Pencarian

Sepasang Pendekar Perbatasan 6

Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Giok Bun Kiam Lu Karya Chin Yung Bagian 6


tanpa memberi ketika untuk mengadakan serangan
pembalasan! "Plak" tiba2 terdengar suara keras dan ternyata pundak lm Hian Hong Kie-su dipukul si nie-kauw! Pukulan itu ke!ihatannya tidak keras, namun begitu kena, pendekar tua kita merasakan sekujur badannya dingin bagaikan disiram dengan es, perasaan linu yang hebat menjalar di seluruh tubuhnya.
Melelihat lawannya kewalahan, Tai Im Lo-nie berdiri
terbengong. la tak menduga sebelumnya bahwa pukulannya akan mengenai sasarannya, hingga menderita luka parah.
Si nie-kauw menjadi girang dan timbullah napsunya
untuk menghabiskan jiwa lawannya.
"Gak Hong." ujarnya dengan sombong, "hari ini jangan kau kira akan dapat terlepas lagi dari tanganku!
Huh...huh..., dasar kau bodoh! Siapa suruh kau menguntit kami?"
Tangannya memukul batok kepala lawannya. Walaupun
sekujur badannya terasa kesemutan, Im Hian Hang Kie-su masih dapat berpikir tenang. Celaka, pikirnya, sekali lagi aku menerima pukulan maut itu, niscaya melayanglah
jiwaku! Jalan satu2nya adalah menjatuhkan dirinya. Dasar
nasibnya sedang baik, maka ketika ia sedang jatuh
bergulingan tampak dibelakangnya dibalik sebuah batu!
seorang sedang bersembunyi. Ditangan orang itu tergenggam sebilah golok. la masih dapat membedakan
bahwa orang itu adalah seorang laki2 dan segera ia kenali puIa bahwa orang itu tak lain dari sikate yang kemarin berbicara dengan Im Yang Jie-yauw diwarung tempat
penjualan arak! Orang itu adalah muridnya Ang-bin Kim-kong yang
bernama Khutakan. Kemaran ia telah mendapat tugas
untuk meng-amat2ti Hian Cin cu, kemudian ia menyusul ke Cin-bu Kwan. Melihat Im Yang Jie-yauw bertarung dengan Gak
Hong, maka ia menghunus goloknya dan menyembunyikan diri dibalik batu, Dengan tak disengaja badan Im Hian Hong Kie-su bergelinding ketempat orang itu bersembunyi.
Baru saja pendekar tua kita berdekatan, atau Khutakan meloncat keluar sambil menikam dengan goloknya. Tapi pendekar tua kita gesit, selagi musuhnya ingin membacok
bagaikan kilat ia memakai kedua kaki orang itu. Khutakan jatuh terpelanting dan goloknya terhempas diatas tanah.
Im Hian Hong Kie-su segera membalikkan badannya
berbareng tangannya mencengkeram pundak musuh.
Dengan bantuan Kie-kangnya, maka hawa dingin si nie-
kauw yang mengeram pada tubuhnya kini dialirkan
ketubuh Khutakan! Khutakan yang kepandaiannya masih dangkal, tak dapat melawan serangan dingin yang menyerang tubuhnya itu.
Begitulah dalam beberapa saat saja kakinya berkelejetan dan sekujur badannya menjadi kaku dan kejang!
Pendekar tua kita mencelat kemuka. Dipandangnya
Khutakan, tampak muka orang pucat pasi. Ternyata
jiwanya sudah melayang! Mau tak mau hati Im Hian Hong Kie-su mencelos. Sungguh hebat, pikirnya.
Melihat murid kesayangannya terbunuh, Ang-bian Kim-
kong bukan kepalang marahnya. Dengan sebatang, tongkat yang dipegang ditangannya, tiba2 ia menyodok dada
lawannya! "Cukup!" mendadak terdengar suara Tay Yang Lhama,"
biarIah aku yang ambil jiwa jahanam itu!"
Mendadak wanita iblis itu mencelat dan berdiri
dihadapan Im Hian Hong Kie-su. Gerakannya boleh
dikatakan bagaikan burung Hong, sungguh membuat
pendekar tua kita dalam hatinya merasa kagum.
Im Hian Hong Kie-su berpikir apabila ia tidak
meloloskan diri dari sarang serigala ini, niscaya ia akan menghadapi bencana besar. Dengan menggunakan ilmu
meringankan tubuh Bok-seng in-tee atau Menaiki-tangga awan, ia membumbung tinggi keatas. Ketika berada pada tinggi tujuh kaki dari atas bumi, kakinya menotok pula dan
semakin tinggi pula badannya membumbung keatas udara.
Akhirnya tibalah ia pada tebing yang tinggi....
Tapi Tay Yang Lhama tidak berpeluk tangan saja.
Dengan pertolongan sorotan sinar matahari yang terik ia mengerahkan seluruh tenaga-dalamnya melalui pemantulan kaca tembaga... ia menyorotkan hawa panas itu kearah tubuh Im Hian Hong Kie-su.
Pada saat itu juga Im Hian Hong Kie-su menjerit.!
Bajunya terbakar dan kulitnya terberangus. Badannya
terguling jatuh dari tempat setitiggi beberapa tombak dan rebahlah ditanah. Gorisan tanpa ayal lompat kedepan.
"Jahanam tua!" serunya sambil tertawa dingin, "terimalah ajalmu sekarang! Ha... ha... ha...!"
Sambil tertawa terbahak-bahak ia mengangkat tangannya, siap memukul kepala orang. Tapi pada saat yang krisis itu, Tai Im Lo-nie lompat maju dan membentak.
"Tahan! Sabarlah dahulu!"
"Jangan kau terburu nafsu !" ujar si Niekauw, "Biarkan orang ini hidup dahulu. Kelak ia akan memberikan banyak faedah terhadap kita!"
Gorisan tak berani membantah. Diam2 ia mundur
sambil membatalkan niatannya.
Sekonyong-konyong dari samping terdengar orang
berkata. "Apabila Im Hian Hong Kie-su tidak dibunuh, maka muridku aka mati penasaran!"
Suara tadi bukan lain datangnya dari Ang-bian Kim-
kong. Setelah selesai berkata, dipeluknya muridnya seraya menangis ter-sedu2.
Tai Yang Lhama tak tegah melihat orang sangat
menderita, ia berkata : "Sumoai, akupun belum mengerti
maksudmu. Mengapa tidak sekarang juga kita cabut nyawa sljahanam ini?"
Tai Im Lo-nie tidak menyahut. Diawasinya rekan2
lainnya dengan sortoan mata memandang enteng. Dengan suara dihidung ia berkata : "Huh, dasar kalian tak mempunyai otak sama sekali. Yang diingat hanya
membunuh orang saja. Hai, Gorisan! Aku ingin bertanya kepadamu, apa faedahnya kita membunuh Im Hian Hong
Kie-su?" Jawab Gorisan buru2, "Akan kujawab pertanyaan Sucie dengan jelas. Dengan matinya Im Hian Hong Kie-su, kita akan berkurang seorang musuh besar!"
Si niekauw menganggukkan kepalanya. "Benar pendapatmu itu. Kita akan kekurangan seorang musuh
besar." Lalu ia bertanya pula kepada, Ang-bian Kim-kong,
"Cupu, bagaimana dengan pendapatmu sendiri?"
"Aku hanya ingin membalaskan sakit hati muridku.
Khutakan." Akhirnya Tai Im Lo-nie berpaling kepada Tai Yang
Lhama. Setelah memandang beberapa saat, lalu ia
membuka suara, "Apakah suheng mempunyai usul yang lebih baik?"
Tai Yang Lhama termenung sebentar, kemudian
menjawab dengan suara tenang, Sumoai, kau telah
melupakan peristiwa pada duapuluh lima tahun yang
berselang. Sebagaimana kau masih ingat, Kui Bak Tojin telah mengalahkan ilmu Im Yang Thyiu dari Kim Suyoan guru kita. Nah, Gak Hong adalah anak niuridnya Kui-Buk Tojin! Mengapa kita tidak mau membalas penghinaan atas guru kita?"
"Su-heng dan lain2nya berpendapatan benar," jawab Tay Im Lo-nie sambil tersenyum, "hanya kali ini aku hendak menjadikan Gak Hong sebagai umpan. Agar tokoh2
persilatan dari daerah Tiong-goan kena terjebak dalam perangkap kita. Pada saat itu kita mempunyai kesempatan baik untuk mengganyang mereka semua,"
Kawan2 siiblis wanita menjadi terperanjat mendengar
keterangan itu. Mereka bungkam seribu bahasa. Tak lama barulah Tay Yang Lhama membuka suara: "Maafkan, aku belum dapat menangkap arti maksud kata2 Su-moay."
Jawab Tay Im Lo-nie dengan tersanyum: "Su-heng,
apabila kutunjukan pasti kau segera akan mengetahui!
Beberapa waktu yang lalu, adik misanku teIah menyuruh pawang Tilla untuk menghantar surat rahasia. Eh.... bukan kau sendiri telah membacanya pula" Kali ini......"
Belum habis si niekauw berkata atau Tay Yang Lhama
mernotongnya : "Bukan saja aku telah membaca surat Ong houw itu, malahan aku masih ingat sampai sakarang apa isi surat tersebut. Bee Cin Ong-houw adalah adik misanku juga.
Dia telah menyuruh kau untuk membantu puteranya Kui
Yu yang dalam keadaan duka. Tatkala itu su-moay masih belum dapat melulusi permintaannya itu. Cuma... ada
hubungan apakah hal ini dengan pembunuhan terhadap
Gak Hong?" Kiranya Tay Im Lo-nie adalah putri ketua dari suku Hui didaerah See Hek. Seluruh anggota keluarganya telah habis dibunuh oleh orang2 Monggol. Setelah kejadian itu, ia mensucikan diri. Sedangkan piaumoay nya Bee Cin Sie
yang berparas elok telah saling berpisahan dengannya sejak mereka masih kanak2.
Kemudian Bee Cin Sie menikah dengan raja Kasmir,
Pakhunan namanya. Tak lama kemudian pasukan Monggol
melawat kedaerah barat dan See Hek habis dimusnakan.
Bee Cin Sie dibawa lari dan kemudiam Ogotai
mengambilnya untuk menjadikan salah seorang selirnya yang keenam. Karena parasnya yang luar biasa cantiknya ia mendapat perhatian yang istimewa dari Ogotai.
Ibu kandung Bee Cin Sie adalah bibinya Tai Im Lo-nie.
Mendengar bahwa keponakannya telah mensucikan diri
untuk menjadi seorang niekauw, maka ia pergi mengunjungi Tay Im Lo-nie di Gwat Sin Yam. Dari dialah Tay Im Lo-nie mengetahui bahwa Bee Cin Sie Ong-houw
masih ada hubungan Keluarga segagai saudara misannya sendiri. Maka iapun berkata pada bibinya : "Orang2
Monggol telah membunuh orang tuaku dan keluargaku.
Dendam ini bagaimanapun takkan kulupakan. Bagaimana
piauwmoay menjadi lupa akan kejadian ini sungguhlah tak dapat kumengerti."
"Title," jawab sang bibi, "apa kau telah lupa kisah orang2
Tionggoan dan tentang Sie Lie memusnakan negeri Go"
Maka lihatlah kenyataan sekarang. Orang2 Monggol
sedang besar pengaruhnya disini. Dan tentang menuntut balas, kita harus bersabar dan menantikan saatnya yang baik.
Selanjutnya sang bibi ber-bisik2 ditelinga Tay Im Lo-nie.
Dan semenjak itu pula Bee Cin Ong-houw senantiasa
mengirimkan orang2 kepercayaannya untuk mengadakan
kontak dengan mereka. ---oo0dw0oo--- Pada waktu itu Ogotai yang memegang jabatan Kha
Khan. la sangat kemaruk akan paras yang elok2 dan sering
berfoya-foya. Sedangkan pucuk pimpinan kekuasaan boleh dibilang berada ditangan Bee Cin Ong-houw. la mempunyai angan2 untuk mengangkat puteranya sebagai pengganti dari kedudukan Khan, tetapi sebaliknya ia masih menyegani pengaruh Jendral Tuli beserta keenam orang puteranya.
Oleh karena itulah ia telah menitahkan orang kepercayaannya yang bernama Tilla seorang pawang untuk menemui saudara misannya Tay Im Lo-nie untuk minta
bantuannya agar membunuh putera2-nya Jendral Tuli.
Hal ini telah dirundingkan oleh Tay Im Lo-nie dengan Su-hengnya Tai Yang Lhama. Mereka tahu bahwa keenam
putera Jendral TuIi itu berkepandaian tinggi. Dan
diantaranya masih terdapat Gokhiol, yang katanya
bersahabat baik dengan tokoh2 silat di Tionggoan. Malahan pemuda ini telah meyakinkan ilmu Swie Hwee To dari
Gorisan. Sebab itulah dalam waktu sesingkat itu Tai Im Lonie belum, dapat memikirkan suatu tipu daya yang tepat.
"Su-heng, kau masih belum mengetahuinya. Sebelum kita meninggalkan gunung Tangkula San, aku telah
menerima sepucuk surat dari piauwmoaiku yang mangatakan bahwa keenam putera Jendral Tuli telah
berhasil ditawan! Hanya tingal Gokhiol saja yang masih lolos. Dikatakan pula dalam suratnya bahwa Gokhiol telah banyak berhubungan dengan pendekar bu-lim di Tionggoan dan ia menyuruh aku agar dapat membekuk semua orarg2
pandai dari negara Song dan Kim. Kelak apabila puteranya telah memperoleh kedudukan Khan dan mengadakan
serangan ke Tionggoan, maka hal ini akan meringankan kerepotan kita!"
Mendengar sampai disini Tay Yang Lhama memotongnya : "Sumoay, kini kau bekerja untuk
kepentingan bangsa Monggol. Apa pula maksudmu ini?"
"Bila kita tidak memberikan jasa2 kepada orang2
Monggol, kelak kita akan sukar mendapatkan jalan yang baik untuk mencapai tujuan kita. Bee Cin Ong-hauw telah menjanjikan jabatan Kok-su kelak kepada salah seorang dari kita. Setelah kita mendapat kekuasaan, maka secara diam2 kita akan mengadu-dombakan para bangsawan
Monggol. Dengan demikian mereka saling bertengkar dan saling bunuh-membunuh! Dengan demikiaa pula kita punya See Hek pun akan dapat merdeka dengan penuh.
Sedangkan dendam sakit hatiku dapat dibayar punah.
Bagaimana pendapatmu?"
Tai Yang Lhama menjadi sadar. Sambil mengangguk
pelahan ia menjawab : "Sumoai, sungguh hebat rencanamu ini! Tapi apa gunanya kita tinggalkan Gak Hong ini" Harap kau suka terangkan tentang hal ini yang masih belum
masuk dalam otakku" Maka si niekauw mulai menjelaskannya : "Pada
duapuluh tahun yang lampau, dalam suatu pertemuan
pemilihan Gak Hong telah mengikat ganjelan permusuhan dengan tujuh tokoh persilatan dari partai ternama. kini kita berhasil membekuk orangnya. Aku ingin membawanya
keluar dari Giok-bun Koan. Sedangkan berbarengan aku merencanakan untuk mengundang para tokoh2 rimba
persilatan dari ketujuh partai tadi dengan, maksud
mengadakan perundingan untuk mencari cara penyelesaian, bagaimana yang baik untuk dilakukan terhadap Gak Hong ini. Aku sudah perhitungkan, mereka pasti akan datang untuk melampiaskan sakit hati mereka! Selain itu, banyak lagi tokoh2 persilatan yang akan datang untuk melihat keramaian ini. Nah, pada saat itulah kita akan mengatur barisan "tin" dan mengurung mereka. Bukankah dengan jalan ini kita dapat menyapu bersih semua jago2 dari Tionggoan "!"
Selesai berkata Tay Im Lo-nie tertawa ter-bahak2. Tay Yang Lhama turut bergirang, katanya dengan penuh
semangat : "Hebat...! Hebat... sekali! Hari ini setelah mengetahui bahwa benda yang berupa sejilid buku yang telah dicuri oleh Gorisan bukanlah sembarang kitab yang semulanya kuanggap tiada faedahnya. Aku sebehirnnya
masih berasa putus asah. Tapi tak dinyana bahwa kitab ini demikian besar khasiatnya! Ha ... ha... ha ! Sumoay, kau telah memikirkan siasat ini dan menjadikan Gak Hong
sebagai umpan pula... ha... ha...ha...! Sungguh hebat ! Para jago2 Tionggoan bagaikan ikan akan memasuki jaringnya sendiri! Ha... ha.... ha..."
Tapi tiba2 ia bungkam pula. la masih teringat sesuatu dan melihat pula tubuh Im Hian Hong Kie-su yang masih terbaring dalam keadaan pingsan. Sambil mengerutkan
sebelah alisnya, ia bertanya : "Apabila jahanam ini bangun pula, bagaimana baiknya kita perlakukan dia" Apabila kita sedikit lengah saja, niscaya ia akan mencoba meloloskan dirinya!"
Tay Im Lo-nie memainkan matanya dan berkata dengan
suara yang memuakkan : "Huh, aku tidak takut akan kepandaian jahanam ini. Aku telah mendapatkan suatu
daya untuk dengan mudah mengendalikan dia. Didalam
biaraku terdapat sebuah peti batu. Akan kumasukkan ia kedalamnya! Sebelumnya akan kuberikan jahanam ini obat bius Bie Hun Kim-tan yang dapat membikin dirinya terus menerus dalam keadaan tidak sadarkan diri."
"Kalau bepitu, hatikupun merasa legah. Tapi masih ada satu hal Iagi. Kemarin si bangkotan Hian Cin-cu telah terluka oleh pukulan Sumoai, namun kita be!um lagi
mengetahui bagaimana dengan nasibnya selanjutnya
Mendengar ucapan itu, Tai Im Lo-nie melirik kepada
Ang-bian Kim-kong. Tampak orang sedang menggali
sebuah lubang dengan golok untuk menguburkan mayat
muridnya. Si niekauw berkata pula : "Kemarin aku telah menyuruh Khutakan untuk mencuri berita. Haya, sekarang ia telah mati! Bagaimana perkembangan nasib Hian Cin-cu selanjutnya tak dapat kita ketahui lagi."
Tapi Tai Yang Lhama cepat2 menahannya.
"Jangan! Kau tak perlu pergi. Kita masih mempunyai suatu tugas yang harus diselesaikan. Dengan terkenanya pukulan Im Yang Ciang-hoat Sumoai, maka sembilan dari sepuluh kemungkinan dia
akan menemui ajalnya! Terkecuali apabila ada orang yang memiliki ilmu Kian-kun Tai Kie-kang, barulah jiwa Hian Cin-cu dapat ditolong.
Tapi harapan itu sangat tipis sekali. Nah, berhubung hari masih siang, baiklah kita tingalkan tempat ini."
Gorisan mendukung Im Hian Hong Kie-su yang masih
dalam keadaan tidak sadar. Bersam-sama mereka berjalan meninggalkan lembah Cu Bu Kok.
---oo0dw0oo--- Ditengah jalan Ang-bian Kim-kong menanyakan kepada
Tai Yang Lhama: "Tai su-heng tadi mengatakan kecuali ada orang yang memiliki ilmu Kian-kun Tai Kie-kang, maka jiwa Hian Cincu tidak dapat tertolong. Apakah di Tionggoan tiada
seorang yang memiliki kepandaian tersebut?"
Mendengar pertanyaan orang itu, Tai Yang tertawa
terbahak-bahak. "Cupu, segala macam ilmu yang dimiliki orang2 di Tionggoan semuanya berada didalam perut suhengmu ini.
Sebagaimana kau ketahui pada beberapa tahun yang
lampau gurunya Gak Hui yang bernama Cu Tong pernah
menyakinkan ilmu tersebut, tapi lima puluh tahun
belakangan ini orang2 yang pandai dikolong langit dan memiliki kepandaian ilmu tersebut dapat dihitung.
Mungkin hanya ada dua setengah orang saja!"
Mendengar keterangan itu, Gorisan menjadi heran dan
mohon penjelasannya : "Tai su-heng, apa maksudmu dengan dua setengah orang?"
"Gorisan, kau ingin mengetahui, baiklah. Ilmu Kiankun Tai Kie-keng ini sangat sukar dipelajari. Dan ilmu ini merupakan ilmu yang tiada tandingannya dikolong langit ini! Dalam partai kami ilmu tersebut dinamakan Kimhong Put-hwai-kang. Untuk menyelaminya paling sedikit orang harus bersemadi selama lima belas tahun lamanya. Barulah ia dapat berhasil. Nah, coba kau pikir, siapa yang
mempunyai kesabaran demikian dan sangat memakan hati"
Maka itulah dewasa ini hanya tinggal Tian Sin Tansu dari Thian Bun Sie digunung Kun Lun San. Orang ini sudah
lanjut sekali usianya dan takkan mau turun gunung pula untuk turut campur dalam urusan keduniawian, Sedangkan orang yang kedua ialah Thiat Kwan To-jin imam dari Lo Hu San di San Hai."
Sebuah senyuman tersungging pula pada bibir Tai Yang Lhama.
"Hidung kerbau ini kabarnya telah mendapat pelajaran dari seorang aneh dan mengeramkan dirinya di gunung Lo Hu San selama dua puluh tahun lamanya un tuk menyelami ilmu tersebut. Kian-kun Tai Kie-kang ini demikian
hebatnya! Begitu Thiat Kwan To-jin turun gunung, maka ia telah merobohkan semua jago2 silat didataran sungai Tiang-Kang. Peristiwa ini terjadi pada tigapuluh tahun yang lalu, dan kini tak seorangpun yang mengetahui lagi dimana
orang kosen ini berada dan...."


Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Giok Bun Kiam Lu Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

la berhenti sebentar untuk menarik napas panjang seraya melanjutkan pula : "Dan yang kukatakan setengah ialah Sin Ciang Taysu dari Tiang-pek San. Dialah gurunya Wanyen Hong. Semenjak dia berhasil memperoleh kitab wasiat dari kuburan tua, lantas dia mengeramkan dirinya selama
delapan belas tahun. Kabarnya ia sedang mempelajari ilmu Kim-kong Put-hway kang. Nah, hitung-hitung kini sudak genap delapanbelas tahun, cuma sebegitu jauh dia belum pernah turun gunung. Dan karena itu juga belum pernah ada orang yang menjajal ilmu itu. Oleh sebab itulah dia kuberi angka setengah. Kau pikir, kedua setengah orang ini, apa mungkin diantara salah satu ada yang datang secara kebetulan ke Ciong Lam San untuk menolongi Hian Cin-cu
?" Mereka tersenyum puas ....!
Lewat tiga hari mereka telah tiba dipegunungan Tay Soat San. Selagi mereka hendak memasuki sebuah biara untuk numpang
bermalam, tiba2 dari kejauhan tampak mendatangi kereta berkuda meluncur dengan kencangnya.
Pada atap kereta tampak berkibar bendera berbentuk bulan sabit lambang bangsa Monggol. Keempat orang itu
menyingkirkan diri untuk memberi jalan pada rombongan kereta berkuda itu.
Tapi setelah berada dihadapan mereka, kereta berhenti dan dari dalamnya muncul seorang dukun perempuan
bangsa Monggol dan seorang bangsawan wanita bangsa
Uighur. Kiranya dukun itu adalah....pawang Tilla!
Sedangkan wanita bangsawan ilu adalah bibinya
Tay Im Lo-nie-Bee Cin Sie. Dia tahu bahwa Tay Im Lo-
nie sedang menuju ke Ciong Lam San. Maka ia lekas2
menyusulnya. Begitulah dengan dikawal oleh beberapa orang Monggol pawang Tilla menyampaikan surat rahasianya Bee Cin
Ong-houw kepada Tay Im Lo-nie, dari situ ia baru tahu bahwa keenam putera Jenderal Tuli telah ditolong oleh Gokhiol. Demikian lihaynya Bu Siong cilik itu yang
menyertai Gokhiol, yang telah berhasil menghancurkan kerangkeng besi hanya dengan sekali sapuan tangan saja.
Benar2 hal ini membuat Bee Cin Ong-houw pusing dan
buru2 menyuruh pawang Tilla menyampaikan berita
tersebut dan harap agar Tay im Lo-nie secepat mungkin datang di Holim untuk mengadakan perundingan.
Im Yang Jie yauw bertukar pikiran semalaman suntuk.
Akhirnya tercapailah kata sepakat.
"Apabila kita ingin memperdayakan Tuli, maka terlebih dahulu kita harus berhasil membekuk Gokhiol beserta
keenam pangeran lainnya. Maka dengan ini kita harus
turun tangan sendiri dan datang ke Holim. Lagipula
menurut Su-moay ia hendak pergi ke Giok-bun Koan untuk memasang barisan "Kwee-liong Tin". Ditempat itu kebetulan sekali termasuk daerah pengaruh kaum Monggol Kelak kitapun harus meminjam pula bantuan Ong-houw
dan dengan jalan ini barulah cita2 kita dapat terlaksana.
Dengan begitu berakhirlah sudah riwayatnya orang2 pandai dari segala partai dan golongan di Tiong-goan." ujar Tay Yang Lhama.
Tay Im Lo-nie menganggukkan kepalanya. la setuju
dengan pendapat suhengnya.
"Maksud Suheng memang benar. Kemarin aku telah
menyuruh orang untuk pergi mengambil peti batu itu. Dua hari lagi mereka akan kembali membwa benda itu. Maka sebaiknya pula apabila Im Hian Hong Kie-su kita bawa pergi ke Holim. Aku mempunyai suatu rencana yang
bagus!" Pada keesokan harinya, Tay Im Lo-nie menerima
undangan itu dan berjanji pula untuk selekas mungkin berangkat ke Holim. Mendengar berita ini, bukan kepalang rasa gembira hati pawang Tilla.
---oo0dw0oo--- Pada saat itu, Gokhiol yang pada kira2 sebulan yang lalu mengikuti Pato kembali ke Holim untuk menolongi
saudara2nya. Sedangkan dalam perjalanan, seperii telah diketahui Im Hian Hong Kie-su telah melihat sipemuda sedang berjalan dengan Bu Siong cilik sambil menggunakan ilmu meringankan tubuh yang sangat hebat.
Kiranya Bee Cin Ong-houw dapat berita bahwa Pato
telah berhasil meloloskan diri. Sudah dapat diduga lebih dulu bahwa ia tentu akan mengundang orang2 pandai
untuk menolong saudara2nya. Sebab itulah ia telah
memanggil semua Lhama2 Mongol untuk mengadakan
perundingan guna mendapat jalan untuk menghadapi
segala kemungkinan2. Pada saat bangsa Monggol dalam kejayaannya, mereka
sangat menghormati kaum Lhama. Tapi ketika itu golongan suci tersebut sudah terpecah menjadi dua aliran. Didaerah Utara Sin-Kiang mereka memuja Pate-makhapa sebagai
induk agamanya. Mereka menganjurkan untuk mempelajari keagamaan. Sedangkan didaerah See Hek dan suku2 bangsa lain di Turfan, para penjabat tinggi agama menganjurkan untuk menerjunkan diri dalam pemerintahan. Dan sampai kini menjadi turun-temurun. Partai ini disebut pula partai Lhama Ceng Pay.
Begitulah orang2 Monggol sangat menghormati kaum
ibadah, terutama kaum bangsawannya. Mereka sangat
percaya akan nasib Pat-kwa (IImu nujum). Dan Bee Cin
Ong-houw ini mempunyai tidak sedikit kepercayaan2nya dari orang2 Sin-kiang.
Ketika tentara Monggol menjelajahi daerah Barat,
disamping panglimanya yang bernama Uliangko, turut serta juga putera2nya Jenderal Tuli antara lain ialah Mangu dan Kubilay. Ketika di See Cong bertemu dengan kepala agama Pantati
Lhama mereka tahu bahwa Lhama ini berkepandaian sangat tinggi. Sebab itulah mereka telah mengadakan sesuatu kunjungan kehormatan.
Pantati, yang melihat air muka Kubilay memiliki ciri yang khas, telah merasakan bahwa dikemudian hari cucu raja ini pasti akan menempati kedudukan yang penting.
Sebab itu ia mengeIuarkan pengumuman menginstruksikan pada para suku2 bangsa Monggol yang berada dibawah
kekuasaannya agar supaya menyerah kepada pihak
Monggol pusat tanpa syarat.
Demikianlah tentara Monggol telah menaklukkan
seluruh wilayah See Cong tanpa mendapat perlawanan
yang berarti. Dan dikemudian hari Kubilay berhasil
memusnakan negeri Song dan memindahkan ibu kotanya di Yan Keng. Kemudian ia mengangkat muridnya yang
bernama Pasupat sebagai menteri agama. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan rasa terima kasih Kubilay atas jasa2
yang telah diberikan oleh Pantati dimasa yang telah lewat.
Bee Cin Ong-houw memanggil orang2 kepercayaannya
untuk mengadakan perundingan dan setelah pada akhirnya mendapat kata sepakat yang datangnya dari usul pawang Tilla yang merencanakan untuk membuat suatu perangkap.
Begitu Gokhiol dan Pato kembali, mereka segera akan
turun tangan untuk menawannya.
Tapi perundingan rahasia itu dapat didengar oleh ibunya Gokhiol, Lok Giok yang bergegas menemui gurunya Pato,
Yalut Sang. Apa mau pada saat itu Yalut Sang sedang
keluar kota. Lok Giok gelisah luar biasa. Diam2 ia
menanyakan salah seorang pengawal istana yang dikenalnya dengan baik. Dan barulah setelah itu ia dapat tahu bahwa Yalut Sang telah menyuap sipir penjaga untuk mengadakan hubungan dengan kelima muridnya.
Maka tiada lain jalan untuk ibu Gokhiol selain
menyamar sebagai wanita dusun berpakaian sederhana
untuk dapat mencuri keluar dari kota. Tapi di-tengah2
jalan.... ia berjumpa dengan sekelompok Boe-su istana yang sedang membawa sebuah kereta persakitan. Dan didalam kereta itu diborgol dua orang yang bukan lain ialah.... Pato dan Yalut Sang. Bukan kepalang terkejutnya Lok Giok!
Kiranya Yalut Sang setelah menerima suratnya Kubilay Yang menyuruh ia mengirimkan seorang kepercayaannya
untuk pergi meminta bantuan kepada agama Pantati di See Cong. Pantati memiliki kepandaian yang sangat tinggi. Bila ada orang yang dapat menghantarkan surat kepadanya,
maka kelima, putera Jenderal Tuli akan tertolong jiwanya.
la mengambil keputusan untuk segera pergi. Tatkala
berjalan kurang lebih limapuluh lie jauhnya dari luar kota Holim, ia berpapasan dengan Gokhiol bersama Pato.
Diam2 ia merasa bersyukur sekali dengan kembalinya sang muridnya ini. Dengan demikian harapan untuk menolong para pendekar akan lebih besar lagi. Segera ia turun dari kudanya untuk menyambut kedua pemuda itu.
Yalut Song menceritakan seluruh peristiwa yang telah terjadi selama mereka tak hadir di istana. Selesai
mendengarkan gurunya Gokhiol berkata, "Kini biarlah aku yang pergi ke Pantati. Aku telah menyelami ilmu
meringankan tubuh Leng Wan Keng-kang, hingga dalam
waktu sehari saja aku dapat menempuh jarak delapan ratus li. Lagipula daerah Se Cong lebih kukenal dari pada Pato"
Pato ingin turut serta, tapi sang guru mencegahnya.
"Biarlah Gokhiol sendiri yang pergi. la akan lebih leluasa bergerak seorang diri. Kau sebaiknya turut aku .pulang ke Holim untuk bersembunyi dirumahku sampai mendapat
berita yang kita nantikan."
Begitulah setelah saling berpamitan, Gokhiol menyemplakl kudanya untuk menyampaikan surat Kubilay kepada Pantati. Bagaikan anak panah meluncur kudanya melesat menuju daerah See Cong.
Pato kembali bersama gurunya ke Ho-lim. Tapi malang
sekali ditengah jalan mereka tertawan.
Mengetahui bahwa Gokhiol tak sampai tertawan, hati
Lok Giok merasa agak lega. Satu2-nya harapan ialah bahwa puteranya akan segera kembali membawa Pantati yang
sangat diharap kedatangannya itu. Dan demikian pula ia berdoa dengan hikmatnya sepajang malam.
---oo0dw0oo--- GOKHIOL melarikan kudanya siang-malam tanpa me-
ngaso2. Sesampainya di Lasha, ibukota See Cong, ia segera menjumpai Pantati Lhama.
Pantati sudah berusia tujuhpuluh tahun lebih. Kini boleh dikatakan bahwa seluruh kepandaiannya telah di turunkan kepada muridnya, Pasupat.
Dengan sikap menghormat, pemuda kita menyampaikan
surat Kubilay kepada pendeta sakti itu. Pantati tersenyum membaca isi surat tersebut, seraya berkata : "Perbuatan Bee Cin Ong-houw sebenarnya sia2 belaka. Sebab diantara
saudaramu ini kelak pasti ada dua orang yang akan menjadi
Khan. Walaupun Pinceng tidak pergi, merekapun tidak
akan mendapat kecelakaan."
Gokhiol berlutut sambil mengangguk tiga kali seraya
memohon agar pendeta itu dapat turut serta. Sambii mesem Pantati memanggil muridnya. Suaranya sangat Iirih seolah2 kedengarannya seperti orang ber-bisik2. Tapi dari jauh terdengar pula suara orang menyahut, "Sucouw, murid telah datang menghadap." Suara itu terdengar datangnya dari beberapa tombak jauhnya.
Gokhiol terperanjat. la menoleh keluar dan mengawasi jendela loteng. Barulah ia tahu diluar istana terdapat tangga batu putih yang bertingkat ribuan dan menembus sampai belakang gunung. Tampak olehnya seorang Bu Siong kecil sedang ber-lari2 menyusuri tangga batu itu. Suara Bu Siong itu se-olah2 terbawa tiupan angin dan kedengarannya
seperti orang sedang berbicara di samping saja!
Selagi pemuda kita masih berdiri ke-heran2-an atau
mendadak sesosok bayangan yang kecil berkelebat masuk bagaikan seekor burung Hong melayang dengan ringannya.
Sekejap mata saja Bu Siong itu telah berlutut di hadapan Pantati.
Bu Siong itu baru berusia kurang lebih lima belas tahun.
Wajahnya tampan dan bersih, sedangkan kepalanya di
cukur gundul licin. "Pasupat" kata Pantati. "Pangeran ini ada anak angkatnya Jendral Tuli. Kini suteemu Kubilay sedang
menghadapi kesulitan. Maksudku ialah untuk menitahkan kau ikut serta dengan pangeran Gokhiol pergi ke Holim."
Pasupat menghadap kepada Gokhiol seraya memberi
hormat, kemudian ia baru menjawab gurunya: "Teecu sudah mengerti."
"Kau mesti lekas kembali apabila telah selesai dengan tugas-mu," ujar sipendeta pula." Jangan main gila di tengah jalan."
"Dalam tempo lima hari teecu akan pulang menghadap,"
jawab si Bu Siong cilik tersenyum riang.
"Baiklah, kini kau boleh pergi dengan pangeran Gokhiol"
Selesai berkata Pantati Lhama memejamkan matanya
untuk tidak mengeluarkan sepatah kata lagi.
Gokhiol menjadi tercengang. Terang2 ia dengan
bertunggang kuda saja baru setelah lima hari sampai
ditempat tujuan. Sekarang anak ini menjadi-kan gurunya bahwa dalam lima hari saja ia sudah kembali lagi.
Kepandalan apakah yang telah dimilikinya" Namun
pertanyaan ini oleh pemuda kita hanya disimpan dalam hatinya saja, tapi sebaliknya dalam pikiran lain timbul pula satu pertanyaan: "Ah, tentunya si Bu Siong cilik ini dapat diandalkan, kalau tidak, mana mungkin Pantati menitahkan dia seorang diri untuk pergi ke Holim?"
Maka segera pemuda kita memberi hormat kepada
Pasupat serta merenyanakan pertukaran fikiran.
"Siau-ceng sekarang ingin membereskan perbekalan dahulu. Harap Heng- tiang sebentar malam sebelum
menjelang subuh datang dipinggir danau Bengkuli diluar pintu kota Bang Tok."
Mendengar keterangan sibocah, Gokhiol menghitung-
hitung seorang diri. Jarak ke Bang Tok kira2 lima sampai enam rutus lie jauhnya. Kalau tidak sekarang juga aku berangkat, niscaya aku takkan sampai sebelum subuh.
Maka ia segera berpamitan.
Malam sunyi-senyap. Cahaya sang putri malam
menyinari kulit permukaan bumi. Dengan menggunakan
ilmu meringankan tubuhnya, Gokhiol ber-lari2 bagaikan seekor rase sedang berlompat-lompatan
Jalan menuju ke Bang Tok hanya terdiri satu jurusan.
Sering kali Gokhiol melirik kebelakang untuk melihat kalau2 ada orang yang menguntitnya. Tapi sebegitu jauh tiada sesuatu bayangan yang membuntuti dibelakangnya.
Bulan permai menyinari air danau yang jernih tenang
ber-goyang2 dihembus sepoian angin malam. Sungguh
indah sekali pemandangan disekitar danau itu. Scelagi pemuda kita berjalan menghampiri tepi danau, maka
tampaklah olehnya tidak jauh ada sesosok tubuh manusia sedang meringkuk diatas rumput, se-olah2 sedang tidur dengan nyenyaknya. Setelah ia menghampiri lebih dekat, ia jadi terperanjat hatinya. Orang yang sedang tidur itu tidak lain dari... Pasupat, si Bo Siong cilik!
"Siauw Su-hu, " ujar Gokhiol, "kiranya kau sudah sampai duluan."
Pasupat tersenyum seraya bangkit membereskan pakaiannya. Tampak dipundaknya ada selapisan kepingan salju. Bu-siong cilik itu berkata sambil tertawa, "Ha, malam banyak kabut. Apa mau Siau-ceng telah kepulasan sehingga tak berasa lagi salju telah turun menutupi bajuku."
Gokhiol benar2 merasa kagum dan bersamaan pula ia
merasa tunduk terhadap pemuda yang masih belasan tahun umurnya ini.
---oo0dw0oo--- Tatkala itu ke-enam putra Jendral Tuli yakni Mangu
Moko, Pato, Kubilay, Hulagu dan Kaidu beserta guru
mereka Yalut Sang sedang meringkuk dalam penjara di kota Ho-lim.
Adapun penjara itu merupakan suatu bangunan yang
berbentuk seperti sebuah kota kecil yang dikelilingi oleh tembok2 yang tinggi. Diluarnya di jaga keras oleh
sepasukan tentara yang berpakaian lapis baja. Disamping itu terdapat pula sejumlah tiga ribu serdadu pasukan pemanah yang sudah siap setiap saat untuk menghadapi musuh.
Gokhiol bersama Pasupat setibanya diluar kota Ho-lim, hari sudah mulai petang. Kemudian Pasupat menyuruh
pemuda kita untuk menyediakan delapan ekor kuda yang bagus2 dan menunggunya dibalik batu besar dipinggir
jalanan. Gokhiol masih merasa sangsi, lalu bertanya,
"Siauw Su-coan, kenapa kau tidak ajak aku turut pergi?"
"Apabila Heng-tiang ikut serta, maka hal ini menghambat waktu saja. Harap di maaf-kan. Malam ini
Siauw - ceng pasti akan berhasil menolong ke-enam
saudaramu!" "Eh, jangan Siauw Su-coan lupa, selain ke-enam
saudara-ku itu masih terdapat seorang lagi, yaitu guruku Yalut Sang" ujar Gokhiol dengan mengingatkan Pasupat.
"Ha... ha... ha...! Maka itulah aku telah menyuruh kau menyediakan delapan ekor kuda yang bagus2," katanya si Bu Siong cilik sambil tertawa gembira.
Sesaat kentudian Gokhiol telah menantikan dengan
kuda2-nya. Tiba2 terasa olehnya desiran angin berkesiur nienyusul mana terdengar pula di telinganya suara orang berbicara," Gokhiol, saudara2-mu sudah datang."
Gokhiol lantas mengenali itulah suaranya Pasupat, si Bu Siong cilik yang luar biasa!
Hatinya bukan kepalang girangnya. Lewat tak seberapa lama tampak dari kejauhan beberapa bayangan sedang
mendatangi kearahnya. Merekalah tidak lain dari pada Pasupat bersama ke-enam saudaranya dan gurunya Yalut Sang. Masing2 tengah menggunakan ilmu meringankan
tubuh. Lekas2 Gokhiol menyambut kedatangan mereka.
Yang pertama kali membuka suaranya ialah Pato dan
dengan suara masih ter-engah2 ia berkata, "Siauw Su-coan kau berjalan terlalu cepat, kami hampir kehabisan napas untuk mengimbangi kecepatanmu."
Tanpa dapat berkata lagi Gokhiol lantas saling
merangkul dengan saudara2nya. Sesaat kemudian baru ia dapat bertanya, "Bagaimana kalian dapat meloloskan diri?"
Kubilay mendahului berkata, "Dinding perjara secara mendadak runtuh dan dengan mudah kami dapat mengikuti Seng-ceng lari keluar."
Setelah itu mereka berbareng berlutut dihadapan Pasupat untuk menghaturkan terima kasih. Pato berkata, "Kalau tidak Seng-ceng yang menolong kami, maka malam ini
niscaya kami akan mendapat celaka didalam tangannya
pengkhianat Bee Cin Ong-houw yang kejam."
Pada waktu itu dari jauh terdengar suara anjing
menyalak dengan riuhnya. Pasupat segera berkata, "
Lekaslah bangun, pasukan pengejar sudah menyusul!"
Tapi baru saja ia selesai berkata atau mendadak
terdengarlah suara derapan kaki kuda yang mendatangi semakin lama semakin dekat! Lalu tampak obor api
menerangi kegelapan malam dan dari jauh keiihatannya seperti seekor naga berapi yang sedang bermain.
"Celaka kita!" seru Moko dengan cemas, " Pasukan lapis baja ini paling sedikit berjumlah tigaribu orang. Mana dapat kita melayaninya?"
"Kita semua tidak membawa senjata," ujar Yalut Sang dengan kuatir, "Kita hanya dapat melayani mereka dengan tangan
kosong. Bagaimana kita dapat menerobos bendungan mereka ?" Pahlawan2 kita saling berpandangan satu sama yang
lain. Se-olah2 mereka sudah kehabisan daya. Namun
tatkala mereka mengawasi Pasupat, dilihatnya si cilik ini tengah berdiri tenang2 saja mengawasi cahaya api yang ber-liku2 bagaikan se-ekor naga api itu. Sedangkan dari
mulutnya terdengar ia berkata, "Ah, mereka masih berada setengah lie dari sini, tak perlu kita cemas." hiburnya.
Kubilay segera tampil kedepan Pasupat, sambil berlutut ia memohon, "Su-heng rupanya sudah mempunyai daya-upaya untuk menolong kami, maka aku harap lekaslah Suheng cari jalan untuk melawan pasukan yang besar
jumlahnya ini." Sambil mengusap-usap kepalanya yang licin Pasupat
berkata, "Su-tee tak usah kuatir. Bukankah Gokhiol membawa sebilah pedang" Nah, suruhlah dia sekarang
memotong kedelapan ekor kuda ini."
Setelah ekor kuda itu dipotong, lalu di lilitkan pada tangan si Bu Siong itu bagaikan seikal padi.
Tiba2 terdengar suara terompet berbunyi. Dua barisan pasukan pengejar sudah tampil kedepan berjejer melintang.
Menyusul sebatang anak panah ber-api dilepaskan
sebagai tanda peringatan. Dari jauhan terdengar seorang kepala pasukan berseru nyaring, "Hai, Mangu bersaudara!
Lak Ong-houw telah memberi perintah. Bila kalian berani megadakan perlawanan, maka segera kalian akan mati
tertimbun hujan panah!"
Tanpa hiraukan peringatan itu Pasupat sudah meloncat kemuka, dengan sikapnya yang tenang ia berdiri, sambil merangkapkan sepasang tangannya, ia berkata, "Omitohud
!" katanya dengan sabar, " Mangu bersaudara sebenarnya tidak bersalah. Mengapa Ong-houw mesti menahan
mereka?" Komandan tadi membentak dengan suara keras "Siapa kau hweeshio cilik?"
Sambil memberi hormat si Bu Siong

Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Giok Bun Kiam Lu Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cilik memperkenalkan diri. "Siauw-ceng Pasupat." katanya.
Menyusul mana ekor kuda yang berada ditangannya
lantas dilontarkan. Terdengarlah suara desiran angin dan rambut kuda itu berserakan diangkasa. Sekejap mata saja tiga ribu pasukan berkuda itu merasakan tubuhnya seperti terkena goresan jarum2 tajam. Lama-kelamaan tubuh
mereka terasa gatal, bukan kepalang rasa gatalnya sampai terasa keseluruh tubuh mereka. Segera serentak pasukan tadi meletakkan busurnya untuk meng-garuk2 badannya
dengan membabi-buta! Sedangkan kepala pasukan tadi yang berdiri dipaIing
muka sudah bergelimpangan diatas tanah sambil berkaok2
saking kegatalan. "Lekas naik kuda," ujar Pasupat dengan cepat.
Mangu dengan kawan2nya lalu menuntun kudanya yang
disembunyikan dibalik batu besar dan beberapa saat
kemudian mereka sudah membedal kudanya dengan
kencang sekali bagaikan angin puyuh.
Sepanjang jalan Gokhiol tidak nampak Pasupat, ia
menanya pada Pato, "Adikku, apa kau melihat Sengceng?"
"Barusan aku lihat ia berjalan paling muka." jawabnya.
Berdua mereka lalu memandang kedepan, narnan
sedikitpun tak kelihatan mata hidungnya si hweeshio cilik itu.
"Baiklah kita berhenti dulu untuk mencarinya," ujar Gokhiol dengan rasa cemas.
Tapi tiba2 terdengar ada seruan orang dibawah pecut
kuda, "Aku berada. disini, untuk apa kalian mencari aku?"
Semua orang terperanjat. Tatkala mereka menoleh
kebawah, tampak dibawah perutnya kuda Gokhiol,
menggemblok seorang bocah yang ternyata... adalah
Pasupat! Dengan keduabelah tangannya ia memeluk perut kuda
itu, sedangkan kepalanya menjulur kedepan sampai
dibawah leher kuda. Semua orang yang melihatnya jadi heran tercampur rasa geli.
"Su-heng, lekaslah naik, mari kau duduk sepelana denganku," ujar Kubilay.
"Tak usah, aku ingin tidur dengan nyaman disini," jawab Pasupat.
Mendadak Gokhiol teringat sesuatu, Ialu menanya:
"Seng-ceng bolehkah aku menanya ilmu apakah yang telah kau gunakan tadi untuk mengusir pasukan berkuda itu?"
"Ah, itu bukanlah ilmu yang perlu dibanggakan. Pinceng hanya menotok jalan-darah gatal mereka saja."
Mendengar keterangan Pasupat itu, semua orang yang
mendengarnya jadi tertawa geli bergelak-gelak.
Menjelang fajar, mereka sudah berada diluar perbatasan kota Giok Bun Kwan. Pasupat berkata, "Kini kalian hendak kemana?" ia menanya.
"Justru kami hendak meminta petunjuk2 dari Suheng."
sahut Kubilay. "Sebaiknya kalian ber-enam bersama Yalut Sang pergi ke Tong Kwan untuk menemui ayahmu." kata Pasupat.
Mendengar dirinya tak disebut. Gokhiol bertanya "Sengceng, apa aku juga harus turut dengan saudara2-ku?"
"Tidak," sahut Pasupat," kau harus menemui seseorang.
Tatkala kita datang kemari, bukankah kita: telah berjumpa dengan Im Hian Hong Kie-su" Malahan ia telah mengikuti kita cukup jauh. Sekarang aku pun hendak kembali kepada guruku. Maka itu sebaiknya kaulah yang mewakili aku
untuk menemui dia orang tua."
"Aku tak tahu dimana kini Im Hian Hong Kie-su
berada." ujar Gokhiol.
"Akupun tak tahu," sahut Pasupat," baiklah kau cari dia di tempat kita bertemu itu,"
Selesai berkata Pasupat ingin berpamitan. Kubilay
mencoba menahannya. Tapi si Bu Siong berkata: "Kau
telah dengar sendiri dari Gokhiol, bahwa aku telah berajanji kepada guruku untuk kembali dalam tempo lima hari. Apa kau ingin aku mendapat cacian dari beliau?"
Menyusul mana badannya lantas melesat dan ditengah2
udara ia masih sempat berkata, "Sampai berjumpa pula saudara-2." Dan menghilanglah ia dari pandangan mata orang ramai.
Setelah itu Gokhiol-pun ikut meminta diri dari
saudar2nya dan berjalan seorang diri menuju kearah
selatan. ---oo0dw0oo--- Lewat beberapa hari si pemuda telah kembali pula
kedaerah selatan propinsi Siam Say. Mengingat tempo hari ia pernah berjumpa dengan Im Hian Hong Kie-su di Cu Bu-kok, maka Pasupat telah menyarankannya untuk kembali ketempat itu. la menduga tentu disini ia akan berhasil menemui kembali Im Hian Hong Kie-su.
Gokhiol melepaskan kudanya dan melanjutkan perjalanannya dengan berjalan kaki. Setelah setengah haian lamanya ia mencari disekitar tempat itu, tapi usahanya tak menghasilkan apa2. la pun jadi berkeci! hati...
Kiranya waktu itu Im Hian Hong Kie-su tetah kena
tertawan oleh Im Yang Jie-yauw dan kejadian itu teIah berselang dua hari yang lalu.
Menjelang senja. Sang batara surya mulai condong
kesebelah barat. Suasana dilembah itu mulai remang2
gelap, namun Gokhiol terus mencari jejaknya Im Hian
Hong Kie-su. Pikirnya dalam hati bahwa Pasupat tak nanti akan membohongi dirinya.
Pada saat itu tiba2 tampak olehnya, tidak seberapa jauh rumput2 bergerak, menyusul mana lantas muncul seorang pengemis tua yang pakaiannya sudah compang-camping tak keruan.
Gokhiol terkejut dan mundur beberapa tindak. Ketika
diamatinya lebih teliti, sekujur badan pengemis tua itu kotor sekali.
Setelah pengemis tua itu menoggokan kepalanya
sebentar, lalu ia menyusup kembali kedalam semak2.
Perbuatannya se-olah2 ia sedang mencari sesuatu. Dari mulutnya sipengcntis terdengar ia mengunyam, "Manisku...
....oh mustikaku, kau telah meninggalkan aku selagi aku tidur. Kalau kau ingin berbuat serong, janganlah disiang hari bolong," katanya dengan aneh.
Rupanya orang itu kini telah menemukan kembali apa
yang sedang dicarinya barusan dan dengan suara gembira ia ber-seru2, "Oh... oh..., kiranya kau bersetnbunyi disini"
Eh... eh..., jangan kau coba lari, manisku. Tanpa adanya kau ini aku akan mati kering."
Melihat kelakuan pengemis lua itu seperti tolol2an,
Gokhiol merasa geli didalam hatinya, rasa terkejutnya hilang. Diam2 ia bertindak kedepan untuk melihat benda apa yang sedang dipegang sipengemis sinting itu. Begitu ia melihat, kembali ia menjadi terkejut! Apa yang dicekal ditangan sipengemis tua itu adalah ........ seekor ular kecil.
Yang sangat aneh ialah sekujur badan ular itu berwarna merah seperti darah! Ular itu melilit ditangan si pengemis sambil mengangkat kepalanya dan lidahnya menjulur
keluar-masuk dengan lincah sekali.
Sipengemis kini mendekati mulutnya pada mulut ular itu dan diciumnya seraya berkata dengan nada yang halus serta penuh kasih sayang, "Manisku, apa kau kenal dia" Itulah puteraku yang datang. Diapun seperti kau, tidak mau
memanggil aku ayah. Hanya kau lebih baik sedikit dari padanya, sebabnya kau tidak mau merobah she mu, tapi dia telah mengubah namanya hingga jadi orang asing, itulah yang membuat aku kesal dan sedih."
Mendengar ucapan aneh dari si pengemis ini, Gokhiol
menoleh kebelakang, tapi ia tak melihat seorang juga.
Hatinya menjadi heran. Pikirnya dalam hati terang2
pengemis ini sedang mempermainkan dirinya, Dia
mengatakan bahwa aku adalah puteranya. Tapi melihat dia berlaku
seperti orang sinting, tak usah aku menghiraukannya. Sedang Gokhiol berpikir, si pengemis tadi telah
melilitkan ular merah-nya dipinggangnya se-olah2 tali
pengikat pinggang saja. Lalu seperti tiada seorang
didekatnya, si pengemis tiba2 menjatuhkan dirinya diatas rumput dan ber-guling2an, mendadak ia menangis berkoar serta menumbuk2 dadanya!
Gokhiol kembali terkejut menyaksikan perbuatan aneh
pengemis itu yang rebah di rumput menangis ter-sedu2.
Terdengar pula pengemis itu berkata seorang diri, "Apa benar kau tidak mau mengenali aku lagi atau kau takut tubuhku yang kotor ini" Kalau aku tahu akan terjadi begini aku tentu tak mau pergi menyembunyikan diri selama
belasan tahun di gunung Kun Lun-san. Ah, dasar nasibku yang sial."
Gokhiol mendengar kata2 orang yang tiada juntrungannya, hatinya merasa kasihan. Ia maju kedepan dengan maksud untuk menghiburnya. Tapi sebaliknya
mengingat orang itu sinting dan lagi pula seluruh tubuhnya penuh kotoran, maka apa bila ia merangkul orang itu serta rnengatakan kepadanya dialah puteranya, niscaya dirinya, akan kebauan. Maka buru2 pemuda kita mengangkat kaki untuk meninggalkan tempat itu. Tapi baru saja ia berjalan beberapa langkah, si pengemis itu tiba2 sudah berhenti menangis seraya berteriak: "Lo-Tio, eh....,eh..., kenapa kau pergi lagi" Akupun she Tio, kembalilah kitakan ber-sanak."
Cokhiol terkejut, pikirnya bagaimana dia mengetahui
bahwa ia she Tio" Segera ia membalikkan badannya untuk memandang pengemis itu yang kini berlutut disamping
sebuah pohon besar, si pengemis menganggukkan
kepalanya tiga kali. Hati pemuda kita jadi semakin heran.
Ketika ia mengawasi, tampaklah olehnya pohon telah
terpapas pingirannya, licin bagaikan papan yang halus rata, dan tampak juga goresan2 pada pohon itu yang tertulis: Inilah tempat pemujaan nenek moyang raja Tay-Song (Song yang maha besar).
Gokhiol semakin heran, pikirnya : "Pantasan ia
memanggil aku Lo Tio (Si Tio Tua). Kiranya dia sedang bersembahyang untuk arwah leluhur raja Song. Melihat tingkah lakunya yang begini aneh, mungkin dia ini
menlpunyai sedikit riwayat. "
Akhirnya Gokhiol tak dapat menahan diri, dan memberi hormat." Numpang tanya Locianpwe she apa" Kenapa arwah leluhur raja Song di tulis di sini?"
Si pengemis palingkan mukanya dan menatap wajah
orang. "Bocah, kau she apa?" ia balas bertanya.
Gokhiol menjadi mendongkol hatinya. "Aku menanya kau! Kenapa kau bertanya pula!"
Si pengemis mengerutkan alisnya seraya menyahut:
"Kau satu she dengan aku, kenapa kau mau bertanya?"
Gokhiol bercekat hatinya. Mungkin dia kaki tangannya musuh, sebaiknya aku tidak mengatakan diriku yang
sesungguhnya. Maka iapun segera berkata pula. "Lo-pee, kau keliru, bagaimana aku bisa satu she dengan kau" Aku adalah se-orang pemburu dari tepi sungai Kannan di
Monggol." Tapi belum habis ia melanjutkan perkataannya,
pengemis tua itu sudah mencelat bangun. Berbareng dengan itu menyambar pula desiran angin yang mengarah mukanya Gokhiol.
"Plak!" satu tamparan mengenakan dengan jitu dipipinya Gokhiol, pemuda kita yang tidak menduga bahwa dirinya bakal dipukul, tidak keburu lagi baginya untuk menangkis tamparan itu, maka kini dengan terpaksa ia meloncat
kesamping dengan perasaan terkejut dan tidak mengerti.
Tamparan itu sangat keras sekali, hingga pipinya
Gokhiol menjadi merah. Belum puas dengan tamparan, si pengemis tua itu kembali, mendamprat Gokhiol dengan
suaranya yang keras mengguntur: "Kau... kau... binatang!
Bila aku tidak memukulmu dengan sepuas hatiku aku akan merasa dosa terhadap leluhurmu ...."
Mendapat hadiah tamparan dan makian yang hebat ini,
Gokhiol menjadi heran bercampur dongkol, "Eh, kenapa kau tanpa sebab memukul orang?" tanyanya dengan penasaran.
"Kau memang binatang!" teriak pengemis tua itu dengan sepasang matanya melotot.
Gokhiol menjadi gusar, sebab tanpa hujan atau angin, tahu-tahu dirinya dipukul oleh seorang pengemis sinting, maka ia maju beberapa langkah kedepan untuk membalas menghajar pengemis tua yang gila-gelo itu.
Tapi maksudnya belum kesampaian, mendadak pengemis tua itu sudah mendahuluinya dengan membentak pula, "Aku bukan saja hendak memukul kau, malah aku ingin KAU berlutut dihadapan arwah leluhur raja Song untuk meminta ampun"
Habis membentak, pengemis tua itu menyodorkan kedua
belah tangngannya untuk menubruk seraya memeluk.
Gokhiol menjadi kaget, selagi ia hendak mundur untuk sekalian mencabut pedangnya. Mendadak pengemis tua itu sudah mengibaskan sebelah tangannya dengan Iekas.
Segera Gokhiol merasakan seperti ada semacam tenaga
yang sangat keras yang menekan badannya, lalu tanpa ia tahu apa2 lagi, tubuhnya sudah terlempar dan menubruk pohon yang bertulisan itu tanpa berdaya.
Kini pengemis tua itu mengangkat tangannya keatas
kebawah dan menghitung, "Satu... dua.... tiga!
Tanpa dapat mengendalikan dirinya, Gokhiol lantas
memanggut-manggutkan kepalanya tiga kali kearah pohon besar itu.
Apa yang dipegang oleh si pengemis itu adalah se-ekor ular yang berwarna merah seperti darah !
Melihat Gokhiol sudah memanggutkan kepalanya,
pengemis tua itu jadi tertawa dengan gembira, "Ha...
ha...ha...! Bagus, bagus sekali!" katanya.
Gokhiol yang semula memang sudah menduga bahwa
pengemis gila -gilo itu bukannya orang sembarangan, tapi dasar ia yang masih muda berdarah panas, mana mau ia menerima hinaan dengan begitu saja" Tapi kini barulah ia
insyaf bahwa pengemis tua itu berkepandian sangat tinggi sekali, hanya dengan mngangkat-angkat sebelah tangannya yang ditujukan kepadanya, lantas ia menurut apa yang diperintahkan oleh sipengerrais tua itu. Kini setelah pengemia tua itu menarik kembali tangannya. Tenaga yang menekannya juga turut lenyap. Maka dengan sebat Gokhiol mencelat
bangun sambil berjumpalitan tubuhnya membumbung tinggi dan hinggap disebuah dahan.
Tangannya kini sudah menghunus pedang Ang-
liangkiam, kemudian sambil berseru nyaring ia menyerang turun, pedangnya mengarah kepalanya pengemis tua itu.
Suasana ditempat itu sudah mulai gelap.
Begitut Gokhiol mengayunkan pedangnya, ia merasakan
hahwa pedangnya telah menyentuh sesuatu, tapi sasaranya keras, bukan seperti tubuh manusia. Ketika ia tegasi, kiranya itulah batang pohon yang ia tebas dan bukannya hadan pengemis tua yang kotor.
Sekonyong-konyong terdengar suara orang tertawa
dibelakangnya, entah dengan cara bagaimana si pengemis tua itu, tahu2 sudah berada dibelalkangnya, ia berdiri dibawah tebing sambil tertawa dan menepuk-nepuk
tangannya, "Ha...ha...ha...! Bagus...! Indah...!"
Gokhiol yang dirinya terus-menerus dipermainkan oleb si pemgemis. Hatinya menjadi mangkel dan penasaran.
Tapi tanpa ia sadari bahwa si pengemis kotor itu barusan telah mempertunjukkan suatu ilmu ringankan tubuh yang disebut Sin-seng Pian-wie atau Merobah-tempat-dalam
bentuk-suara. Inilah suatu ilmu gin-kang yang langka dari rimba persilatan!
Dengan perasaan penasaran Gokhiol berteriak mengguntur seraya dengan tipu Leng-wan Hoei-yauw atau Lutung-sakti meloncat menyerang si pengemis bagaikan
kiiat. Tapi si pengemis itu-pun tak kalah sebatnya, sekali ia gerakan tubuhnya, tahu-tahu ia sudah mencelat dan
hinggap di atas tebing. "Kau hendak membunuh aku" Apa kau tidak takut
dengan dosa yang besar" Ha...ha...ha...!" tawanya dengan bergelak-gelak
Gokhiol tak menghiraukan segala ucapan pengemis itu, dengan
menjejak kedua kakinya, tubuhnya lantas membumbung tinggi keatas tebing dan terus mengejar
pengemis kotor yang aneh kelakuannla itu. Namun
tindakkan Gokhiol tarlambat setindak, pengemis tua aneh itu sudah pergi, dari jarak yang cukup jauh terdengar ia herkata, "aku pergi tidak mau melayani anak yang kurang hormat!"
Gokhiol penasaran, sambil mengempos semangatnya ia
terus melakukan pengejaran, tetapi jarak antara mereka kian jauh, kian jauh. Gokhiol tertinggal jauh dibelakang.
Dengan adanya adegan saling kejar mengejar ini,
akhirnya mereka tiba dekat gunung Ciong Lam-san
dlbagian selatan. Mendadak dari balik sebuah batu gunung yang besar, muncul seorang gadis muda, dari jauh-jauh gadis muda itu sudah berteriak memanggil-mangil, Apa yang datang itu adu Tio koko" Hayo, lekas berhenti dan datang kemari" ujarnya.
Gokhiol yang mendengar suara itu, segera mengenali
bahwa suara itu adalah suaranya Hay Yan.
Gokhiol dan Hay Yan telah berpisahan di Leng-wan
Koan sebualan lebih, kini tanpa disengaja mereka bertemu kembali, keruan saja hatinya Gokhiol menjadi ber-debar2, apa maksudnya si gadis ini mengejar dirinya"
Tampak wajahnya si nona menunjukkan perasaan yang
kuatir dan bimbang, begitu ia melihat si pengemis tua lewat disampingnya, ia jadi terkejut dan heran.
"Moay-moay, lekas bantu aku bekuk pengemis gila-gelo itu." teriak Gokhiol.
Tapi si nona dengan cepat mencegah, "Koko, orang tua ini adalah kawan baik-ku, harap kau jangan berkelahi dengan dia." katanya.
Kiranya tempo hari ketika Im Hian Hong Kie-su
mengantar Wanyen Hong pulang kembali kenegeri Kim.
ditengah jalan mereka telah berjumpa dengan seorang
pengemis yang sedang memainkan ularnya yang berwarna merah. Dan pengemis inilah yang memberi khabar bahwa kakaknya Wanyen Hong yang bernama Wanyen Pin telah
mangkat. Kemudian pengemis ini pula iang memberikan
bebrapa ekor kuda untuk di pakai oleh Wanyen Hong dan para pengiringannya untuk melanjutkan perjalanan. Maka sekarang begitu Hay Yan bertemu pula dengan pengemis ini ia segera mengenali, maka dengan cepat-cepat ia mencegah maksudnya Gokhiol.
"Koko, lekas pergi ke Hu Cin Koan." berkata si nona dengan cemas." Gorisan telah berhasil kabur dari menara besi. Hian Cin-cu telah terluka kena pukulan Sam-im-ciang, jiwanya sekarang terancam. Im Hian Hong Kie-su sudah pergi mencari obatnya, tetapi sesudah pergi selama
beberapa hari ia masih belum kembali. Nampaknya ia
mendapat kesulitan."
Keterangan si nona ini membuat Gokhiol menjadi
menjublak bengong. Hay Yan menjadi hilang sabarnya,
dengan separuh menarik tangannya Gokhiol, ia paksa
pemuda kita naik keatas gunung.
Tapi dengan mendadak si pengemis tua yang kotor itu
berteriak-teriak dari belakang, "Hei! Hei! Tunggu sebentar.
Tolonglah bawa barangku ini keatas gunung." katanya.
Hay Yan yang pernah mendapat budi si pengemis ini,
lain berhenti dan menanya, "Lo-pee,kau ada barang apa yang hendak dititipkan" Kami sedng repot hendak
menolong orang." Mendadak si pengemis yang gila-gelo ini menan"is,
"Uh... uh... uh, aku dengan majikan Hu Cin Koan adalah kawan karib, maka apabila ia sampai ... sampai mati, aku . .
. aku bakal mati mereras....Uh, nona, tolonglah bawakan air
... air mataku keatas gunung. Uh ... uh ... uh..." tangisnya dengan sedih.
Hay Yan menjadi heran melihat keanehan orang ini.
"Lo-pee, dia masih belum mati, untuk apa kau menangis?"
katanya dengan heran. "Moay- moay," kata Gokhiol. " Dia adalah orang gila-gelo, tak usah kita ladenin padanya."
"Aku gila-gelo " Kaupun anaknya si gila-gelo" bentak si pengemis tua dengan sengit.
Gokhiol menjadi mendongkol, waktu ia ingin menggerakkan tangannya Hay Yan sudah mencegahnya


Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Giok Bun Kiam Lu Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sambil berkata, "Kita perlu segera menolong orang, lagi pula Lo-pee ini bukannya orang jahat, mengapa kau tidak mau mengalah sedikit, sih?"
Medengar perkataannya si nona manis ini, hatinya
Gokhiol menjadi lemah. maka tanpa hiraukan lagi
pengemis tua itu, mereka lantas mendaki gunung Ciong Lam-san. Tapi baru berd.yalan beberapa langkah, kembali pengemis itu berkata dengan suaranya yang memohon,
"Oh...nona, jadinya kau tidak mau membawa air mataku
keatas gunung" Nanti kau akan menyesal, tapi tak menjadi apalah, aku akan tidur disini untuk menanti kau kemhali."
Kedua muda mudi itu tidak menghiraukan, mereka terus berjalan kedepan. Jalan yang menuju ke Hu Cin Koan
sangat kecil, hanya muat untuk satu orang serta berliku-Dari jauh tampak sinar-sinar lampu dari dalam kelenteng.
Suasananya sangat sepi sekali.
Sambil berjalan Hay Yan menceritakan bagaimana
secara kebetulan ia datang ke Hu Cin Koan dan mendapat tahu bahwa Hian Cin-cu telah terluka kena pukulannya Im-yang Jie-yauw. Untunglah segera datang Im Hian Hong
Kie-su dan memberi pertolongan serta telah memesan para imam dan Hu Cin koan supaya memanaskan terus
tubuhnya Hian Cin-cu di bawah teriknya matahari serta dibantu dengan empat kaca tembaga besar, sehingga
jiwanya masih tertolong hingga hari ini.
Kemudian si nona berkata pula, "Koko aku setibanya di sini mengalami suatu kejadian aneh" katanya.
"Akupun merasa heran bagaimana kau dengan mudah dapat mengetahui bahwa aku dan pengemis tua ini sedang berada dibawah gunung?" tanya Gokhiol.
Hay Yan tersenyum seraya mengeluarkan selemhar
kertas berwarna kuning dari dalam sakunya. Kertas itu bertulisan bahasa Sanskrit.
"Kertas ini adalah pemberian Hu In Too-Tian-, dari Hu Cin Koan, dia menyuruh aku mencari orang yang mengerti bahasa Sanskut untuk mengetahui apa isinya surat ini " kata Hay Yan.
"Siapa yang menulis surat ini?" tanya Gokhiol.
"Kata Hu In Too-tiang, kemarin ada seorang hweshio
cilik datang ke Hu Cin Koan, begitu melihat keadaannya
Hian Cin-cu yang gawat, lantas ia menulis beberapa baris huruf ini dan memesan pada Hu In Tootiang. Bila ada
orang yang datang kemari dan dapat mengerti isi
maksudnya surat ini, pasti jiwanya Hian Cin-cu akan
tertolong. Coba kau pikir, tidakah aneh kejadian ini?"
menerangkan Hay Yan. Mendengar Hay Yan menyebut si hweshio cilik, Gokhiol lantas mengambil kertas kuning itu, dengan perantaraan sinar lampu yang remeng-remeng dari kelenteng ia mulai membaca. Tiba2 ia berseru, "Ah, ini tak mungkin!"
Mendengar seruan Gokhiol, Hay yan menjadi melongo
dan terdiam. "Inilah tulisannya Pasupat. Dia mengatakan bahwa Thian Sin Tan-su dari Thian-bun Pay telah menerima
seorang murid dan kini sedang berada disekitar tempat ini.
Orang itu berpakaian compang-camping seperti pengemis.
Hanya dialah yang mampu menolong jiwanya Hian Cit-
cu." berkata Gokhiol dengan cemas.
"Koko," berkata Hay Yan. "Bukan-kah orang tadi yang bertengkar dengan kau adalah seorang pengemis?"
Ucapan si nona membuat Gokhiol menjadi sadar, tapi
kini mereka sudah sampai didepan kelenteng Hu Cin Koan, sadangkan pengemis aneh itu tertinggal jauh dibawah
gunug Ciong Lam-san. Gokhiol mengerutkan keningnya.
"Moay-moay, kau sebaiknya lekas-lekas turun gunung untuk mengundang pengemis tadi. Aku menunggu kau
didalam kelenteng" katanya.
Hay Yan tahu keadaan sangat mendesak, maka iapun
tanpa rewel turun pula kebawah.
Gokhiol terdiam dengan wajah yang masgul. Kini
barulah ia tahu bahwa pengemis kotor yang ia namakan pengemis gila-gelo itu adalah muridnya Thian-bun Pay.
Mengingat ia barusan bersikap sembrono terhadap
pengemis itu, timbulah rasa penyesalannya. Tak berani ia turun kebawah untuk mengundang sendiri pengemis kotor itu karena jengah, maka disuruhnyalah Hay Yan yang
pergi. ---oo0dw0oo--- Dengan tindakan lemah Gokhiol memasuki kelenteng
Hu Cin Kwan. Baru masuk sampai dipendopo cahaya lilin sangat terang sekali. Tapi tak seorangpun yang tampak.
Langsung saja ia masuk terus hingga sampai dihalaman belakang. Disitu tnmpak api unggun berkobar dengan
besarnya. Sekeliling api itu, ada dua sampai tiga puluh pendeta yang berdiri mengelilingi api ungun dengan wajah yang muram sedih. Suasananya sangat menyedihkan sekali.
Gokhiol yang melihat keadaan itu menjadi kesima,
pendeta-pendeta itu kiranya sedang mengelilingi sebuah bale-bale yang diatasnya menggeletak sesosok tubuh
pendeta tua. Pucat pias wajahnya, kedua matanya tertutup rapat, dadanya tiada tampak turun-naik seperti biasanya orang bernapas. Pendeta tua itu bukan lain adalah Hian Cin-cu, ketua kelenteng Hu Cin Kwan!
Gokhiol yang menyangka orang sudah mati, ia menjadi
putus asa." Walaupun pengemis tua itu datang, sudah tidak ada gunanya" ia berkata dengan suara yang lemah.
Suaranya pemuda kita mengagetkan para imam lainnya,
lantas ada seorang imam muda yang menegornya dengan
suara yang keras, "Berhenti! Siapa kau" Mau apa datang kemari dimalam hari?"
Gokhiol tidak menjawab pertanyaan imam itu, sebaliknya la balik menanya, "Apakah guru kalian sudah meninggal?"
Hu In too-tiang yang belum mengenal Gokhiol, tetapi
dari gerak-gerik pemuda kita ia mengetahui bahwa anak muda itu bukannya orang jahat, maka dengan kerutkan
keningnya ia berkata, "Apa maksud kedatangan Cong-su dimalam seperti ini" Apa Cong-su disuruh oleh lm-yang Jie-yauw untuk mendengar berita?"
Gokhiol tanpa banyak kata lalu mengeluarkan suratnya Pasupat dan berkata," Aku yang rendah bernama Gokhiol, barusan aku telah bertemu dengan nona Hay Yan yang
mengatakan bahwa Hian Cin-cu cianpwee menderita luka berat, maka kalau memang Hian Cin-cu cianpwee masih
belum menihggal, masih ada harapan untuk menolong
jiwanya." Hu In berserta kawan2nya yang mendengar ini menjadi
girang, walaupun mereka belum mengenal Gokhiol, tapi ketika tempo hari Hian Cin-cu menggusur Gorisan pulang untuk dipenjarakan, pernah imam tua itu menceritakan tentang hal-ikhwalnya Gokhiol, anak angkat Jenderal Tuli dari Monggolia. Kini si pemuda membawa pula suratnya Pasupat, maka rasa curiga terhadap Gokhiol lantas hilang.
"Guru kami masih bernapas. Bila Cong-su dapat
menolong jiwa guru kami, seumur hidup kami, kam. takkan melupakannya." berkata Hu In dengan terharu
Gokhiol menggeleng-gelengkan kepalanya, "Orang yang akan menolong Hian Cin-cu cianpwee bukannya aku, tapi orang itu akan segera datang ......."
Kemudian Gokhiol menerangkan arti dari surat yang
berbahasa Sanskrit itu, iapun mengatakan juga bahwa
barusan ia telah bertemu dengan orang pandai yang
dimaksud dalam surat itu. Akhirnya Gokhiol menanyakan bagaimana si hweeshio cilik Pasupat bisa datang ke Hu Cin Kwan"
Kini Hu In menceritakan kejadian itu sebagai berikut : Ketika ia dan kawan2 seperguruannya sedang memberi
hawa panas pada gurunya, secara mendadak dari atas
genteng melayang turun sesosok bayangan orang. Orang itu adalah hweeshio cilik, dalam waktu yang sekejap hwe-shio cilik itu sudah berada didepannya Hian Cin-cu yang sedang rebah diatas bale2. Semua orang yang menyaksikan
kejadian ini jadi kaget tak terkira lagi, pada sangka mereka bahwa hwe-shio cilik itu adalah konconya Im-yang Jie-yauw.
Serentak mereka menghunus senjata dan merangsek
maju sambil membentak, "Padri cilik iblis! Jangan harap kau hari ini dapat lolos dari sini!"
Tapi heran bin ajaib bahwa hweeshio cilik ini sedikitpun tak nampak hendak melawan, bahkan sambil merangkapan sepasang-tangannya ia berkata memuji sang Budha "O-mi-to-hud! O-mi-to-hud! Tai Im Lo-nie memang sangat kejam sekali, bagaimana siauwceng dapat berpeluk tangan tanpa ikut campur?" tukasnya dengan aneh.
Kami tidak hiraukan apa yang diucapkan oleh hwe-shio cilik itu. terus saja kami merangsek maju, tetapi secara tiba-tiba semacam desiran angin yang maha keras datang
menyambar untuk menahan semua orang!
Hu In insaf bahwa yang menahan mereka itu adalah
semacam tenaga dalam yang luar biasa sekali. Kami
semuanya tertegun dan kesima.
Tapi sebaliknya si hweeshio cilik itu dengan tenang
bertindak kearah bale2 tempat guru kami berebah, setelah menekan-nekan dengan sebelah tangannya di-ulu hati Hian
Cin-cu, lantas hweeshio cilik itu berkata dengan nada girang. "Masih ada harapan! Masih ada harapan!"
Kami menjadi heran, karena melihat yang hweeshio cilik tidak seperti orang jahat, lain Hu In maju memberi hormat,
"Kami tidak mengetahui kedatangan Siauwsuhu, serta telah berlaku kurang hormat, untuk ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Siauw-suhu barusan mengatakan bahwa jiwa guru kami masih dapat ditolong, maka kami harap Siauw-suhu sukalah berbuat amal sedikit dengan menolong jiwanya guru kami."
Hweeshio ciiik itu goyang-goyangkan kepalanya dan
berkata, "Guru kalian telah terluka oleh pukulan Bie-cong Hian-kang dan Sam Im-ciang secara serentak dan jitu.
Kepandaianku masih dangkal, tak sanggup aku menolongnya. Kini aku berikan ia sebutir pil Liong-houw Kim-tan untuk memperpanjang tenaga-murninya agar ia
dapat bertahan terus hingga lusa pagi sebelum matahari terbit. Tapi bila pada waktu itu masih belum ada orang ada orang yang datang, Lo-thian-ya lah yang menentukan
nasibnya!" Kemudian hweeshio cilik itu mengeluarkan sebutir pil yang berwarna kuning ke-emas2-an dan menjejalkan obat tersebut kedalam mulutnya Hian Cin-cu
Kini Hu In barulah mengetahui bahwa ltweeshio cilik ini adalah bukan orang sembarangan, maka tidak man ia
melepaskan ketika yang baik ini begitu saja tanpa orang pandai ini berusaha untuk menolong jiwa gurunya. Lalu ia maju, dengan berlutut ia memohon agar hweeshio cilik ini menolong jiwa gurunya.
"Siauw-ceng dalam hal ini sebenarnya tidak boleh ikut campur. Hanya secara kebetulan saja ditengah jalan aku mendengar bahwa dari Thian-bun Pay telah mengutus
seorang muridnya yang pandai datang kemari untuk
menolong guru kalian. Aku yang mendengar kabar itu jadi tertarik, dalam perjalanan pulangku ke See Cong, aku mampir dulu sebentar ke gunung Ciong-lam-san. Tak
dinyana bahwa guru kalian telah terluka oleh pukulannya Im-yang Jie-yauw. Luka ini hanya dapat ditolong oleh orang yang telah meyakinkan ilmu Kian-kun Tay Kie-kang."
Sehabis berkata, hweeshio cilik itu mengeluarkan sehelai kertas kuning, setelah menulis ia serahkan pada Hu In.
"Maaf-kan Siauw-ceng yang karena hendak cepat2
pulang, tak dapat aku berdiam lama2 di sini. Too-tiang, lekaslah kau usahakan mencari murid Thian-bun Pay itu untuk menolong guru-mu." katanya.
Baru saja Hu In menerima suratnya atau hwe-shio cilik itu sudah melesat keluar tembok dengan cepat bagaikan kilat. Semua orang yang melihat ini jadi berseru dengan kagum! Surat itu yang di tulis dalam bahasa Sanskrit, sedikit-pun aku tidak mengerti. Kebetulan pagi tadi Hay Yan kouw-nio datang, nona ini belum mengetahui bahwa guru kami sedang menderita luka parah.
Hay Yan datang ke Hu Cin Kwan atas titah ibunya
untuk berkunjung kepada Hian Cin-cu untuk sekalian
rnenanyakan perihal Im Hian Hong Kie-su yang sudah
setengah bulan lamanya masih belum juga mengirim kabar.
Karena Hay Yan sudah pernah datang ke Hu Cin Kwan
untuk menyampaikan surat kepada Hian Cin-cu, maka Hu In mengenali si nona. Barulah setelah mendapat keterangan dari Hu In, Hay Yan mengetahui bahwa Hian Cin-cu luka parah dan Gorisan telah kabur!
Tempo hari Im Hian Hong Kie-su pernah mengingatkan
Hian Cin-cu bahwa Gorisan banyak akalnya. Tapi
peringatan ini oleh Hian Cin-cu dianggap remeh, hingga kini membawa akibat yang sangat hebat sekali.
"Sekarang yang terpenting ialah bagaimana menolong
Hian Cin-cu cianpwee." berkata si nona.
Hu In yang sedang bingung lantas menyerahkan
suratnya si hwee-shio cilik. Hay Yan juga tidak mengerti bahasa Sanskrit, tapi ia bersedia untuk turun gunung guna mencarikan orang yang dapat membaca suratnya hwee-shio cilik itu. Diluar digaannya ditengah jalan ia bertemu dengan Gokhiol yang sedang mengejar seorang pengemis.
---oo0dw0oo--- Setelah mendengar keterangan Hu In, barulah Gokhiol
mengetahui bahwa Pasupat telah datang berkunjung
kegunung Ciong-lam San kemarin.
"Hwee-shio cilik itu adalah murid dari kepala agama di Turfan Pantati yang bernama Pasupat. Menurut suratnya suratnya ia mengatakan bahwa orang yang dapat menolong Hian Cin-cu cianpwee ialah seorang murid dari Thian Sin Tan-su dari perguruan Thian-bun Pay. Yrang pandai yang dimaksudkan itu tak lama lagi akan datang bersama Hay Yan siocia." kata Gokhiol.
Semua orang yang mendengar ini menjadi gembira,
mereka lalu bergegas keluar mengikuti Gokhiol untuk
menyambut kedatangan Hay Yan serta orang pandai itu.
Tak lama kemudian tampak sesosok bayangan hitam
berlari-lari menuju kekelenteng. Orang itu adalah Hay Yan.
"Eh, bagaimana dengan pengemis itu" Apa dia tidak mau datang kemari?" menanya Gokhiol dengan heran.
Dengan napas tersengal-sengal Hay Yan berkata dengan terputus-putus, "Tio koko, dia.......dia tidak mau tidak mau datang!"
"Apa kau telah bertemu dengan dia?" menanya Gokhiol.
"Ketemu sih sudah, cuma dia bilang dia bilang sekarang dia lagi ngantuk. Badannya kotor, dia mau tidur dulu, besok sesudah mandi, baru dia mau datang." kata Hay Yan.
"Mana mungkin" Bukankah dengan begitu dia telah mengapirkan urusan besar" kata pula Gokhiol.
"Hu in" berkata Pasupat "Seng-ceng mengatakan bahwa
bila sampai esok pagi setetah matahari terbit masih belum ada orang yang datang, jiwa guruku tak tertolong lagi..."
katanya dengan air mata telah berlinang2 "Kouwnio coba kau turun sekali lagi, mungkin ia mau datang sekarang juga."
"Barusanpun aku telah memohon mohon padanya, tapi dia bilang... dia bilang: kecuali..." berkata sampai disini Hay Yan lalu melirik kearah Gokhiol dan terdiam.
Hui In tercekat hatinya! "Kouw nio coba jelaskan dia mengatakan kecuali apa"
Apapun aku akan menyanggupinya sekarang juga."
Hay Yan mengerutkan alisnya yang lentik. Dia bilang:
"kecuali Tio-koko sendiri yang datang barulah dia mau datang kemari....." katanya.
"Hm...." Gokhiol mengeluarkan suara dihidung.
"Eh, tidak itu saja" menyambung pula Hay Yan. "Dia masih mengajukan tiga syarat untuk datang kemari."
Hu In yang berdiri disampingnya Hay Yan jadi semakin gelisah, waktu sekarang sudah mendesak!
"Apa syaratnya ?" ia berkata, "Asal dia mampu mengobati luka guruku, jangan kata tiga buah syarat, tiga puluhpun aku akan menyanggupi."
Hay Yan tersenyum manis. "Dia hanya minta Tio koko
yang datang sendiri, meski too-tiang menyanggupi hem tidak ada gunanya"
"Hem.... hem, si tua sinting itu rupanya masih kheki padaku! ia ingin melampiaskan kedongkolannya atas
diriku." dumal Gokhiol dengan perlahan.
"Syarat kesatu: dia menghendaki Tio koko datang padanya dan berlutut tiga kali sambil manggut-manggutkan kepalanya dan memanggil ia ayah sebanyak tiga kali pula."
kata Hay Yan. Gokhiol diam saja tidak bersuara.
"Syarat kedua: dia mau yang Tie koko sendiri meng....
menggendong dia hingga keatas."
"Tak mungkin!" tukas Gokhiol mendongkol, "Dasar pengemis gila-gelo"!"
Mengetahui Gokhiol segan memenuhi kemauan orang
pandai itu, Hu In dan kawan2 menjadi gelisah, serempak maju kedepan, dengan nada separoh memohon mereka
berkata, "Cong-su, kami mohon sudilah kiranya kau menolongi jiwa guru kami. Dalam ajaran agama Budha:
menolong jiwa seseorang jauh lebih berharga dari pada mendirikan pagoda yang bertingkat tujuh." kata mereka separuh membujuk.
Atas permohonan yang sungguh2 dari para imam Hu
Cin Kwan, wajahnya Gokhiol jadi berobah, "Dan syarat yang ketiga bagaimana?" ia bertanya.
"Syarat yang ketiga: ialah seperti Tie koko dulu pernah meluluskan permintaanku ketika kita masih berada di Leng Wan Koan, yaitu dia minta agar mulai saat ini juga mesti memakai namamu yang asli, yaitu TIO PENG !"
Gokhiol sesak napasnya mendengar permintaan yang
bukan2 dari pengemis tua itu, "Baik atau jeleknya namaku, itulah urusanku sendiri, kenapa dia mesti turut campur?"
katanya dengan mendongkol.
"Cong-su, ini hanya soal sepele saja. Dengan memandang guru kami yang terluka, Tolonglah! Atas budi Cong-su tentu kami takan lupa selama-lamanya." kata Hu In.
Gokhiol meng-geleng2 kepalanya dengan kerutan
keningnya, mendadak secepat kilat Hay Yan balikkan
tubuhnya dan berlari pergi.
Gokhiol terkejut, dengan menjejakkan kedua kakinya ia turut mangejar sambil berseru, "'Moay-moay, kau hendak kemana?"
Hay Yan palingkan mukanya kebelakang, dengan wajah
yang gusar ia berkata. "Tak kusangka kau begini tidak mempunyai rasa kebajikan terhadap sesama manusia. Aku kini akan pergi mencari Pasupat dan mengadu padanya
bahwa kau adalah seorang mannsia yang tidak tahu dri.
Sungguh percuma dan sia-sia dia jauh2 datang ke Ho-lim untuk menolong para saudara angkatmu. Tapi kini
sebaliknya, begitu kau melihat bahaya mengancam seorang suci, lantas kau peluk tangan tanpa mau memberikan
sedikit ketikapun menolongnya karena soal yang begitu kecil saja. Apa kau masih ada muka untuk bertemu dengan orang2 gagah dari rimba persilatan?"
Gokhiol yang disemprot menjadi teringat akan Pasupat yang rupanya sudah mengetahui dia akan kemari. Maka
Pasupat bebankan semua kewajiban ini padanya, bila aku tidak berhasil mengundang orang pandai dari Thian-bun Pay untuk menolong Kian Cin-cu dibelakang hari
bagaimana aku masih ada muka untuk menemuinya"
Berpikir begitu, lantas saja Gokhiol berseru nyaring
"Moay-moay, kau jangan marah-marah, baiklah. Aku turut ketiga syarat itu katanya."
Hay Yan menjadi gembira karena tipu dayanya berhasil,
"Soal yang begini kecil saja bila kau tidak sanggup turuti kemauanku, bagaimana kau bisa sayang padaku?" bisiknya menggoda nakal dan gadis itu tersenyum.
Gokhiol diam-diam memaki dirinya yang goblok! Lalu
dengan bersemangat, Gokhiol seorang diri turun kebawah gunung untuk mengundang pengemis aneh itu
Ketika sampai ditengah gunung, dalam kegelapan malam dari semak-semak tiba2
terdengar suara gemersik.
Menyusul mana merayap keluar seekor ular merah yang
hendak melibat kedua kakinya Gokhiol !
Pemuda kita jadi terkejut. Sambil berseru nyaring ia jejak kedua kakinya hingga meloncat tinggi keatas!
---oo0dw0oo--- Tampak seekor ular berwarna merah darah dengan cepat menyelusup kembali kedalam semak, karena tidak berhasil melibat sang lawan, ditengah udara Gokhiol menghunus pedang Ang-liong Kiam untuk menebas kepala ular itu.
Tapi mendadak didepan matanya berkelebat sesosok
bayangan! "Hm! kau jangan lukai mustikaku" bentak bayangan itu.
Gokhiol terkesiap memandang bayangan itu. Kiranya
orang yang berdiri didepannya adalah si pengemis dari Thian-bun Pay. Dengan cepat ia menarik tangan pengemis itu.
"Lopee, mari aku gendong kau naik keatas, barusan aku telah berlaku sembrono terhadap kau orang tua, harap dimaafkan" kata Gokhiol.
Si pengemis melilitkan ularnya dipinggangnya, kemudian sambil tertawa ia berkata: "Oh, anakku yang manis. Apa benar kau hendak gendong aku naik keatas"
Tapi eh, kau kenapa masih panggil aku Lopee?"
Gokhiol kembali diperolok-olokan oleh pengemis gila-
gelo itu yang aneh. "Kau menyuruh apapun boleh, disamping itupun aku akan memangil kau ayah. Asal kau segera mau ikut aku untuk menolong Hian Cin-cu, berbuat apapun aku rela" ia menyahut.
Lalu pemuda kita celingak-celinguk mengawasi keadan
diseklilingnya, suasananya sepi. Tahulah ia bahwa saat itu tiada orang lain, maka lantas ia berlutut dan manggut2 tiga kali sambil menyebutnya ayah. Kemudian ia berkata pula :
"Tia-tia, mari aku gendong kau keatas"
Si pengemis jadi terharu, dengan suara separuh berbisik ia berkata: "Peng-jie, aku tidak menduga ..." suaranya sekonyong2 terhenti, se-olah2 tak dapat meneruskan lagi kata2-nya.
Apakah pengemis itu girang atau sedih. karena. ketiga syarat2-nya telah dipenuhi oleh Gokhiol" entahlah ....
Gokhiol jadi tak sabar : "Tia-tia, lekaslah! mereka sedang menantikan kita" katanya sambil menggendong si pengemis dan ber-lari2 cepat keatas gunung bagaikan kilat.
Gokhiol merasakan punggungnya ringan bagaikan tiada dibebani harang apa2, malahan entah kenapa sekarang sepasang kakinya tiba2 menjadi enteng bagaikan rnengijak angin. Begitu kakinya menyentuh tanah, badannya lalu melesat kedepan sejauh beberapa tombak.
Selagi merasa ke-heran2-an, tengkuknya seperti kena
beberapa tetes air embun, air embun adalah.... dingin, sedangkan air yang meleleh pada tengkuknya adalah
hangat! Hatinya menjadi tak karuan rasa, maka ia
palingkan kepalanya dan melihat si pengemis sedang
mengucurkan air matanya : "Tia-tia, kenapa kau
mengucurkan air mata" Apakah kau lapar ?" ia menanya.
Si pengemis menyahut: "O-yah" Mungkin mataku pedih kena tiupan angin. Memang kalau tertiup angin sering air mataku mengalir keluar."
Si pengemis lalu menyekah air matanya yang menetes
pada tengkuknya Gokhiol. Sementara itu Gokhiol tak habis2-nya berpikir: " Malam ini kenapa aku bisa berjalan begini cepat" Biasanya
walaupun aku menggunakan ilmu entengkan tubuh Leng-
wan Hui-cong pun tak begitu pesatnya."
---oo0dw0oo--- Tak seberapa lama, sampailah mereka keatas gunung.


Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Giok Bun Kiam Lu Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tampak para pendeta sedang berdiri berjejer menyambutnya. Hu In menyangka bahwa orang pandai utusan dari
Thian-bun Pay adalah seorang yang gagah angker sekali, tapi ketika ia lihat yang datang hanyalah seorang pengemis dengan rambutnya riap2-an dan baju compang-camping tak keruan, belum lagi orangnya sampai bau yang tak sedap sudah tercium, ia menjadi kecewa. Tapi sebaliknya Hay Yan menjura dengan hormat-nya lalu menurunkan si
pengemis dari pundak Gokhiol, "Lo-pe, kau datang sungguh cepat sekali" katanya dengan tersenyum.
Si pengemis tertawa. "Aku tahu bahwa kalian sedang menunggu dengan tidak sabaran, maka aku menyuruh Peng-jie berlari dengan
cepat." Gokhiol kini baru insaf bahwa barusan ia berlari dengan cepat kiranya adalah si pengemis yang dengan diam2
membantu hingga kecepatannya jadi seperti terbang.....
diam2 ia jadi merasa kagum.
Hu In dan saudara2-nya melihat Hay Yan menuntun si
pengemis, sedikit-pun tidak ambil perduli terhadap kotoran pada tubuhnya, menjadi sadar bahwa orang ini tentunya adalah orang luar biasa dari kalangan Bu-lim yang biasa suka meng-olok2 kan orang lain, maka mereka tak berani berlaku tak sopan, buru2 maju serentak memberi hormat.
"Locianpwee telah datang kekelenteng Hu Cin Kwan,
kami harap sudi maaf-kan atas penyambutan karmi yang tidak teratur. Guru kami kini dalam keadaan sakit, molon Lo-cianpwee memeriksanya. Jika guru kami dapat
tertolong, maka para murid dari Partai Ciong-lam Pay akan selatu mengenang budi yang telah Lo-cianpwee berikan itu."
Si pengemis memalingkan kepalanya memanggil : "Peng-jie!"
Gokhiol buru2 menyahut : "Tia-tia, ada apa?"
Si pengemis tertawa : "Nah, inilah baru pantas seperti laku seorang anak! Kau menyamut aku dencan singkat,
tidak berkata muluk2! dan merengek-rengek. Marilah ikut aku" katanya puas.
Semua orang lalu masuk kedalam taman, tampak
beberapa orang pendeta yang ditugaskan untuk menjaga.
Hian Cin-cu ber-lari2 berdatangan dengan wajah pucat,
"Wah, Couw-suya hampir putus napasnya. Ketika kami
meletakkan rambut dilobang hidungnya, sedikit napas pun tak ada."
Hu In memburu kedepan bale seraya meraba dada
gurunya. Tak terasa getaran napas: "Suhu sudah......."
sengguknya dengan sedih. Tiba2 terdengar si pengemis berkata dari samping : "Kau nangis pun tiada gunanya, coba kuperiksa dulu, apa
memang ia sudah pulang ketanah Barat atau belum?"
Si pengemis entah kapan tahu-tahu sudah berada dimuka bale, lalu membuka mata Hian Cin-tiu untuk memeriksa.
"Masih ada sisa nyawanya sedikit." katanya pendek.
Dengan wajah muram Hu In bertanya: "Bagaimana bisa ada sisa nyawanya sedikit?"
Belum habis ia berkata, si pengemis sudah menjambak
badan Hian Cin-cu, mengangkatnya dari bale2 dan
melontarkan.... kedalam api ungun yang sedang berkobar2
dengan hebatnya!" Para pendeta menjerit, bahna kagetnya. Tak terkecuali Hay Yan dan Gokhiol!
Si pengemis tua membentangkan kedua belah tangannya
dan memukul mundur semua orang, sehingga mereka
berpencaran. "Orang sudah mati, biar kita bakar saja mayatnya!"
katanya seraya menepuk-nepuk tangan dengan riangnya.
Api membumbung tinggi, pakaian Hian Cin-cu sudah
terbakar hangus! Hu In jadi kalap! "Eh, apa kau sudah edan! Kau.... Kau pembunuh.....!!! "
teriaknya. Gokhiol dan Hay Yan hendak maju menolongi, tapi
karena takut membuat si pengmis gusar. Maka jadi serba salah! Pada waktu itu seluruh baju Hian Cin-cu "sudah
terbakar habis, tapi tiba2 semacam uap dingin yang
berwarna putih membumbung tinggi dari dalam api yang rerkobar-kobar.
Orang yang berada disekitarnya menjadi menggigil
kedinginan. Sekonyong-konyong api sirap!
Si pengemis ber-teriak2 sambil ber-tepuk2 tangan : "Oho, hawa dingin yang mengeram dalam tubuhnya sudah ter-usir pergi oleh api. Ah, sekarang masih ada harapan untuk dia hidup!"
Secara tiba2 si Pengemis mengangkat tubuhnya Hian Cin-cu dan melontarkan........ kedalam api ungun yang sedang ber-kobar2
dengan hebatnya! Semua orang melongo keheranan. Pakaian dan topi Hian Cin-cu sudah habis terbakar, anehnya badannya sedikitpun tidak kelihatan hangus.
Hu In dan kawan2-nya sepera maju memondong tubuh
gurunya, terasalah tubuh gurunya hangat, hawa dingin yang mengeram sudah hilang seluruhnya, mereka menjadi girang sekali.
Mereka kembali meletakan Hian Cin-cu diatas bale.
setelah mana mereka serentak berlutut dihadapan si
pengemis. "Tadi siauw-ceng telah mengucapkan kata2 yang kurang sopan, harap Lo-cianpwe-sudi memberi maaf."
"Sekarang kamu lekas selimuti tubuh gurumu, hawa dinginnya sudah hilang. Pukulan Tay lm Lo-nie benar2
hebat. Aku masih harus mengalirkan hawa murni
ketubuhnya untuk membuka seluruh jalan2 darahnya yang tersumbat, setelah itu ia baru bisa sadar" kata si pengemis.
Para pendeta menghaturkan terima kasihnya, dan
sipengemis lalu meloncat serta berjongkok diatas bale2
sambil memejamkan matanya, per-lahan2 ia meng-usap2
tubuh Hian Cin-cu dengan tangannya. Semacam hawa
panas secara gelombang demi gelombang keluar dari tangan si pengemis.
Kemudian pengemis itu menekan-nekan ulu hati dan
pusarnya Hian Cin-cu. Itulah ilmu lweekang yang tinggi yang bernama Mendorong-hawa-melewati-rongga2!
Lewat sepemakanan nasi, wajah Hian Cin-cu berubah
dari pucat menjadi bersemu ke-merah"an, napasnya
berjalan seperti biasa pula, dadanya turun naik dengan teratur.
Para pendeta menjadi beryukur, malahan ada diantaranya yang mengucurkan air mata karena terharu.
Lewat beberapa saat, si pengemis turun dari atas bale
"Gurumu akan segera sadar, kamu boleh sediakan bubur dan
berikan pil ini kepadanya." katanya sambil mengeluarkan sebutir pil hitam sebesar gundu.
Hu In nerimanya dengan rasa terharu. Tiba2 para
pendeta Ciong-lam San berteriak riuh. Kiranya pada saat si pengemis memberikan obat tersebut, pelupuk mata Hian Cin-cu kelihatan ber-gerak2.
Si pengemis tersenyum: "Aku hendak pergi, sampai
bertemu kembali" katanya.
Selagi ia hendak berlalu. Gokhiol cepat2 menyekal
lengannya. "Tia-tia, tunggu sebentar! Anak masih belum mengetahui nama tia-tia yang mulia?"
Hay Yan pun ikut memegang hajunya: "Lo pe-pe,
beritahukanlah namamu yang sebenarnya ujarnya.
Si pengemis mengkerutkan mukanya dengan suram,
"Aku harus pergi! Aku harus segera pergi!" sahutnya berkeras.
Sementara itu Hian Cin-cu membuka matanya, karena
tenaga-dalamnya yang sudah tinggi, maka begitu jalan-darahnya terbuka lancar, semangatnya ikut pulih kembali.
---oo0dw0oo--- Sementara itu Hian Cin-cu sudah membuka sepasang
matanya dan melihat-lihat keadaan sekelilingnya, ia pun mendengar percakapan orang ramai. Ketika ia mengawasi wajahnya si pengemis yang kotor itu, terkejutlah ia.
Dengan suaranya yang lemah ia berkata, " Kau......"! ......
kau bukannya Tio......" tak dapat lagi ia meneruskan perkataannya, hanya tangannya saja yang menunjuk-nunjuk kearah sipengemis.
Sekonyong-konyong terdengar Gokhiol berseru nyaring,
"Tia-tia, kemana kau pergi?" katanya seraya mencelat untuk menyusul si pengemis yang kiranya secara mendadak sudah meloncat pergi dengan cepat sekali.
Melihat Gokhiol pergi, Hay Yan juga turut mengejar.
Tetapi ketika kedua pendekar muda ini tiba didepan
kelenteng, terdengarlah satu suara yang berkata: "Bila kamu terus mengejar, aku akan loncat kedalam jurang. Apa kamu menginginkan aku mati?"
Itulah suaranya si pengemis yang mereka kenal, maka
Hay Yan dengan lekas mencegah Gokhiol sambil berkata,
"Koko, jangan mengejar terus. Lo-pepe ini sifatnya sangat aneh. Bila kita terus mengejarnya, nanti benar2 ia bunuh diri!"
Gokhiol manggut, "Benar-benar dialah orang aneh! Tapi kita masih belum mengetahui siapa nama sebenarnya yang asli." katanya,
"Bukankah Lo-pepe, itu pernah mengatakan bahwa ia berasal dari satu leluhur dengan kau?" balik menanya Hay Yan.
"Ah, dia hanya memper-olok2-kan diri ku saja.
Meskipun berasal dari satu leluhur, belum tentu aku masih tersangkut keluarga dengan dia. Tapi dia dengan seenaknya menyuruh aku memanggil dia ayah sini, ayah
sana, benar-benar orang sinting" tukas Gokhiol.
Hay Yan tertawa geli, "Tio koko. Dasar kau anak yang nakal. Eh, jika ayah-mu masih ada, apakah usianya
sebanding dengan Lo-pepe itu?" ia menanya.
"Sudahlah, kau jangan sebut-sebut perihal ayah-ku lagi.
Moay-moay, marilah kita kembali kelenteng melihat
keadaan Hian Cin cianpwee." mengajak Gokhiol.
Mereka balik kembali kebelakang kelenteng. Saat itu
Hian Ciu-cu sesudah menelan pil hitam pemberian si
pengemis. Kini ia sudah dapat duduk bersila sambil
menyender di bale. Begitu melihat kedatangan Gokhiol dan Hay Yan, ia menanya, "Apa kau orang sudah berhasil mengejar "Tio Hoan?"
Gokhiol yang mendengar pertanyaan ini jadi menjublak terpaku, bagaikan disamber petir. "Apakah yang cianpwee maksudkan?" tanyanya dengan mata terbuka lebar.
Hian Cin-cu tak dapat meneruskan perkataannya, maka
Hu In lalu menggantikan gurunya untuk melanjutkan,
"Cong-su, orang pandai dari Thian-bun Pay tadi adalah ayahmu. Kenapa kau tidak mengajaknya kembali kesini?"
Bukan kepalang rasa kagetnya Gokhiol dan Hay Yan
ketika mendengar perkataan Hu In. Tapi Gokhiol lantas bersenyum getir, "Ayahku sudah lama meninggal. Tootiang, kau jangan bergurau. Aku memanggil pengemis itu sebagai ayah adalah supaya ia mau datang kemari untuk menolong Hian Cin-cu cianpwee." katanya.
Tapi dengan sungguh-sungguh Hu In menjawab, "Tio cong-su, mana berani Siauw-ceng berguyon" Orang tadi memang benar-benar adalah ayahmu. Ayahmu dahulu
pernah bersama guruku belajar silat di Bu-tong Pay. Kalau kau tidak percaya, cobalah tanya pada guruku, nanti kau tahu sendiri dengan jelas."
Mendengar keterangan yang sungguh2 ini, Gokhiol
bagaikan mendengar geledek disiang hari bolong! Hatinya terasa tak keruan, risau, sangsi, kaget dan heran bercampur menjadi satu mengamuk didalam hatinya.
Tapi ketika melihat Hian Cin-cu tersenyum, Gokhiol lalu berlutut dihadapannya sambil menanya, "Lo-cianpwee, siapakah sebetulnya orang tua tadi?"
Sambil mengelus-elus jenggotnya, Hian Cin-cu berkata:
"Hian-tit. Aku yakin seyakinnya bahwa sampai saat ini kedua mataku masih terang dan dapat melihat dengan jelas.
Orang tadi memang benar2 adalah ayah kandungmu
sendiri. Tio Hoan! Pada kuping kanannya terdapat tanda tompel hingga mudah dikenal. Lagi pula suara dan raut mukanya tidak banyak berubah meskipun aku baru sembuh, namun ingatanku masih sehat dan terang, bagaimana aku bisa keliru mengenali orang?"
Napas Gokhiol memburu bahna girangnya, "Cianpwee, apa mungkin ayahku masih ... masih belum meninggal?"
tanyanya dengan bernapsu.
Hian Cin-cu berhenti sejenak, Ialu berkata lagi dengan suara yang lemah: "Tio Hian-tit, apa kau lupa dengan kata2ku dahulu" Aku hendak membawa Gorisan adalah
untuk menyelidiki tentang kematiannya ayahmu. Mengingat surat ibumu yang dulu mengatakan tentang
hilangnya mayat ayahmu secara aneh, hal ini selalu kuingat dalam hatiku. Hari ini ayahmu kembali muncul secara tiba2
dan ia sama tidak menduga bahwa begitu sembuh aku
sudah lantas dapat membuka mataku dan mengenalinya.
Maka itu lekas2 ia berlalu dari sini."
Hay Yan yang sejak tadi mendengarkan penutarn Hian
Cin-cu dengan seksama, kini ikut berkata: "Bila ia betul Tio Hoan adanya, mengapa ia lari?"
Hian Cin-cu menghela napas panjang: "Rupanya ia masih benci pada ayah-mu......Gorisan! Mungkin juga
karena ingin menuntut balas, tak ingin ia sampai orang lain mengenalinya." kata si imam tua.
Tiba-tiba saja Hay Yan berseru dengan suaranya yang
melengking, "Aku tidak mempunyai AYAH! Gorisan si jahanam adalah musuh besar ibuku! Kalau aku belum
menabas malang-melintang tubuhnya, belumlah puas rasa hatiku!"
Hian Cin-cu manggut-manggutkan kepalanya dan
berkata : "Aku tidak dapat menyalahkan kata-katamu itu.
Tapi Gorisan memang telah mencemarkan kesucian ibu-mu serta telah mencelakai Tio Hoan. Maka itu dengan pura2
berlagak mati, ia menyembunyikan diri dan memperdalam ilmunya. Sekarang ia sudah berhasil mempelajari ilmu tenaga dalam Kian-kun Tay-kie-kang yang tiada tara
hebatnya dan telah turun gunung guna menuntut balas.
Tapi diluar dugaannya, ia telah bertemu dengan Pasupat yang nakal hingga akhirnya Tio Hoan datang kemari untuk menolong jiwa Pin-to yang sudah tua ini."
Mendengar penuturan ini, Gokhiol hatinya jadi hancur, tanpa ia dapat tahan lagi, air matanya mengalir keluar.
Dengan suara yang sesenggukan ia berkata, "Oh,
ayah....ayah! Kenapa kau tega meninggal aku begitu
saja....?" Keadaan menjadi sunyi-senyap!
Akhirnya Gokhiol bertanya pada Hian Cin-cu, "Cianpwee, kemana kiranya ayah ku pergi?"
Namun Hian Cin-cu menggeieng-gelengkan kepalanya,
"Kau cari padanya juga percuma. Sebelum ayahmu berhasil menuntut balas, ia tentu tak mau menemui kau dulu."
Pemuda kita menyusut air matanya.
"Aku mau mencari dia sekalipun ia berada diujung langit manapun!" katanya sambil berlari dengan cepat keluar kelenteng Hu Cin Koan.
Hian Cin-cu tak berdaya terhadap kemauannya Gokhiol, la cuma menghela napas saja dan menyuruh Hay Yan
menyusul, " Yan tit-lie, lekas kau ikut dia."
Sebenarnya Hay Yan tak usah di perintahkan lagi oleh Hian Cin-cu, karena pada saat itu juga Hay Yan sudah siang-siang mengejar Gokhiol. Pemuda idaman hatinya.......
---oo0dw0oo--- KETIKA raja muda Wanyen Socu dari negeri Kim naik
takhta untuk menggantikan Wanyen Ping yang telah
mangkat. Bertepatan juga pada saat itu Khan Agung dari Monggolia Ogotai mengadakan penyerangan secara besar-besaran terhadap negeri kecil itu.
Jendral Tuli diangkat sebagai penglimanya. Tapi diluar dugaan, secara mendadak Khan Ogotai sakit .... tidak sadarkan diri. Karena raja sakit, pasukan Monggol jadi kacau, terpaksa diadakan perdamaian dengan negeri Kim.
Keadaan sakitnya Khan Ogotai semakin lama semakin
hebat, melihat ini Bee Cin Ong-houw diam2 bermaksud
mengangkat puteranya Kubisu untuk menggantikan Ogotai, tapi sebegitu jauh ia masih merasa kuatir bakal mendapat tentangan dari Jendral Tuli beserta putra-putranya. Jalan satu-satunya ialah menggunakan siasat dukun Tilla untuk mengurung ke-enam putranya Jendral Tuli didalam penjara.
Tapi secara diam-diam Kubialy memberi kabar pada
Gokhiol untuk mengundang Pasupat datang, sehingga
mereka semua yang ditahan dapat ditolong. yang kemudian mereka beramai pergi kekota Tong Koan untuk menemui
Jendral Tuli. Hal ini telah kita ketahui dalam cerita yang lalu.
---oo0dw0oo--- Kembali pada Bee Cin Ong-houw yang begitu
mendengar bahwa putra2 Tuli telah meloloskan diri,
menjadi sangat gusar sekali. Tapi berhubung dengan Ogotai masih sakit, tak berdaya baginya untuk mengeluarkan titah penangkapan ke-enam orang itu.
Selagi ia diliputi oleh suasana kebingungan dia putus daya, kebetulan pawang Tulla kembali dan memberi
laporan bahwa dalam perjalanan menuju ke gunung
Tangkula San untuk menemui adik angkatnya Tay Im Lo-
nie, ia telah membuat suatu siasat, dalam siasat mana Jendral Tuli dapat dibereskan serta dapat pula menipu para tokoh rimba-persilatan dari Tiong-goan untuk datang ke-Giok Bun Koan dan menghilangkan nyawanya Jendral Tuli yang merupakan duri didalam matanya Bee Cin Ong-houw.
Mendengar ini Bee Cin Ong-houw menjadi girang
hatinya. "Daulat permaisuri nan agung, sekarang Tay Im Lo-nie dan Tay Yang Lhama telah datang ke Holim, kini mereka sedang menantikan diluar istana." sabda pawang Tilla dengan hikmatnya.
Bee Cin Ong-houw buru2 bangkit dan masuk kedalam
kamarnya untuk salin dengan pakaian kebesarannya, lalu bersama pawang Tilla keluar menyambut kedua iblis dari Tangkula San.
---oo0dw0oo--- Sementara itu Jenderal Tuli yang bertugas didaerah
perbatasan Tong Koan menjadi girang ketika ke-enam
puteranya datang dengan tidak kurang suatu apa. Tapi begitu mendengar bahwa Bee Cin Ong-houw bermaksud
untuk mencelakai mereka, hatinya menjadi kurang senang.
Tapi Jenderal Tuli yang bijaksana menentang keras usul-usul puteranya untuk membawa pasukan perang Monggol
ke Ho-lim untuk menghukum Bee Cin Ong-houw berikut
konco-konconya. "Anak-anakku, janganlah kamu berbuat sesuatu dengan bernapsu hingga melanggar tata-tertib negara. Sekarang Kha Khan sedang sakit, penahanan atas diri kau orang tentu Kha Khan tidak mengetahuinya, maka lebih baik aku sekarang berangkat pulang ke Ho-lim, bila memang benar ini kejadian adalah perbuatannya Bee Cin Ong-houw, aku sendiri akan lapor pada Kha Khan supaya yang bersalah dalam hal ini mendapat hukuman yang setimpal." katanya dengan wajah yang keren.
Yalut Sang menggelengkan kepalanya dan berkata :
"Goan-swee, sekarang jangan pulang dulu ke Ho-lim diistana kini telah penuh dengan kaum dorna. Aku kuatir bakal terjadi sesuatu terhadap diri Goan-swee......"
Tuli tersenyum Iebar, "Suhu tak usah kuatir, dewasa ini seluruh pasukan perang Monggolia berada didalam
tanganku. Lagi pula aku pulang hanya sendiri tanpa diikuti oleh putera2ku ada siapa yang berani berbuat jahat terhadap diriku?"
Selagi Mangu dan saudara2nya hendak membujuk, tiba2
dari luar pintu markas terdengar suara orang berseru nyaring: "Utusan dari Ho-lim datang menghadap!"
---oo0dw0oo--- SAMBIL berlutut Jenderal Tuli menyambut kedatangan
utusan yang lalu menyerahkan suratnya menteri tua Yalu Khucay. Dalam surat ini menteri tua itu mengutarakan rasa kuatirnya terhadap keadaan Khan Ogotai, maka ia
mengharap agar semua pangeran2 yang berada diluar kota raja harus segera pulang untuk mengadakan perundingan.
Utusan itu menceritakan pula tentang keadaan Khan
Ogotai yang sudah pingsan selama beberapa hari,
keadaannya sangat gawat sekali.
Tampa ayal segera Jenderal Tuli menyuruh menyediakan kudanya.
Yalut Sang segera berlutut dan memohon : "Goan-swee, batalkanlah niat itu." katanya, "Surat ini memang adalah tulisannya Yalu Thay-siang sendiri, tapi apakah tidak mungkin didalamnya terselip suatu tipu muslihat jahat Bee Cin Ong-houw" Sebaiknya sebelum Goan-swee pergi, kita kirim dulu mata-mata untuk menyelidiki kebenarannya
surat ini." Jenderai Tuli yang sangat erat tali persaudaraannya
dengan Ogotai, mana mungkin ia dapat dibujuk dengan
alasan yang begitu saja" Dengan tertawa ia berkata : "Yalu Thay-siang adalah orang yang jujur dan telah menjadi menteri selama dua turunan. Maka tak mungkin baginya untuk mencelakakan diriku."
Mangu memohon pada ayahnya agar ia diajak, tapi


Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Giok Bun Kiam Lu Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

permintaannya ditolak oleh sang ayah.
"Urusan pasukan aku serahkan pada Kubilay untuk sementara waktu, sedangkan untuk mengawasi kamu
semua aku tugaskan Yalut suhu. Kamu semua harus saling
tolong-menolong, siapa yang salah harus mendapatkan
hukuman militer!" mengancam Jendaral Tuli.
---oo0dw0oo--- Malam itu juga Jendral Tuli berangkat menuju Ho-lim
hanya dengan dikawal oleh sepasukan panah dan golok
yang kecil. Ketika itu adalah tahun 1231 masehi. Kha Khan Ogotai sudah beberapa hari pingsan tak sadarkan diri. Para thabib istana sudah kewalahan. Rakyat Monggolia mulai gelisah, mereka yang kebanyakan percaya dengan tahayul, atas
perkenannya Bee Cin Ong-houw dibangun sebuah pagoda
kayu yang besar dan mengadakan upacara sembahyang
yang langsung dipimpin oleh seorang dukun.
Dukun itu ialah.... pawang Tilla !
Dukun ini mengatakan bahwa setan kuning belang dari
gunung botak dinegeri Kim yang menyebabkan penyakitnya Kha Khan Ogotai. Cara pengobatannya hanya ada satu
jalan, ialah harus mengorbankan salah seorang-saudara kandung Kha Khan, barulah dengan demikian Kha Khan
akn terhindar dari bencana.
Setelah berkemak-kemik "pawang Tilla ber-lari2 "mengitari tubuh Ogotai' sambil menyanyi-nyanyi, untuk-beberapa saat lamanya, kemudian ia men-jerit2 bagaikan orang gila yang kerangsokkan!
Secara tiba2 pawang Tilla menyemburkan air ludahnya
hemuka Ogotai Kha Kan, dan ... heran bin ajaib, Khan Monggolia ini dengan perlahan-lahan membuka pelupuk
matanya. Semua orang yang melihat ini menjadi girang, sungguh luar biasa kesaktian pawang Tilla.
Ogotai yang sadar dari pingsannya lalu menanya,
"Bagairnana aku bisa berada disini ?" ia menanya heran.
Pawang Tilla buru2 berlutut dihadapan pembaringan
Ogotai untuk memberi keterangan bahwa Kha Khan telah kena angkara murkanya setan kuning belang dari gunung botak dinegeri Kim. Untuk mengusir rokh yang masih
mengeram didalam tubuh Kha Khan, kiasnya ialah
pengorbanan salah seorang saudara kandung Kha Khan
sendiri. Bee Cin Ong-houw yang mendengar keterangan pawang
Tilla, menjadi sedih hatinya, dengan mengucurkan air mata ia berkata terputus-putus: "Sekarang bagai ... bagaimana baik.... baiknya" Harap Kha..... Khan memberi ......
perintah." Khan Ogotai yang memang juga percaya dengan segala
setan pejajaran serta iblis gentayangan, begilu mendengar ceriteranya pawang Tilla, wajahnya menjadi suram, dengan suara Iemah ia berkata, "Kini saudaraku yang mana yang kebetulan datang kesini?"
Jenderal Tuli yang tiba dihari pagi dan sejak tadi sudah berdiri didepan pembaringan saudaranya, begitu mendengar pertanyaan Ogotai, tanpa ragu-ragu maju kedepan dan
berkata : "Ayahanda Jengis Khan yang maha agung telah
mengangkat koko dari antara kita bersaudara sebagai Khan yang agung. Koko, kini kau adalah pemimpin bangsa
Monggolia yang agung, kau adalah bintang terangnya
rakyat dipadang pasir ini, kau adalah tempat bergantungnya rakyat. Siapa lagi yang sanggup memimpin bangsa kita jika koko mangkat" Tidak ada! Maka itu aku yang sebagai
adikmu wajib berkorban demi keselamatan bangsa
Monggolia dan keselamatan koko. Ber-tahun2 aku
membawa pasukan perang mengadakan pertempuran,
pembunuhan, pemusnahan kota2 dan negeri2 asing. Akulah yang telah menimbulkan kedosaan hingga para dewa-dewa menjadi gusar dan mengutuk, untuk ini memang akulah
yang mesti dihukum dan sekarang juga aku sudah siap
untuk menjalankan hukuman dengan hati rela!"
Khan Ogotai tak dapat lagi menahan air matanya,
"Adinda Tuli hendak menggantikan aku meninggalkan dunia, bagaimana aku bisa menerimanya?"
Jenderal Tuli tidak menjawab perkataannya Ogotai,
dengan sikapnya yang angker perlahan-lahan ia menghampiri pawang Tilla.
"Aku sudah siap mengorbankan jiwaku untuk keselamatan Kha Khan. Lekas kau bacakan jampi2nya!"
Pawang Tilla menyeringai dan tertawa puas didalam
hatinya, inilah memang ketikanya yang ia ber-sama2 Bee Cin Ong-houw sudah di-tunggu2! Dengan laku seperti
orang yang kerangsokkan pawang Tilla mengundurkan diri untuk kemudian muncul kembali dengan membawa
mangkok yang berisi air yang langsung ia berikan pada Jenderal Tuli untuk diminum.
Jenderal Tuli menerima mangkok itu dengan wajah yang tidak berubah, setelah memberi hormatnya yang terakhir pada Ogotai, Jenderal Tuli dengan hanya sekaIi ceguk, habislah air yang berada didalam mangkok itu!
Segera panglima Mongol ini merasakan kepalanya
pening, pandangannya kabur, kupingnya men-denging2
bercampur dengan suara tertawanya pawang Tilla yang
menyeramkan. "Selamat tinggal Khan Ogotai yang mulia, semoga para dewa
melindungi kau hingga diakhir tua. Koko,
sebelumnya adinda melawat ketanah baka, adinda mohon, sudilah koko melindungi isteriku, menyayangi putera2ku seperti koko memandang diri adinda. Koko, pimpinlah
bangsa Monggol hingga menjadi suatu bangsa yang terbesar didunia.....sepanjang masa.....Agar nama keluarga kita harum.... sepanjang masa dan tercatat.... dalam sejarah
.....kini selamat..... ting.... gal....." tubuhnya Jenderal Tuli yang tinggi besar per-lahan2 menubruk kaki Khan Ogotai lalu rebah.
Seorang pahlawan Monggol yang gagah perkasa telah
pergi dengan tenang! Mangu bersaudara ketika mendengar bahwa ayahanda
mereka telah meninggal karena mengorbankan diri untuk keselamtan Kha Khan, mereka menjadi sedih berbareng
bangga. Sedih karena mereka tahu itulah perbuatannya Bee Cin Ong-houw yang terkutuk, bangga karena ayah mereka adalah seorang pahlawan bangsa yang meninggalkan nama harum sepanjang masa .........
---oo0dw0oo--- KEMBALI pada Gokhiol dan Hay Yan yang telah
mencari Tio Hoan kesana-kemari tanpa hasil, hampir
seluruh pegunungan Ciong-lam San telah mereka jelajahi, namun sedikit bayangan Tio Hoan pun tidak terlihat.
Hay Yan mengetahui perasaan Gokhiol, maka tanpa
bersuara ia terus mengikuti pemuda kita tanpa mengeluh.
Maklumlah jika seorang gadis sedang diamuk rasa cinta, kemana Gokhiol pergi pasti ia akan mengikuti sekalipun keujung langit yang tiada pangkalnya tanpa rewel seperti biasanya seorang gadis remaja yang manja....
Sepanjang jalan mereka bertanya kepada orang2 yang
mereka jumpai, tapi seorang-pun tiada ada yang tahu atau pernah melihat seorang pengemis yang dimaksud oleh
sepasang anak muda ini. Sedikit jejak-jejaknya si pengemis. Dari situ ke Giok Bun Koan sudah tidak jauh lagi.
Ketika mereka sedang berjalan sambil ber-pegangan
tangan, tiba2 dari sebelah belakang terdengar suara derapan kaki kuda, ketika mereka menoleh, Tampaklah dua orang penunggang kuda berlari dengan pesatnya. Melihat cara dandanan mereka, mereka adalah orang yang biasa
merantau dikalangan sungai-telaga. Dipunggung mereka menggemblok senjata tajam, tanpa melihat atau menoIeh kearah Gokhiol dan Hay Yan, mereka terus kaburkan
kudanya kedepan, menuju kota perbatasan ...... Giok Bun Koan.
Pada waktu lohor, kembali Gokhiol dan Hay Yan
melihat seorang pria dan seorang wanita sedang berjaIan dengan menggunakan ilmu ringankan tubuh, dibelakang
kedua orang ini menyusul seorang imam umur pertengahan. Berjalan belum seberapa jauh, terdengar yang perempuan berkata, "Su-siok, dari sini ke Giok Bun Koan masih berapa jauh?"
"Kalau jalan seperti sekarang ini, paling lambat besok petang kita sudah sampai." menyahut si imam.
Pria itu ikut berkata, "Su-siok mengatakan bahwa orang2
dari Go Bie Pay juga turut datang, tetapi kenapa setelah kita berjalan sebegitu jauh masih belum kelihatan mata hidung mereka?"
"Mungkin mereka telah mendahuIui kita, besok
setibanya di Giok Bun Koan kita boleh cari berita."
menjawab si imam pula. Gokhiol jadi heran, "Jago-jago dari Bu-lim kenapa secara meluruk datang ke Giok Bun Koan" Apa maksudnya
mereka?" pikirnya, "Apa ada pertemanan atau bakal ada pertempuran?"
Menjelang magrib, tampak pula serombongan orang
berjalan, semuanya menuju kearah Giok Bun Koan.
Mereka berdandan sebagai kaum persilatan, antaranya ada piauwsu-piauwsu, benggolan2 liok-lim, hweeshio, to-jin, nie-kauw serta golongan partai-partai persilatan lainnya.
Melihat kedatangan orang secara berduyun-duyun, Hay
Yan jadi berpikir, kemudian dengan berbisik disamping telinganya Gokhiol, ia berkata " Koko, aku lihat tampaknya mereka seperti hendak mengadakan pertemuan secara
besar2-an di Giok Bun Koan, tapi entah apa maksudnya"
Bagaimana kalau kita menyelidiki?"
"Aku setuju dengan pikiran kau, moay-moay. Daerah ini termasuk wilayah kekuasaan orang Monggol, maka kalau orang2 dari kaum rimba-persilatan hendak mengadakan
pertemuan, pasti mereka bakal mendapat banyak kesulitan.
Daerah ini kau sangat apal, baiklah sebentar malam kita mengadakan
penyelidikan." kata Gokhiol sambil menggenggam tangannya Hay Yan lebih erat.
Malam harinya, kedua anak muda ini menginap
disebuah penginapan kecil. Dipekarangan yang tidak
seberapa luas, tampak ada beberapa kuda yang ditambat, antaranya seekor membawa alat2 periengkapan yang
dibungkus oleh kain minyak yang bertuliskan huruf2 : "Boe-tong Pay Ong Ciok Hu."
Diruang makan sudah duduk beberapa orang, tiga
antaranya adalah hweeshio2 yang lagi membaca surat
undangan yang berwarna merah.
Sambil mengambil tempat duduk untuk makan, Gokhiol
dan Hay Yan diam2 pasang kupingnya untuk mendengar
apa saja yang lagi dipercakapkan oleh orang2 kang-ouw itu.
Benar saja tidak lama kemudian, seorang dari ketiga
hweeshio itu berkata, "Surat undangan ibmo toheng terima sama dengan yang kudapat, hanya bagi kita orang2 kang-ouw golongan agama di Tiong-goan, sudah lama tidak
pernah mengadakan pertemuan dengan golongan agama
dari daerah See-hek. Tapi kali ini katanya mereka hendak mengadili Im Hian Hong Kie-su. Persoalannya agak
mencurigakan, maka aku hendak menanyakan pada To-
heng, agar kita berlaku hati2 sedikit, jangan sampai kita kena dikibuli oleh orang2 sebangsa siluman rase."
Segera terdengar hweeshio yang lain menyahut, "Pinceng tidak berpikir sampai sebegitu jauh, meskipun undangan ini berasal dari Im Yang Jie-yauw, dan walaupun mereka
berkepandaian tinggi, aku rasa tak nanti mereka bakal berani mencari setori dengan kaum bu-lim dari Tionggoan."
Mendengar ucapan ini, Gokhiol dan Hay Yan saling
berpandangan dengan penuh pertanyaan. Persoalan ini
sangat ruwet sekali, tetapi biar bagaimanapun mereka tidak bakal peluk tangan, sebab jiwanya Im Hian Hong Kie-su sangat terancam.
Mereka bersantap dengan hati gelisah, selagi mereka
terbenam dalam pikiran masing2, tak tahu lagi sejak kapan, tiba2 seorang gadis sudah mengambil tempat duduk
dihadapan mereka. "Aku sudah menduga bahwa kalian berdua akan datang kemari." bisik gadis itu deagan perlahan.
Gokhiol dan Hay Yan terkejut atas teguran yang tiba2
ini, "Siocia, kau!?" teriak Gokhiol tertahan perlahan,
"Kapan kau datang?"
Hay Yan yang begitu melihat siapa adanya gadis itu
menjadi girang, "Liu kouw-kouw," tegurnya dengan tersenyum, "Apa kau datang seorang diri?"
Gadis itu yang ternyata adalah Kim-gan-bie Liu Bie
tertawa, "Tentu saja tidak, aku berjalan dengan seorang pria gagah
sambil berpegangan tangan, sampai orang menegurpun aku tidak diladenin!" mengejek Liu Bie tersenyum sambil melirik kearah Hay Yan.
Merah pipinya Hay Yan atas gurauan si nona yang jail ini, tapi dengan cepat Kim-gan-bie melanjutkan pula,
"Tentunya kau tidak gusar bukan" Tempat ini kurang leluasa bagi kita untuk bicara, disana masih ada kawan kita yang menanti."
Lantas mereka meninggalkan ruang makan untuk keluar
hingga sampai diluar kampung.
Dalam suasana remang-remang gelap tampak dibawah
naungan pohon2 yang-liu, berdiri dua sosok bayangan
orang yang samar-samar dapat dilihat sebagai seorang laki2
dan seorang wanita. Laki2 itu berdandan sebagai pahlawan bangsa Monggol, dipinggangnya tetselip sebilah pedang panjang. Sedangkan yang perempuan memakai topi dari kulit rase yang pada ujung depannya terselip setangkai bulu merak yang indah, baju luarnya yang tebal juga terbuat dari kulit rase, cara dandan wanita ini sangat mewah sekali.
Kiranya mereka adalah Pato, saudara angkatnya
Gokhiol dan Wanyen Hong, ibunya Hay Yan.
Bagaikan seekor anak manjangan, Hay Yan melesat
memeluk ibunya dengan manja. Gokhiol yang melihat cara Pato berdandan agak berlainan seperti biasa, hatinya Gokhiol menjadi gelisah. Itulah pakaian orang lagi
berkabung! Pato yang melihat Gokhiol datang, lantas menubruknya dengan erat mereka saling rangkul.
"Adikku, bagaimana kesehatan ayah dan ibuku ?"
Gokhiol tanya. Saat itu Pato sudah tidak tertahan lagi rasa sedihn ya, dengan air mata bercucuran ia berkata dengan terputus-putus, "Ayah... ayah.... ayah sudah me .... meninggal.....!
Beliau....ber.....berkorban untuk Kha....Kha Khan.....! "
Gokhiol terkejut bagaikan ia mendengar geledek
mengqeletar disiang hari bolong, ia berdiri bagaikan patung, matanya terasa ber-kunang2 barulah setelah lewat sesaat lamanya ia menjadi sadar.
Dengan air matanya yang ber-linang2 ia berlutut
menghadap kearah timur, "Gie-hu, ayah!" katanya, "Kau orang tua telah dianiaya oleh kaum dorna, aku Gokhiol sebagai anakmu, pasti akan membalas sakit hati ini. Ayah, baik-baiklah kau berjalan seorang diri, semoga dewa-dewa memberkahi arwahmu!" kata pemuda kita dengan perasaan hancur!
Kedua anak inipun lalu menangis dengan sedihnya
sambil berpeluk-pelukan. Kim-gan-bie lalu menghibur: "Disini bukan tempatnya untuk menangis, kita harus berlaku hati2 terhadap musuh dalam selimut." si nona memperingati.
Dendam Empu Bharada 24 Munculnya Jit Cu Kiong ( Istana Mustika Matahari) Seri Pengelana Tangan Sakti Karya Lovelydear Rahasia 180 Patung Mas 1
^