Pencarian

Harimau Kemala Putih 16

Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung Bagian 16


sakitnya sudah pasti amat parah."
Setelah menghela nafas panjang, dia melanjutkan :
"Diantara empat sayur yang dihidangkan untuk makan siang hari ini, tak semacampun yang
mengandung makanan berjiwa!"
"Darimana kau bisa tahu ?"
880 "Tadi aku telah mencari berita tentang soal ini, orang bilang rakyat menganggap makanan
sebagai sumber kehidupan, terhadap persoalan macam begini, kenapa aku tak boleh menaruh
perhatian khusus." ***** DAGING, ayam, ikan bertumpukan di atas meja. Tong Koat kembali bersantap dengan
lahapnya. Bu-ki sebetulnya sedikit tidak habis mengerti, seseorang yang baru saja makan hidangan
begitu banyak dalam sarapan paginya, kenapa bisa makan hidangan sebanyak itu lagi di siang
harinya. Tapi nyatanya Tong Koat bisa melahap hidangan tersebut dengan lahapnya.
Ketika kedua ayam telah berubah menjadi setumpukan tulang, semangguk kuah daging sudah
hilang tak berbekas, Tong Koat baru berhenti bersantap, ditatapnya wajah Bu-ki dan tiba-tiba
berkata dengan suara lirih:
"Aku merasa kasihan kepadamu."
"Kau merasa kasihan kepadaku ?"
"Yaa, aku merasa teramat amat kasihan kepadamu."
"Kenapa ?" "Sebab kau akan pindah ke tempat Sangkoan Jin, kalau aku disuruh menjadi kau seharipun
sudah pasti tidak kerasan.
Bu-ki segera tertawa setelah mendengar ucapan itu.
Kembali Tong Koat berkata :
"Disitu selain sayurnya tak enak dimakan, orangnya juga susah dihadapi."
Setelah menghela nafas panjang, terusnya :
"Sekarang, tentunya kau sudah dapat melihat sendiri, Sangkoan Jin adalah seorang manusia
yang begitu sukar untuk dihadapi.
Mau tak mau Bu-ki harus mengakui akan kebenaran dari penilaian tersebut.
Namum orang yang paling sukar dihadapi di tempat itu bukanlah dia" ujar Tong Koat lagi.
881 "Kalau bukan dia, lantas siapa lagi?"
"Lian-lian!" "Lian-lian" Siapakah Lian-lian itu ?"
"Lian-lian adalah putri kesayangan Sangkoan Jin , jangankan orang lain, aku sendiripun
segera akan merasakan kepalaku pusing tujuh keliling bila bertemu dengannya."
Tentu saja Bu-ki juga tahu kalau Sangkoan Jin mempunyai seorang putri tunggal yang
bernama "Lian-lian"."
Lian-lian tentu saja juga tahu kalau Tio Kian, Tio Jia mempunyai seorang putra tunggal yang
bernama "Bu-ki".
Tapi BU-ki sama sekali tidak kuatir kalau Lian-lian sampai mengenali dirinya.
Tak lama setelah Lian-lian dilahirkan, ibunya telah meninggal dunia, mungkin lantaran
kehilangan istri kesayangannya maka rasa sayang Sangkoan Jin terhadap putrinya sama sekali
berbeda dengan rasa sayang orang lain terhadap putri tunggalnya.
Ada banyak sekali orang yang merasa benci atau tidak senang terhadap putrinya karena
istrinya meninggal setelah melahirkan. Walaupun tahu dalam hati kecil merekapun tahu kalau
bocah itu tak salah, tapi mereka toh berpendapat juga, seandainya tiada bocah istrinyapun tak
akan sampai mati. Setiap orang sudah pati akan memiliki cara berpikir demikian, mengalihkan kemarahannya
kepada orang lain, sebab cara berpikir semacam ini merupakan salah satu titik kelemahan dari
manusia sejak jaman dahulu kala.
Semenjak kecil Lian-lian sudah berpenyakitan, bocah yang berpenyakitan tak urung akan
mempunyai watak yang aneh dan sedikit agak berangasan.
Seorang ayah yang demikian sibuknya macam Sangkoan Jin, tentu saja tak akan memiliki
banyak waktu untuk mengurus putrinya yang berpenyakitan seperti ini.
Maka semenjak kecil, Sangkoan Jin telah mengirim putrinya ke bukit Hoa san untuk merawat
putrinya, sekalian belajar ilmu silat.
Padahal merawat penyakit dan belajar ilmu silat mungkin hanya suatu alasan belaka, alasan
yang sesungguhnya mungkin adalah tak ingin berjumpa lagi dengan putrinya ini, sebab bila ia
bertemu dengannya, maka tanpa terasa diapun akan teringat kembali dengan istri tercintanya
yang telah tiada. 882 Ini menurut jalan pemikiran Bu-ki.
Bagaimana pula dengan jalan pemikiran Sangkoan Jin " tak seorangpun yang tahu.
Jalan pemikiran manusia memang sering kali amat rumit dan aneh, sehingga sukar untuk
diduga atau di tebak oleh orang-orang di luar garis.
Bu-ki sendiripun tidka menyangka kalau Lian-lian akhirnya akan kembali juga ke tempat
tinggal ayahnya. Tong Koatsudah mulai melalap ayam yang ke tiga.
Caranya makan ayam istimewa sekali, mula-mula dadanya yang dimakan, kemudian naik ke
atas kepala dan baru paha dan kakinya, sebagai penutup dia akan melahap bagian sayap dan
lehernya. Sayap dan leher ayam paling banyak melakukan gerakan, itulah sebabnya daging disekitar
tempat itu paling enak rasanya.
Bagian yang paling enak dimakan, tentu saja harus ditinggalkan lebih dulu dan makan paling
belakang. Malah Tong Koat secara khusus mengemukakan hal itu :
"Tiada orang yang berebut denganku untuk memilih bagian-bagian ini, sebab bagian yang
terbaik selalu kutinggalkan lebih dulu dan dimakan paling belakang"
"Seandainya ada orang yang saling berebut denganku, akupun tak akan melahapnya terlebih
dulu" "Kenapa?" "Bila kita melahap bagian yang paling enak lebih dulu, kemudian baru makan bagian yang
lain, lantas apa pula artinya?"
"Apakah kau rela membiarkan bagian yang paling enak itu diserobot orang lain?"
"Tentu saja aku tak rela"
Kemudian setelah berhenti sejenak, lanjutnya:
"Bila kau berikan bagian yang terbaik untuk orang lain, itu berarti kau adalah seorang yang
tolol" 883 "Kau sendiri enggan memakannya lebih dulu, tapi enggan pula memberikan kepada orang
lain, lantas bagaimana caramu untuk mengatasi persoalan ini?"
"Tentu saja aku punya cara yang jitu" sahut Tong Koat sambil tertawa lebar, "inginkah kau
tahu cara apakah yang digunakan untuk mengatasi hal ini?"
"Tentu saja ingin!"
"Bila dalam keadaan begini, maka aku akan merebut bagian yang paling baik lebih dulu dan
kuletakkan di dalam mangkukku sendiri, kemudian bersama orang lainnya, bila bagian yang
lain sudah habis diperebutkan, aku baru melalap bagian yang sudah berada dalam mangkukku
itu" "Suatu cara yang bagus sekali!" puji Bu ki.
"Bila kaupun ingin menirukan caraku bersantap, maka ada semacam persoalan yang perlu kau
perhatikan baik-baik"
"Persoalan apakah itu?"
"Bila kau sedang bersantap, maka sambil makan lebih baik kau sambil memberi pelajaran
kepada orang lain" "Aku toh sudah berhasil merebut bagian yang paling baik" Kenapa harus memberi pelajaran
lagi kepada orang lain?"
"Sebab cara bersantap seperti itu pasti tidak leluasa dalam pandangan orang lain, itulah
sebabnya kau harus mendahuluinya dan beri pelajaran kepadanya"
"Bagaimana caraku untuk memberi pelajaran kepadanya?" tanya Bu ki.
"Sambil menarik muka beritahu kepada mereka, menjadi manusia harus meninggalkan rejeki
di kemudian hari, oleh sebab itu makanan yang enak harus dimakan belakangan, tapi sikapmu
sewaktu berbicara musti serius dan bersungguh-sungguh, caramu bersantap juga harus cepat,
sebelum orang lain memahami teorimu itu, kau harus menghabiskan semua hidangan yang
berada di depannmu, kemudian cepat-cepat angkat kaki untuk menyelamatkan diri"
Setelah berhenti sebentar, katanya kembali dengan wajah serius:
"Hal ini merupakan bagian yang terpenting, dan kau tak boleh sekali-kali untuk
melupakannya" "Kenapa aku harus mengambil langkah seribu?" tanya Bu ki.
884 "Sebab bila kau tidak cepat kabur, kemungkinan besar orang lain akan menghajar dirimu"
Bu ki segera tertawa terbahak-bahak.
Kali ini dia benar-benar tertawa keras.
Sudah banyak waktu ia tak pernah tertawa, kali ini merupakan pertama kalinya ia dapat
tertawa dengan begitu riang gembiranya.
Sekarang batas waktunya sudah diperpanjang hingga waktu yang tak terhingga, sekarang ia
masuk ke daerah jantung dari benteng keluarga Tong, besok diapun akan pindah ke rumah
Sangkoan Jin, setiap saat bisa bertemu Sangkoan Jin, ini berarti setiap saat pula ia bisa
mempunyai kesempatan untuk turun tangan.
Sekarang walaupun tujuan yang sebenarnya belum tercapai namun jaraknya sudah tidak
terlalu jauh lagi. Ini menurut jalan pemikirannya.
Sekarang tentu saja dia dapat berpikir demikian, apa yang bakal terjadi di kemudian hari,
siapa pula yang bisa menduganya"
Bila ia dapat menduga apa yang kemudian bakal terjadi, maka bukan saja ia tak bisa tertawa,
mungkin mau menangispun tak mampu bersuara lagi.
***** Malam sudah kelam, suasana amat sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun.
Hari ini boleh dibilang merupakan hari yang paling mendatangkan hasil bagi Bu ki, selesai
bersantap siang, ia berhasil melepaskan diri dari Tong Koat dan tidur senyenyak-nyenyaknya,
sebab malam nanti dia masih ada pekerjaan yang harus dikerjakan.
Besok dia harus pindah ke tempat kediaman Sangkoan Jin, setelah masuk ke daerah terlarang
di dalam "Kebun Bunga" sudah pasti gerak-geriknya tak akan seleluasa sekarang ini.
Oleh sebab itu, malam nanti dia harus melakukan kontak dengan Lui Ceng Thian minta
kepada Lui Ceng Thian agar menyerahkan peta bangunan rumah tersebut kepadanya,
kemudian berdaya upaya agar Lui Ceng Thian bersedia memberi sedikit bahan peledak dari
Pek lek tong kepadanya....
Dia tak ingin mempergunakan bahan peledak macam begitu untuk menghadapi Sangkoan Jin,
tapi bila dalam sakunya membawa bahan peledak yang sanggup menghancurkan peta ini,
885 sedikit banyak benda itu akhirnya berguna juga, bilamana diperlukan, bukan saja benda itu
bisa digunakan untuk membantunya melarikan diri, juga dapat melimpahkan semua
perbuatannya yang telah dilakukannya itu kepada pihak perkumpulan Pek lek tong.
Dia percaya Lui Ceng Thian tak akan menampik permintaan itu.
Kegelisahan selama banyak waktu, sekarang akhirnya telah mendapatkan hasilnya, maka itu
tidurnya kali inipun jauh lebih nyenyak dan nyaman, ketika mendusin kembali hari sudah
malam. Ternyata Tong Koat tidak datang mencarinya untuk bersantap malam, juga tak ada orang
yang datang mengganggunya.
Sambil mengenakan mantelnya dia bangun dan membuka jendela, suasana di luar sana amat
sepi seakan-akan malam sudah semakin larut.
Dia bertekad akan segera pergi mencari Lui Ceng Thian.
Sekarang, walaupun dia sudah tahu dengan cara apakah untuk berjalan masuk kedalam hutan
tersebut, namun ia masih belum tahu dengan cara apakah melewati tanah kosong diluar hutan
tersebut. Lagi-lagi sebuah persoalan pelik berada didepan matanya.
Ia mempergunakan semacam cara yang paling sederhana, cara yang paling langsung untuk
menyelesaikan persoalan yang pelik tersebut.
Begitulah, dengan langkah yang santai dan tenang, ia berjalan terus kedepan sana.
Benar juga, tiada orang yang menghalangi kepergiannya.
Tentunya Tong Koat telah berpesan kepada para penjaga yang berada disekitar tempat itu,
agar jangan terlalu membatasi gerak-geriknya.
Cuaca hari ini sangat baik, tampaknya dia seperti lagi berjalan-jalan sambil melihat bunga,
apalagi tempat itupun masih belum mencapai daerah terlarang dari benteng keluarga Tong.
Aneka bunga sedang mekar dengan indahnya, ia sengaja berputar beberapa kali disekitar
kebun bunga itu untuk meyakinkan bahwa tiada orang yang memperhatikan gerak-geriknya.
Kemudian baru dia mencari bunga Gwat Ci tersebut, menyingkirkan tanahnya dengan kaki,
lalu dengan mempergunakan gerakan yang cepat, untuk mencabut bunga itu dan menerobos
masuk kedalam. 886 Seberapa panjang kah lorong bawah tanah itu, telah diperhitungkan dengan masak. Kali ini
dia membawa korek api. Ia percaya asal dirinya mendekati pintu masuk menuju keruang bawah tanah itu, Lui Ceng
Thian pasti akan merasakannya.
Biasanya orang yang buta sepasang matanya, pasti mempunyai sepasang telinga yang
luarbiasa tajamnya. Tapi kali ini, dugaannya keliru besar.
Menurut perhitungannya, sekarang ia telah tiba dimulut masuk ruang rahasia tersebut, akan
tetapi suasana didalam ruangan itu masih tetap tenang tanpa kelihatan ada sesuatu gerakan
pun. Dia lagi lagi merangkak bebrapa depa kedepan bahkan mendehem pelan. Tapi Lui Ceng
Thian masih juga tidak meberikan reaksinya.
Sekalipun dia sedang tidur, tak mungkin sepulas ini tidurnya.
Jangan jangan dia telah ngeloyor keluar lagi dari tempat ini"
Walaupun Bu ki membawa korek api, namun tidak dipergunakannya, sebab dia harus berjagajaga
terhadap segala kemungkinana yang tidak diinginkan.
Ditempat ini penuh dengan bahan mesiu yang akan segera meledak bila terkena api.
seandainya keadaan tidak terlalu memakssa dia tak akan mengambil resiko tersebut.
Kembali dia maju kedepan sambil meraba-raba, mendadak tangannya menyentuh suatu
benda, itulah kaki meja milik Lui Ceng Thian.
Dengan jari tangannya dia mencoba untuk menyentil kaki meja itu beberapa kali, walau sudah
disentil dua kali, namun belum juga ada reaksi.
Udara dalam ruangan itu, selain terendus bau belerang dan apotas yang menusuk hidung
seakan-akan terdapat pula semacam bau yang aneh sekali.
Dia seperti pernah mengendus bau semacam itu, maka ditariklah nafas beberapa kali, dengan
cepat dia mendapatkan kalau dugaannya memang tak salah.
Itulah bau amisnya darah!
Daya penciumannya cukup tajam, dia percaya dugaannya tak mungkin salah.
887 mungkinkah Lui Ceng Thian sudah tertimpa bencana" Ataukah pihak keluarga Tong telah
mengirim orangnya untuk datang merenggut jiwanya"
Tapi, pada saat itulah Bu ki telah mendengar pula dengusan nafas seseorang.
Jelas orang itu sudah lama menahan nafasnya, tapi karena ditahan terlalu lama maka akhirnya
dia menjadi tak tahan, sebaba itu dia pun mulai bernafas lagi, malah suaranya lebih berat dan
memburu. Orang itu bisa manahan nafasnya, tentu saja dimaksudkan agar Bu ki tidak tahu kalau
ditempat ini masih terdapat orang lain.
Dan orang ini sudah pasti bukan Lui ceng thian.
Tapi siapakah dia" Apakah Lui ceng thian telah menemui ajalnya ditangan orang ini"
Seandainya dia adalah anggota keluarga Tong, maka kedatangannya untuk membunuh Lui
ceng thian sudah pasti karena memperoleh perintah.
Bila seseorang datang membunuh orang kerana mendapat perintah, maka dia tak perlu takut
diketahui orang. Kalau dia bukan anggota keluarga Tong kenapa bisa masuk kedalam ruaangan bawah tanah"
Kenapa ia datang membunuh Lui ceng thian"
Tanpa terasa Bu ki teringat kembali dengan perkataan dari Lui ceng Thian.
"Tan seijinku siapapun tak berani datang kembali.........asal aku lagi senang, setiap saat aku
bersedia beradu jiwa dengan mereka.......!"
Bahan mesiu masih bertumpukan didalam ruangan rahasia itu.
Tatkala Lui ceng thian melihat ada orang hendak membunuhnya mengapa ia tidak menyulut
bahan peledaknya" Apakah orang ini dicari sendiri oleh Lui ceng thian"
Justru karena Lui Ceng Thian tidak menyangka kalau dia bakal berniat jahat, maka dia baru
bisa terbunuh ditangannya!
888 Banyak sudah yang dipikirkan Bu ki, dia pun membayangkan bagian yang paling
menakutkan. Kalau toh orang ini enggan diketahui orang lain, sudah pasti dia akan berusaha
untuk membunuh Bu ki, bahkan besar kemungkinan ia sudah mulai bergerak sekarang.
Dengan cepat Bu ki melakukan gerakan pula.
Sayang dengusan nafas itu lagi-lagi lenyap tak berbekas, pada hakekatnya dia tak tahu
dimanakah orang itu berada.
Pelan pelan dia melingkari kaki meja itu, berniat untuk menerobos masuk lewat kolong
meja....... Mendadak terasa desingan angin tajam mendere, kemudian terasa ada segulung angin dingin
yang amat tajam menusuk datang dari arah depan sana.


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

***** PERTARUNGAN DALAM RUANGAN
Inilah hawa pedang! Walaupun Bu ki tak dapat melihatnya, ia masih dapat merasakannya.
Belum lagi mata pedang itu mencapai sasarannya, hawa pedang yang amat tajam itu sudah
menyambar tiba di atas alis matanya. Bukan saja serangan itu cepat dan jitu, tenaga dalamnya
juga amat sempurna. Bu ki masih belum melihat orang ini, tapi ia sudah tahu kalau dirinya telah berjumpa dengan
seorang musuh yang sangat menakutkan.
Seandainya di tangannya juga membawa pedang, dengan kecepatan serangannya, bukannya
tak mungkin tak bisa menyambut serangan ini.
Sayang sekali ditangannya tidak membawa senjata, sekalipun dapat menghindari serangan
yang pertama, belum tentu dapat menghindari serangan yang kedua.
Kalau toh dari ujung pedang orang ini dapat memancarkan hawa pedang yang begitu dingin
dan tajamnya, dapat diketahui bahwa kesempurnaan ilmu pedangnya sukar untuk dilukiskan
dengan kata-kata. Entah bagaimanapun Bu ki mencoba menghindarkan diri, gerak geriknya tak nanti akan jauh
lebih cepat daripada perubahan pedang itu.
Untung saja dia masih belum melupakan kaki meja tersebut.
889 Mendadak tubuhnya menggelinding ke samping kiri kemudian tangannya diayunkan untuk
mematahkan kaki meja tersebut.
"Braaang...!" pelbagai beda yang berada di atas meja itu segera jatuh berhamburan ke manamana
menyusul robohnya meja tersebut.
Meja tersebut telah menolongnya untuk menahan serangan pedang.
Bu ki harus mendekam di balik kegelapan tanpa berani berkutik ataupun menghembuskan
napas panjang. Tapi dengan kesempurnaan kepandaian silat yang dimiliki orang ini, dengan cepat dia masih
dapat menemukan dimanakah ia menyembunyikan diri, menanti serangan yang ketiga dan
serangan yang keempat dilancarkan, apakah dia masih sanggup untuk menghindarkan diri"
Ia benar-benar merasa tidak yakin.
Pihak lawan mempunyai hawa pedang yang dingin menggidikkan serta ilmu pedang yang
tajam dan lihay, sedangkan ia sendiri bertangan kosong belaka, pada hakekatnya tak mampu
untuk menahan datangnya serangan macam itu.
Kemungkinan besar ruang bawah tanah ini akan berubah menjadi tempat kuburnya untuk
selamanya. Setelah melewati kesulitan dan penderitaan yang cukup lama, kelihatan kalau persoalan yang
dihadapinya semakin ada harapan, bila dia harus mati di sini, bahkan siapakah pihak
lawannyapun tidak diketahui, sampai matipun dia akan mati dengan mata tidak meram.
Sekarang dia hanya bisa menunggu, menunggu sampai tusukan ketiga dari lawannya
menyambar datang, dia bersiap-siap untuk mengorbankan tangannya yang sebelah untuk
mencengkeram pedang orang itu.
Dia rela mengorbankan segala-galanya demi beradu nyawa dengan orang ini....
Pertarungan antara mati dan hidup hanya berlangsung dalam sekejap mata, begitu sengit dan
mengerikannya pertarungan ini, tak nanti pihak ketiga dapat memahaminya.
Ternyata suatu kejadian yang sama sekali di luar dugaan telah terjadi, sudah sekian lama dia
menunggu, namun pihak lawan sama sekali tidak melakukan reaksi apapun juga.
Seseorang yang sudah jelas telah berada di posisi di atas angin, kenapa tidak memanfaatkan
kesempatan tersebut untuk melakukan pengejaran"
890 Segala sesuatunya terasa gelap gulita, suasana hening dan sepi tak kedengaran sedikit
suarapun. Kembali Bu ki menunggu sampai lama sekali, peluh dingin telah membasahi seluruh
tubuhnya, pada saat itulah ia mendengar ada seseorang berseru:
"Akulah yang datang. Sudah lama aku ingin datang menjengukmu"
***** Suara itu berasal dari ruangan bagian atas, suara itu lembut, halus dan manja, seakan akan
penuh mengandung perhatian serta cinta kasih yang dalam.
Siapa pula yang telah datang kesitu" Siapa yang hendak ditengoknya....."
Bu ki masih mendekam disudut ruangan tanpa bergerak, tapi ia telah mengenali suara orang
itu. Ternyata yang datang adalah Kian kian.
Tong Kian kian, istri baru dari Lui Ceng Thian!
Tentu saja dia datang untuk menjenguk Lui Ceng Thian, dia kuatir Lui Ceng Thian salah
melukainya dalam kegelapan, maka sebelum tiba maksud kedatangannya dikemukakan
terlebih dahulu, sayang Lui Ceng Thian tak akan mendengar lagi suaranya......
Dalam ruangan bawah tanah yang gelap, mendadak terlintas setitik cahaya lampu.
Kian kian membawa sebuah lentera kecil duduk didalam sebuah keranjang besar yang pelan
pelan diturunkan ke bawah.
Diatas keranjang itu terdapat dua utas tali yang dihubungkan dengan roda berputar, ketika
keranjang tersebut sampai dibawah ruangan dan sinar lentera menyinari seluruh tempat, Kian
kian segera menjerit kaget.
Keadaan didalam ruang bawah tanah itu kacau balau tak keruan, tepat di bawah meja yang
dirobohkan oleh Bu ki tadi terkapar sesosok tubuh manusia.
Orang itu sudah mati, noda darah diatas tenggorokannya sudah membeku, sewaktu Bu ki
sampai disitu tadi, is sudah mati.
Yang mati adalah Lui Ceng Thian!
Siapa yang telah membunuhnya"
891 Sudah pasti orang yang melancarkan tusukan bagaikan kilat dari balik gelapan tadi.
Bekas tusukan pedang masih tertera diatas meja, peluh dingin yang membasahi tubuh Bu ki
juga belum mengering, tak bisa disangkal lagi dalam ruang rahasia ini tadi masih terdapat
seseorang yang lain..... Tapi sekarang orang itu sudah lenyap tak berbekas.
Dia telah membunuh Lui Ceng thian, mengapa tidak membunuh pula diri Bu ki untuk
membungkam mulutnya"
Sudah jelas dia telah memaksa Bu ki terdesak hebat tinggal matinya saja, mengapa ia tidak
manfaatkan kesempatan itu untuk melanjutkan serangannya" Sebaliknya secara diam diam
mengundurkan diri dari situ"
Sinar lampu memancar diatas wajah Lui Ceng thian, wajahnya masih menunjukkan rasa
kaget, tercengang dan ngerinya menjelang saat kematian seakan akan sampai matipun dia tak
percaya kalau orang ini bisa membunuhnya.
Siapakah orang itu" Mengapa dia harus membunuhnya" Kenapa tidak membunuh Bu ki"
Kian kian berdiri sambil membawa lentera, sinar lampu menyoroti mayat Lui Ceng thian,
walaupun dia menunjukkan pula rasa tercengang bercampur kaget, namun dibalik rasa kaget
dan tercengang terlintas pula perasaan gembira.
Kedatangannya kesitu kemungkinan besar bermaksud untuk membunuhnya, tak disangka
ternyata ada orang yang telah membantunya untuk melaksanakan pembunuhan tersebut.
Pelan pelan Bu ki bangkit berdiri, kemudian katanya dengan suara hambar:
"Agaknya kedatanganmu sudah terlambat satu langkah"
Dengan terperanjat Kian kian membalikkan badannya menatap wajah Bu ki, Diatas wajahnya
yang pucat segera tersungging sekulum senyuman yang manis.
"Oooh; kau!" Dia menghembuskan napas panjang, sambil menepuk dadanya pelan, ia berbisik lagi
"Oooh... Kau benar benar membuat hatiku terperanjat"
"Benarkah aku telah membuat terperanjat?"
892 Kian kian memutar biji matanya lalu tersenyum.
"Padahal seharusnya aku dapat menduga kalau perbuatan ini adalah hasil karyamu" katanya
"Oooh........?"
"Aku sudah dapat melihatnya, meskipun kau tidak meluluskan permintaanku waktu itu, tapi
kau pasti akan membantuku untuk melakukan perbuatan ini, bagimu lebih banyak membunuh
seseorang sama gampangnya dengan lebih banyak makan sepotong tahu"
Rupanya dia adalah menuduh dari Lui Ceng thian......!
Bu ki sendiripun tidak menyangkal, diapun tidak mendebat.
Kembali Kian kian menghela napas panjang, katanya:
"Tampaknya, sekarang aku benar benar telah menjadi seorang janda......!"
Ditangannya wajah Bu ki lekat lekat, dan sambil mengerling genit sambungnya:
"Dengan cara apakah kau hendak menghibur aku si janda muda yang patut dikasihani ini?"
***** Malam semakin hening. Kian kian telah tidur, setelah tidur mendusin kembali.
Ketika sedang tidur dia merintih, setelah bangun dari tidur diapun merintih, semacam rintihan
yang membuat siapapun yang mendengarkan menjadi tak dapat tidur.
Tentu saja Bu ki pun tak dapat tidur.
Sebab Bu ki berbaring disisi tubuhnya. Bukan cuma dapat mendengar rintihannya, iapun
dapat mendengar juga detak jantungnya.
Denyutan jantungnya cepat sekali, sedemikian cepatnya seakan akan setiap saat dapat
berhenti. Dia memang seorang perempuan yang gampang mencapai puncak kepuasan.
Walaupun ia masih meminta setelah mencapai puncak kepuasan, tapi secara mudah ia akan
mendapatkan kembali kepuasannya, hal ini berlangsung terus sampai dia hanya bisa berbaring
disana sambil merintih belaka.
893 Lelaki yang berpengalaman pasti akan tahu, perempuan semacam inilah merupakan
perempuan yang paling gampang menggerakkan hati kaum lelaki.
Sebab dikala kaum lelaki memberi kepuasan kepadanya, diapun memberi kepuasan untuk
kaum lelaki bukan hanya memenuhi kebutuhan kaum lelaki, diapun dapat memenuhi kejayaan
serta harga diri seorang lelaki.
Sekarang Kian kian sudah mendusin.
Dia merintih, lalu mempergunakan tangannya yang halus tak bertulang untuk membelai dada
Bu ki. Suara rintihannya penuh mengandung rasa bahagia dan kegembiraan yang meluap.
"Barusan hampir saja kukira diriku turut mampus" ia berbisik sambil menggigit tubuhnya,
"kenapa kau tidak membiarkan aku mati saja dibawah tindian badanmu?"
Bu ki tidak menyahut. Diapun merasa amat lelah semacam kelelahan yang tak dapat dihindari
setelah mencapai kegembiraan yang muncak.
Tapi begitu mendengar suaranya, dengan cepat semangatnya kembali berkobar.
Dia masih muda gagah perkasa.
Ia sudah lama sekali tak pernah menyentuh perempuan.
Perempuan inipun merupakan manusia penting dalam keluarga Tong, asal ia bisa ditaklukan,
dalam melakukan perbuatan apapun dia akan merasa lebih biasa.
Setelah perempuan itu membuka suara, tentu saja dia tak dapat menampik keinginannya,
kalau tidak, bukan saja dia akan curiga, kuatirnya jika dia sampai mendendam.
Bila napsu birahi seorang perempuan sampai ditolak, maka dalam hatinya pasti akan diliputi
oleh perasaan gusar dan mendendam yang berkobar kobar.
Seorang lelaki macam "Li Giok thong" memang tidak seharusnya menampik keinginan
seorang perempuan macam Kian kian.
Bu ki masih mempunyai banyak alasan untuk memberi penjelasan kepada diri sendiri, agar
hatinya, perasaannya memperoleh ketenangan.
Sayang dia bukan seorang lelaki munafik.
894 Setelah melakukan dengan kesadaran penuh, tentu saja diapun tak perlu memberi penjelasan
kepada dirinya sendiri. Kembali Kian kian bertanya dengan suara lirih:
"Sekarang apakah kau sedang menyesal?"
"Menyesal?" Bu ki segera tertawa, "Mengapa aku harus menyesal" Selamanya aku tak pernah
menyesali apa yang telah kulakukan"
"Kalau begitu, apakah besok malam aku masih boleh datang kemari lagi...?" tangan Kian-kian
kembali mulai merangsang.
"Tentu saja kau boleh kemari" Bu ki mendorong tangannya, "tapi besok malam, aku sudah
tidak berada di sini lagi"
"Kenapa?" "Besok pagi aku akan pindah"
"Pindah" Pindah kemana?"
"Pindah ke rumah kediaman Sangkoan Jin" sahut Bu ki, "sejak besok, aku sudah menjadi
congkoannya Sangkoan Jin"
Kian-kian segera tertawa:
"Kau anggap aku tak berani ke sana untuk mencarimu" Kau anggap aku takut Sangkoan Jin?"
Tiba-tiba ia meluruskan badannya dan menatap wajah Bu ki lekat-lekat, sambungnya:
"Mengapa kau harus ke tempat sana" Apakah lantaran dia mempunyai seorang putri yang
cantik?" Bu ki tidak menyangkal juga tidak mengakui akan hal tersebut.
Kian-kian segera tertawa dingin, kembali ujarnya:
"Andaikata kau benar-benar berhasrat untuk mengincar putri kesayangannya itu, maka bakal
runyam kau!" "Oya....?" "Siapapun tak berani mengusik dayang cilik itu"
895 "Kenapa?" "Sebab dia telah dicintai oleh seseorang"
"Siapakah orang itu?"
"Seseorang yang tak berani diusik oleh siapapun, bahkan aku sendiripun tak berani
mengusiknya" "Kau juga takut kepadanya?" sengaja Bu ki bertanya.
Ternyata Kian-kian mengakuinya:
"Tentu saja aku takut kepadanya, bahkan takutku setengah mati"
"Mengapa kau takut setengah mati kepadanya?" Tak tahan kembali Bu ki bertanya.
"Sebab bukan saja kepandaiannya jauh lebih hebat daripada diriku, lagipula berhati keji dan
tidak berangasan, salah-salah dia bakal turun tangan keji tanpa memandang dulu"
Setelah menghela napas panjang terusnya:
"Walaupun aku adalah adik perempuannya, tapi bila aku berani menyalahi dia, ia sama saja
akan merenggut nyawaku"
"Ooooh.... kau maksudkan Tong Koat?"
Kian-kian segera tertawa dingin.
"Aaah, Tong Koat itu manusia macam apa" Seandainya Tong Koat bertemu dengannya, iapun
sama saja akan ketakutan setengah mati"
Kembali lanjutnya: "Sedari kecil dia dalah orang yang paling pintar, paling bagus dan paling pandai bekerja di
antara kami bersaudara, apa yang dia inginkan segera didapatkan, selamanya tak pernah ada
orang yang berani merampasnya, andaikata dia tahu kalau kaupun sedang mengincar putri
Sangkoan Jin, maka kau...."
"Aku kenapa?" "Kau sudah pasti akan mampus, siapapun tak dapat menyelamatkan dirimu lagi"
896 Sambil berbaring di atas dada Bu ki dan membelainya dengan lembut, pelan-pelan dia
melanjutkan. "Oleh sebab itu aku harus baik-baik melindungi dirimu, agar kau bertulus hati mencintai
diriku, agar kau sama sekali tak punya kekuatan untuk mengincar orang lain lagi"
Sekarang, tentu saja Bu ki sudah tahu kalau yang dia maksudkan adalah Tong Au.
Pedang milik Tong Au, apakah betul-betul lebih menakutkan daripada Tang Koat"
Dengan kecerdasan dan kepandaian Siau hong, mungkin masih sanggup untuk menghadapi
Tong Koat. Tapi bagaimana dengan Tong Au"
Dalam perkumpulan Tay hong tong, siapakah yang sanggup menghadapi Tong Au"
Sekalipun Sangkoan Jin kena dipunahkan sehingga tinggal Tong Au, cepat atau lambat dia
pasti akan merupakan bibit bencana juga bagi perkumpulan Tay hong tong.
Hawa napsu membunuh segera berkobar di dalam dada Bu ki.
Entah dia dapat pulang dalam keadaan hidup atau tidak, ia bertekad untuk tidak membiarkan
Sangkoan Jin dan Tong Au tetap hidup segar di dunia ini.
Sekalipun dia harus dimasukkan ke dalam neraka tingkat ke delapan belas, akan dibasminya
juga kedua orang ini. Tiba-tiba Kian-kian berkata: "Dingin amat tanganmu!"
"Oh ya?" "Mengapa tanganmu berubah sedingin ini?"
"Sebab aku takut!" jawab Bu-ki sambil tertawa.
"Takut apa?" "Takut dengan orang yang kau sebutkan barusan!"
"Dia memang tak lama lagi akan pulang kemari, sekembalinya ke rumah, siapa tahu kalau
benar-benar akan pergi mencarimu?"
"Tapi aku toh tidak bermaksud untuk mengincar putrinya Sangkoan Jin"..?"
"Tapi dia akan tetap pergi mencarimu!"
897 "Kenapa?" "Sebab kau belajar pedang, lagi pula semua orang agaknya mengatakan kalau ilmu pedangmu
lumayan" "Oleh sebab itu dia pasti akan mengalahkanku, agar semua orang tahu kalau ilmu pedangnya
jauh lebih hebat daripada ilmu pedangku?" seru Bu-ki.
"Selama ini dia lebih suka mati dari pada mengaku kalah kepada orang lain"
"Seandainya nasibnya jelek dan kalah di ujung pedangku, apakah dia benar-benar akan mati?"
"Besar kemungkinan!"
Dicekalnya tangan Bu-ki yang dingin erat-erat, kemudian melanjutkan, "tapi kau pasti bukan


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tandingannya, asal ia sudah meloloskan pedangnya, maka kau pasti akan mati, oleh sebab
itu"." "Oleh sebab itu kenapa?"
"Bila ia datang mencarimu nanti dan kau bersedia mengaku kalah, sudah pasti dia tak akan
memaksamu untuk turun tangan!"
"Seandainya kebetulan sekali akupun seorang yang lebih suka mati dari pada mengaku
kalah?" Tiba-tiba Kian-kian melompat bangun, kemudian dengan mata melotot besar, wajah memerah
karena marah, dia berteriak dengan suara yang keras sekali: "Kalau begitu, lebih baik kau
mampus saja!" ***** Kian-kian sudah pergi cukup lama, pergi meninggalkan tempat itu dengan hati mendongkol.
Bu-ki masih belum tidur, ia merasa matanya seakan-akan tak mau dipejamkan. Kematian Siau
poo, lalu kematian Lui Ceng Thian selalu menghantui pikirannya, perasannya makin gundah,
membuat ia benar-benar tak dapat tidur.
Besar kemungkinan mereka telah tewas di tangan seseorang yang sama dan kelihatannya
orang itu bukan anak murid atau keturunan keluarga Tong, itulah sebabnya gerak-gerik orang
itu selalu diliputi kerahasiaan dan kemisteriusan.
898 Jilid 31________ Sesungguhnya orang ini mempunyai kesempatan yang sangat baik untuk membunuhnya, tapi
kesempatan itu telah dilepaskan olehnya dengan begitu saja. Dari sini hampir dapat dipastikan
kalau orang itu memang tidak bermaksud jahat terhadap dirinya.
Kemungkinan besar orang ini juga telah membantunya untuk menyingkirkan para penjaga
disekitar hutan pada dua malam berselang.
Lantas, siapakah sebetulnya orang itu"
Mengapa dia harus melakukan perbuatan semacam ini"
Bu ki telah memeras keringat memikirkan persoalan ini bahkan kepalanya pun hampir pecah
rasanya, namun setitik cahaya pun tidak berhasil ditemukan.
Terpaksa dia harus menyimpulkan lebih dahulu bahwa orang ini adalah sahabatnya.
Sebab rahasia yang diketahui orang ini benar-benar terlampau banyak, bila ia bukan
sahabatnya, maka hal ini sungguh menakutkan sekali.
***** Bulan empat tanggal dua puluh lima, udara cerah.
Aneka bunga didalam halaman sedang mekar dan menyiarkan bau harum semerbak, sinar
matahari memancarkan sinarnya dengan amat terang. Sudah cukup lama Bu ki berdiri
dibawah timpaan cahaya matahari.
Tempat ini adalah kebun belakang bangunan Sangkoan Jin, waktu itu Sangkoan Jin sedang
berdiri dibalik rimbunnya pohon yang sangat lebat, hampir setiap pori-pori diatas wajahnya
dapat terlihat dengan amat jelasnya.
Sebab sinar sang surya sedang menyinari wajahnya;
Cahaya matahari terasa amat menusuk mata. Sedemikian silaunya sehingga hampir semua
panca indera dari Sangkoan Jin tak dapat terlihat jelas.
Tentu saja posisi semacam itu sengaja diatur oleh Sangkoan Jin, pada hakekatnya tiada
pilihan lain buat Bu ki untuk menjatuhkan pilihannya.
Sekalipun dikebun belakang cuma ada mereka berdua, berada dalam keadaan seperti ini,
diapun tak dapat turun tangan.
899 Ia boleh dibilang tak dapat melihat jelas, setiap gerak geriknya justru tak sanggup meloloskan
diri dari tatapan mata Sangkoan Jin.
Mau tak mau dia harus mengagumi akan kecermatan serta ketelitian dari Sangkoan Jin,
Akhirnya Sangkoan Jin buka suara.
Tiba tiba dia berkata: "Bagaimanapun sempurnanya suatu ilmu menyaru muka, setelah berada dibawah terik
matahari, semuanya akan terlihat dengan jelas"
"Oya?" "Memakai topeng kulit manusiapun sama saja. Kulit orang mati tentu saja jauh berbeda jika
dibandingkan dengan kulit orang hidup"
"Oya?" "Bila diatas wajahmu terdapat selembar kulit orang mati, sekarang kau sudah menjadi orang
mati" Tiba tiba Bu ki tertawa. "Hal ini bukan sesuatu yang menggelikan!" tegur Sangkoan Jin.
"Tapi secara tiba-tiba aku teringat akan suatu kejadian yang menggelikan sekali"
"Kejadian apakah itu?"
"Konon ada banyak topeng kulit manusia yang terbuat dari kulit pantat orang mati, sebab kulit
pantat paling lunak dan halus"
Sambil tertawa terus, dia melanjutkan:
"Apakah kau mengira aku bakal menempelkan kulit pantat orang lain diatas wajahnya?"
"Kau bukannya pasti tak akan melakukan begitu" kata Sangkoan Jin dingin, "aku dapat
melihat manusia macam apakah dirimu itu bila mana keadaan memaksa, perbuatan macam
apapun dapat kau lakukan"
"Benarkah aku adalah manusia semacam begini?"
"Justru karena kau adalah manusia semacam itu, maka aku baru menyuruhmu datang kemari"
900 "Kenapa?" "Sebab manusia semacam itu, biasanya besar sekali kegunaannya"
Bu ki tertawa lagi, katanya dengan cepat:
"Sayang sekali manusia macam inipun biasanya berpenyakit"
"Penyakit apa?"
"Manusia macam ini biasanya seperti kau juga tidak terlalu senang dijemur dibawah teriknya
matahari" "Satu jam berselang matahari belum bersinar sampai disini"
"Aku tahu" "Kau seharusnya datang lebih awal"
"Sayang sekali satu jam berselang aku belum bangun"
"Biasanya kau selalu tidur agak lambat?"
"Bila sedang ada perempuan tidurku akan semakin lambat lagi"
"Semalam, apakah kau didampingi perempuan?"
"Yaa, hanya seorang"
"Kalau sudah tahu pagi ini harus datang menghadapku, mengapa masih mencari perempuan?"
"Sebab aku senang!"
Sangkoan Jin tidak berbicara lagi.
Bu ki sangat berharap dapat menyaksikan mimik wajahnya, bila Bu ki benar-benar dapat
melihatnya, dia pasti akan merasa sangat keheranan.
Sebab mimik wajahnya sekarang, entah siapapun yang melihatnya pasti akan merasa sangat
keheranan. Untung saja Bu ki tidak melihatnya, orang lain juga tidak melihatnya.....
901 Lewat lama kemudian, Sangkoan Jin baru berkata dengan suara yang amat dingin:
"Tempat ini adalah benteng keluarga Tong!"
"Aku tahu!" "Bukan suatu pekerjaan yang mudah bila ingin mencari perempuan ditempat ini"
"Aku tahu" "Darimana kau bisa mendapatkannya"
"Aku sendiripun tak dapat memperolehnya. Untung saja aku mempunyai cara untuk
membiarkan perempuan itu yang datang mencariku"
"Jadi perempuan itu yang datang sendiri mencarimu?"
"Ehmmm!" "Kenapa dia datang mencarimu?"
"Karena dia senang!"
Sangkoan Jin tidak berbicara lagi.
Mimik wajahnya kali ini sudah pasti lebih menarik daripada tadi, cuma sayang Bu ki masih
belum sempat melihatnya juga.
Kali ini tidak menunggu dia bersuara, Bu ki telah menimbrung lebih dahulu.
"Aku harap kau dapat memahami akan hal ini"
"Katakanlah!" "Setelah kau ketahui bahwa aku seseorang yang perbuatan macam apapun dapat dilakukan,
tentunya kau juga harus tahu bukan saja aku kemaruk akan harta, lagipula suka main
perempuan, bahkan kadangkala aku bisa minum arak sampai mabuk kepayang"
"Lanjutkan!" "Cuma saja persoalan tersebut adalah urusan pribadiku, selamanya aku dapat membedakan
antara tugas dan kepentingan pribadi"
"Bagus sekali" 902 "Bila kau menyuruhku menetap disini, maka kau dapat menanyai urusan pribadiku kalau tidak
lebih baik aku angkat kaki sekarang juga....!"
Sangkoan Jin menatapnya lekat-lekat. Sampai lama kemudian ia masih juga mengawasinya
tak berkedip, sepasang matanya yang tajam itu kelihatan seperti burung pemakan bangkai
dibawah sinar matahari. Sejenis elang raksasa yang gemar memakan bangkai busuk.
Dalam detik itulah, hampir saja Bu ki mengira Sangkoan Jin sudah bersiap-siap untuk turun
tangan terhadap dirinya. Tapi Sangkoan Jin hanya mengucapkan empat patah kata yang sederhana sekali kemudian
tiba-tiba menyelinap masuk ke balik pepohonan yang rindang.
Ia berkata begini: "Kau boleh tetap tinggal!"
***** Gedung yang terdiri dari beberapa ruangan itu terletak ditengah halaman yang rindang dan
terpencil. Dalam halaman ditanam beberapa puluh batang pohon hay tong dan beberapa batang pohon
Hu tong. Disinilah Sangkoan Jin persiapkan kamar tidur buat Bu ki, seorang lelaki yang bernama "lo
khong" yang mengajaknya kemari.
Lo khong tidaklah berasal dari marga Khong.
Lo khong juga tidak she Tong, konon dia masih termasuk paman Tong-nya Tong Koat dan
Tong Au, cuma saja kecuali dia sendiri, siapapun tak pernah memperhatikan dengan serius
hubungan persaudaraan diantara mereka itu.
Lo khong mempunyai selembar wajah yang merah, diatas wajahnya yang merah terdapat pula
sebuah hidung berminyak yang berwarna merah juga.
Bu ki segera bertanya kepadanya:
"Sudah jelas kau she Tong, kenapa orang lain tidak menyebutmu sebagai Lo tong?"
903 Jawaban dari Lo khong pun amat beralasan, dia bilang begini:
"Setiap orang disini berasal dari marga Tong, bila aku dipanggil Lo Tong, entah berapa
banyak yang akan menyahut?"
"Lantas mengapa orang lain menyebutmu sebagai Lo khong?" kembali Bu ki bertanya.
Jawaban dari Lo khong ternyata lebih mantap.
"Khong artinya adalah sebuah lubang. Aku ibaratnya sebuah lubang, arak macam apapun dan
berapa banyakpun dapat masuk melewati lubang ini, itulah sebabnya aku dipanggil Lo
khong!" Tugas yang harus dilakukan Lo khong banyak sekali, selain menjadi pelayannya Bu ki,
diapun merangkap juga sebagai koki pribadinya Bu ki.
Sehari tiga kali makan, setiap hidangan enam sayur ditambah satu kuah hampir semuanya
dimasak oleh Lo khong. Kepandaiannya dalam masak memasak tidak dapat terhitung amat
hebat, daging sapi yang dimasaknya pada hakekatnya menyerupai kulit kerbau saja.
Setiap hari setiap kali bersantap dia pasti akan memasak semacam kulit kerbau macam begini,
secara beruntun Bu ki telah melalapnya sampai tujuh delapan kali.
Kecuali bersantap, satu satunya pekerjaan yang harus dilakukan Bu ki adalah memegang
buku. Dia harus mendaftarkan semua nota yang tebal dan berat itu satu demi satu, selembar
demi selembar, sejenis demi sejenis ke dalam buku besar.
Itulah pekerjaan yang diserahkan Sangkoan Jin kepadanya, pekerjaan semacam ini
hakekatnya lebih tak sedap dirasakan daripada daging sapi bikinan Lo khong.
Kalau menuruti adat Bu ki, dia ingin sekali mencengkeram baju Sangkoan Jin dan
menanyainya sampai jelas.
"Kau secara khusus mengundang aku datang kemari apakah bertujuan menyuruh aku
melakukan pekerjaan semacam ini?"
Cuma sayang selamanya dua hari belakangan ini, jangankan bersua muka, melihat bayangan
tubuh dari Sangkoan Jin pun tidak.
Gedung bangunan tersebut bukan saja lebih besar daripada apa yang terlihat dari depan,
ternyata jauh lebih besar pula daripada apa yang dibayangkan Bu ki.
Akan tetapi lingkungan yang bisa dilewati Bu ki justru teramat kecil sekali.
904 Entah dia berjalan kearah manapun setelah keluar dari pintu, tidak sampai seratus langkah
secara tiba-tiba pasti akan muncul seseorang yang secara sopan memberi tahu kepadanya.
"Jalanan ini tak boleh dilewati"
atau "Didepan sana adalah daerah terlarang siapapun dilarang memasukinya!"
Tempat yang dijadikan daerah terlarang disini betul betul banyak sekali; selain kamar bacanya
Sangkoan Jin, tempat tinggal toa siocia, bahkan gudangpun dijadikan daerah terlarang.
Disekitar daerah terlarang, paling tidak ada tujuh delapan orang yang melakukan penjagaan.
Untuk merobohkan orang orang semacam itu tentu saja tidak sukar, tapi Bu ki tak akan
berbuat demikian. Jika urusan sepele tak dapat menahan sabar, pasti runyam urusan besar......
Ucapan semacam ini, dulu dianggap sebagai kata kata yang terlampau kuno bagi Bu ki.
Tapi sekarang, Bu ki sudah dapat meresapi makna yang sesungguhnya dari perkataan
tersebut. Sikap Sangkoan Jin terhadapnya bisa jadi hanya merupakan suatu pengetesan belaka.
Itulah sebabnya dia hanya menahan sabar.
Sebab itu pula setiap hari dia hanya mengendon dalam kamarnya, makan kulit kerbau,
mencatat nota ke buku besar dan menikmati pohon hay tong serta wu thong.
Sudah tiga hari lamanya ia tinggal disini.
Ternyata Tong koat pun tak pernah menampakkan diri.
Tiba tiba Bu ki menemukan kalau dia rada rindu terhadap orang ini, dia seperti ingin sekali
menemaninya bersantap, paling tidak jauh lebih enak daripada makan kulit kerbau.
Jalan raya yang ramai, toko toko yang menjual barang barang mewah serta orang orang yang
berlalu lalang, terasa jauh lebih menarik daripada tempat ini.
Bu ki benar benar ingin keluar rumah dan berjalan jalan, tapi Lo khong selalu menghalangi
kepergiannya. "Kau tak boleh keluar rumah!" demikian ia berkata.
905 "Kenapa?" seru Bu ki agak marah, "Aku toh bukan tawanan, tempat ini toh bukan rumah
penjara, kenapa aku tak boleh keluar rumah?"
"Tapi lebih baik lagi jika kau jangan keluar rumah" Lo khong masih memperlihatkan sikap
setianya yang tulus. Bahkan memberi penjelasan lebih jauh, "toa loya secara khusus
mengundang kedatanganmu kemari, sudah pasti bukan pekerjaan macam begini yang harus
kau lakukan, dia pasti sedang mencoba kesabaranmu"
Tentang soal ini, Bu ki sendiripun pernah memikirkannya.
Maka Lo khong berkata lebih lanjut:
"Itulah sebabnya setiap saat kemungkinan besar dia akan menyerahkan tugas untuk kau
laksanakan, bila kau tak ada disini, bukankah suatu kesempatan baik telah kau sia siakan?"
Bu ki merasa setuju sekali dengan pendapat ini.
Kesempatan baik memang tak boleh dilewatkan dengan begitu saja. Entah kesempatan
tersebut adalah kesempatan seperti apapun, yang pasti tak boleh dilewatkan dengan begitu
saja. Sekarang ia telah berada ditepi kesuksesan, setiap saat kesempatan baik untuk membunuh
Sangkoan Jin akan dijumpainya.
Oleh sebab itu dia hanya bisa mengendon dalam kamarnya setiap hari, makan kulit kerbau,
mencatat nota ke buku besar serta melihat pohon hay tong dan Wu tong diluar jendela.
Saking mangkel dan masgulnya, hampir saja ia jatuh sakit......
Kehidupan Lo thong justru dapat dilewatkan dengan riang gembira.
Ia pergunakan waktu selama sepertanak nasi lamanya untuk mempersiapkan tiga kali
hidangan makan, sebab setiap kali makan sayurnya tetap itu itu juga.
Dikala sarapan pagi, dia mulai minum sedikit arak. Waktu makan siang, arak yang diminum
lebih banyak. Setelah melewati tidur siang yang nyenyak, pengaruh arakpun sudah hilang, tentu saja diapun
harus mulai minum lagi. Setelah makan malam, diapun pergi dengan membawa enam bagian pengaruh alkohol,
biasanya ia pulang bila sudah larut malam, biasanya dia sudah mabuk kepayang dibuatnya.
906 Malam keempat, ketika ia bersiap siap akan keluar rumah, tak tahan lagi Bu ki lantas bertanya
kepadanya: "Kau hendak kemana?"
"Aaah. hanya ingin keluar untuk berjalan jalan saja."
"Agaknya setiap malam kau pasti ada tempat yang bisa dikunjungi" keluh Bu ki sambil
menghela napas. "Tidak seperti aku, tempat manapun tak boleh kukunjungi!"
"Sebab antara kau dan aku terdapat perbedaan."
"Apa bedanya?" "Kau diundang secara khusus oleh toa toyu, lagipula teman Toa koan, berarti kau adalah
orang golongan atas"
Golongan atas tentu saja harus berkunjung ketempat golongan atas, cuma sayang tempat


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

golongan atas yang terdapat di sini hampir semuanya merupakan daerah terlarang.
Sambil memicingkan matanya dan tertawa, Lo khong berkata:
"Berbeda sekali dengan kami, banyak tempat yang dapat kami kunjungi, karena kami adalah
orang golongan bawah ditempat seperti itu hanya orang orang dari golongan bawah saja yang
dapat mendatanginya"
"Kenapa?" "Sebab tempat itu memang tempat untuk orang orang golongan bawah.....!"
"Biasanya apa saja yang kalian kerjakan ditempat itu?" tanya Bu ki lebih lanjut.
"Ditempat golongan rendah, tentu saja perbuatan perbuatan golongan rendah saja yang
dilakukan" "Pekerjaan macam apa saja yang dimaksudkan sebagai pekerjaan golongan rendah?"
"Padahal tidak terhitung hebat" kata Lo khong sambil tertawa, disanapun kami hanya minum
arak, berjudi dan mencicipi tahunya nona nona cilik!"
"Aaaah. kalau hanya pekerjaan semacam itu mah orang orang dari golongan ataspun
seringkali melakukannya juga" kata Bu ki sambil tertawa lebar.
Lo-khong menggeleng. 907 "Sekalipun pekerjaan sama, bila orang orang golongan atas melakukannya ditempat golongan
atas, maka perbuatan semacam itupun berubah menjadi perbuatan golongan atas, sebaliknya
bila orang orang golongan bawah melakukannya ditempat golongan bawah maka perbuatan
itu akan berubah menjadi perbuatan golongan rendah, orang orang golongan atas pasti akan
berkerut kening dan mengatakan perbuatan semacam itu sebagai perbuatan maksiat!"
Bukan saja perkataan itu sangat masuk di akal lagipula masih mengandung falsafah hidup
tingkat tinggi. "Disitu terdapat manusia semacam apa saja?" tanya Bu ki kemudian.
"Sudah barang tentu orang orang dari golongan rendah seperti para centeng, para penjaga
keamanan, koki, dayang dan lain lainnya"
Mencorong sinar terang dari balik mata Bu ki.
Andaikata ia dapat bergaul dengan orang orang dari golongan tersebut, maka gerak geriknya
sudah pasti akan jauh lebih leluasa.
Tiba tiba ia bangkit berdiri, kemudian sambil menepuk bahu Lo khong katanya:
"Mari kita berangkat!"
"Kau hendak pergi kemana?"
"Kemana kau akan pergi, disitu aku pergi"
"Kau adalah orang golongan atas, mana boleh mengunjungi tempat golongan bawah seperti
itu?" "Sekalipun dipagi hari aku adalah orang golongan atas, setelah malam aku akan berubah
menjadi orang bawah"
Setelah tersenyum lanjutnya:
"Aku tahu, banyak sekali orang orang kalangan atas yang berbuat demikian seperti juga aku"
Lo khong tertawa lebar. Bagaimanapun juga dia harus mengakui bahwa apa yang diucapkan Bu ki memang masuk
diakal. "Tapi ada satu hal aku harus menerangkan lebih dahulu kepadamu"
908 "Katakanlah" "Setibanya disana, kaupun akan menjadi orang kalangan bawah. Minum arak, berjudi,
berkelahi, semuanya tak menjadi soal. Bila ada kesempatan bahkan kau boleh mencari
peluang untuk menangkap ikan di air keruh....."
"Menangkap ikan?" Bu ki tidak mengerti.
"Disana banyak terdapat dayang dayang cilik yang berwajah cakap dan lumayan"
Lo khong memicingkan matanya rapat rapat
"Merekapun bisa minum arak, bisa berjudi, asal sudah minum arak lantas mabuk, asal sudah
berjudi, uang pasti ludas"
Bu ki segera memahami maksud hatinya itu, katanya kemudian,
"Asal mereka sudah mabuk atau sudah ludas, itulah kesempatan yang baik bagi kita untuk
menangkap ikan?" Lo khong segera tertawa. "Rupanya kaupun seorang ahli?" serunya
Bu ki turut tertawa. "Semua persoalan yang menyangkut masalah itu, orang orang kalangan dari kalangan
bawah.....!" "Hanya ada seekor ikan yang jangan sekali kali kau tangkap, bahkan menyentuhpun lebih
baik jangan" "Kenapa?" "Sebab siapapun tak berani mengusiknya"
"Siapakah orang ini?"
"Dia bernama Siang si!"
"Siang si?" "Dia adalah dayang dari toa siocia, Toa loya kita itu!"
909 Setelah menghela napas dan tertawa getir, lanjutnya;
"Bila mengusik dia berarti mengusik toa siocia, barang siapa berani mengusik toa siocia kami,
sama artinya telah memasukkan batok kepala sendiri ke dalam serangan lebah"
Cerita yang menyangkut soal toa siocia ini sudah bukan untuk pertama kalinya didengar Bu
ki, sekarang walaupun dia belum sampai berjumpa dengan orangnya namun sudah cukup
merasakan pengaruh serta kekuasaan dari toa siocia tersebut.
Padahal Bu ki bukannya belum pernah bersua muka dengannya, cuma peristiwa itu telah
berlangsung pada belasan tahun berselang.
Waktu itu dia masih seorang bocah perempuan yang kurus lemah dan sangat penurut.
Rambutnya selalu dikepang dua, bila melihat orang asing mukanya langsung menjadi merah.
Sekarang ia telah berubah menjadi manusia macam apa" Bagaimana tampangnya" kenapa
orang lain demikian takut terhadapnya"
Mendadak Bu ki ingin sekali bertemu dengan toa siocia yang disegani dan di takuti semua
orang ini. Dia ingin tahu sampai dimanakah kekuasaan serta pengaruhnya" sampai dimana
pula menakutkannya. Yang dijumpai lebih dulu adalah Siang si.
Gaya dari dayang ini sudah aduhai, betul betul membuat orang pusing tujuh keliling rasanya.
Asap hitam menyelimuti seluruh ruangan bahunya busuk sekali melebihi bahu sampah yang
sedang diobrak abrik pengemis.
Tapi semua orang yang berada dalam ruangan itu, seakan akan sama sekali tidak merasakan
hal ini. Sebuah ruangan yang sebenarnya hanya memuat belasan orang ini dijejali oleh puluhan orang.
Ada yang tua, ada yang muda, ada yang laki laki ada pula yang perempuan. Ada yang
berdandan menyolek, ada yang bertelanjang punggung, ada yang berbau busuk, adapula yang
berbau harum, tapi mimik wajah mereka semuanya hampir sama.
Setiap orang membelalakkan matanya lebar lebar sedang memandang Siang si, menunggu
Siang si melemparkan dadu ditangannya itu ke atas meja.
Tangan Siang si mana putih, empuk, kecil, persis seperti sekuntum bunga putih kecil.
910 Orangnya juga putih kecil, ramping, manis ditambah sepasang lesung pipi yang menghiasi
wajahnya. Dalam genggaman tangannya yang kecil tampak tiga biji dadu, kancing bagian kerah bajunya
dibuka dua biji. Kaki yang sebelah dinaikkan ke bangku, sedang biji matanya yang jeli
berkeliaran kesana kemari.
Orang yang turut didalam pertaruhan kali ini luar biasa banyaknya, jumlah taruhanpun banyak
sekali, tapi yang paling banyak adalah Toa ma cu (Si bopeng).
Bu ki pernah bersua muka dengan orang ini, dia adalah seorang pengawal keamanan yang
menjaga dekat kamar bacanya Sangkoan Jin, dua kali sudah Bu ki kena dihadang baik
olehnya. Kalau sedang berbicara dihari hari biasa, dia selalu menunjukkan sikap senyum tak senyum
yang tak mampu berbuat demikian, bahkan tertawa pura purapun tidak, mukanya yang bulat
itu tampak amat tegang, burik diatas mukanya telah basah kuyup oleh air keringat.
Kali ini dia mempertaruhkan tiga belas tahil perak, hampir segenap harta kekayaan yang
dimilikinya. Mendadak terdengar suara bentakan nyaring, lalu.... "Tring!" ketiga biji dadu itu sudah
dilempar kedalam mangkuk.
"Empat lima enam!" Siang si melompat sambil berteriak keras, "semuanya disikat!"
Tampang wajahnya sekarang sudah tidak mirip sekuntum bunga putih lagi, tapi lebih mirip
dengan seekor serigala putih yang siap menerjang korbannya.
Mimpipun Bu ki tak pernah menyangka kalau seorang nona cilik semacam dia bisa berubah
menjadi begitu rupa. Paras muka si bopeng segera berubah hebat. Pelan pelan tangannya dijulurkan kemuka ingin
menarik kembali uang taruhannya secara diam diam.
Sayang sekali gerakan tangannya kurang cepat.
Mendadak Siang Si berpaling dan menatapnya lekat lekat.
"Hey, mau apa kau" Ingin bermain curang?"
Tangan si bopeng yang telah mencengkeram sekeping uang sebesar sepuluh tahil perak itu
segera ditarik kembali. Keadaannya ibarat menunggang diatas punggung harimau, mau turun
tak bisa, tetap membungkam pun tak dapat.
911 Akhirnya sambil keraskan kepala diapun berkata:
"Kali ini tidak masuk hitungan, kita harus mengulangnya sekali lagi.....!"
Siang si tertawa dingin, tiba tiba dia turun tangan dan menghadiahkan sebuah tempelengan
keatas wajah si bopeng tersebut.
Serangan yang dia lancarkan itu sudah cukup cepat, tapi sebelum telapak tangannya sempat
menggaplok wajah si bopeng, tahu tahu telah kena ditangkap oleh Bu ki.
Sesungguhnya Bu ki masih berdiri agak jauh dari tempat itu, tiba tiba saja ia telah berada
dihadapannya. Paras muka Siang si juga turut berubah.
Belum pernah dia menjumpai manusia semacam ini, juga belum pernah menyaksikan ada
orang bisa bergerak sedemikian cepatnya.
Sambil berusaha menahan kobaran api amarah dalam dadanya, dia lantas menegur:
"Hey, mau apa kau datang kemari?"
Bu ki segera tertawa. "Aku juga tak ingin berbuat apa apa" sahutnya, "Aku hanya ingin mengucapkan sepatah dua
patah kata yang adil"
"Pertaruhan yang barusan dilangsungkan memang tak dapat dihitung"
"Kenapa?" "Sebab ada dadu palsu, bila dadu digunakan maka yang keluar selalu angka empat lima
enam" Kontan berkobar hawa amarah didalam dada Siang si, sayang bagaimanapun ia berusaha
untuk mengerahkan tenaganya, tak pernah perempuan itu berhasil melepaskan diri dari
cengkeraman lawannya. Seorang perempuan yang pintar tak akan menelan kerugian yang telah berada didepan mata.
Siang si juga anak yang pintar, maka setelah memutar biji matanya, tiba tiba dia berkata
sambil tertawa: 912 "Kau bilang dadu ini bila dilemparkan maka setiap kali akan keluar angka empat lima enam?"
"Benar" "Bagaimanapun dilemparkan maka angkanya pasti empat lima enam?"
"Yaa, bagaimanapun dilemparkan maka angkanya pasti akan sama"
"Kalau begitu coba kau lemparkan untuk kami lihat"
Bu ki segera tertawa, dengan mempergunakan tangannya yang lain dia mengambil dadu dadu
yang berada dalam mangkuk itu.
Tiba tiba Siang si berkata lagi:
"Andaikata angka yang kau dapatkan nanti bukan empat lima enam, apa yang hendak kau
lakukan lagi?" "Akan kulempar sebanyak sepuluh kali, asal ada sekali yang angkanya bukan empat lima
enam, aku bersedia membayar seratus tiga puluh tahil perak sebagai ganti ruginya"
Siang si segera tertawa setelah mendengar perkataan itu.
Sebetulnya perempuan ini memang suka tertawa, kecuali kalau sedang membayar pasangan
yang tidak mengena, persoalan apapun ia murah dengan senyuman.
Sekarang dia lebih-lebih tak tahan untuk tertawa lagi.
Mana ada orang yang sanggup melemparkan dadu sebanyak sepuluh kali dengan angka selalu
empat lima enam" belum pernah dia mendengar ada orang yang mampu berbuat demikian,
jika ada yang bilang begitu, maka orang itu sudah pasti ada penyakitnya.
"Bagaimana andaikata kau yang kalah?" tiba tiba Bu ki bertanya kembali.
"Bila kau sanggup meraih angka empat lima enam sebanyak sepuluh kali, apapun yang kau
suruh kulakukan, pasti akan kulakukan dengan cepat tanpa membantah"
"Baik!" Secara beruntun dia melemparkan dadunya sebanyak sepuluh kali, ternyata angka yang diraih
selalu adalah empat lima enam.
Sekarang, Siang si tak sanggup untuk tertawa lagi.
913 Sambil tersenyum Bu ki lantas berkata:
"Sudah kau lihat dengan jelas belum?"
Siang si segera mengangguk.
Kembali Bu ki berkata: "Tadi bukankah kau telah berjanji, bila kau kalah, apa yang ingin kulakukan atas dirimu, kau
bersedia untuk melakukannya?"
Siang si kembali manggut manggut, tiba tiba paras mukanya berubah menjadi merah jengah.
Mendadak ia memahami kembali arti kata yang sesungguhnya dari ucapan tersebut.
Sesungguhnya ucapan semacam itu tidak seharusnya diutarakan seorang anak gadis secara
sembarangan. Bu ki memandang sorot matanya dengan tajam, sesungguhnya sinar mata semacam itu boleh
dibilang tidak aturan. Tiba tiba Siang si berteriak keras keras:
"Tapi tidak boleh sekarang!"
"Tak boleh sekarang" Apa yang tak boleh sekarang?" Bu ki sengaja bertanya pura pura
blo"on. Paras muka Siang Si berubah semakin memerah seperti kepiting direbus. Katanya kemudian.
"Terserah apapun yang ingin kau suruh kulakukan, pokoknya tak bisa sekarang"
"Sampai kapan baru bisa dilakukan?" Siang Si kembali memutar sepasang biji matanya, lalu
berkata: "Kau tinggal dimana" Sebentar, biar kau saja yang pergi mencarimu......!"
"Sungguhkah kau akan pergi mencariku nanti?" Bu ki kembali berusaha untuk menegaskan.
Siang Si mengangguk, "Jika nanti aku tidak datang mencarimu, maka aku adalah seekor anjing kecil"
Akhirnya Bu ki melepaskan cekalan tangannya, kemudian katanya lagi,
914 "Aku berdiam didalam halaman kecil keluar pintu belakang sana, sekarang juga aku akan
pulang ke rumah untuk menantikan kedatanganmu"
Selama ini, Lo khong selalu bermuram durja sambil menghela napas panjang pendek seakan
akan dia telah menyaksikan Bu ki memasukkan batok kepalanya kedalam sarang lebah dan
ingin ditarik keluar namun tak berhasil menariknya kembali.
Begitu Siang Si angkat kaki meninggalkan tempat itu si bopeng segera datang
menghampirinya dan menepuk sepasang bahu Bu ki keras keras sebagai pertanda bahwa ia
telah bertekad untuk mengikat tali persahabatan dengan Bu ki.
Sebaliknya Lo khong mendepak kaki tiada hentinya sambil mengomel terus:
"Aku tok sudah berkata, jangan usik dia, kenapa kau justru mengusiknya"
Sekarang, dia pasti sudah pulang ke rumah untuk mencari bala bantuan, bila nona datang
mencarimu nanti, coba lihat bagaimana caramu untuk mengatasinya?"
Bu ki tersenyum, bahkan kelihatan gembira sekali.
Dengan terkejut Lo Khong menatap wajahnya, lalu berseru:
"Tampaknya kau sama sekali tidak takut terhadap toa siocia?"
"Aku justru takut bila ia tidak datang mencariku" sahut Bu ki sambil tertawa.
Bagaimanapun galak dan kerennya orang yang bernama toa siocia tersebut, sudah pasti
umurnya tak akan lebih dari 18 /19 tahunan.
Selamanya, Bu ki mempunyai keyakinan penuh dalam menghadapi anak gadis.
Ia sengaja berbuat demikian, tujuannya memang agar Siang Si membawa nonanya pergi
menjumpainya. Dia tak ingin selama hidup makan kulit kerbau dalam rumah yang terpencil itu, dia harus
mencari pasukan tersembunyi, setelah dihitung pulang pergi terasa olehnya bahwa tindakan
ini tidak besar resikonya.
Sayang, kali ini dia sudah salah perhitungan.
***** GAYA SEORANG NONA BESAR 915 Lo khong sudah mulai minum arak lagi begitu sampai dirumah dia mulai minum hari ini dia
pulang jauh lebih awal daripada diwaktu waktu sebelumnya.
Setelah terjadi peristiwa dengan Siang Si tadi, tampaknya kegembiraan semua orang untuk
melanjutkan permainan jadi sudah hilang lenyap tak berbekas.
Satu satunya alat dulu yang tersedia disitu telah dibelah menjadi dua bagian, semua orang
ingin tahu dulu itu telah diisi dengan air raksa atau air keras"
Ternyata didalam dadu ini tak ada apa apanya, sebetulnya dadu itu memang tidak palsu
"Semua orang ingin bertanya kepada Bu-ki kenapa sebanyak sepuluh kali melemparkan
dadunya dia selalu dapat meraih angka empat lima enam"
Tapi Bu ki telah berlalu secara diam diam. Dia sendiripun terburu buru ingin pulang kerumah
dan menantikan kedatangan dari Siang Si dan nona besarnya.


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dia percaya saat ini merekapun pasti terburu napsu ingin cepat cepat menemuinya.
Bu ki pun sedang minum arak duduk dihadapan lo khong, menemani orang itu minum.
Secara tiba tiba saja, dia ingin minum arak sepuasnya pada hari ini.
Ia belum bisa dianggap sebagai setan arak, walaupun sejak berusia sepuluh tahun ia mulai
minum arak, walaupun takaran minumnya bagus sekali, bila sedang beradu minum arak
dengan orang lain ia jarang sekali kalah.
Tapi saat baginya untuk benar benar minum arak tidaklah terlampau banyak.
Secara tiba dia ingin minum arak pada hari ini bukan lantaran setelah minum arak maka
nyalinya akan menjadi besar, ada banyak pekerjaan yang tak berani dilakukan dihari hari
biasa, juga tak mampu dikerjakan, biasanya akan berhasil dilakukan sehabis minum arak.
Hari ini dan secara tiba tiba dia ingin minum arak, karena dia memang benar benar ingin
minum. Bila seorang yang tidak tergolong setan arak tiba tiba teringat untuk minum arak, biasanya hal
ini disebabkan karena terlampau banyak urusan lain yang sedang dipikiran olehnya.
Ia terbayang kembali semua pengalamannya yang penuh penderitaan dan sengsara bencana,
bahaya dan penghinaan. Sekarang ia berhasil sampai dalam benteng keluarga Tong, telah masuk ke dalam "kebun
bunga" dan berjumpa dengan Sangkoan Jin.
916 Agaknya semua rencana yang disusunnya selama ini telah berjalan semua dengan lancar.
Paling tidak, hingga detik ini semuanya berjalan seperti apa yang diharapkan.
Tapi hingga sekarang, dia masih belum berhasil untuk benar benar mendekati Sangkoan Jin.
Ia dapat melihat Sangkoan Jin, dapat berbincang bertatapan muka dengan Sangkoan Jin, tapi
selalu gagal untuk mendekati orang itu.
Sangkoan Jin memang benar benar seorang manusia yang luar biasa sekali, bukan hanya
kecerdasan otaknya yang luar biasa, akalnya juga panjang dan cara kerjanya pun sangat
berhati hati, sedikitpun tidak memberi kesempatan kepada orang lain untuk melakukan
sergapan maut kepadanya. Agar bisa mendekatinya, harus ada jembatan penghubungannya lebih duhulu, tak bisa
disangka putrinya merupakan jembatan penghubung yang paling tepat dan baik.
Untuk dapat menguasahi suatu jembatan penghubung, maka pertama tama harus dipahami
dulu segala sesuatunya yang berhubungan dengan jembatan penghubung itu.
Tapi, sampai seberapa jauhkah pengertian Bu ki terhadap si nona besar tersebut"
"Nona besar ini bernama Lian lian, lengkapnya Sangkoan Lian lian.
Tahun ini, usianya paling banter baru dua puluh tahunan.
Dia adalah anak murid partai Hoa san, sudah banyak tahun berlatih pedang, tapi sedari kecil
badannya sudah lemah dan banyak berpenyakitan, dengan kondisi badan serta kekuatan
tubuhnya, tak mungkin ilmu silat yang dipelajarinya itu bisa mencapai ketingkatan yang
terlampau tinggi. Semenjak kecil dia amat cerdik, setelah menginjak kedewasaan sudah barang tentu tak akan
menjadi bodoh. Sewaktu masih kecil dulu, dia adalah seorang nona cilik yang amat menawan hati setelah
dewasa tentu saja wajahnya tak akan berubah menjadi jelek atau tak sedap dipandang.
Tapi dia sudah pasti kesepian.
Sangkoan Jin selalu menjauhkan dirinya, apalagi setibanya dalam benteng keluarga Tong, ia
lebih lebih tak punya teman.
917 Justru karena dia kesepian, maka bahkan dayangnya "Siang Si" pun bisa jadi sahabat
karibnya. Bila ia dengar ada orang yang telah mempermainkan sahabatnya dia sudah pasti akan datang
untuk membuat perhitungan dengan orang itu
Kalau Sangkoan-Jin sendiripun sudah tidak mengenali lagi diri Bu ki, sudah pasti dia semakin
tak mungkin dapat mengenalinya, sudah belasan tahun lamanya mereka tak pernah bersua
muka. Untuk menghadapi enam gadis semacam ini, sesungguhnya tidak terlalu sukar sebab ia
memiliki titik kelemahan yang besar sekali........
Dia kesepian. Bagi seorang anak gadis berusia delapan sembilan belas tahunan yang mana cantik dan pintar,
"kesepian" merupakan suatu kejadian yang menakutkan sekali.
Bu ki kembali meneguk araknya mendadak ia merasa cara berpikirnya itu hakekatnya
merupakan sebuah tongkat yang bengis.
Lo khong sambil minum arak menghela napas panjang, setelah meneguk arak setegukan
kembali menghela napas, ia minum arak tiada hentinya dan menghela napas tiada hentinya
pula. Tidak banyak orang yang sanggup minum arak sebanyak itu, orang yang gemar menghela
napas pun lebih sedikit lagi.
Bu ki dapat menahan rasa gelinya lagi, dia segera menegur:
"Aku pernah berjumpa dengan seseorang yang minum arak lebih banyak daripada mu"
"Oyaaa.........."
"Tapi orang yang begitu suka menghela napas seperti kau, aku benar benar merasa beum
pernah menjumpainya"
Sekali lagi Lo khong menghela napas panjang.
"Padahal aku bukan seorang yang berbakat untuk menghela napas terus menerus" katanya.
"Kau bukan?" "Aku sedang menguatirkan keselamatan jiwamu"
918 "Tapi aku sendiri justru sama sekali tidak kawatir".
"Hal ini disebabkan karena kau belum mengetahui sampai dimanakah kewibawaan dari nona
besar" "Masa kewibawaan serta tingkat lakunya jauh lebih besar daripada bapaknya?"
"Oooh... lebih besar banyak" seru khong, kembali dia meneguk arak dalam cawannya, "bila
bapaknya sedang bepergian, paling banter cuma membawa tiga empat orang pengiring, tapi
bila dia sedang bepergian, maka paling tidak ada tujuh delapan orang yang secara diam diam
melindungi keselamatan jiwanya"
"Apakah orang orang itu diutus oleh bapaknya?"
"Bukan" "Kalau begitu, dia mencari sendiri?"
"Juga tidak" "Waah.... kalau begitu, aku menjadi tidak habis mengerti"
"Apanya yang tidak kau pahami?"
"Dia tak lebih cuma seorang nona cilik belaka, kedudukannya juga tidak terlampau istimewa,
posisinya tidak penting, masakah dari pihak benteng keluarga Tong secara khusus mengutus
tujuh delapan orang untuk melindungi keselamatannya?"
"Walaupun kedudukannya tidak terlampau istimewa, tapi orangnya justru istimewa sekali"
"Oyaa........?"
"Dalam pandanganmu meski dia tidak penting, namun dalam pandangan orang lain, dia justru
penting sekali" "Apa sih keistimewaan dari orang ini?"
"Paras mukanya terlalu cantik, hatinya terlalu baik, wataknya juga terlalu jelek" setelah
menghela napas, lanjutnya, "bukan luar biasa jeleknya, bahkan boleh dibilang istimewa
sekali!" "Bagaimana jeleknya dan bagaimana pula anehnya?"
919 "Bila dia sedang baik, maka baiknya setengah mati, entah siapapun itu orangnya sekalipun
seorang tua bangka yang tak berguna seperti aku ini, asal kau membuka suara memohon
sesuatu kepadanya. Barang apapun yang kau minta, dia pasti akan menghadiahkannya
kepadamu, perbuatan apapun pasti akan dia lakukan untukmu"
Bu ki segera tertawa, katanya:
"Watak seorang nona besar memang dasarnya macam begitu"
"Akan tetapi jika dia lagi lewat atau kemasukan setan, perduli siapakah dirimu dan berada
dimanapun kau, bila dia ingin menampar wajahmu tiga kali maka dia tak akan menampar dua
kali!" setelah tertawa getir, terusnya lebih jauh, "sekalipun dia tahu kalau setelah habis
memukul dia bakal sial, dia tetap akan menamparmu lebih dulu, urusan belakangan"
"Siapa saja yang pernah ditampar olehnya?"
"Siapa yang berani mengusik dia, orang itulah yang dia hajar, bahkan kalau sudah sewot,
famili sendiri tak ambil perduli, diapun tak pernah berlaku sungkan sungkan"
"Tapi, aku lihat ditempat ini toh masih ada beberapa orang yang agaknya mustahil bisa dia
hajar sekehendak hatinya sendiri?"
"Kau maksudkan siapa saja?"
"Misalkan saja kedua orang nona?"
"Orang lain mungkin tak berani mengusik mereka, tapi nona besar kita ini tak pernah
mengambil perduli" Setelah menghela napas, kembali lanjutnya:
"Hari kedua setelah kedatangannya ke tempat ini, ia sudah mengerjai si nyonya muda
tersebut" "Waaaah........ dia memang betul betul hebat sekali kalau begitu"
"Hari ketiga setelah kedatangannya ketempat ini, dia telah menyiram wajah Tong Toa koan
dengan semangkuk kuah ayam yang masih panas sekali........"
"Apakah Tong Toa koan yang kau maksudkan itu adalah Tong Koat?"
"Disini hanya ada seorang Tong Toa Koan, selain dia masih ada siapa lagi?"
920 "Kalau mempunyai wajah sebesar wajahnya itu, sulit rasanya bila tak ingin terkena ditimpuk
kuah semangkuk" kata Bu ki sambil tertawa.
Lo khong juga tak kuasa menahan rasa gelinya lagi dia turut tertawa tergelak.
"Haaaahhhh......haaaaahhh.....haaahhhh.... yaa, memang sulit rasanya"
"Tapi barang siapa berani membuat kesalahan terhadap kakak beradik dua orang itu maka tak
akan sedikit kesulitan yang bakal berdatangan, bukan begitu?"
Itulah sebabnya Toa sauya baru merasa amat kuatir, ucap Lo khong dengan cepat.
"Yang maksudkan sebagai tao sauya apakah Tong Au?"
"Ditempat inipun hanya ada seseorang Toa sauya, kecuali dia masih ada siapa lagi?"
"Jadi ketujuh delapan orang yang melindungi keselamatan jiwanya itu adalah utusannya?"
"Benar!" Bu ki segera tertawa lebar.
"Tampaknya didepan toa sauya ini sudah pasti dia adalah seorang yang penting sekali
artinya?" "Yaa, memang penting sekali"
"Sayang sekali Tong Toa koan dan Koh Nay nay tersebut betul betul hendak mencari gara
gara dengannya, terpaksa orang orang itu cuma bisa melihat saja"
"Kenapa" "Orang orang yang diutus toa sauya untuk melindungi keselamatan jiwanya sudah tentu
terdiri dari anak murid keluarga Tong, mana mungkin orang orang keluarga Tong tersebut
bertindak semena mena terhadap Tong Toa koan serta Koh nay nay tersebut?"
"Kau keliru besar bila beranggapan demikian"
"Jadi orang orang itu bukan anggota keluarga Tong?" Bu-ki nampak agak tercengang
"Yaa, semuanya bukan"
"Lantas siapa saja orang orang itu?"
921 Kendatipun sepasang mata toa sauya ini selalu berada diatas kepala, namun menjadi orang
amat sosial, bukan cuma sosial saja terhadap orang lain, lagi pula amat setia kawan"
"Watak seorang sauya memang selalu demikian; apa yang perlu diherankan.." Bu ki tertawa.
"Itulah sebabnya, selama melakukan perjalanan didalam dunia persilatan, ia telah mempunyai
banyak sahabat" "Ooooh..........!"
"Semua teman temannya itu rata rata memiliki ilmu silat yang sangat tinggi, kelihatan saja
mereka seperti rada sesat dan berasal dari golongan hitam, namun semua orang amat takluk
dan tunduk kepadanya"
"Apa yagn ia suruh mereka lakukan, apakah akan dilakukan oleh mereka semua....?"
"Tentu saja, mereka tak akan membantah ataupun banyak mengucap sepatah katapun"
"Apakah orang orang yang mengawal keselamatan toa siocia sekarang, adalah sahabat
sahabat dari toa sauya tersebut?"
"Orang orang yang selalu mendamping nona besar sekarang meski tiada tuju delapan orang,
paling tidak juga terdapat lima enam orang, perduli kemanapun dia pergi, orang orang itu
pasti akan berada tiga kaki disekeliling tubuhnya, asalkan ia memberi tanda, orang orang itu
segera akan menampakan diri"
Sesudah menghela napas, lanjutnya:
"Itulah sebabnya, barang siapa berani menyalahi toa siocia ini, sudah pasti dia bakal sial"
Ternyata Bu ki juga turut menghela napas.
"Sekarang kau baru tahu merasa kuatir!" tegur Lo khong sambil memandang wajahnya lekat
lekat. "Aaai... Aku mah bukan menghela napas untuk diriku sendiri" sahut sang pemuda.
"Lantas mau menghela naps untuk siapa?"
"Untuk toa siocia tersebut"
Setelah menghela napas panjang, kembali dia melanjutkan:
922 "Bila seorang nona perawan yang berusia delapan sembilan belas tahunan, dari siang sampai
malam selalu diawasi oleh sekian banyak lelaki dari golongan sesat, kehidupan semacam ini
sudah pasti sangat tak sedap sekali........"
Lo khong miringkan kepalanya sambil berpikir pula, kemudian sahutnya:
"Ehmmm.... Apa yang kau ucapkan memang bukan tanpa alasan sama sekali"
"Aku yakin, belakang itu dia takkan pergi mandi atau ganti pakaian"
"Kenapa?" "Sebab dia takut diintip!"
Baru saja kata "pengintip" keluar dari mulutnya, tiba tiba dari luar sana melayang sebuah
benda yang segera menyumbat mulutnya.
***** Bu ki segera tertawa lebar.
Mimpipun Lo khong tidak menyangka kalau dari luar sana akan muncul segumpal lumpur
secara mendadak yang segera menyumbat mulutnya.
Akan tetapi, Bu ki telah menduganya semenjak permulaan tadi.
Ditengah halaman diluar jendela sana telah kedatangan tiga empat orang, walaupun langkah
kaki mereka sangat ringan, namun jangan harap dapat mengelabuhi ketajaman pendengaran
Bu ki. Orang yang bertubuh paling ringan itu kini sudah berada diluar jendela, bahkan suara orang
itu mengorek tanah lumpur dari atas tanahpun dapat didengar oleh Bu ki dengan amat jelas.
Namun orang pertama yang masuk kedalam paling duluan bukanlah orang tersebut.
Orang pertama yang masuk kedalam ruangan paling dulu adalah seorang perempuan yang
tinggi, tinggi sekali, dia mengenakan sebuah pakaian yang berwarna merah menyala.
Sesungguhnya potongan badan Bu ki tidak terhitung pendek, namun tinggi badan perempuan
ini seakan akan jauh lebih tinggi daripada ketinggian tubuhnya.
Perempuan yang begitu jangkung tersebut ternyata memiliki potongan badan yang sangat
baik, tempat yang semestinya menonjol keluar tak akan kau jumpai berada dalam keadaan
datar, tempat yang seharusnya mendatar juga tak akan kau jumpai dalam keadaan menonjol,
923 seandainya tubuh perempuan ini sedikit diperkecil besarnya maka dia betul betul terhitung
seorang perempuan yang mempunyai daya tarik yang amat besar.
Usia perempuan ini sudah tak bisa dianggap kecil lagi, sewaktu lagi tertawa, dibawah ujung
matanya sudah kelihatan banyak kerutan kerutan tanda ketuaan.
Namun tertawanya masih memiliki daya pesona yang amat besar, terutama sepasang matanya
yang bening dan jeli itu, sungguh membuat orang merasa hampir tak tahan.
Sambil tertawa genit dan menggoyangkan pinggulnya selangkah demi selangkah dia
menghampiri Lo khong, setelah itu ujarnya
"Aku betul betul merasa amat kagum kepadamu, aku benar benar merasa amat kagum
kepadamu!" Seluruh mulut Lo khong penuh dengan lumpur, dia ingin memuntahkannya keluar namun tak
dapat, dia sungguh tidak habis mengerti dalam hal apakah ia dapat dikagumi oleh orang lain.
Sambil tertawa perempuan itu berkata lagi
"Aku sungguh tak punya akal lain untuk tidak mengagumi dirimu darimana kau bisa tahu
kalau Oh Ay cu (si cebol Oh) adalah seorang yang ahli dalam mengintip nona kami mandi"
Apakah kau pandai melihat keadaan seperti halnya dengan Cukat liang?"
Belum habis dia berkata, dari luar jendela sana sudah kedengaran seseorang membentak
keras: "Kentut busuk makmu!"
Suara bentakan itu ibarat guntur yang membelah bumi ditengah hari bolong membuat telinga
orang terasa bergetar keras dan sakitnya bukan kepalang.
Menyusul kemudian..... "Blaaam!" separuh bagian daun jendela ruangan itu sudah diterkam
orang sampai ambruk, lalu tampak sesosok tubuh manusia menubruk masuk keruangan
dengan kecepatan bagaikan hembusan angin, begitu sampai dalam ruangan dia lantas melototi
perempuan itu lekat lekat.
Dia harus menengah terlebih dahulu sebelum dapat mendelik ke arah perempuan tersebut.
Sebab bila dia berdiri disamping perempuan itu, maka tinggi badannya tak sampai separuh
tubuhnya. Siapapun tak akan menyangka kalau suara bentakan yang sedemikian keras dan nyaringnya
itu ternyata berasal dari mulut seorang manusia cebol semacam itu.
924 Sambil tertawa cekikikan perempuan itu berkata;
"Kau bilang siapa yang lagi berkentut. Kecuali kau, siapa pula yang akan berkentut lewat
mulutnya!" Suara tertawa masih seperti suara tertawa seorang nona cilik. lanjutnya lebih jauh:
"Kentutmu itu selain busuknya luar biasa, nyaringnya juga luar biasa sekali!"
Si cebol Oh menjadi sedemikian mendongkolnya sehingga tengkuk yang kasarpun ikut


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gemetar, dengan wajah merah membara, sedikitlah tahu diri!"
Ternyata perempuan yang bertubuh tinggi sekali itu bernama It tiang hong Sitombak merah.
Bu ki mau tak mau harus mengakui bahwa nama tersebut memang cocok sekali dengan
keadaannya, tapi belum pernah dia mendengar nama semacam itu disebut orang.
Andaikata ia seringkali melakukan perjalanan disekitar wilayah See lam, asal mendengar
nama tersebut, hatinya pasti akan terperanjat sekali.
Terdengar si cebol Oh kembali berkata: "Orang lain mungkin akan merasa takut terhadap
gembong iblis perempuan yang membunuh orang tak berkedip seperti kau, tapi aku Oh Toa
teng tak akan jeri kepadamu"
"Aku memang paling takut kalau ada orang lelaki yang merasa jeri kepadaku, aku hanya
berharap semua lelaki pada suka kepadaku"
Setelah melemparkan sebuah kerlingan genit kepada Si cebol Oh dia, berkata lebih jauh:
"Perduli bagaimanapun juga, kau tak bisa tidak termasuk pula sebagai seorang lelaki"
"Tadi, kau mengatakan siapa yang paling suka mengintip orang perempuan lagi mandi?"
"Tentu saja mengatakan kau"
"Kapan kah aku pernah mengintip orang lain sedang mandi" Aku pernah mengintip siapa
yang lagi mandi?" "Kau seringkali mengintip, asal ada kesempatan kau lantas melakukan hal itu"
Kemudian setelah tertawa cekikikan, lanjutnya:
925 "Bukan saja kau suka mengintip orang lain, bahkan bila aku sedang mandipun kau sering
mengintip pula" "Kentut busuk makmu!" teriak si cebol Oh sambil mencak mencak karena kegusaran.
Ternyata lompatannya jauh lebih tinggi daripada tinggi badan It tiang hong:
"Sekarang kau berlutut sambil memohon kepadaku, tak akan kuintip dirimu itu"
"Sekalipun aku memperbolehkan kau melihatnya juga percuma saja" kata It tiang hong lagi
sambil tertawa, seluruh tubuhnya bergetar keras ketika ia sedang tertawa, "sebab paling banter
kau hanya bisa melihat pusarku belaka"
Kalau bisa Bu ki ingin sekali tertawa terpingkal karena gelinya lelaki perempuan yang
jangkung dan pendek ini pada hakekatnya seperti musuh bebuyutan saja. Entah siapapun yang
menyaksikan keadaan mereka, pasti tak tahan untuk tertawa.
Akan tetapi bila menyaksikan mimik wajah dari si Cebol Oh tersebut tak ada orang yang
tertawa lagi. Paras muka si cebol Oh telah berubah menjadi merah membara seperti kepiting rebus,
rambutnya seakan akan sudah akan berdiri semua bagaikan landak perawakan tubuhnya, yang
cuma tiga jengkal tersebut, sekarang seolah olah telah menjadi tinggi satu jengkal lagi.
Sekalipun orang ini tidak memiliki raut wajah yang mengejutkan, namun khikang yang
dimilikinya sungguh mengejutkan hati. Sekarang dia telah menghimpun tenaganya bersiap
siap untuk mengajak It thiang-hong beradu jiwa.
Bila serangan tersebut dilancarkan, sudah pasti serangan itu luar biasa hebatnya, bahkan Bu-ki
sendiripun diam-diam menguatirkan keselamatan jiwa It-tiang-hong.
It-tiang-hong sendiri ternyata sama sekali acuh dan tak ambil perduli terhadap sikap lawannya
itu. Dia malahan masih berdiri santai dan tersenyum simpul, seakan-akan sikap si cebol itu sudah
lumrah dan tiada sesuatu yang perlu diperhatikan atau ditakutkan.
Tiba-tiba si cebol Oh membentak keras, suaranya menggelegar bagaikan guntur yang
membelah bumi disiang bolong, begitu kerasnya suara tersebut sungguh amat memekakkan
telinga. Menyusul bentakan yang keras tadi, sebuah pukulan yang amat keras dilontarkan kedepan.
926 Sungguh hebat sekali pukulan yang dilepaskan itu, angin pukulan yang amat kencang segera
menderu-deru dan meluncur kedepan dengan mengerikan hati.
Ternyata yang menjadi sasaran dari serangan itu bukan It-tiang-hong perempuan jangkung
yang luar biasa itu. Yang menjadi sasaran dari serangannya itu bukan lain adalah Lo-khong, si kakek tersebut.
Bu-ki yang menyaksikan kejadian tersebut menjadi tertegun dan berdiri melongo.
Sudah jelas It-tiang-hong yang menyebabkan kemarahan si cebol tersebut, kenapa yang dia
serang justru bukan perempuan jangkung itu melainkan orang lain"
Apakah hal ini disebabkan karena dia tak sanggup menghadapi It-tian-hong, maka rasa
mendongkolnya itu lantas dilampiaskan kepada orang lain"
Tapi bagaimanapun juga, tidak seharusnya Lo-khong menerima tonjokkan keras tersebut.
Sekalipun pukulannya itu tak sampai memukul mampus dirinya, paling tidak juga akan
merenggut separuh dari nyawanya.
Dalam keadaan begini, tak mungkin lagi bagi Bu-ki untuk berpeluk tangan belaka.
Tapi, sebelum ia sempat turun tangan, tiba-tiba tampak bayangan manusia berkelebat lewat,
tahu-tahu seseorang telah menghadang dihadapan Lo-khong.
***** PENGAWAL PRIBADI DARI NONA BESAR
SI CEBOL Oh telah melancarkan pukulan dengan sepenuh tenaga, mustahil baginya untuk
menariknya kembali "
"Bluuuk "!" dengan telak pukulan tersebut bersarang diatas perut orang itu, suaranya seperti
membentur pada kulit kerbau yang amat keras.
Walaupun orang ini telah menyambut serangan tersebut dengan keras lawan keras, namun
paras mukanya sama sekali tidak berubah, bahkan matapun tidak berkedip.
Tapi pada mimik wajah itu pada dasarnya memang menyeramkan sekali, seperti luntur hampir
memutih, dibalik putih tampak warna biru, dibalik warna biru terdapat warna hijau.
Bahunya sangat lebar, lengannya amat panjang, tapi seluruh tubuhnya begitu kurus hingga
ibaratnya kulit pembungkus tulang belaka.
927 Jubah biru yang panjang dan besar itu berada diatas tubuhnya bagaikan berada diatas rak
pakaian yang kosong belaka.
Manusia yang begitu kurus macam begitu, ternyata sanggup menerima sebuah pukulan dari si
Cebol Oh, andaikata tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri, siapapun tak akan
mempercayainya. Sesudah melepaskan tonjokan mautnya tadi, si Cebol Oh mundur tiga langkah kebelakang,
kemudian baru menengadah dan memandang raut wajah orang itu.
Paras muka orang tersebut amat dingin, sama sekali tanpa emosi.
Sebaliknya paras muka si Cebol Oh kelihatan luar biasa sekali, dia seperti ingin tertawa
terhadap lawannya itu, namun tak sanggup untuk tertawa, sudah terang tak mampu tertawa,
namun dia djustru masih berusaha keras untuk memperlihatkan senyumannya.
Sementara itu, It-tiang-hong sudah tertawa terpingkal-pingkal sehingga terbungkuk-bungkuk.
Setiap orang dapat melihat bahwa tertawanya itu mendekati suatu tertawa ejekan, seakan-akan
dia merasa gembira sekali menyaksikan ada orang tertimpa bencana.
Akhirnya si Cebol Oh berhasil juga tertawa, sambil tertawa kering, katanya:
"Untung saja jotosanku itu bersarang diatas tubuhmu."
"Apakah dikarenakan aku lebih gampang dipermainkan ?"" ujar orang itu dingin.
Dengan cepat si Cebol Oh menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya agaknya ngotot:
"Aku berani bersumpah, aku tidak mempunyai maksud demikian terhadap dirimu."
"Lantas apa maksudmu yang sebenarnya?"
Si Cebol segera tertawa paksa.
"Siapakah umat persilatan didunia ini yang tidak tahu kalau Kim lotoa adalah seorang Thikim-
kong yang tak akan mati terpukul" Pukulan yang kulancarkan diatas tubuh Kim lotoa
tadi, pada hakekatnya seoerti lagi memijit badan Kim lotoa."
Walaupun tubuhnya jauh lebih cebol daripada siapapun, namun wataknya justru paling
berangasan dan perangainya jauh lebih jelek daripada siapapun.
928 Sungguh tak disangka, begitu bersua dengan orang ini, sikapnya kontan saja berubah seratus
delapan puluh derajat, berubah menjadi sok menjilat pantat.
Kim lotoa masih menarik mukanya dan mendengus dingin.
"Aku memahami maksud hatimu!" demikian katanya.
Si Cebol Oh segera menghembuskan napas lega.
"Asal Kim lotoa sudah mengerti, hal ini jauh lebih baik lagi!"
Jilid 32________ "Bukankah kau maksudkan asal aku yang terkena pukulanmu itu, maku aku tak akan
membalas?" Seketika itu juga si Cebol Oh menggelengkan kepalanya berulang kali.
"oooh, bukan, bukan, aku tidak bermaksud demikian, aku sama sekali tidak bermaksud
demikian" Tiba-tiba It tiang-hong menimbrung sambil tertawa cekikikan:
"haaahhh... haaahhh... haaahhh... maksudnya, Kim lotoa telah berhasil memiliki tubuh Kim
kong yang tak akan rusak atau terluka bila kena dipukul, sekalipun terkena sebuah pukulan
juga tak akan ambil perduli, apalagi ribut-ribut dengannya."
Kembali si Cebol Oh menghembuskan napas lega, cepat-cepat sambungnya kembali:
"Betul-betul, aahh! Tak kusangka kalau hari ini kau telah berkata benar"
Kim lotoa segera tertawa dingin tiada hentinya
"Heehhh.. heeehhh... heeehhhh.. sekarang, tentunya kau sudah mengerti bukan sebetulnya dia
masih tetap membantu dirimu"
mendadak dari luar sana berkumandang suara orang berbatuk-batuk, lalu kedengaran
seseorang berkata sesudah menghela nafas panjang:
"Malam sudah semakin larut, embun telah makin menebal, angin malampun berhembus
begini kencang, sudah kalian ketahui kalau aku tak mampu menahan diri, kenapa masih
929 bercekcok melulu di dalam sana" apakah kalian senang menyaksikan aku sakit parah dan sakit
sampai mampus?" Suara orang itu amat tajam dan lembut, baru berbicara dua patah kata sudah batuk-batuk
hebat, seakan akan napasnya hampir saja tak sanggup disambung lagi, sudah jelas dia adalah
seoarnag yang sedang menderita sakit, bahkan penyakit yang dideritanya tidak terhitung
enteng. Akan tetapi begitu mendengar ucapan tersebut, bahkan sikap Kim lotoa pun turut berubah,
berubah menjadi lebih halus dan sopan.
"RUangan ini masih terhitung sangat hangat, silahkan kau cepat cepat masuk ke dalam"
"Seorang putri anggun tak akan duduk di lantai, seorang kuncu tak akan berdiri dibawah
dinding yang hampir roboh, bagi seorang kuncu seperti aku ini, aku paling enggan memasuki
tempat yang sedang bercekcok apalagi sedang berkelahi" kata orang diluar itu lagi.
Buru buru si Cebol Oh berseru:
"Cekcok kami telah dilangsungkan sampai selesai"
"apakah masih ada orang lain yang bersiap siap untuk cekcok atau berkelahi lagi?"
"Sudah tidak ada"
Akhirnya orang yang berpenyakitan itu menghela napas panjang, kemudian selangkah demi
selangkah berjalan masuk ke dalam ruangan.
Sekarang sudah akhir bulan empat, udarapun sudah mulai menjadi hangat, akan tetapi dia
masih mengenakan sebuah jubah kulit yang tebal sekali, wajahnya masih kedinginan hebat
sampai berubah menjadi hijau membesi dan terbatuk-batuk tiada hentinya, sambil batuk,
ingusnya meleleh keluar terus tiada habisnya.
Padahal usianya masih belum terlalu besar, tapi penyakit yang dideritanya sudah begitu parah
sehingga nyawanya seakan setiap saat bisa melayang meninggalkan raganya.
930 Sepintas lalu orang ini kelihatan sudah lama sekali menderita penyakit parah, sepertinya asal
ada orang menyodoknya dengan seujung jari tangan, tubuhnya segera akan roboh terjengkang.
Akan tetapi sikap orang lain terhadap dirinya justru sangat menghormat sekali.
Kim lotoa segera mengambilkan sebuah bangku dan mempersilahkannya untuk duduk,
menanti napasnya yang tersengkal sengkal telah mereda kembali, sambil tertawa paksa dia
baru bertanya: "Sekarang, apakah kau sudah merasa agak baikan?"
"Untung saja saya masih hidup, untung saja tak sampai mati mendongkol oleh tingkah laku
kalian" jawab orang berpenyakitan tersebut dengan wajah kaku.
"Sekarang, apakah kau sudah dapat melakukan pemeriksaan, apakah tempat seperti ini pantas
didatangi oleh toasiocia kita?" kata Kim lotoa kemudian.
Orang berpenyakitan itu menghela napas panjang, dari balik ujung baju kulit rasenya dia
mengeluarkan jari tangannya yang kurus, kemudian sambil menuding ke arah Bu ki tanyanya:
"Siapakah orang ini?"
"Dia adalah orang yang hendak dicari toasiocia" jawab It-tiang-hong cepat:
Orang berpenyakitan itu memperhatikan Bu ki dari atas sampai ke bawah, mendadak ia
berseru: "Cob kau kemari!"
Bu ki tanpa ragu ragu segera melangkah maju ke depan.
Tiba-tiba dia merasa orang ini sangat menarik hati.
Kembali orang yang berpenyakitan itu mengawasinya lama sekali dari atas sampai ke bawah,
mendadak ia mengucapkan sepatah kata yang luar biasa sekali.
Ternyata dia memerintahkan kepada Bu ki:
"Julurkan lidahmu dan perlihatkan kepadaku!"
931 ***** Semenjak masih kecil dulu Bu ki bukan termasuk seseorang yang tak sedap di lihat, maka
sering kali ada orang suka memperhatikannya.
Tapi, selama ini belum pernah ada orang yang menyaksikan lidahnya, lidahnya juga belum
pernah diperlihatkan kepada orang lain.
DIa tak ingin mencari kesulitan buat diri sendiri, tapi diapun tak ingin dijadikan bahan
gurauan oleh orang lain. Maka dari itu, dia sama sekali tidak menjulurkan lidahnya.
It tiang hong kembali tertawa cekikikan, katanya:
"Tentunya kau tak pernah akan menyangka bukan kalau ada orang hendak melihat lidahmu?"
Bu ki mengakui akan kebenaran dari ucapan tersebut.
"Ketika pertama kalinya dia menyuruh aku menjulurkan lidah dan memperlihatkan kepada
dirinya, aku sendiripun merasa keheranan" kata It tiang hong lebih lanjut.
"Oyaaa..." "Seringkali ada orang yang menyuruh aku untuk memperlihatkan kepada mereka bagian
bagian tubuhku, ada yang ingin melihat wajahku, ada orang yang ingin melihat pahaku,
bahkan ada juga yang memohon kepadaku agar mereka diperkenankan melihat pantatku"
Mau tak mau Bu ki harus mengakui, bahwa bagian bagian yang disebutkan olehnya itu
memang merupakan bagian bagian yang paling menarik dari seorang perempuan.
Samil tertawa It tiang hong berkata lebih jauh:
"Waktu itu aku sendiripun persis seperti kau, aku benar-benar tidak habis mengerti apa
sebabnya dia ingin melihat lidahku"
"Skearang apakah kau sudah mengerti?"
"Waktu itu aku tidak mengerti karena aku masih belum tahu siapakah dia, tapi sekarang...."
Ia tertawa genit, kemudian melanjutkan:
932 "Sekarang, bagian tubuh manapun dia ingin lihat dariku, pasti akan kuperlihatkan semua
kepadanya" Bu ki lagi lagi memperhatikan sikap si Cebol Oh yang sedang mendelik besar di sebelah sana,
tak tahan ia tertawa geli.
"Siapakah dia?" tanyanya kemudian.
"Dia tak lain adalah salah seorang dari empat tabib sakti yang ada di dunia saat ini, Ni pou sat
(dewa lumpur) Pia Tay hu Bu ki segera tertawa lebar setelah mendengar perkataan itu.
Ia benar benar tidak menyangka kalau orang yang berpenyakitan ini ternyata adalah seorang
tabib sakti yang termashur namanya di seluruh kolong langit.
Ia merasa Ni pousat memang merupakan julukan yang paling tepat untuk manusia seperti dia
itu. Sambil tertawa It ciang hong berkata lagi:
"Dewa lumpur menyeberangi sungai, walaupun tubuh sendiri sukar diselamatkan, namun
penyakit apapun juga yang diderita orang lain, hanya dalam sekilat pandangan saja ia dapat
melihatnya" "Dihari hari biasa, sekalipun ada orang yang berlutut sambil memohon kepadanya, belum
tentu ia mau memperhatikannya" sambung Kim lotoa dengan suara dingin.
"Tapi hari ini, toasiocia telah bersikeras hendak datang ke tempat ini" lanjut It ciang hong.
"Oleh karena toasiocia adalah seorang yang terhormat, maka dia tak boleh menderita sedikit
penyakitpun" Kim lotoa menambahkan.
"Maka dari itu kami harus datang untuk melakukan pemeriksaan lebih dahulu apakah
ditempat ini terdapat orang yang berbahaya, apakah ada orang yang sedang menderita
penyakit" 933 "Sebab bila disini ada orang yang sedang sakit, maka besar kemungkinannya toasiocia akan
ketularan" Bu ki segera menghela nafas panjang, katanya sambil tertawa getir:
"Tampaknya besar juga lagak dari toasiocia ini"
Pia Tay hu turut menghela napas juga.
"Aaai.... andaikata lagaknya tidak besar, manusia seperti aku ini mana sudi bekerja baginya?"
"yaaa, memang masuk diakal!"
"Tapi sekarang, kau sudah tak perlu untuk menjulurkan lidah dan memperlihatkan kepadaku
lagi" "Kenapa?" "Sebab aku telah menemukan sumber penyakit yang sedang kau derita itu...."
"Aku mengidap sakit?"
"Malah tak enteng penyakit yang kau derita itu"
"Penyakit apa?"
"Penyakit hati"
Bu ki segera tertawa, walaupun diatas wajahnya dia tertawa, namun diam diam hatinya
merasa amat terperanjat.

Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hatinya memang benar benar benar berpenyakit, malah tidak enteng sakitnya itu, namun
orang lain belum pernah dapat melihatnya.
kembali Pia Tayhu berkata:
"Diatas wajahmu sudah menunjukkan tanda sakit, jelas hatimu berkobar seperti bara api,
semangatmu juga menyala nyala, hal ini dikarenakan dalam hatimu terdapat suatu persoalan
yang tak dapat diselesaikan, tapi kau selalu berusaha untuk mengendalikannya, maka dari itu
orang lain belum pernah melihatnya"
934 Ni pousat yang sukar untuk menyembuhkan diri sendiri ini betul betul memiliki kepandaian
simpanan, bahkan Bu ki sendiripun mau tak mau harus mengaguminya.
"Untung saja penyakit semacam ini biasanya tak akan menular kepada orang lain"
Mendadak Lo khong bangkit berdiri, kemudian serunya:
"Bagaimana dengan aku" kenapa kau tidak memeriksa bagiku" apakah aku mengidap suatu
penyakit?" "Penyakitmu tak perlu kuperiksa lagi, aku sudah mengetahui dengan sejelas jelasnya"
"Oooo ya...?" "Biasanya bagi seorang setan arak hanya terdapat dua penyakit yang diidapnya"
"Dua macam yang mana?"
"Penyakit miskin dan penyakit malas"
Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan:
"Walaupun dua macam penyakit tersebut tak bisa diobati, untung saja tak akan menurun pula
kepada orang lain" "Kalau memang begitu, sekarang apakah toasiocia sudah boleh datang kemari?" tanya Lo
khong. "sekarang masih belum bisa"
"Kenapa?" "Sebab aku masih berada di sini"
Kembali dia menghela napas, terusnya:
"Sekujur tubuhku penuh dengan penyakit, setiap macam penyakitku ini bisa jadi akan
menular kepada orang lain"
Lo khong juga ikut menghela napas pelan katanya pula:
"Kalau toh penyakit orang lain bisa kau sembuhkan, kenapa kau tidak berusaha untuk
mengobati penyakitmu sendiri?"
935 "Penyakitku ini tak bisa disembuhkan"
"kenapa" "Sebab bila penyakitku ini disembuhkan, maka aku bakal mampus"
Ucapan macam apakah itu"
Lo Khong tidak mengerti, Bu ki juga tidak mengerti, namun tak tahan ia bertanya juga:
"Kenapa?" Pia Tayhu tidak menjawab pertanyaan tersebut, sebaliknya malah balik bertanya:
"Barusan, apakah kau merasa agak kurang leluasa menyaksikan diriku?"
Ternyata Bu ki tidak mencoba menyangkal.
"Tapi, bagaimanapun rasa bencimu kepadaku, kau tak boleh bersikap kurang sopan
kepadaku" kata Pia Tayhu lagi.
Setelah berhenti sebentar dia menjelaskan lebih jauh.
"Sebab seluruh tubuhku penuh dengan penyakit, siapapun dapat merobohkan aku dengan
sodokan jari tanganya saja, namun bila kau menghajar diriku, bukan saja hal tersebut tidak
mentereng, bahkan justru menyebabkan suatu perubahan yang memalukan.
Bu ki mengakui juga akan hal ini.
Pia Tayhu segera berkata lebih lanjut:
"Tapi, andaikata penyakitku ini berhasil kusembuhkan, maka orang lain tak akan sesungkan
sekarang lagi, dulu aku terlalu banyak menyalahi orang lain, mereka pasti akan berdatangan
untuk membuat gara gara denganku, bayangkan, apa aku bisa tahan?"
Sambil menggelengkan kepalanya dia menghela napas panjang, pelan-pelan ia berjalan
meninggalkan tempat itu. "Itulah sebabnya penyakit yang kuderita sekarang tak boleh sekali kali disembuhkan.
Secara tiba tiba Bu ki merasakan bahwa Ni pousat yang seluruh badannya penuh berpenyakit
ini sesungguhnya adalah seorang yang amat menarik.
936 Orang orang yang berada disitu sekarang tampaknya bukan orang orang jahat, tampaknya
mereka menarik semuanya. Yang paling menarik sudah barang tentu Toasiocianya itu.
"Sekarang, apakah dia sudah boleh datang kemari?" kembali Bu ki bertanya.
"Sekarang masih belum bisa" tukas Kim lotoa
"Kenapa?" "Sebab aku masih harus membuat kau memahami akan suatu hal"
"Soal apa?" "Tahukah kau, siapakah diriku ini?"
"AKu cuma tahu kau she Kim, agaknya banyak orang menyebutmu sebagai Kim lotoa"
"Coba kau perhatikan wajahku"
Bu ki memperhatikan setengah harian lamanya, namun dia tidak berhasil menemukan sesuatu
keanehan yang pantas untuk diperhatikan atas raut wajahnya itu.
"Coba kau perhatikan, apakah raut wajahku ini agak sedikit berbeda dengan wajah orang
lain?" ucap Kim lotoa
Dalam hal ini mau tak mau Bu ki harus mengakui juga, raut wajahnya memang kelihatan aneh
sekali. Paras mukanya kelihatan seperti berwarna biru, bagaikan selembar kain biru yang sudah
memutih karena lentur kena dicuci.
"Padahal wajahku ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan wajah wajah orang lain" Kim
lotoa menerangkan. "Sekarang mengapa bisa berubah menjadi begini rupa?" Bu ki bertanya.
"AKu telah dihajar orang sehingga mukaku berubah menjadi begini rupa...."
"Kau seringkali dihajar orang?"
937 "Selama sepuluh tahun belakangan ini, hampir setiap satu dua bulan sekali aku pasti kena
dihajar orang satu dua kali"
"Bila orang lain sedang menghajarmu, apakah kau tak pernah menghindarkan diri?"
"Tidak pernah" "Bila orang lain menghajarmu, kenapa kau tidak berusaha untuk menghindarkan diri?"
"Karena aku tak ingin menghindar"
"Apakah kau rela dirimu dihajar?"
Kim lotoa segera tertawa dingin tiada hentinya.
"Heeeh.. heeeh.. heeeh.. sesungguhnya aku memang rela dihajar, kalau tidak, siapakah yang
sanggup menghajar diriku?"
Orang lain hendak menghajarnya, ternyata dia malah mandah dirinya digebug, bahkan
berkelitpun tidak. Lantas apakah alasannya sehingga dia sampai begitu"
Bu ki lagi lagi dibuat tidak habis mengerti, sehingga tak tahan dia lantas bertanya.
"Kenapa?" Kim lotoa tidak menjawab, sebaliknya malah balik bertanya pula:
"Tahukah kau siapa saja yang telah turun tangan menghajar diriku?"
"Tidak" "Kalau begitu akan kuperlihatkan kepadamu"
Pakaian yang dikenakan adalah sebuah jubah berwarna biru yang telah dicuci sampai agak
memutih, persis seperti warna paras mukanya.
Tiba tiba dia melepaskan jubah panjang berwarna biru yang dikenakannya itu.
Potongan badan orang ini sebenarnya amat tak sedap dilihat, setelah melepaskan pakaian yang
dikenakannya itu, dia kelihatan semakin tak sedap dipandang lagi.
938 Sepasang bahunya kelewat lebar, ragangan tulangnya amat besar, setelah pakaiannya dilepas
maka yang tersisa hanyalah kulit pembungkus tulang belaka.
Tapi Bu ki mau tak mau harus mengakui diatas kulit pembungkus tulang tersebut memang
terdapat banyak sekali bagian bagian yang menarik untuk diperhatikan.
Sekujur badannya dari atas sampai ke bawah, depan belakang, kiri maupun kanan semuanya
penuh dengan luka luka yang mengerikan.
Itulah pelbagai macam mulut luka yang beraneka ragam, ada luka bacokan golok, luka
pedang, luka tombah, luka pukulan, luka pukulan telapak tangan, luka luar, luka dalam,
bengkak menghijau, darah menggumpal, luka senjata rahasia....
Asal kau bisa membayangkan mulut luka bekas terkena serangan apapun, dengan cepat akan
kau jumpai semuanya diatas tubuh yang amat kurus tersebut.
Yang lebih aneh lagi, disisi setiap mulut luka tersebut terdapat sebaris tulisan yang kecil
sekali. Untung saja ketajaman mata Bu ki memang selalu amat bagus, setiap huruf yang tertera disitu
dapat ia baca dengan amat jelasnya.
Disamping sebuah bekas pukulan telapak tangan yang berwarna merah tua, tertera beberapa
huruf kecil yang berbunyi:
"Tahun Ka-sin, bulan tiga tanggal tiga belas, Ciu THian-in"
Tahun ini adalah tahun Ih su, itu berarti bekas telapak tangan tersebut telah dibuat cukup
lama, namun gumpalan darah mati didalamnya masih belum hilang.
Sambil menunjuk ke atas telapak tangan itu, Kim lotoa bertanya kepada Bu ki:
"Kau tahu ilmu pukulan apakah ini?"
"Itulah pukulan Cu see ciang"
"Kau juga tahu siapakah orang yang bernama Ciu Thian in tersebut?"
939 "Yaa, aku tahu" Bu ki mengangguk, " selain It-ciang-boan-thian (telapak sakti pembalik
langit) Ciu Thian in, agaknya didunia ini tiada orang kedua yang mampu melatih Cu-seeciang
sebagus ini" Kim lotoa segera tertawa dingin.
"Heeeh.. heeh.. hee.. mungkin hal ini disebabkan karena belakangan semakin sedikit orang
yang melatih ilmu pukulan Cu-see-ciang"
Bu ki mengakui akan kebenaran dari ucapan tersebut.
Untuk melatih ilmu pukulan semacam itu memang amat susah dan menderita sekali, padahal
kehebatannya bila dipergunakan tidaklah terlalu besar.
Para angkata muda dalam dunia persilatan talah menganggap kepandaian tersebut sebagai
jenis "kepandaian bodoh". itulah sebabnya belakangan ini makin lama semakin sedikit orang
yang melatihnya. Sebab walaupun ilmu pukulan semacam ini bisa mematikan seseorang bila sampai terkena
pukulan, namun siapapun tak akan berdiri mematung belaka seperti sebatang kayu.
Siapapun sudah pasti tak akan berdiam diri belaka membiarkan lawannya menghimpun tenaga
dan melancarkan serangannya.
Hanya Kim lotoa seorang yang tampaknya terkecuali dari kebiasaan tersebut.
"Orang yang bisa menerima pukulan tersebut tanpa mengakibatkan kematiannya, aku rasa
didunia ini sudah tidak ada berapa orang lagi" kata Bu ki kemudian.
"Setelah menyambut sebuah pukulannya, akupun harus berbaring selama setengah bulan
lamanya diatas ranjang."
"SUdah jelas kalau ilmu pukulan yang digunakan adalah ilmu Cu-see-ciang, apakah kau tidak
berusaha berkelit atau mengegos ke samping...?"
"tidak" "Kenapa?" 940 "Sebab walaupun aku termakan oleh sebuah pukulannya, akan tetapi diapun termakan juga
oleh sebuah pukulanku"
Kemudian dia menjelaskan lebih jauh:
"Ilmu silat yang dimiliki oleh Ciu Thian in tidak lemah, seandainya aku harus bertarung
dengan mengandalkan perubahan jurus serangan, maka palig tidak aku baru dapat
menentukan menang kalah setelah bertarung sekitar tiga sampai lima ratus jurus"
"Mungkin dalam tiga sampai lima ratus juruspun belum tentu menang kalah bisa diketahui"
ucap Bu ki. "Yaa, padahal aku mana ada waktu luang sebanyak itu untuk berkelahi dengannya?"
"Maka kau lebih suka menerima sebuah pukulannya dan membalas sebuah pukulan pula
untuk menentukan menang kalah?"
"Setelah menerima serangannya itu, meski akupun merasa amat sengsara dan amat tak sedap,
namun akibat dari pukulan yang kulepaskan ke tubuhnya itu, dia harus berbaring selama
setengah tahu lamanya diatas pembaringannya"
Setelah berhenti sejenak, dengan suara hambar dia melanjutkan:
"Sejak saat itu, berada dimana saja dan kapan saja, asal ia bertemu denganku, maka dia pasti
akan bersikap amat hormat dan sungkan sekali...."
It-tiang-hong segera tertawa, katanya:
"Aku telah berkata toh, walaupun kepandaian Kim lotoa dalam melancarkan pukulan belum
terhitung amat tinggi, namun kemampuannya menerima serangan dari orang lain boleh
dibilang tiada tandingannya didunia ini, pada hakekatnya boleh dibilang nomor satu diseluruh
dunia" "Jika ingin belajar memukul orang, paling dulu harus belajar menerima pukulan, cuma sayang
bukan suatu pekerjaan yang gampang untuk melatih kepandaian semacam itu!" Kata Bu ki.
941 "Oleh sebab itu, di tahun tahun belakangan ini, tidak banyak orang yang belajar kepandaian
semacam ini di dunia persilatan dewasa ini"
Tentu saja kepandaian semacam itupun termasuk dalam golongan kepandaian bodoh, malah
besar kemungkinan merupakan semacam kepandaian yang paling bodoh didunia saat ini.
Namun siapa saja tak akan mengatakan kalau kepandaian semacam itu sama sekali tak
berguna. Kim lotoa telah berkata lebih jauh.
"Thiat sah ciang, Cu see cian, Kim si ciang, kay pi jiu, Lwee keh siau thian seng dan aneka
macam pukulan lainnya sudah pernah kurasakan semua, tapi penderitaan yang harus dialami
pihak lawan tak akan lebih kecil daripada penderitaan yang kuterima."
"Aku rasa beberapa tahun belakangan ini pasti makin sedikit orang yang berani beradu
kepandaian lagi denganmu" ucap Bu ki sambil tertawa lebar.
"Yaa, memang tidak banyak jumlahnya"
IT-ciang-hong tertawa pula seraya berkata:
"Siapa saja yang berani bertarung melawanya, paling banter hasil yang diperoleh adalah sama
sama menderita luka, siapa yang kesudian bertarung dengan cara semacam itu?"
Tapi Bu ki segera menggelengkan kepalanya berulang kali, tiba tiba dia berkata:
"Aku jadi teringat seseorang"
"Siapa?" "Pada dua puluh tahun berselang, dari luar perbatasan telah muncul seorang Tay lek kim kong
siu, konon ilmu Cap sat tay poo dan Tang cu kong yang dimilikinya telah mendapat puncak
kesempurnaan sehingga bacokan golok tusukan pedang sama sekali tidak mempan baginya."
"Kau juga mengetahui tentang orang ini?"
"Aku pernah mendengar orang melukiskan tentang dirinya itu"
942 "Apa yang dikatakan orang lain?"
"Orang bilang tampangnya persis seperti para kimkong (malaikat raksasa) yang ada didalam
kuil" "Oleh sebab itu kau sama sekali tidak menyangka kalau Tay lek kimkong siu tersebut
sesungguhnya adalah Kim lotoa?"
Sesudah tetawa cekikikan dia melanjutkan:
"Sebenarnya akupun tidak menyangka, selama sepuluh tahun belakangan ini, paling tidak
berat badannya sudah menyusut hampir seratus duaratus kati lebih"
"Aku telah memperhitungkan dengan seksama," kata Bu ki kemudian, luka dalam ditambah
luka luar yang dideritanya sudah mencapai lima puluh kali, setiap kali luka yang dideritanya
pasti tidak enteng" Setelah menghela napas panjang dan tertawa getir, dia melanjutkan:
"Aiii.. andaikan manusia macam aku yang terkena pukulan, cukup hanya sekali saja, mungkin
pada saat ini aku telah menjadi orang mati, masa tak mungkin bisa menjadi kurus?"
"Tapi selama sepuluh tahun ini, belum pernah ada orang yang meraih keuntungan pula
dariku" ucap Kim lotoa.
Tiba tiba dia ikut menghela napas panjang, ujarnya lebih jauh:
"Hanya orang yang terkecuali"
"Siapa?" Kim lota menuding ke arah sebuah bekas bacokan pedang yang tertera di atas dadanya,
kemudian berseru: "Coba kau lihat!"
Bekas bacokan itu terletak persis ditepi ulu hatinya, selisih dengna nadi besarnya cuma
demikian kecilnya sehingga tak sampai satu inci.
943 Disamping bekas pedang inipun tertera
sebaris tulisan yang amat kecil, tulisan itu berbunyi:
"Tagun Ih wi, bulan sepuluh tanggal tiga, Tong Au!"
"Kau tahu siapakah orang ini?" tanya Kim lotoa kemudian.
"Yaa, aku tahu"
"Tentunya kau juga pernah mendengar bukan, bahwa ilmu pedang yang dimilikinya luar biasa
sekali?" Bu ki harus mengakui akan kebenaran dari ucapan itu.
"Tapi sampai dimanakah lihayna ilmu pedang yang dia miliki, kau masih tetap tak akan
mengiranya" ucap Kim lotoa lebih lanjut.
Tiba tiba It ciang hong turut menghela napas panjang. katanya:
"Sebelum seseorang menyaksikan kejadian tersebut dengan mata kepala sendiri, hal ini
memang sulit rasanya diduga!"
Kawanan jago pedang kenamaan dari jaman ini, tak sedikit yang pernah kujumpai" kata Kim


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lotoa lebih jauh, "jago jago dari partai Hay lam, dari Thian cong, dari Kun lun, dari Khong
tong, dari Pa sa, dari Bu tong, pokoknya semua jago dari berbagai aliran partai pedang, telah
Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 2 15 Renjana Pendekar Karya Khulung Lentera Maut 5
^