Pencarian

Lentera Maut 5

Lentera Maut (ang Teng Hek Mo) Karya Khu Lung Bagian 5


"Ouw heng; apakah kau kenal dengan mereka yang baru datang.., ,.. " tanya si kakek Lie perlahan tak mungkin didengar oleh pihak Hui Beng siansu.
'Tidak - ' sahut kakek Ouw tanpa ragu dan bersikap acuh, sementara nada suaranya terdengar wajar.
"Aku lihat mereka bukan merupakan orang orang sembarangan. Mereka tentunya pandai ilmu silat...,.." kakek Lie yang berkata lagi, tetap perlahan suaranya,
"Hebat matamu, Lie heng, dengan sekali lihat kau mengetahui bahwa mereka pandai ilmu silat. Apakah Lie heng juga pandai ilmu silat " Ingin benar aku belajar .,,;," dan kakek Ouw perlihat sedikit senyumnya,
'Akh, Ouw heng, kau mulai bergurau,.,' sahut kakek Lie yang jadi tertawa, akan tetapi kakek Ouw tidak ikut tertawa.
"senyumnya juga senyum paksa .. !" kata kakek Lie didalam hati.
Setelah keduanya selesai bersantap, maka kakek Lie dan kakek Ouw mulai lagi bermain catur, sambil kakek Lie menyambung lagi ceritanya, tanpa menghiraukan lagak si Golok maut Go Bun Heng yang bergegas memberikan tanda kepada kedua sahabatnya, supaya mereka ikut bersiap siap buat mendengarkan.
"... dengan susah payah Lie Hui Houw pulang ke rumahnya, membawa mayat pamannya dan membantu kakaknya berjalan.. "
"nah, dia juga kaget .. .' pikir kakek Lie didalam hati selagi dia baru mulai menyambung bercerita; sebab sekilas dia sempat melirik kearah Hui beng siansu.
Dilain pihak, diam diam twa to Go Bun Heng sampai memegang sebelah tangan Hui beng siansu yang berada diatas meja menghendaki supaya sahabatnya berlaku tenang dan tetap mendengarkan cerita kakek Lie:
"... sudah tentu pulangnya Lie Hui Houw disambut dengan pekik tangis dari ibunya, juga isteri kakaknya dan Lie Siu Lan; bahkan si kecil anaknya Lie Sun Houw ikut jadi menangis . - -"
"Jadi kakeknya Siu Lan dimakamkan dikota Tio tyiu . "' tanya kakek Ouw penuh perhatian.
"Didalam kota Tio tyiu dekat rumahnya Lie Hui Houw - " kakek Lie menegaskan dan menambahkan. Nada suaranya tegas tidak ada tanda tanda dia membohong.
"... pada malam harinya ternyata serombongan manusia biadab itu datang lagi. Datang untuk menyerang rumah Lie Hui Houw dengan jumlah puluhan orang banyaknya. Dan didalam pertempuran yang segera terjadi lagi lagi si macan terbang Lie Hui Houw menjadi repot; karena dia harus bertempur sambil menjaga ibunya, bertempur dan membantu kakaknya yang kepayahan sebab menderita luka parah akan tetapi harus berkelahi lagi, bertempur sambil si macan terbang Lie Hui Houw ini harus menolong isteri kakaknya yang sedang dihina, robek pakaiannya oleh manusia manusia biadab itu; bertempur lagi dan cepat cepat dia harus menggendong si kecil anak kakaknya; dan bertempur lagi tetapi sambil membantu Lie Siu Lan yang terjempit diantara kaki kaki empat orang musuhnya, dan ..."
"Akh repot benar kau bercerita . ." kakek Ouw memutus perkataan kakek Lie dan tak dapat menahan tawanya; melihat lagak kakek Lie yang bercerita sambil sepasang tangan dan kakinya ikut bergerak memberikan contoh, seperti orang dalam wayang boneka di kelenteng toasebio.
"Ya,,memang repot benar Lie Hui Houw waktu itu . . " sahut kakek Lie yang tidak ikut tertawa dan tidak menyadari maksud perkataan kakek Ouw.
"Aku maksud yang repot . . ." kakek Ouw menegaskan dan menyambung tertawa.
".Akh, Ouw heng, bergurau lagi. . . " ada sedikit nada gemetar pada nada suara kakek Lie.
"Aku tidak bergurau, akan tetapi singkatkan saja ceritamu pada bagian pertempuran itu, tidak perlu kau pakai contoh dengan gerak tanganmu segala. Bagaimana akhirnya pertempuran itu ....?"
"Ya, semuanya mati ... !" sahut kakek Lie.
"Jadi; si 'macan terbang* juga mati . .?"
". .. . . nah ! Sekarang semuanya jadi kaget . . . " pikir kakek Lie dalam hati; sebab memang benar; kakek Ouw kelihatan kaget; juga twa to Go Bun Heng bertiga.
"Lie Hui Houw juga tidak mati. Yang mati adalah ibunya, kakaknya dan isteri kakaknya; sedangkan si "macan terbang' Lie Hui Houw terpaksa harus lari dengan menggendong si kecil anaknya Lie Sun Houw serta menarik sebelah lengan Lie Siu Lan supaya dapat lari cepat . "
Kakek Lie berhenti sebentar buat dia minum araknya, sambil perhatiannya dia curahkan ke arah biji biji catur yang saat itu sedang dia hadapi, setelah itu dia menyambung lagi: " . . Lie Hui Houw dapat menyelamatkan diri dari kejaran pihak musuh; dan dia dapat pula menyelamatkan Lie Siu Lan serta anaknya Lie Sun Houw, untuk kemudian mereka umpatkan diri disalah satu rumah penduduk setempat . . .
" . . selama umpatkan dirinya; Lie Hui Houw berpikir keras mengenai pihak musuh disamping dia merasa yakin bahwa pihak musuh pasti akan terus mencari dia tidak akan berhenti sebelum mereka berhasil merebut kembali surat berharga yang masih dia simpan. Akhirnya Lie Hui Houw memutuskan, sebaiknya dia yang mendatangi pihak musuh, dari pada dia harus dikejar kejar musuh...
" . .mula pertama Lie Hui Houw mendatangi pelabuhan tempat penerimaan pendaftaran. Disini dia disambut oleh sejumlah musuh. Dia mengamuk bagaikan seekor harimau gila, mengakibatkan mayat rnayat bergelimpangan lagi, sampai kemudian dia berhasil menangkap orang yang mengurus pendaftaran dan orang itu mengatakan bahwa yang bertanggung jawab sebenarnya adalah Nio Kok An.., .
. . . Lie Hui Houw tidak mengetahui rumahnya Nio Kok An, akan tetapi dia mencari di rumah makan; dan di tempat ini dia disambut oleh puluhan musuh sehingga lagi lagi Lie Hui Houw harus mengamuk dan lagi lagi mayat mayat pada bergelimpangan, akan tetapi tetap dia tidak berhasil menemukan Nio Kok An ,,, "
"Tetapi, eh Ouw heng, lagi lagi kau mencoba bermain curang ,.. " tiba tiba kakek Lie menegur teman mainnya.
"Kenapa..." tanya kakek Ouw tidak mengerti.
'Yang ini kau langkahi, padahal sejak kapan ada peraturan yang semacam itu.. . "'
"Oh, maaf ; aku benar benar tidak sengaja. Baiklah hari ini aku mengaku kalah lagi akan tetapi besok pasti aku balas ..." sahut kakek Ouw yang menyudahi permainan itu.
'Kenapa besok. .. ?" tanya kakek Lie yang ingin mengajak kakek Ouw main pada malam nanti.
"Hayaaa! aku lupa memberitahukan kepadamu, rapat pemilihan ketua kampung belum selesai, malam ini disambung lagi dan aku harus ikut hadir?"
"Wah, aku bakal ditinggal sendirian lagi.."kakek Lie menggerutu; membikin kakek Ouw jadi tersenyum.
Oow)dwxhnd(woO Dua pengemis muda Gwa Teng Kie dan Gwa Teng Sin berhasil mengurangi kesedihan keluarga Thio Keng, dengan memberikan sumbangan uang perak dan mengurus jenasah Tio Keng, sekalian untuk menjamin hari kemudian keluarga itu. Kemudian Gwa Teng Kie berdua Gwa Teng Sin berhasil pula menemukan sebuah kuil; buat dipakai menginap bersama twa to Go Bun Heng, Tan Heng Gie dan Hui Beng siansu.
Pengurus kuil memperkenalkan diri dengan nama Cie Seng hweesio, dia tidak keberatan menerima tamu tamu itu, terlebih karena Hui Beng siansu juga merupakan seorang pendeta serta twa to Go Bun Heng memberikan dana yang cukup besar.
Dua kamar yang letaknya dibagian belakang dari bangunan kuil itu, disiapkan buat para tamu menginap, dan pada kesempatan bertemu itu Hui beng siansu mengatakan kepada twa to Go Bun Heng, bahwa perjalanan yang dia lakukan bersama sama Tan Heng Gie, sebenarnya adalah mereka hendak menuju ke kota Tio tyiu sebab Tan Heng Gie menerima berita mengenai Lie Hui Houw memerlukan tenaga bantuan dan berita itu katanya diperoleh dari seorang anggota Kay pang yang memerlukan mencari Tan Heng Gie.
Dipihak twa to Go Bun Heng, dia juga mengatakan sedang dalam perjalanan menuju ke kota Tio tyiu bersama Gwa Teng Kie serta Gwa Teng Sin, akan tetapi di kedai kakek Ouw mereka mendengar kisah yang sedang diceritakan oleh kakek Lie, cerita mengenai si 'macan terbang' Lie Hui Houw, sampai kemudian ia ikut terlibat dalam pembicaraan dan menghadapi sikap aneh dari sikakek Lie padahal si kakek Lie mengatakan bahwa simacan terbang Lie Hui Houw sudah tidak ada lagi di kota Tio tyiu.
"Jadi, dimana gerangan dia sekarang," tanya Tan Heng Gie yang jadi ragu.
"Justru sikakek Lie itu aneh orangnya. Dia sukar diajak bicara dan aku bahkan mencurigai dia?" sahut twa to Go Bun Heng yang selanjutnya menceritakan tentang dia yang seolah olah sudah dipermainkan oleh sikakek Lie.
"Dia mengetahui banyak tentang kisah si macan terbang Lie Hui Houw di kota Tio tyiu, dia tentu adalah pamannya Lie Hui Houw,,." kata Hui beng siansu yang menyatakan dugaannya.
"Aku juga menduga begitu meskipun dia mengatakan pamannya Lie Hui Houw sudah binasa. Sayangnya dulu Ong hiantee tidak melukiskan wajah muka ayahnya Lie Kim Nio sehingga sekarang kita menghadapi keragu-raguan.,"
Hui beng siansu diam berpikir; lalu tiba tiba mukanya bersinar cerah menandakan kegembiraannya :
"Ada lagi seseorang lain yang pernah bertemu dengan ayahnya Lie Kim Nio . . ." demikian kata Hui beng siansu.
"Siapa....?" tanya Go Bun Heng yang merasa heran.
"Thie tyiang Tio Kun Liong, si tangan besi. Dulu waktu dia menyusul Kanglam ke kota Hoa lam, dia juga numpang menginap dirumah ayahnya Lie Kim Nio yang bahkan telah menceritakan tentang kisah anaknya ?"
"Akan tetapi.., ,"
Hui beng siansu tidak menghiraukan waktu Go Bun Heng memutus perkataannya, dan pendeta ini mencegah lalu meneruskan bicara: ?" Tio hiantee juga akan lewat disini, sebenarnya kami bermaksud berangkat bersama sama, akan tetapi dia terintang dengan urusan keluarga, dari itu kami berangkat terpisah."
"Mudah mudahan kita dapat bertemu dengan dia ditempat ini..'' akhirnya kata Go Bun Heng; dan mereka tidak mengetahui bahwa Tio Kun Liong justeru pernah melihat kehadirannya si kakek Lie !
Sementara itu pembicaraan mereka terhenti sebentar, sebab masuknya dua hweeshio muda yang menyediakan santapan malam bagi mereka dan ditengah waktu makan itu pembicaraan mereka beralih kepada persoalan hantu muka hitam yang katanya bermukim diatas gunung Kauw it san, serta tentang orang orang berseragam serba hitam yang pernah ditempur Go Bun Heng dan dua bersaudara Gwa Teng Kie serta Gwa Teng Sin.
"Kelihatannya Cie seng hweesio keberatan membicarakan tentang hantu bermuka hitam itu, sehingga tidak mungkin kita bisa mencari keterangan melalui dia ...." kata Go Bun Heng dengan perasaan menyesal.
"Dia tentu takut dengan hantu itu . "Tan Heng Gie ikut bicara.
"Aku kira bukan hantu yanng menyebabkan dia takut. Aku yakin dibalik cerita hantu bermuka hitam ini, ada sesuatu persekutuan yang ganas dan kejam yang mengancam rakyat setempat dan orang orang yang coba mencari tahu tentang mereka; terbukti mereka telah melakukan penyerangan terhadap Go hiantee bertiga ..." kata Hui beng siansu.
"Benar mereka telah melakukan penyerangan, akan tetapi. . "
"Akan tetapi kenapa . ." " tanya Hui beng siansu karena Go Bun Heng tidak menyelesaikan perkataannya, sebaliknya si Golok maut itu kelihatan berpikir.
"Aku merasa sudah diserang sebelum aku mencari keterangan tentang mereka, jadi ."
"Jadi . ."
"Agaknya musuh sudah kenal dengan aku. Musuh sudah mengetahui kehadiranku sebelum aku mengetahui tentang adanya hantu muka hitam diatas gunung Kauw it san..." sahut Go Bun Heng seperti baru menyadari sesuatu.
"Dan musuh memakai tutup muka sehingga sukar untuk dikenal?" Hui beng siansu menggerutu; sedangkan didalam hati dia jadi teringat dengan kebiasaan orang orang Han bie kauw yang selalu memakai tutup muka dan berseragam serba hitam.
"Mereka memakai tutup muka dan mereka memakai seragam yang sama, demikian juga dengan orang orang yang datang menyerang Gwa hiantee kakak beradik. Tadi yang aku ingat, dibagian dada sebelah kiri dari seragam mereka; terdapat gambar kala hitam dalam lingkaran putih?" Go Bun Heng menambahkan keterangannya.
"Kala hitam dengan lingkaran putih " ?" ulang Hui beng siansu sambil dia berpikir keras.
"Benar, dan aku menduga bahwa pakaian seragam mereka menandakan persekutuan mereka. Hanya aku belum tahu; apakah persekutuan ini merupakan persekutuan kawanan perampok atau persekutuan lain - -"
"Bagaimana hiantee pikir, kalau besok pagi kita menyelidiki keatas gunung Kauw-it san dan tempat disekitarnya, mungkin kita dapat menemukan sarang mereka ..."
"Aku pikir sebaiknya tidak ikut pergi, kalian saja yang pergi bersama sama Gwa hiantee kakak beradik dan aku masih merasa perlu mendengarkan kisah yang diceritakan oleh Lie lopek, mengenai urusan Lie Hui Houw dan si iblis penyebar maut . . " kata twa to Go Bun Heng yang kemudian mendapat persetujuan dari pihak Hui beng siansu.
Ada kesalahan pihak Hui beng siansu dalam melakukan pembicaraan itu sebab mereka tidak menghiraukan kehadirannya dua hweeshio muda yang melayani mereka bersantap, sehingga segala percakapan itu didengar jelas oleh kedua hweeshio muda itu tanpa pihak Hui beng siansu merasa curiga.
Waktu sudah selesai mengemas bekas makanan para tamu itu maka salah seorang dari kedua hweeshio muda itu bergegas meninggalkan kuil; berjalan tergesa gesa kearah sebelah barat, akan tetapi waktu sebelum dia jalan jauh dia berpapasan dengan seorang penduduk dusun setempat yang dia sudah kenal.
"Eh, samko; aku ada berita aku harap kau segera memberitahukan kawan kawan . ." demikian kata hweeshio muda itu, dan dia mengulang semua pembicaraan yang dilakukan oleh pihak Hui beng siansu.
Dilain pihak, kakek Lie yang ditinggalkan oleh kakek Ouw, merasa bahwa dia selalu dimata-matai oleh A heng, sehingga didalam hati si kakek Lie jadi mendongkol oleh karena sikap A heng seolah olah sedang menghadapi seorang pencuri; atau menduga bahwa kakek Lie hendak melakukan pencurian.
"A-heng aku mau kebelakang, kekakus, apakah kau juga mau ikut?" tanya kakek Lie bagaikan dia merasa habis sabar.
A heng menyadari bahwa sikapnya berlebih-lebihan dari itu dia tersenyum; senyum paksa dan dia membiarkan kakek Lie kebelakang seorang diri.
Didalam hati kakek Lie menjadi tertawa melihat sikap dan lagak A heng.
Waktu sudah berada seorang diri didalam kakus, maka dari balik bajunya kakek Lie mengeluarkan sesuatu benda yang berupa semacam tabung dari bambu sambil dia menyiapkan juga bahan membikin api.
Sepasang matanya liar mencari A heng waktu kakek Lie sudah keluar dari kakus dan setelah mengetahui bahwa A heng berada dibagian depan dari kedai kakek Ouw, maka kakek Lie membakar bagian ujung tabung bambu yang dia pegang dengan tangan kirinya, setelah itu dia lontarkan tinggi ke angkasa untuk kemudian terdengar suara letupan yang cukup keras, lalu memecah sinar terang yang meluncur semakin tinggi ke angkasa, sehingga sinar itu menerangi puncak gunung Kauw it san, dengan warna hijau dan kuning yang sangat indah dipandang mata !
"Eh, eh ! A heng lekas kau lihat, ada bintang bintang berjatuhan?" kakek Lie berteriak sambil matanya mengawasi ke arah atas angkasa, kearah letak gunung Kauw it san.
A heng lari mendekati kakek Lie dan ikut melihat sinar terang itu. Dia bingung tidak mengerti, dan dia lebih tidak mengerti waktu dilihatnya jauh di sebelah utara terlihat ada lagi sinar yang sama yang meluncur ke angkasa. Jauh sangat terpisah dari letak gunung Kauw it san !
Kisah mengenai kakek Lie ini terjadi sebelum Tay lwee sip sam tyiu atau tiga belas malaikat maut merajalela, berarti pada sebelum regu dinas rahasia itu dibentuk.
Sinar cahaya kembang api yang memecah di angkasa itu sudah tentu merupakan barang baru buat penduduk dusun sekitar gunung Kauw it san, membikin mereka ramai ramai keluar rumah untuk menyaksikan; tidak terkecuali dengan pihak Hui Beng siansu dan semua kawan kawannya.
Kembang api yang dapat meluncur tinggi ke angkasa kadang kadang ada yang berujud semacam naga, atau kadang kadang ada yang berpeta seperti hurup hurup. Dan yang memecah angkasa disekitar gunung Kauw it san itu, berpeta seperti hurup 'thio* dari Thio Su Seng !
Gwa Teng Kie berdua Gwa Teng Sin yang ikut menyaksikan, menjadi sangat terkejut sekali; sehingga Bun Heng dan yang lain memasuki kamar mereka dan Gwa Teng Sin yang berkata :
"Go toako, ada orang kita didekat sini . . "
"Siapa maksud kau . ?" tanya twa to Go Bun Heng yang kelihatannya sedang berpikir.
"Kembang api itu adalah suatu tanda bagi pasukan kita untuk berkumpul, atau sebagai tanda tenaga kita sangat diperlukan. Orang yang berhak memasang kembang api itu sudah tentu bukan merupakan sembarang orang, dia harus mempunyai kedudukan tinggi dalam pasukan Thio susiok ( dengan Thio susiok yang dimaksud Thio Su Seng). Sekarang kita lihat sinar kembang api itu memancar disekitarnya gunung Kauw it san sudah jelas bahwa tenaga kita diperlukan ditempat ini. Entah siapa yang memasang kembang api itu, akan tetapi yang jelas kita lihat adanya sinar sambutan dari arah kota Boe-ouw. Pasti dalam waktu yang dekat akan berkumpul tenaga tenaga dari kota Boe ouw ?"
'Kalau begitu, sebaiknya besok kita batalkan niat kita yang hendak menyelidik keatas gunung Kauw it san, dan kita harus bersiap sedia; siapa tahu orang kita itu berada didalam keadaan bahaya sehingga kita harus memberikan bantuan . . . ." kata Hui beng siansu didekat Go Bun Heng.
"Apa mungkin dia . . ?" si Golok maut Go Bun Heng terdengar bersuara menggerutu.
"Dia siapa, maksud hiantee . . ?" tanya Tan Heng Gie.
"Lie lopek. Akan tetapi di dalam markas Thio heng belum pernah aku melihat orang yang seperti dia."
"Kita lihat saja, dan kita berikan perhatian istimewa kepada dia . . " Hui beng siansu menyarankan ;
Esok paginya, hanya Go Bun Heng yang datang di kedai kakek Ouw ditemani oleh dua orang orang gelandangan yang menjadi teman seperguruannya, sedang Hui Beng siansu berdua Tan Heng Gie sengaja berada sekitar gunung Kauw it san, buat mencari orang kita yang melepas kembang api. Waktu Go Bun Heng bertiga tiba di kedai kakek Ouw ternyata kakek Ouw sudah membukanya, dan kedua kakek itu bahkan sudah pula menghadapi papan catur mereka, tetapi kakek Lie belum mulai menyambung cerita tentang kelanjutan kisah si 'macan terbang' Lie Hui Houw sebaliknya kedua kakek itu sedang membicarakan perihal adanya sinar kembang api semalam.
'Apakah Lie heng tidak mengetahui dari mana kira kira kembang api dilepaskan "' terdengar antara lain tanya kakek Ouw, akan tetapi sepasang matanya melirik kearah twa to Go Bun Heng yang baru saja memasuki kedai bersama kedua orang"orang gelandangan yang menjadi teman temannya;
"Mana aku tahu. Aku justeru sedang berada didalam kakus waktu aku melihat ada sinar terang; dan aku berburu keluar dan melihat sinar itu berada diatas angkasa dekat letak gunung Kauw it san ,. " sahut kakek Lie suaranya wajar mengandung kebenaran.
"Heran apa mungkin mereka yang melepaskan?" kakek Ouw berkata seperti menggerutu dan melirik ke arah si Golok maut Go Bun Heng bertiga tidak secara diam diam.
Didalam hati kakek Lie yakin bahwa kakek Ouw menuduh pihak Go Bun Heng yang melakukan peluncuran kembang api itu dan dipihak si Golok maut bertiga, mereka juga tahu bahwa mereka dituduh atau dicurigai, akan tetapi mereka tidak menghiraukan.
"Untuk maksud apakah kiranya mereka melepaskan kembang api itu,..?" tanya kakek Lie, nada suaranya seperti ingin mengetahui.
"Mana aku tahu ... " sahut kakek Ouw; akan tetapi cepat cepat ia menambahkan perkataannya :
?"berdasarkan pembicaraan para tamu yang pernah singgah dikedaiku, ada yang pernah membicarakan tentang maksud memasang kembang api, kembang api yang meluncur ke angkasa tinggi, umumnya digunakan oleh istana kerajaan dalam memperingati hari ulang tahun atau hari hari penting lainnya, akan tetapi ada juga beberapa perkumpulan berpengaruh yang memiliki dan memakai kembang api itu untuk diwaktu perlu buat memberikan tanda bagi kawan kawan mereka yang jauh terpisah.., "
"Tanda apa misalnya "' kakek Lie memutus perkataan teman bicaranya.
"Mana kutahu akan tetapi orang boleh saja memakai untuk tanda meminta bantuan tenaga; atau sebagai aba aba lain yang terlebih dulu sudah mereka tentukan.."
Kakek Lie tidak lagi mengajukan pertanyaan, dia lalu minum araknya diikuti oleh kakek Ouw; akan tetapi sebelum dia minum sekilas kakek Ouw memerlukan melirik lagi kearah twa to Go Bun Heng bertiga.
"untung, dia lebih mencurigai si Golok maut daripada dia mencurigai aku., ' pikir kakek Lie didalam hati; sementara dia meneruskan langkah yang baik dari biji caturnya,
"Nah, bagaimana kalau sekarang kau lanjutkan lagi ceritamu ?" kata kakek Ouw, agaknya dia berminat benar mendengarkan kisah Lie Hui Houw sampai dibagian akhir,
"Kau belum bosan?" sengaja tanya kakek Lie,
"Kenapa bosan" tetapi sebaiknya kau singkat saja pada bagian bagian yang tidak penting; misalnya mengenai jalannya pertempuran; tidak perlu kau uraikan secara panjang lebar, sebab aku benci dengan perkelahian," sahut kakek Ouw.
"Ha ha ha ! aku kira Ouw heng senang dengan perkelahian, seperti umumnya orang yang gemar membaca cerita silat " kata kakek Lie dengan menyertai tawanya hambar, akan tetapi dia tidak lupa untuk lebih dahulu minum araknya setelah itu baru dia menyambung bercerita.
?". di rumah makan Lok thian, banyak musuh yang dibikin bergelimpangan oleh si macan terbang Lie Hui Houw; akan tetapi dia tetap tidak berhasil menemui Nio Kok An; dari itu dengan hati kesal dia pulang ketempat dia numpang menginap, akan tetapi dia menjadi terkejut waktu menemukan sisa sisa puing dari seluruh rumah yang dia tumpangi bahkan dia tidak berhasil menemui Lie Siu Lan dan si bocah anak kakaknya;
.... meluap kemarahan Lie Hui Houw karena keganasan pihak musuh terhadap orang-orang yang tidak bersalah dan tidak berdaya. Malam itu juga dia kembali mencari Nio Kok An; lupa makan dan lupa istirahat; sedangkan dipihak musuh yang memang menghianati, berusaha memegat dan mengepungnya sehingga berulangkali terjadi pertempuran dan si macan terbang Lie Hui Houw mengamuk seperti seekor macan dan berhasil menerobos kepungan musuh, akan tetapi lambat laun tenaganya menjadi berkurang dan berkurang sampai akhirnya dia kena ditangkap oleh pihak musuh"
"kelihatan muka twa to Go Bun Heng berubah cemas, waktu dia mendengar si macan terbang Lie Hui Houw kena ditangkap, juga Gwa Teng Kie dan Gwa Teng Sin, namun si kakek Lie meneruskan ceritanya"
?" si macan terbang Lie Hui Houw dibawa kesebuah rumah yang besar dan mentereng, dan didalam keadaan sepasang tangan terikat; dia diajak menghadap pada Nio Kok An; dan Nio Kok An ini sempat menyiksa si macan terbang habis habisan"
?"sebelah kanan paha Lie Hui Houw terluka kena tikaman senjata tajam waktu bertempur. Luka itu terus mengeluarkan darah mengakibatkan Lie Hui Houw banyak kehilangan tenaga; lalu dia disiksa sehingga pakaiannya hancur tak sedap dipandang dan seluruh tubuhnya terasa nyeri kena cambuk kulit Nio Kok An, sehingga mengakibatkan kulit punggungnya yang beset. Kalau orang melihat keadaan Lie Hui Houw waktu itu, maka orang menduga dia bakal mati tanpa perlu dibunuh lagi. Dan mungkin karena melihat keadaan Lie Hui Houw itu, maka Nio Kok An membual, mengatakan untuk siapa sebenarnya dia bekerja, dan kemana sebenarnya orang yang bekerja itu dibawa "*
"Apa kata Nio Kok An itu ?" kakek Ouw menanya tidak sabar menunggu kakek Lie berkata; dengan sikapnya itu, dia memperlihatkan hasratnya yang ingin mengetahui. "Hayaaa ! kau sekarang ikut ikut jadi lucu jadi orang dungu. Ceritaku kan belum selesai, bagaimana mungkin kau mau persingkat begitu saja ?" sahut kakek Lie dan sebelum ia mengawasi muka kakek Ouw, sementara didalam hati kakek Lie bersenyum mengejek.
"Akh, pantas kalau orang mengatakan kau aneh, sebab kau memang benar benar aneh" kakek Ouw menggerutu, akan tetapi dia tidak berdaya memaksa kakek Lie dan dia minum araknya, berusaha tenangkan hati.
Kakek Lie ikut minum araknya, sepasang matanya memerlukan melirik kearah twa to Go Bun Heng bertiga disaat twa to Go bun Heng bertiga mengawasi dia; sehingga sejenak pandang mata mereka saling bertemu, dan sekali ini si kakek Lie perlihatkan senyumnya, suatu senyum yang banyak mengandung arti, namun sayangnya arti itu tak dapat diketahui oleh pihak Go Bun Heng bertiga
"Arti apa, maksud kau . . " " tanya Cie in suthay yang tidak mengerti dengan perkataan Lie Hui Houw; selagi mereka sudah meneruskan perjalanan menuju Hong yang.
Jilid 9 SENYUM si kakek Lie sebenarnya mengandung arti supaya pihak Go Bun Heng bertiga jangan terlalu terpengaruh dengan cerita yang sedang mereka dengarkan; sebaliknya mereka harus berlaku waspada, siap menghadapi segala kemungkinan...." sahut Lie Hui Houw.
"... setelah mengucapkan kata kata yang membual, maka lagi lagi Nio Kok An menyiksa Lie Hui Houw memakai cambuknya, dan setelah Lie Hui Houw lupa diri, maka Nio Kok An memerintahkan orangnya membawa Lie Hui Houw kedalam kamar tahanan...
".... jadi, dalam keadaan pingsan Lie Hui Houw dibawa ke dalam kamar tahanan dan dia tidak mengetahui bahwa didalam kamar tahanan itu justeru sudah ada Lie Siu Lan berdua si bocah anak kakaknya, sebab mereka sudah lebih dahulu menjadi orang tawanan pihak Nio Kok An.
"Kamar tahanan yang diisi oleh Lie Hui Houw bertiga, merupakan ruangan berbentuk bujur sangkar. Tidak lebar akan tetapi cukup panjang, sementara dibagian atasnya tidak memakai genteng sebagai penutup, jadi bagian atasnya terbuka, akan tetapi dinding tembok sangat tinggi buat orang dapat naik atau lompat.
"... akan tetapi, selama hayat masih dibadan; Lie Hui Houw pantang menyerah kepada maut. Dengan menahan rasa sakit, dia merobek pakaiannya yang memang sudah hancur dan dengan susah payah dia sambung sampai menjadi tali cukup panjang. Setelah itu dengan merangkul si bocah, maka dengan menggunakan sepasang kakinya dia berusaha naik keatas menggunakan ilmu pek hou yu-chong atau cecak merayap ditembok yakni telapak kaki kirinya menginjak dinding tembok yang sebelah kiri dan telapak kaki kanannya menginjak dinding tembok sebelah kanan. Lalu dengan mengerahkan sisa tenaganya, dia mulai lompat berangsur angsur naik ke atas, sedangkan sepasang tangannya dia gunakan buat merangkul si bocah yang dia ajak naik membiarkan Lie Siu Lan menunggu dan mengawasi dengan hati cemas....
"..memang tidak mudah buat Lie Hui Houw berusaha membebaskan diri. Ada beberapa kali dia tergelincir, akibat sebelah pahanya yang terluka, dan luka itu terbuka ikatannya mengakibatkan darahnya keluar lagi. Tetapi, Lie Hui Houw tetap berusaha; bahkan punggung dan pundaknya ikut bekerja buat menahan tubuhnya yang meluncur turun hampir terbanting kebagian bawah, setelah itu dia berusaha lagi untuk naik dan terus naik sehingga waktu dia tiba dibagian atas maka punggung dan pundaknya ikut mengeluarkan darah.. "
Sejenak kakek Lie menunda ceritanya, oleh karena dia merasa perlu untuk minum araknya; habis turut merasa sangat tegang waktu menceritakan kisah Lie Hui Houw yang berusaha membebaskan diri dari kamar tahanan dan kakek Ouw ikut minum. Akan tetapi; waktu kakek Lie hendak menyambung bercerita, maka mendadak mereka mendengar derap suara kaki kuda yang mendatangi; dan dilain saat mereka melihat ada lima orang penunggang kuda yang turun diluar kedainya kakek Ouw.
Dalam pandangan mata orang biasa, barangkali orang akan menganggap aneh jka seorarg pengemis naik kuda, dan yang baru datang itu justeru adalah lima orang pengemis yang datang dengan menaiki kuda!
Jelas bahwa mereka bukan sembarangan orang orang gelandangan sebab mereka adalah pengemis pengemis yang istimewa dan lebih istimewa lagi ke lima pengemis itu memiliki wajah muka yang mirip satu dengan lain, sukar dibedakan jika tidak diperhatikan secara teliti.
Di lain pihak, waktu melihat datangnya ke lima orang orang gelandangan itu maka dengan suara perlahan Gwa Teng Kie mengajak twa to Go Bun Heng bicara, dan si Golok maut Go Bun Heng cepat cepat mengatakan sesuatu kepada Gwa Teng Kie, juga dengan suara perlahan; membikin kakek Lie dan kakek Ouw tidak mendengar apa yang mereka bicarakan, akan tetapi setelah itu kelihatan Gwa Teng Kie buru buru keluar, langsung bicara dengan ke lima orang orang gelandangan yang baru datang itu.
Kejadian berikutnya adalah orang melihat Gwa Teng Kie mengajak ke lima orang orang gelandangan itu pergi, batal singgah atau memasuki kedainya kakek Ouw.
Agaknya kakek Ouw merasa heran dengan perbuatannya Gwa Teng Kie, akan tetapi dia tidak mengucapkan apa apa; sebaliknya dia bagaikan sedang memikirkan tentang ke lima orang orang gelandangan tadi, yang wajah muka mereka mirip satu dengan yang lain.
"Eh. Ouw heng, mari kita makan dulu..!' ajak kakek Lie waktu kakek Ouw bersiap siap hendak meneruskan permainan mereka; sementara didalam hati kakek Ouw masih memikirkan tentang ke lima orang orang gelandangan yang batal masuk tadi.
"Aku heran, mengapa mereka tidak dibolehkan masuk..?" terdengar kakek Ouw menggerutu setelah dia perintahkan A heng menyediakan makanan.
"Siapa yang tidak membolehkan mereka masuk..?" tanya kakek Lie seperti orang yang tidak mengerti.
"Si pengemis muda tadi. Kau lihat dia cepat cepat keluar waktu mereka datang?"
"Akh! Ouw heng, kau terlalu banyak curiga. Mungkin kedatangan ke 5 orang orang gelandangan itu sengaja hendak bertemu dengan si pengemis muda; jadi sipengemis muda itu yang keluar dan mengajak ke 5 orang orang gelandangan itu pergi.., "
"Kau benar juga, mungkin si pengemis muda itu yang memasang kembang api semalam, memanggil ke 5 pengemis itu datang. Akan tetapi, kemana dia ajak mereka pergi.. "
"Hayaa! mana kutahu" lagi pula buat apa kita mengetahui, kan kita tidak ada urusan aoa apa dengan mereka. Dan, kalau di tempatmu ini banyak orang orang gelandangan, aku yakin langganan kau pada kabur semua..!" sahut kakek Lie yang lalu jadi tertawa akan tetapi si pengemis Gwa Teng Sn yang jadi kelihatan cemberut, sebab dia cukup mendengarkan pembicaraan kedua kakek itu.
Dipihak twa to Go Bun Heng, dia ikut memesan makanan waktu melihat kedua kakek itu bersiap siap hendak makan siang, dia ikut makan waktu kedua kakek itu sedang makan akan tetapi dia hanya makan berdua dengan Gwa Teng Sin sebab Gwa Teng Kie pergi dan belum kembali.
Memang waktu ke 5 orang orang gelandangan tadi datang Gwa Teng Kie memberitahukan twa to Go Bun Heng bahwa ke 5 orang pengemis itu adalah Kim an ngo kay atau 5 pengemis bersaudara dari kota Kim an yang sudah kenamaan dikalangan rimba persilatan.
Menurut dugaan Gwa Teng Kie, kedatangan Kim an ngo kay adalah karena melihat adanya tanda tanda kembang api; dan kalau Kim an ngo kay masuk kedalam kedai kakek Ouw serta menanyakan tentang tanda kembang api itu maka kemungkinan akan mendatangkan kecurigaan pihak si kakek Lie maupun kakek Ouw. Dari itu Go Bun Heng segera memerintahkan Gwa Teng Kie mengajak Kim an ngo kay langsung ke kuil tempat mereka menginap untuk ditanyakan tentang maksud kedatangan mereka ketempat itu. Sementara itu, selagi orang orang masih bersantap maka Gwa Teng Kie datang dan melaporkan kedatangan Kim an ngo kay memang disebabkan mereka melihat adanya tanda kembang api disaat mereka sebenarnya sedang menuju kekota Boe ouw; akan tetapi mereka tidak mengetahui entah siapa yang sudah meluncurkan kembang api itu.
"Sayang ,.." si golok maut Go Bun Heng menggerutu dengan suara perlahan sementara kakek Lie dan kakek Ouw yang berusaha hendak ikut mendengar pembicaraan mereka, kclihatan menjadi kecewa.
Adalah disaat kedua kakek itu sedang merasa kecewa dan penasaran; maka di kedai kakek Ouw kembali datang serombongan penunggang kuda, dan kali ini yang datang sebanyak enam orang sekaligus; semua merupakan laki laki yang memakai pakaian semacam orang orang yang pandai ilmu silat, atau dengan kata lain mereka itu adalah orang-orang yang biasa berpetualang dikangzusi.com kalangan rimba persilatan.
Usia ke enam orang laki laki yang baru datang itu tidak merata; ada yang sudah tua dan ada yang masih muda, ada yang bermuka tampan, ada yang bermuka galak.
Suatu hal yang membikin kakek Ouw jadi tambah penasaran, kedatangan mereka lagi lagi telah dijegal oleh sipengemis muda Gwa Teng Sin, yakni sebelum ke enam orang orang itu memasuki kedainya kakek Ouw; dan kelanjutannya adalah Gwa Teng Sin mengajak mereka pergi sehingga batal mereka memasuki kedainya kakek Ouw.
"Kurang ajar..!" tiba tiba seru kakek Lie membikin kakek Ouw jadi terkejut bahkan Go Bun Heng berdua Gwa Teng Kie jadi ikut terkejut; sementara kakek Lie meneruskan berkata :
"....mengapa lalat ini masuk ke tempat minumku..?"
Dan kakek Lie mengangkat mangkok araknya, sambil dia bangun dari tempat duduknya; lalu dia melangkah keluar sampai didekat pintu, dimana dia membuang isi mangkoknya.
Dalam pada itu, tak ada seseorang yang melihat gerak tangan kiri kakek Lie, dan tak ada seseorang yang melihat bahwa dari balik lengan baju si kakek telah meluncur sehelai kertas yang jatuh ditanah; lalu secara tiba tiba kertas itu terkena tiupan angin, cukup keras sehingga kertas itu melayang dan menyusul Gwa Teng Sin yang sedang mengantar ke enam orang laki laki pendatang baru tadi.
Adalah disaat kakek Lie dan kakek Ouw sudah siap menghadapi papan catur mereka, dan kakek Lie sedang bergegas hendak menyambung ceritanya; maka datanglah Gwa Teng Sin tergesa gesa, dan si pengemis muda itu menyerahkan sehelai kertas kepada twa to Go Bun Heng, yang lalu dibaca oleh si Golok maut, sebab kertas itu ternyata berupa surat yang memang ditujukan buat twa to Go Bun Heng. Isi surat itu adalah :
'Go toako"
Kau pernah sekali melakukan kesalahan dalam menunaikan tugasmu buat Thio susiok dan kesalahan tersebut hendaknya jangan sampai terulang lagi. Tempatkan orang orang yang baru datang disatu tempat. Esok waktu tengah hari aku memerlukan dua puluh orang yang sudah siap dikaki gunung Kauw it san, dan empat orang didalam kedai kakek Ouw.
Sekian.. Sementara itu; terdengar si kakek Lie berkata dengan suara perlahan kepada kakek Ouw :
"Aku jadi curiga tamu kita yang mengaku bernama Go Bun Heng menerima surat; dan matanya sering melirik kita. Entah apa maksud..."
'Aku juga sedang memikirkan....." sahut kakek Ouw yang memutus perkataan kakek Lie juga dengan suara yang perlahan dan dia memang sedang memperhatikan setiap gerak si Golok maut Go Bun Heng.
"Bagaimana menurut pikiranmu, apakah teruskan ceritaku?" kakek Lie berkata lagi.
"Aku kira sebaiknya begitu, untuk memecah perhatian mereka?" sahut kakek Ouw.
Kakek Lie menurut, akan tetapi lebih dahulu dia minum araknya yang baru diisinya. Tidak biasanya, saat itu kelihatan agak gugup, bagaikan benar benar dia sedang mencurigai sikap twa to Go Bun Heng.
?"si macan terbang Lie Hui Houw berhasil mencapai tembok tertinggi dari kamar tahanan itu, kemudian dari bagian atas dia melontarkan ujung tali yang dibikinnya kepada Lie Siu Lan dan setelah itu barulah dia menarik dan menolong Lie Siu Lan naik keatas; sampai dara manja itu berhasil pula ditolongnya. Akan tetapi, perbuatannya itu sempat diketahui oleh pihak musuh, dan pihak musuh segera memberikan tanda bahaya sehingga dalam sekejap musuh sudah banyak yang berjaga dibagian bawah, sebab mereka tidak mampu naik keatas yang sangat tinggi..!
?"dipihak Lie Hui Houw, dia pun menghadapi kesukaran buat lari dengan membawa bawa si bocah dan Lie Siu Lan; sehingga akhirnya Lie Hui Houw memesan supaya Lie Siu Lan menjaga si bocah, sedangkan dia sendiri dengan nekad telah lompat turun sehingga terjadi lagi pertempuran antara si macan terbang Lie Hui Houw melawan sekian banyaknya para pengepungnya..."
"Singkatkan saja bagian pertempuran itu?" kata kakek Ouw seperti tidak sabar.
'Baik, baik...." sahut kakek Lie; meskipun sebenarnya dia merasa tidak setuju.
".. pertempuran yang terjadi itu benar benar merupakan suatu pertempuran yang pincang. Lie Hui Houw sedang terluka dan dia bahkan dikepung rapat sehingga tidak mungkin dia memenangkan pertempuran itu bahkan maut mengintai dia dan mengintai dara Lie Siu Lan berikut si bocah anaknya almarhum Lie Sun Houw yang sebenarnya belum mengenal dosa. Akan tetapi disaat keadaan berbahaya maka datang seorang yang membantu dia dan seseorang itu adalah seorang wanita setengah baya bermuka cantik dengan memakai tudung caping lebar yang dibikin dari bahan bambu, membawa bungkusan pakaian dibagian punggungnya, dan dengan sepasang pedang pendek dia mengamuk sampai dia berhasil mendekati Lie Hui Houw dan untuk girangnya si macan terbang Lie Hui Houw mengetahui bahwa dia adalah kakak misannya.."
"Lie Kim Nio..." tanya kakek Ouw heran bahkan sampai sepasang matanya jadi membelalak, tidak terkecuali pihak si Golok maut Go Bun Heng yang kelihatan bertambah tegang mendengarkan.
'Benar Lie Kim Nio..." sahut kakek Lie dan agaknya kakek Lie tidak memperhatikan keadaan kakek Ouw tadi.
Akan tetapi waktu kakek Lie hendak meneruskan bercerita maka lagi lagi harus menunda karena datangnya serombongan penunggang kuda yang kali ini tujuh orang.
"Semakin banyak yang datang"." kakek Ouw menggerutu perlahan:
"Ya, semakin banyak dan lagi lagi dipegat oleh si pengemis muda dan lagi lagi diajak pergi?" ikut kakek Lie menggerutu perlahan selagi dia memperhatikan kejadian itu.
"Kalau setiap hari terjadi tamuku dipegat orang bisa kagak laku daganganku, Lie heng, kupikir sebaiknya kita tunda permainan kita, aku merasa perlu melaporkan kepada kepala kampung yang baru dipilih sebab kedatangan mereka benar benar sangat mencurigakan?" kata kakek Ouw tetap dengan suara perlahan lahan sehingga tidak mungkin didengar oleh si golok maut Go Bun Heng.
"Bagaimana kalau aku bantu pekerjaanmu, mengikuti mereka supaya kita mengetahui ke mana mereka dibawa?" kakek Lie menyarankan lagaknya tua tua mau jadi penyelidik.
Kakek Ouw tidak segera menjawab perkataan kakek Lie. Sejenak dia mengawasi, setelah itu baru dia berkata ;
"Sebaiknya Lie heng tetap disini, bantu melihat lihat warungku. Aku khawatir A heng tidak mampu melayani tamu tamu kita, kalau nanti semakin banyak yang datang dan akhirnya mereka singgah di kedaiku"'
Kakek Lie menurut, meskipun didalam hati dia membantah sebab buktinya tamu tamu itu tidak ada yang singgah dikedai kakek Ouw meskipun tambah banyak mereka datang.
Di pihak twa to Go Bun Heng waktu dia melihat kakek Ouw pergi meninggalkan kedainya; maka dia memberikan tanda kepada Gwa Teng Sin untuk mengikuti, dan si pengemis muda itu bergegas hendak melakukan perintah itu.
"Hei, pengemis muda, kemana kau hendak pergi.."' tiba tiba seru kakek Lie sambil dia mengawasi Gwa Teng Sin.
Gwa Teng Sin menunda langkah kakinya didekat pintu. Dia ragu ragu mengawasi si kakek Lie untuk kemudian ganti dia mengawasi twa to Go Bun Heng, sementara si kakek Lie berkata lagi ;
"... kalau kau hendak mengikuti Ouw lopek, aku larang...."
Sekali lagi Gwa Teng Sin jadi patuh menurut setelah dia melihat Go Bun Heng memberikan aba aba.
Setelah Gwa Teng Sin duduk ditempatnya kakek Lie duduk; lalu sekali lagi si golok maut memberi hormat dan berkata ;
"Lie lopek, kalau boleh aku ingin mengganggu sedikit!"
"Nah. kau! apalagi yang kau kehendaki dari aku?" sahut kakek Lie acuh dan tidak mempersilahkan si golok maut Go Bun Heng duduk; sementara sekilas dia melirik kearah A heng; dan A heng pada waktu itu memang sedang memperhatikan tamu tamunya.
"Aku ingin sedikit menanya." terdengar si Golok maut Go Bun Heng berkata lagi.
"Kalau kau hendak menanyakan tentang kakek Ouw, aku tidak mau menjawab sebab kau harus menanya sendiri kepada kakek Ouw. Jadi apa yang kau hendak tanyakan.?"
Sejenak Go Bun Heng tidak dapat bersuara apa apa agaknya dia merasa tobat dengan sikap si kakek Lie.
"Yang aku hendak tanyakan adalah tentang surat?"
"Orang bodoh,.." kakek Lie memutus kalimat perkataan Go Bun Heng, dan kakek Lie meneruskan perkataannya :
".. surat apa yang hendak kau tanyakan kepadaku dan apa yang aku ketahui tentang surat,..?"
Twa to Go Bun Heng berdiri diam bagaikan patung. Agaknya dia kehabisan bahan bicara dan kehabisan juga kesabarannya, akan tetapi dia paksakan diri:
"Lie lopek, sebenarnya siapakah kau..?"
"Nah, kumat lagi penyakit kau. Aku adalah aku, kakek Lie..!"
Twa to Go Bun heng memutar tubuh hendak meninggalkan si kakek tanpa pamit, akan tetapi tiba tiba kakek Lie berseru: "Tunggu..!"
Bagaikan orang yang patuh dengan perintah atasan, maka Go Bun Heng batal meninggalkan kakek Lie.
".., sekarang ganti aku yang hendak menanya.." kata kakek Lie setelah Go Bun Heng menghadapi dia; dan kakek ini meneruskan pertanyaannya;
"... kenapa dan dimana kau tempatkan orang orang datang tadi..?"
Sepasang mata A heng jadi membelalak waktu mendengar pertanyaan kakek Lie terlebih si Golok maut Go Bun Heng; akan tetapi naluri hati si Golok maut sekarang cepat bekerja, sehingga tanpa ragu ragu dia menjawab: "Disebuah kuil yang memakai merek tay sin bio..."
"Sudah berapa orang yang datang semua..?"
"DeIapan belas orang ?"
Dengan menggunakan jari tangannya, kakek Lie menghitung seorang diri; setelah itu dia berkata lagi :
"Berapa jumlah semuanya termasuk kau?"
"Duapuluh tiga.."
'Hmm! masih kurang satu... " gerutu kakek Lie perlahan suaranya; tidak mungkin didengar oleh A heng yang terpisah cukup jauh akan tetapi cukup jelas didengar oleh twa to Go Bun Heng, yang justru membikin si Golok maut kelihatan menjadi girang sekali. Akan tetapi; si kakek Lie yang berkata lagi, sebelum Go Bun Heng sempat mengucap apa-apa :
"Cukup sudah, silahkan kau pergi.."
oo ^)dwkzXhen(? oo
HARI ITU sampai sampai larut malam kakek Lie menunggu-nunggu, namun kakek Ouw belum kunjung tiba. Akhirnya kakek Lie pulas tertidur, dan dia tak menghiraukan diwaktu A heng beberapa kali mengintai dan memperhatikan dia.
Esok paginya kakek Lie memerlukan menemui kakek Ouw, dan langsung dia ajak bicara: "Ouw heng, aku ada berita untukmu...."
"Berita apa..?" tanya kakek Ouw kelihatan heran.
"Kemarin aku berhasil menggertak tamu kita yang katanya bernama Go Bun Heng; dan aku berhasil mengetahui bahwa mereka yang baru datang itu ditempatkan dikuil Tay sin bio..!"
"Oh..!" cuma itu yang kakek Ouw ucapkan.
"Dan aku berhasil juga mengetahui jumlah mereka semuanya duapuluh tiga orang, dan siang ini mereka katanya akan mendaki gunung Kauw it san...."
"Untuk apa....?" tanya kakek Ouw; kaget bercampur heran.
"Hal ini aku tidak tanyakan; akan tetapi menurut dugaanku, mereka tentu hendak mencari si hantu bermuka hitam.."
'Ha ha ha..!' kakek Ouw jadi tertawa.
'Eh; mengapa kau tertawa.."' ganti kakek Lie yang perlihatkan lagak merasa heran.
'Orang orang itu orang orang bodoh! Mana mungkin didalam dunia ada hantu....!"
"Akh! rupanya kau belum pernah bertemu dengan hantu.. " kakek Lie menggerutu.
"Apakah kau sudah pernah..?" ganti kakek Ouw yang menanya.
"Hayaa..!" dan kakek Lie tinggalkan kakek Ouw, untuk dia membersihkan muka lalu bantu membuka kedai.
Dan seperti biasa setelah selesai dengan pekerjaan mereka, maka kedua kakek itu menyediakan lagi papan catur mereka, dan kakek Lie bersiap siap hendak meneruskan lagi bercerita tentang si 'macan terbang' Lie Hui Houw yang belum selesai lalu tepat pada saat itu muncul twa to Go Bun Heng yang datang bersama sama Gwa Teng Sin dan Hui beng siansu.
'Hari ini, dia hanya membawa satu orang gelandangan..," bisik kakek Lie pada kakek Ouw :
"Sebagai gantinya dia bawa seorang pendeta buat mengusir hantu...." sahut kakek Ouw mulai berkelakar.
'Entah kemana perginya si pengemis; yang satu lagi.. " bisik kakek Lie; tetapi suaranya sedikit lebih keras; sambil matanya melirik kearah tempat Go Bun Heng duduk.
'Mungkin sedang mencari sedekah buat bayar makanan hari ini.. ' sahut kakek Ouw; juga agak keras suaranya, sehingga pasti cukup didengar oleh pihak si Golok maut Go Bun Heng bertiga; dan si kakek Ouw lalu menambahkan perkataannya :
'.. akan tetapi Lie heng sebaiknya jangan hiraukan urusan mereka; dan kita mulai main sambil kau selesaikan cerita mengenai Lie Hui Houw.. "
Kakek Lie tersenyum dan diminumnya araknya siap buat dia meneruskan bercerita : ".. karena mendapat bantuan dari kakak misannya, maka semangat si macan terbang Lie Hui Houw jadi bangkit lagi, membikin keadaan pertempuran jadi berubah dan berhasil Lie Hui Houw menerobos kepungan untuk menghadapi Nio Kok An, dan Nio Kok An tidak sanggup menghadapi si 'macan terbang" Lie Hui Houw meskipun sebenarnya Nio Kok An memiliki ilmu silat yang mahir."
"Singkatnya pertempuran itu dimenangkan oleh si macan terbang dan si macan terbang tidak mati ,,,,!" kakek Ouw memutus karena merasa tidak sabar, sedangkan nada suaranya terdengar seperti orang yang ngomel ngomel bercampur penasaran.
'Benar.,. ' sahut kakek Lie yang jadi tersenyum, dan meneruskan lagi bercerita :
"... si macan terbang Lie Hui Houw memenangkan pertempuran itu, membinasakan Nio Kok An dan mempertemukan Lie Kim Nio dengan anak daranya, serta si bocah anaknya Lie Sun Houw. Dan pada kesempatan itu, tanpa diketahui oleh Lie Siu Lan, maka Lie Kim Nio menceritakan pada adik misannya tentang siapa sebenarnya ayahnya Lie Siu Lan ; yakni si iblis penyebar maut...'
"Dimana mereka menetap setelah pertempuran itu selesai...." tanya kakek Ouw; waktu melihat kakek Lie minum araknya dan pertanyaan semacam itu memang sangat diharap oleh pihak si Golok maut Go Bun Heng bertiga. Dan diluar tahu mereka, didalam hati si kakek Lie sudah mengetahui bahwa dia bakal mendapat pertanyaan yang seperti itu dari si kakek Ouw!
' Mereka siapa, maksud Ouw heng"' sengaja kakek Lie balik menanya; bahkan dengan suara yang wajar bagaikan orang yang benar benar tidak mengetahui atau tidak mengerti.
"Lie Kim Nio dan anaknya.." sahut kakek Ouw, agak gemetar suaranya, tetapi mukanya tidak memperlihatkan suatu perobahan.
Sejenak kakek Lie diam tidak menjawab. Mukanya menunduk mengawasi biji biji catur sementara sebelah tangannya memutar mutar mangkok araknya. Lagak perbuatannya itu bagaikan memperlihatkan dia sedang berpikir, dan sebagai akibatnya dia justeru membikin suasana menjadi tegang, tidak melulu buat si kakek Ouw yang sedang menunggu jawaban, akan tetapi juga bagi pihak Hui beng siansu bertiga, yang langsung sedang mengawasi kakek Lie.
"... untuk banyak tahun lamanya Lie Kim Nio hidup menderita berkelana mencari si iblis penyebar maut yang sudah memperkosa dia; akan tetapi usahanya ternyata sia sia belaka, sebab dimana saja dia tiba; dia merasa selalu sudah ketinggalan dengan pihak para pendekar yang juga tak bosan bosan mencari jejak si iblis ternyata berhasil menghilang dan mengulang perbuatan jahatnya."
Ada butir butir air mata yang menetes keluar dari sepasang mata kakek Lie; tetapi untungnya tidak terlihat oleh kakek Ouw, sebab kakek Lie sedang menunduk selagi dia mengucapkan perkataannya itu. Juga pihak Hui beng siansu tidak mungkin melihat adanya butir butir air mata itu.
?"Kemudian Lie Kim Nio hidup menyendiri memperdalam ilmu diatas gunung Tsin san, dibukit Tsin nia dan berhubung Lie Hui Houw hendak melakukan perjalanan mencari si iblis penyebar maut maka si macan terbang memesan supaya kakak misannya menunggu ditempatnya di bukit Tsin nia bersama Lie Siu Lan dan si bocah.
"...berdasarkan kata kata membual yang pernah diucapkan oleh Nio Kok An; maka Lie Hui Houw sudah mengetahui dimana tempat si iblis bermukim dan kegiatan apa yang sedang dilakukan.."
"Hm, kegiatan apa yang dilakukan oleh dia ;,?" terdengar kakek Ouw bersuara seperti menggerutu.
Sehabis tadi dia menunduk dan selagi dia menyambung kisahnya mengenai keadaan Lie Kim Nio, pandangan mata kakek Lie tak Iepas mengawasi muka kakek Ouw, dan selama itu si kakek Lie tidak berhasil membaca keadaan muka kakek Ouw yang kelihatan tidak berobah atau terpengaruh. Melulu pada bagian mata kakek Ouw kelihatan adanya beberapa perobahan. Perobahan sinar mata itu. Kadang kadang seperti orang yang sedang mengenangkan kejadian tempo dulu, kadang kadang seperti orang yang merasa kehilangan sesuatu lalu menemukannya kembali dan..,
"Dia siapa maksud Ouw heng"' sengaja kakek Lie menanya; padahal dia sudah mengetahui maksud pertanyaan kakek Ouw yang seperti menggerutu tadi.
"Si iblis..,!" sahut kakek Ouw singkat;
"Hm! si iblis bukan si iblis kalau kian hari dia tidak bertambah jadi ganas. Dia bahkan seorang penghianat bangsa; sebab orang-orang yang katanya diperlukan untuk diberikan pekerjaan, ternyata diangkut menyeberang untuk pihak Mongolia, Mereka sudah merupakan orang orang tawanan sedemikian lekas perahu mereka meninggalkan kota Tio-ciu. Mereka diancam disiksa dan dihukum kerja paksa untuk kepentingan pihak Mongolia. Berapa banyak si iblis menerima uang karena menjual manusia itu" Nio Kok An terlalu membual merasa sudah berjasa dan bakal menjadi orang kesayangannya si iblis penyebar maut. Dia telah memberikan pengakuan tanpa diminta (nada suara kakek Lie berobah menjadi bertambah tegas dan keras, mengandung kebencian atau kemarahan), dan dari hasil keuangan itu; si iblis gunakan buat dia membeayai perkumpulannya yang dia namakan Thian tok bun; persekutuan penyebar bisa racun sebagai ganti persekutuan Han bie kauw dan persekutuan ini akan mendapat uang jasa yang berlimpah limpah dari pihak Mongolia yang bermaksud kembali menjajah negeri Cina, sebab bisa racun itu akan menyebar maut tidak melulu dikalangan pasukan perang pemerintah kerajaan beng akan tetapi juga dikalangan rakyat jelata..!"
Terbelalak mata Hui beng siansu, Go Bun Heng dan GwaTeng Sin waktu mendengarkan kisah kegiatan yang sedang dilakukan oleh si iblis penyebar maut alias Han bie kauwcu, sedangkan sepasang mata kakek Lie kelihatan bersinar menyala bagaikan menyimpan rasa dendam yang membara.
?"dalam perjalanan menuju ketempat si iblis penyebar maut, sempat si 'macan terbang' Lie Hui Houw menghubungi salah seorang sahabatnya yang memang terkenal paling gigih mencari jejak si iblis penyebar maut sejak si iblis masih merupakan pemimpin dari orang orang Han bie kauw; dan sahabatnya Lie Hui Houw itu sudah tentu menyebar berita lagi sambil mengusahakan tenaga tenaga untuk mengganyang si iblis sementara Lie Hui Houw seorang diri meneruskan perjalanannya dan langkah langkahnya menuntun dia sampai di gunung Kauw it san."
Terdengar suara menggerutu yang tidak jelas dari twa to Go Bun Heng bertiga.
"Apakah dia datang hanya sendirian..?" tanya kakek Ouw seperti hendak menegaskan atau merasa tidak percaya; juga Hui beng siansu bertiga ikut memperhatikan dan ingin mendengarkan jawaban dari si kakek Lie.
"Ya, sendirian. Pantang buat si 'macan terbang" menunda pekerjaannya dan menunggu orang orang yang berjanji memberikan bantuan.. " sahut kakek Lie; nada suaranya mengandung rasa bangga.
"Lie heng; kau hebat sekali. Kau terlalu banyak mengetahui tentang si macan terbang Lie Hui Houw, siapakah kau sebenarnya..,"' kata si kakek Ouw; nada suaranya seperti orang bergurau padahal hasrat hatinya ingin benar dia mengetahui, untuk memastikan dugaannya!
"Ha ha ha ha..! " tawa kakek Lie lalu dia berkata :
".. Ouw heng, sekarang kau jadi orang yang tak bisa menahan kesabaran.. " dan kakek Lie tertawa lagi, memaksa kakek Ouw menjadi ikut tertawa dan Hui beng siansu bertiga ikut menjadi tersenyum. Senyum yang menyimpan tiga macam arti yang berlainan!
Sementara itu kakek Lie memerlukan minum araknya untuk kemudian dia mengoceh lagi :
".. seorang diri si 'macan terbang" Lie Hui Houw mendaki gunung Kauw it san, seorang diri dia telah menyelidiki, sehingga dia tahu tentang adanya lampu lampu merah (ang teng) yang dianggap sebagai lentera maut, serta si hantu muka hitam (hek mo) yang ternyata bukan hanya ada satu hantu, akan tetapi ada 5 hantu muka hitam, sebab ke 5 hantu itu sebenarnya adalah Heng san ngo kui atau hantu jejadian dari gunung Heng san, yang merupakan penjahat penjahat pelarian setelah sarang mereka diatas gunung Heng san diganyang habis...
... memang hebat cara kakek Lie menguraikan penyelidikan yang dilakukan oleh si macan terbang Lie Hui Houw; Semua yang mendengarkan merasakan sangat tegang; terpesona sampai mereka tidak bergerak dari tempat duduk mereka bahkan pandangan mata mereka tak pernah lepas dari si kakek Lie sehingga mereka tidak mengetahui bahwa di kedai kakek Ouw sudah bertambah dengan satu tamu lain, tamu laki laki yang kira kita seumur dengan si golok maut Go Bun Heng, namun memiliki wajah muka yang tampan serta memiara sedikit kumis yang dirawat rapih, dan tamu lelaki itu langsung duduk, ikut mendengarkan kisah cerita kakek Lie bahkan dia ikut jadi terpesona tanpa dia perdengarkan suara!
Sementara itu kakek Lie terus mengoceh tanpa istirahat; tanpa diminumnya araknya dan tanpa disentuhnya biji biji catur yang sejak tadi jadi ikut menganggur!
"...Heng san ngo kui bermukim diatas gunung Kauw it san bukan sebagai raja gunung akan tetapi mereka hanya merupakan kacung kacung belaka yang berlagak menjadi hantu muka hitam yang menyebar maut kalau ada lentera lentera merah yang menyala bergantungan diatas dahan dahan pohon, dan Heng san ngo kui memimpin sekelompok orang berseragam serba hitam; lengkap dengan tutup muka memakai secarik kain hitam serta lambang kala hitam dalam lingkaran putih pada bagian dada sebelah kiri dari pakaian seragam mereka dan lambang itu adalah lambang dari persekutuan Thian tok bun.. .!


Lentera Maut (ang Teng Hek Mo) Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

SekaIi lagi terdengar suara gerutu dari twa to Go Bun Hengkz bertiga, sementara yang lain diam tidak bersuara, bahkan terus mengawasi muka kakek Lie yang masih mengoceh terus:
".. jelas bahwa dibelakang Heng san ngo kui masih ada seseorang lain yang lebih berkuasa lebih berpengaruh dan seseorang itu adalah pemimpin atau ketua dari persekutuan Thian tok bun; dan dia adalah si iblis penyebar maut.. "
Sekilas, kakek Lie menatap sepasang mata kakek Ouw yang waktu itu kelihatan jadi tambah menyala, dan sekilas kakek Lie melirik kearah tamu laki laki yang baru datang tadi, lalu dia 'ngoceh" lagi :
".. satu hal yang disesalkan oleh si iblis penyebar maut adalah Thian tok bun baru dirintis, masih dalam persiapan atau pemulaan. Persediaan bisa racun buat menyebar maut belum selesai dia olah, masih merupakan larutan didalam tabung tabung di ruang tempat pengolahan obat obat di atas gunung Kauw lt san. Andaikata larutan bisa racun itu sudah selesai untuk disebarkan dan orang orang seperti sipengemis muda bahkan semua rombongannya, pasti sudah tewas semua sebab tanpa mereka menyadari ditempat mereka menginap ada mata mata atau orang orang Thian tok yang menyamar menjadi hweeshio."
"Lie heng, sekali lagi aku tanya padamu, siapa kau sebenarnya"' tanya kakek Ouw ; tegas suaranya, dan tambah menyala sinar sepasang matanya yang mengawasi kakek Lie.
"Sabar, sabar ; Ouw heng. Hari ini kau benar benar kelihatan gugup sekali, bahkan permainan catur tidak kau lakukan; padahal sejak tadi aku menunggu giliran kau melakukan langkah, sedangkan pertahananmu kelihatannya sudah hancur sama sekali...," sahut kakek Lie, tenang tenang suaranya yang dia campur dengan kelakar dan tenang juga lagaknya waktu dia minum araknya, untuk kemudian dia meneruskan ocehannya, 'Nah sekarang Go toako bertiga juga Ong heng yang baru datang. Bersiaplah buat kita mengikis habis si iblis penyebar maut!"
Bagaikan patuh menerima perintah dari seorang panglima, si Golok maut Go Bun Heng bertiga serentak berdiri dan serentak siap dengan senjata mereka, juga Kanglam hiap Ong Tiong Kun atau tamu laki laki yang baru datang itu, ikut patuh dengan 'perintah' dari si kakek Lie; yang waktu itu masih mengoceh terus :
'.. dan kau Ouw heng, he he he! aku jadi terbiasa menyebut kau Ouw heng. Buat kau; terserah kepadamu. Apakah kau mau melepaskan topeng yang menutup ujutmu atau tidak, sebab rahasia penyamaran kau sudah terbuka dan kau adalah si iblis penyebar maut atau Toat beng sim alias Han bie kauwcu alias Koan bin jin yoa atau manusia muka seribu! akan tetapi, supaya kau tidak mati penasaran, kau lihat siapa aku.."
Kakek Lie menyudahi perkataannya dengan sebelah tangannya membuka selaput kulit mukanya, yang ternyata berupa topeng yang dibikin dari bahan pelastik yang mirip dengan kulit manusia, dan dilain detik si kakek Lie sudah berubah menjadi si 'macan terbang' Lie Hui Houw!
'Lie ciangkun ,!" teriak Gwa Teng Sin dan Go Bun Heng; sikap mereka tegak memberikan hormat secara militer!
"Hm! kiranya kau si 'macan terbang" Lie Hui Houw, dan kau juga yang menjadi panglima dalam kesatuan tentara pemberontak Thio Su Seng yang sudah hancur berantakan; tetapi sayang kau buta mata menuduh aku sebagai si iblis penyebar maut. Keluar..!"
Kakek Ouw menutup perkataannya dengan mendorong pinggir meja memakai sepasang tangannya, sementara dari bagian dalam kedainya muncul enam orang berseragam serba hitam, lengkap dengan tutup muka dan lambang Thian tok bun; dan mereka langsung terlibat dalam pertempuran melawan Hui beng siansu berempat. Dipihak si 'macan terbang' Lie Hui Houw, dia hanya menggunakan sebelah tangan kirinya buat ikut mendorong pinggir meja, sehingga mereka berdua saling dorong, semakin lama semakin mengerahkan tenaga dalam, sehingga kalau yang seorang kena terdorong pasti akan tergempur tenaga dalamnya!
Sementara itu, sambil mengadu kekuatan tenaga dalam, si 'macan terbang' Lie Hui Houw sempat berpikir entah sejak kapan si kakek Ouw yang dia tuduh sebagai si iblis penyebar maut, menyimpan ke enam orangnya yang berpakaian seragam serba hitam, sebaliknya si A-heng tidak kelihatan hidungnya sejak pagi tadi.
Mereka berdua masih saling dorong masih saling mengadu kekuatan; sementara di pihak Hui beng siansu serta tiga rekannya menghadapi enam orang lawan dan mereka sengaja tidak memberikan kesempatan bertempur diluar kedai kakek Ouw, meskipun di tempat yang sekecil itu tidak mungkin mereka bergerak bebas.
Akan tetapi, ditempat yang sempit itu memang menguntungkan pihak Hui beng siansu. Sebab pihak musuh jadi sukar melarikan diri; dan pihak musuh sukar menggunakan senjata rahasia, yang pasti mengandung bisa racun yang amat berbahaya!
Dan pihak musuh yang berseragam serba hitam itu, ternyata tidak sanggup menghadapi pihak Hui beng siansu yang memang merupakan tokoh tokoh kawakan dikalangan rimba persilatan, kecuali Gwa Teng Sin yang termuda usianya namun si pengemis muda itu tidak mengecewakan gurunya: si biang pengemis Pit Leng Hee yang ilmu silatnya sebagian besar bersumber pada ilmu silat milik almarhum Kwee Ceng berdua Oey Yong, yang kemudian dicampur baurkan dengan ilmu silat Siao lim, berdasarkan ajaran Pheng hweeshio, selagi mereka masih merupakan pembantu pembantu utama dari gerakan Thio Su Seng.
Sia sia pihak musuh berseragam serba hitam itu berusaha menerobos, hendak mengajak bertempur dibagian luar kedai. Mereka tidak diberi kesempatan sedikitpun juga oleh pihak Hui beng siansu berempat yang menggempur secara ketat.
Sebaliknya buat si kakek Ouw yang masih mengadu kekuatan tenaga dalam dengan si macan terbang Lie Hui Houw tak mungkin dia memberikan bantuan bagi pihaknya; sampai disuatu saat si kakek Ouw perdengarkan pekik suara yang keras, lalu meja yang dipakai sebagai perisai saling mengadu tenaga, menjadi hancur beberapa keping; dan tubuh Lie Hui Houw maupun si kakek Ouw terpental keatas udara, dan selama jungkir balik di udara; empat batang pisau terbang atau yang dikenal dengan nama Coan yo shin jie meluncur ke arah Hui beng siansu berempat.
Bagi Hui beng siansu dengan kawan kawannya, mereka sanggup menghindar dari serangan belati penembus tenggorokan yang.sudah tidak asing lagi bagi mereka; sehingga pertempuran yang mereka lakukan hanya sekejab terintang.
Si macan terbang Lie Hui Houw menjadi sangat penasaran melihat ketangkasan lawannya, yang sanggup memecah tenaga dan perhatian memberikan bantuan bagi pihak teman temannya, sehingga waktu keduanya turun dari udara; sebelah kaki kanan Lie Hui Houw menendang kakek Ouw, dan angin tendangan itu menderu, menandakan Lie Hui Houw memakai tenaga dalam namun sebelah telapak tangan kakek Ouw memukul kaki yang sedang menendang itu, dengan akibat si kakek Ouw tergempur mundur beberapa langkah ke belakang tetapi nyaris kena tendangan maut tadi.
Lie Hui Houw tambah penasaran. Bagaikan seekor macan yang terbang, dia lompat menendang lagi memakai sepasang kakinya, sambil dia perdengarkan pekik suara yang keras bagaikan aum seekor macan jantan sehingga kakek Ouw buru buru berkelit dengan suatu lompatan menyamping, dan sebagai akibatnya, maka dinding tembok bobol kena tendangan kaki Lie Hui Houw!
Dipihak Kanglam hiap Org Tiong Kun, sambil dia bertempur menghadapi dua orang lawan yang berseragam serba hitam; seringkali dia harus melirik kearah si kakek Ouw yang sedang bertempur melawan si 'macan terbang" Lie Hui Houw,
Untuk belasan tahun lamanya, Kanglam hiap Ong Tiong Kun mencari jejak si iblis penyebar maut alias Han bie kauwcu, tanpa dia mengenal lelah dan tanpa menghiraukan ancaman bahaya maut. Tak mungkin dapat dia melupakan peristiwa tempo dulu isterinya dibinasakan oleh si iblis penyebar maut, sesaat sehabis Ong Tiong Kun menikah dengan Phang Lan Ing, anak kesayangannya si jeriji sakti Phang Bun Liong yang menjadi persekutuan naga hitam atau Hek liong pang.
Berulangkali Ong Tiong Kun berhasil menemukan jejak si iblis penyebar maut alias Han bie kauwcu, dan berulangkali juga dia berhasil menghadapi dan bertempur melawan si iblis penyebar maut; akan tetapi selalu Kanglam hiap Ong Tiong Kun kena tipu muslihat si iblis penyebar maut yang berhasil melarikan diri sehingga sekali ini, tak mau dia lengah dan selalu dia bersiap siaga jangan sampai terjadi si kakek Ouw melarikan diri!
Oleh karena Kanglam hiap Ong Tiong Kun bertempur sambil memecah perhatiannya maka akibatnya menjadi tidak mudah buat dia mengalahkan kedua lawannya. Akhirnya Ong Tiong Kun menyadari kesalahannya, lalu dia perhebat serangannya sehingga dalam jurus jurus berikutnya dia berhasil membinasakan kedua lawannya, setelah itu dia bergegas hendak memberikan bantuan bagi Lie Hui Houw sesuai dengan rencananya.
Akan tetapi, secara tiba tiba ada tubuh seseorang yang terguling mendekati kaki Ong Tiong Kun; dan itu adalah tubuhnya si kakek Ouw yang kena tendangan si macan terbang Lie Hui Houw!
Hanya sejenak Kanglam hiap Ong Tiong Kun ragu ragu dengan sepasang mata menyala mengawasi si kakek Ouw atau si iblis penyebar maut alias Han bie kauwcu; seteIah itu tanpa membuang kesempatan Ong Tiong Kun angkat pedangnya, hendak menikam perut si iblis yang sudah rebah tak berdaya!
"Tunggu...!" Itulah pekik teriak si macan terbang Lie Hui Houw suara berwibawa dari seorang pemuda perkasa yang punya kedudukan menjadi panglima pada kesatuan gerakan tenaga rakyat yang dipimpin oleh Thio Su Seng.
"Ong heng, maafkan aku.." kata Lie Hui Houw yang sudah mendekati. Nada suaranya berobah ramah bersahabat dan dia menambahkan perkataannya :
?"aku sudah berjanji hendak mempertemukan dia dengan kakak misanku, yang menghendaki anaknya melihat ayahnya meskipun hanya untuk sekejap saja. Dari itu aku persilahkan kau ikut ke Tsin nia sebab setelah pertemuan itu, akan aku serahkan si iblis kepada kau?"
Kanglam hiap Ong Tiong Kun merasa terharu mendengar perkataan si macan terbang Lie Hui Houw karena didalam nada suara itu mengandung rasa cinta atau kasih sayang kepada kakak misannya. Oleh karena Ong Tiong Kun jadi menurut, batal dia menikam kakek Ouw atau si iblis penyebar maut; dan mereka kemudian mengikat tubuh si kakek Ouw erat erat.
Sementara itu pertempuran di pihak Hui beng siansu dengan kawan kawannya juga sudah diselesaikan tanpa ada seorang musuh yang masih hidup dan selagi mereka membersihkan ruangan bekas pertempuran terjadi; maka mereka melihat adanya asap tebal yang mengepul tinggi keangkasa, berasal dari atas gunung Kauw it san.
"Agaknya kawan kawan kita sudah berhasil pula menunaikan tugas mereka.. " kata twa to Go Bun Heng yang perlihatkan senyum puas.
Si macan terbang Lie Hui Houw ikut bersenyum puas. Juga yang lain, mereka kemudian duduk beristirahat sambil mereka menghadapi santapan siang.
"Go toako, maafkan aku karena aku terpaksa melakukan hal hal yang tidak sebenarnya selama dalam penyamaranku ." kata Lie Hui Houw ditengah mereka bersantap itu.
'Lie ciangkun, aku justeru malu dengan kebodohanku sehingga hampir saja aku merusak rencana kerja kau..." sahut si golok maut Go Bun Heng, yang mukanya kelihatan jadi berobah merah.
Sesungguhnya usia Lie Hui Houw masih sangat muda, terhadap si golok maut Go Bun Heng atau terhadap Kang lam hiap Ong Tiong Kun dan Hui beng siansu barangkali lebih tepat kalau dia menyebut paman. Akan tetapi didalam pasukan Thio Su Seng kedudukannya Lie Hui Houw waktu itu adalah sebagai panglima, sehingga dia sudah terbiasa membahasakan diri 'toako' kepada si golok maut Go Bun Heng, dan kebiasaan itu tetap dia pertahankan.
'Go toako, aku kira sebentar lagi kawan-kawan kita akan datang dan berkumpul di kedai ini: aku harap kau sampaikan rasa terima kasihku kepada mereka; oleh karena mereka telah melihat kembang api yang aku luncurkan dan yang sebenarnya aku tujukan buat Ong Heng sesuai dengan janjiku," sejenak Lie Hui Houw terdiam berpikir; setelah itu dia berkata lagi ;
"... aku terpaksa tidak dapat menunggu mereka, sebab aku masih mempunyai pekerjaan lain, dan aku hendak lekas lekas membawa tawanan kita bersama sama Ong heng dan setelah itu aku harus menemui guruku."
Twa to Go Bun Heng manggut menyatakan mengerti dan menyanggupi tugas yang diserahkan kepadanya, oleh karena ini; setelah selesai bersantap maka Lie Hui Houw dan Kanglam hiap Ong Tiong Kun mendahulukan berangkat dengan membawa tawanan mereka, si kakek Ouw atau si iblis penyebar maut alias Han bie kauwcu, dengan memakai tiga ekor kuda, sementara tubuh kakek Ouw tetap diikat erat erat.
Dan jauh disebelah depan mereka bertiga, tanpa mereka mengetahui ada seekor kuda yang dilarikan cepat cepat oleh si penunggangnya; dan si penunggang kuda itu justeru adalah si kakek Ouw!
))-<(dwkz-x-hnd))?
SELAMA belasan tahun Kanglam hiap Ong Tiong Kun menyimpan dendam terhadap si iblis penyebar maut alias Han bie kauwcu akibat tewasnya isteri kesayangannya selagi mereka baru saja menyelesaikan hari pernikahan mereka.
Berulangkali dia menempuh bahaya mencari jejak musuh bebuyutan itu karena si iblis penyebar maut atau Han bie kauwcu yang dianggap sudah binasa, ternyata masih gentayangan dan masih menyebar maut, bahkan sekali pernah terjadi, pihak si iblis memasang perangkap buat membinasakan Kang lamhiap Ong Tiong Kun, dengan memberikan umpan seorang wanita muda yang cantik jelita; dan yang bernama Lie Sian Ing. Akan tetapi umpan yang dipakai untuk memikat itu, bahkan jadi terpikat oleh kejantanan dan kegagahan Kanglam hiap Ong Tiong Kun, mengakibatkan si iblis bukan main marahnya karena merasa dikhianati; dan pada kesempatan dia berhasil menangkap Kanglam hiap Ong Tiong Kun serta perempuan Sian Ing itu, maka si iblis penyebar maut menyiksa Kanglam hiap Ong Tiong Kun dengan memukul dan merusak alat kelakian Ong Tiong Kun; hingga sejak itu hilang kelakian Kanglam hiap Ong Tiong Kun meskipun dia tidak sampai binasa!
Hek liong pang atau persekutuan Naga hitam adalah persekutuan yang dirintis atau dipimpin oleh ayah mertuanya Ong Tiong Kun. yaitu si jeriji sakti Phang Bun Liong, dan persekutuan Hek liong pang dibubarkan setelah Phang Bun Liong hendak hidup menyendiri, bebas dari pergaulan orang orang rimba persilatan, sedangkan Kanglam hiap Ong Tiong Kun lebih banyak melakukan perantauan untuk mencari jejak si iblis penyebar maut, sehingga Hek liong pang tidak lagi ada yang urus.
Setelah lewat belasan tahun, usia Kanglam hiap Ong Tiong Kun sekarang sudah empat puluh tahun lebih. Sikapnya sekarang menjadi lebih sabar, akan tetapi pedangnya tetap tak memiliki mata terlebih kalau dia berhadapan dengan musuh yang terkenal ganas dan kejam.
Pada raut muka Ong Tiong Kun jelas kelihatan bahwa dia sudah kenyang dengan segala macam derita dan siksa, baik lahir maupun bathin. Dan dia sekarang memiara sedikit kumis yang dia rawat rapih.
"Aku kenal dia waktu kita sama sama mengganyang markas si iblis penyebar maut.." tiba tiba Cie in suthay berkata, sambil dia mengipas dirinya memakai lengan baju, untuk mengurangi rasa panas karena teriknya sinar matahari.
Waktu itu Lie Hui Houw berdua Cie in suthay sedang beristirahat; duduk ditepi jalan dekat sebuah perkampungan yang letaknya tidak jauh dari kota Lan kiao tin.
Selama mendengarkan kisah cerita si 'macan terbang Lie Hui Houw sambil mereka meneruskan perjalanan mereka; kelihatan Cie-in suthay merasa puas terlihat pada mukanya cerah dihias dengan senyumnya yang dapat menawan hati selusin perjaka.
'Waktu itu kalian mengganyang si iblis dengan kegiatan persekutuan Thian tok bun, tentunya.." kata Lie Hui Houw sambil dia mengawasi muka biarawati yang muda usia itu.
"Benar "sahut cie-in suthay yang lalu menambahkan perkataannya:
".. sesungguhnya orang tidak akan menduga kalau si iblis penyebar maut dapat meneruskan rencananya dengan persekutuan Thian tok bun sebab kalian telah mengganyang markas mereka di gunung Kauw it san.., "
Lie Hui Houw manggut membenarkan dan berkata :
"Sayangnya waktu itu aku tidak dapat ikut dalam aksi pengganyangan itu, sebab aku harus menemani suhu memperdalam ilmu buat menunaikan tugas si macan terbang..."
"Sebagai laki laki bekas orang hukuman " Cie in suthay menambahkan; tak lupa dengan menyertai seberkas senyumnya yang aduhai.
Sejenak Lie Hui Houw jadi terdiam seperti berpikir sampai kemudian Cie in suthay yang berkata lagi: ".. hayo, teruskan lagi ceritamu..!"
"Sampai dimana tadi.." " balik tanya Lie Hui Houw yang terlupa.
"Sampai kalian sedang membawa si kakek Ouw yang tidak berdaya yang kalian ikat pada seekor kuda, sedangkan disebelah depan kalian ada lagi si kakek Ouw yang selang memacu kudanya.." sahut Cie in suthay, wajar nada suaranya tidak merasa heran sebab sudah terbiasa dengan muslihat si iblis penyebar maut
Sesungguhnya adalah merupakan hal yang amat menggembirakan bagi Kanglam hiap Ong Tiong Kun, bahwa setelah sedemikian lamanya bersusah payah akhirnya dia berhasil menemukan si iblis penyebar maut dalam ujut si kakek Ouw yang saat itu telah menjadi tawanan mereka sehingga hanya tinggal menunggu saat si iblis dipertemukan dengan Lie Kim Nio setelah itu habis sudah dendam yang membara berkenaan dengan tewasnya isteri kesayangannya.
Teringat dengan almarhum Phang Lan Ing maka air mata Ong Tiong Kun mengalir keluar lagi tidak perduli saat itu dia sedang memacu kudanya yang mendampingi si macan terbang' Lie Hui Houw serta tawanan mereka; si iblis penyebar maut.
"benarkah si iblis penyebar maut..?" terlintas pertanyaan itu didalam hati Ong Tiong Kun, yang sudah terlalu sering mengalami kekecewaan akibat tipu muslihat si iblis penyebar maut. Kata kata si iblis selalu seperti terdengar ditelinga Ong Tiong Kun, bahwasanya si iblis akan selalu dapat menghindar dari ancaman bahaya dengan menempatkan lain orang pada ujut penyamarannya, sehingga seribu kali orang menduga si iblis sudah tewas, seribu kali orang akan menemukan seribu iblis penyebar maut dalam seribu bentuk dan ujut muka!
Pada waktu itu ujut si iblis penyebar maut adalah sebagai si kakek Ouw; pemilik kedai nasi. Akan tetapi, apakah yang sedang mereka bawa itu benar benar si kakek Ouw" atau ada wajah lain dibalik ujutnya si kakek Ouw itu" Wajah asli dari si iblis penyebar maut atau wajah lain orang lagi yang menggantikan penyamaran si iblis penyebar maut"
"Tunggu..!" tiba tiba Kanglam hiap Ong Tiong Kun berseru, sambil dia berusaha menghentikan lari kudanya, membikin Lie Hui Houw jadi ikut menghentikan Iari kudanya juga kuda yang membawa tubuh terikat dari si kakek Ouw.
"Kenapa Ong heng .,."'' tanya Lie Hui Houw yang merasa heran ; menduga mungkin Kanglam hiap Ong Tiong Kun sakit perut akan tetapi waktu Ong Tiong Kun menyatakan kecurigaannya maka Lie Hui Houw tertawa dan berkata ;
"Jadi. Ong heng meragukan bahwa si kakek Ouw adalah si iblis penyebar maut" atau dengan kata lain, Ong heng meragukan pendapatku bahwa si kakek Ouw adalah si iblis penyebar maut,.. "
"Bukan meragukan, akan tetapi aku khawatir si iblis menggunakan akal yang sama, menggantikan lain orang pada tempatnya dan dia sendiri menghilang, menyelamatkan diri " sahut Kanglam hiap Ong Tiong Kun gugup; sedangkan Lie Hui Houw yang merasa tidak mengerti atau kurang mengerti dengan maksud perkataan teman seperjalanannya sehingga untuk itu Lie Hui Houw terdiam berpikir, setelah ini baru dia berkata.
"Apa maksud Ong heng ,. "
"Maksudku mungkin yang kita bawa bukan kakek Ouw " sahut Ong Tiong Kun yang bahkan jadi bertambah gugup.
Sekarang Lie Hui Houw mengerti; dan dia jadi tersenyum selagi dia berkata :
"Kalau begitu mari kita periksa muka si kakek Ouw.. " demikian kata Lie Hui Houw sambil dia mendahulukan turun dari kudanya diikuti oleh Kanglam hiap Ong Tiong Kun untuk kemudian mereka bantu menurunkan si kakek Ouw yang tubuhnya diikat.
Sejenak Kanglam hiap Ong Tiong Kun berdua Lie Hui Houw meneliti muka kakek Ouw yang diperintahkan duduk ditepi jalan raya terlindung oleh sebuah pohon dari teriknya sinar matahari.
Sebelah tangan Ong Tiong Kun kemudian meraba kulit muka kakek Ouw tanpa menghiraukan si kakek memaki sambil kemudian Ong Tiong Kun berhasil menarik selaput kulit muka kakek Ouw dan muka kakek Ouw berobah menjadi muka A heng, pembantu si kakek Ouw dikedainya.
"Celaka, kita benar benar kena ditipu!" seru Ong Tiong Kun; setelah dia meneliti bahwa dibalik ujut muka A heng tidak ada topeng lain lagi.
Si 'macan terbang' Lie Hui Houw lemas sampai dia terduduk tanpa terasa,
Sementara itu A heng tertawa melihat kedua orang yang mengaku perkasa itu telah kena ditipu, dan dia terus tertawa meskipun Lie Hui Houw meludahi mukanya dan A heng balas meludahi muka si 'macan terbang Lie Hui Houw, namun meleset sebab dia kena ditendang oleh Kanglam hiap Ong Tiong Kun dan Ong Tiong Kun bahkan tak bosan bosan memukul A heng sampai A heng terpaksa mengaku mengatakan bahwa pada malam sebelum terjadi pertempuran si iblis penyebar maut memerintahkan A heng memakai topeng menjadi si kakek Ouw sedangkan si iblis katanya hendak naik keatas gunung Kauw-it san.
"Jelas bahwa si iblis lagi lagi berhasil melarikan diri.. " Ong Tiong Kun berkata seperti menggerutu ; sedangkan Lie Hui Houw memukul kepala A heng sampai remuk kepala A heng.
Muka si macan terbang Lie Hui Houw kelihatan berobah muram waktu dia kena ditipu oleh si iblis penyebar maut, dan Cie in suthay pergunakan kesempatan itu buat dia berkata ;
"Dahulu waktu kami mengganyang markas kegiatan si iblis penyebar maut; waktu itu sekelompok orang orang gagah mengepung dan membunuh si iblis penyebar maut, sehingga hancur tubuh dan mukanya, mengakibatkan orang orang tidak teringat untuk meneliti ujut muka si iblis ,, "
Sejenak si macan terbang Lie Hui Houw diam berpikir; mengingat ingat kejadian selanjutnya setelah dia berdua Kanglam hiap Ong Tiong Kun kena ditipu oleh si iblis penyebar maut; sedangkan cie in suthay lalu mengajak dia buat meneruskan perjalanan mereka. ''Andaikata aku mendapat kesempatan bertemu lagi dengan dia, pasti kubunuh!" Lie Hui Houw menggerutu penasaran namun dia ikut bangun berdiri dari tempat duduknya.
Cie in suthay mengawasi si macan terbang Lie Hui Houw. Tajam sinar matanya akan tetapi dia menyertai senyumnya waktu dia berkata lagi ;
"Apakah kau lupa bahwa dia adalah ci-humu...?"
(cihu yang berarti abang mantu)
Sementara itu Lie Hui Houw terdiam berdiri dengan sepasang mata membelalak. Akan tetapi segera dia teringat bahwa dara manja Lie Siu Lan adalah anak kakak misannya Lie Kim Nio dan ayah Lie Siu Lan adalah si iblis penyebar maut!
Lie Hui Houw masih terdiam tidak bersuara meskipun langkah kakinya sudah mengikuti perjalanan biarawati yang muda usia itu sedangkan didalam hatinya dia harus memikirkan sekali lagi tentang perbuatan si iblis penyebar maut, terhadap Lie Kim Nio dan Lie Siu Lan, sebab selama menunggu berita dari si 'macan terbang' Lie Hui Houw, maka Lie Kim Nio bersama anak daranya dan si bocah anaknya Lie Sun Houw mendiami rumah diatas bukit Tsin nia, bagian dari gunung Tsin san yang besar dan luas.
Rumah itu adalah tempat Lie Kim Nio menyendiri dan memperdalam ilmu, sehingga disekitar tempat itu tidak terdapat rumah lain orang.
Di pihak Lie Siu Lan, dara manja itu merasa sangat girang dapat bertemu dan berkumpul dengan ibunya, sehingga lambat laun dia dapat melupakan kesedihannya karena tewasnya kakeknya, atau ayahnya Lie Kim Nio.
Akan tetapi satu hal yang masih disesalkan oleh Lie Siu Lan sampai saat itu dia belum bertemu dengan ayahnya, sebab menurut kata ibunya; sang ayah itu sudah binasa dalam satu pertempuran melawan si iblis penyebar maut! Memang, pada mulanya kedua ibu dan anak itu agak canggung, terlebih dipihak Lie Siu Lan; sebab dia bertemu dengan ibunya setelah dia berusia remaja. Akan tetapi, mereka berdua dengan cepat dapat saling menyesuaikan diri, dan Lie Kim Nio melatih ilmu silat anak daranya, karena katanya Lie Siu Lan bertekad hendak mencari balas terhadap si iblis penyebar maut yang telah membinasakan ayahnya.
Menurut kata ibunya sang ayah bernama Ong Kun Bie, sehingga Siu Lan lalu mengganti marga Lie dengan marga Ong, dan seterusnya dia menganggap bernama Ong Siu Lan.
Pada saat dia berada seorang diri, sering kali Siu Lan membayangkan ayahnya; bahwa sang ayah itu bertubuh kokoh kuat, memiliki ilmu silat yang mahir seperti si 'macan terbang" Lie Hui Houw.
Dengan si 'macan terbang" Lie Hui Houw sebenarnya Siu Lan harus menyebut paman, akan tetapi waktu dia melihat usia Lie Hui Houw tidak selisih banyak dengan umurnya maka Siu Lan yang biasa bersikap manja tidak mau menyebut paman sebaliknya dia memakai istilah piauwko atau kakak misan.
Wajah muka yang tampan dan sikap perkasa dari sang kakak misan itu, sering kali mengganggu hati Siu Lan yang sedang membara sebagai seorang dara remaja; sehingga dara manja itu kadang kadang membayangkan betapa akan serasi bila bersama si macan terbang Lie Hui Houw menjelajah dan menjagoi dikalangan rimba persilatan, membikin orang banyak menjadi kagum dan iri hati dengan pasangan pendekar muda yang gagah perkasa itu, yang satu cantik dan yang satu tampan!
"Akan tetapi, mungkinkah aku menjadi pacarnya Lie piauwko" Sayang, sungguh sayang. Mengapa Lie Hui Houw itu menjadi kakak misanku..."'' berulangkali dara manja itu berpikir dan berkata seorang diri.
Dan hari itu, untuk yang kesekian kali Siu Lan ditinggal seorang diri, sebab ibunya dan si bocah sedang pergi ke dusun terdekat hendak membeli persediaan bahan pangan.
Seorang diri Siu Lan terbenam daIam lamunannya; dan seorang diri dia melatih ilmu silat sampai mendadak dia dikejutkan dengan suara orang laki laki yang memberikan pujian.
Siu Lan menunda latihannya dan mengawasi laki laki yang bersuara memuji dia. Seorang laki laki yang masih asing buat dia, seorang laki laki dengan kulit muka agak hitam akan tetapi bertubuh agak tinggi kokoh, berusia kira kira sudah 30 tahun lebih yang pada saat itu sedang mengawasi dia dengan perlihatkan senyum, suatu senyum ramah tidak mengandung rasa permusuhan.
Jilid 10 SETELAH cukup lama mengawasi. maka datang rasa tidak puas didalam hati dara manja itu. Tidak puas terhadap laki laki asing itu yang dia anggap tidak sopan. karena mengintai dia yang sedang berlatih ilmu silat.
"Siapa kau dan siapa pula yang memberikan idzin kau datang disini...?" tegur dara manja itu tanpa dia mendekati laki laki yang masih asing bagi dia.
"Ha ha ha....!" laki laki itu tertawa. yang sudah tentu membikin Siu Lan jadi marah. akan tetapi laki laki itu menyambung bicara selagi Siu Lan belum sempat mengucap apa apa :"aku datang dari tempat yang jauh. sengaja aku mendaki bukit Tsin nia dan sengaja aku mencari kau. Sekarang aku lihat kau pandai ilmu silat. akan tetapi sayang sekali ilmu yang kau miliki itu adalah ilmu murahan yang tiada arti dan manfaatnya..."
"Kurang ajar ! kau mengoceh dan mencela aku. Mari. kau maju sedikit dan aku akan serang kau....!" maki dara manja itu yang tidak dapat membendung marahnya.
"Ha ha ha." tawa lagi laki laki itu sambil dia melangkah mendekati. dan suara tawanya itu mendatangkan rasa gentar bagi Siu Lan padahal laki laki itu tertawa wajar; tidak menggertak dan tidak menyeramkan suara tawanya.
"Cukup ! Selangkah lagi kau maju. akan kuserang kau....!" dara manja itu berteriak dan tabahkan hatinya.
"Aku justeru menghendaki kau serang aku." sahut laki laki asing itu. dan lagi lagi dia masih tetap menyertai suara tawanya; dan dia tetap tertawa meskipun dia harus berkelit menghindar dari tikaman pedang Siu Lan dan dia bahkan tidak selalu berkelit menghindar. akan tetapi dia mendorong punggung Siu Lan memakai telapak tangan kirinya; mendorong perlahan akan tetapi mengakibatkan Siu Lan terjerumus hampir jatuh.
"Nah. kau lihat ! tidak ada gunanya kau memiliki ilmu silat itu. Kau tentu sudah tewas kalau aku memukul keras keras. Ha ha-ha... !"
"Tutup mulutmu. kau laki laki bau" !" seru dara manja itu sambil sekali lagi dia menikam. bahkan menikam dengan mengerahkan tenaga. menggunakan jurus 'ular betina keluar dari liang' dan sebagai akibatnya dia terjerumus jatuh. padahal laki laki itu hanya berkelit menghindar tidak mendorong memakai tangannya.
Siu Lan merangkak bangun dan berdiri. Mukanya kotor mengakibatkan laki laki itu jadi tertawa lagi; sedangkan Siu Lan bagaikan harimau luka telah melakukan penyerangan lagi menikam mengarah jantung laki laki itu.
Akan tetapi hanya dengan sentilan jari tangannya pedang Siu Lan terlempar jatuh. dan pada gerak berikutnya laki laki itu berhasil merangkul tubuh Siu Lan yang ramping.
"Anakku. aku girang melihat kau. Kau cantik dan kau gagah. He ! tunggu dulu; aku ayahmu jangan kau pukul aku..!"
Meskipun dia sedang dirangkul akan tetapi sepasang tangan Siu Lan bebas tidak dipegang. Dia hendak memukul muka laki laki itu. waktu tiba tiba dia mendengar kata kata 'ayah".
( ayah.. ") bisik dia didalam hati !
"Ayah. ?" dia mengulang dengan suara perlahan.
"Ya. aku ayahmu. Aku ayahmu yang tentunya kau belum pernah lihat."
"Akan tetapi. ibu mengatakan ayah sudah binasa dalam pertempuran melawan si iblis penyebar maut.."
"Ha ha ha ! ibumu mungkin hanya mendengar berita tanpa dia mengetahui keadaan yang sebenarnya padahal belasan tahun aku mencari kau dan mencari ibumu."
"Siapa nama kau kalau kau mengaku sebagai ayahku ?" tiba-tiba tanya Siu Lan bagaikan dia merasa curiga.
"Ha ha ha! masa ibumu tak pernah mengatakan nama ayahmu?" lelaki itu berkata secara bergurau.
"Kata ibu nama ayah adalah Ong Koan Bie."
"Nah itulah namaku."
Cuma sejenak Siu Lan masih kelihatan seperti ragu ragu setelah itu :
"Oh ayah !" dan Siu Lan merangkul lelaki yang mengaku jadi ayahnya dan yang masih merangkul dia.
"Anak kau sudah besar dan kau cantik sekali."
"Ayah oh ayah." dan Siu Lan mengalirkan air mata merasa girang.
"Eh. jangan kau menangis. Seorang dara perkasa tidak boleh menangis. Akan tetapi tadi kulihat ilmu silatmu."
"Ilmu silat murahan yang tiada artinya. itukah yang ayah katakan tadi. bukan" Nah. sekarang aku mempunyai ayah yang tinggi ilmunya. Aku mau belajar." sahut Siu Lan yang kembali jadi berlaku manja.
"Ha ha ha! kau benar benar anak yang manis. anak yang manja. Mari kuajarkan kau."
Dan Siu Lan mendapat pelajaran ilmu silat dari ayahnya itu. Dia berlaku giat penuh semangat. Dia bahkan tidak perduli sudah puluhan kali dia terjatuh dan dia bangun lagi dan bangun lagi untuk mengulang pelajaran yang dia peroleh. sehingga dia tidak melihat kalau ibunya pulang dengan diantar oleh seorang laki laki yang memanggul barang belanjaan ibunya.
"Siu Lan. kau berhenti dulu. mari aku perkenalkan kau dengan seseorang?" seru ibunya. namun Lie Kim Nio jadi berdiri terpesona waktu dia melihat anaknya tidak berlatih sendirian.
"Ibu...." seru Siu Lan sambil dia berlari mendekati ibunya."Ibu..."
"Tunggu aku ingin kau berkenalan dulu dengan seseorang..." dan sang ibu memegang sebelah lengan laki laki yang membawakan barang-belanjaannya yang waktu itu sudah diturunkan dari bagian punggungnya; dan Lie Kim Nio menambahkan perkataannya yang ditujukan kepada anak-daranya:
". inilah ayahmu..."
"Ayah.?" ulang Siu Lan tak terasa dan hampir pingsan waktu dia mendengar ibunya memperkenalkan dia dengan seorang laki laki lain yang dikatakan menjadi ayahnya sebab dia justeru hendak memberitahukan ibunya bahwa dia telah kedatangan ayahnya.
".... ayah. ?" sekali lagi ulang Siu Lan bagaikan tak percaya dengan yang didengarnya; sementara mukanya kelihatan pucat sekali.
"Ya. ayahmu..." ulang Lie Kim Nio sementara matanya sempat melirik pada laki-laki yang tadi berlatih ilmu silat dengan Siu Lan. yang dia tidak kenal akan tetapi waktu itu sedang mendekati dia :
"Kim Nio..." laki laki itu menyapa lembut perlahan. dan dia menghentikan langkah lakinya tidak terpisah jauh dari Kim Nio berdiri; dan keduanya saling berhadapan; saling mengawasi.
"Siapa kau " Kau siapa...." tanya Kim Nio mulai gugup karena heran. sebab laki laki itu yang mengetahui dan menyebut namanya; dan nada suara laki laki itu terdengar lembut mesra.
"Ibu. dialah ayahku...." Siu Lan yang nyela bicara. mendahulukan laki laki yang belum dikenal oleh Kim Nio. dan naluri hati Siu Lan mengatakan pasti telah terjadi sesuatu sehingga tiba tiba dara manja itu terisak menangis.
"Ayah " Ayahmu " Aku justru datang membawa ayahmu..." tanya Lie Kim Nio bertambah heran bahkan sampai kedua lututnya terasa jadi lemas.
Di lain pihak Ong Koen Bie yang datang bersama sama Lie Kim Nio berdiri diam sambil melihat dan mendengarkan dengan penuh perhatian.
"Benar. Aku adalah ayahnya." sahut lelaki yang masih asing bagi Lie Kim Nio dengan nada suara yang tetap terdengar lembut mesra.
"Bedebah. aku tak kenal dengan kau ! betapa beraninya kau mengakui lain orang !" tiba tiba Lie Kim Nio memaki dan dia bahkan menyiapkan pedangnya; hendak menyerang lelaki itu.
"Ibu tahan !" seru Siu Lan sambil dia menerkam dan memegang tangan ibunya yang memegang pedang.
Dipihak lelaki yang dianggap masih asing bagi Lie Kim Nio sejenak dia terkejut dengan sikap Lie Kim Nio; akan tetapi dilain saat dia berkata lagi :
"Kim Nio. boleh saja kau berkata tidak kenal dengan aku akan tetapi kau tentu tidak melupakan ini..." dan laki laki itu mengeluarkan sebuah kantong kulit yang kecil bentuknya waktu dia mengeluarkan isinya ternyata berupa paku paku 'tok liong teng' atau paku paku naga beracun'.
"Kau! Kau si iblis penyebar maut.. !" seru Lie Kim Nio waktu dia melihat paku paku itu lalu dia mendorong Siu Lan membikin dara manja itu tersungkur jatuh dan dia menikam si iblis penyebar maut.
"Kim Nio sabar dan ingat bahwa Siu Lan adalah anakku. anak kita.." kata si iblis penyebar maut; selagi dia berkelit menyamping nada suaranya tetap terdengar lembut mesra dan sabar.
"Ibu. jangan kau serang ayah." seru Siu Lan sambil dia menangis dan sekali lagi dia mendekati ibunya akan tetapi Kim Nio mengibas dan mengulang serangannya terhadap si iblis penyebar maut !
Di lain pihak sudah enam belas tahun lamanya Ong Koen Bie meninggalkan Lie Kim Nio dan sudah hampir belasan tahun lamanya dia berkelana menjadi tabib mengembara sambil dia mencari istrinya.
Dia pernah pulang akan tetapi dia hanya menemukan sebuah gubuk yang sudah kosong. Dia tak tahu kemana istrinya dan ayah mertuanya pergi dari itu dia berkelana tanpa arah tujuan dengan hati pedih dan rasa rindu ingin bertemu dengan istrinya yang dia tuduh main gila dengan lelaki lain; padahal tuduhan itu belum ada bukti dan kenyataannya.
Dia menyesali diri dengan tindak perbuatannya yang melulu berdasarkan napsu muda yang membara yang telah mengakibatkan rumah tangganya jadi berantakan.
Lalu secara tiba tiba dan secara diluar dugaan dia bertemu dengan istrinya yang sedang berbelanja membawa seorang bocah anaknya Lie Sun Houw.
Suatu pertemuan yang mengharukan kedua pihak setelah sekian lamanya mereka terpisah akan tetapi merupakan suatu pertemuan menggembirakan. Kepada Ong Koen Bie. memang Lie Kim Nio belum menceritakan tentang Siu Lan. sebab dia merasa dia memerlukan waktu yang cukup buat dia menceritakan kepada suaminya itu. Dari itu adalah di luar dugaan bahwa pada hari yang sama si iblis penyebar maut muncul dan mengaku menjadi ayah dari Siu Lan.
Jelas bagi Ong Koen Bie. bahwa tuduhannya dulu terhadap isterinya ternyata sekarang terbukti. Jelas bahwa isterinya dulu telah berlaku serong. menghianati cintanya.
Bagaikan orang tidak sadar tanpa mengucap apa apa Ong Koen Bie memutar tubuh hendak meninggalkan tempat itu. tempat isterinya yang baru dia temui setelah belasan tabun mereka berpisah. namun yang sekarang membawa kenyataan yang pahit. yang hampa bagi dirinya!
Akan tetapi Ong Koen Bie terpaksa harus menunda langkah kakinya sebab Lie Kim Nio mengejar dan sambil terisak menangis Lie Kim Nio menceritakan peristiwa dulu dia mengejar Ong Koen Bie sampai dia kena dibius dan diperkosa oleh si iblis penyebar maut ; yang menghasilkan lahirnya Siu Lan didunia yang penuh noda dan dosa ini !
Sedih dan pilu hati Ong Koen Bie waktu dia mendengarkan pengakuan isterinya. Pengakuan yang diucapkan sambil menangis. sambil berlutut dan sambil merangkul sepasang kakinya. Dia yakin bahwa isterinya tidak membohong dan tidak pernah membohongi dia !
Perlahan dia bergerak membebaskan diri dari rangkulan isterinya. Lalu tiba tiba terdengar pekik suaranya yang panjang; pekik suara yang terdengar begitu memilukan hati namun yang bercampur dendam selama belasan tahun.
Menyusul kemudian tubuhnya Ong Koen Bie bagaikan terbang melayang. hingga sambil menendang si iblis penyebar maut; yang waktu itu sedang dipegang oleh Siu Lan.
Si iblis penyebar maut tersungkur jatuh karena tidak menduga bakal diserang. bahkan Siu Lan ikut terlempar sambil perdengarkan teriakan suara yang nyaring. Geram si iblis penyebar maut sangat menyeramkan. waktu dia melihat Siu Lan tidak segera bangun berdiri. Dia menyusut darah yang keluar dari mulutnya; sebab agaknya dia kena gempur bekas tendangan Ong Koen Bie tadi; dan dia lompat langsung menerkam Ong Koen Bie dengan sepasang tangan terbentang dan jari jari tangan yang membuka lebar. Itulah ilmu 'eng jiauw kang atau tenaga cakar garuda yang menyimpan tenaga dahsyat !
Ong Koen Bie ikut mengerahkan tenaga waktu dia melihat ancaman serangan si iblis penyebar maut.
Dua laki laki yang sama sama mengerahkan tenaga dalam itu saling bentur. telapak tangan si iblis penyebar maut berhasil meraih dada Ong Koen Bie dan melontarkan sejauh yang dia sanggup lakukan. sementara kepalan Ong Koen Bie bersarang didada sebelah kanan si iblis penyebar maut.
Dua lawan itu sama sama memuntahkan darah dari mulut mereka. Ong Koen Bie terjatuh rebah dan si iblis penyebar maut tetap berdiri. meskipun tubuhnya kelihatan bergoyang goyang.
Sekali lagi si iblis penyebar maut hendak melakukan serangan terhadap Ong Koen Bie. akan tetapi dia didahulukan oleh Lie Kim Nio yang menikam memakai pedang.
"Ibu. jangan !" teriak Siu Lan meskipun dia masih terduduk ditanah. dan Lie Kim Nio bagaikan tak mendengar suara anaknya. dan tikaman pedangnya tetap meluncur. mengarah muka si iblis penyebar maut!
Hanya dengan miringkan kepalanya. si iblis penyebar maut nyaris terkena tikaman pedang Lie Kim Nio akan tetapi kepelan tangan kiri Lie Kim Nio tidak disangka oleh si iblis akan memukul dada kanannya. sehingga sekali lagi si iblis penyebar maut kena pukul sampai dia terhuyung; akan tetapi sepasang matanya mengawasi Lie Kim Nio dengan sinar mesra. bukan menyimpan rasa dendam atau marah !
Sementara itu Ong Koen Bie yang sudah berdiri; sempat melihat hasil serangan istrinya. sehingga sekali lagi dia berteriak mengumpulkan sisa tenaganya dan sekali lagi dia menendang mengakibatkan sekali lagi si iblis penyebar maut jadi tersungkur; bahkan dia sampai terjatuh duduk akan tetapi dalam hati masih sempat dia berpikir dan terinsaf dengan tendangan semacam yang dilakukan oleh Ong Koen Bie. suatu ilmu tendangan yang dimiliki oleh Thie ciang Tio Kun Liong; salah seorang musuhnya yang ikut dalam aksi pengganyangan markasnya di dalam kota Hoa lam.
Meluap marahnya si iblis penyebar maut karena teringat dengan sangat banyaknya orang orang yang memusuhi dia. Dia berdiri dengan suatu gerak lompat. lalu sepasang kaki dan tangannya bergerak saling berganti mengerahkan semacam ilmu yang tidak dikenal oleh Ong Koen Bie maupun oleh Lie Kim Nio. sementara tulang tulang si iblis penyebar maut sampai terdengar berbunyi waktu dia mengerahkan tenaganya.
Sekali lagi Ong Koen Bie berteriak dan sekali lagi dia melompat sambil menyerang dengan tendangan geledek; dan sekali ini sebelah tangan si iblis penyebar maut menangkap sebelah kaki Ong Koen Bie yang dipakai untuk menendang sedangkan sebelah tangan lainnya ikut menangkap kaki kiri Ong Koen Bie lalu dengan didulukan oleh pekik teriaknya yang bagaikan hantu kelaparan maka dia membeset tubuhnya Ong Koen Bie yang kemudian dia lemparkan jauh jauh !
Lie Kim Nio berteriak semacam seorang sinting; waktu dia melihat tubuh suaminya beset hampir menjadi dua. sekali lagi dia menerkam sambil dia menikam dengan pedangnya akan tetapi dia berpekik keras sebelum pedangnya mencapai sasaran. dan dia rubuh terguling terkena serangan sebatang piao di tenggorokannya sedangkan si iblis penyebar maut juga terkena sebatang piao lain pada bagian pundak kirinya.
Rupanya Ong Koen Bie tidak segera tewas meskipun tubuhnya dibeset melalui sepasang kakinya.
Pada waktu dia dilemparkan oleh si iblis penyebar maut. sempat dia melontarkan beberapa batang piao yang mengandung larutan bisa racun kearah si iblis penyebar maut. Akan tetapi. diluar dugaannya Lie Kim Nio bergerak menyerang si iblis dan si iblis menyingkir dari ancaman serangan Lie Kim Nio sehingga bekas tempat si iblis diganti oleh Lie Kim Nio yang terkena serangan piao pada bagian tenggorokannya sebaliknya si iblis penyebar maut hanya kena bagian pundak kirinya; akan tetapi si iblis segera merasakan tubuhnya menjadi lemas tidak bertenaga.
Si iblis penyebar maut terkenal sebagai akhli dalam menggunakan berbagai macam larutan bisa racun. dari itu alangkah amat mengecewakan kalau dia sampai dikalahkan oleh barang mainannya sendiri!
Dia hanya perlu menelan sebutir obat pulung bikinannya sendiri. dan hilang sudah rasa nyeri dan lemas yang menyerang dia. Akan tetapi. sukar buat dia menghilangkan rasa nyeri pada hatinya. waktu dia melihat anak daranya sedang menangisi ibunya.
Bagaikan diperintahkan oleh naluri hatinya; si iblis penyebar maut yang memang masih terduduk; segera merangkak mendekati tempat Siu Lan dan Siu Lan yang melihat keadaan ayahnya; cepat cepat merangkul dan berkata sambil dia masih tetap menangis:
"Ayah. oh ayah. apakah kau juga bakal mati.... ?"
Ada butir butir air mata yang ikut mengalir keluar dari sepasang mata si iblis penyebar maut waktu dia melihat dan mendengar perkataan anak daranya itu :
"Tidak. anakku sayang. saya tidak akan mati...." sahut si iblis penyebar maut dengan suara yang lemah. akan tetapi dia memaksakan diri buat memperlihatkan senyumnya. Senyum wajar. senyum haru bercampur girang.
"Ayah. oh ayah. ibu...."
"Anakku. ibumu tewas. Akan tetapi kau Iihat. bukan aku yang membunuhnya......" dan si iblis mengelus atau membelai rambut anaknya. lalu dia berkata lagi :
?"banyak orang orang mengatakan aku kejam. aku ganas dan aku penyebar maut. Akan tetapi. anakku kau lihat. aku berlaku kejam. ganas dan aku menyebar maut terhadap musuh atau orang orang yang memusuhi aku. Tak akan aku menggunakan kekejaman sekiranya aku bukan menghadapi ancaman maut. Dalam pertempuran tadi kalau aku menggunakan senjataku. tidak perlu aku harus mengeluarkan tenaga. dan dia tentu sudah binasa ?"
Si iblis penyebar maut menunjuk kearah mayat Ong Koen Bie dan dia meneruskan perkataannya lagi :
"..berapa banyak orang orang yang berlagak menjadi pendekar ksatrya; membela kaum lemah dengan memusuhi pihak yang kuat. Akan tetapi; apakah benar benar dia melakukan hal hal seperti lagak yang diperlihatkannya itu " Anakku; sayang; dulu aku adalah seorang pengemis. Seorang pengemis bocah yang lemah; dan orang selalu menghina aku. Aku pernah ditendang melulu sebab aku menumpang meneduh dekat pintu rumah seseorang. aku pernah dituduh menjadi mata-mata kaum perampok padahal aku tak tahu apa arti kata mata-mata. Pokoknya terlalu banyak penghinaan terlalu banyak penderitaan yang aku hadapi dan alami dari orang-orang yang merasa dirinya kuat. Dan disaat aku sadari menjadi dewasa sudah memiliki ilmu mereka lari dan mereka umpatkan diri sambil mereka berteriak memaki aku sebagai iblis penyebar maut."
"Ayah." Siu Lan mengeluh; akan tetapi si iblis penyebar maut menyambung bicara ;
"Dari itu anakku; marilah kau ikut aku. Jangan perdulikan orang orang sinting yang mengatakan si iblis penyebar maut yang ganas dan yang kejam. Kau perlu belajar ilmu buat memperkuat dirimu buat bekal dihari kemudian. Satu pesanku janganlah kau percaya yang mengaku menjadi sahabatmu. Anggaplah semua ini palsu belaka dan anggaplah semua orang sebagai musuh yang setiap waktu dapat menghina bahkan membunuh kau." Dan waktu si 'macan terbang' Lie Hui Houw berdua Kanglam hiap Ong Tiong kun tiba di bukit Tsin nia mereka hanya menemukan mayat mayat Ong Koen Bie berdua Lie Kim Nio dan dendam mereka terhadap si iblis penyebar maut menjadi kian bertambah sebab mereka menduga mayat mayat itu pasti adalah korban keganasan si iblis yang berhasil menyebar maut. sebelum mereka keburu datang.
Mereka kehilangan dara manja Siu Lan dan si bocah anaknya Lie Sun Houw. yang mereka anggap tentu sudah dibawa oleh si iblis penyebar maut. padahal si bocah anaknya Lie Sun Houw sudah mulai menangis waktu pertempuran mulai terjadi. menangis sambil berangsur angsur menjauhi diri dari tempat pertempuran karena dia ketakutan sampai kemudian dia berlari lari menyusuri gunung Tsin san. tanpa ada seseorang yang perhatikan dia.
"Tunggu....!" tiba tiba seru Cie-in suthay yang menghentikan langkah kaki secara mendadak. dan waktu itu mereka sudah berada disuatu perkampungan dekat kota Lan kiao tin.
'Kau perhatikan mereka...." kata biarawati yang muda usia itu sambil sepasang matanya mengawasi kesuatu arah; dan waktu Lie Hui Houw ikut mengawasi. maka dia melihat adanya dua orang pemuda dan seorang bocah umur belasan tahun yang kepalanya botak.
Segera jelas bagi Lie Hui Houw bahwa Cie in suthay sedang tertarik perhatiannya dengan sebatang pedang yang dibawa oleh salah seorang dari kedua pemuda itu; sebab pedang itu adalah pedang Ceng liong kiam yang menjadi barang pusaka dari persekutuan Ceng liong pang !
Oleh karena itu. maka si 'macan terbang' Lie Hui Houw ikut menjadi terpesona. sampai dia tidak mengucap sesuatu perkataan. dan biarawati yang muda usia itu yang berkata lagi:
"Lekas kita ikuti mereka...." demikian kata Cie in suthay yang segera mendahulukan melangkahkan kakinya buat mengikuti orang orang itu. dan si 'macan terbang' Lie Hui Houw cepat cepat bergegas sambil didalam hati dia bertanya tanya entah siapa gerangan ketiga orang orang itu. terutama yang memegang pedang Ceng liong kiam.
ooo ):( dwkzOhnd ).(;coo
KOTA Kun beng merupakan kota yang cukup besar dan ramai suasananya. Ada beberapa rumah makan yang besar ditambah dengan puluhan warung warung nasi yang berceceran sampai dipelosok kota. dan terdapat juga beberapa rumah penginapan yang banyak tamunya berupa kaum pelancong yang terdiri dari para pedagang maupun orang orang gagah dari kalangan rimba persilatan yang biasa melakukan perantauan.
Ada seorang gelandangan yang masih muda usianya. seorang perempuan. Kulit mukanya hitam mehong kayak kucing garong. penuh debu yang sudah berkarat menjadi tanah juga pada sepasang lengan dan tangannya. Pakaiannya yang serba ringkas ketat; kelihatan banyak yang robek kecil dibeberapa tempat yang belum dia jahit atau tambal. sehingga kelihatan kulit tubuhnya yang juga banyak kena debu yang sudah berkarat.
Sudah tiga hari dia keluyuran didalam kota Kun beng. tanpa orang tahu dari mana ia datang karena memang tidak ada orang yang mau menghiraukan. apalagi untuk menanyakan. Dia keluyuran seorang diri tanpa teman. Kadang kadang orang menemukan dia sedang mengorek ngorek tempat sampah mencari sisa sisa makanan yang langsung dia kunyah dan telan kalau sudah dia temukan. dan kadang kadang orang melihat dia keluyuran dibeberapa bagian kota Kun beng yang sedang ramai dengan orang orang yang berlalu lintas. dimana dia meneliti hampir setiap laki laki muda yang dia temui. terlebih kalau dia tahu laki laki muda itu bermuka tampan serta berpakaian seperti orang orang gagah dari kaum rimba persilatan.
Akan tetapi. baik orang orang yang dia teliti maupun orang orang yang sedang melihat lagak perempuan gelandangan itu; semuanya menganggap bahwa perempuan gelandangan itu adalah seorang sinting yang tidak perlu dihiraukan. terlebih mereka takut kena dimaki atau kena digebuk. sebab perempuan gelandangan itu membawa bawa sebatang kayu yang cukup tebal dan yang dia pakai menjadi semacam tongkat. meskipun langkah kakinya tidak pincang sehingga tidak ada perlunya dia memakai tongkat.
Perempuan gelandangan itu memiliki sebuah kuil tua buat tempat dia bermalam. Kuil tua yang sudah kosong tidak ada penghuninya dan tidak ada perabotannya bahkan tidak ada orang orang gelandangan lain yang menempati. sebab letak kuil tua itu disudut kota yang sunyi sehingga agak jauh buat kaum gelandangan melakukan tugas sehari hari. yakni tugas keluyuran buat mencari sisa sisa makanan atau melakukan kesibukan masing masing yang sudah biasa mereka lakukan.
Berlainan adalah dengan perempuan gelandangan yang masih berusia muda itu. Dia justru menghendaki tempat yang menyendiri. dari itu dia memilih kuil tua yang sudah kosong itu. tanpa menghiraukan kalau malam hari tempat itu kelihatan gelap menyeramkan. terlebih perempuan gelandangan itu tidak memasang api sebagai alat penerang.
Petang itu. dia pulang ketempat dia biasa bermalam agak siang dari biasanya; karena dia merasa badannya agak tidak sehat. Dia berhenti sejenak waktu tiba tiba dia melihat adanya seorang bocah gelandangan yang sedang kencing menghadap tembok halaman kuil.
Bocah gelandangan itu kencing seenaknya; dan bocah gelandangan yang usianya kira kira sudah dua belas tahun itu menjadi agak terkejut waktu dia melihat kehadirannya orang lain ditempat yang sunyi itu. Si bocah yang botak kepalanya membalik tubuhnya; kencingnya belum habis keluar; sehingga sempat perempuan gelandangan itu melihat tempat sembur air kencing itu keluar; dan muka perempuan gelandangan itu kelihatan menjadi kemerah merahan mungkin merasa malu. namun pandangan matanya tak mau lepas dari tempat yang dilihatnya; sedangkan pikirannya entah kemana merantau bagaikan dia sedang mengingat ingat sesuatu kejadian tempo dulu.
Nurseta Satria Karang Tirta 8 Istana Kumala Putih Karya O P A Peristiwa Burung Kenari 4
^