Pencarian

Kolusi Bursa 5

Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath Bagian 5


kin ia hanya kesal melihat jari kelingkingku masih
utuh.
Aku mondar?mandir di kamar kecil itu, gelisah dan
cemas memikirkan Joe. Setelah sepuluh menit lebih,
304 aku jadi agak tenang. Pasti hanya kebetulan .loe ada
di kereta bawah tanah yang sama denganku. la mung-
kin mengikutiku hanya karena ingin tahu; mungkin
menurutnya lucu menakut-nakutiku. Yah, ia berhasil
membuatku takut.
Aku menimbang?nimbang apakah harus membatal-
kan janji makan malamku. Kuputuskan aku akan
aman kalau naik taksi pulang pergi ke restoran.
Tidak ada yang dapat dilakukan .loe di siang hari
bolong di muka hotel. Pada pukul 19.30, setelah
mandi dan memakai kemeja baru, aku turun ke lobi.
Sekelompok orang berkerumun di luar pintu masuk,
menunggu taksi. Penjaga pintu berdiri di tengah jalan,
meniup peluit sekeras?kerasnya. Tapi tidak ada taksi
kosong. Cuaca masih terang, walau matahari sudah
berubah merah, sinarnya menggantung rendah di atas
Central Park. Aku memandang ke arah jalan. Tidak
terlihat sosok Joe. Jelas ia juga tidak ada di lobi.
Setelah sepuluh menit, penjaga pintu hanya men-
dapatkan sebuah taksi dan masih ada dua orang di
depanku. Joe sama sekali tidak tampak. Kuputuskan
berjalan ke Fifth Avenue, mungkin aku beruntung
mendapat taksi di sana.
Aku hampir mencapai jalan besar itu saat kudengar
suara langkah pelan tepat di belakangku. Kurasakan
tusukan benda tajam menembus bajuku. Aku berdiri
tegak, mengencangkan punggung, dan perlahan?lahan
menoleh.
Joe ada di belakangku, berpakaian seperti pelari
dalam baju olah raga berwarna gelap. Dan ia tengah
memegang alat kegemarannya. Sebilah pisau.
305 > > >BAB
'13 , lTA akan jalan?jalan di taman," ujar Joe.
Aku memandang ke sepanjang Fifth Ave-
nue. Beberapa orang sedang berjalan?jalan menikmati
suasana sore, tapi tidak ada yang bisa diharapkan
akan menolong. Penduduk New York tahu aturannya.
Kalau melihat orang dalam kesulitan, jangan pedulikan, bisa?bisa ikut celaka. Di samping itu, Joe
hanya membutuhkan kurang dari sedetik untuk menghunjamkan pisaunya ke ruas tulang igaku. Ia tahu
cara menggunakannya.
Maka kulakukan apa katanya. Karni menyeberangi
Fifth Avenue dan berjalan di tepi rerumputan yang
terbakar musim panas menuju sebuah danau kecil
tempat berperahu. Seorang anak laki-laki berusia sekitar sepuluh tahun tengah menjalankan sebuah kapal
radio kontrol menyeberangi danau. Sang ibu memaksanya agar bergegas karena hari semakin malam. Masih
ada beberapa orang di sekitar danau, namun semua
menuju arah yang berlawanan dengan kanti, keluar
taman. '
307 Pisau Joe tersembunyi, tapi aku tahu benda itu ada
di sana, hanya beberapa senti dari punggungku.
"Sudah kukatakan jangan panggil polisi," desisnya.
Aku dapat merasakan embusan napasnya di belakang
leherku.
"Aku tidak bisa melarang mereka," sahutku, berhasil menjaga suaraku tetap tenang.
"Oh ya? Mengapa dulu kau mengoceh tentang aku
dan Sally pada mereka?" ujarnya, mendorong pung-
gungku dengan ujung pisaunya. "Mereka mengambil
Sally dariku. Dan Jerry. Tidak baik seorang laki?laki
dipisahkan dari istri dan anaknya. Kau mau bertanggung jawab?"
Aku tidak mengatakan apaaapa. Aku bersyukur
Sally lolos dari kekejaman Joe, dan aku bersyukur
akulah penyebabnya. Tapi bukan ide yang bagus
berkata begitu pada .loe. Suara Joe datar tanpa tekanan, tapi ia bisa marah kalau aku berkata begitu.
Kami sekarang makin jauh ke dalam taman, dan
suasana semakin sepi. Kami berjalan melewati patung
raja Polandia kuno menuju tempat bermain baseball
yang berpagar. Sebuah lapangan luas membentang di
sebelah utara, dengan gedungagedung tinggi Central
Park West di belakangnya. '
Aku tahu apa yang direncanakan Joe. Ia akan
membawaku ke bagian taman yang paling sepi, yang
paling sulit dimasuki. Lalu ia akan membunuhku.
Aku harus kabur.
Cengkeraman tangan Joe di lenganku tidak terlalu
kuat. Tapi tangannya yang satu,_ yang memegang
pisau, hanya beberapa senti dari tulang rusukku. Aku
harus mengambil risiko.
308 Aku menyentakkan lenganku hingga lepas, dan
berlari cepat menuju lapangan. Aku merasa lega saat
kusadari tidak ada pisau yang menancap di pung-
gungku. Tapi Joe dengan tangkas mengejarku. Aku
melihat ke belakang; ia hanya tiga meter di belakangku. Dan ia makin mendekat. Aku memacu kakiku
lebih keras. Kalau bisa menjauh sekitar seratus meter
pertama, aku yakin akan dapat melesat meninggalkannya. Gerakanku masih cepat. Namun Joe sangat
cepat. Kulirik ke belakang, ia*hanya satu meter
dariku. Bukan untuk pertama kalinya aku mengumpati
kelemahanku dalam lari jarak pendek. Aku berusaha
memaksa kakiku bergerak lebih kencang, lebih cepat.
Tidak ada perubahan. Beberapa detik kemudian, aku
merasa tangan Joe mencengkeram bahuku dan ia
mendorongku ke tanah. Aku berontak dan berkelit,
namun ia segera mengunciku.
Sepasang kekasih, lima puluh meter di seberang
lapangan, melihat kami bergumul. Joe juga melihat
mereka. Saksi mata.
"Bangun!" desis Joe. la menarikku berdiri dan
mendorongku ke hutan sebelah selatan lapangan. Ceng-
keramannya kini jauh lebih keras. Aku kembali merasakan pisau itu.
Kami berjalan memasuki kerimbunan pepohonan.
Keadaan sudah lumayan gelap. Central Park adalah
taman bermain New York. Siang hari dipenuhi orang
berlari, naik sepeda, pemain softball, orang mandi
matahari, pemain sepatu roda, wanita?wanita tua, anak-
anak, dan penghuni New York lain yang dengan giat
melakukan hobi mereka. Semua pulang saat matahari
terbenam. Pada malam hari taman itu merupakan
tempat bermain untuk jenis manusia yang berbeda.
309 Bayangan "berkelebat di antara pepohonan. Kami
melewati kelompok?kelompok anak muda yang sedang
berbicara dengan suara keras. atau sedang duduk
diam di bangku sambil merokok. Beberapa orang
berjalan tertatih-tatih, sambil memutar bola mata dan
menggumam sendiri. Orang?orang itu mungkin gila,
mabuk, atau keduanya.
Kami berjalan makin jauh ke bagian taman yang
berpohon lebat. Kami mengikuti jalan setapak kecil,
berkelok?kelok di sekeliling batu hitam besar yang
menjulang setinggi dua puluh meter di atas kanti,
dalam keremangan senja. Angin perlahan menggerakkan pepohonan dan semak?semak, belukar makin tampak lebat seiring cahaya yang makin temaram. Aku
sama sekali kehilangan arah. Sukar dipercaya kanti
sedang berada tepat di tengah?tengah kota.
Aku mulai berpikir tentang kematian. Aku teringat
lbu. Kalau aku mati, berarti habislah harapannya
yang terakhir. Ia akan sepenuhnya menghindar dari
kenyataan kalau harus menghadapi kematian putra
dan suaminya.
Aku teringat pada Cathy. Apakah ia akan peduli
pada kematianku? Dengan heran kusadari aku sangat
ingin ia peduli. Dan aku teringat pada Debbie.
"Apakah kau membunuh Debbie?" tanyaku.
"Tidak," ujar Joe. "Tapi bukan berarti aku tidak
akan membunuhmu. Membunuh orang adalah pekerjaanku dulu. Aku mahir melakukannya."
Aku percaya. "Lalu siapa yang membunuh Debbie?"
"Kau tidak pernah menyerah, hah?"
Kami berjalan terus. Kami tersaruk-saruk menyusuri
jalan setapak berkelok?kelok yang diapit pepohonan
lebat di kedua sisi.
310 "Berhenti di sini," ujarnya.
Aku hanya dapat melihat sosok danau kosong di
balik pepohonan dalarn keremangan malam. Selain
gemerisik angin yang mengusik ranting?ranting pohon,
tak terdengar suara lain. Tempat yang hening terpencil
untuk mati.
"Mundur," perintah Joe.
Aku sedang berhadapan dengannya. Kuturuti perintahnya, kakiku menerobos lapisan semak?belukar,
lalu kurasakan dinding batu, hangat karena panas
matahari, menempel di punggungku.
Joe mendekat, matanya yang dingin menatapku
tajam. Bagian matanya yang putih bersinar kuning
dalam keremangan. Sebuah senyum tipis bermain di
wajahnya. Posisi tubuhnya sempurna, pisau tergenggam
ringan di depannya. Kali ini aku tidak akan dapat
lolos.
Mendadak, kudengar langkah kaki di jalan setapak
di belakang Joe. la mencengkeram lenganku dan
mendesakkan pisaunya ke punggungku. Lima atau
enam anak kulit hitam muncul dari kegelapan. Mereka
tinggi atletis. dan hanya membuat sedikit suara ketika
melangkah dengan sepatu basket mahal berbantalan
udara.
Mereka mendekati kami. Salah satu tertawa, "Yo,
toati-frooti! Ngapain, guys?"
Seorang anak bertubuh tinggi dengan cukuran ram-
but bermotif aneh menghampiriku. "1-lei, man, mau
fly?"
Ia tampak berbahaya, namun Joe di belakangku
lebih berbahaya lagi. Aku melihat kesempatan. "Ya,
tentu," ujarku. "Kau punya apa?"
311 Aku berbalik melihat Joe. Ia masih menggenggam
lenganku, tapi pisaunya tersembunyi. Menurutku ia
tak mau langsung menusukku di sana. Anakaanak ini
tampak berbahaya, dan tidak ada yang tahu senjata
apa yang mungkin dibawa remaja Manhattan di Cen?*
tra] Park pada malam hari.
Aku berjalan ke tengah-tengah kelompok itu, beru-
saha membuat jarak satu meter dengan Joe.
"Aku punya beberapa ice, hanya satu dime," ujar
si jangkung. la menyeringai. la tidak yakin kami
berjalan sejauh ini ke dalam taman hanya untuk
membeli kokain darinya, tapi ia tak keberatan pura-
pura mempercayaiku.
"Satu dime?"
"Ya, sepuluh dolar, man, hanya sepuluh dolar." la
mengulurkan sebuah bungkusan keeil. Aku merogoh
kantongku seakan mengambil uang. Joe cuma menatap,
tidak tahu harus berbuat apa.
Mendadak, aku berseru, "Lari!" dan merenggut
bungkusan dari tangan anak itu. Aku menerobos di
tengah-tengah mereka, mendorong jatuh seorang anak,
namun dua yang lain menangkapku.
Kudengar teriakan, "Hei, bangsat itu pegang pisau!"
Lalu terdengar teriakan keras salah satu anak yang
memegangku. dan cengkeramannya terlepas.
Aku melihat bilah baja berkelebat ketika dua anak,
merangsek ke arah Joe, dengan pisau di tangan. Lalu
terdengar jeritan lain, yang langsung terhenti.
Salah satu anak masih mencengkeramku. Aku
berputar dengan tangan terkepal, dan telak menghajar
perutnya. Ia jatuh berlutut, napasnya tersengal?sengal.
Lalu aku merasakan sebuah pukulan di sisi kepalaku,
312 aku tidak _dapat melihat si pemukul. Pukulan itu
keras; membuat telingaku berdenging dan pandanganku
mengabur, diikuti hajaran sepatu bot di rusuk yang
membuatku kesakitan dan kehilangan keseimbangan.
Aku berguling dan melihat Joe dikerubuti tiga
anak, semua memegang pisau. Dua yang lain tergeletak di tanah, satu sama sekali tak bergerak, dan
satu lagi memegangi kakinya sambil merintih.
Anak-anak itu berusaha menusuk Joe, namun Joe
sangat tangkas, berbalik dari yang satu ke yang lain.
Salah satu dari mereka tidak cukup cepat dan berteriak
kesakitan ketika pisau Joe menyambar tangannya.
Joe mundur ke arahku sementara dua anak lain
mendekatinya perlahan, sambil mengayunkan pisau.
Aku melihat kesempatan. Kuregangkan kakiku, dan
kutendang pergelangamkaki Joe. la kehilangan keseimbangan. Ia tidak jatuh, tapi memberi kesempatan
bagi salah seorang anak. Dalam setengah detik pisau
itu telah dihunjamkan di pinggang Joe. Saat ia menggeliat kesakitan, anak yang satu lagi menusuk pung-
gungnya.
Joe berputar dan jatuh ke tanah. Ia melihat ke
arahku, wajahnya meringis kesakitan. tapi matanya
tetap dingin. Lalu ia terbatuk, darah mengalir dari
sudut mulutnya, dan tatapan tanpa ekspresi itu membeku selamanya.
Aku tergopoh berdiri dan kabur. Salah satu anak
berusaha mengejar, namun aku terlalu cepat, terbakar
dosis tinggi adrenalin.
Aku berlari kembali ke Westbury. Aku langsung
melesat ke kammku, ke dalam kamar mandi, lalu
muntah. Kutelepon restoran tempatku seharusnya ber-
313 temu orang Harrison Brothers, dan kukatakan padanya
aku tidak bisa datang. Kupesan sebotol wiski lewat
room service, dan setelah kamar itu mulai tampak
kabur, aku naik ke ranjang. terlelap dalam tidur
malam yang gelisah.
dan didiamkan untuk
Made: (Madonna) oleh


Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dilarangmeng? -kumerail? kan? atau
kesialan anda selamanya
314 > > >BAB
'14 KU bangun dengan kepala pusing dan keinginan
besar untuk meninggalkan New York. Saat baru
terjaga antara sadar dan tidak, kembali kulihat mata
Joe terpaku dalam tatapan terakhirnya ketika ia ter-
baring di taman. Untunglah, aku sudah dipesankan
penerbangan awal, karenanya aku segera mandi dan
berpakaian, lalu menuju bandara. Baru setelah merasakan pesawat terbang meninggalkan landasan di La
Guardia, dan melihat Manhattan Island berada jauh
di belakangku, aku akhirnya mulai dapat rileks.
Bahkan pada pukul sembilan pagi Phoenix terasa
panas. Fisikku tersengat saat keluar dari terminal
yang gelap dingin ke tengah sinar matahari yang
cerah. Para penduduk lokal berjalan santai dengan
kemeja lengan pendek, kacamata gelap, dan kulit
terbakar matahari. Kurang dari semenit aku sudah
berkeringat di dalam jasku saat berjalan membawa
tas ke papan nama beszu yang bertuliskan, "Konferensi
High-Yreld Bond Bloomfield Weiss."
Mereka sudah menyiapkan sederetan limusin pan-
315 jang putih untuk membawa para peserta konferensi
ke hotel. Dalam beberapa detik, aku sudah kembali
berada dalam ketenangan penyejuk udara. Aku mengambil Scotch dari" minibar dan duduk santai menikmati
struktur bangunan kayu dan beton Phoenix melintas
di sepanjang jalan. Menurutku memang menyenangkan
menghabiskan seumur hidup di Phoenix dengan suhu
18 derajat Celsius, hanya merasakan sedikit sengatan
panas ekstra saat berpindah dari rumah beraAC ke
mobil ber?AC menuju kantor ber-AC.
Setelah berkendara setengah jam, kami mencapai
hotel. Aku menaruh barang-barang di kamar, lalu
pergi berjalan?jalan. Kamar-kamar itu berkelompok
membentuk bangunan putih kecil dengan atap bergeuting merah mengelilingi halaman mungil. Bugenfrl
ada di manaamana, menambah rona ungu dan hijau
di tengah nuansa putih-biru bangunan dan kolam
renang. Kolam terdapat di mana?mana. Hampir setiap
halaman kecil itu mempunyai satu, dan ada kolam
pusat besar tepat di samping gedung utama. Penyemprot tanaman otomatis terus berputar, menjaga kehijauan rerumputan.
Aku berjalan ke gedung utama. Segera, wamawami ceria di luar berganti rona krem dan cokelat
yang gelap membisu. Terdengar dengung AC di latar
belakang. Meski hotel ini berusaha mengabadikan
suasana Meksiko, tetap tampak kesan suatu pusat
finansial dalam akomodasi sementara. Di manaamana
ada papan petunjuk menginstruksikan seratus hai sekaa _
ligus. Ada sebuah spanduk besar mencolok mata
yang mengumumkan. "Selamat datang di Konferensi
Keempat High?Yreld Bond Bloomfreld Weiss." Meja
316 meja dipenuhi tumpukan dokumentasi konferensi dan
formulir pendaftaran. Aku mengintip ke dalam salah
satu ruang konferensi, bagai relung gua besar yang
berkilauan dengan peralatan elektronik.
Sejumlah orang tengah mondaramandir tanpa tuju-
an?dengan potongan rambut cepak serta celana panjang dan kemeja lengan pendek tersetn'ka halus. Mudah ditebak mereka baru datang kemarin dari kantorkantor investasi di New York, Boston. Minneapolis,
atau Hartford. Mereka semua memakai tanda pengenal
berisi nama diri, jabatan, dan nama organisasi. Aku
merasa telanjang tanpa tanda pengenal, dan segera
mencari meja pendaftaran yang menyimpan tanda
pengenalku. Setelah memperoleh label nama, aku kembali ke kamar untuk memakai celana lari dan berolahraga sedikit. .
Hari semakin siang, dan suhu terus naik. Aku
meregangkan tubuh, lalu berangkat joging santai menuju sebuah bukit rendah panjang berpuncak duayang kemudian kuketahui mempunyai nama yang
sangat tepat. Camelback.
Dalam sekejap aku sudah memanjat lereng gurun
berbatu. Satu-satunya tumbuhan yang ada adalah
semak berduri dan kaktus. Binatang melata dan
serangga menghindar dari sinar mentari menuju
bayang?bayang. Aku berlari perlahan dan teratur.
Udara sangat panas, dan suhu ditambah jalanan yang
naik membuat tenagaku terkuras. Salah satu termo-
meter digital yang menghiasi bangunan di seluruh
Amerika Serikat menyatakan suhu saat itu 33'derajat.
Tapi udara juga sangat kering dan, entah bagaimana.
masih lebih menyenangkan daripada suhu New York
317 yang lebih rendah namun juga lebih lembap saat
musim panas.
Setengah jalan mendaki..aku berhenti untuk mengambil napas. Bodoh kalau memaksa diri terlalu keras
dalam udara panas seperti ini. Aku berbalik untuk
memandang kota yang menghampar di bawahku. Kota? _
kota di Eropa selama berabad-abad berevolusi dari
lingkungan yang alami, berlokasi di lembah atau
pada pertemuan dua buah sungai. Phoenix seakan
terbentuk oleh sebuah tangan raksasa yang melukis
lapangan persegi di gurun dan menaruh balok-balok
rapi bangunan di atasnya, satu demi satu. Kesan itu
tidak terlalu jauh dari apa yang sebenarnya terjadi.
Phoenix merupakan hasil daya cipta dan kemakmuran
bangsa Amerika?kota semacam itu dapat berdiri
dalarn iklim yang demikian tak ramah. Tentu saja
dengan penyejuk udara. jaringan distribusi air yang
luas, dan kolam?kolam renang, lingkungan tak bersahabat ini dapat diubah menjadi lokasi ideal bagi
impian. penduduk Amerika modern. lnilah sebabnya
Phoenix menjadi salah satu kota yang pertumbuhannya
paling cepat di Amerika.
Kuputuskan tak baik berlari dalam suhu seperti
ini, karenanya seorang diri kuhabiskan satu jam yang
nikmat dengan berbaring pada sebuah batu di tepi
bukit, membiarkan matahari menerpa wajahku dan
menghilangkan sebagian ketegangan beberapa hari
terakhir.
Setiap bank investasi yang ingin bertransaksi dalam
bursa junk bond selalu mengadakan konferensi high
yieId?sebuah kegiatan gila-gilaan. Pihak penyelenga
318 gara, mengikuti jejak Drexel Burnham Lambert yang
terkenal dengan "Pesta Predatof'?nya, merasa perlu
mengadakan pagelaran di lokasialokasi eksotis, di
mana para pengendali miliaran dolar dapat bertransaksi
dan bersenangasenang. Ada sedikit sifat pamer dalam
diri setiap salesman high?yield, dan kegiatan ini
cocok dengan keinginan mereka.
Sayangnya bagi para penyelenggara, kebanyakan
pelanggan mereka adalah orang muda jujur yang
hanya menguatirkan hal-hal seperti "Apakah sistem
kontrol inventaris Safeway yang baru benar?benar
akan meningkatkan margin sampai setengah persen?"
Orangaorang ini menuntut acara presentasi yang
padat?dimulai pukul delapan pagi dan sering kali
baru selesai pukul tujuh malam. Ini konferensi semaa
cam itu yang pertama kali kuhadiri, dan selain ingin
melihat presentasi perusahaan yang menerbitkan high.
yield bond, aku juga ingin bertemu beberapa investor
lain. Selain itu aku ingin satu?dua jam bersantai di
tepi kolam renang, mungkin akan dapat membantu
menghilangkan keteganganku.
Aku mandi dan selesai tepat saat makan siang.
Aku menyantap salad Meksiko yang eksotis, sembari
setengah mendengarkan seorang ekonom Bloomfreld
Weiss berbicara panjang?lebar?tentang pentingnya
angka?angka pembayaran nonfarm terbaru dalam pertimbangan yang diambil Komite Pasar Terbuka Fe-
deral.
Presentasi pertama setelah makan siang dibawakan
oleh Hank Duralek dari Beart. Duralek & Reynolds,
raja leverage buyout. Mereka baru membeli perusa-
haan produsen kue terbesar di dunia, dengan harga
319 fantastis 27 miliar dolar?transaksi terbesar dalam
sejarah. Duralek sangat meyakinkan, berargumentasi
bahwa ia akan dengan mudah melakukan penghematan
biaya untuk membayar utang menggunung dari perusahaan yang ia ambil alih. Rasa ingin tahuku timbul,
namun kupikir lebih baik aku menunggu apa yang
terjadi pada perusahaan itu setahun kemudian. Transaksi itu agak terlalu berisiko bagi investasi pertama
De Jong dalam junk bond.
Lalu tiba giliran presentasi luar biasa Marshall
Mills yang tersohor. Seperti yang ia katakan sendiri.
keberhasilannya yang terbesar adalah mengawini
seorang aktris sepertiga usianya. Ia merupakan seorang
pria pendek, gempal, berusia enam puluhan, yang
tersengal-sengal ketika berbicara. Sebuah saputangan
tak pemah jauh dari keningnya yang botak. Tapi
matanya tajam dan keras, penuh energi saat menatap
para pendengarnya. Ketika ia mulai berbicara, suasana
dalam mangan bagai tersengat listrik. Para pemuda
jujur menggosok kacamata, mengenakkan rahang, dan
memandang marah. Para hadirin tidak menyukainya.
Tapi Mills tidak peduli.
Ia menceritakan kisah kesuksesannya. Tiga puluh
tahun yang lalu ia mewarisi perusahaan minyak kecil
milik ayahnya yang bermarkas di Tulsa, Oklahoma.
Beberapa dekade kemudian ia telah mengembangkan
pemsahaan itu dari sekelompok kecil keledai ngantuk
menjadi salah satu perusahaan minyak dan gas swasta
terbesar di negara bagian itu. Ia menggunakan teknik
pembiayaan inovatif untuk mencapai perkembangan
ini. Teknik pembiayaan inovatif adalah frase yang
selalu muncul dalam pidato Mills. Segera kusadari
320 bahwa istilah itu berarti mencari korban dan meminjam sebanyak mungkin darinya, dengan harapan
apa pun yang kaubeli dengan uang itu akan naik
harganya. Jika berhasil, kau mencetak jutaan; jika
tidak, si korban rugi. Ini adalah strategi yang diikuti
dengan sukses oleh sejumlah pengusaha besar Amerika.
Di tahun 1982, setelah kenaikan harga minyak
yang kedua, Mills melakukan langkah paling berani.
la meminjam beberapa ratus juta dolar untuk membiayai pembangunan eksplorasi minyak di Utah dan
Colorado. Mills menggambarkan episode ini sebagai
sukses yang dramatis. Seingatku pengeboran itu tidak
diselesaikan ketika harga minyak turun di bawah 15
dolar, bukannya naik di atas 50 dolar, seperti dugaan
semula. Entah bagaimana, bisnis Mills makin maju,
sementara perseroan patungan yang tak tertolong itu
menanggung semua utang dan memperoleh beberapa
lubang yang baru setengah dibor di Rocky Mountains.
Ia melakukan tipuan yang sama lima tahun kemu-
dian dalam usaha menggunakan teknik pembiayaan
inovatif untuk membangun jaringan ladang gas di
Amerika Serikat Barat Daya. Sekali lagi, semua berakhir dengan airmata untuk pembeli obligasi Mills.
Namun dari cara Mills menceritakannya, mereka
seolah mendapat kehormatan menjadi saksi salah satu
kesuksesan wirausaha besar di Amerika.
Para pendengar gelisah selama,presentasi yang
bersifat pemujian diri ini. Saat pidatonya berakhir
dan ia mempersilakan hadirin bertanya, selusin orang
meloncat berdiri. Jelas sejumlah pendengar telah ber
321 partisipasi dalam beberapa pembiayaan inovatif Mills.
Setelah pertanyaan panas yang kelima, kesabaran
Mills menipis. la memotong sebuah pertanyaantentang mengapa perusahaan penyulingannya gagal
membayar bunga padahal memiliki 50 juta dolar
tunai dalam laporan keuangannyanengan berkata,
"Dengar, kalian semua beruntung. Kalian membeli
obligasiku, dan Marshall Mills bekerja banting tulang
siang-malam bagi kalian. Banyak orang yang bersedia
mengorbankan tangan kanannya agar Marshall Mills
bekerja bagi mereka. Sekarang ada sesuatu yang
ingin kukatakan pada kalian, yang akan membuat
kalian benar?benar kuatir." Mendadak mangan menjadi
hening. Apakah ada yang lebih buruk? "Marshall
Mills mungkin takkan bekerja bagi kalian lagi." De-
ngusan napasnya menjadi semakin keras. "Dokter
mendiagnosis jantungku kurang sehat. Aku bisa hidup
sepuluh bulan atau sepuluh tahun lagi. Tapi lebih
bijaksana bagiku segera pensiun dan menghabiskan
lebih banyak waktu dengan istri tercintaku."
Para pendengar bersorak. Tidak diragukan sebagian
besar berharap sang aktris, sebagai ahli waris Mills,
akan bersedia membayar utang?utang suaminya. Dua-
tiga orang diam?diam keluar dari ruangan konferensi.
Kemudian, saat menuju ruang makan, aku tidak heran
mendengar sebagian besar obligasi yang diterbitkan
perusahaan Mills naik lima poin.
Aku bergabung dengan dua ratus peserta lain dalam
ruangan ballroom besar, penuh berisi meja jamuan
makan malam. Aku berjalan menuju mejaku. Cash
ada di sana dengan Cathy dan Waigel dari Bloomfield
Weiss. Selain aku, ada dua klien lain di meja itu.
322 "Hei, Paul, apa kabar?" Cash berseru dari seberang
meja. "Senang melihatmu bisa datang ke sini. Mari
kuperkenalkan. Ini Madeleine Jansen dari Amalgam-
ated Veterans Life, dan ini Jack Salmon dari Phoenix
Prosperity Savings and Loan. Madeleine, Jack, ini
Paul Murray, klien terbaikku di London."
Kami saling bertukar senyum dan anggukan. Madeleine Jansen adalah wanita bertubuh kecil yang
tampak pendiam. Bagaimanapun, saat ia tersenyum
dan mengucapkan halo, matanya menunjukkan
kecerdasan yang menonjol. Jack Salmon adalah pria
tinggi kurus, beberapa tahun lebih tua daripadaku.
Giginya agak menjorok ke depan, dan tangan kirinya
bergerak?gerak gelisah saat tangan kanannya berjabatan denganku. Aku mendapat kursi di sebelahnya,
berdampingan dengan Cathy.
"Aku banyak mendengar tentang perusahaan Anda,"
ujarku pada Jack.
"Oh, ya?" ujarnya, tampak senang. "Aku tidak


Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tahu ada yang kenal kami di luar Arizona, apalagi di
London."
"Ah, namun Anda cukup membuat kesan dalam
bursa eumbund, kan," sahutku, berusaha memujinya.
"Memang, pada kenyataannya, kami melakukan
lebih banyak transaksi dalam bursa itu daripada yang
diduga orang?untuk sebuah pemsahaan seukuran
kami," ujar Jack.
"Seperti misalnya, transaksi yang ramai didesasdesuskan di sebuah negara yang tidak terlalu jauh di
utara Denmark?" ujarku, tersenyum cerdik.
Jack membalas, "Ya, memang benar. Bagaimana
Anda bisa tahu?"
323 "Sudah tugasku mencari tahu," sahutku. "Sebenarnya kami juga cukup banyak ambil bagian dalam
transaksi itu. Menurutku hanya kami dan Anda satusatunya investor yang membeli transaksi itu saat
pertama kali muncul. Orang tidak sering mendapat
kesempatan menyikat habis keuntungan seperti itu,"
Jack tertawa, "Seperti kata Cash, "ltu sebuah transaksi hebat!" Aku benar-benar menikmatinya." Ia meminum anggurnya dalam satu tegukan besar.
Mengelus ego orang ini tidak akan sulit. "Agak
aneh bagi orang yang berbasis demikian jauh dapat
menjadi sangat sukses dalam bursaLondon. Bagaimana cara Anda melakukannya?" lanjutku.
"Yah, jangkauan kami memang cukup luas. Lebih
luas daripada kebanyakan investor di Amerika Serikat.
Aku berusaha tetap mengetahui kejadian dan beritaberita di Eropa. Semasa sekolah aku berada di sana
selama tiga bulan. Dan kami sudah lama sekali kenal
Cash."
Ah, itu dia alasan sebenarnya, pikirku.
"Apakah Anda banyak melakukan bisnis dengan
Cash?" tanyaku.
"Lumayan banyak," sahut Jack. "Pengelolaannya
di bursa sangat baik dan ia sering mempunyai analisis
yang bagus. Tampaknya ia sanggup memahami ideideku."
Sudah pasti, pikirku. Phoenix Prosperity adalah
langganan ideal bagi Cash. Dapat kubayangkan ia
menghasut Jack Salmon untuk membeli dan menjual
berbagai obligasi sepanjang hari, sementara ia sendiri
semakin banyak mengeruk komisi penjualan. "Ya,
kami juga berpendapat ia bagus," ujarku.
324 "Apakah Anda sudah lama terlibat dalam bursa
junk bond?" tanya Jack. .
"Tidak. kami'baru saja mulai. Dan Anda?"
"Oh, kami telah melakukannya selama setahun
lebih."
"Bagaimana menurut Anda?"
"Meledak. Tapi Anda harus punya nyali. Kalau
Anda dapat transaksi yang bagus, dengan pengembalian enam belas persen dan kredit yang meyakinkan,
maka Anda harus membelinya dalam jumlah besar,
mengerti maksudku?" Jack tersenyum penuh arti.
Aku mengangguk. Orang ini berbahaya, pikirku.
"Tapi mereka tidak mengizinkanku melakukannya,"
lanjut Jack. "Kalau aku beli lebih dari satu atau dua
juta, mereka jadi panik. Akibatnya sulit mencetak
uang yang cukup banyak."
Jadi ada seseorang yang berpikiran sehat, entah di
mana. yang mengontrol Jack.
"Apakah ada perusahaan bagus yang harus kuperhatikan besok?"
"Ya, ada satu yang kusuka. Fairway. Mereka mempunyai riwayat yang bagus."
"Fairway?" tanyaku. "Apa produk mereka?"
"Mereka membuat mobil golf. Anda tahu kan,
kendaraan kecil yang dibawa mengelilingi lapangan
golf."
"Aku tahu. Terima kasih, itu akan mendengarkan
presentasi mereka," ujarku. Sesaat kanti makan dalam
keheningan. "Apakah kantor Anda dekat dari sini?"
tanyaku.
"Lumayan dekat. Kira?kira lima belas kilometer
jauhnya, di tengah kota. Tapi aku tinggal di hotel
325 selama konferensi. Ini kesempatan bagus untuk bertemu beberapa orang yang juga berkecimpung dalam
bisnis ini."
"Apakah Afnda beroperasi dalam skala besar?"
tanyaku.
"Tidak, hanya ada dua atau tiga orang dalam
bagian investasil Aku yang membuat sebagian besar
keputusan dalam perdagangan. Tapi memang tidak
dibutuhkan banyak orang dalam bidang itu."
"Operasi kanti juga kecil," ujarku. Lalu aku mulai
memancing. "Sebenarnya sangat menarik kalau kita
bisa saling membandingkan kegiatan. Wa1au kita tinggal di benua yang berbeda, aku merasa kita mempunyai pandangan yang sama."
Jack terkena pancingan itu. "Hei, kalau konferensi
ini sudah selesai, bagaimana kalau kuantar Anda
berkeliling. Apakah Anda dapat meluangkan waktu
beberapa jam?"
Aku tersenyum. "Terima kasih. Pasti akan sangat
menarik. Kutunggu."
Cash sedang mengobrol dengan sang wanita dari
Amalgamated Veterans Life. Pada awalnya wanita itu
sangat menjaga jarak, tapi perlahan ia mulai luluh
karena karisma Cash. Setelah setengah jam lebih,
gelak tawanya mulai berderai menyaingi tawa Cash.
Aku berbisik pada Cathy, "Tampaknya Cash mengincar wanita itu. Mengapa ia mendapat perlakuan
istimewa?"
"Amalgamated Veterans adalah salah satu investor
terbesar di Amerika Serikat," ujar Cathy. "Madeleine
Jansen adalah manajer portfolio senior di sana. Ia
menentukan strategi yang akan dilaksanakan. Kalau
326 ia mengubah pikiran tentang sebuah pasar, maka
pasar akan bergerak. Kabarnya ia sangat hebat."
"Begitu," sahutku. "Tapi Amalgamated Veterans
bukan salah satu klien Cash, ya kan?"
"Tepat sekali," ujar Cathy. "Tapi kita kan tidak
tahu, suatu saat bisa saja jadi kliennya. Cash selalu
ingin mengenal investor utama sebanyak mungkin.
. Saat kembali ke Amerika Serikat nanti, mungkin ia
akan menelepon wanita itu untuk menanyakan kabarnya."
"Dan nanti apa anggapan salesman Bloomtield
Weiss yang menjadi agen Madeleine di sini?"
"Oh itu Lloyd Harbin. Ia malam ini tak datang.
Sebuah kesempatan emas untuk Cash. "
Aku tidak berkata apa? apa. Menurutku mencuri
klien kolega sendiri tidak berarti apa?apa dibanding
mencuri 20 juta dolar dari seorang klien. Aku teringat
pada Debbie Chater. Tapi aku tidak dapat menceritakan kecurigaanku pada Cathy. Aku menggelengkan
kepala. "Menurutku Cash adalah makhluk brengsek."
"Aku tahu kenapa kau berpendapat begitu." ujar
Cathy diplomatis. "Memang benar beberapa orang
tidak menyukainya, tapi sebenarnya ia tidak selalu
seburuk itu.
"Oke, kuakui ia sering tidak dapat dipercaya, ia
kadang-kadang mengambil keuntungan dari pelanggannya, dan ia terkenal suka mencuri klien orang lain.
Tapi menurutku ia bukan jelmaan iblis."
Aku mengangkat bahu.
"Oh, tidak. Ia bahkan tidak akan melukai lalat. Ia
cukup lembut. Ingin'semua orang mencintainya. Bahkan aku. Wa1au aku menggerutu tentang dia, ke
327 nyataannya ia membelaku. Beberapa bulan yang lalu
mereka mengatakan bahwa aku tidak akan mendapat
kenaikan gaji tahun ini. Aku telah bekerja keras dan
sebenarnya berhak mendapatkannya. Cash mengancam
akan mengundurkan diri kecuali mereka memberiku
kenaikan gaji. Maka mereka memenuhi tuntutannya.
Tidak banyak bos di Bloomfield Weiss yang akan
melakukan hal itu bagi staf mereka."
Aku terkesan akan kesetiaan Cathy, namun aku
tidak yakin. Kubiarkan saja.
Cash menghentikan pembicaraannyagm berpaling
ke arah kami. "Hei, Paul, aku terkena sindrom nih!
Pertama kau bersekutu dengan Jack. ltu membuatku
gelisah. Dua klienku bersekutu melawanku. Ada bebe-
rapa cerita buruk tentang aku yang dapat saling
kalian ceritakan. Dan kalau itu masih belum cukup,
kau mulai mempengaruhi partnerku supaya melawanku."
"Ya, kau lebih baik hati-hati, Cash. Paul telah
menceritakan semua rahasiamu," ujar Jack.
Komentar yang terakhir itu agak membuatku tidak
enak. Aku tahu Jack bercanda, tapi bagaimana dengan
Cash? Aku mengamati Cash, tapi ia hanya tertawa.
Aku tidak dapat melihat tanda?tanda ia tersinggung.
Waigel ikut bicara. "Ada beberapa rahaSia Cash
yang dapat kuceritakan pada kalian. lngat Sheryl
Rosen?" '
"'I-lei, Dick, jangan begitu dong," tawa Cash. "Itu
kan sudah lama sekali."
"Kalian berdua sudah lama saling kenal?" tanyaku.
"Oh, ya," sahut Cash. "Sudah lama sekali. Kami
berdua besar di permukiman yang sama. Dick adalah
328 si anak pintar. Selalu yang paling hebat di kelas.
olumbia Univer y, lalu Harvard Business School.
??,oseh."=
senang. Sayang kau harus menutup bar itu."
"Apakah bar itu di dekat Tremont Avenue?" tanyaku
sepolos mungkin.
"Tepat di pojok jalan," sahut Cash. Waigel mena-
tapku tajam. Kubalas tatapannya satu?dua menit, beru-
saha keras tetap polos. Aku tidak yakin berhasil.
Waigel mengira aku merencanakan sesuatu; aku harus
' menghilangkan kecurigaannya.
Cash melanjutkan usahanya memikat wanita dan'
Amalgamated VeteransWaigel berpaling pada Cathy.
"Apa pendapatmu tentang konferensi ini?" tanya
Waige1.'
"Oh, sangat mengagumkan," sahut Cathy. "Hebat
sekali cara perusahaan?perusahaan ini dikelola. Tumpukan utang itu membuat orang serius berusaha melunasinya."
"Ya. ada beberapa perusahaan hebat yang berceramah hari ini. Apakah kaulihat Chem Castings? ltu
transaksi yang kurancang sendiri. Manajemen hebat.
Perusahaan yang benar?benar akan berhasil."
Aku telah melihat presentasi Chem Castings. Manajemennya tampak kompeten, dan bisnis pokoknya bagus. Tapi, berkat saran dari Bloomfleld Weiss yang
"bertindak sebagai bankir investasinya, perusahaan itu
terlalu banyak berutang dan harus berjuang keras
untuk membayar bunga utangnya saja.
' 329
immn'lnum bir dan kenal _
'3 "Ya, aku sudah melihatnya," sahut Cathy.
"Sayang kita tidak dapat menjual transaksi seperti
itu ke Eropa," keluh Waigel. "Mengapa begitu, ya?"
Cathy menjadi tegang. Sesaat ia tidak berkata apaapa. Aku dapat merasakan ketegangannya muncul, dan
aku berpura-pura asyik makan, seolah?olah tak mendengar percakapan itu. "Aku tidak tahu," ujar Cathy,
hati-hati. "Klien kami tampaknya tidak tertarik."
"Tentu saja, sangat sulit mengetahui apakah yang
tidak tertarik itu kliennya atau salesman-nya," timpal
Waigel. Ia mengunyah sleak?nya dengan suara keras,
memandang tajam ke arah Cathy. Keringat berkilat di
balik rambutnya yang tipis. "Menjual penawaran Chem
Castings sangat penting bagi perusahaan. Kita meme-
gang setumpuk obligasi sehingga rugi banyak. Kalau
punya distribusi internasional yang baik, kita tidak
perlu mendapat masalah seperti itu."
Cathy tetap bersikap tenang. "Masalahnya kebanyakan klien kami tidak suka risiko junk bond. Kau
tidak dapat memaksa mereka mengubah pendapat."
"Kau tidak dapat memaksa mereka, tapi dengan
tubuh sepertimu, kau pasti bisa membujuk mereka,"
kata Waigel sambil tertawa. Ia meneguk anggurnya,
dan mengedipkan mata ke arahku. Aku membalasnya
dengan tatapan marah.
Cathy tampak bingung, tidak yakin apakah harus
menanggapinya sebagai kelakar atau sebagai penghina-
an. Akhirnya ia tersenyum tipis.
"Ah, ayolah, kenapa kau jadi kesal?" ujar Waigel
menyeringai. "Gadis cantik seperti kau dapat menjual
apa saja pada setiap orang. Berani taruhan, kau pasti
punya hubungan yang hebat dengan klien?klienmu.
330 Setelah satu malam bersamamu, aku yakin aku dapat
dibujuk membeli apa pun yang kaujual." Waigel ber-
paling ke arahku, kembali mengedipkan mata. "Benar
tidak?" *
"Dick," gumam Cathy sambil menggigit bibir,
"ingat di sini ada klien."
Waigel sudah banyak minum anggur. "Paul ini
laki?laki berpengalaman. Ia tahu semua aturan main.
Sekarang, dengar, Cathy, aku adalah orang penting di
Bloomfield Weiss, dan aku akan menjadi lebih penting
lagi. Kau harus berusaha mengenalku. Aku dapat
banyak menolong kariermu. Bagaimana kalau kau
dan aku minum?minum setelah makan malam?"
Waigel duduk tepat di seberang Cathy. Kaki gadis
itu sangat panjang. Kini duduknya agak merosot.
Sesaat kemudian Waigel menjerit kesakitan, dan tampak memegangi serbet di pangkuannya. Cathy lalu
berdiri, meminta diri, tersenyum simpul pada semua
orang di meja, dan beranjak pergi. Hak sepatunya
yang tinggi tajam berdetak di lantai kayu.
Aku bangkit dan mengikutinya ke bar. Matanya
memerah, dan ia harus menggigit bibir bawahnya
agar berhenti gemetar.
"Dia agak kasar, ya?" ujarku.
"Bajingan!" gerutunya.
"Walau demikian, menurutku kau mengatasinya dengan baik."
"Ya, aku senang," ia tersenyum. "Tapi dia benar.
Aku tidak akan banyak berhasil dalam karier dengan
menendang kemaluan bintang Bloomfield Weiss."
"Persetan dial Persetan Bloomfield Weiss. Ayo
minum," ujarku.
331 Kuambilkan Cathy segelas anggur dan untukku
sendiri segelasScotch. Cathy menghirup minumannya.
"Apakah kau sudah dengar tentang Joe Finlay, salah


Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

satu trader eumbond kami?" ujarnya.
Jantungku berdebar lebih keras. "Belum."
"Sangat mengerikan. Ia kemarin dibunuh di Central Park."
"Benar? Mengerikan sekali." Kuusahakan suaraku
terdengar cukup prihatin. Cukup untuk menyadari betapa
mengerikannya pembunuhan itu, namun tidak cukup
untuk menimbulkan dugaan bahwa aku lebih daripada
sekadar kenal dengan Joe. "Apa yang terjadi?"
"Tampaknya ia tengah berjoging. Hari sudah malam
dan ia diserang. Ia dapat membunuh salah satu penyerangnya. Kudengar ia pernah di SAS." Cathy menggigil.
Aku bersyukur Joe sudah tewas, dan aku sama
sekali tidak merasa bersalah. Sama sekali tidak ada
keraguan dalam benakku bahwa ia hendak membunuhku. Dan sekarang aku tidak perlu menoleh ke belakang
lagi kemana pun aku pergi. Hidupku akan normal
kembali. Aku teringat istri Joe, Sally. Dan Jerry.
Memang hidup tanpa seorang ayah akan sulit, tapi
pasti jauh lebih baik daripada hidup dengan Joe.
"Apakah polisi sudah menangkap tersangka pem<
bunuhnya?" tanyaku.
"Belum, tapi ini masih dini," ujamya. Cathy menghirup minumannya dengan gelisah. "Aku tahu ini
terdengar mengerikan, tapi aku tidak terlalu suka
padanya. la kelihatan aneh. Berbahaya."
"Kukira itu sama sekali tidak terdengar mengerikan," kilahku, sedikit terlalu bernada positif.
Cathy menyadari nada suaraku, dari memandangku
332 bertanya?tanya. Lalu ia melihat sesuatu di belakangku.
"Lihat itu,!" ujarnya.
Aku berpaling dan melihat sosok gempal Marshall
Mills berjalan melalui kerumunan menuju bar. Di
sampingnya berjalan seorang wanita bertubuh tinggi
dengan lekuk liku yang menawan, rambutnya merah
tebal, matanya hijau besar, dan bibirnya sensual serta
merah cerah?separo terbuka. la mengayunkan seluruh
tubuhnya ketika berjalan, pinggulnya lembut menyenggol sisi tubuh Mills setiap kali melangkah.
Sesaat sebelum pasangan itu sampai ke bar, mereka
dihentikan oleh Cash tepat di samping kami.
"Marshall!" seru Cash. '
"Siapa kau?" sambar Mills marah.
"Namaku Cash Callaghan. Aku salesman dari
Bloomtield Weiss. Dan aku ingin mengatakan bahwa
presentasi yang Anda berikan tadi pagi sangat menarik
dan merangsang pikiran."
"Aku benci salesman. Enyahlah!" gerutu Mills.
Cathy terkikik. "Akhimya Cash bertemu tandingannya," bisiknya. _
Tapi Cash tidak mau menyerah semudah itu. Ia
berpikir sesaat, berusaha mencari titik kelemahan
Mills. Akhirnya ia berkata, "Mrs. Mills, aku sangat
suka film terakhir Anda. Apa judulnya... Twilight in
Tangiers? Aku selalu tahu dari foto?foto Anda di
media massa bahwa Anda sangat cantik, tapi aku
baru tahu bahwa Anda seorang aktris yang hebat!"
Mrs. Mills sama terkejutnya seperti aku dan Cathy.
Tapi ia cukup menguasai diri untuk mengedipkan
bulu matanya dan menyahut dalam aksen Texas, "Wah,
terima kasih, Sir."
333 "Kembali, kembali. Pasti segera akan ada sambungannya, kan?"
Marshall menyela, suaranya penuh kebanggaan,
"Kami merencanakan Moonlight in Marrakech. Kami
akan segera mulai shooting beberapa bulan lagi. Aku
senang kau menyukai Twilight. Menurutku sebagian
besar kritikus tak melihat kehebatan film itu; yang
melihat hanyalah badut?badut buta huruf yang tidak
akan mengenali Meryl Streep kalau ia muncul dalam
sandiwara sekolah." Napas Mills mendengus?dengus,
keringat berucuran dari keningnya.
"Jangari sekarang, Pooky, jaga tekanan darahmu,"
ujar Mrs. Mills dalam aksen Texas-nya.
"Surry, Poppet," sahut Mills.
"Mari kuperkenalkan pada dua pemegang obligasi
Anda yang paling setia dari Inggris, Cathy Lasenby
dan Paul Murray."
Mulutku temganga sesaat, tapi Cash berkedip pada
kami berdua, dan aku ikut berpura?pura. Kami berdua
menggumamkan basa?basi. Millsjelas tampak terkejut
karena masih mempunyai pemegang obligasi yang
setia, bahkan sampai sejauh London.
"Kudengar Anda tengah mencari dana untuk pem-
bangunan terbaru Anda," ujar Cash.
"Ya, untuk properti hebat di lepas pantai Ekuador,
tapi kudengar idiotAidiot tolol itu tidak ada yang mau
memberi uang lagi. Aku dapat mengajari mereka
beberapa hal tentang penanaman modal. Apa yang
tidak disadari idiot?idiot ini..."
"Pooky," Mrs. Mills memperingatkan.
"Maaf, Sayang."
"Yah, kurasa aku kenal seseorang yang mungkin
334 dapat membantu," ujar Cash. Aku sedang menggelengkan kepala dengan keras, bertekad tidak akan mem-
biarkan Cash memaksa De Jong terlibat dalam transaksi yang satu ini. Penghasilan dari ladang minyak
mungkin tampak bagus, tapi hanya orang bodoh yang
percaya pada Marshall Mills. Untungnya, Cash me?
narik Mills dan istrinya menghampiri Madeleine
Jansen. '
"Ia pasti sudah gila kalau mengira dapat membuat
Madeleine mau bicara dengan Mills, apalagi memberikan uang," ujar Cathy. "Amalgamated Veterans
rugi besar dalam transaksi obligasi salah satu perusahaan Mills setahun yang lalu."
Kami melihat mereka berbicara beberapa menit.
Setelah sekitar seperempat jam, kelompok itu berpisah
dan Cash kembali menghampiri kami. la menyeringai
lebar dan mengelus-elus dagunya dengan riang.
"Bartender, sebotol Dom PErignon," teriaknya
"Dan tiga gelas."
Ketika ia menuangkan champagne itu, Cathy berkata, "Kau pasti tidak mengharap kita percaya bahwa
Madeleine Jansen setuju memberikan uang pada
Mills."
"Lima puluh juta," ujar Cash.
"Akal apa yang kaupakai?" tanya Cathy.
"Mills akan harus membayar dua persen lebih
banyak daripada yield rata?rata sebuah emisi junk
bond baru. 'Tapi kuncinya adalah jaminan keamanannya. Kalau Mills gagal, atau mencoba yang tidaktidak, Amalgamated Veterans akarrmemiliki hak paten
Twilight in Tangiers dan Moonlight in Marrakech
serta memberhentikan setiap distribusi film itu. Per
335 janjian ini akan membuat Mills tak berani macam
"Oh, begitu. Dan kalau jantungnya berhenti, hal
itu juga akan mengendalikan sang janda," ujarku.
Cash tergelak. "Setelah melihateLola Mills dalam
Twilight in Tangiers, aku heran jantung Mills tidak
berhenti dari dulu?dulu. Wanita itu benar?benar seorang
pesenam ulung." '
Aku tidak dapat berhenti tertawa bersama Cash.
Aku harus mengagumi kemampuannya yang luar biasa
dalam mempertemukan dua orang yang sangat berbeda
untuk melakukan bisnis bersama.
336 > > >BAB
- 15 ESUAI jadwal, aku menghadiri acara sarapan dan
' presentasi pagi. Aku harus mendengarkan ceramah
Fairway. Jack Salmon ada di sana seperti yang ia
janjikan. Aku duduk di sampingnya.
Dari semua manajemen yang memberikan presen-
tasi, Fairway?lah yang paling antusias. Tak ada yang
tidak mereka ketahui tentang golf atau mobil golf.
Golf tengah populer di Amerika Serikat. Meningkatkan
peminat golf dapat diatasi dengan dua cara, keduaduanya menguntungkan untuk Fairway. Satu adalah
dengan membangun lebih banyak lapangan golf, yang
akan membutuhkan armada mobil golf baru; yang
lain adalah mewajibkan penggunaan mobil golf dalam
lapangan yang sudah ada, supaya lebih banyak orang
dapat keliling lapangan dalam satu hari.
Gerry King, manajer eksekutif Fairway, kenal setiap
orang dalam industri ini. Ia menghalalkan segala cara
dalam menggunakan koneksinya. Ia menggunakan pe-
golf top untuk memasarkan mobilnya dan untuk mem-
beri saran dalam membuat kendaraan yang lebih baik.
337 la kenal desainer lapangan golf terbaik di negara ini,
yang akan merekomendasikan mobil golf Fairway di
lapangan yang baru. Dan ia panjang?lebar menjelaskan
keakrabannya dengan kalangan distributor.
Perusahaan itu sedang memenangkan pangsa pasar
dari para pesaingnya, dan dalam dua tahun terakhir
perputaran uangnnya meningkat 25 persen per tahun.
Utang mereka sangat banyak, untuk membiayai pertumbuhan pemsahaan itu, dan kusadari aku harus
menganalisisnya dengan sangat hati?hati saat kembali
ke London, untuk melihat kemungkinan mereka melunasi pinjamannya. Kalau hasilnya positif kurasa Fairway akan menjadi investasi yang baik.
Setelah presentasi, Jack berkata, "Wow! Hebat kan
perusahaan itu? Aku tidak sabar lagi ingin memiliki
obligasinya. Bagaimana menurutmu, Paul?"
"Hmm, memang kelihatannya lumayan bagus,"
ujarku.
Jack tertawa. "Lumayan bagus," ujarnya, menirukan
aksen Inggris-ku, "ini luar biasa bagus!"
"Sampai bertemu di kantor Anda besok," ujarku,
dan kutinggalkan dia.
Di luar ruangan ada seorang wanita tengah mencatat
nama peserta perjalanan ke Las Vegas esok sore.
Perjalanan itu berupa kunjungan ke tiga kasino, lokasi
'yang utama adalah Tahiti yang baru saja dibuka. Aku
menuju meja pendaftaran dan mencatatkan namaku.
Aku masih belum tahu mengapa Debbie terbunuh.
Mungkin ada hubungannya dengan Tre'mont Capital.
Atau mungkin dengan Piper. Aku ingin bertemu pria
itu. Masih banyak yang ingin kuketahui tentang lrwin
Piper.
338 Pembicara saat makan siang adalah pembawa acara
talk?show Amerika tenar yang tak pernah kudengar
namanya. Aku memutuskan tidak ikut makan siang
dan mencari tempat yang enak di tepi kolam renang
untuk istirahat siang sebentar.
Selain kolam renang utama, sejumlah kolam kecil
bertebaran di sekitar halaman hotel. Sebuah kolam
terletak jauh di ujung halaman, di tengah lapangan
bergaya Spanyol. Tempat yang bagus untuk menyendiri
selama satu atau dua jam.
Tidak ada seorang pun di dalam kolam. Aku mencari tempat di bawah matahari, membaringkan diri,
dan menutup mata.
Aku rupanya terlelap karena kemudian aku terba-
ngun oleh suara ceburan lembut seseorang yang terjun
ke dalam kolam. Kubuka mataku dan kulihat sosok
tubuh Cathy yang tinggi dan lentur dengan anggun
berenang di dalam air. Ia pandai berenang, hanya
menyebabkan sedikit riak ketika meluncur bolak?balik
menyusuri kolam.
Setelah beberapa menit ia keluar dan mengeringkan
tubuh di seberang kolam. Aku tidak tahu apakah ia
mengenaliku, karena aku tengah berbaring telungkup
di kursi malas. Dengan mata setengah tertutup karena
sorot matahari, aku mengamatinya perlahan menyeka
satu kakinya yang panjang?ramping cokelat keemasan?lalu kaki yang satu lagi. Ketika ia berdiri
untuk mengeringkan bahu, kukagumi lekukan lembut
punggungnya yang tampak di balik baju renang, menggoda.
Ia lalu berbaring dan menutup mata. Sekitar lima
menit kemudian, seseorang memasuki halaman kecil
339 itu. Kukenali kepala botak Dick Waigel. Lapisan
lemak menggantung di atas karet pinggang celana
Bermuda?nya. Kukira ia bahkan tidak menyadari kehadiranku karena perhatiannya langsung tertuju pada
Cathy yang sedang berbaring. Waigel berjalan ke
arah gadis itu, berjongkok di sampingnya, dan mulai
berbicara. Aku tidak dapat mendengar apa yang dikatakan, namun bisa kulihat Cathy duduk tegak dan
menyahut dengan sopan.
Lalu kulihat Waigel dengan santai menaruh tangan-
nya di paha Cathy. Serta-merta gadis itu mengibas-
kannya, tapi Waigel kembali memegang paha Cathy
dengan lebih keras, dan mulai menggerakkan tangannya ke bahu Cadiy.
Tanpa menunggu reaksi Cathy, aku meloncat dan
berlari memutar ke seberang kolam. Kucengkeram
salah satu lengan Waigel, dan kutarik ia berdiri.
Waigel, yang bertubuh kecil, terkejut dan kehilangan
keseimbangan. Kupergunakan kesempatanku sebaikbaiknya dengan menghunjamkan satu pukulan langsung
ke dagunya. Ia terlontar ke belakang, tercebur ke
dalam kolam renang.
Sesaat ia tidak sadar, tapi ketika kepalanya teng-
gelam, ia menyemburkan air dan sadar kembali. Ia
terengah mencari udara dan berenang ke seberang
kolam. la keluar dari kolam, tubuh gemuknya yang
basah melangkah di atas ubin. "Buat. apa kau lakukan
itu, hah?" teriaknya padaku, muka basahnya merah
karena murka. "Aku hanya ngobrol dengan cewek
itu. Kau tidak bisa seenaknya main pukul seperti itu.
Lebih baik kau jaga diri! Kau akan kulindas habis,
Murray!"
340 Ia mengambil handuknya dan berjalan keluar hala-
man, masih mengumpatkan hinaan dan ancaman. Aku
hanya menatap kepergiannya.
Cathy duduk sambil memeluk kakinya di kursi
malas, dagunya bertumpu di atas lutut.
"Apakah menurutmu Waigel akhirnya mengerti bahwa, setiap kali mengganggumu, ia akan terluka?"
tanyaku.
"Kuharap begitu," jawab Cathy, memandang suatu
titik di tanah, di muka kakinya.
Aku duduk di kursi malas di sampingnya. Tidak
ada yang berkata?kata. Aku dapat merasakan kemarahan yang mendidih di dalam dirinya perlahan mulai
reda.
"Aku benci pemsahaan ini, dan aku benci orangorang yang bekerja di sana," gumam Cathy.


Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aku tidak menyahut. Aku kasihan padanya, harus
bekerja untuk bajingan seperti Waigel, menuruti perintah dan panggilannya, menghadapi nafsu bejatnya.
Tidak heran Cathy membencinya. Aku tidak mengerti
mengapa ia hanya pasrah. ia tampak tegar, mengapa
tidak hilang persetan saja pada mereka dan keluar?
Mungkin ia tidak suka menyerah.
Kami duduk bersama untuk beberapa menit, teng-
gelam dalam pikiran masing?masing. Akhirnya Cathy
meluruskan tubuhnya dan berdiri. Ia tersenyum sebentar, tampak gelisah. "Terima kasih," ujarnya dengan
suara rendah. Sambil menggigit bibir, ia meraih pakaiannya dan berlari keluar halaman.
Presentasi dimulai lagi pukul dua siang. Aku menyaksikan pimpinan eksekutif sebuah pemsahaan TV
341 cable menerangkan rencananya untuk mengoperasikan
jaringan terbesar dan terbaik di negara ini, tapi tidak
ada yang masuk dalam kepalaku. Demikian juga
presentasi dua pemsahaan selanjutnya. Pikiranku ter-
pusat pada Cathy. Selama beberapa menit di kolam
tadi, aku merasa begitu dekat dengannya. Kerapuh-
annya masih terukir dalam benakku. Wanita bisnis
agresif, yang pertama kali kulihat di kantor De Jong
di London, telah menjadi seorang gadis berani namun
teraniaya yang butuh seorang pelindung.
Program untuk sore itu adalah minum?minum dan
pesta barbecue di samping kolam renang utama.
Semilir angin berembus dari Camelback, menyejukkan
udara dan membuat permukaan kolam bedak. Pantulan
arang membara, taplak meja putih, dan kerumunan
peserta dalam pakaian musim panas serta jas menari-
nari di atas air ketika aku datang. Suara tawa ringan
mengambang di atas kolam, bercampur dengan suara
jangkrik. Semua ini berlangsung di bawah langit
bermandikan kerlap-kerlip bintang bagaikan latar belakang drama musikal Hollywood.
Sore ini sangat indah, dan aku bercengkerama
bersama para muda-mudi polos yang tengah menghilangkan lelah setelah beberapa hari yang berat. Aku
mengobrol santai dengan sejumlah orang, namun sebe-
lah mataku tetap mencari Cathy.
Saat memandang ke arah kerumunan, kutangkap
pandangan mata Waigel. Orang ini tidak bakal melupakan dan memaafkan, pikirku.
"Paul?" kudengar suara wanita memanggilku dari
belakang. Kupalingkan wajah. Ternyata Madeleine
Jansen.
342 "Oh, halo."
"Bagaimana pendapatmu tentang konferensi ini?"
"Oh, um, sangat menarik." ujarku, sembari melihat
ke belakang wanita itu,
Madeleine mengatakan sesuatu, lalu memandangku
menunggu jawaban.
Tidak ada yang masuk dalam kepalaku. "Maaf,
aku tidak jelas mendengarnya. Hari ini sangat sibuk,"
ujarku.
? "Apakah ada pemsahaan yang kausukai?"
"Ya, ada satu. Fairway. Menurutku mereka cukup
bagus." Di mana gadis itu? Ia pasti ada di suatu
tempat.
"Oh, ya?."
Akhirnya kutemukan dia. "Permisi," ujarku pada
Madeleine dan mencari jalan di antara kerumunan,
menghampiri Cathy. "
Ia tengah berbincang-bincang dengan Cash di te-
ngah sekelompok kecil orang. Sesaat aku hanya berdiri
memandanginya, mengaguminya. Gelimang cahaya api
barbecue menari?nari di wajahnya, membuat senyumnya berseri. Bayang?bayang membuat mata gelapnya lebih besar dari biasanya. Kucari jalan mendekatinya. "Cathy," panggilku.
Ia berbalik menghadapku. Sesaat, senyumnya berubah dari senyum sopan menjadi berseri-seri. Ia me-
rona sedikit dan berkata. "Halo."
"Halo."
Hening sesaat. Bukan kikuk atau canggung, hanya
hening
"Apa _kau sudah merasa lebih baik?" tanyaku.
"Oh, maksudmu setelah tadi sore?" tanyanya. "Ya,
343 aku baik?baik saja. Terima kasih atas yang kaulakukan." Suaranya menunjukkan bahwagja ursun uhsungguh bukan sekadar basa _ _ 'e ' 1"
Aku memandang keru ,u'llla' " " ? '
langit malam gurun itu. '"
di tempat seperti ini sebelumny _,
'Tidak, tapi aku pernah ke Phoenix sekali," sahutnya, "dengan bis Greyhound. Itu sudah beberapa
tahun yang lalu. Waktu itu aku seorang mahasiswi.
jadi kami tidak tinggal di tempat seperti ini. Kami
berkelana ke seluruh Amerika."
"Apakah kau pergi seorang diri?"
"Tidak. Dengan seorang teman pria."
Kubayangkan Cathy sebagai seorang mahasiswi
berkelana di bawah terik panas Arizona. Jeans, T
shirt, rambut panjang diikat ke belakang, bebas. "Pria'
beruntung," pikirku, lalu mukaku memerah ketika
kusadari aku mengatakannya dengan suara keras.
Cathy tertawa. "Aku sudah bertahun?tahun tidak
bertemu dia."
"Apakah ada orang yang sering kautemui? Seka?
rang, maksudku?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja
dari bibirku. Begitu terucap. kusadari betapa penting
pertanyaan itu bagiku dan betapa aku mengharapkan
sebuah jawaban yang tepat.
la memberinya. "Tidak," ujarnya. "Tidak ada." Ia
berhenti, dan menatapku. "Dan kau?"
Aku langsung ingat Debbie. Wajahnya yang bulat,
matanya yang ceria, dan pembicaraan kami pada
malam sebelum ia meninggal. Pembicaraan itu membuka sesuatu. Suatu kesadaran bahwa hidup adalah
untuk dinikmati, dan unruk dibagi bersama orang
344 lain. Salah satu orang lain itu mungkin Debbie. Tapi
walau ia sudah tiada, semangatnya tetap hidup; aku
hampir dapat mendengar Debbie memaksaku mendekati
Cathy, menggodakn karena malu-inalu. Tapi aku tidak
dapat menjelaskan perasaanku.
"Tidak, tidak ada," sahutku. Menurutku Cathy tampak senang dengan jawaban ini. Semangatku bangkit.
"Jadi, ke mana lagi kan pergi dengan bis itu?" tanyaku.
Ia bercerita tentang perjalanannya keliling Amerika,
juga tentang berbagai hal lain. Sahabat, keluarga,
kampus, buku?buku, pria. Dan aku juga bercerita,"
lama sampai jauh malam. Kami duduk di tepi rumput
memandang kolam, mengamati para peserta konferensi
satu per satu tidur. Akhirnya, saat waktu menunjukkan
pukul 2.30, lama setelah semua peserta lain pergi,
kami berdiri. Karena takut mengambil risiko merusak
malam yang indah ini, aku hanya mengucapkan selamat malam, mencium pipinya, dan berjalan ke ka-
marku, sambil perlahan bernyanyi sendiri.
Aku naik taksi menuju pusat kota untuk menepati
janjiku dengan Jack Salmon. Aku memandang ke luar
jendela, ke arah hutan papan reklame dan bangunan
kayu yang terpanggang matahari di sepanjangojalan
menuju Phoenix. Dan aku membayangkan Cathy, matanya yang gelap dan wajahnya yang cerdas bersinar
lembut dalarn cahaya bintang, serta kerapuhan yang
kurasakan dalam dirinya saat kami duduk berdampingan di tepi kolam semalam.
Tapi bukan hanya ia yang rapuh. Perasaanku sendiri
sudah tercurah, terbuka bagi Cathy; ia bebas melaku-
kan apa pun yang dikehendakinya. Sepeninggal Ayah,
345 aku berhati?hati menjaga emosiku, untuk melindungi
diri dari pengaruh luar, seperti sakit mental ibuku.
Mulanya aku mencurahkan energi emosionalku pada
atletik, dan kini pada transaksi. Keinginan kuat, kete-
tapan hati, dan disiplin diri. Itu yang membuatku
dapat meraih medali Olimpiade. Itu yang akan mem-
buatku menjadi trader hebat.
Dan sekarang kudapati diriku ingin melepaskan
cengkeraman besi yang telah kubangun bertahun-tahun.
Aku merasa sedikit takut, tapi juga gembira. Mengapa
tidak? Risikonya sepadan. Aku ingin tahu apa yang
akan terjadi.
Tapi apakah Cathy mau menerimaku? Penolakan
akan sulit diterima. Sangat sulit.
Kantor Phoenix Prosperity betul-betul bersinar dalam cahaya matahari ketika taksiku mendekatinya.
Gedung itu terbuat dari sejenis kaca seperti yang
dipakai pada kacamata gelap?memantulkan bayangan.
Kubus raksasa berkilauan itu menjulang di atas remn-
tuhan beton, tannac, kayu, dan debu yang merupakan
belukar kota Amerika modern.
Taksi itu berhenti di tempat parkir, yang tiga
perempatnya kosong. Aku keluar dan berjalan menuju
gedung. Meskipun lalu lintas ramai lalu lalang di
jalan besar di dekatnya, gedung itu diselimuti kesunyian yang mengancam. Tidak ada yang berjalan keluar-
masuk, mengingatkanku pada instalasi jahat terselu-
bung yang muncul di akhir film James Bond. Kukira
aku akan disambut manusia tanpa ekspresi yang berse-
ragam eksotis. Ternyata yang ada hanyalah seorang
satpam gemuk yang sedang membaca koran la men-
dongak dan menunjuk ke arah lift.
346 Departemen investasi berada di lantai tiga. Aku
bertemu seorang sekretaris yang mempersilakanku duduk di salah satu empat kursi kulit yang terletak di
tengah-t'engah ruang tamu yang luas dan lengang.
Aku duduk dan menanti. Laporan tahunan Phoenix
Prosperity tergeletak di meja rendah di hadapanku.
Di bawah judul "Dari Nol Menjadi Makmurwterdapat
gambar gedung Phoenix di tengah langit biru yang
berwarna janggal. Aku membolak?balik dokumen itu.
Ada banyak liputan tentang program sosial Phoenix
Prosperity. Perusahaan simpan?pinjam ini mempunyai
dua puluh cabang di seluruh wilayah Phoenix.
Sang pimpinan eksekutif, Howard Farber, menulis
sebuah pernyataan. Di dalamnya ia merujuk pada kesulitan finansial yang dihadapi perusahaan itu dua tahun yangvlalu, namun ia lalu menyebutkan sebuah
suntikan modal besar yang mereka terima dan telah
memperkuat neraca perusahaan. Tidak ada keterangan
tentang sumber suntikan modal ini.
Aku melihat neracanya. Modal telah berkembang
dari 10 juta dolar dua tahun lalu menjadi sekitar 50
juta dolar. Ini pasti merefleksikan dana yang baru.
Aset juga meningkat tajam, dari 100 juta dolar dua
tahun yang lalu menjadi 500 juta dolar sekarang.
Laporan ini tidak menjelaskan bentuk berbagai aset
itu. Mungkin Jack dapat menjelaskannya padaku.
Sesaat kemudian Jack muncul di ruang tunggu.
"Hai, Paul, senang bertemu Anda," ujarnya, mengulurkan tangan.
Aku menjabatnya. "Aku juga senang bertemu
Anda," balasku.
"Mari," ia mengantarku ke sebuah lorong sempit
347 dan memasuki kantor luas dengan empat meja
nansaksi berperangkat lengkap di tengahnya. "Ini
dia," ujarnya. "Ambil kursi."
"Jadi, ceritakan apa yang Anda kerjakan sepanjang
hari," ujarku.
"Apakah Anda mengetahui cara operasi sebuah
bank simpan-pinjam?" tanya Jack.
"Bukankah mirip building society kami?" ujarku
balik bertanya.
"Yah, awalnya begitu," jawabnya. "Bank tabungan
masyarakat kecil; mengumpulkan uang investor lokal
untuk memberikan pinjaman hipotek pada nasabah
bank. Semua sangat konservatif, semua sangat membosankan."
"Kau tidak kelihatan seperti orang yang senang
menulis surat gadai sepanjang hari," ujarku._
Jack menyeringai. "Memang tidak. Beberapa tahun
yang lalu, bank simpan?pinjam mengalami deregulasi.
Sekarang kami dapat berinvestasi dalam berbagai
bidang: spekulasi real estate, eurobond, bahkan junk
bond. Kami dapat membuat segala jenis investasi
yang menarik."
"Namun mengapa para deposan mau menyimpan
uang di sini kalau yang Anda lakukan adalah berjudi
dengan uang mereka? Bagaimana kalau investasi Anda
keliru? Masyarakat lokal dapat kehilangan segalanya."
"Itulah keindahan semua ini," ujar Jack, tersenyum.
"Semua deposit dijamin oleh pemerintah Amerika
Serikat melalui Korporasi Asuransi Simpan-Pinjam
FederaL Kami dapat meminjam uang sebanyak yang
kami inginkan, untuk diinvestasikan sesuka kami. Para
deposan tidak peduli karena mereka dapat bergantung
pada Uncle Sam untuk menebusnya. Mudah."
348 "Tapi apa yang terjadi dengan para pemegang
saham? Mereka bisa kehilangan segalanya, kan?"
"Ya, itu benar. Tapi tingkat pengembalian potensial
sangat besar. Untuk setiap sepuluh juta dolar yang dita-
nam, mereka dapat meminjam sembilan puluh juta dolar
dengan jaminan pemerintah. Berani kalau berinvestasi
dengan baik, mereka bisa mendapat beberapa kali lipat
investasi awal mereka. Sepanjang mereka mampu
menanggung kerugian sebesar investasi awal, maka ini
tetap taruhan yang memberi keuntungan besar."
Jadi, itu dia! Mesin Uang Uncle Sam adalah
sebuah usaha simpan?pinjam! Investasi 40 juta dolar
dalam diagram Waigel merujuk pada Tremont Capital
yang membeli sebuah pemsahaan simpan?pinjam. De-
ngan menggunakan jaminan pemerintah untuk me-
minjam uang,-mereka dapat mengubah 40 juta dolar
pertama menjadi beberapa ratus juta dolar. Dan kalau
perusahaan simpan?pinjam itu tidak berhasil, maka
Tremont Capital hanya perlu menyatakan obligasinya
gagal. ltulah jenis teknik pembiayaan inovatif yang
akan dapat membuat bangga Marshall Mills. Aku
mempunyai dugaan kuat Mesin Uang mana yang telah dibeli Tremont Capital. Kuharap Jack dapat mem-
benarkan dugaanku.
"Aku telah membaca laporan tahunan Anda di
luar," ujarku. "Di sana disebutkan Anda menerima
suntikan modal 'yang besar kira-kira setahun lalu.
Dari mana datangnya dana itu?"
"Maaf, kurasa aku tidak dapat mengatakannya pada


Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Anda," ujar Jack.
Ya sudah, pikirku. Mungkin aku nanti dapat menge-
ceknya.
349 "Dalam bidang apa saja Anda berinvestasi?" tanyaku.
1"Oh, real estate, junk band, taman hiburan, bahkan
kasino."
"Kasino. Kedengarannya menarik. Apa aku boleh
tahu?"
"Yah, ini sebuah tempat yang bagus di Las Vegas," kata Jack. Lalu ia memotong ucapannya sendiri.
"Maaf, kukira ada orang yang akan tidak senang
kalau mereka tahu aku cerita tentang hal ini. Cukup
kukatakan investasi ini besar. Benar?benar besar."
Aku yakin Jack juga menyesal. Ia setengah mati
ingin memamerkan investasinya.
"Kedengarannya menarik. Aku yakin Anda dapat
menceritakan sesuatu tentang transaksi itu, tanpa perlu
mengatakan namanya," karena aku sudah dapat menebaknya, lanjutku dalam hati.
"Ini transaksi yang hebat," ujarnya. "Kami bergabung dengan pengelola kelas atas untuk membangun
salah satu kasino terbaik, bahkan mungkin yang pa-
ling hebat di negeri ini. Proyek ini sudah hampir
selesai. Yang masih kami perlukan hanyalah menunggu
selesainya transaksi junk band dan setelah itu kami
akan mendapat bayaran."
"Seberapa banyak laba yang dihasilkan?" tanyaku.
"Oh, dua kali lipat uang kami," sahut Jack, tersenyum.
"Wah! Tidak buruk, sama sekali tidak buruk,"
ujarku. Jadi Mesin Uang Uncle Sam adalah mengambil
uang para deposan lokal yang dijamin pemerintah
dan menggunakannya untuk membeli sebagian Tahiti
milik Irwin Piper. Pertanyaannya adalah, siapa di
350 belakang investasi Phoenix Prosperity? Jelas Jack
Salmon bukan otak di belakang operasi ini "Apakah
Anda diberikan petunjuk tentang apa yang dapat
Anda investasikan, atau Anda dapat berbuat sesuka
Anda?"
"Tergantung," ungkap Jack. "Terkadang mereka
memberitahu apa yang harus dibeli. Terkadang mereka
hanya menyetujui saranku. Kukira mereka menghargai
penilaianku. Hei, begini saja. Aku sudah berpikir
tentang transaksi Fairway itu. Apa Anda mau membantuku membeli beberapa obligasi? Kemungkinan
aku akan mengambil lima juta."
"Aku tak keberatan," ujarku. "Tapi sebaiknya aku
menonton saja. Silakan."
"Oke. Sebentar, aku telepon bos dulu."
Jack menekan sebuahlnomor dan menjauh sehingga
aku tidak dapat mencuri dengar. Dari tadi ia bertingkah penuh lagak, tapi kini ia bersikap tunduk,
seperti seekor anak anjing nakal yang takut dipukul
tuannya. Setelah beberapa menit perbincangan serius,
di mana Jack lebih banyak menjadi pendengar, ia
menaruh kembali telepon itu, matanya bersinar?sinar.
"Wow, ia benar?benar menyukainya," ujarnya. "Ia
tidak mau lima juta, ia ingin dua puluh juta. Akhirnya
mereka mulai menghargai ide?ideku. Ayo kita mulai."
Anak anjing itu menggoyanngoyangkan ekornya.
Tuannya secara tak disangka-sangka memberinya sebuah tulang.
Kuamati Jack bersiap membeli dua puluh juta
dolar saham Fairway. Ternyata selama ini ia hanya
membual tentang pengalamannya yang luas. la melakukanpekerjaannya dengan buruk. Membeli dua puluh
351 juta dolar obligasi dalarn bursa junk bond memerlukan
penanganan yang sangat hati?hati. Aku tahu bagaimana
cara Hamilton melakukannya. Dengan halus ia beru-
saha menyelidiki keadaan bursa, berusaha mendapat
dealer yang memiliki emisi yang ia inginkan. Ia akan
menyamarkan penyelidikannya dengan melemparkan
banyak umpan, sehingga tidak ada yang tahu apa
sebenarnya yang ia tuju. Lalu, kalau sudah mendapat
dealer yang tampaknya mau mencarikan'sebanyak
mungkin obligasi yang bersangkutan dengan harga
terendah, ia akan berterus terang *pada orang itu,
mengamkan dengan jelas apa yang ia inginkan. Dealer
itu kemudian akan berusaha membeli obligasi dari
pelanggannya dengan diam?diam, tanpa mengusik
bursa.
Jack mulai dengan menanyakan harga emisi pada
sepuluh pialang. ia membeli masing?masing dua juta
dari tiga pialang yang menawarkan harga terendah.
Sejauh itu masih bagus. Masalahnya, saat Jack hendak
membeli sisanya, harganya sudah naik tiga atau empat
poin. Semua dealer sudah mengetahui apa yang ia
tuju, dan yang lebih parah, mereka tahu bahwa semua
dealer lain juga tahu. Jack menghabiskan sisa pagi
itu dengan memaki-maki para dealer karena mereka
telah menaikkan harga. Saat aku meninggalkannya, ia
masih hams membeli delapan juta lagi dan dalam
keadaan sangat kesal.
Aku naik taksi kembali ke hotel. Sebelum check-
out, aku menelepon Tommy dulu di New York.
"Senang mendengar kabar darimu," terdengar suara
Tommy, seperti biasa bernada santai. "Pasti kulitmu
menjadi cokelat setelah liburan di terik matahari."
352 "Kalau dengar satu lagi pimpinan eksekutif som-
bong berceramah tentang pengoperasian sinergi dan
peningkatan nilai pemegang saham, aku bisa meledak,"
ujarku. "Bagaimana hasil penyelidikanmu?"
"Belum ada. Polisi segan membantu. Juga agak
sulit mendapat file Shoffman. Tapi jangan kuatir, aku
belum menyerah. Apakah kau mendapat sesuatu?"
"Ya, lumayan." Kuceritakan obrolanku dengan Jack
Salmon dan penemuanku tentang Mesin Uang Uncle
Sam. "Apa kau bisa menolongku lagi?" ujarku.
"Tentu," sahut Tommy.
"Cari tahu siapa yang mengambil alih Phoenix
Prosperity dalam kurun waktu dua tahun terakhir.
Mereka membayar empat puluh juta dolar. Mungkin
ada di salah satu pusat data kliping koran, meski aku
curiga perjanjian itu dilakukan secara rahasia. Berani
bertaruh Bloomfreld Weiss terlibat di dalamnya. Me-
reka mungkin menjadi penasehat, entah bagi Phoenix
Prosperity atau pihak pembeli. Coba di sana."
"Agak sulit mengorek?ngorek file keuangan peru-
sahaan. Kita bisa masuk penjara karena hal semacam
ltu."
"Aku tahu. Aku punya dugaan kuat siapa pem-
belinya, namun aku butuh bukti. Maaf, Tommy. Kalau
kau tidak mau melakukannya, aku mengerti."
"Oh tidak. Kau tidak bisa lepas begitu saja dariku.
Ini menyenangkan. Akan kudapatkan infomasi itu
untukmu. Di mana aku dapat menghubungimu?"
"Aku akan berada di Tahiti selama beberapa hari,"
ujarku, "kau bisa menghubungiku di sana. Semoga
sukses."
Aku senang Tommy berpendapat semua ini hanyalah
353 selingan. Aku merasa bersalah memintanya melakukan
sesuatu yang berisiko sangat besar, tapi ia terdengar
sun -sungguh bersedia. Ini memberinya kesempatan
membalas dendam pada Bloomfield Weiss. Ia sudah
dipecat, bisa rugi apa lagi? .
Aku tidak terlalu senang dengan seluruh kejadian
ini. Siapa pun yang berada di belakangnya pastilah
berbahaya. Debbie dan Greg Shoffman tewas saat
melacak Tremont Capital. Aku sama sekali tidak
merasa aman mengikuti jejak mereka. Tapi aku sudah
menemui titik terang, khususnya setelah mengetahui
apa sebenarnya Mesin Uang Uncle Sam itu. Kalau
Tommy dapat memperoleh jawaban atas pertanyaanpertanyaanku, berarti aku telah cukup banyak mengungkap semua ini. Aku telah bekerja dengan baik;
tak mungkin Hamilton tidak mengakuinya. Akan kutunjukkan padanya bahwa ia telah bertindak benar dengan
menaruh kepercayaannya padaku.
discan thn Minkum untuk
dirubah () oleh
Dilarangmmg?ltumemil?kangt-au
miahm rumitnya :mrh selamanya
354 > > >BAB
16 KAMI menempuh perjalanan ke Las Vegas dalam
gelimang kemewahan. Irwin Piper menyiapkan
jet pribadinya untuk beberapa investor penting. Aku
heran ketika tahu namaku termasuk di dalamnya.
Juga Jack Salmon dan Madeleine Jansen, ditambah
tiga atau empat investor lain dari beberapa pengelola
keuangan terbesar. Cash dan Waigel juga hadir. De-
mikian pula Cathy.
Cash sangat gembira. Pesawat itu disiapkan untuk
melayani para penjudi besar yang akan diangkut Piper
ke kasinonya. Tersedia bar, termasuk beberapa botol
champagne dingin. Cash tidak buang waktu; ia memaksa semua orang ikut minum. Dalam beberapa
menit pesawat sudah ramai dengan obrolan dan gelak
tawa; Cash telah memulai pestanya.
Waigel gembiraketika menemukan sebuah TV dengan sekumpulan video porno, yang cepat-cepat ia
putar. la memaksa duduk di samping Cathy, yang
kini memandang ke luar jendela dengan muak.
Aku duduk di sebelah Madeleine Jansen. Cham-
355 pagne itu berhasil menyemarakkan pesawat. Madeleine
mengangkat gelasnya. "Cheers."
"Cheers."
Kami berdua menghirup minuman kami. Gelembung
menari?nari di mulutku dan menggelitik hidung. Cham-
pagne selalu terasa lebih aktif di ketinggian.
Aku melihat ke luar jendela, ke hamparan gurun
kering Arizona di bawah sana. Kanti telah melewati
serangkaian pegunungan rendah. Gurun membentuk
warna?warni cokelat, kuning, oranye, dan hitam, ber-
baur dengan batuan, pasir, dan bayang?bayang cahaya
matahari yang terik. Tidak tampak sepetak pun kehijauan. Hanya ada satu jalan lurus buatan manusia,
membelah hamparan alam yang terlihat. Dilihat dari
balik pesawat terbang ber-AC lebih dari sepuluh ribu
meter di atasnya, bentangan alam itu tampak dingin
dan hampa. Panas tanah gurun itu sukar dibayangkan.
Madeleine melirik ke arah Cathy. "Kau tampaknya
sedth banyak pikiran di Phoenix," celetuknyal
Pipiku merona. "Ya, mohon maaf. Aku agak tidak
sopan, ya? Kuharap kau mau memaafkanku?"
"Ya, tentu saja." Ia tertawa. Aku malu karena
_perhatianku pada Cathy demikian jelas terlihat. Tapi
Madeleine tampaknya hanya sekadar menggoda.
"Apakah kau pernah ke Las Vegas sebelumnya?"
tanya Madeleine.
"Tidak, ini yang pertama kali. Aku sangat ingin
tahu seperti apa di sana. Dan kau?"
"Sekali?dua kali."
"Saat liburan atau sebagai investor?"
"Tidak, aku tidak pernah ke sana untuk berlibur,"
jawabnya, "aku melihat-lihat beberapa investasi di
kota itu."
356 "Apakah itu investasi junk band?" tanyaku.
"Sebagian besar,"; sahutnya, "walau kanti mempunyai beberapa equity investment dalam bisnis kasino."
"Oh ya?" ujarku.
"Ya. Kami malah ikut menanam modal di kasino
Tahiti."
Akhirnya! Seseorang yang mau terus terang tentang
apa yang dimiliki.
"Sangat menarik, Bagaimana'menurutmu transaksi
itu?" tanyaku.
Madeleine memandangku, dengan mimik geli. "Ba-
gaimana menurutmu?" tanyanya.
Dudukku menjadi tidak tenang. Wanita ini jelas
sudah tahu situasinya dan aku tidak mau melakukan
hal yang bodoh, Di pihak lain aku tidak pernah
menyukai transaksi itu, bahkan sebelum aku mengetahui masa lalu Piper yang gelap. "Aku tidak tahu
banyak tentang kasino; aku bisa saja keliru, tapi
menurutku aku sama sekali tidak menyukainya."
"Dan mengapa begitu?" ujar Madeleine, senyum
tipis tersungging di bibirnya.
"Aku tidak yakin kasino tahan resesi, khususnya
yang melayani liburan keluarga. Dalam resesi, makin
sedikit orang yang pergi berlibur. Itu saja. Dan kamar
serta meja judi yang kosong takkan memberikan keun-
tungan."
Ia memandangku, tertarik. "Lanjutkan," ujarnya.
"Hal yang lain adalah mengenai Irwin Piper. Ia
memang seorang investor yang cakap. Tapi aku merasa
proyek ini hanya untuk memenuhi egonya. ia ingin
membangun hotel yang paling spektakuler di dunia,
dan akan melakukan segala cara untuk merealisasi
357 kannya." Aku menghela napas. "Masalahnya, aku
tidak percaya padanya."
Ia menatapku dalam- dalam dan lama "Kukira kau
benar," ujarnya.
"Tapi, kalau setuju denganku, mengapa kau mena-
nam modal?" tanyaku.
"Amalgamated Veterans yang menanam modal,
bukan aku," kilahnya. "Salah satu orang yang bekerja
untukku ingin ikut serta dan ia berusaha keras. Banyak
yang mendukungnya. Ini akan menjadi kasino paling
terkenal di dunia, dan Art Buxxy mempunyai reputasi
bagus untuk menarik pelanggan berjudi. Tapi aku
sebenarnya tidak terlalu menyukainya. Hanya saja
aku tidak punya alasan kuat. Pada akhirnya, kolegaku
memaksa, dan kami jalan terus. Bagaimanapun yang
kanti tanamkan hanya tiga puluh lima juta dolar."
"Apa maksudmu, hanya tiga puluh lima juta dolar?"


Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tanyaku."1tu jumlah yang sangat besar kalau rugi.
Madeleine tersenyum. "Aku berhak mengontrol lebih
dari lima puluh miliar dolar. Sangat sulit mendapatkan
kesempatan untuk menanam modal sebesar itu. Kami
punya banyak investasi yang masing?masing nilainya
sekitar lima puluh juta dolar dalam bentuk proyekproyek semacam Tahiti."
Walau sudah tc rbiasa bermain dengan jutaan dolar,
aku masih sukar memahami skala raksasa industri
asuransi Amerika. Perusahaan seperti Amalgamated
Veterans Life, Prudential, dan Aetna bermain dengan
jumlah yang lebih besar daripada sebagian besar
produk nasional bruto negara?negara di dunia.
"Namun tampaknya kami akan baik?baik saja. Kami
menyediakan bridge jinancing untuk pembangunan
358 hotel itu.-Selama emisi junk band itu berhasil, kami
akan mendapat uang kami kembali, ditambah keun-
tungan yang bagus."
"Berapa banyak keuntungannya?" tanyaku.
"Oh, kami akan mendapat sekitar delapan puluh
persen lebih," ujar Madeleine. "Tidak buruk untuk
investasi satu setengah tahun."
Keuntungan sebesar delapan puluh persen itu sesuai
dengan pernyataan Jack Salmon bahwa Phoenix Prosperity akan melipatgandakan investasinya, meski ia
sedikit membesar-besarkan.
"Jadi, mengapa kau ingin melihat Tahiti ini kalau
akan segera mendapat kembali uangmu?" tanyaku.
Madeleine diam sejenak. "Aku tidak mau membuatmu kecil hati, tapi karena kau sudah tak suka,
maka tidak jadi soal kalau sekarang kukatakan. Aku
tidak yakin emisi junk band baru ini akan berhasil.
Kukira banyak yang mempertanyakan kredibilitas
Piper. Kita lihat saja."
Kalau para investor juga mendengar apa yang
kutahu tentang Piper, pikirku, maka mereka jelas
akan mempertanyakannya. Dan para pemegang saham
di Tahiti, seperti Amalgamated Veterans, tidak akan
bisa melipatgandakan uangnya, mereka bahkan
mungkin akan menderita kerugian besar. -
"Siapa lagi yang punya investasi dalam proyek
ini?"
"Ada satu institusi lagi selain Irwin Piper sendiri,"
ujarnya. "Tapi aku tak bisa memberitahukannya padamu."
"Apakah sebuah perusahaan simpan?pinjam dari
Arizona?"
359 "Aku tidak bisa mengatakannya. Anggap saja ins-
titusi lain itu tidak membuatku yakin bahwa ini
adalah sebuah investasi bagus."
Saat itu, di bagian belakang pesawat, Jack Salmon
tertawa terbahak-bahak karena sesuatu yang dikatakan
Cash. Madeleine dan aku bertukar pandang geli.
Tahiti berlokasi di daerah Las Vegas's Strip, tiga mil
dari pusat kota yang penuh berisi kasino gemerlapan.
Jelas terlihat saat kanti mendekatinya. Sebuah menara
tinggi, putih oktagonal, berisi kamar?kamar hotel. Pintu
masuknya terletak di ujung jalan pendek yang diapit
pohon?pohon palem. Spanduk besar tergantung di pintu,
mengumumkan pembukaan besar-besaran.
Langkah pertama memasuki Tahiti sangat mengagumkan. Lobinya berupa atrium besar setinggi puluhan
meter. Lantai lobi terpisah-pisah menjadi berbagai
pulau yang dihubungkan dengan jalan setapak. Air
asin berdebur di pantai pulau, dalam ombak?ombak
kecil. Di pulau-pulau itu terdapat banyak tempat
duduk, bar, kios fast food, dan tentu saja mesin
jackpot. Saat berjalan menyusuri kepulauan itu, aku
terpesona oleh suasananya, gabungan bunga?bunga
cerah dan aroma asin laut yang benar?benar berkesan
Laut Selatan. Ikan berwarna-warni cerah dan penyu
berenang di antara pulau?pulau itu, dan bunga?bunga
karang bermunculan di permukaannya. Di salah satu(
sudut atrium itu ada sebagian wilayah air yang dibatasi pagar. Di sana, tampak tonjolan segitiga sirip
ikan hiu yang berkeliaran di dalamnya. Wanita?wanita
cantik dengan rok jerami dan kalung bunga mondarmandir di sekitar pepohonan, membawa minuman dan
koin untuk mesin jackpot.
360 Aku menuju kamarku untuk mandi dan berganti
pakaian. Ini merupakan salah satu kamar suite penjudi
kakap, walau mungkin bukan yang terbaik. Tapi kemewahannya membuat perutku mulas. Beludru ungu
dan emas di mana?mana. Karpet setebal mata kaki.
Bak mandi besar berbentuk hati. Ranjangnya sendiri
seluas sebuah kamar kecil. Di kepala tempat tidur
terdapat meja kontrol yang rumit. Aku menekan sebuah
tombol dengan hati-hati. Ranjang itu mulai bergoyang-
goyang dengan gerakan yang sangat mengganggu.
Aku menekan tombol itu lagi, dan ranjang kembali
diam. Kuputuskan tidak mengusiknya lagi dan berharap ranjang itu tidak memakai pengatur waktu.
Aku melangkah ke balkon kecil di luar jendela.
Tepat di bawahku menghampar kolam renang luas
dengan air yang biru. Di sana juga bertebaran pulau-
pulau, dan para perenang duduk minum-minum serta
bermain mesin jackpot di atasnya.
Melihat wanita?wanita dalam pakaian renang itu
membuatku teringat pada Cathy. Aku tersenyum sen-
diri, dan kembali ke kamarku untuk meneleponnya.
Tidak ada jawaban, maka kutinggalkan pesan agar ia
meneleponku saat kembali.
Aku keluar untuk melihat?lihat kasino. Meskipun
Irwin Piper sesumbar tentang para penjudi kakap,
ternyata sebagian besar mangan di lantai itu ditujukan
untuk menghabiskan uang ratusan dolar per malam
milik orang?orang biasa dari jalanan. Ada sejumlah
ruang besar, dengan dekorasi bertema Laut Selatan,
dilengkapi meja rolet, blackjack, dan crap yang sangat
besar. Dengan pengecualian beberapa pemain crap
yang tampaknya suka berteriak?teriak, kebanyakan
361 permainan ini dilakukan dalam keheningan mencekam.
Para penjudi dengan wajah serius memberikan uang
mereka pada bandar, yang dengan cepat dan profesionai mengembalikan sebagian yang mereka menangkan. _
Lalu ada mangan khusus mesin jackpot. Barrs
demi baris mesin, masing-masing mengendalikan ma-
nusia di depannya, yang terus menyuapinya dengan
ritme mekanis bagai tersihir. Di sana tidak ada jendela.
Siang atau malam, mesin itu tidak peduli, dan si
manusia melakukan apa yang diperintahkan.
Setelah beberapa jam berjalan mengelilingi Tahiti,
pikiranku dikacaukan oleh pendar lambang dolar, lam-
pu, dan wajah?semua mengabdikan diri dalam upaya
mendapat uang. Hal ini membuatku tidak enak. Seperti
yang kukatakan pada lrwin Piper, judi adalah pekerjaanku. Entah mengapa, adrenalinku mengalir lebrh
lancar saat aku menatap pendar angka-angka hijau dr
layar monitor mejaku daripada saat melihat perpindah?
an uang yang tak pernah berhenti di Las Vegas. Tap1
mungkin aku juga terperangkap seperti individu-rnd1-
vidu berwajah sendu yang sedang menyuapr mesm
jackpot.
Dengan hati sedih aku menyantap sandwich dan
pergi tidur.
Sunggih akting ganda yang hebat. Piper tampak
santai namun berwibawa dalarn setelan konservatlf
berwama cerah. Art Buxxy, sang bintang penunjukan,
melakukan apa yang paling ia kuasai. Ini adalah
saat?saat penting bagi keduanya. Mereka hams meme
peroleh 200 juta dolar' dari para penonton mereka.
362 Piper menghangatkan suasana. Dengan suara me-
yakinkan dan membujuk, secara ringkas ia membicarakan persyaratan kesempatan investasi besar yang di-
berikan Tahiti. la membahas angka-angka, strategi,
dan analisis persaingan. Cukup untuk membuat kami
berpikir Tahiti berada dalam tangan yang aman, tidak
cukup untuk membuat kami bosan. Walau penampilan
luarnya tetap tenang, ketika presentasinya semakin
menggebu?gebu, Piper menunjukkan semangatnya untuk
proyek itu. Saat berdiri di sana, tinggi, berkulit cokelat
terbakar mentari, berpakaian elegan namun konservatif,
berbicara dengan gaya yang lebih cocok untuk Harvard
Club daripada kasino, ia menimbulkan kepercayaan
para pendengarnya. Berlawanan dengan penampilan-
nya, rupanya Tahiti adalah investasi konservatif yang
terhormat, kalau tidak, buat apa orang seperti Irwin
Piper terlibat di dalamnya?
Lalu tiba giliran Art Buxxy. Buxxy adalah seorang
laki?laki kecil dengan wajah cokelat, rambut abu-abu
panjang yang di-blow, dan antusiasme besar. la hampir
tidak pernah berdiri diam, dan kalau pun diam, ia
melakukannya untuk membuat suasana dramatis, agar
pendengar mencamkan apa yang baru diucapkannya.
Tindak?tanduknya yang serba cepat dan tajam menge-
jutkan hadirin setelah penampilan Piper yang halus.
Namun dalam beberapa menit karisma energiknya
menyihir kami semua. Menjual adalah panggilan hi-
dupnya, dan Tahiti adalah cinta sejati dalam hidupnya.
Ia menggunakan semua keahliannya. la bercerita tentang masa kanak?kanaknya sebagai anak gila kartu
dari orangtua gila kartu. Kisah hidup seorang penjudi
miskin yang menjadi sukses merupakan gabungan
363 beberapa unsur impian bangsa Amerika. Ia lalu memberikan perincian cara menjalankan kasino. Bagaimana
mencegah bandar mencuri uang, bagaimana menandai
penghitung kartu, bagaimana menggunakan pusat data
untuk menganalisis profil kepribadian para penjudr
kelas kakap, dan kampanye promosi macam apa yang
paling berhasil. Kami terpesona. Dan kukira sebaglan
besar hadirin bersedia membeli emisi itu.
Mereka mengadakan tur dalam kompleks kasino.
Melalui kacamata Buxxy, lenyaplah kesan muram
dan sepi sebuah kasino besar. Yzmg kami lihat adalah
kemewahan, kegemilangan, dan efek-efek teknologr
yang mengagumkan. Ia membawa kami melihat ruangruang pribadi tempat para penjudi kakap bemiarn,
bergelimang dalarn kecanggihan, kekuasaan, dan uang.
Pada saat kami kembali ke ruang konferensi tempat
ia tadi berpidato, aku merasa mayoritas pendengarnya
akan menuliskan cek saat itu juga.
"Ada pertanyaan?"
Hening. Tidak ada pertanyaan sulit tentang masa
lalu Piper. Tidak ada pertanyaan mendalam tentang
- perbandingan pemasukan mesin jackpot dengan meja
judi, dengan jumlah para penjudi kakap, atau dengan
ongkos transportasi para pegawainya. Bahkan 1nvestor yang paling sinis pun terpukau pada kasmo terhebat di dunia. Paling tidak untuk sementara.
Aku telah memikirkan saat seperti ini dengan hati* hati.
Aku berdirif
Alis Piper berkerut sedikit, hampir tak tampak.
"Ya?"
"Aku punya dua pertanyaan untuk Mr. Piper."
364 Para hadirin melihat ke arahku penuh minat. Aksen
lnggris?ku bergema di tengah latar belakzmg Las
Vegas yang gemerlapan. Piper menatapku tajam. "Pertama, apakah Komisi Perjudian Nevada telah memeriksa investasi Anda yang dulu?" Para hadirin
agak heran, namun tidak banyak.Pipe1 menjadi tegang.
"Kedua apa komentar Anda tentang investasi yang
Anda lakukan di sebuah klinik penyembuhan stres
para eksekutif di Inggris?"
Aku duduk kembali. Reaksi hadirin bermacam-
macam. Beberapa wajah tampak tidak setuju; aku
hanya perusak acara yang berusaha melemparkan
tuduhan murahan pada orang?orang sukses ini dan
kasino mereka yang hebat. Beberapa, termasuk Ma-
deleine Jansen, duduk tegak dan menaruh perhatian.
Piper berdiri. Ia tetap tenang dan santun seperti
biasa. "Dengan senzmg hati aku akan menjawab pertanyaan itu. Pertama, pihak komisi telah memeriksa
semua pelamar izin perjudian dengan sangat teliti.
Kedua, aku mempunyai portfolio investasi yang sangat
banyak. Aku yakin beberapa tahun yang lalu memang
ada investasi properti di inggris, namun aku tidak
mempunyai perinciannya sekarang. Ada pertanyaan
lain?" Cepat ia melihat ke sekeliling hadirin.
lni saat yang berbahaya bagi Piper. Sampai seka-
rang ia berhasil menyuapi para hadirin dengan celo-
tehnya. Tapi ia tidak menjawab pertanyaanku dengan
baik. Kalau ada yang mengejarnya terus, maka ke-
raguan akan mulai muncul. Tapi aku tidak mau me-
maksanya lebih jauh. Aku telah mencapai tujuanku.
Dia tahu bahwa aku tahu,'dan ia tahu bahwa aku
?- akan bicara. Aku memandang Madeleine. la membuka
365 mulut seakan hendak bertanya, namun terlambat. Piper
sudah menutup pertemuan itu. Madeleine mengumpul-
kan berkas-berkasnya sambil berpikir dan melihat ke
arahku, berusaha menangkap pandanganku. Aku menghindari tatapannya. _
Setengah jam kemudian, aku sedang minum knp)
di am'um, ketika seorang hellboy datang menghampiri.
"Permisi, Sir, Mr. Piper hendak benemu Anda di
kamamya." Ternyata ia tidak berlama?lama, pikirku
sambil menaruh cangkir dan mengikuti sang hellboy
ke dalam lift. .
Kamar Piper terletak di lantai teratas hotellltu,
sangat berbeda dengan ruangan lain di Tahiti. Tidak
ada perabotan merah tua yang mencolok, tidak ada
perlengkapan atau cennin bersepuh emasr Kamar itu
berisi sejumlah perabotan antik Inggris: sebuah sofa,
enam kursi bersandaran tegak dengan penutup burdiran, sebuah meja tulis kecil, dan dua atau tiga meja
kecil mengilap. Semua terletak di atas karpet sutra
bernuansa utama biru muda dan berselang-seling dengan motif Persia atau India kuno yang rumit. Semuanya tampak tidak serasi dengan jendela besar yang
membentang dari lantai sampai langit?langlt, yang
memperlihatkan bangunan putih tinggi kasino di sebelah, dan, di belakangnya. kombinasi warna abu-abu
dan cokelat kusam yang terkena sorot neon kota Las
Vegas. Gurun itu terlihat menghampar di kejauhan..
Piper seorang diri dalam kamar itu. Ia menunjuk
ke arah sebuah kursi. Aku duduk di sofa bergaya
George yang tampak rapuh, sementara ia duduk di
salah satu kursi mahoni bersandaran tinggi. Hilang


Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

semua kesopamm beradabnya. Piper murka.
366 "Apa yang kaulakukan tadi?" ujarnya. "Aku bukan
sekadar salesman obligasi picisan yang bisa kaupermainkan. Aku orang yang berkuasa di kota ini. Aku
punya uang, dan aku punya pengacara. Kalau kau
sebut Bladenham Hall sekali lagi, atau bahkan me-
nyinggungnya sedikit saja aku akan menuntut. Kau
akan kutuntut begitu banyak sampai-sampai seratus
tahun dari sekarang anak buyutmu masih harus membayar utangmu." '
Piper, dalam keadaan marah. sangat mengesankan.
Sesaat ia membuatku takut. Kalau memang aku telah
membuat kesal orang yang begitu berkuasa. jelas aku
telah membuat kesalahan. Tapi rasa takutku lalu sima.
"Kukira Anda akan tertarik dengan berita ini,"
ujarku, mengambil koran yang kukepit di bawah
lengan?koran Sun edisi beberapa tahun yang lalu.
Di halaman dua tepat di sebelah artikel "Bubbly
Belinda Mengungkap Segalanya," terpampang judul
"Peristirahatan Mesum Para Eksekutif." Di bawahnya
terdapat foto Bladenham Hall dan artikel tentang
bagaimana seorang Mr. Irwin Piper telah membantu
pihak kepolisian dalam penyelidikan. Berikutnya terdapat gosip seram tentang usahawan yang terlibat
dalam pesta seks.
Piper merah padamr "Kalau kau berani menunjukkan ini pada orang lain. aku akan langsung me-
ngirim para pengacaraku padamu. Itu pun kalau aku
sendiri belum merobek?robekmu."
Aneh tapi nyata, kemurkaan Piper malah membantuku tetap tenang. la tidak kelihatan begitu berkuasa
sepeni tadi. "Apakah di antara para pengacara itu
termasuk Debbie Chater?"
_ ' 367
"l?lah! Dia yang kasih tahu, ya? Sekalian akan
kutuntut si kodok Denny itu."
"Debbie tidak lagi bekerja untuk Denny Clark,"
ucapku. '
"Aku tidak peduli di mana dia kerja. Kalau me-
langgar kepercayaan antara klien dan penasehat hu-
kum, ia dalam kesulitan besar."
"Ia sudah tewas," ujarku. "Dibunuh."
Ini membuat Piper terdiam sesaat. "Mungkin ia
memang pantas dibunuh," sergahnya. "Aku tidak heran
kalau ada orang mau membunuhnya."
"Apakah itu Anda?" tanyaku. _
"Jangan konyol. Dan jangan ulangi tuduhan 1tu
lagi."
"Apakah Anda tahu siapa yang membunuhnya?".
"Tentu "'a tidak. Aku hampir tidak ingat wanita
itu. Aku s h benahun?tahun tidak melihatnya."
Aku percaya padanya. Ia takut akan apa yang bisa
kukatakan tentang Bladenham Hall, tapi ia tidak
peduli dengan apa yang kukatakan tentang Debbie,
meski ia menggertak.
"Anda tahu Phoenix Presperity Savings and Loan?"
tanyaku.
"Aku pernah dengar," ujar Piper, kembali kaget. .
"Apakah benar pemsahaan itu mempunyai investas1
di Tahiti?"
"Infomasi itu tidak untuk umum."
"Apakah Anda tahu bahwa Phoenix Prosperity mendapat uang investasi itu dengan Cina penipuan?"
Jelas Piper tidak tahu tentang hal ini. Keningnya
berkerut, dan ia tidak tahu harus mengatakan apa.
Dia berusaha keras mengendalikan diri. Dengan suara
368 . jauh lebih tenang ia berkata, "Aku tidak meladeni
pemerasan atau kebohongan, Mr. Murray. Silakan
pergi, dan kalau aku mendengar hal ini lagi, kau tahu
apa yang akan kulakukan."
Aku tidak pergi. Aku bangkit dari sofa canggih
itu, dan berjalan menuju jendela raksasa. Kami berada
di lantai paling atas. Jendela gelap itu menutup semua
kemeriahan, kegemerlapan, dan denyut nadi Las Ve-
gas. Kota itu terbentang diam jauh di bawah.
Aku berbalik menghadap Piper. "Aku tidak bermaksud memeras Anda. Aku hanya prihatin. Prihatin
karena perusahaanku telah ditipu jutaan dolar, yang
kini uzmgnya ditanam dalam kasino Anda. Aku yakin,
kejadian ini akan membuat pengusaha jujur seperti
Anda juga prihatin. Bagaimanapun, hal-hal seperti ini
dapat membahayakam reputasi seseorang, Mungkin
aku akan butuh bantuan Anda di masa depan untuk
mengetahui siapa di belakang ini semua. Aku yakin
Anda akan senang menolong. Sementara itu, aku
pasti tidak akan menyebut soal Bladenham Hall pada
siapa pun." Aku tersenyum dan berjalan ke pintu.
Sesaat sebelum pergi, aku berbalik dan mengulurkan
tangan. Ia tidak menyambutnya. Aku mengangkat bahu
dan melangkah ke luar ruangan.
Piper mempunyai lift ekspres pribadi yang membawaku ke lantai dasar. Aku merasa senang setelah
bertemu dengannya. Aku telah memojokkannya, persis
seperti yang kuinginkan. Aku masuk ke lift lain dim
pergi ke kamar untuk berpikir.
Setelah sekitar sepuluh menit, telepon berbunyi.
Temyata dari Tommy.
"Aku telah menemukan beberapa hal yang mungkin
369 . membuatmu berminat," katanya. Kupusatkan kembali
pikiranku ke masalah Tremont Capital.
"Oke."
"Ya, pertama kau minta aku mencari tahu tentang
pengambilalihan Phoenix Prosperity. Kutebak Waigel
pasti terlibat di [dalamnya, maka kuminta Jean memeriksa file?nya. Mau perinciannya?"
"Ya, tulung."
"Ini dimulai dengan beberapa korespondensi dengan
Howard Farber, pemilik dan manajer eksekutif Phoe-
nix Prosperity. Dikatakan bahwa ia tengah menghadapi
tahun yang sulit dan ia hanya mempunyai dua pilihan,
menyatakan bangkrut atau menjual bisnisnya. Surat
itu tertanggal dua tahun yang lalu.
"Tiga bulan kemudian Waigel balas menulis pada
Farber bahwa ia telah mendapat seorang pembeli, yang
ternyata teman lama kita, Tremont Capital. Ada seberkas
korespondensi yang membicarakan dokumen perjanjian
itu. Tremont menaruh modal empat puluh juta dolar
yang ditukar dengan jembilan puluh persen kepemilikan perusahaan itu. l-luvs ard Farber tetap menjadi
manajer eksekutif, seorang bernama Jack Salmon di-
tunjuk sebagai; pejabat penghubung. Tugasnya menghubungi pemegang saham mayoritas, Tremont Capital."
"Sangat menarik."
"Ya. Dan kau tahu apa lagi yang menarik?"
"Ceritakan."
"Bloomtield Weiss hanya menarik dua puluh lima
ribu dolar bagi ongkos penasehat. Aku tidak dapat
membayangkan Bloomtield Weiss mau menerima
bayaran kurang dari satu persen, atau dalam hal ini
sebesar empat ratus ribu."
370 m "Kukira Waigel tidak mau membayar ongkos terlalu
banyak," ujarku. "Bisa menimbulkan konflik kepentingan. l-lebat! Hasil yang bagus. Apakah ada yang lain?"
"Tidak. Tapi pihak polisi dapat informasi. Mereka
akhirnya menemukan tubuh Shoffman di sebuah hutan .
di Montclair, New Jersey."
"Apakah mereka tahu cara ia dibunuh, atau siapa
pelakunya?" tanyaku.
'Tidak. Sukar mengenalinya setelah begitu lama.
Mereka masih sibuk menyelidikinya, tapi mereka tidak
terlalu optimis."
"Sial. Aku berharap ada sesuatu yang menghubung-
kan kematiannya dengan semua ini."
"Memang ada."
"Apa?"
"Dick Waigel tinggal di Muntclair."
"Benar?" ujarku. Aku tidak terlalu terkejut. "Oke,
Tommy. Terima kasih banyak atas semua yang kau-
lakukan. Bisakah kau mengirim salinan dokumen itu
ke kantorku di London?"
"Tentu," sahut Tommy. "Dengan senang hati. Beri
tahu aku perkembangannya."
"Tentu. Sekali lagi, terima kasih," ujarku dan menutup telepon.
Semua cocok. Aku sudah _hampir mendapatkan semua informasi yang kubutuhkan untuk merangkaikan
apa yang sedang terjadi. Kuambil beberapa carik
kertas, dan selama dua jam berikutnya sibuk membuat
gambaran lengkap tentang Tremont Capital, pembiayaan Tahiti, dan berbagai pihak yang terlibat. Setelah
selesai, masih ada satu pertanyaan yang belum
terjawab. Mengapa Debbie tewas?
371 Aku yakin ia dibunuh. Menurutku kemungkinan
besar alasannya berhubungan dengan Tremont Capital. Waigel tampaknya tersangka yamg paling mungkin:
penemuan tubuh Shoffman di dekat rumah Waigel di
Montclair memberi petunjuk ia sangat mampu melakukan hal itu.
Tapi agenda Waigel menunjukkan ia berada di
New York pada malam Debbie terbunuh. Dan Joe-
lah, bukan Waigel, yang kulihat sesaat sebelum Debbie
tewas. Jadi, apa hubungan Joe dengan Waigel? Tidak
ada yang kuketahui tentang itu, namun mungkin Cash
yang menyuruh Joe. Aku tidak ragu?ragu lagi akan
keterlibatan Cash dalam seluruh peristiwa ini. Bagai-
manapun, pada awalnya dialah yang menjual saham
Tremont Capital pada Hamilton.
Sebagai motif, menurutku, entah bagaimana, Cash
sadar Debbie mengetahui penipuan Tremont ?apital
dan hendak mengadukannya pada Mr. De Jong. Maka
Debbie harus disingkirkan.
Meski demikian aku belum yakin. Joe bersiteguh
ia tidak membunuh Debbie, dan aku mempercayainya.
ini tidak masuk akal.
'Walaupun demikian, aku telah cukup berhasil. Kuhubungi Hamilton. Suaranya terdengar jelas di saluran
telepon. "Apa yang kaudapatkan untukku, Iaddie?"
"Kukira kita telah berhasil mengungkap sebagian
besar penipuan ini." sahutku, berusaha tidak terdengar
terlalu bangga pada diri sendiri.
"Ceritakan," ujar Hamilton, suaranya terdengar tidak
sabar.
"Yah, aku lumayan yakin Waigel dan Cash yang
mendalangi ini semua. Waigel. membuat rancangan
Tremont Capital dan Cash menjualnya pada Anda."
372 "Masuk akal," sahut Hamilton. "Kita tahu Tremont
Capital meminjam uang dengan jaminan palsu, tapi
apakah kau sudah tahu ke mana uang itu pergi?"
"Kukira demikian."
"Well, jangan main?main, katakan."
"Mesin Uang Uncle Sam adalah sebuah perusahaan
simpan?pinjam?Phoenix Prosperity Savings and Loan,
tepatnya. Tremont Capital 'membeli sembilan puluh
persen pemsahaan itu dengan uang hasil private place-
ment. Mereka menggunakan Phoenix Prosperity untuk
membuat berbagai investasi berisiko tinggi yang dibiayai oleh deposito yang dijamin pemerintah. Salah
satunya adalah Tahiti Hotel milik Irwin Piper."
"Apakah ia terlibat dalam Tremont?"
"Aku tidak tahu," sahutku. "Aku tidak yakin siapa
yang memiliki Tremont Capital. Kuduga Cash dan
Waigel adalah pemegang saham, mungkin Piper juga."
Tak ada suara terdengar. Aku hampir dapat men-
dengar otak Hamilton sedang berpikir. "Well, itu
semua ada artinya," ujarnya. "Kau telah berhasil
baik! Hebat. Sekarang yang perlu kita lakukan tinggal
mencari jalan mendapatkan uang kita kembali."
"Apakah kita sekarang akan ke polisi?" tanyaku.
"Jangan, saat ini kita sudah hampir mendapatkan
uang itu kembali. Segera setelah kita memperolehnya
kembali, kau dapat pergi ke polisi dan menceritakan
segalanya, tapi jangan sebelumnya, mengerti?"
Aku mengerti. Dan sejujurnya aku senang. Aku
jauh lebih yakin bahwa Hamilton dan aku akan
mendapat jalan untuk memperoleh kembali dua puluh
juta milik kami.
"Aku akan telepon Rudy Geer. Aku ingin tahu
373 bagaimana kabarnya di Curagao. Dengan infomasi
ini, kita mungkin dapat melacak Tremont Capital di
Netherlands Antilles. Lebih baik aku segera ke sana
lagi."
"Ada satu hal yang masih belum kumengerti."
"Apa itu?"
Kukatakan pada Hamilton pertanyaan yang masih
mengganggu benakku, yaitu kematian Debbie.
"Ya, aku mengerti apa maksudmu," ujar Hamilton,
suaranya terdengar prihatin. "Masih banyak yang perlu
kita ketahui. Tapi mungkin kalau berhasil menemukan
uangnya, kita juga akan tahu siapa pembunuh Debbie."
"Oke," ujarku. "Apa lagi?"
Jawaban Hamilton sangat jelas. "Aku akan menghubungi Rudy Geer. Aku akan ke Curagad lagi. Dan
aku akan memikirkan masalah itu lebih lanjut."
"Bagaimana dengan aku?" tanyaku. -
"Jangan kuatir, laddie, kau sudah cukup banyak
bekerja. Tulis garis besar apa yang baru kaukatakan,
dan kjrimkankan lewat faks. Lalu bersenang-senanglah,
takan k_utemui kau di kantor hari Senin besok."
Setelah menaruh telepon, kusadari Hamilton pasti
puas dengan hasil kerjaku, itu sebabnya ia menyuruhku
bersenang?senang. Dan sejujurnya, aku sangat puas
dengan diriku sendiri. Tidak diragukan lagi aku telah
membuat Hamilton terkesan.
Kutuliskan penemuanku dalam beberapa carik kertas, dan pergi ke business center hotel untuk mengirimkannya melalui faksimile. Tidak heran, Tahiti di-
lengkapi dengan segala jenis komputer, fotokopi, mesin
faks canggih, dan dua orang sekretaris yang siap
mengetik bagi pelanggan hotel setiap saat, siang atau
374 malam. Aku tidak memakai jasa mereka, dan bersi-


Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keras mengirimkan sendiri faks untuk Hamilton itu.
Pengiriman itu hanya memerlukan waktu beberapa
menit. Aku kembali berjalan ke deretan lift, berkelokkelok di antara para wanita cantik yang memakai rok
jerami dan para penjudi gemuk yang merupakan pelanggan hotel. Cathy tengah menunggu di depan salah
satu lift.
"Halo," sapaku, setelah aku meloncat masuk sebelum pintu lift tertutup. "Apakah kau menerima pesanku
tadi malam? Apakah kau nanti mau menjelajahi kota
im."
Gadis itu menggigit bibirnya dan menunduk me-
natap lantai lift. "Tidak, aku ingin tidur."
"Oh, oke. Apakah kau ingin makan malam ber-
sama?" .
"Tidak, lebih baik tidak. Aku berjanji akan makan
bersama Cash dan Dick. lni lantaiku." Tanpa melirik,
ia melangkah keluar lift.
Aku mengerutkan kening. Apa maksud semua ini?
Dan sejak kapan Cathy demikian ingin makan malam
dengan katak beracun itu? Aneh. Aku berjalan di
lorong menuju kamarku, merasa tidak enak.
Makin kupikirkan, makin yakin aku bahwa sikap
anehnya itu disengaja. la telah memutuskan untuk
menghindariku, menjauhiku. Tidak ada penjelaszm lain.
Aku tidak dapat menyangkal kesimpulan itu.
Tapi mengapa?
Aku berbaring di tempat tidur, menatap nanar pada
langit-langit. Aku sama sekali tidak punya ide. Aku
merasa tidak ada kata?kataku yang bisa membuatnya
kesal. Aku berbaring kebingungan dan cemas. Pasti
375 sakit kalau aku kehilangan Cathy. Akan sangat me-
nyakitkan.
Aku takkan membiarkan ia pergi begitu saja dengan
sederet alasan dangkal bahwa ia terlalu sibuk untuk
bertemu denganku. Kalau ia ingin menghindariku,
aku berhak mengetahui sebabnya.
Aku menelepon kamarnya. Telepon itu berdering
lima kali. Tidak ada sahutan. Walau sudah jelas ia
tidak ada di sana, kubiarkan telepon berdering terus.
siapa tahu.
Akhimya, aku menutup telepon. Aku meloncat dari
tempat tidur dan berputar?putar dalam kamar. Aku
harus mengetahui apa yang salah. Harus.
Kuputuskan untuk berjalan-jalan mengelilingi ho-
tel. Mungkin aku akan bertemu dengannya. Jika ter-
nyata tak bertemu dengannya, paling tidak aku tak
bennuram durja di kamarku seperti ini.
Ia tidak ada di lobi. Aku melihat ke semua bar
dan coffee shop, berkeliling melewati pohon palem,
pulau?pulau, dan mesin-mesin judi. Aku berjalan perlahan, supaya bisa mencari dengan lebih teliti.
lui konyol. Aku sama sekali tidak tahu dia ada di
mana. Ia mungkin pergi ke pusat kota atau ke salah
satu kasino di Strip. Aku berhenti berkeliaran di
dalam gedung, dan berjalan ke taman luar. Rerum-
putan, semak?semak, dim pohon palem telah ditransplantasikan ke tempat yang dua bulan lalu merupakan
daerah proyek bangunan, dan penyemprot tanaman
terus-menerus menyala. Halaman itu berwarna hijau
tua, diseling beberapa percik ungu. Semua tampak
tidak alamiah di tengah iklim gurun.
Aku berjalan memutari taman? selama setengah jam,
376 o; ' lalu kembali ke dalam gedung. Ketika memasuki
lobi. aku menengok ke kiri dan ke kanan, siapa tahu
aku melihatnya. Dan ternyata benar. Cathy sedang
menyeberangi atrium luas itu, menuju ke luar hotel.
Aku bergegas mengejarnya. Aku berhasil mengejarnya
di salah satu jembatan di antara pulau?pulau.
"Halo," sapaku.
"Halo," sahut Cathy, sambil mempercepat langkahnya.
"Aku ingin bicara denganmu."
"Aku tidak punya waktu sekarang. Aku sedang
terburu?buru. Mungkin nanti."
Aku memanjangkan langkah dan berdiri di muka-
nya. "Dengar," ujarku, "aku hams bicara denganmu.
Dan suatu saat aku pasti akan bicara denganmu. .l'adi
sebaiknya kau selesaikan saja sekarang. Kalau tidak,
kau tidak akan dapat mengenyahkanku. Oke?"
Cathy memandangku, keningnya berkerut. Ia mengangguk "Oke."
Kami tengah berdiri di sebuah pulau kecil dengan
beberapa kursi dan sebuah meja. Kami pun duduk.
"Aku hanya ingin tahu alasannya," ujarku. "Aku
merasa mulai mengenalmu selama beberapa hari ter-
akhir. Mulai mengenalmu dengan baik. Dan semakin
mengenalmu, semakin aku menyukai apa yang kulihat.
Kau dan aku cocok. Aku tahu itu, dan kukira kau
juga tahu. Jadi aku ingin tahu apa yang terjadi. "
Cathy menatap lurus ke depan. "Tahu tentang apa?"
"Tentang apa yang salah, mengapa kau ingin meng-
hindariku tadi pagi Dan mengapa kau tidak mau
berbicara denganku sekarang."
Cathy merona sedikit. "Aku tidak berusaha meng-
377 hindarimu. Aku hanya ingin melakukan hal lain, itu
saja." Ia melihat pandangan di wajahku. Aku menanti.
Akhirnya ia menghela napas. "Kau benar. Kau berhak
mendapat penjelasan."
Ia masih tidak menatap ke arahku, tapi ke arah __
sebatang pohon palem hasil transplantasi di depannya.
"Aku senang berteman denganmu. Sungguh menyenangkan bersamamu. Kalau kau tidak ada. aku me-
nantikzm pertemuan denganmu." _
Aku tersenyum padanya. Ia masih tidak melihat ke
mataku. "Aku mempunyai perasaan yang sama," ujarku. "Jadi apa masalahnya?" , .
"Di pesawat saat menuju ke sini. aku duduk di
sebelah Waigel. Kami berbincang?bincang. Tentang
kau." la membuka-tutup tangannya, dan tetap mema-
lingkan wajah dariku. "Ia berkata menurutnya ada
sesuatu yang terjadi antara kau dan aku. Ia bilang ia-
tidak menyukainya. Menurutnya itu tidak profesional,
buruk untuk karierku."
Kemarahanku muncul. "Waigel benci padaku, kau
kan tahu. Apa pedulimu dengan pendapatnya?" _
Cathy melanjutkan dengan suara rendah. "Ia bilang
jika aku tetap berhubungan denganmu, maka aku
akan dipecat." "
Gento Guyon 11 Bidadari Biru Hai Fani Karya Robby Pendekar Rajawali Sakti 60 Badai Di Lembah Tangkar
^