Pencarian

Rahasia Kampung Garuda 1

Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung Bagian 1


RAHASIA KAMPUNG GARUDA Karya : Khulung Saduran : Tjan ID Composed by : Cersilanda Sumbangan dari: Dewi KZ Jilid 1 SUATU MALAM dimusim kemarau, udara terang tetapi
suasana sunyi senyap. Seorang muda berpakaian warna
hijau, seorang diri berjalan dijalan raya Lam-yang.
Kepalanya mendongak keatas, memandang rembulan
yang memancarkan sinarnya terang benderang di muka
bumi. Terkenanglah ia akan apa yang terjadi diwaktu yang
lalu Sepuluh hari berselang, angin bertiup dengan
kencangnya, salju meliputi jagat. Gunung Ho lan san
yang letaknya menyendiri ditengah bumi yang sepi, suatu
tempat yang sudah lama dilupakan. Disana, guru
pemuda itu telah menyerahkan suatu tugas padanya.
Berkatalah sang guru: "Ho Hay Hong! Dalam waktu satu bulan kalau kau
tidak berhasil mencari keterangan jejak si Kakek penjinak
Garuda, kau juga akan binasa dikampung orang."
Berangkatlah ia bersama empat kakak-kakak
seperguruannya. Kakak-kakaknya juga membawa tugas
sendiri-sendiri, tapi mereka tak suka berhubungan
dengannya, sebab sang guru lebih sayang kepada Ho
Hay Hong. ia terlalu dimanja oleh gurunya.
Meskipun gurunya juga memberikan tugas padanya
dengan ancaman MATI, namun demikian, dalam
pandangan empat saudara-saudara seperguruannya itu,
tercermin anggapan bahwa guru mereka berat sebelah.
Siapakah guru mereka itu " Si pemuda pun tidak tahu.
Ia hanya tahu orang banyak menyebutnya DEWI ULAR
dari gunung Ho-lan san. Siapa nama sebetulnya, ia juga
tak tahu. Terhadap gurunya, ia tidak begitu simpati, karena
wajah sang guru setiap hari selalu asam, tidak
menyenangkan. Dan tentang dirinya sendiri, hingga saat itu masih
merupakan suatu teka-teki. Sejak ia mengerti urusan,
terus berada disamping gurunya.
Diantara kelima muridnya, ia adalah yang paling kecil.
Ketika ia mulai belajar ilmu silat, empat suhengnya sudah
mempunyai kepandaian cukup tinggi.
Pertama kali ia meninggalkan gurunya, ia merasa
bingung. Ia tidak tahu sampai di mana tingginya
kepandaian yang dimilikinya, namun ia harus segera
turun gunung. Ia terus berjalan menyusuri jalan yang ada. Banyak
penderitaan dalam pengembaraannya itu, tetapi ia terus
melanjutkan usahanya untuk memenuhi tugasnya.
Ia juga pernah mencari keterangan tentang diri si
kakek penjinak garuda itu adalah seorang yang sangat
kesohor namanya. Ia mulai timbul kepercayaan kepada
diri sendiri, akan dapat memenuhi tugasnya.
Bagi orang yang tidak belajar ilmu silat, begitu
mendengar nama si Kakek Penjinak Garuda, sikapnya
segera menunjukkan perasaan kagum, komentar mereka
hampir serupa: "Memang benar, orang tua itu adalah manusia aneh,
sudah sepuluh tahun lebih tidak ada kabar beritanya, kita
selalu kangen kepadanya !"
Ada jaga yang mengatakan: "Kakek penjinak Garuda
adalah seorang tua yang hidup kesepian, Setengah dari
umurnya ia mengabdi masyarakat, melakukan perbuatan
mulia, hingga mendapat banyak pujian dari rakyat."
Kakek penjinak Garuda itu memang seorang yang
beradat aneh, sering melakukan perbuatan gila-gilaan.
Setelah lanjut usianya ia selalu hidup ditempat sepi,
agaknya sudah bosan dengan penghidupan ramai.
Menurut dugaan orang, usianya yang sebenarnya orang
tua itu, sedikitnya sudah lebih seratus tahun.
Sepuluh tahun berselang, kakek itu pernah mencari
kawan hidup. Hal itu pernah menggemparkan rimba
persilatan, dianggap sebagai suatu kejadian yang ganjil.
Tetapi tidak lama kemudian, ada seorang pendekar
wanita dari golongan tokoh terkemuka, dengan suka rela,
mengorbankan usia remajanya, mengawini kakek yang
sudah lanjut usianya itu.
Setahun kemudian, kakek itu mendadak menjadi gila,
setiap hari membunuh binatang orang hutan yang
menjaga pintu rumahnya, melepas tujuh ekor burung
Garudanya yang sudah dipelihara selama sepuluh tahun
lebih. Setelah itu, ia pergi seorang diri meninggalkan rumah
tangganya, dan selanjutnya tidak terdengar lagi apakah
kakek itu muncul lagi didunia Kang ouw.
Semua itu merupakan bahan yang didapat oleh Ho
Hay Hong sepanjang perjalanannya.
Kakek penjinak Garuda itu hidupnya sebagai teka teki,
menghilangnya juga merupakan suatu teka-teki.
Ho Hay Hong berjalan sambil berpikir, bagaimana
supaya bisa mencari jejak Kakek penjinak Garuda itu"
Batas waktu yang di berikan oleh gurunya sudah hampir
habis, tapi ia masih belum berhasil menemukan jejak
orang tua itu. Ia mulai merasakan betapa berat tugas itu.
Melalui sebuah rimba, didepan matanya terbentang
sebuah sungai yang lebar.
Ia terus berjalan ketepi sungai, kebetulan disitu
tampak sebuah sampan sedang didayung kepantai, maka
ia lantas berdiri menunggu.
Tidak lama kemudian, sampan itu sudah berhenti
ditepi sungai. Seorang tukang sampan yang mukanya
hitam, menggapai padanya seraya bertanya.
"Apa tuan hendak menyebrang sungai?"
"Ya " jawab Ho Hay Hong singkat.
Tanpa menunggu tukang sampan membuka mulut
lagi, ia sudah melangkah kesampan dan duduk
didalamnya. Tukang sampan mempersilahkan Ho Hay Hong minum
teh. Ho Hay Hong tidak menghiraukan, ia membersihkan
pakaiannya yang penuh debu.
Tukang sampan itu tidak marah, dengan tenang
mendayung sampannya ketengah sungai, menuju
keseberang. Dalam sampan itu sudah ada tiga orang yang duduk
berpencaran. Dari pakaian mereka, tampaknya orang
biasa. Ia tidak menghiraukan, mencari tempat yang agak
tenang, duduk seorang diri!
Ketika sampan tiba ditengah sungai, mendadak timbul
goncangan hebat. Ho Hay Hong terkejut, tukang sampan
yang bermuka hitam itu memaki sendiri sambil menyusut
keringat didahinya. "Sialan, pasirnya makin lama makin banyak, beberapa
tahun lagi, bakul nasiku barangkali akan terbalik."
Ho Hay Hong bangkit, berjalan menuju keburitan. ia
mengambil sebatang bambu panjang, ditolaknya sampan
supaya berlayar. Beberapa kali gerakan, sampan yang
cukup besar itu sudah terlepas dari hambatan pasir dan
melanjutkan perjalanannya.
Tukang sampan memandang pemuda itu dengan sikap
heran, katanya: "Terima kasih atas bantuan tuan, ongkosnya tuan
tidak usah bayar." Ho Hay Hong mengawasi padanya dengan sikap
dingin, katanya: "Kau sebetulnya mempunyai tenaga cukup kuat untuk
melepaskan sampanmu dari hambatan pasir"
Dari dalam sakunya ia mengeluarkan beberapa
potongan uang recehan dan diberikan kepadanya, tanpa
menoleh lagi ia balik kedalam sampan.
Wajah tukang sampan merah padam, sebentar ia
berdiri terpaku, baru melanjutkan perjalanannya.
Ho Hay Hong duduk lagi dalam sampan, akal bangsat
situkang sampan tidak dipikirnya lagi. Ia sudah tahu
bahwa tukang tampan Itu pernah belajar ilmu silat,
beberapa gerakan barangkali mengerti
Matanya. mulai "langsir" ia merasa bahwa orang yang duduk di sebelah kanannya sedang memperhatikan
dirinya. Orang itu mengenakan pakaian warna kuning. Ketika
matanya beradu dengan sinar mata Ho Hay Hong,
dengan cepat dialihkannya kelain tempat, tidak berani
memandang lagi. Ho Hay Hong tidak heran atau kaget, karena ia sudah
biasa dengan perlakuan demikian. Ia tahu bahwa
didaerah Tionggoan banyak orang berkepandaian tinggi,
asal ia berlaku hati-hati tentu, orang itu tidak akan
mengganggunya. Tiba-tiba ia merasa sangat letih, rasa kantuk yang
belum pernah dirasakan selama diperjalanan, terus
mengganggunya. Tanpa terasa ia sudah tertidur.
Entah berapa lama ia sudah tertidur, ketika ia
mendusin, keadaan sudah berlainan.
Keadaan disekitarnya sudah berubah, sungai, sampan
dan tukang sampan yang wajahnya hitam serta beberapa
penumpang, sudah tidak nampak semua.
Sebagai gantinya adalah teriknya sinar matahari, suara
ribut-ribut dalam kota dan ramainya orang serta
kendaraan yang lalu lalang di jalan.
Sedangkan dia sendiri, ternyata berada didalam suatu
rumah penginapan merangkap pula rumah makan yang
ramai. Sesaat ia merasa bingung, ia kucak-kucak
matanya seolah-olah dalam mimpi. Tetapi tidak lama
kemudian, tampak olehnya penumpang berbaju kuning
yang bersama-sama dengannya didalam sampan tadi,
duduk disampingnya. Bibirnya yang tipis, tersungging
satu senyuman. "Apa yang telah terjadi?" tanya Ho Hay Hong.
"Soal biasa," jawab orang baju kuning itu, "tadi malam, tukang sampan muka hitam itu telah
memperdayakanmu dengan obat mabuk, maka aku bawa
kau pergi. Begitulah duduk persoalannya."
"Oh, kalau begitu dia seorang jahat?" tanya Ho Hay Hong. Agaknya ia masih tidak percaya, meskipun ia tahu
bahwa tukang sampan muka hitam itu mempunyai
sedikit kepandaian, tapi waktu itu ia tidak mau
mengeluarkannya. Memang si pemuda sudah merasa curiga, tetapi wajah
tukang sampan yang nampaknya jujur dan tawarannya
supaya ia tidak usah membayar uang tambangan,
menunjukkan ia bukan orang jahat.
"Dahulu aku pernah menumpang sampannya, dia juga
pernah berbuat demikian," berkata orang baju kuning.
"karena menganggap baru pertama kali ia melakukan
kejahatan, aku hanya memberi peringatan saja padanya,
suruh dia upaya jangan berbuat lagi. Ia terima baik.
Maka kali ini aku menyebrang sungai ini lagi, Lantas
memperhatikan gerak-geriknya!"
Orang tua tertawa sejenak, berkata lagi.
"Tidak kusangka ia ternyata masih belum merubah
kelakuannya. Ia anggap mencari uang dengan cara
demikian itu sangat mudah Ketika aku mengetahui
melakukan kejahatan terhadapmu, aku tidak memberi
ampun lagi padanya. Sekali pukul, tamatlah riwayatnya.
"Terima kasih atas pertolonganmu." berkata Ho Hay Hong sambil menganggukkan kepala.
"Usiamu masih terlalu muda, pengalamanmu belum
cukup. Meskipun mempunyai kepandaian tinggi, toh
masih bisa diperdayakan. Waktu aku masih muda, juga
pernah mengalami banyak kesulitan seperti kau, maka
kau tidak usah mengucapkan terima kasih.
Kau harus tahu, bahwa didalam Dunia Kang Ouw
banyak kejahatan, sering kali terjadi saling bunuh tanpa
sebab. Sejak dahulu, entah berapa banyak jago-jago
tingkatan muda yang mengorbankan jiwa dengan cumacuma,
tanpa ia sendiri mengetahui apa sebabnya. Maka
aku sering berkata bahwa siapa yang tinggal didalam
kalangan Kang ouw sekarang ini, sebetulnya kita sudah
menganggapnya "setengah-dewa". Kau adalah satu
diantara banyak jago-jago muda yang akan dijadikan
korban kejahatan. Sebetulnya, diwaktu sampai terbenam
dalam pasir, kau tak perlu memamerkan kepandaianmu,
supaya orang itu tidak memberikan obat mabuk padamu
lebih banyak dari pada orang lain. Jikalau tidak, dengan
kekuatan tenaga dalam yang kau miliki, asap dupa yang
bisa memabokkan orang itu sebetulnya bukan apa-apa."
Ho Hay Hong mendengarkan penuturan Itu dengan
mulut bungkam. Orang berbaju kuning itu memandang padanya dan
bertanya. "Siapa namamu" Bolehkah kau memberitahukannya
padaku?" Ketika ia mengucapkan perkataan itu, orang berbaju
kuning itu agaknya merasa kurang senang. Karena
sebagai orang yang pernah memberi pertolongan,
seharusnya Ho Hay Hong menanyakan nama tuan
penolongnya terlebih dahulu. Tetapi kini sebaliknya,
bahkan penolongannya yang menanyakan nama orang
ditolong . Apakah pemuda ini tidak mempunyai perasaan"
demikian orang berbaju kuning itu berpikir.
"Namaku Ho Hay Hong." demikian si pemuda
menjawab agak terkejut. "Aku Siang koan Lo, sahabat-sahabat rimba persilatan
memberi nama julukan padaku Hong lui Kiam khek!"
demikian orang itu memperkenalkan dirinya.
Waktu menyebutkan nama gelarnya Siang koan Lo
nampaknya bangga. Tetapi di luar dugaan, ketika Ho Hay
Hong mendengar namanya, sedikitpun ia tidak
menunjukkan rasa kagum atau kagetnya. Hanya


Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memandangnya sejenak, lantas diam.
Siang koan Lo merasa kecewa, hatinya tak senang,
karena ia adalah orang yang sangat disegani oleh orangorang rimba persilatan, baik dari golongan putih maupun
dari golongan hitam. Dikiranya Ho Hay Hong pasti
merasa kagum. Tetapi mengapa si pemuda tidak
menunjukkan reaksi apa-apa.
Untuk menarik perhatian sianak muda itu. Siang koan
Lo berkata pula. "Dahulu, betapa jahat dan tenarnya kawanan kawanan
penjahat seperti Sepasang manusia buas dari Ho pak,
Empat hantu dari Leng lam, Delapan belas siluman dari
Kiem ie dan Si nenek mata satu dari gunung Tian pek
san. Semua telah kubasmi dengan berserikat dengan
Tiga jago pedang kenamaan. Dalam pertempuran itu,
orang orang Kang-ouw kalau menyebut namaku, sedikit
banyak mengunjukkan rasa kagumnya!"
Penjahat-penjahat yang namanya disebut diatas,
semua adalah penjahat-penjahat yang sudah terkenal
pada lima tahun berselang, Siang koan Lo sengaja
menceritakan kejadian yang lama itu, maksudnya ialah
hendak membangkitkan ingatan Ho Hay Hong. supaya
dipuji olehnya. Diluar dugaannya, hal itu ternyata malah belum
menarik perhatian Ho Hay Hong. Hanya dengan singkat
ia memberi pujiannya: "Kau membasmi kejahatan untuk kepentingan orang
banyak, tidak kecewa sebagai satu pendekar yang patut
dihormati." Siang-koan Lo masih belum merasa puas. Ia sudah
banyak menerima pujian muluk, kata-kata pujian yang
sederhana itu, tidak menimbulkan perasaan puasnya.
Selagi hendak berlalu, seorang pendeta gemuk tibatiba
muncul didepan pintu. Dengan kedatangan pendeta
itu, semua tetamu dalam rumah makan, lantas berhenti
bercakap-cakap. Semua mata ditujukan kepada pendeta
itu. Tamu-tamu yang ada disitu agaknya sudah kenal
padanya, wajah para tamu pada berubah. Mereka
nampak sangat ketakutan, seolah-olah ia sedang
menghadapi bahaya. Dengan sinar mata dingin pendeta itu mengawasi
semua tamu yang ada disitu. Ia melepaskan Bok-hie,
yang digendong dipunggungnya dan diletakkan ditanah.
Dengan terus terang ia berkata kepada kasir rumah
makan: "Kasir lekas keluar, kali ini aku hendak minta derma
tiga ratus tail perak ditempatmu ini!"
Bok-hie yang besar itu terbuat dari bahan besi, kalau
tidak salah, beratnya kira-kira beberapa ratus kati. Tetapi pendeta itu memanggulnya diatas punggung, seolah-olah
tidak berarti apa apa. Dengan badan gemetaran kasir keluar dari dalam,
berhenti sejarak tiga tombak didepan pendeta gemuk,
dengar wajah yang minta dikasihani, ia berkata.
"Hut-ya, tolong kurangi sedikit jumlahnya. Belakangan ini keadaan sangat sepi, uang yang masuk tidak
seimbang dengan uang yang keluar. Uang yang sekarang
ada tinggal tidak seberapa, harap Hut-ya maafkan saja."
Pendeta gemuk itu mendelikan matanya, dengan
suara memotong ucapan kasir:
"Kasir, apa katamu" Apakah kau sedikit pun tidak tahu peraturan yang sudah ditetapkan Hut-ya mu?"
Kasir terkejut, ia mundur tiga langkah dengan sikap
ketakutan. Ia masih hendak minta dikasihani, tetapi
pendeta gemuk itu dengan wajah merah sudah
membentak padanya: "Jangan banyak bicara, kau mau kasih atau tidak ?"
Dengan bertolak pinggang pendeta itu duduk diatas
kursi, "Tiga ratus tail perak sudah keluar dari mulutku, satu pun tidak boleh kurang, kalau tidak aku hancurkan
rumah makanmu ini!" Pada waktu itu dalam rumah makan itu sudah
berkerumun banyak orang, menyaksikan kericuhan itu,
tetapi tidak satupun yang berani membela sang kasir.
Para pelayan rumah makan itu berdiri ketakutan,
dalam hati mereka mengharap agar kasir suka
memberikan jumlah uang yang diminta, supaya tidak
sampai terjadi pengrusakan.
Diantara banyak penonton, tiba-tiba muncul empat
pemuda, yang masing-masing membawa senjata ruyung
dan sebagainya. "Kurang ajar, kau manusia biadab, mengapa minta
derma secara paksa" Kau sedikit pun tidak mempunyai
perasaan cinta kepada sesama manusia, orang beribadat
macam apa kau?" demikian salah seorang pemuda itu
menegur sipendeta gemuk. Tetapi pendeta itu sedikitpun tidak menghiraukan
bahkan masih berkata kepada kasir dengan sikapnya
yang jumawa: "Lekas, hut-ya mu masih akan minta derma ke lain
tempat." Empat pemuda itu marah, tanpa banyak bicara lagi
keempatnya maju menghampiri dan menyerang dengan
senjata masing-masing. Senjata ruyung jatuh dikepala dan pundak pendeta
gemuk itu, tetapi pendeta gemuk itu tidak marah, ia
membiarkan dirinya di buat bulan-bulanan oleh ruyung
empat anak muda. Siang koan Lo yang menyaksikan kejadian itu, berkata
sambil tertawa dingin: "Pendeta itu kiranya melatih ilmu kebal, pantas ia
berani berlaku begitu galak!"
Sungguh aneh, pendeta gemuk itu menerima gebukan
begitu rupa, bukan saja tidak merasa sakit, bahkan
bergerakpun tidak. Empat pemuda itu mendadak
berteriak kesakitan mundur terhuyung-huyung sebentar
kemudian, tangan masing-masing telah bengkak, hingga
tidak berani turun tangan lagi.
Tanpa menoleh pendeta gemuk itu masih duduk
ditempatnya, hanya mulutnya yang menggumam.
"Bocah-bocah tidak tahu tingginya langit tebalnya
bumi, sedikit penderitaan ini hitung-hitung sebagai
hajaran, aku lihat lain kali kau masih berani berlaku
kurang ajar terhadap hut-ya mu atau tidak?"
Siang koan Lo diam-diam berpikir: "Pendeta ini
sungguh-sungguh jahat, ia telah menggunakan kekuatan
tenaga dalam untuk melukai empat pemuda itu. Rasanya
aku perlu turun tangan sendiri."
Selagi hendak meninggalkan tempat ia duduknya, tak
disangka bahwa Ho Hay Hong yang duduk disampingnya
sudah bertindak lebih dulu.
Anak muda itu menghampiri pendeta gemuk dan
berkata padanya: "Tahukah kau bahwa perbuatanmu ini tidak benar?"
Pertanyaan ini sangat aneh, dengan seorang yang
sifatnya jahat seperti pendeta gemuk itu, sudah tentu
dianggap sepi saja. "Kalau kau mempunyai kepandaian, angkatlah dulu
"Bok-hie" hut-ya mu, barulah kau nanti menegur aku!"
demikian pendeta gemuk itu berkata dengan sikap
menghina. Ho Hay Hong tidak berkata apa-apa lagi, ia berjalan
menghampiri Bok-hie, dua jari tangannya dimasukkan
kedalam lobang Bok-hie, dengan mendadak ia angkat
tinggi barang itu. Tepuk tangan dan suara pujian terdengar riuh. Semua
mengagumkan pemuda itu. Diantara sorak sorai yang sangat riuh, pemuda itu
mengangkat Bok-hie itu dan di lemparkan keluar,
kemudian balik ketempatnya.
Pada waktu itu, terdengar suara orang berkata:
"Pendeta jahat sekarang ketemu batunya. Lihat. Bokhienya sudah dilemparkan ke tempat sampah, hahaha"
Pendeta itu semula terkejut, setelah mendengar suara
ejekan orang tua itu, lantas lompat dari tempat
duduknya, dengan suara keras ia membentak Ho Hay
Hong: "Tak kusangka kau bocah yang masih ingusan,
ternyata mempunyai kepandaian yang berarti, hm, kau
berani mengganggu hut-ya-mu. Barang kali kau sudah
bosan hidup." Sehabis berkata, tangannya menyerang dada pemuda
itu. Serangan itu hebat, tetapi dapat dielakkan dengan
mudah oleh Ho Hay Hong. Dengan mengeluarkan suara di hidung, Ho Hay Hong.
membalikkan tangan, menyambut serangan pendeta itu,
ketika tangan mereka saling beradu, pendeta itu
mendadak mundur selangkah, wajahnya berubah
seketika dengan mata merah membara ia memandang
Ho Hay Hong sejenak, tanpa berkata apa-apa lantas
berlalu. Ho Hay Hong mengawasi berlalunya pendeta itu
dengan perasaan heran, entah apa sebabnya tanpa
melawan lagi ia lantas pergi.
Para tamu dalam rumah makan itu menyambut girang
kemenangan Ho Hay Hong, hingga ia harus
mengucapkan terima kasih kepada orang banyak.
Sementara itu Siang koan Lo tahu-tahu sudah berada
di belakangnya, sambil menepuk-nepuk pundaknya ia
berkata: "Kekuatan tenaga dalammu cukup hebat, kalau kau
mendapat latihan yang sempurna, pasti lebih hebat lagi
hasilnya". "Terima kasih." demikian Ho Hay Hong berkata.
"Pendeta jahat itu baru mendapat sedikit kekalahan
sudah berlalu, pasti ia ada mengandung maksud jahat,
kau harus hati-hati terhadapnya." berkata Siang koan Lo.
Kasir rumah makan merasa girang ketika menyaksikan
Ho Hay Hong berhasil mengusir pendeta itu, ia buru-buru
menghampiri dan mengatakan terima kasihnya.
Ho Hay Hong mengeluarkan uang perak potongan,
diletakkan diatas meja dan lantas berlalu.
Kasir Ha terkejut, selagi hendak dikembalikan, Ho Hay
Hong sudah tidak kelihatan batang hidungnya.
Siang koin Lo mengawasi berlalunya Ho Hay Hong
dengan berbagai pertanyaan dalam hatinya, ia
menganggap pemuda itu seorang aneh, baik sikapnya
maupun tingkahnya. Dalam otaknya tiba-tiba terlintas suatu pikiran: "dilihat dari luar, pemuda Itu sangat pendiam tetapi cerdik,
sebetulnya merupakan satu jago yang banyak harapan
dihari depan. Apabila ia memiliki ilmu kepandaian luar
biasa. Mengapa aku tidak memperkenalkan ia kepada
toako. Ia sekarang sedang dalam bahaya, sangat
membutuhkan tenaga bantuan, kalau mendapat bantuan
tenaga seperti orang she Ho ini berarti mengurangi
ancaman bahaya." Demikian ia mengambil keputusan, segera
mengejarnya. Ho Hay Hong jalan sendiri sambil menundukkan
kepala, gerakannya sangat cepat, sebentar saja sudah
berada diluar kota, Waktu itu, ia sedang berada
ditengah-tengah hutan. Mendadak ia merandek, matanya memandang kesuatu
arah, agaknya telah melihat apa.
Benar saja, dari sebuah jalan sempit datang lima
orang, satu diantaranya ialah pendeta gemuk, bekas
pecundangnya. Pendeta itu segera menghampiri Ho Hay Hong,
katanya sambil tertawa dingin.
"Anjing cilik, kau berani mencampuri urusan hut-yamu, hari ini aku akan menghancurkan tulang-tulangmu."
Ho Hay Hong tidak menghiraukan ancamannya,
dengan tenang ia mengawasi kawan-kawan sipendeta.
Yang berdiri disebelah kiri sipendeta adalah seorang
berusia kira-kira empat puluhan, matanya sipit,
hidungnya bengkok, bibirnya tebal, jenggotnya seperti
jenggot kambing, di pinggangnya tergantung sebuah
golok bintang tujuh. Berdiri disebelah kanannya sipendeta, seorang
bertubuh kurus kering dan jangkung hingga mirip dengan
sebatang bambu, ia bermata satu.
Orang ketiga adalah seorang imam bertubuh gemuk,
tangannya membawa kebutan, kakinya panjang sebelah,
hingga kalau berjalan ia seperti orang pincang.
Empat orang itu berdiri dengan sikap garang,
merintangi perjalanan Ho Hay Hong. Pendeta gemuk itu
berkata pula: "Anjing cilik, dengar, tiga tuan besarmu adalah jago kenamaan dalam dunia persilatan pada
dewasa ini, Git seng Koay khek, Ta gan Sin cu, dan Hai
pai Tja. Kau satu bocah yang masih belum punya nama
dikalangan Kang ouw, boleh merasa bangga mati
ditangan mereka." Ho Hay Hong mengerti bahwa pertempuran itu sudah
tidak dapat dihindarkan lagi, maka ia juga tidak banyak
bicara, tangannya mematahkan sepotong bambu,
menghampiri empat orang itu dengan tindakan lebar.
Cit seng Koay khek yang pertama-tama terkejut, ia
sudah malang melintang banyak tahun dikalangan Kang
ouw, tetapi belum pernah melihat seorang muda yang
begitu berani. Pendeta gemuk itu ketika melihat Ho Hay Hong
menggunakan sepotong bambu hendak digunakan untuk
melawan empat orang, dianggapnya suatu hinaan besar.
Dalam murkanya, ia lalu membuka serangan lebih dulu.
Ho Hay Hong lompat kesamping, belum lagi
membalas, Cit seng Koay khek sudah menyerang dengan
goloknya. Empat orang itu namanya sudah terkenal dikalang
Kangouw, oleh karena sifat mereka yang bersamaan,
dengan cepat bergabung menjadi satu.
Setiap kali menghadapi musuh mereka hanya mencari
caranya untuk merebut kemenangan, tidak perduli tata
tertib dunia Kang ouw. Maka entah sudah berapa banyak
orang-orang golongan baik-baik yang terbinasa ditangan
mereka. Orang-orang rimba persilatan asal mendengar nama


Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka, benar-benar sangat gemas, semua mengharap
agar manusia-manusia jahat itu lekas-lekas disingkirkan.
Tak disangka bahwa orang orang yang kejahatannya
sudah melewati batas itu, telah bertemu dengan Ho Hay
Hong yang baru pertama kali menginjak dunia Kang-ouw.
Ho Hay Hong yang diserang secara pengecut Cit seng
Koay khek, karena tidak ke buru menangkis, dengan
cepat memutar setengah lingkaran, dengan satu gerak
tipu wanita melemparkan alat tenun, ujung bambu
menikam lawannya. Serangan Cit seng Koay khek mengenakan tempat
kosong, ia buru-buru geser kakinya dan melakukan
serangan dengan tinju. Ujung bambu lewat dibawah
sikutnya, terpaut sedikit saja mengenakan jalan darah
Sam lie-hiat. Ia menggeram, golok ditangan kanannya membabat
lengan kanan Ho Hay Hong. Tapi dapat dielakan secara
manis. Tok gan Tin cu pikir bocah ini benar-benar lihay, ia
segera mementangkan jari tangannya, menyerang dari
samping. Ho Hay Hong lompat sejauh satu tombak
mengeluarkan serangan yang berbahaya itu. Serangan
Tok gan Sin cu tidak keburu ditarik kembali, sehingga jari tangannya menancap ke tanah. Andaikata jari tangan
dengan kukunya yang runcing itu menancap ketubuh Ho
Hay Hong, entah apa yang akan terjadi. Disini dapat
diduga betapa ganas serangan orang itu.
Dengan wajah tanpa berobah Ho Hay Hong menatap
senjata bambunya, menikam jalan darah Thay heng hiat
tubuh Hui pat To jin. Imam itu buru buru menyingkir, tetapi tidak urung
jubahnya, kena kesambar sehingga robek.
"Anjing kecil, kau benar-benar mencari mampus,
berani menantang aku!" demikian imam itu berkata
dengan nada gusar. Lalu mengeluarkan senjata yang
berupa kecer kuningan, menyerang lawannya. Kalau
serangannya itu mengenai bambu Ho Hay Hong, sudah
pasti senjata pemuda itu akan terpotong menjadi dua.
Tetapi Ho Hay Hong ternyata amat lincah dan cekatan
sekali, ia angkat tinggi bambunya, mengelakkan
serangan imam tua itu, dan merubah gerakannya, kali ini
menikam mata kiri imam. Ho Hay Hong seolah-olah sudah tahu kejahatan dan
kekejaman empat orang itu maka ia turun tangan tanpa
merasa kasihan. Kalau tidak berlaku gesit hampir saja ujung bambu
pemuda itu menusuk sebelah mata kirinya. Justru karena
itn imam itu lantas naik pitam.
Dengan kemarahan meluap-luap, ia menyambitkan
senjata kecernya kemuka Ho Hay Hong.
Sementara itu, Tok gan Sin cu sudah lompat setinggi
tiga tembok, kemudian melakukan serangan dari atas.
Ho Hay Hong harus melayani serangan dari dua pihak,
setelah mengelakkan serangan Tok gan Sin cu, ia
menyontek kecer Hui pat Tojin dengan bambunya.
Empat orang yang menyaksikan ketangkasan semua
itu, diam-diam juga terkejut. Cit seng Koay khek tidak
mau tinggal diam. Belum lagi Ho Hay Hong memperbaiki
posisinya, ia sudah diserang dengan menggunakan
tangan kosong. Pendeta gemuk yang sangat membenci pemuda itu,
ketika menyaksikan Ho Hay Hong dikeroyok oleh tiga
kawannya, setelah mendapat kesempatan, ia juga turut
menyerang. Hai pat Tojin yang kecernya terpukul jatuh oleh Ho
Hay Hong, mengeluarkan tiga buah lagi, disambitkan
dengan berbareng. Ho Hay Hong yang menghadapi empat kawannya iblis
itu, betapapun tinggi kepandaiannya, juga merasa
keripuhan. Akhirnya ia telah mengambil keputusan
nekad, dengan tiba-tiba ia membuka mulut dan tertawa
terbahak-bahak, dari mulutnya berhembus hawa putih.
sedang mukanya yang putih mendadak menjadi merah
bagaikan kepiting direbus.
Ia angkat tangannya untuk menyambuti serangan
tangan kosong Cit seng Koay khek. Kedua kekuatan
tenaga itu saling beradu, hingga menimbulkan suara
nyaring. Hawa putih yang keluar dari mulut si pemuda
semakin tebal, sedangkan Cit seng Koay khek terdorong
mundur sampai beberapa langkah.
Sementara itu serangan hebat dari si-pendeta gemuk,
sudah hampir menjangkau leher belakang Ho Hay Hong,
Dengan mendadak pemuda itu mengerahkan kekuatan
tenaga dalamnya, hingga tangan pendeta gemuk itu
telah terbentur dengan kekuatan tenaga dalam yang
tidak berwujud. Pendeta itu tidak berani melanjutkan serangannya,
buru-buru ditarik kembali. Selagi hendak menambah
kekuatan tenaga dan hendak melancarkan serangannya
lagi, kedudukan Ho Hay Hong sudah berubah.
Kalau Ho Hay Hong berhasil mengelakkan serangan
dari dua lawannya, serangan senjata kecer dari Hai pat
Tojin yang dilontarkan dari jarak cukup jauh. tidak
berhasil dikelitkan, hingga sebuah kecer mengenakan
lengan kirinya. Dengan menahan rasa sakit, ia menggerakkan senjata
bambunya, menikam Tok gan Sin Cu
Cit seng Koay khek dan pendeta gemuk itu terpukul
mundur oleh Ho Hay Hong, kembali maju lagi,
melancarkan serangannya. Sikap Ho Hay Hong mendadak berubah dari seorang
pendiam, tiba-tiba jadi demikian beringas, matanya
memandang Cit seng Koay khek sedemikian bengis.
Dengan menahan rasa sakit ia mencabut senjata kecer
Hui pat Tojin yang tertancap dilengannya, darah
mengucur keluar membasahi bajunya. Dengan
senjatanya itu, tanpa memperdulikan lukanya sendiri,
lantas melontarkan kepada Cit seng Koay khek.
Disamping itu. ia masih melakukan serangan kepada
pendeta gemuk. Badannya tergoncang keras, karena hampir tak
sanggup mengendalikan hawa amarahnya.
Hai pat Tojin yang menyaksikan perubahan itu, diamdiam
merasa girang, kembali mengeluarkan tiga buah
senjata kecernya dan disambitkan kearahnya.
Senjata itu mengeluarkan sinar berkeredepan
meluncur ke arah Ho Hay Hong.
Pada saat itu, sesosok bayangan kuning tiba-tiba
melayang dan menggagalkan serangan imam itu.
Ho Hay Hong berpaling, segera melihat diri Siang koan
Lo. Datangnya Siang koan Lo itu meskipun sudah
menolong jiwa Ho Hay Hong, tetapi telah
membangkitkan kemarahan Tok gan Sincu.
Dengan suara keras orang tua itu berkata:
"Bagus sekali perbuatanmu, nampaknya kau Siang
koan Lo jaga hendak mencampuri urusan ini."
Cit-seng Koay-khek tidak kenal Siang-koan Lo, ia
sangat gemas kepada pemuda pendiam yang sangat
membandel itu. Tanpa banyak bicara, ia menyerang
dengan golok pusakanya. Ho Hay Hong telah melupakan keadaannya sendiri,
dalam keadaan tergesa-gesa ia menggunakan bambunya
untuk menangkis golok Cit seng Koay khek, seketika itu
juga bambunya terpapas menjadi dua potong, hanya
sepotong yang masih tinggal dalam tangannya.
Cit seng Koay khek tertawa girang, lagi-lagi
menyerang dengan goloknya.
Ho Hay Hong terpaksa mundur selangkah, dengan
senjata bambunya yang tinggal sepotong, digunakan
sebagai senjata totokan menghujani serangan kepada
tiga-puluh enam jalan darah Cit seng Koay khek.
Karena serangannya yang demikian gencar dan hebat,
membuat kelabakan Cit seng Koay khek. Ia merasa
heran dan kagum akan kepandaian pemuda itu,
senjatanya yang hanya terdiri dari sepotong bambu,
tetapi dapat digunakan sebagai senjata rupa-rupa.
Karena memikirkan diri pemuda lawannya, gerakan
agak lambat, sehingga terdesak oleh Ho Hay Hong dan
hampir saja tertotok jalan darahnya.
Sebagai seorang kuat yang sudah banyak
pengalaman, begitu melihat gelagat tidak baik, buru-buru
menenangkan pikirannya. Selagi hendak melakukan serangan pembalasan,
dalam otaknya tiba-tiba terlintas suatu bayangan,
wajahnya berubah seketika, ia buru-buru lompat keluar
dari gelanggang dan menanya dengan suara keras:
"Kau ada hubungan apa dengan si Kakek penjinak
Garuda" Lekas jawab."
Begitu pertanyaan itu keluar dari mulutnya,
pertempuran lantas berhenti, semua mata ditujukan ke
wajah Ho Hay Hong. Ho Hay Hong sendiri menjadi bingung, dalam hati ia
berpikir, aku sendiri masih belum tahu siapa dan dimana
adanya si Kakek penjinak garuda itu. Bahkan kini sedang
dalam perjalanan untuk mencari tahu dimana adanya
orang tua itu, bagaimana kau menanya aku pernah apa
dengannya" Ia tidak menjawab, hingga Cit seng Koay khek
semakin heran. Dengan menahan perasaannya sendiri, ia
berkata pula: "Kalau kau memang orangnya Kakek penjinak garuda,
kita juga tidak akan menyulitkan kau lagi"
Sehabis berkata demikian, ia memberi isyarat dengan
mata kepada kawan-kawannya seraya berkata:
"Jangan. Kakek penjinak Garuda adalah orang yang
selalu kita hormati, kita tidak boleh menyusahkannya."
Tiga orang itu mengerti sikap mereka berubah
seketika, dengan muka berseri-seri memandang Ho Hay
Hong. kemudian berlalu bersama Cit seng Koay khek.
Hanya pendeta gemuk yang agaknya masih penasaran,
sambil tertawa dingin ia berkata:
"He, he, tak disangka kau saudara kecil ternyata
bukan orang sembarangan. hitung-hitung aku yang
kelilipan debu." Mereka berempat berlalu tidak melalui jalan raya,
melainkan mengambil jalan kecil, sebentar kemudian
sudah menghilang didalam rimba lebat.
Siang koan Lo lalu berkata:
"Saudara Ho, Kakek penjinak Garuda itu sebetulnya
pernah apa dengan kau ?"
Ho Hay Hong benar-benar seorang aneh, begitu
lawan-lawannya berlalu, lantas bersemedi untuk
memulihkan kekuatan tenaganya, terhadap pertanyaan
Siang koan Lo seolah-olah tidak masuk ketelinganya.
Pikirannya melayang ketempat jauh.
Pada suatu hari diwaktu hujan, angin lebat, di bagian
dalam gunung Ho lan san, gurunya, Dewi ular dari
gunung Ho lan san, telah memberikan sebungkus obat
kepadanya, suruh makan seketika itu juga, kemudian
berkata padanya, dengan muka masam.
"Hay Hong, sudah lima tahun kau belajar ilmu silat
dengan suhumu, sekarang ku utus kau turun gunung
untuk melakukan suatu tugas. Kuberi waktu kau satu
bulan, untuk menyelidiki jejak si Kakek penjinak Garuda
dimana ia berada. Setelah berhasil kau harus lekas
pulang untuk melaporkan kepada. Obat yang kau makan
tadi adalah obat beracun yang bekerjanya sangat lambat,
yang tidak melebihi satu bulan, dan kalau obat itu sudah
mulai bekerja, sekalipun dewa, juga sudah tidak sanggup
menyembuhkannya." Pada waktu itu, suhunya juga memerintahkan empat
suhengnya segera turun gunung, dengan memberikan
tugas: "Toa suheng dalam waktu satu bulan harus membawa
pulang kepala keempat orang tua yang terkenal sebagai
tukang menangkis didaerah barat. Mereka itu adalah
Hauw-tian, Hauw tee, Hauw hie dan Hauw song.
Jie suheng diperintahkan untuk mengambil batok
kepala seorang tokoh kenamaan yang bergelar pelajar
berpenyakitan. Batas waktunya juga satu bulan.
Sam suheng diperintahkan mengambil batok kepala
tiga jago pedang partay Cong lam-pay dan suheng
keempat mendapat perintah mengambil batok kepala
paderi gereja Siau lim sie, Siang hui keng!"
Empat suhengnya itu semua memandang padanya
penuh kebencian Dikaki gunung mereka berpisah dengan sikap dingin,
empat suhengnya agaknya tidak menyukai dirinya, sebab
ia adalah murid paling kecil tetapi yang paling disayang
oleh suhunya. Sejak kecil ia dibesarkan diatas gunung Ho-lansan,
tetapi, setiap hari mendapat perlakuan penuh kebencian
dari empat suhengnya dalam hati selalu timbul bertanya
mengapa ia diperlakukan demikian "
Gurunya Dewi ular dari gunung Ho lan san, setiap hari
menutup pintu, mengeram diri melatih ilmu kepandaian,
tidak ada waktu untuk mengopeni dirinya, Suhengsuhengnya
membenci dirinya, memperlakukannya
dengan sikap dingin, sedangkan tempat kediamannya
diatas gunung yang jauh dengan manusia, ia seperti
sudah dilupakan oleh sesamanya.
Demikianlah ia dibesarkan dalam suasana kesunyian
dan kebencian, keadaan telah merubah sifatnya, segala
apa yang diterimanya sudah menjadi biasa baginya.
Maka ketika ia mengetahui bahwa Siang koan Lo
adalah salah satu dari tiga jago pedang dari partai Cong
lam pay, ia sudah tahu bahwa orang itu adalah salah
satu orang yang jiwanya dimaui oleh suhunya, dengan
demikian, maka ia jaga tahu peristiwa akan berlangsung,


Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bahkan tidak dapat dihindarkan.
Justru itulah, maka ia coba menyingkir dari orang tua
itu, ia telah mengambil keputusan meninggalkan dia,
sebab ia tidak ingin melanjutkan perhubungan itu, dan
apabila perhubungan itu dilanjutkan. Ini berarti
menyulitkan kedudukannya sendiri.
Tidak lama kemudian, ia sudah kembali, untuk
menghadapi kejahatan. Setelah beristirahat cukup lama.
kekuatan tenaganya sudah pulih kembali. Ia lalu bangkit,
menepuk-nepuk debu diatas bajunya, kemudian berlalu
begitu saja. Siang koan Lo bukan saja menjadi bingung atas
kelakuan pemuda itu. tetapi juga dengan perasaan
mendongkol Ia lalu mengejarnya.
"Saudara Ho, dua kali aku menolong jiwamu, tidak lain karena aku ingin bersahabat denganmu. Tetapi kau
perlakukan aku dengan sikap demikian, apakah kau
sedikitpun tidak mempunyai perasaan?"
Ho Hay Hong perlahan-lahan mendorong tangannya
Siang koan Lo yang diletakan diatas pundaknya, lama
baru berkata: "Sudahlah, dalam dunia masih banyak orang yang
lebih berharga untuk menjadi sahabatmu."
Siang koan Lo merasa kecewa mendengar jawaban
itu, katanya dengan perasaan mendongkol:
"Bagus, benarkah kau tidak sudi pandang muka
kepadaku. Kau jelaskan, orang yang bagaimana baru
pantas menjadi sahabatmu?"
"Bukan maksud siaotee hendak memilih sahabat,"
berkata Ho Hay Hong sambil menghela napas.
"Baiklah, kalau kau memang tidak sudi menjadi
sahabatku, tetapi, apabila aku ingin meminta pertolongan
kepadamu, apakah kau sudi menerima baik
permintaanku?" Ho Hay Hong memandang pada dengan perasaan
heran, meskipun tidak membuka mulut, tetapi dari
pandangan matanya sudah jelas ada mengandung
pertanyaan. "Urusan ini benar-benar menjadi tanggung jawabku
sendiri," berkata pula Siang-koan Lo, "tetapi karena aku sendiri ada urusan penting, tidak bisa membagi waktuku
untuk mengurus dalam waktu bersamaan, maka terpaksa
minta pertolonganmu."
Ia sengaja diam-diam menantikan perobahan
sikapnya, tetapi Ho Hay Hong nampak mendengarkan
dengan penuh perhatian, tidak menunjukkan reaksi apaapa.
Akhirnya ia tidak berdaya, maka lalu melanjutkan
kata-katanya: "Saudara tuaku, Cie lui Kiam khek. waktu belakangan
ini sering mendapat gangguan orang-orang rimba
persilatan tanpa sebab, sehingga memusingkan
sendirinya. Karena khawatir bahwa kepandaian dan
kekuatannya sendiri tidak sanggup melayani gangguan
itu maka mengirim orangnya untuk minta aku datang
memberi bantuan tenaga. Tetapi karena pada saat ini
aku tidak bisa membagi waktuku maka aku pikir saudara
Ho yang belum mempunyai kediaman tetap, bolehkah
untuk sementara berdiam dirumah saudara tuaku itu,
sekalian untuk memberi bantuan tenaga."
Ho Hay Hong setelah mendengar penjelasan itu,
ternyata masih terbenam dalam kesangsian.
Siang koan Lo yang bisa melihat sikap orang, lalu
berkata pula: "Nampaknya saudara Ho tidak sudi membantu aku."
Ho Hay Hong didesak terus-terusan, terpaksa
memotong perkataan orang tua itu dan berkata:
"Baiklah, aku terima baik permintaanmu." Siang koan Lo sangat girang, katanya: "Kebaikan anda, aku Siang
koan Lo asal masih bisa bernapas, pasti tidak akan
kulupakan" Sehabis berkata demikian, Ia menggandeng tangan Ho
Hay Hong, dengan tindakan lebar berjalan menuju
kekota. Tiba dikota. Siang-koan Lo mendadak berhenti dan
menanya: "Apakah saudara Ho pernah dengar kisahnya Cie lui
Kiam khek?" "Aku hanya dengar ada seorang tua yang mempunyai
nama julukan sikakek penjinak Garuda."
Mendadak ia diam, terang ia tidak mau banyak bicara,
tetapi Siang koan Lo sudah salah tafsir, katanya sambil
tertawa getir: "Sudah tentu si Kakek Penjinak Garuda itu adalah
seorang paling kesohor dalam rimba persilatan didaerah
selatan ini, saudara tuaku Cie lui Kiam khek bagaimana
dapat dibandingkan dengannya" Sayang orang tua itu
sudah sepuluh tahun lebih belum pernah muncul didunia
kangouw, entah kemana jejaknya."
Berkata sampai disitu mendadak ia lihat sikap Ho Hay
Hong berubah, maka ia tidak melanjutkan perkataannya.
Tidak lama kemudian, Siang koan Lo mendadak
berkata: "Sudah sampai."
Saat itu mereka berdiri didepan sebuah gedung besar
yang dikitari oleh pagar dinding tembok tinggi.
Ho Hay Hong tidak menyangka bahwa seorang rimba
persilatan juga mempunyai kediaman demikian mewah.
Dari dalam rumah itu Ho Hay Hong sama-sama
mendengar suara seperti orang sedang melatih ilmu silat,
perhatiannya lalu tertarik oleh papan merk yang
tergantung di atas pintu gerbang, yang berbunyi: "KANGLAM
BU KOAN." Perasaannya mulai tenang, ia belum pernah menginjak
daerah Tionggoan", juga tidak tahu bahwa "BU KOAN"
itu bagaimana rupanya, tetapi arti dari kata-kata itu
sudah jelas menunjukkan bahwa gedung itu adalah
tempat untuk berlatih ilmu silat.
Dalam perjalanannya kali ini, sepanjang jalan ia juga
pernah menjumpai tidak sedikit tokoh rimba persilatan
daerah Tiong goan, yang ternyata sangat mengagumkan.
Dan dalam gedung yang menjadi tempat untuk berlatih
ilmu silat ini, tentunya terdapat banyak tokoh yang
berkepandaian tinggi. Ia ingin mengetahui kepandaian sendiri sebetulnya
sampai dimana tingginya, karena selama itu ia masih
belum tahu bagaimana kepandaiannya sendiri.
Dengan perasaan penuh tanda tanya ia membiarkan
Siang-koan Lo mengetok pintu.
Dengan cara yang sangat aneh, Siang-koan Lo
mengetok pintu, setiap mengetok tiga kali, ia berhenti
dan begitu seterusnya. Ho Hay Hong mengerti bahwa cara mengetok itu pasti
mengandung suatu tanda rahasia, maka ia mulai anggap
bahwa tempat itu agak mirip dengan persekutuan
rahasia. Tidak lama kemudian, dari dalam terdengar suara
langkah kaki orang, dan sesaat pintu lalu terbuka.
Mata Ho Hay Hong berkesiap, seorang gadis c ilik
berusia kira kira tujuh tahun berdiri dihadapannya.
Gadis cilik itu mengenakan pakaian pendek, tubuhnya
gemuk, kulitnya putih halus, biji matanya bulat hitam,
benar-benar sangat menarik.
Begitu melihat Siang koan Lo. segera memanggil sioksiok,
atau paman, kemudian menubruknya dengan
mesra, sehingga Siang-koan Lo tertawa girang.
Sebentar kemudian, gadis cilik itu agaknya baru
melihat bahwa diluar pintu masih ada berdiri seorang
pemuda tampan berpakaian warna hijau, ia lalu menanya
sambil membuka lebar kedua matanya:
"Siok siok, siapa dia?"
"Dia adalah Ho siok-siok. lekas memberi hormat!"
berkata Siang koan Lo sambil tersenyum.
"Apa Ho siok siok hendak belajar ilmu silat" Ow aku
paling takut segala adat istiadat yang membosankan, kita
tidak usah memberi hormat saja?" berkata gadis cilik itu sambil tertawa.
"Jangan menduga yang tidak karuan, dia adalah
sahabat baik siok siokmu, kepandaian ilmu silatnya jauh
lebih tinggi dari pada kepandaian siok-siokmu." berkata Siang koan Lo.
"Bagus, jadi Ho siok siok datang bertamu" Namaku
Leng Leng, apakah nama ini baik?" berkata gadis cilik itu sambil menepok-nepok tangannya.
"Baik." menjawab Ho Hay Hong.
Baru saja dia hendak melangkah masuk Leng Leng
sudah berkata lagi dengan sikapnya yang masih kekanakkanakan:
"Paman-paman dahulu pernah datang kemari pada
mengatakan bahwa Leng Leng paling baik mereka
mengajarkan aku ilmu terbang segala! Ho siok-siok, kau
bisa terbang atau tidak" Sukakah kau mengajar Leng
Leng" Nanti Leng Leng akan memasakkan makanan yang
enak untukmu." Ho Hay Hong tidak mengira gadis cilik itu memajukan
pertanyaan demikian, hingga sesaat tidak dapat
menjawab. Siang koan Lo memeluknya dan berkata padanya:
"Anak kecil jangan suka main main, lekas panggil
ayahmu keluar." Leng Leng yang belum mendapat jawaban dari Ho Hay
Hong, agaknya merasa bahwa tamu ini agak luar biasa,
lalu berkata sambil pentang lebar matanya:
"Hari ini enci juga pulang."
Setelah itu ia membalikkan badan dan lari masuk.
Ho Hay Hong mengikuti Siang koan Lo berjalan
melalui lorong taman dan masuk ke ruangan tamu. Ia
duduk dekat jendela, hingga bisa melihat pemandangan
luar. Ia membuka daun jendela, tampak sepuluh lebih anak
anak muda setengah telanjang sedang melatih ilmu silat
ditanah lapang. Tidak jauh dari tempat itu terdapat sebuah rak besi,
yang dengan berbagai jenis senjata tajam. Ia tersenyum
terkenang kepada kejadian yang lalu, dimana dahulu dia
belajar ilmu silat diatas gunung, keadaannya juga
demikian. Tidak lama kemudian, seorang laki-laki pertengahan
umur berjalan masuk keruangan tamu, Siang Koan Lo
mengatakan beberapa patah kata ditelinga laki-laki itu,
kemudian barulah diperkenalkan padanya.
"Ini adalah Ho Hay Hong siauhiap." demikian Siang koan Lo berkata kepada laki-laki itu, kemudian berkata
pula sambil menunjuk laki-laki itu: "Ini adalah Cie lui Kiam khek So to Siang, ha ha saudara Ho ini dalam suatu
pertempuran telah mengalahkan empat iblis jahat,
kepandaiannya sungguh hebat."
Cie lui Kiam khek tersenyum dan berkata. "Cit seng
Koay khek, Tok gan Sin cu, Hui pat Tojin dan si pendeta
gemuk itu. semua adalah iblis-iblis paling ganas dalam
dunia Kang-ouw. saudara Ho dengan menggunakan
sebatang bambu menjatuhkan mereka. Ini merupakan
suatu kejadian yang baru pertama kali terjadi dalam
kalangan rimba persilatan." Ia berhenti sejenak.
"Tempatku ini sangat sederhana, tidak ada barang
apa-apa untuk menyediakan kepada tetamu. harap
saudara Ho memaafkan !"
"Tempat ini sangat baik," demikian Ho Hay Hong
berkata sambil menggelengkan kepala.
Cie lui Kiam khek tahu dari mulut Siang koan Lo,
tentang sifat pemuda pendiam ini, maka ketika ia
mendengar demikian, ia juga tidak marah. Setelah
mengucapkan kata-kata seperlunya lagi, lalu
memerintahkan orangnya untuk menyediakan kamar bagi
tetamu itu. Menjelang senja. Siang koan Lo minta diri, dengan
sikap sungguh-sungguh ia berkata kepada Ho Hay Hong:
"Ho siauhiap, harap jangan pandang kau saudara Cie
hui Kiam-khek sebagai orang luar, aku sekarang hendak
pergi, urusan disini seluruhnya boleh kuserahkan
ditanganmu, sampai kita berjumpa lagi !"
Ho Hay Hong mengantar Siang koan Lo sampai diluar
pintu, mulai ia memperhatikan keadaan Cie lui Kiam
khek. Dari muka dan sikapnya, jago pedang kenamaan
ini bukanlah seorang dari golongan jahat.
Mengapa suhunya. Dewi ular dari gunung Ho lan san
menghendaki jiwanya" Apakah suhunya itu benar-benar
sudah tidak dapat membedakan mana yang baik dan
mana yang jahat " Mendadak ia teringat kepada suhengnya yang
diberikan tugas mengambil kepala jago pedang itu,
apakah suheng sudah mencium jejak jago pedang ini "
-oo0dw0oo- Bersambung jilid 2 RAHASIA KAMPUNG GARUDA Karya : Khulung Saduran : Tjan ID Jilid 2 DENGAN HATI PILU ia memandang tuan rumah sambil
menggelengkan kepala, kemudian keluar dari ruangan
tamu. Cie lui Kiam khek merasa heran, mengapa pemuda itu
bersikap demikian. Dengan seorang diri Ho Hay Hong berjalan mundarmandir
didalam taman, tiba-tiba dikejutkan oleh suara
bunyi burung Garuda. Dengan sendirinya matanya
tertuju kearah sebuah kurungan besi raksasa dibawah
pohon cemara dekat kamar barat.
Kurungan itu bentroknya mirip sebuah kamar, tetapi
letaknya di bawah pohon yang sangat bersembunyi,
hingga kalau orang tidak memperhatikannya, tidak tahu
kalau disitu ada sebuah kurungan besar.
Semula Ho Hay Hong mengira bahwa benda itu hanya
sebuah benda perhiasan dalam keluarga beruang, tak
menduga bahwa dalam kurungan itu ada terkurung
seekor burung sangat berharga, dan burung itu bahkan
masih hidup. Ia menghampiri kurungan itu, diamat-amatinya
makhluk yang dikurung itu. Burung Garuda itu ternyata
adalah seekor burung Garuda raksasa, sayapnya


Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

setengah terbentang matanya berwarna biru, paruhnya
tajam, warna bulunya hitam jengat.
Ia diam-diam lalu berpikir, burung Garuda ini
nampaknya sangat cerdik, terang bukan burung
sembarangan, mengapa terkurung disini.
Burung Garuda itu hinggap disebatang tiang besi
besar, matanya memandang Ho Hay Hong tanpa
berkedip. Ketika Ho Hay Hong menggerakkan tangannya
garuda itu dengan cepat pentang sayapnya, seolah-olah
hendak mematok dan melakukan gerak hendak
menyerang. Gerakan segesit itu, tidak dapat di lakukan oleh
burung biasa. Ketika burung itu pentang sayapnya. Ho
Hay Hong dapat lihat dibawah sayap kirinya, terdapat
sebuah pen pendek kecil yang terikat dengan sayapnya.
Diatas plat itu terdapat tulisan angka Tiga. ia merasa
heran, apakah maksudnya angka tiga itu.
Selagi ia masih putar otak memikirkan tanda aneh itu
dibelakangnya tiba tiba terdengar suara dehem-dehem.
Dengan cepat ia berpaling. Orang yang berada
dibelakangnya ternyata adalah Cie lui Kiam khek Su-to
Siang. Meskipun dibibir Su to Siang tersungging satu
senyuman, tetapi dari sikapnya ia menunjukkan perasaan
tidak senang. Ia berkata sambil tertawa.
"Burung Garuda ini luar biasa besarnya, siapa saja
yang melihatnya merasa heran. Burung ini kutangkap di
daerah pegunungan dekat kota ini, pada tahun yang
lalu." Ho Hay Hong menganggukkan kepala, meskipun
mulutnya tidak mengatakan apa-apa. Tetapi dalam
hatinya merasa bahwa burung Garuda ini bentuknya
agak mirip dengan gambar cacahan diatas lengannya.
Gambar burung Garuda yang dicacah diatas
lengannya, sejak ia mengerti urusan sudah tampak nyata
dilengan kirinya, maka setiap kali ia membuka baju
melatih ilmu silat, kalau melihat tandanya gambar itu,
selalu merasa heran. Ia juga pernah menanyakan kepada
gurunya, tetapi wajah Dewi ular yang selalu masam itu,
membuat ia takut hingga tidak berani menanya.
Pada saat itu, mendadak seorang pelayan perempuan
yang memberitahukan kepada Cie lui Kiam khek bahwa
nona majikannya ingin bicara dengannya.
"Sudah tahu!" demikian Cie lui Kiam khek menjawab, kemudian berkata kepada Ho Hay Hong.
"Ho siaohiap, jikalau ada tempo harap kau memberi
petunjuk kepada mereka!"
"Kau seorang yang baru datang?" demikian seorang pemuda menegur dan menghampirinya, "kau datang dari
mana?" "Gunung Ho lan san." jawab Ho Hay Hong singkat, lalu mengambil sebatang tombak panjang yang ronce
merahnya, dibuat bermain ditangannya.
Pemuda itu menegurnya tadi agak terkejut. Ternyata
pemuda itu masih belum tahu dimana letaknya gunung
Ho lan san, tanyanya pula:
"Siapa yang perkenalkan kau kemari" kau belajar ilmu
silat apa?" "Coba kalian pikir sendiri !"
Pemuda itu kembali dikejutkan oleh jawabannya itu,
wajahnya menunjukkan perasaan tidak senang. Matanya
lalu mengawasi tombak ditangannya, tiba-tiba tertawa
terbahak-bahak dan berkata:
"Aku tahu, kau tentunya belajar ilmu tombak."
"Aku datang kemari bukan untuk belajar."
Belum habis ucapannya, dengan sikap mengejek
memotong: "Bagus sekali kau bukan untuk belajar, kalau begitu
kau tentunya guru silat. Sekarang aku hendak tanya
padamu, siapakah namanya yang mulia?"
Dari sikap dan kata-katanya, Ho Hay Hong mengerti
bahwa pemuda itu mengandung maksud tidak baik
terhadap dirinya, hingga diam-diam merasa heran.
Tetapi kemudian berpikir, anak muda memang ingin
maunya menang sendiri, selalu tidak suka kalau ada
orang lain yang lebih tinggi kepandaiannya dari pada
dirinya sendiri. "Namaku Ho Hay Hong!" demikian ia menjawab.
Pada saat itu. sepuluh lebih para pemuda yang melatih
ilmu silat pada menghentikan latihannya, mereka datang
berkerumun. Sedangkan pemuda yang tadi menanya
kepada Ho Hay Hong lantas memperkenalkan dirinya.
"Aku adalah Hok Yam san."
Ho Hay Hong semakin heran, karena yang
memperkenalkan namanya dengan disertai istilah
"adalah" tentunya seorang yang sudah terkenal atau setidak tidaknya seorang yang mempunyai pengaruh
didaerahnya, barulah menggunakan nada demikian
berbicara dengan seorang yang baru dikenalnya.
Tak disangka bahwa seorang muda yang masih belajar
dibawah Cie lui Kiam khek, sudah berani bersikap
demikian jumawa. "Namamu tidak jelek, asal kau rajin belajar,
dikemudian hari pasti akan menjadi terang nama
keluarga Hok!" Hok Yam San membuka lebar matanya, berkata sambil
tertawa dingin: "Nama keluarga Hok sudah lama terkenal, tak
kusangka kau sebagai jago dalam ahli tombak masih
belum pernah dengar nama keluarga Hok, benar benar
sangat menggelikan."
Seorang pemuda yang ada tahi lalatnya dialis
kanannya turut berkata: "Benar dalam rimba persilatan dewasa ini, siapa yang
tidak kenal nama keluarga Hok sebagai ahli tombak."
Semua mata kini ditujukan kepada Ho Hay Hong
dengan sikap memandang rendah.
"Mungkin, nama besar keluarga Hok belum cukup
dikenal oleh semua orang, sehingga sahabat belum
pernah dengar. Tetapi sebagai ahli tombak, aku ingin
minta petunjuk beberapa jurus darimu" berkata Hok Yam San sambil tertawa dingin.
Dengan demonstratif ia menunjuk seorang pemuda
bertubuh tinggi dan katanya pula:
"Saudara ini adalah anaknya Dewa Kampak Say Tong
Thian, Say Siao Ceng. sepasang kampak Say locianpwee
pernah membinasakan sepuluh siluman perempuan dari
luar perbatasan, sehingga mendapat julukan Dewa
Kampak." Dengan sikap kemalu-maluan Say Siao Ceng berkata:
"Bocah she Hok, kau jangan mengucap, bukankah kita
semua keturunan orang-orang ternama" Tetapi untuk
mendapat nama besar, harus mengandalkan kepandaian
sendiri. Kalau diri sendiri tidak becus, hanya
mengagulkan nama orang tua, itu berarti membuat
tertawaan orang saja!"
Dari jawaban pemuda ini, Ho Hay Hong mau menduga
bahwa para pemuda yang belajar ilmu silat kepada jago
pedang Cie lui Kiam khek ini semua adalah keturunan
orang-orang ternama, pantas pemuda she Hok tak berani
perkenalkan dirinya dengan menggunakan istilah
"adalah." Perasaannya mendadak menjadi tegang.
Ia merasa dirinya seolah-olah memasuk goa macan.
Ketika ia berpaling kearah para pemuda itu, semua telah
mentertawakan dirinya. Hok Yam San yang pertama berhenti tertawa, katanya
dengan penuh ejekkan. "Gunung Ho lan san itu tentunya adalah suatu tempat
dimana terdapat banyak tokoh pandai, maka orang yang
datang dari sana, sekalipun pandai menggunakan senjata
tombak juga tidak perlu mencari keterangan ahli tombak
kenamaan. Sahabat Ho, betulkah perkataanku ini?"
Dengan sinar mata penuh kebencian ia memandang
Ho Hay Hong. Dari cara tangannya mempermainkan
senjata tombak, jelas menunjukkan perasaan tidak
senangnya terhadap pemuda pendiam itu.
Hati Ho Hay Hong mulai panas "Aku tidak percaya
anak tokoh kenamaan dari daerah Tiong goan benar
benar bisa makan orang." demikian pikirnya.
Tombak ditangannya digetarkan, kemudian katanya
kepada para pemuda: "Kalian lihat."
Ujung tombak bergoyang, sehingga menimbulkan
sinar berkeredepen, dengan mendadak ujung tombak itu
ditusukkan kesebuah pohon besar.
Ujung tombak itu memperdengarkan suara mengaung,
para pemuda itu memandangnya dengan terheran-heran,
Ho Hay Hong menonjok pohon yang ditikam dengan
tombaknya, dimana terdapat banyak tanda lobang.
"Oh, bocah ini meskipun kekuatan tenaganya masih
belum cukup, tetapi gerak tipu yang digunakannya agak
mirip dengan gerak tipu ayah yang terampuh. Tak
kusangka ia benar-benar mempunyai kepandaian yang
berarti" berkata Hok Yam San.
Cie lui Kiam khek masih belum berlalu, ia sembunyi di
belakang gunung-gunungan, katanya kepada diri sendiri:
"Dia seorang jujur."
Setelah itu Ia kembali berusia pelayannya.
Ho Hay Hong menggunakan tombaknya untuk
menikam batang pohon yang lebih kecil, ternyata dapat
menikam dengan jitu dan membuat suatu lobang
diatasnya. Kepandaian itu kembali mengejutkan Hok Yam San,
mendadak ia mengambil sebatang tombak dari atas rak
dan dimainkannya Tetapi betapapun ia coba meniru
gerakkan Ho Hay Hong, tetapi ia tidak berhasil. Suatu
bukti betapa jauh perbedaan kepandaian mereka berdua.
Namun demikian, Ho Hay Hong juga tidak
mentertawakannya. ia hanya berkata dengan singkat:
"Hendak belajar ilmu tombak semacam Ini, harus
melatih mata lebih dulu."
Sehabis berkata demikian, ia lantas berlalu.
"Seorang aneh luar biasa." demikian terdengar
komentar dari mulut para pemuda itu.
"Sangat menjemukan, mukanya selalu masam."
demikian Hok Yam San berkata.
"Dia mirip dengan satu iblis." berkata seorang lain.
"Kau tidak perhatikan bagaimana ada seorang muda
begitu pendiam, seolah-olah tidak berperasaan." berkata Say Siao Ceng.
"Mana, bocah itu pandai menyembunyikan
kepandaiannya, jelas ia adalah seorang cerdik." kata
seorang pemuda. Seorang lagi nyeletuk: "Dia berjalan selalu menundukkan kepala, orang
semacam ini adalah orang yang paling berbahaya !"
Demikianlah rupa-rupa komentar mengenai diri
pemuda pendiam itu. Esok harinya, matahari pagi baru muncul Ho Hay Hong
tiba-tiba dikejutkan oleh suara ribut ribut, Ia membuka
daun jendela Matanya melihat didepan pintu sudah
berkerumun banyak orang orang Kang ouw yang masih
asing baginya. Mereka berduyun duyun masuk kedalam
ruangan tamu. Empat orang diantara mereka menggotong sebuah
tempat tidur kayu, diatas terdapat sesosok tubuh
manusia yang ditutupi oleh selembar kain warna abuabu.
Orang itu diam tanpa bergerak, hanya sepasang
kakinya yang kelihatan diluar.
Ho Hay Hong tidak tahu apa yang telah terjadi. Ia
merebah dirinya lagi diatas pembaringannya. Hatinya
mendongkol, karena hampir semalaman ia tidak bisa
tidur nyenyak, dan baru saja bisa tidur, lantas tergugah
oleh suara ribut-ribut. Tiba-tiba ia dapatkan dirinya setengah telanjang. Ia
masih ingat betul, semalam waktu naik pembaringan, ia
tidak membuka pakaian, tetapi mengapa kini baju
atasnya sudah tidak ada" Apakah tadi malam ada orang
yang membuka" Siapa orangnya yang membuat
permainan demikian" Apa maksudnya orang mengambil
baju atasnya" Mendadak pintu terbuka, seorang gadis cilik yang
lincah dan manis lari masuk sambil memanggil Hok Sioksiok
kemudian menubruknya dan menangis, air matanya
membasahi celana Ho Hay Hong
"Paman Siang-koan mati, Paman Siang-koan mati"
demikian ratap tangisnya gadis cilik itu.
Mendengar penuturan itu, Ho Hay Hong terkejut tanpa
diragukan lagi, itu pastilah perbuatan suhengnya.
Ia mendadak merasa terharu, meskipun Siang koan Lo
baru saja mengenalnya satu hari, bahkan dua kali pernah
menolong dirinya dari kesulitan, tak disangka orang yang
kemarin masih tertawa-tawa, kini sudah tiada.
Ia menghiburi Leng Leng yang masih menangis
dengan sedihnya, tetapi betapapun dihiburnya, gadis cilik
itu masih tetap menangis.
Diam-diam ia menarik napas, dengan sapu memesut
air mata Leng Leng, meskipun mulutnya tidak bicarakan
apa-apa, tetapi dirinya ia merasa suka terhadap gadis
cilik itu. Buru-buru ia mengenakan baju atasnya, tanpa
menyisir rambutnya yang agak kusut, ia sudah lari
menuju keruangan tamu. Ia kini sudah tahu bahwa orang yang terlentang di
atas tempat tidur kayu adalah Hong lui Kiam khek Siang
koan Lo. Dalam dugaannya, batok kepala Siang koan Lo
pasti sudah tiada sebab menurut perintah suhunya
kepada suhengnya, batok kepala itu harus dibawa pulang
ke gunung Ho lan san sebagai bukti.
Suatu kekhawatiran baru timbul dalam otaknya. Tidak
lama lagi ayahnya Leng Leng pasti juga akan mengalami
nasib yang serupa. Memikirkan itu, ia tiba2 bergidik.
Tiba diruangan tamu, tampak banyak orang sedang
memperbincangkan bagaimana diketemukannya Siang
koan Lo yang sudah menjadi bangkai. Cie lui Kiam khek


Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berdiri disamping mendengarkan penuturan dengan
penuh perhatian, wajahnya sebentar merah, sebentar
pucat, matanya mengembang air
Di samping berdiri seorang gadis berbadan langsing
yang memakai pakaian warna hijau. Gadis itu berparas
cantik, mukanya agak mirip dengan Leng Leng. Mungkin
adalah encinya Leng Leng.
Gadis cantik itu ketika melihat Ho Hay Hong datang
tergesa-gesa dengan Leng Leng, tiba-tiba membuka
lebar matanya, sekilas lintas mengunjukkan perasaan
heran, tetapi sebentar tenang kembali.
Ho Hay Hong sendiri juga memandang sebentar, ia
seperti pernah melihat, tetapi tidak ingat di mana, karena sejak kanak-kanak ia dibesarkan di gunung Ho lan san,
belum pernah mempunyai kenalan seorang wanitapun
juga. Gadis itu menundukkan kepala, di sampingnya berdiri
Hok Yam San. Pemuda keturunan jago tombak
kenamaan itu ketika melihat kedatangan Ho Hay Hong,
mengawasi dengan penuh kebencian.
Cie lui Kiam khek mempersilahkan ia duduk kemudian
berkata sambil hela napas:
"Ho siaohiap. Siang koan Lo sudah menjadi orang
halus, kematiannya tidak jelas, bangkainya diketemukan
ditepi sungai. " "Apakah pembunuhnya sudah tertangkap?" demikian
Ho Hay Hong pura-pura menanya.
Cie lui Kiam khek menggelengkan kepala, lalu
katanya: "Siang koan Lo sutee tak terdapat luka,
bangkainya terkapar ditepi sungai. Tidak tahu siapa
pembunuhnya. Apalagi setelah melakukan pembunuhan
lantas kabur tanpa meninggalkan bekas. Aih, Siangkoan
sutee seumur hidupnya banyak menolong orang,
ternyata menemukan nasib demikian."
Hati Ho Hay Hong seperti ditusuk dengan belati, tetapi
di luarnya tidak mengunjukkan perubahan apa-apa, Ia
pura-pura menghibur: "Manusia yang sudah mati tidak bisa hidup lagi, Sa te tayhiap jangan terlalu bersedih, yang penting kita harus
cari pembunuhnya, untuk membalas dendam Siang koan
Tayhiap." Ia membuka tutup kain yang menutupi tubuh Siang
koan Lo. Dikiranya sudah tidak ada kepalanya, tetapi
ketika tutup muka terbuka tubuh Siang koan Lo masih
utuh, hingga wajahnya berubah seketika.
Kalau dibunuh oleh suhengnya, kepala Siang koan Lo
pasti sudah terpisah dengan badannya, sebab suhunya
meminta kepala itu sebagai bukti, dan perintah itu
merupakan perintah mutlak tidak boleh ditawar-tawar.
Ia menjadi bingung, dan pikirnya mulai memikirkan
hal lain. Siapakah sebenarnya yang membinasakan Siang koan
Lo, Ho Hay Hong tidak tahu. Tetapi karena bukan mati
ditangan suhengnya perasaannya tidak begitu tertekan.
Ia kembali kekamarnya, suatu pikiran terlintas dalam
otaknya, ia hampir berteriak.
Kiranya ia telah menemukan jawaban mengenai teka
teki tentang burung Garuda dalam kurungan raksasa itu.
Di tubuh burung Garuda itu terdapat tanda huruf.
Jelas Garuda itu adalah burung peliharaan si Kakek
penjinak Garuda, Sebab kecuali si Kakek penjinak
Garuda, dalam dunia ini sudah tidak ada lagi yang
mampu memelihara burung Garuda sedemikian jinak.
Si Kakek penjinak Garuda itu mempunyai peliharaan
burung Garuda seluruhnya tujuh ekor. Burung Garuda itu
semuanya besar-besar, hal ini sudah di ketahui oleh
semua orang. Sedangkan burung Garuda dalam
kurungan itu memiliki tanda, jelas sebagai tanda
burungnya yang ketiga. Jenazah Siang koan Lo dikubur dibelakang rumah Cie
lui Kiam khek, jago pedang ini dalam beberapa hari ini
selalu marah-marah, mungkin karena kematian
saudaranya itu. Ia berdiam dirumah memberi hormat komando,
banyak orang-orang Kang ouw yang dengan suka rela
membantunya, mencari pembunuh Siang koan Lo.
Malam rembulan terang, tetapi tertutup oleh kabut
tebal. Jam satu tengah malam, ketika semua orang
sedang tidur nyenyak, sesosok bayangan orang tiba-tiba
muncul didekat ruangan raksasa ditaman gedung Cie-lui
Kiam khek. Orang itu dengan sinar matanya yang tajam
memandang burung Garuda dalam kurungan, burung
Garuda biasanya tidak suka didekati manusia, kini
mendadak menjadi jinak. Matanya yang merah biru
berputaran, tiba-tiba mengeluarkan suara rendah yang
memilukan. Orang itu agaknya tidak dapat kendalikan perasaan
sedihnya, tangannya mendadak bergerak, dan
mengeluarkan bunyi keretakan, mendadak dimainkan
kedalam kurungan. Kurungan itu terbuat dari besi kokoh kekar dan
berlobang kecil kecil. Tapi orang itu telah berhasil
memasukan lengannya yang kuat. Ini benar benar
merupakan satu keajaiban.
Dengan penuh kasih sayang orang itu mengusap-usap
tubuh burung Garuda itu, sedangkan burung itu juga
mengunjukan sikap sangat jinak tanpa melawan, kembali
merupakan suatu kejadian ajaib.
Tidak lama kemudian, dalam kamar Ho Hay Hong
mendadak muncul sesosok bayangan orang, kebetulan
waktu itu Ho Hay Hong belum tidur. Ia dikejutkan oleh
munculnya orang yang masuk melalui jendela, tetapi ia
juga seorang cerdik, ia berpura-pura tidur nyenyak,
tetapi diam-diam membuka matanya perhatikan gerakgerik
orang itu. Dibawah sinar rembulan yang suram, ia melihat orang
itu menghampiri dirinya, gerakan orang itu gesit sekali,
gerak kakinya tidak menimbulkan suara tetapi ketika tiba
sejarak tiga kaki didepannya, gerakannya mendadak
menjadi perlahan. Justru karena itu, maksud Ho Hay Hong hendak
menyergap tamu yang tak diundang itu lantas berubah.
Ia kini harus diam menunggu kesempatan baik, ia yakin
dapat menangkap orang itu sebelum mendekati dirinya.
Orang itu tidak tahu bahwa perbuatannya sudah
diketahui, dengan matanya yang tajam memandang Ho
Hay Hong yang seperti sedang tidur nyenyak, lalu
dengan sangat hati hati membuka bajunya, Ho Hay Hong
segera teringat kejadian semalam, diam-diam ia merasa
heran. Ia tidak memberi perlawanan, membiarkan
bajunya dibuka. Orang itu memeriksa lengan yang ada tanda gambar
cacahan burung Garuda, tiba-tiba mengguman sendiri:
"Bangsat cilik, kau toh bukan anakku, dengan hak apa
kau berani menggunakan tanda kebesaranku."
Ia ulangi lagi ucapan itu, tiba-tiba dari dalam sakunya
mengeluarkan sebilah pisau belati dan katanya lagi:
"Bangsat, kau bukan lain dari pada anak haram, aku
harus merusak tanda itu."
Ho Hay Hong dapat mendengar dengan jelas semua
kata-katanya, ucapannya anak haram bagaikan pisau
tajam menusuk hatinya darahnya bergolak, maka lantas
menanya. "Apa katamu?" Bersamaan dengan Itu, ia sudah lompat bangun dan
melontarkan satu serangan.
Orang itu terkejut, kemudian mengibaskan tangannya,
dengan kecepatan bagaikan kilat berhasil mengelakkan
serangan Ho Hay Hong, setelah itu lompat keluar dari
lubang jendela dan sebentar lagi sudah tidak kelihatan
bayangannya. Ho Hay Hong sementara itu telah terdorong oleh
kibasan tangan orang itu, hingga terjatuh dilantai, hanya
dapat mengawasi berlalunya orang itu, dengan mata
terbuka lebar. Ia merasa bahwa kepandaian sendiri berselisih jauh
dengan kepandaian orang itu, sehingga tidak mampu
menahannya. Tetapi ia tetap penasaran, sambil
mengertakkan gigi ia lompat keluar mengejar orang itu.
Tiba-tiba ia dengar suara bunyi burung garuda.
Diwaktu malam sunyi seperti itu, bunyi burung itu benarbenar membuat bangun bulu romanya.
Ia menghentikan kakinya, matanya celingukan lantas
menangkap satu bayangan yang lompat tinggi. Bayangan
itu membuat setengah lingkaran ditengah udara,
kemudian melayang kebelakang gedung.
Potongan tubuh orang itu sedang saja, mirip dengan
orang yang tadi masuk kedalam kamarnya, ia sebetulnya
ingin mengejar langsung, tetapi kemudian ia pikir, bahwa
itu adalah suatu perbuatan yang sangat bodoh. Maka lari
keselatan, meskipun arahnya berlainan, tetapi akhirnya
pasti akan berjumpa dengan orang itu.
Ia lari menyusuri sepanjang jalan sepi, sebentar saja
sudah berada diluar kota.
Tempat itu merupakan satu tempat belukar yang sepi,
hanya tanaman rumput yang sudah tinggi dari batu
kerikil terdapat di mana-mana, hanya satu tempat yang
nampak teratur bersih, tempat itu tidak jauh dari tempat
ia berdiri, tampak berdiri sebuah patung perunggu.
Di bawah terangnya sinar rembulan, ia memperhatikan
patung itu. Ternyata adalah patungnya Gak Hui,
pahlawan kenamaan dalam kerajaan Song.
Ia berdiri tertegun, karena disitu terdapat dua jalan. Ia
harus memilih jalan yang dekat. Kalau dugaan tidak
salah, orang itu tadi seharusnya akan muncul didepan
itu. Ia teringat ucapan anak haram orang itu tadi, ia
menduga orang itu pasti ada hubungan dengan dirinya
sendiri, setidak-tidaknya ia pasti tahu asal usul dirinya.
Lama ia menunggu, masih belum tampak bayangan
orang itu. Ia mulai putus asa.
Sambil menengadah ia menghela napas. Selagi
hendak balik, patung penunggu Gak Hui itu tiba-tiba
mengeluarkan suara keresekan, sebentar kemudian
sesosok bayangan bagaikan hantu, pelahan keluar dari
belakang patung. Ho Hay Hong bernyali besar, tetap masih dapat
dikejutkan oleh kejadian itu. Untung bayangan orang itu
agaknya tidak melihat dirinya, sehingga ia dapat
menyembunyikan diri dengan selamat.
Sejak kanak-kanak, dia sudah banyak mendengar
kisah setan meskipun selama itu ia masih tidak percaya.
Tetapi soal setan ini, sejak dahulu kala tiada seorangpun
yang dapat membuktikan benar ada setan atau tidak.
Ia anggap bahwa tempat itu tentunya tanah angker,
bekas tempat peperangan yang tidak berhenti-hentinya
hingga menimbulkan banyak setan gentayangan.
Tetapi, ia juga merasa bersyukur. Setidak-tidaknya,
apabila bayangan tadi adalah setan, maka ia telah
membuktikan dan membuka tabir yang menjadi teka-teki
sejak jaman dahulu. Melalui rumput-rumput tinggi tempat ia sembunyikan
diri, ia telah pasang mata mengintai keadaan
disekitarnya, Sementara itu, bayangan bagaikan setan itu
sudah menggunakan tangannya menggerakkan patung
perunggu itu. Kembali terdengar suara bunyi keresekan, patung
tinggi besar itu mendadak bergerak patung yang semula
berdiri berhadap-hadapan dengannya, kini telah berubah
membelakangi dirinya. Ho Hay Hong yang menyaksikan kejadian itu, bukan
saja dikejutkan oleh kejadian itu, tetapi juga dikejutkan
oleh kekuatan tenaga bayangan itu, yang dapat
menggerakkan patung besar bagaikan raksasa.
Ia mulai percaya bayangan Itu pasti adalah setan,
karena orang biasa tidak mempunyai tenaga sedemikian
besar. Bayangan itu pelahan-lahan lenyap kedalam tanah,
sebentar kemudian hanya tinggal rambutnya yang putih,
yang masih tampak olehnya.
Ia ingin berlalu, ia sudah ingat betul letaknya
tempatnya. Ia menunggu sampai esok pagi baru akan
datang lagi untuk mendapat kenyataannya. Tetapi kepala
dengan rambutnya yang putih itu tampak keluar lagi dari
permukaan tanah, dan kemudian tampak seluruh
tubuhnya. Ia terpisah jauh dengan bayangan itu, hingga tidak
dapat melihat wajahnya, hanya sinar matanya yang
tajam, yang sangat mengesankan hatinya.
Bayangan itu menggerakkan tangannya, memutar
patung perunggu seperti asalnya, kemudian berlalu dan
menghilang kedalam rimba yang tidak jauh dari situ.
Ho Hay Hong dengan tenang menunggu, sekarang ia
tidak ingin pulang lagi, tertarik oleh perasaan, Ia menanti sampai bayangan itu tidak muncul lagi, baru
memberanikan diri pergi menghampiri patung.
Ia takut bayangan itu akan balik lagi.
Ia tidak berani mendorong patung itu secara terangterangan.
Dengan setengah jongkok, ia menggunakan
seluruh kekuatan tenaganya mendorong patung
perunggu itu. Patung itu meskipun besar dan berat,
tetapi didorong tanpa menggunakan tenaga banyak
ternyata dibawah patung itu terdapat roda, asal didorong
lantas bergerak dengan mudah.
Setelah patung itu tergeser, dibawahnya terdapat
sebuah goa, gelap entah berapa dalamnya. Tetapi Ho
Hay Hong kini mengerti bahwa bayangan tadi bukanlah
hilang kedalam tanah, melainkan kedalam goa.
Ia tahu bahwa suara bergesernya patung tadi pasti
akan menimbulkan kecurigaan bayangan tadi. Maka
setelah patung itu bergeser, tanpa ragu-ragu lagi Ho Hay
Hong lantas masuk kedalam goa. Ia hendak
menggunakan waktu sesingkat singkatnya, untuk


Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mencari rahasia yang paling besar.
Gua itu kira-kira dua tombak dalamnya ketika tiba
didalam hampir saja ia jatuh, untung tempat dalam gua
itu tanahnya datar. Ia meraba raba dengan dua tangannya. Apa yang
teraba hanya tanah lembab dan sedikit rumput kering.
Tapi tanah dibawah kakinya itu ternyata keras, sebuah
benda keras terinjak oleh kakinya. Ia membongkok untuk
mengambil benda itu, ternyata sebuah sarung pedang.
Tergeraklah hatinya, lalu di ambilnya. Sarung pedang itu
masih dalam keadaan baik, pedangnya juga masih ada.
Tanpa diperiksanya lagi, ia buru-buru lompat keluar.
Kemudian menggeser patung2nya lagi seperti biasa,
setelah itu dengan tergesa-gesa lari kedalam gerombolan
rumput untuk sembunyikan diri.
Tidak lama kemudian, bayangan bagaikan setan itu
mendadak muncul dibelakang patung. Gerakannya itu
sedemikian ringan dan gesit, lebih gesit dari pada kucing.
Ho Hay Hong diam-diam mengucurkan keringat dingin.
Kalau ia kurang cerdik, perbuatannya tadi pasti sudah
kepergok. Mata tajam dari bayangan bagaikan setan itu mencari
disekitarnya, kemudian mengulurkan tangannya meraba
raba patung itu sejenak, baru menarik napas lega.
Dari gerakannya bayangan orang itu.
Ho Hay Hong sudah tahu bahwa pada bagian perut
patung itu terdapat kunci dan pintu rahasia, yang dapat
dimasuki tangan, Benda yang terdapat dalam pintu
rahasia itu pasti adalah benda rahasia yang tidak boleh
hilang. Ia bermaksud hendak membuka rahasia itu, tetapi
bayangan itu tetap berdiri disitu, tidak mau berlalu
hingga ia tidak mendapat kesempatan, terpaksa dengan
jalan merayap balik kekamarnya.
Tiba kembali dikamarnya, ia periksa pedang. Baru
keluar dari sarungnya, pedang itu memancarkan sinar
berkilauan, benar sebilah pedang pusaka dari jaman
purbakala. Ia lebih terkejut karena pedang itu juga terukir oleh
dua huruf kecil yang berbunyi:
"Garuda Sakti!"
Ia membuka bajunya, gambar ukiran burung Garuda
yang terdapat disisi huruf itu mirip benar dengan gambar
cacahan dilengan tangannya. Wajahnya pucat seketika,
pikirnya: "apakah gambar Garuda ditanganku ini dicacah
menurut ukiran diatas pedang ini?"
Dengan perasaan terheran-heran, ia sembunyikan
pedang pusaka itu diatas penglari karena ia takut
diketahui orang. Ia bertekad hendak mengusut urusan ini. Kecuali
mencari jejak si Kakek penjinak Garuda, selama didaerah
Tiong goan, ia juga akan mengusut asal usulnya pedang
sakti itu. Malam itu, dilewatkannya dengan perasaan tegang.
Esok hari, setelah bangun tidur dan habis
membersihkan badan, Ho Hay Hong pergi mencari Cie lui
Kiam-khek. Begitu bertemu muka, lantas menanya:
"Kabarnya ditempat dekat sini ada sebuah patung
perunggu. Apakah itu betul?" Cie lui Kiam khek merasa heran. Mengapa pemuda pendiam yang jarang membuka
mulut ini, mendadak mengajukan pertanyaan demikian"
Maka tanpa banyak pikir ia lantas menjawab:
"Benar, tempat itu disebut sebagai Kampung Setan,
Kalau matahari sudah mendoyong ke barat, jangan ada
orang yang berani jalan melalui tempat itu, Ho siao hiap
menanyakan patung-patung itu, ada keperluan apa?"
"Ow! apakah ditempat itu sering muncul setan?"
"Dengan terus terang. Kampung setan itu sudah
bertahun-tahun menjadi daerah angker. Banyak orangorang
Kang ouw yang pergi mencari keterangan, tetapi
tiada satupun yang kembali, hingga lama ke lamaan
Kampung setan itu tersiar luas. Penduduk ditempat
sekitar tempat ini anggap daerah itu daerah angker,
mereka lebih suka jalan memutar yang lebih jauh, tidak
berani melalui tempat itu. Sudah tentu ini adalah pikiran
penduduk kampung yang bodoh, tetapi kita juga tidak
boleh tidak percaya, sebab orang orang Kang ouw yang
pergi mencari keterangan itu semua adalah orang-orang
kuat yang berkepandaian tinggi dan banyak akalnya.
Mereka telah pergi tapi tidak kembali. Bahkan tulangtulang merekapun tidak diketemukanBukankah ini ada
suatu misteri yang sangat mengherankan?"
Ho Hay Hong menganggukkan kepala. "Apakah Su-to
tayhiap pernah pergi kesana?"
"Belum!" jawabnya Cie-lui Kiam khek agak terkejut.
"Aku sendiri meskipun tidak percaya, tetapi selalu tidak ada kesempatan untuk pergi menyelidiki, asal setan itu
tidak mengganggu rumah tanggaku. Sudah cukup."
"Pernahkah Su-to tayhiap merasa curiga, bahwa setan
itu adalah manusia biasa yang menyaru?"
Cie-Lui Kiam khek kembali dikejutkan oleh pertanyaan
itu. "Menurut pandanganku, ini tidak mungkin. Mengenai
kejadian manusia yang menyaru menjadi setan itu
menang ada. Di daerah Kui-ciu dahulu juga pernah
kejadian. Tetapi disini tidak ada barang berharga. Daerah
ini merupakan daerah tandus, rasanya tidak perlu orang
menyaru setan yang hanya untuk menakuti sesamanya
saja." Selagi hendak balas bertanya, tiba-tiba terdengar
suara orang berkata: "Lekas kita sudah lama menunggu."
Didalam taman pada saat itu tampak tiga pemuda
pemudi sedang berjalan mundar mandir, seakan-akan
menantikan sesuatu. Di bawah sebuah pohon besar,
tidak jauh dari mereka, tertambat seekor kuda besar.
Cie-Lui Kiam khek lalu berkata kepada Ho Hay Hong:
"Mereka datang hendak mengajak Cien Hui pergi ke
danau Liok eng ouw berburu burung!"
"Ow, ya, aku belum memberitahukan padamu, Cian
Hui adalah anak perempuanku."
Ho Hay Hong menganggukan kepala, tidak banyak
bertanya. Benar saja, diatas pelana kuda itu terdapat
banyak anak panah busurnya serta alat-alat berburu
lainnya. Ho Hay Hong mendadak tertarik oleh
penghidupan riang gembira semacam itu. Ia teringat
kepada dirinya sendiri, yang sejak kanak kanak selalu
hidup dalam kesunyian, belum pernah mencicipi
kegembiraan. Suara tindakan kaki halus terdengar di belakangnya.
Su to Cian Hui yang cantik hari itu tampak semakin
cantik dengan dandanannya ringkas serba merah.
Gadis itu menghampiri Cie-lui Kiam-khek dan
mengucapkan perkataan "Ayah," kemudian dengan
sepasang matanya yang jeli lebar memandang Ho Hay
Hong sejenak, lalu mengerutkan keningnya dan berlalu
tanpa berkata apa-apa. Ho Hay Hong mengawasi berlalunya kawanan mudamudi
itu dengan perasaan kagum, lalu kembali
kekamarnya. Ia memikirkan Cie lui Kiam-khek, seolah-olah tidak
mempunyai perasaan setia kawan, rasa duka atas
kematian saudaranya, Siang-koan Lo kemarin, hari ini
ternyata sudah tidak kelihatan bekasnya.
Perlahan-lahan ia berjalan menuju ke tempat latihan,
disana sudah ada sepuluh lebih para pemuda dengan
setengah telanjang, sedang melatih ilmu silat.
Pandangan matanya beradu dengan mata Ho Yam San,
dari sinar mata Ho Yam San ia telah mengetahui bahwa
pemuda itu ternyata membenci dirinya. Diam diam ia
merasa heran, entah apa salahnya terhadapnya"
Hok Yam San tiba tiba berkata padanya:
"Toa suhu, petunjuk ilmu tombak yang kau unjukkan
kemarin bagus sekali. Aku telah beritahukan kepada
ayah, ia akan menemui kau dengan segera."
Ho Hay Hong tidak menjawab, ia tahu bahwa pemuda
itu tidak mengandung maksud baik terhadapnya, maka
tidak memikirkan lain. Ho Yam San seolah-olah sudah pandang Ho Hay Hong
sebagai musuh besarnya, sebentar ia berkata lagi:
"Ayahku kecuali terkenal dengan ilmu tombaknya, ia
jaga pandai mainkan tombak dari keluarga Wat, tetapi
ilmu pedang keluargaWat ini adalah ilmu tombak ciptaan
Wat Kun Ciam dari luar perbatasan. Ayahku belum
pernah dengar ada akhli tombak dari gunung Ho lan lan.
maka ia ingin belajar kenal denganmu, mungkin ayah
pernah melihatmu!" Ho Hay Hong bukan seorang bodoh, sudah tentu
bahwa ucapan pemuda itu mengandung maksud
mengejek. Karena ia tentu tidak ingin mencari rewel,
maka lantas menjawab sambil tertawa getir:
"Katakan pada ayahmu, ia tak usah datang kemari,
aku siorang she Ho hanya seorang kecil tidak ternama
dari kalangan Kang ouw."
Hok Yam San semakin galak, katanya dengan suara
keras: "Tidak bisa, toa suhu kau kemari sudah unjukkan
kepandaianmu, jelas mengandung maksud menantang
kepandaian ilmu tombak keluarga Hok. Aku keluarga Hok
bukanlah seorang bodoh, sudah tentu mengerti
maksudmu. Ada kemungkinan kali ini toa suhu namanya
akan menjadi terkenal, mengapa kau tidak mau
menggunakan kesempatan ini untuk mengangkat tinggi
derajatmu?" Para pemuda tertawa riuh, Say Siao Ceng lalu berkata
dengan suara lantang: "Benar, main tombak dihadapan akhli Hok, jelas
merupakan perbuatan yang kurang sopan. Pantas saja
Hok locianpwee marah dan hendak mencarimu membuat
perhitungan!" Ho Hay Hong mengerti bahwa pemuda-pemuda ini
tidak bisa diajak bicara secara sopan, maka ia tidak mau
meladeni. Ia berlalu sambil menundukkan kepala.
Tiba tiba terdengar suara orang menanya: "Apakah
dia?" Ho Hay Hong berpaling, entah sejak kapan dari pintu
luar sudah masuk serombongan orang banyak,
diantaranya terdapat seorang tua pendek gendut,
kepalanya botak kelimis, begitupun mukanya juga tidak
berkumis, kulit mukanya yang berisi, paling menarik
perhatiannya. Orang tua pendek gemuk itu disambut oleh para
pemuda tadi, sedang Cie lui Kiam khek, juga berlaku
sangat hormat kepadanya. Tetapi orang tua pendek
gemuk itu berjalan terus sedikitpun tidak pandang mata
Cie lui Kiam khek, mungkin karena marahnya, sehingga
sudah melupakan peradatan.
Cie lui Kiam khek tidak berdaya, terpaksa menjawab.
"Ya, ia bernama Ho Hay Hong. Siang koan sutee yang
mengajak kemari!" Ho Hay Hong bercekat, ia masih belum tahu siapa
adanya orang tua itu. Hok Yam San sudah lari
menyongsong seraya berkata.
"Ayah sekarang baru datang!"
Mata orang tua itu celingukan, ia memandang Ho Hay
Hong sejenak, lalu bertanya:
"Su te Siang, bocah she Ho ini apakah suhu barumu?"
Cie-lui Kiam khek. buru-buru menjawab.
"Kau keliru, dia adalah tamuku!"
"Aku tidak perduli dia siapa! Asal berani mengganggu
aku, akan kupandang sebagai musuh!"
Orang tua she Hok itu mendorong Hok Yan San dan
berjalan menghampiri Ho Hay Hong.
Melihat bentuk badannya yang tegap dan tindakan
kakinya yang mantap, Ho Hay Hong mengerti bahwa
orang tua pendek gemuk itu sudah sempurna kekuatan
tenaga dalamnya, maka buru-buru ia menyiapkan
tenaganya. "Kau murid siapa?" tanya orang tua itu dengan sikap jumawa.
Ho Hay Hong merasa bahwa orang tua itu terlalu
sombong dan menjemukan, maka ia tidak sudi
menjawab. Ia berdiri tegak seperti patung sambil
menengadah, sedikitpun tidak ambil perduli.
Si orang tua teh Hok itu semakin marah. Dengan
sikapnya yang lebih sombong ia berkata:
"Baik, kau tidak menjawab, aku akan menggunakan
ilmu tombak keluarga Hok, paksa kau menjawab!"
Setelah itu, ia melontarkan sebatang tombak kepada
Ho Hay Hong, yang segera disambut oleh pemuda itu.
Ho Hay Hong dapat merasakan hebatnya kekuatan
tenaga orang tua itu, maka ia tidak berani berlaku
gegabah. Dengan tombak ditangan, orang tua itu garang,
kesombongannya nampak tegas. Ia berkata sambil
tertawa terbahak-bahak. "Dengar kata anakku, ilmu tombakmu tidak jelek,
bahkan mirip dengan ilmu tombak keluarga Hok. Aku
lihat usiamu masih muda sekali, tetapi sudah mendapat
kepandaian sehebat itu. Maka aku ingin mencoba sendiri.
Marilah, kalau dalam waktu tiga puluh jurus aku tak
dapat mengalahkan kau, selanjutnya aku akan cuci
tangan, tidak mau dipanggil ilmu tombak keluarga Hok
lagi." "Jangan banyak bicara yang tidak-tidak, mulailah!"
berkata Ho Hay Hong. Mendengar jawaban demikian, Cie-Lui Kiam khek
gabrukan kaki. Ia sebetulnya masih ingin mendamaikan
untuk meredakan suasana, tetapi tak disangka Ho Hay
Hong yang wataknya aneh itu telah membuyarkan
rencananya. Karena ia tahu bahwa pertempuran itu
sudah tidak bisa dielakkan lagi. maka juga tidak mau
campur tangan. Orang tua she Hok Itu adanya memang berangasan,
ketika mendengar jawaban ketus itu, alisnya lantas


Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berdiri, tombak ditangannya segera meluncur keluar.
Gerakannya itu nampaknya bisa saja, sebetulnya
mengandung banyak tipu serangan yang mematikan.
Kalau bukan lawannya, sulit untuk mengetahui.
Ho Hay Hong putar balik tombaknya, senjata tombak
itu digunakan sebagai senjata ruyung, membabat
lawannya. Orang tua itu terkejut, dengan cepat menarik kembali
serangannya. Ujung tombak menotol gagang tombak Ho
Hay Hong, dengan meminjam kekuatan tenaga
dalamnya, ia putar tombaknya dan menikam jalan darah
"Kie-hay hiat".
Menotok jalan darah dengan menggunakan ujung
tombak, meskipun itu merupakan gerak tipu biasa, tetapi
dalam mata akhli, mengandung perbedaan sangat jauh.
Ujung tombak orang tua itu bergetar, hembusan angin
kuat meluncur mendahului ujung tombaknya, hal ini
benar-benar mengejutkan semua orang.
Ho Hay Hong mengangkat tombaknya, dengan satu
gerak tipu yang dinamakan memancing ikan ditepi
sungai, ia menyambuti serangan orang tua itu, untuk
menjajaki kekuatan tenaganya.
Ketika dua tombak saling beradu, masing-masing
merasa lengannya kesemutan.
Wajah orang tua itu berubah seketika. Ia tidak sangka
bahwa lawannya yang masih muda dan belum mendapat
nama itu, ternyata mempunyai kekuatan tenaga
sedemikian hebat, hingga hampir saja nama baiknya
sebagai akhli tombak, hancur ditangannya.
Ia buru-buru kendalikan amarahnya, dengan ilmu
simpanannya ia menotok jalan darah Ho Hay Hong lagi.
Ho Hay Hong sebetulnya belum pernah belajar ilmu
tombak yang digunakan untuk menghadapi lawannya itu
adalah perobahan dari pelajarannya ilmu silat "Kun hap sam-kay".
Keistimewaan ilmu silat ini, terletak pada gerak
tipunya yang sangat ruwet. Baik dengan senjata ringan
seperti sepotong bambu maupun senjata yang beratnya
puluhan atau ratusan kati seperti ruyung atau
sebagainya, digunakan sama-sama hebatnya.
Maka ketika ia menghadapi kawanan pendeta gemuk
dirinya menggunakan bambu dulu, empat lawannya tidak
berdaya terhadapnya. Ilmu silat "Kun hap sam kay," dapat menggunakan
senjata tombak yang dirobah menjadi senjata pedang,
dari pedang bila berobah menjadi senjata yang
merupakan alat tulis. Dalam keadaan bagaimanapun juga
tidak mempengaruhi kekuatan tenaga dan
kepandaiannya. Dalam kalangan Kang ouw, umumnya ada suatu
pendapat yang sama. kalau menyaksikan orang
menggunakan senjata berat, di anggapnya orang itu
bertengkar besar. Kalau melihat orang menggunakan
senjata ringan, dianggapnya mempunyai gerak badannya
yang sangat lincah. Tetapi tidaklah demikian dengan Ho Hay Hong. ia
sudah membuang pendapat semacam itu. Didalam
tangannya, sepotong bambu sama hebatnya dangau
sebatang ruyung besi. Orang tua she Hok itu meskipun sudah lanjut usianya,
tetapi begitu mengeluarkan ilmu tombaknya dari
keluarga Hok, bagaikan harimau bersayap, begitu hebat
ia menghujani serangan kepada Ho Hay Hong, hingga
anak muda itu hampir tidak bisa bernapas.
Dalam waktu singkat, sepuluh jurus sudah dilalui, Ho
Hay Hong terus terdesak, kelihatannya sudah tidak
sanggup melawan senjata orang tua she Hok itu.
Mendadak semangatnya terbangun. sambil
mengeluarkan siulan nyaring, tombak ditangannya
mengeluarkan gerak tipunya yang dinamakan bunga dan
daun berterbangan. Gerak tipu ini kelihatannya sangat ringan, tidak
bertenaga, dari luar dipandangnya sangat indah. Tetapi
orang tua she Hok itu tiba-tiba loncat kebelakang sambil
membatalkan serangannya, dan berseru:
"Benarkah kau datang dari gunung Ho-lan san ?"
Ho Hay Hong terkejut, ia juga hentikan serangannya
dan balas menanya. "Apakah itu tidak benar?"
"Kau bohong, kau bohong, aku tidak percaya
omonganmu!" Demikian orang tua itu menggumam, dan
lantas berlalu, tidak mau melayani Ho Hay Hong lagi.
Semua orang dikejutkan oleh kejadian yang tidak
terduga-duga itu, sementara itu orang tua she Hok sudah
berkata lagi: "Aku tidak akan bertempur dengan kau lagi, hitunghitung aku yang sial, telah bertemu dengan kau."
Ho Hay Hong bingung, ia tidak tahu apa sebabnya
setiap orang yang bertempur dengannya, pada sebelum
diketahui siapa yang menang dan siapa yang kalah,
lawannya sudah undurkan diri lebih dahulu.
Cie lui Kiam khek menghampiri orang tua she Hok itu,
bertanya padanya dengan suara perlahan:
"Hok locianpwee, kau sebetulnya melihat apa?"
Orang tua itu menggelengkan kepala, tidak menjawab,
hanya menggumam sendiri: "Hitung-hitung aku yang sial, sudah jangan bicarakan
lagi." Dengan tiba-tiba, seorang yang berdiri di atas dinding
tembok menyambung: "Orang tua she Hok. kau tidak bisa menjatuhkan
lawanmu sudah tentu kau sial."
Semua orang heran atas kedatangan orang itu tetapi
tiada satupun yang kenal padanya.
Orang itu ternyata seorang lelaki pelajar setengah
umur. tampaknya pintar, ia mengenakan pakaian
panjang warna hijau dan topi seorang pelajar serta sabuk
hijau dipinggangnya. Dengan tenang memperkenalkan dirinya.
"Sun hong Kow khek, inilah orangnya!"
Semua wajah orang ketika mendengar nama itu,
masing-masing mengunjukkan rasa terkejut Ho Hay
Hong yang menyaksikan perubahan sikap orang orang
banyak, segera mengetahui bahwa orang ini bukanlah
orang sembarangan. Orang yang menamakan dirinya Sun-hong Kow khek
ini terkenal namanya karena cepatnya mendapat berita
apa saja. Bagi orang sudah biasa berkecimpung
dikalangan Kang ouw, setidak-tidaknya juga sudah
pernah mendengar nama orang aneh itu.
Entah disebabkan hobbynya yang suka mencari berita,
atau sahabatnya yang banyak, nyatanya, segala berita
atau kejadian kejadian aneh dikalangan Kang ouw,
semua tidak lolos dari telinganya.
Oleh karenanya, tokoh rimba persilatan yang ingin
mencari kabar tentang suatu kejadian atau rahasia,
selalu minta pertolongan kepada orang aneh ini.
Sun hong Kow khek suka datang dan pergi sendiri,
tetapi mata-matanya banyak. Jangan dipandang luarnya
seperti seorang pelajar, tetapi kalau ia sudah marah,
dengan cepat bisa mengumpulkan anak buahnya yang
setia padanya. Munculnya orang aneh secara mendadak itu, lagi pula
selagi orang banyak dalam keadaan kebingungan, benarbenar
sangat kebetulan. Orang tua she Hok itu segera
bergerak hatinya, ia kendalikan hawa amarahnya dan
bertanya kepadanya: "Sun hong-jie. tanpa diundang hari ini kau datang
kemari, apakah kau hendak menjual rahasia Kampung
Setan?" "Tepat! Aku sudah tahu bahwa kau sudah lama
berpikiran demikian, maka hari ini aku sengaja datang
kemari. Maksudku ialah hendak menjual rahasia ini untuk
kutukar dengan sebuah barang !"
Ho Hay Hong mendengarkan dengan penuh perhatian,
sebab ia juga mengharap ada orang yang bisa membuka
rahasia yang meliputi Kampung Setan itu.
Orang tua she Hok itu berkata sambil tertawa
terbahak-bahak: "Sudah lama aku dengar Sun hong Jie adalah seorang
yang rikuh terhadap barang pusaka tapi tidak rakus
terhadap harta kekayaan. Ucapan ini ternyata sedikitpun
tidak salah. Aku duga barang yang kau kehendaki itu
pastilah barang pusaka keturunan keluargaku yaitu
wasiat yang tidak bisa tembus senjata! Betul tidak ?"
"Orang tua she Hok, kau benar pintar, dugaanmu
sedikitpun tidak salah. Terus terang, aku kini sudah
bentrok dengan Lam-kiang Tay bong, kalau bukan baju
wasiatmu itu, aku tidak dapat menjamin jiwaku !"
Orang tua she Hok itu sejenak tampak ragu-ragu,
akhirnya berkata: "Kau harus memberi penjelasan dulu, supaya aku bisa
menimbang: Rahasia apa yang hendak kau jual itu, ada
harganya untuk ditukarkan dengan baju wasiatku atau
tidak?" "Dengarkan baik baik, dalam kampung setan ada dua
rupa barang yang tidak terduga-duga oleh manusia.
Pertama, pedang pusaka, kedua pelajaran ilmu silat dan
ketiga perempuan cantik. Tiga rupa barang yang dapat
dilihat tetapi tidak bisa diambil ini, sudah cukup berharga untuk ditukarkan dengan baju wasiatmu," kata Sun hong Kow-khek sambil menganggukkan kepala.
Orang tua she Hok itu terkejut, katanya sambil
menggelengkan kepala. "Sun hong jie, perkataanmu ini jelas sudah nyeleweng, apa yang aku kehendaki adalah rahasia!"
"Inilah rahasianya kampung setan, sebelum kedua
fihak mengadakan perundingan serius, sudah tentu aku
tidak bisa memberitakukan lebih banyak, agar tidak
membawa bencana bagi rimba persilatan."
Sun hong Kow khek terkenal dengan pekerjaannya
yang suka menjual rahasia. Setiap keterangan yang
sudah diberikan olehnya, ia bertanggung jawab
sepenuhnya, maka apa yang diucapkannya, tentu
merupakan keterangan yang sangat berharga.
Justru karena itu, maka orang-orang yang ingin
mengetahui kelanjutan dari rahasia yang akan dijualnya
itu, sering terjebak akalnya yang pandai lic in itu. Tiga
rupa barang yang disebutkan tadi, semua merupakan
barang yang paling disukai oleh orang-orang rimba
persilatan, maka daya penariknya juga lebih besar.
Jago tua she Hok itu mau tidak mau harus mulai
pertimbangkan masak-masak, karena baju wasiat itu
adalah barang keturunan keluarganya, ini merupakan
suatu barang yang sangat berharga baginya.
Tetapi rahasia mengenai kampung setan, sudah
beberapa puluh tahun menjadi pembicaraan orang-orang
rimba persilatan, dan selama itu belum pernah
terungkap, maka juga merupakan suatu rahasia yang
sangat penting. Dua-dua sama sama berharganya, tetapi ia tidak bisa
mendapatkan dua-duanya. Kalau ia ingin
mempertahankan baju wasiatnya, ini berarti harus
melepaskan keinginannya untuk mendapatkan rahasia
yang sangat penting itu. Kalau ingin mencari tahu rahasianya kampung setan,
harus melepaskan baju wasiatnya.
-ooo0d-w0ooo- Bersambung jilid 3 RAHASIA KAMPUNG GARUDA Karya : Khulung Saduran : Tjan ID Jilid 3 "ORANG tua she Hok itu kini benar-benar berada
dalam keadaan serba sulit."
Hok Yam San yang masih muda, sudah tidak sabaran,
ia berkata kepada ayahnya dengan suara perlahan.
"Ayah kalau kau anggap ada harganya, tidak apalah
baju wasiat itu diberikan kepadanya!"
"Jangan banyak bicara!" bentak sang ayah.
Sepasang alisnya mengerut, kedua tangannya dikepal
erat-erat, lama orang tua itu tidak bisa mengambil
keputusan. Sun hong Kouw khek sudah tidak sabar menunggu,
katanya dengan suara lantang:
"Kau masih berat melepaskan baju wasiatmu, aku lihat
sudah saja, biar bagaimana aku tokh sudah biasa
keluyuran, tidak apalah aku jalan cuma-cuma."
Diolok-olok demikian, orang tua she Hok itu tiba-tiba
membentak: "Baiklah, aku terima baik usulmu!"
Sehabis berkata demikian, ia buru-buru menghampiri
dan berkata lagi dengan suara perlahan: "Tetapi harus ada syaratnya."
"Apa syaratnya ?"
"Keterangan tentang dirinya!" berkata siorang tua she Hok sambil menunjuk Ho Hay Hong, "ilmu tombak bocah
itu hebat sekali, tetapi aku tidak tahu dari golongan
mana" Aku hanya tahu bahwa ia ada hubungannya
dengan si kakek penjinak Garuda. Kau harus
memberitahukan padaku tentang asal usulnya, baru aku
bersedia menukarkan baju wasiatku!"
"Hok lo. kau keliru, dia adalah Tang-siang Su Cu, anak murid Lam kiang Tay-hong."
"Apa?" bukan kepalang terkejutnya si orang tua she Hok itu, "Jangan jangan kau yang salah, mana bisa dia adalah Tang siang Su cu" Ah! Sungguh tak diduga Cie-Lui Kiam khek telah mengadakan perhubungan dengan
Lam kiang Tay-hong, hm."
Ia percaya betul perkataan Sun hong Kow khek,
dengan langkah lebar ia menghampiri Cie lui Kiam-khek
dan berkata padanya: "Su-to Tayhiap, maafkan daku, mulai hari ini, anakku
akan kubawa pulang. Sementara tentang jerih payahmu,
bila ada kesempatan aku nanti akan membalas budimu
ini." Dengan menggandeng tangan anaknya, tanpa
menunggu penjelasan Su to Siang, lantas berlalu.
Perbuatannya itu bukan saja sangat mengejutkan Cie
lui Kiam khek, bahkan semua orang yang ada disitu juga
terheran-heran, mereka tidak tahu apa sebabnya jago


Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tua she Hok ini tidak senang terhadap Su to Siang.
Cie-lui Kiam-khek mengawasi berlalunya jago tombak
she Hok bersama anaknya tanpa bisa berbuat apa-apa,
kemudian alihkan pandangan matanya kediri Sun hong
Kow-khek dan bertanya dengan suara berat:
"Sun-hong Tayhiap, kau tadi sebetulnya berkata apa
kepada Hok lo enghiong?"
"Saudara Su to, kau seharusnya mengerti sendiri!"
jawabnya seenaknya, setelah itu, tanpa menantikan
reaksi Cie lui Kiam khek, sudah berlalu dengan tergesagesa menyusul jago tombak she Hok.
"Hok lo eng hiong rahasianya ini jangan sampai
tersiar, mari kita bereskan dirumahmu." demikian ia
berkata dengan suara nyaring.
Cie-Lui Kiam khek sangat marah, segera
memerintahkan anak muridnya yang masih berdiri
melanjutkan latihannya. Ia merasa penasaran, karena tanpa sebab dituduh
orang yang bukan-bukan. Maka setelah memerintahkan
semua muridnya melanjutkan latihan, ia lantas balik
kekamarnya. Tepat pada saat itu, puterinya, Su to Cian hui yang
pergi berburu dengan beberapa kawannya, sudah pulang
dengan membawa oleh oleh dari hasil buruannya.
Su to Cian hui mengikat kudanya dibawah pohon
kemudian menemui ayahnya.
"Ayah hari ini kita pergi berburu kedanau Lok Ing ouw, menemukan banyak kejadian aneh !"
Hawa amarah Su to Siang agak reda oleh kedatangan
puterinya. Dalam waktu singkat, wajahnya sudah
berubah berseri-seri. "Kejadian aneh bagaimana" Coba kau ceritakan
kepada ayahmu!" Pada waktu itu, empat kawan berburu Su-to Cian hui,
semua sudah turun dari kudanya masing-masing, anak
muda itu semua nampak sangat gemilang, mereka
membiarkan Su to Cian hui menyeritakan kepada ayah
nya, sedikitpun tidak mau mengganggu.
"Ayah, danau Lok ing-ouw telah berubah menjadi
danau perang," demikian Su to Cian-hui mulai dengan
penuturannya, "dalam waktu tidak ada setengah hari ini, sudah beberapa puluh orang orang kuat dunia Kangouw
telah binasa." "Apakah katamu" Ayah sedikitpun tidak mengerti.
Coba jelaskan." berkata Cie lui Kiam khek terkejut.
"Pagi-pagi sekali kita sudah berada di sana, tetapi
seorang tua berambut putih ternyata datang lebih pagi
dari pada kita. Orang tua itu duduk dengan tenang,
tangannya memegang sebatang kail. Kita merasa heran,
karena sekarang bukan waktunya memancing ikan,
semua penduduk dekat danau itu mengetahui itu, maka
kita lantas pada tertawa geli" demikianlah Su to Cian hui melanjutkan penuturannya dengan wajah penuh
senyuman. Tetapi ketika mengetahui dirinya diperhatikan Ho Hay
Hong, senyumnya yang menggiurkan lenyap dengan
segera. Dengan agak mendongkol matanya melotot dan
meneruskan penuturannya. "Kakek itu ketika mendengar suara tertawa kita
menoleh, sinar matanya lebih tajam dari pada manusia
biasa, hingga kita semua terperanjat dan berhenti
tertawa. Kakek itu lantas menanya kita: "Apakah kalian suka melihat orang berkelahi?"
Kita semua mengerti bahwa dari sinar matanya yang
tua bersinar, kekuatan tenaga dalamnya pasti hebat.
Maka ketika mendengar pertanyaannya, tentu ingin
menyaksikan apa sebetulnya yang akan terjadi. Kita
menjawab dengan gembira. Orang tua itu dari dalam kepisnya mengeluarkan lima
buah kail, menyuruh kita berjongkok, meniru cara ia
memancing, Lama kita menunggu, tidak lihat ada orang datang.
Kita mulai tidak sabar, dan baru hendak melanjutkan
maksud kita hendak berburu. Pada waktu itu, dalam hati
kita semua, sudah anggap Kakek itu pasti orang gila, dan
kita telah tertipu olehnya. Maka semua tidak
memperdulikannya, masing-masing hendak naik kuda
hendak pergi kelain tempat.
"Kakek itu tidak menyatakan apa apa, sikapnya selalu
dingin, seolah-olah menertawakan kita tidak mengerti
apa apa. Tetapi dan setelah kita hendak pergi mendadak
ia membuka mulut: "Oh" ! Aku lupa bahwa kalian hendak berburu. Begini saja, karena aku sudah menyia-nyiakan
waktu kalian demikian lama, tidak usah kalian berburu,
aku akan mengganti kerugian kalian."
"Karena kita semua sudah anggap dia seorang gila,
maka ketika mendengar ia berkata demikian semua tidak
menghiraukannya. Kakek itu nampaknya marah, ia
mendongakkan kepala, tampak dua ekor burung Garuda
terbang berputaran diangkasa tidak mau pergi, Kakek itu
mendadak mengeluarkan siulan dari mulutnya, suara itu
sangat aneh, seperti bernada tertentu.
Sungguh heran, ketika kita semua sedang dalam
keadaan keheranan dua ekor burung Garuda diangkasa
itu mendadak terbang turun dan hinggap diatas pundak
kakek itu. "Mulut kakek itu mengeluarkan kata-kata yang tidak
mengerti apa maksudnya. Dua ekor burung Garuda itu
agaknya sangat menurut dan mengerti katanya, dengan
cepat terbang lagi keangkasa, kemudian mencari
beberapa banyak kawannya. Sebentar kemudian burungburung
Garuda itu sudah berhasil menerkam beberapa
ekor burung Walet, Kakek itu kembali memerintahkan
seekor Garuda pergi kegunung Lam san, tidak lama
burung itu berlalu lantas balik kembali dengan membawa
hasil buruannya beberapa ekor binatang kelinci. Kita
tidak jadi berburu, semua berdiri terpaku oleh kejadian
aneh itu. Kau lihat, diatas kuda itu bukanlah banyak
binatang yang sudah mati " Tetapi semua itu, bukanlah
hasil berburu kita."
Cie-Lui Kiam khek mendengarkan penuturan puterinya
dengan sikap terheran-heran, beberapa kali ia ingin
menegur, selalu dicegah oleh puterinya.
"Setelah kita anggap sudah cukup," demikian Su to Cian hui melanjutkan ceritanya, "kakek itu dengan
menggunakan suara aneh menyuruh burung Garuda itu
berlalu. Kembali ia suruh kita memancing ikan dengan
hati tenang. Saat ini kita semua sudah tahu bahwa kakek
itu adalah seorang gaib maka tiada satupun yang berani
menentang kehendaknya. Kita mulai memancing lagi, tetapi dalam hati masih
diliputi oleh perasaan heran, dengan cara bagaimana ia
dapat menjinakkan Garuda sehingga menurut
perintahnya " "Aku ingat ayah selalu dibikin pusing oleh burung
Garuda dalam kurungan itu, karena kakek itu mempunyai
ilmu menjinakkan Garuda, mengapa ayah tidak
mengundangnya datang kemari, untuk meminta
bantuannya" Selagi aku hendak menyatakan pikiranku
itu, kakek itu sudah dapat seekor ikan besar.
Kita semua telah menyaksikan dengan mata kepala
sendiri, bahwa ujung kail kakek itu tidak ada tali dan
kailnya, ikan itu pasti terkena oleh kekuatan tenaga
dalamnya !" "Kekuatan tenaga dalam kakek itu sesungguhnya
sangat mengherankan, aku coba minta padanya supaya
suka mengajarkan padaku cara mengail itu, tetapi ia
tidak menghiraukan permintaanku, dengan seenaknya ia
makan ikan itu mentah-mentah, hingga kita semua
memandangnya dengan mata terbuka lebar.
Kemudian, ia bercerita sambil makan ikannya, katanya
ia suka dengan lautan, karena hawa udaranya bersih. Ia
menasehatkan kita supaya makan ikan mentah, katanya
karena ikan mentah mempunyai khasiat luar biasa untuk
memelihara kekuatan tenaga dalam. Ia punya kebiasaan
makan ikan mentah itu, katanya sudah dimulai pada
beberapa puluh tahun yang lalu"
"Ceritanya sangat aneh itu, kita semua tidak
menghiraukan, kita hanya mengagumi dan heran akan
kekuatan tenaga dalamnya yang demikian hebat. Ditilik
dari keadaan dan penghidupannya yang demikian
sengsara, tidak mirip dengan seorang golongan tua yang
berkedudukan baik! Sehabis makan ikan tiba-tiba gilanya kumat lagi, katakatanya diputar balik tidak karuan, semakin tidak mirip
dengan orang tua dunia Kang ouw. Kita mencurigakan
keadaan pikirannya, mungkin terpukul oleh sesuatu
penderitaan bathin yang sangat hebat, sehingga berubah
menjadi demikian. Lama ia bercerita dengan caranya yang gila-gilaan,
tetapi sedikit saja yang kita dengar.
"Apa katanya?" bertanya Ciu lui Kiam-khek dengan sikap tegang wajahnya menunjukkan perhatiannya yang
besar. "Ia kata bahwa ia pernah mempunyai seorang istri
yang cantik. Semula, ia memuji kecantikan istrinya,
kelakuannya, sangat baik tetapi tidak lama kemudian,
nadanya mendadak berubah, dengan tiba-tiba ia memaki
istrinya menyebutkan bangsat.
Ia menggambarkan bagaimana rendah sifat istrinya
itu, bagaimana telah menipu dirinya. Ia kata bahwa
istrinya itu menyanjungnya, mencintainya tetapi semua
itu adalah palsu semata-mata maksudnya ialah hendak
mendapatkan kepandaian ilmu silatnya.
Ia kata bahwa istrinya itu kelakuannya genit, sebelum
nikah padanya, dalam perutnya sudah ada kandungan,
dikatakannya bahwa anak kandungan itu adalah anak
haram, yang dipandang rendah oleh semua orang!"
Sebagai seorang gadis, ketika mengatakan itu, wajah
Su to Cian hai nampak kemerah-merahan.
Ho Hay Hong yang sifatnya pendiam, mendadak
membuka lebar matanya dan berkata.
"Apakah dia sekarang masih berada di danau Lok eng
ouw?" Cie-Lui Kiam khek terkejut. dalam otaknya, pemuda itu
sifatnya sangat pendiam jarang bicara, suka menyendiri,
kurang gembira. Tak diduga bisa terpengaruh pikirannya
sedemikian rupa. Su to Cian hui tidak menghiraukan pertanyaan Ho Hay
Hong. Terhadap anak muda itu, agaknya ia tidak merasa
senang, setiap kali bertemu dengannya, selalu
dipandangnya dengan sikap menghina.
Cie-Lui Kiam khek mengetahui perasaan orang, ia
khawatirkan Ho Hay Hong tidak senang, maka lalu
berkata kepada putrinya : "Kau jawablah
pertanyaannya!" "Kakek itu sudah lama pergi entah kemana." jawab sang putri dingin.
Perasaan Ho Hay Hong pelahan-lahan mulai tenang
kembali, ingatannya terbayang kejadian yang silam, di
mana tetamu yang tidak diundang itu telah memakinya
bagai anak haram dan lain-lainnya.
"Cian hui, teruskan ceritamu!" demikian Cie lui Kiam khek pinta kepada putrinya.
"Sebentar kemudian, sekitar danau Lok ing ouw tibatiba datang banyak orang Kangouw, diantara yang paling
menarik perhatian adalah empat nenek tua berpakaian
aneh yang rambutnya berwarna kuning, dan tiga laki laki
tua berkumis pendek, yang mukanya seperti orang
berpenyakitan." Cie lui Kiam khek ketika mendengar penuturan itu,
wajahnya mendadak berobah, katanya:
"Itu adalah Kiu thian Kim Poh dan Song-bun Samlo!"
Su-to Cian hui tidak perhatikan perubahan sikap
ayahnya, ia sedang waktunya belajar ilmu silat, banyak
urusan dalam rimba persilatan yang masih tidak
dimengerti. Cie lui Kiam khek pikir bahwa kepandaian ilmu silatnya
sendiri apa bila dibandingkan dengan salah satu diantara
Pedang Penakluk Iblis 13 Tugas Rahasia Karya Gan K H Pendekar Bayangan Setan 10
^