Pencarian

Senopati Pamungkas Dua 10

Senopati Pamungkas 2 Karya Arswendo Atmowiloto Bagian 10


Kekayaan akalnya menjadi jungkir balik menghadapi Tantra.
Jagat selalu memberi kesempatan kepada pandangan muda. Aneh sekali. Kenapa bisa terjadi perubahan seperti ini" Apa yang sesungguhnya dikehendaki Dewa?"
Situasi yang ada sekarang ini benar-benar di luar dugaan siapa pun.
Rasanya para Dewa yang biasa-biasa bisa kaget.
Dari mana Tantra menyandarkan kekuatannya"
Kalau benar tak ada dukungan dari Tujuh Senopati Utama, ini bisa dipakai sebagai cara untuk membangkitkan pertentangan.
Akan tetapi jalan pikiran itu terpupus dengan sendirinya. Memang ada pertentangan, akan tetapi tak bisa dipakai landasan buat memperkeruh suasana. Dua dari Tujuh Senopati Utama sekarang berada di Keraton, akan tetapi dengan serta-merta Senopati Tantra mengumumkan sendiri, bahwa selama ini kedua senopati utama itu berada di Keraton atas kemauannya sendiri. Bahkan dikatakan bahwa keduanya, seperti juga senopati yang lain, tetap berhak atas derajat dan pangkat serta kehormatannya selama ini.
Ruwet. Ruwet, justru karena sikap Senopati Tantra sangat lugas dan apa adanya.
"Semua bangsawan agung bisa kukenali kelemahannya. Bisa kuajak dan kuarahkan ke apa yang disukai secara diam-diam. Apa yang menjadi kesukaan Tantra, rasanya masih sulit ditebak.
"Kemudaannya menyingkirkan semua pamrih...."
Tak ada keinginan tertentu, pahala tertentu yang dikejar. Tidak juga mengenal harta benda, emas intan berlian. Bahkan sejak awal, Senopati Tantra menyebut-nyebut bahwa senopati yang berjiwa ksatria harus bisa menjaga diri dari godaan nafsu makan dan minum. Sebutan Senopati Sumlirih menjadi bahan pembicaraan yang umum.
Senopati Tantra memelopori jatah makan secara ransum. Jatah makan yang berlebihan, upacara minum tuak buah kelapa, ditiadakan.
Bahkan diperintahkan untuk tidak mengadakan perjamuan yang menghambur-hamburkan kekayaan secara tak perlu.
Ia sendiri memulai membagikan harta miliknya, yang mau tak mau segera diikuti oleh para bangsawan yang lain. Setiap hari ada saja bangsawan dan kerabat Keraton yang menyerahkan perhiasan serta harta simpanan untuk disumbangkan kepada rakyat.
Yang juga mencengangkan adalah tindakan Senopati Tantra untuk membebaskan semua bandan, semua tawanan. Termasuk Pangeran Anom! Para pembesar dari negeri seberang seperti Pangeran Jenang juga
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
diberi kebebasan penuh untuk kembali ke negerinya atau tetap berdiam diri di Keraton.
Agaknya Senopati Tantra berada dalam mimpi, begitu perhitungan Halayudha. Semua tindakannya hanya mencari nama yang harum.
Upeti-upeti yang selama ini dikenakan untuk pasar, untuk binatang, serta-merta ditiadakan. Persediaan bahan makanan yang berada di lumbung Keraton dibongkar dan dibagikan kepada masyarakat.
Benar-benar berlebihan, menurut penilaian Halayudha. Akan tetapi nyatanya, gema dari tindakan Senopati Tantra segera mendapatkan dukungan yang lain. Bukan hanya lumbung Keraton yang sebagian isinya dibagi-bagikan, melainkan juga beberapa senjata yang selama ini menumpuk, diberikan kepada mereka yang berniat menjadi prajurit.
Sehingga Halayudha harus memeras otaknya kalau ingin muncul ke permukaan. Muncul sebagai orang yang tak menyukai perubahan sekarang ini. Karena kalau ia memilih memihak kepada Senopati Tantra, besar kemungkinannya ia tak akan mendapatkan apa-apa. Mengingat hubungan pribadi yang juga tidak baik, di samping Senopati Tantra sangat keras memegang teguh tata pemerintahan.
Perhitungan yang masih ada, menyisakan kemungkinan hadirnya Mahapatih Nambi. Ia bisa memakai sebagai kekuatan utama. Biar bagaimanapun, Mahapatih Nambi masih mempunyai pengaruh yang sangat luas. Hanya saja, jawabannya masih teka-teki lama. Apakah Mahapatih akan memihak kepada Senopati Tantra atau sebaliknya"
Kemungkinan pertama yang dikuatirkan akan terjadi. Sebab, Senopati Tantra sejak awal mengatakan bahwa ia tak berniat memegang jabatan itu, dan tetap akan menolak. Ia tetap akan menjalankan tugasnya sebagai senopati. Berarti tempat utama tak diubah.
Berarti Mahapatih Nambi malah bisa kembali memegang kekuasaan, karena keadaan menghendaki.
Peluang yang lain ialah keadaan Raja Jayanegara.
Halayudha mulai menjalankan aksinya. Melalui para kerabat Keraton, Halayudha menyebarkan kabar bahwa Baginda tidak merestui apa yang dilakukan oleh Senopati Tantra. Bahkan para senopati utama yang menjadi atasan langsung juga mengutuk perbuatan Tantra. Sementara para pengikut Raja disulut dengan kabar bahwa sesungguhnya perlakuan yang dialami Raja sangat menyedihkan. Sama sekali tidak mengenal tata krama.
Akan tetapi ternyata tak ada gemanya. Kabar mengenai Senopati Utama bisa terbantah dengan mudah. Kabar mengenai Raja tidak diperlakukan Dengan baik, ternyata juga tak menggoyang keadaan.
Agaknya penduduk dan para senopati lebih terikat kepada Baginda.
Ini berarti peluang. KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Dengan mempergunakan peluang dan nama besar Baginda, Halayudha bisa menyusun persiapan.
Namun juga tak bisa secepatnya. Karena sejak semula tak ada penegasan resmi dari Simping!
Halayudha memakai cara yang sederhana.
Mengembangkan kabar bahwa Tantra sebenarnya berada dalam pengaruh aji sirep sehingga tidak sadar apa yang dilakukan. Kalau tidak, tak mungkin melakukan hal-hal yang memalukan. Hal ini dikaitkan dengan keadaan di mana para pendeta Syangka pernah menebarkan racun bubuk pagebluk.
Akan tetapi kembali tanpa gema. Karena memang tak terlihat tanda-tanda yang jelas bahwa Senopati Tantra kelihatan tidak sadar.
Apakah dengan menyusupkan kabar mengenai tata susila"
Bisa akan tetapi kecil kemungkinannya berhasil memancing kemarahan. Kabar bahwa Senopati Tantra berniat mengawini Permaisuri Rajapatni atau putri-putri Keraton dianggap sesuatu yang lumrah.
Seperti juga kalau ia menyebarkan kabar bahwa penguasa yang baru sedang membagikan harta untuk keluarganya sendiri. Hanya yang kecil-kecil yang dibagikan kepada masyarakat.
Apakah benar tak ada peluang sama sekali"
Itu tidak mungkin. Hanya Halayudha yang mampu melihat kekurangan dari yang sudah sempurna. Selalu saja ada yang bisa dicuatkan ke atas sehingga menarik perhatian.
Kali ini Halayudha tak mau kepalang tanggung.
Yang kemudian membuat Halayudha berani mendongakkan kepala ialah ketika terbuka bahwa sesungguhnya Senopati Tantra masih merupakan keturunan Raja Jayakatwang.
"Kalau Senopati Tantra bersedia menjelaskan hubungan darah itu sejauh mana, rasa-rasanya tak akan menjadi kabar santer yang menyebar."
Pengabdian Halayudha APA yang ditiupkan Halayudha berhasil merobek pandangan masyarakat serta para prajurit.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Biar bagaimanapun, nama Raja Jayakatwang telanjur diterima sebagai seorang yang berkhianat, nama yang tidak disukai dalam dongengan asal-usul Keraton.
Kabar itu menjalar lebih cepat, karena selama ini memang tak ada yang mengetahui secara pasti asal-usul Senopati Tantra.
Perubahan sikap mendasar ini menjadi pijakan utama Halayudha untuk bergerak. Yang pertama ditemui ialah Pangeran Anom. Pilihan ini berdasarkan bahwa secara garis keturunan, Pangeran Anom yang sekarang ini menduduki peringkat atas.
"Pangeran adalah keturunan langsung senopati Singasari. Besar atau kecil, banyak atau sedikit, keluarga dekat Pangeran yang banyak menjadi korban saat pemberontakan Raja Muda Gelang-Gelang...."
"Paman Halayudha..."
"Saya mengerti sikap dan nurani Pangeran yang maha welas asih.
Akan tetapi kini saatnya Pangeran berbuat sesuatu bagi Keraton.
"Tak ada lagi yang berhak mewarisi takhta ini selain Pangeran, setelah Raja Jayanegara.
"Kalau bukan Pangeran, siapa lagi yang akan melakukan?"
"Masalahnya..."
"Masalahnya Pangeran agar menunjukkan diri tidak menyukai apa yang dilakukan Senopati Tantra sekarang ini. Kalau memang para prajurit tidak mendengar suara Pangeran, berarti kita salah menilai...."
"Ini bukan masalah sederhana. Rasanya saya perlu waktu untuk memikirkannya."
Halayudha tersenyum. Pada saat berikutnya ia mengumpulkan para prajurit untuk menebarkan kabar selanjutnya. Bahwa Pangeran Anom, putra Senopati Agung Brahma, menganggap apa yang dilakukan Senopati Tantra tidak betul, melanggar tata krama.
Apa yang dilakukan sekarang ini tak ada bedanya dengan apa yang dilakukan Raja Jayakatwang.
Tidak menunggu sampai matahari tenggelam, alun-alun mulai dipenuhi masyarakat dan para prajurit. Baik yang datang untuk melihat apa yang terjadi, maupun yang sama sekali tidak tahu-menahu.
Saat itulah Halayudha maju.
Menuju pintu gerbang Keraton.
"Senopati Sumlirih, Senopati Tantra, keluarlah. Lihat dan hadapi sendiri, jawab pertanyaan yang mengganjal di hati kami semua ini."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Tanpa menunggu tarikan napas berikutnya, Halayudha menggertak.
"Kalau memang Senopati tak mau melangkah keluar, biarlah kami yang melangkah ke dalam!"
Sekali mengibaskan tangannya, Halayudha mendorong pintu utama.
Menimbulkan suara bergesekan. Dari dalam, para prajurit dalam keadaan siaga menyambut, sementara Senopati Tantra berdiri gagah di tengah-tengah.
Sesaat Halayudha terkesiap.
Darahnya mengalir turun. "Aku di sini, Halayudha...."
"Aku bisa melihatmu.
"Seperti aku melihat kakek moyangmu dahulu.
"Senopati Tantra, untuk apa kamu korbankan para prajurit yang tak berdosa ini" Untuk apa kamu ulangi sejarah yang hina itu" Bukankah selama ini kamu sudah mendapat perlindungan, dan darah keturunanmu tak pernah diungkit-ungkit"
"Jawablah, Senopati Tantra!"
"Aku telah menduga, kamulah yang akan muncul, yang akan mengobarkan api permusuhan. Halayudha, jangan kamu kira aku tidak memperhitungkan keunggulanmu.
"Dengan mempersiapkan prajurit sebanyak ini, kamu ingin menegakkan kepalamu, mendongak sebagai pengabdi Keraton yang paling setia."
"Aku datang tidak untuk mencari pahala, tidak untuk menunjukkan pengabdian. Aku hanyalah prajurit yang bersenjatakan pengabdian.
"Sebagai sesama prajurit, mari kita selesaikan sendiri. Jangan libatkan darah prajurit lain, hanya untuk kepuasan pribadi."
Gagah kalimat Halayudha. Di balik kata-katanya yang memperlihatkan kegagahannya, Halayudha bisa memperhitungkan bahwa kalau ia satu lawan satu menghadapi Senopati Tantra, rasanya tak akan banyak mengalami kesulitan.
Darah muda Tantra terbakar.
Tetapi dua prajurit di sisi kiri dan kanannya maju lebih dulu.
"Kalau menghendaki pertarungan satu lawan satu, untuk apa kamu bawa semua prajurit?"
"Siapa kamu?" "Pengikut setia Keraton.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Saya tak perlu nama untuk dikenang di belakang hari."
Halayudha meneguk air ludahnya sendiri.
Benar-benar tak diduga bahwa situasinya bisa berubah. Tadinya diperkirakan bahwa dengan bermodalkan asal-usul keturunan Tantra, ia berhasil menggebrak habis. Nyatanya memang begitu, dalam menggerakkan para prajurit.
Tetapi sikap keras dan tegas pengikut Tantra membuyarkan gebrakan yang mendadak.
"Baik, baik sekali. "Kalian mengaku sebagai pengabdi Keraton. Itu yang paling gampang.
"Tahukah kalian semua, siapa yang sekarang kalian junjung tinggi"
"Baginda" "Jelas bukan, karena Baginda lebih suka berada di Simping daripada di tempat ini. Itu pertanda tak ada restu dari Baginda. Tak seorang utusan pun dikirim kemari. Tidak juga seekor keledai!
"Tahukah kalian mengenai hal itu"
"Marilah kita lihat sekitar kita.
"Siapa yang berada dalam Keraton sekarang" Raja Jayanegara yang tak bebas bergerak.
"Siapa yang kalian abdi"
"Di sini ada Pangeran Anom, yang tak perlu diragukan lagi bagaimana sikap luhur dan jiwanya. Pangeran Anom yang datang dan meminta penjelasan mengenai tata keadilan Keraton kepada Raja. Tetapi pada saat Senopati Tantra memegang kekuasaan, kenapa Pangeran Anom tak mau berpihak kepada kalian"
"Masalahnya sangat gamblang, jelas, dan sederhana.
"Karena tidak melihat bahwa Tantra yang sekarang kalian lindungi ini pantas untuk diikuti langkahnya.
"Tujuh keturunan nanti akan menyesali apa yang kalian lakukan sekarang ini."
Suara Halayudha mengguntur bagai meneriakkan bumi sedang kiamat. "Sebentar lagi Mahapatih Nambi akan datang. Lengkap dengan para prajurit dan senjata.
"Apakah harus ada pengorbanan darah lagi" Sesama kita yang mengabdi kepada Keraton"
"Kalian mungkin meragukanku. Tetapi bahkan keringatku belum kering dari perjalanan ke Lumajang."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Gelegar suara Halayudha makin memenuhi ruangan.
"Tantra, masih ada waktu bagimu untuk seleh gegaman, meletakkan senjata.
Di sekitar ini banyak senopati yang lebih berhak menjalankan tata pemerintahan daripada kamu.
"Senopati itu bukan saya dan juga bukan kamu.
"Kita harus tahu di mana kaki kita bertekuk untuk bersila."
Senopati Tantra tergetar tubuhnya.
Tangannya mencekal tombak erat-erat.
"Tantra, kamu ksatria yang gagah.
"Tapi bukan di situ tempatmu."
Ayunan tombak yang keras dan cepat menyambut ucapan Halayudha.
Merasa bisa memancing kemarahan lawan, Halayudha bersorak dalam hati. Ia tidak menghindar!
Membiarkan tombak menusuk lambungnya yang terbuka.
Senopati Tantra ragu. Ujung tombak yang sudah menyentuh kulit perut, tertahan.
Inilah perhitungan cermat Halayudha!
"Kalau kamu puas dengan melenyapkanku, dan kemudian kembali ke jalan yang benar, aku rela melakukan itu semua. Demi ketenteraman dan pengurangan korban.
"Keraton memerlukan prajurit yang tangguh, seperti yang kamu bawa, seperti yang ada di sini ini."
Pengaruh ucapan Halayudha yang ditunjang keberaniannya untuk menerima tusukan tombak, seketika mengubah suasana. Para prajurit yang mengawal Senopati Tantra mundur setindak.
Senopati Tantra berdiri kaku.
Pandangannya bias tak menentu.
"Masih ada waktu, Tantra...
"Maafkan aku...."
Dengan langkah biasa, Halayudha maju. Tangannya merangkul pundak Tantra, seolah kakak yang melindungi adiknya. Tanpa gerakan tertentu yang mengesankan sedang menyerang.
Padahal itu yang dilakukan Halayudha.
Mengumpulkan tenaga dalam di telapak tangan dan memainkan jurus Banjir Bandang Segara Asat!
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Jasa Mahapatih HALAYUDHA menunjukkan kelas yang sesungguhnya.
Dengan caranya sendiri, ia berhasil menundukkan Senopati Tantra, tanpa menimbulkan kecurigaan sedikit pun. Bahkan Senopati Tantra hanya bisa mendelik kuyu tanpa bisa mengeluarkan kata-kata.
Dalam menepuk pundak Senopati Tantra, Halayudha menggunakan tenaga dalam Banjir Bandang Segara Asat. Ilmu yang menjadi andalan Paman Sepuh yang dulu pernah dikondangkan Ugrawe. Dalam memainkan tenaga dalam seperti itu, dibutuhkan kemampuan dan penguasaan yang tinggi. Sebab menggempur lawan dengan jurus maut itu berarti mempertaruhkan nyawanya sendiri. Karena jika lawan lebih unggul tenaga dalamnya, bisa-bisa Halayudha menjadi lumpuh karena tenaga dalamnya tersedot sepenuhnya. Sebaliknya jika unggul, lawanlah yang tersedot sepenuhnya.
Untuk melancarkan serangan gawat ini, diperlukan persiapan yang matang dalam mengatur pernapasan. Halayudha seperti tidak melakukan itu, sehingga tak ada yang menyangka.
Padahal sebenarnya ketika berbicara sambil berjalan ke arah kanan dan kiri, ia tengah mengumpulkan tenaga dalam dan mengatur pernapasannya sesuai dengan ajaran yang ada. Tak ada yang memperhatikan, justru karena saat itu Halayudha tengah mengungkapkan peristiwa yang tak diduga bahwa Senopati Tantra masih merupakan keturunan Raja Jayakatwang.
Sesaat sebelum Halayudha menepuk, Senopati Tantra menyadari bahwa getaran tangan Halayudha berbeda. Ada tenaga dahsyat yang menggulung. Saat itulah Senopati Tantra mengerahkan seluruh tenaga dalamnya untuk menolak. Untuk melawan.
Ini kesalahan fatal. Karena dengan adanya tenaga penolakan, tenaga yang ada menjadi terkuras karenanya. Justru jurus maut itu memerlukan lawan yang mengerahkan tenaganya!
Saat disadari, sudah terlambat.
Senopati Tantra merasa tubuhnya terenyak, dan mendadak menjadi lemas seketika. Kalau saja sepuluh bagian tenaganya terkumpul semuanya, ia langsung habis.
Andai itu yang terjadi, keculasan Halayudha bisa diketahui.
Tapi, nyatanya tidak. KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Senopati Tantra hanya menjadi lunglai, tanpa tenaga sedikit pun.
Sehingga kelihatan pasrah, menyerah ketika dirangkul dan dibimbing Halayudha.
Seakan menyadari kesalahannya.
Seakan mengakui kebenaran kata-kata Halayudha.
Padahal yang terjadi justru sebaliknya. Sisa tenaga Senopati Tantra bergolak bagai letupan yang meledak-ledak.
"Bajingan maha busuk kamu, Halayudha...."
"Memang begitu, atau malah lebih busuk lagi," bisik Halayudha perlahan di telinga Senopati Tantra.
"Terkutuk tujuh turunan...."
"Mungkin lebih. Sekarang ini biar matamu menerawang menyaksikan kebusukan ini semua...."
Cara mereka berdua berjalan sambil berbisik seolah memperlihatkan bahwa Halayudha masih tetap membujuk, menenangkan pikiran Senopati Tantra yang kalut. Dan kemudian terlihat pula bahwa Senopati Tantra menunduk, mengangguk-angguk.
Padahal, Halayudha mengirimkan tenaga memijit yang sakitnya terasa di sekujur badan. Hanya saja Halayudha lebih dulu mematikan saraf ke arah bibir dan menguasai semua saraf. Sehingga kalau dipencet di bagian tertentu, anggota badannya bisa bergerak. Tak terlalu sulit membuat Senopati Tantra menjadi mengangguk-angguk.
Dengan langkah gagah, Halayudha membimbing Senopati Tantra ke ruangan dalam, lalu mendudukkan.
Ia sendiri kemudian kembali ke depan.
"Para prajurit Keraton yang gagah berani dan bersikap ksatria, mari kita letakkan gegaman. Kita sarungkan kembali keris, kita dongakkan tombak ke langit.
"Hari ini semua huru-hara kita anggap selesai.
''Tak ada pengampunan, karena tak ada yang dianggap bersalah. Kita harus bisa menunjukkan jiwa besar, memahami kekeliruan saudara kita sesama prajurit...."
Hampir secara bersamaan para prajurit mengangguk hormat.
Halayudha segera membubarkan pertemuan.
Ia sendiri kemudian masuk, menemui Raja, untuk mengembalikan cincin dan menceritakan bahwa keadaan sudah aman kembali. Bahwa Senopati Tantra dan para pengikutnya telah dibekuk. Tak ada halangan suatu apa.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Raja Jayanegara menguap. "Baguslah yang kamu lakukan, Halayudha...."
"Hamba hanya menjalankan tugas. Kebetulan saja Senopati Tantra bisa hamba tundukkan."
"Aku sudah menduga, ini permainan anak kecil.
"Meskipun sempat juga bikin kaget. Bukan begitu, Praba?"
Praba Raga Karana mengangguk, menyembah dengan hormat. "Tapi kita tak kekurangan apa-apa.
"Anak kecil yang ingin kondang memang biasa berbuat lucu. Bukan begitu, Praba"
Praba Raga Karana kembali menyembah hormat.
"Aku tidak mengecilkan jasamu, Halayudha...."
"Maaf seribu maaf. "Kalau hamba yang melakukan, itu betul-betul suatu kebetulan Siapa pun, senopati mana pun, akan melakukan hal yang sama. Bahkan bisa lebih baik, kalau mereka mau."
Raja yang sedang menikmati garukan di tengkuknya oleh para dayang jadi tegak. Tangannya mengibas, menyuruh para dayang berhenti melakukan tugasnya.
Ringan nada suara Halayudha, akan tetapi berat maknanya.
Dengan mengatakan "kalau mau", berarti Halayudha mengisikkan selama ini tak ada yang berbuat seperti itu.
"Kenapa begitu, Halayudha?"
"Hamba kurang tahu, Sinuwun..."
"Atau kamu takut melaporkan padaku?"
"Raja maha mengetahui.
"Hamba takut kalau-kalau salah matur. Mohon maaf yang sebesar-besarnya....
"Kuampuni kelancanganmu. Katakan apa yang kamu ketahui!"
"Hamba ini orang cubluk, orang yang rendah jalan pikirannya. Orang yang goblok dan tak tahu diri.
"Hanya yang hamba kuatirkan, kenapa selama ini tak ada yang berniat memulihkan kebesaran Raja.
"Senopati Tantra memang sakti, akan tetapi bukannya tak bisa dikalahkan. Apalagi ia berani berbuat sangat kurang ajar kepada Dewa.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ibarat kata, Senopati Tantra hanyalah anak kecil yang berani kencing berdiri di depan orang yang dihormati. Yang menjadi pertanyaan hamba, kenapa anak kecil ini berani berbuat seperti itu" Apakah bukan tidak mungkin ada yang mendalangi?"
"Masuk akal. "Lalu?" "Ini hamba kaitkan dengan peranan Senopati Tantra, yang selama ini menjadi bawahan resmi Tujuh Senopati Utama. Barangkali hanya kebetulan belaka, bahwa ketujuh dharmaputra ini merasa sebagai senopati unggulan Baginda, yang-bisa saja-merasa tersingkir dengan minggirnya Baginda ke Simping.
"Namun ini saja agaknya belum cukup kuat.
"Tujuh Senopati Utama, walaupun diperlakukan istimewa, tak mempunyai uluran tangan yang panjang dalam menggerakkan para prajurit. Ada yang lebih berkuasa lagi."
"Kamu maksudkan Mahapatih Nambi?"
"Inggih..." "Apakah ia mendalangi Tantra?"
"Sumpah mati, rasanya tidak mungkin.
"Hamba tak berani menduga sedurhaka itu. Hanya saja, selama ini hamba ditugaskan Baginda untuk memanggil kembali Mahapatih Nambi. Dan sedang berada di sana sewaktu kabar Senopati Tantra merebut kekuasaan Keraton.
"Apa yang hamba saksikan, Mahapatih Nambi hanya mengangguk, berdiam, dan membiarkan hamba kembali sendirian.
"Sampai saat ini Mahapatih Nambi tetap tak muncul.
"Duh, Raja. "Hamba tak berani menduga yang bukan-bukan. Akan tetapi tersimpan pertanyaan, kenapa Mahapatih tidak segera memenuhi dawuh Raja yang memerintah"
"Tersimpan bersama gundukan pertanyaan lain yang muncul kemudian. Kenapa ketika Senopati Tantra memegang kekuasaan, tidak menyinggung nama Mahapatih sedikit pun, termasuk yang disingkirkan, mengingat jabatan Mahapatih praktis di tangannya" Kenapa tidak ada keberanian atau kebijakan untuk berbuat itu" Bahkan seolah tetap memberikan pangkat dan derajat yang sama?"
Kali ini Raja mengangguk.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Kedua kakinya yang menginjak lantai bergerak-gerak, sengaja ataupun tidak. Bergetar.
"Agaknya kamu pantas menjabat sebagai mahapatih. Jasamu dalam hal ini termasuk besar.
"Bukan begitu, Praba?"
Raja memandang sekejap, lalu menatap lama.
"Kenapa kamu berdiam diri"
"Tidak setuju Halayudha menjadi mahapatih" Ataukah dia lebih cocok tetap sebagai senopati?"
Praba Raga Karana menunduk.
"Hamba memang tidak pantas, Sinuwun.
"Karena biar bagaimanapun, Nambi masih menjabat mahapatih resmi...."
Halayudha tak mau menunggu.
Ia menawarkan diri dengan angka tertinggi!
Menjebol Pohon, Meratakan Tanah
SEKARANG saat yang paling tepat.
Dalam kondisi dan situasi yang masih belum menentu, posisi dirinya menjadi sangat berarti.
Kalau saja Praba Raga Karana mengangguk, selesailah semuanya!
Sampailah ia ke tangga yang paling dikehendaki. Kedudukan paling tinggi yang bisa dikuasai.
Tapi, demi segala Dewa, apa yang menyebabkan janda buruk rupa ini tak mau mengangguk"
Halayudha tak mau menahan diri lagi. Itu sebabnya ia memajukan alasan, bahwa selama ini resminya yang menjabat mahapatih masih Mpu Nambi!
Berarti yang ada harus dilepas lebih dulu.
"Aku tahu, tak usah kamu katakan, Halayudha!"
Suara Raja sedikit berubah. Agak keras.
Halayudha menyembah. "Apa susahnya mengambil kembali pangkat dan derajat yang kuberikan"
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aku yang berkuasa. "Ingsun pribadi yang memutuskan.
"Sekarang aku mau mendengar, apa yang akan kamu lakukan kalau kamu menjadi mahapatih?"
"Hamba tak bisa berbuat apa-apa, selain kesetiaan dan pengabdian, seperti semua prajurit, seperti yang selama ini hamba lakukan...."
Dengan suara lembut, terasa betul betapa Halayudha ingin menekankan jasanya menumpas Senopati Tantra dan mengembalikan takhta ke Raja.
"Dan tugas utama prajurit, menjaga Keraton beserta isinya, melestarikan kewibawaan Raja, tanpa ada keraguan seujung rambut dibelah selaksa.
"Tak ada yang lain. "Prajurit adalah abdi Keraton.
"Betapa mudah menumpas Senopati Tantra yang mbalela, yang memberontak. Tetapi betapa sesungguhnya tugas prajurit adalah mencegah sedini mungkin munculnya persemaian mengerikan semacam itu."
"Dalam situasi sekarang ini apa yang akan kamu lakukan?"
"Agar bisa melihat lebih jelas, tanah harus diratakan. Agar pandangan tak terganggu.
"Barangkali dalam meratakan tanah, terpaksa menyingkirkan satu atau dua pohon. Satu atau dua pohon yang akarnya tertanam dalam pun harus direlakan. Demi ketenteraman, kesentosaan, dan demi tata tentrem kerta raharja..."


Senopati Pamungkas 2 Karya Arswendo Atmowiloto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Raja mengangguk perlahan.
Tangan kirinya mengelus pundak Praba Raga Karana.
"Siapa pohon-pohon itu?"
"Pohon yang tertanam lebih dulu."
"Baginda?" Halayudha terbatuk. Seakan mewakili keheranan Raja.
"Kamu lancang sekali...."
"Hamba, Sinuwun, hamba lancang sekali...."
"Kamu tahu bahwa kelancanganmu bisa membuatku memerintahkan mulutmu disobek?"
"Hamba... KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Hamba yakin seyakin-yakinnya, atas nama Dewa Yang Maha Mengetahui dan Mahaagung, bahwa Baginda tak sedikit pun mempunyai pikiran yang lain. Bahkan sejak masih timur, Sinuwun telah dicalonkan sebagai putra mahkota.
"Akan tetapi, Baginda bisa disalahgunakan kebesaran dan kewibawaannya. Contoh yang paling jelas adalah Tujuh Senopati Utama.
"Para senopati utama ini, sebenarnya harus menjawab dalam hati, apakah mereka mengabdi kepada Baginda atau kepada Raja yang memerintah secara bijaksana"
"Hal ini bisa menjadi lebih keruh lagi, karena para putri Sri Baginda Raja masih menyimpan impian lama. Apalagi Permaisuri Rajapatni, yang masih percaya bahwa garis keturunannya langsung yang akan menjadi raja besar.
"Sangat mudah dimengerti, jika Permaisuri Rajapatni-lah satu-satunya yang diundang ke Keraton oleh Senopati Tantra untuk menjadi pengayom.
"Dalam hal ini, Baginda terlalu bermurah hati, dan disalahgunakan oleh mereka yang tidak bertanggung jawab. Mereka yang hanya mau memperoleh keuntungan pribadi dengan menginjak mayat keluarga lain."
Raja mendesis. Semua yang dikatakan Halayudha bisa diterima. Ada bukti nyata dari apa yang disebutkan.
Padahal, Halayudha sengaja memakai kenyataan, dengan memutarbalikkan, sebagai bukti yang memperkuat siasatnya.
"Aku bisa menerima alasan yang kamu katakan.
"Tetapi mana mungkin aku menjebol pohon yang utama itu?"
"Bukan pohonnya, duh Raja.
"Tetapi pohon-pohon kecil yang selama ini berpura-pura berlindung di bawahnya."
"Tujuh pohon itu yang dijebol?"
Halayudha menyembah hormat.
"Mereka bisa dikucilkan. Bisa tetap menjadi senopati utama, akan tetapi tidak memegang garis komando secara langsung."
"Itu jalan yang baik.
"Kamu tadi menyebutkan dua pohon, lalu siapa pohon yang satunya yang harus dijebol?"
"Pohon yang tumbuh di Lumajang."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Halayudha semakin tidak ragu-ragu melaksanakan niatnya. Kalau memang mau meratakan tanah, semuanya harus disingkirkan!
"Apa susahnya itu"
"Tetapi apa salahnya" Bukankah selama ini ia sudah menjalankan palapa sedang istirahat?"
"Pohon di Lumajang memang beristirahat.
"Tak ada apa-apanya. Akan tetapi Raja yang maha tahu dan bijak bisa melihat sendiri bahwa pohon itu bisa menjadi subur, bisa bersemai, dan menjadi pusat pohon-pohon sekitarnya, yang akhirnya menjadi hutan lebat yang bisa menghalangi pandangan.
"Apalagi kalau dilihat bahwa di Lumajang sudah terkumpul para ksatria dan pembentukan prajurit baru."
Raja menekuk-nekuk buku jarinya.
Lalu kembali tenang. Meremas pundak Praba Raga Karana.
"Terasakan olehku bahwa kamu sudah menyiapkan diri menjadi mahapatih. Itu menimbulkan kecurigaan juga.
"Tapi dalam hal lain, aku setuju.
"Mulai sekarang juga, aku memerintahkan agar Tujuh Senopati Utama dicopot, dilucuti, semua tugas dan wewenang yang berhubungan dengan pemberian perintah kepada prajurit mana pun. Tak ada satu prajurit pun yang menerima perintah dari mereka.
"Mulai sekarang juga, Tujuh Senopati Utama tidak diperbolehkan berada di Simping.
"Mulai sekarang juga, semua prajurit yang mengawal Baginda di Simping diganti.
"Mulai sekarang juga, Mahapatih Nambi..."
Kalimat Raja tak selesai karena Praba Raga Karana menunduk rata dengan lantai.
"Akan kuputuskan nanti mengenai hal itu.
"Halayudha aku memerintahkan kamu menyampaikan hal ini."
Halayudha menyembah hormat.
Kemudian beringsut mundur.
Saat itu juga memerintahkan juru tulis Keraton mencatat semua kalimat perintah Raja dan menyertakan cincin untuk segera menyampaikan kepada Tujuh Senopati Utama.
Demikian juga perintah mengenai penggantian semua prajurit di Simping.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Dan dengan diam-diam memerintahkan agar selalu mengawasi segala perubahan dalam masyarakat. Melaporkan segala perubahan dalam masyarakat. Melaporkan apa yang didengar dan dilihat.
Secara khusus, Halayudha juga memerintahkan agar melaporkan hal yang sama dari Lumajang.
Ini yang masih mengganjal.
Lumajang. Mahapatih Nambi!
Dewa mana yang melindunginya, sehingga Praba Raga Karana yang tak tahu arah utara-selatan tata krama pemerintahan, bisa tidak setuju dengan pencopotannya"
Padahal, kalau dilihat dari peluang dirinya untuk menduduki jabatan, justru Nambi yang harus disingkirkan lebih dulu!
Sekarang tinggal mengatur siasat, bagaimana cara yang aman dan selamat, tetapi mengenai sasaran.
Yang paling mudah adalah mempengaruhi janda buruk rupa itu, pikir Halayudha. Tapi justru di sini susahnya. Wanita itu tak pernah berpisah dari Raja. Selalu menempel bagai daki.
Jalan kedua, memancing Mahapatih Nambi.
Ini juga tidak mudah. Mahapatih yang satu ini luar biasa setia dan selalu bisa berpikir secara jernih.
Berarti tak bisa secara langsung.
Halayudha tersenyum-senyum. Ia memuji dirinya sendiri yang bisa mencari jalan keluar yang terbaik.
Ia yakin sekali ini rencananya akan berjalan dengan mulus. Cukup banyak senopati yang sekarang ini nasibnya sedang terombang-ambing.
Antara terus memegang jabatan atau tersingkir. Jumlah yang kuatir cukup banyak.
Mereka inilah yang akan dipakai.
Itu hanya memerlukan satu kedipan mata untuk melaksanakannya.
Suara Hati, Suara Tanpa Bunyi
RAJA JAYANEGARA tidak memedulikan Halayudha. Kalaupun kemudian teringat, itu semata-mata karena menyangkut Praba Raga Karana. Sewaktu berada di taman yang sengaja dibangun untuk kesenangan Praba, Raja mengelilingi dari ujung ke ujung.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Selama Keraton dalam penguasaan Senopati Tantra, Raja tak mempunyai kesempatan menengok. Baru sekarang ini bisa melihat taman yang dipenuhi sungai buatan, air mengalir dari bagian atas, tepat di bawah pepohonan.
Di bagian lain, tersimpan beberapa jenis binatang berbisa. Mulai dari ular, kalajengking, maupun semut sengat. Ketiga jenis binatang ini, sekali memagut bisa membinasakan manusia. Diperlukan waktu yang cukup lama untuk mencari, mengumpulkan, dan melatih pawangnya.
"Aku memeliharanya sejak kecil, Praba.
"Kamu suka?" Praba mengangguk. Tak ada siapa-siapa di taman itu selain mereka berdua. Tidak juga burung-burung bebas, karena Raja paling tidak suka hal itu.
"Tidak suka, Praba?"
"Hamba menyukai apa yang Paduka sukai."
Raja tertawa, tapi kemudian bersungut.
"Kalajengking berbisa itu dulu aku paling suka main-main. Kalau timbul keinginanku, ada saja prajurit yang kuminta memasukkan jarinya agar disengat. Kadang aku mengerti itu perbuatan yang gila-gilaan, tetapi aku menyukainya.
"Pernah aku menyuruh seorang prajurit membiarkan semut itu masuk ke mulutnya, dan aku memerintahkan agar ia tak menggigit atau menelan.
"Aku ingin tahu apa yang terjadi."
Praba menahan napasnya. "Mereka mati. Menakutkan sekali wajahnya.
"Dan lucu." Raja mendekati Praba. Mengelus pipi, memegang daun telinga, menatap lekat.
"Praba, aku selalu ingin tahu. Dan aku menjajalnya.
"Aku selalu menjalani apa yang kuingini. Itu sebabnya aku tak mengerti, kamu tak pernah sedikit pun menginginkan sesuatu.
"Menjadi permaisuri utama, kamu malah ragu.
"Di Keraton ini segala macam perhiasan dan emas bertumpuk. Ada bentuk dan besarnya seperti aslinya. Seperti patung bebek emas, atau patung ikan emas yang matanya dari batu permata. Tapi kamu tak
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
sedikit pun tertarik. Jangan kata memiliki, keinginan untuk memegang saja tidak.
"Sewaktu semua itu kutunjukkan padamu, kau bersinar gembira.
Hanya sesaat. Itu pun untuk tidak membuatku kecewa.
"Kadang aku tak mengerti. Apa sebenarnya yang kamu ingini dalam hidup ini" Apakah bisa seseorang yang hidup tidak mempunyai keinginan apa-apa?"
"Hamba telah menemukan apa yang hamba cari...."
"Aku?" "Diri hamba sendiri."
"Ooooo, kamu mencari dirimu sendiri, dan bisa menemukan" Begitu, Praba?"
"Nun inggih, Sinuwun..."
"Katakan, apa yang kamu temukan dalam dirimu itu?"
"Hamba ini. Seperti yang Sinuwun lihat."
Raja berdeham kecil. Berhenti di arus sungai kecil yang sengaja dibuat. Mencelupkan kakinya ke dalam, sehingga sebagian kainnya basah.
"Aku jarang mengerti kata-kata yang njlimet, yang pelik seperti itu.
Kata-kata dalam kidungan yang hanya dimengerti oleh para pujangga.
"Seperti apa dirimu itu, Praba?"
"Seperti yang hamba cari. Seperti yang hamba inginkan. Hamba mengikuti suara hati, wisik, yang tak berbunyi, tapi kita bisa merasakan."
"Apakah suara hatimu itu yang menyebabkan kamu tidak suka kalau Halayudha kuangkat menjadi mahapatih?"
Praba ditarik ke dalam air.
Basah hingga ke paha. "Kenapa?" "Hamba tak mengerti. Tiba-tiba saja hamba merasa bahwa Senopati Halayudha yang sama sekali tidak hamba kenal asal-usulnya akan menyebarkan bibit keruwetan."
"Aku tahu itu. "Aku tahu segalanya.
"Tetapi ia tak akan menggangguku. Seujung rambut pun tidak."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Sambil memperdengarkan tawa yang keras Raja kini mencelupkan seluruh tubuhnya ke dalam air. Praba Raga Karana mengikuti, hingga kini seluruh tubuhnya, sampai dengan rambutnya yang digelung basah kuyup.
"Atau kamu rasa Halayudha akan mengikuti jejak Tantra?"
"Tidak, Sinuwun...."
"Lalu kenapa tidak suka?"
"Hamba tak mengerti. Suara hati tanpa bunyi."
"Aku tanya begini bukan karena apa. Dua hari sebelum Tantra menguasai Keraton, kamu menceritakan mimpimu. Bahwa seorang prajurit yang bisa kamu sebutkan lengkap ciri-cirinya-yang kemudian aku tahu itu adalah Tantra-akan mengganggu hubungan kita. Waktu itu aku mendengarkan tanpa peduli. Akan tetapi setelah kejadian berlangsung, aku baru sadar bahwa suara hatimu ternyata benar adanya.
"Sangat tepat. "Wooo-hoo, aku tak merasa apa-apa. Tak ada firasat, tak ada wangsit tak ada suara hati.
"Lalu di saat kita terkurung, kamu mengatakan bahwa lima hari lagi kita bisa jalan-jalan di taman ini. Nyatanya begitu.
"Sekarang aku mau tanya, apa kata suara hatimu mengenai Halayudha?"
"Hamba tak mendengar apa-apa.
"Hamba tak bisa memaksa diri."
"Atau yang lainnya. "Misalnya, misalnya... Ratu Ayu. Siapa yang akan mempersunting dia?"
"Sinuwun jangan mempermainkan hamba."
"Tidak. Aku ingin mengetahui saja."
"Ratu Ayu telah dimiliki Upasara."
"Ya, tapi sekarang atau nanti?"
"Sama, Sinuwun...."
"Sama" "Upasara yang sudah jadi tulang dan terpisah bisa memiliki Ratu Ayu?"
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Wajah Praba Raga Karana kelihatan pucat. Napasnya bergelora.
Dadanya naik-turun. Terlihat benar ketika Raja menarik kainnya, dan membiarkan hanyut.
"Apa betul Upasara telah meninggal, Sinuwun?"
Kini Raja yang mendadak melepaskan rangkulan.
"Apa suara hatimu mengatakan Upasara masih hidup?"
"Begitulah yang hamba rasakan."
Raja tertawa keras. Kini Praba Raga Karana dipeluk kencang. Rambutnya yang terurai, sebagian melambai seirama dengan arus air, memberikan bentuk sempurna dari tubuhnya yang jelas membayang dalam aliran air jernih.
"Aku melihat sendiri ketika hukum poteng itu dilaksanakan. Ah, rasanya kamu juga ada.
"Dan setahuku, tak ada orang yang sudah dipotong tubuhnya bisa menjelma kembali. Tak ada.
"Praba, aku pernah mendengar ada seseorang yang bisa moksa.
Hilang bersama seluruh raganya. Tapi apa seseorang yang telah tercerai anggota badannya bisa menjelma kembali, itu masih tak bisa kumengerti.
"Mungkin saja itu keistimewaan Dewa."
Raja mengelus tubuh Praba Raga Karana.
"Untuk apa kita membicarakan Upasara" Apa peduli kita?"
"Sinuwun yang menanyakan, dan hamba yang merasakan suara itu."
"Suara tanpa bunyi" Haha...
"Tapi aku suka mendengar cerita semacam itu. Terutama darimu.
Coba dengarkan suara hatimu, bagaimana caranya Upasara bisa hidup kembali?"
"Hamba tak mendengar apa-apa lagi...."
"Lagi macet apa"
"Itu juga lucu."
Raja tertawa kembali. Puas.
Tertumpah semuanya. Bersama derasnya air. Bersama empasan aliran. Terbuang, entah ke mana.
Praba Raga Karana menyandarkan tubuhnya ke tebing. Membiarkan Raja yang kelelahan bersandar di tubuhnya, bagai anak kecil minta perlindungan. Membiarkan matahari membakar.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Agak lama. Sampai Raja terbangun karena air memasuki hidung.
"Aku tak suka cara membuat sungai buatan ini.
"Lebih baik besok ditutup saja."
Raja segera bergegas naik ke pinggir. Dari tubuhnya mengucur air sepanjang kakinya melangkah.
Praba Raga Karana ditinggal sendirian. Tanpa busana. Tanpa apa-apa. Hanya suara hati, yang bergetar, yang tak menimbulkan bunyi, yang memberikan pertanda.
Yang kadang bisa dimengerti seketika, kadang hanya perlambang atau gambaran tertentu.
Suara hati yang mengisyaratkan sesuatu, seperti dulu, jauh sebelum Raja mengangkatnya dari kehidupan sebagai juru pijat.
Anak Kecil Mengunyah Cabe
RAJA JAYANEGARA seolah berlari melintasi Keraton.
Tangannya dibiarkan terbuka lebar sehingga semua benda hiasan yang tersenggol sengaja jatuh dan pecah berantakan. Baik yang dibuat dari tanah liat, tembaga, maupun emas. Hiasan yang biasanya menjadi pajangan ditata apik, hasil seni ukir yang tinggi, jatuh dan ditendang ke segala penjuru.
Para prajurit kawal pribadi yang menjaga dari jarak kejauhan tak berani berbuat apa-apa, selain tetap menjaga.
Bahkan ketika berada di dalam, payung kebesaran dicabut dan dilemparkan dengan keras ke arah atap!
"Hidup ini tak ada apa-apanya.
"Tak ada siapa-siapanya.
"Tidak kenapa-kenapa."
Raja melangkah ke arah kaputren. Telunjuk dan suaranya menuding garang.
"Kumpulkan semua putri Keraton dalam kamarku! Semuanya! Dalam kamar peraduanku! Siapa saja! Termasuk Tunggadewi dan Rajadewi!"
Dalam satu tarikan napas yang sama, tudingannya juga mengandung perintah tak terbantah.
"Lepaskan semua buron yang ada di taman...."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Buron atau binatang buruan yang berada di taman adalah kumpulan binatang buas yang selama ini menjadi klangenan atau tempat Raja menghibur diri. Bisa dibayangkan bahwa prajurit yang mendapat perintah seperti ini sangat terkejut. Karena binatang buas itu akan sangat berbahaya jika dibebaskan begitu saja.
Akan tetapi perintah adalah perintah.
Perintah Raja adalah sabda tak terbantah.
Dengan napas terengah-engah Raja menuju dapur, dan memerintahkan agar semua persediaan makanan yang ada dimasak dalam satu dandang yang sama.
"Lakukan, sekarang ini juga!"
Ketika seorang prajurit memberanikan diri menghadap dan menyampaikan bahwa Ibunda Permaisuri Indreswari berkenan sowan, Raja hanya mengangkat hidungnya tinggi-tinggi.
"Ingsun sudah tidak butuh menetek lagi. Air susu yang kuisap berbeda.
"Inilah air susu yang kubutuhkan sekarang ini. Dan aku tengah mengisapnya kuat-kuat."
Tak ada yang membantah. Tak ada yang menghalangi bayangan langkah kaki Raja.
Bahkan Halayudha sendiri ketika mendengar kabar yang mengejutkan ini tak bisa segera memutuskan cara untuk bertindak.
Bahwa seorang pemegang kekuasaan tertinggi bisa bertindak gila di luar jangkauan pikiran normal, itu sesuatu yang wajar. Halayudha mengalami masa-masa akhir Sri Baginda Raja, juga semasa Baginda yang boleh dikata gejolak yang berarti. Akan tetapi tetap bisa diterima.
Tapi tidak seperti ini. Dan celakanya bagi Halayudha, sekarang ini kejadian berlangsung saat posisinya sudah sedemikian menguntungkan. Di saat dirinya tinggal selangkah lagi menjadi mahapatih secara resmi.
Sebenarnya ia bisa menunggangi peristiwa ini untuk keuntungannya.
Namun, kalau benar-benar di luar jalan pikiran normal seperti sekarang ini, alih-alih pangkat dan derajatnya malah bisa berbalik.
Apalagi setelah diketahui bahwa Permaisuri Indreswari sendiri ditolak.
Bahkan yang sebelumnya tak terbayangkan, telah terjadi. Raga Praba Karana ditinggalkan di taman, di sungai buatan, dalam keadaan tanpa busana. Tak ada yang berani menolong untuk memberi pakaian.
Inilah hebat. KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Benar-benar jungkir-balik.
Kepala menjadi kaki. Dan kaki menjadi tangan.
Ini semua bukan karena pengaruh bubuk pagebluk atau apa.
Sebelumnya sangat biasa sekali, lalu tiba-tiba saja berubah. Tudingan dan perintahnya makin keras.
Kini bahkan seluruh isi perabot Keraton dipindahkan. Kursi kebesaran diperintahkan untuk dipindahkan. Senjata-senjata yang mendapat tempat utama di kamar senthong, kamar tersendiri yang tak pernah disentuh orang lain, dibuka lebar-lebar pintunya.
Hanya Mahamata Puspamurti yang tidak terpengaruh. Ia duduk di bawah pohon beringin, wajahnya menyimpulkan senyuman. Kipas kayu yang berukuran besar digerak-gerakkan, sehingga angin keras seakan menggerakkan pohon beringin hingga ke dahan-dahannya.
Tokoh yang aneh dengan dandanan yang juga aneh ini seakan malah menikmati keributan yang tengah terjadi.
"Ya, memang begitu. "Ladlahom, ladlahom, ada benarnya. Tak perlu ragu."
Mendadak Raja yang tengah berada di dalam berlari ke luar, menuju ke arah Puspamurti.
"Aku perintahkan tebang pohon ini, cabut semua akarnya!"
Puspamurti makin menyunggingkan senyuman.
"Itu bagus. "Apa lagi" Langit kamu turunkan" Tanah dan lantai Keraton dikeduk sehingga menjadi sungai" Atau semua prajurit kamu perintahkan memakan tanah"
"Boleh, boleh, aku senang.
"Ada teman. Mudah-mudahan kamu tak mengecewakan di belakang hari."
Raja memandang kiri-kanan.
"Tebang sekarang! "Aku tak mau mendengar. Aku hanya mau memerintah."
Para prajurit yang diperintah bergerak maju. Akan tetapi gerakan kipas Puspamurti membuat mereka tertahan. Angin deras menghalangi gerak maju mereka.
"Nenek tua..." "Kenapa kamu bicara padaku"
"Ladlahom itu namanya.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Seharusnya tidak."
"Seharusnya kamu juga tidak bicara padaku."
"Aku tidak bicara padamu. Tidak kepada beringin. Aku berbicara pada diriku sendiri. Mungkin juga tidak kepada diriku sendiri. Aku berbicara kepada mulutku.
"Mulutku adalah mulut manusia. Telingaku adalah telinga manusia.
Semua sudah kumiliki sendiri. Seperti kamu.
"Ladlahom. "Setelah Kebo Berune yang sia-sia, yang mengingkari sebagai mahamanusia, masih ada yang tersisa...."
"Kamu keliru...."
"Tak ada kekeliruan bagi mahamanusia."
Puspamurti menjawab sama cepatnya dengan nada suara Raja.
"Meskipun aku bisa berkata bahwa kamu masih terlalu hijau untuk menyadari. Kamu seperti anak kecil yang mengunyah cabe rawit, melonjak-lonjak karena kepedasan. Tanpa menyadari...."
"Aku tidak butuh komentarmu."
"Aku juga. "Kamu tahu apa yang kamu lakukan, Raja" Kamu kecewa apa sehingga melakukan ini semua" Untuk memperlihatkan kekuasaanmu"
Untuk menghapus kekecewaanmu dari wanita yang kini kamu tinggalkan menggigil kedinginan"
"Aku tidak butuh jawabanmu.
"Tak perlu diterangkan, karena segalanya cukup terang. Sudah tertulis dengan jelas. Pada manusia terpilih, ia akan menjadi mahamanusia. Aku yang terpilih. Belakangan aku tahu ada Kebo Berune yang menguasai mati atas hidup, akan tetapi ternyata ia mengingkari.


Senopati Pamungkas 2 Karya Arswendo Atmowiloto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sekarang ini kamu. "Sejak kapan kamu mempelajari Kidungan Pamungkas?"
Raja mengerutkan kening. "Sudah kusadari bahwa kamu anak-anak yang tak tahu pedasnya cabe rawit. .
"Yang begini saja masih bingung.
"Ladlahom! KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Apa betul di seluruh jagat ini tak ada yang tahu ilmu pembebasan manusia yang begitu utuh" Apa betul cuma aku seorang yang bakal menjadi ahli waris satu-satunya yang terakhir?"
Suaranya yang mengandung pertanyaan sekaligus juga mengandung rintihan terbawa oleh angin yang berasal dari gerakan kipasnya.
Para prajurit bersiap mengepung. Bahkan Halayudha turun tangan sendiri. Memimpin di depan.
"Harusnya tidak mungkin. Kalau seluruh jagat ini banyak manusia, mana mungkin hanya satu mahamanusia" Itu bertentangan dengan isi kitab.
"Tapi kalau yang ada anak kecil yang merasakan ujung cabe, apa ia bisa dimasukkan sebagai penganut ajaran ini"
"Hei, kalian semua, menyingkirlah! Aku masih ingin merasakan segarnya angin yang menggoyang daun."
Puspamurti menggerakkan kipasnya. Perlahan, akan tetapi tenaga yang keluar jauh lebih keras dari semula. Empat prajurit tersentak mundur seketika. Bahkan Raja ikut terdorong.
"Tebas!" Perintah Raja tak perlu diulang. Serentak dengan itu sepuluh prajurit menyerbu tanpa memedulikan bahaya.
Halayudha yang berjalan terpincang, segera maju. Kedua tangannya membentuk silangan, sementara kedua kakinya menggeser maju.
Dengan satu tarikan tangan kanan ke dalam, tangan kirinya menjotos ke luar.
Puspamurti hanya mengeluarkan suara dingin di hidung.
"Main-main apa sungguh-sungguh?"
Pengejaran Mahamanusia TENANG sekali Puspamurti menggerakkan kipasnya. Terulur ke depan dan seketika itu tenaga dalamnya membentur tenaga dalam Halayudha, yang segera mengubah dengan tenaga air. Menyedot keras, membetot dari dasar.
Halayudha bukan sembarang senopati. Ilmu yang diwarisi adalah ilmu-ilmu kelas satu. Apalagi sekarang ini sedang dilihat Raja, semangatnya makin menjadi-jadi.
Sehingga Puspamurti tak bisa melayani duduk dengan tenang.
Tubuhnya bergerak ke atas, membebaskan diri dari sedotan tenaga
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
dalam Halayudha. Yang secara berturut-turut mencecar dari segala penjuru.
Puspamurti mengeluarkan suara ladlahom pendek sebelum akhirnya memusatkan diri menghadapi gerakan-gerakan yang serba tak terduga.
Saat itu Halayudha sengaja memamerkan kelebihannya. Segala jenis jurus yang pernah diketahui, pernah dipelajari, dikeluarkan. Baik jurus-jurus pendek dari Jepun ataupun dari tanah Tartar, disambung dan dirangkai dengan ajaran dari Kitab Bumi maupun Kitab Air.
Menakjubkan. Dalam sekejap tubuh Halayudha bisa gagah, tegak lurus kaku, di lain pihak bisa berubah seperti gerakan penari, lalu berubah lagi seperti air yang mengalir.
Padahal selama ini Puspamurti seperti tak pernah mengubah gerakannya. Kenyataannya memang begitu!
Sejak semula Puspamurti memainkan satu jurus saja. Jurus yang dinamai Puspita Gatra, sesuatu yang berbunga di bagian ujung. Kipas gedenya bergerak, menekuk ke depan seperti menjadi berat tiba-tiba.
Akan tetapi justru dengan gerakan yang selalu sama, gebrakan Halayudha menjadi pudar.
Satu-satunya yang memberi kesan bahwa Halayudha lebih unggul hanyalah bahwa dengan demikian Halayudha mampu mendesak Puspamurti meninggalkan pohon beringin. Bisa dituntun, bisa diarahkan ke tempat lain.
Hingga ke gerbang luar. Namun, sebenarnya yang merasa mati kutu ialah Halayudha.
Sepuluh-dua puluh jurus ia berhasil mendesak, merangsek, dan membuat Puspamurti berloncatan, tetap saja tak bisa menundukkan.
Setiap kali, pada saat yang sudah terjepit, masih sempat menghindar.
Sambaran angin yang makin mendekat ke arah tubuh Puspamurti, tetap tak bisa menyentuh.
Tubuh Halayudha sudah sepenuhnya mandi keringat. Demikian juga terasakan bahwa perlahan napas Puspamurti telah memberat. Akan tetapi, seperti terulang kembali, pukulan Halayudha tak pernah bisa menyentuh.
Halayudha mengganti dengan serangan berat. Bahkan dengan berani dijajalnya tenaga dalam penuh saat memainkan Banjir Bandang Segara Asat karena jengkel dan putus asa.
Akan tetapi justru ketika pengerahan tenaga sedang dilakukan, ujung kipas kayu lagi-lagi menekuk di depannya. Yang tak bisa tidak harus dienyahkan atau dihindari.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Beberapa kali Halayudha mencoba memancing membarengi menyerang dengan risiko terkena kipas tapi juga bisa menerjang. Akan tetapi setiap kali hampir dilakukan, setiap kali seperti disadarkan bahwa kipas lawan jauh lebih dekat ke bagian tubuhnya yang berbahaya.
Sepuluh jurus kemudian Halayudha mengempos semangatnya.
Hasilnya tetap sama. Tak bisa melukai atau meringkus!
Bahwa dengan demikian Puspamurti makin sempoyongan, ternyata juga tidak membuatnya lebih gampang menekuk lawan.
Halayudha bukan tokoh kepala batu yang dungu. Mengetahui bahwa dengan jurus tunggal Puspamurti tetap bisa menghindar, rasa ingin tahu dan berguru yang muncul mendesak.
"Hebat, hebat... "Ini baru permainan silat yang luar biasa."
Puspamurti menghentikan gerakannya. Nyata sekali bahwa semua tenaga juga ikut terkuras.
"Saya perlu belajar dari Mahamata...."
"Kamu licik, maha licik.
"Cocok untuk ilmu ini. Tapi aku tak suka padamu."
Puspamurti membalik. Halayudha terkesima. Tak nyana tak mimpi bahwa dirinya akan ditinggalkan begitu saja.
Baru saja mereka berdua mengadu jiwa dalam pertarungan ketat, lalu tiba-tiba saja membalikkan tubuh.
"Suka atau tidak suka, apa bedanya bagi mahamanusia?"
"Ada. "Aku mau pergi. Kejar aku kalau mau."
Ini benar-benar kurang ajar.
Tapi Halayudha sadar bahwa kalaupun ia kembali menyerang, akhirnya akan berulang sama. Ia bisa mendesak habis, akan tetapi tetap saja tak bisa mengalahkan.
"Apa hubungannya dengan Kitab Paminggir atau Pamungkas?"
Puspamurti membalik. Meludah. Lalu dengan gayanya yang genit berjalan meninggalkan. Goyangan tubuhnya masih tersisa meninggalkan bau harum.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Halayudha masih berdiri tegak. Di kepalanya mendadak berkelebat beberapa rencana.
Puspamurti tak memedulikan. Ia terus berjalan sampai di luar Keraton, lalu menuju ke arah pedusunan. Baru kemudian sekali berhenti, memainkan jurus-jurus kipasnya. Lalu menghela napas berat.
"Apa betul hanya aku titisan mahamanusia itu?"
Kembali dijajalnya jurus yang sama. Kipasnya dimainkan tangan kanan dan tangan kiri, diganti dengan kaki, dengan gigitan, lalu menghela napas kembali.
"Apa betul hanya aku?"
Anehnya, suara itu tergema kembali, dalam nada dan irama yang sama, hanya bunyinya berbeda.
"Apa betul di seluruh jagat ini semua tahu bahwa ada ilmu pembebasan manusia secara utuh" Apa betul semua sudah mewarisi secara sempurna?"
Puspamurti memandang ke arah datangnya suara.
Ke arah pohon beringin liar, di mana di bawahnya ada bayangan tubuh tengah duduk bersila.
"Ladlahom! "Pasti kamu yang mengaku juru ramal Truwilun itu!"
Puspamurti berjalan sambil menyeret kipasnya menuju ke arah Truwilun yang duduk di tanah sambil mengumpulkan dedaunan.
Daun-daun yang disusun berbaris-baris, sehingga seolah memberikan kesan gambar seberkas sinar. "Ini bagus. "Kamu menangkap. "Juru ramal yang baik, tunjukkan..."
Sebelum kalimat Puspamurti selesai, daun-daun yang berbaris berubah menjadi gambar yang lain. Semacam gambar belalai gajah yang melengkung, mengisap lingkaran. "Ini baru ladlahom.
"Aku sudah tahu kamu pasti salah satu manusia yang aneh. Ternyata sangat aneh.
"Truwilun, apa yang kamu bikin?"
Susunan daun di depan Truwilun berubah bentuknya. Tak lagi menyerupai belalai, melainkan bentuk kapas yang bersusun.
Puspamurti berjongkok. Kipasnya bergerak. KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Susunan kapas berubah kembali menjadi belalai, mengisap lingkaran, yang oleh Puspamurti dibuat sedemikian rupa sehingga menggambarkan tengkorak.
Truwilun menggeleng. Daun-daun kering itu berubah menjadi bentuk mahkota.
Puspamurti menggeleng. "Kamu tak mengerti, Truwilun. Tak ada mahkota."
Puspamurti menggerakkan kipasnya. Angin menderu keras. Daun-daun kering di sekitarnya berpencaran ke segala penjuru bagai tersapu angin puyuh.
Akan tetapi gambar daun yang dibuat Truwilun tetap tak berubah.
"Ladlahom! "Kamu keliru. Mahamanusia itu bisa belalai yang mengisap ilmu apa saja, di mana saja, sampai habis."
Truwilun mengangguk. "Jadi tak ada batas mahkota."
Truwilun menggeleng. "Mari kita mulai dari awal...."
Truwilun mengangguk. Kini daun-daun kering berpencaran lagi. Oleh gerakan tangan dan kipas Puspamurti yang dikebut sehingga membentuk gambar belalai dan sinar, diubah kembali menjadi rentetan kapas, lalu tengkorak, lalu susunan seperti bintang, lalu berubah seperti belalai lagi. Setiap kali Truwilun mengubah, Puspamurti mengubahnya kembali, dan keduanya saling mengangguk.
Bahkan saking gembiranya, beberapa kali Puspamurti memeluk tubuh Truwilun, mengusap dagu, dan mencium pipi.
Truwilun duduk bergeming.
Hanya saja, ketika Truwilun membentuk gambar mahkota, perubahan tak ada lagi. Puspamurti sangat kesal sehingga memukulkan kipas kayunya dengan keras.
Amblas ke tanah, menghancurkan dedaunan.
Yang tetap membentuk simbol mahkota.
Riwayat Kitab-Kitab KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
PUSPAMURTI terbatuk keras.
Ia berlutut, dan akhirnya berbaring di tanah. Mencium telapak kaki Truwilun yang mendadak ditarik.
"Apa selama ini aku salah?"
Truwilun menggeleng. Lalu menyusun kembali daun-daun yang kering.
Malam telah turun. Kegelapan menyelimuti.
Puspamurti masih terbaring. Hanya kali ini memandang ke arah langit yang kosong.
"Apakah mahamanusia itu terbatas?"
"Agaknya begitu." Akhirnya terdengar suara yang nadanya setengah ragu.
"Selalu ada mahkota?"
Truwilun mengangguk samar.
"Sejak itu kamu menjadi peramal?"
Jawabannya adalah helaan napas.
Ringan. Segar. "Puspamurti, kamu dan aku sama. Seumur hidupmu kamu habiskan bersembunyi di dalam Keraton, demikian juga aku. Seumur hidupku kuhabiskan di tengah hutan yang dinamai Perguruan Awan."
"Aku sudah tahu tanpa kamu bilang..."
Suara Puspamurti terdengar dipenuhi rasa menunjukkan kehebatan.
Sesuatu yang tidak biasanya. Karena selama ini seperti tak memedulikan apa saja.
"Kamu ini Eyang Sepuh?"
"Bukan." "Bagaimana kamu tahu ada mahkota"
"Bagaimana kamu tahu bahwa itu yang dimaksudkan adalah mahkota?"
Tak ada jawaban. "Kamu Baginda Raja Sri Kertanegara?"
"Bukan. "Aku Truwilun."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Puspamurti terbatuk. Lalu duduk. "Tak bisa tidak. Kalau kamu bukan Eyang Sepuh, pasti kamu Sri Baginda Raja Kertanegara. Kalau tidak, bagaimana kamu bisa menemukan itu"
"Dengar baik-baik. Namaku Puspamurti. Aku pernah melihat yang namanya Eyang Sepuh. Juga pernah melihat Sri Baginda Raja. Aku mempelajari semuanya.
"Sejak masih digodok.
"Sejak ajaran Kitab Bumi belum dijadikan ajaran resmi. Aku telah mempelajari dengan baik. Aku hafal bagaimana bentuk penulisannya.
Sampai dengan Kitab Paminggir, yang bagiku merupakan kitab dari segala kitab pembebasan yang pernah ada.
"Dengar baik-baik, Truwilun.
"Aku tahu Kitab Air. Aku tak tertarik. Tapi kitab mengenai mahamanusia aku tahu. Hanya ketika Sri Baginda Raja murka, aku menyembunyikan diri terus-menerus dan tetap mempelajari. Karena aku takut dimurkai Sri Baginda Raja, tetapi aku percaya kebenaran kitab itu."
"Kalau begitu kenapa mencari Kidung Pamungkas?"
"Karena sama. "Bukankah begitu?"
Truwilun tak menjawab. Hanya berdeham kecil.
"Truwilun, aku tak akan bilang ladlahom lagi.
"Aku akan menyegarkan ingatanmu kalau kamu ini Eyang Sepuh atau Sri Baginda Raja.
"Aku senopati yang paling lihai. Paling bisa memahami segala ilmu pada usia yang sangat muda. Mpu Raganata tahu siapa diriku. Aku tahu gagasan besar Sri Baginda Raja untuk menjadikan tanah Jawa sebagai tanah ksatria, dan hanya ada ksatria saja.
"Itu sebabnya diadakan penyatuan ajaran kanuragan. Yang dipilih adalah Kitab Bumi yang disodorkan Eyang Sepuh. Meskipun sebenarnya bagian depan disusun oleh ksatria yang lain. Akan tetapi tetap merupakan maha-karya Eyang Sepuh karena mampu menyusun bagian yang disebut Kitab Penolak Bumi.
"Kamu ingat" "Aku bahkan sudah mempelajari. Bahkan bisa memainkan. Tapi semua itu tak ada artinya dibandingkan Kitab Paminggir, yang
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
diciptakan Eyang Sepuh. Kalau kamu Eyang Sepuh, kamu tahu itu.
Kalau kamu Sri Baginda Raja, kamu pasti ingat bahwa kamu tidak suka kitab itu.
"Kamu ingat" "Kamu menyuruh menghancurkan.
"Tapi diam-diam kamu menyusun sendiri dan kamu namai dengan sebutan hebat, Kidungan Para Raja. Seolah membalikkan seluruh kebenaran yang ada dalam Kitab Paminggir.
"Kamu ingat?" "Puspamurti, ada yang berbeda, ada yang sama.
"Memang pada awalnya yang dijadikan babon ilmu kanuragan resmi adalah Kitab Bumi. Kitab itu disusun oleh Paman Sepuh dan disempurnakan oleh Eyang Sepuh, terutama delapan jurus yang terakhir."
"Nah, kamu ingat. "Jadi kamu siapa" Eyang Sepuh atau Sri Baginda Raja?"
"Bukan semuanya."
"Tidak mungkin."
"Saat itu Eyang Sepuh menciptakan kitab terakhir yang disebut Kitab Paminggir, atau karena isinya memang dalam bentuk kidungan, disebut Kidung Paminggir.
"Akan tetapi Sri Baginda Raja tidak berkenan, karena ajaran kidungan itu menjungkirbalikkan ketenteraman. Keraton bisa kacau-balau. Karena dalam ajaran itu tersirat bahwa setiap manusia bisa menjadi raja.
"Yang disusun Mpu Raganata sebagai perpaduan antara yang ditulis Baginda dan Eyang Sepuh.
"Itu sebabnya lahir Kitab Pamungkas. Kitab yang terakhir.
"Secara napas dan roh, Kitab Paminggir dan Kitab Para Raja, serta Kitab Pamungkas isinya sepenuhnya sama. Mengangkat derajat manusia. Bedanya pada tembangan Kidungan Para Raja, puncak kekuasaan manusia tak bisa sampai ke takhta, karena tidak semua manusia bisa menjadi raja. Yang bisa menjadi raja hanyalah raja karena pilihan Dewa."
Puspamurti terbatuk keras.
Tubuhnya bergoyang. "Baru sekarang aku tahu ada yang bisa mengatakan seperti itu.
Karena tadinya hanya aku sendiri yang mengetahui bahwa Kitab
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Paminggir dan Kidungan Para Raja intinya sama persis, meskipun semua kata dan susunan berbeda.
"Persis sama, kecuali tentang mahkota."
"Karena Sri Baginda Raja tidak menghendaki semua manusia bisa menjadi raja."
"Jadi kamu Sri Baginda Raja?"
"Aku Truwilun."
"Bagaimana mungkin seseorang seperti kamu bisa mendapat pencerahan untuk bisa menerangkan dengan gamblang, yang bahkan Sri Baginda Raja sendiri tak bisa" Yang bahkan Eyang Sepuh sendiri tak terang-terangan mengatakan begitu"
"Bukankah Eyang Sepuh menghilang musna karena lebih percaya bahwa Kitab Paminggir yang lebih hebat dan benar?"
"Eyang Sepuh moksa karena mengikuti pencerahan batin dari ilmu yang dipelajari. Akan tetapi Eyang Sepuh rasa-rasanya tak keberatan dengan Kitab Pamungkas, seperti yang dirumuskan Mpu Raganata."
"Jadi kamu Eyang Sepuh" Atau malah Mpu Raganata?"
"Bukan. Aku Truwilun."
"Aku pasti kini. Kamu pasti Eyang Sepuh, yang malu-malu menampakkan diri. Lalu menjadi Truwilun.
"Pasti begitu. "Kalau tidak, bagaimana mungkin kamu mendapat pencerahan seperti ini"
"Eyang Sepuh sudah sampai di tingkat moksa. Tak perlu merepotkan seperti kita ini."
"Tapi kamu ini searif Eyang Sepuh...."
Truwilun menghela napas. "Aku masih memerlukan pujian...."
Suaranya mengandung penyesalan.
"Truwilun, kamu adalah Eyang Sepuh. Baik, aku mengakui itu.
Mengakui kata-katamu. Aku akan tunduk dan menyerah sepenuhnya bahwa mahkota, bahwa takhta adalah batas akhir bagi yang tidak ditakdirkan menjadi raja.
"Sekarang mari tunjukkan di mana salahku."
Puspamurti duduk bersila.
Napasnya mendengus teratur.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Truwilun juga melakukan gerakan yang sama.
Bersila menutup mata. Kedua tangan saling menyatu. Lalu perlahan tangan kiri Truwilun dan Puspamurti saling melepas. Puspamurti yang menggerakkan tangan kirinya pertama kali, menarik daun-daun kering.
Dalam gelap malam tetap tak terlihat, akan tetapi seperti bisa terbaca oleh keduanya, bahwa Puspamurti membuat daun-daun kering membentuk gambar gunung, dengan puncaknya menghadap ke arah Truwilun.
Truwilun menggerakkan tangannya.
Gambaran gunung itu membalik. Ujungnya menghadap ke arah Puspamurti. Yang kemudian mengubahnya menjadi gambaran sungai.
Truwilun, dengan mata tetap tertutup dan satu tangan menempel di telapak tangan Puspamurti, membalikkan arus ke arah Puspamurti.
Dan sekaligus mengubah menjadi bentuk seperti hujan.
Puspamurti melakukan gerakan yang sama.
Hanya sekarang arah hujan ke Truwilun. Lalu mengubahnya kembali ke bentuk belalai.
Percakapan Diam TAK ada suara. Tak ada tanda gerakan yang jelas. Hanya kadang tangan yang bergerak sangat lembut.
Hanya kalau diperhatikan dengan jeli, gambar susunan daun itu yang setiap kali berubah.
Kalau tadinya perubahan itu cepat sekali, sekarang justru sebaliknya Gerakannya sangat lambat. Setiap lembar daun seperti enggan berubah.
Seperti ketika membentuk gambar belalai, Truwilun tak melakukan gerakan.
Baru kemudian, kembali gambaran ujung belalai itu ditambahi tempurung.
Puspamurti mengangguk-angguk.
Lalu membentuk gambaran yang sama dari susunan daun yang sama. Seolah anak kecil yang sangat bodoh dan berhati-hati menyusun, mengikuti yang telah dibuat Truwilun.
Setelah itu ganti Truwilun yang mengangguk.
Dan Puspamurti melanjutkan dengan bentuk tengkorak. Banyak sekali, berada di bagian bawah.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Truwilun mengangguk kembali. Lalu menirukan apa yang sudah dilakukan Puspamurti. Satu demi satu, daun-daun kering itu diteliti kembali, diletakkan dengan sangat hati-hati, seperti susunan semula.
Keduanya seperti terbenam dalam perbincangan yang sangat mengasyikkan, menenggelamkan, dan mengalihkan dari keinginan atau pikiran yang lain.
Sedemikian rumasuk, sedemikian masuk dan menyatu, sehingga tak lagi memperhatikan berapa lama sudah mereka menghabiskan waktu dengan cara berdiam diri saling menempelkan sebelah tangan.
Bisa dimengerti kalau Puspamurti tenggelam secara total. Selama ini Puspamurti tak pernah menemukan orang yang bisa diajak bicara, atau terlibat dalam masalah yang digeluti. Ada tokoh yang sempat menggetarkan perhatiannya karena sakti mandraguna. Tokoh muda yang bernama Upasara Wulung. Akan tetapi segera dirasakan bahwa Upasara Wulung lebih mendasarkan Diri pada ajaran Kitab Bumi. Tak ada yang luar biasa dalam sikapnya, yang membuat Puspamurti merasa satu aliran.
Tokoh kedua yang dijumpai adalah Kebo Berune. Atau titisan kekuatan Kebo Berune. Saat itu Puspamurti merasa menemukan jawaban dari ilmu yang selama ini dipelajari. Bahwa mahamanusia mampu mengatasi kematian. Raga yang mati bisa dilanjutkan dalam raga yang lain.
Mahamanusia yang mengatasi kematian!
Meskipun demikian, masih ada keraguan dalam diri Puspamurti.
Apakah tingkat tertinggi hanya bisa dicapai dengan cara itu" Kalau ajaran Kitab Bumi bisa mencapai titik moksa yang dianggap luhur, apakah Kitab Pamungkas begitu sengsara dan hina, ditampilkan sebagai mayat hidup"
Keraguan itu kemudian menemukan jawaban.
Karena kemudian tubuh Kebo Berune pun hancur berkeping, membusuk dengan cepat.
Yang sempat menyelinap ke dalam pikirannya adalah Raja Jayanegara. Raja yang menjungkirbalikkan tata krama dan tata pemerintahan. Puspamurti merasa menemukan bagian yang hilang dari yang selama ini dipelajari. Bentuk perwujudan dari kemahamanusiaan.
Tapi serta-merta kekecewaan menyertai. Karena Raja melakukan seperti tidak menyadari apa yang terjadi.
Sedemikian sepinya hati Puspamurti sehingga ia merasa bahwa ia satu-satunya yang mengenal dan mempelajari ajaran mahamanusia.
Sampai kemudian secara tidak sengaja bertemu dengan Truwilun.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Tidak sengaja" Rasanya tidak mungkin. Pertemuannya dengan Truwilun bukan karena tidak sengaja. Memang akan bertemu, karena ada panggilan yang sama. Ada getaran yang sama di antara sesama mahamanusia.
Lebih mencengangkan lagi, Truwilun memberi jawaban bahwa ajaran dalam Kitab Paminggir telah diubah dengan batasan tertentu yang ada dalam Kitab Pamungkas!
Ini yang sedang dibuktikan.
Siapa yang lebih unggul. Itulah yang sedang terjadi!
Puspamurti melakukan dari awal, sesuai dengan yang dipelajari dari Kitab Pamungkas. Ketika ia membentuk gambaran belalai, ia menggambarkan keinginan menimba segala ilmu, segala kanuragan yang ada dalam raya ini. Belalai melambangkan penyedotan ilmu yang tiada habis.


Senopati Pamungkas 2 Karya Arswendo Atmowiloto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dalam hal ini Truwilun setuju.
Satu ajaran. Dasar-dasar untuk mempelajari, untuk terjun kepada semua ilmu juga dikenal dalam Kitab Paminggir. Demikian juga tengkorak yang merupakan simbol musuh-musuh yang harus dibasmi.
Dalam Kitab Pamungkas diajarkan jelas bahwa mahamanusia mempunyai kewajiban menyingkirkan kejahatan, musuh, tanpa mempertimbangkan hubungan pribadi. Kemenangan itu dibuktikan dengan membinasakan musuh sampai tinggal tengkorak.
Hanya ketika Truwilun membuat gambaran mahkota susun tujuh Puspamurti tak bisa mengikuti. Tak bisa mengikuti dalam arti seperti yang dibuat Truwilun.
Gambar mahkota susun tujuh itu tidak memuncak di bagian atas.
Beberapa kali Puspamurti berusaha mengubah, menambah di bagian ujung, akan tetapi tangannya tak kuasa.
Semakin dipaksa, semakin terasa tangannya tak bisa menggerakkan daun.
Sehingga akhirnya mengulang dari awal. Membuat gambaran belalai tempurung, tengkorak, hujan, gunung, sungai, pintu, yang bisa saling diikuti.
Akan tetapi begitu masuk membentuk gambaran mahkota menjadi macet kembali.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Sesungguhnya inilah inti perbedaan.
Perbedaan mendasar antara Kitab Paminggir dan Kitab Pamungkas!
Dalam ajaran Kitab Paminggir, mahamanusia itu tak mengenal batas.
Bisa mencapai apa saja, tingkat yang mana pun. Termasuk mengenakan mahkota susun tujuh!
Sedangkan dalam Kitab Pamungkas, mahamanusia itu mengenal batas. Tidak sampai mahkota susun tujuh. Hanya bentuk mahkota.
Gambaran yang sama di bagian awal, tengah, sampai penutup. Tapi juga sekaligus berbeda di bagian akhir.
Ini yang kini dirasakan sepenuhnya oleh Puspamurti.
Dirinya begitu yakin akan sifat mahamanusia yang tak mengenal batas. Yang bisa mengenakan tujuh mahkota bersusun. Sejak mengenal ajaran itu, Puspamurti sangat kagum dan luluh di dalamnya.
Sekarang ini Truwilun menunjukkan sisi lain.
Apakah betul selama ini yang dipelajari ilmu yang salah"
Kalau mendengar penjelasan Truwilun sejak awal, kitab-kitab itu sebetulnya berawal dari Eyang Sepuh-setelah menyelesaikan maha karya Kitab Penolak Bumi. Hanya ketika masih bernama Kitab Paminggir, Sri Baginda Raja yang tadinya merestui berbalik mengecam habis.
Manusia dilahirkan untuk menjadi mahamanusia. Untuk menjadi apa saja. Hanya batasnya ialah menjadi raja. Karena raja adalah sesuatu yang tak bisa diduduki manusia biasa.
Itu sebabnya Truwilun tidak menggambarkan mahkota susun tujuh.
Masalah yang mendasar bagi Puspamurti ialah bahwa ia tak mampu membentuk.
Dalam hal ini baik Puspamurti maupun Truwilun seperti menyadari bahwa ini bukan pengaruh tenaga dalam semata-mata. Siapa yang lebih kuat tenaga dalamnya lebih bisa membentuk gambaran dari daun kering.
Dalam hal ini keduanya menyadari bahwa bukan Puspamurti dan Truwilun yang menghendaki secara sendiri-sendiri. Melainkan kehendak mereka berdua.
Kedua tangan yang saling menempel tidak saling bertarung. Tidak saling menggempur tenaga dalam. Tidak menahan dan tidak menyerbu.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Kedua telapak itu merupakan persatuan dua kekuatan yang lebur menjadi satu. Kehendak Puspamurti juga kehendak Truwilun. Saat Puspamurti menggerakkan sesuatu, seluruh tenaga berpusat padanya.
Demikian juga sebaliknya.
Itu pula sebabnya dengan tidak saling melihat, keduanya bisa saling menirukan gerakan yang lain.
Perpaduan yang aneh. Tapi bukan yang luar biasa bagi Puspamurti maupun Truwilun.
Karena keduanya melatih sesuatu yang sama, yang dari cara pengaturan napas dan tenaga dalam, bisa dikatakan sama persis.
Itu sebabnya begitu cepat keduanya bisa menyatu.
Dan tenggelam, luluh, masuk, serta menyatu tanpa memedulikan waktu.
Matahari telah naik, dan kemudian turun kembali.
Malam telah kembali ke ujung semula, tapi keduanya tetap bergeming sedikit pun dari posisi semula.
Perjalanan Matahari ENTAH beberapa lama keduanya terus mengulang lagi dari awal.
Entah berapa malam sudah dihabiskan tanpa beristirahat sedikit pun.
Puspamurti seperti tak mau menyerah.
Beberapa kali diulangi dari awal, dan selalu mentok setiap kali sampai ke gambaran mahkota susun tujuh.
Adakalanya keduanya melakukan gerakan yang sangat cepat sekali, perubahan yang mendadak. Adakalanya sangat perlahan sekali sehingga seluruh malam dihabiskan hanya untuk membentuk satu gambaran saja.
Kemudian Puspamurti mengubah.
Ia menggerakkan selembar daun kering. Menunggu.
Truwilun juga menunggu, pada awalnya.
Kemudian menggerakkan satu lembar daun, merangkai apa yang telah tersusun. Melanjutkan apa yang telah dilakukan Puspamurti.
Begitu seterusnya. Kembali keduanya membuat gerakan sangat cepat.
Akan tetapi kembali terhenti sampai pada gambaran mahkota susun tujuh.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Macet kembali. Saat itulah secara bersamaan Puspamurti dan Truwilun melepaskan kedua tangan yang saling menempel. Kini di wajah keduanya tampak penyerahan, bahwa itulah yang mereka alami, kalaupun diulang kembali.
Puspamurti lega karena kini sepenuhnya bisa menerima apa yang semula dikatakan Truwilun. Karena sewaktu membentuk gambaran secara bergantian, tak ada lagi perbedaan antara dirinya dan Truwilun.
Itu sebabnya Puspamurti menghentikan usahanya. Melepaskan tangannya dan membuka matanya.
Apa yang dilihatnya membuatnya mendengus dan tertawa keras.
Truwilun yang dilihatnya sekarang ini adalah seperti seonggok tumpukan daging. Bulat gemuk dengan kepala pelontos. Tak selembar pun rambut di kepala atau di pipi.
Yang tetap hanyalah sorot matanya.
"Oo-o, kamu ini rupanya orang yang gendut, jelek, bagai batu tua."
"Eyang juga begitu...."
"Eyang?" Puspamurti melonjak kaget. Mendadak tangannya mengelus ke pipi, ke hidung, mengusap bibir. Terasa banyak lekuk liku. Ketika melihat tangannya, seakan tidak percaya apa yang dilihatnya. Tangannya penuh dengan keriput!
Begitu juga kakinya. Tangannya mencabut rambutnya yang putih!
Sesungguhnya tak perlu. Tanpa mencabut pun bisa diketahui bahwa rambutnya telah putih seluruhnya. Karena gelungan di rambutnya yang memudar bisa dilihat jelas.
"Oo-o, rupanya aku ini sudah kakek-kakek...."
"Maafkan saya, Eyang...."
"O-oo, sungguh ajaib.
"Saya kembali menjadi tua. Tua bangka seperti kakek-kakek.
Baguslah itu. "Matahari selalu berjalan. Waktu selalu berjalan. Kita berada dalam gua, berada dalam Keraton, atau berada di langit, tak mengubah perjalanan itu.
"Bukan begitu, Truwilun?"
"Maaf, Eyang, saya bernama Jaghana...."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Puspamurti yang sudah berubah menjadi kakek-kakek tampak tak terlalu heran.
"Saya ini tetap Puspamurti.
"O-oo, nama yang kurang pantas. Nama genit, nama yang dimuda-mudakan. Tapi dulu saya tak bisa menertawai seperti sekarang ini.
"Jaghana, banyak terima kasih atas pencerahanmu...."
"Saya yang mendapat kehormatan dari Eyang."
Puspamurti merangkul Jaghana. Lalu berubah menjadi menepuk-nepuk pundak Jaghana. Seperti baru saja menyadari bahwa dirinya yang jauh lebih tua.
"Jadi kamu benar-benar Jaghana?"
Jaghana mengangguk dalam.
"Rasanya tidak mungkin.
"Seharusnya kamu ini yang disebut Eyang Sepuh atau Baginda Raja Sri Kertanegara yang mulia. O-oo, setelah kita mengikuti perjalanan matahari, rasanya memang tak bisa bersembunyi lagi.
"Selamat, Jaghana. "Dewa di langit ketujuh menerima baktimu.
"Menerima diriku. "O-oo, siapa kira ada yang setara dengan Eyang Sepuh atau Baginda Raja?"
"Saya...." "Kita berdua ini sudah sama-sama.
"O-oo, tak perlu beringsut.
"Tapi katakan pada saya, Jaghana... apa hubunganmu dengan Baginda Raja?"
"Saya hanyalah rakyat Singasari."
"Ada hubungannya dengan Eyang Sepuh?"
"Saya salah seorang cantriknya yang tidak berbakat...."
Puspamurti mengangguk-angguk.
"O-oo, sungguh hebat kelewat-lewat.
"Jagat Dewa Batara. Yang namanya Eyang Sepuh betul-betul diterima semua Dewa. Muridnya begini hebat. O-oo, o-oo...."
Sunyi sebentar. Udara segar terserap dari bumi.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Puspamurti mengelus pakaiannya yang warna-warni yang kini tampak sangat tidak sesuai, juga ukurannya.
"Jaghana, bagaimana kamu bisa mendapatkan pencerahan mengenai Kitab Paminggir dan Kitab Pamungkas?"
"Semata-mata petunjuk Dewa.
"Eyang lebih mengetahui mengenai hal ini."
"O-oo, saya tak cukup tahu....
"Entahlah, Eyang Sepuh itu juga tak akan mengetahui ini. Tak akan percaya. Bukankah kalau percaya ia tak akan pergi meninggalkan keramaian ini"
"Bukankah begitu?"
Jaghana menunduk. Seluruh tubuhnya membuat gerakan menghormat yang tulus.
"O-oo, jangan rikuh, jangan sungkan, jangan merendah. Kita sama-sama, Jaghana.
"Memang saya mengenal langsung siapa Eyang Sepuh yang kesohor itu. Ia memang sudah hebat ketika saya masih menjadi putra Keraton.
Sebagai senopati, saya mengenalnya. Saya lebih mengenal lagi dari cerita-cerita Mpu Raganata.
"Juga perselisihannya dengan Sri Baginda Raja. Bukan, bukan perselisihan. Mana ada di bawah langit ini yang berani berselisih dengan Sri Baginda Raja"
"Biarpun Eyang Sepuh itu sangat kurang ajar, ooo, dialah lelaki yang paling lelaki, yang paling kurang ajar, sombong dari ujung rambut hingga ke ujung bayangan tubuhnya, tapi ia memang hebat, ia sembada, pantas untuk itu.
Seluruh jagat guncang oleh wibawanya.
Bila ia muncul, awan pun menyisih. Kamu tak mengenal dirinya saat itu. Karena mungkin sekali kamu hanya mengenalnya sejak di Perguruan Awan."
"Betul, Eyang...."
"Ia bukan lelaki yang tampan. Ia bukan lelaki yang menjalankan tata krama. Ia mengetahui itu, menyadari, dan bangga karena sikapnya.
"Tapi, lagi-lagi saya akan memujinya.
"Ia hebat. Sangat hebat, o-oo.
"'Semua lelaki di jagat ini iri padanya. Termasuk Sri Baginda Raja.
"Ia pantas membuat orang iri.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Pikirannya cemerlang. Gagasannya menciptakan jiwa ksatria secara menyeluruh bagi semua lelaki, membuahkan apa yang disebut Kitab Bumi. Apa nun juga kecaman bahwa ia hanya menuliskan apa yang diciptakan Paman Sepuh, sama sekali tak mengurangi keunggulannya.
Karena bagian akhir, yang sangat cemerlang, diciptakannya.
"Jaghana, kamu boleh bangga menjadi muridnya...."
"Sesungguhnyalah..."
"Di seluruh jagat, di seluruh wilayah Keraton Singasari yang terdiri atas ratusan tokoh sakti dan mahasakti, karya ciptaannyalah yang terpilih. Dan memang paling unggul.
"Di saat berada di puncak kejayaan karena ilmu silatnya diakui, di saat ia bisa menikmati keunggulan yang tanpa tanding, di saat Baginda Raja memujinya, ia justru menciptakan Kitab Paminggir.
"Kembali jagat terguncang.
"Angin seperti berganti arah. Arus sungai seperti membalik. Gunung menjadi rata.
"Namanya kembali menjadi pocapan semua orang. Semua ksatria, semua tokoh sakti, semua pendeta, semua ksatria. Sedemikian gemilangnya karya ciptaannya, sehingga Sri Baginda Raja murka.
Mengutuk. "Walau diam-diam mengakui, dan mengubahnya.
"O-oo. "O-oo. "Betapa hebatnya, kemudian terbukti bahwa muridnya yang gundul seperti batu, menemukan persamaan dari apa yang diciptakan Eyang Sepuh dan apa yang diciptakan Sri Baginda Raja.
"O-oo. "Segala apa serba menjila, serba luar biasa, jika menyebut Eyang Sepuh!"
Perguruan Tanpa Guru EYANG PUSPAMURTI menggeleng, lalu disusul anggukan.
"Ketika Eyang Sepuh kecewa akan keputusan Sri Baginda Raja, ia mengundurkan diri.
"Barangkali sebutan ini tidak sepenuhnya tepat. Ia tak pernah masuk menjadi prajurit, tidak juga menjadi abdi. Tak pernah.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ia memiliki keleluasaan untuk masuk dan keluar dari Keraton, lebih dari Mpu Raganata sendiri.
"Ia kemudian mendirikan Perguruan Awan. Jelas sekali masih tersisa dendam lama, atau pembangkangan. Bahwa semua anak didik Perguruan Awan tak diperkenankan menduduki jabatan apa pun.
Kemudian malah dijadikan sikap perguruan yang tidak menganggap tata krama.
"Perguruan tanpa guru, tanpa murid, tanpa cara pengajaran yang lazim.
"Siapa sangka justru dengan caranya yang selalu kelihatan ngawur itu, ia justru melahirkan bibit yang sangat cemerlang seperti dirimu, seperti Upasara Wulung..."
"Eyang Puspamurti, saya cantrik yang paling tidak berbakat dan berdosa...."
"O-oo. "Kenapa kamu berpikir begitu?"
Jaghana menghela napas. "Salah satu ajaran dalam Perguruan Awan ialah tidak mempunyai pamrih. Tidak mengharapkan balas jasa, tidak sesongaran, tidak mengunggulkan diri...."
"Lalu apa salahmu?"
"Saya telah berani menjajal....
"Sewaktu merenungi tanpa ujung tanpa pangkal, saya merasa ada baiknya berjalan-jalan di luar perguruan. Dan itu yang saya lakukan, Eyang."
"Menjadi dukun ramal?"
"Melakukan sesuatu yang bisa saya lakukan."
"Dan karena kamu takut mengotori nama dan ajaran Perguruan Awan, kamu menumbuhkan rambut dan menyebut dirimu Truwilun?"
"Saya memang picik."
Eyang Puspamurti menepuk pundak Jaghana sekali lagi. "Kamu bisa melihat sesuatu yang belum terjadi. Kamu bisa menolong orang lain, kenapa menyesali"
"Saya ini yang seharusnya menyesali diri. Sebagai ksatria, sebagai senopati, saya mengurung diri dan hanya memikirkan diri sendiri.
"Saya percaya, Jaghana, bahwa Eyang Sepuh itu juga akan menyukaimu, sebab dulunya ia juga begitu.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ia selalu tampil dengan gagasan yang aneh untuk orang lain. Ia menjungkirbalikkan tata aturan yang ada. Wajar sekarang kamu melangkah dengan cara yang sama.
"Pujian ini keluar dari hati yang tulus.
"Tahukah kamu betapa edannya Eyang Sepuh saat itu" Ia menantang semua ksatria di seluruh jagat raya ini untuk bertanding. Ia mengundang semua ksatria datang ke tanah Jawa untuk mengakui bahwa ialah lelananging jagat. Pikiran edan mana yang memungkinkan pertarungan setelah lima puluh tahun"
"Nyatanya, itu bisa terlaksana.
"Tidak perlu kamu sesali, Jaghana. Saya akan menyertaimu untuk itu. Hanya saja, tahu-tahu saya sudah terlalu tua."
Untuk pertama kalinya Eyang Puspamurti seperti menahan kesal pada dirinya sendiri.
"Kalau saya sampai menyangka kamu Eyang Sepuh atau Sri Baginda, itu tandanya kamu sudah mencapai tingkat itu. Sebab rasanya, hanya Eyang Sepuh serta Sri Baginda Raja yang mampu memecahkan wewadi, rahasia, Kitab Pamungkas dan Kitab Paminggir. Nyatanya, kamu lebih hebat. Lebih bisa melihat persamaan dan perbedaan antara dua kitab itu.
"Jaghana, apakah itu berarti tak ada mahamanusia?"
"Sejauh saya tahu, tetap ada, Eyang."
"Tapi tak bisa memakai mahkota susun tujuh?"
"Karena ada kodrat yang dimiliki raja yang tak dimiliki manusia.
Karena ketenteraman raja perlu dijaga."
"Meskipun rajanya seperti sekarang ini?"
Jaghana menunduk. "Justru pada saat seperti ini, Eyang.
"Di saat Sri Baginda Raja memegang takhta, tak akan ada pikiran yang sungsang bawana balik, pikiran yang membalikkan dunia, di mana orang seperti saya ingin menjadi raja.
"Di saat seperti sekarang atau nanti...."
"Luhur budimu, Jaghana.
"Kamu akan tetap mengabdi Raja?"
"Sebisa mungkin, Eyang."
"O-oo. KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Dasar jiwa luhur itu yang dimiliki Eyang Sepuh. Eyang Sepuh telah mencapai tatanan mahamanusia karena ajaran luhurnya meresap dalam dirimu. Tanpa perlu seperti Kebo Berune. Tanpa mendirikan candi.
"O-oo. "Jaghana, kenapa tak bisa memakai mahkota susun tujuh?"
"Karena..." "Karena kodrat?"
"Karena bisa begitu tanpa mendudukinya."
"Apakah akan ada seorang ksatria, seorang prajurit yang lebih sakti lebih perkasa dari rajanya, dan tidak mengganggu kewibawaan Raja?"
"Bisa begitu, Eyang."
"Siapa yang bisa begitu"
"Upasara sudah tiada. Rasanya tinggal Halayudha."
"Saya tidak melihatnya sekarang ini."
"Pada kurun masa yang akan datang?"
"Bisa jadi, Eyang."
"Raja yang mana?"
Jaghana menunduk makin dalam.
"Apakah saya masih hidup untuk melihat sendiri peristiwa itu?"
"Siapa yang mengetahui tentang kematian dan usia panjang atau pendek?"
"O-oo. "Kamu benar tidak tahu atau tidak mau mengatakan"
"O-oo. "Tak apa. "Kadang saya masih tergoda untuk mengetahui. Untuk mempertahankan kemudaan sekian tahun. Untuk menunda usia. Tapi sewaktu tiba-tiba menjadi setua sekarang, ternyata tak ada yang perlu disesali.
"O-oo. "O-oo. "Satu kali saya bertemu dengan Eyang Sepuh setelah ia mendirikan Perguruan Awan. Ia mencari buah-buahan dari yang ditanam,
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
mengenakan pakaian seadanya yang menempel di tubuhnya.
Rambutnya putih, akan tetapi wajahnya segar.
"Ia tertawa melihat saya.
"Apa yang kamu cari" Obat untuk terus-menerus membuat rambutmu hitam, kulitmu kencang, kelelakianmu tetap, dan merasa unggul karena yang lain menjadi tua"
"Kecil sekali kamu ini.
"Saya tahu siapa dia, bagaimana caranya merontokkan kebanggaan seseorang. Saya tidak meladeni. Saya balik bertanya apa yang dia cari dengan sok gagah, sok suci mengasingkan diri"
"Saya juga sama kerdilnya dengan kamu.
"Di sini saya merasa lebih dari di Keraton. Di sini saya bisa menyempurnakan Kidungan Paminggir. Saya tahu kamu yang paling suka dengan kidungan itu.'
"Apa maksudnya semua itu"
"Di sini saya bisa mengatakan bakal ada Tamu dari Seberang, seperti ketika Ken Arok yang mendadak bisa menjadi raja.'
"Apakah kamu masih mendendam kepada Sri Baginda Raja"
"Saya harus menunjukkan kebesarannya dengan selalu menguji apa yang dilakukan. Seperti juga Sri Baginda Raja mengakui kebesaran dan kehebatan saya dengan melarang ajaran Kidungan Paminggir.
"Sri Baginda Raja ingin memberi penghargaan kepada saya dengan caranya yang bisa membuat saya bangga sepanjang masa.'
"Waktu itu saya bilang ladlahom, kenapa masih ada yang selalu bisa tak terkirakan dari semua tindak-tanduknya. Sewaktu saya menanyakan apakah ilmu yang saya pelajari sudah rampung, sudah tuntas, Eyang Sepuh menjawab sambil berlalu,
"Kalau itu pertanyaanmu, batu yang saya ajari bisa menjawab.
"Jaghana... kamu bisa mengetahui sendiri betapa masih tetap tinggi kepalanya mendongak ke arah langit. Saya menggebrak, menyerang, menyergap, tapi Eyang Sepuh tak mau meladeni.
"'Satu jurus saja kamu tak bisa menguasai, bagaimana mungkin melatih dengan berbagai jurus"'
"Sejak itu saya hanya mematangkan satu jurus saja.
"Sejak itu saya tak pernah menemukan bayangannya.
"Tapi ia tetap benar. Kamu bisa menjawab pertanyaan yang kukandung selama puluhan tahun."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Eyang Puspamurti menengadah ke langit.
"Siapa pun yang membicarakan Eyang Sepuh, akan selalu berakhir dengan pujian.
"Tapi memang itulah kenyataannya.
"O-oo. "Jaghana, karena kamu yang membuka jalan terang mata batin saya, mulai saat ini saya akan mengikuti ke mana kamu pergi, dan membantumu...."
Percakapan Dua Lelaki JAGHANA tidak menduga bahwa telinganya akan mendengar kalimat seperti yang diucapkan Eyang Puspamurti.
Jauh dalam hatinya sebenarnya Jaghana justru merasa bahwa Eyang Puspamurti sedikit-banyak telah meringankan beban hatinya.
Kegundahan hatinya telah lama menjerat batin.
Jaghana merasa menemukan jalan buntu.
Dirinya boleh dikatakan sebagai pewaris Perguruan Awan. Walau secara resmi kepemimpinannya di tangan Upasara Wulung, akan tetapi dirinyalah yang sehari-hari berada di Perguruan Awan.
Dari alam yang serba tenteram, angin yang serba teratur, tumbuhan dan hewan-hewan yang serba rukun, kegelisahan batinnya terusik.
Beberapa kali Jaghana berusaha menghilangkan dan menenggelamkan ke dalam semadi yang khusyuk.


Senopati Pamungkas 2 Karya Arswendo Atmowiloto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Akan tetapi tetap saja tak terusir.
Sehingga akhirnya Jaghana memutuskan memanggil Wilanda, dan mengutarakan maksudnya.
"Saya akan meninggalkan tempat ini, Paman."
"Dewa menyertai perjalanan...."
"Saya tahu Paman pernah meninggalkan tempat ini, dan tata krama yang masih ada dalam Perguruan bahwa yang pergi tak perlu kembali.
"Saya pamit. "Karena saya tak bisa menahan godaan untuk melihat dunia."
"Paman Jaghana, dari dulu sampai sekarang saya ini orang yang tak mempunyai arti apa-apa. Di Perguruan tak berguna, di jagat luar juga demikian.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Apakah saya diperbolehkan mengikuti bayangan Paman Jaghana?"
"Kalau semua pergi, siapa yang berada di ketenteraman dan kebahagiaan alam ini?"
"Ketenteraman dan kebahagiaan ini pun kita bawa, Paman. Untuk disemaikan di tempat lain."
Sejak saat itulah Jaghana melangkah keluar dari Perguruan Awan, diiringi Wilanda. Mereka berdua memakai kain penutup seperti penduduk yang lainnya.
Di sepanjang perjalanan, Jaghana dan Wilanda membantu siapa saja atau apa saja yang ditemui. Sehingga mereka yang tertolong makin lama makin banyak, dan menyebutnya sebagai dukun, sebagai tukang ramal.
Jaghana menamakan dirinya Truwilun, karena merasa tak pantas memakai nama Jaghana. Walaupun sesungguhnya nama itu berarti pantat, akan tetapi nama itu mempunyai sangkut-paut dengan Perguruan Awan.
Wilanda juga menyebut dirinya Cantrik, pembantu Truwilun.
Apa saja mereka lakukan berdua. Di sawah, bisa berhenti sebentar membetulkan bajak, meluruskan bendungan, membangun rumah, mengobati orang sakit, mengalahkan para durjana.
Begitulah Jaghana dan Wilanda melakukan perjalanan. Berpindah dari satu desa ke desa yang lain, di mana mereka berdua bisa melakukan sesuatu. Dengan cara itu pula mereka berdua menghidupi dirinya.
Tak ada sesuatu yang luar biasa selain membantu.
Sampai suatu ketika keduanya dihadang lima pemuda. Usia mereka rata-rata sama, juga dandanan yang menunjukkan bahwa mereka terbiasa berada di sawah dan sungai.
"Bapa Truwilun, kami berlima ingin meminta pertolongan Bapa yang selalu mengabulkan pertolongan siapa saja.
"Nama saya Mada, ini keempat teman karib saya bernama Senggek, Genter, Kwowogen, dan Madana."
Sejak Jaghana menelan ludahnya.
Ada sesuatu yang tidak biasa dalam diri kelima pemuda di depannya.
Baik dari apa yang diperlihatkan ataupun apa yang dikatakan.
Dengan menyebut nama-nama seperti Mada, Madana, Senggek, Genter, serta Kwowogen, mereka seperti tengah bermain-main. Mada bisa berarti air berahi atau air asmara. Madana bisa juga berarti dewa asmara, atau daya asmara. Sedangkan Senggek dan Genter, arti harfiahnya adalah galah panjang, tetapi dalam hal ini bisa berarti tanda
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
kejantanan. Kwowogen lebih menegaskan lagi bahwa telah mencapai rasa puas yang memuakkan
"Apa yang bisa saya lakukan untuk kalian, anak muda?"
"Kami berlima ingin menjadi ksatria, ingin gagah perkasa, kondang, terkenal di seluruh penjuru, mempunyai pangkat dan derajat yang tinggi."
"Keinginan yang baik, Mada."
"Kalau kami kondang pasti akan menjadi baik. Kalau kami punya pangkat dan derajat pasti dikagumi dan dihormati, serta ditulis dalam kidungan.
"Bapa Truwilun selalu mengabulkan permintaan, sekarang kabulkanlah keinginan kami."
"Baik, akan saya lakukan sejauh kemampuan saya.
"Tetapi karena permintaan kalian begitu banyak, sebutkan salah satu."
"Kami ingin menjadi orang besar."
Jaghana tersenyum. "Itu kamu sendiri, Mada.
"Bagaimana dengan kamu, Madana" Senggek, Genter, Kwowogen"
Apakah kalian merasa terwakili oleh Mada?"
Keempat pemuda yang berada setengah langkah di belakang Mada saling pandang.
"Katakan ya atau tidak," bentak Mada mendadak.
Keempatnya mengangguk. "Besar sebagai apa, Mada?"
"Sebagai orang."
"Kalau besar sebagai orang, apanya yang besar?"
"Tangan. Jotosan."
"Baik, baik. "Saya akan mengajari kalian sebisa saya."
Wilanda masih sedikit bertanya-tanya dalam hati, akan tetapi Jaghana benar-benar melatih. Memberi petunjuk cara berlatih pernapasan, dua-tiga jurus, saat itu juga.
Kelimanya mengikuti gerakan-gerakan dengan cepat. Senggek dan Genter menunjukkan bisa menguasai gerakan dengan gampang.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Juga ketika Jaghana mulai memperlihatkan beberapa gerakan pukulan.
"Cukup" "Kami berdua masih akan melanjutkan perjalanan, Mada."
"Bagaimana mungkin kami bisa menjadi jago silat kalau hanya dua atau tiga jurus saja?"
"Bisa saja, asal dilatih terus."
"Kenapa Bapa tidak melatih terus?"
"Ada yang lebih mendesak yang harus saya lakukan, Mada.
"Masih banyak yang sakit, yang gelisah. Ataukah kalian ingin saya terus bersama di sini, dan melupakan yang lain?"
Mada mengangguk. "Terima kasih, Bapa Truwilun.
"Silakan berangkat."
Jaghana meneruskan perjalanan hingga ke desa lain. Meneruskan apa yang sudah dilakukan. Mengobati, mengurut, menasihati, dan memberikan pertolongan yang lain.
Ketika itulah Mada kembali muncul di depannya.
"Bapa Truwilun, satu jurus berikutnya.
"Saya tak mau mengganggu Bapa terus-menerus, akan tetapi di saat senggang ini, apa salahnya mengajari lagi?"
Diam-diam Jaghana mengagumi tekad kelima pemuda tersebut.
Karena mereka meneruskan perjalanan dengan cepat untuk mengejar dirinya.
Jaghana lebih kagum lagi melihat bahwa kelimanya sudah bisa memainkan jurus-jurus yang diajarkan. Agaknya selama ini kelimanya berlatih sangat keras.
Bahkan boleh disebut kelewat keras, karena kemudian Jaghana menemukan bekas-bekas jotosan hampir di sekujur tubuh kelima pemuda tersebut. Berarti mereka berlima telah berlatih keras.
Jaghana menurunkan jurus-jurus dasar yang berikutnya. Yang lebih ditekankan adalah cara melatih pernapasan. Murni seperti yang diperoleh dari Kitab Bumi.
Sepanjang malam hingga fajar.
Esoknya Jaghana meneruskan perjalanan.
Sempat terusik ketika Wilanda mengatakan bahwa kelima pemuda pasti akan menyusul lagi.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Dugaan Paman tepat.
"Mereka kelihatannya sangat besar keinginannya."
"Siapa mereka ini"
"Dilihat dari usianya, sudah terlambat untuk mempelajari ilmu silat.
Dasar-dasar yang mereka miliki masih kosong, kecuali Senggek yang agaknya pernah mengikuti ajaran suatu perguruan kecil."
"Mereka semua ini bagian dari yang ketularan ajaran Kitab Bumi yang pernah disebarkan.
"Mereka semua ini bagian dari perjalanan kita."
Jaghana tak bisa menyembunyikan bahwa batinnya seperti mendengar kisikan lembut. Bahwa kelima pemuda itu seperti menyimpan sesuatu yang bisa menemukan jalan keluar di belakang hari.
Baru dalam tiga perjalanan berikutnya, setelah kelimanya selalu bisa mengejar, Jaghana mendengar lebih jelas. Bahwa kelimanya anak-cucu petani serta pencari ikan di Kali Brantas. Kelimanya kini tak mempunyai perahu dan tanah lagi, dan ingin menjadi senopati yang dikirim ke tanah seberang.
"Kami mendengar cerita bahwa senopati yang dikirim ke seberang menjadi gagah dan sakti. Raja pasti akan menunjuk kami, karena kini tak ada yang mau dikirim."
Satu Jalan Utama WILANDA diam-diam memperhatikan, bahwa dari kelima pemuda yang selalu mengikuti jejak terlihat jelas adanya satu tekad. Kalau salah satu dari kelimanya memutuskan atau mengatakan sesuatu, keempat yang lainnya mengikuti.
Kebetulan beberapa kali Mada yang lebih dulu mengutarakan pendapatnya.
Ketika hal ini disampaikan kepada Jaghana, jawabannya adalah anggukan yang dalam.
"Mereka berlima tidak terlalu kosong.
"Bahkan boleh dikatakan telah mempunyai sumber sikap. Lebih dari itu semua, dari kelimanya terlihat jelas adanya satu jalan utama. Tak ada pilihan lain, kalau salah seorang sudah memutuskan sesuatu.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ketika Mada mengatakan ingin menjadi senopati, semuanya mengiya dan menerima dengan tulus. Juga ketika sebelumnya Mada mengatakan ingin menjadi ksatria gagah dan terkenal."
"Satu jalan utama," ulang Wilanda dengan suara hati-hati.
"Menunjukkan mereka bisa maju dengan cepat. Kaki mereka berpijak ke bumi dengan dalam. Tak perlu ada keraguan sedikit pun dalam melakukan sesuatu.
"Mereka disuruh berlatih, dan terus berlatih tanpa kenal henti.
Dengan memilih satu jalan utama, pemusatan pikiran dan kekuatan menjadi satu, sehingga tak ada cabang jalan yang lain."
"Ada benarnya, Paman Wilanda.
"Ada untungnya."
"Tetapi juga ada bahaya sikap semacam itu, Paman Jaghana."
"Selalu begitu...."
"Saya mungkin keliru besar. Akan tetapi kalau sikap kelimanya menunjukkan kecenderungan itu, kenapa Paman tidak memberikan ilmu dari Kidungan Paminggir"''
Kalimat Wilanda menyentuh hati Jaghana.
Karena apa yang dikatakan Wilanda sebelumnya telah tergema dalam diri Jaghana. Bersitan itu cukup menggelisahkan hati Jaghana-sesuatu yang justru tak akan terpikirkan oleh mereka yang menempuh "satu jalan utama".
Apa yang berawal dari ajaran Kidungan Paminggir, pada dasarnya tidak jauh berbeda dari Kidungan Bumi. Dasar melatih pernapasan sama. Hanya jurus-jurus silatnya pada Kidungan Bumi lebih jelas terurai. Sedangkan pada Kidungan Paminggir dan atau Kidungan Pamungkas, tak disertakan sama sekali jurus-jurus yang harus dimainkan. Tak ada petunjuk tetap.
Perbedaan lain ialah bahwa dalam ajaran Kidungan Bumi, inti dasarnya ilmu pengajaran mengenai alam. Saling ketergantungan antara tenaga yang ada di dalam alam. Kekuatan tenaga kiri dengan sendirinya menggantungkan apa yang terjadi dengan tenaga sebelah kanan.
Mengerahkan tenaga berputar berarti memperhatikan tenaga diam.
Pukulan ke arah kiri-kanan, atas-bawah, samping, semuanya mempunyai kaitan. Bahkan perubahan jurus-jurusnya yang berjumlah dua belas mempunyai rangkaian.
Demikian juga halnya dalam pengerahan tenaga, memakai tenaga musim, tenaga alam. Di mana antara musim satu dan musim lain berbeda panjangnya. Yang membawa pengaruh kepada tenaga yang dikumpulkan.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Semakin bisa memahami mangsa atau putaran musim dan letak bintang, semakin sempurna penguasaan dan pengaturan tenaga. Pada tingkat yang sudah terlatih, kemampuan itu bisa ditukar balik. Meloncat dari jurus pertama ke jurus ketiga, dan seterusnya.
Pada bagian yang disebut Penolak Bumi, rangkaian dan kaitan itu menjadi dasar utama. Karena selalu ada yang dikorbankan, yang dijadikan tumbal. Jurus itu tak bisa keluar sendiri, tanpa adanya serangan dari lawan, tanpa adanya sikap untuk menumbal, untuk berkorban.
Dengan sendirinya, tahap demi tahap harus dilalui lebih dulu. Tanpa mempelajari Dua Belas Jurus Nujum Bintang, tak ada artinya memainkan Delapan Jurus Penolak Bumi. Karena tak akan bisa dicapai pengerahan tenaga seperti yang dikehendaki.
Selama ini, sejak Sri Baginda Raja mensabdakan untuk memasyarakatkan ajaran Kitab Bumi, bagian demi bagian, tahap demi tahap, itulah yang menjadi cara pengajaran di semua perguruan silat tanpa kecuali.
Bahwa kemudian terkembang kembangan, atau variasi yang berbeda satu sama lain, sangat memungkinkan sekali. Karena dengan menyandarkan. perhitungan kepada alam sekitar, pengaruh itu terasakan. Seperti mereka yang mempelajari di puncak gunung, dengan sendirinya gerakan kaki lebih lincah, lebih mendapat perhatian utama.
Berbagai perguruan di sebelah timur Keraton yang terbiasa menggunakan tenaga keras, juga berkembang secara lain.
Penyesuaian ini terus berlangsung, dan masing-masing guru memberi titik berat yang berbeda.
Jaghana menyadari hal itu.
Seperti juga halnya dengan Wilanda, yang sama-sama mengisap ilmu sama, akan tetapi ilmu meringankan tubuhnya yang jauh berkembang.
Sementara pada Upasara Wulung yang lebih murni dan diajarkan di Keraton, memperlihatkan kekukuhan kaki, karena memakai tenaga pinjaman dari benteng terluka.
Hal ini jauh berbeda dari ajaran Kidungan Paminggir dan atau juga Kidungan Pamungkas.
Itu sebabnya Wilanda mengajukan usul dengan sangat hati-hati, dan disertai tanda tanya di bagian akhir kalimatnya.
Itu sebabnya Jaghana tercenung agak lama.
Inti dasar ajaran Kidungan Paminggir dan Kidungan Pamungkas adalah tidak tergantung pada alam, tidak tergantung pada letak bintang, tidak memperhatikan musim. Yang menjadi pusat perhatian adalah manusia.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Musim berbuah, musim cengkerik, letak bintang, tak ada artinya sama sekali tanpa dikaitkan dengan manusia. Manusialah yang memberi arti apakah semua tadi mempunyai makna atau tidak.
Pergulatan itu sangat dirasakan oleh Jaghana. Justru karena ia pewaris Perguruan Awan. Dan sejak awal sudah langsung dihadapkan kepada ajaran Eyang Sepuh, yaitu Kidungan Bumi-yang lebih biasa disebut Kitab Bumi karena betul-betul ada kitabnya dengan Kidungan Paminggir-yang lebih dikenal karena dikidungkan dari mulut ke mulut, sejak secara resmi kitabnya dilarang.
Bagi Jaghana ada arti yang lebih khusus lagi.
Peristiwa demi peristiwa yang terjadi, yang masuk ke Perguruan Awan, memaksanya berpikir lain.
Kalau selama ini hanya menekuni Kitab Bumi, ia merasa ada sesuatu yang kurang karena dihadapkan dengan kenyataan sehari-hari.
Tumpahnya semua ksatria di seluruh jagat untuk menemui Tamu dari Seberang, yang berubah menjadi ajang pertarungan habis-habisan, menyadarkan bahwa ketenteraman alam tak bisa dilakukan sendirian.
Perguruan Awan tak bisa menjadi tempat di mana alam berkembang sebagaimana kodratnya.
Kekuatan batin untuk menangkap gejala itu mulai mengusik Jaghana. Apalagi menjelang kedatangan para ksatria untuk menemui Tamu dari Seberang, Eyang Sepuh mulai menghilang.
Sebagai murid tertua di Perguruan Awan, Jaghana sudah merasakan sebelumnya, ketika Eyang Sepuh secara khusus menemuinya. Sesuatu yang tak biasa di Perguruan Awan, di mana penghuni Perguruan Awan hanya bertemu secara tidak sengaja.
"Jaghana, aku tahu kegelisahanmu.
"Sebentar lagi akan banyak tamu datang. Sebentar lagi akan lebih banyak lagi tamu yang datang.
"Kamu bisa menyambut dengan baik, kalau mau.
"Perguruan Awan memang bukan tanah yang bisa diatur tersendiri.
Tanah merdika, tanah yang bebas, rasanya memang tak pernah ada.
"Aku merasa kamu pantas menerima mereka.
"Temuilah mereka, Jaghana. Sambut mereka seperti selama ini. Tapi juga lihatlah apa mereka perlu kita sambut dengan kidungan, apa perlu mereka selalu kita sambut dengan kidungan kita selama ini.
"Suatu kali kamu akan memutuskan kidungan yang paling tepat."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Itulah kata-kata terakhir dari Eyang Sepuh yang didengarnya secara langsung. Terakhir karena sejak itu Eyang Sepuh moksa dan tak berada di satu tempat dalam satu ketika.
Sejak itulah Jaghana merasa sebagai orang yang ditunjuk untuk memelihara Perguruan Awan.
Benar juga perhitungan Eyang Sepuh.
Tak terlalu lama kemudian, rombongan para ksatria, para pejabat tinggi Keraton, berdatangan ke Perguruan Awan untuk menemui apa yang disebut sebagai Tamu dari Seberang.
Apa yang terjadi kemudian adalah pertarungan, karena mereka yang datang memaksa menemui Eyang Sepuh.
Perguruan Awan yang tenteram, yang berirama alam, berubah.
Jaghana masih bertahan, sampai para ksatria dan prajurit meninggalkan sisa-sisa darah dan korban.
Jaghana terus bertahan bersama alam, ketika kemudian Upasara Wulung, Gendhuk Tri, Nyai Demang, Galih Kaliki, untuk sementara mendiami Perguruan Awan. Sebelum saat itu, melalui wangsit, Upasara Wulung ditunjuk Eyang Sepuh sebagai pemimpin Perguruan Awan.
Itulah permulaan kegelisahan Jaghana.
Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, tak ada perasaan iri kenapa bukan dirinya yang ditunjuk sebagai pewaris utama yang meneruskan ajaran Perguruan Awan. Kenapa justru Upasara Wulung, yang secara resmi malah belum pernah hidup sebagaimana murid-murid Perguruan Awan"
Apakah karena Upasara Wulung menguasai Kitab Bumi secara sempurna"
Bisa ya, bisa tidak. Jawaban yang masih serba tanda tanya bagi Jaghana.
Percakapan Alam JAGHANA merenung. Menggemakan, mengembalikan pertanyaan yang menjadi jawaban yang bertanya ulang.
Kenapa Upasara" Apa maksud utama Eyang Sepuh"
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Pertanyaan itu makin membuatnya tak mempunyai pijakan, justru ketika itu Upasara Wulung memusnahkan semua ilmu yang dimiliki, karena menemukan jalan buntu. Baik dalam mempelajari ilmu silat maupun dalam kehidupan pribadi.
Sehingga Upasara Wulung meninggalkan Perguruan Awan, berjalan tanpa tujuan.
Kenapa Upasara Wulung menghancurkan ilmunya dan meninggalkan Perguruan Awan"
Apa maksud utama Eyang Sepuh"
Peristiwa lain yang lebih mengguncang ialah pertemuan jago silat seluruh jagat di Trowulan.
Bahwa itu semua merupakan pemenuhan janji Eyang Sepuh lima puluh tahun yang lalu, bisa dimengerti. Akan tetapi bahwa Eyang Sepuh harus mengejewantah, harus menunjukkan diri, merupakan tanda tanya besar bagi Jaghana.
Apa maksud utama Eyang Sepuh"
Setelah sampai pada tingkat moksa, rasanya Eyang Sepuh tak perlu muncul kembali secara wadag. Bahkan dalam pertarungan yang sangat menemukan antara mati dan hidup Keraton dengan prajurit Tartar, Eyang Sepuh hanya membisikkan secara halus juga saat merestui Upasara Wulung sebagai pewaris utama Perguruan Awan, hanya lewat wangsit.
Apa maksud utama Eyang Sepuh"
Jaghana tak memperoleh jawaban.
Apalagi kemudian diketahui, bahwa dalam pertarungan di Trowulan Eyang Sepuh bisa terluka dan kemudian menghilang kembali.
Apa..." Tak ada jawaban. Setiap hari, setiap saat, Jaghana menikmati alam, melihat matahari terbit dan tenggelam. Melihat bunga mekar, buah tumbuh, dan daun gugur dalam irama alami yang menenteramkan.
Sampai suatu ketika Jaghana melihat selembar kapuk diterbangkan angin.
Pohon-pohon kapuk randu sejak Jaghana masih kecil selalu dilihat, dikenal, bahkan juga dari pohon yang masih diinjak.
Akan tetapi kali ini memberi sentuhan yang lain.
Kapuk randu alas yang telah kering, yang seperti biasanya jatuh terbawa angin diikuti. Perlahan, untuk tidak memberi dorongan angin.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Kapuk yang berisi kelenteng, atau biji kapuk yang hitam, melayang jatuh ke tanah. Lama. Bergoyang. Kemudian tergerak kembali, terkena sentuhan angin.
Jaghana mengikuti terus. Menunggu dengan sabar. Sebagian kapuk itu kandas, terkena tanah, air, jatuh ke sungai, dan hanyut.
Sebagian ada yang bisa melintasi sungai, jauh di seberang.
Suatu saat nanti, kalau suasananya memungkinkan, kelenteng itu akan tumbuh.
Tumbuh di luar Perguruan Awan.
Tumbuh" Mungkin juga mati. Mati. Mati" Tumbuh" Kapuk yang di seberang dan di dalam Perguruan Awan adalah kapuk.
Kapuk" Kapuk. Jaghana berlutut, bersemadi.
Lama sekali. Inikah yang dikehendaki Eyang Sepuh"
Inikah maksud utama Eyang Sepuh dengan merestui Upasara Wulung"
Upasara Wulung yang akan melangkah keluar dari Perguruan Awan.
Upasara Wulung yang mempunyai hubungan dengan Keraton. Upasara Wulung yang masih terbakar oleh daya asmara, oleh keinginan-keinginan. Upasara Wulung sebagai kapuk randu yang masih terbawa angin.
Jaghana menenteramkan hatinya beberapa waktu, sebelum akhirnya memutuskan bahwa ia merasa mantap melangkah ke luar.
Yang lebih membuatnya makin yakin, saat itu ada semacam kilatan cahaya dalam batinnya, sehingga melihat sisi beda dan juga persamaan antara Kidungan Paminggir dan Kidungan Pamungkas.
Dendam Empu Bharada 25 Tiga Mutiara Mustika Karya Gan Kl Kemelut Di Cakrabuana 8
^