Terbang Harum Pedang Hujan 11
Terbang Harum Pedang Hujan Piao Xiang Jian Yu Karya Gu Long Bagian 11
dekatnya agar beliau mau mengajariku ilmu silat. Kali ini aku datang ke Zhong-yuan untuk
mengunjunginya." Melihat Ruan-wei penuh perhatian mendengar perkataannya, dia merasa lebih bersemangat
lagi untuk bercerita: "Kau baru meninggalkan tempat Paman Fan, dan aku kebetulan akan ke sana. Melihat dia
termenung di depan pintu, aku menanyakan dari mana asalnya darah ini" Awalnya beliau tidak
ingin memberitahukannya padaku, tapi karena aku terus mendesak akhirnya beliau baru
menceritakan kejadiannya dari awal sampai akhir, kau ingin belajar ilmu silat kepadanya. Maka
aku pun segera menyusulmu."
Setelah itu Gongsun Lan tertawa melihat Ruan-wei.
Ruan-wei duduk dengan tenang. Sehabis mendengar cerita Gongsun Lan, kebencian pada Nona
Gongsun pun menghilang, dia juga tidak mempermasalahkan keadaannya karena gagal menjadi
murid Fan Zhong-pin. Dengan santai dia berkata: "Aku mempunyai dendam yang dalam dan harus dibalas. Kali ini
Tetua Fan tidak bisa menerimaku menjadi muridnya, aku harus mencari guru lain. Walaupun
merasa lelah dan sulit, aku tetap akan berjalan untuk mencari guru."
"Ikutlah denganku ke Tibet, biar ayahku yang mengajarimu ilmu silat."
Karena sifat Gongsun Lan sangat terbuka, dia tidak berpikir panjang mencetuskan pikirannya.
Ruan-wei dengan nada berterima kasih bertanya:
"Kakak Lan, apakah ayahmu tidak akan meremehkanku?"
Gongsun Lan melihat Ruan-wei setuju dengan idenya. Dengan senang dia berkata:
"Menurut Paman Fan, kau adalah orang yang sangat berbakat dalam ilmu silat. Ayahku tidak
mirip Paman Fan. Jika dia bertemu dengan-mu, dia pasti akan mengajarimu ilmu silat."
Dengan pelan-pelan Ruan-wei berkata:
"Aku... ke Tibet, sepertinya tidak akan leluasa."
Maksud Ruan-wei adalah seorang laki-laki dan perempuan melakukan perjalanan jauh
sepertinya tidak akan leluasa. Tapi Gongsun Lan sudah berkata:
"Mengapa tidak leluasa" Jarak dari sini ke Tibet memang jauh tapi aku hafal jalan ke sana, aku
jamin kita tidak akan tersesat asalkan kita tidak berpencar maka keadaan akan aman-aman saja."
Mendengar Gongsun Lan begitu sungguh-sungguh, Ruan-wei jadi bertekad mengikutinya ke
Tibet, daripada dia seorang diri berkelana di Zhong-yuan.
283 Hari ini karena Ruan-wei harus menunggu Zhong-jing ditambah lagi dia baru sembuh maka
Gongsun Lan tidak tergesa-gesa melanjutkan perjalanan dan berjanji besok akan berangkat ke
Tibet bersama dengan Ruan-wei.
Gongsun Lan seperti seekor burung pipit dia mengobrol dan tertawa senang di kamar Ruanwei,
dia juga menyiapkan keperluan besok untuk melakukan perjalanan jauh. Walaupun dia lebih
tua tiga tahun dari Ruan-wei tapi dalam pembicaraan atau pekerjaan, dia lebih pintar dan lincah.
Setelah malam tiba, semua orang tertidur, keramaian yang terjadi di pagi hari tidak terdengar.
Akhirnya bumi menjadi hening.
Ruan-wei juga sudah tidur, di dalam tidur dia bermimpi, dia seperti mendengar ada suara
jendela dibongkar maka dia pun segera bangun. Orang yang berada di luar jendela sepertinya
tahu suara ini membangunkan Ruan-wei maka orang itu pun segera berhenti membongkar. Tidak
lama kemudian terdengar ada suara dari luar yang berkata:
"Aku orang yang telah membunuh ibumu!" Tadinya Ruan-wei mengira yang membongkar
jendela adalah pencuri tapi begitu mendengar kalau orang itu adalah orang yang telah membunuh
ibunya yaitu 'Shen-long-shou' Li Ming-zheng, karena dendam, tanpa pikir panjang dia langsung
membuka jendela dan meloncat keluar.
Di depan jendela dalam jarak beberapa meter, bayangan seseorang yang gemuk melambai-kan
tangan. Melihat orang itu adalah Li Ming-zheng, dia tidak berpikir panjang apakah ini adalah
perangkap atau bukan. Hanya beberapa menit, mereka sampai di lapangan pinggiran kota. Orang
yang pendek dan gemuk itu tiba-tiba berhenti menunggu Ruan-wei.
Dia tertawa terbahak-bahak kemudian dari balik pohon keluar dua bayangan manusia. Mereka
berdiri di kiri dan kanan Ruan-wei.
Begitu dilihat dengan benar, mereka adalah Hua Li-ji dan Ma-xin-jian. Diam-diam Ruan-wei
berpikir, 'Gongzi Shi-san-tai-bao telah datang 3 orang.'
Karena Ruan-wei dikurung oleh 3 orang, maka dia tidak berani menyerang Li Ming-zheng untuk
membalaskan dendam ibunya.
Wajah bulat Li Ming-zheng tertawa seram:
"Bocah, orang yang telah membunuh ibumu ada di sini, ayo kemarilah!"
Tapi Ruan-wei tampak tenang, dia tahu jika pukulannya tidak mengena Li Ming-zheng, maka
dia akan mati di tangan ketiga orang ini.
Diam-diam dia mengerahkan semua tenaganya di sepasang tangannya, asalkan dia bisa
membunuh salah satu dari mereka, mati pun dia rela.
Li Ming-zheng berteriak: "Bocah tengik. Kau harus tahu diri, cepat keluarkan buku kain pemberian setan Zhuang, baru
kami akan memaafkanmu dan tidak membunuhmu."
Dalam hati Ruan-wei berpikir, 'Mengapa mereka tahu aku menyimpan Tian-long-jian-jing milik
Paman Zhuang"' Tiba-tiba dia teringat pada keselamatan Paman Zhuang, dengan suara gemetar dia bertanya:
"Apa yang kalian lakukan terhadap Paman Zhuang?"
Wajah Li Ming-zheng bergetar, dengan nada seram dia menjawab
"Setan Zhuang mempunyai plakat Zheng-yi-bang, kami Gongzi Shi-san-tai-bao bukan orang
bodoh, kami tidak akan mencarinya. Tapi umurnya juga tidak akan panjang, tidak butuh waktu
satu bulan dia pasti akan mati."
Mendengar perkataan ini, Ruan-wei benar-benar sedih, air matanya menetes.
Li Ming-zheng tertawa: "Menurut para biksu di kuil itu, di dunia ini hanya kau yang menjadi keluarganya. Tampaknya
kata-kata ini tidak salah."
Dengan galak Ruan-wei menjawab:
"Kalau benar, lalu kenapa?"
Li Ming-zheng tertawa: "Kalau benar, itu lebih baik, karena setelah dia mati, kami mencari barang peninggalan setan
Zhuang ternyata tidak ada, benar-benar membuat kami kecewa. Untung adik kesembilan pintar,
dia mengatakan bahwa setan Zhuang sadar dia tidak akan hidup lama dia pasti memberikan benda
284 yang paling berharga..Tian-long-jian-jing kepada orang yang terdekat. Kami pikir kata-kata Lao-jiu
(nomor 9) tidak salah. Begitu kami mencari tahu, benar saja, orangyang dekat dengannya, ...kau!"
Ruan-wei menangis: "Seumur hidup Paman Zhuang hanya sendiri, kalian benar-benar orang yang tidak punya
perasaan, mengapa kalian membunuhnya?"
TawaLi Ming-zheng seperti burung hantu:
"Di dunia ini hanya kau yang membelanya, sungguh membuat dia bahagia. Tapi dia tidak tahu
kalau Tian-long-jian-jing yang diberikan kepada-mu malah akan membuatmu sengsara!"
Segera Ruan-wei teringat pada pesan Zhuang Shi-yan, dia mengatakan supaya jangan ada
orang yang mengetahui bahwa 'Tian-long-jian-jing' berada di tangannya, maka dia pun berhenti
menangis dan berteriak: "Aku tidak mengerti apa maksudmu, lebih-lebih tidak mengerti apa itu 'Tian-long-jian-jing'?"
"Kau benar-benar tidak mengerti atau pura-pura tidak mengerti?" Li Ming-zheng tertawa
"Aku hanya tahu kau yang membunuh ibu dan pamanku!" jerit Ruan-wei
Pelan-pelan Li Ming-zheng mendekatinya, dengan nada seram dia berkata:
"Cobalah ilmu silatku, setelah itu aku akan melepaskan urat dan tulangmu. Waktu itu kau pasti
akan tahu tentang semua ini."
Ruan-wei menyiapkan tenaga untuk melawan.
Saat itu sebuah cahaya datang seperti kilat, Li Ming-zheng segera meloncat ke atas. Cahaya itu
lewat di bawah kakinya. Kemudian terdengar suara perempuan yang berkata:
"Kalian jangan memaksanya!"
0-0-0 BAB 92 Biksu tuli dan bisu dari India
Dibarengi suara bentakan, datang seorang perempuan berpakaian ungu dengan pedang
terselipkan di punggung, di pinggangnya terselip secara berjajar pisau terbang berbentuk daun
Yang Liu. Dua pisau terbang siap diarahkan ke jantung Li Ming-zheng, dia berteriak:
"Jika kau berani maju selangkah lagi, kau boleh merasai 'Zui-ming-dao' milikku!" (pisau
pengejar arwah). Zui-ming-dao, ketiga kata ini menggetarkan hati 3 Gongzi Tai-bao yang berada di sana.
Sejak beberapa tahun lalu Zui-ming-dao sangat terkenal di dunia persilatan. Senjata rahasia ini
milik 'Fei-long-jian ke' Pendekar Gongsun.
Ruan-wei berteriak: "Kakak Lan, jangan lepaskan mereka, mereka telah membunuh Pendekar Zhuang!"
"Ternyata Nona Gongsun, apa demi marga Zhuang Nona akan bermusuhan dengan kami?" kata
Li Ming-zheng Gongsun Lan berteriak kepada Ruan-wei: "Hayo kembali, mereka mempunyai niat tidak baik
kepadamu!" Li Ming-zheng tertawa terbahak-bahak: "Apakah Nona sendiri berniat baik kepadanya?"
Hua Li-ji yang sejak tadi diam tiba-tiba berkata dengan dingin:
"Kami sudah memeriksa tubuh Chi-mei-da-xian, tidak disangka ada juga seorang gadis yang
berani memeriksanya."
"Semua karena Tian-long-jian-jing'!" kata Ma-xin-jian.
Alis Gongsun Lan berdiri, dia membentak:
"Diam!" Li Ming-zheng malah tertawa terbahak-bahak dan menyindir:
"Kami 13 bersaudara membagi menjadi beberapa kelompok untuk mencari tuan kecil ini, tidak
disangka kami kalah cepat dari Nona."
Hua-li-ji menyambung: "Bukan hanya terlambat, kita hampir tertipu pergi ke Tibet."
Ma-xin-jian menambahkan: 285 "Jika kita terlambat, tuan kecil ini tidak bisa kita temukan lagi!"
Gongsun Lan mengeluarkan pedangnya dan membentak:
"Jika kalian sembarangan bicara lagi, aku akan melanggar aturan ayah dan akan membunuh
kalian!" Wajah Ruan-wei mulai memucat, dia berkata dengan pelan-pelan:
"Biarkan mereka berkata yang sebenarnya."
Dengan wajah marah Li Ming-zheng berkata:
"Sebulan lalu Nona telah mengikuti kami, apakah di kira kami tidak tahu" Dulu di Tibet karena
kami tidak hati-hati bicara membuat ayahmu tahu kalau kami mengetahui keberadaan 'Tian-longjian-
jing'. Seumur hidupnya 'Fei-long-jian ke' sangat menyukai pedang. Sekarang dia mengetahui
keberadaan sebuah ilmu pedang, mana mungkin dia akan melepaskan kesempatan ini. Beberapa
tahun ini dia selalu menyuruh Ba-gua-zhang Pak tua Fan untuk menguntit kami. Tidak disangka
sekarang sudah digantikan oleh putrinya."
Segera Ma-xin-jian berkata:
"Jurus Pendekar Gongsun memang lihai, hampir-hampir Tian-long-jian-jing dibawa ke Tibet."
Kemarahan Gongsun Lan memuncak, dia jadi melupakan pesan ayahya. Pedang mengayun,
menyerang Ma-xin-jian. Hua Li-ji dengan dingin berkata:
"Kau menguntit kami selama sebulan, dari gerakanmu hari ini, kami sudah mengetahui
maksudmu!" Tangan kiri Gongsun Lan sudah memegang pisau terbang, dia menyerang Li Ming-zheng dan
Hua Li-ji. Karena dalam keadaan marah menyerang, maka sasarannya j adi tidak tepat, pisau terbangnya
bisa ditahan. Li Ming-zheng dan Hua Li-ji bersama-sama menyerang Gongsun Lan.
Ilmu Gongsun Lan sangat tinggi. Meski mereka bertiga bergabung pun masih tetap kalah
darinya, tapi karena marah dan mereka terus menyindir membuat Gongsun Lan tidak bisa bersikap
tenang. Ratusan jurus sudah berlalu tapi tetap tidak ada yang kalah ataupun menang, mereka tidak
sadar Ruan-wei tahu-tahu sudah menghilang.
Begitu melihat Ruan-wei sudah tidak ada di tempat, Gongsun Lan yang sejak tadi tidak tenang
bertarung segera mengeluarkan jurus aneh.
Tiga Gongzi Tai-bao tidak mengenal jurus aneh ini maka mereka mundur dengan cepat.
Kesempatan ini digunakan oleh Gongsun Lan untuk keluar dari kepungan tiga Gongzi Tai-bao, dan
dengan cepat kembali ke kota. Sesampainya di penginapan, pelayan baru saja membuka mata dan
masih mengantuk, dia membuka pintu. Dengan tergesa-gesa Gongsun Lan bertanya: "Apakah tadi
ada yang pergi?" Karena pelayan merasa kesal, maka dia pun mengomel:
"Hari sudah malam, masih bersikeras membawa kuda, benar-benar seperti orang gila!"
Begitu melihat kamar Ruan-wei kosong, dan barang-barangnya sudah dibawa semua. Gongsun
Lan bertanya lagi kepada pelayan:
"Ke arah mana perginya tamu tadi?"
Pelayan mengomel lagi: "Aku masih mengantuk, mana tahu dia pergi ke mana?"
Gongsun Lan menghentakkan kakinya, dia berlari ke jalan untuk mencari sosok Ruan-wei, tapi
bayangannya pun. sudah tidak tampak. Dengan sedih Gongsun Lan meneteskan air mata:
"Ruan-wei, kau salah paham kepadaku, kau sudah menafsirkan jelek kebaikanku...."
Dari mulut tiga Gongzi Tai-bao, Ruan-wei mengetahui kalau Gongsun Lan ternyata juga
mengincar Tian-long-jian-jing'. 'Pantas setelah pergi dari kediaman Fan Zhong-pin, dia segera
mencariku, ternyata semua itu demi Tian-long-jian-jing!'
"Pantas di penginapan dia berpura-pura mengurusku dengan baik, ternyata semua itu hanya
mencari simpatiku agar aku memberitahu kan keberadaan Tian-long-jian-jing!"
"Dia masih menginginkan aku pergi ke Tibet untuk belajar ilmu silat kepada ayahnya, ternyata
ini hanya kedok saja. Setibanya aku sampai di Tibet, aku akan bujuk oleh ayahnya dan tanpa
syarat aku memberikan 'Tian-long-jian-jing'!
286 Segera saja dalam benaknya terpikir, apa yang ada hubungannya dengan Gongsun Lan selalu
dihubungkan dengan 'Tian-long-jian jing'! Ruan-wei merasa tertipu mentah-mentah, perasaannya
berubah menjadi begini. Ketika seseorang berperasaan semakin dalam, begitu tahu semua itu
hanya kebohongan, dia akan merasa sakit yang sangat dalam.
Hari baru terang, dengan bingung Ruan-wei melihat keadaan di sana. Ternyata tempat ini
adalah gunung. Gunung itu bernama 'Jun-shan', yang berada di sebelah selatan kota tadi.
Ruan-wei menunggang kuda Zhong-jing, dia tidak melihat arah hanya memilih tempat yang
sepi dan melarikan kudanya.
Dalam hatinya berpikir, 'Lebih baik aku naik ke tempat yang lebih tinggi untuk menghindar
bertemu dengan orang dan hal-hal yang memusingkanku,' dia terus berjalan.
Jalan di gunung berliku-liku. Begitu hari terang, Ruan-wei melihat gunung penuh dengan salju.
Walaupun tenaga dalam Ruan-wei sangat tinggi tapi dia merasa dinginnya cuaca begitu menusuk
tulang. Kuda sudah tidak tahan udara dingin dan nafasnya mulai terengah-engah, keempat kakinya
terus menendang. Karena takut kudanya kedinginan, Ruan-wei membawa kudanya berlari di
puncak gunung. Begitu kudanya berkeringat karena terus berlari, mereka sudah berada di puncak sebuah
gunung. Ruan-wei turun dari kuda maksudnya adalah ingin mengeluarkan nafas yang sudah lama
terpendam di dalam hati. Puncak gunung sangat terjal. Dengan susah payah Ruan-wei mendakinya. Di puncak gunung
ada lapangan dengan luas sekitar 20 meter persegi. Di tengah lapang duduk seorang lelaki, dia
adalah Paman Zhong Zhong-jing yang menghilang selama 2 hari 2 malam.
Ruan-wei berlari dengan cepat dan memanggil:
"Paman!". Begitu Zhong-jing menoleh dia melihat Ruan-wei, segera berteriak:
"Saudara kecil, ternyata kau!"
Ternyata kemunculan Ruan-wei yang secara tiba-tiba membuatnya merasa aneh, tapi karena
ada masalah penting, membuatnya tidak antusias melihat Ruan-wei.
Dengan aneh Ruan-wei melihat ke tengah lapangan, tampak ada seseorang, yang satu adalah
seorang laki-laki setengah baya berpakaian pelajar, tulang pipinya tinggi, kedua matanya cekung,
hidungnya mancung, berwajah pucat.
Yang di sisi lainnya ada seorang biksu berwajah hitam tapi wajahnya sangat ramah. Dia
memakai baju usang dan tipis.
Telapak tangan yang sebelah berwarna putih dan sebelah lagi berwarna hitam saling
menempel, kedua mata mereka terpejam dan mereka tidak bergerak.
Tiba-tiba Zhong-jing menarik nafas:
"Orang berpakaian putih adalah tetua yang selama ini kucari, yaitu Tuan Jian!"
Dengan aneh Ruan-wei bertanya:
"Mengapa... Tetua beradu telapak dengan biksu itu?"
"Ketika aku berada di rumah makan aku melihat sosok Tuan Jian maka aku pun tergesa-gesa
mengejarnya tapi Tuan Jian berjalan seperti terbang. Ketika aku mengejarnya sampai di sini,
mereka berdua sudah bertarung. Aku tidak berani mengganggu mereka maka aku pun hanya
duduk di sini untuk melihat, ternyata mereka sudah dua hari dua malam bertarung."
Ruan-wei tidak tahu bahwa di dunia persilatan Tuan Jian adalah orang misterius. Dia memiliki
wibawa yang sangat tinggi. Sekarang mendengar mereka bisa bertarung 2 hari berturut-turut,
dia merasa terkejut. Zhong-jing dengan nada cemas berkata:
"Sekarang mereka sudah berhenti bertarung, hanya beradu telapak. Ini adalah suatu
pertarungan yang berbahaya dan menguras tenaga dalam. Mereka telah beradu telapak selama
lima jam." "Apakah Paman menemani mereka di sini selama dua hari dua malam?"
Zhong-jing mengangguk: "Karena mereka belum tampak kalah menangnya, aku jadi tidak bisa meninggalkan tempat ini."
287 Mendengar ini Ruan-wei mengambil kesempatan ini turun gunung. Dari pelana dia mengambil
makanan dan membawanya lagi ke puncak gunung. Dia memberikan makanan itu kepada Zhongjing:
Terbang Harum Pedang Hujan Piao Xiang Jian Yu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Paman sudah dua hari tidak makan, sekarang makanlah sedikit!"
Di dalam bungkusan berisi ayam bakar, daging sapi, dan kol. Zhong-jing hanya melihat sekilas,
dia berkata dengan pelan:
"Aku tidak selera makan, simpan saja dulu!" Selama dua hari ini Zhong-jing selalu
mengkhawatirkan keadaan Tuan Jian, dia sudah lupa kalau perutnya lapar. Makanan ini dibungkus
kembali dan diletakkan di pinggir.
Dengan diam Ruan-wei duduk di sisi Zhong-jing. pembawaan Tuan Jian ketika bertarung
memancarkan kalau orang luar tidak diijinkan membantu. Zhong-jing yang punya niat membantu
jadi tidak berani bergerak, kalau tidak, asalkan dia memukul biksu itu pelan-pelan, maka dia akan
mati. Ruan-wei sangat polos. Dalam hati berpikir, 'Jika bertarung harus dengan cara jujur," dia juga
tidak berniat jahat, diam-diam menyerang dari belakang.
Dalam udara yang begitu dingin tidak ada orang yang mau naik ke gunung ini, maka di puncak
gunung ini hanya ada mereka berempat yang duduk seperti patung. Kecuali suara angin yang
berhembus tidak terdengar suara lainnya.
Sedetik demi sedetik berlalu, langit mulai gelap.
Tiba-tiba terdengar suara ledakan. Dua orang yang beradu telapak tergetar dan terbang.
Terdengar Tuan Jian berteriak:
"Biksu bisu tuli, Long-hu (naga harimau) benar-benar hebat!"
Mereka bersama-sama terlempar ke atas, mereka juga bersama-sama turun ke bawah. Hasil
akhir pertarungan ternyata sama kuat.
Zhong-jing dengan cepat berlari ke sisi Tuan Jian. Terlihat darah terus keluar dari sudut
mulutnya. Darah membasahi tubuh dan wajahnya, walaupun kedua mata terbuka tapi tidak
terlihat bersemangat. Zhong-jing memeluk Tuan Jian. Dengan penuh air mata dia berteria:
"Paman Guru Jian! Paman Guru Jian!..."
Beberapa kali dia memanggil, mulut Tuan Jian terbuka, tapi dia tidak bisa menjawab.
Zhong-jing segera berpesan kepada Ruan-wei:
"Aku akan menggendong Tuan Jian turun gunungdan menyembuhkan lukanya...."
Biksu itu terus berbaring di bawah dan tidak bergerak, mungkin karena kulitnya hitam dan
bajunya sudah usang, tidak terlihat apakah dia muntah darah atau tidak. Tapi salju yang ada di
bawahnya terlihat ada darah. Matanya memandang ke tempat jauh tapi pandangannya begitu
kosong dan kesepian.... Ruan-wei mengikuti Zhong-jing dari belakang, tapi sewaktu dia menoleh pada biksu itu, dia
melihat sorot mata kecewa. Diam-diam Ruan-wei berpikir, 'aku pernah mendengar dari Tuan Jian
tentang biksu Harimau bisu tuli, aku kira orang itu adalah dia. Seumur hidupnya karena bisu dan
tuli, hidupnya sudah cukup sengsara, jika sekarang kami meninggalkannya di sini, dia akan mati
kedinginan mungkin juga mati kelaparan!'
Ruan-wei tidak tega melihat biksu itu mati dengan cara seperti itu. Karena itu dia berkata
kepada Zhong-j ing: "Paman, di bawah ada seekor kuda, kuda itu adalah kuda yang paman tinggalkan di
penginapan. Barang yang ada di atas kuda masih utuh, paman naik kuda itu saja! Aku... aku... akan
mengurus biksu itu...."
Zhong-jing mengkhawatirkan luka Tuan Jian, dia sudah tidak peduli hal lain lagi. Baju kulit yang
dipakainya dilemparkannya kepada Ruan-wei dan berkata:
"Malam hari di gunung sangat dingin. Aku harus pergi sekarang!"
Hari semakin malam. Ruan-wei mengambil baju kulit itu. Dia menggendong biksu bisu tuli itu
turun dari lapangan atas. Dia ingin turun gunung mencari penginapan tapi sudah tidak sempat,
terpaksa dia mencari sebuah gua untuk menghindari dinginnnya udara malam hari.
288 Hari sudah gelap. Ruan-wei berhasil mendapatkan sebuah gua kering dan tertutup. Karena dia
menggendong biksu itu sambil berlari maka biksu itu tergetar hingga muntah darah lagi. Darah
membasahi baju depan Ruan-wei.
Ruan-wei menyobek sehelai kain dari dadanya. Dia membersihkan darah yang mengalir dari
mulut biksu bisu tuli, dan membiarkannya tertidur di atas baju kulit. Dari balik dada dia
mengeluarkan sebuah botol. Itu adalah arak bagus untuk mengusir rasa dingin. Pelan-pelan dia
memberi minum kepada biksu itu.
Walaupun sudah minum arak tapi Ruan-wei masih terus gemetar. Ruan-wei membuka baju kulit
yang dipakainya untuk menutupi tubuh biksu. Udara sangat dingin. Ruan-wei merasa sangat lelah
dan lemas, dia berbaring di sisi biksu dan tertidur pulas.
Hari kedua, hari sudah siang. Ruan-wei terbangun. Dia merasa dia tertidur di atas baju kulit.
Tapi biksu itu sudah tidak ada. Dengan cepat Ruan-wei pun bangun, dia melihat biksu itu sedang
duduk bersila mengatur nafas.
Ruan-wei membuka bungkusan makanan. Dia memakan daging sapi dan kue dan keluar gua
mengambil salju untuk diminum.
Dia meletakkan ayam bakar dan kue di depan biksu itu kemudian keluar gua untuk
menggerakkan tubuh dan berjalan-jalan. Setengah jam kemudian dia pun kembali, terlihat biksu
itu masih duduk bersila. Ayam bakar tidak disentuh-nya sama sekali tapi kue yang disediakan
sudah habis. Diam-diam Ruan-wei menertawakan dirinya sendiri, 'dia seorang biksu, mana
mungkin makan daging"'
"Biksu ini sudah bisa makan mungkin lukanya tidak terlalu berat." pikirnya, maka dia pun mulai
membereskan barang-barangnya, siap untuk turun gunung.
Baru saja Ruan-wei keluar dari gua, terdengar suara: "Ya! Ya!"
Ada suara yang memanggil. Dia masuk kembali lagi ke dalam gua, terlihat biksu itu dengan dua
mata besar melihatnya. Dengan hormat Ruan-wei bertanya:
"Tetua ingin mengatakan apa?"
Biksu itu menunjuk telinga juga mulut. Ruan-wei berpikir, 'dia tuli, terpaksa aku berbicara
dengan cara menulis."
Ruan-wei senang belajar, maka di dalam bungkusannya selalu ada kuas, kertas, tinta, dan
buku. Dia mengeluarkan kertas, tinta, dan kuas. Dia mulai menulis:
"Tetua ada pesan apa?"
Biksu itu mengambil koasnya dan menulis: "Aku ingin buah Anmeluo, tolong carikan untukku!"
Buah Anmeluo adalah buah mangga. Anmeluo adalah bahasa India. Dulu di Tiongkok tidak ada
buah ini. Nama mangga berasal dari bahasa Jepang.
Mangga berasal dari India. Mangga adalah raja dari ratusan macam buah. Saat Dinasi Tang,
seorang biksu besar Xuan-zhuang membawa pohon buah ini dari India ke Tiongkok. Dulu
Tiongkok kuno menyebut buah ini Xiang-gai (menutupi wangi) setelah nama mangga dipakai
orang Jepang. Xianggai mulai jarang disebut.
Jaman Tiongkok kuno, buah ini sangat disukai orang-orang kaya. Walaupun tumbuh di negara
bermusim panas, tapi banyak orang menyimpannya buah ini di gudang bawah tanah maka pada
musim dingin masih bisa makan. Tentu saja harganya sangat mahal!
Biksu itu ingin makan buah Anmeluo, dia menulis di kertas tanpa sungkan. Tapi Ruan-wei
adalah anak yang baik hati, dia tidak enak hati untuk menolak, apalagi uangnya masih banyak.
Maka dia pun pergi ke kota untuk membeli beberapa buah untuknya.
Dia segera mengangguk. Dia membalikkan tubuh dan segera turun gunung. Dia ingin segera
kembali, mungkin biksu itu bisa sembuh dari luka beratnya kalau sudah memakan buah ini.
Pada saat dia pulang dari kota hari sudah sore hari walaupun Ruan-wei berlari ke gunung itu.
Biksu itu masih duduk di dalam gua dan tidak bergerak sama sekali. Kuas dan tinta masih ada
di depannya, tapi kertas-kertasnya sudah tidak ada.
Ruan-wei membuka bungkusan yang dibawanya. Di dalam bungkusan ada 2 botol arak dan
masih ada sebuah kotak. Separuh kotak berisi sayuran, separuhnya lagi diisi 5 buah Anme yang
dibungkus dengan kertas. Kertas ini adalah kertas kerut.
289 Begitu melihat ada Anmeluo, biksu itu sangat senang tapi dia tidak mengucapkan berterima
kasih, hanya sebentar lima buah Anme habis dimakan, hanya tertinggal kulit dan bijinya saja.
Sesudah memakan buah itu dia membersihkan bibirnya dengan lidah, seperti masih ingin
mengingat manisnya buah ini.
Dia melihat kotak yang berisi sayur, dia tersenyum kepada Ruan-wei. Sepertinya dia sedang
memuji Ruan-wei karena teliti mengurusnya. Tapi dia tidak memakan sayur yang dibawa Ruanwei.
Dari balik tubuhnya dia mengeluaikan segulung kertas. Kertas itu adalah kertas yang tadinya
berada di dalam tas Ruan wei tapi sekarang penuh dengan tulisan. Begitu Ruan-wei menerimanya,
dia melihat di kertas itu tertulis, "Rumus Tian-long-shi-san-jian!"
Ruan-wei segera meraba buku kain pemberian 'Chi-mei-da-xian' di dadanya tapi buku itu sudah
tidak ada. Dalam hati Ruan-wei berpikir, 'pasti semalam terjatuh di gua ini dan dipungut oleh biksu
ini.' Ruan-wei terus melihatnya. Di kertas masih tertulis, "karena hatimu baik maka aku
membantumu menerjemahkan buku 'Tian-long-jian-jing'. Rumus pedang ini memang bagus dan
tidak terkalahkan, tapi jika kau tidak belajar ilmu yoga dulu, ilmu pedang ini sulit dikuasai. Maka
aku menuliskan jurus-jurus yoga ku untukmu. Kedua ilmu ini adalah ilmu sakti dari India. Kedua
ilmu ini milik India, tidak pernah dikuasai oleh orang lain, maka ilmu sakti ini hanya untukmu saja.
Setelah menguasainya kau tidak boleh mengajar-kan kepada orang lain, ingat, ingat! empat tahun
kemudian, carilah aku di perbatasan Tibet. Jika kau bertemu temanmu Paman Zhong, suruh dia
memberitahu pada Tuan Jian lima tahun kemudian di Jun-shan, kami akan bertarung lagi untuk
menentukan siapa yang menang agar menuntaskan dendam dan budi yang ditinggalkan oleh
leluhur kami. Yang bertanda tangan adalah biksu harimau bisu tuli dari India."
Begitu Ruan-wei membuka halaman pertama, di dalamnya ada jurus-jurus yoga dan jurus-jurus
Tian-long-shi-san-jian. Di bawah masih ada buku kain pemberian 'Chi-mei-da-xian'.
Dengan penuh berterimakasih Ruan-wei melihat biksu harimau bisu tuli itu. Gua itu sudah
kosong, ternyata biksu itu sudah pergi.
Ruan-wei keluar gua. Di luar hanya ada salju putih yang menutupi bumi, tidak terlihat ada
bayangan biksu harimau bisu tuli.
Ruan-wei segera naik ke tempat lebih tinggi lagi, dia melihat ke bawah, tetap tidak terlihat ada
bayangan biksu tersebut. Hanya sebentar, biksu bisu tuli itu sudah pergi jauh.
Dalam hati Ruan-wei berpikir orang aneh di dunia ini tidak banyak tapi hari ini dia telah
bertemu dengan dua orang aneh. Sekarang dia mempunyai buku misterius, dia harus rajin berlatih
agar bisa menguasai ilmu-ilmu tinggi dan aneh.
Waktu itu dia bersiul panjang dan diam-diam bertekad dia akan berlatih di gunung ini selama
beberapa tahun. Hari sudah gelap, dengan bantuan pantulan sinar salju, Ruan-wei membaca habis Tian-longshi-
san-jian' tapi dia merasa jurus-jurus pedang ini sangat aneh. Jika hanya belajar dengan cara
mengira-ngira, itu tidak mungkin. Dia teringat lagi tulisan biksu harimau, 'Jika tidak belajar yoga
dulu, ilmu pedang ini sulit untuk dikuasai dengan baik... apakah benar harus belajar ilmu yoga
dulu baru belajar Tian-long-shi-san-jian?"
Dia membuka lagi buku jurus ilmu yoga. Setelah membaca dengan teliti, dia merasa ilmu yoga
tidak sama dengan ilmu tenaga dalam yang diajarkan Chi-mei-da-xian dan caranya sangat sulit.
Jika tidak mempunyai kesabaran dan semangat sulit untuk melatihnya.
Dia membaca sampai halaman belakang, Ruan-wei merasa lelah dan kembali ke gua. Dia
menyelimuti tubuhnya dengan baju kulit, dia tertidur pulas.
Hari kedua pagi dia bangun dan berjalan keluar dari gua. Dia berpikir karena harus tinggal
selama beberapa tahun di sini, paling sedikit dia harus mengenali lingkungan di sini. Apalagi untuk
makanan dan minuman, dia pun berjalan keluar hutan.
Jun-shan seperti dipotong menjadi bentuk persegi empat, tingginya 500 meter, sangat
berbahaya. Jalan gunung berliku-liku dan banyak air terjun. Ruan-wei berjalan ke sisi jurang. Di bawah
jurang terdengar ada orang yang memukul batu, dia merasa aneh dan melihat ke bawah. Ternyata
di bawah jurang yang terjal, sekira 50 meter di bawah, ada batu yang menonjol keluar, seperti
perut perempuan hamil. 290 Dari sana berdiri seorang laki-laki gagah, tubuhnya diikat dengan tali sebesar kepalan tangan.
Tali ini diikat di pohon besar yang keluar dari celah-celah jurang. Orang ini menggulung celana
panjangnya, terlihat bulu kakinya yang hitam. Kaki ini menahan di dinding jurang agar tubuhnya
seimbang. Dia memegang kapak sangat besar, dia sedang menebang dinding jurang. Batu di jurang itu
sudah tidak rata, kelihatannya sUdah lama dia mengerjakan hal ini ini.
Ketika Ruan-wei merasa aneh, dari belakangnya datang dua pembantu kecil. Mereka memakai
mantel kulit. Mereka sangat ramah, sepertinya mereka adalah pembantu seorang pejabat. Mereka
berdua berjalan sampai di sisi Ruan-wei, mereka tidak melihatnya hanya melihat ke bawah dan
berteriak: "Waktunya sudah tiba! Naiklah untuk beristirahat!"
Sesudah itu, mereka tidak melihat apakah laki-laki itu mendengar teriakan mereka atau tidak,
mereka menurunkan keranjang sambil tertawa kemudian meninggalkan tempat itu.
Laki-laki berbaju pendek itu seperti menurut kepada kedua pembantu kecil ini. Dia segera
memanjak naik. Begitu tiba di atas, dia tidak melihat Ruan-wei, hanya berjalan ke sisi keranjang
dan duduk bersila. Awalnya dia membuka sebuah keranjang. Di dalamnya berisi mantou berwarna putih,
sedangkan keranjang lainnya berisi dua piring buah kering dan dua piring sayur.
Porsi makan laki-laki ini sangat besar, hanya dalam waktu singkat setengah keranjang mantou
habis dimakannya tapi buah kering dan sayur belum disentuh, mungkin dia terlalu lapar sampai
tidak ada waktu untuk memakan sayur dan buah kering.
Pagi hari cuaca di gunung sangat dingin apalagi sekarang musim dingin. Angin dingin
berhembus menusuk tulang. Karena Ruan-wei telah lama berdiri tanpa bergerak maka dia mulai
merasa kedinginan. Tapi baju laki-laki itu sangat tipis, dia tidak terlihat takut kepada udara dingin
malah terkadang menyeka keringat yang mengalir di dahinya. Hal ini membuat Ruan-wei terkejut.
Karena tidak kuat menahan dingin, Ruan-wei mengeluarkan arak untuk mengusir rasa dingin dan
meminum beberapa teguk. Penciuman laki-laki itu sangat tajam, dia membalikkan tubuh melihat arak yang ada di tangan
Ruan-wei dan berkata: "Arak bagus! Arak bagus!"
Belum minum tapi sudah bisa mencium bau arak, benar-benar orangyang menyukai arak.
Ruan-wei mendekatinya, dia memberikan arak itu kepada laki-laki berbaju pendek itu.
Laki-laki itu tidak sungkan dengan cepat sebotol arak habis diminumnya.
Dia membersihkan sisa arak di bibirnya dan berkata'-
"Sudah 20 tahun lebih aku tidak minum arak, sekarang aku bisa minum, aku benar-benar
sangat senang." Dia melihat Ruan-wei kemudian memperlihatkan tangannya yang besar dan keras. Karena kulit
tangannya tebal, otot-ototnya bertonjolan berwarna hijau.
"Anak muda, silakan duduk! Silakan duduk!"
Sifat Ruan-wei agak terbuka, walaupun merasa dingin, dia tetap mendekat dan duduk di sana.
Begitu mendekati orang itu, dari balik cambang yang memenuhi wajahnya tampak kerutan tua.
Umurnya kira-kira sudah 60 tahun. Tapi di luarnya tampak dia seorang laki-laki gagah padahal dia
adalah seorang laki-laki tua. Dia memperkenalkan diri:
"Aku Gong Shu-yang. Anak muda, siapa namamu?"
Melihat umur laki-laki yang pantas menjadi kakeknya. Ruan-wei pun dengan hormat menjawab:
"Aku yang muda Ruan-wei."
"Nama yang bagus! Nama yang bagus! Ayo sarapan bersamaku, jangan sungkan!"
Ruan-wei tahu sifat orang dunia persilatan yang jarang mau menerima kebaikan orang lain.
Tadi dia sudah meminum araknya, jika dia tidak makan, lelaki itu pasti tidak senang. Maka dia pun
mengambil satu mantou dan memakannya. Gong Shu-yang sangat senang, dia tertawa, dia juga
ikut makan mantou. Sekeranjang mantou, empat piring sayur dan buah kering habis dimakannya.
Setelah kenyang, Gong Shu-yang memejamkan mata, mengambil sikap Da-zuo (duduk
beristirahat), hanya sebentar dia sudah mendengkur, mungkin semalaman dia terus bekerja
hingga kelelahan, sampai dalam sikap duduk pun bisa tertidur nyenyak."
291 Ruan-wei pelan-pelan berjalan ke sebuah batu yang permukaannya agak rata, dia melatih jurus
yoganya, menuruti petunjuk-petunjuk yang tertulis di kertas.
Ruan-wei berlatih yoga selama dua jam membuat dirinya terus berkeringat. Salju yang ada di
sekelilingnya meleleh karena panas tubuhnya. Dua jam dilewati Ruan-wei dengan sulit. Tapi dia
tidak merasa teknik yoganya ada kemajuan. Jika bukan karena hafal dengan tenaga dalam Kunlun-
pai yang diajarkan Chi-mei-da-xian, mungkin sekarang dia sudah mati kedinginan.
Ruan-wei menarik nafas, dia tidak memaksa berlatih lagi, dia pun turun dari batu itu. Dia
bersiap-siap akan berjalan-jalan lagi, lalu dia melihat Gong Shu-yang yang duduk tertidur pulas.
Tapi keranjang yang ada di depannya sudah tidak ada, mungkin sudah diambil oleh kedua
pembantu tadi. Baru saja berjalan sebentar, dari arah depan datang lagi dua pembantu dengan pakaian-nya
yang sama tapi wajah mereka berbeda dengan yang tadi.
Begitu tiba di depan Gong Shu-yang, mereka berteriak:
"Ayo bangun! Bangun ! Sudah tiba waktunya menjalani hukuman api!"
Gong Shu-yang terbangun kemudian tertawa kecut kepada Ruan-wei. Dia segera mengikuti
kedua pembantu itu. Ruan-wei merasa aneh, dalam hati berpikir, 'Mengapa Gong Shu-yang yang berilmu tinggi bisa
takut kepada pembantu-pembantu yang masih muda itu"'
Karena tidak tahu apa alasannya, dia kembali ke batu itu untuk berlatih yoga. Sesudah 1 jam
berlalu dia merasa latihannya percuma.
Karena kesal dan teringat pada Gong Shu-yang apakah sudah pulang atau belum, maka dia
kembali mencari Gong Shu-yang. Kebetulan Gong Shu-yang datang dengan tergopoh-gopoh.
Gong Shu-yang kembali ke tempat di mana dia duduk tadi pagi, tubuhnya basah oleh keringat,
nafasnya terengah-engah. Kerutan yang tadi tidak terlihat sekarang terlihat jelas, benar-benar
sangat dikasihani. Ruan-wei tidak tega melihatnya, dia ingin menghibur tapi tidak tahu caranya,
terpaksa dia duduk diam menemani Gong Shu-yang.
Sampai siang hari Gong Shu-yang baru bisa pulih kembali. Ruan-wei tidak tahu siksaaan api
seperti apa yang membuatnya begitu tersiksa.
Tidak lama kemudian datang lagi dua pembantu membawa keranjang. Keranjang diletakkan,
dan mereka pergi sambil mengobrol.
Melihat keranjang itu, Gong Shu-yang merasa sangat senang. Satu keranjang berisi nasi putih,
satu keranjang lagi berisi empat piring sayur.
Gong Shu-yang mengeluh: "Sayur begitu enak, jika ada arak itu tentu lebih baik!"
Ruan-wei teringat, ketika kemarin membeli Anme, sekalian membeli dua botol arak. Biksu
Terbang Harum Pedang Hujan Piao Xiang Jian Yu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
harimau bisu tuli tidak meminum arak, sekarang pasti masih ada di dalam gua itu dia ingin
mengambilnya. Dia berlari dan kembali membawa dua botol arak, lalu diletakkan di depan Gong
Shu-yang. Dengan senang Gong Shu-yang berkata:
"Ayo! Kita makan bersama! Makan bersama!"
Di dalam keranjang ada dua buah mangkuk juga dua pasang sumpit, mungkin pembantupembantu
itu sudah tahu ada tamu yang mencari Gong Shu-yang maka tanpa dipesan mereka
sudah menyiapkan. Ruan-wei merasa lapar, dia duduk, hanya sebentar empat mangkuk nasi sudah habis mereka
sikat. Sebotol arak dihabiskan oleh Gong Shu-yang. Sehabis makan, Gong Shu-yang duduk dan
bersiap tidur, sepertinya harus dengan tidur dia baru bisa memulihkan kembali kondisinya.
Ruan-wei kembali lagi berlatih ilmu yoga. Dia berlatih satu jam lebih, tapi kali ini dia baru
menemukan rumus rahasianya, pantas dia tadi berlatih beberapa jam tidak ada hasilnya. Ternyata
dalam yoga ini yang terpenting adalah harus bertahan, harus dengan perasaan sakit baru bisa
meminjam tenaga ini. Kalau tidak dengan cara ini, dengan cara apa pun berlatih tidak ada
gunanya. Dari pagi Ruan-wei berlatih, dia melatih yoga harus seperti dia berlatih tenaga dalam
Kun-lun-pai. Karena itu dia turun dari batu itu berusaha mencari tekanan dari luar untuk
membantunya berlatih yoga. Baru sampai di tempat Gong Shu-yang, ada dua pelayan datang dan
berteriak: "Waktunya sudah tiba, hukuman air sudah menunggumu!"
292 Gong Shu-yang terbangun, alisnya dikerutkan, begitu bangun dia siap mengikuti dua pembantu
itu untuk dihukum. Melihat Gong Shu-yang begitu tersiksa, Ruan-wei tidak tega, dia berteriak:
"Tetua Gong Shu, biar aku menggantikanmu menerima hukuman air."
Kedua pembantu itu terkejut, mereka melihat Ruan-wei.
Dengan berterima kasih Gong Shu-yang berkata:
"Anak baik! Anak baik! Tenaga dalammu memang bagus tapi kau tetap tidak akan kuat
menahan hukuman ini. Aku terima kebaikanmu!"
Ruan-wei dengan tegas berkata:
"Apakah Tetua tidak percaya kepadaku?"
Gong Shu-yang menarik nafas:
"Jika aku meremehkanmu, aku adalah orang yang tidak tahu bagaimana bagusnya batu
kumala." Artinya dia memuji Ruan-wei sangat cocok untuk berlatih silat, seperti sebatang giok.
Mengapa dia meremehkannya"
Ruan-wei sudah berteriak:
"Jika Tetua tidak meremehkanku, mengapa tahu aku tidak akan bisa menahan siksaan ini?"
Dia balik berkata pada kedua pembantu itu: "Ayo jalan!"
Kedua pembantu itu tampak berpikir, Tuan berpesan sehari dua kali memberi siksaan api dan
air kepada Gong Shu-yang, tapi beliau juga berpesan boleh diwakilkan oleh orang lain. Pemuda ini
benar-benar tidak tahu diri, siksa saja dia, biar tahu rasa!'
Kedua pembantu itu tidak bicara apa-apa lagi mereka membalikkan tubuh meninggalkan
tempat itu. Gong Shu-yang tidak bisa menjawab pertanyaan Ruan-wei, dia hanya melihat Ruanwei
mengikuti kedua pembantu itu.
Ruan-wei berjalan mengikuti kedua pembantu ke sebuah tempat rahasia. Di lapangan itu berdiri
sepuluh orang pembantu berpakaian sama. Mereka mengelilingi sebuah batu giok putih dan besar.
Giok itu sangat tebal. Papan ini terkubur di sebuah lubang tertutup oleh es. Papan giok ini
tertimbun di dalam tanah sekitar 7.5 centimeter. Dalam hati Ruan-wei berpikir, 'Apakah ini adalah
siksaan air" Paling-paling giok itu terasa dingin, mana mungkin bisa membuatku mundur"'
Dia pun membuka baju, hingga tersisa celana dalamnya dan dia pun meloncat naik ke atas
papan giok. Tapi begitu kakinya menginjak papan giok, terasa ada hawa dingin yang menembus tulang dan
menyebar ke seluruh tubuh, dia berteriak karena kedinginan.
Kedua belas pelayan itu tertawa terbahak-bahak.
Ruan-wei jadi ingat di salah satu buku pernah tertulis: di daerah utara ada semacam giok
dingin yang usianya ribuan tahun, dingin giok ini melebihi dinginnya salju. Kelihatannya usia papan
giok ini sudah 10 ribu tahun lebih, apalagi papan itu dikelilingi oleh es. Sekalipun musim panas jika
ada orang berani tidur di atas papan giok ini, dia akan mati-kedinginan.
Dengan tenaga dalam Kun-lun-pai dia mencoba melindungi tubuhnya dari hawa dingin, tapi
tidak berhasil. Tiba-tiba dia teringat pada ilmu yoga yang baru dipelajarinya, dia segera mencoba
dilakukannya. Memang rasa dingin ini membuat sekujur tubuhnya terasa sakit tapi tidak akan merusak organ
tubuh bagian dalamnya. IVIan-pelan dengan cara bertahan dia berusaha mengatasinya.
Satu jam sudah berlalu. Kedua belas pelayan itu mulai terkejut. Ruan-wei juga terkejut
sekaligus senang, ternyata dalam waktu satu jam hawa papan giok yang dingin telah menyatu
dengan ilmu yoga yang telah dilatihnya. Begitu turun dari papan giok putih itu, dengan penuh
semangat dia pun pamit pada keduabelas pelayan itu. Kedua belas pelayan itu menganggap dia
orang aneh. Mereka terus melihatnya sampai sosoknya menghilang.
Dia kembali ke tempat Gong Shu-yang. Gong Shu-yang yang melihat dia tidak merasa
kedinginan malah sangat bersemangat, dia pun merasa aneh. Tapi karena Ruan-wei menggantikan
menjalani hukuman, maka dia juga tidak banyak bertanya. Apalagi malam nanti masih ada
pekerjaan yang harus dikerjakan. Dia hanya tersenyum kepada Ruan-wei kemudian memejamkan
mata untuk melakukan Da-zuo (duduk bersila mengatur nafas).
Ruan-wei juga mengikuti Gong Shu-yang untuk melakukan Da-zuo. Tidak lama kemudian
datang dua pelayan mengantarkan makan malam.
293 Melihat dua belas pelayan datang bergiliran mengantarkan makanan, tapi tidak pernah terlihat
tuan mereka. Ruan-wei merasa aneh. Sesudah makan malam, mereka masih diam, dengan Da
Zuo beristirahat. Ketika memejamkan mata untuk Da-zuo, Ruan-wei akhirnya tertidur.
Saat lewat pukul dua belas malam, terdengar ada yang memahat batu lagi. Ruan-wei membuka
mata melihat. Ternyata Gong Shu-yang sudah tidak ada. Dia lalu berjalan ke tepi jurang dan
melihat ke bawah ternyata Gong Shu-yang sedang menebang dinding jurang.
Dengan tubuh penuh keringat, dengan cepat dia mengayunkan kapaknya. Tenaganya benarbenar
kuat, dalam sekejap dinding jurang terlihat sebuah bentuk. Ruan-wei baru tahu ternyata
Gong Shu-yang sedang mengukir sesuatu dengan ukuran besar.
Satu jam kemudian, hari mulai terang, dua pelayan datang mengantar sarapan dan
memerintahkan Gong Shu-yang berhenti bekerja.
Gong Shu-yang dengan nafas terengah-engah naik ke atas. Tidak lama kemudian dia baru
meluruskan pinggangnya. Ruan-wei bukan orang yang senang bertanya, dia tidak menanyakan mengapa Gong Shu-yang
harus memahat gunung" Setelah sarapan mereka masing-masing beristirahat. Dalam istrirahatnya
Ruan-wei berlatih yoga. Tidak lama kemudian 2 pelayan datang lagi membawa Gong Shu-yang
menjalani siksaan api. Ruan-wei ingin menggantikan dia lagi. Gong Shu-yang tahu kekuatan Ruanwei,
dia tidak menolak juga tidak berterima kasih.
Ruan-wei mengikuti pelayan itu ke sebuah lapang di gunung. Terlihat di sekeliling batu yang
menonjol terikat tali yang terbuat dari baja. Tali diikat di sebuah papan giok yang tipis dan
tergantung di tengah-tengah udara. Jarak papan giok itu dengan tanah sekitar lima meter. Di
bawahnya penuh dengan kayu bakar. Enam pelayan sedang membakar kayu ini. Kayu dibakar
dengan api sangat besar, sangat menakutkan.
Dua pelayan menyuruh Ruan-wei naik ke papan giok itu. Bajunya dibuka dan dia pun berbaring
di atasnya. Diam-diam Ruan-wei berpikir, 'Tubuh orang bukan terbuat dari besi, jika naik atas pasti
akan terbakar hingga mati!"
Tapi dia telah berjanji menggantikan orang lain untuk menerima siksaan, mana mungkin da
miundur, karena itu dia tetap meloncat ke atas. Sesudah meloncat, di sekelilingnya terasa panas,
dan bisa membuat orang terbakar hingga hangus. Tapi papan giok itu tidak panas, Ruan-wei bisa
berbaring di sana. Jika itu adalah papan besi, walaupun mempunyai ilmu dalam yang sangat tinggi
tetap tidak akan bisa berbaring di sana.
Dia segera menggunakan ilmu yoganya, dengan cara 'bertahan' dia melewati siksaan, bagi
orang biasa mungkin tidak akan bisa bertahan.
Satu jam kemudian dia kembali ke tempat Gong Shu-yang. Gong Shu-yang sedang tertidur
lelap. Dia seperti tahu kalau Ruan-wei pasti bisa menahan hukuman api ini.
Hari berganti hari. Waktu telah berlalu setengah tahun. Dalam waktu setengah tahun ini Gong
Shu-yang telah mengukir sebuah patung dewa Ru-lai (Ru-lai-fo) yang tingginya sepuluh meter dan
lebar tiga meter di dindingjurang itu.
Ruan-wei telah melatih semua ilmu yoganya. Sekarang dia tidak perlu tersiksa lagi, dia bisa
menguasai ilmu yoganya karena itu dia bisa mengatur aliran darah dengan ilmu yoga.
Suatu pagi, Gong Shu-yang membereskan pahatan terakhirnya. Dia tertawa kepada Ruan-wei:
"Pagi hari kau menggantikanku menerima siksaan agar pada malam hari aku bisa mengukir
patung dewa dengan tenang. Sebenarnya untuk mengukir patung ini membutuhkan waktu 2 tahun
baru bisa menyelesaikannya, tidak disangka dalam waktu setengah tahun bisa selesai."
Ruan-wei hanya tertawa tapi tidak menjawab. Gong Shu-yang menarik nafas dan berkata:
"Patung dewa telah selesai diukir, tapi aku harus mengukir yang lain lagi, hari ini aku harus
pamit denganmu." Dalam waktu setengah tahun ini Ruan-wei jarang berbicara dengannya tapi sebenarnya di
antara mereka telah terjalin persahabatan yang kental. Begitu mendengar mereka harus berpisah,
Ruan-wei merasa sedih. Dengan suara serak Gong Shu-yang berkata:
"Jika kita berjodoh harus puluhan tahun baru bisa bertemu kembali dengan tubuh bebas-ku."
Ruan-wei bertanya dengan suara serak:
"Mengapa begitu lama baru bisa bertemu?"
294 "Aku akan menceritakan semuanya kepadamu!"
"Sepuluh tahun yang lalu, aku adalah iblis jahat di dunia persilatan. Aku tidak mau ber-bohong
kepadamu, aku benar-benar orang yang sangat jahat, aku sering membunuh orang."
"Pada suatu hari aku mendengar kabar dari dunia persilatan bahwa 400 tahun yang lalu, Donghai-
tu-long-xian-zi (Dewi Tu-long dari laut timur) meninggalkan seorang cucu murid perempuan.
Dia berkata akan datang ke Zhong-yuan dan berharap iblis di dunia persilatan menghentikan
perbuatan jahat dan membunuh orang!"
"Sesudah aku mendengar kata-kata ini, aku marah besar. Diam-diam aku berkata, Aku akan
pergi kesana untuk mengalahkan cucu murid Dong-hai-tu-long-xian-zi kemudian menjadikan dia
sebagai istri muda. Aku akan membuat dunia persilatan kagum dan tahu kelihaian Gong Shuyang."
"Karena itu aku menyeberang ke Dong-hai (laut timur) mencari cucu murid Dong-hai-xian-zi.
Ternyata cucu muridnya baru berumur 20 tahun lebih. Begitu melihat dia masih begitu muda, aku
mentertawakan dan menghinanya, semua kata hinaan aku keluarkan."
"Dia tidak marah dan menerima tantanganku, dia juga bertanya bagaimana jika dia yang
menang." "Aku menjawab dengan sombong, 'Jika kau menang, seumur hidup aku akan menjadi budakmu
dan mendengar apa yang diperintahkan!'
"Kami pun bertarung, aku mengira aku bakal menang, tapi baru 10 jurus berjalan, aku berhasil
ditangkap hidup-hidup! Karena itu dia mengurungku di Dong-hai selama 20 tahun. Aku memang
orang jahat tapi tetap harus mentaati janjiku dengannya maka aku pun membiarkan dia
mengurungku." "Sesudah 20 tahun berlalu dia melihatku tidak jahat lagi maka dia jadi tidak tega lagi
mengurungku. Dia ingin melepaskanku, tapi dia masih takut aku belum berubah total maka dia
pun menyuruhku mengukir dua belas dewa jam setinggi sepuluh meter dan lebar tiga meter.
Dewa jam 1 dan dewa jam 2, menghabiskan waktu empat tahun, untuk dewa ketiga, aku
menduga harus dua tahun baru bisa selesai. Tidak disangka kau membantuku sehingga dalam
waktu setengah tahun bisa selesai."
"Masih ada sembilan dewa jam lagi. Setiap dewa jam harus menghabiskan waktu dua tahun
untuk mengukirnya, maka 18 tahun kemudian aku baru bebas dan bisa bertemu denganmu."
"Dia masih takut sifatku belum berubah total maka setiap hari dia memberikan waktu dua jam
untuk melatihku agar tidak marah-marah."
"Dia tidak tahu kalau aku yang sekarang sudah berbeda dengan yang dulu. Tapi perintah tetap
tidak boleh kubantah, terpaksa setiap hari aku harus menerima siksaan sampai semua ukiran
dewa selesai. Untung kau telah membantu-ku, membuatku bisa menghemat satu setengah tahun
lebih awal untuk bebas."
Sesudah mendengar cerita yang tidak banyak diketahui orang, hati Ruan-wei benar-benar
bergejolak dan lama dia tidak bisa bicara.
"Kapan kau akan meninggalkan tempat ini?"
"Aku harus berlatih ilmu pedang, mungkin dalam waktu dekat masih akan berada di sini!"
Dua pelayan datang mengantarkan sarapan. Melihat Gong Shu-yang, dengan aneh mereka
bertanya: "Mengapa kau naik ke atas sendirian?"
"Karena pekerjaanku sudah selesai maka aku naik ke atas!"
Dua pelayan itu menoleh, ternyata benar pekerjaannya sudah selesai dan mereka juga
bertanya: "Dewa jam berikutnya dimana kau akan mengukirnya?"
"Pelan-pelan baru akan kucari." Kemudian dia berbisik kepada dua pelayan itu dan mereka pun
pergi dengan tergesa-gesa.
"Sebenarnya dia sudah percaya padaku, kalau tidak mana mungkin hanya menyuruh dua belas
pelayan mengikutiku dan mengurusku. Dia hanya menyuruhku berlatih untuk mengurangi sifat
jahatku." 295 Sebenarnya Ruan-wei ingin bertanya siapa Tu-long-xian-zi" Dan siapa cucu muridnya" Tapi
melihat Gong Shu-yang yang selalu menyebut-nya 'dia, dia...' berarti dia tidak ingin memberitahukan
marga dan namanya maka Ruan-wei tidak banyak bertanya.
Tidak lama kemudian dua pelayan datang mengantarkan sepiring emas kuning. Gong Shu-yang
berkata: "Kau seorang diri tinggal di gunung ini, tidak ada uang untuk belanja bagaimana bisa bertahan
hidup" Aku memberi emas ini, tidak ada maksud apa pun hanya karena persahabatan kita aku
memberikannya. Kau jangan menolak."
Begitu mendengar kata persahabatan, Ruan-wei tidak bisa menolak. Dia terima dengan sangat
berterima kasih. Pada sore hari mereka berpisah sambil bercucuran air mata.
Hari kedua, dengan emas pemberian Gong Shu-yang, Ruan-wei ke kota untuk membeli sebuah
pedang dan makanan. Saat kembali ke gunung, dengan memusatkan pikiran dia pun berlatih ilmu
pedang. Jun-shan sangat sepi. Hari demi hari dilewati. Karena gunung sangat tinggi, jarang ada
pengunjung yang datang ke sana.
Tapi di malam hari dan di dalam kesepian, puncak gunung seperti mengeluarkan cahaya putih
seperti pelangi. Karena itu orang-orang di bawah gunung selalu berkata, 'Di gunung itu tinggal
seorang dewa!' Tapi tidak ada seorang pun yang berani datang untuk membuktikannya.
0-0-0 BAB 93 Berkelana di dunia persilatan
Hari berganti hari. Tanpa terasa 3 tahun sudah berlalu.
Suatu pagi, hujan salju turun terus. Pintu rumah Ba-gua-zhang Fan Zhong-pin pelan-pelan
terbuka. Pembantu tua yang rambutnya sudah memutih sedang menyapu seperti biasanya.
Tanpa sengaja dia melihat ke depan. Di bawah pohon berdiri seorang pemuda berbaju putih,
perawakannya tinggi dan besar.
Pembantu tua itu dengan terkejut menunjuk pemuda itu, "Kau... kau... apakah kau...."
Dengan tersenyum pemuda itu mendekat:
"Aku adalah Ruan-wei yang sudah 3 tahun tidak bertemu dengan Paman."
Pembantu itu terus mengangguk:
"Sudah 3 tahun kita tidak bertemu, Adik semakin tinggi, besar, juga tampan, hampir-hampir
aku tidak mengenalimu."
"Apakah Tetua Fan ada di rumah?"
Dengan cepat pak tua itu menjawab:
"Ada! Ada! Tuan selalu menyayangkan hal yang terjadi tiga tahun lalu karena orang seperti
Adik jarang ada." Sambil berkata demikian dia membawa Ruan-wei masuk ke pekarangan. Tiang yang terbuat
dari batu masih berdiri dengan kokoh di sana, membuat Ruan-wei teringat masa lalunya. Dia tidak
sengaja berhenti sebentar untuk melihat-nya. Pembantu tua itu menggelengkan kepala dan
mengeluh: "Anak muda, kenapa harus belajar ilmu silat, bukankah masih banyak hal yang bisa dipelajari?"
Melihat Ruan-wei masih termenung dan tidak menjawab pertanyaannya, dia berpikir, 'Batu
tiang itu begitu berat, siapa yang sanggup mencabutnya" Pemuda ini hanya mencari kesulitan!'
Dia berkata kepada Ruan-wei:
"Tunggulah di sini, aku akan memanggil tuan besar kemari."
Setelah pembantu itu masuk, dalam hati Ruan-wei berkata, 'Ilmu apa yang kudapat selama tiga
tahun ini"' Dia mulai mencoba mengerahkan kepandaiannya. Dengan sebelah telapak tangannya dia
menepuk kemudian mendorong lalu ditarik. Tiang batu itu seperti menempel di telapaknya dan
mulai bergoyang. 296 Ruan-wei benar-benar senang, telapak kiri bagian belakang dipukulkan, tiang batu seperti
berpegas dan tiba-tiba meloncat keluar.
"Ilmu yang bagus!"
Ruan-wei sangat senang, tangan kirinya sekali lagi memukul, tiang batu itu turun dan masuk
kembali ke tempat asal, sedikit pun tidak bergeser.
Ba-gua-zhang Fan Zhong-pin pelan-pelan mendekatinya. Dia terkejut:
"Saudara kecil, tiga tahun kita tidak bertemu, ilmu silatmu maju pesat!"
Ruan-wei memberi hormat: "Tiga tahun aku tidak bertemu Tetua. Tetua masih begitu sehat dan bersemangat. Kali ini aku
datang karena ada satu hal yang merepotkan Tetua."
Sejak tadi dia melihat ilmu silat Ruan-wei sangat aneh tapi dia tidak tahu dari mana asalusulnya
ilmu silat itu" Melihat Ruan-wei tidak menyombongkan diri karena punya ilmu silat tinggi, dia
benar-benar kagum. Dia segera menjawab:
"Saudara kecil, tidak perlu sungkan, katakanlah!"
Dari balik baju dadanya Ruan-wei mengeluarkan sebuah kotak persegi. Dari dalam kotak dia
mengeluarkan sebuah ginseng berbentuk manusia.
Fan Zhong-pin segera berseru:
Terbang Harum Pedang Hujan Piao Xiang Jian Yu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ah! Raja ginseng yang usianya sudah ribuan tahun!"
Dengan tenang Ruan-wei memberikannya kepada Fan Zhong-pin dan berkata:
"Tiga tahun yang lalu, aku menerima sebuah pil pemberian Nona Gongsun, dia telah
menolongku. Aku dengar Tetua mengenal Nona Gongsun."
Fan Zhong-pin dengan cepat menggoyangkan tangannya menolak:
"Ini... ini., terlalu mewah... apalagi waktu Nona Gongsun menolongmu, dia tidak mengharapkan
sesuatu. Kalau kau begitu... artinya terlalu menghina...."
Fan Zhong-pin mulai tidak senang: "Saudara kecil, jangan salah paham pada Nona Gongsun.
Aku sangat mengetahui bagai-mana sifat Lan Er, dia tidak bermaksud apa-apa kepadamu. Jika dia
mempunyai maksud tertentu, dia tidak akan menolongmu, lebih-lebih tidak akan berbuat baik
kepadamu." Ruan-wei memotong kata-katanya: "Tetua jangan membelanya lagi, tolong sampaikan kepada
Nona Gongsun, aku sangat berterima kasih kepadanya. Hal lainnya aku tidak mau dengar!"
Lalu dia melempar ginseng itu kepada Fan Zhong-pin. Fan Zhong-pin dengan tergesa-gesa
menyambutnya, kemudian dia mendengar, 'Aku pamit dulu!'
Baru berjalan beberapa langkah, Fan Zhong-pin membentak:
"Tunggu, jangan pergi dulu!"
Dia tergesa-gesa masuk ke dalam, ketika keluar dia membawa sebuah bungkusan yang
dibungkus dengan kain ungu. Tanpa banyak bicara dia memberikannya kepada Ruan-wei.
Bungkusan itu sangat berat, pasti di dalamnya berisi banyak barang.
Tanpa menunggu Ruan-wei bertanya, Fan Zhong-pin berkata:
"Aku mewakili dia menerima ginseng ini. Bungkusan ini adalah titipan Lan-er setelah mencarimu
selama dua bulan. Dan berharap aku akan memberikan kepada Tuan!"
Fan Zhong-pin marah karena Ruan-wei tidak peduli, tapi Ruan-wei tidak mau menerima-nya.
Fan Zhong-pin berkata lagi:
"Kau tidak perlu banyak bicara, barang ini adalah titipan Lan Er untukmu. Jika kau tidak mau,
silakan kembalikan sendiri kepadanya. Jika kau tidak mau menerima sekarang, itu adalah
penghinaan terhadapku!"
Melihat matanya melotot dan jenggotnya berdiri, Ruan-wei terpaksa menerima bungkusan ini
dan berkata: "Terima kasih, aku pamit sekarang!"
Karena Ruan-wei sangat sungkan, terpaksa Fan Zhong-pin menjawab: "Ya! Ya!..."
Tiba-tiba BRAK! Pintu pekarangan roboh ditendang seseorang. Salju tergetar dan jatuh
berhamburan. Tiba-tiba muncul dua orang laki-laki dengan perawakan gagah juga tegap. Mereka
berdiri di kiri dan kanan pintu.
Tidak lama kemudian masuk dengan perlahan seorang pak tua yang sangat jelek dan
berpakaian merah. Dia membawa tongkat berkepala naga dengan panjang sekitar 3 meter. Begitu
297 masuk pekarangan dia berhenti melangkah dan berdiri di sana. Wajah Fan Zhong-pin berubah dan
dia tampak marah: "Ke Lao-tou (Pak Tua Ke) sudah kukatakan kepadamu bahwa aku tidak tahu, untuk apa kau
datang lagi" Apakah kau belum puas dengan pertarungan kita?"
Pak tua berpakaian merah itu sama sekali tidak meladeni perkataannya, matanya melotot, dia
berdiri dan tidak bergerak. Fan Zhong-pin merasa aneh, masuk lagi sembilan orang gadis
berpakaian kuning. Mereka masing-masing memegang alat musik berbeda yaitu kecapi, suling,
dan lain-lain. Kemudian masuklah sebuah tandu yang digotong oleh empat orang laki-laki berbadan tegap
dan berpakaian sama dengan dua laki-laki yang datang lebih awal.
Tandu itu sangat mewah. Tandunya dilapis dengan wol hijau juga dipasang rumbai-rumbai.
Pakaian keempat laki-laki yang menggotong tandu pun tampak mewah. Tandu berhenti di tengahtengah
pekarangan, sembilan gadis berpakaian kuning terbagi menjadi dua baris. Laki-laki
berpakaian merah itu berteriak:
"Ketua Tian-du-jiao datang!" (perkumpulan racun langit).
Melihat keadaan ini, wajah Fan Zhong-pin yang tadinya pucat sekarang bertambah pucat lagi.
Dengan suara bergetar dia berkat a:
"Saudara kecil, cepat pergi sekarang juga!"
Tirai tandu terbuka, orang yang ada di dalam tandu belum keluar tapi terdengar suara manja,:
"Siapa yang ingin pergi!"
Mata Ruan-wei bercahaya karena gadis yang turun dari tandu mengenakan mantel putih, baju
sutra putih, sepatu bot putih, dan berkulit putih seperti salju. Semuanya serba putih dan sangat
mengejutkan orang, hanya rambutnya yang sepanjang bahu tampak hitam berkilau.
Sejak kecil Ruan-wei menyukai warna putih secara tidak sengaja dia melihat wajah putih yang
sangat cantik. Dalam hati dia berpikir, 'Perempuan ini begitu cantik, mengapa Tetua Fan merasa
takut kepadanya"' Fan Zhong-pin mendekat. Dia berusaha tenang tapi suaranya gemetar:
"Adik kecil ini baru datang, harap kalian jangan menyulitkan dia!"
Perempuan berpakaian putih itu memutar bola matanya kemudian tertawa:
"Siapa bilang aku ingin membuat masalah dengan anak kecil ini" Pendekar Fan terlalu
berlebihan." Tapi kemudian dia berkata dengan dingin: "Orang yang terus melihatku, jika dia akan pergi dia
harus meninggalkan kedua matanya yang sejak tadi terus melihatku."
Sesudah mendengar kata-kata tadi, wajah Ruan-wei menjadi merah, dia marah pada dirinya
mengapa begitu ceroboh. Fan Zhong-pin melihat Ruan-wei, dia segera berkata:
"Dia masih kecil, tidak tahu aturan, jika telah membuat Ketua tidak berkenan, aku mohon
maaf!" Perempuan berpakaian putih itu keluar dari tandu. Fan Zhong-pin tidak berani melihatnya. Dia
tahu di dunia persilatan ada gosip yang mengatakan bahwa ketua Tian-du-jiao sangat cantik
seperti bunga tapi dia tidak senang bila dilihat oleh laki-laki. Diam-diam dia menyalahkan Ruan-wei
mengapa begitu ceroboh. Tiba-tiba Fan Zhong-pin membalikkan tubuh menghadap Ruan-wei. Dengan dingin dia berkata:
"Sekarang Tuan boleh pergi!"
Sebenarnya Ruan-wei tahu Fan Zhong-pin sedang membelanya. Dia sangat takut orang Tiandu-
jiao akan membunuh Ruan-wei. Dan sebenarnya Ruan-wei ingin tinggal lebih lama untuk
membantunya tapi melihat Fan Zhong-pin tampak begitu dingin, sepertinya takut kalau dia akan
menghalangi maka Ruan-wei pun marah, dia membalikkan tubuh dan berjalan keluar.
Baru saja dia berjalan melewati ketua Tian-du-jiao, laki-laki tua berpakaian merah itu
menghadang Ruan-wei. Kedua matanya dengan sombong melihatnya:
"Apakah kau tidak mendengar kata-kata ketua kami" Jika ingin pergi kau harus meninggalkan
kedua matamu." 298 Dalam hati Ruan-wei berpikir, mana ada aturan seperti ini, hanya melihat sebentar, matanya
harus dicungkil. Mungkin perempuan ini telah banyak mencungkil mata orang. Ruan-wei jadi
marah karenanya. Dia menyerang dada pak tua berpakaian merah itu.
Pak tua berpakaian merah itu tertawa sinis, dia menyambut dengan telapak tangannya.
"Jangan bertarung!" teriak Fan Zhong-pin
Tapi Ruan-wei tidak mendengar. Pak tua berpakaian merah itu tertawa lebih sinis lagi. Tapi
begitu telapaknya beradu dengan telapak Ruan-wei, dia merasa telapak lawannya seperti tidak
bertulang dan tenaganya sama sekali tidak bisa keluar. Belum sempat berteriak, dia sudah
tergetar dan mundur beberapa langkah kemudian jatuh terduduk.
Melihat keadaan ini, perempuan berpakaian putih itu sangat terkejut.
Fan Zhong-pin juga tidak menyangka kalau Ruan-wei mempunyai kepandaian begitu tinggi. Dia
bisa mengalahkan orang berkepandaian setingkat dengannya. Dia adalah 'Hua-da-jun'. Tapi dia
tahu kalau telapak Hua-da-jun beracun maka dia memandang Ruan-wei dengan khawatir.
Ruan-wei merasa telapaknya perih. Begitu dilihat ternyata telapak sudah ada lima lubang kecil
berwarna hitam. Lubang itu meneteskan darah hitam. Tangan Ruan-wei mulai kaku, dia benarbenar
terkejut. Dia segera mengatur nafas, membuat racun tidak menyebar ke tempat lain.
Perempuan berpakaian putih itu berkata dengan dingin:
"Hai, anak kecil! Kau boleh pergi sekarang!" Dia tahu Ruan-wei tidak akan hidup lebih lama
maka dia tidak melarang Ruan-wei pergi. Dia malah mengharapkan Ruan-wei cepat pergi dari
sana. Tapi Ruan-wei malah diam tidak beranjak dari sana. Dia berdiri diam, pelan-pelan dia berusaha
mengeluarkan racun dari telapak tangannya.
Pak tua berpakaian merah itu berdiri, dia segera berjalan ke arah perempuan berpakaian putih
itu. Perempuan berpakaian putih itu sambil tertawa berkata:
"Pendekar Fan, sudah dua kali aku menyuruh orang mengundangmu datang ke Yun Nan,
meng-apakau selalu menolak undanganku?"
Ternyata ketua Tian-du-jiao dalam waktu dekat telah diganti dengan ketua yang cantik. Dia
membuat markas pusatnya di Yun-nan. Dia juga membunuh para pendekar Yun-nan. Kematian
mereka sangat mengenaskan maka orang dunia persilatan menganggap kalau Yun-nan adalah
tempat yang mengerikan. Fan Zhong-pin takut juga marah, dia terus melangkah mundur. Tubuh ketua Tian-du-jiao Gu
Ling-ji penuh dengan racun. Di dunia persilatan tidak ada orang yang berani mendekatinya, maka
orang-orang menyebutnya She Xie Hua (ular kalajengking bunga).
Fan Zhong-pin marah dan meraung: "Jangan mendekat, aku akan marah!" Perempuan
berpakaian putih itu tertawa: "Ke Si-jun sudah 2 kali bertarung dengan Pendekar Fan tapi dia tidak
bisa mengalahkanmu, apakah kau takut aku akan meracunimu?"
"Jangan mendekat, aku beritahu kepada kalian, aku benar-benar tidak tahu dimana obat
penawar 'Shi-gu-sheng-shui' (air suci penghancur tulang)" Walaupun Ketua sendiri yang datang,
aku tetap tidak bisa memberitahukan soal itu."
She-xie-hua Qu Ling-ji mengerutkan alis, dengan wajah dingin dia berkata:
"Apakah kau benar-benar tidak tahu?"
"Aku benar-benar tidak tahu," jawab Fan Zhong-pin.
"Tiga tahun yang lalu, ada seorang perempuan terkena Shi-gu-sheng-shui, bukankah kau
sendiri yang menolongnya?"
Fan Zhong-pin tampak sedikit ragu akhir-nya dia menjawab:
"Betul!" Gu Ling-ji tertawa dingin:
"Seratus tahun yang lalu, Wu-du-zhen-jun membuat Shi-gu-sheng-shui, kecuali dia yang bisa
membuat obat penawarnya, belum pernah aku mendengar ada orang bisa menawarkan racun ini."
Gu Ling-ji berjalan ke depan, Fan Zhong-pin terus mundur ke sisi tiang batu.
Gu Ling-ji berhenti. Dia melambaikan tangannya, sembilan gadis berpakaian kuning segera
datang kemudian berpencar.
Gu Ling-ji berkata lagi: 299 "Ilmu silat perempuan itu sangat tinggi. Walaupun dia berusaha membuat racunnya tidak
menyebar tapi jika tidak ada obat penawarnya, dia tidak akan bisa sembuh total."
Dengan mata indahnya Gu Ling-ji melihat wajah Fan Zhong-pin. Dengan suara manja dia
berkata: "Benar-benar aneh, orang yang hampir mati di awal tahun ini masih ditemukan oleh Ke Qinglong
di perbatasan Tibet."
Wajah Fan Zhong-pin berubah tapi Gu Ling-ji pura-pura tidak melihatnya:
"Perkumpulan kami terus mencari tahu, ternyata perempuan yang terkena racun ini, pernah
datang ke rumah Pendekar Fan dan menginap beberapa hari di sini."
Tawa Gu Ling-ji berhenti, dengan serius dia berkata, "Shi-gu-sheng-shui adalah racun yang
paling ganas tapi sayang tidak ada obat penawar-nya maka perkumpulan kami jarang
memakainya. Sesudah tahu ada obat penawarnya maka kami tidak akan melepaskan kesempatan
ini." Gu Ling-ji maju lagi. Di belakang tiang batu adalah rumah tinggal. Fan Zhong-pin tidak bisa
mundur lagi, dia berputar ke belakang tiang batu kemudian maju ke pintu pekarangan tapi dia
sudah dikepung oleh sembilan gadis berpakaian kuning.
Tubuh Gu Ling-ji mulai mengeluarkan aura membunuh:
"Jauh-jauh aku datang dari Yun-nan, aku harus berhasil mendapatkan obat itu. Hei marga Fan,
apakah kau masih tetap tidak akan mengatakannya?"
"Aku memang tidak tahu. Sampai mati pun aku tetap tidak tahu."
Kedua tangan Gu Ling-ji melambai. Dengan penuh aura membunuh dia berkata lagi:
"Aku tidak perlu membunuhmu, tapi aku akan membuatmu hidup tidak bisa, mati pun tidak
bisa!" Tiba-tiba seruling ditiup, gadis-gadis lain mulai memainkan alat musik mereka. Awalnya suara
seruling sangat enak didengar tapi lama kelamaan sembilan macam suara alat musik bercampur
menjadi nada yang tidak enak didengar. Membuat darah di dalam dada terus bergejolak dan
perasaan pun jadi tidak enak.
Gu Ling-ji berhadapan dengan Fan Zhong-pin tiba-tiba dia mengeluarkan sebuah kecapi yang
berbentuk aneh. Dia memeluk kecapi itu kemudian memainkan dengan lima jari tangan kirinya. Suara aneh
keluar dan melejit di antara sembilan suara tadi, membuat gendang telinga terus berdenging.
Begitu mendengar suara musik berbunyi, Fan Zhong-pin duduk bersila untuk mengatur nafas,
tujuannya untuk menahan suara ini. Tenaga dalamnya kuat tapi begitu mendengar sembilan
macam suara yang keluar dari sembilan macam alat musik, dadanya terasa tidak enak. Begitu
mendengar suara kecapi Gu Ling-ji, dia segera meloncat berdiri dan meraung, membuat udara
yang tidak enak di dalam dadanya dikeluarkan.
Begitu dia berdiri, dua kepalan tangannya dengan sekuat tenaga memukul lututnya kemudian
dengan cepat dia duduk bersila dan mengatur nafas.
Jurus pertama Gu Ling-ji tidak mendapatkan hasil. Dalam hati Gu Ling-ji berpikir, 'Aku ingin
melihat kau bisa bertahan berapa lama?" kelima jarinya terus memainkan kecapi.
Ruan-wei yang berdiri di pinggir begitu mendengar suara musik berbunyi, dia menggunakan
ilmu yoga yang dilatihnya selama 3 tahun. Ilmu yoga ini sangat aneh, dalam keadaan berdiri atau
berjalan tetap masih bisa dilatih dan dipakai, tidak seperti ilmu silat Zhong-yuan harus duduk
bersila atau melakukan Da-zuo.
Awalnya dia tidak begitu merasa aneh walaupun musik ini keluar dari sembilan jenis alat musik
tapi begitu Gu Ling-ji memainkan kecapi, hatinya merasa tidak enak. Dia menoleh ke sekeliling,
pak tua berpakaian merah dan enam laki-laki gagah tampak menutup telinga mereka, mata
mereka pun dipejamkan dan kepala ditundukkan. Mereka duduk bersila. Hanya wajah Fan Zhongpin
terlihat sangat sulit bertahan. Dia tahu jika Gu Ling-ji terus memetik kecapi, dia juga tidak
akan bisa bertahan lagi. Ketika dia menerima bungkusan dari Fan Zhong-pin, dia merasa di dalamnya ada senjata
berbentuk panjang. Sekarang dia membuka bungkusan itu, dia meraba sebilah pedang yang diukir
dengan gambar ikan hiu berwarna hitam.
300 Wajah Gu Ling-ji terlihat tawa yang aneh. Suara seruling keluar dari jari-jarinya. Baru beberapa
memainkan irama, Fan Zhong-pin sudah tidak tahan. Dia meloncat dan menarik baju bagian
dadanya, sampai-sampai murid Tian-du-jiao yang menutup telinga pun mulai tidak tahan.
Tapi...tiba-tiba ada suara seperti guntur, tangan Gu Ling-ji berhenti memainkan kecapi dan Ruanwei
masuk ke dalam lingkaran sembilan gadis berpakaian kuning.
Ruan-wei berdiri dengan diam. Tangan kirinya membawa pedang dan diturunkan, dia mengatur
nafas kemudian berkata: "Jika kau tidak menghentikan musiknya, jangan salahkan kalau aku bertindak tidak sopan!"
Setiap kata yang terucap suaranya sangat kuat, kesembilan gadis itu tergetar dan berhenti.
Mereka sampai lupa meniup atau memetik. Dalam hati Gu Ling-ji mengetahui kemampuan ilmu
silat Ruan-wei sangat tinggi. Dia sama sekali tidak merasa terganggu dengan bunyi alat musik
yang mereka mainkan, semua itu karena tenaga dalam Ruan-wei sangat tinggi. Ruan-wei
sekarang berdiri sambil tangan kirinya memegang pedang. Dalam hati Gu Ling-ji berpikir: "Tangan
kanannya sudah terluka, dia memegang pedang dengan tangan kiri untuk bertarung, dia pasti
tidak akan bisa mengeluarkan kepandaian yang sesungguhnya." Karena itu dia sama sekali tidak
menghiraukan kata-kata Ruan-wei. Tangannya melambai lagi, dan kesembilan orang gadis itu
mulai memainkan musik lagi.
Ternyata dugaan Gu Ling-ji salah, karena selama tiga tahun Ruan-wei berlatih ilmu pedang
Tian-long-shi-san-jian, dalam ilmu pedang itu malah terdapat ketentuan harus menggunakan
tangan kiri memegang dan memakai pedangnya.
Melihat Gu Ling-ji sama sekali tidak meladeni perkataannya, Ruan-wei membentak:
"Lihat ilmu pedang orang kecil ini!"
Tangan kiri memegang pedang, Ruan-wei memutar tubuhnya, kemudian mengikuti ayunan
pedang naik ke atas. Di sekeliling hanya terlihat cahaya pedang berkilau. Sembilan gadis itu
merasa semua pedang menusuk ke arah mereka tapi sosok orangyang memakai pedang tidak
terlihat. Terdengar suara TANG, TANG, TANG... Suara TANG belum selesai, dia sudah menghenti-kan
ayunan pedangnya dengan tenang.
Lalu terdengan Gadis-gadis itu berteriak, karena alat musik mereka telah ditebas oleh pedang
Ruan-wei dan semua terbelah menjadi dua.
Gu Ling-ji tidak marah, dia malah tertawa, dengan santai dia berkata, "Fei-long-jian yang hebat,
memotong besi seperti membabat tanah. Anak kecil, apakah kau adalah murid Fei-long-jian ke?"
Semua alat-alat musik gadis-gadis itu terbuat dari giok, ilmu silat mereka memang hebat tapi
mana mungkin bisa menahan serangan Tian-long-shi-san-jian yang mana ilmu pedangnya satu
orang bisa melawan banyak musuh. Hanya dengan satu jurus 'Jin-tong-bai-fu' (anak emas
menyembah Budha), Ruan-wei berhasil memotong alat-alat musik mereka. Dalam hati dia benarbenar
merasa pedang ini sangat berguna.
Setelah tertawa dengan santai, kecapi yang ada di tangannya segera dimainkan lagi oleh Gu
Ling-ji. Ruan-wei melihat tawa Gu Ling-ji, tawanya penuh dengan godaan cabul. Tangannya mulai
memetik senar kecapi. Iramanya penuh kelembutan dan membuat hati orang serasa terbang.
Setelah alat musik gadis-gadis itu patah, Fan Zhong-pin mulai sadar kembali, karena dia
membelakangi Gu Ling-ji maka dia tidak melihat tawa Gu Ling-ji yang penuh dengan godaan.
Apalagi dia sudah tua, nafsu birahinya sudah turun maka lagu yang dimainkan oleh Gu Ling-ji
tidak mengganggu pikirannya. Tapi Ruan-wei masih muda, dia tertarik oleh suara kecapi ini,
apalagi dia tidak mengatur nafasnya, maka dia pun mulai tergoda.
Melihat situasi ini, Fan Zhong-pin terkejut dan berteriak:
"Saudara kecil, hati-hati!"
Karena Ruan-wei masih berada di tahap tergoda awal, maka dia segera tersadar. Pedang
membabat kecapi Gu Ling-ji.
Terbang Harum Pedang Hujan Piao Xiang Jian Yu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Gerakan Ruan-wei sangat cepat, gerakan Gu Ling-ji lebih cepat lagi. Tubuhnya bergerak lincah
seperti seekor ular. 301 Tadi Ruan-wei tidak melancarkan jurus Tian-long Jian Fa. Dia berpikir, 'Ketua Tian-du-jiao
sangat aneh, jika bertarung lama dengannya aku pasti akan terkena tipuannya. Tapi jika tidak
membabat, maka mereka tidak akan mengaku kalah."
Tangan kiri segera diangkat sejajar dengan alis. Posisinya terlihat sangat aneh. Melihat dengan
irama kecapinya dia tidak bisa menggoda Ruan-wei, Gu Ling-ji mulai tahu ilmu pedang Ruan-wei
tidak boleh dibuat mainan. Segera dari balik mantelnya dia mencabut sebilah pedang ular lemas
sepanjang tiga perempat meter. Pedangnya berkilau mengeluarkan cahaya hitam.
Ruan-wei tertawa terbahak-bahak, dia seperti biksu Budha Mi Le menunjuk ke langit barat.
Pedang diangkat seperti memancarkan pelangi. Pedang ini tidak menyerang Gu Ling-ji melainkan
menetis tiang batu. Jurus ini bernama 'Xiao-fu-zhi tian' (Budha tertawa menunjuk langit). Adalah jurus pembukaan
ilmu Tian-long-shi-san-jian. Terlihat kilauan pedang berkelebat, begitu semua mata melihat jelas,
jurus pedang ini telah selesai di mainkan oleh Ruan-wei.
Dengan tangan kiri memegang pedang, dia berhadapan dengan Gu Ling-ji:
"Jika kalian belum mau pergi juga, jangan salahkan aku!"
Gu Ling-ji menurunkan mantelnya, wajah yang cantik tampak jelas sekarang. Sebelum dia
mengatakan sesuatu tapi tiba-tiba ada angin kencang membawa salju besar berhembus ke arah
mereka, tubuh, rambut, dan wajah Gu Ling-ji jadi penuh dengan salju.
Kemudian terdengar suara KRAAK......ternyata tiang batu itu telah roboh terputus menjadi
dua, putus dengan miring tapi rata.
Gu Ling-ji sangat terkejut, dia sama sekali tidak menyangka tebasan Ruan-wei tadi memotong
tiang batu itu. Jika bukan karena angin kencang berhembus, tidak ada yang tahu kalau tiang batu
itu sudah terpotong sejak tadi. terbayang betapa ilmu pedang ini begitu sakti dan hebat. Gu Ling-ji
segera menarik kembali pedang ularnya. Kedua tangannya sedikit melayang, dan anak buahnya
segera mundur. Dia tersenyum:
"Ilmu pedang Tuan lebih hebat dibandingkan dengan guru Tuan!"
Ruan-wei sedikit tertegun, tapi dia segera menjawab:
"Aku bukan murid Fei-long-jian ke, hal ini perlu kau ketahui supaya jelas."
Kemudian Gu Ling-ji berkata lagi:
"Kalau kau tidak disukai oleh Pendekar Gongsun. Bagaimana dia bisa memberikan pedang sakti
Fei Long yang dulu pernah membuat-nya terkenal."
Ruan-wei meraba pedang ini. Dalam hati berpikir, 'Jika aku mempunyai pedang ini, berarti ilmu
pedang Tian-long benar-benar tidak akan terkalahkan.'
Gu Ling-ji bertanya lagi:
"Apa hubungan tuan dengan Pendekar Gongsun" Sampai pedangnya pun diberikan kepada
tuan." "Hal ini tidak perlu kau pikirkan, yang penting kau mau pergi atau tidak!"
Gu Ling-ji segera menarik tawanya, dengan wajah dingin dia berkata:
"Aku tidak ingin melihat tuan, aku hanya merasa aneh saja, ketika kecil dulu aku pernah ikut
ayahku dan pernah bertemu satu kali dengan Fei-long-jian ke. Aku tidak mempunyai maksud apaapa!"
Kemudian dia tertawa lagi:
"Jika kau ingin bentrok dengan perkumpulan kami, kami akan mengalah. Tapi jika Fan Zhongpin
masih ada di dunia ini, kami tidak akan melepaskannya, kecuali dia memberitahukan pada
kami di mana obat penawar 'Shi-gu-sheng-shui'."
Gu Ling-ji menepuk tangannya, empat orang laki-laki datang menghampirinya meng-gotong
tandu. Dia naik ke dalam tandu. Ketika menurunkan tirai, dia masih sempat menoleh melihat
tangan kanan Ruan-wei kemudian dia bertepuk tangan lagi. sembilan gadis berpakaian kuning
berjalan ke depan tandu. 'Hua-du-jun' Ke Qing-long baru berjalan dua langkah, Ruan-wei sudah membentak:
"Tunggu dulu!" Begitu 'Hua-du-jun' membalikkan badan, pedang Ruan-wei datang menghampirinya. Ke Qinglong
terkejut dan mundur. Begitu tangannya dibuka dia melihat jarum-jarum beracun yang
terselip di jarinya sudah tidak ada. Dia diam dan terus mengikuti tandu dari belakang dan pergi
302 dengan tergesa-gesa. Ujung pedang Ruan-wei masih tergantung sebuah cincin berwarna sama
dengan kulit manusia. Dia menyesali kecercbohan-nya sendiri tadi hingga terkena tipuannya. Tapi
juga memberi pelajaran padanya agar kelak jangan ceroboh lagi.
Dengan penuh perhatian Fan Zhong-pin bertanya:
"Apakah tanganmu tidak sakit?"
Ruan-wei merasa kaku di telapaknya sudah hilang. Lubang akibat serangan jarum tadi
mengeluarkan darah. Dia dengan tenang berkata:
"Tidak apa-apa, sekarang aku pamit!"
Fan Zhong-pin menarik nafas panjang:
"Jika kau mau pergi, aku juga tidak bisa tinggal lebih lama di sini. Aku harus bersembunyi dulu,
kekejaman Tian-du-jiao benar-benar membuat siapa pun takut!"
Ruan-wei mengangguk. Dia menganggap perkumpulan racun ini sering muncul tidak terduga.
Fan Zhong-pin berkata lagi, "Apakah kau tahu tiga tahun yang lalu, siapa perempuan yang
terkena Shi-gu-sheng-shui?"
Ruan-wei menggelengkan kepala, Fan Zhong-pin menyambung:
"Dia Gongsun Lan!"
Ruan-wei terkejut dan berteriak. Fan Zhong-pin bercerita:
"Lima tahun yang lalu nama Tian-du-jiao masih belum begitu terkenal seperti sekarang di dunia
persilatan. Suatu hari tiba-tiba rumahku didatangi seseorang yang sangat terkenal."
Dari wajah Fan Zhong-pin tampak kalau dia sangat mengagumi orang ini:
"Awalnya dengan ramah dia mengobrol denganku kemudian dia mengeluarkan sebuah botol
kecil dan memberitahu kepadaku kalau isi botol kecil itu adalah obat penawar Shi-gu-sheng-shui.
Aku merasa aneh mengapa dia memberikan obat penawar itu kepadaku. Dia menceritakan bahwa
Tian-du-jiao di Yun-nan telah membunuh semua pendekar yang ada di sana dan mendirikan
markas pusatnya di sana. Yang pasti mereka menggunakan racun yang sangat ganas jika tidak
mereka tidak akan dengan mudah membunuh pendekar-pendekar di sana. Setelah orang ini
mencari tahu dan ternyata racun yang mereka gunakan bernama Shi-gu-sheng-shui milik Wu Du
Zhen Jun yang sudah ada sejak 500 tahun yang lalu. Sangat sulit membasmi perkumpulan ini.
Tapi Shi-gu-sheng-shui adalah racun air yang paling lihai, jika tidak waspada racun air ini akan
membahayakan dunia persilatan karena itu penawar Shi-gu-sheng-shui yang disimpannya sejak
lama dibagikan kemudian disimpan di lima tempat berbeda. Agar bila ada yang terkena racun ini
bisa segera bisa tertolong. Kebaikan hatinya benar-benar membuat orang terharu. Salah satu
tempat penyimpannya adalah di sini. Aku tidak menyangka orang yang begitu terkenal masih ingat
pada keselamatanku." Dengan aneh Ruan-wei bertanya: "Siapa dia" Tetua terus-menerus memuji
nya." Fan Zhong-pin dengan senang menjawab: "Dia adalah ketua Zheng-yi-bang dan dulu dijuluki
Tie-ji-wen-hou, Lu Nan-ren!"
Siapa yang tidak tahu nama Lu Nan-ren di dunia persilatan" Siapa yang tidak hormat padanya"
Ruan-wei diam-diam berpikir, 'Bagaimana dengan ayah kandungku dia seperti apa" Jika dia
gagah seperti ketua Zheng-yi-bang, walaupun dia telah bersalah kepada ibu, aku tetap akan
menghormatinya.' Ruan-wei tidak tahu siapa ayahnya, tapi di dalam hati dia mempunyai perkiraan kalau ayahnya
bersalah kepada ibunya, sehingga membuat ibunya menikah lagi dengan Ruan Da-cheng.
Fan Zhong-pin menarik nafas, berkata lagi: "Tiga tahun yang lalu demi mencarimu, Lan Er
mencari sampai ke Yun-nan dan Gui-zhou, tanpa sengaja dia telah membuat Tian-du-jiao marah.
Tapi karena ilmu silatnya tinggi, bisa dikatakan setingkat dengan ayahnya, maka orang-orang
Tian-du-jiao tidak bisa mengalahkannya begitu saja. Akhirnya mereka menggunakan racun Shigu-
sheng-shui yang tidak berbau dan tidak berwarna untuk meracuninya. Sambil menahan
racun tidak menyebar Lan-er berhasil kabur dari kejaran musuh. Dengan bersusah payah baru
bisa lari kemari. Untung Tuhan berbaik hati, di sini ada obat penawarnya dan aku pun
menolongnya, kalau tidak mungkin dia akan mati."
Kemudian Fan Zhong-pin menarik nafas dan berkata lagi:
"Setelah beristirahat selama beberapa hari, dia meninggalkan bungkusan ini dan menyuruhku
memberikan padamu. Dia mengatakan bahwa dia sudah pergi ke mana-mana untuk mencarimu
303 tapi tidak berhasil menemukanmu. Banyak kata-kata yang harus disampaikannya kepadamu.
Ketika dia akan pergi, aku lihat dia sangat sedih. Dia berkata lagi bahwa kau pasti akan datang lagi
ke rumahku. Jika datang, dia menyuruhku menyampaikan kepadamu pergilah ke Tibet. Dia
menunggumu di sana. Banyak kesalah-pahaman yang harus dia jelaskan kepadamu."
"Untuk apa menjelaskan lagi" Dia menyuruhku ke Tibet pasti ada niat tidak baik!" Ruan-wei
marah. Fan Zhong-pin juga marah: "Jangan jadi orang tidak berperasaan! Lan Er bukan orang yang
berniat jahat, dia selalu jujur kepada siapa pun!"
"Aku tidak mau membicarakan masalah ini lagi. Aku pamit dulu!" Ruan-wei mengerutkan
alisnya. Sebenarnya Fan Zhong-pin ingin mengikuti Ruan-wei pergi ke perbatasan Tibet, menghindari
musuh yang mencarinya tapi melihat Ruan-wei sama sekali tidak berniat pergi ke sana maka
dengan kecewa dia berkata:
"Pergilah! Hitung-hitung Lan-er salah menilai orang, sampai-sampai Fei-long-jian miliknya pun
diberikan kepadamu!"
Ruan-wei membuka bungkusan berwarna ungu itu. Fan Zhong-pin tahu apa yang akan
dilakukan Ruan-wei. Dia segera membentak:
"Jika kau ingin mengembalikan pedangnya, silakan kembalikan sendiri kepada orangnya. Jika
kau mengembalikannya kepadaku, jangan salahkan kalau aku kurang sopan kepadamu!"
Terpaksa Ruan-wei membawa bungkusan itu lagi. Fan Zhong-pin berpesan lagi:
"Bukan karena aku cerewet, tapi jangan sebarkan tentang obat penawar Shi-gu-sheng-shui!
Jika ketahuan oleh Tian-du-jiao maka akan membuat dunia persilatan bertambah kacau."
"Aku bukan orang yang banyak bicara." Sesudah itu dia pun berlalu begitu saja. Dalam hati Fan
Zhong-pin berpikir, 'Di dunia persilatan satu generasi baru pasti akan mengganti generasi
sebelumnya. Aku sudah tua, benar-benar sudah tidak berguna lagi.'
Setelah dia menyelesaikan urusan di rumah. Hari kedua dia meninggalkan rumah untuk
menghindari kejaran Tian-du-jiao.
Setelah musim dingin berlalu, musim semi pun tiba. Demi mencari Zhong-jing, untuk
memberitahukan pertarungan yang terjadi antara Tuan Jian dan biksu harimau bisu dan tuli,
sebagai penentuan siapa yang menang dan siapa yang kalah dia pun pergi berkelana. Waktu yang
tersisa tinggal dua tahun kurang, maka Ruan-wei terus mencari Zhong-jing dan sekarang dia
sedang berjalan menuju Jin-ling. Perjalanan harus ditempuh selama setengah bulan. Dalam
terpaan angin dan hujan akhirnya dia sampai di Jin-ling. Sekarang sudah musim semi tapi karena
kelelahan dia terserang penyakit dan terbaring di sebuah penginapan besar.
Sakit Ruan-wei sangat parah dan dia tidak bisa keluar untuk mencari Zhong-jing. Setiap hari dia
hanya berbaring di ranjang, tubuhnya panas, dan hanya ingin makan makanan dingin.
Untung dia masih punya banyak uang, pelayan pun sangat rajin dan sering membelikan buah
pir yang dingin serta makanan lainnya. Kadang dia membelikan es batu yang besar lalu
dipecahkan supaya bisa dimakan Ruan-wei.
Walaupun musim dingin sudah berlalu tapi udara masih terasa sangat dingin. Ruan-wei masih
tetap ingin makan makanan dingin, benar-benar aneh. Tapi Ruan-wei harus makan, jika tidak
makan makanan dingin, tubuhnya akan terasa panas tidak tertahankan.
Suatu sore, lampu di kamar menyala hanya sebesar kacang dan pelayan belum datang
mengantarkan es untuknya, karena panas Ruanwei tidak tahan, akhirnya dia merintih, tiba-tiba
pintu kamar terbuka. Ruan-wei tergesa-gesa duduk. Dari luar masuk seorang pak tua bungkuk
dengan berpakaian seperti seorang kasir. Dia membawa sepiring makanan yang ditutup dengan
kain basah. Ruan-wei membuka bibirnya yang kering dan pecah-pecah. Dia melihat makanan dingin yang
tersimpan di atas piring dan mulutnya mengeluarkan suara meminta. Pak tua bungkuk itu
menaruh piring di atas meja dan mendekati Ruan-wei. Dia bertanya:
"Apakah kau merasa tidak enak badan?" Ruan-wei hanya menginginkan benda yang ada di
dalam piring itu. Mendengar pertanyaan pak tua itu, diam-diam dia berpikir, 'Benar-benar kurang
ajar, jika tidak sakit untuk apa aku terus merintih"'
304 Tapi dia adalah seorang terpelajar. Dia menahan rasa panas seperti dibakar di bagian dadanya.
Pelan-pelan mengangguk tapi dia terus menatap ke arah piring. Pak tua itu terus menggelengkan
kepalanya: "Dengan cara seperti itu hanya bisa bertahan untuk 'sementara supaya tidak haus tapi akan
merusak tubuh." Benda yang ditutup dengan kain basah karena panas maka meneteskan air. Dalam hati Ruanwei
berpikir, 'Benda yang ada di dalam piring pasti buah yang dingin." Maka tenggorokan terus
berbunyi KRRUUUK, KRRUUUK tapi pak tua itu seperti sengaja tidak mau memberikan makanan itu
kepadanya. Ruan-wei menahan amarahnya. Dengan lemah dia berkata:
"Pak tua, apakah Anda adalah orang penginapan ini?"
Pak tua bungkuk itu mengangguk dan menjawab:
"Aku adalah kasir penginapan ini, biasanya aku jarang mengurusi hal-hal yang tidak ada
hubungannya denganku, tapi aku melihat pelayan selalu membelikan buah-buahan dingin
untukmu maka aku merasa aneh dan aku pun datang ke sini untuk melihatmu."
Karena Ruan-wei marah, dia berkata: "Apakah Anda bisa memberikan barang yang dititipkan itu
kepadaku, pak tua?" Pak tua bungkuk itu seperti tidak mendengar perkataan Ruan-wei. Dia melihat piring itu
kemudian pelan-pelan berkata:
"Apakah kau terkena racun?" Walaupun tubuh Ruan-wei panas seperti terbakar api tapi dia
berusaha menahan emosinya dan mengangguk:
"Betul! Betul! Tolong berikan piring itu kepadaku!"
"Kau benar-benar terkena racun?" Ruan-wei ingin bangun sendiri untuk mengambil
makanan yang ada di dalam piring tapi dia tidak bertenaga karena itu dia sengaja tidak mau
melihat benda di dalam piring dan menjawab apa yang ingin diketahui oleh pak tua itu.
Dia menahan rasa sakitnya dan menjawab: "Setengah bulan yang lalu aku terkena serangan
Tian-du-jiao tapi aku sudah membaik. sekarang aku hanya ingin makan makanan yang dingin
saja." Pak tua berteriak, "Hua-du! Hua-du!" (racun bunga). Wajahnya penuh dengan keanehan.
"Betul, orang yang melukaiku bernama Hua-du-jun!"
Hua-du-jun Ke Qing-long berlatih racun Tao-hua. Orang yang terkena racunnya jika dalam
waktu tiga hari tidak mendapatkan obat penawarnya maka tubuhnya akan membusuk sampai
mati. Ilmu yoga yang dikuasai Ruan-wei merupakan tenaga dalam tingkat tinggi. Dia bisa
menahan bermacam-macam racun tapi hanya sementara waktu beredarnya racun beberapa kali
lipat supaya tidak mati. Sebenarnya tubuh Ruan-wei sudah harus berbau busuk, karena ilmu yoga
nya maka racun masih berkumpul di dalam tubuh tapi tidak sampai menyebar.
Sebetulnya waktu itu belum semua racun dikeluarkan, sebagian racun mengikuti aliran darah di
dalam tubuh. Racun mengendap di dalam darah, tidak mengeluarkan reaksinya.
Pak tua bungkuk itu menarik nafas: "Orang yang bisa membuat racun Tao Hua menjadikan
racun itu untuk melukai orang, memang dia harus dinamakan 'Hua-zhong-du-jun'!" (tuan racun
didalam bunga). Dia berkata lagi, 'Jika itu adalah racun bunga, mengapa tubuhmu tidak
membusuk"' "Aku tidak tahu. Tuan, tolong berikan piring itu kepadaku!"
Pak tua itu membuka tutup piring, di dalam berisi dua pir yang dingin yang sudah dikupas.
Ruan-wei segera mengambil, dalam sekejap buah pir itu habis dimakan, sampai bijinya pun tidak
disisakan. Pak tua bungkuk itu mengambil kembali piring dengan tangannya yang kurus. Dia terus
menggelengkan kepala: "Kalau terus menerus seperti ini, itu bukan cara yang baik!"
Setelah makan pir dingin, untuk sementara Ruan-wei bisa menahan rasa panas di dalam
jantungnya dan berhenti memberontak karena kepanasan. Dia merasa lelah dan mengantuk
akhirnya dia tertidur dengan nyenyak.
Pak tua bungkuk itu duduk sendirian di dalam kamar. Dia mengerutkan alisnya kemudian pelanpelan
berdiri dan berjalan ke tempat penyimpanan barang-barang Ruan-wei.
305 Bungkusan Ruan-wei sangat sederhana, satu bungkusan berwarna ungu dan satu bungkusan
lagi berwarna putih. Bungkusan pertama yang dibuka oleh pak tua itu adalah bungkusan ungu. Di
dalam bungkusan itu ada sebilah pedang yang terukir ikan hiu hitam dan sehelai sapu tangan
pembungkus emas. Sapu tangan tersebut tersulam beberapa kuntum Lan-hua (anggrek).
Wajah pak tua itu segera tersenyum sepertinya dia mengenang masa mudanya. Pasangan
kekasih sering saling memberikan benda yang bermakna cinta. Dia mencabut pedang itu dan
melihatnya. Pedang itu dalam cahaya redup memantulkan kilauan dingin. Dia memuji: "Pedang
bagus!" Pegangan pedang terukir seekor naga terbang. Pak tua bungkuk itu segera berkata:
"Ternyata dia adalah murid Gongsun Qiu-jian, pantas tenaga dalamnya sangat kuat dan dia
bisa menahan racun bunga selama setengah bulan, benar-benar hebat! Hebat!"
Pelan-pelan pak tua itu membungkus kembali barang-barang ke dalam kain ungu. Walaupun
ada pedang sakti yang tidak ternilai dan sebongkah emas tapi dia sama sekali tidak tertarik untuk
mengambil. Dia memejamkan mata berpikir, sepertinya dia sedang mengambil keputusan yang sulit
ditentukan. Akhirnya dia berkata:
"Aku ingin tahu tentang dirinya."
Karena itu dia pun segera membuka bungkusan berwarna putih. Isinya adalah pakaian seharihari,
tanpa sengaja dia melihat ada bungkusan yang dibungkus oleh kertas. Di dalam ada
beberapa helai kertas dan buku. Dalam hati pak tua berpikir, 'Ternyata dia seorang pelajar!'
Tapi masih ada bungkusan kecil yang dibungkus dengan kain sutra putih. Dalam hati dia
berpikir, 'Barang apa ini" Mengapa disimpan begitu terselubung"'
Demi mengetahui diri Ruan-wei dan memecahkan banyak pertanyaan yang berkecamuk di
dalam hati, terpaksa pak tua itu harus melanggar etika yang berlaku. Tampak kain sutra itu ada
tulisan: langit yang luas, rumput seperti gelombang, bayangan ibu sangat jauh, putramu sangat
merindukanmu. Hanya beberapa kata tapi sudah memperlihatkan perasaan hati yang begitu rindu kepada
ibunya. Kerinduan ini membuat pak tua ini menarik nafas panjang tapi juga diam-diam memuji.
Dia membuka bungkusan kain putih itu, ada dua buah tusuk konde yang terbuat dari giok.
Terbang Harum Pedang Hujan Piao Xiang Jian Yu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Warna gioknya hijau tua, berbentuk burung phoenic.
Melihat tusuk konde ini, pak tua itu merasa sangat kenal dengan benda ini. Begitu dilihat
dengan teliti lagi, setiap tusuk konde terdapat ukiran huruf Nan-pin.
Pak tua itu gemetaran, air mata segera membasahi wajahnya. Dia terus berkata:
"Pin Er! Pin Er!" Suaranya seperti sedang menangis, dia benar-benar sedih. Pelan-pelan dia
berjalan ke depan ranjang, Ruan-wei masih tertidur pulas.
Tangannya yang kurus mengelus kepala Ruan-wei dan tidak berhenti bicara:
"Cucu yang baik! Cucu yang baik! Kakek pasti akan mengobati racunmu, pasti akan mengobati
racunmu...." Ternyata pak tua bungkuk dan kecil ini adalah ayah Xiao-xiang-fei-zi Xiao Nan-pin, yang
bernama Xiao San-ye. 18 tahun yang lalu tersebar berita bahwa Xiao San-ye sudah meninggal.
Penyebab kematiannya tidak ada yang tahu dengan jelas tapi sama sekali tidak disangka sekarang
dia berada di kota Jin-ling dan menjadi seorang kasir di sebuah penginapan.
Ilmu meringankan tubuh, senjata rahasia, dan ilmu ketrampilan mengubah wajah adalah
keahliannya nomor satu di dunia persilatan. Sedangkan kemampuan ilmu silatnya, setingkat
dengan Tuan Jian, Fei-long-jian ke, dan San-xin-shen-jun. Semua senjata rahasia, baik yang
beracun maupun tidak jika sudah berada di tangan Xiao San-ye akan menjadi tidak berguna.
Cincin Hua-du-jun untuk menyimpan jarum beracun termasuk salah satu senjata rahasia. Setelah
mengetahui asal usul racun ini, bagiXiao San-ye semua ini tidak masalah.
Tiga hari kemudian Ruan-wei baru sadar. Begitu sadar dia melihat ke sekeliling, dia baru tahu
kalau dia sekarang berada di sebuah rumah bagus bukan di penginapan usang. Di luar terlihat ada
taman bunga, ditanami banyak pohon Mei-hua. Setiap pohon Mei-hua penuh dengan Mei-hua
berwarna merah membuat taman bunga itu menjadi penuh kehidupan.
Dengan santai Ruan-wei menarik nafas, dia merasa tubuhnya sudah tidak ada perasaan tidak
enak, rubuhnya juga sudah tidak bengkak lagi. Diam-diam dia berpikir:
306 "Aneh, mengapa penyakitku mendadak sembuh?"
Dia tidak tahu, dalam tiga hari ini pak tua bungkuk itu telah menghabiskan banyak tenaga dan
obat, baru berhasil menyembuhkannya.
Dia membalikkan tubuh dan berdiri, tapi dia terjatuh lagi, ternyata dia masih belum bisa
berjalan. "Jangan tergesa-gesa, kau harus istirahat selama beberapa bulan, baru akan sembuh total.
Apakah kau merasa lebih baikan?" tanya pak tua.
Dalam hati Ruan-wei berpikir, penyakitnya pasti telah disembuhkan oleh pak tua ini, maka dia
segera berkata: "Terima kasih Tuan sudah menolongku. Aku masih kecil dan tidak berpengalaman, jika bukan
karena Tuan aku pasti sudah mati di tangan Hua-du-jun!"
Pak tua bungkuk itu tertawa melihat Ruan-wei. Dia benar-benar menyukainya tapi dia tidak
akan menanyakan marganya, dia juga tidak akan memberitahukan identitas dirinya, lebih-lebih dia
tidak akan memberitahukan Ruan-wei tentang kematian"Xiao Nan Pin.
"Istirahatlah!" dia hanya berkata itu saja
Setelah itu setiap hari pak tua itu pasti beberapa kali menengoknya, kadang-kadang Ruan-wei
menanyakan namanya tapi dia selalu berkata:
"Umurku cocok untuk menjadi kakekmu, panggil saja aku Kakek Xiao."
Karena Ruan-wei sangat berterima kasih kepadanya, dia tidak banyak berpikir. Setiap hari dia
selalu memanggilnya Kakek Xiao. Mereka banyak bercerita tentang dunia persilatan.
Ruan-wei sangat sedikit mengetahui tentang dunia persilatan, sekarang mendengar cerita
Kakek Xiao, dia sangat tertarik, apalagi cerita tentang ilmu silat. Kakek Xiao tambah semangat
menceritakan tentang ilmu senjata rahasia, ilmu meringankan tubuh, dan ilmu keterampilan
tangan. Ruan-wei sangat pintar, dia cepat menangkap maka dalam waktu dua bulan dia telah
mendapatkan banyak pengetahuan tentang ketiga ilmu ini.
0-0-0 BAB 94 Bercerita kejadian masa silam Mewariskan ilmu andalannya
Sesudah dua bulan berlalu, pepohonan dan rumput-rumput mulai mengeluarkan tunas.
Sekarang memasuki musim semi yang indah.
Selama dua bulan ini Ruan-wei belajar banyak cara melempar senjata rahasia juga tenaga
dalam dan tidak ketinggalan belajar mengubah wajah. Hanya saja dia kurang praktek.
Hari ini Ruan-wei merasa tubuhnya sudah sehat dan dia ingin turun dari tempat tidur untuk
melemaskan tubuhnya yang kaku. Begitu dia menggunakan tenaga dalamnya, bisa dikatakan
tubuhnya benar-benar sudah sehat.
Dengan senang dia berjalan-jalan ke taman bunga. Taman bunga sangat luas, bermacammacam
aroma wangi bunga membuat orang merasa segar. Ruan-wei menggunakan ilmu
meringankan tubuh yang diajarkan Kakek Xiao. Tubuh Ruan-wei seperti bola melambung ke atas
dan ke bawah, kadang-kadang seperti burung kenari terbang di langit.
Ruan-wei semakin tertarik, tubuhnya ditekuk dan meloncat. Dia seperti sebuah panah melesat
ke semak-semak. Ini adalah ilmu meringankan tubuh yang bernama 'Li-guang-shi-jian'. Ilmu ini
bisa dikatakan sangat jarang dikuasai orang.
Ketika tubuhnya melejit ke arah semak-semak, dia teringat satu cara melempar senjata rahasia,
maka dia segera menepuk kedua tangannya. Puluhan bunga bergerak ke pinggir, seperti ada
seorang dewi yang sedang menabur bunga. Dengan cara indah dia mendarat.
Walaupun ini pertama kalinya berlatih, tapi terlihat caranya sangat jitu. Yang harus diketahui,
bila di tengah-tengah udara siapa pun tidak dapat bergerak bebas dan sulit mencapai sasaran,
jarang ada orang yang bisa menggunakan senjata rahasia di tengah-tengah udara. Tapi jurus ini
diciptakan oleh Xiao San-ye, dan jurus ini adalah jurus senjata rahasia seperti hujan, tidak
mementingkan sasaran. Tapi cara aneh ini asal digunakan, memenuhi langit dengan menggunakan
senjata rahasia pasti akan mengenai musuh.
307 Ruan-wei baru sembuh, tubuhnya masih lemas keringat terus menetes. Tiba-tiba di belakang
ada yang berkata: "Apakah kau sudah merasa sehat?"
Begitu membalikkan tubuh, Xiao San-ye sudah berdiri di belakang sekitar satu meter dari Ruanwei.
Ruan-wei berpikir, 'Jika dia musuh, dan dari belakang memukulku, aku tidak akan tahu.
Sungguh memalukan, benar-benar memalukan.' Dia berkata:
"...sudah baik... sudah membaik...."
Punggung Xiao San-ye yang bungguk agak ditegakkan. Dengan bersemangat dia berkata:
"Dalam waktu dua bulan aku mengajar ilmu silat, bagaimana hasilnya?"
Xiao San-ye tidak pernah mengatakan akan mengajarkan ilmu silat tapi Ruan-wei bukan orang
bodoh. Dari kata-kata Kakek Xiao, dia tahu kalau Kakek Xiao bermaksud mengajarkan ilmu silat.
Dan dia sudah menganggap Kakek Xiao adalah gurunya.
Maka dengan penuh hormat dia menjawab:
"Aku merasa ilmu meringankan tubuh dan senjata rahasia Kakek Xiao adalah ilmu terbaik di
dunia ini." Kata-katanya tadi tidak bermaksud menjilat, melainkan setelah dipraktekkan baru diketahui
ilmu kakek Xiao benar-benar bagus dan dia mengatakan dengan hati tulus.
"Apakah kau bisa mempraktekkan ilmu silat yang hanya kuajarkan dengan cara bercerita?"
"Aku kira... mungkin ini tidak masalah...." Ruan-wei berkata dengan sedikit ragu.
Xiao San-ye masih mengenakan baju kasir. Dia menyelipkan baju itu ke tali pinggang dan
berkata: "Sebisa-bisanya kau memperagakan ilmu meringankan tubuh yang sudah kau mengerti, aku
akan berdiri di sini, aku tidak akan bergeser, kau harus bisa meraba benda yang ada di tubuhku.
Kau baru akan merasa tidak malu kalau aku telah menolongmu?"
Tubuh Xiao San-ye kecil, kurus, dan kering, dilihat dari sudut manapun tidak terlihat kalau dia
adalah orang yang mempunyai ilmu silat tinggi.
Diam-diam Ruan-wei berpikir, 'Jika kau berlari, tidak mungkin aku bisa mengejarnya. Tapi jika
diam tidak bergerak, masa aku tidak bisa meraba benda di tubuhmu" Aku benar-benar tidak
percaya.' Ruan-wei bukan orang yang senang memuji diri sendiri, tapi begitu mendengar kata-kata Xiao
San-ye tadi, dia benar-benar tidak berani bertin-dak ceroboh. Dia benar-benar takut tidak sanggup
meraba benda itu jika begitu dia pasti akan merasa malu. Dan Kakek Xiao pasti akan marah
karena dia melupakan ilmu yang telah diajarkan olehnya.
Karena itu gerakan tubuh Ruan-wei berubah. Dengan teliti dia memakai jurus-jurus yang
selama dua bulan ini dipelajarinya dari kakek Xiao dan setiap jurus menyerang ke arah tubuhnya
Benar saja posisi berdiri Kakek Xiao tidak bergeser sedikit pun. Begitu Ruan-wei meraba tubuhnya,
dia meloncat. Bila datang dari kiri, dia akan meloncat ke kanan begitu sebaliknya. Berkali-kali dia
menggunakan jurus tapi tetap tidak sanggup memegang baju Kakek Xiao dan posisi berdirinya
tidak bergeser. Karena begitu dia meloncat, saat turun, posisi berdirinya masih berada di tempat
tadi. Posisi Ruan-wei semakin terjepit, terpaksa dia mengeluarkan jurus-jurus yang paling
dikuasainya yaitu 'An-ying-fu-xiang'. Xiao San-ye meloncat ke atas lagi. Dia segera menambah
satu jurus lagi. Dua jurus hanya berlangsung sebentar. Dalam hati dia berpikir, 'Kakek Xiao pasti
tidak akan bisa lolos lagi.'
Tapi Xiao San-ye berputar di udara, tetap turun dengan miring di tempat semula. Ruan-wei
tetap tidak berhasil mendapatkan apa pun.
Kegagalan Ruan-wei kali ini membuatnya patah semangat dia menghapus keringat di dahinya.
Dengan terengah-engah dia berkata: "Aku merasa malu! Merasa malu...." Dia tidak tahu kalau
ilmu meringankan tubuh Xiao San-ye adalah ilmu meringankan tubuh terhebat di dunia persilatan,
yang bernama 'Bai-bian-gui-ying' (bayangan setan berubah beratus-ratus). Jangankan satu Ruanwei,
sepuluh Ruan-wei pun tetap tidak akan bisa memegangnya.
Xiao San-ye tidak melihat Ruan-wei, pelan-pelan dia menggunakan jurus Bai-bian-gui-ying dan
menyebutkan cara-caranya. Setengah jam kemudian dia pun pergi. Sebelum pergi dengan dingin
dia berkata: 308 "Jika kau merasa malu, cobalah berlatih sungguh-sungguh, setelah itu baru kau beritahu
kepadaku." Ruan-wei tinggal di rumah itu dengan tenang. Jika tiba waktunya, pelayan penginapan akan
mengantarkan makanan. Kecuali berlatih ilmu 'Bai-bian-gui-ying' dan bermacam-macam jenis
senjata rahasia, yang lainnya tidak dipikirkan oleh Ruan-wei.
Satu bulan berlalu, Ruan-wei sudah sangat sehat. Apa yang sudah diajarkan oleh Xiao San-ye,
dilatihnya hingga lancar.
Dalam waktu satu bulan ini Xiao San-ye tidak datang mengganggunya. Suatu hari dia seperti
tahu kalau Ruan-wei telah menguasai ilmu yang diajarkan, maka dia datang lagi ke taman bunga
ini. Menjelang sore, ketika Ruan-wei baru selesai berlatih ilmu silat. Xiao San-ye bertanya: "Apakah
kau sudah mencobanya?"
Ruan-wei menggelengkan kepala: "Kakek Ye, aku seperti katakdalam tempurung. Aku tidak
tahu di luar langit masih sangat luas. Satu bulan berlatih 'Bai-bian-gui-ying' aku merasa ilmu silat
ini sangat dalam dan luas tiada batasnya. Di luar manusia ada manusia, di luar langit masih ada
langit. Aku tidak berani mencoba...."
Kata-katanya keluar dari lubuk hatinya, sesudah mendengar kata-katanya, Xiao San-ye tidak
mengatakan apa-apa. Ruan-wei takut Kakek Xiao akan salah paham kepadanya, dia berkata lagi:
"Ada satu hal penting yang harus kuselesai-kan, aku... aku... ingin pamit."
Xiao San-ye menarik nafas panjang, berkata:
"Aku tidak akan memaksamu, kau adalah orang baik, kau ingin cepat-cepat menyelesaikan
masalah ini berarti masalah ini sangat penting. Marii, kita mengobrol di kamar."
Ketika Xiao San-ye masuk ke rumah, pelayan membawakan lampu dan Xiao San-ye berpesan
untuk menyiapkan teh. Pelayan dengan sikap hormat mengantarkan teh, setelah itu dia pamit dan
meninggalkan cucu dan kakek ini.
Sesudah minum Xiao San-ye berkata: "Kau ingin pergi, aku tidak akan memaksa mu tinggal.
Sekarang aku ingin mengatakan sebuah rahasia kepadamu. Hal ini sudah ku simpan selama 18
tahun, jika hari ini bisa terungkap, hatiku tidak akan tertekan lagi. Aku minta, jika aku sedang
bercerita, jangan banyak bertanya...." Ruan-wei mengangguk. Xiao San-ye menarik nafas panjang.
"18 tahun yang lalu, di dunia persilatan terkenal dengan empat orang si cantik, salah satunya
adalah putriku...." Ruan-wei bergetar, karena ketika masih kecil dia pernah mendengar Ruan Da-cheng
menceritakan tentang empat orang si cantik dari dunia persilatan. Dan mengatakan jangan melihat
keadaan ibunya seperti sekarang, dulu dia adalah salah satu dari empat orang si cantik, yang
bernama Xiao-xiang-fei-zi.
"Ibu bermarga Xiao, Kakek Xiao bermarga Xiao, ada hubungan apa antara ibu dengan Kakek
Xiao?" Di ingin bertanya tapi dia teringat Kakek Xiao berpesan dia tidak boleh banyak bertanya,
terpaksa dia diam.... "Kau pasti merasa aneh orang jelek seperti diriku mengapa bisa mempunyai seorang putri
cantik sampai dijuluki si cantik dari dunia persilatan, Ha ha ha., .aku memang jelek, kurus, dan
kecil tapi aku mempunyai seorang istri yang cantik dan anggun. Kau bisa tahu kalau aku benarbenar
menyayangi istriku dan sama sekali tidak ada kepura-puraan...."
Wajah Xiao San-ye terlihat memancarkan cahaya bahagia. Suaranya seperti jatuh ke alam
mimpi: "Aku tahu kalau aku sangat jelek tapi aku juga tahu kalau istriku sungguh mencintaiku, kami
benar-benar saling mencintai. Setiap hari berkumpul, semenit pun tidak ingin berpisah."
Xiao San-ye sudah berusia 70 tahun lebih, setiap dia bercerita tentang cintanya yang begitu
dalam, Ruan-wei tidak merasa ingin tertawa tapi malah terharu oleh perasaan Kakek Xiao yang
tulus. Air mata mulai membasahi wajah Ruan-wei.
"Kesukaanku adalah menikmati keindahan pemandangan gunung dan sungai. Aku tidak mau
berpisah dengan istriku maka bila ada tempat yang bagus, aku selalu mengajak istriku. Waktu itu
putriku sudah berusia 20 tahun, tidak perlu diurus lagi. Apalagi dia cantik, namanya lebih terkenal
309 dibandingkan aku. Kami berdua tidak mempunyai kekhawatiran apa-apa, dan kami pergi
melancong menikmati keindahan alam...."
"Suatu hari aku tidak sengaja membaca sebuah puisi. Puisi itu menceritakan tentang keindahan
alam yang begitu menakjubkan...."
"Maka hari kedua aku membawa istriku yang ingin melihat pegunungan yang indah dari
Propinsi Gui-zhou sampai ke Guang-xi, Gui-lin. Sesampainya di kota Liu-zai, kami melihat banyak
gunung aneh dan juga bebatuan aneh. Begitu sampai di He-chi, gunung yang ada di sisi jalan
berbentuk seperti bawang daun yang kami tanam, begitu lurus, ada juga seperti berbentuk
seperti bendera yang dikibarkan atau dua binatang yang sedang bertarung. Ada juga seperti
burung sedang bertengker di atas pohon, benar-benar membuat siapa pun yang melihatnya
menjadi kagum. Seumur hidup baru pertama kali aku melihat pemandangan yang begitu aneh...."
Dalam hati Ruan-wei mulai muncul rasa ingin tahu. Melihat Kakek Xiao bercerita begitu
mendetil, dia pun tertarik.
Xiao San-ye lebih teliti lagi menceritakan kisahnya:
"Ketika kami tiba di Jun-cheng-jiang, di sekeliling sana adalah gunung dan jurang. Apalagi
Gunung Qing-lian benar-benar indah. Orang yang melancong di Gunung Qing-lian seperti berjalanjalan
di atas bunga teratai. Aku benar-benar tidak menyangka di dunia ini ada pemandangan yang
begitu indah, apalagi ditemani oleh istri tercinta, benar-benar tidak bisa dilupakan seumur
hidup...." Xiao San-ye bercerita dengan seru, Ruan-wei mendengarnya sampai terkagum-kagum. Dia
benar-benar ingin segera pergi ke sana untuk menikmati keindahan pemandangan yang
sebenarnya. Xiao San-ye sedang bersedih meng-enang semua ini tapi demi Ruan-wei supaya bisa
mengetahui keberadaan pemandangan di sana maka dia pun menahan kesedihannya dan terus
bercerita. Mengenang masa lalu, hati terasa sakit, dia menarik nafas panjang. Sesudah minum beberapa
teguk teh pahit, dengan sedih Xiao San-ye bercerita lagi.
"Pepatah mengatakan: disaat sangat senang sering terjadi kesedihan. Hhhhh...! ternyata katakata
ini benar-benar terjadi padaku. Ketika sudah sampai di Liu-zhou. Di Guang-xi, gunung itu
berbentuk bulat, gunung seperti ini memang banyak tapi di Liu-zhou di Gui-lin lebih banyak lagi.
Maka begitu tiba di Liu-zhou pada hari kedua pagi, aku membawa istriku melancong kesanakemari."
"Pada siang hari, di kota Liu-zhou aku mendengar tempat yang paling berbahaya adalah Qinglian-
shan. Sebenarnya gunung itu tidak bernama, hanya saja bentuknya seperti kuncup bunga
teratai maka orang Liu-zhou menamakan tempat itu Qing-lian-shan. Begitu tahu tempat itu sangat
bagus, aku tidak mendengar nasehat orang lain juga tidak peduli karena gunung itu sangat luas.
Orang yang pergi kesana sering tersesat dan tidak bisa pulang, dan ada alasannya lainnya...."
Xiao San-ye berhenti sejenak dan tampak sorot bingung dari matanya. Dia menggelengkan
kepala dan berkata lagi: "Benar saja, begitu memasuki gunung itu sampai sore hari kami tidak bisa menemukan jalan
keluar, kami hanya melihat kabut tebal di mana-mana, tidak terlihat ada siapa pun di sana. Aku
marah dan berpikir, sekalian saja aku menginap semalam di sana, besok hari baru mencari jalan
keluar." "Gunung ini seperti jantung bunga teratai. Dibawah gunung banyak batu. Dalam kabut tebal
aku melihat ada sebuah rumah batu dengan luas sekitar puluhan meter persegi. Aku pikir ada
Harimau Mendekam Naga Sembunyi 20 Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira Sepak Terjang Hui Sing 6
dekatnya agar beliau mau mengajariku ilmu silat. Kali ini aku datang ke Zhong-yuan untuk
mengunjunginya." Melihat Ruan-wei penuh perhatian mendengar perkataannya, dia merasa lebih bersemangat
lagi untuk bercerita: "Kau baru meninggalkan tempat Paman Fan, dan aku kebetulan akan ke sana. Melihat dia
termenung di depan pintu, aku menanyakan dari mana asalnya darah ini" Awalnya beliau tidak
ingin memberitahukannya padaku, tapi karena aku terus mendesak akhirnya beliau baru
menceritakan kejadiannya dari awal sampai akhir, kau ingin belajar ilmu silat kepadanya. Maka
aku pun segera menyusulmu."
Setelah itu Gongsun Lan tertawa melihat Ruan-wei.
Ruan-wei duduk dengan tenang. Sehabis mendengar cerita Gongsun Lan, kebencian pada Nona
Gongsun pun menghilang, dia juga tidak mempermasalahkan keadaannya karena gagal menjadi
murid Fan Zhong-pin. Dengan santai dia berkata: "Aku mempunyai dendam yang dalam dan harus dibalas. Kali ini
Tetua Fan tidak bisa menerimaku menjadi muridnya, aku harus mencari guru lain. Walaupun
merasa lelah dan sulit, aku tetap akan berjalan untuk mencari guru."
"Ikutlah denganku ke Tibet, biar ayahku yang mengajarimu ilmu silat."
Karena sifat Gongsun Lan sangat terbuka, dia tidak berpikir panjang mencetuskan pikirannya.
Ruan-wei dengan nada berterima kasih bertanya:
"Kakak Lan, apakah ayahmu tidak akan meremehkanku?"
Gongsun Lan melihat Ruan-wei setuju dengan idenya. Dengan senang dia berkata:
"Menurut Paman Fan, kau adalah orang yang sangat berbakat dalam ilmu silat. Ayahku tidak
mirip Paman Fan. Jika dia bertemu dengan-mu, dia pasti akan mengajarimu ilmu silat."
Dengan pelan-pelan Ruan-wei berkata:
"Aku... ke Tibet, sepertinya tidak akan leluasa."
Maksud Ruan-wei adalah seorang laki-laki dan perempuan melakukan perjalanan jauh
sepertinya tidak akan leluasa. Tapi Gongsun Lan sudah berkata:
"Mengapa tidak leluasa" Jarak dari sini ke Tibet memang jauh tapi aku hafal jalan ke sana, aku
jamin kita tidak akan tersesat asalkan kita tidak berpencar maka keadaan akan aman-aman saja."
Mendengar Gongsun Lan begitu sungguh-sungguh, Ruan-wei jadi bertekad mengikutinya ke
Tibet, daripada dia seorang diri berkelana di Zhong-yuan.
283 Hari ini karena Ruan-wei harus menunggu Zhong-jing ditambah lagi dia baru sembuh maka
Gongsun Lan tidak tergesa-gesa melanjutkan perjalanan dan berjanji besok akan berangkat ke
Tibet bersama dengan Ruan-wei.
Gongsun Lan seperti seekor burung pipit dia mengobrol dan tertawa senang di kamar Ruanwei,
dia juga menyiapkan keperluan besok untuk melakukan perjalanan jauh. Walaupun dia lebih
tua tiga tahun dari Ruan-wei tapi dalam pembicaraan atau pekerjaan, dia lebih pintar dan lincah.
Setelah malam tiba, semua orang tertidur, keramaian yang terjadi di pagi hari tidak terdengar.
Akhirnya bumi menjadi hening.
Ruan-wei juga sudah tidur, di dalam tidur dia bermimpi, dia seperti mendengar ada suara
jendela dibongkar maka dia pun segera bangun. Orang yang berada di luar jendela sepertinya
tahu suara ini membangunkan Ruan-wei maka orang itu pun segera berhenti membongkar. Tidak
lama kemudian terdengar ada suara dari luar yang berkata:
"Aku orang yang telah membunuh ibumu!" Tadinya Ruan-wei mengira yang membongkar
jendela adalah pencuri tapi begitu mendengar kalau orang itu adalah orang yang telah membunuh
ibunya yaitu 'Shen-long-shou' Li Ming-zheng, karena dendam, tanpa pikir panjang dia langsung
membuka jendela dan meloncat keluar.
Di depan jendela dalam jarak beberapa meter, bayangan seseorang yang gemuk melambai-kan
tangan. Melihat orang itu adalah Li Ming-zheng, dia tidak berpikir panjang apakah ini adalah
perangkap atau bukan. Hanya beberapa menit, mereka sampai di lapangan pinggiran kota. Orang
yang pendek dan gemuk itu tiba-tiba berhenti menunggu Ruan-wei.
Dia tertawa terbahak-bahak kemudian dari balik pohon keluar dua bayangan manusia. Mereka
berdiri di kiri dan kanan Ruan-wei.
Begitu dilihat dengan benar, mereka adalah Hua Li-ji dan Ma-xin-jian. Diam-diam Ruan-wei
berpikir, 'Gongzi Shi-san-tai-bao telah datang 3 orang.'
Karena Ruan-wei dikurung oleh 3 orang, maka dia tidak berani menyerang Li Ming-zheng untuk
membalaskan dendam ibunya.
Wajah bulat Li Ming-zheng tertawa seram:
"Bocah, orang yang telah membunuh ibumu ada di sini, ayo kemarilah!"
Tapi Ruan-wei tampak tenang, dia tahu jika pukulannya tidak mengena Li Ming-zheng, maka
dia akan mati di tangan ketiga orang ini.
Diam-diam dia mengerahkan semua tenaganya di sepasang tangannya, asalkan dia bisa
membunuh salah satu dari mereka, mati pun dia rela.
Li Ming-zheng berteriak: "Bocah tengik. Kau harus tahu diri, cepat keluarkan buku kain pemberian setan Zhuang, baru
kami akan memaafkanmu dan tidak membunuhmu."
Dalam hati Ruan-wei berpikir, 'Mengapa mereka tahu aku menyimpan Tian-long-jian-jing milik
Paman Zhuang"' Tiba-tiba dia teringat pada keselamatan Paman Zhuang, dengan suara gemetar dia bertanya:
"Apa yang kalian lakukan terhadap Paman Zhuang?"
Wajah Li Ming-zheng bergetar, dengan nada seram dia menjawab
"Setan Zhuang mempunyai plakat Zheng-yi-bang, kami Gongzi Shi-san-tai-bao bukan orang
bodoh, kami tidak akan mencarinya. Tapi umurnya juga tidak akan panjang, tidak butuh waktu
satu bulan dia pasti akan mati."
Mendengar perkataan ini, Ruan-wei benar-benar sedih, air matanya menetes.
Li Ming-zheng tertawa: "Menurut para biksu di kuil itu, di dunia ini hanya kau yang menjadi keluarganya. Tampaknya
kata-kata ini tidak salah."
Dengan galak Ruan-wei menjawab:
"Kalau benar, lalu kenapa?"
Li Ming-zheng tertawa: "Kalau benar, itu lebih baik, karena setelah dia mati, kami mencari barang peninggalan setan
Zhuang ternyata tidak ada, benar-benar membuat kami kecewa. Untung adik kesembilan pintar,
dia mengatakan bahwa setan Zhuang sadar dia tidak akan hidup lama dia pasti memberikan benda
284 yang paling berharga..Tian-long-jian-jing kepada orang yang terdekat. Kami pikir kata-kata Lao-jiu
(nomor 9) tidak salah. Begitu kami mencari tahu, benar saja, orangyang dekat dengannya, ...kau!"
Ruan-wei menangis: "Seumur hidup Paman Zhuang hanya sendiri, kalian benar-benar orang yang tidak punya
perasaan, mengapa kalian membunuhnya?"
TawaLi Ming-zheng seperti burung hantu:
"Di dunia ini hanya kau yang membelanya, sungguh membuat dia bahagia. Tapi dia tidak tahu
kalau Tian-long-jian-jing yang diberikan kepada-mu malah akan membuatmu sengsara!"
Segera Ruan-wei teringat pada pesan Zhuang Shi-yan, dia mengatakan supaya jangan ada
orang yang mengetahui bahwa 'Tian-long-jian-jing' berada di tangannya, maka dia pun berhenti
menangis dan berteriak: "Aku tidak mengerti apa maksudmu, lebih-lebih tidak mengerti apa itu 'Tian-long-jian-jing'?"
"Kau benar-benar tidak mengerti atau pura-pura tidak mengerti?" Li Ming-zheng tertawa
"Aku hanya tahu kau yang membunuh ibu dan pamanku!" jerit Ruan-wei
Pelan-pelan Li Ming-zheng mendekatinya, dengan nada seram dia berkata:
"Cobalah ilmu silatku, setelah itu aku akan melepaskan urat dan tulangmu. Waktu itu kau pasti
akan tahu tentang semua ini."
Ruan-wei menyiapkan tenaga untuk melawan.
Saat itu sebuah cahaya datang seperti kilat, Li Ming-zheng segera meloncat ke atas. Cahaya itu
lewat di bawah kakinya. Kemudian terdengar suara perempuan yang berkata:
"Kalian jangan memaksanya!"
0-0-0 BAB 92 Biksu tuli dan bisu dari India
Dibarengi suara bentakan, datang seorang perempuan berpakaian ungu dengan pedang
terselipkan di punggung, di pinggangnya terselip secara berjajar pisau terbang berbentuk daun
Yang Liu. Dua pisau terbang siap diarahkan ke jantung Li Ming-zheng, dia berteriak:
"Jika kau berani maju selangkah lagi, kau boleh merasai 'Zui-ming-dao' milikku!" (pisau
pengejar arwah). Zui-ming-dao, ketiga kata ini menggetarkan hati 3 Gongzi Tai-bao yang berada di sana.
Sejak beberapa tahun lalu Zui-ming-dao sangat terkenal di dunia persilatan. Senjata rahasia ini
milik 'Fei-long-jian ke' Pendekar Gongsun.
Ruan-wei berteriak: "Kakak Lan, jangan lepaskan mereka, mereka telah membunuh Pendekar Zhuang!"
"Ternyata Nona Gongsun, apa demi marga Zhuang Nona akan bermusuhan dengan kami?" kata
Li Ming-zheng Gongsun Lan berteriak kepada Ruan-wei: "Hayo kembali, mereka mempunyai niat tidak baik
kepadamu!" Li Ming-zheng tertawa terbahak-bahak: "Apakah Nona sendiri berniat baik kepadanya?"
Hua Li-ji yang sejak tadi diam tiba-tiba berkata dengan dingin:
"Kami sudah memeriksa tubuh Chi-mei-da-xian, tidak disangka ada juga seorang gadis yang
berani memeriksanya."
"Semua karena Tian-long-jian-jing'!" kata Ma-xin-jian.
Alis Gongsun Lan berdiri, dia membentak:
"Diam!" Li Ming-zheng malah tertawa terbahak-bahak dan menyindir:
"Kami 13 bersaudara membagi menjadi beberapa kelompok untuk mencari tuan kecil ini, tidak
disangka kami kalah cepat dari Nona."
Hua-li-ji menyambung: "Bukan hanya terlambat, kita hampir tertipu pergi ke Tibet."
Ma-xin-jian menambahkan: 285 "Jika kita terlambat, tuan kecil ini tidak bisa kita temukan lagi!"
Gongsun Lan mengeluarkan pedangnya dan membentak:
"Jika kalian sembarangan bicara lagi, aku akan melanggar aturan ayah dan akan membunuh
kalian!" Wajah Ruan-wei mulai memucat, dia berkata dengan pelan-pelan:
"Biarkan mereka berkata yang sebenarnya."
Dengan wajah marah Li Ming-zheng berkata:
"Sebulan lalu Nona telah mengikuti kami, apakah di kira kami tidak tahu" Dulu di Tibet karena
kami tidak hati-hati bicara membuat ayahmu tahu kalau kami mengetahui keberadaan 'Tian-longjian-
jing'. Seumur hidupnya 'Fei-long-jian ke' sangat menyukai pedang. Sekarang dia mengetahui
keberadaan sebuah ilmu pedang, mana mungkin dia akan melepaskan kesempatan ini. Beberapa
tahun ini dia selalu menyuruh Ba-gua-zhang Pak tua Fan untuk menguntit kami. Tidak disangka
sekarang sudah digantikan oleh putrinya."
Segera Ma-xin-jian berkata:
"Jurus Pendekar Gongsun memang lihai, hampir-hampir Tian-long-jian-jing dibawa ke Tibet."
Kemarahan Gongsun Lan memuncak, dia jadi melupakan pesan ayahya. Pedang mengayun,
menyerang Ma-xin-jian. Hua Li-ji dengan dingin berkata:
"Kau menguntit kami selama sebulan, dari gerakanmu hari ini, kami sudah mengetahui
maksudmu!" Tangan kiri Gongsun Lan sudah memegang pisau terbang, dia menyerang Li Ming-zheng dan
Hua Li-ji. Karena dalam keadaan marah menyerang, maka sasarannya j adi tidak tepat, pisau terbangnya
bisa ditahan. Li Ming-zheng dan Hua Li-ji bersama-sama menyerang Gongsun Lan.
Ilmu Gongsun Lan sangat tinggi. Meski mereka bertiga bergabung pun masih tetap kalah
darinya, tapi karena marah dan mereka terus menyindir membuat Gongsun Lan tidak bisa bersikap
tenang. Ratusan jurus sudah berlalu tapi tetap tidak ada yang kalah ataupun menang, mereka tidak
sadar Ruan-wei tahu-tahu sudah menghilang.
Begitu melihat Ruan-wei sudah tidak ada di tempat, Gongsun Lan yang sejak tadi tidak tenang
bertarung segera mengeluarkan jurus aneh.
Tiga Gongzi Tai-bao tidak mengenal jurus aneh ini maka mereka mundur dengan cepat.
Kesempatan ini digunakan oleh Gongsun Lan untuk keluar dari kepungan tiga Gongzi Tai-bao, dan
dengan cepat kembali ke kota. Sesampainya di penginapan, pelayan baru saja membuka mata dan
masih mengantuk, dia membuka pintu. Dengan tergesa-gesa Gongsun Lan bertanya: "Apakah tadi
ada yang pergi?" Karena pelayan merasa kesal, maka dia pun mengomel:
"Hari sudah malam, masih bersikeras membawa kuda, benar-benar seperti orang gila!"
Begitu melihat kamar Ruan-wei kosong, dan barang-barangnya sudah dibawa semua. Gongsun
Lan bertanya lagi kepada pelayan:
"Ke arah mana perginya tamu tadi?"
Pelayan mengomel lagi: "Aku masih mengantuk, mana tahu dia pergi ke mana?"
Gongsun Lan menghentakkan kakinya, dia berlari ke jalan untuk mencari sosok Ruan-wei, tapi
bayangannya pun. sudah tidak tampak. Dengan sedih Gongsun Lan meneteskan air mata:
"Ruan-wei, kau salah paham kepadaku, kau sudah menafsirkan jelek kebaikanku...."
Dari mulut tiga Gongzi Tai-bao, Ruan-wei mengetahui kalau Gongsun Lan ternyata juga
mengincar Tian-long-jian-jing'. 'Pantas setelah pergi dari kediaman Fan Zhong-pin, dia segera
mencariku, ternyata semua itu demi Tian-long-jian-jing!'
"Pantas di penginapan dia berpura-pura mengurusku dengan baik, ternyata semua itu hanya
mencari simpatiku agar aku memberitahu kan keberadaan Tian-long-jian-jing!"
"Dia masih menginginkan aku pergi ke Tibet untuk belajar ilmu silat kepada ayahnya, ternyata
ini hanya kedok saja. Setibanya aku sampai di Tibet, aku akan bujuk oleh ayahnya dan tanpa
syarat aku memberikan 'Tian-long-jian-jing'!
286 Segera saja dalam benaknya terpikir, apa yang ada hubungannya dengan Gongsun Lan selalu
dihubungkan dengan 'Tian-long-jian jing'! Ruan-wei merasa tertipu mentah-mentah, perasaannya
berubah menjadi begini. Ketika seseorang berperasaan semakin dalam, begitu tahu semua itu
hanya kebohongan, dia akan merasa sakit yang sangat dalam.
Hari baru terang, dengan bingung Ruan-wei melihat keadaan di sana. Ternyata tempat ini
adalah gunung. Gunung itu bernama 'Jun-shan', yang berada di sebelah selatan kota tadi.
Ruan-wei menunggang kuda Zhong-jing, dia tidak melihat arah hanya memilih tempat yang
sepi dan melarikan kudanya.
Dalam hatinya berpikir, 'Lebih baik aku naik ke tempat yang lebih tinggi untuk menghindar
bertemu dengan orang dan hal-hal yang memusingkanku,' dia terus berjalan.
Jalan di gunung berliku-liku. Begitu hari terang, Ruan-wei melihat gunung penuh dengan salju.
Walaupun tenaga dalam Ruan-wei sangat tinggi tapi dia merasa dinginnya cuaca begitu menusuk
tulang. Kuda sudah tidak tahan udara dingin dan nafasnya mulai terengah-engah, keempat kakinya
terus menendang. Karena takut kudanya kedinginan, Ruan-wei membawa kudanya berlari di
puncak gunung. Begitu kudanya berkeringat karena terus berlari, mereka sudah berada di puncak sebuah
gunung. Ruan-wei turun dari kuda maksudnya adalah ingin mengeluarkan nafas yang sudah lama
terpendam di dalam hati. Puncak gunung sangat terjal. Dengan susah payah Ruan-wei mendakinya. Di puncak gunung
ada lapangan dengan luas sekitar 20 meter persegi. Di tengah lapang duduk seorang lelaki, dia
adalah Paman Zhong Zhong-jing yang menghilang selama 2 hari 2 malam.
Ruan-wei berlari dengan cepat dan memanggil:
"Paman!". Begitu Zhong-jing menoleh dia melihat Ruan-wei, segera berteriak:
"Saudara kecil, ternyata kau!"
Ternyata kemunculan Ruan-wei yang secara tiba-tiba membuatnya merasa aneh, tapi karena
ada masalah penting, membuatnya tidak antusias melihat Ruan-wei.
Dengan aneh Ruan-wei melihat ke tengah lapangan, tampak ada seseorang, yang satu adalah
seorang laki-laki setengah baya berpakaian pelajar, tulang pipinya tinggi, kedua matanya cekung,
hidungnya mancung, berwajah pucat.
Yang di sisi lainnya ada seorang biksu berwajah hitam tapi wajahnya sangat ramah. Dia
memakai baju usang dan tipis.
Telapak tangan yang sebelah berwarna putih dan sebelah lagi berwarna hitam saling
menempel, kedua mata mereka terpejam dan mereka tidak bergerak.
Tiba-tiba Zhong-jing menarik nafas:
"Orang berpakaian putih adalah tetua yang selama ini kucari, yaitu Tuan Jian!"
Dengan aneh Ruan-wei bertanya:
"Mengapa... Tetua beradu telapak dengan biksu itu?"
"Ketika aku berada di rumah makan aku melihat sosok Tuan Jian maka aku pun tergesa-gesa
mengejarnya tapi Tuan Jian berjalan seperti terbang. Ketika aku mengejarnya sampai di sini,
mereka berdua sudah bertarung. Aku tidak berani mengganggu mereka maka aku pun hanya
duduk di sini untuk melihat, ternyata mereka sudah dua hari dua malam bertarung."
Ruan-wei tidak tahu bahwa di dunia persilatan Tuan Jian adalah orang misterius. Dia memiliki
wibawa yang sangat tinggi. Sekarang mendengar mereka bisa bertarung 2 hari berturut-turut,
dia merasa terkejut. Zhong-jing dengan nada cemas berkata:
"Sekarang mereka sudah berhenti bertarung, hanya beradu telapak. Ini adalah suatu
pertarungan yang berbahaya dan menguras tenaga dalam. Mereka telah beradu telapak selama
lima jam." "Apakah Paman menemani mereka di sini selama dua hari dua malam?"
Zhong-jing mengangguk: "Karena mereka belum tampak kalah menangnya, aku jadi tidak bisa meninggalkan tempat ini."
287 Mendengar ini Ruan-wei mengambil kesempatan ini turun gunung. Dari pelana dia mengambil
makanan dan membawanya lagi ke puncak gunung. Dia memberikan makanan itu kepada Zhongjing:
Terbang Harum Pedang Hujan Piao Xiang Jian Yu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Paman sudah dua hari tidak makan, sekarang makanlah sedikit!"
Di dalam bungkusan berisi ayam bakar, daging sapi, dan kol. Zhong-jing hanya melihat sekilas,
dia berkata dengan pelan:
"Aku tidak selera makan, simpan saja dulu!" Selama dua hari ini Zhong-jing selalu
mengkhawatirkan keadaan Tuan Jian, dia sudah lupa kalau perutnya lapar. Makanan ini dibungkus
kembali dan diletakkan di pinggir.
Dengan diam Ruan-wei duduk di sisi Zhong-jing. pembawaan Tuan Jian ketika bertarung
memancarkan kalau orang luar tidak diijinkan membantu. Zhong-jing yang punya niat membantu
jadi tidak berani bergerak, kalau tidak, asalkan dia memukul biksu itu pelan-pelan, maka dia akan
mati. Ruan-wei sangat polos. Dalam hati berpikir, 'Jika bertarung harus dengan cara jujur," dia juga
tidak berniat jahat, diam-diam menyerang dari belakang.
Dalam udara yang begitu dingin tidak ada orang yang mau naik ke gunung ini, maka di puncak
gunung ini hanya ada mereka berempat yang duduk seperti patung. Kecuali suara angin yang
berhembus tidak terdengar suara lainnya.
Sedetik demi sedetik berlalu, langit mulai gelap.
Tiba-tiba terdengar suara ledakan. Dua orang yang beradu telapak tergetar dan terbang.
Terdengar Tuan Jian berteriak:
"Biksu bisu tuli, Long-hu (naga harimau) benar-benar hebat!"
Mereka bersama-sama terlempar ke atas, mereka juga bersama-sama turun ke bawah. Hasil
akhir pertarungan ternyata sama kuat.
Zhong-jing dengan cepat berlari ke sisi Tuan Jian. Terlihat darah terus keluar dari sudut
mulutnya. Darah membasahi tubuh dan wajahnya, walaupun kedua mata terbuka tapi tidak
terlihat bersemangat. Zhong-jing memeluk Tuan Jian. Dengan penuh air mata dia berteria:
"Paman Guru Jian! Paman Guru Jian!..."
Beberapa kali dia memanggil, mulut Tuan Jian terbuka, tapi dia tidak bisa menjawab.
Zhong-jing segera berpesan kepada Ruan-wei:
"Aku akan menggendong Tuan Jian turun gunungdan menyembuhkan lukanya...."
Biksu itu terus berbaring di bawah dan tidak bergerak, mungkin karena kulitnya hitam dan
bajunya sudah usang, tidak terlihat apakah dia muntah darah atau tidak. Tapi salju yang ada di
bawahnya terlihat ada darah. Matanya memandang ke tempat jauh tapi pandangannya begitu
kosong dan kesepian.... Ruan-wei mengikuti Zhong-jing dari belakang, tapi sewaktu dia menoleh pada biksu itu, dia
melihat sorot mata kecewa. Diam-diam Ruan-wei berpikir, 'aku pernah mendengar dari Tuan Jian
tentang biksu Harimau bisu tuli, aku kira orang itu adalah dia. Seumur hidupnya karena bisu dan
tuli, hidupnya sudah cukup sengsara, jika sekarang kami meninggalkannya di sini, dia akan mati
kedinginan mungkin juga mati kelaparan!'
Ruan-wei tidak tega melihat biksu itu mati dengan cara seperti itu. Karena itu dia berkata
kepada Zhong-j ing: "Paman, di bawah ada seekor kuda, kuda itu adalah kuda yang paman tinggalkan di
penginapan. Barang yang ada di atas kuda masih utuh, paman naik kuda itu saja! Aku... aku... akan
mengurus biksu itu...."
Zhong-jing mengkhawatirkan luka Tuan Jian, dia sudah tidak peduli hal lain lagi. Baju kulit yang
dipakainya dilemparkannya kepada Ruan-wei dan berkata:
"Malam hari di gunung sangat dingin. Aku harus pergi sekarang!"
Hari semakin malam. Ruan-wei mengambil baju kulit itu. Dia menggendong biksu bisu tuli itu
turun dari lapangan atas. Dia ingin turun gunung mencari penginapan tapi sudah tidak sempat,
terpaksa dia mencari sebuah gua untuk menghindari dinginnnya udara malam hari.
288 Hari sudah gelap. Ruan-wei berhasil mendapatkan sebuah gua kering dan tertutup. Karena dia
menggendong biksu itu sambil berlari maka biksu itu tergetar hingga muntah darah lagi. Darah
membasahi baju depan Ruan-wei.
Ruan-wei menyobek sehelai kain dari dadanya. Dia membersihkan darah yang mengalir dari
mulut biksu bisu tuli, dan membiarkannya tertidur di atas baju kulit. Dari balik dada dia
mengeluarkan sebuah botol. Itu adalah arak bagus untuk mengusir rasa dingin. Pelan-pelan dia
memberi minum kepada biksu itu.
Walaupun sudah minum arak tapi Ruan-wei masih terus gemetar. Ruan-wei membuka baju kulit
yang dipakainya untuk menutupi tubuh biksu. Udara sangat dingin. Ruan-wei merasa sangat lelah
dan lemas, dia berbaring di sisi biksu dan tertidur pulas.
Hari kedua, hari sudah siang. Ruan-wei terbangun. Dia merasa dia tertidur di atas baju kulit.
Tapi biksu itu sudah tidak ada. Dengan cepat Ruan-wei pun bangun, dia melihat biksu itu sedang
duduk bersila mengatur nafas.
Ruan-wei membuka bungkusan makanan. Dia memakan daging sapi dan kue dan keluar gua
mengambil salju untuk diminum.
Dia meletakkan ayam bakar dan kue di depan biksu itu kemudian keluar gua untuk
menggerakkan tubuh dan berjalan-jalan. Setengah jam kemudian dia pun kembali, terlihat biksu
itu masih duduk bersila. Ayam bakar tidak disentuh-nya sama sekali tapi kue yang disediakan
sudah habis. Diam-diam Ruan-wei menertawakan dirinya sendiri, 'dia seorang biksu, mana
mungkin makan daging"'
"Biksu ini sudah bisa makan mungkin lukanya tidak terlalu berat." pikirnya, maka dia pun mulai
membereskan barang-barangnya, siap untuk turun gunung.
Baru saja Ruan-wei keluar dari gua, terdengar suara: "Ya! Ya!"
Ada suara yang memanggil. Dia masuk kembali lagi ke dalam gua, terlihat biksu itu dengan dua
mata besar melihatnya. Dengan hormat Ruan-wei bertanya:
"Tetua ingin mengatakan apa?"
Biksu itu menunjuk telinga juga mulut. Ruan-wei berpikir, 'dia tuli, terpaksa aku berbicara
dengan cara menulis."
Ruan-wei senang belajar, maka di dalam bungkusannya selalu ada kuas, kertas, tinta, dan
buku. Dia mengeluarkan kertas, tinta, dan kuas. Dia mulai menulis:
"Tetua ada pesan apa?"
Biksu itu mengambil koasnya dan menulis: "Aku ingin buah Anmeluo, tolong carikan untukku!"
Buah Anmeluo adalah buah mangga. Anmeluo adalah bahasa India. Dulu di Tiongkok tidak ada
buah ini. Nama mangga berasal dari bahasa Jepang.
Mangga berasal dari India. Mangga adalah raja dari ratusan macam buah. Saat Dinasi Tang,
seorang biksu besar Xuan-zhuang membawa pohon buah ini dari India ke Tiongkok. Dulu
Tiongkok kuno menyebut buah ini Xiang-gai (menutupi wangi) setelah nama mangga dipakai
orang Jepang. Xianggai mulai jarang disebut.
Jaman Tiongkok kuno, buah ini sangat disukai orang-orang kaya. Walaupun tumbuh di negara
bermusim panas, tapi banyak orang menyimpannya buah ini di gudang bawah tanah maka pada
musim dingin masih bisa makan. Tentu saja harganya sangat mahal!
Biksu itu ingin makan buah Anmeluo, dia menulis di kertas tanpa sungkan. Tapi Ruan-wei
adalah anak yang baik hati, dia tidak enak hati untuk menolak, apalagi uangnya masih banyak.
Maka dia pun pergi ke kota untuk membeli beberapa buah untuknya.
Dia segera mengangguk. Dia membalikkan tubuh dan segera turun gunung. Dia ingin segera
kembali, mungkin biksu itu bisa sembuh dari luka beratnya kalau sudah memakan buah ini.
Pada saat dia pulang dari kota hari sudah sore hari walaupun Ruan-wei berlari ke gunung itu.
Biksu itu masih duduk di dalam gua dan tidak bergerak sama sekali. Kuas dan tinta masih ada
di depannya, tapi kertas-kertasnya sudah tidak ada.
Ruan-wei membuka bungkusan yang dibawanya. Di dalam bungkusan ada 2 botol arak dan
masih ada sebuah kotak. Separuh kotak berisi sayuran, separuhnya lagi diisi 5 buah Anme yang
dibungkus dengan kertas. Kertas ini adalah kertas kerut.
289 Begitu melihat ada Anmeluo, biksu itu sangat senang tapi dia tidak mengucapkan berterima
kasih, hanya sebentar lima buah Anme habis dimakan, hanya tertinggal kulit dan bijinya saja.
Sesudah memakan buah itu dia membersihkan bibirnya dengan lidah, seperti masih ingin
mengingat manisnya buah ini.
Dia melihat kotak yang berisi sayur, dia tersenyum kepada Ruan-wei. Sepertinya dia sedang
memuji Ruan-wei karena teliti mengurusnya. Tapi dia tidak memakan sayur yang dibawa Ruanwei.
Dari balik tubuhnya dia mengeluaikan segulung kertas. Kertas itu adalah kertas yang tadinya
berada di dalam tas Ruan wei tapi sekarang penuh dengan tulisan. Begitu Ruan-wei menerimanya,
dia melihat di kertas itu tertulis, "Rumus Tian-long-shi-san-jian!"
Ruan-wei segera meraba buku kain pemberian 'Chi-mei-da-xian' di dadanya tapi buku itu sudah
tidak ada. Dalam hati Ruan-wei berpikir, 'pasti semalam terjatuh di gua ini dan dipungut oleh biksu
ini.' Ruan-wei terus melihatnya. Di kertas masih tertulis, "karena hatimu baik maka aku
membantumu menerjemahkan buku 'Tian-long-jian-jing'. Rumus pedang ini memang bagus dan
tidak terkalahkan, tapi jika kau tidak belajar ilmu yoga dulu, ilmu pedang ini sulit dikuasai. Maka
aku menuliskan jurus-jurus yoga ku untukmu. Kedua ilmu ini adalah ilmu sakti dari India. Kedua
ilmu ini milik India, tidak pernah dikuasai oleh orang lain, maka ilmu sakti ini hanya untukmu saja.
Setelah menguasainya kau tidak boleh mengajar-kan kepada orang lain, ingat, ingat! empat tahun
kemudian, carilah aku di perbatasan Tibet. Jika kau bertemu temanmu Paman Zhong, suruh dia
memberitahu pada Tuan Jian lima tahun kemudian di Jun-shan, kami akan bertarung lagi untuk
menentukan siapa yang menang agar menuntaskan dendam dan budi yang ditinggalkan oleh
leluhur kami. Yang bertanda tangan adalah biksu harimau bisu tuli dari India."
Begitu Ruan-wei membuka halaman pertama, di dalamnya ada jurus-jurus yoga dan jurus-jurus
Tian-long-shi-san-jian. Di bawah masih ada buku kain pemberian 'Chi-mei-da-xian'.
Dengan penuh berterimakasih Ruan-wei melihat biksu harimau bisu tuli itu. Gua itu sudah
kosong, ternyata biksu itu sudah pergi.
Ruan-wei keluar gua. Di luar hanya ada salju putih yang menutupi bumi, tidak terlihat ada
bayangan biksu harimau bisu tuli.
Ruan-wei segera naik ke tempat lebih tinggi lagi, dia melihat ke bawah, tetap tidak terlihat ada
bayangan biksu tersebut. Hanya sebentar, biksu bisu tuli itu sudah pergi jauh.
Dalam hati Ruan-wei berpikir orang aneh di dunia ini tidak banyak tapi hari ini dia telah
bertemu dengan dua orang aneh. Sekarang dia mempunyai buku misterius, dia harus rajin berlatih
agar bisa menguasai ilmu-ilmu tinggi dan aneh.
Waktu itu dia bersiul panjang dan diam-diam bertekad dia akan berlatih di gunung ini selama
beberapa tahun. Hari sudah gelap, dengan bantuan pantulan sinar salju, Ruan-wei membaca habis Tian-longshi-
san-jian' tapi dia merasa jurus-jurus pedang ini sangat aneh. Jika hanya belajar dengan cara
mengira-ngira, itu tidak mungkin. Dia teringat lagi tulisan biksu harimau, 'Jika tidak belajar yoga
dulu, ilmu pedang ini sulit untuk dikuasai dengan baik... apakah benar harus belajar ilmu yoga
dulu baru belajar Tian-long-shi-san-jian?"
Dia membuka lagi buku jurus ilmu yoga. Setelah membaca dengan teliti, dia merasa ilmu yoga
tidak sama dengan ilmu tenaga dalam yang diajarkan Chi-mei-da-xian dan caranya sangat sulit.
Jika tidak mempunyai kesabaran dan semangat sulit untuk melatihnya.
Dia membaca sampai halaman belakang, Ruan-wei merasa lelah dan kembali ke gua. Dia
menyelimuti tubuhnya dengan baju kulit, dia tertidur pulas.
Hari kedua pagi dia bangun dan berjalan keluar dari gua. Dia berpikir karena harus tinggal
selama beberapa tahun di sini, paling sedikit dia harus mengenali lingkungan di sini. Apalagi untuk
makanan dan minuman, dia pun berjalan keluar hutan.
Jun-shan seperti dipotong menjadi bentuk persegi empat, tingginya 500 meter, sangat
berbahaya. Jalan gunung berliku-liku dan banyak air terjun. Ruan-wei berjalan ke sisi jurang. Di bawah
jurang terdengar ada orang yang memukul batu, dia merasa aneh dan melihat ke bawah. Ternyata
di bawah jurang yang terjal, sekira 50 meter di bawah, ada batu yang menonjol keluar, seperti
perut perempuan hamil. 290 Dari sana berdiri seorang laki-laki gagah, tubuhnya diikat dengan tali sebesar kepalan tangan.
Tali ini diikat di pohon besar yang keluar dari celah-celah jurang. Orang ini menggulung celana
panjangnya, terlihat bulu kakinya yang hitam. Kaki ini menahan di dinding jurang agar tubuhnya
seimbang. Dia memegang kapak sangat besar, dia sedang menebang dinding jurang. Batu di jurang itu
sudah tidak rata, kelihatannya sUdah lama dia mengerjakan hal ini ini.
Ketika Ruan-wei merasa aneh, dari belakangnya datang dua pembantu kecil. Mereka memakai
mantel kulit. Mereka sangat ramah, sepertinya mereka adalah pembantu seorang pejabat. Mereka
berdua berjalan sampai di sisi Ruan-wei, mereka tidak melihatnya hanya melihat ke bawah dan
berteriak: "Waktunya sudah tiba! Naiklah untuk beristirahat!"
Sesudah itu, mereka tidak melihat apakah laki-laki itu mendengar teriakan mereka atau tidak,
mereka menurunkan keranjang sambil tertawa kemudian meninggalkan tempat itu.
Laki-laki berbaju pendek itu seperti menurut kepada kedua pembantu kecil ini. Dia segera
memanjak naik. Begitu tiba di atas, dia tidak melihat Ruan-wei, hanya berjalan ke sisi keranjang
dan duduk bersila. Awalnya dia membuka sebuah keranjang. Di dalamnya berisi mantou berwarna putih,
sedangkan keranjang lainnya berisi dua piring buah kering dan dua piring sayur.
Porsi makan laki-laki ini sangat besar, hanya dalam waktu singkat setengah keranjang mantou
habis dimakannya tapi buah kering dan sayur belum disentuh, mungkin dia terlalu lapar sampai
tidak ada waktu untuk memakan sayur dan buah kering.
Pagi hari cuaca di gunung sangat dingin apalagi sekarang musim dingin. Angin dingin
berhembus menusuk tulang. Karena Ruan-wei telah lama berdiri tanpa bergerak maka dia mulai
merasa kedinginan. Tapi baju laki-laki itu sangat tipis, dia tidak terlihat takut kepada udara dingin
malah terkadang menyeka keringat yang mengalir di dahinya. Hal ini membuat Ruan-wei terkejut.
Karena tidak kuat menahan dingin, Ruan-wei mengeluarkan arak untuk mengusir rasa dingin dan
meminum beberapa teguk. Penciuman laki-laki itu sangat tajam, dia membalikkan tubuh melihat arak yang ada di tangan
Ruan-wei dan berkata: "Arak bagus! Arak bagus!"
Belum minum tapi sudah bisa mencium bau arak, benar-benar orangyang menyukai arak.
Ruan-wei mendekatinya, dia memberikan arak itu kepada laki-laki berbaju pendek itu.
Laki-laki itu tidak sungkan dengan cepat sebotol arak habis diminumnya.
Dia membersihkan sisa arak di bibirnya dan berkata'-
"Sudah 20 tahun lebih aku tidak minum arak, sekarang aku bisa minum, aku benar-benar
sangat senang." Dia melihat Ruan-wei kemudian memperlihatkan tangannya yang besar dan keras. Karena kulit
tangannya tebal, otot-ototnya bertonjolan berwarna hijau.
"Anak muda, silakan duduk! Silakan duduk!"
Sifat Ruan-wei agak terbuka, walaupun merasa dingin, dia tetap mendekat dan duduk di sana.
Begitu mendekati orang itu, dari balik cambang yang memenuhi wajahnya tampak kerutan tua.
Umurnya kira-kira sudah 60 tahun. Tapi di luarnya tampak dia seorang laki-laki gagah padahal dia
adalah seorang laki-laki tua. Dia memperkenalkan diri:
"Aku Gong Shu-yang. Anak muda, siapa namamu?"
Melihat umur laki-laki yang pantas menjadi kakeknya. Ruan-wei pun dengan hormat menjawab:
"Aku yang muda Ruan-wei."
"Nama yang bagus! Nama yang bagus! Ayo sarapan bersamaku, jangan sungkan!"
Ruan-wei tahu sifat orang dunia persilatan yang jarang mau menerima kebaikan orang lain.
Tadi dia sudah meminum araknya, jika dia tidak makan, lelaki itu pasti tidak senang. Maka dia pun
mengambil satu mantou dan memakannya. Gong Shu-yang sangat senang, dia tertawa, dia juga
ikut makan mantou. Sekeranjang mantou, empat piring sayur dan buah kering habis dimakannya.
Setelah kenyang, Gong Shu-yang memejamkan mata, mengambil sikap Da-zuo (duduk
beristirahat), hanya sebentar dia sudah mendengkur, mungkin semalaman dia terus bekerja
hingga kelelahan, sampai dalam sikap duduk pun bisa tertidur nyenyak."
291 Ruan-wei pelan-pelan berjalan ke sebuah batu yang permukaannya agak rata, dia melatih jurus
yoganya, menuruti petunjuk-petunjuk yang tertulis di kertas.
Ruan-wei berlatih yoga selama dua jam membuat dirinya terus berkeringat. Salju yang ada di
sekelilingnya meleleh karena panas tubuhnya. Dua jam dilewati Ruan-wei dengan sulit. Tapi dia
tidak merasa teknik yoganya ada kemajuan. Jika bukan karena hafal dengan tenaga dalam Kunlun-
pai yang diajarkan Chi-mei-da-xian, mungkin sekarang dia sudah mati kedinginan.
Ruan-wei menarik nafas, dia tidak memaksa berlatih lagi, dia pun turun dari batu itu. Dia
bersiap-siap akan berjalan-jalan lagi, lalu dia melihat Gong Shu-yang yang duduk tertidur pulas.
Tapi keranjang yang ada di depannya sudah tidak ada, mungkin sudah diambil oleh kedua
pembantu tadi. Baru saja berjalan sebentar, dari arah depan datang lagi dua pembantu dengan pakaian-nya
yang sama tapi wajah mereka berbeda dengan yang tadi.
Begitu tiba di depan Gong Shu-yang, mereka berteriak:
"Ayo bangun! Bangun ! Sudah tiba waktunya menjalani hukuman api!"
Gong Shu-yang terbangun kemudian tertawa kecut kepada Ruan-wei. Dia segera mengikuti
kedua pembantu itu. Ruan-wei merasa aneh, dalam hati berpikir, 'Mengapa Gong Shu-yang yang berilmu tinggi bisa
takut kepada pembantu-pembantu yang masih muda itu"'
Karena tidak tahu apa alasannya, dia kembali ke batu itu untuk berlatih yoga. Sesudah 1 jam
berlalu dia merasa latihannya percuma.
Karena kesal dan teringat pada Gong Shu-yang apakah sudah pulang atau belum, maka dia
kembali mencari Gong Shu-yang. Kebetulan Gong Shu-yang datang dengan tergopoh-gopoh.
Gong Shu-yang kembali ke tempat di mana dia duduk tadi pagi, tubuhnya basah oleh keringat,
nafasnya terengah-engah. Kerutan yang tadi tidak terlihat sekarang terlihat jelas, benar-benar
sangat dikasihani. Ruan-wei tidak tega melihatnya, dia ingin menghibur tapi tidak tahu caranya,
terpaksa dia duduk diam menemani Gong Shu-yang.
Sampai siang hari Gong Shu-yang baru bisa pulih kembali. Ruan-wei tidak tahu siksaaan api
seperti apa yang membuatnya begitu tersiksa.
Tidak lama kemudian datang lagi dua pembantu membawa keranjang. Keranjang diletakkan,
dan mereka pergi sambil mengobrol.
Melihat keranjang itu, Gong Shu-yang merasa sangat senang. Satu keranjang berisi nasi putih,
satu keranjang lagi berisi empat piring sayur.
Gong Shu-yang mengeluh: "Sayur begitu enak, jika ada arak itu tentu lebih baik!"
Ruan-wei teringat, ketika kemarin membeli Anme, sekalian membeli dua botol arak. Biksu
Terbang Harum Pedang Hujan Piao Xiang Jian Yu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
harimau bisu tuli tidak meminum arak, sekarang pasti masih ada di dalam gua itu dia ingin
mengambilnya. Dia berlari dan kembali membawa dua botol arak, lalu diletakkan di depan Gong
Shu-yang. Dengan senang Gong Shu-yang berkata:
"Ayo! Kita makan bersama! Makan bersama!"
Di dalam keranjang ada dua buah mangkuk juga dua pasang sumpit, mungkin pembantupembantu
itu sudah tahu ada tamu yang mencari Gong Shu-yang maka tanpa dipesan mereka
sudah menyiapkan. Ruan-wei merasa lapar, dia duduk, hanya sebentar empat mangkuk nasi sudah habis mereka
sikat. Sebotol arak dihabiskan oleh Gong Shu-yang. Sehabis makan, Gong Shu-yang duduk dan
bersiap tidur, sepertinya harus dengan tidur dia baru bisa memulihkan kembali kondisinya.
Ruan-wei kembali lagi berlatih ilmu yoga. Dia berlatih satu jam lebih, tapi kali ini dia baru
menemukan rumus rahasianya, pantas dia tadi berlatih beberapa jam tidak ada hasilnya. Ternyata
dalam yoga ini yang terpenting adalah harus bertahan, harus dengan perasaan sakit baru bisa
meminjam tenaga ini. Kalau tidak dengan cara ini, dengan cara apa pun berlatih tidak ada
gunanya. Dari pagi Ruan-wei berlatih, dia melatih yoga harus seperti dia berlatih tenaga dalam
Kun-lun-pai. Karena itu dia turun dari batu itu berusaha mencari tekanan dari luar untuk
membantunya berlatih yoga. Baru sampai di tempat Gong Shu-yang, ada dua pelayan datang dan
berteriak: "Waktunya sudah tiba, hukuman air sudah menunggumu!"
292 Gong Shu-yang terbangun, alisnya dikerutkan, begitu bangun dia siap mengikuti dua pembantu
itu untuk dihukum. Melihat Gong Shu-yang begitu tersiksa, Ruan-wei tidak tega, dia berteriak:
"Tetua Gong Shu, biar aku menggantikanmu menerima hukuman air."
Kedua pembantu itu terkejut, mereka melihat Ruan-wei.
Dengan berterima kasih Gong Shu-yang berkata:
"Anak baik! Anak baik! Tenaga dalammu memang bagus tapi kau tetap tidak akan kuat
menahan hukuman ini. Aku terima kebaikanmu!"
Ruan-wei dengan tegas berkata:
"Apakah Tetua tidak percaya kepadaku?"
Gong Shu-yang menarik nafas:
"Jika aku meremehkanmu, aku adalah orang yang tidak tahu bagaimana bagusnya batu
kumala." Artinya dia memuji Ruan-wei sangat cocok untuk berlatih silat, seperti sebatang giok.
Mengapa dia meremehkannya"
Ruan-wei sudah berteriak:
"Jika Tetua tidak meremehkanku, mengapa tahu aku tidak akan bisa menahan siksaan ini?"
Dia balik berkata pada kedua pembantu itu: "Ayo jalan!"
Kedua pembantu itu tampak berpikir, Tuan berpesan sehari dua kali memberi siksaan api dan
air kepada Gong Shu-yang, tapi beliau juga berpesan boleh diwakilkan oleh orang lain. Pemuda ini
benar-benar tidak tahu diri, siksa saja dia, biar tahu rasa!'
Kedua pembantu itu tidak bicara apa-apa lagi mereka membalikkan tubuh meninggalkan
tempat itu. Gong Shu-yang tidak bisa menjawab pertanyaan Ruan-wei, dia hanya melihat Ruanwei
mengikuti kedua pembantu itu.
Ruan-wei berjalan mengikuti kedua pembantu ke sebuah tempat rahasia. Di lapangan itu berdiri
sepuluh orang pembantu berpakaian sama. Mereka mengelilingi sebuah batu giok putih dan besar.
Giok itu sangat tebal. Papan ini terkubur di sebuah lubang tertutup oleh es. Papan giok ini
tertimbun di dalam tanah sekitar 7.5 centimeter. Dalam hati Ruan-wei berpikir, 'Apakah ini adalah
siksaan air" Paling-paling giok itu terasa dingin, mana mungkin bisa membuatku mundur"'
Dia pun membuka baju, hingga tersisa celana dalamnya dan dia pun meloncat naik ke atas
papan giok. Tapi begitu kakinya menginjak papan giok, terasa ada hawa dingin yang menembus tulang dan
menyebar ke seluruh tubuh, dia berteriak karena kedinginan.
Kedua belas pelayan itu tertawa terbahak-bahak.
Ruan-wei jadi ingat di salah satu buku pernah tertulis: di daerah utara ada semacam giok
dingin yang usianya ribuan tahun, dingin giok ini melebihi dinginnya salju. Kelihatannya usia papan
giok ini sudah 10 ribu tahun lebih, apalagi papan itu dikelilingi oleh es. Sekalipun musim panas jika
ada orang berani tidur di atas papan giok ini, dia akan mati-kedinginan.
Dengan tenaga dalam Kun-lun-pai dia mencoba melindungi tubuhnya dari hawa dingin, tapi
tidak berhasil. Tiba-tiba dia teringat pada ilmu yoga yang baru dipelajarinya, dia segera mencoba
dilakukannya. Memang rasa dingin ini membuat sekujur tubuhnya terasa sakit tapi tidak akan merusak organ
tubuh bagian dalamnya. IVIan-pelan dengan cara bertahan dia berusaha mengatasinya.
Satu jam sudah berlalu. Kedua belas pelayan itu mulai terkejut. Ruan-wei juga terkejut
sekaligus senang, ternyata dalam waktu satu jam hawa papan giok yang dingin telah menyatu
dengan ilmu yoga yang telah dilatihnya. Begitu turun dari papan giok putih itu, dengan penuh
semangat dia pun pamit pada keduabelas pelayan itu. Kedua belas pelayan itu menganggap dia
orang aneh. Mereka terus melihatnya sampai sosoknya menghilang.
Dia kembali ke tempat Gong Shu-yang. Gong Shu-yang yang melihat dia tidak merasa
kedinginan malah sangat bersemangat, dia pun merasa aneh. Tapi karena Ruan-wei menggantikan
menjalani hukuman, maka dia juga tidak banyak bertanya. Apalagi malam nanti masih ada
pekerjaan yang harus dikerjakan. Dia hanya tersenyum kepada Ruan-wei kemudian memejamkan
mata untuk melakukan Da-zuo (duduk bersila mengatur nafas).
Ruan-wei juga mengikuti Gong Shu-yang untuk melakukan Da-zuo. Tidak lama kemudian
datang dua pelayan mengantarkan makan malam.
293 Melihat dua belas pelayan datang bergiliran mengantarkan makanan, tapi tidak pernah terlihat
tuan mereka. Ruan-wei merasa aneh. Sesudah makan malam, mereka masih diam, dengan Da
Zuo beristirahat. Ketika memejamkan mata untuk Da-zuo, Ruan-wei akhirnya tertidur.
Saat lewat pukul dua belas malam, terdengar ada yang memahat batu lagi. Ruan-wei membuka
mata melihat. Ternyata Gong Shu-yang sudah tidak ada. Dia lalu berjalan ke tepi jurang dan
melihat ke bawah ternyata Gong Shu-yang sedang menebang dinding jurang.
Dengan tubuh penuh keringat, dengan cepat dia mengayunkan kapaknya. Tenaganya benarbenar
kuat, dalam sekejap dinding jurang terlihat sebuah bentuk. Ruan-wei baru tahu ternyata
Gong Shu-yang sedang mengukir sesuatu dengan ukuran besar.
Satu jam kemudian, hari mulai terang, dua pelayan datang mengantar sarapan dan
memerintahkan Gong Shu-yang berhenti bekerja.
Gong Shu-yang dengan nafas terengah-engah naik ke atas. Tidak lama kemudian dia baru
meluruskan pinggangnya. Ruan-wei bukan orang yang senang bertanya, dia tidak menanyakan mengapa Gong Shu-yang
harus memahat gunung" Setelah sarapan mereka masing-masing beristirahat. Dalam istrirahatnya
Ruan-wei berlatih yoga. Tidak lama kemudian 2 pelayan datang lagi membawa Gong Shu-yang
menjalani siksaan api. Ruan-wei ingin menggantikan dia lagi. Gong Shu-yang tahu kekuatan Ruanwei,
dia tidak menolak juga tidak berterima kasih.
Ruan-wei mengikuti pelayan itu ke sebuah lapang di gunung. Terlihat di sekeliling batu yang
menonjol terikat tali yang terbuat dari baja. Tali diikat di sebuah papan giok yang tipis dan
tergantung di tengah-tengah udara. Jarak papan giok itu dengan tanah sekitar lima meter. Di
bawahnya penuh dengan kayu bakar. Enam pelayan sedang membakar kayu ini. Kayu dibakar
dengan api sangat besar, sangat menakutkan.
Dua pelayan menyuruh Ruan-wei naik ke papan giok itu. Bajunya dibuka dan dia pun berbaring
di atasnya. Diam-diam Ruan-wei berpikir, 'Tubuh orang bukan terbuat dari besi, jika naik atas pasti
akan terbakar hingga mati!"
Tapi dia telah berjanji menggantikan orang lain untuk menerima siksaan, mana mungkin da
miundur, karena itu dia tetap meloncat ke atas. Sesudah meloncat, di sekelilingnya terasa panas,
dan bisa membuat orang terbakar hingga hangus. Tapi papan giok itu tidak panas, Ruan-wei bisa
berbaring di sana. Jika itu adalah papan besi, walaupun mempunyai ilmu dalam yang sangat tinggi
tetap tidak akan bisa berbaring di sana.
Dia segera menggunakan ilmu yoganya, dengan cara 'bertahan' dia melewati siksaan, bagi
orang biasa mungkin tidak akan bisa bertahan.
Satu jam kemudian dia kembali ke tempat Gong Shu-yang. Gong Shu-yang sedang tertidur
lelap. Dia seperti tahu kalau Ruan-wei pasti bisa menahan hukuman api ini.
Hari berganti hari. Waktu telah berlalu setengah tahun. Dalam waktu setengah tahun ini Gong
Shu-yang telah mengukir sebuah patung dewa Ru-lai (Ru-lai-fo) yang tingginya sepuluh meter dan
lebar tiga meter di dindingjurang itu.
Ruan-wei telah melatih semua ilmu yoganya. Sekarang dia tidak perlu tersiksa lagi, dia bisa
menguasai ilmu yoganya karena itu dia bisa mengatur aliran darah dengan ilmu yoga.
Suatu pagi, Gong Shu-yang membereskan pahatan terakhirnya. Dia tertawa kepada Ruan-wei:
"Pagi hari kau menggantikanku menerima siksaan agar pada malam hari aku bisa mengukir
patung dewa dengan tenang. Sebenarnya untuk mengukir patung ini membutuhkan waktu 2 tahun
baru bisa menyelesaikannya, tidak disangka dalam waktu setengah tahun bisa selesai."
Ruan-wei hanya tertawa tapi tidak menjawab. Gong Shu-yang menarik nafas dan berkata:
"Patung dewa telah selesai diukir, tapi aku harus mengukir yang lain lagi, hari ini aku harus
pamit denganmu." Dalam waktu setengah tahun ini Ruan-wei jarang berbicara dengannya tapi sebenarnya di
antara mereka telah terjalin persahabatan yang kental. Begitu mendengar mereka harus berpisah,
Ruan-wei merasa sedih. Dengan suara serak Gong Shu-yang berkata:
"Jika kita berjodoh harus puluhan tahun baru bisa bertemu kembali dengan tubuh bebas-ku."
Ruan-wei bertanya dengan suara serak:
"Mengapa begitu lama baru bisa bertemu?"
294 "Aku akan menceritakan semuanya kepadamu!"
"Sepuluh tahun yang lalu, aku adalah iblis jahat di dunia persilatan. Aku tidak mau ber-bohong
kepadamu, aku benar-benar orang yang sangat jahat, aku sering membunuh orang."
"Pada suatu hari aku mendengar kabar dari dunia persilatan bahwa 400 tahun yang lalu, Donghai-
tu-long-xian-zi (Dewi Tu-long dari laut timur) meninggalkan seorang cucu murid perempuan.
Dia berkata akan datang ke Zhong-yuan dan berharap iblis di dunia persilatan menghentikan
perbuatan jahat dan membunuh orang!"
"Sesudah aku mendengar kata-kata ini, aku marah besar. Diam-diam aku berkata, Aku akan
pergi kesana untuk mengalahkan cucu murid Dong-hai-tu-long-xian-zi kemudian menjadikan dia
sebagai istri muda. Aku akan membuat dunia persilatan kagum dan tahu kelihaian Gong Shuyang."
"Karena itu aku menyeberang ke Dong-hai (laut timur) mencari cucu murid Dong-hai-xian-zi.
Ternyata cucu muridnya baru berumur 20 tahun lebih. Begitu melihat dia masih begitu muda, aku
mentertawakan dan menghinanya, semua kata hinaan aku keluarkan."
"Dia tidak marah dan menerima tantanganku, dia juga bertanya bagaimana jika dia yang
menang." "Aku menjawab dengan sombong, 'Jika kau menang, seumur hidup aku akan menjadi budakmu
dan mendengar apa yang diperintahkan!'
"Kami pun bertarung, aku mengira aku bakal menang, tapi baru 10 jurus berjalan, aku berhasil
ditangkap hidup-hidup! Karena itu dia mengurungku di Dong-hai selama 20 tahun. Aku memang
orang jahat tapi tetap harus mentaati janjiku dengannya maka aku pun membiarkan dia
mengurungku." "Sesudah 20 tahun berlalu dia melihatku tidak jahat lagi maka dia jadi tidak tega lagi
mengurungku. Dia ingin melepaskanku, tapi dia masih takut aku belum berubah total maka dia
pun menyuruhku mengukir dua belas dewa jam setinggi sepuluh meter dan lebar tiga meter.
Dewa jam 1 dan dewa jam 2, menghabiskan waktu empat tahun, untuk dewa ketiga, aku
menduga harus dua tahun baru bisa selesai. Tidak disangka kau membantuku sehingga dalam
waktu setengah tahun bisa selesai."
"Masih ada sembilan dewa jam lagi. Setiap dewa jam harus menghabiskan waktu dua tahun
untuk mengukirnya, maka 18 tahun kemudian aku baru bebas dan bisa bertemu denganmu."
"Dia masih takut sifatku belum berubah total maka setiap hari dia memberikan waktu dua jam
untuk melatihku agar tidak marah-marah."
"Dia tidak tahu kalau aku yang sekarang sudah berbeda dengan yang dulu. Tapi perintah tetap
tidak boleh kubantah, terpaksa setiap hari aku harus menerima siksaan sampai semua ukiran
dewa selesai. Untung kau telah membantu-ku, membuatku bisa menghemat satu setengah tahun
lebih awal untuk bebas."
Sesudah mendengar cerita yang tidak banyak diketahui orang, hati Ruan-wei benar-benar
bergejolak dan lama dia tidak bisa bicara.
"Kapan kau akan meninggalkan tempat ini?"
"Aku harus berlatih ilmu pedang, mungkin dalam waktu dekat masih akan berada di sini!"
Dua pelayan datang mengantarkan sarapan. Melihat Gong Shu-yang, dengan aneh mereka
bertanya: "Mengapa kau naik ke atas sendirian?"
"Karena pekerjaanku sudah selesai maka aku naik ke atas!"
Dua pelayan itu menoleh, ternyata benar pekerjaannya sudah selesai dan mereka juga
bertanya: "Dewa jam berikutnya dimana kau akan mengukirnya?"
"Pelan-pelan baru akan kucari." Kemudian dia berbisik kepada dua pelayan itu dan mereka pun
pergi dengan tergesa-gesa.
"Sebenarnya dia sudah percaya padaku, kalau tidak mana mungkin hanya menyuruh dua belas
pelayan mengikutiku dan mengurusku. Dia hanya menyuruhku berlatih untuk mengurangi sifat
jahatku." 295 Sebenarnya Ruan-wei ingin bertanya siapa Tu-long-xian-zi" Dan siapa cucu muridnya" Tapi
melihat Gong Shu-yang yang selalu menyebut-nya 'dia, dia...' berarti dia tidak ingin memberitahukan
marga dan namanya maka Ruan-wei tidak banyak bertanya.
Tidak lama kemudian dua pelayan datang mengantarkan sepiring emas kuning. Gong Shu-yang
berkata: "Kau seorang diri tinggal di gunung ini, tidak ada uang untuk belanja bagaimana bisa bertahan
hidup" Aku memberi emas ini, tidak ada maksud apa pun hanya karena persahabatan kita aku
memberikannya. Kau jangan menolak."
Begitu mendengar kata persahabatan, Ruan-wei tidak bisa menolak. Dia terima dengan sangat
berterima kasih. Pada sore hari mereka berpisah sambil bercucuran air mata.
Hari kedua, dengan emas pemberian Gong Shu-yang, Ruan-wei ke kota untuk membeli sebuah
pedang dan makanan. Saat kembali ke gunung, dengan memusatkan pikiran dia pun berlatih ilmu
pedang. Jun-shan sangat sepi. Hari demi hari dilewati. Karena gunung sangat tinggi, jarang ada
pengunjung yang datang ke sana.
Tapi di malam hari dan di dalam kesepian, puncak gunung seperti mengeluarkan cahaya putih
seperti pelangi. Karena itu orang-orang di bawah gunung selalu berkata, 'Di gunung itu tinggal
seorang dewa!' Tapi tidak ada seorang pun yang berani datang untuk membuktikannya.
0-0-0 BAB 93 Berkelana di dunia persilatan
Hari berganti hari. Tanpa terasa 3 tahun sudah berlalu.
Suatu pagi, hujan salju turun terus. Pintu rumah Ba-gua-zhang Fan Zhong-pin pelan-pelan
terbuka. Pembantu tua yang rambutnya sudah memutih sedang menyapu seperti biasanya.
Tanpa sengaja dia melihat ke depan. Di bawah pohon berdiri seorang pemuda berbaju putih,
perawakannya tinggi dan besar.
Pembantu tua itu dengan terkejut menunjuk pemuda itu, "Kau... kau... apakah kau...."
Dengan tersenyum pemuda itu mendekat:
"Aku adalah Ruan-wei yang sudah 3 tahun tidak bertemu dengan Paman."
Pembantu itu terus mengangguk:
"Sudah 3 tahun kita tidak bertemu, Adik semakin tinggi, besar, juga tampan, hampir-hampir
aku tidak mengenalimu."
"Apakah Tetua Fan ada di rumah?"
Dengan cepat pak tua itu menjawab:
"Ada! Ada! Tuan selalu menyayangkan hal yang terjadi tiga tahun lalu karena orang seperti
Adik jarang ada." Sambil berkata demikian dia membawa Ruan-wei masuk ke pekarangan. Tiang yang terbuat
dari batu masih berdiri dengan kokoh di sana, membuat Ruan-wei teringat masa lalunya. Dia tidak
sengaja berhenti sebentar untuk melihat-nya. Pembantu tua itu menggelengkan kepala dan
mengeluh: "Anak muda, kenapa harus belajar ilmu silat, bukankah masih banyak hal yang bisa dipelajari?"
Melihat Ruan-wei masih termenung dan tidak menjawab pertanyaannya, dia berpikir, 'Batu
tiang itu begitu berat, siapa yang sanggup mencabutnya" Pemuda ini hanya mencari kesulitan!'
Dia berkata kepada Ruan-wei:
"Tunggulah di sini, aku akan memanggil tuan besar kemari."
Setelah pembantu itu masuk, dalam hati Ruan-wei berkata, 'Ilmu apa yang kudapat selama tiga
tahun ini"' Dia mulai mencoba mengerahkan kepandaiannya. Dengan sebelah telapak tangannya dia
menepuk kemudian mendorong lalu ditarik. Tiang batu itu seperti menempel di telapaknya dan
mulai bergoyang. 296 Ruan-wei benar-benar senang, telapak kiri bagian belakang dipukulkan, tiang batu seperti
berpegas dan tiba-tiba meloncat keluar.
"Ilmu yang bagus!"
Ruan-wei sangat senang, tangan kirinya sekali lagi memukul, tiang batu itu turun dan masuk
kembali ke tempat asal, sedikit pun tidak bergeser.
Ba-gua-zhang Fan Zhong-pin pelan-pelan mendekatinya. Dia terkejut:
"Saudara kecil, tiga tahun kita tidak bertemu, ilmu silatmu maju pesat!"
Ruan-wei memberi hormat: "Tiga tahun aku tidak bertemu Tetua. Tetua masih begitu sehat dan bersemangat. Kali ini aku
datang karena ada satu hal yang merepotkan Tetua."
Sejak tadi dia melihat ilmu silat Ruan-wei sangat aneh tapi dia tidak tahu dari mana asalusulnya
ilmu silat itu" Melihat Ruan-wei tidak menyombongkan diri karena punya ilmu silat tinggi, dia
benar-benar kagum. Dia segera menjawab:
"Saudara kecil, tidak perlu sungkan, katakanlah!"
Dari balik baju dadanya Ruan-wei mengeluarkan sebuah kotak persegi. Dari dalam kotak dia
mengeluarkan sebuah ginseng berbentuk manusia.
Fan Zhong-pin segera berseru:
Terbang Harum Pedang Hujan Piao Xiang Jian Yu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ah! Raja ginseng yang usianya sudah ribuan tahun!"
Dengan tenang Ruan-wei memberikannya kepada Fan Zhong-pin dan berkata:
"Tiga tahun yang lalu, aku menerima sebuah pil pemberian Nona Gongsun, dia telah
menolongku. Aku dengar Tetua mengenal Nona Gongsun."
Fan Zhong-pin dengan cepat menggoyangkan tangannya menolak:
"Ini... ini., terlalu mewah... apalagi waktu Nona Gongsun menolongmu, dia tidak mengharapkan
sesuatu. Kalau kau begitu... artinya terlalu menghina...."
Fan Zhong-pin mulai tidak senang: "Saudara kecil, jangan salah paham pada Nona Gongsun.
Aku sangat mengetahui bagai-mana sifat Lan Er, dia tidak bermaksud apa-apa kepadamu. Jika dia
mempunyai maksud tertentu, dia tidak akan menolongmu, lebih-lebih tidak akan berbuat baik
kepadamu." Ruan-wei memotong kata-katanya: "Tetua jangan membelanya lagi, tolong sampaikan kepada
Nona Gongsun, aku sangat berterima kasih kepadanya. Hal lainnya aku tidak mau dengar!"
Lalu dia melempar ginseng itu kepada Fan Zhong-pin. Fan Zhong-pin dengan tergesa-gesa
menyambutnya, kemudian dia mendengar, 'Aku pamit dulu!'
Baru berjalan beberapa langkah, Fan Zhong-pin membentak:
"Tunggu, jangan pergi dulu!"
Dia tergesa-gesa masuk ke dalam, ketika keluar dia membawa sebuah bungkusan yang
dibungkus dengan kain ungu. Tanpa banyak bicara dia memberikannya kepada Ruan-wei.
Bungkusan itu sangat berat, pasti di dalamnya berisi banyak barang.
Tanpa menunggu Ruan-wei bertanya, Fan Zhong-pin berkata:
"Aku mewakili dia menerima ginseng ini. Bungkusan ini adalah titipan Lan-er setelah mencarimu
selama dua bulan. Dan berharap aku akan memberikan kepada Tuan!"
Fan Zhong-pin marah karena Ruan-wei tidak peduli, tapi Ruan-wei tidak mau menerima-nya.
Fan Zhong-pin berkata lagi:
"Kau tidak perlu banyak bicara, barang ini adalah titipan Lan Er untukmu. Jika kau tidak mau,
silakan kembalikan sendiri kepadanya. Jika kau tidak mau menerima sekarang, itu adalah
penghinaan terhadapku!"
Melihat matanya melotot dan jenggotnya berdiri, Ruan-wei terpaksa menerima bungkusan ini
dan berkata: "Terima kasih, aku pamit sekarang!"
Karena Ruan-wei sangat sungkan, terpaksa Fan Zhong-pin menjawab: "Ya! Ya!..."
Tiba-tiba BRAK! Pintu pekarangan roboh ditendang seseorang. Salju tergetar dan jatuh
berhamburan. Tiba-tiba muncul dua orang laki-laki dengan perawakan gagah juga tegap. Mereka
berdiri di kiri dan kanan pintu.
Tidak lama kemudian masuk dengan perlahan seorang pak tua yang sangat jelek dan
berpakaian merah. Dia membawa tongkat berkepala naga dengan panjang sekitar 3 meter. Begitu
297 masuk pekarangan dia berhenti melangkah dan berdiri di sana. Wajah Fan Zhong-pin berubah dan
dia tampak marah: "Ke Lao-tou (Pak Tua Ke) sudah kukatakan kepadamu bahwa aku tidak tahu, untuk apa kau
datang lagi" Apakah kau belum puas dengan pertarungan kita?"
Pak tua berpakaian merah itu sama sekali tidak meladeni perkataannya, matanya melotot, dia
berdiri dan tidak bergerak. Fan Zhong-pin merasa aneh, masuk lagi sembilan orang gadis
berpakaian kuning. Mereka masing-masing memegang alat musik berbeda yaitu kecapi, suling,
dan lain-lain. Kemudian masuklah sebuah tandu yang digotong oleh empat orang laki-laki berbadan tegap
dan berpakaian sama dengan dua laki-laki yang datang lebih awal.
Tandu itu sangat mewah. Tandunya dilapis dengan wol hijau juga dipasang rumbai-rumbai.
Pakaian keempat laki-laki yang menggotong tandu pun tampak mewah. Tandu berhenti di tengahtengah
pekarangan, sembilan gadis berpakaian kuning terbagi menjadi dua baris. Laki-laki
berpakaian merah itu berteriak:
"Ketua Tian-du-jiao datang!" (perkumpulan racun langit).
Melihat keadaan ini, wajah Fan Zhong-pin yang tadinya pucat sekarang bertambah pucat lagi.
Dengan suara bergetar dia berkat a:
"Saudara kecil, cepat pergi sekarang juga!"
Tirai tandu terbuka, orang yang ada di dalam tandu belum keluar tapi terdengar suara manja,:
"Siapa yang ingin pergi!"
Mata Ruan-wei bercahaya karena gadis yang turun dari tandu mengenakan mantel putih, baju
sutra putih, sepatu bot putih, dan berkulit putih seperti salju. Semuanya serba putih dan sangat
mengejutkan orang, hanya rambutnya yang sepanjang bahu tampak hitam berkilau.
Sejak kecil Ruan-wei menyukai warna putih secara tidak sengaja dia melihat wajah putih yang
sangat cantik. Dalam hati dia berpikir, 'Perempuan ini begitu cantik, mengapa Tetua Fan merasa
takut kepadanya"' Fan Zhong-pin mendekat. Dia berusaha tenang tapi suaranya gemetar:
"Adik kecil ini baru datang, harap kalian jangan menyulitkan dia!"
Perempuan berpakaian putih itu memutar bola matanya kemudian tertawa:
"Siapa bilang aku ingin membuat masalah dengan anak kecil ini" Pendekar Fan terlalu
berlebihan." Tapi kemudian dia berkata dengan dingin: "Orang yang terus melihatku, jika dia akan pergi dia
harus meninggalkan kedua matanya yang sejak tadi terus melihatku."
Sesudah mendengar kata-kata tadi, wajah Ruan-wei menjadi merah, dia marah pada dirinya
mengapa begitu ceroboh. Fan Zhong-pin melihat Ruan-wei, dia segera berkata:
"Dia masih kecil, tidak tahu aturan, jika telah membuat Ketua tidak berkenan, aku mohon
maaf!" Perempuan berpakaian putih itu keluar dari tandu. Fan Zhong-pin tidak berani melihatnya. Dia
tahu di dunia persilatan ada gosip yang mengatakan bahwa ketua Tian-du-jiao sangat cantik
seperti bunga tapi dia tidak senang bila dilihat oleh laki-laki. Diam-diam dia menyalahkan Ruan-wei
mengapa begitu ceroboh. Tiba-tiba Fan Zhong-pin membalikkan tubuh menghadap Ruan-wei. Dengan dingin dia berkata:
"Sekarang Tuan boleh pergi!"
Sebenarnya Ruan-wei tahu Fan Zhong-pin sedang membelanya. Dia sangat takut orang Tiandu-
jiao akan membunuh Ruan-wei. Dan sebenarnya Ruan-wei ingin tinggal lebih lama untuk
membantunya tapi melihat Fan Zhong-pin tampak begitu dingin, sepertinya takut kalau dia akan
menghalangi maka Ruan-wei pun marah, dia membalikkan tubuh dan berjalan keluar.
Baru saja dia berjalan melewati ketua Tian-du-jiao, laki-laki tua berpakaian merah itu
menghadang Ruan-wei. Kedua matanya dengan sombong melihatnya:
"Apakah kau tidak mendengar kata-kata ketua kami" Jika ingin pergi kau harus meninggalkan
kedua matamu." 298 Dalam hati Ruan-wei berpikir, mana ada aturan seperti ini, hanya melihat sebentar, matanya
harus dicungkil. Mungkin perempuan ini telah banyak mencungkil mata orang. Ruan-wei jadi
marah karenanya. Dia menyerang dada pak tua berpakaian merah itu.
Pak tua berpakaian merah itu tertawa sinis, dia menyambut dengan telapak tangannya.
"Jangan bertarung!" teriak Fan Zhong-pin
Tapi Ruan-wei tidak mendengar. Pak tua berpakaian merah itu tertawa lebih sinis lagi. Tapi
begitu telapaknya beradu dengan telapak Ruan-wei, dia merasa telapak lawannya seperti tidak
bertulang dan tenaganya sama sekali tidak bisa keluar. Belum sempat berteriak, dia sudah
tergetar dan mundur beberapa langkah kemudian jatuh terduduk.
Melihat keadaan ini, perempuan berpakaian putih itu sangat terkejut.
Fan Zhong-pin juga tidak menyangka kalau Ruan-wei mempunyai kepandaian begitu tinggi. Dia
bisa mengalahkan orang berkepandaian setingkat dengannya. Dia adalah 'Hua-da-jun'. Tapi dia
tahu kalau telapak Hua-da-jun beracun maka dia memandang Ruan-wei dengan khawatir.
Ruan-wei merasa telapaknya perih. Begitu dilihat ternyata telapak sudah ada lima lubang kecil
berwarna hitam. Lubang itu meneteskan darah hitam. Tangan Ruan-wei mulai kaku, dia benarbenar
terkejut. Dia segera mengatur nafas, membuat racun tidak menyebar ke tempat lain.
Perempuan berpakaian putih itu berkata dengan dingin:
"Hai, anak kecil! Kau boleh pergi sekarang!" Dia tahu Ruan-wei tidak akan hidup lebih lama
maka dia tidak melarang Ruan-wei pergi. Dia malah mengharapkan Ruan-wei cepat pergi dari
sana. Tapi Ruan-wei malah diam tidak beranjak dari sana. Dia berdiri diam, pelan-pelan dia berusaha
mengeluarkan racun dari telapak tangannya.
Pak tua berpakaian merah itu berdiri, dia segera berjalan ke arah perempuan berpakaian putih
itu. Perempuan berpakaian putih itu sambil tertawa berkata:
"Pendekar Fan, sudah dua kali aku menyuruh orang mengundangmu datang ke Yun Nan,
meng-apakau selalu menolak undanganku?"
Ternyata ketua Tian-du-jiao dalam waktu dekat telah diganti dengan ketua yang cantik. Dia
membuat markas pusatnya di Yun-nan. Dia juga membunuh para pendekar Yun-nan. Kematian
mereka sangat mengenaskan maka orang dunia persilatan menganggap kalau Yun-nan adalah
tempat yang mengerikan. Fan Zhong-pin takut juga marah, dia terus melangkah mundur. Tubuh ketua Tian-du-jiao Gu
Ling-ji penuh dengan racun. Di dunia persilatan tidak ada orang yang berani mendekatinya, maka
orang-orang menyebutnya She Xie Hua (ular kalajengking bunga).
Fan Zhong-pin marah dan meraung: "Jangan mendekat, aku akan marah!" Perempuan
berpakaian putih itu tertawa: "Ke Si-jun sudah 2 kali bertarung dengan Pendekar Fan tapi dia tidak
bisa mengalahkanmu, apakah kau takut aku akan meracunimu?"
"Jangan mendekat, aku beritahu kepada kalian, aku benar-benar tidak tahu dimana obat
penawar 'Shi-gu-sheng-shui' (air suci penghancur tulang)" Walaupun Ketua sendiri yang datang,
aku tetap tidak bisa memberitahukan soal itu."
She-xie-hua Qu Ling-ji mengerutkan alis, dengan wajah dingin dia berkata:
"Apakah kau benar-benar tidak tahu?"
"Aku benar-benar tidak tahu," jawab Fan Zhong-pin.
"Tiga tahun yang lalu, ada seorang perempuan terkena Shi-gu-sheng-shui, bukankah kau
sendiri yang menolongnya?"
Fan Zhong-pin tampak sedikit ragu akhir-nya dia menjawab:
"Betul!" Gu Ling-ji tertawa dingin:
"Seratus tahun yang lalu, Wu-du-zhen-jun membuat Shi-gu-sheng-shui, kecuali dia yang bisa
membuat obat penawarnya, belum pernah aku mendengar ada orang bisa menawarkan racun ini."
Gu Ling-ji berjalan ke depan, Fan Zhong-pin terus mundur ke sisi tiang batu.
Gu Ling-ji berhenti. Dia melambaikan tangannya, sembilan gadis berpakaian kuning segera
datang kemudian berpencar.
Gu Ling-ji berkata lagi: 299 "Ilmu silat perempuan itu sangat tinggi. Walaupun dia berusaha membuat racunnya tidak
menyebar tapi jika tidak ada obat penawarnya, dia tidak akan bisa sembuh total."
Dengan mata indahnya Gu Ling-ji melihat wajah Fan Zhong-pin. Dengan suara manja dia
berkata: "Benar-benar aneh, orang yang hampir mati di awal tahun ini masih ditemukan oleh Ke Qinglong
di perbatasan Tibet."
Wajah Fan Zhong-pin berubah tapi Gu Ling-ji pura-pura tidak melihatnya:
"Perkumpulan kami terus mencari tahu, ternyata perempuan yang terkena racun ini, pernah
datang ke rumah Pendekar Fan dan menginap beberapa hari di sini."
Tawa Gu Ling-ji berhenti, dengan serius dia berkata, "Shi-gu-sheng-shui adalah racun yang
paling ganas tapi sayang tidak ada obat penawar-nya maka perkumpulan kami jarang
memakainya. Sesudah tahu ada obat penawarnya maka kami tidak akan melepaskan kesempatan
ini." Gu Ling-ji maju lagi. Di belakang tiang batu adalah rumah tinggal. Fan Zhong-pin tidak bisa
mundur lagi, dia berputar ke belakang tiang batu kemudian maju ke pintu pekarangan tapi dia
sudah dikepung oleh sembilan gadis berpakaian kuning.
Tubuh Gu Ling-ji mulai mengeluarkan aura membunuh:
"Jauh-jauh aku datang dari Yun-nan, aku harus berhasil mendapatkan obat itu. Hei marga Fan,
apakah kau masih tetap tidak akan mengatakannya?"
"Aku memang tidak tahu. Sampai mati pun aku tetap tidak tahu."
Kedua tangan Gu Ling-ji melambai. Dengan penuh aura membunuh dia berkata lagi:
"Aku tidak perlu membunuhmu, tapi aku akan membuatmu hidup tidak bisa, mati pun tidak
bisa!" Tiba-tiba seruling ditiup, gadis-gadis lain mulai memainkan alat musik mereka. Awalnya suara
seruling sangat enak didengar tapi lama kelamaan sembilan macam suara alat musik bercampur
menjadi nada yang tidak enak didengar. Membuat darah di dalam dada terus bergejolak dan
perasaan pun jadi tidak enak.
Gu Ling-ji berhadapan dengan Fan Zhong-pin tiba-tiba dia mengeluarkan sebuah kecapi yang
berbentuk aneh. Dia memeluk kecapi itu kemudian memainkan dengan lima jari tangan kirinya. Suara aneh
keluar dan melejit di antara sembilan suara tadi, membuat gendang telinga terus berdenging.
Begitu mendengar suara musik berbunyi, Fan Zhong-pin duduk bersila untuk mengatur nafas,
tujuannya untuk menahan suara ini. Tenaga dalamnya kuat tapi begitu mendengar sembilan
macam suara yang keluar dari sembilan macam alat musik, dadanya terasa tidak enak. Begitu
mendengar suara kecapi Gu Ling-ji, dia segera meloncat berdiri dan meraung, membuat udara
yang tidak enak di dalam dadanya dikeluarkan.
Begitu dia berdiri, dua kepalan tangannya dengan sekuat tenaga memukul lututnya kemudian
dengan cepat dia duduk bersila dan mengatur nafas.
Jurus pertama Gu Ling-ji tidak mendapatkan hasil. Dalam hati Gu Ling-ji berpikir, 'Aku ingin
melihat kau bisa bertahan berapa lama?" kelima jarinya terus memainkan kecapi.
Ruan-wei yang berdiri di pinggir begitu mendengar suara musik berbunyi, dia menggunakan
ilmu yoga yang dilatihnya selama 3 tahun. Ilmu yoga ini sangat aneh, dalam keadaan berdiri atau
berjalan tetap masih bisa dilatih dan dipakai, tidak seperti ilmu silat Zhong-yuan harus duduk
bersila atau melakukan Da-zuo.
Awalnya dia tidak begitu merasa aneh walaupun musik ini keluar dari sembilan jenis alat musik
tapi begitu Gu Ling-ji memainkan kecapi, hatinya merasa tidak enak. Dia menoleh ke sekeliling,
pak tua berpakaian merah dan enam laki-laki gagah tampak menutup telinga mereka, mata
mereka pun dipejamkan dan kepala ditundukkan. Mereka duduk bersila. Hanya wajah Fan Zhongpin
terlihat sangat sulit bertahan. Dia tahu jika Gu Ling-ji terus memetik kecapi, dia juga tidak
akan bisa bertahan lagi. Ketika dia menerima bungkusan dari Fan Zhong-pin, dia merasa di dalamnya ada senjata
berbentuk panjang. Sekarang dia membuka bungkusan itu, dia meraba sebilah pedang yang diukir
dengan gambar ikan hiu berwarna hitam.
300 Wajah Gu Ling-ji terlihat tawa yang aneh. Suara seruling keluar dari jari-jarinya. Baru beberapa
memainkan irama, Fan Zhong-pin sudah tidak tahan. Dia meloncat dan menarik baju bagian
dadanya, sampai-sampai murid Tian-du-jiao yang menutup telinga pun mulai tidak tahan.
Tapi...tiba-tiba ada suara seperti guntur, tangan Gu Ling-ji berhenti memainkan kecapi dan Ruanwei
masuk ke dalam lingkaran sembilan gadis berpakaian kuning.
Ruan-wei berdiri dengan diam. Tangan kirinya membawa pedang dan diturunkan, dia mengatur
nafas kemudian berkata: "Jika kau tidak menghentikan musiknya, jangan salahkan kalau aku bertindak tidak sopan!"
Setiap kata yang terucap suaranya sangat kuat, kesembilan gadis itu tergetar dan berhenti.
Mereka sampai lupa meniup atau memetik. Dalam hati Gu Ling-ji mengetahui kemampuan ilmu
silat Ruan-wei sangat tinggi. Dia sama sekali tidak merasa terganggu dengan bunyi alat musik
yang mereka mainkan, semua itu karena tenaga dalam Ruan-wei sangat tinggi. Ruan-wei
sekarang berdiri sambil tangan kirinya memegang pedang. Dalam hati Gu Ling-ji berpikir: "Tangan
kanannya sudah terluka, dia memegang pedang dengan tangan kiri untuk bertarung, dia pasti
tidak akan bisa mengeluarkan kepandaian yang sesungguhnya." Karena itu dia sama sekali tidak
menghiraukan kata-kata Ruan-wei. Tangannya melambai lagi, dan kesembilan orang gadis itu
mulai memainkan musik lagi.
Ternyata dugaan Gu Ling-ji salah, karena selama tiga tahun Ruan-wei berlatih ilmu pedang
Tian-long-shi-san-jian, dalam ilmu pedang itu malah terdapat ketentuan harus menggunakan
tangan kiri memegang dan memakai pedangnya.
Melihat Gu Ling-ji sama sekali tidak meladeni perkataannya, Ruan-wei membentak:
"Lihat ilmu pedang orang kecil ini!"
Tangan kiri memegang pedang, Ruan-wei memutar tubuhnya, kemudian mengikuti ayunan
pedang naik ke atas. Di sekeliling hanya terlihat cahaya pedang berkilau. Sembilan gadis itu
merasa semua pedang menusuk ke arah mereka tapi sosok orangyang memakai pedang tidak
terlihat. Terdengar suara TANG, TANG, TANG... Suara TANG belum selesai, dia sudah menghenti-kan
ayunan pedangnya dengan tenang.
Lalu terdengan Gadis-gadis itu berteriak, karena alat musik mereka telah ditebas oleh pedang
Ruan-wei dan semua terbelah menjadi dua.
Gu Ling-ji tidak marah, dia malah tertawa, dengan santai dia berkata, "Fei-long-jian yang hebat,
memotong besi seperti membabat tanah. Anak kecil, apakah kau adalah murid Fei-long-jian ke?"
Semua alat-alat musik gadis-gadis itu terbuat dari giok, ilmu silat mereka memang hebat tapi
mana mungkin bisa menahan serangan Tian-long-shi-san-jian yang mana ilmu pedangnya satu
orang bisa melawan banyak musuh. Hanya dengan satu jurus 'Jin-tong-bai-fu' (anak emas
menyembah Budha), Ruan-wei berhasil memotong alat-alat musik mereka. Dalam hati dia benarbenar
merasa pedang ini sangat berguna.
Setelah tertawa dengan santai, kecapi yang ada di tangannya segera dimainkan lagi oleh Gu
Ling-ji. Ruan-wei melihat tawa Gu Ling-ji, tawanya penuh dengan godaan cabul. Tangannya mulai
memetik senar kecapi. Iramanya penuh kelembutan dan membuat hati orang serasa terbang.
Setelah alat musik gadis-gadis itu patah, Fan Zhong-pin mulai sadar kembali, karena dia
membelakangi Gu Ling-ji maka dia tidak melihat tawa Gu Ling-ji yang penuh dengan godaan.
Apalagi dia sudah tua, nafsu birahinya sudah turun maka lagu yang dimainkan oleh Gu Ling-ji
tidak mengganggu pikirannya. Tapi Ruan-wei masih muda, dia tertarik oleh suara kecapi ini,
apalagi dia tidak mengatur nafasnya, maka dia pun mulai tergoda.
Melihat situasi ini, Fan Zhong-pin terkejut dan berteriak:
"Saudara kecil, hati-hati!"
Karena Ruan-wei masih berada di tahap tergoda awal, maka dia segera tersadar. Pedang
membabat kecapi Gu Ling-ji.
Terbang Harum Pedang Hujan Piao Xiang Jian Yu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Gerakan Ruan-wei sangat cepat, gerakan Gu Ling-ji lebih cepat lagi. Tubuhnya bergerak lincah
seperti seekor ular. 301 Tadi Ruan-wei tidak melancarkan jurus Tian-long Jian Fa. Dia berpikir, 'Ketua Tian-du-jiao
sangat aneh, jika bertarung lama dengannya aku pasti akan terkena tipuannya. Tapi jika tidak
membabat, maka mereka tidak akan mengaku kalah."
Tangan kiri segera diangkat sejajar dengan alis. Posisinya terlihat sangat aneh. Melihat dengan
irama kecapinya dia tidak bisa menggoda Ruan-wei, Gu Ling-ji mulai tahu ilmu pedang Ruan-wei
tidak boleh dibuat mainan. Segera dari balik mantelnya dia mencabut sebilah pedang ular lemas
sepanjang tiga perempat meter. Pedangnya berkilau mengeluarkan cahaya hitam.
Ruan-wei tertawa terbahak-bahak, dia seperti biksu Budha Mi Le menunjuk ke langit barat.
Pedang diangkat seperti memancarkan pelangi. Pedang ini tidak menyerang Gu Ling-ji melainkan
menetis tiang batu. Jurus ini bernama 'Xiao-fu-zhi tian' (Budha tertawa menunjuk langit). Adalah jurus pembukaan
ilmu Tian-long-shi-san-jian. Terlihat kilauan pedang berkelebat, begitu semua mata melihat jelas,
jurus pedang ini telah selesai di mainkan oleh Ruan-wei.
Dengan tangan kiri memegang pedang, dia berhadapan dengan Gu Ling-ji:
"Jika kalian belum mau pergi juga, jangan salahkan aku!"
Gu Ling-ji menurunkan mantelnya, wajah yang cantik tampak jelas sekarang. Sebelum dia
mengatakan sesuatu tapi tiba-tiba ada angin kencang membawa salju besar berhembus ke arah
mereka, tubuh, rambut, dan wajah Gu Ling-ji jadi penuh dengan salju.
Kemudian terdengar suara KRAAK......ternyata tiang batu itu telah roboh terputus menjadi
dua, putus dengan miring tapi rata.
Gu Ling-ji sangat terkejut, dia sama sekali tidak menyangka tebasan Ruan-wei tadi memotong
tiang batu itu. Jika bukan karena angin kencang berhembus, tidak ada yang tahu kalau tiang batu
itu sudah terpotong sejak tadi. terbayang betapa ilmu pedang ini begitu sakti dan hebat. Gu Ling-ji
segera menarik kembali pedang ularnya. Kedua tangannya sedikit melayang, dan anak buahnya
segera mundur. Dia tersenyum:
"Ilmu pedang Tuan lebih hebat dibandingkan dengan guru Tuan!"
Ruan-wei sedikit tertegun, tapi dia segera menjawab:
"Aku bukan murid Fei-long-jian ke, hal ini perlu kau ketahui supaya jelas."
Kemudian Gu Ling-ji berkata lagi:
"Kalau kau tidak disukai oleh Pendekar Gongsun. Bagaimana dia bisa memberikan pedang sakti
Fei Long yang dulu pernah membuat-nya terkenal."
Ruan-wei meraba pedang ini. Dalam hati berpikir, 'Jika aku mempunyai pedang ini, berarti ilmu
pedang Tian-long benar-benar tidak akan terkalahkan.'
Gu Ling-ji bertanya lagi:
"Apa hubungan tuan dengan Pendekar Gongsun" Sampai pedangnya pun diberikan kepada
tuan." "Hal ini tidak perlu kau pikirkan, yang penting kau mau pergi atau tidak!"
Gu Ling-ji segera menarik tawanya, dengan wajah dingin dia berkata:
"Aku tidak ingin melihat tuan, aku hanya merasa aneh saja, ketika kecil dulu aku pernah ikut
ayahku dan pernah bertemu satu kali dengan Fei-long-jian ke. Aku tidak mempunyai maksud apaapa!"
Kemudian dia tertawa lagi:
"Jika kau ingin bentrok dengan perkumpulan kami, kami akan mengalah. Tapi jika Fan Zhongpin
masih ada di dunia ini, kami tidak akan melepaskannya, kecuali dia memberitahukan pada
kami di mana obat penawar 'Shi-gu-sheng-shui'."
Gu Ling-ji menepuk tangannya, empat orang laki-laki datang menghampirinya meng-gotong
tandu. Dia naik ke dalam tandu. Ketika menurunkan tirai, dia masih sempat menoleh melihat
tangan kanan Ruan-wei kemudian dia bertepuk tangan lagi. sembilan gadis berpakaian kuning
berjalan ke depan tandu. 'Hua-du-jun' Ke Qing-long baru berjalan dua langkah, Ruan-wei sudah membentak:
"Tunggu dulu!" Begitu 'Hua-du-jun' membalikkan badan, pedang Ruan-wei datang menghampirinya. Ke Qinglong
terkejut dan mundur. Begitu tangannya dibuka dia melihat jarum-jarum beracun yang
terselip di jarinya sudah tidak ada. Dia diam dan terus mengikuti tandu dari belakang dan pergi
302 dengan tergesa-gesa. Ujung pedang Ruan-wei masih tergantung sebuah cincin berwarna sama
dengan kulit manusia. Dia menyesali kecercbohan-nya sendiri tadi hingga terkena tipuannya. Tapi
juga memberi pelajaran padanya agar kelak jangan ceroboh lagi.
Dengan penuh perhatian Fan Zhong-pin bertanya:
"Apakah tanganmu tidak sakit?"
Ruan-wei merasa kaku di telapaknya sudah hilang. Lubang akibat serangan jarum tadi
mengeluarkan darah. Dia dengan tenang berkata:
"Tidak apa-apa, sekarang aku pamit!"
Fan Zhong-pin menarik nafas panjang:
"Jika kau mau pergi, aku juga tidak bisa tinggal lebih lama di sini. Aku harus bersembunyi dulu,
kekejaman Tian-du-jiao benar-benar membuat siapa pun takut!"
Ruan-wei mengangguk. Dia menganggap perkumpulan racun ini sering muncul tidak terduga.
Fan Zhong-pin berkata lagi, "Apakah kau tahu tiga tahun yang lalu, siapa perempuan yang
terkena Shi-gu-sheng-shui?"
Ruan-wei menggelengkan kepala, Fan Zhong-pin menyambung:
"Dia Gongsun Lan!"
Ruan-wei terkejut dan berteriak. Fan Zhong-pin bercerita:
"Lima tahun yang lalu nama Tian-du-jiao masih belum begitu terkenal seperti sekarang di dunia
persilatan. Suatu hari tiba-tiba rumahku didatangi seseorang yang sangat terkenal."
Dari wajah Fan Zhong-pin tampak kalau dia sangat mengagumi orang ini:
"Awalnya dengan ramah dia mengobrol denganku kemudian dia mengeluarkan sebuah botol
kecil dan memberitahu kepadaku kalau isi botol kecil itu adalah obat penawar Shi-gu-sheng-shui.
Aku merasa aneh mengapa dia memberikan obat penawar itu kepadaku. Dia menceritakan bahwa
Tian-du-jiao di Yun-nan telah membunuh semua pendekar yang ada di sana dan mendirikan
markas pusatnya di sana. Yang pasti mereka menggunakan racun yang sangat ganas jika tidak
mereka tidak akan dengan mudah membunuh pendekar-pendekar di sana. Setelah orang ini
mencari tahu dan ternyata racun yang mereka gunakan bernama Shi-gu-sheng-shui milik Wu Du
Zhen Jun yang sudah ada sejak 500 tahun yang lalu. Sangat sulit membasmi perkumpulan ini.
Tapi Shi-gu-sheng-shui adalah racun air yang paling lihai, jika tidak waspada racun air ini akan
membahayakan dunia persilatan karena itu penawar Shi-gu-sheng-shui yang disimpannya sejak
lama dibagikan kemudian disimpan di lima tempat berbeda. Agar bila ada yang terkena racun ini
bisa segera bisa tertolong. Kebaikan hatinya benar-benar membuat orang terharu. Salah satu
tempat penyimpannya adalah di sini. Aku tidak menyangka orang yang begitu terkenal masih ingat
pada keselamatanku." Dengan aneh Ruan-wei bertanya: "Siapa dia" Tetua terus-menerus memuji
nya." Fan Zhong-pin dengan senang menjawab: "Dia adalah ketua Zheng-yi-bang dan dulu dijuluki
Tie-ji-wen-hou, Lu Nan-ren!"
Siapa yang tidak tahu nama Lu Nan-ren di dunia persilatan" Siapa yang tidak hormat padanya"
Ruan-wei diam-diam berpikir, 'Bagaimana dengan ayah kandungku dia seperti apa" Jika dia
gagah seperti ketua Zheng-yi-bang, walaupun dia telah bersalah kepada ibu, aku tetap akan
menghormatinya.' Ruan-wei tidak tahu siapa ayahnya, tapi di dalam hati dia mempunyai perkiraan kalau ayahnya
bersalah kepada ibunya, sehingga membuat ibunya menikah lagi dengan Ruan Da-cheng.
Fan Zhong-pin menarik nafas, berkata lagi: "Tiga tahun yang lalu demi mencarimu, Lan Er
mencari sampai ke Yun-nan dan Gui-zhou, tanpa sengaja dia telah membuat Tian-du-jiao marah.
Tapi karena ilmu silatnya tinggi, bisa dikatakan setingkat dengan ayahnya, maka orang-orang
Tian-du-jiao tidak bisa mengalahkannya begitu saja. Akhirnya mereka menggunakan racun Shigu-
sheng-shui yang tidak berbau dan tidak berwarna untuk meracuninya. Sambil menahan
racun tidak menyebar Lan-er berhasil kabur dari kejaran musuh. Dengan bersusah payah baru
bisa lari kemari. Untung Tuhan berbaik hati, di sini ada obat penawarnya dan aku pun
menolongnya, kalau tidak mungkin dia akan mati."
Kemudian Fan Zhong-pin menarik nafas dan berkata lagi:
"Setelah beristirahat selama beberapa hari, dia meninggalkan bungkusan ini dan menyuruhku
memberikan padamu. Dia mengatakan bahwa dia sudah pergi ke mana-mana untuk mencarimu
303 tapi tidak berhasil menemukanmu. Banyak kata-kata yang harus disampaikannya kepadamu.
Ketika dia akan pergi, aku lihat dia sangat sedih. Dia berkata lagi bahwa kau pasti akan datang lagi
ke rumahku. Jika datang, dia menyuruhku menyampaikan kepadamu pergilah ke Tibet. Dia
menunggumu di sana. Banyak kesalah-pahaman yang harus dia jelaskan kepadamu."
"Untuk apa menjelaskan lagi" Dia menyuruhku ke Tibet pasti ada niat tidak baik!" Ruan-wei
marah. Fan Zhong-pin juga marah: "Jangan jadi orang tidak berperasaan! Lan Er bukan orang yang
berniat jahat, dia selalu jujur kepada siapa pun!"
"Aku tidak mau membicarakan masalah ini lagi. Aku pamit dulu!" Ruan-wei mengerutkan
alisnya. Sebenarnya Fan Zhong-pin ingin mengikuti Ruan-wei pergi ke perbatasan Tibet, menghindari
musuh yang mencarinya tapi melihat Ruan-wei sama sekali tidak berniat pergi ke sana maka
dengan kecewa dia berkata:
"Pergilah! Hitung-hitung Lan-er salah menilai orang, sampai-sampai Fei-long-jian miliknya pun
diberikan kepadamu!"
Ruan-wei membuka bungkusan berwarna ungu itu. Fan Zhong-pin tahu apa yang akan
dilakukan Ruan-wei. Dia segera membentak:
"Jika kau ingin mengembalikan pedangnya, silakan kembalikan sendiri kepada orangnya. Jika
kau mengembalikannya kepadaku, jangan salahkan kalau aku kurang sopan kepadamu!"
Terpaksa Ruan-wei membawa bungkusan itu lagi. Fan Zhong-pin berpesan lagi:
"Bukan karena aku cerewet, tapi jangan sebarkan tentang obat penawar Shi-gu-sheng-shui!
Jika ketahuan oleh Tian-du-jiao maka akan membuat dunia persilatan bertambah kacau."
"Aku bukan orang yang banyak bicara." Sesudah itu dia pun berlalu begitu saja. Dalam hati Fan
Zhong-pin berpikir, 'Di dunia persilatan satu generasi baru pasti akan mengganti generasi
sebelumnya. Aku sudah tua, benar-benar sudah tidak berguna lagi.'
Setelah dia menyelesaikan urusan di rumah. Hari kedua dia meninggalkan rumah untuk
menghindari kejaran Tian-du-jiao.
Setelah musim dingin berlalu, musim semi pun tiba. Demi mencari Zhong-jing, untuk
memberitahukan pertarungan yang terjadi antara Tuan Jian dan biksu harimau bisu dan tuli,
sebagai penentuan siapa yang menang dan siapa yang kalah dia pun pergi berkelana. Waktu yang
tersisa tinggal dua tahun kurang, maka Ruan-wei terus mencari Zhong-jing dan sekarang dia
sedang berjalan menuju Jin-ling. Perjalanan harus ditempuh selama setengah bulan. Dalam
terpaan angin dan hujan akhirnya dia sampai di Jin-ling. Sekarang sudah musim semi tapi karena
kelelahan dia terserang penyakit dan terbaring di sebuah penginapan besar.
Sakit Ruan-wei sangat parah dan dia tidak bisa keluar untuk mencari Zhong-jing. Setiap hari dia
hanya berbaring di ranjang, tubuhnya panas, dan hanya ingin makan makanan dingin.
Untung dia masih punya banyak uang, pelayan pun sangat rajin dan sering membelikan buah
pir yang dingin serta makanan lainnya. Kadang dia membelikan es batu yang besar lalu
dipecahkan supaya bisa dimakan Ruan-wei.
Walaupun musim dingin sudah berlalu tapi udara masih terasa sangat dingin. Ruan-wei masih
tetap ingin makan makanan dingin, benar-benar aneh. Tapi Ruan-wei harus makan, jika tidak
makan makanan dingin, tubuhnya akan terasa panas tidak tertahankan.
Suatu sore, lampu di kamar menyala hanya sebesar kacang dan pelayan belum datang
mengantarkan es untuknya, karena panas Ruanwei tidak tahan, akhirnya dia merintih, tiba-tiba
pintu kamar terbuka. Ruan-wei tergesa-gesa duduk. Dari luar masuk seorang pak tua bungkuk
dengan berpakaian seperti seorang kasir. Dia membawa sepiring makanan yang ditutup dengan
kain basah. Ruan-wei membuka bibirnya yang kering dan pecah-pecah. Dia melihat makanan dingin yang
tersimpan di atas piring dan mulutnya mengeluarkan suara meminta. Pak tua bungkuk itu
menaruh piring di atas meja dan mendekati Ruan-wei. Dia bertanya:
"Apakah kau merasa tidak enak badan?" Ruan-wei hanya menginginkan benda yang ada di
dalam piring itu. Mendengar pertanyaan pak tua itu, diam-diam dia berpikir, 'Benar-benar kurang
ajar, jika tidak sakit untuk apa aku terus merintih"'
304 Tapi dia adalah seorang terpelajar. Dia menahan rasa panas seperti dibakar di bagian dadanya.
Pelan-pelan mengangguk tapi dia terus menatap ke arah piring. Pak tua itu terus menggelengkan
kepalanya: "Dengan cara seperti itu hanya bisa bertahan untuk 'sementara supaya tidak haus tapi akan
merusak tubuh." Benda yang ditutup dengan kain basah karena panas maka meneteskan air. Dalam hati Ruanwei
berpikir, 'Benda yang ada di dalam piring pasti buah yang dingin." Maka tenggorokan terus
berbunyi KRRUUUK, KRRUUUK tapi pak tua itu seperti sengaja tidak mau memberikan makanan itu
kepadanya. Ruan-wei menahan amarahnya. Dengan lemah dia berkata:
"Pak tua, apakah Anda adalah orang penginapan ini?"
Pak tua bungkuk itu mengangguk dan menjawab:
"Aku adalah kasir penginapan ini, biasanya aku jarang mengurusi hal-hal yang tidak ada
hubungannya denganku, tapi aku melihat pelayan selalu membelikan buah-buahan dingin
untukmu maka aku merasa aneh dan aku pun datang ke sini untuk melihatmu."
Karena Ruan-wei marah, dia berkata: "Apakah Anda bisa memberikan barang yang dititipkan itu
kepadaku, pak tua?" Pak tua bungkuk itu seperti tidak mendengar perkataan Ruan-wei. Dia melihat piring itu
kemudian pelan-pelan berkata:
"Apakah kau terkena racun?" Walaupun tubuh Ruan-wei panas seperti terbakar api tapi dia
berusaha menahan emosinya dan mengangguk:
"Betul! Betul! Tolong berikan piring itu kepadaku!"
"Kau benar-benar terkena racun?" Ruan-wei ingin bangun sendiri untuk mengambil
makanan yang ada di dalam piring tapi dia tidak bertenaga karena itu dia sengaja tidak mau
melihat benda di dalam piring dan menjawab apa yang ingin diketahui oleh pak tua itu.
Dia menahan rasa sakitnya dan menjawab: "Setengah bulan yang lalu aku terkena serangan
Tian-du-jiao tapi aku sudah membaik. sekarang aku hanya ingin makan makanan yang dingin
saja." Pak tua berteriak, "Hua-du! Hua-du!" (racun bunga). Wajahnya penuh dengan keanehan.
"Betul, orang yang melukaiku bernama Hua-du-jun!"
Hua-du-jun Ke Qing-long berlatih racun Tao-hua. Orang yang terkena racunnya jika dalam
waktu tiga hari tidak mendapatkan obat penawarnya maka tubuhnya akan membusuk sampai
mati. Ilmu yoga yang dikuasai Ruan-wei merupakan tenaga dalam tingkat tinggi. Dia bisa
menahan bermacam-macam racun tapi hanya sementara waktu beredarnya racun beberapa kali
lipat supaya tidak mati. Sebenarnya tubuh Ruan-wei sudah harus berbau busuk, karena ilmu yoga
nya maka racun masih berkumpul di dalam tubuh tapi tidak sampai menyebar.
Sebetulnya waktu itu belum semua racun dikeluarkan, sebagian racun mengikuti aliran darah di
dalam tubuh. Racun mengendap di dalam darah, tidak mengeluarkan reaksinya.
Pak tua bungkuk itu menarik nafas: "Orang yang bisa membuat racun Tao Hua menjadikan
racun itu untuk melukai orang, memang dia harus dinamakan 'Hua-zhong-du-jun'!" (tuan racun
didalam bunga). Dia berkata lagi, 'Jika itu adalah racun bunga, mengapa tubuhmu tidak
membusuk"' "Aku tidak tahu. Tuan, tolong berikan piring itu kepadaku!"
Pak tua itu membuka tutup piring, di dalam berisi dua pir yang dingin yang sudah dikupas.
Ruan-wei segera mengambil, dalam sekejap buah pir itu habis dimakan, sampai bijinya pun tidak
disisakan. Pak tua bungkuk itu mengambil kembali piring dengan tangannya yang kurus. Dia terus
menggelengkan kepala: "Kalau terus menerus seperti ini, itu bukan cara yang baik!"
Setelah makan pir dingin, untuk sementara Ruan-wei bisa menahan rasa panas di dalam
jantungnya dan berhenti memberontak karena kepanasan. Dia merasa lelah dan mengantuk
akhirnya dia tertidur dengan nyenyak.
Pak tua bungkuk itu duduk sendirian di dalam kamar. Dia mengerutkan alisnya kemudian pelanpelan
berdiri dan berjalan ke tempat penyimpanan barang-barang Ruan-wei.
305 Bungkusan Ruan-wei sangat sederhana, satu bungkusan berwarna ungu dan satu bungkusan
lagi berwarna putih. Bungkusan pertama yang dibuka oleh pak tua itu adalah bungkusan ungu. Di
dalam bungkusan itu ada sebilah pedang yang terukir ikan hiu hitam dan sehelai sapu tangan
pembungkus emas. Sapu tangan tersebut tersulam beberapa kuntum Lan-hua (anggrek).
Wajah pak tua itu segera tersenyum sepertinya dia mengenang masa mudanya. Pasangan
kekasih sering saling memberikan benda yang bermakna cinta. Dia mencabut pedang itu dan
melihatnya. Pedang itu dalam cahaya redup memantulkan kilauan dingin. Dia memuji: "Pedang
bagus!" Pegangan pedang terukir seekor naga terbang. Pak tua bungkuk itu segera berkata:
"Ternyata dia adalah murid Gongsun Qiu-jian, pantas tenaga dalamnya sangat kuat dan dia
bisa menahan racun bunga selama setengah bulan, benar-benar hebat! Hebat!"
Pelan-pelan pak tua itu membungkus kembali barang-barang ke dalam kain ungu. Walaupun
ada pedang sakti yang tidak ternilai dan sebongkah emas tapi dia sama sekali tidak tertarik untuk
mengambil. Dia memejamkan mata berpikir, sepertinya dia sedang mengambil keputusan yang sulit
ditentukan. Akhirnya dia berkata:
"Aku ingin tahu tentang dirinya."
Karena itu dia pun segera membuka bungkusan berwarna putih. Isinya adalah pakaian seharihari,
tanpa sengaja dia melihat ada bungkusan yang dibungkus oleh kertas. Di dalam ada
beberapa helai kertas dan buku. Dalam hati pak tua berpikir, 'Ternyata dia seorang pelajar!'
Tapi masih ada bungkusan kecil yang dibungkus dengan kain sutra putih. Dalam hati dia
berpikir, 'Barang apa ini" Mengapa disimpan begitu terselubung"'
Demi mengetahui diri Ruan-wei dan memecahkan banyak pertanyaan yang berkecamuk di
dalam hati, terpaksa pak tua itu harus melanggar etika yang berlaku. Tampak kain sutra itu ada
tulisan: langit yang luas, rumput seperti gelombang, bayangan ibu sangat jauh, putramu sangat
merindukanmu. Hanya beberapa kata tapi sudah memperlihatkan perasaan hati yang begitu rindu kepada
ibunya. Kerinduan ini membuat pak tua ini menarik nafas panjang tapi juga diam-diam memuji.
Dia membuka bungkusan kain putih itu, ada dua buah tusuk konde yang terbuat dari giok.
Terbang Harum Pedang Hujan Piao Xiang Jian Yu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Warna gioknya hijau tua, berbentuk burung phoenic.
Melihat tusuk konde ini, pak tua itu merasa sangat kenal dengan benda ini. Begitu dilihat
dengan teliti lagi, setiap tusuk konde terdapat ukiran huruf Nan-pin.
Pak tua itu gemetaran, air mata segera membasahi wajahnya. Dia terus berkata:
"Pin Er! Pin Er!" Suaranya seperti sedang menangis, dia benar-benar sedih. Pelan-pelan dia
berjalan ke depan ranjang, Ruan-wei masih tertidur pulas.
Tangannya yang kurus mengelus kepala Ruan-wei dan tidak berhenti bicara:
"Cucu yang baik! Cucu yang baik! Kakek pasti akan mengobati racunmu, pasti akan mengobati
racunmu...." Ternyata pak tua bungkuk dan kecil ini adalah ayah Xiao-xiang-fei-zi Xiao Nan-pin, yang
bernama Xiao San-ye. 18 tahun yang lalu tersebar berita bahwa Xiao San-ye sudah meninggal.
Penyebab kematiannya tidak ada yang tahu dengan jelas tapi sama sekali tidak disangka sekarang
dia berada di kota Jin-ling dan menjadi seorang kasir di sebuah penginapan.
Ilmu meringankan tubuh, senjata rahasia, dan ilmu ketrampilan mengubah wajah adalah
keahliannya nomor satu di dunia persilatan. Sedangkan kemampuan ilmu silatnya, setingkat
dengan Tuan Jian, Fei-long-jian ke, dan San-xin-shen-jun. Semua senjata rahasia, baik yang
beracun maupun tidak jika sudah berada di tangan Xiao San-ye akan menjadi tidak berguna.
Cincin Hua-du-jun untuk menyimpan jarum beracun termasuk salah satu senjata rahasia. Setelah
mengetahui asal usul racun ini, bagiXiao San-ye semua ini tidak masalah.
Tiga hari kemudian Ruan-wei baru sadar. Begitu sadar dia melihat ke sekeliling, dia baru tahu
kalau dia sekarang berada di sebuah rumah bagus bukan di penginapan usang. Di luar terlihat ada
taman bunga, ditanami banyak pohon Mei-hua. Setiap pohon Mei-hua penuh dengan Mei-hua
berwarna merah membuat taman bunga itu menjadi penuh kehidupan.
Dengan santai Ruan-wei menarik nafas, dia merasa tubuhnya sudah tidak ada perasaan tidak
enak, rubuhnya juga sudah tidak bengkak lagi. Diam-diam dia berpikir:
306 "Aneh, mengapa penyakitku mendadak sembuh?"
Dia tidak tahu, dalam tiga hari ini pak tua bungkuk itu telah menghabiskan banyak tenaga dan
obat, baru berhasil menyembuhkannya.
Dia membalikkan tubuh dan berdiri, tapi dia terjatuh lagi, ternyata dia masih belum bisa
berjalan. "Jangan tergesa-gesa, kau harus istirahat selama beberapa bulan, baru akan sembuh total.
Apakah kau merasa lebih baikan?" tanya pak tua.
Dalam hati Ruan-wei berpikir, penyakitnya pasti telah disembuhkan oleh pak tua ini, maka dia
segera berkata: "Terima kasih Tuan sudah menolongku. Aku masih kecil dan tidak berpengalaman, jika bukan
karena Tuan aku pasti sudah mati di tangan Hua-du-jun!"
Pak tua bungkuk itu tertawa melihat Ruan-wei. Dia benar-benar menyukainya tapi dia tidak
akan menanyakan marganya, dia juga tidak akan memberitahukan identitas dirinya, lebih-lebih dia
tidak akan memberitahukan Ruan-wei tentang kematian"Xiao Nan Pin.
"Istirahatlah!" dia hanya berkata itu saja
Setelah itu setiap hari pak tua itu pasti beberapa kali menengoknya, kadang-kadang Ruan-wei
menanyakan namanya tapi dia selalu berkata:
"Umurku cocok untuk menjadi kakekmu, panggil saja aku Kakek Xiao."
Karena Ruan-wei sangat berterima kasih kepadanya, dia tidak banyak berpikir. Setiap hari dia
selalu memanggilnya Kakek Xiao. Mereka banyak bercerita tentang dunia persilatan.
Ruan-wei sangat sedikit mengetahui tentang dunia persilatan, sekarang mendengar cerita
Kakek Xiao, dia sangat tertarik, apalagi cerita tentang ilmu silat. Kakek Xiao tambah semangat
menceritakan tentang ilmu senjata rahasia, ilmu meringankan tubuh, dan ilmu keterampilan
tangan. Ruan-wei sangat pintar, dia cepat menangkap maka dalam waktu dua bulan dia telah
mendapatkan banyak pengetahuan tentang ketiga ilmu ini.
0-0-0 BAB 94 Bercerita kejadian masa silam Mewariskan ilmu andalannya
Sesudah dua bulan berlalu, pepohonan dan rumput-rumput mulai mengeluarkan tunas.
Sekarang memasuki musim semi yang indah.
Selama dua bulan ini Ruan-wei belajar banyak cara melempar senjata rahasia juga tenaga
dalam dan tidak ketinggalan belajar mengubah wajah. Hanya saja dia kurang praktek.
Hari ini Ruan-wei merasa tubuhnya sudah sehat dan dia ingin turun dari tempat tidur untuk
melemaskan tubuhnya yang kaku. Begitu dia menggunakan tenaga dalamnya, bisa dikatakan
tubuhnya benar-benar sudah sehat.
Dengan senang dia berjalan-jalan ke taman bunga. Taman bunga sangat luas, bermacammacam
aroma wangi bunga membuat orang merasa segar. Ruan-wei menggunakan ilmu
meringankan tubuh yang diajarkan Kakek Xiao. Tubuh Ruan-wei seperti bola melambung ke atas
dan ke bawah, kadang-kadang seperti burung kenari terbang di langit.
Ruan-wei semakin tertarik, tubuhnya ditekuk dan meloncat. Dia seperti sebuah panah melesat
ke semak-semak. Ini adalah ilmu meringankan tubuh yang bernama 'Li-guang-shi-jian'. Ilmu ini
bisa dikatakan sangat jarang dikuasai orang.
Ketika tubuhnya melejit ke arah semak-semak, dia teringat satu cara melempar senjata rahasia,
maka dia segera menepuk kedua tangannya. Puluhan bunga bergerak ke pinggir, seperti ada
seorang dewi yang sedang menabur bunga. Dengan cara indah dia mendarat.
Walaupun ini pertama kalinya berlatih, tapi terlihat caranya sangat jitu. Yang harus diketahui,
bila di tengah-tengah udara siapa pun tidak dapat bergerak bebas dan sulit mencapai sasaran,
jarang ada orang yang bisa menggunakan senjata rahasia di tengah-tengah udara. Tapi jurus ini
diciptakan oleh Xiao San-ye, dan jurus ini adalah jurus senjata rahasia seperti hujan, tidak
mementingkan sasaran. Tapi cara aneh ini asal digunakan, memenuhi langit dengan menggunakan
senjata rahasia pasti akan mengenai musuh.
307 Ruan-wei baru sembuh, tubuhnya masih lemas keringat terus menetes. Tiba-tiba di belakang
ada yang berkata: "Apakah kau sudah merasa sehat?"
Begitu membalikkan tubuh, Xiao San-ye sudah berdiri di belakang sekitar satu meter dari Ruanwei.
Ruan-wei berpikir, 'Jika dia musuh, dan dari belakang memukulku, aku tidak akan tahu.
Sungguh memalukan, benar-benar memalukan.' Dia berkata:
"...sudah baik... sudah membaik...."
Punggung Xiao San-ye yang bungguk agak ditegakkan. Dengan bersemangat dia berkata:
"Dalam waktu dua bulan aku mengajar ilmu silat, bagaimana hasilnya?"
Xiao San-ye tidak pernah mengatakan akan mengajarkan ilmu silat tapi Ruan-wei bukan orang
bodoh. Dari kata-kata Kakek Xiao, dia tahu kalau Kakek Xiao bermaksud mengajarkan ilmu silat.
Dan dia sudah menganggap Kakek Xiao adalah gurunya.
Maka dengan penuh hormat dia menjawab:
"Aku merasa ilmu meringankan tubuh dan senjata rahasia Kakek Xiao adalah ilmu terbaik di
dunia ini." Kata-katanya tadi tidak bermaksud menjilat, melainkan setelah dipraktekkan baru diketahui
ilmu kakek Xiao benar-benar bagus dan dia mengatakan dengan hati tulus.
"Apakah kau bisa mempraktekkan ilmu silat yang hanya kuajarkan dengan cara bercerita?"
"Aku kira... mungkin ini tidak masalah...." Ruan-wei berkata dengan sedikit ragu.
Xiao San-ye masih mengenakan baju kasir. Dia menyelipkan baju itu ke tali pinggang dan
berkata: "Sebisa-bisanya kau memperagakan ilmu meringankan tubuh yang sudah kau mengerti, aku
akan berdiri di sini, aku tidak akan bergeser, kau harus bisa meraba benda yang ada di tubuhku.
Kau baru akan merasa tidak malu kalau aku telah menolongmu?"
Tubuh Xiao San-ye kecil, kurus, dan kering, dilihat dari sudut manapun tidak terlihat kalau dia
adalah orang yang mempunyai ilmu silat tinggi.
Diam-diam Ruan-wei berpikir, 'Jika kau berlari, tidak mungkin aku bisa mengejarnya. Tapi jika
diam tidak bergerak, masa aku tidak bisa meraba benda di tubuhmu" Aku benar-benar tidak
percaya.' Ruan-wei bukan orang yang senang memuji diri sendiri, tapi begitu mendengar kata-kata Xiao
San-ye tadi, dia benar-benar tidak berani bertin-dak ceroboh. Dia benar-benar takut tidak sanggup
meraba benda itu jika begitu dia pasti akan merasa malu. Dan Kakek Xiao pasti akan marah
karena dia melupakan ilmu yang telah diajarkan olehnya.
Karena itu gerakan tubuh Ruan-wei berubah. Dengan teliti dia memakai jurus-jurus yang
selama dua bulan ini dipelajarinya dari kakek Xiao dan setiap jurus menyerang ke arah tubuhnya
Benar saja posisi berdiri Kakek Xiao tidak bergeser sedikit pun. Begitu Ruan-wei meraba tubuhnya,
dia meloncat. Bila datang dari kiri, dia akan meloncat ke kanan begitu sebaliknya. Berkali-kali dia
menggunakan jurus tapi tetap tidak sanggup memegang baju Kakek Xiao dan posisi berdirinya
tidak bergeser. Karena begitu dia meloncat, saat turun, posisi berdirinya masih berada di tempat
tadi. Posisi Ruan-wei semakin terjepit, terpaksa dia mengeluarkan jurus-jurus yang paling
dikuasainya yaitu 'An-ying-fu-xiang'. Xiao San-ye meloncat ke atas lagi. Dia segera menambah
satu jurus lagi. Dua jurus hanya berlangsung sebentar. Dalam hati dia berpikir, 'Kakek Xiao pasti
tidak akan bisa lolos lagi.'
Tapi Xiao San-ye berputar di udara, tetap turun dengan miring di tempat semula. Ruan-wei
tetap tidak berhasil mendapatkan apa pun.
Kegagalan Ruan-wei kali ini membuatnya patah semangat dia menghapus keringat di dahinya.
Dengan terengah-engah dia berkata: "Aku merasa malu! Merasa malu...." Dia tidak tahu kalau
ilmu meringankan tubuh Xiao San-ye adalah ilmu meringankan tubuh terhebat di dunia persilatan,
yang bernama 'Bai-bian-gui-ying' (bayangan setan berubah beratus-ratus). Jangankan satu Ruanwei,
sepuluh Ruan-wei pun tetap tidak akan bisa memegangnya.
Xiao San-ye tidak melihat Ruan-wei, pelan-pelan dia menggunakan jurus Bai-bian-gui-ying dan
menyebutkan cara-caranya. Setengah jam kemudian dia pun pergi. Sebelum pergi dengan dingin
dia berkata: 308 "Jika kau merasa malu, cobalah berlatih sungguh-sungguh, setelah itu baru kau beritahu
kepadaku." Ruan-wei tinggal di rumah itu dengan tenang. Jika tiba waktunya, pelayan penginapan akan
mengantarkan makanan. Kecuali berlatih ilmu 'Bai-bian-gui-ying' dan bermacam-macam jenis
senjata rahasia, yang lainnya tidak dipikirkan oleh Ruan-wei.
Satu bulan berlalu, Ruan-wei sudah sangat sehat. Apa yang sudah diajarkan oleh Xiao San-ye,
dilatihnya hingga lancar.
Dalam waktu satu bulan ini Xiao San-ye tidak datang mengganggunya. Suatu hari dia seperti
tahu kalau Ruan-wei telah menguasai ilmu yang diajarkan, maka dia datang lagi ke taman bunga
ini. Menjelang sore, ketika Ruan-wei baru selesai berlatih ilmu silat. Xiao San-ye bertanya: "Apakah
kau sudah mencobanya?"
Ruan-wei menggelengkan kepala: "Kakek Ye, aku seperti katakdalam tempurung. Aku tidak
tahu di luar langit masih sangat luas. Satu bulan berlatih 'Bai-bian-gui-ying' aku merasa ilmu silat
ini sangat dalam dan luas tiada batasnya. Di luar manusia ada manusia, di luar langit masih ada
langit. Aku tidak berani mencoba...."
Kata-katanya keluar dari lubuk hatinya, sesudah mendengar kata-katanya, Xiao San-ye tidak
mengatakan apa-apa. Ruan-wei takut Kakek Xiao akan salah paham kepadanya, dia berkata lagi:
"Ada satu hal penting yang harus kuselesai-kan, aku... aku... ingin pamit."
Xiao San-ye menarik nafas panjang, berkata:
"Aku tidak akan memaksamu, kau adalah orang baik, kau ingin cepat-cepat menyelesaikan
masalah ini berarti masalah ini sangat penting. Marii, kita mengobrol di kamar."
Ketika Xiao San-ye masuk ke rumah, pelayan membawakan lampu dan Xiao San-ye berpesan
untuk menyiapkan teh. Pelayan dengan sikap hormat mengantarkan teh, setelah itu dia pamit dan
meninggalkan cucu dan kakek ini.
Sesudah minum Xiao San-ye berkata: "Kau ingin pergi, aku tidak akan memaksa mu tinggal.
Sekarang aku ingin mengatakan sebuah rahasia kepadamu. Hal ini sudah ku simpan selama 18
tahun, jika hari ini bisa terungkap, hatiku tidak akan tertekan lagi. Aku minta, jika aku sedang
bercerita, jangan banyak bertanya...." Ruan-wei mengangguk. Xiao San-ye menarik nafas panjang.
"18 tahun yang lalu, di dunia persilatan terkenal dengan empat orang si cantik, salah satunya
adalah putriku...." Ruan-wei bergetar, karena ketika masih kecil dia pernah mendengar Ruan Da-cheng
menceritakan tentang empat orang si cantik dari dunia persilatan. Dan mengatakan jangan melihat
keadaan ibunya seperti sekarang, dulu dia adalah salah satu dari empat orang si cantik, yang
bernama Xiao-xiang-fei-zi.
"Ibu bermarga Xiao, Kakek Xiao bermarga Xiao, ada hubungan apa antara ibu dengan Kakek
Xiao?" Di ingin bertanya tapi dia teringat Kakek Xiao berpesan dia tidak boleh banyak bertanya,
terpaksa dia diam.... "Kau pasti merasa aneh orang jelek seperti diriku mengapa bisa mempunyai seorang putri
cantik sampai dijuluki si cantik dari dunia persilatan, Ha ha ha., .aku memang jelek, kurus, dan
kecil tapi aku mempunyai seorang istri yang cantik dan anggun. Kau bisa tahu kalau aku benarbenar
menyayangi istriku dan sama sekali tidak ada kepura-puraan...."
Wajah Xiao San-ye terlihat memancarkan cahaya bahagia. Suaranya seperti jatuh ke alam
mimpi: "Aku tahu kalau aku sangat jelek tapi aku juga tahu kalau istriku sungguh mencintaiku, kami
benar-benar saling mencintai. Setiap hari berkumpul, semenit pun tidak ingin berpisah."
Xiao San-ye sudah berusia 70 tahun lebih, setiap dia bercerita tentang cintanya yang begitu
dalam, Ruan-wei tidak merasa ingin tertawa tapi malah terharu oleh perasaan Kakek Xiao yang
tulus. Air mata mulai membasahi wajah Ruan-wei.
"Kesukaanku adalah menikmati keindahan pemandangan gunung dan sungai. Aku tidak mau
berpisah dengan istriku maka bila ada tempat yang bagus, aku selalu mengajak istriku. Waktu itu
putriku sudah berusia 20 tahun, tidak perlu diurus lagi. Apalagi dia cantik, namanya lebih terkenal
309 dibandingkan aku. Kami berdua tidak mempunyai kekhawatiran apa-apa, dan kami pergi
melancong menikmati keindahan alam...."
"Suatu hari aku tidak sengaja membaca sebuah puisi. Puisi itu menceritakan tentang keindahan
alam yang begitu menakjubkan...."
"Maka hari kedua aku membawa istriku yang ingin melihat pegunungan yang indah dari
Propinsi Gui-zhou sampai ke Guang-xi, Gui-lin. Sesampainya di kota Liu-zai, kami melihat banyak
gunung aneh dan juga bebatuan aneh. Begitu sampai di He-chi, gunung yang ada di sisi jalan
berbentuk seperti bawang daun yang kami tanam, begitu lurus, ada juga seperti berbentuk
seperti bendera yang dikibarkan atau dua binatang yang sedang bertarung. Ada juga seperti
burung sedang bertengker di atas pohon, benar-benar membuat siapa pun yang melihatnya
menjadi kagum. Seumur hidup baru pertama kali aku melihat pemandangan yang begitu aneh...."
Dalam hati Ruan-wei mulai muncul rasa ingin tahu. Melihat Kakek Xiao bercerita begitu
mendetil, dia pun tertarik.
Xiao San-ye lebih teliti lagi menceritakan kisahnya:
"Ketika kami tiba di Jun-cheng-jiang, di sekeliling sana adalah gunung dan jurang. Apalagi
Gunung Qing-lian benar-benar indah. Orang yang melancong di Gunung Qing-lian seperti berjalanjalan
di atas bunga teratai. Aku benar-benar tidak menyangka di dunia ini ada pemandangan yang
begitu indah, apalagi ditemani oleh istri tercinta, benar-benar tidak bisa dilupakan seumur
hidup...." Xiao San-ye bercerita dengan seru, Ruan-wei mendengarnya sampai terkagum-kagum. Dia
benar-benar ingin segera pergi ke sana untuk menikmati keindahan pemandangan yang
sebenarnya. Xiao San-ye sedang bersedih meng-enang semua ini tapi demi Ruan-wei supaya bisa
mengetahui keberadaan pemandangan di sana maka dia pun menahan kesedihannya dan terus
bercerita. Mengenang masa lalu, hati terasa sakit, dia menarik nafas panjang. Sesudah minum beberapa
teguk teh pahit, dengan sedih Xiao San-ye bercerita lagi.
"Pepatah mengatakan: disaat sangat senang sering terjadi kesedihan. Hhhhh...! ternyata katakata
ini benar-benar terjadi padaku. Ketika sudah sampai di Liu-zhou. Di Guang-xi, gunung itu
berbentuk bulat, gunung seperti ini memang banyak tapi di Liu-zhou di Gui-lin lebih banyak lagi.
Maka begitu tiba di Liu-zhou pada hari kedua pagi, aku membawa istriku melancong kesanakemari."
"Pada siang hari, di kota Liu-zhou aku mendengar tempat yang paling berbahaya adalah Qinglian-
shan. Sebenarnya gunung itu tidak bernama, hanya saja bentuknya seperti kuncup bunga
teratai maka orang Liu-zhou menamakan tempat itu Qing-lian-shan. Begitu tahu tempat itu sangat
bagus, aku tidak mendengar nasehat orang lain juga tidak peduli karena gunung itu sangat luas.
Orang yang pergi kesana sering tersesat dan tidak bisa pulang, dan ada alasannya lainnya...."
Xiao San-ye berhenti sejenak dan tampak sorot bingung dari matanya. Dia menggelengkan
kepala dan berkata lagi: "Benar saja, begitu memasuki gunung itu sampai sore hari kami tidak bisa menemukan jalan
keluar, kami hanya melihat kabut tebal di mana-mana, tidak terlihat ada siapa pun di sana. Aku
marah dan berpikir, sekalian saja aku menginap semalam di sana, besok hari baru mencari jalan
keluar." "Gunung ini seperti jantung bunga teratai. Dibawah gunung banyak batu. Dalam kabut tebal
aku melihat ada sebuah rumah batu dengan luas sekitar puluhan meter persegi. Aku pikir ada
Harimau Mendekam Naga Sembunyi 20 Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira Sepak Terjang Hui Sing 6