Pencarian

Skandal Darah 2

Skandal Darah Karya Salandra Bagian 2


Stephen Ray menuju ke tempat telpon. Dari
seberang terdengar suara Richard Connery agak
gugup.
"Baru saja ada orang FBI menemuiku lagi, dia
menanyakan tentang Carol."
"Apa jawabanmu?"
"Kukatakan aku tidak mengenalnya."
"Bagus. Biarkan mereka capai sendiri. Kukira
ada orang yang mencoba menghasut FBI untuk
melibatkan perusahaanku. Biasa, Richie, persaingan bisnis. Mereka sekarang sudah kehilangan etika
untuk bersaing secara fair."
"Apa yang harus kulakukan, Ray?"
"Kau harus tetap bersikap tenang. Jangan meladeni pertanyaan apa pun mengenai Carol. Mereka
tengah berusaha menjebakmu."
"Baik. Aku tak akan meladeninya."
Hubungan telepon duputuskan. Stephen Ray
kemudian kembali lagi ke tempatnya tanpa tersenyum.
Saat meninggalkan restoran Jepang itu, David
Nichols bertanya, "Ada apa dengan Richie, Ray?"
SKANDAL DARAH 97
5 RUMAH makan Sukiyaki tertetak di lantai empat
puluh Miami Tower. Sebuah rumah makan Jepang
yang sangat khas. Kecuali seluruh hidangannya
adalah makanan Jepang. Sukiyaki memiliki pelayan
yang semuanya berpakaian seperti layaknya seorang geisha.
Stephen Ray dan David Nichols duduk menghadapi meja pendek yang penuh hidangan. Mereka
tengah berbincangfbincang dengan dua orang Jepang yang bahasa Inggrisnya masih patah?patah.
"Semuanya sudah diatur," kata Wakayama.
orang Jepang di depan Stephen Ray. "Pihak Nabana Fuji telah menandatangani kontrak asuransi
itu. Sekarang bagaimana dengan kewajiban Anda
menyediakan kapalnya, Tuan _Ray?"
"Saya akan segera mengurusnya."
"Apakah ada kesulitan dengan Tuan Richard
Connery?"
"Saya rasa tidak. Anda harus maklum Tuan
Wakayama, dia masih baru di sini, sehingga persoalan ini belum dapat saya bicarakan dengannya
secara terbuka. Kami harus berhatilhati. Tetapi
jangan khawatir, pada saamya, semua pasti beres."
"Saya percaya sepenuhnya pada Anda, Tuan
Ray."
"Terima kasih."
OF. Trba?tiba seorang geisha muncul di depan
pintu, bersimpuh, lalu berbicara sopan.
"Tuan Stephen Ray, ada telepon untuk Anda.
Apakah saya hams membawanya keman untuk
Anda?"
"Dari siapa?"
"Tuan Richard Connery."
"Saya akan ke sana."
Stephen Ray menuju ke tempat telpon. Dari
seberang terdengar suara Richard Connery agak
gugup.
"Baru saja ada orang FBI menemuiku lagi, dia
menanyakan tentang Carol."
"Apa jawabanmu?"
"Kukatakan aku tidak mengenalnya."
"Bagus. Biarkan mereka capai sendiri Kukira
ada orang yang mencoba menghasut FBl untuk
melibatkan perusahaanku. Biasa, Richie, persaingan bisnis. Mereka sekarang sudah kehilangan etika
untuk bersaing secara fair."
"Apa yang harus kulakukan, Ray?"
"Kau harus tetap bersikap tenang. Jangan me-
ladeni perhunyaan apa pun mengenai Carol. Mereka
tengah berusaha menjebakmu."
"Baik. Aku tak akan meladeninya."
Hubungan telepon duputuskan. Stephen Ray
kemudian kembali lagi ke tempatnya mnpa tersenyum.
Saat meninggalkan restoran Jepang itu, David
Nichols bertanya, "Ada apa dengan Richie, Ray?"
SKANDAL DARAH 97
"FBI menanyakan tentang Carol."
"Lalu?"
"Dia tidak mengatakan apa?apa, Tetapi kukira
kita harus melakukan sesuatu."
"Apa?"
"Aku akan mencoba memikirkannya."
Cuaca siang amat cerah, matahari bercahaya
perak. Pelabuhan memulai kehidupannya. Di tepi
barat kesibukan pelelangan ikan mulai menyusut.
Tinggal beberapa tauke yang masih menunggu hasil
nelayan dari laut. Biduk?biduk bertebaran membelah air. Di Miami biduk memang digunakan sebagai
perahu angkut, menyeberangkan orang ke kapal
yang tak bisa merapat ke dermaga.
Di antara kesibukan di pantai, tampak Richard
Connery, Murray, Wakayama, Hoffman dan beberapa pegawai pelabuhan menuju ke kapal Red Top.
Dua buah biduk bermotor tempel menderu ke tengah. Kemudian satu persatu meloncat ke kapal
itu. Richard Connery memerintahkan pegawainya
memeriksa mesin dan pertengkapan kapal.
"Bagaimana kondisi dua kapal yang lain?" tanya Richard Connery pada Wakayama. '
"Sama dengan ini. Semuanya masih baik," ja-
wab Jepang gendut itu tanpa ragu?ragu. Dengan
lagak seorang juragan besar ia mendekati Richard
Connery. "Anda kan dari Akademi Kemaritiman,
tentu bisa melihat sendiri, mesin kapal ini masih sangat baik, hanya kurang terawat. Maklumlah selama
98 bertahun?tahun hanya berhubungan dengan stuwardor."
"Sejak kapan kapal ini dipakai mengangkut kayu?"
"Setahun yang lalu ketika kontrak pengangkutan thiner dihentikan. Terpaksa kami mencari job
ke Panama clan Costa Rica. Tapi kapal ini tidak
pernah rewel."
Beberapa orang mencoba ramp door. Dengan
suara melengking rantai pintu itu mengerek turun.
Richard Connery memperhatikan dari anjungan.
"Anda lihat sendiri semua peralatan di kapal
ini masih berjalan baik," kata Wakayama membe-
rikan propaganda. "Dengan sistem ramp door kapal
ini akan menjadi kapal pengangkut yang serba
guna."
"Suaranya saja seperti orang sekarat," kata Richard Connery menyindir.
"Karena kurang terawat. Nanti kalau sudah diadakan perbaikan semuanya akan seperti baru dari
pabrik."
"Akh."
"Saya bilang apa adanya."
"Anda tidak keberatan kalau saya meminta
persetujuan PT. PANN sebelum memutuskan setuju
atau tidak setuju?"
"Biar kami yang urus," potong Wakayama ce-
pat. "Pokoknya nanti kami yang urus sehingga segalanya beres."
Richard Connery mengeding, mencoba mene
99 bak ke mana arah pembicaraan Wakayama. Dan
seketika dia menangkap sebuah permainan sedang
dipersiapkan untuk dirinya. Karena itu segera ia
menghindar, dan memerintahkan Hoffman menghidupkan mesin kapal. Beberapa kali mengengkol,
sehingga mesin kapal menderam satu kali, dua kali,
sampai hitungan kesebelas baru terdengar suaranya
menderam?deram kering.
"Dengan mengubah bentuknya, Anda akan
mendapatkan sebuah kapal penumpang yang baik," kata Wakayama pula.
"Anda tidak melihat betapa berbahayanya
menggunakan kapal ini menjadi kapal penumpang," kata Richard Connery tegas. "Tidak ada se-
koci, tidak ada alarm, tidak ada flares, bahkan ra-
dionya saja macet. Praktis semua penyelamatan penumpang tidak ada di sini. Sebagai kapal barang
tak menjadi persoalan, karena yang menanggung
insiko adalah para awak kapal. Tapi bagi kapal penumpang, kami menanggungtratusan jiwa manusra."
"Anda nanti bisa memperbaiki...."
"Dengan seluruh biaya perbaikannya, kurasa
kami dapat membeli kapal penumpang yang mema-
dai."
Wakayama garuk?gamk kepala. Murray yang
sedari tadi mendengarkan pembicaraan itu menyela:
"Kita nanti bisa mengajukan biaya-biaya perbaikan pada Jeff Speakman, Richie. Dari sana kita
100 bisa memainkan
"Memainkan anggaran maksudmu?"
"Ya," jawab Murray bersungguh?sungguh. "Bi-
ar nanti aku yang mengurus. Semuanya pasti beres."
"Koruptor!" rutuk Richard Connery. tapi hanya
dalam hati.
Rupanya sekarang ia berada di tengah permainan anggaran. Pantas perusahaan selalu kedodoran. Ternyata Murray lebih senang memainkan
peranan sebagai perantara daripada pimpinan perusahaan. Dari sini dapat diduga berapa uang masuk ke kantongnya. Berbagai macam uang komisi
pasti mengalir ke kantong lelaki itu.
Richard Connery tak bisa meraba bagaimana
reaksi Murray kalau dia bersikeras menolak permainan ini.
Sambil menyimpan tangan di dalam saku, Richard Connery berjalan?jalan ke buritan. Ia melihat
sebuah perahu motor melaju ke arah mereka. Richard Connery memperhatikan selintas, ternyata
Bob, pesuruh kantornya. Lelaki kurus kering macam kurcaci itu melompat ke Red Top.
"Mr. Richie, tadi istri Anda menelpon ke kantor.
Anda diminta segera ke rumah sakit. Puteri Anda
sakit keras," kata Bob tergopoh?gopoh.
"Ha?"
"Katanya kurang darah," lanjut Bob tak ka
ruan. "Pokoknya ibu meminta agar Anda segera ke
sana."
101 "Di mana?"
"Di Medical Center."
Richard Connery bergegas menjumpai Murray.
"Terpaksa saya pulang dulu, Murray. Besok
saja kita bicarakan lagi persoalan ini. Mudah?mudahan saya bisa memberi keputusan."
Murray hanya mengangguk. Dan tanpa membuang waktu, Richard Connery meloncat ke perahu
yang dipakai Bob. Tak berapa lama mereka sudah
melaju dengan taksi menuju rumah sakit. Angin bersuir?suir lewat jendela, namun Richard Connery ha-
nya bisa membisu. Berbagai pikiran buruk menyisir
hatinya.
Di rumah sakit, Richard Connery berjalan menyusuri koridor dengan bergegas. Lorong-lorong
rumah sakit membuatnya sedikit tegang, lebih?lebih
ia beberapa kali berpapasan dengan kereta cadaver.
Bau paperrnint yang menguap, menyebabkan lelaki
itu teringat pada kematian, dan ketegangan lebih
jauh mengusik tmtinya. ""
Sekali ia bertanya pada seorang perawat, ke-
mudian setengah bedati ia menuju sal yang ditunjukkan. Dan lelaki itu terperangah. la menjumpai
istrinya menangis di depan pintu sal anaknya. Saat Richard Connery memanggil namanya, Ketty
menengadahkan muka, kemudian bergerak menu-
bruk suaminya. Perempuan itu tak mampu mena-
han isak tangisnya. Dengan pandangan gelisah Richard Connery memperhatikan pintu sal di hadapannya.
102 "Tenanglah," kata Richard Connery sambil
membelai rambut istrinya.
"Apa yang kutakutkan telah terjadi, " kata Ketty
terisak
"Ada apa?"
Ketty belum sempat menjawab. Tiba?tiba pintu
sal terbuka, dokter itu berdiri sambil membuka kacamata. Richard Connery merenggangkan rengkuhannya.
"Bagaimana, Dok?"
"Sekarang sudah melewati masa?masa kritis "
"Terima kasih, Dok."
"Tidak perlu," jawab dokter itu sambil tersenyum. "Sudah menjadi kewajiban saya sebagai se-
orang dokter. E?e, tetapi begini Tuan"
"Richard Connery."
"Ya, ya, Tuan Ricl'mrd Connery," tergopoh?gopoh dokter setengah baya itu merapikan ucapannya. "Ada suatu hal yang ingin saya bicarakan dengan Anda. Ee, tetapi sebaiknya di kantor saya saja. Mari...."
Dokter Norman bergegas menuju ke kantornya,
sementara Richard Connery dan Ketty mengikuti
di belakangnya. Bob yang sejak tadi mengikuti segera minta ijin Richard Connery untuk kembali ke
kantor. Richard Connery hanya mengangguk lemah.
"Silakan duduk," kata dokter Norman datar.
Lelaki itu melepas stetoskop dan meiztakkan di atas
meja. Mereka duduk berhadapan. Sesudah melepas
103 kacamata, dokter itu meneruskan. "Ada suatu persoalan yang ingin saya kemukakan pada Anda ber-
dua berkenaan dengan penyakit puteri Anda. E?e,
siapa namanya?"
"Kevin," Richard Connery menerangkan. *
"Ya, ya, Kevin. Sebuah nama yang manis."
kata dokter tersebut memberi komentar. Setelah
diam sejenak. "Dari observasi yang kami lakukan,
dapat diambil kesimpulan, yah ? meskipun ini belum
tentu pasti. Karena kepastian secara medis harus
kami buktikan lewat pemeriksaan klinis. Paling tidak
hams diadakan pemeriksaan darah, atau lebih dulu
kami lakukan stemumfuncie. Tapi dari pemeriksaan
pendahuluan, dan melihat gejala?gejala yang bisa
kami lihat, serta keadaan puteri Anda. E?e, Kevin.
Kemungkinan menderita leukemia."
"Leukemia?" Richard Connery temganga seke-
tikar
Ketty hanya bisa menggigit bibir dan menangis.
Terisak namun coba ditahan.." -
"Memang berat mendengar berita buruk," lanjut dokter itu lunak, lebih tepatnya membujuk.
"Tetapi ini sangat perlu Anda ketahui secara dini,
agar ada persiapan untuk menghadapinya."
"Bagaimana menurut analisa, Dokter?" tanya
Richard Connery dengan menahan kesedihan luar
biasa. "Apa puteri kami dapat sembuh?"
"Jangan pesimis. Kita tidak berhak memvonis
nasib seseorang. Semua sudah ada yang mengatur.
Dan kemajuan teknologi kedokteran sering mem
104 bikin kita lebih percaya pada kekuasaan Tuhan Kami dari tim kedokteran akan berusaha mengembalikan puteri Anda dalam keadaan setmt. Sekarang
teknologi sudah demikian maju, apa pun bisa kita
hadapi. Tinggal tergantung bagaimana Tuhan menentukan nasib setiap orang, dalam hal ini siapa
pun tak bisa menduga."
Pulang ke rumah, dengan membawa segenap
kemurungan. Kesedihan kali ini tak bisa digambarkan dengan kata?kata.
Richard Connery pernah merasakan kesedihan
seorang ayah mendapatkan anaknya yang cacat.


Skandal Darah Karya Salandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu pun sudah tak tergambarkan dukanya. Namun
kali ini, seratus kali lebih dahsyat Betapa tidak
Siapa pun mengetahui macam apa ganasnya penyakit yang diderita Kevin. Leukemia! Fluh! Rasanya tak ada lagi yang menandingi jahanamnya
penyakit itu. Keterangan dokter Norman yang sebijaksana apa pun, hiburan dokter Norman yang
sebaik apa pun, tak akan bisa mengurangi perasaan
sedih Rictmrd Connery dan Ketty. Hidup mereka
seakan telah dipunahkan sebagian.
Sampai kini, leukemia masih mempakan pe_
nyakit terganas. Meski dokter Norman mengatakan
bahwa Kevin masih memiliki banyak kemungkinan
sembuh, namun Richard Connery tak terlalu percaya. Dokter Norman menerangkan bahwa Kevin
menderita ALL atau Leukemia Limiatilr. Akut. Pe.
nyakit itu memang lebih banyak menynang pada
SKANDAL DARAH 105
1 anak?anak. Meskipun orang dewasa juga bisa ter-
serang, namun frekuensinya lebih rendah. Kemu-
dian diterangkan sebab utama ALL adalah terjadinya penimbunan limfoblast di dalam sumsum
tulang serta darah perifer. Dan mengakibatkan anemia. Gejala yang sudah tampak pada Kevin adalah
pucat serta cepat letih akibat anemia. Lebih dari itu
sudah terjadi rasa sakit pada tulang serta pergelangan. Dan hasil pemeriksaan rontgen, dapat dilihat
terjadinya pembahan rontgenologik dari tulang.
Artinya penyakit Kevin diketahui sudah agak terlambat. Tetapi yang menggembirakan dari kese-
muanya itu, belum dilitmt pengaruhnya pada rangsangan maningial? atau otak. Kesimpulannya, harapan masih ada. Tetapi Richard Connery curiga
bahwa semua itu hanya usaha dokter Norman
menghibur hatinya.
Ketty seperti orang kehilangan akal. Cuma bisa
*- memandangi suaminya dengan raut muka lebih tua.
Kenyataan yang dialami Kevin membuat perem-
puan itu kehilangan gairah hidup. Semalaman pe-
rempuan itu n'ienangis, tidak bisa memicingkan ma-
ta sekejap pun. Hati terlanjur gundah. Dan harapan
seakan kena tumpas.
Hari?hari selanjutnya dilalui dengan kemuraman. Di meja makan, di tempat tidur, atau manakala
mereka duduk menonton televisi, tak ada lagi ke-
gembiraan yang dulu. Seakan hari?hari menjadi ru-
ang tunggu berita kematian.
. Kevin yang sejak lahir sudah lumpuh, selama
ini benar?benar menguras kasih?sayang mereka.
106 Dan menjadi bagian hidup dari perjuangan yang
sama?sama mereka amngi, manakala kebahagiaan
mulai menampak, tiba?tiba bagian hidup itu dipenggal dari batang induk Betapa luka tak bisa dibayangkan. Kesempatan mengenyam kegembiraan
ingin rasanya dibagi bersama, namun gadis cilik
itu?tanpa bisa melawan?ditimbuni nista terkutuk.
Beberapa hari Kevin tak sadarkan diri. Rictmrd
Connery dan Ketty hanya bisa menangis di sampingnya sambil menahan airmata. Mereka hanya
bisa menahan pedih ketika Kevin menjalani trantusi
darah. Gadis cilik itu selalu mengerang, seakan sesuatu yang teramat menyakitkan dimasukkan ke
dalam pembuluh darahnya. Juga- bila dilakukan
stemumfuncie. Bibirnya yang mungil berwarna biru,
dan hanya bisa bergetar?getar tanpa mampu mengucapkan sepatah kata pun. Matanya sudah tidak
bercahaya, seakan tinggal menanti saat terpejam
selamanya.
Rumah yang terbiasa penuh tawa?ceria. kini
bagai daun dikemas matahati ? layu seketika. Dan
di detik begini, terasa sekali betapa besar arti seorang anak bagi ayah dan ibunya.
Di tempat tidur Richard Connery clan Ketty hanya saling berpandangan. lni sering mereka lakukan. Ketty membulirkan airmata ke pipi, dan hanya
bisa memandangi suaminya dengan perasaan lantak, setiap pulang dari mmah sakit
"Bagaimana menurut pendapatmu?" bertanya
Ketty di sela tangis.
107 l "Aku tidak tahu, " jawab Richard Connery jujur.
"Tetapi kita akan berusaha bagaimana pun caranya
agar dia sembuh."
David Nichols bergegas membuka pintu kantor
Stephen Ray tanpa mengetuk, ia terpana menyaksi-
kan adegan di depannya. Stephen Ray tengah
menggumuli Carol.
"Sialan!" rutuk Stephen Ray sambil berdiri.
"Sorry, aku tidak tahu."
"Lain kali sebaiknya kau mengetuk pintu lebih
dulu."
"Biasanya Carol ada di luar. aku tidak tahu kalau dia di dalam."
Carol bergegas pergi sambil membenahi kancing bajunya. Wajah gadis itu bersemu merah.
Stephen Ray duduk di meja sambil menyalakan
korek api.
"Ada apa?"
"Saya baru saja mendengar dari mmah sakit
mengenai penyakit anak Richard Connery."
"Hanya soal itu yang membuat kau menembus
masuk tanpa mengetuk pintu?"
"Kurasa kau periu mengetahuinya Anak Richie
menderita leukemia." '
Stephen menghembuskan asap rokoknya ke
udara.
"Leukemia?"
"Benar."
IOR "Aku ikut sedih mendengarnya."
"Aku pun begitu."
"Richie tentu membutuhkan banyak uang untuk membiayai pengobatan anaknya."
"Itulah sebenarnya yang ingin kukatakan. Kita
menemukan titik lemahnya. Meskipun berat, namun kurasa ini merupakan jalan untuk kita."
Stephen Ray diam beberapa ketika. la tampak
berpikir keras. Setelah diam sejums, ia berkata,
"Kau tahu siapa dokter yang merawat anak itu?"
"Dokter Norman Danson."
"Apakah dia termasuk orang kita?"
"Bukan. Tetapi bila pertu aku dapat mendekalinya."
"Bagus. Mintalah status penyakit anak Richie,
lengkap dengan perincian biaya yang dibutuhkan
untuk kesembuhannya. Mungkin suatu saat kita
memerlukannya. "
::Baik. Aku akan menemui dokter itu selekas
nya. David Nichols berjalan menuju pintu. Stephen
Ray masih duduk di meja ketika memanggil nama
nya. "Kalau kau keluar, tolong Carol suruh kemari
lagi. Aku tadi belum selesai dengannya."
th 6 PliRUHillAN suara Senator James Norton terus
meningkat. Tema kampanye yang disodorkan terbukti memberi hasil yang sangat memuaskan. Dua
orang lawannya tertinggal jauh dalam poll pendapat
yang dilakukan Miami Herald. Penggalangan ke uatan untuk melawan kokain menjadi landasan yang
teramat kuat bagi senator itu.
Kenyataannya, mafia kokain memang rnenger
rikan. Sejak tahun 1980 perdagangan kokaln yang
didalangi kartel Medeline, Colombia, mencaplat
puncaknya. Bisnis obat terlarang ini terbukti me 1-
batkan uang sebesar seratus milyar dollar setahun.
Di Miami dapat dikatakan setiap anak berumur erne
pat belas tahun sudah pernah menikmati kokain.
Kematian yang disebabkan bisnis ini pun terus nlleningkat setiap tahunnya. "lidalgqhanya kematian arena kecanduan, tetapi kokain membawa dampak
pada peningkatan kriminalitas. Pemerasan, penodongan, perampokan, dan penodongan seakarl:
menjadi jalan termudah mendapatkan uang untu
membeli kokain. Tak mengherankan apabila kemudian terjadi kenaikan angka kematian_secara men-
colok. Satu hari tiga orang tewas akibat kokain
"Kita tidak dapat tinggal diam," kata Senator
James Norton pada wartawan yang mengerumunr
nya. "Saya akan bekerja sama dengan DPA dan
110 E-Booh by
FBI untuk melawan keganasan mafia kokain."
"Bagaimana Anda akan memeranginya?"
"Dari gedung senat saya akan memperjuang
kan disempumakannya undang?undang anti narko
tika yang lebih keras dan tanpa ampun. Selain itu,
saya ingin melakukan konsolidasi dengan DEA. dan
FBl untuk mencari caramra paling efektif melawan
gembong penjahat itu. Kalau perlu saya akan me
minta surat perintah Presiden Bill Clinton untuk mengirim pasukan ke Cuba, Niaragua, atau Colombia
untuk menumpas langsung markas mereka."
"Apakah itu tidak bertebih?lebihan?"
"Apakah Anda anggap berlebih?lebihan tindakan Bill Clinton mengirim pasukan ke Zambia?"
Pada tanggal 21 Maret 1994 peristiwa baru
dialami Richard Connery.
Bam saja ia pulang dari kantor. Hari masih sore. Matahari senja mengirimkan cahaya di sela?sela
perumahan. Wakayama disertai Tanaka dan Stephen Ray datang ke rumahnya. Kedatangan ketiga
orang itu sebenarnya tak terlalu disukai, namun Rictmrd Connery berhasil menyembunyikan ketidaksukaannya. la meladeni pembicaraan tentang sakit
anaknya, ongkos perawatan, harapan kesembuhan,
dan berbagai hal yang mengingatkan Richard Connery pada Kevin.
'Terima kasih. "
"Tapi leukemia pun sekarang bisa diatasi,"
sambung Tanaka tersenyum. "Saya punya kawan
111 uqy_arr
yang menderita leukemia limfatik khronis, sekarang
sudah sembuh seratus persen."
"Berobat di mana?"
"Di California. Hampir dua tahun dia tinggal di
rumah sakit Dulu banyak yang meramalkan usianya tinggal enam bulan, tetapi sekarang sudah lewat
lima tahun justru kelihatan lebih sehat"
Ketty yang turut mendengarkan pembicaraan
memberikan perhatian penuh. Naluri keibuannya
terpancing sudah. Dan pembicaraan pun bertanjut
pada penyakit leukemia. Meskipun membawa pera-
saan ngeri, namun Ketty tak beranjak.
"Dulu." kata Wakayama menegaskan. "Banyak penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Kanker
misalnya, bahkan juga penyakit kusta. Lebih?lebih
leukemia. tetapi sekarang jaman sudah maju, hampir semua penyakit dapat diatasi. Melihat kenyataan
seperti ini selayaknya manusia percaya pada hari
depan yang lebih baik."
"ltu memang benar."
"Karena itu Anda tidak perlu cemas. Kurasa
ALL-tidak lebih berat dibanding CLL, tentu bisa
disembuhkan. "
Richard Connery hanya mendesah. Betapa pun
kemungkinan itu hanya lima persen saja.
Setelah berbicara ke sana kemari,.Wakayama
berkata:
"Kemarin kami sudah mengadakan pembicaraan dengan Murray. Soal pembelian kapal itu,
menurut beliau, tinggal menunggu persetujuan An
112 da. Kalau Anda menyetujui, semua dokumen akan
segera diselesaikan oleh saudara Stephen Ray."
"Benar, Richie," sahut Stephen. "Semua tergantung keputusanmu. Seperti yang pernah kukatakan, kau sekarang memegang anak kunci perusahaan."
Richard Connery terdiam. Rasanya ia terlambat
menduga tentang maksud kedatangan Wakayama
tanpa membayangkan pembicaraan mengenai transaksi pembelian kapal?kapalnya. Belum ia memberi
jawaban, Wakayama sudah mendahului:
"Tentu saja kami tidak melupakan aturan per.
mainan."
Ucapan itu menyebabkan Richard Connery
menatap bimbang. Namun lelaki tersebut hanya
tersenyum lunak.
"Richie bisa menyerahkan semua persoalan pa-
da Saudara Stephen Ray," sambung Tanaka datar.
"Dia yang akan mengurus keabsahan surat?surat
kapal ke Departemen Luar Negeri. Pokoknya Anda
mendapatkan MOA yang sesuai dengan permintaan."
"Maksudnya?"
"Dalam Memorandum of Agreement akan kita
tuliskan bahwa kapal tersebut adalah kapal penumpang. Dan semua perlengkapan pengaman keselamatan baik dibidang komunikasi maupun navigasi
segera kita adakan."
"Bagaimana mungkin?"
"Apa yang tidak mungkin, Richie," potong
CVA'UPM' hAhAl?l 112
Stephen Ray meyakinkan. "Di Miami ini tidak ada
yang tak mungkin. Dan percayakan semua padaku,
engkau tinggal tahu beres."
"Betul. Kami sanggup mengubah dokumen?dokumen yang ada dalam waktu satu bulan."
"Kalau perlu satu minggu pun jadi." lanjut Stephen sembari ketawa bergelak. Seakan ia mentertawakan ketololan Richard Connery dalam sebuah
permainan pat-gulipat
Richard Connery diam beberapa ketika. Ia
merasa didesak untuk segera mengambil keputusan, namun ia harus berhati?hati. Maka katanya:
"Bukannya saya ingin mempersukar Anda.
Tetapi saat ini terus terang saya belum bisa memberi keputusan...."
"Tidak ada yang perlu kau pikirkan, Richie,"
tukas Stephen bersungguh?sungguh. "Kau tinggal
mengatakan Ya ? maka semuanya akan beres."
"Benar. Semua kami yang akan menangani,"
kata Wakayama. "" .
"Engkau tinggal menerima barangnya. Bersih.
Dan risiko kami yang menanggung."
Richard Connery hanya bisa menghela nafas
panjang. la merasa terkepung oleh serigala?serigala
yang mendesaksdesakkan pentil susu ke mulutnya.
"Baiklah, " kata Richard Connery mengatasi de-
sakan itu, "Nanti akan saya pertimbangkan sekali
lagi. Beri saya waktu satu minggu." _
"Terima kasih," kata Wakayama puas. Satu
minggu lebih baik dibanding tidak "Oh ya kami
114 membawa bingkisan dari direktur kami untuk Anda...."
Berkata begitu Wakayama mengambil amplop
dari tas, kemudian memberikan pada Richard Connery. Serentak bertiga berdiri, Richard Connery
yang tidak menduga hal itu tercenung di tempat.
"Terima sajalah," kata Stephen Ray menjabat
mngannya. "Sebagai perkenalan."
Bukan pertama kali Richard Connery mengalami Cultural Shock, namun yang dialami sekarang, membuatnya terdiam. Belum pernah ia membayangkan bakal menemui kenyataan ini. Jiwa lelaki itu merasa dikagetkan oleh rimba gurita yang
tak diduga, namun sudah langsung membelit raga-
nya. Sukar ia meronta, karena kaki dan tangan guri-
ta sudah menjerat erat. Dengan tangan gemetar le-
laki itu membuka, isinya uang. Dihitung, jumlahnya
tak kurang dari tiga ratus ribu dollar. Tiga ratus ribu!
Ya, Tuhan. Belum pemah seumur hidup ia memegang uang sebanyak itu.


Skandal Darah Karya Salandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Uang apa, Dad?" tanya Ketty mengherani.
"Suap!" kata Richard Connery sambil membanting uang itu ke meja. Suaranya geram. matanya berapi?api.
Semalaman Richard Connery menebus keka-
getan dengan tidak tidur. Terjadi pergolakan dalam
dada lelaki itu. Terlambat menduga, dalam ilmu
silat, sangat berbahaya. Lengah sedikit berarti celaka. Dan Richard Connery sudah lengah manakala
115 1 ia tak cepat menduga akanlkedatangan Wakayama.
Berjam?jam ia merenungi tindakan yang harus di-
ambil. Menerima, berarti mempertaruhkan nyawa
penumpang pada kapal bekas. Menolak, berarti
melawan sebuah arus kehidupan para hipokrisi.
Ulang?balik di atas pembaringan, namun mata
tak juga terpejam. Pertama kali seumur hidup ia
mendapatkan uang pelicin. Ya, ya, ini adalah uang
pelicin! Dan impasnya adalah kegelisahan yang ba-
gai batu runcing menusukAnusuk ulu hati. Lukanya
tanpa darah, tetapi pedihnya tak terperikan.
Richard Connery terbangun pada pagi harinya,
dengan mata sembab berwama merah. Luka yang
dirasakan masih nyeri. Dan semua dimuntahkan di
atas mobil, saat ia berhadapan dengan Stephen
Ray. "Kau pikir aku bisa kalian suap?" sembur Richard Connery berapi?api. "Tidak! Aku masih cu-
kup bermoral untuk menolak sogokan itu. Aku tidak
sanggup mengkhianati oran -orang yang memper-
cayakan keselamatannya keg'adaku. Apa pun yang
terjadi, aku akan tetap berusaha melindungi penumpangku. Aku tak ingin terlibat dengan kebobrokan-
kebobrokan ini!"
"Sudah kukatakan, moral sudah berubah.
BERUBAH!" pangkas Stephen setengah berteriak
"Kau salah kalau menganggap" semua orang
tunduk pada jalan pikiranmu, meski kami hidup di
daerah dalam kehidupan serba kekurangan, tidak
pernah aku membayangkan menjadi koruptor. Tl-
116 dak! Lebih-lebih menjual nyawa orang lain untuk
kepentingan pribadiku. Kami diajar memahami
kehormatan serta harga diri"
"Kehormatan macam apa? Harga diri macam
apa?" bentak Stephen berang. Lelaki itu menam-
bah kecepatan mobil, sehingga angin mengibas
rambut kuduknya. Pertengkaran tampak lebih sengit. "Kehidupan sekarang, lebih?lebih di Miami,
tidak membutuhkan kehormatan dan harga diri.
Semua sudah menjadi murah dan rombengan!"
"Persetan! "
"Salahnya kau terlambat menyadari. Terlambat
menyadari bahwa kehidupan sudah berubah sudah
berjalan jauh di depanmu. Kau tetap saja melihat
kehidupan baru dengan ukuran?ukuran lama!"
"Aku tidak melihat ukuran moral berubah, aku
hanya melihat manusia?manusianya yang berubah.
Hipokrit!"
"Sejak dulu kau tidak bisa menyesuaikan diri
dengan jaman yang terus berlari ke depan. kau pikir
. jaman ini bisa berhenti? jangan mimpi, akhirnya
kau akan merana bila tak lekas menyesuaikan diri. "
"Ya, aku merana karena merasa kehilangan
orang?orang seperti dirimu," potong Richard Connery sarkastis. "Kau sudah larut dalam kehidupan
dan kebobrokan yang pernah kita lawan bersama."
"Kukatakan, semua sudah berubah, Richie.
Dan selama kau masih bersikap purinan, kehidupanmu pun tidak akan berubah."
"Aku memang tidak membutuhkan perubahan
117 apa?apa."
"Uang itu pun tak akan membuatmu berubah, "
kata Stephen dengan senyum pasti. Kumis lelaki
itu membuat senyumannya lebih terasa menikam.
"Uang itu sudah menjadi hakmu."
Richard Connery tersentak. Simpang?seram-
pang kendaraan membuat wajah Stephen Ray tak
bisa ditatap secara tegas. Namun ia melihat senyum
tipis yang melecehkan. Dan sebelum ia mengucapkan sesuatu, Stephen sudah menambahkan katakatanya: '
"Dengan memberikan persetujuan pembelian
kapal itu, engkau berhak mendapatkan komisi sepuluh persen. Uang yang kau terima kemarin, baru
sebagian dari hakmu seluruhnya. Jadi itu bukan
semata?mata uang sogokan. ltu adalah bagianmu,
dan tidak ada orang yang berhak merasa kau khianati."
"Aku tetap merasa berkhianat."
"Jangan mudah tersinggung," ujar Stephen
Ray lebih lunak. "Kau hanya membutuhkan waktu
untuk menyesuaikan diri."
Richard Connery tidak menjawab. Hanya men-
dengus. Kemudian lelaki itu melayangkan mata ke
jalan raya. Tepi jalan ditatapi. Terpandang di matanya air kali yang berwarna hitam mengental, rumah?rumah gelandangan yang bertumpuk seperti
sarang merpati, tubuh?tubuh polos di tengah kali
dan berbagai kehidupan sengsara. Sementara di
sampingnya, mobil menderu bagai anak sperma,
118 suara?suara kehidupan hingar?bingar, peluit polisi
lalu?lintas menjerit?jerit, dan mulut?mulut mungil
menjajakan koran di pinggir jalan. Semuanya simpang?selisih di benak Richard Connery. Tertihat di
mata gelandangan di tepi kali, pengkhianatan terus
berbiak di sekitarnya? Sebuah pengkhianatan yang
menghambat mereka mendapatkan keadilan secukupnya, seakan hidup baik hanya milik orang berpangkat dan hipokrisi.
Diam?diam Richard Connery menatap kaca
spion di depannya. Tanpa sengaja ia bercermin.
Matanya terasa hangat. Dan pada kornea yang
mengaca berkelebat kenangan dari masa silam.
Inilah kenangan itu:
Tahun 1984. Berpuluhpuluh mahasiswa?ma-
hasiswa bergerombol di halaman fakultas. Seperti
suasana perayaan kemerdekaan, tangan?tangan
mereka mengibarvibarkan bendera, juga poster-poster kertas. Memang sedang terjadi demonstrasi pada
pimpinan akademi. Menurut isyu yang santer terdengar,_ para mahasiswa menuntut perbaikan gedung
serta fasilitas kuliah. Kenyataannya yang dialami
para mahasiswa, memancing protes. Gedung yang
masih menyewa, dan mirip kandang bebek, ruang
praktek tidak memadai, serta berbagai hambatan
menempuh ujian negara, menyebabkan mahasiswa
bergerak, mengibarkan panji?panji pemberontakan.
Poster dengan tulisan berbau pemberontakan
memenuhi halaman kampus. Di tembok beberapa
poster ditempelkan, ada juga yang mengecat tela
119 pak tangan dan meletakkan di dinding. Tembok
yang semula putih, kini tak karuan warnanya. Dan
di tengah sorak?sorai itu beberapa orang mahasiswa
muncul di atas mimbar. Secara bergantian mereka
berpidato, membakar semangat massa.
Stephen Ray meloncat ke atas podium. la me-
ngenakan jaket kuning serta ikat kepala berwama
putih. Sambil memegangi megaphone Stephen Ray
mengutarakan isi hatinya:
"Tidak ada alasan untuk menyerah!" teriak Ste-
phen Ray dengan suara lantang. "Kita harus mene-
gakkan idealisme! Tidak ada alasan untuk kom-
promi dengan koruptor!"
"Ganyang koruptor!" sambut massa di sisi kiri.
"Organisator yes, koruptor no!" teriak mahasisv
wa di sisi kanan.
"Di sini, pagi ini, saya yakinkan pada Saudara-
saudara, bahwa kita memiliki hak," mulai Stephen
Ray dengan tekanan berapi-api. "hak untuk belajar
dengan baik, hak untuk diberi fasilitas belajar yang
memadai, dan hak untuk mengetahui ke mana
uang kuliah amblas!" Terdengar tepuk tangan gemuruh. Ada juga yang bersuit?suit dengan dua jari
tangan. "Tetapi hak itu sekarang sudah diinjak?injak. kita semua sudah dikibuli oleh birokrasi, Saudara?saudara. Kita tidak memiliki apa?apa lagi., se-
mentara korupsi merajalela di depan mata kita?!"
"Tidaaak!" teriak massa bersahut?sahutan.
"Apakah akan kita biarkan hak kita diinjak?injak
orang?"
12"
"Tidaaak!"
"lantas apa tindakan kita sekarang?"
"Ganyang koruptor!"
"Turunkan direktur lama, ganti dengan yang
baru, yang lebih bonafide!"
' "Turunkan uang kuliah!"
Dan jerit para mahasiswa muncul merata, bagai
gelombang pasang yang sukar diredakan. Stephen
Ray berkacak?pinggang di atas podium, menanti
riuh?rendah teriakan itu mereda, baru ia melanjuta
kan: "Saya tegaskan kepada Saudara?saudara, bah-
wa kesukaran yang kita alami, bukan merupakan
gejala alam. Bukan! Tetapi perbuatan oknumoknum akademi yang tidak bertanggung jawab.
Pengkhianatan mereka kepada fakultas, sama dengan pengkhianatan mereka kepada bangsa keadilan. Dan ini akan mengakibatkan timbulnya
preseden buruk, yang berarti merajalelanya sikapsikap moral yang harus dikikis oleh bangsa kita!"
Terdengar tepuk tangan gemuruh. Beberapa
orang mahasiswa melempar?lemparkan topi ke udara.
"Korupsi, dilihat dari segi mana pun adalah tindakan amoral yang melawan hukum. Dan korupsi
di lihat dari motivasi mana pun adalah perongrong-
an pada keadilan. Sekarang saya bertanya., Relakah S;audara?saudara dirongrong rasa keadilan Saudara?!"
" Trdaaaaaaak!"
SKANDAL DAFFAH 121
David Nichols yang sedari tadi diam berteriak
sekeras?kerasnya: "Tidaaak, Tuan Stephen Ray!"
Grrrr. Ketawa terdengar memenuhi halaman
fakultas. Stephen Ray kelihatan semakin bersemangat. Seakan perjuangan menegakkan idealisme
sudah menjadi bagian iman agamanya, lelaki itu terus membakar semangat massa. Ingatan pada pengalaman di tahun enam?enam membuat Stephen
Ray tak punya cadangan rasa gentar.
Di antara gejala demonstrasi David Nichols
mencari?cari Richard Connery. Beberapa kali ia
bertanya pada mahasiswa yang dilalui. Salah se-
orang menunjuk ke arah kantin. David Nichols ber-
gegas.
Richard Connery di tengah minum kopi, seketika menghentikan seruputan waktu dilihatnya David Nichols bergegas ke kantin.
"Ayo kau sekarang yang bicara:" kata David
Nichols tegas.
"Jangan," potong Richard Connery gugup.
"Jangan aku. Terus?terang aku tidak siap. "
"Ayolah," desak David Nichols sambil menarik
tangannya. "Tidak ada istilah tidak siap untuk
mengganyang korupsi. Sekarang kita dapati, sekarang pula kita kikis habis!" _
"Aku baru saja dari Kansas, tidak tahu masalahnya, " kata Richard Connery memberi alasan. "Apa
yang harus kuomongkan?"
"Ngomong apa sajalah, pokoknya ganyang ko-
rupsi," potong David Nichols sembari menyeret le-
122 ngan Richard Connery.
"Jangan edan kamu!"
"Justru kau yang edan kalau tak mau mengganyang korupsi!"
Richard Connery tersaruk?saruk di antara jejalan demonstran. Ia tak tahu persis apa masalahnya. Tetapi kenyataan bahwa di sekolahnya terjadi
berbagai kepincangan, sudah cukup sebagai alasan
bahwa terjadi korupsi di dalamnya. la pun naik
mimbar.
Ganjarannya, mereka diskors selama tiga bu-
lan. Dan sempat diuber polisi. Namun hasilnya pun
tak kalah menyenangkan, direktur yang lama dipecat. Diganti dengan yang baru. Semua mahasiswa
puas. Satu sisi hipokrisi berhasil mereka taklukkan.
Di Miami Richard Connery disadarkan dari kenangan manis itu. Ia tersentak ketika mobil menjerit
di depan kantor. Pelabuhan sudah ramai. Matahari
menyilaukan pandangan. Tanpa banyak cakap Richard Connery membuka pintu, kemudian melangkah keluar. Ketika lelaki itu berjalan beberapa
langkah, mobil Stephen Ray merendengi.
"Jangan lupa, anakmu sakit. Kau membutuh-
kan uang banyak," kata Stephen Ray sambil me-
larikan mobil menuju ke Salatan, kemudian hilang
di kelokan. Richard Connery tercenung. Namun
hanya sekejap. Selanjutnya, lelaki itu sudah meloncati anak?tangga menuju ke ruangan Murray.
Ketika ia membuka pintu, Murray tampak duduk di belakang meja. Ia sedang bertelepon. Sesu
123 dah menjawab sejenak, lelaki itu meletakkan handel
telepon.
"Baru saja Wakayama mengatakan bahwa kemarin ia sudah menjumpaimu di rumah," kata Mur-
ray penuh senyum kemenangan.
"Saya datang juga karena soal itu."
"Kenapa?"
"Saya ingin mengembalikan uang ini," kata
Richard Connery sambil meletakkan amplop pem-
berian Wakayama di atas meja. "Masih utuh," lanjutnya tawar. "Terus terang, saya tidak bisa menye-
tujui pembelian kapal rongsokan itu untuk kapal
penumpang. Terlalu berbahaya."
Murray terpacak. Mata lelaki itu menatap tajam
pada lelaki di hadapannya. Pandangan Murray se-
akan ingin menelan bulat?bulat tubuh Richard Con-
nery. Di hadapannya adalah perusuh yang sedang
dicoba menaklukkan, dan kini perusuh itu berte-
rang?texangan mengadakah pedawanan.
"Jangan keburu nafsu," kata Murray lunak.
"Kapal itu keadaannya saja yang buruk tetapi"
"Saya sudah memeriksanya, " tukas Richard
Connery tegas. "Dan saya mendapatkan banyak
kerusakan?kerusakan yang mengkhawatirkan Ka-
lau pun diperbaiki, kita terpaksa mengeluarkan bia-
ya perbaikan yang cukup besar karena itu saya ti-
dak setuju"
"Kita akan kehilangan relasi."
"Itu sudah saya perhitungkan. Tetapi hanya
dengan cara ini kita membentengi perusahaan dari
124 tindakan ceroboh, dan kerugian yang fatal Kasus
tenggelamnya Emerald One masih jelas dalam
ingatan kita, bukan?"
Murray terdiam. Lelaki itu hanya menganggukangguk tanpa memberikan keberatan. Richard Connery beranjak kemudian keluar ruangan.
Di atas-meja Murray menimang amplop itu sejenak, kemudian memutar kursi untuk menelepon
Stephen Ray.
Dokter Norman Danson menatap lelaki di de-
pannya sambil menimbang?nimbang. Baru saja David Nichols meletakkan amplop coklat berisi uang


Skandal Darah Karya Salandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di depannya.
"lsi amplop ini lima puluh ribu dollar, Dokter
Norman," kata David Nichols penuh tekanan. "Jangan khawatirkan mengenai asal?usul uang ini. Semua bersih."
"Apa yang harus saya lakukan untuk uang se-
banyak itu. "
"Buatlah anak Richard Connery lebih menderita, tetapi jangan sampai meninggal."
"Bila saya mengendurkan pengobatan, anak itu
akan mati."
"Buat jangan sampai dia meninggal. Bikin keadaannya sedemikian rupa sehingga anak tersebut
harus tetap berada di rumah sakit. Atau sarankan
agar Richard Connery terpaksa membawa anak itu
berobat ke California atau New York."
125 "Untuk apa saya harus melakukan hal itu?"
"Anda tidak 'pertu mempersoalkannya: Selain
masalah anak itu, semua adalah urusan kami. "
"Bolehkah saya mengetahui untuk siapa saya
bekerja?"
"Stephen Ray. Dia merupakan salah seorang
pengagum Anda, Dokter."
Dokter Norman Danson terdiam. la ingat, beberapa kali membaca nama itu di surat kabar. Stephen Ray termasuk salah seorang yang diincar DEA
dan FBl sehubungan dengan penyelundupan kokain dari Cuba. Tetapi hingga kini DEA maupun
FB] belum mempunyai bukti untuk menangkap lelaki tersebut.
Ketika melihat Dokter Norman Danson diam
saja, David Nichols berdiri, lalu berjalan menuju
pintu keluar.
Dokter itu segera berdiri, "Sampaikan salam
saya untuk Tuan Stephen Ray."
"Saya akan menyampaikannya."
"Terima kasih." _
Setelah menutup pintu, dokter Norman Danson
segera bergegas mengambil amplop di meja.
Sebuah nyawa anak kecil kukira tidak berarti
apa-apa dibanding manfaat uang ini. Aku tidak
dimgikan ap'a-apa.
Carol keluar dari Sogo _sambil membawa sejumlah pakaian yang masih ada di hanger. Ram
126 butnya berkibaran tertiup angin. Setelah menyeberangi jalan, ia berjalan menuju sebuah mobil
Cadillac warna merah di tempat parkir.
Nanti malam Ray akan mengajakku makan ma-
lam untuk merayakan ulang tahunnya. Aku akan
membuat kejutan untuknya dengan mengenakan
pakaian rancangan Gianni Versace. Aku tahu dia
sangat tergiIa-gila dengan Versace Sesudah makan
malam, aku akan bercinta dengannya habis-habisan.
Dengan hati-hati ia meletakkan pakaiannya cli
jok belakang, kemudian masuk ke dalam mobil.
la memasukkan kunci, lalu memutarnya, sedetik berikutnya terdengar ledakan hebat menghan
;:urkan mobil itu. Tubuh Carol hancur tak berbentuk
agi. 127 7 KEMATIAN Carol Flemming diberitakan oleh
CNN dan sejumlah surat kabar. Sekali lagi FBI dikecam oleh Senator James Norton karena tak
mampu bertindak cepat hingga akhirnya Carol tewas. Berita itu bertepatan dengan munculnya beuh
penangkapan Christo di Colombia.
Richard Connery terpaku di depan televisi.
Masih terbayang di pelupuk matanya gadis jelita itu.
Tiba?tiba sekarang tanpa ampun sebuah bom mele-
dakkan tubuhnya. Dengan gemetar Richard Connery menelpon Stephen Ray.
"Aku baru saja melihat siaran televisi, Ray,
benarkah Carol Flemming yang mereka ledakkan?"
"Benar. Seseorang telah membunuhnya."
"Kenapa?"
"Aku tidak tahu."
"Mungkinkah ada hubungannya dengan orang
FBl yang menjumpaiku?"
"Kukira tidak. Aku justru curiga orang yang
menemuimu sebenarnya bukan agen FBI. Siapa tahu justru dia musuh Carol dan sedang mencoba
melibatkan dirimu."
Richard Connery termangu?mangu. Nada bicara Stephen Ray penuh kesungguhan sehingga
membuatnya merasa bimbang.
Orang itukah yang membunuh Carol Flem
&
129 "W
ming?
"Apakah aku sebaiknya melapor ke FBI?"
"Jangan!" cegah Stephen Ray cepat. "Sebaiknya kau jangan bereaksi terhadap kematian Carol.
Kalau kau bereaksi, mereka justru yakin kalau kau
mengenalnya. lni pasti akan menyulitkan dirimu di
kemudian hari. Lebih baik kau pura?pura tidak
mengenal Carol."
"ltukah saranmu?"
"Ya, demi kebaikanmu."
"Baiklah. Aku tidak mengenalnya."
Setiap berada di rumah sakit, Richard Connery
merasa bimbang pada ketabahan hatinya.
Di tengah?tengah rimba orang rakit. ia selalu
merengkuh Kevin di dalam pelukan. Perasaan iba,
sedih, marah, kecewa berbauran jadi satu. Lebth?lebih apabila ia datang terlambat, dari mata Kevin
yang kuyu lelaki itu bisa melihat protes anaknya.
Bila terjadi demikian, mendadak Richard Connery merasakan ketidak?adilan untuk keluarganya.
Kevin yang sejak lahir sudah lumpuh, sekarang ditambah leukemia. Padahal anak seusia dia, sudah
seharusnya menikmati masa kanak?kanak yang indah. Tetapi tidak bagi Kevin, ia harus menerima
beban kehidupan, menjalani masa kanakakanak di
lorong-lorong rumah sakit. Duka siapa melebihi
duka orang tuanya?
Sekarang sudah lebih baik dari kemarin Kevin
SKANDAL DARAH 129
< dapat menikmati udara luar. Meski tubuhnya masih
lemah, namun gadis cilik itu telah melewati masamasa kritis. Richard Connery duduk di samping
Kevin sambil membacakan buku tentang Hellen
Keller:
"Dia berasal dari Amerika. Seorang perempuan
tua buta dan tuli, namun semangat serta gairah hidupnya tak pernah padam. Hellen Keller seorang
yang sangat cerdas. Dia menguasai berbagai bahasa
selagi usianya masih muda. Selagi usiannya mencapai 16 bulan, ia sudah buta, karena itu tak mungkin ia belajar membaca dan menulis. Seringkali ia
berteriak?teriak, karena merasa tak tahan pada
penderitaan yang dialami."
"Pasti sangat mengganggu, Dady. "
"Tentu saja. Namun Hellen Keller memiliki keluarga yang sangat menyayanginya. Mereka semua
penuh pengertian sehingga tak pernah mempersoalkan kerewelan gadis itu."
"Dia seorang gadis yang beruntung, Dady."
"Benar. Sampai suatu hari, keluarganya mendapatkan seorang guru untuk puterinya, Nyonya
Anne Sullivan Berkat ketekunan Anne, Hellen Keller mendapat dorongan untuk belajar. Setiap hari
ia diajak berkeliling, dan menyentuh benda?benda
di sekelilingnya sambil diberitahu namanya. Kursi1
pintu, vas bunga, meja, mesin tik. sampai suatu sa-
at, Nyonya Sullivan menyentuhkan tangan Hellen
pada air."
"Yang dingin ini adalah air, Helen," katanya
130 menerangkan. "Kau bisa mengatakan, bukan? Air. "
"Karena girangnya, tanpa disadari Hellen Keller
berlari sambil berteriak?teriak. Dia mengelilingi kebun, dan setiap menyentuh benda, ia selalu menanyakan pada gurunya. la pun jadi lebih banyak mengerti Setiap hari ia belajar beberapa puluh kata,
dan Hellen mengingatnya di kepala."
"Apakah ini, Anne?" suatu hari Hellen bertanya
ketika tangannya menyentuh sesuatu yang asing.
"Ini adalah huruf braille."
"Bral?ile "
"Bukan. Dengarkan, Hellen, bra?ille. "
"Bra?ille."
"Bagus."
"Semula sukar mengucapkan. Tapi berkat ketekunannya, Hellen bisa berkata sedikit demi sedikit. Caranya, Nyonya Sullivan menempelkan tangan Hellen ke mulut, bibir, dan mukanya, sambil
ia menyebut nama benda?benda itu."
"Pada umur 16 tahun, Hellen telah menguasai
berbagai bahasa. dan ia menulis buku yang menjadi
sangat terkenal, berjudul 'Riwayat hidupku.'"
"Engkau mengetahui kenapa Hellen Keller bisa
melakukan semua itu, Kevin?" tanya Richard Connery mengakhiri cerita..
Kevin terdiam. Gadis cilik itu menatap ayahnya
berlama?lama.
"Sejak kecil ia telah buta dan tuli, tetapi kenapa
dia mampu mengatasi penderitaan itu?"
"Karena dia cerdas?" Kevin r. -:njawab sete
131 ngah bertanya.
"Betul. la cerdas, tetapi ada yang lain, apa
menurut pikiranmu?"
"Dia punya Nyonya Sullivan."
"ltu jawaban jitu," puji Richard Connery.
"Yang lain lagi?"
"Hellen tidak putus asa."
"ltulah jawaban yang paling jitu," kata Richard
Connery sambil mencium kedua anak. Tak terasa
mata lelaki itu berkaca?kaca. Anak secerdas ini ke-
napa mesti menderita leukemia? "Hellen tidak berbeda denganmu," lanjut Richard Connery lunak.
"Karena itu Kevin harus tabah dan tidak pernah
putus asa."
"Kevin kan anak kecil."
"Hellen Keller belajar sejak kecil."
"Kevin kan tidak punya Sullivan"
"Tetapi Kevin mempunyai yang lebih baik,"
potong Richard Connery tersenyum. "Mama dan
Dady Kevin lebih pandai dibahding Nyonya Sullivan."
"Kan Dady tidak selamanya di rumah sakit. "
"Kevin juga tidak selamanya, nanti kalau sembuh engkau segera pulang."
"Kapan Kevin boleh pulang, Dady?"
"Nanti kalau sudah sembuh."
"Kapan saya sembuh?"
"Kalau Kevin mau minum obat' pasti segera
sembuh. Karena itu Kevin tidak boleh nakal."
Gadis cilik itu terdiam. la memperhatikan wajah
132 ayahnya, seakan mengajukan sebuah permintaan
yang tak terucapkan. Mereka berpandangan cukup
lama, sampai akhirnya gadis itu berkata sendu:
"Kevin ingin sekolah."
Richard Connery tidak menjawab. Lelaki itu
merengkuh anaknya dan memeluknya etat?erat. la
mendegut ludah, menahan perasaan terharu di dadanya. Haru yang teramat dahsyat, yang mendesak
airmatanya keluar.
Ingin sekolah. Ya, itu adalah keinginan sederha-
na dari seorang anak. Tetapi tahukah Kevin bahwa
ia sangat jauh mendapatkan keinginannya terpenuhi? Tahukah bahwa ia sedang menderita leukemia? Penyakit jahanam yang setiap detik dapat
mengancam jiwanya. Ya, Tuhanku aku tidak mengerti bagaimana harus mengadukan duka cita ini
kepadamu. Semua usaha yang kau mungkinkan sudah aku tempuh, namun akhirnya engkau juga yang
menentukan.
Richard Connery demikian terpukul mendengar
kata?kata anaknya. Kata?kata yang demikian wajar
pun sudah merobek?robek ulu hatinya. Lelaki itu
menjadi demikian peka semua yang berhubungan
dengan Kevin.
lngatan pada rumah sakit, leukemia, dan wajah
kuyu anaknya, membuat Richard Connery mema-
nen kebumpatan. Dengan perasaan tcrcabik ia keluar dari rumah sakit, kemudian menyusuri jalan
menuju tempat parkir terdekat. Namun belum ia
sampai, sebuah mobil mercedes merendengi. Ste
133 phen Ray membukakan pintu.
"Masuklah," kata Stephen dari dalam.
Sejenak Richard Connery ragu?ragu, tetapi
kemudian masuk ke dalam mobil.
"Bagaimana keadaan anakmu?" tanya Stephen datar.
Richard Connery hanya mendengus Kebumpatan yang teramat sesak membuat lelaki itu apatis.
la menyandarkan tubuh di kursi dan membiarkan
Stephen Ray membawa entah ke mana.
"Engkau terlalu percaya pada dokter di sini,"
kata Stephen lunak, "Padahal penyakit anakmu
demikian gawat. Ia harus mendapatkan perawatan
yang memadai. Dengan cara membiarkan Kevin di
sini, kau seperti menelantarkannya, dan membiarkan ko?ass?ko?ass menggunakannya sebagai pasien?praktek. Seharusnya kau berpikir lebih jauh.
Leukemia bukan penyakit sembarangan."
"Ya. aku mengerti."
"Kenapa kau tak mencoba membawa anakmu
ke New York atau California?"
"New York atau California?"
"Ya, kurasa perawatan di sana lebih baik."
"Aku belum pernah memikirkannya."
"ltulah. Kau terlalu percaya pada kemampuan
dokter di sini. Padahal kau tahu sendiri bagaimana
cara kerja mereka. Serampangan dan melihat pasien hanya sebagai obyek mencari uang, tidak kemanusiannya. Kau harus mengambil sikap sebelum
terlambat, Richie."
134 "Kau tahu sendiri keadaanku," keluh Richard
Connery murung.
Dan seperti menunggu jawaban itu, Stephen
Ray langsung menyambutnya: "Kau terlalu dibebani oleh ukuran moral yang sudah kuno, sehingga
mengalami banyak hambatan. Padahal kalau kau
mau, tinggal membubuhkan tanda?tangan, uang
akan datang sendiri ke rumahmu. Dan jangan lupa
uang bisa menyelamatkan nyawa anakmu. Bagaimanapun keselamatan anakmu lebih berharga dibanding ukuran moral yang tak pernah menyentuh
kehidupanmu secara konkrit."
Mendengar jawaban itu Richard Connery hanya berpaling murung.
"Sekarang kau berpikir," sambung Stephen
Ray membakar. "Siapa yang peduli pada keselamatan anakmu, pada penderitaanmu, pada pende-
ritaan beban yang dialami keluargamu? Siapa?
Tidak ada. Semua orang sibuk dengan urusannya
sendiri?sendiri. Dan mereka memikirkan kebutuhan
sendiri, tak sepicing pun menengok pada penderitaan orang lain. Kehidupan ini sudah demikian
bar?bar sehingga kebijaksanaan pun harus dipikirkan secara lebih matang. Jangan kau menjadi korban."
Richard Connery hanya menghela napas panjang. Ia sudah tak mempunyai cadangan kekuatan
untuk membantah atau melawan Kebumpatan
yang dibawa dari rumah sakit menyadarkan lelaki
itu pada realitas yang dialami. Betapa ia meng
135 hadapi penderitaan hanya seorang diri. Ya, seorang
diri?


Skandal Darah Karya Salandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Stephen Ray membawa Richard Connery berA
putarputar, sehingga membuat lelaki di sampingnya beberapa kali mengeluh, karena capek. Kemudian mereka berhenti di night club Tropicana.
Di dalam pun Richard Connery tak terlalu bergairah, ia nglumbruk bagai daun layu. Dan membiarkan Stephen Ray menuangi gelas dengan bir. Entah sudah berapa kali ia meneguk, dan Stephen
menuang isi gelas itu, semuanya tak tersangkut dalam benaknya. Pikiran lelaki itu justru melayangvlayang di koridor rumah sakit.
"Aku ingin membawanya ke New York," kata
Richard Connery di luar sadarnya. "Aku ingin
membawanya tetapi bagaimana caranya?"
"Itu soal yang mudah," jawab Stephen Ray.
Richard Connery tergolek. Pandangannya kabur. Sementara di sekelilingnya orangorang berta
waria, tiga orang anggota ball?ropm sedang memamerkan kelincahan di panggung. Suara musik yang
hingar membuat Richard Connery lebih cepat merasa capek.
Stephen Ray beranjak ke ruang resepsionis
untuk meminjam telepon, sewaktu Richard Connev
ry merasakan perutnya mual. Segera ia bangkit dan !
berlari sempoyongan ke belakang. Di toilet semua
isi perutnya keluar. Tenggorokan di rasakan terbakar, dan ruangan di mana ia berdiri berputar
membuat kepalanya seakan lepas dari batang le
136 her. Stephen Ray muncul kemudian memapah Richard Connery ke dalam kamar dalam night club
itu. Kemudian menelentangkan di atas pembaringan.
"Engkau harus sembuh," gumam Richard Connery tak jelas. "Engkau harus sembuh."
Pintu kamar terbuka, Hoffman muncul sambil
membawa stopmap.
R "Sudah kaupersiapkan semua?" tanya Stephen
ay. "Sudah."
"Lengkap?"
"Lengkap."
"Mana?"
Richard Connery hanya bisa menggeliat. Mulut
lelaki itu masih menggumam-gumam ketika Stephen Ray meletakkan pulpen ke tangannya, kemu-
dian lelaki itu membantu Richard Connery menandatangani berkas yang dibawa Hoffman.
Malam hari. Di sebuah mangan paling mewah
di Mercantile Club. Stephen Ray tengah menjamu
teman-temannya. Tampak di antara mereka dua
orang Jepang pemilik General Loyd. Kedua lelaki
Jepang itu tampak tersenyum gembira sehubungan
dengan' keberhasilan Stephen Ray mendapatkan
persetujuan pembelian kapal Red Top dari Richard
Connery. '
SKANDAL DARAH 137
"Saya tidak menduganya akan semudah itu,"
kata Wakayama dengan wajah berbinar-binar. "Seakan suatu mukjizat, Tuan Ray. Bahkan kami sendiri sudah hampir putus asa."
"Semua adalah karena keinginan Tuhan," jawab Stephen Ray berkelakar. "Kalau Tuhan menghendaki, apa yang kita anggap mustahil dapat s'aja
terjadi. Tetapi kalau Tuhan tidak menghendaki, apa
yang mudah pun akan menjadi kemustahilan."
Mereka tertawa mendengar kelakar itu.
"Tetapi bagaimana kalau Tuan Connery bem.
bah pikiran sesudah ia tidak mabuk?"
"Berarti Tuhan meninggalkan kita."
Mereka kembali tertawa.
"Itu hanya lelucon," sambung Stephen Ray
sembari tersenyum. "Soal itu jangan terlalu Anda
risaukan. Saya tidak akan membiarkan Richie mem-
batalkan kontrak tersebut."
"Bagaimana caranya?"
"Bukankah sudah pernah saya katakan, segala
yang kotor merupakan keahlian kami?"
Mereka kembali tertawa?tawa. Wakayama
maupun Tanaka tahu, Stephen Ray mempunyai
segala cara untuk memenangkan setiap negosiasi.
"Apakah uang itu sudah dibawa?" akhimya
Stephen Ray bertanya.
"Tentu. Kami membawanya sesuai permintaan
Tuan."
"Saya ingin melihatnya sekarang."
Wakayama memberi isyarat pada Tanaka un-
138 tuk memberikan tas kopor yang dibawanya di meja.
Saat dibuka, Stephen Ray tersenyum melihat tumpukan uang di dalamnya.
"Tiga ratus ribu dollar," kata Wakayama tersenyum. "Sisanya akan kami berikan sesudah pembayaran Red Top lunas."
"Itu bukan perjanjian kita," kata Stephen Ray
tanpa tekanan. "Saya ingin menerima lima ratus ribu sekarang, dan sisanya boleh Anda bayar setelah
Emerald Loyd membayar lunas kapal itu."
"Tetapi..."
"Anda tahu bagaimana saya melakukan bisnis,
bukan?"
Wakayama menatap Tanaka.
"Saya menjamin seluruhnya lancar," kata Stephen Ray lagi. "Karena itu saya juga ingin semua
pembayaran lancar sesuai dengan perjanjian yang
kita buat."
Wakayama mencoba tersenyum. Di benaknya
terbayang bagaimana lelaki di depannya menghancurkan tangan seorang Jepang yang menunda pembayaran yang semestinya ia terima. Ketika ingat
peristiwa itu, Wakayama segera mengeluarkan buku cek dari tasnya.
"Saya tadi hanya mencoba menawar," kata
Wakayama sebelum menuliskan angka di buku cek-
nya. Stephen Ray menjawab dingin, "Saya tidak
pernah melakukan tawar?menawar."
Lima menit sesudah Wakayama dan Tanaka
139 meninggalkan tempat itu, Stephen Ray berkata
pada David Nichols.. "Sekarang kita lanjutkan ren-
cana kita."
140 8 Sr'llUAll berita mencolok dimuat Miami News
tentang pelarian raja kokain Colombia, Christo, dari
penjara. Berita ini dimuat semua media cetak di se-
luruh dunia. Christa yang selama ini disekap dalam
penjara mewah di wilayah Medelline, tiba?tiba le-
nyap bersama empat puluh tentara yang mengawalnya. Rupanya tawaran raja kokain itu benar?benar
sukar ditolak oleh para pengawal yang bergaji
rendah itu.
Pelarian Christa menjadi sensasi tidak terlupakan. Lelaki tersebut seakan ingin membuktikan betapa berkuasanya ia di negaranya.
Stephen Ray sedang berbaring, ia membiarkan
Erica menciuminya. Sesekali saja ia mendesah ketika rasa nikmat menjalari seluruh jaringan tubuhnya.
"Kau benar?benar luar biasa, Sayang. "
Tiba?tjba telepon di samping ranjang berdering.
"Sialan!" rutuk Stephen Ray uring?uringan. la
mengangkat handel telpon itu. "Hei, tidak tahukah
kau aku sedang...."
"Main perempuan, Ray?"
Suara Stephen Ray seperti tercekik. Seakan ia
tahu siapa lelaki yang meneleponnya.
"Saya kira David Nichols."
"Kukira kita harus ketemu, Ray, Ada hal pen
141 ting yang ingin kubicarakan denganmu."
"Soal apa?h _
"Kau sudah membaca tentang pelarian Christo
dari penjara?"
"Ya."
"Kurasa kebebasan lelaki itu akan berpengaruh
pada peta perdagangan kita. Aku ingin membahasnya malam ini sebelum terlambat. "
"Baik. Di mana kita ketemu?"
"Palm Hill."
"Kapan?"
"Sekarang. "
Telpon di seberang dimatikan. Stephen Ray segera mendorong Erica untuk menyudahi pemain-
annya. Gadis itu menatap heran pada kekasihnya.
"Hei, kita belum selesai...."
"Aku ada urusan penting," jawab Stephen Ray
sambil memakai celananya. "Jangan tinggalkan
ranjang. Nanti kita teruskan lagi"4 Kurasa aku masih
menginginkan dirimu."
"Aku menginginkan dirimu sekarang."
"Jangan sekarang. Seseorang ingin bertemu
denganku."
"Tidak dapat ditunda?"
"Tidak. Dia sangat berkuasa."
Langit seperti mata bocah, biru bening sebatas
cakrawala. Beberapa ekor burung camar terbang
rendah menyisir lautan. Menukik?nukik mencari
142 sasaran. Sementara di sebelah selatan, kelihatan
sebuah kapal terbang merendah. Pita merah di badan pesawat menjadi pusat pandang Richard Connery.
Ada perasaan rusuh, namun dicoba pendam.
Ada perasaan asing, namun ia mencoba melenyapkan. la seakan bukan dirinya yang kemarin, yang
dulu. Saat ia duduk seperti sekarang, dan melayangkan pandangan ke pelabuhan, Richard Connery merasa telah berubah. Bukan Richard Connery
yang dulu lagi. Richard Connery yang segarang
singa ketika memerangi korupsi di kampusnya.
Sekarang Richard Connery duduk di depan jendela, Wajahnya murung, matanya kuyu. Dan hanya
bisa menutupi wajah dengan kedua telapak tangan
dikatupkan. Entah sudah berapa menit ia duduk
begitu. Matanya tak lepas dari pemandangan di bawah: tiga buah kapakkapal Red Top sedang diperbaharui. Besi tua itu tengah dihias. Karat dikerok,
catnya diperbarui. Kapal yang dibangun oleh pabrik
kapal terbesar di Jepang ? Mitsubishi, dirombak di
sana?sini. Upper car deck disulap menjadi dek untuk
penumpang ala Miami. Papan?papan digelar kursikursi dipasang. Suling kapal mengeluarkan asap putih ketika mesin sedang diperbaiki. Dok di bawah
tampak berwajah lain dengan kehadiran ketiga kapal itu Dan di sisi lain tampak beberapa tukang cat
sedang menuliskan nama kapal itu. Cat yang berwama merah, akan menyita perhatian kala berlayar
di tengah kebinum laut. Sama dengan pita merah
pesawat di tengah langit.
143 Dengan tiga buah kapal tambahan, perusahaan
akan semakin berjaya. Namun Richard Connery
ingin menepati perjanjian dengan Bank Dunia, bahwa ketiga kapal itu harus beristirahat selama delapan jam di setiap pelabuhan. Dan naik dok tiga
minggu setiap tahun. Tak ingin ia mengulangi kecerobohan perusahaan pelayaran yang berakibat
mengubur Emerald One ke dasar laut.
Meski ada janji di dalam hati untuk lebih berhati?hatj, namun perasaan was?Was ternyata menghantu. Betapa pun ia sudah melakukan pengkhianatan pada hati nurani sendiri.
Hampir setengah jam ia menganggur, dan hanya memperhatikan kesibukan di dermaga. Sesudah kemurungan tak tertahankan, Richard Connery
beranjak meninggalkan kantor menuju rumah sakit.
Ia menapaki koridor, Di tangannya ada sebuah
bungkusan untuk Kevin. Baru saja ia menikung menuju sal anaknya, Kevin muncul di atas kursi rodanya membuntuti seorang wanita yang melangkah
keluar. Kevinsari segera melihat ayahnya, gadis itu
tersenyum kemudian menghampiri
"Dady, saya memperoleh boneka baru," kata
Kevin sambil memperlihatkan sebuah boneka panda. Richard Connery tersentak karena boneka yang
sama ada di tangannya.
"Siapa yang membelikan, Sayang?"
"Tante Jenni, " kata gadis itu sembari menunjuk
perempuan yang baru saja keluar dari salnya.
144 Secara reflek Richard Connery mengangkat
muka. Seperti terpedo ingatannya melesat pada
Jennifer. la bangkit.
"Jennifer?" panggilnya sambil berlari mengejar.
Perempuan berbaju putih, dengan ikat pinggang warna emas itu berhenti melangkah. Pelanpelan berbalik. Di depannya sekarang Richard Connery berdiri dengan gugup. Sementara di kejauhan
Kevin bersusah?payah mengayuh kursi rodanya.
Jennifer maupun Richard Connery berdiri canggung. Mereka sama?sama tak menduga bakal ada
perjumpaan itu.
"Dady dan Tante Jenni sudah kenal ya?" tanya
Kevin polos.
Richard Connery segera mencoba menguasai
keadaan.
"Ya, Sayang," kata lelaki itu lunak. Dengan ragu?ragu ia menatap perempuan di hadapannya namun sesegera itu pula Jennifer mengatasi kegon-
cangan.
"Kenapa, Tante Jenni tidak pernah datang ke
rumah Dady?"
"Tante kan harus bekerja," sahut Richard Connery cepat. "Lain kali Tante pasti ke rumah Kevin."
"Tante juga kenal sama Mama Kevin "
"Ya, Sayang, Tante kenal Mama Kevin."
"Wah, hebat dong."
Jennifer tersenyum senang. Sore pun menjadi
lebih cerah. Kevin menimang boneka pemberian
Richard Connery dan Jennifer Keduanya boneka
SKANDAL DARAH 145
panda yang sama besar dan sama indah. Gadis cilik '
itu tak habis mengerti bagaimana kedua orang itu
bisa memberikan boneka yang sama.
Bagi Richard Connery pertemuan sore itu sung-
guh merupakan lembaran baru dalam hidupnya.
Kebumpatan yang dialami selama ini seakan ber-
kurang beratnya. Waktu berjalan seperti roket,
begitu cepat. Dan sepulang dari rumah sakit mereka
menuju Palm Village, rumah Jennifer.
Rumah ini kecil. Sebuah paviliun mungil dengan halaman berumput tebal. Jendela yang menghadap ke utara, saat itu terbuka, sehingga angin le-
luasa memasuki ruangan. lantainya marmer putih
yang berkilau, kelicinan yang menunjukkan kepribadian pemiliknya. Beberapa buah pohon bunga
memagari halaman. Dan sebuah kolam ikan melengkapi pemandangan menjadi lebih menyejukkan.
Richard Connery duduk di kursi tebal. Mungkin
dari Laguna. Dan mangan semerbak wangi Johnson. Ada sebuah rak dengan berbagai mainan di
pojok kanan.'Kemudian TV dua puluh empat inchi
yang tengah mengudarakan siaran pertandingan
basket. Dua buah foto kabinet menggantung di dinding. Sebuah tape recorder merk Sonny lengkap
dengan amplifiernya. Dua buah salon terletak di
samping rak mainan. Di atasnya diletakkan kasetkaset yang berpuluh?puluh jumlahnya. Kemudian
perlu juga dikatakan, bahwa di belakang ruangan
tamu terdapat kamar makan, meja kursi model Spa--
1446 nyol. Sebuah poster Al Pacino dipasang dekat pintu
menuju kamar tidur. Semua serba rapi, menunjukkan ]amahan tangan yang berkepribadian menarik.
Dan tak ada yang bakal menduga. Tata?ruang
penuh pesona itu merupakan lapisan dari sebuah
kehidupan yang muram.
"Di Miami, aku tidak memperoleh apa yang
kuinginkan," kata Jennifer murung. Matanya yang
kelihatan letih agak berair. "Pekerjaan yang dijanjikan Roger Green sudah terisi. Padahal untuk kembali ke Seattle, aku merasa malu. Tidak ada kebe-
ranian menghadapi orang?orang yang pasti berharap aku telah menjadi orang yang berhasil sepulang
dari Miami. Kecuali itu aku tak tega menyaksikan
orang tuaku lebih menderita karena kegagalanku."
"Engkau tedalu cepat menduga, Jenni. "
"Memang benar aku terlalu cepat menduga.
Tetapi waktu itu aku benar?benar merasa tak punya
pilihan lain."
"Ya, aku mengerti"
"Tiga bulan aku tinggal bersama Roger Green, "
lanjut Jennifer datar. "Sampai peristiwa terkutuk itu


Skandal Darah Karya Salandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terjadi...."
Gadis itu terisak. Sedang Richard Connery
memasang perhatian lebih seksama. Mata laki?laki
itu menatap penampang televisi, sehingga tanpa disadari ia seakan menyaksikan kejadian?kejadian
yang dialami Jennifer dalam televisi. Bagai putaran
rekaman kehidupan yang muram:
Menjelang lebaran, Miami terasa lebih panas.
147 Kesibukan?kesibukan di sepanjang jalan kadang ribut kadang berkurang. Beberapa kegiatan memang
mengalami masa susut, terutama dengan banyaknya orang pulang ke daerahnya. Barbara bersikeras
pulang ke Seattle. Aku tak tahu kenapa Roger
Green tidak mengantarkan, padahal kereta api luar
biasa padat.
"Aku tidak bisa meninggalkan pekerjaan, " kata
Roger Green memberi alasan. "Nanti sehabis libur-
an aku menyusul. Sekarang aku banyak sekali tugas
yang harus kuselesaikan."
"Tetapi kita sudah dua tahun tidak pulang,"
kata Barbara bertahan.
"Ya, memang sudah dua tahun. Tetapi bagaimana kalau aku tetap tidak bisa pulang?"
"Aku pulang sendiri"
Lelaki itu diam beberapa ketika. Ia menatapku
agak lama, kemudian berkata:
"Baiklah, lebih baik dibagi. Engkau pulang ke
Seattle dulu, baru nanti aku jemput kalau peker-
jaanku sudah selesai." ":
"Bagaimana dengan Jenni?"
"Jenni biar tinggal di Miami," Roger Green ce-
pat menukas. "Kalau tak salah dalam minggu ini
kantor akan mengadakan test pegawai baru. Kalau
Jenni pulang, bagaimana dia dapat mengikuti tes-
ting. "
"Baiklah kalau begitu"
Aku mengantar Barbara ke stasiun. Kemudian
pulang. Hari-hari berikutnya, aku tinggal bersama
148 Roger Green. Hanya berdua. Dan dalam kesepian
itu Roger Green lebih sering bercerita tentang
keinginannya memiliki anak. Perkawinannya dengan kakakku sering disesali.
"Sudah tiga tahun belum seorang anak pun
kuperoleh," kata Green pada suatu malam. "Dan
aku tak mengerti sebabnya. Siapa sebenarnya yang
mandul. Dia tidak akan bisa memberiku keturunan,
padahal aku ingin, ingin!"
"Mungkin engkau hanya kurang sabar."
"Tiga tahun masih kauanggap kurang sabar?
Lantas aku harus menunggu sampai kapan? Lima
tahun, enam tahun, tujuh tahup, atau sampai aku
menjadi tua dan pikun?"
Aku terdiam, namun dalam kediaman itu aku
menyembunyikan perasaan was?was. Gelagat bu-
ruk sudah terlihat, ia secara tiba?tiba sering datang
ke kamarku untuk mengajak ngobrol. Sebagai seorang perempuan, aku sudah dapat menangkap sorot matanya yang tidak tenang. Mata itu memijarkan nafsu. Dan ini terlambat kusadari. Pada suatu
malam ia memperkosaku.
Aku tak kuasa melawan. Semalaman hanya bisa menangis mengutuki nasib buruk yang menim-
paku. Alasan mencarikan aku pekerjaan, ternyata
hanya dipakai menahanku di Miami. Dia melam-
piaskan nafsunya.
"Aku ingin menikahimu," kata lelaki itu berbisik
di telingaku. "Apa pun yang terjadi aku menyintaimu, Jenni."
149 "Bagaimana dengan Barbara?"
"Aku akan menceraikannya."
Bagai ada selusin kanon berdentum di kepalaku. Benakku amat menderita. Tak pernah kusangka
Roger Green setega itu pada istrinya. Lelaki yang
begitu kuhormati, ternyata biludak paling nista. la
berhati binatang. Binatang! lblis!
Akhirnya kuputuskan untuk meninggalkan rumah terkutuk itu. Dan kejadian itu membuatku ingin
memutuskan hubungan dengan masa lalu. Aku tak
ingin menjumpai siapa pun yang pernah kukenal.
Aku ingin memperjuangkan hidup matiku di Miami.
Akibat perbuatan Roger Green aku mengandung,
tetapi apa artinya kandungan di Miami ini?.Bagiku
tak ada artinya. Dan aku pun tak mau diributkan
oleh kenangan masa silam yang teramat nista.
"Kandungan itu kaugugurkan?" tanya Richard
Connery lunak.
"Ya." _
"Dengan begitu engkau merasa terbebas dan
dosa?" "
"Aku tidak sempat lagi berpikir tentang dosa,
jawab Jennifer murung. "Miami sudah membuatku
harus berpacu untuk mencari sesuap nasi. Dosa
atau tidak tak lagi pernah kuhiraukan."
Richard Connery hanya menelan ludah mende-
ngar jawaban setegas itu. Ia melihat mata Jennifer
berair. Dan pada pipi yang dialiri kaca?ben|ng itu,
Richard Connery dapat merasakan luka terdalam
yang amat nyeri.
150 Mereka terdiam agak beberapa ketika. Masingmasing mencoba menakar tikaman?tikaman beliung
dilekuk hatinya.
"Selama ini engkau belum pernah menjenguk
ayahmu?"
"Tidak," jawab Jennifer. "Aku tak ingin men-
jumpai mereka lagi. Bukan berarti aku tak menyintai, tetapi aku malu bertemu dengan orang?orang
yang menopangkan harapan sekaligus mengutuki
diriku."
"Seperginya dari rumah Roger Green. kau
langsung bekerja di night club, Jenni?"
Jennifer menggeleng. Dan ia kembali terisak
sampai bahunya bergoncang karena menahan kepedihan. '
"Aku menjadi pelacur," keluh Jennifer dalam
isak tangis beruntun. "Sampai aku berkenalan de-
ngan Stephen Ray, dan menjadikan aku seperti saat
ini."
Richard Connery tanpa sadar mengepaI?ngepalkan tinjunya. Dada lelaki itu serasa mau pecah
mendengar derita yang dialami Jennifer. Gadis yang
sering mengganggu mimpinya di Seattle itu sudah
dihancur?leburkan oleh Miami. Sungguh jahanam!
"Stephen yang kemudian membantuku," kata
Jennifer meneruskan. Seakan ia tidak peduli lagi
dengan penderitaan yang ia alami. "Dari Stephen
Ray pula aku mengetahui bahwa ayahku turut pin-
dah ke Cuba. Aku tidak berhenti mengirimkan uang
untuk mereka. Juga untuk adik?adikku yang kini
151 bersekolah di Havana. Semua yang pernah indah
di masa remajaku sudah porak?poranda. Tidak ada
lagi yang bisa kuselamatkan. Namun aku terus mencari kebanggaan lain, dan itu kudapat dengan turut
memperjuangkan keberhasilan adik?adikku."
Richard Connery mendengus. Setelah rumahtangganya berantakan. Setelah tanahnya diambil
alih untuk kepentingan proyek industri, rumah tergusur, kehormatannya diperkosa, harga diri dicampakan ke rumah pelacuran, seakan tak ada lagi
yang dipunyai Jennifer. Namun sekarang perempuan itu secara tegas menantang masa depan dengan mengorbankan segala yang ia miliki untuk
orang lain. Bisakah dibandingkan derita badan ini
dengan segala derita yang pernah ia alami?
"Dulu engkau sengaja menghindariku, Jenni?"
tanya Richard Connery memutus angan?angannya.
"Ya."
"Kenapa?" .
"Karena engkau bagian dari masa laluku."
"Stephen Ray yang menyarankan agar aku
menjenguk anakmu."
"Stephen Ray?"
"Ya."
"Bangsat!" runtuk Richard Connery sambil
menghantam kursi. "Dia tidak saja menjerumuskan
aku, tetapi juga kau."
"Dia telah menolongku," potong Jennifer tegas.
Jawaban itu dikeluarkan dengan nada keras, seke-
ras batu karang. "Dia telah memulihkan keperca-
152 yaanku, bahwa aku bisa hidup di Miami ini. Dia
yang menempaku sehingga aku memiliki kepercayaan diri untuk terus berjuang."
Richard Connery terdiam. Menjerumuskan atau
menempa? Sungguh ungkapan yang ia alami tapi
tak ia pahami. Sungguh!
Dan entah siapa yang memulai, tiba?tiba mereka telah berpelukan. Hati yang tercabik dan ingatan
pada masa lalu membuat Richard Connery terseret
dalam arus emosi tak terkendalikan. Dimulai de-
ngan sentuhan?sentuhan lembut, belaian kasih sayang, akhirnya mereka terangsang oleh nafsu masing?masing. Tak seorang pun menyadari, tiba?tiba
mereka telah berciuman, saling membuka pakaian,
kemudian berbaring di ranjang.
Kerinduan yang lama tersimpan, kini meledak
menjadi segumpal lava yang membakar mereka
berdua. Jennifer yang selama ini merasa kehilangan
semua orang yang menyayanginya, kini merasa menemukannya kembali. Ia menciumi Richard Connery dengan penuh gairah. Ingin rasanya membe-
rikan kepuasan pada lelaki tersebut dengan se-
penuh hati.
"Oh, Jenni"
"Sttt," desis Jennifer berbisik. "Jangan bicara.
Mari kita nikmati kebersamaan kita."
Richard Connery menatap mata gadis itu, lalu
mulai membalas ciumandumannya dengan lebih
bernafsu.
SKANDAL. DARAH 153
Jennifer adalah cermin'?kaca bagi Richard Con-
nery. Betapa dahsyat derita yang dialamiftetapi
perempuan itu tetap berdiri bagai cakrawala di
langit. Tak pernah goyah atau terserpih berpecah-
an. Hati perempuan itu adalah tembikar kering.
Keras sangat keras. Sukar dibayangkan tembikar
itu bisa dilunakkan.
Kekerasaan hidup di Miami telah menempa
Jennifer menjadi perempuan yang hanya percaya
pada diri sendiri.
Namun semakin mengetahui dalamnya luka di
hati Jennifer, lelaki itu kian tertarik untuk menjagai.
Hampir setiap hari mereka bertemu. Makan bersa-
ma. Dan sesekali Richard Connery mengantar Jennifer ke night club untuk menyanyi. Ada keinginan
yang sukar diucapkan, bahwa ia ingin selalu dekat
dengan Jennifer. Bukan karena dorongan birahi,
atau keinginan?keinginan seksual. Bukan. Bukan itu
sebabnya. Tetapi apa? Entahlah, Richard Connery
hanya mengetahui bahwa dia"ingin bertemu Jen-
nifer. Ingin menghibur atau mengenangkan pada
masa remaja tnereka. Dengan cara itu ia ingin agar
perempuan itu melupakan kenyataan pahit, dan
merengkuh sebagai pengalaman berharga.
"Kalau engkau membenci Roger Green, aku
bisa mengerti," kata Richard Connery ketika mereka makan di restoran. "Tetapi kalau engkau kemudian membenci orang tuamu, aku tidak bisa meneri-
ma."
"Mereka yang menyerahkan aku pada Roger
154 ___..P
Green,"
"Tetapi mereka tidak menyuruh Roger Green
memperkosamu. "
Jennifer terdiam. Wajahnya yang tetap cantik
beralih dari wajah Richard Connery ke kolam di
depannya ia menatap seekor ikan sedang berenang
menyeberang.
"Kupikir engkau pertu menjumpai orang-tuamu," kata Richard Connery melanjutkan. "Bagaimanapun mereka tidak bisa kau kecam sebagai
penyebab penderitaanmu. Tak pernah terpikirkan
oleh mereka yang di daerah, betapa Miami bisa
mengubah Roger Green menjadi tega memperkosa
adiknya."
"Mereka terlambat menyadari."
"Bukan tertambat menyadari. Memamg mere-
ka tak memikirkan sejauh itu. Kehidupan yang kita
alami jauh berbeda. "
"Ya, memang jauh berbeda."
"Dengan menjauhi mereka, engkau sudah
menghukum. Tentu saja sikapmu sangat menyedih-
kan, dan tanpa kausadari kau sudah menyengsarakan keluargamu."
"Tetapi apa kau pikir aku mempunyai keberanian berhadapan dengan orang tuaku?"
"Kenapa tidak?"
"Aku malu. "
"Engkau sudah cukup dewasa untuk tidak ber-
pikir sesempit itu," potong Richard Connery tegas.
"Rasa malu hanya sementara. Dan orang tua mem
155 punyai segalanya untuk memaafkan anak yang pernah mereka lahirkan. Kau tentu akan diterima dengan senang hati oleh orang tuamu."
"Engkau yakin?"
"Yakin."
"Nantilah aku akan memikirkan untung rugi-
nya."
"Akh, jangan bicara untung dan mgi, Jenni.
Rupanya Miami sudah mengubahmu menjadi tauke," ujar Richard Connery mentertawakan. "|lubungan orang tua dengan anaknya, tidak bisa dinilai
dengan perhitungan untung dan rugi. Yang ada hanya kasih sayang dan kebaktian."
"Kau seperti pendeta," potong Jennifer tersenyum.
Kemudian, seperti biasa, mereka menuju ranjang untuk bercinta,
Phill Murray muncul di kantor Stephen Ray de-
ngan senyum tersungging di bibirnya. Lelaki itu
membawa sebuah kaset video dan meletakkan di
meja.
"Kita sudah mendapatkannya," kata Phill Murray tersenyum puas. "Artis kita benar?benar hebat.
Ia telah menaklukkan Richard Connery."
"Aku ingin melihatnya."
Phill Murray menuju video recorder di sudut
ruangan, kemudian mulai memutar kaset tersebut
dengan remote control. Sekejap kemudian terlihat
156 rekaman adegan Richard Connery tengah menggumuli Jennifer. Rekaman tersebut tampak dibuat
secara profesional. Diambil dari berbagai sudut, se-
hingga menampilkan kedua sosok telanjang itu
secara lengkap dan mendetil.
"Aku telah membayar seorang juru kamera
profesional untuk membuat film ini," kata Phill Murray bangga. "Bagaimana komentarmu, Ray?"
Stephen Ray menjawab, "Dia masih mengga-


Skandal Darah Karya Salandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

irahkan. "
"Maksudku film itu sendiri."
"Kita telah mempunyai kartu trutt untuk Ri-
chard Connery. Dia sekarang berada dalam geng-
gaman kita."
"Bagaimana selanjutnya?"
"Kita teruskan rencana kita."
157 9 KliSlliUKAN kota Miami nyatanya bisa melumpuhkan perasaan bersalah. Juga kesepian yang
bagai lipas menyurukvnyuruk di rongga dada.
Juga bagi Richard Connery. Tugas?tugas yang
baru, keinginan baru, serta kegembiraan yang di-
temukan bersama Jennifer, menyebabkan lelaki itu
merasa hidup baru. Seakan hari yang terus berjalan
mengubur hari yang kelabu yang ia miliki. Menyadari hal ini Richard Connery hanya bisa menghela
napas; pantas orang?orang di kota besar gampang
melupakan dosa. Ya, seakan dosa hanya mempakan uap knalpot di tengah hiruk?pikuk lalu?lintas.
Sebentar membuat sesak nafas, bahkan mata menjadi pedih. Namun hanya sebentar. Ya, sebentar
sekali. Karena untuk melanjutkan ia sudah lupa,
tertutup kicau?gemerlap lampu estalase toko yang
punya daya tarik lebih hebat.
Perusahaan pelayaran terus menimbun kesibukan. Dan kedatangan ketiga kapal baru yang su-
dah diubah namanya menjadi Emerald 3, 4, dan 5
menyebabkan Richard Connery tak punya kesempatan merenungkan soal dosa atau hati nurani, hidupnya yang sekarang sudah terisi oleh Jennifer
dan keluarganya.
Tanggal 24 Januari, kapal motor Emerald Two
merenggang dari dermaga. Lambaian tangan para
158 penumpang yang menjejali di sepanjang pagar ka-
pal semakin jauh meninggalkan pelabuhan Mesin
kapal yang berdegup?degup membawa penumpang
ke tengah laut. Cerobong pembangkit tenaga listrik
semakin jauh kelihatan samar ketika kapal menuju
samudera lepas.
Murray yang sejak tadi mengawasi dari balik
jendela, tersenyum puas Lelaki berwajah mirip bintang film Omar Sharif itu melepas pipa rokok, kemudian berbalik menghadapi Richard Connery.
"Kalau arus penumpang seperti sekarang, tahun depan kita mampu membeli dua buah kapal
lagi," kata Murray tanpa tekanan.
"Ya, kalau tidak ada kerusakan yang membuat
kita bangkrut." jawab Richard Connery sarkastis.
"Kaupikir semudah itu?"
k :Saya hanya bicara tentang kemungkinan buru .
"Jangan sekali?kali berbicara tentang kemungkinan bumk, Richie, " sabet Murray cepat. "Sebuah
perusahaan harus dihadapi dengan penuh harapan.
Bukan pesimisme. Bagaimana kau bisa membawa
Eenssahaan ke arah kegemilangan kalau nyalimu
ec . '
Richard Connery hanya mendengus. la tahu
persis isi pikiran Murray. Kalau ada pembelian kapal
berarti ada pendapatan tambahan, karena itu Murray termasuk orang paling giat memikirkan mengenai pengembangan armada pelayaran perusahaan.
"Kau sudah mendengar berita tentang teng
159 gelamnya kapal Olympus, Richie?"
"Ya. Hanya .dari Mami Heral ."
"Bagaimana menurut penilaianmu?"
"Entahlah, saya belum bisa memberi komentar.
Saya tak mempunyai data terperinci kecuali yang
ada di koran itu."
Murray menyedot rokok dalam?dalam. Mata
lelaki itu tak lepas dari mulut pelabuhan. Simpang
siur perahu selalu membuat lelaki itu memperoleh
inspirasi.
"Sejak lama aku menduganya," kata Murray
kalem. "Melihat banyaknya kapal yang tenggelam,
memang ada kemungkinan timbulnya kejahatan
dengan motif mendapatkan asuransi."
"Jadi engkau percaya bahwa kapal Olympus
sengaja ditenggelamkan?"
"Ada kemungkinan," jawab Murray berspekulasi. "Kapal itu katanya penuh muatan yang sudah
chasuransikan dengan nilai dua belas juta. Bahkan
katanya ada sebuah mesin kapal, Catterpillar. Tetapi semua baru diasuransikan beberapa jam sebelum
kapal tersebut tenggdam. Dan menurut penyelidikan pihak asuransi, barang?barang tersebut ter-
nyata tak pernah dimuat dalam kapa ."
"Semua dokumen pemuatan ada di Syahban-
da'_ I)
"Akh, itu bisa kita mainkan."
"Maksudruu pihak Syahbandar juga ikut terlibat
dalam rangkaian penipuan asuransi?"
"Siapa tahu?"
160 Murray mendesah. Pikiran lelaki itu memang
terguncang dengan tenggelamnya beberapa kapal
akhir?akhir ini. Sesudah Emerald One, kemudian
Olympus, Kansas, Dragon Whitt, Golden Mississippi, dan terakhir kapal motor Passion. Terasa aneh
memang. Kalau benar semua mempakan kejahatan
terencana,__betapa mengerikan akibatnya.
"Kadahg-kadang saya tak mau percaya," kata
Richard Connery murung. "Bagaimana mungkin
orang tega mengorbankan nyawa orang lain untuk
mendapatkan keuntungan. Kalau benar ada mafia
pelayaran, sungguh merupakan permainan yang
mengerikan."
"Ya. Karena itu kita harus siap-siap meng-
asuransikan kapal dan penumpang kita...."
"Kita toh bukan anggota mafia, Murray."
Murray tertawa bergelak.
"Untuk berjaga?jaga, Richie," kata lelaki itu di
sela ketawanya. "Siapa tahu ada orang merencanakan menenggelamkan kapal kita."
"Akh!"
Tiba?tiba Sally muncul.
"Tuan Miguel Pasarella sudah datang."
Richard Connery mengangkat kepala, "Suruh
dia masuk"
Miguel Pasarella, seorang laki?laki asal Havana,
termasuk pelanggan tetap Emerald Lloyd. Hampir
setiap bulan lelaki tersebut mencarter kapal untuk
mengangkut imigran Cuba. Rupanya situasi politik
yang tidak stabil di negeri komunis itu telah men
SKANDAL DARAH 161
dorong emigrasi secara besar?besaran. Persis seperti
ketika orangorang Irlandia berbondong?bondong
ke Amerika Serikat. Fidel Castro sendiri tampaknya
tertalu asyik dengan revolusinya, sehingga tak sempat memikirkan nasib rakyatnya. Bahkan secara
terbuka ia berbicara di depan partemen, membebaskan rakyatnya yang tidak tahan menjalankan revolusi untuk pindah ke negara lain. Akibatnya ribuan penduduk Cuba mencari jalan untuk keluar
dari negeri itu. Ironinya, akibat emigrasi itu negeri
yang terkenal karena cerutu dan gulanya tersebut
justru kekurangan tenaga kerja murah. Sejumlah
industri akhirnya macet karena ketiadaan tenaga
kerja. Fidel Castro akhirnya membuka peluang bagi
orang asing untuk bekerja di Cuba dengan bebas
pajak. Keadaan ini akhirnya menjadi titik balik revolusi Castro, ribuan orang Amerika Serikat pindah
ke Cuba.
Miguel Pasarella memanfaatkan peluang itu
untuk melakukan bisnis. Ia melakukan pengiriman
orang?orang Cuba ke berbagai negara. Termasuk
Amerika Serikat
"Besok saya membutuhkan kapal untuk meng-
angkut barang ke Cuba," kata Miguel Pasarella
sambil menawarkan cerutu Cuba pada Richard
Connery. "Kali ini saya tidak ingin terlambat, Tuan
Connery. Peristiwa bulan lalu jangan sampai ter-
ulang. Hampir saja kiriman saya ditolak karena me-
lewati batas waktu."
Stephen Ray bertanya pada Phill Murray, "Bagaimana, Murray?"
162 "Beres. n
"Karena pe ngiriman ini cukup besar jumlahnya,
_sraya berharap dapat menggunakan kapal Emerald
wo. '
"Kenapa?"
"Kapal itu dapat menampung orang lebih
banyak dibanding kapal lainnya."
"Saya rasa tidak ada masalah. Secara kebetulan Emerald Two belum ada yang membooking. "
"Terima kasih, Tuan Connery. Saya benar?benar puas."
Miguel Pasarella pergi.
Tiba?tiba pintu dibuka dari luar. Dan Jennifer
tergopoh?gopoh masuk. Richard Connery terkejut.
"Richie!" Jennifer memanggil setengah memekik Dan perempuan itu langsung menubruk Richard Connery dengan wajah panik. Sally yang duduk di pojok mangan hanya bisa berpandangan dengan Murray.
"Ada apa, Jenni?"
Jennifer mendegut ludah beberapa kali. Juga
ketika Richard Connery membimbing agar dia duduk di kursi. Wajahnya masih pias akibat kegalauan
yang dialami.
k"Ada apa, Jenni?" ulang Richard Connery luna
"Aku menerima telegram dari Cuba," jawab
perempuan itu akan menangis. "Ayah sakit keras.
163 Aku diminta segera ke sana."
Richard Connery menerima telegram yang di-
sodorkan Jennifer, kemudian membaca isinya. Telegram di mana?mana mengagetkan, karena lebih
banyak membawa berita buruk. Juga kertas biru di
tangannya. Kalimatnya singkat, padat, tapi menga-
getkan: Papa sakit keras titik segera pulang titik.
"Aku sudah menelpon airport, katanya hari ini
tak ada penerbangan ke Cuba. Padahal kuanggap
kedatanganku penting untuk diriku, aku tak mau
dianggap durhaka sampai mati."
Richard Connery diam sejenak, Kemudian bt-
cara dengan sekretarisnya.
"Sally, kapan kapal kita berangkat ke Cuba?"
"Satu?satunya kapal yang ke Cuba cuma Emerald Two, itu pun sudah dicarter Tuan Miguel Pasa-
rella."
"Pesankan satu tempat untukku. "
"Baik. "
Sally segera meraih handelltelpon.
"Apalagi'yang bisa kubantu?" tanya Richard
Connery pada Jennifer.
"Bisa mengantarku pulang?"
"Dengan senang hati."
Di perjalanan Jennifer tak banyak bicara. Wa-
jah perempuan itu seakan diliputi kabur buatan.
Murung. Mata yang biasa berbinar?binar di atas
panggung, kini alum, Richard Connery hanya bisa
merangkul bahu Jennifer untuk memberikan hi-
buran kecil
164 "Tiba?tiba saja engkau mengambil keputusan
untuk menjumpai orang tuamu" kata Richard
Connery lunak.
"Ya," keluh Jennifer lirih. "Sudah terlalu lama
aku meninggalkan mereka, kupikir sekarang merupakan saat yang tepat menjumpai mereka. Aku
punya alasan untuk datang."
"Aku senang mendengarnya, Jenni."
"Kuharap kedatanganku belum terlambat."
"Tidak akan terlambat. Bahkan keluargamu
pasti amat senang."
"Semalaman aku bermimpi ketemu ayahku,"
sambung Jennifer tenang. "Dia seperti memang-
gilku untuk pulang. Tak pernah kubayangkan paginya aku mendapatkan telegram itu."
"Artinya hubungan batin dengan keluargamu
masih terjalin baik," komentar Richard Connery tersenyum. "Secara naluri kau masih berhubungan
dengan mereka, hanya ketidak?dewasaanmu saja
yang membuat kau menyingkirkan mereka."
"Mungkin."
"Bukan mungkin, Jenni. Memang begitu."
"Ya."
Richard Connery tersenyum mendengar jawaban jujur itu. Pertama kali ia merasa mendapatkan
jawaban jujur Jennifer, sejujur perempuan itu di
masa remaja. Maka dengan segala kasih?sayangnya
lelaki itu merapatkan pelukannya. Dan mereka saling tersenyum.
165 Bagi Jennifer kali ini tentu merupakan perjalanan sentimental. _Betapa tidak, sesudah 'ber-
tahun?tahun ia menyingkirkan keluarganya, kini berangkat hendak menemui mereka. Ia bisa membayangkan sebuah pertemuan penuh dengan airmata.
Berbagai bayangan membuat Jennifer gelisah. Ber-
kali?kali ia duduk dan berdiri di anjungan. Satu kegelisahan ia rasakan yang tidak mungkin diungkap
lewat ucapan. Perempuan itu hanya bisa melambaikan tangan ketika kapal Emerald Two mulai ber-
gerak meninggalkan pelabuhan.
Sore sedang berkabut. Richard Connery berdiri
di dermaga sambil menyimpan tangan di saku celana. Pandangannya tertuju pada Kapal Emerald
Two yang tengah bertolak dari pelabuhan. Lamatlamat menampakkan lambaian tangan Jennifer kian
menjauh. Lelaki itu hanya membalas sambil mengulum senyum perpisahan.
% "Kau menyintai perempuan itu?" tiba-tiba David Nichols yang berdiri di sampingnya bertanya.
"Aku tidak tahu!" jawab Richard Conney.
"Melihat perubahan sikapmu akhir?akhir ini aku
bisa mengatakan kau sedang jatuh cinta."
"Entahlah. Aku sendiri tak mengerti bagaimana
perasaanku yang sebenarnya. Setiap bertemu de-
ngan Jenni, aku merasa mendapatkan kebahagiaan
yang tak kudapatkan di mmah. Tetapi bukan karena Jenni lebih cantik dari istriku, atau sebahusebab
seksual lainnya, bukan itu. Aku hanya selalu berge-
tar mengenangkan penderitaannya."
156 "Engkau harus hati?hati menjaga perasaanmu. "
"Ya, aku tahu."
Sampai kapal Emerald Two menjadi titik di kejauhan, Richard Connery dan Nichols masih berdiri
di dermaga. Baru ketika sebuah kapal hendak bersandar, dan pandangan mereka terhalang, dengan
langkah terayun kedua orang itu meninggalkan petabuhan.
"Aku mengetahui bahwa aku sangat mencintai
istriku, " kata Richard Connery. "Tetapi nampaknya
sukar melupakan Jenni begitu saja. Perempuan itu
sangat berarti di masa remajaku1 lebih?lebih sesudah
aku mendengar penuturan tentang penderitaan
yang ia alami selama memulai hidup di Miami. Betapa sukar melenyapkan perempuan itu dari hidupku.
Seakan aku mendapat dorongan kuat untuk mengangkat hidupnya dari jalan yang sekarang ia tem-
puh. "
"Engkau masih suka menjadi pahlawan."
"Aku tidak merasa menjadi pahlawan," balas
Richard Connery tanpa menoleh. "Mungkin hanya
disebabkan aku sangat mudah tersentuh oleh penderitaan."
"Akibat penderitaan yang kaualami di masa


Skandal Darah Karya Salandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kecil."
"Entahlah."
Lampu?lampu sudah dinyalakan. Angin malam
menggoyangkan daun flamboyan di halaman. Ada
gerimis menyentuh kaca jendela. Batu?batu di pe
167 karangan menjadi lebih hitam warnanya. Melihat
mendung yang menjalar di langit, Miami kelihatannya bakal diguyur hujan.
Richard Connery duduk di ruang sambil membaca koran. ia sudah mengenakan piyama. Di meja
ada stoples berisi kacang, dan gelas kopi. Ketty sedang menjahit pakaian. Wajah perempuan itu beberapa kali tampak gelisah sebelum akhirnya me-
mulai pembicaraan:
"Kemarin, sewaktu mencuci, aku menemukan
foto di saku jaketmu, " kata perempuan itu meman-
dang suaminya. "Siapa perempuan itu, Dady?"
"Perempuan?" Richard Connery tersentak.
"Foto apa?"
"Mungkin fotomu ketika masih di Seattle,"
sambung Ketty sambil masuk ke dalam kamar.
Sebentar kemudian muncul sambil memberikan
sebuah foto pada suaminya. "Foto siapa, Dady?"
Richard Connery memperhatikan foto di tangannya. Ia melakukan sebuahtkecerobohan meletakkan foto di jaket.
"Foto siapa?"
"Jennifer," jawab Richard Connery pendek
"Pacarmu?"
"Rupanya engkau cemburu, Mam."
"Mungkin."
"Akh, kenapa Mama berkata begitu. Kautahu
sendiri aku sangat kaku sewaktu pacaran denganmu. Aku belum pernah pacaran sebelumnya Kami
hanya berkawan akrab. Hanya dua tahun berteman
168 ketika masih sekolah di college, kemudian dia pin-
dah ke Miami."
"Kalian bertemu di mana?"
"Ya, secara tidak sengaja kami berjumpa di
night club. "
"Night club?" Ketty temganga. Wajah perempuan itu seketika memerah menahan amarah yang
menjilat?jilat. Cara berdirinya pun seketika berubah.
Tegak, dan dada perempuan itu seketika bembah
naik turun menahan marah. "Tidak kusangka, tidak
kusangka," suaranya menyimpan kemarahan. "Jadi
akhir?akhir ini engkau sering pulang sampai larut
malam karena keluyuran ke klab?klab malam?
Engkau mulai mendustaiku, Dad. Kepercayaanku
padamu sudah kaunodai. Kau tidak pernah kerja
lembur di kantor."
"Aku melembur, Mam."
"Ya, melembur hostes-hostes di night club!"
Berkata begitu Ketty mencampakkan jahitannya, kemudian berlari ke kamar. Ada beban yang
ingin ia tumpahkan saat itu. Dengan kemarahan
yang menggila, ia melemparkan tubuh ke pembaringan, kemudian menangis. Siapa pun akan bisa
merasakan, betapa luka terdalam yang dirasakan
perempuan itu.
Richard Connery yang mengejar ke kamar, hanya bisa berdiri di ambang pintu. Ia sudah terlanjur
mengatakan. Dan ini merupakan benih pertikaian
yang mengkhawatirkan.
"Beri kesempatan aku menjelaskan, Mann,"
SKANDAL DARAH 169
akhirnya Richard Connery berkata sambil mendekati istrinya. la duduk di tepi pembaringan, kemudian berkata. "Aku memang pernah ke night club,
tetapi tidak semata-mata untuk mencari hiburan.
Tidak, Mam. Aku ke sana untuk menjumpai Jenni-
fer. Dia menjadi penyanyi di night club itu."
"Kau sudah mendustaiku. Kau sudah mendustaiku...."
Richard Connery terdiam. Agak lama ia mencari kata?kata yang hendak diucapkan.
"Aku berkata sejujurnya denganmu." ucap lelaki itu lunak.
"Aku ingin menolongnya. Mengeluarkan Jen-
nifer dari sana, karena aku tahu dia sebenarnya tak
tahan menjalani kehidupan malam itu. Semua dila-
kukan karena tidak ada pilihan. Apakah aku salah,
Mam?"
Ketty tidak menimpali. Justru berbalik menghindari bertatapan dengan suaminya. Perempuan
itu tetap menangis.
"Jennifer adalah temanku," lanjut Richard
Connery lebih lunak. "Di Miami ia diperkosa oleh
kakak iparnya. Sejak itu ia bertekad menjalani kehidupan di Miami, betapa pun buruknya. Akhirnya
ia bertemu dengan Stephen Ray dan dipekerjakan
di night club sebagai penyanyi. Sejak awal kami
bertemu, aku bisa merasakan penderitaannya. Dalam sinar matanya seperti tersimpan penderitaan
yang sangat intens. Aku merasa terpanggil untuk
meringankan penderitaannya. Aku ingin mendo
170 .di?_"
_ __ _i
rongnya agar dia berjuang secara terhormat. Kuharapkan ia mengatasi penderitaan ini dan meng-
hadapi hidup dengan lebih berani." Richard Connery diam sesaat. Ketika Ketty tak memberi reaksi
ia memancing, "Katakanlah, Mam. Apakah aku ketim berbuat demikian?"
"Kenapa tidak kaukawini saja?" tanya Ketty
ketus. '
"Aku tidak pernah sekalipun memikirkan hal
itu," jawab Richard Connery cepat. "Aku sudah
memiliki dirimu, memiliki Kevin dan Kenny. Aku
hanya ingin mengangkatnya."
"Kenapa engkau tak memperkenalkan padaku?" tanya Ketty berapi?api. "Kau tak pernah me-
ngatakan bahwa perempuan itu pernah menemui-
mu di rumah sakit. Kau sudah menyembunyikan
kenyataan, kaupikir Kevin Tidak mengatakan pada-
ku? Dia mengatakan padaku. Tetapi aku diam karena tak ingin merusakkan keluarga yang sudah
kupilih sendiri."
"Aku ingin memperkenalkan padamu, Mam.
Tetapi dia sekarang ke Cuba. Ayahnya sedang sakit
keras."
"Engkau bermaksud mendustaiku lagi?"
"Tidak. Aku tidak mendustaimu."
"Kau tahu, Dad," kata Ketty penuh tekanan.
"Dengan sikapmu seperti ini, nilaimu berkurang di
mataku. Selama ini aku diam, padahal aku hanya
ingin mengetahui sampai di mana kejujuranmu."
"Sudahlah, sudahlah, aku mengaku salah."
171 "Kaupikir cukup dengan mengaku salah?" sergah Ketty berang. -"Enak sekali kedengarannya,
padahal kau telah melukai hatiku."
Richard Connery mendengus, ia mencoba me-
nahan diri. Luapan kemarahan itu tidak akan reda
bila dilayani.
Bagaimanapun ia tidak mempunyai persiapan
untuk membela diri, padahal Ketty kelihatan sangat
siap melanjutkan pertengkaran. Kata?kata perempuan itu sangat terpilih, dan mengandung hawa ke-
marahan yang dahsyat. Akhirnya Richard Connery
mengambil sikap diam, ia tak ingin keadaan menjadi lebih buruk _
Semua ketegangan itu terhenti ketika terdengar
ketukan di pintu. Mereka saling berpandangan, ke-
mudian Richard Connery menggunakan kesempatan untuk pergi, ingin menghindari pertengkaran,
dengan membukakan pintu.
"Tuan Richie!" terdengar suara memanggil.
Richard Connery menuju pintu, sesudah meng-
intip dari celah gorden, ia membuka daun pintu.
Hoffman berdiri di depannya dengan basah kuyup.
Wajahnya muram, dan nafasnya terengah?engah.
Belum Richard Connery bertanya, lelaki itu sudah
bicara tergesa.
"Kapal Emerald Two tenggelam."
"Ha?!"
"Kami baru saja mendapat kabar, Kapal Emerald Two yang menuju Cuba tenggelam."
Richard Connery terpacak bagai tugu. Seakan
172 ada malaikat berdiri di depannya, sehingga ia terpana tanpa bicara. Sambaran petir sedahsyat apa
pun tak menandingi dentuman kabar buruk yang
dibawa Hoffman. Tanpa menunggu keterangan ben'kutnya, Richie berbalik menuju kamar. Seperti dibum harimau ia mengenakan pakaian.
Ketty yang masih menyimpan kemarahan hanya menatap tanpa bicara.
"Emerald Two tenggelam, " kata Richard Connery sambil memakai kaos kaki. "Mama tidur dulu.
Kunci semua pintu. Mungkin malam ini aku tidak
pulang."
Tanpa minta persepakatan Richard Connery
mencium kening istrinya. Perempuan itu juga terpana sehingga tak sempat menolak kecupan lelaki
yang tengah ia kutuki.
Mobil yang dikendarai Richard Connery ngebut
menuju pelabuhan. Jarum pada spedometer berputar cepat bagai jarum timbangan badan. Suara
remnya menjerit di setiap tikungan. Bahkan sekali
sempat melanggar rambu lalu?lintas. Berita yang
baru saja diterima, sudah membuat Richard Connery melupakan bahaya. Bahkan kemelut yang baru
saja ia alami, seketika hilang. Yang ada sekarang
adalah wajah Jennifer yang menyilam-nyilam di
benaknya. Dan manakala wajah Jennifer berselintasan di benaknya, Richard Connery hanya bisa
mendengus?dengus macam sapi kepayahan. Seakan di rongga dada muncul seonggok duri paling
menyakitkan.
173 "Jam berapa tenggelamnya?" tanya Richard
Connery pada Hoffman.
"Jam tujuh malam. "
"Sudah diketahui sebab?sebabnya?"
"Menurut infomasi yang sampai, kamar mesin
kapal itu terbakar. Kemudian merambat ke car
deck, padahal di kapal itu penuh muatan sepeda
motor."
"Sudah dilakukan usaha penyelamatan?"
"Kami sudah melaporkan pada tim SAR. Dan
menurut berita yang kami peroleh beberapa kapal
sudah berangkat menuju lokasi kecelakaan."
"Sudah ada berita mengenai korban?"
"Belum."
"Terkutuk!" kata Richard Connery geram.
Hujan di luar semakin deras. Ini berarti gelom-
bang laut pun akan kian ganas. Richard Connery
tak bisa membayangkan apa yang tengah dialami
Jennifer. Bila terjadi badai, mudah sekali hypothermia menyerang para penumpang yang tertempar
ke laut; kedinginan yang bakal menyusutkan suhu
badan dan melenyapkan kekuatan untuk melawan
amukan air.
Di halaman pelabuhan mobil yang ditumpangi
Richard Connery menjerit, kemudian berhenti. Rtchard Connery meloncat, diikuti Hoffman yang
bergegas di belakangnya Mereka bedari menuju
kantor pelabuhan di ambang dermaga. Ternyata
mangan sudah penuh orang?orang yang menunggu
berita tentang kecelakaan itu. Beberapa orang
174 ".F?.? *-
wartawan kelihatan menjepret-jepretkan kamera.
Richard Connery menerobos jejalan orang.
Sambil melepas mantel hujan, Richard Conne-
ry memasuki kantor yang berdinding kaca. Di sana
sudah menunggu Murray, Stephen Ray, dan beberapa pejabat.
"Bagaimana kejadiannya?" tanya Richard Connery gusar.
"Ada sesuatu yang meledak di kamar mesin,
dan terjadi kebakaran yang merembet ke car deck, "
jawab Murray menerangkan. "Tetapi sekarang sudah bisa diatasi."
Richard Connery menatap dengan marah pada
Munay, membuat lelaki di depannya itu cepat
mengalihkan pembicaraan.
"Engkau ingin ke sana?"
"Semua kapal sudah diberangkatkan?" tanya
Richard Connery menantang.
"Sebentar lagi ada pesawat SAR akan menuju
ke tempat kecelakaan, kalau engkau mau turut bisa
diatur."
"Ya, saya akan ke sana."
"Kalau begitu tunggu sebentar," berkata begitu
Murray menuju ke ruang dalam.
Richard Connery berkacak pinggang. Matanya
memandang orang?orang yang memenuhi ruangan
di depannya. Dan disana ia melihat wajah?wajah
gelisah, serta pandangan muram. Tak beda dengan
perasaan Richard Connery. Ia pun gelisah?resah
ingin mendengar berita penyelamatan dari laut Dan
175 kegelisahan ini yang menyeret kaki Richard Conne-
ry keluar mangan. la berdiri di depan pintu, menatap laut.
Seorang wartawan sedang mewawancarai seorang nahkoda.
"Menurut data yang kami peroleh, kapal mengangkut penumpang sebanyak dua ratus orang. Bagaimana tanggapan Anda?"
"Terlalu berlebihan memang. Pemilik kapal
tampaknya mau ambil keuntungan saja, tanpa
memperhitungkan akibat buruk seperti ini."
"Tetapi kenapa kapal ini diijinkan berlayar?" '
"Wah, itu sudah menyangkut tanggungjawab
syahbandar. Anda bisa menanyakan ke sana"
Seorang petugas pelabuhan tiba?tiba mende-
sak Kemudian menyeret tangan lelaki itu. Richard
Connery sempat melihat orang tersebut dibawa
masuk ke kantor.
Kehiruk?pikukan di dermaga sama sekali tak
berarti buat Richie, ia hanya menatap dengan hampa kesibukan di depannya. Sampai Murray muncul
dengan Hoffman.
"Richie bisa menggantikan saya," kata Murray
sambil tersenyum. "Biar diantar Hoffman. Pesawatnya berangkat dari sana."
Richie bergegas ke mobil, dan semenit berikutnya mereka telah melaju ke airport. Dengan pesawat toket F?27 Richard Connery berangkat bersama
tim SAR.
Dalam mangan yang dipenuhi perahu karet,
176 dan perbekalan makanan serta obat?obatan, Richard Connery seakan terbang lamban.
Ada empat orang anggota SAR berdiri di ambang pintu, masing?masing mempersiapkan berbagai pertengkapan penyelamatan.
Hujan sedikit mempengaruhi usaha penye-
lamatan. Dan ketika pesawat sampai di perairan
tempat kapal tenggelam, segalanya seakan hampir
berakhir. Laut sudah kembali mengatup, dan tinggal
sisa?sisa minyak yang menjelambari permukaan.
Kapal Emerald Two tak tampak, sudah terkubur di
dasar laut.
Sambil jongkok, Richard Connery mengawasi
tautan dari jendela. Keterlibatan emosional lelaki itu
membuat ia beberapa kali menggeram. Tetapi
pandangannya hanya tertumbuk pada lidah?lidah
ombak yang menggelombang dengan ganas. Pesa-


Skandal Darah Karya Salandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

wat beberapa kali menukik, membelok ke kiri ke
kanan, tetapi yang tampak hanya warna biru berkilau, serta deras hujan yang bagai anak jarum me-
ngucur dari langit
Pintu dibuka, sehingga angin menemperas ke
dalam pesawat. Para anggota SAR sudah bersiap
melemparkan perahu karet. Namun dalam putaran
pesawat pada radius dua puluh mil dari tempat ke-
celakaan, hanya air laut dan air laut yang menam-
pak. Gumpalan awan hitam serta lintasan petir yang
menyambar, membuat pencarian semakin terasa
sia?sia. Richard Connery hanya tafakur di dalam
pesawat, pandangannya tertuju ke riak gelombang,
SKANDAL DARAH 177
menyaksikan sisa?sisa minyak yang kini menjadi jelambat perkabungan.
Sebuah bencana pelayaran telah terjadi lagi,
dan Richard Connery merasakan luar?biasa pedihnya ketika ia menyadari dirinya tertibat di dalamnya.
Baik sebagai pencipta bencana, maupun orang
yang turut kehilangan.
Tak ada msanya kehancuran yang bisa menandingi kehancuran kali ini. Betapa malapetaka ini sudah merenggut sesuatu yang amat berharga yang
baru saja ia miliki.
_ !"" n'": el?
178 10 SENATOR James Norton muncul di televisi
mengutuk peristiwa tenggelamnya Kapal Emerald
Two. Lelaki itu menyesalkan pengiriman buruh?buruh ke Cuba. Hal tersebut dianggapnya sebagai sesuatu yang memalukan.
"Di saat Amerika Serikat melakukan embargo
ekonomi pada Fidel Castro," kata Senator James
Norton lantang. "Kita justru mengirim ribuan buruh
untuk bekerja di sana. Tidak bisa tidak, ini merupakan bukti kegagalan pemerintah menciptakan
pemerataan kesejahteraan rakyat Dan kini dua ratus orang yang secara ilegal menuju Cuba tenggelam di Laut Caribia karena kondisi kapal yang
buruk. lni sungguh mengerikan. Di saat kita dengan
gigih melawan penyelundupan, sejumlah orang
Amerika justru melakukan penyelundupan ke nega-
ra_yang telah puluhan tahun menjadi musuh kita.
Karena itu saya meminta pada kejaksaan tinggi'Miaini untuk segera mengusut sampai tuntas peristiwa
ini. Pengadilan jangan ragu?ragu untuk menjatuhkan hukuman berat bagi orang?orang yang mengakibatkan tenggelamnya kapal itu." -
Reporter CNN bertanya, "Apakah Anda berpi-
kir tenggelamnya kapal itu mengandung unsur
sabotase?" ;
"Saya tidak tahu. Tetapi sebaiknya semua- kita
179 serahkan pada polisi untuk menyelidikinya. Kita
jangan menjadi detektif sendiri." -
"Mungkinkah perusahaan pelayaran itu ditutrip?"
-"Dalam setiap kecelakaan7 kesalahan selalu
disebabkan oleh orangnya, bukan perusahaannya.
Jadi saya hanya dapat mengatakan, pelaksana
perusahaan itu layak dihukum, tetapi tak perlu kita
menutup perusahaannya."
Pagi masih berkabut Sinar pagi baru muncul
permulaan. Richard Connery berdiri dalam kelengangan pelabuhan. Tidak ada seorang pun di situ
kecuali dirinya, ini membuat kesepian terasa meng-
gigit.
Lelaki itu menatap ke kejauhan. Entah untuk
beberapa kali ia merenung di pelabuhan. Dan setiap
1matanya melihat kapal-kapal yang berlabuh dan
bertayar, terasa ada sesuatu yang menggoncangkan
hatinya. Meski sudah sebulan bertalu, namun ke-
nangan tentang Jennifer menyebabkan malapetaka
itu tak lenyap dari ingatan. Jennifer. Sering dalam
tidur, wajah perempuan itu tiba?tiba muncul menggoncang syaraf. Wajah yang tengah sekarat melawan amukan gelombang di tengah lautan. Benar-
benar mengerikan.
Kematian Jennifer membuat lelaki itu mema-
nen berbagai beban, rasa bersalah, berdosa, khilaf
dan perasaan menjadi seorang pembunuh! Pera-
saan yang campur aduk itu menyebabkan ia acuh
180 tak acuh terhadap peradilan mahkamah pelayaran.
Setiap datang ke ruang sidang, ia hanya duduk me-
renung, dan tidak bermaksud membela diri. bahkan
ada dorongan kuat untuk mengakui bahwa sese-
mua kesalahan penyebab malapetaka itu mempakan tanggung jawabnya. Ia ingin menebus. Ingin
menebus!
Hukuman tidak lagi menggoncangkan. Karena
ia dapat merasakan, betapa maut yang dialami para
penumpang lebih menggoncangkan jiwa dibanding
tuntutan pidana seberat apa pun.
Persidangan pertama, kedua, dan ketiga tak
pernah bisa mengubah sikap Richard Connery.
Desakan Murray dan Stephen Ray agar dia meng-
gunakan seorang pembela kenamaan tak lagi ia
gubris.
"Dosa itu harus kutanggung sendiri," jawabnya
selalu. "Aku ingin dihukum untuk ketololan yang
kuperbuat."
"Kami bersedia mencarikan seorang pembela
untukmu. "
"Aku adalah pembela untuk diriku sendiri,
"Engkau menghadapi tuntutan berat."
"Aku tidak peduli."
Jawaban itu yang menyebabkan Richard Con-
nery memasuki ruang sidang dengan tenang. Per-
adilan justru ia tunggu. Dalam situasi semacam itu
pembelaan tak ia butuhkan.
Richard Connery duduk di depan meja hijau
Ray. 181 dengan 'dtam. Mendengarkan semua tuduheittijaksa
tanpa'bermaksud membela diri.
Dalam==surat tuduhannya; 'jaksa mengatakan
bahwaRicha'rd? Connery sebagai Direktur Pelaksana
Emerald Lloyd baik sendiriatau bersama orang lain
telah melakukan perbuatan melawan hukumuntuk
memperkaya diri sendiri sehingga berakibat'tenggelamnya kapal Emerald-Two yang merengguthya-
Wa'du'a ratus orang!" &" ** ' ' '!Y' " '
""Termduh teiah menandatangani protiibolt'bf
Delivery yang menerangkan'bahwa? kapal Ermld
Two diserahkan dalam keadaan baik sesuat' dengan
kondisi yang dinyatakan dalam'memomhdimtmt
Agreement" kata jaksa. "Dalam-MOA jelasdisebut-
kang rkapal yang dibeli adalah kapal penumpang,
lengkap dengan berbagai peralatan pengamanan;
komunikasi. maupun navigasi. Ketika :zlisaahkan,
temyata berupa kapal pengangkut barang seba-
egaimana yang dinyatakan dalam sertifikatNippon
KajiiKyokai Lagipula,perlengkapan banyak yang
tidak sesuai dengan Memorandum of Agreement.
Meskipun kenyataan berbeda;;mmun tertuduh tetap menandatangani perjanjian yang menyatakan
bahwa kapaltersebut. dalam kondisi prima.."i'
Richard Connery mengambil permen Mentos. .
kemudian menelan satu. .Kata?kata jaksaiigwat be-
gitu saiaaepemkahnder . '
;"Kapattersebutyang ;kemudian diubah namanya menjadi Emerald Two:;ielas tidak memenuhi
persyaratan di'?:lalam transaksi pembelian," kata
182 jaksa penuth umum dengan suara tajam. "Ada
kira?kira 25 macam perlengkapan persyaratan uta-
ma tidak tersedia dalam kapal. Misalnya peta laut
internasional, tangan monyet, sekoci penolong,
gambar?gambar kapal, pelampung untuk penumpang, bahkan alarm pemadam kebakaran tipe
springkler yang menjadi syarat utama di dalam
kapal penumpang pun tidak tersedia."
_iBegitu banyak kelalaian yang ia lakukan, sei
hingga Richard Connery tak mempunyai pikiran un-
tuk lepas dari tuntutan. Dalam keadaan demikian,
ia terkenang peristiwa demi peristiwa yang pernah
dialami bersama Murray dan Stephen Ray. Wajah
lelaki itu tertunduk ketika jaksa penuntut umum
membaca requisitoir.
"Berdasarkan bukti?bukti serta keterangan sak-
si, 'maka terbukti terdakwa sebagai orang yang
bertanggungjawab dalam peristiwa ini, telah melalaikan SOlLAS 74 sebagai unsur hukum keselamatan pelayaran. Di dalam kasus tenggelamnya Emerald Two terungkap betapa banyaknya ketidaktaatan terhadap hukum keselamatan. Pertama;
kapal tersebut belum memiliki ijin sebagai kapal
penumpang. Kedua, tidak berfungsinya alat penyelamatan, hanya memiliki tiga buah sekoci untuk dua
ratus penumpang,? ketiga, sejauh ini tak ada ipemeriksaan kebakaran secara sistematisakeempatgtak
bekerjanyasistem- alarm; bahkan tidak ada radio
untuk mengudarakarmSOSJ'. jaksasdiam beberapa
ketika. Mengambil natassepenuhtdada Baru me-
lanjutkan dengan suara tegas. "Karena bukti?bukti
183 sudah cukup, perbuatan terdakwa melanggar undang?undang keselamatan pelayaran yang mengakibatkan hilangnya nyawa sebanyak dua ratus
orang, saya tidak bisa lain, kecuali mengharap se-
bagai abdi hukum Anda memenuhi tuntutan kami
sebagaimana diatur dalam pasal 55 undang-undang
juncto pasal 1 ayat la UU no. 3 tahun 1971. Sebagai tuduhan lapis kedua, perbuatan terdakwa melanggar pasal 55 juncto pasal 1 ayat lb UU no. 3
tahun 1971. Lapis ketiga melanggar pasal 55 juncto
pasal 263 ayat 1 Undang-undang pelayaran interna-
sional."
Ruang sidang gemuruh ketika hakim mengetukkan palu tanda sidang ditunda.
"Kita berangkat sekarang, " kata David Nichols
tibatiba.
Richard Connery tergagap, kemudian sadar
dari kenangan peristiwa di persidangan.
"Jam berapa sekarang?" "tanya Richard Connery datar.
"Hampir jam delapan."
"Tanggal bempa?"
"Dua puluh lima. "
'Tidak terasa sudah sebulan," Kata Richard.
Connery sambil melangkah meninggalkan pela-
buhan. "Rasanya waktu begitu cepat berlalu. Bah-
kan aku seperti berdiri di sini untuk mengantarkan
Jennifer berangkat ke Cuba."
184 "Kau terlalu sentimental."
"Ya, mungkin begitu. "
Mereka memasuki mobil. Dan ketika David
Nichols menstater, Richard Connery berkata tanpa
tekanan:
"Dia mengatakan bermimpi bertemu ayahnya.
Ketika menceritakan hal itu tak tampak sama sekali
kemurungan sebagaimana seharusnya orang akan
meninggal. Bahkan dia berkata seperti layaknya
orang mengigau. Sungguh, Nichols, aku tak mendu-
ga bahwa kepergiannya bakal menemui malapetaka
yang mengerikan...."
"Sudahlah, kau harus melupakan. "
"Bagaimana aku bisa melupakan?" tukas Ri
. chard Connery cepat. "Selama beberapa bulan terakhir, aku selalu berdekatan dengan perempuan
itu. Bahkan engkau sendiri pemah menduga bahwa
aku mencintainya. Kemudian akibat ketololanku,
perempuan itu mati. Aku yang membunuhnya. Bagaimana kau bisa mengatakan bahwa aku harus
melupakan?"
"Apa pun yang sudah mati, tak banyak berarti
bagi kita."
"Kau boleh mengatakan begitu, tetapi aku tidak
percaya. "
Nichols menoleh, sejenak menatap sahabatnya.
Lelaki itu termenung beberapa saat Betapa wajah
di sampingnya tampak murung dan lebih tua.
"Engkau bisa mengalami gross stress kalau menuruti perasaan," kata Nichols memperingatkan.
SKANDAL DARAH 185
"Sebaiknya kau sekarang memikirkan tanggung
jawabmu pada keluarga. Masih ada orangyang
hidup yang membutuhkan dirimu."
"Kaupikir begitu mudah melupakan malapetaka ini?"
"Tidak mudah, tetapi engkau halus melupa-
kan. Richard Connery diam, ia sekarang menatap
tepi jalan di Sekitamya. Himk?pikuk jalan raya, dan
berbagai kesibukan yang menyita perhatian. Semua
tidak menjadi keruwetan lagi di mata lelaki itu,
tetapi merupakan cerminan kehidupan. Kebebasan!
Yah, kebebasan yang hari ini akan meninggalkan
dirinya. Bagaimana keputusan hakim nanti yang
akan menentukan kehidupannya.
Dengan wajah kusut, Richard Connery mema-
suki ruang sidang. Suara?suara gaduh di sekitamya
tidak membuat lelaki itu berpindah perhalian. Bebe-
rapa wartawan memoh'el wajahnya. Dan Richard
Connery bisa membayangkan besok atau lusa raut
wajahnya yang kusut bakal menghiasi banyak surat
kabar. Tentu 'akan banyak yang mencacinya seba-
gai pencipta malapetaka buatan.
Kalau saja orang?orang bisa merasakan kehan? '
cutan yang ia rasakan, kalau saja....
Ruang Sidang seketika hening. Hakim Patrick
Hubert memasuki ruangan. Jubahnya yang hitam
membuat lelaki berkulit hitam itu tampak angker
186 dan berwibawa.
"Terdakwa diminta berdiri."
Richard Connery berdiri tenang. Ia mencoba
meredam degup jantungnya. lngatannya melayang
kembali pada Jennifer. Terbayang bagaimana saatsaat terakhir perempuan itu terbenam di laut.
Northanger Abbey Karya Jane Austen Si Tangan Halilintar Karya Kho Ping Hoo Wiro Sableng 015 Mawar Merah Menuntut Balas
^