Pencarian

Wanita Iblis 19

Wanita Iblis Karya S D Liong Bagian 19


sembilan partay persilatan, kepala penyamun dari dunia Lok-lim dan jago jago terkenal
dimasing masing daerah."
Ceng Hun totiang mengangguk, "Benar, hal itu memang pernah pinto dengar!"
"Memang banyak orang mengira bahwa hilangnya tokoh-tokoh itu mungkin karena
meninggal dunia. Tetapi sebenarnya mereka telah menggabungkan diri ke Beng gak. Nasib
mereka memang mengenaskan sekali".
Makin lama Ceng Hun totiang makin tertarik mendengar perkataan nona itu, Akhirnya ia
tak sadar dan menyeletuk, "Bagaimana nasib mereka itu?"
nona itu tertawa menggerincing ujarnya.
"Kebanyakan mereka menjadi linglung pikirannya akibat di racuni. Mereka lupa asalusul
dirinya, lenyap perasaan panca inderanya dan berobah menjadi semacam manusia
boneka"." Diam diam Ceng Hun tergetar dalam hati. Itulah sebabnya maka Siau-lim si yang begitu
termasyhut sebagai benteng tokoh tokoh sakti, tak mampu juga menahan serangan Beng
gak. Kiranya satiap anak buah Beng gak itu terdiri dari tokoh ternama.
"Setelah menjadi manusia linglung, masakan mereka masih dapat berkelahi?" Ceng Hun
masih pura-pura tanya. nona baju biru itu mengatakan bahwa sekalipun kesadaran pikirannya sudah lenyap,
tapi orang orang tawanan itu masih tetap sakti dalam ilmu silatnya, "Mereka tunduk pada
perintah dan berani menerjang segala macam bahaya, Coba bayangkanlah. Kalau beratus
ratus jago persilatan yang sakti menyerbu satu partai silat, kecuali Siau lim si, partai mana
yang mampu menahan arus serbuan Beng-gak itu?" seru si-nona.
Diam-diam Ceng Hun totiang mengakui kebenaran kata-kata nona itu.
"Di samping itu, setiap orang tawanan itu pun telah mendapat pelajaran untuk
melontarkan senjata rahasia. Antara lain api beracun, pupur, jarum dan lain lain yang
kesemuanya di beri racun. Musuh yang bagaimana saktinya pun, tak mungkin terlepas dan
tangan guruku"."
nona itu tertawa, lalu berkata pula, "Menilik sikap dan dandananmu, engkau tentu
bukan tokoh yang rendah kedudukan, Entah dari golongan mana sajakah?"
Setelah merenung sejenak, Ceng Hun mengatakan bahwa dirinya adalah ketua partai
Ceng sia pay yang sekarang.
"Au".maaf, maaf Kiranya seorang ketua persilatan," seru nona itu.
Ceng Hun totiang mengucapkan kata-kata merendah dan minta nona itu dengan terlalu
memuji dirinya. "Ah, memang bagi pandanganku, seorang ketua persilatan itu bukanlah manusia yang
berlebih-lebihan. Karena di Beng gak, banyak sekali terdapat ketua-ketua partay maupun
himpunan persilatan. Aku sudah biasa dengan hal itu"."
Tiba-tiba wajah nona itu mengerut dingin "Nasibmu, dikuatirkan takkan berbeda
dengan mereka. Kecuali apabila engkau mau meluluskan untuk kerja sama dengan aku!"
"Menurut keterangmu, sudah berpuluh tahun gurumu mergadakan persiapan itu. Tetapi
mengapa sebelum berhasil sudah kembali pulang ke Beng gak?" tanya Ceng Hun.
nona itu tertawa dingin, sahutnya, "Baiklah, Akan kuceritakan apa yang kuketahui
kepadamu. Toh engkau takkan dapat meninggalkan tempat ini kecuali engkau mau
menyetujui usulku tadi!"
Ia menyingkap rambutnya yang terurai ke-bahu, lalu, "Guruku tak takut pada siapa
saja, Sekalipun ke sembilan partay itu bersatu, tetap takkan menang dengan guruku.
Didunia ini, hanya seorang yang ia paling takuti. Ialah terhadap kakek guru Lo-hian. Itulah
sebabnya maka guru cepat cepat menarik mundur anak buahnya dari Siau-lim si ketika
tiba tiba mendengar seruling kakek guruku. Hanya aku seorang diri di tinggal disini untuk
memata matai gerak gerik orang Siau hm si!"
Ceng Hun makin tertarik. Ia hendak menyelidiki lebih lanjut rahasia mereka. Maka ia
gunakan siasat mengulurkan waktu agar kawan-kawannya datang.
"Jangan jangan suara seruling itu bukan Lo Hian yang meniup?" tanyanya.
"Huh, guruku adalah bukan tokoh sembarangan sudah tentu ia dapat membedakan
nada seruling dari kakek guru Lo Hian dengan suara seruling lainnya. Seruling dari kakek
guru itu dapat menyemburkan beberapa macam paduan nada. Jauh berlainan dengan
seruling biasa. Sekalipun bukan kakek guru sendiri yang datang, tetapi yang pasti seruling
itu adalah milik kakek guru. Maka gurupun cepat-cepat pulang keBeng gak"."
"Jika Lo Hian itu benar belum meninggal, apa guna gurumu pulang Ke Beng gak?"
nona itu merenung beberapa saat. Tanyanya, "Jawab lebih dulu, engkau bersedia kerja
sama dengan aku atau tidak" Nanti akan kuberi tahukan hal itu lebih lanjut!"
"Beritahukan dulu soal itu baru nanti pinto mempertimbangkan setuju atau tidak!"
"Kita bersama-sama masuk ke Telaga darah mencari pusaka itu!"
"Hanya terbatas pada sebuah soal itu saja?" Ceng Hun menegas.
nona itu tiba tiba tertawa mengikik, "sudah tentu tak terbatas itu saja!"
"Ingin pinto mendengar penjelasan nona "
Berkata nona itu tanpa malu-malu, "Jika engkau bersedia bersamaku mencari pusaka
itu tentu aku takkan mengecewakan engkau. Selain akan membagi rata pusaka itu,
akupun bersedia menyerahkan jiwa dan raga"."
Sungguh tak terduga oleh Ceng Hun bahwa sinona bakal mengucapkan kata begitu.
Sesaat terpukaulah ketua Ceng sia pay itu.
"Pinto adalah seorang pertapa. Seumur hidup takkan menikah," akhirnya Ceng Hun
berkata. nona itu mendengus dingin, "Huh, sejak dahulu kala hingga sekarang, orang gagah
maupun pahlawan manakah yang tak mengalami kehidupan romantis. Aku tak percaya
kalau ucapanmu benar-benar keluar dari lubuk sanubarimu."
"Pinto sejak kecil telah menghisap ajaran suhu. Tinggalkan debu dunia, menutup diri
dari segala persoalan duniawi, termasuk urusan wanita. Bagaimana nona dapat gembira
dengan orang semacam aku!"
Cret, tiba-tiba pedang nona baju merah itu memapas jenggot Ceng Hun yang
memanjang ke dada, lalu berkata "Lebih dulu kupotong jenggotmu baru lalu kuminta
engkau berganti dengan pakaian orang biasa"."
Bukan kepalang cemas Ceng Hun. Dia serentak membentak dengan keras, "Diluar
lembah telah menunggu paderi paderi Siau lim-si. Asal pinto berseru nyaring, tentu segera
mereka datang kemari."
"Bentakanmu ini, apakah tak cukup keras" Karena ternyata engkau tiada bermaksud
kerja-sama dengan aku dan menipuku memberi keterangan keterangan. Maka tak dapat
aku biarkan engkau lagi!" nona itu berbangkit perlahan-lahan lalu menusuk ke dada Ceng
Hun. Ceng Hun totiang yang sudah siap, segera menghindar kesamping. Tapi karena jalan
darahnya masih tertutuk, gerakannyapun lamban. Serempak dengan tertawa mengikik dan
nona itu-jubah ketua Ceng-sia pay, itupun pecah dan lolos separuh.
Tapi dikarenakan nona itu menderita luka dalam yang parah, maka setelah menusuk
dua kali, tubuhnyapun terhuyung dan sesaat kemudian ia muntah darah.
Ceng Hun totiang cepat ayunkan kaki dan rubuhlah nona itu terpelanting kebelakang.
Tapi nona itu masih sadar pikirannya. Begitu jatuh cepat berguling-guling menyerang Ceng
Hun. Pedangnya sudah terlepas jatuh. Ia menyerang dengan tangan kosong dan sedang
menderita luka dalam yang parah.
Sedang Ceng Hun totiang jalan darahnya masih tertutuk. Gerakannya tak bebas. Ia
tahu sinona merangsangnya, tapi ia tak berdaya menghindar.
Sesungguhnya keadaan nona itu sudah amat parah. Tapi dengan tahan rasa sakit ia
tetap menyerbu Ceng Hun totiang. Sekali kedua tangannya menarik, terdengarlah jubah
Ceng Hun robek besar. Rupanya ia masih belum puas. Kembali ia mecobai lagi sampai dua
kali baru berhenti. Dengan bersandar pada batu karang dan napas terengah-engah, ia berseru, "Hayo,
berteriaklah memanggil kawanan paderi Siau-lim-si itu"."
Karena jalan darahnya tertotok maka peredaran darah Ceng Hun totiang tidak lancar.
Lengan kirinya terasa sakit. Gerakan menyapu dengan kaki tadi makin menghabiskan
tenaganya. oleh karena itulah maka ia tak dapat membela diri atau menghindar dari
serangan si nona yang merobek robek jubahnya.
Suasana saat itu memang tak sedap dipandang. Setelah berpikir beberapa saat, Ceng
Hun tak berani berteriak. Keadaannya saat itu benar benar memalukan. Jika anak
muridnya yang biasanya sangat menghormat dan patuh kepadanya, melihat keadaannya
sudah tentu mereka akan mempunyai penilaian lain. Kebesaran nama Ceng sia pay dan
kewibawaannya sebagai ketua, tentu atau merosot.
Tindakan nona itu ternyata memberi siksaan yang jauh, lebih hebat dari tusukan
pedang, Ceng Hun tak dapat berdaya lagi".
Kembali nona itu melengking dengan perlahan, "Apabila kudengar derap kaki orang
mendatangi kemari, segera akan kutelanjangi dirimu dan akupun akan rebah di
sampingmu." Bukan kepalang terkaget Ceng Hun, "Jika mereka datang mencari kesini sendiri,
bagaimana pinto dapat mencegahnya?"
nona itu kembali muntah darah. Perlahan lahan ia mengisar tubuhnya mendekat,
serunya, "Aku terluka parah, harapanku tipis. Tetapi aku tak rela mati begini saja"."
Tiba tsba tergeraklah hati Ceng Han. Ia menawarkan bantuannya untuk mengobati.
"Bagus, dengau begitu kita nanti dapat bersama-sama masuk ke Telaga " Darah
mencari pusaka"."
"Jika pinso tak suka pergi?"
"Biarlah kawanan paderi Siau-lim si menyaksikan dirimu telanjang tidur bersanding
dengan wanita cantik. Dan biarlah anak murid Ceng sia pay menyaksikan tingkah laku
gurunya yang tak senonoh!"
Ssbagai seorang ketua dari sebuah partai yang ternama. sudah tentu Ceng Hun harus
menjaga gengsinya". Ia tak mau dirinya dipergoki dalam keadaan yang begitu amat
memalukan. Akhirnya tiada jalan lain dari pada menerima syarat yang di ajukan si nona. Ia
menghela napas, ujarnya, "Baiklah, buka duiu jalan darahku, baru nanti akan kubantu
mengobati lukamu." nona itu tertawa girang, "Ucapanmu itu terbalik. Engkau yang mesti lebih dulu
mengobati lukaku, baru aku dapat membuka jalan darahmu!"
"Pinto percaya ucapan nona!" tanpa ragu lagi ketua Ceng sia-pay itu segera mengambil
sebuah botol kumala dan menuang dua butir pil putih, "Minumlah pil ini untuk
menenangkan darahmu. Setelah itu baru minum obat penyembuh luka!"
Tanpa ragu ragu lagi nona itu terus menelan kedua pil itu. Sambil pejamkan sepasang
matanya,ia berkata "Di dalam Telaga Darah itu, tersimpan harta pusaka yang tak ternilai
dan obat obat yang mujijat dari Lo Hian"."
Tiba-tiba nona itu membuka mata. Dua titik air mata menetes turun. Dengan nada yang
penuh haru, ia berkata, "Cobalah pandang aku dengan seksama. Apakah aku ini cantik
atau tidak?" Perubahan sikap nona itu, sukar di duga. pertanyaan semacam itu, tidak pernah di
duga Ceng Hun totiang. Hanya karena pertanyaan itu di tanyakan dengan nada mesra,
menyebabkan Ceng Hun sungkan menolak. Di pandangnyalah wajah si nona.
Wajahnya cantik berseri. Pada raut wajahnya yang berkulit putih, alis hitam mekar, bola
mata bersinar dan bibir merah merekah. Dalam keadaan luka yang separah itu, masih
wajahnya tetap menampilkan kecantikan dari bunga yang mekar di musim semi"."
"nona memiliki kecantikan yang sukar dicari tandingannya"." akhirnya Ceng Hun
totiang berseru perlahan.
nona itu tersenyum rawan, "Sekali aku tinggalkan Beng-gak atau berani mengkhianati
guruku, dalam waktu tiga bulan, wajahku yang cantik ini segera akan lenyap dan berganti
dengan wajah seorang nenek yang penuh keriput."
"nona masih muda, bagaikan bunga mulai mekar. Bagaimana dalam beberapa hari saja
dapat berubah msnjadi seorang nenek tua?"
"Justeru itulah yang hendak kuberitahukan kepadamu!"
"Pinto bersedia mendengarkan,!"
"Kakek guruku Lo Hian itu, walaupun di puja ssuagai manusia luar biasa. Tapi
kepandaiannya selalu meninggalkan bencana besar pada manusia. Sebagai pewaris dari
kakek guru, gurukupun memiliki kepandaian ilmu obat-obatan. Tetapi guru seorang yang
penuh kecurigaan. Sekalipun terhadap diriku yang sudah menjadi muridnya sejak kecil,
tapi dia tak mau percaya seluruhnya. Untuk itu ia punya rencana menundukkan murid
muridnya. Kami di berinya minum semacam pil. Menurut katanya pil itu dapat merubah
wajah kami menjadi cantik. Dan memang benar. Setelah minum obat, kulitku menjadi
lebih halus, wajah bertambah cantik sekali. Tetapi sebenarnya kami telan terminum racun.
Setiap tiga bulan harus minum obat itu lagi. Jika tidak wajah kami akan layu dan
mengeriput tua!" Ceng Hud termenung beberapa saat, ujarnya" "Memang dalam ilmu obat-obatan, hal
itu bukanlah mustahil!"
"Ketika suhu memberi tahu hal itu, Kami berempat saudara seperguruanku tak percaya.
Kami anggap suhu hanya main gertak untuk menakut nakuti muridnya. Aku dan Sam
moay, Si-moay, karena masih kecil, Sekalipun tak percaya tetapi tetap meminum obat itu.
Hanya Toa suci kami diam diam telah menyimpan obat itu dan tak digunakannya!"
Bicara sampai disini, napas nona itu memburu keras sehingga tak dapat melanjutkan
kata katanya. Saat itu tampaknya Ceng Hun totiang tertarik akan penuturan si nona. Maka
bertanyalah ia dengan serentak, "Apakah toa toa suco itu segera berubah menjadi seorang
nenek tua?" "Dengan mata kepala sendiri ku saksikan bagaimana wajahnya yang semula segar
seperti bunga mekar itu, tiba-tiba berobah layu pucat dan penuh dengan kwriput-keriput,
Kemudian kulitnyapun berubah menjadi kuning kehitam-hitaman. toa suci gugup dan buru
buru menelan obat itu!"
"Seteluh minum obat, apakah wajahnya muda kembali?" tanya Ceng Hun.
"Tidak! Sekalipun sudah meminum habis obat itu semua, wajahnya tetap layu dan tak
dapat menjadi muda lagi. Karena kehilangan kecantikannva, toa suci menangis sampai
sehari semalam"."
"Mengapa suhumu tak menolongnya?"
"Mengapa tidak!" sahut sinona, "toa suci mengajak kami bertiga menghadap suhu.
Dengan berlutut dan meratap ratap kasihan sampai setengah hari, toa suci memohon
ampun kepada suhu. tetapt suhu tetap diam saja. Karena putus asa toa suci mengambil
keputusan bunuh diri. Pada detik detik terakhir, ia masih sempat berpesan dan minta
kepada kami bertiga, supaya mengenangkan wajahnya yang dahulu"."
"Seorang gadis yang cantik kemudian tiba tiba berobah menjadi seorang nenek yang
jelek sudah tentu menderita goncangan batin yanh hebat," kata Ceng Hun totiang.
nona baju merah memandang kepada ketua Ceng sia-pay itu, ujarnya pula, "Walaupun
menerima pesan toa-Suci, tetapi yang membekas dalam kenangan kami bertiga saudara,
hanyalah toa-Suci yang berwajah buruk. Sesungguhnya toa suci seorang yang baik budi.
Ketika masih hidup, toa suci membimbing kami bertiga supaya hidup rukun dan tolong
menolong. Tetapi sejak ia meninggal, kami bertiga menjadi terpecah belah. Masing masing
berusaha untuk mengambil muka pada suhu. Dengan demikian lambat laun persatuan dan
ikatan persaudaraan kami bertiga menjadi renggang. Tampaknya kedua su moayku itu
menghormati aku. Tetapi dalam hati mereka, mengandung dendam kebencian kepadaku.
Jika mungkin, masing masing menginginkan supaya yang lain dihukum mati oleh suhu!"
"Diantara sesama saudara seperguruan mengapa harus saling bunuh membunuh,
celaka mencelakai?" kata Ceng Hun totiang.
nona baju merah melanjutkan pula ceritanya, "Sejak Sam sumoay membantu
kekasihnya lolos dari Beng gak, hal itu diketahui dan dilaporkan jie-sumoay kepada suhn.
Sejak peristiwa itu, hubungan kami bertiga makin memburuk. Sam sumoay memang paling
disayang suhu. Tetapi karena berani membantu pemuda itu, suhu menjatuhkan hukuman
suruh dia loncat ke dalam perut gunung berapi. Kini keempat saudara seperguruan itu,
hanya tinggal aku dan jie su-moay berdua"."
Sepasang mata nona itu tiba-tiba memancarkan sinar dendam kebencian yang
menyala-nyala, ujarnya pula, "Kemudian jie-sumoay yang berhati penuh dengki dan iri hati
itu, tumpahkan kedengkiannya kepadaku. Di hadapan suhu ia semburkan lidahnya yang
berscun untuk mencelakai diriku. Ia mengatakan kepada suhu bahwa aku diam-diam telah
bersekongkol dengan sam-sumoay untuk berontak. Celakanya, suhu percaya saja. Suhu
juga mencurigai aku, maka aku diperintahkan supaya tinggal disini dan melakukan
penyelidikan ke gereja Siau lim-si. Suhu tak menetapkan berapa lama aku harus pulang
dan tidak pula memberi obat pil lagi. Padahal, menurut peraturan, kira-kira sebulan lebih
sedikit, aku harus minum obat itu lagi. Jika tidak, ah"."
"Oleh karena itu maka engkau ingin lekas-lekas masuk ke Telaga Darah mencari
peninggalan Lo Hian agar engkau dapat menjaga kecantikan wajahmu, bukan?" seru Ceng
Hun totiang. "Jika tidak mempunyai tujuan, masakan aku berani menempuh bahaya sedemikian
besar" Dengan tak sengaja, kebetulan pernah kudengar suhu mengatakan bahwa kakek
guru Lo Hian telah membuat lima butir pil mukjijad. Hanya pil mujizad itulah yang dapat
menghindarkan kami dari bencana pil pengawet muda dari Suhu itu"."
Ceng Hun mengeluarkan dua butir pil dan diberikan kepada si nona, "Cobalah engkau
menelan pil ini dan kerahkan pernapasan. Rasakan apakah lukamu bertambah baik atau
tidak. Pinto percaya pil buatan Ceng sia pay ini tentu dapat mengobati lukamu. Tetapi
daya kekuatannya tergantung dari tinggi rendahnya Iwe-kang seseorang."
Begitu menyambut pil, sinona terus menelannya. Katanya, "Sekalipun lukaku parah,
sekali asal aku dapat beristirahat selama tiga hari tentu akan sembuh. Yang penting
sekarang ini adalah keputusanmu. Engkau setuju atau tidak bersama sama aku mencari
pusaka itu ke Telaga Darah"."
Ia berhenti dan berpaling kearah tabib Gan Leng poh, "Dunia persilatan mengatakan
bahwa dia mempunyai hubungan guru dan murid dengan Lo Hian. Oleh karena itu hendak
kubawanya serta kesana"."
Ceng Hun tertawa dingin, "Sekian lama nona berbicara tentang Telaga-darah, tetapi
apakah nona tahu letak tempat itu?"
"Mengapa tidak?" Sahut nona itu, "mungkin dalam dunia hanya aku seoraag yang tahu
tempat itu. Hm, jika tak mempunyai pegangan, masakan aku berani bicara sembarangan?"


Wanita Iblis Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ceng Hun tertarik juga. "Jika nona dapat mengatakan sehingga menimbulkan keyakinan pinto. pinto pasti akan
menemani nona kesana!" katanya.
"Soal itu menyangkut nyawaku, bagaimana aku berani bergurau!" sahut si nona.
Kemudian ia mengeluarkan sehelai peta sutera. Katanya; "Silahkan engkau melihatnya!"
Ceng Hun berkilat-kilat memandangnya "Pinto memang pernah mendengar tentang
peta itu. Kabarnya peta itu memang ciptaan Lo Hian. Entah aseli atau tidak".Eh, kalau
sudah lama miliki peta itu, mengapa sejak dulu nona tidak mencari kesana?"
Si nona tertawa dingin, "Hmm jika dari dulu peta itu sudah ditanganku, dunia persilatan
tentu tak seperti sekarang keadaannya!"
"Ah. nona bicara benar!" sahut Cang Hun totiang terus memandang peta itu dengan
lekat. Ssbuah peta yang penuh dilingkari dengan silang silang garis hitam. Ada yang tebal ada
yang tipis sepintas pandang seperti benang ruwet. Ditengah peta itu terdapat sebuah titik
putih dan beberapa deret huruf yang berbunyi:
"Tiga puncak melingkup pusaka Lima binatang ganas menjaga pil Angin jahat, hawa
membara Terjal, peluh, penuh bahaya Rahasia besar jaman purba Dilarang sembarang
mengangkara Berarti masuk Telaga Darah Jangan penasaran remuk binasa."
"Apakah peta itu benar ditulis Lo Hian?" tanya Ceng Hun beberapa saat kemudian.
"sudah tentu!" sahut sinona, "jika lain tak mungkin dapat menulis rangkaian kata kata
yang sehebat ini"." cepat cepat menyimpan peta itu lagi lalu bertanya, "Apakah sekarang
kau percaya keteranganku?""
"Sekalipun punya peta, tapi tetap belum jelas di mana letak tempat itu. Apakah kita
harus mencari kesegenap penjuru dunia" Bukankah seperti orang mencari jarum didalam
laut?" Sahut sinona baju merah dengan tandas "Sebelum mendapatkan peta ini, memang aku
tak tahu dimana letak Telaga Darah itu. Dan aku pun tak percaya akan desas desus itu.
Tapi setelah memiliki peta ini, kpercayaanku timbul sepenuhnya. Bukan saja didunia
memang terdapat tempat yang disebut telaga darah, pun tempat itu aku paham letaknya.
Maka dalam usaha mencari tempat itu, aku mempunyai keyakinan tentu berhasil.,"
Agaknya Ceng Hun tertarik oleh kata kata nona itu, serunya, "Dimanakah tempat itu?"
"Ini" Ah, asal kau setuju untuk membantu aku, tentu akan kubawa kamu kesana!"
Ceng Hun totiang katupkan mata, katanya sesaat kemudian, "Ah, hatiku yang setenang
air telah nona aduk aduk. Tek kiranya kalau dua hal Nama dan Keuntungan itu benar
benar suatu hal yang menguasai hati manusia. Sebelum muk swa (meninggal) suhu pesan
kepada pinto agat didalam menghadapi persoalan yang pelik harus menimbang sampai
masak, baru memutuskan-Kasihlah waktu untuk pinto memikirkan hal itu, baru nanti pinto
dapat memberi keputusan setuju atau tidak!"
"Tak perlu banyak pikir!" tukas sinona, "keadaan saat ini tak membenarkan engkau
harus banyak pikir lagi! Yang kita hadapi adalah dua pilihan antara hidup dan mati!"
Tetapi ketua Ceng sia-pay itu tetap pejamkan mata dan tak menghiraukan kata-kata
sinona. Keadaan dalam lembah itu hening senyap.
Ketika siona berpaling memandang Gan Leng poh ternyata tabib yang pikirannya
berubah gila itu tengah memandangnya juga dengan terlongong-longong.
Sinona terkesiap. Ia agak heran melihat pancaran mata tabib itu. Jika beberapa waktu
tadi tampak berkeliaran seperti memberingas, tetapi saat itu mata sitabib mulai tenang
dan memancarkan sinar. "Huh, apakah kesadaran orang itu dapat pulih kembali?" diam diam ia membatin.
Serempak memungut pedang ditanah, mata nona itu berkilat kilat memancarkan sinar
pembunuhan. Sekali mulut Ceng Hun mengatakan tak bersedia pergi, ia segera akan
menabasnya. Setelah itu Siu lam, Hian-Song dan Gan Leng-po akan dibunuh semua".
Tiba tiba tampak mulut Ceng Hun totiang merekah senyuman dan matanya terkatup
terbuka lalu dipejamkan lagi, serunya, "Pinto meluluskan permintaanmu!"
nona itu menyambut dengan tertawa dingin, "Memang sudah kuduga engkau tentu
meluluskan!" "Eh, bagaimana engkau dapat menduga begitu?" Ceng Hun totiang heran.
"Kalau tak percaya bahwa seseorang itu tak sayang akan jiwanya". "
Ceng Hun mendengus dingin, "Pinto memberanikan diri melanggar anggapan umum,
untuk meluluskan permintaan nona mencari Telaga darah itu. Tetapi tujuan kita masing
masing berbeda!" "Dalam hal apa?"
"Tujuan pinto itu. pertama, untuk mengungkap rahasia yang menyelimuti diri Lo Hian
agar dunia persilatan mengetahui keadaan yang sebenarnya. Dan kedua, dan benda
benda peninggalan Lo Hian itu, pinto hendak meyakinkan tentang ilmu obat-obatan untuk
menolong umat nanusia!"
nona itu tertawa, "Hm, semudah itukah" Baik. jika nanti menemukan resep resep
tentang pengobatan. tentu akan kuserahkan kepadamu!"
"Nah, seharusnya engkau membuka jalan darahku yang masih tertutup ini," kata Ceng
Hun "Bagaimana aku dapat mempercayaimu?"
Mendengar itu merahlah wajah Ceng Hun, "Sekali pinto meluluskan, tentu takkan
menyesal. Jika engkau masih begitu banyak kecurigaan, perlu apa minta pinto meluluskan
permintaan mu." nona itu tertawa, "Mengapa engkau ribut-ribut! Dalam hidupku, kecuali toa suciku yang
sudah meninggal itu, aku tak pernah mempercayai orang lagi. Bukankah kita baru saja
kenal" apakah engkau hendak memaksa aku supaya percaya penuh kepadamu?"
Cret". sekonyong konyong nona itu gerakan pedangnya memapas rambut Ceng Hun
yang panjang. Ketua Ceng-sia-pay itu menyadari bahwa nona itu sudah hampir separoh sembuh dari
lukanya. Jika ia menangkis, tentu akan terbunuh. Maka ia diam saja.
nona itu tertawa, "Sekarang tentu tiada orang yang mengenali dirimu lagi!"
Ceng Hun totiang hanya menghela napas, "Tentunya sekarang engkau mau membuka
jalan darahku." nona itu gelengkan kepala, "Tidak, masih ada dua buah syarat lagi. Setelah engkau
meluluskan barulah kubuka jalan darahmu!"
"Katakanlah!" "Sebelum masuk ke Telaga Darah itu, jangna mengatakan hal itu kepada siapapun
juga!" Ceng Hun kerutkan dahi, sahutnya, "Baiklah. lalu yang kedua?"
"Selama dalam perjalaaan, engkau harus menurut perintahku Bersumpahlah lebih dulu
bahwa engkau akan mentaati ke dua syarat itu, baru kubuka jalan darahmu!"
"Bagaimana sumpah yang harus kulakukan?"
"Masakan bersumpah saja harus perlu aku ajarkan?"
Kata Ceng Hun, "Seumur hidup, pinto selalu pegang kata. Belum pernah orang tidak
percaya padaku apalagi suruh aku bersumpah"
"kali ini engkau harus melanggar kebiasaan itu," si nona baju biru tertawa, "engkau
harus bersumpah begini: Ceng Hun totiang ketua Cing Sia pay dengan ini bersumpah akan
menurut permintaan dari Ba Ang ngo. Jika sampai melanggar, biarlah di tumpas oleh
langit dan bumi," Ceng Hun totiang merenung beberapa saat, Akhirnya ia melakukan sumpah itu juga.
Ba Ang-ngo tertawa gemerincing, "Sejak saat ini kita berdua menjadi sababat yang
saling membagi suka dan duka"
"Adalah karena keadaan memaksa maka pinto melakukan hal ini. Tetapi kerja sama kita
ini hanya terbatas sampai pada mencari pusaka itu. Urusan Telaga-Darah sudah selesai,
kita kembali kejalan masing masing. Jika hendak memaksa pinto menyertai engkau
berkecimpung dalam debu kotoran dunia, pinto lebih baik mati sekarang saja!"
Bi Ang ngo tertawa., "Sejak dahulu kala sampai sekarang, entah berapa banyak orang
gagah yang jatuh dalam lembah asmara Aku tak percaya kalau engkau seorang manusia
yang berhati baja. JiKa engkau yakin takkan terpengaruh oleh kecantikanku. Setelah
peristiwa Telaga Darah selesai, tentu kubebaskan engkau kembali ke asalmu lagi!"
Nada nona itu sangat yakin sekali. seolah olah orang sudah berada didalam
genggamannya. Setelah tertegun sejenak, ia turunkan pedangnya dan berkata dengan nada yang
lembut, "Lekas kerahkan hawa-murni, akan kubuka jalan darahmu itu"
Dan mulailah nona itu menutuk dan mengurut jalan darah Ceng Hun yang yang
tertutuk. Ketua Ceng sia-pay itu meramkan mata dan kerahkan peredaran darahnya.
Serangkum hawa harum membaur hidungnya terus menyusup kedalam hati. Dan
telinganya menangkap suara hembusan napas yang halus".
Sejak kecil Ceng Hun sudah masuk menjadi imam. Sekalipun sudah memiliki latihan
yang kuat. tetapi pada saat itu tak urung hatinya berguncang keras, untunglah buru buru
ia menyadari apa yang telan terjadi dan segera tenangkan semangatnya.
Kira kira seperminum teh lamanya, barulah jalan darah yang tertutup itu mulai lancar
lagi. "Jalan darahmu sudah lancar. lekas kerahkan peredaran darah dan marilah kita lekas
berangkat!" tiba-tiba Ba Ang ngo berseru.
Ceng Hun melakukan perintah itu. Ternyata lukanya memang sudah normal kembali,
Beberapa saat kemudian barulah ia membuka mata.
"Bagaimana dengan kedua anak muda itu?" tanyanya seraya berpaling memandang
kearah Siu lam dan Hian song.
"Lebih baik di bunuh saja" daripada menimbulkan bahaya di kemudian hari!" Sahut Ang
ngo. Ceng Hun terkesiap. Diam ia membatin "nona itu terlalu ganas sekali. Apa yang dia
katakan tentu di laksanakan. Saat itu kedua anak muda itu sedang dalam keadaan tidak
berdaya. Jika nona ini benar benar bertindak, mereka berdua tentu binasa. Jika kutentang,
kemungkinan nona itu malah akan marah. Lebih baik kugunakan siasat untuk melindungi
kedua pemuda itu" Ia segera tertawa hambar, "Dalam perjalanan ke Telaga Darah kali ini, kita tentu akan
menghadapi banyak bahaya. Kedua anak muda itu memiliki kepandaian yang tinggi. Jika
dapat membawa mereka ikut serta tentu dapat membantu usaha kita."
Ang-ngo Termenung beberapa saat, kemudian katanya, "membawa mereka, memang
dapat memberi bantuan kepada kita. Tetapi jika mereka tersadar dan tak mau tunduk,
tentu akan menimbulkan banyak kesulitan."
"Ah, ketua Beng gak mahir sekali dalam ilmu racun. Tentunya engkau juga membekal
obat yang dapat membuat kesadaran pikiran mereka"."
Ba Ang ngo tersenyum, "Sayang obat itu sudah habis. Tetapi aku mempunyai daya agar
mereka tak dapat melawan lagi!"
"Dengan cara bagaimana?"
Ang ngo berbangkit dan mengeluarkan seutas tali sebesar jari kelingking, "Hendak
kuikat mereka lalu kututuk jalan darah lengan kanannya, kemudian kupaksa mereka
minum obat racun. Tak mungkin mereka dapat melawan lagi!"
Karena kuatir kalau mencegah dapat menimbulkan kecurigaan nona itu, maka Ceng
Huu diam saja. Ang ngo segera mengikat lengan Siu lam dan lengan kiri Hian song jadi satu. Kemudian
ia berpaling kearah Gao leng noh dan berkata seorang diri, "Diapun harus diikat juga!"
"Bagus, kalau diikat bertiga, tentu sukar merontah lagi " seru Ceng Hun totiang, tapi tali
itu begitu kecil, apakah mampu membuat mereka tak berdaya?"
Ang ngo tertawa, "Tak apa. Tali ini bukan sembarang tali. Sekalipun ditabas dengan
pedang pusaka, tak nanti putus!"
Dengan cepat Aag ngo telah memikat, ketiga orang itu jadi satu. Setelah itu ia berdiri
dan berkata, "Mari, kita berangkat!"
Ia mengeluarkan obat pemunah dan disusupkan kehidung Siu-lam dan Hian song,
Kemudian menutuk jalan darah kedua anak muda itu.
Terdengar Hian song menghela napas dan ia sadar lebih dulu. Oleh karena jalan darah
Seng-si-hian-kawannya sedah terbuka maka dia memiliki perasaan yang lebih tajam dan
orang biasa. Begitu ia membuka mata, cepat cepat ia duduk.
Tiba-tiba ia mendengar suara ketawa dai dari arah belakang melanda serangkum hawa
dingin kearah kedadanya. Hian song memiliki indra dan reaksi yang luar biasa cepatnya. Sambil duduk ia
melambang keatas dan tamparkan tangan kanannya ke belakang.
Tapi auh".ia mengeluh karena tangan kanan terasa sakit sekali. Kini baru ia menyadari
bahwa lengan kirinya telah ditutuk orang dan diikat Mau tak mau dara itu jatuh terduduk
lagi. Ketika mengamati, ternyata leher dam lengan kiri diikat oleh seutas tali dan dihubungan
dengan tubuh Siu lam. Dan karena gerakan Hian Song itu. maka Siu lampun terbangun.
perlahan lahan anak muda itu membuka matanya.
Sejak beberapa waktu mengalami peristiwa peristiwa yang bebat, Siu lam memiliki
pandangan yang luas tentang bencana bencana yang terdapat dalam dunia persilatan.
Dalam menghadapi sesuatu, ia dapat bersikap tenang, tidak lekas lekas ketakutan.
Lebih dahulu ia memandang kesekeliling-nya. Lalu pelahan lahan duduk, Dipandangnya
Hian Song dan menghela napas pelahan, ujarnya, "Kapan engkau datang?"
Pertanyaan singkat itu penuh bernada keharuan.
Belum Hian-Song menjawab. Ang ngo sudah menyeletuk, "Bahu kanan kalian telah
kututuk dan kuikat kalian dengan tali ulat sutera. Ikatan pengencang tali tepat pada jalan
darah yang kututuk. Asal kutarik tali itu, lengan kiri kalian tentu lunglai. Meskipun kalian
mempunyai sepasang lengan, tetapi seperti lumpuh"."
Siu-lam alihkan pandang matanya kepada murid kedua dari Beng gak yang bernama
Bu-Ang ngo itu. "Apa maksudmu mencelakai kami berdua?" tegur Siu-lam.
"Engkau keras kepala sekali!" sahut Ang-ngO, "jika mau saat ini dapat kubunuh kalian
berdua!" "Bunuhlah! Mati lebih enak daripada menderita siksaan begini," jawab Siu lam.
Ang-ngo tertawa, "Ah, kali ini engkau salah duga"."
"nona menyadari bahwa dalam perjalanan mencari pusaka ke Telaga Darah, tentu akan
menghadapi berbagai bahaya. Maka kalian diminta untuk ikut membantu kesana. Begitu
sudah masuk kedalam tempat itu, kalian tentu akan di lepaskan. Tiada lain pilihan lagi,
harap kalian menimbang semasak masaknya dan mengambil keputusan!" seru Ceng Hun
totiang. Siu-lam terkesiap. Rasanya ia tak asing dengan nada suara orang itu. Tetapi ia lupa
entah dimana. Kiranya setelah jubah dan rambutnya di gunduli Ang ngo, Ceng Hun totiang benarbenar
bersalin menjadi seorang manusia baru. Seorang ketua sebuah partay persilatan
yang termasyur, saat ini keadaannya sungguh mengenaskan.
Sekarang tak dapat mengenal Ceng Hun totiang, tetapi diam-diam Siu-lam dapat
mengerti ucapannya. Akhirnya ia memutuskan. Ia harus berani menerima kenyataan saat
itu dan ikut serta pada mereka. Mudah mudahan dalam perkembangan selanjutnya, akan
muncul kesempatan dimana ia dapat merubah keadaannya
Ba Ang-ngo girang karena Siu lam memutuskan. nona itu tak sampai hati untuk
memberi kedua anak madi itu racun pembius lagi.
"Lebih baik. kita segera berangkat!" Ceng Hun menyeletuk dan bahkan terus
berbangkit. Karena melihat Siu lam tak mengadakan perlawanan, Hian-songpun tak mau berontak.
"Apakah kita akan mengikuti perjalanan mereka?" tanyanya bisik bisik, Siu-lam banya
mengangguk. Bagi Siu-lam, bahaya yang dihadapinya saat itu, bukanlah bahaya yang luar biasa. Ia
pernah menghadapi bihaya yang jauh lebih hebat dari keadaan saat itu. Yang penting,
selama masih dapat memelihara jiwa, tentulah masih ada harapan untuk meloloskan diri.
Sekalipun lengannya tertutuk, tetapi tenaganya masih utuh. Dan lagi pula iapun tertarik
juga akan kepergian Ang ngo ke Telaga Darah.
Belum berapa lama keempat orang itu tinggalkan lembah. Muncul rombongan Tay Ih
Siansu dengan Tek Cin, Ciok Sam kong, Cau Yan hui, Tio Gan dan lain lain kelembah situ.
Karena menunggu sampai sekian lama belum juga Ceng Hun totiang muncul dari
lembah, Cau Yan hui segera kembali masuk kedalam gereja dan melaporkan hal itu
kepada Tay Ih siansu. Dalam peristiwa yang sepenting itu. tak berani Tay Ih siausu bertindak seorang diri
segera ia mengundang Tek Cin, Ciok Sam kong untuk berunding. Dan oleh karena hal itu
menyangkut partay Ceng sia-pay, maka Tay Ih siansu pun mengundang mereka. Tio Gan
mewakili gurunya. Dalam pertemuan itu, Cau Yan hui segera menuturkan peristiwa Ceng Hun totiang
menyelidiki kedalam lembah- Tetapi saat itu tak kunjung muncul lagi.
Mendengar gurunya lenyap, Tio Gan serentak menyatakan hendak memasuki lembah
itu. Setelah ketemu batunya, sesunguhnya Ciok Sam kong tak berani gegabah lagi. Tetapi
ia malu kalau mengunjuk sikap ketakutan. Ia ikut juga.
Tay Ih siansu menjaga gengsi gereja Siau lim si. Jika ia tak berniat ikut masuk
kelembah, selain menyesal terhadap Ceng Hun totiang, pun ia kuatir partaynya Gereja
Siau-lim-si akan di tertawakan orang. Akhirnya iapun bersedia turut,
Demikian halnya dengan Thong soh Tek Cin. Walaupun dalam hati tak senang akan
peribadi Ceng Hun, tetapi karena sekalian orang akan pergi kedalam lembah, iapun
terpaksa ikut juga. Karena mencemaskan keselamatan suhunya, Tio Gan mempelopori menerjang kedalam
lembah. Dan ketika melihat pemuda itu tak kurang suatu apa, Ciok Sam kong dan kawankawannya
segera masuk kedalam lembah.
Kiranya obat bubukan yang dipasang dimulut lembah oleh Ang ngo, telah berhamburan
lenyap karena dihembus angin. Itulah sebabnya maka rombongan Tay Ih tak menjumpai
barang sebuah bahaya apapun.
Karena rumput dalam lembah itu tumbuh setinggi pinggang orang, Tio Gan kuatir kalau
musuh bersembunyi disitu Maka ia cepat mencabut pedang dan membabati rumput
rumput itu sambil berteriak memanggil suhunya.


Wanita Iblis Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tetapi hanya kumandang suaranya yang bergemuruh dari empat penjuru.
Kata Tay Ih siansu, "Lembah tandus ini luasnya belasan tombak persegi. Ceng Hun to
hong tentu sudah mendengar panggilanmu itu. sebenarnya ia hendak mengatakan bahwa
Ceng Hun kemungkinan besar tentu terancam bahaya. Tetapi ia sungkan untuk
menyampaikan berita duka itu. Karena tak tahu apa yang harus di lakukan, terpaksa Tay
Ih Siansu tak melanjutkan ucapannya.
Ketua Siau-lim-si pun sependapat. Rumput rumput liar yang setinggi perut manusia itu
segera dibabati sampai bersih. Pada saat Tay Ih Siansu gunakan tongkatnya untuk bantu
menyingkap gerumbul rumput. Tiba-tiba sebatang pedang melayang keudara dari
gerumbul rumput. Dengan tangkas, Ciok Sam Kong menyambut pedang gelap utu. Sedang Tio Gan terus
loncat kemuka diikuti Tay Ih siansu. Thong soh Tek Cin.
Disamping sebuah batu besar, rumput rumput banyak yang rebah. RAmbut kepala dan
rambut jenggot berhamburan diatasnya.
Tio Gan berjongkok memeriksa gerumbul rumput dibalik batu besar itu. Tay Ih Siansu
dan Ciok Sam Kong pun menghampiri. Dilihatnya anak muda dari Ceng sia Pay itu tenang
memeriksa dengan teliti tanah sekitar batu besar itu.
"apa yang kau lihat?" tegur Tek Cin.
Murid Ceng sia pay itu berbangkit perlahan-lahan, sahutnya, "Syukurlah guruku belum
tertimpa bahaya!" "Dari mana kau tahu?" Tanya Ciok Sam kong.
"Dibawah batu itu suhu telah tinggalkan pertandaan rahasia dari partay kami. Sudah
tentu kuketahui artinya." sahut Tio Gan.
"Dalam tanda rahasia itu, selain mengatakan tak menderita bahaya, apalagi yang guru
sicu berikan kepada sicu?" tanya Tay Ih siansu.
"Suhu memberi petunju kemana ia pergi!"
"kalau begitu, baiklah kita segera menyusulnya." kata ketua Siau lim si.
Thian Ce totiang mendukung pernyataan Tay Ih siansu itu.
"Dalam pada memberi petunjuk arah yang ditujunya itu, suhupun menyelipkan
beberapa patah kata-kata rahasia"."
"Apakah itu" Lekas katakan! Hm, engkau seorang anak muda, tetapi mengapa sudah
menuntut kebiasaan menyimpan rahasia!" tegur Ciok sam kong.
Mengingat keadaan gurunya terpaksa Tio Gan menekan kemarahannya. Kembali ia
berjongkok dan memeriksa lagi beberapa jenak. Setelah itu ia menerangkan, "Dalam
pesan rahasia itu, suhu mengatakan bahwa rombongan yang akan menyusulnya jangan
lebih dari lima orang saja"."
"Apa sebabnya?" seru Tek Cin.
"Maaf, dalam hal ini, wanpwe tak mengetahui apa yang di maksudkan," jawab Tio Gan.
Mendengar penyahutan itu, tiba-tiba Thian Ce totiang tertawa nyaring, "Bagus! Setiap
langkah dan gerak-gerik Ceng Hun toheng, tampaknya disertai dengan perhitungan. Tay
Ih siansu, Ciok dan Tek berdua lo cianpwe, serta Can toyu, pinto dan orang yang
menunjukkan jalan, bukankah tepat sekali berjumlah enam orang" Bukankah Ceng Hun
totiang bermaksud agar kita jangan membawa serta anak anak murid?"
"Benar," kata Tay Ih siansu, "memang Ceng Hun toheng seorang yang cermat. Dia
tentu memperhitungkan kekuatan orang yang hendak di kejarnya itu!"
"Masakan kita menurut perintahnya saja?" Ciok Sam-kong menyeletuk.
"Bukan begitu," cepat Cau Yan hui menanggapi, "Dengan mata kepala sendiri
kusaksikan bahwa Ceng Hun toyu itu masuk ke dalam lembah. Jika dia mengajukan
permintaan ini, tentulah bukan tiada dasarnya. Rasanya apabila kita berenam menyusul,
sekalipun berhadapan dengan musuh tangguh, tentu dapat mengatasi juga!"
"Eh, bukan aku takut. Tetapi dengan menuruti petunjuknya, bukankah kita akan
kehilangan harga sebagai ketua partai persilatan?" bantah Ciok Sam kong.
Thian Ce totiang dari partai Kun lun pay mendukung Cau Yan- hui ketua Tiam-jong pay.
Ia menyatakan bahwa pada saat itu hendaknya dengan menonjolkan kedudukan diri
masing masing. Dia percaya Ceng Hun tentu sudah memperhitungkan kekuatan lawan.
Juga Tay Ih Siansu mendukung. Akhirnya Ciok Sam kong terpaksa mengalah. Kemudian
ia menatap Tio Gan dan berseru dengan nada bengis "Urusan ini penting sekali. Harap
engkau jangan main-main!"
"Sandi rahasia dari partaiku, masakan aku tak tahu. Harap lo-cianpwe jangan sangsi,"
Sahut anak muda itu. Tay Ih siansu mengusulkan supaya segera berangkat saat itu juga. Dan larilah Tio Gan
menurut arah petunjuk yang di berikan suhunya. setelah memesan kepada dua orang
paderi, Tay Ih siansu segera menyusul. Rupanya Tio Gan tak mau unjuk kelemahan di
hadapan para cianpwe dan ketua partai-partai persilatan. Ia kerahkan tenaga lari
sekencang-kencangnya. Dalam beberapa kejap saja, dia sudah mencapai jarak dua puluh
li. Rupanya Ciok Sim kong masih memendam rasa tak puas terhadap partai Ceng sia pay
"Berhenti dulu." tiba tiba tokoh tua Swat san pay itu berseru kepada Tio Gan, "apakah
selama dalam perjalanan ini engkau masih menemukan tanda rahasia dari gurumu?"
Tio Gan berhenti dan berpaling; "Tidak, tetapi wanpwe percaya tentu tidak salah jalan.
Tanda rahasia yang di tinggalkan Suhu itu, jelas sekali. Yang salah adalah lo cianpwe
mengapa tak mengerti tanda tanda itu!."
Karena masih muda, Tio Gan masih berdarah panas dan tak tahan lagi mendengar
ucapan tokoh Swat-san-pay itu.
Karena tak menduga, Ciok Sam kong tertegun. Tetapi karena Tio Gan dapat mengatur
kata katanya sedemikian rupa, ia tak berbuat apa apa untuk menumpahkan
kemarahannya, ia menghantam sebuah batu besar. Bum".! Puncak batu yang menonjol,
berhamburan ke empat penjuru.
Tek Cin kerutkan kening. Ditatapnya Tio Gan dengan segera dan berserulah ia dengan
nada dingin, "Nanti apabila bertemu dengan Ceng Hun totiang, tentu akan kutegurnya
mengapa dia memanjakan muridnya menjadi liar!"
"Ah, mengapa lo cianpwe berdua meladeni seorang anak muda," tiba tiba Cau Yan hui
menyesali. Tampaknya ketua Tiam jong pay itu mempunyai kesan baik terhadap Ceng
Hun. Dalam ucapannya seolah olah ia melindungi Tio Gan.
Tay Ih siansu cepat alihkan pembicaraan dan meminta penjelasan Tio Gan, "Kalau tiada
melihat tanda rahasia Ceng Hun totiang, bagaimana akan mencari jejaknya?"
Tio Gan merenung beberapa saat, kemudian berkata dengan nada bersungguh, "Harap
lo cianpwe sekalian sudi mempercayai wanpwe. Jika wanpwe salah dan mengecewakan lo
cianpwe, wanpwe bersedia bunuh diri di hadapan lo-cianpwe sekalian!"
"Omitohud". Tak perlu sicu melakukan hal itu!" seru Tay Ih siansu.
Tio Gan tidak menyahut, Ia melanjutkan perjalanan lagi. Kira kira sepuluh li jauhnya
tibalah dimulut jalan gunung. Tiba tiba ia berjongkok lagi dibawah sebatang pohon siong
dan memeriksa dengan teliti.
"Apakah menemukan tanda rahasia dari gurumu lagi?" seru Thian Ce totiang.
Jilid 36 "TETAPI Tio Gan seolah olah tak menghiraukan pertanyaan itu. Ia masih memeriksa
dengan tekun sekali. Mulutnya tak henti-hentinya berkomat kamit. Seperti orang yang
sedang menghitung. Beberapa waktu kemudian barulah ia berbangkit perlahan-lahan. Wajahnya mengerut
gelap, "Bagaimana?" tegur Cau Yan-hui cemas.
"Ah, Suhu telah dikuasai orang dan dibawa ketempat yang jauh"."
"Hai, Siapakah tokoh yang sedemikian lihaynya dapat mengalahkan Ceng Hun toheng?"
Thian Ce terkejut. "Tentulah orang Beng-gak," jawab Tay Ih
"Siapa orang itu, Wanpwe tak dapat memastikan. Tetapi dalam tanda rahasia yang di
tinggalkan itu, suhu mengatakan bahwa perjalanan kali ini teramat jauh sekali. Yang
wanpwe heran ialah bahwa dalam tanda rahasia itu suhu berpesan supaya kita jangan
terlalu dekat dengan mereka agar jangan ketahuan"."
"Huh, masakan terjadi peristiwa semacam itu?" Ciok Sam kong mendengus.
"kemungkinan suhumu telah ditangkap orang dan dalam keadaan terpaksa, meninggalkan
pesan agar kitapun terjebak dalam perangkap musuh!"
Tio Gan menyahut tandas, "Suhu seorang ksatrya. Kematian tak mungkin dapat
mematahkan semangatnya. Jangan lo cianpwe bicara sembarangan begitu!"
Ciok Sam kong tak dapat menahan kemarahannya lagi, "Huh, anak kemarin sore berani
berlaku kurang ajar terhadap orang tua. Biar ku beri sedikit hajaran!"
Walaupun penasaran, tetapi Tio Gan menyadari, dalam keadaan saat itu tak
membenarkan dia bentrok dengan Ciok Sam-kong. Bukan karena dia takut mati tetapi
yang penting ialah tentang keselamatan suhunya yang perlu ditolong. Maka ia tak mau
meladeni kata kata yang kasar dari Ciok Sam-kong itu.
Berpaling kepada Thian Ce totiang, ia berkata; "Wanpwe benar benar tak dapat
menjelaskan apa isi pesan suhu itu. Harap lo cianpwee suka memberi maaf!"
Ketua Kun lun pay itu mengurut jenggot seraya tertawa, "Dalam hal kecerdasan dan
kepandaian Ceng Hun toheng. kita semua sudah mengetahui. Apalagi dalam peristiwa ini
msnyangkut kebesaran nama Ceng-sia pay, sudah bareng tentu ia telah mengatur rencana
yang sebaik-baiknya. Menurut hemat pinto, baiklah kita turutkan saja pesannya!"
Can Yan hui menyetujui. Tetapi Ciok Sam kong menyanggah, "Jika tak boleh mendekati
dan memberi pertolongan apakah jika mereka berliaran sepuluh tahun, kitapun harus ikut
berkeliaran sepuluh tahun?"
Peryataan jago tua Swat-san pay itu cepat disokong oleh Tek Cin, "Aku setuju dengan
pernyataan Ciok-heng. Dan lagi, masih ada lain pertimbangan. Jika kita termakan siasat
yang di gunakan musuh agar kita terpikat dan meninggalkan urusan dunia persilan,
bukankah tahu-tahu kita bakal menjadi macan yang tiada mempunyai sarang lagi?"
Cau Yan-gui ketua wanita dari partay Tiam jong pay kesal mendengar ucapan kedua
jago tua yang selalu menentang itu. Katanya dengan getas, "Menurut pendapatku, kita
lanjutkan pengejaran ini. Siapa yang tak suka ikut, silahkan kembali ke Siau lim Si!"
Tek Cin menatap ketua Tiam jong pay itu dengan tajam. Pada saat ia hendak membuka
mulut, Tay Ih Siansu sudah mendahuluinya, "Lohu juga setuju pengejaran ini dilanjutkan!?"
Dan Thian Ce-pun segera menyusuli, "Pinto merasa peristiwa ini tersembunyi suatu
rahasia aneh, hayo, kita berangkat!"
Karena diantara keenam orang, sudah empat orang yang setuju, terpaksa Ciok Sam
kong dan Tek Cin tak dapat berbuat apa apa.
Benar juga, selama dalam perjalanan, beberapa kali mereka menemukan tanda rahasia
yang ditinggalkan Ceng Hun totiang. Jalan yang di tempuh, melintas jalan kecil dihutan
belantara. Dalam pertandaan rahasia itu, setiap kali Ceng Hun tentu memesan supaya
mereka dengan terlalu mendekat. Suatu hal yang membuat jago-jago tua rombongan
pengejar itu makin heran.
Setelah sehari menempuh perjalanan, akhirnya Thian Ce totiang bertanya kepada Tio
Gan, "Kapankah kiranya kita akan bertemu dengan gurumu."
"Dalam pesan rahasia itu, agaknya Suhu tak menghendaki kita mengejarnya"."
"Kalau begitu lebih baik kita kembali saja?" Ciok Sam-kong bersungut sungut.
Demikian Thian Ce totiang yang semula setuju melanjutkan pengejaran, akhirnya juga
mempunyai perasaan seperti Ciok Sam kong.
Buru buru Tio Gan menerangkan, "Dalam pesan itu, tahu memang bukan bermaksud
melarang kita mengejarnya."
Cau Yan-hui berpendapat "Oleh karena sudah terlanjur mengejar sampai disini, lebih
baik meneruskan pengejaran itu sampai akhir".
Tay Ih Siansu-pun mendukungnya, "Dengan diketemukan tanda rahasia dari Ceng Hun
totiang, jelas bahwa dia tentu masih hidup. Demi menolong keselamatannya, Kita harus
meneruskan pengejaran ini!"
Kuatir akan terbit perdebatan lagi, Tio Gan cepat menyatakan bersedia menjadi
penunjuk jalan. Bahkan ia terus lari lagi.
Kembali mereka telah menempuh perjalanan selama dua hari satu malam. Dari jalan
kecil dihutan belantara, tiba tiba msreka memasuki barisan gunung,
"Kalau tak salah, sekarang kita sudah tiba diperbatasan wilayah Shoa tang. Dengan
begitu kita telah memasuki daerah pegunungan Thay san" kata Ciok Sam kong.
"Benar, Ciok heng. kurasa memang sedang memasuki daerah gunung Thay san," kata
Tek Cin. Thian Ce segera menanyakan kepada Tio Gan apakah dalam tanda rahasia itu, gurunya
tidak menyebut tentang nama tempat. Tio Gan mengatakan tidak.
Kiranya setiap tiga puluh lie, tentu terdapat tanda rahasia dari Ceng Hun totiang. Tetapi
sejak memasuki daerah gunung, sampai lima enam puluh lie, Tio Gan tak menemukan
tanda rahasia itu lagi. Tetapi demi memelihara kepercayaan Thian Ce totiang dan
rombongannya terpaksa setiap tiga puluh lie ia pura pura mencari tanda rahasia dari
gurunya. Berjongkok dibawah pohon, meneliti dan bangun. Tetapi sesungguhnya dalam
hati, pemuda itu gelisah tak keruan. Namun ia tak berani menyatakan apa apa dan
teruskan perjalanan. Setelah melintas dua buah puncak gunung, keadaan tempat yang dilalui itu tampak
berbahaya sekali. Puncak disebelah muka tampak menjulang menyusup awan.
Diam diam Tio Gan menghela napas, batinnya, "Dalam daerah gunung yang sedemikian
tinggi dan lebat, tentu mudah tersesat jalan. Apa lagi suhu tak meninggalkan pertandaan
lagi. Ke manakah akan kubawa rombongan ini?"
Saat itu mulailah Tio Gan gelisah. Tiba-tiba pandang matanya terbentur pada sebuah
benda putih yang aneh. Hai, Sehelai sutera putih berkibar kibar diatas sebatang pohon
siong besar! Dan ketika dipandang dengan seksama, ternyata di tengah sutera putih itu
tertera warna merah. Seketika tergeraklah hati Tio Gan. Dalam daerah pedalaman gunung belantara yang tak
pernah dijelajahi manusia itu tak mungkin terdapat sutera putih apa bila tak sengaja
dipandang oleh orang. Ya, benar, tentu seseorang telah meninggalkan sutera putih itu.
Timbul serentak harapan Tio Gan. Adakah sutera putih itu berasal dari gurunya atau
bukan, tidaklah menjadi soal. Yang penting, sekarang ia mempunyai setitik harapan,
Semoga sutera putih itu benar benar gurunya yang memancang.
Dengan menumpahkan seluruh harapannya, Tio Ganpun mulai lanjutkan larinya lagi
menuju ketempat pohon siong itu.
"Hai, awas, karang disebelah amat curam dan tiada terdapat jalanan sama sekali.
Hendak kemana kau!" seru Thian Ce totiang.
Tetapi Tio Gan terpaksa tak menghiraukan, Ia lari sekencang mungkin. Akhirnya ia
berhasil mencapai tempat itu. Sekali menyambar dahan pohon, ia terus apungkan diri
berayun ke atas dahan dan menyambar sutera putih.
Kiranya sutera putih itu tengahnya dilumuri dengan darah. Mungkin supaya menarik
pandangan mata orang, Ketika meneliti tulisan yang terdapat pada sutera putih itu,
hatinya serasa terhindar dari himpitan batu besar. Serentak ia berseru memanggil para lo
cianpwe. Sambil menghampiri Ciok Sam-kong masih bersungut-sungut "Hmm, rupanya budak itu
tersesat jalan. Kalau tidak dia tentu terjebak dalam siasat musuh yang menggunakan
siasat memancing harimau tinggalkan gunung."
Agaknya Tay Ih siansu terpengaruh oleh kata-kata tokoh Swat-san-pay itu. ia menghela
napas, "Jika dugaan lo cianpwe benar, kemungkinan saat ini Siau-lim si tentu sudah
hancur lebur " Ciok Sam-kong tertawa dingin, "Demikian juga dengan rombongan murid partai partai
persilatan yang datang ke Siauw lim-si itu."
Ketika rombongan tokoh tokoh itu tiba, Tio Gan buru buru berteriak, "Ketemu, sudah
ketemu"." dan tertawalah anak muda itu nyaring nyaring.
"Apa yang engkau ketemukan sehingga engkau begitu gembira sekali?" tegur Thian Ce
totiang. "Telah kutemukan petunjuk suhu!" teriak Tio Gan.
"Selain anak murid Ceng-Sia-pay, apakah ada lain orang yang kenal akan tanda rahasia
dari partaimu itu?" tanya Thian Ce totiang-
"Dalam tanda rahasia itu suhu sudah mengatakan dengan jelas bahwa dia telah
dikuasai oleh seorang murid Beng-gak dan dipaksanya untuk bersama sama mencari
pusaka di Telaga darah."
Mendengar itu Ciok Sam kong melonjak kaget, serunya, "Telaga darah" Benarkah
didunia ini terdapat tempat itu"."
"Tenru saja ada!" sahut Tio Gan. "suhu telah mengatakan tempat itu dengan jelas
sekali. Mungkin tempat itu berada disekeliling kita ini!"
"Jika Telaga darah benar ada, kabar tentang Lo Kian menyimpan pusaka itu juga tentu
sungguhan!" seru Tek Cin.
"Soal itu tak dikatakan suhu. Suhu hanya mengatakan, ia akan berusaha sedapat
mungkin untuk memberi petunjuk tentang jalan ketempat itu. Asal kita turutkan
petunjuknya, tentu akan mencapai tempat itu!"
"Kira kira berapa lamakah suhumu telah meninggalkan tanda rahasia itu?" tanya Thian
Ce Totiang. "Kurang lebih empat jam yang lalu." Sahut Tio Gan.
"Baik, kita harus cepat menyusul agar tanda rahasia yang ditinggalkan suhumu itu tak
terhapus oleh binatang atau tukang cari kayu!".
Juga Cau Yan hui, ketua wanita dari Partay Tiam jong pay yang sejak tadi hanya
berdiam diri saja, tiba tiba manyeletuk, "Bagaimana kalau andai kata wanita Beng-gak itu
menyiapkan sebuah tempat berbahaya dan sengaja menamakannya sebagai Telaga darah,
bukankah kita akan jatuh kedalam perangkapnya?"
"Omitohud, Memang hal itu tak boleh tidak harus kita jaga," Seru Tay Ih siansu.
"Dengan tenaga kita berenam, masakan kita jeri akan segala macam perangkap!" seru
Ciok Sam kong. Teringat selama dalam perjalanan tadi, melulu mendapat ejekan dan tantangan dari
tokoh Swat san pay itu, kali ini Tio Gan tertawa dingin- "Sejak dalam perjalanan tadi, lo
cianpwe paling menentang sendiri, Tapi kali ini locianpwelah yaag paling gigih
mendukung" Wajah Ciok Sam kong berubah, serunya "Nanti begitu berjumpa dengan Suhumu, aku
tentu akan menghajarmu. Sekarang kuberitahukan lebih dulu kepadamu agar kau jangan
kaget." Tio Gan hendak balas menyahut, tetapi Thian Ce totiang mendahului mendengus, "Ciok


Wanita Iblis Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lo cianpwe adalah satu satunya tokoh angkatan tua dari Swat san pay. Dalam kedudukan,
dia lebih tinggi dari suhumu. Jika Ciok lo cianpwe mendampratmu, itu sudah selayaknya.
Hmmnn, benar-benar tak tahu diri!"
Diam-diam Tio Gan tertawa mendengar makian tak keruan tujuannya itu. Namun ia tak
mau membantah dan mempersilahkan para lo-cianpwe melanjutkan perjalanan lagi. Kali
ini Ciok Sam kong paling ngotot. Ia berjalan paling depan di belakang Tio Gan.
Demikianlah ke enam orang itu mulai menyusur jalanan gunung yang berliku liku
seperti ular. Tio Gan yang berjalan sebagai penunjuk jalan, setiap tiba di sebuah tikungan
selalu berhenti dan melakukan pemeriksaan teliti.
Tetapi pergunungan yang puncaknya tinggi menembus awan itu, penuh dengan hutan
belantara dan jurang yang curam. Betapapun Tio Gan berlaku hati-hati, tetapi selama dua
jam ia sia sia mencari petunjuk yang di tinggalkan suhunya, Untung para lo cianpwee yang
ikut dalam rombongan penyelidik itu sekarang sudah percaya. Tidak lagi mereka mengejek
dan mendesak anak muda itu. Bahkan Ciok Sam-kong yang keras kepala dan berangasan,
saat itu berobah sabar dan ramah.
"Carilah dengan perlahan lahan, tak perlu gugup. Kamipun tidak mempunyai lain urusan
lagi!" kata jago tua Swat san pay itu.
Dengan adanya sikap dan pernyataan dari para anggauta rombongannya, kebingungan
Tio Ganpun berkurang. Satelah berjalan sejam lagi, akhirnya ia berhasil menemukan tanda
petunjuk dari suhunya lagi. Tetapi setelah di teliti. ia termangu mangu.
Ternyata tanda petunjuk kali ini, amat sederhana sekali. Kecuali mengatakan bahwa
mereka akan memasuki sebuah lembah yang berbahaya, tak ada lain keterangan lagi. Di
duga, Ceng Hun totiang tentu dalam keadaan terburu buru sehingga tak sempat menulis
banyak. "Apakah terjadi sesuatu kesulitan?" tanya Thian Ce totiang.
TiO Gan mengiakan, "Benar, dalam tanda rahasia itu suhu hanya memberi petunjuk
bahwa lembah yang kita masuki ini berbahaya sekali, entah apa maksudnya!"
Memang karang yang menjulang mendindingi lembah dihadapan mereka, curam dan
melandat sekali. Benar benar sebuah lembah yang berbahaya sekali. Dasar lembahpun
penuh bertaburan dengan batu batu yang berbentuk aneh.
"Apakah petunjuk suhumu itu tidak salah?" tanya Ciok Sam kong.
Tio Gan memberi pernyataan yang tandas bahwa ia sudah meneliti tulisan suhunya
secermat cermatnya. Rasanya takkan salah lagi.
"Kalau begitu mari kita menuruni lembah ini!" Seru Ciok Sam kong. Jago Swat san pay
itu tampak bersemangat sekali. Begitu berkata dia terus turun kebawah. Jika bertemu
dengan lereng yang melandai curam, ia gunakan ilmu Pek hau kang atau cicak merayap.
Sebuah ilmu Iwekang tinggi untuk mendaki dan menuruni dinding yang melandai curam
atau menjulang tinggi Tek Cin dan Cau Yan hui segera mengikuti jejak Swat San pay itu.
"Tio hiantit, apakah engkau merasa dapat menuruni lembah itu?" tanya Thian Ce
totiang Tio Gan menyatakan bahwa kemungkinan besar ia dapat melakukan. Tetapi Thian Ce
totiang tetap kuatir. Ia mengeluarkan seutas tali dan suruh anak muda itu mengikat pada
tubuhnya, "Peganglah erat erat tali ini di waktu turun kelembah. Apabila terjadi sesuatu,
pinto tentu dapat membantu hiantit!"
Tio Gan menghaturkan terima kasih. Ia melakukan permintaan ketua Kun lun pay itu.
Setelah itu barulah yang terakhir Tay Ih siansu bergerak turun.
Sesungguhnya kepandaian Tio Gan memang terpaut jauh sekali dengan para locianpwe
itu. Ketika dapat mencapai dasar lembah, ternyata ia sudah kehabisan napas dan
terjatuhlah ke bawah. Untung Thian Ce dapat menolongnya dengan tali itu.
Dalam pada itu ternyata Ciok Sam kong-pun sudah memperhitungkan kemungkinan hal
itu akan menimpa Tio Gan. Maka begitu pemuda terjatuh, dengan cepat ia loncat
menyanggapinya. Lalu loncat kesamping. Ternyata dari dalam lembah, mereka masih
terpisah beberapa meter tingginya. Jago Swat san pay itu lepaskan pukulan kebatu
karang. Dengan meminjam tenaga pukulan itu, ia bersama Tio Gan selamat dapat
menginjakkan kakinya ditanah.
Sekalipun tak puas dengan Ciok Sam kong, tetapi karena mendapat pertolongannya,
Tio Gan segera menghaturkan terima kasih.
"Tak usah sungkan akan bantuan yang tak berarti itu. Cobalah kau teliti apakah dalam
lembah ini terdapat tanda rahasia dari gurumu," kata Ciok Sam kong.
Tio Gan mengiakan. Setelah sejenak pejamkan mata memulangkan napas, barulah ia
mulai melakukan penyelidikan.
Dalam pada itu Tay Ih siansu yang memandang keadaan disekelilingnya, menyatakan
bahwa lembah itu benar-benar sebuah tempat yang berbahaya.
Sementara Ciok Sam kongpun menanyakan kepada Tek Cin tentang perbekalan ransum
kecil, "Tek-heng, berapa hari kiranya ransum yang kita bawa itu dapat dipakai" Menilik
namanya, Telaga darah ini tentu berbahaya sekali. Kemungkinan kita tak dapat
menemukan makanan disitu!"
Tek Cin menyatakan bahwa ransum cukup dimakan beberapa hari.
Cau Yan-hui kicupkan ekor mata kepada Ciok Sam kong, ujarnya "Jika Telaga darah itu
memang benar ada maka cerita tentang Lo Hian menyembunyikan pusaka, tentulah bukan
kabar bohong!" "sudah tentu bukan desas desus kosong!" sahut Ciok Sam kong,
Ketua waniia dari partai Tiam jong pay itu tertawa dingin, "Menurut hematku, jika tidak
dalam perangkap musuh, kita sedang dikepung oleh bahaya maut dalam Telaga Darah"
Thian Ce totiang menyahut tertawa, " Ah, kiranya toya memiliki kecerdasan yang tak
terduga duga"."
"Ah, toheng terlalu memuji padaku. Menilik kecerdasan toheng, tentu toheng sudah
menyadari apa yang kita hadapi ini"." Cau Yan hui berhenti sejak, lalu lanjutnya, "Tetapi
toheng rupanya tak mau mengatakan dan membiarkan aku yang bicara. Yang kupikir,
dapatkah kita menemukan tempat itu. Dan apakah kita dengan mudah memasukinya?"
"Aneh sekali," tiba tiba Ciok Sam kong menyelutuk." tadi malam perjalanan akulah yang
selalu cerewet menyangsikan pengejaran ini. Dan engkau selalu menentang serta berkeras
tetap melanjutkan perjalanan. Ha ha, aku dan Tek heng memang sudah tua sehingga tak
mengerti jalan pikiran angkatan sekarang ini!"
"Mati semut karena gula, Mati manusia karena harta. Jumlah kita benar sedikit, tetapi
setiap anggota rombongan ini, mewakili partai persilatan yang ternama sekali berhasil
mendapat pusaka Li Hian itu, tentu akan timbul perebutan. Pada saat itulah mulainya
babak saling bunuh membunuh!"
"Ramalan Cau toyu memang tepat," kata Thian Ce totiang, "lebih baik soal itu kita atur
dulu agar jangan sampai timbul pertentangan yang menyedihkan"."
"Lo cianpwe sekalian, kemarilah!" tiba-tiba-tiba Tio Gan berseru.
Cepat Ciok Sam kong mendahului lari menghampiri. Tek Cin, Ciu Yan hui, Thian Ce dan
Tay Ih Siansu serempak menyusul,
Tio Gan tengah berjongkok di bawah sebuah batu karang dan mengawasi sebuah goha
yang cukup besar. "Bagaimana anak muda" Apakah engkau menemukan petunjuk jalan?" seru Ciok Samkong
dengan nada tegang. Menunjuk pada goha, berkatalah Tio Gan. "Benar dan tanda petunjuk suhu itu
mengatakan jalan itu berada di dalam goha. Karena itu wanpwe tak berani gegabah
masuk dulu!" Melongok ke dalam goha, Ciok Sam-kong dapatkan di dalamnya gelap sekali. Pandang
matanya hanya dapat memandang sejauh tiga tombak.
"Tetapi kalau memang demikian petunjuk gurumu, kitapun terpaksa harus
memasukinya!" katanya.
"Jika tidak masuk kesarang harimau, tidak mungkin medapat anaknya. Aku setuju
dengan pernyataan Ciok-heng," seru Tek Cin.
Demikianpun Thian Ce totiang.
"Jika memang demikian keputusan para locianpwe, akupun bersedia menjadi petunjuk
jalan." kata Tio Gan.
Tetapi buru buru Thian Ce totiang, "Janganlah. Tio sutit menempuh bahaya. Lebih baik
pinto saja yang berjalan di depan."
Ciok Sam kong tertawa geiak-gelak, "Paling tepat aku saja yang di muka!" Habis
berkata terus saja jago tua Swat San pay itu mendahului masuk. Sekalian orangpun
segera mengikuti. Goha yang gelap, keadaan dalamnya naik turun tak rata. Kira kira dua tombak jauhnya,
lalu membiluk kesebelah kiri. Makin lama makin gelap sekali sehingga tiap tiap orang tidak
dapat melihat jari tangannya sendiri.
Ciok Sam kong menyulut api dan memeriksa ke empat dinding, "Tentu sudah puluhan
tahun guha ini tak pernah di datangi orang. Dindingnya penuh dengan pakis!"
Tiba tiba serangkum angin dingin menitiup padam api. Dan gohapun gelap gulita lagi.
"Hai, mengapa angin begini dingin" Aku duga di dalam goha ini terdapat timbunan esyang
tak pernah cair!" kata Ciok Sam kong.
Cau Yan hui tertawa, "sudah berpuluh tahun pinto tinggal di gunung Kun lun. Kiranya
pengalaman pinto cukup banyak mengenai lembah-lembah yang terdapat saljunya.
Walaupun angin tadi dingin, tetapi menurut hemat pinto, bukanlah berasal dari tumpukan
es!" Tiba-tiba serangkum hawa degin bertiup ke arahnya. Selain dingin, pun mengandung
bau amis. Sekalian orang buru buru menutup pernapasannya.
"Ah, kemungkinan besar didalam goha ini, di huni ular besar!" akhirnya Tek Cin bicara.
"Benar, tentulah ular yang didalamnya. Goha amat sempit, kita harus hati-hati!" Seru
Ciu Yan hui seraya mencabut pedang.
Tiba tiba ciok Sam kong berpaling dan berseru menegas; "Apakah engkau tak salah
meneliti tanda rahasia gurumu itu?"
"Tidak, wanpwe telah meneliti dengan jelas!"
"Baiklah, jika engkau sampai salah, Jangan harap kita semua dapat hidup"." tiba-tiba
jago tua Swat san pay itu melangkah masuk kegoha,
Entah berapa panjangnya lorong jalan goha itu. Gelap dan berliku liku. Tiap sepuluh
tombak tentu biluk. Setelah berbiluk empat kali, mereka tiba di persimpangan jalan.
Ciok Sam-kong berhenti dan bertanya pula kepada Tio Gan, "Cooalah cari apakah
suhumu meninggalkan tanda rahasia disini!"
Karena gelap, terpaksa Tio Gan berjongkok dan meneliti tempat itu dengan cermat,
tiba-tiba ia mendengar derap suara langkah kaki orang yang berat. Bukan manusia biasa,
melainkan langkah dari seorang raksasa. Derap kakinya menggetarkan bumi, mirip dengan
puncak gunung yang berguguran.
Tio Gan lekatkan telinganya ketanah. Ah, suara langkah kaki itu semakin jelas.
Ciok Sam-kong menyulut api, serunya:
"Apakah sudah menemukan?"
Tio Gan gelengkan kepala dan menyatakan masih belum menemukan sesuatu karena
tempat gelap sekali. Serangkum angin amis menyerbak hidungnya dan menyusul terdengar bunyi mendesisdesis
dan menyusul sesosok makhluk yang besar berjalan mendatangkan mereka.
"Lekas bersandar pada dinding dan tutup pernapasan!" teriak Thian Ce totiang.
Ciok Sam kong kerahkan tenaga dalamnya lalu lemparkan korek apinya. Korek api
membentur dinding, api tetap menyala terang. Dua butir mutiara sebesar cawan arak
berkilau-kilauan tertimpa sinar api".
"Hai, apa itu"." tanya Thian Ce totiang.
Ciok Sam kong yang berdiri paling muka dan dengan cepat meneliti benda itu segera
menyahut dingin, "Sepasang gundu mata"."
"Mata" Masakan gundu mata sebesar itu" Tentu mata binatang raksasa!" teriak Ciu
Yan-hui. "Yang di kuatirkan adalah ular besar yang beracun,!" kata Thian Ce totiang.
Tay Ih siansu yang lama berdiam diri, saat itupun menyeletuk; "Totiang benar. Dari bau
amis yang menyembur tadi, lohu merasakan tentulah dari bangsa ular besar."
Rupanya binatang itu sudah melihat orang orang yang berada disini. Kepalanya
berputar-putar dan mata berkeliaran. Tetapi tidak lagi mulutnya mendesis-desis.
"Kalau ular, mengapa sekarang?" seru Cau Yan-hui heran.
Sahut Ciok Sam-kong, "Rupanya habis menelan Ceng Hun totiang"."
"Tak mungkin suhu kalah dengan ular itu. Harap Lo cianpwe jangan menghina orang!"
karena suhunya di cemooh. Tio Gan pun kurang senang.
"Hah, budak engkau memang sudah bosan hidup!" damprat Ciok Sam-kong marah.
Thian Ce totiang cepat melerai dan mengharap dalam tempat dan saat seperti itu
hendaknya sekalian orang harus bersatu padu.
Sementara Ciu Yan-huipun mendesak agar segera mengambil tindakan. Terus maju
atau keluar dari goha itu.
Tiba-tiDa Tio Gan melangkah maju kearah muka seraya berseru, "Jika Ciok lo cianpwe
takut di makan ular, lebih baik wanpwe saja yang berjalan dimuka!"
Bukan kepalang marah jago tua Swat san-pay itu. Ia ayunkan tangan menampar
punggung anak muda itu. Tapi Tio Gan pun tak segan-segan lagi. Ia menangkis
menyabetkan pedang. sehingga Ciok Sam kong terpaksa tarik lagi tangannya.
"Jika Ciok lo cianpwe sampai membunuhnya. apakah kita perlu cari lain petunjuk jalan
lagi?" seru Thian Ce totiang
Ciok Sam kong mendengus, "Hm, jika kau tak selalu membelanya, dia tentu tak berani
sekurang ajar itu!" "Harap jangan salah paham. Pinto hanya menilai dari kenyataan. Sama sekali tak
bermaksud hendak menantang Ciok lo cianpwe," Sahut Thian Ce.
Tiba tiba Tio Gan yang sudah berjalan beberapa langkah berteriak keras, "Disini!"
Tubuhnya berputar dan tiba tiba ia lenyap.
Sekalian orang bergegas gegas lari menghampiri. Ternyata anak muda itu menyusup
kesebuah cekung karang yang dapat dimasuki seorang tubuh manusia.
"Tio hiantit, apakah kau menemukan tanda rahasia suhumu?" teriak Cau Yan hui.
"Suhu selalu berhati hati. tak mungkin membuat kesalahan," sahut Tio Gan. Tapi suara
pemuda itu makin lama makin jauh- Agaknya mempercepat langkahnya lari kemuka.
"Hm, rupanya budak itu hendak melarikan diri!" Ciok Sam kong cepat mengejar.
Tapi sampai dua tiga puluh tombak jauhnya, mereka tak dapaj melihat jejak Tio Gan
lagi. "Kurang ajar budak itu ternyata benar melarikan diri. Awas, kalau ketemu tentu akan
kupatahkan kakinya!" Tek Cin memaki maki.
Kembali Thian Ce totiang menyahut dingin, "Karena kedua lo cianpwe selalu hendak
membunuhnya maka dia takut dan menyelamatkan diri!"
"Hayo, kita jangan buang waktu. Kejar saja terus!" seru Cau Yan hui.
Tak berapa jauh berlari, mereka melihat sebuah perapian besar. Ciok Sam kong yang
berjalan paling cepat, berhenti dan berteriak, "Astaga kita masuk kedalam sebuah gunung
berapi!" Thian Ce Totiang msnyelinap mendahului dimuka, ujarnya, "Mati hidup sudah takdir.
Sekalipun gunung berapi kita harus menerjangnya!"
Hawa sesak dalam tempat itu telah membuat beberapa tokoh yang berkepandaian
tinggi itu agak terganggu kesadaran pikirannya.
Tek Cin tertawa tergelak gelak, "Aku sudah tua, matipun tak menyesal!"
Lorong makin lebar tapi hawapun makin panas meranggas. Samar samar mereka
melihat dua belah dinding karang yang merah marong.
"Ya, benar, memang kita sedang memasuki kedalam gunung berapi" seru Cau Yan hui.
"Siapa!" tiba tiba Thian Ce todong berteriak seraya menghantam. Dan Cau Yan huipun
cepat loncat memburu. Kiranya disebelah muka tampak seorang manusia pendek berbaju hitam. Rambutnya
panjang terurai. Mencekal sebatang pedang dan tegak menghadang dimuka tikungan
jalan. Disebelah kirinya, terdapat lubang api yang menyala-nyala.
Saat itu Thian Ce Totiangpun sudah bertempur dengan si pendek baju hitam. Keduanya
sama melancarkan jurus jurus ilmu permainan pedang yang hebat.
Samar samar pada leher siku lengan orang pendek itu seperti terikat oleh seutas tali
sehingga menghambat gerakkannya oleh karena tak leluasa mengembangkan seluruh
permainannya, Maka Thian Ce Totiang mendapat keringanan yang tak sedikit.
Keduanya telah bertempur sampai belasan jurus, namun belum ada yang kalah. Menilik
gerak permainannya, orang pendek itu lebih ganas dan lebih dahsyat. Tampaknya dia
lebih unggul setingkat dari Thian Ce Totiang. Hanya karena badannya terikat maka ia tak
dapat menyelesaikan kemenangannya terhadap lawan. Sebab asal Thian Ce mundur,
orang itu tak dapat mengejarnya.
Ciok Sam kong mendengus dingin, "Tak di sangka ditempat ini terdapat, seorang yang
berilmu sedemikian tingginya."
Merahlah wajah Thian Ce Totiang, bathin nya, "Jelas Ciok Sam kong hendak mengejek
aku. Aku seorang ketua partay persilatan. Namun tak mampu mengalahkan seorang yang
tak terkenal, serta akan di ejek dunia persilatan. Suatu hal yang akan merendahkan
martabat partay Kun lun pay"."
Seketika timbulah nafsu pembunuhan dalam hati imam itu, dan pedangnyapun bertabur
lebih dahsyat. Bagai kilat menyambar nyambar dihujan prahara, berhamburan menebar
pada orang pendek itu. Perobahan permainan pedang ketua Kun-lan pay itu ternyata memang membawa
pengaruh besar. Si orang pendek seperti dilingkupi oleh sinar pedang.
Dalam pada itu Tek Cin berbisik kepada Ciok Sam kong bahwa kemungkinan besar Tio
Gan tentu mendapat kecelakaan.
"Apa dasarnya?" tanya Ciok Sam kong.
"Disini hanya terdapat dua simpang jalan. Jika tak melalui jalan yang dijaga orang
pendek, tentulah harus melintasi jalan yang satunya, tak mungkin ia tahan menyeberang
lautan api itu. Kemungkinan dia tentu memilih jalan ini. Tetapi menilik orang pendek itu
sakti sekali, Tio Gan tentu bukan tandingannya. Kekuatir anak itu tentu sudah biasa."
Ciok Sam kong mengiakan. Tiba tiba terdengar benturan senjata yang dahsyat. Ternyata orang pendek itu telah
mengadu kekerasan dengan Thian Ce. Lentikan api berhamburan".
"Bagus!" teriak Thian Ce totiang, tak nyana diperut gunung berapi ini pinto bertemu
dengan musuh yang tangguh!"


Wanita Iblis Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tian Ce menperang lagi dan orang pendek itupun adu kekerasan. Letikan api
berhamburan, dering melengking memekakkan telinga. Keduanya sama sama mundur
selangkah". Ciok Sam kong berpaling kepada Tay Ih siansu, "Orang pendek itu ternyata hebat
sekali. Dalam waktu singkat, sukarlah Thian Ce totiang mengalahkannye Menurut
pendapatku, lebih-baik Cau ciangbun membantunya agar manusia pendek itu lekas
selesai. Entah bagaimana pendapat lo siansu?"
Sengaja ia memperkeras suaranya agar di dengar Cau Yan hui, ketua wanita Tiamjong-
pay. "Ha! itu terserah kepada Cau ciangbun sendiri" jawab Tay Ih siansu.
Lalu wanita itu tertawa dingin, "Ciok lo-cianpwe, sayang kau dapat memikirkan soal itu
tetapi kau sendiri tak mau turun tangan".
Ciok Sam kong tertawa, "Kalau aku turun tangan, Thian Ce totiang tentu salah paham!"
"Uh, kalau aku yang turun tangan apakah, Thian Ce totiang akan menyambut dengan
girang?" balas wanita itu.
"Ah. tidak begitu," jawab Ciok Sam kong,
"Cau ciangbun seorang wanita dan seorang ketua partay. Thian Ce totiang tentu
sungkan." "Ah, memang bagus sekali rencana lo-cianpwe itu hendak menjadikan diriku menjadi
perisai," sindir Cau Yan hui.
Ciok Sam-kong tersenyum, "Saat ini keadaan penuh dengan perobahan yang sukar
diduga. Mati atau hidup sukar diketahui. Jika kita tak mau kerja sama, tentu lebih sukar
lagi!" Berpaling kearah pertempuran, tampak Thian Ce sedang bertempur seru sekali dengan
orang pendek itu. Kedua orang itu seolah-olah terbungkus oleh sinar pedang.
Benar benar suatu peristiwa pertempuran yang jarang terjadi. Kun lun pay termasyur
sebagai salah sebuah partay dari empat partay pedang yang termasyur. Thian Ce totiang
adalah jago pedang nomor satu dalam partay Kun lun-pay tetapi tak mampu mengalahkan
seorang pendek yang tak diketahui asal usulnya.
Akhirnya Tek Cin menghela napas dan berbisik seorang diri, "Ah, cara bertempur
semacam itu, kapankah akan berakhir?"
Tiba tiba Cau Yan-hui mencabut pedangnya seraya melangkah maju.
Rupanya orang aneh itu masih mempunyai kelebihan perhatian untuk mengawasi
keadaan di sekelilingnya Begitu melihat ketua wanita itu bergerak, cepat ia sambut dengan
sebuah tusukan. Cau Yan-hui seorang ketua wanita yang cukup cerdik. Jika semata-mata datang
membantu, Ia kuatir akan menimbulkan ketidak puasan dari Thian Ce totiang. Ia tak mau
langsung menyerang melainkan ayunkan langkah langsung hendak menerobos mulut
jalanan. sudah tentu Orang pendek itu segera menusuknya. Dengan demikian dapatlah
Cau Yan hui memperoleh alasan untuk bertempur.
Thian Ce totiang kerutkan alisnya; "Cau tasu".
Cau Yan hui menyiak pedang orang lalu balas menyerang sekaligus tiga buah tusukan.
Sebelumnya ia memang sudah siap, Maka sekali menyerang, ia gunakan jurus yang ganas,
Setiap tusukannya mengarah ke jalan darah maut dari lawan.
Cau Yan-hui sudah memperhitungkan. Sekalipun serangannya itu tak dapat
membinasakan tetapi sekurang kurangnya orang tentu akan kelabakan menangkis. Tetapi
apa yang disaksikan benar diluar dugaannya. Bukan saja orang pendek itu tetap tenang,
bahkan malah dapat menghalau semua serangannya!
Dalam pada itu demi menjaga gengsinya sebagai seorang ketua persilatan, begitu
melihat orang aneh itu bertempur dengan Cau Yan hui, Thian Ce pun segera menarik
pulang pedangnya dan menyurut mundur. Ia tak mau mengeroyok lawan.
"Celaka, tak heran kalau Thian Ce totiang kampai begitu lama menghadapi orang ini.
Ternyata kepandaian ilmu pedangnya luar biasa sekali," diam diam Cau Yan-hui terkejut
dalam hati. Ia pun tak berani memandang ringan lagi. Pedang dimainkan dengan gencar untuk
mendesak lawan. Tampaknya orang pendek itu memiliki sumber tenaga dalam yang tak kering. Sehabis
bertempur seru dengan Thian Ce totiang, ia masih mempunyai tenaga dalam yang hebat
untuk melayani Cau Yan-hui. Betapapun ketua Tiam jong-pav itu hendak menyerang
dengan jurus yang hebat tetap dapat dipunahkan semua.
Tujuh belas jurus serangan istimewa telah dilancarkan Cau Yan hui. Bukan saja tak
mampu mendesak lawan, kebalikannya malah menerima serangan balasan dari orang itu.
Jurus ilmu pedang orang pendek itu aneh sekali. Seolah olah ia dapat memainkan
semua ilmu pedangnya dari tiap partay persilatan,
Sesaat ia menggunakan ilmu pedang dari Bu-tong pay, kemudian pada lain saat
berganti dengan ilmu pedang partay Kun-lun-pay dan tiba-tiba berobah lagi dengan ilmu
pedang Tiam jong pay. Adalah kerena perubahan itu dilakukan dengan cepat sekali dan
campur baur, maka sekalipun orang aneh itu mainkan ilmu pedang Tiam jong Pay, tetapi
Cau Yan hui tak dapat menemukan lubang kelemahannya.
Setelah bertempur dua puluh jurus kini harapan menang dari ketua Tiam-jong pay itu
kini menipis. Diam diam timbullah kecurigaan dalam hati ketua Tiam jong pay itu. Setelah
lancarkan tiga buah serangan dahsyat untuk mengundurkan lawan, tiba tiba Cau Yan hui
lintangkan pedang didada dan membentak, "Berhenti! Aku hendak bertanya!"
Orang aneh itupun tegak ditempatnya.
"Ilmu pedangmu benar benar aneh sekali. Sebentar kebarat sebentar ketimur, tanpa
urutan yang tegas." Mulut orang itu bergerak gerak seperti hendak bicara tapi diam kembali.
"Dari perguruan manakah kau"!" seru Cau Yan-hui pula.
Orang pendek itu tetap membisu.
"Apakah kau tuli!?" Cau Yan-hui marah
Sepasang gundu mata besar dari orang pendek itu berkilat kilat memandang Cau Yanhui.
Rupanya ia marah karena mendapat dampratan itu. Tapi mulutnya tetap tak bicara apa
apa. Cau Yan hui berpaling kepada Thian Ce Totiang, serunya, "Kita tak boleh membuang
waktu dengan sia sia. Kepandaian orang ini luar biasa hebatnya. Sukar untuk
menghadapinya. Lebih baik kita bersatu menghadapinya. Lenyapkan dulu baru kita bicara
lagi!," Cau Yan-hui menyadari bahwa ia seorang diri tentu tak mampu mengalahkan orang
pendek itu- Thian Ce Totiang gelengkan kepala; "Ah-tindakan itu kurang layak!"
Tiba tiba Ciok Sam-kong berteriak, "Dalam dan tempat seperti ini, tak usah kita terlalu
mengikat diri dengan segala gengsi kedudukan. Aku bersedia membantumu, Cau toyu!"
Jago tua Swat San-pay itu menutup pembicaraannya dengan sebuah pukulan.
Serangkum angin menderu deru, segera memburu orang aneh itu.
Orang aneh itu memandang dingin Ciok Sam kong. Dan diangkatnya tangan kiri untuk
menampar. Dar".terdengar letupan keras. Orang
aneh itu tersurut mundur dua langkah. Tapi dada Ciok Sam kongpun tergetar keras.
Sepintas selalu, pukulan Ciok Sam kong lebih dahsyat dan dapat mengundurkan orang
pendek itu. Ciok Sam kong sendiri diam diam bergetar perasaannya. Diam diam ia
terkejut, "Iwekangnya hebat sekali! Jika aku seorang diri menempurnya, mungkin sukar
mengalahkan"." Belum selesai ia menilai, tiba tiba orang itu gerakan jarinya menutuk dari jauh. Ciok
Sam kong buru baru kebutkan lengan bajunya yang kiri lalu menampar dengan tangan
kanan. Keduanya terpisah pada jarak empat meter. Tutukan jari dan tamparan itu sama sama
menggunakan ilmu Iwekang. Ketika kedua tenaga saling berbentur Ciok Sam kong
terperanjat. Angin sambaran dari tutukan orang itu, luar biasa tajamnya. Mampu
menembus angin tamparannya. Buru buru ia berputar tubuh untuk menghindarinya,
Sreett".angin tajam mendesis melalui sisinya.
"Berbahaya"." diam diam Ciok Sam kong mengeluh didalam hati. Ia mengisar dua
langkah untuk mendekati dan meninju dada orang.
Orang aneh itu cepat menabas dengan pedangnya, membabat tangan lawan.
Ciok Sam kong mengisar kaki, menghindar. sepasang tangannya susul melepaskan
hantaman. Dan orang aneh itu menyongsong dengan tebasan pedangnya.
Keduanya bertempur seru sekali. Tapi jurus permainan pedang orang aneh itu,
memang luar-biasa. Cepat dan ganas. Tujuh delapan jurus kemudian, ia dapat menguasai
pertempuran. Ciok Sam kong bertangan kosong sehingga sukar untuk menghalau tebasan lawan.
Dengan demikian makin lama ia makin terdesak dibawah angin.
Tek Cin kerutkan alis, serunya, "Sungguh tak terduga didalam perut gunung berapi ini
terdapat seorang manusia ganas. Ah, jika tak lekas lekas melenyapkannya, sukar untuk
melewati jalan ini!"
Jago tua dari Kang tong pay itu menyabut senjatanya. Sebatang Kiu-ciat kim hoat atau
Gelang emas-Sembilan-ruas. Sekali digentakan, Kim hoat menjulur lurus menghantam
musuh. Senjata itu memang khusus untuk menghancurkan senjata musuh yang berupa pedang,
golok dan sebagainya. Kiu hoat itu mengiang ngiang nyaring, menghamburkan segumpal
sinar bayangan yang menabur pedang orang pendek itu.
Orang pendek itupun segera mainkan pedangnya untuk menusuk. Trang".Kim hoat
terpental. "Jurus Thian chiu gin-boa yang bagus!" Seru Thian Ce Totiang.
Ciok Sam kong menggunakan kesempatan itu untuk lepaskan dua pukulan dan dapat
mendesak mundur orang aneh itu.
Tapi orang aneh berbaju hitam itupun segera balas menyerang dua jurus. Dan iapun
berhasil juga mengundurkan Ciok Sam kong sampai dua langkah.
Sepasang mata orang itu berkilat kilat memancarkan api. Rupanya ia marah sekali.
Tek Cin kembali mainkan kim hoat dalam jurus Sin-liong-pa wi atau Naga saktimenggoyang
ekor. Senjata itu mengaung ngaung menyerang lawan.
Orang aneh itu kembali mundur tiga langkah lagi untuk menghindari serangan, itulah
baru pertama kali ia terpaksa tinggalkan tempatnya. Karena baik sewaktu melawan Thian
Ce totiang maupun Cau Yan hui, dia tetap tak menghindar dari tempatnya.
"Harap jiwi berdua berhali hati!" bisik Thian Ce totiang.
Tek Cin kembali memainkan kiam hoan. Tiba tiba kim-hoan tegak melurus untuk
ditusukan tetapi serempak dengan itu, Orang aneh itupun taburkan pedangnya. Rupanya
kali ini dia gunakan seluruh tenaganya. Pedang berhamburan seperti gelombang sungai
Tiangkiang yang tak henti hentinya mengurung kedua lawan.
Ilmu pedangnya, luas dan beraneka ragam. Sesaat bergerak dengan tenang. Tetapi
pada lain saat ganas dan luar biasa anehnya,
Sepuluh jurus kemudian, kedua tokoh itu telah terdesak dalam kesibukan. Sambil
lontarkan pukulan-pukulan dahsyat, diam diam Ciok Sam-kong menimang dalam hati, "Jika
kali ini tak dapat mengalahkannya, habislah kemashyuran namaku selama ini, Aku
terpaksa harus mengeluarkan jurus jurus yang ganas untuk merebut kemenangan!"
Sekonyong konyong jago tua dari Swat-san pay itu menyurut mundur, menerobos
keluar dari lingkaran sinar pedang.
Kini sinar pedang orang aneh itu menyerang kearah Tek Cin sehingga jago kong tongpay
itupun menjadi kelabakan bertahan diri.
Tiba tiba Ciok Sam-kong gunakan ilmu menyusup suara, berbisik kepada Tek Cin,
"Harap Tek heng menahannya beberapa saat. Aku segera akan membantumu!"
Hahis berkata, jago tua itu pejamkan mata. Ia kerahkan seluruh Iwekangnya. Tetapi
pada saat ia membuka mata dan hendak menghantam, orang pendek itu loncat mundur
dan melenyapkan diri dalam goha yang gelap seram.
Pada waktu menyimpan Gelang emasnva. Tek Cin menghela napas; "Memang nyata
bahwa ombak di bengawan Tiangkang itu selalu mengalir. Tunas muda akan
menggantikan angkatan tua. Ilmu permainan orang tua itu, adalah yang paling ganas
sejauh lawan yang pernah kuhadapi selama ini!"
Tokoh tua yang biasanya congkak ilu tiba tiba berobah sikapnya. Rupanya ia sudah
melawan dengan seluruh tenaganya tetapi tak berbasil menundukkan si orang aneh.
Thian Ce totiang menghela napas, "Tetapi orang itu tak mengandung maksud untuk
mencelakai"." "Bagaimana buktinya?" tukas Ciok Sam-kong
"Baju pundak kiri Tek heng, hanya robek tertusuk ujung pedangnya. Jika dia benarbenar
mau melukai tentu tak begitu halnya," jawab Thian Ce.
Ciok Sam kong mengamati Tek Cin- Memang benar baju dipundak Tek Cin itu telah
tergurat pecah beberapa dim panjangnya,
Rupanya Tek Cin sendiri sudah mengetahui hal itu maka dia diam saja.
"Ada sebuah hal yang sukar dimengerti orang. Adakah saudara saudara mengetahui hal
itu?" tiba tiba Cau Yan hui mengajukan pertanyaan.
"Bukankah Cou tOyu maksudkan si orang aneh itu terikat dengan tali?" kata Thian Ce.
"Benar, Ilmu pedangnya tidak kalah dengan kita. Ganas dan luar biasa. Agaknya dia
faham akan ilmu pedang segala aliran persilatan. Tetapi mengapa, tubuhnya terikat tali"
Dan tali itu rupanya dikendalikan oleh seorang yang tentunya lebih ganas lagi!" kata Cau
Yan hui. Thian Ce totiang merenung beberapa saat lalu katanya; "Hal itu memang mungkin
Tetapi jelas sebelumnya dia tentu dibius dulu baru kemudian diikat"."
Tay Ih Siansu tiba-tiba menyeletuk, "Ah, lohu teringat akan Ceng Han toheng. Apakah
tak mungkin dia mengalami nasib begitu juga!"
Thian Ce totiang maagangguk, "Ucapan taysu benar. Betapapun kesaktian seseorang
dan betapapun berbahaya keadaan goha ini, tetapi kita sudah terlanjue seperti anak
panab yang terlepas dari busur. Mau tak mau harus meluncur terus. Biarlah pinto yang
mempelopori jalan dulu!"
Sambil memutar pedangnya, ketua Kunlun pay itu maju kemuka. Sekalipun ucapannya
gagah, tetapi ia tak berani gegabah dan tinggalkan kewaspadaan.
Begitu tiba ditengah goha, ia rasakan hawa yang lembab sekali. Suatu perbedaan
menyolok dengan mulut goha yang panas hawanya tadi.
Kesaktian orang aneh tadi telah menyebabkan sekalian tokoh tokoh berhati hati. Lorong
goha gelap dan dingin bukan main. Jago jago itu memiliki mata yang tajam sekali tetapi
mereka tetap hanya mampu melihat sejauh dua tiga meter saja.
Setelah mengalami kekalahan tadi, sikap Tek Cin banyak berobah. Dia tak sombong legi
dan tak berani lengah. Ia menghela napas-. "Jika musuh sembunyi ditempat gelap dan
melepaskan senjata rahasia, kita tentu tak dapat menjaga!"
Thian Ce mengusulkan. Mengingat keadaan saat itu benar benar berbahaya sekali maka
sebaliknya jika membawa senjata rahasia supaya disiapkan juga.
Baru ia berkata begitu, tiba tiba ia menyurut mundur dan mendengus tertahan.
"Toheng, apakah kau terluka?" tanya Cau Yan hui.
"Masih untung"." jawab ketua Kun-lun pay lalu berseru dengan lantang, "Hai, dengan
menyerang orang dengan mengelap. Bukan laku seorang ksatria!"
Tiba tiba Ciok Sam kongpun mendengus tertahan dan mundur selangkah. Rupanya diapun
terkena senjata gelap. "Apakah Ciok heng terluka" buru-buru Tek Cin menghampiri.
"Rupanya orang itu tepatkan pukulan Biat gOng ciang dan semacam Peh-poh sin-kua,"
jawab Ciok Sam-kong. "Dalam tempat sesunyi ini, jika Biat gong ciang atau Peh poh-8in kun tentu terdengar
suara anginnya," kata Cau Yan-hui.
"Benar, rasa yang jiwi derita itu adalah dari pukulan Bu ing sin kun," kata Tay Ih
siansu-, "Bu ing sin kun" Eh, mengapa aku belum pernah mendengar pukulan semacam itu?"
seru Cau Yan hui. Tay Ih siansu menerangkan bahwa Beng-gak telah menguasai seorang jago sakti dari
Se-gak yang memiliki pukulan tanpa bayangan itu.
"Kalau begitu, goha ini sudah dikuasai orang Beng gak," kata Ciak Sam-kong.
"Yang lohu ketahui, tokoh yang memiliki ilmu pedang Biat gong sin kun itu hanya
seorang " kata Tay Ih siansu pula.
"Siapa?" tiba-tiba Tek Cin mendengus tertahan lalu mendamprat, "main sembunyi
ditempat gelap adalah pengecut!"
Rupanya jago tua dari Kong tong-pay juga termakan pukulan aneh.
Thian Ce totiang membisiki Tay Ih sianSu; "Pinto rasakan tenaga pukulannya tak
berapa berat. Jika orang itu memang tak bermaksud hendak melukai kita, tentunya dia
belum cukup tinggi kepandaiannya!"
"Aah ."baru Tay Ih menyahut tiba tiba dadanya terlanda oleh serangkum angin yang
tak bersuara. Mau tak mau ia harus mundur selangkah.
Walaupun tenaga pukulan itu tak berapa keras, tetapi karena datangnya secara
mendadak sehingga tak sempat berjaga jaga, mau tak mau sakit juga rasanya bagian
tubuh terkena hantaman itu.
"Ha, apakah taysu juga terkena?" Thian Ce totiang terkejut.
"Menang benar tak berapa keras," sahut ketua Siau lim si itu.
Cau Yan hui mengeluarkan sebatang senjata Thiat lin khek atau tanduk besi, sebuah
besi bundar yang panjang.
"Partay kami memang punya senjata rahasia, tetapi aku jarang sekali menggunakan.
Sekarang terpaksa akan kucoba!"
Habis berkata, tangannya menebar. Sebatang Thiat ling kak meluncur. Tring". senjata
itu berdering membentur dinding. Agaknya dilorong goha itu tidak berapa dalam. Atau
kemungkinan lorong goha itu membiluk.
"Harap jiwi tinggal disini, pinto hendak menyelidiki kedalam" tiba tiba Thian Ce totiang
berkata. "Aku ikut!" seru Cau Yan hui.
"Tak perlu! Jika seorang yang pegri, mudah untuk menghindari bahaya serangan
gelap!" kata ketua Kun-lun-pay itu seraya melangkah masuk.
Goha teramat gelap. Baru belasan langkah jago Kun-lun-pay itu tak tampak lagi. Hanya
derap langkah yang makin lama makin terdengar jauh.
Tapi sampai lama menunggu, sekalian tokoh tokoh itu tak terdengar berita Thian Ce


Wanita Iblis Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Totiang lagi. Cau Yaan-hui tak sabar ldgi. Setelah meminta sekalian orang menunggu, ia segera lagi
masuk. "Tunggu dulu Cau Ciangbun!" cegah Ciok Sam kong.
"Mengapa?" "Kami berjumlah enam orang. Yang dua sudah hilang, Jika berpencar lagi, kekuatan
kita makin kecil. Lebih baik kita bersama sama pergi!" kata jago tua dari Swat-san pay itu.
Tek Cinpun mendukung. Demikian juga Tay Ih siansu yang bahkan terus mendahului
jalan. Karena kuatir akan tercerai berai, ke empat tokoh yang lain segera mengikuti.
Tapi ternyata telah terjadi suatu hal yang diluar dugaan mereka. Dua tiga tombak
jauhnya, mereka tak mendapatkan serangan gelap lagi. Tampaknya penyerang gelap tadi
sudah pergi. Setombak lagi jauhnya, mereka diujung goa. Ke empat orang itu agak bersangsi.
Kiranya mereka tiba dipersimpangan dua. Sedang dihadapan muka, terbentur dinding
karang. Kanan kiri terdapat dua buah tikungan.
"Eh, entah Thian Ce Toheng mengambil jalan yang mana ini?" tanya Cau Yan-hui.
Ciok Sam kong menghela napas. "Yang tak kumengerti, mengapa Thian Ce toheng tak
mau berteriak memanggil kita. Kecuali dia binasa seharusnya dia memberi tanda kepada
kita. Jika diam diam begini, sukarlah kita menyusulnya!"
Setelah merenung beberapa saat, Cau Yan-hui berkata, "Benar, jika Tio Gan yang
kepandaiannya masih dangkal, mudahlah disergap dengan ditutuk jalan darahnya. Tapi
kalau tokoh macam Thian Ce totiang yang sudah siap sedia, tentulah sukar diserang
secara gelap oleh musuh. Ah, benar benar mengherankan sekali mengapa dia tiada
jejaknya sama sekali."
"Kita berenam orang, sudah dua orang yang hilang. Jika kita menyusur kedua tikungan
kita pasti akan berpencar. Maksud lohu, lebih baik kita berjalan bersama. Sekalipun keliru
jalan tetapi kita tetap memiliki kekuatan!"
Tay Ih siansu setuju demikian juga yang lainnya. Atas permintaan Cau Yan hui, Ciok
Sam-kong segera menyalakan api untuk memeriksa keadaan kedua simpang jalan itu.
"Sebuah batu karang yang keras, Sedikitpun tiada terdapat suatu jejak"."
Cau Yan hui menghela napas setelah memeriksa jalanan. Tiba-tiba dan kanan kiri
simpang jalan itu menyembul hawa yang luar biasa dinginnya sehingga api padam
seketika. Kembali jalanan disitu gelap gelap gulita.
"Simpang kiri, penuh dengan hawa yang dingin sekali. Kita ambil jalan yang sebelah
kanan saja!" kata Cau Yan hui seraya terus mendahului melangkah, Kawan kawannyapun
segera mengikuti. Setengah li kemudian., lorong jalanan makin melebar. Cau Yan-hui percepat
langkahnya, Ia lari. Ternyata jalanan makin lama makin lebar dan akhirnya berubah
merupakan sebuah tanah datar yang luas sekali. Hawa disitupun nyaman. Demikian
penerangannya, tidak segelap seperti dalam lorong sempit tadi.
"Hai, sebuah dunia tersendiri." teriak ketua wanita dari Tiam jong pay itu:
Memandang kearah dinding karang yang berbentuk mirip dengan sarang tawon itu,
berkatalah Tek Cin, "Aneh dari manakah penerangan ini?"
Sambil berkata, ia menghampiri dan memeriksa sekeliling dinding karang.
Setelah habis menyusur kesekeliling dinding karang yang bulat bentuknya itu, Tek Cin
geleng-geleng kepala, "Kecuali dari lubang sinar penerangan kita Saat ini berada disebuah
tempat yang buntu dan terasing dan dunia luar!"
"Waktu berharga sekali. Hayo kita cepat kembali dan mencari jejak kedua orang itu"."
baru Ciok Sam kong berkata begitu, terdengarlah suara mendesis desis dari dinding
karang sebelah kanan. "Dengarlah! Suara apakah?" Cu Yan hui berseru kaget.
Tetapi keempat kawannya yang pasang telinga dengan penuh perhatian, tak dapat
mendengar jelas suara itu.
Beberapa saat kemudian barulah Ciok Sam kong batuk batuk kecil, ujarnya, "Pernah
kudengar orang mengatakan bahwa ditelinga atau rawa rawa di pegunungan yang
terpencil sering terdapat binatang beracun dan makhluk yang ganas. Misalnya, belum
berapa lama memasuki goha kita seperti melihat seekor ular besar. Apakah"."
Belum jago tua dari Swat san pay itu selesai berkata tiba tiba terdengar getaran yang
keras sekali. SAlah sebuah ujung karang merekah pecah dan tampaklah sebuah pintu.
Seorang manusia yang berpakaian compang camping dan muka hitam melangkah
keluar". Orang itu terkejut dia hendak menyurut mundur tetapi Ciok Sam kong cepat loncat
membentak, "Berhenti!"
Orang itu termangu berhenti. Pada lain saat dia melangkah maju lagi.
Ciok Sam kong memang tokoh angkatan tua yang termasyur didunia persilatan. Tetapi
sejak beradu kepandaian dengan orang aneh di goha tadi, kecongkakannya sudah banyak
menurun. Juga terhadap orang yang saat itu, ia berlaku hati-hati. Orang itu maju, ia
segera melangkah mundur. "Berhenti dulu dan bicara baik!" bentak Cau Yan-hui sambil bolang balingkan pedang.
Orang itupun menurut dan berseru:
"Siapakah engkau?" Nadanya gemerincing jernih.
"Kami bertanya, mengapa engkau balas bertanya?" seru Tek Cin.
Orang itu tertawa dingin, "Tetamu yang yang sopan takkan mendahului tuan rumah.
Beritahukanlah nama kalian dulu!"
Cau Yan hui tergerak mendengar kata kata orang itu, serunya, "Menilik bicaramu,
engkau tentu pernah belajar ilmu sastra"." tiba tiba ia melihat sekujur pakaian orang itu
robek robek semua. Buru buru ketua wanita Tiam jong pay itu palingkan muka.
Rupanya orang itupun tahu apa yang dicengahkan wanita itu. Ia merasa pakaiannya
memang tak sopan. Buru buru ia loncat masuk ke dalam pintu lagi.
Takut kalau orang itu menutup pintu, buru buru Ciok Sam kong buru buru lari
memburu. Tetapi baru tiba diambang pintu, dadanya serasa terlanda oleh angin pukulan
yang tiada bersuara. Seketika ia terhuyung tiga langkah kebelakang. Dadanya masih
terasa sakit. Cau Yan hui cepat memburu datang, "Lo-cianpwe, apakah engkau terluka berat?"
"Tak apa," sahut jago tua itu, "budak itulah yang tadi menyerang dengan pukulan Buing-
sin-kun. Akupun termakan pukulan gelap itu". " Ia berhenti sejenak lalu berkata pula,
"Tetapi, kali ini tenaga pukulannya lebih berat dari yang tadi Untungnya akupun sudah
siap sebelumnya!" melihat pintu batu itu masih terbuka. Cau Yan-hui segera hendak menyerbu, tetapi
tiba-tiba terdengar suara orang berseru, "Jika kalian berempat tak mau menyebut
namamu, dengan salahkan aku tak kenal peradatan!"
Tek Cinpun banyak berobah setelah mendapat pengalaman pahit dari orang aneh
bertubuh pendek tadi. Dia tidak sombong lagi. Ia segera menyahut, "Aku Tek Cin sedang
lo siansu ini adalah Tay Ih siansu dari Siaolim Si!"
"Dan siapakah yang termakan pukulanku Bu ing-Sin kun tadi serta siapa pula wanita
itu?" terdengar orang dibalik pintu itu bertanya.
"Nona ini adalah ketua dari partai Tiam-Jong pay"
"Dan aku adalah Ciok Sam kong dari Swat San Pay," cepat Ciok Sam kongpun itu seru.
Orang yang berada didalam pintu itu menghela napas, serunya, "Harap kalian
memberikan secarik pakaian agar aku dapat keluar?"
Ciok Sam kong berpaling kepada Tay Ih siansu dan meminta segera ketua Siau lim si
itu suka meminjamkan jubah luarnya.
Tay Ih siansu tergugu. Jubah luar itu jubah kebesaran sebagai ketua Siau lim si.
Bagaimana hendak ia pinjamkan pada orang.
Tek Cin mendesak, "Dalam saat dan tempat seperti ini, sebaiknya siansu suka
meminjamkan jubah itu untuk sementara waktu!"
Tay Ih siansu terpaksa melepaskan jubahnya lalu dilemparkan kedalam pintu. Tak lama
kemudian orang bermuka kotor itu melangkah keluar. Ternyata dia masih muda,
rambutnya kusut tak karuan. Seluruh tubuhnya terbungkus jubah kuning milik Tay Ih
siansu. Yang rampak tersembul menonjol, hanyalah kepalanya saja.
"Siapa nama saudara." tegur Ciok Sam-kong dengan menatup pemuda itu tajam-tajam.
Pemuda bermuka kotor itu menghela napas panjang! "Aku bernama Kat wi!"
"Kat Wi"." Ciok Sam-kong mengulang perlahan, Ia merenung sampai lama tapi tak
dapat mengingat nama itu.
Tek Cin berputar tubuh dan menghadang dimuka pintu. Serunya dengan dingin,
"Apakah kau yang menyerang secara gelap dilereng goha tadi?"
Kat Wi gelengkan kepala, "Aku tak pernah tinggalkan tempat ini, bagaimana bisa
menyerang mu"."
Ia tertegun sejenak lalu berkata pula."Ah, benar, Kemungkinan saudara Kat Hong!"
"Kat Wi, Kat Hong" Ah, benar benar nama yang asing bagiku!" seru Ciok Sam-kong.
"Kami berdua saudara memang masih muda dan jarang keluar dunia persilatan. sudah
tentu kalian tak kenal," kata Kat Wi.
Kemudian dengan nada yang ramah, ia menanyakan mengapa tokoh tokoh dapat
masuk ke perut gunung itu.
Jilid 37 "APAKAH sejak kecil, engkau berdua dilahirkan ditempat ini?" tanya Cau Yan hui.
"Tidak! Kami tinggal disini kira-kira". ya, kira-kira baru setengah tahun. Harinya yang
tepat, aku tak ingat lagi oleh karena tempat ini tiada matahari dan bulan maka sukar
menghitung hari!" "Tempat ini mengandung dua macam hawa. Dingin melebihi dan yang lainnya panas
seperti bara. Tiada terdapat makanan dan minuman. Dapat tinggal disini Selama setengah
tahun, benar-benar sukar dipercaya!" seru Cau Yan hui.
Kat Wi mengicupkan sepasang matanya lalu menyahut, "Jika tiada makanan dan
minuman, tak mungkin kami dapat menemui kalian!"
"Kalau begitu disini terdapat makanan dan air minum?" Seru Tek Cin dengan penuh
harap. Memang sejak memasuki goha diperut gunung berapi itu, ia selalu kuatirkan soal
makan dan minuman. Kat Wi memandang tokoh tokoh itu dengan dingin, ujarnya, "Persediaan makanan dan
minuman disini, hanya cukup untuk kami berdua. Maaf tak dapat kuberitahukan tempat itu
kepada kalian." Tek Cin terkesiap, "Apakah engkau tak tahu bahwa jalanmu untuk mengundurkan diri
sudah kucegat?" Kat Wi berpaling kebelakang, "Mau apa engkau menghadang jalan itu?"
Buru buru Ciok Sam kong menjelaskan bahwa rombongannya sama sekali tiada
bermaksud hendak merebut rangsum dan minuman itu.
"Hm, Sekalipun hendak merebut, kamipun tak takut!" dengus Kat Wi yang selalu
berprasangka jelek. "Selain kalian berdua, masih ada siapa lagi yang tinggal diperut gunung sini?" tanya
Cau Yan- hui. Bukan menjawab kebalikannya Kat Wi berbalik tanya, "Diantara kalian berempat
apakah terdapat orang Bu tong pay?"
Tay Ih siansu menyahut, "Rombongan lohu ini, walaupun tak terdapat orang Bu tong
pay tetapi lohu bersahabat baik sekali dengan Sin Ciong toheng. Sicu menanyakan Butong-
pay, tentu mempunyai hubungan dengan partai itu!"
Kat Wi menghela napas kecewa, "Jika tak ada tak apalah. Apakah maksud kalian masuk
kemari?" Belum Tay Ih menyahut, Cau Yan-hui sudah mendahului, "Jadi ditempat ini hanya
terdapat kalian berdua?"
"Jawab pertanyaanku tadi!" seru Kat Wi.
Cau Yan hui tertawa, "Hm, keras kepala benar. Kami sedang mencari seorang sahabat
dan tanpa sengaja telah masuk kemari."
Sepasang biji mata pemuda itu berkedip-kedip sejenak, katanya, "Benarkah begitu?"
"Mungkin masih perlu dijelaskan lagi. Tetapi garis besarnya ialah demikian. Jika tidak
percaya, kamipun tak dapat berbuat apa-apa." kata Cau Yan-hui.
"Baiklah, keteranganmu itu benar atau tidak, akupun tak-dapat menyelidiki. Mungkin
didalam perut gunung terdapat lain orang lagi, tapi yang Jelas kami merasa hanya kami
berdua saja!" Ketua wanita dari Tiam jong-pay itu kerutkan dahi. Diam-diam ia memaki pemuda itu
sebagai seorang pemuda yang licin, tetapi mulutnya bertanya pula, "Jika tahu bahwa
persediaan diperut gunung itu tak cukup, mengapa kalian tak merencanakan untuk
meninggalkan tempat ini?"
Kat Wi sejenak melirik ke arah ketua wanita itu. Sahutnya, "Perut gunung ini penuh
dengan simpang jalan. Dimana-mana bertebaran bahaya maut. Tak gampang keluar dari
sini!" "Tetapi mengapa kami enak saja masuk ke mari?" tanya Cau Yan-hui pula.
"Justeru hal itulah yang kuherankan!" jawab Kat Wi.
Dengan wajah serius, berkatalah Cau Yan-hui. "Walaupun keadaan dalam perut gunung
ini kami tak faham, tapi kami dapat mengingat dengan jelas jalanan ke luar. Setiap ujung
lorong, kami beri tanda rahasia. Sekalipun tersesat, tak takut kehilangan tak dapat keluar.
Jika kalian berdua hendak keluar dari sini, hanya ada satu cara yang kalian dapat
pertimbangkan!" "Apa?" tanya Kat Wi.
"ialah kalian mau kerja sama dengan kami. Ceritakan dengan jelas keadaan perut
gunung ini dan nanti kami akan membawa saudara ke luar dari sini." seru Cau Yan hui.
Kat Wi merenung beberapa saat. Rupanya ia tertarik juga akan kata-kata Cau Yan hui
Tiba tiba terdengar derap langkah orang dari dalam pintu. Tek Cin cepat berputar
badan dan siap sedia. "Siapa itu?"
"sudah kukatakan bahwa disini hanya terdapat dua orang. sudah tentu itu saudaraku!"
kata Kat Wi. Langkah itu tiba tiba berhenti.
Ciok Sam-kong buru-buru berkisar ke samping Tek Cin. Yang satu menghadang jalan
Kat Wi, yang satu siap menyambut orang yang akan muncul itu.
"Jika yang datang adik Sicu, mengapa tak mau keluar?" tanya Tay Ih siansu.
Kat Wi menatap Ciok Sam-kong dan Tek Cin dengan lekat. Sahutnya, "Goa di balik
pintu, lorongnya kecil dan berliku liku serta gelap sekali. Dengan sikap seolah-olah hendak
menunggu musuh besar, tentu saja menimbulkan kecurigaannya. Karena ditempat gelap,
dia tentu tahu segala gerak-gerik kalian di sini!"
Ciok Sam-kong berbisik kepada Tek Cin . "Perkataannya itu memang benar, mari kita
menyisih ke samping."
Kedua tokoh tua itu segera menyisih tiga langkah ke samping. Tetapi menyusup ke
dalam pintu. Kat Wi tertawa dingin. "Jika menghendaki saudaraku keluar, silahkan mundur dari sini
setombak!" Terpaksa Ciok Sam-kong mengalah dan mengajak Tek Cin mundur keluar.
Satelah itu, berteriaklah Kat Wi dengan nyaring, "Adik Hong kah itu" Lekaslah ke
luar"." dia mengulang terikannya sampai beberapa kali, tetapi tiada penyahutan.
Ciok Sam-kong tertawa dingin. "Rupanya adikmu tak mau memperdulikan engkau!"
"Silahkan kalian tunggu disini, aku hendak menjenguknya!" kata Kat wi seraya masuk
ke dalam pintu batu. Ciok Sam kong kerutkan dahi, bisiknya kepada Cau Yan hui, "Jika dia sampai masuk.
Sukar untuk menghadapinya!"
Tiba tiba Kat Wi berpaling dan berseru, "Jika aku tidak masuk, kalianpun sukar untuk
menghadapi aku!" habis berkata, ia terus loncat masuk ke dalam.
Tek Cin bersungut sungut penasaran. "Ah. jika taysu tak berlaku murah hati, tentu kita
akan mendapat keuntungan. Dalam tempat dan saat seperti ini. kita harus
memperjuangkan kesempatan yang baik untuk melepaskan diri dari bahaya!"
Tay Ih siansu menyahut bahwa menurut anggapannya, pemuda itu bukan orang jahat.
"Ah, dikuatirkan"." baru Tek Cin hendak bicara tiba tiba dalam pintu terdengar
bentakan nyaring dan menyusul terdengar angin pukulan dahsyat. Rupanya dalam pintu
telah terjadi pertempuran seru.
Ciok Sam-kong heran dan melongok ke dalam pintu. Tetapi bagian dalam pintu sangat
gelap sekali. Mata jago tua yang tajam itu hanya dapat mencapai beberapa meter saja.
Tetapi jelas dia dapat mendengar bahwa di dalam goa telah terjadi pertempuran seru.
Cau Yan hui tak dapat bersabar. Setelah minta kawan-kawannya menunggu, ia
menghunus pedang dan menyelinap masuk.
"Ah, kalau masuk, semua harus masuk!" seru Ciok Sam-kong seraya mengikuti. Tay Ih
Siansu, Tek Cin pun ikut masuk.
Untungnya walaupun gelap tetapi lorong di dalam goa itu cukup luas dan tanahnyapun
datar. Setelah berjalan dua tombak, tokoh tokoh itu sudah terbiasa dengan keadaan gelap
di situ. Kini mereka dapat meneropong sampai tiga atau empat meter.
Tampak disebelah muka, dua sosok bayangan hitam tengah berkelahi dengan sengit
sekali. Cau Yan hui melangkah mendekati. Dilihatnya kedua orang bertempur itu adalah Kat
Hong. Sedang yang seorang, bertubuh kecil pendek. Berpakaian hitam, itulah orang yang
muncul di lorong goa dan bertempur dengan Thian Ce to-tiang tadi.
Ilmu pukulan Kat Hong aneh sekali gayanya. Seperti orang meninju tetapi pada lain
saat seperti orang menampar. Perubahannya sukar diduga duga. Sering sering memainkan
jurus jurus istimewa yang jarang tampak. Sepintas kilas, anak muda itu seperti telah
menguasai ilmu silat sakti dari berbagai cabang persilatan. Hal mana sangat
mengherankan sekalian tokoh itu. Bukankah Kat Hong masih sangat muda" Mengapa ia
mengerti segala macam ilmu silat yang istimewa dari sekian banyak partai persilatan"
"Cau ciangbun. apakah orang pendek itu bukan orang yang bertempur dengan Thian
Ce. totiang tadi?" seru Ciok Sam kong.
Ketua wanita dari Tiam-jong pay itu me-ngiakan.
"Kalau begitu, mcrekapun baru saja masuk kedalam goha ini. Entah apakah orang itu
yang hendak kita cari?" kata jago tua she Ciok pula.
"Memang aneh sekali mengapa Thian Ce-totiang dan Tio Gan tak kelihatan jejaknya?"
sahut Cau Yan-kui.

Wanita Iblis Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Turut pendapatku, mungkin mereka terkena serangan gelap dari orang dan telah
meninggal dalam goha ini!"
"Jika Tio Gan, memang mungkin, Tetapi tokoh semacam Thian Ce toheng, kiranya hal
itu sukar terjadi " bantah Cau Yan-hui, "sekurang kurangnya Thian Ce-toheng tentu masih
sempat melawan dan berteriak. Tetapi mengapa sama sekali dia lenyap seolah olah ditelan
bumi?" "Eh. rupanya anak itu sudah kewalahan. Bagaimana, kita akan membantunya atau
tidak?" tiba tiba Tek Cin menyeletuk.
Ketika berpaling, benarlah. Cau Yan-hui melihat Kat Hong sudah tak kuat bertahan.
Sedang orang pendek berpakaian hitam itu semakin gagah. Serangannya semakin
dahsyat. Menilik gelagatnya, dalam dua puluh jurus lagi Kat Hong tentu kalah.
Terhadap kedua orang yang berkelahi itu, mereka tak kenal. Tetapi dipertimbangkan
kepentingannya, memang Kat Hong perlu dilindungi jiwanya.
Ciok Sam kong menyatakan, hendak membantu pemuda itu. Cepat ia maju
menghampiri dan lepaskan sebuah hantaman kepada orang pendek itu.
Karena tak menduga-duga dan sedang menghadap Kat Hong. Orang pendek itu dengan
gegup menangkis pukulan Ciok Sam-kong. Krek dia terpental mundur sampai dua langkah.
Memperoleh hasil, Ciok Sam kong menyusuli lagi dengan pukulan dan tutukan jari.
Berturut-turut dilancarkan empat sampai lima belas buah serangan. Rupanya Kat Hong
memang kehabisan tenaga. Ketika orang pendek itu terdesak mundur oleh Ciok Sam-kong,
Kat Hong pun mundur untuk memulangkan tenaga.
Ternyata rang pendek berpakaian hitam itu kecuali memiliki jurus-jurus pukulan yang
aneh dan sukar diduga perubahannya, juga memiliki sumber tenaga yang luar biasa.
Melayani Kat Hong kemudian menghadapi tokoh tua dari Swat san pay itu, tia tak tampak
letih dan kendor semangatnya.
Serangan bertubi-tubi dari Ciok Sam kong dapat dihalau dan dipatahkan oleh orang
pendek itu. Dengan menggunakna kesempatan pada saat terluang, orang pendek itu
menyusup dengna serangan balasan yang dahsyat. Cepat sekali keadaan telah berganti.
Orang pendek itu yang memegang inisiatip sebagai penyerang.
"Ciok lo cianpwe, harap beristirahat dulu. Ijinkahlah aku yang menghadapinya!" Seru
Cau Yan Hui seraya mencabut pedangnya.
Dalam perut gunung yang setiap saat mengandung bahaya maut itu, Ciok Sam kong
tak mau menghabiskan tenaganya. Cepat ia kerahkan seluruh tenaga dalam dan hendak
menyerang kemudian mundur. Tetapi diluar dugaan orang pendek itu telah mendahului
menyurut mundur. Ciok Sam kong terkejut. Diam-diam ia curiga. Jelas lawan lebih unggul kedudukannya.
Tetapi mengapa tiba-tiba menyurut mundur. Ah jangan -jangan orang pendek itu hendak
menggunakan tipuan. Dalam pada itu, Cau Yan hui sudah mendahului loncat memburu dan membentak,
"Loloskan senjatamu, aku hendak menguji ilmu pedang dengan kau!"
Namun orang berpakaian hitam itu tetap diam dan mundur perlahan-lahan. Ketua
wanita dari Tiam jong pay itu lintangkan pedangnya untuk melindungi diri dan maju
mendesaknya. Entah apakah orang pendek berpakaian hitam itu memang hendak mengatur siasat
atau memang hendak mengalah. Tetapi matanya tetap memandang Cau Yan-hui sambil
mundur. Kira kira setombak jauhnya, tiba tiba ia mencabut pedang dan tegak berdiri.
Sejenak Cau Yan hui meragu. Tetapi pada lain saat ia terus menusuk dengan jurus
Giok-tho Soh atau Bidadari melempar- tali.
Tring. tring". Pit-bun thui gwat atau menutup pintu mendorong bulan, demikian jurus
Dendam Iblis Seribu Wajah 20 Sebilah Pedang Mustika Karya Liang Ie Shen Dendam Empu Bharada 24
^