Hina Kelana 28
Hina Kelana Balada Kaum Kelana Siau-go-kangouw Karya Jin Yong Bagian 28
"Dia baik-tidak padaku, sebagai seorang beragama, dari mana kau mendapat tahu?" tanya Leng-sian dengan tertawa dingin.
Seketika Gi-lim merasa bangga, ia merasa apa pun akibatnya juga mesti membela Lenghou Tiong yang difitnah orang secara demikian keji, soal kelak akan diomeli oleh gurunya tentang pelanggarannya atas peraturan perguruan sudah tak terpikir lagi. Dengan suara lantang ia lantas berkata pula, "Lenghou-toako sendiri yang omong padaku."
"Hm, hal ini pun dia katakan padamu?" jengek Leng-sian. "Justru karena dia ingin membaiki aku, maka Lim-sute telah dicelakai olehnya."
Lenghou Tiong menghela napas, katanya, "Gi-lim Sumoay, tidak usah bicara panjang lebar lagi. Aku hanya minta sedikit obat luka Hing-san-pay kalian yang sangat mujarab itu untuk Nona Gak."
Namun Leng-sian lantas memutar kudanya ke sana dan berkata, "Sekali bacok kau tidak jadi membinasakan dia, sekarang kau hendak pakai racun bukan" Mana aku dapat kau tipu" Lenghou Tiong, bila Siau-lim-cu tidak sembuh, tentu aku ... aku ...." sembari bicara ia telah mencambuk kudanya dan dilarikan secepat terbang ke selatan.
Mengikuti suara derapan kuda yang makin lama makin menjauh, hati Lenghou Tiong menjadi bimbang seakan-akan kehilangan sesuatu.
"Benar-benar perempuan bawel, biarkan mati saja Siau-lim-cu yang dia sebut-sebut tadi," kata Cin Koan gemas.
"Cin-sumoay, sebagai murid Buddha kita harus mengutamakan welas asih, meski nona tadi sikapnya tidak benar juga kita tidak boleh menyumpahi kematian orang," kata Gi-cin.
Tiba-tiba timbul pikiran Lenghou Tiong, katanya, "Gi-cin Sumoay, aku ingin mohon sesuatu, sudilah kau melelahkan diri sedikit."
"Asal Lenghou-suheng yang memberi perintah pasti akan kuturuti," sahut Gi-cin.
"Mana aku berani memerintah," ujar Lenghou Tiong. "Soalnya orang she Lim yang disebut tadi adalah suteku, menurut Nona Gak, katanya dia terluka parah. Kupikir obat Hing-san-pay kalian sangat manjur, jika ...."
"Apa kau minta aku mengantar obat untuk dia" Baik, segera aku kembali ke Hokciu sana. Gi-leng Sumoay, harap kau menemani aku ke sana."
"Banyak terima kasih atas kesudian kedua sumoay," kata Lenghou Tiong sambil memberi hormat.
"Selama ini Lenghou-suheng terus berada bersama kami, mana bisa dituduh membunuh orang?" ujar Gi-cin. "Fitnah yang tak berdasar ini perlu juga kujelaskan kepada Gak-siansing."
Lenghou Tiong hanya menggeleng sambil tersenyum getir.
Dilihatnya Gi-cin dan Gi-leng telah melarikan kudanya ke arah Hokciu, pikirnya pula, "Sedemikian simpatik mereka terhadap urusanku, jika aku meninggalkan mereka dan kembali ke Hokciu, rasanya tidaklah pantas. Apalagi Ting-sian Suthay dan orang-orangnya benar-benar terkurung oleh musuh, sedangkan betul-tidak Yim Ngo-heng berada di Hokciu belum lagi diketahui dengan pasti ...."
Perlahan-lahan ia mendekati pohon yang tumbang tadi dan menjemput kembali pedangnya. Tiba-tiba teringat olehnya, "Aku telah menyatakan bila ingin bunuh Lim Peng-ci, buat apa menyerangnya dari belakang dan mana mungkin sekali tebas tidak membinasakan dia" Tapi kalau yang menyerang itu adalah Yim Ngo-heng, lebih-lebih tidak mungkin sekali tebas tidak membuat matinya Lim Peng-ci" Pasti ada lagi orang lain. Ya, asalkan bukan Yim Ngo-heng saja tentu suhu tidak perlu takut padanya."
Berpikir demikian hatinya lantas merasa lega. Didengarnya sayup-sayup derapan kuda yang ramai dari jauh, dari suara yang riuh itu ia menduga pasti rombongan Ih-soh yang telah kembali.
Benar juga, tidak lama kemudian 15 penunggang kuda sudah mendekat. Ih-soh lantas berkata, "Lenghou-siauhiap, banyak juga hasil ... hasil derma kita, cuma kita tidak akan menghabiskan uang sebanyak ini."
"Tidak habis pakai sendiri boleh kita sumbangkan kepada kaum fakir miskin," sela Gi-ho dengan tertawa. Lalu ia menoleh kepada Gi-jing dan berkata, "Tadi di tengah jalan kami memergoki seorang perempuan muda, kalian di sini melihat dia tidak" Entah dari mana dia, tapi telah bergebrak dengan kami."
"Telah bergebrak dengan kalian?" seru Lenghou Tiong khawatir.
"Benar," sahut Gi-ho. "Dalam kegelapan kuda perempuan itu telah dipacu begitu cepat, begitu melihat kami lantas mencaci maki, katanya nikoh tidak genah, tidak tahu malu segala."
Diam-diam Lenghou Tiong mengeluh, tanyanya cepat, "Parah tidak lukanya?"
"Eh, dari mana kau mengetahui dia terluka?" sahut Gi-ho heran.
Dalam hati Lenghou Tiong berkata, dia memaki kalian demikian, watakmu juga berangasan, dia sendirian mana mampu melawan kalian, tentu saja akan terluka. Ia tanya lagi, "Bagian mana lukanya itu?"
"Mula-mula aku tanya dia mengapa datang-datang lantas mencaci maki orang, padahal kita belum kenal," tutur Gi-ho. "Tapi kembali dia memaki lagi sambil mengayun cambuknya ke arahku dan membentak agar kami minggir. Tentu saja kami menjadi gusar, kutangkap cambuknya dan mulailah kami melabraknya."
"Begitu dia melolos pedang kami lantas tahu dia adalah orang Hoa-san-pay, meski dalam kegelapan wajahnya tidak jelas kelihatan, kemudian dapat kami mengenali dia sebagai putrinya Gak-siansing," sambung Ih-soh. "Cepat kami berteriak mencegah serangan para sumoay, tapi lengannya sudah telanjur terluka dua tempat, hanya tidak begitu parah."
"Sebenarnya aku sudah kenal dia," kata Gi-ho dengan tertawa. "Cuma Hoa-san-pay mereka terlalu kasar terhadap Lenghou Tiong ketika di Kota Hokciu kemarin, mereka pun tidak mau membantu kesulitan Hing-san-pay kita, maka aku sengaja membikin nona galak itu tahu rasa."
"Sesungguhnya Gi-ho Suci telah bermurah tangan terhadap Nona Gak itu," tutur The Oh. "Pedangnya hanya menggores perlahan di lengannya lantas ditarik kembali, jika berkelahi sungguh-sungguh, mustahil kalau sebelah lengannya itu tidak berpisah dengan tubuhnya?"
Lenghou Tiong menjadi serbasusah, suatu peristiwa belum diselesaikan, lain peristiwa sudah timbul lagi. Ia kenal perangai sumoay cilik yang tinggi hati dan tidak mau kalah itu, kejadian malam ini pasti akan dianggapnya sebagai penghinaan besar dan besar kemungkinan akan diperhitungkan atas kesalahan Lenghou Tiong. Tapi semuanya sudah terjadi, terpaksa ia tak bisa berbuat apa-apa. Untungnya luka siausumoay itu tidak berat.
Sebagai anak dara yang cerdik, The Oh dapat mengetahui perhatian Lenghou Tiong terhadap nona Gak itu, segera ia berkata, "Jika sebelumnya kami mengetahui dia adalah sumoaynya Lenghou-suheng, tentu kami akan mengalah biarpun dia mencaci maki kami lebih banyak pula. Soalnya dalam kegelapan, kami tidak tahu jelas siapa dia. Biarlah kelak kalau bertemu lagi akan kami minta maaf padanya."
"Minta maaf apa" Apa salah kita terhadap dia" Sebaliknya begitu bertemu dia lantas memaki kita. Seluruh dunia juga tiada orang macam dia," ujar Gi-ho mendongkol.
"Kalian sudah berhasil mendapatkan sedekah, marilah kita berangkat," kata Lenghou Tiong. "Bagaimana dengan Pek-pak-bwe yang kalian kunjungi itu?"
Karena sedih hatinya, ia tidak ingin mempersoalkan Gak Leng-sian lagi dan segera membelokkan pokok pembicaraan.
Bicara tentang "minta derma", Gi-ho dan kawan-kawannya menjadi bersemangat. Segera ia menyerocos menceritakan pengalamannya, "Haha, sungguh menyenangkan. Biasanya adalah sangat sulit minta derma setahil dua perak kepada hartawan macam begitu, tapi malam ini sekali sedekah dapatlah beberapa ribu tahil."
"Sungguh lucu, Pek-pak-bwe itu merangkak-rangkak sambil menangis, katanya jerih payahnya selama berpuluh tahun telah amblas dalam waktu semalam saja," sambung The Oh dengan tertawa.
"Habis namanya saja Pek-pak-bwe, dia tukang menguliti rakyat kecil, sekarang dia juga harus dikuliti," Cin Koan menambahkan.
Setelah tertawa ramai, segera murid-murid Hing-san-pay itu terkenang pula kepada suhu dan supek mereka yang sedang terkurung musuh, kembali perasaan mereka tertekan dan tanpa disuruh lagi mereka lantas memacu kuda secepatnya.
"Lenghou-toako, jangan terlalu cepat, hati-hati dengan lukamu," kata Gi-lim.
"Hanya sedikit luka luar saja tidak menjadi soal, dengan obat pemberianmu tentu tidak lama akan sembuh," sahut Lenghou Tiong.
Gi-lim berkata di dalam hati, "Ya, aku tahu lukamu yang paling parah adalah di dalam batin."
Tiada terjadi apa-apa sepanjang jalan, beberapa hari kemudian sampailah mereka di Liong-coan yang terletak di Ciatkang Selatan. Luka yang diderita Lenghou Tiong walaupun banyak mengeluarkan darah, tapi luka itu cuma luka luar saja, dengan lwekangnya yang tinggi, ditambah obat mujarab Hing-san-pay, sampai di wilayah Liong-coan lukanya sudah sembuh separuh.
Para murid Hing-san-pay sangat gelisah, baru memasuki wilayah Ciatkang mereka lantas mencari tahu di mana letaknya To-kiam-kok. Tapi sepanjang jalan tiada orang yang bisa memberi petunjuk. Sampai di Kota Liong-coan, tertampak banyak sekali toko-toko senjata, tapi tetap tiada satu toko pun yang mengetahui di mana letaknya To-kiam-kok (Lembah Tempa Pedang).
Keruan semua orang tambah cemas. Ketika mereka tanya adakah terlihat dua nikoh tua atau pernah terjadi pertempuran di sekitar kota situ, para pandai besi dan pemilik toko senjata juga tidak dapat memberi keterangan. Tentang nikoh hanya ditunjukkan bahwa di barat kota, di Biara Cui-gwe-am memang dihuni oleh kaum padri perempuan, cuma nikoh-nikoh di sana rata-rata belum terlalu tua.
Setelah tanya jelas letak Cui-gwe-am, rombongan mereka lantas dipacu ke sana. Setiba di depan biara itu, pintu biara tampak tertutup rapat. The Oh yang menggedor pintu, tapi sampai lama sekali tetap tiada sambutan apa-apa dari dalam.
Gi-ho menjadi tidak sabar menunggu lagi, ia melolos pedang terus melompat ke dalam biara dengan melintasi pagar tembok. Khawatir sang sumoay mengalami apa-apa, cepat Gi-jing ikut melompat masuk.
"Coba lihat apa ini?" kata Gi-ho sambil menunjuk tanah di depannya.
Ternyata di pelataran biara itu ada tujuh-delapan potong ujung pedang, jelas bekas ditebas kutung oleh senjata tajam.
"Adakah orang di dalam?" teriak Gi-ho sembari mencari ke ruangan belakang.
Gi-jing sendiri lantas membukakan pintu agar Lenghou Tiong dan lain-lain masuk ke dalam. Ia jemput sepotong ujung pedang yang kutung di atas tanah dan diberikan kepada Lenghou Tiong, katanya, "Lenghou-suheng, di sini pernah terjadi pertempuran."
Lenghou Tiong terima kutungan pedang itu, dilihatnya bagian yang terkutung itu sangat licin dan mengilap. Tanyanya, "Apakah Ting-sian dan Ting-yat Suthay menggunakan senjata pedang?"
"Beliau berdua tidak memakai pedang," sahut Gi-jing. "Suhu menyatakan, asalkan dapat meyakinkan ilmu pedang dengan sempurna, sekalipun yang dipakai adalah pedang kayu atau pedang bambu juga cukup untuk mengalahkan musuh. Beliau menyatakan pula bahwa pedang atau golok terlalu keras, sedikit kurang hati-hati sudah menghabiskan nyawa orang atau mencacatkan badan lawan ...."
"Maksud beliau harus mengutamakan welas asih bukan?" sela Lenghou Tiong.
Gi-jing manggut. Dalam pada itu tiba-tiba terdengar seruan Gi-ho dari ruangan belakang, "He, di sini juga ada kutungan ujung pedang."
Beramai-ramai mereka lantas menyusul ke belakang, tertampak lantai maupun meja pada tiap-tiap ruangan biara itu penuh tertimbun debu. Pada umumnya biara pasti selalu terawat dengan sangat bersih, melihat debu yang memenuhi biara itu dapat diperkirakan sudah sekian lamanya ditinggalkan oleh penghuninya.
Setiba di pekarangan belakang, Lenghou Tiong dan lain-lain dapat menyaksikan beberapa pohon juga telah tumbang oleh tebasan senjata tajam. Dari bagian yang putus itu dapat diduga waktunya sudah beberapa hari yang lalu. Pintu belakang biara itu kelihatan terpentang lebar, daun pintu mencelat beberapa meter jauhnya, tampaknya didobrak orang secara paksa. Di luar pintu belakang ada sebuah jalanan kecil yang menuju ke lereng-lereng bukit, beberapa meter jauhnya ke sana jalan itu lantas bercabang dua arah.
"Kita membagi diri dalam dua kelompok, coba periksa adakah sesuatu yang mencurigakan?" seru Gi-jing.
Tidak lama kemudian Cin Koan yang ikut mencari ke arah sebelah kanan telah berteriak, "Di sini adalah sebuah panah kecil!"
"Ya, di sini juga ada sebuah paku!" seru pula yang lain.
Jalanan itu menjurus ke arah lereng-lereng bukit, segera mereka berlari cepat ke sana. Sepanjang jalan banyak pula ditemukan senjata rahasia serta kutungan pedang dan golok.
Sekonyong-konyong Gi-jing berseru kaget. Dari semak-semak rumput dijemputnya sebatang pedang, katanya terhadap Lenghou Tiong, "Inilah senjata golongan kami!"
"Tampaknya Ting-sian dan Ting-yat Suthay terlibat dalam pertempuran sengit dan pasti melalui tempat ini," ujar Lenghou Tiong.
Walaupun ucapan Lenghou Tiong ini tidak menyatakan kekalahan di pihak Hing-san-pay, tapi Gi-ho dan lain-lain tahu tentu gurunya dan Ting-yat Suthay tidak mampu melawan musuh dan telah lari melalui jalanan ini. Dari senjata yang berserakan sepanjang jalan itu dapat diketahui pertarungan itu pasti sangat dahsyat. Agaknya kejadian sudah lalu beberapa hari, entah masih keburu menolong beliau-beliau atau tidak. Begitulah semua orang dicekam oleh perasaan khawatir, langkah mereka menjadi tambah cepat.
Jalan pegunungan itu makin menanjak makin curam serta melingkar-lingkar ke belakang gunung. Beberapa li kemudian, jalanan penuh batu-batu belaka dan tiada berwujud jalan lagi. Anak murid Hing-san-pay yang ilmu silatnya lebih rendah seperti Gi-lim, Cin Koan, dan lain-lain sudah jauh ketinggalan di belakang.
Jalan lebih jauh keadaan tambah sulit, boleh dikata bukan jalan lagi, juga tiada terdapat tanda-tanda berserakan senjata seperti tadi. Selagi menghadapi jalan buntu tanpa tanda-tanda arah, mendadak tertampak di sisi kiri di balik gunung sana ada asap tebal menjulang tinggi ke langit.
"Lekas kita periksa ke sebelah sana!" seru Lenghou Tiong dan segera mendahului berlari ke depan.
Asap tebal itu makin membubung tinggi. Sesudah mereka mengitari lereng sana, terlihatlah sebuah lembah luas di depan mereka. Api sedang berkobar-kobar dengan hebatnya di tengah lembah situ, terdengar suara peletak-peletok terbakarnya rumput dan kayu.
Dengan sembunyi di balik batu padas, Lenghou Tiong memberi tanda ke belakang agar Gi-ho dan lain-lain jangan bersuara. Pada saat itulah lantas terdengar teriakan seorang laki-laki dengan serak tua, "Ting-sian, Ting-yat, hari ini kami antar kalian menuju ke nirwana dan mendapatkan kesempurnaan, kalian tidak perlu berterima kasih lagi pada kami."
Lenghou Tiong bergirang, jelas Ting-sian dan Ting-yat Suthay masih hidup, untung kedatangannya ini tidak terlambat.
Lalu terdengar pula seruan seorang laki-laki lain, "Dengan baik-baik kami bujuk kalian meleburkan diri dalam perserikatan kita, tapi kalian justru kepala batu dan membangkang, sejak kini dunia persilatan takkan ada Hing-san-pay lagi."
"Ya, kalian jangan menyalahkan orang lain berlaku kejam, tapi harus menyalahkan kalian sendiri yang bandel sehingga mengakibatkan banyak anak muridmu yang masih muda usia itu ikut mati konyol, sungguh sayang. Hahahahaha!" demikian teriak orang pertama tadi dengan tertawa penuh kepuasan.
Suara kedua orang itu yang satu timbul dari sebelah barat daya sana dan yang lain dari timur laut. Tampaknya api di tengah lembah itu semakin berkobar, jelas Ting-sian dan Ting-yat terkurung di tengah lautan api.
Segera Lenghou Tiong siapkan pedang, ia menarik napas panjang-panjang, lalu berteriak nyaring, "Kawanan bangsat, berani kalian membikin susah para suthay dari Hing-san-pay, sekarang tokoh-tokoh Ngo-gak-kiam-pay telah datang membantu, lekas kawanan bangsat menyerahkan diri!"
Sembari berseru ia terus menerjang ke bawah sana.
Sampai di dasar lembah ia lantas terhalang oleh tumpukan kayu dan rumput kering yang meninggi sampai beberapa meter. Tanpa pikir lagi Lenghou Tiong terus meloncat ke tengah gundukan api. Untung rumput dan kayu di tengah lingkaran api itu belum terbakar. Ia memburu maju beberapa langkah, terlihat dua buah rumah pembakaran gamping, tapi tidak tampak seorang pun.
"Ting-sian Suthay, Ting-yat Suthay, bala bantuan Hing-san-pay sudah tiba!" seru Lenghou Tiong.
Dalam pada itu Gi-ho, Gi-jing, dan lain-lain juga berteriak-teriak dari luar lingkaran api, "Suhu, Supek, Tecu sekalian sudah datang!"
Menyusul terdengarlah suara bentakan musuh dibarengi dengan suara benturan senjata yang ramai.
Dari mulut gua pembakaran tiba-tiba muncul sesosok tubuh orang yang tinggi besar, sekujur badannya berlumuran darah. Itulah Ting-yat Suthay, pada tangannya menghunus pedang, meski pakaiannya sudah robek, mukanya juga berlepotan darah, tapi sekali berdiri masih kelihatan gagah berwibawa.
Ketika melihat Lenghou Tiong, Ting-yat tercengang, katanya, "Kau ... kau ...."
"Tecu Lenghou Tiong," sahut Lenghou Tiong.
"Aku memang kenal kau sebagai Lenghou Tiong yang ...."
Tapi Lenghou Tiong lantas memotong, "Tecu akan membuka jalan, silakan kalian ikut menerjang keluar."
Ia terus menjemput sebatang kayu dan digunakan untuk mengorak-arik gundukan rumput yang terbakar.
"Kau kan sudah masuk Mo-kau ..." belum lagi Ting-yat sempat bicara, pada saat itu seorang telah membentak, "Siapa yang berani mengacau di sini?"
Sinar golok tampak berkelebat di tengah cahaya api.
Melihat api berkobar lebih hebat, sedangkan Ting-yat Suthay menaruh prasangka padanya dan tampaknya tidak sudi ikut menerjang keluar, dalam keadaan demikian Lenghou Tiong pikir mesti ambil tindakan kilat dan terpaksa harus melanggar pantangan membunuh baru dapat menyelamatkan tokoh-tokoh Hing-san-pay itu. Maka cepat ia melangkah mundur setindak sehingga serangan golok tadi meleset. Menyusul bacokan golok yang kedua kalinya lantas tiba pula. Tapi sekali pedang Lenghou Tiong bergerak, "cret", kontan golok lawan berikut lengannya sudah tertebas kutung. Pada saat yang sama terdengar jeritan ngeri seorang wanita di luar lingkaran sana, tentu murid Hing-san-pay yang telah dicelakai musuh.
Lenghou Tiong menjadi khawatir, cepat ia melompat ke luar lingkaran api, dilihatnya di lereng gunung secara berkelompok-kelompok sudah terjadi pertarungan sengit. Setiap tujuh murid Hing-san-pay terjalin menjadi satu barisan pedang sedang melawan musuh, tapi ada juga beberapa orang yang terpisah sendiri-sendiri dan tidak sempat menggabungkan diri, terpaksa bertempur dengan musuh secara nekat.
Barisan pedang yang terbentuk itu meski belum tampak unggul, tapi sementara juga takkan berhalangan, sebaliknya yang bertempur sendiri-sendiri itu kelihatan terdesak, dalam waktu singkat sudah ada dua-tiga murid perempuan yang telah menggeletak binasa.
Lenghou Tiong coba mengawasi medan pertempuran, dilihatnya Gi-lim dan Cin Koan dengan punggung adu punggung sedang menempur tiga laki-laki dengan mati-matian. Cepat ia memburu ke sana, mendadak sinar tajam berkelebat, sebatang pedang telah menusuk ke arah dadanya. Sedikit pun langkah Lenghou Tiong tidak menjadi kendur, berbareng pedangnya menyabet ke depan, leher orang itu tertusuk dan tamat seketika.
Dengan beberapa lompatan lagi Lenghou Tiong sudah sampai di depan Gi-lim, sekali pedangnya bergerak, kontan punggung seorang laki-laki itu tertembus, gerakan pedang berikutnya telah merobek iga seorang musuh yang lain. Laki-laki yang ketiga sedang angkat ruyung baja hendak mengemplang ke batok kepala Cin Koan, cepat pedang Lenghou Tiong memapak ke atas, kontan sebelah lengan laki-laki itu tertebas sebatas bahu.
Wajah Gi-lim tampak pucat pasi, katanya dengan mengulum senyum, "Omitohud, Lenghou-toako!"
"Kalian berdiri saja di sini, jangan pergi," kata Lenghou Tiong.
Dilihatnya Ih-soh di sebelah sana juga sedang kelabakan karena dicecar oleh dua lawan tangguh. Cepat Lenghou Tiong memburu maju, "sret-sret" dua kali, yang satu kena perutnya, yang lain tangan putus sebatas pergelangan. Kembali dua jago musuh dibereskan. Waktu dia putar ke sana, di mana pedangnya menyambar, tanpa ampun tiga orang yang sedang menempur Gi-ho dan Gi-jing dengan sengit juga menggeletak didahului dengan jeritan ngeri.
Tiba-tiba terdengar suara seorang tua berseru, "Kerubut dia, bereskan keparat ini!"
Menyusul tiga sosok bayangan sekaligus menubruk ke arah Lenghou Tiong, tiga pedang menyambar tiba bersama, masing-masing mengarah leher, dada, dan perutnya.
Gerak serangan ketiga pedang musuh ini sangat lihai, sungguh permainan tokoh kelas satu. Keruan Lenghou Tiong terkejut, katanya di dalam hati, "Ini kan ilmu pedang Ko-san-pay! Apa mungkin mereka ini memang orang Ko-san-pay"
Karena sedikit ayal itulah ujung pedang ketiga lawan sudah lebih dekat mengancam tempat-tempat yang berbahaya itu. Cepat Lenghou Tiong menggunakan "Boh-kiam-sik" (cara mematahkan serangan pedang) dari Tokko-kiu-kiam yang telah diyakinkan itu, pedangnya berputar, sekaligus serangan tiga musuh telah dipatahkan semua, bahkan demikian hebat daya tekanannya sehingga musuh-musuh itu terdesak mundur dua-tiga langkah.
Sekarang dapat dilihatnya dengan jelas, lawan yang di sebelah kiri adalah laki-laki besar gemuk, usianya sekitar 40-an dan berjenggot pendek. Yang tengah adalah seorang kakek kurus kering berkulit hitam, kedua matanya bersinar tajam.
Lenghou Tiong tidak sempat memandang orang ketiga, ia terus menggeser ke samping, pedangnya membalik dan "sret-sret" dua kali, kontan dua musuh yang sedang mengerubut The Oh dirobohkan.
Dalam pada itu ketiga orang tadi telah berteriak-teriak dan membentak-bentak terus mengejar tiba. Namun Lenghou Tiong sudah ambil keputusan untuk tidak terlibat lebih lama dengan mereka mengingat kepandaian mereka sangat lihai, untuk membereskan mereka tentu makan waktu dan sementara itu orang-orang Hing-san-pay pasti akan banyak jatuh korban. Karena itu ia lantas kerahkan tenaga dalam terus berlari-lari tanpa berhenti, di situ ia menusuk satu kali, di sana ia menebas pula, di mana pedangnya menyambar tentu jatuh seorang musuh dengan terluka parah atau terus binasa.
Ketiga orang tadi masih terus mengejar sambil membentak-bentak, tapi jaraknya dengan Lenghou Tiong selalu terpaut beberapa meter jauhnya dan sukar menyusulnya. Hanya dalam waktu singkat saja lebih dari 40 orang musuh telah menjadi korban Tokko-kiu-kiam yang dimainkan Lenghou Tiong, tiada seorang pun yang mampu menangkis atau menghindar.
Karena dalam sekejap saja pihak musuh sudah roboh lebih 40 orang, imbangan kekuatan kedua pihak lantas berubah dengan cepat. Setiap kali ada musuh yang roboh, segera murid Hing-san-pay yang kehilangan lawan itu sempat pergi membantu kawannya. Tadinya jumlah musuh lebih banyak, tapi lambat laun keadaan menjadi terbalik, makin lama pihak Hing-san-pay makin tambah kuat.
Lenghou Tiong sudah ambil ketetapan bahwa pertempuran hari ini sekali-kali tidak boleh menaruh belas kasihan, jika dalam waktu singkat musuh tidak dihancurkan, tentu Ting-sian Suthay dan kawan-kawannya yang terkurung di dalam gua pembakaran itu akan sukar diselamatkan.
Begitulah Lenghou Tiong terus berlari kian-kemari secepat terbang, di mana dia tiba, dalam radius tiga meter tiada seorang musuh pun yang terhindar dari kematian. Tidak lama kemudian kembali ada 20 orang lebih dirobohkan lagi.
Sisa musuh masih ada 60-70 orang, mereka menyaksikan kesaktian Lenghou Tiong seperti setan yang sukar dilawan dengan tenaga manusia, sekonyong-konyong orang-orang itu berteriak terus sebagian berlari-lari ke dalam hutan belukar.
Lenghou Tiong membinasakan lagi beberapa orang, sisanya tambah patah semangat, cepat mereka pun lari sipat kuping. Tinggal ketiga laki-laki tadi masih terus mengudak di belakang Lenghou Tiong, tapi jaraknya makin menjauh, jelas mereka pun mulai jeri.
Tiba-tiba Lenghou Tiong berhenti lari dan putar balik, bentaknya, "Kalian ini orang Ko-san-pay bukan?"
Ketiga orang itu berbalik melompat mundur, seorang di antaranya yang tinggi besar balas membentak, "Siapakah kau?"
Lenghou Tiong tidak menjawab, serunya kepada Ih-soh dan lain-lain, "Lekas kalian membuat jalan untuk menolong teman-teman yang terkurung api itu!"
Segera anak murid Hing-san-pay sama berusaha memadamkan api yang sudah menjilat tumpukan rumput. Gi-ho dan beberapa kawannya sudah melompat masuk ke tengah lingkaran api. Rumput dan kayu kering yang sudah berkobar itu sukar dipadamkan lagi, syukur di bawah usaha belasan orang, lingkaran api itu dapat dibobol menjadi suatu luangan jalan, Gi-ho dan lain-lain sama mendukung keluar beberapa nikoh dalam keadaan payah.
"Bagaimana dengan Ting-sian Suthay?" tanya Lenghou Tiong.
"Banyak terima kasih atas perhatianmu!" tiba-tiba suara seorang tua menanggapi. Menyusul seorang nikoh tua berbadan sedang tampak melangkah ke luar dari lingkaran api dengan tenang. Jubahnya yang putih itu tampak bersih, tangannya juga tidak bersenjata, hanya tangan kiri membawa serenceng biji tasbih, wajahnya welas asih, sikapnya tenang dan kalem.
Diam-diam Lenghou Tiong sangat heran dan kagum akan ketenangan nikoh tua itu meski menghadapi bahaya maut. Segera ia memberi hormat dan berkata, "Tecu Lenghou Tiong menyampaikan salam hormat kepada Suthay."
Ting-sian Suthay merangkap tangan membalas hormat, tapi ia lantas berkata, "Awas, ada orang menyerang kau!"
"Ya," sahut Lenghou Tiong, tanpa menoleh pedangnya terus diayun ke belakang. Terdengar "trang" satu kali, tusukan pedang laki-laki tinggi besar tadi telah ditangkis pergi. Lalu katanya pula, "Bantuan Tecu datang terlambat, mohon Suthay memaafkan."
Berbareng terdengar suara nyaring dua kali, kembali serangan kedua orang yang lain ditangkis lagi.
Dalam pada itu ada belasan nikoh lolos keluar lagi dari lingkaran api, bahkan ada yang menggendong mayat. Ting-yat Suthay juga telah muncul, segera ia memaki dengan geram, "Kawanan bangsat yang tidak tahu malu, kejam amat melebihi binatang ...." saat itu ujung jubahnya tampak terjilat api, tapi ia seperti tidak ambil pusing. Cepat Ih-soh mendekati untuk memadamkan api.
"Kedua Suthay tidak tercedera apa-apa, sungguh menggembirakan sekali," kata Lenghou Tiong.
Pada saat itu pula tiga pedang telah menusuk sekaligus dari belakang. Tapi sekarang Lenghou Tiong tidak cuma mahir ilmu pedang saja, bahkan kekuatan tenaga dalamnya juga jarang ada bandingannya. Begitu mendengar sambaran angin tajam, secara cepat ia lantas tahu bagaimana serangan musuh itu, segera pedangnya berputar lagi, sekaligus ia balas menusuk pergelangan tangan lawan.
Ilmu silat ketiga orang itu sangat tinggi, gerak perubahannya juga amat cepat. Lekas-lekas mereka menghindar, namun demikian punggung tangan laki-laki tinggi besar tadi tetap tergores luka, darah lantas mengucur.
"Kedua Suthay, Ko-san-pay adalah kepala dari Ngo-gak-kiam-pay, bersama Hing-san-pay biasanya adalah senapas dan setanggungan, mengapa mendadak mereka melakukan sergapan licik, sungguh hal ini sukar dimengerti?" kata Lenghou Tiong.
Mendadak Ting-yat Suthay tanya Gi-ho dan lain-lain, "Di mana Suci" Kenapa beliau tidak ikut datang?"
"Suhu ... suhu telah dicelakai kaum jahanam, beliau telah gugur dalam per ... pertarungan sengit ...." sahut Cin Koan dengan suara tangis.
"Keparat!" maki Ting-yat Suthay penuh dendam dan murka sambil melangkah maju. Tapi baru dua-tiga tindak tubuhnya lantas terhuyung-huyung dan jatuh terduduk, darah segar menyembur dari mulutnya.
Dalam pada itu ketiga jago Ko-san-pay tadi tetap tak bisa mengenai Lenghou Tiong meskipun mereka telah berganti macam-macam tipu serangan. Padahal pemuda itu melayani mereka dengan mungkur, tangkisannya juga dilakukan dengan membelakangi mereka, namun ilmu pedangnya ternyata demikian hebatnya, apalagi kalau dia berhadapan muka dengan muka, mana mereka bertiga mampu melawannya"
Begitulah ketiga orang sama-sama mengeluh dan gelisah, mereka menyesal mengapa tidak sejak tadi-tadi melarikan diri, tapi malah berkumpul menjadi satu.
Serangan Lenghou Tiong ternyata sangat menarik, terhadap musuh sebelah kiri selalu menyerang sisi kiri, bila menyerang musuh sebelah kanan yang diserang adalah sisi kanan, dengan demikian ketiga orang makin rapat berdesakan sendiri. Berturut-turut Lenghou Tiong menyerang belasan kali dan ketiga orang terpaksa menangkis belasan kali tanpa sanggup balas menyerang sekali pun. Ilmu pedang yang dimainkan ketiga orang itu adalah jurus serangan Ko-san-pay yang paling lihai, tapi menghadapi Tokko-kiu-kiam yang ajaib mereka benar-benar tak berdaya.
Lenghou Tiong sengaja hendak memaksa lawan-lawannya mengeluarkan ilmu pedang Ko-san-pay mereka agar tidak dapat menyangkal asal usul mereka pula. Begitulah makin lama muka ketiga orang sudah makin basah oleh air keringat, sikap mereka juga semakin beringas, ilmu pedang mereka pun belum kacau, nyata mereka memang sangat ulet sebagai jago kawakan.
"Omitohud! Siancay, Siancay!" Ting-sian Suthay menyebut Buddha. "Tio-suheng, Ma-suheng, Thio-suheng, selamanya Hing-san-pay dan Ko-san-pay kalian adalah kawan dan bukan lawan, mengapa kalian bertiga terus memaksa sedemikian rupa, sampai-sampai mau membakar kami secara hidup-hidup. Sungguh aku tidak paham apa sebabnya, silakan kalian memberi penjelasan."
Jago-jago Ko-san-pay itu memang betul she Tio, Ma, dan Thio. Mereka jarang muncul di Kangouw, mereka menyangka asal usul mereka cukup rahasia, memangnya mereka sudah kelabakan dicecar oleh serangan Lenghou Tiong, mereka tambah kaget lagi oleh kata-kata Ting-sian Suthay yang tepat menyebut she mereka. Tanpa terasa pergelangan tangan dua orang di antaranya tertusuk pedang Lenghou Tiong, pedang mereka jatuh ke tanah.
Bab 87. Ting-sian Suthay yang Bijaksana
Menyusul ujung pedang Lenghou Tiong lantas mengancam di tenggorokan si kakek kurus kering dan membentak, "Lemparkan pedangmu!"
Kakek itu menghela napas panjang, katanya, "Di dunia ini ternyata ada ilmu silat dan ilmu pedang sedemikian hebat, biarpun aku orang she Tio terjungkal di bawah pedangmu juga tidak penasaran."
Mendadak tangannya menyendal, dengan tenaga dalamnya ia membikin pedang sendiri tergetar putus menjadi beberapa potong dan jatuh berserakan di atas tanah.
Lenghou Tiong lantas melangkah mundur, sebaliknya Gi-ho bertujuh lantas mengacungkan pedang masing-masing dan mengepung ketiga orang itu di tengah.
Dengan perlahan Ting-sian Suthay berkata, "Ko-san-pay kalian bermaksud melebur Ngo-gak-kiam-pay menjadi satu aliran yang disebut Ngo-gak-pay. Hing-san-pay sendiri sudah bersejarah ratusan tahun, betapa pun aku tidak berani membuatnya tamat di bawah pimpinanku, maka aku telah menolak saran kalian. Mestinya urusan ini dapat dirundingkan lebih jauh, tapi mengapa kalian lantas main kekerasan dan pakai cara keji ketika aku memperlihatkan maksud tidak setuju" Perbuatan kalian ini bukanlah terlalu kasar?"
"Buat apa banyak omong dengan mereka, Suci," sela Ting-yat Suthay. "Semuanya dibinasakan saja agar tidak mendatangkan bencana di kemudian hari. Hek ... huk-huk-huk ...." tiba-tiba ia terbatuk-batuk dan kembali menumpahkan darah.
Laki-laki tinggi besar she Ma itu menjawab, "Kami hanya melakukan tugas atas perintah, seluk-beluk urusan ini sama sekali kami tidak tahu ...."
"Kenapa kau banyak bicara" Mau bunuh mau potong boleh terserah saja kepada mereka," mendadak si kakek she Tio mendamprat kawannya.
Orang she Ma menjadi mengkeret dan tidak berani bicara lagi, wajahnya menampilkan rasa malu.
"Kalian bertiga 30 tahun yang lampau pernah malang melintang di daerah utara, kemudian mendadak menghilang. Tadinya kukira kalian sudah sadar dan mau kembali ke jalan yang benar, siapa duga kalian malah sudah masuk Ko-san-pay dan mempunyai maksud tujuan tertentu," demikian Ting-sian berkata. "Ai, Co-ciangbun dari Ko-san-pay adalah seorang tokoh sakti, tapi beliau telah menerima sekian banyak kaum ... orang Kangouw yang aneh-aneh untuk mempersulit sesama Ngo-gak-kiam-pay, sungguh sukar dipahami apa maksud tujuannya."
Dasarnya Ting-sian memang padri yang welas asih, meski menghadapi kejadian luar biasa juga tidak mau menggunakan kata-kata kasar terhadap lawan. Sesudah menghela napas panjang, lalu ia bertanya, "Suci kami Ting-cing Suthay tentunya juga tewas di tangan kawan kalian bukan?"
Rupanya orang she Ma tadi merasa malu, maka sekarang ia ingin memperbaiki pamornya, dengan suara keras ia menjawab, "Benar, itulah perbuatan Ciong Tin Sute ...."
Tapi si kakek she Tio telah mendengus padanya dengan mata melotot. Baru sekarang orang she Ma menyadari ucapannya yang terlepas, namun ia coba membela diri, "Urusan sudah begini, apa gunanya berdusta lagi" Co-ciangbun memerintahkan kami menuju ke dua jurusan, masing-masing melaksanakan tugas di Hokkian dan Ciatkang sini."
"Omitohud!" kembali Ting-sian menyebut Buddha. "Sebagai bengcu dari Ngo-gak-kiam-pay, kedudukan Co-ciangbun betapa agung dan terhormat, buat apa beliau bertekad akan melebur kelima aliran kita dan diketuai oleh satu orang" Dia sengaja menggunakan kekerasan dan mencelakai sesama kaum, apakah tindakan demikian takkan ditertawai oleh kesatria seluruh jagat?"
"Suci," Ting-yat menyela dengan suara bengis, "bangsat berhati binatang yang kejam seperti mereka, buat apa ...." sampai di sini kembali darah mancur keluar lagi dari mulutnya.
Ting-sian Suthay mengebaskan tangannya dan berkata kepada ketiga orang itu, "Segala apa telah ditakdirkan dengan baik, banyak berbuat jahat akhirnya pasti akan terima ganjaran setimpal. Pergilah kalian sekarang! Harap kalian menyampaikan kepada Co-ciangbun bahwa sejak kini Hing-san-pay tidak di bawah perintah Co-ciangbun lagi. Meski golongan kami adalah kaum wanita seluruhnya juga tidak nanti bertekuk lutut di bawah ancaman kekerasan. Tentang keinginan Co-ciangbun akan melebur Ngo-gak-kiam-pay, sekali-kali tak bisa diterima oleh Hing-san-pay."
"Supek, mereka ...." seru Gi-ho.
Tapi Ting-sian Suthay lantas memberi perintah, "Bubarkan barisan pedang!"
Terpaksa Gi-ho mengiakan, pedangnya ditarik kembali diikuti oleh kawan-kawannya.
Ketiga jago Ko-san-pay itu sama sekali tidak menduga mereka akan dibebaskan secara begitu, mau tak mau timbul juga rasa terima kasih mereka kepada Ting-sian. Mereka memberi hormat, lalu putar tubuh dan lari pergi dengan cepat.
Dalam pada itu api berkobar semakin hebat, banyak orang Ko-san-pay yang bergelimpangan, baik yang sudah mati maupun luka parah. Belasan orang di antaranya yang lukanya rada ringan berusaha merangkak bangun untuk menghindari terbakar, tapi yang terluka parah dan tidak mampu bergerak terpaksa berteriak-teriak minta tolong ketika api menjalar mendekati mereka.
"Urusan ini bukan salah mereka, tapi adalah tanggung jawab Co-ciangbun," ujar Ting-sian Suthay. "Ih-soh, Gi-jing, bolehlah kalian menolong mereka."
Para murid Hing-san-pay cukup kenal watak sang ketua yang welas asih, mereka tidak berani membantah, segera mereka berusaha memeriksa orang-orang Ko-san-pay, asal yang masih bernapas lantas mereka angkat ke tempat yang aman dan diberi obat.
Ting-sian Suthay menengadah ke selatan, kedua matanya mengembeng air mata, serunya mengharukan, "Suci!" mendadak tubuhnya sempoyongan terus terbanting jatuh.
Semua orang terkejut, cepat mereka mendukungnya bangun, tertampak darah merembes keluar dari mulut nikoh tua itu.
Kiranya Ting-sian Suthay bersama rombongannya telah dikepung musuh, sembari bertahan Ting-sian dan Ting-yat Suthay mengundurkan diri ke dalam gua pembakaran gamping itu di Lembah To-kiam-kok itu, mereka telah bertahan beberapa hari lamanya, tanpa makan minum dan tidak mengaso pula, memangnya mereka sudah payah lahir batin seperti pelita yang kehabisan minyak, sekarang musuh telah dihalau, hatinya berduka pula atas gugurnya Ting-cing Suthay, saking sedihnya ia tak bisa menguasai diri lagi dan jatuh pingsan.
Keruan anak murid Hing-san-pay menjadi ribut, mereka memanggil suhu dan supek dengan khawatir. Luka Ting-yat Suthay juga sangat berat sehingga mereka menjadi bingung.
Lenghou Tiong lantas berkata, "Api berkobar dengan hebat, marilah kita menyingkir ke sebelah sana. The-sumoay, Cin-sumoay, kalian bertujuh boleh pergi mencari buah-buahan atau barang lain yang dapat dimakan. Kukira semua orang sudah sangat kelaparan."
The Oh dan Cin Koan mengiakan dan masing-masing pergi melaksanakan tugasnya. Tidak lama kemudian mereka sudah kembali dengan membawa kantongan air untuk diminum Ting-sian, Ting-yat Suthay, dan kawan-kawan yang terluka.
Pertempuran dahsyat di Liong-coan ini ternyata memakan korban 37 orang Hing-san-pay. Teringat pula kepada Ting-cing Suthay serta para suci dan sumoay lain yang juga sudah gugur, para murid Hing-san-pay itu menjadi berduka. Mendadak ada di antaranya menangis tergerung-gerung sehingga bergemalah suara tangis sedih di lembah pegunungan itu.
Mendadak Ting-yat Suthay membentak bengis, "Yang mati pun sudah mati, kenapa kalian tak bisa menguasai perasaan?"
Murid-murid Hing-san-pay kenal watak nikoh tua yang keras itu, mereka tidak berani membangkang, serentak suara tangis lantas berhenti, hanya beberapa orang di antaranya masih terguguk-guguk.
Lalu Ting-yat berkata pula, "Bagaimana Ting-cing Suci mengalami celaka" Oh-ji, bicaramu lebih lancar, coba lapor kepada Ciangbunjin sejelas-jelasnya."
The Oh mengiakan, ia berbangkit, lalu menguraikan apa yang terjadi di Sian-he-nia di Hokkian, di mana mereka masuk perangkap musuh, tapi berkat bantuan Lenghou Tiong mereka dapat selamat. Kemudian mereka tertawan musuh pula di Ji-pek-poh, di situ Ting-cing Suthay diancam dan dipaksa oleh Ciong Tin dari Ko-san-pay, kemudian dikerubut pula oleh orang-orang berkedok, untung Lenghou Tiong keburu datang membantu lagi, tapi lantaran luka Ting-cing Suthay cukup parah, akhirnya wafat dengan tenang.
"Ya, jelas sudah bahwa kawanan bangsat Ko-san-pay telah menyamar sebagai orang Mo-kau untuk memaksa Suci menyetujui peleburan Ngo-gak-kiam-pay," kata Ting-yat Suthay. "Hm, sungguh keji dan kejam amat rencana mereka. Jika mereka sudah berada dalam cengkeraman musuh, maka sukarlah bagi Suci untuk menolak ancaman mereka."
Sampai di sini suaranya menjadi lemah, ia terengah-engah sejenak, lalu menyambung, "Ting-cing Suci dikepung musuh di Sian-he-nia, rupanya beliau mengetahui pihak lawan bukan orang-orang yang mudah dihadapi, maka dia telah mengirim merpati pos untuk minta bantuan kepada kami. Tak terduga ... tak terduga hal ini pun sudah berada dalam perhitungan musuh dan kita telah dicegat di sini."
Melihat keadaan Ting-yat yang sudah lemah itu, murid Ting-sian yang bernama Gi-bun membujuknya, "Susiok, harap kau mengaso saja, biar Tecu yang menceritakan pengalaman kita ini."
"Pengalaman apa" Sudah terang musuh telah menyerbu Cui-gwe-am di malam buta dan pertempuran terus berjalan sampai hari ini," kata Ting-yat.
Gi-bun mengiakan, namun diuraikan juga secara singkat apa yang sudah terjadi selama beberapa hari akhir-akhir ini.
Kiranya orang-orang Ko-san-pay yang menyerbu Cui-gwe-am di tengah malam buta itu pun pakai kedok dan menyamar sebagai anggota Mo-kau. Diserang secara besar-besaran dan mendadak, rombongan Hing-san-pay hampir-hampir saja mengalami nasib pemusnahan keseluruhannya. Untung para nikoh Cui-gwe-am itu pun terhitung suatu aliran persilatan tersendiri selama beberapa angkatan, di dalam biara itu masih tersimpan lima batang Liong-coan-po-kiam, pedang wasiat gemblengan khas Kota Liong-coan. Ketua Cui-gwe-am, Jing-hiau Suthay, dalam keadaan bahaya telah membagi-bagikan pedang pusakanya kepada Ting-sian dan Ting-yat, dengan pedang pusaka yang sanggup memotong besi seperti merajang sayur itu, banyak sekali senjata pihak musuh telah dikutungi dan tidak sedikit juga melukai pihak lawan. Dengan demikian rombongan Ting-sian dapat bertempur sambil mengundurkan diri sampai di lembah pegunungan ini.
Lembah gunung ini dahulunya terdapat tambang besi, selama beberapa tahun terkenal sebagai "Lembah Tempat Pedang". Kemudian simpanan baja di lembah itu habis digali, tempat gembleng pedang berpindah tempat, hanya tinggal sisa-sisa tungku dan rumah pembakaran yang pernah dihuni itu. Berkat rumah-rumah pembakaran itu pula orang-orang Hing-san-pay dapat bertahan sekian hari dan tidak sampai musnah. Orang-orang Ko-san-pay sudah mulai mengumpulkan kayu dan rumput kering dan akan membakar hidup-hidup mereka, coba kalau datangnya Lenghou Tiong terlambat setengah hari saja pasti keadaan sudah runyam.
Ting-yat Suthay tidak sabar mendengarkan cerita Gi-bun itu, dia hanya mendelik ke arah Lenghou Tiong. Mendadak ia berkata, "Kau ... kau sangat baik. Tapi mengapa kau dipecat oleh gurumu, katanya kau berkomplot dengan pihak Mo-kau?"
"Tecu kurang teliti dalam pergaulan, tatkala itu memang benar berkenalan dengan beberapa tokoh dari Mo-kau," sahut Lenghou Tiong.
"Hm, binatang-binatang seperti kaum Ko-san-pay ini terang lebih jahat daripada orang Mo-kau," jengek Ting-yat Suthay. "Huh, apakah orang-orang yang menamakan dirinya beng-bun-cing-pay selalu lebih baik daripada Mo-kau?"
Tiba-tiba Gi-ho menyela, "Lenghou-suheng, bukan maksudku hendak mengolok-olok gurumu, padahal dia mengetahui bahwa Hing-san-pay kami sedang mengalami kesukaran, tapi dia sengaja berpeluk tangan tak mau membantu, di dalam hal ini bukan mustahil ... bukan mustahil dia sudah menyetujui peleburan Ngo-gak-kiam-pay sebagaimana disarankan oleh Ko-san-pay."
Tergerak hati Lenghou Tiong, ia merasa ucapan Gi-ho itu bukannya tidak mungkin. Tapi sejak kecil ia sudah memuja sang guru, dalam hati sedikit pun tidak pernah timbul rasa kurang hormatnya kepada beliau. Maka jawabnya, "Kukira suhu tidak sengaja tinggal diam, besar kemungkinan beliau ada urusan penting lain, maka ... maka ...."
Sejak tadi Ting-sian memejamkan mata buat menghimpun semangat, kini perlahan-lahan ia membuka mata dan berkata, "Hing-san-pay mengalami bencana, semuanya berkat bantuan Lenghou-siauhiap, budi kebaikan ini ...."
"Ah, Tecu hanya melakukan kewajiban sekadarnya, ucapan Supek tak berani kuterima," cepat Lenghou Tiong menjawab.
Ting-sian menggeleng, katanya, "Lenghou-siauhiap tidak perlu merendah diri. Gak-suheng sendiri tidak sempat, maka murid pertamanya yang dikirim ke sini untuk membantu juga sama saja. Gi-ho, kau jangan sembarang omong dan kurang hormat kepada orang tua."
"Tecu tidak berani," sahut Gi-ho sambil membungkuk tubuh. "Cuma ... cuma Lenghou-suheng sudah diusir dari Hoa-san-pay, Gak-supek tidak mengakui dia lagi sebagai murid. Kedatangannya juga bukan atas suruhan Gak-supek."
"Kau memang selalu tidak mau kalah dan suka berdebat saja," ujar Ting-sian dengan tersenyum. Dasar wataknya memang halus, selamanya tidak pernah bersuara bengis kepada anak muridnya.
Mendadak Gi-ho menghela napas dan berkata pula, "Ai, kalau Lenghou-suheng adalah wanita tentu segalanya akan menjadi baik."
"Sebab apa?" tanya Ting-sian Suthay.
"Dia sudah dipecat oleh Hoa-san-pay dan tidak punya ikatan keluarga lagi, jika dia wanita tentu dapat masuk menjadi anggota Hing-san-pay kita," sahut Gi-ho. "Dia telah bahu-membahu dengan kita menghadapi segala kesukaran, sudah mirip orang sendiri ...."
"Ngaco-belo! Sudah begini besar, bicaramu masih seperti anak kecil saja," bentak Ting-yat Suthay.
Sebaliknya Ting-sian tetap tersenyum, katanya, "Gak-suheng hanya salah paham saja, kelak bila sudah jelas duduknya perkara tentu Lenghou-siauhiap akan diterima kembali dan justru tenaga Lenghou-siauhiap akan sangat diandalkan. Seumpama dia tidak mau kembali ke Hoa-san-pay lagi, dengan ilmu silatnya yang tinggi dan keluhuran budinya, andaikan dia mau mendirikan aliran tersendiri juga bukan soal sulit."
"Tepat sekali ucapan Supek," The Oh menimbrung. "Lenghou-suheng, begitu jahat orang-orang Hoa-san-pay terhadap kau, kenapa tidak kau dirikan suatu ... suatu Lenghou-pay saja" Hm, apa kau mesti kembali lagi ke Hoa-san-pay, memangnya kau kepingin?"
Lenghou Tiong bersenyum getir, katanya, "Dorongan Supek benar-benar sangat membesarkan hati Tecu. Tapi semoga kemudian hari suhu sudi memaafkan kesalahan Tecu dan berkenan kembali ke dalam perguruan, selain itu Tecu tidak punya keinginan lain lagi."
"Kau tidak punya keinginan lain" Bagaimana dengan siausumoaymu?" tanya Gi-ho yang berwatak lugu dan suka bicara blakblakan itu.
Lenghou Tiong menggeleng, katanya ke pokok persoalan lain, "Marilah kita selesaikan layon para suci dan sumoay yang gugur. Apa mesti dikebumikan atau diperabukan?"
"Ya, kira perabukan saja mereka," ujar Ting-sian Suthay dengan suara rada parau melihat sekian anak muridnya bergelimpangan menjadi korban keganasan orang. Karena itu beberapa muridnya kembali menangis lagi.
Ada beberapa murid Hing-san-pay sudah tewas beberapa hari yang lalu, ada pula yang menggeletak jauh di sana, beramai-ramai Gi-ho dan lain-lain mengumpulkan jenazah saudara-saudara seperguruan itu sembari mencaci maki kekejaman orang Ko-san-pay.
Selesai mengurusi jenazah hari pun sudah gelap. Malam itu lantas mereka lewatkan di lembah pegunungan sunyi itu. Besok paginya para murid Hing-san-pay mengusung Ting-sian dan Ting-yat Suthay serta saudara-saudara seperguruan yang terluka ke Kota Liong-coan. Dari situ mereka melanjutkan perjalanan melalui sungai, mereka menyewa empat buah perahu berkabin dan menuju ke utara.
Khawatir orang Ko-san-pay menyerang pula di tengah jalan, Lenghou Tiong ikut dalam rombongan Hing-san-pay itu.
Untuk menghindarkan prasangka jelek, Gi-lim sengaja menumpang di perahu lain. Setiap hari Lenghou Tiong omong-omong dengan Gi-ho, The Oh, Cin Koan, dan lain-lain sehingga tidak begitu kesepian. Sementara itu keadaan Ting-sian dan Ting-yat Suthay sudah berangsur baik sesudah perahu mereka lewat Ci-tong-kan.
Sampai di muara Sungai Tiangkang, mereka lantas ganti sewa perahu lain dan berlayar ke mudik, ke hulu sungai di sebelah barat. Perjalanan yang agak lambat itu diperkirakan setiba di Hankau semua orang yang terluka sudah dapat sembuh, di situ mereka dapat mendarat lalu melanjutkan perjalanan ke muara untuk pulang ke Hing-san.
Suatu hari sampailah mereka di muara Danau Hoan-yang-oh, perahu mereka berlabuh di tepi Kota Kiukang. Perahu yang mereka tumpangi sekarang adalah perahu layar yang amat besar, beberapa puluh orang berkumpul menjadi satu kapal. Di waktu malam Lenghou Tiong tidur bersama para kelasi dan juru mudi di buritan.
Tengah malam itu, tiba-tiba Lenghou Tiong mendengar di tepi sungai sana ada suara tepukan tangan yang perlahan, berturut-turut bertepuk tiga kali, berhenti sejenak lalu bertepuk tiga kali pula. Menyusul seorang di atas perahu sebelah barat juga balas tepuk tangan tiga kali berhenti sebentar, lalu bertepuk lagi tiga kali.
Tepuk tangan itu sebenarnya tidak keras, tapi lwekang Lenghou Tiong sekarang sudah amat tinggi, dengan sendirinya daya pendengarannya juga sangat tajam. Begitu mendengar suara yang aneh segera ia terjaga bangun. Ia tahu tepukan tangan itu adalah kode di antara orang-orang Kangouw yang saling memberi isyarat.
Selama beberapa hari Lenghou Tiong selalu waspada dan mengawasi gerak-gerik sepanjang sungai kalau-kalau musuh menyerang secara mendadak. Pikirnya, "Coba kulihat siapa yang datang. Jika mereka bermaksud jahat kepada Hing-san-pay akan kubereskan saja secara diam-diam supaya tidak mengejutkan Ting-sian Suthay dan lain-lain."
Ia memandang ke perahu di sebelah barat sana, tertampak sesosok bayangan melompat ke daratan. Cepat Lenghou Tiong ikut melompat ke tepi sungai dengan enteng sekali, lalu mengitar di belakang sederetan keranjang yang berisi guci minyak yang siap di tepi sungai itu, terus menyusur lebih dekat ke sana.
Terdengar suara seorang sedang berkata, "Nikoh-nikoh di atas kapal itu memang tenar dari Hing-san-pay."
Lenghou Tiong berjongkok dengan diam, terdengar seorang lagi menjawab, "Lalu bagaimana baiknya" Apakah kita turun tangan malam ini juga atau tunggu sesudah hari terang" Apakah kau mengetahui tokoh-tokoh Hing-san-pay mana yang ikut datang?"
Yang pertama tadi berkata, "Kudengar para nikoh itu ada yang memanggil suhu dan ada yang memanggil supek, jelas Ting-sian dan Ting-yat kedua nikoh tua itu berada bersama mereka, Ting-cing sudah jelas mati di Hokkian. Menghadapi nikoh-nikoh tua itu kita harus hati-hati. Pernah kusaksikan Ting-cing bertempur dengan orang di Soatang, kedua telapak tangannya yang bekerja naik-turun itu sekaligus pernah merobohkan tiga lawan tangguh terkenal di Soatang. Kabarnya kepandaian Ting-sian lebih tinggi pula daripada Ting-yat."
"Jika begitu kukira lebih baik kita berunding dulu dengan para kawan kita," kata temannya tadi.
"Tapi menurut pendapatku, asalkan kita berusaha merintangi keberangkatan kawanan nikoh ini ke barat kan urusan menjadi beres?" kata yang lain. "Jika kita berunding dengan teman-teman kan menandakan kita berdua terlalu bodoh."
Dalam pada itu Lenghou Tiong telah merunduk lebih dekat, di bawah sinar bulan bintang yang remang-remang dilihatnya seorang berperawakan tegap, muka penuh godek mirip duri landak. Seorang lagi hanya tertampak dari samping, cuma raut mukanya kelihatan panjang lancip, orang ini kedengaran sedang menjawab, "Namun melulu kekuatan Pek-kau-pang kita jelas kita tak mampu melawan mereka. Apalagi kalau bertempur secara terang-terangan."
"Siapa bilang bertempur secara terang-terangan?" ujar si godek. "Biarpun ilmu silat kawanan nikoh itu sangat tinggi, kalau sudah kecebur di dalam air apa yang bisa mereka lakukan" Besok kita tunggu saja kalau kapal mereka sudah dilepas ke tengah sungai, kita lantas selulup ke dalam sungai untuk membobol perahu mereka, dengan demikian masakah mereka takkan tertawan satu per satu?"
"Akal ini sangat bagus," seru si muka lancip. "Dengan jasa besar ini nama Pek-kau-pang (Gerombolan Ular Putih) kita tentu akan tambah gemilang di Kangouw. Cuma aku masih mengkhawatirkan sesuatu."
"Mengkhawatirkan apa?" tanya si godek.
"Ngo-gak-kiam-pay mereka telah berserikat, kukhawatir bila Bok-taysiansing dari Heng-san-pay mengetahui perbuatan kita, mungkin sekali dia akan mencari perkara kepada Pek-kau-pang kita."
"Hm, selama ini kita pun sudah kenyang dibuat bulan-bulanan oleh Heng-san-pay. Sebaliknya sekali ini kalau kita tidak berusaha mati-matian, kelak kalau kita ada urusan tentu kawan-kawan lain juga takkan membantu. Padahal kalau usaha besar kali ini berhasil, boleh jadi Heng-san-pay akan ikut dihancurkan pula, perlu apa mesti takut kepada seorang Bok-taysiansing segala?"
"Baik, kuterima usulmu," sahut si muka lancip akhirnya. "Sekarang juga kita kumpulkan anak buah yang mahir menyelam."
Pada saat itulah Lenghou Tiong lantas melompat ke luar, dengan gagang pedang ia ketok belakang kepala si muka lancip, kontan orang itu jatuh kelengar. Si godek lantas memukul, tapi tahu-tahu thay-yang-hiat di pelipisnya telah kena ditonjok oleh gagang pedang Lenghou Tiong, seperti gasingan saja si godek berputar-putar dan akhirnya jatuh terduduk.
Pedang Lenghou Tiong menebas, dua buah tutup keranjang guci minyak telah dipotong, lalu kedua orang itu diangkatnya untuk dijebloskan ke dalam guci minyak yang penuh berisi minyak sayur. Rupanya guci-guci minyak itu disiapkan untuk esok harinya akan dimuat ke dalam perahu.
Begitu kedua orang itu masuk guci minyak, seketika mulut dan hidung mereka terendam, karena kerendam minyak dingin mereka lantas siuman malah dan kontan gelagapan karena tercekok minyak.
Tiba-tiba ada orang berkata di belakang, "Jangan mengganggu jiwa mereka, Lenghou-siauhiap!"
Itulah suara Ting-sian Suthay.
Lenghou Tiong terperanjat karena datangnya Ting-sian itu ternyata sama sekali tak diketahuinya. Segera ia mengiakan sembari mengendurkan tangannya yang menahan di atas kepala kedua orang itu.
Begitu merasa tekanan di atas kepala sudah kendur, segera kedua orang itu bermaksud melompat ke luar. Tapi Lenghou Tiong keburu berkata dengan tertawa, "Eh, jangan bergerak!"
Berbareng pedangnya mengetok pula batok kepala kedua orang sehingga mereka dipaksa ke dalam guci minyak lagi.
Kedua orang itu meringkuk di dalam guci minyak dan terendam minyak sampai sebatas leher, mata mereka terbelalak bingung karena tidak mengetahui cara bagaimana mereka bisa mengalami nasib demikian.
Dalam pada itu sesosok bayangan tampak melompat dari atas perahu, kiranya Ting-yat Suthay adanya. Dia bertanya, "Suci, apakah ada yang tertangkap?"
"Ternyata dua tongcu dari Pek-kau-pang di Lembah Kiukang sini, Lenghou-siauhiap hanya bercanda saja dengan mereka," sahut Ting-sian. Lalu ia berpaling kepada si godek dan bertanya, "Saudara she Ih atau she Ce" Apakah Su-pangcu baik-baik saja?"
Si godek memang she Ih, sahutnya dengan heran, "Aku she Ih, dari ... dari mana kau tahu" Su-pangcu kami sangat baik."
Dengan tersenyum Ting-sian berkata, "Ih-tongcu dan Ce-tongcu dari Pek-kau-pang di dunia Kangouw terkenal sebagai "Tiangkang-siang-hui-hi" (Dua Ikan Terbang di Sungai Tiangkang), nama kebesaran kalian sudah lama seperti bunyi guntur memekak telingaku."
Kiranya Ting-sian Suthay adalah seorang yang sangat teliti dalam segala hal, meski dia jarang berkelana, tapi macam-macam tokoh dari berbagai golongan dan aliran cukup dipahaminya. Si godek she Ih dan si muka lancip she Ce ini sebenarnya cuma jago kelas tiga atau empat di dunia persilatan, tapi begitu melihat raut mukanya tadi ia lantas dapat menduga asal usulnya.
Si muka lancip tampak sangat senang karena pujian Ting-sian, sahutnya, "Ah, mana kami berani terima istilah seperti guntur memekak telinga."
Mendadak Lenghou Tiong kerahkan tenaga dan menekan kepala kedua orang itu ke dalam minyak, lalu dikendurkan lagi, katanya dengan tertawa, "Aku pun sudah lama mendengar nama kebesaran kalian seperti minyak menyusup ke dalam telinga."
Keruan si muka lancip menjadi gusar. "Kau ... kau ...." ia bermaksud memaki, tapi tidak berani.
"Setiap pertanyaanku harus kau jawab dengan sejujurnya, jika dusta sedikit saja segera akan kubikin kalian "Ikan Terbang Sungai Tiangkang" menjadi "Belut Mati Terendam Minyak"," habis berkata ia terus tekan pula kepala si godek she Ih ke dalam minyak.
Ting-sian dan Ting-yat tersenyum geli, mereka sama pikir, "Pemuda ini menang nakal. Tapi caranya ini juga cara paling bagus untuk memaksa pengakuan dari tawanan."
Begitulah Lenghou Tiong lantas mulai bertanya, "Pek-kau-pang kalian mulai kapan berkomplot dengan Ko-san-pay" Siapa yang suruh kalian membikin susah Hing-san-pay?"
"Berkomplot lengan Ko-san-pay inilah aneh?" sahut si godek. "Para kesatria Ko-san-pay tiada satu pun yang kami kenal."
"Haha, pertanyaan pertama saja sudah tidak kau jawab dengan jujur, biar kau minum minyak lebih kenyang," seru Lenghou Tiong. Habis berkata, kembali ia tekan kepala orang itu sehingga kelabakan pula terendam minyak. Lalu katanya terhadap si muka lancip, "Lekas kau bicara terus terang, apakah kau juga ingin menjadi belut rendaman minyak?"
"Aku tidak ingin menjadi belut," sahut orang she Ce itu. "Tapi apa yang dikatakan Ih-toako tidaklah dusta, kami benar-benar tidak kenal tokoh Ko-san-pay. Lagi pula Ko-san-pay adalah kawan serikat Hing-san-pay sendiri, hal ini diketahui oleh setiap orang bu-lim, mana mungkin Ko-san-pay menyuruh kami membikin susah Hing-san-pay kalian."
Lenghou Tiong angkat pedangnya untuk melepaskan kepala she Ih itu, lalu bertanya pula, "Tadi kau mengatakan besok akan menenggelamkan kapal yang ditumpangi Hing-san-pay di tengah sungai, maksud kalian benar-benar keji, sebenarnya apa salahnya Hing-san-pay terhadap kalian?"
Ting-yat Suthay yang datang belakangan belum mengetahui apa sebabnya Lenghou Tiong mengompes kedua orang itu, sekarang demi mendengar keterangan itu, ia menjadi gusar dan membentak, "Bangsat kurang ajar, jadi kau bermaksud menenggelamkan kami."
Anak murid Hing-san-pay hampir seluruhnya adalah orang utara yang tidak dapat berenang, jika benar kapal mereka tenggelam di tengah sungai, maka sukar untuk menghindarkan diri dari mati tenggelam. Kalau dibayangkan sungguh mengerikan.
Khawatir kalau dibenamkan lagi ke dalam minyak, lekas-lekas orang she Ih itu mendahului menjawab, "Selamanya Hing-san-pay tiada permusuhan apa-apa dengan Pek-kau-pang kami yang tiada artinya ini, mana kami berani pula mencari perkara kepada Hing-san-pay kalian. Hanya saja kami ... kami menyangka kalian adalah sesama pemeluk agama Buddha, kepergian kalian ke arah barat besar kemungkinan akan memberikan bantuan, maka ... maka secara sembrono timbul maksud jelek kami. Tapi lain kali kami tidak berani lagi."
Makin mendengar makin bingung Lenghou Tiong, tanyanya, "Apa maksudmu sesama pemeluk agama dan memberi bantuan segala" Bicaralah yang jelas, bikin bingung saja."
"Ya, ya," sahut orang she Ih. "Meski Siau-lim-pay bukan satu di antara Ngo-gak-kiam-pay, tapi kami kira hwesio dan nikoh adalah orang satu keluarga ...."
"Kurang ajar!" mendadak Ting-yat membentak.
Orang she Ih itu kaget, tanpa disadari terus mengkeretkan tubuhnya sehingga kelabakan karena mulutnya kemasukan minyak.
Dengan menahan tawa Ting-yat menuding si muka lancip, "Lekas kau yang bicara!"
"Ya, ya," sahut orang she Ce. "Ada seorang "Ban-li-tok-heng" Dian Pek-kong, entah Suthay kenal baik tidak dengan dia?"
Ting-yat menjadi gusar, pikirnya Dian Pek-kong itu adalah manusia cabul, masakah dirinya seorang padri suci kenal baik dengan dia" Benar-benar suatu penghinaan besar, segera sebelah tangannya melayang, kontan ia hendak menempeleng orang she Ce.
Hina Kelana Balada Kaum Kelana Siau-go-kangouw Karya Jin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tapi Ting-sian Suthay keburu mencegah, katanya, "Sumoay jangan gusar, mungkin otak mereka sudah beku karena terendam minyak, maka bicara tak keruan."
Lalu ia tanya orang she Ce, "Ada apa tentang Dian Pek-kong?"
"Dian Pek-kong, Dian-toaya itu adalah sobat baik Su-pangcu kami," sambung orang she Ce. "Beberapa hari yang lalu Dian-toaya ...."
"Dian-toaya apa" Manusia kotor begitu sudah lama seharusnya dibunuh, tapi kalian malah berkawan dengan dia, ini menandakan Pek-kau-pang kalian juga bukan manusia baik-baik," kata Ting-yat dengar gusar.
Orang she Ce menjadi ketakutan, berulang-ulang ia hanya mengiakan saja.
"Kami hanya tanya apa sebabnya Pek-kau-pang kalian memusuhi Hing-san-pay, kenapa kau sebut-sebut pula Dian Pek-kong?" ujar Ting-yat pula. Lantaran dahulu Dian Pek-kong pernah mengganggu muridnya, yaitu Gi-lim, ia pun tidak berhasil membunuhnya, hal ini dianggapnya sebagai kejadian yang memalukan, maka ia merasa risi jika orang menyebut namanya Dian Pek-kong.
Kembali orang she Ce mengiakan, katanya, "Ya, ya. Soalnya kawan-kawan ingin menolong Yim-siocia, tapi khawatir orang-orang cing-pay membantu kaum hwesio, maka kami berdua yang sembrono ini ikut-ikut timbul pikiran baru ...."
Ting-yat tambah bingung mendengar cerita yang tak keruan juntrungannya itu, ia menghela napas dan berkata, "Suci, kedua orang dogol ini harus kau yang tanyai saja."
Ting-sian tersenyum, katanya kemudian, "Yim-siocia katamu, apakah kau maksudkan putri Yim-kaucu dari Tiau-yang-sin-kau yang dulu?"
Lenghou Tiong tergetar. "Apa yang mereka maksudkan adalah Ing-ing?" wajahnya berubah seketika dan tangan mengeluarkan keringat.
"Ini ... inilah kurang jelas," sahut orang she Ce. "Yang jelas beberapa waktu yang lalu Dian-toaya, eh keliru, Dian Pek-kong telah bertamu kepada Su-pangcu kami, katanya menurut rencana pada tanggal 15 bulan 12 yang akan datang ini para kawan beramai-ramai akan menyerbu Siau-lim-si untuk menyelamatkan Yim-siocia."
"Menyerbu Siau-lim-si" Apa kepandaian kalian sehingga berani menepuk lalat di atas kepala harimau" Kurang ajar benar keparat Dian Pek-kong itu," omel Ting-yat.
"Ya, ya, tentu saja kami tak mampu apa-apa," sahut orang she Ce.
"Kukira Dian Pek-kong itu hanya bertugas sebagai penghubung saja karena kakinya paling cepat," ujar Ting-sian. "Dalam urusan ini sesungguhnya siapa yang memegang pimpinan?"
Dari tadi orang she Ih diam saja, sekarang ia lantas menyela, "Ketika para kawan mendengar Yim-siocia dikurung oleh kepala gun ... eh, maksudku hwesio-hwesio dari Siau-lim-si, serentak semua orang menyatakan siap pergi menolong Yim-siocia, maka sukar dikatakan siapa yang pegang pimpinan."
Bab 88. Yim Ing-ing Disekap Dalam Siau-lim-si
"Apa kalian tidak takut kepada Tiau-yang-sin-kau (nama Mo-kau yang asli)?" tanya Ting-sian.
"Bila teringat kepada budi kebaikan Yim-siocia, betapa pun Tonghong-kaucu akan merintangi juga tak dipikir lagi oleh para kawan," sahut orang she Ih. "Semua kawan menyatakan, sekalipun badan hancur lebur bagi Yim-siocia juga rela."
Seketika itu timbul macam-macam pertanyaan dalam benak Lenghou Tiong, "Yim-siocia yang mereka katakan itu apakah benar Ing-ing adanya" Sebab apa dia ditahan oleh padri Siau-lim-si" Jika betul dia orang Mo-kau, mengapa Tonghong-kaucu dari Mo-kau malah akan merintangi orang-orang yang bermaksud menolongnya" Usianya masih muda belia, apa budi kebaikannya terhadap orang-orang lain" Mengapa orang-orang sebanyak ini siap berkorban baginya demi mendengar dia berada dalam bahaya" Melihat gelagatnya Ting-sian Suthay terang mengetahui lebih banyak daripadaku, entah dia akan tinggal diam atau akan pergi membantu pihak Siau-lim-pay?"
Terdengar Ting-sian Suthay berkata, "Kalian khawatir Hing-san-pay kami pergi membantu Siau-lim-pay, sebab itu kalian bermaksud menenggelamkan kapal kami?"
"Ya," sahut orang she Ce, "sebab kami pikir hwesio dan nikoh sama-sama itu ... ini ...."
"Sama-sama ini itu apa?" damprat Ting-yat dengan gusar.
"Ya, ya, ini ... itu ... hamba tidak berani banyak omong ...." kata orang she Ce dengan gelagapan.
"Sebelum tanggal 15 bulan 12 tiba, tentunya Pek-kau-pang kalian juga akan pergi ke Siau-lim-si bukan?" tanya Ting-sian.
"Hal ini tergantung perintah Su-pangcu," sahut orang she Ce dan she Ih bersama. Lalu yang she Ce menambahkan, "Karena kelompok-kelompok teman yang lain beramai-ramai akan pergi, rasanya Pek-kau-pang kami juga takkan ketinggalan."
"Kelompok-kelompok lain" Siapa-siapa saja mereka?" tanya Ting-sian.
"Menurut Dian ... Dian Pek-kong, katanya ada Hay-soa-pang dari Ciatkang, Hek-hong-hwe dari Soatang, Thian-ho-pang, Tiang-keng-pang ...." begitulah berturut-turut ia menyebut beberapa puluh gerombolan dan perkumpulan Kangouw.
Ting-yat mengerut kening, katanya, "Semuanya orang-orang sesat yang tidak punya pekerjaan yang baik. Biarpun berjumlah sebanyak itu juga belum tentu mampu melawan Siau-lim-pay."
Mendengar nama-nama yang disebut orang she Ce tadi ada sebagian pernah dikenalnya ketika di Ngo-pah-kang dahulu, maka Lenghou Tiong tambah yakin bahwa Yim-siocia yang dimaksudkan itu pastilah Ing-ing. Cepat ia ikut tanya, "Sebenarnya apa sebabnya pihak Siau-lim-pay menahan ... menahan Yim-siocia itu?"
"Entahlah, mungkin sekali kawanan hwesio Siau-lim-si itu terlalu kenyang makan dan iseng, maka sengaja cari gara-gara," sahut orang she Ce.
"Baiklah, silakan kalian pulang menyampaikan salam kami kepada Su-pangcu, katakan kami tidak sempat mampir. Perjalanan kami selanjutnya juga diharapkan bantuan kalian, semoga jangan mengirim orang membobol kapal yang kami tumpangi ini."
Berulang-ulang kedua orang Pek-kau-pang itu mengiakan dan menyatakan tidak berani.
Lalu Ting-sian berkata pula kepada Lenghou Tiong, "Malam yang tenang dan permai ini silakan Lenghou-siauhiap menikmati lebih jauh, maafkan kami tidak mengiringi lagi."
Habis berkata bersama Ting-yat mereka lantas melangkah kembali ke kapal.
Lenghou Tiong tahu nikoh tua itu sengaja menyingkir agar dirinya dapat tanya lebih jelas terhadap kedua orang Pek-kau-pang itu. Tapi seketika pikirannya menjadi kacau sehingga tidak tahu apa yang harus ditanyakan kepada mereka.
Ia berjalan mondar-mandir di tepi sungai, sebentar-sebentar berdiri termenung, lalu mondar-mandir lagi. Dilihatnya bayangan bulan bergerak-gerak di tengah riak air, mendadak teringat olehnya, "Hari ini sudah tanggal tua bulan 11. Padahal mereka beramai-ramai akan menuju Siau-lim-si pada tanggal 15 bulan 12, jadi waktunya sudah dekat. Hong-ting dan Hong-sing Taysu dari Siau-lim-pay sangat baik padaku, orang-orang yang bermaksud menolong Ing-ing pasti akan bertempur dengan Siau-lim-pay, tak peduli pihak mana yang menang, yang pasti kedua pihak tentu akan jatuh korban. Ada baik sekali jika sekarang aku mendahului pergi memohon Hong-ting Taysu agar suka membebaskan Ing-ing sehingga pertumpahan darah dapat dihindarkan, cara demikian kan sangat bagus" Sementara ini Ting-sian dan Ting-yat Suthay juga sudah pulih semua kesehatannya, meski tampaknya sudah tua dan sangat alim, tapi sesungguhnya Ting-sian Suthay adalah seorang tokoh bu-lim yang hebat, maka perjalanan pulang ke utara rasanya takkan mengalami sesuatu kesulitan. Cuma cara bagaimana aku harus mohon diri kepada mereka?"
Maklumlah, selama beberapa hari ini ia telah hidup berdampingan dengan para nona dan nikoh Hing-san-pay itu, mereka sangat hormat dan menyukainya, meski mereka memanggilnya "Lenghou-suheng", tapi sebenarnya menganggapnya seperti seorang paman guru mereka. Sekarang mendadak harus berpisah rasanya sukar untuk dikemukakan.
Tiba-tiba terdengar suara tindakan orang yang halus, dua orang perlahan-lahan mendekat. Kiranya adalah Gi-lim dan The Oh. Beberapa meter di hadapan Lenghou Tiong mereka lantas berhenti dan memanggil, "Lenghou-toako."
Cepat Lenghou Tiong memapak maju, tanyanya, "Rupanya kalian juga terjaga bangun!"
"Lenghou-toako," kata Gi-lim, "Ciangbun-supek suruh kami mengatakan padamu ...." sampai di sini suaranya menjadi rada tergagap, ia mengutik The Oh dan berkata, "Kau saja yang katakan padanya."
"Kau yang disuruh ciangbun-susiok untuk mengatakan padanya," ujar The Oh.
"Kau yang bicara juga sama saja," sahut Gi-lim.
"Lenghou-toako," The Oh lantas menyambung, "ciangbun-susiok bilang, budi besar tidak perlu menonjolkan rasa terima kasih, yang pasti selanjutnya segala urusan Hing-san-pay siap di bawah perintahmu. Jika engkau ingin pergi ke Siau-lim-si buat menolong Yim-siocia, maka kami sekalian pasti akan ikut berusaha sepenuh tenaga."
Lenghou Tiong menjadi heran, pikirnya, "Aku toh tidak menyatakan akan pergi menolong Ing-ing, dari mana Ting-sian Suthay mengetahui" Ai, benarlah! Ketika para pahlawan berkumpul di Ngo-pah-kang, semuanya menyatakan hendak menyembuhkan penyakitku, sudah tentu usaha mereka disebabkan keseganan mereka terhadap Ing-ing. Kejadian itu telah menggegerkan dunia Kangouw dan diketahui setiap orang, sudah tentu Ting-sian Suthay juga mendengar akan peristiwa itu."
Teringat akan hal ini, tanpa terasa mukanya menjadi merah.
Dalam pada itu The Oh telah menyambung lagi, "Ciangbun-susiok bilang, soal ini paling baik jangan pakai kekerasan. Beliau dan Ting-yat Susiok berdua saat ini sudah menyeberangi sungai terus menuju ke Siau-lim-si untuk memohon Hong-ting Taysu sudi membebaskan Yim-siocia, adapun kami di bawah pimpinan Lenghou-toako boleh menyusul ke sana secara perlahan-lahan."
Seketika Lenghou Tiong tertegun mendengar cerita itu, untuk sejenak ia tidak sanggup bicara. Ketika memandang ke tengah sungai, benar juga tertampak sebuah sampan kecil dengan layar putih sedang laju ke utara. Tak terkatakan perasaannya saat itu. Ia berterima kasih dan malu pula. Katanya di dalam hati, "Kedua Suthay adalah orang alim di dalam agama, orang kosen pula di dalam bu-lim, jika mereka sudi tampil ke muka untuk mohon kemurahan hati Siau-lim-pay cara ini adalah paling baik memang daripada seorang keroco yang tiada artinya seperti diriku ini. Besar kemungkinan Hong-ting Taysu akan membebaskan Ing-ing atas permohonan Ting-sian dan Ting-yat Suthay."
Berpikir demikian, hatinya menjadi lega pula. Ia berpaling, dilihatnya orang she Ih dan she Ce tadi masih longak-longok di dalam guci minyak dan tidak berani merangkak ke luar. Mengingat maksud tujuan kedua orang itu pun hendak menolong Ing-ing, sekarang dirinya memperlakukan mereka secara demikian, timbul rasa tidak enak dalam hati Lenghou Tiong. Cepat ia mendekati mereka sambil memberi hormat, katanya, "Lantaran kecerobohanku tadi sehingga membikin susah "Tiangkang-siang-hui-hi" berdua kesatria, soalnya memang aku tidak tahu duduknya perkara, maka diharap kalian sudi memaafkan."
Sudah tentu Sepasang Ikan Terbang dari Tiangkang itu terheran-heran melihat sikap Lenghou Tiong yang aneh itu, mula-mula garang terhadap mereka, tapi sekarang memberi hormat dan minta maaf segala. Cepat mereka pun merangkap tangan dan membalas hormat. Karena kelakuan mereka yang sibuk itu, minyak sayur yang merendam mereka lantas muncrat sehingga Lenghou Tiong, Gi-lim, dan The Oh kecipratan tetesan minyak.
Dengan tersenyum Lenghou Tiong manggut-manggut, katanya terhadap Gi-lim dan The Oh, "Marilah kita kembali saja."
Sampai di atas kapal, para murid Hing-san-pay sama sekali tidak menyinggung lagi urusan itu. Sampai Gi-ho dan Cin Koan yang biasanya suka usilan juga tidak tanya satu kata pun kepada Lenghou Tiong. Agaknya sebelum berangkat Ting-sian Suthay telah memberi pesan demikian kepada mereka agar tidak membikin rikuh Lenghou Tiong.
Walaupun dalam hati Lenghou Tiong sangat berterima kasih, tapi demi melihat lagak lagu beberapa murid Hing-san-pay memperlihatkan wajah tersenyum-senyum aneh, mau tak mau ia merasa kikuk juga. Pikirnya, "Dari sikap mereka ini jelas kelihatan mereka yakin Ing-ing adalah kekasihku. Padahal hubunganku dengan Ing-ing boleh dikata suci bersih, selamanya tidak pernah bicara satu patah kata mesra yang menyangkut laki-laki dan perempuan. Tapi mereka tidak tanya, cara bagaimana aku memberi penjelasan?"
Ketika berhadapan dengan Cin Koan dan melihat sorot mata si nona berkedip-kedip penuh arti menggoda, tak tahan lagi Lenghou Tiong lantas berkata, "Sama sekali bukan begitu halnya, kau ... kau jangan menduga sembarangan."
"Aku menduga sembarangan apa?" sahut Cin Koan tertawa.
Dengan muka merah Lenghou Tiong berkata, "Aku dapat terka pikiranmu."
"Terka apa?" tanya Cin Koan.
Belum Lenghou Tiong menanggapi, tiba-tiba Gi-ho menyela, "Cin-sumoay, jangan banyak bicara lagi, apa kau sudah lupa akan pesan supek?"
"Ya, ya, aku masih ingat," sahut Cin Koan sambil dekap mulut dan menahan tawa.
Waktu Lenghou Tiong berpaling, dilihatnya Gi-lim duduk menyendiri di pojok sana dengan wajah pucat, sikapnya sangat dingin. Tergerak hati Lenghou Tiong, pikirnya, "Entah apa yang sedang direnungkannya" Mengapa dia tidak mau bicara dengan aku?"
Dengan termangu-mangu Lenghou Tiong memandanginya, tiba-tiba teringat ketika dirinya terluka di luar Kota Heng-san dan dibawa lari dalam pangkuan Gi-lim, tatkala itu betapa perhatian dan mesranya dia terhadapnya, sama sekali berbeda daripada sikapnya yang dingin dan tak acuh seperti sekarang ini. Apa sebabnya"
Begitulah ia memandang dengan kesima, sebaliknya Gi-lim tetap diam saja seperti orang sedang semadi.
"Lenghou-suheng!" tiba-tiba Gi-ho memanggil.
Tapi Lenghou Tiong tidak mendengar, ia tidak menjawab.
"Lenghou-suheng!" kembali Gi-ho memanggil dengan lebih keras.
Dengan terkejut Lenghou Tiong menoleh, sahutnya, "O, ada apa?"
"Ciangbun-supek memberi pesan apakah besok kita akan tetap meneruskan perjalanan dengan kapal atau ganti melalui daratan, katanya terserah kepada keinginan Lenghou-suheng."
Sesungguhnya di dalam hati Lenghou Tiong sangat ingin meneruskan perjalanan darat agar bisa lekas-lekas mendapat beritanya Ing-ing, tapi ketika melirik, dilihatnya kelopak mata Gi-lim berlinang air mata dan harus dikasihani, terpikir olehnya, "Mereka tentu menyangka aku terburu-buru ingin menjumpai Ing-ing, padahal tiada terkandung pikiranku demikian."
Maka katanya kemudian, "Ciangbun Suthay suruh kita menyusulnya perlahan-lahan, maka biarlah kita tetap menumpang kapal saja. Rasanya kaum Pek-kau-pang takkan berani mengganggu kita lagi."
"Apakah kau tidak khawatir lagi?" tanya Cin Koan dengan tertawa.
Muka Lenghou Tiong menjadi merah. Belum dia menjawab, tiba-tiba Gi-ho membentak, "Cin-sumoay, anak perempuan kecil, kenapa selalu usil?"
"Aku sih tidak usil!" sahut Cin Koan dengan tertawa. "Omitohud, aku hanya sedikit khawatir."
Begitulah besoknya kapal mereka terus menempuh arus ke hulu sungai. Lenghou Tiong memerintahkan juru mudi menjalankan perahu menyusur tepian untuk menjaga kalau-kalau orang Pek-kau-pang mengganggu lagi. Tapi setiba di wilayah Oupak tidak pernah terjadi apa-apa.
Untuk selanjutnya selama beberapa hari Lenghou Tiong tidak banyak pasang omong dengan anak murid Hing-san-pay itu. Setiap malam bila perahu berlabuh ia suka mendarat untuk minum arak, kembalinya tentu dalam keadaan mabuk.
Hari itu perahu mereka membelok ke utara menuju ke hulu Han-sui, malamnya perahu mereka berlabuh di suatu kota kecil Keh-bin-to. Kembali Lenghou Tiong mendarat pula untuk minum arak.
Keh-bin-to itu hanya ada 20-an rumah, dia minum beberapa kati arak di suatu kedai arak yang sepi dan sederhana. Tiba-tiba timbul pikirannya, "Entah bagaimana keadaan luka siausumoay" Agaknya obat yang diantar Gi-cin dan Gi-leng itu akan dapat menyembuhkan lukanya. Dan bagaimana pula luka Lim-sute" Jika Lim-sute tak bisa disembuhkan, lantas bagaimana dengan siausumoay?"
Sampai di sini ia menjadi terkesiap sendiri, pikirnya, "Wahai Lenghou Tiong, kau benar-benar manusia yang rendah. Kau mengharapkan luka siausumoay lekas sembuh, tapi kau menginginkan pula kematian Lim-sute oleh lukanya yang parah. Apa sesudah Lim-sute mati lantas siausumoay akan kawin dengan kau?"
Karena terlalu iseng, berturut-turut ia menghabiskan pula beberapa mangkuk arak. Lalu berpikir lagi, "Entah siapa yang membunuh Lo Tek-nau dan patsute" Mengapa orang itu menyerang Lim-sute pula" Ai, berturut-turut Hoa-san-pay kehilangan beberapa murid, boleh dikata banyak mematahkan kekuatannya. Entah bagaimana pula keadaan suhu dan sunio sekarang ini?"
Ia angkat mangkuk arak, sekali tenggak kembali dihabiskan isinya. Kedai kecil itu tiada penganan-penganan teman arak, yang ada cuma kacang goreng. Maka Lenghou Tiong mencomot beberapa biji kacang goreng ke dalam mulutnya.
Tiba-tiba terdengar suara orang menghela napas di belakangnya sambil berkata, "Ai, laki-laki di dunia ini sembilan dari sepuluh orang berhati palsu."
Lenghou Tiong menoleh dan memandang ke arah orang yang bicara itu, di bawah cahaya lilin yang rada guram ternyata di dalam kedai arak itu selain dirinya hanya ada seorang lagi yang mendekam di atas meja di pojok sana. Di atas meja tertaruh poci dan cawan arak, pakaian orang itu compang-camping, melihat keadaannya tidak menyerupai orang yang terpelajar.
Kembali Lenghou Tiong menenggak araknya tanpa ambil pusing kepada orang itu. Ketika ia hendak mengisi mangkuknya lagi, ternyata isi poci sudah kosong.
Terdengar orang di belakangnya berkata pula, "Lantaran kau, orang telah dikurung di tempat yang gelap gulita, tapi kau sendiri malah berkecimpung di tengah-tengah pupur dan gincu, baik nona cilik maupun nikoh yang gundul dan nenek-nenek, semuanya jadi. Ai, sungguh kasihan dan harus disesalkan."
Lenghou Tiong tahu yang dimaksudkan orang itu pasti dirinya, ia tidak menoleh, pikirnya, "Siapakah orang ini" Dia mengatakan "lantaran kau orang telah dikurung di tempat gelap gulita", apa yang dia maksudkan adalah Ing-ing" Mengapa Ing-ing sampai terkurung lantaran diriku?"
Karena sengaja ingin mendengar lebih banyak, maka ia diam saja. Terdengar orang itu berkata pula, "Justru banyak manusia-manusia yang tidak bersangkutan suka ikut campur urusan, katanya siap pergi menolong orang meski jiwa bakal melayang. Tapi mereka justru ingin berebut menjadi kepala, urusan belum dikerjakan sudah saling baku hantam sendiri. Ai, urusan Kangouw ini membuat aku merasa sebal."
Tanpa menoleh sedikit pun Lenghou Tiong terus melompat ke belakang, dengan tepat ia jatuh ke bawah dan duduk di hadapan orang itu sembari tangan masih memegangi mangkuk arak, katanya, "Cayhe tidak paham urusan-urusan itu, mohon Lauheng (saudara) sudi memberi petunjuk."
Tapi orang itu tetap berdekap di atas meja tanpa mengangkat kepala, katanya, "Ai, betapa senangnya tentu sebanyak itu pula dosamu. Para nona dan nikoh Hing-san-pay agaknya malam ini akan tertimpa bencana."
Lenghou Tiong tambah kejut, cepat ia berbangkit dan memberi hormat, katanya, "Harap Cianpwe terima salam hormat Lenghou Tiong ini dan mohon suka memberi petunjuk-petunjuk yang berguna."
Mendadak dilihatnya di sisi bangku yang diduduki orang itu tertaruh sebuah rebab tua, tiba-tiba hati Lenghou Tiong tergerak, tahulah dia siapa gerangan orang ini. Cepat ia menyembah dan berkata, "Wanpwe Lenghou Tiong beruntung dapat berjumpa dengan Bok-supek dari Heng-san. Maafkan tadi telah kurang hormat."
Baru sekarang orang itu mengangkat kepalanya, sorot matanya yang tajam menatap sekejap ke arah Lenghou Tiong. Memang betul dia adalah "Siau-siang-ya-uh" Bok-taysiansing, itu ketua Heng-san-pay. Dia mendengus, lalu menjawab, "Aku tidak berani terima panggilan supek. Lenghou-tayhiap, selama beberapa hari ini kau benar-benar senang."
"Harap Bok-supek maklum," sahut Lenghou Tiong sambil membungkuk tubuh. "Tecu diperintahkan Ting-sian Supek agar ikut para suci dan sumoay dari Hing-san-pay menuju ke Siau-lim-si. Walaupun Tecu rada sembrono, tapi sedikit pun tidak berani berbuat kurang sopan terhadap para suci dan sumoay Hing-san-pay itu."
"Ai, sudahlah, silakan duduk saja," kata Bok-taysiansing sambil menghela napas. "Apakah kau tidak tahu bahwa orang Kangouw telah geger dan ramai membicarakan dirimu."
"Kelakuan Wanpwe memang rada sinting dan kurang prihatin, sampai-sampai perguruan sendiri juga tidak dapat memberi ampun, maka terhadap omongan iseng di kalangan Kangouw tak dapat Wanpwe ambil pusing lagi," sahut Lenghou Tiong dengan tersenyum pahit.
"Hm, jika kau rela dianggap sebagai pemuda bangor, tentu orang lain juga takkan peduli," jengek Bok-taysiansing. "Tapi nama baik Hing-san-pay selama beberapa ratus tahun itu ikut runtuh di tanganmu, apakah sedikit pun kau tidak punya perasaan. Dunia Kangouw telah geger, katanya kau seorang laki-laki telah bercampur baur di tengah gerombolan nona-nona jelita dan nikoh muda Hing-san-pay. Jangankan nama bersih berpuluh nona yang masih perawan itu ternoda, sampai-sampai suthay-suthay tua yang suci bersih itu pun ikut-ikut dibuat bahan tertawaan. Hal ini benar-benar sudah keterlaluan."
Serentak Lenghou Tiong melompat bangun sambil meraba pedangnya, serunya, "Entah siapa yang sengaja menyiarkan kabar bohong yang tidak berdasar dan memalukan itu" Mohon Bok-supek memberi tahu."
"Apakah kau bermaksud membunuh mereka?" tanya Bok-taysiansing. "Hm, orang Kangouw yang bicara tentang dirimu sedikitnya beribu-ribu banyaknya, apakah kau sanggup membunuh habis mereka" Padahal semua orang sama kagum atas rezekimu yang nomplok itu, apa sih jeleknya"
Lenghou Tiong duduk kembali dengan lesu, katanya di dalam hati, "Ya, memang perbuatanku suka menuruti jalan pikiranku sendiri tanpa menimbang bahwa nama baik Hing-san-pay akan ikut tercemar. Lantas apa yang harus kulakukan sekarang?"
Terdengar Bok-taysiansing menghela napas, katanya dengan suara ramah, "Selama lima hari ini, setiap malam aku mengintai ke kapal kalian ...."
"Hah!" Lenghou Tiong bersuara kaget. Katanya di dalam hati, "Kiranya berturut-turut lima malam Bok-supek telah mengintai ke atas kapal, tapi sedikit pun aku tidak tahu, sungguh teramat tidak becus aku ini."
Lalu Bok-taysiansing menyambung pula, "Aku menyaksikan setiap malam kau tidur di buritan kapal tanpa lepas baju, jangankan perbuatan tidak sopan kepada murid-murid Hing-san-pay, bahkan omong-omong iseng juga tidak. Lenghou-laute, kau tidak cuma bukan pemuda bangor, sesungguhnya kau adalah laki-laki yang tahu aturan, sedikit pun hatimu tidak tergoyah oleh nona-nona jelita yang memenuhi kapal itu, bahkan berlangsung sekian lamanya imanmu tetap bertahan, sungguh jarang terdapat laki-laki sejati seperti kau. Aku benar-benar kagum sekali."
Ia mengacungkan jempolnya, lalu mengetok meja dan berkata pula, "Marilah kusuguh kau satu cawan."
Segera ia angkat poci arak untuk menuangi mangkuk Lenghou Tiong.
"Ucapan Bok-supek sungguh membikin Siautit merasa gugup," sahut Lenghou Tiong. "Sebenarnya Siautit juga bukan patung, sekali-kali Siautit juga suka iseng, hanya saja kurasa tidak pantas punya pikiran jahat terhadap para suci dan sumoay dari Hing-san-pay."
"Kau benar-benar seorang laki-laki sejati," puji Bok-taysiansing dengan tertawa. "Jika usiaku lebih muda 20 tahun, mana aku sanggup menjaga diri seperti kau tiap malam bersanding dengan nona-nona sebanyak itu. Kau benar-benar hebat. Mari, habiskan semangkuk ini!"
Begitulah kedua orang lantas mengangkat mangkuk masing-masing, sekali tenggak segera habis isinya. Lalu kedua orang bergelak tertawa.
Kalau melihat potongan dan dandanan Bok-taysiansing yang jelek, mana bisa mirip seorang ciangbunjin yang namanya disegani di dunia Kangouw. Tapi terkadang sorot matanya menunjukkan kegagahperwiraannya, hanya saja tanda-tanda demikian itu sekilas saja lantas lenyap dan kembali berwujud seorang yang buruk rupa. Pikir Lenghou Tiong, "Ketua Hing-san-pay Ting-sian Suthay sangat ramah dan welas asih, ketua Thay-san-pay Thian-bun Totiang kereng berwibawa, ketua Ko-san-pay Co Leng-tan suka bicara dan banyak tertawa, guruku adalah seorang kesatria sopan, dan Bok-supek ini luarnya kelihatan jelek, mirip seorang rudin. Tapi ketua-ketua Ngo-gak-kiam-pay sebenarnya adalah tokoh-tokoh yang sukar dijajaki. Sebaliknya aku Lenghou Tiong cuma seorang bodoh, selisih jauh bila dibandingkan dengan mereka."
Dalam pada itu Bok-taysiansing berkata pula, "Waktu di Oulam sudah kudengar bahwa kau bergalang-gulung bersama kawanan nikoh Hing-san-pay, aku sangat heran, sebab Ting-sian Suthay bukanlah orang sembarangan, mana dia mengizinkan anak muridnya berbuat tidak senonoh. Kemudian kudengar orang Pek-kau-pang membicarakan jejakmu, aku lantas menyusul ke sini. Lenghou-laute, ketika kau membikin rusuh di rumah pelesiran di Heng-san, tatkala mana kuanggap kau adalah seorang pemuda bangor. Sebab itulah waktu kemudian kau membantu Lau Cing-hong, Lau-sute, lantas timbul kesan baikku kepadamu, tujuanku menyusul kemari adalah ingin memberi nasihat kepadamu. Tak terduga kenyataannya sama sekali di luar sangkaanku, ternyata di tengah kesatria muda angkatan kini terdapat seorang laki-laki sejati seperti kau. Sungguh bagus, bagus sekali. Marilah, mari, kita habiskan tiga mangkuk bersama."
Menyusul ia menuang arak dan ajak menenggak lagi dengan Lenghou Tiong.
Beberapa mangkuk arak masuk perut seketika membuat Bok-taysiansing penuh bersemangat, berulang-ulang ia ajak minum. Cuma kekuatan minumnya jauh dibandingkan Lenghou Tiong, hanya tujuh-delapan mangkuk saja mukanya sudah merah membara. Ia berkata pula, "Lenghou-laute, kutahu kau paling gemar minum arak. Aku tidak punya tanda penghormatan apa-apa kepadamu, terpaksa hanya mengiringi kau minum arak. Hehe, selama ini orang bu-lim yang pernah kuajak minum juga dapat dihitung dengan jari. Seperti pertemuan besar di atas Ko-san dulu, di antara hadirin ada seorang yang bernama Ko-yang-jiu Hui Pin. Orang ini banyak tingkah dan tinggi hati, makin pandang makin gemas rasaku padanya, maka waktu itu satu tetes arak pun aku tidak sudi minum. Tapi mulut orang she Hui masih terus mengoceh tak keruan, keparat, coba katakan, menjengkelkan tidak?"
"Ya, orang yang tidak tahu diri seperti dia, pasti tidak punya hari akhir yang baik," ujar Lenghou Tiong dengan tertawa.
"Belakangan kabarnya orang itu mendadak menghilang dan tidak tahu ke mana perginya, sungguh heran juga," kata Bok-taysiansing pula.
Padahal di luar Kota Heng-san dahulu dengan mata sendiri Lenghou Tiong menyaksikan Bok-taysiansing membinasakan Ko-yang-jiu Hui Pin dengan ilmu pedangnya yang hebat. Sudah terang ketua Heng-san-pay itu pun melihat dia hadir di sana, tapi sekarang sengaja bicara demikian, jelas karena Bok-taysiansing tidak ingin kejadian itu tersiar. Maka Lenghou Tiong lantas menanggapi, "Ya, orang Ko-san-pay memang aneh-aneh gerak-geriknya. Orang yang bernama Hui Pin bisa jadi sekarang sedang mengasingkan diri di suatu tempat yang dirahasiakan untuk meyakinkan ilmu lebih sempurna, siapa tahu?"
Sorot mata Bok-taysiansing memantulkan selarik sinar yang licin, ia tersenyum dan berseru, "O, kiranya demikian. Jika bukan Lenghou-laute yang mengingatkan aku, sekalipun kopyor otakku juga sukar memikirkan seluk-beluk hal ini. Lenghou-laute, sebenarnya mengapa kau berada bersama orang-orang Hing-san-pay" Yim-siocia dari Mo-kau itu benar-benar amat cinta padamu, hendaklah jangan kau mengecewakan maksud baiknya."
Muka Lenghou Tiong menjadi merah, sahutnya, "Harap Bok-supek maklum, Siautit telah gagal di medan cinta, mengenai soal laki-laki dan perempuan sudah bersikap dingin."
Sampai di sini hatinya menjadi pilu karena teringat akan hubungannya dengan Gak Leng-sian di masa silam, air mata memenuhi kelopak matanya. Mendadak ia bergelak tawa dan berseru lantang, "Sebenarnya Siautit ada maksud meninggalkan dunia ramai ini dan cukur rambut menjadi hwesio, cuma kukhawatir larangan bagi padri terlalu berat antara lain pantang minum arak segala, makanya urung menjadi hwesio. Hahahahaha!"
Walaupun bergelak tertawa, tapi suaranya penuh rasa sedih. Selang sejenak baru dia menceritakan pengalamannya bertemu dengan Ting-cing, Ting-sian, dan Ting-yat Suthay, hanya mengenai cara bagaimana dirinya memberi bantuan selalu ia lukiskan secara singkat dan sekadarnya saja.
Bok-taysiansing melototi poci arak dengan termenung-menung, selang sejenak baru berkata, "Co Leng-tan bermaksud melebur empat pay yang lain untuk menjadi satu pay besar agar menandingi Siau-lim-pay dan Bu-tong-pay secara segitiga. Muslihatnya ini sudah direncanakan cukup lama, cuma selama ini tidak pernah ditonjolkan, namun aku telah dapat mengetahui sedikit tanda-tanda yang mencurigakan. Neneknya, dia melarang Lau-sute cuci tangan mengundurkan diri, lalu membantu sekte pedang Hoa-san-pay untuk berebut kedudukan ciangbun dengan Gak-siansing, semua gara-gara itu termasuk dalam rencananya yang keji itu, hanya aku tidak menduga bahwa dia ternyata begini berani turun tangan secara terang-terangan terhadap Hing-san-pay."
"Sebenarnya juga tidak terang-terangan, mereka menyaru sebagai orang Mo-kau untuk memaksa Hing-san-pay menerima rencana peleburan mereka," kata Lenghou Tiong.
"Benar," kata Bok-taysiansing sambil mengangguk. "Dan langkah selanjutnya tentu mereka akan menangani Thian-bun Totiang dengan Thay-san-pay-nya. Hm, sekalipun keji orang Mo-kau juga tidak sekeji Co Leng-tan. Lenghou-laute, sekarang kau bukan murid Hoa-san-pay lagi, kau bebas bergerak sesuka hatimu dan tidak peduli apakah dia cing-pay atau Mo-kau, maka aku nasihatkan kau jangan menjadi hwesio, juga tidak perlu berduka, yang penting tolong keluar Yim-siocia yang dikurung Siau-lim-pay itu dan menikahi dia saja. Kalau orang lain tidak mau datang minum arak nikahmu, aku orang she Bok justru akan hadir minum sepuas-puasnya. Neneknya, persetan, takut apa?"
Begitulah terkadang Bok-taysiansing bicara sopan dan ramah, tapi sering diseling pula beberapa kata makian yang kasar. Bilang dia adalah ketua satu pay terkenal tentu orang tak mau percaya.
Pikir Lenghou Tiong, "Bok-supek mengira patah hatiku adalah karena Ing-ing, padahal bukan. Tapi urusan siausumoay rikuh juga untuk kuceritakan padanya."
Tanyanya kemudian, "Bok-supek, sebenarnya apa sebabnya Siau-lim-pay menawan Yim-siocia?"
Bok-taysiansing menatap tajam dengan melongo penuh kejut dan heran. Sahutnya, "Sebab apa Siau-lim-pay menawan Yim-siocia" Kau benar-benar tidak tahu atau sudah tahu tapi sengaja tanya" Padahal setiap orang Kangouw sama mengetahui, tapi kau ... kau malah tanya pula?"
"Beberapa bulan yang baru lalu Siautit berada dalam kurungan orang sehingga apa-apa yang terjadi di Kangouw sama sekali tidak tahu dan tidak mendengar," sahut Lenghou Tiong. "Bahwa Yim-siocia pernah membunuh empat murid Siau-lim-pay, hal ini memang disebabkan oleh diri Siautit, hanya entah mengapa kemudian Yim-siocia bisa ditawan oleh padri Siau-lim-pay?"
"Jika demikian, jadi kau memang tidak tahu seluk-beluk urusan ini?" ujar Bok-taysiansing. "Waktu kau menderita penyakit dalam yang aneh dan tidak bisa diobati, konon ada beribu orang gagah dari golongan samping yang berkumpul di Ngo-pah-kang, untuk menyanjung Yim-siocia, mereka semuanya berusaha hendak menyembuhkan kau. Tapi hasilnya nihil, semua orang tak berdaya. Begitu bukan kejadian?"
"Ya, memang begitulah," sahut Lenghou Tiong.
"Peristiwa itu telah menggegerkan Kangouw, semuanya anggap alangkah besar rezekimu sehingga mendapatkan perhatian Yim-siocia dari Hek-bok-keh. Seumpama penyakitmu tetap tak bisa disembuhkan juga hidupmu tidaklah tersia-sia."
"Ah, Bok-supek suka berkelakar saja," kata Lenghou Tiong.
"Dan bagaimana kemudian, penyakitmu bisa sembuh, apakah karena meyakinkan ilmu sakti "Ih-kin-keng" Siau-lim-pay?" tanya Bok-taysiansing.
"Bukan," sahut Lenghou Tiong. "Hong-ting Taysu memang welas asih dan sangat baik padaku, beliau menyanggupi akan mengajarkan ilmu sakti Siau-lim-pay, cuma Siautit tidak ingin masuk Siau-lim-pay, sebaliknya ilmu sakti Siau-lim-pay tak dapat diajarkan kepada orang yang bukan murid Siau-lim-pay, maka terpaksa Siautit telah menyia-nyiakan maksud baik beliau."
"Siau-lim-pay adalah bintang kejora dunia persilatan, tatkala itu kau sudah dipecat Hoa-san-pay, sebenarnya baik sekali jika kau terus masuk Siau-lim-pay. Itulah kesempatan yang benar-benar sukar dicari, tapi mengapa kau tidak mau yang berarti tidak memikirkan pula akan jiwamu?"
"Sejak kecil Siautit dibesarkan oleh suhu dan sunio, budi kebaikan beliau-beliau belum dibalas, Siautit hanya mengharapkan kelak aku akan diberi ampun oleh suhu dan diterima kembali ke dalam Hoa-san-pay, maka sama sekali Siautit tidak takut mati sehingga mesti masuk perguruan lain."
Bab 89. Beramai-ramai Menolong Ing-ing
Lenghou Tiong menjadi teringat kepada kejadian di Ngo-pah-kang tempo hari ketika berbagai golongan orang Kangouw sama menyanjung Ing-ing, lalu teringat pula waktu si nona menjadi marah, kontan tiga orang lantas mencukil biji matanya sendiri. Sekarang diketahui Ing-ing terkurung di Siau-lim-si, sudah tentu semua orang ingin pergi menolongnya tanpa menghiraukan dirinya sendiri.
"Bok-supek," tanya Lenghou Tiong, "tadi engkau mengatakan bahwa beramai-ramai mereka berebut menjadi kepala dan bertengkar sendiri, sebenarnya bagaimana duduknya perkara?"
Bok-taysiansing menghela napas, katanya, "Dasar petualang dan orang-orang tersesat, selain mereka mau tunduk di bawah perintah Yim-taysiocia, biasanya mereka sama sombong dan takabur, suka berkelahi dan ingin menang sendiri, satu sama lain tidak mau saling mengalah. Sekarang yang dihadapi adalah Siau-lim-pay, mereka bersepakat untuk mengumpulkan kawan sebanyak mungkin dan menuju ke sana dengan berserikat. Untuk berserikat dengan sendirinya harus ada seorang pemimpin. Kabarnya lantaran berebut menjadi pemimpin perserikatan, selama beberapa hari ini mereka telah saling bergebrak, banyak yang terluka dan bahkan ada yang mati. Lenghou-laute, kukira kau perlu lekas-lekas ke sana, hanya kau saja yang dapat mengatasi mereka, apa yang kau katakan tentu tiada satu pun yang berani membangkang. Hahaha!"
Lenghou Tiong tahu apa yang dikatakan Bok-taysiansing itu memang tidak salah, tapi ia pun tahu sebabnya gembong-gembong Kangouw itu mau tunduk padanya hanya karena pengaruh Ing-ing saja. Kelak kalau hal ini diketahui si nona tentu dia akan marah-marah lagi. Memang diketahuinya si nona sangat mendalam cinta padanya, hanya saja perasaan cinta itu malu untuk ditonjolkan secara terang-terangan, terutama kalau ada orang mengatakan si nona cuma bertepuk sebelah tangan saja karena cintanya tak terbalas.
"Aku harus membalas maksud baik Ing-ing," demikian pikir Lenghou Tiong. "Aku harus membuat semua orang Kangouw sama mengetahui bahwa aku pun sangat mencintai Yim-siocia dan tidak segan mengorbankan jiwa baginya. Aku harus pergi ke Siau-lim-si seorang diri, paling baik kalau aku dapat menyelamatkan dia, kalau tidak sedikitnya aku harus membikin gempar agar setiap orang tahu akan usahaku untuk menyelamatkan dia ini."
Begitulah kemudian ia berkata kepada Bok-taysiansing, "Ting-sian dan Ting-yat Supek dari Hing-san-pay sudah menuju ke Siau-lim-si untuk meminta Hongtiang Siau-lim-si sudi melepaskan Yim-siocia agar tidak mengakibatkan banjir darah."
"O, pantas, pantas!" ujar Bok-taysiansing. "Makanya aku sangat heran orang yang begitu prihatin seperti Ting-sian bisa memercayai kau mendampingi anak muridnya yang masih muda belia itu dan dia sendiri berangkat ke lain tempat, kiranya dia hendak menjadi juru damai bagimu."
"Bok-supek, setelah mengetahui hal ini Siautit menjadi sangat gelisah dan ingin terbang ke Siau-lim-si kalau bisa untuk menyaksikan bagaimana hasil usaha kedua suthay yang baik hati itu," kata Lenghou Tiong. "Cuma para suci dan sumoay Hing-san-pay ini adalah kaum wanita semua, bila di tengah jalan nanti mengalami apa-apa, hal ini menjadi serbasalah bagiku."
"Jangan khawatir, boleh kau pergi saja," kata Bok-taysiansing.
"Siautit boleh berangkat dulu, tidak berhalangan?" Lenghou Tiong menegas dengan girang.
Bok-taysiansing tidak menjawab lagi, ia ambil rebab yang disandarkan di tepi bangku, lalu mulai memetiknya.
Lenghou Tiong tahu, sekali Bok-taysiansing menyuruhnya berangkat, itu berarti menyanggupi akan menjaga anak murid Hing-san-pay. Maka cepat ia memberi hormat dan mengucapkan terima kasih.
"Sesama Ngo-gak-kiam-pay adalah layak kalau aku membantu Hing-san-pay, perlu apa kau mengucapkan terima kasih segala?" ujar Bok-taysiansing dengan tertawa. "Kalau kelakuanmu ini diketahui Yim-siocia itu mungkin dia akan cemburu."
Setelah mengucapkan terima kasih lagi, segera Lenghou Tiong melangkah pergi dengan cepat menuju ke utara, suara rebab Bok-taysiansing makin lama makin sayup-sayup, sangat memilukan kedengarannya di malam sunyi.
Tanpa berhenti Lenghou Tiong berjalan cepat sejauh beberapa puluh li, terasa tenaga dalam timbul tak terputus, sedikit pun tidak terasa lelah. Paginya sampailah dia di suatu kota, ia masuk suatu rumah makan, sekaligus ia menghabiskan tiga mangkuk bakmi.
Keluar dari rumah makan itu, tiba-tiba dilihatnya dari depan datang suatu rombongan orang, seorang di antaranya pendek gemuk, jelas dikenalnya sebagai satu di antara "Hongho Lo-coh", yaitu Lo Thau-cu.
Dengan girang Lenghou Tiong terus berteriak, "Hei, Lo Thau-cu, apa kabar!"
Melihat Lenghou Tiong, seketika air muka Lo Thau-cu berubah aneh, setelah ragu-ragu sejenak, mendadak ia lolos goloknya.
Tanpa curiga Lenghou Tiong mendekati dan bertanya lagi, "Bagaimana dengan Coh Jian-jiu ...." belum habis ucapannya, kontan golok Lo Thau-cu membacok ke arahnya, serangannya sangat kuat, hanya incarannya sangat tidak tepat, sedikitnya selisih satu depa dari bahu Lenghou Tiong.
Tentu saja Lenghou Tiong kaget. Cepat ia melompat mundur sambil berseru, "He, Lo-siansing, aku ... aku ini Lenghou Tiong!"
"Sudah tentu aku tahu kau Lenghou Tiong," kata Lo Thau-cu. "Wahai dengarkan kawan-kawan! Tempo hari Seng-koh pernah memberi perintah, siapa saja yang memergoki Lenghou Tiong harus membunuhnya. Apakah perintah Seng-koh itu masih kalian ingat?"
"Ya, tahu!" seru semua orang beramai-ramai. Walaupun begitu mereka berkata, tapi mereka hanya pandang-memandang saja satu sama lain, air muka mereka sangat aneh, tiada seorang pun yang lolos senjata dan maju menyerang, bahkan ada di antaranya hanya tersenyum-senyum saja, sedikit pun tidak bersikap memusuhi.
Muka Lenghou Tiong menjadi merah, teringat olehnya perintah Ing-ing kepada Lo Thau-cu dahulu itu agar disiarkan ke dunia Kangouw agar setiap orang membunuh Lenghou Tiong bila melihatnya. Maksud perintah itu pertama-tama agar Lenghou Tiong terpaksa mesti mendampinginya senantiasa, kedua, supaya setiap orang Kangouw mengetahui bahwa Ing-ing tidak kesengsem kepada Lenghou Tiong, sebaliknya sangat benci padanya.
Rupanya perintah yang disiarkan Lo Thau-cu itu agaknya tidak dipercayai oleh orang-orang Kangouw itu. Kemudian berita tentang dikurungnya Ing-ing di Siau-lim-si dalam usahanya menyelamatkan jiwa Lenghou Tiong dibocorkan pula tanpa disengaja oleh anak murid Siau-lim-pay, seketika dunia Kangouw menjadi gempar. Setiap orang memuji cinta murni Ing-ing itu, tapi juga tertawa geli akan sifat tinggi hatinya itu, sudah terang jatuh cinta, tapi tidak mau mengaku dan malahan sengaja menutup-nutupi perasaannya. Hal ini tidak cuma diketahui oleh orang-orang Kangouw yang tunduk di bawah perintah Ing-ing, bahkan orang-orang yang golongan cing-pay juga mendengar berita itu dan sering dibuat bahan percakapan yang menarik. Sekarang munculnya Lenghou Tiong secara mendadak mau tak mau membikin Lo Thau-cu dan kawan-kawannya itu melengak.
"Lenghou-kongcu," demikian kata Lo Thau-cu pula, "meski Seng-koh ada perintah agar aku membunuh kau tapi ilmu silatmu teramat tinggi, bacokanku tadi tidak mengenai kau, malahan engkau yang telah mengampuni jiwaku karena tidak balas menyerang, sungguh aku harus berterima kasih padamu. Nah, para kawan telah ikut menyaksikan, bukan kita tidak mau membunuh Lenghou-kongcu, yang benar adalah karena tidak mampu membunuhnya. Aku Lo Thau-cu tidak mampu, tentu saja kalian lebih-lebih tidak mampu, betul tidak?"
"Betul!" jawab orang banyak yang gelak tertawa. "Kita telah bertempur mati-matian dan kehabisan tenaga, tapi siapa pun tidak mampu membunuh Lenghou-kongcu, terpaksa kita akhiri bertempur. Sekarang boleh kita coba bertempur minum arak saja, coba saja siapa yang mampu membinasakan Lenghou-kongcu dengan arak agar kelak dapat dipertanggungjawabkan kepada Seng-koh."
"Bagus, usul yang bagus!" teriak orang banyak sambil tertawa terpingkal-pingkal. Sebagian lantas menyambung pula, "Seng-koh hanya menyuruh kita membunuh Lenghou-kongcu dan tidak menentukan apa harus pakai senjata atau tidak. Kalau kita bikin dia mati mabuk dengan arak kan juga boleh" Ini namanya tidak dapat melawan dengan tenaga harus dilawan dengan akal."
Riuh ramailah sorak-sorai mereka, berbondong-bondong mereka mengiring Lenghou Tiong menuju suatu restoran yang paling besar di kota ini, 40 orang lebih memenuhi empat meja besar. Belum mereka berduduk semua sudah ada beberapa orang di antaranya berteriak-teriak minta dibawakan arak.
Sejak minum arak enak keluaran Turfan bersama Tan-jing-sing di Hangciu tempo hari, sebegitu jauh Lenghou Tiong tidak sempat minum arak lagi sepuas-puasnya, terkadang ia pun suka minum sendiri, tapi rasanya hampa karena tak berteman. Sekarang ia benar-benar gembira menghadapi gembong-gembong Kangouw yang berjiwa tulus, begitu ambil tempat duduk segera ia bertanya, "Sebenarnya bagaimana keadaan Seng-koh" Sungguh aku sangat cemas baginya."
Mendengarkan Lenghou Tiong memerhatikan keselamatan Ing-ing, orang-orang itu menjadi girang, Lo Thau-cu lantas menjawab, "Kawan-kawan telah menetapkan tanggal 15 bulan 12 yang akan datang ini akan berangkat ke Siau-lim-si untuk menyambut pulangnya Seng-koh. Akhir-akhir ini berhubung berebut menjadi bengcu (pemimpin atau ketua serikat), para kawan telah bertengkar tidak habis-habis. Sekarang semuanya akan menjadi beres dengan datangnya Lenghou-kongcu. Siapa lagi yang cocok menjadi bengcu jika bukan engkau?"
"Tepat," seru seorang tua ubanan. "Asalkan Lenghou-kongcu yang memimpin, andaikan ada kesulitan dan Seng-koh tak dapat disambut pulang untuk sementara, asal beliau mendapat kabar tentang usaha Lenghou-kongcu ini tentu juga beliau sangat girang. Maka jabatan bengcu ini benar-benar sudah ditakdirkan harus diduduki oleh Lenghou-kongcu."
"Siapa yang menjabat bengcu adalah soal kecil," kata Lenghou Tiong. "Yang penting adalah Seng-koh harus diselamatkan. Untuk mana sekalipun badanku harus hancur lebur juga aku siap saja."
Ucapan Lenghou Tiong ini bukan bualan belaka. Ia benar-benar berterima kasih atas pengorbanan Ing-ing, kalau dia diharuskan mati bagi Ing-ing memang tidak perlu disangsikan lagi akan segera dilakukannya. Sekarang perasaannya ini sengaja diucapkannya di hadapan orang banyak, Ing-ing tidak lagi ditertawai orang karena si nona hanya bertepuk sebelah tangan alias cinta tak terbalas.
Maka senang dan legalah semua orang mendengar pernyataan Lenghou Tiong itu, mereka sama mengakui pandangan Seng-koh ternyata tidak meleset terhadap pemuda pilihannya.
Si orang tua beruban tadi she Jik bernama Ko, dengan tertawa ia berkata lagi, "Kiranya Lenghou-kongcu memang seorang kesatria yang berbudi luhur dan bukan manusia berhati dingin sebagaimana disiarkan orang dahulu."
"Selama beberapa bulan Cayhe terjebak oleh perangkap orang jahat dan terkurung, maka hampir tidak mengetahui segala sesuatu kejadian di dunia Kangouw. Namun rasa rinduku kepada Seng-koh siang dan malam membikin rambutku hampir ubanan," kota Lenghou Tiong. "Marilah mari, terimalah rasa terima kasihku atas bantuan dan perjuangan saudara-saudara sekalian atas keselamatan Seng-koh."
Menyusul ia terus berbangkit dan sama menghabiskan satu cawan arak bersama orang banyak. Lalu ia berkata lagi, "Lo-siansing, kau bilang para kawan sedang bertengkar rebutan jabatan bengcu, rupanya urusan ini tidak boleh ditunda, marilah kita lekas berangkat ke sana untuk menghentikan persengketaan mereka. Entah sekarang mereka berkumpul di mana?"
"Mereka berkumpul di Hong-po-peng," jawab Lo Thau-cu.
"Hong-po-peng" Di mana letak tempat itu?" tanya Lenghou Tiong.
Laron Pengisap Darah 9 Pendekar Sakti Karya Kho Ping Hoo Golok Sakti 8
"Dia baik-tidak padaku, sebagai seorang beragama, dari mana kau mendapat tahu?" tanya Leng-sian dengan tertawa dingin.
Seketika Gi-lim merasa bangga, ia merasa apa pun akibatnya juga mesti membela Lenghou Tiong yang difitnah orang secara demikian keji, soal kelak akan diomeli oleh gurunya tentang pelanggarannya atas peraturan perguruan sudah tak terpikir lagi. Dengan suara lantang ia lantas berkata pula, "Lenghou-toako sendiri yang omong padaku."
"Hm, hal ini pun dia katakan padamu?" jengek Leng-sian. "Justru karena dia ingin membaiki aku, maka Lim-sute telah dicelakai olehnya."
Lenghou Tiong menghela napas, katanya, "Gi-lim Sumoay, tidak usah bicara panjang lebar lagi. Aku hanya minta sedikit obat luka Hing-san-pay kalian yang sangat mujarab itu untuk Nona Gak."
Namun Leng-sian lantas memutar kudanya ke sana dan berkata, "Sekali bacok kau tidak jadi membinasakan dia, sekarang kau hendak pakai racun bukan" Mana aku dapat kau tipu" Lenghou Tiong, bila Siau-lim-cu tidak sembuh, tentu aku ... aku ...." sembari bicara ia telah mencambuk kudanya dan dilarikan secepat terbang ke selatan.
Mengikuti suara derapan kuda yang makin lama makin menjauh, hati Lenghou Tiong menjadi bimbang seakan-akan kehilangan sesuatu.
"Benar-benar perempuan bawel, biarkan mati saja Siau-lim-cu yang dia sebut-sebut tadi," kata Cin Koan gemas.
"Cin-sumoay, sebagai murid Buddha kita harus mengutamakan welas asih, meski nona tadi sikapnya tidak benar juga kita tidak boleh menyumpahi kematian orang," kata Gi-cin.
Tiba-tiba timbul pikiran Lenghou Tiong, katanya, "Gi-cin Sumoay, aku ingin mohon sesuatu, sudilah kau melelahkan diri sedikit."
"Asal Lenghou-suheng yang memberi perintah pasti akan kuturuti," sahut Gi-cin.
"Mana aku berani memerintah," ujar Lenghou Tiong. "Soalnya orang she Lim yang disebut tadi adalah suteku, menurut Nona Gak, katanya dia terluka parah. Kupikir obat Hing-san-pay kalian sangat manjur, jika ...."
"Apa kau minta aku mengantar obat untuk dia" Baik, segera aku kembali ke Hokciu sana. Gi-leng Sumoay, harap kau menemani aku ke sana."
"Banyak terima kasih atas kesudian kedua sumoay," kata Lenghou Tiong sambil memberi hormat.
"Selama ini Lenghou-suheng terus berada bersama kami, mana bisa dituduh membunuh orang?" ujar Gi-cin. "Fitnah yang tak berdasar ini perlu juga kujelaskan kepada Gak-siansing."
Lenghou Tiong hanya menggeleng sambil tersenyum getir.
Dilihatnya Gi-cin dan Gi-leng telah melarikan kudanya ke arah Hokciu, pikirnya pula, "Sedemikian simpatik mereka terhadap urusanku, jika aku meninggalkan mereka dan kembali ke Hokciu, rasanya tidaklah pantas. Apalagi Ting-sian Suthay dan orang-orangnya benar-benar terkurung oleh musuh, sedangkan betul-tidak Yim Ngo-heng berada di Hokciu belum lagi diketahui dengan pasti ...."
Perlahan-lahan ia mendekati pohon yang tumbang tadi dan menjemput kembali pedangnya. Tiba-tiba teringat olehnya, "Aku telah menyatakan bila ingin bunuh Lim Peng-ci, buat apa menyerangnya dari belakang dan mana mungkin sekali tebas tidak membinasakan dia" Tapi kalau yang menyerang itu adalah Yim Ngo-heng, lebih-lebih tidak mungkin sekali tebas tidak membuat matinya Lim Peng-ci" Pasti ada lagi orang lain. Ya, asalkan bukan Yim Ngo-heng saja tentu suhu tidak perlu takut padanya."
Berpikir demikian hatinya lantas merasa lega. Didengarnya sayup-sayup derapan kuda yang ramai dari jauh, dari suara yang riuh itu ia menduga pasti rombongan Ih-soh yang telah kembali.
Benar juga, tidak lama kemudian 15 penunggang kuda sudah mendekat. Ih-soh lantas berkata, "Lenghou-siauhiap, banyak juga hasil ... hasil derma kita, cuma kita tidak akan menghabiskan uang sebanyak ini."
"Tidak habis pakai sendiri boleh kita sumbangkan kepada kaum fakir miskin," sela Gi-ho dengan tertawa. Lalu ia menoleh kepada Gi-jing dan berkata, "Tadi di tengah jalan kami memergoki seorang perempuan muda, kalian di sini melihat dia tidak" Entah dari mana dia, tapi telah bergebrak dengan kami."
"Telah bergebrak dengan kalian?" seru Lenghou Tiong khawatir.
"Benar," sahut Gi-ho. "Dalam kegelapan kuda perempuan itu telah dipacu begitu cepat, begitu melihat kami lantas mencaci maki, katanya nikoh tidak genah, tidak tahu malu segala."
Diam-diam Lenghou Tiong mengeluh, tanyanya cepat, "Parah tidak lukanya?"
"Eh, dari mana kau mengetahui dia terluka?" sahut Gi-ho heran.
Dalam hati Lenghou Tiong berkata, dia memaki kalian demikian, watakmu juga berangasan, dia sendirian mana mampu melawan kalian, tentu saja akan terluka. Ia tanya lagi, "Bagian mana lukanya itu?"
"Mula-mula aku tanya dia mengapa datang-datang lantas mencaci maki orang, padahal kita belum kenal," tutur Gi-ho. "Tapi kembali dia memaki lagi sambil mengayun cambuknya ke arahku dan membentak agar kami minggir. Tentu saja kami menjadi gusar, kutangkap cambuknya dan mulailah kami melabraknya."
"Begitu dia melolos pedang kami lantas tahu dia adalah orang Hoa-san-pay, meski dalam kegelapan wajahnya tidak jelas kelihatan, kemudian dapat kami mengenali dia sebagai putrinya Gak-siansing," sambung Ih-soh. "Cepat kami berteriak mencegah serangan para sumoay, tapi lengannya sudah telanjur terluka dua tempat, hanya tidak begitu parah."
"Sebenarnya aku sudah kenal dia," kata Gi-ho dengan tertawa. "Cuma Hoa-san-pay mereka terlalu kasar terhadap Lenghou Tiong ketika di Kota Hokciu kemarin, mereka pun tidak mau membantu kesulitan Hing-san-pay kita, maka aku sengaja membikin nona galak itu tahu rasa."
"Sesungguhnya Gi-ho Suci telah bermurah tangan terhadap Nona Gak itu," tutur The Oh. "Pedangnya hanya menggores perlahan di lengannya lantas ditarik kembali, jika berkelahi sungguh-sungguh, mustahil kalau sebelah lengannya itu tidak berpisah dengan tubuhnya?"
Lenghou Tiong menjadi serbasusah, suatu peristiwa belum diselesaikan, lain peristiwa sudah timbul lagi. Ia kenal perangai sumoay cilik yang tinggi hati dan tidak mau kalah itu, kejadian malam ini pasti akan dianggapnya sebagai penghinaan besar dan besar kemungkinan akan diperhitungkan atas kesalahan Lenghou Tiong. Tapi semuanya sudah terjadi, terpaksa ia tak bisa berbuat apa-apa. Untungnya luka siausumoay itu tidak berat.
Sebagai anak dara yang cerdik, The Oh dapat mengetahui perhatian Lenghou Tiong terhadap nona Gak itu, segera ia berkata, "Jika sebelumnya kami mengetahui dia adalah sumoaynya Lenghou-suheng, tentu kami akan mengalah biarpun dia mencaci maki kami lebih banyak pula. Soalnya dalam kegelapan, kami tidak tahu jelas siapa dia. Biarlah kelak kalau bertemu lagi akan kami minta maaf padanya."
"Minta maaf apa" Apa salah kita terhadap dia" Sebaliknya begitu bertemu dia lantas memaki kita. Seluruh dunia juga tiada orang macam dia," ujar Gi-ho mendongkol.
"Kalian sudah berhasil mendapatkan sedekah, marilah kita berangkat," kata Lenghou Tiong. "Bagaimana dengan Pek-pak-bwe yang kalian kunjungi itu?"
Karena sedih hatinya, ia tidak ingin mempersoalkan Gak Leng-sian lagi dan segera membelokkan pokok pembicaraan.
Bicara tentang "minta derma", Gi-ho dan kawan-kawannya menjadi bersemangat. Segera ia menyerocos menceritakan pengalamannya, "Haha, sungguh menyenangkan. Biasanya adalah sangat sulit minta derma setahil dua perak kepada hartawan macam begitu, tapi malam ini sekali sedekah dapatlah beberapa ribu tahil."
"Sungguh lucu, Pek-pak-bwe itu merangkak-rangkak sambil menangis, katanya jerih payahnya selama berpuluh tahun telah amblas dalam waktu semalam saja," sambung The Oh dengan tertawa.
"Habis namanya saja Pek-pak-bwe, dia tukang menguliti rakyat kecil, sekarang dia juga harus dikuliti," Cin Koan menambahkan.
Setelah tertawa ramai, segera murid-murid Hing-san-pay itu terkenang pula kepada suhu dan supek mereka yang sedang terkurung musuh, kembali perasaan mereka tertekan dan tanpa disuruh lagi mereka lantas memacu kuda secepatnya.
"Lenghou-toako, jangan terlalu cepat, hati-hati dengan lukamu," kata Gi-lim.
"Hanya sedikit luka luar saja tidak menjadi soal, dengan obat pemberianmu tentu tidak lama akan sembuh," sahut Lenghou Tiong.
Gi-lim berkata di dalam hati, "Ya, aku tahu lukamu yang paling parah adalah di dalam batin."
Tiada terjadi apa-apa sepanjang jalan, beberapa hari kemudian sampailah mereka di Liong-coan yang terletak di Ciatkang Selatan. Luka yang diderita Lenghou Tiong walaupun banyak mengeluarkan darah, tapi luka itu cuma luka luar saja, dengan lwekangnya yang tinggi, ditambah obat mujarab Hing-san-pay, sampai di wilayah Liong-coan lukanya sudah sembuh separuh.
Para murid Hing-san-pay sangat gelisah, baru memasuki wilayah Ciatkang mereka lantas mencari tahu di mana letaknya To-kiam-kok. Tapi sepanjang jalan tiada orang yang bisa memberi petunjuk. Sampai di Kota Liong-coan, tertampak banyak sekali toko-toko senjata, tapi tetap tiada satu toko pun yang mengetahui di mana letaknya To-kiam-kok (Lembah Tempa Pedang).
Keruan semua orang tambah cemas. Ketika mereka tanya adakah terlihat dua nikoh tua atau pernah terjadi pertempuran di sekitar kota situ, para pandai besi dan pemilik toko senjata juga tidak dapat memberi keterangan. Tentang nikoh hanya ditunjukkan bahwa di barat kota, di Biara Cui-gwe-am memang dihuni oleh kaum padri perempuan, cuma nikoh-nikoh di sana rata-rata belum terlalu tua.
Setelah tanya jelas letak Cui-gwe-am, rombongan mereka lantas dipacu ke sana. Setiba di depan biara itu, pintu biara tampak tertutup rapat. The Oh yang menggedor pintu, tapi sampai lama sekali tetap tiada sambutan apa-apa dari dalam.
Gi-ho menjadi tidak sabar menunggu lagi, ia melolos pedang terus melompat ke dalam biara dengan melintasi pagar tembok. Khawatir sang sumoay mengalami apa-apa, cepat Gi-jing ikut melompat masuk.
"Coba lihat apa ini?" kata Gi-ho sambil menunjuk tanah di depannya.
Ternyata di pelataran biara itu ada tujuh-delapan potong ujung pedang, jelas bekas ditebas kutung oleh senjata tajam.
"Adakah orang di dalam?" teriak Gi-ho sembari mencari ke ruangan belakang.
Gi-jing sendiri lantas membukakan pintu agar Lenghou Tiong dan lain-lain masuk ke dalam. Ia jemput sepotong ujung pedang yang kutung di atas tanah dan diberikan kepada Lenghou Tiong, katanya, "Lenghou-suheng, di sini pernah terjadi pertempuran."
Lenghou Tiong terima kutungan pedang itu, dilihatnya bagian yang terkutung itu sangat licin dan mengilap. Tanyanya, "Apakah Ting-sian dan Ting-yat Suthay menggunakan senjata pedang?"
"Beliau berdua tidak memakai pedang," sahut Gi-jing. "Suhu menyatakan, asalkan dapat meyakinkan ilmu pedang dengan sempurna, sekalipun yang dipakai adalah pedang kayu atau pedang bambu juga cukup untuk mengalahkan musuh. Beliau menyatakan pula bahwa pedang atau golok terlalu keras, sedikit kurang hati-hati sudah menghabiskan nyawa orang atau mencacatkan badan lawan ...."
"Maksud beliau harus mengutamakan welas asih bukan?" sela Lenghou Tiong.
Gi-jing manggut. Dalam pada itu tiba-tiba terdengar seruan Gi-ho dari ruangan belakang, "He, di sini juga ada kutungan ujung pedang."
Beramai-ramai mereka lantas menyusul ke belakang, tertampak lantai maupun meja pada tiap-tiap ruangan biara itu penuh tertimbun debu. Pada umumnya biara pasti selalu terawat dengan sangat bersih, melihat debu yang memenuhi biara itu dapat diperkirakan sudah sekian lamanya ditinggalkan oleh penghuninya.
Setiba di pekarangan belakang, Lenghou Tiong dan lain-lain dapat menyaksikan beberapa pohon juga telah tumbang oleh tebasan senjata tajam. Dari bagian yang putus itu dapat diduga waktunya sudah beberapa hari yang lalu. Pintu belakang biara itu kelihatan terpentang lebar, daun pintu mencelat beberapa meter jauhnya, tampaknya didobrak orang secara paksa. Di luar pintu belakang ada sebuah jalanan kecil yang menuju ke lereng-lereng bukit, beberapa meter jauhnya ke sana jalan itu lantas bercabang dua arah.
"Kita membagi diri dalam dua kelompok, coba periksa adakah sesuatu yang mencurigakan?" seru Gi-jing.
Tidak lama kemudian Cin Koan yang ikut mencari ke arah sebelah kanan telah berteriak, "Di sini adalah sebuah panah kecil!"
"Ya, di sini juga ada sebuah paku!" seru pula yang lain.
Jalanan itu menjurus ke arah lereng-lereng bukit, segera mereka berlari cepat ke sana. Sepanjang jalan banyak pula ditemukan senjata rahasia serta kutungan pedang dan golok.
Sekonyong-konyong Gi-jing berseru kaget. Dari semak-semak rumput dijemputnya sebatang pedang, katanya terhadap Lenghou Tiong, "Inilah senjata golongan kami!"
"Tampaknya Ting-sian dan Ting-yat Suthay terlibat dalam pertempuran sengit dan pasti melalui tempat ini," ujar Lenghou Tiong.
Walaupun ucapan Lenghou Tiong ini tidak menyatakan kekalahan di pihak Hing-san-pay, tapi Gi-ho dan lain-lain tahu tentu gurunya dan Ting-yat Suthay tidak mampu melawan musuh dan telah lari melalui jalanan ini. Dari senjata yang berserakan sepanjang jalan itu dapat diketahui pertarungan itu pasti sangat dahsyat. Agaknya kejadian sudah lalu beberapa hari, entah masih keburu menolong beliau-beliau atau tidak. Begitulah semua orang dicekam oleh perasaan khawatir, langkah mereka menjadi tambah cepat.
Jalan pegunungan itu makin menanjak makin curam serta melingkar-lingkar ke belakang gunung. Beberapa li kemudian, jalanan penuh batu-batu belaka dan tiada berwujud jalan lagi. Anak murid Hing-san-pay yang ilmu silatnya lebih rendah seperti Gi-lim, Cin Koan, dan lain-lain sudah jauh ketinggalan di belakang.
Jalan lebih jauh keadaan tambah sulit, boleh dikata bukan jalan lagi, juga tiada terdapat tanda-tanda berserakan senjata seperti tadi. Selagi menghadapi jalan buntu tanpa tanda-tanda arah, mendadak tertampak di sisi kiri di balik gunung sana ada asap tebal menjulang tinggi ke langit.
"Lekas kita periksa ke sebelah sana!" seru Lenghou Tiong dan segera mendahului berlari ke depan.
Asap tebal itu makin membubung tinggi. Sesudah mereka mengitari lereng sana, terlihatlah sebuah lembah luas di depan mereka. Api sedang berkobar-kobar dengan hebatnya di tengah lembah situ, terdengar suara peletak-peletok terbakarnya rumput dan kayu.
Dengan sembunyi di balik batu padas, Lenghou Tiong memberi tanda ke belakang agar Gi-ho dan lain-lain jangan bersuara. Pada saat itulah lantas terdengar teriakan seorang laki-laki dengan serak tua, "Ting-sian, Ting-yat, hari ini kami antar kalian menuju ke nirwana dan mendapatkan kesempurnaan, kalian tidak perlu berterima kasih lagi pada kami."
Lenghou Tiong bergirang, jelas Ting-sian dan Ting-yat Suthay masih hidup, untung kedatangannya ini tidak terlambat.
Lalu terdengar pula seruan seorang laki-laki lain, "Dengan baik-baik kami bujuk kalian meleburkan diri dalam perserikatan kita, tapi kalian justru kepala batu dan membangkang, sejak kini dunia persilatan takkan ada Hing-san-pay lagi."
"Ya, kalian jangan menyalahkan orang lain berlaku kejam, tapi harus menyalahkan kalian sendiri yang bandel sehingga mengakibatkan banyak anak muridmu yang masih muda usia itu ikut mati konyol, sungguh sayang. Hahahahaha!" demikian teriak orang pertama tadi dengan tertawa penuh kepuasan.
Suara kedua orang itu yang satu timbul dari sebelah barat daya sana dan yang lain dari timur laut. Tampaknya api di tengah lembah itu semakin berkobar, jelas Ting-sian dan Ting-yat terkurung di tengah lautan api.
Segera Lenghou Tiong siapkan pedang, ia menarik napas panjang-panjang, lalu berteriak nyaring, "Kawanan bangsat, berani kalian membikin susah para suthay dari Hing-san-pay, sekarang tokoh-tokoh Ngo-gak-kiam-pay telah datang membantu, lekas kawanan bangsat menyerahkan diri!"
Sembari berseru ia terus menerjang ke bawah sana.
Sampai di dasar lembah ia lantas terhalang oleh tumpukan kayu dan rumput kering yang meninggi sampai beberapa meter. Tanpa pikir lagi Lenghou Tiong terus meloncat ke tengah gundukan api. Untung rumput dan kayu di tengah lingkaran api itu belum terbakar. Ia memburu maju beberapa langkah, terlihat dua buah rumah pembakaran gamping, tapi tidak tampak seorang pun.
"Ting-sian Suthay, Ting-yat Suthay, bala bantuan Hing-san-pay sudah tiba!" seru Lenghou Tiong.
Dalam pada itu Gi-ho, Gi-jing, dan lain-lain juga berteriak-teriak dari luar lingkaran api, "Suhu, Supek, Tecu sekalian sudah datang!"
Menyusul terdengarlah suara bentakan musuh dibarengi dengan suara benturan senjata yang ramai.
Dari mulut gua pembakaran tiba-tiba muncul sesosok tubuh orang yang tinggi besar, sekujur badannya berlumuran darah. Itulah Ting-yat Suthay, pada tangannya menghunus pedang, meski pakaiannya sudah robek, mukanya juga berlepotan darah, tapi sekali berdiri masih kelihatan gagah berwibawa.
Ketika melihat Lenghou Tiong, Ting-yat tercengang, katanya, "Kau ... kau ...."
"Tecu Lenghou Tiong," sahut Lenghou Tiong.
"Aku memang kenal kau sebagai Lenghou Tiong yang ...."
Tapi Lenghou Tiong lantas memotong, "Tecu akan membuka jalan, silakan kalian ikut menerjang keluar."
Ia terus menjemput sebatang kayu dan digunakan untuk mengorak-arik gundukan rumput yang terbakar.
"Kau kan sudah masuk Mo-kau ..." belum lagi Ting-yat sempat bicara, pada saat itu seorang telah membentak, "Siapa yang berani mengacau di sini?"
Sinar golok tampak berkelebat di tengah cahaya api.
Melihat api berkobar lebih hebat, sedangkan Ting-yat Suthay menaruh prasangka padanya dan tampaknya tidak sudi ikut menerjang keluar, dalam keadaan demikian Lenghou Tiong pikir mesti ambil tindakan kilat dan terpaksa harus melanggar pantangan membunuh baru dapat menyelamatkan tokoh-tokoh Hing-san-pay itu. Maka cepat ia melangkah mundur setindak sehingga serangan golok tadi meleset. Menyusul bacokan golok yang kedua kalinya lantas tiba pula. Tapi sekali pedang Lenghou Tiong bergerak, "cret", kontan golok lawan berikut lengannya sudah tertebas kutung. Pada saat yang sama terdengar jeritan ngeri seorang wanita di luar lingkaran sana, tentu murid Hing-san-pay yang telah dicelakai musuh.
Lenghou Tiong menjadi khawatir, cepat ia melompat ke luar lingkaran api, dilihatnya di lereng gunung secara berkelompok-kelompok sudah terjadi pertarungan sengit. Setiap tujuh murid Hing-san-pay terjalin menjadi satu barisan pedang sedang melawan musuh, tapi ada juga beberapa orang yang terpisah sendiri-sendiri dan tidak sempat menggabungkan diri, terpaksa bertempur dengan musuh secara nekat.
Barisan pedang yang terbentuk itu meski belum tampak unggul, tapi sementara juga takkan berhalangan, sebaliknya yang bertempur sendiri-sendiri itu kelihatan terdesak, dalam waktu singkat sudah ada dua-tiga murid perempuan yang telah menggeletak binasa.
Lenghou Tiong coba mengawasi medan pertempuran, dilihatnya Gi-lim dan Cin Koan dengan punggung adu punggung sedang menempur tiga laki-laki dengan mati-matian. Cepat ia memburu ke sana, mendadak sinar tajam berkelebat, sebatang pedang telah menusuk ke arah dadanya. Sedikit pun langkah Lenghou Tiong tidak menjadi kendur, berbareng pedangnya menyabet ke depan, leher orang itu tertusuk dan tamat seketika.
Dengan beberapa lompatan lagi Lenghou Tiong sudah sampai di depan Gi-lim, sekali pedangnya bergerak, kontan punggung seorang laki-laki itu tertembus, gerakan pedang berikutnya telah merobek iga seorang musuh yang lain. Laki-laki yang ketiga sedang angkat ruyung baja hendak mengemplang ke batok kepala Cin Koan, cepat pedang Lenghou Tiong memapak ke atas, kontan sebelah lengan laki-laki itu tertebas sebatas bahu.
Wajah Gi-lim tampak pucat pasi, katanya dengan mengulum senyum, "Omitohud, Lenghou-toako!"
"Kalian berdiri saja di sini, jangan pergi," kata Lenghou Tiong.
Dilihatnya Ih-soh di sebelah sana juga sedang kelabakan karena dicecar oleh dua lawan tangguh. Cepat Lenghou Tiong memburu maju, "sret-sret" dua kali, yang satu kena perutnya, yang lain tangan putus sebatas pergelangan. Kembali dua jago musuh dibereskan. Waktu dia putar ke sana, di mana pedangnya menyambar, tanpa ampun tiga orang yang sedang menempur Gi-ho dan Gi-jing dengan sengit juga menggeletak didahului dengan jeritan ngeri.
Tiba-tiba terdengar suara seorang tua berseru, "Kerubut dia, bereskan keparat ini!"
Menyusul tiga sosok bayangan sekaligus menubruk ke arah Lenghou Tiong, tiga pedang menyambar tiba bersama, masing-masing mengarah leher, dada, dan perutnya.
Gerak serangan ketiga pedang musuh ini sangat lihai, sungguh permainan tokoh kelas satu. Keruan Lenghou Tiong terkejut, katanya di dalam hati, "Ini kan ilmu pedang Ko-san-pay! Apa mungkin mereka ini memang orang Ko-san-pay"
Karena sedikit ayal itulah ujung pedang ketiga lawan sudah lebih dekat mengancam tempat-tempat yang berbahaya itu. Cepat Lenghou Tiong menggunakan "Boh-kiam-sik" (cara mematahkan serangan pedang) dari Tokko-kiu-kiam yang telah diyakinkan itu, pedangnya berputar, sekaligus serangan tiga musuh telah dipatahkan semua, bahkan demikian hebat daya tekanannya sehingga musuh-musuh itu terdesak mundur dua-tiga langkah.
Sekarang dapat dilihatnya dengan jelas, lawan yang di sebelah kiri adalah laki-laki besar gemuk, usianya sekitar 40-an dan berjenggot pendek. Yang tengah adalah seorang kakek kurus kering berkulit hitam, kedua matanya bersinar tajam.
Lenghou Tiong tidak sempat memandang orang ketiga, ia terus menggeser ke samping, pedangnya membalik dan "sret-sret" dua kali, kontan dua musuh yang sedang mengerubut The Oh dirobohkan.
Dalam pada itu ketiga orang tadi telah berteriak-teriak dan membentak-bentak terus mengejar tiba. Namun Lenghou Tiong sudah ambil keputusan untuk tidak terlibat lebih lama dengan mereka mengingat kepandaian mereka sangat lihai, untuk membereskan mereka tentu makan waktu dan sementara itu orang-orang Hing-san-pay pasti akan banyak jatuh korban. Karena itu ia lantas kerahkan tenaga dalam terus berlari-lari tanpa berhenti, di situ ia menusuk satu kali, di sana ia menebas pula, di mana pedangnya menyambar tentu jatuh seorang musuh dengan terluka parah atau terus binasa.
Ketiga orang tadi masih terus mengejar sambil membentak-bentak, tapi jaraknya dengan Lenghou Tiong selalu terpaut beberapa meter jauhnya dan sukar menyusulnya. Hanya dalam waktu singkat saja lebih dari 40 orang musuh telah menjadi korban Tokko-kiu-kiam yang dimainkan Lenghou Tiong, tiada seorang pun yang mampu menangkis atau menghindar.
Karena dalam sekejap saja pihak musuh sudah roboh lebih 40 orang, imbangan kekuatan kedua pihak lantas berubah dengan cepat. Setiap kali ada musuh yang roboh, segera murid Hing-san-pay yang kehilangan lawan itu sempat pergi membantu kawannya. Tadinya jumlah musuh lebih banyak, tapi lambat laun keadaan menjadi terbalik, makin lama pihak Hing-san-pay makin tambah kuat.
Lenghou Tiong sudah ambil ketetapan bahwa pertempuran hari ini sekali-kali tidak boleh menaruh belas kasihan, jika dalam waktu singkat musuh tidak dihancurkan, tentu Ting-sian Suthay dan kawan-kawannya yang terkurung di dalam gua pembakaran itu akan sukar diselamatkan.
Begitulah Lenghou Tiong terus berlari kian-kemari secepat terbang, di mana dia tiba, dalam radius tiga meter tiada seorang musuh pun yang terhindar dari kematian. Tidak lama kemudian kembali ada 20 orang lebih dirobohkan lagi.
Sisa musuh masih ada 60-70 orang, mereka menyaksikan kesaktian Lenghou Tiong seperti setan yang sukar dilawan dengan tenaga manusia, sekonyong-konyong orang-orang itu berteriak terus sebagian berlari-lari ke dalam hutan belukar.
Lenghou Tiong membinasakan lagi beberapa orang, sisanya tambah patah semangat, cepat mereka pun lari sipat kuping. Tinggal ketiga laki-laki tadi masih terus mengudak di belakang Lenghou Tiong, tapi jaraknya makin menjauh, jelas mereka pun mulai jeri.
Tiba-tiba Lenghou Tiong berhenti lari dan putar balik, bentaknya, "Kalian ini orang Ko-san-pay bukan?"
Ketiga orang itu berbalik melompat mundur, seorang di antaranya yang tinggi besar balas membentak, "Siapakah kau?"
Lenghou Tiong tidak menjawab, serunya kepada Ih-soh dan lain-lain, "Lekas kalian membuat jalan untuk menolong teman-teman yang terkurung api itu!"
Segera anak murid Hing-san-pay sama berusaha memadamkan api yang sudah menjilat tumpukan rumput. Gi-ho dan beberapa kawannya sudah melompat masuk ke tengah lingkaran api. Rumput dan kayu kering yang sudah berkobar itu sukar dipadamkan lagi, syukur di bawah usaha belasan orang, lingkaran api itu dapat dibobol menjadi suatu luangan jalan, Gi-ho dan lain-lain sama mendukung keluar beberapa nikoh dalam keadaan payah.
"Bagaimana dengan Ting-sian Suthay?" tanya Lenghou Tiong.
"Banyak terima kasih atas perhatianmu!" tiba-tiba suara seorang tua menanggapi. Menyusul seorang nikoh tua berbadan sedang tampak melangkah ke luar dari lingkaran api dengan tenang. Jubahnya yang putih itu tampak bersih, tangannya juga tidak bersenjata, hanya tangan kiri membawa serenceng biji tasbih, wajahnya welas asih, sikapnya tenang dan kalem.
Diam-diam Lenghou Tiong sangat heran dan kagum akan ketenangan nikoh tua itu meski menghadapi bahaya maut. Segera ia memberi hormat dan berkata, "Tecu Lenghou Tiong menyampaikan salam hormat kepada Suthay."
Ting-sian Suthay merangkap tangan membalas hormat, tapi ia lantas berkata, "Awas, ada orang menyerang kau!"
"Ya," sahut Lenghou Tiong, tanpa menoleh pedangnya terus diayun ke belakang. Terdengar "trang" satu kali, tusukan pedang laki-laki tinggi besar tadi telah ditangkis pergi. Lalu katanya pula, "Bantuan Tecu datang terlambat, mohon Suthay memaafkan."
Berbareng terdengar suara nyaring dua kali, kembali serangan kedua orang yang lain ditangkis lagi.
Dalam pada itu ada belasan nikoh lolos keluar lagi dari lingkaran api, bahkan ada yang menggendong mayat. Ting-yat Suthay juga telah muncul, segera ia memaki dengan geram, "Kawanan bangsat yang tidak tahu malu, kejam amat melebihi binatang ...." saat itu ujung jubahnya tampak terjilat api, tapi ia seperti tidak ambil pusing. Cepat Ih-soh mendekati untuk memadamkan api.
"Kedua Suthay tidak tercedera apa-apa, sungguh menggembirakan sekali," kata Lenghou Tiong.
Pada saat itu pula tiga pedang telah menusuk sekaligus dari belakang. Tapi sekarang Lenghou Tiong tidak cuma mahir ilmu pedang saja, bahkan kekuatan tenaga dalamnya juga jarang ada bandingannya. Begitu mendengar sambaran angin tajam, secara cepat ia lantas tahu bagaimana serangan musuh itu, segera pedangnya berputar lagi, sekaligus ia balas menusuk pergelangan tangan lawan.
Ilmu silat ketiga orang itu sangat tinggi, gerak perubahannya juga amat cepat. Lekas-lekas mereka menghindar, namun demikian punggung tangan laki-laki tinggi besar tadi tetap tergores luka, darah lantas mengucur.
"Kedua Suthay, Ko-san-pay adalah kepala dari Ngo-gak-kiam-pay, bersama Hing-san-pay biasanya adalah senapas dan setanggungan, mengapa mendadak mereka melakukan sergapan licik, sungguh hal ini sukar dimengerti?" kata Lenghou Tiong.
Mendadak Ting-yat Suthay tanya Gi-ho dan lain-lain, "Di mana Suci" Kenapa beliau tidak ikut datang?"
"Suhu ... suhu telah dicelakai kaum jahanam, beliau telah gugur dalam per ... pertarungan sengit ...." sahut Cin Koan dengan suara tangis.
"Keparat!" maki Ting-yat Suthay penuh dendam dan murka sambil melangkah maju. Tapi baru dua-tiga tindak tubuhnya lantas terhuyung-huyung dan jatuh terduduk, darah segar menyembur dari mulutnya.
Dalam pada itu ketiga jago Ko-san-pay tadi tetap tak bisa mengenai Lenghou Tiong meskipun mereka telah berganti macam-macam tipu serangan. Padahal pemuda itu melayani mereka dengan mungkur, tangkisannya juga dilakukan dengan membelakangi mereka, namun ilmu pedangnya ternyata demikian hebatnya, apalagi kalau dia berhadapan muka dengan muka, mana mereka bertiga mampu melawannya"
Begitulah ketiga orang sama-sama mengeluh dan gelisah, mereka menyesal mengapa tidak sejak tadi-tadi melarikan diri, tapi malah berkumpul menjadi satu.
Serangan Lenghou Tiong ternyata sangat menarik, terhadap musuh sebelah kiri selalu menyerang sisi kiri, bila menyerang musuh sebelah kanan yang diserang adalah sisi kanan, dengan demikian ketiga orang makin rapat berdesakan sendiri. Berturut-turut Lenghou Tiong menyerang belasan kali dan ketiga orang terpaksa menangkis belasan kali tanpa sanggup balas menyerang sekali pun. Ilmu pedang yang dimainkan ketiga orang itu adalah jurus serangan Ko-san-pay yang paling lihai, tapi menghadapi Tokko-kiu-kiam yang ajaib mereka benar-benar tak berdaya.
Lenghou Tiong sengaja hendak memaksa lawan-lawannya mengeluarkan ilmu pedang Ko-san-pay mereka agar tidak dapat menyangkal asal usul mereka pula. Begitulah makin lama muka ketiga orang sudah makin basah oleh air keringat, sikap mereka juga semakin beringas, ilmu pedang mereka pun belum kacau, nyata mereka memang sangat ulet sebagai jago kawakan.
"Omitohud! Siancay, Siancay!" Ting-sian Suthay menyebut Buddha. "Tio-suheng, Ma-suheng, Thio-suheng, selamanya Hing-san-pay dan Ko-san-pay kalian adalah kawan dan bukan lawan, mengapa kalian bertiga terus memaksa sedemikian rupa, sampai-sampai mau membakar kami secara hidup-hidup. Sungguh aku tidak paham apa sebabnya, silakan kalian memberi penjelasan."
Jago-jago Ko-san-pay itu memang betul she Tio, Ma, dan Thio. Mereka jarang muncul di Kangouw, mereka menyangka asal usul mereka cukup rahasia, memangnya mereka sudah kelabakan dicecar oleh serangan Lenghou Tiong, mereka tambah kaget lagi oleh kata-kata Ting-sian Suthay yang tepat menyebut she mereka. Tanpa terasa pergelangan tangan dua orang di antaranya tertusuk pedang Lenghou Tiong, pedang mereka jatuh ke tanah.
Bab 87. Ting-sian Suthay yang Bijaksana
Menyusul ujung pedang Lenghou Tiong lantas mengancam di tenggorokan si kakek kurus kering dan membentak, "Lemparkan pedangmu!"
Kakek itu menghela napas panjang, katanya, "Di dunia ini ternyata ada ilmu silat dan ilmu pedang sedemikian hebat, biarpun aku orang she Tio terjungkal di bawah pedangmu juga tidak penasaran."
Mendadak tangannya menyendal, dengan tenaga dalamnya ia membikin pedang sendiri tergetar putus menjadi beberapa potong dan jatuh berserakan di atas tanah.
Lenghou Tiong lantas melangkah mundur, sebaliknya Gi-ho bertujuh lantas mengacungkan pedang masing-masing dan mengepung ketiga orang itu di tengah.
Dengan perlahan Ting-sian Suthay berkata, "Ko-san-pay kalian bermaksud melebur Ngo-gak-kiam-pay menjadi satu aliran yang disebut Ngo-gak-pay. Hing-san-pay sendiri sudah bersejarah ratusan tahun, betapa pun aku tidak berani membuatnya tamat di bawah pimpinanku, maka aku telah menolak saran kalian. Mestinya urusan ini dapat dirundingkan lebih jauh, tapi mengapa kalian lantas main kekerasan dan pakai cara keji ketika aku memperlihatkan maksud tidak setuju" Perbuatan kalian ini bukanlah terlalu kasar?"
"Buat apa banyak omong dengan mereka, Suci," sela Ting-yat Suthay. "Semuanya dibinasakan saja agar tidak mendatangkan bencana di kemudian hari. Hek ... huk-huk-huk ...." tiba-tiba ia terbatuk-batuk dan kembali menumpahkan darah.
Laki-laki tinggi besar she Ma itu menjawab, "Kami hanya melakukan tugas atas perintah, seluk-beluk urusan ini sama sekali kami tidak tahu ...."
"Kenapa kau banyak bicara" Mau bunuh mau potong boleh terserah saja kepada mereka," mendadak si kakek she Tio mendamprat kawannya.
Orang she Ma menjadi mengkeret dan tidak berani bicara lagi, wajahnya menampilkan rasa malu.
"Kalian bertiga 30 tahun yang lampau pernah malang melintang di daerah utara, kemudian mendadak menghilang. Tadinya kukira kalian sudah sadar dan mau kembali ke jalan yang benar, siapa duga kalian malah sudah masuk Ko-san-pay dan mempunyai maksud tujuan tertentu," demikian Ting-sian berkata. "Ai, Co-ciangbun dari Ko-san-pay adalah seorang tokoh sakti, tapi beliau telah menerima sekian banyak kaum ... orang Kangouw yang aneh-aneh untuk mempersulit sesama Ngo-gak-kiam-pay, sungguh sukar dipahami apa maksud tujuannya."
Dasarnya Ting-sian memang padri yang welas asih, meski menghadapi kejadian luar biasa juga tidak mau menggunakan kata-kata kasar terhadap lawan. Sesudah menghela napas panjang, lalu ia bertanya, "Suci kami Ting-cing Suthay tentunya juga tewas di tangan kawan kalian bukan?"
Rupanya orang she Ma tadi merasa malu, maka sekarang ia ingin memperbaiki pamornya, dengan suara keras ia menjawab, "Benar, itulah perbuatan Ciong Tin Sute ...."
Tapi si kakek she Tio telah mendengus padanya dengan mata melotot. Baru sekarang orang she Ma menyadari ucapannya yang terlepas, namun ia coba membela diri, "Urusan sudah begini, apa gunanya berdusta lagi" Co-ciangbun memerintahkan kami menuju ke dua jurusan, masing-masing melaksanakan tugas di Hokkian dan Ciatkang sini."
"Omitohud!" kembali Ting-sian menyebut Buddha. "Sebagai bengcu dari Ngo-gak-kiam-pay, kedudukan Co-ciangbun betapa agung dan terhormat, buat apa beliau bertekad akan melebur kelima aliran kita dan diketuai oleh satu orang" Dia sengaja menggunakan kekerasan dan mencelakai sesama kaum, apakah tindakan demikian takkan ditertawai oleh kesatria seluruh jagat?"
"Suci," Ting-yat menyela dengan suara bengis, "bangsat berhati binatang yang kejam seperti mereka, buat apa ...." sampai di sini kembali darah mancur keluar lagi dari mulutnya.
Ting-sian Suthay mengebaskan tangannya dan berkata kepada ketiga orang itu, "Segala apa telah ditakdirkan dengan baik, banyak berbuat jahat akhirnya pasti akan terima ganjaran setimpal. Pergilah kalian sekarang! Harap kalian menyampaikan kepada Co-ciangbun bahwa sejak kini Hing-san-pay tidak di bawah perintah Co-ciangbun lagi. Meski golongan kami adalah kaum wanita seluruhnya juga tidak nanti bertekuk lutut di bawah ancaman kekerasan. Tentang keinginan Co-ciangbun akan melebur Ngo-gak-kiam-pay, sekali-kali tak bisa diterima oleh Hing-san-pay."
"Supek, mereka ...." seru Gi-ho.
Tapi Ting-sian Suthay lantas memberi perintah, "Bubarkan barisan pedang!"
Terpaksa Gi-ho mengiakan, pedangnya ditarik kembali diikuti oleh kawan-kawannya.
Ketiga jago Ko-san-pay itu sama sekali tidak menduga mereka akan dibebaskan secara begitu, mau tak mau timbul juga rasa terima kasih mereka kepada Ting-sian. Mereka memberi hormat, lalu putar tubuh dan lari pergi dengan cepat.
Dalam pada itu api berkobar semakin hebat, banyak orang Ko-san-pay yang bergelimpangan, baik yang sudah mati maupun luka parah. Belasan orang di antaranya yang lukanya rada ringan berusaha merangkak bangun untuk menghindari terbakar, tapi yang terluka parah dan tidak mampu bergerak terpaksa berteriak-teriak minta tolong ketika api menjalar mendekati mereka.
"Urusan ini bukan salah mereka, tapi adalah tanggung jawab Co-ciangbun," ujar Ting-sian Suthay. "Ih-soh, Gi-jing, bolehlah kalian menolong mereka."
Para murid Hing-san-pay cukup kenal watak sang ketua yang welas asih, mereka tidak berani membantah, segera mereka berusaha memeriksa orang-orang Ko-san-pay, asal yang masih bernapas lantas mereka angkat ke tempat yang aman dan diberi obat.
Ting-sian Suthay menengadah ke selatan, kedua matanya mengembeng air mata, serunya mengharukan, "Suci!" mendadak tubuhnya sempoyongan terus terbanting jatuh.
Semua orang terkejut, cepat mereka mendukungnya bangun, tertampak darah merembes keluar dari mulut nikoh tua itu.
Kiranya Ting-sian Suthay bersama rombongannya telah dikepung musuh, sembari bertahan Ting-sian dan Ting-yat Suthay mengundurkan diri ke dalam gua pembakaran gamping itu di Lembah To-kiam-kok itu, mereka telah bertahan beberapa hari lamanya, tanpa makan minum dan tidak mengaso pula, memangnya mereka sudah payah lahir batin seperti pelita yang kehabisan minyak, sekarang musuh telah dihalau, hatinya berduka pula atas gugurnya Ting-cing Suthay, saking sedihnya ia tak bisa menguasai diri lagi dan jatuh pingsan.
Keruan anak murid Hing-san-pay menjadi ribut, mereka memanggil suhu dan supek dengan khawatir. Luka Ting-yat Suthay juga sangat berat sehingga mereka menjadi bingung.
Lenghou Tiong lantas berkata, "Api berkobar dengan hebat, marilah kita menyingkir ke sebelah sana. The-sumoay, Cin-sumoay, kalian bertujuh boleh pergi mencari buah-buahan atau barang lain yang dapat dimakan. Kukira semua orang sudah sangat kelaparan."
The Oh dan Cin Koan mengiakan dan masing-masing pergi melaksanakan tugasnya. Tidak lama kemudian mereka sudah kembali dengan membawa kantongan air untuk diminum Ting-sian, Ting-yat Suthay, dan kawan-kawan yang terluka.
Pertempuran dahsyat di Liong-coan ini ternyata memakan korban 37 orang Hing-san-pay. Teringat pula kepada Ting-cing Suthay serta para suci dan sumoay lain yang juga sudah gugur, para murid Hing-san-pay itu menjadi berduka. Mendadak ada di antaranya menangis tergerung-gerung sehingga bergemalah suara tangis sedih di lembah pegunungan itu.
Mendadak Ting-yat Suthay membentak bengis, "Yang mati pun sudah mati, kenapa kalian tak bisa menguasai perasaan?"
Murid-murid Hing-san-pay kenal watak nikoh tua yang keras itu, mereka tidak berani membangkang, serentak suara tangis lantas berhenti, hanya beberapa orang di antaranya masih terguguk-guguk.
Lalu Ting-yat berkata pula, "Bagaimana Ting-cing Suci mengalami celaka" Oh-ji, bicaramu lebih lancar, coba lapor kepada Ciangbunjin sejelas-jelasnya."
The Oh mengiakan, ia berbangkit, lalu menguraikan apa yang terjadi di Sian-he-nia di Hokkian, di mana mereka masuk perangkap musuh, tapi berkat bantuan Lenghou Tiong mereka dapat selamat. Kemudian mereka tertawan musuh pula di Ji-pek-poh, di situ Ting-cing Suthay diancam dan dipaksa oleh Ciong Tin dari Ko-san-pay, kemudian dikerubut pula oleh orang-orang berkedok, untung Lenghou Tiong keburu datang membantu lagi, tapi lantaran luka Ting-cing Suthay cukup parah, akhirnya wafat dengan tenang.
"Ya, jelas sudah bahwa kawanan bangsat Ko-san-pay telah menyamar sebagai orang Mo-kau untuk memaksa Suci menyetujui peleburan Ngo-gak-kiam-pay," kata Ting-yat Suthay. "Hm, sungguh keji dan kejam amat rencana mereka. Jika mereka sudah berada dalam cengkeraman musuh, maka sukarlah bagi Suci untuk menolak ancaman mereka."
Sampai di sini suaranya menjadi lemah, ia terengah-engah sejenak, lalu menyambung, "Ting-cing Suci dikepung musuh di Sian-he-nia, rupanya beliau mengetahui pihak lawan bukan orang-orang yang mudah dihadapi, maka dia telah mengirim merpati pos untuk minta bantuan kepada kami. Tak terduga ... tak terduga hal ini pun sudah berada dalam perhitungan musuh dan kita telah dicegat di sini."
Melihat keadaan Ting-yat yang sudah lemah itu, murid Ting-sian yang bernama Gi-bun membujuknya, "Susiok, harap kau mengaso saja, biar Tecu yang menceritakan pengalaman kita ini."
"Pengalaman apa" Sudah terang musuh telah menyerbu Cui-gwe-am di malam buta dan pertempuran terus berjalan sampai hari ini," kata Ting-yat.
Gi-bun mengiakan, namun diuraikan juga secara singkat apa yang sudah terjadi selama beberapa hari akhir-akhir ini.
Kiranya orang-orang Ko-san-pay yang menyerbu Cui-gwe-am di tengah malam buta itu pun pakai kedok dan menyamar sebagai anggota Mo-kau. Diserang secara besar-besaran dan mendadak, rombongan Hing-san-pay hampir-hampir saja mengalami nasib pemusnahan keseluruhannya. Untung para nikoh Cui-gwe-am itu pun terhitung suatu aliran persilatan tersendiri selama beberapa angkatan, di dalam biara itu masih tersimpan lima batang Liong-coan-po-kiam, pedang wasiat gemblengan khas Kota Liong-coan. Ketua Cui-gwe-am, Jing-hiau Suthay, dalam keadaan bahaya telah membagi-bagikan pedang pusakanya kepada Ting-sian dan Ting-yat, dengan pedang pusaka yang sanggup memotong besi seperti merajang sayur itu, banyak sekali senjata pihak musuh telah dikutungi dan tidak sedikit juga melukai pihak lawan. Dengan demikian rombongan Ting-sian dapat bertempur sambil mengundurkan diri sampai di lembah pegunungan ini.
Lembah gunung ini dahulunya terdapat tambang besi, selama beberapa tahun terkenal sebagai "Lembah Tempat Pedang". Kemudian simpanan baja di lembah itu habis digali, tempat gembleng pedang berpindah tempat, hanya tinggal sisa-sisa tungku dan rumah pembakaran yang pernah dihuni itu. Berkat rumah-rumah pembakaran itu pula orang-orang Hing-san-pay dapat bertahan sekian hari dan tidak sampai musnah. Orang-orang Ko-san-pay sudah mulai mengumpulkan kayu dan rumput kering dan akan membakar hidup-hidup mereka, coba kalau datangnya Lenghou Tiong terlambat setengah hari saja pasti keadaan sudah runyam.
Ting-yat Suthay tidak sabar mendengarkan cerita Gi-bun itu, dia hanya mendelik ke arah Lenghou Tiong. Mendadak ia berkata, "Kau ... kau sangat baik. Tapi mengapa kau dipecat oleh gurumu, katanya kau berkomplot dengan pihak Mo-kau?"
"Tecu kurang teliti dalam pergaulan, tatkala itu memang benar berkenalan dengan beberapa tokoh dari Mo-kau," sahut Lenghou Tiong.
"Hm, binatang-binatang seperti kaum Ko-san-pay ini terang lebih jahat daripada orang Mo-kau," jengek Ting-yat Suthay. "Huh, apakah orang-orang yang menamakan dirinya beng-bun-cing-pay selalu lebih baik daripada Mo-kau?"
Tiba-tiba Gi-ho menyela, "Lenghou-suheng, bukan maksudku hendak mengolok-olok gurumu, padahal dia mengetahui bahwa Hing-san-pay kami sedang mengalami kesukaran, tapi dia sengaja berpeluk tangan tak mau membantu, di dalam hal ini bukan mustahil ... bukan mustahil dia sudah menyetujui peleburan Ngo-gak-kiam-pay sebagaimana disarankan oleh Ko-san-pay."
Tergerak hati Lenghou Tiong, ia merasa ucapan Gi-ho itu bukannya tidak mungkin. Tapi sejak kecil ia sudah memuja sang guru, dalam hati sedikit pun tidak pernah timbul rasa kurang hormatnya kepada beliau. Maka jawabnya, "Kukira suhu tidak sengaja tinggal diam, besar kemungkinan beliau ada urusan penting lain, maka ... maka ...."
Sejak tadi Ting-sian memejamkan mata buat menghimpun semangat, kini perlahan-lahan ia membuka mata dan berkata, "Hing-san-pay mengalami bencana, semuanya berkat bantuan Lenghou-siauhiap, budi kebaikan ini ...."
"Ah, Tecu hanya melakukan kewajiban sekadarnya, ucapan Supek tak berani kuterima," cepat Lenghou Tiong menjawab.
Ting-sian menggeleng, katanya, "Lenghou-siauhiap tidak perlu merendah diri. Gak-suheng sendiri tidak sempat, maka murid pertamanya yang dikirim ke sini untuk membantu juga sama saja. Gi-ho, kau jangan sembarang omong dan kurang hormat kepada orang tua."
"Tecu tidak berani," sahut Gi-ho sambil membungkuk tubuh. "Cuma ... cuma Lenghou-suheng sudah diusir dari Hoa-san-pay, Gak-supek tidak mengakui dia lagi sebagai murid. Kedatangannya juga bukan atas suruhan Gak-supek."
"Kau memang selalu tidak mau kalah dan suka berdebat saja," ujar Ting-sian dengan tersenyum. Dasar wataknya memang halus, selamanya tidak pernah bersuara bengis kepada anak muridnya.
Mendadak Gi-ho menghela napas dan berkata pula, "Ai, kalau Lenghou-suheng adalah wanita tentu segalanya akan menjadi baik."
"Sebab apa?" tanya Ting-sian Suthay.
"Dia sudah dipecat oleh Hoa-san-pay dan tidak punya ikatan keluarga lagi, jika dia wanita tentu dapat masuk menjadi anggota Hing-san-pay kita," sahut Gi-ho. "Dia telah bahu-membahu dengan kita menghadapi segala kesukaran, sudah mirip orang sendiri ...."
"Ngaco-belo! Sudah begini besar, bicaramu masih seperti anak kecil saja," bentak Ting-yat Suthay.
Sebaliknya Ting-sian tetap tersenyum, katanya, "Gak-suheng hanya salah paham saja, kelak bila sudah jelas duduknya perkara tentu Lenghou-siauhiap akan diterima kembali dan justru tenaga Lenghou-siauhiap akan sangat diandalkan. Seumpama dia tidak mau kembali ke Hoa-san-pay lagi, dengan ilmu silatnya yang tinggi dan keluhuran budinya, andaikan dia mau mendirikan aliran tersendiri juga bukan soal sulit."
"Tepat sekali ucapan Supek," The Oh menimbrung. "Lenghou-suheng, begitu jahat orang-orang Hoa-san-pay terhadap kau, kenapa tidak kau dirikan suatu ... suatu Lenghou-pay saja" Hm, apa kau mesti kembali lagi ke Hoa-san-pay, memangnya kau kepingin?"
Lenghou Tiong bersenyum getir, katanya, "Dorongan Supek benar-benar sangat membesarkan hati Tecu. Tapi semoga kemudian hari suhu sudi memaafkan kesalahan Tecu dan berkenan kembali ke dalam perguruan, selain itu Tecu tidak punya keinginan lain lagi."
"Kau tidak punya keinginan lain" Bagaimana dengan siausumoaymu?" tanya Gi-ho yang berwatak lugu dan suka bicara blakblakan itu.
Lenghou Tiong menggeleng, katanya ke pokok persoalan lain, "Marilah kita selesaikan layon para suci dan sumoay yang gugur. Apa mesti dikebumikan atau diperabukan?"
"Ya, kira perabukan saja mereka," ujar Ting-sian Suthay dengan suara rada parau melihat sekian anak muridnya bergelimpangan menjadi korban keganasan orang. Karena itu beberapa muridnya kembali menangis lagi.
Ada beberapa murid Hing-san-pay sudah tewas beberapa hari yang lalu, ada pula yang menggeletak jauh di sana, beramai-ramai Gi-ho dan lain-lain mengumpulkan jenazah saudara-saudara seperguruan itu sembari mencaci maki kekejaman orang Ko-san-pay.
Selesai mengurusi jenazah hari pun sudah gelap. Malam itu lantas mereka lewatkan di lembah pegunungan sunyi itu. Besok paginya para murid Hing-san-pay mengusung Ting-sian dan Ting-yat Suthay serta saudara-saudara seperguruan yang terluka ke Kota Liong-coan. Dari situ mereka melanjutkan perjalanan melalui sungai, mereka menyewa empat buah perahu berkabin dan menuju ke utara.
Khawatir orang Ko-san-pay menyerang pula di tengah jalan, Lenghou Tiong ikut dalam rombongan Hing-san-pay itu.
Untuk menghindarkan prasangka jelek, Gi-lim sengaja menumpang di perahu lain. Setiap hari Lenghou Tiong omong-omong dengan Gi-ho, The Oh, Cin Koan, dan lain-lain sehingga tidak begitu kesepian. Sementara itu keadaan Ting-sian dan Ting-yat Suthay sudah berangsur baik sesudah perahu mereka lewat Ci-tong-kan.
Sampai di muara Sungai Tiangkang, mereka lantas ganti sewa perahu lain dan berlayar ke mudik, ke hulu sungai di sebelah barat. Perjalanan yang agak lambat itu diperkirakan setiba di Hankau semua orang yang terluka sudah dapat sembuh, di situ mereka dapat mendarat lalu melanjutkan perjalanan ke muara untuk pulang ke Hing-san.
Suatu hari sampailah mereka di muara Danau Hoan-yang-oh, perahu mereka berlabuh di tepi Kota Kiukang. Perahu yang mereka tumpangi sekarang adalah perahu layar yang amat besar, beberapa puluh orang berkumpul menjadi satu kapal. Di waktu malam Lenghou Tiong tidur bersama para kelasi dan juru mudi di buritan.
Tengah malam itu, tiba-tiba Lenghou Tiong mendengar di tepi sungai sana ada suara tepukan tangan yang perlahan, berturut-turut bertepuk tiga kali, berhenti sejenak lalu bertepuk tiga kali pula. Menyusul seorang di atas perahu sebelah barat juga balas tepuk tangan tiga kali berhenti sebentar, lalu bertepuk lagi tiga kali.
Tepuk tangan itu sebenarnya tidak keras, tapi lwekang Lenghou Tiong sekarang sudah amat tinggi, dengan sendirinya daya pendengarannya juga sangat tajam. Begitu mendengar suara yang aneh segera ia terjaga bangun. Ia tahu tepukan tangan itu adalah kode di antara orang-orang Kangouw yang saling memberi isyarat.
Selama beberapa hari Lenghou Tiong selalu waspada dan mengawasi gerak-gerik sepanjang sungai kalau-kalau musuh menyerang secara mendadak. Pikirnya, "Coba kulihat siapa yang datang. Jika mereka bermaksud jahat kepada Hing-san-pay akan kubereskan saja secara diam-diam supaya tidak mengejutkan Ting-sian Suthay dan lain-lain."
Ia memandang ke perahu di sebelah barat sana, tertampak sesosok bayangan melompat ke daratan. Cepat Lenghou Tiong ikut melompat ke tepi sungai dengan enteng sekali, lalu mengitar di belakang sederetan keranjang yang berisi guci minyak yang siap di tepi sungai itu, terus menyusur lebih dekat ke sana.
Terdengar suara seorang sedang berkata, "Nikoh-nikoh di atas kapal itu memang tenar dari Hing-san-pay."
Lenghou Tiong berjongkok dengan diam, terdengar seorang lagi menjawab, "Lalu bagaimana baiknya" Apakah kita turun tangan malam ini juga atau tunggu sesudah hari terang" Apakah kau mengetahui tokoh-tokoh Hing-san-pay mana yang ikut datang?"
Yang pertama tadi berkata, "Kudengar para nikoh itu ada yang memanggil suhu dan ada yang memanggil supek, jelas Ting-sian dan Ting-yat kedua nikoh tua itu berada bersama mereka, Ting-cing sudah jelas mati di Hokkian. Menghadapi nikoh-nikoh tua itu kita harus hati-hati. Pernah kusaksikan Ting-cing bertempur dengan orang di Soatang, kedua telapak tangannya yang bekerja naik-turun itu sekaligus pernah merobohkan tiga lawan tangguh terkenal di Soatang. Kabarnya kepandaian Ting-sian lebih tinggi pula daripada Ting-yat."
"Jika begitu kukira lebih baik kita berunding dulu dengan para kawan kita," kata temannya tadi.
"Tapi menurut pendapatku, asalkan kita berusaha merintangi keberangkatan kawanan nikoh ini ke barat kan urusan menjadi beres?" kata yang lain. "Jika kita berunding dengan teman-teman kan menandakan kita berdua terlalu bodoh."
Dalam pada itu Lenghou Tiong telah merunduk lebih dekat, di bawah sinar bulan bintang yang remang-remang dilihatnya seorang berperawakan tegap, muka penuh godek mirip duri landak. Seorang lagi hanya tertampak dari samping, cuma raut mukanya kelihatan panjang lancip, orang ini kedengaran sedang menjawab, "Namun melulu kekuatan Pek-kau-pang kita jelas kita tak mampu melawan mereka. Apalagi kalau bertempur secara terang-terangan."
"Siapa bilang bertempur secara terang-terangan?" ujar si godek. "Biarpun ilmu silat kawanan nikoh itu sangat tinggi, kalau sudah kecebur di dalam air apa yang bisa mereka lakukan" Besok kita tunggu saja kalau kapal mereka sudah dilepas ke tengah sungai, kita lantas selulup ke dalam sungai untuk membobol perahu mereka, dengan demikian masakah mereka takkan tertawan satu per satu?"
"Akal ini sangat bagus," seru si muka lancip. "Dengan jasa besar ini nama Pek-kau-pang (Gerombolan Ular Putih) kita tentu akan tambah gemilang di Kangouw. Cuma aku masih mengkhawatirkan sesuatu."
"Mengkhawatirkan apa?" tanya si godek.
"Ngo-gak-kiam-pay mereka telah berserikat, kukhawatir bila Bok-taysiansing dari Heng-san-pay mengetahui perbuatan kita, mungkin sekali dia akan mencari perkara kepada Pek-kau-pang kita."
"Hm, selama ini kita pun sudah kenyang dibuat bulan-bulanan oleh Heng-san-pay. Sebaliknya sekali ini kalau kita tidak berusaha mati-matian, kelak kalau kita ada urusan tentu kawan-kawan lain juga takkan membantu. Padahal kalau usaha besar kali ini berhasil, boleh jadi Heng-san-pay akan ikut dihancurkan pula, perlu apa mesti takut kepada seorang Bok-taysiansing segala?"
"Baik, kuterima usulmu," sahut si muka lancip akhirnya. "Sekarang juga kita kumpulkan anak buah yang mahir menyelam."
Pada saat itulah Lenghou Tiong lantas melompat ke luar, dengan gagang pedang ia ketok belakang kepala si muka lancip, kontan orang itu jatuh kelengar. Si godek lantas memukul, tapi tahu-tahu thay-yang-hiat di pelipisnya telah kena ditonjok oleh gagang pedang Lenghou Tiong, seperti gasingan saja si godek berputar-putar dan akhirnya jatuh terduduk.
Pedang Lenghou Tiong menebas, dua buah tutup keranjang guci minyak telah dipotong, lalu kedua orang itu diangkatnya untuk dijebloskan ke dalam guci minyak yang penuh berisi minyak sayur. Rupanya guci-guci minyak itu disiapkan untuk esok harinya akan dimuat ke dalam perahu.
Begitu kedua orang itu masuk guci minyak, seketika mulut dan hidung mereka terendam, karena kerendam minyak dingin mereka lantas siuman malah dan kontan gelagapan karena tercekok minyak.
Tiba-tiba ada orang berkata di belakang, "Jangan mengganggu jiwa mereka, Lenghou-siauhiap!"
Itulah suara Ting-sian Suthay.
Lenghou Tiong terperanjat karena datangnya Ting-sian itu ternyata sama sekali tak diketahuinya. Segera ia mengiakan sembari mengendurkan tangannya yang menahan di atas kepala kedua orang itu.
Begitu merasa tekanan di atas kepala sudah kendur, segera kedua orang itu bermaksud melompat ke luar. Tapi Lenghou Tiong keburu berkata dengan tertawa, "Eh, jangan bergerak!"
Berbareng pedangnya mengetok pula batok kepala kedua orang sehingga mereka dipaksa ke dalam guci minyak lagi.
Kedua orang itu meringkuk di dalam guci minyak dan terendam minyak sampai sebatas leher, mata mereka terbelalak bingung karena tidak mengetahui cara bagaimana mereka bisa mengalami nasib demikian.
Dalam pada itu sesosok bayangan tampak melompat dari atas perahu, kiranya Ting-yat Suthay adanya. Dia bertanya, "Suci, apakah ada yang tertangkap?"
"Ternyata dua tongcu dari Pek-kau-pang di Lembah Kiukang sini, Lenghou-siauhiap hanya bercanda saja dengan mereka," sahut Ting-sian. Lalu ia berpaling kepada si godek dan bertanya, "Saudara she Ih atau she Ce" Apakah Su-pangcu baik-baik saja?"
Si godek memang she Ih, sahutnya dengan heran, "Aku she Ih, dari ... dari mana kau tahu" Su-pangcu kami sangat baik."
Dengan tersenyum Ting-sian berkata, "Ih-tongcu dan Ce-tongcu dari Pek-kau-pang di dunia Kangouw terkenal sebagai "Tiangkang-siang-hui-hi" (Dua Ikan Terbang di Sungai Tiangkang), nama kebesaran kalian sudah lama seperti bunyi guntur memekak telingaku."
Kiranya Ting-sian Suthay adalah seorang yang sangat teliti dalam segala hal, meski dia jarang berkelana, tapi macam-macam tokoh dari berbagai golongan dan aliran cukup dipahaminya. Si godek she Ih dan si muka lancip she Ce ini sebenarnya cuma jago kelas tiga atau empat di dunia persilatan, tapi begitu melihat raut mukanya tadi ia lantas dapat menduga asal usulnya.
Si muka lancip tampak sangat senang karena pujian Ting-sian, sahutnya, "Ah, mana kami berani terima istilah seperti guntur memekak telinga."
Mendadak Lenghou Tiong kerahkan tenaga dan menekan kepala kedua orang itu ke dalam minyak, lalu dikendurkan lagi, katanya dengan tertawa, "Aku pun sudah lama mendengar nama kebesaran kalian seperti minyak menyusup ke dalam telinga."
Keruan si muka lancip menjadi gusar. "Kau ... kau ...." ia bermaksud memaki, tapi tidak berani.
"Setiap pertanyaanku harus kau jawab dengan sejujurnya, jika dusta sedikit saja segera akan kubikin kalian "Ikan Terbang Sungai Tiangkang" menjadi "Belut Mati Terendam Minyak"," habis berkata ia terus tekan pula kepala si godek she Ih ke dalam minyak.
Ting-sian dan Ting-yat tersenyum geli, mereka sama pikir, "Pemuda ini menang nakal. Tapi caranya ini juga cara paling bagus untuk memaksa pengakuan dari tawanan."
Begitulah Lenghou Tiong lantas mulai bertanya, "Pek-kau-pang kalian mulai kapan berkomplot dengan Ko-san-pay" Siapa yang suruh kalian membikin susah Hing-san-pay?"
"Berkomplot lengan Ko-san-pay inilah aneh?" sahut si godek. "Para kesatria Ko-san-pay tiada satu pun yang kami kenal."
"Haha, pertanyaan pertama saja sudah tidak kau jawab dengan jujur, biar kau minum minyak lebih kenyang," seru Lenghou Tiong. Habis berkata, kembali ia tekan kepala orang itu sehingga kelabakan pula terendam minyak. Lalu katanya terhadap si muka lancip, "Lekas kau bicara terus terang, apakah kau juga ingin menjadi belut rendaman minyak?"
"Aku tidak ingin menjadi belut," sahut orang she Ce itu. "Tapi apa yang dikatakan Ih-toako tidaklah dusta, kami benar-benar tidak kenal tokoh Ko-san-pay. Lagi pula Ko-san-pay adalah kawan serikat Hing-san-pay sendiri, hal ini diketahui oleh setiap orang bu-lim, mana mungkin Ko-san-pay menyuruh kami membikin susah Hing-san-pay kalian."
Lenghou Tiong angkat pedangnya untuk melepaskan kepala she Ih itu, lalu bertanya pula, "Tadi kau mengatakan besok akan menenggelamkan kapal yang ditumpangi Hing-san-pay di tengah sungai, maksud kalian benar-benar keji, sebenarnya apa salahnya Hing-san-pay terhadap kalian?"
Ting-yat Suthay yang datang belakangan belum mengetahui apa sebabnya Lenghou Tiong mengompes kedua orang itu, sekarang demi mendengar keterangan itu, ia menjadi gusar dan membentak, "Bangsat kurang ajar, jadi kau bermaksud menenggelamkan kami."
Anak murid Hing-san-pay hampir seluruhnya adalah orang utara yang tidak dapat berenang, jika benar kapal mereka tenggelam di tengah sungai, maka sukar untuk menghindarkan diri dari mati tenggelam. Kalau dibayangkan sungguh mengerikan.
Khawatir kalau dibenamkan lagi ke dalam minyak, lekas-lekas orang she Ih itu mendahului menjawab, "Selamanya Hing-san-pay tiada permusuhan apa-apa dengan Pek-kau-pang kami yang tiada artinya ini, mana kami berani pula mencari perkara kepada Hing-san-pay kalian. Hanya saja kami ... kami menyangka kalian adalah sesama pemeluk agama Buddha, kepergian kalian ke arah barat besar kemungkinan akan memberikan bantuan, maka ... maka secara sembrono timbul maksud jelek kami. Tapi lain kali kami tidak berani lagi."
Makin mendengar makin bingung Lenghou Tiong, tanyanya, "Apa maksudmu sesama pemeluk agama dan memberi bantuan segala" Bicaralah yang jelas, bikin bingung saja."
"Ya, ya," sahut orang she Ih. "Meski Siau-lim-pay bukan satu di antara Ngo-gak-kiam-pay, tapi kami kira hwesio dan nikoh adalah orang satu keluarga ...."
"Kurang ajar!" mendadak Ting-yat membentak.
Orang she Ih itu kaget, tanpa disadari terus mengkeretkan tubuhnya sehingga kelabakan karena mulutnya kemasukan minyak.
Dengan menahan tawa Ting-yat menuding si muka lancip, "Lekas kau yang bicara!"
"Ya, ya," sahut orang she Ce. "Ada seorang "Ban-li-tok-heng" Dian Pek-kong, entah Suthay kenal baik tidak dengan dia?"
Ting-yat menjadi gusar, pikirnya Dian Pek-kong itu adalah manusia cabul, masakah dirinya seorang padri suci kenal baik dengan dia" Benar-benar suatu penghinaan besar, segera sebelah tangannya melayang, kontan ia hendak menempeleng orang she Ce.
Hina Kelana Balada Kaum Kelana Siau-go-kangouw Karya Jin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tapi Ting-sian Suthay keburu mencegah, katanya, "Sumoay jangan gusar, mungkin otak mereka sudah beku karena terendam minyak, maka bicara tak keruan."
Lalu ia tanya orang she Ce, "Ada apa tentang Dian Pek-kong?"
"Dian Pek-kong, Dian-toaya itu adalah sobat baik Su-pangcu kami," sambung orang she Ce. "Beberapa hari yang lalu Dian-toaya ...."
"Dian-toaya apa" Manusia kotor begitu sudah lama seharusnya dibunuh, tapi kalian malah berkawan dengan dia, ini menandakan Pek-kau-pang kalian juga bukan manusia baik-baik," kata Ting-yat dengar gusar.
Orang she Ce menjadi ketakutan, berulang-ulang ia hanya mengiakan saja.
"Kami hanya tanya apa sebabnya Pek-kau-pang kalian memusuhi Hing-san-pay, kenapa kau sebut-sebut pula Dian Pek-kong?" ujar Ting-yat pula. Lantaran dahulu Dian Pek-kong pernah mengganggu muridnya, yaitu Gi-lim, ia pun tidak berhasil membunuhnya, hal ini dianggapnya sebagai kejadian yang memalukan, maka ia merasa risi jika orang menyebut namanya Dian Pek-kong.
Kembali orang she Ce mengiakan, katanya, "Ya, ya. Soalnya kawan-kawan ingin menolong Yim-siocia, tapi khawatir orang-orang cing-pay membantu kaum hwesio, maka kami berdua yang sembrono ini ikut-ikut timbul pikiran baru ...."
Ting-yat tambah bingung mendengar cerita yang tak keruan juntrungannya itu, ia menghela napas dan berkata, "Suci, kedua orang dogol ini harus kau yang tanyai saja."
Ting-sian tersenyum, katanya kemudian, "Yim-siocia katamu, apakah kau maksudkan putri Yim-kaucu dari Tiau-yang-sin-kau yang dulu?"
Lenghou Tiong tergetar. "Apa yang mereka maksudkan adalah Ing-ing?" wajahnya berubah seketika dan tangan mengeluarkan keringat.
"Ini ... inilah kurang jelas," sahut orang she Ce. "Yang jelas beberapa waktu yang lalu Dian-toaya, eh keliru, Dian Pek-kong telah bertamu kepada Su-pangcu kami, katanya menurut rencana pada tanggal 15 bulan 12 yang akan datang ini para kawan beramai-ramai akan menyerbu Siau-lim-si untuk menyelamatkan Yim-siocia."
"Menyerbu Siau-lim-si" Apa kepandaian kalian sehingga berani menepuk lalat di atas kepala harimau" Kurang ajar benar keparat Dian Pek-kong itu," omel Ting-yat.
"Ya, ya, tentu saja kami tak mampu apa-apa," sahut orang she Ce.
"Kukira Dian Pek-kong itu hanya bertugas sebagai penghubung saja karena kakinya paling cepat," ujar Ting-sian. "Dalam urusan ini sesungguhnya siapa yang memegang pimpinan?"
Dari tadi orang she Ih diam saja, sekarang ia lantas menyela, "Ketika para kawan mendengar Yim-siocia dikurung oleh kepala gun ... eh, maksudku hwesio-hwesio dari Siau-lim-si, serentak semua orang menyatakan siap pergi menolong Yim-siocia, maka sukar dikatakan siapa yang pegang pimpinan."
Bab 88. Yim Ing-ing Disekap Dalam Siau-lim-si
"Apa kalian tidak takut kepada Tiau-yang-sin-kau (nama Mo-kau yang asli)?" tanya Ting-sian.
"Bila teringat kepada budi kebaikan Yim-siocia, betapa pun Tonghong-kaucu akan merintangi juga tak dipikir lagi oleh para kawan," sahut orang she Ih. "Semua kawan menyatakan, sekalipun badan hancur lebur bagi Yim-siocia juga rela."
Seketika itu timbul macam-macam pertanyaan dalam benak Lenghou Tiong, "Yim-siocia yang mereka katakan itu apakah benar Ing-ing adanya" Sebab apa dia ditahan oleh padri Siau-lim-si" Jika betul dia orang Mo-kau, mengapa Tonghong-kaucu dari Mo-kau malah akan merintangi orang-orang yang bermaksud menolongnya" Usianya masih muda belia, apa budi kebaikannya terhadap orang-orang lain" Mengapa orang-orang sebanyak ini siap berkorban baginya demi mendengar dia berada dalam bahaya" Melihat gelagatnya Ting-sian Suthay terang mengetahui lebih banyak daripadaku, entah dia akan tinggal diam atau akan pergi membantu pihak Siau-lim-pay?"
Terdengar Ting-sian Suthay berkata, "Kalian khawatir Hing-san-pay kami pergi membantu Siau-lim-pay, sebab itu kalian bermaksud menenggelamkan kapal kami?"
"Ya," sahut orang she Ce, "sebab kami pikir hwesio dan nikoh sama-sama itu ... ini ...."
"Sama-sama ini itu apa?" damprat Ting-yat dengan gusar.
"Ya, ya, ini ... itu ... hamba tidak berani banyak omong ...." kata orang she Ce dengan gelagapan.
"Sebelum tanggal 15 bulan 12 tiba, tentunya Pek-kau-pang kalian juga akan pergi ke Siau-lim-si bukan?" tanya Ting-sian.
"Hal ini tergantung perintah Su-pangcu," sahut orang she Ce dan she Ih bersama. Lalu yang she Ce menambahkan, "Karena kelompok-kelompok teman yang lain beramai-ramai akan pergi, rasanya Pek-kau-pang kami juga takkan ketinggalan."
"Kelompok-kelompok lain" Siapa-siapa saja mereka?" tanya Ting-sian.
"Menurut Dian ... Dian Pek-kong, katanya ada Hay-soa-pang dari Ciatkang, Hek-hong-hwe dari Soatang, Thian-ho-pang, Tiang-keng-pang ...." begitulah berturut-turut ia menyebut beberapa puluh gerombolan dan perkumpulan Kangouw.
Ting-yat mengerut kening, katanya, "Semuanya orang-orang sesat yang tidak punya pekerjaan yang baik. Biarpun berjumlah sebanyak itu juga belum tentu mampu melawan Siau-lim-pay."
Mendengar nama-nama yang disebut orang she Ce tadi ada sebagian pernah dikenalnya ketika di Ngo-pah-kang dahulu, maka Lenghou Tiong tambah yakin bahwa Yim-siocia yang dimaksudkan itu pastilah Ing-ing. Cepat ia ikut tanya, "Sebenarnya apa sebabnya pihak Siau-lim-pay menahan ... menahan Yim-siocia itu?"
"Entahlah, mungkin sekali kawanan hwesio Siau-lim-si itu terlalu kenyang makan dan iseng, maka sengaja cari gara-gara," sahut orang she Ce.
"Baiklah, silakan kalian pulang menyampaikan salam kami kepada Su-pangcu, katakan kami tidak sempat mampir. Perjalanan kami selanjutnya juga diharapkan bantuan kalian, semoga jangan mengirim orang membobol kapal yang kami tumpangi ini."
Berulang-ulang kedua orang Pek-kau-pang itu mengiakan dan menyatakan tidak berani.
Lalu Ting-sian berkata pula kepada Lenghou Tiong, "Malam yang tenang dan permai ini silakan Lenghou-siauhiap menikmati lebih jauh, maafkan kami tidak mengiringi lagi."
Habis berkata bersama Ting-yat mereka lantas melangkah kembali ke kapal.
Lenghou Tiong tahu nikoh tua itu sengaja menyingkir agar dirinya dapat tanya lebih jelas terhadap kedua orang Pek-kau-pang itu. Tapi seketika pikirannya menjadi kacau sehingga tidak tahu apa yang harus ditanyakan kepada mereka.
Ia berjalan mondar-mandir di tepi sungai, sebentar-sebentar berdiri termenung, lalu mondar-mandir lagi. Dilihatnya bayangan bulan bergerak-gerak di tengah riak air, mendadak teringat olehnya, "Hari ini sudah tanggal tua bulan 11. Padahal mereka beramai-ramai akan menuju Siau-lim-si pada tanggal 15 bulan 12, jadi waktunya sudah dekat. Hong-ting dan Hong-sing Taysu dari Siau-lim-pay sangat baik padaku, orang-orang yang bermaksud menolong Ing-ing pasti akan bertempur dengan Siau-lim-pay, tak peduli pihak mana yang menang, yang pasti kedua pihak tentu akan jatuh korban. Ada baik sekali jika sekarang aku mendahului pergi memohon Hong-ting Taysu agar suka membebaskan Ing-ing sehingga pertumpahan darah dapat dihindarkan, cara demikian kan sangat bagus" Sementara ini Ting-sian dan Ting-yat Suthay juga sudah pulih semua kesehatannya, meski tampaknya sudah tua dan sangat alim, tapi sesungguhnya Ting-sian Suthay adalah seorang tokoh bu-lim yang hebat, maka perjalanan pulang ke utara rasanya takkan mengalami sesuatu kesulitan. Cuma cara bagaimana aku harus mohon diri kepada mereka?"
Maklumlah, selama beberapa hari ini ia telah hidup berdampingan dengan para nona dan nikoh Hing-san-pay itu, mereka sangat hormat dan menyukainya, meski mereka memanggilnya "Lenghou-suheng", tapi sebenarnya menganggapnya seperti seorang paman guru mereka. Sekarang mendadak harus berpisah rasanya sukar untuk dikemukakan.
Tiba-tiba terdengar suara tindakan orang yang halus, dua orang perlahan-lahan mendekat. Kiranya adalah Gi-lim dan The Oh. Beberapa meter di hadapan Lenghou Tiong mereka lantas berhenti dan memanggil, "Lenghou-toako."
Cepat Lenghou Tiong memapak maju, tanyanya, "Rupanya kalian juga terjaga bangun!"
"Lenghou-toako," kata Gi-lim, "Ciangbun-supek suruh kami mengatakan padamu ...." sampai di sini suaranya menjadi rada tergagap, ia mengutik The Oh dan berkata, "Kau saja yang katakan padanya."
"Kau yang disuruh ciangbun-susiok untuk mengatakan padanya," ujar The Oh.
"Kau yang bicara juga sama saja," sahut Gi-lim.
"Lenghou-toako," The Oh lantas menyambung, "ciangbun-susiok bilang, budi besar tidak perlu menonjolkan rasa terima kasih, yang pasti selanjutnya segala urusan Hing-san-pay siap di bawah perintahmu. Jika engkau ingin pergi ke Siau-lim-si buat menolong Yim-siocia, maka kami sekalian pasti akan ikut berusaha sepenuh tenaga."
Lenghou Tiong menjadi heran, pikirnya, "Aku toh tidak menyatakan akan pergi menolong Ing-ing, dari mana Ting-sian Suthay mengetahui" Ai, benarlah! Ketika para pahlawan berkumpul di Ngo-pah-kang, semuanya menyatakan hendak menyembuhkan penyakitku, sudah tentu usaha mereka disebabkan keseganan mereka terhadap Ing-ing. Kejadian itu telah menggegerkan dunia Kangouw dan diketahui setiap orang, sudah tentu Ting-sian Suthay juga mendengar akan peristiwa itu."
Teringat akan hal ini, tanpa terasa mukanya menjadi merah.
Dalam pada itu The Oh telah menyambung lagi, "Ciangbun-susiok bilang, soal ini paling baik jangan pakai kekerasan. Beliau dan Ting-yat Susiok berdua saat ini sudah menyeberangi sungai terus menuju ke Siau-lim-si untuk memohon Hong-ting Taysu sudi membebaskan Yim-siocia, adapun kami di bawah pimpinan Lenghou-toako boleh menyusul ke sana secara perlahan-lahan."
Seketika Lenghou Tiong tertegun mendengar cerita itu, untuk sejenak ia tidak sanggup bicara. Ketika memandang ke tengah sungai, benar juga tertampak sebuah sampan kecil dengan layar putih sedang laju ke utara. Tak terkatakan perasaannya saat itu. Ia berterima kasih dan malu pula. Katanya di dalam hati, "Kedua Suthay adalah orang alim di dalam agama, orang kosen pula di dalam bu-lim, jika mereka sudi tampil ke muka untuk mohon kemurahan hati Siau-lim-pay cara ini adalah paling baik memang daripada seorang keroco yang tiada artinya seperti diriku ini. Besar kemungkinan Hong-ting Taysu akan membebaskan Ing-ing atas permohonan Ting-sian dan Ting-yat Suthay."
Berpikir demikian, hatinya menjadi lega pula. Ia berpaling, dilihatnya orang she Ih dan she Ce tadi masih longak-longok di dalam guci minyak dan tidak berani merangkak ke luar. Mengingat maksud tujuan kedua orang itu pun hendak menolong Ing-ing, sekarang dirinya memperlakukan mereka secara demikian, timbul rasa tidak enak dalam hati Lenghou Tiong. Cepat ia mendekati mereka sambil memberi hormat, katanya, "Lantaran kecerobohanku tadi sehingga membikin susah "Tiangkang-siang-hui-hi" berdua kesatria, soalnya memang aku tidak tahu duduknya perkara, maka diharap kalian sudi memaafkan."
Sudah tentu Sepasang Ikan Terbang dari Tiangkang itu terheran-heran melihat sikap Lenghou Tiong yang aneh itu, mula-mula garang terhadap mereka, tapi sekarang memberi hormat dan minta maaf segala. Cepat mereka pun merangkap tangan dan membalas hormat. Karena kelakuan mereka yang sibuk itu, minyak sayur yang merendam mereka lantas muncrat sehingga Lenghou Tiong, Gi-lim, dan The Oh kecipratan tetesan minyak.
Dengan tersenyum Lenghou Tiong manggut-manggut, katanya terhadap Gi-lim dan The Oh, "Marilah kita kembali saja."
Sampai di atas kapal, para murid Hing-san-pay sama sekali tidak menyinggung lagi urusan itu. Sampai Gi-ho dan Cin Koan yang biasanya suka usilan juga tidak tanya satu kata pun kepada Lenghou Tiong. Agaknya sebelum berangkat Ting-sian Suthay telah memberi pesan demikian kepada mereka agar tidak membikin rikuh Lenghou Tiong.
Walaupun dalam hati Lenghou Tiong sangat berterima kasih, tapi demi melihat lagak lagu beberapa murid Hing-san-pay memperlihatkan wajah tersenyum-senyum aneh, mau tak mau ia merasa kikuk juga. Pikirnya, "Dari sikap mereka ini jelas kelihatan mereka yakin Ing-ing adalah kekasihku. Padahal hubunganku dengan Ing-ing boleh dikata suci bersih, selamanya tidak pernah bicara satu patah kata mesra yang menyangkut laki-laki dan perempuan. Tapi mereka tidak tanya, cara bagaimana aku memberi penjelasan?"
Ketika berhadapan dengan Cin Koan dan melihat sorot mata si nona berkedip-kedip penuh arti menggoda, tak tahan lagi Lenghou Tiong lantas berkata, "Sama sekali bukan begitu halnya, kau ... kau jangan menduga sembarangan."
"Aku menduga sembarangan apa?" sahut Cin Koan tertawa.
Dengan muka merah Lenghou Tiong berkata, "Aku dapat terka pikiranmu."
"Terka apa?" tanya Cin Koan.
Belum Lenghou Tiong menanggapi, tiba-tiba Gi-ho menyela, "Cin-sumoay, jangan banyak bicara lagi, apa kau sudah lupa akan pesan supek?"
"Ya, ya, aku masih ingat," sahut Cin Koan sambil dekap mulut dan menahan tawa.
Waktu Lenghou Tiong berpaling, dilihatnya Gi-lim duduk menyendiri di pojok sana dengan wajah pucat, sikapnya sangat dingin. Tergerak hati Lenghou Tiong, pikirnya, "Entah apa yang sedang direnungkannya" Mengapa dia tidak mau bicara dengan aku?"
Dengan termangu-mangu Lenghou Tiong memandanginya, tiba-tiba teringat ketika dirinya terluka di luar Kota Heng-san dan dibawa lari dalam pangkuan Gi-lim, tatkala itu betapa perhatian dan mesranya dia terhadapnya, sama sekali berbeda daripada sikapnya yang dingin dan tak acuh seperti sekarang ini. Apa sebabnya"
Begitulah ia memandang dengan kesima, sebaliknya Gi-lim tetap diam saja seperti orang sedang semadi.
"Lenghou-suheng!" tiba-tiba Gi-ho memanggil.
Tapi Lenghou Tiong tidak mendengar, ia tidak menjawab.
"Lenghou-suheng!" kembali Gi-ho memanggil dengan lebih keras.
Dengan terkejut Lenghou Tiong menoleh, sahutnya, "O, ada apa?"
"Ciangbun-supek memberi pesan apakah besok kita akan tetap meneruskan perjalanan dengan kapal atau ganti melalui daratan, katanya terserah kepada keinginan Lenghou-suheng."
Sesungguhnya di dalam hati Lenghou Tiong sangat ingin meneruskan perjalanan darat agar bisa lekas-lekas mendapat beritanya Ing-ing, tapi ketika melirik, dilihatnya kelopak mata Gi-lim berlinang air mata dan harus dikasihani, terpikir olehnya, "Mereka tentu menyangka aku terburu-buru ingin menjumpai Ing-ing, padahal tiada terkandung pikiranku demikian."
Maka katanya kemudian, "Ciangbun Suthay suruh kita menyusulnya perlahan-lahan, maka biarlah kita tetap menumpang kapal saja. Rasanya kaum Pek-kau-pang takkan berani mengganggu kita lagi."
"Apakah kau tidak khawatir lagi?" tanya Cin Koan dengan tertawa.
Muka Lenghou Tiong menjadi merah. Belum dia menjawab, tiba-tiba Gi-ho membentak, "Cin-sumoay, anak perempuan kecil, kenapa selalu usil?"
"Aku sih tidak usil!" sahut Cin Koan dengan tertawa. "Omitohud, aku hanya sedikit khawatir."
Begitulah besoknya kapal mereka terus menempuh arus ke hulu sungai. Lenghou Tiong memerintahkan juru mudi menjalankan perahu menyusur tepian untuk menjaga kalau-kalau orang Pek-kau-pang mengganggu lagi. Tapi setiba di wilayah Oupak tidak pernah terjadi apa-apa.
Untuk selanjutnya selama beberapa hari Lenghou Tiong tidak banyak pasang omong dengan anak murid Hing-san-pay itu. Setiap malam bila perahu berlabuh ia suka mendarat untuk minum arak, kembalinya tentu dalam keadaan mabuk.
Hari itu perahu mereka membelok ke utara menuju ke hulu Han-sui, malamnya perahu mereka berlabuh di suatu kota kecil Keh-bin-to. Kembali Lenghou Tiong mendarat pula untuk minum arak.
Keh-bin-to itu hanya ada 20-an rumah, dia minum beberapa kati arak di suatu kedai arak yang sepi dan sederhana. Tiba-tiba timbul pikirannya, "Entah bagaimana keadaan luka siausumoay" Agaknya obat yang diantar Gi-cin dan Gi-leng itu akan dapat menyembuhkan lukanya. Dan bagaimana pula luka Lim-sute" Jika Lim-sute tak bisa disembuhkan, lantas bagaimana dengan siausumoay?"
Sampai di sini ia menjadi terkesiap sendiri, pikirnya, "Wahai Lenghou Tiong, kau benar-benar manusia yang rendah. Kau mengharapkan luka siausumoay lekas sembuh, tapi kau menginginkan pula kematian Lim-sute oleh lukanya yang parah. Apa sesudah Lim-sute mati lantas siausumoay akan kawin dengan kau?"
Karena terlalu iseng, berturut-turut ia menghabiskan pula beberapa mangkuk arak. Lalu berpikir lagi, "Entah siapa yang membunuh Lo Tek-nau dan patsute" Mengapa orang itu menyerang Lim-sute pula" Ai, berturut-turut Hoa-san-pay kehilangan beberapa murid, boleh dikata banyak mematahkan kekuatannya. Entah bagaimana pula keadaan suhu dan sunio sekarang ini?"
Ia angkat mangkuk arak, sekali tenggak kembali dihabiskan isinya. Kedai kecil itu tiada penganan-penganan teman arak, yang ada cuma kacang goreng. Maka Lenghou Tiong mencomot beberapa biji kacang goreng ke dalam mulutnya.
Tiba-tiba terdengar suara orang menghela napas di belakangnya sambil berkata, "Ai, laki-laki di dunia ini sembilan dari sepuluh orang berhati palsu."
Lenghou Tiong menoleh dan memandang ke arah orang yang bicara itu, di bawah cahaya lilin yang rada guram ternyata di dalam kedai arak itu selain dirinya hanya ada seorang lagi yang mendekam di atas meja di pojok sana. Di atas meja tertaruh poci dan cawan arak, pakaian orang itu compang-camping, melihat keadaannya tidak menyerupai orang yang terpelajar.
Kembali Lenghou Tiong menenggak araknya tanpa ambil pusing kepada orang itu. Ketika ia hendak mengisi mangkuknya lagi, ternyata isi poci sudah kosong.
Terdengar orang di belakangnya berkata pula, "Lantaran kau, orang telah dikurung di tempat yang gelap gulita, tapi kau sendiri malah berkecimpung di tengah-tengah pupur dan gincu, baik nona cilik maupun nikoh yang gundul dan nenek-nenek, semuanya jadi. Ai, sungguh kasihan dan harus disesalkan."
Lenghou Tiong tahu yang dimaksudkan orang itu pasti dirinya, ia tidak menoleh, pikirnya, "Siapakah orang ini" Dia mengatakan "lantaran kau orang telah dikurung di tempat gelap gulita", apa yang dia maksudkan adalah Ing-ing" Mengapa Ing-ing sampai terkurung lantaran diriku?"
Karena sengaja ingin mendengar lebih banyak, maka ia diam saja. Terdengar orang itu berkata pula, "Justru banyak manusia-manusia yang tidak bersangkutan suka ikut campur urusan, katanya siap pergi menolong orang meski jiwa bakal melayang. Tapi mereka justru ingin berebut menjadi kepala, urusan belum dikerjakan sudah saling baku hantam sendiri. Ai, urusan Kangouw ini membuat aku merasa sebal."
Tanpa menoleh sedikit pun Lenghou Tiong terus melompat ke belakang, dengan tepat ia jatuh ke bawah dan duduk di hadapan orang itu sembari tangan masih memegangi mangkuk arak, katanya, "Cayhe tidak paham urusan-urusan itu, mohon Lauheng (saudara) sudi memberi petunjuk."
Tapi orang itu tetap berdekap di atas meja tanpa mengangkat kepala, katanya, "Ai, betapa senangnya tentu sebanyak itu pula dosamu. Para nona dan nikoh Hing-san-pay agaknya malam ini akan tertimpa bencana."
Lenghou Tiong tambah kejut, cepat ia berbangkit dan memberi hormat, katanya, "Harap Cianpwe terima salam hormat Lenghou Tiong ini dan mohon suka memberi petunjuk-petunjuk yang berguna."
Mendadak dilihatnya di sisi bangku yang diduduki orang itu tertaruh sebuah rebab tua, tiba-tiba hati Lenghou Tiong tergerak, tahulah dia siapa gerangan orang ini. Cepat ia menyembah dan berkata, "Wanpwe Lenghou Tiong beruntung dapat berjumpa dengan Bok-supek dari Heng-san. Maafkan tadi telah kurang hormat."
Baru sekarang orang itu mengangkat kepalanya, sorot matanya yang tajam menatap sekejap ke arah Lenghou Tiong. Memang betul dia adalah "Siau-siang-ya-uh" Bok-taysiansing, itu ketua Heng-san-pay. Dia mendengus, lalu menjawab, "Aku tidak berani terima panggilan supek. Lenghou-tayhiap, selama beberapa hari ini kau benar-benar senang."
"Harap Bok-supek maklum," sahut Lenghou Tiong sambil membungkuk tubuh. "Tecu diperintahkan Ting-sian Supek agar ikut para suci dan sumoay dari Hing-san-pay menuju ke Siau-lim-si. Walaupun Tecu rada sembrono, tapi sedikit pun tidak berani berbuat kurang sopan terhadap para suci dan sumoay Hing-san-pay itu."
"Ai, sudahlah, silakan duduk saja," kata Bok-taysiansing sambil menghela napas. "Apakah kau tidak tahu bahwa orang Kangouw telah geger dan ramai membicarakan dirimu."
"Kelakuan Wanpwe memang rada sinting dan kurang prihatin, sampai-sampai perguruan sendiri juga tidak dapat memberi ampun, maka terhadap omongan iseng di kalangan Kangouw tak dapat Wanpwe ambil pusing lagi," sahut Lenghou Tiong dengan tersenyum pahit.
"Hm, jika kau rela dianggap sebagai pemuda bangor, tentu orang lain juga takkan peduli," jengek Bok-taysiansing. "Tapi nama baik Hing-san-pay selama beberapa ratus tahun itu ikut runtuh di tanganmu, apakah sedikit pun kau tidak punya perasaan. Dunia Kangouw telah geger, katanya kau seorang laki-laki telah bercampur baur di tengah gerombolan nona-nona jelita dan nikoh muda Hing-san-pay. Jangankan nama bersih berpuluh nona yang masih perawan itu ternoda, sampai-sampai suthay-suthay tua yang suci bersih itu pun ikut-ikut dibuat bahan tertawaan. Hal ini benar-benar sudah keterlaluan."
Serentak Lenghou Tiong melompat bangun sambil meraba pedangnya, serunya, "Entah siapa yang sengaja menyiarkan kabar bohong yang tidak berdasar dan memalukan itu" Mohon Bok-supek memberi tahu."
"Apakah kau bermaksud membunuh mereka?" tanya Bok-taysiansing. "Hm, orang Kangouw yang bicara tentang dirimu sedikitnya beribu-ribu banyaknya, apakah kau sanggup membunuh habis mereka" Padahal semua orang sama kagum atas rezekimu yang nomplok itu, apa sih jeleknya"
Lenghou Tiong duduk kembali dengan lesu, katanya di dalam hati, "Ya, memang perbuatanku suka menuruti jalan pikiranku sendiri tanpa menimbang bahwa nama baik Hing-san-pay akan ikut tercemar. Lantas apa yang harus kulakukan sekarang?"
Terdengar Bok-taysiansing menghela napas, katanya dengan suara ramah, "Selama lima hari ini, setiap malam aku mengintai ke kapal kalian ...."
"Hah!" Lenghou Tiong bersuara kaget. Katanya di dalam hati, "Kiranya berturut-turut lima malam Bok-supek telah mengintai ke atas kapal, tapi sedikit pun aku tidak tahu, sungguh teramat tidak becus aku ini."
Lalu Bok-taysiansing menyambung pula, "Aku menyaksikan setiap malam kau tidur di buritan kapal tanpa lepas baju, jangankan perbuatan tidak sopan kepada murid-murid Hing-san-pay, bahkan omong-omong iseng juga tidak. Lenghou-laute, kau tidak cuma bukan pemuda bangor, sesungguhnya kau adalah laki-laki yang tahu aturan, sedikit pun hatimu tidak tergoyah oleh nona-nona jelita yang memenuhi kapal itu, bahkan berlangsung sekian lamanya imanmu tetap bertahan, sungguh jarang terdapat laki-laki sejati seperti kau. Aku benar-benar kagum sekali."
Ia mengacungkan jempolnya, lalu mengetok meja dan berkata pula, "Marilah kusuguh kau satu cawan."
Segera ia angkat poci arak untuk menuangi mangkuk Lenghou Tiong.
"Ucapan Bok-supek sungguh membikin Siautit merasa gugup," sahut Lenghou Tiong. "Sebenarnya Siautit juga bukan patung, sekali-kali Siautit juga suka iseng, hanya saja kurasa tidak pantas punya pikiran jahat terhadap para suci dan sumoay dari Hing-san-pay."
"Kau benar-benar seorang laki-laki sejati," puji Bok-taysiansing dengan tertawa. "Jika usiaku lebih muda 20 tahun, mana aku sanggup menjaga diri seperti kau tiap malam bersanding dengan nona-nona sebanyak itu. Kau benar-benar hebat. Mari, habiskan semangkuk ini!"
Begitulah kedua orang lantas mengangkat mangkuk masing-masing, sekali tenggak segera habis isinya. Lalu kedua orang bergelak tertawa.
Kalau melihat potongan dan dandanan Bok-taysiansing yang jelek, mana bisa mirip seorang ciangbunjin yang namanya disegani di dunia Kangouw. Tapi terkadang sorot matanya menunjukkan kegagahperwiraannya, hanya saja tanda-tanda demikian itu sekilas saja lantas lenyap dan kembali berwujud seorang yang buruk rupa. Pikir Lenghou Tiong, "Ketua Hing-san-pay Ting-sian Suthay sangat ramah dan welas asih, ketua Thay-san-pay Thian-bun Totiang kereng berwibawa, ketua Ko-san-pay Co Leng-tan suka bicara dan banyak tertawa, guruku adalah seorang kesatria sopan, dan Bok-supek ini luarnya kelihatan jelek, mirip seorang rudin. Tapi ketua-ketua Ngo-gak-kiam-pay sebenarnya adalah tokoh-tokoh yang sukar dijajaki. Sebaliknya aku Lenghou Tiong cuma seorang bodoh, selisih jauh bila dibandingkan dengan mereka."
Dalam pada itu Bok-taysiansing berkata pula, "Waktu di Oulam sudah kudengar bahwa kau bergalang-gulung bersama kawanan nikoh Hing-san-pay, aku sangat heran, sebab Ting-sian Suthay bukanlah orang sembarangan, mana dia mengizinkan anak muridnya berbuat tidak senonoh. Kemudian kudengar orang Pek-kau-pang membicarakan jejakmu, aku lantas menyusul ke sini. Lenghou-laute, ketika kau membikin rusuh di rumah pelesiran di Heng-san, tatkala mana kuanggap kau adalah seorang pemuda bangor. Sebab itulah waktu kemudian kau membantu Lau Cing-hong, Lau-sute, lantas timbul kesan baikku kepadamu, tujuanku menyusul kemari adalah ingin memberi nasihat kepadamu. Tak terduga kenyataannya sama sekali di luar sangkaanku, ternyata di tengah kesatria muda angkatan kini terdapat seorang laki-laki sejati seperti kau. Sungguh bagus, bagus sekali. Marilah, mari, kita habiskan tiga mangkuk bersama."
Menyusul ia menuang arak dan ajak menenggak lagi dengan Lenghou Tiong.
Beberapa mangkuk arak masuk perut seketika membuat Bok-taysiansing penuh bersemangat, berulang-ulang ia ajak minum. Cuma kekuatan minumnya jauh dibandingkan Lenghou Tiong, hanya tujuh-delapan mangkuk saja mukanya sudah merah membara. Ia berkata pula, "Lenghou-laute, kutahu kau paling gemar minum arak. Aku tidak punya tanda penghormatan apa-apa kepadamu, terpaksa hanya mengiringi kau minum arak. Hehe, selama ini orang bu-lim yang pernah kuajak minum juga dapat dihitung dengan jari. Seperti pertemuan besar di atas Ko-san dulu, di antara hadirin ada seorang yang bernama Ko-yang-jiu Hui Pin. Orang ini banyak tingkah dan tinggi hati, makin pandang makin gemas rasaku padanya, maka waktu itu satu tetes arak pun aku tidak sudi minum. Tapi mulut orang she Hui masih terus mengoceh tak keruan, keparat, coba katakan, menjengkelkan tidak?"
"Ya, orang yang tidak tahu diri seperti dia, pasti tidak punya hari akhir yang baik," ujar Lenghou Tiong dengan tertawa.
"Belakangan kabarnya orang itu mendadak menghilang dan tidak tahu ke mana perginya, sungguh heran juga," kata Bok-taysiansing pula.
Padahal di luar Kota Heng-san dahulu dengan mata sendiri Lenghou Tiong menyaksikan Bok-taysiansing membinasakan Ko-yang-jiu Hui Pin dengan ilmu pedangnya yang hebat. Sudah terang ketua Heng-san-pay itu pun melihat dia hadir di sana, tapi sekarang sengaja bicara demikian, jelas karena Bok-taysiansing tidak ingin kejadian itu tersiar. Maka Lenghou Tiong lantas menanggapi, "Ya, orang Ko-san-pay memang aneh-aneh gerak-geriknya. Orang yang bernama Hui Pin bisa jadi sekarang sedang mengasingkan diri di suatu tempat yang dirahasiakan untuk meyakinkan ilmu lebih sempurna, siapa tahu?"
Sorot mata Bok-taysiansing memantulkan selarik sinar yang licin, ia tersenyum dan berseru, "O, kiranya demikian. Jika bukan Lenghou-laute yang mengingatkan aku, sekalipun kopyor otakku juga sukar memikirkan seluk-beluk hal ini. Lenghou-laute, sebenarnya mengapa kau berada bersama orang-orang Hing-san-pay" Yim-siocia dari Mo-kau itu benar-benar amat cinta padamu, hendaklah jangan kau mengecewakan maksud baiknya."
Muka Lenghou Tiong menjadi merah, sahutnya, "Harap Bok-supek maklum, Siautit telah gagal di medan cinta, mengenai soal laki-laki dan perempuan sudah bersikap dingin."
Sampai di sini hatinya menjadi pilu karena teringat akan hubungannya dengan Gak Leng-sian di masa silam, air mata memenuhi kelopak matanya. Mendadak ia bergelak tawa dan berseru lantang, "Sebenarnya Siautit ada maksud meninggalkan dunia ramai ini dan cukur rambut menjadi hwesio, cuma kukhawatir larangan bagi padri terlalu berat antara lain pantang minum arak segala, makanya urung menjadi hwesio. Hahahahaha!"
Walaupun bergelak tertawa, tapi suaranya penuh rasa sedih. Selang sejenak baru dia menceritakan pengalamannya bertemu dengan Ting-cing, Ting-sian, dan Ting-yat Suthay, hanya mengenai cara bagaimana dirinya memberi bantuan selalu ia lukiskan secara singkat dan sekadarnya saja.
Bok-taysiansing melototi poci arak dengan termenung-menung, selang sejenak baru berkata, "Co Leng-tan bermaksud melebur empat pay yang lain untuk menjadi satu pay besar agar menandingi Siau-lim-pay dan Bu-tong-pay secara segitiga. Muslihatnya ini sudah direncanakan cukup lama, cuma selama ini tidak pernah ditonjolkan, namun aku telah dapat mengetahui sedikit tanda-tanda yang mencurigakan. Neneknya, dia melarang Lau-sute cuci tangan mengundurkan diri, lalu membantu sekte pedang Hoa-san-pay untuk berebut kedudukan ciangbun dengan Gak-siansing, semua gara-gara itu termasuk dalam rencananya yang keji itu, hanya aku tidak menduga bahwa dia ternyata begini berani turun tangan secara terang-terangan terhadap Hing-san-pay."
"Sebenarnya juga tidak terang-terangan, mereka menyaru sebagai orang Mo-kau untuk memaksa Hing-san-pay menerima rencana peleburan mereka," kata Lenghou Tiong.
"Benar," kata Bok-taysiansing sambil mengangguk. "Dan langkah selanjutnya tentu mereka akan menangani Thian-bun Totiang dengan Thay-san-pay-nya. Hm, sekalipun keji orang Mo-kau juga tidak sekeji Co Leng-tan. Lenghou-laute, sekarang kau bukan murid Hoa-san-pay lagi, kau bebas bergerak sesuka hatimu dan tidak peduli apakah dia cing-pay atau Mo-kau, maka aku nasihatkan kau jangan menjadi hwesio, juga tidak perlu berduka, yang penting tolong keluar Yim-siocia yang dikurung Siau-lim-pay itu dan menikahi dia saja. Kalau orang lain tidak mau datang minum arak nikahmu, aku orang she Bok justru akan hadir minum sepuas-puasnya. Neneknya, persetan, takut apa?"
Begitulah terkadang Bok-taysiansing bicara sopan dan ramah, tapi sering diseling pula beberapa kata makian yang kasar. Bilang dia adalah ketua satu pay terkenal tentu orang tak mau percaya.
Pikir Lenghou Tiong, "Bok-supek mengira patah hatiku adalah karena Ing-ing, padahal bukan. Tapi urusan siausumoay rikuh juga untuk kuceritakan padanya."
Tanyanya kemudian, "Bok-supek, sebenarnya apa sebabnya Siau-lim-pay menawan Yim-siocia?"
Bok-taysiansing menatap tajam dengan melongo penuh kejut dan heran. Sahutnya, "Sebab apa Siau-lim-pay menawan Yim-siocia" Kau benar-benar tidak tahu atau sudah tahu tapi sengaja tanya" Padahal setiap orang Kangouw sama mengetahui, tapi kau ... kau malah tanya pula?"
"Beberapa bulan yang baru lalu Siautit berada dalam kurungan orang sehingga apa-apa yang terjadi di Kangouw sama sekali tidak tahu dan tidak mendengar," sahut Lenghou Tiong. "Bahwa Yim-siocia pernah membunuh empat murid Siau-lim-pay, hal ini memang disebabkan oleh diri Siautit, hanya entah mengapa kemudian Yim-siocia bisa ditawan oleh padri Siau-lim-pay?"
"Jika demikian, jadi kau memang tidak tahu seluk-beluk urusan ini?" ujar Bok-taysiansing. "Waktu kau menderita penyakit dalam yang aneh dan tidak bisa diobati, konon ada beribu orang gagah dari golongan samping yang berkumpul di Ngo-pah-kang, untuk menyanjung Yim-siocia, mereka semuanya berusaha hendak menyembuhkan kau. Tapi hasilnya nihil, semua orang tak berdaya. Begitu bukan kejadian?"
"Ya, memang begitulah," sahut Lenghou Tiong.
"Peristiwa itu telah menggegerkan Kangouw, semuanya anggap alangkah besar rezekimu sehingga mendapatkan perhatian Yim-siocia dari Hek-bok-keh. Seumpama penyakitmu tetap tak bisa disembuhkan juga hidupmu tidaklah tersia-sia."
"Ah, Bok-supek suka berkelakar saja," kata Lenghou Tiong.
"Dan bagaimana kemudian, penyakitmu bisa sembuh, apakah karena meyakinkan ilmu sakti "Ih-kin-keng" Siau-lim-pay?" tanya Bok-taysiansing.
"Bukan," sahut Lenghou Tiong. "Hong-ting Taysu memang welas asih dan sangat baik padaku, beliau menyanggupi akan mengajarkan ilmu sakti Siau-lim-pay, cuma Siautit tidak ingin masuk Siau-lim-pay, sebaliknya ilmu sakti Siau-lim-pay tak dapat diajarkan kepada orang yang bukan murid Siau-lim-pay, maka terpaksa Siautit telah menyia-nyiakan maksud baik beliau."
"Siau-lim-pay adalah bintang kejora dunia persilatan, tatkala itu kau sudah dipecat Hoa-san-pay, sebenarnya baik sekali jika kau terus masuk Siau-lim-pay. Itulah kesempatan yang benar-benar sukar dicari, tapi mengapa kau tidak mau yang berarti tidak memikirkan pula akan jiwamu?"
"Sejak kecil Siautit dibesarkan oleh suhu dan sunio, budi kebaikan beliau-beliau belum dibalas, Siautit hanya mengharapkan kelak aku akan diberi ampun oleh suhu dan diterima kembali ke dalam Hoa-san-pay, maka sama sekali Siautit tidak takut mati sehingga mesti masuk perguruan lain."
Bab 89. Beramai-ramai Menolong Ing-ing
Lenghou Tiong menjadi teringat kepada kejadian di Ngo-pah-kang tempo hari ketika berbagai golongan orang Kangouw sama menyanjung Ing-ing, lalu teringat pula waktu si nona menjadi marah, kontan tiga orang lantas mencukil biji matanya sendiri. Sekarang diketahui Ing-ing terkurung di Siau-lim-si, sudah tentu semua orang ingin pergi menolongnya tanpa menghiraukan dirinya sendiri.
"Bok-supek," tanya Lenghou Tiong, "tadi engkau mengatakan bahwa beramai-ramai mereka berebut menjadi kepala dan bertengkar sendiri, sebenarnya bagaimana duduknya perkara?"
Bok-taysiansing menghela napas, katanya, "Dasar petualang dan orang-orang tersesat, selain mereka mau tunduk di bawah perintah Yim-taysiocia, biasanya mereka sama sombong dan takabur, suka berkelahi dan ingin menang sendiri, satu sama lain tidak mau saling mengalah. Sekarang yang dihadapi adalah Siau-lim-pay, mereka bersepakat untuk mengumpulkan kawan sebanyak mungkin dan menuju ke sana dengan berserikat. Untuk berserikat dengan sendirinya harus ada seorang pemimpin. Kabarnya lantaran berebut menjadi pemimpin perserikatan, selama beberapa hari ini mereka telah saling bergebrak, banyak yang terluka dan bahkan ada yang mati. Lenghou-laute, kukira kau perlu lekas-lekas ke sana, hanya kau saja yang dapat mengatasi mereka, apa yang kau katakan tentu tiada satu pun yang berani membangkang. Hahaha!"
Lenghou Tiong tahu apa yang dikatakan Bok-taysiansing itu memang tidak salah, tapi ia pun tahu sebabnya gembong-gembong Kangouw itu mau tunduk padanya hanya karena pengaruh Ing-ing saja. Kelak kalau hal ini diketahui si nona tentu dia akan marah-marah lagi. Memang diketahuinya si nona sangat mendalam cinta padanya, hanya saja perasaan cinta itu malu untuk ditonjolkan secara terang-terangan, terutama kalau ada orang mengatakan si nona cuma bertepuk sebelah tangan saja karena cintanya tak terbalas.
"Aku harus membalas maksud baik Ing-ing," demikian pikir Lenghou Tiong. "Aku harus membuat semua orang Kangouw sama mengetahui bahwa aku pun sangat mencintai Yim-siocia dan tidak segan mengorbankan jiwa baginya. Aku harus pergi ke Siau-lim-si seorang diri, paling baik kalau aku dapat menyelamatkan dia, kalau tidak sedikitnya aku harus membikin gempar agar setiap orang tahu akan usahaku untuk menyelamatkan dia ini."
Begitulah kemudian ia berkata kepada Bok-taysiansing, "Ting-sian dan Ting-yat Supek dari Hing-san-pay sudah menuju ke Siau-lim-si untuk meminta Hongtiang Siau-lim-si sudi melepaskan Yim-siocia agar tidak mengakibatkan banjir darah."
"O, pantas, pantas!" ujar Bok-taysiansing. "Makanya aku sangat heran orang yang begitu prihatin seperti Ting-sian bisa memercayai kau mendampingi anak muridnya yang masih muda belia itu dan dia sendiri berangkat ke lain tempat, kiranya dia hendak menjadi juru damai bagimu."
"Bok-supek, setelah mengetahui hal ini Siautit menjadi sangat gelisah dan ingin terbang ke Siau-lim-si kalau bisa untuk menyaksikan bagaimana hasil usaha kedua suthay yang baik hati itu," kata Lenghou Tiong. "Cuma para suci dan sumoay Hing-san-pay ini adalah kaum wanita semua, bila di tengah jalan nanti mengalami apa-apa, hal ini menjadi serbasalah bagiku."
"Jangan khawatir, boleh kau pergi saja," kata Bok-taysiansing.
"Siautit boleh berangkat dulu, tidak berhalangan?" Lenghou Tiong menegas dengan girang.
Bok-taysiansing tidak menjawab lagi, ia ambil rebab yang disandarkan di tepi bangku, lalu mulai memetiknya.
Lenghou Tiong tahu, sekali Bok-taysiansing menyuruhnya berangkat, itu berarti menyanggupi akan menjaga anak murid Hing-san-pay. Maka cepat ia memberi hormat dan mengucapkan terima kasih.
"Sesama Ngo-gak-kiam-pay adalah layak kalau aku membantu Hing-san-pay, perlu apa kau mengucapkan terima kasih segala?" ujar Bok-taysiansing dengan tertawa. "Kalau kelakuanmu ini diketahui Yim-siocia itu mungkin dia akan cemburu."
Setelah mengucapkan terima kasih lagi, segera Lenghou Tiong melangkah pergi dengan cepat menuju ke utara, suara rebab Bok-taysiansing makin lama makin sayup-sayup, sangat memilukan kedengarannya di malam sunyi.
Tanpa berhenti Lenghou Tiong berjalan cepat sejauh beberapa puluh li, terasa tenaga dalam timbul tak terputus, sedikit pun tidak terasa lelah. Paginya sampailah dia di suatu kota, ia masuk suatu rumah makan, sekaligus ia menghabiskan tiga mangkuk bakmi.
Keluar dari rumah makan itu, tiba-tiba dilihatnya dari depan datang suatu rombongan orang, seorang di antaranya pendek gemuk, jelas dikenalnya sebagai satu di antara "Hongho Lo-coh", yaitu Lo Thau-cu.
Dengan girang Lenghou Tiong terus berteriak, "Hei, Lo Thau-cu, apa kabar!"
Melihat Lenghou Tiong, seketika air muka Lo Thau-cu berubah aneh, setelah ragu-ragu sejenak, mendadak ia lolos goloknya.
Tanpa curiga Lenghou Tiong mendekati dan bertanya lagi, "Bagaimana dengan Coh Jian-jiu ...." belum habis ucapannya, kontan golok Lo Thau-cu membacok ke arahnya, serangannya sangat kuat, hanya incarannya sangat tidak tepat, sedikitnya selisih satu depa dari bahu Lenghou Tiong.
Tentu saja Lenghou Tiong kaget. Cepat ia melompat mundur sambil berseru, "He, Lo-siansing, aku ... aku ini Lenghou Tiong!"
"Sudah tentu aku tahu kau Lenghou Tiong," kata Lo Thau-cu. "Wahai dengarkan kawan-kawan! Tempo hari Seng-koh pernah memberi perintah, siapa saja yang memergoki Lenghou Tiong harus membunuhnya. Apakah perintah Seng-koh itu masih kalian ingat?"
"Ya, tahu!" seru semua orang beramai-ramai. Walaupun begitu mereka berkata, tapi mereka hanya pandang-memandang saja satu sama lain, air muka mereka sangat aneh, tiada seorang pun yang lolos senjata dan maju menyerang, bahkan ada di antaranya hanya tersenyum-senyum saja, sedikit pun tidak bersikap memusuhi.
Muka Lenghou Tiong menjadi merah, teringat olehnya perintah Ing-ing kepada Lo Thau-cu dahulu itu agar disiarkan ke dunia Kangouw agar setiap orang membunuh Lenghou Tiong bila melihatnya. Maksud perintah itu pertama-tama agar Lenghou Tiong terpaksa mesti mendampinginya senantiasa, kedua, supaya setiap orang Kangouw mengetahui bahwa Ing-ing tidak kesengsem kepada Lenghou Tiong, sebaliknya sangat benci padanya.
Rupanya perintah yang disiarkan Lo Thau-cu itu agaknya tidak dipercayai oleh orang-orang Kangouw itu. Kemudian berita tentang dikurungnya Ing-ing di Siau-lim-si dalam usahanya menyelamatkan jiwa Lenghou Tiong dibocorkan pula tanpa disengaja oleh anak murid Siau-lim-pay, seketika dunia Kangouw menjadi gempar. Setiap orang memuji cinta murni Ing-ing itu, tapi juga tertawa geli akan sifat tinggi hatinya itu, sudah terang jatuh cinta, tapi tidak mau mengaku dan malahan sengaja menutup-nutupi perasaannya. Hal ini tidak cuma diketahui oleh orang-orang Kangouw yang tunduk di bawah perintah Ing-ing, bahkan orang-orang yang golongan cing-pay juga mendengar berita itu dan sering dibuat bahan percakapan yang menarik. Sekarang munculnya Lenghou Tiong secara mendadak mau tak mau membikin Lo Thau-cu dan kawan-kawannya itu melengak.
"Lenghou-kongcu," demikian kata Lo Thau-cu pula, "meski Seng-koh ada perintah agar aku membunuh kau tapi ilmu silatmu teramat tinggi, bacokanku tadi tidak mengenai kau, malahan engkau yang telah mengampuni jiwaku karena tidak balas menyerang, sungguh aku harus berterima kasih padamu. Nah, para kawan telah ikut menyaksikan, bukan kita tidak mau membunuh Lenghou-kongcu, yang benar adalah karena tidak mampu membunuhnya. Aku Lo Thau-cu tidak mampu, tentu saja kalian lebih-lebih tidak mampu, betul tidak?"
"Betul!" jawab orang banyak yang gelak tertawa. "Kita telah bertempur mati-matian dan kehabisan tenaga, tapi siapa pun tidak mampu membunuh Lenghou-kongcu, terpaksa kita akhiri bertempur. Sekarang boleh kita coba bertempur minum arak saja, coba saja siapa yang mampu membinasakan Lenghou-kongcu dengan arak agar kelak dapat dipertanggungjawabkan kepada Seng-koh."
"Bagus, usul yang bagus!" teriak orang banyak sambil tertawa terpingkal-pingkal. Sebagian lantas menyambung pula, "Seng-koh hanya menyuruh kita membunuh Lenghou-kongcu dan tidak menentukan apa harus pakai senjata atau tidak. Kalau kita bikin dia mati mabuk dengan arak kan juga boleh" Ini namanya tidak dapat melawan dengan tenaga harus dilawan dengan akal."
Riuh ramailah sorak-sorai mereka, berbondong-bondong mereka mengiring Lenghou Tiong menuju suatu restoran yang paling besar di kota ini, 40 orang lebih memenuhi empat meja besar. Belum mereka berduduk semua sudah ada beberapa orang di antaranya berteriak-teriak minta dibawakan arak.
Sejak minum arak enak keluaran Turfan bersama Tan-jing-sing di Hangciu tempo hari, sebegitu jauh Lenghou Tiong tidak sempat minum arak lagi sepuas-puasnya, terkadang ia pun suka minum sendiri, tapi rasanya hampa karena tak berteman. Sekarang ia benar-benar gembira menghadapi gembong-gembong Kangouw yang berjiwa tulus, begitu ambil tempat duduk segera ia bertanya, "Sebenarnya bagaimana keadaan Seng-koh" Sungguh aku sangat cemas baginya."
Mendengarkan Lenghou Tiong memerhatikan keselamatan Ing-ing, orang-orang itu menjadi girang, Lo Thau-cu lantas menjawab, "Kawan-kawan telah menetapkan tanggal 15 bulan 12 yang akan datang ini akan berangkat ke Siau-lim-si untuk menyambut pulangnya Seng-koh. Akhir-akhir ini berhubung berebut menjadi bengcu (pemimpin atau ketua serikat), para kawan telah bertengkar tidak habis-habis. Sekarang semuanya akan menjadi beres dengan datangnya Lenghou-kongcu. Siapa lagi yang cocok menjadi bengcu jika bukan engkau?"
"Tepat," seru seorang tua ubanan. "Asalkan Lenghou-kongcu yang memimpin, andaikan ada kesulitan dan Seng-koh tak dapat disambut pulang untuk sementara, asal beliau mendapat kabar tentang usaha Lenghou-kongcu ini tentu juga beliau sangat girang. Maka jabatan bengcu ini benar-benar sudah ditakdirkan harus diduduki oleh Lenghou-kongcu."
"Siapa yang menjabat bengcu adalah soal kecil," kata Lenghou Tiong. "Yang penting adalah Seng-koh harus diselamatkan. Untuk mana sekalipun badanku harus hancur lebur juga aku siap saja."
Ucapan Lenghou Tiong ini bukan bualan belaka. Ia benar-benar berterima kasih atas pengorbanan Ing-ing, kalau dia diharuskan mati bagi Ing-ing memang tidak perlu disangsikan lagi akan segera dilakukannya. Sekarang perasaannya ini sengaja diucapkannya di hadapan orang banyak, Ing-ing tidak lagi ditertawai orang karena si nona hanya bertepuk sebelah tangan alias cinta tak terbalas.
Maka senang dan legalah semua orang mendengar pernyataan Lenghou Tiong itu, mereka sama mengakui pandangan Seng-koh ternyata tidak meleset terhadap pemuda pilihannya.
Si orang tua beruban tadi she Jik bernama Ko, dengan tertawa ia berkata lagi, "Kiranya Lenghou-kongcu memang seorang kesatria yang berbudi luhur dan bukan manusia berhati dingin sebagaimana disiarkan orang dahulu."
"Selama beberapa bulan Cayhe terjebak oleh perangkap orang jahat dan terkurung, maka hampir tidak mengetahui segala sesuatu kejadian di dunia Kangouw. Namun rasa rinduku kepada Seng-koh siang dan malam membikin rambutku hampir ubanan," kota Lenghou Tiong. "Marilah mari, terimalah rasa terima kasihku atas bantuan dan perjuangan saudara-saudara sekalian atas keselamatan Seng-koh."
Menyusul ia terus berbangkit dan sama menghabiskan satu cawan arak bersama orang banyak. Lalu ia berkata lagi, "Lo-siansing, kau bilang para kawan sedang bertengkar rebutan jabatan bengcu, rupanya urusan ini tidak boleh ditunda, marilah kita lekas berangkat ke sana untuk menghentikan persengketaan mereka. Entah sekarang mereka berkumpul di mana?"
"Mereka berkumpul di Hong-po-peng," jawab Lo Thau-cu.
"Hong-po-peng" Di mana letak tempat itu?" tanya Lenghou Tiong.
Laron Pengisap Darah 9 Pendekar Sakti Karya Kho Ping Hoo Golok Sakti 8