Pencarian

Pendekar Pedang Sakti 13

Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar ( Bwee Hoa Kiam Hiap ) Karya Liong Pei Yen Bagian 13


pergerakan kaki pemuda kita ini, kemudian ia lalu berkata :
"Benar saja pergerakan ini sangat hebat dan langka, dan
Tay Yan Sin Kiam-mu juga coba kau ulangi sekali lagi
untuk kuperiksa."
Lie Siauw Hiong tanpa berpikir lagi lalu keluarkan tipu
'Hong-seng-put-sip' (gerakan tidak putus-putusnya) dan
'Hui-hong-coan-ciat' (memutari puncak gunung mengarah
jalan yang lurus), semuanya ada sepuluh jurus, tapi setelah
mengalami perubahan maka jumlahnya menjadi lima puluh
babak (jurus). Bwee San Bin sangat memperhatikan sekali atas
permainan dua macam pelajaran yang langka dan ajaib dari
Lie Siauw Hiong ini, kemudian barulah dia memberi
komentarnya : "Apakah kau sudah berusaha untuk
mempersatukan kedua pelajaran yang sangat luar biasa itu,
sehingga kakimu boleh bergerak dengan tipu 'Kit Mo Pouw
Hoat', sedangkan tanganmu boleh menyerang dengan
dengan 'Tay Yan Kiam Sek' ?"
Bwee San Bin sesunguhnya tepat sekali bila disebut
sebagai leluhurnya dari ahli silat, karena begitu dia berkata,
lantas dia dapat menunjukkan keluarbiasaannya, hal mana
telah membuat Lie Siauw Hiong menjadi sadar, hingga
dengan sekonyong-konyong perasaannya yang tertekan
selama ini, kini sudah terbuka sama sekali, maka dengan
girang sekali dia lalu berkata : "Oh, benar sekali !" Setelah
berkata begitu, diapun lalu memikirkan tindakan yang akan
diambilnya selanjutnya.
Bwee San Bin yang menampak Lie Siauw Hiong mudah
menerima ajarannya, hatinyapun menjadi sangat girang
sekali, maka dipun tidak ingin mengganggu pada pemuda
kita ini terlebih jauh pula dan lalu berjalan masuk
kekamarnya sendiri, karena dia ingin melihat, apakah
pedang Bwee Hiang Kiam-nya yang tengah dia buat itu
sudah rampung atau belum "
Pedang Bwee Hiang Kiam ini boleh dikatakan salah satu
pedang yang langka sekali didunia ini, ditambah lagi
dengan olahannya yang terjadi dari campuran 'Pohon
bambu merah yang sudah ribuan tahun taunya', maka
kehebatannyapun dapat dikira-kirakan sendiri.
Chit-biauw-sin-kun
terus menunggu disamping dapurnya, terus dia menantikan sampai hari menjadi
malam, barulah pedang Bwee Hiang Kiam-nya dikeluarkannya dari dapur peleburan, dan diwaktu dia
berjalan keluar dari dapurnya, dia lihat si pemuda kita
tengah berdiri diruangan tengah, tangannya digerak-
gerakkan dalam jurus-jurus ilmu pedang, hingga hati Bwee
San Bin tergerak seketika, karena diapun mengetahui,
bahwa Lie Siauw Hiong telah dapat menciptakan sesuatu
ilmu yang luar biasa agaknya.
Setelah berselang sejurus lamanya, tampaknya dia tidak
bergerak pula, Bwee San Bin segera mengetahui, bahwa si
pemuda ini pasti tengah menghadapi sesuatu kesukaran
agaknya. Begitulah setelah Lie Siauw Hiong berulang-ulang
telah mencobanya sebanyak sembilan kali, barulah dia
dapat mengerti dengan jelas, dan sambil menengadahkan
kepalanya, dia melihat Bwee Siok-sioknya tengah berdiri
disampingnya, dan tatkala baru saja dia ingin memberi
hormat, sekonyong-konyong
Bwee Siok-sioknya melemparkan sebilah pedang panjang kepadanya.
Lie Siauw Hiong tanpa banyak berpikir lagi lalu
menyambuti pedang panjang tersebut, yang lalu dimainkannya dengan jurus-jurus yang dia baru pahami
tadi. Pada saat itu hanya kelihatan sinar pedang bergulung-
gulung, pergerakan kakinya sangat lincah dan gesit,
ternyata benar saja dia telah mengalami kemajuan yang
demikian pesatnya.
Begitulah Lie Siauw Hiong mengulangi latihannya,
semakin lama dia berlatih semakin paham dan matang
begitu pedangnya disabetkan dengan miring, lantas angin
yang keluar dari pedangnya itu menyampok dan
menyamber dengan kerasnya, hingga Bwee San Bin sendiri
yang sudah sangat tinggi sekali tenaga-dalamnya dahulu,
ketika menerima samberan angin pedang pemuda kita tidak
terasa lagi diapun berteriak kegirangan atas sukses yang
diperoleh muridnya ini.
Setelah dia memainkan ilmu pedangnya empat kali,
barulah ia berhenti, Bwee Siok-sioknya yang menyaksikan
dari samping, tidak putus-putusnya menunjukkan senyumannya, suatu tanda bahwa hatinya sangat puas,
kemudian dengan suara yang menghormat sekali dia buru-
buru berkata : "Bwee Siok-siok, kedua pelajaran ini setelah
dipersatukan, benar saja keangkerannya bertambah dahsyat,
sekarang ditambah lagi dengan pedang istimewa ini, maka
apakah artinya lagi pedang kelima ahli silat dari lima partai
itu ?" Bwee San Bin menganggukkan kepalanya dan lalu
berkata : "Kau telah berlatih satu harian lamanya, pergilah
kau sekarang lekas makan !"
Sehabis makan, Bwee San Bin lalu menanyakan pada Lie
Siauw Hiong tentang kejadian yang dialaminya selama hari-
hari belakangan ini, atas mana ia lalu menerangkan tentang
pertemuannya yang kedua kalinya dengan saudara she
Kim, dan juga diapun sekalian memberitahukan maksudnya untuk pergi ke Ouw Lam.
Bwee San Bin tentu saja memuji atas semangatnya yang
bergolak-golak itu, dan setelah beristirahat satu malam,
begitu pagi menyingsing diapun bersiap-siap untuk
berangkat. Lie Siauw Hiong yang baru saja kembali kerumah satu
hari lamanya, diapun sudah ingin pergi ketempat yang jauh
pula, tidak terasa lagi hatinya menjadi agak tidak tega
meninggalkan orang tua itu, sedang Bwee San Bin yang
menampak perasaannya itu, hanya tersenyum simpul dan
lalu dia memberikan pedang 'Bwee Hiang'-nya dan
diselipkan dibebokongnya Lie Siauw Hiong sambil
berpesan : "Pedang ini telah mengikuti aku mengembara ke
Kang Lam dan Kang Pak selama duapuluh tahun lamanya,
entah sudah menewaskan berapa banyak orang jahat, dan
hari ini diapun akan turut pula denganmu mengembara
dikalangan rimba persilatan, maka dengan sendirinya kau
harus menjaga nama baiknya 'Chit-biauw-sin-kun',
seharusnya kaupun mesti membalas sakit hati orang tuamu,
dan akupun berpendapat yang 'Hay-thian-siang-sat'-pun
akan menerima kebinasaannya dalam ancaman pedang
ini." Perkataan yang merupakan wejangan dari Bwee San Bin
ini telah membangkitkan semangat Lie Siauw Hiong,
hingga pemuda itu merasakan, bahwa tanggung jawab yang
diserahkan kepadanya itu cukup berat, namun demikian
diapun menerimanya dengan segala senang dihati.
Setelah menerima pedang pusaka gurunya, Bwee San
Bin berkata pula : "Anak laki-lakinya Tan-kiam-toan-hun
mati hidupnya belum ada kepastiannya, bila kau
mempunyai waktu yang luang, kaupun boleh sekalian
menyerep-nyerepinya, dengan kepandaianmu yang dimiliki
sekarang, sudah boleh dikatakan kau telah dapat
melampaui kepandaianku waktu dahulu aku merantau
dikalangan Kang-ouw, dan sekarang kaupun tidak usah
pula meminjam atau menyamar memakai namaku lagi, tak
usah pula kau menonjolkan diri dengan tindak-tandukmu
seperti Chit-biauw-sin-kun pula, aku yakin bahwa kau pasti
akan dapat menjaga nama baikmu."
Begitulah setelah bercakap-cakap secara singkat, Lie
Siauw Hiong pun lalu meminta diri.
Pada saat itu salju sudah berhenti turun, langit terang
dan berwarna biru, matahari memancarkan sinarnya yang
gilang-gemilang, begitulah ditempat yang liar dan tidak
banyak jumlah penduduknya ini, Lie Siauw Hiong
kemudian mempergunakan ilmu membentangkan Keng-
Sin-Kang (meringankan tubub) dan berlari-lari pesat sekali
menuju ke Bin Kang. Salju ditanah belum lagi lumer
seluruhnya dan masih dapat dilihat bayangan pemuda kita
yang berbentuk panjang sekali, mengikuti larinya si
pemuda, hingga diatas salju berpeta segaris warna hitam
yang dengan cepatnya berlari lewat.
(Oo-dwkz-oO) Sungai Bin Kang termasuk satu jurusan dengan
mengalirnya sungai Tiang Kang, setelah mengalami
perubahan yang beribu-ribu tahun lamanya, maka sungai
ini berubah menjadi dua, dan See Liong Peng ini terpisah
dengan sungai Bin Kang tidak berapa jauh dan hanya
terpisah berapa puluh lie saja.
Lie Siauw Hiong yang berlari dengan pesatnya, tidak
lama kemudian telah menampak muara sungai itu
dihadapannya, dipinggir pantai itu banyak sekali orang-
orang yang hendak berlalu lalang, menampak banyak orang
disitu, maka Lie Siauw Hiong pun menghentikan larinya
dan dia hanya berjalan dengan perlahan-lahan saja.
Pada saat itu dipinggir pantai sudah penuh dengan
manusia yang hendak menyeberangi sungai, dan dipinggir
pantai perahu berderet-deret berlabuh disitu menunggu
muatan, dipangkalan tersebut banyak sekali para saudagar
dan orang-orang yang hendak naik maupun mengangkut
barang-barangnya dengan menggunakan perahu tersebut.
Suasana disitu ramai sekali.
Pelabuhan tersebut sebenarnya tidak terlalu ramai, tapi
waktu orang-orang hendak menyeberangkan muatannya
pada hari-hari tertentu, maka suasana disitu pun berubah
menjadi sangat ramai sekali, dan saking ramainya disitu,
maka orangpun pada berisik sekali saling bercakap-cakap.
Begitu Lie Siauw Hiong menghampiri ketepi pantai, maka
terdengarlah itu sudah disambut oleh awak perahu, lalu Lie
Siauw Hiong bertanya : "Apakah perahumu ini ingin
menyeberangkan orang, dan ingin pergi ke Sam Kiap ?"
Pemilik perahu tersebut menjawab : "Benar," dan diapun
mempersilahkan pemuda kita menaiki perahunya.
Tidak sampai sepeminuman teh lamanya, maka perahu
tersebutpun sudah bersiap-siap untuk berangkat. Pemilik
perahu tersebut lalu membuka tambatan perahunya, dan
sambil mencekal galah yang panjang sebagai pengayuh, dia
lalu jalankan perahunya mengikuti aliran sungai itu.
Lie Siauw Hiong lalu memandang pada sungai Tiang
Kang, dia hanya melihat sungai tersebut sangat tenang
sekali, dan saking luasnya sungai tersebut, sehingga tidak
kelihatan tepinya, kemudian waktu dia menoleh dan
melihat pada sungai Bin Kang, dia lihat sungai tersebut
hanya merupakan satu garis yang sangat kecil sekali, dan
jika dibandingkan dengan sungai Tiang Kang, entah berapa
jauh bedanya. Perahu yang berlayar mengikuti aliran sungai, lajunya
tidak terlampau pesat, pun tidak terlampau lambat, pemilik
perahu tersebut dengan tenangnya dapat mengendalikan
perahunya dengan baik, sehingga perahunya laju dengan
tetap. Hawa udara pada saat itu masih tetap dingin, para
penumpang pada berkumpul digeladak perahu, tapi Lie
Siauw Hiong yang ingin memandang keindahan alam, dia
menyendiri berdiri dikepala perahu.
Angin sungai mulai berhembus maju, demikian juga
perahu tersebutpun melaju lebih pesat lagi, dan tidak
sampai sepemakan nasi, ia sudah berlayar melalui sepuluh
lie jauhnya. Didepan terdapat Ceng Liong Tan yang
terkenal. Ceng Liong Tan ini adalah nama tempat yang
penuh bahaya, sejak dahulu sampai sekarang tempat
tersebut entah sudah makan berapa banyak perahu sehingga
para penumpangnya pada binasa, dan pemilik perahu yang
tadi berlaku ayal-ayalan, sampai disini tidak berani berlaku
lengah pula, buru-buru dia berdiri dan diapun menyuruh
para penumpangnya membawa barang-barangnya kedalam
ruangan perahu, untuk mencegah perahu tersebut agar tidak
terbalik. Air sungai mengalir semakin deras lajunya, sedangkan
perahunya bertambah pesat saja, seolah-olah terlepasnya
anak panah dari busurnya saja layaknya.
Ceng Liong Tan sudah tampak didepan mata mereka.
Tatkala jaraknya sudah dekat sekali dengan tempat itu,
pemilik perahu itu sambil berteriak keras, pengayuhnya lalu
dikerahkan ketimur, galahnya ditolakkan kebarat, begitulah
dalam waktu yang pendek dia sudah menjadi sangat sibuk


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar ( Bwee Hoa Kiam Hiap ) Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekali dalam hal mengendalikan perahunya ini, karena
disitu banyak sekali terdapat batu-batu cadas yang pada
menonjol disana-sini, hingga disamping itu airpun
berpusing dengan derasnya.
Ditengah-tengah perjalanan mereka tempatnya sangat
sempit sekali, batu-batu cadas tampak menonjol disana-sini,
setelah mereka dapat melewati tempat itu dan dapat maju
terus bolehlah mereka bernapas agak lega sedikit.
Kemudian pemilik perahu tersebut berteriak pula pada
para penumpangnya : "Didepan kita lagi-lagi akan
menjumpai tempat yang lebih berbahaya lagi, harap kalian
berlaku tenang dan jangan sekali-kali berlaku panik tidak
keruan." Baru saja dia habis mengucapkan perkataannya ini,
sekonyong-konyong dari tepi pantai terdengar ada orang
yang berteriak : "Hei, pemilik perahu, aku ingin turut
bersama menyeberangi sungai !"
Mendengar suara teriakan tersebut, pemilik perahu itu
lalu menolehkan kepalanya kepantai dan dia nampak dalam
jarak enam tombak jauhnya ditepi pantai ada seseorang
yang sedang memanggil-manggil kepadanya.
Matanya Lie Siauw Hiong sungguh tajam sekali, dengan
sepintas lalu saja diapun sudah melihat jelas orang yang
memanggil tukang perahu itu, usianya ditaksir antara empat
puluh lima atau empat puluh enam tahun, dia berpakaian
sembarangan saja, mukanya penuh berewok, sedangkan
badannya mengenakan pakaian sebagai anak sekolahan.
Tukang perahu lalu menjawab sambil berteriak : "Orang-
orang yang menyeberangi sungai sudah penuh sesak,
bagaimana dapat ditambah dengan satu orang lagi"
Didepan adalah tempat paling berbahaya sekali dan akan
segera dilalui .."."
Tapi orang tersebut lalu berteriak pula : "Aku hanya
seorang diri saja, juga tidak membawa barang bawaan apa-
apa !" Tukang perahu tersebut tampak tidak sabaran sekali,
diapun balas berteriak : "Apakah kau tidak bisa melihat
sendiri, kini kita tengah diancam oleh bahaya maut ?"
Sehabis berkata begitu lalu perahu itu melaju dengan
pesat sekali. Lie Siauw Hiong lalu menolehkan kepalanya memandang pada orang tersebut, dan dia lihat orang itu
hanya menunjukkan senyuman dingin saja.
Air sungai mengalir dengan deras sekali, sehingga perahu
merekapun laju dengan pesat sekali.
Lalu tukang perahu berteriak : "Hati-hati .."."
Lie Siauw Hiong lalu melirikkan matanya memandang,
dan dia lihat ditengah-tengah sungai terdapat sebuah batu
raksasa yang menonjol sangat kokohnya, batu raksasa
tersebut seakan-akan menghadang majunya perahu-perahu,
jika perahu ingin melampauinya, hanya dapat melewat
dengan melalui kedua pinggirannya saja, dan diatas batu
raksasa tersebut terdapat tulisan : 'Bong Go Lay' (Pandang
Kearahku), tiga huruf.
Tiga huruf ini diukir dengan sangat hidupnya dan
bertenaga sekali, seakan-akan huruf tersebut diciptakan oleh
para dewata saja layaknya, tapi ketiga huruf itu entahlah
hendak dimaksudkan apa.
Air sungai mengalir begitu derasnya, seakan-akan bunyi
ribuan kuda yang berlari-lari, waktu air sungai menumbuk
kepada batu raksasa tersebut, maka berhamburanlah air
sungai itu bergulung-gulung merupakan ombak besar.
Gulungan ombak yang diciptakan oleh beradunya air
sungai pada batu itu, cukup untuk menenggelamkan sebuah
perahu yang bagaimanapun besarnya, dan sekalipun Lie
Siauw Hiong sudah memiliki kepandaian yang tinggi,
menyaksikan kebesaran alam ini tidak terasa lagi
hatinyapun menjadi jerih !
Perahu yang mereka naiki sudah terpisah kurang lebih
lima atau enam tombak lagi, dan lajunya perahu itu tidak
berkurang, sekalipun tukang perahu sudah berdaya-upaya
untuk menguranginya.
Tukang perahu itu jadi agak gugup, dan dengan
mengangkat tinggi-tinggi galahnya dia berusaha mengendalikan perahunya.
Lie Siauw Hiong lihat dagingnya tukang perahu penuh
berotot kuat sekali, dan pada saat itu dia tengah sibuk sekali
dalam usahanya mengendalikan perahunya itu.
Perahu itu lajunya memang sudah pesat, ditambah lagi
dengan tambahan pengayuh, hingga seakan-akan perahu
tersebut mau terbang saja layaknya. Justeru tepat pada
waktu itu, Lie Siauw Hiong merasakan bajunya tertiup
angin dan waktu dia balikkan kepalanya memandang, tidak
terasa lagi dia menjadi terperanjat sekali, dan suatu
keajaiban yang tidak mungkin dapat dipercaya oleh
seseorang mendadak muncul dihadapannya, bila tidak
menyaksikan dengan mata kepala sendiri disaat itu.
Orang yang penuh berewokan yang tadi terpisah begitu
jauh dengan tepi pantai, kini sudah berlompat kearah
perahu mereka, hingga pada saat itu para penumpang
lainnya sudah pada bersembunyi didalam perahu dengan
ketakutan setengah mati, sedangkan tukang perahu sedang
memusatkan seluruh perhatiannya kepada perahunya.
Dengan begitu, orang yang memperhatikan kedatangannya
itu, hanya Lie Siauw Hiong saja seorang. Orang tersebut
begitu lincah pergerakannya, hingga dengan sekali
menotolkan saja kakinya, badannya lantas melayang
dengan pesat sekali, maka bila dibandingkan dengan
lajunya perahu yang begitu pesat tampaknya, dia jauh lebih
cepat lagi agaknya. Seketika itu, orang itu telah
menggerakkan kembali sepasang kakinya, badannyapun
mengapung pula setinggi beberapa meter, seakan-akan dia
sengaja ingin mempersulit tukang perahu, karena dengan
melintang badannya, ia menjatuhkan diri dengan melalui
kepala tukang perahu yang memakai topi bambu yang
berdaun lebar itu.
Orang tersebut ternyata mempunyai ilmu meringankan
tubuh yang cukup tinggi. Hal mana, telah dibuktikannya,
ketika ia meluncur dan hinggap dipuncak galah yang
dipergunakan untuk menolak dan menahan perahu oleh si
tukang perahu, ternyata si tukang perahu sama sekali tidak
merasa, bahwa diatas puncak galahnya ada seseorang yang
berdiri. Perahu itu laju dengan pesatnya, dan sekalipun
perahu itu tergoncang-goncang kena damparan ombak, tapi
orang yang berdiri diatas galah tukang perahu itu tidak
bergerak barang sedikitpun, kecuali bagian badannya yang
sebelah atas bergoyang-goyang sedikit untuk mengimbangi
dirinya, hingga tampaknya dia ini sangat tenang sekali.
Pertunjukan tersebut terang memperlihatkan yang dia
sudah tinggi sekali kepandaian Keng-sin-kang-nya,
sampaikan Lie Siauw Hiong yang sudah memiliki
kepandaian tinggi pula, tidak terasa lagi turut merasa
tercengang sekali, apa lagi dengan kecepatan yang pesat
sekali dari lajunya perahu itu, orang tersebut tak dapat juga
dengan tepat jatuh diatas perahu, hingga kepandaiannya ini
boleh dikatakan bukan main hebatnya ! Diam-diam Lie
Siauw Hiong berpikir didalam hatinya : "Orang ini terang
mempunyai kepandaian yang cukup tinggi, cuma satu hal
yang disayangkan ialah, bahwa orang ini terlampau gemar
mempermainkan orang lain, maka teranglah bahwa dia ini
bukannya seorang ksatria sejati. Tampaknya dia sangat
tergesa-gesa sekali memburu perjalanannya, apakah bukan
mustahil diapun seakan-akan ingin memusuhi partai Kay
Pang di Ouw Lam itu " Setelah aku menyaksikan
perbuatannya ini, aku tidak boleh tidak menyelidiki asal-
usulnya terlebih dahulu." Begitu hatinya tergerak, diapun
sudah mempunyai rencana yang akan akan diambilnya
terhadap orang ini.
Dalam waktu yang pendek, perahu itu sudah menjurus
langsung pada batu raksasa itu. Sekonyong-konyong
tampak tukang perahu menggerakkan tenaganya dengan
menggentakkan galahnya, seakan-akan dia hendak menghindarkan tubrukan dengan batu raksasa itu. Dan bila
perahu itu tidak dibelokkan arahnya, niscaya perahu itu
akan hancur lebur karena bertabrakan dengan batu raksasa
tersebut. Lie Siauw Hiong yang menyaksikan keadaan disekitarnya, tidak terasa lagi jadi berteriak tertahan,
sedangkan orang yang tengah mempertunjukkan
kepandaian meringankan tubuhnya dengan berdiri diatas
galah si pemilik perahu, tampaknya diapun belum pernah
berjalan diair, maka waktu menyaksikan keadaan disaat itu,
tidak terasa lagi diapun berteriak pula dengan suara yang
tertahan. Seketika itu juga perahu tersebut telah menjurus pada
batu raksasa yang bertuliskan 'Pandanglah kearahku !' itu.
Badannya sipemilik perahu agak membungkuk untuk
memusatkan kekuatannya pada pengayuhnya, hingga
perahunya itu terus maju kemuka. Dikatakan lambat tapi
ternyata kejadiannya sangat cepat sekali, ternyata gelombang sungai yang tertumbuk pada batu raksasa
tersebut, lantas berpencar kedua jurusan dan perahu itu
yang kena terpukul oleh gelombang sungai menjadi agak
perlahan lajunya, tapi karena kerasnya gelombang sungai
menyentuh tubuh perahu, sehingga ketika perahu itu
mendekat batu raksasa badannya sudah berputar balik, dan
samping perahu itu menyentuh batu raksasa, kemudian
dengan cepat pula perahu itu laju melewati batu raksasa
tersebut dengan amannya.
Tapi karena terlampau kerasnya perahu itu terputar,
maka menyebabkan Lie Siauw Hiong merasa agak pening
kepalanya, bagian sebelah kiri perahu itu menjadi timbul
tenggelam, hingga hampir saja kemasukan air sungai yang
terpisah hanya kurang lebih satu atau dua dim saja lagi,
sedangkan bagian lunas perahu sebelah kanannya sampai
naik melampaui permukaan air saking hebatnya goncangan
tersebut. Andaikata pada saat itu ada barang-barang yang
ditaruh digeladak perahu, maka tidak usah disangsikan lagi,
bahwa barang-barang itu pasti akan terlempar masuk
kedalam sungai.
Sekalipun mengalami goncangan yang sangat hebat ini,
namun penumpang-penumpangnya
tidak berteriak menandakan ketakutan, agaknya mereka sudah terbiasa
oleh pelayaran mereka sehari-hari.
Orang berewokan yang berdiri diatas galah itu merasa
terkejut sekali oleh perubahan yang sekonyong-konyong ini,
karena berat badannya tidak seimbang lagi dan buru-buru
dia melompat turun kegeladak perahu, tapi karena dia
lompat secara tergesa-gesa, maka jatuhnya badannya itu
agak keras sekali menyentuh geladak perahu, sehingga
dengan kontan hampir saja badannya terlempar jatuh
kedalam sungai yang deras mengalirnya.
Sebenarnya setelah dia menaruh kakinya dilantai perahu,
dia bermaksud untuk menggunakan ilmu 'Cian-kin-twi'
untuk memberatkan diri, tapi waktu dia lihat keadaannya
tidak berjalan sebagaimana mestinya, buru-buru badannya
dibungkukkan membentuk seperti busur yang melengkung,
karena dia melakukan tindakannya itu terlampau tergesa-
gesa, lagi pula badannya jatuh begitu keras, sehingga perahu
itu menjadi oleng dan pemilik perahunya terlempar jatuh
kedalam sungai.
Lie Siauw Hiong yang menyaksikan kejadian tersebut
menjadi sangat marah sekali, karena menolong orang
adalah tindakan yang paling utama, maka buru-buru dia
lompat sambil memegang tali temali diatas perahu itu,
kemudian dengan cepatnya badannya melayang dan
dengan cepat dan tepat dia masih dapat menangkap kaki
tukang perahu yang hendak kecebur kedalam sungai, dan
setelah berhasil menangkap kaki tukang perahu itu, Lie
Siauw Hiong lalu melemparkan kembali tubuhnya ketempat
pegang kemudinya.
Sedangkan orang laki-laki berewokan itu nampaknya
mengetahui bahwa dirinya telah membuat onar, maka
dengan terpaku dia berdiri disitu, sedangkan tukang perahu
sendiri karena terkejutnya, mukanya berubah coklat seperti
tanah saja, dan walau bagaimanapun, dia tidak mengetahui


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar ( Bwee Hoa Kiam Hiap ) Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebenarnya dari mana datangnya orang berewokan ini.
Lie Siauw Hiong yang merasa mendongkol lalu
mengeluarkan suara ejekannya, sedangkan didalam hatinya
ketika dia teringat akan sesuatu, marahnya menjadi meluap,
maka sambil duduk dia memandang batu raksasa yang
bertuliskan 'Pandanglah kearahku' tapi dia hanya melihat
air muncrat tinggi sekali, dan disebelah belakang
tampaknya lagi-lagi ada sebuah perahu tengah diancam
bahaya maut. Dalam hatinya dia berpikir : "Untuk menjadi seorang
pengayuh perahu yang cekatan dan sempurna, diperlukan
latihan dan pandangan yang tepat. Maka ambil saja,
misalnya kejadian tadi itu. Bila perahu itu sampai tak
bertolong dan mengarah kedua tepi batu raksasa tadi, maka
bukankah perahu itu akan menjadi hancur lebur tertumbuk
dengan batu raksasa tersebut " Maka jalan aman yang harus
ditempuh, mula-mula adalah terus menjurus kebatu raksasa
itu, tapi pada waktu yang tepat harus dialihkan kedua
pinggiran batu tersebut, sehingga perahu itu dapat dengan
selamat melampauinya. Terhadap batu raksasa itu, memang
cocok sekali jika diberi bertulis 'Pandanglah kearahku',
karena ternyata orang yang telah memberi peringatan
tersebut entah sudah mencucurkan berapa banyak tenaga
dan keringat baru dapat menciptakan tulisan itu, yang
merupakan pedoman seperti juga batu raksasa tersebut
sama fungsinya dengan mercu sinar dilautan bebas yang
penuh dengan batu-batu karang yang tidak tampak dimalam
gelap buta."
Dalam waktu sekejap mata saja sudah ada tiga atau
empat perahu yang telah selamat melampaui tempat itu,
hingga Siauw Hiong yang melihat ketangkasan tukang-
tukang perahu itu, tidak terasa lagi ia merasa agak malu
oleh karenanya.
Selagi pikirannya kacau, perahu itu tak terasa pula sudah
melewati pula jarak sejauh dua puluh lie lebih, dan didepan
mata selat Sam Kiap sudah terlihat dengan nyata,
sedangkan penumpang-penumpang yang lainnya sudah
bersiap-siap untuk menurunkan barang bawaan mereka.
Dalam pada itu diapun balik berpikir, barusan waktu dia
menolong tukang perahu, tidak seorangpun yang melihatnya, kemudian dia lalu bangun berdiri sambil
berkata : "Heng Tay (saudara) sungguh mempunyai
kepandaian Keng-sin-kang yang tinggi sekali .."."
Orang yang penuh dengan berewok itu ketika
mengetahui bahwa pemuda kita pun mempunyai kepandaian yang sangat tinggi sekali, sebenarnya dia tengah
merasa heran, diapun tidak mempunyai alasan untuk
menyelidiki si pemuda ini, tapi sekarang ketika pemuda itu
bertanya kepadanya, diapun lalu menjawab : "Tidak berani
terima atas pujian saudara itu, aku sungguh tidak berani
.."."
"Ternyata saudara tengah melakukan perjalanan dengan
tergesa-gesa bukankah ?" kata Lie Siauw Hiong.
Tatkala berkata sampai disitu, lalu dia pandang orang itu
dengan cermatnya, yang ternyata wajahnya tidak berubah
sama sekali, kemudian dengan suaranya yang lantang sekali
orang itu lalu menjawab : "Aku yang rendah she Ang,
namaku Ceng, apa yang dikatakan oleh tuan sungguh tepat
sekali, yaitu aku ingin pergi ke Ouw Lam untuk
menyambangi temanku."
Hatinya Lie Siauw Hiong terkejut bukan main, apa yang
diduganya sudah separuh merupakan kenyataan, diam-
diam dia berpikir : "Orang ini jika benar-benar ingin
memusuhi partai Kay Pang, hmmmm ! Tampaknya kedua
saudara she Kim itu bukan menjadi lawannya yang
setimpal." Tapi mulutnya hanya berkata : "Aku Lie Siauw
Hiongpun ingin pergi ke Ouw Lam untuk bertamasya,
sungguh kebetulan sekali, jika Heng Tay tidak berkeberatan,
sudikah kiranya berjalan bersama-sama denganku ?"
Ang Ceng segera menjawab : "Omongan saudara Lie
terlampau merendah, aku bila dapat berjalan bersama-sama
denganmu, bukan saja disepanjang perjalanan akan aman
dan sentosa serta tidak kuatir akan gangguan apa-apa,
malah mungkin aku masih dapat meminta petunjuk-
petunjukmu yang berharga dalam kepandaianmu yang
sangat luar biasa itu."
Lie Siauw Hiong mangetahui apa maksudnya, maka
hatinya benar-benar merasa tidak puas. Terhadap orang ini
dia ada sedikit memandang rendah, dengan tertawa getir
dan sembarangan saja dia menjawab : "Mana bias,
kepandaianku sangat rendah dan terbatas sekali. Jika
dibandingkan dengan kepandaian Ang Ceng, mungkin juga
tidak ada sepersepuluhnya."
Sambil bercakap-cakap, tidak terasa lagi mereka telah
sampai ditempat yang dituju. Setelah membayar uang sewa
perahu, lalu mereka sama-sama mendarat untuk pergi ke
Ouw Lam. Disepanjang jalan dengan pertanyaan yang tidak
langsung dan secara berputar-putar Lie Siauw Hiong
memancing padanya, tapi ternyata mulutnya Ang Ceng ini
cukup rapat, sehingga dia tidak pernah membocorkan suatu
rahasia apapun, sehingga sebegitu jauh usaha pemuda kita
tidak berhasil, maka dengan terpaksa Lie Siauw Hiong pun
mengubah siasatnya, supaya maksud sebenarnya jangan
sampai diketahui lawan bicaranya.
Larinya kedua orang ini sangat pesat sekali, disepanjang
jalan Ang Ceng senantiasa ingin mengadu lari, tapi Lie
Siauw Hiong tidak melayaninya, sehingga Ang Ceng
merasa kewalahan (tidak berdaya).
Pada malam itu mereka telah memasuki wilayah Ouw
Lam, mereka merasa luar biasa penatnya, maka setelah
mencari rumah penginapan, merekapun tidak keluar
berjalan-jalan lagi.
Pada waktu jam makan malam, setelah mereka
mengasoh sebentar, lalu mereka panggil Tiam-siau-jie
(pelayan) untuk menyajikan makanan. Pada saat itu tepat
dipertengahan musim dingin, di Ouw Lam hawa udaranya
masih dapat dikatakan baik, karena tidak terlampau dingin,
tapi dibawah hembusan angin musim dingin itu, salju tidak
henti-hentinya turun menutupi bumi. Setelah duduk lalu
mereka memesan dua mangkok bakmi yang masih panas,
disamping itu merekapun meminta satu kati sayur asin yang
terkenal dari Ouw Lam.
Dan benar saja bahwa sayur asin yang sangat dipujikan
orang itu sesungguhnya merupakan makanan yang sangat
nikmat dan lezat, sehingga sampai mereka tidak dapat
menelan pula saking kenyangnya, barulah mereka berhenti
dahar, hingga tahu-tahu mereka telah makan sampai empat
kati sayur asin banyaknya.
Mereka sesungguhnya merasa puas sekali makan disitu,
sekonyong-konyong dari tempat yang tidak jauh dari
tempat mereka makan, terdengar orang yang berkata
dengan suara serak : "Kabarnya partai Kong Tong dengan
partai pengemis tengah bertempur dengan dahsyatnya,
mereka saling mendendam dengan hebatnya, entah kabar
ini benar atau bohong ?"
Mendengar perkataan itu, tidak terasa lagi Lie Siauw
Hiong merasa kaget juga, buru-buru dia pasang kuping
mendengari dengan cermat, disamping itu diapun tidak lupa
melirikkan matanya kearah Ang Ceng, dan benar saja
diapun sangat cermat sekali mendengarkan perkataan orang
juga, hingga dalam hatinya Lie Siauw Hiong mempunyai
dugaan sendiri, diapun mengetahui apa maksudnya orang
ini datang kesitu, tapi dia tidak tahu apakah kedatangannya
ini sebagai kawan ataukah lawan bagi partai pengemis
tersebut "
Setelah sunyi sesaat, tampak orang yang lainnya itu
melanjutkan perkataan kawannya : "Hmm ! Oey Loo-tee,
kabar yang kau dengar itu ternyata tidak tepat, jangan
dikatakan lagi mengenai permusuhan yang mendalam
diantara kedua partai tersebut, malahan murid-murid Kong
Tong telah berhasil juga menangkap pemimpin baru dari
partai Kay Pang .."."
Kabar ini Lie Siauw Hiong memang pernah dengar,
kemudian orang itu melanjutkan perkataannya : "Kemarin
kabarnya pelindung dari pemimpin partai pengemis yang
lama yaitu kedua saudara she Kim telah keluar dari
gunungnya untuk .."."
Berkata sampai disitu, suaranya lalu dipelahankan, tapi
Lie Siauw Hiong yang segera memasang telinganya lebih
tajam pula, ternyata masih sempat mendengar sekalipun
kata-kata yang diucapkan orang itu sangat perlahan sekali :
"Kepandaian kedua saudara she Kim itu kaupun sudah
mengetahuinya ..". kabarnya dalam satu malam dia telah
melampaui enam penjagaan ..".murid-murid partai Kong
Tong ..". semuanya tidak berdaya terhadap mereka."
Dengan begitu Lie Siauw Hiong baru tahu, bahwa kedua
saudara she Kim ini sudah mulai pula melindungi
pemimpin mereka yang baru dari partai pengemis, hingga
semangatnya jadi memuncak sekali dan hatinyapun
menjadi tenang, tapi waktu dia melihat muka Ang Ceng,
tampaknya dia sangat terkejut agaknya, yang mana
membuat ia mengetahui, bahwa orang ini pastilah musuh
daripada murid-murid partai pengemis itu.
Kemudian terdengar kembali suaranya orang she Oey
yang serak itu berkata pula : "Benarkah " Pertempuran itu
sungguh ramai sekali agaknya, syukur juga kita tidak
mempunyai urusan penting apa-apa, maka marilah kita
pergi menyaksikan kesana. Apakah kau akur " Keramaian
ini tidak boleh dilewatkan begitu saja."
Karena orang ini agak kasar tindak-tanduknya, maka
bicaranyapun melantur saja, sehingga dapat didengar jelas
oleh Lie Siauw Hiong dan Ang Ceng.
Kawannya lalu tertawa dingin dan menjawab : "Kau
berpikir apa ?"
Orang she Oey itu dengan marah menyahut :
"Bagaimana ?"
Kawannya menyahut : "Didaerah Sin Teng Tha sekitar
lima lie jauhnya sudah dijaga demikian kerasnya oleh
masing-masing murid kedua partai, sampaikan orang biasa
satupun tidak diijinkan lewat didaerah tersebut, apa lagi kita
yang dandan sebagai orang-orang dari dunia persilatan,
apakah mereka mengijinkan kita untuk menyaksikan
keramaian ?"
Mendengar perkataan kawannya ini, tidak terasa lagi
orang she Oey itu terdiam, tidak antara lama dia pun lalu
mulai makan bakminya.
Setelah mengetahui jelas soal yang bersangkut paut
dengan apa yang dipikirkannya, dalam hati Lie Siauw
Hiong sudah mempunyai perhitungan sendiri, maka waktu
dia lihat Ang Ceng tengah terpekur dan agaknya tengah
memikirkan sesuatu, lalu dia menyenggolnya sambil
berkata dengan tertawa : "Sayur asin daerah Ouw Lam
terkenal sekali diseluruh Tiongkok, tidakkah saudara Ang
berpendapat demikian pula ?"
(Oo-dwkz-oO) Jilid 26 Ang Ceng yang tengah berpikir keras, ketika mendengar
pertanyaan kawangya buru-buru dia menjawab : "Tentu !
Tentu ! Siauw-teepun berpendapat demikian juga."
Setelah bercakap-cakap pula sebentaran, lalu mereka
balik kemasing-masing kamarnya.
Sekalipun Lie Siauw Hiong mengetahui bahwa tempat
berlangsungnya pertempuran adalah dipagoda Sin Teng
Tha, tapi dimanakah letaknya tempat itu dia masih gelap
sama sekali, karena itu buru-buru dia tanyakan pada
pelayan, yang dengan susah-payah barulah dia berhasil
mengetahui, bahwa tempat yang dimaksudnya itu adalah
tidak jauh letaknya dari rumah penginapannya, yaitu diatas
lereng sebuah gunung dimana keadaannya sangat sepi dan
lengang karena jarang dikunjungi manusia.
Setelah mengetahui tempat yang akan dipergikannya itu,
lalu Lie Siauw Hiong masuk kembali kekamarnya dengan
semangat yang terbangun seketika, hingga diam-diam dia
berpikir pada dirinya sendiri : "Tampaknya sebenarnya
antara partai Kay Pang dengan partai Kong Tong tidak
terdapat permusuhan yang terlampau mendalam, tapi
tempo hari pernah kejadian bahwa Li Gok pernah melukai
dua saudara kembar she Kim dalam usahanya untuk
menawan pemimpin baru serta muda dari partai Kay Pang
tersebut. Pokok perselisihan mereka kabarnya disebabkan
perebutan sebatang kerangka (sarung) pedang belaka, dalam
hal itu aku tidak usah turut campur tangan, tapi yang paling
aku kuatirkan adalah justeru terhadap anak muda Peng Jie
.."."
Setelah berpikir sampai disitu, lantas didepan kelopak
matanya terbayang wajah yang mungil serta tampan dari
Peng Jie tersebut.
Kemudian dia lanjutkan pemikirannya sambil berkata
pula pada dirinya sendiri : "Hmmm, si Ang Ceng itu entah
dari mana asal-usulnya, tempo hari waktu dia pertunjukkan
Keng-sin-kang-nya, seakan-akan kepandaiannya itu berada
disebelah atas kepandaianku sendiri. Bila seandainya dia
bermusuhan dengan partai Kay Pang, dengan Kim Loo
Twa, Kim Loo Jie keadaannya menjadi gawat sekali, aku
sungguh heran cara bagaimanakah sampai si tua bangka Li
Gok ini berhasil mengundang orang macam demikian ?"
Berpikir sampai disitu, diam-diam dia merasa tegang
pada dirinya sendiri, kemudian dia duduk dengan tenang
sambil mengerahkan jalan pernapasannya. Setelah berhasil
memusatkan seluruh perhatiannya, sekonyong-konyong dia
mendengar suara mendesirnya baju orang yang lalu, hingga


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar ( Bwee Hoa Kiam Hiap ) Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diam-diam dia tersenyum simpul, karena dia mengetahui
secara pasti, bahwa Ang Ceng tengah pergi kepagoda Sin
Teng Tha, maka dengan tidak ragu-ragu lagi diapun lalu
pentang jendelanya sambil melompat keluar guna menyusul
orang she Ang itu.
Lie Siauw Hiong yang sudah memperoleh keterangan
sejelas-jelasnya mengenai letak tempat pagoda Sin Teng
Tha itu, dengan langkah yang sepesat-pesatnya dia berlari
menyusul kawannya yang belum diketahui jelas asal-
usulnya. Dugaan Siauw Hiong ternyata benar, karena
belum berapa lama antaranya, dari sebelah depannya dia
berhasil melihat sesosok bayangan tubuh manusia yang
berlari-lari dengan membentangkan ilmu Hui-heng-sut
(ilmu lari cepat) pergi kearah tempat yang kini tengah
ditujukan itu. Maka bayangan manusia dihadapannya itu,
bila bukannya Ang Ceng, masih ada siapakah lagi "
Tampaknya si Ang Ceng ini sekalipun tampaknya kasar,
tapi mengandung kecerdikan pula, hal ini terbukti karena
diapun telah menanyakan juga tentang letak Sin Teng Tha
itu pada pelayan rumah penginapan.
Setelah menetapkan pedomannya, diapun tidak ragu-
ragu lagi dan lalu menghempos semangatnya membentangkan Keng-sin-kang-nya untuk mengejar Ang
Ceng yang sudah berjalan terlebih dahulu.
Dalam jarak yang tidak terlampau jauh antara kedua
orang ini, tampaknya Ang Ceng tidak insyaf, bahwa
dibelakangnya terdapat seseorang yang tengah membuntutinya, tiba-tiba ia menikung dan masuk kedalam
kelompok batu-batu gunung disebelah kirinya. Lie Siauw
Hiong pun mengetahui, bahwa jika diapun sudah menikung
kesitu, maka pagoda Sin Teng Tha itupun akan segera
tampak, maka dengan tidak merasa bimbang lagi dia
menghempos tenaganya yang penghabisan untuk mempercepat larinya.
Baru saja dia ingin membelok kearah batu-batu gunung
tersebut, sekonyong-konyong satu tenaga yang cukup keras
menyerang mukanya. Tampaknya Ang Ceng yang sudah
insyaf bahwa jejaknya dibuntuti orang, maka dengan
sengitnya dia menyerang orang yang tengah mengintai
gerak-geriknya itu. Syukur juga Lie Siauw Hiong selalu
berwaspada, buru-buru dia berdongko, dan dia rasakan
bajunya berkibar-kibar kena tertiup sampokan angin
pukulan orang itu.
Dalam kegugupannya dan karena tergesa-gesa, diapun
balas menyerang lawannya dengan dua kali pukulan yang
beruntun. Oleh karena tenaga yang dikeluarkannya adalah
sepenuhnya, maka tenaga pukulannyapun mengejutkan
sekali pihak lawannya.
Sekonyong-konyong terdengar suara beradunya kedua
tangan dengan mengeluarkan suara "Buuk" yang nyaring
dan keras, pada saat itu tubuh Lie Siauw Hiong yang masih
berada diatas udara, akibat beradunya dua pukulan tersebut,
tubuhnya lantas terjatuh kebumi, dan waktu dia pandang
lawannya, maka tampak Ang Ceng pun dengan
sempoyongan mundur kebelakang beberapa langkah
jauhnya. Lie Siauw Hiong yang memang sudah mempunyai
perhitungan sendiri, dia pun menginsyafi bahwa tenaga
dalam mereka adalah berimbang saja, dan hal itu tidak usah
dihiraukan lebih lanjut, tapi adalah sebaliknya apa yang
dirasakan dan dipikirkan oleh Ang Ceng, karena dengan
benteroknya kedua pukulan ini malah telah mengejutkan
sekali bagi dirinya, dan waktu dia perhatikan siapa
orangnya yang telah mengadu tenaga dengannya, tidak
terasa lagi dia menjadi semakin heran, karena orang itu
bukan lain daripada pemuda yang sudah berhari-hari
tinggal sama-sama serta makan sama-sama dengannya,
yaitu Lie Siauw Hiong adanya.
Lie Siauw Hiong yang dapat berlaku dengan cerdik serta
memakai perhitungan yang jitu dan masak, dengan berpura-
pura terkejut lalu berseru : "Oh, ternyata Ang Heng, Siauw-
tee karena merasa kesepian, maka dengan sembarangan saja
berjalan-jalan, tidak tahunya malah telah dibikin terkejut
setengah mati oleh Ang Heng .."."
Ang Ceng yang merasa geram sekali, dimukanya dia
tidak berani menunjukkan perasaan sesuatu dan hanya
menjawab : "Siauw-tee telah menjumpai musuh lamaku,
maka aku pergi mengejarnya, Lie Heng bila tidak
mempunyai urusan apa-apa, maka Siauw-tee tidak dapat
menemanimu lebih lama pula .."."
Begitu dia habis mengucapkan perkataannya, maka
badannyapun segera melesat pergi.
Lie Siauw Hiong yang melihat kawannya terang-
terangan membohongi dirinya, maka diapun tidak
mengambil pusing lagi. Pada saat itu Ang Ceng tidak
mengambil jalan dimana tadi terdapat batu-batu gunung,
hanya mengambil jalan yang lurus saja.
Lie Siauw Hiong merasa aneh sekali, diapun tidak
mungkin lagi mengikuti kawannya ini, tapi dengan tidak
kekurangan akal, dia lalu mengambil jalan memutar untuk
mengintai kawannya. Tidak antara lama dari tempat yang
gelap dia melihat diatas sebatang pohon terlihat bayangan
seseorang, yang tampaknya mengenakan baju yang
warnanya mirip dengan apa yang dipakai oleh Ang Ceng.
Lie Siauw Hiong tidak mau membuang-buang tempo
lagi, buru-buru dia maju kemuka, waktu sudah dekat dan
memperhatikan dengan cermat, ternyata bayangan tersebut
adalah bayangan baju yang digantungkan diatas sebatang
pohon, yang dari kejauhan tampaknya seperti juga
seseorang yang sedang bercindekam, maka dalam hati Lie
Siauw Hiong menginsyafi, bahwa Ang Ceng telah menipu
dirinya dengan tipu 'Tonggeret meninggalkan kulit', hingga
tidak terasa lagi dia merasa sangat malu sekali, kemudian
buru-buru dia berlari balik pada arah yang diambilnya
semula. Untuk sementara kita tinggalkan dahulu pada si pemuda
yang sedang menyusul si Ang Ceng, sekarang marilah kita
mengikuti perjalanan dua saudara kembar she Kim. Setelah
Kim Goan Pek dan Kim Goan Tiong berpisahan dengan
Lie Siauw Hiong, mereka telah mendengar kabar bahwa
ahli waris partai Kay Pangnya yang baru kena ditawan
orang, dan karena saking gugupnya, mereka tidak mau
membuang waktu lagi, maka dengan pesat mereka lalu
pergi ke Ouw Lam untuk menolongi ahli waris partainya
itu. Begitulah dengan berlari-lari satu malam suntuk barulah
mereka mulai memasuki daerah wilayah Ouw Lam.
Kedua suadara she Kim ini begitu memasuki wilayah
Ouw Lam, dengan langsung mereka menuju kepagoda Sin
Tang Tha, dan waktu mereka sampai disana mereka
nampak disekeliling pagoda tersebut penuh oleh manusia,
waktu mereka memperhatikan dengan lebih cermat,
ternyata mereka ini adalah murid-murid dari partai Kay
Pang sebelah Selatan.
Ternyata partai Kay Pang alias partai pengemis dibagi
dua bagian, yang satu berkuasa disebelah Utara, sedangkan
yang satunya lagi berkuasa disebelah Selatan, yang
menjabat sebagai pemimpin umum adalah dari partai
pengemis sebelah Utara, partai pengemis disebelah Selatan
kekuasaannya melingkungi daerah Ouw Lam dan Ouw Pak
serta Kwitang dan sekitarnya, dan pemimpin partai
pengemis sebelah Selatan waktu mendengar bahwa ketua
umum mereka telah ditawan orang, mereka bagaimana
tidak menjadi gugup oleh karenanya. Maka setelah
pemimpin mereka Liok Yong berunding satu jam lamanya,
lalu memutuskan untuk memerintahkan seluruh murid-
muridnya mengurung daerah sekitarnya pagoda Sin Teng
Tha. Tapi pagoda Sin Teng Tha ini seluruhnya bertingkat
tigabelas, murid-murid partai Kong Tong pada setiap
tingkat tersebut masing-masing ditempatkan beberapa orang
murid-murid yang terpandai, semakin naik dan tinggi
undakan tersebut, maka orang yang ditugaskan menjaga
ditingkat disitupun kepandaiannya semakin tinggi pula.
Dengan demikian, maka penjaga ditingkat ketigabelas
sudah tentu adalah yang berkepandaian paling tinggi.
Karena lawannya terlampau banyak dan berkepandaian
tinggi, sementara Liok Yong tidak berdaya, dia hanya dapat
menugaskan murid-muridnya menjaga disekitarnya pagoda
tersebut sambil menantikan bala bantuan selanjutnya.
Begitulah dengan cara demikian, satu malam satu hari
telah terbuang dengan percuma saja, tanpa membawa hasil
apa-apa. Pada saat itu Liok Yong telah mengambil
keputusan untuk menyerbu saja secara mati-matian. Justeru
itu juga, kedua saudara she Kim telah sampai, begitulah
mereka lalu berkumpul bersama-sama. Mereka lalu
mengambil keputusan yang cepat dan tepat, yaitu dengan
membawa murid-murid terpandai, mereka merencanakan
untuk naik keatas pagoda untuk menolongi ketua umum
mereka, sedangkan dibawah pagoda mereka meninggalkan
murid-murid mereka untuk mengurung lawannya yang
ingin melarikan diri.
Kedua saudara she Kim yang berkepandaian paling
tinggi diantara rekan-rekannya, dalam satu malam saja dia
telah berhasil melampaui enam pos penjagaan musuh yang
berarti juga dia telah mengalahkan lawannya dan sekarang
sampai dipagoda tingkat ketujuh, dan diwaktu turun
tanganpun mereka tidak berlaku sungkan-sungkan lagi,
hingga enam musuh yang telah dijatuhkannya itu, bila tidak
binasa, pasti menderita lukas parah.
Waktu mereka sampai ditingkat ketujuh, orang yang jaga
ditingkat ini adalah murid-murid partai Kong Tong yang
cukup terkenal dengan mana gelar 'Tiga Jago Pedang dari
Kong Tong Pay', mereka setelah bertempur dengan amat
dahsyatnya. Selama satu jam, barulah mereka dapat
mengalahkan lawannya, sedangkan kedua saudara Kim dan
Liok Yong pada saat itu karena sudah merasa lelah, maka
untuk sementara mereka tidak melanjutkan penyerangan
mereka ketingkat berikutnya.
Begitulah ketiga orang ini lalu mengasoh diatas pagoda
ditingkat ketujuh, sedangkan dipihak lawannyapun tidak
berani menyerangnya, berhubung mereka mempunyai tugas
masing-masing, begitulah dengan mengasoh ini mereka
telah melewati setengah hari lagi.
Kedua saudara she Kim mengetahui, bahwa lebih tinggi
satu tingkat lagi, maka lawan yang akan dihadapi
merekapun akan bertambah lebih kuat lagi. Jika mereka
memaksa untuk menerobos terus, pasti sekali tidak
mungkin agaknya, tapi merekapun tidak putus asa, dan biar
bagaimanapun sulit serta kuatnya penjagaan musuh,
mereka harus menerobosnya terus.
Ternyata apa yang diduga mereka tidak meleset barang
sedikit, karena semakin tinggi mereka maju, semakin kuat
dan tinggi lagi kepandaian lawan-lawannya. Setelah mereka
sampai ditingkat kesembilan, ditingkat ini yang menjaga
terdiri dari empat orang. Dengan sengit sekali kedua
saudara she Kim akhirnya berhasil membunuh mampus
keempat lawannya, tapi disamping itu Liok Yong pun telah
terluka pula dalam pertempuran yang sengit ini.
Kim Goan Pek dan Kim Goan Tiong merasa turut
berduka tapi mereka tetap masih mempunyai satu harapan,
sambil memayang tubuh Liok Yong, mereka bersedia untuk
maju terus dan bertempur sampai titik darah yang
penghabisan. Dan waktu mereka memaksa maju terus,
secara tiba-tiba saja dari sebelah atas mereka menyerang
datang senjata rahasia, Kim Goan Tiong dengan sebelah
tangan memayang tubuhnya Liok Yong dan sebelah
tangannya lagi dipakai memukul jatuh senjata-senjata
rahasia yang menyerang datang itu, tapi tidak diduga
diantara senjata-senjata rahasia itu terdapat Hui-hong-
piauw (piauw yang dapat balik pada pihak penyerangnya
bila tidak menemui sasarannya, hampir sama sifatnya
dengan boomerang), Kim Goan Tiong yang tidak keburu
berkelit lagi didepan matanya, hampir saja kena terpantek
oleh Hui-hong-piauw itu dipunggungnya.
Sekonyong-konyong Liok Yong berseru kaget, dengan
sekuat tenaga dia berusaha melepaskan cekalannya Kim
Goan Tiong dan buru-buru memburu kearah punggungnya
Kim Goan Tiong."
Dikatakan lambat tapi kejadiannya sangat cepat, dengan
mengeluarkan suara "crees", ternyata Hui-hong-piauw itu
tepat sekali terpancang dipunggungnya Liok Yong, maka
sambil menjerit keras Liok Yong putus napasnya seketika,
tapi walau bagaimanapun, dia sudah menolong jiwanya
Kim Goan Tiong.
Kedua saudara she Kim ini yang sedang sibuk
mempertahankan diri, meski tanpa mengucurkan airmata,
tapi dalam hati mereka berkata : "Liok Loo-tee, hutang
darah ini aku Kim Goan Tiong dalam beberapa detik ini
pasti akan membalaskan untukmu !" Perkataan yang
mereka ucapkan itu demikian pastinya, dan setelah itu lalu
mereka menindak naik lebih lanjut.
Kim Goan Tiong lalu berseru : "Hui-hong-piauw ini
siapakah yang begitu berani mati melepaskannya ?"
Diatas ditingkat berikutnya hanya berdiri dua orang, satu
diantaranya mereka kenali sebagai 'Sin-piauw-toan-hun'
(piauw malaikat yang dapat memutuskan nyawa) yang
sangat terkenal didaerah Timur dan Selatan sungai Tiang-


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar ( Bwee Hoa Kiam Hiap ) Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kang, yaitu Gouw Beng.
Begitu Kim Goan Tiong mengeluarkan bentakannya,
kedua orang lawannya terkejut bukan kepalang, salah satu
antaranya lalu berseru : "Engkau ini orang macam apakah "
Hmmm, lihatlah pukulanku !" Lantas orang itu menyerang
pada Kim Goan Tiong.
Kim Goan Tiong yang sedang sedih dirundung malang
berhubung kematian rekannya Liok Yong, pada saat itu
kemarahannya telah memuncak sekali. Maka begitu
melihat lawannya menyerang dirinya, lalu dia membalas
mencengkeram tangan lawannya dengan ilmu Kim-na-ciu-
nya. Harus diketahui, bahwa dua saudara she Kim ini yang
sudah lama serta kawakan sekali mengembara dalam
kalangan Kang-ouw, selamanya mereka tidak pernah
menggunakan senjata tajam apapun, mereka hanya
mengandalkan pada dua telapakan tangan besi mereka saja.
Mereka selalu mengunakan 'Hek-see-ciang' (telapak tangan
pasir hitam) untuk melawan musuh-musuh mereka, dan
dengan hanya kedengaran suara "Pooook" yang nyaring
sekali, lantas lawannya Kim Goan Tiong patah lengan
kanannya seketika.
Belum puas dengan hanya mematahkan lengan kanan
musuhnya, Kim Goan Tiong yang sedang memuncak
marahnya ini lalu melemparkan tubuh lawannya demikian
kerasnya membentur tembok menara itu, sehingga
kepalanya pecah dan hancur, sedangkan otaknya yang
berwarna putih meleleh berarakan kian kemari ! Sungguh
suatu pemandangan yang amat ngeri dan menggiriskan
barang siapa yang memandangnya. Sekali turun tangan saja
Kim Goan Tiong telah berhasil menewaskan salah satu
lawannya, kemudian dengan mengeluarkan suara dingin
dia berkata : "Gouw Beng, piauw ini apakah yang telah
membawa namamu sehingga menjadi terkenal ?"
Tapi suara yang diucapkannya itu demikian datar dan
wajarnya, tapi disamping itu mengandung satu ancaman
bagi lawannya. Dan tatkala menampak kawannya telah
dibinasakan orang, semangat Gouw Beng sudah runtuh
sebagian besar, hingga tidak terasa lagi hatinya menjadi
agak ciut dan takut, tapi mendengar suara lawannya
seakan-akan tidak memandang sebelah mata kepadanya,
kemarahannyapun memuncak juga, lalu dia berkata : "Kim
Loo-jie, jika benar, bagaimana ?"
Kim Goan Tiong justeru tengah menantikan jawabannya
yang demikian, dengan tidak menunggu lawannya habis
berkata-kata lagi, dia sudah mendahului berkata : "Bila
benar demikian, maka jiwamulah yang akan melayang !"
Baru saja dia habis mengucapkan perkataan 'Jiwamu
melayang', kedua belah tangannya tidak tinggal diam dan
lantas dipukulkan kearah lawannya, pukulannya ini sangat
hebat sekali disertai suara angin yang menderu-deru saking
kerasnya. Gouw Beng tidak berani berlaku lengah, dengan satu
tangannya dia tangkis serangan lawannya, sedangkan
sebelah tangannya lagi digunakan untuk memukul
lawannya dengan cara menyamping.
Siapa tahu Kim Goan Tiong sudah tidak maui jiwanya
sendiri lagi, pundak kirinya tidak dikelitkan lagi,
demikianlah dengan telak dia telah kena pukulan lawannya.
Menampak hal itu, Gouw Beng merasa tidak enak dalam
hatinya, karena dia ketahui bahwa dirinyapun bakal celaka,
dan sebelum dia sempat menarik pukulannya, ternyatalah
bahwa hal itu sudah terlambat, maka sekalipun pukulannya
telah mengenai sasarannya, tapi dirinya sendiripun kena
dihajar batok kepalanya sehingga dia binasa seketika itu
juga. Kim Goan Tiong sekalipun dapat membinasakan
lawannya, tapi diapun sudah kena pukulan lawannya pada
pundaknya yang kiri, lukanya ini tidak dapat dikatakan
ringan, karena dia merasakan pundak kirinya agak sakit dan
tampaknya tulang pundaknya yang kiri sudah kena
dipatahkan oleh lawannya.
Kim Goan Tiong dengan perlahan-lahan lalu bangun
berdiri dan tertawa terbahak-bahak sambil berkata : "Liok
Loo-tee, kau lihatlah, bocah sialan ini hidupnyapun tidak
lama dari seperempat jam daripadamu ..". ha ha ha .."."
Kim Loo Twa mengetahui tabiat adiknya ini, diapun
tidak mau campur bicara, dia tunggu sampai adiknya sudah
ketawa dan balik menjadi menangis, barulah dia berkata
dengan suaranya yang separuh menghibur : "Loo-jie,
apakah kau merasakan tak halangan pada lukamu ?"
Kim Goan Tiong menganggukkan kepalanya, maka
dengan tertawa dingin Kim Goan Pek berkata : "Mari kita
lanjutkan menembusi kurungan lawan-lawan kita !"
Kemudian tampak kedua bayangan mereka melompat
naik keloteng tingkat selanjutnya.
Dengan cara demikian, kedua saudara she Kim ini telah
memecahkan penjagaan lawan-lawannya, dan tidak antara
lama kemudian, mereka telah sampai pada menara tingkat
yang teratas sekali, yaitu tingkat yang ketigabelas, waktu
dari undakan mereka memandang keatas, benar saja
mereka telah melihat seseorang tengah menjagai ditingkat
tersebut, juga benar bahwa orang inilah yang telah
menangkap bocah yang telah pingsan karena ditotoknya
dan bocah itu adalah pemimpin umum dari partai Kay
Pang, yaitu Peng Jie !
Setelah mereka sampai ditingkat yang ketigabelas yang
merupakan puncaknya loteng dari menara tersebut, dengan
mengeluarkan suara "Pang" yang sangat nyaring sekali
ternyata Kim Loo Twa telah menendang terbuka pintu
menara tingkat ketigabelas ini, dan waktu mereka
memandang kedalam, ternyata keadaan disebelah dalam
sangat gelap gulita, begitulah mereka berdua lalu
menerobos masuk ..".
Belum lagi kedua orang ini turun kembali dari lompatan
mereka, atau dengan secara sekonyong-konyong terdengar
suara bentakan yang nyaring dari sebelah kiri mereka :
"Enyahlah dari sini !" Kemujan disusul dengan angin
pukulan yang sangat dahsyat sekali menierang mereka ..".
Kim Loo Twa buru-buru membentangkan ilmu 'Cian-
kin-twie' (memberatkan badan seribu kati), badannyapun
dengan tenangnya menjurus turun dengan antapnya, lantas
tangannyapun membentangkan serangan dengan jurus
'Too-tah-kim-ciong'
(memukul jatuh lonceng mas) menyerang lawannya. Siapa tahu orang yang menyerang
mereka tidak tampak bergerak, malahan Kim Loo Twa
sendiri kena didesak lawannya sehingga mundur dua
langkah. Dengan terperanjat kedua kakak beradik ini membalikkan kepala mereka memandang, dan mereka lihat
orang itu hidungnya bengkung bagaikan paruh burung
kokokbeluk, mulutnya pecah-pecah, sinar matanya memancarkan cahaya yang menyala-nyala, kedua kakak
beradik inipun mengenalinya, dan orang yang berhadapan
dengan mereka ini bukan lain daripada 'Ceng-gan-ang-mo'
(setan merah bermata biru) yaitu Ho Ju Hui !
Ternyata digunung Kouw Loo San bersembunyi dua
setan yang berkepandaian sangat tinggi seorang disebut
Kouw Loo It Kway (setan gunung Kouw Loo) Ang Ceng,
sedangkan yang lainnya disehut 'Ceng-gan-ang-mo', kedua
orang ini adalah dua kakak beradik dalam seperguruan,
mereka ini tidak diketahui keluaran murid partai mana, tapi
kepandaian mereka sungguh luar biasa sekali. Pada tiga
puluh tahun yang lampau mereka pernah mengembara
dikalangan Kang-ouw, mereka pernah dalam satu malam
digunung Pak Houw San menjatuhkan duabelas jagoan
kelas satu, tapi karena mereka berdua mempunyai tabiat
yang sangat berangasan sekali, entah telah menerbitkan
kesalahan apa, secara sekonyong-konyong juga mereka lalu
menyembunyikan diri mereka pula. Dan sekalipun mereka
telah menyembunyikan diri dan tidak muncul kembali
dalam dunia persilatan, tapi angkatan tua masih ingat
bahwa dua orang ini pada tiga puluh tahun yang lampau
sangat menggemparkan sekali dunia Kang-ouw atas sepak
terjang mereka.
Kim Loo Twa yang melihat kepala setan ini, dalam hati
diapun insiaf, bahwa dengan hanya mengandalkan dirinya
sendiri saja, maka lawan ini bukanlah menjadi tandingannya yang setimpal, tapi dia sungguh tidak
mengerti, mengapakah lawannya ini dapat muncul ditempat
ini " Dalam otaknya berkelebat satu pikiran yang membuat
dia tercengang : "Terang-terangan bahwa yang bermusuhan
dengan mereka adalah murid-murid dan pentolan-pentolan
dari partai Kong Tong, tapi mengapakah pada tingkat
ketigabelas dialah yang menjaganya " Mengapakah Li Gok
tidak muncul" Malahan orang-orang yang mereka jatuhkan
tadi, tampaknya bukanlah murid-murid partai Kong Tong
?" Ceng-gan-ang-mo Ho Ju Hui berkata : "Hai, kalian setan
berdua, silahkan maju berbareng, bila tidak, maka kalian
bukanlah menjadi tandinganku!"
Kim Loo Twa sambil menyenggol pada adiknya, lalu
mereka maju serentak dan dengan menggunakan Hek-see-
ciang mereka yang lihay mereka menyerang lawannya
dengan berbareng.
Menampak serangan itu, Ho Ju Hui hanya tertawa
dingin saja, kemudian dia gunakan tangannya untuk
menangkis serangan kedua kakak beradik itu. Begitulah
ketiga ahli tingkat teratas itu sudah mulai serang-menyerang
dengan amat dahsyatnya.
Pertempuran sekali ini berlangsung sangat cepatnya,
hingga sebentar saja sudah lewat sepuluh jurus lebih. Kim
Loo-jie merasakan semakin lama bertempur, pundak
kirinya semakin merasa sakit, seakan-akan dia sudah tidak
dapat bertahan terlebih lama lagi, tapi tabiatnya yang keras
kepala memaksa dia untuk bertempur terus, maka dengan
melompat dia melangsungkan serangan mematikan dengan
jalan menyengkeram lawannya, tapi dengan cara menyerang demikian, maka bagian tubuhnya menjadi
lowong dan mudah diserang lawan, tapi hal itu dia tidak
ambil perduli. Ho Ju Hui menampak serangan yang nekad dari
lawannya ini, tidak terasa lagi diapun merasa terkejut juga,
mereka berdua kakak beradik adalah sehati dan seperasaan,
dan berbareng dengan adiknya yang menyerang lawannya,
Kim Loo Twa-pun tidak mau ketinggalan untuk
melangsungkan penyerangan yang tidak kurang dahsyatnya, hingga hampir saja jalan darah 'Hoa-kay'
didadanya Ho Ju Hui kena dicengkeramnya ..".
Menampak serangan yang demikian hebatnya, Ho Ju
Hui merasa sangat terperanjat sekali. Serangannya Kim Loo
Twa-pun membawa akibat yang gawat baginya. Dia sendiri
sekalipun dapat melukai salah seorang lawannya, tapi
dirinya sendiripun tidak akan luput dari totokan lawannya,
hingga dalam kegugupannya dia terpaksa menendang
kakinya kearah lawannya ..".
Sekonyong-konyong terdengar suara "Dak" yang sangat
nyaring sekali, dan bersamaan dengan itu, tubuhnya Kim
Loo Twa kena ditendang sehingga terpental dan jatuh
terbentur pada tembok menara, tapi jalan darah 'Hoa-kay'-
nya Ho Ju Hui didadanyapun kena juga tertotok, sehingga
dengan tubuh lemas dan tidak bertenaga diapun jatuhlah
kelantai. Kim Loo Jie melihat kakaknya menderita luka-luka,
dengan marahnya dia memburu kearah Ho Ju Hui dan lalu
dia angkat tangannya untuk menghantam batok kepala
lawannya itu. Justru pada saat itu, dari arah jendela terdengar suara
orang yang berteriak : "Tahan dulu !" Lantas tampak
melayang masuknya tubuh seseorang, dan dua saudara she
Kim ini menampak dengan jelas bahwa orang yang
mendatangi ini adalah seorang yang mukanya penuh
dengan berewokan, badannya sangat aneh sekali, hingga
tidak terasa lagi mereka lalu berseru : "Kouw Loo It Koay
!" Kouw Loo It Koay Ang Ceng mempunyai tenaga dalam
yang melebihi daripada Su-teenya Ho Ju Hui, maka setelah
menampak hal ini, kedua saudara she Kim itu menjadi
putus asa. Sekalipun mereka berdua andaikata tidak terluka,
masih belum tentu menjadi tandingan mereka yang
setimpal, apa lagi kini mereka kedua-duanya telah


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar ( Bwee Hoa Kiam Hiap ) Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menderita luka-luka yang cukup parah. Cara bagaimanakah
mereka dapat mengalahkannya "
Bila umpamanya Lie Siauw Hiong berada disitu, Ang
Ceng pasti akan merasa terkejut juga. Karena disamping ia
pernah berjalan bersama-samanya, malahan diapun telah
menipunya juga dengan tipu 'tonggeret meninggalkan kulit'.
Ang Ceng setelah membebaskan totokan yang diderita
Ho Ju Hui, lalu dia berkata kepadanya : "Kau pergilah
kebawah untuk membereskan orang-orang mereka !"
Ho Ju Hui menyatakan baik. Ang Ceng dengan berubah
mukanya segera membentak pada kedua saudara she Kim
itu : "Kutu busuk yang tak tahu mampus !" Kemudian dia
lalu membungkukkan badannya mengangkat tubuhnya
Peng Jie. Kedua kakak beradik she Kim itu merasa sangat geram
sekali, tapi merekapun tidak berani berlaku lengah. Ang
Ceng sudah keburu mendahului berkata : "Kalian
dengarlah, aku menghitung sampai lima, bila tidak ada
orang yang menghalangiku, aku akan segera pergi ..".
Baik, sekarang aku mulai menghitung .."."
Lukanya Kim Loo Twa agak parah juga, sedangkan luka
dipundak kirinya Kim Loo Jie tambah lama dirasakan
bertambah sakit. Mereka yang kena didesak oleh Ang Ceng,
saking marahnya sampai menyebabkan mereka roboh
pingsan. (Oo-dwkz-oO) Marilah kita menilik pada Lie Siauw Hiong, dia yang
kena diperdayai oleh Ang Ceng dengan tipu 'tonggeret
meninggalkan kulit', hatinya menjadi gugup sekali, buru-
buru dia balikkan badannya dan mengejar dengan
mengambil arah tadi yang diambilnya semula, dia
mengharapkan yang dia masih sempat menghalang-halangi
si berewokan itu naik keatas menara Sin Teng Tha. Asalkan
dia naik keatas menara itu, maka tidak usah disangsikan
lagi akan tidak ada seorang murid partai Kay Pang-pun
yang sanggup melayaninya.
Setelah dia keluar dari hutan belukar, dari kejauhan dia
sudah lihat, bahwa diatas puncak menara yang tertinggi
terdapat sesosok tubuh manusia yang melayang masuk, dan
bentuk badannya mirip sekali dengan si berewokan.
Karena gugupnya, larinyapun dipercepat, kemudian dari
puncak menara itu dia masih dapat menangkap suara orang
yang berseru : "Kouw Loo It Koay !"
Dia dapat mengenali bahwa suara itu adalah suaranya
kedua kakak beradik she Kim itu, maka hatinyapun tergerak
dan diam-diam dia berkata pada dirinya sendiri : "Tidak
heran si berewokan ini sedemikian lihaynya, tidak tahunya
dia inilah si Kouw Loo It Koay adanya !" Tampaknya
diapun sudah pernah mendengar cerita Bwee Siok-sioknya
mengenai diri orang ini.
Dan selanjutnya tiap-tiap perkataan dari Kouw Loo It
Koay dia dapat mendengar dengan jelas sekali, lalu dia
menengadahkan kepalanya, ternyata badannya terpisah
dengan puncak menara yang bertingkat tigabelas itu kurang
lebih masih terpaut sepuluh tombak lebih, sedangkan Kouw
Loo It Koay sudah mulai menghitung satu demi satu ..".
Tapi Lie Siauw Hiong adalah seorang yang berdarah
panas serta membela keadilan dimana-mana apabila dia
telah mengambil suatu keputusan untuk mengerjakan
sesuatu pekerjaan, sekalipun pekerjaan itu mungkin akan
membawa bahaya maut bagi dirinya, diapun akan
mengerjakannya juga. Pada saat itu dia hanya menyesalkan
dirinya yang belum cukup berpengalaman, hingga tadi dia
tertipu oleh Ang Ceng dengan tipunya yang sangat licin itu,
yaitu tipu 'tonggeret meninggalkan kulitnya'.
Pada saat itu suaranya Ang Ceng yang sangat nyaring
tiba-tiba terdengar : "Satu ..". dua .."." mendengung dari
puncak menara tingkat yang ketigabelas itu. Oleh karena
itu, Lie Siauw Hiong segera membentangkan ilmu Keng-
sin-kang-nya yang paling diandalkan, yaitu 'Am-eng-pu-
hiang', tubuhnya lantas melayang naik keatas menara. Tapi
karena jaraknya kurang lebih sepuluh tombak, hingga itu
telampau jauh, maka dia tak dapat sampai dipuncak
menara tersebut dalam waktu hanya sedetik. Buru-buru dia
menghempos semangatnya sambil mengerahkan tenaga
aslinya sekali, kemudian sepasang kakinya ditendangkan
dengan tipu 'Kit Mo Pouw Hoat'.
Badannya lagi-lagi tampak mengapung keatas lebih
tinggi pula, maka dalam waktu sekejapan saja dia melihat
keatas dan mengetahui bahwa dirinya sudah sampai
ditingkat yang keduabelas, terpisah dengan puncak
ketigabelas masih ada delapan meter lagi, sedangkan
tenaganya untuk membal keatas sudah habis. Dia tak dapat
lagi melayang keatas sebelum mengerahkan tenaganya pula,
sementara suaranya Ang Ceng terus saja dengan nyaring
menghitung : "Satu ..". dua ..". tiga ..". empat .."."
Hal mana telah membuat Siauw Hiong diam-diam
berkata pada dirinya sendiri : "Apakah aku harus mengaku
kalah terhadapnya ?"
Dalam kegelapan malam, dia menggigit giginya erat-erat,
tenaganya dikumpulkan dilengan kanannya dan lalu
diulurkannya mencabut pedang Bwee Hiang Kiam-nya dan
ditancapkan diatas tembok dari menara tersebut.
Dengan menggunakan tenaga dari tangannya ini, tampak
badannya lagi-lagi mengapung keatas dengan pesatnya,
bagaikan burung walet yang melayang dengan lincah serta
gesitnya. "..". lima !"
Perkataan 'lima' baru saja keluar dari mulutnya Ang
Ceng, ketika dengan sekonyong-konyong terdengar satu
suara yang sangat menggetarkan setiap perasaan orang :
"Kau dan aku boleh berdiri dahulu !" katanya.
Menyusul suara tersebut, dari luar jendela lantas
melayang masuk seseorang yang ternyata cukup ganas,
karena terbukti, begitu dia masuk, dia sudah menyerang
dengan pukulan yang beruntun hingga tiga kali terhadap
Ang Ceng. Ang Ceng segera memasang bhesinya, bagian badan
sebelah bawahnya tidak bergerak maupun berkisar
sedikitpun jua, hanya badan bagian atasnya saja yang
bergoyang kekiri maupun kekanan, dengan cepat dia egosi
tiga serangan orang yang baru masuk ini, tapi karena
pukulan itu bertenaga kuat sekali, hingga menyebabkan
bajunya bergerak-gerak kena sampokan angin yang keluar
dari pukulan lawannya.
Orang itu lalu mundur satu tindak sambil berkata dengan
suara yang keren : "Lekas turunkan Peng Jie yang berada
dipundakmu, bila tidak, maka jangan sesalkan yang kau
bukanlah menjadi tandinganku yang setimpal !" Sudah
barang tentu, bahwa orang yang baru datang ini adalah Lie
Siauw Hiong sendiri.
Ang Ceng cukup lihay dan awas pandangan matanya,
kemudian Peng Jie yang sudah ditotok terlebih dahulu
olehnya, diturunkan dari pundaknya dan ditaruh dipojok
kiri dari tembok menara tingkat ketigabelas itu, setelah itu
ia tertawa dingin sambil melirik kepada Lie Siauw Hiong.
Lie Siauw Hiong sendiripun menginsyafi, bahwa tenaga-
dalam Kouw Loo It Koay ini sudah mencapai dipuncaknya,
dia sendiri sebenarnya belum begitu yakin, apakah
sekiranya dia dapat memenangkan pertandingan ini
dengannya, tapi keadaan hari ini, kecuali bertempur, maka
tidak terdapat jalan yang lainnya lagi, maka sambil menarik
napas dengan diam-diam dia menghibur dirinya : "Lie
Siauw Hiong, biarpun tenaga-dalam Kouw Loo It Koay
lebih tinggi satu tingkat daripada kepandayanmu sendiri,
tapi dalam pertempuran hari ini kau harus menang, kau
tidak boleh kalah !"
Setelah mempunyai keyakinan ini, sambil menghempos
semangatnya dia menyerang dengan dua-dua kepalannya
dengan sekaligus, maksudnya ialah untuk menangkap dan
mencengkeram nadi lawannya.
Ang Ceng siang-siang sudah mengetahui, bahwa Lie
Siauw Hiong sekalipun usianya masih muda belia, tapi dia
mempunyai tenaga dalam yang luar biasa, dan yang
membuat dia jerih adalah pada dirinya pemuda kita ini
seakan-akan tersembunyi sesuatu tenaga yang luar biasa
dan tidak diinsyafi oleh pemiliknya sendiri, maka waktu
melihat datangnya pukulan itu, sudah tentu saja dia tak
berani berlaku gegabah.
Pukulan Lie Siauw Hiong sekali ini cepat bagaikan kilat
saja, hingga Ang Ceng yang menyaksikannya merasa
terkejut bukan main, lalu diapun mengeluarkan jurus
'Siang-ciang-hwan-thian'
(sepasang telapak tangan membalikkan langit), dia bersedia keras lawan keras untuk
menangkis serangan lawannya, tapi sebelum tangkisannya
ini menemui sasarannya, ditengah jalan dia telah mengubah
gerakannya dan dengan gentak sedikit dan tangannya terus
mengancam tulang Piepee pada bagian pundak Lie Siauw
Hiong. Lie Siauw Hiong yang menampak serangannya jatuh
ditempat kosong, sedangkan serangan balasan dari Ang
Ceng sudah akan tiba, lalu dia mengeluarkan suara teriakan
tertahan, buru-buru dia geser kakinya dengan gerak 'Poan-
kiong-sia-tiauw' (separuh melengkungkan badan memanah
burung raja wali), untuk menyerang lawannya.
Dengan mengeluarkan suara "poook" yang sangat
nyaring sekali, keempat tangan saling beradu, dengan
masing-maisng merasakan hati mereka menjadi panas,
hingga kedua-duanya mundur kebelakang satu tindak
jauhnya. Diam-diam Lie Siauw Hiong berpikir : "Lawan yang
setangguh ini sejak aku keluar dari pintu perguruan, baru
pertama kali inilah aku menjumpainya. Apakah hari ini aku
mendapat gelagat akan meruntuhkan nama baik guruku ?"
Dalam hatinya dia tengah merasa bimbang, itulah
sebabnya mengapa untuk sesaat dia berdiam diri, tapi Ang
Ceng yang sudah berpengalaman, ketika menampak
kejadian tersebut, buru-buru dia serang lawannya dengan
jalan mengunci jalan mundur lawan itu, dengan kakinya
digunakan untuk menyapu bagian tubuh Siauw Hiong
sebelah bawah. Sementara Lie Siauw Hiong yang menampak serangan
itu, ia menjadi sangat terkejut sekali, baru saja dia ingin
mengubah serangannya, tendangan musuhnya sudah
meluncur datang, hingga dalam kegugupannya buru-buru
dia geser kakinya dan mundur secepat-cepatnya.
Maksud Lie Siauw Hiong adalah dia ingin memancing
pada Ang Ceng, agar supaya lawannya ini mau keras lawan
keras dengannya, tapi siapa duga Ang Ceng cukup licin
untuk tidak tertipu oleh lawannya. Maka pada waktu
menampak pemuda kita menyerang kembali setelah dia
mundur tadi, badannya segera dibungkukkan sedikit,
tangannya meluncur terus melewati samping badan Lie
Siauw Hiong untuk menotok jalan darah 'Giok-cim-hiat' Lie
Siauw Hiong yang terletak dibelakang batok kepalanya.
Lie Siauw Hiong yang melihat serangannya lagi-lagi
mengalami kegagalan, lantas dia mengubah serangannya
kembali. Begitulah sebentar saja mereka telah bertempur
melampaui sepuluh jurus lebih, sementara Ang Ceng yang
melihat dirinya mulai berada diatas angin, tidak terasa
diam-diam dia merasa gembira sekali, lalu dia bersiul
panjang dan keluarkan jurusnya yang bernama 'Kay-san-
sin-ciang' (telapak tangan malaikat yang membuka gunung)
untuk menyerang pemuda kita.
Lie Siauw Hiong yang kena didesak lawannya, dia
menjadi sangat geram sekali, lalu dia keluarkan jurus 'Hian-
niauw-hwa-ee' (burung hitam mencakar pasir) untuk
menyerang lawannya, hingga dalam waktu sekejap saja
bayangan kepalanya telah memenuhi udara, sedangkan
angin pukulannya yang menderu-deru, tampaknya tidak
ada satu tempatpun yang tidak mengalami serangannya
yang bertubi-tubi itu, dan sebagaimana telah diketahui,
jurusnya ini adalah yang dia dapat pelajari dari Peng Hoan
Siang-jin, yaitu jurus 'Hong-seng-put-sip' (gerak tak putus-
putusnya) dari ilmu 'Tay-yan-sip-sek', dan kini Lie Siauw
Hiong telah menggunakan tangannya sebagai gantinya
pedang. Sebenarnya bila seseorang menggunakan tangan sebagai
gantinya pedang, tenaganya akan banyak berkurang, tapi
bagi Siauw Hiong hal ini adalah justru menjadi
kebalikannya. Ang Ceng sekonyong-konyong melihat
serangan lawannya menjadi luar biasa hebatnya, dan perubahannyapun tidak putus-putusnya, serangan lawannya
menjadi sukar dilawan, hingga untuk itu dia hanya dapat
menyerang dengan tipu 'Hong-koan-in-san'
(angin menggulung dan membuyarkan awan) untuk menyerang
dengan nekadnya pada pemuda kita.
Kouw Loo It Koay dengan mengandalkan kepandaiannya yang disebut 'Kay-san-ciang-hoat' itu, lalu


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar ( Bwee Hoa Kiam Hiap ) Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengeluarkan tipunya tadi, dia bermaksud untuk menyelesaikan pertempuran tersebut selekas mungkin,
karena bila pertempuran ini berlarut-larut, tentu saja tidak
akan menguntungkan bagi pihaknya.
Siapa tahu jurus 'Hong-seng-put-sip' dari Lie Siauw
Hiong sekalipun tampaknya sangat tergesa-gesa dikeluarkannya, tapi hal sebenarnya adalah pukulan itu
sangat mantap dan mengandung sepenuh tenaga-dalam
yang sehebat-hebatnya, maka setelah melihat serangan
lawannya datang, Lie Siauw Hiong lalu menyambutinya
dengan keras lawan keras.
Sekonyong-konyong terdengar suara yang sangat nyaring
sekali, dimana setelah kedua tangan itu saling beradu, lalu
menimbulkan angin yang keras sekali, sehingga jendela dari
menara itu bergerak-gerak pergi datang terkena angin
pukulan kedua orang itu.
Setelah mengadu tenaga ini, Ang Ceng berseru : "Kau
sambutilah pukulanku ini sekali lagi !"
Sepasang telapak tangannya diangkat dan lagi-lagi angin
yang sangat keras menyampok menjurus kearah lawannya.
Lie Siauw Hiong tanpa berkata-kata lagi, sambil
menekuk kakinya dia sambuti serangan yang merupakan
pukulan yang hebat ini, dan lagi-lagi suara yang amat
nyaring terdengar akibat beradunya keempat tangan
mereka, suatu tanda bahwa tenaga mereka adalah
seimbang. Ang Ceng yang kena dibikin marah, tanpa memperdulikan apa-apa lagi dengan beruntun dia
menyerang sebanyak empat kali. Tapi keempat pukulannya
telah dapat disambuti oleh pemuda kita dengan baik dan
tanpa banyak mengeluarkan tenaga pula tampaknya.
Dengan beruntun mereka telah saling menyerang sebanyak
enam kali, dengan kedua-duanya tidak pernah berkisar dari
bhesinya dan tampaknya mereka ini memang seimbang saja
dalam tenaga-dalamnya.
Beberapa pukulan ini sesungguhnya sangat memakan
tenaga sekali, tapi Lie Siauw Hiong tidak merasa lelah,
sebaliknya dia merasa darahnya berjalan semakin cepat dan
lancar, hingga perasaan yang luar biasa ini mendatangkan
rasa nyaman dirongga dadanya.
Ternyata Lie Siauw Hiong tempo hari setelah Peng Hoan
Siang-jin menyalurkan tenaga-dalamnya
kedalam tubuhnya, sekali ini barulah dia dapat mengeluarkannya
dengan sempurna, oleh karena itu, harus diketahui, bahwa
tenaga-dalam yang dimiliki sekarang oleh Lie Siauw Hiong
setidak-tidaknya mempunyai latihan delapan puluh tahun
lamanya, hal mana, dimungkinkan karena Peng Hoan
Siang-jyn telah menyalurkan tenaga-dalamnya kedalam
tubuh pemuda kita, maka dalam pertempuran hari ini yang
paling memakan tenaga sekali, karena pergerakan Siauw
Hiong yang luar biasa ini, maka seluruh tenaga yang
tersembunyi dalam tubuhnya dengan secara wajar telah
dikeluarkannya. Itulah sebabnya mengapa sekalipun
pukulan lawannya sangat hebat dan berat, bahkan semakin
bertempur Lie Siauw Hiong merasakan badannya semakin
lincah dan gagah saja.
Kouw Loo It Koay yang namanya menggemparkan
dunia Kang-ouw pada puluhan tahun lamanya, dimana
saking terkenal namanya, maka kedudukannyapun dapat
disamakan dengan sembilan jago dari Kwan Tiong, Hoo
Lok It Kiam, dan yang lain-lainnya, tapi sekarang ketika
baru saja dia muncul kembali dikalangan Kang-ouw,
setelah berlatih selama berapa puluh tahun, atau dia telah
ketemu dengan pemuda ini, hingga bukan saja serangan-
serangannya tidak berguna, malahan tenaga-dalamnyapun
dapat dibuat sama imbangannya, maka pada saat itu sambil
mengumpulkan tenaga sepenuh-penuhnya, dia bersedia
untuk sekali pukul saja segera membuat lawannya lantas
binasa. Tapi kali inipun pukulan itu telah mengenai tempat
kosong, hingga Kouw Loo It Koay mengeluarkan teriakan
kesal sekali, dan buru-buru dia mundur setengah langkah,
sedangkan dari dadanya darah panas menaik keatas yang
dirasakannya menyesak sekali pernapasannya.
Lie Siauw Hiong pun merasakan tenaga yang luar biasa
keluar dari dalam tubuhnya, maka buru-buru dia
menyalurkan tenaga-dalamnya sehingga dia dapat berdiri
tetap dengan tenangnya. Begitu tenaga-dalamnya sudah
berjalan dengan lancar lagi, semangatnyapun terbangunlah,
hingga kemudian sambil bersiul panjang tangan kirinya
separuh dibengkokkan, sedangkan tangan kanannya sudah
dikeluarkan untuk memukul lawannya kembali.
Tidak dapat dijelaskan betapa tidak enaknya dalam hati
Ang Ceng disaat itu. Tenaga-dalam serta namanya yang
begitu terkenal selama beberapa puluh tahun itu, ternyata
hanya dalam satu malam saja sudah tersapu bersih oleh
pemuda kita ini. Pada saat itu dia lihat si pemuda lagi-lagi
mengeluarkan pukulannya, hingga diapun sambil menjaga
dadanya telah mengeluarkan pula tangkisannya.
Lie Siauw Hiong biar bagaimanapun tidak mengerti apa
yang sedang dipikirkan lawannya, dia mana tahu bahwa
pukulannya ini akan membawa akibat yang tidak enak
sekali terhadap lawannya. Dia hanya dapat merasakan pada
dirinya sendiri, bahwa setiap dia langsungkan satu
pukulannya, tenaganyapun bertambah semakin besar saja,
hal mana telah membuat hatinya merasa girang luar biasa.
Lalu terdengar suara yang nyaring pula karena
beradunya kedua pukulan. Setelah berdiam sejurus, lalu Lie
Siauw Hiong maju satu tindak kemuka, dan dengan tenaga
dipusatkan pada kedua lengannya, lagi-lagi dia menyerang
lawannya. Ang Ceng yang memasang bhesinya kuat-kuat, dia tidak
kena dipukul mundur, tapi kini dia rasakan tambah lama
pukulannya Lie Siauw Hiong bertambah kuat saja, bahkan
tenaga yang dikeluarkannya sekali ini, sungguh dapat
memecahkan batu yang bagaimanapun kerasnya, dan
pengalaman memperingatkan padanya, bila dia masih
berani menyambutinya lagi, maka kemungkinan besar
sekali bahwa anggota dalam tubuhnya pasti akan menderita
luka-luka parah dan mungkin sekali akan menyeret jiwanya
keakherat. Maka setelah menampak pukulan pemuda ini
hendak menyerang dirinya kembali, buru-buru dia mundur
kebelakang, tapi sekalipun demikian, tidak urung dia masih
kena angin pukulan lawannya sehingga dia terdesak
mundur satu langkah kebelakang.
Lie Siauw Hiong merasakan tenaga-dalamnya sudah
mencapai dipuncaknya, maka sambil menggereng diapun
lagi-lagi sudah bersiap untuk memukul lawannya kembali
Sekonyong-konyong saja sewaktu tangannya masih berada
ditengah udara, dia lihat satu muka yang belum pernah
dilihatnya dahulu ..". mukanya Ang Ceng menunjukkan
satu bentuk yang sangat aneh dan luar biasa, seperti juga
mukanya itu tampak sangat dingin, atau juga seperti sangat
berputus harapan.
Sekalipun Lie Siauw Hiong tidak mengetahui seluruh
perasaan hati lawannya, tapi satu ingatan memperingatkan
kepadanya, bahwa dia inilah bukannya takut mati, malahan
tampaknya lebih hebat sepuluh lipat daripada perasaan mati
itu tampak pada mukanya orang itu.
Perlahan-lahan tangannya Lie Siauw Hiong diturunkan
kembali, dengan mana mukanya Ang Cengpun tampak
menjadi biasa lagi. Sekarang dalam hatinya hanya terlukis
satu perasaan 'marah' belaka. Dengan tertawa dingin dan
sambil menarik napas dengan tidak wajar, tampak sepasang
matanya memancarkan sinar pembunuhan, sehingga Lie
Siauw Hiong yang melihatnya tidak berani memandangnya
dengan secara langsung.
"Sreet" lantas kelihatan Ang Ceng menarik keluar
pedangnya. Lie Siauw Hiong seakan-akan tidak mendengarnya, dia
tengah berpikir : "Mengapa si Kouw Loo It Koay ini
memandang demikian terhadapku " Hmmm, apakah karena
kau melototi aku, maka aku lantas akan mati ?" Dengan
perasaan tidak puas dia mengangkat kepalanya dan balas
melototkan matanya kearah musuhnya.
Sebenarnya diapun merasa sedikit jerih juga, tapi karena
dia sangat cerdik, maka dapatlah dia bertindak mengimbangi keadaan sekelilingnya. Baru saja dia angkat
kepalanya memandang, dia lihat ditangannya Ang Ceng
sudah menghunus sebatang pedang. Diapun buru-buru
mencabut pedangnya, tapi dia mencabut tempat kosong,
tiba-tiba dia teringat bahwa pedang 'Bwee Hiong Kiam'-nya
ditancapkan diatas tembok diluar menara.
"Sambutlah !" Kim Loo Jie lalu melemparkan pedang
kepada Lie Siauw Hiong melalui tangannya yang belum
terluka. Lie Siauw Hiong lalu menyambutinya, kemudian
dengan memutarkan pergelangan tangannya, ujung pedang
itu sudah menggetar dan mengeluarkan suara mengaung
yang nyaring sekali.
Ang Ceng dengan datar lalu menusuk pundaknya Lie
Siauw Hiong, pedang itu sangat dahsyat sekali anginnya,
sehingga mendahului sampainya pedangnya sendiri.
Sewaktu pedang itu akan tiba dipundaknya Lie Siauw
Hiong, mendadak ujung pedang itu sudah ditarik dan
diubah ditengah jalan, dan sekarang pedang itu mengancam
tiga jalan darah diperutnya Lie Siauw Hiong.
Sementara Lie Siauw Hiong yang menampak tenaga-
dalamnya sangat luar biasa sekali, sedangkan permainan
pedangnyapun sangat luar biasa pula, hatinya menjadi
terkejut sekali. Buru-buru dia mundur setengah langkah,
tangan kirinya dengan gerak yang sederhana sekali
memegang rangka pedang itu, sedangkan tangan kanannya,
lantas menarik keluar pedang itu yang dengan langsung
memainkan jurus 'Bwee-touw-kie-hiang' (bunga bwee
menyiarkan baunya yang harum) dia serang lawannya.
Begitu pedang panjang berada ditangannya, Lie Siauw
Hiong segera memutarkannya sehingga terdengar suaranya
yang nyaring sekali, ternyata dari ujung pedang itulah
keluar angin dingin yang menerobos menjurus kebadan
lawannya, hingga Ang Ceng yang menampak hal itu, tidak
terasa lagi merasa sangat terkejut sekali.
Gerak serangan dari jurus 'Bwee-touw-kie-hiang' ini
sangat pesat dan tiada tandingannya, sekalipun semulanya
dialah yang menyerang lebih dulu, tapi justru pedang
lawannyalah yang sudah datang mendahuluinya. Sebab
ketika pedang Ang Ceng sendiri terpisah dengan jalan darah
'Ceng-sie-hiat' ditubuh Lie Siauw Hiong masih kurang-lebih
tiga dim lagi, tapi pedangnya pemuda kita hanya terpisah
dengan jalan darah 'Kiok-tie-hiat' dipergelangan tangannya
kurang-lebih satu dim lagi saja jauhnya !
Justru pada saat itu, dengan secara sekonyong-konyong
saja ujung pedangnya Ang Ceng disodokkan kemuka, tapi
badannya sendiri berlompat kesamping, dengan mengeluarkan suara "huuu" ternyata ujung pedangnya Lie
Siauw Hiong mengenai tempat kosong, sedangkan ujung
pedangnya Ang Ceng sudah menjurus keperutnya Lie
Siauw Hiong. Lie Siauw Hiong tidak menduga bahwa lawannya dapat
berlaku demikian sebatnya, tapi dia sendiri tidak menjadi
gugup menampak serangan itu. Buru-buru kakinya digeser
dengan tipu yang dipelajarinya dari Hui Taysu, dan dengan
mengeluarkan suara jengekan dari lobang hidungnya,
tampak sinar pedangnya berkelebat dengan mengeluarkan
suara sret, sret, sret, tiga kali, pedangnya sudah menjurus
ketiga tempat yang berlainan ditubuh lawannya, sedangkan
tusukan pedang yang terakhir diarahkan kejalan darah 'Kie-
hay' Ang Ceng, dengan semua serangan ini didasarkan atas
ilmu 'Kiu-cie-kiam-sek' yang berlangsung dengan cepat
sekali. Siapa tahu Ang Ceng pun seorang ahli pedang juga,
dengan cepat dan sama ahlinya diapun dapat memunahkan
serangan Lie Siauw Hiong tanpa menyebabkan dirinya
terkena tusukan pedang pemuda kita itu.
Kemudian Ang Ceng menyerang dengan dahsyatnya,
yang diarahkannya pada bagian tubuh sebelah atas
lawannya. Lie Siauw Hiong merasakan serangan pedang
lawannya sangat hebat juga, seakan-akan ilmu pedang dari
'Pang-bun-co-too' (ilmu silat siluman) itu kadang-kadang
mengandung sifat pembunuhan yang kejam sekali, hingga
menyebabkan orang sukar mempertahankan diri, apa bila
tidak berlaku sangat hati-hati sekali.
Dan ilmu pedang yang digunakan oleh Ang Ceng ini,


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar ( Bwee Hoa Kiam Hiap ) Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

adalah ilmu pedang yang paling diandalkannya dan biasa
disebut 'Leng-ie-kiam-hoat'.
Ilmu pedangnya Chit-biauw-sin-kun sekalipun jauh lebih
unggul dan aneh, tapi tipu-tipu gertakannya kalah jauh
dengan ilmu pedangnya Ang Ceng yang aneh ini. Karena
biarpun keanehan dari ilmu pedang 'Kiu-cie-kiam-sek'
terletak pada 'tipu gertakan' yang ulung sekali, tapi bila
dibandingkan dengan tipu-tipu ilmu pedang lawannya,
ternyata masih ketinggalan jauh juga, oleh karena itu, maka
tenaganyapun jauh berkurang.
(Oo-dwkz-oO) Jilid 27 Dengan cepat sepuluh jurus sudah dilampaui, permainan
pedang 'Leng-ie-kiam-hoat' dari Ang Ceng justru sudah
sampai pada puncaknya yang paling hebat. Diantara tiga
jurus serangannya ini, serangannya yang pertama bernama
'Li-ciang-hong-yong' (serbuan tawon yang berbondong-
bondong), pedangnya yang panjang berubah menjadi
segulung sinar yang mengandung gaya gertakan menuju
kearah serangan sungguh-sungguh,
jurusnya mana diluncurkan Ang Ceng untuk menyerang batok kepalanya
Lie Siauw Hiong.
Si pemuda yang menampak serangan lawannya ini, tidak
terasa lagi jadi merasa terkejut juga, hingga didalam hatinya
ia berkata : "Kiu-cie-kiam-sek milik Bwee Siok-siok sudah
terkenal tidak ada tandingannya didunia Kang-ouw,
masakah sekarang harus kalah dibawah pedang bangsa
konyol ini ?" Sambil mencakupkan giginya dia maju
merangsak dengan mengambil jalan dari samping badan
lawannya, pedangnya disabetkan kemuka dan dengan
merupakan satu gulungan sinar yang tajam menyampok
serangan pedang lawannya.
Dengan mengeluarkan suara sret, buru-buru serangannya
Ang Ceng yang merupakan gertakan belaka ditarik mundur,
kemudian satu sinar pedang yang tajam menerobos masuk
dari serangannya yang sudah ditarik itu.
Dengan mengasih dengar suara "seeeeet"
yang mengerikan sekali, pedangnya pemuda kita sudah meluncur
demikian pesatnya menusuk lawannya. Ternyata serangan
ini adalah ciptaan yang paling berhasil dari Chit-biauw-sin-
kun, yaitu apa yang terkenal dengan nama sebutan 'Leng-
bwee-hut-bian' (bunga bwee menyapu muka).
Serangan pedang ini sungguh hebat sekali, sehingga
memaksa Ang Ceng yang tadinya menyerang lebih dahulu,
ternyata kalah cepat dan sebaliknyalah pedang lawannya
yang menusuk sampai terlebih dahulu. Pedang lawannya
begitu hebat sehingga mengeluarkan angin yang sangat
santar, sehingga mau tidak mau Ang Ceng harus lekas-lekas
menarik pulang serangannya.
Menampak perubahan tersebut, semangatnya Lie Siauw
Hiong menjadi semakin bergelora, dan dengan mengeluarkan suara tertawa dingin Ang Ceng lalu
mengeluarkan jurusnya yang kedua dan bernama 'Leng-in-
ham-jit' (akan menutupi matahari), tapi Lie Siauw Hiong
tanpa banyak mengalami kesukaran telah dapat memunahkan pula serangannya ini.
Dengan memperdengarkan suara yang menusuk kuping,
tampak disegala penjuru bayangan pedangnya Lie Siauw
Hiong berkelebat-kelebat pergi datang mengurung lawannya
sedemikian rapatnya, seakan-akan setetes airpun sukar
menembusinya, karena dengan ini ternyata Lie Siauw
Hiong telah mengeluarkan jurus 'Hong-seng-put-sip'
(serangan tak putus-putusnya), hingga dari kiri dan kanan
sinar pedangnya lalu terbentuk menjadi satu dan dengan
ganasnya menyerang kearah lawannya, dalam kelambatan
mengandung gerak kecepatan yang hebat, dalam gertakan
mengandung serangan sungguh-sungguh, maka tidak ada
satu tempatpun dari anggota tubuh lawannya yang tidak
terancam serangan pedangnya pemuda kita ini. Demikianlah kedahsyatan salah satu dari ilmu pedang 'Tay-
yan-sip-sek' ciptaannya Peng Hoan Siang-jin, yang terkenal
tidak ada tandingannya dalam dunia Kang-ouw, hingga
semua serangan aneh dari Ang Ceng dengan mudah saja
dapat dibebaskan oleh pemuda kita, yang sekarang berbalik
dia sendirilah yang diserang bertubi-tubi tanpa berdaya
untuk memecahkan serangan lawannya yang benar-benar
mematikan. ini.
Dengan lekas pula sepuluh jurus sudah lewat kembali,
kemudian terdengar suara "pletak !" yang nyaring sekali,
ternyata kedua orang ini buru-buru berlompat mundur, dan
pada saat itu ditangannya Ang Ceng hanya ketinggalan
gagang pedangnya saja, agaknya pedangnya yang panjang
itu telah dipatahkan oleh tenaga dalam yang luar biasa dari
Lie Siauw Hiong !
Mukanya berubah menjadi pucat seperti abu, sedangkan
sepasang bola matanya penuh dengan butir-butir airmata,
Lie Siauw Hiong dengan heran memandang kepadanya, dia
lupa untuk menyerang pada lawannya yang sudah
terpatahkan pedangnya itu.
Sekonyong-konyong tanpa berkata sepatahpun Ang Ceng
putar badannya dan segera lari turun kebawah menara
tanpa menolehkan kepalanya lagi.
Diam-diam Lie Siauw Hyong berkata : "Sekalipun kau
sudah kukalahkan, kau tidak usah begitu sedih dan putus
asa !" Pemuda kita mana tahu, bahwa jurusnya itu yang telah
mengalahkannya dengan jalan mematahkan pedangnya
jauh lebih hebat dirasakannya oleh Ang Ceng jika
dibandingkan bila Siauw Hiong membunuhnya saja ..".
pada tiga puluh tahun yang lampau dipuncak Ciok-hiong-
hong digunung Oey San dia pernah saling bertempur
dengan ahli pedang nomor wahid pada saat itu, yaitu Chit-
biauw-sin-kun, mereka bertempur demikian serupa sehingga
pada jurus yang ketiga ratus barulah dia dapat dikalahkan
oleh Chit-biauw-sin-kun dengan menggunakan tenaga-
dalamnya yang hebat sehingga dapat mematahkan
pedangnya. Oleh karena mengalami kekalahan tersebut,
dengan penuh kemarahan dia mengasingkan diri dan
bersembunyi banyak tahun diperbatasan, dengan berlatih
keras dan tekun dia mengubah ilmu permainan pedangnya
yang disebut 'Leng-ie-kiam-hoat' itu demikian lihaynya,
sehingga sukar dijaga oleh lawannya. Dan setelah dia
berhasil mengolah ilmu pedangnya ini, lalu dia kembali
untuk mencari lawannya, karena dengan jurusnya itu dia
ingin mengalahkan lawannya seperti yang diperbuat lawan
itu tempo hari untuk memulihkan nama baiknya.
Bwee San Bin yang telah dikurung oleh lima ahli waris
dari partai-partai silat yang terkemuka sehingga akhirnya
Ang Ceng mendengar kabar bahwa lawannya itu sudah
binasa, dia menjadi putus harapan dan menyesal sekali, tapi
belakangan ini dia mendengar kabar angin yang
mengatakan, bahwa Bwee San Bin telah muncul kembali
kedalam kalangan Kang-ouw, oleh karena itu, lalu dia
tinggalkan Kouw Loo San dan masuk ke Tiong Goan.
Waktu tadi Lie Siauw Hiong pertama kali membuka
gaya serangannya, dia dengan girang dan terkejut segera
mengetahui, bahwa lawannya ini adalah ahli waris
lawannya tempo hari, karena ilmu 'Kiu-cie-kiam-sek' yang
dikeluarkannya adalah khas milik Bwee San Bin. Oleh
karena itu, dengan ilmu 'Leng-ie-kiam-hoat'-nya dia
bermaksud hendak menawan pemuda kita, tapi siapa duga
bahwa kesudahannya sama saja dengan peristiwa tiga puluh
tahun yang lampau terulang kembali, karena pedangnya
lagi-lagi telah dapat dipatahkan juga oleh lawannya, tapi
suatu hal yang tidak sama adalah, bahwa pada tiga puluh
tahun yang lampau, Bwee San Bin sendirilah yang telah
mematahkan pedangnya, sedangkan pada tiga puluh tahun
kemudian adalah ahli warisnya yang berbuat demikian
terhadapnya. Andaikata dia ketahui bahwa jurus tadi yang
dipergunakan oleh Lie Siauw Hiong sehingga membawa
kemenangan baginya bukanlah ilmu ciptaannya Bwee San
Bin, tapi adalah ilmu Tay-yan-sip-sek dari salah satu antara
Tiga Dewa Diluar Dunia yang paling tua, yaitu Peng Hoan
Siang-jin, hingga mungkin sekali dia tidak begitu kecewa.
Lie Siauw Hiong tidak mengetahui rahasia yang
terkandung dalam hati lawannya itu, dia menjadi terpekur
menyaksikan sikap Ang Ceng ini, kemudian diapun lalu
membalikkan badannya dan menotok membebaskan
totokan yang diderita oleh Peng Jie, yaitu ahli waris dan
pemimpin umum partai Kay Pang.
Peng Jie yang tadi kena ditotok jalan darah 'Joan-ma-
hiat'-nya, tubuhnya dirasakan lemas sekali dan tak
bertenaga, hingga tak dapat ia bergerak barang sedikitpun,
tapi Lie Siauw Hiong yang sudah ahli dalam ilmu totokan,
lalu menepuk dipunggungnya bocah itu dengan perlahan-
lahan, hingga sesaat kemudian Peng Jie pun siumanlah dari
pingsannya. Sudah itu Lie Siauw Hiong lalu memutarkan
badannya menghadap pada kedua saudara she Kim itu, dia
lihat Kim Loo Toa yang jatuh pingsan masih belum siuman
kembali, sedangkan Kim Loo Jie masih tetap memegangi
tubuh kakaknya.
Lie Siauw Hiong lalu memberikan obat luka pada Kim
Loo Jie, yang lantas disambutinya tanpa mengucapkan
terima kasih, tapi tampak jelas pada wajahnya, bahwa
dalam hatinya terkandung lebih daripada seratus ucapan
terima kasih yang hendak diucapkannya.
Lie Siauw Hiong lalu memandang dengan cermat pada
luka dipundaknya, dan pada saat Kim Loo Twa yang
pingsan itu sudah mulai sadarkan diri, Kim Loo Jie lalu
menyesapkan dua butir obat berwarna hitam kedalam
mulut kakaknya itu.
Lie Siauw Hiong sekonyong-konyong merasakan
dipunggungnya ada tangan kecil yang menarik-narik ujung
bajunya, buru-buru' dia balikkan kepalanya menoleh,
dimana ia menampak Peng Jie berdiri dibelakangnya,
mukanya penuh dengan debu, dan sepasang matanya yang
tajam dan hidup memandang kepadanya. Ternyata selama
belakangan ini Lie Siauw Hiong merasa bahwa anak ini
sudah banyak lebih besar jika dibandingkan dengan waktu
dia pertama kali saling berjumpa dikelenteng rusak itu.
Dengan suara yang perlahan Peng Jie memanggil : "Lie
..".Lie Siok-siok .."." Ternyata ingatan anak ini tidak
lemah, dia masih mengingat shenya pemuda kita, kemudian
diapun memandang pada Kim Loo Twa dan Kim Loo Jie.
Kim Loo Jie menganggukkan kepalanya, seakan-akan
dia membenarkan bahwa bocah itu dapat memanggil pada
pemuda kita dengan sebutan 'Lie Siok-siok', atau paman
Lie. Lie Siauw Hiong lalu berkata : "Peng Jie, ada urusan
apakah " Lebih baik kau panggil aku Lie Twako saja."
Peng Jie menyahut : "Kepandaianmu sungguh sangat
luar biasa sekali, sekalipun aku tidak dapat bergerak, tapi
aku dapat menyaksikan bagaimana si jahanam itu telah
dapat kau usir pergi. Tapi sungguh tak bermalu sekali dia
itu, karena sesudah dikalahkan diapun lantas menangis,
hingga tidak kunyana, bahwa orang yang sudah begitu
besar masih juga bisa menangis .."." Sesudah berkata
begitu, wajah bocah yang mungil itu lalu menunjukan
senyuman yang manis sekali.
Kim Loo Jie lalu meraba-raba dan mengeluarkan dua
batang panah api dari dalam dadanya. Yang sebatang
berwarna merah, dan yang sebatang lagi berwarna biru, lalu
dia pilih yang berwarna biru dan kemudian dia
menghampiri jendela dan melepaskan panah yang berwarna
biru itu keudara, hingga tidak lama kemudian diatas langit
tampak kembang api yang berwarna biru dan sangat indah
sekali menerbitkan cahaya yang gilang-gemilang diangkasa
raya. Kim Loo Jie lalu memutarkan badannya pada Lie Siauw
Hiong sambil memberi penjelasan : "Diluar kami masih
mempunyai beberapa orang saudara seperguruan yang
membayhok, bila aku pasang panah api yang berwarna
merah, itu berarti bahwa kita menampak bahaya diatas
menara ini, dan kami akan mohon bantuan mereka untuk
menyerbu naik keatas menara ini. Tapi sebaliknya bila aku
pasang panah api yang berwarna biru, hal itu berarti bahwa
usaha kami dalam menolong pemimpin umum kami sudah
terlaksana dengan baik, sehingga kami dapat bersuka ria."
Tapi kenyataannya adalah kedua saudara she Kim ini
telah menderita luka-luka yang cukup berat, dengan tetap
mereka tidak mau memasang panah berwarna merah itu.
Karena mereka mengetahui. bahwa kawan-kawan

Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar ( Bwee Hoa Kiam Hiap ) Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seperjuangan mereka diluar, tenaganya sangat terbatas
sekali, sedangkan mereka berdua yang sangat tangguh
masih kewalahan melayani musuh-musuhnya, apa lagi
mereka, bukankah hal ini berarti mengirim mereka
keakherat saja, bila dia pasang panah berwarna merah itu "
Sekalipun mereka menderita luka-luka, tapi mereka tidak
mau meminta bantuan, sekiranya bantuan itu akan
mendatangkan kesengsaraan bagi rekan-rekan mereka
sendiri. Begitulah dengan sikap seorang ksatria sejati,
mereka telah berbuat sesuatu tindakan yang sangat
terhormat dan terpuji.
Ketika Lie Siauw Hiong memandang keluar melalui
jendela, sekonyong-konyong dia nampak bayangan seorang
yang lari cepat sekali, hingga Kim Loo Jie lalu berkata :
"Jangan perdulikannya, dia adalah adik seperguruannya
Ang Ceng yang disebut Ceng-gan-ang-mo itu. Tampaknya
dia telah lari karena menjumpai sesuatu yang tidak beres."
Lie Siauw Hiong sekonyong-konyong berpikir : "Partai
Kay Pang disebabkan sebatang rangka (sarung) pedang
sehingga bertempur dan mendendam demikian hebatnya
terhadap partai Kong Tong, tapi mengapa hal ini telah
mendatangkan Kouw Loo It -Koay, dengan Li Gok sendiri
tidak pernah munculkan diri ?"
Kemudian Lie Siauw Hiong menerangkan jalan
pikirannya ini, maka sambil menepuk pahanya Kim Loo Jie
lalu berkata : "Benar, kamipun justru merasa heran dalam
hal ini .."."
Sekonyong-konyong Lie Siauw Hiong teringat akan
pedang 'Bwee Hiang Kiam'-nya yang ditancapkan ditembok
menara tersebut, setelah mengingat senjata itu, buru-buru
dia berlari keluar.
Kim Loo Jie buru-buru mengulurkan kepalanya
memandang dan dia lihat pemuda kita dengan menempelkan dirinya pada tembok menara, sedang
mencari sesuatu agaknya. Pergerakannya demikian bebas
dan lincahnya seperti juga seekor cecak besar sedang
merayap ditembok menara tersebut, hingga kepandaiannya
ini entah betapa tingginya, harus diketahui bahwa ilmu
merayap tersebut yang bernama 'Pek-houw-kang' (ilmu
merayap seperti cecak) itu bila dipergunakan, harus terus
bergerak kesana-kemari, bila berhenti, maka tidak mungkin
orang dapat mempertahankan diri terlebih lama pula diatas
dinding tembok, tapi pemuda kita yang telah dapat
melakukan pekerjaan yang dianggapnya mustahil itu,
kepandaiannya ini boleh dikira-kirakan betapa tingginya.
Maka setelah Lie Siauw Hiong dengan separuh menahan
napasnya merayap naik kelobang tembok dimana tadi dia
menaruh pedangnya itu, tiba-tiba jadi sangat terkejut,
tatkala sampai disitu tidak menampak pedang 'Bwee Hiang
Kiam'-nya itu! Oleh karena menampak kejadian tersebut, maka hati
pemuda kita seolah-olah dirasakan berhenti berdenyut
seketika, atau bagaikan orang jatuh kesebuah jurang yang
ribuan tombak dalamnya. Dia terpekur bagaikan sebuah
patung, dan setelah berselang lama juga, barulah dia dapat
berpikir kembali secara kritis, hingga diam-diam dia berpikir
: "Siapakah yang dapat mencuri pedangku ini " Aku telah
menacapkan pedang itu cukup dalam, dan tidak mungkin
bahwa pedang itu akan dapat jatuh sendiri."
Sesungguhnya dikalangan Bulim (rimba persilatan)
orang yang dapat menggunakan ilmu merayap setinggi Lie
Siauw Hiong itu dapat dihitung dengan jari, tapi diantara
jumlah yang sangat sedikit ini siapakah gerangan yang telah
mencuri pedangnya.
Ketika Lie Siauw Hiong memandang dengan lebih
cermat lagi dia dapatkan bahwa ditempat dimana dia
tancapkan pedangnya itu, masih meninggalkan bekas yang
dalam sekali bekas tancapan pedangnya, dan tembok
disekitarnya tidak tampak ada yang gugur, hal mana
teranglah sudah, bahwa ada seseorang yang tinggi sekali
kepandaiannya telah mencuri pedangnya itu.
Sekonyong-konyong dia melihat disuatu tempat yang
terpisah tidak jauh dari bekas tancapan pedangnya itu,
tampak juga bekas tancapan pedang lainnya, yang
dalamnyapun hampir bersamaan, maka Lie Siauw Hiong
yang berotak cerdik, dengan lantas mengetahui, siapakah
gerangan pencuri pedang 'Bwee Hiang Kiam'-nya itu. Bekas
tancapan pedang yang lainnya itu tidak dapat disangkal
lagi, itulah bekas tancapan pedang 'Ie Hong Kiam'-nya Li
Gok, yang dengan meminjam tenaga senjata tersebut, dia
telah mencuri pedangnya si pemuda, maka tidaklah
terlampau mengherankan kiranya, jika tadi Li Gok tidak
menampakkan dirinya.
Tatkala berpikir sampai disitu, tidak terasa lagi dia
menjadi sangat geram dan terkejut, buru-buru dia melompat
turun kembali, dan waktu sampai ditingkat keduabelas, lalu
sambil menekan genting menara tersebut dia berjungkir
balik dan tubuhnya melayang naik dan terus menerobos
masuk melalui jendela ditingkat ketiga belas itu. Kim Loo
Jie berteriak memujinya atas ilmu Keng-sin-kang si pemuda
yang luar biasa tingginya itu.
Seketika itu Kim Loo Twa pun perlahan-lahan telah
dapat bangun berdiri, dan setelah melihat sinar mukanya
Lie Siauw Hiong yang agak kusut, buru-buru dia bertanya :
"Lie Heng mempunyai urusan apakah, yang sekiranya kita
saudara Kim dapat membantunya " Harap supaya Lie Heng
sudi menerangkan kepada kami berdua saudara."
Lie Siauw Hiong menggelengkan kepalanya, kemudian
dengan memaksakan diri dia menjawab : "Tidak ada apa-
apa yang perlu dihiraukan, aku mempunyai sebilah pedang
biasa yang ditinggalkan diatas tembok menara ini, tadi
waktu aku hendak mengambilnya, ternyata pedang itu telah
lenyap entah kemana."
Lie Siauw Hiong ini sungguh tinggi sekali hatinya,
diapun tidak mau menyibukkan orang lain dalam usaha
memperoleh kembali pedangnya itu. Dia memang bertabiat
demikian. Apa bila ada orang yang meminta bantuannya,
maka dengan rela dan ikhlas hati dia suka membantunya
dengan sepenuhnya hati, tapi apabila dia sendiri menemui
suatu kesukaran, dia tidak mau sekali-kali menyibukkan
orang lain untuk membantunya. Maka terhadap kehilangan
pedangnya itu, dia tidak menjelaskan keadaan sesungguhnya pada kedua saudara she Kim itu.
Kedua saudara she Kim inipun seorang ksatria sejati
pula, melihat orang tidak mau menceritakan hal yang
sebenarnya, merekapun tidak mau banyak bertanya-tanya
pula. Lie Siauw Hiong lalu merangkapkan tangannya sambil
berkata : "Aku berhubung mempunyai urusan penting,
maka tidak bisa tidak harus mengerjakannya sekarang juga,
dibelakang hari bila saudara sekalian menemui kesulitan
apa-apa, silahkan beritahukan saja padaku, aku pasti akan
menyusul kemana saja yang kalian minta aku datang."
Kedua saudara she Kim ini ketika melihat mukanya Lie
Siauw Hiong agak berubah, merekapun segera mengetahui,
bahwa pemuda kita ini pasti mempunyai urusan yang
sangat mendesak sekali, hingga terpaksa merekapun
merangkapkan tangan membalas hormat sambil berkata :
"Lie Heng adalah bintang penolong kami, juga penolong
bagi partai Kay Pang, kami seumur hidup pasti tidak
melupakan budi kebaikan saudara yang besar bagaikan
lautan ini !"
Lie Siauw Hiong lalu berkata pada Peng Jie : "Peng Jie,
kau harus baik-baik mengikuti paman Kim, baik-baik dan
rajin-rajinlah belajar kepandaian silat yang sejati, karena
jatuh-bangunnya partai Kay Pang kelak adalah tergantung
ditanganmu."
Sehabis berkata begitu, badannya Lie Siauw Hiong lalu
melesat dan dalam beberapa kali loncat saja ia telah
melayang sejauh tiga puluh tombak, sedangkan Peng Jie
dari jendela berseru : "Lie Siok-siok, kapan kau akan
menengok Peng Jie lagi ?" Waktu dia berseru, bayangannya
Lie Siauw Hiong sudah lenyap dibalik hutan rimba.
Karena sangat gugup, maka Lie Siauw Hiong buru-buru
berlalu meninggalkan mereka, dengan didalam hati diam-
diam dia berpikir : "Baiklah aku akan naik kepuncak
gunung Kong Tong untuk melakukan pengamukan disana,
masakah si Li Gok tak akan keluar " Hmm, begitu dia
muncul, bukan saja aku akan merampas kembali pedang
'Bwee Hiang Kiam'-ku, tapi juga dengan sekaligus akan
kubuat perhitungan lama dengannya !" Yang dimaksudkan
perhitungan lama itu, yaitu untuk membalaskan sakit hati
Bwee Siok-sioknya tempo hari, yang pernah dikeroyok oleh
Li Gok dan kawan-kawannya. Tapi pada saat itu Lie Siauw
Hiong sama sekali tidak menghiraukan 'ahli pedang nomor
wahid sejagat' dan beberapa orang kawannya itu dia tidak
pandang sebelah matapun terhadap mereka semuanya.
Perjalanan yang diambilnya ini melalui semak belukar
yang sepi sekali. Disini dalam keadaan bebas dia dapat
membentangkan Keng-sin-kang-nya
dengan sehebat- hebatnya. Disamping itu, diapun merasa bahwa setelah dia
melangsungkan pertempuran yang luar biasa dan makan
tenaga dengan Kouw Loo It Koay Ang Ceng itu, tenaga-
dalamnya maju sangat pesat sekali, hingga dengan perasaan
gembira dia berlari-lari dengan secepat-cepatnya.
Sekonyong-konyong dari jarak yang belum terpisah
berapa tinggi dari angkasa, dengan secara tiba-tiba saja
melayang seekor burung dara, yang kakinya diikatkan
benang merah. Burung ini adalah burung pembawa surat,
dan karena burung pembawa surat serupa ini seringkali ia
lihat, maka diapun tidak merasa aneh dan juga tidak
memperhatikannya.
Selanjutnya dengan berdesirnya angin lalu terdengar
suara gemericiknya suara air, hingga pemuda kitapun
segera mengetahui, bahwa tidak berapa jauh dari situ pasti
terdapat sumber air atau kali kecil.
Tatkala berjalan kurang lebih sepeminuman teh lamanya,
benar saja disebelah depannya terdapat sebuah anak sungai,
maka tanpa terasa pula ia jadi tersenyum, karena setelah ia
berlari-lari setengah harian lamanya, kini pengalamannyapun sudah bertambah tidak sedikit. Waktu
sudah berjalan dekat, dia melihat bahwa anak sungai itu
tidak seberapa lebar, tapi air yang mengalir sangat deras
sekali, hingga air itu tampak bergelombang besar juga.
Justru itu dari sungai itu tampak mendatangi sebuah
perahu yang tidak ada penumpangnya, kecuali pemilik
perahu itu sendiri, yang agaknya sengaja memperlambat
jalan perahunya, agar supaya dia dapat mengasoh dengan
leluasa. Lajunya perahu itu memang pesat sekali, hingga agaknya
sukar bagi si tukang perahu untuk menghentikannya
seketika, tapi tukang perahu itu tidak tampak menjadi
gugup. Lalu dari saku celananya dia menarik keluar
sebatang tali, yang setelah dibuatnya dua kali lingkaran dan
diayun-ayunkan dua kali diudara, lalu dilemparnya pada
pelatok diseberang sungai itu, tali mana sungguh tepat
sekali terpancang dipelatok tersebut. Menampak kejadian
tersebut, tanpa terasa pula Lie Siauw Hiong jadi menepuk
tangan memujinya.
Tukang perahu itu sambil berdiri tegak lalu menarik
perlahan-lahan, sehingga perahunya itu lalu mendekati
pantai. Lie Siauw Hiong lalu bertanya pada si tukang
perahu : "Twako, numpang tanya, jika ingin pergi kegunung
Kong Tong, harus mengambil jalan yang mana ?"
Tukang perahu itu menjawab : "Sungai ini hanya dapat
Persekutuan Tusuk Kundai Kumala 5 Kemelut Di Cakrabuana Karya A Merdeka Permana Kisah Pendekar Bongkok 6
^