Pencarian

Suling Naga 6

Suling Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 6


"Nona, tahan! Aku mengenal ilmu silatmu. Apakah engkau murid Sam Kwi?"
Bi-kwi berhenti bergerak, dan kini ia menghunus pedangnya. Dengan marah ia memandang pemuda itu, lalu telunjuk kirinya menuding ke arah muka lawan. "Orang she Bhok, sebelum mampus di ujung pedangku, katakanlah, siapa sebenarnya engkau dan dari mana engkau mengenal ilmu-ilmuku tadi?"
Akan tetapi, pemuda itu memandang dengan se-nyum lebar dan tiba-tiba dia berkata dengan ramah sekali. "Sumoi, harap kau suka simpan kembali pe-dangmu."
Tentu saja Bi-kwi dan Siauw-kwi terkejut bukan main mendengar ucapan ini. Mereka memandang kepada pemuda itu dengan mata terbelalak. "Kau bohong!" Bi-kwi membentak.
"Ketiga orang suhu kami tidak pernah mempunyai murid laki-laki, bah-kan tidak mempunyai murid lain kecuali kami berdua!"
"Engkau benar, karena memang aku bukanlah murid ketiga susiok Sam Kwi. Akan tetapi, marilah kita bicara di dalam dan kalian akan mendengar si-apa sebenarnya aku dan mengapa aku menyebut ka-lian sumoi. Marilah." Bhok Gun lalu memberi isya-rat kepada Tee Kok dan para anggauta Ang-i Mo-pang untuk bubaran. Semua anggauta itu tentu saja merasa kecewa.
Mereka tadinya mengharapkan untuk nonton perkelahian yang seru dan mati-matian. Akan tetapi ternyata perkelahian tadi tidak berakhir dengan kalah menangnya seorang di antara mereka, bahkan agaknya mereka itu masih ada hubungan keluarga seperguruan! Akan tetapi, tentu saja mereka tidak berani membantah dan Tee Kok lalu menyuruh me-reka semua mengundurkan diri.
Bhok Gun mengajak dua orang gadis itu duduk di ruangan dalam, di bagian belakang dan di ruangan inipun keadaannya amat mewah dan menyenangkan. Jendela-jendela dibuka
sehingga hawanya sejuk dan dipasangi tirai sutera sehingga keadaan dalam kamar tidak Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
151 nampak dari luar. Setelah dua orang tamunya duduk, Bhok Gun lalu bercerita dan dua orang gadis itu mendengarkan de-ngan penuh perhatian, juga dengan hati mengandung perasaan heran.
Dengan suara yang halus dan sikap yang menarik, pria yang ternyata memiliki banyak sekali pengalaman itu bercerita.
Kiranya dia adalah cucu murid dari mendiang Pek-bin Lo-sian, kakek yang menjadi keturunan terakhir dari perguruan mereka yang menguasai pusaka Pedang Suling Naga.
Selama hidupnya, Pek-bin Lo-sian tidak pernah menikah dan dia memiliki seorang murid tunggal yang setelah tamat belajar, diusirnya karena watak murid ini amat curang dan keji terha-dap gurunya sendiri. Hampir saja murid ini membu-nuh Pek-bin Lo-sian ketika dia hendak merampas pusaka Liong-siauw-kiam. Untung bahwa Pek-bin Lo-sian masih memiliki kelebihan dari pada muridnya sehingga murid itu dapat dikalahkan dan murid itu melarikan diri dengan menderita luka-luka.
"Nah, murid dari su-kong Pek-bin Lo-sian itu lalu pergi merantau, memperdalam ilmunya dan aku-lah murid tunggalnya. Setelah merasa kuat, guruku pergi mencari su-kong untuk merampas Liong-siauw-kiam, akan tetapi ternyata su-kong telah tewas dan pusaka itu telah diserahkan kepada orang lain."
"Seorang pendekar...." kata Bi-kwi pahit.
"Benar, seorang pendekar! Inilah yang menjengkelkan hati guruku. Su-kong sendiri adalah seorang datuk golongan hitam, sejak dahulu kita semua, per-guruan kita, memusuhi golongan pendekar yang sombong. Eh, pusaka itu oleh su-kong malah diwariskan kepada seorang pendekar yang tidak ada hubungan-nya sama sekali dengan perguruan kita. Guruku lalu menyuruh aku untuk turun gunung dan pergi men-cari pendekar yang menguasai pusaka Liong-siauw--kiam itu, membunuh dan merampas pusaka."
Ini merupakan cerita baru yang amat mengejutkan hati Bi-kwi. Kiranya kakek Pek-bin Losian ini masih mempunyai cucu murid yang begini lihai!
Dengan begini, ia mendapatkan seorang saingan tangguh dalam memperebutkan pusaka Liong-siauw--kiam! Akan tetapi, ia masih ragu-ragu dan belum percaya sepenuhnya akan keterangan Bhok Gun, ma-ka ia mengambil keputusan untuk menyelidiki terus dan baru mengambil tindakan kalau sudah jelas siapa sesungguhnya orang ini.
"Kalau kau ditugaskan untuk mencari Liong-siauw-kiam, kenapa engkau mengambil alih kekua-saan Ang-i Mo-pang?"
"Aih, masa begitu saja engkau tidak dapat menduganya, sumoi?"
"Jangan sebut sumoi, aku masih ragu-ragu apa-kah engkau benar saudara seperguruanku!"
kata Bi-kwi ketus. Bhok Gun tersenyum. "Baiklah, nona. Kita bica-ra sampai engkau yakin benar. Aku turun gunung dan tidak tahu siapa adanya pendekar yang diwarisi Suling Naga. Ketika aku mendengar tentang Ang-i Mo-pang di kota ini, aku mempunyai akal untuk da-pat
mengumpulkan pengaruh dan pembantu, yang memang sudah kulakukan dengan
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
152 menaklukkan, lima orang perampok yang kujumpai di tengah jalan. De-ngan mengepalai sebuah perkumpulan besar seperti Ang-i Mo-pang, tentu aku akan dapat dengan mudah melakukan penyelidikan dan siapa tahu, aku mebutuhkan bantuan mereka dalam menghadapi musuh-musuhku. Dan ternyata dugaanku, karena Tee Kok tahu siapa pendekar yang mewarisi pusaka itu. Katanya seorang pendekar yang lihai bukan main...."
"Si mulut panjang Tee Kok!" Bi-kwi meng-omel.
"Ha-ha, bajingan kecil macam dia mana bisa menyimpan rahasia" Tentang dirimu, dia hanya menga-takan bahwa Ciong Siocia adalah seorang lihai yang melindungi Ang-i Mo-pang, sama sekali tidak pernah mengatakan bahwa engkau adalah murid Sam Kwi susiok."
"Dia mana tahu?"
"Akan tetapi dia juga menceritakan bahwa engkau berusaha merampas pedang pusaka suling naga itu, bahkan dia juga membantumu akan tetapi kalian gagal dan dikalahkan pendekar pemegang suling naga. Sama sekali tidak pernah kusangka bahwa di antara kita masih ada hubungan saudara seperguruan, baru kuketahui ketika engkau menyerangku dengan jurus-jurus yang tidak asing bagiku tadi."
Biarpun kini ia hampir yakin bahwa memang pemuda ini benar cucu murid Pek-bin Lo-sian, akan tetapi ia masih merasa tidak senang kalau dalam usa-hanya mendapatkan saingan. Untuk memancing si-kap pemuda itu, tiba-tiba ia berkata, "Su-kongmu itu akulah yang
membunuhnya!" Setelah berkata Bhok Gun memang kaget bukan main sampai meloncat
bangun dari tempat duduknya, akan tetapi bukan karena marah. Ia malah tersenyum kagum.
"Aih, untung tadi tidak dilanjutkan pertandingan itu, kalau dilanjutkan tentu aku akan kalah.
Kalau engkau sudah mampu membunuh su-kong, jelas bah-wa ilmu kepandaianmu amat
tinggi, lebih tinggi dari tingkatku!"
Tentu saja kata-kata ini hanya pujian saja karena sebelum mati, Pek-bin Lo-sian sudah menderita luka parah ketika bertanding melawan Sim Houw, juga usianya sudah amat tua sehingga tenaganya sudah lemah. Selain itu, guru Bhok Gun tidak dapat dinilai sebagai murid Pek-bin Lo-sian yang tingkat kepan-daiannya kalah oleh kakek itu sendiri. Guru Bhok Gun sudah memperdalam ilmunya selama puluhan tahun.
Akan tetapi Bi-kwi tersenyum mengejek. "Kalau ilmu simpananku tadi kukeluarkan, mungkin kita tidak lagi dapat bercakap-cakap seperti ini." Yang dimaksudkannya adalah ilmunya yang baru-baru ini ia pelajari dari ketiga orang suhunya, yaitu Ilmu Silat Sam Kwi Cap-sha-kun!
"Sudah lama aku mendengar dari guruku tentang ke tiga susiok Sam Kwi. Dan ingin aku mencari dan memperkenalkan diri, akan tetapi guruku melarang dan mengatakan bahwa sudah sejak muda susiok Sam Kwi tidak mempunyai hubungan dengan kami. Kini aku
bertemu dengan kalian yang menjadi murid-murid susiok Sam Kwi, bukankah ini
menggirangkan hati sekali" Kita masih saudara seperguruan, dan engkau juga mencari pusaka itu."
"Dan engkau juga mencarinya. Berarti kita ada-lah saingan!" kata Bi-kwi.
Bhok Gun tertawa. "Ah, mana aku begitu bodoh untuk memperebutkan benda begitu saja Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
153 dengan ka-lian yang menjadi sumoi-sumoiku sendiri" Tidak, kami, yaitu aku dan guruku, mempunyai urusan yang lebih penting lagi dan kita dapat bekerja sama dalam hal ini. Dengan saling membantu, kuyakin cita-cita kita akan dapat terpenuhi semua dan tentang pusaka Liong-siauw-kiam, kalau memang engkau menghen-daki, biarlah kelak untukmu. Aku akan membantu-mu sampai pusaka itu dapat kita rampas, akan tetapi engkaupun mau membantu kami dalam urusan kami.
"Urusan apakah itu?" Bi-kwi mulai tertarik ka-rena kalau pemuda ini mempunyai urusan yang diang-gap lebih penting dari pada pusaka Liong-siauw-kiam, tentu urusan itu amat besar. "Terus terang saja, ci-ta-citaku adalah menguasai Liong-siauw-kiam dan menjadi bengcu dari dunia hitam." Ia mendahului agar pemuda itu mengetahui di mana ia berdiri.
Bhok Gun mengangguk-angguk. "Cita-cita yang baik dan mengagumkan, dan aku yakin, dengan ke-pandaian kalian, maka kalian akan berhasil."
"Aku hanya membantu suci!" tiba-tiba Bi Lan berkata.
Bhok Gun memandang kaget. Karena sejak tadi diam saja dan hanya menjadi pendengar, kehadiran gadis ini seperti bayangan saja, oleh karena itu begitu mengeluarkan suara, mengejutkan hati Bhok Gun. Pemuda ini memandang wajah yang manis itu dan tersenyum lebar.
"Tentu saja, cita-cita sucimu adalah cita-citamu juga."
"Aku tidak bercita-cita, aku hanya membantu suci mencapai kedua cita-citanya itu untuk memenuhi janjiku kepadanya," kata Bi Lan dan iapun menen-tang pandang mata sucinya dan pemuda itu dengan berani, agaknya untuk menekankan bahwa ia tidak mau terlibat dalam urusan mereka berdua.
Diam-diam Bhok,,Gun merasa heran sekali. Sumoi muda ini agaknya sama sekali tidak takut terhadap sucinya, bahkan ada sikap menentang! Kenapa sang suci diam saja" Bukankah dengan kepandaiannya yang tinggi, suci ini dapat menekan sumoinya"
"Orang she Bhok, lanjutkan ceritamu tentang urusanmu itu," tiba-tiba Bi-kwi berkata seolah-olah tak suka mendengar sumoinya bicara.
"Sumoi, terus terang saja, urusan ini adalah rahasia besar yang tidak boleh kubicarakan dengan siapa-pun juga. Kalau kalian mengaku aku sebagai suheng, tentu saja persoalannya lain lagi. Sebagai adik-adik seperguruan, tentu saja kalian boleh mendengar urusan itu."
Watak Bi-kwi memang keras. Tadi, melihat si-kap lunak dan ramah dari Bhok Gun, ia mau bicara, akan tetapi begitu Bhok Gun memperlihatkan sikap menantang, iapun bangkit berdiri.
"Orang she Bhok, jangan kira engkau akan dapat memaksaku! Engkau tidak menceritakan urusanmu itupun tidak mengapa, dan akupun tidak membutuh-kan bantuanmu. Akan tetapi yang jelas, engkau harus meninggalkan Ang-i Mo-pang atau kita akan berkela-hi sampai mati!"
Bi-kwi berdiri tegak, sikapnya menantang, sepa-sang matanya memancarkan sinar berapi.
Hidung-nya yang kecil mancung itu kembang-kempis seolah-olah mengeluarkan napas yang Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
154 panas. Sejenak Bhok Gun memandang terpesona. Bukan main wanita ini, pikirnya. Betapa panasnya! Kalau menjadi seorang kekasih, tentu hebat!
"Tenanglah, nona." Bhok Gun berkata sambil tersenyum lagi, maklum akan kekeliruannya telah bersikap keras tadi dan dia mulai mengenal watak wanita cantik ini. "Coba bayangkan baik-baik. Di-bantu oleh seorang seperti Tee Kok, apa artinya" Sebaliknya kalau aku membantumu, agaknya tidak akan ada urusan yang tidak beres. Kita berdua, apa lagi bertiga, tentu akan mudah membunuh pendekar yang menguasai Liong-siauw-kiam itu. Maka,
mari-lah kita bicara lagi dengan baik. Duduklah dan dengarkan ceritaku."
Melihat pemuda itu bersikap lembut, dan nampak tampan sekali dengan senyumnya yang memikat, hati Bi-kwi sabar dan tenang kembali. Akan tetapi ia masih cemberut ketika ia duduk kembali.
"Dengarlah baik-baik dan jangan sekali-kali membiarkan urusan ini sampai terdengar orang lain. Kami, guruku dan aku, telah menjadi pembantu-pem-bantu utama di luar pengetahuan orang lain, sebagai pembantu-pembantu rahasia, dari Hou-taijin di kota raja."
Bi-kwi menjebikan bibirhya. Urusan begitu saja dirahasiakan, pikirnya. Apa sih hebatnya men-jadi antek pembesar" Bahkan dianggapnya sebagai pekerjaan hina dan rendah! Masa orang yang sudah memiliki kepandaian tinggi, yang mempunyai kedu-dukan tinggi pula di dunia hitam, sudi menjadi antek segala macam pembesar"
"Siapa sih Hou-taijin itu?" tanyanya dengan su-ara jelas mengandung ejekan.
Kini Bhok Gun yang memandang dengan sinar mata penuh keheranan. "Sumoi eh, nona!
Benarkah engkau belum pernah mendengar tentang Hou-taijin di kota raja?"
Bi-kwi menggeleng. "Aku tak ada urusan dengan segala pembesar brengsek!"
"Ah, kalau begitu nona ketinggalan jaman! Se-mua orang membicarakan tentang Hou-taijin!
Ba-yangkan saja, kalau ada orang yang tadinya bekerja sebagai kuli, sebagai pemanggul joli kini dapat men-capai pangkat sehingga dicalonkan sebagai perdana menteri kerajaan, apakah orang itu tidak hebat se-kali?"
Bi-kwi tercengang juga. Tak dapat disangkal lagi. Orang itu tentu hebat. Ia mengerti bahwa pangkat perdana menteri hanya satu tingkat di bawah kaisar! Bahkan pernah ia mendengar bahwa urusan kerajaan bahkan dikendalikan oleh tangan perdana menteri, sedangkan kaisar hanya mengangguk setuju atau menggeleng tak setuju saja. Kalau menjadi pemban-tu-pembantu seorang calon perdana menteri, ini lain lagi urusannya dan iapun mulai tertarik.
Melihat sikap Bi-kwi yang mulai tertarik, Bhok Gun melanjutkan ceritanya. "Sekarangpun guruku sudah berada di kota raja. Kami menjadi pembantu-pembantu rahasia dari Hou-taijin.
Tugas kami selain melaksanakan perintah-perintah rahasia, juga kami ditugaskan untuk mempengaruhi seluruh tokoh dunia hitam agar dapat menjadi pendukungnya. Untuk itu, selain hadiah berupa harta benda yang amat besar, juga mereka yang berjasa akan diberi hadiah kedu-dukan."
"Hemm, apa artinya harta benda?" kata pula Bi-kwi.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
155 "Tentu saja guruku dan aku tidak butuh harta benda. Apa sukarnya kalau kita membutuhkan harta benda" Tinggal ambil saja dari rumah-rumah para hartawan. Akan tetapi bukan itu yang menjadi cita--cita kami, akan tetapi pangkat tinggi! Kalau sampai aku kelak menerima anugerah pangkat tinggi, misal-nya panglima atau setidaknya kepala suatu daerah, bukankah itu jauh lebih berarti dari pada sekedar harta benda" Ingat, tanpa hubungan baik dengan se-orang pembesar tinggi yang berpengaruh, hanya mengandalkan kepandaian silat saja, tidak mungkin kita dapat menjadi seorang pembesar yang mendu-duki pangkat tinggi. Seorang datuk di dunia hitam, walaupun disembah-sembah, akan tetapi hanya oleh golongan hitam saja. Sebaliknya, seorang pembesar tinggi akan dihormat dan disembah oleh semua go-longan, dengan kekuasaan yang tak terbatas."
"Hemm, dan bagaimana engkau akan dapat mempengaruhi para tokoh dunia hitam untuk mendukung pembesar she Hou itu?"
"Tentu saja dengan meraih kedudukan pimpinan dunia hitam!"
"Akan tetapi itulah cita-citaku, merampas pusaka Liong-siauw-kiam dan mengangkat diri menjadi beng-cu!" kata pula Bi-kwi dengan alis berkerut.
"Bagus! Aku akan membantumu, sumoi. Aku membantumu merampas pusaka dan
membantumu menjadi bengcu, kemudian engkau dengan pengaruhmu membantu aku.
Bukankah ini menjadi suatu kerja sama yang amat baik dan saling menguntung-kan?"
Bi-kwi benar-benar merasa tertarik sekarang.
Tentu saja ia memandang dari segi yang menguntungkan dirinya. Kalau dibantu oleh seorang yang lihai seperti laki-laki ini, tentu saja harapannya lebih besar untuk dapat merampas pusaka dari tangan Pen-dekar Suling Naga yang sakti itu. Juga dalam mengangkat diri menjadi bengcu, tentu ia akan menghadapi banyak saingan, maka tenaga bantuan seorang seperti Bhok Gun, apa lagi kalau orang ini masih terhitung saudara seperguruannya, tentu saja amat berharga.
"Hemm, aku masih belum yakin apakah dapat bekerja sama denganmu ataukah tidak,"
katanya dan sepasang mata yang tajam itu menyambar-nyambar seperti kilat menjelajahi seluruh muka dan tubuh Bhok Gun penuh selidik. Bhok Gun merasa seluruh tubuhnya seperti diraba-raba yang membuatnya panas dingin. Hebat wanita ini, sinar matanya saja mam-pu membuatnya terangsang.
"Memang harus dibuktikan dulu apakah kita akan dapat bekerja sama," katanya sambil bangkit berdiri dan memandang dengan sinar mata penuh gairah dan ajakan. "Mau sama-sama kita buktikan sekarang juga?" Ajaknya dengan ulungan tangan.
Bi-kwi tersenyum. Ia suka kepada pria ini, seorang pria yang berpengalaman dan penuh pengertian, dan agaknya, melihat ketampanan wajahnya dan ke-tegapan tubuhnya,
menjanjikan sesuatu yang akan amat menyenangkan dirinya. Maka iapun bangkit dan menghampiri pria itu, menoleh kepada Bi Lan sambil berkata, "Sumoi, kita tinggal di sini selama beberapa hari, baru melanjutkan pejalanan."
Bhok Gun tersenyum. "Jangan khawatir, sumoi-mu akan memperoleh pelayanan yang
istimewa." Dia bertepuk tangan tiga kali dan muncullah dua orang pelayan wanita yang muda Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
156 dan cantik-cantik. "Berikan kamar tamu yang terbaik, di sebelah kiri kamarku itu, kepada nona ini dan layani ia se-baik mungkin sebagai seorang tamu agung. Malam ini sediakan hidangan termewah untuk menghormati dua orang tamu agung," kata Bhok Gun dan dua orang wanita itu membungkuk dengan hormat sambil tersenyum manis.
"Marilah, sumoi.... eh, Ciong Siocia!" kata Bhok Gun sambil menggandeng tangan Bi-kwi yang hanya tersenyum dan merekapun pergi masuk ke dalam. Bi Lan mengerutkan alisnya. Ia sudah me-ngenal watak cabul dari sucinya dan tahu bahwa suci-nya telah menarik tuan rumah itu sebagai seorang kekasih baru. Ia tidak perduli akan hal ini, hanya merasa tak enak dan canggung harus berada seorang diri di tempat asing itu. Akan tetapi iapun tidak membantah ketika dua orang wanita pelayan itu dengan hormat mempersilahkan ia ke kamarnya yang ternyata merupakan sebuah kamar yang indah dan mewah pula.
Siapakah sebetulnya pembesar bernama Hou Seng yang disebut-sebut oleh Bhok Gun itu"
Bu-kankah kita sudah tahu bahwa pemuda Gu Hong Beng juga membawa tugas dari gurunya, pendekar sakti Suma Ciang Bun, untuk menyelidiki pembesar Hou Seng di kota raja!
Siapakah Hou Seng ini dan mengapa dia begitu penting"
Di dalam kehidupan kaisar Kian Liong, seperti juga kehidupan para kaisar-kaisar lainnya, terdapat banyak rahasia yang tidak dicatat dalam sejarah. Pada waktu itu, kekuasaan kaisar tak terbatas dan tentu saja yang dicatat dalam sejarah hanya kebaikan-kebaikan seorang kaisar saja. Keburukan-keburukannya selalu disembunyikan dan siapa berani membicarakan apalagi mencatatnya, tentu akan dihukum mati, mungkin sekeluarganya agar rahasia busuk itu tidak sampai bocor keluar. Karena itu, di dalam sejarah, Kaisar Kian Liong hanya dikenal sebagai seorang kaisar yang amat bijaksana dan baik, dan memang banyak sudah jasanya untuk kemajuan pemerintah Ceng-tiauw atau pemerintah Mancu. Akan tetapi di balik semua itu, sebagai seorang manusia biasa, tentu saja ia memiliki kelemahan-kelemahannya dan satu diantara kelemahannya adalah bahwa kaisar seorang yang tidak membatasi dirinya dalam kesenangan memuaskan nafsu berahinya. Banyak sudah dia terlibat dalam hubungan jina dengan wanita-wanita yang bukan isteri atau selirnya. Dan wanita-wanita itu biarpun isteri pembesar dalam istana atau siapa saja, agaknya dengan senang hati akan melayani kaisar yang merupakan orang yang paling berkuasa itu, disamping bahwa memang Kaisar Kian Liong seorang pria yang menarik.
Akan tetapi, setelah kini kaisar itu berusia kurang lebih setengah abad, terjadi suatu keanehan pada dirinya. Keanehan ini memang pada waktu itu banyak hinggap pada para pembesar-pembesar tinggi, yaitu mengalihkan kegemaran akan wanita-wanita muda yang cantik jelita kepada kegemaran mempunyai pelayan-pelayan pria muda yang tampan. Kegemaran tidur dikawani seorang wanita muda berobah menjadi kegemaran tidur ditemani seorang pemuda tampan!
Ketika pada suatu hari Kaisar Kian Liong naik joli untuk pergi ke bagian lain dari istananya yang amat luas itu, untuk mengunjungi sebuah taman bunga mawar yang sedang berkembang dengan indahnya, tanpa disengaja pandang matanya bertemu dengan seorang pemuda yang tampan dan ketika pandang mata kaisar melihat wajah pemuda ini dari samping, hampir saja kaisar ini berseru kaget. Wajah itu mirip sekali dengan wanita yang pernah membuatnya tergila-gila! Terkenanglah Kaisar Kian Liong akan peristiwa itu, peristiwa yang terjadi ketika dia masih menjadi pangeran, menjadi putera mahkota yang disanjung dan dimanja. Ketika itu Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
157 dia masih muda, baru delapan belas tahun usianya dan semuda itu dia sudah mempunyai banyak pengalaman dengan wanita. Dan seperti biasa, kalau orang menuruti nafsu, maka nafsu akan memperhambanya. Makin dituruti nafsu, makin hauslah dia!
Pada waktu itu, ayahnya, kaisar tua, baru saja memperoleh seorang selir dari daerah barat, seorang gadis yang amat cantik. Melihat selir ayahnya ini, hati Pangeran Kian Liong tergila-gila dan diapun menggunakan segala usaha untuk dapat memetik bu-nga harum yang telah disimpan ayahnya itu. Akan tetapi, sungguh tak pernah disangkanya bahwa selir muda itu ternyata amat setia kepada kaisar yang tua, dan biarpun pada waktu itu Pangeran Mahkota Kian Liong terkenal sebagai seorang pemuda yang penuh gairah dan tampan, segala bujuk rayu pangeran itu ditolaknya mentah-mentah! Hal ini membuat hati Kian Liong penasaran bukan main. Pada suatu ma-lam, dia berhasil memasuki kamar selir ini selagi ayahnya menggilir selir lain dan kembali dia membu-juk, merayu dan bahkan hendak mempergunakan ke-kerasan terhadap diri selir itu. Akan tetapi sang selir tetap menolak dan ketika hendak diperkosa, ia menjerit-jerit! Tentu saja hal ini menimbulkan aib. Pada saat itu, ibunda permaisuri lalu mengambil tindakan. Urusan dibalikkan dan selir itu yang dituduh hendak menggoda sang pangeran mahkota, maka iapun dipaksa harus membunuh diri dengan
menggantung diri! Demikianlah kekuasaan keluarga kaisar di waktu itu. Bagi keluarga kaisar, tidak ada kesalahan! Kesalahan tidak terdapat dalam kamus keluarga keraja-an. Segala yang dilakukan adalah benar, maka yang bersalah tentu saja si selir, yang hanya merupakan keluarga sampingan atau pendatang dari luar!
Akan tetapi, wajah selir itu tak pernah dapat dilupakan Kian Liong. Dia merasa menyesal sekali ti-dak dapat memiliki wanita itu. Makin dibayangkan, semakin penasaran hatinya.
Belum pernah dia dito-lak oleh seorang wanita sebelum itu, dan satu-satu-nya wanita yang menolaknya itu tentu saja menda-tangkan kesan yang amat mendalam di hatinya.
Demikianlah, ketika dia berusia hampir setengah abad, melihat wajah seorang pemikul joli itu demi-kian mirip dengan wanita yang pernah digilainya, ha-tinya tergerak. Apa lagi ketika dia mendengar kete-rangan bahwa Hou Seng, demikian nama pemikul tandu berusia hampir tigapuluh tahun itu, dilahirkan pada hari yang sama dengan kematian wanita yang dipaksa menggantung diri, yakinlah hati Kaisar Kian Liong bahwa Hou Seng adalah penjelmaan kembali dari selir ayahnya yang digilainya itu!
Mungkin terdorong oleh kepercayaan ini, atau memang dia sudah bosan dengan wanita-wanita mu-da, mulai hari itu, Hou Seng menjadi pelayan dalam yang tidak dikebiri! Menjadi pelayan pribadi kaisar dan menemani kaisar itu dalam kamar tidurnya! Dan mulailah bintang Hou Seng naik dengan gemi-lang. Apa lagi dia memang orang yang cerdik sekali. Begitu dia memperoleh perhatian kaisar, setiap ada waktu senggang dia pergunakan untuk memperdalam pengetahuannya tentang ilmu baca tulis, tentang sastera, tentang ketatanegaraan sehingga dia terus me-nanjak menjadi pejabat tinggi dalam istana. Bahkan akhir-akhir ini ramai diperbincangkan orang di ka-langan istana bahwa pembesar Hou Seng ini dicalon-kan untuk menjadi perdana menteri, menggantikan perdana menteri tua yang akan mengundurkan diri.
Setiap hasil yang baik seseorang biasanya memancing datangnya rasa iri hati dari orang lain, terutama kalau orang lain itu berkecimpung di dalam satu bi-dang pekerjaan. Apa lagi kalau hasil baik itu dida-patkan dengan cara yang dianggap tidak wajar. Demikian pula dengan Hou Seng. Banyak rekanya para pembesar, para pamong praja dan para mentri, bahkan panglima, Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
158 merasa iri hati dan banyak yang membencinya. Seperti biasa pada jaman itu pria yang dijadikan selir rahasia atau teman tidur seorang pria lain, dinamakan Kelenci, julukan untuk seorang seperti Hou Seng. Diapun diam-diam dimaki orang dengan julukan Kelenci Istana!
Hou Seng bukan tidak maklum bahwa dirinya di-benci banyak orang. Bahkan ada pula yang mengan-cam untuk membunuhnya kalau ada kesempatan. Oleh karena ini, Hou Seng semakin merapatkan diri dengan kaisar untuk memperoleh perlindungan, dan selain itu, diapun mulai menyusun kekuatannya sendiri agar selain dapat melindungi dirinya, juga dapat membalas, bahkan kalau mungkin menghancurkan dan membasmi musuh-musuhnya!
Sebagai seorang pembesar sipil, tentu saja dia tidak bisa memperoleh perlindungan pasukan bala tentara, kecuali sepasukan kecil pengawal saja. Oleh karena itulah maka dia mulai mengadakan hubungan ke luar istana. Tentu saja yang dapat dikaitnya adalah tukang-tukang pukul, penjahat-penjahat dan ah-li-ahli silat yang ingin memperoleh uang banyak dari keahliannya itu. Akhirnya dia berkenalan dengan Bhok Gun dan gurunya yang melihat kesempatan baik untuk mengangkat diri mereka dengan harapan kelak akan memperoleh kedudukan tinggi melalui kekuasaan Hou Seng. Dan karena guru dan murid ini memang memiliki kepandaian tinggi, segera mere-ka memperoleh kepercayaan Hou Seng. Apa lagi keti-ka Bhok Gun dan gurunya telah membuat jasa besar dengan melakukan pembunuhan secara rahasia terha-dap beberapa orang pembesar tinggi yang menjadi musuh-musuh utama dari Hou Seng. Tidak kurang dari tujuh orang pembesar musuhnya, kedapatan mati di dalam kamar masing-masing tanpa ada yang tahu siapa pembunuhnya. Tentu saja Hou Seng tahu karena dialah yang mengutus Bhok Gun dan guru-nya untuk melakukan pembunuhan-pembunuhan itu. Semenjak ini, guru dan murid ini diangkat menjadi pembantu pribadi yang utama dan mereka diserahi tugas untuk mengumpulkan dan mempengaruhi para tokoh di dunia hitam agar mereka suka mendukung Hou Seng dan kalau sewaktu-waktu tenaga mereka dibutuhkan agar siap siaga!
Demikianlah keadaan yang sebenarnya dari ke-hidupan Kaisar Kian Liong yang dirahasiakan dan tidak terdapat dalam sejarah. Di dalam sejarah hanya disebut nama Hou Seng sebagai seorang pembesar atau menteri korup yang kelak setelah Kaisar Kian Liong meninggal dunia dan Kaisar Chai Ceng menjadi kaisar, atas tuntutan lebih dari enampuluh orang pejabat tinggi, Hou Seng ditangkap dan diadili, dija-tuhi hukuman mati dengan jalan diperbolehkan menggantung diri, tidak dipenggal kepalanya mengi-ngat betapa orang ini pernah melayani mendiang Kaisar Kian Liong. Hebatnya, kemudian diketahui bahwa harta kekayaan yang disimpan oleh Hou Seng bahkan melampaui jumlah harta kekayaan istana sendiri!
*** Sore hari itu, setelah mandi dan berganti pakai-an, Bi Lan diberitahu oleh pelayan bahwa hidangan telah disediakan dan bahwa ia diharapkan oleh tuan rumah untuk makan malam di ruangan makan.
Bi Lan mengikuti pelayan wanita itu dan mema-suki sebuah ruangan yang bersih dan indah, di mana telah dipersiapkan hidangan di atas meja bundar yang cukup besar. Bau masakan yang masih panas menyambut hidungnya dan tiba-tiba saja Bi Lan me-rasa betapa perutnya Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
159 amat lapar. Oleh pelayan wa-nita ia dipersilahkan duduk. Tak lama Bi Lan me-nanti karena segera terdengar langkah-langkah orang dan ketika ia menengok, mukanya menjadi merah sekali melihat betapa sucinya datang bersama tuan rumah dalam suasana yang amat akrab dan mesra! Sucinya tersenyum-senyum, bergandengan tangan de-ngan Bhok Gun dan
menggerakkan kepala menenga-dah, memandang pria itu dengan sinar mata penuh kasih. Ia bergantung kepada lengan Bhok Gun de-ngan sikap manja dan mesra, seperti pengantin baru saja! juga pakaian sucinya itu baru dan berbau ha-rum ketika sudah tiba dekat. Tanpa diberitahupun maklumlah Bi Lan bahwa telah terdapat persetujuan dan kecocokan antara sucinya dan ketua baru Ang-i Mo-pang itu!
Mereka berdua duduk bersanding, berhadapan dengan Bi Lan dan Bi-kwi yang lebih dulu membuka suara berkata kepada sumoinya, "Siauw-kwi, kami telah bersepakat untuk saling bantu, dan memang antara kami masih ada ikatan keluarga seperguruan. Sute Bhok Gun dan aku mau bekerja sama dan eng-kau menjadi pembantu kami."
"Benar, sumoi Can Bi Lan, mulai sekarang aku adalah suhengmu. Kita berdua harus mentaati semua perintah suci Ciong Siu Kwi," kata pula Bhok Gun dengan senyum manis kepada Bi Lan.
Diam-diam hati Bi Lan menjadi geli mendengar namanya dan nama sucinya disebut dengan lengkap. Sambil tersenyum geli ia menoleh kepada sucinya. Agaknya Bi-kwi maklum akan isi hati sumoinya, maka iapun berkata dengan nada suara sungguh--sungguh, "Sumoi, kita tidak lagi tinggal bersama ti-ga orang suhu kita dan sute tidak suka mendengar sebutan Bi-kwi dan Siauw-kwi. Bagaimanapun juga, kalau kelak kita menjadi orang-orang berkedudukan tinggi, segala sebutan jelek itu harus ditinggalkan dan mulai sekarang kita harus belajar menjadi orang sopan."
Hati Bi Lan menjadi semakin geli. "Suci, apa-kah ini berarti bahwa mulai sekarang engkau juga tidak akan melakukan hal-hal yang jahat lagi?"
Bi-kwi dan Bhok Gun saling bertukar pandang, lalu Bhok Gun yang menjawab, "Sumoi, apa sih yang dimaksudkan dengan perbuatan jahat itu" Dia tidak pernah melakukan perbuatan jahat, yang kita lakukan adalah perbuatan yang menguntungkan diri sendiri. Bukankah ini sudah benar dan tepat" Kita berbuat untuk memperebutkan sesuatu yang baik dan
menguntungkan untuk diri kita, untuk kehidup-an kita. Kalau perlu kita singkirkan siapa saja yang manjadi penghalang kita."
Bi Lan sudah hafal akan pendapat seperti itu, pendapat yang selalu ditanamkan oleh Sam Kwi, bahkan semua orang di dunia hitam atau golongan sesat.
"Maksudku bukan itu, suci," katanya, tetap ke-pada Bi-kwi karena ia masih enggan harus bicara ke-pada laki-laki yang mengaku suhengnya dan yang matanya memiliki sinar seperti hendak menelanjangi-nya itu. "Biasanya suci tidak perduli akan segala sopan santun, akan tetapi sekarang mendadak hendak merobah cara hidup. Sungguh lucu nampaknya," katanya sambil tersenyum.
"Sudahlah, engkau masih terlalu muda untuk ta-hu akan urusan penting," kata Bi-kwi. "Mari kita makan, perutku sudah lapar sekali!"
Mereka lalu makan minum dan dua orang yang sedang berkasih-kasihan itu menyelingi Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
160 makan mi-num itu dengan tingkah dan ucapan-ucapan mesra, kadang-kadang saling suap dengan sumpit mereka. Tentu saja hal ini membuat Bi Lan merasa canggung sekali dan ia menundukkan muka saja sambil makan dengan amat hati-hati. Pengalamannyaa ketika ia di-loloh arak oleh tiga orang suhunya, kemudian dita-wan oleh Sam Kwi membuat ia berhati-hati dan sedikitpun tidak mau menyentuh arak. Ia tidak khawatir akan racun yang dicampurkan makanan atau minuman karena ia pernah mempelajari tentang ra-cun dari Iblis Mayat Hidup yang ahli racun sehingga ia dapat menolak kalau sampai makanan atau minuman -itu dicampuri racun. Maka ia hanya makan ma-kanan yang telah dimakan oleh tuan rumah, dan ia sama sekali tidak mau minum arak setetespun. Ia tidak melihat, karena selalu menundukkan muka, betapa Bi-kwi dan Bhok Gun kadang-kadang mengamatinya dengan
pandang mata penuh selidik dan sikapnya yang hati-hati itu agaknya diketahui pula oleh mereka.
Bi Lan sama sekali tidak tahu bahwa tadi, di dalam kamar Bhok Gun, ketika beristirahat dari kegiatan mereka untuk "saling mengenal" atau me-lihat apakah mereka dapat "bekerja sama", dua orang itu telah menyinggung namanya, bahkan mem-bicarakan tentang dirinya dengan serius.
"Agaknya sumoimu itu tidak suka padamu, atau tidak begitu cocok, bahkan nampaknya bercuriga terhadap kita," kata Bhok Gun.
"Memang antara aku dan ia tidak ada kecocokan. Aku juga heran mengapa Sam Kwi mau mengambil anak macam itu sebagai murid mereka yang ke dua. Hemm, anak itu kelak hanya akan mendatangkan pusing saja bagiku."
"Hemm, suci yang baik, kalau memang begitu, kenapa tidak dari dulu-dulu kaubunuh saja sumoi yang tiada guna itu?"
Bi-kwi menarik napas panjang dan mengerutkan alisnya. "Ah, kaukira aku begitu bodoh"
Memang ada keinginan itu di hatiku, akan tetapi aku selalu tidak memperoleh kesempatan yang baik. Ketika ia masih kecil, aku yang disuruh melatihnya. Aku tidak dapat
membunuhnya karena Sam Kwi kelihatan sayang kepadanya. Aku akan mendapat marah
besar kalau ketika itu kubunuh. Aku lalu melatihnya, akan tetapi sengaja kuselewengkan sehingga ia tidak dapat mempelajari ilmu silat yang benar, melainkan kacau balau, bahkan latihan sin-kang yang kuselewengkan membuat ia hampir gila."
"Bagus sekali! Ha-ha, engkau sungguh cerdik mengagumkan sekali!" Bhok Gun demikian kagum dan girang sehingga dia menghadiahkan beberapa ciuman mesra kepada Bi-kwi yang membalasnya de-ngan takkalah bersemangatnya. Sejenak mereka lupa akan percakapan tadi, akan tetapi ketika teringat kembali, Bhok Gun bertanya,
"Lalu mengapa ia kini tidak kelihatan seperti gila lagi?"
Kembali Bi-kwi menarik napas panjang. Biasa-nya, wanita ini tidak pernah memperlihatkan perasa-an hatinya. Akan tetapi kini ia berada dalam keada-an santai dan suasana mesra, maka iapun seperti wa-nita biasa yang diombang-ambingkan antara suka dan duka, puas dan kecewa tanpa pengendalian diri sama sekali.
"Entah ia terlalu beruntung ataukah aku yang terlalu sial. Ketika Sam Kwi sedang bertapa untuk menciptakan ilmu baru, aku memperoleh kesempatan sepenuhnya terhadap diri Siauw-Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
161 kwi. Ia sudah ham-pir gila karena latihan yang salah. Akan tetapi tiba-tiba saja ia menjadi sembuh dan setelah kuselidiki, ternyata ia bertemu dengan suami isteri yang telah mengobatinya!" Bi-kwi mengepal tangan kanannya dengan gemas. "Dan aku tidak dapat berbuat apa-apa terhadap mereka!"
"Eh?" Bhok Gun mengangkat alisnya, meman-dang heran. Kalau kekasihnya ini sampai tidak mam-pu melakukan sesuatu, tentu suami isteri itu bukan orang sembarangan. "Siapakah mereka?"
"Si Naga Sakti Gurun Pasir dan isterinya."
"Ohhh....!" Sepasang mata Bhok Gun terbelalak dan tentu saja dia pernah mendengar na-ma pendekar yang sudah seperti nama dalam dongeng itu karena dunia kang-ouw hanya
mengenal namanya tanpa pernah melihat orangnya.
"Akan tetapi, apakah setelah itu engkau tidak dapat membunuhnya" Kulihat ia melakukan perja-lanan bersamamu, berarti engkau mempunyai banyak kesempatan."
Bi-kwi menggeleng kepala. "Kami berdua mem-pelajari ilmu baru dari Sam Kwi. Kulihat ia telah menguasai ilmu-ilmu kami, dan ia dapat merupakan seorang pembantu yang cukup lihai.
Mengingat akan cita-citaku, aku merasa bahwa dari pada membunuh-nya, lebih baik menjadikan ia sebagai pembantuku untuk merampas Liong-siauw-kiam dan kedudukan
bengcu. Dan ia sudah berjanji untuk membantuku."
"Akan tetapi, bukankah sekarang ada aku!"
Bi-kwi mengangguk dan meraba dagu laki-laki itu. "Memang, sekarang ada engkau.
Sebaliknya kita bunuh saja anak itu, karena kurasa kelak ia ha-nya akan menjadi penghalang bagi kita. Wataknya berbeda sekali dengan kita, dan ia tidak pantas men-jadi murid Sam Kwi.
Bahkan ada kecondongan hati-nya untuk memihak musuh-musuh kita, para pende-kar. Ia berlagak menjadi pendekar agaknya. Hati-nya lemah."
Bhok Gun mengangguk-angguk, kemudian ber-kata dengan hati-hati, "Bagaimanapun juga, apakah tenaga yang demikian baiknya harus dimusnah-kan begitu saja" Ingat, sekarang ini, untuk menca-pai cita-cita kita, kita membutuhkan banyak tenaga yang kuat dan lihai. Dan kurasa sumoimu itu meru-pakan tenaga yang amat berharga."
Bi-kwi mengangguk-angguk. "Itulah sebabnya aku belum membunuhnya sampai sekarang. Ia telah menguasai semua ilmu Sam Kwi, dan agaknya hanya sedikit selisih tingkatnya dengan tingkatku. Akan tetapi kalau tidak dibunuh dan kemudian ia berdiri di pihak yang menentang kita, bukankah hal itu akan merugikan?"
"Orang-orang pandai jaman dahulu berkata bahwa api adalah musuh yang amat berbahaya akan tetapi dapat menjadi pembantu yang amat mengun-tungkan. Kurasa demikian pula dengan sumoimu Can Bi Lan itu. Kalau kita pandai mempergunakan, bukan membunuhnya melainkan menundukkannya dan ia dapat membantu kita, bukankah hal itu meng-untungkan sekali?"
Sepasang mata wanita itu memandang dengan tajam penuh selidik, lalu bibirnya berjebi.
"Huh, laki-laki di manapun sama saja! Aku tahu apa yang terbayang dalam pikiranmu yang Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
162 kotor itu!" Bhok Gun tersenyum lebar dan merangkul Bi-kwi, menciumnya dengan mesra sehingga wanita itu dapat tersenyum kembali. "Aihh, benarkah seorang seperti engkau ini masih dapat cemburu?"
"Siapa yang cemburu!" Bi-kwi membentak. Memang, ia tidak pernah merasa cemburu.
Baginya, mempunyai kekasih bukan berarti mengikatkan diri ia boleh bebas memilih pria, sebaliknya iapun tidak akan melarang kekasihnya mendekati wanita lain. Kalau memang masih sama suka, tentu tidak akan menoleh kepada orang lain. "Akan tetapi, Sam Kwi juga tadinya berusaha untuk menggagahi sumoi agar dapat menundukkan hatinya yang keras.
Akan teta-pi aku mencegah dan melarikan sumoi, karena de-ngan demikian ia akan berhutang budi dan untuk membalasnya, ia sudah berjanji untuk membantuku."
"Akan tetapi sekarang engkau ragu-ragu karena sikapnya yang seperti hendak menentang kita. Ha-bis, bagaimana baiknya" Dibunuh kau tidak setuju. Kutaklukkan ia kaupun tidak setuju."
"Bukan tidak setuju, hanya aku sangsi akan hasilnya. Andaikata engkau mampu
menundukkannya dan menggagahinya, aku tidak yakin ia akan mau tunduk. Bahkan mungkin ia akan merasa sakit hati, mendendam dan memusuhi kita. Orang macam ia amat
mementingkan kehormatan seperti para pende-kar. Kecuali kalau ia mau menyerahkan diri dengan tulus dan suka rela kepadamu...."
"Hal itu bisa diusahakan! Aku memiliki modal cukup untuk itu, bukan" Kalau ia kurayu, kuperla-kukan dengan baik, aku tidak percaya akhirnya ia tidak akan bertekuk lutut dan menyerahkan diri." Dalam hal ini, Bhok Gun tidak membual karena memang sudah tak terhitung banyaknya wanita yang jatuh oleh rayuannya ditambah ketampanan dan
ke-lihaiannya. "Hemm, jangan sombong kau! Sumoiku ada-lah seorang perawan yang selama hidupnya belum pernah berdekatan dengan pria dan agaknya belum siap untuk menyerahkan diri kepada seorang pria."
"Ha-ha-ha, justeru yang masih hijau itulah yang paling mudah. Kaulihatlah saja, dalam waktu satu dua hari saja ia tentu akan jatuh ke dalam pelukan-ku dan selanjutnya menjadi boneka yang akan men-taati segala perintahku."
"Kita sama lihat saja."
Demikianlah rencana yang diatur oleh Bi-kwi dan Bhok Gun. Usia mereka sebenarnya sebaya, dan mungkin Bi-kwi lebih tua satu dua tahun. Bukan ka-rena usia maka Bi-kwi minta disebut suci oleh ketua Ang-i Mo-pang itu, melainkan sebutan itu membuat ia merasa bahwa ia lebih unggul dan lebih menang dalam tingkat dan kedudukan.
"Sumoi, pertemuan antara kita sungguh merupa-kan peristiwa yang amat menggembirakan, bukan" Siapa mengira bahwa aku akan bertemu dengan suci dan sumoi, dua orang saudara seperguruan. Kalau tidak melihat gerakan-gerakan silat kalian, tentu aku tidak akan pernah menduga. Bahkan dengan ketiga orang guru kalianpun yang masih terhitung paman-paman guruku, belum pernah aku bertemu."
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
163 Bi Lan mengangguk, lalu berkata sambil melirik ke arah sucinya. "Bagi suci tentu amat menggembi-rakan karena kalian dapat bekerja sama untuk me-rampas kembali pedang pusaka Suling Naga, dan dapat bersama-sama merebut kedudukan bengcu. Akan tetapi aku yang tidak mempunyai keinginan apa-apa, tidak ada artinya."
"Eh, kenapa begitu, sumoi?" Bhok Gun berse-ru sambil tersenyum, memasang senyumnya yang paling menarik. "Bagiku, kegembiraan ini besar se-kali, bukan karena kalian yang menjadi saudara-sau-dara seperguruanku amat lihai, akan tetapi juga kalian merupakan dua orang gadis yang amat cantik jelita seperti bidadari!"
"Hi-hik, sute Bhok Gun ini ganteng dan pandai merayu, bukan, sumoi" Senang sekali punya saudara seperguruan seperti dia ini!"
Bi Lan hanya tersenyum simpul saja mendengar ucapan sucirya itu, tanpa menjawab, akan tetapi diam-diam mukanya berubah agak merah karena percakapan itu, puji memuji
ketampanan dan kecan-tikan, asing baginya.
"Suci dan sumoi, perkenankanlah aku memberi ucapan selamat datang kepada kalian dan terimalah hormatku dengan secawan arak!" Bhok Gun lalu menuangkan arak dari sebuah guci merah ke dalam dua buah cawan dan dia menyerahkan dua cawan itu kepada Bi Lan dan Siu Kwi. Setan Cantik itu cepat menyambar cawan arak suguhan Bhok Gun, akan tetapi Bi Lan menolak.
"Aku tidak biasa minum arak, biarlah aku mi-num teh ini saja," katanya sambil mengangkat cang-kir teh.
"Aih, sumoi yang manis. Pemberian secawan arak ini merupakan penghormatan dariku, biarpun engkau tidak biasa minum arak, apa salahnya seka-rang minum satu dua cawan untuk merayakan per-temuan yang menggembirakan ini" Terimalah, su-moi."
Bi Lan tetap menolak. "Tidak, suheng. Aku tidak biasa dan minum sedikit saja tentu akan mabok. Aku sudah mendapatkan pengalaman yang pa-hit sekali dengan minum arak dan mabok, dan aku tidak mau mengulangnya lagi.
Bhok Gun melirik ke arah Siu Kwi dan tertawa, suara ketawanya lantang dan sepasang matanya ber-sinar sinar. "Ha-ha-ha, sumoi yang jelita. Maksudmu tentulah pengalaman minum arak, mabok dan hendak diperkosa oleh tiga orang gurumu" Ha-ha, akan tetapi aku bukan Sam Kwi, sumoi. Aku takkan melakukan hal yang keji itu. Bagiku, cinta harus dilakukan dengan suka rela, bukan paksaan."
"Suka rela atau paksaan, aku tidak sudi!" Bi Lan berkata ketus dan iapun bangkit berdiri dan melangkah hendak meninggalkan ruangan makan itu, kembali ke kamarnya.
Akan tetapi dengan beberapa loncatan saja Bhok Gun sudah menghadang di depannya dan laki-laki ini lalu memberi hormat dengan menjura dalam-dalam, merangkap kedua tangan di depan dada. "Maaf, ah, apakah engkau tidak dapat memaafkan aku, sumoi Aku memang suka berkelakar dan kalau tadi aku mengeluarkan kata-kata yang menyinggung perasaan hatimu yang halus, maafkanlah aku. Maafkanlah aku sebagai tuan rumah, juga sebagai suheng yang me-nyayang sumoinya dan menghormati tamunya. Aku tidak akan mengulang lagi tentang Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
164 minum arak." Melihat pria itu bersikap dengan sopan dan demikian menghormat, Bi Lan merasa tidak enak kalau melanjutkan kemarahannya. Apa lagi mendengar su-cinya tertawa terkekeh dan berkata,
"Aiihh, sumoi, apakah mendadak saja engkau menjadi seorang yang suci dan tidak dapat menghadapi kelakar dan goda-an" Hi-hik, kami berdua agaknya malah kedahuluan olehmu.
Kami belum biasa hidup sopan santun seperti yang diminta sute, engkau malah agaknya sudah menjadi orang sopan yang tidak sudi mendengar kelakar nakal, hi-hik."
Bi Lan terpaksa kembali ke tempat duduknya dan dengan sikap serius ia berkata, ditujukan kepada sucinya, tidak langsung kepada Bhok Gun walaupun kepada pria itulah sebenarnya ucapannya ditujukan, "Aku tidak perduli akan kelakar atau apa saja, akan tetapi asal tidak menyangkut diriku. Kalau menyang-kut diriku, aku tidak sudi orang bersikap kurang ajar kepadaku, siapapun juga orang itu."
"Maaf, sumoi, aku sama sekali tidak berani ku-rang ajar kepadamu, Dan kalau ada seorang laki-laki berani kurang ajar kepadamu, akulah yang akan menghajarnya. Engkau adalah sumoiku yang cantik jelita, manis dan sopan, aku harus menjagamu baik-baik."
"Hi-hik, masih perawan lagi, selamanya belum pernah bersentuhan dengan pria, bukankah begitu, sumoi?" kata Bi-kwi mengejek.
"Ah, kalau begitu sumoi Can Bi Lan adalah seorang dara yang bagaikan setangkai bunga masih bersih dan suci, tak pernah terjamah tangan, tak pernah tersentuh kumbang, harus makin dijaga baik-baik," kata Bhok Gun yang sengaja bersikap baik untuk mencari muka.
Akan tetapi dasar dia seorang gila perempuan, ucapan-ucapannya itu malah membuat Bi Lan merasa tidak enak walaupun itu merupakan pujian. Ia tidak mau mencampuri ucapan-ucapan mereka itu dan melanjutkan makan minum yang ta-di belum selesai.
"Hemm, aku sih tidak ingin menjadi kembang yang belum tersentuh kumbang, tidak ingin menjadi dara atau perawan murni yang belum pernah berde-katan dengan pria, aku tidak mau tidur sendiri ke-dinginan. Aku ingin kehangatan setiap saat...." kata pula Bi-kwi dan iapun bangkit dari tempat du-duknya, merangkul Bhok Gun dan mencium bibir pria itu dengan penuh napsu. Bhok Gun tersenyum dan maklum akan maksud kekasih barunya ini, yaitu untuk membangkitkan rangsangan dan berahi dalam hati Bi Lan. Maka diapun membalas ciuman itu dan keduanya lalu bercumbu, berangkulan dan berciuman begitu saja di depan Bi Lan, tanpa malu-malu lagi bahkan mereka sengaja melakukan cumbuan-cumbu-an yang tidak sepantasnya diperlihatkan orang lain. Bhok Gun menggunakan sumpitnya menggigit
sepo-tong daging dan secara pamer sekali dia menyuapkan daging itu dari mulutnya ke mulut Bi-kwi yang me-nerimanya sambil terkekeh genit.
Dapat dibayangkan betapa besar rasa malu mene-kan batin Bi Lan. Selamanya belum pernah ia meli-hat adegan-adegan seperti itu, dalam mimpipun be-lum. Biarpun ia tahu bahwa sucinya adalah juga ke-kasih tiga orang gurunya dan mereka melakukan hubungan suami isteri. Namun tiga orang gurunya tidak pernah mencumbu sucinya itu di depannya. Dan iapun tahu bahwa sucinya seringkali menculik dan memaksa pemuda-pemuda tampan untuk
meng-gaulinya, namun hal inipun terjadi di luar tahunya. Baru sekarang ia melihat sucinya bercumbu sebebas itu dengan seorang pria di depannya. Tadinya ia ha-nya menundukkan muka sambil makan dan tidak sudi memandang, akan tetapi suara-suara cumbuan itu masih saja menusuk telinganya dan akhirnya iapun bangkit berdiri. Tak dapat ia bertahan lebih lama Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
165 lagi. Bukan karena suara-suara dan pandangan--pandangan itu dianggapnya tidak sopan dan cabul, karena semenjak kecil ia digembleng oleh tiga orang guru yang berjuluk Tiga Iblis, yang tidak mengenal sama sekali tentang sopan santun, dan hanya karena memang nalurinya yang halus saja Bi Lan tidak ter-seret, akan tetapi yang membuat ia tidak dapat ber-tahan adalah karena adegan itu mendatangkan suatu perasaan yang membuatnya takut sendiri.
Perasaan yang belum pernah dirasakannya sebelumnya. Yang membuatnya berdebar-debar dan menimbulkan pe-rang di dalam batinnya. Di satu pihak, ada suara hatinya membisikkan bahwa perbuatan yang dilaku-kan dua orang di depannya itu sama sekali tidak patut dilihat atau didengar, akan tetapi perasaan lain membuat ia ingin sekali melihat dan mende-ngarkan dengan diam-diam. Hal inilah yang mena-kutkan hatinya dan membuat ia tidak dapat bertahan lagi, lalu ia bangkit berdiri.
"Aku.... aku mau beristirahat dulu di ka-marku," tanpa menanti jawaban dua orang yang masih saling rangkul dan saling berciuman itu iapun meninggalkan mereka dan memasuki kamarnya, me-nutupkan daun pintu keras-keras. Ia tidak tahu be-tapa dua orang itupun menghentikan permainan mereka.
"Hemm, kurasa usaha kita hampir berhasil," kata Bhok Gun lirih.
"Hi-hik, ia mulai panas dingin. Kau memang hebat, sute. Akan tetapi awas, kalau sampai engkau berhasil kemudian lebih mementingkan sumoi dan mengesampingkan aku, kau akan kubunuh!"
Bhok Gun tersenyum dan merangkulnya. "Heh heh, cemburu lagi?"
"Tidak cemburu, akan tetapi ia masih dara, masih perawan murni. Laki-laki tentu lebih suka dan setelah mendapatkan yang muda, lalu melupakan yang tua."
"Hemm, aku bukan pria seperti itu. Aku lebih menyukai buah yang sudah matang dari pada yang masih hijau dan mentah. Kalau aku menaklukkan-nya, bukan karena ingin mendapatkan yang hijau dan mentah, melainkan demi kelancaran usaha kita, bukan" "
"Nah, mari teruskan menggodanya sampai ia jatuh," kata Bi-kwi dan sambil bergandeng tangan mereka lalu menuju ke kamar mereka yang berada di samping kamar yang ditinggali Bi Lan, hanya ter-pisah dinding kayu di mana terdapat sebuah pintu tembusan yang tertutup.
Dengan jantung masih berdebar dan kedua pipi kemerahan, mukanya terasa panas Bi Lan memasuki kamarnya. Apa yang dilihatnya dan didengarnya di depannya tadi, di ruangan makan, benar-benar membuat hatinya tidak karuan rasanya. Rasa kedewasa-annya tersentuh dan ada dorongan amat kuat dan aneh yang membuat ia ingin mengetahui lebih ba-nyak tentang hubungan antara pria dan wanita. Ga-irahnya timbul, keinginan untuk mengetahui, mengalami. Akan tetapi kesadarannya bahwa Bhok Gun adalah seorang laki-laki yang tidak baik, yang tidak mendatangkan rasa suka di hatinya, membuat ia menolak keras dan hatinya sudah mengambil kepu-tusan bahwa kalau kelak tiba saatnya harus mela-yani pria, mencurahkan hasrat yang bernyala-nyala di dalam hatinya dan di seluruh syaraf tubuhnya itu dengan seorang pria, maka pria itu bukan Bhok Gun dan tidak seperti Bhok Gun! Rasa tidak suka kepa-da Bhok Gun ini menolong dan meredakan gelora batinnya yang dibakar oleh gairah berahi yang wajar dari seorang dara yang mulai bangkit dewasa.
Karena tadi tubuhnya tidak karuan rasanya, Bi Lan melempar tubuhnya ke atas pembaringan Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
166 tanpa berganti pakaian, tanpa membuka sepatu. Ia mene-lungkup dan perlahan-lahan mulai menenteramkan hatinya yang bergelora.
Tiba-tiba perhatiannya tertarik oleh suara orang di kamar sebelah. Langkah dua orang disusul ketawa cekikikan dari sucinya! Bi Lan
mengangkat kepalanya dengan hati-hati agar, jangan sampai mengeluarkan bunyi. Sucinya dan Bhok Gun memasuki kamar itu, kamar sebelah yang hanya ter-pisah dinding kayu. Baru langkah kaki mereka saja dapat terdengar oleh pendengarannya yang terlatih dan amat tajam.
Apa lagi suara-suara lain. Tanpa melihat saja Bi Lan dapat mendengar betapa mereka berkecupan, betapa mereka berdua menjatuhkan diri di atas pembaringan, berbisik-bisik, terkekeh dan terutama sekali suara erangan kemanjaan dari mulut sucinya terdengar jelas.
Kembali jantung Bi Lan berdebar keras, lebih hebat dari pada tadi. Api yang tadinya sudah hampir dapat dipadamkannya itu kini berkobar lagi, mendatangkan gairah rangsangan yang membuatnya gelisah. Ia bangkit duduk, otaknya dijejali gambaran-gambaran yang terbentuk oleh pendengarannya. Agaknya dua orang di sebelah itu mengumbar napsu mereka tanpa dikendalikan lagi.
"Ssttt, suci.... jangan keras-keras, nanti terdengar sumoi di sebelah," terdengar suara Bhok Gun berbisik, akan tetapi dapat didengar oleh Bi Lan dengan jelas sekali.
"Kalau dengar mengapa" Iapun seorang wanita, ia berhak untuk menikmati. Kalau ia mau, sebaiknya kalau engkau yang memberi pelajaran kepadanya tentang hubungan pria dan wanita, sute. Dari pada ia belajar dari laki-laki lain yang tak dapat diperca-ya!
"Ah, mana ia mau?" terdengar laki-laki itu berkata lagi, sementara jantung di dalam dada Bi Lan berdebar semakin keras.
"Bodoh kalau ia tidak mau. Kenapa malu-malu" Aku membolehkan kalian bermain cinta, bukankah kalian masih saudara seperguruanku sendiri" Suatu waktu ia tentu akan
menyerahkan tubuhnya kepada seorang pria, untuk yang pertama kali, untuk menjadi gurunya yang pandai dan berpengalaman, mengapa tidak engkau, sute?"
Api yang berkobar di dalam dada Bi Lan semakin besar dan gadis ini cepat bersila dan bersamadhi mengumpulkan kekuatan batin seperti yang pernah ia pelajari dari Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir dan isterinya. Ia masih mendengar percakapan dua orang itu yang makin memberi bujukan tak langsung kepadanya dan mendengar mereka bercumbu, akan tetapi kini batinnya menjadi tenang karena cara bersamadhi itu dan ia dapat menguasai napsunya sendiri yang membakar.
Ia menjadi marah. Agaknya sucinya dan Bhok Gun sengaja, pikirnya. Mereka berada itu tentu maklum bahwa ia yang berada di kamar sebelah akan mampu mendengar semua
percakapan dan perbuatan mereka. Akan tetapi mereka itu agaknya sengaja hendak
menjatuhkannya dengan rayuan dan pem-bangkitan gairah napsunya.
Bi Lan lalu menyambar buntalan pakaiannya, kemudian berkata dengan suara lantang, "Suci dan suheng, aku akan pergi meninggalkan tempat ini se-karang juga!"
Suara dua orang di kamar sebelah itu tiba-tiba terhenti dan pintu tembusan itupun terbuka.
Kira-nya dua orang itu masih berpakaian lengkap dan semakin yakin hati Bi Lan bahwa mereka tadi hanya bermain sandiwara dengan tujuan tertentu, yaitu membangkitkan napsu Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
167 berahinya agar mudah dilalap oleh Bhok Gun tanpa memperkosanya, melainkan memaksanya melalui pembakaran nafsu berahi agar ia dapat menyerahkan diri dengan suka rela kepada Bhok Gun. Semua nampak jelas olehnya dan Bi Lan menjadi semakin marah.
"Sumoi, apa yang kaukatakan tadi" Kau mau pergi" Ke mana?" teriak Bi-kwi, mengerutkan alisnya karena mulai marah melihat betapa sumoinya itu sama sekali tidak dapat dibujuk.


Suling Naga Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Suci, aku mau pergi sekarang juga."
"Kenapa?" "Bukan urusanmu."
"Bukan urusanku" Eh, bocah sombong, apa engkau sudah lupa akan janjimu kepadaku"
Apakah engkau sudah lupa bahwa tanpa bantuanku, sekarang engkau sudah bukan perawan lagi, sudah dilalap oleh Sam Kwi dan mungkin sudah mampus?"
"Suci! Aku sudah berjanji untuk mencari pu-saka Liong-siauw-kiam. Dan aku akan menepati janji itu. Aku akan pergi mencari pusaka itu dan ka-lau sudah dapat, akan kuserahkan kepadamu."
"Dan perebutan bengcu?"
"Kelak kalau sudah tiba saatnya engkau memperebutkan kedudukan bengcu, aku akan membantu-mu seperti pernah kujanjikan. Aku tidak akan me-langgar janji."
"Tapi ke mana kau hendak mencari pusaka itu?"
"Ke mana saja, akan tetapi tidak bersamamu!"
Bi-kwi marah bukan main. Akan tetapi Bhok Gun sudah melangkah maju dan dengan
senyum me-narik dia berkata, "Sumoi, kalau engkau merasa sungkan bicara di depan suci, mari kita bicara empat mata di tempat terpisah. Maukah engkau" Mari, sumoi...." Laki-laki ini sudah merasa yakin bahwa siasatnya menggairahkan dan membangkitkan berahi dara itu tentu berhasil dan kini agaknya dara itu sudah tidak kuat lagi bertahan, maka dengan da-lih hendak pergi sebetulnya hendak menjauhkan diri dan kalau mungkin bicara berdua saja dengannya karena tentu saja merasa malu terhadap sucinya. Dia sama sekali tidak tahu bahwa justeru dara itu telah tahu akan siasatnya dan karenanya marah dan benci bukan main padanya.
"Aku bukan sumoimu dan kau tidak perlu me-rayuku. Suci mungkin mudah kaubujuk akan tetapi jangan harap aku akan suka melihat mukamu!" Ber-kata demikian, Bi Lan sudah meloncat keluar dari kamar itu dan terus melarikan diri keluar dari ru-mah.
"Siauw-kwi, tunggu....!" Bi-kwi mengejar, disusul pula oleh Bhok Gun. Ketika tiba di pintu gerbang rumah perkumpulan itu, ada belasan orang anak buah Ang-i Mo-pang sudah
menghadang di situ dengan senjata di tangan. Mereka ini diam-diam sudah menerima perintah Bhok Gun bahwa kalau dara itu hendak pergi dari situ tanpa perkenan agar dihalangi.
Melihat belasan orang berseragam marah itu menghadang di jalan, dan obor-obor dipasang di ka-nan kiri pintu gerbang yang menunjukkan bahwa orang-oranQ ini agaknya memang telah Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
168 siap siaga, Bi Lan membentak, "Minggir kalian!"
Akan tetapi, tigabelas orang itu tidak mau minggir, bahkan melintangkan senjata mereka dengan sikap mengancam. Mereka semua takut terhadap Bi-kwi, akan tetapi nona ini, biarpun katanya sumoi dari Bi-kwi, tidak mereka takuti, apa lagi mereka menerima perintah dari Bhok Gun dan Bi-kwi sendiri untuk merintangi nona itu pergi dari situ.
"Keparat, minggir!" Bi Lan membentak marah, sekali ini sambil membentak ia menerjang maju. Empat orang terdepan menggerakkan senjata untuk menyerang karena mereka sudah menerima perintah bahwa kalau nona itu nekat menyerbu, mereka boleh menyerangnya.
Akan tetapi, gerakan Bi Lan cepat bukan main, juga kaki tangannya bergerak dengan tenaga dahsyat sehingga sebelum ada di antara empat senjata itu yang mengenai tubuh Bi Lan, lebih dahulu empat orang itu sudah terpelanting ke kanan kiri sambil mengaduh-aduh dan senjata mereka beterbangan terlepas dari tangan. Hebat bukan main bekas kaki ta-ngan Bi Lan karena empat orang itu tidak mampu bangkit kembali, ada yang patah tulang kaki, tangan atau iganya, bahkan seorang di antara mereka yang kena ditempiling kepalanya roboh untuk tidak bang-kit kembali karena kepalanya retak-retak!
Para anggauta Ang-i Mo-pang terkejut dan marah, dan mereka segera mengeroyok. Akan tetapi, tentu saja mereka itu bukan apa-apa bagi Bi Lan dan begitu gadis itu bergerak dengan cepat, tubuh-tubuh terpelanting dan roboh. Biarpun kini banyak ang-gauta Ang-i Mo-pang yang datang berlarian dan me-ngeroyok, namun mereka itu seperti sekumpulan. nyamuk menyerbu api lilin saja. Sebentar saja belas-an orang sudah roboh berserakan dan Bi Lan meloncat dan menerobos keluar dari pintu gerbang. Akan tetapi, ternyata Bhok Gun sudah berada di depannya di luar pintu gerbang itu. Wajahnya yang tampan itu tersenyum menyeringai, akan tetapi sepasang ma-tanya mencorong penuh ancaman, bengis dan kejam.
"Adikku yang lihai dan manis, memang kepan-daianmu hebat. Akan tetapi, bukankah dengan kita bertiga, maka semua pekerjaan akan dapat dilakukan lebih mudah lagi" Sumoi, sebelum terlambat, kem-balilah dan mari kita bekerja sama."
"Aku tidak sudi bekerja sama denganmu!" ben-tak Bi Lan.
"Siauw-kwi, engkau tidak boleh pergi. Aku melarangmu!" Tiba-tiba Bi-kwi sudah muncul dan berdiri di samping Bhok Gun.
"Kalau aku nekat pergi?" Bi Lan menantang dengan suara dingin dan pandang mata marah.
"Aku akan membunuhmu!" bentak Bi-kwi.
Bi Lan tersenyum, bukan senyum buatan, mela-inkan senyum pahit karena marah. Kini setelah ia hidup di luar lingkungan pengaruh tiga orang guru-nya, ia tahu bahwa ia harus dapat berdiri di atas ka-ki sendiri, harus berani menempuh segala bahaya se-orang diri dan tidak mengandalkan siapapun juga. "Hemm, ucapan itu sama sekali tidak mengejutkan aku, suci, karena kalau kau akan membunuhku, bu-kan merupakan hal baru bagiku. Sejak dulupun, sejak aku masih kecil, kalau ada kesempatan, tentu engkau sudah membunuhku. Jangan menakut-nakuti aku dengan ancaman itu. Kalau memang kau mampu, buktikan omongan itu, karena aku tidak takut padamu!"
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
169 Ciong Siu Kwi atau Bi-kwi memang tidak pernah suka kepada sumoinya itu. Sejak pertama kali ber-temu dan mendengar bahwa Bi Lan diambil murid oleh Sam Kwi, ia sudah membenci dan hendak mem-bunuh sumoi yang dianggap saingannya itu. Apalagi setelah Bi Lan makin besar dan nampak cantik ma-nis, ia menjadi semakin benci dan kalau saja ada kesempatan memang sudah sejak dahulu ia membunuh Bi Lan. Dan sekaranglah saat itu tiba. Sam Kwi tidak berada di situ dan di sampingnya ia telah memperoleh seorang pembantu yang amat baik, lebih baik dan lebih menyenangkan dari pada Bi Lan, yaitu Bhok Gun. Tidak ada lagi gunanya membiarkan Bi Lan hidup lebih lama lagi. Maka, mendengar ucap-an Bi Lan yang menantangnya, ia menjadi marah bu-kan main.
"Hiaaaatttt....!" Ia mengeluarkan suara melengking nyaring dan tubuhnya sudah bergerak cepat ke depan, tangan kirinya menyambar dengan pukulan Ilmu Kiam-ciang yang membuat tangannya berubah kuat dan dapat membabat benda keras seta-jam pedang, juga lengannya dapat mulur panjang. Kiam-ciang adalah ilmu andalan dari Sam Kwi, dan Iblis Mayat Hidup merupakan ahli yang paling lihai di antara Sam Kwi dalam penggunaan Kiam-ciang.
Sedangkan lengan mulur itu adalah ilmu yang dida-pat dari Hek Kwi Ong atau Raja Iblis Hitam. He-batnya bukan main serangan tangan pedang dengan lengan yang dapat mulur itu.
"Hemmm....!" Tentu saja Bi Lan menge-nal baik serangan ini dan iapun melangkah mundur dua tindak sambil mengerahkan tenaga dan tangan kanannya bergerak menangkis dengan ilmu yang sa-ma, dan dengan pengerahan tenaga sin-kangnya yang lebih kuat karena ia sudah digembleng oleh pende-kar Naga Sakti Gurun Pasir.
Dua lengan bertemu dan terdengar suara nyaring seperti bertemuna dua senjata dari baja saja, dan akibatnya tubuh Bi-kwi terdorong mundur dua langkah. Akan tetapi Bi-kwi yang sudah maklum akan kekuatan sumoinya itu, tidak menjadi kaget melainkan sudah cepat menyerang lagi, kini menge-luarkan jurus dari Sam Kwi Cap-sha-kun, yaitu tigabelas jurus ilmu silat baru ciptaan terakhir dari tiga orang datuk Sam Kwi itu. Angin pukulan yang amat dahsyat menyambar-nyambar, sampai terasa oleh pa-ra anggauta Ang-i Mo-pang yang berdiri agak jauh sehingga mereka ini terkejut dan ketakutan lalu mun-dur menjauh. Memang hebat bukan main ciptaan terakhir Sam Kwi itu, ciptaan gabungan mereka bertiga yang sudah diolah matang ketika mereka mengasingkan diri. Bhok Gun sendiri memandang kagum karena dia sendiri tentu akan kewalahan kalau menghadapi serangan ilmu yang dahsyat itu.
Akan tetapi tentu saja Bi Lan tidak menjadi gen-tar menghadapi serangan ilmu ini karena ia sendiri pun sudah melatih diri dengan ilmu ini selama setengah tahun, bersama sucinya itu.
Dan dalam hal melatih ilmu ini, ia tidak kalah oleh sucinya, bahkan ia dapat menguasai ilmu itu lebih sempurna setelah ia menjadi murid Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir selama setengah tahun. Karena itu, menghadapi se-rangan Bi-kwi, iapun hapal benar akan semua gerakan dan perubahan Ilmu Sam Kwi Cap-sha-kun itu maka ke manapun Bi-kwi menyerang, pukulan-pukul-annya selalu dapat tertangkis membalik seperti me-nyerang dinding baja saja.
Bahkan ketika Bi Lan membalas dengan jurus terampuh dari ilmu itu, Bi-kwi hampir tidak dapat menahannya karena ternyata ia kalah kuat dalam tenaga sin-kangnya. Ia terhuyung dan kalau Bi Lan menghendaki, selagi ia terhuyung itu tentu saja Bi Lan akan dapat mengirim serangan susulan. Akan tetapi Bi Lan tidak melakukan hal itu, melainkan me-loncat hendak meninggalkan sucinya. Akan tetapi pa-da saat itu, Bhok Gun sudah menerjangnya dengan pukulan yang mendatangkan bunyi berdesing.
Bi Lan terkejut dan maklum bahwa pukulan ini adalah pukulan sakti semacam Kiam-ciang Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
170 yang amat berbahaya, maka iapun segera menggunakan keri-nganan tubuhnya untuk
mengelak ke kiri dan sambil mengelak, kakinya melakukan tendangan Pat-hong-twi. Ilmu Tendangan Pat-hong-twi (Delapan Penjuru Angin) ini merupakan ilmu andalan Im-kan Kwi atau Iblis Akhirat dan kini berbalik Bhok Gun yang terkejut karena kalau tadi dia menyerang, kini tendangan yang datangnya bertubi-tubi itu membuat keadaan menjadi terbalik karena dialah yang kini didesak!
Akan tetapi, Bi-kwi sudah menerjang lagi mem-bantu Bhok Gun sehingga Bi Lan dikeroyok dua. Begitu dikeroyok dua, Bi Lan segera terdesak. Bi-kwi selalu mengimbanginya dengan ilmu silat yang sama sehingga semua serangan Bi Lan menemui ja-lan buntu, sedangkan Bhok Gun menyerangnya sela-gi kedudukannya tidak menguntungkan, maka tentu saja ia mulai terdesak dan terus mundur mendekati pintu gerbang lagi. Agaknya dua orang itu hendak memaksanya kembali memasuki pintu gerbang. Bi Lan maklum bahwa kalau ia
mempergunakan ilmu-ilmu yang didapatkannya dari Sam Kwi, ia tidak akan mampu menang.
Semua ilmunya tentu akan dipunahkan oleh Bi-kwi, sedangkan Bhok Gun me-nyerangnya dengan ilmu lain yang belum dikenalnya.
Dalam keadaan terdesak itu, Bi Lan teringat akan ilmu silat yang dipelajarinya secara rahasia dari suami isteri dari Istana Gurun Pasir. Tiba-tiba saja ia mengeluarkan suara melengking nyaring dan ketika tubuhnya meluncur ke depan, dua orang pengero-yoknya terkejut sekali.
Mereka seolah-olah diserang oleh seekor naga yang meluncur turun dari angkasa. Mereka adalah orang-orang yang telah mewarisi il-mu-ilmu silat yang tinggi, maka mereka cepat meng-elak sambil mengibaskan tangan untuk menangkis.
Namun, tetap saja hawa pukulan dari Sin-liong Ciang-hwat yang ampuh itu membuat mereka terdo-rong dan terhuyung ke belakang! Bukan main hebatnya Sin-liong Ciang-hwat yang diajarkan oleh Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir Kao Kok Cu ke-pada gadis itu.
"Haiiittt....!" Tiba-tiba Bhok Gun juga berteriak dan nampak sinar merah ketika dia menge-butkan sehelai saputangan merah. Saputangan ini mengandung debu pembius yang berwarna kemerah-an dan dapat membuat orang menjadi pingsan kalau menyedotnya. Begitu saputangan itu dikebutkan, ada debu merah menyambar ke arah muka Bi Lan Akan tetapi gadis ini bukan seorang yang bodoh. Ia sudah banyak mengenal kelicikan dan kecurangan yang biasa dipergunakan di dunia kaum sesat, maka begitu melihat sinar merah saputangan itu, ia sudah menahan napas, bahkan lalu meniup dengan penge-rahan sin-kang ke arah debu merah. Debu merah itu membuyar dan bahkan membalik menyambar ke arah Bhok Gun dan Bi-kwi. Tentu saja dua orang itu cepat-cepat menghindarkan dengan loncatan-loncatan jauh ke belakang. Keduanya marah sekali dan begitu tangan mereka bergerak, jarum-jarum beracun me-nyambar dari tangan Bi-kwi, sedangkan dari tangan Bhok Gun meluncur paku-paku beracun. Mereka tidak malu-malu untuk menyerang Bi Lan dengan sen-jata-senjata rahasia beracun dari jarak cukup dekat.
Akan tetapi, tiba-tiba dua orang itu kaget bukan main ketika mereka melihat sinar yang hijau kehitaman berkelebat dan mereka merasa betapa tengkuk mereka meremang. Pedang di tangan Bi Lan itu me-ngandung hawa yang demikian mengerikan. Itulah Ban-tok-kiam!
Seperti kita ketahui, agar dara itu dapat melindungi dirinya dengan baik, nenek Wan Ceng, isteri Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir, yang amat menyayang Bi Lan, telah meminjamkan pedang mujijat itu kepadanya. Dan kini, melihat bahaya mengancam dirinya, Bi Lan sudah mencabut pedang itu dan dengan memutar senjata itu, semua jarum dan paku menempel pada pedang seperti jarum-jarum halus menempel pada besi sembrani. Memang pedang Ban-tok-Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
171 kiam, sesuai dengan namanya, yaitu Pedang Selaksa Racun, dapat menarik senjata-senjata rahasia beracun seperti besi sembrani menarik besi biasa. Setelah semua senjata rahasia itu melekat pada pe-dangnya, Bi Lan menggerakkan pedangnya sehingga pedang itu tergetar dan mengeluarkan bunyi "wirrrr....!" dan semua, senjata rahasia itu meluncur kembali ke arah pemiliknya.
"Heii....!" "Aihh....!" Dua orang itu berseru kaget dan cepat mengelak, akan tetapi dua orang anggauta Ang-i Mo-yang yang berdiri di belakang mereka, ter-kena senjata paku dan jarum beracun.
Mereka ber-teriak-teriak kesakitan dan roboh berkelojotan.
Melihat ini, Bhok Gun marah sekali. Dia mencab-ut pedangnya, dan Bi-kwi juga mencabut pedang.
"Kerahkan pasukan, kepung dan serbu. Bunuh perempuan ini!"
Lebih kurang tigapuluh orang anggauta Ang-i Mo-pang mengurung tempat itu dan membantu Bhok Gun dan Bi-kwi yang sudah memutar pedang menye-rang Bi Lan. Bi Lan cepat
memutar pedang Ban-tok-kiam dan mengamuk. Akan tetapi, dara ini biarpun sudah mewarisi ilmu-ilmu silat yang tinggi dan sakti, ia masih kurang pengalaman berkelahi. Kini ia dike-royok oleh Bi-kwi dan Bhok Gun saja sebenarnya sudah kewalahan dan baru bisa menandingi mereka karena ia pernah dilatih oleh suami isteri Istana Gu-run Pasir dan memiliki pedang Ban-tok-kiam. Apa lagi sekarang dikepung dan dikeroyok demikian ba-nyak lawan. Tentu saja ia menjadi repot sekali. Biarpun ia berhasil merobohkan sedikitnya enam orang lagi anggauta Ang-i Mo-pang, namun dalam hujan senjata itu, pedang di tangan Bhok Gun melukai pahanya dan sebatang jarum beracun yang dilepas Bi-kwi menancap di pundak kirinya, membuat lengan kirinya seketika terasa kaku. Untung baginya bahwa ia banyak mempelajari ilmu mengenal racun dari Iblis Mayat Hidup dan tubuhnya sudah cukup kuat untuk melawan racun, kalau tidak tentu ia sudah roboh oleh pengaruh racun dalam jarum itu.
Biar-pun demikian, gerakannya menjadi lemah dan ia semakin terdesak.
Pada saat yang amat berbahaya bagi keselamatan Bi Lan itu, tiba-tiba sesosok bayangan orang menerjang masuk ke dalam kepungan. Begitu dia mengge-rakkan kaki tangannya, kepungan menjadi kacau balau. Bagaikan orang mencabuti rumput-rumput kering saja dan mencampakkannya, dia menangkap setiap anggauta Ang-i Mo-pang dan melempar-lemparkan mereka ke kanan kiri. Juga setelah kedua kaki-nya bergerak, setiap tendangan tentu merobohkan seorang lawan.
Ketika Bi-kwi yang sedang mendesak sumoinya itu dan siap melakukan pukulan maut dengan tangan-nya atau tusukan maut dengan pedangnya tiba-tiba mendengar suara anak buah Ang-i Mo-pang berteri-ak-teriak dan kepungan menjadi bobol, ia cepat me-nengok dan terkejutlah ia melihat masuknya seorang pemuda yang merobohkan banyak orang. Apa lagi ketika ia mengenal wajah pemuda ini di bawah sinar obor. Pemuda itu bukan lain adalah pemuda yang pagi tadi dijumpainya di dalam rumah makan! Marahlah Bi-kwi. Walaupun pagi tadi ia merasa tertarik kepada pemuda ini yang selain berwajah tampan juga memiliki kepandaian tinggi seperti diperlihatkannya ketika menghadapi sepasang golok di tangan Tee Kok dengan sumpit dan dengan amat mudahnya me-ngalahkan Tee Kok, kini Bi-kwi marah sekali. Pe-muda usilan ini sekarang datang untuk merugikan dirinya, karena jelas pemuda ini memihak Bi Lan.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
172 "Bocah sial! Kau datang mengantar nyawa!" bentaknya dan iapun membalik, meninggalkan Bi Lan dan menyerang pemuda itu dengan pedangnya.
Gu Hong Beng, pemuda itu tersenyum dan cepat mengelak dengan loncatan ke kiri sambil menampar roboh seorang anggauta Ang-i Mo-pang. "Bukan mengantar nyawa, melainkan menolong nyawa seo-rang gadis yang secara curang dikeroyok oleh begini banyak orang!"
Bi-kwi tidak bicara lagi, akan tetapi menyerang kalang kabut, menggunakan pedangnya menusuk lam-bung sedangkan tangan kirinya menampar ke arah kepala pemuda itu. Hong Beng tidak bersikap sem-brono. Dia cukup maklum betapa lihainya wanita ini, maka sambil mengelak dari tusukan pedang, dia-pun mengangkat tangan kanan memapaki tamparan yang dilakukan lawan, sambil mengerahkan tenaga sin-kangnya.
"Plakkk....!" Dua telapak tangan bertemu dan akibatnya, hampir Bi-kwi roboh karena hawa di-ngin yang luar biasa menyusup ke dalam tubuhnya melalui telapak tangan, membuat ia menggigil! Ce-pat ia melompat mundur sambil menahan napas dan mengerahkan sin-kang.
Itulah tenaga Soat-im Sin--kang atau tenaga Inti Salju yang merupakan satu di antata ilmu tangguh dari keluarga Pulau Es! Ketika Bi-kwi melompat ke belakang, kesempatan itu diper-gunakan oleh Hong Beng untuk menubruk ke kanan dan merobohkan dua orang
pengeroyok Bi Lan. Setelah ditinggalkan sucinya, Bi Lan yang sudah luka itu merasa agak ringan, tidak begitu terhimpit lagi walaupun Bhok Gun yang dibantu oleh anak bu-ahnya itu, masih
mengepungnya dan merupakan la-wan berat bagi dara yang sudah menderita luka itu. Dengan Ban-tok-kiam di tangan Bi Lan mengamuk. Ia juga melihat munculnya pemuda yang
membantu-nya dan ia merasa heran karena iapun mengenal pe-muda itu sebagai pemuda yang pagi tadi ia lihat di rumah makan. Mengapa pemuda ini bisa berada di sini dan mengapa pula membantunya padahal mereka sama sekali tidak saling mengenal" Akan tetapi di-am-diam ia bersyukur karena dengan munculnya ban-tuan ini, ia mempunyai harapan untuk meloloskan diri.
"Nona, mari kita pergi dari sini!" teriak Hong Beng setelah merobohkan dua orang anggauta Ang-i Mo-pang.
"Boleh pergi asalkan kau meninggalkan nyawa-mu!" bentak Bi-kwi yang sudah menyerang lagi. Hong Beng sudah memperhitungkan ini karena biar-pun dia bicara kepada Bi Lan yang diajaknya melari-kan diri, diam-diam dia memperhatikan Bi-kwi dan sudah membuat perhitungan untuk membuat gerak-an yang mengejutkan. Ketika Bi-kwi menyerang dengan pedangnya, tiba-tiba saja Bi-kwi terkejut ka-rena ada tubuh seorang anggauta Ang-i Mo-pang melayang dari depan menyambut bacokan pedang-nya! Itulah perbuatan Hong Beng yang tadi dengan cepat telah menangkap seorang pengeroyok dan me-lemparkan tubuh orang itu ke arah Bi-kwi. Akan tetapi, dasar hati Bi-kwi amat kejam dan tidak me-ngenal kasihan kepada orang lain, walaupun yang melayang itu adalah tubuh seorang anak buah Ang-i Mo-pang akan tetapi karena orang itu merupakan penghalang, tanpa memperdulikan apa-apa lagi ia melanjutkan bacokannya.
"Crakkk!" Tubuh orang itu putus menjadi dua dan Bi-kwi menyusulkan tendangan yang membuat tubuh itu terlempar ke samping dan pada saat itu Bi-kwi menjerit kaget dan marah.
Sebatang jarum telah menancap di pergelangan tangan kanannya, membuat tangan itu lumpuh Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
173 dan pedangnya terlepas. Kiranya Hong Beng yang juga memiliki kepandaian mempergunakan jarum halus yang berbau harum, tidak beracun akan tetapi dapat menyerang jalan darah, telah mempergunakan kesempatan tadi, tertutup oleh tubuh orang yang dilontarkan, menyusul-kan serangan dengan sebatang jarum halus ke arah pergelangan tangan Bi-kwi.
Wanita ini marah bukan main, biarpun tangan kanannya lumpuh, ia masih menubruk ke depan menggunakan tangan kanannya, dihantamkan ke arah dada pemuda itu. Hong Beng menyambutnya dengan telapak tangannya.
"Tarrr....!" terdengar suara keras dan tu-buh Bi-kwi terdorong ke belakang, mukanya pucat dan tubuhnya tergetar. Ia tadi sudah siap mengha-dapi serangan hawa dingin dari pemuda itu, dengan pengerahan sin-kang yang membuat telapak tangan-nya panas. Akan tetapi siapa sangka, ketika telapak tangannya bertemu dengan tangan Hong Beng, ada hawa panas yang luar biasa menyerangnya, seolah-olah membakar telapak tangannya dan menyusup sampai kejantung. Ia tidak tahu bahwa penwda itu sekali ini menggunakan ilmu sakti Hui-yang Sin--
kang atau tenaga Inti Api yang hebat.
Akan tetapi pada saat itu, Bi Lan sudah hampir tak dapat mempertahankan dirinyalagi. Ia sudah terlampau lelah dan juga luka di pundak oleh jarum beracun dan luka pedang di pahanya membuat gerakannya semakin lemah. Ketika tiga pasang golok anak buah Ang-i Mo-pang menerjang dari tiga jurus-an, ia mengerahkan tenaga terakhir dan memutar Ban-tok-kiam. Terdengar pekik-pekik mengerikan dan tiga orang itu roboh bergelimpangan, akan tetapi pada saat itu, pedang di tangan Bhok Gun dengan kecepatan kilat menusuk ke arah leher Bi Lan tanpa dapat dielakkan atau ditangkis lagi oleh Bi Lan ka-rena pada saat itu, gadis ini sedanq menghadapi tiga orang pengeroyok tadi.
"Trangggg....!" Sebatang golok mela-yang dan menghantam pedang di tangan Bhok Gun sehingga tusukan ke arah leher Bi Lan itu menyele-weng dan tusukannya luput karena pedangnya di-tangkis oleh golok yang dilontarkan Hong Beng. Di lain saat, tubuh Bi Lan yang terhuyung itu sudah di-pondong oleh Hong Beng.
"Nona, kita harus pergi dari sini," katannya. Bhok Gun marah dan pedangnya menyambar ganas.
"Cringgg....!" Pedang yang menghantam ke arah kepala Hong Beng itu dapat ditangkis oleh Ban-tok-kiam di tangan Bi Lan. Biarpun Bi Lan su-dah berada dalam pondongan Hong Beng, namun melihat bahaya mengancam ia dan penolongnya, ga-dis perkasa ini sudah mengangkat pedangnya me-nangkis. Hong Beng meloncat dan merobohkan dua orang penghalang dengan dorongan tangan kanannya, sedangkan lengan kirinya merangkul tubuh Bi Lan yang
dipondongnya. Dia juga berhasil merampas sebatang tombak dan dengan senjata ini dia lalu me-mukul jatuh obor-obor yang menerangi tempat itu sehingga cuaca menjadi hampir gelap karena hanya obor-obor yang agak jauh dari situ yang masih ber-nyala. Kesempatan ini dipergunakan Hong Beng untuk meloncat jauh dan melarikan diri di dalam ge-lap. Dia berlari cepat sekali keluar dari kota Kun-ming, melalui pintu gerbang sebelah timur. Para penjaga pintu gerbang terkejut melihat seorang pe-muda lari keluar memondong seorang gadis yang membawa pedang. Sejenak mereka tertegun, akan tetapi karena pada waktu itu terdapat larangan mem-bawa senjata tajam sedangkan gadis tadi membawa pedang dan juga sikap mereka amat mencurigakan, para penjaga itu lalu melakukan pengejaran. Tak la-ma kemudian, serombongan orang yang di antaranya banyak yang memakai pakaian serba merah nampak berlari-lari keluar pintu gerbang pula. Para penjaga semakin kaget dan mereka semua Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
174 ikut mengejar. Akan tetapi, yang dikejar sudah tak nampak lagi ba-yangannya karena ditelan kegelapan malam.
*** Hong Beng terus membawa lari Bi Lan sampai jauh naik ke lereng sebuah bukit. Bulan sudah naik tinggi dan hal ini amat menolongnya karena malam menjadi terang, memudahkan dia memilih jalan me-larikan diri. Semenjak memasuki hutan ke dua tadi, dia sudah berhasil meninggalkan para pengejar dan kini tidak nampak seorangpun pengejar di belakang.
Tiba-tiba Hong Beng merasa ada benda dingin sekali menempel tengkuknya, dan ujung sebatang pedang yang tajam runcing menempel tepat di jalan darahnya. Sedikit saja pedang itu ditusukkan, akan tamatlah riwayatnya! Ketika teringat bahwa pe-dang itu adalah pedang hijau kehitaman yang menge-luarkan hawa mengerikan, yang dipegang oleh gadis yang ditolongnya, seketika Hong Beng merasa beta-pa semua bulu di tubuhnya bangkit satu-satu karena ia merasa seram.
"Berhenti dan lepaskan aku! Kalau tidak, pe-dangku akan menembus tengkukmu!" bentak Bi Lan dengan suara ketus. Biarpun ia merasa bahwa orang ini telah menolongnya, mungkin juga menyelam-atkannya dari ancaman maut, akan tetapi hatinya panas dan ia marah sekali karena pemuda ini telah berani menyentuh tubuhnya. Bukan hanya menyen-tuh, malah memondong dan ia merasa betapa lengan itu melingkar di pinggul dan pinggangnya! Kurang ajar sekali orang ini!
Mendengar ucapan yang ketus itu dan merasa betapa todongan ujung pedang itu tidak main-main, Hong Beng terpaksa melepaskan pondongannya.
"Bukk....!" Tubuh Bi Lan terbanting, bi-arpun tidak keras akan tetapi pinggulnya terasa pegal juga karena tubuhnya memang lemah. Karena ia su-dah kehabisan tenaga, maka ketika pondongan itu -dilepaskan, ia terbanting.
"Hemm, kau berani membanting aku, ya" Awas kau, kalau sudah sembuh, akan kuhajar kau!" Bi Lan semakin marah dan dengan pedang masih di ta-ngan kanan, ia menggunakan tangan kirinya meng-usap-usap pinggul yang tadi menimpa tanah berbatu yang keras.
"Ah, maaf.... bukankah kau yang minta agar aku melepaskanmu, nona?"
Karena memang demikian keadaannya dan pi-haknya memang keliru, Bi Lan hanya
mengomel, "Kau memang laki-laki kurang ajar sekali!"
Hong Beng memandang wajah yang cemberut itu dengan bingung. Bukan main cantik dan manisnya wajah cemberut itu tertimpa sinar bulan yang redup terang kehijauan. "Nona, aku datang dan melihat engkau dikeroyok, maka aku segera turun tangan membantumu, dan karena mereka tadi mengejar, engkau kularikan sampai di sini dan sekarang kau sudah aman.
Akan tetapi, kenapa engkau malah me-nodongku dan marah-marah kepadaku?"
"Siapa menyuruh engkau memondongku seperti itu!" bentak Bi Lan, hatinya masih panas karena malu mengenangkan betapa tadi ia dipondong seperti anak kecil dan dilarikan.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
175 "Tapi.... tapi.... bagaimana aku akan dapat menyelamatkanmu kalau tidak memondong-mu?"
Hong Beng membantah sambil mengerutkan alisnya karena dia mulai merasa marah juga.
Sung-guh seorang gadis yang tidak mengenal budi, sudah ditolong malah marah-marah dan menyalahkannya!
"Sedikitnya engkau bisa minta ijin dulu apakah aku suka atau tidak kaupondong. Enak saja memon-dong orang semaunya. Huh, dasar laki-laki tak me-ngenal sopan santun!" Bi Lan menggigit bibir me-nahan rasa nyeri di pundaknya, lalu mengomel lagi, "Sudah begitu masih membanting aku lagi, sudah ta-hu bahwa aku terluka. Laki-laki kejam dan tidak
berperikemanusiaan!" Bi Lan mendengar tentang sopan santun, tentang perikemanusiaan dan sebagai-nya itu selama ia menjadi murid Pendekar Naga Sakti.
Hong Beng merasa betapa mukanya menjadi pa-nas. Dia merasa terpukul, malu dan juga penasaran. Dia malu karena bagaimanapun juga, dia teringat bahwa memang tidak pantas seorang laki-laki seperti dia memondong tubuh seorang gadis tanpa perkenan si pemilik tubuh, akan tetapi dia juga merasa pena-saran karena selama hidupnya baru satu kali ini dia bertemu dengan orang yang begini tidak mengenal budi.
"Maafkan, nona, maafkan semua kelancangan-ku," katanya dan tanpa pamit lagi dia lalu membalikkan tubuhnya dan pergi meninggalkan Bi Lan, gadis yang dianggapnya tidak mengenal budi itu, tidak perduli bahwa gadis itu sejak tadi masih saja duduk di atas tanah, belum mampu bangkit berdiri, sungguh tidak sesuai dengan kegalakannya.
Dan memang Bi Lan tidak mampu bangkit ber-diri lagi. Tubuhnya terlalu lemas, bahkan kepalanya terasa pening, matanya berkunang, dan ketika Hong Beng pergi, ia yang sejak tadi menahan diri agar ti-dak pingsan kini terkulai lemas.
Hong Beng tidak pergi jauh. Di dalam hatinya, sebenarnya dia tidak tega meninggalkan Bi Lan be-gitu saja. Dia tahu bahwa gadis itu terluka, hanya dia tidak tahu betapa sejak tadi gadis itu mempergu-nakan kekuatan tubuh dan hatinya untuk bersikap keras dan pura-pura tidak apa-apa. Biarpun dia per-lu memberi "pelajaran" kepada Bi Lan atas keke-rasan sikapnya yang galak, namun dia tidak tega pergi jauh-jauh dan diam-diam dia menyelinap di an-tara pohon-pohon dan semak-semak untuk kembali ke tempat itu dan mengintai untuk melihat bagaimana keadaan gadis itu dan apa yang akan dilakukan-nya.
Tentu saja dia terkejut bukan main ketika meli-hat bahwa di tempat yang ditinggalkannya tadi, Bi Lan sudah menggeletak dalam keadaan tak sadarkan diri. Gadis itu telah jatuh pingsan di tempatnya, masih di tempat yang tadi, hanya kalau tadi dia ma-sih duduk, kini ia sudah rebah miring, mukanya yang tertimpa sinar bulan itu nampak pucat, akan tetapi pedang yang mengerikan itu masih dipegangnya erat-erat!
"Hayaa...." Hong Beng berseru perlahan dan cepat menghampiri dengan amat hati-hati. Dia mempergunakan telunjuk kanannya untuk perlahan-lahan menyentuh tangan Bi Lan yang memegang pe-dang, seperti orang hendak melihat apakah harimau itu sudah mati ataukah belum, takut kalau tiba-tiba dicakarnya. Setelah yakin bahwa gadis itu tidak ber-gerak lagi dan dalam keadaan pingsan, barulah dia berani mengambil pedang itu dari genggamannya.
Dia harus lebih dulu menyingkirkan pedang, karena dengan pedang itu di tangan, siapa tahu tiba-tiba gadis itu akan menyerangnya dan hal itu amat ber-bahaya karena dia dapat merasakan bahwa pedang itu adalah sebuah pusaka yang luar biasa ampuhnya.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
176 Kini dia yakin bahwa gadis itu memang pingsan, dan dia menarik napas panjang setelah menaruh pe-dang di bawah sebatang pohon, lima meter jauhnya dari situ. "Aih, seorang gadis yang berhati baja dan berkepala batu...." katanya sambil mulai me-meriksa pergelangan tangan gadis itu.
Dia kini tidak perduli lagi apakah gadis itu nanti akan marah atau akan mengamuknya, akan tetapi da-lam pemeriksaannya dia tahu bahwa gadis itu men-derita luka karena hawa beracun yang hanya dapat ditimbulkan oleh senjata rahasia. Dia harus mencari di mana bagian tubuh yang terkena senjata itu. Me-meriksa tubuh gadis galak itu, di dalam cuaca re-mang-remang lagi! Betapa sukarnya dan betapa ber-bahayanya karena kalau gadis itu keburu sadar dari pingsannya dan mendapatkan dirinya diraba-raba olehnya, huh, betapa akan mengerikan akibatnya. Akin tetapi, karena menurut denyut nadi itu si gadis berada dalam keadaan cukup berbahaya kalau hawa beracun itu tidak cepat-cepat dienyahkan, Hong Beng nekat. Biarlah kalau sampai berakibat si gadis itu marah sekali dan menyerangnya nanti, yang ter-penting adalah kenyataan bahwa dia tidak berbuat hal-hal yang tidak patut atau tidak sopan. Dia hanya ingin menolong dan menyelamatkan gadis itu sekali lagi dari ancaman maut yang kini datangnya dari hawa beracun yang amat berbahaya.
Mulailah Hong Beng melakukan pemeriksaan. Mula-mula dia hanya meraba-raba kedua lengan dan kaki, kemudian leher. Ketika meraba-raba kaki inilah dia menemukan kenyataan bahwa paha kiri gadis itu terluka, cukup parah dan mengeluarkan banyak da-rah. Inilah menjadi satu di antara sebab-sebab meng-apa gadis itu sampai pingsan, yaitu karena terlalu banyak mengeluarkan darah pula. Ketika jari tangan-nya meraba ke pundak, dia terkejut, merasakan betapa kulit pundak kiri gadis itu panas sekali. Tanpa ragu-ragu lagi Hong Beng lalu merobek bajubagian pundak kiri gadis itu dan jari-jari tangannya me-raba-raba. Dia mengangguk-angguk. Sebuah jarum beracun kiranya yang menancap sampai masuk ke dalam daging pundak, dan terselip di bawah tulang pundak!
Ketika menjadi murid pendekar sakti Suma Ciang Bun, Hong Beng juga mempelajari ilmu pengobatan, terutama mengenai luka-luka yang diakibatkan oleh senjata beracun atau luka-luka karena pukulan dan pukulan beracun. Maka setelah dia tahu bahwa ga-dis itu terkena jarum beracun yang kini berada di dalam pundaknya, diapun tahu apa yang harus
dilakukannya. Dia sendiri adalah seorang ahli memper-gunakan senjata rahasia jarum, walaupun jarum-ja-rumnya tidak diberi racun. Pertama-tama jarum itu harus dapat dikeluarkan, dan juga darah di sekitar jarum itu dikeluarkan. Dia tidak mempunyai waktu untuk mempergunakan alat-alat, apa lagi cuaca re-mang-remang saja dan juga gadis itu harus cepat-cepat ditolong agar racun itu tidak menjalar semakin luas. Satu-satunya jalan hanyalah mempergunakan kekuatan sin-kangnya untuk menghisap keluar racun dan jarum itu.
Hong Beng adalah seorang pemuda yang cerdik. Dia tahu akan keanehan watak Bi Lan.
Kalau dia sedang melakukan pengobatan lalu gadis itu siuman dan menyerangnya, dia tentu akan celaka. Pukulan seorang gadis selihai ini tidak boleh dibuat main-ma-in. Maka sebelum melakukan pengobatan, lebih da-hulu dia menotok beberapa jalan darah yang akan membuat gadis itu tidak mampu menggerakkan kaki tangannya kalau siuman nanti. Setelah itu, dia mero-bek baju di bagian pundak itu lebih lebar lagi, lalu dia menempelkan mulutnya pada luka di bawah de-pan tulang pundak. Kulit yang putih halus dan ha-ngat bahkan mendekati panas itu tidak mempenga-ruhinya karena pada saat itu Hong Beng mencurah-kan seluruh Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
177 perhatiannya hanya pada satu hal, yaitu untuk mengobati Bi Lan!
Dengan pengerahan tenaga khi-kang, pemuda itu menyedot. Darah yang agak menghitam tersedot dan diludahkan. Sampai beberapa kali dia menyedot. Akan tetapi, tiba-tiba bulan tertutup awan tebal dan keadaan menjadi gelap pekat. Terpaksa Hong Beng menghentikan pengobatan itu dan mengumpulkan kayu kering lalu membuat api unggun. Tak mungkin melakukan pengobatan dalam cuaca gelap gulita. Api unggun itu perlu sekali untuk mendatangkan cahaya penerangan, untuk melihat warna darah yang dihi-sapnya dan agar dia dapat melihat bagian tubuh yang terluka itu. Setelah api unggun bernyala besar dan mengusir kegelapan di sekitarnya, kembali Hong Deng menempelkan bibirnya pada pundak itu.
Apa yang dikhawatirkannya tadi terjadilah. Ti-ba-tiba gadis itu bergerak, akan tetapi ia tidak dapat menggerakkan kaki tangannya! Dan gadis itu lalu menjerit penuh kengerian, lalu jatuh pingsan lagi!
Tentu saja Hong Beng menjadi terkejut dan he-ran. Menurut perhitungannya, setelah kini hampir semua racun tersedot keluar, sepatutnya gadis itu menjadi hampir sembuh. Akan tetapi kenapa begitu siuman ia menjerit lalu pingsan lagi" Ia cepat me-meriksa denyut nadi, dan ternyata denyutnya lebih kuat dan cepat dari pada biasanya. Hal ini menunjukkan bahwa gadis itu mengalami guncangan dan kekagetan. Dia merasa semakin heran. Apa yang begitu mengejutkan gadis perkasa ini dan mengguncang batinnya sampai jatuh pingsan" Dengan gelisah dia menoleh ke kanan kiri, mencari-cari. Tidak ada apa-apa.
Hong Beng lalu melanjutkan usahanya mengobati Bi Lan. Sekali lagi dia menyedot dan setelah yang keluar darah merah, dia menghentikan sedotannya, menaruh obat bubuk putih yang dikeluarkan dari saku bajunya. Obat luka ini manjur sekali, selain dapat menghentikan keluarnya darah, juga dapat menahan segala macam kotoran masuk ke dalam lu-ka, dan membuat luka cepat mengering. Setelah itu, dia menempelkan telapak tangannya ke atas pundak yang terluka itu, mengerahkan sin-kang untuk menya-lurkan tenaga dalamnya membantu gadis itu memu-lihkan jalan darahnya dan mengusir sisa-sisa hawa beracun dari dalam tubuhnya.
Hong Beng sama sekali terlupa bahwa gadis yang diobatinya itu seorang yang amat berbahaya sehingga tadi dia terpaksa menotoknya lebih dulu. Dia lupa bahwa kini, karena dia menyalurkan sin-kang ke da-lam tubuh gadis itu melalui pundaknya, maka tena-ga ini dengan sendirinya melancarkan jalan darah dan membebaskan totokannya sendiri! Maka, begi-tu Bi Lan siuman dan gadis itu melihat betapa ia masih rebah terlentang dan pemuda itu masih berlu-tut di dekatnya dan sekarang secara kurang ajar se-kali menempelkan tangannya ke pundaknya yang telanjang karena bajunya sudah dirobek, dengan ke-marahan meluap-luap Bi Lan lalu menggerakkan ta-ngannya memukul dada pemuda itu. Kini kaki ta-ngannya dapat bergerak lagi dan saking marahnya, Bi Lan memukul dengan pengerahan tenaga dari Il-mu Silat Sin-liong Ciang-hoat yang pernah dipelajari-nya dari kakek Kao Kok Cu pendekar Istana Gurnn Pasir.
"Wuuuuttt.... bukkk....!" Pukulan itu dahsyat sekali, datang dari jarak dekat dan sama se-kali tidak disangka-sangka oleh Hong Beng yang sedang mengerahkan tenaga untuk menyalurkan sin-kang ke dalam tubuh Bi Lan itu. Akan tetapi dia masih sempat menarik kembali tenaganya karena kalau sampai dia terpukul dengan tangan masih me-nempel di pundak, maka tenaga pukulan gadis itu akan terus menyusup melalui tangannya ke dalam da-da gadis itu sendiri dan mungkin gadis itu akan celaka. Dia menarik kembali tenaganya dan karena itu sama Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
178 sekali tidak sempat berjaga diri. Untung dia masih ingat untuk mengumpulkan tenaga yang ditariknya itu ke arah dadanya sehingga dada itu masih dapat terlindung terhadap pukulan yang dahsyat itu. Begitu terkena pukulan itu, tubuh Hong Eeng terjengkang dan bergulingan, lalu berhenti me-nelungkup dan tidak bergerak lagi!
Bi Lan meloncat berdiri akan tetapi ia mengeluh dan hampir roboh kembali. Ia berdiri dengan kaki gemetar dan ternyata pahanya yang, terluka itu tera-sa nyeri, perih danpanas. Ia menggerak-gerakkan kedua tangannya, terutama lengan kirinya. Lengan kirinya sudah tidak lumpuh lagi dan ia sudah mendapatkan kembali tenaganya. Tenaganya sudah pulih kembali, akan tetapi kakinya tidak mampu bergerak dengan tangkas karena luka di pahanya! Dan pemu-da yang dipukulnya itu belum tentu sudah tewas. Kalau bangkit kembali tentu ia tidak akan mampu menandinginya dengan kaki seperti itu. Dengan ter-pincang-pincang ia menghampiri tubuh Hong Beng yang masih menggeletak menelengkup tak bergerak-gerak itu. Pemuda itu pingsan oleh guncangan pu-kulan yang dahsyat tadi. Setelah tiba dekat, Bi Lan mengangkat tangan meraba pinggang dan ia terkejut. Pedangnya hilang! Tidak ada di pinggangnya, ting-gal sarungnya saja. Lalu teringatlah ia bahwa tadi pedang itu masih dipegangnya. Ke mana perginya Ban-tok-kiam" Tentu orang ini yang mengambil-nya.
Celaka, pedang itu dipinjamkan oleh nenek Wan Ceng kepadanya, kalau sampai lenyap bagai-mana ia akan mempertanggungjawabkannya" Niat hati untuk membunuh pemuda itu segera mere-da. Tidak, ia tidak akan membunuhnya sebelum pemuda itu mengembalikan Ban-tok-kiam yang tentu disembunyikannya. Akan tetapi kalau tidak dibunuh orang ini amat berbahaya.
Bi Lan mendapatkan akal. Orang ini harus di-buat tidak berdaya dulu. Nanti kalau sudah sadar, akan diancam dan dipaksanya mengembalikan Ban-tok-kiam, baru akan dibunuhnya karena kekurang-ajarannya yang luar biasa tadi.
Karena tenaga di kedua tangannya sudah pulih, mudah saja bagi Bi Lan untuk melakukan totokan pada kedua pundak dan kedua pinggang pemuda itu untuk melumpuhkan kaki
tangannya. Akan tetapi, pemuda itu terlalu berbahaya dan lihai, maka Bi Lan masih menambahkan dengan mengikat kedua kaki tangan Hong Beng dengan robekan baju pemuda itu sendiri. Dengan gemas ia merobek baju pemuda itu, teringat akan baju di pundaknya yang robek, dan mempergunakan kain yang kuat itu, setelah dipintal-nya, untuk mengikat kedua pergelangan kaki dan ta-ngan. Barulah ia membalikkan tubuh pemuda itu terlentang. Pemuda itu masih pingsan. Agaknya hebat sekali pukulannya tadi. Wajah pemuda itu pu-cat dan dari ujung bibirnya mengalir sedikit darah. Bi Lan meraba dadanya dan ternyata pemuda itu masih bernapas, jantungnya masih berdenyut dan hatinyapun lega. Pemuda ini tidak boleh mati sebe-lum pedang pusakanya dikembalikan!
Penerangan api unggun makin menyuram kare-na api unggun itu kehabisan bahan bakar. Bi Lan terpincang-pincang mencari tambahan kayu kering dan tak lama kemudian api unggun itu membesar lagi. Ia duduk dekat tubuh Hong Beng yang masih terlentang tak bergerak, seperti tidur, seperti mati. Dan Bi Lan termenung. Yang terus teringat oleh-nya hanyalah bagaimana pemuda ini dengan kurang ajar sekali tadi telah merobek bajunya, menciumi pundak mungkin juga dekat payudaranya, Teringat ini, mukanya menjadi panas sekali. Dan teringat pu-la ia betapa ia siuman dan melihat pemuda itu seperti hendak memperkosanya, menciumi
pundaknya yang telanjang, ia tidak mampu menggerakkan kedua kaki tangan saking takutnya ia menjerit dan tak ingat apa-apa lagi. Ketika ia siuman kembali, bagaimanapun juga ia merasa lega karena pakaiannya, terutama pa-kaian dalamnya, masih melekat di badannya.
Akan tetapi pemuda itu masih membelai dan mengelus pundaknya, maka pemuda itu lalu Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
179 dihantamnya. Pe-muda biadab! Ia membayangkan hal yang bukan--bukan dan bulu
tengkuknya meremang. Hampir saja, pikirnya dan ia semakin marah.
Di bawah penerangan api unggun, ia melihat see-kor nyamuk besar terbang dan hinggap di pipi Hong Beng. Dengan pandang matanya yang tajam ia meli-hat betapa nyamuk itu menghisap darah dari pipi itu, perutnya yang tadinya kempis putih itu perla-han-lahan berubah menghitam dan mengembung.
Perasaan tidak tega membuat ia mengangkat ta-ngan ke atas, siap untuk memukul mati nyamuk itu. Akan tetapi perasaan lain mengatakan bahwa tidak sepantasnya ia mengasihani pemuda ini dan perasaan ini memaksanya mengingat betapa pemuda itu telah menciumi pundaknya dengan bibir dan pipi itu! Ta-ngannya melayang turun.
"Plakk!" Nyamuk itu mati gepeng dan perut-nya pecah, darah merah bergelimang di sekitar bang-kai nyamuk itu. Bi Lan menarik napas panjang un-tuk menekan perasaannya yang terpecah menjadi dua pihak yang bertentangan. Sepihak merasa puas bah-wa ia telah membunuh nyamuk yang sedang meng-hisap darah pemuda yang sedang pingsan tak berda-ya itu, akan tetapi lain pihak menyangkal dan me-ngatakan bahwa yang ia lakukan tadi adalah untuk melampiaskan panas hatinya, untuk menghukum ka-rena pemuda itu tadi berani kurang ajar kepadanya. Biarpun sudah dibantahnya demikian, tetap saja ada dua macam kepuasan terasa di dalam hatinya, kepu-asan karena membebaskan pemuda itu dari gangguan nyamuk dan kepuasan sudah menampar pemuda itu.
Kenyataan ini mengganggu hatinya dan Bi Lan mengalihkan perhatian kepada pahanya yang terluka.
Celananya yang kanan melekat pada pahanya. Bagi-an paha itu terbuka dan nampak luka merah menga-nga, sudah tidak mengeluarkan darah lagi akan teta-pi terasa amat nyeri, pedih dan panas. Untuk me-meriksa luka ini, harus celana itu dibuka. Hal ini tidak mungkin karena di situ ada orang lain, seorang lelaki pula! Merobek celana itu di bagian paha juga tidak mungkin karena pahanya akan terbuka dan te-lanjang dan hal ini amat memalukan.
Bagaimana ka-lau pemuda kurang ajar itu nanti siuman dan meli-hat pahanya yang tidak tertutup" Dengan hati-hati ia menguak celana yang terobek pedang itu untuk memeriksa lukanya. Perlu dicuci, pikirnya, dan ha-rus cepat diberi obat luka. Kalau tidak, bisaberba-haya. Ia meraba-raba bajunya akan tetapi tidak da-pat menemukan obat.
Teringatlah ia bahwa obat-obatnya berada di dalam buntalan dan buntalan itu tentu saja sudah tercecer ketika ia berkelahi tadi. Semua pakaian bekalnya juga hilang.
Api unggun mulai mengecil dan akhirnya padam, hanya meninggalkan asap putih yang makin menge-cil juga. Akan tetapi Bi Lan tidak menyalakannya kembali karena malam telah berganti pagi dan biar-pun mataharinya sendiri belum nampak, namun si-narnya telah membakar ufuk timur dan mengusir kegelapan malam. Pagi itu dingin sekali, akan tetapi Bi Lan yang sibuk memeriksa luka di pahanya tidak memperhatikannya. Mulutnya mendesis-desis mena-han rasa nyeri yang seperti menyusup ke dalam tu-lang-tulang, terutama di sekitar pahanya.
"Luka itu harus dicuci bersih dan aku mempu-nyai obat luka yang manjur."
Bi Lan yang sedang tenggelam dalam perhatian memeriksa luka di pahanya, terkejut dan cepat menutupkan kembali kain celana robek itu pada paha-nya. Mukanya merah dan seperti Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
180 seekor kelenci ketakutan, ia sudah meloncat ke dekat Hong Beng akan tetapi ia mengeluh karena pahanya terasa semakin perih ketika ia meloncat dan luka di paha itu tergeser dan tergores kain.
Dengan jari-jari tangan mengancam kepala Hong Beng, Bi Lan menghardik, "Hayo
kembalikan pe-dangku, kalau tidak, akan kucengkeram ubun-ubun-mu sampai hancur!"
Ketika tadi siuman kembali, Hong Beng merasa betapa kaki tangannya lumpuh, bahkan terikat tali yang terbuat dari bajunya sendiri yang sudah robek-robek. Lalu dia teringat, dan hatinya merasa men-dongkol bukan main. Celaka, pikirnya. Ini bukan hanya air susu dibalas tuba, bahkan lebih menjeng-kelkan lagi. Gadis itu bukan hanya tidak mengenal budi, bahkan jahat dan kejamnya seperti iblis! Dia harus berhati-hati karena nyawanya terancam di ta-ngan gadis yang jahat seperti iblis ini. Maka, biarpun sudah siuman, dia diam saja dan segera dia menge-rahkan tenaga sin-kangnya. Tenaga sin-kang yang di-miliki keluarga para pendekar Pulau Es memang hebat bukan main, berbeda dari pada sin-kang dari aliran persilatan yang lain. Keluarga Pulau Es itu sudah mampu menguasai latihan untuk menghimpun tenaga sinkang, bahkan untuk mengendalikannya se-demikian rupa sehingga para pendekar Pulau Es da-pat membuat tenaga sin-kang itu menjadi panas seper-ti api dan dingin seperti es, juga dapat sekaligus menggunakan dua hawa tenaga yang berlawanan itu dengan kedua tangan.
Dengan penggunaan kedua hawa tenaga itu, akhirnya dalam waktu sebentar saja Hong Beng mampu membebaskan pengaruh totokan Bi Lan. Akan tetapi dia diam saja karena ikatan tali kain itu tidak ada artinya baginya. Dia hanya bersiap siaga, ingin melihat apa yang akan dilakukan selanjutnya oleh gadis yang jahat dan kejam seperti iblis betina itu. Akan tetapi ketika dia melirik dan melihat beta-pa Bi Lan memeriksa luka di pahanya sambil men-desis-desis dan mengeluh dengan suara seperti akan menangis, seperti sikap seorang anak kecil yang ce-ngeng, kemarahannya mencair dan diapun merasa kasihan. Maka dia lalu memberi nasihat tadi agar luka itu dicuci dan bahwa dia mempunyai obat luka yang manjur.
Tak disangkanya sama sekali bahwa gadis itu memang benar-benar jahat. Kini gadis itu mengancam ubun-ubun kepalanya, siap membunuhnya dan menanyakan pedang pusaka yang juga mengerikan itu. Kini tahulah dia mengapa gadis itu memiliki se-batang pedang yang demikian menyeramkan. Kira-nya ia sendiripun mempunyai watak yang mengeri-kan.
"Hemm, kaukira aku mencuri pedangmu yang ganas itu" Aku hanya menyimpannya. Pedang itu berada di bawah pohon di sana itu." Hong Beng menunjukkan tempat pedang itu dengan pandang matanya. Bi Lan menengok dan terpincang-pincang ia menghampiri pohon itu.
Benar saja. Ban-tok-kiam menggeletak di situ. Cepat pedang itu diambilnya. Pedangnya sudah ditemukan dan sekarang pemuda itu harus dibunuhnya, untuk menghukumnya atas kekurangajarannya. Iapun terpincang-pincang meng-hampiri lagi Hong Beng yang diam-diam sudah siap siaga membela diri. Akan tetapi dia masih tetap rebah terlentang.
Kampung Setan 12 Tokoh Besar Karya Khu Lung Pedang Penakluk Iblis 7
^