Pencarian

Kembalinya Pendekar Rajawali 23

Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Sin Tiaw Hiap Lu Karya Chin Yung Bagian 23


Sambil mendongak Lik-oh mengikuti sang ibu yang dikerek ke atas itu.
meski yakin sebentar lagi Nyo Ko pasti akan menurunkan lagi talinya untuk menolong dirinya.
namun berada seorang diri di dalam gua sekarang, mau - tak - mau ia menjadi gemetar dan takut.
Setelah mengerek Kiu Jian-jio keluar gua, ce-pat Nyo Ko melepaskan tali dari pinggang orang tua itu, lalu di ulur lagi ke dalam gua.
Girang sekali Lik-oh, ia ikat pinggang sendiri dengan tali kulit pohon itu, lalu ia sendal tali itu beberapa kali sebagai tanda siap, segera terasa tali itu tertarik kencang, tubuhnya terus mengapung keatas.
Lik-oh melihat pohon kurma dibawah itu makin mengecil, sebaliknya titik2 bintang di atas sana makin terang, rasanya sebentar lagi dirinya pasti dapat keluar gua.
Pada saat itulah mendadak terdengar gertakan seorang, menyusul tali kulit pohon itu lantas mengendus tubuh Lik-oh terus anjlok ke bawah dengan cepat Terjatuh dari ketinggian ratusan meter itu, mustahil tubuhnya takkan hancur lebur" Keruan Lik-oh menjerit kaget, hampir saja ia pingsan, dirasakan tubuhnya terjerumus terus ke bawah, sedikitpun tak berkuasa.
Sungguh kejutnya tidak kepalang, ia tidak sempat memikirkan membalik tubuh untuk menghadapi musuh, tapi kedua tangannya bergantian dengan cepat menarik talinya, Namun segera terdengar angin menyamber, sebatang tongkat baja yang amat berat telah menghantam tubuhnya.
Dari suara samberan senjata itu Nyo Ko lantasr tahu penyerang itu ialah Hoat It-ong, dalam keadaan kepepet terpaksa ia gunakan tangan kiri untuk menangkis, ia berusaha mendorong tongkat lawan ke samping agar hantaman itu dapat dipatahkan Hoat lt-ong merasa dendam karena jenggot kesayangannya kena dikacip oleh Nyo Ko, maka serangannya tidak mengenal ampun.
Sekali putar tongkatnya membalik terus menyabet lagi ke pinggang Nyo Ko dengan sepenuh tenaga, kalau kena, maka tubuh Nyo Ko pasti akan patah menjadi dua.
Dalam keadaan cuma tangan kanan saja digunakan untuk menahan bobot tubuh Kongsun Lik-oh, ditambah lagi tali yang panjangnya ratusan meter itupun cukup berat, lama2 terasa payah juga bagi Nyo Ko.
Ketika melihat tongkat musuh menyamber tiba pula, terpaksa ia gunakan tangan kiri pula untuk menahannya.
Di luar dugaan bahwa samberan tongkat Hoan It-ong sekali ini sungguh luar biasa dahsyatnya, begitu tangan kiri Nyo Ko menyentuh tongkat, seketika tubuhnya tergetar, tangan kanan menjadi kendur, tali yang dipegangnya terlepas, tanpa ampun tubuh Lik-oh terus anjlok ke bawah dengan cepat.
Di dalam gua itu Lik-oh menjerit kaget, di luar gua Nyo Ko dan Kiu Jian-jio juga berteriak kuatir, Nyo Ko tidak sempat memikirkan lagi serangan tongkat musuh, cepat tangan kirinya meraih, dengan setengah berjongkok ia berusaha memegang tali panjang itu, namun daya jatuh Lik-oh itu sungguh hebat sekali, bobot tubuh yang ratusan kati itu ditambah daya jatuhnya yang keras itu total jenderal bisa mencapai ribuan kati beratnya.
Ketika Nyo Ko berhasil memegang tali dan bertahan, segera iapun kena dibetot oleh daya anjloknya tubuh Lik-oh yang hebat itu, tanpa kuasa ia sendiripun ikut terjerumus ke dalam gua dengan terjungkir, kepala dibawah dan kaki di atas.
Meski sekarang ilmu silat Nyo Ko sudah mencapai tingkatan kelas satu, tapi lantaran tubuh terapung di udara, pula daya turun tubuh Lik-oh itu se-akan2 membetotnya kebawah, maka ia menjadi mati kutu, kecuali ikut jatuh ke bawah, kepandaiannya sedikitpun tak dapat di keluarkannya.
Menyaksikan kejadian itu, sungguh rasa kaget dan kuatir Kiu Jian-jio tidak kurang dari pada Nyo Ko dan Lik-oh.
Karena dia lumpuh, ilmu silatnya sudah punah, sama sekali ia tak dapat berbuat apa2 dan cuma kuatir belaka.
Dilihat tali yang panjangnya beratus meter itu masih terus melorot dan makin pendek, asalkan tali itu ha-bis, maka riwayat Nyo Ko dan Kangsun Lik-oh juga tamat Karena tali itu hampir habis terserot ke dalam gua, saking kerasnya tertarik oleh bobot tubuh Nyo Ko dan Lik-oh, mendadak bagian tali yang masih tersisa belasan meter itu beterbangan menyebar kesamping Kiu Jian-jio.
Tergerak pikiran nenek itu, ia pikir keparat cebol itu telah membikin celaka anak perempuannya, biarlah ku-bikin kau mampus juga.
Sungguh hebat daya jatuh Lik-oh dan berat tali ratusan meter itu, sehingga Nyo Ko ikut terjerumus jungkir balik ke dalam sumur.
Begitulah ia lantas incar tali itu, sebelah tangannya menyampuk pelahan, sampukan itu tak memerlukan banyak tenaga, tapi arahnya sangat tepat, ketika bagian tali itu menyamber ke sana, dengan tepat terus melilit beberapa putaran di pinggang Hoan It-ong.
Maksud tujuan Kiu Jian-jio sebenarnya ingin membikin Hoan lt-ong ikut terseret ke dalam gua dan mati terbanting, sebab ia merasa tidak dapat menyelamatkan jiwa putrinya, Siapa tahu si kakek cebol yang berwajah jelek ini ternyata memiliki tenaga sakti yang luar biasa kuatnya, ketika mendadak merasa pinggangnya terbelit tali dan mengencang, cepat ia menggunakan kepandaian Jian-kin tui ( ilmu membikin berat tubuh laksana ribuan kati ) untuk menahan geseran tubuhnya.
Namun gabungan bobot tubuh Nyo Ko bersama Lik-oh ditambah lagi daya anjlokan ke bawah yang maha dahsyat itu tetap menyeretnya ke depan selangkah demi selangkah menuju mulut gua, tampaknya kalau dia melangkah lagi satu-dua tindak tentu dia akan ikut terjungkel masuk gua itu, Saking kagetnya ia pegang tali itu sekuat-kuatnya sambil ditarik kebelakang, bahkan disertai dengan bentakan menggelegar dan sungguh hebat, tali itu ternyata kena ditariknya hingga berhenti seketika.
Padahal waktu itu jarak Lik-oh dengan permukaan tanah hanya tinggal belasan meter saja, boleh dikatakan mendekati detik terakhir ajalnya, Maklumlah, justru daya anjlokan itulah yang paling berbahaya, biarpun sepotong batu kecil saja jika dijatuhkan dari tempat setinggi itu juga akan membawa kekuatan yang amat besar, apalagi bobot tubuh manusia.
Ketika Hoan It-ong berhasil menahan daya anjlokan itu dengan tenaga saktinya, maka bobot dua tubuh manusia ditambah tali panjang beratus meter yang seluruhnya paling2 cuma dua-tiga ratus kati saja boleh dikatakan tiada artinya lagi baginya.
Dengan sebelah tangannya segera ia hendak melepaskan lilitan tali pada pinggangnya itu dan akan menjerumuskan lagi kedua orang, Tapi sebelum dia sempat berbuat lebih banyak, se-konyong2 punggungnya terasa sakit sebuah benda runcing tepat mengancam pada Leng-tay-hiat dibagian tulang punggung, Suara seorang wanita lantas membentaknya pula: "lekas tarik ke atas!" Sekali Leng-tay tertusuk, segenap urat nadi putus semua ! Tidak kepalang kaget Hoan It-ong, "sekali Leng-tay-hiap tertusuk, segenap urat nadi putus semua" adalah istilah yang sering diucapkan gurunya di waktu mengajarkan ilmu Tiam-hiat padanya, artinya kalau Hiat-to yang dimaksud itu terserang, maka binasalah orangnya.
Maka Hoat It-ong tidak berani membangkang terpaksa kedua tangannya bekerja cepat untuk menarik Nyo Ko dan Lik-oh ke atas.
Tapi ketika menahan daya anjlokan tadi ia sudah terlalu hebat mengeluarkan tenaga, kini dada terasa sesak dan darah bergolak akan tersembur keluar, ia tahu dirinya telah terluka dalam, celakanya bagian mematikan terancam musuh pula, terpaksa ia berusaha mati2an menarik tali.
Dengan susah payah akhirnya Nyo Ko dapat ditarik ke atas, hatinya menjadi rada lega, seketika tangannya menjadi lemas, kontan darah tertumpah dari mulutnya, dengan lemas iapun roboh terkulai.
Karena robohnya Hoat It-ong itu, tali yang dipegangnya itu terlepas dan merosot lagi ke dalam gua.
Keruan Kiu Jian-jio terkejut, cepat ia berteriak "Lekas tolong Lik-ji!" Tanpa disuruh juga Nyo Ko lantas menubruk maju dan syukur masih keburu memegang tali itu, akhirnya Lik-oh dapat dikerek ke atas.
Mengalami naik turun beberapa kali di lorong sumur itu, Lik-oh seperti bercanda saja dengan maut, keruan ia pingsan saking ketakutan.
Cepat Nyo Ko menutuk Hiat-to Hoan It-ong agar kakek cebol itu tidak dapat berkutik, habis itu barulah dia tolong Lik-oh, ia pijat Jin-tiong-hiat (antara atas bibir dan bawah hidung ) nona itu, tidak Iama nona itupun siuman.
Pelahan2 Lik-oh membuka matanya, ia tidak tahu lagi dirinya berada dimana sekarang, di bawah sinar bulan samar2 dilihatnya Nyo Ko berdiri di depannya dan sedang memandangnya dengan tersenyum simpul.
Tanpa tahan ia terus menubruk ke dalam pelukan pemuda itu sambil berseru: "O, Nyo-toako, apakah kita sudah berada di akhirat?" Sambil merangkul si cantik, dengan tertawa Nyo Ko menjawab: "Ya, kita sudah mati semua," Mendengar ucapan Nyo Ko itu mengandung nada kelakar, cepat Lik-oh mendongak untuk memandang muka pemuda itu, tapi segera dilihatnya pula sang ibu sedang menatap padanya dengan senyum2 aneh, ia menjadi jengah dan cepat melepaskan diri dari pelukan Nyo Ko.
Betapapun Nyo Ko sangat kagumi terhadap Kiu Jian-jio yang lumpuh itu tapi dapat mengatasi Hoan-It-ong untuk menyelamatkan jiwanya, segera ia bertanya: "Dengan cara bagaimana tadi engkau membikin kakek cebol ini mati kutu?".
Kiu Jian-jio tersenyum dan angkat sebelah tangannya, kiranya yang dipegangnya ada sepotong batu kecil yang ujungnya runcing.
Karena kepandaian Kongsun Ci adalah ajaran Kiu Jian-jio sendiri, sedangkan Hoan It-ong adalah murid Kongsun Ci, maka tidak heran kalau Hoan It-ong dibikin mati kutu oleh ancaman Kiu Jian-jio walaupun sebenarnya nenek itu tak bertenaga sama sekali.
Kini yang terpikir oleh Nyo Ko hanya keselamatan Siao-liong-li saja, sedangkan Kongsun Lik-oh dan Kiu Jian-jio sudah berada di tempat yang aman, Hoan It-ong juga sudah dibuatnya tak berkutik, segera ia berkata: "Harap kalian berdua menunggu sebentar, aku perlu mengantarkan Coat-ceng-tan lebih dulu.
" Kiu Jian-jio menjadi heran, tanyanya: "Coat-ceng-tan apa" Kau juga punya?" "Ya, lihatlah ini, bukankah ini Coat-eeng-tan tulen?" jawab Nyo Ko.
Lalu ia mengeluarkan botol kecil dan menuang pil yang berbentuk persegi itu.
Setelah mengambilnya dan diendus beberapa kali, Kiu Jian-jio berkata: "Betul, inilah Coat-ceng tan, Mengapa obat ini bisa berada padamu" Kau sendiri terkena racun bunga cinta, mengapa pula kau tidak meminumnya sendiri?" "Soal ini cukup panjang untuk diceritakan.
" ujar Nyo Ko, "nanti setelah kuantarkan obat ini akan kuceritakan kepada Locianpwe.
" Habis itu ia terima kembali obat itu terus hendak melangkah pergi.
Sedih dan prihatin pula hati Lik-oh, dengan perasaan hampa ia berkata: "Nyo-toako, kalau ayahku merintangi kau, kukira kau harus mencari suatu akal yang baik.
" "Kembali ayah!" bentak Kiu Jian-jio, "Jika kau memanggjl dia ayah lagi, selanjutnya kau jangan memanggil ibu padaku," "Kuantar obat untuk menyembuhkan Kokoh yang keracunan itu, tentu Kongsun Kokcu takkan merintangiku," ujar Nyo Ko.
"Tapi kalau dia menjebak dengan cara lain?" kata Lik-oh pula.
"Apa boleh buat, terpaksa kubertindak menurut keadaan," jawab Nyo Ko.
Kiu Jian-jio menjadi curiga melihat tekad Nyo Ko itu, segera ia bertanya: "Jadi kau perlu menemui Kongsun Ci, begitu?" Nyo Ko mengatakan tanpa sangsi.
"Baik, aku ikut kesana, mungkin dapat kubantu kau apabila perlu," kata Kiu Jian-jio Maksud tujuan Nyo Ko hanya ingin menyelamatkan Siao-liong-ii belaka dan tidak pernah memikirkan urusan Jain, sekarang mendengar Kiu Jian-jio ingin ikut, mendadak timbul setitik cahaya dalam benaknya, pikirnya: "Kalau saja isteri pertama Kokcu bangsat muncul mendadak, masakah dia dapat menikahi Kokoh lagi?" Sungguh girangnya tak terkatakan, Tapi tiba2 teringat puia: "Coat-ceng-tan hanya ada satu biji, meski dapat menyelamatkan jiwa Kokoh, diriku tetap tak terhindar dari kematian.
" - Berpikir demikian, seketika ia menjadi sedih pula.
Melihat air muka Nyo Ko sebentar gembira dan lain saat sedih, Lik-oh menjadi bingung, apalagi ayah-ibunya sebentar lagi bakal bertemu kembali dan entah bagaimana jadinya nanti, sungguh kacau benar pikirannya.
Sebaliknya Kiu Jian-jio tampak sangat senang dan bersemangat, ia berseru: "Hayo anak Lik, lekas gendong aku ke sana!" "Kukira ibu perlu mandi dulu dan berganti pakaian," ujar Lik-oh.
Sesungguhnya dia cuma takut menyaksikan adegan pertemuan kembali ayah-bundanya nanti, maka maksudnya sengaja mengulur tempo belaka.
Kiu Jian-jio menjadi gusar, omelnya: "Memangnya bajuku hancur dan badanku kotor begini karena perbuatan siapa" Apakah.
. . " Sampai disini, tiba2 teringat olehnya dahulu Toako Kiu Jian-li sering menyamar menjadi Jiko Kiu Jian-yim untuk menggertak orang di dunia Kangouw dan tidak sedikit tokoh persilatan yang mengkerut kena di-gertaknya.
Kini diri sendiri dalam keadaan lumpuh dan pasti bukan tandingan Kongsun Ci, sekalipun nanti berhadapan juga sakit hati sukar terbalas, jalan satu2nya hanya menyaru sebagai Jiko untuk menggertak Kongsun Ci, biar nyalinya pecah dan ketakutan setengah mati, habis itu barulah kuturun tangan menurut gelagat nanti, untungnya Kongsun Ci tidak pernah kenal Jiko, pula mengira diriku sudah mati di dalam gua bawah tanah itu, dia pasti tidak curiga.
Begitulah diam2 Kiu Jian-jio merencanakan cara menundukkan Kongsun Ci nanti, Tapi segera berpikir pula :"Sekian tahun menjadi isterinya, masakah dia akan pangling padaku?" Melihat si nenek ter-mangu2 ragu Nyo Ko dapat menerka sebagian apa yang dipikirkan orang tua itu, katanya kemudian: "Apakah engkau takut dikenali Kongsun Ci" Haha, jangan kuatir aku mempunyai sesuatu barang mestika.
" Segera ia mengeluarkan kedok kulit dan dipakai pada mukanya sendiri, benar saja wajahnya lantas berubah sama sekali, seram menakutkan tanpa emosi.
Kau Jian -jio sangat girang, cepat ia terima kedok kulit tipis itu, katanya: "Anak Lik, kau mendekati belakang perkampungan dan sembunyi dihutan sana, lalu kau menyusup kesana mengambilkan sehelai baju coklat serta sebuah kipas bulu, jangan lupa.
" Lik-oh mengiakan, lalu ia berjongkok dan menggendong sang ibu Waktu Nyo Ko memandang sekeiilingnya, kiranya mereka berada di atas bukit yang dikelilingi hutan yang lebat, perkampungan Cui-sinkouw tampak remang2 di sebelah bukit sana.
Sambil menghela napas Kiu Jian - jio berkata "Bukit ini bernama Le-kui-hong (bukit hantu) konon dipuncak bukit ini sering ada hantu yang mengganggu orang, maka biasanya tiada orang berani naik ke sini.
Tak tersangka bahwa kelahiranku kembali didunia ini justeru berada di bukit-ini.
" Segera Nyo Ko membentak Hoan It-ong untuk mengorek keterangannya: "Lekas katakan, untuk apa kau datang ke sini?" Meski berada dalam cengkeraman musuh, sedikitpun Hoan It - ong tidak gentar, ia balas membentak: " Tidak perlu banyak omong, lekas kau bunuh saja diriku!" "Kongsun Kokcu yang mengirim kau kesini, bukan?" desak pula Nyo Ko.
"Benar. " jawab Hoan It-ong dengan gusar, "Suhu memerintahkan aku memeriksa sekitar bukit ini untuk menjaga penyusupan musuh ke sini, Ternyata dugaan beliau tidak meleset, memang betul ada orang sedang main gila disini," Sembari bicara ia terus mengawasi Kiu Jian-jio, ia heran siapakah nenek botak ini, mengapa nona Kongsun memanggil ibu padanya" Maklumlah usia Hoan It-ong memang jauh lebih tua dari pada Kiu Jiang-jio dan Kongsun Ci, dia sudah mahir ilmu silat sebelum berguru pada Kongsun Ci, waktu masuk perguruan ia tidak pernah bertemu dengan Kiu Jian-jio karena sudah dijebloskan ke dalam gua bawah tanah oleh Kongsun Ci.
Tapi dari percakapan Nyo Ko bertiga Hoan It-ong yakin mereka pasti akan memusuhi sang guru.
Kiu Jian-jio menjadi gusar, dari nada ucapan Hoan It-ong dapat diketahuinya kakek cebol itu jelas sangat setia kepada Kongsun Ci, segera ia berseru kepada Nyo Ko: "Lekas binasakan dia daripada menanggung risiko dikemudian hari.
" Nyo Ko menoleh, dilihatnya Hoan It-ong tidak gentar menghadapi kemungkinan dibunuhnya, diam2 ia kagum akan sikapnya yang jantan itu, iapun tidak ingin membantah keinginan Kiu Jian-jio, maka katanya kepada Lik-oh: "Nona Kongsun, boleh kau gendong ibumu turun dulu ke sana, segera aku menyusul setelah kubereskan si cebol ini.
" Kongsun Lik-oh kenal pribadinya Toa-suheng-nya yang baik itu, ia tidak tega melihat Hoan It-ong mati konyol, maka ia mohon ampun: "Nyo-toako.
. . " "Lekas berangkat.
. . lekas!" mendadak Kiu Jian-jio menyentaknya dengan gusar, "Apa yang kukatakan selalu kau bantah, percuma punya anak perempuan seperti kau.
" Lik-oh tak berani bicara Iagi, cepat ia menggendong sang ibu dan turun dari bukit itu.
Nyo Ko mendekati Hoan It-ong dan membuka Hiat-to bagian lengan yang ditutuknya tadi, lalu berkata dengan suara tertahan: "Hoan-heng, Hiat-to pada kakimu yang kututuk tadi akan buyar dengan sendirinya setelah lewat 6 jam, selamanya kita tidak ada permusuhan apapun, aku tidak ingin mencelakai kau," Habis berkata ia terus menyusul Lik-oh dengan Ginkangnya yang tinggi.
Sebenarnya Hoan It-ong sudah pejamkan mata dan menunggu ajal, sama sekali ia tidak menduga Nyo Ko akan berlaku begitu baik padanya, seketika ia melenggong kesima dan memandangi bayangan ketiga orang menghilang dibalik pepohonan yang kelam sana.
Setelah menyusuInya, Nyo Ko merasa langkah Lik-oh terlalu lambat, segera ia berkata: "Kiu-locianpwe, biar aku saja yang menggendong engkau.
" Tadinya Lik-oh merasa kuatir antara Nyo Ko dan ibunya sering tidak cocok dalam pembicaraan kini pemuda itu menyatakan mau menggendong sang ibu, tentu saja Lik-oh sangat girang, katanya: "Wah, bikin susah kau saja.
" "Dengan susah payah aku mengandung sepuluh bulan barulah melahirkan anak perempuan secantik ini, sekarang tanpa kau minta sudah kuberikan padamu, masakah menggendong sebentar bakal mertua juga enggan?" demikian omel Kiu Jian-jio.
Nyo Ko melengak dengan perasaan kikuk, ia merasa tidak enak untuk menanggapi ucapan orang tua itu, Segera ia mengangkat tubuh Kiu Jian-jio ke punggung sendiri, lalu dibawanya berlari secepat terbang ke bawah bukit.
Kiu Jian-yim, yaitu kakak kedua Kiu Jian-Jio yang menjabat ketua Thi-cio-pang dahulu terkenal dengan julukan Thi-cio-cui-siang-biau, sitelapak tangan besi melayang di permukaan air, julukan yang menggambarkan kelihayan Ginkangnya.
DahuIu dia pernah berkelahi dengan Ciu Pek-thong secara maraton dimulai dari daerah Tionggoan sampai ke wilayah barat dekat Tibet, Tokoh yang berkepandaian tinggi seperti Lo-wan-tong saja sukar menyusulnya.
Sedangkan Kanghu (kepandaian silat-Kungfu) Kiu Jian-jio adalah ajaran sang kakak, Ginkangnya juga kelas satu, tapi sekarang berada di punggung Kyo Ko, rasanya pemuda itu berlari sedemikian cepat dan mantap langkahnya se-olah2 kaki tidak menempel tanah, mau-tak-mau Kiu Jian-jio sangat kagum dan heran puIa, ia pikir Ginkang anak muda ini jelas tidak sama dengan Ginkang perguruanku sebagaimana ilmu pukulan yang pernah ia mainkan kemarin, namun jelas kepandaiannya tidak dibawah kanghu Thi-cio-pang dan sama sekali tidak boleh diremehkan.
Tadinya Kiu Jian jio merasa rugi kalau anak perempuannya mendapatkan suami seperti Nyo Ko, soalnya puterinya sudah suka, ia merasa apa boleh buat.
Tapi sekarang ia mulai merasakan bakal menantu ini sedikitpun tidak merendahkan harga diri anak perempuannya.
BegituIah hanya sebentar saja Nyo Ko sudah membawa Kiu Jian-jio sampai dibawah bukit, waktu ia menoleh, tertampak Lik-oh masih tertinggal di pinggang bukit, sejenak kemudian barulah nona itu dapat menyusulnya dan kelihatan napas memburu dan dahi berkeringat.
Dengan hati2 mereka bertiga memutar ke belakang perkampungan Cui-sian-kok, Lik-oh tidak berani masuk ke sana melainkan pergi kepada seorang tetangga untuk meminjam baju buat dipakai sendiri, selain itu iapun meminjam baju dan kipas yang diperlukan sang ibu.
Kiu Jian-jio mengembalikan bajunya kepada Nyo Ko, lalu memakai kedok kulit serta memakai baju coklat, dengan tangan memegang kipas serta dipayang Nyo Ko dan Lik-oh di kanan-kiri, menujulah mereka ke pintu gerbang perkampungan.
Waktu memasuki pintu itu, pikiran ketiga orang sama2 bergolak hebat, sudah belasan tahun Kiu Jian-jio meninggalkan perkampungan ini dan sekarang berkunjung lagi ke sini, sungguh sukar dilukiskan perasaannya pada waktu itu.
Terlihat pintu gerbang perkampungan itu ada beberapa pasang lampu kerudung warna merah yang sangat besar, jelas itulah pajangan pada rumah yang sedang berpesta perkawinan, suara tetabuhan juga terdengar berkumandang dari ruangan pendopo sana.
Ketika para centeng melihat Kiu Jian-jio dan Nyo Ko, mereka sama melengak bingung, Tapi lantaran mereka didampingi Kongsun Lik-oh, dengan sendirinya para centeng itu tak berani merintanginya.
Langsung mereka masuk ke ruangan pendopo yang penuh dengan tetamu dan dalam suasana riang gembira itu.
Kelihatan Kongsun Ci memakai baju merah dan berdandan sebagai pengantin laki2 berdiri di sebelah kiri Di sebelah kanan pengantin perempuan bertopi bertabur mutiara dan kembang goyang, meski wajahnya tidak kelihatan karena memakai kerudung, tapi dilihat dari perawakannya yang ramping, siapa lagi dia kalau bukan Siao-liong-li" Se-konyong2 sinar api berkelebat menyusul terdengar suara letusan beberapa kali, suara mercon.
"Tiba saat bahagia, pengantin baru disilakan bersembahyang!" demikian pembawa upacara berseru.
Pada waktu itulah mendadak Kiu Jian-jio bergelak tertawa, suaranya menggetar hingga genting rumah sama berkelotek, cahaya lilin juga berguncang, Menyusul ia berseru lantang: "pengantin baru bersembahyang, pengantin lama lantas bagaimana?" Meski urat kaki tangannya sudah putus, namun Lwekangnya sama sekali belum punah, apalagi selama belasan tahun ia tekun berlatih dalam gua bawah tanah tanpa terganggu, maka hasil latihan belasan tahun itu boleh dikatakan satu kali lipat lebih kuat daripada latihan orang biasa.
Maka suara seruannya itu sungguh keras luar biasa sehingga anak telinga semua orang serasa mendenging, suasana menjadi suram, sebagian besar lilin yang memenuhi sudut2 ruangan itu sama padam.
Semua orang terkejut dan berpaling ke sana, Kongsun Ci juga kaget mendengar suara bentakan hebat itu, ia menjadi bingung dan waswas.
Ketika nampak Nyo Ko dan anak perempuannya muncul di situ tanpa kekurangan sesuatu mendampingi orang berkedok yang aneh itu.
"Siapakah saudara?" segera Kongsun Ci membentak.
Kiu Jian-jio sengaja membikin serak suaranya dan menjengek: "Hm, aku adalah sanak pamilimu yang terdekat, masakah kau pura2 tidak kenal padaku?" Kim-lun Hoat-ong, In Kik-si, Siau-siang-cu dan lain2 juga sama tertarik oleh suara Kiu Jian-jio yang hebat itu, mereka tahu orang aneh ini pasti bukan sembarang orang, serentak mereka memusatkan perhatian.
Melihat Kiu Jian-jio memakai baju coklat dan membawa kipas, dandanannya persis seperti Kiu-Jian-yim yang pernah diceritakan oleh isterinya dahulu, Namun ia merasa janggal bahwa Kiu Jian-yim bisa mendadak datang ke sini.
Tampaknya kedatangan orang tidak bermaksud baik, diam2 ia siap siaga, Dengan dingin iapun berkata pula: "Selamanya kita tidak kenal, mengapa kau mengaku sanak pamiliku segala" Sungguh menggelikan!" Di antara hadirin itu In Kik-si paling paham kisah dunia persilatan di masa lampau, melihat dandanan Kiu Jian-jio itu, seketika pikirannya tergerak, legera iabertanya: "Apakah tuan ini Thi-cio-cui-siang-biau Kiu Jian-yim, Kiu-locianpwe?" Kiu Jian-jio sengaja ter-bahak2 dan menggoyang-goyang kipasnya, lalu menjawab: "Hahahaha! Kukira orang yang kenal diriku sudah mati semua, kiranya masih sisa seorang kau ini!" Kongsun Ci tenang saja, katanya kemudian: "Apakah betul saudara ini Kiu Jian-yim" Hah, kukira tiruan belaka!" Kiu Jian-jio terkejut akan kecerdikan orang, ia menjadi ragu pula jangan2 penyamarannya itu telah diketahui Maka ia cuma mendengus saja tanpa menjawab.
Sementara itu Nyo Ko tidak pedulikan permainan apa yang sedang terjadi pada bekas suami isteri itu, ia menyerobot ke samping Siao-liong-li, dengan tangan kanan membawa Coat-ceng-tan, tangan kiri-terus menyingkap kerudung muka si nona sambil berseru : "Kokoh, lekas buka mulut -mu!" Jantung Siao-liong-li berdebar juga ketika mendadak nampak Nyo Ko berada di depannya, WHe, engkau betul sudah sembuh!" serunya girang bercampur kejut.
Kini Siao-liong-Ii sudah tahu betapa keji hati Kongsun Ci serta tindak tanduknya yang tidak baik, sebabnya dia menyanggupi akan menjadi istrinya hanya demi menyelamatkan jiwa Nyo Ko saja, kini nampak anak muda itu muncul mendadak, disangkanya Kongsun Ci benar pegang janji telah menyembuhkan racun dalam tubuh Nyo Ko.
Dalam pada itu Nyo Ko terus menyodorkan Coat-ceng-tan kemulut Siao-ttoog-li sambil berseru: "Lekas telan !" Siao-liong-li tidak tahu barang apa yang di -suruh makan itu, namun dia menurut dan menelannya ke dalam perut, Segera terasa suatu arus hawa segar langsung menyusup kedalam perut.
"He kau berikan dia, kau sendiri lantas bagaimana ?" seru Lik-oh kuatir.
Seketika Siao-liong-li paham duduknya, perkara, tanyanya dengan kaget: "Jadi kau sendiri belum pernah minum obat penawarnya?" Nyo Ko tersenyum saja tanpa menjawabnya, sementara itu ruangan pendopo sedang kacau baIau.
Mestinya Kongsun Ci hendak mencegah pendekatan Nyo Ko dengan Siaoliong-li, tapi iapun jeri pada tokoh berkedok yang aneh itu, sebelum tahu siapakah lawannya ia tak berani sembarangan bertindak.
Dalam pada itu Nyo Ko lantas menanggalkan topi pengantin Siaoliongli dan di-robek2, lalu nona itu digandeng ke samping ruangan, katanya: "Kokoh, Kokcu bangsat itu bakal ketemu batunya, marilah kita menonton permainan yang menarik saja.
Hati Siao-liong li sendiri merasa kacau, ia menggelendot di tubuh Nyo Ko dan tidak tahu apa yang harus diucapkan.
Yang paling senang melihat kedatangan Nyo Ko adalah si dogol Be Kong-co, ia tidak ambil pusing anak muda itu sedang asyik masyuk dengan Siao-liong-li dan sepantasnya jangan diganggu, ia justeru mendekati mereka serta bertanya ini dan itu tanpa habis2 Pada 20-an tahun yang lalu In Kik-si sudah dengar nama Kiu Jian-yim yang termashur dan disegani setiap orang Bu-lim, kini melihat Lwe-kangnya memang sangat tinggi, diam2 ia ingin berkenalan dengan dia, segera ia melangkah maju dan memberi hormat, sapanya: "Hari ini adalah hari bahagia Kongsun Kokcu, apakah Kiu-locianpwe hadir untuk minum arak bahagia pernikahannya ini?" "Apakah kau tahu dia pernah apa dengan aku?" jawab Kiu Jian-jio sambil menuding Kongsun Ci.
In Kik-si menggeIeng. "Tidak tahu, justeru Cayhe ingin minta penjelasan," katanya.
"Coba kau suruh dia katakan sendiri," ujar Kiu Jianjio.
"Apakah kau betul2 Thi-cio-ciu-siang-biau?" terdengar Kongsun Ci menegas pula, Mendadak ia bertepuk tangan dan berkata kepada seorang muridnya "Ambilkan kotak surat yang tertaruh di rak sebelah timur dikamar tulisku!" Dalam keadaan bingung Likoh menarik sebuah kursi untuk berduduk ibunya.
Kongsun Ci sangat heran anak perempuannya dan Nyo Ko yang di jerumuskannya ke dalam kolam buaya itu ternyata tidak mati, malahan sekarang muncul lagi dengan seorang yang mengaku sebagai Kiu Jian-yim.
Tidak lama muridnya telah membawakan kotak surat yang diminta, Kongsun Ci membuka kotak itu dan mengeluarkan sepucuk surat, katanya dengan dingin: "Beberapa tahun yang lalu pernah kuterima surat dari Kiu Jian-yim, kalau benar engkau Kiu Jian-yim, maka surat inilah yang palsu.
" Kiu Jian-jio terkejut, pikirnya: "Sejak Jiko bertengkar dengan aku, selama itu tak pernah memberi kabar, mengapa dia bilang menerima surat dari Jiko" Dan entah apa yang dikatakan didalam suratnya itu.
" Karena itu segera ia berseru: "Huh, bila kupernah menulis surat padamu" Benar2 omong kosong belaka!" Dari logat bicaranya, tiba2 Kongsun Ci teringat kepada seorang, ia terkejut, seketika keringat dingin membasahi punggungnya.
Tapi segera ia berpikir pula.
"Ah, tidak mungkin. Dia sudah mati di gua bawah tanah itu, tulang belulangnya sekalipun sudah lapuk, manabisa hidup lagi" Tapi orang ini sebenarnya siapa?" Segera iapun membentang surat tadi dan di bacanya dengan suara lantang: "Kepada adik Ci dan adik Jio, sejak Toako tewas di tangan Kwe Cing dan Ui yong di Thi-cio-hong.
. . . " Mendengar kalimat pertama isi surat itu, seketika hati Kiu Jian-jio menjadi pedih dan berduka, bentaknya cepat: "Apa katamu" Siapa bilang Toakoku sudah mati?" selamanya dia berhubungan paling akrab dengan Kiu Jian-li, kini mendadak mendengar berita kematiannya, dengan sendirinya ia sangat sedih, tubuhnya gemetar dan suarapun berubah, mau-tak-mau keluar juga suara kewanitaannya.
Kongsun Ci sangat cerdik, begitu yakin orang yang dihadapinya ini adalah perempuan meski dalam hatinya bertambah kejut dan waswas, namun iapun tambah yakin orang pasti bukan Kiu Jian-yim, Maka iapun meneruskan membaca isi surat tadi: "kakakmu ini merasa menyesal telah berselisih paham dengan kau sehingga selama ini kita tak pernah berkumpul.
Kini kakak sudah disadarkan oleh It-teng Taysu, golok jagal sudah kubuang, kakak telah tunduk pada ajaran Budha.
Pada hari tua sekarang sering terkenang olehku betapa senangnya ketika kita berkumpul dahulu, Mudah2-an saja kalian hidup bahagia dan banyak rejeki.
. . . " Sembari mengikuti bunyi isi surat itu, diam2 Kiu Jian-jio meneteskan air mata, setelah surat itu habis di baca Kongsun Ci, ia tidak dapat menahan tangisnya lagi, segera ia berteriak : "O, Toako dan Jiko, tahukah kalian betapa penderitaanku ini! " mendadak iapun menanggalkan kedoknya dan membentak :"Kongsun Ci, masih kenal tidak padaku ?" Suara bentakan yang menggelegar ini seketika membikin sebagian api lilin padam lagi, sisa api lilin yang lain juga terguncang goyang dan suram, pada saat itulah mendadak wajah seorang nenek2 yang bengis muncul di hadapan semua orang.
Seketika mereka terkejut, siapapun tidak berani bersuara, suasana menjadi sunyi senyap, hati setiap orang ikut berdebar-debar Sekonyong2 seorang budak tua yang berdiri di pojok sana ber-lari2 maju sambil berseru: "Cubo," Cubo (majikan perempuan, Cukong - majikan Iaki-Iaki), kiranya engkau masih segar bugar!" "Ya, Thio-jiok, syukur kau masih ingat padaku," sahut Kiu Jian-jio sambil mengangguk.
Rupanya budak itu sangat setia, ia kegirangan melihat majikan perempuannya belum mati, berulang2 ia menyembah dan menyatakan syukur, Di antara tetamu yang hadir itu kecuali rombongan Kim-lun Hoat-ong, selebihnya kebanyakan adalah para tetangga perkampungan Cui-sian-kok, orang yang berusia setengah tua kebanyakan masih kenal Kiu Jian-jio, maka serentak mereka merubung maju untuk bertanya ini dan itu.
"Minggir semua!" bentak Kongsun Ci mendadak.
Semua orang kaget dan terpaksa menyingkir Kongsun Ci menuding Kiu Jian-jio dan membentak pula: "perempuan hina, mengapa kau kembali lagi ke sini" Kau masih punya muka bertemu dengan aku?" Sejak mula Lik-oh berharap ayahnya mau mengaku salah dan rujuk kembali dengan sang ibu, siapa duga ayahnya telah mengucapkan kata2 yang begitu kasar dan ketus, saking sedihnya ia berlari ke depan sang ayah, ia berlutut dan berseru: "O, ayah, ibu tak meninggal beliau tak meninggal.
Lekas ayah minta maaf dan mohon beliau mengampuni!" "Mohon dia mengampuni?" jengek Kongsun Ci.
"Hm, mengampuni siapa" Memangnya apa salahku?" "Ayah telah memutuskan urat kaki tangan ibu dan mengeramnya di gua bawah tanah selama belasan tahun sehingga beliau tersiksa dalam keadaan mati tidak hidup tidak, betapapun ayah telah membikin susah ibu," kata Lik-oh dengan terguguk.
"Hm, dia sendiri yang mencelakai aku lebih dulu, kau tahu tidak?" jengek Kongsun Ci.
"Dia melemparkan aku ke semak2 bunga cinta sehingga aku tersiksa oleh duri bunga itu.
Dia merendam obat penawar di dalam air warangan, aku menjadi serba salah, minum obat penawar itu akan mati, tok minum juga mati, Apakah kau tahu semua kejadian ini" Dia malah memaksa aku membunuh.
. . membunuh orang yang kucintai, tahu tidak kau?" "Tahu, anak sudah tahu semua," sahut Lik-oh sambil menangisi "Dia bernama Yu-ji.
" Sudah belasan tahun Kongsun Ci tidak pernah dengar orang menyebut nama itu, air mukanya menjadi berubah hebat, ia menengadah dan menggumam: "Yu-ji ya benar, Yu-Ji kekasihku, perempuan hina yang keji inilah yang memaksa aku membunuh dia.
" Kelihatan air muka Kongsun Ci semakin beringas dan penuh rasa duka pula ber-ulang2 ia menggumam pelahan: "Yu-ji.
. . Yu-ji. . . " Nyo Ko pikir suami-isteri konyol itu jelas bukan manusia baik2.
sedangkan dirinya sendiri mengidap racun dan takkan hidup terlalu lama lagi di dunia ini, pada kesempatan terakhir ini hanya diharap akan berkumpul dengan Siao-Iiong-li di suatu tempat yang sunyi dan melewatkan tempo yang tak lama lagi itu dengan tenteram, maka sama sekali tiada minatnya buat ikut campur persoalan Kongsun Ci dan isterinya, segera ia menarik Siao-liong-li dan mengajaknya pergi saja.
"Apakah betul wanita ini adalah isterinya dan benar2 telah dikurung olehnya selama belasan tahun?" tanya Siao-liong-li tiba2 dengan hati yang tulus, sungguh ia tidak percaya bahwa di dunia ini ada orang sejahat itu.
"Ya, mereka suami-isteri cuma saling balas dendam belaka," kata Nyo Ko.
Siao-liong-li termenung sejenak, lalu berkata dengan suara tertahan: "Sungguh aku tidak paham.
Masakah wanita ini serupa aku dan juga dipaksa menikah dengan dia?" Menurut jalan pikirannya, kalau dua orang tidak dipaksa untuk menikah, seharusnya pasangan itu akan berkasih sayang, mana mungkin saling menyiksa secara begitu kejam.
"Di dunia ini sedikit sekali orang baik dan lebih banyak orang jahat," ujar Nyo Ko sambil menggeleng.
"Hati orang2 begini memang sukar juga dijajaki orang lain.
" Baru saja berkata sampai di sini, mendadak terdengar Kongsun Ci membentak: "Minggir!" -Berbareng sebelah kakinya mendepak, kontan tubuh Lik-oh mencelat.
Arah mencelatnya tubuh Kongsun Lik-oh tepat menuju ke dada Kiu Jian-jio.
padahal Kiu Jian-jio dalam keadaan lumpuh, kaki tangannya lemas tak bertenaga, terpaksa ia menunduk dan ingin mengelak namun tubrukan Lik-oh itu datangnya teramat cepat, "bIang" dengan tepat tubuh si nona menumbuk badan ibunya, kontan Kiu Jian-jio jatuh terjengkang bersama kursinya kepalanya yang botak itu tepat membentur tiang batu dan seketika darah muncrat serta tak dapat bangun.
Lik-oh sendiri juga jatuh tersungkur dan pingsan karena depakan sang ayah.
Dalam keadaan begitu mau-tak-mau Nyo Ko menjadi gusar menyaksikan keganasan Kongsun Ci itu, Baru saja ia hendak memburu maju, tiba2 Siao-liong-li melompat maju lebih dulu untuk membangunkan Kiu Jian-jio serta mengurut beberapa kali di belakang kepala nenek itu untuk membikin mampet darahnya yang mengucur itu, habis itu ia merobek ujung baju untuk membalut lukanya dan kemudian ia membentak Kongsun Ci: "Kongsun-siansing, dia adalah isterimu yang sah, mengapa kau perlakukan dia begini" jika kau sudah beristeri, kenapa ingin menikahi aku pula" seumpama aku jadi nikah dengan kau, bukankah kelak kaupun akan perlakukan diriku seperti dia ini?" Beberapa pertanyaan yang tepat ini membikin Kongsun Ci melongo dan tak dapat - menjawab, serentak Be Kong-co bersorak memuji, sedangkan Siau-siaug-cu hanya menanggapi dengan ucapan: "Hm, jitu benar kata2 nona ini.
" Dasar Kongsun Ci sudah ter-gila2 kepada Siao-liong-li maka iapun tidak menjadi gusar oleh pertanyaan itu, dengan suara halus ia menjawab: "Liu-ji, mana kau dapat dibandingkan dengan perempuan busuk ini" cintaku padamu tanpa batas, jika aku mempunyai pikiran buruk padamu, biarlah aku mati tak terkubur.
" "Di dunia ini bagiku cukup hanya dia seorang saja yang mencintai aku, sekalipun kau suka padaku seratus kali lipat juga aku tidak kepingin," jawab Siao-liong-li hambar sembari mendekati Nyo Ko dan menggenggam tangannya.
Tidak kepalang rasa gembira hati Nyo Ko melihat betapa cinta Siao-liong-li kepadanya, tapi rasa gemasnya kepada Kongsun Ci juga memuncak bila ingat umurnya tinggal berapa hari saja dan semua itu gara2 perbuatan Kongsun Ci, maka dengan gusar ia menuding dan memaki: "Hm, kau berani bilang tiada pikiran buruk kepada Kokoh " Hm, kau menjebloskan aku ke kolam buaya itu, lalu menipu Kokoh agar mau menikah dengan kau, apakah perbuatanmu ini baik" Kokoh terkena racun bunga cinta, padahal kau tahu tiada obat lagi untuk menyelamatkan dia, namun hal ini tidak kau katakan padanya, apakah ini maksud baikmu?" Siao-liong-li terkejut mendengar ucapan Nyo -Ko itu dengan suara gemetar ia menegas: "Apakah betul begitu ?" "Tapi tidak soal lagi, kau sudah minum obat penawarnya tadi," ujar Nyo Ko sambil tersenyum.
Senyuman yang pedih dan girang pula mengingat obat Coat-ceng-tan akhirnya dapat disampaikan dan diminum oleh Siao-Iiongli, maka matipun dia rela sekarang" Kongsun Ci memandang ke sana dan ke sini, sorot matanya mengusap wajah Kiu Jian-jio, Siao--liong-li dan Nyo Ko bertiga, hatinya penuh rasa cemburu dan benci serta napsu berahi, ya kecewa, ya malu, macam2 perasaan berkecamuk menjadi satu.
Meski biasanya dia sangat sabar, namun kini dia sudah berpikiran gelap dan setengah gila, Se-konyong2 ia berjongkok dan melolos keluar sepasang senjatanya dari bawah selimut merah yang digunakan alas kaki waktu upacara tadi, "trang.
" ia bentrok kedua senjata dan membentak: "Baik, baik sekali! Biarlah hari ini kita gugur bersama saja.
" Karena sama sekali tidak menyangka Kongsun Ci akan menyembunyikan senjata dibawuh perabot sembahyang pernikahannya itu, maka semua orang sama berseru kaget Segera Siao-Iiong-Ii menjengek: "Ko-ji, orang jahat begini buat apa sungkan2 lagi padanya ?" "Creng", dari dalam baju pengantinnya iapun mengeluarkan sepasang pedang hitam lemas itu.
Kun-cukiam dan Siok-likiam.
"Aha, bagus! jadi demi menolong diriku, maka Kokoh pura2 mau menikah dengan dia?" seru Nyo Ko girang.
Perlu dimaklumi bahwa meski Siao-liong-li tidak paham seluk beluk kehidupan manusia umumnya, namun terhadap orang yang dibencinya, cara turun tangannya sedikitpun tidak kenal ampun, seperti dahulu waktu dia menuntut balas bagi kematian Sun-popoh, pernah dia mengobrak-abrik Tiong-yang-kiong dan membikin kalang-kabut para imam Coan-cin-kau, malahan jiwa Kong-leng-cu Hek Tay-thong hampir melayang ditangannya, sekarang Kongsun Ci telah membikin dia merana dan tak dapat berkumpul dengan Nyo Ko, diam2 ia sudah bertekad akan melabrak orang meski harus korbankan jiwa sendiri.
Sebab itulah di dalam baju pengantinnya itu diam2 ia sembunyikan sepasang pedang, asalkan Nyo Ko telah diobati, segera ia mencari kesempatan untuk membunuh Kong-sun Ci, kalau gagal, maka iapun akan membunuh diri dan takkan mengorbankan kesuciannya di Cui-siang-kok ini.
Para hadirin juga heran dan kaget melihat kedua calon pengantin itu sama menyembunyikan senjata, hanya beberapa tokoh lihay seperti Kim-lun Hoat-ong saja sudah menduga pesta nikah ini pasti akan berakhir dengan keonaran.
Tapi melihat Kiu Jian-jio hanya tertumbuk oleh tubuh Kongsun Lik-oh saja lantas roboh, jauh tidak seimbang dengan Lwekang yang maha-tinggi yang diperlihatkannya tadi, mau-tak-mau semua orang mendjadi heran.
Nyo Ko lantas menerima Kun-cu-kiam dari tangan Siao-liong-li, katanya: "Kokoh, marilah kita bunuh bangsat ini untuk membalas sakit hatiku.
" "Membalas sakit hatimu?" Siaoliong-li menegas sambil menggetar pedang Siok-li-kiam.
Diam2 hati Nyo Ko berduka, tapi mengingat hal itu tak dapat dijelaskan kepada Siao-liong-li, terpaksa ia hanya menjawab: "Ya, sudah tidak sedikit bangsat ini mencelakai orang baik2" Habis berkata, Kun-cu-kiam bergerak, langsung ia menusuk iga kiri Kongsun Ci, ia tahu pertarungan sekarang pasti akan berlangsung sangat dahsyat dan berbahaya pula, ia sendiri mengidap racun, bila kedua orang memainkan "Giok-li-kiam-hoat" dan merangsang perasaan cinta, maka mereka akan kesakitan seketika.
Karena itu pandangannya lurus menatap musuh, yang dimainkan adalah "Coan-cin-kiam-hoat".
Kongsun Ci juga tahu betapa lihaynya ilmu pedang gabungan kedua muda-mudi itu, maka begitu gebrak segera ia lancarkan serangan Im-yang-to-hoat yang terbalik itu, pedang hitam bermain dengan gaya golok, sedangkan golok bergigi bermain dengan gaya pedang, setiap jurus serangannya lihay luar biasa, Namun ilmu pedang Coan-cin-pay yang dimainkan Nyo Ko itu adalah ciptaan Ong Tiong-yang, itu cakal bakal Coan-cin-pay, walaupun tidak seganas serangan musuh, namun gayanya indah dan perubahannya rumit, dia berjaga saja dengan rapat dan menyambut setiap serangan musuh dengan baik.
Sudah tentu Siao-liong-li juga tidak kurang lihaynya, ia membentak nyaring, Siok-Ii-kiam segera menusuk punggung Kongsun Ci.
Dongkol dan menyesal Kongsun Ci tak terperikan, nona secantik bidadari ini mestinya sudah menjadi isterinya kalau Nyo Ko tidak muncul, tapi sekarang justeru bergabung dengan anak muda ini untuk mengerubutnya.
BegituIah makin dipikir makin murka Kongsun Ci, namun serangannya tetap berjalan dengan ganas.
Di pihak lain SiaoIiong-li memainkan Giok li-kiam-hoat, maksudnya ingin mengadakan kontak batin dengan Nyo Ko agar daya ilmu pedang bisa dikeluarkan seluruhnya, siapa tahu anak muda itu selain menghindarkan adu pandang dengan dia juga cuma bertempur dengan caranya sendiri.
Siao-liong-li menjadi heran danbersero: "Ko ji, mengapa kau tidak memandang padaku" Karena rangsangan perasaannya yang penuh kasih mesra itu, sinar pedangnya memanjang seketika dan serangannya tambah kuat.
Sebaliknya demi mendengar nada si nona yang menggiurkan itu, hati Nyo Ko terguncang, dada kesakitan seketika, gerak pedangnya juga berubah lambat "Bret", tahu2 lengan bajunya tertabas robek oleh pedang hitam Kongsun Ci.
Siao-Iiong-li terkejut, cepat ia melancarkan tiga kali serangan untuk mengalangi gempuran Kongsun Ci.
"Aku tak dapat memandang kau dan juga tak dapat mendengarkan perkataanmu " kata Nyo-Ko.
"Sebab apa?" tanya Siaoliong-li dengan lemah lembut.
Kuatir terancam bahaya lagi, Nyo Ko sengaja menjawab dengan suara kasar: "Jika kau ingin aku mati, maka bolehlah kau bicara dengan aku.
" Karena timbul amarahnya, rasa sakitnya lantas berhenti seketika, semua serangan Kongsun Ci dapat ditangkisnya.
"Baiklah, aku tidak bicara lagi," ujar Siao-liong-li dengan rasa menyesal Tapi mendadak pikirannya tergerak: "Ah, aku sendiri sudah sembuh dari racun bunga cinta itu, apakah dia belum meminum obat penawarnya?" Berpikir begitu, sungguh rasa terima kasih dan kasih sayangnya tak terbatas mendalamnya, perasaan mesra ini mendorong tenaga, seketika daya tempur Giok-li-kiam-boatnya bertambah hebat, setiap jurus serangannya segera melindungi seluruh tubuh Nyo Ko.
Dalam keadaan begitu, seharusnya Nyo Ko harus bergilir untuk menahan serangan musuh bagi Siao-liong-li, tapi lantaran dia tak berani melirik, jadinya Siao-liong-li tak terjaga sama sekali dan selalu menjadi ancaman musuh.
Betapa tajam pandangan Kongsun Ci, hanya beberapa gebrak sadja ia sudah dapat melihat peluang itu, namun dia tidak ingin mencelakai Siao liong-li sedikitpun, setiap serangannya selalu dilontarkan kepada Nyo Ko.
Walaupun begitu serangan yang dahsyat itu dapat juga dihadapi oleh pedang nan lawan yang kuat, dalam beberapa puluh jurus ternyata sedikitpun Kongsun Ci takdapat berbuat apa2.
Sementara itu Kongsun Lik-oh sudah siuman dan ikut menonton di sebelah ibunya, dilihatnya Siao-liong-li terus melindungi Nyo Ko melulu tanpa menghiraukan keselamatan sendiri, diam2 ia bertanya pada dirinya sendiri: "Jika aku yang menjadi dia, dalam keadaan gawat antara hidup dan mati, apakah akupun sanggup mengorbankan diriku untuk membela dia?" ia menghela napas pelahan dan menjawab sendiri pula: "Aku pasti akan berbuat sama seperti nona liong ini kepadanya, tapi dia yang tidak mungkin berbuat begitupula terhadap diriku.
" Tengah mengelamun, tiba2 terdengar Kiu Jian-jiu berseru: "Golok bukan golok, pedang bukan pedang!" Sudah tentu Nyo Ko dan Siao-liong-li merasa bingung oleh seruan itu, mereka tidak paham apa maksudnya.
Terdengar Kiu Jian jio berteriak pula: "Golok adalah golok, pedang adalah pedang!" Setelah bertempur dua kali melawan Kongsun Ci, memang sejak tadi Nyo Ko sudah memikirkan di mana letak keajaiban permainan golok Kongsun Ci itu, ia merasa anehnya serangan musuh, pedang hitam yang enteng digunakan membacok dan menabas dengan keras seperti golok, sebaliknya golok yang berat itu digunakan menusuk dan menyabet secara gesit Kalau saja golok dimainkan sebagai pedang dan pedang digunakan sebagai golok masih dapat dimengerti anehnya dalam sekejap permainannya bisa berubah lagi, dalam serangan pedang nya tampak gaya ilmu pedang dan serangan golok tetap bergaya ilmu golok, sungguh berubah tak menentu dan sukar diraba.
Kini mendadak mendengar seruan Kiu Jian--jio itu, cepat juga timbul ilham dalam benak Nyo Ko, diam2 ia membatin apakah maksud Kia Jian-jio itu hendak mengatakan bahwa gaya pedang dalam permainan golok dan gaya golok dalam permainan pedang Kongsun Ci itu cuma gaya kembangan belaka " jika begitu halnya, biarlah aku mencobanya " Begitulah ketika dilihatnya pedang hitam lawan membacok tiba pula seperti golok, maka Nyo Ko menganggapnya tetap sebagai pedang, segera ia menangkisnya dengan Kun-cu-kiam, "trang", kedua pedang beradu dan kedua orang sama tergetar mundur setindak.
Nyata dugaan Nyo Ko tidak keliru, gaya serangan golok dari pedang hitam itu pada dasarnya tetap pedang, gerakan sebagai bacokan golok itu cuma gerakan kembangan belaka untuk membikin kabur pandangan lawan, kalau saja kepandaian pihak lawan kurang, tinggi dan tak dapat melayani dengan tepat, maka gerakan kembangan seperti golok itupun dapat mencelakai kakinya.
Sekali coba lantas berhasil menjajaki ilmu silat lawan, Nyo Ko menjadi girang, segera ia perhatikan kelemahan musuh, ia pikir betapa anehnya serangan musuh, tapi lantaran gerakan kembangannya terlalu banyak, akhirnya pasti kacau dan kelihatan titik kelemahannya.
Setelah bergebrak beberapa kali lagi, "tiba2 terdengar Kiu Jian- jio berseru pula : "Serang kaki kanannya, kaki kanannya" Akan tetapi Nyo Ko merasa bagian kaki lawan sedikitpun tiada peluang untuk dapat diserang, apalagi golok musuh diputar sedemikian kencang, hakekatnya sukar ditembus.
Tapi lantas teringat olehnya bahwa ilmu silat Kongsun Ci itu adalah ajaran Kiu Jian-jio, meski kaki tangan nenek botak itu sudah cacat, namun ilmu silat yang dipahaminya sedikitpun tidak pernah terlupa, tentu nenek itu dapat melihat titik kelemahan Kongsun Ci.
Karena pikiran itu segera ia menurut dan menyerang kaki kanan musuh.
Cepat Kongsun Ci menangkis dengan goloknya kaki kanannya ternyata berjaga rapat Tapi lantaran harus menangkis, bahu kiri dan iga kiri lantas tak terjaga, peluang itu tidak di-sia2kan oleh Nyo Ko, tanpa menunggu petunjuk Kiu Jian-jio segera ia menyerang dan berhasil merobek baju bawah ketiak musuh.
Kongsun Ci mengomel gusar sambil melompat mundur, dengan mendelik ia membentak Kiu Jian-jio: "perempuan hina, lihat nanti kalau aku tidak membinasakan kau!" Habis itu segera ia menerjang Nyo Ko Iagi.
Selagi Nyo Ko menangkis, terdengar Kiu Jian-jio berseru pula: Tendang punggungnya!" Padahal waktu itu kedua orang sedang berhadapan muka, untuk menendang bagian punggung jelas tidak mungkin, namun sekarang Nyo Ko sudah rada menaruh kepercayaan kepada petunjuk Kiu Jian-jio, ia pikir ucapan nenek itu tentu mempunyai arti tertentu, maka tanpa banyak ulah segera ia menyusup ke belakang musuh.
Cepat Kongsun Ci memutar balik goloknya din menabas ke belakang.
Tapi Kiu Jian-jio sudah lantas berteriak lagi: "Tusuk dahinya.
!" Nyo Ko menjadi heran, baru saja memutar ke belakang orang, masakah sekarang diharuskan menusuk dahi lawan di bagian muka, Namun keadaan sudah mendesak, tanpa pikir segera ia menyerobot ke depan musuh dan baru saja hendak menusuk tempat yang dianjurkan, se-konyong2 Kiu Jian-jio berseru pula.
"Tabas pantatnya!" Lik-oh ikut berdebar menyaksikan pertarungan itu, diam2 iapun heran mengapa ibunya bergembar-gembor begitu, bukankah caranya itu berbalik hendak membantu ayahnya malah" Dalam pada itu Be Kong co lantas berteriak "He, jangan kau tertipu nenek itu, adik Nyo, dia sengaja membikin lelah kau.
" Namun Nyo Ko justeru percaya kepada seruan Kiu Jian-jio yang mempunyai tujuan jitu itu, begitu si nenek berseru suruh dia ke depan, segera ia menyerobot ke depan, bila disuruh memutar ke belakang cepat ia menyelinap ke belakang.
Benar saja, sesudah berputar beberapa kali cara begitu, akhirnya iga kanan Kongsun Ci tertampak kelemahan tanpa ayal pedang Nyo Ko terus menusuk "cret", baju tertembus dan ujung pedang masuk kulit daging musuh beberapa senti dalamnya, seketika darah segar mengucur dari iga Kongsun Ci.
Semua orang sama berteriak heran dan berbangkit Kim-lun Hoat-ong dan Iain2 tahu persoalannya bahwa Kiu lian-jio sebenarnya bukan memberi petunjuk kepada Nyo Ko caranya memperoleh kemenangan, tapi mengajarkan dia mencari kesempatan menang dari keadaan yang tidak mungkin menang itu, bukan ditujukan titik kelemahan Kongsun Ci, tapi suruh Nyo Ko mendesak musuh yang sama sekali tiada kelemahan itu agar terpaksa memberi titik kelemahan, Hanya beberapa kali saja Kiu Jian-jio memberi petunjuk, karena Nyo Ko memang anak yang cerdik dan pintar, segera ia dapat menangkap di mana letak intisari ilmu silat yang bagus itu, dalam hati ia sangat kagum dan bersyukur akan petunjuk Kiu Jian-jio yang besar manfaatnya itu.
Cuma untuk bisa memaksa Kongsun Ci memperlihatkan titik kelemahannya selain lawannya harus lebih unggul ilmu silatnya dan harus pula paham akan setiap gerak serangan Kongsun Ci, dengan begini barulah dapat menapsirkan jurus serangan mana yang bakal dilontarkan musuh itu dan memancingnya menuju kearah yang keliru.
Untuk ini memang cuma Kiu Jian-jio saja yang sanggup, Nyo Ko sendiri hanya paham maksudnya tapi tidak mampu melakukannya sendiri tanpa petunjuk nenek itu.
Karena itulah dia turut setiap petunjuk Kiu Jian-jio dan melancarkan serangan berantai mengitari Kongsun Ci, setelah belasan jurus lagi, kembali kaki Kongsun Ci tertusuk oleh pedangnya.
Meski tidak parah, namun lukanya cukup panjang, diam2 Kongsun Ci sangat mendongkol ia pikir dalam waktu singkat jelas dirinya sukar mendapat kemenangan malahan kalau bertempur lebih lama bukan mustahil jiwanya sendiri yang akan melayang dibawah pedang bocah ini.
Dahulu, demi untuk menyelamatkan jiwa sendiri pernah juga dia membunuh Yu-ji yang dicintainya itu, sekarang keadaan sudah kepepet, maka iapun tidak memikirkan Siao-liong-li lagi, segera pedang hitam bergerak ke depan, tapi mendadak goloknya yang membacok ke bahu Siao-Iiong li.
Nyo Ko terkejut, cepat ia menangisnya.
"Tusuk pinggangnya. " mendadak Kiu Jian-jio berseru pula.
Nyo Ko melengak, ia pikir Kokoh sedang terancam, mana boleh kudiamkan saja" Tapi setiap petunjuk Kiu-locianpwo selalu mengandung arti yang dalam, bisa jadi cara ini adalah jurus penolong yang bagus, Karena itu pedangnya terus berputar ke bawah untuk menusuk pinggang musuh.
Pada saat itulah terdengar Siao-Iiong-ii menjerit kesakitan, lengannya telah terluka, "trang", Siok-li-kiam terjatuh pula.
Menyusul itu Kongsun Ci sempat menangkis serangan Nyo Ko dengan pedangnya.
Nyo Ko sangat kuatir akan luka Siao-Iiong-li itu, serunya: "Kokoh, kau mundur saja, biar aku sediri melayani dia!"-Karena rangsangan perasaannya terhadap Siao-liong-Ii, tiba2 dadanya terasa sakit.
Dalam keadaan tcrluka, terpaksa Siao-liong-li mundur kesamping untuk membalut lukanya dengan robekan baju.
Nyo Ko terus bertempur dengan gagah berani, ia sangat mendongkol terhadap petunjuk Kiu Jian-jio yang keliru itu, pada suatu kesempatan ia melotot gusar terhadap nenek itu.
Sudah tentu Kiu Jiau-jio paham maksud anak muda itu, ia menjengek: "Hm, kenapa kau menyalahkan aku" Aku cuma membantu kau menggem-pur musuh, peduli apa dengan dia" Hmm, biarpun mampus juga aku tidak peduli nona itu!" "Kalian suami-isteri benar2 suatu pasangan manusia yang keji dan kejam!" damperat Nyo Ko dengan gusar.
Makian Nyo Ko kini sungguh sangat tepat dan tajam, namun Kiu Jian-jio hanya mendengus saja dan tidak marah, ia tetap tenang2 saja mengikuti pertarungan kedua orang.
Sekilas Nyo Ko melihat Siao-liong-li sedang membalut lukanya, tampaknya tidak begitu parah, seketika serangannya berubah dengan bersemangat.
Dari Coan-cin-kiam-hoat ia ganti menyerang dengan Giok-li-kiam-hoat.
Kongsun Ci rada heran melihat serangan Nyo Ko sekarang hampir seluruhnya berbeda daripada tadi, kini tampak lebih gesit dan lincah dan lebih bergaya dibanding tadi yang kereng dan tenang.
ia menjadi curiga jangan2 Nyo Ko sengaja main gila untuk memancingnya Tapi setelah bergebrak lagi beberapa jurus, ternyata gaya tempur Nyo Ko sekarang serupa dengan Siao-liong-li tadi, segera rasa curiga Kongsun Ci lenyap, golok dan pedangnya lantas menyerang pula sekaligus.
Maka setelah belasan jurus, lambat laun Nyo Ko terdesak lagi di bawah angin dan berulang terdesak mundur.
Beberapa kali Kiu Jian-jio berseru memberi petunjuk lagi, namun Nyo Ko sudah telanjur khe-ki karena nenek itu sengaja membikin susah Siao-liong-li, maka petunjuknya itu tak digubrisnya lagi, "Sret-sret", mendadak ia melancarkan serangan empat kali ber-turut2, ketika Kongsun Ci menangkis secepatnya Nyo Ko menubruk maju, "trang", ia selentik golok lawan, seketika Kongsun Ci merasa lengannya kesemutan dan golok hampir terlepas dari pegangan, Pada saat itu juga mendadak Nyo Ko menubruk maju, jari kirinya menutuk bagian pusarnya.
Nyo Ko kegirangan dan yakin musuh pasti akan roboh dan terluka parah, Tak terduga, sambil mendoyongkan tubuhnya, mendadak sebelah kaki Kongsun Ci menendang ke dagu Nyo Ko.
Keruan kejut Nyo Ko tak terkatakan cepat ia melompat ke samping.
Segera teringat olehnya bahwa Hiat-to di tubuh musuh memang sangat aneh, tadi Sia liong li juga pernah menghantam Hiat-ta orang dengan genta kecil yang terikat pada ujung selendangnya, jelas Hiat-to yang di arah itu kena dengan tepat, tapi Kongsun Ci tetap tidak roboh.
Selagi Nyo Ko merasa bingung cara bagaimana untuk bisa mengalahkan musuh, sementara itu golok dan pedang Kongsun Ci sudah membura tiba pula, sedangkan Kiu Jian-jio lagi2 berseru: "Golok dan pedangnya menyilang, pedangnya akan menyerang ke kiri dan goloknya menyerang kanan!" Tanpa pikir Nyo Ko mengadakan penjagaan rapat seperti peringatan Kiu Jian-jio itu sehingga buyarlah setiap serangan Kongsun Ci.


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Sin Tiaw Hiap Lu Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

. Bicara tentang Kanghu sejati sebenarnya Nyo Ko tak dapat melawan keuletan Kongsun Ci, hanya berkat petunjuk Kiu Jian-jio saja dapatlah Nyo Ko mematahkan setiap serangan Kongsun Ci yang lihay itu.
Sementara itu kedua orang sudah bertempur sampai beberapa ratus jurus, para penonton sama berdebar dan sukar menduga siapa di antaranya yang bakal menang dan kalah, Kongsun Ci dan Nyo Ko tampaknya sama payahnya, napas Kongsun Ci kelihatan mulai terengah, sedangkan Nyo Ko juga sudah mandi keringat, gerak-gerik mereka tidak segesit dan secepat tadi.
Lik-oh pikir kalau pertempuran itu berlangsung lagi, akhirnya satu diantara dua pasti celaka.
Dia tidak mengharapkan Nyo Ko kalah, tapi iapun tidak tega menyaksikan ayah sendiri celaka, Maka dengan suara pelahan ia memohon kepada Kiu Jian-jio: "lbu, sebaiknya engkau suruh mereka berhenti saja, biarlah kita bicara baik2 saja untuk menentukan yang salah dan benar.
" Kiu Jian-jio hanya mendengus saja tanpa menjawab.
Sejenak kemudian barulah ia berkata: "Coba ambilkan dua mangkok teh," Dengan pikiran kacau Lik-oh pergi menuangkan dua mangkok teh dan dibawa ke depan sang ibu, Segera Kiu Jian-jio menanggalkan kain pembalut lukanya yang berlepotan darah itu.
seperti diketahui Siao liong-li yang merobek baju sendiri untuk membalutkan lukanya itu, sekarang kain pembalut dilepaskan, darah lantas merembes keluar lagi dari kepalanya.
"Bu!" Lik-oh berseru kuatir.
"Jangan bersuara," kata Kiu Jian-jio, lalu ia memeras beberapa tetes darah dari kain pembalut itu ke dalam mangkuk Waktu melihat Lik-oh merasa heran dan curiga, segera ia memeras sedikit darah lagi ke mangkuk yang lain.
ia guncang sedikit mangkuk itu sehingga tetesan darah itu lantas terbaur dalam air teh, dalam sekejap saja tiada kelihatan apa-apa lagi.
Habis itu Kiu Jian-jio menempelkan lagi kain pembalut pada lukanya, segera ia berseru: "Tentu mereka sudah lelah bertempur biarkan masing2 minum semangkuk teh dulu.
" Lalu ia berkata kepada Lik-oh: "Antarkan teh ini kepada mereka, seorang semangkuk!" Lik-oh tahu betapa benci dan dendam sang ibu terhadap ayah, kalau bisa sang-ayah hendak membinasakan seketika, maka ketika melihat ibunya meneteskan darah ke dalam mangkuk meski tidak paham apa maksudnya, tapi ia pikir perbuatan ini tentu tidak menguntungkan ayahnya, tapi kemudian dilihatnya kedua mangkuk teh itu sama2 diberi tetesan darah, maka rasa curiganya menjadi lenyap, segera ia membawa kedua mangkuk teh itu ke tengah ruangan dan berseru: "Ayah, Nyo-toako, sjlakan kalian minum teh dahulu!" Memangnya Kongsun Ci dan Nyo Ko lagi kehausan, mendengar seruan itu, serentak mereka berhenti bertempur dan melompat mundur, lebih dulu Lik-oh menyodorkan semangkuk teh kepada ayahnya.
Kongsun Ci merasa sangsi, ia pikir teh ini diantarkan kepadanya atas suruhan Kiu Jian -jio di dalam hal ini pasti ada sesuatu yang tidak beres, bukan mustahil diberi racun, karena itu ia tidak mau menerima teh itu, tapi katanya kepada Nyo Ko: "Kau minum dulu.
" Sedikitpun Nyo Ko tidak gentar dan sangsi,ia terima mangkuk itu terus hendak diminumnya, mendadak Kongsun Ci berkata pula "Baiklah, biar kuminum semangkuk itu!" - Segera pula ia ambil mangkuk yang dipegang Nyo Ko itu.
Nyo Ko tahu apa artinya itu, dengan tertawa ia berkata: "Anak perempuanmu sendiri yang menuangkan teh ini, masakah dia menaruh racun?" Habis berkata ia terus terima mangkuk teh yang lain dan ditenggak hingga habis.
Kongsun Ci melihat air muka Lik-oh tenang2 saja tanpa mengunjuk sesuatu perasaan kuatir Nyo Ko akan keracunan, maka percayalah dia bahwa teh itu tidak berbahaya.
Segera iapun minum habis isi mangkuk itu.
"Creng", ia membentrok kedua senjatanya dan berkata: "Nah, tak perlu mengaso lagi, marilah kita mulai bertempur pula, Hm, kalau saja perempuan hina itu tidak memberi petunjuk pada-mu, biarpun kau mempunyai jiwa serep juga sudah melayang sejak tadi.
" Pada saat itulah mendadak Kiu Jian-jio menanggapi deagan suara dingin: "Sekarang ilmu kebalnya sudah pecah, boleh kau incar saja Hiat-tonya.
" Kongsun Ci melengak, segera ia merasakan ujung lidahnya ada rasa amisnya darah, sungguh kejutnya tak terkatakan.
Kiranya ilmu kebal tutukan Hiat-to yang dilatihnya itu pantang makan minum barang berjiwa, untuk menjaga segala kemungkinan, maka ia melarang setiap anak buahnya di Cui-sian-kok untuk makan daging dan barang apa saja yang berbau darah.
Meski orang lain tidak melatih ilmu kebal itu, tapi terpaksa mesti ikut tersiksa.
Walaupun Kongsun Ci sudah berjaga dan hati2 sama sekali tak terduga olehnya bahwa Kiu Jianjio akan menaruh darah dalam teh yang diminumnya itu.
Bagi Nyo Ko tentu tidak menjadi soal tapi bagi Kongsun Ci, teh campur tetesan darah itu seketika membuat ilmu kebalnya itu hancur.
. . Saking murkanya ia berpaling dan melihat Kiu Jian-jio sedang komat kamit asyik makan kurma, tangan yang satu menggengam kurma, tangan yang lain melangsir buah kurma itu ke mulut dan dimakan dengan nikmatnya.
"Ilmu itu adalah pemberianku dan sekarang aku yang memusnahkannya, kan tidak perlu heran dan kaget toh?" kata Kiu Jian-jiu dengan tersenyum.
Kedua mata Kongsun Ci merah berapi, ia angkat kedua senjatanya terus menerjang ke arak Kiu Jian-jio.
Lik-oh terkejut, cepat ia memburu maju hendak melindungi sang ibu.
Tapi mendadak terdengar angin keras menyamber di sebelah telinga, menyusul terdengar Kongsun Ci menjerit keras2, senjatanya terlepas dari tangan, sambil menutupi mata kanannya terus berlari keluar, terdengar suara jerit tangisnya yang mengaung ngeri dan makin menjauh, akhirnya lenyap di tengah pegunungan.
Para hadirin saling pandang dengan bingung karena tidak tahu dengan cara bagaimana Kiu Jian-Jiu melukai Kongsun Ci, Hanya Nyo Ko dan Lik-oh saja yang tahu duduknya perkara, jelas Kiu Jian-Jio menggunakan biji kurma yang disemprotkan dari mulutnya itu, untuk membutakan mata bekas suaminya itu, Waktu Nyo Ko bertempur dengan Kongsun Ci, diam2 Kiu Jian-jio sudah mengumpulkan beberapa biji kurma di dalam mulutnya, cuma waktu itu dia tidak berani sembarangan bertindak, ia lihat ilmu silat Kongsun Ci sudah jauh lebih maju, ia kuatir kalau sekali serang tidak kena maka akan membikin runyamnya urusan dan selanjutnya pasti sukar lagi hendak melukai Kongsun Ci.
Sebab itulah lebih dulu Kiu Jian-jio memunahkan ilmu kebal Tiam-hiat yang dilatih Kongsun Ci itu dengan teh berdarah, lalu pada saat Kongsud Ci menjadi murka, mendadak iapun menyerangnya dengan semburan biji kurma yang merupakan satunya senjata yang dilatihnya selama belasan tahun ini, baik kekuatannya maupun kejituannya tidak kalah daripada senjata rahasia manapun juga.
Kalau saja tadi Lik-oh tidak memburu maju mendadak dan mengalang di depan, bukan mustahil kedua mata Kongsun Ci sudah buta semua, bahkan kalau dahinya yang kena biji kurma, tentu jiwanya juga melayang seketika.
Melihat ayahnya mendadak lari pergi, Lik-oh merasa tidak tega, ia terkesima dan berseru: "Ayah, ayah!" Segera ia bermaksud berlari keluar untuk melihat kepergian sang ayah, tapi Kiu Jian-jio lantas menghardiknya dengan suara bengis: "Jika kau ingin ayah, bolehlah kau pergi bersama dia dan jangan menemui aku lagi selamanya.
" Lik-oh menjadi serba salah, tapi mengingat persoalan ini memang terpangkal pada kesalahan sang ayah, sedangkan siksa derita sang ibu jauh melebihi ayah, pula ayahnya sudah pergi jauh, untuk menyusulnya juga tidak dapat Iagi.
terpaksa ia melangkah kembali dan menuuduk dengan diam.
Dengan angkuhnya Kiu Jian-jio duduk di kursinya, dipandangnya sini dan diliriknya sana, lalu mengejeknya: "Hm, bagus! Kalian datang untuk pesta pora bukan" Tapi pestanya buyar tanpa jamuan, kalian tentu kecewa, bukan?" Semua orang sama ngeri tersapu oleh sorot matanya yang tajam itu, semuanya kuatir kalau mendadak nenek itu menyemburkan senjata rahasianya yang aneh dan jiwa bisa melayang seketika.
Hanya Kim-lun Hoat-ong, In Kik-si dan Siau-siang-cu saja yang sama siap siaga.
Bahwa akhirnya Kongsun Ci mengalami nasib begitu, hal inipun tak terduga oleh Siao-liong-li dan Nyo Ko, mereka sama menghela napas panjang, lalu saling genggam tangan dengan kencang.
walaupun begitu Siao-liong-Ii tidak lupa kepada budi pertolongan jiwa Kongsun Ci, kini penolong itu terluka parah dan telah kabur, mau-tak-mau iapun rada menyesal, segera ia mengedipi Nyo Ko, kedua orang lantas melangkah pergi.
Tapi baru sampai di ambang pintu, mendadak Kiu Jian-jio membentaknya "Nyo Ko hendak ke mana?" Nyo Ko memutar balik dan memberi hormat, katanya: "Kiu-locianpwe, nona Lik-oh, sekarang juga kami mohon diri.
"-ia tahu umur sendiri takkan lama lagi, maka iapun tidak mengucapkan "sampai berjumpa" segala.
Likoh membalas hormat anak muda itu tanpa berkata.
sedangkan Kiu Jian-jio lantas menghardik pula dengan gusar "Sudah kujodohkan puteriku satunya ini padamu, mengapa kau tidak sebut aku sebagai ibu mertua, bahkan sekarang mau pergi begitu saja?" Nyo Ko melengak bingung, ia merasa tidak pernah menyatakan mau terima si nona meski nenek itu memaksa untuk menjodohkan Lik-oh padanya.
Segera Kiu Jian-jio berkata pula: "Ruangan upacara di sini sudah tersedia, segala sesuatu juga sudah disiapkan, tamu undanganpun sudah hadir sekian banyak, kaum persilatan kita juga tidak perlu banyak adat, sekarang juga kalian berdua boleh menikah saja.
" Padahal demi Siao-liong-li, Nyo Ko telah menempur mati2an dengan Kongsun Ci, ini telah disaksikan sendiri oleh Kim-Iun Hoat-ong dan lain2.
Kini Kiu Jian-jio memaksa Nyo Ko menjadi mantunya, mereka tahu sebentar pasti akan terjadi keonaran lagi.
Mereka saling pandang dengan tersenyum dan ada pula yang geleng2 kepala.
Dengan sebuah tangan merangkul bahu Siao-liong-li dan tangan lain memegangi tangkai Kun-cu-kiam, berkatalah Nyo Ko: "Maksud baik Kiu-locianpwe kuterima dengan terima kasih, namun hati wanpwe sudah terisi, sesungguhnya aku tidak jodoh dengan puterimu.
" Sembari bicara iapun melangkah mundur pelahan, ia tahu watak Kiu Jian-jio sangat aneh, bukan mustahil nenek itu mendadak menyemprotkan biji kurma, maka ia sudah siapkan pedangnya untuk menangkis.
Kiu Jian-jio melotot gusar sekejap ke arah Siao-liong-Ii, lalu berkata pula: "Hm, rase cilik ini memang amat cantik, pantas yang tua bangka ter-gila2, yang muda juga kesemsem padanya.
" Cepat Lik-oh menyela: "Bu, sudah lama Nyo-toako dan nona Liong ini terikat oleh janji pernikahan, persoalan mereka biarlah nanti kuceritakan padamu.
" Tapi Kiu Jian-jio lantas mendamperatnya: "Cis, memangnya kau anggap ibumu ini siapa" Apa yang sudah kukatakan masakah boleh diubah" Nah, orang she Nyo, mau-tak-mau kau harus tinggal di sini, jangankan anak perempuanku cukup cantik dan cocok bagimu, sekalipun dia bermuka jelek juga hari ini kau mesti memper isteri kan dia.
" Mendengar ucapan si nenek botak yang tidak se-mena2 itu, Be Kong-co ter-bahak2 dan berseru: "Haha, suami-isteri yang tinggal di sini ini benar2 suatu pasangan manusia ajaib, yang laki memaksa perawan orang untuk menjadi isterinya, yang perempuan juga memaksa pemuda untuk mengawini puteri-nya.
Hahaha, sungguh lucu! Eh, kalau orang menolak boleh tidak?" "Tidak boleh!" jengek Kiu Jian-jio mendadak.
Dan selagi Be Kong-co bergelak tertawa pula dengan mulut terbuka, se-konyong2 terdengar suara mendesisnya suatu benda kecil, satu biji kurma telah menyamber ke dahinya secepat kilat dan tampaknya sukar dihindarkan.
Saking kagetnya cepat Be Kong-co menjongkok, "plok", dua buah gigi depannya rompal seketika terkena biji kurma itu, Keruan Be Kong-co menjadi murka, ia mengerang dan menubruk maju.
"Awas, Be-heng!" cepat In Kik-si memperingat kan.
Namun sudah terlambat, "plak - plok", tahu2 dua tempat Hiat-to pada kedua kaki Be Kong-co tepat terbidik oleh biji kurma yang disemprotkan Kiu Jian-jio, kontan kakinya lemas dan jatuh ter-sungkur tak dapat bangun.
Menyambernya biji2 kurma itu sungguh cepat luar biasa, Waktu Be Kong-co bergelak tertawa tadi Nyo Ko sudah memperkirakan Kiu Jian-jio pasti akan menghajar si dogol, segera ia melolos pedang hendak menolongnya, tapi tetap terlambat sedikit cepat ia membuka Hiat-to kaki Be Kong-co yang terbidik biji kurma itu dan membangunkannya.
Orang dogol biasanya berhati jujur, begitu pula Be Kong-co, dia berani mengaku kalah, apalagi melihat Kiu Jian-jio tanpa bergerak, hanya pentang mulut saja lantas dapat merobobkaanya, hatinya menjadi sangat kagum, sambil mengacungkan ibu jari ia memuji: "Kau sungguh hebat, nenek botak, kepandaianmu jauh lebih tinggi daripadaku aku mengaku kalah dan tak berani lagi padamu," Kiu Jian-jio tidak menggubrisnya, ia mendelik pada Nyo Ko dan bertanya: "Jadi kau tetap tidak mau menikahi puteriku?" Merasa dibikin malu di depan orang banyak, Kongsun Lik-oh tidak tahan lagi, ia melolos belati dan mengancam dada sendiri sambil berteriak: "Ibu, jika engkau tanya dia lagi, segera anak membunuh diri di depanmu!" Mendadak Kiu Jiati-jio pentang mulutnya "berrr", satu biji kurma terus menyamber ke sana dan tepat menghantam belati yang di pegang Lik-oh itu, begitu hebat tenaganya sehingga belati itu mencelat dan menancap pada tiang batu.
Semua orang sama berseru kaget dan kagum betapa lihaynya senjata rahasia si nenek.
Nyo Ko pikir tiada gunanya tinggal lebih lama di situ, segera ia gandeng Siao-liong-li dan diajaknya berangkat Dengan perasaan pedih cepat Lik-oh mendekati Nyo Ko dan menyodorkan baju robek yang dipinjamnya dari Nyo Ko tempo tari, katanya dengan sedih "Nyo toako inilah bajumu!" "Oh, terima kasih," jawab Nyo Ko dan menerima kembali baju itu, ia dan Siau-liong-li cukup memahami maksud Lik-oh, yaitu sengaja mengaling di depan Nyo Ko agar Kiu Jian-jio tidak dapat menyerangnya dengan biji kurma.
Dengan tersenyum simpul Siao-liong-li juga menyatakan terima kasihnya dengan mengangguk pelahan.
Lik-oh memberi isyarat pula dengan mulutnya agar kedua orang itu lekas pergi saja.
Akan tetapi mendadak Kiu Jian-jio berteriak pula: "Nyo Ko, kau tidak mau menikati puteriku, apakah jiwamu juga kau tidak mau lagi?" Nyo Ko tersenyum pedih dan melangkah mundur keluar pintu, Tiba2 Siao-liong-li merandek, hatinya terkesiap, katanya: "Nanti dulu!" Lalu ia bertanya dengan suara lantang: "Kiu-iocianpwe, apakah engkau mempunyai obat penawar racun bunga cinta?" Sebenarnya hal ini sudah terpikir oleh Lik-oh, ia menduga sang ibu pasti akan menggunakan obat penawar sebagai alat pemeras kepada Nyo Ko agar anak muda itu mau menikahinya, sebab itulah sejak tadi ia tak berani memohonkan obat itu bagi Nyo Ko, betapapun ia adalah gadis suci bersih, dengan sendirinya tidak pantas membela Nyo Ko di depan umum tapi sekarang urusan sudah gawat, ia tidak dapat memikirkan hal2 itu lagi, segera ia berkata kepada sang ibu: "Kalau saja Nyo-toako tidak memberi bantuan, tentu saat ini ibu masih terkurung di gua bawah tanah itu, utang budi harus membalasnya dengan budi, haraplah ibu suka berusaha menyembuhkan racun yang diidap oleh Nyo-toako itu," "Hm, utang budi balas budi, utang jiwa balas jiwa" Masakah di dunia ini dapat membedakan budi dan dendam sejelas itu?" jengek Kiu Jian-jio, "Coba katakan, apakah Kongsun Ci memperlakukan diriku secara begitu keji juga termasuk balas budinya padaku?" Mendadak Likoh berteriak: "Anak paling benci terhadap lelaki yang tidak beriman.
Kalau orang she Nyo ini juga sengaja meninggalkan kekasih lama dan ingin menikahi anak, biarpun mati juga anak tidak sudi menjadi isterinya.
" Sebenarnya ucapan Lik-oh ini sangat cocok dengan jalan pikiran Kiu Jian-jio, tapi segera iapun tahu maksud tujuan Lik-oh, nona itu teramat cinta kepada Nyo Ko, kalau anak muda itu mau menikahinya tentu saja ia bersedia pula, cuma terpaksa oleh keadaan sekarang, yang diharapkan adalah menolong dulu jiwa Nyo Ko.
Kim-Iun Hoat-ong, In Kik-si dan lain-Iain saling pandang dengan tersenyum menyaksikan adegan "kawin paksa" yang menarik ini.
Sampai sekarang baru Kim1um Hoat-ong mengetahui Nyo Ko mengidap racun, diam2 ia bergirang dan berharap anak muda itu tetap kepala batu, dengan begitu orang yang berwatak seperti Kiu Jian-jio itu juga pasti takkan memberi obat penawarnya apabila tiada mendapatkan imbalan yang sesuai dengan kehendaknya.
Begitulah sorot mata Kiu Jian-jio mengusap pelahan muka seriap orang secara bergilir, kemudian ia berkata "Nyo Ko, kulihat orang yang hadir ini ada yang menginginkan kematianmu, ada juga yang berharap kau akan hidup terus, Nah.
kau sendiri ingin mati atau ingin hidup, hendaklah kau memikirkan dengan baik!" Sambil merangkul pinggang Siao-Iiong-li, dengan lantang Nyo Ko menjawab: "Kalau dia tidak menjadi milikku dan aku tidak dapat memiliki dia, kami berdua lebih suka mati bersama saja.
" "Benar!" tukas Siao-liong-li, dengan tertawa manis, Keduanya sudah ada perpaduan batin, cinta mereka sudah sedemikian mendalam, mati-hidup bagi mereka sudah bukan soal lagi.
Tapi Kiu Jian-jio tetap sukar memahami isi hati Siao-liong li, ia membentak: "Jika bocah itu tidak kutoIong, maka jiwanya pasti akan melayang, kau tahu tidak hal ini" Dia cuma dapat hidup 36 hari lagi, kau mengerti tidak?" "Kalau kau sudi menolongnya dan kami dapat berkumpul lebih lama beberapa tahun lagi untuk itu sudah tentu kami sangat berterima kasih," kata Siao-1iong-1i.
"Jika kau tidak mau menolongnya maka biarlah kami berkumpul lagi selama 36 hari juga boleh.
Toh kalau dia mati aku sendiripun tidak bakal hidup terus," Waktu bicara, wajahnya yang cantik molek itu sama sekali tidak memberi sesuatu perasaan kuatir dan sedih, soal mati dan hidup itu dianggapnya seperti sepele saja.
Tentu Kiu Jian-jio merasa bingung, sebentar ia pandang Nyo Ko, lain saat ia pandang Siao liong-li pula, dilihatnya kedua muda-mudi itu saling menatap dengan penuh kasih sayang, rasa cinta murni begini selamanya belum pernah terasakan oleh Kiu Jian-jio sendiri, bahkan juga tidak pernah terpikir olehnya ternyata di dunia ini toh ada lelaki dan perempuan yang begitu mendalam cintanya.
Tanpa terasa ia teringat nasibnya sendiri yang bersuamikan Kongsun Ci, akhirnya ternyata begini jadinya.
Mendadak ia menghela napas panjang dan air matanya bercucuran.
Segera Lik-oh menubruk maju dan merangkul sang ibu, katanya dengan menangis: "O, ibu, obatilah dia.
Nanti kita pergi mencari Jiku saja, beliau sangat rindu padamu bukan?" Karena air matanya itu terangsang pula perasaan halusnya sebagai wanita segera Kiu Jian-Jio ingat kepada kedua kakaknya, kakak pertama menurut surat kakak kedua yang di bacakan Kongsun Ci itu katanya sudah tewas di tangan Kwe Cing dan Ui Yong, sedangkan dirinya sendiri lumpuh dan kakak kedua sekarang sudah menjadi Hwesio, itu berarti sakit hati kematian kakak pertama itu sukar dibalas lagi.
Tiba2 teringat oleh Kiu Jian-jio bahwa ilmu silat bocah she Nyo ini tidak lemah, kalau dia berkeras tidak mau menikahi Lik-oh, boleh juga kusuruh dia membalaskan sakit hatiku kepada Kwe Cing dan Ui Yong sebagai imbalannya" Setelah ambil keputusan demikian, pelahan ia lantas mengeluarkan sisa satunya Coat-ceng-tan yang masih ada itu, ia potong pil persegi sebesar gundu itu menjadi dua dengan kukunya ia ambil setengah potong obat itu dan ditaruh pada telapak tangannya tahi berkata: "Nah, Nyo Ko, obat akan kuberikan padamu, kau tidak sudi menjadi menantuku juga tak apalah, tapi kau harus berjanji untuk melakukan sesuatu urusan bagiku.
" Nyo Ko saling pandang sekejap dengan Siao-Iiong-li, sama sekali tak terduga bahwa nenek botak itu mendadak bisa berhati baik kepada mereka, walaupun kedua orang tidak memikirkan soal mati dan hidup lagi, tapi kalau ada jalan untuk tetap hidup, sudah tentu hal ini sangat menggembirakan.
Segera ia bertanya: "Urusan apa yang perlu kulakukan bagi Kiu locianpwe, kalau mampu tentu akan kami kerjakan sepenuh tenaga" "Aku ingin kau menanggalkan kepala dua orang dan diserahkan padaku di sini," jawab Kiu Jian-jio.
Mendengar itu, seketika Nyo Ko dan Siao-jiong-li sama berpikir bahwa satu di antara kedua orang yang ingin dibunuhnya itu pasti Kongsun Ci adanya.
Sudah tentu Nyo Ko tidak mempunyai kesan baik terhadap Kongsun Ci, setelah buta sebelah mata dan punah pula ilmu kebal Tiam-hiatnya, dalam waktu singkat keadaan Kongsun Ci tentu sangat payah, untuk mencari dan membunuhnya rasanya tidak sukar.
Tapi mengingat dia ayah Lik-oh sedangkan nona itu sangat kesemsem pada dirinya, rasanya menjadi tidak enak kalau ayahnya harus dibunuh.
Dalam hati Siao-liong-li juga merasa utang budi kepada Kongsun Ci meski orang itu memang jahat dan pantas dibinasakan Tapi melihat sikap Kiu Jian-jio yang ketus itu, kalau permintaannya tidak dilaksanakan betapapun obat yang dimilikinya itu pasti takkan diberikan kepada Nyo Ko, tampaknya urusan ini harus di sanggupi lebih dulu.
Melihat kedua orang itu mengunjuk rasa ragu, Kiu Jian-jio lantas menjengek: "Akupun tidak tahu antara kalian dengan kedua orang itu apakah ada hubungan baik atau tidak, yang pasti aku harus membunuh kedua orang itu.
" sembari bicara, tangannya memainkan setengah potong pil Coat-ceng-tan itu dengan -di-lempar2kan ke atas secara padahal Nyo Ko merasa nada ucapan Kiu Jian-Jio itu seperti bakau Kongsua Ci yang dimaksud segera iapun bertanya: "Siapakah musuh2 Kiu-locianpwe itu?" "Masakah kau tidak mendengar isi surat yang dibaca tadi?" jawab Kiu Jian-jiu, "Yang membunuh Toakoku kan bernama Kwe Cing dan Ui Yong" "Aha, bagus sekali, sangat kebetulan!" seru Nyo Ko kegirangan "Kedua orang itu adalah pembunuh ayahku, seumpama tiada permintaanmu juga Wanpwe akan menuntut balas kepada kedua orang itu.
" Hati Kiu Jian-jio terkesiap, "Apa betul katamu?" ia menegas.
"Taysu ini juga pernah bersengketa dengan kedua orang itu, urusanku juga pernah kuceritakan padanya," kata Nyo Ko sambil menuding Kim-lun Hoat-ong.
Kiu Jian-jio memandang kearah Hoat-ong sebagai tanda tanya.
"Ya, memang betul, " jawab Hoat-ong sambil mengangguk, "Tapi saudara Nyo ini waktu itu jelas membantu Kwe Cing dan Ui Yong serta memusuhiku.
" Siao-liong-li dan Kongsun Lik-oh menjadi gemas karena Hwesio ini senantiasa berusaha mengadu domba, berbareng mereka melototinya.
Namun Kim-lun Hoat-ong anggap tidak tahu saja, dengan tersenyum ia tanya Nyo Ko: "Saudara Nyo, coba katakan, betul tidak ucapanku tadi?" "Benar," jawab Nyo Ko dengan tertawa, "Sesudah kubalas sakit hati ayah-bundaku, kelak aku masih harus minta petunjuk beberapa jurus lagi kepada Taysu.
" "Baik, baik!" ujat Hoat-ong sambil merangkap kedua tangannya didepan dada.
Kalau kedua orang itu sedang adu mulut, Kiu Jian-jio sendiri sedang merenungkan persoalannya sendiri, tiba2 ia menyodorkan obat yang di pegangnya dan berkata kepada Nyo Ko: "Aku tidak urus apakah ucapanmu benar atau tidak, bolehlah kau makan obat ini.
" Nyo Ko mendekatinya dan menerima obat itu, ia menerima obat itu cuma setengah potong saja, diam2 iapun paham maksud si nenek, katanya dengan tertawa: "Jadi setengah potong obat lagi harus kutukar dengan kepala kedua orang itu.
" "Benar, kau memang pintar," jawab Kiu Jian-jio mengangguk.
Nyo Ko pikir minum saja setengah potong obat ini dari pada sama sekali tidak ada, Maka ia terus memasukkan obat itu ke mulut dan di telannya kedalam perut.
"Di dunia ini Coat-ceng-tan ini cuma sisa satu biji saja, sekarang setengahnya sudah kau minum, masih ada separoh akan kusimpan pada suatu tempat, 18 hari lagi akan kuberikan obat itu jika kau membawa kepala kedua orang yang kuminta itu," kata Kiu Jian-jio kemudian "Jika kau tidak melaksanakan perintahku itu, biarpun nanti kau dapat menawan aku serta menyiksa ku dengan cara apapun juga, maka jangan kau harap akan mendapatkan separoh pil itu.
Nah, cukup sampai di sini saja, selamanya aku bicara dengan tegas, para tamu silahkan pulang, Nyo-toaya dan nona Liong, kita berjumpa 18 hari lagi.
" Habis bicara fa terus memejamkan mata tanpa menggubris orang lain jelas sikapnya itu adalah mengusir tetamu.
"Mengapa memberi batas waktu 18 hari?" tanya Siao-Iiong-Ii.
Sambil memejamkan mata Kiu Jian-jio menjawab: "Racun bunga cinta yang mengeram dalam tubuhnya itu mestinya baru akan bekerja 36 hari lagi.
Tapi sekarang dia telah makan separoh pil Coat-ceng-tan sehingga kadar racun dalam tubuhnya mengumpul menjadi satu, masa kerjanya menjadi tambah cepat sekali lipat.
Maka 18 hari lagi kalau dia makan sisa obat ini seketika racun dalam tubuh nya akan punah, kalau tidak.
. . " sampai di sini ia tidak meneruskan lagi melainkan memberi tanda agar semua orang lekas pergi.
Nyo Ko dan SiaoIiong-li tahu orang ini sukar diajak bicara dengan baik2, segera mereka melangkah pergi, setiba di mulut lembah dan menemukan kudanya yang di tinggalkan oleh Nyo Ko ketika datang itu, sekali Nyo Ko bersuit, segera kuda itu berlari keluar dari hutan sana.
. Meski Nyo Ko hanya tiga hari saja berada di Cui-sian-kok itu, namun selama tiga hari itu telah banyak mengalami bahaya dan beberapa kali hampir melayang jiwanya, kini dapat meninggalkan tempat berbahaya ini dengan buah hatinya, sungguh ia merasa seperti hidup di dunia lain.
Sementara itu fajar sudah menyingsing, berdiri di tempat tinggi memandangi perkampungan yang penuh dikeliligi pepohonan yang rindang itu di bawah sinar sang surya pagi, pemandangan yang menghijau permai itu sungguh sangat menarik.
Nyo Ko menggandeng Siao-liong-li ke bawah pohon yang rindang, katanya- "Kokoh " "Kukira kau jangan memanggil Kokoh lagi padaku," ujar Siao-liong-li sambil menggelendot di tubuh anak muda itu.
Dalam hati Nyo Ko memang sudah lama tidak menganggap Siao-liong-li sebagai guru lagi, dia masih memanggil "Kokoh" (bibi) padanya adalah karena kebiasaan.
Maka senang sekali dia mendengar ucapan si nona tadi, ia berpaling dan menatap bola mata Siao-liong-li yang hitam itu, lalu bertanya: "Habis aku mesti panggil apa padamu?" "Kau suka memanggii apa boleh terserah padamu?" kata Siao-Iiong-Ii.
Nyo Ko termenung sejenak.
lalu berkata pula: "Saat2 yang paling menyenangkan selama hidupku adalah pada waktu kita tinggal bersama di kuburan kuno itu.
Tatkala itu kupanggil engkau Kokoh, sampai matipun biarlah tetap ku panggil kau Kokoh," "Eh, kau masih ingat tidak ketika kupukul pantatmu, apakah waktu itu kaupun sangat senang?" ujar Siao-liong-li dengan tertawa.
Mendadak Nyo Ko merangkul Siao-liong-li ke dalam pelukannya terasa bau harum lembut dari tubuh si nona berbaur dengan hawa segar tetumbuhan pegunungan sungguh membikin orang mabuk dan syur serta sukar mengendalikan diri.
Dengan pelahan Nyo Ko berkata "Kalau kita berada bersama seperti ini selama 18 hari, kukira kita akan mati bahagia dan tidak perlu membunuh Kwe Cing dan Ui Yong segala, daripada susah2 pergi ke sana dan bertempur mati"an, lebih baik kita hidup aman tenteram untuk menikmati kebahagiaan selama 18 hari ini.
" "Terserah bagaimana kehendakmu!" ujar Siao liong-li, "Dahulu aku selalu menyuruh kau tunduk pada perintahku, sejak kini aku cuma menuruti perkataanmu.
" Biasanya Siao-liong-li sangat dingin, sekarang perasaannya penuh kasih mesra, mata alisnya hingga badannya serta tangan dan kaki pun terasa hangatnya cinta kasih, ia merasa bahagia apabila menuruti perkataan Nyo Ko dengan segenap jiwa raganya.
Nyo Ko termangu memandangi Siao liong-li agak lama barulah ia berkata dengan pelahan: "Mengapa matamu menggenang air?" Siao-liong-Ii pegang sebelah tangan anak muda itu dan ditempelkan pelahan pada pipi sendiri, jawabnya kemudian dengan suara lambat: "Aku.
. . . aku sendiri tidak tahu" Selang sejenak ia menyambung pula: "Tentunya disebabkan aku teramat suka padamu.
" "Kutahu kau sedang berduka bagi sesuatu persoalan," ujar Nyo Ko.
Mendadak Siao-liongIi mengangkat kepalanya dan air matapun bercucuran ia mendekap dalam pelukan Nyo Ko, katanya dengan tersedu-sedan: "Ko-ji.
Ko-ji, kau. . . kita hanya ada waktu 18 hari, mana bisa cukup.
" Nyo Ko mengusap bahu si nona dan berkata: "Ya, akupun bilang tidak cukup.
" "Kuingin kau senantiasa perlakukan aku begini, selamanya, seratus tahun, seribu tahun," kata Siao-liong-li dengan ter-sedat2.
Nyo Ko pegang muka Siao-liong-li dan dike-cupnya pelahan bibirnya yang merah delima itu, lalu berkata dengan tegas: "Baik, betapapun harus kubunuh Kwe Cing dan Ui Yong.
" Ketika ujung lidahnya merasakan asinnya air mata si nona, seketika cinta berahinya bergejolak, serentak dadanya kesakitan, seluruh tubuhnya se-akan2 meledak.
Pada saat itulah tiba2 di dengar suara seorang berkata di tempat ketinggian sebelah sana: "Huh, seumpama ingin ber-kasih2an, kan harus mencari tempat yang baik dan tidak perlu di tempat terbuka seperti ini.
" Cepat Nyo Ko menoleh, dilihatnya di atas tanjakan bukit sana berdiri Kim-lun Hoat-ong, ln Kik-si, Siau-siang-cu, Nimo Singh dan Be Kong co.
Yang membuka suara tadi jelas adalah Kim-lun Hoat-ong.
Kiranya waktu Nyo Ko dan Siao-liong li meninggalkan Cui-sian-kok secara ter-buru2 tanpa menghiraukan orang lain, maka Kim lun Hoat-ong dan rombongannya diam2 mengikuti di belakang mereka, Saking asyiknya Nyo Ko dan Siao-liong li- menumpahkan rasa cinta masing2 sehingga mereka tidak tahu kalau perbuatan mereka itu telah dilihat seluruhnya oleh Hoat-ong dan rombongannya.
Teringat kepada sikap Kim lun Hoat-ong yang kurang simpatik, beberapa kali sengaja mengadu domba Nyo Ko dengan Kongsun Ci dan hampir saja Nyo Ko dicelakai, diam2 Nyo Ko merasa menyesal telah bantu menyembuhkan luka Hoat-ong ketika dia bersemadi di pegunungan sunyi tempo hari, tahu begitu tentu Hwesio gede itu sudah dibinasakannya waktu itu.
Melihat sorot mata Nyo Ko yang gusar itu, cepat Siao-liong-li menghiburnya: "jangan urus orang macam begitu, orang begitu biarpun hidup selamanya juga tidak lebih bahagia daripada kita hidup selama 18 hari.
" Dalam pada itu terdengar Be Kong-co berseru: "Adik Nyo dan nona Liong, marilah kita pergi ber-sama.
pegunungan sunyi begini masakah ada yang menarik?" Tapi yang diharapkan Nyo Ko sekarang hanya dapat berkumpul bersama Siao-liong-li selama masih ada kesempatan, namun orang2 itu justeru datang mengganggunya, ia tahu Be Kong-co bermaksud baik, maka lantas ia menjawab: "Silakan Be-toako berangkat dahulu, sebentar Siaute lantas menyusul.
" "Baiklah, lekas ya!" kata Be Kong-co, "Hahaha, kenapa kau ikut ribut?" ujar Kim lun Hoat-ong sambil bergelak ketawa, "Mereka lebih suka bergadang selama 18 hari di pegunungan sunyi ini, tapi kau justeru merecoki mereka.
" Tentang batas waktu 18 hari seperti apa yang dikatakan Kiu Jian-jio itu dapat didengar setiap orang, maka Be Kong-co menjadi gusar mendengar ucapan Kira-lun Hoat-ong itu, mendadak ia menubruk maju dan menjamberet baju di dada Hoat-eng dan mendamperat.
"Bangsat gundul, hatimu sungguh keji! Kita datang ke sini suatu rombongan dengan adik Nyo, kau tidak membantu dia saja kudu dimaki, sekarang kau malah mengejek dan meng-olok2 dia lagi, sebenarnya apa kehendakmu?" "Hm, kau lepaskan tidak?" jengek Hoat-ong.
Tidak, kau mau apa?" jawab Be Kong-co dengan gusar bahkan ia tarik baju orang dengan lebih kencang, Mendadak kepalan kanan Hoat-ong menjotos ke muka lawan.
"Bagus! Kau ingin berkelahi ya?" seru Be Kong-co sambil angkat telapak tangannya yang besar itu untuk menangkap kepalan Hoat-ong.
Tak terduga jotosan Hoat-ong itu ternyata pancingan belaka, tiba2 tangan kirinya menolak sekuatnya di punggung Be Kong-co, kontan tubuh Be Kong-co yang besar itu terus mencelat ke sana dan terguling ke bawah tanjakan bukit itu.
Untunglah lereng bukit itu penuh rumput tebal dan panjang, pula kulit daging Be Kong-co kasar lagi tebal sehingga tidak mengalami luka parah, walaupun begitu tidak urung kepalanya juga benjot dan muka matang biru sampai lama ia tidak sanggup bangun.
Ketika melihat kedua orang mulai bergebrak Nyo Ko tahu Be Kong-co pasti akan kecundang, saat ia memburu ke sana, namun sudah terlambat, Be Kong-co sudah telanjur terguling ke bawah, Segera Nyo Ko memayangnya bangun, ke dua orang lantas naik lagi ke atas bukit.
Meski dongkol, tapi orang dogol juga punya akal dogoI, ia tahu berkelahi secara berhadapan pasti bukan tandingan Hwesio besar itu, maka sambil berjalan iapun pura2 merintih kesakitan "Aduh tanganku patah dipukul bangsat gundul!" Bahwa Kim-Iun Hoat-ong diundang oleh pangeran MongoI, yaitu Kubilai, serta diangkat menjadi Koksu kerajaan MongoI, hal ini memangnya sudah menimbulkan rasa dongkol tokoh2 lain seperti Siau siang-cu, Nimo Singh dan lain2, sekarang mereka melihat pula Hoat-ong bertindak secara tidak se-mena2 terhadap kawan sendiri, keruan Siau-siang-cu dan Nimo Singh bertambah gusar, segera keduanya saling memberi isyarat.
"Hm, kepandaian Taysu memang hebat, pantas mendapatkan gelar Koksu nomor satu kerajaan MongoI," demikian Sian-siang-cu lantas mengejek.
"Ah, mana aku. . . " Hoat-ong berendah hati ia dapat melihat gelagat bahwa kedua orang ini ada maksud menyerangnya sedangkan Nyo Ko dan Siao liong-Ii di sebelah lain juga siap2 akan me-labrak, bagaimana dengan In Kik-si belum lagi diketahui.
Kalau saja dirinya dikerubut, walaupun belum tentu kalah, namun untuk menang jelas juga sukar, Maka sambil berjalan diam2 iapun mencari akal untuk meloloskan diri.
Diluar dugaan, sambil berlagak merintih ke-sakitan, diam2 Be Kong-co mendekati belakang Hoat -ong dan mendadak menghantam tepat mengenai kepalanya.
Dengan kepandaian Kim-Iun Hoat-ong yang maha tinggi itu, sebenarnya sukar bagi Be Kong-co untuk menyergapnya, tapi sekarang perhatian Hoat-cng lagi dicurahkan untuk menghadapi kemungkinan kerubutan Nyo Ko, Siau-siang-cu dan lain2, ia tidak memperhatikan kelakuan si dogol dan akibatnya kena dihantam keras dari belakang.
Hantaman keras itu membuat kepala Hiat-ong kesakitan dan mata ber-kunang2, dengan murka tanpa pikir Hoat-ong menyikut ke belakang dan tepat dada Be Kong-co tersodok, tanpa ampun si dogol menjerit dan rebah ke bagian depan.
Perawakan Hoat-ong lebih pendek, tubuh Be Kong-co yang tinggi besar itu tepat rebah dan bersandarkan pada pundaknya Tanpa pikir lagi Hoat -ong terus panggul tubuh yang gede itu dan di bawa lari ke bawah bukit.
Tindakan Hoat-ong ini benar2 diluar dugaan siapapun juga, dengan pedang terhunus Nyo Ko yang per-tama2 mengudak ke sana, Kepandaian Kim-Iun Hoat-ong benar2 luar biasa, meski memanggul seorang raksasa yang beratnya hampir 300 kati, namun larinya secepat terbang, Nyo Ko, Siau-liong-li, Nimo Singh dan lain2 juga memiliki Ginkang yang tinggi, tapi dalam jarak berpuluh meter itu sukar bagi mereka untuk menyusulnya.
Nyo Ko mempercepat Iangkahnya, lambat laun dapat ia memperpendek jaraknya dengan Hoat-ong.
Ketika sudah dekat, se-konyong2 Hoat-ong berhenti dan berpaling, katanya dengan menyeringai : "Baik, kalian ingin maju sekaligus atau suka satu lawan satu?" - Habis berkata ia terus angkat tubuh Be Kong-co dan mengarahkan kepalanya pada sepotong batu padas yang besar dengan gerakan akan membenturkan kepala Be Kong-co itu.
Lebih dulu Nyo Ko mengitar ke belakang Hoat-ong untuk merintangi jalan kaburnya, lalu menjawab: "Jika kau membunuhnya, dengan sendirinya kami akan mengerubuti kau.
" Hoat-ong ter-bahak2 dan melemparkan tubuh Be Kong co ke tanah, katanya: "Orang dogol begini buat apa kumusuhinya?" - Segera ia mengeluarkan senjatanya yang khas, yaitu sebuah roda perak dan sebuah lagi roda tembaga, ia benturkan kedua roda sehingga menerbitkan suara nyaring, lalu berkata pula dengan angkuh: "Nah, siapa diantara kalian yang ingin maju lebih dulu?" "Hihihi, kalau kalian hendak berlatih, orang dagang seperti diriku lebih suka menjadi peninjau dan menonton saja," kata In Kik-si dengan tertawa.
Diam2 Hoat-ong merasa lega, ia pikir kalau orang Persia ini tidak membantu sana sini, maka berkuranglah seorang lawan berat baginya.
Siau-siang-cu paling licin, ia sendiri merasa tidak yakin dapat menandingi Kim-lun H-oat-ong dan sengaja membiarkan orang lain maju lebih dulu untuk menghabiskan tenaga musuh, kemudian barulah ia maju lagi untuk menarik keuntungannya.
Maka ia lantas berkata: "Saudara Singh, kepandaianmu jauh lebih tinggi, silakan maju lebih dulu!" Meski watak Nimo Singh sangat berangasan tapi dia bukan orang bodoh, segera ia tahu maksud Sing siang-cu.
Tapi iapun merasa ilmu silat sendiri cukup tinggi, andaikan tidak dapat menang, rasanya juga takkan kalah, segera ia pegang sebuah batu padas yang besar, lalu berteriak.
"Baik, biar kucoba kelihayan kedua rodamu itu!" Berbareng batu padas yang diangkatnya itu terus dikeprukkan ke dada Kim-lun Hoat-ong.
Memangnya perawakan Nimo Singh pendek, sedangkan batu padas yang dipegangnya itu sangat besar dan tingginya melebihi dia malah, bobotnya sedikitnya ada tiga-empat ratus kati.
Semua orang terkejut melihat dia menggunakan batu begitu sebagai senjata.
Kemarin waktu menahan panas di rumah batu itu Nimo Singh pernah pingsang tergarang, Kim-lun Hoat-ong pikir Lwekang orang cebol ini tidak seberapa kuat, tak terduga tenaganya ternyata sangat besar dan sanggup mengangkat batu raksasa itu untuk menghantamnya, ia merasa tidak menguntungkan keras lawan keras, cepat ia memutar ke samping, sedangkan roda tembaga di tangan kanan terus memukul ke punggung lawan.
Batu sebesar itu ternyata dapat diputar oleh Nimo Singh dengan enteng saja, segera ia menangkis dengan batu padas itu, Roda tembaga dan batu kebentur dan menerbitkan lelatu api disertai suara nyaring memekak telinga.
Lengan rada kesemutan diam2 ia membatin: "llmu silat setan hitam ini rada aneh, harus kuhadapi dengan hati2.
Tapi dia mengangkat batu sebesar itu, masakah dia dapat bertahan lama?" Karena pikiran itu, segera ia putar kedua roda-nya dengan cepat sambil mengitari Nimo Singh dengan Ginkangnya.
. Setelah menolong bangun Be Kong co, Nyo-Ko berdiri berjajar Siao-liong-li mengikuti pertaruhan seru itu, dilihatnya tenaga sakti "Nimo Singh beruang luar biasa, ilmu silatnya juga aneh, diam2 mereka rada heran.
Setelah berlangsung lagi sekian Iama, tenaga Nimo Singh sedikipun tidak berkurang, bahkan mendadak ia menggertak satu kali, batu padas raksasa itu terus dikeprakkanya ke dada Hoat-ong.
Betapapun lihaynya Kim-lun Hoat-ong juga tidak berani menahan samberan batu sebesar itu, cepat ia melompat ke samping.
Tak terduga, tiba2 Nimo Singh juga ikut melayang maju, batu itu dapat disusulnya, kedua tangannya mendadak menghantam batu sehingga batu itu menggeser arah dan memburu ke jurusan Hoat-ong.
Daya samberan batu itu adalah sisa lemparan pertama ditambah lagi tenaga dorongan kedua kalinya sebab itu lebih hebat daripada samberan pertama kali tadi.
Bicara tentang ilmu silat sejati sebenarnya Kim-lun Hoat-ong memang di atas Nimo Singh, cuma tenaga raksasa melempar batu yang disebut "Sikya-hiat-siang-kang" (llmu Budha melempar gajah) ini memang luar biasa dan belum pernah dilihatnya seketika ia menjadi kelabakan, terpaksa ia melompat berkelit pula ketika batu itu menyambar tiba.
Selagi menang segera Nimo Singh mendesak lagi lebih lanjut, ber-kali2 ia hantam batu itu sehingga daya sambernya bertambah hebat.
Hoat-ong pikir kalau pertarungan begitu terus, akhirnya dia pasti akan dikalahkan orang keling cebol itu kalau tidak lekas berdaya lain.
Begitulah sambil bertempur iapun memikirkan upaya cara berganti serangan untuk memperoleh kemenangan.
Pada saat itulah tiba2 terdengar suara derapan kuda yang riuh disusul dengan panji2 yang berkibar, serombongan orang berkuda tampak muncul di tempat ketinggian sana.
Nimo Singh dan Kim-lun Hoat-ong sedang bertarung dengan sengit dan tidak sempat memandang ke sana, tapi Nyo Ko dan lain2 sudah dapat melihat jelas rombongan itu adalah sepasukan tentera MongoI yang tangkas, di bawah panji besar yang berkibar itu berdiri seorang perwira muda berjubah kuning dan membawa busur.
"Hei, berhenti, berhenti!" mendadak perwira itu berseru sambil melarikan kudanya ke kalangan pertempuran Hoat-ong berdua.
Siapa lagi dia kalau bukan pangeran Mongol, Kubilai.
Mendengar suara itu, Nimo Singh melompat maju lagi dan menghantam batu padas dengan kedua tangannya batu itu terus melayang ke sana dan jatuh ke bawah bukit dengan menerbitkan suara gemuruh.
Kubilai melompat turun dari kudanya, sebelah tangannya menarik Hoat-ong dan tangan lain menggandeng Nimo Singh, katanya dengan tertawa: "Kiranya kalian sedang berlatih di sini, sungguh banyak menambah pengalamanku akan kelihaian kalian.
" Sudah tentu ia tahu kedua orang itu sedang bertempur mati2an, tapi demi kehormatan kedua pihak, ia sengaja melerai.
"llmu silat saudara Singh sungguh hebat, bagus, bagus!" ujar Hoat-ong dengan tersenyum.
Dengan mendelik Nimo Singh menjawab: "Memangnya kukira Koksu nomer satu pasti luar biasa, kiranya cuma begini saja,Hm!" Hoat-ong menjadi gusar dan segera akan menanggapi pula, tapi Kubilai telah menyela: " Wah, pemandangan di sini sungguh indah, harus di ramaikan dengan minum arak, Hayo, bawakan arak nya, biar kita minum tiga cawan bersama!" Bangsa MongoI sudah biasa berkenalan di padang Iuas, makan minum di manapun tidak menjadi soal, Segera ada pengawal menghaturkan arak dan dendeng.
Kubilai memandang sekejap ke arah Siao-liong li, diam2 ia terkesiap akan kecantikannya, Melihat Nyo Ko berdiri sejajar dengan si nona dengan bergandengan tangan, tampaknya sangat mesra, segera ia tanya Nyo Ko: "Siapakah nona ini?" "lnilah nona Liong, guruku dan bakal isteriku," jawab Nyo Ko.
Sejak pergulatan dengan maut di gua bawah tanah dan akhirnya selamat, maka watak Nyo Ko menjadi semakin nyentrik, segala tata adat tidak terpikir olehnya, ia justeru ingin mengumumkan kepada dunia bahwa: inilah Nyo Ko yang memperistrikan bekas gurunya.
Kalau bangsa Han memang sangat kolot dalam adat kekeluargaan, maka bangsa Mongol tidak begitu mementingkan tata adat begitu, sebab itulah Kubilai tidak merasa heran pada ucapan Nyo Ko, malahan bertambah rasa hormat dalam hatinya demi mendengar nona cantik itu pernah mengajarkan ilmu silat kepada Nyo Ko.
Dengan tertawa ia ber-kata: "Yang laki gagah dan yang perempuan caritik, sungguh pasangan yang setimpal Bagus, bagus! Marilah kita habiskan semangkuk arak ini sebagai ucapan selamatku!" - Habis berkata, ia angkat mangkuk arak sendiri dan ditenggak hingga habis.
Kim-Iun Hoat-ong tersenyum, iapun habiskan mangkuknya.
Dengan sendirinya yang lain2 juga ikut minum, malahan sekaligus Be Kong-co menghabiskan tiga mangkuk.
Sebenarnya Siao-liong-li tidak suka kepada orang Mongol, sekarang didengarnya pujian Kubilai bahwa perjodohannya dengan Nyo Ko setimpal, betapapun ia menjadi kegirangan dan ikut minum semangkuk arak sehingga semakin menambah moleknya.
Pikirnya: "Orang Han semuanya menganggap aku tidak boleh menikah dengan Koji, tapi pangeran Mongol ini justeru menyatakan bagus, tampaknya pandanan orang Mongol jauh lebih luas daripada orang Han.
" Karena itu diam2 timbul hasratnya untuk membantu orang Mongol.
Dengan tertawa kemudian Kubilai berkata pula.
"Kalian tidak pulang selama tiga hari, aku kuatir terjadi sesuatu.
soalnya situasi di Siangyang cukup genting sehingga aku tidak dapat selalu mendampingi kalian, tapi sudah kutinggalkan pesan di markas agar kalian diharap segera menuju garis depan di Siangyang apabila kalian sudah pulang.
Kebetulan sekarang kita bertemu di sini, sungguh hatiku sangat lega," "Apakah gempuran pasukan kita atas Siangyang cukup Iancar?" tanya Hoat-ong.
"Sebenarnya panglima yang menjaga Siangyang, yaitu Lu Bun-hoan adalah seorang bodoh, yang kukuatiri hanyalah Kwe Cing seorang saja," tutur Kubilai.
Hati Nyo Ko tcrkesiap, cepat ia bertanya: "jadi Kwe Cing memang berada di Siangyang" Kwe Cing ini adalah pembunuh ayahku, jika boleh, maka kumohon diberi tugas untuk membunuhnya," "Memangnya begitulah maksud tujuan undanganku kepada para ksatria.
" kata Kubilai dengan girang.
"Cuma kabarnya ilmu silat Kwe Cing itu tergolong nomor satu di seluruh Tinggoan, banyak pula orang kosen yang membantunya, beberapa kali pahlawan yang kusuruh membunuhnya mengalami kegagalan, ada yang tertangkap dan ada yang terbunuh.
Sudah tentu kupercaya pada ketangkasan saudara Nyo, tapi seorang diri terasa kurang kuat, maka maksudku kalau bisa para ksatria di sini sekaligus menyusup di Siangyang, dengan begitu kalian dapat turun tangan bersama.
Asalkan orang she Kwe itu terbunuh, dengan mudah pula Siangyang akan dapat kita duduki.
" Serentak Kim-lun Hoat-ong, Siau-siang-cu dan lain2 berdiri, kata mereka sambil menyilang tangan di depan dada.
"Kami siap mengikuti semua perintah Ongya dan bertempur sekuat tenaga.
" "Bagus, bagus!" seru Kubilai dengan girang, "Tak peduli siapa yang akan membunuh Kwe Cing nanti, yang pasti setiap orang yang ikut pergi juga berjasa, Hanya orang yang membunuhnya itulah akan kuusulkan kepada Sri Baginda agar diberi gelar dan diangkat menjadi jago nomor satu dari kerajaan Mongol Raya kita.
" Gelar bangsawan sih tidak begitu menarik bagi Siao-siang-cu, Nimo Singh dan lain2, tapi sebutan "jago nomor satu kerajaan Monggol" adalah cita2 yang mereka harapkan, sebab dengan begitu namanya akan tersohor ke seluruh jagat Maklumlah waktu itu kerajaan Mongol lagi jaya2nya, wilayah kekuasaannya sangat luas dan belum ada bandingannya dalam sejarah, kecuali benua barat, waktu itu dua pertiga wilayah Tiongkok juga telah didudukinya, sebagai ukuran luasnya wilayah pendudukan kerajaan Mongol waktu itu dapat dilukiskan: perjalanan dari pusat pemerintah kerajaan ke empat penjuru wilayah pendudukannya diperlukan tempo satu tahun sekalipun dengas kuda yang paling cepat.
Karena itulah dapat dibayangkan betapa membamggakan gelar "jago nomor satu" itu bagi setiap manusia.
Semua orang menjadi tertarik dan bersemangat setelah mendengar janji Kubilai itu.
Hanya Siao-liong li saja yang memandangi Nyo Ko dengan rasa cinta yang tak terhingga, ia pikir sebutan dengan gelar bangsawan dan jago nomor satu segala, yang kuharapkan hanya semoga engkau dapat hidup terus.
BegituIah semua orang terus menenggak arak lagi beberapa mangkuk, lalu berangkat, Para Busu Mongol membawakan kuda dan Nyo Ko, Siao-Iiong li serta Kim-lun Hoat-ong dan lain2 sama naik ke atas kuda, mereka ikut di belakang Kubilai dan dilarikan cepat ke arah Siangyang.
Sepanjang jalan rumah penduduk hampir seluruhnya kosong melompong dan hangus terbakar, mayat bergelimpangan memenuhi jalan, Setiap berjumpa orang Han, tanpa kenal ampun prajurit Mongol melakukan pembunuhan.
Tidak kepalang gusar Nyo Ko menyaksikan idaman itu, ia ingin mencegah perbuatan kejam itu, tapi segan terhadap Kubilai.
Diam2 ia hanya membatin: "Kawanan perajurit Mongol ini sungguh kejam dan menganggap bangsa Han kami lebih rendah daripada binatang.
Nanti setelah kubunuh Kwe Cing dan Ui Yong, akupun akan membunuh beberapa perwira Mongol yang paling kejam untuk melampiaskan rasa dendamku.
" Kuda tunggangan mereka adalah kuda peran Mongol pilihan, maka beberapa hari kemudian merekapun sampailah di luar kota Siangyang, Sementara itu pertempuran pasukan kedua pihak sudah berlangsung sebulan lebih, di medan peran penuh senjata rusak dan darah berceceran sudah membeku, maka dapat dibayangkan betapa dahsyatnya pertempuran.
Ketika pasukan Mongol diberitahu oleh kurir bahwa pangeran Kubilai datang sendiri di garis depan, para panglima perang segera menyambutnya.
Kubilai menyatakan rasa penyesalannya karena kota Siang yang sudah sekian lama belum dapat diduduki, para panglima itu sama berlutut dan minta ampun, Kubilai terus keprak kudanya dan dilarikan ke depan dengan cepat.
Para panglima itu tetap berlutut dan tidak berani bangun, semuanya merasa kebat-kebit.
Diam2 Nyo Ko sangat mengagumi wibawa Kubilai yang luar biasa itu, biasanya Kubilai sangat ramah tamah terhadap dirinya serta Kim-Iun Hoat-ong dan lain2, tapi menghadapi para panglimanya ternyata berubah menjadi sangat kereng dan disegani.
Kisah Pengelana Di Kota Perbatasan 4 Peristiwa Bulu Merak Karya Gu Long Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 2 7
^