Pangeran Perkasa 16
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D Bagian 16
Lui Su koh mendengus dingin :
"Hmm, bocah muda, kau jangan keburu tekebur!"
Tiba-tiba pedanganya digetarkan ke udara berulang kali sehingga dari sebilah pedang berubah menjadi lima pedang, satu di antaranya segera dicabut lalu ditimbuk ke muka.
Baru saja Sik Tiong Giok hendak menangkis dengan pedangnya, mendadak saja...
'Sreet' Lui Su koh telah menimpuk dengan pedang yang kedua,
menyusul kemudian pedangnya sebilah demi sebilah disambitkan ke muka.
Pedang Im lui sin kiam memang benar-benar hebat dan bukan bernama kosong belaka, dalam waktu singkat seluruh angkasa telah diliputi cahaya yang gemerlapan, bunyi gemuruh pun serasa menusuk pendengaran.
Sik Tiong Giok sama sekali tidak memandangnya, bahkan melirik sekejap pun tidak, tahu-tahu telapak tangan kirinya disapu ke muka menyusul tubuhnya turut berputar dengan cepatnya.
Walaupun ke lima bilah pedang itu berputar sendiri-sendiri di udara, sesungguhnya semua senjata tersebut masih berada dalam kendali Lui Su koh, di antara putaran sepasang tangannya, gerakan serangan dari kelima pedang itu pun makin dahsyat.
Tiba-tiba Lui Su koh menghentikan gerakan tubuhnya, lalu tangannya sebelah didorong ke muka.
Seketika itu juga tampak sebilah pedang yang disertai kilauan cahaya meluncur ke muka dengan disertai kekuatan yang berlipat ganda, serangan tersebut langsung mengancam ke dada si anak muda tersebut.
Sik Tiong Giok melotot besar, sambil membentak keras pedangnya disertai tenaga dalam sebesar sepuluh bagian langsung disontek ke atas.
'Blaammm...!' Pedang yang sedang menyambar ke bawah itu segera tersontek oleh gerakan pedang Sik Tiong Giok hingga terangkat setinggi dua depa dari posisi semula, dengan demikian pedang itupun menyambar lewat di atas kepala pemuda itu.
Tindakan yang diambil Sik Tiong Giok barusan betul-betul amat berbahaya dan menyerempet maut, andaikata seinci saja lebih rendah, niscaya batok kepala anak muda itu sudah tertembus pedang.
"Aaaah!" Belum habis seruan kaget dari Liong Siau huan, Sik Tiong Giok telah berhasil menyontek pergi serangan pedang yang kedua.
Akibat dari peristiwa ini, Lui Su koh jadi amat gusar sekali, dengan suara dingin segera bentaknya :
"Bocah keparat, kau berani merusak pedang sakti ku?"
Di tengah bentakan, tiba-tiba tubuh bersama pedangnya bersatu padu dan merubah menjadi serentetan cahaya bianglala yang meluncur ke muka dengan kecepatan tinggi.
Menghadapi ancaman demikian ini, Sik Tiong Giok tak berani berayal lagi, sambil berpekik nyaring ia mendongkel kembali serangan pedang yang ketiga, menyusul kemudian tubuhnya berpadu dengan pedang dan maju ke muka menyongsong
datangnya ancaman itu. Kedua belah pihak sama-sama meluncur ke depan dengan kecepatan bagai sambaran petir, kedua bilah pedang pun seperti dua ekor naga yang sedang menari-nari di angkasa.
Dalam waktu singkat, suara guntur yang menggelegar serasa mengguncangkan empat penjuru, Li Peng sekalian yang berada di bawah tebing sama-sama menengadah ke atas dengan perasaan terkesiap, namun tak ada sesuatu pun yang bisa terlihat.
'Criiing...!' Serentetan bunyi gemerincingan nyaring bergema memecahkan keheningan, tampak serentetan cahaya hijau melesat ke atas menembusi angkasa, di bawahnya terpancar beribu-ribu titik sinar hijau yang menyebar kemana-mana, pemandangan waktu itu nampak sangat indah.
Betapa terkejutnya Lui Su koh ketika hawa murninya mendadak buyar dan tak mampu dihimpun kembali setelah melepaskan serangan pedang itu, cepat-cepat ia merendahkan tubuhnya sambil meluncur turun ke bawah.
Sik Tiong Giok dengan ilmu pedang terbangnya sedang
mengincar ke bawah ketika melihat Lui Su koh meluncur turun secara tiba-tiba, ia menyangka lawannya sedang menyusun rencana busuk, tentu saja ia tak memberi kesempatan kepada lawannya untuk mewujudkan niat itu, cepat-cepat ia menerjang pula ke bawah.
Sebelum cahaya pedangnya mencapai sasaran, segulung hawa pedang tak berwujud yang amat kuat telah meluncur turun lebih dulu.
Begitu ditumbuk oleh hawa pedang itu, Lui Su koh segera menjerit kesakitan, seketika itu juga badannya terlempar sejauh dua kaki lebih oleh tenaga dahsyat yang tak berwujud itu dan roboh terjungkal ke atas tanah.
Menanti Sik Tiong Giok menarik kembali tenaganya sambil memandang ke muka, nampak perempuan itu sudah tergeletak di atas tanah dengan darah bercucuran dari ujung bibirnya.
Dalam sekilas pandangan saja, ia telah mengetahui kalau tubuh Lui Su koh tertumpuk oleh hawa pedangnya karena hawa murninya tiba-tiba buyar di tengah jalan, akibatnya isi perutnya jadi remuk dan tewaslah dia seketika.
Kesemuanya ini segera menimbulkan rasa sedih di dalam hati kecilnya.
Dalam pada itu Li Peng sekalian yang berada di bawah tebing telah melihat bahwa pertarungan di puncak tebing telah berakhir, ketika berbondong-bondong mereka menyusul ke situ, dilihatnya Sik Tiong Giok telah berdiri termangu-mangu di sisi Lui Su koh.
Dengan cepat Li Peng mendorong tubuhnya sambil menegur :
"Engkoh Giok, kenapa kau?"
Sik Tiong Giok menghela napas panjang :
"Aai, Lui Su koh telah meninggal dunia."
"Kalau sudah mati yaa sudahlah, kenapa kau yang berhasil unggul justru nampak bersedih hati?"
Hingga sekarang aku baru sadar, rupanya kami sedang gontok-gontokan sendiri, orang sendiri."
"Aku tidak mengerti," Li Peng menggelengkan kepalanya dengan kebingungan.
"Bila dugaanku tidak meleset, Gi liong hujin sebetulnya adalah ibu angkat ku sendiri."
"Apa kau bilang?" sela Liong Siau huan cepat, "suhu ku adalah ibu angkat mu?"
"Benar, kelima orang bibi ini tak lain adalah kelima dayang dari bukit serigala di masa lalu, aku baru teringat akan hal ini setelah menjumpai pedang sakti Im lui sin kiam itu."
"Kalau begitu malah bagus sekali," seru Li Peng segera sambil tertawa girang, "setelah tiba di pesanggrahan Lei hun piat sat nanti kita kan tak perlu bertarung lagi."
Mendengar hal ini, Sik Tiong Giok segera tertawa dingin :
"Heeeh... heeeh... heeeeh... aku justru kuatir setelah berada dalam pesanggrahan Lei hun piat sat nanti, kita masih harus melangsungkan suatu pertarungan sengit."
Tampaknya Li Peng masih belum memahami maksud dari
perkataan tersebut, sepasang matanya yang jeli terbelalak lebar-lebar, diawasinya Sik Tiong Giok dengan wajah termangu.
Liong Siau huan menghela napas panjang, katanya pula :
"Hubungan guru ku dengan kelima bibi akrab melebihi saudara kaandung sendiri, setelah pangeran cilik melukai su koh tentu saja guru ku tak akan menyudahi persolan tersebut sampai disini saja."
"Kecuali..." ucapan Sik Tiong Giok tiba-tiba, namun sebelum dilanjutkania telah membungkam kembali.
"Hey, kecuali bagaimana" Mengapa tidak kau utarakan secara terus terang?" seru Li Peng cepat.
"Kecuali ayah angkat ku bersedia menampilkan diri disini, dengan begitu semua pertikaian tentu akan terselesaikan dengan sendirinya."
Li Peng segera tertawa : "Ku kira masih ada masalah pelik apalagi, asal kau yang mengundangnya keluar, bukankah dia orang tua akan segera munculkan diri?"
Tiba-tiba Sik Tiong Giok tertawa getir :
"Tapi siapa yang tahu dia orang tua telah mengasingkan diri kemana?"
"Aku punya usul bagus, bagaimana kalau kita mundur dulu dari lembah Soh long kok ini untuk sementara waktu, bila Sik locianpwee berhasil dijumpai, kita baru datang kemari lagi?"
"Sekarang kita sudah tak mungkin lolos dari sini lagi," ucap Liong Siau huan segera, "lembah Soh long kok telah ditutup, jangan lagi manusia seperti kita ini, biar seekor burung pun sulit rasanya untuk melewati tempat ini."
Sik Tiong Giok termenung beberapa saat lamanya, kemudian berkata :
"Kalau ini rejeki tentu bukan bencana, kalau ini bencana kita toh tak akan lolos, daripada mundur setengah jalan, mari kita terjang terus ke dalam!"
Agaknya Li Peng merasa pemikiran tersebut ada benarnya juga, segera sahutnya :
"Yaaa, rasanya ini memang merupakan satu-satunya jalan keluar, mari kita terjang ke dalam!"
Mereka berempat pun segera menelusuri tebing dan menembus maju lebih ke dalam.
Di atas sebuah puncak bukit yang berdiri sendiri, berdirilah sebuah bangunan gedung yang besar walaupun bangunan
tersebut tidak dibangun secara artistik namun bentuknya nampak angker dan gagah.
Di sekeliling lapangan tampak banyak orang sedang berkumpul, dengan cepat mereka telah melihat kemunculan keempat orang.
Tiba-tiba terdengar seseorang berseru dengan keras :
"Kalau hendak menagih harus mencari yang berhutang, coba lihat, bukankah Pangeran Serigala langit sedang berjalan kemari?"
Dengan langkah lebar Sik Tiong Giok memasuki tanah lapangan, selain berjumlah kecil, hampir sebagian besar yang hadir disana dikenali olehnya, kebanyakan adalah orang-orang dari selat Pa si sia nya dulu.
Baru saja Sik Tiong Giok hendak menyapa orang-orang itu, mendadak terdengar seseorang menegur dengan suara dingin :
"Apakah kau adalah si bocah kecil yang berhasil ditolong oleh setan tua itu dari kekalutan peperangan?"
Dengan cepat Sik Tiong Giok berpaling, di atas undak-undakan batu muka pintu gerbang utama, duduklah seorang nenek di sebuah kursi kebesaran, tangannya memegang sebuah tongkat dan tubuhnya nampak kerempeng.
Di belakang nenek itu berdiri seorang nona cantik berbaju merah keperak-perakan dengan sepasang matanya yang terbelalak besar, ia sedang mengawasi Sik Tiong Giok tanpa berkedip.
Biarpun Sik Tiong Giok belum pernah bersua dengan nenek itu, namun dalam sekilas pandangan saja ia sudah mengenali siapa gerangan orang itu.
Cepat-cepat ia maju berlutut sambil serunya :
"Anak Giok memberi hormat untuk ibu angkat."
Nenek itu memang tak lain adalah istri dari kakek serigala langit yang kini menyebut diri sebagai Gi liong hujin.
Sambil mendengus dingin Gi liong hujin menegur :
"Bocah muda, tak nyana kau masih mengerti soal sopan santun, selama beberapa tahun mengikuti si setan tua itu, mungkin banyak sudah kepandaian yang berhasil kau pelajari?"
"Bakat anak Giok jelek lagi bebal, tak banyak yang berhasil ku pelajari."
"Anak pintar, kau tak usah merendahkan diri lagi, ditinjau dari kemampuan mu dalam membunuh Lui Su koh,dapat ku ketahui bahwa kepandaian silat mu memang hebat, ingin juga ku minta petunjuk darimu."
"Anak Giok tak berani," buru-buru Sik Tiong Giok menampik.
Sementara itu Gi Liong kuncu Liong Siau huan telah berlutut dan berbisik lirih :
"Anak Huan menjumpai suhu."
Mendadak Gi liong hujin mendelik bear, hawa pembunuhan menyelimuti wajahnya, dengan suara dingin ia berseru :
"Budak setan, tak nyana kau masih punya pendukung" Hmm, kebetulan aku tak akan takut dengan backing mu itu."
"Tecu tidak berani."
Kembali Gi liong hujin tertawa dingin :
"Heee... heee... heee... memang itu sudah kuduga, kau tak akan berani. Hmmm, setelah terperangkap di telaga Gi Liong oh, tahukah kau akan peraturan perguruan kita."
"Tecu mengerti, mohon suhu bersedia menjatuhkan hukumannya."
"Kalau sudah tahu salah, mengapa tidak segera bunuh diri"
Apakah kau hendak menunggu sampai aku yang turun tangan sendiri?" seru Gi liong hujin dingin.
Berubah hebat paras muka Gi Liong kuncu Liong Siau huan setelah mendengar perkaaan ini, dia menyembah satu kali kepada gurunya lalu bangkit berdiri seraya berkata :
"Terima kasih banyak atas kemurahan hati suhu, anak Huan akan segera berangkat!"
Sementara berbicara, sorot matanya seperti sengaja tak sengaja melirik sekejap ke arah si tendangan geledek, lalu pedangnya segera diayunkan untuk menggorok leher sendiri.
Apabila lehernya sampai tergorok oleh pedang tersebut, niscaya habislah riwayat nona itu dan mati dalam keadaan mengenaskan.
Di saat yang amat kritis inilah mendadak terdengar suara bentakan nyaring bergema di dalam ruangan gedung :
"Anak Cu, jangan bertindak bodoh."
Menyusul teriakan itu, tampak sesosok bayangan manusia menerjang keluar dari ruang tengah dan langsung melayang terus di hadapan Liong Siau huan.
Pedang Liong Siau huan yang siap menggorok leher sendiri pelan-pelan diturunkan kembali, dengan air mata bercucuran serunya pedih :
"Oooh... bibi Ngo koh."
Ternyata orang yang barusan munculkan diri adalah Tau Ngo koh,ia memandang sekejap ke arah Liong Siau huan mengangguk lalu katanya kepada Gi liong hujin :
"Hujin, sebuas-buasnya harimau tak pernah ia menerkam anaknya sendiri, apalagi hancurnya istana telaga Gi Liong oh bukan tanggung jawab anak Huan seorang."
Sejak kemunculan Tau Ngo koh, paras muka Gi liong hujin telah berubah hebat, kini dengan wajah dingin ia berkata :
"Ngo moay, apakah kau berniat menghalangi keputusan ku ini"
Tahukah kau akan peraturan yang berlaku dalam perguruan Gi liong bun kita ini?"
"Berbicara menurut peraturan yang berlaku dalam perguruan kita, kesalahan anak Cu belum sampai diancam dengan
hukumanmati, lagi pul..."
"Apa lagi yang hendak kau katakan?" tukas Gi liong hujin.
"Lagi pula hujin turut bertanggung jawab atas terjadinya peristiwa ini."
"Bagus sekali, kau berani menuduh aku juga?"
"Budak tak berani menuduh hujin dengan hal yang bukan-bukan, tapi benarkah hujin mengatakan tak tahukalau si Sastrawan bisu tuli telah memasuki istana Gi liong kiong?"
"Seandainya aku tahu lantas kenapa?"
"Andaikata hujin mengetahui akan kedatangannya, maka kau wajib untuk menghalanginya, mengapa kau tidak segera menampilkan diri" Dengan kemampuan yang dimiliki anak Huan bagaimana mungkin ia mampu membendung kemampuannya?"
"Sebenarnya aku mempunyai persiapan yang lain, tapi sayang budak itu sudah merusak semua rencana besarku."
Kontan saja Tau Ngo koh tertawa dingin.
"RENCANA BESAR APA SIH YG DAPAT kelabui diriku?"
"Apa pula yang telah kau ketahui?"
Tau ngo koh mendengus : "Hmmm apalagi rencanamu kalau tidak bermaksud hendak menggunakan kesucian tubuh anak Huan untuk merangkul binatang tersebut ke pihak mu" Hujin mengapa kau tidak berpikir kembali dengan seksama, terutama dalam peristiwa Chin Soat hong tempo hari, bukankah dia pun tewas disebabkan rencana besarmu?"
Begitu perkataan itu diutarakan, Li Peng tak sanggup menahan diri lagi, tiba-tiba ia meloloskan pedangnya dari sarung dan menerjang maju ke muka.
"Nenek sialan," bentaknya sambil menuding dengan menggunakan pedangnya, "ternyata kau adalah musuh besar pembunuh ibu ku!"
Mendadak Gi liong hujin mendongakkan kepalanya lalu tertawa terbahak-bahak :
"Haaahhh, haaahh, haaahhh, budak cilik siapakah kau" Mengapa kau mencari gara-gara dengan ku?"
"Aku bernama Li Peng, putri dari Chin Soat hong yang mati kau celakai, sekarang tentu kau sudah paham bukan?"
Kembali Gi liong hujin tertawa terbahak-bahak :
"Haaahhh, haaaahhh, haaaahhh, Li Peng, seharusnya kau menggunakan nama marga Cu bukan?"
"Hmmm, kesemuanya ini tak lain adalah berkat siasat busukmu itu," seru Tau Ngo ko ketus, "gara-gara mendendam kepada Li Keng goan atas sebuah pukulannya, kau telah mengorbankan isterinya untuk menjadi mangsa Cu Bu Ki, kau yang telah menanamkan bibit permusuhan ini."
Belum habis perkataan itu diutarakan, mendadak Gi liong hujin mengayunkan jari tangannya ke muka, segulung desingan angin tajam langsung menyerang tenggorokan Tau Ngo koh.
Diiringi suara dengusan tertahan, tewaslah Tau Ngo koh seketika itu juga.
Melihat dayangnya telah tewas, Gi liong hujin kembali tertawa terbahak-bahak :
"Haaaaahhhh... haaaaahhhh... haaaahhhh... budak sialan, tak nyana begitu banyak persoalan yang kau ketahui. Nah sekarang akan ku lihat apakah kau bisa banyak bacoat lagi tidak?"
Menyaksikan kejadian ini, Li Peng segera memperketat pedang dalam genggamannya sambil membentak nyaring, lalu tubuhnya menerjang ke depan sambil melancarkan sebuah tusukan.
Sekali lagi Gi liong hujin tertawa tergelak :
"Budak sialan, gampang sekali kalau kau ingin mampus secepatnya!"
Di tengah gelak tertawa nyaring, mendadak ia lancarkan sebuah pukulan ke muka, segulung tenaga serangan yang maha dahsyat segera menyambar cepat.
Tampaknya Li Peng segera akan tewas bila tersapu oleh serangan itu, di saat yang amat kritis inilah mendadak dari sisi arena menyambar datang segulung tenaga serangan yang menghantam ancaman tersebut hingga miring ke samping, lalu kedengaran seseorang membentak keras :
"Teng Bong ciu! Setelah kau bunuh yang tua, apakah akan melukai pula yang muda" Benar-benar hati mu amat keji..."
Di antara kelebatan bayagnan manusia, tampak empat lima orang telah melayang turun ke tengah arena.
Ternyata mereka adalah si rase sakti Li Keng kiu, kakek cebol berjalan di bawah tanah Kong Sun Swan dan lain-lainnya.
Begitu menampakkan diri,mimik wajah Li Keng kiu nampak berubah jadi begitu mengerikan, seakan-akan telah berubah menjadi seseorang yang lain.
Seluruh rambutnya pada berdiri kaku bagaikan landak, matanya melotot penuh kegusaran, diawasinya wajah Gi liong hujin tanpa berkedip.
Selang beberapa saat kemudian ia baru berkata dengan suara dingin :
"Teng Bong ciu, setelah mencari selama sepuluh tahun, tak ku nyana ternyata kau bersembunyi disini."
Gi liong hujin sendiri pun nampak agak terkesiap setelah menyaksikan kemunculan beberapa orang itu, segera ia tertawa seram setelah mendengar perkataan ini, ujarnya :
"Kalau begitu, kau si rase tua belum berhasil melatih diri menjadi siluman."
"Teng Bong ciu, hutang piutang kita harus diperhitungkan sekarang."
Gi liong hujin tertawa : "Justeru untuk membuat perhitungan dengan mu, aku jauh-jauh datang ke wilayah Biau ini."
"Apakah kau bukan lagi bersembunyi?" sindir si kakek cebol cepat-cepat.
Kembali Gi liong hujin tertawa :
"Hey cebol, tampaknya kebinalan mu masih saja seperti dulu, memang dulunya aku memang lagi menyembunyikan diri, tapi setelah si penagih hutangnya datang kemari, masa aku dapat menyembunyikan diri lagi?"
"Hari ini adalah saat ajalmu, hayo cepat serahkan nyawa anjing mu itu," seru Li Keng kiu lagi.
"Ooo, tak bakal segampang itu," Gi liong hujin tertawa, "sudah tiga puluh tahun lamanya aku bercokol di wilayah Biau ini, kalau mesti menyerah dengan begitu saja, bukankah pengorbanan ku selama ini jadi sia-sia belaka?"
Kembali Li Peng mendengus dingin :
"Hmmm kalau memang begitu, hayo tunjukkan sampai dimanakah kemampuan yang kau miliki!"
Mendadak Gi liong hujin melompat bangun sambil
menghentakkan toyanya,lalu berseru dengan suara dingin :
"Asal kalian sanggup menghadapi permainan toya ku ini, tentu saja aku pun akan memberikan suatu pertanggungjawab kepada mu."
Belum habis perkataan itu diutarakan, mendadak dari belakang tubuhnya menyilang keluar Sie Tay koh dan To ji koh dari lima dayang bukit serigala sambil memberi hormat kepada Gi liong hujin seraya katanya :
"Hujin hutan darah bayar dengan darah sumoay tewas di ujung pedang bocah keparat she Sik ini, bagaimana pun jua hutang berdarah ini harus dituntut balas."
Gi liong hujin termenung sebentar lalu sahutnya :
"Dalam keadaan demikian,aku pun tak akan memperdulikan perbuatan kalian lagi Kalau toh kamu ingin membalas dendam, lakukanlah menurut suara hatimu."
Mendengar ucapan mana, dengan cepat kedua orang perempuan itu membalikkanbadan dan bentaknya kepada Sik Tiong Giok :
"Bocah keparat, kami berdua dengan sepsang gelang kiu kion ghuan ingin minta petunjuk akan ilmu pedang mu yang maha dahsyat itu..."
Sambil berkata mereka berdua segera memencarkan diri ke kiri dan kanan sambil meraba pinggang masing-masing.
'Criiing... ! Criiiing...!'
Diiringi suara dentingan nyaring, mereka meloloskan dua buah gelang Kiu Kiong huan.
Diam-diam Sik Tiong Giok memperhatikan bentuk senjata yang aneh tersebut dengan seksama, ternyata benda itu terbuat dari baja asli yang memancarkan sinar tajam, semuanya terdiri dari sembilan buah gelang besar yang bersambung satu sama lainnya.
Tiap gelang terdapat empat buah sudut berduri yang tajam hingga sekilas pandangan bentuknya mirip sekali dengan seekor ular aneh yang berduri tajam.
Ia mengetahui bahwa dua orang dayang dari bukit serigala ini dulunya adalah perampok perempuan kenamaan dari dunia persilatan, dimana pada akhirnya telah ditaklukkan oleh ayah angkatnya, ini berarti ilmu silat yang mereka miliki telah mencapai tingkatan yang luar biasa.
Sadar akan kemampuan lawan, tentu saja ia tak berani bertindak secara gegabah.
Maka setelah mundur selangkah ke belakang, pedangnya segera diloloskandari sarung, setelah itu katanya sambil tertawa :
"Kalian berdua adalah angkatan tua, karena itu Sik Tiong Giok tak berani bersikap kurang ajar, silahkankamu berdua melancarkan serangan terlebih dulu."
"Bocah keparat," dengus To Ji koh penuh amarah, "tak usah banyak ngebacot lagi. Sambutlah seranganku ini!"
Di tengah bentakan itu ia menyambar pingang lawan dengan mempergunakan jurus ikat pinggang kemala melilit pinggang.
"Serangan bagus!" bentak Sik Tiong Giok keras-keras.
Pedangnya langsung membabat ke arah senjta gelang kiu kiong huan lawan dengan menggunakan jurus menggantung terbalik genta emas.
Serta merta To Ji koh memutar pergelangan tangannya dengan merubah gerak serangannya menjadi jurus rajawali emas pentang sayap.
'Criiiinggg...!' Gelang kiu kiong huan nya digetarkan sampai lurus bagaikan sebatang penah, lalu dengan jurus naga hitam menembusi pagoda, langsung tusuk tubuh bagian tengah Sik Tiong Giok.
Pada saat itulah Sie hay koh bertindak pula dengan
mengayunkan senjata gelang kiu kiong huan nya melancarkan sebuah sapuan.
Tampak dua buah gelang baja itu bagaikan naga beracun yang sedang menari di tengah udara seraya menimbulkan suara desingan angin tajam yang mengerikan hati.
Sik Tiong Giok sama sekali tidak menjadi gugup atau gelisah, dengan gerakan naga sakti membalik badan, dari kiri ia berputar kencang ke
arah kanan seperti hembusan angin puyuh, hal ini membuat ancaman kedua buah senjata gelang lawan mengenai sasaran yang kosong. Menyusul kemudian tubuhnya berputar mengikuti gerakan itu pedangnya memancarkan serangan lewat belakang punggung dengan jurus angin angin sejuk memancar luas, ujung pedangnya seperti semburan lidah ular beracun balik menusuk kepada Sie Tay koh. Merasakan datangnya desingan angin tajam dari belakang tubuhnya, cepat-cepat Sie Tay koh mengeluarkan jurus 'bunga bwe rontok ke tanah' untuk merendahkan tubuhnya secara tiba-tiba guna menghindari ujung pedang lawan lalu gelang Kiu Kiong huan-nya berputar kencang dan menyambar ke belakang dengan jurus pohon tua menyebarkan akar.
Sik Tiong Giok tidak menunggu sampai serangan lawan tiba untuk memutar badannya dengan cepat dengan jurus 'awan panas memanggang sang surya' dia tusuk tenggorokan To Ji koh.
Dalam waktu singkat ke tiga orang itu sudah terlibat dalam suatu pertarungan yang seru, makin lama bertarung suasana semakin berbahaya.
Di antara sepasang senjata gelang yang menari-nari menciptakan bianglala panjang yang melingkar, dari kejauhan nampak seperti dua ekor ular beracun yang sedang mengerubuti seekor naga hijau, kilauan cahaya tajam membuat pandangan mata terasa amat silau.
Dalam pada itu sambil menghentakkan tongkatnya, Gi liong hujin telah terjun pula ke dalam arena.
Pada saat itulah, mendadak dari kerumunanorang banyak kedengaran seseorang berseru dengan suara lantang :
"Sejak terkurung dalam telaga Gi Liong oh, baru hari ini aku berhasil membebaskan diri dari kurungan, aku benar-benar merasa amat dipecundangi oleh mu, karenanya aku harus merasakan kelihayan ilmu silat mu sebelum menerima keadaan ini dengan perasaan lega."
Tatkala Gi liong hujin berpaling ke arah berasalnya suara itu, tampak seorang hwesio yang tinggi besar telah munculkan diri dari balik kerumunan orang banyak, dalam sekilas pandangan saja segera ia kenali oran gitu sebagai Liau it taysu dari Siau lim si.
Sambil tersenyum segera ujarnya :
"Pantangan yang terberat bagi seorang pendeta adalah sesumbar, aku lihat latihan mu masih kurang sempurna."
"Tak usah ngaco belo tak karuan," teriak Liau it taysu dengan penuh amarah, "dengan tipu muslihat kau memancing kedatangan ku kemari, lalu memperlakukan diri ku seperti tawanan. Hmm, sakit hati ini tak akan terlampiaskan sebelum ku bunuh diri mu untuk melenyapkan bibit bencana bagi seluruh umat persilatan."
"Aku rasa kau masih bukan tandingan ku!" jengek Gi liong hujin sinis.
Tiba-tiba dari kerumunan orang banyak muncul lagi dua orang manusia yang serentak berseru bersama :
"Kami berdua pun hendak membalas dendam atas kejadian ini!"
Dengan cepat nenek itu mengenali ke dua orang lawannya sebagai si telapak tangan raksasa Pit It hiong dan si tangan suci Thian bin.
Ke dua orang jago ini sama-sama termashur dalam dunia persilatan karena ilmu pukulan tangan kosongnya, oleh sebab itu belum pernah mereka mengempol senjata.
Gi liong hujin segera tertawa tergelak.
"Haaaaahhh.... haaaahhh... haaaaahhhh... biar pun kalian bertiga bekerja sama untuk mengerubuti ku, rasanya masih sulit untuk menghadapi lima jurus serangan ku. Tapi, baiklah akan ku beri suatu keberuntungan untuk kalian, kalian akan ku hadapi dengan tangan kosong saja agar kalian bisa kalah dengan perasaan amat puas."
Sesungguhnya kepandaian andalan dari Liau it taysu adalah permaian toya Po hiong Ciang tapi berhubung senjata toya nya sudah terjatuh di tengah sungai Yang cu kang tempo hari, kini dia harus menghadapi lawannya dengan telapak tangan kosong belaka.
Sambil menggosok-gosok sepasang tangannya ia pun berseru sambil tertawa :
"Yaa, begitu baru adil namanya :
Diam-diam hawa murninya dihimpun dengan jurus
'mempermainkan alat pie pa'. Ia lancarkan sebuah sapuan kilat ke depan.
Gi liong hujin tersenyum, tiba-tiba ia maju selangkah ke muka kemudian dengan jurus 'melintangkan tubuh menghajar harimau'
dia lepaskan sebuah bacokan maut menghantam jalan darah Hoa kay hiat di ubun-ubun Liau it taysu secara ganas.
Liau it taysu tidak menyangka kalau tenaga serangan lawan begitu keras dan kuatnya, ia tak berani menyambut dengan kekerasan, mendadak tubuhnya berputar kencang lalu
menggunakan gerakan Thi bun soh dia tangkis datangnya ancaman tersebut.
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siapa tahu Gi liong hujin merubah jurus serangannya di tengah jalan, badannya menyelinap ke belakang punggung Liau it taysu lalu merendah ke bawah sambil melepaskan tinjunya menghajar pungung Liau it taysu.
Menangkap desingan angin tajam mengancam dari belakang, Liau it taysu segera membalikkan badan dan menangkis ancaman tadi dengan sepasang telapak tangannya yang mengeluarkan jurus 'ayam emas merentang sayap'.
Di dalam anggapannya, seampuh-ampuhnya lawan toh tak lebih hanya seorang nenek, itu berarti tenaga getarannya tentu bsa melumpuhkan sepasang pergelangan tangannya atau paling tidak bisa mendesaknya mundur sejauh beberapa depa.
Melihat kejadian ini, Gi liong hujin segera mendengus dingin, mendadak ia merubah jurusnya menjadi 'tangan tunggal membelah cadas', dengan menghimpun tenaga dalamnya yang ampuh, ia bacok dada lawan keras-keras.
Padahal sepasang tangan Liau it taysu sedang dipentangkan untuk membendung ancaman yang datang, ia segera sadar kalau gelagat tidak menguntungkan begitu tangkisannya mengenai sasaran yang kosong.
Tapi sebelum ia sempat berbuat sesuatu, tahu-tahu segulung desingan angin tajam telah menghimpit batok kepalanya kuat-kuat.
Liau it taysu mencoba untuk menangkis dengan tangannya, siapa sangka Gi liong hujin jauh lebih licik, menggunakan kesempatan baik yang tersedia telapak tangan kanannya segera menerobos ke muka sambil bentaknya keras-keras :
"Roboh kamu!" Sekali lagi tangkisan dari Liau it taysu mengenai sasaran yang kosong, sementara dia masih tertegun, desingan angin tajam telah menyergap dadanya.
Dalam keadaan begini ia berusah keras untuk menangkis, sayang sekali keadaan sudah terlambat kali ini.
'Blaaaaammmm!' Diiringi suara benturan yang amat keras, tubuh Liau it taysu yang tegap dan kekar itu tak mampu menahan serangan yang tiba, ia terdorong mundur sejauh tujuh delapan langkah dan roboh terjengkang ke atas tanah, sementara cucuran darah segar meleleh keluar dari mulut serta hidungnya.
Bersama waktunya dengan robohnya Liau it taysu, kedengaran pula dua kali jeritan ngeri bergema memecahkan keheningan.
Ternyata Sie Toa koh dan To Jie koh telah dibacok oleh Sik Tiong Giok tepat mengenai dada serta lambungna, tak ampun daarah segar memancar keluar dengan derasnya.
Tak terlukiskan rasa gusar Gi liong hujin setelah menyaksikan kejadian itu, dengan suara menggeledek ia membentak :
"Boah keparat, begitu keji perbuatan mu, apakah kau lupa akan budi mereka yang pernah menyusuimu di masa kau masih kecil dulu" Hmmm, jangan kabur kau!"
Di tengah bentakan nyaring, tubuhnya menerjang maju ke muka.
Tiba-tiba tampak sesosok bayangan manusia berkelebat lewat dan menghadang jalan perginya seraya membentak :
"Teng Bong ciu, kau jangan mengurusi kesalahan orang lain saja, periksa dulu kejahatan apa sajayg telah kau lakukan selama ini."
Melihat orang yang menghalangi jalan perginya adalah si Rase sakti Li Keng kiu, Gi liong hujin menjadi amat gusar, segera bentaknya keras-keras :
"Baik, hutang piutang kita memang harus diselesaikan sampai impas!"
"Kalau begitu siapkan saja senjata mu, aku tak biasa bertarung dengan tangan kosong melawan seorang wanita."
Sementara pembicaraan masih berlangsung ia telah mencabut keluar sebuah senjata kipas berangka tembaga.
Gi liong hujin sama sekali tidak mengucapkan sepatah kata pun, ia membalikkan badan dan menyambar tongkat sendiri, lalu sambil memutar tubuh ia mendesak ke muka dan menghantam batok kepala si Rase sakti Li Keng kiu dengan jurus 'membacok robek bunga bwee'.
Rase sakti Li Keng kiu membalikkan tubuh sambil menggetarkan kipasnya ke muka, 'Sreeeett...!' dengan jurus ular putih menyemburkan lidah ia totok sikut Gi liong hujin secara ganas.
Serta merta Gi liong hujin bergerak mundur selangkah, sambil memutar toyanya, dengan ujung senjata yang lain dia cekat dada si rase sakti dengan menggunakan jurus jarum emas menusuk ular.
Secepat kilat si Rase sakti LiKeng kiu memutar senjata kipasnya membentuk satu lingkaran, kali ini dia totok urat nadi di tubuh lawan.
Dengan cepat Gi liong hujin menarik toyanya sambil menggeser kaki kanannya ke samping, lalu dengan menggunakan jurus 'ji long memikul bukit' ia lepaskan sebuah sapuan ke depan.
Si Rase sakti Li Kengkiu mendesak maju ke muka, tangan kanannya didorong ke muka melepaskan pukulan, sementara kipasnya dengan jurus 'memeluk tubuh kim long' menyambar ke sisi kanan.
'Traaaangg...!' Di antara dentingan nyaring, meletuplah bunga api ke tengah angkasa.
Akibat dari bentrokanini, Li Keng kiu merasakan pergelangan tangannya kaku dan kesemutan, sebaliknya Gi liong hujin tergetar mundur sampai sejauh tiga depan, untuk sesaat mereka berdua sama-sama berdiri tertegun.
Mendadak Gi liong hujin menggertak gigi sambil mendengus, toyanya kembali diputar menciptakan selapis bayangan toya yang membawa desingan angin yang menderu-deru.
Si Rase sakti Li Keng kiu tidak ambil pusing, kipasnya diputar kencang sambil dikombinasikan dengan gerakan tubuhnya yang enteng bergerak kian kemari mengikuti ancaman senjata toya lawan, kecepatan dan kehebatannya sungguh mengagumkan.
Dalam waktu singkat ke dua orang itu sudah terlibat dalam suatu pertarungan yang sengit, sukar untuk membedakan lagi mana lawan dan mana kawan, yang terlihat hanya dua gulung bayangan abu-abu yang saling bergumul di tengah arena.
Dalam waktu singkat pertarungan telah berlangsung tujuh delapan puluh gerakan lebih, dengan kemampuan silat mereka yang berimbang alias setali tiga uang, sukar rasanya untuk menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah dalam pertarungan itu.
Lambat laun Gi liong hujin sudah tak dapat membendung rasa sabarnya lagi, mendadak ia membentak keras :
"Li Keng kiu sambutlah tiga puluh jurus serangan toya ku lagi..."
Di tengah bentakan keras gerak serangan toyanya berubah, secara tiba-tiba di antara perputaran yang tajam terasa serangan kian lama bertambah gencar, sekejap kemudian si Rase sakti Li Keng kiu telah terdesak mundur sejauh tiga empat langkah lebih.
Si Rase sakti Li Keng kiu segera mendengus dingin :
"Hmmm Teng Bong ciu ke tiga puluh jurus serangan mu ini belum terhitung suatu kepandaian silat yang luar biasa."
Menyusul ucapan tersebut tubuhnya menyelinap ke belakang punggung Gi liong hujin kemudian kipasnya disodok ke depan langsung menotok jalan darah Mia bun hiat.
Tiba-tiba saja Gi liong hujin melangkah maju setindak lalu bertekuk pinggang sambil berputar, toyanya dengan jurus
'harimau tidur di muka pintu' berbalik menyambar ke kanan dan mengancam iga kanan lawan.
Ujung kaki si Rase sakti segera bergeser ke depan sementara tubuhnya berputar kencang bagaikan gangsingan, kembali kipasnya menyodok ke ujung toya lawan dengan jurus 'naga bali ke samudra'.
'Trraaaangg...!' Dalam bentrokan kali ini Gi liong hujin kena digetarkan sampai mundur sejauh dua langkah.
Menyusul kemudian si Rase sakti mengeluarkan lagi sebuah jurus
'awan tebal bertumpuk-tumpuk' dengan mengembangkan senjata kipasnya lebar-lebar lalu menyodok ke muka.
Waktu itu tubuh Gi liong hujin baru saja sedang terdesak mundur ke belakang dan senjata toyanya belum sempat kembali, ini berarti pertahanan muka sama sekali terbuka.
Tak terlukiskan rasa kaget yang mencekam perasaannya setelah melihat pihak lawan menyergap lebih ke muka,ia bermaksud berganti gerakan untuk membendung datangnya ancaman
tersebut, tapi sayang keadaan sudah terlambat.
Dalam keadaan begini terpaksa ia harus menggertak giginya kencang-kencang sambil meneroboskan tangan kanannya ke depan, sementara tubuhnya miring ke arah samping.
Akibat dari gerakan mana tubuh si Rase sakti Li Keng kiu kena tertumbuk hingga bergeser sejauh dua tiga depa lebih.
Tapi begitu mundur si Rase sakti Li Keng kiu mendesak maju lagi ke muka, tubuhnya miring ke samping dengan jurus 'naga sakti melejit' lalu kipasnya dirapatkan dan menyodok ke dada Gi liong hujin melancarkan sebuah totokan.
Cepat-cepat Gi liong hujin membuang tubuh kanannya ke samping sambil menarik dadanya ke dalam, dengan jurus 'air mengalir membawa sampan' ia menghindarkan diri dari sodokan kipas lawan yang mengancam ke arah dadanya.
Si Rase sakti Li Keng kiu tertawa dingin, mendadak ia menarik kembali pergelangan kanannya ke belakang, lalu senjata kipasnya dilontarkan ke belakang, dengan jurus 'mengebaskan baju mengebut debu' yang persis mengancam jalan darah kwan goan hiat di tubuh Gi liong hujin.
Tiba-tiba saja Gi liong hujin merasakan dadanya bergetar keras seperti kena tertindih oleh benda yang beratnya mencapai ribuan kati hingga membuat napasnya sesak dan amat menderita.
Kejadian ini kontan saja membuatnya berpekik penuh amarah, toyanya segera disiapkan untuk beradu jiwa dengan lawan.
Pada saat itulah mendadak erdengar suara pekikan bangau dari tengah udara.
Kemudian tampak seekor burung bangau putih yang amat besar dengan membawa seseorang di punggungnya melayang turun ke bawah dan persis hinggap di antara ke dua orang tersebut.
Dari punggung burung bangau itu melompat turun seorang kakek yang kecil lagi ceking, kepada si Rase sakti Li Ken gkiu segera ujarnya sambil tertawa :
"Hey siluman rase hitam,sudah lama kita tidak bersua."
Melihat si pendatang adalah kakek bangau sakti An Ling, si Rase sakti Li Keng kiu segera tertawa dingin :
"Saudara An, kedatangan mu memang tepat pada saatnya, sekali pun kalian tiga kakek dari Im thia datang semua pun aku tak akan melepaskan budak tua itu dengan begitu saja."
Gi liong hujin sendiri pun merasa amat terkejut setelah menyaksikan kemunculan An Ling disitu, apalagi setelah mendengar perkataan dari Si Rase sakti Li Keng kiu, sambil mendengus dingin segera serunya :
"Li Keng kiu, kau tak usah mengibul, bila pertarungan ini dilanjutkan lebih jauh, masih belum diketahui siapa yang lebih unggul di antara kita berdua."
Si kakek bangau sakti sama sekali tidak mengubris ocehan tersebut, kepada Li Keng kiu kembali ujarnya sambil tertawa :
"Orang bilang serigala paling licik dan banyak curiga, apakah kau pun mulai mencurigai orang macam serigala" Sudahlah, kau tak perlu gelisah, pokoknya peristiwa tersebut tentu akan diselesaikan secara tuntas."
Si Rase sakti Li Keng kiu mendengus.
"Hmmm, aku cukup mengetahui akan watak dan cara kerja kalian tiga sesepuh dari Im thian, ingin kulihat bagaimana cara mu untuk menyelesaikan persoalan ini."
Baru selesai ia berkata, tiba-tiba dari kerumuman jago kedengaran seorang berteriak :
"Hey siluman rase, kau jangan menuduh orang baik dengan hal yang bukan-bukan, aku Sin Bun toh tak pernah selangkah pun meninggalkan dirimu?"
"Hmm, siapa tahu kalau hal ini pun merupakan bagian dari siasat bagus yang sedang kalian laksanakan?"
Melihat si Rase sakti Li Keng kiu belum mau memberikan pengertiannya, si kakek bangau sakti pun tidak menggubrisnya lebih jauh, kepada kakek naga langit Sin Bun, tanyanya kemudian :
"Toako, setelah bertemu kau, pokoknya kau tak boleh mengangguk saja di dalam persoalan ini."
"Apalagi yang kau kehendaki dari diriku?" tanya kakek naga langit kemudian sambil tertawa.
Kakek bangau sakti segera menuding ke arah Gi liong hujin sambil ujarnya :
"Kita harus membereskan peristiwa yang menyangkut dirinya sampai tuntas."
Dari nada pembicaraan yang berlangsung barusan, sadarlah Gi liong hujin bahwa ancaman maut telah berada di depan mata, dalam keadaan demikian biarpun ilmu silatnya lebih hebat pun jangan harap bisa meloloskan diri dari kepungan begitu banyak jago lihai secara gampang.
Tanpa terasa ia pun berpikir :
"Selama gunung nan hijau mengapa harus takut kehabisan kayu bakar" Lebih baik aku mengambil langkah seribu."
Baru saja ia bersiap-siap untuk angkat kaki dari situ mendadak terasa desingan angin tajam menderu dari tubuhnya, ketikaia berpaling dan melihat apa yang terjadi, hatinya menjadi terkesiap sekali.
Ternyata di belakang tubuhnya telah berdiri berjejer tiga orang, mereka tak lain adalah tiga sobat dari bukti Leng san yang terdiri Song hee lojin, Pek im lojin dan Ku tiok lojin.
Melihat kehadiran tokoh-tokoh persilatan yang begitu tangguh, Gi liong hujin jadi keder sendiri, ujarnya kemudian dengan suara dingin :
"Sungguh tak disangka, gara-gara urusan ku si nenek ternyata harus mengusik ketenangan dari Leng san sam yu."
Siong hee lojin tersenyum.
"Yaa, siapa suruh pengacauan yang kau lakukan sudah kelewat batas, sejak kemunculan Cu Bu Ki di dalam dunia persilatan ku duga di belakang layar tentu ada dalangnya, sungguh tak ku sangka dalangnya ternyata adalah kau!"
"Siapa yang semula kau duga?" tanya Gi liong hujin.
"Pada mulanya aku masih mengira si serigala tua sedang membuat ulah, tapi setelah bertemu dengan saudar Li dan budaknya si anak Peng, aku baru memahami seluk beluk persoalan dan segera menduga kau lah yang menyebabkan kesemuanya ini."
Kemudian setelah menghela napas panjang, kembali dia berkata
: "Darah sudah berceceran menggenangi permukaan dunia persilatan, mayat pun banyak bergelimpangan di tengah pegunungan yang sepi, mengapa ulah mu jadi makin menggila"
Aaaai..." "Aku dapat berbuat begini karena aku benci kepada seluruh manusia yang ada di dunia ini."
Siang hee lojin segera tertawa.
"Tapi kini justru semua orang di dunia ini yang membenci mu, apa gunanya?"
"Aku memahami akan persoalan ini, karenanya pesanggrahan Lei hun piat sut ku titipkan sementara waktu kepada mu, nah sampai jumpa lagi di lain waktu!"
Di tengah pembicaraan tersebut tubuhnya segera melejit ke tengah udara, lalu dengan gerakan 'burung walet terbang melintas' melejit sejauh epat lima kaki dari tempat semula.
Si rase sakti Li Keng kiu tentu saja tak akan membiarkan lawannya kabur dengan begitu saja, ia segera membentak keras
: "Bajingan perempuan tua, mau kabur kemana kau?"
Sambil membentangkan senjata kipasnya lebar-lebar, ia bersiap sedia melakukan pengejaran.
Buru-buru Siong hee lojin menghalanginya dan berkata sambil tertawa :
"Li lote, kau tak usah terburu napsu, dia tak bakal lolos."
Belum habis perkataan itu diucapkan, Gi liong hujin sudah berada sepuluh kaki lebih dari posisi semula.
Dalam pada itu Leng san sam yu mau pun kakek bangau sakti sekalian masih tetap berdiri tak bergerak di tempat semula, tentu saja kejadian ini sangat mencengangkan semua orang sehingga tanpa terasa sama-sama berpikir :
"Heran, sebenarnya kawanan jago ini berdiri netral tanpa membantu salah satu pihak ataukah seperti juga manusia awam pada umumnya, saling membentuk grup sendiri" Bila Gi liong hujin dilepaskan begitu saja, bukankah di kemudian hari akan menimbulkan banyak kesulitan dan badai kekacauan lagi?"
Sementara semua orang masih berpikir, mendadak dari belakang sebuah batu cadas telah muncul dua sosok bayangan hitam yang menghadang jalan pergi Gi liong hujin sambil membentak :
"Hujin, harap berhenti dulu!"
Ketika Gi liong hujin berpaling, ia segera kenali mereka berdua sebagai dua manusia jelek dari Szuchuan, maka sambil mendengus dingin umpatnya :
"Apakah kalian berdua pun bermaksud untuk menghalangi jalan pergi ku?"
Tongkatnya dengan jurus 'angin kencang menyapu daun'
langsung disambarkan ke pinggang kedua orang itu.
Si menantu berwajah jelek Huan Sim segera menghindarkan diri ke samping sambil bentaknya :
"Hujin, aku Huan lotoa sedang melaksanakan perintah, bila kau bermain kasar terus, jangan salahkan kalau aku akan bertindak tanpa sungkan-sungkan lagi."
Gi liong hujin tahu bahwa ilmu silat yang dimiliki dua manusia jelek dari keluarga Huan memiliki ilmu silat yang luar biasa, walaupun ia tak perlu kuatir menderita kekalahan total bila bertarung melawan mereka tapi baginya melarikan diri adalah masalah terpenting untuk saat ini.
Berpendapat demikian dia segera memutar toyanya pura-pura melancarkan sebuah serangan dahsyat ke arah si menantu berwajah jelek namun kakinya segera berputar kencang bagaikan gasingan dan menggunakan jurus 'lebah emas memainkan putik'
dia kabur menuju ke arah selatan.
"Hendak kabur kemana kau?" bentak dua manusia jelek itu dengan penuh kegusaran.
Menyusul bentakan itu, dia melakukan pengejaran secara ketat dari belakang.
Pada saat itulah dari balik sebatang pohon besar menyelinap keluar sesosok bayangan manusia yang segera menghadang jalan perginya, ternyata orang itu adalah si kakek cebol berjalan di bawah tanah Kongsun Swan.
Terdengar ia berseru sambil tertawa terbahak-bahak :
"Enso, sudah sejak tadi ku nantikan kedatangan mu, masa baru sekarang kau datang kemari?"
Sementara mulutnya menggoda, tangannya tidak menganggur dengan begitu saja, sepasang telapak tangannya segera didorong ke muka bersama-sama, segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat segera meluncur ke depan bagaikan amukan ombak di samudra.
Menghadapi sergapan yang datang secara mendadak ini, Gi liong hujin segera membuang tubuhnay ke belakang sehingga
punggungnya hampir menempel dengan permukaan tanah,
begitu lolos dari ancaman ia segera berdiri tegak kembali.
Begitu mengetahui siapa yang berada di hadapannya, sambil tertawa terbahak-bahak segera serunya :
"Sungguh tak nyana jago silat yang sudah banyak tahun tak pernah munculkan diri di dalam dunia persilatan pun kini berdatangan semua gara-gara aku si nenek. Hmmm, kalau begitu biarpun harus mati, aku akan mati dengan perasaan bangga."
Kakek cebol berjalan di bawah tanah tertawa tergelak, katanya :
"Haaaah... haaaahhh... haaahh... gampang sekali kalau kau ingin mati, kemarikan batok kepala mu itu, asal ku hadiahkan sebuah pukulan yang gencar, tanggung nyawamu akan melayang."
Gi liong hujin mendengus dingin, tiba-tiba ia melejit ke tengah udara dengan kecepatan tinggi, lalu dengan jurus 'naga terbang berebut mutiara' dia putar toyanya dan membacok batok kepala lawan dengan sepenuh tenaga.
Kakek cebol berjalan di bawah tanah segera merendahkan tubuhnya sambil melompat sejauh beberapa kaki dari posisi semula dengan jurus 'comberet emas melepaskan kepompong', kemudian sambil tertawa terbahak-bahak katanya :
"Ha ha ha ha, apakah enso benar-benar mau berkelahi?"
Begitu gagal dengan serangannya, ujung toya Gi liong hujin menyambar di atas pohon besar.
'Kraaakkk...!' Diiringi suara benturan keras, batang pohon itu patah menjadi dua dan tumbang ke atas tanah, namun pergelangan tangannya pun terasa kaku dan kesemutan.
Pada saat itulah, mendadak terdengar seseorang membentak keras dari belakang tubuhnya :
"Beng ciu! Apakah kau hendak mengumbar keganasan mu itu lebih jauh?"
Gi liong hujin segera berpaling, ia temukan toa suheng dari kakek serigala langit, yaitu kakek naga sakti Sin Bun sedang mengayunkan toya penakluk naganya untuk menghantam batok kepalanya.
Dengan cekatan Gi liong hujin menghindarkan diri ke samping, kemudian bentaknya dengan penuh amarah :
"Toako, apakah kau pun ikut-ikutan memojokkan pososi Bong ciu" Kalau memang begitu jangan salahkan kalau aku akan bertindak kurang ajar kepada mu."
Di tengah bentakan nyaring, toyanya digetarkan ke atas sambil diputar kencang ke belakang, dia langsung menghantam jalan darah penting di dada si kakek naga sakti.
Sebagai seorang jago kawakan, tentu saja kakek naga sakti tahu kalau lawannya sudah mata gelap dan bermaksud hendak adu jiwa, segera tongkat penakluk naganya digetarkan ke atas untuk menangkis datangnya ancaman tersebut.
'Traaangg..!' Begitu sepasang toya saling membentur satu sama lainnya, segera terjadilah suara benturan nyaring yang menimbulkan percikan bunga api.
Berbicara mengenai soal kekuatan tenaga yang dimiliki kedua belah pihak, tentu saja kemampuan yang dimiliki kakek naga sakti jauh lebih hebat daripada kemampuan Gi liong hujin, namun alhasil di dalam bentrokan yang barusan terjadi, ia gagal menggetarkan toya lawan.
Hal ini segera menimbulkan rasa ingin menangnya, sambil mengerahkan tenaga dalam yang lebih hebat, sekali lagi dia melancarkan sebuah bacokan maut ke atas kepala lawan.
Sementar itu Gi liong hujin telah dibuat sangat gusar sampai membara sepasang matanya setelah mendapat rintangan dan hadangan berulang kali dari musuhnya, tanpa memperdulikan sampai dimanakah kemampuan tenaga dalam yang dimiliki, ia segera menyambut datangnya serangan tersebut dengan
kekerasan. Toyanya diputar kencang sambil diayunkan ke muka untuk menyambut datangnya serangan dari toya penakluk naga itu dengan keras melawan keras.
'Traaangg!' Suara benturan keras kembali bergema memecahkan
keheningan, kali ini Gi liong hujin harus mundur sebelum dapat berhenti tegak, sepasang tangannya jadi kaku seperti mau pecah, sedangkan toyanya nyaris terlepas dari genggaman, rasa sakit yang menyerang serasa menyayat hatinya.
Berada dalam keadaan demikian, Gi liong hujin tak berani melanjutkan pertarungannya, ia segera menjejakkan kakinya sekuat tenaga ke atas tanah, kemudian dengan ilmu
meringankan tubuh 'delapan langkah mengejar comberet'
bagaikan sambaran petir cepatnya melarikan diri menuju ke arah timur laut.
Kali ini dia berhasil meloloskan diri dari kepungan, ketika berpaling dan tidak melihat ada orang melakukan pengejaran, dalam hati kecilnya ia bersyukur, pikirnya dengan gemas :
"Hmm, asalkan aku dapat meloloskan diri hari ini, aku bersumpah tak akan memakai nama marga Teng apabila tak mampu
mengobrak-abrik seluruh dunia persilatan.
Belum habis perkataan tersebut diutarakan, mendadak dari belakang tubuhnya kedengaran seseorang menanggapi :
"Semangat yang tinggi, sayang sekali Thian maha pengasih sehingga tak akan memberi ijin kepada mu untuk melakukan ulah semacam ini."
Dengan perasaan terkejut Gi liong hujin segera berpaling, tapi apa yang kemudian terlintas membuatnya sangat terkejut hingga mengucurkan keringat dingin.
Ternyata di atas sebuah batu besar yang terletak tak jauh di belakang tubuhnya, duduklah seseorang yang berambut putih, berwajah segar bagaikan rembulan dan memancarkan sinar kewibawaan yang sangat besar.
Terhadap orang ini boleh dibilang dia mengenali seratus persen, tapi justru orang ini pula yang paling ditakuti olehnya.
Sebab kakek tersebut tak lain adalah kakek serigala langit Sik Thiat kun yang sudah banyak tahun lenyap dari peredaran dunia persilatan.
Dalam terkejutnya, Gi liong hujin berusaha keras untuk menenangkan hatinya, lalu katanya dengan suara dingin :
"Ah, rupanya kau si tua bangka yang tidak mampus-mampus, kenapa kau masih hidup juga di dunia ini?"
Kakek serigala langit tertawa tergelak :
"Haa... haa... haa.. kalau si raja akherat masih segan menerima nyawaku, biarpun aku ingin mampus pun tak ada gunanya. Tapi kau... justru nyawa mu bakal berakhir pada hari ini, mengingat kita pernah jadi suami istri selama banyak tahun, aku pun tak ingin turun tangan sendiri lebih baik habisi nyawa mu sendiri."
Gi liong hujin menghela napas sedih.
"Aaaai, kalau ku dengar dari nada pembicaraan mu itu nampaknya aku sudah tak punya harapan lagi untuk melanjutkan hidup?"
"Hmmm, sudah tahu buat apa pura-pura bertanya lagi?" sahut kakek serigala langit ketus.
"Apakah kau sama sekali tak akan mengingat kehidupan kita sebagai suami istri dulu dengan membantu aku?"
"Justru aku segan turun tangan sendiri karena mengingat kita pernah menjadi suami istri dulu, bagaimana mungkin aku bisa berbuat tindakan yang melanggar kebajikan dengan
membantumu?" Tiba-tiba paras muka Gi liong hujin berubah hebat, setelah mendengus dingin akhirnya dia berkata :
"Baiklah kalau toh harus mati, mari kita mati bersama-sama sebagai suami istri."
Begitu selesai berkata, tiba-tiba tongkatnya diputar kencang lalu dengan mengerahkan segenap kekuatan yang dimiliki dia lancarkan sebuah serangan dahsyat ke atas batok kepala si kakek serigala langit.
Tatkala serangan toya itu tinggal satu depa dari sasarannya, kakek serigala langit miringkan badannya secara tiba-tiba sambil melakukan gerakan menyambar ke arah toya tersebut,
bentaknya dengan penuh amarah :
"Perempuan rendah, apakah kau benar-benar ingin memaksa aku untuk turun tangan?"
Di tengah bentakan tersebut, dengan sekuat tenaga dia melakukan pembetotan.
Termakan oleh tenaga sakti yang memancar keluar dari tubuh kakek serigala langit, toya yang besarnya sekepalan itu seketika patah menjadi dua bagian menyusul kemudian tangan kirinya segera melakukan gerakan mendorong ke muka.
Berada dalam keadaan begini Gi liong hujin tak sanggup lagi untuk berdiri tegak, secara beruntun dia mundur sejauh tujuh delapan langkah dari posisi semula.
Tapi justru dengan peristiwa tersebut bukannya dia jadi mundur ketakutan, Gi liong hujin justru menjadi naik pitam saking malunya, dengan suara menggeledek segera bentaknya :
"Setan mau mampus, aku akan beradu jiwa dengan mu."
Menyusul suara bentakan ini, dia menghimpun segenap tenaga dalam yang dimilikinya dan mendorong sepasang telapak tangannya sejajar dengan dada.
Dengan tindakan tersebut dimana sepasang telapak tangannya didorong kemana dengan sejajar dada maka biarpun ada batu cadas sebesar seribu kati pun niscaya akan terhajar sampai hancur berantakan sesudah termakan serangan tersebut. Apalagi bagi orang jago, kendati pun dia memiliki tenaga dalam yang sempurna bila berani menyambut serangan tersebut dengan kekerasan, bila tidak segera mampus paling tidak akan muntah darah segar dan terluka parah.
Akan tetapi di saat angin pukulan itu menyambar lewat, ternyata kakek serigala langit sama sekali tidak bergeser dari posisinya semula, malah ujung baju pun sama sekali tidak berkibar.
Terdengar kakek serigala langit berseru sambil tertawa terbahak-bahak :
"Ha ha ha, perempuan, dengan sedikit kemampuan yang kau miliki itu, bagaimana mungkin kau bisa melukai ku" Lebih baik habisi sendiri nyawamu itu, daripada setelah mereka berdatangan semua, kau tentu akan tersiksa karena mesti menanggung kematian yang mengenaskan."
Gi liong hujin jadi ragu-ragu setelah mendengar perkataan itu, apalagi dari kejauhan sana sudah kedengaran suara si kakek naga langit sekalian yang mulai muncul di aas tebing, sadarlah dia bahwa kemungkinan untuk hidup sudah makin menipis.
Maka sambil menggertak gigi, ia menerjang ke arah kakek serigala langit sambil mengumpat :
"Baiklah, kau memang seorang berhati keji dan sama sekali lupa dengan hubungan kita sebagai suami istri dulu, setelah mati dan tiba di alam baka nanti, aku tak akan melepaskan kau si manusia tak berperasaan dengan begitu saja."
Habis berkata, ia segera mengangkat telapak tangannya dan dihantamkan ke atas batok kepala sendiri.
'Praaaak... praaak...!"
Diiringi suara dengusan tertahan, kepalanya segera hancur berantakan dengan isi benak berceceran kemana-mana,
tubuhnya yang tanpa nyawa segera tergelepar di atas tanah.
Menyaksikan hal ini, kakek serigala langit mengucurkan air matanya dengan sedih, setelah menghela napas panjang, gumamnya :
"Aaaai... kesemuanya ini gara-gara nama dan kedudukan..."
Dalam waktu singkat kakek naga langit sekalian telah menyusul pula kesana, ketika melihat keadaan Gi liong hujin yang terkapar tak bernyawa lagi di atas tanah, mereka semua terbungkam dalam seribu bahasa...
Kakek serigala langit memandang sekejap rekan-rekannya kemudian berkata kepada si Rase sakti Li Keng kiu :
"Saudara Li, dendam kesumat mu telah terbalas, tentunya kau pun dapat meredakan perasaan mu bukan?"
Si Rase sakti Li Keng kiu membungkam diri sampai lama sekali, selang beberapa saat kemudian ia baru berkata sambil menghela napas panjang :
"Walaupun dalangnya sudah mampus, namun sulit rasanya untuk meredakan rasa dendam di hatiku..."
Belum habis perkataan itu diutarakan, mendadak tampak sesosok bayangan manusia berkelebat lewat, seorang nona berbaju merah telah menerjang sambil pekiknya sedih :
"Oooh ibu..." Kejadian yang berlangsung amat tiba-tiba ini kontan saja membuat para jago menjadi tertegun dan berdiri melongo.
Mendadak satu ingatan melintas dalam benak kakek serigala langit, buru-buru teriaknya :
"Apakah kau adalah anak Ling?"
Nona berbaju merah itu mengangguk, mendadak ia bangkit berdiri lalu dengan air mata bercucuran membasahi wajahnya dan paras muka sedingin es, ia berkata ketus :
"Walaupun perbuatan yang dilakukan ibu ku sepanjang hidupnya belum bisa tertebus dengan kematian, namun kesemuanya ini masih ada sebab musababnya. Ketahuilah dia sendiri pun dipaksa orang untuk berbuat demikian, mengapa kalian tidak pergi mencarinya untuk membuat perhitungan tapi justru memojokkan posisinya" Hmmm, nampaknya kalian manusia-manusia yang menganggap dirinya pendekar sejati tak lebih cuma bernama kosong belaka, terhitung manusia macam apakah kalian itu?"
Perkataan yang diutarakan dengan suara keras dan lantang ini kontan saja membuat para pendekar tua itu sama-sama saling berpandangan dengan wajah tertegun.
Kakek serigala menghela napas panjang :
"Kemarilah anak Ling!"
Nona berbaju merah itu tetap berdiri tegak di tempat semula, dengan pandangan mengawasi para jago tanpa berkedip, ia seolah-olah tidak mendengar suara panggilan tersebut.
Setelah menghela napas panjang, kembali kakek serigala langit berkata :
"Nak, apakah kau hanya tahu mempunyai ibu tapi tidak tahu mempunyai ayah?"
Nona berbaju merah itu ragu-ragu sejenak, kemudian ia baru berjalan menuju ke hadapan kakek serigala langit dan mendekam di dalam pelukannya sambil menangis tersedu-sedu.
Cucuran air mata membasahi wajah kakek serigala langit, dibelainya rambut si nona dengan penuh kasih sayang, lalu katanya :
"Nak,aku tahu hati mu amat sedih, karenanya bila ingin menangis,menangislah dengan sepuas hati."
Dalam pada itu kawanan jago lainnya termasuk juga Siong hee lojin yang jadi pimpinan rombongan, sama-sama menundukkan kepalanya sambil termenung, agaknya mereka sedang menduga siapa gerangan orang yang telah memaksa Gi liong hujin untuk berbuat kesemuanya ini.
Namun dari sekian banyak jago-jago yang berada dalam dunia persilatan dewasa ini, baik dari golongan lurus maupun sesat, mereka tak berhasil membayangkan manusia macam apakah yang berhasil menundukkan Gi liong hujin itu.
"Sebenarnya siapakh orang itu?"
Mendadak nona kecil itu berhenti menangis, sambil angkat kepalanya ia berkata :
"Kalian tak dapat menduga bukan" Dia tak lain adalah Siang Yu wan."
Begitu ucapan tersebut diutarakan, para jago sama-sama menjerit kaget.
"Aah, kau maksudkan Kiu coat lo koay."
Terdengar nona itu berkata lebih jauh :
"Gara-gara bertindak kurang hati-hati, ibu telah salah makan racun jit coat ku cong dimana bila beliau tidak mau menuruti perkataannya, maka asal dia bunyikan gembrengan, niscaya usus ibu akan putus semua yang mengakibatkan kematian yang mengerikan."
Baru saja perkataan tersebut selesai diucapkan, secara lamat-lamat semua orang mendengar suara gembrengan yang
dibunyikan keras-keras...
'Traaaangg...' Ketika semua orang memperhatikan kembali tubuh Gi liong hujin, ternyata jenazahnya telah bergetar-getar dengan sendirinya.
Kontan saja semua orang beruah wajahnya setelah melihat kejadian itu, terlebih kakek serigala langit, rambutnya pada berdiri semua seperti landak, sorot mata yang tajam berkilauan menimbulkan rasa ngeri bagi siapa pun yang melihatnya, dari sini dapat diketahui betapa gusarnya dia.
Cepat-cepat Sik Tiong Giok maju ke depan dan berlutut seraya ujarnya :
"Anak Giok bersedia pergi membunuh manusia jahanam itu, entah dia berada dimana sekarang?"
Nona berbaju merah itu cepat-cepat menerangkan :
"Di belakang bukit ini, di atas tebing Ci im gay terdapat sebuah gua batu, ia sedang menantikan kemunculan kelabang langit."
Sekali lagi semua orang dibikin tertegun dan kaget setelah mendengar perkataanitu, dalam waktu singkat mereka berbisik membicarakan masalah tersebut.
Lama sekali si kakek serigala langit termenung, pelan-pelan dia baru berkata :
"Anak Giok, asal kau mempunyai rasa bakti tersebut, itu sudah lebih dari cukup, aku kuatir kau masih bukan tandingan dari silumantua tersebut."
"Asalkan memiliki tekad untuk melenyapkan siluman tersebut, biar pun bukan tandingan, dengan dukungan sekian banyak cianpwee di belakang ku, apa yang mesti ku kuatirkan lagi?"
Kakek serigala langit segera menghela napas panjang, katanya kemudian dengan penuh kekuatiran :
"Baiklah, bila kau benar-benar tak mampu, gunakan saja ilmu Thian long eng tersebut, entah sampai dimanakah kemajuan yang kau capai dalam ilmu pedang?"
"Aku telah berhasil menguasai ilmu Tay cou cap pwee ta, karenanya aku yakin mampu untuk menghadpinya."
"Baiklah, kalau begitu berangkatlah sekarang juga, aku dan anak Ling akan menantikan kedatanganmu di selat Pia siu sia."
Tiba-tiba kakek naga langit bertanya :
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Losam, mengapa kau tidak pergi ke tebing Ci im gay?"
Kakek serigala langit tertawa getir :
"Sepasang kakiku sudah cacad, gerak gerik ku tak menjadi leluasa, apa gunanya pergi ke situ" Akan ku siapkan perjamuan di selat Pia siu sia untuk menjamu kalian sekembalinya dari sana."
Habis berkata ia segera menyambar tangan nona berbaju merah itu, kemudian meluncur ke depan dengan kecepatan luar biasa, ketika hinggap di atas pohon, di tangannya telah bertambah dua tongkat panjang.
Ketika ia muncul kembali ke permukaan tanah, tubuhnya segera meluncur ke depan dengan kecepatan luar biasa.
Menanti kakek serigala langit telah pergi, para jago baru sibuk mengubur jenasah dari Gi liong hujin.
oooOOOooo TEBING Ci im gay teletak di puncak bukit Pay lau san yang berbentuk hampir tegak lurus lagi pula licin sekali, biarpun seseorang memiliki ilmu silat yang sangat lihay pun belum tentu dapat mendakinya secara gampang.
Tapi di saat itulah tampak sesosok bayangan manusia sedang merambat naik dengan langkah yang tetap dan berhati-hati.
Waktu itu senja telah menjelang tiba, sinar matahari memancarkan sinarnya menerangi atas dinding tebing dan membiaskan aneka warna yang amat menusuk pandangan.
Namun bayangan manusia yang sedang mendaki di atas tebing itu masih saja bergerak naik dengan tiada hentinya.
Lambat laun hari pun menjadi gelap, tampaknya orang itu sudah kehabisan tenaga, maka dia pun berelantungan di sebuah dinding tebing sambil melepaskan lelah.
Selang beberapa saat kemudian rembulan telah muncul di angkasa, sementara bayangan manusia itu telah meneruskan kembali perjalannya mendaki ke atas tebing.
Di bawah tebing tadi berkerumun banyak orang, mereka semua mengawasi ke atas tebing dengan perasaan kebat-kebit karena mereka sedang menguatirkan keselamatan orang yang sedang mendaki tebing itu.
Malam telah lewat, fajar pun hampir menyingsing, angin pagi yang berhembus lewat membuat jari-jari tangan si pendaki itu jadi kaku dan hampir mati rasa, padahal jaraknya dengan puncak tebing itu masih ada belasan kaki lebih.
Mendadak dari atas puncak tebing itu kedengaran saura seseorang yang amat dikenal berteriak keras :
"Aduuh mak, ternyata ada orang sedang mendaki ke atas tebing ini."
"Aku tidak percaya," sahut suara lain dingin, "tak mungkin ada orang bisa mendaki tebing yang ribuan kaki tingginya ini."
TAPI SUARA YG DIKENAL ITU kembali berseru dengan merdu :
"Kalau tidak percaya, yaa sudahlah, siapa sih yang menyuruh kau menaruh kepercayaan atas perkataanku?"
"Budak sialan, bila kau berani cerewet lagi hati-hati kalau kubunyikan gembreng emas ini biar usus mu pada putus dan mati konyol..." ancam suara ketus tadi penuh kegusaran.
"Aku tidak takut mati, kalau ingin dipukul silahkan saja dipukul, tapi kau mesti berhati-hati, bila aku sampai mati, engkoh Giok pasti akan membalaskan dendam bagi kematian ku ini."
Ornag yang sedang mendaki tebing itu menjadiamat girang setelah mendengar ucapan tersebut, buru-buru teriaknya :
"Apakah adik Li ji yang berada di atas" Aku adalah Sik Tiong Giok!"
Dari balik meluk gua di atas tebing segera muncul selembar wajah yang cantik, ternyata orang itu tak lain adalah Huan Li ji.
Setelah menoleh sekejap ke bawah, ia menjadi kegirangan setengah mati, teriaknya dengan gembira :
"Ooooh betul-betul engkoh Giok, cepat naik!"
Sambil tertawa getir Sik Tiong Giok berseru :
"Aku sudah tak mempunyai kekuatan lagi, cepatlah berusaha carikan akal untuk membantuku."
Huan Li ji yang berada di atas kembali berteriak :
"Engkoh Giok sudah lama sekali ku nantikan kedatangan mu, sudah ku duga kau pasti akan datang."
Sementara pembicaraan masih berlangsung, tampak seutas rotan telah dilemparkan ke bawah.
Sambil menghembuskan napas panjang, Sik Tiong Giok segera menyambar tali rotan itu serta menggenggamnya erat-erat.
Mendadak terdengar seorang berseru dengan penuh amarah :
"Budak ingusan, kau betul-betul sudah bosan hidup" Jika kau berani menariknya ke atas aku akan membuat mu mati secara mengenaskan."
Huan Li ji segera mendengus :
"Hmmm kalau aku tak takut mati, mau apa kau" Sebelum engkoh Giok datang saja aku sudah tak takut, apalagi sekarang ia sudah datang, apalagi yang mesti ku takuti?"
Sementara pembicaraan berlangsung Sik Tiong Giok sudah ditariknya sehingga naik tujuh delapan depa.
Agaknya orang itu benar-benar naik darah, mendadak bentaknya dengan suara lantan :
"Bila kau berani menariknya, sekarang juga akan kubunyikan suara gembrengan emas itu."
"Hmm, kalau mau membunyikan gembrengan emas itu silahkan saja, aku mah tak bakal takut," dengus Huan Li ji.
Dengan perasaan mendongkol, gadis itu menarik tali rotan tersebut makin bertenaga sehingga Sik Tiong Giok berhasil ditarik naik setinggi empat lima depa lagi.
Dengan suatu gerakan cepat si anak muda itu segera melompat ke puncak tebing it.
'Traaanggg....' Pada saat itulah terdengar suara gembrengan dibunyikan orang dengan suara yang amat nyaring.
Huan Li ji segera menjerit kesakitan, tangannya menjadi kendor dan tali rotan tersebut terlepas dari genggamannya.
Sik Tiong Giok saksikan Huan Li ji sedang menggertak giginya kencang-kencang sambil menahan rasa sakit yang luar biasa, peluh sebesar kacang kedelai bercucuran keluar dengan derasnya, sambil memegangi perut sendiri ia berjongkok-jongkol, jelas kalau nona itu sedang kesakitan hebat.
Sik Tiong Giok pun mengerti, gadis itu sengaja menggertak gigi sambil menahan sakit karena takut dia terkejut dan terjatuh ke dalam jurang, hal ini membuat perasaan hatinya menjadi sangat terharu.
Mendadak satu ingatan melintas di dalam benaknya, cepat-cepat dia merogoh ke dalam sakunya dan mengeluarkan mutiara tersebut yang segera dijejalkan ke dalam mulut Huan Li ji, kemudian ujarnya dengan sedih :
"Adik ku, mengapa kau?"
Padahal pemuda itu tidak tahu apakah mutiara tersebut dapat digunakan untuk menawarkan racun yang diderita Huan Li ji atau tidak, dia hanya menduga mutiara tersebut paling tidak bisa menahan rasa sakit gadis tersebut untuk sementara waktu.
Siapa tahu mutiara itu justru merupakan musuh utama dari racun Jit coat ku ciong tersebut, begitu mutiara tadi masuk ke dalam mulut Huan Li ji, khasiatnya segera terlihat dengan kentara.
Dalam waktu singkat kesegaran tubuhnya telah pulih kembali, sampil melompat bangun segera serunya sambil tertawa :
"Engkoh Giok, obat apa sih yang kau berikan kepada ku, sungguh luar iasa, ternyata racun Ji coat ku ciong tersebut dapat dipunahkan sama sekali."
Sik Tiong Giok merasa sangat gembira setelah menyaksikan Huan Li ji pulih kembali seperti sedia kala, didorong oleh luapan emosi, mereka berdua segera saling berpelukan dengan eratnya.
Tiba-tiba terdengar seseorang menegur dengan suara dingin :
"Huuh, sepasang laki perempuan yang tak tahu malu, berani amat kalian lakukan perbuatan yang memuakkan itu di hadapan ku."
Namun Sik Tiong Giok dan Huan Li ji sudah tenggelam di dalam lamunan dan perasaan masing-masing, terhadap kata-kata umpatan tersebut sama sekali tidak menggubris atau pun memberikan tanggapan apa pun.
Kembali orang itu membentak dengan suara keras :
"Hmm, berbuat seenaknya tanpa perduli terhadap kehadiran orang lain, aku betul-betul muak oleh ulah kalian berdua."
Mendadak Huan Li ji membereskan rambutnya yang kusut, lalu berkata sambil tertawa :
"Kalau memang merasa muak, pejamkan saja mata mu rapat-rapat, kami toh tak memaksa muu memandanganya."
Tiba-tiba orang itu berseru kaget :
"Hey, mengapa kau belum roboh?"
Kembali Huan Li ji tertawa :
"Selama beberapa hari belakangan ini aku sudah tidur cukup puas, sekarang aku ingin menggerak-gerakkan otot ku serta memperlancar peredaran darah dalam tubuh ku."
'Traaaangg...!' Orang itu segera memukul gembrengan emasnya keras-keras sambil membentak :
"Roboh kau!" Sekali lagi Huan Li ji tertawa cekikikan.
"Bukankah sudah ku katakan sedari tadi, gembrengan emas mu itu sudah tidak memberikan manfaat apa pun sedang aku pun tak sudi menuruti perkataanmu lagi, jika kau tak puas, silahkan memukul gembrengan mu itu beberapa kali lagi."
'Traaang... traaang traaangg!'
Orang itu benar-benar memukul gembrengannya berulang kali, namun Huan Li ji sma sekali tak terpengaruh lagi, malah sebaliknya ia justru tertawa cekikikan.
"Apa yang kau tertawakan?" bentak orang itu keras-keras.
"Hey aneh benar kau ini, masa sampai tertawa pun ingin kau urusi..."
"Siapa sih orang itu" Kenapa bicaranya semau hatinya sendiri?"
Sik Tiong Giok bertanya. "Dialah Kiu coat lo koay yang telah meracuni aku dengan Ji coat ku ciong!"
Mencorong sinar tajam dari balik mata Sik Tiong Giok setelah mendengar perkataan itu, serunya dengan penuh amarah :
"Hey manusia macam apakah kau ini" Beraninya hanya main sembunyi macam cu kura-kura saja. Hmmm! Kalau memang bernyali hayo tunjukkan tampang mu!"
Huan Li ji segera berbisik :
"Pada saat ini dia sedang menggunakan segenap tenaga dalam yang dimilikinya untuk memaksa kelabang langit itu keluar dari guanya, dia tak akan punya waktu untuk banyak ribut dengan kita berdua."
Mendengar perkataan tersebut, Sik Tiong Giok segera berpikir :
"Bukankah kedatangan ku dengan susah payah pun bertujuan untuk mendapat kelabang langit?"
Berpikir sampai disitu, cepat-cepat katanya kepada Huan Li ji :
"Apakah kau punya akal yang bisa memaksanya keluar dari tempat tersebut?"
Huan Li ji memutar biji matanya beberapa kali, dengan alis mengerut dia berkata sambil tertawa :
"Mari biar ku coba!"
Berbicara sampai disini dia segera melompat keluar dari dalam gua.
Tak selang berapa saat kemudian, gadis itu telah muncul kembali dengan membawa seekor ayam hutan serta beberapa potong kayu bakar.
Sik Tiong Giok menjadi tercengang dan tak habis mengerti, segera tanyanya dengan keheranan "
"Buat apa kau membawa kemari benda-benda itu?"
"Bukankah kau hendak memaksa makhluk tua itu agar keluar dari tempatnya?"
"Kau hendak memaksanya keluar dengan mempergunakan benda-benda tersebut?" Sik Tiong Giok masih saja tak habis mengerti.
"Masa kau tak mengerti" Setiap benda makhluk yang ada di dunia ini tentu ada antinya, kelabang paling takut dengan ayam, biar pun aku hanya membawa seekor ayam hutan, toh kelabang tetap akan takut menghadapinya, selainitu makhluk tua amat rakus, apabila kita panggang ayam ini bukan saja si kelabang tak berani keluar, bau harum dari si ayam panggang pun pasti akan memancaing kerakusan makhluk tua tersebut, aku percaya kalau ia tak mampu menahan diri."
Sik Tiong Giok segera tertawa tergelak setelah mendengar uraian tersebut, segera katanya :
"Tak ku nyana kau bisa mendapatkan akal sebagus ini."
Sementara pembicaraan masih berlangsung, Huan Li ji telah membuat api unggun disitu tanpa membersihkan ayam itu dari bulunya lagi, ia segera memanggangnya di atas api.
Tak selang berapa saat kemudian asap teal telah menyebar kemana-mana, bau harum daging panggang pun mendatangkan rasa lapar bagi siapa pun yang mengendusnya.
Tiba-tiba terdengar Kiu coat lo koay yang berada di dalam gua mendehem beberapa kali, kemudian teriaknya :
"Hey apa yang kalian berdua panggang disitu, sungguh menyesakkan napas... Oooo... harumnya!"
Menyusul kemudian terdengar suara langkah kaki manusia bergema makin mendekat dari balik gua muncullah seseorang.
Orang itu berambut merah sepanjang lantai, tangannya yang satu amat panjang melebihi lutu tapi tangan yang satu justru amat pendek, alis matanya tebal dan matanya amat besar, namun hidungnya justru tidak berbatang dan sebaliknya cekung ke dalam, hal ini membuat tampangnya betul-betul mengerikan sekali.
Sambil tertawa Huan Li ji segera berseru :
"Coba kau lihat Kiu coa lo koay telah munculkan diri."
"Nama ini betul sangat aneh, mengapa ia disebut makhluk tua sembilan cacad?"
Huan Li ji tertawa. "Masa kau tidak mengerti soal ini" Baiklah kalau begitu akan kuberitahukan kepada mu, dia tak punya ayah tak punya ibu, tak punya putra apalagi cucu, tidak bijaksana tidak setia kawan, tidak berperasaan dan tak tahu malu, tapi yang penting dia tak tahu keluhuran budi."
Sambil tertawa Sik Tiong Giok segera berseru :
"Dengan sembilan buah cacad tentunya ia punya satu kelebihan, apakah kelebihannya itu?"
"Kelebihannya" Dia masih mengenakan selembar kulit manusia..."
Begitu keluar dari dalam gua, dengan sorot matanya yang tajam Kiu coat lo koay mengawasi wajah Sik Tiong Giok lekat-lekat, sampai lama sekali ia baru berkata dengan suara dingin :
"Jadi kau si bocah keparat yang berhasil mendaki ke atas puncak tebing ini?"
Sik Tiong Giok sama sekali tidak menggubris, sambil menambah api untuk memanggang ayamnya, dia bersenda gurau sendiri dengan Huan Li ji.
Makhluk dtua itu jadi amat mendongkol, sambil mendengus penuh amarah, bentaknya keras-keras :
"Hey bocah keparat, sudah kau dengar perkataan ku itu?"
"Bila ingin berbicara, utarakan dengan sopan santun dan nada yang sungkan!" seru Sik Tiong Giok sambil mendelik.
Kontan saja makhluk dtua itu melototkan matanya bulat-bulat, serunya lagi :
"Siapa namamu?"
Sambil melompat bangun, sahut Sik Tiong Giok angkuh :
"Ps Sik Tiong Giok, pernah kau dengar nama ku in?"
Agaknya Kiu coat lo koay merasakan hatinya bergetar keras setelah mendengar perkataan itu, tapi sesaat kemudian ia sudah tertawa seram sambil ujarnya :
"Ha... ha... ha...pada mulanya ku kira orang yang bernama Pangeran Serigala adalah manusia luar biasa, huuh! Tak tahunya cuma seorang bocah cilik yang masih bau tetek ibunya."
Sik Tiong Giok mendengus dingin :
"Hmm, cilik-cilik begini orang menghormati ku sebagai yaya, tapi kau, biar sudah tua-tua keladi, orang justru menganggap mu seperti bocah ingusan."
"Bocah keparat, kurang ajar berani memaki diri ku seenak hatinya sendiri!" teriak Kiu coat lo koay penuh amarah.
"Kalau memang lagi memaki mu, mau apa kau?"
Sekali lagi Kiu coat lo koay mengawasi lawanna lekat-lekat, sampai lama kemudian ia baru berkata :
"Aku dengar kau si Pangeran Serigala meski masih muda usia namun amat termashur dalam dunia persilatan, aku ingin mencoba sampai dimanakah taraf kepandaian silat yang kau miliki itu."
Sik Tiong Giok segera tertawa nyaring :
"Bila kau ingin berkelahi dengan ku hari ini, berarti saat ajal mu sudah semakin dekat..."
Kiu coat lo koay tak berani bertindak gegabah, apalagi setelah dilihatnya pihak lawan meski masih muda usia namun dapat berdiri amat santai disitu.
Setelah lama sekali termenung, ia baru bertanya :
"Beranikah kau bertarung melawan ku di puncak bukit itu?"
Sik Tiong Giok tertawa : "Jangan lagi puncak bukit itu, biar pun sarang naga gua harimau pun aku tak akan gentar, hayo berangkat!"
Mendadak Kiu coat lo koay berpaling ke arah Huan Li ji sambil mengancam :
"Budak ingusan, selama aku tak ada disini, jangan sekali-kali kau mencoba untuk memasuki gua tersebut, kalau tidak... Hmmm!
Akan ku remukkan tubuhmu hingga hancur berkeping-keping."
"Kenapa tak boleh" Kalau aku nekad memasukinya, mau apa kau?" ejek Huan Li ji sambil mencibirkan bibirnya.
"Kau berani?" bentak Kiu coat lo koay amat gusar.
Huan Li ji segera melompat bangun lalu berteriak marah :
"Kenapa aku tak berani" Sekarang juga aku akan masuk ke dalam gua itu!"
Sambil berkata dia segera membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju ke arah gua.
Siapa tahu baru beberapa langkah dia memasuki gua tersebut, mendadak terasa desingan angin tajam menyambar lewat dari belakang tubuhnya, lalu terdengar Sik Tiong Giok membentak keras :
"Tak tahu malu, terhitung enghiong macam apakah kau ini dengan main sergap seperti itu?"
Sementara Huan Li ji masih tertegun, tiba-tiba jalan darah Sin toan hiat di punggungnya menjadi kaku, tak ampun tubuhnya telah tertotok, apa daya ia sudah tak mampu berkutik lagi.
Nona itu hanya mendengar desingan angin tajam menderu-deru, lalu suasana di sekitar itu menjadi sepi dan tak kedengaran sedikit suara pun.
Puncak tebing itu merupakan sebuah tanah lapang seluas beberapa hektar dengan sebuah telaga di bagian tengahnay, air telaga itu mendidih sepanjang tahun serta menyiarkan hawa panas yang sangat menyengat badan.
sg dan Kiu coat lo koay berdiri saling berhadapan tanpa berbicara mau pun bertarung, kedua belah pihak hanya saling berandangan tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Dalam pada itu, meskipun jalan darah Huan Li ji telah tertotok,namun setelah dia mencoba untuk menembusinya dengan mengerahkan segenap hawa murni yang dimilikinya, walaupun jalan darah itu belum terbebaskan seratus persen, namun dengan memaksakan diri ia masih dapat merangkak.
Dengan memberanikan diri ia merangkak masuk ke dalam gua.
Makin masuk semakin ke dalam, tiba-tiba dari kejauhan sana muncul dua buah lenera merah yang amat besar, sepasang lentera merah itu berkesiuran kian kemari dari balik kabut yang tebal.
Menyaksikan kejadian tersebut, Huan Li ji jadi amat terperanjat, tanpa terasa pikirnya di dalam hati :
"Aduh celaka, kelabang langit telah munculkan dirinya!"
Begitu ingatan tersebut melintas lewat, cepat-cepat dia merangkak mundur ke belakang.
Kalau dibicarakan memang sangat aneh, setiap kali dia mundur selangkah, kelabang itu pun turut maju selangkah.
Setelah agak lama berada di dalam gua, pandangan matanya pun mulai terbiasa melihat di dalam kegelapan.
Ternyata kelabang langit itu panjangnya mencapai satu kaki dengan sepasang sumpit di depannya, sinar mata yang berwarna hijau memancarkan cahaya kebuasan, tubuhnya
memercikkansinar merah biru dan ungu yang amat menyilaukan mata, sementara kaki-kakinya yang pendek bagaikan jepitan besi mendayung maju selangkah demi selangkah.
Semakin memandang Huan Li ji semakin ketakutan, apalagi bersamaan dengan bergesernya kelabang besar itu langkah kakinya yang pendek menimbulkan suara gesekan yang amat memekakkan telinga.
Entah darimana datanganya keberanian, dalam cemasnya mendadak Huan Li ji menerjang maju ke depan.
Sepasang sumpit kelabang itu langsung menjepit rambut Huan Li ji yang panjang, tapi sepasang tangannya berhasil pula mencekik kepala kelabang itu.
Tapi pada saat itulah mendadak salah satu kaki pendek kelabang itu menyambar ke lehernya, rasa sakit yang luar biasa membuat gadis itu muntahkan darah segar.
Kelabang raksasa itu segera mementangkan mulutnya lebar-lebar siap menerkam, tapi di antara semburan darah segara dari mulut Huan Li ji tampak pula sebutir benda bulat turut meluncur ke muka dan menggelinding masuk ke mulut makhluk itu.
Benda itu tak lain adalah mutiara yang diserahkan Sik Tiong Giok untuk dihisap oleh Huan Li ji tadi, mutiara penolak racun ayam emas.
Sesungguhnya mutiara penolak racun ayam emas adalah benda tandingan dadri si kelabang langit, tampaknya binatang itu sadar kalau dia telah menelan sesuatu benda yang mengerikan.
Mendadak binatanga tersebut mengendorkan jepitannya, lalu berguling di atas tanah.
Makin berguling semakin cepat, begitu kuatnya binatang itu bergulingan membuat seluruh tanah perbukitan turut bergetar keras.
Sementara itu Huan Li ji yang kehilangan mutiara penolak racun dari mulutnya segera merasakan bau amis yang luas biasa menusuk hidung, sekali lagi ia muntah-muntah hebat, hampir semua isi perutnya tertumpah keluar.
Beberapa saat kemudian, kelabang langit yang sedang
bergulingan itu mulai melambatkan gerakannnya dan akhirnya sama sekali tak berkutik lagi, perutnya membalik menghadap ke atas.
Sementara Huan Li ji masih dicekam oleh perasaan kaget dan ngeri, mendadak...
'Blaaammmm... blaammmm..."
Terjadi dua kali ledakan keras yang amat memekakkan telinga.
Kembali Huan Li ji merasa amat terkejut, ternyata perut kelabang itu telah meletu sehingga percikan darah amis memancar kemana-mana...
Dengan perasaan keheranan Huan Li ji segera berpikir :
"Sungguh aneh, apalagi yang sedang dilakukan oleh kelabang langit itu?"
Belum lenyap rasa heran dan curiganya, tiba-tiba terjadi lagi suara ledakan yang amat keras.
Kali ini kepala kelabang itu yang meledak kemudian tampak segulung bola daging berwarna biru yang besarnya seperti telur burung dara melejit ke atas.
Huan Li ji yang menyaksikan hal ini segera menyangka benda tersebut adalah mutiara penolak racun yang diserahkan Sik Tiong Giok kepadanya itu, cepat-cepat disambarnya benda tersebut kemudian dijejalkan ke dalam mulut.
Baru saja benda itu masuk ke dalam mulutnya, tahu-tahu...
Bluuk! Ternyata benda bulatan itu pecah, dan segulung hawa udara yang hangat pun mengalir masuk ke dalam perutnya serta menyebar ke seluruh gagian anggota badannya.
Huan Li ji merasakan tubuhnya menjadi sangat nyaman dan mengantuk sekali, tak setitik tenaga pun yang berhasil dihimpun.
Gadis itu mengira dia telah keracunan, segera timbul ingatan untuk berusaha mendesak keluar hawa racun tersebut dari dalam badan.
Masih mendingan kalau dia tak menghimpun tenaga, begitu hawa murninya dihimpun mendesak, seluruh tubuhnya terasa seperti mengembung besar, seakan-akan terdapat segulung tenaga yang amat besar mendesak keluar dari dalam tubuhnya.
Waktu itu isi perutnya bergejolak keras, hatinya berdebar dan penderitaan tak terlukiskan dengan kata-kata, kalau bisa ia berharap gua itu ambruk secara tiba-tiba sehingga ia dapat menahannya dengan kekuatan yang maha dahsyat itu.
Dalam waktu singkat keadaan yang dialaminya telah berubah sama sekali, kalau semula dia ingin tidur dan mengantuk sekali maka sekarang justru ingin melompat dan berlarian kian kemari di dalam gua itu.
Bagaikan orang gila saja, sambil melompat kian kemari dia berteriak sekuat tenaga.
Mendadak satu ingatan melintas di dalam benaknya :
Jangan-jangan aku telah menelan pi koan wan dari kelabang langit?"
Kalau memang begitu, bila kuturuti kemauan dengan melompat kian kemari tiada hentinya, lama-kelamaan aku pasti akan mati kehabisan tenaga.
Begitu ingatan tersebut melintas lewat, ia segera duduk bersila di atas tanah dan menghimpun tenaga dalamnya untuk bersemedi dan mengatur pernapasan.
Lambat laun ia dapat melupakan penderitaan serta melupakan segala-galanya, bagaikan seorang pendeta saja ia duduk bersila di atas tanah tanpa bergerak.
Entah berapa lama sudah lewat, menanti ia sadar kembali dari semedinya, waktu sudah menunjukkan tengah hari keesokannya.
Waktu itu Kiu coat lo koay dan Sik Tiong Giok sudah bertarung sehari semalam di puncak bukit tersebut, namun siapa menang siapa kalah masih belum dapat ditentukan.
oooOOOooo DI PUNCAK bukit Ci im hong, tepat di tepi telaga Kim yang tan, berdiri berhadapan dua sosok bayangan manusia.
Mereka adalah kakek aneh sembilan cacad Siang Cu wan serta Pangeran Serigala langit Sik Tiong Giok, kedua belah pihak sama-sama berdiri kaku disitu tanpa melakukan sesuatu gerakan pun, mereka pun tidak saling menyerang.
Dari siang hingga malam nampaknya matahari keesokan hari pun sudah hampir terbit, namun kedua orang itu masih berdiri kaku di tempat bagaikan dua buah patung batu. Kabut panas yang menguap dari tepi telaga Kim yang tan makin lama semakin tebal di bawah timpaan sinar matahari menciptakan gumpalan bayangan berwarn hitam, namun kedua oran gitu tetap tidak menggubris seakan-akan sama sekali tidak melihatnya.
Entah berapa saat kemudian makhluk aneh sembilan cacad mulai habis kesabarannya, pelan-pelan ia mulai menggeserkan langkahnya dan berjalan maju sejauh tiga depan dari posisi semula.
Pangeran Serigala langit Sik Tiong Giok masih tetap berdiri tegak namun sorot matanya mengawasi terus setiap langkah makhluk tua itu tanpa berkedip.
Hebat sekali tenaga dalam yang dimiliki makhluk tua itu, dalam setiap gerakan kakinya, terteralah bekas telapak telapak kaki yang sanga tdalam di atas batu cadas.
Sambil mendengus dingin Sik Tiong Giok segera berkata :
"Hey tua bangka, lebih baik mengaku kalah saja, ditinjau dari tabiat mu itu, aku tahu bahwa kau tak bakal menang."
Kiu coat lo koay meraung penuh amarah :
"Hmm... kau jangan menghina, coba saksikan dulu kelihayan ku ini!"
Di tengah bentakan keras, telapak tangan kirinya segera didorong ke muka dimana angin pukulannya menyambar lewat, permukaan air telaga segera bergolak dengan hebatnya.
Sik Tiong Giok sudah membuat persiapan semenjak tadi, hawa murninya telah dihimpun menjadi satu, begitu musuh
melepaskan serangannya, ia segera sambut ancaman tersebut dengan sebuah pukulan pula.
'Blammmm!' Dua gulung kekuatan saling bertemu satu dengan lainnya menimbulkan suara ledakan keras, ternyata kemampuan kedua orang itu tetap berimbang.
Mendadak si makhluk tua sembilan cacad menggerakkan telapak tangan kanannya ke arah depan.
Sementara Sik Tiong Giok berencana untuk menyongsong datangnya ancaman tersebut dengan kekerasan, tiba-tiba dilihatnya telapak tangan kanan makhluk tua itu menuju ke arah permukaan air telaga, dimana telapak tangannya melakukan gerakan menekanlalu menghisap, segulung air telaga segera terhisap olehnya dan memancar ke atas udara.
Pada mulanya Sik Tiong Giok masih mentertawakan perbuatan lawannya, dia mengira makhluk tua itu bermaksud akan melukainya dengan percikan butiran air telaga.
Ia baru sangat terkejut setelah menyaksikan pihak lawan mengisap air telaga itu hingga menyembur ke atas meninggalkan permukaan. Menyusul terhisapnya air tersebut oleh tenaga isapan si makhluk tua sembilan cacad, tubuhnya ikut mengembang pula menjadi lebih bear dari ukuran normal.
Mendadak lengan kanannya mengayun ke muka, gulungan air yang terhisap itu dengan membawa kekuatan yang maha dahsyat langsung menghimpit tubuh Sik Tiong Giok.
Ujung gumpalan air yang menyembur ke tengah udara itu memercikan beribu-ribu butiran air yang saling bertumbukan satu sama lainnya, di tengah benturan nyaring air itu menyambar dari atas ke bawah bagaikan seekor naga aneh.
Dalam terperanjatnya Sik Tiong Giok tahu bila serangan tersebut disambutnya dengan kekerasan maka pancaran yang menyembur ke empat penjuru itu pasti akan menimbulkan kekuatan yang maha dahsyat dan tak mungkin dihadapinya dengan begitu saja.
Dalam keadaan terdesak, tiba-tiba saja ia memiringkan tubuhnya ke belakang, lalu ujung kakinya menginjak permukaan tanah kuat-kuat, dengan suatu gerakanyg sangat cepat dia menyusul mundur ke belakang.
Agaknya si makhluk tua sembilan cacad telah menduga akan tindakan yang bakal dilakukan Sik Tiong Giok, telapak tangan kirinya segera digerakkan ke atas, dengan dua belah tangan yang menghimpun jadi satu dia lepaskan sebuah tolakan dahsyat ke depan.
'Blaammm!' Di tengah benturan dahsyat yang menimbulkan suara ledakan yang memekakkan telinga, semburan air telaga itu berubah menjadi beribu-ribu butiran air yang mengurung dan menyergap batok kepala Sik Tiong Giok.
Butiran air itu berkilauan memancarkan sinar tajam, diiringi juga dengan suara desingan yang memekakkan teliga, membuat suasana di sekitar situ menjadi sangat mengerikan.
Keadaan Sik Tiong Giok waktu itu sudah kalang kabut tak karuan, terpaksa dia harus memutar sepasang telapak tangannya untuk membuyarkan semburan butiran air yang menyergap dirinya.
Tertahan oleh gulungan tenaga yang dahsyat, butiran air menjadi terhimpit oleh dua kekuatan hingga mencelat ke samping dan membuka di atas batu cadas yang mengakibatkan timbulnya selapis kabut tipis.
Menanti kabut air sudah buyar, tampaklah permukaan batu cadas itu telah berubah menjadi bopeng dan penuh dengan lekukan lubang yang sangat dalam.
Sesungguhnya luas puncak bukit itu tidak terlalu bear, di bawah percikan air yang menyelimuti angkasa hampir seluruh wilayah puncak tebing itu telah diselimuti dengan rapat.
Pada saat Sik Tiong Giok sedang sibuk membuyarkan butiran air yang mengelilingi sekitar tubuhnya, mendadak makhluk tua sembilan cacad mendesak maju ke muka, telapak tangannya yang merah membara langsung diayunkan ke depan melepaskan sebuah pukulan tanpa menimbulkan sedikit suara pun.
Namun kekuatan yang terkancung di balik serangan tersebut, benar-benar mengerikan hati.
Dengan cekatan Sik Tiong Giok menghindar ke samping lalu memutar badannya, dengan cepat ia segera mengembakan dua belas ilmu cacadnya untuk bertarung sengit melawan makhluk tua tersebut.
Agaknya si makhluk tua sembilan cacad pun telah mengetahui kelihayan dua belas ilmu cacad tersebut, apalagi dari balik gua dia pun mendengar suara gemuruh yang kerasa padahal tengah hari merupakan saat munculnya kelabang langit yang sedang dinantikan, ia jadi gelisah sekali karena tak berhasil merobohkan Sik Tiong Giok setelah bertarung sekian waktu.
Maka dia segera merubah ilmu pukulannya, dari gerakan semula cepat bagaikan kilat dia mengembangkan pertarungan lamban.
Secara beruntun dia mundur sejauh tiga langkah ke belakang, lalu jurus serangannya dirubah dan menekan ke arah bawah dengan membuka pertahanan tubuh bagian atasnya.
Tentu saja tindakanyg dilakukan oleh lawannya ini membuat si Pangeran Serigala Sik Tiong Giok jadi kebingungan dan tidak habis mengerti.
Sebab ia cukup memahami taraf ilmu silat lawannya yang jauh masih di atas kemampuannya, tapi apa sebabnya ia
menggunakan jurus serangan demikian untuk menghadpinya"
Dengan cepat ia menduga tindakan ini sebagai tipu muslihat musuh untuk menjebaknya, segera ia berpikir :
"Hmm, aku tak sudi masuk perangkap mu."
Melihat Sik Tiong Giok sama sekali tidak masuk perangkapnya, kembali si Makhluk tua sembilan cacad merubah taktik pertarungannya, serangan yang dilancarkan amat lamban, bukan saja tak berkekuatan bahkan sulit diraih arah tujuannya.
Tapi Sik Tiong Giok mengambil ketetapan untuk memperkuat pertahanan sendiri tanpa berusaha mencari keuntungan dari pancingan lawannya...
Akibat dari tindakan tersebut, si makhluk tua itu jadi kelabakan dan tak bisa banyak berkutik lagi.
Perlu diketahui, ilmu pukulan yang dipergunakan olehnya sekarang tak lain adalah ilmu Bu siang sin ciang yang menjadi andalannya selama ini, banyak di antara jago-jago persilatan yang tidak mengetahui latar belakang ilmu pukulannya ini menderita luka parah atau bahkan tewas di tangannya.
Sekilas pandangan, ilmu pukulannya itu nampak amat lemah dan sama sekali terbuka pertahannya, padahal begitu serangan musuh menyergap masuk, gerakan yang semula lemah bisa berubah menjadi amat dahsyat, bahkan akan timbul reaksi yang sangat kuat sekali hingga membuat lawannya terkecoh.
Sebaliknya jika kau tidak melancarkan serangan, maka ilmu pukulannya akan mendekat terus dan tiba-tiba menyergap, hal ini pun membuat orang menjadi sulit untuk menghadapinya.
Bila kau berniat melancarkan serangan balasan, maka dia pun akan melancarkan serangan demi serangannya secara berantai dan tiada hentinya, kecuali kau memiliki tenaga dalam yang beberapa kali lipat melampauinya, kalau tidak : kerugian besar sudah pasti akan diderita.
Tapi setelah ia bertemu dengan si Pangeran Serigala Sik Tiong Giok yang sama sekali tidak mengira kesempatan, tak mau menyerempet bahaya bahkan menghadapi setiap perubahan dengan perubahan yang tepat, mengakibatkan ilmu pukulannya sama sekali tidak berfungsi.
Walaupun demikian, si Makhluk tua sembilan cacad tidak menghentikan serangannya karena hal itu, malah dia menyerang semakin gencar dan tiada hentinya.
Tampak makhluk tua itu menari tiada hentinya dan sama sekali tak memakai aturan, ada kalanya ia menyerang sangat lambat tapi ada kalanya cepat sekali, malah kadang-kadang seperti orang kalap.
Sik Tiong Giok sudah mencoba untuk memperhatikan sekian waktu namun dengan pengetahuan yang dimilikinya ternyata ia tak berhasil menemukan sesuatu apa pun.
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan gerakan melompat dan menari macam orang gila, dalam waktu singkat Makhluk tua sembilan cacad telah melancarkan delapan puluh jurus serangan lebih tanpa diketahui ujung pangkalnya sementara tubuhnya juga pelan-pelan bergerak mundur ke belakang.
Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak Sik Tiong Giok, segera pikirnya :
"Jangan-jangan makhluk tua ini sedang bermain gila guna mengacaukan pikiran serta perhatianku sementara ia sedang mencari kesempatan untuk melarikan diri."
Berpikir sampai disitu tak tertahankan lagi dia membentak keras
: "Hey makhluk tua, apakah kau bermaksud akan melarikan diri dengan begitu saja" Hmmm, tak akan semudah apa yang kau bayangkan, hari ini merupakan saat ajal mu, bagaimana mungkin kau bisa kabur dengan begitu saja?"
Begitu mendengar perkataan dari Sik Tiong Giok tersebut, si Makhluk tua sembilan cacad menjadi kegirangan setengah mati, segera pikirnya :
"Hayo cepat lancarkan serangan mu bocah keparat, akan ku suruh kau rasakan kelihayan ku!"
Tentu saja perkataan itu tidak sampai diutarakan keluar, dengan wajah diliputi perasaan kaget dan gugup sepasang matanya mengawasi sekeliling tempat itu dengan liar.
Sik Tiong Giok yang menyaksikan kejadian ini segera menyangka makhluk tua berniat melarikan diri, tentu saja ia tak akan membiarkan musuhnya lari begitu saja.
Tiba-tiba ia maju tiga langkaah ke depan kemudian melancarkan sebuah pukulan tipuan.
Betapa girangnya si Makhluk tua sembilan cacad ketika menyaksikan musuhnya masuk perangkap, cepat-cepat ia menarik kembali tangannya dan menarik segulung tenaganya yang maha dahsyat hingga mundur sejauh dua depa.
Begitu melepaskan pukulannya tadi, Sik Tiong Giok segera menariknya kembali, cepat dirasakan olehnya bahwa di depan mata memang tidak terdapat sedikit pun tenaga rintangan, apalagi ketika melihat si makhluk tua sembilan cacad menarik kembali telapak tangannya, dia semakin menyangka kalau musuhnya sudah dibuat ketakutan.
Maka sambil mendesak maju ke muka, dia lepaskan sebuah pukulan lagi.
Di balik serangan ini mengandung tipuan di balik kenyataan tapi di balik kenyataan pun mengandung tipuan, bila menjumpai hadangan maka ia dapat segera menarik kembali serangannya untuk melindungi diri sendiri.
Tatkala tenaga serangan itu sudah hampir mencapai sisi tubuh si Makhluk tua sembilan cacad, ternyata siluman tua itu kembali menyingkir ke samping, hal ini memberi kesan kepadanya bahwa lawan sudah kehabisan tenaga.
Maka dengan keberanian yang memuncak, ia berseru sambil tertawa terbahak-bahak :
"Hey siluman tua, rupanya kau sudah kehabisan tenaga, serahkan sekarang selembar jiwamu..."
Di tengah bentakan keras, hawa murninya segera dihimpun ke dalam telapak tangannya, lalu dengan jurus 'tombak panjang membidik langit', dengan kekuatan bagaikan gelombang samudra yang diamuk taupan ia melakukan tekanan ke depan.
Dalam waktu singkat seluruh tubuh siluman tua itu sudah terkurung oleh tenaga pukulannya.
Mendadak siluman tua itu tertawa seram.
"Haaa... haaahhh... haaa..."
Di tengah gelak tertawa yang sangat keras itulah, segulung tenaga kekuatan yang maha dahsyat memancar ke empat
penjuru dan melalap segenap kekuatan pukulan yang
dipancarkan Sik Tiong Giok hingga ilang lenyap tak berbekas.
Begitu berhasil dengan serangannya, Makhluk tua sembilan cacad tidak berdiam diri terus, sepasang telapak tangannya segera diayunkan dan secara beruntun dia lancarkan dua buah serangan berantai.
Dalam gugup dan terdesaknya, cepat-cepat Sik Tiong Giok melancarkan dua buah serangan balasan.
Akibat dari kejadian tersebut, segenap kekuatan lawan yang maha dahsyat itu terpancing keluar semua di tengah gulungan angin tajam tersebut, tubuhnya tergetar mundur sejauh beberapa kaki dan nyaris tercebur ke dalam telaga.
Dengan begitu posisi mereka pun segera berubah, kalau semula Sik Tiong Giok masih menempatkan diri di atas angin, maka sekarang ia kena didesak mundur oleh tenaga pukulan lawan sehingga posisinya amat berbahaya.
Belum sempat ia berdiri tegak, empat buah serangan berantai dari Makhluk tua sembilan cacad telah tiba, hakekatnya tiada kesempatan lagi bagi Sik Tiong Giok untuk melancarkan serangan balasan, terpaksa ia harus menahan ancaman musuh dengan sekuat tenaga dan selangkah demi selangkah mundur terus ke belakang.
Di satu pihak dia terdesak mundur terus ke belakang, maka di pihak lain si Makhluk tua sembilan cacad mendesak maju pula selangkah.
Dalam daerah yang sesungguhnya tak begitu luas di puncak bukit, tak lama kemudian Sik Tiong Giok telah terdesak mundur sampai di tepi jurang, tampaknya bila ia mundur selangkah lagi, niscaya tubuhnya akan terjerumus ke dalam jurang yang amat dalam itu dan tewas dengan badan hancur lebur.
Untung menyelamatkan diri dari ancaman bahaya maut, Sik Tiong Giok segera menjejakkan sepasang kakinya ke atas tanah lalu dengan menggerakkan sepasang kakinya ke atas tanah serta menggunakan ilmu melayang di atas udara, tubuhnya dengan posisi lurus seperti pena langsung melambung ke tengah udara.
Baru saja badannya melayang meninggalkan permukaan tanah, kebetulan angin serangan dari si Makhluk tua sembilan cacad menyambar datang, tenaga pukulan yang maha dahsyat itu langsung menumbuk di atas sebuah batu cadas, membuat batu itu terguling ke dalam jurang dengan menimbulkan suara gemuruh yang memekakkan telinga.
Gagal dengan serangan yang pertama, Makhluk tua sembilan cacad segera mengayunkan kembali tangannya melepaskan dua buah pukulan sekaligus lalu jengeknya sambil tertawa seram :
"Biar pun kau bersayap jangan harap bisa lolos dari sini dalam keadaan selamat."
Walaupun untuk sementara waktu Sik Tiong Giok dapat bertahan di tengah udara dengan mengandalkan ilmu sakti dari
perguruannya, namun setelah terdesak oleh angin pukulan yang dilancarkan makhluk tua itu ia tak mampu mempertahankan diri lebih jauh.
Akan tetapi ia pun sadar, bila tubuhnya melayang turun ke atas tanah secara langsung, niscaya dia akan terluka oleh tenaga pukulan lawan.
Dalam keadaan apa boleh buat, cepat-cepat ia menghimpun tenaga dalamnya, lalu ujung kaki kirinya menjejak di atas kakikanan, dengan meminjam tenaga pantulan tersebut tubuhnya meluncur kembali beberapa kaki ke tengah udara.
Mendadak ia berjumpalitan beberapa kali dengan kepala di bawah dan kaki di atas, ia meluncur kembali ke depan dengan jurus Burung manyar terbang merendah, langsugn menyusup ke dalam gua tersebut.
Ia mencoba untuk mencari jejak Huan Li ji tapi tak berhasil, hal ini menyebabkan hatinya menjadi gelisah.
Dengan beberapa kali lompatan ia menyusup ke dalam gua, mendadak terendus bau amis yang amat menusuk hidung.
Dengan sorot matanya yang tajam ia memeriksa keadaan di sekeliling tempat itu, akhirnya ia menjumpai seorang manusia aneh sedang duduk bersila di tepi sebuah batu cadas, seluruh badan orang itu berlumuran darah akan tetapi wajahnya justru memancarkan sinar merah yang cemerlang, ternyata orang itu tak lain adalah Huan Li ji.
Di samping tubuhnya tergeletak sebuah bangkai kelabang yang sangat besar, kepala serta perutnya berada dalam keadaan pecah dan rusak.
Sementara ia masih mengawasi dengan seksama, mendadak dari sisi bangkai kelabang itu tampak sekilas cahaya aneh yang amat gemirang.
Satu ingatan segera melintas di dalam benaknya, pemuda itu berpikir :
"Jangan-jangan benda itu adalah mutiara kelabang yang menjadi idaman setiap umat perslatan?"
Berpikir demikian dengan cepat dihampirinya benda tersebut serta diamatinya dengan seksama, benda tersebut memang sebutir mutiara yang bersinar tajam tapi bukan mutiara kelabang seperti apa yang diduganya semula melainkan mutiara penolak racun miliknya sendiri.
Cepat-cepat diambilnya benda tersebut lalu dimasukkan ke dalam saku sementara ia hendak melanjutkan pencariannya atas mutiara kelabang, mendadak terdengar si Makhluk tua sembilan cacad sedang mengumpat dari luar gua.
"Hey bocah keparat she Sik, kalau mempunyai keberanian ayo cepat keluar, kalau tidak aku akan segera menyerbu ke dalam."
Rupanya si Makhluk tua sembilan cacad telah berhasil menyusul sampai disitu, tapi ia cuma berdiri di muka gua dengan perasaan ragu-ragu.
Bagaimana pun juga musuh berada di tempat yang gelap sedang ia berdiri di posisi terang, bila ia sampai menyerbu ke dalam dengan gegabah niscaya akan dipecundangi pihak lawan.
Akan tetapi ia pun tak dapat melupakan mutiara kelabang berusia seribu tahun itu, dengan susah payah ia sudah menunggu. Tentu saja ia tak rela bila melepaskan kesempatan tersebut dengan begitu saja.
Saking gemasnya ia sampai menggertak lagi kencang-kencang dan bersiap sedia menyerbu ke dalam gua itu dengan
menyerempet bahaya. Baru saja ia bermaksud melangkah masuk ke dalam gua itu, mendadak terasa desingan angin tajam menyambar keluar dari balik gua.
Cepat-cepat ia mundur selangkah sambil mencoba untuk menghindarkan diri, ternyata ada dua butir batu menyambar ke arahnya.
Ia mendengus penuh kegusaran, sepasang tangannya seperti kaitan langsung menyambar ke muka.
'Plak, plaak...!' Diiringi dua kali benturan nyaring, kedua butir batu itu berhasil ditangkapnya lalu dengan gemas diremas-remas sehingga hancur menjadi beberapa puluh kepingan kerikil.
Menyusul kemudian tampak sebuah batu besar yang disertai desingan angin tajam kembali menyambar ke arahnya, dari tajamnya desingan angin serangan tersebut, dapat diketahui beratnya batuan tersebut.
Makhluk tua sembilan cacad tak berani bertindak gegabah, cepat-cepat ia mengundurkan diri ke belakang, lalu sambil menyambar batu besar yang menyerang ke arahnya, ia langsung
mendorongnya keluar gua. Tapi ia salah perhitungan nampaknya, mungkin karena
penggunaan tenaga yang kelewat besar, menyebabkan lemparan batunya menjadi salah sasaran hingga berakibat menumbuk di atas dinding gua sebelah kiri.
'Blaaaamm!' Akibat benturan yang amat keras itu seluruh dinding gua mengalami getaran yang amat dahsyat, batuan yang berada di langit-langit gua mengalami getaran yang amat keras hingga menyebabkan berhamburan ke atas tanah, hal ini menjadikan mulut gua itu tersumbat.
Dengan terjadinya peristiwa yang sama sekali tak terduga ini, baik yang ada di luar gua maupun yang berada di dalam gua sama-sama dibuat terkejut dan tertegun.
Disatu pihak Makhluk tua sembilan cacad ingin masuk ke dalam gua dengan secepatnya, agar matinya kelabang yang diincarnya tak sampai terjatuh ke tangan orang lain.
Maka di pihak lain Sik Tiong Giok yang terkurung di dalam gua ingin secepatnya meloloskan diri dari sana karena kuatir terkubur hidup-hidup disitu.
Dalam gemasnya, Makhluk tua sembilan cacad mengerahkan segenap kekuatannya serta melepaskan serangan ke arah tumpukan batu yang menyumbat di mulut gua tersebut.
'Blammm... blaam... blaam...!'
Secara beruntun ia melancarkan belasan buah pukulan gencar yang maha dahsyat, walaupun batuan itu berhasil digetarkan, nyatanya tak sebutir batu pun yang bergeser dari posisi semula.
Sementara dari luar siluman tua itu melancarkan gempuran yang dahsayt, mak Sik Tiong Giok yang berada di dalam gua pun sedang menggempur pula batuan itu dengan tenaga yang tak kalah hebatnya, akibatnya tenaga mereka berdua saling mendesak batuan itu dari muka mau pun dalam, bayangkan saja mana mungkin batuan cadas itu dapat digeser dari posisinya.
Setelah berusaha sekian waktu tanpa mendatangkan hasil, lama kelamaan habis sudah kemampuan kedua orang itu sehingga untuk sesaat lamanya suasana menjadi hening.
Begitulah selama tiga hari lamanya kedua orang itu sama-sama bertahan selama dalam keadaan demikian.
Lama kelamaan habis sudah kesabaran Makhluk tua sembilan cacad, dengan ilmu menyampaikan suara ia segera berseru :
"Hey bocah keparat she Sik, apakah kau sudah mati kelaparan"
Kenapa tidak keluar dari situ?"
Siapa tahu belum habis perkataan itu diuapkan, dari dalam gua sudah berkumandang suara jawaban yang amat nyaring,
gelombang suara yang berhasil menembusi dinding gua itu begitu keras sehingga dapat diketahui bahwa tenaga dalam orang itu jauh lebih sempurna daripada tenaga dalam sendiri.
"Hey siluman tua, terima kasih banyak atas perhatian mu, aku cukup makan dan nyenyak tidur, bagaimana dengan kau
sendiri?" Makhluk tua sembilan cacad tertawa tergelak setelah mendengar perkataan itu, serunya :
"Hey bocah keparat, kau tak usah membohongi aku, kau bisa makan apa di dalam gua" Kalau aku baru saja makan dan tidur nyenyak!"
"Kau tak usah kuatir," Sik Tiong Giok berseru dari dalamgua sambil tertawa, "masakan yang berada disini banyak sekali."
"Aku tidak percaya!"
"Jadikau ingin tahu?"
"Tentu saja, cepat katakan!"
Sambil tertawa, Sik Tiong Giok berseru :
"Tapi janji dulu, setelah mengetahui nanti, jangan kalap lantaran kelewat sewot."
"Huuh, aku tak perlu untuk sewot kepada mu, hayo cepat katakan!"
"Entah cucu dari mana yang begitu tahu diri, sehingga dia telah menyimpan daging asap, kentang dan hidangan yang lezat dalam jumlah yang banyak, ehm, semuanya betul-betul lesat dan nikmat rasanya."
Perkataan itu segera menyadarkan siluman tua tersebut akan apa yang telah terjadi.
Ternyata untuk menunggu munculnya kelabang langit dari sarangnya, ia telah menimbun ransum dalam jumlah banyak yang mencukupi kehidupannya selama setengah tahun, tapi nyatanya sekarang, sebelum ia sempat menikmati telah kedahuluan orang lain, bahkan dipuja orang sebagai cucu yang baik dan berbakti.
Bisa dibayangkan betapa gusar dan mendongkolnya siluman tua itu, tapi dalam keadaan apa boleh buat dia hanya bisa melototkan matanya sambil menangis menahan gejolak emosi.
Sik Tiong Giok bertanya beberapa kali tanpa memperoleh jawaban dari makhluk tua, ia segera mengerti bahwa siluman tua itu sudah dibuatnya mendongkol.
Maka untuk membuat lawannya semakin jengkel, pemuda itu berseru lagi sambil tertawa :
"Hey siluman tua, aku perlu mengabarkan pula kepadamu, kelabang langit telah keluar dari sarangnya."
"Apa kau bilang?" silumantua itu tak dapat menahan diri lagi.
"Aku bilang, kelabang langit sudah keluar dari sarangnya!"
Mula-mula Makhluk tua sembilan cacad merasa terkejut, kemudian sambil tertawa terbahak-bahak serunya :
"Bagus sekali, tunggu saja tanggal mainnya bocah keparat, sekarang kau boleh makan yang kenyang, sebentar lagi kelabang langit itu tentu akan memangsa mu."
Sik Tiong Giok segera tertawa tergelak.
"Kau keliru besar siluman tua, kelabang langit itu telah berhasil ku bunuh."
Sekarang makhluk tua itu baru merasa terperanjat, teriaknya keras-keras :
"Apa" Kelabang langit telah kau bunuh?"
Tapi setelah termenung sejenak, ia menggelengkan kepalanya berulang kali sambil berkata lebih jauh :
"Aku tidak percaya, kau tak akan memiliki kemampuan seperti itu."
"Jika kau tidak percaya, ya sudahlah," kata Sik Tiong Giok lagi sambil tertawa, "tapi aku perlu memberitahukan kepadamu, mutiara kelabang langit telah ditelan oleh Huan Li ji, sampai sekarang ia sudah duduk bersemedia selama tiga hari, sedangkan nasib ku kurang begitu mujur aku hanya kebagian tiga puluh enam butir mutiar kecil."
Makhluk tua sembilan cacad tak dapat menahan diri lagi, tanpa terasa serunya keras-keras :
Harimau Mendekam Naga Sembunyi 2 Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Dendam Empu Bharada 23
Lui Su koh mendengus dingin :
"Hmm, bocah muda, kau jangan keburu tekebur!"
Tiba-tiba pedanganya digetarkan ke udara berulang kali sehingga dari sebilah pedang berubah menjadi lima pedang, satu di antaranya segera dicabut lalu ditimbuk ke muka.
Baru saja Sik Tiong Giok hendak menangkis dengan pedangnya, mendadak saja...
'Sreet' Lui Su koh telah menimpuk dengan pedang yang kedua,
menyusul kemudian pedangnya sebilah demi sebilah disambitkan ke muka.
Pedang Im lui sin kiam memang benar-benar hebat dan bukan bernama kosong belaka, dalam waktu singkat seluruh angkasa telah diliputi cahaya yang gemerlapan, bunyi gemuruh pun serasa menusuk pendengaran.
Sik Tiong Giok sama sekali tidak memandangnya, bahkan melirik sekejap pun tidak, tahu-tahu telapak tangan kirinya disapu ke muka menyusul tubuhnya turut berputar dengan cepatnya.
Walaupun ke lima bilah pedang itu berputar sendiri-sendiri di udara, sesungguhnya semua senjata tersebut masih berada dalam kendali Lui Su koh, di antara putaran sepasang tangannya, gerakan serangan dari kelima pedang itu pun makin dahsyat.
Tiba-tiba Lui Su koh menghentikan gerakan tubuhnya, lalu tangannya sebelah didorong ke muka.
Seketika itu juga tampak sebilah pedang yang disertai kilauan cahaya meluncur ke muka dengan disertai kekuatan yang berlipat ganda, serangan tersebut langsung mengancam ke dada si anak muda tersebut.
Sik Tiong Giok melotot besar, sambil membentak keras pedangnya disertai tenaga dalam sebesar sepuluh bagian langsung disontek ke atas.
'Blaammm...!' Pedang yang sedang menyambar ke bawah itu segera tersontek oleh gerakan pedang Sik Tiong Giok hingga terangkat setinggi dua depa dari posisi semula, dengan demikian pedang itupun menyambar lewat di atas kepala pemuda itu.
Tindakan yang diambil Sik Tiong Giok barusan betul-betul amat berbahaya dan menyerempet maut, andaikata seinci saja lebih rendah, niscaya batok kepala anak muda itu sudah tertembus pedang.
"Aaaah!" Belum habis seruan kaget dari Liong Siau huan, Sik Tiong Giok telah berhasil menyontek pergi serangan pedang yang kedua.
Akibat dari peristiwa ini, Lui Su koh jadi amat gusar sekali, dengan suara dingin segera bentaknya :
"Bocah keparat, kau berani merusak pedang sakti ku?"
Di tengah bentakan, tiba-tiba tubuh bersama pedangnya bersatu padu dan merubah menjadi serentetan cahaya bianglala yang meluncur ke muka dengan kecepatan tinggi.
Menghadapi ancaman demikian ini, Sik Tiong Giok tak berani berayal lagi, sambil berpekik nyaring ia mendongkel kembali serangan pedang yang ketiga, menyusul kemudian tubuhnya berpadu dengan pedang dan maju ke muka menyongsong
datangnya ancaman itu. Kedua belah pihak sama-sama meluncur ke depan dengan kecepatan bagai sambaran petir, kedua bilah pedang pun seperti dua ekor naga yang sedang menari-nari di angkasa.
Dalam waktu singkat, suara guntur yang menggelegar serasa mengguncangkan empat penjuru, Li Peng sekalian yang berada di bawah tebing sama-sama menengadah ke atas dengan perasaan terkesiap, namun tak ada sesuatu pun yang bisa terlihat.
'Criiing...!' Serentetan bunyi gemerincingan nyaring bergema memecahkan keheningan, tampak serentetan cahaya hijau melesat ke atas menembusi angkasa, di bawahnya terpancar beribu-ribu titik sinar hijau yang menyebar kemana-mana, pemandangan waktu itu nampak sangat indah.
Betapa terkejutnya Lui Su koh ketika hawa murninya mendadak buyar dan tak mampu dihimpun kembali setelah melepaskan serangan pedang itu, cepat-cepat ia merendahkan tubuhnya sambil meluncur turun ke bawah.
Sik Tiong Giok dengan ilmu pedang terbangnya sedang
mengincar ke bawah ketika melihat Lui Su koh meluncur turun secara tiba-tiba, ia menyangka lawannya sedang menyusun rencana busuk, tentu saja ia tak memberi kesempatan kepada lawannya untuk mewujudkan niat itu, cepat-cepat ia menerjang pula ke bawah.
Sebelum cahaya pedangnya mencapai sasaran, segulung hawa pedang tak berwujud yang amat kuat telah meluncur turun lebih dulu.
Begitu ditumbuk oleh hawa pedang itu, Lui Su koh segera menjerit kesakitan, seketika itu juga badannya terlempar sejauh dua kaki lebih oleh tenaga dahsyat yang tak berwujud itu dan roboh terjungkal ke atas tanah.
Menanti Sik Tiong Giok menarik kembali tenaganya sambil memandang ke muka, nampak perempuan itu sudah tergeletak di atas tanah dengan darah bercucuran dari ujung bibirnya.
Dalam sekilas pandangan saja, ia telah mengetahui kalau tubuh Lui Su koh tertumpuk oleh hawa pedangnya karena hawa murninya tiba-tiba buyar di tengah jalan, akibatnya isi perutnya jadi remuk dan tewaslah dia seketika.
Kesemuanya ini segera menimbulkan rasa sedih di dalam hati kecilnya.
Dalam pada itu Li Peng sekalian yang berada di bawah tebing telah melihat bahwa pertarungan di puncak tebing telah berakhir, ketika berbondong-bondong mereka menyusul ke situ, dilihatnya Sik Tiong Giok telah berdiri termangu-mangu di sisi Lui Su koh.
Dengan cepat Li Peng mendorong tubuhnya sambil menegur :
"Engkoh Giok, kenapa kau?"
Sik Tiong Giok menghela napas panjang :
"Aai, Lui Su koh telah meninggal dunia."
"Kalau sudah mati yaa sudahlah, kenapa kau yang berhasil unggul justru nampak bersedih hati?"
Hingga sekarang aku baru sadar, rupanya kami sedang gontok-gontokan sendiri, orang sendiri."
"Aku tidak mengerti," Li Peng menggelengkan kepalanya dengan kebingungan.
"Bila dugaanku tidak meleset, Gi liong hujin sebetulnya adalah ibu angkat ku sendiri."
"Apa kau bilang?" sela Liong Siau huan cepat, "suhu ku adalah ibu angkat mu?"
"Benar, kelima orang bibi ini tak lain adalah kelima dayang dari bukit serigala di masa lalu, aku baru teringat akan hal ini setelah menjumpai pedang sakti Im lui sin kiam itu."
"Kalau begitu malah bagus sekali," seru Li Peng segera sambil tertawa girang, "setelah tiba di pesanggrahan Lei hun piat sat nanti kita kan tak perlu bertarung lagi."
Mendengar hal ini, Sik Tiong Giok segera tertawa dingin :
"Heeeh... heeeh... heeeeh... aku justru kuatir setelah berada dalam pesanggrahan Lei hun piat sat nanti, kita masih harus melangsungkan suatu pertarungan sengit."
Tampaknya Li Peng masih belum memahami maksud dari
perkataan tersebut, sepasang matanya yang jeli terbelalak lebar-lebar, diawasinya Sik Tiong Giok dengan wajah termangu.
Liong Siau huan menghela napas panjang, katanya pula :
"Hubungan guru ku dengan kelima bibi akrab melebihi saudara kaandung sendiri, setelah pangeran cilik melukai su koh tentu saja guru ku tak akan menyudahi persolan tersebut sampai disini saja."
"Kecuali..." ucapan Sik Tiong Giok tiba-tiba, namun sebelum dilanjutkania telah membungkam kembali.
"Hey, kecuali bagaimana" Mengapa tidak kau utarakan secara terus terang?" seru Li Peng cepat.
"Kecuali ayah angkat ku bersedia menampilkan diri disini, dengan begitu semua pertikaian tentu akan terselesaikan dengan sendirinya."
Li Peng segera tertawa : "Ku kira masih ada masalah pelik apalagi, asal kau yang mengundangnya keluar, bukankah dia orang tua akan segera munculkan diri?"
Tiba-tiba Sik Tiong Giok tertawa getir :
"Tapi siapa yang tahu dia orang tua telah mengasingkan diri kemana?"
"Aku punya usul bagus, bagaimana kalau kita mundur dulu dari lembah Soh long kok ini untuk sementara waktu, bila Sik locianpwee berhasil dijumpai, kita baru datang kemari lagi?"
"Sekarang kita sudah tak mungkin lolos dari sini lagi," ucap Liong Siau huan segera, "lembah Soh long kok telah ditutup, jangan lagi manusia seperti kita ini, biar seekor burung pun sulit rasanya untuk melewati tempat ini."
Sik Tiong Giok termenung beberapa saat lamanya, kemudian berkata :
"Kalau ini rejeki tentu bukan bencana, kalau ini bencana kita toh tak akan lolos, daripada mundur setengah jalan, mari kita terjang terus ke dalam!"
Agaknya Li Peng merasa pemikiran tersebut ada benarnya juga, segera sahutnya :
"Yaaa, rasanya ini memang merupakan satu-satunya jalan keluar, mari kita terjang ke dalam!"
Mereka berempat pun segera menelusuri tebing dan menembus maju lebih ke dalam.
Di atas sebuah puncak bukit yang berdiri sendiri, berdirilah sebuah bangunan gedung yang besar walaupun bangunan
tersebut tidak dibangun secara artistik namun bentuknya nampak angker dan gagah.
Di sekeliling lapangan tampak banyak orang sedang berkumpul, dengan cepat mereka telah melihat kemunculan keempat orang.
Tiba-tiba terdengar seseorang berseru dengan keras :
"Kalau hendak menagih harus mencari yang berhutang, coba lihat, bukankah Pangeran Serigala langit sedang berjalan kemari?"
Dengan langkah lebar Sik Tiong Giok memasuki tanah lapangan, selain berjumlah kecil, hampir sebagian besar yang hadir disana dikenali olehnya, kebanyakan adalah orang-orang dari selat Pa si sia nya dulu.
Baru saja Sik Tiong Giok hendak menyapa orang-orang itu, mendadak terdengar seseorang menegur dengan suara dingin :
"Apakah kau adalah si bocah kecil yang berhasil ditolong oleh setan tua itu dari kekalutan peperangan?"
Dengan cepat Sik Tiong Giok berpaling, di atas undak-undakan batu muka pintu gerbang utama, duduklah seorang nenek di sebuah kursi kebesaran, tangannya memegang sebuah tongkat dan tubuhnya nampak kerempeng.
Di belakang nenek itu berdiri seorang nona cantik berbaju merah keperak-perakan dengan sepasang matanya yang terbelalak besar, ia sedang mengawasi Sik Tiong Giok tanpa berkedip.
Biarpun Sik Tiong Giok belum pernah bersua dengan nenek itu, namun dalam sekilas pandangan saja ia sudah mengenali siapa gerangan orang itu.
Cepat-cepat ia maju berlutut sambil serunya :
"Anak Giok memberi hormat untuk ibu angkat."
Nenek itu memang tak lain adalah istri dari kakek serigala langit yang kini menyebut diri sebagai Gi liong hujin.
Sambil mendengus dingin Gi liong hujin menegur :
"Bocah muda, tak nyana kau masih mengerti soal sopan santun, selama beberapa tahun mengikuti si setan tua itu, mungkin banyak sudah kepandaian yang berhasil kau pelajari?"
"Bakat anak Giok jelek lagi bebal, tak banyak yang berhasil ku pelajari."
"Anak pintar, kau tak usah merendahkan diri lagi, ditinjau dari kemampuan mu dalam membunuh Lui Su koh,dapat ku ketahui bahwa kepandaian silat mu memang hebat, ingin juga ku minta petunjuk darimu."
"Anak Giok tak berani," buru-buru Sik Tiong Giok menampik.
Sementara itu Gi Liong kuncu Liong Siau huan telah berlutut dan berbisik lirih :
"Anak Huan menjumpai suhu."
Mendadak Gi liong hujin mendelik bear, hawa pembunuhan menyelimuti wajahnya, dengan suara dingin ia berseru :
"Budak setan, tak nyana kau masih punya pendukung" Hmm, kebetulan aku tak akan takut dengan backing mu itu."
"Tecu tidak berani."
Kembali Gi liong hujin tertawa dingin :
"Heee... heee... heee... memang itu sudah kuduga, kau tak akan berani. Hmmm, setelah terperangkap di telaga Gi Liong oh, tahukah kau akan peraturan perguruan kita."
"Tecu mengerti, mohon suhu bersedia menjatuhkan hukumannya."
"Kalau sudah tahu salah, mengapa tidak segera bunuh diri"
Apakah kau hendak menunggu sampai aku yang turun tangan sendiri?" seru Gi liong hujin dingin.
Berubah hebat paras muka Gi Liong kuncu Liong Siau huan setelah mendengar perkaaan ini, dia menyembah satu kali kepada gurunya lalu bangkit berdiri seraya berkata :
"Terima kasih banyak atas kemurahan hati suhu, anak Huan akan segera berangkat!"
Sementara berbicara, sorot matanya seperti sengaja tak sengaja melirik sekejap ke arah si tendangan geledek, lalu pedangnya segera diayunkan untuk menggorok leher sendiri.
Apabila lehernya sampai tergorok oleh pedang tersebut, niscaya habislah riwayat nona itu dan mati dalam keadaan mengenaskan.
Di saat yang amat kritis inilah mendadak terdengar suara bentakan nyaring bergema di dalam ruangan gedung :
"Anak Cu, jangan bertindak bodoh."
Menyusul teriakan itu, tampak sesosok bayangan manusia menerjang keluar dari ruang tengah dan langsung melayang terus di hadapan Liong Siau huan.
Pedang Liong Siau huan yang siap menggorok leher sendiri pelan-pelan diturunkan kembali, dengan air mata bercucuran serunya pedih :
"Oooh... bibi Ngo koh."
Ternyata orang yang barusan munculkan diri adalah Tau Ngo koh,ia memandang sekejap ke arah Liong Siau huan mengangguk lalu katanya kepada Gi liong hujin :
"Hujin, sebuas-buasnya harimau tak pernah ia menerkam anaknya sendiri, apalagi hancurnya istana telaga Gi Liong oh bukan tanggung jawab anak Huan seorang."
Sejak kemunculan Tau Ngo koh, paras muka Gi liong hujin telah berubah hebat, kini dengan wajah dingin ia berkata :
"Ngo moay, apakah kau berniat menghalangi keputusan ku ini"
Tahukah kau akan peraturan yang berlaku dalam perguruan Gi liong bun kita ini?"
"Berbicara menurut peraturan yang berlaku dalam perguruan kita, kesalahan anak Cu belum sampai diancam dengan
hukumanmati, lagi pul..."
"Apa lagi yang hendak kau katakan?" tukas Gi liong hujin.
"Lagi pula hujin turut bertanggung jawab atas terjadinya peristiwa ini."
"Bagus sekali, kau berani menuduh aku juga?"
"Budak tak berani menuduh hujin dengan hal yang bukan-bukan, tapi benarkah hujin mengatakan tak tahukalau si Sastrawan bisu tuli telah memasuki istana Gi liong kiong?"
"Seandainya aku tahu lantas kenapa?"
"Andaikata hujin mengetahui akan kedatangannya, maka kau wajib untuk menghalanginya, mengapa kau tidak segera menampilkan diri" Dengan kemampuan yang dimiliki anak Huan bagaimana mungkin ia mampu membendung kemampuannya?"
"Sebenarnya aku mempunyai persiapan yang lain, tapi sayang budak itu sudah merusak semua rencana besarku."
Kontan saja Tau Ngo koh tertawa dingin.
"RENCANA BESAR APA SIH YG DAPAT kelabui diriku?"
"Apa pula yang telah kau ketahui?"
Tau ngo koh mendengus : "Hmmm apalagi rencanamu kalau tidak bermaksud hendak menggunakan kesucian tubuh anak Huan untuk merangkul binatang tersebut ke pihak mu" Hujin mengapa kau tidak berpikir kembali dengan seksama, terutama dalam peristiwa Chin Soat hong tempo hari, bukankah dia pun tewas disebabkan rencana besarmu?"
Begitu perkataan itu diutarakan, Li Peng tak sanggup menahan diri lagi, tiba-tiba ia meloloskan pedangnya dari sarung dan menerjang maju ke muka.
"Nenek sialan," bentaknya sambil menuding dengan menggunakan pedangnya, "ternyata kau adalah musuh besar pembunuh ibu ku!"
Mendadak Gi liong hujin mendongakkan kepalanya lalu tertawa terbahak-bahak :
"Haaahhh, haaahh, haaahhh, budak cilik siapakah kau" Mengapa kau mencari gara-gara dengan ku?"
"Aku bernama Li Peng, putri dari Chin Soat hong yang mati kau celakai, sekarang tentu kau sudah paham bukan?"
Kembali Gi liong hujin tertawa terbahak-bahak :
"Haaahhh, haaaahhh, haaaahhh, Li Peng, seharusnya kau menggunakan nama marga Cu bukan?"
"Hmmm, kesemuanya ini tak lain adalah berkat siasat busukmu itu," seru Tau Ngo ko ketus, "gara-gara mendendam kepada Li Keng goan atas sebuah pukulannya, kau telah mengorbankan isterinya untuk menjadi mangsa Cu Bu Ki, kau yang telah menanamkan bibit permusuhan ini."
Belum habis perkataan itu diutarakan, mendadak Gi liong hujin mengayunkan jari tangannya ke muka, segulung desingan angin tajam langsung menyerang tenggorokan Tau Ngo koh.
Diiringi suara dengusan tertahan, tewaslah Tau Ngo koh seketika itu juga.
Melihat dayangnya telah tewas, Gi liong hujin kembali tertawa terbahak-bahak :
"Haaaaahhhh... haaaaahhhh... haaaahhhh... budak sialan, tak nyana begitu banyak persoalan yang kau ketahui. Nah sekarang akan ku lihat apakah kau bisa banyak bacoat lagi tidak?"
Menyaksikan kejadian ini, Li Peng segera memperketat pedang dalam genggamannya sambil membentak nyaring, lalu tubuhnya menerjang ke depan sambil melancarkan sebuah tusukan.
Sekali lagi Gi liong hujin tertawa tergelak :
"Budak sialan, gampang sekali kalau kau ingin mampus secepatnya!"
Di tengah gelak tertawa nyaring, mendadak ia lancarkan sebuah pukulan ke muka, segulung tenaga serangan yang maha dahsyat segera menyambar cepat.
Tampaknya Li Peng segera akan tewas bila tersapu oleh serangan itu, di saat yang amat kritis inilah mendadak dari sisi arena menyambar datang segulung tenaga serangan yang menghantam ancaman tersebut hingga miring ke samping, lalu kedengaran seseorang membentak keras :
"Teng Bong ciu! Setelah kau bunuh yang tua, apakah akan melukai pula yang muda" Benar-benar hati mu amat keji..."
Di antara kelebatan bayagnan manusia, tampak empat lima orang telah melayang turun ke tengah arena.
Ternyata mereka adalah si rase sakti Li Keng kiu, kakek cebol berjalan di bawah tanah Kong Sun Swan dan lain-lainnya.
Begitu menampakkan diri,mimik wajah Li Keng kiu nampak berubah jadi begitu mengerikan, seakan-akan telah berubah menjadi seseorang yang lain.
Seluruh rambutnya pada berdiri kaku bagaikan landak, matanya melotot penuh kegusaran, diawasinya wajah Gi liong hujin tanpa berkedip.
Selang beberapa saat kemudian ia baru berkata dengan suara dingin :
"Teng Bong ciu, setelah mencari selama sepuluh tahun, tak ku nyana ternyata kau bersembunyi disini."
Gi liong hujin sendiri pun nampak agak terkesiap setelah menyaksikan kemunculan beberapa orang itu, segera ia tertawa seram setelah mendengar perkataan ini, ujarnya :
"Kalau begitu, kau si rase tua belum berhasil melatih diri menjadi siluman."
"Teng Bong ciu, hutang piutang kita harus diperhitungkan sekarang."
Gi liong hujin tertawa : "Justeru untuk membuat perhitungan dengan mu, aku jauh-jauh datang ke wilayah Biau ini."
"Apakah kau bukan lagi bersembunyi?" sindir si kakek cebol cepat-cepat.
Kembali Gi liong hujin tertawa :
"Hey cebol, tampaknya kebinalan mu masih saja seperti dulu, memang dulunya aku memang lagi menyembunyikan diri, tapi setelah si penagih hutangnya datang kemari, masa aku dapat menyembunyikan diri lagi?"
"Hari ini adalah saat ajalmu, hayo cepat serahkan nyawa anjing mu itu," seru Li Keng kiu lagi.
"Ooo, tak bakal segampang itu," Gi liong hujin tertawa, "sudah tiga puluh tahun lamanya aku bercokol di wilayah Biau ini, kalau mesti menyerah dengan begitu saja, bukankah pengorbanan ku selama ini jadi sia-sia belaka?"
Kembali Li Peng mendengus dingin :
"Hmmm kalau memang begitu, hayo tunjukkan sampai dimanakah kemampuan yang kau miliki!"
Mendadak Gi liong hujin melompat bangun sambil
menghentakkan toyanya,lalu berseru dengan suara dingin :
"Asal kalian sanggup menghadapi permainan toya ku ini, tentu saja aku pun akan memberikan suatu pertanggungjawab kepada mu."
Belum habis perkataan itu diutarakan, mendadak dari belakang tubuhnya menyilang keluar Sie Tay koh dan To ji koh dari lima dayang bukit serigala sambil memberi hormat kepada Gi liong hujin seraya katanya :
"Hujin hutan darah bayar dengan darah sumoay tewas di ujung pedang bocah keparat she Sik ini, bagaimana pun jua hutang berdarah ini harus dituntut balas."
Gi liong hujin termenung sebentar lalu sahutnya :
"Dalam keadaan demikian,aku pun tak akan memperdulikan perbuatan kalian lagi Kalau toh kamu ingin membalas dendam, lakukanlah menurut suara hatimu."
Mendengar ucapan mana, dengan cepat kedua orang perempuan itu membalikkanbadan dan bentaknya kepada Sik Tiong Giok :
"Bocah keparat, kami berdua dengan sepsang gelang kiu kion ghuan ingin minta petunjuk akan ilmu pedang mu yang maha dahsyat itu..."
Sambil berkata mereka berdua segera memencarkan diri ke kiri dan kanan sambil meraba pinggang masing-masing.
'Criiing... ! Criiiing...!'
Diiringi suara dentingan nyaring, mereka meloloskan dua buah gelang Kiu Kiong huan.
Diam-diam Sik Tiong Giok memperhatikan bentuk senjata yang aneh tersebut dengan seksama, ternyata benda itu terbuat dari baja asli yang memancarkan sinar tajam, semuanya terdiri dari sembilan buah gelang besar yang bersambung satu sama lainnya.
Tiap gelang terdapat empat buah sudut berduri yang tajam hingga sekilas pandangan bentuknya mirip sekali dengan seekor ular aneh yang berduri tajam.
Ia mengetahui bahwa dua orang dayang dari bukit serigala ini dulunya adalah perampok perempuan kenamaan dari dunia persilatan, dimana pada akhirnya telah ditaklukkan oleh ayah angkatnya, ini berarti ilmu silat yang mereka miliki telah mencapai tingkatan yang luar biasa.
Sadar akan kemampuan lawan, tentu saja ia tak berani bertindak secara gegabah.
Maka setelah mundur selangkah ke belakang, pedangnya segera diloloskandari sarung, setelah itu katanya sambil tertawa :
"Kalian berdua adalah angkatan tua, karena itu Sik Tiong Giok tak berani bersikap kurang ajar, silahkankamu berdua melancarkan serangan terlebih dulu."
"Bocah keparat," dengus To Ji koh penuh amarah, "tak usah banyak ngebacot lagi. Sambutlah seranganku ini!"
Di tengah bentakan itu ia menyambar pingang lawan dengan mempergunakan jurus ikat pinggang kemala melilit pinggang.
"Serangan bagus!" bentak Sik Tiong Giok keras-keras.
Pedangnya langsung membabat ke arah senjta gelang kiu kiong huan lawan dengan menggunakan jurus menggantung terbalik genta emas.
Serta merta To Ji koh memutar pergelangan tangannya dengan merubah gerak serangannya menjadi jurus rajawali emas pentang sayap.
'Criiiinggg...!' Gelang kiu kiong huan nya digetarkan sampai lurus bagaikan sebatang penah, lalu dengan jurus naga hitam menembusi pagoda, langsung tusuk tubuh bagian tengah Sik Tiong Giok.
Pada saat itulah Sie hay koh bertindak pula dengan
mengayunkan senjata gelang kiu kiong huan nya melancarkan sebuah sapuan.
Tampak dua buah gelang baja itu bagaikan naga beracun yang sedang menari di tengah udara seraya menimbulkan suara desingan angin tajam yang mengerikan hati.
Sik Tiong Giok sama sekali tidak menjadi gugup atau gelisah, dengan gerakan naga sakti membalik badan, dari kiri ia berputar kencang ke
arah kanan seperti hembusan angin puyuh, hal ini membuat ancaman kedua buah senjata gelang lawan mengenai sasaran yang kosong. Menyusul kemudian tubuhnya berputar mengikuti gerakan itu pedangnya memancarkan serangan lewat belakang punggung dengan jurus angin angin sejuk memancar luas, ujung pedangnya seperti semburan lidah ular beracun balik menusuk kepada Sie Tay koh. Merasakan datangnya desingan angin tajam dari belakang tubuhnya, cepat-cepat Sie Tay koh mengeluarkan jurus 'bunga bwe rontok ke tanah' untuk merendahkan tubuhnya secara tiba-tiba guna menghindari ujung pedang lawan lalu gelang Kiu Kiong huan-nya berputar kencang dan menyambar ke belakang dengan jurus pohon tua menyebarkan akar.
Sik Tiong Giok tidak menunggu sampai serangan lawan tiba untuk memutar badannya dengan cepat dengan jurus 'awan panas memanggang sang surya' dia tusuk tenggorokan To Ji koh.
Dalam waktu singkat ke tiga orang itu sudah terlibat dalam suatu pertarungan yang seru, makin lama bertarung suasana semakin berbahaya.
Di antara sepasang senjata gelang yang menari-nari menciptakan bianglala panjang yang melingkar, dari kejauhan nampak seperti dua ekor ular beracun yang sedang mengerubuti seekor naga hijau, kilauan cahaya tajam membuat pandangan mata terasa amat silau.
Dalam pada itu sambil menghentakkan tongkatnya, Gi liong hujin telah terjun pula ke dalam arena.
Pada saat itulah, mendadak dari kerumunanorang banyak kedengaran seseorang berseru dengan suara lantang :
"Sejak terkurung dalam telaga Gi Liong oh, baru hari ini aku berhasil membebaskan diri dari kurungan, aku benar-benar merasa amat dipecundangi oleh mu, karenanya aku harus merasakan kelihayan ilmu silat mu sebelum menerima keadaan ini dengan perasaan lega."
Tatkala Gi liong hujin berpaling ke arah berasalnya suara itu, tampak seorang hwesio yang tinggi besar telah munculkan diri dari balik kerumunan orang banyak, dalam sekilas pandangan saja segera ia kenali oran gitu sebagai Liau it taysu dari Siau lim si.
Sambil tersenyum segera ujarnya :
"Pantangan yang terberat bagi seorang pendeta adalah sesumbar, aku lihat latihan mu masih kurang sempurna."
"Tak usah ngaco belo tak karuan," teriak Liau it taysu dengan penuh amarah, "dengan tipu muslihat kau memancing kedatangan ku kemari, lalu memperlakukan diri ku seperti tawanan. Hmm, sakit hati ini tak akan terlampiaskan sebelum ku bunuh diri mu untuk melenyapkan bibit bencana bagi seluruh umat persilatan."
"Aku rasa kau masih bukan tandingan ku!" jengek Gi liong hujin sinis.
Tiba-tiba dari kerumunan orang banyak muncul lagi dua orang manusia yang serentak berseru bersama :
"Kami berdua pun hendak membalas dendam atas kejadian ini!"
Dengan cepat nenek itu mengenali ke dua orang lawannya sebagai si telapak tangan raksasa Pit It hiong dan si tangan suci Thian bin.
Ke dua orang jago ini sama-sama termashur dalam dunia persilatan karena ilmu pukulan tangan kosongnya, oleh sebab itu belum pernah mereka mengempol senjata.
Gi liong hujin segera tertawa tergelak.
"Haaaaahhh.... haaaahhh... haaaaahhhh... biar pun kalian bertiga bekerja sama untuk mengerubuti ku, rasanya masih sulit untuk menghadapi lima jurus serangan ku. Tapi, baiklah akan ku beri suatu keberuntungan untuk kalian, kalian akan ku hadapi dengan tangan kosong saja agar kalian bisa kalah dengan perasaan amat puas."
Sesungguhnya kepandaian andalan dari Liau it taysu adalah permaian toya Po hiong Ciang tapi berhubung senjata toya nya sudah terjatuh di tengah sungai Yang cu kang tempo hari, kini dia harus menghadapi lawannya dengan telapak tangan kosong belaka.
Sambil menggosok-gosok sepasang tangannya ia pun berseru sambil tertawa :
"Yaa, begitu baru adil namanya :
Diam-diam hawa murninya dihimpun dengan jurus
'mempermainkan alat pie pa'. Ia lancarkan sebuah sapuan kilat ke depan.
Gi liong hujin tersenyum, tiba-tiba ia maju selangkah ke muka kemudian dengan jurus 'melintangkan tubuh menghajar harimau'
dia lepaskan sebuah bacokan maut menghantam jalan darah Hoa kay hiat di ubun-ubun Liau it taysu secara ganas.
Liau it taysu tidak menyangka kalau tenaga serangan lawan begitu keras dan kuatnya, ia tak berani menyambut dengan kekerasan, mendadak tubuhnya berputar kencang lalu
menggunakan gerakan Thi bun soh dia tangkis datangnya ancaman tersebut.
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siapa tahu Gi liong hujin merubah jurus serangannya di tengah jalan, badannya menyelinap ke belakang punggung Liau it taysu lalu merendah ke bawah sambil melepaskan tinjunya menghajar pungung Liau it taysu.
Menangkap desingan angin tajam mengancam dari belakang, Liau it taysu segera membalikkan badan dan menangkis ancaman tadi dengan sepasang telapak tangannya yang mengeluarkan jurus 'ayam emas merentang sayap'.
Di dalam anggapannya, seampuh-ampuhnya lawan toh tak lebih hanya seorang nenek, itu berarti tenaga getarannya tentu bsa melumpuhkan sepasang pergelangan tangannya atau paling tidak bisa mendesaknya mundur sejauh beberapa depa.
Melihat kejadian ini, Gi liong hujin segera mendengus dingin, mendadak ia merubah jurusnya menjadi 'tangan tunggal membelah cadas', dengan menghimpun tenaga dalamnya yang ampuh, ia bacok dada lawan keras-keras.
Padahal sepasang tangan Liau it taysu sedang dipentangkan untuk membendung ancaman yang datang, ia segera sadar kalau gelagat tidak menguntungkan begitu tangkisannya mengenai sasaran yang kosong.
Tapi sebelum ia sempat berbuat sesuatu, tahu-tahu segulung desingan angin tajam telah menghimpit batok kepalanya kuat-kuat.
Liau it taysu mencoba untuk menangkis dengan tangannya, siapa sangka Gi liong hujin jauh lebih licik, menggunakan kesempatan baik yang tersedia telapak tangan kanannya segera menerobos ke muka sambil bentaknya keras-keras :
"Roboh kamu!" Sekali lagi tangkisan dari Liau it taysu mengenai sasaran yang kosong, sementara dia masih tertegun, desingan angin tajam telah menyergap dadanya.
Dalam keadaan begini ia berusah keras untuk menangkis, sayang sekali keadaan sudah terlambat kali ini.
'Blaaaaammmm!' Diiringi suara benturan yang amat keras, tubuh Liau it taysu yang tegap dan kekar itu tak mampu menahan serangan yang tiba, ia terdorong mundur sejauh tujuh delapan langkah dan roboh terjengkang ke atas tanah, sementara cucuran darah segar meleleh keluar dari mulut serta hidungnya.
Bersama waktunya dengan robohnya Liau it taysu, kedengaran pula dua kali jeritan ngeri bergema memecahkan keheningan.
Ternyata Sie Toa koh dan To Jie koh telah dibacok oleh Sik Tiong Giok tepat mengenai dada serta lambungna, tak ampun daarah segar memancar keluar dengan derasnya.
Tak terlukiskan rasa gusar Gi liong hujin setelah menyaksikan kejadian itu, dengan suara menggeledek ia membentak :
"Boah keparat, begitu keji perbuatan mu, apakah kau lupa akan budi mereka yang pernah menyusuimu di masa kau masih kecil dulu" Hmmm, jangan kabur kau!"
Di tengah bentakan nyaring, tubuhnya menerjang maju ke muka.
Tiba-tiba tampak sesosok bayangan manusia berkelebat lewat dan menghadang jalan perginya seraya membentak :
"Teng Bong ciu, kau jangan mengurusi kesalahan orang lain saja, periksa dulu kejahatan apa sajayg telah kau lakukan selama ini."
Melihat orang yang menghalangi jalan perginya adalah si Rase sakti Li Keng kiu, Gi liong hujin menjadi amat gusar, segera bentaknya keras-keras :
"Baik, hutang piutang kita memang harus diselesaikan sampai impas!"
"Kalau begitu siapkan saja senjata mu, aku tak biasa bertarung dengan tangan kosong melawan seorang wanita."
Sementara pembicaraan masih berlangsung ia telah mencabut keluar sebuah senjata kipas berangka tembaga.
Gi liong hujin sama sekali tidak mengucapkan sepatah kata pun, ia membalikkan badan dan menyambar tongkat sendiri, lalu sambil memutar tubuh ia mendesak ke muka dan menghantam batok kepala si Rase sakti Li Keng kiu dengan jurus 'membacok robek bunga bwee'.
Rase sakti Li Keng kiu membalikkan tubuh sambil menggetarkan kipasnya ke muka, 'Sreeeett...!' dengan jurus ular putih menyemburkan lidah ia totok sikut Gi liong hujin secara ganas.
Serta merta Gi liong hujin bergerak mundur selangkah, sambil memutar toyanya, dengan ujung senjata yang lain dia cekat dada si rase sakti dengan menggunakan jurus jarum emas menusuk ular.
Secepat kilat si Rase sakti LiKeng kiu memutar senjata kipasnya membentuk satu lingkaran, kali ini dia totok urat nadi di tubuh lawan.
Dengan cepat Gi liong hujin menarik toyanya sambil menggeser kaki kanannya ke samping, lalu dengan menggunakan jurus 'ji long memikul bukit' ia lepaskan sebuah sapuan ke depan.
Si Rase sakti Li Kengkiu mendesak maju ke muka, tangan kanannya didorong ke muka melepaskan pukulan, sementara kipasnya dengan jurus 'memeluk tubuh kim long' menyambar ke sisi kanan.
'Traaaangg...!' Di antara dentingan nyaring, meletuplah bunga api ke tengah angkasa.
Akibat dari bentrokanini, Li Keng kiu merasakan pergelangan tangannya kaku dan kesemutan, sebaliknya Gi liong hujin tergetar mundur sampai sejauh tiga depan, untuk sesaat mereka berdua sama-sama berdiri tertegun.
Mendadak Gi liong hujin menggertak gigi sambil mendengus, toyanya kembali diputar menciptakan selapis bayangan toya yang membawa desingan angin yang menderu-deru.
Si Rase sakti Li Keng kiu tidak ambil pusing, kipasnya diputar kencang sambil dikombinasikan dengan gerakan tubuhnya yang enteng bergerak kian kemari mengikuti ancaman senjata toya lawan, kecepatan dan kehebatannya sungguh mengagumkan.
Dalam waktu singkat ke dua orang itu sudah terlibat dalam suatu pertarungan yang sengit, sukar untuk membedakan lagi mana lawan dan mana kawan, yang terlihat hanya dua gulung bayangan abu-abu yang saling bergumul di tengah arena.
Dalam waktu singkat pertarungan telah berlangsung tujuh delapan puluh gerakan lebih, dengan kemampuan silat mereka yang berimbang alias setali tiga uang, sukar rasanya untuk menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah dalam pertarungan itu.
Lambat laun Gi liong hujin sudah tak dapat membendung rasa sabarnya lagi, mendadak ia membentak keras :
"Li Keng kiu sambutlah tiga puluh jurus serangan toya ku lagi..."
Di tengah bentakan keras gerak serangan toyanya berubah, secara tiba-tiba di antara perputaran yang tajam terasa serangan kian lama bertambah gencar, sekejap kemudian si Rase sakti Li Keng kiu telah terdesak mundur sejauh tiga empat langkah lebih.
Si Rase sakti Li Keng kiu segera mendengus dingin :
"Hmmm Teng Bong ciu ke tiga puluh jurus serangan mu ini belum terhitung suatu kepandaian silat yang luar biasa."
Menyusul ucapan tersebut tubuhnya menyelinap ke belakang punggung Gi liong hujin kemudian kipasnya disodok ke depan langsung menotok jalan darah Mia bun hiat.
Tiba-tiba saja Gi liong hujin melangkah maju setindak lalu bertekuk pinggang sambil berputar, toyanya dengan jurus
'harimau tidur di muka pintu' berbalik menyambar ke kanan dan mengancam iga kanan lawan.
Ujung kaki si Rase sakti segera bergeser ke depan sementara tubuhnya berputar kencang bagaikan gangsingan, kembali kipasnya menyodok ke ujung toya lawan dengan jurus 'naga bali ke samudra'.
'Trraaaangg...!' Dalam bentrokan kali ini Gi liong hujin kena digetarkan sampai mundur sejauh dua langkah.
Menyusul kemudian si Rase sakti mengeluarkan lagi sebuah jurus
'awan tebal bertumpuk-tumpuk' dengan mengembangkan senjata kipasnya lebar-lebar lalu menyodok ke muka.
Waktu itu tubuh Gi liong hujin baru saja sedang terdesak mundur ke belakang dan senjata toyanya belum sempat kembali, ini berarti pertahanan muka sama sekali terbuka.
Tak terlukiskan rasa kaget yang mencekam perasaannya setelah melihat pihak lawan menyergap lebih ke muka,ia bermaksud berganti gerakan untuk membendung datangnya ancaman
tersebut, tapi sayang keadaan sudah terlambat.
Dalam keadaan begini terpaksa ia harus menggertak giginya kencang-kencang sambil meneroboskan tangan kanannya ke depan, sementara tubuhnya miring ke arah samping.
Akibat dari gerakan mana tubuh si Rase sakti Li Keng kiu kena tertumbuk hingga bergeser sejauh dua tiga depa lebih.
Tapi begitu mundur si Rase sakti Li Keng kiu mendesak maju lagi ke muka, tubuhnya miring ke samping dengan jurus 'naga sakti melejit' lalu kipasnya dirapatkan dan menyodok ke dada Gi liong hujin melancarkan sebuah totokan.
Cepat-cepat Gi liong hujin membuang tubuh kanannya ke samping sambil menarik dadanya ke dalam, dengan jurus 'air mengalir membawa sampan' ia menghindarkan diri dari sodokan kipas lawan yang mengancam ke arah dadanya.
Si Rase sakti Li Keng kiu tertawa dingin, mendadak ia menarik kembali pergelangan kanannya ke belakang, lalu senjata kipasnya dilontarkan ke belakang, dengan jurus 'mengebaskan baju mengebut debu' yang persis mengancam jalan darah kwan goan hiat di tubuh Gi liong hujin.
Tiba-tiba saja Gi liong hujin merasakan dadanya bergetar keras seperti kena tertindih oleh benda yang beratnya mencapai ribuan kati hingga membuat napasnya sesak dan amat menderita.
Kejadian ini kontan saja membuatnya berpekik penuh amarah, toyanya segera disiapkan untuk beradu jiwa dengan lawan.
Pada saat itulah mendadak erdengar suara pekikan bangau dari tengah udara.
Kemudian tampak seekor burung bangau putih yang amat besar dengan membawa seseorang di punggungnya melayang turun ke bawah dan persis hinggap di antara ke dua orang tersebut.
Dari punggung burung bangau itu melompat turun seorang kakek yang kecil lagi ceking, kepada si Rase sakti Li Ken gkiu segera ujarnya sambil tertawa :
"Hey siluman rase hitam,sudah lama kita tidak bersua."
Melihat si pendatang adalah kakek bangau sakti An Ling, si Rase sakti Li Keng kiu segera tertawa dingin :
"Saudara An, kedatangan mu memang tepat pada saatnya, sekali pun kalian tiga kakek dari Im thia datang semua pun aku tak akan melepaskan budak tua itu dengan begitu saja."
Gi liong hujin sendiri pun merasa amat terkejut setelah menyaksikan kemunculan An Ling disitu, apalagi setelah mendengar perkataan dari Si Rase sakti Li Keng kiu, sambil mendengus dingin segera serunya :
"Li Keng kiu, kau tak usah mengibul, bila pertarungan ini dilanjutkan lebih jauh, masih belum diketahui siapa yang lebih unggul di antara kita berdua."
Si kakek bangau sakti sama sekali tidak mengubris ocehan tersebut, kepada Li Keng kiu kembali ujarnya sambil tertawa :
"Orang bilang serigala paling licik dan banyak curiga, apakah kau pun mulai mencurigai orang macam serigala" Sudahlah, kau tak perlu gelisah, pokoknya peristiwa tersebut tentu akan diselesaikan secara tuntas."
Si Rase sakti Li Keng kiu mendengus.
"Hmmm, aku cukup mengetahui akan watak dan cara kerja kalian tiga sesepuh dari Im thian, ingin kulihat bagaimana cara mu untuk menyelesaikan persoalan ini."
Baru selesai ia berkata, tiba-tiba dari kerumuman jago kedengaran seorang berteriak :
"Hey siluman rase, kau jangan menuduh orang baik dengan hal yang bukan-bukan, aku Sin Bun toh tak pernah selangkah pun meninggalkan dirimu?"
"Hmm, siapa tahu kalau hal ini pun merupakan bagian dari siasat bagus yang sedang kalian laksanakan?"
Melihat si Rase sakti Li Keng kiu belum mau memberikan pengertiannya, si kakek bangau sakti pun tidak menggubrisnya lebih jauh, kepada kakek naga langit Sin Bun, tanyanya kemudian :
"Toako, setelah bertemu kau, pokoknya kau tak boleh mengangguk saja di dalam persoalan ini."
"Apalagi yang kau kehendaki dari diriku?" tanya kakek naga langit kemudian sambil tertawa.
Kakek bangau sakti segera menuding ke arah Gi liong hujin sambil ujarnya :
"Kita harus membereskan peristiwa yang menyangkut dirinya sampai tuntas."
Dari nada pembicaraan yang berlangsung barusan, sadarlah Gi liong hujin bahwa ancaman maut telah berada di depan mata, dalam keadaan demikian biarpun ilmu silatnya lebih hebat pun jangan harap bisa meloloskan diri dari kepungan begitu banyak jago lihai secara gampang.
Tanpa terasa ia pun berpikir :
"Selama gunung nan hijau mengapa harus takut kehabisan kayu bakar" Lebih baik aku mengambil langkah seribu."
Baru saja ia bersiap-siap untuk angkat kaki dari situ mendadak terasa desingan angin tajam menderu dari tubuhnya, ketikaia berpaling dan melihat apa yang terjadi, hatinya menjadi terkesiap sekali.
Ternyata di belakang tubuhnya telah berdiri berjejer tiga orang, mereka tak lain adalah tiga sobat dari bukti Leng san yang terdiri Song hee lojin, Pek im lojin dan Ku tiok lojin.
Melihat kehadiran tokoh-tokoh persilatan yang begitu tangguh, Gi liong hujin jadi keder sendiri, ujarnya kemudian dengan suara dingin :
"Sungguh tak disangka, gara-gara urusan ku si nenek ternyata harus mengusik ketenangan dari Leng san sam yu."
Siong hee lojin tersenyum.
"Yaa, siapa suruh pengacauan yang kau lakukan sudah kelewat batas, sejak kemunculan Cu Bu Ki di dalam dunia persilatan ku duga di belakang layar tentu ada dalangnya, sungguh tak ku sangka dalangnya ternyata adalah kau!"
"Siapa yang semula kau duga?" tanya Gi liong hujin.
"Pada mulanya aku masih mengira si serigala tua sedang membuat ulah, tapi setelah bertemu dengan saudar Li dan budaknya si anak Peng, aku baru memahami seluk beluk persoalan dan segera menduga kau lah yang menyebabkan kesemuanya ini."
Kemudian setelah menghela napas panjang, kembali dia berkata
: "Darah sudah berceceran menggenangi permukaan dunia persilatan, mayat pun banyak bergelimpangan di tengah pegunungan yang sepi, mengapa ulah mu jadi makin menggila"
Aaaai..." "Aku dapat berbuat begini karena aku benci kepada seluruh manusia yang ada di dunia ini."
Siang hee lojin segera tertawa.
"Tapi kini justru semua orang di dunia ini yang membenci mu, apa gunanya?"
"Aku memahami akan persoalan ini, karenanya pesanggrahan Lei hun piat sut ku titipkan sementara waktu kepada mu, nah sampai jumpa lagi di lain waktu!"
Di tengah pembicaraan tersebut tubuhnya segera melejit ke tengah udara, lalu dengan gerakan 'burung walet terbang melintas' melejit sejauh epat lima kaki dari tempat semula.
Si rase sakti Li Keng kiu tentu saja tak akan membiarkan lawannya kabur dengan begitu saja, ia segera membentak keras
: "Bajingan perempuan tua, mau kabur kemana kau?"
Sambil membentangkan senjata kipasnya lebar-lebar, ia bersiap sedia melakukan pengejaran.
Buru-buru Siong hee lojin menghalanginya dan berkata sambil tertawa :
"Li lote, kau tak usah terburu napsu, dia tak bakal lolos."
Belum habis perkataan itu diucapkan, Gi liong hujin sudah berada sepuluh kaki lebih dari posisi semula.
Dalam pada itu Leng san sam yu mau pun kakek bangau sakti sekalian masih tetap berdiri tak bergerak di tempat semula, tentu saja kejadian ini sangat mencengangkan semua orang sehingga tanpa terasa sama-sama berpikir :
"Heran, sebenarnya kawanan jago ini berdiri netral tanpa membantu salah satu pihak ataukah seperti juga manusia awam pada umumnya, saling membentuk grup sendiri" Bila Gi liong hujin dilepaskan begitu saja, bukankah di kemudian hari akan menimbulkan banyak kesulitan dan badai kekacauan lagi?"
Sementara semua orang masih berpikir, mendadak dari belakang sebuah batu cadas telah muncul dua sosok bayangan hitam yang menghadang jalan pergi Gi liong hujin sambil membentak :
"Hujin, harap berhenti dulu!"
Ketika Gi liong hujin berpaling, ia segera kenali mereka berdua sebagai dua manusia jelek dari Szuchuan, maka sambil mendengus dingin umpatnya :
"Apakah kalian berdua pun bermaksud untuk menghalangi jalan pergi ku?"
Tongkatnya dengan jurus 'angin kencang menyapu daun'
langsung disambarkan ke pinggang kedua orang itu.
Si menantu berwajah jelek Huan Sim segera menghindarkan diri ke samping sambil bentaknya :
"Hujin, aku Huan lotoa sedang melaksanakan perintah, bila kau bermain kasar terus, jangan salahkan kalau aku akan bertindak tanpa sungkan-sungkan lagi."
Gi liong hujin tahu bahwa ilmu silat yang dimiliki dua manusia jelek dari keluarga Huan memiliki ilmu silat yang luar biasa, walaupun ia tak perlu kuatir menderita kekalahan total bila bertarung melawan mereka tapi baginya melarikan diri adalah masalah terpenting untuk saat ini.
Berpendapat demikian dia segera memutar toyanya pura-pura melancarkan sebuah serangan dahsyat ke arah si menantu berwajah jelek namun kakinya segera berputar kencang bagaikan gasingan dan menggunakan jurus 'lebah emas memainkan putik'
dia kabur menuju ke arah selatan.
"Hendak kabur kemana kau?" bentak dua manusia jelek itu dengan penuh kegusaran.
Menyusul bentakan itu, dia melakukan pengejaran secara ketat dari belakang.
Pada saat itulah dari balik sebatang pohon besar menyelinap keluar sesosok bayangan manusia yang segera menghadang jalan perginya, ternyata orang itu adalah si kakek cebol berjalan di bawah tanah Kongsun Swan.
Terdengar ia berseru sambil tertawa terbahak-bahak :
"Enso, sudah sejak tadi ku nantikan kedatangan mu, masa baru sekarang kau datang kemari?"
Sementara mulutnya menggoda, tangannya tidak menganggur dengan begitu saja, sepasang telapak tangannya segera didorong ke muka bersama-sama, segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat segera meluncur ke depan bagaikan amukan ombak di samudra.
Menghadapi sergapan yang datang secara mendadak ini, Gi liong hujin segera membuang tubuhnay ke belakang sehingga
punggungnya hampir menempel dengan permukaan tanah,
begitu lolos dari ancaman ia segera berdiri tegak kembali.
Begitu mengetahui siapa yang berada di hadapannya, sambil tertawa terbahak-bahak segera serunya :
"Sungguh tak nyana jago silat yang sudah banyak tahun tak pernah munculkan diri di dalam dunia persilatan pun kini berdatangan semua gara-gara aku si nenek. Hmmm, kalau begitu biarpun harus mati, aku akan mati dengan perasaan bangga."
Kakek cebol berjalan di bawah tanah tertawa tergelak, katanya :
"Haaaah... haaaahhh... haaahh... gampang sekali kalau kau ingin mati, kemarikan batok kepala mu itu, asal ku hadiahkan sebuah pukulan yang gencar, tanggung nyawamu akan melayang."
Gi liong hujin mendengus dingin, tiba-tiba ia melejit ke tengah udara dengan kecepatan tinggi, lalu dengan jurus 'naga terbang berebut mutiara' dia putar toyanya dan membacok batok kepala lawan dengan sepenuh tenaga.
Kakek cebol berjalan di bawah tanah segera merendahkan tubuhnya sambil melompat sejauh beberapa kaki dari posisi semula dengan jurus 'comberet emas melepaskan kepompong', kemudian sambil tertawa terbahak-bahak katanya :
"Ha ha ha ha, apakah enso benar-benar mau berkelahi?"
Begitu gagal dengan serangannya, ujung toya Gi liong hujin menyambar di atas pohon besar.
'Kraaakkk...!' Diiringi suara benturan keras, batang pohon itu patah menjadi dua dan tumbang ke atas tanah, namun pergelangan tangannya pun terasa kaku dan kesemutan.
Pada saat itulah, mendadak terdengar seseorang membentak keras dari belakang tubuhnya :
"Beng ciu! Apakah kau hendak mengumbar keganasan mu itu lebih jauh?"
Gi liong hujin segera berpaling, ia temukan toa suheng dari kakek serigala langit, yaitu kakek naga sakti Sin Bun sedang mengayunkan toya penakluk naganya untuk menghantam batok kepalanya.
Dengan cekatan Gi liong hujin menghindarkan diri ke samping, kemudian bentaknya dengan penuh amarah :
"Toako, apakah kau pun ikut-ikutan memojokkan pososi Bong ciu" Kalau memang begitu jangan salahkan kalau aku akan bertindak kurang ajar kepada mu."
Di tengah bentakan nyaring, toyanya digetarkan ke atas sambil diputar kencang ke belakang, dia langsung menghantam jalan darah penting di dada si kakek naga sakti.
Sebagai seorang jago kawakan, tentu saja kakek naga sakti tahu kalau lawannya sudah mata gelap dan bermaksud hendak adu jiwa, segera tongkat penakluk naganya digetarkan ke atas untuk menangkis datangnya ancaman tersebut.
'Traaangg..!' Begitu sepasang toya saling membentur satu sama lainnya, segera terjadilah suara benturan nyaring yang menimbulkan percikan bunga api.
Berbicara mengenai soal kekuatan tenaga yang dimiliki kedua belah pihak, tentu saja kemampuan yang dimiliki kakek naga sakti jauh lebih hebat daripada kemampuan Gi liong hujin, namun alhasil di dalam bentrokan yang barusan terjadi, ia gagal menggetarkan toya lawan.
Hal ini segera menimbulkan rasa ingin menangnya, sambil mengerahkan tenaga dalam yang lebih hebat, sekali lagi dia melancarkan sebuah bacokan maut ke atas kepala lawan.
Sementar itu Gi liong hujin telah dibuat sangat gusar sampai membara sepasang matanya setelah mendapat rintangan dan hadangan berulang kali dari musuhnya, tanpa memperdulikan sampai dimanakah kemampuan tenaga dalam yang dimiliki, ia segera menyambut datangnya serangan tersebut dengan
kekerasan. Toyanya diputar kencang sambil diayunkan ke muka untuk menyambut datangnya serangan dari toya penakluk naga itu dengan keras melawan keras.
'Traaangg!' Suara benturan keras kembali bergema memecahkan
keheningan, kali ini Gi liong hujin harus mundur sebelum dapat berhenti tegak, sepasang tangannya jadi kaku seperti mau pecah, sedangkan toyanya nyaris terlepas dari genggaman, rasa sakit yang menyerang serasa menyayat hatinya.
Berada dalam keadaan demikian, Gi liong hujin tak berani melanjutkan pertarungannya, ia segera menjejakkan kakinya sekuat tenaga ke atas tanah, kemudian dengan ilmu
meringankan tubuh 'delapan langkah mengejar comberet'
bagaikan sambaran petir cepatnya melarikan diri menuju ke arah timur laut.
Kali ini dia berhasil meloloskan diri dari kepungan, ketika berpaling dan tidak melihat ada orang melakukan pengejaran, dalam hati kecilnya ia bersyukur, pikirnya dengan gemas :
"Hmm, asalkan aku dapat meloloskan diri hari ini, aku bersumpah tak akan memakai nama marga Teng apabila tak mampu
mengobrak-abrik seluruh dunia persilatan.
Belum habis perkataan tersebut diutarakan, mendadak dari belakang tubuhnya kedengaran seseorang menanggapi :
"Semangat yang tinggi, sayang sekali Thian maha pengasih sehingga tak akan memberi ijin kepada mu untuk melakukan ulah semacam ini."
Dengan perasaan terkejut Gi liong hujin segera berpaling, tapi apa yang kemudian terlintas membuatnya sangat terkejut hingga mengucurkan keringat dingin.
Ternyata di atas sebuah batu besar yang terletak tak jauh di belakang tubuhnya, duduklah seseorang yang berambut putih, berwajah segar bagaikan rembulan dan memancarkan sinar kewibawaan yang sangat besar.
Terhadap orang ini boleh dibilang dia mengenali seratus persen, tapi justru orang ini pula yang paling ditakuti olehnya.
Sebab kakek tersebut tak lain adalah kakek serigala langit Sik Thiat kun yang sudah banyak tahun lenyap dari peredaran dunia persilatan.
Dalam terkejutnya, Gi liong hujin berusaha keras untuk menenangkan hatinya, lalu katanya dengan suara dingin :
"Ah, rupanya kau si tua bangka yang tidak mampus-mampus, kenapa kau masih hidup juga di dunia ini?"
Kakek serigala langit tertawa tergelak :
"Haa... haa... haa.. kalau si raja akherat masih segan menerima nyawaku, biarpun aku ingin mampus pun tak ada gunanya. Tapi kau... justru nyawa mu bakal berakhir pada hari ini, mengingat kita pernah jadi suami istri selama banyak tahun, aku pun tak ingin turun tangan sendiri lebih baik habisi nyawa mu sendiri."
Gi liong hujin menghela napas sedih.
"Aaaai, kalau ku dengar dari nada pembicaraan mu itu nampaknya aku sudah tak punya harapan lagi untuk melanjutkan hidup?"
"Hmmm, sudah tahu buat apa pura-pura bertanya lagi?" sahut kakek serigala langit ketus.
"Apakah kau sama sekali tak akan mengingat kehidupan kita sebagai suami istri dulu dengan membantu aku?"
"Justru aku segan turun tangan sendiri karena mengingat kita pernah menjadi suami istri dulu, bagaimana mungkin aku bisa berbuat tindakan yang melanggar kebajikan dengan
membantumu?" Tiba-tiba paras muka Gi liong hujin berubah hebat, setelah mendengus dingin akhirnya dia berkata :
"Baiklah kalau toh harus mati, mari kita mati bersama-sama sebagai suami istri."
Begitu selesai berkata, tiba-tiba tongkatnya diputar kencang lalu dengan mengerahkan segenap kekuatan yang dimiliki dia lancarkan sebuah serangan dahsyat ke atas batok kepala si kakek serigala langit.
Tatkala serangan toya itu tinggal satu depa dari sasarannya, kakek serigala langit miringkan badannya secara tiba-tiba sambil melakukan gerakan menyambar ke arah toya tersebut,
bentaknya dengan penuh amarah :
"Perempuan rendah, apakah kau benar-benar ingin memaksa aku untuk turun tangan?"
Di tengah bentakan tersebut, dengan sekuat tenaga dia melakukan pembetotan.
Termakan oleh tenaga sakti yang memancar keluar dari tubuh kakek serigala langit, toya yang besarnya sekepalan itu seketika patah menjadi dua bagian menyusul kemudian tangan kirinya segera melakukan gerakan mendorong ke muka.
Berada dalam keadaan begini Gi liong hujin tak sanggup lagi untuk berdiri tegak, secara beruntun dia mundur sejauh tujuh delapan langkah dari posisi semula.
Tapi justru dengan peristiwa tersebut bukannya dia jadi mundur ketakutan, Gi liong hujin justru menjadi naik pitam saking malunya, dengan suara menggeledek segera bentaknya :
"Setan mau mampus, aku akan beradu jiwa dengan mu."
Menyusul suara bentakan ini, dia menghimpun segenap tenaga dalam yang dimilikinya dan mendorong sepasang telapak tangannya sejajar dengan dada.
Dengan tindakan tersebut dimana sepasang telapak tangannya didorong kemana dengan sejajar dada maka biarpun ada batu cadas sebesar seribu kati pun niscaya akan terhajar sampai hancur berantakan sesudah termakan serangan tersebut. Apalagi bagi orang jago, kendati pun dia memiliki tenaga dalam yang sempurna bila berani menyambut serangan tersebut dengan kekerasan, bila tidak segera mampus paling tidak akan muntah darah segar dan terluka parah.
Akan tetapi di saat angin pukulan itu menyambar lewat, ternyata kakek serigala langit sama sekali tidak bergeser dari posisinya semula, malah ujung baju pun sama sekali tidak berkibar.
Terdengar kakek serigala langit berseru sambil tertawa terbahak-bahak :
"Ha ha ha, perempuan, dengan sedikit kemampuan yang kau miliki itu, bagaimana mungkin kau bisa melukai ku" Lebih baik habisi sendiri nyawamu itu, daripada setelah mereka berdatangan semua, kau tentu akan tersiksa karena mesti menanggung kematian yang mengenaskan."
Gi liong hujin jadi ragu-ragu setelah mendengar perkataan itu, apalagi dari kejauhan sana sudah kedengaran suara si kakek naga langit sekalian yang mulai muncul di aas tebing, sadarlah dia bahwa kemungkinan untuk hidup sudah makin menipis.
Maka sambil menggertak gigi, ia menerjang ke arah kakek serigala langit sambil mengumpat :
"Baiklah, kau memang seorang berhati keji dan sama sekali lupa dengan hubungan kita sebagai suami istri dulu, setelah mati dan tiba di alam baka nanti, aku tak akan melepaskan kau si manusia tak berperasaan dengan begitu saja."
Habis berkata, ia segera mengangkat telapak tangannya dan dihantamkan ke atas batok kepala sendiri.
'Praaaak... praaak...!"
Diiringi suara dengusan tertahan, kepalanya segera hancur berantakan dengan isi benak berceceran kemana-mana,
tubuhnya yang tanpa nyawa segera tergelepar di atas tanah.
Menyaksikan hal ini, kakek serigala langit mengucurkan air matanya dengan sedih, setelah menghela napas panjang, gumamnya :
"Aaaai... kesemuanya ini gara-gara nama dan kedudukan..."
Dalam waktu singkat kakek naga langit sekalian telah menyusul pula kesana, ketika melihat keadaan Gi liong hujin yang terkapar tak bernyawa lagi di atas tanah, mereka semua terbungkam dalam seribu bahasa...
Kakek serigala langit memandang sekejap rekan-rekannya kemudian berkata kepada si Rase sakti Li Keng kiu :
"Saudara Li, dendam kesumat mu telah terbalas, tentunya kau pun dapat meredakan perasaan mu bukan?"
Si Rase sakti Li Keng kiu membungkam diri sampai lama sekali, selang beberapa saat kemudian ia baru berkata sambil menghela napas panjang :
"Walaupun dalangnya sudah mampus, namun sulit rasanya untuk meredakan rasa dendam di hatiku..."
Belum habis perkataan itu diutarakan, mendadak tampak sesosok bayangan manusia berkelebat lewat, seorang nona berbaju merah telah menerjang sambil pekiknya sedih :
"Oooh ibu..." Kejadian yang berlangsung amat tiba-tiba ini kontan saja membuat para jago menjadi tertegun dan berdiri melongo.
Mendadak satu ingatan melintas dalam benak kakek serigala langit, buru-buru teriaknya :
"Apakah kau adalah anak Ling?"
Nona berbaju merah itu mengangguk, mendadak ia bangkit berdiri lalu dengan air mata bercucuran membasahi wajahnya dan paras muka sedingin es, ia berkata ketus :
"Walaupun perbuatan yang dilakukan ibu ku sepanjang hidupnya belum bisa tertebus dengan kematian, namun kesemuanya ini masih ada sebab musababnya. Ketahuilah dia sendiri pun dipaksa orang untuk berbuat demikian, mengapa kalian tidak pergi mencarinya untuk membuat perhitungan tapi justru memojokkan posisinya" Hmmm, nampaknya kalian manusia-manusia yang menganggap dirinya pendekar sejati tak lebih cuma bernama kosong belaka, terhitung manusia macam apakah kalian itu?"
Perkataan yang diutarakan dengan suara keras dan lantang ini kontan saja membuat para pendekar tua itu sama-sama saling berpandangan dengan wajah tertegun.
Kakek serigala menghela napas panjang :
"Kemarilah anak Ling!"
Nona berbaju merah itu tetap berdiri tegak di tempat semula, dengan pandangan mengawasi para jago tanpa berkedip, ia seolah-olah tidak mendengar suara panggilan tersebut.
Setelah menghela napas panjang, kembali kakek serigala langit berkata :
"Nak, apakah kau hanya tahu mempunyai ibu tapi tidak tahu mempunyai ayah?"
Nona berbaju merah itu ragu-ragu sejenak, kemudian ia baru berjalan menuju ke hadapan kakek serigala langit dan mendekam di dalam pelukannya sambil menangis tersedu-sedu.
Cucuran air mata membasahi wajah kakek serigala langit, dibelainya rambut si nona dengan penuh kasih sayang, lalu katanya :
"Nak,aku tahu hati mu amat sedih, karenanya bila ingin menangis,menangislah dengan sepuas hati."
Dalam pada itu kawanan jago lainnya termasuk juga Siong hee lojin yang jadi pimpinan rombongan, sama-sama menundukkan kepalanya sambil termenung, agaknya mereka sedang menduga siapa gerangan orang yang telah memaksa Gi liong hujin untuk berbuat kesemuanya ini.
Namun dari sekian banyak jago-jago yang berada dalam dunia persilatan dewasa ini, baik dari golongan lurus maupun sesat, mereka tak berhasil membayangkan manusia macam apakah yang berhasil menundukkan Gi liong hujin itu.
"Sebenarnya siapakh orang itu?"
Mendadak nona kecil itu berhenti menangis, sambil angkat kepalanya ia berkata :
"Kalian tak dapat menduga bukan" Dia tak lain adalah Siang Yu wan."
Begitu ucapan tersebut diutarakan, para jago sama-sama menjerit kaget.
"Aah, kau maksudkan Kiu coat lo koay."
Terdengar nona itu berkata lebih jauh :
"Gara-gara bertindak kurang hati-hati, ibu telah salah makan racun jit coat ku cong dimana bila beliau tidak mau menuruti perkataannya, maka asal dia bunyikan gembrengan, niscaya usus ibu akan putus semua yang mengakibatkan kematian yang mengerikan."
Baru saja perkataan tersebut selesai diucapkan, secara lamat-lamat semua orang mendengar suara gembrengan yang
dibunyikan keras-keras...
'Traaaangg...' Ketika semua orang memperhatikan kembali tubuh Gi liong hujin, ternyata jenazahnya telah bergetar-getar dengan sendirinya.
Kontan saja semua orang beruah wajahnya setelah melihat kejadian itu, terlebih kakek serigala langit, rambutnya pada berdiri semua seperti landak, sorot mata yang tajam berkilauan menimbulkan rasa ngeri bagi siapa pun yang melihatnya, dari sini dapat diketahui betapa gusarnya dia.
Cepat-cepat Sik Tiong Giok maju ke depan dan berlutut seraya ujarnya :
"Anak Giok bersedia pergi membunuh manusia jahanam itu, entah dia berada dimana sekarang?"
Nona berbaju merah itu cepat-cepat menerangkan :
"Di belakang bukit ini, di atas tebing Ci im gay terdapat sebuah gua batu, ia sedang menantikan kemunculan kelabang langit."
Sekali lagi semua orang dibikin tertegun dan kaget setelah mendengar perkataanitu, dalam waktu singkat mereka berbisik membicarakan masalah tersebut.
Lama sekali si kakek serigala langit termenung, pelan-pelan dia baru berkata :
"Anak Giok, asal kau mempunyai rasa bakti tersebut, itu sudah lebih dari cukup, aku kuatir kau masih bukan tandingan dari silumantua tersebut."
"Asalkan memiliki tekad untuk melenyapkan siluman tersebut, biar pun bukan tandingan, dengan dukungan sekian banyak cianpwee di belakang ku, apa yang mesti ku kuatirkan lagi?"
Kakek serigala langit segera menghela napas panjang, katanya kemudian dengan penuh kekuatiran :
"Baiklah, bila kau benar-benar tak mampu, gunakan saja ilmu Thian long eng tersebut, entah sampai dimanakah kemajuan yang kau capai dalam ilmu pedang?"
"Aku telah berhasil menguasai ilmu Tay cou cap pwee ta, karenanya aku yakin mampu untuk menghadpinya."
"Baiklah, kalau begitu berangkatlah sekarang juga, aku dan anak Ling akan menantikan kedatanganmu di selat Pia siu sia."
Tiba-tiba kakek naga langit bertanya :
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Losam, mengapa kau tidak pergi ke tebing Ci im gay?"
Kakek serigala langit tertawa getir :
"Sepasang kakiku sudah cacad, gerak gerik ku tak menjadi leluasa, apa gunanya pergi ke situ" Akan ku siapkan perjamuan di selat Pia siu sia untuk menjamu kalian sekembalinya dari sana."
Habis berkata ia segera menyambar tangan nona berbaju merah itu, kemudian meluncur ke depan dengan kecepatan luar biasa, ketika hinggap di atas pohon, di tangannya telah bertambah dua tongkat panjang.
Ketika ia muncul kembali ke permukaan tanah, tubuhnya segera meluncur ke depan dengan kecepatan luar biasa.
Menanti kakek serigala langit telah pergi, para jago baru sibuk mengubur jenasah dari Gi liong hujin.
oooOOOooo TEBING Ci im gay teletak di puncak bukit Pay lau san yang berbentuk hampir tegak lurus lagi pula licin sekali, biarpun seseorang memiliki ilmu silat yang sangat lihay pun belum tentu dapat mendakinya secara gampang.
Tapi di saat itulah tampak sesosok bayangan manusia sedang merambat naik dengan langkah yang tetap dan berhati-hati.
Waktu itu senja telah menjelang tiba, sinar matahari memancarkan sinarnya menerangi atas dinding tebing dan membiaskan aneka warna yang amat menusuk pandangan.
Namun bayangan manusia yang sedang mendaki di atas tebing itu masih saja bergerak naik dengan tiada hentinya.
Lambat laun hari pun menjadi gelap, tampaknya orang itu sudah kehabisan tenaga, maka dia pun berelantungan di sebuah dinding tebing sambil melepaskan lelah.
Selang beberapa saat kemudian rembulan telah muncul di angkasa, sementara bayangan manusia itu telah meneruskan kembali perjalannya mendaki ke atas tebing.
Di bawah tebing tadi berkerumun banyak orang, mereka semua mengawasi ke atas tebing dengan perasaan kebat-kebit karena mereka sedang menguatirkan keselamatan orang yang sedang mendaki tebing itu.
Malam telah lewat, fajar pun hampir menyingsing, angin pagi yang berhembus lewat membuat jari-jari tangan si pendaki itu jadi kaku dan hampir mati rasa, padahal jaraknya dengan puncak tebing itu masih ada belasan kaki lebih.
Mendadak dari atas puncak tebing itu kedengaran saura seseorang yang amat dikenal berteriak keras :
"Aduuh mak, ternyata ada orang sedang mendaki ke atas tebing ini."
"Aku tidak percaya," sahut suara lain dingin, "tak mungkin ada orang bisa mendaki tebing yang ribuan kaki tingginya ini."
TAPI SUARA YG DIKENAL ITU kembali berseru dengan merdu :
"Kalau tidak percaya, yaa sudahlah, siapa sih yang menyuruh kau menaruh kepercayaan atas perkataanku?"
"Budak sialan, bila kau berani cerewet lagi hati-hati kalau kubunyikan gembreng emas ini biar usus mu pada putus dan mati konyol..." ancam suara ketus tadi penuh kegusaran.
"Aku tidak takut mati, kalau ingin dipukul silahkan saja dipukul, tapi kau mesti berhati-hati, bila aku sampai mati, engkoh Giok pasti akan membalaskan dendam bagi kematian ku ini."
Ornag yang sedang mendaki tebing itu menjadiamat girang setelah mendengar ucapan tersebut, buru-buru teriaknya :
"Apakah adik Li ji yang berada di atas" Aku adalah Sik Tiong Giok!"
Dari balik meluk gua di atas tebing segera muncul selembar wajah yang cantik, ternyata orang itu tak lain adalah Huan Li ji.
Setelah menoleh sekejap ke bawah, ia menjadi kegirangan setengah mati, teriaknya dengan gembira :
"Ooooh betul-betul engkoh Giok, cepat naik!"
Sambil tertawa getir Sik Tiong Giok berseru :
"Aku sudah tak mempunyai kekuatan lagi, cepatlah berusaha carikan akal untuk membantuku."
Huan Li ji yang berada di atas kembali berteriak :
"Engkoh Giok sudah lama sekali ku nantikan kedatangan mu, sudah ku duga kau pasti akan datang."
Sementara pembicaraan masih berlangsung, tampak seutas rotan telah dilemparkan ke bawah.
Sambil menghembuskan napas panjang, Sik Tiong Giok segera menyambar tali rotan itu serta menggenggamnya erat-erat.
Mendadak terdengar seorang berseru dengan penuh amarah :
"Budak ingusan, kau betul-betul sudah bosan hidup" Jika kau berani menariknya ke atas aku akan membuat mu mati secara mengenaskan."
Huan Li ji segera mendengus :
"Hmmm kalau aku tak takut mati, mau apa kau" Sebelum engkoh Giok datang saja aku sudah tak takut, apalagi sekarang ia sudah datang, apalagi yang mesti ku takuti?"
Sementara pembicaraan berlangsung Sik Tiong Giok sudah ditariknya sehingga naik tujuh delapan depa.
Agaknya orang itu benar-benar naik darah, mendadak bentaknya dengan suara lantan :
"Bila kau berani menariknya, sekarang juga akan kubunyikan suara gembrengan emas itu."
"Hmm, kalau mau membunyikan gembrengan emas itu silahkan saja, aku mah tak bakal takut," dengus Huan Li ji.
Dengan perasaan mendongkol, gadis itu menarik tali rotan tersebut makin bertenaga sehingga Sik Tiong Giok berhasil ditarik naik setinggi empat lima depa lagi.
Dengan suatu gerakan cepat si anak muda itu segera melompat ke puncak tebing it.
'Traaanggg....' Pada saat itulah terdengar suara gembrengan dibunyikan orang dengan suara yang amat nyaring.
Huan Li ji segera menjerit kesakitan, tangannya menjadi kendor dan tali rotan tersebut terlepas dari genggamannya.
Sik Tiong Giok saksikan Huan Li ji sedang menggertak giginya kencang-kencang sambil menahan rasa sakit yang luar biasa, peluh sebesar kacang kedelai bercucuran keluar dengan derasnya, sambil memegangi perut sendiri ia berjongkok-jongkol, jelas kalau nona itu sedang kesakitan hebat.
Sik Tiong Giok pun mengerti, gadis itu sengaja menggertak gigi sambil menahan sakit karena takut dia terkejut dan terjatuh ke dalam jurang, hal ini membuat perasaan hatinya menjadi sangat terharu.
Mendadak satu ingatan melintas di dalam benaknya, cepat-cepat dia merogoh ke dalam sakunya dan mengeluarkan mutiara tersebut yang segera dijejalkan ke dalam mulut Huan Li ji, kemudian ujarnya dengan sedih :
"Adik ku, mengapa kau?"
Padahal pemuda itu tidak tahu apakah mutiara tersebut dapat digunakan untuk menawarkan racun yang diderita Huan Li ji atau tidak, dia hanya menduga mutiara tersebut paling tidak bisa menahan rasa sakit gadis tersebut untuk sementara waktu.
Siapa tahu mutiara itu justru merupakan musuh utama dari racun Jit coat ku ciong tersebut, begitu mutiara tadi masuk ke dalam mulut Huan Li ji, khasiatnya segera terlihat dengan kentara.
Dalam waktu singkat kesegaran tubuhnya telah pulih kembali, sampil melompat bangun segera serunya sambil tertawa :
"Engkoh Giok, obat apa sih yang kau berikan kepada ku, sungguh luar iasa, ternyata racun Ji coat ku ciong tersebut dapat dipunahkan sama sekali."
Sik Tiong Giok merasa sangat gembira setelah menyaksikan Huan Li ji pulih kembali seperti sedia kala, didorong oleh luapan emosi, mereka berdua segera saling berpelukan dengan eratnya.
Tiba-tiba terdengar seseorang menegur dengan suara dingin :
"Huuh, sepasang laki perempuan yang tak tahu malu, berani amat kalian lakukan perbuatan yang memuakkan itu di hadapan ku."
Namun Sik Tiong Giok dan Huan Li ji sudah tenggelam di dalam lamunan dan perasaan masing-masing, terhadap kata-kata umpatan tersebut sama sekali tidak menggubris atau pun memberikan tanggapan apa pun.
Kembali orang itu membentak dengan suara keras :
"Hmm, berbuat seenaknya tanpa perduli terhadap kehadiran orang lain, aku betul-betul muak oleh ulah kalian berdua."
Mendadak Huan Li ji membereskan rambutnya yang kusut, lalu berkata sambil tertawa :
"Kalau memang merasa muak, pejamkan saja mata mu rapat-rapat, kami toh tak memaksa muu memandanganya."
Tiba-tiba orang itu berseru kaget :
"Hey, mengapa kau belum roboh?"
Kembali Huan Li ji tertawa :
"Selama beberapa hari belakangan ini aku sudah tidur cukup puas, sekarang aku ingin menggerak-gerakkan otot ku serta memperlancar peredaran darah dalam tubuh ku."
'Traaaangg...!' Orang itu segera memukul gembrengan emasnya keras-keras sambil membentak :
"Roboh kau!" Sekali lagi Huan Li ji tertawa cekikikan.
"Bukankah sudah ku katakan sedari tadi, gembrengan emas mu itu sudah tidak memberikan manfaat apa pun sedang aku pun tak sudi menuruti perkataanmu lagi, jika kau tak puas, silahkan memukul gembrengan mu itu beberapa kali lagi."
'Traaang... traaang traaangg!'
Orang itu benar-benar memukul gembrengannya berulang kali, namun Huan Li ji sma sekali tak terpengaruh lagi, malah sebaliknya ia justru tertawa cekikikan.
"Apa yang kau tertawakan?" bentak orang itu keras-keras.
"Hey aneh benar kau ini, masa sampai tertawa pun ingin kau urusi..."
"Siapa sih orang itu" Kenapa bicaranya semau hatinya sendiri?"
Sik Tiong Giok bertanya. "Dialah Kiu coat lo koay yang telah meracuni aku dengan Ji coat ku ciong!"
Mencorong sinar tajam dari balik mata Sik Tiong Giok setelah mendengar perkataan itu, serunya dengan penuh amarah :
"Hey manusia macam apakah kau ini" Beraninya hanya main sembunyi macam cu kura-kura saja. Hmmm! Kalau memang bernyali hayo tunjukkan tampang mu!"
Huan Li ji segera berbisik :
"Pada saat ini dia sedang menggunakan segenap tenaga dalam yang dimilikinya untuk memaksa kelabang langit itu keluar dari guanya, dia tak akan punya waktu untuk banyak ribut dengan kita berdua."
Mendengar perkataan tersebut, Sik Tiong Giok segera berpikir :
"Bukankah kedatangan ku dengan susah payah pun bertujuan untuk mendapat kelabang langit?"
Berpikir sampai disitu, cepat-cepat katanya kepada Huan Li ji :
"Apakah kau punya akal yang bisa memaksanya keluar dari tempat tersebut?"
Huan Li ji memutar biji matanya beberapa kali, dengan alis mengerut dia berkata sambil tertawa :
"Mari biar ku coba!"
Berbicara sampai disini dia segera melompat keluar dari dalam gua.
Tak selang berapa saat kemudian, gadis itu telah muncul kembali dengan membawa seekor ayam hutan serta beberapa potong kayu bakar.
Sik Tiong Giok menjadi tercengang dan tak habis mengerti, segera tanyanya dengan keheranan "
"Buat apa kau membawa kemari benda-benda itu?"
"Bukankah kau hendak memaksa makhluk tua itu agar keluar dari tempatnya?"
"Kau hendak memaksanya keluar dengan mempergunakan benda-benda tersebut?" Sik Tiong Giok masih saja tak habis mengerti.
"Masa kau tak mengerti" Setiap benda makhluk yang ada di dunia ini tentu ada antinya, kelabang paling takut dengan ayam, biar pun aku hanya membawa seekor ayam hutan, toh kelabang tetap akan takut menghadapinya, selainitu makhluk tua amat rakus, apabila kita panggang ayam ini bukan saja si kelabang tak berani keluar, bau harum dari si ayam panggang pun pasti akan memancaing kerakusan makhluk tua tersebut, aku percaya kalau ia tak mampu menahan diri."
Sik Tiong Giok segera tertawa tergelak setelah mendengar uraian tersebut, segera katanya :
"Tak ku nyana kau bisa mendapatkan akal sebagus ini."
Sementara pembicaraan masih berlangsung, Huan Li ji telah membuat api unggun disitu tanpa membersihkan ayam itu dari bulunya lagi, ia segera memanggangnya di atas api.
Tak selang berapa saat kemudian asap teal telah menyebar kemana-mana, bau harum daging panggang pun mendatangkan rasa lapar bagi siapa pun yang mengendusnya.
Tiba-tiba terdengar Kiu coat lo koay yang berada di dalam gua mendehem beberapa kali, kemudian teriaknya :
"Hey apa yang kalian berdua panggang disitu, sungguh menyesakkan napas... Oooo... harumnya!"
Menyusul kemudian terdengar suara langkah kaki manusia bergema makin mendekat dari balik gua muncullah seseorang.
Orang itu berambut merah sepanjang lantai, tangannya yang satu amat panjang melebihi lutu tapi tangan yang satu justru amat pendek, alis matanya tebal dan matanya amat besar, namun hidungnya justru tidak berbatang dan sebaliknya cekung ke dalam, hal ini membuat tampangnya betul-betul mengerikan sekali.
Sambil tertawa Huan Li ji segera berseru :
"Coba kau lihat Kiu coa lo koay telah munculkan diri."
"Nama ini betul sangat aneh, mengapa ia disebut makhluk tua sembilan cacad?"
Huan Li ji tertawa. "Masa kau tidak mengerti soal ini" Baiklah kalau begitu akan kuberitahukan kepada mu, dia tak punya ayah tak punya ibu, tak punya putra apalagi cucu, tidak bijaksana tidak setia kawan, tidak berperasaan dan tak tahu malu, tapi yang penting dia tak tahu keluhuran budi."
Sambil tertawa Sik Tiong Giok segera berseru :
"Dengan sembilan buah cacad tentunya ia punya satu kelebihan, apakah kelebihannya itu?"
"Kelebihannya" Dia masih mengenakan selembar kulit manusia..."
Begitu keluar dari dalam gua, dengan sorot matanya yang tajam Kiu coat lo koay mengawasi wajah Sik Tiong Giok lekat-lekat, sampai lama sekali ia baru berkata dengan suara dingin :
"Jadi kau si bocah keparat yang berhasil mendaki ke atas puncak tebing ini?"
Sik Tiong Giok sama sekali tidak menggubris, sambil menambah api untuk memanggang ayamnya, dia bersenda gurau sendiri dengan Huan Li ji.
Makhluk dtua itu jadi amat mendongkol, sambil mendengus penuh amarah, bentaknya keras-keras :
"Hey bocah keparat, sudah kau dengar perkataan ku itu?"
"Bila ingin berbicara, utarakan dengan sopan santun dan nada yang sungkan!" seru Sik Tiong Giok sambil mendelik.
Kontan saja makhluk dtua itu melototkan matanya bulat-bulat, serunya lagi :
"Siapa namamu?"
Sambil melompat bangun, sahut Sik Tiong Giok angkuh :
"Ps Sik Tiong Giok, pernah kau dengar nama ku in?"
Agaknya Kiu coat lo koay merasakan hatinya bergetar keras setelah mendengar perkataan itu, tapi sesaat kemudian ia sudah tertawa seram sambil ujarnya :
"Ha... ha... ha...pada mulanya ku kira orang yang bernama Pangeran Serigala adalah manusia luar biasa, huuh! Tak tahunya cuma seorang bocah cilik yang masih bau tetek ibunya."
Sik Tiong Giok mendengus dingin :
"Hmm, cilik-cilik begini orang menghormati ku sebagai yaya, tapi kau, biar sudah tua-tua keladi, orang justru menganggap mu seperti bocah ingusan."
"Bocah keparat, kurang ajar berani memaki diri ku seenak hatinya sendiri!" teriak Kiu coat lo koay penuh amarah.
"Kalau memang lagi memaki mu, mau apa kau?"
Sekali lagi Kiu coat lo koay mengawasi lawanna lekat-lekat, sampai lama kemudian ia baru berkata :
"Aku dengar kau si Pangeran Serigala meski masih muda usia namun amat termashur dalam dunia persilatan, aku ingin mencoba sampai dimanakah taraf kepandaian silat yang kau miliki itu."
Sik Tiong Giok segera tertawa nyaring :
"Bila kau ingin berkelahi dengan ku hari ini, berarti saat ajal mu sudah semakin dekat..."
Kiu coat lo koay tak berani bertindak gegabah, apalagi setelah dilihatnya pihak lawan meski masih muda usia namun dapat berdiri amat santai disitu.
Setelah lama sekali termenung, ia baru bertanya :
"Beranikah kau bertarung melawan ku di puncak bukit itu?"
Sik Tiong Giok tertawa : "Jangan lagi puncak bukit itu, biar pun sarang naga gua harimau pun aku tak akan gentar, hayo berangkat!"
Mendadak Kiu coat lo koay berpaling ke arah Huan Li ji sambil mengancam :
"Budak ingusan, selama aku tak ada disini, jangan sekali-kali kau mencoba untuk memasuki gua tersebut, kalau tidak... Hmmm!
Akan ku remukkan tubuhmu hingga hancur berkeping-keping."
"Kenapa tak boleh" Kalau aku nekad memasukinya, mau apa kau?" ejek Huan Li ji sambil mencibirkan bibirnya.
"Kau berani?" bentak Kiu coat lo koay amat gusar.
Huan Li ji segera melompat bangun lalu berteriak marah :
"Kenapa aku tak berani" Sekarang juga aku akan masuk ke dalam gua itu!"
Sambil berkata dia segera membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju ke arah gua.
Siapa tahu baru beberapa langkah dia memasuki gua tersebut, mendadak terasa desingan angin tajam menyambar lewat dari belakang tubuhnya, lalu terdengar Sik Tiong Giok membentak keras :
"Tak tahu malu, terhitung enghiong macam apakah kau ini dengan main sergap seperti itu?"
Sementara Huan Li ji masih tertegun, tiba-tiba jalan darah Sin toan hiat di punggungnya menjadi kaku, tak ampun tubuhnya telah tertotok, apa daya ia sudah tak mampu berkutik lagi.
Nona itu hanya mendengar desingan angin tajam menderu-deru, lalu suasana di sekitar itu menjadi sepi dan tak kedengaran sedikit suara pun.
Puncak tebing itu merupakan sebuah tanah lapang seluas beberapa hektar dengan sebuah telaga di bagian tengahnay, air telaga itu mendidih sepanjang tahun serta menyiarkan hawa panas yang sangat menyengat badan.
sg dan Kiu coat lo koay berdiri saling berhadapan tanpa berbicara mau pun bertarung, kedua belah pihak hanya saling berandangan tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Dalam pada itu, meskipun jalan darah Huan Li ji telah tertotok,namun setelah dia mencoba untuk menembusinya dengan mengerahkan segenap hawa murni yang dimilikinya, walaupun jalan darah itu belum terbebaskan seratus persen, namun dengan memaksakan diri ia masih dapat merangkak.
Dengan memberanikan diri ia merangkak masuk ke dalam gua.
Makin masuk semakin ke dalam, tiba-tiba dari kejauhan sana muncul dua buah lenera merah yang amat besar, sepasang lentera merah itu berkesiuran kian kemari dari balik kabut yang tebal.
Menyaksikan kejadian tersebut, Huan Li ji jadi amat terperanjat, tanpa terasa pikirnya di dalam hati :
"Aduh celaka, kelabang langit telah munculkan dirinya!"
Begitu ingatan tersebut melintas lewat, cepat-cepat dia merangkak mundur ke belakang.
Kalau dibicarakan memang sangat aneh, setiap kali dia mundur selangkah, kelabang itu pun turut maju selangkah.
Setelah agak lama berada di dalam gua, pandangan matanya pun mulai terbiasa melihat di dalam kegelapan.
Ternyata kelabang langit itu panjangnya mencapai satu kaki dengan sepasang sumpit di depannya, sinar mata yang berwarna hijau memancarkan cahaya kebuasan, tubuhnya
memercikkansinar merah biru dan ungu yang amat menyilaukan mata, sementara kaki-kakinya yang pendek bagaikan jepitan besi mendayung maju selangkah demi selangkah.
Semakin memandang Huan Li ji semakin ketakutan, apalagi bersamaan dengan bergesernya kelabang besar itu langkah kakinya yang pendek menimbulkan suara gesekan yang amat memekakkan telinga.
Entah darimana datanganya keberanian, dalam cemasnya mendadak Huan Li ji menerjang maju ke depan.
Sepasang sumpit kelabang itu langsung menjepit rambut Huan Li ji yang panjang, tapi sepasang tangannya berhasil pula mencekik kepala kelabang itu.
Tapi pada saat itulah mendadak salah satu kaki pendek kelabang itu menyambar ke lehernya, rasa sakit yang luar biasa membuat gadis itu muntahkan darah segar.
Kelabang raksasa itu segera mementangkan mulutnya lebar-lebar siap menerkam, tapi di antara semburan darah segara dari mulut Huan Li ji tampak pula sebutir benda bulat turut meluncur ke muka dan menggelinding masuk ke mulut makhluk itu.
Benda itu tak lain adalah mutiara yang diserahkan Sik Tiong Giok untuk dihisap oleh Huan Li ji tadi, mutiara penolak racun ayam emas.
Sesungguhnya mutiara penolak racun ayam emas adalah benda tandingan dadri si kelabang langit, tampaknya binatang itu sadar kalau dia telah menelan sesuatu benda yang mengerikan.
Mendadak binatanga tersebut mengendorkan jepitannya, lalu berguling di atas tanah.
Makin berguling semakin cepat, begitu kuatnya binatang itu bergulingan membuat seluruh tanah perbukitan turut bergetar keras.
Sementara itu Huan Li ji yang kehilangan mutiara penolak racun dari mulutnya segera merasakan bau amis yang luas biasa menusuk hidung, sekali lagi ia muntah-muntah hebat, hampir semua isi perutnya tertumpah keluar.
Beberapa saat kemudian, kelabang langit yang sedang
bergulingan itu mulai melambatkan gerakannnya dan akhirnya sama sekali tak berkutik lagi, perutnya membalik menghadap ke atas.
Sementara Huan Li ji masih dicekam oleh perasaan kaget dan ngeri, mendadak...
'Blaaammmm... blaammmm..."
Terjadi dua kali ledakan keras yang amat memekakkan telinga.
Kembali Huan Li ji merasa amat terkejut, ternyata perut kelabang itu telah meletu sehingga percikan darah amis memancar kemana-mana...
Dengan perasaan keheranan Huan Li ji segera berpikir :
"Sungguh aneh, apalagi yang sedang dilakukan oleh kelabang langit itu?"
Belum lenyap rasa heran dan curiganya, tiba-tiba terjadi lagi suara ledakan yang amat keras.
Kali ini kepala kelabang itu yang meledak kemudian tampak segulung bola daging berwarna biru yang besarnya seperti telur burung dara melejit ke atas.
Huan Li ji yang menyaksikan hal ini segera menyangka benda tersebut adalah mutiara penolak racun yang diserahkan Sik Tiong Giok kepadanya itu, cepat-cepat disambarnya benda tersebut kemudian dijejalkan ke dalam mulut.
Baru saja benda itu masuk ke dalam mulutnya, tahu-tahu...
Bluuk! Ternyata benda bulatan itu pecah, dan segulung hawa udara yang hangat pun mengalir masuk ke dalam perutnya serta menyebar ke seluruh gagian anggota badannya.
Huan Li ji merasakan tubuhnya menjadi sangat nyaman dan mengantuk sekali, tak setitik tenaga pun yang berhasil dihimpun.
Gadis itu mengira dia telah keracunan, segera timbul ingatan untuk berusaha mendesak keluar hawa racun tersebut dari dalam badan.
Masih mendingan kalau dia tak menghimpun tenaga, begitu hawa murninya dihimpun mendesak, seluruh tubuhnya terasa seperti mengembung besar, seakan-akan terdapat segulung tenaga yang amat besar mendesak keluar dari dalam tubuhnya.
Waktu itu isi perutnya bergejolak keras, hatinya berdebar dan penderitaan tak terlukiskan dengan kata-kata, kalau bisa ia berharap gua itu ambruk secara tiba-tiba sehingga ia dapat menahannya dengan kekuatan yang maha dahsyat itu.
Dalam waktu singkat keadaan yang dialaminya telah berubah sama sekali, kalau semula dia ingin tidur dan mengantuk sekali maka sekarang justru ingin melompat dan berlarian kian kemari di dalam gua itu.
Bagaikan orang gila saja, sambil melompat kian kemari dia berteriak sekuat tenaga.
Mendadak satu ingatan melintas di dalam benaknya :
Jangan-jangan aku telah menelan pi koan wan dari kelabang langit?"
Kalau memang begitu, bila kuturuti kemauan dengan melompat kian kemari tiada hentinya, lama-kelamaan aku pasti akan mati kehabisan tenaga.
Begitu ingatan tersebut melintas lewat, ia segera duduk bersila di atas tanah dan menghimpun tenaga dalamnya untuk bersemedi dan mengatur pernapasan.
Lambat laun ia dapat melupakan penderitaan serta melupakan segala-galanya, bagaikan seorang pendeta saja ia duduk bersila di atas tanah tanpa bergerak.
Entah berapa lama sudah lewat, menanti ia sadar kembali dari semedinya, waktu sudah menunjukkan tengah hari keesokannya.
Waktu itu Kiu coat lo koay dan Sik Tiong Giok sudah bertarung sehari semalam di puncak bukit tersebut, namun siapa menang siapa kalah masih belum dapat ditentukan.
oooOOOooo DI PUNCAK bukit Ci im hong, tepat di tepi telaga Kim yang tan, berdiri berhadapan dua sosok bayangan manusia.
Mereka adalah kakek aneh sembilan cacad Siang Cu wan serta Pangeran Serigala langit Sik Tiong Giok, kedua belah pihak sama-sama berdiri kaku disitu tanpa melakukan sesuatu gerakan pun, mereka pun tidak saling menyerang.
Dari siang hingga malam nampaknya matahari keesokan hari pun sudah hampir terbit, namun kedua orang itu masih berdiri kaku di tempat bagaikan dua buah patung batu. Kabut panas yang menguap dari tepi telaga Kim yang tan makin lama semakin tebal di bawah timpaan sinar matahari menciptakan gumpalan bayangan berwarn hitam, namun kedua oran gitu tetap tidak menggubris seakan-akan sama sekali tidak melihatnya.
Entah berapa saat kemudian makhluk aneh sembilan cacad mulai habis kesabarannya, pelan-pelan ia mulai menggeserkan langkahnya dan berjalan maju sejauh tiga depan dari posisi semula.
Pangeran Serigala langit Sik Tiong Giok masih tetap berdiri tegak namun sorot matanya mengawasi terus setiap langkah makhluk tua itu tanpa berkedip.
Hebat sekali tenaga dalam yang dimiliki makhluk tua itu, dalam setiap gerakan kakinya, terteralah bekas telapak telapak kaki yang sanga tdalam di atas batu cadas.
Sambil mendengus dingin Sik Tiong Giok segera berkata :
"Hey tua bangka, lebih baik mengaku kalah saja, ditinjau dari tabiat mu itu, aku tahu bahwa kau tak bakal menang."
Kiu coat lo koay meraung penuh amarah :
"Hmm... kau jangan menghina, coba saksikan dulu kelihayan ku ini!"
Di tengah bentakan keras, telapak tangan kirinya segera didorong ke muka dimana angin pukulannya menyambar lewat, permukaan air telaga segera bergolak dengan hebatnya.
Sik Tiong Giok sudah membuat persiapan semenjak tadi, hawa murninya telah dihimpun menjadi satu, begitu musuh
melepaskan serangannya, ia segera sambut ancaman tersebut dengan sebuah pukulan pula.
'Blammmm!' Dua gulung kekuatan saling bertemu satu dengan lainnya menimbulkan suara ledakan keras, ternyata kemampuan kedua orang itu tetap berimbang.
Mendadak si makhluk tua sembilan cacad menggerakkan telapak tangan kanannya ke arah depan.
Sementara Sik Tiong Giok berencana untuk menyongsong datangnya ancaman tersebut dengan kekerasan, tiba-tiba dilihatnya telapak tangan kanan makhluk tua itu menuju ke arah permukaan air telaga, dimana telapak tangannya melakukan gerakan menekanlalu menghisap, segulung air telaga segera terhisap olehnya dan memancar ke atas udara.
Pada mulanya Sik Tiong Giok masih mentertawakan perbuatan lawannya, dia mengira makhluk tua itu bermaksud akan melukainya dengan percikan butiran air telaga.
Ia baru sangat terkejut setelah menyaksikan pihak lawan mengisap air telaga itu hingga menyembur ke atas meninggalkan permukaan. Menyusul terhisapnya air tersebut oleh tenaga isapan si makhluk tua sembilan cacad, tubuhnya ikut mengembang pula menjadi lebih bear dari ukuran normal.
Mendadak lengan kanannya mengayun ke muka, gulungan air yang terhisap itu dengan membawa kekuatan yang maha dahsyat langsung menghimpit tubuh Sik Tiong Giok.
Ujung gumpalan air yang menyembur ke tengah udara itu memercikan beribu-ribu butiran air yang saling bertumbukan satu sama lainnya, di tengah benturan nyaring air itu menyambar dari atas ke bawah bagaikan seekor naga aneh.
Dalam terperanjatnya Sik Tiong Giok tahu bila serangan tersebut disambutnya dengan kekerasan maka pancaran yang menyembur ke empat penjuru itu pasti akan menimbulkan kekuatan yang maha dahsyat dan tak mungkin dihadapinya dengan begitu saja.
Dalam keadaan terdesak, tiba-tiba saja ia memiringkan tubuhnya ke belakang, lalu ujung kakinya menginjak permukaan tanah kuat-kuat, dengan suatu gerakanyg sangat cepat dia menyusul mundur ke belakang.
Agaknya si makhluk tua sembilan cacad telah menduga akan tindakan yang bakal dilakukan Sik Tiong Giok, telapak tangan kirinya segera digerakkan ke atas, dengan dua belah tangan yang menghimpun jadi satu dia lepaskan sebuah tolakan dahsyat ke depan.
'Blaammm!' Di tengah benturan dahsyat yang menimbulkan suara ledakan yang memekakkan telinga, semburan air telaga itu berubah menjadi beribu-ribu butiran air yang mengurung dan menyergap batok kepala Sik Tiong Giok.
Butiran air itu berkilauan memancarkan sinar tajam, diiringi juga dengan suara desingan yang memekakkan teliga, membuat suasana di sekitar situ menjadi sangat mengerikan.
Keadaan Sik Tiong Giok waktu itu sudah kalang kabut tak karuan, terpaksa dia harus memutar sepasang telapak tangannya untuk membuyarkan semburan butiran air yang menyergap dirinya.
Tertahan oleh gulungan tenaga yang dahsyat, butiran air menjadi terhimpit oleh dua kekuatan hingga mencelat ke samping dan membuka di atas batu cadas yang mengakibatkan timbulnya selapis kabut tipis.
Menanti kabut air sudah buyar, tampaklah permukaan batu cadas itu telah berubah menjadi bopeng dan penuh dengan lekukan lubang yang sangat dalam.
Sesungguhnya luas puncak bukit itu tidak terlalu bear, di bawah percikan air yang menyelimuti angkasa hampir seluruh wilayah puncak tebing itu telah diselimuti dengan rapat.
Pada saat Sik Tiong Giok sedang sibuk membuyarkan butiran air yang mengelilingi sekitar tubuhnya, mendadak makhluk tua sembilan cacad mendesak maju ke muka, telapak tangannya yang merah membara langsung diayunkan ke depan melepaskan sebuah pukulan tanpa menimbulkan sedikit suara pun.
Namun kekuatan yang terkancung di balik serangan tersebut, benar-benar mengerikan hati.
Dengan cekatan Sik Tiong Giok menghindar ke samping lalu memutar badannya, dengan cepat ia segera mengembakan dua belas ilmu cacadnya untuk bertarung sengit melawan makhluk tua tersebut.
Agaknya si makhluk tua sembilan cacad pun telah mengetahui kelihayan dua belas ilmu cacad tersebut, apalagi dari balik gua dia pun mendengar suara gemuruh yang kerasa padahal tengah hari merupakan saat munculnya kelabang langit yang sedang dinantikan, ia jadi gelisah sekali karena tak berhasil merobohkan Sik Tiong Giok setelah bertarung sekian waktu.
Maka dia segera merubah ilmu pukulannya, dari gerakan semula cepat bagaikan kilat dia mengembangkan pertarungan lamban.
Secara beruntun dia mundur sejauh tiga langkah ke belakang, lalu jurus serangannya dirubah dan menekan ke arah bawah dengan membuka pertahanan tubuh bagian atasnya.
Tentu saja tindakanyg dilakukan oleh lawannya ini membuat si Pangeran Serigala Sik Tiong Giok jadi kebingungan dan tidak habis mengerti.
Sebab ia cukup memahami taraf ilmu silat lawannya yang jauh masih di atas kemampuannya, tapi apa sebabnya ia
menggunakan jurus serangan demikian untuk menghadpinya"
Dengan cepat ia menduga tindakan ini sebagai tipu muslihat musuh untuk menjebaknya, segera ia berpikir :
"Hmm, aku tak sudi masuk perangkap mu."
Melihat Sik Tiong Giok sama sekali tidak masuk perangkapnya, kembali si Makhluk tua sembilan cacad merubah taktik pertarungannya, serangan yang dilancarkan amat lamban, bukan saja tak berkekuatan bahkan sulit diraih arah tujuannya.
Tapi Sik Tiong Giok mengambil ketetapan untuk memperkuat pertahanan sendiri tanpa berusaha mencari keuntungan dari pancingan lawannya...
Akibat dari tindakan tersebut, si makhluk tua itu jadi kelabakan dan tak bisa banyak berkutik lagi.
Perlu diketahui, ilmu pukulan yang dipergunakan olehnya sekarang tak lain adalah ilmu Bu siang sin ciang yang menjadi andalannya selama ini, banyak di antara jago-jago persilatan yang tidak mengetahui latar belakang ilmu pukulannya ini menderita luka parah atau bahkan tewas di tangannya.
Sekilas pandangan, ilmu pukulannya itu nampak amat lemah dan sama sekali terbuka pertahannya, padahal begitu serangan musuh menyergap masuk, gerakan yang semula lemah bisa berubah menjadi amat dahsyat, bahkan akan timbul reaksi yang sangat kuat sekali hingga membuat lawannya terkecoh.
Sebaliknya jika kau tidak melancarkan serangan, maka ilmu pukulannya akan mendekat terus dan tiba-tiba menyergap, hal ini pun membuat orang menjadi sulit untuk menghadapinya.
Bila kau berniat melancarkan serangan balasan, maka dia pun akan melancarkan serangan demi serangannya secara berantai dan tiada hentinya, kecuali kau memiliki tenaga dalam yang beberapa kali lipat melampauinya, kalau tidak : kerugian besar sudah pasti akan diderita.
Tapi setelah ia bertemu dengan si Pangeran Serigala Sik Tiong Giok yang sama sekali tidak mengira kesempatan, tak mau menyerempet bahaya bahkan menghadapi setiap perubahan dengan perubahan yang tepat, mengakibatkan ilmu pukulannya sama sekali tidak berfungsi.
Walaupun demikian, si Makhluk tua sembilan cacad tidak menghentikan serangannya karena hal itu, malah dia menyerang semakin gencar dan tiada hentinya.
Tampak makhluk tua itu menari tiada hentinya dan sama sekali tak memakai aturan, ada kalanya ia menyerang sangat lambat tapi ada kalanya cepat sekali, malah kadang-kadang seperti orang kalap.
Sik Tiong Giok sudah mencoba untuk memperhatikan sekian waktu namun dengan pengetahuan yang dimilikinya ternyata ia tak berhasil menemukan sesuatu apa pun.
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan gerakan melompat dan menari macam orang gila, dalam waktu singkat Makhluk tua sembilan cacad telah melancarkan delapan puluh jurus serangan lebih tanpa diketahui ujung pangkalnya sementara tubuhnya juga pelan-pelan bergerak mundur ke belakang.
Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak Sik Tiong Giok, segera pikirnya :
"Jangan-jangan makhluk tua ini sedang bermain gila guna mengacaukan pikiran serta perhatianku sementara ia sedang mencari kesempatan untuk melarikan diri."
Berpikir sampai disitu tak tertahankan lagi dia membentak keras
: "Hey makhluk tua, apakah kau bermaksud akan melarikan diri dengan begitu saja" Hmmm, tak akan semudah apa yang kau bayangkan, hari ini merupakan saat ajal mu, bagaimana mungkin kau bisa kabur dengan begitu saja?"
Begitu mendengar perkataan dari Sik Tiong Giok tersebut, si Makhluk tua sembilan cacad menjadi kegirangan setengah mati, segera pikirnya :
"Hayo cepat lancarkan serangan mu bocah keparat, akan ku suruh kau rasakan kelihayan ku!"
Tentu saja perkataan itu tidak sampai diutarakan keluar, dengan wajah diliputi perasaan kaget dan gugup sepasang matanya mengawasi sekeliling tempat itu dengan liar.
Sik Tiong Giok yang menyaksikan kejadian ini segera menyangka makhluk tua berniat melarikan diri, tentu saja ia tak akan membiarkan musuhnya lari begitu saja.
Tiba-tiba ia maju tiga langkaah ke depan kemudian melancarkan sebuah pukulan tipuan.
Betapa girangnya si Makhluk tua sembilan cacad ketika menyaksikan musuhnya masuk perangkap, cepat-cepat ia menarik kembali tangannya dan menarik segulung tenaganya yang maha dahsyat hingga mundur sejauh dua depa.
Begitu melepaskan pukulannya tadi, Sik Tiong Giok segera menariknya kembali, cepat dirasakan olehnya bahwa di depan mata memang tidak terdapat sedikit pun tenaga rintangan, apalagi ketika melihat si makhluk tua sembilan cacad menarik kembali telapak tangannya, dia semakin menyangka kalau musuhnya sudah dibuat ketakutan.
Maka sambil mendesak maju ke muka, dia lepaskan sebuah pukulan lagi.
Di balik serangan ini mengandung tipuan di balik kenyataan tapi di balik kenyataan pun mengandung tipuan, bila menjumpai hadangan maka ia dapat segera menarik kembali serangannya untuk melindungi diri sendiri.
Tatkala tenaga serangan itu sudah hampir mencapai sisi tubuh si Makhluk tua sembilan cacad, ternyata siluman tua itu kembali menyingkir ke samping, hal ini memberi kesan kepadanya bahwa lawan sudah kehabisan tenaga.
Maka dengan keberanian yang memuncak, ia berseru sambil tertawa terbahak-bahak :
"Hey siluman tua, rupanya kau sudah kehabisan tenaga, serahkan sekarang selembar jiwamu..."
Di tengah bentakan keras, hawa murninya segera dihimpun ke dalam telapak tangannya, lalu dengan jurus 'tombak panjang membidik langit', dengan kekuatan bagaikan gelombang samudra yang diamuk taupan ia melakukan tekanan ke depan.
Dalam waktu singkat seluruh tubuh siluman tua itu sudah terkurung oleh tenaga pukulannya.
Mendadak siluman tua itu tertawa seram.
"Haaa... haaahhh... haaa..."
Di tengah gelak tertawa yang sangat keras itulah, segulung tenaga kekuatan yang maha dahsyat memancar ke empat
penjuru dan melalap segenap kekuatan pukulan yang
dipancarkan Sik Tiong Giok hingga ilang lenyap tak berbekas.
Begitu berhasil dengan serangannya, Makhluk tua sembilan cacad tidak berdiam diri terus, sepasang telapak tangannya segera diayunkan dan secara beruntun dia lancarkan dua buah serangan berantai.
Dalam gugup dan terdesaknya, cepat-cepat Sik Tiong Giok melancarkan dua buah serangan balasan.
Akibat dari kejadian tersebut, segenap kekuatan lawan yang maha dahsyat itu terpancing keluar semua di tengah gulungan angin tajam tersebut, tubuhnya tergetar mundur sejauh beberapa kaki dan nyaris tercebur ke dalam telaga.
Dengan begitu posisi mereka pun segera berubah, kalau semula Sik Tiong Giok masih menempatkan diri di atas angin, maka sekarang ia kena didesak mundur oleh tenaga pukulan lawan sehingga posisinya amat berbahaya.
Belum sempat ia berdiri tegak, empat buah serangan berantai dari Makhluk tua sembilan cacad telah tiba, hakekatnya tiada kesempatan lagi bagi Sik Tiong Giok untuk melancarkan serangan balasan, terpaksa ia harus menahan ancaman musuh dengan sekuat tenaga dan selangkah demi selangkah mundur terus ke belakang.
Di satu pihak dia terdesak mundur terus ke belakang, maka di pihak lain si Makhluk tua sembilan cacad mendesak maju pula selangkah.
Dalam daerah yang sesungguhnya tak begitu luas di puncak bukit, tak lama kemudian Sik Tiong Giok telah terdesak mundur sampai di tepi jurang, tampaknya bila ia mundur selangkah lagi, niscaya tubuhnya akan terjerumus ke dalam jurang yang amat dalam itu dan tewas dengan badan hancur lebur.
Untung menyelamatkan diri dari ancaman bahaya maut, Sik Tiong Giok segera menjejakkan sepasang kakinya ke atas tanah lalu dengan menggerakkan sepasang kakinya ke atas tanah serta menggunakan ilmu melayang di atas udara, tubuhnya dengan posisi lurus seperti pena langsung melambung ke tengah udara.
Baru saja badannya melayang meninggalkan permukaan tanah, kebetulan angin serangan dari si Makhluk tua sembilan cacad menyambar datang, tenaga pukulan yang maha dahsyat itu langsung menumbuk di atas sebuah batu cadas, membuat batu itu terguling ke dalam jurang dengan menimbulkan suara gemuruh yang memekakkan telinga.
Gagal dengan serangan yang pertama, Makhluk tua sembilan cacad segera mengayunkan kembali tangannya melepaskan dua buah pukulan sekaligus lalu jengeknya sambil tertawa seram :
"Biar pun kau bersayap jangan harap bisa lolos dari sini dalam keadaan selamat."
Walaupun untuk sementara waktu Sik Tiong Giok dapat bertahan di tengah udara dengan mengandalkan ilmu sakti dari
perguruannya, namun setelah terdesak oleh angin pukulan yang dilancarkan makhluk tua itu ia tak mampu mempertahankan diri lebih jauh.
Akan tetapi ia pun sadar, bila tubuhnya melayang turun ke atas tanah secara langsung, niscaya dia akan terluka oleh tenaga pukulan lawan.
Dalam keadaan apa boleh buat, cepat-cepat ia menghimpun tenaga dalamnya, lalu ujung kaki kirinya menjejak di atas kakikanan, dengan meminjam tenaga pantulan tersebut tubuhnya meluncur kembali beberapa kaki ke tengah udara.
Mendadak ia berjumpalitan beberapa kali dengan kepala di bawah dan kaki di atas, ia meluncur kembali ke depan dengan jurus Burung manyar terbang merendah, langsugn menyusup ke dalam gua tersebut.
Ia mencoba untuk mencari jejak Huan Li ji tapi tak berhasil, hal ini menyebabkan hatinya menjadi gelisah.
Dengan beberapa kali lompatan ia menyusup ke dalam gua, mendadak terendus bau amis yang amat menusuk hidung.
Dengan sorot matanya yang tajam ia memeriksa keadaan di sekeliling tempat itu, akhirnya ia menjumpai seorang manusia aneh sedang duduk bersila di tepi sebuah batu cadas, seluruh badan orang itu berlumuran darah akan tetapi wajahnya justru memancarkan sinar merah yang cemerlang, ternyata orang itu tak lain adalah Huan Li ji.
Di samping tubuhnya tergeletak sebuah bangkai kelabang yang sangat besar, kepala serta perutnya berada dalam keadaan pecah dan rusak.
Sementara ia masih mengawasi dengan seksama, mendadak dari sisi bangkai kelabang itu tampak sekilas cahaya aneh yang amat gemirang.
Satu ingatan segera melintas di dalam benaknya, pemuda itu berpikir :
"Jangan-jangan benda itu adalah mutiara kelabang yang menjadi idaman setiap umat perslatan?"
Berpikir demikian dengan cepat dihampirinya benda tersebut serta diamatinya dengan seksama, benda tersebut memang sebutir mutiara yang bersinar tajam tapi bukan mutiara kelabang seperti apa yang diduganya semula melainkan mutiara penolak racun miliknya sendiri.
Cepat-cepat diambilnya benda tersebut lalu dimasukkan ke dalam saku sementara ia hendak melanjutkan pencariannya atas mutiara kelabang, mendadak terdengar si Makhluk tua sembilan cacad sedang mengumpat dari luar gua.
"Hey bocah keparat she Sik, kalau mempunyai keberanian ayo cepat keluar, kalau tidak aku akan segera menyerbu ke dalam."
Rupanya si Makhluk tua sembilan cacad telah berhasil menyusul sampai disitu, tapi ia cuma berdiri di muka gua dengan perasaan ragu-ragu.
Bagaimana pun juga musuh berada di tempat yang gelap sedang ia berdiri di posisi terang, bila ia sampai menyerbu ke dalam dengan gegabah niscaya akan dipecundangi pihak lawan.
Akan tetapi ia pun tak dapat melupakan mutiara kelabang berusia seribu tahun itu, dengan susah payah ia sudah menunggu. Tentu saja ia tak rela bila melepaskan kesempatan tersebut dengan begitu saja.
Saking gemasnya ia sampai menggertak lagi kencang-kencang dan bersiap sedia menyerbu ke dalam gua itu dengan
menyerempet bahaya. Baru saja ia bermaksud melangkah masuk ke dalam gua itu, mendadak terasa desingan angin tajam menyambar keluar dari balik gua.
Cepat-cepat ia mundur selangkah sambil mencoba untuk menghindarkan diri, ternyata ada dua butir batu menyambar ke arahnya.
Ia mendengus penuh kegusaran, sepasang tangannya seperti kaitan langsung menyambar ke muka.
'Plak, plaak...!' Diiringi dua kali benturan nyaring, kedua butir batu itu berhasil ditangkapnya lalu dengan gemas diremas-remas sehingga hancur menjadi beberapa puluh kepingan kerikil.
Menyusul kemudian tampak sebuah batu besar yang disertai desingan angin tajam kembali menyambar ke arahnya, dari tajamnya desingan angin serangan tersebut, dapat diketahui beratnya batuan tersebut.
Makhluk tua sembilan cacad tak berani bertindak gegabah, cepat-cepat ia mengundurkan diri ke belakang, lalu sambil menyambar batu besar yang menyerang ke arahnya, ia langsung
mendorongnya keluar gua. Tapi ia salah perhitungan nampaknya, mungkin karena
penggunaan tenaga yang kelewat besar, menyebabkan lemparan batunya menjadi salah sasaran hingga berakibat menumbuk di atas dinding gua sebelah kiri.
'Blaaaamm!' Akibat benturan yang amat keras itu seluruh dinding gua mengalami getaran yang amat dahsyat, batuan yang berada di langit-langit gua mengalami getaran yang amat keras hingga menyebabkan berhamburan ke atas tanah, hal ini menjadikan mulut gua itu tersumbat.
Dengan terjadinya peristiwa yang sama sekali tak terduga ini, baik yang ada di luar gua maupun yang berada di dalam gua sama-sama dibuat terkejut dan tertegun.
Disatu pihak Makhluk tua sembilan cacad ingin masuk ke dalam gua dengan secepatnya, agar matinya kelabang yang diincarnya tak sampai terjatuh ke tangan orang lain.
Maka di pihak lain Sik Tiong Giok yang terkurung di dalam gua ingin secepatnya meloloskan diri dari sana karena kuatir terkubur hidup-hidup disitu.
Dalam gemasnya, Makhluk tua sembilan cacad mengerahkan segenap kekuatannya serta melepaskan serangan ke arah tumpukan batu yang menyumbat di mulut gua tersebut.
'Blammm... blaam... blaam...!'
Secara beruntun ia melancarkan belasan buah pukulan gencar yang maha dahsyat, walaupun batuan itu berhasil digetarkan, nyatanya tak sebutir batu pun yang bergeser dari posisi semula.
Sementara dari luar siluman tua itu melancarkan gempuran yang dahsayt, mak Sik Tiong Giok yang berada di dalam gua pun sedang menggempur pula batuan itu dengan tenaga yang tak kalah hebatnya, akibatnya tenaga mereka berdua saling mendesak batuan itu dari muka mau pun dalam, bayangkan saja mana mungkin batuan cadas itu dapat digeser dari posisinya.
Setelah berusaha sekian waktu tanpa mendatangkan hasil, lama kelamaan habis sudah kemampuan kedua orang itu sehingga untuk sesaat lamanya suasana menjadi hening.
Begitulah selama tiga hari lamanya kedua orang itu sama-sama bertahan selama dalam keadaan demikian.
Lama kelamaan habis sudah kesabaran Makhluk tua sembilan cacad, dengan ilmu menyampaikan suara ia segera berseru :
"Hey bocah keparat she Sik, apakah kau sudah mati kelaparan"
Kenapa tidak keluar dari situ?"
Siapa tahu belum habis perkataan itu diuapkan, dari dalam gua sudah berkumandang suara jawaban yang amat nyaring,
gelombang suara yang berhasil menembusi dinding gua itu begitu keras sehingga dapat diketahui bahwa tenaga dalam orang itu jauh lebih sempurna daripada tenaga dalam sendiri.
"Hey siluman tua, terima kasih banyak atas perhatian mu, aku cukup makan dan nyenyak tidur, bagaimana dengan kau
sendiri?" Makhluk tua sembilan cacad tertawa tergelak setelah mendengar perkataan itu, serunya :
"Hey bocah keparat, kau tak usah membohongi aku, kau bisa makan apa di dalam gua" Kalau aku baru saja makan dan tidur nyenyak!"
"Kau tak usah kuatir," Sik Tiong Giok berseru dari dalamgua sambil tertawa, "masakan yang berada disini banyak sekali."
"Aku tidak percaya!"
"Jadikau ingin tahu?"
"Tentu saja, cepat katakan!"
Sambil tertawa, Sik Tiong Giok berseru :
"Tapi janji dulu, setelah mengetahui nanti, jangan kalap lantaran kelewat sewot."
"Huuh, aku tak perlu untuk sewot kepada mu, hayo cepat katakan!"
"Entah cucu dari mana yang begitu tahu diri, sehingga dia telah menyimpan daging asap, kentang dan hidangan yang lezat dalam jumlah yang banyak, ehm, semuanya betul-betul lesat dan nikmat rasanya."
Perkataan itu segera menyadarkan siluman tua tersebut akan apa yang telah terjadi.
Ternyata untuk menunggu munculnya kelabang langit dari sarangnya, ia telah menimbun ransum dalam jumlah banyak yang mencukupi kehidupannya selama setengah tahun, tapi nyatanya sekarang, sebelum ia sempat menikmati telah kedahuluan orang lain, bahkan dipuja orang sebagai cucu yang baik dan berbakti.
Bisa dibayangkan betapa gusar dan mendongkolnya siluman tua itu, tapi dalam keadaan apa boleh buat dia hanya bisa melototkan matanya sambil menangis menahan gejolak emosi.
Sik Tiong Giok bertanya beberapa kali tanpa memperoleh jawaban dari makhluk tua, ia segera mengerti bahwa siluman tua itu sudah dibuatnya mendongkol.
Maka untuk membuat lawannya semakin jengkel, pemuda itu berseru lagi sambil tertawa :
"Hey siluman tua, aku perlu mengabarkan pula kepadamu, kelabang langit telah keluar dari sarangnya."
"Apa kau bilang?" silumantua itu tak dapat menahan diri lagi.
"Aku bilang, kelabang langit sudah keluar dari sarangnya!"
Mula-mula Makhluk tua sembilan cacad merasa terkejut, kemudian sambil tertawa terbahak-bahak serunya :
"Bagus sekali, tunggu saja tanggal mainnya bocah keparat, sekarang kau boleh makan yang kenyang, sebentar lagi kelabang langit itu tentu akan memangsa mu."
Sik Tiong Giok segera tertawa tergelak.
"Kau keliru besar siluman tua, kelabang langit itu telah berhasil ku bunuh."
Sekarang makhluk tua itu baru merasa terperanjat, teriaknya keras-keras :
"Apa" Kelabang langit telah kau bunuh?"
Tapi setelah termenung sejenak, ia menggelengkan kepalanya berulang kali sambil berkata lebih jauh :
"Aku tidak percaya, kau tak akan memiliki kemampuan seperti itu."
"Jika kau tidak percaya, ya sudahlah," kata Sik Tiong Giok lagi sambil tertawa, "tapi aku perlu memberitahukan kepadamu, mutiara kelabang langit telah ditelan oleh Huan Li ji, sampai sekarang ia sudah duduk bersemedia selama tiga hari, sedangkan nasib ku kurang begitu mujur aku hanya kebagian tiga puluh enam butir mutiar kecil."
Makhluk tua sembilan cacad tak dapat menahan diri lagi, tanpa terasa serunya keras-keras :
Harimau Mendekam Naga Sembunyi 2 Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Dendam Empu Bharada 23