Pencarian

Naga Pembunuh 10

Naga Pembunuh Lanjutan Golok Maut Karya Batara Bagian 10


bagaimana dengan tadi dan apakah cerita kalian benar!"
"Tentu saja benar, kami tidak bohong. Dan justeru karena
ini kami lalu datang ke mari dan ingin memberitahukan
paduka agar berhati-hati. Golok Maut hidup lagi!"
Wajah sang pangeran berubah. Rupanya, dari semua
pengalaman atau kejadian yang pernah menimpanya maka
Golok Maut itulah yang paling mengesankan, juga
menakutkan. Coa-ongya tampak pucat dan gemetar mendengar ini. Nama itu memang menyeramkan, terlampau
menyeramkan! Tapi tersenyum berusaha menenangkan diri,
kepercayaan kembali timbul maka pangeran berkata bahwa
hal itu tak mungkin. "Cerita kalian tak dapat kuterima Semua orang tahu bahwa
Golok Maut telah terbunuh, ribuan mata menyaksikan. Masa
ada manusia hidup lagi" Kalian terpengaruh kejadian dulu,
Sudra. Dan cerita ini akan menjadi bahan menggelikan.
Sebaiknya tak usah mengatakan itu dan lebih baik katakan
bahwa seseorang yang berwajah atau mirip Golok Maut telah
bertemu dengan kalian. Nah, begini mungkin baru aku
percaya!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar," dua orang itu tertegun. "Kami hendak
mengatakannya seperti itu, ong ya. Namun kalau wajah atau
bentuk tubuhnya sama tentunya paduka maupun kami akan
amat terkejut karena hal yang seperti ini rasanya sungguh tak
mungkin!" "Maksud kalian?"
"Kami bertemu pemuda yang mirip segala-galanya dengan
mendiang Golok Maut, ongya. Wajah dan bentuk tubuhnya.
Dan kami kalah!" "Apakah kepandaiannya juga seperti Si Golok Maut?"
"Ini... ini tidak!" Sudra tergeragap. "Namun betapapun
cukup menggetarkan, ong-ya. Pemuda itu amat lihai dan luar
biasa sekali. Dan kami khawatir dia adalah jelmaan Si Golok
Maut. Orang yang mati penasaran dapat hidup di dunia lagi
dengan memakai tubuh atau wadag orang lain!"
"Aku tak percaya reinkarnasi," sang pangeran mengerutkan
kening. "Segala kepercayaan itu hanya ada pada bangsa
kalian, Sudra. Orang-orang Thian-tok yang penuh khayal.
Ceritakan saja kepadaku bagaimana asal mulanya!"
"Kami bertemu seorang gila..."
"Ha-ha, dan kalian ikut-ikutan gila!" sang pangeran
memotong, tak dapat menahan geli hatinya.
"Nanti dulu," dua kakek itu menyergap. "Si gila ini bukan
orang gila sembarangan, ongya. Dia adalah isteri Si Golok
Maut, Wi Hong si bekas ketua Hek-yan-pang!"
"Hm!" Coa-ongya terkejut, tiba-tiba tak mengolok-olok dua
kakek itu lagi. "Wi Hong" Si cantik berbaju merah itu?"
"Benar, dan dari sinilah awal mula cerita ini, ongya. Sampai
akhirnya kami bertemu pemuda itu, yang juga dianggap Golok
Maut oleh Wi Hong!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lalu?" sang pangeran tampak berdebar, tegang. "Apa
yang terjadi, Mindra" Kalian kalah dan melarikan diri?"
"Paduka tahu," Mindra tersipu namun berusaha menyombongkan diri. "Di dunia ini hanya segelintir saja yang
dapat mengalahkan kami, ongya. Tiga orang saja yang benar-
benar membuat kami takluk luar dalam. Yakni Si Golok Maut
Sin Hauw itu dan ketua Hek-yan-pang sekarang serta
pembantu paduka Si Kedok Hitam. Lainnya, bukan apa-apa
bagi kami!" "Ya, aku tahu. Tapi kalian kalah dengan bocah yang seperti
Si Golok Maut itu?" "Benar, paduka. Dan kami sungguh menanggung malu.
Agaknya, hanya Kedok Hitam pembantu paduka itulah yang
mampu menandinginya. Hamba ke sini karena khawatir
jangan-jangan pemuda itu akan melabrak paduka!"
"Tapi aku tak kenal padanya..."
"Tapi si Wi Hong yang gila itu telah akrab dengan pemuda
ini- Bisa saja dia minta bantuan dan datang mengancam
paduka!" "Hm, kalian menakut-nakuti, membawa-bawa berita jelek!"
"Maaf, kami tak berusaha menakut-nakuti paduka, ongya.
Sebaliknya justeru i-ngin mengingatkan paduka untuk bersikap
waspada. Meskipun ada Kedok Hitam yang melindungi
paduka!" "Benar, dan kalau Kedok Hitam sedang bertugas dan keluar
seperti ini tentunya paduka harus memasang kewaspadaan
ekstra. Bagaimana kalau dia tiba-tiba datang!"
Coa-ongya berkilat pandang matanya. Mendengar dan
melihat sikap dua kakek ini tiba-tiba dia menjadi tak tenang
dan gelisah. Betapapun berita itu memang tak baik. Wi Hong,
isteri mendiang Si Golok Maut tiba-tiba mengancam masa
depannya. Ah, kenapa dulu tak dibunuhnya saja wanita itu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kenapa dibiarkan hidup dan kini datang lagi" Tapi teringat
bahwa wanita itu bekas ketua Hek-yan-pang dan suci (kakak
seperguruan perempuan) dari isteri ketua Hek-yan-pang
sekarang, Swi Cu atau Ju-hujin (nyonya Ju) maka pangeran
itu mengepalkan tinju dan tampak gemas akan sesuatu,
marah kepada seseorang. "Kalian memang benar, pemberitahuan ini memang
penting. Baiklah, terima kasih, Sudra. Dan apa sekarang yang
hendak kalian lakukan."
"Kami tak hendak melakukan apa-apa. Kami hanya sekedar
mengingatkan paduka, yang barangkali akan menyuruh atau
menemukan Golok Maut muda itu!"
"Hm, aku sudah tua, Mindra. Dan aku tak akan mencari
permusuhan dengan siapa pun. Aku sudah tenang dan tak
akan mengikat permusuhan!"
"Tapi kalau paduka diganggu..."
"Itu lain, aku tentu saja tak akan tinggal diam!"
"Nah, itu yang kami maksud. Paduka memang harus
waspada. Baiklah, keperluan kami sudah selesa i, paduka.
Barangkali kami minta diri dan seharusnya pergi."
"Nanti dulu!" sang pangeran mencegah dan menyambar
dua orang itu, gerakannya mengejutkan, lagi-lagi membuat
Sudra dan temannya tertegun. "Kalian datang tak usah buru-
buru pergi, Mindra. Bagaimana kalau di sini dulu menemani
aku!" "Maksud paduka?" Mindra me lepaskan diri, cengkeraman
sudah mengendor. "Aku ingin ditemani, Mindra. Tunggu sampai Kedok Hitam
datang. Dua tiga hari ini aku kesunyian!"
"Tapi kami berdua kurang senang dengan pembantu
paduka itu. Paduka tahu!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hm, lain dulu lain sekarang, Mindra. Kalian jangan berkecil
hati karena pembantuku itu tak sesombong yang kalian
sangka. Aku dapat memberi tahu agar dia menghargai kalian.
Tempat ini perlu orang-orang pandai seperti kalian berdua!"
"Tapi kalau dia tetap sombong?" Sudra kali ini bicara,
matanya bersinar-sinar. "Kalian boleh pergi, Sudra. Aku tak melarang. Ah, aku lupa
memberi hadiah untuk laporan kalian ini. Terima lah..!" dan
sepundi-pundi uang berkerincing yang dilempar ke kakek ini
tiba-tiba ditangkap dan diterima Sudra, yang berkilat dan
berseri-seri karena begitu mudah Coa-ong-ya memberi hadiah.
Biasanya, pelit dan mahal! Maka begitu uang diterima dan
kakek itu tertawa mendadak kakek ini berseru kepada
temannya. "Mindra, kalau pangeran benar tentunya tak apa kita sehari
dua di sini. Lihat saja nanti. Kalau tidak kerasan boleh pergi.
Bukankah begitu, ongya?"
"Benar, tapi kepergian kalian harus dengan alasan. Kalau
seperti anak kecil tentu saja tak diijinkan. Kalian sanggup" A-
ku masih mempunyai sepundi-pundi lagi. Lihatlah!" dan
pangeran yang kembali mengeluarkan dan menggemerincingkan uangnya akhirnya membuat Sudra
terbelalak karena uang itu emas semua. Ditumpahkan di atas
meja dan melototlah dua kakek itu oleh uang sebanyak ini.
Sungguh itu pancingan yang menggiurkan. Dan karena
mereka memang kakek-kakek yang gemar menikmati harta,
Coa-ongya tersenyum dan tahu akan itu maka Sudra akhirnya
terkekeh berseru girang. "Baiklah, hamba tak menolak akan ini, pangeran. Tapi kalau
Kedok Hitam tetap sombong dan tinggi hati kami akan pergi
dan uang ini kami kembalikan!"
"Boleh, Kedok Hitam tak akan sombong kepada kalian.
Jangan pergi dan ber-senang-senanglah di sini!" dan ketika
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dua kakek itu girang dan saling membagi harta, uang itu
sungguh banyak maka Coa-ongya mengikat dan berhasil
menjinakkan kembali bekas dua pembantunya ini. Mindra dan
Sudra diminta tinggal di istana dan dua kakek itu diberi
penghormatan berlebih. Ada kesan bahwa pangeran betul-
betul membutuhkan dua orang ini. Entah karena adanya berita
itu ataukah karena istana memang membutuhkan orang-orang
pandai, padahal suasana aman. Tapi ketika dua orang itu
kembali berjaya dan hidup sebagai pengawal pribadi, kembali
mendampingi Coa-ongya sebagaimana dulu menjaga majikannya maka hari ketiga Kedok Hitam tiba-tiba muncul.
"Mindra, selamat datang. Pangeran memberi tahu dan
terima lah hormatku!"
Dua kakek itu terkejut. Mereka sedang duduk-duduk di
kamar, tugas belum ada dan tiga hari ini hanya bersenang-
senang saja. Empat botol arak terguling isinya dan mereka
asyik bermain dadu. Dua kakek ini ternyata bertaruh, main
judi! Maka begitu bayangan hitam berkelebat dan pintu kamar
tahu-tahu terbuka, Kedok Hitam muncul dan mengejutkan
mereka maka tiba-tiba dua orang ini menyambar senjata
mereka dan Sudra meledakkan cambuknya sementara Mindra
menggeram mencabut nenggalanya, menggosok-gosok dengan sikap siap bertempur!
"Ah-ah, kita orang-orang sendiri!" Kedok Hitam, laki-laki itu,
berseru dengan tawa yang ramah, matanya bercahaya dan
berseri-seri. "Simpan senjata kalian, Sudra. Dan aku
menganggap sama derajat dengan kalian. Ongya telah
memberi tahu agar aku baik-baik menghargai kalian.
Tenanglah, dan simpan senjata itu. Aku bukan datang untuk
bermusuhan!" "Hm!" Sudra mengejek dan mencoba membuktikan lawan.
"Kau boleh bilang begitu, Kedok Hitam. Tapi biasanya kau tak
memandang sebelah mata kepada kami. Hayo buktikan iktikad
baikmu dengan berlutut meminta maaf!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Eh!" Mindra terkejut, tapi segera mengerti maksud
temannya. "Bukan hanya berlutut, Sudra. Tapi juga mencium
telapak kaki kita. Dulu dia pernah menendang kita sebanyak
dua kali!" "Hm-hm, tak usah kalian bergurau," laki-laki itu tertawa,
aneh sekali tidak marah. "Kalau aku mencium kaki kalian
apakah kalian juga mau balas mencium kakiku" Sudahlah,
jangan berolok-olok, Sudra. Ada tugas dari ongya untuk
kalian. Malam ini akan ada orang-orang menyatroni istana!"
Dua kakek itu tertegun. Biasanya, kalau mereka bersikap
congkak maka lawan akan lebih congkak lagi. Kedok Hitam i-
tu akan tersinggung dan marah, paling tidak menggeram dan
mengumpat mereka. Belum pernah mereka melihat laki-laki
yang misterius ini tertawa, padahal sekarang begitu bebas dan
lebar! Maka begitu tercengang dan main-main mereka tak
ditanggapi, Kedok Hitam berkata mendapat pesan Coa-ongya
maka dua kakek itu saling pandang dan akhirnya menyimpan
senjata. Sudra tak dapat menahan rasa herannya.
"Kedok Hitam, kau benar-benar lain dengan dulu. Rupanya
sekarang sudah dapat menghargai orang lain dan tidak
sombong!" "Hm, kesombongan hanya akan menjatuhkan orang itu
sendiri, Sudra. Aku dari dulu tak pernah sombong dan
menghargai orang lain. Kalau dulu aku kurang menghargai
kalian barangkali karena waktu itu kita sama-sama
menghadapi ketegangan dengan adanya Si Golok Maut!
Sudahlah, aku minta maaf kalau pernah keliru dan kini mari
sama-sama membagi tugas dari ongya!"
"Hm, kau sudah dapat bersahabat dengan orang lain.
Barangkali ketakutan men dengar berita yang kubawa kepada
ongya!" "Ha-ha, kenapa kau menduga begitu" Aku tak pernah takut
kepada siapa pun, Mindra. Dari dulu atau sekarang!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tapi kau takut kepada mendiang Si Golok Maut itu, juga
kepada ketua Hek-yan-pang sekarang. Pek-jit-kiam Ju Beng
Tan!" "Hm, tak usah membuka-buka masa lalu, Mindra. Kaupun
pernah takut kepadaku. Dari dulu atau mungkin juga masih
sekarang!" "Siapa bilang" Kau ternyata masih juga sombong... wut!"
dan nenggala yang kembali ditarik dan ditusukkan ke depan
tiba-tiba membuat Mindra gusar dan me lotot menyerang
lawannya itu. Bukan Kedok Hitam yang dibangkitkan
kemarahannya melainkan dirinya sendiri! Tapi begitu lawan
berkelit dan tertawa, Kedok Hitam menghindar maka tusukan


Naga Pembunuh Lanjutan Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyambar angin kosong dan laki-laki
itu berseru mengangkat kedua tangannya.
"Heii, tak perlu marah-marah, Mindra. Aku main-main dan
jangan dimasukkan hati!"
"Tapi kata-katamu membakar!" kakek itu tak mau sudah,
bergerak dan membentak lagi. "Terima dulu senjataku ini,
Kedok Hitam. Baru setelah itu aku mau bicara... wut-trikk!"
dan Kedok Hitam yang menangkis dan tak dapat menghindar
lagi akhirnya menjentikkan kuku jarinya dan Mindra terpekik
karena nenggala-nya tergetar hebat, tertolak dan nyerong ke
kiri dan menyambar saudaranya sendiri. Sentilan atau jentikan
kuku jari itu ternyata hebat bukan main. Kedok Hitam rupanya
tambah perkasa! Dan marah serta penasaran oleh ini, Mindra
melengking dan berjungkir balik ke atas akhirnya dia
menendang butir-butir dadu untuk dipakai menyerang
lawannya pula, membantu nenggalanya setelah tadi dikelit
atau diegos saudaranya. Maklumlah, Sudra harus menghindar
kalau tak mau tertusuk! "Kedok Hitam, kau lama-lama akhirnya mau pamer
kepandaian. Baiklah, coba kelit ini dan jentik lagi dengan kuku
jarimu.... trang-trangg!" dan kuku jari yang kembali benar saja
menolak nengga-la, yang datang dan menusuk naik turun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tiba-tiba membuat Kedok Hitam mengerutkan keningnya dan
mulai marah. Pembantu paling lihai dari Coa-ongya ini tiba-
tiba membentak dan berkelebat pula mengiringi nenggala,
berputaran tapi ruangan itu terlalu sempit, hampir saja dada
kirinya menjadi korban. Dan ketika ia menampar Hingga lawan
terpelanting, Mindra kaget dan berteriak panjang tiba-tiba saja
laki-laki berkedok ini telah menindih dan menekan serangan
nenggala, melakukan tamparan-tamparan berat atau pukulan
miring yang selalu menolak atau mementalkan nenggala itu.
Mindra selalu berteriak karena senjatanya seolah ditekan batu
berat ribuan kati, begitu hebat hingga tangannya gemetar dan
lelah, hampir saja tak kuasa memegang senjatanya lagi.
Namun ketika kakek itu memekik dan mengeluarkan kata-kata
bantuan, dalam bahasanya sendiri tiba-tiba Sudra meledakkan
cambuknya dan menerjang maju.
"Kedok Hitam, kau semakin sombong dan congkak. Minggir
dan jangan tekan saudaraku..... tarr!" cambuk baja
menyambar kepala, dikelit dan menghancurkan tembok yang
seketika berlubang. Dan ketika cambuk itu kembali menyerang
dan mengejar lawan, Kedok Hitam dikeroyok tiba-tiba lelaki itu
marah dan berseru keras. "Sudra, kalian selalu ingin mengeroyok Baiklah, ruangan
ini sempit. Mari keluar dan main-main di sana.... plak-plak!"
nenggala dan cambuk dikibas satu tamparan miring, terpental
dan pemiliknya menjerit namun Kedok Hitam sudah
menendang pintu melesat keluar, langsung ke halaman dan
dua kakek ini berkelebat dan mengejar dirinya. Dan ketika
Kedok Hitam tersenyum mengejek dan dua kakek itu
mengejar tak mau banyak cakap, menggerakkan senjata
masing-masing untuk menusuk dan melecut maka nenggala
dan cambuk akhirnya bertubi-tubi menyerang orang nomor
satu di istana ini, dikelit dan ditangkis dan segera Kedok Hitam
melayani lawan dengan cepat. Laki-laki itu bergerak naik turun
dan cambuk akhirnya diikuti gerakan tubuhnya yang terbang
bagai burung besar, menyambar-nyam bar dan kedua
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangannya bergerak ke kiri kanan menghalau dua senjata itu.
Dan ketika Sudra merasa betapa pukulan-pukulan lawan
terasa berat menyambar, menahan atau mementalkan
cambuknya maka kakek itu baru maklum kenapa saudaranya
tertekan dan tertindih. Kiranya lawan memang semakin lihai!
"Mindra, lawan kita ini ternyata memang semakin lihai saja.
Pantas dia begitu sombong!"
"Hm, atau kita yang memang semakin tua, Sudra. Kita tak
sekuat dulu sementara orang ini sebenarnya tetap!"
"Ha-ha, tak perlu mencari-cari. Kalau kalian semakin tua
justeru kalian harus semakin matang, Mindra. Kelemahan
tenaga dapat ditutup dengan kematangan ilmu kepandaian!"
"Jadi kau tnenganggap kami kendor?"
"Tidak juga, melainkan akulah yang lebih maju sementara
kalian tetap!" "Sombong, kau memang pongah... dess!" dan nenggala
yang menusuk namun bertemu telapak lawan, ditangkap dan
dicengkeram tiba-tiba membuat Mindra terkejut karena tak
dapat melepaskan diri. Senjata itu bertemu tangan lawan dan
Kedok Hitam tak terluka, padahal dia menusuk dengan sekuat
tenaganya. Jangankan manusia, kulit badakpun akan tembus
ditusuk! Tapi begitu lawan memperlihatkan kesaktiannya dan
Mindra merasa lengannya tergetar hebat, ada semacam
tenaga yang membuatnya menggigil dan serasa melumpuhkan
lengannya, kakek ini terkejut bukan main maka tiba-tiba dia
menggerakkan kakinya dari bawah menendang -kemaluan
lawan. Namun celaka, Kedok Hitam tertawa perlahan dan lutut
kirinya tiba-tiba diangkat naik, menyambut atau bertemu
dengan kaki lawan. Dan ketika nenggala tiba-tiba hancur
ujungnya, Kedok Hitam mengerahkan sinkang hingga lawan
kehilangan keseimbangan maka saat itulah lututnya bertemu
dengan tendang an Mindra yang sudah miring dan tak tepat
mengenai sasaran. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aduh!" Kakek itu menjerit. Ujung kakinya seakan bertemu lapisan
baja yang tebal dan kuat, begitu kuatnya hingga jari
kelingkingnya berkeratak, patah! Dan ketika' kakek itu terpekik
dan roboh, lawan berputar dan menggerakkan kakinya yang
lain maka Mindra terlempar dan terbanting tak mampu
bertanding lagi. "Dess!" Sudra terbelalak me lihat kejadian cepat itu. Hal ini memang
terjadi beberapa detik saja dan berlangsung selama ia
terhuyung ditangkis cambuknya. Kedok Hitam telah
mendorong mundur kakek ini hingga dapat melayani Mindra
secara berdepan. Itulah sebabnya Mindra tak dapat
mengharap bantuan temannya karena saat itupun Sudra
tertolak mempertahankan diri. Tapi begitu saudaranya
terbanting dan merintih-rintih di sana, kakek ini marah dan
gusar tiba-tiba ia melompat panjang dan tangan kirinyapun
bergerak melancarkan pukulan Bintang Api (Hwi-seng-ciang).
"Kedok Hitam, kaupun robohlah... klap!"
Kedok Hitam tersenyum. Dia telah mengenal dua kakek ini
seperti mengenal dirinya sendiri. Begitupun akan pukulan
Bintang Api itu, yang menyambar dan melesat dari tangan kiri
lawan dan memuncratkan enam cahaya menyilaukan seperti
bintang-bintang berapi. Pukulan itu hebat dan berhawa panas,
sementara cam-bukpun masih menjeletar menuju kepalanya.
Serangan ini berbahaya dan ganas, intinya adalah mengarah
jiwa. Tapi ketika Kedok Hitam mengegos dan ujung cambuk
meledak di sisi kepala, cepat dan luar biasa tiba-tiba disergap
dengan mulut, Sudra terpekik karena ujung cambuknya sudah
digigit lawan maka saat itu Kedok Hitam menggerakkan kedua
tangan "menangkap" bunga-bunga api sebanyak enam buah
itu. "Ces-ces-cess!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pukulan Bintang Api hancur bagai bertemu es dingin. Kedok
Hitam memperlihatkan kepandaiannya dan Sudra terbelalak,
waktu ini cukup bagi laki-laki itu melakukan gerakan
mengejutkan, mulut dibuka dan ujung cambukpun ditiup
menyambar muka Sudra. Dan ketika kakek itu terkejut karena
tak sempat lagi menghindar, cambuk menjeletar dan
mengenai mukanya maka segores luka panjang membekas di
pipi kakek itu. "Cukup... crat!" seruan itu mengakhiri jalannya pertandingan. Sudra terbanting dan roboh pula menjerit
tertahan. Cambuk melukai dirinya sendiri dan dua kakek itu
pucat menyaksikan kelihaian lawan. Kedok Hitam ternyata
semakin hebat saja! Namun ketika laki-laki itu tertawa dan
membungkuk menolong mereka, minta maaf, maka dua kakek
ini tertegun dan melihat perobahan watak si Kedok Hitam
yang pandai menarik hati.
"Maaf, kalian memang sudah mulai tua, Mindra. Kalah di
tangan orang yang lebih muda tak usah dibuat penasaran.
Kalaupun aku kelak tua tentu tenagaku juga lemah dan tak
sekuat sekarang. Bangunlah, dan kita sudahi main-main ini.
Ada tugas untuk kalian!"
"Hm!" Mindra terpincang membelalakkan mata, merah
padam. "Kau sekarang rendah hati, Kedok Hitam. Pandai
memuji orang lain. Baiklah, kami memang kalah padahal kau
belum mengeluarkan ilmu golokmu!"
"Ah, sesama teman sendiri tak berani aku mempergunakan
senjata. Lebih baik begini dan biar saja kalian mempergunakan cambuk. Mari dengarkan perintah ong-ya
karena sebentar lagi kita akan disatroni musuh!"
Dua kakek itu menarik napas. Mereka akhirnya mengakui
bahwa lawan memang terlampau hebat. Kedok Hitam ini
belum mengeluarkan ilmu goloknya, karena tokoh itupun
menandingi mendiang Si Golok Maut dengan ilmu golok yang
luar biasa, mirip yang dipunyai mendiang Si Golok Maut itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan ketika mereka bertanya siapa musuh yang akan datang
menyatroni itu maka Kedok Hitam berkilat marah memberi
tahu. OodwoO Jilid 17 "MEREKA adalah bekas orang-orangnya Chu Wen. Malam
nanti kita harus waspada dan satu di antara kalian mendapat
tugas mencari puteri ongya!"
"Ah, puteri ongya" Siapa ini?"
"Yu Yin namanya, Mindra. Dan sekarang satu di antara
kalian harus mencari dan membawanya kembali. Anak itu
merat!" "Hm-hm!" Sudra tiba-tiba bersinar dan bercahaya pandang
matanya. "Bagaimana ciri-ciri bocah ini, Kedok Hitam" Apakah
dia masih belasan tahun?"
"Ya, usianya tujuhbelas lebih sedikit, nakal dan suka
menggoda orang. Cantik dan kadang-kadang suka berpakaian
lelaki!" "Hm, kalau begitu siapa yang harus mencari" Aku atau
Mindra?" "Terserah, pokoknya satu di antara kalian. Aku harus
menjaga tempat ini!"
"Tapi kita akan disatroni musuh, masa harus pergi?" Mindra
tiba-tiba mengerutkan keningnya. "Sebaiknya tunda dulu
pekerjaan itu, Kedok Hitam. Biar kami berdua di sini dan besok
Sudra melaksanakan tugasnya."
Kedok Hitam berpikir. Bola matanya bergerak dua kali tapi
akhirnya mengangguk. Rupanya kata-kata itu dapat diterima
dan iapun setuju. Dan ketika ia berkata baiklah begitu maka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kedok Hitam berkelebat sementara dua kakek India ini
berdebar ingin tahu siapa saja orang-orang nya Chu Wen itu,
mendengar seruan kawan mereka.
"Mindra, tengah malam ini diperkirakan belasan orang akan
menyelinap. Bunuh mereka dan jangan diberi ampun!"
Dua kakek itu saling pandang. Mereka mengangguk dan
sama-sama tak menjawab. Rasa penasaran tapi juga kagum
mereka masih belum lenyap. Kedok Hitam i-tu sungguh luar
biasa. Tapi begitu lawan menghilang dan Kedok Hitam kembali
ke istana maka dua kakek itupun me lempar tubuh dan
bersandar dengan sikap lunglai.
"Sial, si Kedok Hitam ini semakin pandai saja. Kita menjadi
bukan apa-apa!" "Ya, tapi sikapnya juga berobah, Mindra. Sekarang kita
cukup dihargai meskipun kepandaian kita masih kalah
olehnya!" "Barangkali atas suruhan Coa-ongya. Sebenarnya lebih baik
lagi kalau sikap ramahnya itu timbul dari hatinya sendiri,
bukan perintah orang lain!"
"Sudahlah, kita mendapat perlakuan yang manis, Mindra.
Betapapun Kedok Hitam itu tidak seperti dulu. Dia sudah tidak
merendahkan kita lagi!"
"Hm-hm, baiklah. Kita harus tahu diri tapi penasaranku ini
akan kutumpahkan kepada pendatang-pendatang yang malam
nanti akan datang mengacau!"
"Ya, aku juga. Penasaran dan kemarahanku ini akan
kuhabiskan kepada mereka-mereka itu. Mari beristirahat dan
kita bersamadhi!" Dua orang itu bersila. Mereka sudah memejamkan mata
dan bersamadhi. Tenaga yang sudah dikuras untuk
menghadapi si Kedok Hitam tadi kini harus dipulihkan. Maka
begitu keduanya tidak bercakap-cakap lagi dan menarik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perhatian kepada pengembalian tenaga maka mereka inipun
sudah tidak bergerak dan duduk seperti patung.
-000dw000- Kentongan tanda larut mulai dipukul orang. Lonceng
berdentang sebelas kali dan gerimis tiba-tiba mengguyur.
Istana, yang semula gemebyar tiba-tiba beberapa bagiannya
dipadamkan. Itulah tanda penghuninya mulai masuk kamar
dan beristirahat. Hanya lampu-lampu kecil dipasang dan
lampu-lampu besar yang menyilaukan dibunuh. Malam tiba-
tiba menjadi dingin dengan datangnya gerimis itu. Dan ketika
angin mendesau dan tajam menyapu kulit, beberapa penjaga


Naga Pembunuh Lanjutan Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menguap oleh kantuk yang mengganggu maka beberapa
bayangan berkelebatan di timur istana dengan topeng-topeng
merah, meloncati tembok-tembok tinggi.
"Sst, hati-hati. Berpencar dan jangan membuat berisik,
Pacul Sakti. Ingat dan patuhi kata-kataku tadi dengan anak
buahmu. Kita semua tak boleh gegabah!"
"Baik, aku mengerti, Dewa Hitam. Kami akan melaksanakan
tugas kami dengan penuh kecermatan. Kita berpencar dan
sampai bertemu lagi di titik tengah!"
Satu di antara bayangan-bayangan hitam itu memisahkan
diri. Dia seorang laki-laki tinggi tegap dengan sebuah pacul
mencangklok di pundak. Mata paculnya berkilat tertimpa sinar
lampu, tajam dan berkilauan. Mengerikan. Dan ketika Dewa
Hitam, laki-laki tinggi besar yang ada di tengah memberi aba-
aba kepada empat temannya yang lain, mereka ternyata
berjumlah enam orang maka Dewa Hitam itu berbisik agar
empat temannya ke kiri kanan.
"Kau," katanya kepada seseorang di sebelah kiri. "Pergi dan
laksanakan tugasmu di bagian utara, Tombak Maut. Beri tanda
anak buahmu begitu para penjaga berhasil kau lumpuhkan.
Hati-hati, jangan berisik dan membuat suara!" lalu menuding
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lagi kepada tiga yang lain berturut-turut lelaki tinggi besar ini
melepas perintah, "Kalian berdua menuju barat dan timur.
Sedang Papan Besi bersama aku. Nah, masing-masing
melaksanakan tugas dan cepat mulai!"
Bayangan-bayangan itu bergerak. Dua yang pertama sudah
berkelebat ke barat dan timur, yang lain tadi sudah ke utara
dan Papan Besi, bayangan pendek gempal yang bersama laki-
laki tinggi besar ini bergerak ke tengah. Mereka berpencar dan
sudah bergerak sendiri-sendiri. Dan ketika istana sudah
didatangi dari segala penjuru sementara gerimis rata
mengguyur bumi maka enam bayangan yang bergerak ke
sana ke mari itu tiba-tiba sudah menyergap para penjaga yang
terkantuk-kantuk berdiri di depan pos ronda. Mereka itu tak
menyangka adanya sergapan dan pisau atau golok tahu-tahu
mengiris cepat, menguak leher membuat luka dan robohlah
enam penjaga oleh masing-masing enam bayangan. Sebelum
menjerit mulut mereka sudah ditutup dan berge-limpanganlah
tubuh-tubuh tanpa nyawa. Luka menganga yang robek lebar
itu sung guh mengerikan sekali, darah segera berceceran.
Tapi karena gerimis mengguyur tempat itu dan enam penjaga
yang roboh digorok sudah dilempar mayatnya ke dalam semak
kerimbunan belukar, bayangan-bayangan ini terus bergerak
dan maju ke tengah maka tiba-tiba belasan penjaga sudah
dibunuh dan para pendatang bertopeng merah ini berhadapan
dengan selapis penjaga lain yang lebih banyak. "Heii, siapa
itu!" Seorang penjaga melihat satu dari bayangan-bayangan ini.
Dia berteriak dan tentu saja teman-temannya terkejut,
menoleh dan terlihatlah pemandangan mengerikan ketika
pisau bergerak ke leher penjaga, menggorok dan tergulinglah
penjaga itu oleh satu sergapan cepat. Dan ketika bayangan itu
berkelebat menghilang namun gerakannya sudah diketahui
tuan rumah maka gemparlah tempat itu oleh kejadian ini.
Penjaga lapis kedua memanggil penjaga lapis pertama namun
tak ada jawaban. Dan ketika di tempat lain juga terdengar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seruan-seruan kaget di mana penjaga yang lain juga disergap
dan bertemu dengan pendatang-pendatang malam ini, Dewa
Hitam dan teman-temannya masuk kian ke dalam maka
segera terdengar pekik atau bentakan-bentakan marah.
"Awas, musuh mendatangi kita. Kita disergap. Awas...!"
Bunyi aba-aba atau tanda bahaya dipukul. Malam yang
larut dan sudah mendekati titik tengahnya tiba-tiba berobah
gaduh dan ramai. Suasana yang semula sunyi mendadak riuh
oleh jerit dan kemarahan ditahan. Enam bayangan
berkelebatan ke sana-sini dan para penjaga roboh. Dan ketika
para pengawal me lihat bahwa itulah rombongan orang-orang
bertopeng merah, sepak terjang mereka sungguh cepat dan
nggegirisi maka di bagian utara sebatang cangkul membabat
atau menyabet leher lawan dengan gerakan luar biasa.
"Hayo, kalian maju. Kubunuh kalian, anjing-anjing buduk.
Mana majikan kalian dan biar kucangkul batang lehernya
...... crat!" sebuah kepala mencelat dari tempatnya, dibabat
atau dicangkul senjata mengerikan ini dan bergeraklah
bayangan itu memutar tubuhnya. Dia menghadapi tiga
pengeroyok namun dengan mudah dirobohkannya lawan-
lawannya itu. Mula-mula sebuah kepala terlepas namun
disusul oleh dua yang lain. Tiga penjaga roboh berturut-turut
dalam waktu hampir bersamaan, cepat dan mengerikan
karena begitu kepala menggelinding segera darah memuncrat
dengan amat derasnya. Pacul atau senjata maut di tangan
laki-laki itu sungguh menyeramkan sekali, tak kenal ampun.
Dan ketika penjaga yang lain terbelalak dan mundur berteriak
ketakutan, laki-laki ini tertawa dan mengejar maka di bagian
lain sebatang tombak juga menari-nari menusuk atau
mendodet perut penjaga. "Ha-ha, mari maju. Kalian makanan empuk. Mari... mari
nikmati tombakku.... cus-cuss!" usus terburai dari perut dua
penjaga, yang berteriak dan seketika tewas dan gaduhlah
tempat itu pula oleh sepak terjang si tombak maut ini. Dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tak kalah ganas atau berbahaya dengan si pembawa pacul di
sana, bahkan barangkali lebih berbahaya karena gagang
tombaknya juga dapat dipakai untuk mengemplang atau
menyodok perut penjaga, yang ada di belakang. Dan ketika
berturut-turut muncul pula seorang pendek gempal yang
menumbuk-numbukkan badannya dan seorang laki-laki tinggi
besar yang mengibas atau mendorong-dorong para penjaga
hingga jatuh bangun maka istana atau tempat tinggal Coa-
ongya ini geger. Tigapuluh pengawal roboh binasa dan serbuan atau
amukan enam orang ini sudah masuk ke dalam, cepat luar
biasa mereka sudah meluruk ke dalam gedung dan tentu saja
para penjaga kelabakan. Si pendek gempal itu, yang
menumbuk-numbukkan badannya ternyata tak apa-apa
dihajar golok atau tombak. Badannya seatos besi dan tombak
atau golokpun patah-patah. Derai ketawanya selalu mengiringi
patahnya senjata-senjata tajam yang bertemu tubuhnya. Dan
karena cara bertempurnya aneh karena suka menumbuk-
numbukkan badan, bagai buldoser atau tank mini yang
tak dapat dipukul mundur maka pengawal menjadi ngeri dan
pucat oleh sepak terjangnya. Mereka dihajar dan tunggang-
langgang, terus didesak dan apa boleh buat berteriak-teriak
memanggil bala bantuan, penjaga lapis ketiga yang ada di
atas, karena gedung Coa-ongya berlantai tiga. Dan ketika bala
bantuan datang dan tiga bayangan berkelebat hampir
berbareng, meluncur dan tahu-tahu ada di tengah ruangan itu
maka si Pacul Kilat, yang berada paling dekat dan berdiri di
muka pintu tembusan mendadak berobah mukanya melihat
dua kakek Thian-tok yang menggeram pada mereka.
"Mindra dan Sudra...!"
Dua kakek itu tertegun. Mereka memang Sudra dan Mindra
adanya, dua kakek India yang baru saja menyelesaikan
samadhinya. Mereka mendengar ribut-ribut di luar dan segera
datang, hampir bersamaan dengan si Kedok Hitam yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
meluncur di belakang. Dan ketika dua kakek itu terbelalak dan
marah melihat semuanya bertopeng merah, menyembunyikan
wajah di balik saputangan mendadak
Pacul K ilat menerjangnya berseru pada teman-temannya.
"Awas, dua kakek India ada di s ini, teman-teman. Rupanya
Sudra dan Mindra ini kembali menjadi anjing Coa-ongya!"
Sudra berkelit. Dialah yang diserang tapi begitu dia berkelit
mendadak pacul terus menyambar saudaranya, Mindra.
Mindra juga berkelit namun selanjutnya pacul mengejar dan
bertubi-tubi membabat, gerakannya kian berbahaya dan
menyerang siapa saja, baik Mindra maupun Sudra. Tapi begitu
dua kakek itu mendengus dan Mindra menggerakkan
nenggala-nya maka terjadilah benturan keras di mana laki-laki
itu terhuyung dan nyaris terpelanting.
"Crangg!" Pacul Kilat mendelik. Dia menggeram dan membentak
maju, Mindra akhirnya tahu bahwa lawan yang dihadapi dapat
diatas i, karena benturan tadi menunjukkan sinkangnya lebih
kuat daripada lawan. Maka begitu dia berseru pada Sudra agar
pergi membantu yang lain, lawan berpacul ini tak usah ditakuti
maka laki-laki itu menerjang dan membabi-buta menyabetkan
senjatanya. "Hm, aku serasa mengenalmu," Mindra berkelit ke sana ke
mari. "Buka topengmu, manusia busuk. Atau kau mampus!"
"Bedebah tak tahu malu!" si Pacul Kilat memekik dan
menerjang, semua serang annya berhasil dikelit. "Kau orang
asing suka mencampuri urusan orang lain, Mindra. Pulanglah
ke negerimu atau kau meninggalkan mayatmu di sini!"
"Hm, jangan sombong. Paculmu tak kutakuti, manusia
kerdil. Aku dapat memaksamu dan lihat ini.... crang-crangg!"
dan pacul yang terpental tiba-tiba bertemu nenggala
mendadak disusul oleh gerakan tangan kiri Mindra yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melepas Hwi-seng-ciang. Laki-laki itu terkejut dan mengelak
namun tak keburu, apa boleh buat menangkis tapi dia ma lah
terbanting. Dan ketika laki-laki itu berteriak kaget dan
melempar tubuh bergulingan, menjauh, maka Mindra tertawa
mengejek mengejar lawannya, ganti melakukan serangan-
serangan dan terdesaklah Si Pacul Kilat itu oleh tekanan
lawan. Hwiseng-ciang masih terus menyambar dan nyata dia
tak mampu menandingi pukulan lawannya itu. Hawa panas
dan percikan bintang-bintang api membakar tubuhnya, mula-
mula pakaian hingga berlubang-lubang sampai akhirnya kulit
tubuh yang menjadi matang biru. Si Pacul Kilat menderita.
Namun ketika ia didesak dan terus diteter lawan, paculnya
menangkis nenggala sementara tangan kirinya menghadapi
pukulan-pukulan Bintang Api maka si Tombak Maut tiba-tiba
berkelebat dan membantunya.
"Pacul K ilat, jangan takut. Aku membantumu!" dan tombak
yang menyambar serta mendorong nenggala akhirnya
membuat si Pacul Kilat bernapas lega dan dapat memperbaiki
diri. Tombak Maut mencecar lawarnya dan senjata yang jauh
lebih panjang itu mula-mula mampu menekan nenggala. T api
ketika kakek India itu berseru marah dan me lepas Hwi-seng-
ciangnya ke arah laki-laki ini maka Tombak Maut juga '
tergetar dan terhuyung mundur, ttk mampu menahan.
"Kita harus mengeroyok. Kepung saja dari muka dan
belakang!" "Hm!" kakek itu tertawa. "Boleh saja, tikus-tikus cilik. Tapi
sekarang aku ingat bahwa kau kiranya si Pacul Kilat, orang
yang dulu pernah kuhajar dan lari terbirit-birit!"
Si Pacul Kilat marah, memekik dan menyerang lagi dan
Mindra sekarang mengenalnya. Memang dulu dia pernah
berhadapan dengan kakek ini dan terpaksa melarikan diri,
bukan tandingannya. Tapi karena sekarang ada Tombak Maut
di situ dan dia tak menyangka bahwa kakek ini ada di situ,
kembali membantu Coa-ongya karena dulu kakek ini sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dikabarkan pergi maka dia marah dan membentak
membabatkan senjatanya. Lawan mengelak namun Tombak
Maut menyerangnya dari samping kanan, tombak panjang
menyambar dan kakek itu terpaksa menggerakkan nenggala
ke belakang. Dan ketika tombak terpental namun dua orang i-
tu sudah menyerang lagi maka kakek ini harus berhati-hati
dan menggeram karena untuk beberapa jurus dia diteter.
Namun Mindra adalah kakek yang be-r tul-betul hebat.
Ditekan dan dicecar dari muka dan belakang ia tak kelihatan
gugup. Sinkangnya masih lebih kuat daripada lawan dan
setiap kali ia menangkis setiap kali itu pula lawan terhuyung
ke belakang. Tombak Maut dan Pacul Kilat sama-sama
terbelalak dan kagum tapi juga marah. Kakek Thian-tok ini
lihai! Tapi begitu mereka menyerang lagi dan tak takut akan
kelebihan lawan, Mindra menjadi geram dan ikut marah maka
kakek i-tu teringat pada Hwi-seng-ciangnya lagi dan
dikeluarkannyalah pukulan ini ke a-rah dua orang itu. Pacul
Kilat maupun Tombak Maut ternyata sama-sama tak tahan.
Mereka silau oleh percikan bintang-bintang api itu dan selalu
mengelak. Namun karena lawan terkekeh mengejar dan
Pukulan Bintang Api ini memang a-mat mengganggu,
menyengat dan memba->kar kulit tubuh maka di sini dua
orang i-tu terdesak dan tombak panjang tak berguna banyak
dipakai menyerang. Tombak Maut sering mengelak kalau
pukulan Bintang Api menyambar, di samping tak kuat hawa
panasnya juga sengaja mengh n dar dari percikan bintang-
bintang api itu. Pakaiannya juga berlubang-lubang dan ia
melotot karena hal itu sama dengan rekannya, si Pacul Kilat.
Dan karena ia sering menghindar dan tombak jadi tak
berguna, sementara Pacul Kilat juga begitu karena Hwi-seng-
ciang memang luar biasa maka begitu mereka mengelak kiri
kanan dan lawan mengejar serta terus melepas pukulan-
pukulan Bintang Apinya maka tiba-tiba dua orang ini terdesak
dan mereka malah ditekan!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ha-ha!" kakek itu terbahak-bahak. "Ayo mana ilmu
kepandaian kalian, Pacul Kilat. Mana itu kata-kata kalian yang
ingin membunuh aku!"
"Keparat!" Pacul Kilat memekik. "Kau sombong namun kami
belum roboh, Min-dra. Gerakkan nenggalamu dan tunjukkan
pula kepada kami bahwa kau sanggup membunuh kami!"
"Hm, hal itu pasti kulaksanakan. Dan sekarang akan
kumulai, lihat...!" dan ketika kakek itu melepas Hwi-seng-
ciangnya lagi hingga dua orang itu mundur, Pacul Kilat
membentak karena selalu ia teraur yung maka saat itulah
nenggala bergerak mengejar dirinya, menusuk atau mematuk
dan Pacul Kilat terkejut karena ia sedang buruk posisinya,
belum sempat memperbaiki diri. Dan ketika nenggala tahu-
tahu ada di depan hidung dan laki-laki ini berteriak keras maka
apa boleh buat ia membabatkan paculnya dan nenggala i-tu
dihantam kuat-kuat. Namun laki-laki ini lupa. Mindra memiliki
sinkang di atas dirinya dan tangkisan atau hantaman paculnya
itu tak berakibat banyak. Nenggala tergetar sedikit dan
senjata yang semula menuju hidung itu tiba-tiba turun ke


Naga Pembunuh Lanjutan Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bawah, tertekan oleh hantaman pacul. Dan karena senjata itu
masih terus menusuk dan bergerak kuat maka perut laki-laki
itu tergurat dan Pacul Kilat menjerit karena nyaris perutnya
dibelah. "Aughh..!"
Jerit atau lengking panjang itu mengiringi robohnya laki-laki
ini. Senjata di tangannya terlepas dan kakek India itu terkekeh
kejam, membalik dan melepas Hwi-seng-ciangnya karena saat
itu tombak pan jang tiba-tiba berkesiur menyambar. Tombak
Maut melihat keadaan bahaya dan ingin menolong temannya,
melepas tombak nya itu yang terbang menyambar dengan
cepat. Tapi karena lawan mendengar kesiur anginnya dan
Hwi-seng-ciang menampar tombak itu, yang patah dan hancur
di tengah jalan maka nenggala tiba-tiba bergerak dan patahan
tombak yang akan jatuh ke lantai tiba-tiba dijentik dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terbang menyambar ke arah Pacul K ilat, yang sedang roboh di
sana. "Cep!" Ujung atau patahan tombak itu amblas di dada laki-laki ini.
Pacul Kilat yang sedang menggelepar oleh sakitnya di perut
tiba-tiba roboh dan binasa seketika. Hanya keluhan tertahan
sempat terdengar dan setelah itu laki-laki itu terguling. Mindra
telah membunuhnya! Dan ketika Tombak Maut terbelalak dan
pucat melihat itu, senjatanya dipakai untuk mem bunuh
temannya sendiri tiba-tiba laki-laki ini berteriak dan histeris
menerjang lawan. "Tua bangka, kau keji dan terkutuk!"
"Heh-heh," nenggala kembali bergerak
"Kaulah yang tak tahu diri, bocah. Mampus dan susullah
temanmu di neraka.... cus!" dan nenggala yang tepat
menyambut pukulan laki-laki ini, tembus di telapak tangan
tiba-tiba membuat Tombak Maut berteriak dan kesakitan
hebat, mau menarik tangannya tapi kaki kakek itu bergerak,
tepat sekali mengenai selangkangannya. Dan ketika Tombak
Maut menjerit dan terpelanting roboh, alat kelaminnya pecah
maka saat itu di tempat lain terdengar teriakan-teriakan dan
puluhan bayangan hitam menyerbu dari luar. Seakan
sepasukan iblis yang datang menggempur!
"Serbu! Cari Coa-ongya dan bunuh anjing-anjing pembantunya ini..!" Mindra terkejut. Baru saja dia merobohkan dua orang
lawannya tiba-tiba datang belasan bayangan hitam mengeroyoknya. Mereka berteriak marah melihat tewasnya
Pacul Kilat dan Tombak Maut. Dan ketika kakek itu mengelak
dan melepas pukulan-pukulan Hwi-seng-ciangnya, marah
karena tiba-tiba tigabelas orang mengerubutnya maka di
tempat lain juga saudaranya diserbu dan dikeroyok belasan
orang, termasuk Kedok Hitam yang juga baru saja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merobohkan dua orang kembar yang tinggi serta bentuk
tubuhnya sama. "Keparat!" kakek itu melengking. "Siapa kalian ini, tikus-
tikus busuk. Dan kenapa datang mencari penyakit!"
"Mereka bekas orang-orangnya Chu Wen!" Kedok Hitam
berseru dari jauh. "Inilah yang kukatakan kepadamu, Mindra.
Bunuh dan basmi mereka kecuali pimpinannya. Cari dia itu!"
Kakek ini terbelalak. Tigabelas pengeroyok yang tiba-tiba
menyerang dan begitu beringas menggerakkan senjata rata-
rata ditutup saputangan merah menyembunyikan wajah.
Mereka adalah orang-orang kang-ouw yang berkepandaian
cukup tinggi, sedikit, di bawah Pacul Kilat atau pun Tombak
Maut dan tentu saja kakek ini sibuk. Satu lawan tigabelas
bukanlah pekerjaan mudah. Dan ketika dia menggeram dan
melepas Hwi-seng-ciangnya, mengiringi nenggala yang sudah
dipakai menangkis atau menghalau senjata-senjata lawan
maka Sudra, saudaranya, juga kewalahan oleh serbuan
begini banyaknya lawan, yang meluruk dan menerjang bagai
harimau-harimau lapar yang kesetanan.
"Tar-tar!" cambuk meledak-ledak di udara. "Enyah kalian,
tikus-tikus busuk. Pergi dan kuantar ke neraka!"
Dua orang roboh. Mereka terkena neng gala dan cambuk
dua kakek India ini, Sudra dan Mindra memang lihai. Tapi
ketika yang lain datang membantu dan jumlahnya kembali
tetap, dua kakek itu marah maka di tempat Kedok Hitam
terjadi keroyokan sengit yang bahkan dilakukan oleh hampir
duapuluh orang. "Ini Kedok Hitam, antek Coa-ongya paling lengket. Bunuh
dan jangan biarkan ia hidup!"
Seorang laki-laki tinggi besar, gagah dan berperawakan-
tegap membentak pada teman-temannya untuk mengurung
dan menyerang laki-laki itu. Laki-laki tinggi besar itu sendiri
bersenjatakan gendewa besar dan dia telah membunuh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
belasan pengawal, hal yang membuat Kedok Hitam marah dan
menyerangnya. Tapi ketika pendek gempal membantu dan
dua laki-laki kembar juga bergerak dan mengeroyok Kedok
Hitam ini, sayangnya mereka lalu tewas maka pendek gempal
bersuit dan bersama temannya yang tinggi besar ini mereka
memanggil bantuan di mana puluhan orang tiba-tiba muncul
dan* langsung me luruk ke situ, pecah dan mencari lawan
masing-masing di mana akhirnya mengeroyok Sudra dan
Mindra serta si Kedok Hitam ini. Memang hanya tiga orang
inilah yang terlihat paling lihai, mereka memukul mundur dan
bahkan mem bunuh beberapa di antaranya. Dan ketika si
tinggi besar mencabut gendewanya dan si pendek gempal
mengeluarkan sepotong papan besi, dia tak sanggup menahan
pukulan-pukulan lawan dengan tubuhnya, padahal tadi
mampu menahan dan bahkan menolak senjata para pengawal
kini tiba-tiba ganti-berganti dengan si tinggi besar sudah
membalas dan menyerang si Kedok Hitam ini. Namun karena
Kedok Hitam terlalu lihai dan dorongan-dorongan pukulannya
amatlah kuat, mereka sering terhuyung dan bahkan
terpelanting maka apa boleh buat mereka memanggil bala
bantuan dan bayangan-bayangan hitam yang bersembunyi
dan sebenarnya ditugaskan untuk menghadang bantuan dari
luar akhirnya ditarik dan membantu si pen dek gempal dan si
tinggi besar ini. Kedok Hitam terbelalak. Dua orang lawan utamanya itu
ganti-berganti memberi aba-aba. Mula-mula dia menyangka si
tinggi besar ini yang menjadi pemimpin, karena dialah yang
pertama berseru dan memberi perintah. Namun ketika si
pendek gempal juga sama-sama memerintah dan tadi dua
laki-laki kembar juga saling mengeluarkan perintah dan aba-
aba maka Kedok Hitam bingung siapa sebenarnya pimpinan
dari para penyerbu ini. Mereka tampaknya sama-sama
setingkat, jadi masih ada orang lain di belakang orang orang
ini. Dan ketika dia mulai marah dan berhasil membunuh dua
laki-laki kembar, si pendek gempal dan si tinggi besar terkejut
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan cepat memanggil bala bantuan maka meluruklah puluhan
bayangan hitam itu ke gedung Coa-ongya. Mereka langsung
membantu yang perlu dibantu. Kedok Hitam mendapat lawan
paling banyak karena memang Kedok Hitam inilah yang paling
lihai. Dan ketika serbuan datang bagai air bah, sisa yang lain
memencar dan membabat para pengawal maka sebentar saja
gedung Coa-ongya sudah dipenuhi orang-orang ini dan
mereka ber-lalu-Ialang cepat mencari atau ingin menangkap
Coa-ongya. "Cari dan tangkap pangeran itu. Seret dia ke sini!" '
Kedok Hitam menggeram. Tempatnya diobrak-abrik dan
pengawal tiba-tiba lari cerai-berai tak kuat menahan serbuan
itu. Jumlah lawan terlalu banyak! Dan karena hanya tiga orang
ini yang mampu bertahan dan membendung lajunya lawan,
Mindra dan Sudra bergerak cepat membalas serangan lawan
maka hanya tiga o-rang inilah yang akhirnya menjadi
perhatian dan pusat serbuan lawan.
"Bunuh mereka ini. Antar ke neraka!"
"Hm!" Sudra mendengus, cambuknya menjeletar-jeletar.
"Kalian yang akan kuantar ke neraka, tikus-tikus busuk. Dan
satu per satu boleh menikmati gigitan cambukku ini....
aduh!" seorang pengeroyok berteriak, benar saja menerima
"gigitan" cambuk dan terjengkang melepaskan senjatanya.
Gigitan itu bukan gigitan biasa melainkan sentuhan
menyakitkan yang membuat kulit luka terbakar. Sudra
mengerahkan sinkangnya dalam ujung cambuknya ini hingga
setiap kali "menggigit" tentu lawan tak tahan menjerit, roboh
dan terlepas senjatanya karena kulit maupun tubuh orang itu
hangus. Inilah keistimewaan kakek itu dalam memainkan
cambuknya, apalagi cambuk itu terbuat dari baja yang tanpa
di"isi"-pun tentu sudah menyakitkan. Maka begitu lawan
terjungkal dan tak mampu bangun lagi, pingsan dan roboh
berteriak maka yang lain mendapat bagian lagi namun kakek
ini juga menerima bacokan atau tusukan senjata tajam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun Sudra melindungi tubuh hingga kebal. Sinkang
kakek ini cukup kuat kalau hanya untuk menghadapi orang-
orang yang di bawah kelasnya, biarpun dia dikeroyok. Namun
ketika belasan orang itu mulai mengarahkan senjata mereka
pada hidung atau mata, daerah yang tentu saja paling lemah
maka serempetan sebuah pedang nyaris saja mengenai mata
kiri kakek itu. "Keparat!" kakek ini berseru. "Robohlah kau, tikus busuk.
Terima lecutan cambukku.... tar!" orang itu menerima balasan,
menjerit dan roboh dengan kepala ber lubang karena ujung
cambuk mengenai batok kepalanya. Kakek ini marah dan men-
jeletarkan cambuknya di saat orang itu terhuyung, karena
serangannya tak mengenai mata kakek ini: Dan ketika orang
itu roboh dan dua lawan tewas seketika, yang lain terbelalak
dan gentar maka di sana Mindra juga' merobohkan dua lawan
lagi dengan nenggalanya. Kakek ini, seperti juga Sudra, marah arena berkali-kali
lawan-lawannya itu mengarahkan senjata ke lubang hidung
atau biji matanya. Sekali kesempatan telinganya juga tertusuk
sebatang tombak bercagak, hampir saja tembus kalau dia
tidak cepat melempar kepala membuang hsa tusukan itu. Dan
ketika dia memben-lak dan melepas Hwi-seng-ciangnya,
mendorong mundur yang lain-lain maka neng-gala bergerak
menyambar pantat laki-laki yang menusuk lubang telinganya
tadi. "Aughh...!" laki-laki itu terputar, menjerit. "Tobat, kakek
iblis. Tapi kaupun terima lah ini... wut!" dan tombak bercagak
yang dilemparkan atau terbang menyambar Mindra tiba-tiba
disambut dengusan pendek di mana kakek itu mengibas dan
menampar hancur tombak itu, nenggala terus berputar
mengikuti gerakan laki-laki itu dan tahu-tahu sudah tembus ke
perut. Laki-laki ini berteriak dan seketika menggelepar, hilang
ingatannya karena seketika itupun nyawanya sudah terbang
ke alam halus. Mindra melukai dan membunuh lawannya itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan mata dingin. Lalu ketika yang lain marah dan berteriak
menerjang, sudah mampu menguasai diri ketika dibuat
terhuyung oleh tamparan Hwi-seng-ciang maka kakek ini
membalik dan menghadapi lagi lawan-lawannya dengan
gemas dan geram. "Crang-crang-crangg!"
Orang-orang itupun terpelanting. Mereka kalah kuat dan
cepat melempar tubuh bergulingan untuk menyelamatkan diri,
bangun dan menerjang lagi karena mereka memang orang-
orang nekat yang termasuk gagah berani. Dan ketika kakek itu
menjadi gusar karena lawan tak mau sudah, tampaknya
beberapa mayat yang ada di situ tak membuat mereka
mundur, meskipun gentar, akhirnya kakek ini berkelebatan
dan nenggala diputar cepat sam bil tangan kiri terus
melancarkan pukulan-pukulan Hwi-seng-ciang. Orang-orang
itu akhirnya pucat karena tamparan hawa panas menahan
mereka. Namun karena jumlah masih banyak dan maju lagi
untuk mengeroyok maka kakek ini benar-benar habis sabar
dan Hwi-seng-ciang maupun nenggalanya menjadi senjata
maut yang buas dan tak kenal ampun. Bacokan atau tusukan
senjata tajam ditangkis atau diterima kakek ini, yang mental
karena bertemu tubuhnya yang penuh tenaga sakti. Dan
ketika Hwi-seng-ciang atau nenggala membalas, bergerak
bagai petir di angkasa maka tujuh orang akhirnya roboh dan
tewas, menjadi korban kemarahan kakek ini.
"Ayo.... ayo maju lagi. Biar kubunuh habis!"
Lawanpun ngeri. Akhirnya nenggala dan kakek itu
beterbangan bagai burung menyambar-nyambar. Mindra
mengeluarkan kesaktiannya dan bergeraklah senjata atau
pukulannya itu menghajar lawan. Dan karena secara orang
per orang lawan lawannya ini masih di bawah kakek itu,
Mindra menampar atau menusuk maka lagi-lagi lima orang
roboh terjungkal. Hal ini menciutkan nyali dan belasan orang i-
tu mundur, mengepung dari jauh. Dan ketika di tempat lain
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
juga terdengar jeritan-jeritan ngeri, orang-orang yang terkena
cambuk atau pukulan Sudra maka di tempat Kedok Hitam
justeru terdengar teriakan atau pekik tertahan yang lebih
cepat lagi. "Mundur..!" si pendek gempal akhirnya memberi aba-aba,
pucat. "Mundur, kawan-kawan. Jauhi laki-laki ini dan
keluarkan jala berduri!"
Duapuluh laki-laki yang mengeroyok Kedok Hitam tiba-tiba
mundur. Mereka berloncatan menjauh karena Kedok Hitam
tiba-tiba menjadi ganas. Laki-laki itu mengeluarkan pukulan
jarak jauhnya yang hebat di mana sekali tampar atau kibas
maka merekapun terdorong. Hawa panas menyertai pukulan
itu dan mereka tak tahan. Apalagi, di samping panas juga
tajam seperti bacokan pedang. Ini memang mengerikan! Maka
begitu mereka berloncatan mundur dan pendek gempal
memberi aba-aba untuk menjauh, mengeluarkan jala berduri
mendadak mereka semuanya bergerak dan sudah mencabut


Naga Pembunuh Lanjutan Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebuah jala yang penuh kaitan baja. Itulah jala yang
dimaksud! Dan begitu si pendek gempal berseru dan
menerjang lagi maka jala di tangan masing-masing orang
bergerak dan mengikuti si pendek gempal itu.
"Siut-siut-wherrr....!"
Duapuluh jala berkembang dan mena-kup laki-laki di
tengah ini. Kedok Hitam terkejut karena lawan hendak
menyusahkannya dengan jala. Benda itu tak ditakutinya tapi
kaitan-kaitan baja yang ada di dalam tentu bakal merepotkan,
apalagi menggaet baju umpamanya. Tentu akan sobek dan
dia telanjang! Maka membentak berseru keras tiba-tiba laki-
laki ini berkelebat seraya mencabut sesuatu. O-rang tidak tahu
apa itu namun sebuah sinar putih tiba-tiba berkelebat.
Cahayanya menyilaukan mata dan berteriaklah mereka ketika
tiba-tiba tangan yang memegang jala mendadak serasa
enteng. Dan ketika mereka terkejut dan berseru keras tahu-
tahu terdengar suara crang-cring-crang-cring dan jala di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangan mereka terbabat kutung, putus oleh sinar atau cahaya
putih itu. "Mundur...!" Seruan ini terlambat. Empat di antara mereka yang kaget
dan bengong di tempat tiba-tiba disambar sinar atau cahaya
putih menyilaukan itu. Mereka tersentak setelah cahaya itu
dekat. Dan karena mengelak lagi sudah tak sempat maka sinar
atau cahaya putih itu menyentuh leher mereka dan....
putuslah kepala empat orang ini oleh sebatang golok yang luar
biasa tajam. "Crat-crat-crat!"
Empat batang tubuh roboh bagai batang pisang. Tak ada
jeritan atau keluhan di sini, tanda betapa cepat dan tajamnya
golok maut itu. Dan ketika sinar putih ini berkelebat dan masih
menyambar ke sana-sini, si pendek gempal terpekik karena
pundaknya tergurat panjang maka yang memegang gendewa,
si tinggi besar, juga mengeluh karena lengannya tersobek
sejengkal. "Augh!" Orang-orang itu pucat. Mereka tersentak dan ngeri oleh
kejadian ini. Kedok Hitam telah mencabut senjatanya, sekali
dicabut ternyata empat nyawa melayang! Dan ketika mereka
terbelalak dan gentar mundur menjauh, jala sudah terkulai
bertumpuk-tumpuk maka Kedok Hitam tertawa berkelebat
membalas. "Sekarang giliran kalian menerima hajaran. Bersiaplah ke
akherat!" Duapuluh orang yang tinggal enambe-las itu terpekik. Sinar
atau cahaya putih itu menyambar dan tahu-tahu telah
bergerak mengelilingi mereka, sinarnya lebar dan panjang
seperti payung. Dan ketika beberapa menjadi gugup dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menangkis tapi patah maka sinar putih itu terus meluncur dan
lima orang tiba-tiba terbabat.
"Aduh..!" Kejadian itu lagi-lagi demikian cepatnya. Kedok Hitam
tertawa dan sinar putihnya bergulung naik turun. Lima orang
kembali roboh dan sisanya tentu saja menjadi gentar. Lawan
sudah membunuh sembilan orang! Dan ketika mereka
melempar tubuh dan yang tinggi besar berteriak menyelamatkan diri maka tiba-tiba si tinggi besar itu meraih
anak panah dan tujuh panah sekaligus mendadak menyambar
di saat laki-laki ini sedang bergulingan.
"Ser-ser-serr...!"
Kedok Hitam memuji. Memanah sambil bergulingan
bukanlah hal mudah, apa lagi semua anak panah itu tepat
menyambar tubuhnya. Tiga ke atas sedang empat yang lain
ke bawah, semuanya jitu dan telak! Tapi ketika Kedok Hitam
tertawa dan menangkis dengan putaran golok mautnya, sekali
sapu membuat tujuh anak panah runtuh maka laki-laki itu
mengejek bahwa hujan panah masih kurang banyak.
"Ha-ha, kau jago panah yang baik, tikus besar. Namun
sayang tak berhasil. Ayo lepaskan lagi anak-anak panahmu
lebih banyak dan biar kuhancurkan semuanya!"
Si tinggi besar pucat. Dia meloncat bangun dan kembali
menjepretkan tujuh batang anak panahnya. Namun ketika
semuanya runtuh dibabat sinar putih itu maka laki-laki ini
mengeluh dan si pendek gempal tiba-tiba juga meraup anak
panah dan melontarkannya seperti orang melontar lembing.
"Hujani dia dengan anak panah!"
Yang lain-lain teringat. Mencabut a-nak panah yang
rupanya sudah disiapkan di kantong mendadak mereka
menyambit-kan anak-anak panah ke arah si Kedok Hitam.
Laki-laki itu diserang dan dihujani anak panah, bukan belasan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melainkan puluhan. Namun ketika sinar putih bergulung dan
meruntuhkan anak-anak panah ini tiba-tiba patahan anak
panah membalik dan mengenai orang-orang itu sendiri. Dan
karena panah yang diluncurkan berjumlah banyak maka yang
membalik juga banyak dan tujuh di antaranya roboh
mengaduh. "Crep-crep-crep!"
Si tinggi besar dan si pendek gempal terbelalak. Mereka
kaget dan bingung karena diserang dengan cara apapun juga
ternyata lawan mereka itu terlalu lihai. Tadi membabat jala
berduri sekarang membabat anak-anak panah mereka. Jumlah
yang semula duapuluh tiba-tiba sekarang tinggal empat orang.
Celaka! Dan ketika mereka tertegun dan pucat serta marah, di
samping gentar, maka Kedok Hitam berkelebat dan menuju
pada mereka. "Ha-ha, sekarang giliran kalian. Mampus dan pergilah ke
neraka!" Si pendek gempal menggerakkan papan besinya. Dia
terkejut dan tentu saja tak mau menerima kematian dan
karena itu cepat mengelak, mundur sambil menggerakkan
papan besinya menangkis. Tapi ketika papan besinya,
terbelah, laki-laki itu berteriak dan me lempar tubuh
bergulingan maka si tinggi besar, yang memegang gendewa
juga mengeluh dan melempar tubuh dengan cepat karena
gendewanya putus menjadi dua. Dua yang lain sudah tak
sempat menghindar karena sinar putih itu berkelebat ke leher
mereka, roboh dan tewas karena kepala merekapun sudah
menggelinding di tanah. Namun ketika Kedok Hitam hendak
mengejar dan membunuh dua yang terakhir ini, si pendek
gempal dan si tinggi besar mendadak terdengar raungan atau
pekik kaget dari dua kakek India di sana.
"Aduh, tolong, Kedok Hitam. Ini bocah iblis yang kukatakan
itu... tas-crak!" dan cambuk atau nenggala yang putus dibabat
sinar menyilaukan tiba-tiba membuat Sudra dan Mindra
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berteriak dan melempar tubuh sambil mengaduh. Dua
pertandingan di sana tiba-tiba berobah ketika seorang pemuda
tiba-tiba muncul, diiring kekeh atau tawa wanita di mana
kakek-kakek berhidung bengkung itu terkesiap. Mereka sudah
menguasai lawan-lawan mereka dan tinggal menamatkan
dengan serangan terakhir, tak tahunya terdengar bentakan
dan sesosok bayangan hitam berkelebat, menangkis dan
mematahkan senjata mereka. Dan ketika cambuk dan neng
gala putus dibabat, sebuah cahaya menyilaukan yang berhawa
dingin menyambar senjata mereka itu maka sebuah dorongan
kuat menampar pula dan dua kakek i-tu mencelat! Sudra dan
Mindra terguling-guling dan alangkah kagetnya mereka ketika
melihat siapa yang datang. Kiranya pemuda yang dulu
bertemu dengan mereka di luar hutan, yang membantu Wi
Hong atau menyelamatkan bekas ketua Hek-yan-pang itu dari
tangan mereka. Dan ketika kekeh atau tawa itu disusul
orangnya, bayangan kedua, maka dua kakek ini pucat karena
itulah si cantik gila yang dulu mereka ganggu itu. Mereka tak
tahu bahwa W i Hong sekarang sembuh, masih mengira gila
dan karena itu kembali perhatian mereka tertuju pada pemuda
yang berpakaian hitam-hitam itu. Mereka terbelalak karena
sekarang pemuda ini berambut kemerah-merahan, marong
bagai api unggun. Tapi begitu pandangan mereka tertuju ke
bawah, ke arah cahaya putih yang berhawa dingin maka tiba-
tiba dua orang kakek ini serasa terbang semangatnya karena
mengenal benda di tangan pemuda itu, ketika mereka
meloncat bangun. "Golok Maut!" "Golok Penghisap Darah...!"
Dua kakek ini terguncang. Giam Liong, pemuda itu, sudah
berdiri tegak dengan sikapnya yang dingin namun gagah.
Golok di tangannya yang bergetar dan berkilauan itu tiba-tiba.
bergerak dan lenyap di belakang punggung. Giam Liong telah
menolong orang-orang bersaputangan merah ini dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kilatan senjatanya tadi, cahaya atau kilatan yang lebih dingin
dibanding kilatan di tangan Kedok Hitam, karena Kedok Hitam
juga mempergunakan golok atau senjatanya yang amat tajam
itu. Tapi begitu Giam Liong tak menyerang lagi dan tegak
menghadapi dua kakek India itu, yang terkejut dan pucat
serta tentu saja mengenal Golok Maut di tangannya maka
ibunya, yang terkekeh dan melengking di sebelahnya tiba-tiba
berkelebat dan menusuk Mindra, kakek yang terdekat
dengannya. "Hi-hik, ini Golok Maut puteraku. Ha-yo, kalian lagi-lagi di
sini, tua bangka. Mampus dan bayar hutang kalian kepadaku
dulu... singg! dan pedang bersinar merah yang meluncur dan
menusuk tenggo-rokan kakek itu, cepat sekali, tahu-tahu telah
menyentuh kulit dan Mindra yang masih bengong oleh
hadirnya Giam Liong tiba-tiba terpekik dan cepat melempar
kepala ke belakang. Kakek itu terkesiap karena Wi Hong
menyerangnya di saat ia tertegun. Kehadiran atau kedatangan
pemuda itu memang mengejutkan, apalagi karena membawa
Golok Maut atau Golok Penghisap Darah itu. Mindra dan Sudra
tentu saja kenal dan tahu akan golok di tangan pemuda itu
karena tak ada senjata betapapun tajamnya mampu
mengeluarkan hawa sedingin Golok Maut. Golok itu adalah
golok bertuah dan karenanya tak heran kalau cambuk atau
nenggala mereka putus terbabat, seolah agar-agar atau ta-hu
bagi golok sehebat itu. Maka begitu Wi Hong berkelebat dan
kakek ini terkesiap, kedatangan Giam Liong masih belum
menghilangkan kekagetannya maka kakek itu semakin terkejut
saja karena Wi Hong dengan jurus Bianglala Menukik Ke Bumi
masih terus mengejar dan menyerang tenggorokannya!
"Keparat.... plak-cring!" kakek itu membentak, menangkis
atau menjentikkan kuku jarinya sambil memaki Wi Hong dan
pedang seketika terpental bertemu kuku jarinya. Wi Hong
memang masih bukan lawan kakek ini namun berteriak marah
justeru wanita itu berkelebat dan menyerang lagi. Dan karena
kakek ini gentar oleh kedatangan Giam Liong dan hadirnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pemuda itu seolah siluman ganas yang akan menerkamnya
maka begitu dia mengelak dan menjentikkan kuku jarinya lagi
tiba-tiba kakek ini berkelebat dan lari ke arah si Kedok Hitam.
"Kedok Hitam, bantu aku. Bocah iblis itu ada di s ini!"
Kedok Hitam masih tertegun. Dia menghentikan serangannya ketika jeritan pertama temannya tadi. Sinar
menyilaukan yang lebih hebat dari sinar goloknya sendiri
sudah membuat laki-laki itu terkejut. Dua lawannya mundur
menjauh dan terbelalak menahan luka. Dan ketika dia melihat
betapa pemuda itu amatlah tampannya namun berwajah
dingin, persis si Golok Maut Sin Hauw yang dulu dibunuhnya
tiba-tiba hati lelaki ini bergetar dan dia lupa kepada dua orang
lawannya tadi, si pendek gempal dan si tinggi besar. Tapi
begitu Mindra berkelebat ke arahnya dan berteriak, Wi Hong
mengejar dan melihat dirinya tiba-tiba wanita itu melengking
dan membelokkan larinya ke arah si Kedok Hitam ini.
"Keparat, kau ada di sini, Kedok Hitam" Kebetulan sekali,
kau berhutang jiwa suamiku. Aku memang mencarimu dan
kebetulan kau ada di sini... haiittt!" dan pedang yang
membelok dan meluncur ke arah laki-laki ini akhirnya tidak
mengejar Mindra melainkan menyerang lawan utamanya itu.
Kedok Hitam terkejut tapi mengeluarkan suara dari hidung.
Dia tahu kepandaian wanita ini dan tangannya-pun bergerak
menangkis, tangan yang lain masih memegang goloknya itu.
Dan ketika pedang tertampar dan seketika patah, Wi Hong
terpekik dan terbawa maju maka kaki laki-laki itu bergerak
dan mencelatlah wanita ini oleh sebuah tendangan keras.
"Pergilah kau.... dess!" Wi Hong terlempar dan jatuh
terguling-guling. Wanita itu menjerit karena hanya dalam
sekali gebrakan saja pedangnya sudah patah. Kedok Hitam
memang luar biasa. Tapi ketika wanita itu meloncat bangun
dan bayangan hitam berkelebat maka Giam Liong telah
menolong ibunya mengangkat bangun.
"Ibu tak apa-apa?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak... tidak, dia... dia, ohh!" Wi Hong tiba-tiba histeris.
"Inilah pembunuh ayahmu, Giam Liong. Itu si Kedok Hitam
yang kita cari-cari. Dia ada di sini, aku ditendangnya. Bunuh
dan balaskan sakit hatiku!" dan mencengkeram serta meremas
puteranya, mengguncang-guncang tiba-tiba Wi Hong bergerak
dan mau merampas golok di punggung puteranya itu. Giam
Liong mengelak dan ibunya histeris membentak, memberi
tahu bahwa pedangnya dipatahkan dan biarlah dengan Golok
Maut dia membalas dendam. Namun ketika Giam Liong
menampar dan mencengkeram tangan ibunya maka pemuda
itu berkilat memandang lawan, mata

Naga Pembunuh Lanjutan Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mencorong mengeluarkan sinar pembunuhan. Ganas dan dingin!
"Ibu diamlah, biarlah aku yang bekerja. Ini si Kedok Hitam
yang membunuh ayah" Ini laki-laki yang membuatmu
menderita" Hm, jangan takut. Kau tenang dan berdiri di sini,
ibu. Akan kudatangi dia dan lihat kulitnya akan kubeset!"
Semua meremang. Kedok Hitam yang baru saja
menendang Wi Hong tiba-tiba dibuat terkejut ketika dengan
perlahan namun dingin pemuda bermata naga itu
menghampiri. Langkahnya tenang namun setiap hentakan
tentu membuat getaran. Giam Liong mengayun kakinya bagai
langkah seekor gajah, berderap dan bergetar karena tiba-tiba
seluruh sinkang di tubuh pemuda itu hidup, pengaruhnya
terasa sampai beberapa meter karena orang-orang bersaputangan merah ada yang terhuyung dan mau jatuh.
Tanah yang mereka injak seakan diguncang gempa dan tak
sa-tupun di antara mereka yang tidak berseru kaget. Pemuda
bermata naga ini telah menggetarkan jantung mereka dengan
sikap dan kata-katanya yang dingin. Langkah kakinya terasa
membetot sukma karena setiap menapak tanah tentu seolah
sebuah kejadian mengerikan bakal terjadi. Ganas dan
menyembunyikan rasa seram yang menakutkan! Dan ketika
dia sudah berhadapan dengan si Kedok Hitam, mata yang
berapi penuh cahaya pembunuhan itu tak henti-hentinya
menatap wajah lawan, yang sayangnya ditutup kedok hitam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maka pemuda itu bertanya, suaranya berat dan seakan godam
dipukulkan berdetak-detak.
"Kedok Hitam, kau yang membunuh mendiang ayahku Sin
Hauw" Bagaimana kau membunuhnya dan menghabisi nyawa
ayahku" Benarkah kau merajang dan memotong-motongnya
seperti anjing" Jawab, aku ingin mendengar pengakuanmu,
manusia iblis. Dan setelah itu aku akan mencacah dan
menguliti tubuhmu jauh lebih mengerikan daripada perlakuanmu kepada ayahku!"
"Ha-ha!" Kedok Hitam tiba-tiba tertawa bergelak mengusir
kengeriannya. "Kau bocah ingusan mau apa, anak tak tahu
diri" Mendiang ayahmu ternyata menurunkan kau" Ah, ingat
aku. Kau tentu bocah haram dari hasil hubungan gelap
ayahmu dengan ibumu itu. Ha-ha, Wi Hong ternyata pelacur
murahan yang memberikan tubuhnya kepada laki-laki
semacam Sin Hauw. Ah, pantas kalau Hek-yan-pang tak mau
menerimanya lagi dan sekarang dipimpin orang lain. Hm, kau
benar, anak muda. Ayahmu akulah yang membunuhnya dan
tak perlu aku mungkir. Kejadian itu sudah lewat dan aku
melaksanakannya atas perintah kerajaan. Kau mau apa dan
apakah ingin mampus seperti ayahmu dulu. Aku tidak takut!"
"Kau merajang dan memotong-motong tubuh ayahku
seperti hewan?" "Benar, ha-ha...!"
"Dan kematian macam apa yang sekarang kauinginkan?"
"Ha-ha, sombong! Kau belum menunjuk kan kepandaianmu
kepadaku, bocah. Sebutkan dulu namamu dan kutiup nanti
menghadap ayahmu ke akherat!"
"Aku Giam Liong, Sin Giam Liong."
"Wah, Giam Liong. Berarti Naga Pembunuh, atau Naga
Maut!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, aku Naga Pembunuh, dan aku akan mulai
membunuhmu... klap!" dan sinar putih yang berkelebat
menyilaukan mata tiba-tiba mencuat dan bergerak dari
punggung pemuda ini, langsung menyam bar leher lawan dan
Kedok Hitam terkejut karena gerakan itu amatlah cepatnya.
Dia mengelak namun sinar itu tetap mengejar. Dan ketika dia
menggerakkan goloknya pula, tak ada kesempatan untuk
menghindarkan diri tiba-tiba terdengar suara nyaring dan....
golok di tangan laki-laki itu putus, terbabat bagai agar-agar.
"Cranggg...!" Kedok Hitam melempar tubuh bergulingan. Bukan main
kagetnya laki-laki ini karena begitu bergerak tiba-tiba Giam
Liong mencabut Golok Mautnya. Tadi senjata itu sudah
disimpan dan kini tiba-tiba mencuat bagai kilat menyambar.
Gerakannya bukan main hebatnya dan ada jurus-jurus pedang
di situ. Giam Liong memang-mempergunakan gerakan Pek-jit
Kiam-sut ketika melakukan serangan pertamanya ini, silat
pedang meskipun yang dipakainya adalah golok. Dan karena
golok atau pedang baginya sama saja, pemuda ini telah
mewarisi Pek-jit K iam-sut dari ayah angkatnya maka tak heran
kalau Kedok Hitam tiba-tiba tersentak dan kaget sekali melihat
gerakan golok yang aneh. Golok tidak menyambar
sebagaimana layaknya golok melainkan menyambar sebagaimana gaya atau ilmu silat pedang. Hal i-ni
mengejutkan sekaligus membuat darahnya tersirap. Dulu
mendiang Si Golok Maut tak mempunyai gaya seperti ini dan
tiba-tiba saja sekarang puteranya memakai golok seperti
pedang. Hebatnya sama saja dan dia yang lupa bahwa senjata
di tangan pemuda itu adalah Golok Penghisap Darah, golok
maut yang amat berbahaya tiba-tiba harus menerima akibat
dengan putusnya senjata di tangan. Golok yang tadi dipakai
membunuh atau membabat kepala orang-orang bersaputangan merah tiba-tiba kini seperti agar-agar bertemu
dengan Golok Maut itu, dia lupa dan kaget bukan main. Maka
begitu golok masih terus menyambar dan laki-laki ini berteriak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keras, melempar atau membanting tubuh bergulingan maka
Wi Hong, yang menonton atau menyaksikan di sana tiba-tiba
berjingkrak dan bersorak.
"Bagus.... bagus. Kejar dan terus serang jahanam itu,
Liong-ji. Bunuh dia, hi-hik!"
Kedok Hitam berobah. Dalam gebrakan ini saja nyaris dia
kehilangan segala-galanya. Pertama senjatanya dan kedua
adalah hinaan atau ejekan yang diterima. Dia adalah tokoh
utama dan dimalui orang. Kawan ataupun lawan segan
kepadanya karena dialah yang membunuh Golok Maut. Hanya
Pek-jit K iam-hiap Ju Beng Tan itulah yang ditakutinya, lain-lain
adalah bukan apa-apa baginya. Maka begitu sekali gebrak dia
dibuat malu dan terbang semangatnya, bocah yang dihadapi i-
tu ternyata lihai luar biasa maka mendadak laki-laki ini
berteriak dan menyambar golok lain. Kedok Hitam sudah
meloncat bangun dan Giam Liong, yang berkilat-kilat dan tidak
mengejar lawan ternyata berhenti sampai di situ saja. Dia
telah menjatuhkan mental lawan dalam sekali gebrak itu.
Minima l, Kedok Hitam tak akan tersombong lagi. Dia telah
memberi pelajaran! Dan ketika benar saja lawan terbelalak
dan pucat di sana, kaget dan geram serta bermacam perasaan
lain yang tak dapat dikatakan lagi maka Giam Liong
menunggu dan Golok Penghisap Darah atau Golok Maut telah
lenyap kembali di punggungnya. Satu pameran untuk
merontokkan nyali lawan! "Kedok Hitam, majulah dan mari main-main lagi. Aku telah
melihat kepandai-anmu dan kupikir tak perlu membunuhmu
dulu dengan senjataku. Gerakkan golokmu dan mulailah
menyerang. Aku memberimu kesempatan sebanyak sepuluh
jurus!" Kedok Hitam memekik. Diejek dan diperlakukan seperti itu
tiba-tiba kemarahannya menggelegak. Dia, tokoh yang telah
membunuh Golok Maut tiba-tiba saja diperlakukan begitu hina
oleh pemuda ini. Giam Liong telah berkata bahwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepandaiannya telah diketahui, padahal seharusnya dialah
yang berkata begitu karena kepandaian Giam Liong telah
dirasakan dan luar biasa lihainya. Golok Maut yang dipegang
pemuda itu benar-benar ditunjang dengan kepandaiannya
yang menggiriskan. Barangkali, pemuda ini justeru lebih hebat
daripada mendiang ayahnya sendiri. Dulu Golok Maut hanya
menggerakkan goloknya dengan gaya atau ilmu silat golok,
tidak seperti pemuda ini yang dapat mainkan golok seperti
pedang, hingga gerakannya membingungkan dan karena itu
dia jatuh bangun dalam gebrakan pertama tadi. Namun
karena dia juga memiliki ilmu s ilat golok dan bagi yang pernah
menyaksikan pertandingan Golok Maut Sin Hauw dengan laki-
laki itu melihat persamaan antara silat golok Kedok Hitam ini
dengan mendiang Sin Hauw maka begitu membentak dan
melengking mengerahkan khikangnya tiba-tiba laki-laki itu
berkelebat dan golok pengganti yang ada di tangannya tiba-
tiba menyambar dan mendesing bagai ribuan lebah yang siap
menyengat korban. "Kuhajar kau...!" golok bergerak menyilaukan mata,
langsung berkelebat ke tenggorokan Giam Liong dan pemuda
ini berkerut kening me lihat gerakan laki-laki itu. Golok
digenggam dengan empat jari merapat sementara ibu jari
ditekuk ke dalam. Itulah gaya atau cara memegang golok
yang hebat. Dengan begini senjata akan lekat seperti menyatu
dan kekuatan atau daya genggam itu luar biasa lengketnya.
Dipegang orang seperti si Kedok Hitam ini maka golok tak
akan lepas kalau jari-jari itu tidak dipapas buntung. Dan ketika
gerakan menyambar dari atas ke bawah itu membentuk
lengkungan panjang seperti bianglala, Giam Liong terbelalak
karena itulah jurus Bianglala Siluman Menyergap Bulan, satu
dari jurus pembukaan Im-kan To-hoat (Silat Golok Dari
Akherat) atau yang lazim disebut Silat Golok Maut, warisan
ayahnya, tiba-tiba tersentak dan kaget lagi ketika dia
mengelak mendadak golok mematah di tengah jalan dan terus
menukik ke bawah menuju arah kemaluannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Golok Iblis Menyambar Bola Bumi!" Giam Liong tak tahan
untuk tidak berseru keras. Tentu saja dia mengenal dua jurus
serangan ini karena itulah jurus-jurus dari Im-kan To-hoat. Dia
sendiri telah mewarisi kitab-kitab almarhum ayahnya, ketika
ibunya di Lembah Iblis menyerahkan kitab-kitab ayahnya itu,
disamping kitab kecil yang dia peroleh dari sumur tua di Hek-
yan-pang. Maka begitu lawan mengeluarkan jurus-jurus ilmu
silat Golok Maut dan jurus-jurus itu dikenal, Giam Liong
berkelit namun dikejar dan terus dikejar akhirnya apa " boleh
buat pemuda ini menggerakkan tangannya menangkis dan
serangkum angin pukulan membuat Kedok Hitam terpekik
karena golok di tangan menyeleweng. "Crat!"
Ranting pohon di belakang Giam Liong roboh terbabat.
Sebenarnya yang dituju adalah telinga pemuda ini namun
dengan cepat pemuda ini mengibas. Sinkang yang dipelajari
dari sumur tua dipergunakan dan Kedok Hitam terhuyung.
Itulah sinkang yang dimiliki mendiang Sin Hauw dulu, ayah
pemuda ini. Dan ketika laki-laki itu terbelalak namun
menggeram dan menerjang maju lagi, dua jurus lewat dengan
sama-sama mengejutkan masing-masing pihak maka untuk
selanjutnya Giam Liong semakin melebarkan mata karena
itulah jurus-jurus Ilmu Silat Golok Maut yang dipunyai
ayahnya. "Pencuri hina. Keji!" Giam Liong membentak dan terbakar.
"Ini Im-kan To-hoat milik mendiang ayahku, Kedok Hitam. Kau
mempergunakannya dan ternyata memilikinya. Kau pencuri!"
"Ha-ha!" Kedok Hitam tertawa bergelak. "Im-kan To-hoat
atau Im-jin To-hoat aku tak mau tahu, bocah. Yang jelas inilah
ilmuku dan kalau ayahmu memiliki ilmu yang sama jangan-
jangan dialah yang mencuri dan mendapatkannya secara
gelap dari guru-guruku!"
"Siapa kau. Buka kedokmu itu!"
"Ha-ha, kau ingin tahu" Nanti saja, setelah kuantar ke
akherat.... singgg!" dan golok yang menyambar cepat dari kiri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ke kanan tiba-tiba meliuk dan turun ke bawah. Lawan
mempergunakan jurus Menabas Hati Memapas Kaki, gerakan
yang akan dilanjutkan lagi dengan gerakan mencuat dari
bawah ke atas. Kalau sudah begini maka tujuh tusukan
bertubi-tubi akan susul-menyusul. Giam Liong tahu bahayanya
ini dan cepat menjejakkan kaki berjungkir balik. Dan ketika
benar saja tujuh tusukan menyusul berturut-turut, cepat,
maka Giam Liong sudah membebaskan dirinya dan terbelalak
oleh ilmu s ilat lawan. Selanjutnya pemuda itu berkelebatan ke
sana ke mari menghitung jurus-jurus berikut. Dia tak boleh
membalas karena sudah berjanji untuk memberi "keringanan".
Untung ilmu s ilat itu dikenal hingga tak begitu merepotkannya.
Tapi ketika pada jurus ke delapan Kedok Hitam mengeluarkan
seruan panjang, golok berubah bentuk seperti gumpalan a-
wan maka pemuda itu tertegun karena lawan sudah merobah
gerakan dan tidak mempergunakan Im-kan To-hoat lagi.
Jurus-jurus berikut ciptaan laki-laki itu sendiri karena gerakan
golok segera diiringi pukulan tangan kiri. Angin menyambar
dingin dan pukulan tiba-tiba berobah menjadi totokan. Dua
jari Kedok Hitam melejit di balik bayang-bayang golok. Giam
Liong dicegat dari segala penjuru. Dan ketika pemuda itu
dipaksa menangkis dan apa boleh buat mengerahkan sinkang
menerima totokan maka begitu mengelak dari sambaran golok
Giam Liongpun menotok sekaligus mencoba kulit tubuh
laki-laki ini. "Tuk!" Dua-duanya tergetar dan terkejut. Giam Liong menerima
totokan sekaligus "membayarnya" dengan totokan pula. Kedok
Hitam mendesis namun jari pemuda itu mental, Giam Liong
serasa bertemu gelembung hawa yang aneh yang membuat,
jarinya tertolak, sementara lawan mendesis sakit karena
jarinya bertemu kulit Giam Liong yang sekeras besi! Pemuda


Naga Pembunuh Lanjutan Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini telah mengerahkan sinkangnya hingga tubuhnya atos. Dan
ketika kedua-duanya terbelalak dan Giam Liong serasa
mengenal daya tolak lawannya tadi, yang membuat jarinya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mental maka ibunya, yang melengking-lengking dan berteriak
di luar berseru agar pemuda itu mencabut Golok Mautnya lagi.
"Bodoh, sombong dan pongah. Kau melebihi ayahmu, Giam
Liong. Lawan seperti itu tak perlu diberi kesempatan sebanyak
sepuluh jurus. Dua atau tiga saja cukup. Hayo cabut golokmu
dan bunuh dia!" "Hm..!" Kedok Hitam sudah menyerang pemuda itu lagi,
kembali mainkan golok dan tangan kirinya. "Aku terlanjur
berjanji, ibu. Aku akan menepati janjiku. Tinggal dua jurus lagi
dan setelah itu aku akan membunuhnya!"
"Goblok, sombong!" sang ibu membanting-banting kaki.
"Sekarang dia mengeluarkan ilmu-ilmunya yang lain, Liong-ji.
Kau tidak kenal. Lawanmu itu jahat dan cerdik sekali. Akalnya
melebihi siluman. Hayo cepat cabut golokmu atau kau
mampus..... bret!" Giam Liong tiba-tiba berseru kaget, pecah
perhatiannya oleh makian atau teriakan ibunya tadi. Pada
jurus ke sembilan Kedok Hitam memang melancarkan pukulan
baru. Golok tiba-tiba bergetar di tangan dan tidak bergerak,
yang bergerak adalah tangan kirinya itu yang menampar atau
melecut, gaya serangannya mirip ekor ular atau naga. Dan
karena dia memperhatikan itu dan tidak waspada akan golok
mendadak senjata itu menyambar dan tahu-tahu tanpa suara
sudah menuju ke batang lehernya. Ibunya menjerit namun
golok sudah benar-benar dekat, Giam Liong me lempar kepala
namun pada jurus ke sepuluh laki-laki itu terkekeh dan
melepaskan senjatanya. Golok itu terbang seperti bernyawa!
Dan ketika Giam Liong tersentak dan kaget, tangan kiri lawan
mencengkeram dan bertemu tangan kirinya sendiri, yang
ditarik dan ditahan maka pemuda ini tak dapat melepaskan
diri dan apa boleh buat harus menerima sambaran golok itu
dengan batang lehernya. Giam Liong terkesiap namun cepat ia
mengerahkan sinkang. Batang lehernya tiba-tiba menggembung terisi tenaga sakti, penuh. Dan ketika golok
merobek leher bajunya, masuk dan menusuk batang lehernya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
namun tertahan oleh gelembung sinkang yang sudah
melindungi pemuda itu maka golok patah dan Giam Liong
cepat menarik tangannya seraya melepas tendangan berputar.
"Dess!" Kedok Hitam terpelanting dan terkejut. Pangkal pahanya
bertemu tendangan kuat dan kalau bukan dia tentu tulang-
tulangnya hancur. Giam Liong berhasil membebaskan diri dan
ibunya berkelebat, melengking dan menyambar anaknya itu
karena Giam Liong terhuyung dua tindak dan pucat. Dia juga
merasakan kokohnya paha lawan ketika ditendang. Paha
Kedok Hitam itu bagai batang besi yang kokoh di samudera,
tanda bahwa lawan memang memiliki sinkang luar biasa
meskipun akhirnya dibuat terpelanting, hal yang bukan semata
kekuatan Giam Liong sendiri melainkan juga karena
disebabkan tertegunnya Kedok Hitam itu melihat golok
terbangnya patah bertemu leher si pemuda. Laki-laki itu
terbelalak karena Giam Liong ternyata luar biasa sekali. Di
samping hebat ilmu kepandaiannya juga hebat pula
sinkangnya. Golok itu patah menjadi dua, padahal kalau orang
lain tentu akan terkapar dan tembus dihajar lontarannya tadi,
biarpun Mindra atau Sudra sendiri. Dan ketika laki-laki itu
meloncat' bangun melihat Wi Hong me lengking-lengking
mencengkeram puteranya, marah dan cemas karena gebrakan
terakhir ini memang sungguh berbahaya sekali maka laki-laki
itu tiba-tiba berkedip dan berbisik pada dua kakek India itu,
rekannya yang juga tertegun dan takjub melihat kehebatan
Giam Liong, melalui ilmu mengirim suara,
"Mindra, Sudra, aku kehilangan senjataku dua kali. Kalian
tahan dulu pemuda ini sementara aku akan mengambil
pusakaku!" Dua kakek itu terkejut. Kedok Hitam tiba-tiba berkelebat
dan meninggalkan per tempuran. Giam Liong yang sedang
dicaci maki ibunya berkali-kali ditepuk pundaknya, tanda
betapa gemas dan marah wanita itu karena Giam Liong terlalu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengalah. Tapi begitu Kedok Hitam lenyap dan Giam Liong
melihat ini, ibunya membelakangi dan karena itu tak melihat
perginya Kedok Hitam tiba-tiba pemuda itu berseru keras
mendorong ibunya. "Heiii...!" Giam Liong berkelebat membuat ibunya
terpelanting. "Pengecut kau, Kedok Hitam. Jangan lari!"
Namun dua kakek India itu tiba-tiba menghadang. Mereka
mengira Kedok Hitam benar-benar akan mengambil senjata
pusakanya, karena itu pasti kembali. Maka begitu Giam Liong
membentak dan a-kan mengejar laki-laki itu, pemuda ini
marah karena lawan melarikan diri mendadak dua kakek itu
melompat dan berseru keras. Sudra menggerakkan sisa
cambuknya sementara Mindra juga menggerakkan sisa
nenggalanya. Dua kakek itu sama-sama mempergunakan sisa
senjata mereka. Tapi begitu Giam Liong membentak dan
menggerakkan tangan ke punggung, sinar atau cahaya putih
berkelebat menyilaukan mata mendadak dua kakek itu
menjerit karena tahu-tahu nenggala a-tau cambuk di tangan
mereka putus sebatas pergelangan tangan.
"Kalian minggirlah.... tas-crakk!" Giam Liong tak menghiraukan kakek-kakek itu, bergerak dan sudah mengelebatkan goloknya yang kembali lenyap ke punggung.
Senjata itu hanya digerakkan sekali saja namun itu saja sudah
cukup. Cambuk dan nenggala dua kakek itu putus, nyaris
mem babat pergelangan tangan mereka sendiri yang tentu
bakal buntung! Dan ketika Giam Liong berkelebat dan
mengejar lawannya lagi, dua kakek itu berteriak melempar
tubuh bergulingan maka Wi Hong melengking dan menyusul
puteranya itu, juga orang-orang bersaputangan hitam yang
tiba-tiba bersorak dan mengejar si Kedok Hitam.
"Horee.... tangkap dan seret si Kedok Hitam itu, Naga
Pembunuh. Biarkan kami ikut mencincangnya!"
0o0o-dw-o0o0 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 18 GIAM LIONG menggeram. Dia sendiri sudah masuk dan
berkelebat ke gedung Coa-ongya itu. Lawan melarikan diri
sementara Sudra dan Mindra bergulingan meloncat bangun.
Mereka itu pucat melihat kehebatan Giam Liong. Si Naga
Pembunuh itu benar-benar mengerikan karena sekali
mengeluarkan goloknya saja tiba-tiba merekapun terpelanting.
Cambuk dan nenggala tak mampu lagi menghadapi golok di
punggung pemuda itu. Bocah itu melebihi ayahnya! Dan ketika
orang-orang itu berteriak dan bersorak mengikuti Si Naga
Pembunuh, para pengawal atau penjaga dibabat tanpa ampun
maka dua kakek inipun diterjang dan menerima kemarahan
mereka. "Bunuh kakek-kakek siluman ini. Tabas batang kepalanya!"
Dua kakek itu terkejut. Mereka sudah kehilangan senjata
dan orang-orang bersaputangan itupun beringas sekali
menyerang mereka. Golok dan tombak atau pedang silih
berganti menyambar bagal hujan. T api karena mereka adalah
kakek-kakek yang lihai dan dengan tangan atau kakinya dua
kakek itu menghalau senjata maka semua terpental namun
orang-orang itu berteriak memanggil Giam Liong.
"Naga Pembunuh, bantu kami dulu. Dua kakek ini
melawan!" Sudra dan temannya tergetar. Mereka paling jerih kalau
menyebut-nyebut nama itu. Giam Liong merupakan pemuda
mengerikan di mana mereka paling gentar kalau sudah
berhadapan. Maka begitu membentak dan berjungkir balik
mengibas orang-orang itu dua kakek ini lenyap melarikan diri
tak mau bertemu Giam Liong.
"Kalian tikus-tikus busuk yang beraninya hanya mengandalkan pemuda itu. Baiklah, kami pergi namun kelak
kami akan datang menghajar.... plak-plak-plak!" orang-orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu menjerit bergulingan. Mereka terlempar roboh oleh kibasan
atau dorongan pukulan dua kakek ini. Mindra dan Sudra
memang masih terlalu lihai bagi mereka. Tapi begitu dua
kakek itu lenyap melarikan diri dan mereka itu memasuki
gedung, Sudra dan Mindra hendak mencari si Kedok Hitam
yang tidak menampakkan batang hidungnya lagi maka o-rang-
orang itu bangun mengejar dan berteriak-teriak, suasana
menjadi gaduh. "Kejar, bunuh kakek itu. Tangkap mereka!"
Namun Sudra dan Mindra menghilang di dalam. Mereka
bergerak cepat dan tentu saja tak mau bertemu orang-orang
ber-saputangan ini. Mereka mendongkol namun terpaksa
menahan marah. Kalau saja tak ada Si Naga Pembunuh tentu
mereka membalik, menghajar atau merobohkan orang-orang
itu. Tapi karena ada Si Naga Pembunuh dan nama itu
menggetarkan hati mereka maka biarpun dimaki dan disoraki
dari belakang tetap saja dua kakek ini lenyap dan tak mau
melayani. Mereka hendak mencari si Kedok Hitam dan memaki-maki
tokoh itu kenapa tak mau keluar lagi. Mereka tertipu dan
sekarang menyadari bahwa Kedok Hitam menyelamatkan
dirinya sendiri. Dan karena itu membuat mereka marah dan
geram maka dua kakek inipun mencaci-maki dan mengutuk
habis-habisan si Kedok Hitam itu sendiri.
Giam Liong sendiri mengobrak-abrik tempat itu diikuti
ibunya. Pemuda inipun marah dan grram karena setelah
menyerangnya habis-habisan ternyata musuhnya itu melarikan
diri. Begitu enaknya! Tapi sete lah seluruh kamar ditendang
dan dibuka ternyata Kedok Hitam tak ada di situ, entah ke
mana laki-laki itu maka ibunya membanting kaki penuh sesal.
"Lihat, lihat kegoblokanmu. Kau ditipu mentah-mentah dan
tak menuruti nasihat ibu, Liong-ji. Kalau saja kau tak sombong
dan memberinya sepuluh jurus cuma-cuma tentu siluman
yang licik itu dapat kita bunuh. Ah, kau tak tahu betapa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sulitnya mencari laki-laki ini. Hayo cari saja Coa-ongya dan
kita bekuk pangeran celaka itu!"
Giam Liong tak menjawab, merah padam. Memang
sekarang dia menyesal kenapa sikapnya begitu lunak. Dia
terlalu mengalah kepada musuh besarnya itu. Baru sekarang
dia tahu bahwa s i Kedok Hitam itu benar-benar manusia yang
amat licik dan licin. Sepak terjangnya curang! T api ketika Coa-
ongyapun tak dapat ditemukan dan ibunya gusar membanting-banting kaki maka seorang pelayan ditangkap
dan diinjak lehernya. "Katakan di mana majikanmu. Atau nanti kau kubunuh!"
"Am... ampun!" pelayan itu tentu saja tak tahu apa-apa.
"Mu... mungkin di tempat kaisar, hujin. A... aku tidak tahu...!"
"Bohong!" W i Hong membentak dan melepaskan
marahnya. "Kaupun licik dan ingin menyelamatkan diri, tikus
busuk. Kau persis majikanmu yang tidak tahu malu dan
pengecut... krekk!" dan leher i-tu yang diinjak hancur akhirnya
membuat pelayan terkulai dan Giam Liong sendiri terkejut dan
berobah mukanya. "Kau mau marah" Kau mau memprotes" Hayo, bunuh
ibumu kalau tidak suka, Liong-ji. Aku akan membunuh siapa
saja yang ada di sini!" dan Giam Liong yang tak jadi mendebat
dan tertegun mem belalakkan mata tiba-tiba melihat ibunya
keluar dan berteriak-teriak mencari pelayan atau siapa saja
orang-orangnya Coa-ongya. Ibunya mata gelap dan marah
sekali oleh lolosnya Kedok Hitam itu. Tapi karena semua
pelayan sudah melarikan diri dan gedung itu benar-benar
kosong, tak ada orang-orangnya Coa-ongya maka meja kursi
itulah yang menjadi korban dan isi gedung benar-benar porak-
poranda dihajar nyonya ini. Wi Hong kalap dan puteranya
tertegun membelalakkan mata. Dan ketika orang-orang
bersaputangan juga muncul dan melihat kemarahan nyonya
ini tiba-tiba merekapun bersorak-sorak dan menghancurkan
pula segala perabot-perabot di situ.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus, kami bantu, hujin. Bagus, ha-ha...!"
Giam Liong tak tahan. Akhirnya ia membentak namun yang
dibentak adalah orang-orang itu. Mereka dilarang ikut-ikutan
namun celaka sekali ibunya justeru membentaknya agar
membiarkan orang-orang itu. Dua perintah berlawanan
membuat orang-orang ini tertegun tapi ketika Wi Hong
berkelebat dan menghajar mereka mendadak saja orang-
orang ini takut. Mereka panik dan mau tak mau harus
menuruti kemauan nyonya itu, Giam Liong terlihat diam dan
membiarkan saja orang-orang itu menghancurkan segala isi
gedung. Dan ketika ibunya puas dan orang-orang itu juga
mundur, membelalakkan mata maka berkelebatlah seorang
tinggi besar membuka saputangannya.
"Siauw-hiap, hujin... terima kasih atas bantuan kalian. Kami
adalah pejuang-pejuang setia yang memusuhi istana. Aku
adalah Chu Kiang dan ini teman-temanku yang setia kepada


Naga Pembunuh Lanjutan Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendiang Chu Wen. Kami akan memperkenalkan diri
kepadamu!" dan ketika laki-laki itu berseru pada teman-
temannya agar membuka tutup muka, memperlihatkan diri
maka tampaklah wajah-wajah yang rata-rata gagah dan si
tinggi besar itupun ternyata simpatik dengan wajahnya yang
kemerah-merahan seperti Kwan Kong atau tokoh legendaris
dari kisah T iga Negeri. "Siauw-hiap (pendekar muda) sungguh luar biasa sekali.
Kepandaianmu benar-benar seperti ayahmu atau bahkan
lebih!" "Benar!" orang-orang itu berseru, hampir serempak. "Kami
kagum kepadamu, siauw-hiap. Dan sungguh gembira kalau
kami mendapat bantuan orang seperti dirimu ini. Kami
mengharap siauw-hiap mau memimpin kam i!"
Giam Liong tertegun. Tiba-tiba si tinggi besar berlutut dan
mengajak teman-temannya menjatuhkan diri. Mereka telah
diselamatkan pemuda ini dan pertolongan Giam Liong
sungguh besar. Dan ketika kata-kata terakhir disetujui laki-laki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gagah itu dan Chu Kiang, si tinggi besar mengangguk dan
setuju tiba-tiba laki-laki itupun berseru nyaring,
"Benar, kami mengharap kau mau memimpin kami, siauw-
hiap. Lanjutkan perjuangan ayah dan kakekmu yang gagal
dibunuh musuh-musuhnya. Kami keturunan Chu tentu akan
berhutang budi besar dan tak akan melupakan bantuanmu
ini!" "Kau keturunan keluarga Chu?" Wi Hong tiba-tiba
berkelebat dan menangkap pundak laki-laki gagah itu,
mencengkeramnya. "Kau apanya Chu Wen dan berapa
pasukanmu hingga berani melabrak istana?"
"Uh!" si tinggi besar meringis dan mengerahkan tenaganya,
cengkeraman itu serasa menembus tulang! "Lepaskan ceng-
keramanmu, hujin. Dan biarkan kami bicara menjawab
pertanyaanmu," dan ketika W i Hong melepaskan cengkeramannya dan laki-laki tinggi besar itu terbelalak
kagum maka Chu Kiang, laki-laki ini, bercerita bahwa
pasukannya sekitar limaratus orang.
"Kami tidak banyak, namun dengan limaratus orang tentu
kami dapat membuat istana geger. Maaf, kami orang-orang
bodoh yang hanya berbekal keberanian dan tekad baja, hujin.
Meskipun kami bukan lawan si Kedok Hitam itu namun dengan
keroyokan tentu kami dapat membunuhnya. Sial, kami tak
tahu bahwa dua kakek India itu ada di sini pula. Perhitungan
kami agak meleset!" "Hm, tapi kalian benar-benar orang-orang gagah yang
berani mati. Kalian telah berani datang ke sini!" Wi Hong mau
tak mau kagum juga. "Kalian boleh, Chu Kiang. Tapi apa
hubunganmu dengan mendiang Chu Wen!"
"Aku saudara lain ibu, hujln. Chu Wen adalah kakakku satu
ayah, meskipun usia kami terpaut jauh!"
"Bagus, dan sekarang apa rencanamu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kami akan menyerang dan membunuh Coa-ongya. Dia
inilah tulang punggung istana dan nasihat perang. Tapi karena
dia dilindungi dan dibantu si Kedok Hitam maka tentunya
Kedok Hitam inilah yang harus kami habisi. Kami siap
berkorban a-sal dapat membunuhnya!"
"Benar," tiga di antaranya berseru nyaring. "Pacul K ilat dan
Tombak iMaut telah menjadi korban, hujin. Dan kami yang
lain-lain siap menyusul asal dapat membunuh si Kedok Hitam
itu. Dia licik dan amat jahat. Dia pengganjal utama cita-cita!"
"Dan diapun telah membunuh suamimu," Chu Kiang bicara
membakar lawan. "Orang seperti ini tak layak dibiarkan hidup, hujin. Kami
dan kalian satu musuh satu keinginan. Biarlah kalian
memimpin kami dan kami berdiri di belakang kalian!"
"Cocok!" yang lain berseru dan mengangkat senjata.
"Dipimpin puteramu selihai ini tentu kami dapat menumbangkan kaisar lalim, hujin. Ayo bunuh kaisar dan cari
kembali Coa-ongya itu!,"
Namun, ketika orang-orang itu mulai ribut dan berteriak-
teriak, Wi Hong mulai bersinar-sinar karena puteranya
bertemu orang-orangnya Chu Wen tiba-tiba Giam Liong sendiri
berkelebat dan mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Pemuda
itu berseru agar mereka semua jangan gaduh, ada sesuatu
yang didengar. Dan ketika semua diam dan membelalakkan
mata, suara yang didengar pemuda itu didengar juga oleh
mereka maka terdengarlah bentakan dan derap kuda di luar
gedung, jumlahnya ribuan!
"Chu Kiang, kau biang pemberontak. Berlutut dan
menyerahlah baik-baik. Kami pasukan kerajaan mengepungmu!" Orang-orang itu tiba-tiba terkejut. Mereka berlompatan
namun Chu Kiang, laki-laki gagah itu tiba-tiba berseru agar
teman-temannya berhenti, jangan bergerak sendiri-sendiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan ketika bentakan dan derap kuda semakin dekat, dari
mana-mana muncul obor yang ribuan jumlahnya maka gedung
Coa-ongya mendadak menjadi terang-benderang sementara
hujan di luar sudah reda.
"Kita telah mempunyai calon pemimpin di sini. Biarlah Sin-
siauwhiap atau Sin-hujin memutuskan perintah. Dengar kata-
kata mereka dan kita lakukan apa perintahnya!"
"Hi-hik!" Wi Hong tiba-tiba bangga. 'Kau telah dipilihnya,
Liong-ji. Kau pimpinan di s ini dan biar ibu di sampingmu saja.
Katakan, apa yang harus dilakukan dan mereka tentu akan
menyerbu seperti laron kesetanan!"
"Apa?" Giam Liong justeru mengerutkan kening. "Aku
menjadi pemimpin" Aku memimpin orang-orang ini" Ah, tidak.
Aku tak tahu asal mula perjuangan, ibu. Aku datang untuk
urusan ayah dan mereka ini urusan mereka sendiri. Aku hanya
menyarankan untuk pergi dari s ini karena s i Kedok Hitam telah
melarikan diri!" "Kami akan mengikuti perintahmu!" Chu Kiang tiba-tiba
berseru. "Tapi bagaimana dengan pasukan itu, siauw-hiap.
Mereka berjumlah besar dan ribuan orang!"
"Hi-hik, kita bantai saja!" Wi Hong bergerak dan mau
mendahului puteranya, namun ditangkap. "Kita tak usah takut
kepada mereka, Chu Kiang. Ada puteraku di sini dan biar
Golok Mautnya mencari darah!"
"Nanti dulu!" sang putera bergetar dan mengerutkan
kening. "Aku tak ada urusan dengan mereka, ibu. Yang kucari
adalah Kedok Hitam. Aku tak berurusan dengan pasukan
kerajaan!" "Bodoh! Kaukira apa mereka itu" Kau kira apa si Kedok
Hitam yang licik dan curang itu" Pasukan ini datang atas
kehendaknya, Liong-ji. Bunuh mereka dan sikat habis!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar," Chu Kiang tiba-tiba menimpali. "Pasukan ini dapat
datang karena suruhan Kedok Hitam, siauw-hiap. Mereka tak
tahu tentang kami kalau tidak diberi tahu. Aku akan
menyambut dan siap menghirup darah bersama teman-
temanku!" "Dan kita berpesta," Wi Hong terkekeh. "Dulu mereka
merajang ayahmu, Liong-ji. Ayo sekarang balas dan cincang
mereka itu!" "Dan bakar gedung Coa-ongya ini!" orang-orang itu tiba-
tiba berteriak. "Kami akan membalaskan dendammu pula,
siauw-hiap. Mari keluar dan perintahkan kami menyambut.
Dengar, mereka berteriak-teriak dan menggonggong seperti
anjing!" Giam Liong bersinar-sinar. Wajahnya yang beku tiba-tiba
menjadi dingin dan tak bergerak. Tak ada senyum atau
perasaan di situ. Pemuda ini menggeram begitu ibunya
menyebut-nyebut kematian ayahnya dulu. Dan ketika di luar
terdengar bentakan atau seruan-seruan agar Chu Kiang dan
teman-temannya menyerah, Giam Liong berkilat dan terbakar
tiba-tiba darahnya mendidih ketika di luar terdengar pula
namanya disebut-sebut. "Heii, bocah yang mengaku keturunan Golok Maut. Kau
juga keluar dan cepat berlutut menyerahkan diri. Atau kami
akan membunuhmu dan mencincangmu seperti mendiang
ayahmu dulu!" Giam Liong mengeluarkan pekik menggetarkan. Tiba-tiba
dengan kemarahan tak dapat ditahan lagi pemuda ini
berkelebat dan mengayunkan tangannya. Tujuh sinar putih
dilepas dan golok-golok kecil berkeredep menyambar
seorang laki-laki di atas kudanya. Laki-laki itu adalah laki-laki
yang menghina Giam Liong tadi dan dia adalah komandan
pasukan itu, namanya Gouw-ciangkun (panglima Gouw). Dia
inilah yang sesumbar menyebut-nyebut ayah pemuda itu dan
mengeluarkan kata-kata yang membuat Giam Liong mendidih
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
darahnya. Maka begitu pemuda itu berkelebat dan Gouw-
ciangkun terbelalak me lihat musuhnya, gerakan Giam Liong
seperti burung menyambar tahu-tahu panglima ini menjerit
dan roboh terjungkal dengan tujuh bagian tubuhnya yang
putus dibabat giam-to, golok kecil-kecil itu.
"Aughhh...!" Jerit atau pekik kematian ini menggetarkan tempat itu.
Gouw-ciangkun roboh sudah tidak berujud manusia lagi.
Tangan dan kakinya putus sementara kepalanya sendiri
terbang dari tubuhnya, menggelinding dan jatuh mencelat
seperti bola. Darah menyembur bagai pancuran besar, begitu
cepatnya. Dan ketika orang-orang berteriak dan Giam Liong
berkelebatan di situ maka sinar putih yang lain bergerak naik
turun dan terlemparlah kepala atau kaki yang sudah putus dari
tempatnya. Giam Liong mengamuk dan sorakan anak buah
Chu Kiang menggegap-gempita di tempat itu, disusul tubuh-
tubuh mereka yang berloncatan menyerbu pasukan besar ini.
Dan ketika Wi Hong juga terkekeh dan berkelebat di belakang
putera-nya, pedang menyambar dan menusuk maka tempat
itu tiba-tiba menjadi pembantaian dan robohlah puluhan
orang yang binasa dengan sekejap.
"Mundur.... semua mundur. Jauhkan diri dan serang
dengan anak panah!" Kegaduhan dan kepanikan terjadi di sini. Cong-ciangkun,
wakil Gouw-ciangkun yang tewas berteriak memberi aba-aba
sementara perwira itu sendiri sudah melempar tubuh dan
bergulingan menjauh. Dia gentar oleh sinar maut di tangan Giam Liong karena
sebentar saja belasan tubuh sudah roboh dengan cara
mengerikan. Giam Liong teringat kematian ayahnya dan kini
membalas orang-orang itu dengan kematian yang sama.
Kepala dan kaki atau tangan menggelinding disusul pekik atau
jerit pemiliknya. Darah berhamburan bagai kran bocor yang
tidak tertutup lagi. Dan ketika Cong-ciangkun menyelamatkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diri dan berteriak-teriak menyuruh pasukannya menjauh,
pemuda itu bagai iblis haus darah yang tidak berhenti di satu
tempat saja maka golok di tangan Giam Liong mengkilap dan
menyilaukan mata karena tetap kering setiap dibasahi darah.
Golok itu menghisap dan semakin bersinar setiap membabat
korbannya, tak ada setetespun darah yang melekat di situ
karena sudah disedot atau "dihirup" oleh kekuatan gaib yang
memancar. Semakin banyak darah semakin golok itu
bercahaya, sinarnya terang namun kemerah-merahan seperti
layaknya darah yang memantul dan mengeluarkan bau a-mis.
Dan karena sepak terjang Giam Liong memang tak ada yang
menandingi dan pasukan berkuda porak-poranda maka Wi
Hong terkekeh-kekeh bergerak di belakang puteranya itu,
begitu juga Chu Kiang dan anak buahnya yang berpesta pora.
"Hi-hik, maju semua, tikus-tikus busuk. Mari rasakan
pedangku dan menyingkirlah ke neraka... erat-erat!" sepak
terjang nyonya ini juga menggiriskan. Pedang nya tak kenal
ampun dan setiap membacok tentu mengenai sasaran. Wi
Hong mainkan Ang-in Kiam-sutnya dan ilmu pedang Awan
Merah itu bergerak naik turun meniup lawan. Siapa saja yang
tersam bar pasti roboh binasa, berteriak dan terjungkal dan
akibatnya musuhpun mundur dengan gugup. Mereka pucat
dan gentar oleh kelihaian nyonya ini. Dan karena Wi Hong
maupun puteranya tak dapat dilawan maka pasukan besar itu
morat-marit dan Cong-ciangkun kembali berteriak-teriak agar
mundur dan melepaskan anak panah.
"Mundur... mundur. Lepaskan anak panah dan serang
mereka itu dari jauh!" Pasukan sadar. Dibabat dan dibantai
seperti rumput kering begitu merekapun pucat dan menjauh.
Kuda meringkik dan mengangkat kaki depannya tinggi-tinggi
dengan panik. Mereka itu bingung oleh perintah tuannya yang
kacau, banyak yang saling bertabrakan dan karena itu
semuanya ini membuat gaduh. Dan ketika gedung Coa-ongya
juga mulai dibakar, orang-orangnya Chu Kiang itu bersorak-
sorai melempar api maka pasukan kerajaan benar-benar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semrawut dan hingar-bingar. Mereka jatuh disambar pedang
atau teman sendiri, pingsan atau tewas diinjak-injak kuda
yang demikian banyaknya. Namun ketika pasukan itu mundur
dan melepas panah-panahnya sesuai perintah Cong ciangkun
maka satu dua anak-anak panah ini menyambar dan
mengenai anak buah si Dewa Hitam Chu Kiang ini. Mereka
roboh dan menjerit dan Chu Kiang si tinggi besar terkejut.
Laki-laki ini juga mengamuk di belakang Wi Hong, membabat
dan menggerakkan gendewanya yang lain serta melepas
anak-anak panah itu. Kiranya Chu Kiang ini seorang ahli
panah. Tapi karena musuh amatlah banyak sementara yang


Naga Pembunuh Lanjutan Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dapat menangkis atau menghalau hujan panah hanyalah Wi
Hong bersama puteranya maka pejuang-pejuang ini-pun mulai
berjatuhan dan sebuah teriakan tiba-tiba ditujukan kepada
Giam Liong agar menyelamatkan si tinggi besar, keturunan
dinasti Chu itu. "Sin-siauwhiap, tolong lindungi dan bawa Chu-goanswe
(jenderal Chu) dari s ini. Dia satu-satunya keturunan Chu yang
tak boleh habis!" Giam Liong tertegun. Saat itu dia sedang berkelebatan
dengan golok di tangannya, membabat atau menyambar-
nyambar bagai rajawali menerkam mangsa. Hujan panah yang
diarahkan kepadanya tak ada satupun yang berhasil. Kalau
tidak rontok oleh goloknya tentu patah sendiri bertemu
tubuhnya yang kebal. Pemuda itu telah mengerahkan sinkang
dan melindungi diri hingga lawan terbelalak karena tak
satupun anak panah yang mampu melukai. Namun ketika
teriakan itu terdengar dan Giam Liong mendengar pula
keluhan pendek, yang berseru itu roboh terhuyung-huyung
maka pemuda ini terkejut karena itulah si Papan Besi, orang
nomor dua setelah Chu Kiang, yang ternyata juga adalah Chu-
goanswe! "Cepat... " laki-laki itu terduduk, jatuh, dua batang panah
menancap di pundak dan punggungnya. "Tolong dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
selamatkan Chu-goanswe, siauw-hiap. Jangan biarkan
keturunan dinasti Chu musnah!"
Giam Liong terbelalak. Dia meruntuhkan delapan anak
panah yang kembali menyambar dari depan, mau bergerak
tapi si Papan Besi tiba-tiba menjerit ketika sebatang panah
kembali mengenai tubuhnya. Dan ketika Giam Liong
membentak dan gusar oleh pemanah itu, melepaskan giam-
tonya dan pemanah itu berteriak maka Chu-goanswe atau
jenderal tinggi besar itu berseru keras ke arah temannya ini,
yang sudah terguling. "Tidak, kita roboh atau keluar bersama, Wan Mo. Jangan
hanya memikirkan aku sementara kau binasa di sini!"
"Heii, awas...!" Wi Hong tiba-tiba berteriak dan melihat
sebatang panah menyambar laki-laki itu. "Lempar tubuhmu,
Chu-goanswe. Atau kau mampus!"
Chu-goanswe terkejut. Dia menoleh dan melihat datangnya
anak panah itu, mengelak namun kalah cepat. Dan ketika
panah menancap di pundaknya dan jenderal Itu mengerang
maka Cong-ciangkun tiba-tiba berteriak agar menujukan
serangan panah ke arah laki-laki ini, yang ternyata jenderal
Chu. "Bunuh dan serang dia. Itu ternyata i Chu-goanswe!"
Wi Hong terkejut. Pasukan kerajaan tiba-tiba melepaskan
panahnya ke arah jenderal ini. Chu-goanswe menggerakkan
gendewanya namun sebatang panah kembali menancap,
maklumlah, hujan panah memang demikian banyaknya. Dan
karena laki-laki itu orang yang amat penting dan W i Hong
mendapatkan pikiran baik untuk masa depan anaknya kelak
maka nyonya inipun berkelebat dan terbang menghalau hujan
panah itu, pedangnya diputar secepat kitiran melindungi
jenderal Chu. "Heii, selamatkan Chu-goanswe. Kita harus pergi, dari sini,
Liong-ji. Cukup dan bawa teman kita keluar!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Giam Liong terkejut. Chu-goanswe atau Chu Kiang itu
roboh terguling. Dia tadi menolong temannya tapi diri sendiri
Kitab Mudjidjad 14 Si Penakluk Dewa Iblis Karya Lovely Dear Putera Sang Naga Langit 2
^