Pencarian

Terbang Harum Pedang Hujan 8

Terbang Harum Pedang Hujan Piao Xiang Jian Yu Karya Gu Long Bagian 8


ini, dia seperti disambar geledek, tidak bisa bergerak. Setelah bisa menenangkan diri, dengan
cepat dia berlari ke depannya dan memegang pundaknya berkata:
"Nan Pin, apa yang terjadi padamu?"
197 Ternyata rambutnya yang panjang dan acak-acakan, bajunya compang camping, dan wajah
sangat jelek adalah milik seorang gadis yang dahulu sangat cantik, sombong, bersih, anggun, dan
sangat perasa, dia tidak lain adalah 'Xiao-xiang-fei-zi Xiao Nan-pin'.
Sekarang dia dengan bengong melihat Yi-feng, dari matanya seperti ada cahaya kegembiraan
dan kesedihan tapi segera berubah menjadi kebingungan. Dengan dingin dia berkata:
"Siapa kau?" Tangan kirinya menggendong anak itu lebih erat kemudian tangan kanannya
menepiskan tangan Yi-feng jauh-jauh.
Yi-feng terpaku, dia sedih juga menyesal. Dari luar hutan ada yang berlari masuk ternyata
seorang perempuan lagi. Dia membentak:
"Perempuan jelek, mengapa kau merebut anakku?"
Sorot mata Wan Tian-pin bergerak, tubuhnya bergerak cepat seperti angin, dia berlari kedepan
perempuan itu dan mencengkram perge-langannya.
"Ayah!" teriak perempuan itu
Wan Tian-pin marah: "Apakah kau juga sudah gila?" Dia menarik tangan Wan-hong untuk pergi dari sana.
Xu-bai berteriak di belakangnya:
"Kau mau ke mana?" Dia ikut berlari.
Yi-feng bengong melihat kelakuan mereka:
"Nan-pin, kau istirahatlah dulu, biar aku yang menggendong anak itu!"
Sorot mata Xiao Nan-pin terlihat bingung, tapi tiba-tiba dia tertawa:
"Kau menginginkan anakku, aku tidak akan memberikannya padamu."
Duo-shou-zhen-ren, Lao-shan-san-jian, Yan-shan-san-jian, Nan-gong-shuang-li, dan Qihai-yu-zi
Wei Ao-wu, melihat Yi-feng kemudian melihat perempuan jelek dan seperti orang gila Mereka
kebingungan. Di balik semak-semak terdengar tangisan bayi. Wajah semua orang di sana
berubah, Xiao Nan-pin tertawa dengan senang:
"Masih ada satu anak lagi." Dia sudah berlari masuk ke dalam semak-semak. Karena dia
mengalami tekanan batin tang berat, maka jiwanya mulai terganggu, dan menjadi gila.
Setelah dia melemparkan cermin yang terbuat dari tembaga ke atas batu, dia berlari ke
gunung. Setiap hari kerjanya hanya menangis, setelah menangis dia mengelilingi gunung itu. Dia
tidak tahu apa yang harus dia kerjakan sekarang.
Setiap hari dia hanya berjalan dan berjalan. Hari ini tiba-tiba dia bertemu dengan Wan-hong
yang sedang menggendong seorang anak dan berlari dengan kencang.
Walaupun dalam keadaan setengah gila, dia masih bisa mengenali Wan-hong. Dia segera
menghadang Wan-hong. Karena terkejut, anak yang ada dalam gendongan Wan-hong segera
direbut olehnya. Orang yang jiwanya terganggu seringkali mencari sesuatu untuk menghiburnya. Sekarang yang
dianggapnya bisa menghibur adalah anak itu. Begitu mendengar ada suara tangisan bayi dari
semak-semak, dia segera berlari ke sana.
Qi-hai-yu-zi dan yang lainnya berniat mencegahnya tapi sudah tidak sempat.
0-0-0 BAB 66 Tewas Yi-feng melihat bayangan belakang Xiao Nan-pin, dalam hati dia benar-benar tidak enak. Dia
menarik nafas sambil melihat sekeliling, terlihat murid-murid Tian-zheng-jiao berkumpul di depan
semak-semak, tidak adayang berani masuk.
Dari semak-semak terdengar suara tawa Xiao Nan-pin:
"Bayi yang putih dan gemuk, sangat lucu, sangat..."
Ketika dia bicara, suara terdengar dekat tapi terakhir suaranya sudah jauh. Tampak dia
membawa bayi yang baru lahir itu pergi dari sana.
Yi-feng terkejut, merasa aneh, dan berpikir, 'Murid-murid Tian-zheng-jiao melihat anak ketua
mereka direbut Nan Pin, mengapa mereka tidak berani mendekat" Walaupun mereka sungkan tapi
tidak harus seperti ini!"
198 Dia kembali berpikir, putranya dibawa oleh Xiao Nan-pin yang sudah setengah gila, dia merasa
cemas, mana ada waktu memikirkan orang lain.
Wajah Qi-hai-yu-zi bergerak, matanya berkedip, dia bertanya:
"Nyonya, apakah Anda baik-baik saja" Kami ada di sini menunggu. Nyonya tidak perlu merasa
khawatir, begitu Nyonya sudah bersih-bersih kami akan masuk untuk membereskan semuanya."
Selesai bicara, dia mundur ke bawah sebuah pohon untuk duduk dan beristirahat. Semua
mengikutinya. Kedudukan Qi-hai-yu-zi di Tian-zheng-jiao adalah tertinggi, jika dia hanya
melakukan ini, orang lain pasti tidak akan berani sembarangan bergerak.
Sekarang Yi-feng tidak tahu bagaimana rasa hatinya. Dia ingin mengejar Xiao Nan-pin tapi
kakinya tidak bisa melangkah. Dia berdiri di bawah sebuah pohon dan terpaku. Angin bertiup ke
dalam hutan membuat daun-daun terus bergoyangan. Tapi suara nafas setiap mereka yang ada di
sana terdengar jelas. Suara rintihan belum selesai, terdengar lagi suara baju berbunyi, mungkin Xue Ruo-bi berusaha
menahan sakit. Setelah melahirkan dan sekarang dia berusaha membereskan bajunya.
Saat semua orang sedang menanti, dari balik semak-semak terdengar lagi suara teriakan
memilukan. Teriakan memilukan ini berasal dari Xiao-hun-fu-ren Xue Ruo-bi.
Setelah teriakan itu, terdengar lagi suara Xue Ruo-bi yang lemah. Dengan terpatah-patah dia
berkata: "Kau... maafkan aku... aku tidak berani...." suaranya berhenti sejenak. Tapi teriakan memilukan
terdengar lagi. Semua orang terkejut mendengar suara ini. Yi-feng tidak tahan lagi, dia menyibak semaksemak
dan berlari masuk. Yan-shan-san-jian' dan 'Duo-shou-zhen-ren' mengikutinya masuk.
Terlihat di balik semak-semak itu ada sebuah tempat sekitar 3 meter persegi. Di bawah penuh
dengan darah. Xue Ruo-bi sedang meringkuk di bawah. Seseorang berbaju hijau muda lari keluar
dari sana melewati celah-celah pohon.
Yan-shan-san-jian' dan 'Duo-shou-zhen-ren' bersama-sama berlari mendekat Xue Ruo-bi. Begitu
mereka melihat keadaan Xue Ruo-bi, wajah mereka segera berubah dan berteriak kemudian
dengan tergopoh-gopoh mundur 3 langkah.
Yi-feng curiga dengan orang itu, tapi setelah mendengar teriakan mereka, dia menoleh.
Wajahnya juga berubah dan dia ikut berteriak kemudian mundur 3 langkah!
Ternyata 'Xiao-hun-fu-ren' Xue Ruo-bi terbaring di bawah berlumuran darah, kedua matanya
terpejam. Wajahnya pucat seperti kertas, dia tidak bernafas lagi. Pisau yang menancap di dadanya
masih tetap seperti tadi. Darah merah mengalir melalui lubang pisau.
Lao-shan-san-jian, Nan-gong-shuang-li, Qi-hai-yu-zi masuk dan berteriak.
Tapi teriakan mereka sangat pendek mereka memegang pisau berwarna kuning keemasan. Hal
ini membuat wajah mereka ter-kejut dan segera membeku.
Waktu itu juga langit dan bumi juga seperti ikut membeku.
Qi-hai-yu-zi menarik nafas panjang, tiba-tiba dia melambaikan tangan, tanpa berkata apa pun
dia pergi dari sana. Yan-shan-san-jian', 'Duo-shou-zhen-ren', dan 'Nan-gong-shuang-li', saling
memandang, diam-diam menarik nafas kemudian tanpa suara keluar dari semak-semak.
Sorot 'Lao-shan-san-jian' dengan iba melihat Xue Ruo-bi kemudian mereka melihat Yi-feng.
Sepertinya ada sesuatu yang ingin mereka sampaikan kepada Yi-feng tapi akhirnya mereka
mengurungkan niatnya. Mereka hanya menarik nafas kemudian berlari keluar dari semak-semak.
Suara helaan nafas mereka masih bergema di dalam hutan.
Dengan terpaku Yi-feng melihat mayat Xue Ruo-bi. Perasaannya benar-benar tidak karuan,
melihat mereka tiba-tiba pergi dia juga merasa aneh. 'Aneh, mengapa murid-murid Tianzhengjiao
ketika melihat istri ketua mereka terkena musibah tidak mengatakan sesuatu malah
pergi begitu saja dan membiarkan mayat yang pernah membuat banyak laki-laki tergila-gila.'
Tapi ada kesedihan yang sulit diutarakan, membuatnya berhenti bertanya-tanya.
Dia mengenang masa lalunya yang begitu indah. Dia teringat saat mereka bertemu di depan
sebuah jembatan kecil. Janji-janji yang mereka ukir di bawah bulan dan bintang, kata-kata manis
yang terucap di rumah kecil dan indahnya ketika saling berpandangan...
Semua ini baginya begitu nyata tapi juga begitu jauh.
199 Dia melihat langit, kegelapan mulai menutupi bumi. Angin malam di hutan lebih dingin
dibanding hari-hari biasanya.
Dia mengenang kembali mimpi indah masa lalunya.
Karena itu pelan-pelan dia berjongkok dan menjulurkan tangannya, memegang tangan yang
indah tapi pucat dan mulai dingin itu. Setetes air mata mengalir keluar dari sudut matanya
kemudian menetes ke tangan yang indah dan pucat itu. Air matanya seperti sebuah mutiara yang
berkilau. Jika Xue Ruo-bi masih memiliki perasaan juga masih bisa merasakan dinginnya air mata itu, dia
akan merasa terhibur dan merasa puas.
Karena seumur hidupnya dia tidak pernah mendapatkan apa-apa, dia bertemu dengan seorang
laki-laki yang begitu penuh dengan perasaan. Ketika dia meninggal, laki-laki ini masih menjaga di
sisinya. Akhirnya matahari pun terbenam, malam begitu gelap seperti mimpi tiba-tiba menutupi gunung
ini, bumi ini. Yi-feng terus memegang tangan perempuan ini. Perempuan yang pernah dia cintai. Dalam
benaknya kecuali kenangan indah, seperti-nya dia tidak ingin memikirkan yang lainnya lagi.
Manusia benar-benar aneh, dia selalu melupakan kesalahan orang-orang yang telah meninggal,
dia hanya teringat pada kebaikannya saja. Mungkin karena alasan inilah manusia disebut mahluk
yang paling pintar. Waktu. Pelan-pelan dan tidak mempunyai perasaan pergi begitu saja. Malam sudah tiba.
Yi-feng berdiri di sisi semak-semak, dia menggali sebuah lubang yang dalam. Pekerjaan ini
membuat tangannya mati rasa. Kukunya penuh dengan tanah.
Tapi dia tidak merasakannya. Dengan pelan dan hati-hati dia membawa mayat Xue Ruo-bi dan
meletakkannya di dalam lubang itu kemudian dia mulai menguburkan Xue Ruo-bi.
Tiba-tiba... Sorot mata Yi-feng melihat pisau melengkung dengan pegangannya yang berwarna kuning
emas. Dia mencabut pisau itu dan dengan hati-hati menyimpannya di balik dada.
Sekarang dia belum sempat melihat pisau ini dengan teliti karena hatinya masih diliputi dengan
perasaan sedih. Jika orang sedang bersedih, dia tidak akan peduli dengan hal lain. Akhirnya
lubang pun tertutup. Si cantik yang dulu begitu cantik dan membuat banyak laki-laki tergila-gila padanya, sekarang
hanya menjadi seonggok tanah.
Yi-feng menarik nafas panjang. Dia ke pinggir mencari batu yang agak rata kemudian
mengeluarkan pisau melengkung itu. Pelan tapi dengan teliti dia mengukir 4 huruf. 'Kuburan
istriku Xue Ruo-bi'. Kata-kata ini memang terasa biasa tapi dihati mengandung berjuta kata maaf, juga perasaan Yi
feng padanya. Bagi Xue Ruo-bi yang sudah meninggal, keempat kata ini bukankah bisa
membuatnya terhibur dan tersenyum"
Kemudian Yi-feng menancapkan batu itu dan hanya menyisakan sedikit untuk dijadikan tenda.
Karena dia tidak ingin mayat Xue Ruo-bi diganggu oleh orang lain. Yi-feng duduk di bawah sebuah
pohon untuk menunggu tibanya hari esok.
Cahaya bulan masuk melalui celah-celah pohon membuat bayangan Yi-feng menjadi panjang.
Bayangan ini menutupi lubang yang baru ditutupnya. Seperti dulu 'Tie-ji-wen-hou' Lu Nan-ren,
dengan kedua tangan memeluk istri tercintanya dengan erat. Angin bertiup, daun melambailambai.
Mereka sepertinya ikut menarik nafas demi laki-laki yang mempunyai perasaan begitu
dalam. 0-0-0 BAB 67 Gadis belia Matahari seperti ikut merasa sedih karena kejadian kemarin malam, pagi ini dia muncul lebih
pagi. 200 Cahaya matahari membuka kegelapan malam juga mengeringkan embun yang berada di atas
daun... Matahari dengan semangat muncul di pegunungan hijau ini.
Jalan penuh dengan batu dan pasir, karena sinar matahari ini membuat jalan menjadi terang
dan berwarna kuning. Di pagi hari di musim semi bagi manusia benar-benar indah.
Tiba-tiba...di jalan gunung yang penuh dengan cahaya, angin menghantarkan lagu indah. Suara
yang merdu dan lembut tidak jelas apa yang dinyanyikannya. Sepertinya ada seorang gadis
remaja yang sedang bernyanyi.
Nyanyian itu semakin dekat, diiringi nyanyian ini dari sebuah jalan gunung muncul seorang
gadis remaja dengan umur berkisar 13-14 tahun. Sambil merapikan rambutnya yang tertiup angin,
dia mengambil sehelai rumput. Seperti seekor burung nuri, dengan santai dia bernyanyi dengan
gembira. Di dunia ini banyak terdapat lukisan. Apakah pernah melihat lukisan gunung dan kolam ini.
Di dunia ini banyak terdapat puisi-puisi. Apakah puisi ini pernah melukiskan keindahan
alam ini Keindahan alam tidak bisa dilukiskan
Ah! Di dunia ini ada berapa puisi" Aku tidak tahu, aku juga tidak tahu di dunia ini ada berapa
yang memuji. Memuji keindahan pagi hari di gunung di awal musim semi. Tapi aku tahu pujian
dari dulu sampai sekarang tidak ada yang secantik dan seindah nyanyian gadis ini.
Lagu ini terdengar begitu alami, seperti angin berhembus dan air mengalir, juga seperti bahasa
serangga di malam hari... dengan lagu alami memuji keindahan alam, bukankah lagu ini bisa
menggerakan hati setiap orang"
Di dunia ini ada berapa banyak lukisan, aku tidak tahu, aku tidak tahu di dunia ini ada berapa
banyak orang yang bisa melukis" Walaupun ada yang bisa melukiskan kedua matanya yang indah,
tapi tidak bisa melukiskan cahaya yang memancar dari matanya. Walaupun ada orang bisa
melukiskan tawanya yang manis tapi tidak bisa melukiskan manisnya tawa ini. Walaupun ada
orang yang bisa melukiskan keindahan tubuhnya, tapi tidak ada yang bisa melukiskan tubuhnya
yang dipenuhi semangat muda.
Dengan ringan dan gembira, dia turun dari gunung. Bajunya berwarna merah muda, berada di
pegunungan yang hijau ini, benar-benar seperti awan di sore hari yang berjalan di langit yang biru
dan luas. Kesedihan dan ketidak beruntungan pergi karena kedatangannya.
Nyanyian sudah usai. Matanya yang berkilau melihat setiap benda yang ada di alam yang tertiup angin. Langkahnya
tetap ringan, rambutnya melambai-lambai. Tapi...
Di pagi dan di tempat yang begitu indah, bumi yang hijau, mengapa terdengar ada yang
menarik nafas begitu sedih"
Dia berhenti melangkah dan mendengarnya. Suara helaan nafas itu berasal dari jalan gunung
itu. Dari sebuah hutan kecil dan dari sebuah pondok yang beratap merah, sepertinya di sana tidak
hanya ada satu orang. Dia mengerutkan alis tapi tawa di sudut mulutnya tidak hilang. Dia hanya terlihat ragu
sebentar, lalu mulai berjalan ke arah pondok itu.
Terdengar suara PAK seperti 2 kepalan tangan beradu juga seperti ada yang sedang menarik
meja. Kemudian ada seorang pak tua berjalan pelan-pelan berkata:
"Lao Er, apakah kau tidak merasa aneh mengapa sampai sekarang dia belum datang. Hhhh..."
Dia menarik nafas lagi: "Adik ketiga selalu bersifat egois, dia tidak mau tahu apakah kita mencemaskannya atau tidak"
Lao Er, apakah kau dengar dengan jelas kalau adik ketiga akan bertemu kita di tempat ini?"
Yang satu lagi sambil menarik nafas pelan-pelan berkata:
"Kakak tertua, adik ketiga pasti akan datang! Dia...Hhhh!"
Sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu tapi tertutup oleh helaan nafas.
Suara pertama yang terdengar berasal dari seorang pak tua, dengan berat dia berkata:
"Dia akan datang... akan datang. Semoga dia akan datang. Hhhh... adik ketiga, apakah kau
tahu kalau kakak tertuamu ini tidak akan membencimu. Adik ketiga, apakah kau tidak mengerti
201 perasaanku?" Suara tua yang penuh perasaan dan sedih ini terdengar hingga jauh. Suara ini
masuk ke telinga gadis ini. Dia mengedip-ngedipkan mata kemudian naik ke atas gunung.
Pondok di gunung itu tidak terlalu besar, ada sebuah meja yang terbuat dari batu, 4 kursi
terbuat dari batu, di atas kursi duduk 2 orang setengah baya. Dagu mereka ditumbuhi sedikit
janggut. Mereka menundukkan kepala dan duduk dengan diam di kursi sepertinya mereka merasa
sangat khawatir dan tampak sangat lelah.
Pagar pondok berwarna hijau. Seseorang yang sama terlihat khawatir dan lelah, bersandar ke
pagar pondok. Dia melihat ke tempat jauh sepertinya sedang menunggu seseorang.
Gadis itu datang ke tempat mereka. Begitu pandangan mereka beradu, hati gadis itu bergetar
karena sorot mata keempat orang itu sangat tajam. Walaupun khawatir juga lelah tapi sorot mata
mereka tetap tidak berkurang tajamnya.
Dia mengedipkan matanya dan mendekat. Mulut sudah menyunggingkan tawa manis dan
dengan senang dia berkata kepada keempat laki-laki yang tidak dikenalnya.
"Cuaca hari ini sangat baik, apakah benar?" Keempat orang itu terpaku dan saling bertukar
pandangan. Karena mereka tahu di antara mereka tidak ada seorang pun yang mengenal gadis ini.
Mereka melihat ke belakang, di sekeliling sana kosong. Kecuali mereka tidak ada orang lain.
Mereka tahu kalau gadis itu sedang bicara dengan mereka tapi mereka tidak mengenalinya juga
tidak tahu alasan apa dia mengajak bicara kepada mereka. Empat pasang mata seperti kilat
melihat gadis itu. terlihat senyumnya begitu manis, tatapan matanya begitu baik, juga membuat
siapa pun tidak tega menolak pertanya-annya.
Pak tua yang penuh dengan rasa khawatir itu memaksakan diri untuk tersenyum kemudian
mengangguk: "Betul, gadis kecil, cuaca hari ini sangat bagus."
Mata gadis itu tidak berkedip menatap pak tua itu, melihat pak tua itu tertawa, dia tertawa
lebih manis lagi. Dengan senang dia bertepuk tangan dan tertawa:
"Baik, baik sekali! Tadinya aku mengira Anda tidak bisa tertawa!"
Pak tua itu batuk dan menoleh kepada ketiga orang lainnya, terlihat di mata mereka juga ada
tawa, hanya saja mereka menahannya supaya tidak tertawa keluar.
Seumur hidup dia selalu sangat serius, semua orang menganggapnya sebagai kakak atau ayah
yang disiplin keras, tidak ada yang pernah berkata seperti itu di depannya. Sekarang dia melihat


Terbang Harum Pedang Hujan Piao Xiang Jian Yu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tawa manis gadis itu, hati yang dipenuhi dengan rasa kekhawatiran mulai terasa hangat. Dengan
lembut dia berkata: "Gadis kecil, kau mau ke mana" Hutan ini sagnat lebat, apakah kau tidak takut tersesat?"
Ketiga orang itu dengan aneh saling bertukar pandang karena selama ini mereka belum pernah
melihat kakak tertua mereka berkata seperti itu. Apalagi berkata pada seorang gadis kecil yang
berumur 15-16 tahun. Tapi mereka tidak berani mengungkapkan perasaan aneh ini. Terlihat gadis
itu mengedipkan matanya yang indah dan terang, sambil tertawa dia menjawab:
"Aku tidak akan tersesat, aku datang bersama ibu dan paman. Aku datang kemari hanya
berharap, Anda jangan terus menarik nafas.
Lihatlah langit begitu biru, pohon begitu hijau, musim dingin baru berlalu. Sekarang musim
semi begitu indah, apa yang tidak bisa diselesaikan di dunia ini" Paman, untuk apa kau terus
menarik nafas?" Suaranya terdengar manja dan lembut, tawanya yang manis, dan kata-katanya yang lembut
dalam menasehati, membuat keempat orang yang ada di pondok yang sedang berada dalam
keadaan cemas dengan cepat berganti menjadi senyum.
Karena itu dengan puas dia mengangguk dan tertawa:
"Aku akan pergi sekarang! Aku harus menemani ibu mencari seseorang, aku berharap orang
yang kalian tunggu akan segera datang." Kemudian dengan tersenyum dia melambaikan tangan,
seperti seekor kupu-kupu sekali lagi dengan ringan dia berjalan ke arah gunung.
0-0-0 BAB 68 Kupu-kupu yang memberi kabar
202 Langkah gadis itu terlihat lebih ringan, hatinya juga lebih senang karena dia merasa telah
membantu orang, bisa membuat hati yang cemas dan khawatir menjadi senang.
Dengan senang dia berkata:
"Ternyata membantu orang adalah hal yang menyenangkan...." Tiba-tiba seekor kupu-kupu
terbang melewatinya, dia berkata, "... terbang kesini lalu kesana, apakah kau juga ingin
menasehati orang?" Dia mengusir kupu-kupu ini tapi hanya sebentar kupu-kupu itu terbang ke arahnya lagi. Dia
mengerutkan hidungnya, tiba-tiba kedua tangannya dibuka, dia berusaha menangkap kupu-kupu
itu, tapi kupu-kupu itu merentangkan sayapnya lalu terbang jauh, di bawah sinar matahari dia
melihat sayap kupu-kupu berwarnaitu sangat indah.
Dia melihat sekelilingnya, tidak ada siapa pun, tiba-tiba dia mengangkat kakinya, dia berlari
beberapa meter untuk menangkap kupu-kupu itu.
Tapi tidak berhasil juga. Dia membentak, ujung kakinya bertumpu keranting pohon, tubuhnya
yang langsing terbang ke atas. Dia bertekad, kali ini harus berhasil menangkap kupu-kupu itu.
Tubuhnya yang ringan, bajunya berwarna merah muda terbang di udara, bukankah dia sama
seperti seekor kupu-kupu yang berwarna-warni" Ujung kakinya bertumpu ke atas daun, dia maju
beberapa meter. Melihat sayap kupu-kupu yang indah, tangannya dengan pelan menepuk. Dari
telapaknya keluar angin lembut.
Angin diarahkan kepada kupu-kupu itu dan kupu-kupu itu pun terjatuh.
Dia tertawa senang, dia berlari ke tempat di mana kupu-kupu itu jatuh tadi. Tempat kupu-kupu
jatuh adalah semak-semak hutan. Dia berpikir jika kupu-kupu itu terjatuh kesana dia harus bisa
menyambutnya maka dia mengatur nafas dan siap untuk terbang. Tapi...
Ketika dia melihat, dia terkejut dan berteriak. Kedua tangannya direntangkan, dia naik 3 meter
lagi. Ternyata ketika dia akan turun, di sana ada seseorang yang sedang duduk seperti patung.
Begitu mendengar teriakannya, pelan-pelan orang itu menoleh.
Begitu pandangan mereka beradu.... Dia berteriak lagi, dia turun di sisi orang itu. Dia menunjuk
orang yang sedang duduk, lalu berkata dengan nada terkejut:
"Kau... kau... Lu Nan-ren!" Di musim semi yang masih terasa dingin, duduk sambil menghadap
kearah gundukan tanah kuburan istrinya orang itu adalah Yi-feng. Dia duduk semalaman di sini.
Begitu menoleh, dia melihat ada seorang gadis belia memanggilnya dengan nama yang hampir
dilupakannya sama sekali. Dia bergerak untuk melihat. Dia berkata dengan senang: "Kau... kau
putri Pendekar Ling?" Gadis itu tertawa:
"Benar, aku adalah Ling-lin, tidak disangka kau masih ingat kepadaku." Kemudian dia melihat
ada gundukan tanah yang masih baru, kemudian dia melihat Yi-feng, matanya berkedip. Dia ingin
mengatakan sesuatu tapi terakhir dengan pelan dia berkata:
"Lu...Paman Lu, mengapa kau duduk di sini" Apakah... apakah...."
Yi-feng menarik nafas memotong: "Sudah lama kita tidak bertemu, kau sudah besar. Aku... aku
juga sudah semakin tua... tua." Pelan-pelan Yi-feng berdiri, dengan kaku dia melihat Ling-lin,
"Mengapa kau bisa berada di sini" Di mana ibumu" Selama ini kalian tinggal di mana?" Kemudian
Yi-feng tiba-tiba teringat kalau ibu dan anak ini berjanji akan mempelajari ilmu silat yang diajarkan
San-xin-shen-jun. Maka dia pun bertanya, "Mengapa kau tidak belajar ilmu silat kepada Tetua Sanxin
malah berada di sini?"
Sorot mata terang Ling-lin melihat wajah Yi-feng yang pucat, tiba-tiba dia tertawa:
"Baru setahun lebih berlalu, mengapa Paman Lu mengatakan kalau Paman sudah tua?"
Yi-feng tertawa kecut: "Kau masih muda, kau pasti tidak akan tahu, ada sebagian orang dalam waktu semalam dia
akan cepat tua. Hhhhh...seperti waktu 10 tahun tapi sebagian orang melewati waktu 10 tahun itu
hanya sekejap mata."
Suara Yi-feng terdengar pelan juga rendah seperti menjawab pertanyaan Ling-lin juga seperti
bicara pada dirinya sendiri. Ling-lin melihat gundukan tanah yang baru itu, dia tahu di dalam
gundukan tanah itu pasti ada yang membuat Paman Lu menjadi sedih tapi dia tidak berani
bertanya. Dia hanya tertawa ringan:
203 "Tadinya aku dan ibuku belajar ilmu silat kepada guru, hanya saja sepertinya guru sedang
banyak urusan. Beliau hanya mengajariku selama beberapa bulan, lalu beliau mengatakan ingin
pergi ke gunung untuk mencari obat. Ketika beliau akan pergi beliau berpesan kepadaku agar
belajar silat selama setengah tahun sendiri, kemudian bila aku pergi, beliau menyerahkan
keputusannya padaku."
Yi-feng menjawab dengan Oh, sorot matanya yang kaku melihat Ling-lin. Dia merasa hanya
dalam waktu setahun lebih, telah terjadi perubahan besar. Dulu Ling-lin adalah gadis kecil
sekarang dia sudah tumbuh besar.
Melihat ini, hati Yi-feng merasa hangat. Dia dan ibu anak ini belum begitu lama bertemu tapi
mereka bersama-sama melewati hari-hari antara hidup dan mati. Waktu yang telah mereka lewati
tidak akan pernah dilupakan oleh Yi-feng, sekarang melihat Ling-lin, dia seperti bertemu teman
lama yang sudah lama tidak ditemuinya.
Karena itu dari sudut mulut Yi-feng muncul senyum tipis dan berkata:
"Karena itu kau hanya berlatih silat selama setengah tahun lantas kau keluar untuk bermain,
apakah ibumu tidak merasa khawatir?"
Ling-lin terus melihatnya karena dia sebenarnya hampir melupakan Yi-feng, hanya saja ibunya
sering memberitahu padanya ada seseorang yang sangat pemberani juga berpandangan lurus,
telah menolong nyawanya dari siluman 'Duo-ming-shuang-si'.
Sampai sekarang dia baru tahu walaupun hanya bertemu sekali dan dalam keadaan tergesagesa,
tapi sudah memberikan kesan yang sangat mendalam, sampai dia melihatnya sekarang,
Ling-lin langsung tahu siapa Yi-feng.
Ling-lin terus melihat Yi-feng, dia begitu tampan juga dewasa, sorot matanya tajam, seperti
bisa tahu apa yang sedang dia pikirkan, hidungnya yang mancung memberikan kesan kalau dia
sangat kuat. Tapi ketika dia tersenyum, wajahnya yang kuat berubah menjadi begitu lembut.
Begitu Ling-lin mengangkat kepalanya, pandangannya bertemu dengan mata Yi-feng,
sepertinya dia masih menunggu jawaban Ling-lin, karena itu dengan pelan Ling-lin tertawa.
"Aku bukannya kabur, tapi aku kemari bersama ibu, dia kemari karena ingin mencari seseorang,
karena itu aku ikut ibu kemari."
Dia membereskan rambutnya, berkata lagi:
"Paman Lu, sepertinya kau sedang mengalami sesuatu yang tidak enak di hati, apakah Paman
bisa memberitahuku" Biarkan... biarkan aku membantumu, kata ibu kalau ada hal yang tidak enak
dan selalu tersimpan di hati itu sangat tidak baik. Paman Lu, apakah perkataan ibu itu benar?"
Yi-feng tertawa, tiba-tiba dia merasa gadis ini masih polos dan lucu.
Pelan-pelan dia berjalan mendekat, dia menepuk-nepuk pundak Ling-lin, tawanya tetap tidak
bisa menutupi wajah pucatnya, lebih-lebih tidak bisa menutupi sorot matanya yang sedih. Tapi Yifeng
berusaha untuk tertawa, dia merasa tangan yang menepuk pundaknya begitu besar dan
hangat. Siapa pun akan menyerahkan hidupnya di tangan orang seperti Yi-feng.
Yi-feng tertawa dan berkata:
"Apa pun yang dikatakan ibumu pasti benar... kelak... aku akan memberitahumu apa yang
kurasakan tidak enak ini."
"Apakah benar, Paman Lu" Jangan bohongi aku."
Diam-diam Yi-feng berpikir, 'Hatiku yang terluka, kepada siapa aku bisa berbagi" Hhhhh..."
Melihat mata Ling-lin begitu serius, dalam hati Yi-feng mengeluh, tapi di mulut dia berusaha
berkata: "Aku tidak akan membohongimu, sekarang apakah kau akan membawaku mencari ibumu?"
Ling-lin tertawa, di pipinya yang kemerahan terlihat ada dua lesung pipi yang dalam, dengan
senang Ling-lin menarik tangan besar Yi-feng dan mengajaknya berjalan sambil tertawa:
"Baiklah aku akan membawa Paman mencari ibu, kalau ibu bertemu dengan Paman, ibu pasti
akan merasa gembira. Paman Lu, apakah kau tahu ibu selalu menyebut-nyebut nama Paman, dan
menurut ibu, Paman adalah seorang yang pemberani serta sangat baik kepada kami, hanya
sayangnya ibu tidak tahu selama ini Paman pergi ke mana. Ha ha ha!...kalau ibu melihat Paman
muncul bersama denganku, tebak lah apa yang akan terjadi?"
Yi-feng mengikutinya keluar dari hutan, sebelum meninggalkan tempat itu, Yi-feng menoleh ke
belakang melihat ke arah gundukan tanah baru itu. Karena di dalam gundukan itu ada orang yang
204 akan beristirahat selamanya di sana. Orang itu adalah orang yang pernah dia cintai. Dia
membalikkan kepalanya lagi ke depan, di depannya sekarang terhampar sinar matahari yang
cerah, dedaunan berwarna hijau, bumi yang memperlihatkan kehidupan, serta tawa yang lembut
dan manis. Yi-feng menghela nafas, dia merasa hidupnya tetap indah, dunia yang penuh dengan cinta
terhadap sesama manusia untuk apa terus tenggelam di dalam kesedihan"
Karena itu dia segera menegakkan dada, memegang erat tangan kecil Ling-lin yang terasa
hangat dan siap melangkah ke depan.
o-o-o BAB 69 Musim semi yang sedih Sebenarnya Sun-ming datang bersama dengan Ling-lin ke Xi-liang-shan, tapi setelah berada di
Xi-liang-shan, melihat pemandangan indah di sana, hatinya malah terasa tertekan.
Dia sendiri tidak tahu mengapa bisa berperasaan seperti ini, dia juga tidak ingin mencari
jawabannya, dia hanya merasa hatinya sedih. Sampai-sampai dia sendiri tidak tahu kesedihan ini
apakah karena dirinya ataukah karena musim semi" Karena itu dia membiarkan putrinya yang
masih muda naik dulu ke Xi-liang- shan dan dengan rela dia membiarkan dirinya disiksa kesedihan
ini. Melihat bayangan punggung putrinya yang terlihat penuh dengan kehidupan, dia merasa puas,
bayangan berwarna merah muda adalah bayangan dari dirinya 20 tahun yang lalu.
Di jalan kecil seperti lukisan itu, dengan pelan dia melangkah, masa lalunya mulai mengalir
seperti air. Masa lalu, masa lalu...tidak akan bisa putus begitu saja, sekarang dipikir pun hatinya masih
terasa kacau. Mengapa manusia selalu mengenang masa lalu" Kalau manusia melihat masa depan,
bukankah hidupnya akan lebih bahagia dibandingkan sekarang"
Masa muda seperti air sungai yang mengalir, setelah mengalir tidak akan pernah kembali lagi.
Air yang mengalir di sungai, daun merah yang bergantung di pohon, senyum seseorang,
bahasa cinta yang tiada habisnya....
Di sana sini dipenuhi dengan pemandang-an musim semi. Tapi perempuan ini tidak
merasakannya, padahal usianj'a belum begitu tua. Dia memang tidak terlihat tua, tapi di hatinya
yang terdalam, walaupun sekarang musim semi, tapi masih terasa dingin seperti di musim dingin.
Dia tidak tahu apa yang dia cari, dalam kehidupan ini sepertinya tidak ada yang dicarinya lagi.
Kecuali sosok merah muda itu.
Akhirnya dia mempunyai tempat di mana dia bisa menitipkan kehidupannya, tidak lewat dari
100 tahun dan dilewati dengan terburu-buru, tapi jiwanya sudah ada pewarisnya.
Langkah kakinya dipercepat, dia berusaha berjalan tanpa melihat ke sekeliling juga berusaha
tidak memikirkan sesuau. Kemudian...
Dia mendengar tawa putrinya, terdengar teriakan putrinya yang begitu gembira: "Ibu!"
Dia membersihkan debu tipis yang menempel di wajahnya juga menghilangkan raut
kekhawatiran dari wajahnya, segera tersenyum menjawab sapaan putrinya:
"Ling-er, aku di sini!"
Dijalan kecil itu, tampak dua bayangan yang berlari, itu adalah bayangan putrinya, tapi... Siapa
pemilik bayangan yang satu lagi" Dia melihat.
"Ya..." Dia ikut berteriak: "Tidak disangka, benar-benar tidak disangka, Lu... Nan-ren, Nan-ren, kau ada di sini!"
Perempuan berusia sekitar 35 tahun seharusnya bisa. menguasai diri, tapi sekarang dia tidak
bisa menutupi perasaan gembiranya. Dia mengangkat gaunnya dan berlari ke arah mereka.
Dia bergerak dengan cepat membuat siapa pun terkejut, Yi-feng tertawa, pertama kali dalam
beberapa hari ini, dia bisa tertawa lepas kepada seorang perempuan yang rambutnya digelung
dan bergaun, serta terlihat anggun. Tapi sekarang dia berperilaku seperti seorang laki-laki,
205 mengangkat gaunnya dan berlari dengan cepat ke arah mereka. Yi-feng tidak menyangka, dalam
kehidupannya ini dia bisa melihat peristiwa lucu ini.
Tawa Yi-feng mengandung sejuta penghiburan, dia juga segera berlari menghampiri Sun-ming,
sambil tertawa dia berkata:
"Sun... Nyonya Ling, aku... aku tidak menyangka bisa bertemu dengan Anda di sini."
Kebiasaan membuatnya mengubah nama panggilan kepada Sun-ming, dia tertawa:
"Nyonya" Lebih baik kau memanggilku kakak!" dia melihat tawa Yi-feng mengandung
kesedihan dan wajahnya terlihat pucat, dia berkata pada Ling-lin, "Ling-er, di mana kau bertemu
dengan Paman Lu?" Ling-lin dengan cepat bercerita dengan lancar, setelah selesai bercerita kedua alis Sun-ming
tampak berkerut, sekali lagi dia melihat Yi-feng, sorot matanya penuh dengan tanda tanya, dia
ingin bertanya pada Yi-feng, 'Mengapa kau duduk sendirian di sana" Apakah banyak hal yang
membuatmu tidak enak hati"'
Tapi dia tidak menanyakannya pada Yi-feng. Walaupun dia tidak bertanya tapi Yi-feng sudah
tahu Sun-ming ingin menanyakan itu padanya, dia menundukkan kepalanya pura-pura tertawa,
dengan ringan dia berkata:
"Kakak, tolong suruh putrimu jangan memanggilku Paman Lu, karena aku... aku sekarang
sudah tidak bermarga Lu lagi, panggil saja aku Yi-feng."
Sekarang dia tidak bisa berpura-pura gembira, karena Sun-ming tahu kalau hati Yi-feng diliputi
banyak kesedihan dan kekhawatiran, di lain pihak dia pun tahu Yi-feng tidak ingin
mengungkapkannya, dia tidak banyak bertanya lagi. Terlalu banyak kesusahan, terlalu banyak
kesedihan, membuat Sun-ming mengerti dan menjadi iba kepadanya. Dia mencoba mengalih-kan
percakapan dan tertawa: "Aku akan memanggilmu Yi-feng, apakah Ling-er juga harus memanggilmu Yi-feng?"
Sambil tertawa Ling-lin melihat Yi-feng, Yi-feng pun melihat Ling-lin, dia tertawa dengan
terpaksa: "Mengapa tidak boleh?" tawa Ling-lin semakin lebar.
Dia melihat ibunya, sepertinya dia sudah dewasa dan berkata: "Yi-feng tidak apa-apa.
bagaimana kalau kita bawa dia ke bibi tertua?"
Dia sengaja menyebut nama Yi-feng dengan jelas, Sun-ming sedikit marah melihat putrinya.
Tapi sewaktu pandangan Sun-ming melihat wajah Yi-feng, kemudian melihat Ling-lin, sorot
marah-nya tadi karena melihat sesuatu tiba-tiba dia teringat sesuatu. Wajahnya mengeluarkan
tawa hangat. Karena itu dia memberitahu Yi-feng kali ini kedatangannya ke Xi-liang-shan karena dia ingin
mengunjungi sepupunya yang sudah lama tidak ditemuinya.
"Sudah lama aku tidak bertemu dengan-nya, aku sama sekali tidak berencana mencarinya, tapi
karena sekarang...."
Dia tertawa: "Mungkin karena aku telah berumur, tiba-tiba aku teringat masih ada keluarga di sini, maka aku
pun mencarinya." Dari tawanya terdengar ada sedikit keluhan.
"Kalau kau tidak ada hal penting, bagai-mana kalau kita pergi bersama-sama?" tiba-tiba dengan
gembira dia berkata, "aku beritahu padamu, kakak sepupuku ini adalah seorang perempuan aneh,
dia juga menikah dengan laki-laki aneh, dan tinggal di tempat aneh, kalau kau ke sana, aku
tanggung kau tidak akan merasa kecewa."
Yi-feng berpikir sejenak, 'Sekarang kemana aku harus pergi"' walaupun banyak hal yang harus
dia lakukan, sekarang yang mana yang harus dikerjakannya dulu, dia sendiri masih bingung,
karena itu dia memutuskan untuk ikut dengan mereka saja.
Dengan cepat mereka naik gunung, Sun-ming terus mengajaknya mengobrol, Ling-lin di sisi
mereka terus melihat Yi-feng. Kata Sun-ming:
"Sudah lama aku tidak ke sini, tapi aku pernah datang kemari sekali, waktu itu aku datang
bersama dengan Bei-xian." matanya terlihat jadi merah, kemudian dia berusaha tertawa, "sampai
sekarang aku masih ingat jalan menuju rumah mereka, karena rumah mereka aneh."
Dalam hati Yi-feng berkata, 'Apakah maksudnya adalah dia"'
206 Terdengar Sun-ming bertanya: "Apa sempat bertemu dengan Tuan Jian?"
Yi-feng menggelengkan kepala. "Aku pun sudah lama tidak bertemu dengannya," kata Sunming.
"Kau pergi ke Wu Liang Shan, mengapa begitu lama" Apakah terjadi sesuatu"...ohh, benda
yang kau cari, apakah berhasil kau temukan?"
Yi-feng menghela nafas lalu dia menceritakan apa yang terjadi setahun lalu. Sun-ming tiba-tiba
berteriak: "Kita sudah tiba!"
"Sesampainya di sana, kau bisa menerus-kan ceritamu tadi, aku tahu ceritanya pasti sangat
panjang." Melihat gunung begitu tinggi, dia berkata sendiri, "Di sini pasti dia sudah berlari ke depan.'


Terbang Harum Pedang Hujan Piao Xiang Jian Yu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Awal musim semi, pohon-pohon masih belum mengeluarkan tunasnya, jantung Yi-feng
berdebar-debar, karena dugaannya semua telah terbukti.
"Kakak sepupunya, ternyata benar adalah istri Tie-mian-gu-xing-ke, dia memang perempuan
aneh dan mendapat suami aneh pula. Tempat tinggalnya pun aneh. Hhhh...bagaimana aku bisa
ikut dengannya ke tempat tinggal Wan Tian-pin?"
Hanya Ling-lin yang tampak senang, begitu memasuki hutan, dia memegang erat tangan Yifeng,
dia berjalan dengan senang dan tidak merasa tangan Yi-feng bergetar begitu mendengar
Sun-ming berkata: "Sewaktu aku datang kemari, kakak iparku tidak ada di rumah, sekarang dia pasti sudah
pulang!" Sekarang Yi-feng menjadi serba salah, seharusnya dia tidak perlu ikut Sun-ming ke sana, tapi
melihat ibu dan anak ini, apalagi melihat wajah Ling-lin yang polos, dia tidak tega menolak
permintaan mereka. Begitu memasuki hutan, langkah mereka semakin cepat, setelah berbelok ke kanan, ada jalan
dengan lebar sekitar 4 meter, melihat jalan ini terus naik ke atas, Yi-feng bingung, 'Bagaimana aku
harus bertindak sekarang"'
0-0-0 BAB 70 Perubahan yang mengejutkan
Tiba-tiba... Di jalan gunung itu terdengar ada yang
marah-marah: "Monyet tua, kau bersembunyi di sana dan tidak mau keluar, apakah itu adalah perbuatan
seorang laki-laki sejati" Ha, ha, ha...Aku mengira Tie-mian-gu-xing-ke adalah seorang lelaki sejati,
ternyata hanya seekor beruang."
Yi-feng terkejut. Dia mendengar pemilik suara itu adalah si Tangan Terampil Xu-bai.
Sun-ming dan Ling-lin pun terkejut. Sun-ming pernah mendengar tentang Pencuri Selatan dan
Perampok Utara yang selalu bertarung. Dia segera bertanya:
"Apakah si Tangan Terampil Xu-bai juga datang kemari?"
Ling-lin bertanya: "Siapakah dia" Mengapa begitu tidak tahu diri. Ayo, kita ke sana untuk melihat lebih jelas!"
Dia menarik tangan Yi-feng, dengan cepat mereka berjalan naik ke atas gunung. Yi-feng masih
tampak ragu tapi langkahnya tetap mengikuti Ling-lin ke atas gunung. Tubuh Ling-lin bergerak
dengan ringan dan indah, ilmu silatnya lebih tinggi dibandingkan setahun lalu, dalam hati Yi-feng
diam-diam memuji, 'San-xin-shen-jun benar-benar mengajarinya dengan tepat, dalam waktu
setahun dia bisa mendapatkan seorang murid begitu istimewa."
Setelah berlari sekitar 50-60 meter, mereka tiba di ujung jalan. Terlihat ada sesosok bayangan
tinggi dan besar, dia berdiri di ujung jalan dan berteriak:
"Siapa?" Pemilik sosok ini pasti adalah Tangan Terampil Xu-bai. Setelah membentak, sorot matanya
yang tajam segera mengetahui siapa yang berlari kearahnya. Dia tertawa terbahak-bahak:
207 "Ternyata kau. Ha...mengapa kau membawa seorang gadis cilik?" Dia menyambung lagi,
"bukan hanya satu malah dua orang."
Ling-lin yang masih marah melihat orang yang ingin dimarahinya kenal dengan Yi-feng, dia
terpaku dan kata-kata yang dilontarkan, segera ditarik kembali. Sun-ming terkejut dan bertanya:
"Yi-feng, apakah kau kenal dengannya?"
Yi-feng mengangguk. Tangan Terampil Xu-bai tertawa terbahak-bahak. Dia mendekati Yi-feng
dan memegang pundak Yi-feng:
"Kau datang tepat pada waktunya, kau bisa melihat bagaimana rupa si monyet tua Wan Tianpin.
Aku bertarung sampai di tempat ini tiba-tiba dari pondok itu muncul seorang perempuan. Dia
berteriak kepada Wan Tian-pin. Ha, ha, ha! Kau tahu seumur hidupku, aku paling tidak senang
bicara dengan perempuan karena itu aku berhenti berkelahi. Biar dia yang bicara dengan
perempuan itu sampai puas tapi tiba-tiba datang seutas tali. Monyet tua Wan Tian-pin sudah
menarik tali itu dan menyeberang ke sana."
Dia memukul tangannya sendiri, lalu tertawa lagi:
"Begitu dia sudah kesana, dia tidak muncul sampai sekarang. Aku marah-marah sudah
setengah hari, dia seperti seekor kura-kura...."
Alis Ling-lin berkerut, tiba-tiba dia tertawa dingin memotong kata-kata Xu-bai:
"Siapa kau" Mengapa marah-marah kepada pamanku" Umur sudah tua tapi kelakuan masih
seperti anak kecil yang hanya bisa marah-marah kepada orang lain, apakah kau tidak tahu apa
yang disebut dengan malu?"
Tangan Terampil Xu-bai terpaku.
"Pamanmu?" dia melihat Yi-feng kemudian melihat Ling-lin kemudian dua bola matanya
berputar-putar, tiba-tiba dia tertawa terbahak-bahak, "baik, baik! Gadis kecil, selama puluhan
tahun tidak ada yang berani memarahiku, sekarang kau mengatakan kalau aku seperti anak kecil
yang tidak tahu malu. Ha, ha, ha!"
Dia menunjuk Yi-feng dan berkata:
"Anak muda, gadis-gadis yang kau bawa semakin lihai."
Wajah Yi-feng menjadi merah, belum sempat menjawab, Sun-ming menjawab dengan dingin:
"Apakah Tuan adalah Tangan Terampil Pendekar Xu-bai?"
Tangan Terampil Xu-bai terpaku dan mengangguk:
"Betul, aku adalah Xu-bai."
"Nama Pendekar Xu sangat terkenal di dunia persilatan, seharusnya kata-katamu tadi lebih
pantas Anda ucapkan supaya para junior bisa belajar lebih banyak kepada Anda."
Tangan Terampil ingin marah. Tubuhnya yang tinggi dan besar terlihat lebih tinggi lagi.
Tapi Sun-ming tidak tampak takut, sepertinya di dunia ini tidak ada yang bisa membuat
perempuan kuat ini takut.
Tiba-tiba Xu-bai tertawa:
"Ha, ha, ha! Kau salah, aku bukan seorang pendekar, aku seorang pencuri!" Tawanya berhenti,
sorot matanya yang tajam terlihat lagi. Dia berkata, "aku ingin bertanya kepadamu. Siapa kau "
Untuk apa mengurusi masalahku?" Dia bertanya kepada Yi-feng, "jika bukan karena aku kenal
denganmu, sejak tadi aku sudah...."
Yi-feng segera berkata: "Dia adalah Nyonya Ling dan suaminya adalah 'San-xiang-da-xia' yang sangat terkenal itu dia
adalah putri San-xiang, dan kakak Nyonya Ling adalah istri Tetua Wan," dengan susah payah dia
baru bisa menceritakan hubungan antara mereka dengan Wan Tian-pin.
Tangan Terampil Xu-bai hanya menjawab: "Oh!"
Perlu diketahui dulu nama 'San-xiang-da xia' itu sangat terkenal maka orang persilatan seperti
Xu-bai bila mendengar nama ini maka mereka akan merasa hormat kepada nama ini.
Ini hanya sikap hormat antar pesilat bukan karena Tangan Terampil Xu-bai takut kepada Ling
Bei-xiu. Dia tertawa dan berkata lagi:
"Karena nama anak kecil dan Ling Bei-xiu, aku tidak akan memarahi monyet tua itu lagi, tapi
aku tetap akan terus menunggunya di sini, dia tidak mungkin selamanya bersembunyi di sana....
Ha, ha, ha! Apakah mungkin selamanya dia tidak akan keluar?"
208 Dia berjanji tidak akan marah-marah, tapi dia tetap memanggil nama "monyet tua'.
Dalam hati Yi-feng ingin tertawa, Ling-lin juga merasa pak tua ini sangat lucu. Dia melihat Xubai
kemudian tertawa. Karena Ling-lin sangat polos, dia tidak menaruh dendam kepada siapa pun
apalagi pak tua ini kenal dengan Yi-feng.
Hanya wajah Sun-ming terlihat datar, tapi dia ingin memberitahu Wan Tian-pin kalau dia sudah
datang kemari. Tapi dia takut jika Wan Tian-pin melihat Xu-bai mereka akan kembali bertarung,
maka dia hanya diam saja, menghadap ke rumah berloteng yang ada di seberang jurang sambil
duduk bersila. Tidak ada yang seorang pun yang berbicara karena tidak tahu apa yang harus
dikatakan. Ling-lin terus melihat ke seberang, setelah lama dia baru mengeluh:
"Sebenarnya apa yang sedang kalian tunggu" Menunggu itu hal pkerjaan yang paling tidak
enak. Ketika aku sedang naik gunung, aku sempat melihat seorang pak tua sedang menunggu
adik ketiganya. Mereka sepertinya sudah menunggu sehari semalam..."
Dengan cepat Yi-feng bertanya:
"Apakah orang yang menunggu adik ketiganya itu apakah adalah seorang pak tua yang
tubuhnya kurus dan wajahnya penuh dengan kesedihan?"
Ling-lin melotot sambil mengangguk: "Betul, kecuali pak tua itu masih ada 3 orang lainnya.
Mereka memakai baju berwarna biru. Apakah kau kenal dengan mereka?"
Hati Yi-feng bergetar, dia berpikir cepat: "Apakah mereka adalah Hua Pin-qi dan yang lainnya,
dan mereka sedang menunggu adik ketiga mereka?" Alisnya berkerut, dia menarik Ling-lin dan
bertanya, "dimana sekarang mereka berada?"
Ling-lin merasa aneh, pelan-pelan dia menjawab:
"Di tengah gunung, di sebuah pondok beratap merah, mereka sedang menunggu adik
ketiganya." Tubuh Yi-feng bergetar, 'Adik ketiga" Berarti mereka sedang menunggu Xiao-wu. Apakah
mereka telah bertemu dengan Xiao-wu"' Tiba-tiba dia membalikkan tubuh dan berlari secepat kilat
menuju jalan yang mereka lewati tadi.
Sekarang dia tidak ingat apa-apa, hanya teringat pada 'Xiao-wu', dia sama sekali tidak bisa
berpikir. Jika bertemu dengan Xiao-wu, apa yang harus dia lakukan" Lebih-lebih tidak terpikirkan
apakah dia bisa melawan ketua Tian-zheng-jiao ini" Dia hanya berharap bisa melihat lawannya
yang begitu kejam dan sadis. Dendam yang sudah lama bercokol di dalam hati sekarang seperti
gunung berapi yang siap meledak. Seperti orang gila dia berlari turun gunung. Xu-bai, Ling-lin,
dan Sun-ming hanya bisa saling pandang. " Ling-lin berteriak:
"Ibu, aku akan mengikutinya untuk mengetahui apa yang terjadi."
Sosok Yi-feng yang tinggi seperti seekor burung walet terbang ke hutan. Ling-lin tidak
menyangka Yi-feng bisa berlari begitu cepat. Walaupun mengejar dengan sekuat tenaga, dia tidak
sanggup mengejarnya. Terpaksa dia berteriak:
"Yi-feng, tunggu aku..."
Suaranya keras, tapi Yi-feng sama sekali tidak mendengarnya.
Yi-feng mulai merasa dia berlari lebih cepat dari biasanya. Ilmu silat memang sangat aneh,
sedari kecil dia belajar ilmu silat, dia mempunyai dasar ilmu silat yang kuat, apalagi semenjak
nadinya sudah dilancarkan oleh Tuan Jian, maka tenaga dalamnya bertambah sepuluh kali lipat.
Kemudian di dalam gua di saat dia terkurung, dia belajar dari buku 'Tian-xing-mi-ji', tenaga dalam
yang paling tinggi dalam bidang ilmu silat, membuat kemampuannya maju pesat. Hanya dia
sendiri tidak menyadarinya.
Sekarang karena dia mengeluarkan seluruh tenaganya dia baru tahu kalau ilmu silatnya maju
pesat. Dia berlari seperti orang gila. Pohon di kedua sisinya seperti bergerak mundur dengan
cepat, 'Apakah betul Xiao-wu akan pergi ke pondok itu dan bertemu dengan Hua Pin-qi" Apakah
sekarang dia sudah pergi dari sana"'
Dia berpikir, 'Sekarang aku sudah memiliki ilmu silat lebih tinggi dari terakhir, apakah aku bisa
melawan Xiao-wu?" Dia sangat ingin mengetahui jawabannya karena itu dia berlari lebih cepat lagi.
Bersambung jilid 3 209 JILID KE TIGA BAB 71 Mati tanpa menutup mata Gunung di sinari matahari memantulkan cahaya berwarna emas. Yi-feng mengedipkan
matanya. Otot di wajahnya terasa kaku juga kering. Tiba-tiba dia teringat pada wajahnya sendiri
yang sudah lama tidak terkena sinar matahari dan sudah beberapa hari tidak dicuci. Setelah
dibentuk oleh ketrampilan tangan Xiao Nan-pin, wajahnya selalu tertutup oleh topeng maka
sekarang kulit wajahnya seperti kulit ikan yang kering karena ditiup angin. Dia menertawakan
dirinya sendiri. 'Ternyata mengubah wajah dengan keterampilan tangan merupakan hal yang sangat
merepotkan. Aku hanya berrbah selama beberapa bulan saja sudah tidak tahan, sedangkan Xiao
San-ye dulu menyamar menjadi beberapa orang, bagaimana caranya melewati semua ini"'
Sambil berlari dia meraba-raba wajahnya yang kering, 'aku harus mencari air!' Dia berpikir, 'tapi
akan kulakukan setelah bertemu dengan Xiao-wu!'
Dia tidak tahu kalau dendam bisa membuat seseorang bertahan terhadap hal yang sulit
dilewati. Sekarang dia sudah mengetahuinya dengan jelas. Pikirannya kacau dan darah dalam tabuhnya
terus bergejolak. Dia tidak tahu sudah berapa lama dia berlari mungkin hanya dalam sekejap
mata. Terlihat di antara pegunungan hijau ini ada sebuah pondok beratap merah.
Dia jadi merasa senang, lalu menarik nafas panjang, dia mulai berlari. Hanya beberapa kali
turun naik, pondok beratap merah seperti disihir sudah berada di depan matanya, benar-benar
sebuah kenikmatan baginya.
Jika tidak mempunyai ilmu meringankan tubuh yang tinggi, tentu saja tidak akan bisa
merasakan perasaan senang ini. Kemudian dia meloncat sekali lagi, sekarang dia sudah berada di
dalam pondok. Pada waktu itu, dia merasa bumi dan langit berputar. Dia hampir terjatuh setelah maju
beberapa langkah. Dia memegang pagar pondok berwarna hijau, terdengar suara PRAK...!
Pagar yang terbuat dari bambu terbelah dan hancur.
Dia tidak bergerak, matanya berkobar seperti ada api di dalamnya. Dia melihat...
4 mayat di pondok ini. Pagi hari di musim semi, bumi laksana seorang gadis cantik, menyimpan mantel yang tebal dan
mengganti baju yang basah karena berkeringat. Pemuda yang penuh cinta selalu melihat tubuh
210 gadis yang langsing dan selalu menyanyikan lagu cinta. Sekalipun dia sudah tua, dia akan
meletakkan sebuah kursi di depan rumah untuk menikmati sinar matahari yang hangat. Tapi....
'Fe-hong-qi-jian'. Fe-hong-qi-jian' yang datang dari luar Jiang-nan!
0-0-0 BAB 72 Ini adalah kepala SREEKK! Ling-lin menyobek bajunya untuk membungkus luka di telapak Yi-feng. Yi-feng merasa mati
rasa, dendam membuatnya menjadi mati rasa.
Tapi hati yang disangkanya telah mati rasa sekarang mulai terasa ada sedikit getaran. Dia
berusaha memberontak, dia ingin mengeluarkan jantungnya dari rasa gemetar ini. Dia menarik
tangannya dari genggaman sepasang tangan yang kecil dan putih, Yi-feng melihat mata yang
merah karena telah menangis, melihat rambutnya yang berantakan. Dia tahu kalau dia melakukan
tindakan seperti ini merupakan perbuatan yang sangat kejam. Mereka berdua berlutut di sisa
mayat-mayat itu, tidak ada yang menoleh ke belakang. Mereka tidak tahu sekarang... Sekarang ini
di luar pondok seorang pemuda berjalan keluar tanpa suara. Tubuhnya yang kurus tapi terlihat
kuat, memakai baju berwarna kuning muda...seperti warna emas. Kedua tangannya yang panjang
membawa sebuah kotak yang terbuat dari kayu dengan ukuran setengah meter persegi.
Tubuhnya bergerak sangat ringan, berjalan pun tanpa bersuara, tapi sorot matanya berat,
sangat berat dan terus melihat Ling-lin.
Dia melihat Ling-lin dengan terpaku, matanya mengeluarkan cahaya api yang panas kemudian
dia terbatuk... Yi-feng dan Ling-lin terkejut, dengan cepat mereka menoleh ke belakang dan membentak:
"Siapa!" Pemuda ini berjalan ke sisi pondok, kedua tangannya mengangkat kotak kayu itu tinggi-tinggi.
Dia berkata: "Aku diperintahkan oleh guru untuk menemui 'Tie-ji-wen-hou' Pendekar Besar Lu!"
Tubuh Yi-feng bergetar, matanya bersorot seram. Dia membentak:
"Siapa kau" Siapa gurumu?"
Dia sama sekali tidak menyangka kalau nama asli yang sudah lama disimpannya, sekarang ini
tiba-tiba diketahui oleh seorang pemuda yang tidak dikenalnya. Seperti jarum tajam yang
ditusukan ke jantung yang sudah mati rasa. Waktu itu dia merasa darah di sekujur tubuhnya yang
tadinya sudah membeku mulai mengalir lagi.
Sorot mata Yi-feng seperti kilat melihat pemuda itu, pemuda ini tetap berdiri tegak dan berkata:
"Namaku adalah Zhong-jing, aku diperintahkan oleh guruku untuk menyerahkan kotak kayu ini
kepada Pendekar Lu. Jika Tuan adalah Pendekar Lu, harap Anda menerima kotak ini, jika Anda
bukan Pendekar Lu, aku akan pamit sekarang."
Kedua tangannya yang kurus mengangkat kotak kayu yang terukir indah. Sikapnya tenang,
suaranya jelas, Yi-feng belum pernah melihat pemuda masih begitu muda tapi sikapnya begitu
tenang, sepertinya semua perubahan yang terjadi tidak membuatnya terkejut.
Tapi ketika matanya melihat Ling-lin, sorot matanya yang tenang terlihat seperti mengeluarkan
asap panas. Sorot mata seperti ini tidak seimbang dengan wajahnya yang tenang, seperti dimusim
dingin ada binatang jatuh yang lewat. Alis Yi-feng terangkat, dia menerima kotak kayu itu.
Lin Lin dengan mata besar melihat mereka, setelah Zhong-jing menyerahkan kotak kepada Yifeng,
dia segera membalikkan tubuhnya dan akan pergi dari sana. Tiba-tiba Ling-lin membentak:
"Tunggu dulu!" Pemuda yang bernama Zhong-jing terpaku, dia berhenti melangkah, wajah tetap datar.
Jika kau melihat dengan teliti, kau akan tahu kalau otot di wajahnya sudah membeku.
Pelan-pelan dia berkata: "Tugasku sudah selesai, apa Pendekar Lu masih ada pesan lain yang akan disampaikan?"
211 Yi-feng melihat kotak kayu yang diukir itu dan berkata:
"Maaf, tolong bukakan kotak ini." Yi-feng mulai menaruh curiga. Dia takut kalau di dalam kotak
kayu itu tersimpan sesuatu yang bisa mencelakainya maka dia pun berkata demikian.
Zhong-jing melihatnya dengan dingin kemudian pelan-pelan berkata:
"Guruku hanya memerintahkan agar membawa kotak kayu ini kepada Pendekar Lu, tidak
menyuruhku membukakan kotak kayu ini untuk Pendekar Lu. Jika Pendekar Lu tidak berniat
membuka kotak kayu ini, tidak ada hubungannya denganku."
Suara pelan tapi sangat jelas, hal ini membuat alis Yi-feng berdiri. Baru saja dia akan
menjawab, Ling-lin sudah membentak:
"Jika dia menyuruhmu membuka kotak ini kau harus membukanya, tidak perlu banyak omong!"
Zhong-jing terdiam. Dia seperti sedang menimbang-nimbang, kemudian tanpa mengata-kan
apa-apa dia mengambil kotak kayu itu dari tangan Yi-feng.
Yi-feng melihat sikap pemuda ini tenang, matanya terang, wajahnya tampan, dia berbalik


Terbang Harum Pedang Hujan Piao Xiang Jian Yu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melihat Ling-lin. Matanya yang bersinar terang seperu' ada sedikit rasa senang. Sepertinya dia
memuji Ling-lin karena mampu membuat pemuda ini mendengar kata-katanya. Yi-feng bertanya:
"Berapa umurmu?"
Karena pertanyaan ini begitu mendadak, membuat pemuda ini hanya terpaku. Matanya
berputar, dia menjawab dengan tenang:
"Aku berumur 17 tahun." dengan nada dingin dia berkata lagi, "pertanyaan ini sebenarnya tidak
ada hubungannya dengan Pendekar Lu, sebenarnya aku tidak perlu menjawabnya tapi karena ini
pertama kalinya Pendekar Lu bertanya maka aku harus menjawab, lain kali...."
Dia berhenti bicara kemudian tangan kanannya melayang, kotak kayu itu terbuka. Lu Nan-ren
mengeluh: "Sikap pemuda ini tenang dan tidak banyak bicara, tapi jika sekali bicara kata-katanya tajam.
Menyikapi sikap seseorang sangat tepat tapi dia sedikit sombong. Dia tidak rendah diri, benarbenar
sifat seorang pemuda. Siapa yang bisa mengajar muridnya hingga bisa menjadi seperti ini...
apakah...." Tiba-tiba Ling-lin berteriak kemudian wajahnya ditutup dan membalikkan kepalanya.
Yi-feng melihat dengan teliti, pemuda ini tetap mengangkat kotak itu dengan lurus lalu berdiri
di tangga, sorot matanya tidak beralih.
Di dalam kotak kayu yang terukir sangat indah terdapat sehelai kertas berwarna kuning muda.
Kotak itu berisi sebuah kepala orang yang sudah tidak berdarah. Rambut orang itu berantakan.
Yi-feng merasa tubuhnya gemetar. Dia merebut kotak itu untuk melihatnya lebih jelas. Wajah
orang itu sudah tua dan pucat, tidak ada setetes darah pun di sana, lebih-lebih tidak ada warna
darah, sepertinya terbuat dari lilin.
Begitu melihat kepala ini, dia berteriak dengan suara gemetar dia berkata:
"Zhu-sha-zhang You Da-jun!" Dia sama sekali tidak menyangka kalau kepala yang di dalam
kotak kayu itu adalah milik orang Tian-zheng-jiao, ketua berbaju kuning dari kantor pusat, Zhousha-
zhangYou Da-jun. Karena terkejut Yi-feng membentak: "Berdiri di sana, siapa yang
menyuruhmu membawanya kemari?"
Zhong-jing tertawa dingin: "Sejak tadi aku tidak ingin pergi, sekarang bahkan lebih tidak ingin
pergi lagi. Harap Pendekar Lu tidak perlu merasa khawatir."
Kemudian dia berkata dengan dingin lagi: "Sebenarnya siapa yang menyuruhku kemari, aku
kira Pendekar Lu bisa menebaknya. Jika Pendekar Lu belum bisa menebaknya, bacalah surat yang
ditulis oleh guruku, kau pasti akan segera mengetahuinya." Sorot matanya terus melihat ke depan
dan tidak beralih. Sepertinya dia takut melihat gadis berbaju merah muda itu.
Begitu surat itu dibaca, di dalamnya berisi:
Tuan Tie-ji-wen-hou yang terhormat, Nama Tuan sangat terkenal di dunia persilatan tapi aku
merasa menyesal karena kita belum pernah bertemu. Setahun yang lalu tiba-tiba aku mendengar
berita kematian Tuan, aku merasa sangat terkejut, tapi aku baru tahu sekarang kalau itu hanyalah
sekedar kabar burung. Dengan ide cemerlang, Tuan membohongi orang-orang di dunia ini. Aku benar-benar memuji
kepintaran Tuan. Aku dan Tuan sebenarnya mempunyai kemampuan yang sama, sekarang aku
212 sedang membalas dendam di Bao-ding-zheng. Karena di kota Bao-ding inilah orang itu
menyerangmu satu kali dan kepala orang bodoh ini kuberikan pada Tuan. Aku juga membunuh
putra yang tidak tahu diri ini, membantu Tuan membunuh istri yang tidak setia dan genit..."
Sesudah membaca sampai di sini, mata Yi-feng hampir mengeluarkan api.
Dalam surat itu tertulis lagi:
Dari sini Tuan bisa tahu kalau aku benar-benar membantu menegakkan keadilan tapi mengapa
Tuan selalu berseberangan pendapat denganku. Hal ini benar-benar membuatku sedih."
Yi-feng benar-benar marah:
"Tidak tahu malu, rendah, dan tidak tahu diri!"
Surat itu masih tertulis:
"Sekarang aku ada keperluan lain dan harus pergi ke Jiang-nan maka aku tidak bisa bertamu
dengan Tuan, sungguh sangat disayang-kan!"
Yi-feng tertawa dingin: "Aku merasa lega tidak bisa bertemu dengannya." Dia ingin memakan dagingnya dan
mengupas kulitnya. Surat itu masih tertulis:
Tahun ini di bulan lima Duan-yang-jie (hari pecun), aku akan bersulang arak Ai (ai=semacam
daun, biasa dikeringkan kemudian digulung seperti rokok untuk menghangatkan nadi-nadi tertentu
di badan manusia). Di Nan-hu di rumah makan Yan-yu aku harap Tuan bisa datang dan kita
bertemu di sana. Waktu itu aku yakin kita bisa mengobrol lebih banyak dan minum. Sekian
dan terima kasih dan semoga Tuan sehat selalu.
Yang bertanda tangan di bawah:
Ketua Tian-zheng-jiao, Xiao-wu.
Karena marah telapak Yi-feng gemetar, dia ingin menyobek surat yang ditulis dengan dingin ini
di belakang surat itu masih ada tulisan lain.
"Ada dua hal di mana aku harus mengucapkan terima kasih padamu. Pertama, Tuan telah
membuka topeng yang membuat Tuan mirip denganku, hal ini membuatku menjadi tenang.
Kedua, kuda yang biasa Anda tunggangi benar-benar seekor kuda bagus, membuatku jadi sangat
leluasa. Tuan memberikan kuda ini kepadaku, pantas orang di dunia persilatan mengatakan Anda
bukan orang yang pelit."
Masih ada lagi: "Sekarang orang dunia persilatan sudah tahu kalau Tuan belum mati, mengapa Tuan
membuang nama pemberian orang tua, bukankah ini sangat disayangkan?"
Ling-lin diam-diam menoleh, dia memang tidak "jelas membaca surat yang Yi-feng baca tapi
dari raut wajah Yi-feng, dia tahu surat itu pasti berisi kata-kata yang tidak berkenan di hati Yifeng.
Karena itu diam-diam dia menjulurkan tangannya memegang tangan Yi-feng.
Tapi... Tiba-tiba Yi-feng membalikkan tangannya, kotak kayu berwarna ungu itu terbang ke luar. Surat
itu pun disobeknya menjadi dua, Zhong-jing yang masih berdiri di depan Yi-feng tidak bergerak.
Dia hanya melihat wajah dan mata Yi-feng seperti akan mengeluarkan api.
0-0-0 BAB 73 Kembali memakai nama asli
Kotak berwarna ungu itu sudah terbang jauh, kepala orang yang ada di dalam kotak terguling
ke tanah. Tiba-tiba. Tubuh tinggi Yi-feng seperti kilat dan seperti panah yang dilepas dari busur terbang jauh
menyambut kepala orang itu yang hampir terjatuh keluar kemudian ujung kakinya bertumpu. Dia
sudah kembali ke tempatnya lagi kemudian pelan-pelan meletakkan kepala itu ke dalam kotak dan
diletakkan di bawah. 213 Karena marah dia melempar kepala ini tapi begitu kepala itu terbang, dia baru teringat kalau
dia tidak boleh bertindak sekejam ini kepada yang sudah mati.
Ling-lin menarik nafas. Wajah pemuda bernama Zhong-jing yang selalu datar itu sepertinya
terlihat sedikit terkejut melihat kepandaian Yi-feng yang begitu tinggi.
Terdengar Yi-feng tertawa dingin:
"Ternyata kau adalah murid Xiao-wu."
Dengan tenang Zhong-jing menjawab:
"Betul! Jika Tuan tidak ada pesan lain lagi, aku akan pamit sekarang."
Alis Yi-feng berkerut, tiba-tiba dia tertawa terbahak-bahak sambil melihat langit lalu berkata:
"Jika kau murid orang jahat ini, mengapa kau tidak pergi" Kau benar-benar sangat pemberani."
tawanya berhenti, wajahnya pelan-pelan menyiratkan hawa membunuh, dia membentak:
"Apakah kau tidak takut kalau aku akan membunuhmu?"
Dengan tenang Zhong-jing menjawab: "Dua negara berperang, tidak akan memenggal
utusannya. Aku tahu Pendekar Lu tidak bermaksud membunuhku." lalu katanya lagi, "jika
Pendekar Lu mempunyai keinginan membunuh juga belum tentu aku akan merasa takut!"
Wajah Yi-feng sangat dingin dan membentak:
"Gurunya seperti itu, muridnya pasti tidak akan jauh dari gurunya. Jika membiarkan kau terus
hidup di dunia ini, akan menambah banyak orang jahat, mengapa aku tidak boleh membunuhmu?"
Diiringi suara bentakan, tangan Yi-feng melayang ke wajah Zhong-jing.
Diam-diam Ling-lin melihat semua itu. Pukulan telapak Yi-feng sudah berada di depan hidung
pemuda ini tapi pemuda itu tidak berusaha menghindar juga tidak berusaha menahannya.
Wajahnya tetap datar, sepertinya dia yakin kalau pukulan itu tidak akan mengenainya.
Tapi... Tiba-tiba tangan Yi-feng berhenti di depan wajah pemuda ini dengan jarak sekitar 1 centimeter
lagi. Ling-lin diam-diam menarik nafas, terdengar Yi-feng dengan dingin membentak:
"Mengapa kau tidak berusaha melawan?"
Zhong-jing pelan-pelan menjawab:
"Pendekar Lu dan guruku, apakah kawan atau lawan, aku tidak tahu, tapi kemampuan guruku
sederajat dengan Pendekar Lu maka aku tidak berani berlaku tidak sopan."
Mata Yi-feng berputar, wajahnya sudah tidak menjadi merah. Dia menarik kembali tangan-nya
dan berkata: "Kau masih muda, masih mempunyai masa depan yang cerah, mengapa tidak bisa
membedakan mana yang baik dan mana yang jahat" Apakah kau tidak tahu, Xiao-wu jahat atau
tidak?" Zhong-jing menundukkan kepala, dengan terpana terus melihat anak tangga, dia pelan-pelan
berkata: "Aku yatim piatu, dulu hidupku sangat susah, untung guru mau menerimaku apa adanya. Budi
dan kebaikan guru sedalam lautan, jadi walau bagaimana pun aku harus membalas budi guru,
mungkin dengan membalas budinya, aku bisa melunasi satu sepersepuluh ribu nya saja."
kemudian dia berkata lagi, "aku sangat menghormati Pendekar Lu, aku juga tidak berani berbuat
salah kepada Pendekar Lu tapi jika Pendekar Lu terus menerus menghina guruku, mungkin aku
akan bertindak tidak sopan kepada Pendekar Lu."
Lu Nan-ren terus melihat pemuda inT, tiba-tiba dia menarik nafas panjang, kemudian dia
melambaikan tangannya: "Pergilah! Pergi!"
Zhong-jing memberi hormat kemudian pelan-pelan membalikkan kepalanya, dia pergi dengan
langkah yang besar. Wajahnya yang dari tadi datar sekarang terlihat ada kesedihan yang sulit
diungkapkan. Melihat bayangannya yang menghilang di dalam hutan lebat, Yi-feng baru bisa menghela nafas:
"Tidak disangka siluman Xiao-wu ternyata mempunyai seorang murid begitu baik." Ling-lin
pelan-pelan berkata: 214 "Tadi aku takut kalau kau akan membunuhnya." katanya lagi, "waktu itu aku berpikir kalau kau
bukan orang seperti itu, belakangan...." Ling-lin pelan-pelan menunduk-kan kepala, "kau benarbenar
tidak membuatku kecewa."
Yi-feng berusaha menekan hatinya yang bergejolak, pelan-pelan dia membalikkan kepala. Linglin
berjalan ke depannya kemudian memungut jari yang terpotong dari mayat pak tua itu. Dia
bengong sebentar akhirnya dia menyobek bajunya untuk membungkus jari-jari itu, dia
mengangkat kepalanya melihat Yi-feng kemudian pelan-pelan berkata:
"Ini... aku bantu menyimpannya dulu."
Pelan-pelan Yi-feng melihat kemudian menundukkan kepalanya lagi, dia tidak tahu apa yang
harus dia katakan sekarang. Terdengar Ling-lin berkata lagi:
"Ada sesuatu ingin kuberikan pada-mu."
Tampak ada sebuah plakat terbuat dari gading. Di atas plakat terukir 3 hati. Yi-feng diam-diam
mengeluh, bermacam-macam perasaan tibul di hatinya. Apakah ini adalah rasa sedih, khawatir,
ataukah benci" Tapi dia tetap memaksakan diri untuk tersenyum dan berkata:
"Ling-er, benda ini...lebih baik kau yang menyimpannya!"
"Mengapa?" "Memberikan benda secara sembarangan kepada orang lain akan membuat ibumu marah!"
Tangan putih sudah berada di depan Yi-feng:
"Ini adalah pemberian guruku, mengapa ibu harus marah?" matanya berputar.
"Kau selalu berkelana di dunia persilatan jika ada plakat ini mungkin nanti akan ada gunanya.
Lihat di atas plakat ini ada tanda 'San-xin-shen-jun' mengapa kau menolaknya" Apakah...."
Nada bicaranya mulai sedih, dia seperti takut kalau Yi-feng akan menolak pemberiannya.
Yi-feng terpaku, akhirnya pelan-pelan menerima plakat ini dan tertawa terpaksa:
"Ling-er ingin memberikan plakat itu kepadaku, mengapa aku menolaknya?"
"Itu lebih baik...Wei, aku tanya kepadamu, mengapa tiba-tiba kau memanggilku Ling-er...tapi
nama Ling-er juga bagus, apakah betul Yi-feng?" Kedua alis Yi-feng berkerut: "Kau jangan
memanggilku Yi-feng lagi." Alis Ling-lin terangkat, kemudian turun lagi. Dengan takut dia
bertanya: "Mengapa, mengapa... apakah kau tidak suka kalau aku memanggilmu Yi-feng?"
Mata Yi-feng melihat Ling-lin yang polos tapi penuh kesedihan dan ketakutan. Sepasang
matanya yang terang seperti meneteskan air mata.
Yi-feng merasa kacau tapi tetap memaksakan diri untuk tertawa.
"Tidak apa...kelak aku tidak akan menggunakan nama Yi-feng lagi. Kau... kau lebih baik
memanggilku Nan-ren."
Ling-lin yang cantik dan polos merasa sangat senang. Diam-diam dia mengedipkan matanya
yang terang dan pelan-pelan berkata:
"Nan-ren... Nan-ren... itu nama yang bagus!" Dalam hati diam-diam dia berpikir, 'Aku tahu
kalau nama ini bisa menggegerkan dunia persilatan.'
0-0-0 BAB74 Terlatih menjadi kuat Dia melihat Lu Nan-ren lalu melihat plakat San-xin-shen-jun, seperti sedang memikirkan
sesuatu. Pelan-pelan dia berkata:
"Yi... Nan-ren, apa yang kau pikirkan?"
Lu Nan-ren terpaku: "Aku pikir, bisa mendapatkan guru seperti San-xin-shen-jun, sungguh sangat beruntung."
Ling-lin mengedipkan mata:
"Aku beritahu padamu, aku juga punya seorang guru lagi, dia adalah Tuan Jian. Tadinya di
Zhong-nan-shan aku sudah diangkat menjadi muridnya tapi setelah turun gunung, suatu malam
tiba-tiba saja dia pergi, hanya meninggalkan sepucuk surat. Dia menyuruh Guru San-xin
mengajariku dulu." 215 "Itu lebih baik!" kata Lu Nan-ren. Karena dia sedang memikirkan sesuatu maka dia menjawab
dengan asal-asalan tapi Ling-lin sekarang sedang mengkhayal yang indah maka dia tidak
merasakan ada yang janggal.
Begitu mata Lu Nan-ren melihat mayat di bawah, sikap bingungnyaa berubah. Sambil menarik
nafas dia menyusun 4 mayat ini menjadi satu jajar. Di tubuh mereka masing-masing tertancap
sebuah pisau melengkung berwarna kuning, ada yang menancap di tulang rusuk, di pinggang,
semua menancap di nadi vital. Dia menarik nafas panjang:
"Ilmu silat Xiao-wu sungguh hebat, dalam waktu bersamaan dia bisa menyerang tepat
mengenai nadi vital keempat orang ini, caranya sungguh kejam....aku tidak tahu kalau dia begitu
tega membunuh orangyang dekat dengannya!"
Dia menyimpan 4 buah pisau melengkung itu ke baju bagian dadanya.
"Bulan 5 Duan-yang... bulan 5 Duan-yang," diam-diam dia bersumpah pada bulan 5 Duan-yang,
dia akan menancapkan 5 pisau ini ke tubuh Xiao-wu.
Di Xi-liang-shan bertambah 5 kuburan baru. Kelima kuburan itu digali oleh Lu Nan-ren dan Linglin
dengan susah payah dan terburu-buru karena mereka mengkhawatirkan keadaan Sun-ming
dan Xu-bai yang ada di gunung:
"Mengapa ibu tidak turun gunung, apakah yang telah terjadi sesuatu?"
Ling-lin berkata pada dirinya sendiri, dia merasa dia semakin dewasa karena dia telah melihat
orang mati dan pernah menggali kuburan untuk mereka.
Bagaimana dengan Lu Nan-ren" Yang pasti dia merasa sedih dan terbeban, dalam waktu
setengah hari sudah menguburkan banyak orang, dan mengerti arti hidup dan mati hanya
dipisarfkan oleh satu garis saja. Yang paling membuatnya marah dan sedih adalah, 'Orang yang
tidak pantas mati malah mati, orang yang pantas untuk mati malah tidak mati-mati.'
Angin terus meniup pepohonan. Dia berlutut di depan kuburan baru dan terus berdoa.
Walaupun dia tidak percaya ada setan atau dewa di dunia ini tapi sekarang demi pahlawanpahlawan
ini dia pun berlutut dan berdoa. Dia berdoa berharap mereka naik surga.
Dia berlari ke gunung karena merasa kemarahan dan kesedihannya telah berlalu, dia merasa
sekarang hatinya kosong. Banyak hal yang harus dia pikirkan tapi tidak ada satu pun yang bisa
terpikir olehnya. Hal yang tidak perlu dipikir terus melayang-layang di dalam pikirannya.
Dia menoleh ke belakang, baru dia melihat ternyata Ling-lin yang terus berada di sisinya seperti
sangat lelah. Melihat Lu Nan-ren sedang melihatnya,
Ling-lin tertawa: "Kepandaianmu sangat baik, aku tahu kau sudah lama tidak beristirahat juga tidak makan tapi
kau tidak juga merasa lelah. Aku... aku benar-benar merasa lelah."
Lu Nan-ren tersenyum dan berkata: "Kau mempunyai guru hebat, kelak kepandaianmu pasti
lebih baik dibandingkan denganku." Tiba-tiba dia merasa, Ling-lin yang sudah lama belajar silat
dari San-xin-shen-jun, mengapa ilmu silatnya tidak maju secepat dirinya" Sedang dia hanya
belajar satu kali pada Tian-xing-mi-ji' tapi dia mengalami kemajuan sangat pesat.
Berarti buku 'Tian-xing-mi-ji' benar-benar sebuah buku sakti.
Dia berpikir lagi, "Di dalam bajuku tersimpan benda sakti jika diketahui oleh orang lain pasti
akan terjadi hal yang tidak diinginkan. Untung orang yang tahu tentang buku ini tidak banyak.
Tuan Jian, San-xin-shen-jun, dan Nyonya Ling juga tidak tahu apakah aku berhasil mendapatkan
benda ini atau tidak...tapi benda ini sebenarnya milik Tuan Jian, jika bertemu dengannya nanti aku
harus mengembalikan padanya."
Kemudian dia berkata lagi: "Tapi Wan Tian-pin sudah tahu kalau buku ini ada di tanganku,
mungkin karena banyak hal yang terjadi maka dia tidak sempat merebutnya. Jika sekarang aku
kembali ke sana, dia pasti akan merebut buku ini. Sekarang dengan kepandaian yang kumiliki aku
belum bisa mengalahkannya. Apa yang harus kulakukan"''
Langkah kakinya sedikit melambat tapi Ling-lin maju beberapa langkah. Dengan aneh dia
bertanya: "Ada apa?" Lu Nan-ren tertawa dengan terpaksa: "Tiba-tiba aku teringat sesuatu..."
"Apakah kau tidak ingin pergi bersamaku?" tanya Ling-lin sedikit terkejut.


Terbang Harum Pedang Hujan Piao Xiang Jian Yu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

216 Diam-diam Lu Nan-ren mengeluh: "Seorang laki-laki sejati ketika dia harus berjalan dia akan
terus berjalan, ketika berhenti dia harus berhenti. Lu Nan-ren! Lu Nan-ren! Seumur hidup kau
adalah seorang yang lincah juga lurus, tapi kurang keberanian, kau berpura-pura mati, sekarang
kau sedang ditertawakan oleh Xiao-wu. Ketika seorang laki-laki sejati menang, dia harus menang,
ketika kalah harus bisa menerima kekalahannya. Hidup dan mati adalah hal biasa, sekarang kau
banyak berhutang budi. Jika bukan karena dirimu, Xiao Nan-pin tidak akan seperti itu. Kelak jika
menghadapi suatu masalah kau masih bertindak seperti itu, kau benar-benar bukan seorang lelaki,
bisa dikatakan kau bukan manusia."
Ling-lin melihat dia menundukkan kepala berpikir dan tidak menjawab pertanyaannya.
Wajahnya terlihat penuh kesedihan, dia menarik nafas dan berkata:
"Jika kau tidak ingin berjalan bersama-ku...."
Kata-katanya belum berhenti, Lu Nan-ren sudah menegakkan dadanya dan berkata:
"Aku pasti akan menemanimu kesana, ada suatu tempat di mana aku ingin pergi ke sana."
Ling-lin tertawa, pelan-pelan berkata:
"Itu lebih baik, aku takut...." Dia merapikan rambutnya dan berlari ke depan. Melihat sosoknya
yang langsing, Yi-feng terlihat khawatir juga ada sedikit kegembiraan. Baru beberapa puluh meter
Ling-lin berteriak: "Nan Ren, ayo cepat lari!"
Dia menenangkan diri kemudian ikut berlari. Lu Nan-ren adalah seorang yang sangat pintar dan
sifatnya memang seperti itu. Sejak kecil dia tumbuh tanpa ada halangan apa pun. Ketika remaja
namanya sangat baik. Berkeluarga atau usahanya sangat sukses. Lu Nan-ren tumbuh besar dalam
lingkungan seperti itu maka membuatnya kurang kuat dan berani.
Setahun yang lalu istrinya mengkhianatinya, dia dikejar-kejar musuh, ini adalah kejadian
pertama kali dalam hidupnya dia mengalami kesulitan. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan.
Akhirnya setelah berpikir dan berencana, di kota Bao-ding, dia berpura-pura mati untuk
menghindari kejaran Tian-zheng-jiao. Rencana ini dilakukannya untuk menyusun rencana balas
dendam di kemudian hari. Dia menganggap hal ini adalah ide cemerlang tapi tidak ada keberanian.
Sampai hari ini bisa dikatakan dia sudah kenyang dengan cobaan yang dihadapi. Ada pepatah
yang mengatakan jika giok tidak diasah maka tidak akan menjadi sebuah giok yang bagus.
Siksaan yang berat, pukulan yang bertubi-tubi, membuat besi berkualitas bagus menjadi
bajayangkuat. Sekarang dia berubah dikarenakan dalam waktu sehari semalam dia menyaksikan hal yang
terlalu kejam dan peristiwa ini terlalu dalam menusuk hingga kedalam hatinya. Ada pepatah
mengatakan air Huang He bisa membeku menjadi es bukan hanya dalam waktu sehari di musim
dingin. Dia berubah sedikit demi sedikit menjadi es.
Hidup dan mati dianggap santai, apalagi dia sangat jujur, untung dan rugi tidak dilihatnya.
Menjadi orang tidak bertindak macam-macam tapi yang namanya 'tidak takut' bukan hal yang
mudah! Angin berhembus, sangat kencang. Ling-lin sedikit mengangkat bahunya dan mengomel:
"Kita naik gunung berlawanan dengan arah angin, pantas aku begitu lelah."
Lu Nan-ren tersenyum: "Angin datang berlawanan pasti ada angin yang searah. Tidak ada angin berlawanan mana ada
angin yang searah." Ling-lin bengong. Dia merasa kedua kata ini sangat sederhana tapi begitu tepat. Pelan-pelan
dia menarik nafas: "Hal begitu sederhana mengapa sulit dimengerti?"
Dia melihat wajah Lu Nan-ren yang tampan dan bercahaya, sama sekali tidak tercermin rasa
takut. Dia mulai mengerti laki-laki tampan dan kuat ini bisa menjadi sandaran bagi semua
perempuan di dunia ini. Sandaran yang sangat nyaman, karena itu dia tersenyum.
Angin kencang tetap berhembus tapi Ling-lin tidak mengomel lagi:
"Walaupun ada angin kencang, matahari tetap menyinari tubuhku."
0-0-0 217 BAB 75 Sedih dan senang bercampur jadi satu
Mereka memasuki hutan dan berjalan di jalan gunung yang kecil.
Di sekeliling sangat sepi. Suara Tangan Terampil Xu-bai yang marah-marah sudah tidak
terdengar. Lu Nan-ren dan Ling-lin saling pandang. Mereka curiga dan terkejut.
Mereka naik lagi beberapa puluh meter, hati Lu Nan-ren seperti tenggelam karena di sisi jurang
itu tidak ada orang. Xu-bai dan Sun-ming entah pergi ke mana. Ling-lin berteriak:
"Ibu!" Tubuhnya yang langsing seperti orang gila terus berlari kesana kemari. Jantung Lu Nan-ren
berdebar-debar tapi dia berusaha menenangkan diri. Terdengar di atas seperti ada suara
perempuan menangis dan suara seseorang yang sedang menasehati. Hati Lu Nan-ren bergetar
dan berpikir, 'Apakah pepatah yang mengatakan, dua harimau berkelahi pasti salah satu akan
terluka" Apakah salah satu dari mereka sudah mati?"
Karena itu dia segera berlari lebih kencang lagi, hanya sebentar dia sudah berada tempat paling
atas. Terlihat Sun-ming berdiri terpaku di sisi jurang. Matanya melihat rumah yang ada di
Seberang jurang. Di seberang sana ada rumah tinggal berloteng, Wan-Hong telungkup di tubuh ibunya. Mereka
berdua terus menangis, 2 orang pelayan di sisi mereka berusaha terus menasehati mereka. Sunming
dengan lembut menasehati. Di pondok paling atas terlihat ada 2 utas tali besar terjulur ke
bawah. Tali sangat panjang dan terjuntai ke bawah jurang. Bayangan Xu-bai dan Wan Tian-pin
tidak terlihat. Begitu melihat Sun-ming, Ling-lin merasa tenang tapi begitu melihat keadaan di seberang, dia
terkejut tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Setelah lama dia baru memanggil:
"Ibu, aku ada di sini!"
Sun-ming membalikkan kepala. Dari jauh Lu Nan-ren melihatnya, wajah Sun-ming penuh
dengan kesedihan. Melihat Wan-hong dan ibunya menangis seperti itu, dia tahu telah terjadi
sesuatu pada Tie-mian-gu-xing-ke Wan Tian-pin. Terlihat Sun-ming sangat tenang, tapi juga
seperti menyalahkan: "Kalian baru kembali!"
Ibu dan anak bermarga Wan bersama-sama melihat mereka. Begitu melihat Lu Nan-ren, mata
Wan-hong terbuka, air matanya mengalir seperti anak sungai. Dia berlari ke sisi jurang, menjulurkan
tangan menunjuk jurang yang dalam dan gelap, "Ayah... dan... marga Xu itu... keduaduanya...
ada di bawah." Lu Nan-ren benar-benar terkejut. Dia melihat ke bawah jurang. Walaupun matahari sangat
terang tapi tetap tidak bisa melihat sampai ke bawah.
Lu Nan-ren menarik nafas berpikir, 'Tidak disangka dua orang aneh itu benar-benar harus mati
dulu baru bisa berhenti bertarung, tapi...demi apa mereka melakukan semua ini"'
Sejak awal dia sudah tahu, kalau mereka berdua yang satu adalah Yin sedangkan yang satu
lagi adalah Yang, yang satu keras sedangkan yang satu lembut, yang satu lurus sedangkan yang
satu sesat. Kelak akan terjadi hal yang menyedihkan. Sekarang dia melihat hal ini telah terjadi
maka dia merasa sangat sedih dan sambil menarik nafas dia berkata:
"Hhhhh......kedua orang ini benar-benar musuh bebuyutan, malah berakhir seperti itu. Kelak
antara aku dan Xiao-wu akan terjadi apa?"
Dia sadar, belum tentu dia bisa mengalahkan Xiao-wu. Tapi dalam hati dia tidak berniat
melepaskan orang jahat ini. Dendam antara dia dan Xiao-wu sudah sangat dalam. Walaupun
diantara mereka tidak ada dendam yang dalam, dia tidak akan takut untuk terus maju. Hatinya
benar-benar sedih. Ling-lin yang berdiri di sisinya pelan-pelan bertanya:
"Apakah kita juga akan pergi ke sana?"
Terlihat di seberang jurang sudah ada 2 utas tali berwarna yang dilempar ke arah mereka. Dia
pernah mengalami satu kali cara mereka menyambut tamu maka dia tidak merasa aneh. Tiba-tiba
dia teringat pada Ling-lin yang sudah kelelahan maka dia bertanya:
"Apakah kau bisa menyeberangi jurang ini?"
218 Dalam nadanya terdengar Lu Nan-ren penuh perhatian, hati Ling-lin terasa hangat. Semua
kesulitan jadi tidak dianggapnya. Dia terbang sambil tertawa...
Lu Nan-ren terkejut, dia tidak memikirkan hal lain lagi, dia ikut meloncat.
Loncatannya seperti anak panah yang terlepas dari busurnya. Dia mendengar teriakan Sunming
yang datang dari seberang. Maka sebelah tangannya memegang tali berwarna, sedangkan
tangan yang lainnya memegang pinggang Ling-lin.
Tali berwarna itu melambai, dia sudah berada di seberang loteng. Jarak antara bibir jurang
yang satu dengan bibir jurang yang lain beberapa puluh meter, di bawah sana adalah jurang yang
sangat dalam. Dia tidak tahu dari mana datangnya keberanian hingga dia bisa melakukan hal
begitu berbahaya. Yang perlu kita ketahui, cara menyebrang seperti ini menggunakan suatu
teknik. Satu orang menyeberang bukan hal mudah apalagi ini dilakukan berdua. Jika tidak berhatihati,
akan kehilangan nyawanya.
Sekarang jantungnya masih berdebar-debar kencang, matanya terpejam. Dia menenangkan
dirinya. Ling-lin masih berada di dalam pelukannya dan masih terengah-engah. Sepasang tangan
memegang erat pundaknya. Hatinya bergetar dan dia membuka mata. Dia melihat sepasang mata
milik Wan-hong. Tampak sorot matanya seperti sedih, marah, benci, dia juga melihat Sun-ming
tanpa berkedip melihatnya.
Ling-lin masih terkejut. Dia menyandar ke dada yang kekar dan lebar, dia merasa senang dan
terhibur. Dia memejamkan mata dan tidak ingin membukanya lagi. Dia memegang kuat pundak
Nan Ren dan hampir tidak mau dilepas.
Tapi Lu Nan-ren sudah menepuk-nepuk pundaknya. Dengan lembut berkata: "Ling-er, kita
sudah sampai." Ling-lin pelan-pelan mengangkat kepala dan tersenyum. Pipinya menjadi merah.
Dia masuk ke dalam pelukan ibunya. Sun-ming melihat putrinya, sekarang dia merasa tenang tapi
seperti-nya dia telah kehilangan sesuatu.
Lu Nan-ren tidak berani melihat sorot mata Sun-ming, lebih-lebih tidak berani melihat sorot
mata Wan-hong. Dia terpaku dan berkata:
"Dimana Xu-bai... dan Wan Tian-pin?" Dia berkata demikian karena baru teringat tadi Nyonya
Wan dan Wan-hong sedang menangis tersedu-sedu, tapi dia malah menanyakan 'Tangan
Terampil' Xu-bai. Tampak Nyonya Wan seperti kebingungan dan menggelengkan kepala kemudian
menangis tersedu-sedu. Wan-hong bengong berdiri di sana. Dia seperti tidak mendengar apa pun.
Lu Nan-ren berbalik melihat Sun-ming dan bertanya:
"Bagaimana keadaan kedua tetua?"
Sun-ming menarik nafas panjang, dia belum menjawab terdengar Ling-lin diam-diam dari
pelukannya berkata: "Ibu, dia sedang bertanya padamu."
Sorot mata lembut Sun-ming sekali lagi melihat putrinya. Hatinya sedih bercampur senang.
Melihat keadaan seperti ini, dia tahu kalau putrinya sudah jatuh cinta kepada Lu Nan-ren. Dia tidak
akan melarangnya malah merasa sangat senang karena dia tahu pemuda yang ada di depannya
bisa dipercaya tapi dia juga takut kalau cinta putrinya hanya bertepuk sebelah tangan. Dia tahu
bagaimana sifat Ling-er jika terjadi seperti itu, akan membuatnya sedih.
Dia terpaku sebentar lalu berkata:
"Jika saja kalian datang lebih awal. Hhhh..... aku benar-benar tidak menyangka di dunia ini ada
orang seperti ini." Dengan sedih dia terus menarik nafas: "Ketika kalian baru pergi sebenarnya aku ingin ikut tapi
begitu aku membalikkan tubuh, kakak iparku dan...Kakak Wan sudah keluar. Dia melihatku,
awalnya hanya terpaku. Kakakku keluar melihatku, dia segera memanggilku. Aku dan kakak sudah
lama tidak bertemu. Tempo hari aku datang kemari, Bei-xiu..."
Matanya memerah dan dia berkata lagi: "Hhhhh!......waktu itu marga Xu marah-marah. Aku
melihat wajah Kakak Wan pucat seperti kertas. Kakak terus mengatakan di antara mereka
sebenarnya ada dendam apa, sudah puluhan tahun bertarung masih belum cukup. Mengapa harus
ada yang mati baru merasa puas?"
"Tapi Kakak Wan seperti tidak mendengar apa yang dikatakan kakakku. Aku melihat marga Xu
dan Kakak Wan saling melotot, sepertinya masing-masing sudah membunuh ayah mereka dan
saling mendendam. Aku mencoba menasehati mereka:
219 "Pendekar Xu di dunia ini tidak ada dendam yang tidak bisa diselesaikan untuk apa Anda seperti
ini. Dendam harus dihilangkan jangan terus dilanjutkan, mengapa Anda begitu keras. Dua ekor
harimau berkelahi salah satu pasti akan terluka!"
"Tapi...hhhh...! Mata marga Xu itu melolot seperti lonceng. Dia seperti tidak mendengar apa
yang telah kukatakan."
Lu Nan-ren menark nafas. Dalam hati berpikir, 'Sepertinya semenjak di Wu Liang Shan, dendam
antara kedua orang ini semakin dalam." Dia teringat perkataan Xu-bai: "Kembalikan darah-ku!" Dia
benar-benar bergetar. "Karena itu aku berteriak kepada Kakak Wan yang ada di seberang, 'Kakak Wan, apakah kau
tidak berpikir nasib kakak dan keponakanku. Jika kau terus begitu...' kata-kataku belum
selesai,kakak Wan sudah melemparkan satu tali berwarna ke seberang jurang. Marga Xu tertawa
terbahak-bahak dan berkata, 'Monyet tua, kau tidak ber-bohong, tawanya belum selesai dia sudah
menyeberang ke sana."
Sun-ming menarik nafas. Di dalam hati dia benar-benar salut kepada marga Xu ini tapi yang
pasti dia tidak akan membicarakannya.
Dia berkata lagi: "Aku kira begitu marga Xu itu menyeberang jurang mereka akan segera bertarung. Tapi begitu
sampai di seberang, dia memberi hormat kepada kakakku yang sedang menangis. Dia berkata
kalau antara dirinya dan Kakak Wan ada hutang piutang yang tidak bisa diselesaikan. Hari ini
siapapun yang terbunuh, dia akan meminta maaf kepada kakakku. Dia berkata, 'Membiarkan
orang yang tidak bersalah tersiksa benar-benar perbuatan tidak baik. Tapi semua ini adalah
kesalahan marga Wan bukan marga Xu.' Kakakku menanyakan ada hutang piutang apa antara
mereka sampai begitu dalam. Dia melihat Hong-er, melihat kakak kemudian menggelengkan
kepala lalu tertawa terbahak-bahak. Tapi tidak ada yang dia katakan."
Lu Nan-ren berpikir, 'Tangan Terampil Xu-bai benar-benar lelaki sejati. Dia tidak ingin
memberitahu istri musuhnya. Hhhhh...dia lembut tapi kurang pemaaf maka akhirnya terjadilah hal
seperti itu." Pelan-pelan dia berkata: "Hhhh...memang di antara mereka ada masalah yang tidak bisa diselesaikan."
"Apakah kau tahu masalahnya apa?"
Lu Nan-ren melihat semua orang sedang menantikan jawabannya. Diam-diam dia menyalahkan
dirinya, dia benar-benar ceroboh kalau sampai membocorkan rahasia ini. Segera dia
menggelengkan kepala dan berkata:
"Aku hanya menduga saja... lalu bagaimana?"
Dengan cepat dia mengalihkan pembicaraan dengan menanyakan apa yang terjadi.
0-0-0 BAB 76 Jurang yang mengejutkan Tampak Sun-ming menepuk putrinya dengan marah. Dia menyalahkan putrinya yang bicara
begitu ceroboh. Sorot mata dingin Wan-hong melihat Ling-lin.
Ketika Lu Nan-ren kebetulan melihat itu, dalam hati dia tidak enak karena sorot mata Wanhong
sekarang sangat mirip dengan ayahnya, Tie-mian-gu-xing-ke. Wajah yang dingin, sikap yang
galak dan sadis terlihat dari sikapnya. Dia takut juga waspada terhadap gadis ini karena dia tahu
apa arti dari sorot mata ini.
Terdengar Sun-ming berkata lagi: "Marga Xu masih bicara, mereka berdua selama puluhan
tahun ini selalu ingin mati bersama tapi selalu gagal. Hari ini lebih baik 2 orang berdiri tanpa
bergerak, membiarkan lawan memukul 3 kali. Kalau begitu...perkataan marga Xu belum selesai,
Kakak Wan bertanya dengan dingin siapa yang akan memukul terlebih dulu. Marga Xu
kebingungan dan tidak bisamenjawab."
220 Lu Nan-ren berpikir, 'Ilmu silat mereka berdua hampir setara, siapa pun yang memukul duluan,
tidak akan bisa bertahan. Jika Wan Tian-pin terlebih dulu yang memukul, jika Xu-bai tidak mati
juga tidak akan sanggup membalasnya. Pertanyaan Wan Tian-pin benar-benar tidak bisa dijawab."
Sun-ming berkata lagi: "Mereka berdua saling memandang dengan lama. Aku lihat wajah Kakak Wan semakin seram.
Aku benar-benar takut dan mencoba menasehati mereka lagi, tapi Kakak Wan tiba-tiba berlari ke
belakang. Marga Xu seperti rnarah tapi dia berusaha bertahan."
"Tidak lama kemudian Kakak Wan sudah kembali, kedua tangannya membawa segulung tali
besar. Gulungan tali begitu besar membuat seluruh tubuhnya tertutup. Seumur hidup aku tidak
pernah melihat tali begitu banyak. Marga Xu juga merasa aneh, dia bertanya:
'Mo...! Kau melakukan apa"' Tapi Kakak Wan tidak menjawab. Dia menaruh gulungan tali itu
di bawah tiba-tiba dari balik baju dia mengeluarkan sebuah lempengan besi dan melayangkannya
di depan Marga Xu..."
"Alat cahaya berputar!" teriak Lu Nan-ren "Alat cahaya berputar?" Sun-ming Bengong Lu Nanren
tidak bisa menjawab, mata Ling-lin berputar melihat Lu Nan-ren. Dia berkata: "Ibu, teruskan
ceritamu!" Sun-ming menarik nafas panjang kemu-dian melihat Lu Nan-ren tapi pelan-pelan berkata:
"Kalau itu benar adalah alat cahaya berputar. Marga Xu melihatnya, dia berteriak tapi wajah
Kakak Wan sama sekali tidak berubah. Kemudian dia melempar benda itu ke dalam jurang. Marga
Xu terkejut, dia mengira Kakak Wan sudah gila dan membentak, 'Apa yang kau lakukan"' Dia
belari ke pinggir pagar untuk melihat alat cahaya berputar itu jatuh kemana tapi alat ini sudah
terjatuh ke dalam jurang. Bayangannya juga tidak terlihat, suara jatuhnya pun tidak terdengar."
"Tidak lama kemudian Kakak Wan pelan-pelan berkata:
'Kita sama-sama turun ke bawah, siapa yang mendapatkan alat itu terlebih dulu, dialah
pemenangnya!' Perkataan Kakak Wan sangat singkat. Kami yang mendengarnya pun terkejut,
marga Xu ikut terkejut. Tapi segera dia tertawa terbahak-bahak dan terus menerus berkata, 'Cara
yang baik. Kali ini di antara kita pasti ada salah satu yang mati.' Tapi Kakak Wan menjawab
dengan dingin, 'Mungkin kita tidak bisa kembali lagi ke sini.'"
Lu Nan-ren menarik nafas panjang. "Untuk apa?" teriak Ling-lin Sun-ming bercerita lagi:
"Kami juga sangat terkejut ketika mendengar kata-katanya. Apalagi kakak, dia terus menangis,
kemudian marga Xu itu berkata, 'Tali ini benar-benar sangat panjang.' Kakak Wan berkata, 'Tali ini
akan dibagi menjadi dua bagian. Kita turun ke bawah dengan tali ini.' Marga Xu melihat tali itu lalu
berkata, 'Memang tali ini sangat panjang tapi apakah bisa terjulur sampai ke bawah"' Kakak Wan
berkata, 'Aku juga tidak tahu, mungkin jarak tali dengan dasar jurang masih ada ratusan meter
lagi.' Marga Xu tertawa terbahak-bahak, 'Kalau begitu, kita benar-benar tidak mungkin bisa
kembali lagi ke sini.'"
Ling-lin pelan-pelan menarik nafas katanya:


Terbang Harum Pedang Hujan Piao Xiang Jian Yu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aneh, mengapa mereka tidak takut mati?"
Usianya masih begitu muda, dia tidak tahu manusia terkadang demi suatu alasan, mereka
menganggap kematian adalah hal biasa...alasan seperti itu layaknya seperti cinta yang dalam,
dendam yang dalam, terkadang hanya demi kebenaran dan keadilan.
Mata Sun-ming berputar. Dia seperti menyalahkan putrinya ikut bicara tapi dia bercerita lagi:
"Suara tawa Marga Xu dan suara tangisan kakak membuatku bergetar. Tapi marga Xu sudah
berkata, 'Jika kau mau pergi, kita pergi sekarang!' Kakak Wan menjawab, 'baik!'"
"Mereka bersama-sama melemparkan tali itu ke dalam jurang dan ujung tali diikat ke sebuah
pohon. Kakak dan Hong-er terus memeluk Kakak Wan, mungkin sebenarnya Kakak Wan juga
merasa sedih. Tapi dia berkata dingin, 'Untuk apa kalian menangis, belum tentu aku akan mati!'
Dia mendorong kakak sampai terjatuh."
Lu Nan-ren turut memberi menasehat:
"Jurang ini sangat dalam tapi tali ini juga sangat panjang ditambah lagi ilmu silat mereka tinggi.
Mungkin sekarang mereka masih hidup," dia memang berusaha menghibur tapi kata-katanya
masuk akal juga. Sun-ming menarik nafas panjang:
221 "Mungkin akan terjadi seperti itu tapi di antara mereka berdua ada permasalahan begitu dalam,
dalam keadaan seperti ini mereka akan terus bertarung, berusaha membunuh lawannya, mana
mungkin bisa selamat turun sampai ke dasar jurang?"
Lu Nan-ren menundukkan kepala.
Sun-ming melanjutkan: "Dalam keadaan seperti itu tidak ada seorang pun yang bisa mencegah mereka. Marga Xu
berjalan mendekati pagar, dia mundur lagi dan berkata, 'Tidak bisa, tidak bisa!' Dalam hati aku
benar-benar senang. Aku kira dia tidak mau bertarung lagi dengan Kakak Wan, kakakku juga
sambil menangis sambil terus memohon kepada-nya. Tapi dia berkata lagi, 'Kita sama-sama turun.
Jika orang yang ada di atas memotong taliku, bukankah nyawaku yang akan melayang duluan?"
Lu Nan-ren berpikir, 'Hhhh...dua orang ini ilmu silatnya tinggi, otak pun berputar sangat cepat.
Hhhh Tuhan sudah menciptakan Tie-mian-gu-xing-ke Wan Tian-pin, mengapa menciptakan lagi
Tangan Terampil Xu-bai?"
Sun-ming berkata lagi: "Sesudah aku mendengar perkatan marga Xu, dengan cepat aku
membenarkan perkataan-nya dan menyuruh mereka mencari cara lain. Memang aku sadar tidak
mungkin bisa menasehati mereka, tapi aku berharap aku mengulur waktu siapa tahu mereka
berubah pikiran. Tapi Kakak Wan dengan dingin berkata, "suruh mereka masuk ke dalam, mereka
tidak akan tahu tali mana milikku dan tali mana milikmu." Tadinya aku ingin terus memberitahu
mereka tapi aku melihat wajah kakakku tersenyum. Waktu itu aku berpikir setelah kami ke dalam
kami akan segera keluar. Apakah kami tidak tahu tali mana milik Kakak Wan dan tali mana milik
marga Xu." "Tapi marga Xu tiba-tiba tertawa. Sambil tertawa dia berputar. Tiba-tiba aku merasa bagian
bawah ketiakku kaku, ternyataku sudah ditotok, kakak, Hong-er, dan semua pelayan pun ditotok.
Kakak Wan berdiri tidak bergerak. Waktu itu aku merasa heran melihat tangan marga Xu bergerak
begitu cepat..." Belum habis cerita Sun-ming, Lu Nan-ren sudah menarik nafas: ,
"Tetua Wan tidak bergerak, karena dia sudah menebak maksud Xu-bai."
Sebenarnya Lu Nan-ren juga bisa menebak maksud Xu-bai.
0oo0 BAB 77 Hidup atau mati siapa yang tahu
Sun-ming mengangguk. "Hhhh! Apa yang kau tebak tidak salah lagi...hanya sebentar Marga Xu sudah menotok banyak
orang kemudian dia berkata, 'Aku menotok kalian ada batasnya. Kalian ditotok tapi tidak merusak
organ kalian. Setelah sejam nadi kalian pasti akan terbuka dengan sendirinya.' Kakak Wan hanya
tertawa dingin berkata, 'aku tahu!' Marga Xu tertawa terbahak-bahak, 'kalau kau sudah tahu
mengapa kau rnembiarkanku menotok mereka?"'
"Kedua orang ini benar-benar tidak bisa akur."
Sun-ming sedikit diam mungkin dia sedang mengingat-ingat kembali kejadian waktu itu.
"Aku melihat mereka turun satu persatu tapi aku tidak mampu menghalanginya, suaraku pun
tidak bisa kelu ar..."
Ling-lin ikut bicara: "Nanti jika aku bertemu dengan Marga Xu, aku akan menotoknya. Biar dia merasakan
bagaimana jika rasanya ditotok."
Alis Sun-ming berkerut, dia ingin memarahi putrinya, tapi terdengar Wan-hong bersuara
"Huh!..." seperti tidak senang. Sun-ming merasa aneh juga berpikir, "Ling-er ada di pihak kalian
mengapa kau begitu terhadapnya."
Tapi begitu melihat kedua alis Lu Nan-ren berkerut, dia tampak sangat khawatir kemudian dia
baru mengerti, diam-diam berpikir, 'ternyata Hong-er juga sudah jatuh cinta kepada Lu Nan-ren.
Bagaimana ini?" Tapi pelan dia memarahi putrinya:
"Jangan sembarangan bicara nanti kau akan ditertawakan orang lain."
Ling-lin ingin mengatakan sesuatu lagi tapi Lu Nan-ren sudah bertanya:
222 "Lalu apa yang terjadi?"
"Mereka bergerak sangat cepat, hanya sebentar mereka sudah menghilang, aku benar-benar
merasa cemas, di sana-sini seperti terdengar suara detak jantung, aku tahu semua orang di sini
merasa cemas. Tidak lama kemudian terdengar suara marga Xu membentak. Suara ini terdengar
dari bawah, setelah itu tidak terdengar suara lagi. Dalam hati aku berpikir dia pasti sudah mati."
Lu Nan-ren diam-diam menarik nafas:
"Mungkin Wan Tian-pin menyerang secara diam-diam. Dalam keadaan seperti itu pasti Xu-bai
tidak waspada." Tapi begitu melihat ibu dan putri Wan dia merasa aneh:
"Kalau begitu pasti tidak terjadi apa-apa pada Wan Tian-pin, tapi mengapa mereka menangis?"
Sun-ming meneruskan ceritanya:
"Belum habis aku berpikir, di bawah terdengar suara Kakak Wan kemudian suara tawa marga
Xu dan bentakannya. Mereka bersama-sama berteriak...dan kemudian tidak terdengar lagi suara
apa-apa." Setelah Sun-ming selesai bicara di tempat itu kecuali suara desah nafas tidak terdengar suara
lainnya. Lu Nan-ren terdiam, kemudian dia berkata: "Hidup dan mati seseorang ditentukan oleh nasib,
mereka berdua mempunyai ilmu silat tinggi, dalam hidup mereka, pasti telah melewati banyak
bahaya, mungkin kali ini mereka juga bisa melewatinya..."
Perkataannya baru selesai, ibu dan anak bermarga Wan itu yang sejak tadi telah berhenti
menangis, sekarang tiba-tiba menangis dengan histeris. Lu Nan-ren ingin menghibur mereka, tapi
Nyonya Wan telah berlutut di depannya, dan menarik-narik bajunya, Lu Nan-ren terkejut dan
bertanya: "Nyonya... ada apa?"
Nyonya Wan menangis sambil memohon: "Tolonglah mereka... tolonglah mereka...."
Lu Nan-ren menjawab dengan kebingungan: "Asalkan aku sanggup aku pasti akan
menolong...." Nyonya Wan terus memohon:
"Aku tahu ilmu silatmu sangat tinggi, cobalah kau turun melihat... dia... dia apakah dia sudah
mati atau masih hidup?"
Lu Nan-ren terpaku, Nyonya Wan berkata lagi:
"Hong-er, kau juga berlutut... Adik, bantu-lah aku agar dia mau menolongku... aku... aku sudah
lama, aku...." Wan-hong ikut berlutut. Telinga Lu Nan-ren jadi penuh dengan suara minta tolong, sebenarnya dia masih meragukan
kemampuannya sendiri, tapi dalam keadaan seperti ini dia tidak sanggup menolak permintaan
perempuan tua ini. Terdengar Nyonya Wan menangis berkata: "Selama puluhan tahun ini... aku dan Tian Pin hanya
berkumpul... berkumpul selama beberapa bulan saja, sekarang... walaupun dia sudah meninggal,
kau... kau tolong cari mayatnya, Adik... tolong mohon kepadanya... Hong-er... mintalah padanya...
mengapa kau tega meninggal-kanku?" Dia juga memohon kepada Sun-ming lagi, "adik, bantulah
aku memohon kepadanya...."
Sun-ming sekarang hanya terpaku. Dia berkata dengan bingung: "Yi-feng... kau...."
Dia bersaudara sepupu dengan Nyonya Wan, tapi mana mungkin dia minta pekerjaan yang
tidak masuk akal" Apalagi lelaki ini begitu dicintai putrinya.
Wan-hong masih berlutut di depan Lu Nan-ren:
"Kepadamu, kepadamu... apakah kau tahu... aku tahu bagaimana kemampuan ilmu silatmu."
Nyonya Wan segera berkata:
"Kalau kau pergi sendiri tidak akan berbahaya, kau...."
Mata Lu Nan-ren terpejam, kemudian dia membuka matanya kembali, dia lalu berjalan
kedepan pagar, dia mencengkram sebuah tali besar dan membelahnya menjadi dua. Mata Sunming
membesar, Ling-lin dengan terkejut berdiri di depannya, lalu berkata dengan nada
ketakutan: "Kau... kau akan melakukan apa?"
Mata Lu Nan-ren terus melihat tangannya, lalu pelan-pelan menjawab:
223 "Aku akan membawa tali ini, kalau tali ini tidak cukup panjang, aku akan menyambungnya lagi,
apakah kau mengerti?"
Sepasang mata Ling-lin penuh air mata: "Kau... ingin... turun... ke bawah?" suara Ling-lin
bergetar. "Aku akan turun, aku kira tidak akan terjadi apa-apa padaku."
Ling-lin menarik tangannya, dengan nada takut dia berkata:
"Kau, mengapa, kau... orang lain kepadamu.. "
Perkataan Ling-lin belum selesai, Nyonya Wan sudah datang menghampirinya, dia memeluk
pinggang Ling-lin sambil marah dan menangis:
"Kau benar-benar tidak punya hati nurani, apakah kau tahu kalau Wan Tian-pin adalah
pamanmu" Dia... dia adalah...."
Sun-ming masih berdiri dengan bengong di sini, sekarang apa yang harus dia lakukan, dia
sendiri kebingungan. Ling-lin menangis dan berteriak:
"Lepaskan aku, suamimu mungkin mati, kau menyuruh orang lain ikut mati...."
Sun-ming berkata: "Ling-er, kau tidak boleh bicara seperti itu!" tapi suara Sun-ming tidak keras, walaupun keras
Ling-lin tetap tidak bisa mendengarnya.
Tiba-tiba Lu Nan-ren membentak dengan suara menggelegar:
"Semua jangan bicara lagi!"
Suara gelegar ini seperti mempunyai tenaga sihir yang kuat, membuat suara tangisan menjadi
kecil, perlahan dia membalikkan tubuh menghadap Nyonya Wan, lalu berkata:
"Tolong, lepaskan tanganmu!"
Nyonya Wan merasa sorot mata Lu Nan-ren membuat orang menjadi takut, dia melepaskan
tangannya dan mundur selangkah, lalu berdiri tegak.
Perlahan Lu Nan-ren mengulurkan tangannya lalu mengelus-elus rambut Ling-lin, dengan
lembut berkata: "Ling-er, apakah kau mau aku menjadi seorang penakut?"
Sambil meneteskan air mata, Ling-lin menggeleng.
Lu Nan-ren dengan pelan berkata lagi:
"Apakah kau mau, karena aku takut bahaya dan kesulitan, maka aku tidak membantu orang
lain" Kau harus mengerti membantu orang bukan hanya kepada saudara saja, tapi kepada setiap
orang yang menghadapi masalah. Kalau mereka benar-benar membutuhkan bantuan, kau harus
mengulurkan tanganmu, dalam menolong orang kau tidak boleh memilih. Sekarang keadaan tetua
Wan dan tetua Xu, apakah masih hidup atau sudah mati, tidak ada seorang pun yang tahu. Aku
turun ke sana mungkin bisa menolong mereka."
Ling-lin terus menangis, Sun-ming pun tidak kuasa, dia menitikkan air mata.
Ling-lin sudah tidak bisa menahan diri lagi, dia menangis histeris:
"Tapi... kau sendiri bagaimana... apakah kau tidak memikirkan dirimu, kau... sebenarnya
melakukan ini karena apa, apakah... apakah demi gadis itu?"
Sambil berkata dia membalikkan kepala, tangannya yang gemetar menunjuk Wan-hong yang
masih berlutut di bawah. Sorot mata Wan-hong bersorot benci, marah, dan kejam melihat ke arah
Ling-lin. Kemudian dia menundukkan kepalanya lagi. Karena semua orang sedang berada dalam
keadaan kacau, maka tidak ada seorang pun yang memperhatikan mata yang bersorot penuh
kebencian itu. 0-0-0 BAB 78 Langit tidak bersuara Alis Lu Nan-ren berdiri, dia merasa sedih juga marah, kemudian dia menarik nafas panjang dan
berkata dengan pelan: "Anak bodoh, mana boleh berkata seperti itu, mana mungkin karena dia aku melakukan semua
ini, kau tahu kecuali lucu, polos, dan lembut...."
224 Dia berkata dengan pelan, dia seperti melihat bayangan Xiao Nan-pin kemudian menarik nafas
dan berkata lagi: "Dan baik hati... untuk anak seperti kau, aku akan melakukan apa saja! Hal ini aku lakukan
bukan untuk orang lain, tapi karena aku merasa hal seperti ini harus kulakukan, kalau aku merasa
tidak perlu melakukannya, aku tidak akan melakukannya. Tidak ada seorang pun yang bisa
mengendalikanku. Anak bodoh, apakah kau mengerti" Ayo, mengangguklah, biarkan aku turun,
kau diam di sini dan tunggu sampai aku kembali, aku pasti akan kembali, apakah kau percaya?"
Ling-lin terus mengangguk, tapi air mata-nya sudah membasahi bajunya.
Sun-ming, perempuan kuat ini pelan-pelan mendekati mereka. Walaupun matanya masih penuh
dengan air mata dia tetap berkata:
"Yi-feng, kau... jaga dirimu baik-baik, dan berhati-hatilah.."
Yi-feng mengangguk, dia menaruh tali yang sudah digulungnya di pinggang, kemudian dia
memutar-mutar tubuhnya, tangan, juga kaki, dia melakukan pemanasan. Tiba-tiba dia berkata:
"Panggil aku Nan-ren, namaku adalah Lu Nan-ren sekarang Yi-feng sudah tidak ada lagi di
dunia ini " Dengan cepat dia membalikkan tubuh, lalu meluncur mengikuti tali ke bawah, dia berusaha
tidak melihat ke atas, tapi dia masih mendengar pesan untuk berhati-hati dan juga suara tangisan.
Dia menertawakan dirinya sendiri, 'Benar-benar sifat seorang perempuan.'
Kemudian dengan tabah dia berkata pada dirinya sendiri, 'aku tidak akan mati, walaupun di
bawah sangat berbahaya, asalkan bisa mengandalkan tali ini, aku tidak perlu merasa takut, aku
akan naik lagi, waktu itu.. .mereka akan tertawa.'
Semakin lama.... Suara tangisan dari atas semakin kecil, kemudian tidak terdengar suara apapun. Semakin
lama.... Keadaan di bawah semakin berbahaya, dinding jurang banyak terdapat batu-batuan tajam, juga
ada lumut hijau yang licin. Terkadang ada pohon entah dari mana bisa tumbuh keluar dari celahcelah
batu. Tampak keadaan sangat berbahaya. Lu Nan-ren tidak berani melihat ke bawah. Dia
bergerak perlahan ke bawah. Tiba-tiba... hatinya bergerak. Dia teringat sesuatu...
Tapi...baru saja timbul pikiran ini, tiba-tiba tangannya terasa berat, dia kehilangan benda yang
menjadi pegangannya, dia terjatuh ke jurang yang dalam dan tidak diketahui dasarnya.
Dia berteriak dan berpikir, 'mengapa tali ini bisa putus?" dia melihat di dinding jurang ada
sebuah gua, dia menjulurkan tangan merangkak, tapi tubuhnya terus terjatuh ke bawah
Terjatuh ke bawah.... ... terjatuh ke bawah....
Aneh! Mengapa tali ini bisa putus"
Dengan sedih Ling-lin bersandar ke pagar jurang, dia melihat bayangan Lu Nan-ren yang
semakin mengecil, dia tidak kuasa menahan sedih dan masuk ke dalam pekikan ibunya lalu
menangis lagi. Sun-ming mengelus-elus punggung putrinya berusaha menghibur:
"Anak baik, jangan terus menangis, dia pasti akan kembali, bukankah tadi dia sudah berjanji?"
Dia berusaha membuat wajah yang penuh dengan air mata itu tertawa.
"Apakah kau tidak percaya padanya" Dia pasti akan selamat."
"Apakah benar, dia akan selamat, Bu?"
Sun-ming menahan tangisnya tersenyum:
"Dia akan kembali dengan selamat, juga membawa pamanmu...untuk apa kau terus menangis"
Apakah kau sudah gila?"
Sewaktu Ling-lin sedang tenggelam dalam hiburan ibunya, tiba-tiba dia mendengar ibunya
membentak, Ling-lin terpaku, kemudian...
Teriakan Lu Nan-ren terdengar sampai atas.
Ling-lin dengan terkejut melihat ibunya, ibunya berdiri dengan terpaku, wajahnya pucat,
melihat di belakang... Dia membentak, membalikkan kepala melihat, tampak wajah Wan-hong yang sedang tertawa
dengan kejam, dia berdiri di sisi jurang. Tali yang diikat di pagar hanya tersisa satu meter lagi!
225 Ling-lin merasa terkejut, dia merasa semua berputar di sekelilingnya, setelah itu tidak tahu apa
yang terjadi.... Wan-hong tertawa seperti orang gila.
"Aku ingin dia mati, supaya tidak ada seorang pun yang bisa mendapatkannya... Ha ha
ha...semua tidak akan berhasil mendapatkannya!"
Tawanya gila, teriakannya seperti orang gila, sampai ibunya sendiri pun terkejut, matanya
membelalak lebar, dengan bengong melihatnya, lalu dengan pelan berkata:
"Gila... sudah gila...."
Perlahan...tawa gila itu berubah menjadi tangisan juga teriakan.
Dia menjulurkan tangan mencakar wajahnya sendiri.
Tiba-tiba... Ling-lin mendekat dan berteriak:
"Kau jahat, kau sadis, akan kubunuh kau, harus kubunuh dirimu...."
Ling-lin juga seperti orang gila terus berteriak, seperti orang gila terus memukul tubuh dan
kepala Wan-hong. Hati Ling-lin sangat sakit dan kacau, dia lupa mengeluarkan kemampuan ilmu silat yang
dikuasainya, malah mengeluarkan senjata yang paling kuno, yaitu dengan kuku dia mencakar
tubuh dan kepala Wan-hong.


Terbang Harum Pedang Hujan Piao Xiang Jian Yu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sun-ming, perempuan kuat itu sekali lagi dengan pikiran yang kuat berhasil menenangkan
putrinya. Karena sekarang ini hanya dia yang dalam keadaan sadar, dia meloncat, memeluk kedua
tangan putrinya dan berkata:
"Ling-er, sadarlah... Ling-er, sadarlah...."
Wan-hong seperti orang gila naik ke atas atap, Ling-lin lari mengejar.
Ibunya dengan sekuat tenaga memeluknya, hati Ling-lin seperti terkena panah, setetes demi
setetes keluar darah, dia berteriak:
"Kalian benar-benar jahat... demi kalian dia rela turun ke bawah... tapi kalian berhati jahat
malah mencelakainya!" semakin lama suaranya semakin lemah, suara di sekelilingnya pun semakin
kecil...termasuk teriakannya sendiri. Akhirnya suara apapun tidak terdengar, dia jatuh pingsan.
Kesedihan yang terlalu dalam dan berlangsung tiba-tiba, membuat gadis polos ini tidak kuat
dan akhirnya pingsan. Begitu dia sadar, matahari telah terbenam, perlahan dia membuka matanya, sinar matahari
terbenam menyinari wajahnya, angin menghembus rerumputan. Dia berada di atas sebuah batu
hijau yang ada di hutan. "Mengapa aku bisa berada di sini?"
Pikirannya masih kosong, dia tidak tahu bagaimana dia dan ibunya bisa meninggalkan loteng
itu, dengan teliti dan hati-hati dia membawa melewati jurang yang dalam, melewati hutan yang
lebat dan sampai di sini.
Waktu itu dia tidak ingat apa yang telah terjadi.
Waktu itu dia belum pingsan.
Tapi itu hanya sebentar, semua hal yang terjadi seperti gelombang besar menerpa hatinya. Dia
merintih dengan sedih, berusaha berdiri. Sepasang tangan lembut memeluknya, dia baru sadar
Kuda Besi 2 Pedang Bengis Sutra Merah ( Tan Ceng In) Karya See Yan Tjin Djin Istana Pulau Es 8
^