Lembah Nirmala 13
Lembah Nirmala Karya Khu Lung Bagian 13
"Haaaaaah.......haaaaaah........jangan harap ada persoalan didunia ini yang bisa lolos dari
sepasang mata saktiku, bukankah saat ini kau sudah menghimpun tenaga pukulanku dalam ujung
telapak tangan?" "Kalau benar kenapa?" sahut Kim Thi sia dengan kening berkerut.
Tiba-tiba dia melontarkan sebuah pukulan dahsyat kedepan, tujuannya adalah untuk mencoba
kemampuan lawan. Namun dalam melepaskan serangan tersebut gerakan sama sekali tidak
menunjukkan titik kelemahan.
Pelajar setengah umur itu melirik sekejap kearahnya, tiba-tiba dia berseri sambil tertawa
tergelak: "Haaaah.....haaaah.......haaaah.......bukankah kau ingin mengetahui kekuatan tenaga
pukulanku yang sebenarnya" Hmmm, hmmmm, coba saksikanlah......."
sembari berkata ia membungkukkan badan sambil melepaskan sebuah pukulan dahsyat keatas
batu cadas. "Blaaaammmmmm.... ^
Batu cadas yang kuat dan berat itu seketika pecah menjadi dua bagian oleh tenaga pukulan
tersebut, bukan cuma begitu bahkan seluruh bagian batu cadas tersebut tidak meperlihatkan
bekas celah yang besar, seakan-akan tanpa sebab batu itu patah sendiri menjadi dua bagian.
Perlu diketahui, orang yang mampu membelah batu cadas menjadi dua bagian tak sedikit
jumlahnya dalam dunia persilatan. Tapi untuk bisa membelah batu tanpa celah dan retakan,
rasanya hanya berapa gelintir manusia saja yang mampu melakukannya. oleh sebab itu jagoan
yang berpengalaman seperti pedang perak. pedang tembaga serta pedang besi seketika dibuat
terperanjat sekali oleh kejadian ini.
Tapi sayang dia bermaksud mempertontonkan kepada Kim Thi sia, justru Kim Thi sia adalah
manusia yang kurang berpengalaman. ia hanya manggut- manggut sambil berkata:
"Ehmmmm, tenaga pukulanmu masih terhitung hebat juga, cukup untuk menghadapi kawanan
manusia biasa, tetapi keyakinanku untuk menangkan dirimu tak menjadi luntur karena
perbuatanmu itu, ayolah silahkan mulai menyerang........"
Diam-diam pelajar setengah umur itu merasa terkesiap. pikirnya:
"Ternyata Kim Thi sia memang manusia yang punya pamor, kenyataannya demonstrasi, ilmu
hancurkan bunga melumat batu ku sama sekali tak membuatnya keder, mungkin saja ia berilmu
jauh lebih hebat dariku?"
Karena pendapat tersebut, tanpa terasa diapun menilai Kim Thi sia dua tiga kali lipat lebih
hebat, ia tak berani memandang enteng musuhnya lagi, sambil mendengus serunya:
"Lebih baik kau duluan"
Hawa murninya segera dihimpun dan bersiap-siap melancarkan serangan mematikan.
Melihat musuhnya menunjukkan sikap yang begitu serius, dengan cepat Kim Thi sia menirukan
pula lagaknya dengan bersikap serius dan menarik napas panjang sembari menantikan datangnya
serangan musuh. sikap maupun tingkah lakunya ini kebetulan memang mirip sekali dengan sikap seorang tokoh
sakti didalam menghadapi pertarungan sengit, maka pelajar setengah umur itu semakin mengira
musuhnya adalah tokoh silat yang betul-betul tangguh.
Ia semakin tak berani bertindak secara geggbah, bahkan mengambil taktik "musuh tak
bergerak, aku tak bergerak, musuh bertindak, aku bertindak duluan".
Akhirnya Kim Thi sia tak sabarlagi untuk menunggu lebih lama, segera teriaknya keras-keras:
"Hey, bagaimana sih kamu ini" Memangnya merasa takut?" Karena berbicara, otomatis
perhatiannya pun menjadi bercabang.
Pelajar setengah umur itu yang segera manfaatkan kesempatan tersebut dengan sebaikbaiknya,
mendadak ia membentak keras lalu secara beruntun melancarkan tiga buah serangan
dahsyat yang seketika menyelimuti seluruh angkasa.
Dalam waktu singkat Kim Thi sia terjerumus dalam posisi yang berbahaya sekali. salah sedikit
saja dalam keadaan demikian bisa berakibat hilangnya selembar nyawa.
Untunglah disaat yang kritis ia tak gugup, dengan cepat pemuda itu melancarkan serangan
dengan jurus "kecerdikan menyelimuti empat samudra" serta "mati hidup ditangan takdir" dari
ilmu Tay goan sinkang. Walaupun dalam keadaan tergesa-gesa dia tak sempat menghimpun tenaga dalamnya, namun
dengan mengandalkan daya pengaruh dari ilmu Tay goan sinkang yang maha sakti, seketika itu
juga pelajar setengah umur itu dibuat terperanjat sehingga buru-buru menarik kembali
serangannya sambil melompat mundur.
Kim Thi sia sendiripun tidak menyangka kalau ilmu Tay goan sinkang mampu untuk
menghadapi pelbagai serangan maut yang maha dahsyat, sekarang dia mulai memahami rahasia
jurus silatnya sehingga keberaniannya pun makin besar.
sebaliknya pelajar setengah umur itu sudah menganggap Kim Thi sia sebagai musuh yang amat
tangguh, begitu mundur kebelakang. Pelan-pelan ia mulai bergeser mengitari arena, setiap satu
langkah, gerak langkahnya selalu berubah-ubah bentuknya.
sebentar langkahnya menyerupai langkah harimau, sebentar berubah lagi menjadi langkah
elang. Hanya sepasang matanya yang menatap wajah Kim Thi sia tanpa berkedip. Melihat sikap
musuhnya itu, sambil tersenyum Kim Thi sia segera berkata:
"Kau tak usah menatap wajahku lekat-lekat, ketahuilah aku bukan seorang pria yang berwajah
tampan." Lalu sambil menuding kearah sipedang besi, lanjutnya:
"Coba kau lihat, bukankah wajahnya jauh lebih tampan dari wajahku" Mengapa kau tidak
mengawasi wajahnya saja?"
Banyolan yang konyol ini cukup membuat orang lain menangis tak bisa tertawapun tak dapat.
Pelajar setengah umur itu makin terperanjat, apalagi melihat sikap musuhnya yang begitu
santai walaupun sedang menghadapi musuh tangguh didepan mata segera pikirnya:
"Dia pasti mempunyai suatu andalan yang meyakinkan, aku harus bersikpa lebih hati-hati......"
Tanpa terasa serangan dahsyat yang sudah siap dilancarkan pun diurungkan kembali pikirnya
agak tertegun: "Aku sungguh tak habis mengerti, gerak serangan apakah yang telah digunakan untuk
memusnahkan jurus "lima elang mematuk" bersama ku tadi" Bila dilihat dari sikapnya yang begitu
santai, jelas sudah ia memiliki ilmu andalan yang hebat, aku tak boleh membiarkan ilmu elangku
yang sudah termashur banyak tahun harus hancur ditangannya."
semakin dipikir dia makin ragu-ragu untuk melancarkan serangan, sebab meski nama Kim Thi
sia cukup termashur, namun bila ilmu elangnya sampai berantakan ditangan musuh, bisa jadi
selama hidup ia tak mampu mengangkat kepala lagi.
sebaliknya Kim Thi sia segera membentak ketika ketika dilihatnya pihak lawan sampai sekian
lama belum melancarkan serangan juga.
"Hey, kalau toh kau bersungkan-sungkan, biar aku saja yang menyerang duluan, kalau tidak
begini, sampai besokpun pertarungan belum tentu bisa dilangsungkan"
sambil bertekuk pinggang dia melejit kedepan secepat anak panah yang terlepas dari busurnya,
sementara dengan jurus "kekerasan menguasahi jagad" dia hajar tengkuk musuh.
setelah melalui pelbagai pertarungan dan pengalaman, tenaga dalam yang dimilikinya sekarang
boleh dibilang sudah meningkat satu tingkatan, tak heran kalau angin pukulan yang dilancarkan
menderu- deru kencang. Dalam pada itu telapak tangan kanannya telah mengancam pula lambung musuh dengan jurus
"kelembutan bagaikan air dan api" jurus serangan ini sangat ganas dan mematikan. seketika
membuat pelajar setengah umur itu terdesak mundur satu langkah. Nyoo soat hong yang
menonton jalannya pertarungan itu kontan saja berseru nyaring: "Bagus sekali"
Dengan cepat teriakan ini membangkitkan hawa amarahnya pelajar setengah umur ditengah
pekikan nyaring, tangannya yang tergenggam dirubah bagaikan paruh elang, lalu sambil melejit
keudara bagaikan seekor rajawali raksasa, dia menerkam kebawah sambil melancarkan patukan
maut. Kim Thi sia terlambat menarik kembali tangannya, termakan patukan tersebut seketika dia
merasakan lengan itu bagaikan terkena pukulan martil raksasa, hampir saja dia menjerit keras.
Kerugian kecil yang dideritanya ini mengakibatkan amarahnya berkobar pula, alis matanya
berkenyit, dengan jurus " ketenangan menimbulkan awan kabut" yang kemudian disusul dengan
jurus " kedamaian membahagiakan sembilan langit" dia terobos masuk kebali bayangan patukan
pelajar setengah umur itu.
Dengan pengalaman berapa kali pertarungan seru, ilmu Tay goan sinkang boleh dibilang sudah
dikuasahi penuh oleh pemuda kita. Tanpa persiapanpun serangan yang dilancarkan bisa
memancarkan kekuatan hingga mancapai sepuluh bagian.
Ditambah pula tenaga dalamnya telah peroleh peningkatan, ibarat harimau tumbuh sayap.
pada hakekatnya susah bagi pelajar setengah umur itu untuk meraba gerak serangannya secara
pasti. Dalam suasana bingung itulah cepat-cepat dia mengundurkan diri kebelakang dan menghindar
sampai sejauh satu kaki lebih. sambil tertawa nyaring Kim Thi sia segera berseru: "Hey, jangan lari
dulu, coba sambut dua buah seranganku lagi"
Belum habis ucapannya diutarakan, sekali lagi dia mengeluarkan jurus "kedamaian
membahagiakan sembilan langit" untuk memancing perhatian pelajar setengah umur itu.
sementara kepalan kanannya secara tiba-tiba disodokkan kedepan dengan jurus "hembusan angin
mencabut pohon". Pelajar setengah umur yang terdesak hingga mati kutunya itu menjadi nekad tiba-tiba
bentaknya nyaring: "Bajingan cilik, kau berani mempermainkan aku" Hmmm, aku akan beradu jiwa denganmu."
sambil mengembangkan jurus teratngguh dari ilmu patukan elang kemalanya secara beruntun
dia melancarkan empat buah serangan gencar yang menyelimuti seluruh angkasa.
Dengan cepat Kim Thi sia melompat keluar dari arena pertarungan sambil teriaknya keraskeras:
"Hey, apakah kau benar-benar hendak mengajakku untuk beradu jiwa?"
"Tak usah banyak bicara" tukas pelajar setengah umur itu sambil mempersiapkan serangan
lagi. "satu nyawa dibayar satu nyawa, aku toh tidak mencari keuntungan apa-apa buat apa kau
menyalak terus macam anjing gila......."
"Baik" seru Kim Thi sia dengan gusar. "Bila ingin beradu jiwa, mari kita beradu jiwa, ketahuilah
Kim Thi sia bukan manusia yang takut mampus."
sambil mengayunkan telapak tangannya dia maju menyongsong datangnya ancaman tersebut.
Agaknya kedua belah pihak telah menggunakan selembar nyawa mereka sebagai barang
taruhan- Tiba-tiba Nyoo soat hong menjerit lengking sambil menutupi wajahnya. "ooooh......kau, kau tak
boleh berbuat begitu......."
"Apa kau bilang?" tanya Kim Thi sia segera teringat kembali dengan pesan ayahnya maka
dengan cepat dia berubah pikiran, katanya kemudian:
"Ucapanmu memang betul, aku memang masih banyak pekerjaan yang belum diselesaikan, aku
tak boleh beradu nyawa secara begini tolol."
"sute" tiba-tiba sipedang besi berseru sambil menarik muka. "Bila kau enggan beradu jiwa, biar
aku saja yang beradu jiwa dengannya...."
"Kenapa?" tanya Kim Thi sia tertegun. "Apakah suheng berharap aku beradu jiwa dengannya?"
"Sute tak usah menuruti perkataannya, dia lagi kheki" sela sipedang perak cepat-cepat.
Kim Thi sia berpaling, ia saksikan semua orang sudah berhenti bertarung, entah sejak kapan
ternyata pihak musuh berhasil dipukul mundur, tanpa terasa dia tertawa geli, pikirnya:
"Tampaknya aku benar-benar tolol. masa aku tidak merasa kalau semua orang sedang
menonton aku seorang bertarung?" Kemudian dia berpikir lagi:
"Mengapa sipedang besi harus mengucapkan perkataan semacam ini" Apakah ia benar-benar
enggan memaafkan aku" Atau mungkin dia mempunyai maksud tujuan tertentu dengan perkataan
itu.......?" Pelan-pelan sorot matanya dialihkan sekejap sekeliling arena, lalu berhenti pada sipedang
tembaga serta putri Kim huan.
Tampak olehnya kedua orang itu sedang berdiri berdampingan sambil bergurau tiada hentinya,
secara jelas dia memahami duduknya persoalan, pikirnya kemudian:
"Yaa betul, rupanya sipedang besi menaruh minat terhadap sinona, ia menjadi tak senang hati
setelah melihat suhengnya bermesrahan dengan pujaan hatinya itu."
setelah memahami perasaan sipedang besi yang kalut, seketika itu- juga dia memaafkan
dirinya. Menanti dia membalikkan badan, sipelajar setengah umur itu sudah berkata kepadanya.
"Sobat, terus terang kukatakan, akulah si Raja cakar elang. Pemberianmu hari ini tak akan
kulupakan untuk selamanya, sebulan kemudian aku pasti akan mencarimu lagi untuk membayar
kebaikanmu ini. Maaf kalau aku harus mohon diri lebih dulu sekarang." selesai berkata, dia segera
membalikkan badan dan beranjak pergi dari situ. Tiba-tiba sipedang perak berseru keras:
"Hey, rupanya kau adalah Raja cakar elang yang termashur itu Aku benar-benar tak habis
mengerti kenapa anda bisa berkomplotan dengan Pek kut sinkun" Bila tidak keheranan bolehkah
kau menjelaskan duduk persoalan sebenarnya?"
"sudah lama kukagumi nama besarmu, aku bersedia untuk mengikat tali persahabatan
denganmu." Tanpa berpaling pelajar setengah umur itu menjawab secara ketus:
"Nama besar pedang perak kelewat tersohor sehingga aku tak berani menerima tawaran itu.
Ketahuilah aku bersedia bekerja untuk Pek kut sinkun karena lima tahun berselang aku pernah
menerima bakti kebaikan darinya, karena itu untuk membalas budi kebaikannya akupun bersedia
membantunya satu kali. Coba kau pikirkan sendiri apakah perbuatanku ini salah?"
"Anda tidak bersalah, baiklah apa salahnya kalau kita bersahabat?"
Pedang perak bentak pelajar setengah umur itu sambil berpaling. "Kaupun seorang yang cerdik,
apakah kau menginginkan aku si Raja cakar elang sekali lagi mendapat malu?"
selesai berkata, tanpa memperdulikan orang-orang lagi dia beranjak pergi dari situ dengan
langkah lebar. Dalam waktu singkat bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan-
Menunggu sampai bayangan punggung orang itu lenyap sipedang perak baru berkata sambil
menghela napas: "sute, kau telah membuat suatu bencana besar."
"Apa?" Kim Thi sia melompat bangun sambil berseru. "Aku telah membuat bencana besar"
Aneh, masa dengan mengalahkan dirinya maka aku telah membuat bencana" Lantas bila aku
mengalahkan orang lain, apakah hal inipun merupakan perbuatan yang mendatangkan bencana?"
"Raja cakar elang merupakan tokoh nomor wahid dalam dunia persilatan, ia sangat
membedakan antara budi dan dendam, bila hutang budi dibayar budi, hutang sakit hati dibayar
dengan keji. sute, diapun seorang yang amat menepati janji, satu bulan kemudian dia pasti akan
datang mencarimu lagi untuk membuat perhitungan-" Dengan nada tak senang hati Kim Thi sia
berseru: "Aku Kim Thi sia bukan manusia yang takut urusan, bila semua orang berhati-hati macam
begitu, apalah artinya berkelana didalam dunia persilatan?" Kemudian sambil membusungkan
dada dia melanjutkan lebih jauh:
"suheng, kau kelewat mengada-ngada, sekalipun nasibku kurang mujur dan tewas dalam
pertarungan itu, toh urusannya bukan luar biasa, paling banter aku hanya minta bantuan suheng
untuk menguburkan mayatku........."
sementara itu Nyoo soat hong sudah menyerbu masuk ke dalam rumah penginapan dan
menolong kakaknya Nyoo Jin hui. Berpisah selama beberapa bulan, Nyoo Jin hui nampak agak
kurusan, tapi wajahnya tidak nampak letih, malah sebaliknya menambah banyak pengalaman yang
berharga baginya. Kim Thi sia saling berangkulan dengannya, kejut dan gembira membuat mereka tidak sanggup
berkata-kata. Akhirnya Nyoo Jin hui berkata:
"Adikku sudah meningkat dewasa, dulu dia berwatak kurang baik tapi sekarang semuanya telah
berubah. Adik Thi sia, kau mesti baik-baik menjaganya karena berbuat begitu sama artinya
dengan baik kepada kakak angkatmu ini, mengerti?"
Kim Thi sia hanya manggut- manggut tanpa mengartikan lain, sebaliknya Nyoo soat hong justru
telah menganggap keledai sebagai kuda. Dia mengira Kim Thi sia bersedia memperistri dirinya,
malu dan gembira membuat paras mukanya berubah menjadi merah padam.
Menyusul kemudian Kim Thi sia pun memperkenalkan semua orang dengan Nyoo Jin hui.
Mendengar nama sipedang perak. tembaga dan besi, kontan saja Nyoo Jin hui dibuat terbelalak.
saat inilah mendadak Kim Thi sia teringat kembali akan Malaikat pedang berbaju perlente, air
mukanya segera berubah menjadi tak wajar, dia merasa bagaimanapun juga peristiwa tragis yang
menimpa gurunya harus diselidiki sampai tuntas.
Berpikir begitu, diapun segera menarik sipedang perak kesamping dan bertanya dengan suara
rendah: "suheng, kau pasti lebih mengetahui tentang sebab-sebab kematian suhu, harap kau
menceritakan segala sesuatunya kepadaku secara jelas." Perkataan ini diucapkan dengan nada
memerintah. Dengan pandangan tercengang sipedang perak balas menatap pemuda tersebut melihat
matanya yang terbelalak lebar, ia segera mengetahui apa gerangan yang telah terjadi sahutnya
sambil tersenyum: "Sute, mengapa kau berkata demikian" Apakah sute curiga kalau kematian suhu disebabkan
perbuatanku.......?"
"Tentu saja" pikir Kim Thi sia didalam hati. "Kalau tidak, mengapa aku tidak bertanya kepada
orang lain?" Namun mulutya tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Dari perubahan mimik muka pemuda tersebut, sipedang perak segera dapat meraba jalan
pikirannya, sambil menarik muka segera katanya lagi:
"Aku tak tahu siapa yang membuat berita yang bohong ini, benar-benar kejam dan jahat. sute,
coba kaupikirkan sendiri, suhu dia orang tua telah mewariskan kepandaian silat kepada kita
semua, budi kebaikannya lebih besar dari bukit. Apakah kita tega untuk mencelakainya" "
Perkataan tersebut diutarakan dengan nada keras membuat Kim Thi sia susah untuk menilai
benar salahnya persoalan ini dari perubahan mimik wajahnya. Dengan kepala tertunduk ia berpikir
sebentar, tiba-tiba katanya lagi:
"Terus terang saja watak suheng memang terbuka dan bisa membedakan mana benar dan
mana salah. Mustahil kau bisa melakukan perbuatan biadab seperti itu, tapi....." setelah ragu
sejenak, katanya lebih jauh: "suheng, bila aku salah berbicara apakah kau bakal marah?" Dengan
cepat sipedang perak menggelengkan kepalanya berulang kali, ujarnya:
"sute tak usah ragu-ragu untuk mengutarakan semua persoalan yang ingin kau katakan,
dengan begitu kita bisa membuktikan mana yang betul dan mana yang salah. Justru dengan
perkataanmu ini aku bakal sangat gembira, masa harus marah kepadamu?"
"sebetulnya perbuatan seorang sute yang mencurigai tingkah laku seorang suheng memang
merupakan tindakan yang tak sopan- Tapi semua persoalan ini diutarakan sendiri oleh suhu,
sehingga mau tak mau aku harus mempercayainya juga."
sipedang perak tersenyum senang, sambil menepuk bahunya dengan penuh persahabatan dia
bertanya: "Apakah dia orang tua menuduh kami kakak adik seperguruan yang menyebabkan
kematiannya" "
Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kim Thi sia manggut- manggut, mendadak ia mundur selangkah dengan cekatan sekali,
kemudian katanya lagi dengan suara dalam:
"Kata suhu, semua luka cacad yang dideritanya merupakan hasil karya dari suheng sekaliansuheng,
benarkah hal ini telah terjadi?"
sembari berkata, dia telah menghimpun segenap tenaga dalam yang dimilikinya kedalam
telapak tangan. Asal sipedang perak menunjukkan perubahan sikap, maka dia akan segera
melancarkan serangan lebih dulu.
siapa sangka, sama sekali diluar dugaannya sipedang perak sama sekali tidak menunjukkan
perubahan apapun setelah mendengar perkataan tersebut. Ia kelihatan tenang sekali tanpa
perubahan, yang nampak malah rasa sedih yang dalam, seakan-akan kematian suhunya tiada
hubungan sama sekali dengannya dan ia merasa amat sedih karena sudah dituduh tanpa dasar.
Bukan cuma begitu, Kim Thi sia malah sempat melihat sepasang matanya berkaca-kaca,
seakan-akan sedih sekali. Meski dia berusaha untuk mengendalikan rasa sedih itu, namun karena
luapan yang kelewat besar membuat perasaan tadi tidak terkendali lagi.
Menyaksikan keadaan seperti ini Kim Thi sia menjadi beriba hati, walaupun diluar tak berkatakata,
namun dia merasa pertanyaan yang diajukan terlalu berlebihan. Tak mungkin suhengnya
melakukan perbuatan serendah itu.
selang berapa saat kemudian, senyuman hambar kembali pulih diwajah sipedang perak, tapi
Kim Thi sia amat menyesal.
Terdengar ia berkata: "Kecurigaan sute memang tanpa dasar, walaupun aku tidak melakukan perbuatan terkutuk itu
namun akupun tidak menyalahkan dirimu. sebab kesadaran suhu waktu itu kabur, sehingga apa
yang diucapkanpun akan kabur pula kedengarannya, bukankah begitu sute?"
Bila seseorang sudah mulai kabur kesadarannya, seringkali apa yang diucapkan memang tanpa
berpikir secara sungguh-sungguh.
Mendengar perkataan itu mendadak Kim Thi sia seperti memahami akan sesuatu segera
teriaknya keras-keras: "Yaa benar, waktu itu suhu sudah menderita pelbagai luka yang parah, kesadarannya kabur,
tentu saja apa yang diucapkan tidak muncul dari hatinya yang tulus. Yaa......akhirnya aku berhasil
juga memahami akan hal tersebut....."
Ia segera menepuk bahu sipedang perak kuat-kuat, lalu sambil mengawasinya dengan
pandangan minta maaf, dia berkata: "suheng, aku telah salah menuduhmu......."
Dengan cepat sipedang perak menggeleng kepalanya berulang kali, sahutnya:
"Kita adalah sesama saudara sendiri, sekalipun sudah terjadi kesalahan paham, bukan berarti
sudah mencapai tahap keretakan-"
Habis berkata begitu, kerisauan yang semula menghiasi wajahnya pun hilang lenyap seketika.
Kim Thi sia sebera berseru lagi dengan girang:
"Bagus, bagus sekali, kita bisa bekerja sama secara baik sekarang. Terus terang kubilang,
sebelum ini aku selalu merasa curiga dan tak pernah tenteram bila berada bersama suheng
sekalian." "Untung saja sute masih berotak terang" seru pedang perak cepat. "Kalau tidak, bila kau
menyerangku secara tiba-tiba dari belakang, aku tak tahu bagaimana mesti menghindarkan diri"
Begitulah, sambil bergurau mereka menelusuri jalan raya dan tiba didepan rumah penginapan
Liong pia. Rumah penginapan Liong pia merupakan rumah penginapan yang terbesar dikota tersebut,
selain perlengkapannya sangat bagus dan mewah, banyak pula tamu yang menginap disitu.
Dengan tak bosan-bosannya sipedang tembaga menuturkan asal usul penginapan tersebut
kepada putri Kim huan dengan niat menarik simpatiknya, hal ini membuat sipedang besi yang
merasa tercampak jadi mendongkol dan timbul kesan jelek terhadapnya.
Kim Thi sia, Nyoo Jin hui serta Nyoo soat hong pun memperhatikan perlengkapan dirumah
penginapan Liong pia dengan seksama.
Hanya sipedang perak seorang yang mendongakkan kepalanya mengawasi sesuatu benda
tanpa berkedip. sebetulnya benda itu tidak aneh atau istimewa, karena tak lebih hanya selembar kain yang
bertuliskan rumah penginapan Liong pia.
Tapi justru karena kesederhanaan dan kelumrahan itulah membuat orang-orang yang lainpun
turut memperhatikan benda tadi.
sipedang besi segera berseru tercengang lebih dulu, disusul semua orangpun dibuat
Ternyata diatas kain panjang itu tertera beberapa huruf yang bertuliskan: " Nirmala nomor
sepuluh menantang sembilan pedang dari dunia persilatan untuk berduel."
oleh karena tulisan itu tertera dibalik kain yang bertuliskan rumah penginapan Liong pia, maka
selain sipedang perak yang teliti, lainnya hampir tidak menduga kesitu sambil menarik wajahnya
sipedang perak bergumam: "Nirmala nomor sepuluh......Nirmala nomor sepuluh......rasanya tidak mirip nama manusia, juga
tak mirip sesuatu julukan. Lalu sebagai lambang apakah itu?"
sejak terjun kedalam dunia persilatan, belum pernah ia menjumpai peristiwa seaneh dan
serumit hari ini, begitu rahasia dan misteriusnya hingga ia tak mampu memecahkannya.
Dengan senyum dikulum sipelayan muncul dan siap mengatakan "silahkan masuk toaya"
namun sebelum perkataan mana sempat diutarakan keluar, mendadak sipedang perak melompat
maju kedepan, mencengkeram bahunya dan bertanya: "siapa yang menulis tulisan tersebut?"
Pelayan itu mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap kearah tulisan tadi, dia agak
tertegun sejenak. lalu sahutnya tergagap: "Hamba.......hamba sendiripun tidak tahu."
sipedang perak yang sudah terbiasa menilai seseorang dari perubahan mimik wajahnya segera
tahu kalau pelayan itu tidak berpura-pura, maka sambil melepaskan dirinya dia berkata:
"Baiklah, malam ini aku akan menginap disini lekas siapkan tujuh buah kamar kosong dan
segera beritahu kepada pembantu lainnya agar menurunkan kain tersebut, mengerti?"
Pelayan itu mengiakan dan segera beranjak pergi, tak lama kemudian ada orang yang mendaki
keatas atap rumah serta mengganti kain tersebut dengan kain lainsementara
semua orang sudah memasuki kamar masing-masing, hanya sipedang perak
seorang dengan perasaan yang begitu berat dan hati yang tidak tenang keluar dari penginapan
duduk dirumah makan diseberang jalan sambil memperhatikan setiap orang yang masuk keluar
didalam rumah penginapan tersebut.
Tunggu punya tunggu akhirnya muncullah seorang lelaki setengah umur bercambang lebat dari
balik rumah penginapan- Begitu keluar dari penginapan orang itu langsung bergabung dengan dua orang lelaki kekar
yang muncul dari arah depan- Lalu mereka bersama-sama menuju kejalan raya.
Diam-diam sipedang perak tertawa dingin setelah menanyakan dengan jelas kamar tinggal
lelaki setengah umur itu, dia balik kembali kerumah makan diseberang jalan-
Dalam pada itu, Kim Thi sia dengan perasaan gembira berbincang-bincang dengan Nyoo Jin hui
dikamarnya, sampai dia merasa tak ada persoalan yang dibicarakan lagi, pemuda itu berpamitan
untuk kembali kekamar sendiri.
Baru saja pintu kamar dibuka tiba-tiba terendus bau harum semerbak berhembus keluar dari
balik kamarnya, sewaktu diperhatikan lebih seksama, ternyata orang itu adalah putri Kim huan-
Dia mengira telah salah memasuki kamar, dengan wajah bersemu buru-buru minta maaf sambil
berniat meninggalkan tempat tersebut.
Siapa tahu putri Kim huan segera maju kedepan menghalangi jalan perginya seraya berkata:
"Jangan pergi dulu, ada berapa persoalan ingin kutanyakan kepadamu........."
Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Kim Thi sia berkata: "Katakanlah"
"Kau harus menjawab dengan sejujurnya, aku bisa mengetahui bohong tidaknya perkataanmu
dari perbuahan mimik wajahmu itu."
Melihat keseriusan sinona, Kim Thi sia pun berkata dengan wajah sungguh-sungguh:
"aku tak tahu persoalan apakah yang ingin kau tanyakan tapi aku tahu, tak mungkin aku dapat
mengelabuhi dirimu."
Agaknya putri Kim huan juga tahu kalau pemuda tersebut adalah orang jujur, dia manggutmanggut
setelah mendengar perkataan tersebut, sahutnya: "Baiklah, aku ingin bertanya
kepadamu. Apakah kau ingin menjadi seorang pembesar?"
"Tidak pingin" "Rupanya kau belum mengetahui keuntungannya menjadi seorang pembesar sehingga tak ingin
menjadi pembesar. Padahal setelah menjadi seorang pembesar maka segala keinginan akan
terpenuhi seperti misalnya menginginkan rumah tinggal yang berbentuk bagaimana, ingin
mencicipi hidangan seperti apa semuanya bisa terpenuhi dalam waktu singkat. Kehidupan seperti
itu-jelas jauh berbeda dengan kehidupan sebagai gelandangan yang tiap hari luntang lantung
kesana kemari dibawa hujung kilauan senjata........"
setelah berhenti sejenak, dengan mempertegas ucapannya dia melanjutkan:
"Apalagi jika kau mempunyai banyak anak buah, andaikata kau mempunyai kesulitan maka kau
tak perlu maju untuk mengerjakan serta menyelesaikan segala sesuatunya dengan baik,
Disamping itu masih banyak lagi kenikmatan yang bakal kau alami, kenikmatan yang mimpipun
belum pernah kau bayangkan. Kau........"
sambil menggelengkan kepalanya, Kim Thi sia memotong perkataannya yang belum selesai
diucapkan itu. "Aku adalah seorang yang bernasib buruk. pada hakekatnya aku tak ingin menjadi seorang
pembesar untuk mencari kenikmatan hidup, Terus terang saja aku bilang, kehidupan semacam
inipun sudah cukup membuat hatiku puas dan bahagia."
selesai berkata dia segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak. sikap
maupun tingkah lakunya jelas menunjukkan sifat jantannya yang amat perkasa.
Dengan termangu putri Kim huan menikmati pemuda tersebut, mungkin kejantanan serta
keperkasaan lelaki inilah yang menjadi daya tarik bagi dirinya.
Lelaki tampan yang lemah lembut sudah sering dijumpai didalam istananya, oleh sebab itu
kekasaran dan sifat acuh tak acuh yang diperlihatkan Kim Thi sia segera menimbulkan rasa ingin
tahu baginya, perasaan yang membuatnya ingin selalu berada disampingnya. Ia berkata
kemudian- "Aku mengerti, kau adalah seorang silat yang kasar, dari dulu hingga sekarang, orang silat
memang susah bergaul dengan orang sastra. kalau orang satra lebih bercita-cita mencari pangkat
dan kehidupan yang tenang, maka orang silat hanya ingin mencari kekuasaan dan daya
pengaruhnya terhadap suatu lingkungan-"
Ia berhenti sejenak untuk tertawa genit, lalu sambungnya lebih jauh: "Aku tebak, aku pasti
berkeinginan menjadi seorang jenderal bukan?"
"Diatas jenderal masih ada kaisar, padahal aku paling tak sudi bertekuk lutut dihadapan orang
lain. Bagiku, lebih baik kepala dipenggal daripada tunduk dibawah perintah orang lain-......"
sambil mencibirkan bibirnya dan mengerling gemas kearah pemuda tersebut, putri Kim huan
berkata lebih jauh: "Kau adalah seorang yang bersemangat, sudah barang tentu kau tak sudi bertekuk lutut
dihadapan orang lain, tapi bila kutawarkan kedudukan seorang jenderal yang tidak teringat oleh
siapa saja, apakah kaupun bersedia untuk menerimanya?"
"Aku tentu akan menyanggupinya secara terpaksa" sahut Kim Thi sia cepat. tiba-tiba dia
teringat akan sesuatu, sambil tertawa terbahak-bahak lanjutnya:
"Apa sih artinya mengobrol tanpa dasar semacam ini" Apakah kau kelewat menganggur
sehingga khusus datang kemari mengajak ku kongkou?"
"Aku tak pernah berbicara tanpa dasar. Kau jangan menuduh orang secara sembarangan" seru
putri Kim huan. sambil menggelengkan kepalanya berulang kali dan membelalakkan matanya yang lebat, Kim
Thi sia kembali berkata: "Waaah, kalau begitu aku telah salah berbicara" Baik, baik, anggap saja aku memang salah
berbicara. Kalau begitu aku ingin bertanya lagi, benarkah didunia ini terdapat seorang jendral
berkuasa penuh yang tidak usah tunduk dibawah perintah seorang Kaisar?"
"Asal kau bersedia.......mungkin saja hal seperti ini akan segera terwujud."
"Ooooh......" Kim Thi sia makin tertegun untuk sesaat dia tak habis mengerti dengan jawaban
itu, sehingga tak tahan dia berkata lebih jauh:
"Aku hanya seorang manusia kasar yang bodoh dan tak berguna, bila dibicarakan siapa saja tak
akan percaya bahwa manusia goblok semacam aku bisa menjadi seorang jendral. Hey, kau
anggap aku seorang bocah berumur tiga tahun yang bisa dibohongi semaunya sendiri?"
"Benarkah kau tidak memahami maksud perkataanku ini" Atau mungkin kau cuma berlagak
pilon.......?" ucap putri Kim huan kemudian sambil menghela napas sedih.
Dengan perasaan keheranan Kim Thi sia mengawasi dirinya, sampai detik ini dia belum juga
memahami apa yang telah terjadi.
Putri Kim huan mempertimbangkan berapa saat, akhirnya dia memberanikan diri berkata:
"Baiklah, kalau toh kau tetap tak mengerti, biar kubuka persoalan ini sejelas-jelasnya. semenjak
ketiga orang panglima perak Liong, kau dan aku tewas secara mengenaskan. Aku selalu berharap
bisa menemukan seseorang yang pantas untuk melindungi pulang keistana. setelah kulihat ilmu
silatmu bagus, orangpun jujur dan setia, maka aku bermaksud hendak mengundangmu..........."
"ooooh, tidak bisa, tidak bisa........"
Bagaikan tersengat tusukan jarum yang tajam, Kim Thi sia melompat keudara sambil berkaokkaok
keras. "Bagus, bagus sekali, rupanya kau hendak menyuruh aku menjadi budakmu, betul-betul
menjengkelkan hati. Rupanya setelah berbicara setengah harian lamanya, kau hanya bermaksud
menyuruh aku melakukan perbuatan yang memalukan seperti ini?"
"Siapa sih yang akan menyuruhmu menjadi budak" Hmmm, kau jangan sembarangan
berbicara" seru putri Kim huan tak senang hati. Kim Thi sia mendongakkan kepalanya dan tertawa
terbahak-bahak. "Haaaaah.....haaaaah......haaaaah......jadi kau belum mau mengaku juga" Kau anggap aku
belum cukup paham dengan sikap ketiga orang manusia raksasa dulu terhadapmu" Hmmm,
rupanya kau sedang mempermainkan aku selama ini......"
Makin berbicara dia merasa semakin mendongkol, suara pembicaraannya pun makin lama
semakin keras, serunya lebih jauh:
"Aku masih mengira didunia ini benar-benar terdapat pekerjaan yang begitu enak. Rupanya kau
hendak menyuruh aku menjadi seorang budak......."
Putri Kim huan menjadi tertegun dan membungkam dalam seribu bahasa. ibaratnya seorang
pelajar bertemu tentara, biar ada alasanpun susah diterangkan hingga jelas.
Keadaan Kim Thi sia setelah mengumbar hawa amarahnya tak jauh berbeda seperti seekor
kerbau bengis. Bukan saja hal mana menggetarkan perasaan putri Kim huan bahkan mengejutkan
pula segenap penghuni rumah penginapan tersebut.
Mula-mula Nyoo Jin hui bersaudara yang muncul lebih dulu, sambil membujuknya agar
meredakan hawa amarahnya, disusul kemudian sipedang tembaga serta pedang besi pun turut
melerai. Dengan suasana semacam ini, tentu saja putri Kim huan yang merasa paling rikuh dan serba
susah. Untung saja sipedang besi berhasil menjadi penengah yang baik dengan meninggalkan sedikit
harga diri kepadanya, tapi atas kejadian tersebut gadis itupun mengunci diri didalam kamar dan
menangis seorang diri. Nyoo Jin hui pun tak tega menyaksikan kemurungan dan kesedihan yang mencekam perasaan
gadis cantik itu, ia segera maju kehadapan Kim Thi sia dan berkata dengan serius:
"Adik Thi sia, kau benar-benar keterlaluan- Paling tidak kau mesti mengalah terhadap kaum
wanita. Coba bayangkan sendiri betapa sakit hatinya dia setelah kau hadapi secara begini kasar,
ayoh cepat pergi meminta maaf kepadanya."
seingatnya, kakak angkatnya ini sejak awal perkenalan hingga sekarang belum pernah
membelai orang lain, tapi sekarang ternyata menyalahkan pula dirinya, kejadian tersebut kontan
saja mencengangkan hati Kim Thi sia.
Namun dia sudah menganggap Nyoo Jin hui sebagai saudara angkat sendiri, karena itu dia
tidak membantak. tetapi mengiakan berulang kali.
JILID 25 Pelan-pelan dia berjalan mendekati kepintu kamar putri Kim huan lalu mengetuk pintu sambil
menengur: "Nona, apakah kau sudah tidur?"
Sebetulnya dia ingin memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mengucapkan kata-kata minta
maaf namun melihat sampai lama sekali gadis tersebut belum juga menjawab, nada
pembicaraannyapun segera berubah:
"Nona" katanya kemudian. "Bila kau tetap mengingat selalu persoalan yang tak menyenangkan
hati ini dihati kecilmu, akupun tak dapat berkata apa-apa lagi." Begitu perkataan tersebut
diutarakan dari balik kamar segera bergema suara jawaban. Terdengar gadis itu menjawab
dengan suara sedingin es.
"Apa lagi yang hendak kau ucapkan" Perbuatan dan sikapmu telah membuat hatiku pedih
sekali" "Membuat hatimu pedih sekali?" Kim Thi sia mengulangi kata-kata tersebut berapa kali. Namun
ia belum bisa menyesali sampai dimanakah kepedihan itu. Dengan mengeraskan hati diapun
berkata lagi dengan suara pelan:
"Aku........aku sengaja datang untuk minta maaf atas.....terjadinya peristiwa tadi. Aku......aku
merasa bersalah kepadamu."
Tiada jawaban dari balik kamar putri Kim huan sehingga susah untuk diraba bagaimanakah
perasaan gadis tersebut sekarang.
Lama sekali berdiri termangu diluarpintu, tiba-tiba saja dia merasa kejadian seperti ini
merupakan suatu penghinaan besar baginya, dia tak tahan lagi segera gumamnya:
"Hmm, toh kau tak ada yang biasa, kalau toh enggan menjawab, akupun tak usah banyak
berbicara lagi." selama ini, dia selalu beranggapan putri Kim huan lah yang sudah bersalah kepadanya, maka
tanpa banyak bicara lagi dia beranjak dan meninggalkan kamar itu
Tatkala secara kebetulan dia berpapasan muka dengan sipedang besi so Bun pin, mendadak
teringat akan sesuatu, sambil membalikkan badan serta menepuk bahunya, dia bertanya dengan
suara lirih: "suheng, aku tahu kau paling cocok dengannya, kau pasti pula bersedia untuk menghantar
pulang keistana. Bukankah begitu" Katakanlah perkataanku tidak salah bukan?"
Paras muka sipedang besi dingin dan sangat hambar, ia sama sekali tidak mengedipkan sebelah
matapun sehabis mendengar perkataan tersebut, bahkan menanggapi pun tidak.
Kim Thi sia tahu, pemuda tersebut pasti tak senang hati kepadanya, maka sambil menahan
sabar kembali dia berkata:
"sesungguhnya, semenjak dulu aku sudah ingin mencari seseorang untuk menghantarnya
pulang. siapa sangka justru dia telah salah pilihan, padahal aku sama sekali tidak berniat untuk
menjadi pengawalnya. suheng, aku minta untuk merepotkanmu sebentar guna mengiringi sinona
pulang keistana, maklumlah watak seorang nona memang cukup memusingkan kepalaku."
Sampai perkataan tersebut selesai diucapkan, sipedang besi masih belum juga menampakkan
perubahan mimik wajahnya.
saat itulah sipedang tembaga munculkan diri, melihat itu buru-buru sipedang besi so Bun pin
Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
manggut- manggut dan beranjak pergi dari situ.
Kim Thi sia yang ketanggor batunya merasa sangat tak senang hati, kepada sipedang tembaga
segera ujarnya: "suheng, tolong bantulah aku bersediakah kau untuk menghantarnya pulang keistana?"
"ooooh, tidak menjadi persoalan, menolong orang merupakan perbuatan kebajikan, tapi
bagaimana caraku untuk menolongmu" Apakah........."
Walaupun dia telah memberikan persetujuannya, namun dengan sorot mata curiga ditatapnya
wajah Kim Thi sia agak sangsi. sambil tertawa getir Kim Thi sia berkata:
"sinona mengira aku berminat kepadanya, maka dia datang mencariku, padahal aku tidak
tertarik sama sekali terhadap kaum wanita, apalagi dalam keadaan masa depan yang masih
merupakan tanda tanya besar. Aku tak ingin melumat semangat yang berkobar didalam dadaku,
oleh sebab itu.......suheng, sanggupilah permintaanku dan hantarlah dia pulang keistananya."
Karena takut sipedang tembaga merasa menyesal, dengan cepat dia menambahkan lagi:
"Dia adalah seorang gadis terhormat, seorang gadis bangsawan. selama aku berada
disampingnya, sering kali akupun merasa martabatku turut meningkat. Tapi suheng pasti berbeda,
kau tentu tak akan membuat dia kehilangan muka bukan?"
sipedang tembaga tertawa nyaring, dengan sangat gembira dia menjawab:
"suheng tidak usah kuatir, persoalan kecil seperti ini bukan merupakan kesulitan bagiku."
selesai berkata dia pun berjalan menuju kekamar tidur putri Kim huan......
Menggunakan kesempatan yang sangat baik ini Kim Thi sia segera ngeloyor keluar dari pintu
gerbang dan menghembuskan napas panjang.
Diapun mengerti sekarang bahwa manusia yang paling susah dihadapi dikolong langit
sesungguhnya adalah kaum wanita. Gara-gara urusan yang sepele pun dapat mengakibatkan
terjadinya peristiwa berdarah dimana-mana.
Ketika mengalihkan sorot matanya, tiba-tiba ia melihat sipedang perak sedang munculkan diri
dari rumah makan diseberang sana sambil menggapai kearahnya.
Buru-buru dia berjalan menghampirinya baru saja akan bertanya, siapa tahu sipedang perak
telah mencegahnya untuk berbicara.
"Jangan bertanya dulu" bisiknya lirih. "Mari kita minum arak, sebentar kau bakal mengerti
dengan sendirinya." Kim Thi sia amat kesal, namun ia menurut juga untuk memasuki rumah makan dan minum arak
sambil membisu. Pengunjung kedai arak itu tidak terlalu banyak. namun sebagian besar pengunjungnya sudah
berada dalam keadaan tujuh puluh persen mabuk. oleh sebab itu suara gurauan dan gelak tertawa
mereka membuat suasana dikedai tersebut bertambah ramai. Diam-diam Kim Thi sia
menggelengkan kepalanya berulang kali, pikirnya didalam hati:
"Maknya, benar-benar konyol, tak disangka ji suheng yang tersohor karena kebiasaannya hidup
bersih, betah juga berkumpul ditempat semacam ini........."
Mendadak dia melihat sinar mata tajam mencorong keluar dari balik mata sipedang perak. dia
sedang mengawasi dua orang pengunjung yang duduk didekat jendela sebelah timur.
Kim Thi sia segera mengerti, keanehan sikap suhengnya bukan tanpa sebab, tanpa terasa
diapun turut mengamati kedua orang tadi.
orang yang duduk disebelah kiri adalah seorang kakek berusia lima puluh tahunan, mukanya
cerah, matanya jeli dan rambutnya telah beruban, dia mengenakan sebuah jubah kuning yang
longgar. Disebelah kanannya duduk seorang kakek pula, dia berjenggot panjang, beralis mata tebal dan
hitam, mukanya angkuh dan matanya memancarkan sinar tajam, sekilas pandangan dapat
diketahui bahwa orang itu sombong dan tinggi hati.
Anehnya, diatas kepala dua orang kakek tersebut masing-masing mengenakan sebuah gelang
emas yang tebalnya satu inci. Diatas gelang terikat dua buah tali berwarna merah bentuk maupun
dandanannya istimewa sekali.
Namun biasanya, semakin aneh dandanan seseorang maka semakin aneh pula asal usulnya
ditebak walaupun sipedang perak memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup luas didalam
dunia persilatan, toh susah juga untuk menduga asal usul kedua orang itu.
Baik tiga perkumpulan besar, sembilan partai, perkumpulan pengemis maupun jago-jago dari
golongan putih serta hitam yang berpetualangan didalam maupun diluar daratan Tionggoan,
belum pernah ada yang berdandan semacam itu......
Kim Thi sia sendiripun tak habis mengerti, namun ketika melihat keraguan abang
seperguruannya, diapun berlagak sok pintar.
sambil bangkit berdiri, dia lalu berjalan menghampiri kedua orang kakek tersebut dengan
langkah lebar. sipedang perak ingin menghalanginya namun sayang tidak sempat lagi, pemuda tersebut sudah
keburu beranjak pergi. Kim Thi sia langsung menghampiri kedua orang tersebut, lalu tegurnya serunya secara tibatiba:
"Tolong tanya, kalian berdua berasal dari mana?"
Pertanyaan itu muncul secara mendadak dengan suara yang lantang, seketika pengunjung
lainnya dibuat terkejut hingga bersama-sama berpaling kearahnya.
Namun dua orang kakek itu tidak menggubris, berpalingpun tidak. Mereka masih melanjutkan
minum araknya dengan pantai.
Tanpa terasa Kim Thi sia berpaling kemeja, disitu ia temukan ada puluhan guci kosong yang
tergeletak diatas maupun bawah meja. Melihat itu, diam-diam ia menjulur lidahnya sambil berpikir:
"Masa perut mereka tak pecah karena kebanyakan minum?"
Baru saja dia hendak berbicara, sipedang perak sudah keburu membentak keras: "sute, ayoh
balik, jangan membuat gara-gara dengan orang lain."
Melihat sikap hambar kedua orang kakek tersebut dimana ia sama sekali tak digubris apalagi
dihardikpula oleh abang seperguruannya. Kim Thi sia kontan saja menjadi tak senang hati.
Walaupun kakinya melangkah mundur kebelakang, namun sepasang matanya mengawasi terus
kedua kakek dingin itu tanpa berkedip.
Tiba-tiba ia menemukan berapa ukiran huruf yang tertera diatas gelang emas dikepala kakek
tersebut, terdorong rasa ingin tahu, dia pura-pura membungkukkan badannya, tapi menggunakan
kesempatan tersebut diamatinya huruf-huruf itu dengan lebih seksama. Dengan cepat terbaca
olehnya bahwa tulisan itu berbunyi: " Nirmala nomor sepuluh."
Bagaikan menemukan sebuah rahasia yang besar, kontan diapun berteriak keras: "Bagus sekali,
rupanya kaulah si Nirmala sepuluh itu"
Kakek berjubah kuning yang diatas gelang emasnya tertera huruf " nirmala nomor sepuluh" itu
mengerling sekejap kearahnya, lalu mengebaskan ujung bajunya secara tiba-tiba.
Kebasan itu kelihatannya sangat sederhana dan biasa, namun kuda-kuda Kim Thi sia seketika
tergempur sehingga secara beruntun dia mundur sejauh lima langkah lebih dari posisi semula.
Atas kejadian ini, segenap pengunjung kedai arak itu kembali dibuat tercengang hingga
bersama-sama menengok kearahnya.
Merah padam selembar wajah Kim Thi sia apalagi kehilangan muka dihadapan orang banyak. Ia
menganggap peristiwa semacam ini merupakan suatu penghinaan suatu aib yang besar.
Tak heran kalau watak kerbaunya kembali menggelora, dengan suara menggeledek bentaknya:
"Hey Nirmala nomor sepuluh, setelah indentitasmu kubongkar, lebih baik tak usah berlagak
pilon terus, kalau memang punya nyali, mari kita selesaikan persoalan ini diluar sana."
sementara itu sipedang perak telah muncul pula, katanya sambil tertawa dingin:
"Empek betul-betul seorang tokoh silat yang hebat, dengan ilmu siang sian khikang mu kau
berhasil memukul mundur suteku sejauh lima langkah, aku merasa bergembira sekali dapat
mencoba kehebatan tersebut."
Nirmala nomor sepuluh tetap membungkam, hanya ujung bajunya kelihatan bergetar tanpa
terhembus angin sekalipun, deruan angin yang ditimbulkan ibaratkan angin topan yang sedang
mengamuk bila menerpa muka, kulit akan terasa sakit bagaikan disayat.
sipedang perak yang berdiri agak dekat dengannya segera merasakan munculnya tenaga
dorongan yang kuat sekali menumbuk dadanya. terkejut sekali, buru-buru hawa murninya
dihimpun untuk memantekkan kakinya keatas tanah. Kendatipun demikian, ia toh terdorong juga
oleh tenaga tekanan yang kuat tadi hingga sekujur tubuhnya terasa sangat tak nyaman. sambil
tertawa tergelak segera serunya:
"Maaf, maaf rupanya ilmu silat yang dilatih empek adalah ilmu Kun goan khikang.
Haaaaah......haaaaah...^...haaaaah........"
sesudah berhenti sejenak. lanjutnya lebih jauh:
"Ilmu khikang semacam ini sudah seratus delapan puluh tahun lamanya punah dari dunia
persilatan, sungguh tak kusangka hari ini bisa bersua dengan seorang ahli dalam kepandaian
tersebut ditempat seperti ini. Aku benar-benar merasa beruntung sekali.
Haaaaah......haaaaah......haaaaah........."
Agak berubah paras muka Nirmala nomor sepuluh ketika melihat sipedang perak sama sekali
tak terpengaruh oleh tenaga serangannya mendadak dia bangkit berdiri dan melangkah keluar dari
kedai tersebut, disusul pula kakek berjenggot merah dari belakangnya.
sementar itu Kim Thi sia telah menunggu kedatangan mereka berdua ditengah jalan, tatkala
empat mata bertemu, tiba-tiba saja Kim Thi sia merasakan hatinya berdebar keras, agaknya sinar
mata yang terpancar keluar dari balik mata kakek tersebut kelewat tajam dan menggidikkan hati.
Pedang perak segera berseru cepat:
"Empek. bukankah kau menantangku untuk berduel. Nah, sekarang kau boleh mengeluarkan
segenap kemampuan yang kau miliki agar kita bisa bertarung secara memuaskan"
"Kau adalah sipedang emas?" tegur Nirmala nomor sepuluh hambar.
Mendengar pertanyaan ini, diam-diam sipedang perak berpekik keheranan, rupanya pihak
lawan masih belum mengetahui bentuk wajah lawannya seketika tantangan diberikan sekalipun
banyak kejadian aneh sering dijumpai dalam dunia persilatan, namun kejadian seperti inijarang
sekali dijumpai. Akan tetapi bagaimanapun juga pihak lawan memang sengaja berniat mencari gara-gara
dengan mereka, sudah barang tentu tantangan tersebut harus dilayani sebaik-baiknya.
Pedang perak sudah lama terjun kedalam dunia persilatan, pengalaman serta pengetahuannya
sangat luas. Diam-diam diapu menduga kedua orang lawannya sebagai musuh yang tak puas
dengan nama besar mereka. sehingga jauh-jauh datang kemari untuk menantangnya berduel.
Kini persoalannya telah berkembang menjadi begini rupa, yang sekalipun dia tahu musuh
memiliki ilmu silat yang begitu sangat tangguh namun tak urung dia harus menghimpun kembali
semangatnya untuk menghadapi tantangan tersebut, bagaimanapun juga dia tak boleh
membiarkan nama besar mereka bersembilan rusuk karena peristiwa ini. Berpikir demikian,
dengan suara lantang diapun berseru: "Aku adalah pedang perak. bertarung melawanku pun sama
saja." Nirmala nomor sepuluh mendengus dingin:
"Hmmm, Nirmala nomor sebelas, serahkan bocah muda itu kepadaku."
"Baik, kita hadapi cecunguk itu secara terpisah" jawab si Nirmala nomor sebelas. selesai
berkata, dengan langkah lebar dia segera berjalan menghampiri Kim Thi sia. sementara itu Kim Thi
sia sudah berpikir: "Asal usul kedua orang ini aneh dan misterius sekali. Dia disebut Nirmala nomor sepuluh
sedang yang ini menyebut dirinya Nirmala nomor sebelas berdasarkan nomor urut. Bukankah ini
berarti diatas kedua orang itu masih terdapat nomor satu hingga nomor sembilan" HHmmmm, bila
ditinjau dari gerak gerik mereka, sudah pasti merupakan jago-jago persilatan yang berilmu tinggi,
mengapa suheng tidak mengetahui asal usul mereka..........?"
Belum selesai ingatan tersebut melintas lewat, Nirmala nomor sebelas telah bertanya
kepadanya: "Kau adalah pedang apa?"
"Pedang rembulan dingin"
Nirmala nomor sebelas tertegun seketika, lalu gumamnya dengan suara lirih:
"Aneh betul, rasanya diantara sembilan pedang tidak terdapat pedang tersebut. Ehmmm, dia
pasti bukan sasaran kami. Aku tak boleh melukainya secara sembarangan." Bergumam sampai
disini, diapun segera berkata:
"Pedang rembulan dingin, silahkan mundur. Yang kami cari adalah sembilan pedang dari dunia
persilatan, kau bukan yang termasuk didalam sembilan pedang karenanya kuharap kau jangan
mencampuri urusan ini."
"Aku bernama Kim Thi sia pernah mendengar nama tersebut?" seru sang pemuda lagi. Jelas
dengan perkataan tersebut dia maksudkan begini:
"Kim Thi sia adalah adik seperguruan dari sembilan pedang dunia persilatan maka persoalan
dari abang seperguruannya berarti adik seperguruannya berhak untuk mencampurinya juga . "
Namun nirmala nomor sebelas segera manggut- manggut pelan seraya berkata dengan
lantang: "Aku tak peduli siapakah dirimu, asal kau bukan anak murid dari Malaikat pedang berbaju
perlente. Akupun tak berhak untuk melukai dirimu, ayoh cepat mundur."
"Jadi kau mempunyai ikatan dendam dengan Malaikat pedang berbaju perlente?" tanya Kim Thi
sia semakin keheranan. "sudahlah, kau tak usah mencampuri urusan ini" sela Nirmala nomor sebelas habis
kesabarannya. "Kau harus melaksanakan tugas menurut perintah saja.........."
"Ehmmm.......kalau begitu, diatas mereka berdua tentu masih ada jagoan yang lebih hebat lagi"
pikir Kim Thi sia tanpa terasa. "Aduh celaka, kedua orang inipun sudah cukup lihay, bisa
dibayangkan betapa hebatnya atasan mereka........."
setelah berhenti sejenak, diapun berpikir lebih jauh:
"Aaaaah, tidak bisa Aku tak boleh digertak oleh ucapannya itu, sekalipun ia mempunyai atasan
yang jauh lebih hebat, aku sebagai murid suhu tak boleh putus asa begini. Aku mesti mengempos
semangat untuk beradu dengannya........"
Begitu keputusan diambil keberaniannyapun segera meningkat, segera bentaknya singkat:
"Aku adalah murid terakhir dari Malaikat pedang berbaju perlente, kau boleh menyerangku
sebisa mungkin." "sungguhkah ini" Kau berani bersumpah?" teriak Nirmala nomor sebelas keras-keras. "Hey,
kalau pingin bertarung ayolah bertarung, apalah artinya main sumpah segala?"
Baru selesai perkataan itu diutarakan, tampak sesosok bayangan manusia berkelebat lewat
dengan kecepatan yang luar biasa, belum lagi orangnya tiba dua gulung tenaga pukulan yang
sangat dahsyat telah menerjang tiba dengan sangat hebatnya.
Dalam waktu singkat Kim Thi sia telah mengambil keputusan untuk menghadapi musuhnya
dengan segala kemampuan yang dimiliki, dia membentak keras dan mengayunkan pula telapak
tangannya untuk melepaskan sebuah pukulan balasan.
Empat gulung tenaga pukulan yang maha dahsyat seketika bertumbukkan lebih kurang dua
depa dihadapan tubuhnya dan terjadilah suara ledakan yang sangat memekikkan telinga....
"Blaaaammmmmmm."
Kim Thi sia menderita rugi karena tak sempurna dibidang tenaga dalam, tubuhnya seketika
tergempur hingga roboh terjungkal keatas tanah.
sekujur badannya seketika terasa linu dan kaku sehingga tak berani bergerak secara
sembarangan. Diam-diam dihimpunnya hawa murni dengan ilmu Ciat khi mi khi untuk
memusatkan seluruh kekuatannya didalam dada.
Tak selang berapa saat kemudian, hawa murninya telah berhasil dihimpun kembali dalam pusar
dan disalurkan mengelilingi seluruh badan.
Dengan begitu hawa murninyapun meningkat berapa kali lebih hebat, cepat-cepat dia
melompat bangun dari atas tanah.
Waktu itu Nirmala nomor sebelas tidak terlalu memperhatikan dirinya lagi, disangkanya pemuda
itu tak mampu menahan gempuran sehingga tak berkemampuan lagi untuk melancarkan serangan
lebih jauh. Kemudian sambil bergendong tangan ia bergumam seorang diri:
"siapa suruh kau mengaku sebagai murid Malaikat pedang berbaju perlente. sekarang jangan
salahkan kalau aku berhati keji dan bertindak kejam kepadamu."
secara diam-diam Kim Thi sia menyusup kebelakang tubuhnya, namun musuhnya sama sekali
tidak merasa, mungkin saja seluruh perhatiannya sudah tenggelam dalam lamunan.
Tiba-tiba saja Kim Thi sia berteriak keras: "Hey, mari kita bertarung lebih jauh"
Dengan cepat Nirmala nomor sebelas berpaling, sepasang matanya yang tajam bagaikan
sembilu mengawasi pemuda itu berapa saat lamanya, kemudian baru berkata dengan suara
dalam: "sobat kecil, tenaga dalammu sangat sempurna, tak kusangka tenaga pukulanku sebesar enam
bagian tak berhasil merobohkan dirimu. Kini akan kutambah dengan dua bagian lagi. Nah,
sambutlah dengan berhati-hati."
sepasang telapak tangan segera digosokan satu dengan lainnya lalu dilontarkan kuat-kuat
kemuka. Tampaklah segulung tenaga pukulan yang sangat kuat, diselingi deruan angin serangan yang
maha dahsyat langsung meluncur dan menggempur kedepan......
setelah mengalami pelbagai pertarungan sengit, kini pengalaman Kim Thi sia dalam
menghadapi pertempuran sudah cukup matang, dia tahu tenaga dalamnya masih ketinggalan jauh
dibandingkan lawannya, ini berarti dia tak boleh menghadapi serangan lawan dengan keras
melawan keras. Maka sambil berkelit kesamping, dia sambut serangan musuh dengan menggunakan jurus "
kecerdikan menguasahi seluruh jagad".
Nirmala nomor sebelas melejit keudara sambil membabat kebahu musuh, belum lagi
serangannya tiba. segulung kekuatan yang maha dahsyat telah mengancam tiba.
Kim Thi sia segera memutar kaki kirinya setengah langkah lalu sambil melanjutkan gerak
serangan "kecerdikan menguasahi seluruh jagad" nya dia bendung ancaman musuh kearah luar.
Berubah hebat paras muka Nirmala nomor sebelas ketika melihat tiga ulasan jurus serangannya
yang begitu dahsyat berhasil dibendung oleh musuh secara mudah. Bahkan menghambat sama
sekali perkembangan berikut ketiga ulasannya untuk melangsungkan jurus-jurus membunuh yang
lebih hebat. Dengan suara yang amat keras segera bentaknya:
"Hey sobat kecil, beranikah kau mempergunakan jurus serangan tersebut sekali lagi?"
" Kenapa tidak" Aku justru akan menggunakan gerak serangan tersebut sekali lagi" sahut Kim
Thi sia. Mendadak Nirmala nomor sebelas melejit ketangah udara, lalu sambil mengincar posisi serta
lingkungan yang mungkin dipakai untuk menghindarkan diri, telapak tangan kiri dan jari tangan
kanannya mendadak saja melakukan sebuah babatan diudara dengan gerak serangan yang luar
biasa cepatnya. Kim Thi sia sama sekali tidak jeri. Setelah memuntahkan tenaga pukulannya tiba-tiba dia
bertekuk pinggang sambil memutar badan. Gerak serangannya masih tetap dipakai jurus
"kecerdikan menguasahi seluruh jagad".
Nirmala nomor sebelas agak tertegun, tapi dengan cepat dia menemukan sebuah titik
kelemahan, telapak tangannya kembali direntangkan menghantam dagu lawan. sementara kakinya
melepaskan tendangan kilat kearah jalan darah Heejut hiat, disusul kemudian serangkaian
tendangan berantai sama sekali mengunci kemungkinan serangan lawan.
Kecepatan dalam perubahan jurus serangan orang ini sungguh mengejutkan hati. Bukan saja
dalam waktu singkat dia mampu menemukan titik kelemahan dibalik serangan musuh, bahkan
Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kecepatan dan kerepotan serangannya pun sangat mengagumkan.
Kim Thi sia mulai gugup setelah menghadapi desakan hebat dari musuhnya yang sejak pertama
mengeluarkan pukulan dengan ilmu Tay goan sinkang. langkah dan gerak serangannya menjadi
kalut dan gugup, Memanfaatkan kesempatan disaat musuhnya mulai gugup dan kalut. Nirmala nomor sebelas
segera menghimpun kembali tenaga pukulannya dan langsung dihantamkan keatas ubun-ubun
pemuda itu. Kim Thi sia pejamkan matanya rapat-rapat, tanpa ambil perduli bagaimana akibatnya dia mulai
melepaskan serangan secara mengawut.
sementara telapak tangan kirinya mengeluarkan jurus "kecerdikan menguasahi empat samudra"
maka tangan kirinya menyambut serangan musuh dengan jurus "pukulan menguasahi seluruh
semesta" dari ilmu pukulan panca Buddha.
Rupanya disamping dia mengerahkan tenaga pukulan untuk mendesak lawan, secara diamdiam
pun dia persiapkan ilmu Ciat khi mi khi untuk menghisap tenaga murni musuh. Bayangan
manusia yang bertumbuk menjadi satu segera berpisah kembali. "Blaaaammmmmm......."
Kedua belah pihak telah saling beradu pukulan satu kali. Alhasil kedua belah pihak sama-sama
tidak menderita luka apapun. Nirmala nomor sebelas mulai terkesiap pekiknya dihati:
"Sungguh menyesatkan"
Rupanya dalam serangkaian serangan dan gempuran yang nampak nyata hampir berhasil
mencapai sasarannya, setiap kali pula telah terjadi perubahan besar ditengah arena.
Dia tak habis mengerti mengapa Kim Thi sia selalu berhasil meloloskan diri dari cengkeraman
mautnya setiap kali dia mengira serangannya pasti akan berhasil dengan sukses. Mungkinkah Kim
Thi sia memiliki serangkaian ilmu simpanan yang dapat memusnakan setiap ancamannya.
Dalam keadaan begini dia mulai curiga, jangan-jangan ilmu silat yang dimilikinya telah punah"
sambil menghimpun tenaga dalamnya kembali dia melepaskan sebuah pukulan dengan tangan
kirinya keatas sebatang pohon yang tumbuh disisinya, dia ingin membuktikan apakah tenaga
dalamnya benar-benar sudah punah" "Blaaaammmmmmm......."
Ternyata batang pohon tersebut tak mampu menahan gempurannya, batang tadi patah
menjadi dua bagian dan segera roboh keatas tanah.
Dari sini terbukti sudah bahwa tenaga dalamnya sama sekali tak punah, malah masih segar dan
berkekuatan penuh, tapi mengapa Kim This ia sanggup menahan gempurannya. Kejadian ini
benar-benar mencengangkan hati dan sama sekali tak masuk diakal.
Dalam pada itu, Nirmala nomor sepuluh telah terlibat pula dalam pertarungan yang amat seru
melawan sipedang perak, pukulan yang menderu- deru membuat suasana disekeliling situ amat
menggetarkan hati. Ditinjau dari kekuatan kedua belah pihak yang berimbang, rasanya dalam lima puluh gebrakan
berikutpun masih sukar untuk diketahui siapa lebih unggul diantara mereka berdua.
Nirmala nomor sebelas segera berpikir:
"Jika aku tak mampu untuk mengunggulinya, aku tentu tak punya muka lagi untuk pulang dan
berjumpa dengan "Dewi Nirmala" yaa.....nampaknya bila aku gagal membunuhnya hari ini, berarti
akulah yang harus mati lebih duluan-........"
semacam perasaan sedih yang sudah terlalu lama terhimpun didalam dadanya segera bergelora
keras, mendadak saja terpancar keluar cahaya merah yang penuh mengandung napsu benci dan
amarah yang meluap-luap. Melihat itu, Kim Thi sia segera berpikir:
"Aneh benar orang ini, masa tak mampu mengungguli orang lain dia lantas marah-marah"
Hmmm, tabiat orang ini terlalu jelek."
Terdengar dia berpekik nyaring dengan suara yang melengking, menyusul pekikkan tersebut
tampak tubuhnya yang tinggi besar melesat datang dengan kecepatan luar biasa, berada ditengah
udara, tubuhnya berjumpalitan berapa kali bagaikan ular kecil, lalu melancarkan tendangan maut
ke depan. Kim Thi sia tidak mengetahui gerak serangan apakah yang digunakan lawan, dia hanya tahu
gaya serangan lawan persis seperti gaya menendang bola ditengah udara, kemanapun dia
berusaha untuk menghindarkan diri, rasanya sulit untuk meloloskan diri dari tendangan tersebut.
Dalam keadaan begini diapun berdiri tak berkutik sambil mengawasi serangan lawan tanpa
berkedip. tiba-tiba saja terlihat tendangannya dirubah menjadi serangan pukulan, lengannya yang
panjang menyapu datang dengan sepenuh tenaga dan tahu-tahu sudah berada hanya setengah
depa dihadapan tubuhnya......
Mendadak Kim Thi sia menarik napas panjang, sambil steengah berjongkok ia memaku telapak
kakinya diatas tanah lalu bergoyang kian kemari secara kuat-kuat.
Dua gulung tenaga gempuran yang berkekuatan amat dahsyat itupun segera melintas lewat
dari sisi badannya. sesungguhnya gerak serangan semacam ini bukan termasuk suatu ilmu silat yang luar biasa,
melainkan hanya ciptaannya sendiri didalam menghadapi situasi tersebut. Karena dia menganggap
hanya berbuat demikian saja baru bisa meloloskan diri dari gempuran lawan, maka diapun berbuat
sesuai dengan kehendak hatinya itu.
siapa sangka justru dengan gerakan inilah dia berhasil memusnahkan serangan musuh yang
maha dahsyat itu. Ketika serangannya gagal mencapai sasaran, Nirmala nomor sebelas segera melayang turun
keatas tanah, dalam sekejap mata tiba-tiba dia merasa bahwa tenaga serangan musuh ternyata
sepuluh kali lipat lebih dahsyat daripada apa yang diduganya semula dia semakin tak berani
bertindak gegabah. sambil bertekuk pinggang, tiba-tiba saja telapak tangan kirinya yang melancarkan bacokan
kebawah untuk memancing perhatian Kim Thi sia, sementara tangan kanannya bagaikan selincah
seekor ular menggulung kedepan dengan gerakan yang cepat dan tepat, persis menghantam
diatas bahu pemuda tersebut.
Kim Thi sia menjerit kesakitan dan segera roboh terjungkal keatas tanah.
Dengan berhasilnya menggempur musuh hingga jatuh terjungkal, perasaan tak puas dihati
Nirmala nomor sebelas pun agak terobati.
sebaliknya Kim Thi sia justru naik pitam karena terserang oleh pukulan tersebut dengan cepat
dia melompat bangun, lalu balas melancarkan gempuran dengan jurus " kekerasan menguasahi
semua bumi" dan " Kelembutan mengatasi air dan api".
Nirmala nomor sebelas merupakan jago lihay dunia persilatan yang jarang ditemui dalam dunia
persilatan, namun apa yang sedang dialaminya kemudian ternyata tak jauh berbeda seperti apa
yang dialami para jago yang pernah bertarung melawan Kim Thi sia.
Dalam keadaan kabur dan bingung tak tahu apa yang terjadi, dia merasa gelagat tidak
menguntungkan, akibatnya reaksi yang dilakukan secara tergopoh-gopoh membuat keadaannya
mengenaskan sekali. Manfaatkan kesempatan d isaat musuhnya mundur, dengan cepat Kim Thi sia mengambil suatu
keputusan didalam hati. "Aku harus memanfaatkan kesempatan disaat pikiran musuh sedang kabur untuk melancarkan
serangan balasan^" Kini dia cukup memahami pelbagai tindakan bodoh yang pernah diperbuatnya dimasa lampau,
maka pikirnya lebih jauh:
"Aku harus menyerang dengan andalkan keampuhan ilmu Tay goan sinkang yang
dikombinasikan dengan jurus serangan ampuh untuk merobohkan musuh. Aku yakin dengan
kombinasi kedua macam kepandaian tersebut, betapapun lihaynya seseorang niscaya akan
berhasil juga kurobohkan."
Begitu keputusan diambil dia segera membentak keras dan menyerang dengan jurus-jurus
serangan "Kedamaian menyelimuti sembilan langit" serta "mengebas baju melenyapkan debu".
Nirmala nomor sebelas amat terperanjat ketika pandangan matanya menjadi kabur tapi tanpa
berpikir panjang ia segera meloloskan pedang lemasnya dari pinggang dan tanpa membedakan
mana utara mana selatan secara ngawur dia memutar senjata untuk melindungi tubuhnya.
Hawa pedang yang berlapis-lapis segera menyelimuti angkasa dan terasa menyayat badan,
ternyata Kim Thi sia tak berhasil mendekati tubuhnya.
Baru saja jurus serangan terakhir habis dipakai dan sebelum Nirmala nomor sebelas sempat
menentukan posisi musuh secara tepat, dia telah melanjutkan kembali serangannya dengan jurus
"hembusan angin mencabut pohon" serta "mati hidup ditangan takdir".
Dalam waktu singkat apa yang terlihat oleh Nirmala nomor sebelas cuma selapis bayangan
tangan yang amat menyilaukan mata. Pada hakekatnya dia tak bisa mengetahui secara pasti
dimanakah posisi musuhnya sekarang, dalam kagetnya dia segera mengayunkan pedangnya dan
menyerang secara mengawur.
Kim Thi sia pun bertindak-jauh lebih pintar, memanfaatkan kesempatan disaat pedang musuh
tak berhenti membacok badannya, dia gunakan peluang tadi untuk menendang tubuh bagian
bawahnya. Mimpipun Nirmala nomor sebelas tidak menyangka kalau musuhnya bakal menggunakan jurus
serangan tersebut. Tak ampun lagi dia gagal untuk menghindarkan diri dan segera tersapu jalan
darah Mu teng hiatnya oleh tendangan tadi hingga roboh terjungkal diatas tanah. Pedang
lemasnya pun terlepas dari cekalan dan mencelat dikejauhan situ.
Kim Thi sia segera menerkam kedepan dan langsung mengayunkan tangannya menghadiahkan
sebuah bacokan. Pertarungan yang berlangsung cukup lama membuat pikiran dan kesabaran pemuda tersebut
turut terpengaruh. Kini dia tahu bagaimana caranya merobohkan musuh untuk mempertahankan
kehidupan sendiri Maka begitu Nirmala nomor sebelas roboh terjungkal keatas tanah ia segera menerjang kemuka
dan menyerang dengan segenap kekuatan yang terhimpun.
Gempurannya kali ini persis menghantam diatas jalan darah sang seng hiat yang merupakan
jalan darah kematian ditubuh Nirmala nomor sebelas lebih tangguhpun tak urung kepalanya
terkulai juga dalam keadaan hampir sekarat. Mendadak Kim Thi sia melompat bangun seraya
berteriak: "Aduuuh, kenapa aku berbuat sekejam ini."
Ia menyaksikan Nirmala nomor sebelas membelalakkan matanya lebar-lebar. seperti merasa tak
rela menghadapi kematian tersebut, hal mana mebuat pikiran dan perasaan Kim Thi sia bertambah
berat, dia merasa hatinya bagaikan dibebani batu besar yang berat sekali, sekujur badannya
gemetar keras...... Pemuda itu merasa sepasang mata orang itu merah membara sambil memancarkan kebencian
yang luar biasa. Kim Thi sia tak berani menengok kearahnya dan buru-buru menyingkir
kesamping. Mendadak terdengar Nirmala nomor sebelas berseru dengan suara yang sangat lemah. "sobat
kecil.....ke.......kemarilah."
Dengan cepat Kim Thi sia membalikkan badan, rasa ngeri mencekam seluruh perasaan hatinya.
"Kau sedang memanggilku?" dia bertanya ragu. sambil menghela napas Nirmala nomor sebelas
mengangguk. "Yaa.....aku......aku sedang memanggilmu."
"Tidak aku tidak mau kesitu, kau pasti akan manfaatkan kesempatan itu untuk menuntut balas"
seru Kim Thi sia sambil menggelengkan kepalanya berulang kali. Nirmala nomor sebelas sebera
tertawa getir. "Dengan keadaanku sekarang, masih mampukah bagiku untuk mencelakai orang lain?"
Kim Thi sia tahu, apa yang dikatakan memang merupakan sejujurnya maka sambil
menghimpun tenaga dia berjalan kedepan dan menghampiri orang tersebut.
Mendadak Nirmala nomor sebelas tidak mampu menahan diri lagi, pelan-pelan dia
menundukkan kepalanya. Menyaksikan keadaan itu, timbul perasaan iba dihati kecil Kim Thi sia, buru-buru dia maju
mendekati serta memeluk tubuhnya dalam rangkulan. sekarang ia sudah melupakan sama sekali
perasaan takut, ragu dan curiganya. sambil menggoyangkan lengannya dia berseru: "Empek.
pesan apakah yang hendak kau tinggalkan?"
Nirmala nomor sebelas tak mampu bersuara lagi, bagaikan orang mengigau dia berbisik:
"sobat cili......musuh besar kami adalah..... adalah tiga dewa Nirmala. Bu....bukan dirimu....."
Kim Thi sia harus menempelkan telinganya diatas dada orang itu untuk bisa menangkap
gumamnya dengan jelas. Terdengar orang itu berbisik lagi:
"Musuh......musuh kita adalah......dewi Nirmala.......musuh kita adalah dewi nirmala."
"Empek. katakan kepadaku, siapakah dewi Nirmala itu?" desak Kim Thi sia cepat.
sambil berseru dia menggoyangkan tubuh Nirmala nomor sebelas tiada hentinya tapi sayang
Nirmala nomor sebelas telah menghembuskan napasnya yang penghabisan.
Pelan-pelan pemuda itu bangkit berdiri Disekanya air keringat dengan sapu tangan lalu
gumamnya keheranan: "Mungkinkah dewi Nirmala adalah atasan mereka......"^
Mendadak terdengar suara deruan angin pukulan yang tajam dan menderu- deru bergema
memecahkan keheningan, ternyata suara tersebut berasal dari arena pertarungan dimana
sipedang perak berada. Kim Thi sia segera mengalihkan perhatiannya kearah situ, tampak olehnya langkah kakinya
sipedang perak kelihatan berat sekali. setiap langkah kakinya selalu meninggalkan bekas telapak
sedalam tiga inci lebih. sebaliknya Nirmala nomor sepuluh pun nampak amat serius, jubah kuningnya berkibar terus
mesti tanpa hembusan angin, dia sedang bergerak mengitari tubuh pedang perak.
Sorot mata kedua belah pihak yang tajam bagaikan sembilu saling bertatapan tanpa berkedip.
jelas pertarungan mereka sudah mencapai pada puncaknya.
Kim Thi sia pun mengerti pertarungan antara dua tokoh sakti membutuhkan konsentrasi
sepenuhnya, barang siapa bertindak salah saja, niscaya akan berakibat kehilangan nyawa,
oleh karena itu dia tak berani mengacau perhatian sipedang pera k diawasinya pertarungan
tersebut dari sisi arena tanpa melakukan sesuatu tindakanpun.
Pelan-pelan Nirmala nomor sepuluh mengayunkan telapak tangannya dan didorong kehadapan
pedang perak. setiap gerakannya dilakukan sangat lamban, tak jauh berbeda seperti permainan
kanak-kanak saja. Begitu pula halnya dengan sipedang perak. dia menyambut datangnya serangan tersebut
dengan wajah amat serius.
Menyusul bentrokan yang terjadi dalam arena terjadi deruan angin puyuh yang mengerikan
hati. Kedua orang itu sama-sama terdorong mundur satu langkah kebelakang.
Kim Thi sia tahu, angin puyuh tersebut terjadi sebagai akibat bentrokan dari gempuran dua
orang tersebut, tentu saja dia semakin tak berani melaporkan berita kematian Nirmala nomor
sebelas kepadanya. sementara itu dua orang itu bergerak terus sambil saling menggempur tiga kali, setiap kali
bentrokan terjadi, dua orang itu pasti terdorong mundur kebelakang, peluh sebesar kacang kedelai
telah bercucuran keluar membasahi wajah mereka. Kim Thi sia yang menyaksikan hal tersebut,
diam-diam berpikir: "Bila aku yang mesti menghadapi pertarungan semacam ini, sudah pasti aku bakal mati kesal."
Dalam waktu singkat, kedua orang itu sudah berubah posisi, kini punggung sipedang perak
menghadap kejalan raya, sedangkan punggung Nirmala nomor sepuluh menghadap kerumah
penginapan Liong pia. Dengan gerakan yang lamban sekali sipedang perak melontarkan sebuah pukulan kedepan, bila
ditinjau dari sikapnya seakan-akan dia merasa kepayahan sekali karena dibebani dengan besi
seberat ribuan kati. Hal ini membuat Kim Thi sia yang cekatan segera menyadari bahwa suatu
badut dahsyat segera akan berlangsung.
Dengan bersusah bayah Nirmala nomor sepuluh melontarkan pula sebuah pukulan peluh dan
hawa panas mengembang keluar dari jidatnya dan membasahi seluruh badan. Mendadak......
Disaat menjelang berlangsungnya angin badai, tiba-tiba dari balik rumah penginapan Liong pia
muncul sesosok tubuh manusia dan tanpa mengucapkan sepatah katapun orang itu menyelinap
kebelakang punggung Nirmala nomor sepuluh bagaikan sukma gentayangan.
Kim Thi sia dapat melihat dengan jelas bahwa orang itu adalah pedang tembaga tapi sebelum
dia sempat mengucapkan sesuatu, terdengar Nirmala nomor sepuluh menjerit kesakitan dengan
suara yang memilukan hati, lalu roboh terjungkal keatas tanah.
sewaktu Kim Thi sia memperhatikan lagi dengan seksama, dia saksikan dipunggung Nirmala
nomor sepuluh telah tertancap sebilah pedang tembaga yang tajam....
Dengan cepat dia menanggapi perbuatan abang seperguruannya ini sebagai suatu perbuatan
bejad yang munafik dan licik memalukan tanpa terasa dia berpaling kearah pedang perak dengan
harapan abang seperguruannya ini menegur tingkah laku sipedang tembaga yang terkutuk.
siapa tahu pedang perak tidak memberi teguran atau komentar apapun, seakan-akan baginya
peristiwa semacam ini merupakan sesuatu yang wajar.
Tiba-tiba dia menyaksikan Nirmala nomor sepuluh membalikkan badan sambil melompat
bangun, lalu serunya sambil menghembuskan napas panjang. "Aaaai......pembunuh diriku adalah
Dewi Nirmala" sehabis mengucapkan perkataan tersebut dia segera memuntahkan darah segar dan roboh
terjungkal keatas tanah. Pedang perak menyeka peluh yang membasahi wajahnya, lalu tanpa mengucapkan sepatah
katapun ia menjatuhkan diri duduk bersila diatas tanah dan mengatur pernapasan untuk
memulihkan kembali kekuatan tubuhnya.
sebaliknya sipedang tembaga segera menjengek sambil tertawa dingini "Menyeramkan betul
tampang setan tua ini."
Ia cabut keluar pedang tembaganya, seakan-akan semua perbuatannya memang sudah diatur
begitu. sambil membersihkan ujung pedangnya dari noda darah, katanya lebih jauh dengan
tenang: "Biarpun ilmu silat yang dimiliki Nirmala nomor sepuluh sangat tangguh sayang dia cuma
seorang diri. Tak mungkin bisa menghadapi percobaan semacam ini."
"Beginikah yang dimaksudkan suheng sebagai suatu percobaan?" tanya Kim Thi sia cepat.
sipedang tembaga tidak berkata apa-apa, dia hanya melirik sekejap kearahnya, lalu dengan
langkah lebar berjalan masuk kembali kedalam rumah penginapan Liong pia.
Kim Thi sia sangat tak senang hati, terutama terhadap sikap abang seperguruannya yang sama
sekali tak mengacuhkan pertanyaanya itu.
sekembalinya kekamar, diapun segera menjatuhkan diri keatas pembaringan dan tidak
memikirkan persoalan itu lagi.
Pedang perak menitahkan para pelayan untuk mengbubur jenasah Nirmala nomor sepuluh dan
sebelas. sementara itu benaknya telah dipenuhi oleh masalah tersebut, menurut analisanya dari sebutan
nomor sepuluh dan sebelas, bisa ditebak kalau masih ada pula jago-jago yang memakai urutan
nomor nirmala nomor satu sampai sembilan, terutama atasan mereka yang disebut Dewi Nirmala,
bisa jadi merupakan jago diantara jago.
Nama Dewi Nirmala belum pernah terdengar didalam dunia persilatan, begitu- juga diluar
perbatasan, tapi ilmu silatnya bisa dilihat dari kemampuan Nirmala nomor sepuluh, anak buahnya
saja sudah begitu hebat, apalagi atasan yang menguasahinya.
Nirmala nomor sepuluh jelas datang kesitu untuk melaksanakan perintah, apalagi kalau ditinjau
dari sikapnya menjelang mati, dia bukan saja tidak membenci terhadap pembunuhnya, malahan
berteriak "Dwwi nirmalalah pembunuhku", hal ini menjelaskan kalau tantangan dari Nirmala nomor
Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sepuluh bukan timbul dari kemauannya sendiri, melainkan Dewi Nirmalalah yang memaksakan
terjadinya peristiwa itu. Diam-diam pedang perak pun berpikir:
"orang yang disebut Dewi Nirmala itu, sudah pasti merupakan seorang manusia yang gemar
membunuh." Iapun tahu kedatangan nirmala nomor sepuluh adalah untuk mencari gara-gara dengan
sembilan pedang. Padahal seingatnya sembilan pedang tidak memiliki musuh setangguh ini, hal
mana bisa disimpulkan bahwa persoalan ini merupakan dendam sakit hati yang dibuat Malaikat
pedang berbaju perlente dimasa lalu.
oleh sebab Malaikat pedang berbaju perlente sudah keburu berpulang kealam baka, maka dewi
nirmalapun melampiaskan rasa benci dan dendamnya kepada sembilan pedang.
Andaikata sipedang tembaga tidak melancarkan serangan, tak nanti sipedang perak memiliki
kemampuan untuk membinasakan Nirmala nomor sepuluh, maka diapun berpendapat bahwa
dirinya pasti bukan tandingan si Dewi Nirmala. Berpikir sampai disitu, kontan saja hatinya terasa
berat dan murung sekali. selama ini sipedang besi menutup diri didalam kamar sambil bersemedi, dia sedang
menghimpun tenaganya sambil bersiap-siap untuk menghadapi pertarungannya melawan Pek kut
sinkun keesokan harinya. sebaliknya sipedang tembaga berdiri ditepi jendela, sambil termangu-mangu, sementara
sepasang telinganya mendengarkan pembicaraan dari putri Kim huan serta Nyoo soat hong yang
berada dikamar sebelah. Walaupun putri Kim huan merasa tak senang hati atas sikap mesrahnya dengan Kim Thi sia.
Akan tetapi berhubung hanya dia seorang yang wanita, terpaksa mereka harus bergaul
sewajarnya. sebalinya Nyoo soat hong tidak mengetahui jalan pikirannya, dia mengajak gadis itu mengobrol
kesana kemari, ketika menyinggung masalah Kim Thi sia tiba-tiba katanya sambil tertawa:
"Dia mirip seorang bocah liar yang tidur disamping jalan bukit, untung saja aku dan abangku
secara kebetulan lewat disitu kalau tidak mungkin ia sudah menjadi mangsa serigala atau harimau
kelaparan-......." Melihat putri Kim huan mendengarkan dengan serius, gadis itu makin bersemangat katanya
lebih jauh: "Berapa bulan berselang dia masih merupakan seorang pemuda yang ketolol-tololan, tingkah
laku maupun sepak terjangnya sama sekali tak tahu aturan, selama berdia dirumahku, diapun
bersantap secara rakus dan bertingkah laku tak sopan. Ketika kuberi petunjuk kepadanya dia
malah memusuhi aku waktu itu aku marah sekali, kuanggap dia tak mirip manusia, tapi lebih
cocok dibilang harimau liar dari gunung, tapi anehnya ayahku sangat menyukai dirinya. Padahal
ayah paling sayang kepadaku, tapi sejak kedatangannya, aku sering menjadi sasaran
kegusarannya gara-gara dia. Waaah.....penghidupanku selama itu benar-benar amat menderita
dan sedih sekali, tapi sekarang aku baru dapat memahaminya aku mengerti sesungguhnya dia
adalah seseorang yang setia, jujur dan amat berperasaan-......"
Putri Kim huan hanya tertawa hambar tanpa memberikan pernyataan apapun, sipedang
tembaga pun berpendapat gadis itu mempunyai hubungan yang cukup akrab dengan Kim Thi sia,
dia berharap dari mulut gadis itu berhasil dikorek sesuatu keterangan yang berarti. Namun
sewaktu tidak mendengar sesuatu yang berarti dia menjadi kecewa sekali.
Mendadak Nyoo soat hong berkata lagi sambil menghela napas panjang:
"Manusia semacam dia memang paling susah dipahami orang lain, aku rasa semenjak dia
meninggalkan rumahku, sudah pasti banyak penderitaan yang dialaminya."
Putri Kim huan segera teringat kembali dan bagaimana dia memerintahkan anak buahnya untuk
menghajar pemuda itu habis-habisan, maka segera ujarnya:
"Tulangnya kelewat keras, pada hakekatnya tak takut digebuki, percuma kau kelewat
menguatirkan keselamatan jiwanya . "
Merah padam selembar wajah Nyoo soat hong, sambil menundukkan kepalanya dia berkata:
"Antara aku dengan dia sama sekali tak terjalin hubungan apa-apa. Aku tak lebih hanya merasa
kagum dan hormat atas kejujuran serta kesetia kawanannya, maka akupun sering menyinggung
tentang dia." Menyelami arti dari perkataan "tak terjalin hubungan apa-apa" itu, tergerak perasaan putri Kim
huan, dia segera bertanya:
"Jadi dia bukan kekasihmu" Aku lihat hubunganmu dengannya amat mesrah dan hangat. sudah
jelas berbeda sekali dengan hubungan orang lain."
"Kau anggap aku cukup hangat bersikap dengannya?"
Berbicara sampai disitu, dia mendongakkan kepala sambil menatap kearahnya lalu berkata lebih
jauh: "Dia adalah kakak angkatku, tentu saja hubungan kami jauh berbeda dengan hubunganku
terhadap orang laini"
Putri Kim huan segera tertawa genit, selanya:
"Mari.. kita tak usah membicarakan persoalan itu lagi." Kemudian setelah berhenti sejenak.
sambungnya lebih jauh: "Aku selalu berpendapat bahwa orang ini memiliki sesuatu cacad, seperti misalnya sewaktu kita
bernyanyi sambil menikmati bulan purnama. Dia justru mengusi ketenangan kita secara kasar,
pada hakekatnya sama sekali tak mengerti soal seni. Ada katanya dalam gusarku aku
mengumpatnya seperti korban........."
Nyoo soat hong segera menghela napas panjang.
"Yaa benar, justru dalam hal inilah dia menimbulkan kesan yang kurang sedap bagi orang lain.
Aku pikir situasi dan lingkunganlah yang menciptakan hal tersebut baginya, menurut apa yang dia
ceritakan, semenjak dilahirkan didunia ini dia selalu menjalani kehidupan yang terpencil diatas
bukit yang jauh dari keramaian dunia. Disitu tiada manusia lain, bahkan sejak kecilpun tak pernah
menerima pendidikan yang beradab, itulah sebabnya tingkah lakunya berbeda sekali dengan kita
yang jauh lebih majujalan pemikirannya..... "
Mendadak seperti teringat akan sesuatu, kembali dia berkata lebih jauh:
"Aku cukup memahami tabiat orang ini, kalau sedang baik maka menurutnya seperti seekor
kucing, tapi kalau sudah mengambek jeleknya macam kerbau liar, tak heran harga dirinya merasa
tersinggung ketika kau memakinya sebagai kerbau, tentu saja dia gusar sekali."
"Yaa, dia memang membalasku dengan kata-kata yang jauh lebih keras dan menyakitkan hati"
putri Kim huan manggut- manggut membenarkan-
"Bagi mereka yang tidak memahami perasaan hatinya, pasti akan menganggap dia sebagai
orang liar yang berangasan, kasar serta tak tahu sopan santun padahal harga dirinya amat lemah
hal ini dikarenakan pendidikannya yang kurang beradab. Terutama setelah turun gunung dan
menjumpai apa yang dihadapi dalam masyarakat ternyata jauh berbeda dengan penghidupannya
selama ini. Akibatnya rasa rendah diri membuat dia gampang tersinggung perasaannya."
Putri Kim huan menundukkan kepalanya rendah-rendah, ujarnya pelan:
"Ulasanmu memang tepat sekali, yaaa......seringkali kutemukan hatinya sangat menderita,
apalagi disaat dia sedang marah karena sindiran atau ejekanku."
"Hal ini disebabkan rasa harga dirinya yang terluka oleh sindiranmu itu?" Kemudian setelah
berhenti sejenak. lanjutnya:
"orang biasa tak memiliki sifat liar semacam itu, kecuali dia......tapi aku percaya dia adalah
seorang lelaki yang jujur terbuka dan berjiwa besar."
Putri Kim huan termenung berapa saat, lalu tanyanya lagi dengan gelisah: "Nona Nyoo,
bagaimana menurut pendapatmu tentang sipedang besi so Bun pin?"
"Bagus juga orang ini, lemah lembut dan terpelajar. Tak ubahnya seperti seorang mahasiswa."
"Bagaimana kalau dibandingkan dengan Kim Thi sia?"
Nyoo soat hong kelihatan agak tertegun tapi dengan cepat dia menghindari pertanyaan
tersebut, hanya ucapnya pelan:
"Kelebihannya cukup banyak. jelas Kim Thi sia bukan tandingannya......."
"Bagaimana dengan sipedang tembaga?"
sementara itu sipedang tembaga yang menyadap pembicaraan tersebut menjadi amat terkesiap
setelah mendengar kedua orang gadis tersebut menyinggung tentang dirinya. Entah mengapa,
tiba-tiba saja dia merasakan hatinya sangat tegang. Nyoo soat hong kelihatan berpikir sebentar,
lalu menjawab: "orang ini gagah dan tampan, gerak geriknya terpelajar dan sangat beraturan, dalam sekilas
pandangan saja bisa diketahui bahwa dia adalah seorang pemuda pengalaman yang
berpengetahuan luas."
Penilaian ini amat memuaskan hati sipedang tembaga, terutama karena perkataan itu ditujukan
untuk putri Kim huan, begitu terbuainya dia hingga untuk berapa saat sampai termangu- mangu
disitu. Tapi dikarenakan ucapan tadi, diapun merasa berterima kasih dan berhutang budi kepada Nyoo
soat hong, karena perkataan tersebut, ia berjanji akan membantu gadis tersebut bilamana perlu,
bahkan disuruh terjun kelautan apipun dia tak akan menolak. sesudah termenung sesaat, putri
Kim huan bertanya lagi: "Bagaimana dengan sipedang perak?"
Pertanyaan yang diajukan berulang-ulang ini membuat orang lain tak habis mengerti jangankan
sipedang tembaga yang menyadap pembicaraan tersebut menjadi tertegun, sekalipun Nyoo soat
hong sendiripun dibuat sangat keheranan sehingga pikirnya tanpa terasa:
"Aneh betul situan putri yang cantik ini mengapa sih dia senang menanyakan persoalan macam
begini?" Namun dia segera menjawab:
"sipedang perak orangnya tenang, tak suka bicara dan sopan santun, dia tak malu disebut
seorang kongcu yang jarang ditemui didunia ini........"
"Semua abang seperguruan Kim Thi sia rata-rata merupakan orang yang hebat dengan sifat
yang baik pula mungkinkah wataknya juga akan mengalami perubahan besar setelah berapa
tahun mendampingi mereka?"
sipedang tembaga yang mend engar perkataan tersebut menjadi terkesiap segera pikirnya:
"Rupanya kau mengajukan pertanyaan tersebut hanya dikarenakan masalah ini........?"
sementara dia masih termenung, Nyoo soat hong telah menjawab sambil tertawa:
"Watak Kim Thi sia amat kaku, sifatnya aneh. Aku rasa biar sepuluh tahun bahkan dua puluh
tahun lagipun dia masih tetap sebagai seorang persilatan yang kasar, kaku dan tidak tahu adat.
Tentu saja sedikit perubahan pasti ada, sebab siapa yang dekat dengan gincu bukankah diapun
akan menjadi merah" Apalagi dia toh bukan manusia kayU?"
Mendadak terdengar suara orang mengetuk pintu kamar, disusul putri Kim huan menegur:
"siapa disitu?"
Pintu kamar dibuka orang dan terdengar seorang lelaki berkata dengan suara yang berat dan
rendah: "ooooh, rupanya nona belum tertidur bagus sekali, kebetulan aku memang hendak berbincangbincang
denganmu." sipedang tembaga yang menyadap pembicaraan tersebut segera berpikir:
"Rupanya sute masih juga tak mau mengerti, ia benar-benar menggemaskan." Dalam pada itu
sipedang besi, so Bun pin telah berkata lagi sambil tertawa:
"Tak lama kemudian pedang mestika rembulan dingin segera akan jatuh ketanganku. Nona,
apa yang pernah kuucapkan tak pernah akan kusesali. Perduli bagaimana sikapmu kepadaku,
pedang mestika tersebut tetap akan kupersembahkan kepadamu."
"Apa" pedang leng gwat kiam?" sela Nyoo soat hong keheranan. "Bukankah pedang rembulan
dingin adalah benda milik Kim Thi sia" Apakah dia telah menghadiahkan kepadamu?" saking ingin
tahunya, gadis tersebut sampai mengulangi pertanyaan ini berapa kali. Dengan nada hambar
sipedang besi so Bun pin menjawab:
"Nona Nyoo, persoalan ini bukan lagi urusan kalian. Tapi bisakah nona Nyoo menyingkir
sebentar, karena aku ada urusan penting yang hendak dirundingkan dengan tuan putri?"
sipedang tembaga merasa amat mendongkol setelah mendengar perkataan itu, terutama sekali
atas perkataan " urusan penting" itu, mendadak timbul satu akal didalam benaknya.
Cepat-cepat dia keluar dari kamarnya dan sengaja berjalan mondar mandir didepan beranda
kamar, menanti putri Kim huan yang berada dalam kamar sudah mulai berbincang-bincang
dengan sipedang besi, dia sengaja berseru tertahan dan mengetuk pintu kamar seraya menegur.
JILID 26 "Hey, rupanya sute juga berada didalam" Apakah tuan putri belum tidur?"
Karena gangguan ini, sipedang besi pun tak berminat meneruskan rayuannya, buru-buru dia
membukakan tintu. Tatkala sepasang matanya saling bertemu dengan sorot mata rase srpedang tembaga, tiba-tiba
saja wajahnya berubah menjadi amat tak sedap dipandang......
Sipedang tembaga berlagak serius, dia menengok sekejap kearah dalam kamar, lalu sambil
menariknya kesamping, sengaja ujarnya dengan wajah serius:
"Sute, saat ini tengah malam sudah menjelang, dan mengapa engkau masih berada didalam
kamar seorang gadis" Ketahuilah, musuh kita masih terus mengawasi gerak gerik kita semua.
Seandainya sampai terjadi kesalahan paham, kita sembilan pedang benar-benar akan kehilangan
muka." Dalam keadaan mengenaskan sipedang besi manggut- manggut, padahal rasa benci didalam
hatinya sudah mencapai pada puncaknya namun diluaran apalagi dihadapan abang
seperguruannya. Dia mau tak mau harus beriagak menerima saran tersebut dan cepat-cepat
beranjak pergi dari situ.
Mengawasi bayangan punggungnya yang menjauh sipedang tembaga segera bergumam
dengan suara dingin: "Demi dia, aku tak segan bentrok dengan siapapun. Apalagi hanya kau, So Bun pin"
Lalu sambil sengaja menutupkan pintu kamar putri Kim huan hiburnya dengan lembut:
"Rupanya suteku telah mengusik kenyenyakan tidurmu. Tindakan tersebut memang kurang
sopan, harap kau jangan marah."
"Kau memang baik sekali, aku harus berterima kasih kepadamu" bisik putri Kim huan
"oooh, tidak usah........."
Padahal dalam hati kecilnya merasa gembira sekali.
Hingga kembali kedalam kamarnya, dia masih teringat terus dengan perkataan putri Kim huan
yang lembut dan sangat menawan hati itu.
Dalam pada itu, Kim This ia sedang memikirkan soal "Dewi Nirmala". Dia merasa orang tersebut
tentu merupakan seorang jago yang berkuasa besar, karena semua anak buahnya terdiri dari
jago-jago persilatan tinggi.
sekalipun secara beruntung dia berhasil mengungguli Nirmala nomor sebelas, namun
perasaannya justru amat menyesal dan sedih sekali. Mungkin juga Nirmala nomor sebelas hanya
melaksanakan perintah dari "Dewi Nirmala" untuk memusuhi anak murid Malaikat pedang berbaju
perlente. Padahal diantara mereka berdua. secara pribadi tidak mempunyai permusuhan ataupun
persilatan ataupun perselisihan apapun.
sesaat sebelum menemui ajalnya, Nirmala nomor sebelas sama sekali tidak membenci dirinya.
Dia hanya mengeluh sebagai korban dari keganasan Dewi Nirmala, tapi justru semakin begitu. Kim
Thi sia merasa semakin menyiksa batinnya, karena bagaimanapun jua dia telah mencelakai jiwa
seseorang yang sama sekali tak berdosa.
semalam suntuk dia tak mampu pejamkan mata, benaknya dipenuhi oleh masalah Dewi Nirmala
beserta asal usulnya, namun makin dipikir dia semakin kebingungan. Hatinya pun semakin masgul,
akhirnya dia membuka jendela dan berdiri termangu-mangu disitu.
Malam yang tenang membuat pikirannya bertambah jernih, kalau disiang hari Kim Thi sia tak
pernah mau memutar otaknya, maka sekarang dia mulai meragukan watak baik sipedang tembaga
seandainya orang itu berjiwa kesatria mengapa tindakannya justru begitu licik dan rendah
sehingga membokong orang secara begitu keji"
Bila ditinjau dari sini, maka besar kemungkinan kematian Malaikat pedang berbaju perlente
adalah disebabkan terbokong oleh orang-orang tersebut, buktinya sipedang tembaga yang
kelihatannya jujur dan berjiwa ksatria pun sanggup melakukan perbuatan yang tak terpuji, bisa
dibayangkan bagaimana pula watak sipedang emas sekalian. Menilai orang jangan menilai dari
wajahnya. Tiba-tiba saja Kim This ia menyelami arti sebenarnya dari perkataan tersebut, tanpa terasa ia
bergumam seorang diri: "sipedang tembaga yang bernama besar pun mampu menurunkan derajat sendiri dengan
menusukkan pedangnya dari punggung Nirmala nomor sepuluh hingga tembus kejantungnya, bisa
jadi diapun tega membacok kutung tangan dan kaki suhu...." Dia memukul pahanya sendiri keraskeras
sambil bergumam lebih jauh:
"Didalam waktu yang amat singkat, aku telah melupakan sama sekali dendam kesumat serta
sakit hati suhu, bila keadaan ini dibiarkan berlarut terus, dapatkah arwah suhu beristirahat dengan
tenang dialam baka?"
Darah panas segera menggelora didalam dadanya, diam-diam ia mengangkat sumpah:
"Aku Kim Thi sia bisa memperoleh hasil seperti hari ini, tak lain kesemuanya ini merupakan
berkah dari suhu, bila aku sampai melupakan sama sekali sakit hati suhu dan tidak menuntutkan
balas baginya, bukankah aku akan lebih rendah daripada binatang?" Kemudian ia berpikir lebih
jauh: " Lebih baik kutinggalkan suheng sekalian pada malam ini juga, mungkin dengan berbuat
demikian maka duduk persoalan yang sebenarnya segera akan kuketahui, dan akupun
menuntukan keadilan bagi kematian guruku. Aku rasa suhu tentu mempunyai teman, tak mungkin
orang bisa hidup sebatang kara didunia ini, hanya saja memang sulit untuk menemukan orang
yang bisa bergaul dengannya. Kenapa aku tidak mulai melakukan penyelidikan secara besarbesaran
terhadap semua umat persilatan didunia ini?"
Dibawah sinar rembulan yang cerah, dan pikiran yang tenang pemuda tersebut segera
mengambil keputusan dan berjalan menuju kekamar sendiri
Kemudian diapun membuat sebuah coretan diatas secarik kertas sebelum pergi dari situ. Diatas
kertas tadi, ia menulis begini:
"Suheng sekalian, malam ini aku tidak dapat tidur dan duduk melamun didekat jendela...."
"Tiba-tiba teringat olehku akan pelbagai masalah yang menyakitkan hati, terutama soal
kematian suhu yang membuatku amat kecewa."
"Dulu, aku tak lebih hanya seorang pemuda biasa, siapa yang akan mengenali namaku sebagai
"Kim Thi sia?" Maka akupun berpendapat bahwa satu-satunya perbedaan antara "Kim Thi sia"
yang dulu dengan "Kim Thi sia" yang sekarang adalah dengan munculnya malaikat pedang
berbaju perlente." "Tiba-tiba saja dalam pandangaku serasa terkenang kembali dengan wajahnya yang kusut,
muka yang penuh penderitaan itu serasa terukir dalam-dalam disanubariku."
"Terus terang suheng sekalian, banyak sekali pesan dari suhu menjelang saat ajalnya yang
hampir kulupakan. Malam ini, pikiranku menjadi terang dan perasaanku telah sadar kembali. Aku
teringat kembali dengan pelbagai perbuatanku dimasa lalu, terkenang pula pesan terakhir dari
suhu." "Aku tak berani memastikan sebab kematian suhu disebabkan seperti apa yang suhu katakan,
tapi aku akan berusaha untuk menyelidikinya hingga tuntas. Aku percaya suatu ketika duduknya
persoalan akan menjadi jelas kembali."
"suheng, aku percaya kalian adalah manusia yang berjiwa besar, tentunya kalian tak akan
Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menganggap tulisanku ini kelewat kurang ajar bukan?"
"Maafkan kepergianku yang tanpa pamit, sebab bila tidak begini, hatiku tak pernah akan
menjadi tenang." "soal dua bersaudara Nyoo, kuharap suheng sekalian sudi menjaga keselamatan mereka,
menurut penilaianku pek kut sinkun bukanlah musuh besar pembunuhan orang tua mereka.
Tentang sebab kematian Nyoo lo enghiong, aku pasti akan melakukan penyelidikan pula sampai
tuntas. Harap suheng sekalian sudi menyampaikan pesan ini kepada mereka."
"sedang mengenai sinona bangsawan itu, aku percaya suheng sekalian lebih sanggup untuk
melindunginya dan menemaninya pulang keistana. Aku tak ingin memberi persyaratan apa-apa.
Tapi aku selalu berpendapat bahwa aku tak mungkin cocok dengannya."
"Aku tak lebih hanya manusia kasar yang tak tahu adat, dan selama ini yang akupun hanya
ingin menyampaikan sepatah kata saja yaitu "Mohon maaf".
"sebagai akhir kata, aku tetap berharap ia bisa kembali kenegerinya dengan aman dan
selamat." "Soal pedang mestika Leng gwat Kiam, biarlah suheng menyimpankan untuk sementara waktu.
Bila ada kesempatan aku tentu akan berterima kasih kepada kalian."
"Tertanda sutemu, Kim Thi sia."
sekalipun sepintas lalu isi surat itu kacau balau, tapi arti yang sebenarnya sudah cukup jelas.
sebab bagi seseorang yang tak pernah mengecap pendidikan, tulisan semacam ini sudah cukup
menyulitkan baginya. Keesokan harinya, ketika semua orang menemukan kepergiannya yang tanpa pamit dan selesai
membaca isi surat tersebut, paras muka masing-masing menunjukkan perubahan yang berbeda.
sipedang perak hanya tersenyum hambar tanpa memberi komentar apa-apa. Memang begitulah
wataknya yang sebenarnya sekalipun ada persoalan besar yang terbentang didepan matapun, dia
tak akan menunjukkan perasaan terkejut.
sipedang tembaga menunjukkan setengah girang setengah sedih, ia senang karena kepergian
Kim Thi sia itu sama artinya dengan hilangnya duri dari kelopak matanya, tapi dia murung karena
dengan kemajuan ilmu silat yang dicapainya, dia takut persoalan yang sebenarnya berhasil
diketahui oleh pemuda tersebut......
sipedang besi so Bun pin menunjukkan sikap amat gusar. sesumbar dengan mengatakan akan
mencarinya kembali dan dihukum karena berani menghina abang seperguruan sendiri
Dua bersaudara Nyoo sangat sedih, mereka cukup memahami watak "adik angkat" nya yang
bodoh tapi berkeras hati itu. Apa yang dipikirkan sanggup pula dilakukan, mereka tak tahu sampai
kapan mereka dapat berjumpa kembali.
Putri Kim huan yang paling tak tenang hati, karena kata-kata dalam surat tersebut jelas
mengandung sindiran kepadanya. sepanjang hari dia menutup diri didalam kamar dengan wajah
murung. Begitulah, semua orang terbuai dalam pikiran masing-masing, kecuali sipedang besi so Bun pin
yang menunjukkan kegusaran, lainnya sama sekali tidak memberikan komentar apa-apa.
Tiba-tiba sipedang perak keluar dari pintu kamar sambil berkata:
"Aku rasa persoalan ini tiada masalah yang perlu dibicarakan. Kim sute masih muda dan tak
tahu urusan, tabiatnya aneh. Kita wajib memaafkan perbuatannya itu." Kemudian setelah berhenti
sejenak. lanjutnya lebih jauh:
"Hari ini merupakan saat pertarungan kita dengan Pek kut sinkun, bisa jadi toa suheng telah
membuat persiapan yang matang, ayoh kita segera berangkat untuk bergantung dengannya."
Nyoo Jin hui menyela: "Adik Thi sia masih muda dan tak tahu urusan, kini dia telah pergo tanpa pamit, meski ilmu
silatnya cukup untuk melindungi keselamatan jiwanya namun aku tetap merasa kuatir, karena itu
maaf bila kami ingin mohon diri untuk segera berangkat melacaki jejaknya."
"Memang paling baik bila saudara Nyoo mempunyai ingatan begini" sahut pedang perak
hambar. "kalau begitu kamipun menyerahkan keselamatan suteku itu kepadamu."
"selamat tinggal" kata dua bersaudara Nyoo kemudian. selesai menjura, merekapun beranjak
eprgi meninggalkan tempat itu.
sepeninggal dua bersaudara Nyoo, sipedang tembaga segera berpaling kearah putri Kim huan
dan berkata: "Nona, kau sedang berada dinegeri orang tanpa sanak tanpa keluarga. Aku rasa biar kamilah
yang akan bertanggung jawab atas segala keselamatan jiwamu. Terimalah tawaran kami yang
tulus ini." sebelum putri Kim huan sempat menjawab, sipedang perak telah berkata lebih dulu:
"Nona tak perlu menampik lagi, perkataan prdang tembaga sute memang benar, dengan tulus
hati kami bersedia mengiringi kepergianmu, apalagi jika nona tak ada urusan lain, mari kita
melakukan perjalanan bersama-sama."
Putri Kim huan sadar, posisinya memang terjepit sehingga dia tak banyak berbicara lagi dengan
mulut membungkam mengikuti dibela kang pedang perak sekalian bertiga meninggalkan rumah
penginapan^. sipedang tembaga kuatir si nona tak sanggup melakukan perjalanan jauh, dia sengaja
menyewa sebuah tandu kecil dikota dan mendampinginya sepanjang jalan.
Resminya dia melindungi keselamatan gadis tersebut, padahal yang benar adalah mencari
kesempatan untuk merayu dan menarik perhatian gadis cantik itu.
Katanya dengan lembut: "Kim Thi sia adalah seorang yang kasar, pelbagai persoalan yang tidak pantas diungkapkan
ternyata telah diungkapkan, untung saja nona adalah seorang gadis yang berpendidikan dan
berpengetahuan luas, coba berganti orang lain, mungkin dia akan dibuat marah-marah besar oleh
tulisan tersebut." Tampaknya putri Kim huan masih juga tak habis mengerti katanya:
"Bila ditinjau dari sikap maupun tingkah laku kalian suheng te bertiga, bisa kusimpulkan bahwa
keenam orang suheng te yang lain bukan manusia sembarangan. Kenapa diantara kelompok
burung hong justru bisa muncul seekor burung gagak?" sipedang tembaga segera menghela
napas panjang. "Aaaaai.......kalau dibicarakan yang sesungguhnya, hal ini harus disalahkan pada suhuku, dia
orang tua telah dibokong oleh musuhnya secara keji, dalam keadaan sekarat dan tak sadar
pikirannya, dia menganggap sakit hati tersebut harus dituntut balas oleh murid perguruannya
sehingga dicarinya seorang bocah liar untuk diwarisi ilmu silatnya lalu menitahkan kepadanya
untuk menuntut balas." setelah berhenti sejenak. sambungnya lebih jauh:
"Jadi murid liar itu diterima suhu dia orang tua didalam keadaan yang terpaksa. Itulah
sebabnya dalam soal bakat, watak serta pendidikan jauh berbeda bila dibandingkan orang lain.
Aaaaai......maklumlah........"
sambil berpaling putri Kim huan bertanya lagi:
"Hey, bukankah kalian bersembilan semuanya adalah muridnya" Kenapa tidak mencari orang
sendiri justru mencari dirinya?"
"Aaaai, nona tidak tahu......" pedang tembaga menghela napas. "Ketahuilah bahwa suhu
sedang berada jauh sekali dari kami, bagaimana mungkin beliau bisa menghubungi kami dalam
waktu singkat?" Putri Kim huan segera manggut- manggut. "oooh, rupanya begitu."
setelah termenung sejenak. mendadak katanya lagi dengan polos: "Hey, dengan peristiwa itu,
bukankah dia yang kelewat enak?"
"Yaa, apa boleh buat lagi" sesungguhnya kami enggan melakukan perjalanan bersamanya. Apa
daya dia justru selalu mengaku sebagai murid terakhir dari Malaikat pedang berbaju perlente,
mengingat kita sebagai sesama saudara seperguruan, mau tidak mau kamipun tak bisa
meninggalkan dirinya dengan begitu saja."
Agaknya putri Kim huan sedang memikirkan persoalan yang lain sehingga sama sekali tidak
mendengar apa yang dikatakannya, terdengar gadis itu berkata pelan:
"Kim Thi sia memang makhluk aneh, apakah dia benar-benar tidak berperasaan sama sekali?"
"Nona, apa kau bilang" siapa yang tidak berperasaan" " seru pedang tembaga keheranan-
Dia mengira orang yang dimaksudkan putri Kim huan adalah dirinya, ia menjadi terperanjat
sekali, dalam gugupnya dia sgeera menggenggam tangan sinoan yang lembut.
Putri Kim huan segera berkerut kening dan melepaskan diri dari genggamannya, ia menegur:
"Kalian ornag laki-laki memang sama semua, sedikit-sedikit lantas main colek main pegang.
Huuuh, sungguh menyebalkan, mengapa sih tidak meniru Kim Thi sia?"
"Bagaimana dengan Kim Thi sia......" kata gedang tembaga agak enggan- sementara tangannya
terpaksa ditarik kembali dengan perasaan berat.
Melihat sikap pemuda itu, putri Kim huan semakin mengambek. katanya dengan dingin:
"Terus terang saja aku bilang, sekalipun dibidang lain Kim Thi sia tak mampu mengungguli
kalian- Tapi dalam hal ini dia lebih tangguh daripada kalian- selama melakukan perjalanan
bersamanya dalam berapa hari terakhir ini, belum pernah dia melakukan perbuatan yang
melanggar sopan santun-"
sipedang tembaga yang pandai melihat gelagat cepat-cepat menarik kembali tangannya dan
berkata sambil menundukkan kepala:
"Entah mengapa, sejak bertemu nona, timbul gejolak perasaan dalam hatiku hingga membuat
aku tak mampu untuk mengendalikan diri......"
Putri Kim huan menengok sekejap kearahnya, lalu dengan sikap hambar katanya: "Bila kau
ingin membuatku gembira, tinggalkan aku sejauh mungkin-"
sipedang tembaga nampak tertegun, tapi akhirnya sambil menahan emosi dengan wajah
bersemu merah dia mundur selangkah kebelakang.
Mendadak dari depan situ terdengar suara hirup pikuk yang ramai sekali, satu ingatan segera
melintas dalam benak putri Kim huan, tanyanya cepat:
"siapakah yang berada didepan?"
sambil merendahkan suaranya sahut pedang tembaga:
"Musuh kami Pek kut sinkun telah menyiapkan panggung untuk menerima tantangan kita."
Ketika putri Kim huan melongok keluar tampak dibawah barak bambu yang besar terlihat
banyak sekali manusia yang berdesak disitu menonton keramaian. Menyaksikan hal ini, dengan
perasaan kuatir segera tanyanya: "sanggupkah kalian untuk mengungguli musuh?"
Perkataan itu seketika mengobarkan semangat didada pedang tembaga, dia merasa mendapat
kesempatan untuk membuktikan kemampuannya dihadapan gadis cantik. Maka sambil menggosok
kepalanya ia menyahut sambil tertawa:
"Nona tak usah kuatir, biarpun kemampuan Pek kut sinkun terhitung hebat, tapi aku
Peristiwa Bulu Merak 1 Kisah Si Bangau Putih Bu Kek Sian Su 14 Karya Kho Ping Hoo Tujuh Pendekar Pedang Gunung Thian San 6
"Haaaaaah.......haaaaaah........jangan harap ada persoalan didunia ini yang bisa lolos dari
sepasang mata saktiku, bukankah saat ini kau sudah menghimpun tenaga pukulanku dalam ujung
telapak tangan?" "Kalau benar kenapa?" sahut Kim Thi sia dengan kening berkerut.
Tiba-tiba dia melontarkan sebuah pukulan dahsyat kedepan, tujuannya adalah untuk mencoba
kemampuan lawan. Namun dalam melepaskan serangan tersebut gerakan sama sekali tidak
menunjukkan titik kelemahan.
Pelajar setengah umur itu melirik sekejap kearahnya, tiba-tiba dia berseri sambil tertawa
tergelak: "Haaaah.....haaaah.......haaaah.......bukankah kau ingin mengetahui kekuatan tenaga
pukulanku yang sebenarnya" Hmmm, hmmmm, coba saksikanlah......."
sembari berkata ia membungkukkan badan sambil melepaskan sebuah pukulan dahsyat keatas
batu cadas. "Blaaaammmmmm.... ^
Batu cadas yang kuat dan berat itu seketika pecah menjadi dua bagian oleh tenaga pukulan
tersebut, bukan cuma begitu bahkan seluruh bagian batu cadas tersebut tidak meperlihatkan
bekas celah yang besar, seakan-akan tanpa sebab batu itu patah sendiri menjadi dua bagian.
Perlu diketahui, orang yang mampu membelah batu cadas menjadi dua bagian tak sedikit
jumlahnya dalam dunia persilatan. Tapi untuk bisa membelah batu tanpa celah dan retakan,
rasanya hanya berapa gelintir manusia saja yang mampu melakukannya. oleh sebab itu jagoan
yang berpengalaman seperti pedang perak. pedang tembaga serta pedang besi seketika dibuat
terperanjat sekali oleh kejadian ini.
Tapi sayang dia bermaksud mempertontonkan kepada Kim Thi sia, justru Kim Thi sia adalah
manusia yang kurang berpengalaman. ia hanya manggut- manggut sambil berkata:
"Ehmmmm, tenaga pukulanmu masih terhitung hebat juga, cukup untuk menghadapi kawanan
manusia biasa, tetapi keyakinanku untuk menangkan dirimu tak menjadi luntur karena
perbuatanmu itu, ayolah silahkan mulai menyerang........"
Diam-diam pelajar setengah umur itu merasa terkesiap. pikirnya:
"Ternyata Kim Thi sia memang manusia yang punya pamor, kenyataannya demonstrasi, ilmu
hancurkan bunga melumat batu ku sama sekali tak membuatnya keder, mungkin saja ia berilmu
jauh lebih hebat dariku?"
Karena pendapat tersebut, tanpa terasa diapun menilai Kim Thi sia dua tiga kali lipat lebih
hebat, ia tak berani memandang enteng musuhnya lagi, sambil mendengus serunya:
"Lebih baik kau duluan"
Hawa murninya segera dihimpun dan bersiap-siap melancarkan serangan mematikan.
Melihat musuhnya menunjukkan sikap yang begitu serius, dengan cepat Kim Thi sia menirukan
pula lagaknya dengan bersikap serius dan menarik napas panjang sembari menantikan datangnya
serangan musuh. sikap maupun tingkah lakunya ini kebetulan memang mirip sekali dengan sikap seorang tokoh
sakti didalam menghadapi pertarungan sengit, maka pelajar setengah umur itu semakin mengira
musuhnya adalah tokoh silat yang betul-betul tangguh.
Ia semakin tak berani bertindak secara geggbah, bahkan mengambil taktik "musuh tak
bergerak, aku tak bergerak, musuh bertindak, aku bertindak duluan".
Akhirnya Kim Thi sia tak sabarlagi untuk menunggu lebih lama, segera teriaknya keras-keras:
"Hey, bagaimana sih kamu ini" Memangnya merasa takut?" Karena berbicara, otomatis
perhatiannya pun menjadi bercabang.
Pelajar setengah umur itu yang segera manfaatkan kesempatan tersebut dengan sebaikbaiknya,
mendadak ia membentak keras lalu secara beruntun melancarkan tiga buah serangan
dahsyat yang seketika menyelimuti seluruh angkasa.
Dalam waktu singkat Kim Thi sia terjerumus dalam posisi yang berbahaya sekali. salah sedikit
saja dalam keadaan demikian bisa berakibat hilangnya selembar nyawa.
Untunglah disaat yang kritis ia tak gugup, dengan cepat pemuda itu melancarkan serangan
dengan jurus "kecerdikan menyelimuti empat samudra" serta "mati hidup ditangan takdir" dari
ilmu Tay goan sinkang. Walaupun dalam keadaan tergesa-gesa dia tak sempat menghimpun tenaga dalamnya, namun
dengan mengandalkan daya pengaruh dari ilmu Tay goan sinkang yang maha sakti, seketika itu
juga pelajar setengah umur itu dibuat terperanjat sehingga buru-buru menarik kembali
serangannya sambil melompat mundur.
Kim Thi sia sendiripun tidak menyangka kalau ilmu Tay goan sinkang mampu untuk
menghadapi pelbagai serangan maut yang maha dahsyat, sekarang dia mulai memahami rahasia
jurus silatnya sehingga keberaniannya pun makin besar.
sebaliknya pelajar setengah umur itu sudah menganggap Kim Thi sia sebagai musuh yang amat
tangguh, begitu mundur kebelakang. Pelan-pelan ia mulai bergeser mengitari arena, setiap satu
langkah, gerak langkahnya selalu berubah-ubah bentuknya.
sebentar langkahnya menyerupai langkah harimau, sebentar berubah lagi menjadi langkah
elang. Hanya sepasang matanya yang menatap wajah Kim Thi sia tanpa berkedip. Melihat sikap
musuhnya itu, sambil tersenyum Kim Thi sia segera berkata:
"Kau tak usah menatap wajahku lekat-lekat, ketahuilah aku bukan seorang pria yang berwajah
tampan." Lalu sambil menuding kearah sipedang besi, lanjutnya:
"Coba kau lihat, bukankah wajahnya jauh lebih tampan dari wajahku" Mengapa kau tidak
mengawasi wajahnya saja?"
Banyolan yang konyol ini cukup membuat orang lain menangis tak bisa tertawapun tak dapat.
Pelajar setengah umur itu makin terperanjat, apalagi melihat sikap musuhnya yang begitu
santai walaupun sedang menghadapi musuh tangguh didepan mata segera pikirnya:
"Dia pasti mempunyai suatu andalan yang meyakinkan, aku harus bersikpa lebih hati-hati......"
Tanpa terasa serangan dahsyat yang sudah siap dilancarkan pun diurungkan kembali pikirnya
agak tertegun: "Aku sungguh tak habis mengerti, gerak serangan apakah yang telah digunakan untuk
memusnahkan jurus "lima elang mematuk" bersama ku tadi" Bila dilihat dari sikapnya yang begitu
santai, jelas sudah ia memiliki ilmu andalan yang hebat, aku tak boleh membiarkan ilmu elangku
yang sudah termashur banyak tahun harus hancur ditangannya."
semakin dipikir dia makin ragu-ragu untuk melancarkan serangan, sebab meski nama Kim Thi
sia cukup termashur, namun bila ilmu elangnya sampai berantakan ditangan musuh, bisa jadi
selama hidup ia tak mampu mengangkat kepala lagi.
sebaliknya Kim Thi sia segera membentak ketika ketika dilihatnya pihak lawan sampai sekian
lama belum melancarkan serangan juga.
"Hey, kalau toh kau bersungkan-sungkan, biar aku saja yang menyerang duluan, kalau tidak
begini, sampai besokpun pertarungan belum tentu bisa dilangsungkan"
sambil bertekuk pinggang dia melejit kedepan secepat anak panah yang terlepas dari busurnya,
sementara dengan jurus "kekerasan menguasahi jagad" dia hajar tengkuk musuh.
setelah melalui pelbagai pertarungan dan pengalaman, tenaga dalam yang dimilikinya sekarang
boleh dibilang sudah meningkat satu tingkatan, tak heran kalau angin pukulan yang dilancarkan
menderu- deru kencang. Dalam pada itu telapak tangan kanannya telah mengancam pula lambung musuh dengan jurus
"kelembutan bagaikan air dan api" jurus serangan ini sangat ganas dan mematikan. seketika
membuat pelajar setengah umur itu terdesak mundur satu langkah. Nyoo soat hong yang
menonton jalannya pertarungan itu kontan saja berseru nyaring: "Bagus sekali"
Dengan cepat teriakan ini membangkitkan hawa amarahnya pelajar setengah umur ditengah
pekikan nyaring, tangannya yang tergenggam dirubah bagaikan paruh elang, lalu sambil melejit
keudara bagaikan seekor rajawali raksasa, dia menerkam kebawah sambil melancarkan patukan
maut. Kim Thi sia terlambat menarik kembali tangannya, termakan patukan tersebut seketika dia
merasakan lengan itu bagaikan terkena pukulan martil raksasa, hampir saja dia menjerit keras.
Kerugian kecil yang dideritanya ini mengakibatkan amarahnya berkobar pula, alis matanya
berkenyit, dengan jurus " ketenangan menimbulkan awan kabut" yang kemudian disusul dengan
jurus " kedamaian membahagiakan sembilan langit" dia terobos masuk kebali bayangan patukan
pelajar setengah umur itu.
Dengan pengalaman berapa kali pertarungan seru, ilmu Tay goan sinkang boleh dibilang sudah
dikuasahi penuh oleh pemuda kita. Tanpa persiapanpun serangan yang dilancarkan bisa
memancarkan kekuatan hingga mancapai sepuluh bagian.
Ditambah pula tenaga dalamnya telah peroleh peningkatan, ibarat harimau tumbuh sayap.
pada hakekatnya susah bagi pelajar setengah umur itu untuk meraba gerak serangannya secara
pasti. Dalam suasana bingung itulah cepat-cepat dia mengundurkan diri kebelakang dan menghindar
sampai sejauh satu kaki lebih. sambil tertawa nyaring Kim Thi sia segera berseru: "Hey, jangan lari
dulu, coba sambut dua buah seranganku lagi"
Belum habis ucapannya diutarakan, sekali lagi dia mengeluarkan jurus "kedamaian
membahagiakan sembilan langit" untuk memancing perhatian pelajar setengah umur itu.
sementara kepalan kanannya secara tiba-tiba disodokkan kedepan dengan jurus "hembusan angin
mencabut pohon". Pelajar setengah umur yang terdesak hingga mati kutunya itu menjadi nekad tiba-tiba
bentaknya nyaring: "Bajingan cilik, kau berani mempermainkan aku" Hmmm, aku akan beradu jiwa denganmu."
sambil mengembangkan jurus teratngguh dari ilmu patukan elang kemalanya secara beruntun
dia melancarkan empat buah serangan gencar yang menyelimuti seluruh angkasa.
Dengan cepat Kim Thi sia melompat keluar dari arena pertarungan sambil teriaknya keraskeras:
"Hey, apakah kau benar-benar hendak mengajakku untuk beradu jiwa?"
"Tak usah banyak bicara" tukas pelajar setengah umur itu sambil mempersiapkan serangan
lagi. "satu nyawa dibayar satu nyawa, aku toh tidak mencari keuntungan apa-apa buat apa kau
menyalak terus macam anjing gila......."
"Baik" seru Kim Thi sia dengan gusar. "Bila ingin beradu jiwa, mari kita beradu jiwa, ketahuilah
Kim Thi sia bukan manusia yang takut mampus."
sambil mengayunkan telapak tangannya dia maju menyongsong datangnya ancaman tersebut.
Agaknya kedua belah pihak telah menggunakan selembar nyawa mereka sebagai barang
taruhan- Tiba-tiba Nyoo soat hong menjerit lengking sambil menutupi wajahnya. "ooooh......kau, kau tak
boleh berbuat begitu......."
"Apa kau bilang?" tanya Kim Thi sia segera teringat kembali dengan pesan ayahnya maka
dengan cepat dia berubah pikiran, katanya kemudian:
"Ucapanmu memang betul, aku memang masih banyak pekerjaan yang belum diselesaikan, aku
tak boleh beradu nyawa secara begini tolol."
"sute" tiba-tiba sipedang besi berseru sambil menarik muka. "Bila kau enggan beradu jiwa, biar
aku saja yang beradu jiwa dengannya...."
"Kenapa?" tanya Kim Thi sia tertegun. "Apakah suheng berharap aku beradu jiwa dengannya?"
"Sute tak usah menuruti perkataannya, dia lagi kheki" sela sipedang perak cepat-cepat.
Kim Thi sia berpaling, ia saksikan semua orang sudah berhenti bertarung, entah sejak kapan
ternyata pihak musuh berhasil dipukul mundur, tanpa terasa dia tertawa geli, pikirnya:
"Tampaknya aku benar-benar tolol. masa aku tidak merasa kalau semua orang sedang
menonton aku seorang bertarung?" Kemudian dia berpikir lagi:
"Mengapa sipedang besi harus mengucapkan perkataan semacam ini" Apakah ia benar-benar
enggan memaafkan aku" Atau mungkin dia mempunyai maksud tujuan tertentu dengan perkataan
itu.......?" Pelan-pelan sorot matanya dialihkan sekejap sekeliling arena, lalu berhenti pada sipedang
tembaga serta putri Kim huan.
Tampak olehnya kedua orang itu sedang berdiri berdampingan sambil bergurau tiada hentinya,
secara jelas dia memahami duduknya persoalan, pikirnya kemudian:
"Yaa betul, rupanya sipedang besi menaruh minat terhadap sinona, ia menjadi tak senang hati
setelah melihat suhengnya bermesrahan dengan pujaan hatinya itu."
setelah memahami perasaan sipedang besi yang kalut, seketika itu- juga dia memaafkan
dirinya. Menanti dia membalikkan badan, sipelajar setengah umur itu sudah berkata kepadanya.
"Sobat, terus terang kukatakan, akulah si Raja cakar elang. Pemberianmu hari ini tak akan
kulupakan untuk selamanya, sebulan kemudian aku pasti akan mencarimu lagi untuk membayar
kebaikanmu ini. Maaf kalau aku harus mohon diri lebih dulu sekarang." selesai berkata, dia segera
membalikkan badan dan beranjak pergi dari situ. Tiba-tiba sipedang perak berseru keras:
"Hey, rupanya kau adalah Raja cakar elang yang termashur itu Aku benar-benar tak habis
mengerti kenapa anda bisa berkomplotan dengan Pek kut sinkun" Bila tidak keheranan bolehkah
kau menjelaskan duduk persoalan sebenarnya?"
"sudah lama kukagumi nama besarmu, aku bersedia untuk mengikat tali persahabatan
denganmu." Tanpa berpaling pelajar setengah umur itu menjawab secara ketus:
"Nama besar pedang perak kelewat tersohor sehingga aku tak berani menerima tawaran itu.
Ketahuilah aku bersedia bekerja untuk Pek kut sinkun karena lima tahun berselang aku pernah
menerima bakti kebaikan darinya, karena itu untuk membalas budi kebaikannya akupun bersedia
membantunya satu kali. Coba kau pikirkan sendiri apakah perbuatanku ini salah?"
"Anda tidak bersalah, baiklah apa salahnya kalau kita bersahabat?"
Pedang perak bentak pelajar setengah umur itu sambil berpaling. "Kaupun seorang yang cerdik,
apakah kau menginginkan aku si Raja cakar elang sekali lagi mendapat malu?"
selesai berkata, tanpa memperdulikan orang-orang lagi dia beranjak pergi dari situ dengan
langkah lebar. Dalam waktu singkat bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan-
Menunggu sampai bayangan punggung orang itu lenyap sipedang perak baru berkata sambil
menghela napas: "sute, kau telah membuat suatu bencana besar."
"Apa?" Kim Thi sia melompat bangun sambil berseru. "Aku telah membuat bencana besar"
Aneh, masa dengan mengalahkan dirinya maka aku telah membuat bencana" Lantas bila aku
mengalahkan orang lain, apakah hal inipun merupakan perbuatan yang mendatangkan bencana?"
"Raja cakar elang merupakan tokoh nomor wahid dalam dunia persilatan, ia sangat
membedakan antara budi dan dendam, bila hutang budi dibayar budi, hutang sakit hati dibayar
dengan keji. sute, diapun seorang yang amat menepati janji, satu bulan kemudian dia pasti akan
datang mencarimu lagi untuk membuat perhitungan-" Dengan nada tak senang hati Kim Thi sia
berseru: "Aku Kim Thi sia bukan manusia yang takut urusan, bila semua orang berhati-hati macam
begitu, apalah artinya berkelana didalam dunia persilatan?" Kemudian sambil membusungkan
dada dia melanjutkan lebih jauh:
"suheng, kau kelewat mengada-ngada, sekalipun nasibku kurang mujur dan tewas dalam
pertarungan itu, toh urusannya bukan luar biasa, paling banter aku hanya minta bantuan suheng
untuk menguburkan mayatku........."
sementara itu Nyoo soat hong sudah menyerbu masuk ke dalam rumah penginapan dan
menolong kakaknya Nyoo Jin hui. Berpisah selama beberapa bulan, Nyoo Jin hui nampak agak
kurusan, tapi wajahnya tidak nampak letih, malah sebaliknya menambah banyak pengalaman yang
berharga baginya. Kim Thi sia saling berangkulan dengannya, kejut dan gembira membuat mereka tidak sanggup
berkata-kata. Akhirnya Nyoo Jin hui berkata:
"Adikku sudah meningkat dewasa, dulu dia berwatak kurang baik tapi sekarang semuanya telah
berubah. Adik Thi sia, kau mesti baik-baik menjaganya karena berbuat begitu sama artinya
dengan baik kepada kakak angkatmu ini, mengerti?"
Kim Thi sia hanya manggut- manggut tanpa mengartikan lain, sebaliknya Nyoo soat hong justru
telah menganggap keledai sebagai kuda. Dia mengira Kim Thi sia bersedia memperistri dirinya,
malu dan gembira membuat paras mukanya berubah menjadi merah padam.
Menyusul kemudian Kim Thi sia pun memperkenalkan semua orang dengan Nyoo Jin hui.
Mendengar nama sipedang perak. tembaga dan besi, kontan saja Nyoo Jin hui dibuat terbelalak.
saat inilah mendadak Kim Thi sia teringat kembali akan Malaikat pedang berbaju perlente, air
mukanya segera berubah menjadi tak wajar, dia merasa bagaimanapun juga peristiwa tragis yang
menimpa gurunya harus diselidiki sampai tuntas.
Berpikir begitu, diapun segera menarik sipedang perak kesamping dan bertanya dengan suara
rendah: "suheng, kau pasti lebih mengetahui tentang sebab-sebab kematian suhu, harap kau
menceritakan segala sesuatunya kepadaku secara jelas." Perkataan ini diucapkan dengan nada
memerintah. Dengan pandangan tercengang sipedang perak balas menatap pemuda tersebut melihat
matanya yang terbelalak lebar, ia segera mengetahui apa gerangan yang telah terjadi sahutnya
sambil tersenyum: "Sute, mengapa kau berkata demikian" Apakah sute curiga kalau kematian suhu disebabkan
perbuatanku.......?"
"Tentu saja" pikir Kim Thi sia didalam hati. "Kalau tidak, mengapa aku tidak bertanya kepada
orang lain?" Namun mulutya tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Dari perubahan mimik muka pemuda tersebut, sipedang perak segera dapat meraba jalan
pikirannya, sambil menarik muka segera katanya lagi:
"Aku tak tahu siapa yang membuat berita yang bohong ini, benar-benar kejam dan jahat. sute,
coba kaupikirkan sendiri, suhu dia orang tua telah mewariskan kepandaian silat kepada kita
semua, budi kebaikannya lebih besar dari bukit. Apakah kita tega untuk mencelakainya" "
Perkataan tersebut diutarakan dengan nada keras membuat Kim Thi sia susah untuk menilai
benar salahnya persoalan ini dari perubahan mimik wajahnya. Dengan kepala tertunduk ia berpikir
sebentar, tiba-tiba katanya lagi:
"Terus terang saja watak suheng memang terbuka dan bisa membedakan mana benar dan
mana salah. Mustahil kau bisa melakukan perbuatan biadab seperti itu, tapi....." setelah ragu
sejenak, katanya lebih jauh: "suheng, bila aku salah berbicara apakah kau bakal marah?" Dengan
cepat sipedang perak menggelengkan kepalanya berulang kali, ujarnya:
"sute tak usah ragu-ragu untuk mengutarakan semua persoalan yang ingin kau katakan,
dengan begitu kita bisa membuktikan mana yang betul dan mana yang salah. Justru dengan
perkataanmu ini aku bakal sangat gembira, masa harus marah kepadamu?"
"sebetulnya perbuatan seorang sute yang mencurigai tingkah laku seorang suheng memang
merupakan tindakan yang tak sopan- Tapi semua persoalan ini diutarakan sendiri oleh suhu,
sehingga mau tak mau aku harus mempercayainya juga."
sipedang perak tersenyum senang, sambil menepuk bahunya dengan penuh persahabatan dia
bertanya: "Apakah dia orang tua menuduh kami kakak adik seperguruan yang menyebabkan
kematiannya" "
Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kim Thi sia manggut- manggut, mendadak ia mundur selangkah dengan cekatan sekali,
kemudian katanya lagi dengan suara dalam:
"Kata suhu, semua luka cacad yang dideritanya merupakan hasil karya dari suheng sekaliansuheng,
benarkah hal ini telah terjadi?"
sembari berkata, dia telah menghimpun segenap tenaga dalam yang dimilikinya kedalam
telapak tangan. Asal sipedang perak menunjukkan perubahan sikap, maka dia akan segera
melancarkan serangan lebih dulu.
siapa sangka, sama sekali diluar dugaannya sipedang perak sama sekali tidak menunjukkan
perubahan apapun setelah mendengar perkataan tersebut. Ia kelihatan tenang sekali tanpa
perubahan, yang nampak malah rasa sedih yang dalam, seakan-akan kematian suhunya tiada
hubungan sama sekali dengannya dan ia merasa amat sedih karena sudah dituduh tanpa dasar.
Bukan cuma begitu, Kim Thi sia malah sempat melihat sepasang matanya berkaca-kaca,
seakan-akan sedih sekali. Meski dia berusaha untuk mengendalikan rasa sedih itu, namun karena
luapan yang kelewat besar membuat perasaan tadi tidak terkendali lagi.
Menyaksikan keadaan seperti ini Kim Thi sia menjadi beriba hati, walaupun diluar tak berkatakata,
namun dia merasa pertanyaan yang diajukan terlalu berlebihan. Tak mungkin suhengnya
melakukan perbuatan serendah itu.
selang berapa saat kemudian, senyuman hambar kembali pulih diwajah sipedang perak, tapi
Kim Thi sia amat menyesal.
Terdengar ia berkata: "Kecurigaan sute memang tanpa dasar, walaupun aku tidak melakukan perbuatan terkutuk itu
namun akupun tidak menyalahkan dirimu. sebab kesadaran suhu waktu itu kabur, sehingga apa
yang diucapkanpun akan kabur pula kedengarannya, bukankah begitu sute?"
Bila seseorang sudah mulai kabur kesadarannya, seringkali apa yang diucapkan memang tanpa
berpikir secara sungguh-sungguh.
Mendengar perkataan itu mendadak Kim Thi sia seperti memahami akan sesuatu segera
teriaknya keras-keras: "Yaa benar, waktu itu suhu sudah menderita pelbagai luka yang parah, kesadarannya kabur,
tentu saja apa yang diucapkan tidak muncul dari hatinya yang tulus. Yaa......akhirnya aku berhasil
juga memahami akan hal tersebut....."
Ia segera menepuk bahu sipedang perak kuat-kuat, lalu sambil mengawasinya dengan
pandangan minta maaf, dia berkata: "suheng, aku telah salah menuduhmu......."
Dengan cepat sipedang perak menggeleng kepalanya berulang kali, sahutnya:
"Kita adalah sesama saudara sendiri, sekalipun sudah terjadi kesalahan paham, bukan berarti
sudah mencapai tahap keretakan-"
Habis berkata begitu, kerisauan yang semula menghiasi wajahnya pun hilang lenyap seketika.
Kim Thi sia sebera berseru lagi dengan girang:
"Bagus, bagus sekali, kita bisa bekerja sama secara baik sekarang. Terus terang kubilang,
sebelum ini aku selalu merasa curiga dan tak pernah tenteram bila berada bersama suheng
sekalian." "Untung saja sute masih berotak terang" seru pedang perak cepat. "Kalau tidak, bila kau
menyerangku secara tiba-tiba dari belakang, aku tak tahu bagaimana mesti menghindarkan diri"
Begitulah, sambil bergurau mereka menelusuri jalan raya dan tiba didepan rumah penginapan
Liong pia. Rumah penginapan Liong pia merupakan rumah penginapan yang terbesar dikota tersebut,
selain perlengkapannya sangat bagus dan mewah, banyak pula tamu yang menginap disitu.
Dengan tak bosan-bosannya sipedang tembaga menuturkan asal usul penginapan tersebut
kepada putri Kim huan dengan niat menarik simpatiknya, hal ini membuat sipedang besi yang
merasa tercampak jadi mendongkol dan timbul kesan jelek terhadapnya.
Kim Thi sia, Nyoo Jin hui serta Nyoo soat hong pun memperhatikan perlengkapan dirumah
penginapan Liong pia dengan seksama.
Hanya sipedang perak seorang yang mendongakkan kepalanya mengawasi sesuatu benda
tanpa berkedip. sebetulnya benda itu tidak aneh atau istimewa, karena tak lebih hanya selembar kain yang
bertuliskan rumah penginapan Liong pia.
Tapi justru karena kesederhanaan dan kelumrahan itulah membuat orang-orang yang lainpun
turut memperhatikan benda tadi.
sipedang besi segera berseru tercengang lebih dulu, disusul semua orangpun dibuat
Ternyata diatas kain panjang itu tertera beberapa huruf yang bertuliskan: " Nirmala nomor
sepuluh menantang sembilan pedang dari dunia persilatan untuk berduel."
oleh karena tulisan itu tertera dibalik kain yang bertuliskan rumah penginapan Liong pia, maka
selain sipedang perak yang teliti, lainnya hampir tidak menduga kesitu sambil menarik wajahnya
sipedang perak bergumam: "Nirmala nomor sepuluh......Nirmala nomor sepuluh......rasanya tidak mirip nama manusia, juga
tak mirip sesuatu julukan. Lalu sebagai lambang apakah itu?"
sejak terjun kedalam dunia persilatan, belum pernah ia menjumpai peristiwa seaneh dan
serumit hari ini, begitu rahasia dan misteriusnya hingga ia tak mampu memecahkannya.
Dengan senyum dikulum sipelayan muncul dan siap mengatakan "silahkan masuk toaya"
namun sebelum perkataan mana sempat diutarakan keluar, mendadak sipedang perak melompat
maju kedepan, mencengkeram bahunya dan bertanya: "siapa yang menulis tulisan tersebut?"
Pelayan itu mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap kearah tulisan tadi, dia agak
tertegun sejenak. lalu sahutnya tergagap: "Hamba.......hamba sendiripun tidak tahu."
sipedang perak yang sudah terbiasa menilai seseorang dari perubahan mimik wajahnya segera
tahu kalau pelayan itu tidak berpura-pura, maka sambil melepaskan dirinya dia berkata:
"Baiklah, malam ini aku akan menginap disini lekas siapkan tujuh buah kamar kosong dan
segera beritahu kepada pembantu lainnya agar menurunkan kain tersebut, mengerti?"
Pelayan itu mengiakan dan segera beranjak pergi, tak lama kemudian ada orang yang mendaki
keatas atap rumah serta mengganti kain tersebut dengan kain lainsementara
semua orang sudah memasuki kamar masing-masing, hanya sipedang perak
seorang dengan perasaan yang begitu berat dan hati yang tidak tenang keluar dari penginapan
duduk dirumah makan diseberang jalan sambil memperhatikan setiap orang yang masuk keluar
didalam rumah penginapan tersebut.
Tunggu punya tunggu akhirnya muncullah seorang lelaki setengah umur bercambang lebat dari
balik rumah penginapan- Begitu keluar dari penginapan orang itu langsung bergabung dengan dua orang lelaki kekar
yang muncul dari arah depan- Lalu mereka bersama-sama menuju kejalan raya.
Diam-diam sipedang perak tertawa dingin setelah menanyakan dengan jelas kamar tinggal
lelaki setengah umur itu, dia balik kembali kerumah makan diseberang jalan-
Dalam pada itu, Kim Thi sia dengan perasaan gembira berbincang-bincang dengan Nyoo Jin hui
dikamarnya, sampai dia merasa tak ada persoalan yang dibicarakan lagi, pemuda itu berpamitan
untuk kembali kekamar sendiri.
Baru saja pintu kamar dibuka tiba-tiba terendus bau harum semerbak berhembus keluar dari
balik kamarnya, sewaktu diperhatikan lebih seksama, ternyata orang itu adalah putri Kim huan-
Dia mengira telah salah memasuki kamar, dengan wajah bersemu buru-buru minta maaf sambil
berniat meninggalkan tempat tersebut.
Siapa tahu putri Kim huan segera maju kedepan menghalangi jalan perginya seraya berkata:
"Jangan pergi dulu, ada berapa persoalan ingin kutanyakan kepadamu........."
Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Kim Thi sia berkata: "Katakanlah"
"Kau harus menjawab dengan sejujurnya, aku bisa mengetahui bohong tidaknya perkataanmu
dari perbuahan mimik wajahmu itu."
Melihat keseriusan sinona, Kim Thi sia pun berkata dengan wajah sungguh-sungguh:
"aku tak tahu persoalan apakah yang ingin kau tanyakan tapi aku tahu, tak mungkin aku dapat
mengelabuhi dirimu."
Agaknya putri Kim huan juga tahu kalau pemuda tersebut adalah orang jujur, dia manggutmanggut
setelah mendengar perkataan tersebut, sahutnya: "Baiklah, aku ingin bertanya
kepadamu. Apakah kau ingin menjadi seorang pembesar?"
"Tidak pingin" "Rupanya kau belum mengetahui keuntungannya menjadi seorang pembesar sehingga tak ingin
menjadi pembesar. Padahal setelah menjadi seorang pembesar maka segala keinginan akan
terpenuhi seperti misalnya menginginkan rumah tinggal yang berbentuk bagaimana, ingin
mencicipi hidangan seperti apa semuanya bisa terpenuhi dalam waktu singkat. Kehidupan seperti
itu-jelas jauh berbeda dengan kehidupan sebagai gelandangan yang tiap hari luntang lantung
kesana kemari dibawa hujung kilauan senjata........"
setelah berhenti sejenak, dengan mempertegas ucapannya dia melanjutkan:
"Apalagi jika kau mempunyai banyak anak buah, andaikata kau mempunyai kesulitan maka kau
tak perlu maju untuk mengerjakan serta menyelesaikan segala sesuatunya dengan baik,
Disamping itu masih banyak lagi kenikmatan yang bakal kau alami, kenikmatan yang mimpipun
belum pernah kau bayangkan. Kau........"
sambil menggelengkan kepalanya, Kim Thi sia memotong perkataannya yang belum selesai
diucapkan itu. "Aku adalah seorang yang bernasib buruk. pada hakekatnya aku tak ingin menjadi seorang
pembesar untuk mencari kenikmatan hidup, Terus terang saja aku bilang, kehidupan semacam
inipun sudah cukup membuat hatiku puas dan bahagia."
selesai berkata dia segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak. sikap
maupun tingkah lakunya jelas menunjukkan sifat jantannya yang amat perkasa.
Dengan termangu putri Kim huan menikmati pemuda tersebut, mungkin kejantanan serta
keperkasaan lelaki inilah yang menjadi daya tarik bagi dirinya.
Lelaki tampan yang lemah lembut sudah sering dijumpai didalam istananya, oleh sebab itu
kekasaran dan sifat acuh tak acuh yang diperlihatkan Kim Thi sia segera menimbulkan rasa ingin
tahu baginya, perasaan yang membuatnya ingin selalu berada disampingnya. Ia berkata
kemudian- "Aku mengerti, kau adalah seorang silat yang kasar, dari dulu hingga sekarang, orang silat
memang susah bergaul dengan orang sastra. kalau orang satra lebih bercita-cita mencari pangkat
dan kehidupan yang tenang, maka orang silat hanya ingin mencari kekuasaan dan daya
pengaruhnya terhadap suatu lingkungan-"
Ia berhenti sejenak untuk tertawa genit, lalu sambungnya lebih jauh: "Aku tebak, aku pasti
berkeinginan menjadi seorang jenderal bukan?"
"Diatas jenderal masih ada kaisar, padahal aku paling tak sudi bertekuk lutut dihadapan orang
lain. Bagiku, lebih baik kepala dipenggal daripada tunduk dibawah perintah orang lain-......"
sambil mencibirkan bibirnya dan mengerling gemas kearah pemuda tersebut, putri Kim huan
berkata lebih jauh: "Kau adalah seorang yang bersemangat, sudah barang tentu kau tak sudi bertekuk lutut
dihadapan orang lain, tapi bila kutawarkan kedudukan seorang jenderal yang tidak teringat oleh
siapa saja, apakah kaupun bersedia untuk menerimanya?"
"Aku tentu akan menyanggupinya secara terpaksa" sahut Kim Thi sia cepat. tiba-tiba dia
teringat akan sesuatu, sambil tertawa terbahak-bahak lanjutnya:
"Apa sih artinya mengobrol tanpa dasar semacam ini" Apakah kau kelewat menganggur
sehingga khusus datang kemari mengajak ku kongkou?"
"Aku tak pernah berbicara tanpa dasar. Kau jangan menuduh orang secara sembarangan" seru
putri Kim huan. sambil menggelengkan kepalanya berulang kali dan membelalakkan matanya yang lebat, Kim
Thi sia kembali berkata: "Waaah, kalau begitu aku telah salah berbicara" Baik, baik, anggap saja aku memang salah
berbicara. Kalau begitu aku ingin bertanya lagi, benarkah didunia ini terdapat seorang jendral
berkuasa penuh yang tidak usah tunduk dibawah perintah seorang Kaisar?"
"Asal kau bersedia.......mungkin saja hal seperti ini akan segera terwujud."
"Ooooh......" Kim Thi sia makin tertegun untuk sesaat dia tak habis mengerti dengan jawaban
itu, sehingga tak tahan dia berkata lebih jauh:
"Aku hanya seorang manusia kasar yang bodoh dan tak berguna, bila dibicarakan siapa saja tak
akan percaya bahwa manusia goblok semacam aku bisa menjadi seorang jendral. Hey, kau
anggap aku seorang bocah berumur tiga tahun yang bisa dibohongi semaunya sendiri?"
"Benarkah kau tidak memahami maksud perkataanku ini" Atau mungkin kau cuma berlagak
pilon.......?" ucap putri Kim huan kemudian sambil menghela napas sedih.
Dengan perasaan keheranan Kim Thi sia mengawasi dirinya, sampai detik ini dia belum juga
memahami apa yang telah terjadi.
Putri Kim huan mempertimbangkan berapa saat, akhirnya dia memberanikan diri berkata:
"Baiklah, kalau toh kau tetap tak mengerti, biar kubuka persoalan ini sejelas-jelasnya. semenjak
ketiga orang panglima perak Liong, kau dan aku tewas secara mengenaskan. Aku selalu berharap
bisa menemukan seseorang yang pantas untuk melindungi pulang keistana. setelah kulihat ilmu
silatmu bagus, orangpun jujur dan setia, maka aku bermaksud hendak mengundangmu..........."
"ooooh, tidak bisa, tidak bisa........"
Bagaikan tersengat tusukan jarum yang tajam, Kim Thi sia melompat keudara sambil berkaokkaok
keras. "Bagus, bagus sekali, rupanya kau hendak menyuruh aku menjadi budakmu, betul-betul
menjengkelkan hati. Rupanya setelah berbicara setengah harian lamanya, kau hanya bermaksud
menyuruh aku melakukan perbuatan yang memalukan seperti ini?"
"Siapa sih yang akan menyuruhmu menjadi budak" Hmmm, kau jangan sembarangan
berbicara" seru putri Kim huan tak senang hati. Kim Thi sia mendongakkan kepalanya dan tertawa
terbahak-bahak. "Haaaaah.....haaaaah......haaaaah......jadi kau belum mau mengaku juga" Kau anggap aku
belum cukup paham dengan sikap ketiga orang manusia raksasa dulu terhadapmu" Hmmm,
rupanya kau sedang mempermainkan aku selama ini......"
Makin berbicara dia merasa semakin mendongkol, suara pembicaraannya pun makin lama
semakin keras, serunya lebih jauh:
"Aku masih mengira didunia ini benar-benar terdapat pekerjaan yang begitu enak. Rupanya kau
hendak menyuruh aku menjadi seorang budak......."
Putri Kim huan menjadi tertegun dan membungkam dalam seribu bahasa. ibaratnya seorang
pelajar bertemu tentara, biar ada alasanpun susah diterangkan hingga jelas.
Keadaan Kim Thi sia setelah mengumbar hawa amarahnya tak jauh berbeda seperti seekor
kerbau bengis. Bukan saja hal mana menggetarkan perasaan putri Kim huan bahkan mengejutkan
pula segenap penghuni rumah penginapan tersebut.
Mula-mula Nyoo Jin hui bersaudara yang muncul lebih dulu, sambil membujuknya agar
meredakan hawa amarahnya, disusul kemudian sipedang tembaga serta pedang besi pun turut
melerai. Dengan suasana semacam ini, tentu saja putri Kim huan yang merasa paling rikuh dan serba
susah. Untung saja sipedang besi berhasil menjadi penengah yang baik dengan meninggalkan sedikit
harga diri kepadanya, tapi atas kejadian tersebut gadis itupun mengunci diri didalam kamar dan
menangis seorang diri. Nyoo Jin hui pun tak tega menyaksikan kemurungan dan kesedihan yang mencekam perasaan
gadis cantik itu, ia segera maju kehadapan Kim Thi sia dan berkata dengan serius:
"Adik Thi sia, kau benar-benar keterlaluan- Paling tidak kau mesti mengalah terhadap kaum
wanita. Coba bayangkan sendiri betapa sakit hatinya dia setelah kau hadapi secara begini kasar,
ayoh cepat pergi meminta maaf kepadanya."
seingatnya, kakak angkatnya ini sejak awal perkenalan hingga sekarang belum pernah
membelai orang lain, tapi sekarang ternyata menyalahkan pula dirinya, kejadian tersebut kontan
saja mencengangkan hati Kim Thi sia.
Namun dia sudah menganggap Nyoo Jin hui sebagai saudara angkat sendiri, karena itu dia
tidak membantak. tetapi mengiakan berulang kali.
JILID 25 Pelan-pelan dia berjalan mendekati kepintu kamar putri Kim huan lalu mengetuk pintu sambil
menengur: "Nona, apakah kau sudah tidur?"
Sebetulnya dia ingin memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mengucapkan kata-kata minta
maaf namun melihat sampai lama sekali gadis tersebut belum juga menjawab, nada
pembicaraannyapun segera berubah:
"Nona" katanya kemudian. "Bila kau tetap mengingat selalu persoalan yang tak menyenangkan
hati ini dihati kecilmu, akupun tak dapat berkata apa-apa lagi." Begitu perkataan tersebut
diutarakan dari balik kamar segera bergema suara jawaban. Terdengar gadis itu menjawab
dengan suara sedingin es.
"Apa lagi yang hendak kau ucapkan" Perbuatan dan sikapmu telah membuat hatiku pedih
sekali" "Membuat hatimu pedih sekali?" Kim Thi sia mengulangi kata-kata tersebut berapa kali. Namun
ia belum bisa menyesali sampai dimanakah kepedihan itu. Dengan mengeraskan hati diapun
berkata lagi dengan suara pelan:
"Aku........aku sengaja datang untuk minta maaf atas.....terjadinya peristiwa tadi. Aku......aku
merasa bersalah kepadamu."
Tiada jawaban dari balik kamar putri Kim huan sehingga susah untuk diraba bagaimanakah
perasaan gadis tersebut sekarang.
Lama sekali berdiri termangu diluarpintu, tiba-tiba saja dia merasa kejadian seperti ini
merupakan suatu penghinaan besar baginya, dia tak tahan lagi segera gumamnya:
"Hmm, toh kau tak ada yang biasa, kalau toh enggan menjawab, akupun tak usah banyak
berbicara lagi." selama ini, dia selalu beranggapan putri Kim huan lah yang sudah bersalah kepadanya, maka
tanpa banyak bicara lagi dia beranjak dan meninggalkan kamar itu
Tatkala secara kebetulan dia berpapasan muka dengan sipedang besi so Bun pin, mendadak
teringat akan sesuatu, sambil membalikkan badan serta menepuk bahunya, dia bertanya dengan
suara lirih: "suheng, aku tahu kau paling cocok dengannya, kau pasti pula bersedia untuk menghantar
pulang keistana. Bukankah begitu" Katakanlah perkataanku tidak salah bukan?"
Paras muka sipedang besi dingin dan sangat hambar, ia sama sekali tidak mengedipkan sebelah
matapun sehabis mendengar perkataan tersebut, bahkan menanggapi pun tidak.
Kim Thi sia tahu, pemuda tersebut pasti tak senang hati kepadanya, maka sambil menahan
sabar kembali dia berkata:
"sesungguhnya, semenjak dulu aku sudah ingin mencari seseorang untuk menghantarnya
pulang. siapa sangka justru dia telah salah pilihan, padahal aku sama sekali tidak berniat untuk
menjadi pengawalnya. suheng, aku minta untuk merepotkanmu sebentar guna mengiringi sinona
pulang keistana, maklumlah watak seorang nona memang cukup memusingkan kepalaku."
Sampai perkataan tersebut selesai diucapkan, sipedang besi masih belum juga menampakkan
perubahan mimik wajahnya.
saat itulah sipedang tembaga munculkan diri, melihat itu buru-buru sipedang besi so Bun pin
Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
manggut- manggut dan beranjak pergi dari situ.
Kim Thi sia yang ketanggor batunya merasa sangat tak senang hati, kepada sipedang tembaga
segera ujarnya: "suheng, tolong bantulah aku bersediakah kau untuk menghantarnya pulang keistana?"
"ooooh, tidak menjadi persoalan, menolong orang merupakan perbuatan kebajikan, tapi
bagaimana caraku untuk menolongmu" Apakah........."
Walaupun dia telah memberikan persetujuannya, namun dengan sorot mata curiga ditatapnya
wajah Kim Thi sia agak sangsi. sambil tertawa getir Kim Thi sia berkata:
"sinona mengira aku berminat kepadanya, maka dia datang mencariku, padahal aku tidak
tertarik sama sekali terhadap kaum wanita, apalagi dalam keadaan masa depan yang masih
merupakan tanda tanya besar. Aku tak ingin melumat semangat yang berkobar didalam dadaku,
oleh sebab itu.......suheng, sanggupilah permintaanku dan hantarlah dia pulang keistananya."
Karena takut sipedang tembaga merasa menyesal, dengan cepat dia menambahkan lagi:
"Dia adalah seorang gadis terhormat, seorang gadis bangsawan. selama aku berada
disampingnya, sering kali akupun merasa martabatku turut meningkat. Tapi suheng pasti berbeda,
kau tentu tak akan membuat dia kehilangan muka bukan?"
sipedang tembaga tertawa nyaring, dengan sangat gembira dia menjawab:
"suheng tidak usah kuatir, persoalan kecil seperti ini bukan merupakan kesulitan bagiku."
selesai berkata dia pun berjalan menuju kekamar tidur putri Kim huan......
Menggunakan kesempatan yang sangat baik ini Kim Thi sia segera ngeloyor keluar dari pintu
gerbang dan menghembuskan napas panjang.
Diapun mengerti sekarang bahwa manusia yang paling susah dihadapi dikolong langit
sesungguhnya adalah kaum wanita. Gara-gara urusan yang sepele pun dapat mengakibatkan
terjadinya peristiwa berdarah dimana-mana.
Ketika mengalihkan sorot matanya, tiba-tiba ia melihat sipedang perak sedang munculkan diri
dari rumah makan diseberang sana sambil menggapai kearahnya.
Buru-buru dia berjalan menghampirinya baru saja akan bertanya, siapa tahu sipedang perak
telah mencegahnya untuk berbicara.
"Jangan bertanya dulu" bisiknya lirih. "Mari kita minum arak, sebentar kau bakal mengerti
dengan sendirinya." Kim Thi sia amat kesal, namun ia menurut juga untuk memasuki rumah makan dan minum arak
sambil membisu. Pengunjung kedai arak itu tidak terlalu banyak. namun sebagian besar pengunjungnya sudah
berada dalam keadaan tujuh puluh persen mabuk. oleh sebab itu suara gurauan dan gelak tertawa
mereka membuat suasana dikedai tersebut bertambah ramai. Diam-diam Kim Thi sia
menggelengkan kepalanya berulang kali, pikirnya didalam hati:
"Maknya, benar-benar konyol, tak disangka ji suheng yang tersohor karena kebiasaannya hidup
bersih, betah juga berkumpul ditempat semacam ini........."
Mendadak dia melihat sinar mata tajam mencorong keluar dari balik mata sipedang perak. dia
sedang mengawasi dua orang pengunjung yang duduk didekat jendela sebelah timur.
Kim Thi sia segera mengerti, keanehan sikap suhengnya bukan tanpa sebab, tanpa terasa
diapun turut mengamati kedua orang tadi.
orang yang duduk disebelah kiri adalah seorang kakek berusia lima puluh tahunan, mukanya
cerah, matanya jeli dan rambutnya telah beruban, dia mengenakan sebuah jubah kuning yang
longgar. Disebelah kanannya duduk seorang kakek pula, dia berjenggot panjang, beralis mata tebal dan
hitam, mukanya angkuh dan matanya memancarkan sinar tajam, sekilas pandangan dapat
diketahui bahwa orang itu sombong dan tinggi hati.
Anehnya, diatas kepala dua orang kakek tersebut masing-masing mengenakan sebuah gelang
emas yang tebalnya satu inci. Diatas gelang terikat dua buah tali berwarna merah bentuk maupun
dandanannya istimewa sekali.
Namun biasanya, semakin aneh dandanan seseorang maka semakin aneh pula asal usulnya
ditebak walaupun sipedang perak memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup luas didalam
dunia persilatan, toh susah juga untuk menduga asal usul kedua orang itu.
Baik tiga perkumpulan besar, sembilan partai, perkumpulan pengemis maupun jago-jago dari
golongan putih serta hitam yang berpetualangan didalam maupun diluar daratan Tionggoan,
belum pernah ada yang berdandan semacam itu......
Kim Thi sia sendiripun tak habis mengerti, namun ketika melihat keraguan abang
seperguruannya, diapun berlagak sok pintar.
sambil bangkit berdiri, dia lalu berjalan menghampiri kedua orang kakek tersebut dengan
langkah lebar. sipedang perak ingin menghalanginya namun sayang tidak sempat lagi, pemuda tersebut sudah
keburu beranjak pergi. Kim Thi sia langsung menghampiri kedua orang tersebut, lalu tegurnya serunya secara tibatiba:
"Tolong tanya, kalian berdua berasal dari mana?"
Pertanyaan itu muncul secara mendadak dengan suara yang lantang, seketika pengunjung
lainnya dibuat terkejut hingga bersama-sama berpaling kearahnya.
Namun dua orang kakek itu tidak menggubris, berpalingpun tidak. Mereka masih melanjutkan
minum araknya dengan pantai.
Tanpa terasa Kim Thi sia berpaling kemeja, disitu ia temukan ada puluhan guci kosong yang
tergeletak diatas maupun bawah meja. Melihat itu, diam-diam ia menjulur lidahnya sambil berpikir:
"Masa perut mereka tak pecah karena kebanyakan minum?"
Baru saja dia hendak berbicara, sipedang perak sudah keburu membentak keras: "sute, ayoh
balik, jangan membuat gara-gara dengan orang lain."
Melihat sikap hambar kedua orang kakek tersebut dimana ia sama sekali tak digubris apalagi
dihardikpula oleh abang seperguruannya. Kim Thi sia kontan saja menjadi tak senang hati.
Walaupun kakinya melangkah mundur kebelakang, namun sepasang matanya mengawasi terus
kedua kakek dingin itu tanpa berkedip.
Tiba-tiba ia menemukan berapa ukiran huruf yang tertera diatas gelang emas dikepala kakek
tersebut, terdorong rasa ingin tahu, dia pura-pura membungkukkan badannya, tapi menggunakan
kesempatan tersebut diamatinya huruf-huruf itu dengan lebih seksama. Dengan cepat terbaca
olehnya bahwa tulisan itu berbunyi: " Nirmala nomor sepuluh."
Bagaikan menemukan sebuah rahasia yang besar, kontan diapun berteriak keras: "Bagus sekali,
rupanya kaulah si Nirmala sepuluh itu"
Kakek berjubah kuning yang diatas gelang emasnya tertera huruf " nirmala nomor sepuluh" itu
mengerling sekejap kearahnya, lalu mengebaskan ujung bajunya secara tiba-tiba.
Kebasan itu kelihatannya sangat sederhana dan biasa, namun kuda-kuda Kim Thi sia seketika
tergempur sehingga secara beruntun dia mundur sejauh lima langkah lebih dari posisi semula.
Atas kejadian ini, segenap pengunjung kedai arak itu kembali dibuat tercengang hingga
bersama-sama menengok kearahnya.
Merah padam selembar wajah Kim Thi sia apalagi kehilangan muka dihadapan orang banyak. Ia
menganggap peristiwa semacam ini merupakan suatu penghinaan suatu aib yang besar.
Tak heran kalau watak kerbaunya kembali menggelora, dengan suara menggeledek bentaknya:
"Hey Nirmala nomor sepuluh, setelah indentitasmu kubongkar, lebih baik tak usah berlagak
pilon terus, kalau memang punya nyali, mari kita selesaikan persoalan ini diluar sana."
sementara itu sipedang perak telah muncul pula, katanya sambil tertawa dingin:
"Empek betul-betul seorang tokoh silat yang hebat, dengan ilmu siang sian khikang mu kau
berhasil memukul mundur suteku sejauh lima langkah, aku merasa bergembira sekali dapat
mencoba kehebatan tersebut."
Nirmala nomor sepuluh tetap membungkam, hanya ujung bajunya kelihatan bergetar tanpa
terhembus angin sekalipun, deruan angin yang ditimbulkan ibaratkan angin topan yang sedang
mengamuk bila menerpa muka, kulit akan terasa sakit bagaikan disayat.
sipedang perak yang berdiri agak dekat dengannya segera merasakan munculnya tenaga
dorongan yang kuat sekali menumbuk dadanya. terkejut sekali, buru-buru hawa murninya
dihimpun untuk memantekkan kakinya keatas tanah. Kendatipun demikian, ia toh terdorong juga
oleh tenaga tekanan yang kuat tadi hingga sekujur tubuhnya terasa sangat tak nyaman. sambil
tertawa tergelak segera serunya:
"Maaf, maaf rupanya ilmu silat yang dilatih empek adalah ilmu Kun goan khikang.
Haaaaah......haaaaah...^...haaaaah........"
sesudah berhenti sejenak. lanjutnya lebih jauh:
"Ilmu khikang semacam ini sudah seratus delapan puluh tahun lamanya punah dari dunia
persilatan, sungguh tak kusangka hari ini bisa bersua dengan seorang ahli dalam kepandaian
tersebut ditempat seperti ini. Aku benar-benar merasa beruntung sekali.
Haaaaah......haaaaah......haaaaah........."
Agak berubah paras muka Nirmala nomor sepuluh ketika melihat sipedang perak sama sekali
tak terpengaruh oleh tenaga serangannya mendadak dia bangkit berdiri dan melangkah keluar dari
kedai tersebut, disusul pula kakek berjenggot merah dari belakangnya.
sementar itu Kim Thi sia telah menunggu kedatangan mereka berdua ditengah jalan, tatkala
empat mata bertemu, tiba-tiba saja Kim Thi sia merasakan hatinya berdebar keras, agaknya sinar
mata yang terpancar keluar dari balik mata kakek tersebut kelewat tajam dan menggidikkan hati.
Pedang perak segera berseru cepat:
"Empek. bukankah kau menantangku untuk berduel. Nah, sekarang kau boleh mengeluarkan
segenap kemampuan yang kau miliki agar kita bisa bertarung secara memuaskan"
"Kau adalah sipedang emas?" tegur Nirmala nomor sepuluh hambar.
Mendengar pertanyaan ini, diam-diam sipedang perak berpekik keheranan, rupanya pihak
lawan masih belum mengetahui bentuk wajah lawannya seketika tantangan diberikan sekalipun
banyak kejadian aneh sering dijumpai dalam dunia persilatan, namun kejadian seperti inijarang
sekali dijumpai. Akan tetapi bagaimanapun juga pihak lawan memang sengaja berniat mencari gara-gara
dengan mereka, sudah barang tentu tantangan tersebut harus dilayani sebaik-baiknya.
Pedang perak sudah lama terjun kedalam dunia persilatan, pengalaman serta pengetahuannya
sangat luas. Diam-diam diapu menduga kedua orang lawannya sebagai musuh yang tak puas
dengan nama besar mereka. sehingga jauh-jauh datang kemari untuk menantangnya berduel.
Kini persoalannya telah berkembang menjadi begini rupa, yang sekalipun dia tahu musuh
memiliki ilmu silat yang begitu sangat tangguh namun tak urung dia harus menghimpun kembali
semangatnya untuk menghadapi tantangan tersebut, bagaimanapun juga dia tak boleh
membiarkan nama besar mereka bersembilan rusuk karena peristiwa ini. Berpikir demikian,
dengan suara lantang diapun berseru: "Aku adalah pedang perak. bertarung melawanku pun sama
saja." Nirmala nomor sepuluh mendengus dingin:
"Hmmm, Nirmala nomor sebelas, serahkan bocah muda itu kepadaku."
"Baik, kita hadapi cecunguk itu secara terpisah" jawab si Nirmala nomor sebelas. selesai
berkata, dengan langkah lebar dia segera berjalan menghampiri Kim Thi sia. sementara itu Kim Thi
sia sudah berpikir: "Asal usul kedua orang ini aneh dan misterius sekali. Dia disebut Nirmala nomor sepuluh
sedang yang ini menyebut dirinya Nirmala nomor sebelas berdasarkan nomor urut. Bukankah ini
berarti diatas kedua orang itu masih terdapat nomor satu hingga nomor sembilan" HHmmmm, bila
ditinjau dari gerak gerik mereka, sudah pasti merupakan jago-jago persilatan yang berilmu tinggi,
mengapa suheng tidak mengetahui asal usul mereka..........?"
Belum selesai ingatan tersebut melintas lewat, Nirmala nomor sebelas telah bertanya
kepadanya: "Kau adalah pedang apa?"
"Pedang rembulan dingin"
Nirmala nomor sebelas tertegun seketika, lalu gumamnya dengan suara lirih:
"Aneh betul, rasanya diantara sembilan pedang tidak terdapat pedang tersebut. Ehmmm, dia
pasti bukan sasaran kami. Aku tak boleh melukainya secara sembarangan." Bergumam sampai
disini, diapun segera berkata:
"Pedang rembulan dingin, silahkan mundur. Yang kami cari adalah sembilan pedang dari dunia
persilatan, kau bukan yang termasuk didalam sembilan pedang karenanya kuharap kau jangan
mencampuri urusan ini."
"Aku bernama Kim Thi sia pernah mendengar nama tersebut?" seru sang pemuda lagi. Jelas
dengan perkataan tersebut dia maksudkan begini:
"Kim Thi sia adalah adik seperguruan dari sembilan pedang dunia persilatan maka persoalan
dari abang seperguruannya berarti adik seperguruannya berhak untuk mencampurinya juga . "
Namun nirmala nomor sebelas segera manggut- manggut pelan seraya berkata dengan
lantang: "Aku tak peduli siapakah dirimu, asal kau bukan anak murid dari Malaikat pedang berbaju
perlente. Akupun tak berhak untuk melukai dirimu, ayoh cepat mundur."
"Jadi kau mempunyai ikatan dendam dengan Malaikat pedang berbaju perlente?" tanya Kim Thi
sia semakin keheranan. "sudahlah, kau tak usah mencampuri urusan ini" sela Nirmala nomor sebelas habis
kesabarannya. "Kau harus melaksanakan tugas menurut perintah saja.........."
"Ehmmm.......kalau begitu, diatas mereka berdua tentu masih ada jagoan yang lebih hebat lagi"
pikir Kim Thi sia tanpa terasa. "Aduh celaka, kedua orang inipun sudah cukup lihay, bisa
dibayangkan betapa hebatnya atasan mereka........."
setelah berhenti sejenak, diapun berpikir lebih jauh:
"Aaaaah, tidak bisa Aku tak boleh digertak oleh ucapannya itu, sekalipun ia mempunyai atasan
yang jauh lebih hebat, aku sebagai murid suhu tak boleh putus asa begini. Aku mesti mengempos
semangat untuk beradu dengannya........"
Begitu keputusan diambil keberaniannyapun segera meningkat, segera bentaknya singkat:
"Aku adalah murid terakhir dari Malaikat pedang berbaju perlente, kau boleh menyerangku
sebisa mungkin." "sungguhkah ini" Kau berani bersumpah?" teriak Nirmala nomor sebelas keras-keras. "Hey,
kalau pingin bertarung ayolah bertarung, apalah artinya main sumpah segala?"
Baru selesai perkataan itu diutarakan, tampak sesosok bayangan manusia berkelebat lewat
dengan kecepatan yang luar biasa, belum lagi orangnya tiba dua gulung tenaga pukulan yang
sangat dahsyat telah menerjang tiba dengan sangat hebatnya.
Dalam waktu singkat Kim Thi sia telah mengambil keputusan untuk menghadapi musuhnya
dengan segala kemampuan yang dimiliki, dia membentak keras dan mengayunkan pula telapak
tangannya untuk melepaskan sebuah pukulan balasan.
Empat gulung tenaga pukulan yang maha dahsyat seketika bertumbukkan lebih kurang dua
depa dihadapan tubuhnya dan terjadilah suara ledakan yang sangat memekikkan telinga....
"Blaaaammmmmmm."
Kim Thi sia menderita rugi karena tak sempurna dibidang tenaga dalam, tubuhnya seketika
tergempur hingga roboh terjungkal keatas tanah.
sekujur badannya seketika terasa linu dan kaku sehingga tak berani bergerak secara
sembarangan. Diam-diam dihimpunnya hawa murni dengan ilmu Ciat khi mi khi untuk
memusatkan seluruh kekuatannya didalam dada.
Tak selang berapa saat kemudian, hawa murninya telah berhasil dihimpun kembali dalam pusar
dan disalurkan mengelilingi seluruh badan.
Dengan begitu hawa murninyapun meningkat berapa kali lebih hebat, cepat-cepat dia
melompat bangun dari atas tanah.
Waktu itu Nirmala nomor sebelas tidak terlalu memperhatikan dirinya lagi, disangkanya pemuda
itu tak mampu menahan gempuran sehingga tak berkemampuan lagi untuk melancarkan serangan
lebih jauh. Kemudian sambil bergendong tangan ia bergumam seorang diri:
"siapa suruh kau mengaku sebagai murid Malaikat pedang berbaju perlente. sekarang jangan
salahkan kalau aku berhati keji dan bertindak kejam kepadamu."
secara diam-diam Kim Thi sia menyusup kebelakang tubuhnya, namun musuhnya sama sekali
tidak merasa, mungkin saja seluruh perhatiannya sudah tenggelam dalam lamunan.
Tiba-tiba saja Kim Thi sia berteriak keras: "Hey, mari kita bertarung lebih jauh"
Dengan cepat Nirmala nomor sebelas berpaling, sepasang matanya yang tajam bagaikan
sembilu mengawasi pemuda itu berapa saat lamanya, kemudian baru berkata dengan suara
dalam: "sobat kecil, tenaga dalammu sangat sempurna, tak kusangka tenaga pukulanku sebesar enam
bagian tak berhasil merobohkan dirimu. Kini akan kutambah dengan dua bagian lagi. Nah,
sambutlah dengan berhati-hati."
sepasang telapak tangan segera digosokan satu dengan lainnya lalu dilontarkan kuat-kuat
kemuka. Tampaklah segulung tenaga pukulan yang sangat kuat, diselingi deruan angin serangan yang
maha dahsyat langsung meluncur dan menggempur kedepan......
setelah mengalami pelbagai pertarungan sengit, kini pengalaman Kim Thi sia dalam
menghadapi pertempuran sudah cukup matang, dia tahu tenaga dalamnya masih ketinggalan jauh
dibandingkan lawannya, ini berarti dia tak boleh menghadapi serangan lawan dengan keras
melawan keras. Maka sambil berkelit kesamping, dia sambut serangan musuh dengan menggunakan jurus "
kecerdikan menguasahi seluruh jagad".
Nirmala nomor sebelas melejit keudara sambil membabat kebahu musuh, belum lagi
serangannya tiba. segulung kekuatan yang maha dahsyat telah mengancam tiba.
Kim Thi sia segera memutar kaki kirinya setengah langkah lalu sambil melanjutkan gerak
serangan "kecerdikan menguasahi seluruh jagad" nya dia bendung ancaman musuh kearah luar.
Berubah hebat paras muka Nirmala nomor sebelas ketika melihat tiga ulasan jurus serangannya
yang begitu dahsyat berhasil dibendung oleh musuh secara mudah. Bahkan menghambat sama
sekali perkembangan berikut ketiga ulasannya untuk melangsungkan jurus-jurus membunuh yang
lebih hebat. Dengan suara yang amat keras segera bentaknya:
"Hey sobat kecil, beranikah kau mempergunakan jurus serangan tersebut sekali lagi?"
" Kenapa tidak" Aku justru akan menggunakan gerak serangan tersebut sekali lagi" sahut Kim
Thi sia. Mendadak Nirmala nomor sebelas melejit ketangah udara, lalu sambil mengincar posisi serta
lingkungan yang mungkin dipakai untuk menghindarkan diri, telapak tangan kiri dan jari tangan
kanannya mendadak saja melakukan sebuah babatan diudara dengan gerak serangan yang luar
biasa cepatnya. Kim Thi sia sama sekali tidak jeri. Setelah memuntahkan tenaga pukulannya tiba-tiba dia
bertekuk pinggang sambil memutar badan. Gerak serangannya masih tetap dipakai jurus
"kecerdikan menguasahi seluruh jagad".
Nirmala nomor sebelas agak tertegun, tapi dengan cepat dia menemukan sebuah titik
kelemahan, telapak tangannya kembali direntangkan menghantam dagu lawan. sementara kakinya
melepaskan tendangan kilat kearah jalan darah Heejut hiat, disusul kemudian serangkaian
tendangan berantai sama sekali mengunci kemungkinan serangan lawan.
Kecepatan dalam perubahan jurus serangan orang ini sungguh mengejutkan hati. Bukan saja
dalam waktu singkat dia mampu menemukan titik kelemahan dibalik serangan musuh, bahkan
Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kecepatan dan kerepotan serangannya pun sangat mengagumkan.
Kim Thi sia mulai gugup setelah menghadapi desakan hebat dari musuhnya yang sejak pertama
mengeluarkan pukulan dengan ilmu Tay goan sinkang. langkah dan gerak serangannya menjadi
kalut dan gugup, Memanfaatkan kesempatan disaat musuhnya mulai gugup dan kalut. Nirmala nomor sebelas
segera menghimpun kembali tenaga pukulannya dan langsung dihantamkan keatas ubun-ubun
pemuda itu. Kim Thi sia pejamkan matanya rapat-rapat, tanpa ambil perduli bagaimana akibatnya dia mulai
melepaskan serangan secara mengawut.
sementara telapak tangan kirinya mengeluarkan jurus "kecerdikan menguasahi empat samudra"
maka tangan kirinya menyambut serangan musuh dengan jurus "pukulan menguasahi seluruh
semesta" dari ilmu pukulan panca Buddha.
Rupanya disamping dia mengerahkan tenaga pukulan untuk mendesak lawan, secara diamdiam
pun dia persiapkan ilmu Ciat khi mi khi untuk menghisap tenaga murni musuh. Bayangan
manusia yang bertumbuk menjadi satu segera berpisah kembali. "Blaaaammmmmm......."
Kedua belah pihak telah saling beradu pukulan satu kali. Alhasil kedua belah pihak sama-sama
tidak menderita luka apapun. Nirmala nomor sebelas mulai terkesiap pekiknya dihati:
"Sungguh menyesatkan"
Rupanya dalam serangkaian serangan dan gempuran yang nampak nyata hampir berhasil
mencapai sasarannya, setiap kali pula telah terjadi perubahan besar ditengah arena.
Dia tak habis mengerti mengapa Kim Thi sia selalu berhasil meloloskan diri dari cengkeraman
mautnya setiap kali dia mengira serangannya pasti akan berhasil dengan sukses. Mungkinkah Kim
Thi sia memiliki serangkaian ilmu simpanan yang dapat memusnakan setiap ancamannya.
Dalam keadaan begini dia mulai curiga, jangan-jangan ilmu silat yang dimilikinya telah punah"
sambil menghimpun tenaga dalamnya kembali dia melepaskan sebuah pukulan dengan tangan
kirinya keatas sebatang pohon yang tumbuh disisinya, dia ingin membuktikan apakah tenaga
dalamnya benar-benar sudah punah" "Blaaaammmmmmm......."
Ternyata batang pohon tersebut tak mampu menahan gempurannya, batang tadi patah
menjadi dua bagian dan segera roboh keatas tanah.
Dari sini terbukti sudah bahwa tenaga dalamnya sama sekali tak punah, malah masih segar dan
berkekuatan penuh, tapi mengapa Kim This ia sanggup menahan gempurannya. Kejadian ini
benar-benar mencengangkan hati dan sama sekali tak masuk diakal.
Dalam pada itu, Nirmala nomor sepuluh telah terlibat pula dalam pertarungan yang amat seru
melawan sipedang perak, pukulan yang menderu- deru membuat suasana disekeliling situ amat
menggetarkan hati. Ditinjau dari kekuatan kedua belah pihak yang berimbang, rasanya dalam lima puluh gebrakan
berikutpun masih sukar untuk diketahui siapa lebih unggul diantara mereka berdua.
Nirmala nomor sebelas segera berpikir:
"Jika aku tak mampu untuk mengunggulinya, aku tentu tak punya muka lagi untuk pulang dan
berjumpa dengan "Dewi Nirmala" yaa.....nampaknya bila aku gagal membunuhnya hari ini, berarti
akulah yang harus mati lebih duluan-........"
semacam perasaan sedih yang sudah terlalu lama terhimpun didalam dadanya segera bergelora
keras, mendadak saja terpancar keluar cahaya merah yang penuh mengandung napsu benci dan
amarah yang meluap-luap. Melihat itu, Kim Thi sia segera berpikir:
"Aneh benar orang ini, masa tak mampu mengungguli orang lain dia lantas marah-marah"
Hmmm, tabiat orang ini terlalu jelek."
Terdengar dia berpekik nyaring dengan suara yang melengking, menyusul pekikkan tersebut
tampak tubuhnya yang tinggi besar melesat datang dengan kecepatan luar biasa, berada ditengah
udara, tubuhnya berjumpalitan berapa kali bagaikan ular kecil, lalu melancarkan tendangan maut
ke depan. Kim Thi sia tidak mengetahui gerak serangan apakah yang digunakan lawan, dia hanya tahu
gaya serangan lawan persis seperti gaya menendang bola ditengah udara, kemanapun dia
berusaha untuk menghindarkan diri, rasanya sulit untuk meloloskan diri dari tendangan tersebut.
Dalam keadaan begini diapun berdiri tak berkutik sambil mengawasi serangan lawan tanpa
berkedip. tiba-tiba saja terlihat tendangannya dirubah menjadi serangan pukulan, lengannya yang
panjang menyapu datang dengan sepenuh tenaga dan tahu-tahu sudah berada hanya setengah
depa dihadapan tubuhnya......
Mendadak Kim Thi sia menarik napas panjang, sambil steengah berjongkok ia memaku telapak
kakinya diatas tanah lalu bergoyang kian kemari secara kuat-kuat.
Dua gulung tenaga gempuran yang berkekuatan amat dahsyat itupun segera melintas lewat
dari sisi badannya. sesungguhnya gerak serangan semacam ini bukan termasuk suatu ilmu silat yang luar biasa,
melainkan hanya ciptaannya sendiri didalam menghadapi situasi tersebut. Karena dia menganggap
hanya berbuat demikian saja baru bisa meloloskan diri dari gempuran lawan, maka diapun berbuat
sesuai dengan kehendak hatinya itu.
siapa sangka justru dengan gerakan inilah dia berhasil memusnahkan serangan musuh yang
maha dahsyat itu. Ketika serangannya gagal mencapai sasaran, Nirmala nomor sebelas segera melayang turun
keatas tanah, dalam sekejap mata tiba-tiba dia merasa bahwa tenaga serangan musuh ternyata
sepuluh kali lipat lebih dahsyat daripada apa yang diduganya semula dia semakin tak berani
bertindak gegabah. sambil bertekuk pinggang, tiba-tiba saja telapak tangan kirinya yang melancarkan bacokan
kebawah untuk memancing perhatian Kim Thi sia, sementara tangan kanannya bagaikan selincah
seekor ular menggulung kedepan dengan gerakan yang cepat dan tepat, persis menghantam
diatas bahu pemuda tersebut.
Kim Thi sia menjerit kesakitan dan segera roboh terjungkal keatas tanah.
Dengan berhasilnya menggempur musuh hingga jatuh terjungkal, perasaan tak puas dihati
Nirmala nomor sebelas pun agak terobati.
sebaliknya Kim Thi sia justru naik pitam karena terserang oleh pukulan tersebut dengan cepat
dia melompat bangun, lalu balas melancarkan gempuran dengan jurus " kekerasan menguasahi
semua bumi" dan " Kelembutan mengatasi air dan api".
Nirmala nomor sebelas merupakan jago lihay dunia persilatan yang jarang ditemui dalam dunia
persilatan, namun apa yang sedang dialaminya kemudian ternyata tak jauh berbeda seperti apa
yang dialami para jago yang pernah bertarung melawan Kim Thi sia.
Dalam keadaan kabur dan bingung tak tahu apa yang terjadi, dia merasa gelagat tidak
menguntungkan, akibatnya reaksi yang dilakukan secara tergopoh-gopoh membuat keadaannya
mengenaskan sekali. Manfaatkan kesempatan d isaat musuhnya mundur, dengan cepat Kim Thi sia mengambil suatu
keputusan didalam hati. "Aku harus memanfaatkan kesempatan disaat pikiran musuh sedang kabur untuk melancarkan
serangan balasan^" Kini dia cukup memahami pelbagai tindakan bodoh yang pernah diperbuatnya dimasa lampau,
maka pikirnya lebih jauh:
"Aku harus menyerang dengan andalkan keampuhan ilmu Tay goan sinkang yang
dikombinasikan dengan jurus serangan ampuh untuk merobohkan musuh. Aku yakin dengan
kombinasi kedua macam kepandaian tersebut, betapapun lihaynya seseorang niscaya akan
berhasil juga kurobohkan."
Begitu keputusan diambil dia segera membentak keras dan menyerang dengan jurus-jurus
serangan "Kedamaian menyelimuti sembilan langit" serta "mengebas baju melenyapkan debu".
Nirmala nomor sebelas amat terperanjat ketika pandangan matanya menjadi kabur tapi tanpa
berpikir panjang ia segera meloloskan pedang lemasnya dari pinggang dan tanpa membedakan
mana utara mana selatan secara ngawur dia memutar senjata untuk melindungi tubuhnya.
Hawa pedang yang berlapis-lapis segera menyelimuti angkasa dan terasa menyayat badan,
ternyata Kim Thi sia tak berhasil mendekati tubuhnya.
Baru saja jurus serangan terakhir habis dipakai dan sebelum Nirmala nomor sebelas sempat
menentukan posisi musuh secara tepat, dia telah melanjutkan kembali serangannya dengan jurus
"hembusan angin mencabut pohon" serta "mati hidup ditangan takdir".
Dalam waktu singkat apa yang terlihat oleh Nirmala nomor sebelas cuma selapis bayangan
tangan yang amat menyilaukan mata. Pada hakekatnya dia tak bisa mengetahui secara pasti
dimanakah posisi musuhnya sekarang, dalam kagetnya dia segera mengayunkan pedangnya dan
menyerang secara mengawur.
Kim Thi sia pun bertindak-jauh lebih pintar, memanfaatkan kesempatan disaat pedang musuh
tak berhenti membacok badannya, dia gunakan peluang tadi untuk menendang tubuh bagian
bawahnya. Mimpipun Nirmala nomor sebelas tidak menyangka kalau musuhnya bakal menggunakan jurus
serangan tersebut. Tak ampun lagi dia gagal untuk menghindarkan diri dan segera tersapu jalan
darah Mu teng hiatnya oleh tendangan tadi hingga roboh terjungkal diatas tanah. Pedang
lemasnya pun terlepas dari cekalan dan mencelat dikejauhan situ.
Kim Thi sia segera menerkam kedepan dan langsung mengayunkan tangannya menghadiahkan
sebuah bacokan. Pertarungan yang berlangsung cukup lama membuat pikiran dan kesabaran pemuda tersebut
turut terpengaruh. Kini dia tahu bagaimana caranya merobohkan musuh untuk mempertahankan
kehidupan sendiri Maka begitu Nirmala nomor sebelas roboh terjungkal keatas tanah ia segera menerjang kemuka
dan menyerang dengan segenap kekuatan yang terhimpun.
Gempurannya kali ini persis menghantam diatas jalan darah sang seng hiat yang merupakan
jalan darah kematian ditubuh Nirmala nomor sebelas lebih tangguhpun tak urung kepalanya
terkulai juga dalam keadaan hampir sekarat. Mendadak Kim Thi sia melompat bangun seraya
berteriak: "Aduuuh, kenapa aku berbuat sekejam ini."
Ia menyaksikan Nirmala nomor sebelas membelalakkan matanya lebar-lebar. seperti merasa tak
rela menghadapi kematian tersebut, hal mana mebuat pikiran dan perasaan Kim Thi sia bertambah
berat, dia merasa hatinya bagaikan dibebani batu besar yang berat sekali, sekujur badannya
gemetar keras...... Pemuda itu merasa sepasang mata orang itu merah membara sambil memancarkan kebencian
yang luar biasa. Kim Thi sia tak berani menengok kearahnya dan buru-buru menyingkir
kesamping. Mendadak terdengar Nirmala nomor sebelas berseru dengan suara yang sangat lemah. "sobat
kecil.....ke.......kemarilah."
Dengan cepat Kim Thi sia membalikkan badan, rasa ngeri mencekam seluruh perasaan hatinya.
"Kau sedang memanggilku?" dia bertanya ragu. sambil menghela napas Nirmala nomor sebelas
mengangguk. "Yaa.....aku......aku sedang memanggilmu."
"Tidak aku tidak mau kesitu, kau pasti akan manfaatkan kesempatan itu untuk menuntut balas"
seru Kim Thi sia sambil menggelengkan kepalanya berulang kali. Nirmala nomor sebelas sebera
tertawa getir. "Dengan keadaanku sekarang, masih mampukah bagiku untuk mencelakai orang lain?"
Kim Thi sia tahu, apa yang dikatakan memang merupakan sejujurnya maka sambil
menghimpun tenaga dia berjalan kedepan dan menghampiri orang tersebut.
Mendadak Nirmala nomor sebelas tidak mampu menahan diri lagi, pelan-pelan dia
menundukkan kepalanya. Menyaksikan keadaan itu, timbul perasaan iba dihati kecil Kim Thi sia, buru-buru dia maju
mendekati serta memeluk tubuhnya dalam rangkulan. sekarang ia sudah melupakan sama sekali
perasaan takut, ragu dan curiganya. sambil menggoyangkan lengannya dia berseru: "Empek.
pesan apakah yang hendak kau tinggalkan?"
Nirmala nomor sebelas tak mampu bersuara lagi, bagaikan orang mengigau dia berbisik:
"sobat cili......musuh besar kami adalah..... adalah tiga dewa Nirmala. Bu....bukan dirimu....."
Kim Thi sia harus menempelkan telinganya diatas dada orang itu untuk bisa menangkap
gumamnya dengan jelas. Terdengar orang itu berbisik lagi:
"Musuh......musuh kita adalah......dewi Nirmala.......musuh kita adalah dewi nirmala."
"Empek. katakan kepadaku, siapakah dewi Nirmala itu?" desak Kim Thi sia cepat.
sambil berseru dia menggoyangkan tubuh Nirmala nomor sebelas tiada hentinya tapi sayang
Nirmala nomor sebelas telah menghembuskan napasnya yang penghabisan.
Pelan-pelan pemuda itu bangkit berdiri Disekanya air keringat dengan sapu tangan lalu
gumamnya keheranan: "Mungkinkah dewi Nirmala adalah atasan mereka......"^
Mendadak terdengar suara deruan angin pukulan yang tajam dan menderu- deru bergema
memecahkan keheningan, ternyata suara tersebut berasal dari arena pertarungan dimana
sipedang perak berada. Kim Thi sia segera mengalihkan perhatiannya kearah situ, tampak olehnya langkah kakinya
sipedang perak kelihatan berat sekali. setiap langkah kakinya selalu meninggalkan bekas telapak
sedalam tiga inci lebih. sebaliknya Nirmala nomor sepuluh pun nampak amat serius, jubah kuningnya berkibar terus
mesti tanpa hembusan angin, dia sedang bergerak mengitari tubuh pedang perak.
Sorot mata kedua belah pihak yang tajam bagaikan sembilu saling bertatapan tanpa berkedip.
jelas pertarungan mereka sudah mencapai pada puncaknya.
Kim Thi sia pun mengerti pertarungan antara dua tokoh sakti membutuhkan konsentrasi
sepenuhnya, barang siapa bertindak salah saja, niscaya akan berakibat kehilangan nyawa,
oleh karena itu dia tak berani mengacau perhatian sipedang pera k diawasinya pertarungan
tersebut dari sisi arena tanpa melakukan sesuatu tindakanpun.
Pelan-pelan Nirmala nomor sepuluh mengayunkan telapak tangannya dan didorong kehadapan
pedang perak. setiap gerakannya dilakukan sangat lamban, tak jauh berbeda seperti permainan
kanak-kanak saja. Begitu pula halnya dengan sipedang perak. dia menyambut datangnya serangan tersebut
dengan wajah amat serius.
Menyusul bentrokan yang terjadi dalam arena terjadi deruan angin puyuh yang mengerikan
hati. Kedua orang itu sama-sama terdorong mundur satu langkah kebelakang.
Kim Thi sia tahu, angin puyuh tersebut terjadi sebagai akibat bentrokan dari gempuran dua
orang tersebut, tentu saja dia semakin tak berani melaporkan berita kematian Nirmala nomor
sebelas kepadanya. sementara itu dua orang itu bergerak terus sambil saling menggempur tiga kali, setiap kali
bentrokan terjadi, dua orang itu pasti terdorong mundur kebelakang, peluh sebesar kacang kedelai
telah bercucuran keluar membasahi wajah mereka. Kim Thi sia yang menyaksikan hal tersebut,
diam-diam berpikir: "Bila aku yang mesti menghadapi pertarungan semacam ini, sudah pasti aku bakal mati kesal."
Dalam waktu singkat, kedua orang itu sudah berubah posisi, kini punggung sipedang perak
menghadap kejalan raya, sedangkan punggung Nirmala nomor sepuluh menghadap kerumah
penginapan Liong pia. Dengan gerakan yang lamban sekali sipedang perak melontarkan sebuah pukulan kedepan, bila
ditinjau dari sikapnya seakan-akan dia merasa kepayahan sekali karena dibebani dengan besi
seberat ribuan kati. Hal ini membuat Kim Thi sia yang cekatan segera menyadari bahwa suatu
badut dahsyat segera akan berlangsung.
Dengan bersusah bayah Nirmala nomor sepuluh melontarkan pula sebuah pukulan peluh dan
hawa panas mengembang keluar dari jidatnya dan membasahi seluruh badan. Mendadak......
Disaat menjelang berlangsungnya angin badai, tiba-tiba dari balik rumah penginapan Liong pia
muncul sesosok tubuh manusia dan tanpa mengucapkan sepatah katapun orang itu menyelinap
kebelakang punggung Nirmala nomor sepuluh bagaikan sukma gentayangan.
Kim Thi sia dapat melihat dengan jelas bahwa orang itu adalah pedang tembaga tapi sebelum
dia sempat mengucapkan sesuatu, terdengar Nirmala nomor sepuluh menjerit kesakitan dengan
suara yang memilukan hati, lalu roboh terjungkal keatas tanah.
sewaktu Kim Thi sia memperhatikan lagi dengan seksama, dia saksikan dipunggung Nirmala
nomor sepuluh telah tertancap sebilah pedang tembaga yang tajam....
Dengan cepat dia menanggapi perbuatan abang seperguruannya ini sebagai suatu perbuatan
bejad yang munafik dan licik memalukan tanpa terasa dia berpaling kearah pedang perak dengan
harapan abang seperguruannya ini menegur tingkah laku sipedang tembaga yang terkutuk.
siapa tahu pedang perak tidak memberi teguran atau komentar apapun, seakan-akan baginya
peristiwa semacam ini merupakan sesuatu yang wajar.
Tiba-tiba dia menyaksikan Nirmala nomor sepuluh membalikkan badan sambil melompat
bangun, lalu serunya sambil menghembuskan napas panjang. "Aaaai......pembunuh diriku adalah
Dewi Nirmala" sehabis mengucapkan perkataan tersebut dia segera memuntahkan darah segar dan roboh
terjungkal keatas tanah. Pedang perak menyeka peluh yang membasahi wajahnya, lalu tanpa mengucapkan sepatah
katapun ia menjatuhkan diri duduk bersila diatas tanah dan mengatur pernapasan untuk
memulihkan kembali kekuatan tubuhnya.
sebaliknya sipedang tembaga segera menjengek sambil tertawa dingini "Menyeramkan betul
tampang setan tua ini."
Ia cabut keluar pedang tembaganya, seakan-akan semua perbuatannya memang sudah diatur
begitu. sambil membersihkan ujung pedangnya dari noda darah, katanya lebih jauh dengan
tenang: "Biarpun ilmu silat yang dimiliki Nirmala nomor sepuluh sangat tangguh sayang dia cuma
seorang diri. Tak mungkin bisa menghadapi percobaan semacam ini."
"Beginikah yang dimaksudkan suheng sebagai suatu percobaan?" tanya Kim Thi sia cepat.
sipedang tembaga tidak berkata apa-apa, dia hanya melirik sekejap kearahnya, lalu dengan
langkah lebar berjalan masuk kembali kedalam rumah penginapan Liong pia.
Kim Thi sia sangat tak senang hati, terutama terhadap sikap abang seperguruannya yang sama
sekali tak mengacuhkan pertanyaanya itu.
sekembalinya kekamar, diapun segera menjatuhkan diri keatas pembaringan dan tidak
memikirkan persoalan itu lagi.
Pedang perak menitahkan para pelayan untuk mengbubur jenasah Nirmala nomor sepuluh dan
sebelas. sementara itu benaknya telah dipenuhi oleh masalah tersebut, menurut analisanya dari sebutan
nomor sepuluh dan sebelas, bisa ditebak kalau masih ada pula jago-jago yang memakai urutan
nomor nirmala nomor satu sampai sembilan, terutama atasan mereka yang disebut Dewi Nirmala,
bisa jadi merupakan jago diantara jago.
Nama Dewi Nirmala belum pernah terdengar didalam dunia persilatan, begitu- juga diluar
perbatasan, tapi ilmu silatnya bisa dilihat dari kemampuan Nirmala nomor sepuluh, anak buahnya
saja sudah begitu hebat, apalagi atasan yang menguasahinya.
Nirmala nomor sepuluh jelas datang kesitu untuk melaksanakan perintah, apalagi kalau ditinjau
dari sikapnya menjelang mati, dia bukan saja tidak membenci terhadap pembunuhnya, malahan
berteriak "Dwwi nirmalalah pembunuhku", hal ini menjelaskan kalau tantangan dari Nirmala nomor
Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sepuluh bukan timbul dari kemauannya sendiri, melainkan Dewi Nirmalalah yang memaksakan
terjadinya peristiwa itu. Diam-diam pedang perak pun berpikir:
"orang yang disebut Dewi Nirmala itu, sudah pasti merupakan seorang manusia yang gemar
membunuh." Iapun tahu kedatangan nirmala nomor sepuluh adalah untuk mencari gara-gara dengan
sembilan pedang. Padahal seingatnya sembilan pedang tidak memiliki musuh setangguh ini, hal
mana bisa disimpulkan bahwa persoalan ini merupakan dendam sakit hati yang dibuat Malaikat
pedang berbaju perlente dimasa lalu.
oleh sebab Malaikat pedang berbaju perlente sudah keburu berpulang kealam baka, maka dewi
nirmalapun melampiaskan rasa benci dan dendamnya kepada sembilan pedang.
Andaikata sipedang tembaga tidak melancarkan serangan, tak nanti sipedang perak memiliki
kemampuan untuk membinasakan Nirmala nomor sepuluh, maka diapun berpendapat bahwa
dirinya pasti bukan tandingan si Dewi Nirmala. Berpikir sampai disitu, kontan saja hatinya terasa
berat dan murung sekali. selama ini sipedang besi menutup diri didalam kamar sambil bersemedi, dia sedang
menghimpun tenaganya sambil bersiap-siap untuk menghadapi pertarungannya melawan Pek kut
sinkun keesokan harinya. sebaliknya sipedang tembaga berdiri ditepi jendela, sambil termangu-mangu, sementara
sepasang telinganya mendengarkan pembicaraan dari putri Kim huan serta Nyoo soat hong yang
berada dikamar sebelah. Walaupun putri Kim huan merasa tak senang hati atas sikap mesrahnya dengan Kim Thi sia.
Akan tetapi berhubung hanya dia seorang yang wanita, terpaksa mereka harus bergaul
sewajarnya. sebalinya Nyoo soat hong tidak mengetahui jalan pikirannya, dia mengajak gadis itu mengobrol
kesana kemari, ketika menyinggung masalah Kim Thi sia tiba-tiba katanya sambil tertawa:
"Dia mirip seorang bocah liar yang tidur disamping jalan bukit, untung saja aku dan abangku
secara kebetulan lewat disitu kalau tidak mungkin ia sudah menjadi mangsa serigala atau harimau
kelaparan-......." Melihat putri Kim huan mendengarkan dengan serius, gadis itu makin bersemangat katanya
lebih jauh: "Berapa bulan berselang dia masih merupakan seorang pemuda yang ketolol-tololan, tingkah
laku maupun sepak terjangnya sama sekali tak tahu aturan, selama berdia dirumahku, diapun
bersantap secara rakus dan bertingkah laku tak sopan. Ketika kuberi petunjuk kepadanya dia
malah memusuhi aku waktu itu aku marah sekali, kuanggap dia tak mirip manusia, tapi lebih
cocok dibilang harimau liar dari gunung, tapi anehnya ayahku sangat menyukai dirinya. Padahal
ayah paling sayang kepadaku, tapi sejak kedatangannya, aku sering menjadi sasaran
kegusarannya gara-gara dia. Waaah.....penghidupanku selama itu benar-benar amat menderita
dan sedih sekali, tapi sekarang aku baru dapat memahaminya aku mengerti sesungguhnya dia
adalah seseorang yang setia, jujur dan amat berperasaan-......"
Putri Kim huan hanya tertawa hambar tanpa memberikan pernyataan apapun, sipedang
tembaga pun berpendapat gadis itu mempunyai hubungan yang cukup akrab dengan Kim Thi sia,
dia berharap dari mulut gadis itu berhasil dikorek sesuatu keterangan yang berarti. Namun
sewaktu tidak mendengar sesuatu yang berarti dia menjadi kecewa sekali.
Mendadak Nyoo soat hong berkata lagi sambil menghela napas panjang:
"Manusia semacam dia memang paling susah dipahami orang lain, aku rasa semenjak dia
meninggalkan rumahku, sudah pasti banyak penderitaan yang dialaminya."
Putri Kim huan segera teringat kembali dan bagaimana dia memerintahkan anak buahnya untuk
menghajar pemuda itu habis-habisan, maka segera ujarnya:
"Tulangnya kelewat keras, pada hakekatnya tak takut digebuki, percuma kau kelewat
menguatirkan keselamatan jiwanya . "
Merah padam selembar wajah Nyoo soat hong, sambil menundukkan kepalanya dia berkata:
"Antara aku dengan dia sama sekali tak terjalin hubungan apa-apa. Aku tak lebih hanya merasa
kagum dan hormat atas kejujuran serta kesetia kawanannya, maka akupun sering menyinggung
tentang dia." Menyelami arti dari perkataan "tak terjalin hubungan apa-apa" itu, tergerak perasaan putri Kim
huan, dia segera bertanya:
"Jadi dia bukan kekasihmu" Aku lihat hubunganmu dengannya amat mesrah dan hangat. sudah
jelas berbeda sekali dengan hubungan orang lain."
"Kau anggap aku cukup hangat bersikap dengannya?"
Berbicara sampai disitu, dia mendongakkan kepala sambil menatap kearahnya lalu berkata lebih
jauh: "Dia adalah kakak angkatku, tentu saja hubungan kami jauh berbeda dengan hubunganku
terhadap orang laini"
Putri Kim huan segera tertawa genit, selanya:
"Mari.. kita tak usah membicarakan persoalan itu lagi." Kemudian setelah berhenti sejenak.
sambungnya lebih jauh: "Aku selalu berpendapat bahwa orang ini memiliki sesuatu cacad, seperti misalnya sewaktu kita
bernyanyi sambil menikmati bulan purnama. Dia justru mengusi ketenangan kita secara kasar,
pada hakekatnya sama sekali tak mengerti soal seni. Ada katanya dalam gusarku aku
mengumpatnya seperti korban........."
Nyoo soat hong segera menghela napas panjang.
"Yaa benar, justru dalam hal inilah dia menimbulkan kesan yang kurang sedap bagi orang lain.
Aku pikir situasi dan lingkunganlah yang menciptakan hal tersebut baginya, menurut apa yang dia
ceritakan, semenjak dilahirkan didunia ini dia selalu menjalani kehidupan yang terpencil diatas
bukit yang jauh dari keramaian dunia. Disitu tiada manusia lain, bahkan sejak kecilpun tak pernah
menerima pendidikan yang beradab, itulah sebabnya tingkah lakunya berbeda sekali dengan kita
yang jauh lebih majujalan pemikirannya..... "
Mendadak seperti teringat akan sesuatu, kembali dia berkata lebih jauh:
"Aku cukup memahami tabiat orang ini, kalau sedang baik maka menurutnya seperti seekor
kucing, tapi kalau sudah mengambek jeleknya macam kerbau liar, tak heran harga dirinya merasa
tersinggung ketika kau memakinya sebagai kerbau, tentu saja dia gusar sekali."
"Yaa, dia memang membalasku dengan kata-kata yang jauh lebih keras dan menyakitkan hati"
putri Kim huan manggut- manggut membenarkan-
"Bagi mereka yang tidak memahami perasaan hatinya, pasti akan menganggap dia sebagai
orang liar yang berangasan, kasar serta tak tahu sopan santun padahal harga dirinya amat lemah
hal ini dikarenakan pendidikannya yang kurang beradab. Terutama setelah turun gunung dan
menjumpai apa yang dihadapi dalam masyarakat ternyata jauh berbeda dengan penghidupannya
selama ini. Akibatnya rasa rendah diri membuat dia gampang tersinggung perasaannya."
Putri Kim huan menundukkan kepalanya rendah-rendah, ujarnya pelan:
"Ulasanmu memang tepat sekali, yaaa......seringkali kutemukan hatinya sangat menderita,
apalagi disaat dia sedang marah karena sindiran atau ejekanku."
"Hal ini disebabkan rasa harga dirinya yang terluka oleh sindiranmu itu?" Kemudian setelah
berhenti sejenak. lanjutnya:
"orang biasa tak memiliki sifat liar semacam itu, kecuali dia......tapi aku percaya dia adalah
seorang lelaki yang jujur terbuka dan berjiwa besar."
Putri Kim huan termenung berapa saat, lalu tanyanya lagi dengan gelisah: "Nona Nyoo,
bagaimana menurut pendapatmu tentang sipedang besi so Bun pin?"
"Bagus juga orang ini, lemah lembut dan terpelajar. Tak ubahnya seperti seorang mahasiswa."
"Bagaimana kalau dibandingkan dengan Kim Thi sia?"
Nyoo soat hong kelihatan agak tertegun tapi dengan cepat dia menghindari pertanyaan
tersebut, hanya ucapnya pelan:
"Kelebihannya cukup banyak. jelas Kim Thi sia bukan tandingannya......."
"Bagaimana dengan sipedang tembaga?"
sementara itu sipedang tembaga yang menyadap pembicaraan tersebut menjadi amat terkesiap
setelah mendengar kedua orang gadis tersebut menyinggung tentang dirinya. Entah mengapa,
tiba-tiba saja dia merasakan hatinya sangat tegang. Nyoo soat hong kelihatan berpikir sebentar,
lalu menjawab: "orang ini gagah dan tampan, gerak geriknya terpelajar dan sangat beraturan, dalam sekilas
pandangan saja bisa diketahui bahwa dia adalah seorang pemuda pengalaman yang
berpengetahuan luas."
Penilaian ini amat memuaskan hati sipedang tembaga, terutama karena perkataan itu ditujukan
untuk putri Kim huan, begitu terbuainya dia hingga untuk berapa saat sampai termangu- mangu
disitu. Tapi dikarenakan ucapan tadi, diapun merasa berterima kasih dan berhutang budi kepada Nyoo
soat hong, karena perkataan tersebut, ia berjanji akan membantu gadis tersebut bilamana perlu,
bahkan disuruh terjun kelautan apipun dia tak akan menolak. sesudah termenung sesaat, putri
Kim huan bertanya lagi: "Bagaimana dengan sipedang perak?"
Pertanyaan yang diajukan berulang-ulang ini membuat orang lain tak habis mengerti jangankan
sipedang tembaga yang menyadap pembicaraan tersebut menjadi tertegun, sekalipun Nyoo soat
hong sendiripun dibuat sangat keheranan sehingga pikirnya tanpa terasa:
"Aneh betul situan putri yang cantik ini mengapa sih dia senang menanyakan persoalan macam
begini?" Namun dia segera menjawab:
"sipedang perak orangnya tenang, tak suka bicara dan sopan santun, dia tak malu disebut
seorang kongcu yang jarang ditemui didunia ini........"
"Semua abang seperguruan Kim Thi sia rata-rata merupakan orang yang hebat dengan sifat
yang baik pula mungkinkah wataknya juga akan mengalami perubahan besar setelah berapa
tahun mendampingi mereka?"
sipedang tembaga yang mend engar perkataan tersebut menjadi terkesiap segera pikirnya:
"Rupanya kau mengajukan pertanyaan tersebut hanya dikarenakan masalah ini........?"
sementara dia masih termenung, Nyoo soat hong telah menjawab sambil tertawa:
"Watak Kim Thi sia amat kaku, sifatnya aneh. Aku rasa biar sepuluh tahun bahkan dua puluh
tahun lagipun dia masih tetap sebagai seorang persilatan yang kasar, kaku dan tidak tahu adat.
Tentu saja sedikit perubahan pasti ada, sebab siapa yang dekat dengan gincu bukankah diapun
akan menjadi merah" Apalagi dia toh bukan manusia kayU?"
Mendadak terdengar suara orang mengetuk pintu kamar, disusul putri Kim huan menegur:
"siapa disitu?"
Pintu kamar dibuka orang dan terdengar seorang lelaki berkata dengan suara yang berat dan
rendah: "ooooh, rupanya nona belum tertidur bagus sekali, kebetulan aku memang hendak berbincangbincang
denganmu." sipedang tembaga yang menyadap pembicaraan tersebut segera berpikir:
"Rupanya sute masih juga tak mau mengerti, ia benar-benar menggemaskan." Dalam pada itu
sipedang besi, so Bun pin telah berkata lagi sambil tertawa:
"Tak lama kemudian pedang mestika rembulan dingin segera akan jatuh ketanganku. Nona,
apa yang pernah kuucapkan tak pernah akan kusesali. Perduli bagaimana sikapmu kepadaku,
pedang mestika tersebut tetap akan kupersembahkan kepadamu."
"Apa" pedang leng gwat kiam?" sela Nyoo soat hong keheranan. "Bukankah pedang rembulan
dingin adalah benda milik Kim Thi sia" Apakah dia telah menghadiahkan kepadamu?" saking ingin
tahunya, gadis tersebut sampai mengulangi pertanyaan ini berapa kali. Dengan nada hambar
sipedang besi so Bun pin menjawab:
"Nona Nyoo, persoalan ini bukan lagi urusan kalian. Tapi bisakah nona Nyoo menyingkir
sebentar, karena aku ada urusan penting yang hendak dirundingkan dengan tuan putri?"
sipedang tembaga merasa amat mendongkol setelah mendengar perkataan itu, terutama sekali
atas perkataan " urusan penting" itu, mendadak timbul satu akal didalam benaknya.
Cepat-cepat dia keluar dari kamarnya dan sengaja berjalan mondar mandir didepan beranda
kamar, menanti putri Kim huan yang berada dalam kamar sudah mulai berbincang-bincang
dengan sipedang besi, dia sengaja berseru tertahan dan mengetuk pintu kamar seraya menegur.
JILID 26 "Hey, rupanya sute juga berada didalam" Apakah tuan putri belum tidur?"
Karena gangguan ini, sipedang besi pun tak berminat meneruskan rayuannya, buru-buru dia
membukakan tintu. Tatkala sepasang matanya saling bertemu dengan sorot mata rase srpedang tembaga, tiba-tiba
saja wajahnya berubah menjadi amat tak sedap dipandang......
Sipedang tembaga berlagak serius, dia menengok sekejap kearah dalam kamar, lalu sambil
menariknya kesamping, sengaja ujarnya dengan wajah serius:
"Sute, saat ini tengah malam sudah menjelang, dan mengapa engkau masih berada didalam
kamar seorang gadis" Ketahuilah, musuh kita masih terus mengawasi gerak gerik kita semua.
Seandainya sampai terjadi kesalahan paham, kita sembilan pedang benar-benar akan kehilangan
muka." Dalam keadaan mengenaskan sipedang besi manggut- manggut, padahal rasa benci didalam
hatinya sudah mencapai pada puncaknya namun diluaran apalagi dihadapan abang
seperguruannya. Dia mau tak mau harus beriagak menerima saran tersebut dan cepat-cepat
beranjak pergi dari situ.
Mengawasi bayangan punggungnya yang menjauh sipedang tembaga segera bergumam
dengan suara dingin: "Demi dia, aku tak segan bentrok dengan siapapun. Apalagi hanya kau, So Bun pin"
Lalu sambil sengaja menutupkan pintu kamar putri Kim huan hiburnya dengan lembut:
"Rupanya suteku telah mengusik kenyenyakan tidurmu. Tindakan tersebut memang kurang
sopan, harap kau jangan marah."
"Kau memang baik sekali, aku harus berterima kasih kepadamu" bisik putri Kim huan
"oooh, tidak usah........."
Padahal dalam hati kecilnya merasa gembira sekali.
Hingga kembali kedalam kamarnya, dia masih teringat terus dengan perkataan putri Kim huan
yang lembut dan sangat menawan hati itu.
Dalam pada itu, Kim This ia sedang memikirkan soal "Dewi Nirmala". Dia merasa orang tersebut
tentu merupakan seorang jago yang berkuasa besar, karena semua anak buahnya terdiri dari
jago-jago persilatan tinggi.
sekalipun secara beruntung dia berhasil mengungguli Nirmala nomor sebelas, namun
perasaannya justru amat menyesal dan sedih sekali. Mungkin juga Nirmala nomor sebelas hanya
melaksanakan perintah dari "Dewi Nirmala" untuk memusuhi anak murid Malaikat pedang berbaju
perlente. Padahal diantara mereka berdua. secara pribadi tidak mempunyai permusuhan ataupun
persilatan ataupun perselisihan apapun.
sesaat sebelum menemui ajalnya, Nirmala nomor sebelas sama sekali tidak membenci dirinya.
Dia hanya mengeluh sebagai korban dari keganasan Dewi Nirmala, tapi justru semakin begitu. Kim
Thi sia merasa semakin menyiksa batinnya, karena bagaimanapun jua dia telah mencelakai jiwa
seseorang yang sama sekali tak berdosa.
semalam suntuk dia tak mampu pejamkan mata, benaknya dipenuhi oleh masalah Dewi Nirmala
beserta asal usulnya, namun makin dipikir dia semakin kebingungan. Hatinya pun semakin masgul,
akhirnya dia membuka jendela dan berdiri termangu-mangu disitu.
Malam yang tenang membuat pikirannya bertambah jernih, kalau disiang hari Kim Thi sia tak
pernah mau memutar otaknya, maka sekarang dia mulai meragukan watak baik sipedang tembaga
seandainya orang itu berjiwa kesatria mengapa tindakannya justru begitu licik dan rendah
sehingga membokong orang secara begitu keji"
Bila ditinjau dari sini, maka besar kemungkinan kematian Malaikat pedang berbaju perlente
adalah disebabkan terbokong oleh orang-orang tersebut, buktinya sipedang tembaga yang
kelihatannya jujur dan berjiwa ksatria pun sanggup melakukan perbuatan yang tak terpuji, bisa
dibayangkan bagaimana pula watak sipedang emas sekalian. Menilai orang jangan menilai dari
wajahnya. Tiba-tiba saja Kim This ia menyelami arti sebenarnya dari perkataan tersebut, tanpa terasa ia
bergumam seorang diri: "sipedang tembaga yang bernama besar pun mampu menurunkan derajat sendiri dengan
menusukkan pedangnya dari punggung Nirmala nomor sepuluh hingga tembus kejantungnya, bisa
jadi diapun tega membacok kutung tangan dan kaki suhu...." Dia memukul pahanya sendiri keraskeras
sambil bergumam lebih jauh:
"Didalam waktu yang amat singkat, aku telah melupakan sama sekali dendam kesumat serta
sakit hati suhu, bila keadaan ini dibiarkan berlarut terus, dapatkah arwah suhu beristirahat dengan
tenang dialam baka?"
Darah panas segera menggelora didalam dadanya, diam-diam ia mengangkat sumpah:
"Aku Kim Thi sia bisa memperoleh hasil seperti hari ini, tak lain kesemuanya ini merupakan
berkah dari suhu, bila aku sampai melupakan sama sekali sakit hati suhu dan tidak menuntutkan
balas baginya, bukankah aku akan lebih rendah daripada binatang?" Kemudian ia berpikir lebih
jauh: " Lebih baik kutinggalkan suheng sekalian pada malam ini juga, mungkin dengan berbuat
demikian maka duduk persoalan yang sebenarnya segera akan kuketahui, dan akupun
menuntukan keadilan bagi kematian guruku. Aku rasa suhu tentu mempunyai teman, tak mungkin
orang bisa hidup sebatang kara didunia ini, hanya saja memang sulit untuk menemukan orang
yang bisa bergaul dengannya. Kenapa aku tidak mulai melakukan penyelidikan secara besarbesaran
terhadap semua umat persilatan didunia ini?"
Dibawah sinar rembulan yang cerah, dan pikiran yang tenang pemuda tersebut segera
mengambil keputusan dan berjalan menuju kekamar sendiri
Kemudian diapun membuat sebuah coretan diatas secarik kertas sebelum pergi dari situ. Diatas
kertas tadi, ia menulis begini:
"Suheng sekalian, malam ini aku tidak dapat tidur dan duduk melamun didekat jendela...."
"Tiba-tiba teringat olehku akan pelbagai masalah yang menyakitkan hati, terutama soal
kematian suhu yang membuatku amat kecewa."
"Dulu, aku tak lebih hanya seorang pemuda biasa, siapa yang akan mengenali namaku sebagai
"Kim Thi sia?" Maka akupun berpendapat bahwa satu-satunya perbedaan antara "Kim Thi sia"
yang dulu dengan "Kim Thi sia" yang sekarang adalah dengan munculnya malaikat pedang
berbaju perlente." "Tiba-tiba saja dalam pandangaku serasa terkenang kembali dengan wajahnya yang kusut,
muka yang penuh penderitaan itu serasa terukir dalam-dalam disanubariku."
"Terus terang suheng sekalian, banyak sekali pesan dari suhu menjelang saat ajalnya yang
hampir kulupakan. Malam ini, pikiranku menjadi terang dan perasaanku telah sadar kembali. Aku
teringat kembali dengan pelbagai perbuatanku dimasa lalu, terkenang pula pesan terakhir dari
suhu." "Aku tak berani memastikan sebab kematian suhu disebabkan seperti apa yang suhu katakan,
tapi aku akan berusaha untuk menyelidikinya hingga tuntas. Aku percaya suatu ketika duduknya
persoalan akan menjadi jelas kembali."
"suheng, aku percaya kalian adalah manusia yang berjiwa besar, tentunya kalian tak akan
Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menganggap tulisanku ini kelewat kurang ajar bukan?"
"Maafkan kepergianku yang tanpa pamit, sebab bila tidak begini, hatiku tak pernah akan
menjadi tenang." "soal dua bersaudara Nyoo, kuharap suheng sekalian sudi menjaga keselamatan mereka,
menurut penilaianku pek kut sinkun bukanlah musuh besar pembunuhan orang tua mereka.
Tentang sebab kematian Nyoo lo enghiong, aku pasti akan melakukan penyelidikan pula sampai
tuntas. Harap suheng sekalian sudi menyampaikan pesan ini kepada mereka."
"sedang mengenai sinona bangsawan itu, aku percaya suheng sekalian lebih sanggup untuk
melindunginya dan menemaninya pulang keistana. Aku tak ingin memberi persyaratan apa-apa.
Tapi aku selalu berpendapat bahwa aku tak mungkin cocok dengannya."
"Aku tak lebih hanya manusia kasar yang tak tahu adat, dan selama ini yang akupun hanya
ingin menyampaikan sepatah kata saja yaitu "Mohon maaf".
"sebagai akhir kata, aku tetap berharap ia bisa kembali kenegerinya dengan aman dan
selamat." "Soal pedang mestika Leng gwat Kiam, biarlah suheng menyimpankan untuk sementara waktu.
Bila ada kesempatan aku tentu akan berterima kasih kepada kalian."
"Tertanda sutemu, Kim Thi sia."
sekalipun sepintas lalu isi surat itu kacau balau, tapi arti yang sebenarnya sudah cukup jelas.
sebab bagi seseorang yang tak pernah mengecap pendidikan, tulisan semacam ini sudah cukup
menyulitkan baginya. Keesokan harinya, ketika semua orang menemukan kepergiannya yang tanpa pamit dan selesai
membaca isi surat tersebut, paras muka masing-masing menunjukkan perubahan yang berbeda.
sipedang perak hanya tersenyum hambar tanpa memberi komentar apa-apa. Memang begitulah
wataknya yang sebenarnya sekalipun ada persoalan besar yang terbentang didepan matapun, dia
tak akan menunjukkan perasaan terkejut.
sipedang tembaga menunjukkan setengah girang setengah sedih, ia senang karena kepergian
Kim Thi sia itu sama artinya dengan hilangnya duri dari kelopak matanya, tapi dia murung karena
dengan kemajuan ilmu silat yang dicapainya, dia takut persoalan yang sebenarnya berhasil
diketahui oleh pemuda tersebut......
sipedang besi so Bun pin menunjukkan sikap amat gusar. sesumbar dengan mengatakan akan
mencarinya kembali dan dihukum karena berani menghina abang seperguruan sendiri
Dua bersaudara Nyoo sangat sedih, mereka cukup memahami watak "adik angkat" nya yang
bodoh tapi berkeras hati itu. Apa yang dipikirkan sanggup pula dilakukan, mereka tak tahu sampai
kapan mereka dapat berjumpa kembali.
Putri Kim huan yang paling tak tenang hati, karena kata-kata dalam surat tersebut jelas
mengandung sindiran kepadanya. sepanjang hari dia menutup diri didalam kamar dengan wajah
murung. Begitulah, semua orang terbuai dalam pikiran masing-masing, kecuali sipedang besi so Bun pin
yang menunjukkan kegusaran, lainnya sama sekali tidak memberikan komentar apa-apa.
Tiba-tiba sipedang perak keluar dari pintu kamar sambil berkata:
"Aku rasa persoalan ini tiada masalah yang perlu dibicarakan. Kim sute masih muda dan tak
tahu urusan, tabiatnya aneh. Kita wajib memaafkan perbuatannya itu." Kemudian setelah berhenti
sejenak. lanjutnya lebih jauh:
"Hari ini merupakan saat pertarungan kita dengan Pek kut sinkun, bisa jadi toa suheng telah
membuat persiapan yang matang, ayoh kita segera berangkat untuk bergantung dengannya."
Nyoo Jin hui menyela: "Adik Thi sia masih muda dan tak tahu urusan, kini dia telah pergo tanpa pamit, meski ilmu
silatnya cukup untuk melindungi keselamatan jiwanya namun aku tetap merasa kuatir, karena itu
maaf bila kami ingin mohon diri untuk segera berangkat melacaki jejaknya."
"Memang paling baik bila saudara Nyoo mempunyai ingatan begini" sahut pedang perak
hambar. "kalau begitu kamipun menyerahkan keselamatan suteku itu kepadamu."
"selamat tinggal" kata dua bersaudara Nyoo kemudian. selesai menjura, merekapun beranjak
eprgi meninggalkan tempat itu.
sepeninggal dua bersaudara Nyoo, sipedang tembaga segera berpaling kearah putri Kim huan
dan berkata: "Nona, kau sedang berada dinegeri orang tanpa sanak tanpa keluarga. Aku rasa biar kamilah
yang akan bertanggung jawab atas segala keselamatan jiwamu. Terimalah tawaran kami yang
tulus ini." sebelum putri Kim huan sempat menjawab, sipedang perak telah berkata lebih dulu:
"Nona tak perlu menampik lagi, perkataan prdang tembaga sute memang benar, dengan tulus
hati kami bersedia mengiringi kepergianmu, apalagi jika nona tak ada urusan lain, mari kita
melakukan perjalanan bersama-sama."
Putri Kim huan sadar, posisinya memang terjepit sehingga dia tak banyak berbicara lagi dengan
mulut membungkam mengikuti dibela kang pedang perak sekalian bertiga meninggalkan rumah
penginapan^. sipedang tembaga kuatir si nona tak sanggup melakukan perjalanan jauh, dia sengaja
menyewa sebuah tandu kecil dikota dan mendampinginya sepanjang jalan.
Resminya dia melindungi keselamatan gadis tersebut, padahal yang benar adalah mencari
kesempatan untuk merayu dan menarik perhatian gadis cantik itu.
Katanya dengan lembut: "Kim Thi sia adalah seorang yang kasar, pelbagai persoalan yang tidak pantas diungkapkan
ternyata telah diungkapkan, untung saja nona adalah seorang gadis yang berpendidikan dan
berpengetahuan luas, coba berganti orang lain, mungkin dia akan dibuat marah-marah besar oleh
tulisan tersebut." Tampaknya putri Kim huan masih juga tak habis mengerti katanya:
"Bila ditinjau dari sikap maupun tingkah laku kalian suheng te bertiga, bisa kusimpulkan bahwa
keenam orang suheng te yang lain bukan manusia sembarangan. Kenapa diantara kelompok
burung hong justru bisa muncul seekor burung gagak?" sipedang tembaga segera menghela
napas panjang. "Aaaaai.......kalau dibicarakan yang sesungguhnya, hal ini harus disalahkan pada suhuku, dia
orang tua telah dibokong oleh musuhnya secara keji, dalam keadaan sekarat dan tak sadar
pikirannya, dia menganggap sakit hati tersebut harus dituntut balas oleh murid perguruannya
sehingga dicarinya seorang bocah liar untuk diwarisi ilmu silatnya lalu menitahkan kepadanya
untuk menuntut balas." setelah berhenti sejenak. sambungnya lebih jauh:
"Jadi murid liar itu diterima suhu dia orang tua didalam keadaan yang terpaksa. Itulah
sebabnya dalam soal bakat, watak serta pendidikan jauh berbeda bila dibandingkan orang lain.
Aaaaai......maklumlah........"
sambil berpaling putri Kim huan bertanya lagi:
"Hey, bukankah kalian bersembilan semuanya adalah muridnya" Kenapa tidak mencari orang
sendiri justru mencari dirinya?"
"Aaaai, nona tidak tahu......" pedang tembaga menghela napas. "Ketahuilah bahwa suhu
sedang berada jauh sekali dari kami, bagaimana mungkin beliau bisa menghubungi kami dalam
waktu singkat?" Putri Kim huan segera manggut- manggut. "oooh, rupanya begitu."
setelah termenung sejenak. mendadak katanya lagi dengan polos: "Hey, dengan peristiwa itu,
bukankah dia yang kelewat enak?"
"Yaa, apa boleh buat lagi" sesungguhnya kami enggan melakukan perjalanan bersamanya. Apa
daya dia justru selalu mengaku sebagai murid terakhir dari Malaikat pedang berbaju perlente,
mengingat kita sebagai sesama saudara seperguruan, mau tidak mau kamipun tak bisa
meninggalkan dirinya dengan begitu saja."
Agaknya putri Kim huan sedang memikirkan persoalan yang lain sehingga sama sekali tidak
mendengar apa yang dikatakannya, terdengar gadis itu berkata pelan:
"Kim Thi sia memang makhluk aneh, apakah dia benar-benar tidak berperasaan sama sekali?"
"Nona, apa kau bilang" siapa yang tidak berperasaan" " seru pedang tembaga keheranan-
Dia mengira orang yang dimaksudkan putri Kim huan adalah dirinya, ia menjadi terperanjat
sekali, dalam gugupnya dia sgeera menggenggam tangan sinoan yang lembut.
Putri Kim huan segera berkerut kening dan melepaskan diri dari genggamannya, ia menegur:
"Kalian ornag laki-laki memang sama semua, sedikit-sedikit lantas main colek main pegang.
Huuuh, sungguh menyebalkan, mengapa sih tidak meniru Kim Thi sia?"
"Bagaimana dengan Kim Thi sia......" kata gedang tembaga agak enggan- sementara tangannya
terpaksa ditarik kembali dengan perasaan berat.
Melihat sikap pemuda itu, putri Kim huan semakin mengambek. katanya dengan dingin:
"Terus terang saja aku bilang, sekalipun dibidang lain Kim Thi sia tak mampu mengungguli
kalian- Tapi dalam hal ini dia lebih tangguh daripada kalian- selama melakukan perjalanan
bersamanya dalam berapa hari terakhir ini, belum pernah dia melakukan perbuatan yang
melanggar sopan santun-"
sipedang tembaga yang pandai melihat gelagat cepat-cepat menarik kembali tangannya dan
berkata sambil menundukkan kepala:
"Entah mengapa, sejak bertemu nona, timbul gejolak perasaan dalam hatiku hingga membuat
aku tak mampu untuk mengendalikan diri......"
Putri Kim huan menengok sekejap kearahnya, lalu dengan sikap hambar katanya: "Bila kau
ingin membuatku gembira, tinggalkan aku sejauh mungkin-"
sipedang tembaga nampak tertegun, tapi akhirnya sambil menahan emosi dengan wajah
bersemu merah dia mundur selangkah kebelakang.
Mendadak dari depan situ terdengar suara hirup pikuk yang ramai sekali, satu ingatan segera
melintas dalam benak putri Kim huan, tanyanya cepat:
"siapakah yang berada didepan?"
sambil merendahkan suaranya sahut pedang tembaga:
"Musuh kami Pek kut sinkun telah menyiapkan panggung untuk menerima tantangan kita."
Ketika putri Kim huan melongok keluar tampak dibawah barak bambu yang besar terlihat
banyak sekali manusia yang berdesak disitu menonton keramaian. Menyaksikan hal ini, dengan
perasaan kuatir segera tanyanya: "sanggupkah kalian untuk mengungguli musuh?"
Perkataan itu seketika mengobarkan semangat didada pedang tembaga, dia merasa mendapat
kesempatan untuk membuktikan kemampuannya dihadapan gadis cantik. Maka sambil menggosok
kepalanya ia menyahut sambil tertawa:
"Nona tak usah kuatir, biarpun kemampuan Pek kut sinkun terhitung hebat, tapi aku
Peristiwa Bulu Merak 1 Kisah Si Bangau Putih Bu Kek Sian Su 14 Karya Kho Ping Hoo Tujuh Pendekar Pedang Gunung Thian San 6