Pencarian

Pendekar Pedang Sakti 17

Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar ( Bwee Hoa Kiam Hiap ) Karya Liong Pei Yen Bagian 17


begitu Peng Hoan Siangjin masuk kedalam barisan batu-
batu itu, ketiga orang itupun sudah memburu sampai.
Maksud sebenarnya dari ketiga pendeta asing ini datang ke
Tiong-goan, ialah ingin melihat pemuda kita yang sudah
berhasil menjatuhkan murid kesayangan mereka, siapa tahu
baru saja mereka sampai, mereka sudah berjumpa dengan
lawan yang sangat tangguh, terlebih-lebih Peng Hoan
Siangjin, yang tenaga-dalamnya melebihi dari mereka
semua. Dan karena mereka tidak puas, maka lalu bersatu
padu untuk menghadapi Peng Hoan Siangjin seorang diri.
Pengalaman ketiga pendeta asing itupun cukup luas,
hingga dalam sedetik saja, mereka sudah mengetahui,
bahwa diri mereka sudah terkurung dalam barisan
lawannya. Tapi ketiga orang ini dengan mengandalkan
kepandaian masing-masing yang tinggi, bukan saja mereka
tidak merasa takut, malah terus saja mereka mengejar
lawannya. sehingga Kinlungo sendiri turut juga masuk
kedalam barisan batu-batu itu.
Peng Hoan Ciangjin sendiri pernah terkurung selama
sepuluh tahun dalam barisan ini, tapi untung juga Lie
Siauw Hiong telah dapat membawanya keluar, barulah dia
dapat meninggalkan barisan ini. Oleh karena itu, ia
sekarang sudah agak hafal terhadap barisan ini, kemudian
sambil lari kekiri dan menerobos kekanan, dia bawa lawan-
lawannya semakin dalam memasuki barisan kuno ini,
hingga tidak lama kemudian, dia lihat tiga pendeta asing
bersama-sama Kinlungo sudah terkurung dalam barisan itu,
dimana mereka terus berusaha mencari jalan keluar, tapi
selalu tidak berhasil dan akhirnya hanya bisa berputar-putar
ditempat-tempat itu juga. Sementara Peng Hoan Siangjin
yang menyaksikan hal itu, tidak terasa lagi jadi tertawa
tergelak-gelak.
Harus diketahui bahwa Peng Hoan Siangjin yang begitu
lihay pernah terkurung dalam barisan itu selama sepuluh
tahun lamanya. Mereka itu sekalipun mempunyai
kepandaian yang lebih tinggi, tidak mungkin dapat
memecahkan kurungan barisan itu.
Sesudah mengurung keempat orang asing itu, Peng Hoan
Siangjin buru-buru berlari masuk kedalam pulau itu, untuk
mencari Hui Taysu untuk bersamanya dengan bahu-
membahu menghadapi lawan-lawannya yang sangat
tangguh itu. Pulau Siauw Ciap Too ini sekitarnya hanya terdiri dari
daerah seluas sepuluh lie saja, hingga dengan mengandalkan kepandaiannya, Peng Hoan Siangjin dalam
waktu sekejap mata saja sudah sampai ditengah-tengah
pulau itu, kemudian waktu dia memasuki rumah orang,
ternyata didalamnya tidak tampak penghuninya, maka
tidak terasa lagi hatinya menjadi kecewa sekali.
Biasanya dia mengira bahwa kepandaiannya sudah
terlampau tinggi sehingga tidak ada orang lain yang mampu
menandinginya, tapi sekarang dihadapannya telah terdapat
tiga orang asing, yang menurut kenyataan dari kepandaian
mereka, tidak berada disebalah bawahnya. Tapi karena
mereka terlampau temberang dan ingin menjatuhkan para
pendekar dari Tiong-goan maka dia bermaksud akan turun
tangan untuk memberi hajaran kepada mereka.
Oleh karena itu, dengan lantas dia berpikir, bahwa
mereka bertiga sebagai 'Tiga Dewa Diluar Dunia' bila dapat
dipersatukan, bukankah sangat tepat sekali untuk menghadapi ketiga lawannya itu" Dengan kawan-kawannya
ini dia ingin memberi hajaran yang keras kepada mereka,
agar mereka mengetahui bahwa orang-orang di Tionggoan
tidak gampang menerima penghinaan orang.
Dengan mengandung maksud inilah, maka dia datang
kepulau Siauw Ciap Too, tapi kini Hui Taysu tidak terdapat
dipulaunya, maka sudah tentu saja dia tidak sanggup
dengan hanya seorang saja menghadapi tiga orang
lawannya yang sangat tangguh itu. Jika musuh-musuh tidak
dikalahkan, bukankah nama 'Tiga Dewa Diluar Dunia' itu
akan menjadi rusak dan runtuh"
Dia yang telah berhasil mengurung tiga lawannya
didalam barisan kuno itu, dia tidak pernah memikir bahwa
lawan-lawannya itu adalah mahluk-mahluk apa. Maka
ketika baru saja dia membalikkan badannya hendak
berjalan pergi, dengan sekonyong-konyong terdengar satu
suara yang sangat nyaring sekali, seakan-akan bumi hendak
ambruk saja layaknya, sehingga pulau yang begitu kecil
dirasakannya seperti tergoncang. Maka Peng Hoan Siangjin
yang menampak hal itu, keruan saja menjadi terkejut bukan
kepalang, hatinya tergerak, karena dia mengetahui, bahwa
ketiga lawannya yang tak dapat keluar dari barisan kuno
itu, sekarang mereka tengah menghancurkan segala sesuatu
yang menghalangi dihadapan mereka.
Tempo haripun sewaktu dia terkurung dalam barisan
kuno ini, diapun pernah berpikir untuk menghancurkan
batu-batu yang menghalanginya dengan jalan memukul
dengan tenaga-dalamnya yang sangat dahsyat itu, tapi dia
berbuat demikian, maka dia akan mengalami kerugian pada
jasmaninya. Dan sekarang ketiga orang asing itupun pasti
akan berhal seperti dia juga, tapi satu hal yang celaka
adalah lawan-lawannya ini terdiri dari tiga orang, maka
dengan bersatu padu kerugian jasmani mereka agak
berkurang tentunya, bahkan mungkin sekali mereka akan
berhasil meruntuhkan barisan kuno itu.
Diapun mengetahui, bahwa barisan kuno ini telah dibuat
oleh Hui Taysu dengan cucuran darah dan keringat, dia
mengira enak saja mengurung lawan-lawannya disitu, tapi
sekarang kenyataannya berlainan dengan apa yang
dipikirkannya semula. Andaikata lawannya dapat memecahkan kurungan barisan ini bukankah dia merasa
tidak enak terhadap Hui Taysu" Oleh karena itu, buru-buru
dia menghampiri ketiga orang lawannya itu.
Pada saat itu, ketiga pendeta asing itu sudah bersiap-siap
untuk merobohkan batu raksasa yang kedua, hingga Peng
Hoan Siangjin yang menampak hal itu menjadi gugup
sekali, buru-buru dia berseru: "Hei, bila kalian mempunyai
kepandaian yang berarti, silahkan kalian boleh maju saja .."
Diantara ketiga pendeta ini, salah seorang yang
menduduki tingkat kedua, yaitu gurunya Kinlungo yang
bernama Kinposuf lalu tertawa bergelak-gelak sambil
berkata: "Kami kira barisan ini adalah suatu barisan yang
aneh dan hebat, tapi untuk bicara terus terang, barisan
semacam ini kami tidak pandang sebelah matapun .."
Sekalipun dia berbicara dengan bahasa Han, tapi dia
tidak dapat bercakap lancar seperti apa yang dilakukan oleh
muridnya, Kinlungo.
Baru saja dia berkata begitu, tiba-tiba dari balik batu-batu
itu terdengar suara dingin yang berkata: "Hm, omong besar
saja kalian! Coba kalian boleh jajal?"
Heng Hoo Sam Hut menjadi terkejut sekali, karena
dengan mengandalkan kepandaian mereka masing-masing,
daun kering yang jatuh ketanah dalam jarak sepuluh
tombak jauhnya, mereka masih dapat mendengarnya
dengan jelas sekali, tapi sekarang ada orang yang datang
kesitu tanpa mereka mengetahuinya, hingga kepandaian
semacam yang dimiliki orang itu, tentu saja sangat luar
biasa pula. Sebaliknya bagi Peng Hoan Siangjin sendiri, kedatangan
orang itu sangat menggembirakan sekali didalam hatinya,
karena dia cukup maklum, bahwa orang itu adalah Hui
Taysu sendiri, hingga dengan suara yang lantang dia
berseru: "Loo-nie-po, lekas kemari, kedatanganmu sungguh
kebetulan sekali .."
Hui Taysu yang berada dibalik batu gunung, hanya
mengeluarkan suara jengekan saja, dan tatkala ketiga
pendeta asing itu merasa pandangan mata mereka menjadi
kabur, tahu-tahu Hui Taysu dari balik batu gunung sudah
berdiri dihadapannya Peng Hoan Siangjin.
Pergerakannya itu bukan main hebatnya, ketiga pendeta
asing itu tidak mengetahui dengan tipu apakah sehingga
pendeta wanita tua ini dapat berada dihadapan mereka,
hingga kepandaiannya yang hebat itu sungguh membuat
mereka terkejut bukan kepalang.
Peng Hoan Siangjin yang menyaksikan tingkah-laku
mereka, dalam hatinya dia tertawakan mereka sambil
berkata pada dirinya sendiri: "Kepandaiannya Loo-nie-po
ini yang disebut 'Kit-mo-sin-pouw', tidak ada keduanya
didunia, kehebatannya tidak ada bandingannya, jangankan
kalian tiga pendeta asing keparat, sekalipun aku sendiri
harus mengaku kalah terhadapnya!"
Hui Taysu sesampainya dimuka Peng Hoan Siangjin,
dengan suara yang dingin lalu berkata: "Hai, pendeta busuk,
kau lagi-lagi datang kemari, hendak membuat kegaduhan
apa lagi?"
Peng Hoan Siangjin cukup paham, bahwa pada saat itu
bukanlah saat yang tepat bagi mereka untuk menarik urat,
maka sambil tertawa besar dan dengan sikap yang
bersungguh-sungguh ia menjawab: "Biasanya kau ini Loo-
nie-po berdiam diri terasing sekali dengan dunia luar,
sehingga peristiwa diluaran sedikit pun kau tidak
mengetahuinya. Sekarang kau tidak bisa tidak harus
menunjukkan kemampuanmu .." Sambil berkata begitu, dia
lantas ceritakan tentang kedatangan dan sepak terjang
ketiga pendeta asing itu kepadanya dengan sejelas-jelasnya.
Hui Taysu yang melihat si Hweeshio tua bercakap-cakap
dengan sikap yang bersungguh-sungguh, diapun merasa
tidak enak untuk mempersulitnya, lebih lanjut seperti
biasanya. Sementara Peng Hoan Siangjin yang melihat wajah si
Nikouw tua seakan-akan merasa ragu-ragu dan tidak
mempercayainya seratus persen, dengan marah dia berkata:
"Aku Peng Hoan Siangjin seumur hidupku belum pernah
memohon bantuan orang lain, tapi kini keadaannya jauh
berlainan, karena hal ini bersangkut-paut dengan nama
seluruh anak cucu kita kelak. Andaikata kau tidak sudi
membantu juga tidak mengapa, masakan aku Peng Hoan
Siangjin ingin menipumu?"
Semakin berpikir dia semakin kheki saja, dan sewaktu
dia melihat lagi bahwa pendeta wanita bangkotan itu belum
lagi dapat mengambil keputusan yang tetap, lalu ia
mengeluarkan jengekannya sambil berkata: "Tidak kunyana
bahwa pemilik pulau Siauw Ciap Too ini adalah seorang
pengecut belaka yang takut sekali berurusan dengan lain
orang!" Hui Taysu yang mendengar begitu, dengan geramnya
lalu menyahut: ,Siapa bilang aku takut berurusan dengan
lain orang" Aku melainkan sedang menyelidiki hal
sebenarnya!"
Dengan perasaan terharu Peng Hoan Siangjin berkata:
"Orang lain hendak menjatuhkan nama 'Tiga Dewa Diluar
Dunia', apakah kau masih juga tidak berani turun tangan?"
Hui Taysu bukan tidak mengetahui maksudnya kata-kata
si Hweeshio tua yang hendak memanaskan hatinya itu,
maka dengan tertawa dingin dia memotong perkataan
orang. Peng Hoan Siangjin yang melihat rencananya tidak
berjalan beres, malah dirinya sendiri kena disemprot orang,
tidak terasa lagi dari malu dia menjadi gusar, hingga dengan
sama dinginnya dia menyahut: "Apakah kau kira karena
aku tidak dapat melayani orang lain, maka barulah aku
datang kesini meminta bantuanmu si pendeta wanita
bangkotan yang busuk?"
Hui Taysu lalu balik berkata: "Jika kau dapat melayani
sendiri, kenapa kau tidak lawan saja mereka itu?"
Setelah berdiam sejurus Hui Taysu lalu melanjutkan:
"Dengan kepandaian mereka bertiga yang waktu tadi
mereka menjatuhkan batu raksasa itu, apakah kau sanggup
melayani mereka dengan satu lawan tiga?"
Diam-diam Peng Hoan Siangjin berkata pada dirinya
sendiri: "Memang benarlah, aku tidak sanggup melayani
mereka dengan hanya seorang diri saja tanpa bantuanmu."
Tapi mulutnya hanya menjawab: "Jika tidak dapat
melayani mereka bagaimana" Loo-nie-po tidak mau turun
tangan, baiklah aku sendiri akan pergi mencari Bu Heng
Seng saja! Sehabis berkata begitu, dia sudah lalu berpura-
pura membalikkan badannya hendak berjalan pergi.
Tapi sekonyong-konyong Hui Taysu berkata: "Tunggu
dulu .." Setelah Peng Hoan Siangjin membalikkan kembali
tubuhnya, barulah dia berkata dengan lebih lembut:
"Pendeta busuk, kau tempo hari pernah marah terhadapku,
karena kau tidak mau menyambuti tantanganku, maka
mengenai urusan itu, baiklah kita jangan mengingat-
ingatnya lagi untuk selama-lamanya .." Waktu dia
mengucapkan kalimat ini, suaranya sangat perlahan sekali,
sedangkan perkataannyapun terputus-putus.
Peng Hoan Siangjin segera mengatahui, bahwa rekannya
sudah meluluskannya ajakannya untuk menempur ketiga
pendeta asing itu, maka dengan tersenyum riang diapun
berkata: "Loo-ni-po telah mengurung aku selama sepuluh
tahun, maka hutang itupun baik kita lunaskan sampai disini
saja .." Hui Taysu lalu mengulurkan tangannya.
Peng Hoan Siangjin menjadi tercengang sekali, diapun
lalu mengulurkan tangannya dan menepuk tangan rekannya


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar ( Bwee Hoa Kiam Hiap ) Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan perlahan sambil tertawa mengakak dan berkata:
"Kun cu it gan .." (artinya: seorang kuncu atau gentleman
akan patuh pada kata-kata yang diucapkannya).
Hui Taysu menjawab: "Koay ma it pian!" Maksudnya
kurang lebih bahwa seorang ksatria yang mengeluarkan
kata-katanya, harus ditepati dengan tak usah ditegur lagi.
Sedangkan ketiga pendeta asing itu yang melihat kedua
orang ini saling bercakap-cakap, seakan-akan mereka tidak
memandang mata sekali terhadap mereka bertiga, tidak
terasa lagi mereka menjadi marah sekali. Tiba-tiba
Kinlungo lalu berseru: "Hei, apakah kalian mengira bahwa
kami tidak dapat meloloskan diri dari dalam kurungan
barisan ini?"
Hui Taysu sama sekali tidak menghiraukan perkataannya. Tapi sebaliknya Peng Hoan Siangjin lalu menjawab:
"Bila benar, kalian mau apa?"
Gurunya Kinlungo lalu menyahut: "Kami akan
meruntuhkan seluruh batu-batu ini .."
Dengan tertawa dingin Peng Hoan Siangjin menjawab:
"Boleh kau coba-coba?"
Ketiga pendeta asing itu tanpa seji-seji lagi lalu
menghempos semangat mereka, dengan bersatu padu
mereka merobohkan batu raksasa yang paling depan.
Dikatakan lambat tapi kejadiannya cepat sekali ..
Begitu badannya Peng Hoan Siangjin bergerak, diapun
dengan cepatnya melancarkan serangannya.
Pukulan Peng Hoan Siangjin ini luar biasa hebatnya, dia
memukul bagaikan orang yang bermain-main saja, tapi
tenaga yang dilancarkannya dahsyat bukan buatan.
Ketiga pendeta asing itu segera menarik pukulan mereka
dan kini mereka arahkan pukulan mereka kepada Peng
Hoan Siangjin. Menampak serangan lawan dengan segera
Peng Hoan Siangjin menarik kembali pukulannya, sehingga
angin pukulan itupun lenyaplah seketika itu juga.
Pukulan Peng Hoan Siangjin sekali ini sengaja diarahkan
pada batu yang kosong, maka ketika dia menarik kembali
pukulannya itu, ketiga lawannya tidak keburu menarik
pulang pukulan mereka lagi, sehingga pukulan itu jatuh
ditempat yang kosong.
Tenaga ketiga orang itu sungguh luar biasa sekali
hebatnya, karena tanah yang kena terpukul mereka itu tiba-
tiba menjadi sebuah lubang yang besar sekali, sedangkan
tanahnya berhamburan kian kemari. Peng Hoan Siangjin
yang menampak hal itu jadi tertawa bergelak-gelak
ditambah lagi dengan teriakan ketiga pendeta asing itu,
sehingga menyebabkan keadaan disitu menjadi hiruk pikuk
dibuatnya. Hui Taysu sesungguhnya merasa sayang terhadap
barisan yang dibuatnya, maka dengan gerak yang cepat
sekali dia berlompat keatas sebuah puncak batu gunung
sambil berkata: "Kalian naiklah bila berani?"
Ketiga pendeta asing yang tengah memuncak amarahnya
itu, dengan serentak mereka maju dan lompat berbareng
keatas batu gunung itu, hanya ketinggalan Kinlungo sendiri
disebelah bawah. Berbareng dengan itu, Peng Hoan
Siangjin pun berlompat pula naik kesalah satu puncak batu
gunung itu sambil menantangnya: "Kita disini saja
menetapkan siapa yang menang dan siapa pula yang akan
mengalami kekalahan!"
Ketiga pendeta asing itu dengan tidak bercakap-cakap
lagi dan dengan penuh kemarahan segera maju kemuka
untuk menghajar lawan-lawannya itu.
Sekarang kita menilik pada Lie Siauw Hiong, sesudah
meninggalkan pulau Siauw Ciap Too, dengan laju sekali
berlayar kearah pulau Bu Kek Too. Pulau Bu Kek Too ini
terpisah dengan pulau Siauw Ciap Too tidak terlampau
jauh, hingga dalam waktu antara lima atau enam jam saja
dia sudah sampai ditempat yang dituju. Lie Siauw Hiong
yang mengetahui bahwa urusan ini sangat penting sifatnya,
maka diapun tidak berani berlaku ayal-ayalan dan segera
melakukan perintah orang tua itu dengan taatnya.
Pada hari itu cuaca sangat baik, matahari bersinar
dengan cemerlangnya, dan diwaktu sinar matahari jatuh
diatas air laut, membuat air laut itu berkilau-kilauan karena
gerak gelombangnya. Nun jauh disana, antara laut dengan
bumi seakan-akan menjadi satu saja, hingga laut dan langit
bersamaan warna birunya, sungguh memperlihatkan
pemandangan yang indah permai.
Sekali-kali diatas laut terdapat burung laut yang saling
berkejar-kejaran, mereka itu dengan tenangnya melakukan
penerbangan sehingga dilaut itu menunjukkan suasana yang
tenteram dan damai.
Perahu pemuda kita yang mendapat hembusan angin
dan ditambah pula dengan dia sendiri yang mendayungnya,
menyebabkan perahu itu laju dengan pesatnya.
Tidak antara beberapa lama pulau Bu Kek Too pun
dengan samar-samar mulai berbayang didepan mata.
Diatas laut yang biasanya disebut tempat tinggalnya Tiga
Dewa Diluar Dunia, adalah terdiri dari tiga pulau. Pulau
Tay Ciap Too menjadi pemimpinnya dan berdiri didepan
sekali, lalu Siauw Ciap Too yang letaknya kedua,
sedangkan pulau Bu Kek Too terletak pada bagian yang
paling belakang dan terakhir. Diantara ketiga pulau ini,
pulau Bu Kek Too-lah yang paling luas dan besar, sedang
letaknyapun paling strategis. Ketiga pulau ini merupakan
satu bentuk segi tiga.
Perlahan-lahan letak pulau Bu Kek Top sudah tampak
semakin dekat, sehingga segala sesuatu yang berdekatan
dengan pulau itu sudah dapat dilihat dengan nyata.
Begitupun ombaknya bertambah besar juga, hal mana,
mungkin juga disebabkan bahwa dia sudah dekat dengan
pantai. Dikedua pinggiran diatas pulau itu, tumbuh pohon-
pohonan, pohon-pohon itu tampaknya ditanam oleh
manusia dan teratur baik sekali, sehingga disitu merupakan
satu jalan yang lurus kemuka.
Dipantai banyak sekali terdapat pasir-pasir laut, ombak
tampaknya lebih sering mendampar pantai, sehingga waktu
ombak dan pasir saling mendampar, segera menerbitkan
suara "ser, ser" yang tidak putus-putusnya dan memekakkan telinga.
Setelah mendarat, dia lihat dihadapannya terpentang
tanah yang luas, dasar tanah itu dilapisi oleh kerikil-kerikil
halus, hal mana dipergunakan orang untuk mencegah
kebanjiran. Tidak lama antaranya, diapun sudah sampai
pada pohon-pohon yang banyak tumbuh disitu, sesudah itu
diapun tidak berani berlaku gegabah lagi. Diapun tidak
berani membentangkan Keng-sin-kangnya disitu, melainkan
berjalan dengan perlahan-lahan saja.
Setelah sampai diujung jalan yang lurus itu, lalu dia
membelok kekiri. Jalan disitu kini tidak banyak lagi
terdapat pohon-pohonan, tapi diantara pohon dengan
pohon banyak tumbuh pohon-pohon bunga serta rumput-
rumput yang hijau daunnya, dari jauh bila kita memandang,
maka tampaklah disitu setumpuk bunga yang berwarna
merah, sedang disana tampak rumput yang berwarna hijau,
hingga semua itu menunjukkan suatu pemandangan yang
mengasyikan serta menyenangkan sekali.
Lie Siauw Hiong yang tadinya belum pernah
mengunjungi pulau Tay Ciap Too dan Siauw Ciap Too,
tidak mengetahui bahwa kedua pemilik pulau itu adalah
orang-orang yang memiliki kepandaian yang tinggi dan
hebat, tapi segala sesuatu yang diatur diatas pulau Siauw
Ciap Too tampaknya gundul karena disitu tidak terdapat
terlalu banyak pohon-pohonan, sedangkan pulau Tay Ciap
Too lebih kacau balau keadaannya, kedua pulau ini jauh
sekali bedanya dengan pulau Bu Kek Top.
Disebelah depan sejauh mata memandang, tampak
warna hijau dan merah yang menghiasi tanah disekitarnya.
Bila kita memandang dari arah laut, maka tampaklah suatu
pemandangan pancawarna yang sangat indah dan menarik
hati. Pulau Bu Kek Too ini sangat luas sekali. Dari suatu jalan
yang lurus dan panjangnya kurang lebih satu lie, kita bisa
melihat sebuah rumah, yang mungkin juga tempat
tinggalnya pemilik pulau ini.
Lie Siauw Hiong setelah membereskan pakaiannya yang
kusut lalu berteriak: "Boan-pwee kesini disebabkan ada
urusan sangat penting yang hendak memohon bantuan
Cian-pwee disini .."
Keadaan dalam rumah itu sunyi-senyap, dan karena
saking tenangnya, maka keadaan dalam rumah itu tidak
terdengar suara apapun yang menjawab perkataannya.
Lie Siauw Hiong berusaha untuk mendekati rumah itu,
setelah dia lalui segerombolan pohon bunga-bunga dan baru
saja sampai dimuka rumah itu, lantas matanya menjadi
kabur, karena tidak terasa lagi dia mengeluarkan jeritan
tertahan. Ternyata Bu Heng Seng sebagai pemilik pulau ini,
sifatnya sangat gemar sekali dengan pemandangan yang
indah-indah, sekalipun dia tinggal terpencil didalam sebuah
pulau, dengan menghamburkan tenaga yang tidak sedikit
barulah dia berhasil mengatur segala sesuatunya sehingga
sedemikian indahnya, sedangkan bujang-bujang yang
dipakainya adalah orang-orang pilihan. Lie Siauw Hiong
yang pertama kali datang kesitu, pertama dia lihat pohon-
pohon serta bunga-bunga yang berwarna warni, sekarang
setelah dia sampai ditengah-tengah pulau ini, suatu
pemandangan yang berlainan sudah terhampar dihadapannya. Dia hanya melihat satu rumah yang sangat kuno
bentuknya, diempat penjuru tidak ditanami pohon maupun
bunga-bunga apapun jua, melainkan ditanami dengan
rumput-rumputan. Sebuah jalan kecil menghubungi kejalan
besar yang tidak rata dan berkelok-kelok.
Disebelah timurnya terdapat sebuah sungai kecil yang
airnya dialirkan dari laut. Sejauh mata memandang, segala
sesuatunya adalah buatan manusia belaka, lebar sungai itu
kurang lebih hanya dua tombak. Air sungainya mengalir
dengan perlahan sekali, sedangkan ditengah-tengahnya
terdapat sebuah jembatan gantung.
Sekalipun rumah itu tampaknya sangat kuno, tapi segala
sesuatu yang terdapat disekitarnya diatur sedemikian
sempurnanya, sehingga tanpa terasa lagi semacam perasaan
senang dan kerasan menghinggapi pada diri pemuda kita
ini. Tempat ini terpisah dengan laut cukup jauh, sehingga
debar dan damparan air laut tidak terdengar sama sekali.
Keadaan disekelilingnya sunyi-senyap, seakan-akan tidak
tampak barang seorang manusiapun.
Perlahan-lahan Lie Siauw Hiong menjadi terbenam
perasaannya. Sejak kecil dia yang sudah mengikuti Bwee
San Bin, maka pada dirinya sudah timbul semacam darah
seni, hingga diwaktu menyaksikan panorama disekelilingnya ini, dia merasa senang sekali didalam
hatinya. Sekonyong-konyong telinganya dapat menangkap suara
orang yang berkata: "Bocah yang baik, ternyata kau berani
juga datang kepulau ini .."
Begitu Lie Siauw Hiong membalikkan tubuhnya, dengan
lantas dia melihat Bu Heng Seng, pemilik pulau itu, telah
berada dihadapannya.
Kedatangannya Lie Siauw Hiong sekali ini justeru ingin
memohon bantuannya, maka setelah melihat orangnya
sudah berdiri dihadapannya tidak terasa lagi dia menjadi
girang sekali. Tapi ketika baru saja dia ingin menjawab
pertanyaan orang, Bu Heng Seng sudah mendahului
berkata: "Thio Ceng mana?" Mendengar pertanyaan itu, Lie
Siauw Hiong menjadi sangat tercengang, sehingga diapun
tidak bisa menjawabnya.
Dengan suara tajam Bu Heng Seng lalu bertanya pula:
"Kau .. kau .. Hm!"
Tampaknya karena dia sudah terlalu marah, maka
diapun tidak dapat mengeluarkan suara lagi.
Setelah menetapkan semangatnya, Lie Siauw Hiong lalu
berkata: "Thio Ceng" Maksudmu anak daramu itu?"
Muka Bu Heng Seng jadi pucat sekali dan lalu
menganggukkan kepalanya.
Lie Siauw Hiong menjadi terkejut dan buru-buru
bertanya: "Dia tidak ada dipulau ini?"
Dengan suara dingin Bu Heng Seng menjawab: "Dia,
pada sepuluh hari yang lampau, telah ribut mulut dan ingin
mencarimu, katanya. Hm, sejak pergi dia belum kembali
lagi .." Lie Siauw Hiong yang mendengar gadis itu pergi
ketempat yang sangat jauh dan ingin mencari dirinya, tidak
terasa lagi jadi merasa terharu tercampur girang, tapi waktu
dia berpikir bahwa gadis itu belum mempunyai pengalaman
dikalangan Kang-ouw, kepergiannya itu entah akan
menerbitkan gelombang apa lagi, hatinya gugup, maka


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar ( Bwee Hoa Kiam Hiap ) Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan suara yang keras dia berkata: "Boan-pwee pada
beberapa hari ini mengembara dilautan bebas, dia
sebenarnya ingin mencari Boan-pwee dimana ..?"
Bu Heng Seng menjawab: "Dia mengatakan bahwa dia
hendak pergi ke Tiong-goan. Ai, dia yang masih muda belia
belum mengetahui urusan diluaran."
Dengan cepat Lie Siauw Hiong sudah memotong
perkataan orang: "Hal ini Boan-pwee tidak pernah
memikirkannya, hanya pada saat ini Boan-pwee mempunyai urusan yang sangat penting sekali sifatnya,
setelah urusan disini selesai, dengan lantas Boan-pwee akan
mengembara dan mencari anakmu .."
Bu Heng Seng yang melihat Lie Siauw Hiong seperti
juga tidak gugup, melihat kehilangan anaknya, malahan
ingin menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu, barulah
kemudian pergi mencarinya, dia lihat tampaknya pemuda
ini tidak terlampau memikirkan anaknya, tapi anak daranya
agaknya terlampau cinta terhadap si pemuda ini. Semakin
berpikir, dia semakin marah saja, dengan tidak dapat
mengendalikan diri lagi dia sudah menggerang, dengan
segera dia sudah pukulkan satu kepalannya untuk
membinasakan pemuda kita ini.
Kemudian dengan secara sekonyong-konyong suatu
pikiran melintas dikepalanya, lalu dia berkata pada dirinya
sendiri: "Ceng Jie tampaknya terlampau menyayanginya,
andaikata sekarang aku membunuhnya sehingga binasa,
bukankah seumur hidupnya Ceng Jie akan bermusuhan
denganku" Aiiii, hal ini sesungguhnya tidak boleh
dilaksanakan .."
Begitu hatinya tergerak, lalu dengan suara yang tajam dia
membentak: "Bocah yang baik, aku akan mengusir kau
keluar dari pulauku ini, aku beri kau batas waktu tiga
hitungan, untuk kau meninggalkan tempat ini sejauh-
jauhnya, kemudian tidak usah kau kembali lagi kesini untuk
menjumpaiku .."
Mendengar perkataan orang itu, Lie Siauw Hiong
menjadi terkejut dan tidak dapat menjawab apa-apa.
Dengan suara dingin Bu Heng Seng lalu mukai
menghitung: "Satu .. dua .."
Karena gugupnya buru-buru Lie Siauw Hiong berteriak:
"Perlahan dahulu! Aku bila tidak mempunyai urusan yang
penting, pasti sekali tidak akan datang mencarimu, untuk
memohon bantuanmu, terlebih-lebih tidak mungkin aku
datang kemari menginjak pulaumu meski hanya tapak kaki
sekalipun. Urusan ini ada begitu pentingnya, karena besar
sekali sangkut-pautnya dengan urusan kalangan persilatan
di Tiong-goan .."
Dia mengira begitu dia keluarkan perkataannya ini, Bu
Heng Seng pasti akan menanyakan tentang soal apakah itu
yang tengah disibukkan, tapi siapa tahu Bu Heng Seng yang
sudah menjadi marah, sama sekali tidak mau mendengarkan perkataannya, tapi dengan suara yang
dingin dan getas dia tetap menghitung: "Ti .. ga!"
Setelah berdiam sejurus, barulah dia berkata pula:
"Bocah yang baik, apakah kau tidak memandang sebelah
mata kepadaku" Akan kuperlihatkan bahwa aku Bu Heng
Seng bukanlah seorang yang mudah dihinakan orang, dan
aku akan mengusirmu keluar dari pulauku ini .."
Baru saja perkataannya ini habis diucapkan, sebuah
kepalannya sudah datang menyamber bagaikan kilat
cepatnya. Lie Siauw Hiong tetap berdiri diam, dia tidak berusaha
untuk berkelit maupun menghindarkan dirinya, Bu Heng
Seng yang melihatnya menjadi serba salah dan segera
menahan pukulannya sambil berseru: "Bocah bandel,
kenapa kau tidak turun tangan juga?"
Lie Siauw Hiong lalu menjawab: "Jika membicarakan
kepandaian, Boan-pwee tidak dapat menandingi Cian-pwee
sama sekali, hanya, jika kau terlampau menghina aku,
maka Boan-pwee tidak bisa tidak harus melawanmu juga .."
Harus diketahui, bahwa sifat Lie Siauw Hiong terlampau
angkuh, dia selamanya belum pernah menerima penghinaan orang begitu rupa, hari ini karena dia disuruh
oleh Peng Hoan Siangjin, maka barulah dia secara separuh
pengemis memohon bantuannya Bu Heng Seng.
Tapi siapa tahu Bu Heng Seng yang kehilangan anak
daranya, tentu saja perasaannya menjadi kacau balau, maka
setelah dia mengucapkan perkataan yang tajam ini, diapun
tidak merasa menyesal sama sekali, malahan merasa sangat
puas sekali. Bu Heng Seng tidak pernah menduga bahwa Lie Siauw
Hiong mempunyai nyali sebesar itu, hatinya jadi terkejut
juga, lalu dia berkata: "Hm, bocah, kau sungguh
mempunyai keberanian, kau mau berlawanan denganku Bu
Heng Sang, kau harus berlatih pula selama sepuluh atau
dua puluh tahun lagi .." Sambil berkata begitu, dia lalu
tertawa terbahak-bahak.
Lie Siauw Hiong yang mendengar perkataannya itu
seolah-olah tidak memandang mata kepadanya, dia ketahui
tentulah sebab tempo hari dengan mudahnya dia kena
tertawan olehnya, hal ini berarti juga yang dia tidak
memandang mata kepada Bwee Siok-sioknya, maka tidak
terasa lagi diapun menjadi sangat marah, maka dengan
suara yang dingin sekali dia berkata: "Aku mengira tak usah
begitu lama .." Sambil berkata begitu, diapun lalu balas
tertawa pula. Mendengar perkataan pemuda kita, Bu Heng Seng
menjadi semakin marah dan berkata: "Coba kau jajal .."
Baru saja perkataannya itu habis diucapkan, badannya
sudah bergerak, sepasang tangannya dipukulkan kearah
pemuda kita dengan gerak tipu "Thay-san-ap-teng" (gunung
Thay San menindih kepala), gerakannya ini sangat cepat
dan berbahaya. Lie Siauw Hiong yang melihat pukulan Bu Heng Seng
mengandung perubahan2 pula, dia yang sudah mempunyai
pengalaman, tempo hari dia kena diselomoti dengan tipu
tersebut, inilah yang disebut kepandaian istimewanya yang
dinamakan 'Hut Hiat' gang dapat diubah menjadi totokan
istimewa. Lie Siauw Hiong yang pernah mengalami kekalahan
tempo hari, kini kepandaiannya sudah maju dengan luar
biasa pesatnya, apa lagi pelajaran yang diberikan oleh Peng
Hoan Siangjin adalah khusus untuk membebaskan diri dari
tipu-tipu Bu Heng Seng ini. Maka pada waktu menampak
serangan lawannya ini, dengan tenang dia menantikan
datangnya serangan itu. Dia memasang bhesinya dengan
sempurna, dan tatkala serangan Bu Heng Seng terpisah
dengan sasarannya kurang lebih empat dim lagi, barulah dia
putarkan badannya kekiri.
Bu Heng Seng hanya tertawa dingin saja, sepasang
kepalannya dipentang menjadi dua bagian, dengan mana ia
lantas menyerang kembali.
Lie Siauw Hiong pun dengan sama tenangnya lalu
menangkis serangan itu sambil membentangkan sepuluh
jarinya. Mula-mula tangan kirinya menotok lawannya,
sedangkan lengan kanannya menyusul belakangan, gerak
itu justeru merupakan gerak untuk membebaskan serangan
lawannya ini. Bu Hang Seng mengira sekali bergerak dia dapat
menawan lawannya seperti tempo hari, siapa tahu gerakan
Lie Siauw Hiong sekali ini sangat lincah dan gesit, hingga
dengan tepat sekali ia dapat membebaskan serangannya itu,
hingga tidak terasa lagi hatinya menjadi agak terkejut.
Lie Siauw Hrong dengan menggunakan sepasang
tangannya yang digerakkan berturut-turut, jika tangan
kirinya ditotokkan, maka tangan kanannya diulurkan untuk
menyengkeram serangan lawannya ini. Dengan demikian,
dia telah berhasil dapat membuyarkan serangan Bu Heng
Seng yang datang dari delapan penjuru. Tapi karena dia
mengetahui bahwa Bu Heng Seng tidak mengandung
maksud jahat, maka setelah memunahkan serangannya itu,
buru-buru dia mundur kesebelah belakang.
Pertempuran sekali ini tampaknya hebat juga, karena
masing-masing pukulan menerbitkan angin yang menderu-
deru. Bu Heng Seng yang serangannya jatuh ditempat kosong,
buru-buru dia berlompat mundur untuk menghindarkan
samberan angin dari pukulannya si pemuda, dan setelah
dapat membebaskan dirinya, dia segera berdiri disitu sambil
memandang pada pemuda kita.
Lie Siauw Hiong setelah turun gunung setiap hari
kepandaiannya bertambah maju pesat sekali, apa lagi
beberapa hari menjelang ini, kepandaiannya sudah boleh
dikatakan sudah mentiapai dipuncaknya, hal mana terbukti
dengan dikalahkannya Kouw-loo-it-koa,. tapi dibandingkan
dengan kepandaian Bu Heng Sang, dia memang masih
kalah setingkat.
Sementara dia menantikan jawabannya, ternyata Bu
Heng Sang sudah melancarkan serangannya pula.
Bu Heng Seng kini sangat benci sekali terhadap pemuda
kita, pukulannya sekali ini mengandung tenaga tujuh
bagian, hingga saking kerasnya, pukulannya ini sampai
menerbitkan suara bergemuruh.
Tapi Lie Siauw Hiong yang tidak mau keras lawan keras,
buru-buru dia berlompat mundur sehingga puluhan kaki
jauhnya, dan tatkala baru saja dia hendak berkata, matanya
menjadi kabur, karena lagi-lagi Bu Heng Seng sudah maju
dihadapannya dan melancarkan serangannya pula ..
Dengan suara yang nyaring sekali Lie Siauw Hiong lalu
berteriak: "Too-cu, tahan dahulu .."
Pada saat itu tenaga pukulannya Bu Heng Seng sudah
menjurus keluar, Lie Siauw Hiong saking terpaksa
mengeluarkan sepasang pukulannya pula untuk menyambuti pukulan lawannya, tapi Bu Heng Seng masih
sempat menarik kembali pukulannya, sebaliknya bagi Lie
Siauw Hiong yang sudah memukulkan kedua pasang
pukulannya, sudah tidak dapat menahan serangannya lagi.
Bu Heng Seng dengan satu kepalannya membuyarkan
tenaga pukulan pemuda kita, sedangkan dengan tangannya
yang lain dia pukulkan kearah lengan pemuda itu. Waktu
pukulannya hampir menemui sasarannya, buru-buru Bu
Heng Seng menarik tenaganya dua bagian.
Lie Siauw Hiong rasakan tangannya seperti ada tenaga
luar biasa menggencetnya, maka sambil memiringkan
tubuhnya dia membuka kedua tangannya untuk menangkis
serangan lawannya. Dengan gerak naik dia berhasil
menahan serangan menggencet dari Bu Heng Seng,
sedangkan dengan gerak menekan bumi dia berhasil
menyingkir dengan jalan melompat.
Bu Heng Seng yang menampak hal itu, tidak terasa lagi
jadi semakin geram saja, kemudian dengan menggunakan
sepasang tangannya dia menubruk kepada si pemuda
bagaikan seekor burung besar saja gerakannya.
Tenaga-dalam pemuda kita jika dibandingkan dengan Bu
Heng Seng, menang terpaut jauh juga, dan karena
gugupnya berhubung dia belum sempat membentangkan
persoalannya dengan jelas, terpaksa dia hanya melayaninya
dengan berputar-putar saja.
Setelah melampaui tiga jurus, Lie Siauw Hiong
memikirkan keadaan yang berbahaya bagi diri Peng Hoan
Siangjin dipulau Siauw Ciap Too, maka sambil bersiul
panjang, buru-buru dia berlompat mundur.
Pada saat ini Bu Heng Seng tidak segera melancarkan
serangan susulannya, maka dengan gugup Lie Siauw Hiong
berkata: "Silahkan Too-cu menahan amarahmu sebentar,
Boan-pwee menerima perintahnya Peng Hoan Siangjin agar
Too-cu dapat pergi kepulau Siauw Ciap Too untuk
berunding dengannya. Disamping itu, disanapun ada Hui
Taysu yang juga .."
Bu Heng Seng dengan suara dingin lalu berteriak: "Apa
katamu" Peng Hoan Siangjin" Hui Taysu" Apakah gelar
'Tiga Dewa Diluar Dunia' kau sembarangan saja menyebut-
nyebutnya?"
Lie Siauw Hiong tanpa berasa lagi menjadi tercengang
sekali, dengan cepat dia berpikir: "Dia tentu tidak percaya
terhadapku .."
Dengan mengeluarkan suara "sret!" pemuda kita sudah
mencabut pedangnya. Lantas pedang itu diputarkannya,
sehingga ujungnya menerbitkan suara yang nyaring sekali.
Kemudian dia lalu mainkan pedangnya dengan sangat
hebat dan lincahnya, menurut ajaran 'Tay-yan-sip-sek'
sedangkan gerak kakinya menggunakan 'Kit-mo-sin- pouw'
dari Hui Taysu, Mula-mula Bu Heng Seng tidak
memandang mata pada gerak pedang pemuda kita,
belakangan setelah dia mengenali jurus-jurus itu, diapun
segera insyaf, selainnya Lie Siauw Hiong seorang, tiada lain
orangpun yang dapat menggabungkan kedua pelajaran yang
sangat hebat itu.
Tempo hari waktu Bu Heng Seng bertempur dengan
Giok Khut Mo, dia pernah melihat pemuda kita


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar ( Bwee Hoa Kiam Hiap ) Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menggunakan gerak kaki dengan ilmu 'Kit-mo-sin-pouw',
hingga pada saat itu dia masih tidak begitu yakin, karena
dia mengetahui bahwa adatnya Hui Taysu sangat aneh
sekali, tapi kini yang diperlihatkan oleh pemuda kita bukan
saja Kit-mo-sin-pouw disebelah bawah, tapi disebelah atas
diapun dapat pula memainkan jurus-jurus Tay-yan-sip-sek
dari Peng Hoan Siangjin dengan amat baiknya.
Tapi Bu Heng Seng hanya tertawa dingin saja dan lalu
berkata: "Kau bocah ini dengan omongan manis dapat
menipu kedua orang tua itu, tapi kau tidak dapat menipuku
.." Tidak terasa lagi Lie Siauw Hiong menjadi geram juga,
tapi dengan dia
menginsyafi, bahwa tugas yang dibebankannya sangatlah beratnya, oleh karena itu, dengan
menahan sabar dia terpaksa bersiasat untuk melaksanakan
tugas selanjutnya.
Dalam hati dia berpikir: "Siasat selanjutnya ialah bahwa
ia harus mengejek dan memanaskan hatinya .." Maka
setelah berpikir sampai disitu, lalu dia menengadahkan
kepalanya sambil tertawa panjang yang telah menggetarkan
batu-batu disitu.
Dengan suara dingin Bu Heng Seng berteriak: "Hei,
bocah, kau sedang tertawakan apa?"
Lie Siauw Hiong berpura-pura tidak menghiraukannya
dan hanya berkata pada dirinya sendiri: "Ai, tidak kunyana
bahwa gelar 'Tiga Dewa Diluar Dunia' itu hanya nama
kosong belaka!"
Dengan penuh kemarahan Bu Heng Seng segera
bertanya: "Kau bilang apa?"
Lie Siauw Hiong lalu menyahut: "Aku mengatakan
bahwa ada orang yang kepandaiannya jauh lebih lihay dan
menang daripadamu!"
Bu Heng Seng tahu bahwa dirinya tengah dipancing oleh
sipemuda, tapi dengan tidak dapat menahan sabar pula, lalu
dia berkata dengan suara yang penuh kemarahan: "Kau
katakan, siapakah dia itu" Dan dimana dia berada?"
Lie Siauw Hiong lalu menjawab: "Aku kasih tahu
padamupun percuma saja, karena kau pasti sekali tidak
berani pergi kesana!"
Perkataan pemuda itu sudah terang hanya hendak
memanaskan hati Bu Heng Seng saja, tapi hal ini tidak
dapat ditelan begitu saja oleh Bu Heng Seng, hingga dengan
kemarahan yang memuncak dia bertariak: "Lekas, lekas kau
katakan! Dia itu berada di mana?"
Lie Siauw Hiong lalu berkata: "Aku berani pastikan
bahwa kau pasti tak mampu akan mengalahkannya, oleh
sebab itu, boleh juga beritahukan kepadamu. Orang itu kini
sedang berada dipulau Siauw Ciap Too .. Aku berani
bertaruh denganmu .."
Dengan marah Bu Heng Seng berkata: "Kalau kau yang
kalah bertaruh, bagaimana?"
Lie Siauw Hiong lalu mengedip-ngedipkan matanya,
kemudian sebuah akal sudah muncul kembali diotaknya.
Lalu dengan sikap bersungguh-sungguh dia menyahut:
"Kalau aku yang kalah bertaruh, maka aku akan mencari
anak daramu Ceng Jie .. aku bersama partai Kay Pang
mempunyai perhubungan yang erat, anggota-anggota partai
tersebut tersebar luas diseluruh dunia, aku pasti dapat
mencarinya."
Tapi kenyataannya adalah: "Sekalipun tidak bertaruh,
akupun pasti akan mencarinya juga sampai dapat."
Bu Hang Seng yang mendengar dia sudi mencari anak
daranya Ceng Jie, hatinya jadi tergerak, maka seketika itu
juga diapun berkatalah: "Baik, beginilah kita tetapkan
perjanjian kita, kalau aku yang kalah .."
Lie Siauw Hiong tahu bahwa Bu Heng Seng memang
tidak memandang sebelah mata kepadanya, oleh karena itu,
dengan tertawa dia menyahut: "Kalau Toocu yang kalah,
maka Boan-pwee ingin mendapat petunjuk dari Toocu
mengenai rahasia tiam-hiat yang kau miliki."
Dengan demikian, barulah Bu Heng Seng mempercayainya dalam hati dan berpikir: "Peng Hoan
Siangjin dengan Hui Taysu pasti telah kena diabui oleh
bocah ini, sehingga mereka suka menurunkan kepandaiannya yang hebat itu kepadannya .."
Kemudian dia berseru: "Jadi! Akan kuturut perkataanmu!"
Dengan suara yang lantang Lie Siauw Hiong lalu
berkata: "Kun cu it gan .."
Bu Heng Seng lalu melanjutkan: "Koay ma it pian."
Matahari sudah sampai ditengah-tengah udara, sedang
pertempuran dipulau Siauw Ciap Too telah berlangsung
semakin seru dan dahsyat. Tay Ciap Toocu dan Siauw Ciap
Toocu bahu-membahu untuk melawan musuh-musuh
mereka, tapi karena lawan-lawan itu sangat tangguh lagi
pula lebih banyak jumlahnya, maka kedua orang itu belum
dapat berada diatas angin.
Keadaan Siauw Ciap Toocu masih lebih baik, karena
dengan kepandayannya yang tidak ada keduanya didunia,
yaitu gerakan kaki 'Kit-mo-sin-pouw', meski keadaannya
sangat berbahaya, tapi dia masih dapat meloloskan dirinya
dengan cukup lincah dan gesit. Hal mana berlainan dengan
Tay Ciap Toocu yang memang bertabiat sangat berangasan,
hingga dia sudah mengambil keputusan untuk lawan keras
sama keras dengan pemimpin pendeta asing yang bernama
Progota itu. Sebenarnya Tay Ciap Toocu Peng Hoan Siangjin dapat
bekerja sama dengan Siauw Ciap Toocu, tapi karena
lawannya Peng Hoan Siangjinpun adalah seorang yang luar
biasa kuatnya, hingga setelah tiga kali diserang dengan
beruntun masih dapat menyambutinya dengan cukup baik,
sudah barang tentu telah membangkitkan kemarahannya
Peng Han Siangjin.
Maka saking marahnya, hweeshio tua itu telah
melancarkan pukulan-pukulan yang mengandung angin
yang menderu-deru kerasnya. Dan setelah bertempur dua
puluh jurus lebih lamanya, Peng Hoan Siangjin yang
tenaga-dalamnya lebih tinggi daripada lawannya, lambat-
laun telah mendesak Progota sehyngga lawan itu tampak
mulai keteter. Dengan bertempur cara demikian ini, ternyata malah
membingungkan bagi Hui Taysu, karena kini dia harus
melawan dua orang dengan sekaligus, maka dengan
menggunakan Keng-sin-kang yang sehebat-hebatnya,
barulah dia berhasil dapat mengelitkan diri dari pada
serangan-serangan lawannya, bahkan kadang-kadang juga
Kinposuf bersama Pantenpur masih sempat menyerang
kepada Peng Hoan Siangjin, sehingga jalannya pertempuran tampak agak kacau balau.
Peng Hoan Siangjin adatnya sangat aneh dan keras
kepala, maka Hui Taysupun tidak mau menyuruhnya
mengubah tiara bertempurnya yang keras lawan keras itu,
meski dengan demikian mereka harus mempertahankan diri
dengan susah-payah. Disamping itu, diantara lawan-lawan
itu masih ada seorang yang segar-bugar dan belum turun
tangan, dan kini sedang mengawasi jalannya pertempuran,
yaitu Kinlungo.
Peng Hoan Sian gjin semakin bertempur jadi semakin
geram saja, maka sambil bersiul panjang dia lancarkan
serangan yang bertubi-tubi, hingga dalam waktu sekejap
mata saja dia sudah melancarkan serangan sebanyak
sepuluh kali. Dan karena hebatnya pukulan-pukulan itu,
maka Progota hampir saja memuntahkan darah saking
sibuknya menjaga dan menangkis serangan-serangan
lawannya itu. Sedangkan Peng Hoan Siangjin yang menampak hal itu,
meski dilahir ia tersenyum dingin, tapi didalam hatinya
diapun terkejut juga, karena berapa kali serangannya itu
ternyata sangat memakan tenaga sekali.
Kinposuf yang melihat Suhengnya tidak dapat berdiri
dengan tepat, tidak terasa lagi diapun menjadi sangat
terkejut. Lalu dengan cepat dia berlompat maju dan
menotok punggungnya Peng Hoan Siangjin.
Hweeshio tua itu yang merasakan dibelakangnya ada
angin dingin yang menyamber, badannya tidak bergerak,
tapi dengan menggerakkan lengan bajunya dia lalu
menyabetkannya kebelakang, tanpa menolehkan kepalanya
lagi. Jurus itu adalah apa yang dinamakan 'Siang-cong-
ciang' (memukul dengan secara berbareng).
Kinposuf yang menyaksikan lawannya menghadapinya
dengan membelakangi dirinya, dia lihat lawannya berdiri
tetap seperti gunung Thay San, sepasang tangannya yang
digerakkan secepat kilat sudah menjurus kearahnya, sabetan
lawannya yang begitu cepat dan jitu, tidak terasa lagi telah
membuatnya terkejut bukan buatan.
Progota sendiri yang sudah terluka didalam tubuhnya,
dia menjadi geram sekali, kemudian dengan cepat pula dia
lancarkan dua tangannya untuk menyerang kepada
lawannya itu. Peng Hoan Siangjin yang sudah melancarkan serangannya dengan kedua tangannya, kini ketika melihat
lawannya menyerang kembali, dengan cepat dia tarik
tangan kirinya, kemudian dengan menggunakan tangan
kanannya dia berusaha menepuk pukulan lawannya, dari
jurus 'Siang-cong-ciang' dia ubah menjadi 'Pek-touw-twie'.
Begitulah dengan cara ini dia telah melayani lawannya.
Hui Taysu yang menyaksikan pemandangan ini, tidak
terasa lagi dia merasa terkejut sekali, karena dia ketahui,
meski Peng Hoan Siangjin mempunyai kepandaian yang
lebih tinggi sekalipun, dia tidak mungkin dapat melayani
lawannya dengan berbareng, yaitu dengan yang satu
didepan dan yang satunya lagi dibelakangnya.
Karena gugupnya, dia lantas berlompat pergi setelah
berhasil menghindarkan serangannya Pantenpur. Hui Taysu
adalah seorang wanita, dia biasanya jarang sekali
menggunakan kekerasan, kini karena keadaan sangat
memaksa, maka terpaksa dia lakukan juga tindakan
kekerasan itu. Diwaktu terpisah masih sepuluh tombak lagi,
dia sudah melancarkan sepasang serangannya dengan
pukulan yang sehebat-hebatnya.
Oleh karena itu, sekali ini dia telah melancarkan
serangannya sehingga mengeluarakan angin yang keras dan
menderu-deru kearah lawannya.
Serangan ini dilancarkan oleh Hui Taysu untuk
menyerang Kinposuf. Dengan serangan ini berarti bahwa
diri Kinposuf terancam dua bahaya dengan sekaligus,
karena didepan ada serangannya Peng Hoan Siangjin,
sedangkan dibelakangnya dia diancam oleh pukulan Hui
Taysu. Kinposuf berseru keras, badannya dengan dimiringkan ia
menyambut serangan lawannya, sedangkan dengan tangan
kirinya ia menyambuti serangannya Peng Hoan Siangjin,
karena sekalipun pukulan Peng Hoan Siangjin ini hanya
dengan satu tangan saja, tapi kekuatannya adalah ribuan
kati beratnya, sehingga waktu mengenai dirinya, dengan
tidak terasa lagi badannya menjadi agak sempoyongan.
(Oo-dwkz-oO) Jilid 35 Pukulan 'Pek-pouw-sin-kun' dari Hui Taysu ini, waktu
hampir mengenai punggung lawannya, dia melihat
serangan Kinposuf telah dibatalkan, maka diapun tidak
enak hati untuk meneruskan serangannya. Maka dengan
segera dia miringkan pukulannya pada batu-batu cadas itu,
sehingga batu-batu tersebut yang terkena pukulan Hui
Taysu, seketika itu juga telah jadi hancur dan pecahannya
muncrat kian-kemari.
Pukulan yang disebut 'Pek-pouw-sin-kun' dari Hui Taysu
sesungguhnya amat lihay, hal mana terbukti dengan batu
yang menjadi hancur lebur karena terkena pukulannya tadi.
Kinposuf tidak dapat berdiri tetap diatas puncak batu
tersebut, maka dengan sempoyongan dia terjatuh kembali
dalam barisan kuno tersebut.
Sedangkan pukulan Peng Hoan Siangjin yang saling
beradu dengan pukulan Kinposuf, badan mereka masing-
masing jadi merasa tergoncang, sehingga hati mereka
menjadi panas sekali.
Pukulan ini ternyata lebih hebat lagi, karena sekalipun
Progota dapat menghindarkan dirinya, tapi tenaga yang
mendorong dari sampingnya ada sedemikian hebatnya,


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar ( Bwee Hoa Kiam Hiap ) Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sehingga badannya menjadi sempoyongan dan hampir saja
dia terjatuh kebawah.
Peng Hoan Siangjin yang hatinya panas karena darahnya
mengalir dengan sangat cepatnya, kini buru-buru dia duduk
dibatu untuk mengatur jalan napasnya.
Sekali ini hanya ketinggalan Hui Taysu saja bersama
Pantenpur yang masih bertempur dipuncak batu gunung
tersebut, kemudian tampak melayang dua sosok tubuh
manusia, yang ketika Hui Taysu memandangnya, ternyata
orang itu adalah Kinposuf yang terjatuh bersama Kinlungo.
Hui Taysu mengetahui bahwa jasmaninya Peng Hoan
Siangjin sudah sangat lelah sekali, hingga kini walau
bagaimana cepatnya dia mengatur pernapasannya, sedikitnya masih harus membutuhkan setengah jam
lamanya untuk memulihkannya. Tadi dengan satu lawan
tiga ia masih sanggup bertahan dengan menggunakan ilmu
'Kit-mo-sin-pouw', kemudian waktu dia lirikkan matanya,
dia lihat lengan kiri Kinposuf agak terkulai karena terluka,
maka diam-diam dia berpikir: "Peng Hoan Siangjin sekali
pukul dapat melukakan dua orang lawannya dengan
sekaligus, suatu tanda bahwa kepandaian semacam ini
sungguh luar biasa sekali. Aku Siauw Ciap Toocu masakah
tidak bisa berbuat serupa itu?"
Begitu hatinya tergerak, semangat pahlawannya segera
naik tinggi sekali, hingga dengan suara dingin dia berkata:
"Wei! Tampaknya kau sudah terluka" Aku Siauw Ciap
Toocu hanya bisa menunggumu sampai .."
Baru saja dia berkata begitu, Kinposuf sudah berkata
dengan suara yang dingin: "Hmmmmm .."
Dia yang termasuk seorang yang sangat tangguh
dinegaranya sendiri, hanya mengetahui bahwa di 'Tong
Hay (laut timur) terdapat Tiga Dewa Diluar Dunia, mereka
mengira bahwa kepandaian mereka bertiga yang begitu
tinggi pasti tidak takut akan mereka, tapi siapa tahu setelah
murid mereka Kinlungo terkalahkan, mereka bertiga masuk
ke Tiong-goan, dan mereka tidak sangka yang lawan
mereka begitu tangguhnya dan sukar dikalahkan.
Begitu hatinya tergerak lalu dia berkata, yang maksudnya
untuk menganjurkan, agar supaya Suteenya Pantenpur
bersama Kinlungo terus melawan. pada Hui Taysu,
sedangkan dia sendiri akan pergi melihat luka Suhengnya
Progota. Hui Taysu yang mendengarnya dari samping, dia merasa
sangat aneh sekali, karena dia tidak mengetahui apa kata
lawannya itu. Begitu Kinposuf berkata begitu, lalu dia berlompat
kearah tempat antara Peng Hoan Siangjin dan Progota
mengatur pernapasan mereka. Hui Taysu yang menampak
hal itu menjadi gugup sekali, dia kira bahwa lawan itu ingin
mencelakakan rekannya, maka dengan menggereng keras
dia segera mengejarnya.
Kinposuf tidak mengetahui bahwa Hui Taysu salah
tampa terhadapnya. Paderi perempuan itu dengan sepasang
kakinya yang ditotolkan ketanah, badannya segera melesat
maju dengan lincahnya, hingga dengan sekejap saja dia
sudah sampai ditempat Progota mengatur pernapasannya.
Hui Taysu yang mempunyai ilmu meringankan tubuh
yang hebat sekali, ditambah lagi dengan gerakan Kit Mo
Sin Pouw-nya, ternyata sudah terbilang luar biasa sekali,
tapi jika dibandingkan dengan kepandaian Kinposuf,
ternyata dia masih kalah sedikit, hingga ini telah
menyebabkan hatinya menjadi terkediut sekali.
Kinposuf yang melihat lawannya mengejar, lalu dengan
suara dingin dia berkata: "Kau kira aku ini orang macam
apakah" Masakah aku mau mencelakai orang yang sedang
terluka dan tengah mengatur pernapasannya?"
Tapi dalam hatinya diam-diam dia berpikir: "Ilmu Kit
Mo Sin Pouw milikku didunia ini tidak ada keduanya, tapi
jika membicarakan tentang kecepatannya, ternyata aku
masih kalah terhadapnya."
Hui Taysu yang melihat orang asing itu melompat
kearah Suhengnya, diapun mengetahui bahwa dirinya
sudah salah terka.
Justeru pada saat itu Peng Hoan Siangjin telah berkata
pada Kinposuf: "Kau jangan keburu bergembira terlampau
pagi! Apakah kau kira kau akan dapat menundukkau
kepandaian orang-orang Tiong-goan" Tunggulah sebentar
lagi .. hm .."
Dengan ini, terang sekali bahwa ia belum sembuh seratus
persen, sedangkan napasnya masih belum teratur kembali.
Kinposuf tidak melayaninya, maka Peng Hoan Siangjin
lalu berkata pula: "Pertempuran
ini dinamakan pertempuran Hoa Ie (pertempuran antara bangsa Tionghoa
dengan orang asing). Tunggulah sebentar lagi, siapa yang
akan lebih unggul dalam pertempuran ini!" Sehabis berkata
begitu, dia lalu memejamkan kembali matanya untuk
mengatur pernapasannya.
Sekarang marilah kita balik menilik pada Lie Siauw
Hiong, yang bersama-sama Bu Heng Seng naik perahu
dengan pesatnya menuju kepulau Siauw Ciap Too.
Pulau Siauw Ciap Too terpisah dengan pulau Bu Kek
Too tidak terlampau jauh. Kedua orang ini dengan
menggunakan tenaga yang hebat, telah membuat perahu
mereka laju dengan pesatnya dan bekas perahu mereka
lewat meninggalkan satu garis yang memanjang.
Oleh karena urusan ini bersangkut-paut erat sekali
dengan bangsa dan seluruh dunia persilatan di Tionggoan,
Bu Heng Seng tidak berani berlaku ayal-ayalan, dengan
menggunakan tenaga-dalam yang hehat sekali, dia telah
membikin perahu mereka laju sedemikian pesatnya,
sehingga tidak lama antaranya pulau Siauw Ciap Too sudah
terbayang dengan samar-samar didepan mata.
Bu Heng Seng bersama-sama Peng Hoan Siangjin dan
Hui Taysu sekalipun diluaran orang menjuluki mereka
sebagai 'Tiga Dewa Dunia', tapi diantara mereka jarang
sekali berhubungan satu sama lain. Apa lagi dengan Hui
Taysu, Bu Heng Seng ini setengah tapakpun belum pernah
dia menginjakkan kakinya dipulau Siauw Ciap Too, maka
pada saat dia melihat pulau itu sudah dekat, tidak terasa
lagi dia lalu menggunakan matanya memandang dengan
lebih cermat. Setelah mereka mendarat, dengan cepat
mereka lalu membentangkan Keng-sin-keng mereka dengan
sehebat-hebatnya.
Sekalipun Keng-sin-kang Lie Siauw Hiong termasuk
kelas satu dan hebat sekali, tapi jika dibandingkan dengan
Keng-sin-keng Bu Heng Seng, dia masih kalah beberapa
tingkat, maka Bu Heng Seng karena ingin lekas-lekas
sampai kedalam pulau, maka dengan cepat dia cekal lengan
pemuda kita, begitulah kedua orang ini lalu berlari-lari
masuk kedalam pulau Siauw Ciap Too itu.
Pulau Siauw Ciap Too ini sekelilingnya kurang lebih
hanya sepuluh lie saja. Dengan mengandalkan kepandaian
kedua orang yang dapat berlari pesat ini, tidak antara lama
mereka telah sampailah didepan barisan kuno itu.
Sekonyong-konyong dari celah-celah batu itu terdengar
dua kali siulan panjang, yang agaknya dilepaskan oleh
orang yang sudah mencapai tingkat tenaga-dalam yang
sempurna sekali.
Mendengar suara siulan itu, diam-diam Bu Heng Seng
berpikir: "Teranglah suara siulan itu adalah yang dilepaskan
oleh dua orang yang baru sembuh dari pernapasannya yang
menyesak, hingga tentu sekali diantara kedua rekannya ini
ada salah seorang yang telah terluka .."
Sambil berpikir begitu, lalu dia enjot badannya naik
keatas puncak batu tersebut.
Suara itu memang tepat seperti yang diduga oleh Bu
Heng Seng, yaitu masing-masing dilepaskan oleh Peng
Hoan Siangjin dan kepala pendeta asing yang bernama
Progota. Kedua orang ini ternyata mempunyai tenaga dalam yang
hampir bersamaan hebatnya, karena terbukti dengan saling
susul-menyusul mereka sembuh dalam waktu yang hampir
bersamaan pula. Setelah mereka berdiri kembali, lalu
mereka saling memandang pada satu sama lain, seakan-
akan mereka ingin segera menelan lawannya saja.
Disebelah sana terdapat Hui Taysu bersama lawan-
lawannya, yaitu Kinposuf, Kinlungo dan Pantenpur yang
telah mengeroyoknya, tapi Hui Taysu yang menggunakan
gerak kaki Kit Mo Sin Pouw, ternyata masih tetap dapat
mempertahankan dirinya.
Setelah kedua lawan keras ini sembuh saling susul,
Kinposuf yang kuatir Suhengnya bukan menjadi lawannya
dari Peng Hoan Siangjin, maka dia telah perintahkan
muridnya Kinlungo untuk membantu Supeknya itu.
Sekonyong-konyong saja dari atas batu itu tampak
melayang sesosok tubuh manusia, hingga Kinlungo yang
menampak hal itu menjadi terkejut sekali, dan diwaktu
mendapatkan ada dua orang yang tengah berlari-lari
mendatangi kesitu, buru-buru dia menyerang keatas.
Andaikata dia ini orang lain, mungkin sekali dia tidak
akan sembarangan menyerang, karena dia terlebih dahulu
harus menyelidiki, apakah orang-orang yang datang itu
kawan atau lawan. Tapi dia kini telah mengetahui, bahwa
dirinya adalah orang asing, maka sudah tentu saja orang
yang datang itu pastilah kawan musuhnya. Oleh karena itu,
begitu dia melihat bayangan orang, dia segera menyerang
dengan tidak banyak bicara lagi.
Bayangan dimuka yang datang memberi pertolongan
pada Peng Hoan Siangjin, bukan lain daripada Bu Kek
Toocu Bu Heng Seng, yang dengan sekali miringkan
tubuhnya saja dia sudah berhasil meloloskan diri dari
penyerangan Kinlungo.
Sedangkan orang yang datang belakangan, adalah Lie
Siauw Hiong, yang berbeda daripada Bu Heng Seng yang
hanya mengelitkan serangan orang, melainkan dengan tidak
sungkan-sungkan
lagi dia segera balas menyerang
lawannya, hingga dengan keras dia telah sambuti serangan
pukulan lawannya.
Ketika menerima pukulan itu, Kinlungo jadi terdesak
mundur karena kerasnya pukulan pihak lawannya. Dan
tatkala mengenali bahwa lawannya ini adalah Lie Siauw
Hiong, yang tempo hari telah mengalahkannya diruangan
Bu Wie Thio, hatinya menjadi terkejut, karena, dengan
sesungguhnya, lawannya ini kini sudah bertambah maju
ilmu kepandaiannya.
Bu Heng Seng maju terus. Sesampainya didepan
Progota, dia segera berseru: "Sambutlah seranganku!"
Sambil berkata begitu, dia sudah memukulkan kepalannya. Sekalipun Progota tidak mengerti perkataan 'sambutlah
seranganku', tapi ketika mendengar angin kepalan lawannya
itu, dia sudah tahu bahwa lawannya datang untuk
melakukan penyerangan terhadap dirinya. Dia yang
memang sangat angkuh sekali, diam-diam jadi tertawa
dingin dan berbareng menyambuti juga serangannya lawan
itu. Sementara Bu Heng Seng yang mengetahui lawannya
bersikap sombong, dengan tertawa dingin lalu herseru:
"Hmmm, sungguh lihay sekali pukulanmu!"
Sehabis berkata demikian, dia segera melancarkan
serangan susulannya.
Progota mimpipun tidak pernah, bahwa dibelakangnya
datang pula seorang lawan yang amat tangguh, sedang
kepandaian maupun tenaga-dalamnya
tidak berada disebelah bawahnya. Oleh karena tadi dia menganggap
ringan terhadap lawannya, maka kini dia telah kena
terdesak, kemudian dengan membalikkan badannya dia
berdiri berhadap-hadapan dengan Bu Heng Seng.
Progota yang diluar dugaannya telah menderita
kerugian, tidak terasa lagi dari malu dia berubah menjadi
sangat gusar, hingga sambil menggereng keras dia telah
melancarkan pula serangannya dengan dua pukulan
sekaligus. Waktu kedua pukulan itu saling beradu kembali, Bu
Heng Seng hanya tampak sedikit tergoncang badannya,
sedangkan Progota menjadi sempoyongan dan hampir saja
jatuh terlentang, maka dengan tidak terasa hatinya menjadi
terkejut tidak kepalang dan dengan diam-diam berkata pada
dirinya sendiri: "Sungguh tidak dapat dipikirkan dari
dimuka, bahwa dipulau liar yang terpencil ini terdapat tiga
manusia yang berkepandaian sangat tinggi serta luar biasa
lihaynya! Oleh sebab ini, nama Heng Hoo Sam Hut (Tiga
Budha dari Sungai Gangga) mungkin juga akan tersapu
bersih pada malam ini juga .."
Berpikir sampai disitu, tidak terasa lagi dia merasa sesak
pernapasannya. Disebelah sana Peng Hoan Siangjin terdengar berseru:
"Loo-tee, banyak tahun tidak saling berjumpa. Sungguh kau
pandai sekali memberi pertolongan yang berarti .."


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar ( Bwee Hoa Kiam Hiap ) Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bu Heng Seng dengan sikap sungguh-sungguh dan
tertawa lalu menjawab: "Siangjin terlampau memuji .."
Memang dia mempunyai hubungan yang cukup baik
dengan Peng Hoan Siangjin. Waktu orang tua itu
merayakan ulang tahunnya yang keseratus dua puluh
tahun, dia memberi bingkisan Kim dari besi, dan sekalipun
pada hari-hari hiasa mereka jarang bertemu satu sama lain,
tapi hubungan mereka cukup mesra dan hangat.
Peng Hoan Siangjin lalu berkata pula: "Hari ini kita tidak
boleh sekali-kali kehilangan nama .."
Sekalipun kata-kata itu diucapkan pada Bu Heng Seng,
tapi maksud sebenarnya adalah ditujukan pada Hui Taysu
untuk membangkitkan semangat bertempurnya.
Kemudian sambil tertawa besar lagi-lagi ia telah
melanjutkan perkataannya: "Loo-tee, kau lebih baik hadapi
orang yang mukanya berkisut-kisut, agar supaya kita bisa
bertempur dengan satu lawan satu .."
Orang yang dimaksudkan dengan muka penuh berkisut-
kisut oleh Peng Hoan Siangjin ialah Pantenpur. Karena
dengan begitu, dia ingin bertempur dengan lawan-lawannya
sambil mengikuti urutan seperti juga dengan saudara-
saudaranya, yaitu dia sebagai kepalanya menghadapi
Progota, Hui Taysu menghadapi pemimpin kedua dari
pendeta asing gurunya Kinlungo, yakni Kinposuf,
sedangkan Bu Heng Seng sebagai saudara yang termuda
harus menghadapi lawannya yang ketiga, yaitu Pantenpur,
hingga dengan demikian, barulah tepat dengan urutannya.
Sambil tertawa tawar Bu Heng Seng lalu berkata: "Ha,
kau sungguh baik hati sekali."
Setelah berkata demikian, dia lalu meninggalkan
lawannya dan menghampiri simuka berkisut Pantenpur.
Peng Hoan Siangjin kini melihat bahwa mereka telah
mendapat lawan-lawan yang tepat, maka sambil menengadahkan kepalanya ia tertawa besar, dan saking
kerasnya suara tertawanya itu, sehingga menyebabkan batu-
batu gunung pada berkeretakan, kemudian dia berteriak:
"Maju!"
Dengan kata-kata itu ia telah mendahului menyerbu
Progota. Hui Taysu dan Bu Heng Seng pun sudah lantas
turun tangan juga menghadapi lawannya masing-masing.
Lie Siauw Hiong yang menyaksikan keenam ahli silat
yang beraksi dengan secara hebat ini, dia menjadi berdiri
terpekur dengan mulut ternganga.
Sementara Kinlungo yang sangat geram terhadap
kekalahannya dengan Lie Siauw Hiong tempo hari, dengan
sengitnya lalu menyerang lawannya dengan bertekad bulat
untuk menebus kekalahannya tempo hari. Didalam hati dia
gemas sekali terhadap pemuda kita, maka kalau seumpama
dia mempunyai kemampuan, dia ingin telan saja bulat-bulat
lawannya ini. Lie Siauw Hiong yang dibuat terkejut oleh serangannya
ini, dengan lekas dia tarik kaki kirinya, sedangkan tangan
kanannya menyambuti serangan lawannya, hingga dengan
mengeluarkan suara yang sangat keras atas beradunya
kedua pukulan tersebut, Lie Siauw Hiong terpukul mundur
sehingga setengah langkah jauhnya.
Tapi meski demikian, Kinlungo merasa terkejut tidak
kepalang, karena dia merasa jika dibandingkan dengan satu
bulan yang lalu, tenaga-dalam pemuda kita sudah
bertambah maju tidak sedikit.
Atas beradunya kedua pukulan ini, telah membuat Lie
Siauw Hiong insyaf, bahwa tenaga-dalamnya lebih menang
sedikit jika dibandingkan dengan lawannya. Oleh karena
itu, tanpa sungkan-sungkan lagi dia lalu menyerang tiga kali
dengan berturut-turut.
Ketiga pukulan Lie Siauw Hiong ini tampaknya ringan
sekali, tapi sebenarnya mengandung kekuatan yang luar
biasa dahsyatnya, maka Kinlungo yang menampak
serangan lawannya hampir mencapai dadanya, buru-buru
dia ubah kepalannya menjadi lurus sehingga merupakan
cakar, dia menangkap nadi pemuda kita, disamping itu,
setelah melihat lawannya berkelit dari cakarannya ini, dia
teruskan pundak kanannya membentur ubun-ubun lawannya. Lie Siauw Hiong tidak menyangka, bahwa lawannya
dapat mengeluarkan siasat seaneh itu, maka untuk sesaat
dia tidak berdaya untuk memecahkan serangan lawannya
itu, hingga terpaksa dia menggunakan gerak kaki Kit Mo
Sin Pouw dari Hui Taysu untuk membebaskan diri daripada
serangan lawan tersebut.
Dengan kedengaran suara "creng" yang nyaring sekali,
pemuda kita sudah mencabut pedangnya.
Kinlungo yang melihat lawannya mencabut pedang,
kemarahannya menjadi memuncak, hingga diapun segera
meloloskan ikat pinggangnya yang panjang itu.
Dengan ganasnya Lie Siauw Hiong lalu menusuk perut
lawannya, tapi karena angkin Kinlungo lebih panjang
bentuknya, maka sekalipun dia diserang lebih dahulu,
senjatanya telah sampai lebih dahulu daripada lawannya,
sehingga angkin itu meluncur lurus dan keras untuk balas
menusuk kening pemuda kita.
Lie Siauw Hiong tidak menjadi gentar atau mundur akan
serangan lawannya ini, hanya ia menundukkan sedikit
kepalanya, kemudian balas menyerang lawannya sebanyak
lima jurus, yang semuanya itu menggunakan ilmu Kiu-cie-
kiam-sek yang lihay sekali.
Permainan angkin Kinlungo tak berbeda dengan naga
yang bermain-main diantara awan, tapi kadang-kadang
diwaktu dia memutarkan angkinnya itu, dia masih sanggup
memunahkan serangan dahsyat dari pemuda itu!
Begitulah empat pasang jagoan tingkat atas ini saling
bertempur diatas pulau Siauw Ciap Too ini dengan secara
mati-matian. Matahari kini sudah mendoyong kebarat,
sehingga bayangan mereka tampak menjadi semakin kecil.
Lie Siauw Hiong yang bertempur dengan Kinlungo,
ternyata sebelum sampai seratus jurus, mereka sudah
menghentikan pertempuran itu, karena mereka tampaknya
sangat tertarik oleh pertempuran dahsyat yang dilakukan
oleh kakek guru mereka.
Lie Siauw Hiong sambil menenteng pedangnya, dia
mencurahkan perhatian sepenuhnya atas pertempuran
tersebut. Lebih-lebih karena Peng Hoan Siangjin dan Hui
Taysu pernah menurunkan pelajaran kepadanya, maka
Siauw Hiong yang menyaksikan jurus-jurus hebat dan aneh
yang dilancarkan oleh kedua gurunya ini, semangatnya
untuk belajar lebih jauh jadi semakin terbangun, sehingga ia
memandang pada gurunya dengan memusatkan seluruh
perhatiannya. Tempo hari waktu menyaksikan pertempuran antara
Peng Hoan Siangjin dengan Hui Taysu, Lie Siauw Hiong
telah berhasil memperoleh kemajuan yang tidak sedikit.
Pada saat ini ketika melihat kedua gurunya bertempur
dengan tiga pendeta asing ini, diapun semakin bertambah
maju saja serta luas penglihatannya atas jalannya
pertempuran-pertempuran itu.
Peng Hoan Siangjin kadang-kadang tampak dengan sebat
dan tangkasnya mengubah serangannya dengan secara
lincah dan tepat, yaitu serangan-serangannya itu kadang-
kadang diubah dari telapak tangan menjadi serangan-
serangan dengan jari tangan dan begitu seterusnya, dia telah
menggunakan ilmu 'Tay-yan-sip-sek'nya, sedang paling
akhir diapun telah menggunakan serangannya dengan ilmu
yang baru diciptakannya, yaitu 'Kong-kong-kun-hoat'. Pada
saat ini dia telah berhasil memperoleh kemajuan yang pesat,
berhubung tipu-tipu yang aneh serta tidak dimengerti
olehnya, kini dia menjadi paham dengan melihat
permainan Peng Hoan Siangjin ini.
Kinlungo yang bersamaan juga menyaksikan jalannya
pertempuran, diapun memperoleh kemajuan yang pesat
pula dengan menyangkok pelajaran gurunya.
Sekonyong-konyong Kinlungo yang baru saja mendapat
menyangkok pelajaran baru dari Progota sambil berteriak
dia sudah lantas menggunakannya dengan menyerang
belakang pemuda kita, hingga Lie Siauw Hiong yang pada
saat itu sedang asyik menyaksikan satu jurus yang paling
aneh dari Peng Hoan Siangjin, dengan tiba-tiba saja dia
rasakan punggungnya ada angin keras menyamber
kejurusannya, tapi tanpa membalikkan badannya lagi ia
sudah lantas mengibaskan tangannya kebelakang untuk
menyampok serangan Kinlungo, sehingga lawannya dapat
didesak mundur sampai setengah tombak jauhnya.
Daya tangkisan yang dilakukan oleh Lie Siauw Hiong
ini, justeru adalah tipu yang baru saja dia petik dari Pang
Hoan Siangjin. Kedua orang ini setelah serang-menyerang
sejurus lamanya, mereka lantas berhenti pula. Mereka
masing-masing lalu memperhatikan pula atas jalannya
pertempuran yang amat tegang ini, dengan mana kedua
orang ini tanpa disadari sudah berhasil memetik banyak
sekali jurus-jurus yang aneh serta hebat dari guru mereka
masing-masing. Tapi bagi Lie Siauw Hiong keadaannya jauh lebih
menguntungkan lagi bagi dirinya, karena dia yang baru saja
diwariskan pelajaran silat yang hebat oleh kedua orang
gurunya, tempo hari banyak juga bagian dan jurus-jurus
yang belum dapat dia pahami dengan jelas, tapi sekarang
dia sudah berhasil memahaminya dengan jelas dan tepat,
sehingga baginya sangat menguntungkan sekali.
Begitulah ketiga orang tokoh dalam persilatan didaerah
Tiong-goan itu sudah melakukan pertempuran yang amat
seru sehingga melampaui seribu juru lebih, tapi pemuda kita
seakan-akan tidak mengetahuinya, sedang Kinlungo jadi
bertambah jengkel dan jerih, karena asal saja dia menyerang
diri pemuda kita dengan menggunakan tipu-tipu baru yang
dia petik dari gurunya, bukan saja serangannya itu tidak
berhasil menemui sasarannya, malahan disaban waktu
pemuda kita menangkis, dia rasakan tenaga tangkisan itu
semakin bertambah hebat saja Hal mana, sudah tentu saja
telah membuat dia terkejut dan jerih, hingga sekalipun dia
sendiri merasa bertambah maju, tapi kemajuannya itu tidak
dapat menyusul begitu cepat seperti kemajuan yang
diperoleh pemuda kita itu.
Dalam pada itu Bu Kek Toocu yang bertempur dengan
Pantenpur, sudah berlangsung pula dengan sehebat-
hebatnya. Kedua orang ini masing-masing telah melancarkan
serangan-serangan dengan tipu-tipu yang sangat lihay untuk
menjatuhkan pihak lawannya.
Bu Heng Seng sekalipun umurnya paling muda jika
dibandingkan dengan rekan-rekannya, tapi dia yang pernah
makan buah mustajab, tenaga-dalamnya telah menjadi
semakin hebat, hingga jika dibandingkan dengan tenaga-
dalam Peng Hoan Siangjin, boleh dikatakan tidak terpaut
terlampau banyak, hingga walaupun Pantenpur telah
menyerang dengan jurus-jurusnya yang lihay, sehingga
sebanyak tujuh kali, tapi dia masih tetap tidak dapat berada
diatas angin. Tatkala itu dia hanya mendengar Bu Heng Seng berteriak
sambil memukul padanya dengan satu kepalannya!
Pantenpur yang kini tengah berdiri atas sebelah kakinya
diatas puncak batu gunung tersebut, ketika menampak
lawannya menyerangnya dengan kepalan tunggalnya, buru-
buru dia putarkan badannya, sebelah kakinya terputar
disapukan kearah lawannya. Tapi sebelum tendangannya
menemui sasarannya, anginnya sudah sampai dan
membuat baju Bu Heng Seng berkibar-kibar tertiup oleh
angin tendangan itu.
"Seranganmu ini sungguh bagus sekali!" seru Bu Heng
Seng. Buru-buru dia apungkan badannya. Sepasang tangannya
lalu disodokkannya kebawah bagaikan kilat cepatnya.
Ketika lawannya coba menangkis serangannya ini, dengan
menggunakan sebelah tangannya dia menggencet lawannya
dengan tenaga yang sebesar-besarnya.
Pantenpur dengan mengandalkan bhesinya yang kuat,
dia coba menangkis serangan lawannya, hingga Bu Hong
Seng yang menampak hal itu, menjadi terkejut dan dengan
cepat dia ubah serangannya dengan tipu 'Keng-hong-it-piat'
(burung Hong yang terkejut terbang berkelebat) sambil
menyapukan kakinya dengan tendangan berantai kejurusan
lawannya. Ternyata tindakan Bu Heng Seng dengan mengadakan
tendangan berantai ini agaknya merupakan suatu tindakan
yang gegabah, karena Pantenpur yang sudah melatih
dirinya selama delapan puluh tahun, tanpa berpikir lagi dia
sudah ulurkan jarinya dan coba menotok jalan darah 'Kong-
sun-hiat' dikaki lawannya.
Jalan darah 'Kong sun-hiat' ini terletak disambungan
tulang kaki. Jika seseorang terkena totokan pada jalan darah
tersebut, maka kakinya seketika akan menjadi cacat dan
tidak dapat dipergunakan lagi untuk seumur hidupnya. Tapi
Bu Heng Seng yang menampak keadaan yang berbahaya
itu, tampaknya tidak menjadi bingung oleh karenanya. Dia
hanya menekuk kakinya dan menendang lawannya dengan
bagian atas telapak kakinya.
Tendangan ini adalah satu serangan yang aneh dan
berbahaya sekali bagi lawannya. Dengan begitu, Pantenpur
yang menotok tempat kosong, tidak sempat lagi menahan
pukulannya sendiri yang tepat sekali mengenakan pada
sepatu lawannya, sehingga

Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar ( Bwee Hoa Kiam Hiap ) Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

badannya menjadi sempoyongan. Bu Heng Seng yang telah menggunakan serangan yang
sangat berbahaya ini, benar dia telah berhasil dapat
membebaskan dirinya, tapi dia tidak urung menjadi marah,
maka dengan suara dingin dia berkata pada Pantenpur:
"Bagus .. hmmmm .."
Setelah berkata begitu, sekonyong-konyong saja dia
teringat, bahwa lawannya ini tidak mengerti bahasanya,
maka untuk mendengarnya pun percuma saja, hingga tidak
terasa lagi dia menjadi tersenyum tawar.
Bu Heng Seng tidak tinggal diam dan lantas dia
mengenjot badannya melayang diangkasa, kemudian dari
atas dia menyerang lawannya dengan tipu 'Thay-san-ap-
teng' dengan secara dahsyat sekali.
Pantenpur yang menyaksikan kepandaian lawannya
sudah mencapai pada tingkat yang tertinggi, tiap-tiap
serangannya senantiasa mengandung bahaya maut. Oleh
karena itu, dia tidak berani memandang ringan terhadap
lawannya, maka sambil memusatkan perhatiannya, dia
berusaha untuk menghadapinya dengan tekun dan hati-hati.
Dengan satu pukulan yang dahsyat, ternyata Pantenpur
yang melihatnya hanya tertawa terbahak-bahak dan lalu
dengan gerakan mengacip ia hendak memunahkan
serangan lawannya dengan cara penangkisan yang mirip
dengan cara bersilat orang Tionghoa dalam gerakan yang
dinamakan 'Ciang-thian-pauw', atau petasan yang meledak
meluncur keangkasa, yang kekuatannya cukup hebat dan
dapat mematikan.
Bu Heng Seng yang bertempur mati-matian dengan
Pantenpur, kini merasakan ada suatu tenaga luar biasa yang
menolaknya keatas sehingga tenaga pukulannya sendiri
menjadi lenyap, sedangkan dirinya sendiri kena tertolak
oleh pihak lawannya.
Tatkala Bu Heng Seng melihat lawannya tergoncang
sedikit, terang dia lebih rugi daripada dirinya sendiri, hingga
tidak terasa lagi semangat bertempurnya menjadi berkobar-
kobar oleh karenanya. Maka sambil tertawa terkekeh-kekeh
dia lalu memusatkan kembali tenaga-dalam yang sehebat-
hebatnya dan lagi-lagi dia menyerang dari atas pada lawan
itu. Sementara Pantenpur yang mengetahui bahwa lawannya
ingin mengadu kekerasan dengannya, jika dia terus
mempertahankan cara bertempurnya seperti ini, maka dia
sendirilah yang akan menderita kerugian yang besar, karena
dirinya seperti juga paku yang terus-menerus dipukul
kepalanya. Setelah berpikir demikian, ia segera putarkan kakinya
dengan bersilat dalam jurus-jurus Pat-kwa. Dan berbareng
dengan itu, bila ada kesempatan, diapun membalas
menyerang kesebelah atas. Oleh karena sambil bertempur
dia selalu mundur dan berputar-putar, maka desakan Bu
Heng Seng dapat dia punahkan dengan cukup lincahnya.
Dengan cara bertempur begini, Bu Heng Seng merasa
senang sekali, maka sambil berteriak dia berkata: "Bagus,
sambut lagi seranganku ini!"
Perhatian yang diucapkan ini bukan dia tujukan pada
lawannya, karena lawannya tidak mengerti bahasanya,
melainkan dia tujukan pada pukulannya, yang kini sudah
diperhebat seakan-akan batupun dapat dia hancur leburkan.
Baru saja dia berkata begitu, Bu Heng Seng sudah
melancarkan sepasang pukulannya yang dipecah kekiri dan
kekanan dengan jurus yang disebut 'Siang-lui-koan-jie', atau
sepasang geledek memekakkan telinga, dengan mana dia
menyerang pelipis lawannya.
Pantenpur buru-buru membentangkan tangannya untuk
menangkis serangan lawannya; yang satu dirapatkan,
sedangkan yang lainnya lagi dipencarkan, dengan begitu,
diapun masih sempat melancarkan serangan dengan
menotok jalan darah dilengan lawannya.
Bu Heng Seng sudah menduga bahwa lawannya akan
berbuat demikian. Dengan cepat dia tarik tangannya;
tangan kirinya dipakai menjaga dadanya, sedangkan tangan
kanannya dengan jari-jari dijulurkan merupakan sebuah
kantung dengan cepatnya dia totok lawannya.
Jurus ini adalah jurus terhebat yang sangat diandalkan
oleh Bu Heng Seng dan disebut 'Pek-lok-koa-thai'
(menjangan putih menggantung kantong), yang kekuatannya tak dapat diduga-duga. Dikatakan lambat tapi
kejadiannya sangat pesat sekali, gerakan tangan kanan Bu
Heng Seng yang cepat bagaikan kilat telah meluncur dan
menotok jalan darah 'Sie-ceng-hiat' didada lawannya.
Dalam sejarah peperangan ada pepatah yang. mengatakan: "Bila kita mengetahui titik kelemahan lawan,
maka seratus kali kita bertempur, hasilnyapun seratus kali
pula kita akan menang."
Bu Heng Seng yang telah mengetahui bahwa lawannya
pasti akan menyerang dengan berbareng terhadap dirinya,
mula-mula dia menyerang dari tengah, lalu dari samping
dia teruskan serangannya.
Pantenpur tidak pernah menduga sampai disitu. Karena
sepasang tangannya sudah dikeluarkan untuk menyerang
lawannya, kini dia sudah tidak keburu lagi untuk menarik
kembali pukulannya; dia hanya dapat menantikan
kematiannya saja, tapi dengan tenaga- dalam sehebat yang
dia miliki ini, dia tidak rela terima menyerah mentah-
mentah. Begitulah sepasang kakinya lantas dipakai
menyapu pada tempat dimana Bu Heng Seng akan
menginjakkan kakinya kebumi.
Pergerakan yang berbareng ini andaikata dilakukan oleh
orang lain, tak mungkin dapat berhasil dengan sama
baiknya, karena Bu Heng Seng bukan saja pada waktu itu
sedang menyerang lawannya dan sebaliknya dia harus pula
menghindarkan serangan balasan pihak lawannya, tapi toh
dia masih dapat mengelitkan sapuan lawannya dan
berbareng masih dapat melancarkan serangannya juga.
Oleh sebab itu, Bu Heng Seng segera dapat melihat,
bahwa serangannya ini sudah pasti akan berhasil, tapi
sebaliknya Siauw Ciap Toocu yang sedang dikerubuti oleh
dua lawannya, tampak sukar sekali memperoleh kemenangan, maka tidak terasa lagi hatinya menjadi gugup
juga. Sekonyong-konyong dia rasakan dadanya menyesak,
hawa aslinya seakan-akan sudah buyar, hingga tidak terasa
lagi dia menjadi terkejut dan diam-diam dia batuk-batuk
kecil, sudah itu buru-buru dia menghempos semangatnya
pula. Bila dia tidak menghempos semangatnya masih tidak
mengapa, tapi setelah dia lakukan usaha tersebut, dia
rasakan dadanya sangat sakit sekali.
Maka dengan mengeluarkan suara gedebuk badannya
lalu jatuh kebumi.
Pantenpur sebenarnya sudah tidak dapat menolong
dirinya lagi, tapi dia telah ngotot tidak mau menyerah
mentah-mentah. Sambil mementilkan jerijinya, dia serang
tenggorokkan lawannya. Serangannya ini adalah tipu yang
bagus sekali, karena jika lawannya mau menolong diri, dia
akan mendapat kesempatan untuk meloloskan dirinya
sendiri. Bu Heng Seng yang sudah kehilangan tenaga asalnya,
kini ketika melihat lawannya menyerang tenggorokkannya,
segera semacam tenaga otomatis keluar dengan sendirinya,
dengan mana dia telah geser sedikit badannya sehingga
terlolos dari serangan lawannya itu.
Dengan mengeluarkan suara "sret"
serangannya Pantenpur telah jatuh ditempat kosong, sehingga dia hanya
dapat menyentuh baju lawannya saja. Pantenpur tidak
mengetahui, apa sebabnya Bu Heng Seng dengan secara
tiba-tiba saja dapat beraksi demikian. Maka dengan tingkat
dan kedudukan seperti dirinya, dia tidak mau maju
mencelakai lawannya yang sudah tidak berdaya ini, oleh
sebab itu, dia hanya berdiri disamping dengan terbengong.
Kejadian ini, telah berhasil menghentikan masing-masing
pihak yang sedang bertempur, Bu Heng Seng yang terjatuh
ketanah tanpa dia sendiri mengetahui apa sebabnya,
beberapa kali dia telah menghempos semangatnya tapi
senantiasa tidak berhasil, hingga saking gugupnya dahinya
tampak keluar keringat dingin.
Peng Hoan Siangjin yang menghampirinya, lalu meraba-
raba nadinya. tapi dia tak mendapatkan sesuatu yang aneh
dan luar biasa. Keadaannya normal saja, maka tidak terasa
lagi diapun tidak berdaya. Hal mana, telah membuat Hui
Taysu dan Lie Siauw Hiong pun menjadi gugup juga.
Sedangkan pihak lawan mereka, yaitu tiga pendeta asing
yang bernama julukan 'Heng Hoo Sam Hut' bersama
Kinlungo, juga berdiri dengan terlongong-longong, kecuali
Kinposuf yang otaknya dapat berpikir dengan cepat.
Diantara tiga kakak beradik seperguruan ini, hanya
Kinposuf sendiri yang berotak paling cerdik, karena
sekalipun dia adalah Suteenya Progota, tapi dalam
merencanakan sesuatu, semuanya adalah hasil daya
pemikirannya. Maka boleh dikatakan diantara ketiga kakak
beradik ini, dialah yang menjadi otaknya. Dia yang merasa
ragu-ragu dan curiga, tidak dapat mengambil keputusan
yang pasti, hanya dalam hati saja dia tidak habis berpikir:
"Pemuda tampan seperti anak sekolah setengah umur ini,
mengalami kejadian apakah sebenarnya" Melihat caranya
dia jatuh bagaikan seorang yang ayan, maka andaikata
disaat ini kita menyerbu mereka, .. hmmm .."
Satu pikiran datang melintang dikepalanya, sedangkan
dimukanya terbayang satu roman yang sangat licik sekali,
tapi dia tidak teruskan jalan pikirannya, hanya berkata pada
dirinya sendiri: "Hanya, andaikata kita menggunakan
kesempatan ini untuk menyerang mereka, paling banyak
pemuda setengah umur seperti anak sekolah ini saja yang
akan mampus, sedang kedua pendeta wanita dan laki-laki
itu juga pasti tidak mau tinggal diam saja, andaikata kita
memaksa menyerangnya. Hmm, hal ini pasti akan
menghilangkan muka kami saja .."
Karena harus diketahui, sekalipun biasanya orang sukar
sekali berurusan dengan Heng Hoo Sam Hut ini, tapi
biasanya mereka sangat menyayang sekali terhadap
angkatan muda yang penuh bakat dan cerdas dalam
memahami pelajaran bugee. Selanjutnya karena tidak dapat
mengambil keputusan yang pasti, maka Kinposuf tampak
agak ragu yang terbayang jelas pada muka dan matanya.
Diseberang sana Tay Ciap Toocu kelihatan sangat gugup
sekali. Dengan menyalurkan tenaga-dalamnya, dia alirkan
itu pada diri Bu Heng Seng, tapi hasilnya ternyata malah
lebih buruk, karena Bu Heng Seng tampak lebih menderita
pula daripada semulanya. Hal mana sungguh diluar
dugaannya Peng Hoan Siangjin.
Hui Taysu yang berdiri disebelah pinggiran, dia sangat
memperhatikan mukanya Bu Heng Seng yang sekarang
tampak pucat, dan diantara kepucatannya ini, samar-samar
terlihat warna biru. Maka Hui Taysu yang mempunyai
pengalaman sangat luas, didalam hatinya segera menduga
beberapa bagian, bahwa lukanya Bu Heng Seng ini tentulah
disebabkan oleh kambuhnya luka-lukanya yang lama itu.
Tapi satu hal yang dia merasa aneh, ialah mengapa Bu
Heng Seng yang sudah mencapai tingkat tertinggi dalam
kalangan Kang-ouw, sampai tidak mengetahui bahwa
dirinya telah terluka"
Kinposuf setelah berpikir sebentar, lalu dengan suara
yang nyaring dia berkata: "Urusan hari ini, karena diantara
kalian ada seorang yang sudah terluka terlebih dahulu,
maka kami Heng Hoo Sam Hut tidak dapat menunggu
lebih lama pula untuk melangsungkan pertempuran ini, ..
hari ini .."
Belum lagi dia selesai mengucapkan perkataannya, Tay
Ciap Toocu yang mengetahui maksudnya, karena diapun
insyaf bahwa lawannya tidak dapat pergi begitu saja tanpa
mendapat perkenan terlebih dahulu daripadanya, maka
tidak terasa lagi dia menjadi tertawa terbahak-bahak.
Kinposuf setelah berdiam sejurus, lalu dia melanjutkan
perkataannya: "Mengenai kejadian hari ini, sampai disini
saja kita akhiri. Kalianpun mempunyai pepatah pula yang
mengatakan: 'Ceng San Put Kay, lok sui tiang liu' (gunung
yang biru tidak berubah, air sungai yang kehijau-hijauan
senantiasa mengalir untuk selama-lamanya,
yang maksudnya hari masih banyak, lain waktu mereka ingin
memohon pengajaran pula dari Tiga Dewa Diluar Dunia
ini), oleh karena itu, untuk sementara kami ingin minta diri
saja dari kalian .."
Dia menggunakan bahasa Han dan bahasanya sendiri
untuk menyampaikan kata-katanya ini, bahkan dengan
tersenyum-senyum ia telah melambaikan tangannya dan
mengajak kawan-kawannya meninggalkan pulau itu.


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar ( Bwee Hoa Kiam Hiap ) Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sambil tertawa dingin Hui Taysu tidak lupa bertanya:
"Apakah kalian bisa keluar sendiri dari pulauku ini?"
Mendengar perkataan lawannya ini, tidak terasa lagi
Kinposuf jadi merasa tercengang sekali. Setelah dia
memandang keempat penjuru, dia dapatkan barisan 'Kwie-
goan-kouw-tin' ini benar-benar sangat luar biasa, hingga
sekalipun mereka berdiri ditempat yang tinggi, mereka
belum lagi dapat menentukan arah mana yang mereka akan
ambil untuk keluar dari pulau itu.
Kemudian dengan tertawa dingin Hui Taysu sudah
mendahului mereka melesat kesebelah depan tanpa berkata-
kata barang sepatahpun.
Kinposuf dan kawan-kawan yang mengetahui, bahwa
orang ini tengah memimpin mereka untuk keluar dari
pulaunya ini, merekapun tidak berani omong besar pula,
hanya mengikuti dari sebelah belakang untuk sama-sama
keluar dari barisan kuno yang sangat luar biasa itu.
Tay Ciap Toocu memandang pada bayangan kelima
orang itu, sambil tertawa besar. Setelah bayangan kelima
orang itu sudah berlalu jauh, barulah dia berhenti tertawa
dan lalu bertanya kepada Bu Heng Sang: "Loo-tee,
sebenarnya terjadi apakah atas dirimu?"
Bu Heng Seng dengan keras kepala lalu menjawab: "Hal
ini sesungguhnya terlampau aneh sekali, sampaikan aku
sendiri tidak mengetahuinya, yaitu bahwa didunia ini ada
suatu macam racun yang dapat berdiam lama dalam tubuh
kita, tapi setelah sampai pada saatnya, akan terbit dengan
sendirinya dan dengan secara tiba-tiba. Pernahkah Siangjin
mendengar tentang hal itu?"
Peng Hoan Siangjin lalu mengetuk-ngetuk kepala dengan
jarinya sambil berpikir, kemudian dia berkata: "Jika kau
tanyakan tentang lain hal, mungkin juga aku mengerti
sedikit, tapi mengenai 'racun', aku sama sekali tidak
mengerti .."
Tapi sesaat kemudian ia telah berseru dengan sekonyong-
konyong: "Benar, aku pernah mendengar tentang semacam
racun yang dinamakan 'Pek-giok-toan-ciang' = racun
berwarna hijau yang dapat dengan segera memutuskan
usus. Racun ini memang mempunyai sifat keanehan seperti
itu." Bu Heng Seng yang mendengar perkataan rekannya,
diapun mengangguk-anggukkan kepalanya sambil berkata:
"Racun 'Pek-giok-toan-tiang' itu apakah yang dalam
kalangan Kang-ouw terkenal dengan racun hijau yang tidak
berbau dan tidak berasa?"
Peng Hoan Siangjin berteriak: "Benar, benar, apakah kau
terkena racun tersebut?"
Bu Hung Seng mengangguk-anggukkan kepalanya
sambil berkata: "Apakah Siangjin pernah mendengar
tentang seseorang yang memperoleh nama julukan 'Giok
Khut Mo'?"
Peng Hoan Siangjin menjawah: "Oh, aku tahu, dialah si
kepala perompak .."
Para pembaca tentunya masih ingat, bahwa tempo hari
Bu Heng Seng pernah berjumpa dengan anak buahnya Giok
Khut Mo yang bernama Sang It Ceng ditengah lautan.
Diwaktu itu tanpa ragu-ragu lagi Bu Heng Seng telah
menenggak arak yang diberikan oleh orang tersebut.
Bu Heng Seng lalu menceritakan segala kejadian ini pada
rekannya, kemudian sambil menarik napas dia berkata:
"Aku pikir bila dugaanku benar, dalam arak yang
disuguhkan padaku itu tentulah ditaruhkan racun .. Hmm,
sungguh keliru sekali aku telah tidak menurunkan tangan
jahat terhadapnya tempo hari, sehingga dia memperoleh
kebebasan dan berlalu dengan secara enak-enakan .."
Peng Hoan Siangjin tidak berdaya dan tak dapat berbuat
lain daripada menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
Hari sudah mulai gelap, karena sinar matahari sudah
mendoyong dan akhirnya selam diufuk sebelah Barat. Sisa
sinar matahari yang terakhir tersorot pada laut dimana
ombaknya beriak-riak pergi datang, sehingga tampak warna
kemerah-merahan yang indah luar biasa, sedangkan sinar
matahari yang terpantul pada batu-batu gunung, telah
menyebabkan keadaan disitu separuh berwarna kemerah-
merahan dan separuhnya lagi berwarna kebiru-biruan, yang
mana telah menerbitkan pemandangan sangat indah disaat
itu. Dengan diam-diam Bu Heng Seng telah coba mengatur
pernapasannya, tapi setiap usaha yang dilakukannya itu
senantiasa menemui kegagalan saja, bahkan dia merasakan
bahwa racun yang berada di didalam tububnya itu telah
mulai menunjukkan kelancaran bergeraknya, yang lambat-
lambat menjalar keseluruh tubuhnya.
Peng Hoan Siangjin tanpa berkata-kata barang sepatahpun tinggal tetap memandang kepadanya dari
samping dalam keadaan tidak berdaya.
Sekonyong-konyong
saja suatu pikiran melintas dikepalanya Lie Siauw Hiong, hingga dengan muka penuh
kegembiraan dan optimistis ia jadi berteriak tertahan.
Tay Ciap Toocu sekalipun terbilang seorang yang luar
biasa dalam kepandaian bugee, tapi terhadap soal racun dia
sama sekali tidak mengerti. Tapi ketika Bu Heng Seng kena
racun sangat berbisa dan luar biasa sifatnya, tentu saja ia tak
berdaya untuk memecahkannya.
Pada saat itu ketika dia lihat pemuda kita menunjukkan
muka yang berseri-seri, tidak terasa lagi semangatnyapun
terbangkitlah dan lalu dengan penuh semangat dia bertanya:
"Apa" Apakah kau sudah berhasil menemui obat
pemunahnya?"
Lie Siauw Hiong lalu menggeleng-gelengkan kepalanya,
tapi dengan nada yang riang dia menjawab: "Barang ini,
aku kira tepat sekali untuk dicobanya."
Sambil berkata begitu, dari dalam dadanya dia menarik
keluar sejilid buku, yang lalu dibeberkannya seraya berkata:
"Dengan adanya buku ini, segala racun yang bagaimana
lihaypun terdapat penjelasannya didalamnya .."
Tampaknya buku itu adalah seJilid buku yang ditulis
sendiri oleh raja racun Kim It Peng dengan susah-payah.
Tempo hari anak daranya Kim It Peng yaitu Kim Bwee
Leng pernah menitipkan buku tersebut pada pemuda kita,
buku itu tidak pernah terpisah dari badannya. Kesatu,
karena dia telah berulang-ulang menjumpai peristiwa yang
aneh, dan keduanya, karena dirinya mempunyai urusan
yang mendesak dan penting, maka dia tidak mempunyai
waktu yang senggang untuk melihatnya, sehingga seakan-
akan buku tersebut terlupakan olehnya.
Pada saat ini sekonyong-konyong saja otaknya teringat
akan buku itu, maka dengan adanya buku racun itu, tidak
disangsikannya lagi bahwa racun yang diderita oleh Bu
Heng Seng itu pasti dapat dipecahkannya.
Tay Ciap Toocu setelah menyambut 'Buku Racun'
tersebut lalu dia lihat kulitnya terlebih dahulu sambil
diejanya: "Tok Keng .. dikarang oleh Kim It Peng, oh, Kim
It Peng?" Lie Siauw Hiong lalu melanjutkan perkataannya: "Kim
Loo-cian-pwee tempo hari di See Liong Peng pernah
dengan racun melawan racun untuk membinasakan Giok
Khut Mo, buku ini adalah hasil jerih-payah orang tua itu
yang telah mengarangnya .."
Dengan tidak terasa lagi, Tay Ciap Toocu mengeluarkan
suara teriakan tertahan.
Lie Siauw Hiong lalu berkata pula: "Pengertian Kim Lo-
cian-pwee dalam soal racun, didunia ini tidak ada
tandingannya .."
Setelah berkata begitu, lalu dia membalik-balik lembaran
buku racun tersebut untuk mencari penjelasan dari berbagai
racun yang tertulis didalamnya.
Buku racun itu memang ternyata sangat lengkap sekali
isinya, baik yang terdapat di Tiong-goan maupun yang
terdapat dipenbatasan, setiap macam racun tumbuh-
tumbuhan, racun ular, sampaipun racun pada barang-
barang yang lainnya, seluruhnya diberi penjelasan yang
sangat cermat dan jelas, sehingga ini telah membuat hati
pemuda kita jadi terkejut dan mengagumi atas kemampuan
yang sangat luar biasa dari Kim It Peng itu. Karena jika
penjelasan yang tertera disitu dirasa masih kurang terang,
lalu sengaja orang tua pencipta buku tersebut memberi
gambar-gambar tambahan, sehingga Lie Siauw Hiong
semakin melihat, dia merasa semakin tertarik saja oleh isi
buku itu. Harus diketahui, bahwa Lie Siauw Hiong terhadap orang
lain sangat simpatik sekali sikapnya, apa lagi memang sejak
dilahirkan dia mempunyai bakat yang dalam dan semangat
belajar yang tak kunjung padam. Semula dia kurang
menaruh perhatian atas buku itu, meski dia sendiri tidak
menganggap bahwa buku ilmu racun tersebut sebagai ilmu
yang menyesatkan. Tapi sekarang setelah mengetahui
betapa pentingnya buku itu, hatinya menjadi sangat tertarik,
oleh karena itu, dia telah mengambil keputusan untuk
mempelajari isi kitab tersebut dengan sebaik-baiknya.
Begitu pikiran ini melintas dikepalanya dan mengambil
keputusan yang pasti dia periksa isi kitab racun tersebut,
tapi akhirnya tidak didapatkannya penjelasan tentang racun
'Pek-giok-toan-tiang' itu.
Bu Kek Toocu dan Bu Heng Seng yang duduk tenang
disitu, tampaknya dia tengah berusaha untuk mengatur
jalan pernapasannya, mukanya tampak sudah agak wajar,
tapi hal itu malah membikin gugupnya Peng Hoan Siangjin.
Setelah berselang sejurus lamanya, Hui Taysupun sudah
tampak balik kembali, pada saat itu Lie Siauw Hiong sudah
hampir habis membaca buku racun tersebut, tapi dia masih
tetap belum juga berhasil menjumpai nama racun 'Pek-giok-
toan-tiang' tertera disitu.
Dengan tergesa-gesa dia balikkan lagi beberapa lembar,
dan didepan matanya buku racun ini tinggal satu lembar
yang terakhir, sekonyong-konyong semangat Lie Siauw
Hiong terbangkitkan, ternyata pada lembar terakhir itu
tendapat kata-kata: "Penjelasan istimewa".
Lie Siauw Hiong lalu berkata: "Giok Khut Mo jika
meracuni Bu Heng Seng, tentulah racun yang dipergunakannya itu adalah racun yang hebat dan
istimewa, dalam lembaran istimewa ini pasti terdapat
penjelasannya .."
Dengan hati-hati dia baca lembaran istimewa ini.
Sekonyong-konyong
emapt huruf besar muncul dihadapannya, dan empat huruf besar itu jika bukannya
huruf 'Pek-giok-toan-tiang', masih ada huruf apakah lagi"
(Oo-dwkz-oO) Jilid 36 Lie Siauw Hiong tanpa dapat mengendalikan dirinya lagi
lantas berteriak: "Ada, ada, racun ini ternyata hebat sekali
.." Selanjutnya diapun lantas membacakan lembaran
istimewa itu dihadapan orang banyak: "Pek-giok-toan-tiang
asalnya terbikin dari tumbuh-tumbuhan yang jarang sekali
terdapat didaerah Tiong-goan. Tumbuh-tumbuhan ini
hanya berdaun empat dengan berbunga ditengah- tengahnya, tidak berbuah, sarinya tumbuh-tumbuhan ini
dapat .." Dengan cepat dia membaca lembar istimewa ini, tapi
tampaknya dia malas untuk membaca keterangan yang
bertele-tele dari penjelasan ini, hingga dia merasa lebih
penting untuk mencari cara pengobatannya, maka lalu
dilanjutkannya pembacaannya sebagai berikut: ".. sifat
racun ini sangat kental sekali. Bersama-sama dengan 'Lip-
pouw-toan-tiang' (nama racun yang juga berarti dengan
cepat dapat memutuskan usus) Pek-giok-toan-tiang disebut
'Siang-toan-tiang' (sepasang racun yang sama keras dan
hebatnya untuk memutuskan usus). Racun ini mempunyai
sifat yang lambat sekali dalam menunjukkan keracunannya.
Waktu racun itu sampai didalam tubuh seseorang, tidak
perduli betapa hebatnya orang itu mempunyai tenaga-dalam
dan kemahiran ilmu silat, tidak urung ia tak mampu
menahan racun yang hebat tanpa tandingan didunia ini,
sangat ganas dan berbisa sekali, maka ini terbilang sebagai
racun yang paling ditakuti oleh setiap makhluk yang berjiwa
.." "Cara pengobatannya, yang paling umum hanya ada satu
.." Berkata sampai disitu, tanpa terasa pula suaranyapun
menjadi lemah karena perasaan tegang telah memuncak
pada dirinya dengan suara yang keras dan berkata lebih
lanjut: "Hanya terdapat satu

Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar ( Bwee Hoa Kiam Hiap ) Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

barang yang dapat menyembuhkannya, yaitu 'Ho-giok-peng-sim', barang ini
hanya terdapat dan dihasilkan diatas puncak gunung Yan
Jian San "..."
Mendengar perkataan itu, muka Peng Roan Siangjin
menjadi berubah dan diam-diam berpikir didalam hatinya:
"Gunung Yan Jian San terpisah dengan pulau ini, jaraknya
adalah ribuan lie, jangankan barang itu dibutuhkan dengan
sangat, sehingga dalam waktu yang pendek tidak mudah
didapatkannya, sekalipun kita dapat sampai kesana secepat
mungkin, itupun belum tentu kita dapat segena menemukan
barang tersebut ".."
Lalu sekonyong-konyong
terdengar nada suara kegirangan dari Lie Siauw Hiong yang berkata lebih lanjut:
"Masih ada cara pengobatan yang lainnya lagi .."
Racun Pek-giok-toan-tiang ini adalah baru tahun yang
lampau diketahui oleh Kim It Peng. Pada waktu itu dia
telah mendapatkan kecuali Ho-giok-peng-sim,
sesungguhnya dia merasa kekurangan akal untuk mencari
pengobatan cara yang lainnya. Tapi Kim It Peng yang
mengetahui bahwa Ho-giok-peng-sim
sukar sekali didapatkan didunia ini, maka ia telah mencari daya
pengobatan yang lainnya.
Selama seumur hidupnya, ia selalu bergumul dengan
racun-racun ditambah lagi dengan kecerdikan serta tenaga-
dalam yang hebat sekali, dari itu, akhirnya ia telah
mendapatkan cara pengobatan yang kedua, yaitu apa yang
kini tertulis dalam lembaran istimewa itu.
Lie Siauw Hiong dengan penuh kegirangan lalu
menyebutkan cara tersebut, sehingga dengan tidak terasa
lagi Peng Hoan Siangjin menyebut: "Ah!"
Tampaknya cara pengobatan ini terlampau berbahaya
sekali agaknya.
Ternyata waktu racun ini mulai menjalar, sifatnya sangat
cepat sekali. Asalkan racun ini belum menjalar sampai
dipembuluh darah besar, dengan mengandalkan kepandaian
yang sangat tinggi, seseorang akan dapat juga menggunakan
tenaga dalamnya untuk mengeluarkan racun tersebut.
Tapi racun 'Pek-giok-toan-tiang' ini jika sudah masuk
kedalam tubuh seseorang, dia sudah lantas dapat masuk
kedalam jalan darah yang terpenting, yaitu racun tersebut
sudah menjalar dari kepala sampai kejantung.
Jika ingin mengeluarkan racun tersebut, harus dimulai
dari kepala terlebih dahulu.
Peng Hoan Siangjin, Hui Taysu dan Lie Siauw Hiong
yang sudah memiliki kepandaian yang sangat hebat dan
tinggi, jika ingin mengeluarkan racun itu, haruslah dari
kepala, yaitu 'Nie-wan-kiong, yang harus ditepok, halmana
mereka bertiga cukup mengetahuinya.
Jalan darah 'Nie-wan-kiong'
adalah tempat berkumpulnya segala kekuatan yang merupakan motor otak
yang bergerak kesegala anggota badan yang lainnya, apabila
bagian itu ditepuk, racun itu akan buyar, tapi berbareng
seluruh tenaga Bu Heng Seng akan hilang seperti orang
biasa saja, hingga kesengsaraannya akan jauh lebih hebat
lagi daripada semulanya.
Jadi meski cara ini memang dapat dilakukan, tapi
terlampau berbahaya bagi diri Bu Heng Seng, sehingga
Peng Hoan Siangjin dan Hui Taysu yang mendengar
keterangan begitu, tidak terasa lagi jadi terkejut dan
mengeluarkan teriakan yang tertahan.
Tempo hari waktu Kim It Peng berhasil menemui cara
kedua ini, dia pikir dalam dunia ini sukar sekali ada orang
yang mempunyai tenaga-dalam sehebat demikian, oleh
karena itu, cara ini tidak mungkin dapat dilaksanakan, tapi
dia toh menuliskan juga cara yang sulit ini dalam kitab
racunnya itu, suatu tanda bahwa dia sudah menyelidiki
segala sesuatunya dengan sebaik-baiknya.
Peng Hoan Siangjin dengan setulusnya hati memuji atas
keluar biasaan Kim It Peng yang pengalamannya sangat
luas dan dalam itu, sampaikan Hui Taysu sendiri juga
merasa tunduk terhadapnya.
Peng Hoan Siangjin dengan tertawa getir lalu berkata:
"Lo-nie-po, hal ini merupakan satu soal yang sangat sulit,
bukankah?"
Hui Taysu mengangguk-anggukkan kepalanya sambil
berkata: "Andaikata kita berdua mempersatukan kekuatan
kita untuk melakukan pekerjaan ini, bagaimana?"
Peng Hoan Siangjin menjawab: "Tidak mungkin, hal itu
terlampau berbahaya sekali .."
Hui Taysu mengangguk-anggukkan kepalanya. Lie
Siauw Hiong segera mengetahui, bahwa itulah berarti yang
kedua orang itu ingin turun tangan untuk menolong
rekannya dengan bersama-sama pekerjaan ini, bila
mungkin, lebih baik dilakukan oleh seorang saja, karena
dengan begitu, bahayanya akan lebih kecil. Dia sendiri
karena tenaga-dalamnya masih kalah jauh, maka tidak
berdaya dan tak dapat berbuat lain daripada membungkam
dalam seribu bahasa.
Peng Hoan Siangjin sambil tertawa terbahak-bahak lalu
berkata: "Ah, baiklah kita coba saja, Loo-nie-po, kau saja
yang melakukannya."
Hui Taysu menggelengkan kepalanya sambil berkata:
"Dalam soal ini, kita tidak boleh berlaku sungkan-sungkan,
lagi pula mengenai tenaga-dalam pin-nie masih kalah
setingkat denganmu."
Peng Hoan Siangjin tidak berkata apa-apa lagi. Sambil
balikkan badannya dia berkata pada Bu Heng Seng: "Loo-
tee, apakah kau rasakan baikan?"
Sambil tertawa Bu Heng Seng lalu memotong perkataan
orang: "Siangjin tidak usah berlaku gugup, aku Bu Heng
Seng sekalipun tidak berguna, tetapi dalam penderitaan ini
aku masih sanggup menahannya."
Omongan itu terang adalah perkataan yang terlampau
dipaksakan, dan pada nada perkataan terakhir sudah
kedengaran bergemetaran. Sedangkan suara tertawanya itu
semakin lama terdengar semakin lemah saja.
Peng Hoan Siangjin yang mengetahui tabiat rekannya
ini, sambil tertawa besar lalu berkata: "Loo-tee, sungguh
kau hebat sekali .."
Baru saja perkataannya ini habis diucapkan, lengan baju
kanannya sudah bergerak dan ternyata dia sudah menepuk
satu kali. Peng Hoan Siangjin dalam menepuk ini, dia sudah
mengira-ngirakan berapa banyak tenaga yang harus
dikeluarkannya, dan justeru perkiraan ini adalah yang
paling sulit, karena jika tenaga itu keliru dipergunakannya
sedikit saja, akan dapat menyebabkan rekannya mati
seketika. Dia mengetahui, dengan kepandaiannya yang dimiliki
oleh rekannya ini, waktu dia menepuk, dengan sendirinya
rekannya pasti akan dapat mengeluarkan tenaga reaksinya,
sekalipun bagaimana kecilnya juga untuk menahan
tepokannya itu.
Peng Hoan Siangjin mengetahui berat ringannya dalam
melaksanakan tugas ini, dengan muka yang berseri-seri
setelah tangannya menyentuh jalan darah 'Nie-wan' itu, lalu
gerakan tangannya dilanjutkan dengan mengusap-usap dan
menepuk-nepuk. Dan diwaktu melakukan tindakan terakhir
ini, tenaga-dalamnya disimpan seluruhnya, sehingga waktu
Bu Heng Seng merasakan kepalanya seperti juga tergoncang
kena pukulan yang kemudian disusul dengan lenyapnya
tenaga seluruhnya, maka racun yang bersarang dalam
tubuhnya menjadi turut buyar turun kesebelah bawah
bagian anggota badannya.
Peng Hoan Siangjin tidak berani berlaku ayal-ayalan,
sedang tangan kirinyapun tidak tinggal diam saja, kemudian
dengan cepat dia sudah menotok dua jalan darah atas tubuh
rekannya ini. Sekali ini jalan darah yang menjadi sasaran totokan itu
adalah jalan darah 'Cie Kiong' dan 'Ciang Bun'. Maksud
dari totokan ini, adalah untuk menyelidiki tentang
perkembangan racun yang sedang buyar itu.
Jangan dikatakan lagi terhadap pemuda kita Lie Siauw
Hiong, sampaikan orang yang biasanya sangat alim dan
mukanya sangat dingin bagaikan es seperti Hui Taysu,
tanpa terasa lagi dia menunjukkan muka dan perasaan yang
sangat tegang sekali, hingga ia menggigit kencang giginya
dan memegang erat-erat kedua tangannya.
Sedangkan Peng Hoan Siangjin sendiri dengan mata
tidak berkesip memandang pada rekannya Bu Heng Seng,
yang mukanya sekonyong-konyong tampak menunjukkan
perasaan yang sangat menderita.
Peng Hoan Siangjin yang mempunyai tenaga-dalam
yang begitu hebatnya, dia mengetahui bahwa racun 'Pek-
giok-toan-tiang' itu sudah mulai berjalan.
Sekonlong-konyong hweeshio tua itu mengeluarkan
jeritan yang hebat sekali, hingga Bu Heng Seng yang
mendengar jeritan itu, seketika itu juga hatinya menjadi
tergoncang, jalan darah Leng-tainya terbuka, berbareng
dengan mana mukanya menunjukkan perasaan yang
menderita menjadi agak berkurang. Maka Peng Hoan
Siangjin yang menampak hal itu, tanpa ayal lagi segera
menepuknya kembali dengan gerakannya secepat kilat.
Pada saat ini Peng Hoan Siangjin telah menggunakan
tenaga khikang kaum Budha yang murni, yaitu sambil
mengeluarkan gerengan 'Say-cu-houw' (gerengan bagaikan
singa), dalam waktu yang pendek dia telah berhasil
membikin Bu Heng Seng tersadar kecerdasannya. Setelah
dia mendapat pegangan yang kuat dan akan berhasil dalam
usahanya ini, Peng Hoan Siangjin lalu menekannya
kembali dengan telapak tangannya.
Waktu telapak tangannya Peng Hoan Siangjin terpisah
kurang lebih tiga dim lagi dari jalan darah 'Nie-wan' ini,
dengan cepat dia sudah mengangkatnya kembali telapakan
tangannya itu. Sambil menahan napas Lie Siauw Hiong mengetahui,
sekali tepuk ini seluruh kekuatan tenaga-dalam Peng Hoan
Siangjin akan menerobos masuk kedalam tubuh rekannya,
maka berhasil atau gagal, justeru dalam sekali gerak
tangannya inilah yang akan membuktikannya.
Peng Hoan Siangjin lalu dengan perlahan-lahan
mengempos semangatnya. Setelah itu, sambil menekankan
telapak tangannya pada jalan darah 'Nie-wan' pada
rekannya, dia segera menyalurkan tenaga-dalamnya dengan
sehebat-hebatnya kedalam tubuh rekamnya.
Ternyata gerak tangan yang dilaksanakannya oleh Peng
Hoan Siangjin ini sangat tepat dan jitu sekali menemui
sasarannya. Dan setelah rintangan yang amat berat ini
berlalu, maka Hui Taysa dan Lie Siauw Hiong barulah
merasa lega hati.
Tapi sebaliknya Peng Hoan Siangjin sendiri yang
mempunyai perhitungan yang matang, dia tahu bahwa
telapak tangannya yang menekan jalan darah rekannya itu
cukup bertenaga, maka sedikitpun dia tidak dapat
memencarkan perhatiannya, sedangkan tenaga- dalamnyapun sudah dipusatkan seluruhnya. Dengan
mengandalkan tenaga-dalam yang sehebat-hebatnya itu, dia
mendesak pada racun itu, tapi dia masih meragukan,
apakah pekerjaannya ini akan berhasil" Tapi walau
bagaimanapun juga dia tidak dapat memecah perhatiannya
pada soal-soal lainnya, maka dengan sekuat tenaga dia
berusaha untuk menyembuhkan rekannya ini.
Begitulah detik demi detik telah berlalu, kepala Peng
Hoan Siangjin terlihat sudah mengebulkan asap putih,
rambutnya seakan tampak berdiri, tergoyang oleh tiupan
angin lalu, sedang mukanya sangat dingin bagaikan es,
hingga tampaknya dia sedang berada dipuncak ketegangan.
Hui Taysu tidak percaya ada pekerjaan yang sedemikian
sulitnya, andaikata dia tidak menyaksikannya dengan mata
kepala sendiri. Tatkala itu diapun merasa luar biasa
gembiranya, waktu melihat pekerjaan yang sedemikian
sulitnya itu telah dapat dikerjakan oleh Peng Hoan Siangjin
dengan berhasil seluruhnya maka hatinya yang turut merasa
tegang, setiap saat dia memusatkan matanya memandang
pada perkembangan-perkembagan atas diri Bu Heng Seng
ini. Dan benar saja, badan Peng Hoan Siangjin sudah tidak
Ilmu Ulat Sutera 3 Romantika Sebilah Pedang Karya Gu Long Perjodohan Busur Kumala 19
^