Pencarian

Irama Seruling Menggemparkan 4

Irama Seruling Menggemparkan Rimba Persilatan Karya Opa Bagian 4


Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
batunya. Danau itu luasnya hanya kurang lebih tiga kaki, panjangnya dua tombak lebih; andaikata tubuhnya tidak didorong oleh orang berbaju hijau itu mungkin tidak begitu kebetulan terjatuh ke dalam danau yaug dalam itu, tetapi terjatuh ke atas tanah keras berbatu itu.
Memikirkan pengalamannya, ia bergidik, tetapi akhirnya tertawa kecut sendiri.
Setelah lolos dari lubang jarum, semangatnya terbangun lagi. Dengan susah payah ia berdiri dan berjalan menyusuri jalan di lereng gunung, yang menurun ke bawah.
Karena separuh badannya terluka, jalannya sama dengan orang biasa. Berjalan belum antara lama, badannya mulai dirasakan hangat.
Meskipun badannya dirasakan hangat, tetapi urat2 dan
daging tubultnya dirasakan semakin kejang, hingga jalannya semakin tidak leluasa.
Lamping gunung yang ada di kedua samping jalanan
lembah itu menjulang tinggi ke langit. Karena tempat itu mungkin adalah daerah tandus, tidak terdapat tumbuh2an, apabila ia tidal terluka, mungkin masih bisa merambat ke atas, tetapi karena saat itu badannya terluka, bagaimana dapat naik keatas.
Ia hanya mengharap, semoga jalan lembah itu tidak terlalu panjang. Jika ia sudah ke luar dari lembah itu, mungkin bisa menemukan atau setidak-tidaknya berusaha mencari jalan yang menuju kekuil tua itu. Mungkin orang tua aneh itu dapat menyembuhkan luka2nya.
Sambil berpikir ia melanjutkan perjalanannya, berjalan kira-kira empat atau lima pal, ia telah tiba di suatu tempat yang merupakan pangkal jalanan lembah tersebut.
Tetapi di situ ternyata terhalang oleh lereng_gunung pula yang menjulang tinggi ke langit.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan hati pilu Siang-koan Kie berdiri di depan tebing gunung itu, rasa kecewa, duka dan putus asa, telah
meruntuhkan semangatnya, sehingga kedua kakinya
mendadak lemas dan duduk lemas di tanah.
Ia dudul sambil memejamkan matanya, sementara itu
pikirannya terus bekerja; lembah ini apabila lembah mati, sudah tentu akan tergenang oleh air gunung. Tetapi
kenyataannya ternyata tidak demikian. Mungkin di bagian lain terdapat jalanan keluar.
Karena berpikir demikian, semangatnya terbangun lagi. Ia segera berbangkit dan berjalan balik dari jurusan semula.
Panjang lembah itu kira-kira limabelas pal. Kalau Siangkoan Kie tidak terluka, sudah tentu dapat dilalui olehnya dengan sangat mudah, tetapi karena separuh badannya
terluka dan kejang, perjalanan mundar mandir itu merupakan suatu siksahan hebat baginya.
Sekalipun sangat letih, tetapi keinginan untuk hidup, telah mendorong semangatnya untuk mempertahankan dirinya
menahan siksaan itu. Ketika ia tiba di ujung lembah, ternyata hari sudah pagi.
Apa mau, di hadapannya kembali terhalang oleh lereng
gunung yang sangat tinggi, hingga diam-diam mengeluh,
"Habislah, nampaknya di sini benar-benar sudah tidak ada jalan keluar lagi."
Badannya dirasakan letih sekali, ia lalu duduk menyandar batu gunung.
Pada saat itu semangatnya sudah runtuh sama sekali,
pengharapan yang semula dapat menahan kekuatannya, kini perlahan-lahan mulai lenyap.
Perlahan-lahan ia memejamkan matanya dan menghela
napas panjang, ia coba berusaha menenangkan pikirannya, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan tetapi perasaan letihnya semakin menjadi-jadi hingga ia akhirnya tertidur.
Dalam tidurya yang nyenyak, entah berapa lama telah
berlalu, waktu ia tersadar, matahari sudah naik tinggi. Sinar matahari yang menyinari batu2 kecil yang putih bagaikan telur, menim bulkan cahaya yang menyilaukan mata.
Pemandangan itu tidak menarik perhatian Siang-koan Kie, ia hanya duduk tertegun mengawasi lereng gunung yang
tinggi, sementara itu dalam hatinya berpikir, "Di dalam lembah yang buntu ini, kecuali itu danau, seluruh lembah ini agaknya penuh dengan batu2 bagaikan telur angsa ini, sehingga sebatang pohonpun tidak ada, sekalipun aku tidak mati karena lukaku juga akan mati kelaparan?".."
Manusia dalam keadaan terjepit, semakin besar usahanya untuk mempertahankan jiwanya. Begitulah keadaan Siangkoan Kie, karena mengerti jiwanya akan terancam apabila ia tidak berasaha mencari jalan, maka akhirnya dengan susah payah ia bangkit dan melanjutkan perjalanannya untuk
mencari jalan keluar. Ia berjalan sambil memperhatikan keadaan di sekitarnya, tetapi apa yang disaksikannya, hanya batu2 putih bundar bagaikan telur yang menabur seluruh tempat di dalam lembah itu, tiada tampak setapakpun tanah yang ada ramputnya.
Dalam keadaan putus asa ia duduk lagi, ia merasa heran mengapa lembah itu tiada terdapat tumbuhan hijau, ia
mengulur tangannya, mengambil sebuah batu yang
macamnya bagaikan telur angsa.
Batu itu sangat licin dan apa yang aneh ialah rasa dingin yang luar biasa yang menyentuh tangannya.
Perlahan-lahan ia mencoba untuk menekan batu itu, ia
merasa bahwa batu yang terdapat dalam lembah itu berbeda dengan batu lainnya, dilihatnya bukan saja seperti ada mengandung air yangg didalamnya, tetapi juga agak berat Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
timbangannya kalau dibanding dengan batu yang lain,
sehingga menarik perhatiannya, ia ingin mencoba untuk menghancurkan batu itu.
Ia lalu menyambitkan batu itu ke atas lamping gunung.
Tatkala batu itu terbentur dengan batu karang, lalu
menimbulkan suara nyaring dan batu- batu halus pada
berhamburan. Ketika ia pergi memeriksa, ternyata batu karang di lamping gunung terdapat tanda gumpal sebagian, sedangkan batu bundar yang disambitkan tetap utuh keadaannya!
Siang-koan Kie semakin heran, ia memungut sebuah dan
disambitkan lagi. Kembali terdengar nyaring, batu kecil bundar itu terpental balik dalam keadaan utuh.
Selagi dalam keadaan terheran-heran oleh keajaiban itu, telinganya tiba-tiba mendengar suara irama seruling, bagaikan ratapan seorang ibu yang memanggil anaknya dengan penuh rasa kasih sayang.
Siang-koan Kie tiba-tiba bangkit, ia mendongakkan kepala dan bersiul panjang.
Tetapi baru saja suara siulan itu ke luar dari mulutnya, paha kirinya tiba-tiba dirasakan kejang,sehingga ia terjatuh di tanah.
Karena separuh badannya terluka, ia sudah tidak bisa
mergerahkan kekuatan tenaga dalamnya, perbuatannya tadi yang dilakukan secara tanpa sadar menyebabkan lukanya semakin parah sehingga tidak dapat mempertahankan
tubuhnya sendiri. Jatuhnya agak berat, sehingga 1alu pingsan.
Setelah ia siuman kembali, badannya terasa dingin, seperti tidur di atas salju.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan susah payah ia duduk, tangannya meraba-raba
bekas tempat ia tidur, batu-batu itu ternyata masih dingin.
Ketika ia mendongakkan kepala matahari sudah condong
ke barat. Ia menghitung-hitung waktunya sedikitnya dalam waktu dua jam ia sudah pingsan, tetapi batu2 bekas di mana dia rebah ternyata tidak ada rasa hangatpun juga.
Kembali ia menghela napas. Akhirnya ia hendak mengambil keputusan nekad, karena dianggapnya sudah tidak bias keluar dari situ, dari pada mati kelaparan ia harus menanggung siksaan, lebih baik bunuh dir?"..
Selagi hendak bertindak, tiba-tiba terdengar suara bunyi burung, sehingga hatinya tergerak pula.
Tatkala ia mendongakkan kepala, seekor burung raksasa telah terbang menghilang ke belakang sebuah batu karang di tempat setinggi sepuluh tombak lebih di atas kepalanya, sehingga dalam hatinya berpikir, "Lembah ini masih ada burung yang datang tentunya terdapat barang berjiwa.
Oleh karenanya, maka timbulah pula keinginannya untuk hidup lagi."
Ia memejamkan mata untuk beristirahat sejenak, setelah pikirannya tenang kembali, ia membuka mata dan
memandang keadaan sekitarnya, untuk mencari jalan
sekiranya dapat ditempuh untuk keluar dari situ.
Kali ini karena pikirannya sangat tenang, matanya
perlahan-lahan bergerak mengawasi setiap tempat di sekitar lamping gunung, ia ingin mencari tempat yang dapat
digunakan untuk naik ke atas ke tempat batu karang yang menonjol, di mana burung raksasa tadi menghilang.
Tetapi ia merasa kecewa lagi, karena lamping gunung di bawah sepuluh tombak, seluruhnya licin, susah dicari suatu tempat yaug dapat digunakan untuk memanjat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kalau diwaktu biasa, ia masih dapat menggunakan ilmunya cecak merambat di tembok, tetapi sekarang dalam keadaan terluka seperti itu, jangankan menggunakan ilmu yang
mematikan kekuatan tenaga dalam itu, sekalipun berjalan sebagai biasa juga sangat susah.
-odwo- Bab 10 DALAM keadaan demikian, terdengar pula suara irama
seruling, yang mengandung penuh rasa gembira, sungguh aneh, irama seruling itu tiba-tiba membangkitkan perasaan keinginannya untuk hidup lagi.
Semangat Siang-koanKie yang sudah runtuh, telah
terbangkit pula oleh pengaruh irama seruling itu.
Ia berdiri dan berjalan ke lamping gunung, kemudian
duduk menyandar untuk mengatur pernapasannya.
Karana ia sudah tahu, apabila mengarahkau kekuatan
tenaga dalamnya, urat2nya yang terluka segera terasa kejang, hingga menimbulkan penderitaan hebat. Kali ini ia tidak berani mencoba lagi; perlahan-lahan ia mengatur penapasannya, sedapat mungkin menghindarkan penderitaan yang hebat itu.
Betul saja penderitaan itu banyak berkurang, tidak sehebat seperti yang sudah-sudah. ketika kekuatan tenaga dalamnya mulai terpusat, uratnya yang terluka sekonyong-konyong dirasakan kejang pula, terpaksa ia buru-buru menghentikan usahanya untuk memusatkan kekuatan tenaga dalamnya.
Sewaktu kekuatan tenaga dalam itu buyar lagi rasa sakit diuratnya segera berhenti.
Penemuan itu segera menimbulkan pengharapan untuk
hldup lagi, pikirnya, "Asal dengan cara demikian perlahan-Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lahan aku mengatur pernapasanku, mungkin dapat
menyembuhkan sendiri lukaku."
Ia menghitung-hitung mungkin sanggup menahan lapar
tiga hari tiga malam, apabila selama waktu itu ia dapat mengendurkan urat-uratnya yang terluka, masih ada sisa tenaga yang dapat digunakan untuk memanjat ke batu karang tempat menghilangnya burung raksasa tadi, mungkin dapat menggunakan tenaga burung raksasa itu keluar dari tempat ini.
Apa bila dalam waktu tiga hari tidak berhasil meringankan luka-lukanya, di bawah keadaan haus dan lapar, tenaganya perlahan-lahan pasti berkurang dan akhirnya pasti akan mati kelaparan di dalam lembah itu.
Ia mulai duduk lagi, untuk bersemedi dan mengatur
pernapasannya. Tak disangka setelah dua hari dua malam ia berusaba
menyembuhkan lukanya, bukan saja urat2nya tidak menjadi kendur, bahkan semangkin berat. Ia merasakan urat-uratnya telah terjadi perobahan, hingga terperanjat, ia berusaha hendak berdiri, ia baru mengetahui bahwa paha kiri dan lengan kirinya sudah tidak bisa bergerak lagi.
Berada di dalam tempat lembah mati dalam keadaan luka berat tidak bisa bergerak, sekalipun bagi orang yang
mempunyai hati kuat dan perasaan teguh juga akan merasa berada di dalam keadaan putus pengharapan.
Siang-koanKie mulai meraaa kehilangan kepercayaan
terhadap jiwanya sendiri, bayangan maut yang menakutkan, karena merasa sudah putus harapan sudah bukan suatu
ancaman yang menakutkan lagi baginya.
Ia mendongakkan kepala mengawasi awan di langit sambil berpikir, "Sekarang kecuali setinda demi setindak mendekati ajalku, aku sudah tidak ada jalan lain lagi, sisa waktu yang tingga tidak seberapa ini alangkah besar hatinya bagai Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang yang sudah akan meninggalkan jiwanya, maka aku akan menggunakan sebaik-baiknya?".."
Selagi hendak rebah untuk menikmati pemandangan alam dengan tenang, se-konyong-konyong mulutnya dirasakan
haus, hatinya lalu berpikir, "Sebelum mati aku tidak boleh menderi kehausan, meskipun di lembah ini tiada barang makanan untuk dimakan, tetapi masih ada air danau yang dapat kugunakan untuk menghilangkan rasa haus.
Make, ia lalu berusaha menuju ke pinggir danau.
Meskipun jarak itu tidak jauh, tetapi dengan susah payah baru ia mencapai tempat tersebut. Oleh karena paha kiri dan lengan kirinya sudah tidak dapat digunakan, ia hanya dapat menggunakan paha kanan dan lengan kanan untuk
merangkak di atasnya batu2 itu.
Pakaian di bawah tangan kanan dan kaki kanan sudah
terkoyak oleh batu2 bundar itu, tetapi ia agaknya tidak merasa sakit, sebaliknya ia merasa gembira dengan pengalaman barunya itu.
Bagi sesuatu orang yang sudah mengetahui dirinya akan mati, dalam hatinya kadang2 timbul dua macam perobahan, yang satu ialah perasaan kawatir dan takut, yang lain ialah ketenangan yang luar biasa, segala penderitaan sudah tidak dihiraukan lagi. Begitulah keadaan Siang-koan Kie pada waktu itu, termasuk golongan orang yang tersebut belakangan.
Di sekitar danau itu tumbuh rumput hijau, itulah satu2nya tempat di mana tumbuh rumput.
Ketika ia tiba di tepi danau, rasa dahaga sudah memuncak, ia lalu ulur tanganya untuk menciduk air danau, setelah minum beberapa teguk rasa dingin dalam tenggorokan
kembali membangkitkan semangatnya.
Bayangan mukanya yang berada di air danau,
menunjukkan mukanya yang tenang dan rambutnya yang tak Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
teratur, ia sendiri juga merasa heran akan ketenangannya pada waktu itu.
Se-konyong-konyong nampak berkelebatnya bayangan
hitam di permukaan air danau. Dengan perasaan terkejut ia mendongakkan kepala, segera dapat lihat ke angkasa yang biru terdapat gumpalan awan putih. Dalam hatinya segera berpikir, "Mungkin karena lapar hingga kabur mataku, di dalam lembah mati ini yang kedua sampingnya tertutup oleh lamping gunung yang tinggi, sekalipun ada burung terbang, juga tidak bisa terbayang di permukaan air danau."
Walaupun dalam hati berpikir demikian tetapi ia masih melongok ke air danau.
Di permukaan air danau itu tampak bayangan batu karang yang menonjol lamping gunung, di antara celah-celah batu ini, tampak bergeraknya sesosok bayangan.
Buru-buru ia berpaling, di suatu tempat terpisah kira-kira tiga puluh tombak tingginya, benar saja akan terdapat batu karang yang menonjol, yang sama bentuknya dengan apa
yang disaksikannya di dalam air, hanya tidak tampak
bayangan yang bergerak tadi.
Dengan hati sayu ia mengawasi tempat itu, tiba-tiba ia merasa letih sekali, lalu rebah di atas rumput dan
memejamkan mata untuk beristirahat.
Ia merasa sedikit aneh di bawah badannya, ia segera
meraba dengan tangannya, ia merasakan empuk sekali,
ternyata tempat itu merupakan suatu tempat yang empuk, di atas tanah itu ada timbul rumput halus, hingga seperti rebah di atas kasur.
Karena selama berada di tempat itu, ia selalu tidur di atas batu bundar yang dingin, dan kini mendadak tidur di atas tanah rumput yang empuk sudah tentu menimbulkan
perasaan herannya, segera tertidur dengan cepatnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sewaktu ia sadar, dengan tanpa disadarinya perhatiannya lebih dulu ditujukan kepada batu karang yang menonjol itu.
Matanya segera dapat melihat seekor binatang aneh yang berbulu panjang berwarna mas. Binatang itu seperti orang hutan, saat itu sedang menggunakan seutas rotan turun ke dalam lembah, di belakang punggungnya juga menggendong seikat rotan, sambil merayap turun mengendorkan rotan di atas punggungnya, sebentar-sebentar berhenti mengawasi Siang-koan Kie.
Walaupun ia belum pernah melihat binatang aneh itu,
tetapi juga dapat mengenalinya sebagai seekor orang hutan yang masih hidup.
Binatang itu mukanya penakut, tetapi juga cerdik, mungkin karena tertarik oleh perasaan herannya sekalipun merasa takut, hingga berhenti melongok tetapi ia masih turun terus.
Siang-koan Kie dapat menduga bahwa binatang itu
meskipun masih kecil, tetapi pasti bertenaga besar?"..
Selagi otaknya berkerja, binataug itu sudah berjalan
menghampirinya, ia mencoba berusaha bangkit, tiba-tiba suatu pikiran timbul dalam otaknya, "Dalam lembah ini, kecuali air minum, sudah tidak terdapat barang yang dapat dimakan, sekalipun tidak menemukan bahaya, juga tidak akan terhindar bahaya kelaparan, sebaiknya aku pura-pura tidak tahu apa yang akan diperbuat oleh binatang itu?"
Maka ia lalu memejamkan matanya pura-pura tidur.
Ia merasakan tangan binatang yang berbulu dengan
perlahan menutup mukanya, tetapi segera ditarik kembali.
Siang-koan Kie membuka matanya, ia melihat binatang itu berdiri sejarak lima kaki, dengan setengah berjongkok mengawasi dirinya.
Tidak berapa lama, binatang itu perlahan-lahan
menghampiri lagi. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia melihat binatang itu mengulurkan tangannya yaug
panjang meraba Siang-koan Kie sambil menggoyangkan
kepalanya. Siang-koan Kie meskipun sudah tidak menghiraukan
jiwanya sendiri, tetapi ketika tangan yang penuh bulu itu meraba mukanya, dalam hatinya juga timbal perasaan jeri, sehingga diam-diam memejamkan matanya.
Tangan binatang itu dari bagian muka perlahan-lahan
bergerak meraba sekujur badannya. Tiba-tiba ia merasakan tangan binatang itu ditarik kembali, ketika Siang-koan Kie membuka mata, binataug itu ternyata sudah lari balik ke arah batu karang yang menonjol itu, dengan tangan memegang di rotan, cepat sekali sudah memanjat ke atas dan sebentar kemudian sudah menghilang di belakangnya batu karang itu.
Setelah binatang itu menghilang, dalam hati Siang-koan Kie tiba-tiba merasa seperti kehilangan seorang sahabat, ia mengharap munculnya kembali binatang itu, sehingga
pandangan matanya sebentar2 ditujukan kearah batu karang yang menonjol itu.
Tidak lama kemudian binatang itu tiba-tiba muncul lagi dan segera merayap turun ke bawah bahkan dengan beruntun
muncul sebanyak empat ekor, setiap punggung binatang-
binatang itu semua membawa ikatan rotan.
Empat binatang itu merayap turun cepat sekali, dalam
waktu sekejap mata sudah berada di tanah. Kali ini tanpa ragu2 lagi semuanya lari menghampiri Siang-koan Kie.
Siang-koan Kie tidak tahu apa maksud binatang2 itu, tetapi karena ia sendiri dalam keadaan sudah tidak berdaya, maka ia diam saja.
Empat binatang orang hutan itu berjalan mengintari dirinya mulutnya mengeluarkan suara yang tidak dimengerti olehnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siang-koan Kie yang sudah tidak menghiraukan jiwanya, sedikitpun tidak mempunyai rasa takut, sebaliknya yang merasa senang dalam keadaan kesepian seperti itu mendapat kawan demikian banyak.
Tiba tiba ia merasa kaki dan tangannya bergerak dan
badannya terangkat, meskipun ia ingin membuka matanya tetapi ia takut mengejutkan empat binatang itu, maka ia paksakan diri dan membiarkan dirinya diperlakukan apa saja oleh binatang itu.
Kini ia telah merasa bahwa lengan tangan, kedua paha dan badannya telah diikat oleh tali, dalam terkejutnya ia lalu membuka mata, sehingga ia dapat lihat empat binatang itu dengan menggunakan rotan yang mereka bawa untuk
mengikat dirinya. Ia coba mengerahkan kekuatannya hendak memutuskan rotan, tetapi lukanya segera meraaa sakit, sehingga tidak berdaya lagi.
Ia terpaksa menyerahkan nasibnya kepada binatang itu.
Empat binatang itu bekerja cepat sekali, sebentar saja sekujur badan Siang-koan Kie sudah terikat seperti lepat kemudian digotong dan dibawa lari ke lamping gunung itu.
Siang-koan Kie meski membuka matanya, tetapi empat
ekor binatang itu agaknya sudah tidak takut lagi, sambil mengeluarkan suara cecuitan, mereka meletakkan Siang-koan Kie, kemudian pada lompat seperti kegirangan.
Sejenak kemudian, satu di antaranya tiba-tiba bersiul dan lompat setinggi empat lima kaki, menyambar rotan yang menggantung di tebing gunung itu, binatang itu menggunakan kaki dan tangannya bergerak dengan cepatnya, sebentar saja sudah inemanjat keatas batu karang yang menonjol yang terletak setinggi seratus tombak lebih di lamping gunung itu.
Seekor yang lainnya menelah perbuatan itu, tinggal dua ekor lagi, yang menarik rotan itu kemudian diikat dengan rotan yang mengikat tubuh dan kaki. Dua ekor binatang itu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bersiul panjang dan mendongak ke atas, dua ekor lainnya yang berada di atas ketika mendengar suara itu, segera menarik rotannya, hingga badan Siang-koan Kie tertarik ke atas, sebentar saja sudah berada di tempat setinggi tiga empat puluh tombak.
Tatkala ia melongok ke bawah ia telah menyaksikan dua binatang yang di bawah masih mendongakkan kepalanya
mengawasi dirinya, hingga diam-diam ia merasa geli sendiri.
Ia merasakan dirinya ditarik ke atas semakin cepat, tiba-tiba matanya menjadi gelap, suara aneh terdengar dalam telinganya, waktu ia memandann dengan seksama ternyata dirinya sedang rebah tertelentang di sebuah gua.
Gua itu sangat luas, di tempat masuk kira-kira dua tombak lalu membelok ke kanan, oleh karena mulut gua teraling oleh batu karang, sehingga tidak mudah terlihat dari bawah.
Dua ekor binatang itu setelah menarik badannya Siang-
koan Kie, agaknya merasa letih, mereka hendak beristirahat di mulu gua, tetapi sikapnya nampak sangat gembira, sehingga saban2 mulutnya cecuitan dan tertawa.
Tiba-tiba terdengar suara siulan, dua ekor binatang itu ketika mendengar suara itu, agaknya baru teringat dua kawannya yang masih berada di bawah lembah, mereka lalu membuka rotan yang mengikat badan Siang-koan Kie,
kemudian diturunkan ke bawah.
Sebentar kemudian dua ekor binatang yang berada di
bawah juga sudah naik ke atas, empat ekor binatang saling berjumpa, setelah loncat 2" sebentar lalu menggotong tubuh Siang-koan Kie lagi, berjalan masuk ke dalam gua.
Siang-koau Kie diam-diam memperhatikan keadaan dalam
gua itu, ia merasa gua itu kering keadaannya tetapi luas dan dalam. Empat ekor binatang itu menggotong padanya meliwati empat lima tikungan, baru berhenti.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Itu ada sebuah kamar batu yang cukup luas di bawahnya terdapat rumput kering, rebah di atasnya, seperti rebah di atas pembaringan. Empat ekor binatang itu setelah
meletakkan dirinya di tempat itu, segera berebut hendak lari keluar, agaknya tidak mau ketinggalan, hingga membuat Siang-koan Kie yang menyaksikannya merasa sangat heran.
Tidak antara lama empat ekor binatang itu mundur
kembali, tingkah lakunya sama waktu hendak keluar. Setiba di dekat Siang-koan Kie, baru berhenti dengan serentak, kini Siang-koan Kie baru dapat lihat bahwa setiap tangan empat binatang itu ada membawa buah yang disodorkan kepadanya.
Siang-koan Kie yang sudah beberapa hari tidak makan,
ketika melihat buah segar yang besar dan menarik itu sudah ingin makan saja, tetapi karena tangannya masih terikat oleh rotan, ia tidak sanggup menyambuti.
Binatang itu meskipun cerdik, tetapi biar bagaimana
bukanlah mannsia, berkutet sekian lama seekor di antaranya barulah mengetahui bahwa kedua tangan Siang-koan Kie
masih terikat, maka segera membuka rotan yang mengikat tangannya.
Siang koan Kie gerak-gerakan kedua tangannya, ia
mengambil buah yang diletakan di tanah lalu dimakannya dengan lahapnya.
Empat binatang yang menyaksikan demikian nampaknya
sangat girang, kemudian berjalan keluar lagi.
Siang-koan Kie yang dalam keadaan lapar setelah makan habis empat buah-buahan itu, rasa laparnya lenyap seketika, semangatnya juga terbangun lagi, setelah beristirahat sebentar, ia dapat melepaskan sendiri ikatan rotan pada badannya.
Ia mencoba untuk berdiri dan berjalan sebentar, meski lukanya masih belum berkurang tetapi sudah bergerak, hanya tidak dapat mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya sehingga Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepandaiannya hilang semua. Diam-diam ia mengeluh karena dalam keadaan dan tempat seperti itu, orang yang sudah hilang semua kepandaiannya, sekalipun tidak akan terluka oleh binatang buas, juga tak bisa berlalu dari tempat itu?"..
Pada saat itu seekor orang hutan besar berbulu warna mas lari masuk.
Orang hutan itu setinggi manusia, bulu sekujur badannya berwarna emas, 1engannya panjang, matanya bersinar, bulu rambut di atas kepalanya panjang menurun sampai batas pinggang, bentuk badannya kekar nampakanya sangat
menakutkan, empat orang hutan kecil yang mengikuti di belakangnya hanya sebatas pinggangnya saja.
Siang-koan Kie berdiri tertegun, pikirnya dalam hati,
"Binatang ini besar gekali, tenaganya pasti besar juga, karena lukaku belum sembuh, terpaksa kuserahkan kepada nasibku sendiri."
Orang hutan tinggi besar itu sekonyong-konyong mengulur tangannya, mulutnya cecuitan, agaknya menanyakan apa-apa.
Siang-koan Kie tidak mengerti apa maksudnya, binatang itu bergerak-gerak tangan dan kakinya tetapi juga tidak mengerti apa yang dikatakan.
Binatang itu agaknya sangat sabar, berulang-ulang ia
menggerak-gerakan tangan dan kakinya untuk menanyakan maksudnya.
Siang-koan Kie sangat sempit, pikirannya mulai tenang, ketika binatang itu memulai lagi dengan pertanyaannya yang menggunakan gerakan-gerakan tangan dan kakinya, ternyata sudah dapat memahami sebahagian, maka ia segera
bersenyum, dan balik lagi untuk merebahkan diri di atas rumput kering itu.
Binatang besar itu ketika melihat Siang-koan Kie
merebahkan diri, lalu memberi isyarat kepada empat ekor Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
binatang yang kecil, menyuruh mereka mundur, kemudian dia sendiri juga mengundurkan diri.
Siang-koan Kie yang menyaksikan kejadian itu dalam hati merasa heran, pikiraya, "Binatang ini agaknya mempunyai pikiran bagaikan manasia, ia menyuruh aku beristirahat, maka aku harus beristirahat sebaik-baiknya."
Ia lalu memejamkan matanya, sebentar sudah tidur
nyenyak. Waktu ia sadar hari sudah malam, keadaan dalam kamar
gelap gulita. Ia merasa agak enakan, kecuali tidak dapat memusatkan kekuatannya, segala-galanya normal seperti orang biasa.
Ia mulai memikirkan pengalaman yang aneh itu, kerena
kepandaiannya sudah hilang, untuk bisa keluar dari tempat itu, kemungkinannya sedikit sekali, akan tetapi ia juga tidak bisa berdiam terus di situ bersama orang hutan itu?"..
Tiba-tiba hatinya berpikir, "Gua ini letaknya di atas tebing gunung yang tinggi tidak terdapat tumbuhan dan pepohonan, tetapi buah-buahan yang diberikan kepadaku oleh empat ekor orang hutan tadi, terang masih segar, entah dari mana mereka dapatkan" Apakah dalam gua ini masih terdapat
jalanan rahasia yang menuju keluar?"
Manusia kalau berada dalam keadaan putus harapan,
kadang-kadang dapat memikirkan banyak soal untuk
menghibur dirirya, sebagai dorongan bagi harapan hidupnya; Siang-koan Kie berpikir demikian, timbullah pula harapannya untuk hidup, dan harapan itu kini semakin tebal.
Hanya dalam waktu beberapa itu ia telah menjumpai
banyak kejadian hal-hal yang luar biasa, juga menyaksikan orang-orang yang mempunyai kepandaian sangat tinggi yang sudah tidak ada taranya, serta orang-orang jahat buas banyak akal yang sangat berbahaya. Semua itu telah membuat dirinya Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
harus waspada dan hati-hati terhadap sesama mannsia.
Meskipun ia merasa bahwa di tempat itu ada jalanan rahasia yang menghubungkan dengan dunia luar akan tetapi ia tidak berani berlaku ceroboh.
Sang waktu berlalu dengan cepatnya, Siang-koan Kie sudah sepuluh hari lebih di kamar batu dalam gua itu.
Selama sepuluh hari itu, orang hutan besar itu jarang muncul di dalam kamarnya, hanya empat ekor orang hutan kecil itu, yang setiap hari datang membawakan banyak buah-buahan untuk ia makan.


Irama Seruling Menggemparkan Rimba Persilatan Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hari itu diwaktu senja, orang hutan besar itu tiba-tiba muncul di hadapannya dengan membawa empat ekor orang
hutan kecil, ia memegang tangan kiri Siang-koan Kie,
digoyang-goyangkan tidak berhenti mulutnya mengeluarkan suara cecuitan, sikapnya nampak sangat gelisah.
Siang-koan Kie meski sudah sekian lama pergaulan dengan beberapa orang hutan itu, hingga terhadat sifat dan
kelakuannya sudah tidak merasa asing seperti semula ia datang, tetapi kelakuannya dan kata-katanya pada saat itu, masih belum dapat dimengerti seluruhnya, ia hanya merasa bahwa sikap binatang itu sangat gelisah, jauh berbeda sebagaimana biasanya, jikalau tidak menjumpai kejadian-kejadian yang berbahaya tentunya kejadian2 penting yang menggirangkan.
Kemudian ia merasa bahwa keadaan orang hutan besar itu semakin cemas, hingga terpaksa ia bangkit.
Orang hutan besar itu ketika menampak dirinya berdiri, lalu berhenti bersuara dan melepaskan tangannya kemudian
berjalan keluar. Siang-koan Kie sejenak merasa sangsi, kemudian mengikuti di belakang orang hutan itu, sementara empat orang hutan yang kecil, yang agaknya sudah kenal betul dengan Siangkoan Kie, nampak berjalan di sampingnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Meskipun sudah lama ia menyimpan rencana hendak
menyelidiki jalan rahasia yang menghubungkan gua itu
dengan dunia luar, tetapi karena kepandaiannya sudah lenyap, gerak jalannya sangat lambat, ia khawatir akan diketahui maksudnya oleh binatang itu, karena bahasanya satu sama lain tidak dimengerti apabila terjadi salah paham, pasti tidak dapat menjelaskan. Maka ia terpaksa berlaku sabar sambil mencoba untuk memulihkan kekuatannya, sekalipun
kepandaiannya sudah dipulihkan kembali, tetapi apa bila berdiam lebih lama dengan kawanan binatang itu mungkin lama-lama bisa saling mengerti, apabila keadaan sudah baik, ia akan berusaha lagi, apakah di situ terdapat jalan keluar atau tidak" Akan tetapi apa yang telah terjadi, sesungguhnya di luar dugaannya, jalan belum berapa lama ia telah ditarik keluar oleh orang hutan besar itu.
Karena kepandaiannya sudah lenyap, lagi pula separuh
badannya kaku, maka jalannya tidak leluasa. Ia berjalan di belakang orang hutan besar itu, setelah melalui tujuh atau delapan tikungan, tiba-tiba sudah berada di suatu tempat yang luas.
Orang hutan itu tiba-tiba bersiul panjang dan lompat
melesat ke depan. Karena cuaca gelap, tidak bisa melihat dengan nyata
keadaan di depan matanya, ia hanya samar dapat lihat bahwa tempat itu banyak lebih luas daripada tempat ia berdiri.
Menampak caranya orang hutan besar itu melayang turun, tempat yang agak luas itu tiba-tiba merupakan tempat yang agak rendah, ia hanya dapat lihat berkelebatnya warna kuning emas bulu orang hutan itu, dan kemudian menghilang di tempat gelap.
Siang-koan Kie diam-diam berpikir, "Jika ditilik dari keadaannya orang hutan tadi melompat ke depan, di depan itu mungkin ada satu tempat yang sangat dalam, sekarang kepandaianku sudah lenyap, sulit untuk memusatkan kekuatan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tenagaku, sehingga tidak dapat menggunakan kepandaianku meringankan tubuh. Kalau aku paksakan diri, mungkin akan patah tulang2ku."
Oleh karenanya, maka ia maju ke depan dengan jalan
lambat2. Benar saja, setelah berjalan kira-kira satu tombak, tanah di depannya tiba-tiba mendatar turun dari atas ke bawah kira-kira setombak dalamnya, karena ia khawatir akan patah tulangnya, ia bersangsi, tidak berani lompat turun?"..
Tetapi pada saat itu, empat orang hutan kecil itu
sekonyong-konyong sudah pada lompat turun dengan
enaknya. Siang-koan Kie yang menyaksikan tindakan orang hutan
kecil itu, tiba-tiba timbul keberaniannya, pikirnya, "Masa aku kalah terhadap orang hutan kecil saja?"
Seketika itu ia lalu lompat turun sambil kertak gigi.
Tetapi memang keadaau badannya tidak mengijinkan, ia
lalu jatuh bergulingan, hingga sekujur badannya dirasakan semakin sakit. Lama ia duduk tanpa berdaya, baru bisa merayap bangun lagi.
Tetapi orang hutan besar dan empat orang hutan kecil itu, entah sudah ke mana larinya"
Dengan kedua tangan ia menunjang tanah ia bangkit,
tatkala tangannya menyentuh tanah ia merasakan bahwa
tanah itu sangat lembek, bukanlah batu seperti apa yang ada di dalam lembah.
Semangatnya terbangun lagi, pikirnya, "Lembah ini
merupakan lembah batu tetapi di sini terdapat tanah lembek, sudah tentu terdapat binatang berjiwa atau tumbuhan alam, buah2 yang dibawa oleh empat orang hutan kecil itu, mungkin didapatkan dari sini. Jalanan ini mungkin bisa menuju ke dunia luar."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena hatinya merasa girang, ia telah melupakan rasa sakit dibadannya. Dengan susah payah ia baru bisa berdiri, setelah itu, ia menarik napas panjang, kemudian melanjutkan perjalanannya.
Berjalan kira-kira sejauh empat lima tombak, tibalah di tempat terbuka, bintang bertebaran di langit angin malam meniup sepoi-sepoi tercampur bau harumnya bunga, ternyata ia sudah keluar dari gua, dan di atas tanah rumputan.
Dengan penerangan bintang-bintang di langit samar-samar tertampak sebuah rimba, tanah lapang yang tumbuh banyak rumput itu ternyata sangat luas, sayang malam gelap, tidak dapat melihat keadaan yang sebenamya di sekitar tempat tersebut, hanya dapat diduga-duga dengan perasaannya
sendiri. Dalam suasana yang amat sunyi tiba-tiba terdengar suara bunyi orang hutan, empat orang hutan kecil lari mendatangi se-olah2 rasa ketakutan, sehingga pada bersembunyi di belakang Siang-koan Kie.
Siang-koan Kie masih belum mengetahui apa yang terjadi, tiba-tiba terdengar suara siulan nyaring, empat orang hutan kecil itu, tiba-tiba juga berbunyi cecuitan, agaknya menyahuti suara siulan tadi.
Empat orang hutan kecil itu tiba-tiba mengulurkan
tangannya memegang baju Siang-koan Kie dan
mendorongnya berjalan. Siang-koan Kie se-olah2 baru tersadar, ia menduga bahwa orang hutan besar itu pasti sedang berkelahi, hingga empat orang hutan kecil itu minta dirinya membantu.
Ia mendengar dengan seksama, benar saja samar-samar ia dapat mengenali bahwa suara siulan itu memang keluar dari mulut orang hutan besar itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suara itu semakin lama semakin keras tajam dan
memecahkan telinga. Empat orang hutan kecil isu juga perdengarkan suaranya yang lebih nyaring, dua di antaranya memegang baju Siangkoan Kie, dan yang lain mendorong di belakangnya.
Dalam keadaan demikian, Siang-koan Kie dengan tanpa
debat menguasai dirinya sendiri berjalan maju terus, berjalan kira kira sepuluh tombak lebih, tibalah di pinggir sebuah rimba.
Tampak olehnya dua ekor orang hutan besar sedang
bertempur sengit, seekor adalah orang hutan berbulu emas itu, yang lain adalah seekor orang hutan yang berbulu hitam, satu sama lain sedang saling menyerang kadang-kadang juga bergulatan.
Orang hutan berbulit mas itu, agaknya dapat melihat Siangkoan Kie, semangatnya tiba-tiba bangun sambil bersiul nyaring orang hutan itu melompat tinggi ke atas, kemudian
berjumpalitan di tengah udara, lalu menggerakkan kedua tangannya menyambar musuhnya.
Gerakan itu dilakukan sangat gesit dan ganas sekali, orang hutan berbulu hitam itu bergerak mundur kemudian lompat menerjang.
Dengan tanpa ampun lagi keduanya saling bentur dan
terguling di tanah. Tetapi dua binatang buas yang ganas itu tidak berhenti sampai di situ saja, satu sama lain menjambak bulu masing-masing dan bergulatan di tanah, agaknya tidak mau berhenti sebelum ada salah satu yang mati.
Empat orang hutan kecil itu tiba-tiba melepaskan Siangkoan Kie dan menerjang serentak sehingga orang hutan hitam dihujanni oleh kepalan tangan mereka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang hutan hitam itu yang sedang bergulat mati-matian dengan musuhuya, sudah tentu tidak dapat melayani
serangan orang hutan kecil itu.
Di luar dugaan, orang hutan hitam itu meskipun tidak
mendapat kesempatan menghadapi empat orang hutan kecil, tetapi dengan mengandalkan kulit dan butunya yang tebal, dengan secara tiba-tiba menggelinding ke belakang
menggempur empat orang hutau kecil itu. Empat orang hutan kecil itu semuanya terguling ke belakang terjatuh sejauh lima kaki.
Orang hutan besar yang berbulu mas ketika menyaksikan empat orang hutan kecil diserang nampaknya sangat beringas, selagi orang hutan hitam itu menyerang empat orang hutan kecil, tiba-tiba digigitnya.
Siang-koan Kie yang berdiri dalam kegelapan menyaksikan pertempuran dua ekor binatang itu, meskipun agak samar-samar tetapi juga dapat melihat gigi orang hutan yang berbulu mas yang putih itu sedang menggigit lengan tangan orang hutan berbulu hitam.
Gigitan itu mungkin menimbulkan rasa sakit hingga orang hutan hitam itu memperdengarkan suaranya yang aneh,
kemudian bergulingan melepaskan gigitan lawannya,
kemudian melompat bangun dan lari kedalam rimba.
Orang hutan berbulu mas itu bangkit dengan tanpa
menghiraukan badannya sendiri yang sudah letih, buru-buru lari menghampiri empat orang hutan kecil yang jatuh, lalu dibimbingnya.
Siang-koan Kie mengetahui bahwa satu di antara empat
orang hutan kecil itu tidak sanggup berdiri, setelah
mengeluarkan suara cecuitan, lalu jatuh lagi. Ia segera maju menghampiri untuk memeriksanya, ternyata kaki orang hutan kecil itu patah tulangnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia lalu membimbing orang hutan kecil yang terluka itu, diletakkannya di tanah, dengan kedua tangannya mengurut-urut kaki yang terluka kemudian ditariknya secara tiba-tiba, orang hutan kecil itu menjerit, kemudian lalu berdiri.
Siang-koan Kie walaupun kepandaiannya sudah hilang,
tetapi pikirannya masih jernih, sehingga masih teringat pelajaran untuk menyembuhkan tulang patah, maka dengan cara yang sudah dipahaminya betul, tulang kaki orang hutan kecil itu yang patah, dapat disembuhkannya dengan mudah.
Tetapi setelah ia menyembuhkan luka orang hutan kecil itu, sewaktu ia hendak berdiri matanya tiba-tiba berkunang-kunang sehingga jatuh pingsan.
Tatkala ia siuman kembali, apa yang dilihatnya telah
berubah semuanya. Ia telah mendapatkan dirinya tidur di bawah sebuah pohon yang besar, di bawah badannya ada tumpukan rumput kering yang empuk, waktu daun pohon bergerak-gerak, ia dapat melihat langit yang berwarna biru.
Harum bunga tertiup oleh angin menusuk hidungnya,
sehingga semangatnya merasa segar kembali.
Karena pikrannya sudah pulih kembali, ia mencoba
berusaha untuk duduk. Tetapi karena urat-urat separuh badannya sudah kejang, ia tidak bisa bangun lagi. Bukan kepalang takut dan terkejut Siang-koan Kie, karena dalam keadaan demikian, ia pasti akan mati kelaparan di tempat itu.
Tiba"tiha ia telah teringat apa yang telah terjadi tadi malam, maka ia lalu melengok dan melihat keadaan
sekitarnya. Ternyata itu adalah sebuah rimba, di situ banyak tanaman bunga beraneka wama, indahnya pemandangan alam di
tempat itu sesungguhnya sangat menawan hati.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba matanya dapat melihat bekas tanda darah yang merah, waktu ia mengawasi dengan seksama seketika itu ia menjerit karena terkejut.
Bekas tanda darah itu terpisah dengan tempat ia tidur, kira-kira empat lima tombak jauhnya. Di dekat tanda darah itu, terdapat banyak bulu berwarna mas, beberapa potong lengan tangan dan kaki berserakan di antara bulu mas itu.
Sepintas kilas saja, ia sudah dapat mengenal bahwa
potongan lengan dan tubuh itu adalah bangkai orang hutan kecil, maka seketika itu pikirannya merasa terharu.
Dengan empat ekor orang hutan kecil itu, ia sudah bergaul hampir setengah bulan lamanya meskipun hanya binatang saja, akan tetapi ternyata sudah timbul saling mengerti.
Selagi dalam keadaan demikian, tiba-tiba terdengar suara siulan panjang, sebentar kemudian seekor orang hutan
berbulu hitam, sudah berada di depan matanya.
Di lengan kiri orang hutan itu, masih tampak luka bekas tanda gigitan, sehingga ia dapat segera mengenali bahwa orang hutan hitam itu adalah orang hutan yang tadi malam telah bertempur sengit dengan orang hutan berbulu mas itu.
Siaug-koan Kie juga tidak tahu orang hutan berbulu hitam itu hendak berbuat apa terhadap dirinya, tetapi ia mengerti bahwa pada saat itu ia sendiri sudah tidak mempunyai
kekuatan sedikitpun juga untuk memberi perlawanan.
Orang hutan hitam itu perlahan-lahan mengulur tangannya yang besar, tampak tegas kuku jarinya yang tajam bagaikan belati, tangan perlahan-lahan meraba muka Siang-koan Kie.
Pemuda itu tidak bisa berbuat apa-apa, ia hanya menghela napas sambil mengeluh, kemudian memejamkan matanya.
Ia hanya dapat merasakan bahwa tangan orang hutan yang penuh bulu itu, sejenak meraba mukanya, kemudian tubuhnya dipondong dan dibawa lari?"".
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
-odwo- Bab 11 PADA saat itu, Siang-koan Kie sudah tidak bisa bergerak sama sekali, hanya lehernya yang masih bisa digerakkan, sekalipun ia ingin berontak tetapi juga sudah tidak bias lagi, maka terpaksa membiarkan dirinya dibawa lari.
Ia merasa seperti dibawa lari ke dalam rimba yang lebat, tiba tiba dirasakan sudah berhenti, telinganya segera mendengar suara seorang wanita yang agak serak, "Apa yang kau dukung?"
Di dalam hutan belukar seperti itu, mendadak mendengar suara manusia, sudah tentu menimbulkan perasaan heran Siang-koan Kie, sebelum dapat kesempatan untuk mengetahui siapa orangnya yang berbicara tadi, tiba-tiba terdengar suara cecuitan yang keluar dari mulut orang hutan itu, kemudian ia merasakan tubuhnya dipondon oleh satu tangan dan tangan yang lain digunakan untuk memanjat tiang pohon, kemudian orang hutan itu meloncat ke atas, lalu turun lagi ke suatu tempat yang terdapat banyak cabangnya.
Siang-koan Kie merasa di tempat gelap, agaknya sedang memasuki sebuah rumah.
Orang hutan itu dengan sangat hati-hati meletakkan tubuh Siang-koan Kie, kemudian membalikkan badannya dan duduk di satu sudut.
Siang-koan Kie perlahan-lahan menggerakkan lehernya,
matanya mengawasi keadaan di sekitarnya, ternyata itu merupakan sebuah kamar yang terbuat dari bambu dan rotan, di sebuah tempat tidur yang terbuat dari rotan, nampak duduk seorang perempuan setengah tua.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pakaian perempuan itu nampaknya sudah sangat tua
sekali, di beberapa bagian sudah koyak sehingga tampak kulit tubuhnya.
Dari potongan raut mukanya, samar-samar masih dapat
menunjukkan bahwa perempuan itu di masa mudanya pasti berparas cantik, tetapi sekarang, paras itu nampak pucat kuning dan banyak keriputnya, ibarat kembang yang sudah mulai layu, tetapi kulit badannya putih sekali.
Perempuan setengah tua itu setelah melihat Siang-koan Kie, entah terkejut atau girang ia ternganga mengawasinya beberapa saat, kemudian baru berkata sambil menghela
napas, "Apakah kau dipukul luka olehnya?"
Oleh karena dalam kamar itu hanya ia dan orang hutan itu, maka yang dimaksudkan oleh perempuan itu tentunya orang hutan berbulu hitam itu.
Ia lalu menjawab sambil menggeleng-gelengkan kepala,
"Aku telah dipukul jatuh dari atas gunung oleh seorang musuh, untung aku terjatuh ke dalam danau sehingga tidak terluka, tetapi urat2 dan bagian dalam tubuhku sudah terluka parah, sedikitpun tidak ada hubungan dengan dia?".."
Pembicaraan dua orang itu, setengah dimengerti dan
setengah tidak oleh orang hutan berbulu hitam itu, ia berdiri dan berbunyi cecuitan dua kali.
Perempuan setengah tua itu tersenyum, juga
mengeluarkan suara seperti orang hutan itu kemudian orang hutan itu tiba-tiba melompat turun.
Siang-koan Kie sangat heran menyaksikan kejadian itu, maka lalu bertanya, "Apakah nona mengerti kata-katanya?"
Perempuan setengah tua itu mukanya nampak sedikit
merah, ia berkata sambil menghela napas, "Aku sudah tua, di dalam rumah bambu di atas pohon ini, aku telah
menyembunyikan diriku sudah duapuluh tahun lamanya?".."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apa" Di sini kau sudah berdiam duapuluh tahun lamanya?"
berkata Siang-koan Kie terkejut.
Perempuan itu menundukkan kepala, kemudian dengan
perlahan-lahan mengangkat lagi kepalanya dan berkata,
"Tempat ini jarang diinjak oleh manusia, dengan binatang orang hutan itu aku sudah berkawan duapuluh tahun lamanya, duapuluh tahun bagi usia remaja seorang gadis, alangkah indah dan pentingnya?".."
Ia berhenti sejenak, kemudian berkata pula, Tetapi
sekarang, dalam hidupku ini, sudah sulit untuk meninggalkan tempat terasing ini kalau kuceritakan, mungkin kau akan merasa heran, di sini aku bukan saja sudah berkawan dengan orang hutan itu selama duapuluh tahun, bahkan?""."
Siang-koan Kie adalah seorang cerdik, ia sudah dapat
mengerti bahwa perempuan itu tidak dapat melanjutkan kata-katanya tentunya mempunyai suatu pengalaman pahit yang malu untuk dikeluarkan, jiwa besarnya mendadak bergelora, dengan melupakan dirinya yang terluka, ia masih berkata,
"Badanku sudah terluka, sekalipun tidak terluka lagi, barangkali juga aku tidak bisa hidup lebih lama lagi, andaikata nona memerlukan bantuanku?".."
Tiba-tiba teringat dirinya tidak bisa bergerak, bagaimana dapat membantu orang, maka lalu berkata pula sambil
menghela napas, "Sayang aku sudah terluka parah, sehingga tidak bisa bergerak."
Perempuan itu tiba-tiba tersenyum, kemudian berkata,
"Aku masih ingat sewaktu aku masih kecil, ibu sering
memanggilku A Lian, di sini kecuali orang hutan hanya aku seorang saja yang merupakan manusia, jangan dikata
badanmu terluka parah, tidak dapat menolong aku, sekalipun kau bisa menolong, tetapi aku juga tidak mau meninggalkan tempat ini?".."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia menghela napas panjang, lalu mengawasi atap rumah
yang terbuat dari rotan, air mata mengalir bercucuran, dengan suara sangat sedih ia melanjutkan ceritanya, "Pada kira-kira duapuluh tahun berselang, waktu itu kalau tidak salah aku baru berusia delapanbelas tahun, pada suatu hari di waktu tengah hari, dalam kampung di mana aku tinggal, tiba-tiba kedatangan seekor binatang harimau yang sangat buas, yang sudah melukai sepuluh lebih orang kampung sehingga
penduduk kampung itu semua ketakutan dan menutup rapat pintu masing-masing, binatang piaraan sudah tentu tidak dihiraukannya lagi, sehingga semua dimakan habis oleh harimau itu. Selanjutnya, binatang itu sering muncul di dalam kampung, melukai atau makan manusia dan binatang,
sehingga penduduk di situ tidak ada yang berani keluar, ladang-ladang terbengkalai, hubungan dengan dunia luar seolah2 terputus, sedang simpanan ransum dalam rumah sudah mulai habis. Sedang semua penduduk kampung berada dalam keadaan gelisah dan putus asa, tiba-tiba muncul seekor orang hutan hitam, lalu bertempur dengan harimau itu di kampung kita?".."
Siang-koan Kie menyela, "Ya, tentunya orang hutan hitam itu telah menyingkirkan satu bahaya besair bagi penduduk kampungmu, dan orang penduduk dalam kampung itu, karena rasa berterima kasih, lalu kau?".."
Tiba-tiba ia merasa bahwa ucapan selanjutnya kurang
pantas, maka buru-buru menutup mulut.
Perempuan itu tertawa menyeringai, lalu berkata, "Ayahku mempunyai kedudukan baik di kampung itu, sekalipun
penduduk dalam kampung mempunyai pikiran demikian, juga tidak berani mengusulkan. Tetapi waktu itu karena tertarik oleh perasaan heran, aku tetah keluar, hendak menyaksikan orang hutan yang berani menempur harimau itu. Tak
kusangka bahwa perasaan ingin tahu yang mendorong hatiku itu, telah menciptakan suatu tragedi yang menyedihkan."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siang-kuan Kie menarik napas perlahan lalu berkata,
Pengalaman nyonya ini juga merupakan suatu pengalaman yang sangat menyedihkan?".."
Tiba-tiba ia berkata lagi dengan suara agak keras, "Nyonya sudah bertahan sampai duapuluh tahun lamanya, harap
nyonya suka sabar lagi beberapa hari, nanti setelah lukaku sembuh, mungkin dapat membantu supaya nyonya bisa
berkumpul lagi dengan keluargamu."
Perempuan itu menhgeleng-gelengkan kepalanya dan
berkata sambil tertawa, "Sekalipun kau dapat memikirkan suatu akal supaya aku bisa keluar dari sini, tetapi aku juga tidak suka meninggalkan tempat ini lagi, sudah duapuluh tahun lamanya aku menjadi isteri orang hutan, bagaimana ada muka untuk menemui ayah bundaku lagi?"
Siang-koan Kie menghela napas dan berdiam. Perempuan
itu berkata pula sambil tersenyum, "Kejadian yang sudah lalu biarlah tinggal lalu, untuk apa kita memikirkan dan membuat sedih masa yang sudah lalu" Biarlah semna itu tinggal menjadi suatu dongeng yang akan tinggal bagi anak cucu kita.
Sekarang aku hendak masak sedikit untukmu."
Setelah itu perempuan itu turun dari tempat tidurnya.
Dari pembicaraan perempuan itu Siang-koan Kie dapat
menduga bahwa nyonya itu tentunya dari keluarga terpelajar baik, ia merasa sangat terharu atas pengalaman perempuan itu, sehingga melupakan dirinya sendiri yang terluka parah.
Gaun perempuan itu sudah banyak yang koyak, ia
mengambil sepotong benda yang digunakan untuk menutup badannya lalu berjalan keluar.
Dari dalam sebuah keranjang rotan, dia mengeluarkan
sepotong daging rusa yang sudah kering.
Siang-koan Kie meneguk air liur melihat daging rusa itu, rasa lapar perutnya semakin menjadi-jadi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perempuan itu bersenyum dan berkata, "Sudah tiga tahun lamanya aku tidak makan nasi, setiap hari aku makan buah-buahan. Kebiasaan itu telah membuat aku malas, sehingga daging rusa ini aku juga malas untuk memakannya. Hari ini kebetulan kedatangan tetamu, maka aku ingin menyalakan api lagi dan menyuguhkan daging ini untukmu?".."
Ia berdiam sejenak, lalu berkata pu1a, "Di dalam hutan belukar sulit untuk mendapatkan barang hidangan yang enak, harap kau suka memaafkan."
"Nyonya tidak perlu capai hati, aku yang terjatuh dalam jurang ini, sudah setengah bulan lamanya, biasa dengan makan buah-buahan, sesungguhnya tidak berani mengganggu merepotkan diri nyoaya."
Perempuan itu tidak berkata apa-apa, ia berjalan ke pintu, mengambil sebuah arit dan sebuah batu gunung serta
segumpal kapas, yang diletakkan di atas batu, kemudian arit besi itu diketuk-ketukan di atas batu, timbullah letikan batu api dan sebentar kemudian kapas itu terbakar.
Nyonys itu mengambil rumput kering sebagai bahan bakar, lalu mengambilnya pula sebuah kuali besi diletakkan di atas perapian.
Siang-koan Kie yang menyaksikstn itu diam-diam merasa khawatir, apabila api itu membakar tiang pohon pasti akan menimbulkan kebiakaran.
Perempuan itu agaknya dapat menduga apa yang dipikir
oleh Siang-koan Kie, lalu berkata, "Kau jangan khawatir di sekitar rumah ini, semua ditunjang oleh batu besar, tidak akan menimbulkan kebakaran."
Siang-koan Kie menganggukkan kepala, sambil tersenyum ia mencoba mengerahkan kekuatannya, di beberapa bagian uratnya, dirasakan semakin sakit, sehingga ia tidak berani mencoba lagi, dalam hatinya berpikir, "Habislah! Urat yang terluka ini nampaknya semakin berat, mungkin sudah tidak Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dapat disembuhkan lagi, kalau begini lebih baik aku lekas mati saja!"
Perempuan itu melihat Siang-koan Kie berdiam, lalu
melanjutkan ceritanya, "Orang hutan hitam itu setelah membinasakan binatang harimau yang mengganas, kejadian itu telah tersiar luas, aku yang baru berusia delapan be1as tahun, karena tertarik oleh perasaan heran, aku keluar untuk melihat orang hutan itu, tak tersangka orang hutan itu setelah melihat diriku, tiba-tiba timbul kebuasannya, ia menerobos di antara orang banyak dan merampas diriku, dengan digendong di atas badannya, aku dibawa lari."
"Apakah penduduk dalam kampung itu tidak ada yang
berani mengejar?" "Binatang itu tenaganya luar biasa, larinya bagaikan
terbang, bagi orang biasa bagaimana dapat
mengejarnya?".."
Tiba-tiba ia tertawa menyeringai lalu berkata pula, "Ia sudah menjadi suamiku duapuluh tahun lamanya, sekarang sudah tidak harusnya demikian memaki dirinya."
Siang-koan Kie dapat kenyatatau bahwa dalam senyumnya perempuan setengah tua itu mengandung perasaan sedih
yang tidak dapat diutarakan dari mulutnya, maka ia berkata untuk menghiburnya, "Nasib peruntungan seseorang,
siapapun tidak dapat menduganya, nyonya sudah bertahan sampai duapuluh tahun lamanya, mudah-mudahan masih
bersabar lagi?".."
"Kalau aku mau mati, niscaya sudah lama aku mati, tetapi aku masih hidup sampai hari ini, aku sudah melupakan segala siksaan dan nistaan lahir dan batin, segala rasa malu sudah kulupakan."
Dengan perlahan ia menghela napas kemudian berkata
pula, "Enam tahun setelah ia membawaku kemari, aku
melahirkan seorang bayi, aku tidak takut akan kau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tertawakan, anak itu meskipun tidak mirip manusia atau orang hutan, tetapi biar bagaimana adalah darah dagingku sendiri, lantaran anak itu, aku telah bersusah payah mendidik ia berbicara dan berpakaian, sedikit banyak aku masih
mengharap supaya ia meninggalkan bekas-bekasnya sebagai manusia?".."
"Belum habis bicaranya, tiba-tiba terdengar suara aneh yang tidak mirip dengan manusia, suara itu se-olah2 suara seorang anak memanggil ibunya, tidak berapa lama, satu makhluk setinggi empat kaki yang badannya tumbuh bulu hitam pendek, bentuknya agak mirip dengan orang hutan tetapi bukan orang hutan, bagian bawah batas pinggang makhluk itu tertutup dengan rumput kering, tangan kanannya membawa seekor kelinci, tangan kirinya membawa satu buah berwarna merah. Ia berdiri menyandar di sisi badan
perempuan itu, tetapi dua matanya yang besar dan bundar terus mengawasi Siang-koan Kie, sikapnya menunjukkan rasa herannya.
Perempuan itu perlahan-lahan mengangkat tanganya
mengelus-elus kepala makhluk aneh itu seraya berkata, "Lekas memberi hormat kepada paman itu."
Makhluk itu meletakkan barang-barang di kedua
tangannya, lalu membereskan rumput yang menutupi bagian bawahnya kemudian menghampiri Siang-koan Kie, dan
menjatuhkan dirinya sambil mengeluarkan perkataan yang agak susah, "Paman."
Siang-koan Kie yang badannya sudah kejang, tidak bisa bangun hanya mulutnya saja yang berkata, "Jangan, jangan!
Lekas bangun." Makhluk yang setengah manusia setengah orang hutan itu berpaling mengawasi nyonya itu, tidak berani berdiri, setelah nyonya itu mengangukkan kepala sambil berkata, "Paman suruh kau bangun, bangunlah!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia baru berdiri lagi. Siang-koan Kie diam-diam memuji, ia sungguh tidak
menduga bahwa makhluk aneh itu, begitu berbakti terhadap ibunya.
Perempuan itu berkata pula, "Anak ini sejak masih kecil sudah menjelajah di hutan dan dalam gunung ini, setiap hari hanya makan buah-buahan, sehingga sekujur badannya
tumbuh bulu hitam, apalagi waktu ia di rumah sedikit sekali, meskipun dengan susah payah aku mendidik bicara, tetapi sayang, apa yang digunakan tidak banyak, sehingga mudah terlupa, sampai saat ini, hanya dapat mengeluarkan beberapa patah kata saja, satu-satunya kelakuan yang membesarkan hatiku, ialah baktinya terhadap aku."
Bulu hitam yang tumbuh di atas tubuh bocah ini, barangkali disebabkan karena makan buah- buahan dan dedaunan,
apabila diganti makan nasi, bulu itu mungkin akan rontok sendirinya."
Bagi aku sudah tak mempunyai keinginan apa-apa, aku
hanya mengharap supaya lukamu lekas sembuh, dan kalau kau nanti berlalu dari sini, bawalah dia, apabila bisa rontok bulunya, itu adalah keberuntungannya, harap kau suka
memberi didikan kepadanya. Apabila ia tidak bisa hilang bulunya, tolong kau antarkan dia ke rumah kakeknya, biar ia tinggal di sana walaupun hanya menganggur saja."
Siang-koan Kie diam-diam berpikir, "Lukaku sendiri
mungkin tidak dapat disembuhkan, dalam hidupku ini mungkin sudah tidak bisa keluar dari tempat ini, lagi?".."
Tiba-tiba ia teringat kepada diri orang tua aneh yang meniup seruling di kuil tua itu kalau ia mengetahui dirinya terluka, mungkin dapat menolongnya.
Karena memikirkan orang tua, ia lalu berkata kepada
perempuan setengah tua itu, "Ada satu hal, aku ingin minta pertolongan kepada saudara ini, untuk menyampaikan?".."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku sebetulnya hendak memberikan nama kepadanya
dengan memakai she kakek luarnya, tapi kemudian berpikir, ia bukan keturunan keluarga Ong, ayahku adalah seorang
terpelajar apabila mengetahui urusan ini, pasti merasa tidak senang, setelah kupikir bolak-balik aku lalu menberi nama padanya Wan Hauw, Wan berarti memakai nama ayahnya


Irama Seruling Menggemparkan Rimba Persilatan Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang merupakan satu binatang orang hutan, Hauw berarti berbakti, untuk selanjutnya kau boleh panggil padanya Wan Hauw saja."
"Nama ini sesungguhnya sangat tepat."
"Di masa muda, aku pernah belajar surat beberapa tahun, maka aku mengenal sedikit mata surat, harap jangan kau tertawakan."
"Sekarang ini lukaku sangat parah, keluar sendiri dari tempat ini, sudah tentu tidak mungkin lagi. Tetapi aku masih mempunyai sedikit harapan, yang perlu minta bantuan
anakmu." "Jikalau kau memerlukan dia, kau perintahkan saja,
kecerdikan anak ini meski belum dapat dibandingkan dengan manusia biasa, tetapi ia sangat jujur, asal urusan yang kau perintahkan kau ceritakan saja dengan jelas, tidak nanti bisa salah."
"Tetapi entah ia mengerti bahasa manusia atau tidak?"
"Kau jangan cemas dulu, nanti setelah aku masak daging ini dan setelah kau makan kenyang, kau boleh perintahkan kepadanya."
Siang-koan Kie tidak berkata apa-apa lagi, ia memikirkan mencari kata-kata yang tepat untuk menulis surat kepada orang tua yang meniup seruling itu.
Tidak berapa lama, daging rusa yang dimasak oleh nyonya itu sudah masak, lalu disuguhkan kepadanya untuk
dimakannya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siang-koan Kie juga tidak main-main lagi, ia makan daging rusa itu dengan lahapnya.
Makhluk aneh itu terus berdiri dengan tenang di samping ibunya.
Siang-koan Kie setelah makan daging rusa, badannya agak segar, ia minta kepada perempuan setengah tua itu
potongan2 arang kayu, lalu merobek bajunya sendiri,
kemudian menulis surat yang bunyinya sebagai berikut,
"Boanwpee didorong kedalam jurang oleh orang berbaju hijau yang sangat buas itu, kini separuh badan boanpwee sudah kejang, tidak bisa bergerak. Jika locianpwee sekiranya ada daya untuk menyembuhkan, harap menulis sepucuk surat dan memberikan kepada pembawa surat ini."
Perangainya yang keras, meskipun berada dalam kesulitan, masih tidak mau minta pertolongan kepada orang tua itu untuk turun tangan menyembuhkan lukanya, dalam suratnya itu juga tidak mau menyebut orang tua itu sebagai suhu.
Sehabis menulis ia panggil Wan Hauw, dengan jari tangan ia membuat peta gambar letaknya kuil tua itu dan bentuk loteng yang ditinggali oleh orang tua aneh itu. Di samping itu, ia juga menjelaskan dengan kata-kata yang kiranya dapat dimengerti oleh Wan Hauw.
Wan Hauw walaupun sudah diajar berbicara oleh ibunya, tetapi masih belum begitu paham kata-kata Siang-koan Kie untung ibunya memberi penjelasan dengan bahasa orang
hutan, hingga dapat dipahami oleh Wan Hauw seluruhnya.
Selesai memberikan pesannya, Siang-koau Kie sudah mandi keringat.
Perempuan setengah tua itu dengan penuh kasih bagaikan seorang ibu terhadap anaknya, menyeka keringat di jidat Siang-koan Kie, lalu berkata, "Siangkong jangan khawatir, bocah ini meski bentuknya setengah manusia dan setengah orang hutan, tetapi mempunyai kepandaian luar biasa, bukan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saja bisa berlari-larian di atas bukit yang terjal, tenaganya juga luar biasa besarnya, dibanding dengan ayahnya, masih jauh lebih kuat. Tidak perduli bagaimana sulit dan bahaya jalan gunung itu, mungkin tidak menyulitkannya."
"Jikalau aku bisa sembuh dari lukaku, aku pasti akan
membawa ia keluar dari sini, dan kupandang ia sebagai saudaraku sendiri, sedapat mungkin aku akan melindunginya."
Di wajah perempuan yang sudah banyak keriputnya itu,
telah menunjukkan senyum girang, katanya, "Siangkong sudi melindunginya, sekalipun aku terkubur di gunung yang sunyi ini, aku juga merasa puas?".."
Entah karena terlalu girang, atau karena teringat masa lampau yang menyedihkan itu, waktu berkata demikian, kedua matanya sudah mengembang airmata. Kemudian ia berkata pula, "Kesehatan siangkong mash belum pulih, tidak boleh terlalu banyak menggunakan pikiran, sebaiknya beristirahat dengan pikiran tenang."
Sementara itu, Wan Hauw selalu medengarkan
pembicaraan mereka dengan mata terbuka lebar, mendadak ia berkata, "Ibu, aku hendak pergi!"
Kata-katanya itu masih tercampur suara binatang orang hutan, sehingga didengarnya sangat tidak enak, namun masih dapat dimengerti.
Perempuan itu perlahan-lahan mengangkat tangannya dan menepak pundak anaknya seraya berkata, "Anak, kau dapat berjumpa dengan siangkong, itu adalah rejekimu, biar
bagaimana, kau harus berusaha menyampaikan surat itu. Nah, lekas berangkat dan lekas pulang, supaya ibumu tidak selalu memikirkan."
Wan Hauw bangkit, setelah bersiul panjang ia lalu
melompat turun, sebentar sudah menghilang ke dalam rimba.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siang-koan Kie yang menyaksikan gerakan Wan Hauw,
ternyata lebih gesit dari padanya sendiri waktu masih belum terluka, sehingga diam-diam merasa kagum.
Perempuan setengah tua itu mengambil kelinci dan buah yang ditinggalkan oleh Wan Hauw katanya sambil tertawa,
"Kelinci ini aku nanti akan keringkan untuk kau makan pelahan-lahan, hanya buah ini aku belum pernah melihatnya, baunya harum, tetapi boleh dimakan atau tidak" Ah ! aku tadi lupa menanyakannya."
"Nyonya sudah repot setengah harian, juga sudah
waktunya untuk beristirahat, hanya kamar ini?".." berkata Siang-koan Kie sambil bersenyum.
Perempuan itu agaknya sudah dapat menangkap pikiran
Siang-koan Kie, ia tertawa hambar, kemudian berkata, "Di dalam hutan belukar seperti ini, bagaimana kita dapat mengikuti peraturan yang tidak memperbolehkan laki-laki dan perempuan dalam satu kamar, harap siangkong beristirahat dengan tenang, jangan pikirkan soal itu!"
Siang-koan Kie diam-diam berpikir, "Itu memang benar, dalam hutan belukar seperti ini, bagaimana kita dapat mengindahkan peraturan itu."
Ia memejamkan matanya untuk beristirahat.
Karena menggunakan tenaga terlalu banyak, Siang-koan
Kie sangat letih, sehingga tidak lama sudah tertidur.
Ketika ia sadar, hari sudah malam, ia lihat di satu sudut dalam kamar itu, di atas sebuah batu, ada perapian untuk menerangi kamar itu.
Orang hutan berbulu hitam itu, entah sejak kapan sudah pulang, ia duduk menyandar di pinggir pembaringan,
nampaknya sudah tidur. Sedangkan perempuan setengah tua itu, tidur di pembaringan sambil membuka mata, mengawasi langit kamarnya, entah apa yang sedang dipikirkan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di dalam hutan belakar yang belum pernah didiami oleh manusia, di dalam sebuah rumah panggung, di situ telah hidup seorang wanita yang hidup sebagai suami isteri dengan orang hutan, ini berarti bahwa wanita ini telah mengubur masa remajanya yang sangat berharga. Tidaklah heran kalau dalam usianya yang baru kurang lebih empat puluh tahun, tetapi sudah seperti seorang nenek2.
Siang-koan Kie memandang sejenak, buru-buru
memejamkan matanya lagi, pura2 tidur. Ia khawatir
perbuatannya itu diketahui oleh perempuan itu, sehingga menimbulkan kedukaannya.
Entah berapa lama telah berlalu, selagi hendak tidur lagi, tiba-tiba terdengar suara bunyi orang hutan. Siang-koan Kie masih kenali suara itu, kedengarannya mirip dengan suara orang hutan berbulu emas itu, sehingga terkejutlah ia.
Waktu ia membuka matanya, orang hutan hitam yang
duduk menyandar di pinggir pembaringan itu tiba-tiba
melompat bangun dan lari turun dari atas panggung.
Perempuan setengah tua itu juga bangun duduk. Ia
mengawasi berlalunya orang hutan itu sambil menghela napas perlahan seraya berkata, "Apakah siangkong belum tidur?"
Siang-koan Kie pura2 masih tidur, ketika mendengar
pertanyaan perempuan itu, baru berpaling dan menanya
sambil tertawa, "Nyonya ada keperluan apa?"
Perempuan itu perlahan-lahan turun dari atas
pembaringannya, ia berjalan menghampiri Siang-koan Kie, kemudian berkata sambil menghela napas, "Suara orang hutan itu tadi, apakah siangkong dengar?"
"Dengar!" jawab Siang-koan Kie singkat.
"Orang hutan bukan seperti manusia, mereka suka
berkelahi dengan sesamanya. Ah! Meski sudah berulang kali aku memberi nasehat kepadanya, tetapi dia?".." berkata Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perempuan itu dengan suara duka, tetapi ia agaknya merasa kurang tepat dengan perkataannya itu, maka untuk sejenak ia berdiam, kemudian berkata pula, "Kata-kataku terlalu cepat, mungkin siangkong tidak dapat dengar dengan terang?"?"
"Bukankah nyonya maksudkan bahwa mereka sering
berkelahi dengan sesamanya?"
"Benar, dalam gunung depan tempat kita ini, berdiam
beberapa ekor orang hutan yang berbulu kuning emas, entah apa sebabnya, sering berkelahi dengan suamiku ini.
Perkelahian itu kadang sampai menimbulkan luka2 di
badannya. Suamiku ini meski selalu dengar kata-kataku, tetapi dalam soal ini, ia tidak mau mendengarkan nasehatku."
"Nyonya, di dalam daerah pegunungan ini, entah ada
berapa banyak orang hutan?"
"Aku berdiam di sini sudah duapuluh tahun lamanya,
kecuali itu beberapa ekor orang hutan berbulu kuning emas, belum pernah melihat orang hutan lainnya."
Siang-koan Kie semakin heran, pikirnya, "Dalam hutan
belukar ini, kalau memang benar tidak terdapat banyak orang hutan, sudah tentu tidak bisa timbul perkelahian karena berebut makanan; dua ekor orang hutan itu kecuali warna bulunya yang berlainan, agaknya masih merupakan binatang sejenis, entah apa sebabnya sering berkelahi. Dalam soal ini pasti ada sebab musababnya. Sayang lukaku berat sehingga tidak bisa bergerak, kalau tidak, aku tentu akan berusaha untuk mendamaikan mereka?".."
Perempuan itu melihat Siang-koan Kie berdiam saja,
agaknya sedang berpikir, lalu melanjutkan kata-katanya, "Aku juga sudah beberapa kali menanyakan kepada suamiku,
mengapa berkelahi dengan sesamanya?".."
"Bagaimana jawabnya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Setiap kali aku menanyakan soal itu, ia selalu gelagapan, tidak segera menjawab, agaknya kesulitan besar yang tidak bisa dijelaskan?"" Walaupun antara manusia dengan orang hutan berlainan jenisnya, tetapi biar bagaimana dia sudah menjadi suamiku, kalau dia tidak suka menerangkan, aku juga tidak memaksanya."
Timbul perasaan curiga dalam hati Siang-koan Kie, tetapi ia merasa tidak enak untuk menanyakan lebih lanjut, maka ia hanya berkata, "Ucapan nyonya memang benar."
Perempuan itu memejamkan matanya berpikir setjenak,
lalu berkata pula, "Menurut pikiranku, dalam soal ini pasti ada sebabnya, tunggu nanti setelah Hauw jie pulang, akan
kusuruh dia menyelidiki diam-diam."
Siang-koan Kie timbul pula perasaan herannya, maka ia lalu bertanya, "Apa" Apakah Wan Hauw belum pernah membantu ayahnya yang berkelahi dengan orang hutan berbulu emas itu?"
"Tidak, ia mempunyai kekuatan tenaga luar biasa besarnya, jika ia membantu ayahnya memukul orang hutan berbulu
emas itu, orang hutan berbulu emas itu pasti bukan
tandingannya." Siang-koan Kie diam-diam berpikir, "Nyonya ini
sesungguhnya mempunyai ketabahan luar biasa, jika
suaminya tidak ada di rumah, dan orang hutan berbulu emas itu datang mencari, bukankah sangat berbahaya
keadaannya?" Perempuan itu melihat Siang-koan Kie diam saja,
pikirannya sudah memikirkan kesedihannya, maka ia berkata dengan lemah lembut, "Siangkong tidak usah terlalu sedih, untuk saa memikirkan urusan yang sudah menjadi
kenyataan?" "Nyonya jangan salah mengerti, aku sudah tidak
memikirkan tentang mati hidupnya?".."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada saat itu, tiba-tiba terdengar suara geraman yang keluar dari mulut orang hutan, di waktu malam yang sunyi, suara itu kedengarannya semakin mengerikan sehingga
membuat bulu badan pada berdiri.
Perempuan itu menghela napas, lambat-lambat berjalan
menuju ke pintu kamar, kepalanya melongok keluar.
Dalam hati Siang-koan Kie berpikir, "Geramnya saja begitu menakutkan kedengarannya, kiranya pertempuran kali ini pasti lebih dahsyat, sayang lukaku terlalu berat, sehingga tidak dapat memisahkannya."
Suara geraman orang hutan itu, berlangsung terus tidak berhentinya, bahkan semakin lama semakin nyaring, kira.kira seperempat jam lamanya, suara itu baru sirap.
Setelah suara itu sirap, tidak berapa lama, orang hutan berbulu hitam itu balik kembali dalam keadaan penuh luka di badannya.
Perempuan itu mengambil seikat rumput kering untuk
membersihkan darah yang ada di badannya, sebentar-
sebentar berbicara dengan menggunakan bahasa orang hutan.
Siang-koan Kie sedikitpun tidak mengerti apa yang dikatakan, ia hanya dapat lihat orang hutan itu menundukkan kepala dan diam saja, kiranya sedang diomeli oleh istrirya.
Kamar itu kembali berada dalam kesunyian, orang hutan hitam itu sehabis melakukan pertempuran hebat nampaknya keliwat lelah, sehingga tidak lama kemudian sudah tidur dengan nyenyaknya.
Malam itu dilewatkan dengan tenang, esok hari hampir
lohor, Wan Hauw sudah kembali. Dalam keadaan masih penuh keringat di badannya, ia sudah berseru memanggil ibunya, kemudian melompat dan menghampiri Siang-koan Kie dan
menyerahkan sepotong kain putih.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kiranya orang tua aneh yang meniup sunling itu, juga sama dengan Siang-koan Kie, yang menggunakan robekan kain
untuk membalas suratnya. Di atas sepotong kain itu, terdapat tulisan yang berbunyi,
"Aku terima suratmu yang dibawa oleh orang hutan setengah mannsia, sehingga aku tahu kau masih hidup, asal kau masih belum putus nyawa, aku masih sanggup menolong."
Setelah membaca surat itu, Siang-koan Kie tersenyum,
katanya kepada diri sendiri, "Orang tua ini sungguh tinggi hati."
Ia lalu membaca terus surat itu.
"Sayang aku siorang tua tidak bisa meninggalkan lotengku ini untuk pergi menolong, malam ini jam tiga pagi, kau boleh mendengarkan suara serulingku, yang akan menunjukkan
cara-caranya kau melatih ilmu kekuatan untuk menyembuhkan lukamu, tetapi kau bisa memahami atau tidak, itu tergantung peruntunganmu sendiri."
Hanya itu saja yang ditulis oleh orang tua itu, di bawah surat tidak ada tanda tangannya. Siang-koan Kie setelah membaca habis suratnya, lalu diletakkan di samping, sedang dalam hatinya diam-diam berpikir, "Menyembuhkan luka
dengan cara mendengarkan suara irams seruliug, ini benar-benar merupakan suatu hal yang ajaib, pengetahuanku
terhadap irama musik sangat terbatas, apabila aku tidak dapat memahami, bukan saja berarti menyia-nyiakan waktu dan usahanya, bagiku juga tidak ada faedahnya."
Sesaat lamanya pikirannya merasa tidak keruan, ia merasa seperti sudah tidak ada harapan bisa sembuh dari
lukanya?".. Perempuan setengah tua itu melihat kelakuan Siang-koan Kie yang sedang membaca surat itu, tiba-tiba bersenyum dan tiba-tiba mengkerutkan keningnya, sehingga dalam hati merasa heran, ia lalu bertanya, "Apa yang dikatakan dalam Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
surat itu" Mengapa Siangkong sebentar girang dan sebentar sedih?"
"Dalam surat ini ditulis suruh aku mendengarkan suara irama serulingnya, dan kemudian menyembuhkan lukaku
sendiri, karena terhadap irama musik, pengetahuanku sedikit sekali, aku khawatir tidak dapat memahami."
Perempuan itn berpikir sejenak, lalu berkata, "Di masa mudaku, kecuali belajar menjahit, aku juga gemar meniup seruling, dalam hal ini mungkin aku dapat membantu
Siangkong?".." Berkata sampai di situ, tiba-tiba berhenti, ia menunjukkan senyum getir, kemudian berkata pula, "Tetapi sudah duapuluh tahun lamanya aku tidak meniup seruling, mungkin sudah lupa!"
Siang-koan Kie menyaksikan perempuan itu menunjukan
sikap duka, ia tahu bahwa soal itu telah mengingatkan kembali kejadian di masa lampau yang sangat menyedihkan hatinya, maka lalu berkata sambil tertawa, "Nasib seseorang kaya miskin, hidup atau mati, ditentukan oleh Tuhan, aku dapat memahami suara seruling itu untuk menyembuhkan lukaku atau tidak, sudah tidak kupikirkan lagi."
Wan Hauw yang selama itu terus berliri di samping dengan tenangnya, untuk mendengarkan pembicaraan Siang-koan Kie dengan ibunya, se-olah2 mendengarkan dengan penuh
perhatian. Tiba-tiba ia meloncat keluar, setelah berada di luar, tiba-tiba balik lagi dan berkata kepada ibunya, "Ibu, aku akan segera kembali!"
Kata-kata itu meski diucapkan dengan mengandung suara binatang, tetapi dapat didengar dengan tegas.
Siang-koan Kie memuji sambil tersenyum, "Anak ini sangat cerdik, tidak beda dengan manusia biasa, hanya dalam waktu dua hari dua malam, sudah dapat mengatakan perkataan
manusia." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perempuan setengah tua itu menunjukan senyum gembira, ia berkata, "Buat sekarang ini aku hanya mempunyai satu keinginan saja, apabila keinginanku itu tercapai, sekalipun aku mati juga akan mati dengan tenteram."
"Nyonya jangan khawatir, apabila aku dapat
menyembuhkan lukaku, aku pasti akan bawa saudara ini
berlalu dari sini." Sementara itu, orang hutan hitam itu juga sudah sadar, ia mengawasi kedua orang sejenak lalu berjalan keluar.
Siang-koan Kie menampak orang hutan itu terdapat banyak luka di badannya, dan toch masih keluar sendirian, sehingga hatinya merasa tidak tega, ia berkata, "Luka di badannya masih belum rapat, tidak boleh banyak bergerak, nyonya harus menasehatinya supaya ia beristirahat lebih banyak."
"Setiap ia pulang dalam keadaan demikian, di rumah hanya mengaso sebentar, lalu pergi lagi entah ke mana, selambat-lambatnya dua hari, dan secepat-cepatnya satu hari ia pasti akan kembali, tetapi di waktu kembali, luka-luka di badannya juga sudah sembuh seluruhnya, entah dengan cara bagaimana ia mengobati lukanya.
Siang-koan Kie diam-diam berpikir, "Kalau hal itu benar, nanti apabila lukaku sudah sembuh aku pasti akan mencari tahu dengan menggunakan obat apa ia menyembuhkan luka di badannya, tentunya itu adalah semacam obat daun-daunan atau akar2 yang sangat berharga apabila aku bisa
mendapatkan dan kubawa di badanku, di kemudian hari
mungkin aku dapat gunakan untuk menolong orang yang
terluka." Perempuan itu kembali melihat ia termenung, diam-diam berjalan keluar pintu, ia menyalakan api untuk memasak daging, sementara itu Siang-koan Kie juga memejamkan
matanya untuk menenangkan pikirannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tidak antara lama, Wan Hauw sudah balik lagi dengan
membawa banyak buah-buahan, di antaranya terdapat dua biji buah berwarna merah.
Buah-buah itu semuanya masih segar dan di atasnya masih basah dengan air, terang setelah ia memetik buah itu dari pohonnya, lalu dicucinya dengan air sungai.
Perempuan setengah tua itu membawa masuk daging
kelinci yang sudah dimasak, ia berikan kepada Siang-koan Kie seraya berkata, "Siangkong makan dulu sedikit daging kelinci, kemudian baru makan buah-buahan, setelah itu beristirahatlah dengan tenang, supaya nanti malam dapat mendengarkan
suara irama seruling dengan pikiran jernih."
Perlakuan mereka itu mengharukan hati Siang-koan Kie, ia diam-diam berpikir, "Setelah lukanya sembuh, entah dengan cara bagaimana harus membalas budi mereka."
Dengan tidak malu-malu lagi, ia lalu makan daging kelinci yang disuguhkan.
Daging yang masih segar itu, memang enak sekali rasanya, sehingga dalam waktu sekejap saja ia sudah makan
separuhnya. Wan Hauw terhadap ia, nampaknya sangat bersimpatik,
setelah selesai makan daging kelinci segera menyodorkan sebuah buahan berwarna marah.
Seumur hidupnya Siang-koan Kie belum pemah melihat
buah serupa itu, ia menyambutnya, tetapi tidak berani makan.
Wan Hauw yang menyaksikan sikap Siang-koan Kie ini,
agaknya merasa heran, lalu berkata, "Enak, enak."
Ia agaknya khawatir bahwa kata-katanya tidak dimengerti oleh Siang-koan Kie maka sehabis berkata, ia petah2kan dengan belakang tangannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siang-koan Kie lalu berpikir, "Kalau aku tidak makan buah ini, bukankah akan menimbulkan kecurigaan mereka, bahwa aku terlalu banyak pikiran?"
Maka seketika itu buah itu dimakannya.
Ia merasa buah sangat manis, enak sekali dimakannya,
sekalipun buah itu mengandung racun, ia juga tidak
menghiraukannya lagi. Dengan lahapnya buah besar itu sudah dimakan habis.
Wan Hauw yang menyaksikan buah itu sudah dimakan
habis, segera mengambil lagi sebuah, dan diberikannya.
Perempuan setengah tua itu menyaksikan hubungan dua
orang yang sangat erat itu, dalam hati merasa girang, sehingga mulutnya selalu tersungging senyuman.
Siang-koan Kie juga tidak malu-malu lagi, buah itu
dimakannya lagi. Perempuan setengah tua itu menghampiri, ia menarik
tangan Wan Hauw seraya berkata, "Hauw-jie, tahukah kau beberapa ekor orang hutan berbulu emas itu, mengapa sering berkelahi dengan ayahmu?"
Wan Hauw tiba-tiba melototkan sepasang matanya dan
berkata, "Aku akan pergi pukul mampus beberapa orang
hutan itu, selanjutnya tentu tidak akan berkelahi dengan ayah lagi."
Tiba-tiba ia locat keluar.
Perempuan setengah tua itu tiba-tiba mengeluarkan suara bentakan keras, "Hauw-jie balik!"
Sebentar Wan Hauw benar saja sudah lari balik dan
melompat naik ke dalam rumah.
"Kau hendak ke mana?" bertauya sang ibu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku hendak pukul mampus supaya mereka tidak akan
berkelahi lagi dengan ayah."
"Sudah berulang kali aku beritahukan kepadamu, aku
melarang kau membantu ayahmu memukul orang hutan
berbulu mas itu, apa kau tidak ingat?" berkata sang ibu gusar.
Wan Hauw berlutut di hadapan ibunya dan berkata, "Hauw-jie berjanji lain kali tidak berani lagi."
Kemarahan perempuan itu mulai reda, ia membimbing
bangun anaknya, lalu berpaling dan berkata kepada Siangkoan Kie, "Siangkong nanti malam masih akan mendengarkan suara irama seruling untuk menyembuhkan lukamu, sekarang harus beristirahat dulu."
Dengan tanpa menunggu jawaban Siang-koan Kie, ia sudah berkata lagi kepada anaknya.
"Hauw-jie, sudah lama aku tidak keluar dari rumah ini, gendonglah ibumu, mari kita berjalan-jalan."
Wan Hauw lalu berjongkok untuk menggendong ibunya,
kemudian meloncat turun dari rumah panggung.
Siang-koan Kie menyaksikan gerakan Wan Hauw yang amat gesit dan cekatan, meski di belakang punggungnya
menggendong ibunya, dalam hati merasa kagum, pikirnya,
"Kekuatan dan kecerdikan bocah itu sesungguhnya tidak dapat dibandingkan dengan manusia biasa, jika dididik pelajaran ilmu silat, hari depannya pasti sangat gemilang."
Pikiran dan badannya mulai penat, maka lalu memejamkan matanya dan lalu tertidur.
Entah berapa lama telah berlalu, tiba-tiba terdengar suara irama seruliug mengalun masuk ke telinganya, dalam
terkejutnya lalu berpikir, "Celaka, pengetahuanku dalam irama musik yang memang sangat terbatas, dan kini tidak dengar dari semulanya, mungkin lebih susah dimengerti."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia buru-buru memasang telinga, untuk menangkap makna
irama seruling itu. Suara seruling itu seolah-olah suatu penumpahan isi hati yang merana, kedengarannya sangat mengharukan.
-odwo- Bab 12 DENGAN penuh perhatian Siang-koan Kie mendengarkan
suara irama seruling itu, tiba-tiba merasa tidak beres, sebab suara seruling itu kedengarannya sangat lemah tiada
bertenaga, kecuali iramanya yang sangat menyedihkan,
kedengarannya terputus-putus, sehingga membangkitkan rasa sedih yang mendengarkannya, sudah tidak ada lagi gayanya seperti apa yang ditiup oleh orang tua aneh itu.
Ketika ia membuka mata, ia segera dapat lihat perempuan setengah tua itu tangannya memegang sebatang seruling, duduk di pembaringan sambil meniup seruling itu. Sedangkan anaknya Wan Hauw, nampak duduk di sampingnya
mendengarkannya dengan penuh perhatian.
Perempuan itu ketika melihat Siang-koan Kie membuka
mata, lalu berhenti meniup, ia memesut airmata di kedua pipinya, baru berkata sambil tertawa, "Siangkong sudah bangun?"
Aku sudah lama tersadar, karena mendengarkan irama
seruling yang nyonya tiup itu sangat menarik, maka aku mendengarkannya sambil memejamkan mata untuk menikmati suaranya."
Perempuan setengah tua itu geleng-gelengkan kepaalanya kedua pipinya nampak merah, ia berkata sambil tertawa,
"Sudah dua puluh tahun aku tidak meniup suling, sehingga rasanya seperti asing lagi, harap siangkong jangan
mentertawakanya." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus sekali tiupan seruling nyonya."
Perempuan itu meletakan serulingnya lambat-lambat
berjalan menuju ke pintu, mulutnya berkata, "Siangkong berkata hendak mendengar suara irama seruling untuk


Irama Seruling Menggemparkan Rimba Persilatan Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyembuhkan luka, karena itu aku teringat dengan
kesukaanku yang lama ini, aku suruh Hauw-jie mencari bambu dan membuatkan seruling ini, aku lalu tiup sekenanya saja, tidak kusangka telah mengganggu tidurmu."
Di ambang pintu ia mendongakkan kepala untuk melihat
cuaca kemudian berpaling dan berkata pula, "Rasanya sudah liwat jam dua malam, barangkali suara seruling itu sebentar lagi sudah dapat kita dengar?".."
Siang-koan Kie tiba-tiba merasa tegang, dalam hati ia berpikir, "Apabila aku tidak dapat memahami irama seruling itu untuk menyembuhkan lukaku, mungkin tidak bisa hidup beberapa lama lagi."
Sesaat lamanya ia diam saja.
Perempuan itu mengira ia sedang memikirkan tentang
irama seruling, maka tidak berani mengganggu, lalu menyuruh Wan Hauw berlalu.
Tidak berapa lama, benar saja samar-samar terdengar
suara serulirg, suara itu makin lama makin nyata, sebentar kemudian dapat didengar dengan tegas.
Suara yang diperdengarkan itu, agaknya menyimpang dari irama seruling biasa, samar-samar seperti suara panggilan sang ibu kepada anaknya.
Perempuan itu tiba-tiba melompat bangun, ia memandang ke angkasa, air mata mengalir bercucuran.
Ia paham segala irama musik, terutama musik seruling, oleh karena itu, irama seruling itu menbawa pengaruh lebih besar kepada dirinya dari pada Siang-koan Kie, mendengar irama yang kedengarannya bagaikan seorang ibu memanggil Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
anaknya pulang, teringatlah kepada ibu-bapak yang
ditinggalkan sudah duapuluh tahun lamanya, sehingga tidak mampu lagi menindas meluapnya rasa sedih dalam hatinya.
Suara seruling itu tiba-tiba berobah, suara itu begitu hening, agaknya seperti padri yang membaca doa, orang yang mendengarkan se-olah2 tersadar akan dosanya, tetapi kalau didengar dengan seksama lalu tidak dapat dipahami ke mana tujuannya.
Irama yang menyimpang garis dari irama musik itu,
merupakan irama yang tersendiri. Walaupun perempuan itu paham irama musik, tetapi ia juga tidak mengerti. Ketika ia berpaling menengok ke arah Siang-koan Kie, pemuda itu agaknya sedang menikmati irama itu, tangan dan kakinya bergerak2 mengikuti irama itu.
Selama berdiam di tempat itu, ia sudah tahu bahwa luka Siang-koan Kie sangat berat, kecuali bagian kepala dan leher serta satu tangannya yang masih bisa bergerak mengambil barang, hampir sekujur badannya tidak bisa bergerak, tetapi saat itu tertarik oleh suara irama seruling, ternyata bisa bergerak lambat-lambat.
Perempuan itu tidak tahu, bahwa dalam irama seruling itu, mengandung petunjuk cara-caranya mengatur pernapasan
dan jalan darah, oleh karena Siang-koan Kie paham ilmu silat, maka begitu mendengarkan, segera mengerti. Perempuan itu walaupun ia paham irama musik, tetapi ia tidak paham ilmu silat, maka ia hanya dapat menangkap arti dan tujuannya.
Ia yang semula bersedia membantu Siang-koan Kie
memberi keterangan tentang irama seruling yang Siang-koan Kie tidak mengerti, tak disangka kesudahannya ternyata sebaliknya. Siang-koan Kie yang tidak paham benar irama musik, ternyata dapat menangkap inti sari irama itu,
sebaliknya dengan ia sendiri yang tidak dapat menangkap artinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Irama seruling itu makin lama makin menyimpang jauh dari pada irama biasa, sebentar tinggi sebentar rendah, agaknya tidak menurut lagu, tetapi Siang-koan Kie agaknya
mendengarkan begitu nikmat.
Kira-kira satu jam lamanya, irama seruling itu tiba-tiba berhenti, tetapi suaranya masih kumandang sekian lama di waktu malam yang sunyi itu.
Siang-koan Kie yang menikmati irama itu, sudah lama
irama seruling itu berhenti ia masih menggerak-gerakkan tangan dan kakinya, kira-kira seperempat jam baru berhenti.
Ia lalu berpaling dan berkata kepada perempuan setengah tua itn sambil tertawa, "Nyonya paham irama musik, apakah dapat menyelami maksud irama seruling itu tadi?"
Perempuan itu menggeleng-gelengkan kepala dan
menjawab sambil tertawa, "Sedikitpun aku tidak mengerti, aku lihat siangkong agaknya asyik sekali mendengarkan irama seruling itu."
"Semula aku mengira irama seruling itu susah dimengerti, tetapi ternyata begitu mudahnya."
"Irama seruling itu kedengarannya seperti orang berbicara, tetapi aku tidak mengerti apa yang dikatakan?"
Ya memang, irama dalam suara seruling itu tadi, lagunya mengandang petunjuk semacam cara melatih ilmu silat, oleh karena nyonya tidak paham ilmu silat, sudah tentu tidak mengerti."
Di paras nyonya itu terlintas perasaan gembira, ia berkata sambil tertawa, "Semoga luka siangkong lekas sembuh,
supaya anakku Hauw-jie itu juga bisa lekas berlalu dari sini."
"Nyonya jangan khawatir, apabila lukaku bisa sembuh, aku pasti akan membawanya berlalu dari sini."
"Ah! Walaupun siangkong tidak merasa jijik terhadap
dirinya, tetapi anak semacam dia yang seperti manusia bukan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
manusia, dan sekujur badannya penuh dengan bulu hitam, di dalam mata orang biasa barangkali susah untuk diterima, soal ini mungkin akan menyulitkan diri siangkong sendiri."
"Dalam hal ini nyonya tidak perlu khawatir, andaikata saat ini bentuk tubuhnya sudah seperti manusia, apabila diberi makanan seperti manusia biasa, mungkin bulunya akan rontok sendiri, sekalipun bulunya tidak bisa rontok tetapi asal kita cukur bersih rambut halus di mukanya, juga tidak menjadi soal, aku sudah menyiapkan suatu rencana bagi dirinya, harap nyonya jangan khawatir."
Siang-koan Kie agaknya masih kurang puas dengan
keterangannya itu, setelah berhenti sejenak ia berkata pula,
"Aku merasa sangat bersyukur atas perlakuan nyonya
terhadap diriku selama ini, budimu ini tidak kulupakan untuk selama-lamanya, setelah aku nanti membawanya berlulu dari sini, aku pasti akan memandang dan memperlakukannya
sebagai saudara sendiri, apabila aku tidak memenuhi janjiku ini biarlah diriku dikutuk oleh Tuhan."
Perempuan itu tiba-tiba menjatuhkan diri dan berlutut di hadapan Siang-koan Kie, air matanya mengalir bercucuran, namun di bibirnya tersungging senyuman girang, ia berkata,
"Aku yakin siangkong seorang baik, bagaimana aku berani tidak menaruh kepercayaan" Dengan sumpah siangkong yang begini berat, bagaimana aku sanggup menerimanya."
Siang-koan Kie menjadi gugup, dua kali ia ingin bergerak untuk membimbing bangun, tetapi usahanya itu sia-sia saja, maka buru-buru berkata, "Harap nyonya lekas bangun,
dengan cara nyonya ini bagaimana aku sanggup menerima?"
Perempuan itu bangkit dan berkata pula, "Harap siangkong beristirahat lagi, mungkin irama seruling itu akan terdengar lagi, baru saja habis berkata, tiba-tiba terdengar suara geraman orang hutan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paras perempuan itu mendadak berobah, sambil berkata,
"Hauw-jie?".." Ia segera lari keluar.
Siang-koan Kie juga dapat mendengar suara geraman
orang hutan itu, aneh tidak mirip dengan suara geraman orang hutan biasa, karena ia khawatir nyonya itu nanti terjatuh dari rumah panggungnya, maka segera membentak,
"Jangan bergerak."
Suara bentakan itu, ia sudah menggunakan seluruh
kekuatannya, kalau di dalam keadaan biasa, suara bentakan itu sudah cukup membuat pingsan orang yang tidak mengerti ilmu silat, tetapi karena pada saat itu dalam keadaan terluka, maka suara itu beda tidak jauh dari orang biasa.
Perempuan itu sudah berada di ambang pintu, ia lalu
berhenti dan bertanya, "Siangkong, ada urusan apa?"
Dalam hati Siang-koan Kie berpikir, "Keadaan badannya yang begitu lemah, bagaimana kalau jatuh ke bawah rumah itu" Tetapi cinta kepada anaknya, jikalau tidak diberi nasehat sebaik-baiknya, perasaannya tentu tidak akan tenang."
Maka ia segera berkata, "Nyonya adalah seorang yang
mengerti surat, mengapa bertindak begitu gegabah, aku benar-benar tidak mengerti."
Sing-koan Kie sejak berada di dalam rumah itu, selama itu budi bahasanya sopan santun, tetapi kali ini mendadak sikapnya begitu keras, ucapannya begitu tajam, sehingga perempuau itu yang mendengarkan nampaknya sangat heran, katanya, "Entah dalam hal apa aku berlaku salah terhadap siangkong?"
"Nyonya lari pergi tergesa-gesa, adakah ingin melihat anakmu?"
"Sebagai seorang ibu bagaimana boleh tidak
memperhatikan anaknya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Inilah yang aku katakan tindakan gegabah nyonya itu, anakmu itu apabila melihat kau, pasti akan lengah
perhatiannya, sehingga merupakan suatu kesempatan baik bagi musuhnya, perhatianmu terhadap dirinya, bukan berarti mencintainya, sebaliknya akan mencelakakan dirinya."
Perempuan itu berpikir sejenak lalu berkata, "Benar juga perkataan siangkong itu!"
"Taruhlah anakmu itu menemukan bahaya, nyonya juga
tidak dapat membantu, sebaliknya?"..?"
Suara geraman itu tiba-tiha seperti sudah berada di bawah panggung, mungkin di situ terjadi pertarungan hebat,
sehingga rumah itu bergoyang-goyang.
Siang-koan Kie juga merasa heran, pikirnya, "Apabila Wan Hauw yang bertarung dengan orang hutan yang berbulu emas itu, mungkin tidak begini hebat, entah makhluk apa yang sedang bertarung."
Paras perempuan itu pucat pasi, sekujur badannya
gemetar, air mata mengalir turun membasahi kedua pipinya, tidak lagi dapat menguasai getaran hatinya, maka lalu berseru, "Hauw-jie, Hauw jie!"
Tiba-tiba terdengar suara mengaungnya binatang,
kemudian disusul oleh suara patahnya bambu, rumah
panggung itu tergoncang hebat, agaknya akan rubuh.
Siang-koan Kie dengan perasaan cemas berkata, "Nyonya, lekas pegangkan tiang!"
Tetapi nyonya itu sudah tidak dengar perkataannya, ia terus lari hendak keluar.
Siang-koan Kie berseru, "Nyonya lekas balik?"..!"
Tetapi hanya terlihat bayangan berkelebat, orangnya sudah lari keluar dari kamar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Saat itu terdengar pula suara geraman Wan Hauw yang
sangat hebat, lalu disusul pula oleh suara mengaumnya binatang buas, tidak berapa lama, keadaan menjadi sunyi lagi.
Siang-koan Kie yang tergoncang dari getaran hebat itu, terjatuh menggelinding di tanah, kepalanya membentur
dinding rumah yang terbuat dari rotan, sehingga pingsan seketika.
Tatkala ia siuman kembali, keadaan pulih kembali seperti biasa, perempuan setengah tua itu sudah tidur di tempat tidurnya dengan tenang, Wan Hauw duduk di sampingnya, kedua tangannya mengurut-urut badan ibunya.
Siang-koan Kie menggerak-gerakan kaki dan tangannya, ia merasa kepalanya masih pusing, tetapi gerakannya sudah agak leluasa, sehingga diam-diam merasa girang, ia coba bangun hendak duduk, tetapi pinggangnya tiba-tiba dirasakan kejang, lenyaplah tenaganya, hingga jatuh lagi
kepembaringan. Usahanya kali ini meski tidak berhasil, tetapi ia merasakan sedikit perobahan pada dirinya hingga diam-diam berterima kasih kepada orang tua yang meniup seruling itu, pikirnya,
"Orang tua itu benar-benar berkepandaian sangat tinggi sekali, hanya menggunakan irama seruling sudah dapat
menyembuhkan luka dalam, ini sesungguhnya adalah suatu keajaiban yang belum pernah terdengar."
Ia masih belum tahu, setelah ia mendapat petunjuk cara-caranya mengatur pernapasan yang diberikan oleh orang tua itu dengan pengaruh irama serulingnya, jalan pernapasannya dan darahnya sudah mulai teratur sehingga lukanya agaknya sudah ada perobahan, tetapi tatkala ia tergoncang oleh getaran hebat sehingga dirinya terpelanting dan jatuh di tanah, jalan darahnya dengan sendirinya telah mengalir masuk kebeberapa bagian uratnya yang terluka, maka waktu ia tersadar, penyakitnya dirasakan banyak berkurang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wan Hauw setelah melihat ibunya sudah tidur nyenyak, lalu bangkit dan menghampiri Siang-koan Kie, katanya dengan suara yang tidak tegas, "Seekor singa yang besar sekali?"..
telah bertarung?".. dengan aku?".. hamper?".. setengah malaman."
Dengan susah payah ia mengucapkan perkataannya itu
yang dibantu dengan gerak gerik tangannya.
Sebaliknya dengan Siang-koan Kie, ia merasa heran bahwa dengan secara tiba-tiba Wan Hauw dapat mengeluarkan
serentetan kata-kata yang agak nyata, maka setelah sebentar ia merasa ter-heran2 barulah ia berkata, "Ini bukan suatu usaha yang dapat dilakukan dengan secara tergesa-gesa, kau harus belajar bicara dengan sabar dari perlahan-perlahan, tetapi aku melihat kemajuanmu yang begini pesat, tiga empat bulan lagi, mungkin dapat memahami dan mengatakan
seluruhnya." Wan Hauw tidak melanjutkan kata-katanya, ia hanya
menarik napas panjang dan berkata, "Memang aku bodoh!"
Lalu membalikkan badannya dan melompat turun dari
rumah panggung itu. Siang-koan Kie tidak mengerti apa maksud ucapan Wan
Hauw tadi, selagi memikirkan tiba-tiba melihat Wan Hauw sudah balik lagi sambil memondong seekor singa besar.
Singa itu kepalanya sudah remuk, sekujur badannya penuh darah, isi perutnya sebagian sudah keluar.
Wan Hauw meletakkan bangkai singa itu di samping Siangkoan Kie lalu berkata, "Singa ini telah kupukul mati."
Singa itu sebesar kerbau, sehingga Siang-koan Kie yang menyaksikan itu diam-diam merasa heran, pikirnya, "Singa begini besar, sekalipun pada masa sebelum kepandaianku lenyap, kalau berjumpa dengannya, barangkali juga belum sanggup membunuhnya, sekalipun bisa juga harus
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menggunakan senjata. Bocah ini tidak mengerti ilmu silat, hanya mengandalkan kekuatan tenaganya yang besar
pembawaan dari alam, ternyata sanggup membinasakan
seekor singa yang begini besar, di kemudian hari, apabila dapat didikan ilmu silat dengan baik, pasti akan menjadi salah seorang tokoh terkemuka dalam kalangan Kang-ouw."
Sementara itu ia lalu menjawab, "Bagus-bagus, kalau kau tidak bisa membunuh mati singa ini, pada saat ini barangkali kita sudah menjadi santapannya."
Wan Hauw menggeleng-gelengkan kepala dan berkata,
"Singa ini tenaganya besar sekali, aku?".. hampir tidak sanggup melawan, ketika aku melihat ibu jatuh dari atas, hatiku merasa cemas lalu kuhajar kepalanya?".."
Perkataan selanjutnya, ia tidak dapat melanjutkan,
nampaknya sangat gelisah, ia berputar putaran sambil
menggaruk-garukkan kepalanya.
Sepatah demi sepatah Siang-koan Kie menanyakan
kepadanya, "Apakah ibumu terluka?"
"Tidak, waktu ibu jatuh dari atas, aku segera lari
menyambutnya." Siang-koan Kie mengawasi singa itu sejenak, lalu berkata,
"Di dalam hutan belukar ini, apakah sering mendapat
gangguan binatang buas semacam ini?"
Wan Hauw menggelengkan kepala dan manyahut, "Tidak,
singa ini entah datang dari mana."
Siang-koan Kie diam-diam merasa heran, pikirnya, "Apakah singa ini diundang oleh orang hutan berbulu emas itu, yang disuruhnya mengganggu orang hutan hitam?"
"Bangkai singa ini kau bawa turun ke bawah, sebaiknya kau letakkan di tempat yang tersembunyi, atau dikubur saja."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wan Hauw agaknya tidak mengerti apa maksud perkataan
Siang-koan Kie itu. Sejenak ia tercengang, tetapi tidak berani banyak bertanya, ia pondong lagi bangkai singa itu dan melompat turun ke bawah.
Siang-koan Kie rebah tertelentang, pikirannya bekerja, di dalam hutan belukar ini meskipun merupakan satu daerah terpencil yang tidak ada manusianya, tetapi nampaknya penuh rahasia, penuh ketegangan. Orang hutan berbulu mas dan orang hutan berbulu hitam itu semua merupakan orang hutan
" orang hutan raksasa yang jarang tampak, nampaknya sudah cerdik, tetapi di dalam daerah yang luas ini, walaupun banyak terdapat buah-buahan, tetapi jarang terdapat binatang lainnya, urusan berebutan makanan mungkin tidak akan
timbul, kalau toh benar tidak usah berebutan soal makanan, rasanya tidak perlu saling bertengkar dan berkelahi mati-matian dengan sesamanya sendiri?"..
Walaupun ia merasakan bahwa dalam hal ini pastilah ada sebabnya, tetapi untuk sementara itu ia juga tidak dapat memikirkan sebab-sebabnya itu.
Tidak berapa lama, Wan Hauw sudah balik kembali, nyonya setengah tua itu pada saat itu juga sudah sadar, berbicara tentang pertarungan hebat Wan Hauw dengan singa itu,
agaknya masih merasa ketakutan, sehingga badannya masih menggigil.
Malam itu terdengar pula suara irama seruling, dengan menurut petunjuk dari irama seruling itu, Siang-koan Kie mengatur jalan pernapasannya untuk menyembuhkan luka-lukanyas. Perempuan setengah tua itu karena sudah
mendapat pengalaman satu kali, ia juga dapat turut menikmati dengan hati tenang.
Dua hari kemudian, orang hutan berbulu hitam baru
pulang, luka-luka di sekujur badannya sudah sembuh
seluruhnya. Kejadian ini kembali menimbulkan perasaan heran Siang-koan Kie, tetapi ia tidak berani bertanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sang waktu berlalu dengan cepat, sebentar saja dua bulan telah berlalu, 1uka luka Siang-koan Kie boleh dikata sudah sembuh, urat-urat sekujur badannya sudah normal lagi
keadaannya. Malam itu, udara terang, perempuan setengah tua itu takut mengganggu Siang-koan Kie yang baru sembuh dari luka-lukanya, pada jam dua tengah malam, bersama-sama anaknya meninggalkan kamarnya dan pergi menikmati pemandangan malam, orang hutan hitam itu, sejak Siang-koan Kie berada di sana jarang sekali pulang, kadang-kadang pulang, tetapi sebentar sudah pergi lagi.
Meski dalam hati Siang-koan Kie timbul banyak pertanyaan, tetapi karena itu merupakan saat-saat penting baginya untuk memulihkan kekuatan dan kesehatannya, maka ia tidak
banyak bertanya, setelah lukanya sembuh seluruhnya, ia nanti akan mencari keterangan dan sebab- sebabnya dalam soal itu.
Setelah Wan Hauw dan ibunya berlalu dari kamar, ia mulai duduk bersemedi untuk menantikan petunjuk dari irama
seruling, tak disangka ia menunggu sehingga jam tiga liwat tengah malam, masih belum terdengar suara seruling,
sehingga hatinya sangat gelisah.
Selama dua bulan itu, suara irama seruling itu setiap hari jam tiga tengah malam pasti menggema di tengah udara
dalam hutan belukar itu, selema itu juga, belum pernah terputus, tidak perduli ada hujan angin besar atau geledek menyambar, apapun yang terjadi di sekitarnya, tidak
mempengaruhi suara seruling itu. Tetapi malam itu, udara bersih, rembulan terang benderang, entah apa sebabnya, suara seruling itu tidak terdengar lagi.
Perobahan yang sangat besar ini, menimbulkan rasa gelisah Siang-koan Kie, dalam otaknya timbul tafsiran rupa-rupa, ia pikir orang tua aneh itu mungkin celaka di tangan musuhnya yang datang karena tertarik suara serulingnya, mungkin juga karena menghamburkan banyak tenaga dalam sehingga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendapat sakit, atau mungkin kawan-kawannya yang
merupakan binatang-binatang buas itu berpindah ke lain tempat sehingga tidak ada orang yang mengantarkan
makanan?".. Tafsiran yang bukan-bukan itu, menyebabkan kalut
pikirannya, ia tidak tahu mana satu yang benar.
Selama dua bulan ia menyembuhkan lukanya dengan
menurut petunjuk dari irama seruling itu, ia sudah tahu bahwa pada saat itu ia sedang menghadapi saat-saat yang
terpenting, apabila suara seruling itu datang 1agi pada waktunya, lagi tiga atau lima hari, mungkin ia berhasil menyembuhkan bagian jalan darah yang terakhir, bukan saja luka-lukanya akan sembuh seluruhnya tetapi kepandaiannya juga akan pulih kembali; jika suara seruling itu tetputus, bukan saja kepandaiannya susah dipulihkan, bahkan semna usahanya yang sudah-sudah akan menjadi tersia-sia.
Manusia apabila sndah berada dalam keadaan patus
harapan, biasanya suka memandang ringan jiwanya sendiri, tetapi apabila masih ada harapan hidup, maka pengharapan untuk hidup itu juga lebih kuat dari biasa.
Begitulah keadaan Siang-koan Kie, dengan terputusnya
suara seruling yang akan nnemulihkan kekuatan dan
kepandaiannya, bukan saaja membuat gelisah pikirannya, tetapi juga mengkhawatirkan keselamatan jiwa orang tua yang meniup seruling itu, dan bertambah pula perhatiannya
terhadap orang tua yang aneh itu.
Hanya dalam waktu tidak ada setengah jam itu, bagi Siangkoan Kie dirasakan seperti bertahun tahun; kegelisahan dan kekhawatiran membuat dirinya tidak dapat menguasai
ketenangannya lagi, ia sudah tidak memperdulikan lukanya sudah sembuh seluruhnya atau belum, ia sudah bangkit dan lari keluar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena luka di seluruh badannya meskipun sebahagian
sudah sembuh, tetapi dua bagian jalan darah yang terpenting mash belum berhasil dipulihkan, maka waktu ia berdiri dan lari, segera menimbulkan perobahan bagian jalan darahnya, ia merasakan kedua pahanya lemas, sehingga jatuh lagi di tanah. Selagi hendak merayap bangun, urat2 di separuh badannya tiba-tiba mulai mengkerut, sekujur badannya
dirasakan sakit. Walaupun ia masih sanggup menahan, tetapi penderitaan itu sesungguhnya sangat hehat, meskipun ia tidak
mengeluarkan suara menjerit-jerit, tetapi juga sudah
bergulingan di tanah. Dalam keadaan demikian, suara seruling itu tiba-tiba
berkumandang lagi, Siang-koan Kie yang sedang menderita hebat, tetapi toh terpengaruh oleh suara seruling itu, dengan tanpa disadari ia bergulingan menuruti irama seruling itu, kalau irama seruling itu semakin gencar maka Siang-koan Kie juga bergulingan semakin cepat, sehingga dalam rumah
panggung itu nampak tergoyang- goyang, karena tergoncang oleh gerakan Siang-koan Kie.
Setetah pikirannya kabur dan tenaganya habis, ia telah tertidur.
Waktu ia sadar lagi ia mendapatkan dirinya sudah tidur di atas pembaringan lagi, Wan Hauw dan ibunya dalam sekejap sudah balik kembali, keduanya berdiri di samping
pembaringan, paras mereka penuh rasa kekhawatiran.
Perempuan setengah tua itu ketika melihat Siang-koan Kie sadar, baru menunjukkan senyumnya, ia lalu bertanya,
"Apakah siangkong mengalami sesuatu?"
Siang-koan Kie diam-diam mengatur pernapasannya, ia
menggerak-gerakkan tangan dan kakinya, rasanya sudah
banyak leluasa, lukanya juga sebahagian besar sudah sembuh, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalam herannya ia lalu bangun dan duduk, pertanyaan nyonya itu dijawabnya dengan singkat, "Tidak apa-apa."
Tanah Semenanjung 4 Tokoh Besar Karya Khu Lung Pendekar Pengejar Nyawa 7
^