Pencarian

Wanita Iblis 21

Wanita Iblis Karya S D Liong Bagian 21


dirinya!" Tiba-tiba terdengar suitan tajam menyusup diantara deru prahara itu. serentak
berobahlah wajah sinona baju merah, "Suhu datang!"
Bwee Hong swat hanya tertawa tawar, "Benar, suhu datang bersama banyak anak
buahnya!" sinona baju merah yang cantik tetapi ganas itu, tiba-tiba berobah ketakutan sikapnya.
"jika kita sampai tertangkap suhu, tentu akan menerima hukuman berat. Dan yang
paling mengerikan, wajah kita akun berobah menjadi seorang nenek yang buruk"." ia
menghela napas. Tiba-tiba ia teringat sesuatu serunya tegang. "Sumoay, seharusnya
engkau sudah harus makan obat penjaga wajah, tetapi mengapa engkau masih tetap
cantik?" "Antara mati dan rupa jelek, rupanya engkau lebih memberatkan yang tersebut
belakangan," sahut Bwee Hong-swat dingin.
"Ah, jika wajah yang cantik dalam waktu singkat tiba tiba berobah tua dan jelek, dan
lebih baik mati saja," jawab sinona baju merah.
suitan tajam itu makin lama makin terdengar jelas. Tetapi anehnya suitan itu tetap
berhenti pada jarak tertentu. Tidak dapat mendekati kamar rahasia itu.
Kata Bwee Hong-swat kepada sinona baju merah- "Mereka terhalang oleh angin
prahara. Untuk beberapa waktu mereka tentu tak dapat datang kesini". tetapi jangan
buru-buru bergirang dulu. Walaupun angin prahara ini akan berlangsung selama tujuh
hari, tetapi pada setiap saat yang tertentu, akan berhenti dulu. saat berhenti itu kira-kira
berlangsung sepenanak nasi lamanya. Begitu prahara berhenti, mereka tentu akan masuk
kemari!" Walaupun takut tetapi nona baju merah itu berusaha untuk menenangkan diri. Katanya
"Jika suhu benar datang kesini. akan celakapun bukan hanya aku seorang"." ia melirik
kearah Bwee Hong swat. Tetapi Bwee Hong swat tampak acuh tak acuh.
Tiba-tiba Ciok sam kong melangkah menghampiri Bwee Hong-swat, "Nona"."
"Apa." sahut Bwee Hong-swat dingin.
"Seorang lelaki lebih baik dibunuh dari pada dihina," kata Ciok sam-kong, "aku dan
kawan kawan adalah tokoh tokoh persilatan yang ternama. Karena nona telah berhasil
menutuk kami, kelak kami tentu akan menjadi buah tertawaan orang. Dengan begitu kami
tiada muka lagi muncul didunia persilatan!"
"Jika engkau takut ditertawakan orang, sekarang sebelum lukamu kambuh, engkau
masih punya tenaga untuk bunuh diri. silahkan, aku takkan mencegahmu!" sahut Bwee
Hong swat dengan nada dingin.
Diam diam Ciok sam-kong memaki dara yang berhati sedingin itu. Ia batuk-batuk,
katanya, "Maksud kami, hendak mohon nona"."
Bwee Hong swat mendengus, "Hm, tak usah bilang! Bukankah kalian kepingin
mendapat bagian dari barang-barang Lo Hian itu?"
"Agar kelak dalam dunia persilatan, kami masih mempunyai alasan" kata Ciok samkong.
"Ah, kuasa lebih baik kalian bunuh diri sajalah agar habis segala urusan," kata Bwee
Hong-swat, "Sekalipun dimaki orang, kalian tentu tak mendengar!"
Ciok sam kong terbeliak. Perlahan lahan ia menyurut mundur dua langkah dengan
wajah kemalu maluan dan kepala menunduk.
Wajah Bwee Hong-swat yang sedingin es itu telah menghancurkan rencana Ciok sam
kong yang telah dipersiapkannya.
saat itu penerangan dalam kamar makin redup dan akhirnya padam sama sekali
sehingga gelap gulita. sementara suitan tajam itu makin mengiang keras ditelinga.
Dan angin prahara itupnn agaknya mulai reda. Tiba-tiba sinona baju merah itu
mencengkeram siku lengan Siu-lam dan memijatnya.
siu-lam kerahkan tenaga tetapi tetap tak kuat menahan darahnya yang menyerang
balik kaarah jantungnya. Ia mengerang pelahan dan mundur dua langkah.
"Sam sumoay, selagi suhu belum datang, marilah kita lekas tinggalkan tempat ini!" seru
nona baju merah itu. Bwee Hong swat tertegun sejenak, sahutnya "Baiklah, akan aku bawa engkau kesana!"
Siu-lam hendak mencegah, tetapi karena lengannya dicengkeram, ia tak dapat
membuka suara. Berpaling kepada Ciok sam kong, berkatalah Bwee Hong swat, "Kuberi mu kesempatan
memilih sekali lagi. Jika kamu yakin dapat menahan penderitaan dan tak takut mati,
silahkan. Mau tetap berada di kamar ini atau mau pergi, Aku takkan merintangimu. Tetapi
jika kamu merasa sanggup menahan penderitaan, ikutlah aku."
Tanpa menunggu jawaban lagi, dara itu terus ayunkan langkah.
Kat Wi segera mengikutinya. setelah saling berbisik, Tek Cin dan Ciok sam-kong pun
ikut juga. sedang Cau Yan hui dengan menghela napas mengikuti di belakang sendiri.
Tetapi selangkah, tiba-tiba telinganya terdengar ngiang suara yang amat halus, "Cau toyu,
aku Ceng Hun telah dikuasai oleh gadis siluman itu. Untung sebelumnya aku sudah siap
dan tak sempat terkena obat bius. Tetapi aku sudah berjanji kepadanya. sebelum
mendapat peninggalan Lo Hian takkan memusuhinya. Dan janji itu diperkuat dengan
sumpah yang berat sehingga sukar untuk mengingkarinya"."
Cau Yan-hui berpaling. Tampak seorang lelaki yang rambutnya kusut masai dan
pakaian compang camping tengah memandangnya. Pada saat ia hendak membuka mulut
menegur, tiba tiba terdengar pula ngiang suara halus itu di telinganya, "Rambut dan
jenggotku telah dipapas habis oleh siluman itu sehingga menjadi begini macam. soal ini
harap Cau toyu menjaga rahasia."
Cau Yan-hui batuk-batuk tanda mengerti.
"Hayo engkau yang jalan di muka!" tiba-tiba si nona berbaju merah berseru kepada
Hian Song. Demi keselamatan Siu-lam, terpaksa Hian-Song menekan segala perasaannya dan
menuruti perintah nona baju merah itu.
saat itu deru angin prahara makin lemah tetapi suitan itu makin jelas dan dekat. seperti
sudah tiba di maka kamar.
Tiba tiba si nona baju merah lepaskan cengkeramannya pada lengan Siu-lam dan
menghela napas perlahan lalu membisiki pemuda itu, "Ah, selama perjalanan ini terpaksa
menyakiti engkau. Bukan atas kemauanku tetapi karena terdesak oleh keadaan yang
memaksa." Siu-lam hanya menghela napas panjang.
Terdengarlah suitan nyaring yang memecah angkasa dan gema suitan itu seperti
menyambar datang. Bwee Hong swat berhenti lalu menghantam seketika terdengarlah
suara jeritan ngeri".
Ciok sam kong terkejut. Ia membisiki Tek Cin, "Tek heng, pukulan budak perempuan itu
luar biasa dahsyatnya."
serempak pada saat itu belasan tubuh menerobos masuk ke dalam guha. sekalipun
guha itu gelap tetapi ternyata pendatang pendatang itu mempunyai pandangan mata yang
tajam sekali. Dalam sekejap saja mereka sudah dapat melihat keadaan di sekeliling.
Rombongan Bwee Hong swat berhenti dan bersiap siap. Begitu pula dengan belasan
orang yang muncul itu. Mereka pun berhenti.
Oleh karena Bwee Hong-swat berpakaian putih maka pertama tama, dialah yang
menjadi pusat perhatian dari pendatang pendatang itu.
Redanya angin prahara, disusul pula oleh lenyapnya suara suitan nyaring tadi.
Kini kedua belah pihak saling berhadapan dan bersiap-siap.
Tiba-tiba menyala seberkas api yang cukup menerangi keadaan seluas beberapa
tombak. Kat Hong segera menghampiri Bwee Hong swat, "Nona, apakah kita akan bertempur?"
Bwee Hong swat berpaling. Ketika melihat mata anak muda itu memancarkan sinar
kasih, dara itu tersipu sipu.
Tiba tiba terdengar derap langkah yang halus ringan dan pada lain saat muncullah
seorang wanita cantik dengan pakaian sutera tipis.
Pelahan, lahan wanita cantik itu melangkah menghampiri.
"Ketua Beng-gak," serentak berteriaklah Kat Hui dengan kaget. Dia masih ingat akan
peristiwa pertempuran di Beng gak beberapa waktu berselang. Maka begitu melihat wanita
itu, cepat ia dapat mengenalinya.
Bwee Hong-swat menampar dan padamlah semua penerangan dalam kamar itu. Dan
Kat Hong pun menyerempaki dengan sebuah pukulan Bu ing sin-kun. segera terdengar
suara erang tertahan. Jelas seseorang telah termakan pukulan tanpa suara itu.
Tring, tring, terdengar dering gemerincing senjata dilolos. Kedua belah pihak telah siap
dengan senjata masing masing.
"Tidak boleh bergerak semau sendiri!" tiba-tiba terdengar bentakan nyaring lalu disusul
dengan suara tertawa mengikik nyaring sehingga suasana yang tegang meregang itu
berobah agak tenang. Kembali suara melengking itu melantang lagi, "Swat-ji, karena ternyata engkau masih
hidup, engkau malah memperoleh keuntungan yang besar sekali karena dapat masuk
kedalam Telaga darah sini!"
Bwee Hong swat menghela napas perlahan sahutnya, "Hubungan antara guru dan
murid, kini sudah putus. danganlah engkau coba menipu ku lagi."
Tertawalah ketua Beng-gak itu dengan nada yang menggemerincing, "Eh, hanya dalam
waktu yang singkat saja, sekalipun engkau berhasil menemukan peninggalan Lo Hian,
tetapi pun belum tentu dapat memakamkannya. Aku tak percaya engkau sungguh berani
membangkang perintah"."
Tiba-tiba ia berganti nada bengis-bengis dingin." "Masih ingatkah engkau bagaimana
orang yang berani membantah perintahku?"
"Hai," Bwee Hoogswat mendengus, " sekali pun engkau telah melepas budi memberi
pelajaran ilmu silat kepadaku, tapi dia sudah engkau paksa mencebur kedalam gunung
berapi dan sudah mati terbakar hangus"."
"Ngaco!" bentak ketua Beng-gak, "bukankah saat ini engkau masih hidup?"
"Tetapi Bwee Hong-swat yang hidup saat saat ini, bukau lagi anak murid Beng gak"."
"Bagus!" ketua Beng-gak itu tertawa dingin, "jadi engkau benar benar berani
membantah perintahku?"
Bwee Hong swat balas tertawa dingin, "Mengapa tak berani" Terus terang, bukan
melainkan sudah lepas dari lingkungan Beng gak, bahkan akupun mempunyai tugas
membasmi"." Tiba tiba ia berhenti dan merogoh kedalam bajunya. Dikeluarkaanya sepucuk sampul
lalu dilontarkan kepada bekas gurunya itu, "Bacalah lebih dulu!"
Ketua Beng-gak menyambuti sampul itu dan merobeknya. Habis membaca seketika
berubahlah wajahnya. surat itu dirobeknya berkeping-keping dan dilempar ke tanah.
Bwee Hong swat tertawa dingin "Apa guna engkau robek robek" setiap patah huruf
dalam surat itu sudah terukir dalam sanubariku."
Ketua Beng-gak membentaknya nyaring, "Apakah dia masih hidup" Lekas bawa aku"."
tiba-tiba ia berhenti. Bwee Hong-swat menengadah dan tertawa nyaring, "Mengapa engkau takut" H m,
apakah engkau sungguh-sungguh hendak menemuinya?"
Tiba tiba angin prahara menderu lagi. Membaur deru yang dahsyat, lebih hebat dari
yang tadi. Ketua Beng gak merenung sampai lama. Tiba-tiba ia berpaling dan berseru dingin,
"Bawalah aku kepadanya!"
"Membawamu menemui suhu, mudah saja. Tetapi ada dua syarat yang harus engkau
penuhi. Kalau tidak, lebih baik kita selesaikan saja di-sini. dengan harap aku mau
membawamu kesana!" "Hm, engkau berani menuntut syarat kepadaku?" seru ketua Beng-gak.
"Tiga puluh tahun lamanya musim beredar masa berganti. Apakah engkau masih
menolak?" Ketua Beng-gak mendengus, "Hm, baiklah. Pada suatu hari pasti akan kuberimu
kepuluh enam rupa hukuman itu. setelah itu baru kucincang tubuhmu"."
"Nah, sebutkanlah syaratmu itu!" katanya sesaat kemudian.
sahut Bwee Hong swat, "Siapa yang akan terbunuh, saat ini belum dapat dipastikan"."
Tiba tiba si nona baju biru cepat cepat melangkah kesamping ketua Beng gak dan
mengucapkan beberapa patah kata dengan berbisik.
Tampak ketua Beng-gak itu mengangguk. Lalu tertawa, serunya, "Swat jie, kemarilah.
Hendak kuuji sampai dimana kepandaianmu sekarang ini. Jika kau bersedia, memang
terbukti kalau kau pernah bertemu dengannya!"
sambil bersiap siap, Bwee Hong swat melangkah maju, "Jika tidak terbukti, kau tentu
tak puas. silahkan mencoba apakah kepandaian-ku sekarang sudah maju pesat!"
si nona baju biru memang sudah siap. Begitu kaki Bwee Hong swat belum berdiri tegak,
diam-diam dia sudah lepaskan tutukan Iwekang yang cukup membuat orang binasa".
Tapi Bwee Hong swat pun sudah siap. Ia tebarkan telapak tangannya,menghamburkan
Iwekang untuk menghalau tutukan jari itu.
Ketika dua aliran Iwekang itu saling berbentur, sinona baju biru tersurut mundur
selangkah. Bwee Hong swat pun bergoyang goyang dua kali.
Dalam adu Iwekang itu jelas bahwa kepandaian sinona baju biru jauh sekali dengan
Bwee kong swat. Ketua Beng gak tertawa mengekeh, "Swat-jie hanya dengan toa sucimu saja kau belum
mampu, mau melawan suhumu?"
"Asal kau dapat membawa aku ketempat penyimpanan barang barang peninggalan Lo
Hian jasamu dapat menebus kedosaannmu," katanya pula.
"Diantara kita sudah tiada hubungan apa-apa lagi! Ikatan guru dan murid sudah putus.
saat ini kedudukan kita adalah sederajat!" sahut Bwee Hong swat,
Dalam kepekatan malam tak dapat dilihat jelas bagaimana perobahan air muka ketua
Beng gak saat itu, Hanya dari sepasang matanya, memancarlah sinar api yang berkilat
kilat tajam sekali tak sama hendak membakar Bwee Hong swat".
Bwee Hong swat tertawa dingin. Ujarnya, "Tak perlu kau sedih dan marah. Dalam
kehidupanmu sekarang ini, entah sudah berapa ratus jiwa yang melayang. Hm, bahkan
tarhadap guru yang telah melepas budi besar kepadamu. kau pun sampai hati juga untuk
mencelakainya. Jika sudah berani berbuat begitu, rasanya tak perlu kau bersedih lagi"."
Ketua Beng gak tak dapat menahan kemarahannya. serentak ia ayunkan tangan
menghantam. Tetapi Bwee Hong swat sudah siap. Dengan gesit ia loncat mundur sampai setombak
dan berpaling kepada Ciok Sam kong, "Lekas siapkan senjatamu menghadapi musuh.
setiap saat akan timbul kemungkinan berbahaya. Jika bertempur hindarkan sedapat
mungkin pertumpahan darah. Harus diketahui banwa anak buah Beng-gak itu telah
diminumi obat bius sehingga sudah cukup menderita!"
"Budak hina, engkau cari mati!" seru wanita Beng gak sambil loncat menyerang lagi-
Kat Hong yang bersembunyi di balik dinding batu, tiba-tiba gerakan tangannya melepas
pukulan Bu ing-sin-kun".
sesuai dengan nama Bu ing sin-kun atau pukulan sakti tanpa bayangan, pukulan itu
sama sekali tiada mengeluarkan desis suara. sekalipun katua Beng-gak itu berkepandaian
tinggi, tetapi terhadap pukulan yang tiada bersuara dan dilepas secara tak terduga-duga,
ia tak mampu menjaga. seketika dadanya terasa dilanda serangkum gelombang tenaga
dahsyat. seumur hidup jarang sekali wanita Beng-gak itu mendapat serangan gelap dari orang.
Ia terdampar kebelakang. selekas menginjak tanah, cepat ia ayunkan tangan kearah Kat
Hong. Tetapi Kat Hong lincah sekali. sehabis lontarkan pukulan Bu-ing sin-kun iapun cepat
loncat menghindar. Pukulan ketua Beng-gak menyasar kedinding karang, menimbulkan
deru angin yang hebat dan mental kembali.
"Lekas nyalakan obor!" teriak sinona baju biru.
Lima batang obor segera menyala dan saat itu sekeliling tempat terang benderang
Bwee Hong swat dan rombongannya ternyata berada pada jarak tiga tombak.
sambil melolos pedang sinona baju biru memberi perintah kepada anak buah Beng gak
supaya mengejar. Belasan orang segera lari mengejar. Tiba tiba ketua Beng-gak melesat mendahului
mereka. saat itu Bwee Hong-swat dan rombangaannya sudah membiluk kesebuah tikungan.
Pada saat ketua Beng-gak tiba ditikungan, sekonyong konyong dia disambut dengan
belasan ujung senjata. Tetapi ketua Beng gak itu cukup waspada. Tahu-tahu ia sudah loncat mundur.
serangan senjata itupun ditarik kembali.
"Harap suhu tenangkan kemarahan," kata sinona baju biru bepada ketua Beng-gak.
"Sam sumoay licin sekali. Dia sengaja mengatur barisan pendam untuk membangkitkan
amarah dan mengacaukan pikiran suhu". "
Terdengar jeritan ngeri. sebutir kepala manusia melayang disusul rubuhnya sesosok
tubuh Kiranya ketika sinona baju biru anak buah Beng-gak tiba ditikungan, karena tak
menduga, telah disambut dengan tusukan sebatang pedang. seorang anak buah Beng gak
telah kehilangan kepalanya.
"Mundur!" teriak sinona baju biru. Tiba tiba dari tikungan terdengar suara Bwee Hong
swat, "Ketua Beng gak, mengingat engkau pernah melepas budi kepadaku, dengan tandas
hendak kuberitahukan kepadamu sebuah hal. Engkau mempunyai empat orang murid
tetapi sekarang yang berada disampingmu tinggal berapa murid" Murid pertama telah
engkau tekan supaya bunuh diri. selain akupun masih ada seorang murid lagi yang
memberontak kepadamu"."
"Bukankah engkau juga berkhianat?" teriak ketua Beng gak dengan murka.
"Tentu berbeda." sahut Bwee Hong swat, jelasnya. "Bwee Hong swat muridmu itu
telah, engkau desak supaya mencebur kedalam kawah gunung berapi. Bahwa aku tak
mati, itulah karena takdirku belum mati. Tetapi dengan tindakanmu itu, hubungan kita
sebagai guru dan murid sudah putus. Bwee Hong-swat sekarang, sudah tiada hubungan
sama sekali dengan engkau"."
Ia berhenti sejenak lalu melanjutkan lagi. "Ketahuilah bahwa ditakdirkan untuk
melaksanakan perintah Lo Hian guna membuat muridnya yang berkhianat. Hm, dengan
setelah engkau robek robek surat peninggalan Lo Hian itu sudah selesai urusannya. Tidak!
soal itu sudah kuperhitungkan lebih dulu. Maka kabuat lagi sebuah turunan. Pada


Wanita Iblis Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Waktunya akan kubeber surat warisan itu dihadapan seluruh kaum persilatan"."
"Budak bernyali besar, asal engkau kutangkap tentu akan kucincang tubuhmu!" teriak
wanita Beng-gak itu dengan murka.
Namun Bwee Hong-swat hanya tertawa masam, sahutnya. "Jangan mengumbar
keganasan dulu. orang yang berada di sampingmu dan mulutnya bermanis menyebut suhu
padamu itu, apakah kau kira benar-benar setia padamu" Begitu mendapat kesempatan,
diapun akan memberontak. Barang siapa memercik air didulang pasti akan terpercik
mukanya. Dikuatirkan, tindakanku terhadap Lo Hian itu akan menimpali dirimu juga!"
Bwee Hong-swat melantangkan kata-katanya itu sepatah demi sepatah dengan nada
yang tandas hingga ketua Beng gak tanpa disadari telah berpaling ke arah si nona baju
biru. si nona baju biru terkesiap gentar. Dan gemetarlah tubuhnya, "Suhu, harap dengan
percaya ocehan sam sumoay yang hendak menjaiankan siasat adu domba itu!"
Ketua Beng-gak yang namanya begitu menggemparkan seluruh dunia persilatan saat
itu terdengar menghela napas panjang.
"Tetapi kemungkinan kata katanya itu memang benar," tiba-tiba ketua Beng gak itu
mengigau. si nona baju biru cepat lemparkan pedang dan serta merta berlutut di tanah, "Suhu,
murid telah menerima budi besar. Dalam kehidupan sekarang ini, tidak nanti murid
mempunyai hati bercabang"."
"Bangunlah!" seru wanita Beng gak itu seraya ulurkan tangan seperti hendak
mengangkat. si nona baju birupun ulurkan tangan. seru nya, "Suhu tentulah sudah jelas"." belum
selesai ia berkata, tiba tiba siku lengannya terasa mengencang, jalan darahnya telah di
cengkeram suhunya. wanita Beng gak itu tertawa mengekoh, "Kwan-ji, benarkah engkau tidak mengandung
hati bercabang?" Dahi nona itu bercucuran keringat dan menjawablah ia dengan suara gemetar, "Murid,
murid". dalam kehidupan sekarang tak akan meninggalkan suhu!"
sepasang mata dari wanita Beng gak itu berkilat-kilat menyapu kepada rombongan
anak buah para tokoh-tokoh persilatan ternama.
"orang orang itu tentulah benci sekali kepadaku. Tetapi mengapa mereka tak mau
menghianatiku?" katanya.
"Karena mereka telah terminum obat pelenyap kesadaran pikiran sehingga kehilangan
daya ingatannya lagi"."
"Jika dulu-dulu kuperlakukan Bwee Hong-swat seperti mereka, tentulah dia takkan
mempunyai kesempatan untuk memberontak!" kata wanita Beng-gak itu.
Menggigillah hati si nona baju biru, ujarnya setengah menatap, "Suhu. suhu, bukankah
wajah murid sudah dikuasai suhu" Apakah suhu masih belum merasa tenang"."
"Hati orang sukar diduga. setiap saat dapat berobah. sekalipun dia sudah dirantai dan
disiksa, tetap masih ada setitik hati untuk berontak. satu-satunya jalan ialah
menghilangkan kesadaran pikirannya. Contoh yang dilakukan kedua saudara
seperguruanmu itu, tak mau terjadi lagi kepadamu"."
Dari ujung tikungan terdengarlah suara tertawa ejekan dari Bwee Hong swat, serunya,
"Tong Bun kwan, sekali engkau minum obat dari gurumu, engkau tentu akan menjadi
manusia boneka. Jika engkau menjadi seperti anak buah Beng gak itu, ah rasanya lebih
baik mati dari pada hidup menanggung aib sengsara!"
Ucapan Bwee Hong swat bagaikan sembilu yang menusuk ulu hati Tong Bun kwan atau
si nona baju biru. seketika timbullah nafsunya untuk melawan. sebelum ajal terpentang
maut! Tetapi ketika ia mengangkat muka, matanya segera tertumbuk akan sepasang mata
suhunya yang luar biasa ganasnya. Nafsu perlawanannya padam seketika.
Belasan tahun hidup di bawah asuhan sang guru telah menjadikan suatu kesan dalam
sanubari si nona baju biru atau Tong Bun kwan.
Betapa dendam kemarahannya, begitu tertumbuk pandangannya dongan gurunya,
seketika itu juga menggigillah hatinya.
"Pengkhianat yang -bernyali besar! sekali engkau dapat kutangkap, tentu akan
kuberimu hukuman yang paling ngeri"." terdengar wanita Beng gak tertawa seram.
Dari balik tikungan terdengar penyahutan Bwee Hong swat, "Sebagai murid Lo Hian,
engkau tentu dapat mengetahui betapa rasanya orang yang ditutup urat nadinya."
wanita ketua Beng-gak itu seorang wanita yang sombong dan angkuh. seumur hidup
belum pernah ia menerima sindiran yang sedemikian tajam. Apalagi yang menyindir itu
adalah muridnya. Murid yang biasanya paling mengindahkan dan takut kepadanya.
Dadanya serasa meledak dilanda kemarahan yang menyala nyala.
Cepat ia merogoh sebuah botol kumala dan menuang sebutir pil merah. serunya
dengan tajam, "Kwan ji, minumlah pil ini!"
Tong Bun kwan tertegun. Dua butir air mata menitik turun dari kedua celah pipinya.
Dengan pelahan ia membuka mulut. Rupanya ia sudah menyerah dan merelakan apa saja
yang akan dilakukan gurunya. Dan memang ia tidak dapat berbuat apa-apa karena
pergelang tangannya dicengkeram suhunya.
wanita Beng-gak itu menjentikkan pil ke mulut muridnya. saat itu benar- benar
merupakan suatu adegan yang menyedihkan. Tiada seorang pun di sekitar tempat itu
yang berani berbuat apa-apa. Karena orang-orang itupun sudah kehilangan kesadaran
pikirannya juga. Mereka tak ubahnya seperti patung bernyawa yang melakukan segala
perintah tuannya. setelah meminumkan pil, ketua Beng gak itu lepaskan cengkeramannya. Kemudian ia
memberi perintah kepada rombongan anak buahnya, "Serbu!"
Dua orang lelaki yang bermuka pucat segera menerjang ke tikungan. Dua sinar pedang
berkelebat menyambut serbuan kedua orang itu.
Gerakan pedang dari balik tikungan itu kecuali cepat sekalipun luar biasa permainan
nya. Karena tidak sempat menangkis. salah seorang penyerbu itu menjerit dan tubuhnya
terbelah menjadi dua! sekalipun melihat nasib lawannya yang begitu ngeri namun yang seorang itu tetap tak
gentar dan menerjang maju.
Hek!". tiba tiba ia mengerang tertahan karena dadanya terlanda sebuah angin pukulan
yang dahsyat. Ia terhuyung- huyung ke-belakang dan muntah darah lalu rubuh".
Ketua Beng-gak rupanya sudah tak dapat mengendalikan kemarahannya lagi.
Menyambar sebatang obor dari tangan salah seorang anak buahnya, ia terus
melemparkannya ke arah tikungan. seketika tikungan yang gelap itu menjadi terang
benderang. Tetapi serempak dengan itu, sesosok bayangan melesat memadamkan obor.
Ketua Beng gak tertawa seram. serentak ia ayunkan tangannya. Baru orang itu tiba dimuka
obor, dia sudah terlempar mundur.
setelah mengundurkan orang itu, ketua Beng gak segera menyuruh Tong Bun-kwan
menyerbu. Nona baju biru itu tertawa hambar. sambil lintangkan pedang melindungi tubuh
ia maju perlahan-lahan. Tiba tiba terdengar deru angin menyambar dan padamlah obor itu. Tikungan gelap lagi.
Melihat itu ketua Beng gak segera mengikuti di belakang Tong Bun-kwan.
Tiba-tiba sekilas sinar dingin menusuk. Tong Bon kwan cepat menangkis. "Tring!".
sinar pedang yang menyerang itu segera kutung terbabat pedang pusaka Tong Bin-kwan.
Pedang Tong Bin kwan adalah milik Siu-lam yang dirampasnya. Tajamnya bukan kepalang.
setelah berhasil memapas pedang musuh. Tong Bun-kwan terus maju. seketika ia
disambut serangkum angin pukulan yang dahsyat Tong Bun kwanpun cepat balas
menghantam. Begitu pula ketua Beng gak. Dia juga mendorongkan tangannya. Dua
gelombang tenaga pukulan melanda serangan dari balik tikungan itu. seketika timbullah
letupan dari benturan yang dahsyat. Dan menyusul terdengar derap langkah bergerak
gerak. suatu pertanda bahwa, penyerang dari balik tikungan telah tersurut mundur karena
tak kuat menahan serangan kedua guru dan murid.
saat itu rombongan tokoh tokoh yang telah menjadi anak buah Beng-gak, pun
mengikuti di belakang ketua Beng gak. Dibawah cahaya sinar obor, tampak empat lima
sosok tubuh lari menyusur lorong. Dan kira kira lima tombak jauhnya, mereka lenyap.
sejenak memandang dengan tajam tahulah ketua Beng-gak itu bahwa disebelah muka
terdapat. sebuah tikungan lagi. Rombongan Bwee Hong-swat tentu melenyapkan diri
kcdalam tikungan itu. Diam diam ketua Beng gak itu kerutkan dahi, pikirnya, "Entah berapa banyak tikungan
yang terdapat dalam lorong ini. setiap kali mereka tentu bersembunyi di belakang tikungan
dan melakukan serangan-serangan gelap lagi. Jika terus berlangsung begini, tentu lamalama
rombonganku akan payah. Ah, jika tak cepat menyelesaikan mereka, kita sendiri
yang celaka" Belum ia bertindak, tiba tiba terdengar lengking seruan bernada sinis, "Setelah
mengakhiri ujung lorong ini, kalian tentu akan memasuki daerah berbahaya. Angin prahara
dan uap api ditambah pula dengan alat-alat rahasia ciptaan Lo Hian, akan mengantar
kalian ke akhirat"."
Ketua Beng gak cepat mengenali bahwa suara itu berasal dari Bwee Hong-swat.
Kemarahannya makin menyala, serunya, "Hai, budak hina, mengapa engkau tak berani
berhadapan dengan aku?"
Dari balik tikungan itu kembali terdengar suara tawa seram, "Perlu apa kau terburuburu"
Lambat atau cepat, nanti kita tentu akan melangsungkan pertempuran yang
menentukan. Tetapi sekarang belum tiba waktunya"."
Makin berkobar kemarahan wanita ganas dari Beng gak itu. Cepat ia melesat maju
membuka jalan. Tetapi sebelum kakinya menginjak tapah, dia sudah disambut oleh dua
titik benda berkilat. wanita itu menampar dan dua benda berkilat itupun berhamburan jatuh ketanah.
Ternyata benda itu dua buah senjata rahasia yang mirip daun bambu, runcing dan tajam.
sebagai tokoh yang kaya pengalaman, cepat sekali ketua Beng gak itu mengetahui
bahwa senjata rahasia itu dalam dunia persilatan disebut Ciok yap piau atau paser daun
bambu. Tiba tiba dari balik tikungan menghambur angin keras yang melanda obor. Obor padam
dan seketika gelaplah lorong jalan. Menyusul orang yang mencekal obor itupun menjerit
rubuh ke tanah. Ternyata dia termakan senjata rahasia.
"Serbu!" bisik ketua Beng gak sambil memberi isyarat tangan. sedang ia sendiri terus
menerjang. Begitu tiba ditikungan, ia disambut lagi oleh sebuah angin pukulan keras. Tetapi wanita
dari Beng gak itu memiliki lwekang yang tinggi. Matanya luar biasa tajamnya. sekalipun
dalam keadaan gelap gulita, ia masih dapat mengenali bahwa penyerangannya itu adalah
Bwee Hong-swat. seketika ia melengking dan balas menghantam.
Pukulan yang dilontarkan dengan kemarahan itu. dilembari dengan lwekang penuh.
Hebatnya bukan alang kepalang. Ketika saling berbentur, timbullah angin puyuh mendesis
desis keras. Bwee Hong swat berkibaran mundur kebelakang".
Ketua Beng-gak tertegun. Tetapi pada lain saat ia tertawa dingin, "Budak hina,
kepandaianmu memang bertambah maju. Engkau mampu menghindari pukulan"."
Belum kata kata itu selesai, tiga gumpal sinar pedang menyerang tiga buah jalan darah
pada tubuhnya. selain cepat serangan itupun tak terduga duga datangnya.
Tetapi wanita Beng-gak itu memang sakti sekali, Tangan kiri mendorong untuk
menahan dan tangan kanan menyerempaki dengan sebuah pukulan.
Tetapi penyerang itu juga bukan tokoh lemah. Tiba-tiba pedang ditarik dan
orangnyapun menyingkir kesamping. pukulan kedua Beng gak hanya mengenai dinding
karang. saat itulah barulah ketua Beng-gak mengetahui bahwa yang menyerangnya itu seorang
pendek yang berpakaian hitam. orang itu lincah sekali selekas menghindar terus
menyerang lagi. Diam-diam wanita Beng gak itu terkejut. Mengapa dalam lorong guha diperut gunung
terdapat sekian banyak tokoh tokoh berilmu. Akhirnya ia memutuskan. Harus merubuhkan
paling tidak dua orang musuh agar nyali mereka berantakan.
segera ia keluarkan jurus istimewa. sambil tamparkan tangan kiri untuk menutup jalan
pengunduran lawan, tangan kanannya mainkan jurus ilmu merebut senjata.
Ilmu merebut senjata dengan tangan kosong itu memang luar biasa. Didalam
gerakannya terdapat gerak menabas urat dan jalan darah musuh.
Tak sampai sepuluh jurus, penyerang baju hitam itu sudah kewalahan dan mundur.
Ternyata baju hitam bertubuh kecil itu adalah Hian Song. Walaupun kepandaian
keduanya berasal dari satu sumber ajaran Lo Hian, tetapi tenaga wanita Beng-gak itu jauh
lebih tinggi dari Hian-Song. Begitu juga permainannya lebih mahir dan pengalamannyapun
lebih banyak. setelah paksakan diri menghadapi serangan sampai sepuluh jurus, tiba-tiba Hian-Song
malah merasa tenang. Permainan pedangnya lebih mantap sehingga ia dapat memperbaiki
keadaannya yang sudah terdesak.
wanita Beng gak itu terkejut. Pada permulaan tiga jurus, ia melihat Hian Song sudah
kewalahan. Pikirnya, dalam sepuluh jurus saja dara itu tentu sudah selesai. Rencananya
tak perlu melukai, ia hendak merebut senjatanya saja lalu menawannya. Tetapi diluar
dugaan. setelah sepuluh jurus, bukan saja tak dapat merebut senjatanya, bahkan dara itu
telah bangun lagi daya perlawanannya.
sudah tentu ia tak tahu bahwa jalan darah si hian kwan dari Hian-Song sudah terbuka.
Dengan demikian dara itu tak pernah habis tenaga dalamnya. Tanpa beristirahat
tenaganya tak letih. Mereka berasal dari satu sumber. Walaupm terdapat sedikit perbedaan dalam gerakan
gerakannya, tetapi pada hakekatnya tak berarti. Kepandaian mereka berasal dari ajaran Lo
Hian semua. Pada permulaan menghadapi musuh yang setangguh itu, memang Hian-Song agak
kaku sehingga terdesak. Ia terpaksa mencurahkan seluruh pikiran dan semangatnya untuk
menghadapi serangan musuh. Dengan demikian ia tak sempat lagi memikirkan lain-lain.
Bertempur sampai sekian lama, belum juga Mereka menyadari akan persamaan
permainannya itu. Adalah akhirnya wanita Beng-gak itu yang lebih dulu merasakan sesuatu yang tak beres
dalam pertempuran itu. Dan keheranannya itupun makin lama makin membesar. Ia
merasa permainan pedang dara itu sama seperti ilmu pedang yang dimiliki. Mirip dengan
ajaran Lo Hian. Akhirnya wanita itu tak dapat menahan keheranannya lagi. Dua buah hantaman ia
lontarkan untuk mengundurkan si dara. setelah Hian-Song mundur, wanita Beng gak itu
segera berseru, "Berhenti!"
Hian Song lintangkan pedang didada, sahut nya, "Mengapa?"
"Hai, engkau juga seorang perempuan?" ketua Beng gak terkejut mendengar suaranya.
Memang dengan muka suara itu dapatlah diketahui bahwa Hian-Song itu seorang anak
perempuan. "Benar, mau apa?" sahut Hian-Song.
wanita Beng gak tertawa dingin, "Dengar baik baik kutanya padamu, sebaliknya engkau
berani bersikap menantang"." ia berhenti sejenak lalu berkata pula, "Hm, jika aku mau
berlaku kejam, dalam tiga jurus tentu dapat mengambil jiwamu!"
"Hm, belum tentu!" jawab Hian Song. "bukankah tadi kita sudah bertempur sampai
puluban jurus?" "Budak yang tak tahu diri, terimalah pukulanku ini!" dengan murka wanita Beng-gak itu
menghantam. Hian-Song menyadari bahwa pukulan wanita itu memang sukar ditangkis. Tetapi ia
panas mendengar kata kata besar dari wanita itu. Tanpa banyak pikir. Hian-song
menangkisnya. Blaaam". adu pukulan itu segera diketahui hasilnya. Hian Song tersurut mundur
sampai tiga empat langkah. Jika wanita Beng gak itu menyusul lagi dengan pukulan
kedua, kemungkinan besar Hian Song tentu tcrluka. Tetapi ternyata ia tak mau.
"Jurus jurus permainanmu, sekalipun sama dengan perguruanku, tetapi tenagamu,
kemahiran dan pengalamanmu, masih kalah jauh dengan aku. Jika aku sungguh hendak
melukaimu, hanyalah ibarat membalik telapak tangan mudahnya"."
Ia batuk batuk sebentar lalu berkata pula, "Engkau dapat bertahan sampai belasan
jurus tadi, bukan karena aku tak mampu merubuhkanmu mengenai guru dan
perguruanmu". "
"Jika aku tak mau bilang, engkau akan berbuat apa?" tukas Hian Song.
"Aku tak percaya engkau seorang gadis baja dan tak takut kesakitan. Jika tak mau
bilang, akan kututuk beberapa jalan darahmu agar engkau dapat merasakan betapa
penderitaannya!" Hian-Song ingat, memang dalam pelajaran ilmu silat terdapat pelajaran semacam itu.
Jika jalan darah ditutuk, darah akan menyungsang balik kejantung. Tetapl saat itu ia lupa,
bagian jalan darah dimana yang harus ditutuk itu.
"Siapakah namamu?" tiba tiba wanita Beng gak itu bertanya dengan nada ramah.
"Aku orang she Tan". tiba tiba Hian Song merasa telah kelepasan omong ia tak bicara
lagi. Tiba tiba ia rasakan tali yang mengikat lehernya mengencang. Tahulah ia bahwa nona
baju merah yang menguasai Siu-lam itu, menyuruh ia mundur. Buru-buru lari kebelakang.
"Hai, hendak lari kemana kau!" wanita Beng-gak marah sekali dan lontarkan pukulan.
Tetapi pukulan itu tidak langsung diarahkan pada Hiang-Song, melainkan ditujukan
beberapa langkah dimukanya.
Pada saat tenaga pukulan tiba, Hian Song pun tiba ditempat itu. sungguh lihay sekali
perhitungan wanita Beng-gak itu. Oleh karena dengan keadaan itu, betapapun saktinya
Hian Song tetapi ia tak sempat menangkis lagi.
Tiba tiba ketika ia terancam bahaya, dari arah samping melanda serangkum gelombang
tenaga yang menghalau tenaga pukulan si wanita Beng gak itu. Dengan demikian
terhindarlah Hian Song dari malapetaka.
Hian song berpaling. Dilihatnya yang menolong dirinya itu adalah Bwee Hong swat. Ia
mendengus tak mau mengucap terima kasih.
wanita Beng gak makin marah. Ia menyerbu maju. Kali ini Bwee Hong swat tak mau
lari, Ia menghadang ditengah jalan.
"Sepuluh tombak lagi, akan mencapai daerah bahaya dari Lo Hian. Dia telah
mencurahkan seluruh pikirannya untuk membuat beberapa macam alat rahasia. Tak lain


Wanita Iblis Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diperuntukkan menghadapi engkau"."
"Budak hina, terimalah pukulanku!" teriak wanita Beng gak dengan murka. seumur
hidup belum pernah ia menerima sindiran semacam itu. Dia tak sabar bicara lagi. Bernafsu
sekali ia hendak menghantam mati murid yang murtad itu,
Bwee Hong swat tak gentar. Ia tebarkan jari tangannya untuk menebas pergelangan
tangan bekas gurunya itu.
Tampaknya gerakan Bwee liong swat itu biasa saja. Tetapi rupanya wanita Beng gak itu
tahu kedahsyatan gerakan jari Bwee Hong-swat. Terpaksa ia menyurut mundur.
"Budak hina, kiranya engkau benar-benar telah mendapat warisan pelajaran dari Lo
Hian!" serunya. secepat mundur, ia balas menutuk jalan darah Bwee Hong swat dengan
kedua tangannya. "Asal engkau sudah kenal kelihayanku, cukuplah!" kata Bwee Hong-swat seraya
pentang kedua tangannya untuk balas menutuk kedua siku lengan bckas gurunya.
Cara serangan merapat dan saling menutuk jalan darah itu, memang berbahaya sekali.
sekali salah langkah, jalan darah tentu dikuasai lawan. Dan sekali jalan darah kena
tertutuk. tentulah akan dikuasai lawan.
Pertempuran maut antara guru dan bekas murid itu berlangsung sampai puluhan jurua.
Masing masing telah mengeluarkan jurus jurus yang aneh aneh dan berbahaya.
Tiba tiba Bwee Hong-swat melambung ke-atas dan dari udara ia menghantam.
Diam diam wanita Beng-gak itu girang. Karena sejak tadi ia menunggu suatu
kesempatan yang baik. Dan gerakan Bwee Hong-swat itu merupakan saat saat yang
dinantikan. Ia kerahkan seluruh tenaganya untuk menyongsong pukulan lawan.
Ketika tenaga pukulan saling beradu, dengan meminjam tenaga membal dari
pukulannya, Bwee HOug swat bergeliatan diudara dan melayang turun kebelakang terus
melesat lenyap. Kiranya dalam pertempuran itu, diam-diam Bwee Hong swat merasa tak dapat bertahan
lagi, Walaupun banyak pelajaran yang diterimanya,, tetapi masih kurang sempurna.
Menghadapi seorang musuh yang sedemikian sakti, sekali salah gerak, tentu akan
binasa. Jika melanjutkan pertempuran itu tentu akan ketahuan kelemahannya. Maka ia
segera melakukan siasat, sehabis memukul lalu meminjam tenaga pukulan lawan untuk
meluncur lari. Beberapa kali merasa dipermainkan, dengan marah wanita Beng gak mengejarnya.
Tong Bun-kwan dan anak buah Beng gak pun mengikuti di-belakang pemimpin mereka.
Bwee Hong swat lari pesat tapi ketua Beng gakpun mengejar pesat. Keduanya kejar
kejaran dalam kegelapan. Tiba-tiba dari arah muka meniup angin prahara dingin. Tetapi Bwee Hong swat tetap
maju. setelah lari beberapa tombak, ketua Beng gak rasakan hawa dingin itu makin lama
makin keras. Dan lorong jalanpun sudah tiba diujung terakhir yang buntu. sedang angin
makin dahsyat sehingga menggumpal seperti kabut.
Bwee Hong swat tetap lari dan lenyap dalam gumpalan angin kabut itu. Kebalikkannya
ketua Beng-gak tak berani. Ia berhenti.
"Saat ini sudah masuk kelorong angin prahara. Lo Hian telah membuat tiga buah alat
rahasia. Jika kau mampu menembus, silahkan mencobanya!" seru Bwee Hong swat dari
dalam kabut. "Kalau kau berani masakan aku tidak!" seru siwanita Beng gak makin murka seraya
terus melangkah maju. Walaupun garang kata katanya tetapi sesungguhnya ia tak berani gegabah.
Langkahnya-pun sangat hati hati sekali- Dan ternyata memang mereka tak salah. Baru
beberapa langkah, angin prahara makin dahsyat sehingga dirinya seperti dilanda hujan
pukulan. Terpaksa ia kerahkan lwekang untuk bertahan.
Tetapi angin prahara itu makin lama makin bebat dan ubah seperti taburan pedang
tajamnya. Pakaian wanita Beng-gak itu robek dan pecahannya berhamburan kemana
mana. Walaupun memiliki lwekang sakti, tetapi menghadapi gelombang prahara yang
sedemikian dahsyat dan dingin, mau tak mau ia harus menyerah juga.
Namun wanita itu memang luar biasa. Ia tak mau menyerah begitu saja. "Ah. walaupun
Bwee Hong-swat maju sekali kepandaiannya, tetapi masakan dia mampu menghadapi
angin prahara sejahat ini. Kurasa tentu ada suatu tempat rahasia yang dapat melindungi
dirinya," ia menimang.
Cepat ia mundur dua langkah lalu menuju ke dinding terowongan sebelah kanan.
Wahai! sekalipun hanya berkisar dua langkah, tetapi serangan prahara itu sudah
berkurang banyak. saat itu Tong Bun kwan dengan rombongannyapun sudah tiba. sekalipun tokoh-tokoh
itu sudah kehilangan kesadaran pikirannya tetapi mereka pun jeri juga terhadap serangan
prahara itu mereka berhenti.
Karena pakaiannya hancur lebur dilanda angin, saat itu wanita Beng-gak hanya
memakai baju dan celana pendek saja. seumur hidup belum pernah ia mengalami
peristiwa yang sedemikian memalukan. Ia berpaling kepada Tong Bun-kwan dan
memanggilnya. Nona baju biru itu menghampiri dan tegak terlongong-longong di
hadapannya. Ternyata wanita Beng gak melolos pakaian luar Tong Bun kwan lalu dipakainya.
Kemudian berkata, "Anak, berjalanlah di belakangku!"
Kemudian ia melambaikan tangan. Dua orang anak buahnya bergegas
menghampirinya. wanita Beng-gak itu mengeluarkan sempritau berwarna kuning emas lalu
meniupnya dengan keras. Kedua anak buah itu terus melangkah maju. sekalian anak buah
Beng-gak pun segera mengikuti. Ketua Beng gak berjalan di belakang mereka sedang
Tong Bun-kwan mengikuti di belakang gurunya.
Prahara dingin itu benar-benar menusuk tulang belulang. Dan makin maju ke muka
angin makin dahsyat. Dan karena lorong gelap sekali, merekapun tak dapat mengenal
jalan lagi. Tiba-tiba terdengar jeritan ngeri. Anak buah Beng-gak yang berjalan paling depan
sendiri tadi telah terlanda prahara dan mencelat entah kemana jatuhnya".
sementara ketua Beng-gak tak henti-hentinya meniup sempritannya untuk
menggelorakan semangat anak buahnya itu.
Akhirnya kenekatan itu berbuah. Ia dapat menemukan tempat yang melintasi
gelombang prahara itu. Kiranya dalam lorong angin itu terdapat seutas tali halus yang berwarna hitam
merentang di tanah. Jika tak memperhatikan dengan seksama tentu takkan dapat
menemukannya. Penemuan itu telah mengembalikan kepercayaan ketua Beg gak. Dengan tertawa sinis
ia mendamprat, "Huh, kukira budak hina itu benar benar telah mendapat pelajaran Lo
Hian sehingga ia mampu melintasi serangan prahara dingin. Kiranya hanya begini
caranya!" Ia memerintahkan supaya anak buah Beng gak itu berjalan sambil berjongkok dan
memegang tali untuk menjaga keseimbangan tubuh. Dengan cara itu akhirnya rombongan
Beng-gak dapat melintasi prahara maut.
Tetapi mereka harus menghadapi sebuah lorong sempit lagi. sebuah lilin redup
menyinari sebutir mutiara beng-cu. Mutiara itu memantulkan sinarnya kesekeliling.
Dibawah sinar mutiara terdapat sekeping papan batu yang bertulis beberapa huruf,
"Tempat kuburan murid-murid sip siau-hong
Dibawahnya diberi tanda nama: Lo Hian."
Huruf huruf itu bagaikan ujung pisau menusuk ulu hati ketua Beng-gak yang ternyata
bernama sip siau hongsekilas
terkenanglah wanita itu akan kehidupannya dimasa lampau sewaktu ia
mengikuti suhunya Lo Hian, berkeliling dan menjelajahi tempat-tempat yang terkenal
indah alam pemandangannya.
Tersirap hati Tong Bun-kwan ketika membaca tulisan pada papan batu itu. Diam diam
ia mencuri lirik kearah suhunya. Tampak wanita Beng-gak itu seperti terbenam dalam
lamunan. sikapnya yang dingin dan bengis, saat itu tak tampak lagi. sip siau-hong pulih
dalam perwujudannya yang asli dahulu".
sayang keadaan itu hanya berlangsung sekejap mata. Pada lain saat sip siau-hong
kembali berubah menjadi ketua Beng-gak, wanita momok yang ganas dan mengerikan".
Tertawalah ia menyeringai. Tiba-tiba ia mengangkat tangan dan menghantam batu
nisan itu sekeras kerasnya. Batu itu hancur berkeping keping".
Masih belum puas rasanya amarah wanita itu, Lilin itupun dihantamnya berantakan.
setelah itu baru ia melangkah maju lagi.
Baru dia beberapa langkah tiba tiba dari arah belakang terdengar dua buah jeritan
ngeri. Dan ketika berpaling tampak dua orang tokoh yang menjadi anak buahnya, terkapar
di tanah. Ternyata begitu batu nisan hancur, tiba-tiba batu itu muntahkan serangkum jarum
beracun. Dua anak buah Beng-gak yang bernasib malang, terpanggang jarum dan binasa.
Diam diam sip siau hong mengeluh kaget. Jika terlambat sedikit saja, ia tentu menjadi
korban jarum itu. Berpaling kepada Tong Bun kwan, ia menghela napas. "Ah, kakek gurumu itu
berhati".!" Tiba tiba ia hentikan kata katanya karena menyadari bahwa Tong-bun kwan telah
diminumi obat pembius kesadaran pikiran. Percuma membicarakan diri Lo Hian dengan
anak perempuan itu. Tong bun-kwan memandang bayangan suhu nya. dengan senyum menyeringai. Tiba
tiba ia muntahkan sebulir pil dari mulutnya lalu cepat cepat menyusul suhunya.
Pintar benar nona baju biru itu. Ketika gurunya memaksa ia menelan obat pembius
karena tak dapat melawan terpaksa ia menelannya. Tetapi bukan terus dilangsungkan
kedalam perut, melainkan menyembunyikan dibawah lidahnya. Dan karena ia sudah faham
akan perobahan gerak gerik tokoh tokoh yang sudah diminumi obat pembius itu, maka
iapun pura- pura meniru lagak mereka. Dengan siasat itu ia berbasil mengelabui suhunya.
sip sio hong tetap memperhatikan peringatan Bwee Hong swat. Ia berjalan dengan hati
hati sekali, Jalanan disebelah muka makin lama makin gelap. Mereka seperti melintasi
lautan kabut-tebal. Beberapa saat kemudian, rombongan Beng-gak itu ditabur oleh percikan air sehingga
tak lama kemudian pakaian mereka basah kuyup.
Jilid 40 SIP SIAU HONG Berhenti lalu mencekal tangan Tong Bun kwan. Bentaknya bengis. "Ah.
kau tetap mengikuti aku seperti bayangan saja!"
Tong Bun kwan mendesis pelahan dan mengukap beberapa patah kata yang tak jelas.
Tetapi diam diam hati nona itu tegang sekali, Ia siapkan Iwekang. Jika suhunya
mengetahui bahwa ia pura pura terkena obat pembius, saat itu ia akan melawannya.
Tetapi ternyata Sip Siau-hong segera lepaskan cekalannya dan manghela napas
panjang, "Ah tak seharusnya tadi kuberimu obat pembius itu. sekarang aku tak
mempunyai kawan bicara lagi!"
Ia melangkah lagi kemuka dengan pelahan. Tong Bun kwan membiarkan saja sang
guru menghela napas panjang pendek. Dia tetap bersikap diam. Hanya dalam hati ia
senantiasa memperhatikan saat dimana ia dapat bergabung dengan Bwe Hong swat untuk
menindak gurunya itu. Percikan air itu makin deras dan airnya pun dingin sekali sampai terasa seperti
menggigil tulang. Tiba tiba dari depan memancar sinar api yang menerangi lorong. Disebelah muka
tampak sebuah altar batu yang datar, menghadang ditengah lorong jalan. Diatas altar
batu itu duduk seorang tua berjenggot panjang, mengenakan jubah pertapaan. sikapnya
seperti seorang dewa".
Melihat itu serentak menjeritlah sip siau hong, "Suhu".!" serta merta ia terus berlutut
memberi hormat. Tong Bun kwan memandang kemuka dengan seksama. Ternyata orang tua yang
berdandan seperti pertapa duduk diatas batu altar itu.
perlahan lahan menyurut mundur. Diam diam nona baju biru itu heran. Jika orang tua
itu benar Lo Hian mengapa melihat muridnya yang berkhianat, tak menunjukkan reaksi
apa-apa. "Hm, jangan sam-sumoay main main lagi," ia menarik kesimpulan lalu mengambil lima
batang senjata rahasia beracun terus dilontarkan.
Tak, tak, tak, dada orang tua itu tertabur senjata rahasia namun tetap diam saja.
sip siau-hong terkejut dan cepat berpaling menyambar tangan Tong Bun kwan. "Bagus,
hampir saja aku kau kelabuhi."
Dalam keadaan seperti itu tak dapat Tong Bun-kwan menyangkal lagi, cepat-cepat ia
menyahut "Murid memang telah minum obat itu, tetap- perasaan hati murid masih
terang!" Terdengar suara berdering dering. Mata sip siau hong berkicup kicup. Tiba tiba ia
tersenyum, "Mungkin aku keliru mengambilnya"."
ia lepaskan cengkeramannya dan berkata pula, "Kwan jie, lontaranmu tepat mengenai
dada kakek gurumu"."
"Menurut pandangan murid, orang tua itu bukanlah manusia melainkan patung"."
sip siau hong tertawa gembira, "Benar jika kau tak melemparkan senjata rahasia,
hampir saja kau tertipu. Hayo, kita kejar"."
saat itu sinar peneranganpun padam dan gemerincing senjata tak terdengar. Lorong
terowongan kembali gelap gulita dan sunyi senyap lagi.
"Biarlah murid yang maju dimuka," kata Tong Bun kwan seraya maju luruskan pedang
ke muka dada. Perjalanan itu panjang dan gelap. Tong Bun kwan lari cepat tanpa gentar. Kebalikannya
sip siau hong tetap berhati hati. wanita Beng-gak itu tahu betapa lihaynya mendiang Lo
Hian. Kira-kira sepeminum teh lamanya, mereka tiba diujung terakhir dari lorong.
Pemandangan disitupun berlainan juga.
sebuah ruangan batu yang luas, penuh bertanur mutiara. sebatang obor besar dan
tinggi, memancarkan sinarnya keseluruh ruangan sehingga mutiara mutiara itu
bergemerlapan memantulkan cahaya yang beraneka warna.
Disamping kanan kiri ruangan itu terdapat dua buah lorong gang, masing maling
mempunyai pintu yang tertutup.
Bwe Hong-swat dan rombongan entah berada dimana karena keadaan sunyi-sunyi saja.
"Suhu, apakah kita tak masuk melihat-lihat kedalam ruangan ini?" tanya Tong Bunkwan.
sejenak sip siau hong merenung lalu meng angguk, "Masuk!"
Tanpa ragu ragu. Tong Bun kwan terus masuk. Ternyata dalam ruangan itu kosong
melompong. Diam diam siP siau hong kerahkan lwe-kang dan melangkah masuk.
setelah memandang sejenak kepada suhu nya Tong Bun-kwan segera berteriak
nyaring-"Hong swat sumoay, suhu datang kemari, mengapa engkau tak mau keluar
menyerahkan diri?" Melirik kearah suhunya, ia dapatkan sip siau-hong itu mengangguk perlahan. Rupanya
wanita Beng-gak itu setuju akan kata kata muridnya itu.
Beberapa saat kemudian. Tong Bun kwan berteriak pula, "Kami sudah mengejarmu
sampai di ujung terakhir. Engkau tak mungkin lari kelain tempat lagi. Jika tak mau keluar
serahkan diri, apabila sampai tertangkap suhu, tentu akan diberi hukuman berat. Mayatmu
tiada tempat terkubur lagi!"
Tetapi tetap tiada suatu penyahutan apa-apa. sip siau hong meuyusur kesekeliling
dinding ruangan namun tiada menemukan sesuatu yang mencurigakan.
sambil mengangkat pedang, Tong Bin kwan berseru, "Suhu, jika obor ini tak
dipadamkan, ruangan ini tentu kelewat terang. Berbahaya sekali bagi kita". "
"Meskipun pikiranmu itu benar, tetapi kakek gurumu Lo Hian itu manusia yang hebat.
Walaupun ditempat sekecil liang semut, ia tetap mampu memasang alat rahasia penyebar
maut". Kurasa obor itu tentu mengandung alat rahasia yang ganas," kata sip siau hong.
"Hm, kiranya engkau juga mempunyai perasaan takut," diam diam Tong Bun-kwan
mengejek dalam hati Namun lain pula ia menjawab, "Pedang Ceng-liong kiam yang murid
cekal ini, dapat membelah batu keras. Harap suhu keluar dulu, biarlah murid yang
menabas obor itu!" wanita Beng-gak yang termashyur di dunia persilatan sebagai momok ganas, saat itu
tampak tak berdaya lagi kecuali menyetujui usul muridnya. Ia melangkah keluar dari
ruangan itu. Dengan kerahkan Iwekang, Tong Bun-kwan segera membabat obor. serentak terdengar
deru angin ketika obor itu putus dan meyemburkan gumpalan api yang hebat.
"Kwan ji, lekas keluar! Dibawah obor itu terdapat api dibawah tanah!" cepat-cepat sip
siau-hong meneriaki. Tong Bun kwan menurut. semburan api itu menimbulkan gumpalan asap yang hebat sehingga tak beberapa saat
saja seluruh ruangan terbungkus asap.
Dalam menghadap, ketegangan dari segala kemungkinan yang dapat terjadi, tampak
sip siau hong tenang. Kebalikannya Tong Bun-kwan menjadi gugup, "Suhu, murid
bersalah"." sip siau-hong hanya tertawa hambar, "Jika pedangmu itu mampu menahas obor batu.
tentu dapat juga menahas pintu batu itu. Lekas hancurkan pintu itu!"
Tong Bun kwan mengiakan. Beberapa kali ia hantamkan pedangnya membelah pintu
batu. setelah itu ia mendobrak dengan bahunya.
Krak". pintu itupun terbuka! Ternyata dibalik pintu batu itu merupakan sebuah
ruangan yang panjang tetapi sempit. Merupakan satu ruang alam yang telah digubah lagi
oleh manusia. Bersandar pada dinding tembok, tampak empat orang imam berjubah hitam
sedang duduk. Ketika mengamati dengan tajam, Tong Bun kwan mengetahui bahwa keempat imam
berjubah itu juga hanya patung patuug batu belaka.
"Ha, rupanya Lo Hian telah membuat persiapan psrsiapan lebih dahulu untuk membuat
beberapa patung. Agar orang sukar mencari mayatnya yang asli. Menilik keadaannya,
sebelum ke empat patung itu selesai, orangnya sudah meninggal"."
Ketika menjamah, didapatinya patung-patung itu lemas seperti daging manusia.
Ternyata terbuat dari bahan kayu yang lunak sekali.
siap siau hong lepaskan sebuah hantaman ke arah salah sebuah patung. Patung hancur
dan tiba tiba secarik kertas putih berhamburan jatuh ke tanah.


Wanita Iblis Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tong Bun kwan mcrfliinguinya. Tampak kertas itu bertuliskan beberapa patah kata.
Muridku siauw Hong. Telah kuperhitungkan bahwa surat ini tentu akan jatuh ketanganmu. Kecuali kau,
siapapun tak nanti mau menghancurkan patungku"."
"Apa yang ditulis disitu" Lekas bawa ke-mari!" tiba tiba sip siau hong melengking Tong
Bun Kwan pun buru baru manyerahkannya.
Pada kelanjutan dari tulisan diatas, Jika kau tiada disini, berarti kau memasuki daerah
berbahaya. setiap jam, ruangan ini akan menghabur bencana, yang tak dapat dilawan
manusia. Betapa sakti kepandaian orang, tentu akan binasa. seumur hidup aku tak pernah
bohong, tak perlu kau sangsi. Pada patung keempat itu, dibelakang-nya terdapat sebuah
lorong, terowongan yang menuju keluar dari Telaga Darah.
sip siau hong menghela napas. Ia menengadah termangu mangu,
Heranlah Tong Bun-kwan melihat gerak-gerik suhunya yang tak menentu itu. Diamdlamia
menimang, "Mereka guru dan murid berdua itu mengapa terdapat sekian banyak
persoalan yang berbelit belit?"
Namun ia tak berani menanyakan hal itu kepada gurunya.
Beberapa saat kemudian kedengaran sip siau hong berkata pula, "Kakek gurumu itu
memang tak pernah bohong. Kita harus lekas-lekas keluar dari sini."
Tong Bun kwan memapas sekepal dinding lalu coba diremasnya. Ah, keras sekali.
Ketika di ketuk dengan batang pedang, batu itu mendering-Ternyata batu itu mengandung
besi. saat itu sip siau hong telah menggeser patung yang keempat. Benarlah kiranya.
Dibelakang patung itu terdapat sebuah liang yang cukup dimasuki seorang manusia.
Terowongan itu, menjurus kebawah. Gelap sekali.
"Suhu, apakah sam sumoay tidak mempermainkan kita. lagi?" bisik Tong Bun kwan.
"Tidak," sahut sip siau hong dengan yakin, "aku faham sekali akan tulisan kakek
garumu. Lain orang sukar menirunya:
"Kwan ji, tutuklah jalan darah dua orang anak buah kita yang tak berguna. Tinggalkan
mereka disini. Kita lihat saja bagaimana keadaan mereka nanti. setelah mengetahui
terowongan rahasia ini, kelak kita mudah untuk mondar mandir ke Telaga Darah. Biarlah
kedua murid itu menghianati aku!"
sesungguhnya Tong Bun-kwan membuka mulut, tetapi entah bagaimana tak jadi. Ia
terus menghampiri rombongan anak buah Beng gak. Dua orang yang berada dideretan
paling belakang sandiri segera ditutuk jalan darahnya lalu diletakkan d ujung ruangan.
Kemudian ia pindahkan patung Lo Hian untuk menutup terowongan itu. setelah itu baru ia
mengikuti suhunya. setelah adu kepandaian dengan bekas gurunya, tahulah Bwe Hong-swat bahwa
tenaganya masih belum cukup untuk mengalahkan garunya itu. Apalagi saat itu
kedudukannya masih sukar. Ji sicu atau sinona baju merah tetap menhendaki bendabenda
peninggalan Lo Hian. sebelum hal itu tercapai, tentu tak mau diajak berserekat
melawan suhunya. Maka satu satunya jalan,ia menggunakan siasat main udak. Ia hendak
menggunakan angin prahara dan api dalam Telaga darah serta bermacam-macam alat
rahasia untuk memperlambat pengejaran bekas gurunya itu. setelah itu rencana, ia
hendak menolong siu-lam lebih dulu.
Bwe Hong swat memiliki peringai yang dingin dan tenang. setelah mendapatkan
warisan dari Lo Hian, kepandaiannya bertambah maju pesat sekali. Ia membawa Hian
song dan rombongannya menuju ke ruang rahasia terdapat jenazah Lo Hian.
Ruangan Itu merupakan sebuah ruangan buku. Diatas meja penuh dengan buku-buku.
Pada dinding belakang, terdapat sebuah ruangan tempat arwah yang ditutup sutera
kuning. Tempat arwah itu dihias dengan delapan buah tempat arwah dari batu.
Bwe Hong swat memutar sebuah tombol batu. seketika serangkum api menyembur
keluar. Dibawab penerangan api itu, ruangan yang penuh berhias mutiara itu segera
memancarkan cahaya bergemerlapan.
Berpaling kepada sinona baju merah, Bwe Hong swat berkata, "Diatas meja dan batu
di-dinding sebelah kanan itu, adalah barang barang peninggalan Lo Hian locianpwe. semua
berjumlah dua belas jilid kitab pusaka. Dari ilmu bumi sastra, sejarah sampai pada ilmu
perbintangan dan obat obatan. Merupakan ilmu pelajaran yang tiada taranya didunia.
separoh bagian saja dapat mempelajari, tentu sudah cukup untuk menjagoi dunia
persilatan"." "Benarkah?" nona baju merah itu berseru girang, "akan kulihatnya." Ia segera
menghampiri meja tulis itu.
"Tahan!" tiba tiba Bwe Hong swat membentak bengis.
saat itu sinona baju merah tengah ulurkan tangan hendak menjamah buku-buku.
Mendengar teriakan Bwe Hong swat, cepat cepat ia menarik pulang tangannya.
"Mengapa" Apakah kau menyesal?" serunya sinis.
sahut Bwe Hong swat, dengan nada muak. "Jika menyesal, tak nanti kubawamu
kemari?" "Aku hanya melihat-lihat dulu mengapa tak boleh "
"Isi kitab itu dalam sekali artinya, tak mungkin kau mengerti!" kata Bwe Hong swat.
"Yang penting hendak kucari beberapa pelajaran ilmu silat yang dapat mengalahkan
suhu. Itu sudah cukup bagiku!"
"Sekalipun kau berhasil menemukan ilmu itu, tetapi sukar untuk mengalahkan sip siau-
Hong!" "Siapakah siauw hong?" nona baju merh, terkejut.
"Sip siau hong ialah ketua Beng-gak itu atau juga murid dari Lo Hian. Lo Hian telah
menurunkan pelajaran sakti kepadanya tetapi sebagai pembalas budi, ia malah membunuh
gurunya"." "Mengapa ia membunuh gurunya sendiri?" tiba tiba Siu-lam menyeletuk.
Bwe Hong-swat merenung beberapa saat baru menyahut, "Hal itu aku juga tak tahu."
Kembali sinona baju merah ulurkan tangan hendak meraih kitab-
"Tunggu dulu sampai nanti aku selesai bicara. Kan tidak terlambat?" kembali Bwe
Hong-swat berseru tajam. Nona baju merah itu menarik lagi tangannya seraya berteriak, "Mau bicara apa lagi,
lekas bilanglah!" "Ilmu silat dalam kitab itu, setiap jurus merupakan ilmu silat yang luar biasa hebatnya.
sekali engkau melihatnya, tentu perhatianmu takkan tenggelam. saat itu sekalipun
seorang jahat memukul atau membunuhmu, engkaupun takkan melawan. Pikiranmu tentu
seperti orang Linglung yang tersengsam dalam lautan pengetahuan ilmu silat yang tiada
batasnya"." "Masa begitu?" sahut sinona baju merah.
Ia tetap curiga dan menduga bahwa Bwe Hong swat tentu menyesal".
"Jika aku hendak menipumu, perlu apa aku bersedia mengantarmu ke Telaga darah
yang penuh bahaya maut itu?" sahut Bwe Hong-swat.
Diam-diam sinona baju merah mengakui kebenaran kata kata Bwe Hong swat. Ia batuk
batuk kecil dan berkata, "Taruh kata ucapanmu itu benar, tetapi kitab kitab ini tak dapat
dibiarkan begini saja!"
"Tadi telah kita janjikan lebih dulu. Akan kutukar benda peninggalan Lo Hian dengan
kebebasan Pui Siu-lam. Asal engkau segera membuka jalan darah Pui siu-lam, kitab diatas
meja itu boleh engkau ambil sesukamu," kata Bwe Hong-swat.
Nona baju merah itu termenung sejenak, lalu berkata, "Disebelah luar terdapat ketua
Beng gak dan angin prahara serta lahar panas. sekalipun engkau tak bermaksud hendak
mencelakai diriku, tetapi juga tak mudah bagiku hendak keluar dari sini". "
"Hai, apakah engkau menyesal dengan perjanjianmu itu?" teriak Bwe Hong swat.
Nona baju merah gelengkan kepala, "Tidak, tetapi kudapatkan suatu cara yang baik
bagi kedua belah fihak."
"Apakah itu?" "Engkau yang membawa kitab-kitab itu! dan untuk sementara Pui siu- lam belum
kubebaskan. Mengingat engkau sudah lama tinggal di sini tentulah faham jalanan keluar.
Asal engkau benar benar mengantar aku sampai keluar. Pui-siu-lam tentu segera
kubebaskan. Pada saat itu kita serempak mengadukan tukar menukar kitab dengan orang.
Dengan cara begitu, tentu tiada fihak yang dirugikan!"
Bwe Hong swat tertawa dingin, "Pada waktu kita mengadakan perjanjiaan, tidak
terdapat syarat begitu"."
sekonyong konyong kata-kata Bwe Hong swat terputus oleh Tindakan Ceng Hun totiang
yang loncat kesamping meja dan merakup kitab itu, teriaknya, "Siapa yang berani
melangkah ke mari, kitab kitab ini akan kuhancurkan!"
Bukan kepalang marah si nona baju merah.
"Lepaskan!" bentaknya gusar, "apakah engkau hendak merusak perjanjian kita?"
Ceng Hun totiang tertawa nyaring, "Dalam perjanjian kita hanya disebut aku akan
mengantarkan engkau sampai kedalam Telaga darah dan engkau mengatakan akan
membagi rata barang barang peninggalan Lo Hian. Oleh karena saat ini kita sudah
menghadapi benda-benda peninggalan Lo Hian maka perjanjian itupun harus, selesai
sampai disini." si Nona baju merah cepat menarik tali yang mengikat tubuh paderi itu. Tetapi Ceng
Hunpun cepat cepat condongkan tubuhnya kesamping dan lepaslah tali pengikat itu".
"Hai, kapankah engkau melepaskan talimu itu?" si nona baju merah berteriak ,kaget
"Selama beberapa hari ini tiada sesaatpun kuanggurkan pikiranku untuk mencari daya
melepaskan tali pengikat ini. sesungguhnya pada saat memasuki Telaga Darah, aku sudah
dapat melepaskan tali itu. Tetapi karena belum bertemu dengan benda-benda peninggalan
Lo Hian, terpaksa kubiarkan saja tali itu mengikat tubuhku!"
Mendengar itu Bwe Hong-swat tertawa lebar, mengejek bekas sucinya itu, "Hi, engkau
sudah dicap sebagai murid hianat dan keadaanmu sudah terjepit. Hanya sebuah jalan
yang engkau dapat pilih!"
"Sekalipun keadaan masih belum terjepit seperti yang engkau katakan itu tetapi aku
bersedia mendengar pendapatmu!" sahut si nona baju merah.
Kata Bwe Hong-swat "Sebuah kerajaan tiada dua orang raja. sepasang jago takkan
berdiri sama tingginya. Jika engkau mau mendengar perintahku, tentu akan ku bantu
kau"." "Jika tidak mau?" si nona baju merah menegas.
"Nah, aku akan berpeluk tangan saja menyaksikan harimau bertempur dan rumah
terbakar!" Nona baju merah itu mengertek gigi, "Jangan lupa, Pui Siu-lam masih dalam tanganku!"
Bwe Hong swat tertegun tetapi segera ia tertawa hambar, "Tak apa, engkau dapat
mencelakainya, tetapi engkaupun tak mungkin hidup!"
"Hm, apakah engkau lebih suka pecah berantakan daripada memikirkan
keselamatannya?" Bwe Hong swat, "Aku akan setia sampai akhir hayatku"."
"Hai, apakah hubunganmu dengan dia" Mengapa engkau hendak setia sampai mati?"
tiba-tiba Hian song melengking.
Belum Bwe Hong-swat menyahut, tiba-tiba nona baju merah itu sudah mendahului,
"Apakah eugkau benar-benar tak tahu" sam-sumoayku yang cantik jelita dengan
suhengmu sudah memadu janji sehidup semati"."
Ia menghampiri Siu-lam dan membuka tali pengikatnya. Memang tali pengikat itu luar
biasa. Yang diikat adalah setiap jalan darah vital pada tubuh siu-lam. sekali noaa itu
menarik talinya siu-lam tentu menderita kesakitan yang hebat.
"Adik sang, dengan mendengar ocehannya!" teriak siu-lam.
sepasang mata Hian Bong berkilat kilat. Kemudian berbisik kepada si nona baju merah,
"Lepaskan suhengku, nanti kubantumu dengan sepenuh tenaga."
sejenak nona baju merah itu merenung, katanya, "Mudah saja melepaskannya tetapi
bagaimana aku dapat mempercayai omonganmu?"
"Kata katamu itu sudah cukup! Apakah aku harus mengucapkan sumpah?" sahut Hian
Song. Dara itu iri hati melihat kecantikan Bwe Hong swat dan penasaran karena nona itu amat
menyayango Siu-lam. Cemburu, iri dan gusar bercampur aduk membakar hatinya.
Rupanya si nona baju merah dapat membaca isi hatinya. Pura pura ia menegas, "Kalau
ia bebas dan samapi bersatu dengan sam-sumoayku, bukankah kita akan bertambah
seorang lawan yang berat?"
Sahut hian song tegas, "Akan ku bunuh sekalian!"
Sinona baju merah tersenyum puas, katanya "Baik, aku percaya omonganmu!"
Ia menghampiri Siu-lam dan membuka tali pengikatnya. Memang tali pengikat itu luar
biasa. Yang diikat adalah setiap jalan darah vital pada tubuh Siu-lam. Sekali nona itu
menarik talinya Siu-lam tentu menderita kesakitan yang hebat. Siu-lam tak dapat berkutik
sama sekali. Karena selama beberaa hari terbelenggu, begitu bebas, Siu-lam lalu menggerakgerakkan
kedua tangannya dan menarik nafas longgar.
Tiba tiba telinganya terngiang oleh suara si nona baju merah yang halus seperti ngiang
nyamuk. "Sekalipun dirimu sudah bebas tetapi racunmu masih belum hilang. Pada waktu
waktu tertentu engkau harus minum obat pemunah yang berada padaku. Jika tidak,
jiwamu tetap melayang. Maka jangan coba berkhianat. jiwamu masih dalam
genggamanku." Ternyata si nona baju merah itu gunakan ilmu menyusup suara untuk untuk memberi
peringatan kepada Siu-lam.
Bwe Hong-swat hanya dingin-dingin saja menyaksikan apa yang telah berlangsung itu.
sama sekali tak mencegah.
Karena mengalami beberapa peristiwa yang hebat, pandangan siu-lam terhadap dunia
makin tawar. Ia tak menghiraukan apa-apa lagi tentang mati hidup. Pelahan lahan ia
berpaling kearah nona baju merah itu tetapi tak berkata apa-apa.
"Pui suheng, " kata Hlan-song menghampiri kesamping Siu-lam.
"Ya?" Tiba-tiba terdengar Ceng Hun totiang berseru nyaring, "Cau tayu, apakah Tay Ih siansu
dan Thian Ce totiang sudah datang?"
Kedua wanita dari Tian jong-pay itu tegak mematung dan menarik napas panjang,
"Sejak masuk kedalam Telaga darah ini, mereka berdua bersama Tio Gan murid toheng,
tak kelihatan lagi!"
Ceng Hun kerutkan dahi, "Ciok dan Tek lo cianpwe entah bagaimana nasibnya?"
Ciok sam kong dan Tek Cin saling berpandangan tetapi tak bicara apa apa.
Kiranya setelah menguasai kitab kitab pusaka itu, Csag Hun totiang merasa sukar. Ia
duga kedua jngo tua itu tentu akan bergerak. Tetapi ternyata Ciok sam kong dan Tek Cin
berdiam diri. Memang ketiga tokoh Ciok sam kong, Tek Cin, Cau Yan-him tak dapat melupakan derita
kesakitan yang dialami apabila jalan darah mereka yang ditutuk Bwe Hong swat itu
kambuh. sekali mereka tahu apa yang dimaksud Ceng Hun totiang supaya mengerahkan
kawan-kawan untuk melindungi kitab kitab pusaka itu. tetapi mereka tak berani bertindak.
Bwe Hong-swat alihkan pandang matanya kepada Ceng Hun, "Dalam perut gunung itu,
setiap waktu yang tertentu yang dilanda Oleh bencana maut. Yang tidak faham jalan,
tentu sukar lolos. Masakan semudah itu engkau hendak mengangkuti kitab kitab Lo Hian?"
Kemudian nona itu berseru nyaring kepada Ciok sam kong dan kawan kawannya, "Aku
hendak pergi, jika kalian senang tinggal disini. terserah!"
Habis berkata nona itu terus melangkah pergi. Kat Hong segera mengikutinya. setelah
bertukar pandang, Ciok sam-kong, Tek Cin dan Cau Yan huipun mengikuti.
sinona beju merah terlongong longong mengawasi langkah sumoaynya itu. Walaupun ia
cerdas tetapi ia tetap tak mampu menduga isi hati Bwe Hong-swat.
sekeluarnya dari ruang batu itu. Bwe Hong swat menuju kemuka. Tetapi yang aneh,
langkah kaki nona itu tak mantap lagi. seperti orang yang tengah memanggul beban berat.
Melihat itu Kat Hong maju menghampiri dan memegang bahu nona itu. Ketika melihat
ujung mata nona itu mengandung air mata, Kat Hong terkejut. serunya, "Nona,
mengapakah engkau?" Bwe Hong-swat geliatkan bahunya itu membentak, "Lepaskan!" Ia terus lari.
Kat Hong tertegun lalu mengejarnya.
"Eh, mengapakah nona itu?" tanya Ciok sam kong kepada Tek Cin
"Entahlah," sahut Tek Cin, "celaka, jika dia sampai lenyap tentu sukar mencarinya
sewaktu Jika kita kambuh!"
Ketiga tokoh itu segera mengejar.
Ternyata Bwe Hong swat menuju kesebuah ruang goha. Terpaksa tokoh tokoh itupun
ikut masuk. Ternyata dalam goha batu itu terdapat tiga buah patung paderi yang sama
bentuknya. Dan masih ada sebuah patung paderi lain yang sudah rusak dan menggeletak
disamping. Pada dinding sebelah kiri, bersandar dua orang lelaki persilatan. Rupanya
mereka sudah mati karena matanya tertutup dan tak dapat berkutik.
Tiba tiba Bwe Hong swat berpaling kepada rombongan orang orang itu dan dengan
wajah dingin menegur, "Mau apa kalian mengikuti aku?"
Kat Hong terkesiap, sahutnya, "Aku sudah bersumpah, dalam kehidupanku sekarang
ini, akan kuabadikan mengikuti engkau."
"Keluar!" teriak Bwe Hong-swat, "ruang ini ruang maut. siapapun tak dapat tinggal di
sini selama dua belas jam!"
"Bagaimana engkau?" tanya Kat Hong.
"AKU lain." "Kalau kau tak takut, akupun tak takut!" Ciok sam kong batuk-batuk, serunya, "Jika
nona Bwe jemu kepada kami, harap membebaskan jalan darah kami yang nona tutuk ini.
Dengan segera kami akan tinggalkan tempat ini!"
Bwe Hong-swat tak menghiraukan Ciok sam kong. Dipandangnya Kat Hong lekat lekat,
tanyanya, "Apakah engkau benar-benar takut mati?"
sambil busungkan dada, pemuda itu menyahut tenang, "Asal berada di samping nona,
mati pun aku rela!" sokonyong " konyong terdengar teriakan nyaring seorang lelaki tua dengan rambut
kusut masai dan mencekal sebatang tongkat bambu, berlari-lari masuk.
"Berhenti!" teriak Kat Hong seraya lepaskan pukulan Bu ing sin-kun.
Orang itu mendesak tertahan dan tersurut jatuh tiga langkah kebelakang.
Untunglah Ciok sam kong cepat menanggapi dan mengangkatnya sendiri
"Jangan melukainya!" seru Bwe Hong swat.
Ciok sam-kong tertegun dan melepaskan orang itu. Kemudian Bwe Hong swat


Wanita Iblis Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghampiri Orang tua itu dan menepuk bakunya yang terpukul Kat Hong, "Ah, seorang
tua yang bernasib malang. Dengan kepandaianmu ilmu pengobatan, kau termasyhur
didunia peisilatan dan banyak menolong orang, tetapi akhirnya kau mengalami nasib yang
begini celaka!" Walaupun Ciok sam kong luas pengalaman tetapi benar benar ia tidak kenal dengan
orang tua itu. Tanyanya, "Nona Bwe, siapakah orang tua itu?"
"Tabib Gan Leng poh yang termasyhur!" sahut Bwe Hong swat.
Ciok sam-kong terbeliak, "Ah, siapakah yang tak kenal tabib termasyhur itu! sungguh
tak nyana dia tak dapat mengohati diri sendiri," baru jago tua itu berkata sampai disitu,
tiba-tiba ia rasakan suatu aliran darah dari kedua kaki merangsang keatas sehingga
tubuhnya kesemutan. Kejutnya bukan alang kepalang. Buru buru ia berpaling ke arah
kawannya. Ternyata Tek Cin dan Cau Yan-huipun mengerut dahi menahan rasa kejut.
Jelas bahwa kedua kawannyapun menanggung rasa kejut seperti dirinya juga.
Berkata pula Bwe Hong-swat dengan nada lembut, "Ruang ini segera akan
melimpahkan bencana yang tidak mungkin dilawan Orang. Perasaan yang kalian alami itu
hanya pertanda akan datangnya bencana itu. Ah tiada seorang pun yang dapat hidup
nanti. Harap kalian lekas lekas pergi!"
si tabib yang gila, rupanya tidak mengerti apa yang di bicarakan mereka. Ia
menghampiri kesudut ruangan.
Kembali Ciok sam-kong mendengus perlahan, serunya, "Jika memang sungguh
menghendaki kami pergi, harap nona membebaskan urat nadi kami yang tertutuk."
Bwe Hong swat gelengkan kepala, "Akupun tak mampu membuka lagi urat nadi kalian
itu"." "Bagaimana?" Ciok sam kong terkejut.
Bwe Hong swat menghela napas panjang, "Benar-benar aku tak bohong. Dalam dunia
dewasa ini, tiada seorangpun yang mampu membuka lagi urat nadi yang sudah tertutup
itu. sekalipun Lo Hian hidup lagi, juga tak mampu. Yang kulakukan selama tadi, hanyalah
menutuk beberapa bagian penting untuk mengurangi penderitaan kalian di waktu luka itu
kambuh. Pertolongan itu hanya bersifat mengurangi penderitaan untuk sementara waktu.
sekali-kali bukan penyembuhan."
Ciok sam kong, Tek Cin dan Cati Yan-hui saling berpandangan. Teringat akan siksan
jika luka mereka kambuh, wajah mereka tampak pucat.
"Tetapi bukan tiada putus dayanya, " tiba-tiba Bwee Hong swat berkata.
"Harap nona mengatakan, " serentak Ciok sam-kong meminta.
"Segala ilmu kepandaian apa saja, harus dilatih dengan kecerdasan, kekuatan dan
kegiatan sehingga baru dapat mencapai kesempurnaan"."
Nona ita merenung sejenak lalu melanjutkan berkata, "Akan kuajarkan kalian tentang
ilmu membuka uratnya secara lisan. Dan kalian lakukan waktu selama dua belas jam.
Adakah tenaga dalam kalian mampu menyebutkan urat nadi kalian, tergantung dari
tingkat kepandian kalian masing masing "
Bwee Hong swat segera mengucapkan ilmu pelajaran itu. setelah itu kembali ia
menyuruh mereka lekas tinggalkan tempat itu, "Tenaga pembunuh yang tak mungkin
dilawan, segera akan tiba. Jika terlambat, mungkin kalian takkan dapat tinggalkan ruang
ini!" katanya dengar nada ramah.
Ciok sam-keng menghaturkan terima kasih.
"Tak perlu berterima kasih, yang penting kalian harus lekas lekas pergi dari sini!" kata.
Bwee Hong wat seraya berputar diri.
"Masih ada suatu kandungan hati yang mengganjal dalam perasaan. Jika tak kukatakan
tentu menjadi duri dalam sanubari," tiba tiba Ciok sam-kong berkata.
"Apakah itu?" Bwe Hong swat berpaling.
"Jika nona tahu ruangan ini bakal tertimpah bencana maut yang tak mungkin dilawan
manusia, mengapa nona tak mau pergi?"
Bwe Hong swat tersenyum, "Jika hidup dalam dunia hanya banyak menanggung duka
nestapa, bukankah lebih beik mati!"
Ciok sam kong tertegun, serunya, "Nona masih muda belia, mengapa mengucap katakata
begitu" Dalam usia nona yang begitu muda tetapi sudah msmiliki kesaktian yang
sedemikian hebat, kelak tentu dapat mengangkat nama di dunia persilatan."
"Ai, nama dan pangkat, apakah artinya" Bukankah tak sedikit tokoh-tokoh yang
termasyhur akhirnya akan mengalami akhir hidupnya dalam kesepian. Tetapi herannya,
mengapa banyak sekali manusia yang tergila gila dengan pangkat dan kemasyhuran
nama!" Ciok sam kong menunduk, memandang jenggotnya yang putih, "Ucapan nona itu
benar-benar suatu pelita yang menerangi batin orang. jika cona berkeras hendak tetap
berada disini, terpaksa kamipun tak berani mencegah."
Jago tua itu tiba-tiba hilang ambisinya untuk mengejar kemasyuran nama. Ia amat
memperhatikan sekali akan keadaan Bwe Hong-swat.
"Sudahlah, tak perlu menasehati aku. silahkan pergi!" kata Bwe Hong swat
sesungguhnya dibalik sikap dan bicaranya yang dingin, Bwe Hong-swat mempunyai hati
nurani yang lembut. sejak kecil, ia telah mengalami pertumpahan darah yang menimpa
keluarganya. Kemudian dibesarkan dalam lingkungan Beng-gak yang ganas. sekalipun
begitu. ia tetap membekas bayang-bayang pribadi ibunya yang berbudi. Tadi karena melihat
Pui Siu-lam bersikap dingin kepadanya, hatinya seperti terhempas dalam keputusan asaan.
Baginya hidup itu hampa. Dan seketika timbullah keputusannya untuk mencari kematian.
Ciok sam-kong berpaling dan mengajak Cau Yan hui tinggalkan ruangan itu. Ketika tiba
diambang pintu, tiba tiba jago tua itu teringat bahwa Kat Hong dan sitabib Gan Len poh
masih berada dalam ruangan. Buru-buru ia berpaling lagi, "Saudara Kat, dengan
kesaktiannya mungkin nona Bwe mampu melawan bahaya. Tetapi jika engkau ikut tinggal
disini, berarti membuang jiwa dengan sia sia. Hayo, ikutlah kami! Asal dapat keluar dari
Telaga darah ini, menilik kepandaian yang engkau miliki sekarang ini, dalam waktu empatlima
tahun, engkau tentu akan menggetarkan dunia persilatan,"
"Terima kasih atas perhatian lo cianpwe,"
kata Kat Hong dengan memberi hormat, "tapi aku akan tetap disini menemani nona
Bwe!" Ciok sam-kong tertegun. Ia berpaling ke arah Tek Cin- "Ai, benar benar kita hidup
dengan sia-sia" "Mengapa?" tanya Tek Cin.
"Seumur hidup, aku tak pernah mencintai seseorang. Yang kualami hanya bertempur
saja, mengikat permusuhan."
"Benar," sahut Tek Cin, "memcng yang kita alami hanya bunuh dan pembunuhan. Yang
kita lintasi hanya lorong lorong maut. Tetapi jika kita renungkan dengan sungguh
sungguh, tindakan kita itu tidak menguntung diri sendiri tidak pula menguntungkan lain
orang. Ai. kecewa- Hanya membunuh seumur hidup!"
Kedua tokon tua itu rupanya seperti menyadari perjalanan hidup selama ini. Cau Yan
hui menghela napas panjang, "Marilah kita mengajak Gan Leng poh keluar!"
"Tak usah," kata Bwe Hong swat, "dia sudah gila. sekalipun menolongnya juga hanya
kesengsaraan yang dialami. Lebih baik biarkan dia mati."
Ketiga tokoh itu terpaksa menurut. setelah memberi selamat tinggal, mereka keluar dan
ruangan itu. Kini yang tinggal hanya Bwe Hong swat, Kat Hong dan sitabib Gan Leng poh yang gila.
sekalipun disudut ruang terdapat dua orang yang masih hidup, tetapi karena jalan darah
mereka tertutuk, mereka tak dapat berkutik.
setelah ketiga tokoh itu pergi, Kat Hong menghampiri Bwe Hong swat. Ditatapnya
wajah dara itu tanpa berkata sepatahpun juga.
"Mengapa kau melihat aku begitu rapat" tegur nona itu seraya melangkah kegudut
ruang dan duduk bersemedhi.
Kat Hong tersenyum dan mengikuti, "Apakah yang akan menimpa ruangan ini" Apakah
orang tentu akan mati kalau berada di sini?"
"Semacam arus tenaga yang gaib. Mungkin tiada seorangpun yang dapat memecahkan
kegaiban itu. sekalipun sakit, juga tak mungkin dapat melawannya. Lebih baik kaupun
pergi saja!" "Benarkah itu?"
"Perlu apa aku membohongi mu!"
Kat Hong berputar tubuh dan melangkah kepintu lalu keluar.
"Hm, pepatah kuno mengatakan bahwa semut sekalipun, juga temaha hidup. Rupanya
kata-kata itu memang benar, Dihadapan Cio-sam-kong bertiga, dia mengatakan akan
tetap tinggal disini. Tetapi buktinya dia ngacir juga " diam diam Bwe menilai tindakan Kat
Hong. Tiba tiba Kat Hong menutup pintu dan balik kembali kedalam ruangan dan duduk
bersila berhadapan dengan Bwe Hong-swat.
Nona itu terkejut sekali. Buru-buru ia pejamkan mata. Tetapi hatinya tetap masih belum
tenang. Pada detik-detik menunggu kematian banyak nian hal-hal yang melalu lalang di
benaknya. Bahkan hal hal yang sebelumnya belum pernah terpikir olehnya.
Dia kuatir Kat Hong benar benar akan menunggunya dan bersama-sama menghadapi
kematian. Jika peristiwa itu benar-benar terjadi, pasti akan menimbulkan buah tutur
orang. Tetapi ia pun tak menghendaki Kat Hong pergi meninggalkan dia, apa lagi disaat
menghadapi kamatian yang sunyi".
Tiba-tiba Kat Hong menghela napas panjang, "Sayang dalam kehidupan manusia itu,
hanya mengalami kematian satu kali. sehingga tak dapat menceritakan kepada orang
bagaimana rasanya mati itu"."
Goyah juga ketenangan Bwe Hong swat. Ia membuka mata dan tertawa dingin, "Kalau
takut, pergilah. siapa suruh engkau tinggal disini!"
melihat makin marah, dara itu makin cantik. Kat Hong termangu-mangu. Kemudian
tersenyum, "Seorang yang berwajah cantik, walaupun, marah atau tertawa tetap akan
memikat hati." "Engkau mengoceh apa" Jika membangkitkan kemarahanku, kubunuhmu lebih dulu!"
teriak Bwe Hong-swat dengan murka.
"Jika takut mati, tak mungkin aku berada disini menemanimu. Ai, hanya kandungan
rangkaian hati yang membuat hatiku galisah!"
"Rangkaian hati apa?"
"Kesatu, sebelum mati aku tak dapat berjumpa dengan saudara untuk mengucap
beberapa patah kata perpisahan"."
"Yang kedua?" "Yang kedua, mempunyai hubungan dengan nona. Kulihat engkau, baik berduka,
maupun marah, tetap menarik. Tetapi selama ini tak pernah kunikmati bagaimana kalau
engkau tertawa. Untuk itu aku puas mati!"
Bwe Hong swat tertegun, serunya marah, "Engkau benar-benar rendah akhlak"."ia ber
bangkit terus pindah kelam sudut.
Tetapi Kat Hong tetap mengikuti lagi.
"Kalan tak mau tertawa, akupun takkan memaksa. Mengapa nona marah-marah
begitu?" Bwe Hong swat menampar, "Enyah engkau, dengan mendekati aku!"
Piak". Kat Hong terhuyung tiga langkah kebelakang. separoh pipinya bengap dan
membekas telapak jari sinona.
Tidak menghindar, tidak menangkis dan tidak pula marah, kebalikannya Kat Hong
malah tertawa cengar cengir dan menjauh beberapa langkah, "Jika nona benci padaku,
baiklah aku takkan mengganggumu lagi."
Diam-diam Bwe Hong swat menghela napas-"Dia sedemikian besar menaruh hati
padaku. sehingga tak menghiraukan mati hidup. suatu sikap yang jauh berbeda sekali
dengan Pui siu-lam sayang aku sudah mengikat sumpah dengan Siu-lam sehingga dalam
kehidupan sekarang ini, aku sudah menjadi milik keluarga Pui. Bagaimana aku dapat
menerima curahan hati orang lain"."
Makin merenungkan hati Bwe Hong-swat makin gelisah. Buru buru ia mengerahkan
semangat untuk menenangkan hatinya.
Entah berselang beberapa lama, tiba tiba Bwe Hong-swat rasakan sekujur tubuhnya
kesemutan. Buru buru ia loncat bangun. Kat Hong pun loncat bangun juga. sedang si tabib
gila Gan Leng-poh melonjak lonjak seperti orang menginjak papan besi.
sambil kerahkan tenaga murni, Bwe Hong-swat melayang kebumi. seketika ia rasakan
suatu aliran hawa panas merangsang ketubuh sehingga terasa kesemutan. Tetapi dia
sudah bertekad mati. Dengan kerahkan semangat, ia tegak mematung dan membiarkan
aliran itu merayapi tubuhnya.
Tetapi rupanya Kat Hong tak kuat menahan aliran tenaga itu. Ia loncat kssamping Bwe
Hong swat, "Nona, kita segera akan mati!"
Bwe Hong-swat hanya mendengus tak mengacuhkan.
Kembali Kat Hong berulang kaiia melonjak-lonjak, serunya, "Nona, Bwe, maukah
engkau tertawa untukku?"
Rupanya aliran tenaga itu makin lama makin keras sehingga tubuh pemuda itu
menggigil. Kata katanya bergetaran.
sedang disana, sitabib gila Gan Leng poh pun meraung raung memekikkan telinga.
Kepala Kat Hong bercucuran keringat. Wajahnya pucat lesi, napas terengah engah
seperti kerbau disembelih. Tetapi matanya memancar sinar harap kearah Bwe Hong swat.
Akhirnya runtuhlah benteng imam Bwe Hong swat, pikirnya, "Beberapa kejab lagi, kita
akan terbakar hangus oleh aliran aneh ini. Untuk memberinya sebuah senyuman kiranya
tiada halangan"."
Terdorong oleh rasa kasihan, khirnya Bwe Hong-swat tertawa kepada pemuda itu".
Melihat itu berteriaklah Kat Hong dengan penuh gelora, "Dalam saat menjelang maut
mendapat hantaran senyum manis dari nona, hatiku bahagia sekali. Ah, hidup itu penuh
dosa, nona Bwe, aku hendak mendahului"."
Habis berkata Kat Hong mengangkat tangan kanan. Pada saat ia hendak menghantam
ubun-ubun kepalanya sediri tiba tiba tubuhnya dibentur suatu tenaga dahsyat sehingga
terlempar ketempat Bwe Hong swat.
Kiranya yang membentur Kat Hong itu adalah sitabib gila Gan Leng-poh. Bwe Hongswat
menyambut dengan dorongan agar tubuh pemuda itu tertahan. Tetapi celaka,
tenaganya habis karena terhapus tenaga ajaib itu. Ia terbentur tubuh Kat Hong dan
pemuda itu tergelincir kesamping, membentur dinding ruang.
Buru buru Kat Hong loncat mundur. sebelah kakinya menginjak sebuah batu yang
menonjol. Wahai! tiba tiba tenaga gaib dari tanah itu lenyap seketika. Buru buru Kat Hong
mengawasi kebawah batu yang diinjaknya itu Hal kiranya dibawah kakinya itu terdapat
sebuah botol porselen penuh berisi pil.
Dalam pada itu, Bwe Hong-swat yang terlanda tubuh Kat Hong tadipun membentur
dinding ruangan. Berlainan dengan Kat Hong yang secara tak sengaja telah menginjak
batu menonjol sehingga aliran tenaga gaib itu lenyap.
Dinding yang dibentur Bwe Hong Swat itu malah lebih keras aliran tenaganya ajaib.
Tubuh nona itu basah kuyup dengan keringat wangi.Alisnya menegak, Rupanya ia sedang
berjuang menahan penderitaan yang hebat.
Melihat itu Kat Hong loncat ke samping Bwe Hong swat dan ulurkan tangan hendak
memeluknya. "Jangan menjamah aku!" bentak Bwe Hong swat seraya menampar.
Karena sudah pernah merasakan betapa sakitnya tangan sinona, kali ini Kat Hong tak
mau menerima lagi. Ia lepaskan cekalannya dan loncat mundur. sebelumnya ia sudah
memperhitungkan jaraknya maka dengan tepat ia loncat menginjak botol obat tadi.
Melihat kearah Bwe Hong swat, dihadapinya nona itu tengah pejamkan mata. Mukanya
basah bersimbah peluh. Tetapi nona itu keras sekali hatinya. Sepatahpun ia tak merintih.
MMelihat keadaan nona itu, timbullah rasa kasihan Kat Hong. Setelah memperhitungkan
letak beberapa jalan darah Hun hiat(pingsan) di tubuh nona itu. sekonyong konyong ia
loncat dan secepat kilat menutuk jalan darah pemingsan Bwe Hong swat. lalu menarik
tubuhnya kedalam pelukan dan loncat mundur keatas botol obat itu pula.
Saat itu si tabib gila Gan Leng Poh melonjak lonjak semakin cepat. Tongkahnya tak
ubah seperti semut diatas kuali panas.
Kat Hong kasihan melihat keadaan tabib itu tapi apa daya. Botol pil yang dapat
menghentikan hamburan tenaga ajaib itu hanya cukup hanya diinjak sebelah kaki.
Membopong Bwe Hong swat dan berdiri dengan sebelah kaki diatas botol itu, sudah cukup
payah. Apalagi harus menolong si tabib. Akhirnya dengan hati yang tersayat, ia terpaksa
melihati saja keadaan si tabib yang menderita siksaan.
Kat Hong menunduk. Dilihatnya Bwe Hong swat masih meram. Tetapi keringatnya
berkurang. Suatu penanda bahwa nona itu sudah tak menderita sakit lagi. Hanya karena
tertutuk jalan daranya ia masih pingsan.
Tabib Gan Leng Poh menjerit-jerit makin keras. Ia seperti kerbau gila yang mengamuk.
Melonjak-lonjak berputaran keseluruh ruangan.
Karena lama berdiri dengan sebelah kaki menginjak botol, akhirnya Kat Hong rasakan
kakinya linu, Ia loncat untuk berganti kaki yang satu. Krek". karena diinjaknya keliwat
berat, botol obat itu pecah. Obat dalam botol itu berhamburan menumpa kelantai.
saat itu tenaga Gan Leng Po habis dan rubuhlah tabib itu ketanah. Untuk mengurangi
rasa sakit yang menyerang dadanya, ia bergeliatan dan tangannya meregang regang
menyambar mencengkram kian kemari.
Tiba tiba tangan tabib itu meyambar dua butir pil. Tanpa mengacuhkan suatu apa pil itu
terus ditelannya". Kat Hong melihat kaki dan tangan si tabib masih meregang regang. Tapi makin lama
makin lemah. Rupanya tabib itu sudah habis tenaganya dan tengah meregang jiwa.
Pemuda itu kasihan. Diam diam ia berfikir, "Setelah botol porselen pecah, aku malah dapat
berdiri dengna enak. Jika pecahan botol ini dapat ku pencar sehingga dapat ku injak
dengan kedua kaki, tentu mudah menolong tabib itu.
Cepat ia melaksanakan rencananya. Ia loncat, ketika kaki kanannya akan melambung,
ia sempat menyepak botol pecah dan berhasillah pecahan botol itu diserakkan. Ketika
turun kelantai, kedua kakinya dapat berdiri diatas pecahan botol.
"Gan lo cianpwe, apakah engkau dapat bergerak" Jika engkau dapat berguling kemari,
aku dapat menolongmu!" serunya.
Gan Leng poh mengangkat kepala, memandang pemuda itu. sekonyong ia loncat
menerjang Kat Hong.

Wanita Iblis Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kat Hong tertawa. Ia tak mau menyingkr melainkan maju songsongkan tangannya
menyambar sitabib. Gerakkan Gan Leng poh yang tampaknya dahsyat itu ternyata tidak bertenaga. Dengan
mudah Kat Hong dapat menangkapnya
suatu keajaiban terjadi. Tabib yang gila itu rupanya telah pulih kesadaran pikirannya
sejenak ia memandang Kat Hong lalu pejamkan mata berdiam diri.
Kini Kat Hong memanggul dua tubuh, Bwe Hong Swat dan Gan Leng Poh. Entah berapa
lama dalam keadaan begitu, akhirnya Kat Hong rasakan kedua lengannya linu. Terpaksa ia
letakkan Gan Leng poh loncat bangun terus menerjang pintu. Begitu tiba dimuka pintu, ia
loncat menghantam pintu batu. Uh". tabib itu mendengus. Tangannya membal sendiri. Ia
mendorong, tetapi pintu itu sedikitpun tak berkisar. Ternyata pintu mempunyai alat
penutup dari luar. Bisa didorong masuk tetapi tak dapat didorong keluar.
Karena tak berhasil membuka pintu, Gan Leng poh mengisar kaki dan berseru, "Heran,
mengapa tenaga gaib itu tak terasa lagi?"
Mendengar itu, Kat Hong mencobakan sebelah kakinya untuk menginjak tanah. Hai,
benar! Tenaga ajaib itu sudah tak terasa lagi. Buru buru ia membuka jalan darah Bwe
Hong swat. Begitu membuka mata, Bwe Hong swat meronta dari pelukan Kat Hong dan
menegurnya dingin: Mengapa engkau memeluk aku?"
Menolong tidak mendapat terima kasih kebalikannya malah mendapat teguran tajam,
tentu buat Kat Hong terbeliak kesima.
Tiba tiba Gan Leng-poh loncat menerjang Bwe Hong swat seraya berteriak,
"Kembalikan peta Telaga darah itu!"
Bwe Hong-swat menghindar kesamping, "Saat ini engkau sudah berada di Telaga
darah, perlu apa engkau menghendaki peta itu lagi!"
Rupanya setelah "dibakar" oleh tenaga ajaib dalam ruangan itu, kesadaran pikiran
sitabib pulih kembali. Ia mamandang kesekeliling. serta melihat ketiga buah patung imam
berjenggot panjang, serta merta ia berlutut memberi hormat.
Melibat, gerak tabib itu sudah menyerupai Orang waras, heranlah Bwe Hong-swat
dibuatnya. Pikirannya, "Dunia memang penuh dengan benda-benda ajaib. Tenaga gaib
dalam ruang ini malah dapat menyembuhkan penyakitnya gila"."
"Gan locianpwe, siapakah ketiga patung berpakaian paderi itu?" tanya Kat Hong.
setelah memberi hormat, tabib itu ber diri. Ia menjawab dengan nada serius, "itulab
Patung guruku Lo Hian."
"Selamat, lo cianpwe," Kat Hong tertawa nyaring, "apakah penyakitmu sudah sembuh?"
Gan Leng poh memberi hormat kepada pemuda itu, "Budi pertolongan saudara, takkan
kulupa selama-lamanya"."
Diam-diam Kat Hong membatin, "Jika tak ada botol obat milikmu yang jatuh dilantai itu,
mungkin akupun tentu sudah mati hangus. Entah siapa yang menolong kau menolong aku"
atau aku menolongmu"."
Kemudian la menyatakan, "Ah. tak perlu lo cianpwe berterima kasih kepadaku"
"Selama hidup, aku selalu mengutamakan budi dan dendam. Budi yang engkau
lepaskan kepadaku itu, tentu akan kubalas"." kata sitabib lalu beralih memandang Bwe
Hong swat, serunya pula, "Karena dalam ruang ini terdapat patung almarhum suhuku Lo
Hian maka apa yang termaksud dalam peta itu ternyata memang benar."
"Memang!" sahut Bwe Hong swat singkat.
"Kembalikan petaku itu dan kuhapus segala perbuatanmu yang lalu!" teriak Gan Leng
poh. "Engkau toh sudah didalam Telaga darah mengapa masih memerlukan peta itu?" kata
Bwo Hong-swat pula. "Hendak kuteliti tanda tanda dalam peta itu untuk mencari tempat peninggalan
mendiang suhu!" Bwe Hong-swat menggelengkan kepala, "Adalah gara gara peta itu sehingga engkau
menjadi gila. saat ini baru saja engkau sembuh, mengapa engkau meributkan peta itu
lagi" Ah"."
Gan Leng-poh tertawa nyaring, "Jika dapat menemukan peninggalan suhu, dalam
sepuluh tahun saja, selain merebut kembali namaku yang jatuh itu, aku tentu akan
menjagoi dunia persilatan."
Bwe Hong swat mendengus dingin, "Baik, tak perlu engkau meminta peta itu. Akan
kubawamu ketempat penyimpanan Lo Hian."
"Bagus, bagus!" teriak Gan Leng poh.
"Jangan bergirang dulu," kata Bwe Hong-swat "tempat itu sudah dikepung oleh jago
jago sakti. Dikuatirkan sebelum mendapatkan benda-benda warisan Lo Hian, engkau
sudah kehilangan jiwamu!"
sejenak Gan Leng poh tertegun lalu minta nona itu mengantarkan kesana.
"Hm, jika engkau memang cari mati, apa boleh buat." kata Bwe Hong-swat seraya
membuka pintu dan melangkah keluar.
Dilihatnya Ciok sam kong, Cau Yan hui dan Tok Cin tengah duduk bersila ditengah
lorong. Rupanya mereka sedang bersemedhi untuk mengohati lukanya.
Ciok sam konglah yang lebih dulu mengetahui kemunculan Bwe Hong swat. Ia bangun
dan memberi hormat, "Seperti yang kuduga, benar juga nona tak kurang suatu apa!"
"Aku tak senang karena hidup!" dengus Bwe Hong swat seraya lanjutkan langkah.
Ketiga tokoh itu segera mengikuti dibela,kang Bwe Hong swat. Ternyata dara itu
menuju keruang tempat penyimpanan benda benda peninggalan Lo Hian.
Tampak Ceng Hun totiang tegak berdiri berhadapan dengan si nona baja merah.
Pedangnya melurus ke muka dada.
Tubuh kedua orang itu sama berlumuran darah Rupanya pertempuran yang mereka
lakukan hebat sekali sehingga keduanya menderita luka.
sedang si dara Hian song duduk disudut ruangan dan tengah melekatkan tangan
kanannya kepunggung Siu-lam. Muka dara itu bersimbah peluh seperti Orang yang tengah
memikul beban berat. Melihat pemandangan itu, Bwe Hong-swat kerutkan dahi. Ia menunjuk kearah
tumpukan kitab diatas meja dan berseru kepada sitabib Gan Leng-poh, "Benda benda itu
peninggalan Lo Hian berada dimeja itu, ambillah sendiri!"
sejenak tabib itu melirik Ciok sam-kong dan kawan kawannya lalu masuk kedalam
ruangan terus menghampiri meja.
"Berhenti!" tiba tiba si nona baju merah membentak seraya menusukkan pedang.
Gan Leng poh loncat menghindar kebelakang Bwe Hong swat tertawa mengikik lalu
berpaling kepada Ciok sam kong dan kawan-kawannya, "Siapa diantara kalian yang
hendak mengambil barang peninggalan Lo Hian, silahkan ambil sendiri"."
Ia tertawa dingin lain, "Ceng Hun totiang dan ji suci sudah sama sama menderita luka
parah. Mereka tentu tak mampu lagi hendak melindungi kitab itu. Gan Leng poh baru
sembuh dari penyakitnya gila, sukar bertempur lama"."
ia memandang Tek Cin, serunya, "Kalian bertiga sekalipun berilmu tinggi tetapi sayang
baru sembuh juga. Jika harus bertempur keras, luka kalian dikuatirkan akan kambuh lagi.
sedang nona baju hitam itu (Hian song) sedang berusaha untuk membuka jalan darah
seng si hian kwan dari subengnya (Siu-lam). sudah tentu akan mati karena kehabisan
tenaga. Dia benar benar tak tahu diri. Dalam detik detik berbahaya seperti saat ini,
menghamburkan tenaga dalamnya untuk hal yang sebenarnya kurang perlu dilakukan
pada saat segenting ini. Dan celakanya, suhengnya bakal ikut mati juga"."
Mata Bwe Hong swat kini beralih kepada Kat Hong, "Menilik gelagat saat ini, hanya
engkaulah yang mempunyai kesempatan besar untuk memperoleh barang barang
peninggalan Lo Hian."
Kat Hong gelengkan kepala, "Segala benda di dunia aku tak ingin. Aku hanya ingin
selalu berada disamping"."
Tergetar keras hati Bwe Hong swat, seru nya, "Perlu apa engkau ikut aku?"
"Mengabdikan diri dalam penghambaan"."
Bwe Hong swat tertegun, dampratnya, "Engkau benar manusia yang tak berguna!" ia
terus melangkah kemuka. Kat Hong tertawa dan mengikuti langkah si jelita.
Ciok sam kong batuk batuk, serunya "Saudara Tek, bagaimana tindakan kita sekarang?"
Belum Tek Cin menyahut, tiba-tiba Siu-lam, berseru, "Nona Bwe".!"
Bwe Hong swat seperti mendengar halilintar berbunyi diperut gunung. Gemetarlah
tubuhnya mendengar nada suara perlahan lahan ia berputar tubuh, serunya, "Engkau
masih ingat kepadaku?"
Hian song membesut peluh didahinya dan meminta agar siu-lam jangan bicara dulu.
sesungguhnya ketika mendengar panggilan siu-lam, Bwe Hong swat sudah kembali
hendak masuk kedalam ruangan. Tetapi ketika mendengar kata kata Hian-song, ia
berhenti diambang piatu. sedangkan saat itu Gan Leng poh tegak berdiri mencoba
menyalurkan tenaga dalam. Ketika merasa tenaga dalam masih ada, barulah ia loncat
menyelelinap dari samping si nona lalu menuju meja tulis.
Ceng Hun totiang tiba-tiba menyabetnya dengan pedang. Tetapi kali ini sitabib tak mau
menghindar. Ia menangkis dengan tongkatnya.
Walaupun menderita luka, tetapi tenaga Ceng Hun masih belum habis. Benturan itu
menyebabkao terjangan si tabib tertahan.
Ciok sam kong memandang tumpukan kitab pusaka diatas meja lalu memandang
kepada Bwe Hong swat. Diam-diam timbul pikiran lama dalam hati jago tua itu, "Rupanya
orang-orang yang berada dalam ruangan ini, sudah sama payah keadaannya. Jika kuajak
Tek Cin menyerang Bwe Hong swat yang pergi bersama Kat Hong itu tentu mudah
berhasil. Dengan begitu kitab peninggalan Lo Hian itu tentu akan jatuh kepada kami
berdua. Lalu dengan ajaran Bwe Hong-swat tentu dapat kusembuhkan lukaku. setelah
keluar dari neraka, didunia persilatan siapakah yang mampu menandingi kesaktianku"."
Karena hatinya girang, tanpa disadari mulut jago tua itu menyungging senyum sinis.
Dalam pada itu, setelah berhenti sejenak Gan Leng poh kembali menyerang Ceng Hun
lagi Adu tongkat dengan pedang itu telah berlangsung tiga empat jurus". Karena bernafsu
sekali untuk mendapatkan kitab-kitab itu, Gan Leng-poh tak menghiraukan keadaannya
yang baru sembuh. Dia lancarkan serangan dengan sepenuh tenaga.
Karena bertempur sekian lama, luka Ceng Hun mulai merekah lagi dan darahpun
mengucur lagi. Tetapi imam itupun tak peduli segala apa. la mainkan pedangnya untuk
melayani lawan. Dengan deras pedang dimainkan dan berhasil mendesak mundur Gan
Leng-poh. Mencuri kesempatan menarik pedang, Ceng Hun berseru nyaring kepada
kawan-kawannya, "Cau taysu. Ciok dan Tek locianpwe, aku telah menderita sembilan buah
tusukan pedang. Tenagaku sudah hampir habis. Mungkin dalam sepuluh jurus lagi,aku
tentu kalah"." Tring, tring, kembali ia gerakkan pedang menangkis pukulan tongkat si tabib yang maju
lagi. Kemudian .ia lontarkan dua buah serangan dan berhasil mengundurkan Gan Lengpoh.
Lalu ia berseru lagi, "Kitab peninggalan Lo Hian itu, ia penting sekali artinya bagi
hidup matinya golongan Putih dan Hitam didunia persilatan. Jika sampai jatuh kepada
Orang jahat, berbahaya sekali akibatnya." sinona baju merah itu berseru dengan angkuh,
"kedua duanya menderita luka. Kalian bertiga jika turun tangan tentu tak sukar untuk
mendapatkan kitab pusaka itu"."
Ceng Hun tak dapat melanjutkan kata katanya karena si tabib kembali menyerang
dahsyat. Melihat keadaan itu, Bwe Hong swat terlongong. Diam diam ia menghela napas,
pikirnya, "Orang orang itu temaha sekali hendak menguasai kitab-kitab peninggalan Lo
Hian. Mereka sangat bernafsu untuk menjadi tokoh terkuat di dunia persilatan. Biarlah
mereka saling bunuh membunuh sendiri dan mati disini. Pui siu-lam setitikpun tak
mempunyai perasaan kasih kepada ku dan tetap tak mengakui aku ini Orang keluarga Pui.
Perlu apa aku kesal hati mengurut mereka."
Baru ia hendak melangkah perti tiba-tiba Siu-lam membuka mata dan berseru lagi,
"Nona Bwe, aku hendak minta pertolongan sebuah hal, maukah engkau?"
Bwe Hong swat mendengus dalam hati, "Hm, benar- benar seorang suami yang tak
berguna. Masakan terhadap isterinya meratap ratap minta tolong"."
"Hal apa?" sahutnya dengan ramah. Akhirnya ia kasihan juga kepada siu-lam itu tetap
bersemi dan tumbuh subur.
Tiba tiba Hian song melengking mendampratnya, "Apakah engkau tak dapat bicara
yang baik. Mengapa nada suaramu engkau buat-buat sedemikian merayu" H m, tulung
budak!" Dahi Bwe Hong swat mengerut memancarkan napsu pembunuhan. Ketika ia hendak
balas mendamprat, tiba-tiba Siu-lam menghela napas dan berkata lagi, "Nona Bwe,
bakarlah kitab peninggalan Lo Hian itu!"
Bwe Hong-swat tertegun sejenak lalu mengiakan, " Baiklah!" Ia terus menghampiri ke
meja. Ciok sam-kong, Tek Cin dan Cau Yan hui tergetar hatinya. Mereka segera memburu.
Dan si nona baju merah yang tengah pejamkan mata dan berteriak, "Sam sumoay, apakah
engkau benar benar hendak menurut perintahnya membakar kitab kitab Lo Hian itu?"
"Ya!" sahut Bwe Hong-swat dengan mantap.
Tiba tiba sinona baju merah itu menggeliat dan menusukan pedangnya kepada Bwe
Hong swat. Bwe Hong swat tertawa dingin. Mengisar kesamping secepat kilat ia maju dan
menampar tangan si nona baju merah. Tring, pedang jatuh ketanah. Tanpa berpaling lagi,
Bwe HOng swat terus melangkah kemeja, menyulut korek dan mulai membakar sebuah
kitab bersampul merah".
Jilid 41 SEKONYONG KONYONG Gan Leng-poh meraung keras. Tinggalkan Ceng Hun totiang, ia
terus menyerbu Bwe Hong Swat. Tetapi cepat disambut Kat Hong dengan sebuah pukulan
Bu ing sin kun. Hek". karena tak sempat menjaga, tabib itu terpental mundur sampai beberapa
langkah dan akhirnya rubuh kelantai".
Ciok sam kong, Tek Cin, Cau Yan hui seperti disayat sembilu hatinya melihat Bwe Hong
Swat membakar kitab pusaka itu.
Betapapun hendak menahan perasaannya namun akhirnya Ciok sam-kong tak kuat lagi.
"Nona, kitab-kitab peninggalan Lo Hian ini, memang kemungkinan dapat membawa
bencana tetapi kemungkinanpun dapat mendatangkan kesejahteraan bagi dunia
persilatan. Hal itu tergantung pada orang yang mendapatkannya, membakar kitab kitab
itu, itu apakah engkau tak mengecewakan jerih payah Lo Hian yang berpuluh tahun
membuatnya dengan susah payah?"
Dengan sikap yang dingin. Bwe Hong-Swat tersenyum, "Apakah engkau ingin melihat
salah sebuah jilid?"
Ciok sam kong merenung sejenak lalu menjawab, "Sekali kali aku tak mempunyai
keinginan untuk mendapatkan kitab pusaka itu, sampai lenyap dari dunia"."
"Kalau engkau tak menghendaki sendiri, perlu apa engkau ribut ribut merasa sayang?"
kata Bwe Hong Swat. Ciok sam kong terkesiap, ucapnya, "Setiap orang tentu kepingin memiliki barang
pusaka, Apalagi kitab-kitab pusaka yang mengandung pelajaran ilmu sakti. Terus terang,
memang aku pun mempunyai rasa memikirkan juga, hanya saja"."
Bwe Hong-Swat menyambar sebuah kitab berkulit kuning dan di lemparkan kepada Ciok
sam-kong, "Jika engkau menginginkan, cobalah engkau ambil yang ini!"
Ketika menyambut kitab itu, kembali Ciok sam kong terlongocg. Diam diam ia
menggerutu, "Hem perangai budak perempuan itu memang sukar diduga orang"."
Melihat Ciok sam kong mendapat bagian sebuah kitab, irilah Tek Cin. Ia berbatuk-batuk
dan memberanikan diri berkata, "Nona, sudah lama kudengar nama Lo Hian, sayang tiada
rejeki bertemu muka. Tetapi jika beruntung melibat karyanya, hatipun puas juga"."
"Hai, engkau juga mau?" seru Bwe Hong Swat seraya menjemput sebuah kitab dan
dilemparkan kepada Tek Cin.
Cau Yan bui pun segera berseru, "Nona ingin juga"."
"Baik terimalah ini!"
Tiba tiba Gan Leng Poh loncat bangun dan berseru, "Akupun ingin sebuah!"
Bwe Hong Swat menyambar sejilid buku terus dilemparkan kepada tabib itu.
sinona baju merah tak ketinggalan, "Sam sumoay, mengingat kita tinggal seperguruan
dan terikat persaudaraan"."
"Tak usah bicara apa-apa, kau pun mendapat bagian sebuah!" tukas Bwe Hong Swat
seraya melemparkan sebuah kitab kearah sucinya. Kemudian ia berseru, "Siapa lagi yang
minta?" Ia mengulang beberapa kali tapi tiada seorangpun yang menyahut.
Ceng Hun Totiang melibat api makin menyala besar. Kecuali lima jilid kitab yang dibagibagikan
Bwe Hong Swat tadi, semua kitab yang berada diatas meja itu telah terbakar
semua. Tiba-tiba ketangan imam Ceng Hun luluh dan ia pun menghela napas.
"Bagus, sekalipun tidak semua terbakar, tetapi sebagian besar bencana sudah
lenyap"." habis berkata Ceng Hun Totiang terhuyung huyung dan rubuh.
setelah buku buku terbakar semua Bwe Hong Swat menghampiri ketempat Siu-lam.
Tampak kepala dan pakaian Hian Song basah kuyup bermandi peluh. sedang wajah Siulam
pucat lesi, tabuhnya menggigil.
Bwe Hong Swat menyadari bahwa kedua anak muda itu telah memasuki babak yang
berbahaya. sesungguhnya tenaga dalam Hian-Song belum cukup tapi dara itu tetap
memaksa diri untuk membuka jalan darah utama seng-si-hian-kwan ditubuh Siu-lam.
Akibatnya, darah dan bagian dalam tubuh pemuda itu menyusup kearah jantung dan paru
paru sehingga membahayakan jiwanya. sedang Hian Song sudah habis tenaga dan tak
kuat lagi bertahan".
setelah mengamati keadaan kedua anak muda itu beberapa jenak. Bwe Hong Swat
menutuk jalan darah dikepala Siu-lam lalu menampar punggung Hian-song. seketika Hian-
Song rasakan tenaga dalam yang dipancarkan ketubuh Siu-lam, bergelombang
mendampar balik kedalam tubuhnya lagi dan membanjir kearah kepala. Kepala pening,
mata berkunang kunang dan pingsanlah dara itu.
Ketika membuka mata, dara itu dapatkah dirinya bersandar kesebilah dinding ruangan
Siu-lam masih tetap duduk pejamkan mata seperti orang tidur pulas. Menilik desis
pernapasannya, pemuda itu sudah melalui keadaannya yang gawat.
sedang si dara baju putih Bwe Hong Swat tegak dihadapan kedua anak muda itu. Ciok
sam kong, Ceng Hun Totiang dan lain lainnya sudah tak tampak lagi. Kat Hong masih
berdiri dibelakang Bwe Hong Swat.


Wanita Iblis Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hian Song berbangkit bangun. Diam diam ia kerahkan tenaga untuk mencoba. Ternyata
tenaganya masih cukup. Bwe Hong Swat menghela napas, ujarnya "Sungguh tak kukira kau sedemikian cepat
sudah pulih kembali"." menunjuk kearah Siu-lam, ia melanjutkan, "Racun dalam tubuh
sudah hilang. setelah beristirahat beberapa Waktu, tentu akan sembuh. semua
peninggalan Lo Hian dalam Telaga Darah sini, sudah lenyap. Lorong di sebelah kanan,
adalah jalan-rahasia untuk keluar dari Telaga Darah ini. Menyusuri terowongan itu terus
biluk kekanan, tentu sudah berada diluar. Lekaslah bswa dia pergi."
Tiba-tiba timbul rasa malu dalam hati Hian song, serunya, "Kau sudah melepaskan budi
kepadaku. Akan kuingat dalam hati. Kelak pasti akan kubalas budimu itu!"
Tapi Bwe Hong Bwat tak mengacuhkan dan berbutar tubuh terus melangkah pergi.
Ketika memanggul Siu-lam dan melangkah beberapa tindak, Hian Song berhenti lalu
berseru lantang, "Kalau dalam Telaga Darah sini sudah tak ada apa apanya, mengapa kau
tak mau tinggalkan tempat ini?"
sahut Bwe Hong Swat dingin, "Ini bukan urusanmu, tak perlu kau mengurus!"
Hian Song mendengus, "Meskipun aku berhutang budi kepadamu tapi kau adalah
manusia yang paling kubenci"." dara itupun berputar tubuh terus lari keluar.
Bwe Hong Swat tak mau menghiraukan. Ia melanjutkan langkahnya pelahan lahan.
Rupanya Kat Hong gelisah. Maju dua langkah dibelakang Bwe Hong Swat, ia bertanya,
"Nona, sikapmu yang baik kepada mereka telah dibalas dengan dendam kebencian.
Mengapa tak menghabiskan mereka saja?"
"Dalam Telaga darah ini sudah tiada sesuatu yang menarik selera. Kitapun keluar," kata
Bwe Hong Swat tanpa menyinggung pernyataan Kat Hong itu.
"Kemana?" Kat Hong terkesiap.
"Mencari suatu tempat yang terpencil untuk meyakinkan ilmu silat," sahut Bwe Hong
Swat. "Ilmu silat apa?"
"Lo Hian telah meninggalkan banyak sekali ilmu kesaktian yang belum sempat
kufahami. Mencari tempat yang sunyi dan tenang untuk meyakinkan ilmu itu sampai
faham. Ah, almarhum Lo Hian telah meninggalkan pesan banyak sekali. Barang siapa yang
dapat mempelajari ilmu peninggalannya, dia harus melaksanakan pesannya itu"."
"Bukankah benda peninggalannya sudah terbakar habis semua?" Kat Hong heran.
Tiba tiba Bwe Hong twat berpaling dan tersenyum, "Tumpukan kitab-kitab itu walaupun
memang benar benar tulisan Lo Hian, tetapi hanya mengenai ilmu pelajaran yang tak
berapa nilainya. Ilmu kesaktian yang diciptakannya, tidak berada dalam tumpukan kitab
kitab itu".!" Meuhat Bwe Hong Swat teisenyum berseru, bagai kuntum bunga mekar dipagi hari itu
Kat Hong terlongong-longong.
Rupanya Bwe Hong Swat mengetahui bagaimana perasaan anak muda itu kepadanya.
Buru-buru ia kerutkan wajah dan berkata dengan diingin, "Engkau seorang manusia yang
tidak bersih hati"."
Merahlah muka Kat Hong. Ia tundukkan kepala. Ia tetap berjalan dengan kepala
menunduk ketika terdengar Bwe Hong-Swat lanjutkan langkahnya. Entah berapa lama dan
sampai dimana berjalan dengan cara itu, tiba tiba didengarnya Bwe Hong Swat berseru,
"Tunggulah aku disini. Aku hendak mengemasi beberapa barang kemudian baru kita
keluar!" Kat Hong mcngiakan. Tetapi ia tetap tak berani mengangkat mukanya.
Kira kira sepenanak nasi lamanya, terdengar Bwe Hong Swat muncul dan mengajaknya
keluar Kat Hong sudah kehilangan faham. Ia menurut saja apa yang diperintah nona si
jelita itu. Juga ia tak berani, bertanya apa apa kecuali mengikuti di belakangnya.
Beberapa waktu kemudian, Bwe Hong Swat berpaling dan hendak mengucap sesuatu
kepada Kat Hong tetapi tak jadi. Kemudian ia percepat langkahnya. Rupanya nona itu
faham benar dengan jalan-jalan disitu. Langkahnya sepesat orang lari.
Kat Hong tetap menundukkan kepala. Ia dapatkan langkah si nona makin lama makin
pesat dan akhirnya menyusup ke sebuah tikungan gelap gulita sehingga tak dapat melihat
jari jemarinya sendiri. Tiba-tiba Bwe Hong Swat berhenti. Karena mendadak sekali, Kat Hong tak sempat
hentikan langkahnya. Ia menubruk tubuh nona itu. Bukan kepalang kejutnya. Ia takut
kepada Bwe Hong-Swat. Waktu hendak meminta maaf, tiba tiba tebuah jari yang harum
menutup mulutnya "Jangan bergerak, ada orang kemari!" bisik Bwe Hong-Swat.
Ketika memagang telinga, benar juga. Kat Hong mendengar derap langkah yang halus
Kisah Para Pendekar Pulau Es 10 Maling Budiman Berpedang Perak Karya Kho Ping Hoo Kemelut Blambangan 2
^