Pencarian

Lembah Nirmala 4

Lembah Nirmala Karya Khu Lung Bagian 4


dan lain sebagainya. Tapi Kim Thi sia yang sedang menghadapi persoalan didalam hatinya, sama sekali tidak
memperhatikan orang-orang itu barang sekejappun-
Mendadak satu ingatan melintas lewat didalam benaknya, dia segera berpikir: "Kalau bukit tak
bisa mencariku mengapa bukan aku yang pergi mencari bukit?"
Ia sering mendengar dari ayahnya kalau rumah makan merupakan pusat berkumpulnya para
jago persilatan bila ingin mencari kabar maka tempat tersebutlah merupakan sumber berita yang
paling tepat. siapa tahu dari tempat tersebut bukan saja ia akan berhasil mendapatkan alamatnya dari
markas besar perkumpulan Tay sangpang, bahkan berita tentang hilangnya mestika Hong toh pun
akan berhasil diperoleh juga.
Berpikir sampai disitu, dengan perasaan yang lebih cerah ia segera berjalan menuju kesebuah
rumah makan yang terbesar dikota itu.
sesuai dengan petunjuk dari ayahnya dulu ia langsung menuju ketepi jendela dan mengambil
tempat duduk disitu, kemudian serunya dengan lantang: "Hey, pelayan cepat sediakan air teh
terbaik untuk sauya, jangan kuatir soal persen-"
Dengan senyuman dikulum seorang pelayan segera muncul menyiapkan peralatan minum teh,
kemudian setelah memberi hormat, pelayan itu mengundurkan diri dengan mundur-mundur. Geli
sekali perasaan Kim Thi sia menyaksikan hal itu, segera pikirnya: "Lucu benar tingkah laku pelayan
ini." Maka dengan mengikuti petunjuk ayahnya dulu kembali dia berteriak keras:
"Hey, pelayan daun teh yang dipakai berasal dari Juan hoo atau Ci hoo" kalau Juan hoo
berkwalitas jelek. sauya tak doyan" sambil tertawa pelayan itu menjawab:
"Tak usah kuatir tuan, kedai kami mengutamakan kepercayaan dan mutu teh, tanggung air
tehnya berasal dari kwalitas nomor satu. silahkan tuan mencicipinya asal mutunya jelek. tuan tak
perlu membayar." Waktu itu suasana didalam kedai sudah cukup ramai dengan suara pembicaraan para tetamu
lainnya tak heran kalau teriakannya yang begitu keras segera memancing perhatian orang banyak.
Beratus pasang mata serentak dialihkan kearahnya.
Kim Thi sia sama sekali tak ambil perduli dengan menirukan gaya dari lima orang lelaki kasar
yang kebetulan duduk sebelah mejanya. Ia melepaskan kancing baju dibagian dadanya lalu
membiarkan badannya ditiup angin, setelah itu ia baru berseru lagi sambil tertawa terbahakbahak.
"Haaaah....haaah....haaah....bagus juga tempat ini, rasauya tak jauh berbeda dengan
kemegahan rumah makan Ui hok lo"
Padahal ia sama sekali tak tahu dimanakah letak rumah makan Ui hok lo tersebut. ocehnya
tersebut tak lebih cuma mengikuti petunjuk dari ayahnya dulu.
Padahal rumah makan Ui hok lo merupakan rumah makan yang amat tersohor waktu itu, boleh
dibilang setiap orang mengenalinya nama tersebut tak heran kalau sipemilik rumah makan itu
menjadi kegirangan setengah mati setelah mendengar kedainya disamakan tarafnya dengan
rumah makan Ui hok lo. Kim Thi sia segera melepaskan pedang leng Gwat kiamnya dan
disandarkan pada dinding, mendadak timbul suatu ingatan dalam benaknya dengan suara lantang
segera teriaknya: "Huuuuh....apa itu perkumpulan Tay sang pang.....perkumpulan kaum kurcaci yang tak becus,
gerombolan setan, dedemitpun berani memasang merek didepan umum, kalau sauya sudah
jengkel. Hmm.....akan kuobrak abrik sarang tikusnya itu........"
Pemuda itu memang sengaja hendak mencari urusan, tak heran kalau ucapan tersebut
diteriakkan keras-keras, seketika itu juga semua tamu mengalihkan kembali pandangan mereka
yang segera berkerut kening sambil berpikir:
"Bagaimana sih bocah keparat ini" datang-datang sudah berkaok-kaok membuat kegaduhan
saja. Membuat perasaan orang menjadi tak tenang saja......"
Kim Thi sia tak acuh terhadap sikap tak senang orang-orang itu, dia memang bermaksud
meneriakkan kata-kata tersebut agar terdengar oleh setiap orang. Karenanya semakin banyak
yang memperhatikannya semakin tercapai pula tujuannya. Maka dengan suara yang lebih nyaring
kembali dia berteriak: "Tak salah kalau kukatakan perkumpulan Tay sang pang cuma perkumpulan bangsa cecunguk
buktinya.....begini besar rumah makan ini, nyatanya tak seorang anggota Tay sang pangpun
berada disini serta mencoba menghalangi sauya. Haaah......haaah.....haaah....."
Mendadak... Belasan orang lelaki bertubuh kekar yang duduk disamping kanan meja bangkit berdiri secara
serentak. kemudian sambil mengawasi Kim Thi sia sekejap dengan pandangan dingin mereka
menegur: "Sobat, siapa namamu?"
Belasan lelaki tersebut hampir semuanya mengenakan pakaian ringkas berwarna biru dengan
senjata tersoren dipinggangnya. Hawa napsu membunuh memancar diwajah masing-masing,
sudah jelas mereka telah diliputi oleh hawa amarah yang meluap-luap.
"Bagus sekali" pekik Kim Thi sia didalam hati.
Maka dengan berlagak acuh, kembali dia berkata:
"Locu she Kim, Kim yang berarti emas .Jikalau kalian merasa tak senang denganku katakan saja
terus terang, tak usah berlagak sok galak macam anjing beruang, tampang macam begitu hanya
membuat hati sauya tak sedap saja......."
Berubah wajah kawanan lelaki kekar itu, namun mereka belum berani turun tangan secara
gegabah. salah seorang diantaranya sebera menegur dengan suara dalam:
"Sobat, wajahmu terasa asing sekali, bolehkah aku tahu anda adalah orang gagah dari mana?"
Kim Thi sia tidak memahami apa yang dimaksud orang tersebut, maka dengan berlagak tak
sabar dia berpekik: "Perduli amat wajahku asing atau dikenal, aku hanya tahu bahwa perkumpulan Tay sang pang
adalah perkumpulan kaum manusia busuk. Jika kalian memang tak kenal dengan locu, lebih baik
jangan banyak bertanya, daripada membuat sauya naik darah. Akan kuhajar kalian sampai babak
belur." semua orang segera berkerut kening dan melakukan pengepungan disekelilingnya. Kembali
terdengar salah seorang diantaranya berkata:
"Sobat dalam kelopak mata yang sehat tak akan kemasukan pasir, lebih baik pentang matamu
lebar-lebar kami sudah belasan tahun hidup dalam dunia persilatan, sudah bosan kami dengan
cara begitu maka lebih baik tak usah bermain lagak terus." silelaki yang mukanya penuh tahi lalat
itu segera menyambung: "Sobat, harap sebutkan identitasmu, kalau tidak jangan salahkan kalau kami berlaku kasar."
"Apa itu berlaku kasar atau tidak sudah dua puluh tahun lohu hidup dalam dunia persilatan,
memangnya aku mesti jeri kepada cecunguk- cecunguk seperti kalian?" teriak Kim Thi sia lantang.
Dengan pandangan tajam lelaki bermuka tahi lalat itu mengawasi lawannya sekejap tiba-tiba ia
mendesak maju kedepan secepat kilat dia cengkeram pergelangan tangan sianak muda itu.
Belasan orang lainnya serentak membubarkan diri dan membalikkan meja dan kursi yang ada
disekitar sana dalam waktu singkat mereka telah mengepung Kim Thi sia rapat-rapat.
Kim Thi sia telah membuat persiapan sendiri nanti, tentu saja ia tidak membiarkan lengannya
ditangkap orang. Dengan cepat tangannya ditarik kebelakang, kemudian secepat kilat menolaknya
kembali, tak ampun lelaki yang penuh tahi lalat itu kena terdorong sampai mundur sejauh dua
langkah lebih. Dengan suara keras orang itu sebera berteriak:
"Memberontak. memberontak kau sianak setan berani menganiaya aku......"
sepasang telapak tangannya segera diputar kencang dan menciptakan serangkaian serangan
gencar yang rapat dan berbahaya.
Tampaknya para tamu yang hadir dalam ruang loteng itu pada tidak menaruh kesan baik
terhadapnya, masing-masing segera menyingkir kesamping dan tak seorangpun yang berusaha
melerai pertarungan tersebut.
Semenjak pertarungannya melawan salah satu tongcu dari Taysang pang, yakni siutusan racun
sampai ratusan gebrakan, tenaga dalam yang dimiliki Kim Thi sia sekarang telah memperoleh
kemajuan pesat. Apalagi dia telah mempergunakan ilmu pedang panca Buddha yang dahsyat itu,
bagaimana mungkin belasan orang lelaki kekar tersebut sanggup untuk menahan diri"
Agaknya lelaki yang bertahi lalat itu merupakan pemimpin rombongan, dengan suara keras ia
sebera membentak: "Bocah keparat, tak nyana kepandaian yang kau miliki hebat juga, tak heran kalau lagakmu
sombong dan jumawa sekali."
Dengan menghimpun tenaga kedalam sepasang tangannya dia segera melepaskan sebuah
serangan dahsyat. Cepat-cepat Kim Thi sia mengayunkan pula telapak tangannya untuk menyambut datangnya
ancaman tersebut. "Braaaakkkk........"
Ditengah bentrokan yang keras kedua orang itu sama-sama tergetar mundur sejauh selangkah
lebih. "saudara-saudara sekalian, serang dia dengan pukulan tangan kosong......" teriak lelaki itu
kemudian- Dalam waktu singkat angin pukulan menderu- deru dan mengurung sekujur tubuh Kim Thi sia
ditengah arena. serangan yang datangnya secara bertubi-tubi dan muncul dari empat penjuru ini segera
membuat Kim Thi sia kewalahan bagaimana pun juga sepasang tangan memang sulit menghadapi
empat tangan. Termakan oleh gencetan angin serangan tersebut, tubuhnya terlempar kesana
kemari seperti sebuah bola.
Namun keadaan tersebut tidak membuatnya menjadi gugup atau gelagapan, sebab kejadian
mana dianggapnya sebagai kesempatan yang sangat baik untuk menambah kekuatan tenaga
dalamnya. oleh sebab itu disamping mengerahkan tenaganya untuk menghadapi ancaman musuh, diamdiam
diapun mengeluarkan ilmu Ciat khi mi khi untuk menghisap tenaga dalam musuh.
Puluhan jurus kemudian ia masih tetap berdiri tegak bagaikan sebuah batu karang meski
pakaian yang dikenakan telah koyak-koyak tak karuan lagi bentuknya.
Menyaksikan peristiwa tersebut belasan orang lelaki kekar itu menjadi terperanjat sekali, tanpa
terasa mereka berpikir: "Sungguh aneh, kenapa bocah keparat ini belum juga roboh?"
sejak mempelajari ilmu Ciat khi mi khi, Kim Thi sia memang memiliki daya tempur yang luar
biasa hebatnya terutama sekali daya tahannya menghadapi pukulanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
sekalipun tenaga dalam yang dimilikinya tidak termasuk hebat, namun biarpun sudah bertarung
sekian waktu ia tetap kokoh bertahan dan sedikitpun tidak nampak kelelahan.
Ratusan gebrakan kemudian, para jago-jago yang menonton jalannya pertarungan itu dari
sekeliling arena mulai kasak kusuk membicarakan persoalan itu, setiap orang boleh dibilang dibuat
kagum oleh daya tahan serta kemampuan Kim Thi sia untuk mempertahankan diri sekian waktu.
Peluh sudah membasahi jidat belasan lelaki kekar itu, serangan demi serangan yang mereka
lancarkanpun jauh lebih hebat dan dahsyat namun usaha mereka tak pernah berhasil merobohkan
musuhnya yang seorang ini.
Lama kelamaan, kejadian ini membangkitkan hawa amarah didalam dada mereka.
Mendadak Kim Thi sia melancarkan sebuah serangan dahsyat untuk mendesak mundur seorang
musuhnya kemudian dengan suara keras ia berseru:
"Kalian manusia-manusia bangsa cecunguk masih bukan tandinganku, lebih baik undang saja
pemimpin kalian, kalau masih saja tak tahu diri Hmmmm...... jangan salahkan kalau locu akan
melangsungkan pembunuhan secara besar-besaran."
Tampaknya lelaki itu menganggap perkataan tersebut ada benarnya juga sebab ia sadar,
apabila keadaan demikian dibiarkan berlangsung terus maka pada akhirnya bukan bocah keparat
itu yang keok. sebaliknya pihak mereka sendiri yang bakal menderita kerugian besar.
Karena itu, tanpa banyak berbicara lagi dia segera membalikkan badan dan melarikan diri
terbirit-birit meninggalkan arena.
sebaliknya Kim Thi sia segera berputar mengitari arena sambil mengawasi sekeliling tempat itu
dia seperti ingin memeriksa apakah pemimpin mereka sudah muncul atau belum.
Mendadak dari sudut ruangan sebelah kiri kedengaran seorang nona muda berkata dengan
keheranan- "Yaya, kenapa orang itu begitu hebat" Coba lihatlah, walaupun sudah bertarung sekian waktu,
tidak setetes keringatpun yang membasahi jidatnya."
Lalu terdengar suara seorang pemuda berkata:
"Adik bodoh, tenaga dalam yang dimiliki orang ini sangat sempurna, tentu saja dia sanggup
bertarung lama tanpa lelah." Tetapi suara seorang kakek segera menyela:
"Aku rasa bukan begitu, coba kalian berdua perhatikan baik-baik, keningnya biasa saja sinar
matanya tak tajam, kemampuannya bertahan sekian waktu tentu ada hubungannya dengan
kemampuan alam yang dia miliki jangan dilihat bocah itu polos dan lugu sesungguhnya dia
merupakan sebuah batu kemala mestika yang belum digosok."
JILID 7 Kim Thi sia segera mengalihkan pandangan matanya dan melirik sekejap ke arah mana
berasalnya pembicaraan tersebut.
Ternyata orang yang sedang berbicara itu adalah seorang kakek berusia tujuh puluh tahunan
yang berambut putih dan bermata tajam.
Disamping kakek itu duduklah sepasang muda mudi dengan wajah diliputi keheranan-Waktu itu
dia mendengar pemuda tersebut sedang berkata.
"Ya ya.. kelihatannya selain memiliki daya tahan yang hebat ilmu silat yang dimilikinya tidak
seberapa tinggi" Kakek berambut putih itu segera menghela napas panjang.
"Aaaai, andaikata bocah ini bisa memperoleh didikan dan bimbingan seorang guru dan
memperoleh kesempatan untuk melatih diri barang tiga sampai lima tahun, tanggung
kemampuannya akan sepuluh kali lipat lebih hebat daripada kemampuan kalian berdua." Nona
muda itu segera cemberut serunya manja:
"Hmmmm, aku tak puas dengan pendapat tersebut, bayangkan saja sewaktu bertarung tadi dia
cuma tahu menerkam dengan penuh tenaga macam binatang buas saja. Ia tak mengenal tehnik
bertarung, dia pasti tak bakal becus dikemudian hari." Kim Thi sia jadi naik darah, pikirnya:
"Kau mengatakan aku hanya mengerti menyerang seperti binatang buas, tidak mengerti tehnik
pertarungan" Baik, akan kudemontrasikan barang dua jurus kepandaian andalanku, agar kau
melongo dibuatnya." Berpikir sampai disitu, gadis remaja membentak keras untuk memancing perhatiannya.
Kemudian dengan mengeluarkan dua jurus serangannya yakni jurus "jaring langit perangkap
bumi" dan "tangguh sendiri tanpa akhir" dari ilmu pedang panca Buddha, ia ciptakan berlapis-lapis
bayangan pukulan yang maha dahsyat untuk mengurung belasan orang musuhnya itu rapat-rapat.
setelah itu tangan kirinya segera melancarkan serangkaian serangan gencar kearah dada
lawan. "Duuuuk.... d uuuukkk..... d uuuuukkkk........"
Tahu-tahu setiap orang sudah termakan oleh sebuah pukulannya yang hebat itu.
Tak terlukiskan rasa terkejut belasan lelaki kekar itu. Cepat-cepat mereka mundur sejauh tiga
langkah dan memeriksa dada sendiri yang terkena pukulan. setelah tahu bahwa isi perutnya tidak
terluka, mereka baru mendesak maju lagi kedepan untuk melakukan pengepungan kembali.
Dalam suasana ribut Kim Thi sia menyempatkan diri untuk melirik sekejap kearah ketiga orang
itu. segera terlihatlah kakek berambut putih itu sedang membelalakkan matanya lebar-lebar sambil
memperlihatkan rasa bingung dan curiga. sementara paras mukanyapun turut berubah menjadi
serius sekali. selang berapa saat kemudian baru berkata dengan suara dalam dan berat.
"Sudah kalian saksikan kedua jurus serangan tadi" kedua gerakan tersebut mirip sekali dengan
ilmu pedang panca Buddha milik rasul selaksa pedang, si malaikat pedang berbaju perlente yang
pernah menggetarkan seluruh daratan Tionggoan Aneh, sungguh aneh sekali, mengapa pemuda
inipun sanggup mempergunakannya" paras muka pemuda ini asing sekali. Ia tak mirip dengan
murid dari sembilan partai besar manapun....... siapakah dia sebenarnya?" sepasang muda mudi
itupun turut membelalakan matanya lebar-lebar sambil mengawasi wajah Kim Thi sia dengan
perasaan terkejut, agaknya perkataan dari yayanya telah menimbulkan pula perasaan bingung
dalam hati kecil kedua orang itu.
Kim Thi sia menjadi sangat kegirangan, dia sengaja tertawa nyaring lalu berseru dengan
lantang: " Kalau kalian semua begitu tak becus, jangan berharap kugunakan ilmu pedang panca Buddha
lagi untuk menghadapi kalian."
sambil berkata kembali dia melirik sekejap kearah kakek berambut putih itu.
Ternyata kakek tersebut telah berubah muka dan termenung dengan wajah termangu- mangu.
Entah apa yang sedang dipikirkan olehnya waktu itu......"
sebaliknya pandangan mata sepasang muda mudi itu justru seperti melekat dengan tubuhnya,
dibalik pandangan tadi terlihat jelas penuh diliputi rasa kaget, heran dan kagum.
Tanpa terasa Kim Thi sia berpikir:
"Tampaknya nama besar suhu memang betul-betul termashur diseantero jagad.
Waah....beruntung sekali aku bisa memperoleh warisan ilmu silat darinya."
Mendadak dari balik kerumunan orang banyak terdengar seseorang membentak keras. "Tahan"
"Nah ini dia" Kim Thi sia segera berpikir. "Yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga."
Ternyata benar juga apa yang diduga lelaki kekar yang pergi meninggalkan arena tadi kini
muncul kembali mengiringi seorang kakek kurus kecil yang berusia lima puluh tahunan dan
memelihara jenggot panjang.
Dengan pandangan mata yang tajam, kakek ceking itu memandang sekejap kearah Kim Thi sia,
lalu tanyanya kepada lelaki kekar itu. "Bocah kecil inikah yang kau maksudkan?"
"Benar"jawab lelaki kekar itu penuh hormat. " Harap tong cu suka membalaskan sakit hati
kami." Mendadak kakek ceking itu mengayunkan tangannya kedepan dan-......
"Plooooook" Tahu-tahu dia sudah menampar lelaki itu keras-keras kemudian umpatnya dengan penuh
amarah. "Kau benar-benar manusia tak berguna, masa seorang bocah kecilpun tidak mampu
menghadapi, buat apa kalian hidup terus didunia........"
Bertemu dengan kakek ceking tersebut, sikap belasan lelaki kekar itu seperti tikus bertemu
kucing semuanya munduk-munduk dengan ketakutan dan segera menyingkir kesamping tanpa
berani mengucapkan sepatah katapun-
Dengan langkah lebar kakek ceking itu maju kehadapan Kim Thi sia lalu tegurnya: "Hey bocah
cilik, engkau murid siapa" hayo cepatjawab"
Dari balik nada pembicaraannya itu, tercermin kebiasaannya yang suka memerintah. Kim Thi
sia segera tertawa dengan terbahak-bahak.
"HaaaHH......haaaaHH......haaaHH..... sijenggot pendek. siapa suruh kau berkaok-kaok macam
jeritan setan" sudah belasan tahun sanya berkelana didalam dunia persilatan, tetapi belum pernah
kujumpai manusia yang tak mirip manusia, setan tak mirip setan macam dirimu itu......"


Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dia masih teringat dengan kata-kata kangon yang pernah dipelajarinya dari ayahnya dulu, kini
tanpa memperdulikan apakah perkataan tersebut benar atau tidak. ia segera mengobralnya secara
lantang tujuannya memang tak lain agar lawan tidak mentertawakannya sebagai seorang anak
ayam yang baru terjun kedalam dunia persilatan-
Kontan saja gelak tertawa geli berkumandang dari sekeliling arena, betapa tidak" usia Kim Thi
sia paling banter baru tujuh delapan belas tahunan, tapi dia mengatakan sudah belasan tahun
bekelana didalam dunia persilatan, siapa yang tidak geli mendengarnya"
segera terdengar sinona muda tadi berkata sambil tertawa geli:
"Koko......sangat menarik sekali orang ini, selain tak mengerti pada sopan santun tampaknya
dia sangat binal." "Jangan berbicara dulu adikku, mari kita saksikan bagaimana caranya ia menghadapi tongcu
dari perkumpulan Tay sangpang ini" dalam pada itu sikakek ceking itu sudah menarik muka sambil
melancarkan sebuah cengkerama kilat secara tiba-tiba.
Kim Thi sia yang sama sekali tak menduga akan datangnya ancaman tersebut menjadi tak
sempat untuk menghindarkan diri pakaian dibagian bahunya segera tersambar hingga robek
besar. Kim Thi sia menjadi gusar sekali, sambil melepaskan serangan balasan teriaknya: "Hey
sijenggot kerdil, kau sudah bosan hidup?"
Dengan suatu gerakan yang sangat ringan kakek ceking itu, berkelit kesamping untuk
meloloskan diri dari ancaman Kim Thi sia lalu ujarnya dengan suara dingin-"Hmm, sinar dari
kunang- kuna ngpun ingin bertanding dengan cahaya rembulan...." sambil mendesak maju
kemuka ia segera mengirim sebuah pukulan keras. "Duuuukkk......"
Kim Thi sia segera terhajar sampai roboh terguling diatas tanah.
Ditengah teriakan kaget para penonton pelan-pelan Kim Thi sia merangkak bangun dari atas
tanah, lalu teriaknya keras-keras: "Hey sijenggot kerdil, apakah kita sudah bertarung?" Kakek
ceking itu tertegun sejenak lalu sahutnya dingini "Kalau benar kenapa?"
" Kalau toh sudah dimulai maka saya perlu memperingatkan kepadamu kita bakal bertarung
terus sampai salah seorang keok. Perduli seratus jurus atau seribu jurus."
"Jumawa benar kau sibocah keparat" umpat kakek ceking itu penuh amarah.
sepasang telapak tangannya segera diputar sambil mendorong kedepan dua gulung tenaga
pukulan yang maha dahsyatcun segera menggulung kemuka langsung menghantam tubuh anak
muda tersebut. Kembali Kim Thi sia tak sanggup menahan diri, tubuhnya segera terlempar sejauh tiga kali lebih
dari posisi semula. sambil menangis sinona yang ditepi arena segera berteriak keras:
"Koko, habis sudah riwayatnya kali ini, kita tak usah menonton keramaian ini lagi."
Dari nada pembicaraan tersebut jelas dapat disimpulkan kalau dia merasa kecewa atau ketidak
mampuan Kim Thi sia sehingga ia tak bisa menyaksikan tontonan yang mengasyikkan.
Ditengah sorak sorai banyak orang, Kim Thi sia segera merangkak kembali dari atas tanah
tanpa mengeluh, bahkan dia melancarkan kembali suatu terjangan dahsyat.
Dengan paras muka berubah menjadi menyeramkan kakek ceking itu segera melancarkan
sebuah pukulan lagi. "Braaaakkk....
Kembali sepasang tangan saling beradu satu sama lainnya tapi ini kedua belah pihak samasama
terdorong mundur setengah langkah.
Tampaknya kakek ceking itu merasa terperanjat sekali, tanpa terasa ia berseru: "Apakah kau
tidak terluka?" "Perduli amat terluka atau tidak, toh sudah kukatakan tadi, setelah pertarungan berlangsung
sekarang, siapapun tak boleh menyudahi sebelum salah satu pihak keok."
Berbicara sampai disitu ia segera melirik sekejap kesamping arena, tempat muda mudi itu
sedang menutup mulutnya sambil tertawa, sebaliknya kakek berambut putih itu segera berkerut
kening sambil memikirkan sesuatu.
Dengan penuh amarah, kakek ceking itu berteriak kembali:
"Bocah, keparat, tampaknya kau sudah makan hati harimau, empedu beruang sehingga begitu
berani mengucapkan kata-kata semacam itu"
Ia menarik napas panjang dan menyempitkan perut sendiri, lalu diiringi suara bentakan nyaring
telapak tangannya diputar sambil melancarkan sebuah babatan kilat kemuka.
Deruan angin pukulan yang maha dahsyat pun segera meluncurkan kemuka melanda apa saja
yang ditemuinya. Tentu saja Kim Thi sia tak akan mampu membendung datangnya ancaman seperti itu, baru
saja ia mencoba untuk menerimanya dengan ayunan tangan, tahu-tahu segulung tenaga pukulan
yang sangat kuat telah menghantamnya sampai jatuh berjumpalitan diatas tanah, jidatnya segera
terluka dan mengucurkan darah segar.
Didalam serangannya barusan, kakek ceking tersebut telah mengerahkan segenap tenaga
dalam yang dimilikinya, dia memang bertekad akan membunuh pemuda tersebut dalam
serangannya itu. oleh karenanya, kerugian yang sedang diderita Kim Thi sia kali ini benar-benar banyak sekali,
kepalanya segera terasa pening tujuh keliling. Pandangan matanya berkunang-kunang dan hampir
saja dia tak mampu merangkak bangun-
Tiba-tiba satu ingatan melintas didalam benaknya, dia masih ingat dalam bentrokan kekerasan
yang terjadi barusan dengan kakek ceking tersebut. Ternyata kekauatan mereka berimbang dan
masing-masing pihak mundur selangkah kebelakang. Hal ini membuktikan bahwa tenaga
dalamnya telah memperoleh kemajuan yang amat pesat tanpa disadari.
Berpikir begitu, semangatnya kontan saja makin berkobar. setelah beristirahat sejenak ia lantas
mendengus dan merangkak bangun kembali.
sementara itu para penonton yang mengikuti jalannya pertarungan tersebut dari sekeliling
arena memang mengharapkan ada tontonan yang asyik dan mengejutkan maka sewaktu
menyaksikan Kim Thi sia merangkak bangun kembali dengan penuh semangat, suasanapun
menjadi gempar malah tak sedikit diantara mereka yang mulai memuji. Berubah hebat paras muka
kakek ceking tersebut segera pikirnya dengan keheranan-
"sungguh aneh, kenapa bocah keparat yang masih asing dan tak punya nama ini sama sekali
tidak terluka" padahal tenaga seranganku barusan mampu menghancurkan batu sekeras apapun
mengapa dia yang tak berilmu tinggi justru sama sekali tak cedera"
Amarah yang membaca membuat pikiran jahatpun terus muncul, sekali lagi dia menghimpun
segenap tenaga dalam yang dimilikinya siap melepaskan pukulan yang mematikan.
mendadak terdengar suara teriakan nyaring berkumandang datang, disusul munculnya seorang
lelaki setengah umur dari balik kerumunan orang banyak. "Yap longcu apa sih yang terjadi"
mengapa ribut-ribut ditempat ini"
setelah celingukan sekejap kesekeliling tempat itu, dengan pandangan kaget bercampur
keheranan dia lantas mengamati wajah Kim Thi sia.
Tapi dengan cepat pandangannya membeku dan diatas wajahnya yang hitam pekat seperti
pantat kualipun terlintas rasa kaget dan ngeri yang tebal.
Kim Thi sia pun segera mengenali orang ini sebagai si utusan racun- Keberaniannya makin
meningkat, segera teriaknya dengan lantang:
"Hey utusan racun ternyata kaupun telah datang. HaaaHh......haaaHH.....bagaimana kalau kita
bertarung berapa ratus jurus lagi."
Utusan racun menatap sekejap kearahnya tanpa menjawab, buru-buru ia menghampiri sikakek
ceking itu dan memb isikan sesuat, sekilas rasa kaget dan tercengang, segera menghiasi wajah
kakek ceking itu. setelah memperhatikan Kim Thi sia sekejap. diapun manggut-manggut seraya berkata:
sambil berpaling kearah belasan orang lelaki yang berdiri menghormat disisi arena, segera
bentaknya: "Kalian kawanan telur busuk. benar-benar tak tahu diri aku ingin bertanya kepada kalian
dimanakah kesalahan anak muda ini" apakah dia telah mengusik kalian?"
Dengan wajah bersemu merah karena malu, belasan orang lelaki itu berdiri menunduk, tak
sepatah katapun yang diutarakan mereka. Kim Thi sia jadi tertegun, serunya tiba-tiba: "Hey
sijenggot kerdil, kau sudah tak ingin berkelahi lagi?" Kakek ceking itu tertawa seram.
"Tempat ini merupakan tempat umum, semua orang ingin mencari ketenangan disini bila
pertarungan dilangsungkan terus, niscaya kejadian ini akan mengurangi kegembiraan orang lain-
Lagipula kesempatan untuk bertarung kemudian hari masih banyak sekali, kenapa kita harus
bertarung disini?" Tak sedikit jago berpengalaman yang turut menonton pertarungan itu dari arena begitu
mendengar perkataan dari kakek ceking tersebut, merekapun segera memahami maksud hatinya.
Terdengarlah diantara mereka segera berteriak keras: "HaaaH.....haaaah.....haaah dia tak berani."
"Yaa, dia mulai takut......."
Dengan penuh amarah dan napsu membunuh menyelimuti wajahnya kakek ceking itu
memperhatikan sekejap sekeliling arena lalu serunya sambil mendengus:
"Hmmm, jika ada diantara kalian yang berniat mengadu domba silahkan menggelinding keluar."
orang-orang yang semula memang berniat mengadu domba itu segera membungkam diri
dalam seribu bahasa terutama setelah menyaksikan wajahnya yang menyeringai bengis tak
seorangpun yang berani berbicara atau tertawa lagi sebab mereka kuatir bila sampai menyalahi
kakek tersebut kerugian besar tentu menanti dibelakang hari.
Begitulah, setelah suasana hening kembali sikakek yang ceking tersebut mendehem berapa kali
kemudian berkata: "Hey anak muda, jika ingin bertarung mari kita mencari tempat yang terpencil saja, kenapa kita
mesti mengganggu kesenangan orang hingga menimbulkan keresahan hati mereka"
selesai berkata, dia lantas mengajak SiraSul racun untuk bersama-sama meninggalkan tempat
tersebut. Dengan susah payah Kim Thi sia berhasil menemukan titik terang tersebut, tentu saja dia
enggan melepaskan lawannya dengan begitu saja. sambil melangkah maju kedepan, bentaknya
keras-keras: "Berhenti"
Kedua orang itu berhenti setelah mendengar bentakan tersebut. sekilas perasaan rikuh
menghiasi diatas wajah mereka, tanyanya kemudian-"Ada urusan apa?"
"Ajak aku untuk menjumpai ketua kalian-" Kedua orang itu kelihatan terkejut.
selang berapa saat kemudian, lelaki setengah umur itu baru berkata lagi dengan suara dingin:
"Pang cu adalah seorang pemimpin partai yang terhormat dan agung, ia merupakan pemimpin
dari beribu orang dan memegang tampuk kekuasaan dari suatu perkumpulan- Kau anggap beliau
sudi menemui sembarangan orang" Apalagi terhadap seorang manusia yang tak punya nama
seperti dirimu?" sudah jelas kalau nada pembicaraan tersebut mengandung sindiran kepada Kim Thi sia yang
dianggapnya tak punya nama tapi mempunyai angan-angan yang sangat muluk.
"Benarkah pangcu kalian tak sudi bertemu orang?" seru Kim Thi sia menegaskan-
"Buat apa aku mesti berbohong?" sahut kedua orang itu hampir bersamaan waktunya dengan
nada gusar. "Andaikata aku berniat masuk menjadi anggota Tay sang pang?"
Mendengar perkataan mana kedua orang itu segera saling berpandangan sekejap.
Dengan nada kurang percaya kakek ceking itu segera berkata. "Bila kau berkeinginan masuk
anggota, tentu saja Tay sang pangcu akan menyambut dengan gembira. Tapi aku kuatir kau
berbicara menela mencle. sekarang mengatakan begitu akhirnya timbul rasa
menyesal.....beranikah kau jamin bahwa perkataanmu itu benar-benar timbul dari sanubarimu?"
Kim Thi sia tahu, bila tak berani memasuki sarang macan, tak mungkin bisa memperoleh anak
harimau, maka sambil menepuk dada ia berkata:
"Hal ini mah tergantung apakah kalian bersedia mempercayai perkataanku atau tidak. Padahal
sudah lama sekali aku berkeinginan untuk masuk menjadi anggota Tay sang pang."
siutusan racun segera tertawa dingin-"Lalu mana budak rendah itu?"
"siapa sih budak rendah yang kau maksudkan?"
Dengan nada marah, utusan racun segera berseru. "Bocah muda, pandai amat kau berlagak
pilon- Hmm dari hal inipun pangcu sudah tak sudi bertemu denganmu. Aku maksudkan sianggota
murtad itu, kemana perginya perempuan muda berbaju hitam itu?"
"Akupun sendirian tidak tahu" jawab Kim Thi sia berlagak kebingungan- "sejak kaupun pergi
meninggalkan aku, ketiga orang lelaki kekar dan nona berbaju hitam itupun pergi entah kemana
aku sama sekali tak ada hubungan dengan perempuan itu. sedang kita dapat berkelahi karena kau
turun tangan duluan- Urusannya antara aku dengan perempuan tersebut?"
Utusan racun menjadi tertegun-
"Bila kau ingin masuk menjadi anggota Tay sang pang, maka kau mesti menelan sebutir pil
buatan Tay sang pang pangcu lebih dulu, dengan begitu kau baru tak berani punya ingatan untuk
berhianat. Nah, bagaimana menurut pendapatmu?" Terkesiap juga Kim Thi sia setelah mendengar
perkataan itu, segera katanya:
"soal obat sih aku tak tertarik, baiklah jika kalian tidak bersedia mengajukan untuk bertemu
dengan pangcu aku mempunyai kaki untuk pergi mencari sendiri" Kedua orang itu saling
berpandangan sekejap. kemudian tertawa terbahak-bahak.
"HaaaaaHh....haaaaHh....haaaHH....bagus sekali anak muda kau memang cukup hebat.
sekarang juga kami akan mengajakmu pergi menemuinya."
Kim Thi sia menjadi kegirangan setengah mati. Belum habis ingatan tersebut melintas lewat,
mendadak lengannya terasa kesemutan- entah sejak kapan lelaki setengah umur itu sudah
mencengkeram urat nadi pada pergelangan tangannya erat-erat. Dengan perasaan terkejut ia
segera berteriak: "Hey, mau apa kau?" Utusan racun segera tertawa.
" Untuk mencegah terjadinya sesuatu yang tak diinginkan, terpaksa aku harus menyiksa sobat
sebentar." Kim Thi sia berusaha untuk meronta namun lengannya sudah kesemutan dan tak menurut
perintah lagi, terpaksa dia berseru: "Hayo kita berangkat."
Kedua orang itu tertawa seram, seorang dari kiri yang lain dari kanan, mereka segera
membawa Kim Thi sia berlalu dari situ dengan langkah lebar.
^oooo0ooooo "Tunggu sebentar" mendadak kakak berambut putih itu membentak keras.
Kedua orang itu segera berpaling dan memperhatikan kakek itu sekejap. perasaan kaget dan
keheranan segera melintas lewat dari balik mata mereka. setelah tertegun beberapa saat,
merekapun segera menjura seraya berkata:
"selamat bertemu, selamat bertemu, rupanya Thi Khi locianpwee telah datang entah ada
urusan apa?" Thi Khi si kakek berambut putih itu berkata dengan suara lamban-"Apakah saudara berdua
adalah tongcu dari perkumpulan Tay sang pang."
Kedua orang itu segera mengangguk. "Benar ada urusan apa cianpwee?"
Biarpun kedua orang itu angkuh dan tinggi hati, namun sikapnya terhadap kakek tersebut
justru sangat menaruh hormat. Menyaksikan hal ini, Kim Thi sia segera berpikir:
" Kalau dilihat dari sikap mereka, agaknya kakek ini adalah seorang tokoh persilatan yang
berilmu tinggi." Dalam pada itu si kakek berambut putih itu sudah berkata lagi.
"Tolong tanya apakah putriku berada diperkumpulan Tay sang pang?"
Gemetar keras tubuh kedua orang tersebut, dengan suara dalam mereka segera bertanya:
"Siapakah nama putra cianpwee?"
"Yu Kien-......"
Berubah hebat paras muka kedua orang itu, tapi sebentar kemudian telah pulih kembali seperti
sedia kala, ujarny kemudian sambil tertawa:
"Nama tersebut terasa asing sekali. Rasanya dalam perkumpulan Tay sang pang tidak terdapat
manusia tersebut, apakah kedatangan locianpwee dikarenakan putrimu hilang?" Dalam pada itu
Kim Thi sia telah merasakan hatinya tergerak. segera pikirnya pula:
"Bukankah Yu Klen adalah sinona berbaju hitam itu" Bukankah dia turut serta seperti
perkumpulan Tay sang pang, malah seperti juga utusan racun- sama-sama menjahat sebagai
seorang Tongcu. Kenapa dia justru mengatakan tak ada manusia seperti ini."
Berpikir sampai disitu rasa gusar dan mendongkolnya segera timbul, baru saja dia akan
mengutarakan kabar berita tentang Yu Klen ketika secara tiba-tiba ia saksikan paras muka kakek
berambut putih itu telah berubah hebat dan matanya memancarkan hawa napsu membunuh.
Dalam terkesiapnya buru-buru dia urungkan niatnya untuk berbicara lebih jauh.
"sebagai pemuda yang cermat ia segera dapat menduga bahwa kepergian Yu Kien pasti telah
melanggar peraturan rumah tangga keluarganya, sehingga kedatangan ayahnya kali ini bisa jadi
berniat untuk menghukumnya."
Diam-diam pemuda itu bertekad didalam hatinya untuk merahasiakan jejak gadis tersebut,
bahkan bersumpah akan mengisahkan suatu pertemuan yang penuh kedamaian diantara mereka
ayah dan anak. sementara itu si kakek berambut putih itu sudah berkata lagi sambil menggigit bibir. "Budak ini
benar-benar bedebah, ia berani berkomplot dengan kaum durjana untuk melakukan kejahatan.
Hmmm bila aku berhasil menemukannya kembali pasti akan kubunuh dia dengan sekali
pukulan......." Kim Thi sia segera menimbrung:
"Perkataan dari cianpwee keliru besar, bagaimanapun kalian mempunyai hubungan erat
sebagai ayah dan anak. sekalipun putri sudah melakukan kesalahan- sudah sepantasnya kalau aku
berusaha untuk memaafkannya....."
"Hey anak muda, kau jangan mencampuri urusan ini........" tukas kakek berambut putih itu
dingin- Kemudian ia berkata lagi:
"Sebagai murid dari rasul selaksa pedang sepantasnya menghormat keluhuran budi gurumu
dimasa lalu. Mengapa kau justru ingin bergabung dengan Tay sang pang untuk melakukan
kejahatan- Kim Thi sia tertegun apalagi menyaksikan wajahnya yang serius dan keren, sudah pasti dia
sangat menguatirkan tentang dirinya sebab bukan ia tak marah, malah diterimanya dengan
senang hati. Kedua orang itu segera mendehem pelan lalu kata bersama:
"Kami berdua tidak setuju dengan pendapat cianpwee, Tay sang pang adalah suatu
perkumpulan yang khusus menolong kaum lemah dari penindasan bagaimana mungkin bisa
disebut melakukan kejahatan" mungkin cianpwee kelewat banyak mendengar berita sensasi yang
memburukkan pihak kami sebab dalam kenyataan banyak manusia kurcaci yang iri dan tak senang
perkumpulan kami......"
Kakek berambut putih itu sama sekali tidak menggubris perkataan tersebut, mendadak ia
membentak dengan suara keras:
"sobat kecil, benar tidak perkataan ini?" diam-diam Kim Thi sia mengeluh didalam hati, namun
terpaksa sahutnya juga. "Kau memang betul, kau memang betul."
Kakek berambut putih itu segera berseri sambil mengelus jenggotnya dan tertawa ia berkata
lebih jauh: "Bila teguranku kelewat pedas harap sobat kecil sudi memaafkan- Tapi aku terpaksa berbuat
demikian demi keselamatan sobat kecil dikemudian hari, ketahuilah dalam dunia persilatan dewasa


Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini terlalu banyak manusia kurcaci yang pandai memutar balikkan fakta, padahal sobat kecil
berbakat bagus dan lagi telah mewarisi ilmu silat yang maha dahsyat dari malaikat pedang berbaju
perlente. Kau lebih pantas untuk memikul tanggung jawab yang berat untuk membela kaum lemah
dan menegakkan keadilan dalam dunia persilatan- oleh sebab itulah aku terpaksa menegurmu
dengan kata-kata yang kurang sedang didengar tadi untuk itu harap kau sudi memakluminya....."
"Kau mengenal suhuku?" tanya Kim Thi sia.
Dengan pertanyaan tersebut, berarti secara tak langsung dia telah mengakui sebagai murid
malaikat pedang berbaju perlente.
Tiba-tiba kakek berambut putih itu bangkit berdiri dan berseru sembari menjura.
"suhumu adalah seorang tokoh sakti yang sangat terhormat dan kedudukan tinggi dalam dunia
persilatan, sedang aku ini manusia macam apa mana mungkin berjodoh untuk bertemu
dengannya" tapi banyak sudah kabar berita yang kudengar tentang dirinya, akupun mengetahui
semua sepak terjang yang dilakukan selama ini, karena itu akupun sudah puas dapat bertemu
dengan muridnya hari ini. sobat, aku percaya dengan bekal ilmu silat ajaran malaikat pedang
berbaju perlente kau pasti akan menggetarkan seluruh dunia persilatan- Kuharap kau dapat
bertindak sebaik-baiknya hingga tidak menyia-nyiakan pengharapan gurumu......."
Biarpun kakek berambut putih ini termasuk seorang tokoh yang termashur didunia persilatan,
setelah menyinggung soal malaikat pedang berbaju perlente, sikapnya segera berubah menjadi
begitu hormat dan merendah. Dari sini dapatlah disimpulkan betapa besar dan terhormatnya nama
serta kedudukan malaikat pedang berbaju perlente didalam dunia persilatan-
Kim Thi sia segera sadar bahwa sepak terjang dimana mendatang harus diperhitungkan secara
cermat sebab sedikit saja dia bertindak salah, maka sejuta orang akan mengutuknya. Maka setelah
memberi hormat iapun berkata:
"Terima kasih banyak atas nasehat cianpwee, boanpwee percaya masih mampu mengendalikan
sepak terjangku." Dalam pada itu, paras muka kedua orang tongcu dari Tay sang pang telah berubah menjadi
pucat pias seperti mayat. Apalagi setelah mengetahui bahwa bocah muda yang tak dikenal
namanya ini ternyata merupakan murid malaikat pedang berbaju perlente.
Rasul racunpun merasa keder, tanpa terasa cengkeramannya atas lengan Kim Thi sia segera
menarik kembali tangannya sambil melotot sekejap kearahnya, semakin berhati-hati lagi untuk
menjaga diri. sepasang muda mudi yang berada disisi arenapun membelalakan matanya lebar-lebar. saking
kagumnya merekapun tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
sejak kecil mereka sudah banyak mendengar tentang kegagahan serta sepak terjang malaikat
pedang berbaju perlente didalam dunia persilatan sehingga penampilan malaikat pedang berbaju
perlente dalam bayangan mereka sudah bukan sebagai manusia lagi melainkan sebagai malaikat
sakti. Biarpun mereka tak mengharao bisa peroleh kesempatan untuk bertemu muka dengan malaikat
pedang berbaju perlente pribadi, tapi mereka telah bertemu dengan muridnya sekarang.
Rasa kagum, menghormati dan sanjungan berkecamuk menjadi satu dalam benak mereka,
semuanya seakan-akan membentuk sebuah jaringan dan mereka sebagai ikan-ikan kecil yang
masuk kejaring, tiada kekuatan sedikitpun untuk meronta ataupun melawan. Diam-diam kedua
orang itu berpikir didalam hatinya:
"Ternyata murid si malaikat pedang berbaju perlentepun tak jauh berbeda seperti kami semua
mengapa kami harus kaget, panik dan begini gugup?"
Sementara itu si kakek berambut putih tadi telah berkata lagi sambil menghela napas.
"sobat, angkatanku sudah tua semua. Tugas kami sudah seharusnya diserahkan semua kepada
kalian-" Kakek itu seolah-olah berhasil memahami arti kehidupan manusia dalam detik tersebut ia
merasa dirinya bagaikan mata hati waktu senja yang pelan-pelan menghilang dan memudar
sinarnya sedangkan pemuda yang berada dihadapannya bagaikan sinar sang surya yang pelanpelan
terbit dilangit timur, diantara mereka berdua seakan-akan terdapat kegentingan untuk saling
berhubungan dan saling menyambung. Mendadak rasul racun mundur beberapa langkah sambil
berseru dengan ketakutan:
" Kami tak bisa mengajakmu untuk bertemu dengan pangcu."
" Kenapa?" tegur Kim Thi s ia.
Rasul racun sendiripun tidak habis berpikir, mengapa dia bisa berubah pikiran setelah
mengetahui bahwa pemuda yang berada dihadapannya adalah murid malaikat pedang berbaju
perlente. "Tidak. aku harus bertemu denganmu." kata Kim Thi sia menegaskan. "Apakah kalian bersedia
kehilangan satu kesempatan yang sangat baik ini?"
"Kesempatan apa?"
"Apakah Tay sang pang tidak ingin menghisap tenaga baru yang penuh dengan semangat
tinggi?" "kau benar-benar ingin bergabung dengan kami?"
"Hmmmm....." Kim Thi sia cukup mengerti posisi serta kedudukannya didalam dunia persilatan dewasa ini
maka nada pembicaraannyapun turut bertambah keras dan ketus.
Berubah hebat paras muka kakek berambut putih itu, dia menghela napas panjang dan duduk
kembali kekursinya dengan lemas lalu dengan suara lirih bergumam: "Dunia telah berubah, dunia
telah berubah......kalau murid malaikat pedang berbaju perlente pun bersedia menggabungkan diri
dengan perkumpulan sesat, apalagi yang bisa kukatakan."
Sepasang muda mudi itupun serentak melompat bangun, lalu sambil menuding kearah Kim Thi
sia teriaknya: "Kau harus mengerti, kami berdua tidak takut kepadamu"
"Yaa, tapi siapa yang suruh kalian takut?" sahut Kim Thi sia dengan wajah tertegun.
Merah jengah selembar wajah muda mudi itu, semula mereka bermaksud untuk ingin
menunjukkan keberaniannya, siapa tahu perkataan tersebut justru mengungkapkan bahwa
sesungguhnya mereka takut.
Tapi keadaan ini bisa dimaklumi, selama ini mereka menganggap malaikat pedang berbaju
perlente sebagai dewa, sebagai malaikat sakti mereka tak ingin menyaksikan muridnya terperosok
kejalan yang sesat itulah sebabnya dorongan emosi membuat darah yang mengalir ditubuh
mereka makin kencang dan saking tegangnya merekapun tak mampu mengendalikan diri lagi.
"Mengapa kau bersikeras akan menggabungkan diri dengan Tay sang pang" mengapa kau
enggan menuruti nasehat yaya ku...kau...kau anggap kami tak berani."
Perasaan kaget dan kagum kini berubah menjadi rasa kecewa yang sangat mendalam dan
kekecewaan tersebut menimbulkan kobaran emosi yang tak diketahui asal mulanya.
"Inikan menjadi kebebasanku" kata Kim Thi sia kemudian "atas dasar apa kalian hendak
mengekang kebebasanku?"
Demi keselamatan jiwa nona berbaju hitam itu dia mesti memendam kesulitannya didalam hati.
Dengan harapan sikap tersebut akan menarik kepercayaan tongcu dari Tay sang pang ini
terhadapnya. Pemuda itu tertegun, lalu diam-diam pikirnya:
"Yaa, benar juga perkataannya, dia akan bergabung dengan Tay sang pang atau tidak akan
merupakan kebebasannya" atas dasar apa aku hendak mengurusinya?"
Tidak seperti pemuda tersebut, entah mengapa nona muda itu justru menangis terisak saking
emosinya sambil menangis ia berseru dengan penuh kebencian-
"Aku tak perduli siapa malaikat pedang berbaju perlente itu pokoknya jika kau berani
bergabung dengan Tay sang pang maka aku.....aku akan membunuhmu......."
"Aneh benar bocah perempuan ini....." diam-diam Kim Thi sia berpikir dihati kecilnya. "Apa
sangkut pautnya keinginanku bergabung dengan Tay sang pang dengan dirinya" Bukan saja ia
sudah menangis, bahkan mengancam akan membunuh ku....sungguh aneh sekali."
saking kesalnya diapun segera berseru:
"Asal kau merasa punya kepandaian setiap saat akan kunantikan kedatanganmu" Mendadak
kakek berambut putih itu membentak keras:
"Sobat kecil, apakah kau hendak mengandalkan nama besar dari malaikat pedang berbaju
perlente untuk memojokkan diriku?"
Dari balik pandangan matanya yang tajam, entah terselip rasa sedih atau marah tapi yang pasti
kesempatan itu telah menciptakan hawa napsu membunuh yang sangat tebal. Pelan-pelan dia
mengangkat telapak tangannya keatas.
Seluruh tenaga dalam yang dimilikinya telah dihimpun dalam telapak tangannya, bila serangan
tersebut sampai dilancarkan niscaya kekuatan yang timbul akan dahsyat sekali. Kim Thi sia tak
mau menunjukkan kelemahan dihadapan orang lain, segera ujarnya pula:
"Bila empek memang berhasrat untuk bermain denganku, silahkan saja kau lepaskan
seranganmu. Aku pasti akan menemani dengan sebaik-baiknya." dengan tatapan matanya yang
tajam kakek berambut putih itu mengawasi lawannya sekejap. kemudian sambil menghela napas
ia menurunkan kembali tangannya sambil berkata dengan suara kasar:
"Aaaai.....dunia kalau mulai kalut, siluman dan dedemitpun akan bermunculan. pergilah kau dari
sini" Kim Thi sia sengaja mendengus dingin lalu ia sambil berpaling kearah kedua orang tongcu dari
Tay sang pang ia berseru:
"Bagaimana" apakah kalian bersedia mengajakku untuk bertemu dengan pang cu?"
sandiwara yang diperankan olehnya benar-benar dibawakan secara hidup, kecuali Kim Thi sia
sendiri yang ibarat sibisu makan empedu biar kepahitan namun tak mampu mengutarakan keluar.
Lainnya termasuk juga para jago yang menonton keramaian tersebut sama-sama menghela napas
sedih dan turut menyesal karena keputusan murid dari malaikat pedang berbaju perlente yang rela
bergabung dengan suatu perkumpulan jahat.
Bahkan ada pula diantara jago-jago golongan lurus yang diam-diam berlalu dari situ sambil
membesut air mata dan menyebarkan berita buruk ini kepada rekan-rekan lainnya.
sementara itu pandangan mata kedua orang tongcu itu masih mendelong entah apa yang
sedang mereka pikirkan, sehingga perkataan dari Kim Thi sia pun sama sekali tak terdengar
Kim Thi sia menjadi berang, segera teriaknya keras-keras:
"Hey, sudah percayakah kalian bahwa aku bersungguh hati akan bergabung dengan Tay sang
pang?" Bagaikan baru mendusin dari impian kedua orang itu saling berpandangan sekejap lain seperti
terkejut cepat-cepat mereka menjura seraya berseru:
"Tentu saja, dengan senang hati kami sambut kedatangan anda. Malaikat pedang berbaju
perlente adalah seorang pendekar yang hebat kehadiran anda pasti akan membuat Tay sang pang
lebih termasyur diseluruh kolong langit" dalam hati merekapun ikut bersorak gembira sebab
peristiwa tersebut jelas merupakan jasa besar bagi mereka siapa tahu mereka akan dinaikkan
pangkatnya" "Kalau begitu mari kita pergi" ajak Kim Thi sia kemudian- Bagaikan mayat hidup saja, kedua
orang itu sgeera mengangguk berulang kali. "silahkan, silahkan-......"
Tiba-tiba terasa bayangan manusia berkelebat lewat lalu tampaklah seorang nona berdiri
menghadang jalan pergi mereka kemudian dengan sepasang matanya yang bulat besar dia awasi
pemuda kita lekat-lekat serunya kemudian dengan penuh rasa geram: "Mari kita tentukan waktu
dan tempat untuk bertarung" Perkataan tersebut diutarakan dengan suara yang amat tegas.
Kim Thi sia menengok sekejap wajahnya ketika melihat kelopak matanya masih merah
membengkak dan hingga kini belum hilang akibat menangis kelewat sedih hati ia menjadi tak
tega, katanya lembut: "sudahlah, kita tak usah mempersoalkan kejadian itu lagi"
"Tidak" " apakah kau yakin bisa mengalahkan aku?"
"Biar tak mampu mengalahkan juga tetap akan kuhadapi"
Kim Thi sia jadi sedikit berang, segera ujarnya:
"Bila kau bersikeras akan menghadapku yaa apa boleh buat, katakan saja tempat dan saatnya
tempat manapun boleh"
Nona itu menundukkan kepalanya sambil berpikir sebentar, kemudia serunya dengan jengkel:
"baik akan kutunggu kehadiranmu ditebing Bwee hoa nia pada senja tiga hari kemudian."
"Bwee hoa nia?"
Diam-diam Kim Thi sia bersedia dia tak menyangka kejadian tersebut berlangsung begitu
kebetulan padahal ia telah punya janji dengan encinya Yu Klen untuk berjumpa di Bwee hoa nia
tiga hari kemudian. Karena masih ada persoalan lain maka tanpa berpikir panjang lagi ia berseru lantang:
"Baik, kita tetapkan dengan sepatah kata-kata tersebut, sampai saatnya aku pasti akan
muncul." Kemudian dengan mengikuti dibelakang kedua orang Tongcu dari Taysang pang, ia segera
beranjak pergi dari situ dengan langkah lebar.
suara umpatan, makian, helaan napas dan keluhan terdengar bergema dari belakang situ,
diam-diam Kim Thi sia terkejut juga setelah melihat reaksi keras para jago terhadap keputusannya
ini. Dia tak mengira kalau nama besar malaikat pedang berbaju perlente telah mendarah daging
dalam hati setiap orang. Diam-diam pemuda itu mulai kuatir, ia takut perbuatannya ini telah menodai nama besar
gurunya. Tapi ingatan lain segera melintas kembali didalam benaknya:
"Perduli amat, untuk memenuhi janjiku dengan Yu Kien-...bagaimanapun juga hal ini mesti
kulaksanakan, toh dikemudian hari aku masih punya kesempatan untuk mencuci bersih semua
noda dan kesalahan yang telah kuberbuat sekarang.....?"
Entah berapa lama mereka telah berjalan, tiba-tiba kedua orang itu menghentika langkahnya
seraya berseru: "sudah sampai."
Ternyata mereka telah berhenti didepan sebuah bangunan gedung yang begitu besar, megah
dan belum pernah ditemui selama ini.
Namun Kim Thi sia tidak berhasrat untuk menikmati kemegahan gedung tersebut, segera
ujarnya: "Ayo ajak aku bertemu dengan ketua kalian."
Kedua orang itu segera berjalan mendekati pintu gerbang yang tingginya mencapai dua kaki
dan sangat lebar itu, kemudian menggoyangkan gelang tembaganya. suara benturan nyaring
segera memecahkan keheningan-"Kata sandi......"
"Baju hijau, bunga merah"
"ooooh, rupanya Tongcu, maaf kalau hamba kurang hormat"
Pintu gerbang dibuka lebar dan muncullah belasan orang lelaki kekar bertombak yang
mempunyai gerak gerik cekatan serta berlangkah tegap dan mantap. sambil menjura mereka
berseru: "silahkan tongcu"
Dengan langkah lebar kedua orang itu melangkah masuk kedalam gedung mendampingi Kim
Thi sia. Disebuah tanah lapangan yang sangat luas terlihat deretan delapan belas macam senjata
berjajar dikedua belah tepinya berapa ratus lelaki bertelanjang dada sedang berlatih diri disitu
dengan penuh semangat dan suara bentakan bergema bagaikan belahan guntur.
Diujung lapangan merupakan bangunan rumah yang berlapis-lapis tiada habisnya, semuanya
dironda dan dijaga oleh sekawanan lelaki kekar bertombak terhunus. Namun sikap mereka cukup
menghormat bila bersua dengan kedua orang tongcu tersebut.
Entah berapa lama sudah berjalan, Kim Thi sia mulai habis kesabarannya mendadak ia
bertanya: "Apakah masih jauh?"
"sebentar lagi sudah sampai"
setelah membelok sebuah tikungan, mereka berjalan kembali beberapa waktu.
Kim Thi sia mulai memperhatikan keadaan sekelilingnya, didepan mata sekarang telah muncul
sebuah gedung yang amat besar, dua puluhan orang lelaki kekar yang terbagi dalam dua barisan
berdiri berjajar disisi gedung dengan tombak terhunus, penjagaan disekitar sana terasa amat
ketat. "Pasti sudah sampai......" pikir Kim Thi sia diam-diam.
Ternyata dugaannya memang benar, terdengar kedua orang itu berkata dengan lirih: "Harap
siauhiap menunggu sebentar kami akan lapor dulu pada pangcu."
Habis berkata rasul racun mengerling sekejap kearah rekannya dan kakek ceking itu
menanggapi serta manggut-manggut.
Maka rasul racunpun melangkah pergi lebih dulu dengan langkah lebar. sementara itu suara
gelak etrtawa yang amat nyaring lama-lama berkumandang dari balik gudang besar itu, agaknya
tak sedikit orang yang berada disana dari gelak tertawa yang nyaring bisa diketahui pula bahwa
tenaga dalam yang dimiliki orang itu amat sempurna. Rasul racun segera melangkah kedepan
mendekati gedung tersebut, namun ia tak berani memasuki ruangan tadi, sambil berdiri diluar
pintu segera serunya: "Tongcu bagian hukum rasul racun ada urusan hendak dilaporkan kepada pangcu."
Gelak tertawa didalam ruangan segera berhenti sejenak. karena menyusul kemudian terdengar
seseorang menegur dengan suara yang amat nyaring. "Apakah rasul racun yang datang?"
" benar hamba" jawab rasul racun sambil munduk-munduk penuh hormat.
"Ada urusan apa?"
" Lapor pangcu, murid si malaikat pedang berbaju perlente ingin bertemu dengan kau orang
tua, bahkan mengatakan berniat menggabungkan diri dengan Ta y sang pang kita. Tolong tanya
apakah pangcu berniat untuk menemuinya."
"Aaaai....." suara orang itu kedengaran agak tertejut, sesaat kemudian ia baru bertanya.
"Apakah kau tidak salah melihat?"
"Hamba tak berani bertindak gegabah."
"udah diberi obat dari perkumpulan kita?"
"Belum" "Mengapa kau tidak melaksanakan peraturan yang telah digariskan oleh perkampungan kita?"
"Berhubung hamba melihat bahwa dia adalah muridnya malaikat pedang berbaju perlente
maka...maka......." saking gelisahnya, siutusan racun sampai dibuat gelagapan dan tak mampu meneruskan
perkataannya lagi. "Hmmm, kau benar-benar teledor jika keadaan ini dibiarkan terus, bagaimanakah
pertanggungan jawabmu kepadaku... ^ "
"Yaa.....hamba memang pantas dihukum mati tapi mohon pangcu tadi mengampuni kesalahan
ini" ucap rasul racun cepat-cepat dengan peluh dingin bercucuran membasahi tubuhnya.
"Ehmmmm, mengingatkan adalah pembantuku yang setia selama banyak tahun dan
kesaksianmu tak ada cacadnya, maka aku bersedia mengampuni kesalahanmu untuk kali ini saja
tapi......." Mendadak orang itu berhenti berbicara hal ini membuat rasul racun menjadi amat gelisah
hingga hampir saja bertekuk lutut. saat itulah terdengar orang itu berkata lagi:
"Lain kali, jika kau sampai melakukan keteledoran yang sama sekali lagi, jangan salahkan bila
aku akan menindakmu tegas."


Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rasul racun menjadi sangat kegirangan namun rasa gembira tersebut tak berani diperlihatkan
diwajahnya kembali ujarnya dengan sikap yang menghormat:
"Terima kasih atas kebaikan pangcu, budi ini tak akan hamba lupakan untuk selamanya."
"Nah, ajaklah dia masuk"
Rasul racun segera menggapai kebelakang cepat-cepat kakek ceking itu mengajak Kim Thi sia
memasuki ruangansambil berjalan kakek ceking itu kembali berpesan dengan suara lirih:
"Setelah berjumpa dengan pangcu nanti harap siauhiap suka menjawab semua pertanyaan
yang diajukan sejujurnya Jangan sekali-kali mencoba menipu atau mengelabuhi sebab pangcu
kami berilmu sangat hebat dan melihat kebohongan orang. Bila sampai ketahuan bohongnya,
sudah pasti siksaan yang bakal diterima tak akan tertahan oleh seorang pemuda seperti kau, biar
akupun......hmmm.....mungkin tak....."
Mendadak ia seperti merasa tak baik untuk melanjutkan kata-katanya, maka ucapan tersebut
terhenti sampai ditengah jalan-
"Aku sudah tahu" jawab Kim Thi sia segera.
Mendadak terdengar ^uara teriakan keras bergema memecahkan keheningan.
"Pangcu tiba." Cepat-cepat kakek yang kurus kecil itu menjatuhkan diri berlutut keatas tanah, dia menarik
tangan Kim Thi sia untuk diajak berlutut pula namun Kim Thi sia sebagai pemuda yang tinggi hati
tak sudi berlutut kepada siapa saja. Pikirnya dihati:
"Hmmm, lutut seorang lelaki seperti lebih berharga daripada emas selaksa tahil, kenapa aku
mesti berlutut pada seorang pentolan perampok macam begitu?"
sementara itu dari balik ruangan telah muncul empat orang manusia. sebagai orang pertama
adalah seorang lelaki berperawakan tinggi besar seperti malaikat yang berjubah hijau, sayang
hidungnya bengkok seperti paruh betet. Madanya tajam seperti mata maling berwajah
menyeramkan. orang ini tak lain adalah ketua Tay sang pang yang disebut Ciang ceng Thian kang (pukulan
yang menggetarkan jagad) Khu it cing.
orang kedua berusia enam puluh tahunan berkepala harimau bermata macan, ia memakai baju
berwarna kuning. orang ini adalah salah satu pembantu utama dari ketua Tay sang pang yang
disebut orang jago pedang angin dan guntur Ti Hui.
orang ketiga dan keempat berdandan sebagai tosu yang berusia lima puluh tahunan,
memegang senjata kebutan dan bersinar mata amat tajam, dalam sekilas pandangan saja orang
akan tahu kalau mereka merupakan jago-jago lihay yang bertenaga dalam amat sempurna.
setelah mengambil tempat duduk. keempat orang itu segera mengawasi Kim Thi sia dengan
pandangan kaget bercampur tercengang, agaknya mereka tercengang kalau manusia macam Kim
Thi sia merupakan anak murid dari malaikat pedang berbaju perlente.
Dengan kening berkerut ketua Tay sang pang Khu It cing segera berkata dengan suara dalam:
"saudara cilik adalah murid keberapa dari malaikat pedang berbaju perlente" dapatkah
kuketahui?" "Murid kesepuluh."
" Kesepuluh?" Khu It cing berseru keheranan- "Aku dengar malaikat pedang berbaju perlente
hanya mempunyai sembilan orang muris, yang dibagi dalam urutan "emas, perak, tembaga, besi,
air, kayu, api, tanah dan bintang" jangan-jangan saudara cilik hanya mengaku-ngaku saja?"
Perkataan itu diutarakan amat datar dan hambar sehingga sulit bagi orang lain untuk menebak
isi hatinya. Dengan wajah tak senang Kim Thi sia segera berseru:
"oooh, jadi kau mengatakan aku hanya mengaku-ngaku saja?"
Sebagai pemuda yang sudah lama tinggal digunung dan baru pertama kali terjun kedalam
dunia persilatan, ia sama sekali tidak mengerti tentang sopan santun seorang muda terhadap
orang tua, dan hanya tahu apa yang ingin diutarakan, segera diucapkan tanpa segan-segan- Khu
It cing kembali berkerut kening, nampaknya diapun merasa tak senang hati, namun sebagai
seorang yang licik dan berotak cerdas, dia tak pernah memperlihatkan perasaan girang, sedih atau
gusarnya didepan wajahnya. Kembali katanya dengan suara hambar:
"Aku sama sekali tak bermaksud demikian, aku hanya menginginkan saudara cilik menjelaskan,
bagaimana kisahnya sampai malaikat pedang berbaju perlente menerimamu lagi sebagai muridnya
yang kesepuluh?" "Aku tidak tahu, pokoknya suhu menerimaku menjadi muridnya karena ia mempunyai janji
demikian dengan ayahku, apa yang sebenarnya terjadi tidak kupahami."
Dengan sinar matanya yang tajam Khu It cing menatap sekejap wajah Kim Thi sia sebagai
orang yang berpengalaman ia segera tahu kalauperkataan itu jujur maka katanya kemudian sambil
manggut-manggut. "saudara cilik mengatakan kalau kau berkeinginan masuk menjadi anggota Tay sang pang,
bolehkan aku tahu alasan yang membuatmu berkeinginan untuk melakukan hal ini?"
"siapa bilang aku punya hasrat untuk menjadi anggoat Tay sang pang, aku kemari karena
hendak mengajakmu untuk merundingkan suatu persoalan. Hmm, jangan kau pandang diriku
kelewat rendah." Begitu ucapan tersebut diutarakan, paras muka rasul racun dan sikakek ceking yang berdiri
disisinya segera berubah hebat, serentak mereka membentak keras:
"Hey bocah busuk. bukankah kau sendiri yang mengatakan hal tersebut kepada kami. Rupanya
kau berniat membohongi kami?"
Khu It cing segera mengulapkan tangannya smabil menukas: "Kalian tak boleh banyak
berbicara" "Baik,..." sahut kedua orang itu dengan sikap menghormat, namun sinar matanya yang penuh
kebencian tak urung mengerling sekejap kearah Kim Thi sia.
setelah tersenyum Khu It cing berkata lagi:
"Persoalan apakah yang hendak saudara rundingkan denganku?"
Dengan wajahnya yang dingin menyeramkan, senyuman tersebut mendatangkan perasaan
yang lebih mengerikan bagi siapapun yang melihat. Kim Thi sia muak sekali, ujarnya segera:
"Aku dengar pihak kalian mempunyai sejenis obat racun yang berdaya kerja lambat. barang
siapa telah menelannya maka dalam setengah tahun berikut harus mentaati perintah, kalau tidak
dia akan mati akibat keracunan- Benarkah ada kejadian seperti ini?"
"Benar, ada urusan apa saudara cilik menanyakan persoalan ini?" kata Khu it cing hambar.
"Terus terang saja kukatakan- aku sengaja datang menemuimu karena aku ingin meminta
penawar racun tersebut darimu." Khu It cing jadi melongo.
"Jadi maksud kedatangan saudara cilik untuk meminta obat pemusnah racun adalah untuk
menolong murid perkumpulanku yang murtad?"
sebelum Kim Thi sia sempat menjawab rasul racun telah berteriak lantang:
"Pangcu, orang yang hendak ditolong bocah keparat ini adalah budak rendah tersebut, Yu Kien-
" "Hey, kau menyebut budak rendah, lantas manusia macam apa pula dirimu itu?" tukas Kim Thi
sia sambil melotot. sambil menarik muka Khu It cing segera menukas:
"Aku telah menyuruh mu jangan ikut berbicara, mengapa kau nekad terus" Apakah kau tidak
memahami perkataanku itu?"
"Yaa...yaa.....tecu memang berdosa" dengan penuh rasa takut rasul racun mengiakan berulang
kali. Khu It cing segera berkata kembali:
"saudara cilik, tahukah kau bahwa tindakanmu menolong murid perkumpulan kami yang
murtad merupakan suatu tindakan yang melanggar peraturan kami?"
" Kalau tahu kenapa, kalau tidak kenapa pula?" tanyang Kim Thi sia ketus. Khu It cing tertawa
nyaring. "Bila kau tak tahu maka mengingat perbuatanmu tak disengaja, aku bersedia melepaskan
dirimu asal kau mengutungi sepasang lenganmu sendiri, tapi kalau kau berhasrat memusuhi
perkumpulan kami, hal ini sama artinya dengan mencari kematian buat diri sendiri"
"Jangan membicarakan soal itu lebih dulu, aku ingin tahu. Bersediakan kau menyerahkan obat
penawar racun tersebut?"
Berubah paras muka Khu It cing, pepatah kuno bilang, pohon membutuhkan kulit, manusia
memerlukan muka. setelah ditegur Kim Thi sia secara langsung dihadapan orang banyak, betapapun hebat dan
pintarnya Khu It cing, tak urung dibuat berang juga akhirnya. Dia segera tertawa keras, lalu
berseru: "Jadi saudara cilik khusus kemari untuk meminta obat penawar racun?"
"Benar" jawab Kim Thi sia dengan lantang. "Bahkan aku hendak menantangmu untuk bertarung
berapa ratus gebrakan, berani kau menerima tantanganku itu?"
saking gusarnya Khu It cing tertawa tiada hentinya sampai lama sekali ia tidak berbicara
sepatah katapun- Kim Thi sia juga tak menggubris sikap lawan dia berkata lebih lanjut:
"Jika aku yang kalah terserah hukuman apa yang akan kaujatuhkan kepadaku, tetapi bila aku
beruntung bisa mengungguli dirimu, jangan lupa hadiahkan dua ratus butir obat penawar racun
kepadaku nah bila berani hayo kita laksanakan sekarang juga. Aku tak punya cukup waktu untuk
bersilat lidah denganmu"
JILID 8 Perkataan ini benar-benar menggusarkan ketua Tay sang pang yang merasa dirinya jagoan ini,
mukanya hijau membesi sampai berapa saat lamanya ia tak mampu mengucapkan sepatah
katapun. Sebelum mendirikan perkumpulan Tay sang pang dahulu sesungguhnya si Tangan sakti
penggetar jagad Khu It Cing sudah merupakan seorang kepala perampok yang sangat termashur
didaratan Tionggoan, selama ini dia hanya tahu memberi perintah memandang tinggi kedudukan
sendiri dan memandang hina kawanan jago persilatan lainnya.
Ilmu silat yang dimiliki memang sangat tangguh, tapi hatinya kejam, buas dan sama sekali tak
berperasaan sekalipun dia sombong sekali namun tak pernah ada orang yang berani mencabut
kumis dari wajah harimau apalagi sampai membuat perselisihan dengan dirinya.
Sungguh tak nyana Kim Thi sia yang masih muda dan sama sekali tak punya nama, sekarang
justru mengupatnya secara blak-blakan dihadapan orang banyak gejala semacam ini dialami tak
heran dia meniadi sewot sekali.
Kendatipun demikian, ia berusaha untuk menjaga diri mengingat kedudukannya yang terhormat
dan tinggi, dia tak ingin berkelahi dengan seorang anak muda yang sama sekali tak bernama itu
sebab tindakan tersebut dapat menurunkan pamor sendiri.
Betul hatinya snagat mendongkol dan jengkelnya setengah mati, akan tetapi tidak terlihat suatu
tindakan yang mungkin akan mengancam jiwa lawan.
Mendadak sijago pedang angin dan guntur melompat bangun dari tempat duduknya, lalu
berkata dengan suara yang dalam dan lambat.
"Harap pangcu jangan gusar. serahkan saja bocah kecil ini kepadaku, biar aku yang
melenyapkan dengan sebuah pukulan."
Khu It cing dengan suara menggeledek Kim Thi sia segera membentak keras. "Berani atau tidak
hayo cepat katakan, apakah Tay sang pang kalian hanya terdiri manusia-manusia yang bernama
kosong saja termasuk kau?"
sijago pedang angin dan guntur sangat berang, dia melompat maju kemuka dan segera
mengayunkan telapak tangannya yang besar untuk menghantam lawannya. Tapi sebelum
tindakan tersebut dilakukan mendadak terdengar Khu It cing berseru: "Tunggu sebentar adik Ti"
Kemudian sambil melompat bangun dari tempat duduknya, ia berseru kembali:
"Dalam puluhan tahun terkahir belum pernah seorang manusia yang berani mencaci maki
dihadapku kecuali kau orang pertama, hari ini aku akan melanggar kebiasaan dengan melayani
dirimu. Jika didalam lima gebrakan aku tak mampu membinasakan kau diujung tanganku, bukan
saja akan kuhadiahkan dua ratus butir pil pemusnah racun, bahkan akan kuperintahkan kepada
segenap anggotaku agar selanjutnya tidak mengganggu seujung rambutmu......."
"sungguhkah perkataanmu itu?" Kim Thi sia menegaskan. Dengan penuh amarah Khu It cing
berseru: "Kau anggap aku ini siapa" apakah bicaraku suka menela mencle dan tak bisa dipercaya?"
Dengan cepat Kim Thi sia menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Tidak bisa, aku membutuhkan beberapa orang saksi kalau tidak, bila kau mungkir sampai
waktunya aku akan repot dengan sia-sia saja........?"
Pucat pias selembar wajah Khu It cing saking mendongkolnya, mendadak ia tertawa keras, lalu
sambil menunjuk kearah dua orang tosu yang berada dibelakangnya, ia berkata:
"saudara cilik, kedua orang ini merupakan jago-jago pedang yang amat termashur dari Bu tong
pay, bagaimana kalau mereka berdua yang menjadi saksi dalam persoalan ini?"
Kedua orang tosu tua itu serentak bangkit berdiri dan berseru sambil menjura:
"Pinto tak becus dan tidak memiliki kemampuan apa-apa, tapi kami bersedia bertindak sebagai
saksi bagi Khu pangcu."
"Kalau begitu hayolah" seru Kim Thi sia kemudian.
Dengan langkah lebar dia beranjak keluar dari ruang tengah dan langsung menunjuk ketengah
tanah lapang. Perasaan hatinya sekarang dicekam dalam ketegangan yang luar biasa, ia tahu nama besar
tangan sakti penggetar jagad termashur diseluruh kolong langit dan dikenal oleh setiap orang,
sudah pasti ia bukan manusia sembarangan.
Tapi bila teringat akan Yu Kien, sinona berbaju hitam yang sedang bergulat dengan maut
sedang ia sendiripun membutuhkan latihan yang sering untuk menghisap tenaga dalam lawan
guna memupuk kekuatan sendiri, perasaan yang semula bergolakpun pelan-pelan menjadi tenang
kembali. Tatkala orang-orang penting dari perkumpulan tay sang pang mengetahui akan peristiwa aneh
tersebut, banyak diantara mereka yang segera mengajukan diri untuk mewakili ketua mereka dan
berusaha membaiki ketuanya, tapi permintaan mereka ditolak semua oleh Khu It cing secara
tegas. Hal ini menandakan bahwa kali ini Khu It cing benar-benar sudah dibikin sangat marah.
Setelah mengatur posisinya, Kim Thi sia segera berpaling kearah kedua orang tosu tua itu
seraya serunya: "Hey, coba kalian perhatikan dengan lebih jelas lagi"
Ucapan tersebut sama sekali tak mengenal sopan santun, tentu saja kedua orang tosu tua itu
segera berkerut kening dan diam-diam mendengus marah.
sementara itu hawa napsu membunuh yang amat tebal telah menyelimuti seluruh wajah Khu It
cing setelah mengambil posisinya, ia segera menegur: "Hey, sudah siapkah kau?"
"silahkan kau mulai menyerang"
Khu It cing segera mengeruyitkan alis matanya, tiba-tiba seluruh tulang belulangnya
kedengaran gemerutukan kerja, ketika tangannya diayunkan kedepan secara ringan seketika itu
juga muncullah segulung tenaga yang maha dahsyat meluncur kedepan dan menerbangkan pasir
serta batuan- Begitu dahsyat ancaman tersebut, dalam waktu singkat telah menyelimuti seluruh badan Kim
Thi sia. Menghadapi ancaman tersebut Kim Thi sia menarik napas panjang-panjang lalu sambil
menghimpun segenap kekuatan tubuh yang dimilikinya ia sambut datangnya ancaman tersebut,
tentu saja disertai dengan ilmu Ciat khi mi khi guna menghisap kekuatan lawan.
"Blaaammmmmmmmmm............."
Suatu ledakan keras bergema memecahkan keheningan keadaan Kim Thi sia waktu itu ibarat
kecapung yang menubruk tiang. Ia segera terlempar kebelakang dan jatuh terbanting sejauh
empat, lima kaki dari posisinya semula. Debu dan pasirpun segera menyelimuti seluruh angkasa.
sorak sorai yang gagap gempita segera menggetarkan seluruh jagad, para anggota Tay sang
pang sama-sama memberikan pujian atas kehebatan ketua mereka bahkan ada pula diantaranya
yang segera mempersiapkan alat cangkul dan sekop untuk mengubur jenasah sianak muda itu.
Tapi suatu kejadian aneh segera berlangsung didepan mata, mendadak terdengar para jago itu
menjerit kaget: "Aaah, ternyata belum mampus."
Pelan-pelan Kim Thi sia merangkak bangun dari balik tumpukkan pasir, lalu sambil
membersihkan mukanya dari debu, ia berteriak lagi keras-keras: "Hayo cepat lancarkan
seranganmu yang kedua"
Khu It cing merasa terkejut bercampur gusar, diam-diam pikirnya:
"sialan benar, padahal didalam seranganku barusan, paling tidak telah kusertai tenaga pukulan
sebesar lima ratus kati lebih, namun dalam kenyataan tak berhasil membinasakannya.
Baik.......kali ini akan kutambah lagi tenaga seranganku dengan dua bagian."
Berpikir demikian, diapun segera menghimpun tenaganya lebih besar lagi sambil melepaskan
sebuah serangan yang maha dahsyat.
Angin pukulannya kali ini disertai dengan suara desiran angin tajam yang memekikkan telinga,
langsung meluncur kemuka dengan kecepatan luar biasa.
Dimana angin pukulan itu menyambar lewat, pasir dan debupun segera berterbangan
menyelimuti angkasa keadaannya waktu itu benar-benar mengerikan hati.
Tanpa berpikir panjang, Kim Thi sia segera mengayunkan telapak tangannya untuk menyambut
ancaman tersebut. "Blaaammmmmmmm........"
suara ledakan yang kemudian timbul ternyata beberapa kali jauh lebih nyaring dan dahsyat
daripada bentrokan yang pertama kali tadi.
Kim Thi sia segera mendengus tertahan, tubuhnya terlempar sejauh lima enam kaki lebih dari
posisinya semula dan jatuh terpelanting diatas tanah.
Kepalanya segera terasa pusing tujuh keliling, pandangan matanya berkunang-kunang dan
peredaran darahnya bertambah cepat. Namun dengan tangguhnya pemuda itu merangkak bangun
kembali dari atas tanah. Kali ini napasnya sudah tersengkal-sengkal seperti suara napas kerbau, dari kejauhan sana
dengusnya napasnya telah kedengaran dengan jelas.
Berubah hebat paras muka semua orang begitu pula dengan Khu It cing sendiri, dengan
memancarkan sinar mata yang tajam bagaikan sembilu dia segera membentak keras dan
melancarkan serangan kembali dengan mendorong sepasang tangannya secara bersama-sama.
Kim Thi sia menjerit kesakitan seperti layang-layang yang putus tali, tubuhnya mencelat jauh
tujuh, delapan kaki lebih dari posisi semula.
Kali ini dia merasakan isi perutnya amat sakit, peredaran darahnya mengalir tak beraturan,
biarpun dia sudah mencoba untuk merangkak bangun dengan sekuat tenaga namun tak berhasil
untuk berdiri tegak kembali.
Pada saat itulah entah siapa yang mulai dahulu, tiba-tiba berkumandang teriakan-teriakan yang
sangat keras. "Bocah keparat itu telah mampus bocah keparat itu telah mampus......."
sebaliknya Khu It cing sendiri segera berkata kembali sambil menghela napas panjang.
"Selama banyak tahun terakhir ini, hanya beberapa orang saja yang sanggup menerima
beberapa buah pukulanku sekaligus. Padahal ilmu silat yang dimiliki bocah ini tidak seberapa
hebat, tapi tubuhnya justru begitu keras dan tangguh apabila dibiarkan hidup selama beberapa
tahun lagi entah bagaimana jadinya...."


Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

semua perkataan yang diucapkan olehnya memang merupakan suatu kenyataan yang tak bisa
dibantah dan perlu pertimbangan yang serius. Cepat-cepat kedua orang tosu tua itu
menyambung: "Kepandaian silat yang dimiliki Khu pangcu memang sangat hebat bila pinto sanggup
mempelajari satu dua jurus saja niscaya hati kami akan merasa puas sekali......"
Khu It cing segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Sungguh menyesal dalam kenyataan bocah muda ini mampu menyambut tiga buah pukula
sekaligus sebelum mampus."
Lalu sambil berpaling kearah dua orang lelaki yang berada disampingnya dia berseru: "Kuburlah
jenasahnya......." Mendadak tubuh Kim Thi sia bergerak kembali bahkan pelan-pelan merangkak bangun kembali
dari atas tanah. Waktu itu pakaian yang dikenakan telah compang camping tak karuan lagi bentuknya terkoyakkoyak
oleh angin pukulan lawan yang begitu dahsyat, ditambah pula dengan debu dan pasir yang
melekat diatas tubuhnya, hal ini membuat dia mirip dengan sebuah manusia lumpur bila dilihat
dari kejauhan. Terdengar pemuda itu berseru sambil mendehem beberapa kali: "Hayolah serangan
keempat...... cepat lepaskan serangan yang keempat."
Berubah hebat paras muka Khu It cing setelah menyaksikan kejadian tersebut, sementara para
anggota Tay sang pang lainnya sama-sama menjerit tertahan...
Rasa kaget, curiga, heran dan gusar segera berkecamuk didalam benaknya membuat gembong
iblis ini menjadi berang dan sangat mendongkol. ingatan jahatpun turut muncul didalam
benaknya, ia tahu bila manusia semacam ini tidak disingkirkan mulai sekarang, sudah dapat
dipastikan akan menjadi bibit bencana baginya dikemudian hari.
Maka sambil menghimpun seluruh tenaga dalam yang dimilikinya, ia membentak keras dan
segera mengayunkan sepasang tangannya kedepan.
serangannya kali ini mengandung kekuatan yang mencapai ribuan kati lebih, segulung nagin
puyuh yang sangat kencang segera menderu-deru meluncur kedepan.
Ketika Kim Thi sia mencoba untuk memberikan perlawanan dengan kekerasan, seketika itu juga
ia merasakan datangnya tenaga tekanan yang maha dahsyat langsung menekan keatas dadanya.
Ia segera mendengus tertahan dan berjungkir balik sejauh tujuh, delapan kaki lebih dan untuk
sesaat tak mampu merangkak bangun kembali.
Tiba-tiba Khu It cing mendesak maju kemuka dengan kecepatan luar biasa, sepasang
tangannya diayunkan bersama. lagi-lagi timbul dua gulung tenaga pukulan yang maha hebat
seperti gulungan ombak ditengah samudra yang mendesak kemuka.
Entah dari mana munculnya kekuatan ditubuh Kim Thi sia yang setengah sadar itu, tahu-tahu
segulung tenaga murni menembusi seluruh badannya dari pusar membuat ia segera
menggelinding sambil melompat bangun. Kemudian secara membabi buta dia mengeluarkan jurusjurus
serangan tangguh terus sampai akhir dan "menyunggih langit menindih budi" ilmu pedang
panca Buddha untuk menghadapi datangnya ancaman tersebut.
Berpuluh-puluh ribu bayangan tangan secara menyelimuti seluruh angkasa, kemudian ecara
aneh sekali menembusi kekuatan lawan dan langsung menyergap kedada dan bahu Khu It cing
Dalam waktu singkat Khu It cing merasakan seluruh pandangan matanya telah dilamurkan oleh
bayangan tangan lawan yang berlapis-lapis, lapisan bayangan tangan tersebut mirip awan, tapi
mirip pula dengan kabut yang kiri kanan tak mungkin bisa dihindari lagi.
Dalam keadaan begini, dengan mempertaruhkan kemungkinan tersambarnya pakaian yang
dikenakan hingga robek dengan suatu gerakan cepat dia melepaskan pula sebuah serangan jari.
Peristiwa tersebut berlangsung cepat sekali, tahu-tahu Kim Thi sia sudah berteriak keras sambil
roboh kebelakang. sebaliknya Khu It cing sendiri terdorong mundur sejauh dua langkah lebih.
Namun pakaian dibagian bahunya kelihatan ada bekas cakaran yang menyebabkan robek.
Dengan wajah berubah hebat cepat-cepat dia mengayunkan kembali telapak tangannya siap
melepaskan serangan lebih jauh.
Mendadak terdengar kedua orang tosu tua itu berteriak keras. "Khu pangcu tahan... lima jurus
sudah lewat...." sambil berpekik nyaring Khu It cing segera menarik kembali serangannya sambil berpaling. ia
saksikan Kim Thi sia telah berdiri dengan sempoyongan malah sambil mendesak kedepan, ia
bergumam tiada hentinya. "serahkan obat penawar racunnya........ serahkan obat penawar racunnya kalau tidak mari kita
bertarung puluhan jurus kembali."
Khu It cing tertawa pedih, ia segera menitahkan kepada anak buahnya untuk menyiapkan obat
yang dimaksud. Maka semenjak peristiwa itulah dalam dunia persilatan telah beredar sebuah perkataan yang
berbunyi begini: " Lebih baik disengat jarum mulut harimau dari keluarga Tong, ketimbang menghadapi Kim Thi
sia murid malaikat pedang."
Padahal jarum mulut harimau dari keluarga Tong di Szuchuan termashur karena kehebatan
racunnya. Barang siapa terkena sengatan maka lima langkah kemudian tentu tewas. Namun bila
bertemu dengan Kim Thi sia orang akan dibikin pusing dengan ulahnya yang tak kenal gentar atau
mundur itu. ooo sinar matahari senja telah menyinari seluruh tebing Bwee hoa nia dibarat kota.
Waktu itu Kim Thi sia belum tahu kalau dia telah disebut orang persilatan sebagai manusia
yang paling susah dihadapi dalam dunia persilatan.
setelah meninggalkan Tay sang pang dan beristirahat sehari semalam kesegaran tubuhnya
mulai pulih kembali seperti sedia kala. saat itulah dengan membawa kedua ratus butir pil penawar
racun itu ia berangkat menuju ketebing Bwee hoa nia.
Dibawah sebatang pohon benar tampak seorang nona berbaju hitam berdiri menanti dengan
wajah gelisah, perasaan masgul, sedih dan murung jelas tertera diatas wajahnya.
Ketika Kim Thi sia mendekati kesisinya nona itu belum merasa juga sepasang matanya yang
mendelong nampak berkaca-kaca oleh air mata tiba-tiba ia menghela napas panjang, lalu sambil
menyandarkan kepalanya diatas dahan pohon ia menangis terseduh-seduh.... Menyaksikan hal ini,
Kim Thi sia segera berpikir:
"Dia pasti mengira aku sudah mengalami sesuatu peristiwa yang tak diinginkan.
Aaai....perasaan wanita memang terlalu lemah hanya dikarenakan nasibnya yang tragis ia
menangis karena kuatir aku tak berhasil mendapatkan obat penawar racun sehingga kehilangan
nyawa?" Maka dihampirnya gadis tersebut lalu serunya sambil menepuk bahunya lembut. "Yu Kien, aku
telah kembali" Nona berbaju hitam itu terperanjat dan segera berpaling, kemudian dengan perasaan setengah
terkejut gembira ia berseru: "Kau tidak apa-apa bukan?"
"Tentu saja." Jawaban tersebut diucapkan dengan amat ketus dan kasar, seakan-akan tidak seharusnya nona
tersebut bertanya begitu karena dia pasti tak apa-apa.
Nona berbaju hitam itu menjadi tertegun, tapi kemudian katanya lagi dengan wajah berseri:
"Yaa aku tahu kepandaian silatmu memang hebat aku sangat kagum, tadi aku masih
mengira......" mendadak ia merasa perkataan selanjutnya tak baik diutarakan maka perkataan tersebut
segera diurungkan ditengah jalan dan berganti perkataan lain.
" Kau tidak terluka bukan?" tanyanya kemudian-
"Mana mungkin aku bisa terluka?"
sekali lagi nona berbaju perlente itu berkerut kening, diam-diam diapun berpikir.
" orang ini benar-benar sombong dan tinggi hati, seakan- akan setiap perbuatan yang dilakukan
seratus persen pasti berhasil dan tak akan melakukan kesalahan, padahal usianya masih muda tapi
nyatanya semua ucapannya jauh lebih mantap daripada perkataan ketua Tay sang pang, Khu It
cing sendiri" sementara dia masing termenung, Kim Thi sia telah mengeluarkan obat racun itu dan
diserahkan kepadanya sembari berkata:
"Nah, aku telah mintakan dua ratus butir pil penawar racun yang bisa mempertahankan
hidupmu sampai seratus tahun lebih, aku pikir jatah obat tersebut tentu jauh lebih cukup untukmu
bukan" bagi seorang manusia, hidup sampai usia seratus tahunpun sudah luar biasa sekali, tapi
jika kau merasa belum cukup biar kucari Khu It cing untuk meminta berapa ratus butir lagi......."
Perkataan tersebut benar-benar membuat nona berbaju hitam itu menangis tak bisa,
tertawapun tak dapat, namun melihat sikapnya yang tulus, polos dan jujur diapun merasa tak baik
untuk menegurnya. Maka sambil menerima pemberian obat tersebut, serunya dengan penuh rasa berterima kasih.
"Terima kasih banyak atas bantuan siauhiap. biar tubuh harus hancurpun siauli pasti akan
membalas budi kebaikanmu ini."
Kim Thi sia segera berkerut kening, serunya:
"Aku paling tak suka mendengar perkataan seperti ini, terus terang saja kukatakan, bila aku
ingin berbuat sesuatu, maka biar langit ambrukpun tak akan mampu meritangi niatku, tapi sekali
aku enggan melakukan sesuatu, biat dibunuhpun tak bakal kulakukan. Jika kau mengira aku
membutuhkan balas jasa atas pertolongan yang telah kuberikan dan menginginkan pamrih atas
pemberian obar penawar racun tersebut maka tanggapanmu ini keliru besar"
Nona berbaju hitam itu benar-benar tak mampu meraba watak sebenarnya dari anak muda
tersebut, sepintas lalu dia mengira pemuda tersebut lugu, polos dan tak mengerti urusan tapi
wataknya ternyata begitu khas dan luar biasa anehnya, membuat dia sendiripun kadang kala
mengira bahwa pemuda tersebut adalah seorang yang sudah kenyang pengalaman dan pandai
sekali membawa diri. Menghadapi manusia dengan watak demikian, terpaksa diapun harus memberikan
imbangannya . "siauhiap" katanya kemudian- "siauli sangat kagum atas kehebatan, keberanian dan kebaikan
hatimu. Harap kau jangan marah dengan ucapanku tadi, untuk itu harap kau sudi
memaafkan..............."
"Aku rasa diantara kita tidak terdapat persoalan yang perlu dimaafkan-......." sela Kim Thi sia
cepat. Berbicara sampai disitu diawasinya nona berbaju hitam itu lekat-lekat, dia seperti hendak
mengucapkan sesuatu lagi tapi kemudian niat tersebut diurungkan karena merasa masalahnya
amat besar dan berat. sikap ini dengan cepat menimbulkan salah tanggapan bagi nona berbaju hitam itu, apalagi
setelah mendengar ucapannya yang terakhir dengan cepat pikirannya melayang kesuatu hal yang
amat sensitif baginya. Kontan saja hatinya menjadi berdebar keras wajahnya berubah menjadi merah padam dan
kepalanya ditundukkan rendah-rendah karena malu.
Biar begitu hatinya terasa hangat kendatipun pemuda ini tidak terbilang tampan namun
perawakan tubuhnya, tingkah lakunya wataknya serta pandangan matanya yang menyembur
gumpalan api yang aneh mendatangkan kesan yang amat mendalam baginya.
"Dia jujur, polos dan berhati mulia" demikian ia berpikir. "Dikemudian hari pasti akan menjadi
seorang manusia luar biasa sedangkan aku telah berbuat bodoh dengan menggabungkan diri
kedalam kelompok orang jahat, mesti kesucian tubuhku tak pernah ternoda, tapi aku malu untuk
bertemu lagi dengan orang tuaku setelah memperoleh kebebasan sekarang biarlah kuhabiskan
sisa hidupku dengan berkelana dalam dunia persilatan. Aaaai.......dalam masa begini, seandainya
kuperoleh pasangan hidup seperti dia, kehidupanku pasti akan bertambah bahagia."
Maka sambil mementangkan matanya lebar-lebar dan penuh pancaran sinar cinta dia
mengawasi Kim Thi sia serta memperhatikan kata-kata berikut dengan seksama.
Agaknya Kim Thi sia pun dapat merasakan sikap penantian dari nona berbaju hitam itu tanpa
berpikir panjang ia segera berseru: "Yu Kien, apakah ayahmu bernama Thi Ki ci?"
Dengan perasaan kecewa nona berbaju hitam itu mengangguk. sekarang ia telah menyadari
bahwa apa yang hendak diucapkan pemuda tersebut ternyata jauh berbeda dengan apa yang
dibayangkan dalam benaknya.
Tapi ia toh masih gembira juga, karena Kim Thi sia telah menyebut namanya secara langsung,
padahal kecuali orang tua, sanak keluarga dan orang yang rapat dengannya. Tak pernah ada
orang luar yang menyebutnya dengan panggilan semesra itu......
Terdengar Kim Thi sia berkata lebih jauh:
"Dua hari berselang aku telah bertemu dengannya disebuah kedai minum, bila kudengar dari
nada pembicaraannya dia seperti belum mau mengerti akan dirimu bahkan setiap perkataannya
selalu mengandung nada yang tidak menguntungkan bagimu......."
sepasang mata sinona berbaju hitam itu segera berubah menjadi merah, butiran air matapun
jatuh bercucuran membasahi pipinya, agak tersengguk dia berkata:
"Aku tak akan menyalahkan ayah, memang kesemuanya ini kesalahanku sendiri. siapa suruh
aku melukai hatinya bila dia menyuruh aku mati akupun akan segera mati, bila menyuruh aku
hidup, akupun hidup pokoknya aku bersedia mati untuk menebus dosa dan aib yang telah
menodai nama keluargaku."
Ditatapnya pemuda itu sekejap dengan pandangan murung seakan-akan dia tak senang karena
pemuda tersebut tidak menunjukkan sikap apapun terhadapnya.
Mendadak ia menyadari bahwa sikapnya selama ini selalu menganggap pemuda tersebut
sebagai kekasih hatinya, peristiwa ini begitu aneh dan mengerikan sekali.
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat Kim Thi sia telah menghibur dengan suara lembut.
"Yu Kien kau tak usah kuatir, dalam hati kecilku telah berjanji aku bersumpah akan berusaha
keras untuk mempersatukan kembali kalian sekeluarga, agar kehidupan kalian akan berbahagia
kembali......" "sungguh?" suatu gejolak emosi yang aneh membuatnya melonjak kegirangan.
"Tentu saja sungguh" jawab pemuda itu sambil tertawa.
"Aaai......kau memang sangat baik kepadaku" bisik nona itu kemudian dengan suara sedih.
"segala sesuatunya aku akan menuruti saja keinginanmu....."
Dengan perkataan tersebut secara lamat-lamat dia telah mengutarakan isi hatinya yang paling
rahasia, kemudian dengan perasaan tegang dan malu diliriknya pemuda itu sekejap lalu tertunduk.
sayang Kim Thi sia tidak terlalu menaruh perhatian terhadap perkataannya itu, malah katanya
sambil tertawa: "Haaaah.....haaaah.....haaaah kau memang sangat baik ayahku sering bilang perempuan paling
suka membantah kehendak hati kaum pria, tapi kenyataan sekarang, perkataan tersebut keliru
besar. Haaah....haaah jangan kuatir. Aku pasti akan melaksanakannya secara baik aku pasti akan
mewujudkannya bagimu........."
Nona berbaju hitam itu segera merasakan pipinya menjadi merah dan panas sekali. Andaikata
saat itu malam belum tiba dia pasti akan mencari goa untuk menyembunyikan diri.
Berapa saat kemudian, dengan pancaran mata penuh rasa cinta nona itu mengerling kembali
kearah Kim Thi sia, lalu katanya:
"Andaikata watak ayahku kurang baik dan tak mau menerima penjelasanmu, kau tak usah
lewat menyerempet bahaya.... biar matipun aku akan tetap melindungimu."
"Aaaah, perkataan macam apakah itu?" seru Kim Thi sia dengan wajah bersungguh-sungguh"
selama hidup Kim Thi sia hanya tahu bagaimana berjuang untuk mencapai sasaran. Aku tak mau
menjadi orang kasar yang berhati lemah, apalagi membengkalaikan sesuatu persoalan setengah
jalan....kau tak usah kuatir. Andaikata usahaku ini gagal Kim Thi sia malu untuk hidup didunia ini."
Yu Kien, sinona berbaju hitam itu terbungkam terus dalam seribu bahasa, dia hanya merasakan
hatinya berbeda keras dan tak bisa mengatakan bagaimanakah perasaan hatinya saat itu.
Pemuda yang keras hati ini telah memberikan perasaan aman yang amat besar kepadanya.
Andaikata setiap wanita baik didampingi oleh suami macam begini, maka selama hidupnya pasti
akan dilewatkan dengan perasaan yang aman dan tenteram.
suasana menjadi hening untuk beberapa saat, dalam keadaan begini nona itu hanya dapat
menggunakan pancaran sinar matanya untuk mewakili kata-katanya guna menyampaikan semua
perasaan cinta yang terpendam dalam hati sanubarinya.
sejak bergabung dengan Tay sang pang dalam setahun penuh dia sudah banyak bergaul
dengan aneka ragam manusia, dan atas dasar pengalaman tersebut, ia dapat merasakan bahwa
pemuda yang berada dihadapannya sekarang adalah seorang yang sangat dapat dipercaya.
Bagi seorang pemuda yang selama hidupnya berkelana dalam dunia persilatan biasanya ia
mempunyai perasaan yang amat lemah. Dia membutuhkan seorang pasangan yang dapat
dipercaya untuk membantunya melepaskan diri dari kehidupan yang menjemukan.
Demikian juga keadaan Yu Kien, sinona berbaju hitam itu sekarang, pikirannya terasa amat
kalut dan bimbang. Akhirnya sambil menghela napas dia menengadah dan memandang ujung
langit dikejauhan sana sambil termangu- mangu.
Kim Thi sia yang cermat segera dapat merasakan kekalutan perasaan yang mencekam nona
tersebut, pelan-pelan dihampirinya gadis itu lalu ditepuk bahunya sambil berkata:
"Kau tak usah bersedih hati, kejadian yang sudah lewat anggap saja sebagai angin yang
berlalu, lupakan kesemuanya itu. Kehidupan yang baru dimasa mendatang siapa tahu akan
memberi kebahagiaan dan kegembiraan kepadamu"
Pemuda itu tak sadar bahwa sikap yang diperlihatkannya sekarang telah jauh melangkahi
pergaulan umum antara seorang pria dan wanita. Karenanya disaat dia menepuk bahu sinona
berbaju hitam itu kelihatan tergetar keras, sementara pancaran sinar mata yang muncul dari balik
matapun menunjukkan perubahan yang sangat aneh. "Kau........."
Mendadak gadis itu menggigit bibirnya kencang-kencang lalu menubruk kedalam pelukan Kim
Thi sia dan menangis tersedu-sedu.
Bagaikan seorang bocah bersalah yang bertemu ibunya, semua rasa sedih, murung dan kesal
yang mencekam perasaannya selama ini, segera dilampiaskan semua dalam isak tangis tersebut.
Dengan lemah lembut Kim Thi sia balas merangkul tubuhnya dan membelai rambutnya yang
hitam. Bagi pemuda yang lama hidup digunung dan tak mengenap tentang hubungan laki perempuan,
dia hanya menganggap bahwa tindakannya tersebut wajar dan lumrah, tentu saja ia tak
menyangka bahwa sikap tersebut jauh melebihi sikap seorang suami yang sedang menghibur dan
menyayangi istrinya. sekali lagi sinona berbaju hitam itu merasakan hatinya bergetar keras semacam perasaan aneh
yang hangat dan nyaman yang belum pernah dirasakan seumur hidup, kini menyelimuti dan
mencekam seluruh perasaannya. Rasa sedih, murung dan kesal yang semula membebani
perasaannya. Kinipun hilang lenyap bagaikan terhembus angin-
Dengan hati berdebar keras, nona itu menyandarkan kepalanya diatas dada pemuda tersebut
dan berusaha menikmati kehangatan dan kemesraan itu sebaik-baiknya.
Matanya dipejamkan rapat-rapat napasnya mendengus perlahan seperti seekor burung yang
ketakutan, dia bersandar sambil membisik lirih. "Kim.....Thi......sia...... jangan-......"
Tapi sayang keadaan tersebut tidak berlangsung lama, dan mendadak Kim Thi sia
mendonggakkan kepalanya dan memandang sekejap keadaan cuaca, kemudian sambil mendorong
tubuh nona itu, ia berkata: "Hari sudah gelap aku harus pergi dari sini"
"Kau hendak pergi kemana?" tanya nona itu dengan perasaan terperanjat.
Kim Thi sia terbungkam, dia tak sanggup menjawab pertanyaan tersebut karena dia sendiripun


Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tak tahu kemana ia akan pergi setelah hari ini.
setelah tertegun beberapa saat lamanya ia baru teringat dengan perkataan ayahnya dulu maka
diapun segera berkata begini:
"Aku hanya seorang jago pedang yang hidup menyendiri, didunia ini tak punya sanak atau
keluarga kemana aku akan sampai disitulah aku berada. sebab aku hanya seorang jago pedang
yang tak disenangi siapapun karenanya arah langkahku yang akan menentukan arah tujuanku
mendatang......." Beberapa patah perkataannya itu ia segera menimbulkan perasaan geli yang bercampur
mendongkol didalam hati nona berbaju hitam itu, apalagi menyaksikan sikapnya yang bersungguhsungguh.
Hal ini semakin menandakan betapa anehnya tabiat pemuda tersebut, maka segera
ujarnya: "Bersediakah kau mengajakku serta........"
Kata-kata berikut terasa kurang sepandan untuk diucapkan oleh seorang nona yang masih suci
bersih, karenanya dia menjadi tersipu-sipu dan tak sanggup meneruskan kembali. Tapi sepasang
matanya yang jeli dan penuh pancaran sinar penantian dialihkan kewajah pemuda tersebut.
Kim Thi sia mempertimbangkan sejenak. kemudian berkata:
"Maaf, aku masih ada banyak persoalan yang perlu diselesaikan dengan segera. Bila kau turut
serta, sudah pasti perjalananku mnejadi kurang leluasa, ayahku sering bilang, kalau menempuh
perjalanan bersama seorang gadis, maka hal ini bisa menimbulkan banyak perguncingan orang
terhadap kita berdua."
sepasang mata nona berbaju hitam itu menjadi merah, air matapun mulai berlinang membasahi
pipinya . Melihat itu, cepat-cepat Kim Thi sia berkata lagi:
"Tapi aku berjanji bila semua persoalanku telah kuselesaikan aku pasti akan menemanimu
untuk bermain." Ucapan mana segera membuat hati sinona berbaju hitam itu berdebar keras rupanya janji yang
diberikan pemuda tersebut telah ditanggapi secara lain, sehingga ia menjadi sangat kegirangan.
Cepat-cepat dia berseru: "Kau mesti berhati-hati selama berkelana didalam dunia persilatan ketahuilah dunia persilatan
penuh dengan tipu muslihat dan kelicikan yang mengerikan. Aku.....aku pasti akan menantikan
kedatanganmu. Biar ada hujan badai ataupun angin topan, aku akan selalu menunggu
kedatanganmu dengan selamat ditebing Bwee hoa nia ini bila seandainya nasibmu malang........"
Wajahnya yang cantik segera berubah menjadi redup, dengan nada tandas dan tegas dia
melanjutkan- "Akupun tak ingin hidup seorang diri didunia ini........"
Ketika berbicara sampai disini, dia tak bisa menahan gejolak emosinya lagi sehingga menangis
terseduh-seduh. Dengan perasaan sangat terharu Kim Thi sia segera berkata:
"Kau sangat baik, kelewat memperhatikan diriku, bila persoalanku benar-benar telah selesai.
Pasti akan kutemani dirimu untuk selamanya."
Kemudian setelah mengangguk sambil tertawa dengan langkah lebat iapun beranjak pergi dari
situ. Mendadak nona berbaju hitam itu mengeluh kemudian sambil bersandar dibatang pohon bwee.
Ia menangis terseduh dengan amat sedihnya.
Kim Thi sia menjadi tertegun dan tanpa terasa berpaling, dia seperti ingi mengucapkan sesuatu
namun akhirnya niat tersebut diurungkan sambil mengeraskan hati ia segera membalikkan badan
dan beranjak pergi tanpa berpaling lagi.
Mendadak terlihat sesosok bayangan kecil berwarna hitam meluncur datang dengan kecepatan
tinggi serta menghadang jalan perginya.
"Hey, kita berdua kan belum melakukan duel, mengapa kau sudah ingin pergi?" tegurnya
dingin. suara teguran tersebut amat merdu dan lembut, jelas sudah berasal dari mulut seorang nona
muda. Kim Thi sia segera berhenti sambil mengawasi lawannya lekat-lekat, ternyata bayangan kecil
yang menghadang jalan perginya bukan lain adalah putri dari Thi khi ci yang pernah dijumpai
dirumah makan tempo hari.
Baru sekarang dia teringat kalau masih punya janji dengan gadis tersebut, cepat ujarnya:
"Kalau ingin berduel silahkan berduel, kau anggap aku merasa jeri kepadamu?" Nona itu
tertawa. "Kalau begitu bagus sekali, sangat bagus sekali, nonapun tidak takut kepadamu meski kau
adalah murid dari malaikat pedang berbaju perlente, aku sengaja hendak menantangmu"
sambil berkata ia segera meloloskan pedangnya, diantara kilatan cahaya hijau, sebuah bacokan
kilat segera dilontarkan kedepan.
Dalampada itu sinona berbaju hitam itu menjadi sangat gelisah setelah melihat ada orang
hendak mencari gara-gara dengan Kim Thi sia, menguatirkan keselamatan kekasih hatinya ini,
cepat-cepat dia memburu kedepan sambil menangkis bacokan pedang lawan, kemudian bentaknya
keras-keras: "Siapa kau" mengapa hendak melukai toako ku....."
sinona bertubuh ramping dan memakai pakaian ringkas itu segera mendengus.
"Hmmm.....apa itu engkoh Kim adik Kim. Hmmm......kau siperempuan tak tahu malu."
Tapi setelah melihat wajah sinona berbaju hitam itu dengan jelas, mendadak ia menjerit kaget:
"cici......" sembari menarik kembali pedangnya, ia segera menubruk nona berbaju hitam itu serta
memeluknya erat-erat. Agaknya nona berbaju hitam itupun amat emosi, sambil balas memeluknya ia belai rambutnya
yang panjang dan ujarnya lembut:
"Aaaah, tak kusangka......adik telah sebesar ini, sejak meninggalkan rumah, setiap saat setiap
detik cici selalu merindukan ayah, kau dan adik. Eeeei..... kenapa kau bisa sampai disini. Mana
ayah dan titi (adik lelaki)?"
"Diluar pengetahuan ayah dan titi secara diam-diam aku datang kemari untuk mengajaknya
berduel. Cici, maafkanlah adikmu karena tidak tahu kalau kau datang, sehingga aku telah
mengumpatmu tadi....."
"Tidak apa-apa" sahut nona berbaju hitam itu lembut. "Kita kan sesama saudara sendiri,
biarpun terjadi kesalahan paham, urusan mudah diselesaikan."
Nona muda itu segera menatap wajah Kim Thi sia lekat-lekat, setelah itu serunya:
"Cici, mengapa sih kau bergaul dengan orang ini, dia sangat jahat dengan mengandalkan nama
besar malaikat berbaju perlente bukannya melakukan kewajiban, sebaliknya justru bergabung
dengan Tay sang pang dan bergaul dengan orang-orang jahat......."
Secara ringkas dia segera menceritakan apa yang telah dijumpainya dirumah makan tempo
hari. Bahkan menuduh pemuda tersebut sebagai penjahat yang amat berdosa.
Nona berbaju hitam itu berpaling dan memandang pemuda itu sekejap, lalu seperti memahami
akan sesuatu katanya: "Adikku, kau telah salah menduga sesungguhnya dia adalah seorang yang sangat baik."
Maka secara ringkas diapun menceritakan keadaan yang dialaminya serta penampilan Kim Thi
sia yang begitu gagah perkasa. Tanpa ragu diumpat orang sebagai penjahat, tujuan yang
terutama sebetulnya adalah mencarikan obat pemusnah racun untuknya.
sebagai nona yang pintar setelah tahu bahwa tindakan pemuda tersebut tak lain adalah untuk
menyelamatkan jiwa encinya, semua kesalahan paham yang semula timbulpun seketika tersapu
lenyap hingga tak berbekas. Malah sebaliknya dia menjadi rikuh sendiri
sebagai seorang yang berhati lapang, dengan penuh rasa berterima kasih nona itu menjura
dalam-dalam kepada pemuda tersebut, kemudian katanya:
"Apabula selama ini aku telah bersikap lancang dan kasar, harap siauhiap sudi maafkan-" Kim
Thi sia tertawa. "Ya a, aku rasa kitapun tak perlu berduel lagi, sudah cukup lama kalian dua bersaudara tak
bersua, pergunakanlah kesempatan ini sebaik-baiknya untuk berbicara nah aku pergi dulu."
sambil membalikkan badan, ia segera beranjak pergi dengan langkah lebar.
Mendadak seperti teringat akan sesuatu sekilas perasaan kaget memancar keluar dari balik
mata nona muda itu, serunya tiba-tiba:
"Tunggu sebentar siauhiap. ada Suatu hal perlu kusampaikan kepadamu......."
"soal apa?" Kim Thi sia segera menghentikan langkahnya setelah mendengar perkataan
tersebut. Dengan wajah amat menyesal bercampur malu, nona muda itu berkata lebih jauh:
"Aku telah mengundang ahli senjata rahasia dari keluarga Tong diwilayah szuchuan untuk
menghadapimu sebentar lagi mereka akan tiba disini. Bila kau hendak pergi berangkatlah lewat
hutan lebat tersebut, jangan sekali-kali kau lewat jalanan itu." Kim Thi sia tertegun.
"Siapa sih keluarga Tong dari szuchuan itu" rasanya aku belum pernah mempunyai dendam
kesumat atau jalinan permusuhan dengan mereka, kenapa mereka datang mencari gara-gara
denganku?" Dengan perasaan tak tenang dan tergagap. nona muda itu berkata kembali:
"Semuanya ini memang kesalahanku, kemarin setelah kudengar tentang berita dunia persilatan
yang mengatakan "Lebih baik terkena jarum mulut harimau dari keluarga Tong ketimbang
membuat urusan dengan Kim Thi sia murid malaikat pedang" aku pun kuatir kau sebagai murid
simalaikat pedang berbaju perlente tentu berkepandaian tinggi dan aku tak mampu
menghadapimu seorang diri, maka timbul akal dalam benakku untuk menghasut jago-jago senjata
rahasia dari keluarga Tong di szuchuan untuk menghadapimu, maka.........maka........"
Rupanya nona cilik itu mengira Kim Thisia adalah kekasih kakaknya, saking gelisahnya hampir
saja dia menangis. "Cepat....cepatlah kabur lewat hutan lebat itu.......sebentar lagi mereka pasti datang."
Yu Kien, sinona berbaju hitam itupun amat terperanjat, serunya tertahan: "Adikku, benarkan
ada kejadian seperti ini?"
senjata rahasia keluarga Tong dari szuchuan memang termashur karena keganasan racunnya
serta kelihayan penyerangannya, ia mulai menguatirkan keselamatan jiwa dari pujaan hatinya ini.
Rupanya semakin dibayangkan akibatnya nona muda itu semakin ketakutan, tiba-tiba ia
menubruk kedalam pelukan kakaknya dan menangis terseduh-seduh.
"oooooh cici, maafkanlah adikmu, biarpun aku menyesal namun keadaan sudah terlambat......"
Isak tangis yang amat sedih membuat ucapannya menjadi kabur, entah rasa kaget yang luar
biasa atau menyesal mendalam yang jelas ia amat menyesal dan takut karena dirinya telah
melakukan suatu kesalahan yang amat besar.
sesungguhnya Kim Thi sia bersiap-siap akan pergi dari situ untuk menghindari segala persoalan
yang perlu namun dengan terjadinya peristiwa ini, darah mudanya membuat ia enggan beranjak
dari sana, malah serunya dengan lantang:
"Bila ada tentara menyerang, panglima akan menghadang, bila ada air bah melanda kita
bendung dengan tanah, aku tidak marah kepadamu Janganlah menangis lagi, jika orang-orang
dari kelurga Tong itu akan menyusahkan diriku, akupun tak akan menunjukkan kelemahan kepada
mereka." Nona muda itu semakin gugup, sambil mengangkat kepalanya dan menatap sinona berbaju
hitam itu, serunya: "Cici..........."
Kata-kata selanjutnya terasa disumbar oleh isak tangis sehingga tak mampu diutarakan lagi.
sementara itu, Yu Kien sinona berbaju hitam itu merasa amat gelisah, mau menegur rasanya
tak tega, mau menghiburpun rasanya tak dapat, pikiran dan perasaannya amat kacau. Dalam
keadaan begini terpaksa ia hanya bisa membujuk kepada Kim Thi sia.
"Kaburlah cepat dari hutan lebat itu, jangan berdiri terus disitu membuat tidak tenteram
hatiku." Bukan saja Kim Thi sia tidak menuruti perkataannya dia malah duduk dilantai sambil katanya
dengan tegas: "Terima kasih banyak atas maksud baik kalian leluhurku pernah berpesan, lebih baik mati
daripada dihina orang. sekarang orang-orang keluarga Tong hendak mencari gara-gara denganku.
cepat atau lambat akhirnya kami toh akan bersua juga kenapa Kim Thi sia mesti memikul resiko
diumpat orang sebagai pengecut yang takut mampus?"
setelah pemuda ini mengumbar sifatnya, ternyata watak orang ini-jauh lebih keras daripada
kerbau, siapapun digubris olehnya.
Badai Laut Selatan 4 Pendekar Buta Karya Kho Ping Hoo Pedang Darah Bunga Iblis 13
^