Pencarian

Istana Yang Suram 10

Istana Yang Suram Karya S H Mintardja Bagian 10


"Ah" Pinten berdesah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Bagus sekali bukan pinten, aku juga mengenal dan
mengingat istana seperti itu. Dan itulah yang agak
mengherankan aku, meskipun barangkali ada yang
menarik perhatianmu di halaman istana itu, namun
bukankah kau seharusnya lebih tertarik kepada ibumu
yang tinggal bersamaku saat itu?"
Inten masih saja tersenyum menyambung "Ibunda,
ternyata tidak ingat lagi, kapan Nyi Upih pernah
membawa anak-anaknya ke Kota Raja saat itu"
Pinten menjadi gagap, tetapi ia mencoba menjelaskan
"Aku dan kakang Sangkan berada di rumah ayah, hanya
sekali-sekali saja aku berkunjung menengok biyung,
Itupun hanya sebentar sekali, karena agaknya ayah dan
biyung sudah tidak akan dapat berbaik lagi meskipun
anaknya sudah dua"
Raden Ayu Kuda Narpada mengangguk-angguk.
Namun Pinten yang menjadi semakin bingung, segera
berkata "Ampun Raden Ayu, aku minta diri untuk pergi
ke dapur. Biyung masih sibuk dan aku akan
membantunya"
Inten memandang ibundanya sejenak, lalu "Baiklah
Pinten, aku juga akan pergi bersamamu ke dapur"
Ibundanya mengangguk, katanya "Tetapi segeralah
kembali Inten"
"Baik Ibunda" jawab Inten sambil menarik lengan
Pinten yang masih duduk di lantai.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Tetapi sebelum mereka berdua meninggalkan bilik itu.
Ternyata Raden Kuda Rupaka dan Panji Sura Wilaga
telah berdiri di muka pintu. Sambil mengangguk dalam-
dalam, Raden Kuda Rupaka berkata "Maaf bibi,
barangkali bibi sempat menerima kami barang sebentar?"
"O, marilah, masuklah Kuda Rupaka"
Kuda Rupaka dan Panji Sura Wilagapun segera
melangkah masuk, sejenak mereka mamandang Inten
dan Pinten berganti-ganti, namun kemudian mereka tidak
menghiraukannya lagi.
Inten yang sudah akan meninggalkan ibunya
mengurungkan langkahnya. Bahkan iapun memberikan
isyarat agar Pinten juga tetap duduk di dalam bilik itu,
meskipun ia harus bergeser menepi.
Ada keseganan Kuda Rupaka atas kehadiran kedua
gadis itu. Tetapi agaknya Raden Ayu Kuda Narpada tidak
menyuruh keduanya untuk keluar.
"Angger Kuda Rupaka" bertanya Raden Ayu Kuda
Narpada "Apakah ada sesuatu yang penting yang ingin
angger sampaikan kepadaku?"
Kuda Rupaka ragu-ragu sejenak, sekali lagi ia
memandang kedua gadis itu. Namun kemudian katanya
sambil menarik nafas dalam-dalam "Bibi, sebenarnyalah
ada yang ingin aku sampaikan, tetapi apakah bibi tidak
berkeberatan jika diajeng Inten dan Pinten itu
mendengarnya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Apakah kau menganggap bahwa mereka tidak
sepantasnya mendengar?"
Kuda Rupaka menarik nafas dalam-dalam, namun
agaknya Intenpun tetap berdiri di tempatnya.
"Baiklah bibi" berkata Kuda Rupaka "Sebenarnyalah
aku tidak ingin membuat bibi dan diajeng Inten Prawesti
menjadi gelisah, tetapi apa boleh buat. Barangkali hal ini
akan lebih baik dari pada berkepanjangan, mengingat
keadaan yang semakin gawat"
Raden Ayu Kuda Narpada mengangguk-angguk kecil.
"Bibi, apakah bibi tidak merasa cemas, bahwa pada
suatu saat orang-orang yang bermaksud jahat itu akan
berhasil mengambil pusaka pamanda Kuda Rupaka dari
istana ini dengan cara apapun. Meskipun kami masih
belum dapat membuktikan, apakah pusaka itu benar-
benar ada si istana ini atau tidak. Namun kami menduga,
bahwa pusaka-pusaka itu telah bibi simpan. Kami
menghargai maskud baik dan kesetiaan bibi terhadap
pamanda Kuda Narpada, tetapi kami mengharap bahwa
bibi agak lebih bijaksana menanggapi keadaan yang
berkembang semakin buruk"
Raden Ayu Kuda Narpada menarik nafas dalam-
dalam, katanya "Bukankah sudah aku katakan, bahwa
aku tidak mengetahui sama sekali tentang pusaka-
pusaka itu. Seandainya pamanmu benar-benar membawa
sebilah pusaka yang memiliki nilai yang sangat besar,
agaknya pamanmu tidak memberitahukannya kepadaku.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Yang aku ketahui, pamanmu memang membawa sebuah
keris, tetapi tentu bukan yang kalian cari itu, karena keris
itu adalah keris pamanmu sendiri"
"Bibi" desis Kuda Rupaka "Memang mungkin bibi
mencurigai siapapun juga, termasuk aku dan paman
Panji, karena mungkin kehadiran kami disinipun
nampaknya terlampau tiba-tiba. Tetapi apa yang kami
lakukan disini, seharusnya membuat bibi manjadi yakin.
Bukankah aku sudah mempertaruhkan nyawa untuk
menyelamatkan bibi sekeluarga dan pusaka itu",
seandainya bibi dapat mengambil kebijaksanaan, maka
bibi akan tidak menyesal nanti. Pada saatnya bibi akan
dikunjungi oleh para pemimpin dari Demak untuk
mengucapkan terima kasih, karena bibi sudah
menyerahkan pusaka yang paling berharga itu melalui
aku" Kuda Rupaka menjadi tegang ketika ia melihat Raden
Ayu Kuda Narpada menggeleng sambil mengeluh "O, aku
tidak tahu apa yang harus aku lakukan angger"
Sejenak Kuda Rupaka termangu-mangu,
dipandanginya bibinya, Inten dan Pinten berganti-ganti.
Dengan wajah yang tegang iapun kemudian berkata
"Bibi, aku juga menilai pusaka-pusaka itu sangat tinggi.
Tetapi tidak lebih tinggi dari jiwa seseorang. Dalam hal
ini adalah jiwa bibi sendiri dan diajeng Inten Prawesti.
Betapapun tingginya nilai pusaka, tetapi seharusnya bibi
masih harus menjaga keselamatan jiwa diajeng yang
masih sangat muda itu, seandainya bibi sudah tidak
menghiraukan keselamatan bibi sendiri"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Ternyata kata-kata itu telah menyentuh perasaan Raden Ayu Kuda Narpada, sekilas dipandanginya wajah puterinya yang pucat dan cemas.
Kuda Rupakapun termangu-mangu di tempatnya.
Nampaknya sepercik harapan di wajahnya, jika Raden Ayu Kuda Narpada bersedia menyerahkan pusaka-pusaka itu, maka ia akan segera meninggalkan istana kecil itu tanpa mencemaskan lagi penghuni-penghuninya.
JILID 8 "Bibi" berkata Kuda Rupaka "Jika pusaka itu ada padaku, maka aku akan membawanya pergi. Dengan demikian maka para penjahat tidak akan mengerumuni istana ini. Memang ada kemungkinan aku mengalami bencana di perjalanan. Tetapi aku adalah laki-laki, dan aku adalah kesatria, yang memang wajib menolong sesama dan menyelamatkan pusaka itu. Memang seharusnya bukan bibi dan diajeng Inten Prawesti yang menjadi korban dari pusaka itu. Jika seandainya akulah yang akan menjadi banten itu barangkali masih lebih baik"
Raden Ayu Kuda Narpada menundukkan kepalanya, wajahnya menjadi semakin buram, bahkan matanya telah menjadi basah. Dengan suara uang sendar ia berkata "Angger Kuda Rupaka, itu adalah sifat ksatria utama. Sungguh-sungguh suatu sifat yang terpuji. Aku berterima kasih atas kesediaan angger menolong kami sekeluarga" ia berhenti sejenak, tangan kirinya terangkat perlahan-lahan. Dengan jari-jarinya Raden Ayu Kuda Narpada mengusap air matanya, lalu katanya kemudian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Tetapi adalah sayang sekali, aku benar-benar tidak
tahu, dimanakah pusaka yang kau kehendaki itu
tersimpan. Sebenarnya aku juga ingin segera terlepas
dari kesulitan yang nampak semakin lama semakin terasa
mengerikan, tetapi apa yang dapat aku lakukan angger?"
Kuda Rupaka memandang Raden Ayu Kuda Narpada
dengan tajamnya. Selangkah ia maju sambil bergumam
"Maaf, bibi. Aku sudah terlalu lama disini, jika semula aku
hanya ingin menengok bibi, tentu satu dua hari saja,
ternyata aku sudah berada disini untuk waktu yang
cukup lama, justru karena keterlibatanku dengan
persoalan yang semula sama sekali tidak aku mengerti,
namun tiba-tiba saja aku sudah terikat kedalam keadaan
yang membuat aku menjadi terjerat di istana ini. Terjerat
oleh kewajibanku sebagai seorang laki-laki dan sebagai
seorang ksatria pula"
"Aku minta maaf, angger, akulah yang harus minta
maaf kepadamu"
"Bibi, jika bibi masih selalu menyembunyikan
kenyataan tentang pusaka itu, berarti bahwa bibi sama
sekali tidak mempunyai kepercayaan sedikitpun
kepadaku. Aku sudah mempertaruhkan nyawa dan
bahkan apa yang aku punya untuk kepentingan bibi
sekeluarga. Jika bekalku sudah menipis dan sampai
saatnya habis, maka aku terpaksa sekali meninggalkan
bibi disini, dengan demikian bibi akan dapat
membayangkan apa yang akan terjadi disini. Bahkan
sebagaimana bibi ketahui, bahwa pengemis-pengemis itu
ternyata bukanlah pengemis kebanyakan. Mereka
memiliki kemampuan untuk memaksa seisi rumah ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
melakukan apa saja yang mereka kehendaki. Bukan saja
atas harta benda, jika mereka menemukan, juga pusaka
itu, tetapi yang lebih buruk adalah yang akan terjadi atas
diajeng Inten Prawesti dan barangkali juga Pinten"
"O" Inten memekik kecil.
"Terserahlah kepada bibi"
Raden Ayu Kuda Narpada menjadi semakin tunduk,
mulutnya justru bagaikan tersumbat, sehingga untuk
beberapa saat lamanya ia tidak mengatakan apa-apa.
"Raden Ayu" tiba-tiba saja Panji Sura Wilaga berkata
"Kesabaran seseorang memang ada batasnya, dan Raden
Ayu jangan berharap atas kebaikan kami berlebih-
lebihan, aku tahu pasti bahwa Raden Ayu memang
berusaha menyembunyikan pusaka itu. Memang agaknya
demikian pesan itu, berusaha menyembunyikan pusaka
itu. Tetapi Pangeran Kuda Narpada tidak mengetahui apa
yang terjadi sekarang ini. Dan apa yang dapat terjadi
atas Raden Ayu dan atas puteri Inten Prawesti, jika
Pangeran Kuda Narpada mengetahui, maka ia tentu
mengatakan pesan yang lain dari pesan yang pernah
diberikan itu"
"Tentu, tidak" terdengar suara Raden Ayu disela-sela
isaknya yang tidak tertahankan.
"Ibunda" Inten tiba-tiba saja berlari dan berjongkok
dihadapan ibundanya "Jangan menangis ibunda"
Ibundanya mengusap air matanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Tetapi Raden Ayu" Panji Sura Wilaga masih
mendesaknya terus "Hal ini tidak cukup ditangisi, tetapi
harus ada suatu sikap yang pasti, dengan demikian maka
kita akan segera mendapat penyelesaian. Jika Raden Ayu
memang berkeberatan untuk menyerahkan pusaka itu,
apakah gunanya kami tetap disini, bahkan harus
mempertaruhkan nyawa"
"Sebenarnyalah aku tidak tahu jawabannya"
"Tentu Raden Ayu mengetahuinya, Raden Ayu tinggal
mengatakan bagaimana sikap Raden Ayu sebenarnya
atas pusaka itu"
"Aku tidak tahu sama sekali tentang pusaka itu"
"Bertindaklah lebih bijaksana, demi keselamatan
Raden Ayu dan terutama puteri Inten Prawesti"
"Aku tidak tahu, aku tidak tahu"
Isak Raden Ayu Kuda Narpada semakin memepatkan
jantungnya. Tetapi agaknya Panji Sura Wilaga tidak
menghiraukannya, juga ketika Inten Prawesti menangis
pula sambil memeluk ibundanya.
Bahkan iapun kemudian maju setapak sambil berkata
"Raden Ayu Kuda Narpada yang setia kepada pesan
suaminya, kami berbangga melihat kesetiaan itu, tetapi
kami menjadi sangat cemas melihat nasib Raden Ayu dan
puteri" ia berhenti sejenak, wajahnya menjadi tegang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Raden Ayu, apakah kami harus mencari sendiri dengan
membongkar istana ini?"
"Panji" wajah Raden Ayu yang tunduk itu tiba-tiba
terangkat meskipun air matanya masih tetap meleleh di
pipinya "Kenapa kau nampaknya ingin memaksakan
sesuatu yang tidak akan dapat aku lakukan?"
"Kami hanya mohon kebijaksanaan Raden Ayu. Kami
sudah terlalu lama berada disini, sedangkan kami tidak
sampai hati meninggalkan keluarga ini dalam keadaan
seperti sekarang ini, jika kami memaksa pergi juga, maka
untuk waktu yang lama kami akan tetap diperngaruhi
oleh perasaan bersalah, karena kami meninggalkan
Raden Ayu sekeluarga tanpa bertanggung jawab sebagai
seorang ksatria. Apalagi apabila kelak kami mendengar
berita bahwa Raden Ayu telah mengalami bencana.
Mungkin terbunuh, mungkin mengalami siksaan yang
luar biasa untuk memeras keterangan tentang pusaka
itu, dan yang yang lebih mengerikan lagi apabila pada
sautu saat kami mendengar berita bahwa puteri Inten
Prawesti ternyata telah berada di padepokan Guntur
Geni, satu-satunya perempuan di padepokan yang dihuni
oleh puluhan serigala itu, atau Kidang Alit telah berhasil
memasukkan ilmu gendamnya sehingga puteri Inten
bagaikan menjadi gila dan mengikutinya kemana anak
muda yang tidak kalah buasnya dari seekor anjing hutan
itu pergi bersama sepuluh atau bahkan duapuluh
perempuan-perempuan lain yang pada saatnya akan
dicampakkan tanpa arti di tengah-tengah hutan yang
lebat" Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"O, tidak, tidak" tiba-tiba saja Inten Prawesti berteriak sambil memeluk ibundanya semakin erat.
Air mata mengalir semakin deras dari mata air mata Raden Ayu, sementara Panji Sura Wilaga berdiri dengan garangnya. Bahkan kemudian Kuda masih menambah
"Barangkali tempat yang lebih baik bagi dajeng adalah istana para bangsawan di Demak. Mungkin juga bersama bibi. Jika bibi tidak berkeberatan, aku akan mendahului pergi ke Demak sambil membawa pusaka itu, dan aku akan menyediakan tempat tinggal untuk bibi dan Diajeng Inten. Setelah itu, kami akan datang kembali kemari menjemput bibi bersama diajeng Inten Prawesti untuk pindah ke Demak"
"Ibunda" desis Inten Prawesti. Tetapi suaranya terputus oleh isaknya.
"Aku mengerti Inten, bahkan bagimu, aku sangat lebih baik jika aku dapat menyerahkan pusaka itu, tetapi sayang sekali, aku benar-benar tidak mengerti, dimanakah pusaka itu disimpan oleh ayahandamu, jika benar ayahandamu mendapat limpahan sipat kandel itu"
"O" Inten meletakkan kepalanya di pangkuan ibundanya, isaknya menjadi semakin keras oleh kengerian yang hampir tidak tertahankan.
"Raden Ayu dapat memilih" desak Panji Sura Wilaga
"Jangan mengeraskan hati kepada kesetiaan yang membutakan hati"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Panji..!!" tiba-tiba saja Raden Ayu memotong, suaranya menjadi bergetar. Bukan saja oleh gejolak kecemasan, tetapi juga oleh kemarahan yang mulai memanasi jantungnya.
Tetapi Panji Sura Wilaga sama sekali tidak menghiraukannya, bahkan suaranyapun meninggi
"Semuanya tergantung kepada Raden Ayu. Keselamatan dan bencana yang dapat menimpa puteri Inten Prawesti tergantung kepada keputusan yang akan Raden Ayu ucapkan"
Raden Ayu Kuda Narpada menjadi semakin gemetar, apalagi ketika Panji Sura Wilaga berkata "Aku akan tetap disini menunggu keputusan Raden Ayu. Apakah kami harus membawa pusaka itu ke Demak atau kami harus pergi dengan gelisah, karena kami tidak tahu nasib yang akan menimpa istana ini, atau kami mengambil jalan lain, mencari sendiri ke dalam istana ini" ia berhenti sejenak, lalu "Terserahlah kepada Raden Ayu, kami akan menunggu di dalam bilik ini, meskipun tiga hari tiga malam"
"O" Pinten tiba-tiba terpekik kecil "Tiga hari tiga malam", dan Raden berdua tidak makan?"
"Diam, diam kau, atau kau pergi dari bilik ini. Kau tidak usah ikut campur persoalan yang sama sekali tidak kau ketahui.


Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pinten termangu-mangu, tetapi ia tidak beranjak dari tempatnya, sehingga Panji Sura Wilaga yang marah membentaknya keras-keras "Pergi, pergi"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Namun seebelum Pinten bangkit, tiba-tiba saja
Sangkan telah berdiri di muka pintu dengan wajah yang
pucat. "Anak gila" geram Panji Sura Wilaga "Apa kerjamu di
situ, He..!"
"Ampun Raden Ayu, aku hanya disuruh oleh Panon
untuk memohon agar Raden Ayu hadir di serambi"
"Kenapa?" bertanya Kuda Rupaka.
"Ternyata atap sudah terlalu rusak, sedangkan kita
tidak mempunyai lagi bahan yang dapat dipasang. Panon
ingin memasang julup melinjo untuk menyulami atap,
jika Raden Ayu berkenan. Karena itu, Panon mohon
Raden Ayu untuk melihatnya, ia tidak berani langsung
menyampaikannya kepada Raden Ayu"
"Gila, gila. Kami sedang membicarakan persoalan
yang jauh lebih berharga dari julup melinjo" teriak Kuda
Rupaka. "Mungkin Raden, tetapi, tetapi Panon mohon Raden
Ayu untuk segera datang"
"Pergi, pergi. Atau aku akan mencekikmu sampai
mati" sahut Panji Sura Wilaga "Sudah lama aku ingin
membunuhmu. Agaknya sekarang kesempatan itu
datang" Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Tetapi, tetapi bukan aku sendirilah yang berniat mengganggu Raden Panji"
"Aku tidak perduli" Panji Sura Wilaga yang marah melangkah dengan tergesa-gesa mendekati Sangkan yang ketakutan. Bahkan Pinten telah meloncat berdiri sambil memekik "Jangan, jangan"
Tetapi Panji Sura Wilaga tidak menghiraukannya. Ia telah menjulurkan tangannya kearah Sangkan yang dengan gemetar melangkah surut sampai ketindak pintu.
"Jangan, jangan" Teriak Pinten dan bahkan Intenpun kemudian berdesis pula "Tidak, jangan paman Panji"
Tetapi Panji Sura Wilaga yang memang sudah lama membenci Sangkan tidak berhenti. Ia maju selangkah lagi, sehingga tangannya benar-benar hampir mencengkam leher Sangkan.
Raden Kuda Rupaka berdiri termangu-mangu. Namun ia sama sekali tidam mencegahnya, agaknya Raden Kuda Rupakapun telah kehabisan kesabaran menghadapi Sangkan dalam keadaan yang paling gawat itu.
Namun ketika tangan Panji Sura Wilaga hampir mencengkam leher Sangkan, tiba-tiba saja Sangkan terdorong ke samping, sehingga ia terjatuh. Namun dengan demikian tangan Panji Sura Wilaga tidak menyentuhnya sama sekali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Semua yang berada di dalam bilik itu terkejut ketika tiba-tiba saja mencul dari balik pintu seorang anak muda dengan pakaiannya yang kusut, Panon.
"Gila" geram Panji Sura Wilaga.
"Aku mohon maaf bahwa aku telah memberanikan diri memasuki ruangan dalam ini, tetapi aku tidak dapat membiarkan Sangkan mengalami kesulitan. Akulah yang telah menyuruhnya memohon kepada Raden Ayu agar sudi melihat atap yang rusak itu. Karena itu akibat yang dapat timbul, akulah yang harus mempertanggung-jawabkan"
"Jadi, kau dengan sengaja membuat persoalan ini?"
bentak Panji Sura Wilaga, kemudian dengan wajah yang merah padam, ia berpaling kepada Raden Ayu sambil berkata "Lihat Raden Ayu, selagi aku masih disini, anak gila ini sudah berani menghina istana ini"
"Sama sekali bukan maksudku" Panon menyahut "Aku hanya ingin mengatakan, bahwa Sangkan tidak bersalah.
Jika Raden tidak senang akan tingkah laku Sangkan, justru dalam keadaan yang tidak menguntungkan itu, maka akulah yang akan mempertanggung-jawabkan. Aku tidak perduli, apakah Raden senang atau tidak dengan tindakanku ini. Tetapi, sekali lagi, aku minta maaf.
Akulah yang telah menyuruhnya kemari"
"Kau sudah berani menentang kami" geram Raden Kuda Rupaka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Tidak, sama sekali tidak. Apa yang aku lakukan, masih jauh lebih sopan dari yang Raden berdua lakukan atas Raden Ayu Kuda Narpada"
"Gila" Panji Sura Wilaga sudah kehilangan kesabaran, lalu katanya kepada Kuda Rupaka "Anak pengemis ini benar-benar merupakan duri dalam daging, jika Raden memperkenankan, aku ingin menyelesaikannya"
Suasana menjadi bertambah tegang, Panonpun agaknya sama sekali tidak gentar menghadapi kemungkinan yang dapat terjadi atasnya. Bahkan kemudian ia telah melangkah surut sambil bersikap.
Namun ketegangan itu kemudian dipecahkan oleh suara Raden Ayu Kuda Narpada."Baiklah Panon, aku akan melihat atap yang rusak itu di serambi"
Semua orang yang ada itu berpaling memandang wajah Raden Ayu. Betapa tegangnya wajah Panji Sura Wilaga dan Raden Kuda Rupaka. Namun mereka bagaikan patung memandang Raden Ayu itu bangkit.
Kemudian perlahan-lahan melangkah maju sambil membimbing puterinya.
"Tunjukkan kepada, Panon"
Panon melangkah surut beberapa langkah, ketika Raden Ayu keluar dari biliknya, sekilas dipandangnya wajah Kuda Rupaka dan Panji Sura Wilaga yang seakan-akan menjadi merah membara. Tetapi nampaknya keduanya tidak akan dapat berbuat apa-apa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Dalam pada itu, Pinten dan Sangkan berlari-lari
mengikuti Raden Ayu tanpa berani berpaling sama sekali.
Apalagi ketika mereka sadar, bahwa kedua orang itu ikut
melangkah keluar bilik itu pula.
Diluar pintu Raden Kuda Rupaka dan Panji Sura
Wilaga saling berpandangan sejenak ketika mereka
melihat diluar pintu butulan Ki Mina duduk di tangga. Ia
beringsut dan kemudian bangkit berdiri sambil bergeser
selangkah. "Gila" geram Panji Sura Wilaga meskipun tertahan di
mulutnya, lalu katanya "Raden, nampaknya keduanya
memang sudah mempersiapkan diri untuk dengan
terang-terangan melawan kita"
"Apaboleh buat, jika bibi masih memanjakan
pengemis-pengemis itu, maka kita harus mengambil
tindakan" "Aku tidak sabar lagi, kedua pengemis itu harus
dibinasakan. Juga Sangkan dan adiknya, bahkan Nyi Upih
harus disingkirkan pula"
Raden Kuda Rupaka menggeratakkan giginya.
"Raden Ayu Kuda Narpada lebih menghargai
kesetiaannya kepada suaminya"
"Bukan sekedar kesetiaan. Tetapi bibipun tahu,
betapa tinggi nilai pusaka itu. Bahkan aku menjadi
curiga, nampaknya bibi akan mempertahankannya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
meskipun ia harus mengorbankan apapun juga. Mungkin
bibi mempunyai rencana tersendiri atas pusaka itu,
meskipun seandainya anak gadisnya harus menjadi
tumbal" Panji Sura Wilaga mengerutkan keningnya, dengan
ragu-ragu ia bertanya "Maksud Raden?"
"Nampaknya bibi tidak menghiraukan lagi meskipun
aku sudah mengatakannya, bahwa kekerasan hatinya
depat menjebak anak gadisnya itu kedalam bencana.
Orang-orang Guntur Geni, Kidang Alit dan mungkin
masih ada orang-orang lain yang tentu tidak akan
membiarkan gadis secantik itu untuk lepas jatuh ke
tangan yang lain. Selain pusaka, maka mereka tentu
akan membawa gadis itu pula. Tetapi jika pusaka itu
sudah loncat dari istana ini, maka perhatian mereka
tentu tidak akan tertuju lagi kepada istana itu dengan
segala penghuninya. Orang-orang itu tentu akan saling
berkejaran memperebutkan pusaka yang bagi mereka
tentu dianggap lebih tinggi nilainya dari gadis yang paling
cantik sekalipun."
Wajah Panji Sura Wilaga menjadi semakin tegang,
dengan ragu-ragu ia bertanya kepada Kuda Rupaka "Aku
belum mengerti maksud Raden yang sesungguhnya"
"Paman, bagi kita, pusaka itupun merupakan harapan
bagi masa depan kita, sehingga tentu saja bagi kita
nilainya melampaui apapun juga"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Apakah itu berarti bahwa Raden sudah bertekad untuk mendapatkan pusaka itu dengan cara apapun juga?"
Kuda Rupaka menarik nafas dalam-dalam.
Meskipun Raden Kuda Rupaka tidak menjawab, namun Panji Sura Wilaga seakan-akan dapat membaca kata hatinya, agaknya Kuda Rupaka benar-benar sudah tidak mempunyai pilihan lain.
"Paman, selama ini kita memerlukan pusaka itu, seakan-akan sekedar ingin membebaskan diri dari diajeng Inten Prawesti dari kesulitan. Tetapi baiklah, sejak saat ini kita memilih keputusan yang paling baik buat kita dan buat hari depan"
"Apakah itu berarti kita harus memilih antara pusaka itu dan Raden Ayu Kuda Narpada"
"Mungkin" berkata Kuda Rupaka memskipun nampak keragu-raguan di wajahnya "Meskipun dengan demikian, sikap kita telah berubah sama sekali"
"Bukankah dengan demikian kita menemukan diri kita sendiri" Yang penting bagi kita justru pusaka itu, meskipun kita terpaksa mencelakai seseorang"
Kuda Rupaka tertegun, sejenak ia berdiri termangu-mangu. Bibinya, diikuti oleh beberapa orang akan pergi ke serambi, termasuk Panon. Sedangkan Ki Mina sudah tidak nampak lagi ditelan sudut ruangan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Panji Sura Wilagapun berhenti pula, sejenak ia memandang wajah Kuda Rupaka. Ia mengerutkan keningnya ketika tiba-tiba saja ia melihat Kuda Rupaka tertawa. Tertawa berkepanjangan sehingga semakin lama menjadi semakin keras.
"Raden" Panji Sura Wilaga memperingatkannya ketika ia melihat Sangkan menjengukkan kepalanya dari sudut ruangan dengan heran. Tetapi suara tertawa itu masih saja bergema, meskipun kemudian Kuda Rupaka itu pergi meninggalkan ruangan diikuti oleh Panji Sura Wilaga.
Sangkan masih berdiri termangu-mangu. Ia melihat perbedaan sikap pada Kuda Rupaka, meskipun Kuda Rupaka sering tertawa keras-keras, tetapi nadanya tidak sekasar suara tertawa yang baru saja didengarnya.
Nampak kening Sangkan itupun berkerut merut.
Bahkan kemudian ia mengusap dagunya beberapa kali sambil mengangguk-angguk, seolah-olah ia menemukan sesuatu yang penting.
"Kau lihat siapa yang tertawa itu kakang?" tiba-tiba Pinten telah berdiri di belakangnya.
"Raden Kuda Rupaka"
"Ya, suaranya adalah suara Raden Kuda Rupaka, tetapi sikapnya terasa aneh. Raden Ayu Kuda Narpada nampaknya menjadi ngeri pula mendengarnya"
Sangkan menarik nafas dalam-dalam, sambil menggeleng ia menjawab "Akupun menjadi heran,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Pinten. Kenapa tiba-tiba saja Raden Kuda Rupaka seolah-
olah telah berubah sifatnya"
"Apakah ia teramat kecewa karena Raden Ayu tidak
mau menunjukkan pusaka itu kepadanya?"
Pinten memandang Sangkan dengan tajamnya,
nampak mata sorot matanya sepercik cahaya yang lain.
"Kau cemas?" bertanya Sangkan.
"Mudah-mudahan tidak menimbulkan bencana pada
Raden Ayu dan puterinya, mereka sudah cukup
menderita"
"Panon ada disini. Agaknya ia akan dapat menjadi
pihak yang menimbulkan keseganan pada Raden Kuda
Rupaka, betapapun kemarahan itu mencengkam
jantungnya"
Pinten mengangguk-angguk, desisnya "Mudah-
mudahan tidak terjadi sesuatu, kemarahan yang tidak
terkendali, memang dapat membakar hati"
Sangkan tidak menjawab, iapun kemudian melangkah
meninggalkan sudut ruang itu dan menyusul Raden Ayu
ke serambi. Bab 29 Di serambi Panon sedang sibuk memperbaiki atap
yang berlubang dengan julup batang melinjo, karena
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
tidak ada bahan yang lebih baik yang dapat
dipergunakan. Sangkan menarik nafas dalam-dalam, ternyata istana
kecil itupun telah benar-benar menjadi semakin suram,
tetapi bangunan istana itu sendiri semakin lama menjadi
semakin rusak meskipun di saat-saat terakhir ada usaha
untuk memperbaiki dan menyulam dengan bahan-bahan
yang lebih sederhana.
Dalam pada itu di ruang depan, Raden Kuda Rupaka
menghentakkan kakinya sambil menggerutu "Kedua
pengemis itu harus disingkirkan lebih dahulu"
"Kita tidak usah menunggu, sekarang kita dapat
melakukannya, Raden"
Kuda Rupaka menggelengkan kepakanya sambil
berkata "Tidak, tidak semudah itu, kita sudah pernah
melihat bagaimana ia bertempur melawan orang-orang
Guntur Geni. Nampaknya mereka sama sekali tidak
gentar menghadapi orang-orang Guntur Geni dan
menghadapi semua persoalan yang dapat berkembang
disini. Bahkan nampaknya mereka mempunyai
pengenalan yang baik terhadap lawan-lawannya. Mereka
sama sekali tidak cemas terhadap racun yang dapat
dihamburkan oleh orang-orang Guntur Geni itu. Bahkan
terhadap Kidang Alit, Panon sama sekali tidak
menghiraukannya"
"Tetapi aku yakin, kita dapapt menghancurkan
keduanya, kemudian kita bungkam pula untuk selamanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
anak pelayan yang gila itu. Aku benar-benar menjadi
muak" "Kita harus yakin. Jika kita menghadapi kedua
pengemis itu, mungkin kita akan terlibat kedalam
kesulitan, jika Kidang Alit yang selalu berkeliaran itu
mengetahui pertentangan ini, maka ia akan mengambil
keuntungan sebesar-besarnya"
"Apa yang akan dilakukannya?"
"Ia tentu akan membantu salah satu pihak, jika ia
membantu kita, maka kita masih dapat membuat
pertimbangan bagi langkah kita selanjutnya. Karena kita
tidak gentar menghadapi Kidang Alit dengan kawan-
kawannya itu"
"Apakah kita gentar menghadapi kedua pengemis
itu?" "Tidak, tentu tidak tanpa campur tangan orang lain.
Tetapi jika kemudian Kidang Alit menganggap kita adalah
lawan yang lebih berat dari kedua pengemis itu. Nah,
paman tahu akibatnya, kita akan melawan dua pihak
yang memiliki kekuatan hampir sama dengan kekuatan
kita berdua: Panji Sura Wilaga mengangguk-angguk, katanya "Aku
mengerti maksud Raden, kita harus yakin bahwa Kidang
Alit tidak akan campur tangan"
"Bukan begitu, kita harus menyeretnya secara
langsung agar ia ikut bertempur di pihak kita"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Bagaimana mungkin"
"Kita dapat menghasutnya, kita dapat mengatakan
kepadanya bahwa agaknya bibi lebih percaya kepada
kedua pengemis itu dari pada kepada kita. Sehingga
kedua pengemis itu mempunyai kesempatan terbesar
untuk menerima pusaka itu langsung dari tangan Raden
Ayu Kuda Narpada"
Panji Sura Wilaga mengangguk-angguk, katanya "Ya,
Kidang Alitpun tentu bernafsu untuk membunuhnya
sebelum ia berusaha membunuh kita"
"Ya, dan kitapun mempunyai pertimbangan serupa"
"Tetapi kita harus berhati-hati, ia sangat licik, dan itu
harus kita pertimbangkan, karena terlalu sulit untuk
mempercayai kesanggupannya yang bagaimanapun juga"
"Kita harus menyakinkan, bahwa pusaka itu akan
jatuh ke tangan ke dua pengemis itu"
"Kita harus licik seperti Kidang Alit"
Kuda Rupaka mengerutkan keningnya, namun iapun
kemudian tersenyum "Ya, kita harus licik seperti Kidang
Alit" Panji Sura Wilaga memandang wajah Kuda Rupaka
sejenak, namun kemudian iapun ikut tersenyum pula.
Semakin lama semakin lebar, sehingga akhirnya
keduanya tertawa terbahak-bahak"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Suara tertawa itu terdengar dari serambi belakang,
sekali lagi nampak wajah Raden Ayu Kuda Narpada yang
masih berada di serambi itu menjadi kecut. Namun ia
sama sekali tidak mengatakan apapun juga.
Panon masih menyulami atap serambi belakang,
iapun tertegun pula mendengar suara tertawa itu. Tetapi
iapun sama sekali tidak menunjukkan sikap yang dapat
menarik perhatian.
Pintenlah yang kemudian menggamit Sangkan, di
telinga kakaknya gadis itu berbisik"Mereka sudah mulai
lagi, bahkan mereka berdua"
Sangkan mengangguk-angguk, katanya "Apakah
keduanya benar-benar berubah?"
Tetapi pembicaraan itu terputus karena Nyi Upih
mendekati mereka sambil berkata "He, apakah kalian
berdua tidak berbuat sesuatu selain beridri termangu-
mangu disitu?"
"O, aku sedang membantu Panon biyung"
"Apa yang kau lakukan?"
"Jika ia memerlukan sesuatu, aku akan
mengambilnya, mungkin julup batang melinjo yang


Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah aku keringkan di belakang, mungkin tali serat atau
yang lain"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Siapa yang mengeringkan julup batang melinjo di belakang?" bertanya Pinten tiba-tiba.
"O, maksudku, maksudku?"?" namun Sangkan tidak melanjutkan kata-katanya, bahkan sambil tertawa ia menuding adiknya sambil bertanya "Ayo, katakan, siapa yang mengeringkan julup itu, siapa", sebut namanya"
wajah Pinten menjadi merah, tiba-tiba tangannya terjulur ketangan Sangkan, tanpa dapat mengelak lagi, maka tangan Sangkan bagaikan disengat lebah.
"Aduh" Sangkan bertertiak sehingga semua orang berpaling kepadanya.
Pinten yang wajahnya merah menjadi semakin merah, tetapi ketika ia ingin mencubit lebih keras lagi, biyungnya mencegahnya.
"He, kalian jangan bergurau disini. Lihat, Panon sedang bekerja memperbaiki atap serambi. Raden Ayu dan puteripun menunggunya, sementara kalian hanya bergurau tidak ada artinya sama sekali"
Pinten menundukkan kepalanya dalam-dalam, Sangkanpun kemudian bergeser mendekati Panon, sementara Inten Prawesti justru tersenyum. Bahkan iapun mendekati Pinten sambil bertanya "Kenapa Pinten?"
"Kakang Sangkan, puteri, dia nakal sekali"
"Kenapa?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Namun kemudian, Sangkanlah yang menjawab "Tidak
apa-apa puteri, aku hanya bertanya siapakah yang
mengeringkan julup itu di belakang, Pinten tiba-tiba
menjadi marah"
Wajah Pinten menjadi semakin panas, apalagi ketika
tanpa sengaja ia memandang wajah Panon yang juga
menjadi merah. "Awas kau kakang" geram Pinten "Sebenarnya aku
dapat membalas, tetapi sekarang aku tidak berani"
"Kenapa kau tidak berani?" bertanya Pinten.
Pertanyaan itu justru membuat Pinten semakin
bingung, sehingga kepalanyapun menunduk dalam-
dalam. Dalam sekali, jari-jarinya tampa disadarinya telah
bermain pada seret kainnya yang telah kumal meskipun
masih tampak bersih.
Tetapi justru Sangkan tiba-tiba yang bertanya
"Kenapa kau tidak berani?"
Pinten mengangkat wajahnya, dengan geram ia
menjawab "Tidak, aku tidak mengatakan, kau tentu akan
kesenangan mendengarnya, dan kau telah melakukannya
dengan sengaja"
Inten Prawesti menjadi heran, sehingga hampir diluar
sadarnya ia bertanya "Aku tidak mengerti Pinten, katanya
kau tidak berani membalas, tetapi kemudian kau tidak
mau melakukanya, karena kakakmu akan kesenangan"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Sangkan tertawa, tetapi suata tertawanya terputus
ketika ibunya menarik telinganya sambil bergumam "Kau
memang nakal sekali, sudahlah, jangan mengganggu
adikmu, pergilah mengambil beberapa helai julup kering"
Raden Ayu Kuda Narpada tersenyum meskipun di
hatinya masih bergejolak kegelisahan yang tidak ada
taranya. Kedua anak Nyi Upih itu seolah-olah tidak
mengerti, apakah yang sebenarnya yang sedang terjadi,
namun demikian tingkah laku mereka dapat memberikan
sedikit selingan di dalam kegelisahan yang semakin
memuncak. Sementara itu, Panon masih sibuk memperbaiki atap
yang rusak itu, sedangkan Ki Mina berdiri di dekatnya
untuk membantunya. Beberapa saat kemudian Sangkan
telah datang pula sambil membawa beberapa helai julup
yang sudah kering.
Tetapi ia menjadi kecewa ketika ternyata Panon
kemudian berkata "Julupnya sudah cukup banyak, yang
aku perlukan adalah tali ijuk"
"Ah, kau" gumam Sangkan "Kenapa tidak tadi kau
katakan?" "Ketika aku mau mengatakan, kau sudah berlari ke
belakang" "Jadi aku harus mengembalikan julup ini dan
mengambil tali ijuk?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Ya, agaknya begitu"
Sangkan menghela nafas, ketika ia memandang wjah adiknya, sekilas ia melihat adiknya mencibirkan bibirnya sambil sambil melekatkan telunjuknya pada hidungnya, tetapi ia segera memalingkan wajahnya ketika Inten Prawesti menoleh kepadanya.
Sejanak kemudian Sangkanpun telah berlari lagi ke belakang untuk mengambil tali ijuk yang kemarin telah dibuat oleh Panon dan Ki Mina.
Sementara itu, Kuda Rupaka telah menyiapkan suatu rencana yang terakhir. Ia tidak melihat kemungkinan lagi untuk menguasai pusaka di istana itu selain dengan kekerasan, bahkan jika perlu, maka iapun dapat berbuat licik seperti Kidang Alit.
"Kau cari Kidang Alit" berkata Kuda Rupaka.
"Itu berbahaya Raden" jawab Panji Sura Wilaga
"Bukan aku takut kepadanya, tetapi ia memang dapat berbuat licik seperti demit. Ia dapat menggerakkan orang-orangnya untuk membunuhku, dengan demikian maka, ia akan memegang peranan di dalam permainan selanjutnya"
Kuda Rupala mengangguk-angguk, ia menyadari kebenaran pendapat Panji Sura Wilaga itu. Kidang Alit memang dapat berbuat licik sekali. Tentu tanpa malu-malu Kidang Alit memanggil orang-orangnya untuk membunuh Panji Sura Wilaga. Dan akibatnya akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
sangat pahit bagi rencananya menguasai pusaka di
istana yang suram ini.
Karena itu, maka Kuda Rupakapun kemudian berkata
"Baiklah, kita akan pergi bersama-sama paman, tetapi
sudah tentu bahwa seolah-olah kita tidak dengan sengaja
mencarinya"
"Aku sependapat Raden, tetapi dengan demikian
kitapun harus mempersiapkan diri untuk bertempur di
manapun. Mungkin akan terjadi salah paham, atau
Kidang Alit menemukan perhitungan tersendiri dalam hal
ini" "Aku mengerti paman, dan karena itu, kita memang
harus mempersiapkan diri menghadapi segala
kemungkinan"
Sejenak kemudian keduanya mengambil kuda mereka
di kandang. Sangkan yang melihat keduanya,
mengerutkan keningnya, tetapi ia tidak berani bertanya.
Sementara itu Raden Ayu Kuda Narpada dan
puterinya Inten Prawesti sudah berada di biliknya,
kembali Pinten dan biyungnya berada di dapur, sedang
Panon dan Ki Mina yang telah selesai memperbaiki atap
yang rusak berada di dalam biliknya pula.
Tetapi mereka masih mendengar kaki kuda berderap,
karena itulah merekapun kemudian melangkah keluar
pintu biliknya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Diluar pintu mereka tertegun ketika mereka melihat Sangkan berjalan tergesa-gesa mendekati mereka, katanya dengan nafas yang terengah-engah "Raden Kuda Rupaka dan Panji Sura Wilaga pergi berkuda ke luar halaman"
Panon menarik nafas sejenak, dipandanginya wajah Ki Mina yang tegang. Dengan ragu-ragu ia bertanya
"Apakah yang kira-kira dilakukannya, paman?"
Ki Mina menggeleng, jawabnya "Tidak dapat kita duga, tetapi sebaiknya kita mengikuti perkembangan keadaan dengan hati-hati"
Panon mengangguk-angguk. Iapun kemudian kembali masuk ke dalam biliknya bersama dengan Ki Mina dan Sangkan.
Ternyata yang mendengar derap kaki kuda itu bukan saja Panon, Ki Mina dan Sangkan, Pinten dan Nyi Upihpun mendengarnya pula. Demikian juga Raden Ayu Kuda Narpada dan Inten di dalam biliknya.
Kepergian Kuda Rupaka dan Panji Sura Wilaga mungkin menimbulkan berbagai pertanyaan di dalam hati. Tetapi mereka berdua hanya dapat saling berpandangan tanpa dapat mengambil kesimpulan apapun juga, justru pada saat yang gawat. Baru saja Kuda Rupaka dikecewakan oleh Raden Ayu Kuda Narpada.
"Apakah Kamas Kuda Rupaka marah dan
meninggalkan tempat ini ibunda?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Ibundanya menggelengkan kepalanya sambil
menjawab lirih "Aku tidak tahu Inten. Tetapi aku kira
mereka tidak akan dapat berbuat demikian, jika
seandainya mereka benar-benar akan perpgi, mereka
tentu akan minta diri"
Inten mengangguk-angguk. Tetapi kecemasan yang
sangat nampak di wajahnya. Bahkan di luar sadarnya
gadis itupun kemudian bertanya "Ibunda, apakah ibunda
benar-benar tidak mengetahui pusaka ayahanda yang
sekarang dicari-cari oleh banyak orang itu?"
Ibundanya memandang wajah Inten sejenak,
kemudian gadis itu dipeluknya sambil menjawab terbata-
bata "Tentu tidak Inten, aku tahu, kau sangat cemas
karenanya. Apalagi setelah kakangmasmu Kuda Rupaka
mengatakan, bahwa bencana yang sangat buruk akan
mengenai dirimu. Dan ibupun sangat berprihatin
karenanya, Tetapi apa yang dapat aku lakukan Inten.
Ibunda sama sekali tidak mengerti apa yang mereka cari.
Dan sepengetahuanku, ayahandapun tidak membawa
sebilah keris selain pusakanya sendiri yang ternyata
bukanlah itu yang mereka cari"
Intenpun memeluk ibundanya pula sambil berkata
"Maaf Ibunda, bukan maksudku menyalahkan ibunda,
aku percaya bahwa ibunda benar-benar tidak
mengetahuinya"
Dalam pada itu, di dapur, Pinten duduk diatas sebuah
dingkrik rendah sambil memeluk ibunya. Dipandanginya
api yang menyala dibawah sebuah periuk yang sedang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
merebus ketela pohon, dengan wajah yang muram
dipandanginya asap yang mengepul lewat sela-sela tutup
periuk itu. Disaat terakhir ini, beras dan jagung tinggal
sedikit sekali. Raden Kuda Rupaka tidak lagi membeli
beras dan jagung yang cukup, apalagi setelah ia
dikecewakan beberapa kali, terlebih-lebih lagi, dengan
kehadiran kedua orang pengembara yang bagi Kuda
Rupaka merupakan orang-orang yang dapat menganggu
usahanya. Ketela yang direbus itu adalah ketela pohon yang
ditanam oleh Sangkan di halaman belakang istana kecil
yang semakin suram itu. Setiap kali Sangkan
mencabutnya satu atau dua batang itu dapat
dipergunakan untuk sekedar mengisi kekosongan perut
mereka. Bahkan Raden Ayu Kuda Narpada dan puteri
Inten Prawesti tidak menolak jika Pinten
menghidangkannya di dalam biliknya.
Nyi Upih yang duduk di amben bambu memandangi
gadis itu dari arah punggungnya, setiap kali ia hanya
dapat menarik nafas dalam-dalam sambil menggeleng
kepalanya. Apalagi jika teringat olehnya, bahwa yang ada
di dalam periuk itu hanyalah beberapa potong ketela
pohon, bukan beras dan bukan jagung.
Tetapi Nyi Upih tidak menegurnya, dibiarkannya saja
Pinten duduk sambil memeluk lututnya tanpa terganggu.
Agaknya sambil memandang api di bawah periuk itu,
Pinten sedang berangan-angan.
Sementara itu, Kuda Rupaka dan Panji Sura Wilaga
berpacu menuju rumah Ki Buyut di Karangmaja. Tetapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
bukan ki Buyutlah yang sebenarnya mereka cari. Mereka
menduga bahwa Kidang Alit sering berada di rumah Ki
Buyut itu, atau berkeliaran di sekitar istana kecil itu untuk
mengawasi perkembangan keadaan.
Dalam pada itu, seorang anak muda berdiri tegak
diatas sebongkah batu karang, ketika terdengar olehnya
derap kaki kuda mendekat, pada jalan kecil yang
menghubungkan istana kecil itu dengan padukuhan, ia
melihat dua ekor kuda berderap laju.
Sejenak ia ragu-ragu, bahkan ia sudah bersiap-siap
untuk bersembunyi di balik batu padas. Naum niat itupun
diurungkannya. Jika ia sudah melihat kedua ekor kuda
yang berpacu itu, maka penunggangnyapun tentu sudah
melihatnya pula. Setidak-tidaknya ada kemungkinan yang
demikian, karena itu, maka anak muda itupun
mengurungkan niatnya dan justru bertolak pinggang
menunggu kedua ekor kuda yang pasti akan lewat di
jalan sempit di sebelah batu karang tempat ia berdiri.
Ternyata kedua penunggang kuda itupun benar-benar
melihatnya, sekilas mereka melihat seorang berdiri di
kejauhan, diatas sebongkah batu, namun kemudian
orang itu telah bergeser kesamping sehingga tubuhnya
terlindung oleh tikungan di sebelah batu karang itu.
Namu ketika kuda itu muncul dari balik tikungan,
penunggangnya masih melihat anak muda itu berdiri
sambil bertolak pinggang, bahkan kemudian nampak
sebuah senyuman di bibirnya.
"Nah, ia benar-benar berkeliaran disini, paman"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Nampaknya ia hanya seorang diri, Raden"
"Ya, tetapi siapa tahu, karena itulah kita harus
berhati-hati"
Demikian keduanya mendekati anak muda yang
berdiri diatas batu karang itu, Kuda Rupaka dan Panji
Sura Wilaga menarik kekang kudanya, sehingga kedua
ekor kuda itupun segera berhenti.
"Siapa yang kau tunggu disini?" bertanya Kuda
Rupaka Anak muda itu tersenyum, katanya "Kalian tentu
sedang membicarakan aku, begitu kalian muncul di
tikungan" "Darimana kau tahu?"
"Sudah tentu aku tahu, karena aku mempunyai Aji
Sapta Pangrungu"
Kuda Rupaka mengerutkan keningnya, namun iapun
kemudian tertawa berkepanjangan, katanya disela-sela
suara tertawanya "Jangan menakut-nakuti aku seperti
menakut-nakuti anak kecil, kau sangka Aji Sapta
Pangrungu itu mudah disadap" jika kau benar-benar
mempunyai aji itu, maka kau tentu mengetahui apa yang
aku katakan kalimat demi kalimat dan kata demi kata"
Kidang Alit tersenyum, katanya "Apakah perlu
demikian?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Tidak, aku tahu, kau berbohong, dan kau memang sering sekali berbohong meskipun aku percaya kau memiliki ilmu yang tinggi. Selain ilmu kanuragan, kau juga mempunyai ilmu gendam, ilmu sirepdan barangkali bermacam-macam ilmu yang lain, tetapi tidak Aji Sapta Pangrungu, Sapta Peningal dan Sapta Pangrasa"
Kidang Alit mengerutkan keningnya, namun iapun tertawa, katanya "Aku sudah mempelajari, tetapi memang tidak semudah yang aku duga semula. Apalagi kini terhenti untuk beberapa saat karena aku harus menunggui istana kecil itu dan menunggu kalian berdua"
Kuda Rupaka mengerutkan keningnya, lalu katanya
"Jika kau sekarang baru mulai, maka ilmu itu akan kau kuasai lima tahun yang akan datang, dan itu berarti bahwa semuanya sudah terlambat"
Kidang Alit tertawa, jawabnya "Aku tidak pernah merasa terlambat"
Panji Sura Wilaga yang termangu-mangu itupun kemudian berkata "Kita tidak ada gunanya berbicara terlalu banyak"
Kidang Alit mengerutkan dahinya, dengan ragu-ragu ia bertanya "Apa maksudmu?"
Kuda Rupakalah yang menjawab "Aku akan pergi ke rumah Ki Buyut, aku akan mencari tempat untuk menyingkirkan kedua pengemis itu dari istana itu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Kenapa?"
"Mereka merupakan orang yang paling aku benci, aku muak melihat mereka bermalas-malas tetapi makan tampa henti-hentinya"
"Tetapi mereka adalah orang-orang yang memiliki kemampuan yang tangguh sehingga mereka dapat kau ajak untuk mempertahankan istana kecil itu. Mungkin dari orang-orang Guntur Geni, tetapi mungkin pula orang-orangku"
"Mereka adalah orang-orang yang berbahaya, aku tidak percaya kepada mereka seperti aku tidak akan dapat mempercayaimu. Apalagi kehadiran mereka sangat membahayakan keselamatan bibi dan pusaka yang tersembunyi itu, apalagi bibi sama sekali tidak tahu, bahwa keduannya adalah orang-orang yang sangat berbahaya"
"Kenapa keduanya diijinkan masuk?"
"Bibi senang mendengar salah seorang dari keduanya berdendang kidung yang dibawakan memang memiliki kekuatan khusus untuk mencengkam perasaan"
"Kidang Alit tertawa pendek, katanya "Kau mempunyai kemampuan melawan ilmu gendam, kenapa kau tidak melawan ilmu pemilut itu dengan ilmumu pula?"
"Tidak, ia sama sekali tidak mempergunakan ilmu apapun, tetapi lagu yang selalu dinyanyikan memang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
menarik, akupun senang mendengarnya, dan bibi adalah
seorang perempuan yang terlalu baik dan pengiba. Itulah
kesalahannya"
"Kenapa tidak kau bunuh saja keduanya?"
Kuda Rupaka nampak ragu-ragu, namun kemudian
katanya "Aku ragu-ragu, keduanya memiliki ilmu yang
cukup tangguh, sehingga aku tidak yakin bahwa aku
dapat melakukannya tanpa diketahui oleh bibi. Apalagi
nampaknya bibi sangat terpengaruh oleh keduanya,


Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekarang mereka lebih dekat dengan bibi dari pada aku
dan paman Panji"
Suara tertawa Kidang Alit meledak tanpa tertahankan
lagi, sambil tertawa terbahak-bahak ia berkata yang
justru tidak begitu jelas "Kenapa kau merajuk", aku tidak
menyangka bahwa seorang anak jantan seperti Raden
Kuda Rupaka masih sempat merajuk seperti gadis
menjelang kawin"
Kuda Rupaka menjadi tegang, bahkan Panji Sura
Wilaga kemudian membentaknya "Jangan gila, kau
dengar penjelasannya?"
Kidang Alit mencoba menahan suata tertawanya itu,
sambil mengangguk-angguk ia berkata "Baiklah Aku akan
mendengarkannya"
"Kidang Alit" berkata Kuda Rupaka "Aku tidak dapat
melukai hati bibi dengan membunuh keduanya di
hadapan bibi, atau katakanlah bahwa bibi sempat melihat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
kami bertengkar, aku memang mengakui bahwa untuk
membunuhnya diperlukan waktu yang agak panjang"
Kidang Alit memandang Kuda Rupaka dengan
pandangan mata yang khusus, bahkan dengan senyum
yang yang kecut ia berkata "Aku tahu maksudmu, kau
ingin aku membunuhnya diluar halaman istana"
Kuda Rupaka memandang Kidang Alit sejenak, lalu
"Belum tentu hal itu dapat dilakukan, jika ia menolak
untuk tinggal di padukuhan, maka ia akan tetap tinggal
di istana"
"O, kau ingin aku membantumu membunuhnya dalam
waktu yang singkat, sehingga Raden Ayu Kuda Narpada
tidak sempat melihat perkelahian itu" ia berhenti sejenak,
lalu "Tetapi bagaimanapun juga, Raden Ayu akan tahu,
bahwa Panon dan Ki Mina telah hilang dari halaman
istananya"
"Jika kemudian hal itu diketahuinya pula, apaboleh
buat" Kidang Alit termenung sejenak, lalu katanya "Kau
tentu mempunyai perhitungan, bahwa melawan mereka
adalah lebih berat dari melawan aku dan kawan-
kawanku" "Bukan maksudku, tetapi jika keadaan yang
sebenarnya demikian, apa boleh buat. Yang penting
bagiku kedua pengemis itu lenyap dari istana, karena
mereka adalah orang-orang yang paling mungkin
menerima titipan dari bibi"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Kidang Alit mengangguk-angguk, namun katanya
"Biar sajalah mereka menerima puska itu, aku akan
mengambilnya dari kedua pengemis itu, aku sama sekali
tidak mempunyai perasaan segan atau semacam itu
seandainya aku membunuh mereka di hadapan Raden
Ayu, karena aku tidak terikat hubungan keluarga atau
semacam itu"
Panji Sura Wilaga menggeretakkan giginya, tetapi
Kuda Rupaka menyahut "Terserah kepadamu, aku akan
pergi ke padukuhan dan tetap mencari tempat bagi
kedua pengemis itu, mau tidak mau. Eh, tunggu dulu,
Kidang Alit, tiba-tiba saja timbul pikiran baru di benakku,
kenapa aku tidak memperalatnya saja lebih dahulu untuk
membinasakanmu dan kawan-kawanmu"
"Kidang Alit menegang sejenak, lalu "Kau boleh
mencobanya, tetapi kau akan tetap terikat oleh
hubungan keluarga antara kau dan bibimu itu.
Seandainya kau berhasil membunuh aku, maka kau tidak
akan dapat membunuh pengemis-pengemis itu di
hadapan bibimu tanpa diketahuinya"
Kuda Rupaka nempak berpikir sejenak.
"Lalu, menurut pikiranmu, yang manakah yang
sebaiknya aku lakukan" Membunuhmu dibantu
pengemis-pengemis itu atau membunuh pengemis-
pengemis itu dengan bantuanmu agar yang kita lakukan
tidak diketahui oleh bibi. Seandainya diketahuinya pula,
maka kesalahan itu sebagian besar akan dibebankan
kepadamu" Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Kenapa aku?"
Kuda Rupaka tertawa, wajahnya bagaikan tenggelam dalam derai tertawanya yang berkepanjangan.
"Kenapa Aku?" Kidang Alit mengulang.
"Tidak, tentu tidak" Kuda Rupaka menjawab disela-sela tertawanya "Tentu bibi akan menyalahkan kita sama-sama, tetapi itu tidak penting. Yang penting, aku ingin mengurangi lawan, siapapun mereka. Kau dengan anak muahmu atau pengemis-pengemis itu"
Kidang Alit termenung sejenak, dipandanginya wajah Panji Sura Wilaga yang tegang, namun kemudian iapun tersenyum, katanya "Sebenarnya kau tidak usah berbelit-belit Raden, Aku tahu maksudmu yang sebenarnya, kau ingin mengajak aku dan kawan-kawanku membunuh kedua pengemis itu sebelum kita sendiri pada suatu saat akan saling berbunuhan. Akupun tahu bahwa sebenarnya kau sudah tidak memperdulikan lagi bibimu itu. Tahu atau tidak tahu, cemas atau tidak cemas, pokoknya kau sekarang sudah mulai menunjukkan warnamu yang sebenarnya, yang sebetulnya akupun sudah menduganya sejak semula. Kau sama sekali tidak datang ke istana itu karena kau merindukan bibimu, atau karena kau tahu bahwa bibimu hidup dalam kesepian dan kesulitan, tetapi semata-mata karena kau megninginkan pusaka itu"
"Apapun yang kau katakan, aku sekarang tidak akan membantah. Tetapi bahwa kita harus berterus-terang,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
kita akan menjadi sama-sama licik tetapi juga sama-
sama jantan"
Kidang Alit termenung sejenak, lalu katanya
"Rencanamu untuk membunuh pengemis-pengemis itu
agaknya baik juga. Memang jika masih ada sedikit
perasaan iba kepada isteri Pangeran Kuda Narpada yang
malang itu, pembunuhan itu harus dilakukan secepat-
cepatnya sehingga Raden Ayu tidak sempat melihat,
bagaimana kita menghujamkan pedang di dadanya, atau
memenggal lehernya"
"Dan bibi tidak sempat pula melihat bagaimana aku
membunuhmu"
Kidang Alit tertawa, jawabnya "Tentu tidak, kita baru
saling membunuh jika kita sudah pasti akan pusaka itu"
Panji Sura Wilaga menggeram, tetapi ia tidak
mengatakan sesuatu.
"Raden Kuda Rupaka" tiba-tiba suara Kidang Alit
menjadi bersungguh-sungguh "Aku akan datang malam
nanti, setelah bintang silang tegak di selatan"
Kuda Rupaka mengerutkan keningnya, dengan
bersungguh-sungguh pula ia menyahut "Bintang Gubuk
Penceng yang tegak di ujung selatan yang menunjukkan
waktu tengah malam"
"Aku datang tengah malam bersama dua orang
kawanku. Bukan berarti bahwa aku menganggap kedua
pengemis itu terlampau kuat, tetapi aku sebenarnya tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
percaya sepenuhnya kepadamu. Aku masih mempunyai
dugaan bahwa kau sedang menjebak aku"
"Aku mengerti, tetapi itu terserah kepadamu. Aku
akan menunggu sampai tengah malam dan kita akan
bersama-sama membunuh kedua orang pengemis itu"
"Juga anak Nyi Upih yang gila itu" geram Panji Sura
Wilaga. Kuda Rupaka berpaling, namun ia tidak menyahut.
Kidang Alitpun kemudian meninggalkan tempatnya
sambil berkata "Mudah-mudahan kali ini kita bersikap
jujur dan jantan, meskipun kelak kita akan menjadi licik
dan curang lagi"
Kuda Rupaka tidak menyahut, dipandanginya saja
Kidang Alit yang melangkah pergi meninggalkan tepi
lorong tu, semakin lama semakin jauh, sehingga akhirnya
hilang di balik batu-batuan padas pebukitan.
"Kita kembali ke istana" desis Kuda Rupaka.
"Kita tidak ke padukuhan?"
"Tidak, tidak ada gunanya, malam ini kita benar-benar
harus bersiaga. Kita masih belum tahu, siapakah
sebenarnya yang akan kita hadapi. Mungkin Kidang Alit
akan menepati janjinya, tetapi mungkin sebaliknya, ia
justru akan bekerja bersama kedua pengemis itu untuk
membunuh kita"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Panji Sura Wilaga menggeleng, jawabnya "Tentu tidak, pengemis itu tentu tidak akan mempercayainya, mereka tentu masih lebih percaya kepada kita dari pada kepada Kidang Alit"
Kuda Rupaka mengangguk-angguk, sambil
menggerakkan kendali kudanya ia berkata "Marilah, aku akan beristirahat dan memusatkan kemampuan menghadapi peristiwa yang barangkali jauh berbeda dari yang kita duga"
"Dan apakah Raden masih sempat memikirkan, apakah Raden Ayu berkenan atau tidak dengan semua keputusan kita ini?"
Kuda Rupaka ragu-ragu sejenak, kemudian iapun menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berkata "Tidak, aku harus berketetapan hati untuk tidak memikirkan bibi lagi"
"Bahkan, jika perlu Raden dapat memaksa Raden Ayu untuk menunjukkan pusaka itu, jika Kidang Alit tidak ingkar. Maka kedua pengemis itu tidak akan dapat menghalangi lagi apapun yang akan Raden lakukan di dalam istana itu. Yang harus kita pikirkan kemudian bagaimana kita dapat meninggalkan istana itu, tanpa diketahui oleh Kidang Alit, atau bagaimana kita harus melawan dan membunhnya"
Kuda Rupaka tidak segera menjawab, dipandanginya jalur jalan sempit di hadapannya, sementara kudanya berlari tidak terlalu cepat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Sebentar kemudian, maka mereka telah melihat pintu gerbang istana kecil itu. Pintu itu seolah-olah memberikan kesan yang aneh di dalam hatinya. Rasa-rasanya ia akan segera memasuki daerah yang gelap dan penuh bahaya.
Bab 30 Sebenarnyalah Kuda Rupaka dan Panji Sura Wilagapun dengan gelisah menunggu gelapnya malam.
Ketika mereka telah berada di dalam bilik mereka, merekapun membaringkan diri. Untuk melupakan waktu, yang rasa-rasanya menjadi sangat panjang, kuda Rupaka yang ingin tidur barang sejenak, agar ia mendapatkan kesegaran, sebelum ia melakukan tugas yang mungkin jauh lebih berat dari yang diduganya.
Tetapi matanya sama sekali tidak mau
dipejamkannya, sekali-sekali ia bangkit dan berjalan hilir mudik di dalam biliknya. Dibenaknya terbayang berbagai kemungkinan yang paling baik sampai kemungkinan yang paling pahit.
Namun demikian, rasa-rasanya waktu memang berhenti, masih nampak cahaya matahari di dinding yang menyusup dari lubang yang terdapat pada atap yang mulai rusak meskipun sudah menjadi kemerah-merahan.
"Sebentar lagi senja akan datang" gumamnya "Kita benar-benar harus bersiap paman, mungkin Kidang Alit akan datang didahului dengan ilmu sirep atau ilmu yang lain.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Panji Sura Wilaga mengangguk, iapun kemudian bangkit dan duduk di bibir ambennya. Wajahnya nampak bersungguh-sungguh, karena iapun sedang memikirkan pada kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi seperti Kuda Rupaka.
Dalam pada itu, rasa-rasanya istana kecil itu telah dicengkam oleh suasana yang lain. Panon dan Ki Mina yang duduk di halaman belakangpun agaknya sedang berbincang tentang kepergian Kuda Rupaka dan Panji Sura Wilaga yang tiba-tiba saja ke padukuhan, tetapi hanya dalam waktu yang terhitung terlalu pendek.
"Aku menjadi curiga" berkata Panon.
"Memang mencurigakan sekali, tetapi aku tidak tahu, apakah kira-jira yang akan terjadi, jika Raden Kuda Rupaka bukan kemanakan Raden Ayu Kuda Narpada, aku segera dapat menebak bahwa ia agaknya telah bersepakat menyingkirkan kita"
"Itulah yang membingungkan, aku tidak mengerti apakah ia lebih mencintai bibinya atau pusaka yang dianggapnya berada di istana ini?"
Ki Mina mengangguh-angguk, katanya "Memang membingungkan, tetapi nampaknya Raden Kuda Rupaka sudah berani memaksa bibinya untuk menunjukkan pusaka yang dicarinya, bahkan dengan mengancam pula, meskipun alasannya dapat dimengerti"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Panon menarik nafas dalam-dalam, dengan nada datar ia bergumam "Hal serupa inilah yang tidak diketahui dan sama sekali tidak disebut-sebut oleh guru, sehingga ternyata aku telah menghadapi persoalan yang menyimpang sama sekali dari gambaran yang diberikan guru kepadaku. Ternyata bahwa guru benar-benar sudah terlalu lama tidak berada di daerah ini" Panon berhenti sejenak, lalu "Karena itu aku berterima kasih sekali kepada paman yang telah dengan sukarela ikut menjerumuskan diri ke dalam kesulitan yang bahkan dapat membahayakan jiwa paman ini"
"Ah, kau. Memang pandai berkelakar" Ki Mina tersenyum "Jangan kau sebut-sebut lagi, aku menyadari sepenuhnya apa yang aku lakukan sekarang. Bukan saja karena aku tertarik kepada sikap dan usahamu berdasarkan atas perintah gurumu, tetapi adalah menjadi kewajibanku untuk melakukan hal itu"
"Namun menghadapi Raden Kuda Rupaka, kita memang menjadi bingung"
Ki Mina mengangguk-angguk, katanya "Jika pada suatu saat, Raden Kuda Rupaka benar-benar mendesak bibinya untuk menunjukkan pusaka yang barangkali memang tidak diketahuinya itu, kita akan berdiri pada suatu sikap yang sulit, jika kita benar-benar melindunginya. Bahkan jika terpaksa dengan kekerasan, maka kitapun akan melakukan kesalahan. Apalagi jika Raden Kuda Rupaka atau Panji Sura Wilaga mengalami cidera, maka Raden Ayu tentu akan menyalahkan kita pula, karena anak muda itu adalah kemanakannya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Tetapi itu bukan berarti bahwa kita harus membiarkan apa saja yang terjadi paman. Aku masih terikat oleh perintah guru"
"Aku mengerti, aku mengerti, Panon"
Panon menarik nafas dalam-dalam, ada sesuatu yang menyentuh perasaannya, setiap kali ia teringat kepada gurunya, rasa-rasanya ia ingin berlari ketempat yang telah ditentukan. Tetapi keadaan istana kecil itu rasanya telah mengikatnya sehingga ia tidak dapat beranjak sama sekali.
Sekilas terbayang wajah seorang gadis yang bernama Pinten, gadis yang sederhana, tetapi nampaknya memiliki sesuatu yang lain dari gadis kebanyakan. Gadis yang cerdik dan kemanja-manjaan meskipun ia hanya anak seorang pelayan.
"Gila" Panon menggeram di dalam hatinya "Aku datang untuk melakukan tugas yang dibebankan guru kepadaku, tidak untuk hal-hal yang lain yang tidak masuk akal"
Dalam pada itu, Pinten dan Sangkan duduk di serambi samping menghadap ke longkangan, nampaknya mereka berdua sedang asyik berbincang sehingga keduanya tidak merasa bahwa biyungnya memandangi dari kejauhan.
Nyi Upih menarik nafas, dipandanginya kedua anaknya yang duduk di serambi itu, nampaknya mereka sedang berbicara dengan sungguh-sungguh, tidak seperti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
biasanya, mereka bergurau tidak henti-hentinya,
kemudian bertengkar dan bahkan berkelahi.
Nyi Upih merasakan sesuatu yang lain dalam hatinya,
bahkan diluar sadarnya tangannya telah mengusap setitik
air yang mengembun di pelupuknya.
"Kasihan anak-anak itu" desisnya "Hanya karena
kematangan jiwanya saja mereka telah bersedia berada
di tempat ini"
Sejenak kedua anak-anak muda itu masih saja
berbincang, Pinten bersikap tidak seperti biasanya,
sehari-hari merajuk, marah dan kemudian mengadu.
Tetapi nampaknya iapun sedang berbicara dengan
sungguh-sungguh seperti juga Sangkan.
Tetapi agaknya mereka terkejut ketika mereka
mendengar Nyi Upih menyentuh daun pintu dapur.
Serentak mereka berpaling, dilihatnya Nyi Upih berdiri
termangu-mangu memandang mereka.
"O, marilah biyung" berkata Sangkan "Kami sedang
membicarakan sesuatu yang penting"
"Apa yang kalian bicarakan?"
"Pinten mulai merasa dirinya menjelang dewasa"
"He..!!" tiba-tiba saja mata Pinten melotot dan
Sangkan meloncat berdiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Kau sudah mulai lagi kakang" Pintenpun kemudian bangkit berdiri pula, maju selangkah demi selangkah.
"Jangan, jangan" Sangkanpun mundur sambil menyeringai, bahkan kemudian iapun berputar dibelakang biyungnya.
"Ah" desah Nyi Upih" Aku senang kalian berbicara dengan bersungguh-sungguh. Aku kira kalian memang benar-benar menjelang dewasa. Duduklah, marilah kita berbicara lagi. Lihatlah, langit menjadi buram dan sebentar lagi malam akan datang"
"Kalau begitu, aku akan menyalakan lampu" desis Sangkan
"Ya, nyalakanlah, biarlah Pinten tinggal disini bersama aku"
Sangkanpun kemudian meninggalkan Pinten dan Nyi Upih untuk mengambil dan menyalakan lampu di seluruh ruangan istana kecil itu. Tetapi nampaknya jumlah lampu minyak itupun semakin lama menjadi semakin berkurang, karena minyak kelapa menjadi semakin sedikit di persediaan.
"Apa saja yang kalian perbincangkan Pinten?"
Pinten memandang Nyi Upih sejenak, lalu katanya
"Kakang Sangkan mengatakan bahwa keadaan menjadi semakin gawat, apakah benar biyung?"
Nyi Upih menarik nafas dalam-dalam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Kakang menjadi semakin takut tinggal di istana ini"
"Aaah"
Pinten memandang Nyi Upih, tiba-tiba saja ia
memeluknya sambil berkata "Kami akan tinggal
bersamamu biyung, apapun yang akan terjadi, kami tidak
akan lari dari mereka ini, juga kakang Sangkan tidak"
Titik air mata mulai mengembun lagi di mata Nyi
Upih, namun kemudian ia tersenyum sambil berkata
"Terima kasih, aku sudah mengira bahwa kalian akan
berbuat demikian"
"Sudahlah biyung, kita akan segera merapikan
peralatan dapur, rasa-rasanya malam hari ini agak lain
dari malam-malam sebelumnya, kita akan segera masuk
dan mengawani Raden Ayu dan puteri di dalam biliknya"
Nyi Upih mengangguk-angguk, tetapi kemudian ia
berkata "Tetapi kawani aku dulu di pakiwan"
Pinten tersenyum, ketika ia memandang longkangan
yang mulai gelap, rasa-rasanya sesuatu telah menyentuh
perasaannya. "Marilah biyung"
Nyi Upih mengusap matanya, iapun kemudian pergi
ke dapur merapikan barang-barang yang ada dan
kemudian menutup pintunya setelah memadamkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
lampu minyak kelapa yang berkeredipan seperti mata
seorang gadis yang habis menangis.
Di dalam bilik di ruang dalampun rasanya keadaan
menjadi sangat lengang, meskipun Raden Ayu dan Inten
masih belum tidur, tetapi mereka hanya duduk saja di
dalam biliknya hampir tanpa senuah pembicaraan
apapun. Baru ketika Pinten masuk bersama biyungnya,
maka Pinten dan Prawesti mulai bermain-main, yang
dimainkan oleh mereka adalah permianan dakon.
Raden Ayu memandang puterinya yang sedang
bermain dengan tatapan mata yang suram. Perasaan iba
dan haru telah mencengkam hatinya, puterinya adalah
seorang gadis yang sedang tumbuh, yang memerlukan
suatu lingkungan yang jauh kebih baik dari
lingkungannya sekarang.
Ada sepercik penyesalan, bahwa suaminya dahulu
tidak memilih tinggal di Demak atau di kota-kota yang
lebih baik daripada sebuah padukuhan di pegunungan
sewu ini. Namun, iapun mencoba untuk menekan
penyesalan itu, karena ia tidak mau menimpakan


Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kesalahan itu kepada suaminya yang malang itu.
Inten dan Pinten duduk di sudut ruangan, mereka
mulai menghitung kelungsu yang dipergunakan sebagai
biji-biji dalam permainan mereka.
Yang terdengar kemudian adalah gemelitiknya
kelungsu-kelungsu itu di dalam lubang-lubang dakon.
Namun agaknya permainan itu memang menarik, Nyi
Upihpun kemudian dengan asyiknya melihat permainan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
ini, ia pun berkata "Ternyata puteri lebih pandai
daripadamu, kau tidak dapat memilih dan
memperhitungkan biji-biji permainanmu, sehingga biji
terakhirmu sering sekali jatuh pada lubang-lubang yang
kosong" "Tetapi aku beruntung biyung, aku dapat menunggu
biji-biji di lubang yang berhadapan dengan lubang
kosong itu atau justru biji-biji lawan yang disebelah
menyebelah"
"Itu suatu kebetulan bukan peprhitungan"
Pinten mengerutkan keningnya, tetapi ia tersenyum
ketika inten salah hitung, sehingga biji-biji dakonnya
sama sekali tidak menghasilkan.
"Tetapi puteri masih menang" berkata Pinten "Biji-biji
puteri di dalam lumbung masih lebih banyak, tetapi
perbedaan yang sedikit justru akan menguntungkan aku,
karena aku akan mendapatkan dua lumbung. Lumbung
kacangan tanpa bera sama sekali."
Nyi Upih termenung memandang tangan anak
gadisnya menaburkan kelungsu disetiap lubang dakon
dengan cekatan.
"Tangan itu" tiba-tiba saja Nyi Upih berkata kepada
diri sendiri "Terlampau halus untuk memegang kayu
bakar dan senggot timba"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Tetapi Nyi Upih tidak mengatakan sesuatu, ia rasa-rasanya tidak puas-puasnya memandang jari-jari Pinten yang lentik seperti jari-jari Inten Prawesti.
Demikianlah mereka asyik tenggelam dalam permianan dakon, seperti biasanya, mereka kemudian lupa akan waktu. Seolah-olah mereka tidak merasa kantuk sama sekali. Bahkan Nyi Upoh yang hanya sekedar menontonpun tidak menjadi kantuk pula.
Tetapi Raden Ayulah yang kemudian berkata "Inten, apakah kau masih akan bermain-main?"
"Ya, ibunda"
"Bermainlah, tetapi jangan keluar dari bilik ini, rasa-rasanya malam menjadi lengang"
"Baik Ibunda"
"Aku akan beristirahat"
"Silahkan ibunda tidur. Aku akan segera menyusul"
Raden Ayupun kemudian membaringkan dirinya di pembaringan. Meskipun rasa-rasanya matanya menjadi kantuk. Tetapi ketika ia berbaring, justru angan-anganya mulai menerawang menjelajahi segala masa. Masa lampau, masa kini dan harapan yang buram di masa datang.
Di belakang, Panon dan Ki Minapun rasa-rasanya tidak
dapat memejamkan matanya. Ketika mereka melihat di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
sebelah yang lain Sangkan sudah tidak dapat mengetahui
apa-apa lagi, karena ia sudah tidur nyenyak sejak malam
menjadi gelap. "Anak itu rasa-rasanya sama sekali tidak terganggu
oleh keadaan apapun. Dalam ketakutan dan cemas, ia
masih juga dapat tidur mendengkur" desis Ki Mina.
"Itu lebih baik baginya paman, jika ia mengetahui
peristiwa yang terjadi, apalagi melihat dengan mata
kepala sendiri, mungkin jiwanya akan sangat
terguncang." Jawan Panon.
Ki Mina mengangguk-angguk, namun rasa-rasanya
hatinya sama sekali tidak tenang. Karena kepergian Kuda
Rupaka bersama dengan Panji Sura Wilaga yang hanya
memakan waktu sebentar itu, itu yang membuat hati
mereka manjadi galau.
"Aku mendapat firasat buruk" desis Ki Mina.
"Akupun merasa berdebar-debar" jawab Panon "Aku
terpengaruh sekali oleh sikap Raden Kuda Rupaka dan
Panji Sura Wilaga yang agak lain. Kekecewaan mereka
karena Raden Ayu tidak dapat menunjukkan pusaka yang
mereka inginkan, lalu kepergian mereka keluar
memberikan kesan yang aneh padaku"
Ki Mina mengangguk-angguk, dengan hati-hati dan
hampir berbisik ia berkata "Bersiaplah menghadapi setiap
kemungkinan"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Panon menyibakkan ujung bajunya, nampaklah berjajar di ikat pinggangnya yang lebar, pisau-pisau belati kecil.
Ki Mina menarik nafas dalam-dalam, katanya "Gurumu mengajarimu dengan cara yang aneh, apakah kau sama sekali mempelajari bagaimana mempergunakan senjata panjang?"
"Ya, tetapi dengan senjata-senjata kecil semacam ini, aku dapat bersikap lain, karena tidak ada orang yang langsung mengetahui bahwa aku bersenjata. Tetapi mungkin juga terpengaruh oleh keadaan jasmaniah gurumu yang cacat kaki. Ia lebih senang melontarkan senjatanya daripada bertempur dengan mempergunakan senjata di dalam genggaman, meskipun guru mampu melakukannya"
Ki Mina mengangguk-angguk, katanya "Tetapi kau memerlukannya. Dengan senjata panjang kau dapat menundukkan lawanmu tanpa melukainya dan memaksanya menyerah. Tetapi dengan senjatamu, kau harus melukainya dan bahkan dan bahkan mungkin membunuhnya"
Panon mengangguk-angguk, jawabnya "Guru telah menunjukkan kepadaku dengan pasti bagian tubuh yang manakah yang sekedar melumpuhkan, dan bagian yang manakah yang akan membuat seseorang terbenuh segera"
"Tetapi seorang yang sedang bertempur tidak dapat diperhitungkan tata geraknya dengan tepat. Mungkin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
seseorang yang mencoba menghindar lontaran
senjatamu, justru telah mengumpankan bagian tubunnya
yang paling berbahaya. Tetapi aku sadar bahwa tentu
memiliki kecepatan dan ketajaman bidik yang luar biasa"
"Ah"." Desis Panon "Tetapi aku akan mencoba untuk
mempergunakan senjata di dalam genggaman, mungkin
akan berguna"
"Apakah yang dapat kau jika keadaan sekarang ini
memaksa kita untuk melakukan perlawanan?"
"Di dapur ada parang"
"Aku juga melihat kapak kecil pembelah kayu,
mungkin aku dapat mempergunakannya, karena dalam
pertempuran yang seru dan melawan ilmu yang tinggi
kerisku agak terlampau ringkih, meskipun setiap goresan
betapapun kecilnya berarti maut"
keduanya termenung sejenak, dan tiba-tiba saja
berkata "Aku akan mengambil parang dan kapak kecil itu,
mungkin akan berguna"
"Tetapi ingat Panon, senjata yang dibuat dengan
sengaja dan merupakan pusaka andalan, bahannya tentu
bukan besi kebanyakan seperti parang pembelah kayu
dan kapak kecil itu. Karena itu, jangan terkejut jika pada
benturan senjata parangmu akan patah"
"Tentu, aku akan berusaha menghindarkan benturan
langsung paman"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Ki Mina tersenyum, katanya "Ambillah, tetapi hati-hatilah"
Panonpun kemudian pergi ke dapur yang sudah gelap, karena lampunya sudah dimatikan. Meskipun demikian, Panon menemukan sebuah parang yang besar dan sebuah kapak penebang pembelah kayu.
Ketika ia menyerahkan kedua senjata itu kepada Ki Mina orang tua itupun tersenyum, katanya "Keduanya cukup memadai, tetapi ingat Panon, jika jiwamu terancam maka ilmu yang paling kau andalkan yang harus kau pergunakan. Jangan terikat oleh parang ini, karena pisau-pisaumu itulah sebenarnya senjatamu yang paling baik"
Panon mengangguk-angguk, dengan demikian ia dapat menangkap apa yang tersirat di hati Ki Mina, seolah-olah sudah memastikan bahwa yang akan terjadi di malam ini adalah pertempuran, entah siapa yang harus dilawannya.
"Rasa-rasanya kita saling melakukan sesuatu yang aneh Paman"
"Apa?""
"Kita telah mempersiapkan diri untuk bertempur, tetapi kita tidak tahu pasti, siapakah lawan kita, mungkin aku masih mencoba ingkar dihati, bahwa pada suatu saat kita memang akan berbenturan dengan Raden Kuda Rupaka dan Panji Sura Wilaga, karena mereka adalah keluarga Pangeran Kuda Narpada"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Ki Mina mengangguk-angguk, katanya "Kau benar
Panon, tetapi yang kita lakukan sebenarnya adalah
sekedar sikap berhati-hati atau barangkali hati kita
terlampau kecut saja melihat perkembangan keadaan,
namun, mungkin tidak akan terjadi apapun juga"
Panon tidak menyahut, namun pada wajahnya,
keragu-raguan yang sangat, seolah-olah ia telah
dihadapkan pada pilihan yang serba salah.
"Jangan menyalahkan gurumu, panon. Mungkin
gurumu benar-benar tidak mengetahui apa yang telah
terjadi sekarang disini, karena ia berada di tempat yang
jauh. Tetapi jika benar ia akan menyusulmu, maka ia
sekarang tentu sudah mendengar apa yang telah terjadi
diatas bukit seribu yang membujur disisi selatan pulau
ini" Panon menangguk-angguk.
"Sudahlah" berkata Ki Mina kemudian "Selaraklah
pintu, kita akan beristirahat karena keadaan yang
nampaknya sebagai suatu teka-teki yang tidak
terpecahkan, maka akupun ingin berhati-hati pula, kita
akan tidur bergantian"
Panon mengangguk-angguk pula, jawabnya "Baik
paman, siapakah yang harus lebih dahulu", paman atau
aku?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Tidurlah, aku memang belum mengantuk, barangkali kau akan dapat beristirahat meskipun hanya sejenak, jika aku ingin tidur, nanti aku akan membangunkanmu"
Panonpun kemudian membaringkan dirinya di amben bambu, terdengar amben itu berderik. Naum kemudian bilik itu menjadi sepi. Yang terdengar di dalam sepinya malam adalah suara jengkerik dan angkup yang seolah-olah mengeluh. Dikejauhan terdengar suara burung malam yang sedang mencari makan, sedang kelepak kelelawar berputaran sahut menyahut.
Sementara itu, Kuda Rupaka duduk di dalam biliknya dengan tegang, ia masih diragukan oleh kesanggupan Kidang Alit, tetapi baginya apapun yang terjadi, agaknya akan merupakan penyelesaian yang menentukan. Ia sudah jemu dioambang-ambingkan oleh keadaan yang tidak menentu selama ini, sehingga rasa-rasanya ia tidak dapat menahan diri lagi.
Panji Sura Wilaga masih berbaring dengan mata yang terpejam. Ia masih tidur nenyak sejak Kuda Rupaka terbangun dari tidurnya setelah senja, maka Panji Sura Wilagalah yang kemudian mencoba untuk menyegarkan badannya sejenak.
Kuda Rupaka tidak membangunkannya, ia sendiri merasa seakan-akan kekuatannya telah berkumpul sepenuhnya setelah ia dapat tidur meskipun hanya sesaat.
Dengan hati yang berdebar-debar, Kuda Rupaka
menimang-nimang pedangnya, seakan-akan ia ingin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
mendapat kepastian, apakah senjatanya itu sanggup
membantunya, membinasakan kedua orang pengemis
yang memuakkan itu. Namun tidak mustahil bahwa iapun
kemudian harus bertempur melawan Kidang Alit dan dua
orang kawannya, bahkan mungkin lebih.
"Sekali lalgi Kuda Rupaka menghitung-hitung untung
dan ruginya, apakah ia harus membunuh Kidang Alit
lebih dahulu atau kedua pengemis itu.
Kuda Rupaka masih mempunyai waktu untuk
mempertimbangkan semasak-masaknya, jika ia berubah
pendirian dan ingin membinasakan Kidang Alit lebih
dahulu, maka ia akan dapat bekerja bersama Panon dan
Ki Mina. "Tetapi bagiku kedua pengemis itu tentu lebih
berbahaya, mereka berada di dalam istana ini, dan
mereka akan dapat berbuat jauh lebih banyak dari yang
dapat dilakukan oleh Kidang Alit, juga keduanya mungkin
sekali tidak hanya berdua. Mungkin, keduanya justru
orang-orang yang memiliki perguruan seperti Guntur
Geni " berkata Kuda Rupaka di dalam hatinya.
Ia mengerutkan keningnya, bahkan terbersit suatu
pikiran yang jauh "Jika mereka ternyata melibatkan
perguruan mereka masing-masing, maka seharusnya
akupun melibatkannya pula perguruanku secara
langsung. Dan orang-orang perguruanku yang aku
tunggu sampai saat ini masih belum hadir di pegunungan
yang gersang ini. Tetapi aku harus dapat melakukannya
sendiri agar orang-orang diperguruanku yakin, bahwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
aku adalah orang yang pertama diantara mereka dan
yang kelak berhak mewarisi segala kedudukan yang ada"
Karena itulah, maka Kuda Rupakapun memutuskan
"Aku akan membinasakan kedua pengemis itu lebih
dahulu, dengan demikian halaman ini akan menjadi
bersih, dan aku akan mendapat keleluasaan mencari
pusaka itu, jika pusaka itu sudah ada padaku, maka tidak
sulit untuk menghindarkan diri dari pengamatan Kidang
Alit." Demikianlah maka hatinyapun telah menjadi tetap,
sekilas dipandangnya wajah Panji Sura Wilaga yang
sedang tidur, nampaknya hati orang itu sudah tetap pula.
"Kau adalah orang yang paling setia" berkata Kuda
Rupaka dalam hatinya "Aku tidak akan melupakanmu"
Iapun kemudian bangkit dan berjalan hilir mudik,
malam rasa-rasanya menjadi semakin sepi. Tetapi
ketegangan yang semakin memuncak tetap mencengkam
hatinya. Perlahan-lahan ia membuka pintu biliknya, agar tidak
mengejutkan orang-orang di dalam istana itu, iapun
berjingkat turun ke halaman, ketika wajahnya
ditengadahkan, iapun mengumpat dengan geramnya,
bintang Gubug Penceng masih condong diujung selatan.
"Rasa-rasanya aku tidak tahan lagi menunggu,
kenapa Kidang Alit mengambil waktu yang terlampau
malam", agaknya tidak ada bedanya apakah ia akan
datang tengah malam atau sebelumnya. Tidak akan ada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
orang lain yang mencampuri persoalan yang terjadi di
halaman ini, Panon dan Ki Mina akan terbunuh dan besok
mayatnya akan dikubur oleh orang-orang padukuhan
Karangmaja. Lalu, entahlah yang akan terjadi kemudian,
apakah orang-orang padukuhan Karangmaja akan
mengubur mayatku atau mayat Kidang Alit" Kuda Rupaka
gergumam di dalam hatinya, lalu "Tetapi Panji Sura
Wilaga tentu akan memerlukan membuang waktu untuk
membunuh anak pelayan yang lebih gila dari kedua
pengemis itu. Dan agaknya Sangkan memang tidak
diperlukan lagi, kegilaannya akan dapat mengganggu
usaha kami menemukan pusaka yang tiada taranya itu"
Kuda Rupakapun kemudian naik lagi ke dengan hati-
hati. Namun langkahnya terhenti ketika ia melihat Panji
Sura Wilaga sudah berdiri di depan pintu.
"Kau sudah bangun?"
"Aku mendengar Raden keluar dari bilik, aku kira kita
sudah berada ditengah malam"
"Bintang itu menjadi terlalu malas, masih ada
beberapa saat lagi menjelang tengah malam"
"Apakah Raden akan beristirahat lagi?"
"Waktunya terlalu pendek, marilah, kita mengnelilingi
istana ini, kita lihat, apakah ada sesuatu yang
mencurigakan"
Keduanyapun kemudian turun lagi ke halaman,
masing-masing telah membawa senjata di lambung.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Setiap saat keduanya dapat melakukan apa saja yang
mereka anggap perlu.
Keduanya berjalan perlahan-lahan melintasi halaman
yang sepi, kemudian mereka memasuki lingkungan
belakang. Bilik kedua perantau dan Sangkan itu sudah
sepi bahkan lampu minyakpun sudah menjadi sangat
redup. "Agaknya mereka sudah tidur" desis Panji Sura
Wilaga. Kuda Rupaka mengangguk-angguk, tetapi mereka
tidak mendekat. Mereka hanya berjalan terus ke kebun
belakang, kemudian mengelilingi istana itu lewat sisi
yang lain. Tetapi langkah mereka tertegun ketika mereka
mendengar suara gemelitik di dalam bilik Raden Ayu
Kuda Narpada, karena itu, maka merekapun mendekat
dengan sangat hati-hati.
"Siapakah yang masih bermain dakon di malam
begini?" desis Kuda Rupaka.
Panji Sura Wilaga tidak menjawab, tetapi


Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keduanyapun kemudian mencari lubang pada dinding
kayu bilik itu.
Hampir bersamaan keduanya berhasil melihat
meskipun hanya lamat-lamat. Yang masih bermain dakon
adalah Pinten dan ibunya Nyi Upih, sedang puteri Inten
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
yang merasa sangat mengantuk telah meletakkan
kepalanya di pangkuan pelayannya yang setia itu.
Sambil bergeser surut Kuda Rupaka menarik nafas
dalam-dalam, tetapi Panji Sura Wilaga berkata "Biar
sajalah, mereka tidak akan memperngaruhi apapun juga.
Bahkan jika perlu kitapun akan memaksa mereka untuk
melakukan apa saja, termasuk menunjukkan pusaka itu
jika perlu dengan kekerasan"
Kuda Rupaka menarik nafas dalam-dalam, desisnya
"kasihan bibi, tetapi aku memang tidak mempunyai
pilihan lain"
Panji Sura Wilaga memandang wajah Kuda Rupaka
sejenak, katanya "Raden Ayu telah menikmati
kebesarannya pada masa Majapahit masih berdiri. Pada
saatnya, air pasang akan menjadi surut, jika dalam
perubahan keadaan seseorang harus menjadi korban,
maka hal itu tidak dapat diingkari. Dalam pertentangan
seperti yang telah terjadi, maka yang menang adalah
yang benar"
Kuda Rupaka mengangguk-angguk, katanya "Kitapun
harus menyadari bahwa kebenaran yang kita jadikan
pegangan adalah kekuasaan yang berlandaskan
kemenangan dari setiap benturan"
Ternyata Kuda Rupaka dan Panji Sura Wilaga tidak
dapat lagi menyelubungi diri dengan laku yang baik dan
sopan terhadap bibinya, yang dianggapnya sama sekali
tidak membantunya. Bahkan Kuda Rupakapun kemudian
berkata : Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Paman, akhirnya aku menyadari, bahwa tidak ada gunanya aku berbuat baik selama ini terhadap bibi.
Kepercayaan bibi nampaknya lebih banyak diberikan kepada perantau yang harus kita bunuh malam ini"
"Mungkin bibi Raden tidak menyadari bahwa yang sebenarnya dibawa oleh kedua perantau itu, jika datang saatnya, keduanya mungkin akan sampai hati membunuh bibi dan puteri Inten Prawesti untuk mendapatkan pusaka itu"
"Memang mungkin sekali"
"Tetapi jika cara itu memang cara yang terbaik, apaboleh buat"
"Maksud paman?"
Panji Sura Wilaga tidak menjawab, tetapi nampak dalam keremangan wajahnya menjadi tegang.
Tetapi agaknya dalam kebisuan masing-masing, keduanya telah dapat saling meraba maksudnya, mereka ternyata telah menilai pusaka yang mereka cari itu lebih dari segalanya. Lebih dari jiwa seseorang, bahkan juga jika seseorang itu adalah keluarga sendiri.
"Pusaka itu adalah sumber kekuasaan dan kemukten
"Desis Kuda Rupaka dengan wajah yang mengeras, wajah yang seolah-olah telah berubah menjadi batu padas di pegunungan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Aku tidak mau tenggelam dalam sikap seorang yang baik hati, yang merelakan apapun juga untuk kepentingan orang lain. Memelihara dengan makan dan minum, tetapi sama sekali tidak mengerti berterima kasih" Kuda Rupaka melanjutkan.
Panji Sura Wilaga menarik nafas dalam-dalam, perlahan-lahan mereka bergeser menjauh. Ternyata bahwa keduanya telah menemukan sikap yang matang sebagai landasan tingkah laku mereka kemudian.
Di halaman depan mereka masih harus menunggu sampai Lintang Gubug Penceng tepat tegak berdiri di ujung selatan. Pada saat yang dijanjikan Kidang Alit akan datang untuk bersama-sama membunuh kedua pengemis itu. Jika mereka dapat melakukannya, sebaiknya tanpa diketahui oleh Raden Ayu Kuda Narpada dan kemudian mengubur mayat mereka dengan diam-diam di halaman belakang, bahkan bersama mayat Sangkan sekaligus.
Tetapi jika terpaksa Raden Ayu dan seisi istana itu mengetahuinya, apaboleh buat.
Keduanya menjadi berdebar-debar, ketika mereka merasakan tiupan angin yang aneh. Rasa-rasanya angin itu begitu sejuk mengusap tubuh, tetapi keduanya mengerutkan kening ketika mereka sama sekali tidak melihat dedaunan bergerak betapapun lembutnya.
Kuda Rupaka menggamit Panji Sura Wilaga, agaknya Panji Sura Wilagapun mengetahuinya, sambil mengangguk kecil iapun memberika isyarat kepada Kuda Rupaka untuk mengyingkir ke tempat yanga terlindung.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Ketika keduanya bangkit, Panji Sura Wilaga berbisik
"Kita belum mengetahui dengan pasti orang yang akan datang bersama dengan Kidang Alit"
Kuda Rupaka segera menangkap maksud Panji Sura Wilaga, karena itulah maka iapun kemudian bergeser dan berlindung di tempat yang gelap.
Arus udara yang aneh itu terasa semakin lama menjadi semakin kuat. Tetapi dedaunan masih saja seolah-olah membeku.
"Kidang Alit cukup berhati-hati" berkata Panji Sura Wilaga perlahan-lahan ditelinga Kuda Rupaka.
Kuda Rupaka mengangguk, katanya "Sirep ini terlampau tajam, jauh lebih tajam dari sirep yang pernah dilontarkan oleh orang Guntur Geni".
"Kidang Alit mempunyai kelebihan" sahut Panji Sura Wilaga "Ia mempunyai beberapa jenis ilmu yang dilontarkan dengan kekuatan getar pemusatan inderanya, karena itu ia mempunyai ilmu gendam dan mungkin juga pamilut"
Kuda Rupaka mengangguk-angguk, katanya "Dengan demikian bibi dan perempuan-perempuan yang lain akan tertidur, Sangkanpun akan tertidur bagaikan pingsan, jika kau membunuhnya, bunuhlah selagi ia tidak menyadari keadaanya"
"Raden masih mempunyai perasaan belas kasihan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Mungkin, tetapi itu akan lebih baik bagi anak gila itu.
Ketakutan di saat-saat kematian adalah suatu siksaan, karena anak itu sekedar berbuat gila tanpa maksud, ada juga baiknya kau menghindari siksaan itu"
Panji Sura Wilaga tidak menjawab, tetapi kepalanya sajalah yang mengangguk kecil.
Bab 31 Panji Sura Wilaga tidak menjawab, tetapi kepalanya sajalah yang mengangguk kecil.
Sesaat mereka masih harus menunggu. Mereka mengerti, bahwa Kidang Alit masih sedang menunggu kekuatan sirepnya sehingga ia yakin bahwa orang-orang yang tidak mampu menghindar akan tertidur dengan nyenyaknya.
"Pelayan dan anak perempuannya tentu sudah tertidur sekarang ini" desis Kuda Rupaka.
"Tetapi jika kedua perantau itu menyadari, mereka tentu akan dapat melawannya. Kecuali jika mereka sama sekali tidak menduga bahwa hal ini akan terjadi, atau bahkan jika mereka benar-benar sedang tidur, maka mereka akan menjadi semakin nyenyak, karena mereka tidak mempunyai usaha perlawanan sama sekali"
"Bukankan mereka sudah tidur?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Jika demikian, mereka tidak terbangun untuk selama-lamanya, kita akan membunuh mereka dan menyeret mayatnya ke kebun belakang"
"Jika kita sempat melakukannya"
"Maksudmu?"
"Mungkin kita akan langsung bertempur melawan Kidang Alit"
Keduanya tersenyum, tetapi keduanya benar-benar sudah siap untuk menghadapi segala kemungkinan yang bakal terjadi, bahkan mungkin menghadapi kematian.
Untuk beberapa saat kemudian keduanya berdiam diri, mereka mencoba untuk mengetahui, berapa jauh kekuatan sirep yang dilontarkan oleh Kidang Alit yang kemudian menyelubungi istana kecil itu dengan segala isinya.
"Kekuatan sirep ini agaknya sudah sampai di puncaknya" desis Panji Sura Wilaga ditelinga Raden Kuda Rupaka.
Kuda Rupaka tidak menjawab, tetapi ia mengangguk saja.
Sementara itu keduanya telah memperhitungkan, meskipun tidak saling bersepakat, bahwa saatnya sudah tiba bagi Kidang Alit untuk memasuki halaman istana.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Ternyata dugaan mereka itu tepat. Tetapi Kidang Alit tidak tergesa-gesa dan terjebak oleh Kuda Rupaka.
Seperti Kuda Rupaka pula, maka ia sangat berhati-hati.
Kidang Alit tidak memasuki halaman dengan meloncat dinding seperti biasa dilakukannya, karena itulah, maka dugaan Kuda Rupaka keliru. Kidang Alit berusaha membuka selarak regol dari luar melali celah-celah katu gerbang yang sudah tua.
Kuda Rupaka mengagamit Panji Sura Wilaga ketika didengarnya derak selarak pintu regol. Panji Sura Wilagapun mengangguk sambil menatap gerbang regol itu dengan seksama.
Namun sebelum ia melihat regol itu terbuka dan seseorang melangkah masuk, tiba-tiba saja keduanya telah melihat di dalam keremangan cahaya obor yang redup di kejauhan seseorang yang duduk diatas dinding.
Tetapi orang itu ternyata bukan Kidang Alit.
Dengan tangannya orang itu, memberikan isyarat kepada kawannya yang berada diluar regol. Baru sejenak kemudian, gerbong regol itu terbuka. Seseorang yang sudah dikenal baik oleh Kuda Rupaka dan Panji Sura Wilaga muncul sambil mengadahkan dadanya.
Disebelahnya berjalan seorang yang nampaknya cukup meyakinkan pula.
Kuda Rupaka menggamit Panji Sura Wilaga sekali lagi, ketika keduanya berpandangan, maka Kuda Rupakapun menganggukkan kepalanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Sejenak mereka masih menunggu, dengan hati-hati
Kidang Alit melakngkah ketengah-tengah halaman yang
tidak terlalu luas itu. Dengan tajamnya ia menatap
pendapa yang kosong dan sepi.
Pada saat itulah, maka Kuda Rupaka dan Panji Sura
Wilaga bangkit dan melangkah dari lindungan bayangan
dedaunan. Mendengar langkah itu, Kidang Alit segera meloncat
mempersiapkan diri, demikian juga kedua kawannya
yang segera berpencar, namun Kidang Alit menarik nafas
dalam-dalam ketika ia melihat bahwa yang datang adalah
Kuda Rupaka dan Panji Sura Wilaga.
"Apakah kau sudah siap?" bertanya Kidang Alit
perlahan-lahan Kuda Rupaka mengangguk, jawabnya "Saatnya
memang sudah tiba"
"Apakah kedua perantau itu sedang tidur?"
Kuda Rupaka termangu-mangu sejenak, namun
kemudian-jawabnya "Mungkin sekali, tetapi mungkin juga
tidak" Kidang Alit mengangguk-angguk, katanya "Jika ia
sedang tidur saat aku melepaskan sirep, maka ia tidak
akan bangun untuk selama-lamanya, kita akan memasuki
biliknya dan menusuk dadanya sekali saja langsung
tembus ke jantungnya".
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Dan kita akan menyeretnya ke liang kuburnya di
halaman belakang" desis Panji Sura Wilaga "Raden Ayu
tidak akan pernah tahu, kemana kedua pengemis itu
pergi disertai oleh Sangkan, karena Raden Ayu tidak
akan pernah menemukan mayatnya atau kabar beritanya
lagi" "Tetapi jika keduanya tidak sedang tidur?" desis Kuda
Rupaka "Apakah itu bukan berarti suatu berita bagi
mereka, bahwa sesuatu akan terjadi?"
"Memang mungkin, tetapi aku sudah
memperhitungkan segala akibatnya"
"Nah, jika demikian, apakah yang akan kita lakukan
pertama-tama sekarang ini?" bertanya Kuda Rupaka.
"Tentu membunuh mereka" jawab Kidang Alit :"Kau
berdua membunuh seorang dari mereka, dan kami
bertiga membunuh yang satunya. Dengan demikian
maka pekerjaan ini akan cepat selesai" Kidang Alit
berhenti sejenak, lalu "Tetapi dengan satu peringatan,
bahwa kedatanganku hanya untuk membunuh kedua
perantau itu"
"Maksudmu?"
"Aku tidak siap membunuhmu sekarang"
"Gila" geram Sura Wilaga "Bagaimana jika kita
berjanji bahwa setelah kedua pengemis dan Sangkan
terkubur, kita menyelesaikan masalah kita sekaligus"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Hanya orang dungu sajalah yang akan berbuat
demikian" jawab Kidang Alit "Karena dengan demikian
maka Raden Ayu akan semakin bungkam tentang pusaka
itu" "Maksudku, biarlah rahasia tentang pusaka itu
terlepas dahulu dari mulutnya. Barulah kita akan
menentukan, siapakah yang berhak memilikinya,
daripada sekarang kita berkelahi tanpa mendapatkan
apapun juga"
Kuda Rupaka tersenyum, katanya "Kau memang
pintar, aku tidak dapat membedakan lagi antara
kepintaran dan kelicikan, tetapi aku setuju dengan
rencanamu itu"
Panji Sura Wilaga mengangkakt keningnya, namun ia
tidak mengatakan apapun juga,
"Marilah" ajak Kuda Rupaka "Kita pergi kebiliknya, aku
berdua dengan Paman Panji akan membunuh Panon dan
kau bertiga membunuh orang tua itu"
"Kami tidak berkeberatan"
Kuda Rupakamangangguk, namun sekilas nampak
tatapan matanya menyambar kedua orang kawan Kidang
Alit. "Kedua orang ini ternyata adalah orang-orang yang
tinggal di banjar" desis Kidang Alit.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Ya, aku sudah menduga"
"Kenapa" Kau tidak melihat mereka ketika keduanya datang saat orang-orang Guntur Geni menyerang kalian disini"
"Keduanya mula-mula aku kira orang Guntur Geni.Tetapi kemudian aku memastikan bahwa dugaan itu salah. Apalagi ketika keduanya tinggal terlalu lama di banjar tanpa berbuat apa-apa"
Kidang Alit tertawa pendek, katanya "Yang seorang adalah paman Bramadara, yang lain adalah paman Sambi Timur. Tetapi marilah, kita pergi ke bilik itu"
Mereka berlimapun kemudian berjalan dengan hati-hati melingkari istana kecil itu,
Namun mereka tidak langsung menuju ke bilik itu, mereka sadar, bahwa Panon dan Ki Mina bukannya orang kebanyakan, keduanya memiliki ilmu yang dapat mereka andalkan, sehingga keduanya berani melibatkan diri dalam pertentangan diantara mereka yang
memperebutkan pusaka yang masih tersembunyi itu.
Yang mendekati dinding bilik itu adalah Kidang Alit dan Kuda Rupaka, sejenak mreka mencoba untuk menangkap suara dari dalam bilik itu, namun sama sekali tidak terdengar sesuatu. Bahkan desah nafaspun tidak.
Dengan hati-hati keduanya mencari lubang pada dinding bilik itu, untuk mengintip kedalam bilik untuk mengetahui keadaan orang-orang yang didalam bilik.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Tetapi ternyata bahwa di dalam bilik itu nampaknya hanyalah hitam pekat, karena lampu tidak menyala lagi.
Baik Kuda Rupaka dan Kidang Alit merasa aneh, bahwa mereka sama sekali tidak mendengar suara nafas, di dalam bilik itu, ada tiga orang, sehingga suara nafasnya tentu terdengar dari dinding.
Ketika keduanya berpandangan, maka keduanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Kidang Alit menjadi tegang, tiba-tiba saja ia menunjuk kearah pintu bilik itu.
Kuda Rupaka mengetahui isyarat itu, Kidang Alit membuka pintu, ketika keduanya telah berdiri dimuka pintu yang tertutup itu, maka dengan hati-hati mereka mencoba mendorongnya.
Ternyata daun pintu itu dengan mudah bergerak.
Hampir saja Kuda Rupaka berdesis, bahwa pintu itu tidak diselarak, tetapi ia menyadari, bahwa suaranya akan mungkin sekali menarik perhatian orang-orang yang ada didalamnya. Perlahan-lahan ia mendorong pintu itu sehingga sedikit demi sedikit terbuka karenanya.
Di dalam bilik memeng gelap sekali, tetapi tatapan mata Kuda Rupaka dan Kidang Alit cukup tajam, mereka melihat tiga sosok tubuh berada diatas pembaringan itu.
Kuda Rupaka memberi isyarat kepada Sura Wilaga, juga Kidang Alit memanggil kedua orang kawannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Dengan hati-hati mereka memasuki bilik itu, bahkan
tangan mereka melekat dihulu senjata mereka masing-
masing. Tetapi Kuda Rupaka tiba-tiba saja tersentak ketika
Kidang Alit berdesis "Raden, Apakah kita termasuk
golongan orang yang pengecut", aku tidak mau
membunuh orang-orang yang sedang tidur, kita sudah
datang dalam jumlah yang banyak, karena itu, biarlah
kita mengurangi kelicikan kita"
"Maksudmu?"
"Aku akan membangunkan mereka, jika kita
bertempur, Raden Ayu tidak akan mengetahuinya,
karena ia masih terpengaruh oleh sirepku"
Kuda Rupaka tidak segera menjawab, namun Sura
Wilagalah yang menggeram "Bagiku tidak ada bedanya,
apakah mereka dibangunkan dahulu atau kita akan
membunuh mereka selagi tidur"
"Aku memang orang yang licik, tetapi aku ingin
melihat kemampuan anak muda yang bernama Panon itu
dengan kawannya yang memiliki ilmu yang tinggi"
Kuda Rupaka termangu-mangu sejenak, ia tersentuh
oleh perasaan heran, bahwa pembicaraan itu sama sekali
tidak membangunkan ketiga orang yang sedang tidur itu"
"Kekuatan sirep Kidang Alit benar-benar tiak terlawan"
katanya dalam hati "Apalagi mereka yang sedang tidur"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Namun dalam pada itu Kidang Alit berkata
"Bersiaplah, aku akan mambangunkan mereka, kita akan
bertempur di luar, karena itu, bersiaplah diluar pintu"
Kidang Alitpun kemudian mengambil titikan dari
kantong ikat pinggangnya, kemudian dengan empul ia
membuat api. "Aku akan mengejutkan mereka dengan api, karena
dengan sentuhan tangan biasa agaknya mereka tidak
akan dapat terbangun"
Sejenak kemudian maka Kidang Alitpun mendekati
kedua sosok yang tidur di pembaringan berselimut kain
panjang sampai keujung kepalanya. Dengan hati-hati
Kidang Alitpun kemudian melemparkan empul yang
sudah membara kearah kedua sosok tubuh yang sedang
tidur itu. Kidang Alit melangkah surut dan berdiri di pintu
bersama Kuda Rupaka dan orang-orang lain sambil
menunggu. Empul yang segenggam itu membara semakin besar,
bahkan kemudian selimut kedua sosok tubuh itu meulai
mengepulkan asap. Namun keduanya masih belum
terbangun. "Gila" desis Kidang Alit "Apakah sirepku telah
membunuh mereka tanpa disentuh tangan"
Namun kedua sosok tubuh itu masih tidak terbangun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Sura Wilaga tidak dapat menahan kesabarannya lagi,
tiba-tiba saja ia meloncat masuk memasuki bilik mitu.
Dengan serta merta ia menarik selimut-selimut itu.
Namun betapa dadanya bagaikan pecah melihat apa
yang tergolek di pembaringan itu. Sama sekali bukan
kedua sosok tubuh perantau itu, tetapi dua ikat julup
melinjo yang dibaringkan dan diselimuti oleh kain
panjang. Betapa gelapnya bilik itu, namun Sura Wilaga


Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masih dapat membedakan bahwa yang dihadapannya
sama sekali bukan Panon dan Ki Mina.
Dengan kemarahan yang meledak di dadanya ua
mengambil kedua ikat julup itu dan melemparkannya ke
pintu sambil mencancam "Anak setan. Kidang Alit
bukalah matamu, apa yang kau lihat?"
Kidang Alit gemetar oleh kemarahan yang tidak
tertahankan, dengan menggeram iapun berkata "Aku
akan mencincang mereka sampai lumat. Kita akan
mencarinya. Aku yakin mereka masih berada di sekitar
halaman istana ini"
Sura Wilaga menggeretakkan giginya, tiba-tiba saja ia
menarik selimut yang tersisa, tetapi Sangkanpun sudah
tidak ada di pembaringannya.
"Jangan membuang waktu" Sura Wilaga berteriak
"Cari mereka sampai dapat"
Mereka meninggalkan longkangan dan menuju
halaman, wajah Kuda Rupaka bagaikan terbakar oleh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
kemarahan yang meluap-luap, kemudian ia berkata
kepada Sura Wilaga "Aku akan memusnahkan istana ini,
jika aku tidak berhasil menemukan pusaka itu"
"Raden sudah menemukan kembali jati diri Raden
kembali dalam tugas yang gawat ini"
Demikianlah, maka kelima orang itupun segera
berpencar mencari ketiga orang yang ternyata telah
mengetahui mereka dengan permainan yang berbahaya
itu. Sementara itu. "Sst jangan bersuara" desis Panon ke telinga
Sangkan. "Aku takut, Panon"
"Kau bersembunyi saja disini dahulu. Jika mereka
mencari kita dan pergi ke tempat ini, aku dan paman
Minalah yang akan melawan mereka, kau diam saja
disini" "Tetapi merela tidak hanya berdua, Panon. Mereka
ada lima orang"
"Aku sudah menduga" desis Ki Mina "Pada suatu saat
Kidang Alit dan Raden Kuda Rupaka akan besama-sama
berusaha membunuh kita, tetapi jika terpaksa, kita harus
bertempur melawan lima orang sekaligus, apaboleh buat"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Apakah kalian berdua berani melawan lima orang sekaligus?"
"Dalam keadaan seperti sekarang ini, bukan saatnya berani atau tidak berani, tetapi kami sudah tidak mempunyai pilihan lain"
:Aku akan lari saja keluar"
"Jangan, pasti mereka akan mengejarmu dan membunuhmu"
Sangkan termangu-mangu sejenak, namun yang terdengar adalah tarikan nafasnya yang panjang.
Sejenak kemudian Panon berbisik "Mereka menuju kemari, tiga orang. Ternyata mereka mencari kita dengan berpencar"
"Kita juga betiga" desis Ki Mina "Sangkan, kau bersembunyi saja disini, sebelum dua orang lain lagi datang, aku dan Panon akan mencoba melawan yang tiga orang ini"
Sangkan tidak menjawab, tetapi iapun dengan tegang memandang ketiga orang yang semakin lama menjadi semakin dekat, ternyata ketiga orang itu adalah, Kuda Rupaka, Kidang Alit dan seorang kawannya.
"Panji Sura Wilaga dan seorang yang lain agaknya mencari ke halaman depan" desis Panon.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Sangkan bagaikan membeku di tempatnya, yang terdengar hanyalah nafasnya yang seolah-olah berkejaran, sehingga dengan demikian maka Panon dan Ki Mina tidak akan dapat berbuat lain dari pada bertempur melawan tiga orang itu. Karena nafas Sangkan itu tentu didengar oleh ketiga orang yang memiliki ilmu yang tinggi itu.
Sejenak Panon dan Ki Mina saling berpandangan, namun demikian, selagi ketiga orang itu belum dekat benar, Panon berkata di telinga Sangkan "Tenanglah, bersembunyilah saaat aku bertempur. Jika ada kesempatan, berusahalah untuk memasuki istana itu dan bersembunyi di ruang Raden Ayu Kuda Narpada.
Sangkan tidak menjawab, tiba-tiba saja tangan Ki Mina mendekap mulutnya, ketika orang-orang itu semakin dekat.
Tetapi seperti yang mereka duga, Sangkan tidak dapat menahan nafasnya, justru karena hidungnya terganggu oleh tangan Ki Mina, tiba-tiba saja ia mengibaskan tangan ke wajahnya.
Suara yang lembutpun tentu telah terdengar oleh orang-orang yang pendengarannya sangat tajam itu.
Apalagi suara desah nafas Sangkan. Sehingga karena itulah, maka ketiga orang itu telah meloncat surut sambil mempersiapkan diri.
Sebelum ketiga orang itu melihat dengan jelas, siapa saja yang berada di balik gerumbul, maka Ki Mina dan Panon telah meloncat keluar dari kegelapan, mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
langsung melangkah mendekat, untuk memancing
perhatian ketiga orang yang sedang mendekat, agar
mereka tidak sempat melihat Sangkan yang
bersembunyi. Sejenak suasana dicengkam oleh ketegangan, namun
kemudian terdengar suara Kidang Alit menggeram "Nah,
akhirnya aku dapat menemukanmu Panon"
"Ya, akupun menyadari bahwa kau pada suatu saat
tentu mencari aku bersama dengan Raden Kuda Rupaka"
"Pintar juga kau, tetapi dalam persoalan pusaka yang
sama-sama kita cari itu, agaknya tidak ada lagi
pertimbangan persahabatan dan belas kasihan. Sekarang
aku dan Raden Kuda Rupaka memang datang untuk
membunuh kalian berdua, tanpa menimbulkan banyak
keributan"
Ki Mina yang menyahut "Tentu kami tidak keberatan,
tetapi sebenarnya kami ingin menawarkan diri untuk
melakukan hal yang serupa. Jika sekiranya sekarang
dapat dibicarakan, kepada siapapun kami harus berpihak,
maka kami dengan senang hati melakukan.
"Gila" teriak Kidang Alit "Apa maksudmu sebenarnya?"
"Kami menyadari, ada tiga pihak sekarang ini yang
saling berebut pusaka, Raden Kuda Rupaka, Kidang Alit
dan kami berdua. Dua pihak harus bergabung sebelum
pihak-pihak itu akan menentukan pemenang terakhir.
Sekarang Raden Kuda Rupaka dan Kidang Alit berusaha
melenyapkan kami. Tetapi kenapa tidak ada persetujuan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
lain. Misalnya kami bergabung dengan Raden Kuda
Rupaka untuk membunuh Kidang Alit dan kawan-
kawannya atau Kidang Alit minta kepada kami untuk
bersama-sama membunuh Raden Kuda Rupaka dan Panji
Sura Wilaga".
"Gila" geram Kuda Rupaka "Kau jangan mencoba
mempengaruhi kami"
"Tidak harus selalu kami bersama Kidang Alit
membunuh Raden, jika Raden kehendaki, kami akan
bergabung dengan Raden untuk membunuh Kidang Alit
dan kawan-kawannya"
"Diam. Bentak Kidang Alit "Kau telah mencoba
meracuni kami, kau tidak akan dapat berbuat demikian"
"Jangan kau takut Kidang Alit, mungkin lebih baik
bagi Raden Kuda Rupaka sekarang ini untuk
membunuhmu lebih dahulu dari pada membunuh kami
berdua" "Kidang Alit menjadi tegang, naum tiba-tiba, iapun
tertawa sambil berpaling kepada Kuda Rupaka "Ternyata
kita semuanya adalah orang-orang yang licik seperti yang
aku duga. Orang tua ini bagiku jauh lebih licik dari Raden
Kuda Rupaka dan aku sendiri"
"Itupun suatu kelicikan Kidang Alit" sahut Ki Mina
"Tetapi terserah keapda kalian, apa yang akan kalian
lakukan" Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Kidang Alit termangu-mangu, namun kemudian terdengar ia bersuit nyaring.
"O" berkata Ki Mina "Kau memanggil kawan-kawanmu"
Kidang Alit tidak menjawab, tetapi ia berpaling kesudut istana yang suram itu.
Dua sosok tubuh telah muncul dari dalam kegelapan, mereka adalah Sura Wilaga dan seorang yang segera dikenali oleh Ki Mina.
"Sekarang aku ingat, orang yang datang bersana Panji Sura Wilaga itu, dia adalah orang yang menyerang istana ini dari belakang tempo hari, dan akupun ingat pula yang seorang itu pula"
Orang yang datang bersama Kidang Alit ternyata tidak dapat melindungi wajahnya dalam kegelapan, ternyata ingatan Ki Mina cukup tajam untuk menjangkau peristiwa yang pernah terjadi dihalaman ini saat-saat orang Guntur Geni menyerang.
"Jangan ingkar" berkata Kidang Alit kepada kedua pengikutnya "sekarang kita datang lagi untuk membunuh kedua perantau gila ini"
Kedua kawan Kidang Alit menjadi tegang, namun keduanya sama sekali tidak menyahut. namun agaknya mereka telah siap untuk melakukan apa saja yang diperintahkan Kidang Alit.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Dalam pada itu, maka Kidang Alitpun kemudian berkata "Panon, aku hormati kau karena sikapmu, agaknya kau lebih jantan dari orang tua itu, meskipun demikian, aku tidak mempunyai pilihan lain dari pada membunuhmu"
"Lakukanlah jika kau mampu, bagiku, siapapun juga yang harus aku hadapi, tidak akan ada bedanya, kau atau Raden Kuda Rupaka, atau kedua-duanya"
"Aku sudah mengira bahwa kau akan teguh, kau sama sekali tidak merengek untuk bergabung dengan salah satu dari pihak kami, itulah bedanya antara kau dan Ki Mina"
Musuh Dalam Selimut 2 Pendekar Jembel Karya Liang Ie Shen Senyuman Dewa Pedang 1
^