu jam
lebih menunggu di sini! Kau takut dimarahi
karena tidak becus bekerja? Baik, kau tahu sendiri
apa yang akan terjadi pada orang-orang pengecut! Kelompok Empat Jagoan akan menghukummu!"
Bob terkejut mendengar kata-kata itu. Siapa
sebenarnya orang yang sedang bicara itu?
Kemudian ia melihat cahaya redup yang berasal dari bawah. la bergerak turun, lalu melihat
sebuah tangga yang menuju ke bawah. Jantungnya berdegup karena tegang. Tempat apa itu?
Apakah ia menemukan sebuah tempat persembunyian rahasia?
Pelan-pelan ia melangkah menuruni tangga.
Hujan masih turun dengan deras, sehingga bunyi
langkah kakinya tidak terdengar.
126 Ia sampai pada ujung tangga itu, lalu berdiri
mematung. la melihat sebuah ruangan dengan
dinding yang lembap. Sebuah karpet tua digelar di
lantai, dan beberapa kotak kayu ditaruh di atasnya.
Sebuah kotak kayu yang besar diletakkan di
tengah. Di atasnya ada beberapa buku komik dan
tempat lilin lengkap dengan sebatang lilin yang
sedang menyala. Pada kotak yang lain ada sebuah
telepon?yang tak lain adalah telepon mainan
kesayangan Fred
Empat orang anak duduk dalam ruangan yang
hanya diterangi cahaya lilin itu. Semuanya sedang
membaca sebuah buku komik. Bob melongo
melihat anak-anak Semuanya kelihatan begitu
menarik sekaligus mengagetkan baginya.
Tiba-tiba Patrick berpaling, lalu melihatnya.
"Hei? Siapa kamu?"
Bob langsung berpikir cepat. Sambil nyengir ia
berkata, "Aku nomer 678345! Kau tadi baru saja
meneleponku. Aku datang untuk menghadap
Bos."
Gudang bawah tanah itu menjadi sepi. Keempat anak itu menatap Bob. Mereka kaget mendengar ucapan anak itu. Siapa dia sebenarnya?
Bagaimana ia bisa menemukan persembunyian
mereka? Apa benar ia datang untuk "menghadap"?
Fred langsung menanggapinya. Seketika ia
menilai Bob sebagai anak pemberani dan punya
rasa humor. Seorang anak yang mungkin akan
berguna!
127 & "Masuk, nomor 678345," katanya. "Untung saja
kau cepat datang! Hampir aku menyuruh anak
buahku untuk mengejarmu!"
Bob masuk ke ruangan bawah tanah itu. Fred
mengambil telepon kebanggaannya yang diletakkan di atas kotak kayu, lalu menyorongkan kotak
itu pada Bob. "Kau pasti mendengarku menele
pon tadi," katanya.
"Ya," kata Bob. "Tapi aku belum mengerti. Apa
kau benar?benar menelepon tadi?"
Fred tidak menjawab. Berkali?kali anak itu
nyaris percaya bahwa ia memang sedang menelepon anggota-anggota geng yang lain.
128 "Di luar hujan deras," kata Bob. "Boleh aku
numpang berteduh sebentar di sini? Wah, tempat
ini benar?benar asyik!"
"Boleh," sahut Fred. "Anggap saja ini rumahmu '
sendiri!"
129 14 Markas Pengganti Rumah
KELOMPOK Empat Jagoan langsung menyukai
Bob, karena anak itu juga bersikap ramah terhadap mereka.
"Kapan-kapan ke sini lagi, Bob." kata Fred
ketika Bob mau pulang, "kapan saja kau mau. Di
sini banyak buku komik yang hebat!"
Selanjutnya Bob sering mendatangi tempat itu.
Ruang bawah tanah yang diterangi cahaya yang
redup itu mempunyai daya tarik yang kuat
untuknya. Dia merasa aman di sana, dan disukai
temanltemannya. Keempat teman barunya mengaguminya karena pakaian Bob lebih bagus dari
pakaian mereka, dan karena Bob punya rumah
yang bagus. Mereka juga bangga, bisa berteman
dengan Bobi
"Dingin sekali tempat ini," kata Bob pada suatu
malam. "Kenapa kalian tidak menyalakan api?"
"Tidak bisa," kata Patrick. "Pernah sekali kami
mencobanyaAasap langsung memenuhi ruangan ini. Di sini kan tidak ada cerobong asap."
"Kenapa tidak pakai pendiangan minyak?"
tanya Bob. "Barang itu tidak mengeluarkan asap."
"Pendiangan minyak?" kata Patrick mengulangi
130 dengan nada sinis. "Dari mana kita memperolehnya?"
"Aku bisa mengambilnya di rumah." kata Bob.
"Besok malam akan kubawa ke sini. Patrick, kau
ikut ke rumahku untuk membawa minyaknya.
Dengan pendiangan seperti itu tempat ini bisa jadi
hangat dan nyaman."
Tawaran itu segera disetujui oleh keempat
anggota geng itu. Selama ini yang merepotkan
mereka hanya kelembapan dan rasa dingin yang
menyengat. Tapi sekarang masalah itu sudah
teratasi.
Esoknya pendiangan itu sudah dinyalakan di
gudang bawah?tanah itu. Api yang menyala di
dalamnya segera membuat tempat itu hangat dan
nyaman. Patrick memandang Bob dengan rasa
berterima kasih.
"Terima kasih," katanya. "Sekarang tanpa jaket
pun sudah cukup hangat. Eh, Fred?bagaimana
kalau Bob kita angkat jadi anggota geng? Kita
ganti nama geng kita menjadi Kelompok Lima
Jagoan."
Fred memandang teman?temannya. "Bagaimana pendapat kalian?" tanyanya. Patrick, Jack,
dan Len langsung mengangkat tangan mereka.
"Setuju," kata Jack yang langsung diikuti oleh
kedua temannya. Fred berpaling pada Bob.
"Selamat!" katanya sambil menyodorkan tangannya pada Bob. Anak itu terkesima. Kini ia
benar?benar menjadi anggota geng! Di Croydon
ia pernah menjadi anggota geng. Tapi kalau
131 dibandingkan dengan Kelompok Empat Jagoan,
geng itu tidak ada apa?apanya. Dengan mantap ia
menjabat tangan keempat temannya.
Sore itu terasa menyenangkan, karena di
samping pendiangan minyak itu, Bob juga membawa beberapa potong kue yang selalu disediakan
ibunya. Anak-anak itu senang karena bisa membaca komik sambil memakan kue pemberian
Bob. Mereka agak menyesal ketika harus berpisah
untuk pulang ke rumah masing?masing.
Hari sudah larut ketika Bob sampai di rumahnya. lbunya sudah kebingungan mencari anak itu.
"Dari mana saja kau? Aku tak mau kau masih berkeliaran di luar malam?malam begini," kata ibunya.
"Dari rumah Bill," jawab Bob, berbohong.
la merasa lebih baik berbohong daripada
berdebat dengan ibunya. Ia tidak mengatakan
bahwa ia berkumpul bersama gengnya. Bob tidak
mau membuka rahasia mereka.
Esok malamnya Bob membawa sebuah karpet
tua ke gudang bawah tanah itu. Kemudian sebuah
meja kecil, gelas-gelas untuk minum, satu botol
limun jeruk yang diambil dari lemari. Malam
berikutnya ia membawa kue yang diambilnya dari
lemari makan. Anak?anak itu berpesta pora.
lbunya menanyakan kue yang diambilnya itu.
"Kapan kau ambil kue itu? Dan untuk siapa? Tak
mungkin kau menghabiskannya sendiri."
"Aku mengambilnya tadi pagi, lalu menaruhnya
di gudang," jawab Bob, jujur. "Aku sendiri yang
menghabiskannya." Kali ini ia berbohong.
132 "Kau semakin nakal dan sulit diatur," ujar
ibunya memarahi. "Mulai sekarang pintu lemari
makan juga akan kukunci."
Anggota geng yang lain menganggap Bob
sebagai teman yang luar biasa. Mereka kagum
padanya karena selalu membawa berbagai perlengkapan dan makanan. Markas mereka semakin nyaman dengan adanya barang?barang itu.
Bob sibuk mengobrak?abrik isi loteng rumahnya. Anak itu menemukan berbagai barang yang
berguna baginya?sebuah ceret untuk merebus
air, beberapa buah piring dan mangkuk, dua buah
bantal, dan sebuah kursi kecil. Ia membawa
barang-barang itu satu per satu pada malam hari.
Sebelumnya barang?barang itu ditaruhnya di
gudang agar ia bisa mengambilnya dengan
mudah.
"Markas kita sudah seperti istana," kata Jack
sambil memandang berkeliling. la membandingkan tempat itu dengan rumahnya yang kecil. "Di
sini dengan aman aku bisa menyimpan barangbarangku. Kalau di rumah saudara-saudaraku
mengambil apa saja yang mereka sukai!"
Semua anak memiliki tempat tersendiri untuk
menyimpan barang kesayangan mereka, tanpa
perlu takut ada orang lain yang mengambilnya.
"lbumu tidak pernah mencari barang?barangnya yang kauambil itu?" tanya Fred. "Kau hebat
juga ya, dalam urusan mencuri seperti itu."
"Mengambil barang milik ibuku, bukan mencuri
namanya," bantah Bob.
133 "Hah!" balas Patrick. "ltu tetap saja mencuri!
Kalau kau ditangkap polisi, lalu ibumu mengatakan bahwa barang-barang yang ada di sini adalah
miliknya, kita semua diangkut ke kantor polisi!
Tapi tenang saja?tidak akan ada yang menemukan kita di sini!"
Sebelum Natal tiba, Tom bergabung dengan
geng itu. Rumahnya menjadi makin tidak menyenangkan?ayahnya belum kembali, dan ibunya terus marah?marah dan menangis. la juga
dibebani berbagai tugas yang amat tidak disukainya.
Hilda dan Eleanor berusaha sekuat mungkin,
tapi hasilnya tidak memuaskan. Selama ini mereka tidak pemah diajar untuk rukun satu sama lain
dan tidak bersikap ingin menang sendiri, sehingga
yang terjadi di rumah mereka tidak bisa teratasi.
Keluarga itu mulai sulit mendapatkan uang.
Kedua anak gadis itu tidak pernah lagi membeli
baju?baju pesta. Tom yang mulai tumbuh menjadi
besar, juga tidak dapat membeli jaket baru,
padahal jaketnya yang lama sudah terlalu sempit
baginya. la sangat mengharapkan ayahnya kembali.
"Semuanya kacau!" katanya dalam hati. la
berpikir tentang ibu serta kedua kakaknya. "Selalu
bertengkar dan menangis kerjanya. Coba aku bisa
pergi seperti Ayah."
Setiap hari ia pergi ke rumah teman?temannya.
Suatu sore ia pergi ke rumah Bob. Tapi rumah itu
dalam keadaan gelap. Kemudian ia mendengar
134 suara yang berasal dari gudang di pekarangan
rumah itu. Apakah itu Bob? Apa yang dilakukannya di sana?
Tom berjalan menuju gudang itu. ia melihat
Bob keluar dari gudang itu, membawa sesuatu.
Tom pelan-pelan mengikutinya tanpa terdengar.
Ketika lewat di bawah lampu jalanan, Tom melihat
Bob membawa tiga kotak kardus. Tampaknya
kotak?kotak itu yang biasa dipakai untuk menyimpan mainan kereta api miliknya."
Rupanya Bob ingin memasang mainan itu di
salah satu rumah temannya, pikir Tom. Aku akan
mengikutinya. Lumayan kalau aku bisa ikut
bermain dengannya. Ah, mungkin ia pergi ke
rumah Hany.
Dugaannya salah. Bob tidak pergi ke rumah
Harry. Anak itu pergi ke markas gengnya?di
gudang bawah tanah itu. Dengan heran Tom
terus mengikutinya berjalan ke tengah kota,
menuju rumah-rumah bobrok itu. Tiba?tiba Bob
seakan menghilang!
Dalam waktu singkat Tom berhasil menemukan gudang bawah tanah itu. ia berjalan menuruni
tangga lalu sampai di mangan yang diterangi
cahaya lilin. Lima orang anak terpaku menatapnya. Mereka mengira yang datang adalah polisi
yang akan menangkap mereka.
"TOM!" seru Bob sambil menyambut temannya lebih hangat dari biasanya. la benarbenar lega bahwa yang datang ternyata bukan
polisi. Tom memandang ke sekeliling ruangan.
135 "Ke sini kau rupanya," katanya. "Apa ini tempat
pertemuan kalian?"
"Siapa dia?" tanya Fred dengan nada tajam
pada Bob. "Temanmu? Bagaimana ia bisa tahu
tempat ini?"
"Aku mengikutinya dari belakang," kata Tom
menjelaskan. "Kau tak perlu marah-marah begitu.
Aku takkan memberitahukan kalian pada orang
lain. Kalian satu geng, ya? Bob, kau tak pernah


Enam Berandal Cilik Karya Enid Blyton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cerita padaku! Hebat benar tempat ini!"
Anggota geng itu kini menunggu ia pergi.
Tempat itu milik mereka?dan mereka tidak ingin
kedatangan tamu seperti itu. Tom segera merasakan sikap itu.
"Aku tak akan mengganggu kalian," katanya.
"Tapi jangan lupa, kalau kalian perlu anggota
tambahan yang mau ikut bekerja, bilang saja
padaku." .
"Boleh ia tetap di sini?" tanya Bob. "Malam ini
aku akan memasang mainan kereta apiku, dan
Tom sudah biasa membantuku. la pasti akan
berguna."
"Baiklah," kata Fred dengan enggan. Sebenarnya ia ingin menolak?tapi Bob sudah begitu
berjasa untuk geng itu. Hampir semua barang
yang ada di tempat itu adalah miliknya. Sulit bagi
Fred untuk menolak permintaannya.
Akhirnya Tom tetap bersama mereka. Mainan
kereta api itu segera dipasang. Tak lama kemudian keenam anak itu sudah asyik bermain. Han'
sudah larut ketika mereka berhenti bermain.
136 "Wah?pukul setengah sepuluh!" kata Tom.
"Aku pasti dimarahi kalau pulang nanti. Kau juga
ya, Bob?"
"Masa bodoh!" sahut Bob. "Yang penting
sekarang, makan! Aku harus membongkar lemari
makan nanti, kalau ibuku tidak mengunci pintunya!"
Fred menggamit lengan Bob ketika anak itu
berjalan menaiki tangga di belakang Tom. "Tanyakan pada temanmu apa ia mau jadi anggota
geng kita?" bisiknya. "Kelihatannya ia cukup
cerdik"
"Nanti akan kutanyakan," ujar Bob dengan
wajah berseri-seri. Betapa menyenangkan kalau
Tom ikut jadi anggota geng itu. Mereka bisa pergi
dan pulang bersama?sama. Tom tanpa pikir
panjang langsung menerima tawaran itu!
Akhirnya Tom ikut menjadi anggota geng itu.
Namanya diubah menjadi Kelompok Enam Jagoan. Dengan enam orang anak di dalamnya,
ruangan bawah itu menjadi sempit. Tapi tak
seorang pun di antara mereka yang peduli.
Tom mulai menyumbangkan berbagai barang
untuk gengnya?minyak untuk pendiangan, beberapa batang lilin, makanan dan minuman, serta
sebuah bantal. Anak?anak itu sekarang merasa
markas mereka merupakan tempat yang paling
nyaman di dunia.
"Ini baru tempat tinggal namanya," kata Jack
Kelima temannya mengangguk setuju.
137 1 5 Mencuri (lang
Tom agak berbeda dari teman-temannya. Ia tidak
mau menghabiskan waktu di markas mereka
dengan hanya membaca buku komik. la membawa beberapa buah buku bacaan biasa, dan kecuali
Bob, tidak ada lagi yang mau membacanya.
"Terlalu sulit," kata Patrick sambil meletakkan
buku yang diberikan Tom. "Begitu aku selesai
membaca sebuah kalimat, aku sudah lupa lagi
apa yang ditulis sebelumnya. Lebih asyik baca
buku komik?semuanya bergambar! Kau bahkan
tak perlu membaca apa yang dikatakan tokohtokohnya. Cukup dengan hanya melihat gambarnya. Aku paling suka buku komik?di samping
nonton Elm di bioskOp, tentunya. Kau tak perlu
banyak berpikir untuk mengikuti jalan ceritanya."
"Bagaimana kalau kita pergi nonton, besok?"
usul Tom. "Filmnya bagus. Judulnya Pembunuh
Bayaran Pasti banyak adegan tembak?menembak."
"Dor, dor. dor!" seru Len menirukan bunyi
senapan. "Sayang aku tidak punya senapan.
Kalau punya, orang-orang akan kutembak. Dor,
dor, dor!"
138 "Diam!" ujar Fred yang jarang membiarkan
adiknya ikut bicara. "Jangan banyak bicara, Len!"
lil berpaling pada Tom. "Usulmu bagus. tapi dari
mana kita memperoleh uang untuk membeli
karcis? Kau pasti tidak berpikir ke situ, kan?"
"Jangan konyol," kata Tom. "Di antara kita,
siapa sih yang pernah punya uang? Memangnya
kau sudah kaya sekarang?"
"Begini!" kata Patrick tiba?tiba. "Aku tahu di
mana kita bisa mendapat uang."
"Di mana?" tanya Fred.
'Kau tahu agen surat kabar di dekat rumahku?"
kata Patrick. "Hah, pemiliknya selalu menyimpan
uang dalam kotak yang ditaruh di atas rak, di
Inrgian belakang kiosnya. Aku melihatnya sewaktu
membeli rokok untuk ayahku. Orang itu sudah tua
dan jahat. Pernah ia memberi uang kembali,
kurang lima pence dari semestinya. Dan ketika
aku sampai di rumah, Ayah menghajarku habisImbisan."
Anak?anak itu terdiam sejenak. Bob mulai
merasa tidak enak. Apa yang sebenarnya dikehen|l-lki Patrick?
'Jadi sekarang kau ingin mengambil uangmu
lu-mbali?" tanya Fred.
'Tepat," sahut Patrick sambil mengangguk.
' Rambutnya yang agak panjang sampai tergerai
menutupi dahi. "Salah satu di antara kalian harus
Ikut untuk berjaga?jaga sementara aku memanjat
mr-Ialui jendela belakang kios itu. Orang tua itu
l-msa mendekam di bagian atas kiosnya."
139 Anak-anak kembali terdiam.
"Hah!" dengus Patrick. "Dasar pengecut! Kalia
semua pengecut! Hanya berjaga?jaga sementar
aku mengambil uangku saja tidak berani!"
"Aku yang pergi!" kata Tom. la merasa terta
tang mendengar ucapan Patrick "Siapa bila _
aku pengecut? Aku ikut kau, Patrick."
"Sebaiknya jangan, Tom," kata Bob.
"Jangan dengarkan dia, Tom!" sahut Patri ,
dengan nada mengejek. "la cuma berani men
ambil barang?barang ibunya."
Bob mulai naik darah. Fred segera mendoro
Patrick agar anak itu menjauh.
"Sudah, jangan ribut," katanya. "Lebih baik k
pergi sekarang, lalu ambil uangmu."
Patrick berjalan menaiki tangga, diikuti ol
Tom. Keempat anak lainnya menunggu deng,
tegang. Bagaimana kalau Patrick tertangkap?
Dua puluh menit kemudian terdengar siul
pelan, yang merupakan isyarat kelompok mere
Dengan sikap gagah, Patrick dan Tom memasu
markas mereka.
"Mudah sekali!" kata Patrick sambil menjenti
kan jarinya. "Begitu sampai, aku menyelin
masuk, mengambil uang?dan, beres!"
"Ketika aku sedang berjaga-jaga, seorang poli
lewat. Hampir saja ia melihatku," kata To
dengan nada bangga. "Untung aku cepat berse
bunyi di belakang tempat sampah. Patrick ben
benar hebat tadi. Gerakannya secepat kilat"
Semuanya merasa asyik. Ini baru petualang
140 namanya! Selama ini mereka sudah biasa bermain polisi?polisian?tapi baru sekarang mengalami sesuatu yang benar?benar menegangkan!
Bob, Fred, Len, dan Jack memandang Patrick dan
Tom dengan perasaan kagum.
Pat menggoyangkan sakunya sambil nyengir.
Terdengar gemerincing uang. Fred seketika menatapnya dengan tajam.
"Keluarkan isi kantongmu!" perintahnya. Patrick agak ragu. "Keluarkan!" kata Fred dengan
nada marah. "Kau mau melawan aku, ya?"
Patrick mengeluarkan isi sakunya, lalu meletakkannya di atas meja. Ternyata banyak sekali jumlahnya. Di atas meja itu ada puluhan keping uang
*iai "!' 1 puluh, sepuluh, lima dan satu pence!
"Kau tak boleh mengambilnya semua," ujar
Fred. "Bagi rata! itu kan yang biasa kita lakukan.
Kau jangan coba?coba berlaku curang. Kutendang, baru tahu rasa kau!"
Tom memandang uang yang tergeletak di atas
meja itu dengan bingung. "Sebanyak ini yang
kauambil? Kukira kau hanya mengambil uangmu
yang lima pence itu."
Patrick tertawa. "Sisanya kuambil untuk menebus rasa sakit karena dipukul ayahku. Kenapa, kau
keberatan?"
"Sebaiknya kau kembalikan saja," kata Bob. la
gelisah karena ikut terlibat dalam suatu kejahatan.
"Kembalikan saja sendiri!" balas Patrick. la
memandang berkeliling. "Siapa lagi yang mau
mengembalikan?" tanyanya. "Pergilah sendiri.
Sekarang orang tua itu pasti sudah sadar bahwa
uangnya hilang, lalu melapor pada polisi!"
"Tidak ada yang mau.mengembalikan uang
itu," kata Fred. "Hitung saja uangnya, Patrick. Lalu
bagi sama banyaknya. O ya, sebelum itu kauambil
dulu uang lima pence milikmu itu."
"Tentu saja," kata Patrick. "Tom juga akan
memperoleh lima pence seperti aku, karena mau
ikut denganku tadi."
"Tidak periu," kata Tom. Tapi ketika uang itu
dibagikan, ia tetap mengambilnya. Bob diam
terpaku. Anak itu tidak mau mengambil bagiannya, tapi ia tahu kalau ia sampai tidak mengambil,
maka teman?temannya pasti akan mengejeknya.
Akhirnya ia memasukkan bagiannya ke dalam?
142 otaku. la bermaksud membawa uang itu pulang,
menyimpannya di tempat yang aman, lalu mengembalikannya pada orang tua itu.
Esok harinya ia mendengar Pat dirawat di
|||mah sakit karena menderita radang usus buntu.
l.| mendengar kabar itu dari Donald dan Jeanie
ketika mereka berangkat sekolah.
"Tengah malam dokter datang karena Pat
mengeluh perutnya sakit," kata Jeanie. Wajahnya
pucat. "Kemudian ambulans dipanggil untuk
membawa Pat ke rumah sakit. la harus dioperasi
jar bisa sembuh."
"Bagaimana keadaannya, sekarang?" tanya
ltob ingin tahu. Ia masih menyayangi Pat seperti
u-belumnya.
"Sudah mulai membaik. Tapi ia masih harus
lwristirahat selama sepuluh hari di rumah sakit
Hu," kata Donald. "lbu meminta kau menemuinya.
Mulai besok ia sudah boleh dikunjungi. Kau bisa
memberinya buku untuk mengisi waktu."
"Atau bisa juga bunga," kata Jeanie menimpali.
l'at sangat suka bunga. Tapi bunga mahal sekali
harganya."
'Sedih rasanya kalau Pat tidak ada," kata
Imnald. "Aku menyesal tidak mau membacakan
Imku untuknya. Saat itu kebetulan aku sedang
lllJuk membuat pekerjaan tangan. Setiap hari aku
nln mengunjunginya."
Bob tidak punya uang selain yang didapatnya
nlnri hasil curian itu. Utangnya pada pengelola
luuskop itu sudah lunas, tapi uang saku mingguan
143 belum ia peroleh. Ia juga tak mau meminta uan
pada ibunya. Biar saja lbu menghabiskan uangny
sendiri, pikirnya. Rasa kesalnya seketika mun
kalau mulai berpikir tentang ibunya.
ia mulai berpikir tentang Pat. Terbayang ole
nya, anak kecil itu berbaring di rumah sa
sendirian, sambil berharap keluarganya, dan ju
Bob, datang berkunjung! Bob tahu kalau Patju
sayang padanya.
"Jadi besok Pat sudah bisa dikunjungi?" tany
nya. "Pukul berapa? Terserah padaku? Baikla
kalau begitu aku akan ke sana setelah pula _
sekolah. la punya kamar sendiri di sana? Bagu
dengan begitu aku bisa berlama?lama d
ngannya."
"Ya, asal jangan ia menjadi lelah karenanya
kata Jeanie, "Perawat yang akan mengatur bera
lama kau boleh menjenguknya."
Sepanjang hari Bob berpikir tentang Pat.
telah berjanji akan menganggap Pat sebag
adiknya. Sebaliknya Pat berjanji akan mengan
gap Bob sebagai abangnya. Bob yakin bah '
dirinya lebih menyayangi Pat dibandingkan D
nald dan Jeanie. la ingat ketika anak kecil '
menyelipkan tangan ke jari?jari tangannya keti
sedang terkena flu. Lalu Bob setiap hari mengu
junginya untuk membacakan sebuah cerita. P
memang anak manis!
Jika punya adik seperti Pat, aku takkan berg
bung dengan geng itu, pikirnya. Apa yang sebai
nya kuberikan padanya? Bunga? ltu sudah pa"
144 ?sebagai tambahan aku akan memberi sesuatu
yang bisa dijadikan hadiah. Setiap hari ia akan
kuberikan hadiah.
Bob sudah tahu bagaimana caranya ia dapat
memperoleh bunga dan hadiah itu. la akan
menggunakan uang yang didapatnya dari hasil
curian. Setiap anak masing-masing memperoleh
tujuh puluh empat pence, kecuali Tom dan
Patrick. Kedua anak itu mendapat bagian yang
lebih besar karena mereka yang melakukan
pencurian itu.
Saat makan siang, Bob menyelinap keluar dari
sekolahnya, menuju toko bunga. la membeli se
ikat bunga anemone yang indah. Setelah itu ia
pergi ke toko mainan, lalu membeli sebuah
boneka kecil yang lucu. Kalau hemat, uangnya


Enam Berandal Cilik Karya Enid Blyton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan cukup untuk memberi hadiah pada Pat,
selama anak kecil itu berada di rumah sakit.
Pat sangat gembira melihat kedatangannya.
Anak itu duduk bersandar pada bantal. Wajahnya
tampak sedih. Tapi ketika melihat Bob datang,
wajahnya langsung berseri-seri.
la memeluk Bob, lalu tersenyum melihat boneka dan bunga yang dibawanya. "Oh, kau baik
sekali!" katanya. "Aku tahu kau akan datang dan
memberiku hadiah. Kau memang abang yang
paling baik di dunia!"
"Yah, tak mungkin aku mengunjungi adikku
tanpa membawa sesuatu," kata Bob. "Kau mau
kubacakan sebuah cerita?"
"Tentu saja mau," kata Pat. "Sebentar lagi lbu
145 datang. Donald dan Jeanie juga akan datang.
Senang rasanya bertemu lagi dengan kalian. Di
sini sepi sekali?untung para perawat sangat
ramah padaku. Besok kau datang lagi ya, Bob?"
"Aku akan mengunjungimu setiap hari," kata
Bob. .
Sepuluh hari kemudian uang Bob sudah habis
untuk membeli hadiah?hadiah yang diberikannya
pada Pat. Ia tidak merasa bersalah, karena tidak
menggunakan uang itu untuk keperluannya sendin'. _
Keenam anggota geng itu menghabiskan uang
mereka dengan cara masing-masing. Dan ketika
uang itu sudah habis mereka mulai berpikir?bagaimana mereka bisa memperoleh uang lagi?
146 1 6 Menjelang Natal
BEBERAPA hari sebelum Natal, Pat keluar dari
rumah sakit Anak itu sangat gembira. Ia akan
bersekolah kembali setelah Natal. Hampir dalam
setiap pembicaraan, ia menyebut nama Bob.
"Hentikan ocehanmu tentang Bob," kata Donald. "Kami juga memberimu hadiah. Tapi kenapa hanya Bob saja yang kauceritakan? Lagi pula
bagiku hadiah?hadiah yang diberikan Bob itu tidak
terlalu istimewa."
"Siapa bilang tidak istimewa?" balas Pat. "la
tahu persis apa yang kuinginkan. Untuk hadiah
Natal nanti, ia akan memberikan boneka besar
yang matanya bisa berkedip!"
"Jangan terlalu berharap, Pat," kata Bu Mackenzie. "Boneka seperti itu harganya mahal sekali.
Kurasa Bob tidak memikirkan hal itu sebelumnya.
Tapi, bagaimanapun juga ia sangat baik padamu.
Bu Mackenzie sangat berterima kasih pada
Bob, karena mau menemani Pat selama anak itu
tidak bersekolah. Wanita itu mengundangnya
minum teh setiap hari, karena tahu anak itu tidak
bisa masuk ke rumahnya sebelum pukul setengah
147 tujuh malam. Bob juga sangat berterima kasih
atas kebaikan hati Bu Mackenzie.
"Rasanya sudah seperti anak sendiri," kata Bu
Mackenzie pada suaminya, suatu malam. "la
begitu rajin?dan cepat tahu kalau ada sesuatu
yang harus dikerjakan. Anak itu baik sekali, Andy.
Bagaimana menurutmu?"
"Ya, ia memang baik," kata Andy, "dan yang
lebih hebat, ia tak pernah menceritakan sesuatu
yang buruk tentang ibunya yang selalu mau
menang sendiri itu. Wanita itu kerjanya hanya
mempercantik diri, tanpa mau mengurusi anak?,
nya. Sekali?kali aku mau bicara padanya."
"Aku juga akan bicara pada Bu Berkeley," kata
Bu Mackenzie. "Wanita itu selalu mengeluh
tentang Tom. la bilang anaknya itu setiap malam
pergi entah ke mana, lalu kembali kalau hari
sudah larut malam. Tapi jika ditanya, anak itu
tidak mau menjawab." _
"Sayang Berkeley tidak kembali," ujar suaminya. "Orangnya memang lemah?tapi kita tidak
bisa bersikap lemah jika sudah punya anak!"
"lngin rasanya aku menyadarkan mereka," kata"
Bu Mackenzie dengan kesal. "Selalu saja memikirkan diri sendiri, sementara anak mereka terlantar.
kedua anak perempuan mereka tidak bisa diharapkan. Mereka sama saja cengengnya seperti ibu
mereka."
Kemudian mereka mulai berbicara tentang Hari
Natal. Mereka akan memasang pohon Natal, lalu
meminta bantuan anak?anak untuk menghiasnya.
148 Bibi Katie sudah berjanji akan memberi seekor
kalkun pada mereka. Lalu bagaimana dengan
hadiah untuk anak?anak?
Kedua orang itu melanjutkan pembicaraan
mereka dan membuat berbagai rencana. Di
Pondok Summerhaye dan Hawthorn keadaannya
jauh berbeda. Di Pondok Summerhaye banyak hal
yang dibicarakan?tapi sama sekali bukan untuk
perayaan Natal. Di Pondok Hawthorn bahkan tidak
ada pembicaraan sama sekali.
Bu Kent mempunyai rencana untuk merayakan
Natal di rumah temannya. Tapi ia tidak mau
mengajak Bob. Anak itu akan merepotkan karena
teman yang hendak didatanginya tinggal di sebuah rumah yang sangat kecil. Hari?hari terakhir
ini Bob semakin sulit diatur. Bu Kent makin tidak
menyukainya. dan ingin terbebas dari anak itu
pada saat Natal.
Tak mungkin aku merayakan Natal di sini,
bersama Bob yang semakin kasar saja sikapnya,
pikirnya. Sebaiknya ia kutitipkan pada bibinya."
la berbicara dengan Bob tentang masalah itu.
Anak itu terkejut mendengar usul ibunya. "Merayakan Natal di rumah Bibi Sue?" katanya. "Apa
lbu juga ikut pergi ke sana?"
"Tidak, aku sudah janji merayakan Natal di
rumah temanku." sahut ibunya. "Tapi kau tidak
bisa ikut. Lantas aku berpikir kau lebih baik
merayakannya di rumah Bibi Sue bersama anakanaknya."
"lbu kan tahu aku tidak suka pada Bibi Sue dan
149 anak?anaknya yang konyol itu," kata Bob dengan
gusar. "Aku tahu, lbu hanya ingin terbebas dariku,
kan?"
"Tidak," ujar Bu Kent berbohong. "Kau begitu
jahat dan kasar sekarang, sehingga aku berpikir
tak ada gunanya kita merayakan Natal bersama di
rumah ini." '
Bob terpaku menatap api dalam pendiangan.
Sebenarnya ia ingin merayakan Natal di Pondok
Hawthorn. Anak itu sudah membayangkan akan
menghias rumahnya dengan pohon Natal. Dan
sesudah itu ia akan menaruh sebuah pohon Natal
di kamar Pat. Bob berharap agar ibunya pada saat
Natal akan berbaik kembali dengannya?ternyata
sia-sia saja ia berharap demikian!
"Baiklah," katanya. "lbu pergi saja ke mana lbu
mau. Aku akan ke rumah Bibi Sue."
Bob sama sekali tidak ingin pergi ke rumah Bibi
Sue. la bermaksud tinggal di markas gengnya, lalu
merayakan Natal di tempat itu! Mudah-mudahan
teman-temannya yang lain setuju dengan usulnya.
Anak itu mulai sibuk menyusun rencana.
Tapi sekali lagi ia terbentur pada masalah uang.
Jika tidak ada uang, dengan sendirinya rencana
itu batal. Kalau saja ia sudah cukup besar untuk
memperoleh uang, maka segalanya pasti akan
lebih mudah. Tapi sekarang, dengan uang saku
lima pence seminggu, dan tidak ada paman atau
bibi yang datang untuk memberi uang, hampir
tidak ada yang bisa dilakukan!
Tiba-tiba ia ingat janjinya pada Pat untuk
150 membelikan sebuah boneka besar sebagai hadiah
Natal. Ia melihat kalender, lalu tersentak kaget.
Sebentar lagi Natal tiba!
Sore hari, Bob pergi ke markasnya, dan
bertemu dengan teman-temannya yang 'datang
lebih dulu. Tempat itu kelihatan semarak karena
Len memasang hiasan-hiasan kertas yang dibuatnya di sekolah.
Bob memandang berkeliling sambil tersenyum.
Tidak terpikir olehnya untuk menghias markas
mereka. Tiba-tiba ia mendapat gagasan untuk ikut
menghias ruangan itu. Ia akan membawa hiasanhiasan dari rumahnya?yang pasti takkan terpakai??lalu membuat tempat itu menjadi lebih
semarak.
"Hiasan-hiasan kertas ini bagus," katanya kepada Len yang menatapnya dengan wajah berseriseri karena senang. "Aku juga akan menghias
markas kita. Di rumahku ada berbagai hiasan
yang bisa membuat tempat ini kelihatan jauh lebih
semarak"
"Tapi ibumu bercerita pada ibuku bahwa kau
akan merayakan Natal di rumah bibimu," kata
Tom. "Aku tidak akan pergi ke sana," kata Bob. "Biar
saja ibuku menyangka begitu. Aku mau merayakan Natal di sini, dan kalian semua harus hadir
nanti. Kita buat pesta di sini."
"Bagus!" kata Fred. "Kita akan membuat pesta,
Siapa yang punya uang, malam ini?"
Jack mengeluarkan beberapa keping uang
151 logam. "Dari mana kau memperolehnya?" tanya
Fred.
"Jangan suka bertanya kalau tidak mau dibohongi," kata Jack sambil nyengir. Uang itu
dibagikan kepada anggota geng. Masing-masing
mendapat bagian _empat puluh dua pence, kecuali
Jack yang memperoleh lima puluh pence.
Bob mengira-ngira berapa harga sebuah boneka seperti yang dijanjikannya pada Pat. Pasti lebih
dari empat puluh dua pence! Lantas, dari mana
lagi ia memperoleh uang untuk membelinya?
Esok malamnya, lima orang anggota Kelompok
Enam Jagoan telah berkumpul di markas mereka.
Udaranya agak hangat, sehingga beberapa anak
membuka jaket. Hanya Tom yang belum datang.
Kali ini Bob tidak menunggunya di depan pintu rumah, seperti yang biasa ia lakukan. Anak itu mengunjungi Pat di rumah keluarga Mackenzie, lalu
ditahan mengobrol sebentar pleh Pak Mackenzie.
Tom akhirnya pergi sendiri. Sambil menunggu
kedatangannya, kelima anak itu mulai menikmati
makanan yang dibawa Bob.
Akhirnya mereka mendengar siulan isyarat dari
Tom. Fred segera membalasnya. Tak lama kemudian Tom muncul di ruangan itu dengan wajah
berseri-seri.
"Coba lihat apa yang kutemukan!" katanya
sambil berlutut di samping sebuah meja kecil.
Ia meletakkan sebuah dompet di atas meja itu.
Kelima temannya segera berkumpul merubunginya.
152 "Sebuah dompet!" seru Fred sambil meraih
dompet tersebut. "Ada isinya?"
"Lihat saja sendiri," kata Tom penuh rasa
bangga. Fred memasukkan tangannya ke dalam
dompet itu, lalu menarik keluar seikat uang kertas
senilai satu pound yang masih baru!
"Buset," kata Jack. "dari mana kau memperolehnya?"
"Aku menemukannya di jalan," kata Tom.
"Ketika sedang berjalan ke sini, dompet itu
tertendang olehku."
"Hebat!" sahut Patrick. Tangannya gatal, ingin
menghitung uang di dalam dompet itu. "Siapa
pemiliknya?"
"Tidak tahu. Dalam dompet itu tidak ada kartu
namanya," ujar Tom. "Yang ada hanya sebuah
buku notes, penuh dengan coret?coretan?bon
pembelian?potret seorang gadis?dan lembaran
uang! Hanya itu!"
"Siapa yang menemukan, dia yang berhak
memilikinya," kata Fred. Matanya bersinar?sinar.
"Yuk, kita hitung jumlahnya."
Semuanya berjumlah tiga puluh pound. Luar
biasa?jumlah yang tidak sedikit! Len memegang
uang itu dengan tangan gemetar. Seumur hidup
ia belum pernah melihat uang sebanyak itu.
"Orang yang kehilangan dompet ini pasti
sangat menyesal," kata Jack. "Nah, sekarang kita
bagi rata uangnya. Dengan uang ini aku bisa
membeli hadiah untuk adik?adik perempuanku!"
Mereka membagi?bagi uang itu. Masing?ma
153 sing mendapat lima pound. "Untung kita tidak tahu
nama pemilik dompet ini," kata Fred sambil
mengantongi bagiannya. "Kalau tahu. kita pasti ragu
untuk mengambilnya seperti ini! Apa boleh buat,
siapa yang menemukan, dia yang berhak memiliki."
Tom sudah tahu-apa yang akan dilakukannya
dengan uang sebanyak itu. Ia akan membeli satu
set mainan kereta api! Dulu ibunya pernah
menjual satu set mainan kereta api, dan kini ia
bisa memperolehnya kembali.
Bob juga sudah mempunyai rencana tertentu.
Ia akan membeli boneka untuk Pat, lalu bunga
untuk Bu Mackenzie, dan beberapa buah buku
untuk Donald dan Jeanie. Mereka pantas menerima hadiah itu, karena selama ini mereka bersikap
begitu baik padanya. la akan menghabiskan
seluruh uangnya untuk keluarga itu.
Tapi tidak sepeser pun untuk ibunya. Jika uang
lima pound itu diperolehnya tahun lalu, ia akan
menghabiskannya untuk ibunya. Tapi sekarang
keadaannya sudah lain. Ibunya sudah tidak mencintainya lagi. dan hanya menganggap Bob
sebagai pengganggu. Baik, kalau begitu Ibu tidak
akan memperoleh apa-apa, setangkai bunga yang
indah pun. tidak!
Bob menepati janjinya. la mengirim sebuah
karangan bunga yang indah pada Bu Mackenzie.
Setelah itu ia membeli beberapa buah buku untuk


Enam Berandal Cilik Karya Enid Blyton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

si Kembar, pengorek pipa rokok untuk Pak
Mackenzie, sebuah bola untuk Frisky?dan seluruh sisa uangnya ia habiskan untuk Pat!
154 Bob membeli sebuah boneka besar yang jika
diletakkan di lantai matanya akan berkedip-kedip.
Pat pasti amat menyukainya! Bob menyembunyikan boneka itu di dalam kamarnya. Ia tak mau
ketahuan ibunya, karena wanita itu pasti akan
menanyakan dari mana ia memperoleh uang
untuk membelinya.
Setelah itu ia sibuk mengumpulkan hiasanhiasan yang dipakai untuk Natal tahun lalu. Ia
ingin membuat gudang bawah tanah itu menjadi
semarak. Walau mungkin akan berada sendirian
di situ, ia ingin menikmati suasana riang dengan
hiasan?hiasan itu.
155 1 7 Natal Tiba
AKHIRNYA malam Natal pun tiba. Di Pondok Barling
suasana sangat meriah. Pohon Natal sudah
berdiri. dan anak?anak sibuk menghiasnya. Bingkisan-bingkisan hadiah mulai berdatangan. Kartu
ucapan selamat berjejer?jejer di atas pendiangan
dan rak buku.
Frisky sama gembiranya seperti anakvanak. la
berlari ke sana kemari, menggonggong jika
tukang pos datang. Anjing itu menggonggong
setiap kali ada ksempatan!
"Coba aku juga bisa menggonggong seperti
Frisky," kata Donald. Anak itu berdiri di atas
tangga, sibuk menghias pohon Natal. "Pasti aku
juga ribut seperti dia! Natal memang selalu
mengasyikkan. Bagaimana ya, kabarnya Tom dan
Bob? Kasihan Bob. sementara ibunya pergi
merayakan Natal, ia harus tinggal di rumah bibi
yang tidak disukainya."
"Aduh?kenapa baru sekarang kau bilang? Kita
kan bisa mengundangnya merayakan Natal di sini!"
kata Bu Mackenzie. "Kasihan anak itu. Hati-hati, Donald, jangan sampai jatuh. Ya ampun, Frisky?diam
sebentar. Siapa itu yang datang? Tukang pos?"
156 "Ya, coba Bob ada di sini," kata Pat. "Bu, apa isi
kotak yang diberikannya padaku? Tampaknya
seperti ada sebuah boneka di dalamnya?"
"Pat, tidak bisakah kau sabar menunggu?" kata
ibunya. "Kita tidak boleh membuka bingkisanbingkisan itu sebelum waktunya."
"lsinya pasti boneka," kata Jeanie. "Bob pernah
menjanjikannya untukmu. Aku juga diberinya
hadiah."
"Ya, juga buat Donald. Frisky, dan Ayah," kata
Bu Mackenzie. "Anak itu memang murah hati.
Sayang ia tidak ada di sini. Aku diberinya
karangan bunga yang indah!"
"Bagaimana kabarnya keluarga Berkeley? Mudah-mudahan mereka juga sedang bergembira
sekarang," kata Jeanie. "Tadi aku sempat melihat
tukang pos berhenti di rumah mereka."
"Semoga Pak Berkeley mengirimkan sesuatu
pada mereka," kata Bu Mackenzie. Semua anggota keluarga itu kini sudah tahu bahwa Pak
Berkeley pergi meninggalkan keluarganya. Anakanak terperanjat ketika mendengar berita itu.
Mereka tidak dapat membayangkan perasaan
mereka, kalau Pak Mackenzie pergi meninggalkan
mereka.
"Siapa tahu Pak Berkeley kembali ke rumahnya
hari ini," kata Jeanie penuh harap. "Hilda memang berharap begitu, tetapi Eleanor bilang
bahwa ayahnya takkan kembali. la juga bilang
bahwa dalam keadaan seperti ini mereka tidak
merasakan betapa indahnya hari Natal."
157 Bu Mackenzie sebenarnya bisa bercerita banyak
tentang Bu Berkeley dengar. segala tingkah
lakunya. Tapi wanita itu diam saja. ia menduga
bahwa Natal berlalu dengan tidak menyenangkan
di Pondok Summerhaye.
Dugaannya tepat Bu Berkeley mengatakan
kepada anak-anaknya bahwa ia tidak merasa
seperti sedang merayakan Natal. Dan karena itu ia
hanya membuat sedikit persiapan. ia juga tidak
mau menghias rumah mereka, karena menurutnya hiasan-hiasan itu hanya sandiwara belaka.
"Sandiwara? Untuk lbu mungkin itu benar. Tapi
bagi kami, belum tentu," keluh Hilda. "Natal kali
ini jauh lebih menyedihkan dibanding Natal tahun
lalu?ketika kita untuk pertama kali mendengar
bahwa Ayah kehilangan pekerjaan."
"Tom juga berubah jadi brengsek sekarang,"
kata Eleanor. "Setiap malam kerjanya keluyuran,
lalu pulang ke rumah larut malam. Ke mana sih
sebenarnya ia pergi, Hilda?"
"Aku tak tahu," jawab Hilda. "Dan juga tak mau
tahu. Dengan sikapnya yang kasar begitu, ia memang lebih baik berada di luar rumah. Heran, kenapa lbu selalu ribut kalau ia tidak kembali? Anak itu
kan sudah bisa mengurus dirinya sendiri!"
Bu Berkeley hanya khawatir melihat Tom selalu
keluar rumah, tapi ia tidak berusaha mencarinya
lebih lanjut. Kalau ia sekarang jadi brengsek, itu
salah ayahnya, pikirnya, dan bukan salahku.
Bagaimana mungkin mengurus anak bandel
seperti itu?
158 Sehari sebelum Natal tiba, Bu Kent berangkat
ke rumah temannya. Ia memberi Bob uang lima
pound, untuk membeli karcis dan hadiah untuk
Bibi Sue serta anak?anaknya. "Kau naik kereta
yang berangkat pukul dua belas," katanya. "Tasmu sudah kusiapkan. Hati?hati ya, Bob?dan
Selamat Natal! Di dalam tas ada hadiah untukmu."
"Terima kasih," jawab Bob dengan sopan.
"Selamat Natal!"
Ia tidak mengantar ibunya. Wanita itu keluar
dari rumahnya lalu menutup pintu. Sesaat ia
berpikir untuk kembali ke rumahnya, lalu tinggal
di situ bersama Bob. Ah, buat apa! Biar saja ia
sendirian. Kemudian ia berjalan cepat?cepat menuju stasiun.
Bob tetap tinggal di rumah. la menatap uang
lima pound yang diberikan ibunya, sambil berpikir
tentang apa yang akan dilakukannya dengan uang
itu. Ia akan membeli makanan dan limun jahe.
Setelah itu ia akan membeli hadiah untuk temantemannya. la bahkan akan membeli sebuah
pohon Natal kecil untuk ditaruh di atas meja
dalam markas mereka. Pohon itu kemudian bisa
digantungi hadiah?hadiah yang dibelinya.
Terbayang di benak Bob, wajah teman?temannya yang gembira ketika melihat pohon Natal
|tu. Len pasti akan bersorak?sorak kegirangan. Di
rumah, ia tidak pernah memasang pohon Natal
begitu pula dengan Jack.
Setelah itu ia pergi berbelanja. la menghabiskan
159 waktunya dengan menghias pohon Natal yang
kecil, lalu menggantunginya dengan berbagai
hadiah. Anggota geng yang lain tidak datang ke
markas mereka, karena sibuk dengan urusan
masing-masing.
Bob satu-satunya di antara mereka yang datang
ke tempat itu. Ia membawa berbagai barang?pohon cemara kecil. lengkap dengan hiasan-hiasannya. Kemudian beberapa jenis makanan, termasuk sekantong penuh kue?kue, yang akan dipanaskannya di atas pendiangan. Enam botol limun
jahe?dan sebuah buku.
Anak itu menyalakan lilin dan pendiangan
minyak. Seketika gudang bawah tanah itu kelihatan semarak dan meriah. la gembira melihat
hiasan-hiasan yang dipajang di dinding. Hiasanhiasan itu dipasangnya kemarin malam bersama
teman-temannya. Suasana yang sangat menyenangkan baginya.
la duduk di atas sebuah kotak, lalu memandan
berkeliling. Tiba-tiba ia teringat pada ayahnya yang
selalu bercerita tentang gembala, malaikat?malaikat,
dan Yesus yang lahir dalam kandang. Besok orang-orang akan pergi ke gereja untuk merayakan hari
ulang tahunnya. Dulu Bob juga selalu ke gereja
bersama ibu dan ayahnya?tapi rasanya kejadian itu
sudah lewat bertahun?tahun yang lalu.
"Aku ingin seperti itu lagi," kata Bob dengan
keras. la teringat ketika ayahya menepuk bahunya,
sambil memujivmuji dirinya. Kemudian ibunya
akan tersenyum pada ayah dan dirinya.
160 Bob menggeleng-geleng. Patrick selalu menyebutnya sebagai anak yang "lembek". Temannya itu sangat tidak suka pada anak-anak
yang lembek dan pengecut
"Kita harus tegar." katanya kepada anak?anak
yang lain, "Seperti orang?orang dalam film. Suatu
ketika kalau aku sudah punya pistol, baru aku
akan menjadi orang yang benar-benar tegar."
Malam itu Bob tidur sendirian di Pondok
Hawthorn. Ia tidak berani menyalakan lampu,
karena takut Bu Mackenzie akan melihatnya.
Seluruh keluarga Mackenzie telah tahu bahwa ia
seharusnya saat itu berada di rumah bibinya.
Esoknya ia bangun pagi, lalu langsung sarapan.
la membuka tas yang disiapkan ibunya. lalu
mengambil hadiah yang ada di dalam tas itu.
lsinya ternyata lokomotif dan gerbong?gerbong
baru untuk mainan kereta apinya. Bob menatap
hadiah itu agak lama, lalu meletakkannya kembali.
Ia lebih menyukai lokomotifnya yang lama, yang
dibelikan ayahnya.
Ia menyelinap keluar dari rumah, lalu berjalan
menuju markas Kelompok Enam Jagoan. Tempat itu masih kosong. Hari sudah mulai terang. la
sangat berhati?hati ketika menyelinap masuk ke
tempat itu, karena takut ketahuan orang lain. Sulit
dibayangkan jika ada orang yang tahu tentang
tempat itu, lalu mengusir keenam anak itu.
Mereka semua menganggap tempat itu sebagai
rumah mereka yang sebenarnya.
Ketika Bob sedang duduk di tempat itu dengan
162 tenang, serangkaian kejadian yang mengerikan
terjadi. Ia tidak tahu apa?apa tentang kejadian itu.
Anak itu duduk sambil makan, minum, dan
membaca buku. Dengan sabar ia menunggu
teman?temannya datang sampai hari mulai gelap.
Tapi teman-temannya tidak juga datang.
Seluruh rangkaian kejadian itu berawal pada
Patrick. Ketika anak itu pulang ke rumah membawa lima lembar uang satu pound yang masih
baru, ayahnya memeriksa kantongnya. Ayahnya
mengambil selembar, lalu membiarkan Patrick
menyimpan sisanya.
"Aku tak peduli dari mana kauperoleh uang ini,"
kata ayahnya. "Yang penting, satu lembar ini
untukku, Patrick Kau tidak marah, kan?"
Sebenarnya Patrick marah ayahnya mengambil
uang itu, tapi ia tidak berani mengatakan apa-apa.
la cukup gembira dibiarkan menyimpan sisa uang
itu. Ia menghabiskannya secepat mungkin, karena
takut ayahnya juga akan mengambil sisanya.
Ayahnya memakai uang itu untuk membeli
tembakau di toko yang khusus menjual tembakau
dan rokok. Pemilik toko itu memandangnya
dengan tajam, lalu memperhatikan lembaran
uang itu dengan saksama.
"Tunggu sebentar, saya akan mengambil uang
kembalinya," katanya, lalu menghilang ke dalam
ruangan di belakang toko itu. Rupanya orang itu
menelepon polisi.
"Di sini Johnson, penjual tembakau di Jalan
Rowton," katanya dengan suara pelan. "Anda
163 ingat lembaran-lembaran uang satu pound yang
dilaporkan hilang?dan kemudian bank memberikan nomor-nomor serinya. Nah. salah satu dari
lembaran itu ada di sini sekarang. Orang yang
membawanya juga masih ada. Anda mau memeriksanya? Baik, saya akan menahannya mengobrol sebentar."
Ia kembali ke tokonya, lalu dengan sengaj
menghitung uang kembalinya pelan?pelan. l
mengulur-ulur waktu dengan menjatuhkan seke
ping uang, lalu berpura-pura mencarinya.
Sebelum ia menemukan uang itu, dua oran
polisi memasuki tokonya. "Di mana lembara
uang itu, Pak Johnson?" tanya salah seorang
antara mereka. Pemilik toko itu menyerahka
lembaran uang satu pound itu. Kini polisi i
berpaling pada ayah Patrick, yang memandan
keduanya dengan sikap heran bercampur taku
"Anda yang memberikan lembaran uang '
kepada Pak Johnson?" tanya polisi itu. "Da
mana Anda memperolehnya?"
"Dari anak saya," kata ayah Patrick buru?bur
"Uang itu tidak ada hubungannya dengan say
Dia yang membawanya pulang, lalu memberikan
nya padaku." *
"Kalau begitu, kami harus memeriksanya,'
sahut polisi itu. "Ia akan dibawa ke kantor poli
untuk ditanyai dari mana ia memperoleh uang i
Di mana anak itu sekarang?"
Dua puluh menit kemudian Patrick yang selal
memandang remeh terhadap anak?anak yan
164 dianggapnya lembek dan pengecut, sudah berada
di kantor polisi. Anak itu menceritakan segalanya
pada polisi. la bercerita bagaimana Tom menemukan dompet itu, lalu membagi?bagikan isinya
beberapa hari yang lalu?dan ia juga memberi
tahu nama teman-temannya yang lain!
165 18 . Berurusan dengan Polisi
SAAT itu tepat satu hari sebelum hari Natal. Polisi
mendatangi beberapa rumah.
Mereka mendatangi rumah Jack. Seluruh anggota keluarga mendengarkan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan polisi dengan takut. Jack
akhirnya dibawa ke kantor polisi, diiringi oleh ayah
dan ibunya. la dituduh menerima uang yang


Enam Berandal Cilik Karya Enid Blyton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diperoleh dari hasil mencuri dompet yang ditemukan. '
"Tapi, siapa yang menemukan uang jatuh,
berhak memilikinya," kata Jack berusaha membela diri. Air matanya mulai mengalir deras.
"Apa orangtuamu mengajarkan seperti itu?"
tanya polisi itu. "Mereka seharusnya tahu kalau
perbuatan seperti itu melanggar hukum."
Polisi kemudian mendatangi rumah Fred. Ia
dan Len juga dibawa ke kantor polisi dengan
tuduhan yang sama. Kedua anak itu ditemani oleh
ibu mereka yang merasa marah bercampur takut.
Polisi juga mendatangi rumah keluarga Berkeley. Ketika terdengar ketukan di pintu, ketiga anak
keluarga itu menyangka ayah mereka telah kembali. Eleanor berlari menghampiri pintu. la terce
166 ngang melihat dua orang polisi berdiri di hadapannya.
"Ayahmu ada?" tanya salah satu petugas itu.
"Atau ibumu?"
"lbuku ada, tapi ayahku sedang pergi," jawab
Eleanor. Kedua petugas itu melangkah masuk.
"Akan kukatakan pada lbu, bahwa Anda mencarinya," kata Eleanor dengan nada gugup, lalu
menghilang ke dalam.
Tom berjalan menghampiri pintu. Ketika melihat kedua petugas itu, jantungnya seakan berhenti
berdetak. la membalikkan badan ketika salah
seorang petugas berbicara padanya.
"Kau yang bernama Tom Berkeley?"
Sebelum anak itu sempat menjawab, ibunya
datang dengan wajah pucat. "Ada apa?" tanyanya.
"Ada sesuatu yang terjadi pada suami saya?"
"Karni bukan datang untuk suami Anda," kata
polisi itu, "tapi untuk anak laki-laki Anda. ia akan
dibawa ke kantor polisi untuk diperiksa, dengan
tuduhan melakukan pelanggaran."
Bu Berkeley menjatuhkan dirinya di kursi.
"Tom!" jeritnya. "Apa yang kaulakukan, Tom?"
"Aku tidak melakukan apa?apa," sahut Tom.
Wajahnya mulai pucat
"Kau anggota geng," kata petugas itu sambil
membuka buku notesnya. "Kelompok Enam
Jagoan. Anggota yang lain masing?masing bemama"?orang itu lalu menyebutkan nama anakanak yang lain. "Betul, kan?" '
"Ya, benar," kata Tom dengan heran. "Bagai
167 mana polisi bisa tahu nama geng mereka?
Padahal semuanya sudah berjanji untuk tetap
memegang rahasia.
"Kami sudah memeriksa Patrick, Leonard,
Frederick, dan Jack," kata petugas itu sambil
melihat ke buku notesnya. "Kami sedang menyelidiki sebuah dompet yang hilang, berisi lembaran
uang satu pound. Nomor serinya segera diberikan
pada kami ketika dompet itu hilang. Hah, temantemanmu mengatakan bahwa kau yang menemukan dompet itu?lalu uangnya dibagi?bagikan di
antara kalian. Benar, begitu?"
"Tidak, itu tidak mungkin!" jerit Bu Berkeley.
"Anda pasti salah. Pak. Anak saya tidak mungkin
berbuat seperti itu. Kalau menemukan sesuatu, ia
pasti membawanya ke kantor polisi."
"Dompet itu jatuh di jalan, lalu teman?temannya
mengatakan bahwa anak Anda yang membawa
dompet itu pada mereka," kata polisi itu. Kini ia
beralih pada Tom.
"Apa itu benar?"
Kini Tom benar-benar ketakutan, Kakinya mulai
gemetar. la memandang berkeliling, tapi saat itu
tidak ada yang dapat membantunya keluar dari
kesulitan itu. lbunya menangis meraung, sedang
kedua kakaknya menangis sambil berpelukan. Di
mana wahnya? Semestinya Pak Berkeley ada di
samping anaknya untuk memberi pertolongan!
Tom berpegangan pada sandaran kursi, lalu
menatap kedua polisi itu. Kedua petugas itu balas
menatapnya dengan tajam. "Kau bisa menjawab
168 pertanyaanku?" tanya salah seorang di antara
mereka.
"Ya," jawab Tom pelan. nyaris berbisik "Aku
yang menemukan dompet itu, lalu kami membagi
rata isinya."
"Nyonya. bisa Anda ikut ke kantor polisi untuk
menemani anak Anda?" tanya polisi itu. "Ia harus
diperiksa di sana."
"Oh, tidak, tidak," ratap Bu Berkeley. "ini tidak
benar, Pak Anakku tak mungkin bersalah."
"Bisa jadi," sahut polisi itu tetap dengan nada
tegas. "Saya juga berharap begitu. Ia masih punya
kesempatan menceritakan seluruh kejadian yang
sebenarnya, sebelum diajukan ke Pengadilan
Anak?anak."
Bu Berkeley terperanjat. Tom akaa"diajukan ke
Pengadilan Anak?anak? Anak itu bisa dikirim ke
sekolah yang mempunyai peraturan yang ketat,
dan ia tidak dapat berjumpa dengan ibunya untuk
waktu yang sangat lama!
"Sekarang tentang anak yang terakhir." kata
petugas itu, "Robert Kent. Ia tinggal di sekitar sini.
bukan? Kami akan membawanya sekaligus."
"Bob tidak ada di rumah," kata Eleanor sambil
menyeka matanya. "la pergi ke rumah bibinya di
luar kota. lbunya juga pergi, tapi kami tidak tahu
ke mana."
"Baik, kami akan menjemputnya kalau sudah
kembali." sahut petugas itu. "Mari, Nyonya, kita
berangkat sekarang.""
Berarti hanya Bob yang tidak ditemukan polisi
169 pada hari itu. Anak itu sedang mendekam di
rumahnya yang gelap, tanpa seorang pun tahu.
Hanya Tom yang tahu di mana Bob berada tapi
dalam keadaan panik seperti itu ia tidak ingat
bahwa Bob tidak pergi ke rumah bibinya.
Polisi segera mengetahui segalanya. Anak-anak
itu mengakui semua perbuatan mereka. Len
bahkan bercerita tentang uang yang mereka
ambil dari agen penjual surat kabar.
"Oh?jadi kalian juga yang mengambil uang
itu," kata polisi sambil mengangguk?angguk. "Di
mana kalian biasa bertemu?"
Akhirnya tempat persembunyian mereka terbongkar juga. "Kita pergi ke sana besok," kata
polisi itu. "Dan ingat, tidak seorang pun di antara
kalian yang boleh pergi ke sana."
Esok harinya, Natal pun tiba. Kelima anak itu
bangun dengan perasaan gelisah, karena teringat
kejadian kemarin. Tom yang paling sedih di
antara mereka! ia merasa telah merusak suasana
Natal yang indah dengan perbuatannya.
Eleanor dan Hilda berbuat seolah-olah tidak
kenal lagi pada Tom. Kedua gadis itu bahkan
tidak mau berdekatan dengannya. Bu Berkeley
juga terus-menerus menghujaninya dengan
omelan dan makian.
"Aku tak tahu apa yang akan dikatakan ayahmu, kalau mengetahui hal ini," kata ibunya
"Aku ingin Ayah kembali," kata Tom. "Tolong
lbu beritahukan padanya untuk kembali segera.
Aku tidak peduli apa yang akan dikatakannya.
170 Yang penting, ia kembali. Tidak pantas sebenarnya ia meninggalkan kita. Aku takkan berbuat
seperti ini jika ia ada di rumah ini."
Bob sama sekali tidak tahu tentang apa yang
telah terjadi. Ia masih berada di gudang bawah
tanah itu, menunggu teman-temannya. Pukul
enam sore. Anak itu memandangi pohon Natal
yang dibuatnya. Ia ingin segera menyalakan lilinlilinnya, agar jika teman?temannya datang nanti,
suasana sudah semarak.
Bob menunggu dengan sabar. Teman?temannya agak terlambat kali ini. Ke mana saja
mereka? Mungkin mereka harus berlama?lama di
rumah untuk minum teh bersama keluarga
masing?masing.
Bob menguap. Ia mulai bosan menunggu.
Tiba?tiba ia mendengar suara yang berasal dari
atas. Ah?teman-temannya sudah tiba!
la mendengarkan lagi dengan saksama Ya
?terdengar langkah kaki yang berjalan di atas
puing?puing batu. la akan menyalakan lilin?lilin itu!
Ia mengambil sebatang korek, lalu menyalakan
lilin. Pohon itu kelihatan indah dengan lilin?lilin
kecil yang menyala seperti itu.
Langkah kaki itu kini terdengar menuruni
tangga. Bob menunggu siulan isyarat temantemannya. Tapi ia tidak mendengar apa-apa.
Perasaan tidak enak mulai meliputi dirinya. Langkah kaki siapa itu sebenarnya? Kedengarannya
terlalu berat untuk salah seorang temannya.
Sepasang kaki yang besar terlihat memasuki
171 ruangan. Kakinya tertutup celana panjang berwarna biru. Tiba-tiba seorang polisi dengan seragam
lengkap, telah berdiri di hadapannya.
Bob tersentak kaget sehingga tidak bersuara
maupun bergerak. Seorang petugas lain datang
memasuki ruangan, lalu berdiri di samping temannya. Mereka mengamati ruangan itu dengan
sikap heran.
"Coba lihat," kata salah seorang di antara
mereka. "Seperti rumah sungguhan. Semuanya
dihias, dengan pohon Natal lengkap beserta lilin
yang menyala. Karpet digelar di lantai, dan?sebuah pesawat telepon?"
"Cuma mainan," balas temannya. Tiba?tiba ia
melihat Bob. Anak itu berdiri di sudut yang agak
gelap, sehingga kedua orang itu tidak langsung
melihatnya. Tapi setelah terbiasa dengan cahaya
lilin dalam ruangan itu, mereka dapat melihat Bob
dengan jelas. _
"Hei?ada orang di sini!" seru petugas itu.
"Rupanya masih ada anggota yang lain. Kukira
jumlahnya hanya enam."
Bob melongo menatap mereka. Bagaimana
kedua polisi itu tahu tentang geng mereka?
"Siapa namamu?" tanya petugas itu.
"Robert Kent," sahut Bob setengah berbisik.
"Oh, jadi ini anak yang keenam," kata petugas
itu. "Apa yang dilakukannya di sini?_ Kita mendengar bahwa anak itu ada di rumah bibinya. Berdiri,
Nak. Ada beberapa hal yang ingin kami tanyakan."
Bob berdiri dengan kaki gemetar. la benar
172 benar ketakutan. Bayangan akan geng mereka
yang riang, dan penuh semangat lenyap seketika
?berganti dengan sekelompok anak jahat yang
suka mencuri dan berbuat nakal. Dan sekarang,
kelompok itu harus berhadapan dengan polisi.
Ia menjawab pertanyaan yang diajukan padanya
dengan suara gemetar. la menceritakan segalanya
dengan jujur. Petugas itu iba melihatnya, sendirian
dalam gudang bawah tanah itu.
"Siapa yang menghias semua ini?" tanyanya
sambil menunjuk hiasan-hiasan yang bergantungan di seluruh ruangan itu.
"Aku yang membuatnya." kata Bob.
"Apa ini yang tergantung di pohon?bingkisanbingkisan kecil ini?" tanya temannya.
"Hadiah untuk teman-temanku. Mereka tidak
pernah merasa senang di rumah. Jadi kubelikan
hadiah?hadiah itu untuk mereka."
"Kau juga seperti mereka?tidak pernah merasa senang di rumah?" tanya salah seorang
petugas itu. Bob ragu-ragu. Ia tak ingin mengaku
karena takut polisi itu akan berpikir buruk tentang
ibunya.
"Baiklah, kau tidak perlu menjawab pertanyaan
itu," kata petugas itu. "Kau ikut kami ke kantor
polisi sekarang. Apakah ada orang dewasa untuk
menemani kau? Ibumu tidak ada?itu aku sudah
tahu."
Bob memandang polisi itu dengan cemas.
Apakah Pak Mackenzie mau ikut bersamanya ke
kantor polisi? Mudah-mudahan saja!
173 19 Dua Anak. yang Ketakutan
KEDUA polisi itu mengetuk pintu rumah keluarga
Mackenzie. Mereka berdiri mengapit Bob.
Bu Mackenzie berjalan menghampiri pintu.
Donald, Jeanie, Pat, dan Frisky mengikutinya dari
belakang. Mereka menerka?nerka tamu yang
datang pada hari Natal itu.
"Bisa saya bicara secara pribadi dengan Anda,
Nyonya?" tanya salah seorang di antara kedua petugas itu. Dengan sikap heran Bu Mackenzie mempersilakan kedua orang itu masuk. Mereka masuk ke
ruang makan, lalu menutup pintu. Pak Mackenzie
duduk menemani mereka dengan wajah suram.
Bu Mackenzie merangkul bahu Bob. Apa yang
dilakukan anak itu? Kenapa ia ada di sini?
Seharusnya ia berada di rumah bibinya sekarang.
Petugas itu menceritakan segalanya kepada
kedua orang itu dengan cepat. Mereka mendengarkan tanpa mengatakan apa-apa. Air mata Bu
Mackenzie menetes ketika mendengar cerita tentang gudang bawah tanah yang dihiasi, lengkap
dengan pohon Natal. la merangkul Bob lebih erat
Kalau saja ia tahu, Bob pasti akan diajak merayav
kan Natal bersamanya!
174 "Kami tahu ibu Bob sedang pergi, tapi anak itu
tidak tahu alamat yang dituju ibunya," kata
petugas itu. "Lantas ia meminta bantuan Anda
untuk menemaninya ke kantor polisi. Ia akan
diperiksa, dan untuk itu ia harus didampingi orang
yang sudah dewasa."
"Kami berdua yang akan menemaninya," kata
Pak Mackenzie sambil melirik istrinya. "Mungkin
yang Anda katakan itu benar, Pak?tapi kami
sendiri yang akan menjadi penjamin untuknya.
Kami sudah menganggapnya sebagai anak sendiri. Anaknya cukup baik?tapi ia terlalu kesepian?dan akhir-akhir ini jarang menikmati suasana rumah yang menyenangkan! Boleh ia tinggal
bersama kami, malam ini? Tak mungkin rasanya
membiarkan ia tinggal di rumahnya yang kosong


Enam Berandal Cilik Karya Enid Blyton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu. Apalagi dalam suasana Natal seperti ini."
"Saya setuju sekali," kata polisi itu. ia menepuk
bahu Bob. "Kau beruntung ditemani orang-orang
yang bisa kau ajak bicara malam ini," katanya. "ltu
akan sangat membantu sebelum kau dihadapkan
ke pengadilan."
Bob kelihatan bingung. la seakan tidak sadar
pada apa yang telah terjadi. Ia ikut ke kantor polisi,
dan hampir tidak mendengar apa saja yang
dibicarakan di sana. Setelah itu ia kembali ke
rumah keluarga Mackenzie.
"Lebih baik ia langsung tidur saja," kata Bu
Mackenzie. "Bukan waktu yang tepat kalau ia
bergabung dengan anak-anak kita yang sedang
bergembira itu. Bilang saja pada mereka bahwa
175 Bob sedang ada kesulitan, dan ia akan tinggal di
sini sampai ibunya kembali. la bisa tidur di kamar
belakang. Akan kubereskan tempat tidurnya. Ayo,
Bob. Kau harus segera masuk ke tempat tidur.
Aku akan membuatkan makan malam yang enak
untukmu." _
Sementara itu Donald, Jeanie, dan Pat menunggu
dengan gelisah. Apa yang terjadi? Tak lama
kemudian ayah mereka masuk, lalu menceritakan
persoalannya sedikiL Jeanie mulai menangis.
"Apakah ia akan dipenjara? Kenapa polisi itu
datang ke sini?"
Tangis Pat meledak. "Apa yang dilakukan Bob?
la anak yang baik! Akan kukatakan pada petugas
itu bahwa Bob anak yang baik! Aku takkan
membiarkan orang lain menyakitinya."
"Kau boleh mendatanginya sekarang," kata Bu
Mackenzie. Tiba?tiba ia merasa bahwa itu merupakan gagasan yang baik._"Bawalah Frisky sekalian."
Saat itu Bob yang sudah letih itu berbaring di
tempat tidur. la baru saja menghabiskan makan
malamnya. Pintu kamarnya terbuka, lalu Pat
melangkah masuk. Anak kecil itu berlari menghampiri Bob, lalu memeluk temannya itu erat?erat.
Hampir bersamaan, Frisky melompat naik ke
tempat tidur, lalu menjilati tangan anak itu.
"Aku tak peduli pada apa yang telah kaulakukan, Bob," kata Pat. "Aku tak percaya kau telah
berbuat salah. Bagaimanapun aku tetap tidak
peduli. Aku menyayangimu."
176 "Guk," gonggong Frisky. Ia mengatakan hal
yang sama seperti Pat. Anjing itu menjulurkan
kakinya ke arah Bob. Anak itu langsung membalas memeluk Pat dan Frisky. Perasaannya sudah
lebih enak sekarang.
Beberapa menit kemudian Bu Mackenzie memanggil Pat. Setelah memeluk Bob sekali lagi,
anak itu keluar. Frisky tetap tinggal di kamar itu. Ia
menyusup ke bawah selimut, lalu tidur di sebelah
Bob. Anak itu mengelus-elus kepalanya, kemudian tertidur.
Bu Mackenzie membiarkan Bob tinggal di situ
sampai ibunya kembali tiga hari kemudian. Selama itu ia bersama suaminya berbicara banyak
pada Bob. Anak itu menceritakan segalanya
sampai hal yang paling kecil sekalipun.
177 "Kau tahu kan bahwa Tom juga terlibat dalam
kasus ini." kata Pak Mackenzie. "Kudengar ayahnya telah kembali hari ini. Bu Mackenzie mengirim
telegram padanya, lalu ia kembali untuk menemani Tom."
"Bagus," kata Bob mengomentari "Sebenamya
aku juga ingin'ditemani Ayah pada saat?saat seperti
ini. Aku tahu ibuku takkan mau melakukannya. la
pasti marah mendengar aku mengambil berbagai
perlengkapan dari gudang rumah kami. Ia selalu
menganggap aku sebagai pengacau. Memang tidak
ada yang menyukai aku. Walau aku berbuat jahat
sekalipun, takkan ada yang peduli!"
"Aku bisa mengerti. Bob. Tapi itu sama sekali
tidak benar," kata Pak Mackenzie. "Apa pun yang
kita lakukan selalu ada yang mempedulikan.
Walaupun kita yakin bahwa tidak ada yang
memperhatikan. Contohnya, Pat. la sedih sekali
dengan adanya kejadian ini?dan aku yakin kau
tak akan menyakiti hatinya."
"Tentu saja tidak," kata Bob. "Aku sangat.
sayang padanya. Kalau saja aku punya adik, maka
adik seperti Pat yang kuharapkan. Aku benarbenar menyesal sekarang. Aku tidak tahu kenapa
bisa sampai terlibat dalam urusan ini. Membagi
rata uang itu, sementara aku tahu bahwa uang itu
milik orang lain! Tapi aku tidak pernah memakai
uang itu untuk keperluanku sendiri. Aku menghabiskannya untuk membeli hadiah ketika Pat
berada di rumah sakit?dan hadiah Natal untuk
kalian semua."
178 Suami-istri Mackenzie saling berpandangan.
Mereka sepenuhnya percaya pada Bob. Mereka
yakin bahwa Bob sudah menyesal, dan tidak pernah menggunakan uang itu untuk keperluan pri?
badinya. Mereka juga yakin bahwa anak itu tidak
akan mengulangi perbuatannya?asal ia memiliki
kesempatan untuk disayangi, dan merasa bahwa
ada orang yang memperhatikan dirinya.
"Seumur hidup aku takkan mengulangi perbuatan itu," kata Bob. "Aku yakin kalau ayahku
masih hidup, aku tak akan berbuat seperti itu.
Coba jika ibuku tidak ngotot bekerja, aku pasti
tidak akan melakukan hal itu. Tapi kenyataannya
memang berbeda. Aku tahu banyak ibu?ibu yang
pergi bekerja di luar rumah?dan tidak seperti
Anda, yang selalu menyambut anak?anaknya
penuh kasih sayang?tapi aku yakin, anak?anak
mereka juga akan membenci keadaarl itu seperti
aku! Aku benci tinggal di rumah yang sepi dan
kosong itu. Aku takkan menginjaknya lagi."
Di Pondok Summerhaye juga terjadi pembicaraan yang panjang. Pak Berkeley langsung kembali ketika menerima telegram yang dikirim oleh
istrinya. "Tom mendapat kesulitan besar, " begitu
isi telegram tersebut. "Harap segera pulang."
la mengabaikan tangis dan keluhan istrinya
yang berkepanjangan.
"Aku ingin Tom yang bicara," katanya. "Aku
akan segera ke kantor polisi untuk mendengar
laporan mereka?tapi sebelumnya aku ingin Tom
yang bicara."
179 Tom menceritakan segalanya dengan jujur.
Anak itu tampak sangat sedih dan suram. la
berdiri di depan orangtua serta kedua kakaknya,
tanpa berusaha membagi beban yang dipanggulnya pada mereka. lbunya menangis ketika mendengar apa yang dilakukannya setiap sore. Ayahnya menggelehg?geleng ketika mendengar cerita
tentang dompet yang ditemukan Tom.
"Kau tahu persis, bahwa kau harus menyerahkannya pada polisi," katanya. "Kau tahu bahwa
menemukan sesuatu, tidak berarti menjadi pemiliknya. Lantas, kenapa kau sampai melakukannya?"
"Ayah tidak bisa memarahiku begitu saja," kata
Tom dengan sikap menantang. "Coba pikir, apa
yang selalu Ayah dan lbu kerjakan di rumah?
Setiap hari hanya bertengkar tidak ada habisnya!
Tidak pernah damai dan rukun seperti keluarga
Mackenzie. Sudah lama aku membenci rumah ini,
Ayah. Sama seperti Ayah! Aku hanya melakukan
apa yang juga Ayah lakukan?keluar dari rumah
ini, setiap sore!"
Mereka semua terdiam. Yang terdengar hanya
tangis Bu Berkeley, tapi kali ini tidak ada yang
memperhatikannya.
"Aku memang bersalah meninggalkan kau
seperti itu," kata Pak Berkeley akhimya. "Mungkin
kalau aku tetap di sini, hal ini takkan terjadi."
Tom memandang ayahnya. "Siapa bilang itu
tak akan terjadi?" katanya. "Semuanya telah
dimulai sebelum Ayah pergi. Apa Ayah lupa ketika
180 aku menyelinap ke bioskop, lalu nonton tanpa
bayar? Ya, sejak itu aku sudah brengsek. Tapi aku
tak peduli. Aku tak peduli sekalipun harus dikirim
ke penjara. Ini semua gara?gara kalian, yang
membuat rumah ini memuakkan!"
"Tom, Tom," ujar ayahnya sambil menutup
wajah. "Jangan bicara seperti itu. Aku sangat
bangga padamu."
Mulut Tom mulai bergetar, tapi ia berusaha
untuk tetap tegar. Selama ini Tom selalu bersikap
tabah?ia takkan mudah mengalah, kemudian
minta maaf. Mulanya ia memang sangat ketakutan. Tapi ketika ibu dan kedua anaknya bersikap
sangat memusuhi, anak itu kemudian marah
besar.
Ayahnya tidak dapat berbuat apa-apa Mungkin
dalam waktu dua atau tiga hari lagi keadaannya
sudah agak lain.
Orang itu berbicara pada istrinya dengan serius.
"Sayang, kini aku kembali untuk mencoba memperbaiki hubungan kita. Kita harus berusaha
untuk rukun dan damai, agar ketiga anak kita
tidak merasa disia-siakan. Jika kita tidak bisa
memberikan perlindungan dan kasih sayang,
mereka akan keluar dari rumah ini secepat
mungkin. Sudah, kau tak perlu bicara lagi, dan
berhentilah menangis. Kita jangan hanya memikirkan diri sendiri. Ini masalah serius untuk Tom."
Istrinya menyeka mata. "Aku tetap menganggap bahwa kau yang lebih bersalah," katanya.
"Tapi beberapa di antaranya memang salahku.
181 Aku akan mencoba, tapi kenapa Tom seperti itu?
Kedua anak perempuan kita benar-benar malu
karenanya. Bayangkan, apa kata orang lain nanti?"
"Kau mau tahu apa yang akan mereka katakan?" kata Pak Berkeley. "Mereka akan bilang 'lni
salah orangtuanya! Mereka tidak bisa mengurus
anak dengan baik!' Itu yang akan mereka katakan!
Kita yang seharusnya malu jika Tom berbuat
seperti itu!"
Hari-hari terasa berlalu begitu lambat dan
menyedihkan bagi mereka yang terlibat dalam
persoalan itu. Hanya Bob yang sudah mulai agak
tenang. la satu-satunya anak yang sudah menyesali tindakannya, dan bermaksud untuk membuka lembaran baru dalam hidupnya.
182 20 Hukum Bertindak
SEMENTARA itu Bu Kent telah kembali dan" luar
kota. Begitu melihatnya pulang, Bu Mackenzie
langsung berjalan menyusulnya masuk ke rumah.
Wanita itu menceritakan pada Bu Kent segala hal
yang telah terjadi.
Bu Kent berusaha membela diri ketika Bu
Mackenzie mengatakan bahwa ia yang menyebabkan Bob terlibat dalam kejadian itu. "Bob
memang anak yang sulit diatur," katanya. "la
mencuri barang-barangku. Anak itu benar?benar
jahat! Aku tak mau lagi tinggal bersamanya!"
"Selama ini ia tinggal bersama kami," kata Bu
Mackenzie. "Dan kelihatannya itu lebih baik
daripada tinggal sendirian di rumah yang kosong
dan gelap seperti ini."
"Ya, sudah. Biarkan saja ia tinggal bersama
Anda," kata Bu Kent dengan nada ketus. "Saya
sudah tidak sanggup mengurusnya. Anak itu
terlalu brengsek."
"Saya tahu Anda sangat kesal padanya," kata
Bu Mackenzie. "Tapi bayangkan, perasaan anak
itu jika mendengar bahwa Anda tidak menginginkannya lagi. Baiklah, saya harap Anda secepatnya
183 menghubungi polisi, karena mereka sudah lama
menanti."
Wajah Bu Kent mendadak menjadi pucat.
"Saya harus berurusan dengan polisi?"
"Tentu saja," sahut Bu Mackenzie. "Bagaimanapun juga Anda adalah ibu kandungnya. Semua
orangtua anak?anak yang terlibat dalam urusan ini
juga demikian. Kalian semua harus mendampingi
anak masing-masing ketika mereka diajukan ke
pengadilan. Hakim yang akan memperlihatkan
bahwa orangtuajuga ikut bersalah atas kenakalan
yang diperbuat anak mereka."
Setelah itu ia meninggalkan rumah Bu Kent
tanpa mengatakan apa-apa lagi. Kasihan Bob!
Sulit baginya untuk mengatakan pada Bob bahwa
ibunya sudah tidak menginginkannya lagi.
Bob ternyata tidak marah seperti yang dibayangkan Bu Mackenzie. "Aku tahu lbu sudah
tidak menginginkanku," katanya. "Kurasa ia senang bisa terbebas dariku. Aku sebenarnya masih
sangat mengharapkannya?tapi, yah, apa boleh
buat. Bu Mackenzie, apakah saya akan dikirim ke
sebuah sekolah dengan peraturan yang ketat?"
Bu Mackenzie tidak bisa menjawab pertanyaan
itu. Wanita itu menyesal terlambat mengetahui
bahwa Bob tidak pergi ke rumah bibinya pada
saat Natal.
Pengadilan Anak-anak setempat kemudian menentukan waktu bagi anak?anak itu untuk menghadap. Len dan Fred sangat ketakutan, sedangkan Jack merasa gelisah. Sebaliknya Patrick
184 justru bersikap menantang. Anak itu memang
tidak peduli terhadap apa yang telah terjadi pada
dirinya. Walau begitu, ada sedikit rasa takut yang
menyusup dalam hatinya. Hukuman apa yang
akan dijatuhkan hakim padanya?
Tom masih tetap menunjukkan sikap menantang. lni sebenarnya hanya untuk menyakiti hati
kedua orangtuanya. Anak itu ingin menghukum
keduanya karena menurut anggapannya, merekalah yang membuat ia terlibat dalam urusan ini. Ia
sudah menyesali tindakannya, tapi itu sama sekali
tidak diperlihatkannya. Ia tetap memperlihatkan
sikap tegar dan membangkang.
"Kau akan menemui kesulitan jika bersikap
seperti itu," kata ayahnya.
Kasus keenam anak itu mulai ditangani oleh
pihak yang berwajib. Kepala sekolah masingmasing anak diminta menyampaikan laporan
tentang prestasi dan tingkah laku mereka selama
di sekolah. Seorang wanita petugas sosial mendatangi rumah mereka, untuk melihat keadaan, dan
berbicara dengan orangtua masing-masing anak.
Ia mendatangi rumah Jack yang penuh sesak
Ayah Patrick mengatakan padanya, bahwa ia


Enam Berandal Cilik Karya Enid Blyton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memukuli anaknya setiap hari. Pria itu juga
dituntut ke pengadilan karena mengambil salah
satu lembaran uang satu pound itu.
Wanita itu kemudian mendatangi rumah Fred
dan Len, lalu bertemu dengan ibu mereka yang
bersikap acuh tak acuh. Setelah itu ia mendatangi
rumah keluarga Berkeley, lalu mendengarkan Bu
185 Berkeley yang lagi-lagi menceritakan berbagai hal
yang buruk tentang suaminya?termasuk bahwa
suaminya itu telah meninggalkan ia bersama
anak?anaknya.
Terakhir, ia mendatangi Pondok Hawthorn, lalu
bertemu dengan Bu Kent yang menceritakan
berbagai hal yang buruk tentang Bob. Wanita itu
bahkan mengungkit beberapa persoalan yang
terjadi jauh sebelumnya, untuk membuktikan
bahwa Bob memang anak yang brengsek.
Petugas sosial sudah tahu bahwa Bu Kent pergi
bekerja setiap hari. "Pukul berapa Anda pulang ke
rumah setiap harinya?"
"Pukul setengah tujuh," jawab Bu Kent. "Anda
jangan coba menghubungkannya dengan kelakuan Bob yang brengsek. Sejak dulu anak itu
memang sulit diatur. Setelah ayahnya meninggal,
ia malah bertambah nakal. Sekarang ia tidak akan
tinggal bersamaku lagi. Ada keluarga lain yang
akan mengasuhnya."
"Boleh saya tahu nama dan alamat mereka?"
tanya petugas itu. Bu Kent lalu menyebutkan
nama dan alamat keluarga Mackenzie. Wanita itu
khawatir bahwa Bu Mackenzie akan mengatakan
hal?hal yang sama sekali berlawanan dengan
ceritanya.
Petugas sosial itu mengajukan banyak pertanyaan pada Bu Mackenzie, yang menjawabnya
dengan jujur. Pak Mackenzie kemudian ikut
bergabung dengan mereka.
"Bob anak yang baik. Ia malu dan telah
186 menyesali perbuatannya. Ini akan menjadi semacam pelajaran baginya, sehingga ia tidak akan
mengulangi perbuatannya lagi," kata Pak Mackenzie. "Saya percaya padanya, sama seperti saya
percaya pada anak kandung saya, Donald!"
"Terima kasih, Anda banyak membantu saya."
kata wanita petugas sosial itu sambil berdiri, lalu
meninggalkan rumah itu.
Banyak orang yang harus dihadirkan di pengadilan. Selain anak?anak itu beserta orangtua
mereka, juga ada pemilik kios penjual surat kabar
yang uangnya dicuri, seorang wanita yang melihat
Tom dan Patrick ketika mencuri uang itu, pemilik
dompet yang ditemukan oleh Tom, dan bahkan
pemilik bioskop yang menangkap Tom dan Bob.
Len, Fred, dan Jack mengakui berbagai perbuatan yang mereka lakukan sebelumnya. Untuk
keperluan itu Pengadilan Anak-anak memanggil
beberapa saksi yang bersangkutan dengan kejadian?kejadian itu.
Akhirnya, hari saat pengadilan dilakukan pun
tiba. Anak-anak dengan segan bangkit dari tempat
tidur. Hukuman apa yang akan dijatuhkan? Seperti apa suasana pengadilan sebenarnya? Apakah
hakim akan bersikap sangat tegas pada mereka?
Keenam anak itu telah diberitahu bahwa mereka tidak akan dikirim ke penjara. Walau begitu,
Len tetap masih yakin bahwa ia akan dikirim ke
sana. lbunya terus saja mengancam bahwa anak
itu memang akan dikirim ke sana. Ancaman
ibunya membuat ia menjadi semakin ketakutan.
187 Jeanie. Donald, dan Pat tahu bahwa hari itu Bob
akan dihadapkan ke pengadilan. Frisky kelihatannya juga tahu, karena sepanjang hari selalu
berada di samping Bob.
Sejak tinggal bersama keluarga Mackenzie, Bob
sudah mulai merasa gembira lagi. Suasana yang
tenteram membirat anak itu menjadi betah tinggal
di sana.
Pengadilan itu akan dilaksanakan di sebuah
gedung yang terletak di salah satu bagian kota itu.
Pada waktu yang telah ditetapkan, semua orang
telah hadir di tempat itu. Mereka duduk menunggu di luar gedung itu. Keenam anak itu saling
berpandangan sambil nyengir.
Semuanya memikirkan apa yang terjadi dengan
markas mereka. Polisi telah membersihkannya,
dan tempat itu kembali kosong dan dingin. Barang?barang yang ada di dalamnya, dikembalikan
pada pemiliknya?sebagian besar pada ibu Bob.
Semua orangtua dari keenam anak itu hadir di
sana. Pak Mackenzie bersama istrinya membawa
Bob ke tempat itu, lalu meninggalkannya di sana.
Bu Kent juga ada di tempat itu, duduk agak
memisahkan diri. la tak mau duduk berdekatan
dengan lbu Len atau Jack.
Tak lama kemudian nama?nama keenam anak
itu terdengar dipanggil dengan suara lantang.
"Thomas Berkeley! Robert Kent! Patrick O'
Shea! Jack Harris! Frederick Ross! Leonard Ross!
Harap ikuti saya dengan orangtua masing-masing. EBUKULAWVASBLOGSPOTCOM
188 21 Di Pengadilan
ANAK-ANAK itu berjalan mengikuti petugas pengadilan memasuki ruangan sidang. Orangtua mereka menyusul di belakang. Semua orang merasa
tegang. Dalam ruang sidang, ada sebuah meja
besar, dan sebuah jendela yang tinggi di belakangnya. Sinar matahari menerobos melalui jendela itu, menerpa wajah keenam anak yang
ketakutan itu. Di belakang meja duduk tiga orang
hakim khusus pengadilan anak?anak.
Di bagian belakang ruang sidang itu, duduk
seorang inspektur polisi berseragam lengkap.
Beberapa orang pria dan wanita duduk memenuhi ruangan itu. Kedua polisi yang bertugas
mendatangi rumah keenam anak itu, juga hadir
dengan seragam lengkap.
Tidak ada yang bersuara dalam ruangan itu.
Hakim terlihat sedang membaca beberapa helai
kertas. Setelah itu ia menatap anak?anak dengan
sikap garang, lalu berbicara pada Tom.
"Thomas Berkeley, kau dihadapkan ke pengadilan karena polisi menyatakan bahwa kau mengambil dompet yang ditemukan di jalan, berisi tiga
puluh pound. Apa benar kau melakukannya?"
189 "Benar, Pak," kata Tom.
Hakim lalu berpaling kepada anak?anak yang
lain. "Dan kalian dikatakan telah menerima uang
dari dompet itu, setelah tahu bahwa dompet itu
ditemukan di jalan. Benar?"
"Benar, Pak," jawab mereka satu per satu.
Setelah itu hakim meminta pada polisi untuk
mengatakan fakta-fakta yang berhubungan dengan kasus itu. Keenam anak itu menatap
petugas itu penuh rasa takut. Petugas itu duduk di
bangku saksi, lalu mulai menuturkan semua
kejadian dengan berurutan.
ia juga menggambarkan bagaimana mereka
menemukan Bob di dalam gudang bawah tanah
itu. "Ia menghias sebuah pohon Natal, lalu menggantunginya dengan berbagai hadiah untuk teman?temannya," kata polisi itu. Kelima temannya
seketika berpaling pada Bob. Mereka baru tahu
bahwa Bob telah memasang sebuah pohon Natal.
Semuanya menyesal tidak sempat melihat pohon
Natal itu. Bob menunduk. Malam itu terasa sudah
begitu lama berlalu. Tiba?tiba dalam benaknya
muncul bayangan gudang bawah tanah yang
sudah dihiasi itu, lengkap dengan pohon Natal
dan lilinnya.
Hakim mendengarkan dengan saksama. Begitu
selesai, polisi itu bangkit dari bangku saksi, lalu
kembali ke tempatnya semula. Hakim kini mengalihkan pandangannya pada anak?anak.
"ini masalah serius," katanya. Keenam anak itu
190 memandangnya penuh rasa takut. "Dan sudah
pasti, salah. Sekarang aku ingin dengar pendapat
kalian mengenai masalah ini. Thomas, apa kau
tidak tahu bahwa perbuatanmu mengambil uang
itu adalah salah?"
"Saya tahu, Pak," kata Tom.
"Robert Kent-apa kau tahu itu salah?"
"Saya tahu itu salah, dan saya menyesal," kata
Bob dengan suara pelan.
"Patrick O'Shea, apa pendapatmu?" tanya hakim.
"Menurut saya, perbuatan itu tidak salah, Pak,"
jawab Patrick. "Dompet itu ditemukan, dan siapa
yang menemukan tentu akan menjadi pemiliknya.
Itu sudah pasti."
"Menemukan sesuatu itu bukan berarti berhak
memilikinya," kata hakim. "Kau pasti tahu itu,
Patrick. Coba kau mendekat. Dengarkan, misalnya aku memberimu uang sepuluh pound. Lalu
ketika kau sedang berjalan?jalan, uang itu hilang.
Kemudian ada seseorang yang menemukannya
dan menganggap uang itu sebagai miliknya,
tanpa berusaha mencari pemiliknya yang sah. Apa
orang yang mengambil uang itu bersalah?"
"Jelas orang itu salah, Pak," kata Patrick.
"Apa yang akan kaulakukan pada orang itu, jika
ia tertangkap?" tanya hakim.
"Aku ingin ia dihukum. Kalau perlu, biar saya
sendiri yang menghajarnya," kata Patrick dengan
galak
"Bagus, kurasa kau sudah cukup mengerti
191 sekarang," kata hakim dengan sikap dingin.
"Sekarang, mundurlah. Jack Harris, apa kau juga
menganggap perbuatan itu benar?"
"Ya, Pak," kata Jack.
Tiba-tiba terdengar suara ibu Jack menangis.
"Aku tak pernah mengajarinya seperti itu. Jack
tahu bahwa perbuatan itu salah."
"Ya, saya tahu itu," kata hakim. "Dan sekarang
kalian, Frederick dan Leonard?kalian bersaudara. Apa pendapat kalian?"
Len mulai menangis. Fred menatap hakim itu.
"Ya, Pak?saya rasa kami tahu bahwa perbuatan
itu salah." katanya.
192 "Ada hal lain yang diketahui tentang anak-anak
ini?" tanya hakim.
Seorang pria melangkah maju. Tangannya
memegang beberapa helai kertas. la bercerita
sedikit tentang keadaan rumah masing?masing
anak. Semua orang mendengarkannya dengan
saksama.
"Saya membawa laporan dari sekolah mereka,
Pak," kata orang itu sambi menyerahkan kertaskertas yang dipegangnya kepada hakim. Keenam
anak itu saling berpandangan dengan sikap
gelisah. Apa saja yang dilaporkan oleh kepala
sekolah mereka? Mereka menyesal sebelumnya
193 selalu bersikap buruk di sekolah, karena laporan
yang baik pasti akan banyak?membantu dalam
urusan ini.
"Thomas Berkeley. Kepala sekolahmu mengatakan bahwa kau anak yang cerdas dan bisa
bekerja dengan baik. Beliau juga melaporkan
bahwa sikapmu buruk, tidak dapat bekerjasama.
dan sering melawan peraturan. Dalam laporannya
juga tertulis bahwa kau pernah menyelinap masuk
ke sebuah bioskop, lalu menonton tanpa membeli
karcis." Hakim memandang Tom.
Tom kini berdiri dengan sikap menantang,
tanpa mengatakan apa?apa. Baiklah?biar saja
semua orang menyalahkannya!
"Apakah orangtuanya hadir di sini?" tanya
hakim. "'Ah?bisakah Anda ke sini sebentar?
Tolong Anda jelaskan sedikit tentang tingkahlaku
anakAnda di rumah. Apakah iaselalu berlakubaik
atau buruk? Selalu menurut? Sering menolong?
Bisa Anda beri penjelasan, kenapa ia sampai
bergabung dengan kelompok itu?"
"Tom adalah anak yang nakal dan sulit diatur,"
kata ibunya. "Ia telah membuat kami malu. Suami
saya tidak bisa mengatur anak itu. Memang tidak
ada yang bisa mengatur dia. Saya"
"Tunggu sebentar," kata hakim. "Saya tidak ingin
anak?anak itu mendengar pembicaraan ini. Mereka
diharap keluar sebentar?bersama orangtuanya."
Anak-anak itu beserta orangtua yang lain keluar
meninggalkan ruangan itu. Hakim menatap Bu
Berkeley dengan sikap garang. "Saya mendapat
194 laporan dari petugas sosial yang mendatangi
rumah Anda," katanya. "Dan bukan laporan yang
baik, Nyonya Berkeley. Thomas tampaknya terlibat
dalam urusan ini karena Anda telah membuatnya
tidak bahagia."
"Oh, jahat benar wanita itu!" seru Bu Berkeley.
Suaminya memegang lengan wanita itu untuk
menghentikannya, kemudian berpaling kepada hakim.
"Laporan itu memang benar, Pak Rumah tangga
kami tidak bahagia?sampai sekarang. Saya pergi
meninggalkan keluarga. itu seharusnya tidak saya
lakukan. Saya dan istri saya tidak pemah rukun.
Dan itu berakibat bumk bagi anak?anak kami. Tom
tidak sepantasnya disalahkan."
Hakim mengajukan beberapa pertanyaan lagi.
Setelah itu ia meminta Tom kembali memasuki
ruangan. Kini giliran Tom mengemukakan pendapat tentang rumahnya!
Hakim menatap Tom yang kelihatan sedih.
"Orangtuamu mengatakan bahwa kau tidak senang tinggal di rumah, Thomas," katanya, "dan
mereka mengatakan jika kau sampai terlibat dalam
urusan ini, maka itu bukan salahmu sepenuhnya
Benar, kau tidak merasa senang tinggal di rumah?"
"Ya," kata Tom. "Aku benci semua pertengkaran itu?saling berteriak, menangis. Pertengkaran
itu terus saja berlangsung tidak ada habisnya.
Saya tidak menyesal terhadap apa yang telah saya


Enam Berandal Cilik Karya Enid Blyton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lakukan. Segalanya mengasyikkan?dan, yang
195 penting saya telah membalas keluarga saya
dengan melakukan perbuatan itu."
"Begitu rupanya," kata hakim. "Tapi banyak
orang yang merasa tidak bahagia, dan tidak
melakukan sesuatu yang buruk. Kau tampaknya
memiliki watak yang keras. Tapi terus terang,
dengan perbuatanmu itu kau justru menunjukkan
sikap yang sebaliknya."
"Itu tidak benar," sahut Tom. "Saya bisa
berbuat baik jika orang?orang di sekeliling saya
mendukung untuk itu. Saya benci keadaan keluarga saya!"
Hakim tidak mengatakan apa-apa lagi pada
Tom. la meminta pada petugas pengadilan untuk
membawa kedua orangtuanya masuk ke ruangan.
Kedua orang itu masuk. Bu Berkeley terlihat
sedang menangis. Pak Berkeley tampak sedih dan
menyesal. la sadar bahwa mereka melakukan
banyak kesalahan!
Hakim itu berunding dengan kedua hakim
lainnya. Lalu ia berpaling pada Tom.
la berbicara dengan nada ramah tapi tegas. "Kami memberi hukuman dua tahun masa percobaan. Kami tahu bahwa kau bukan anak yang
benar?benar nakal, Thomas. Tapi rasanya akan
lebih baik jika kau untuk sementara pergi dari
rumahmu. Kami akan membuat masa percobaan
itu sedemikian rupa, sehingga kau dapat bersekolah di tempat, di mana kau akan merasa senang.
Kau akan tinggal di sana setidak?tidaknya selama
enam bulan, dan mungkin sampai satu tahun."
196 "Tidak, oh, tidak," jerit Bu Berkeley. "Jangan
pisahkan Tom dari kami! Ayahnya sudah kembali,
ia yang akan mengurusnya. Tolong, jangan
jauhkan Tom dari kami!"
"Ia akan diizinkan kembali ke rumah setelah
menjalani masa hukumannya. dengan dua syarat," kata hakim tetap dengan sikap tegar. "Pertama, jika ia menyelesaikan pelajarannya, dan
kepala sekolah di mana ia belajar memberikan
laporan yang baik tentang dirinya. Dan yang
kedua adalah, jika keadaan di rumahnya sudah
memadai baginya untuk kembali. Perbuatan buruk yang dilakukannya bukan sepenuhnya kesalahan anak itu. Karena itu kami memberinya
hukuman seringan mungkin. Saya harap Anda
mengerti bahwa Anda juga mempunyai peranan
di sini."
"Ya, Pak," kata Pak Berkeley. Bu Berkeley
menyeka air matanya, lalu mengangguk. Hakim
berpaling pada Tom.
"Kau harus membayar petugas sosial yang
akan mengawasimu sebanyak lima pound dari
uang hasil curian itu," katanya kepada anak itu.
"Nah, Tom?tunjukkan pada kami kau memang
anak yang tegar, dan tidak lemah seperti kautunjukkan sebelumnya!"
"Ya. Pak." kata Tom. Wajahnya masih kelihatan
murung. la cemas mendengar hukuman yang
dijatuhkan padanya. ia merasa seperti diasingkan
dari orang?orang lainnya.
Selanjutnya adalah giliran Bob. Hakim bersikap
197 lebih lunak padanya. Ia sudah mendapat laporan
tentang ibunya lebih dulu?dan ia sudah berulang
kali menangani kasus seperti itu.
Bu Kent juga hadir dalam ruangan itu. Wajahnya tampak jengkel karena tidak ingin disalahkan.
Hakim mengajukan beberapa pertanyaan pada
Bob, tapi tidak memperoleh jawaban yang memuaskan. Bob tidak mau membicarakan hal yang
buruk tentang ibunya. Hakim meminta pada Bu
Kent agar tampil ke depan.
"Saya mendapat laporan bahwa Anda berangkat kerja ketika Bob masih berada di rumah,
kemudian baru kembali pada pukul setengah
tujuh. Dan juga mengunci semua pintu rumah
sehingga Bob tidak bisa masuk," kata hakim.
"Bagaimana caranya anak itu bisa makan siang
dan minum teh di sore hari?"
"la punya teman yang selalu memberikan
hidangan itu padanya," kata Bu Kent. "Saya
terpaksa mengunci semua pintu rumah. Jika tidak
ia akan menghancurkan seluruh isinya. Pernah
ketika..."
"Maaf, kami tidak ingin mendengar hal itu,"
kata hakim. "Anda pernah mengatakan bahwa
Anda tidak menginginkan Bob kembali ke rumahnya? Anda mengeluh bahwa anak itu nakal?kasar, tidak bisa diatur, dan perusak?dan juga telah
mencuri berbagai barang dari rumah Anda. Ia
anak Anda satu?satunya. Tidak bisakah Anda
meninggalkan pekerjaan, lalu kembali tinggal
bersamanya seperti semula?"
198 "Tidak," jawab Bu Kent. "Saya malu punya
anak seperti itu. Saya akan menjual rumah itu. lalu
pindah. Dan saya tidak ingin ia ikut. Anak itu
benar-benar jahat.
Hakim itu kembali berunding dengan kedua
hakim lainnya. Lalu ia berpaling pada Bob.
"Kau dengar apa yang dikatakan ibumu?
Bagaimana menurutmu?"
Tanpa melihat pada ibunya Bol) berkata, "Saya
tak akan menghalanginya. Saya tahu bahwa selama ini saya hanya menjadi penghalang baginya.
Tapi, Pak?apa yang akan terjadi pada saya? Apa
saya juga harus dikirim ke luar kota seperti Tom?"
"Tidak. Robert kata hakim. "Kami mendapat
banyak laporan yang baik tentang dirimu?sehingga kau akan diberi kesempatan. Kami tahu
bahwa kau tidak bahagia bersama ibumu. Petugas
sosial telah bertemu dengan sebuah keluarga baik
yang akan mengangkatmu sebagai anak."
"Di mana tempatnya?" tanya Bob ketakutan.
"Apakah jauh dari sini? Jauh dari sekolahku
?dan?dan dari teman?temanku?"
"Ya," kata hakim.
Kasihan Bob! Tanpa ibu dan teman. ia berjalan
meninggalkan ruang sidang dengan kepala tertunduk.
Setelah itu keempat anak lainnya mendapat
giliran. Patrick dilaporkan selalu berlaku buruk di
sekolah, dan pernah terlibat dalam berbagai
persoalan lain. Begitu pula Fred. Hakim bersikap
sangat tegas terhadap mereka.
199 "Kalian berdua akan dikirim bersekolah di
tempat yang jauh selama tiga tahun," katanya.
"Dan kalian akan tetap tinggal di situ jika tidak
berusaha mengubah sikap. Kalian sudah diberi
kesempatan, tapi hanya disia?siakan. Sekarang
kalian harus menanggung akibatnya."
Hakim bersikap lebih lunak kepada Len. "Kurasa kau banyak dipengaruhi oleh abangmu,"
katanya kepada anak itu. "Kami akan mengirim
kau pada sebuah keluarga yang akan mengurusmu dengan baik. Mereka akan mengajarimu
banyak hal yang belum kauketahui. Kau akan
dikembalikan pada ibumu, kalau ia berjanji akan
mengurusmu dengan baik"
Dan kini giliran Jack. Anak itu menangis.
"Jangan kirim saya pergi," ratapnya. "Saya tidak
mau tinggal sendirian, tanpa ibu dan saudarasaudara saya." <
"Ya, jangan kirim ia pergi," pinta Bu Harris "Semua ini bukan salahnya?kami punya enam orang
anak, dan hanya ada dua kamar di rumah. Tentu saja
anak itu selalu menyelinap keluar, lalu terlibat dalam
kesulitan ini. Jack anak yang baik, sungguh."
"Yah, Jack tidak selalu berbuat baik, Nyonya,"
kata hakim. "Dan ia tahu itu. Sekarang dengarkan.
Anak itu akan dihukum dua tahun masa percobaan. ltu berarti dalam jangka waktu tersebut, ia
akan berada di bawah pengawasan petugas sosial.
Petugas itu juga akan membantu Anda untuk
pindah ke tempat yang lebih besar. Ia juga yang
akan melaporkan perkembangan anak Anda."
"260
"Saya berjanji akan mengurusnya dengan baik,
Pak," kata Bu Harris.
"Jika Jack menunjukkan kelakuan baik dalam
jangka waktu dua tahun, maka masalah ini
dianggap selesai," kata hakim. "Tapi jika petugas
sosial tidak puas terhadap anak itu, maka ia akan
dihadapkan kembali ke pengadilan, lalu dijatuhi
hukuman yang sebenarnya. Dan saya rasa Anda
akan setuju jika Jack diharuskan membayar
kembali uang yang diperolehnya dari hasil curian
itu."
"Oh, tentu saja, Pak," kata Bu Harris penuh rasa
terima kasih karena Jack tidak dihukum.
Persidangan itu sudah selesai. Petugas pengadilan mengumumkan nama anak?anak lain yang
juga disidangkan pada hari itu. Keenam anak itu
keluar dari ruang sidang bersama orangtua
mereka. Kecuali Bob. Anak itu tidak berjalan
bersama ibunya. la berjalan agak jauh di belakangnya.
Apa yang akan terjadi padanya sekarang?
201 22 Selamatkan Aku!
PAK dan Bu Mackenzie kaget ketika mendengar
putusan hakim terhadap Bob. Anak itu bahkan
tidak dapat singgah di rumah mereka untuk
mengucapkan selamat berpisah. Malam itu ia
tinggal di suatu tempat, sebelum dikirim ke rumah
orangtua angkatnya yang entah di mana tempatnya.
la berjalan meninggalkan pengadilan diiringi
oleh petugas sosial yang ramah itu. Bob menariknarik tangannya. "Aku tak mau pergi," katanya.
"Nanti aku tak akan bertemu lagi dengan keluarga
Mackenzie, terutama Pat."
"Tapi kau harus ikut denganku," kata petugas
sosial itu. "Mungkin mereka akan mengunjungi
kau kalau sudah tinggal di rumah orangtua
angkatmu itu."
Bob dengan sedih mengikuti wanita itu. lbunya
tidak mengucapkan selamat jalan padanya.
Mungkin suatu hari wanita itu menyesal tidak
melakukannya.
Hanya Patrick yang masih bersikap menantang.
Tom kini berusaha bersikap menurut. la mengucapkan selamat tinggal kepada kedua orang
202 tuanya. la langsung berangkat menuju sekolah
yang telah ditentukan. lbunya merangkul anak itu.
ia sudah tidak marah padanya. Yang diingat
olehnya hanya bahwa Tom akan pergi meninggalkan dirinya untuk waktu yang lama.
"Kita baru akan bertemu beberapa bulan lagi,
Tom," katanya. "Kau bersedia kembali ke rumah
kita?"
"Di masa mendatang aku akan selalu berada di
sampingmu, Tom," kata ayahnya. "Suasana di
rumah kita pasti akan jauh berbeda ketika kau
pulang nanti."
Bibir Tom bergetar. Sikapnya yang selalu
membangkang kini tidak tampak lagi. Sekarang,
ketika harus pergi untuk waktu yang lama, ia
ternyata sangat ingin kembali ke rumahnya. la
memeluk ayah dan ibunya tanpa bicara.
Sewaktu pelajaran telah selesai, Donald, Jeanie,
dan Pat cepat?cepat pulang ke rumah. Mereka
ingin mendengar kabar tentang Bob. Ketiga anak
itu gelisah melihat wajah orangtua mereka yang
tampak serius.
"Apa yang terjadi dengan Bob? Di mana ia
sekarang?" tanya Jeanie. "Bagaimana persidangannya? Apa yang terjadi? Ceritakan, Bu!"
"Aku akan menceritakan semua yang telah
kudengar," kata ibunya. "Kau pasti tahu apa yang
akan terjadi pada anak?anak nakal. Kami mendengar semuanya tentang keenam anak itu?dan
aku bersyukur punya anak?anak yang baik seperti
kalian!"
203 "Aku banyak salah dalam pelajaran berhitung
tadi," kata Pat dengan sikap menyesal. "Dan itu
bukan baik namanya."
lbunya tersenyum. "Bukan itu maksudku, Pat,"
katanya.
Ketiga anak itu mendengarkan orangtua mereka bercerita tentang jalannya persidangan dengan
saksama. Pat menangis ketika mendengar Bob
akan dikirim ke tempat yang jauh. la menariknarik lengan ayahnya.
"Jangan biarkan Bob pergi," katanya. "Kenapa
Bob tidak tinggal di sini saja? Kalau ia boleh
tinggal di rumah orang lain, lalu kenapa di sini
tidak? Aku ingin Bob tinggal di sini. Dia kan
abangku."
"Bukan," sela Donald dengan nada iri. "Aku
abangmu."
"Tidak, kau abang Jeanie," kata Pat. "Bob
sendiri bilang bahwa ia mau menjadi abangku.
Ayah, bawa Bob kembali'ke sini."
"Tidak bisa semudah itu, Sayang," kata Bu
Mackenzie sambil berdiri. "Aku harus menyiapkan
makan malam untuk kalian."
"Pat, tolong kauberi tulang pada Frisky." sambungnya. Wanita itu tahu bahwa Pat sedih mendengar berita tentang Bob. "Anjing itu tidak bisa
berpikir, kenapa kita sampai terlambat makan!
Lihat saja, dari tadi ia sudah bolak?balik karena
gelisah."
Malam itu Pat tidak bisa tidur. la memikirkan
Bob. Kenapa ia bisa dituduh jahat? Padahal Bob
204 sama sekali tidak jahat. Pat yakin bahwa temannya
itu bukan anak yang jahat. Anak kecil itu lalu
membayangkan apa yang sedang dilakukan Bob.
Apakah ia sudah tidur atau masih bangun? la
bahkan tidak dapat singgah di sini untuk mengucapkan selamat tinggal.
Bob memang masih terjaga. Han" sudah gelap,
dan ia berada di sebuah tempatyang asing. la
rindu pada keluarga Mackenzie; pada gonggong
Frisky yang selalu gembira. ia merasa sepi dan
asing di tempat itu.


Enam Berandal Cilik Karya Enid Blyton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ia telah menyikat gigi dan menyisir rambutnya.
Ia juga telah berdoa, walau ia tidak yakin bahwa
Tuhan akan mendengarkannya.
"Jangan biarkan aku dikirim pergi," katanya
tiba?tiba. "Selamatkan aku! Tuhan, Engkau tahu
aku benar?benar menyesal! Tolong, ya Tuhan.
Selamatkan aku!"
Akhirnya pagi pun tiba. Bob bangkit, lalu berpakaian. Setelah sarapan ia disuruh menumpuk
batang?batang kayu bersama dua anak lainnya. la
dititipkan di Rumah Penampungan oleh pengadilan, sebelum dikirim ke tempatnya yang baru.
"Kau akan berangkat dengan kereta pada pukul
sebelas," kata seseorang padanya. "Nanti ada
orang yang akan menjemput kalau waktunya
tiba."
Jam menunjukkan pukul sepuluh. Setengah
sebelas. Bob merasa sangat sedih. la berharap Bu
Mackenzie datang membawa Pat untuk mengucapkan selamat jalan padanya.
205 'liba?tiba ia mendengar namanya dipanggil.
"Robert Kent! Silakan masuk!"
"Kau akan segera berangkat," kata salah seorang?anak yang bekerja bersamanya. "Selamat
jalan, kawan!"
Bob berjalan masuk dengan kepala tertunduk.
Tidak ada yang dapat menyelamatkannya sekarang. Dalam waktu sepuluh menit ia sudah berada
di dalam kereta api yang akan membawanya
pergi.
"Ke sini, Robert!" Bob berjalan memasuki
ruangan kecil untuk menerima tamu.
Pak dan Bu Mackenzie berdiri di hadapannya!
Bob menatap mereka dengan gembira. Tapi
mereka tidak membawa Pat
Petugas Rumah Penampungan itu berbicara
pada Bob. "Robert, saya punya berita untukmu.
Kedua orang ini pagi tadi telah menemui sejumlah orang. termasuk petugas sosial. Mereka
berusaha meminta kau'untuk tinggal bersama
mereka?yang kemudian disetujui oleh pengadilan. Apa kau mau tinggal bersama mereka?"
Bob bengong menatap petugas itu. Segalanya
begitu mendadak sehingga ia tidak sadar apa
yang telah dikatakan. Agak lama kemudian ia baru
mengerti.
"Itu artinya kau tidak perlu pergi meninggalkan
kami, sekolah, dan teman-temanmu," kata Bu
Mackenzie. "Kau boleh tinggal bersama kami!"
"Sungguh?" kata Bob dengan mata membelalak. "ltu hal yang paling kuharapkan!"
206 "Ya, aku bersungguh?sungguh," sahut Bu Mackenzie. "Kau tahu bahwa kami mempercayaimu,
dan sekarang memintamu untuk tinggal bersama
kami. Pat pasti akan senang?begitu pula Donald
dan Jeanie."
Bob meraih tangan wanita itu, lalu menempelkannya pada kedua belah pipi. la hampir tidak bisa
mengatakan apa?apa.
"Terima kasih," katanya. "Saya sangat mencintai Anda."
"Bisa ia ikut bersama kami sekarang?" tanya
Pak Mackenzie pada petugas Rumah Penampungan.*"Semua urusan sudah beres, hanya ada
beberapa hal kecil yang harus diselesaikan."
"Tentu bisa, Pak Mackenzie," kata petugas itu.
"Perbuatan yang baik, Pak Mackenzie. Jarang ada
orang yang mau berbuat seperti itu. Nah. Bob
-?sekarang kau boleh pergi bersama temantemanmu. Dan jangan sekali?kali lagi kau muncul
di tempat ini!"
"Baik, Pak," sambil menjabat tangan orang itu.
Kemudian ia berjalan menuruni tangga. ia hampir
tidak percaya bahwa semua itu benar?benar
terjadi.
Akhirnya aku selamat! pikirnya. Aku harus
menceritakan pada Pat tentang semua ini. Kini
aku bisa bebas bermain bersamanya, dan juga
dengan Donald dan Jeanie. Aku akan tidur di
kamarku sendiri di Pondok Barling. Frisky yang
akan membangunkan aku tiap pagi.
Jeanie, Donald, dan Pat terperanjat melihat
207 Bob, ketika anak itu datang pada saat makan
malam. Pat menjerit lalu berlari menubruknya.
Donald menepuk-nepuk bahunya. sementara
Jeanie menandak?nandak gembira.
"Semuanya seperti dongeng saja!" kata Pat
setelah mendengar semua yang telah teg'adi. "lbu
sekarang harus mengurus sebuah keluarga besar.
Apa lbu sanggup mengurus kami semua?"
"Kalau aku tidak sanggup, Ayah akan turun
tangan," kata ibunya sambil menyendok sup.
"Dan Bob pasti akan banyak membantu kami."
"Tentu saja," kata Bob. "Akan kuperlihatkan
pada Anda bahwa kini punya tambahan satu anak
lagi, yang tidak akan menolak. apa pun yang
diperintahkan padanya. Donald, Jeanie, dan Pat
kini punya saudara yang selalu berada di samping
mereka."
"Guk," genggong Frisky sambil menjilat-jilat
kaki Bob. "Guk."
"Frisky bilang bahwa ia jangan dilupakan," kata
Pat. "la juga ingin punya teman. Bu, bagaimana
kalau kita membeli seekor anjing lagi agar ia tidak
kesepian?"
"Tidak," sahut ibunya dengan tegas. Frisky
tidak akan kesepian dengan enam orang di
sekelilingnya. Kau dengar itu, Frisky?"
"Guk!" Anjing itu menggonggong. Kemudian ia
berbaring telentang, dengan kaki mengais?ngais
udara.
Bob tertawa. la menyukai suasana rumah yang
menyenangkan itu.
208 23 Setahun Kemudian
HAMPIR tepat setahun kemudian, Bob pergi bersama Pat untuk membeli hadiah?hadiah Natal.
Mereka menabung uang untuk membeli hadiah
bagi anggota keluarga yang lain. Donald dan
Jeanie, seperti biasa, pergi berdua.
Bob kini sudah tumbuh besar dan bahagia Pat
juga sudah bertambah usianya, tubuhnya sedikit
lebih besar dibanding setahun yang lalu. Ia
menggandeng tangan Bob.
"Hampir setahun kau tinggal bersama kami.
Bob," katanya. "Sulit kubayangkan akhirnya kau
tinggal bersama kami. Kau sudah menjadi bagian
dari keluarga."
"Ya," sahut Bob. "Aku juga sulit membayangkan, apa jadinya kalau sekarang masih tinggal di
Pondok Hawthorn! lbuku tak lama sesudah kejadian itu menjualnya, lalu pergi. Kini di rumah itu ada
sebuah keluarga dengan dua orang anak. Dan
suasana di Pondok Hawthorn pun telah berubah."
"Apa kau juga membeli hadiah Natal untuk
ibumu?" tanya Pat.
"Ya," ujar Bob. "Sekarang aku sudah tidak
pernah berpikir hal yang buruk tentang dirinya.
209 Mungkin karena aku telah tinggal dengan kalian.
Aku sayang pada ibumu?dan senang karena ia
membiarkan aku memanggilnya Bibi Jessie. Kalau sudah besar. aku akan membuat orangtuamu
bangga akan diriku."
"Sekarang pun mereka sudah bangga akan
dirimu," kata Pat sambil berjingkat. "Begitu pula
aku."
"Hei, lihat bunga?bunga itu," kata Bob. "Setahun yang lalu aku membeli bunga?bunga seperti
itu untuk ibumu?tapi bukan dengan uangku
sendiri. Sekarang aku akan membelinya dengan
uangku sendiri!"
Mereka sedang asyik berbelanja ketika melihat
Donald dan Jeanie sedang berjalan membawa
berbagai bingkisan. Si Kembar berseru pada Bob
dan Pat.
"Jangan dekat-dekat! Kami bawa bingkisan
untuk kalian, jadi tidak boleh dilihat!"
Bob nyengir. "Baiklah!" serunya. "Yuk, Pat. Kita
pulang lewat jalan lain saja. Hei, itu Frisky. Halo,
Frisky. Kau mau ikut bersama kami?"
"Guk," sahut Frisky. Kedua anak itu kemudian
membelok, lalu melangkah menyusuri jalan itu.
Kemudian mereka sampai pada beberapa rumah
yang sedang dibangun. Bob berhenti melangkah.
"Ada apa?" tanya Pat.
"Pat?kau ingat gudang bawah tanah yang dulu
dijadikan markas Kelompok Enam Jagoan?"
tanya Bob. "Letaknya di dekat sini. Kau mau
melihatnya? Sebentar lagi di tempat itu akan
210 dibangun rumah-rumah baru. Bagaimana kalau
kita ke sana sebentar?"
"Boleh saja," kata Pat ia belum pernah melihat
gudang bawah tanah itu. Bob juga tidak pernah
mendatanginya lagi. la tidak ingin melihat tempat
itu lagi. Tapi entah kenapa, ketika berjalan
bersama Pat, ia tiba?tiba ingin mendatanginya lagi.
Bob membimbing Pat berjalan di atas tumpukan batu-batu. Mereka sampai pada rumah bobrok,
di mana Bob dulu berteduh. Anak itu memandang
berkeliling.
"Hah?di situ jalan masuknya," katanya. "Aku
hampir lupa! Bayangkan, dulu setiap sore aku
mendatangi tempat ini ketika hari sudah mulai
gelap!"
la membimbing Pat berjalan menuju tangga.
Anak kecil itu memandang ke bawah. "Oooh?seram kelihatannya. Tapi tak apalah. Aku kepingin
sekali melihat markas itu."
Keduanya berjalan menuruni tangga. Gudang
bawah tanah itu gelap dan lembap. Bob merogoh
sakunya, lalu mengeluarkan senter.
Mereka memandang berkeliling. Ruangan itu
sudah kosong. Yang tersisa hanya sebuah kotak
kayu. Bob duduk di atas kotak itu. Tiba-tiba ia
teringat kembali.
"Di sini kami selalu bertemu," katanya pada Pat.
"Ada sebuah pendiangan minyak dan lilin untuk
menerangi tempat ini. Kami membuatnya senyaman mungkin, Pat. Fred menyimpan teleponnya di sini."
211 "Telepon?" kata Pat dengan alis terangkat
karena heran. "Di mana?"
"Cuma telepon mainan," kata Bob sambil
mengingat Fred yang sering "menelepon" anggota geng yang lain. "Aku selalu duduk di sini. Fred
dan Tom di sana; Len di sudut itu, sedang Jack
dan Patrick di sebelah sini. Memang agak sempit,
tapi kami semua menyukainya."
"Bagaimana kabar kelima anak itu sekarang?"
tanya Pat. "Kalau kau kan aku sudah tahu."
Bob mulai berpikir tentang teman-temannya. Di
mana mereka sekarang? Apa yang terjadi pada
mereka?
Tom ternyata sudah kembali untuk merayakan
Natal. la berlaku baik di sekolahnya, dan mendapat pujian dari Kepala Sekolah. Tom tahu bahwa
pergi meninggalkan rumah untuk sekian lama
bukan sesuatu yang menyenangkan. ia sangat
rindu pada kedua kakak, .dan orangtuanya.
Keluarga Berkeley juga merindukannya. Mereka
ingat pada perbuatannya yang baik, dan bukan
yang buruk. Mereka ingat pada tingkahnya yang
lucu, dan bukan yang pemarah. Hukuman yang
dijatuhkan pada Tom juga menjadi pelajaran yang
berharga bagi mereka.
Tom sudah tidak sabar ingin secepatnya kembali ke rumah. Kedua kakaknya sering mengirim
surat padanya. Dari surat?surat mereka ia tahu
bahwa suasana di rumahnya sudah jauh berbeda.
"Kita sekarang punya kesempatan untuk mem
212 perbaiki diri," kata ayah mereka. "Dan harus kita
gunakan sebaik mungkin."
Bagaimana dengan Patrick? Tidak ada kabar
baik tentang dirinya. Anak itu tetap licik dan sering
berbohong. Apa yang akan terjadi pada dirinya di
masa mendatang? Tidak ada yang dapat menjawab. ia harus belajar mengubah sikapnya?jika
tidak, akan terlambat Semuanya bergantung
pada Patrick sendiri. Sampai saat itu Kepala
Sekolah tidak menyukainya, dan jika keadaannya
tetap begitu, ia tidak punya kesempatan untuk
kembali ke rumahnya.
Len telah kembali tinggal bersama ibunya. Anak
itu gembira dan telah berubah sikap. Fred masih
tetap di sekolahnya untuk waktu yang lama. ia
harus berusaha keras untuk mengubah sikap.
Jack menjalani hukuman percobaan di rumah
bersama keluarganya. Ia harus menghadap petugas sosial secara teratur. Keadaan rumahnya
sudah jauh berbeda dibanding tahun lalu.
Ia menceritakan keadaannya kepada Len ketika
kedua anak itu bertemu. "Aku sudah pindah,"
katanya sambil tersenyum lebar. "Jauh lebih besar
dibanding rumahku sebelumnya. Aku tidur sekamar dengan Alan. Di rumah itu juga ada pekarangan kecil yang indah."
Bob masih duduk di ruangan itu sambil
memikirkan teman-temannya. Apakah mereka
juga sedang memikirkan dirinya? Ia menjelajahi
ruangan itu dengan pandangan matanya.
"Lihat, Pat!" katanya. "Ada sebatang lilin yang
213 tersisa! lni lilin yang kunyalakan pada hari Natal
tahun lalu. Dan itu?ada beberapa potong kertas
di situ. ltu pasti kertas yang dipakai untuk
menghias ruangan ini. Wah, ketika itu tempat ini
dihias dengan indah."
Pat memungut potongan kertas yang ditunjuk
Bob. Di bawah_potongan kertas itu ada sebuah
bingkisan kecil.


Enam Berandal Cilik Karya Enid Blyton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa ini?" tanya Pat.
Bob mengambilnya. "'lni salah satu hadiah yang
kugantungkan pada pohon Natal itu." katanya.
"Kurasa terjatuh ketika polisi membawa pohon
itu. Ini hadiah yang akan kuberikan pada Tom."
"Coba kau buka," kata Pat Bob lalu membuka
bingkisan itu. Di dalamnya ada sebuah penghapus yang agak besar ukurannya.
Pat mengambil penghapus itu dari tangan Bob,
lalu mulai menggosok?gosokkannya di dinding.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Bob.
Pat menatap Bob dengan sikap bersungguhsungguh. "Aku menghapus kenangan buruk
ketika kau tinggal di tempat ini!" katanya. "Aku
ingin menghapus semua kesedihan dan kenangan buruk lainnya. Kau bisa merasakannya, Bob?"
Bob tertawa. "Kau lucu sekali, Pat" katanya.
"Kau tak perlu melakukannya, karena semua
kesedihan itu telah lenyap. Semuanya seperti
mimpi rasanya. Yuk, kita pulang. Di sini dingin
rasanya."
Setelah memandang ruangan itu sekali lagi, ia
berjalan ke luar. Sebentar lagi di tempat itu akan
214 dibangun rumah baru. Tempat itu kelihatan
menyeramkan sekarang?tapi betapa mdahnya
tempat itu pada saat Natal tahun lalu! Ia |ngat
pada lilin kecil yang dipasang pada pohon. Natal,
lalu kehangatan yang memancar dan pendrangan
minyak itu. ia berusaha membuat tempat |tu
menjadi rumah baginya. . 1
Tapi sekarang ia tak perlu lagr melakukannya. a
berusaha melupakan semua kenangan |tu, lalu
berjalan menaiki tangga. Frisky menunggu d|
ujung atas tangga itu dengan srkap trdak sabar.
Anjing itu tidak menyukai tempat-tempat yang
gelap. ia tidak bisa membayangkan kenapa ke_ ua
temannya mau turun ke tempat |tu. Keuka melihat
mereka, ia ribut menggonggong samb|l meng? 0 an kan ekornya.
go"1323u%,yFriSky," kata Bob sambil menepuknepuk anjing itu. "Yuk, kita pulang. Han sudah
lai ela .
mlliriskgy bgrjalan di depan. Pat dan Bob berjalan
pulang. Bob melihat tirai jendela di Pondok Barling sudah diturunkan. Tapi cahaya lampu mas|h
menerobos keluar melalui sebuah celah kecrl.
"Pat," katanya. "Kau masuk lebih dulu bersama
Frisky. Aku masih mau melakukan sesuatu.
Pat berlari masuk dengan 'heran, tap| |a selalu
melakukan apa yang dikatakan Bob. Frisky berlan
mengikutinya.
Bob masuk ke pekarangan, lalu berjalan menuju jendela itu. ia mengintip ke dalam melalui celah
kecil itu, seperti yang sering ia lakukan dulu. la
215 melihat Bu Mackenzie sedang minum teh; Jeanie
duduk di dekat pendiangan untuk memanggang
roti. Kemudian Donald yang sedang menunjukkan sesuatu pada ibunya.
Lalu terlihat Pat berlari masuk. lbunya segera
menyambut anak itu dengan hangat, lalu menciumnya. Frisky mengiringinya, sambil menggonggong seperti biasanya. Pak Mackenzie belum
kembali?tapi Bob melihat pipa rokok dan sandal
telah disiapkan untuknya.
Dulu aku selalu iri melihat mereka, pikirnya.
Tapi sekarang mereka sudah menjadi keluargaku.
Tak perlu lagi aku mengintip mereka. Aku sudah
menjadi bagian keluarga ini'.
&
216 Mengapa anak jadi bengal dan susah
diatur? Pada/ siapakah harus ditimpakan
kesalahan bila seorang anak menjadi berandal dan berani melakukan berbagai tindak
kriminal? "
Bob dan'Tom mempunyai masalah di rumah
masing-masing. Ayah Bob sudah meninggal,
ibunya terlalu mementingkan diri sendiri dan
tak punya waktu untuk mengasuh serta
memberi perhatian padanya. Sementara
orangtua Tom tak henti-hentinya bertengkar. Ayah Tom baru saja kehilangan pekerjaan, namun istrinya tidak bersikap bijaksana
dan memberinya semangat, melainkan malah selalu mencaci dan merendahkannya di
depan anak-anak mereka.
Suasana rumah yang sunyi dan dingin tanpa
kehangatan kasih sayang, dan yang selalu
panas oleh pertengkaran orang dewasa yang
tak ada habisnya, membuat kedua bocah itu
tidak kerasan. Mereka mulai membangkang,
membuat ulah ? di rumah maupun di
sekolah. Makin lama keduanya makin berani.
Mula-mula membolos, nonton bioskop terlarang, merokok, dan akhirnya malahan bergabung dengan empat "anak liar" yang tak
segan?segan melakukan berbagai tindak kriminal.
Penerbit
PT Gramedia Pustaka Utama
Jl. Palmerah Selatan 26?28 Lt.Vl
Jakarta 10270 ISBN 979?5
Perang Bangsa Naga War Of The Dragons Karya Junaidi Gadis Pantai Karya Pramoedya Ananta Toer Pendekar Rajawali Sakti 170 Siluman Bukit Tengger
^