Pencarian

Pedang Kunang Kunang 12

Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong Bagian 12


790 "Ya, memang aku mengidap penyakit, perlu berjumpa
dengan Ko- cu," katanya.
"Ngaco !" bentak orang itu," engkau.... mengidap sakit
apa...orang semuda dirimu .... kecuali sakit hati .... tentu
sakit jiwa ...." "Benar !" sahut Gak Lui, "memang aku mengidap
sakit di hati dan harus minta obat kepadanya."
"O !" kedua orang itu serempak mendesuh dan
berbangkit, "kalau memang .... ada penyakit.....harus
menurut peraturan.... disini ...!"
"Apakah peraturan itu ?"
"Harus.,., harus... lebih dulu minum semangkuk
air....racun....baru engkau dapat....masuk !"
"Air racun ?" "Ya..... benar !" Gak Lui merenung sejenak lalu
membusungkan dada, menyahut:
"Baik ! Bawalah kemari !" Cepat sekali orang itu
sudah mengambil sebuah mangkuk kasar dari atas meja.
Lalu menuangkan sebuah guci yang berisi air warna
hijau. Mangkuknya saja sudah menyeramkan. Apalagi
yang menuang itu seorang manusia yang lebih
menyerupai setan dari insan hidup. Dengan ibu jarinya
yang berlumuran darah, orang itu membenamkannya ke
dalam mangkuk racun. Hampir Gak Lui hendak muntah
melihat pemandangan itu. Perutnya sudah mulai muak.
Bermula ia tak mau menyambuti tetapi pada lain kilas ia
menimang: "Ah, kalau aku tak masuk ke dalam neraka,
siapa lagi yang berani masuk?"
Tanpa ragu2 ia segera menyambuti mangkuk itu
terus diteguknya habis. Sebelumnya ia sudah kerahkan
ilmu tenaga-dalam Algojo Dunia untuk menyisihkan racun
791 itu dan akan dikeluarkan lagi. Belum sempat ia
meletakkan mangkuk, orang cacad itu sudah
membentaknya: "Pergilah !" Terdengar bunyi berderak
keras dan papan lantai yang diinjak Gak Lui itu terbuka.
Karena tak menyangka sama sekali, Gak Luipun
melayang jatuh ke dalam terowongan goha. Entah
berselang berapa lama, ketika Gak Lui siuman, ia
rasakan dirinya terbaring di sebuah pembaringan batu.
Sunyi senyap tiada orang tetapi hidungnya mencium bau
obat yang keras. Ia duga tempat itu tentu goha kediaman
pemilik lembah Setan Penyakit. Ia hendak bergerak
tetapi kaki tangannya lentuk tiada bertenaga sama sekali.
"Ah, racun yang hebat. Aku tak dapat menghalaunya
dengan tenaga dalam......" Gak Lui mengeluh tanpa
dapat berkutik. Ia memandang ke sekeliling tempat dan
dapatkan tempat itu merupakan sebuah ruang
pengobatan yang cukup luas. Diterangi lilin merah yang
terang benderang. Tiba2 ia terkejut ketika melihat di
sebuah pembaringan di bawah, terbaring seorang lelaki
tua berumur 50-an tahun. Mukanya sama sekali tak
dikenal tetapi perawakannya, baunya, Gak Lui tak asing
sama sekali. Seketika tergetarlah hati Gak Lui.
Amarahnya meluap. Ingin ia menerkam orang itu dan
merobek2 tubuhnya. Orang itu bukan lain yalah sipaderi
Ceng Ki palsu. Ia tak duga kalau bakal bertemu di situ.
Gak Lui hanya dapat mengertak gigi karena ia tak kuasa
bangun. Pikirnya: "Bagus, engkau juga tak mampu
bergerak dan tak mungkin lolos dari tempat ini. Nanti aku
sempat untuk menanyakan tentang asal usul si
Maharaja".." Sambil menatap kepada orang itu diam2 Gak Lui
timbul kecurigaan. Ceng Ki palsu dan Hong-lian
bersamaan waktunya menderita luka. Dan tentu
bersamaan pula datang ke situ untuk berobat. Tetapi
792 mengapa mereka tak saling berjumpa" Dan lagi kalau
Hong-lian yang kedua kakinya buntung masih dapat
disambung lagi mengapa Ceng Ki palsu yang hanya
putus sebelah lengannya, sampai saat itu belum juga
sembuh. Tengah ia menimang hal itu, pintu tembok tiba2
merekah terbuka. Seorang lelaki bermuka hitam dan
buruk sekali, melangkah ke luar.
"Ah, dia tentu pemilik lembah Setan Penyakit !" pikir
Gak Lui. Dipandangnya orang itu dengan tajam. Ia
hendak mencari sesuatu ciri pada wajahnya yang
menyerupai Hong-lian. Karena biasanya antara ayah dan
anak itu tentu ada ciri2 yang sama. Tetapi ternyata ciri2
itu tak diketemukan pada wajah orang itu. Pemilik lembah
Setan Penyakit itu perlahan-lahan menghampiri ke
samping pembaringan Ceng Ki palsu. Ia mengeluarkan
semacam huncwe atau pipa dari kumala lalu
disemburkan ke lubang hidung Ceng Ki palsu itu.
Sekonyong-konyong Ceng Ki palsu itu berbangkis dan
kaki tangannya bergerak-gerak, membalikkan tubuhnya
turun dari pembaringan. Gak Lui terperanjat. Dia masih
belum dapat berkutik. Apabila Ceng Ki palsu itu
mengetahui dirinya, tentu akan turun tangan. Tetapi
rupanya orang itu tak mau menghiraukan Gak Lui. Begitu
bangun ia terus menghadap ke arah tuan rumah dan
berseru dengan nada kasar : "Tanganku seharusnya
sudah baik, bukan?" "Hampir !" "Aku sudah datang ke sini cukup lama. Tiap hari
engkau bius dengan obat. Sebenarnya aku sudah tak
tahan lagi. Dan lagi engkau mengatakan kalau hari ini
lukaku itu sudah boleh dibuka. Mengapa engkau bilang
kalau hampir sembuh dan belum sembuh sama sekali ?"
"Tuan, sepuluh hari setelah terluka baru engkau
793 datang kemari. Engkau sendiri yang menunda waktu.
Jangan menyalahkan orang yang mengobati ...."
"Ah ...." mendengar pembicaraan itu barulah Gak Lui
mengetahui bahwa Ceng Ki palsu itu terlambat datang ke
situ. Sudah tentu tak berjumpa dengan Hong-lian.
"Walaupun terlambat datang tetapi waktu itu aku
sudah minum obat penghenti pendarahan. Mengapa
engkau masih sukar untuk mengobati ?"
"Cara pengobatan yang engkau lakukan itu, akhirnya
akan membawa akibat engkau menderita cacad seumur
hidup. Sekarang aku hendak menyambung lagi tulangtulangmu yang putus sehingga harus memakan waktu
agak lama." "Sudah, jangan banyak bicara. Lekas engkau buka !"
teriak Ceng Ki palsu seraya menjulurkan lengannya yang
terbalut kain putih. Gak Lui terkejut. Ya, benar. Lengan
itulah yang telah dibabat kutung dengan pedang yang
dilontarkannya tempo hari. Pemilik lembah Setan
Penyakit tak gugup. Tenang2 ia menyahut:
"Baik, tetapi sebelum kubuka
menjawab beberapa pertanyaanku."
engkau harus "Ya," sahut orang itu menggeram, "bukankah
peraturannya hanya mengobati saja dan tak
menanyakan lain2nya " Mengapa sekarang engkau
hendak mengajukan pertanyaan ?" Pemilik lembah Setan
Penyakit tertawa : "Anggap saja aku akan membuat
suatu pengecualian kepadamu !"
"Mengapa ?" "Karena engkau memiliki ilmu silat yang lihay maka
akupun merasa heran."
"Kalau begitu pertanyaan yang engkau hendak
794 ajukan itu tentu menyangkut soal2 penting dalam dunia
persilatan ?" "Ah, belum tentu. Tentang penting atau tidaknya soal
itu, aku sendiri yang akan memutuskan. Engkau cukup
menjawab saja !" "Hm, engkau berani menekan padaku. Terus terang,
jangan harap engkau dapat menyampaikan maksudmu !"
Pemilik lembah Setan Penyakit itu balas berteriak
dengan tak kurang tajamnya: "Akupun hendak
memberitahu kepadamu dengan terus terang. Lenganmu
aku yang menyambung. Tetapi masih perlu makan obat.
Kalau engkau tak mau menyahut pertanyaanku, obat
takkan kuberikan. Dalam tiga bulan jalan darahmu akan
macet. Pada saat itu jangan engkau marah kepadaku."
"Huh, adakah caramu itu suatu perbuatan yang mulia
?" "Maaf, tetapi keadaan memang berlainan, terpaksa
aku harus berbuat begitu."
"Besar sekali nyalimu".," dalam marahnya Ceng Ki
palsu itu kerahkan tenaga dalam hendak menghancurkan
si tabib. Gak Lui gelisah sekali. Ia tahu bahwa pemilik
lembah itu tak mengerti ilmu silat. Tetapi ternyata pemilik
lembah itu hanya tersenyum tenang dan berseru :
"Lengan itu milikmu. Apakah engkau tak menghendakinya?" Dengan sikap yang tenang sekali ia
mengisap lagi pipa huncwenya. Walaupun marah tetapi
Ceng Ki tak berani sembarangan bertindak. Dengan
geram ia mendengus: "Baik, tanyalah! Tetapi ingat, kalau
pertanyaan itu keliwat batas sehingga mengundang
bencana pembunuhan, jangan engkau sesalkan aku !"
"Itu urusanku," sahut si tabib, "tak perlu engkau
bingung. Nah, pertanyaan pertama yang hendak
795 kuajukan yalah : Kedatanganmu ke lembah Setan
Penyakit untuk berobat ini, apakah karena mendengar
cerita orang atau ada orang yang menunjukkan ?"
"Mendengar cerita orang."
"Apakah bukan dari Li Hui-ting yang mengatakan ?"
"Li Hui-ting ?" Ceng Ki palsu mengulang dengan nada
kejut karena ia kenal dengan Li Hui-ting si Tabib-jahat itu.
Ia dan tabib jahat itu separtai. Tetapi Li Hui-ting sudah
mati dibunuh Gak Lui. Gak Luipun terkejut juga. Li Huiting itu adalah murid dari tabib- sakti Li Kok-hoa. Tetapi Li
Hui-ting telah menipu gurunya sehingga tabib sakti itu
menghilang dari masyarakat. Mengapa sekarang pemilik
lembah Setan Penyakit menanyakan diri Li Hui- ting"
Adakah pemilik lembah itu memang benar Tabib-sakti Li
Kok-hoa, ayah dari gadis ular Siu-mey" Ataukah ada lain
rahasia yang menyelubungi diri pemilik lembah ini.....
Tiba2 Ceng Ki palsu balas bertanya: "Engkau ....
mengapa kenal akan Tabib-jahat itu " Mengapa engkau
menanyakan dirinya ?"
"Tuan," sahut pemilik lembah dengan nada sarat,
"kuharap engkau suka ingat baik2. Engkau yang
menjawab dan aku yang bertanya. Dan jawablah dengan
terus terang !" "Dia sudah lama mati. Bukan dia yang memberitahu
kepadaku!" kata Ceng Ki palsu.
"Hm, saudara tentu seorang persilatan. Mohon tanya
siapakah nama saudara dan apakah gelar yang saudara
pakai" Dari perguruan manakah saudara ini?"
"Ini.....," Ceng Ki palsu terkerat-kerat lalu merenung
beberapa jenak. Diam2 timbullah rencana jahat dalam
hatinya. Segera ia menyahut dengan terus terang: "Aku
796 bernama Tio Yok-beng. Dengan kelima suheng, aku
tergabung dalam kelompok yang disebut Lima-pendekar
dari Imleng." "Lima pendekar dari Im-leng?" diam2 Gak Lui
mengulang dalam hati. Musuh telah menantang dia
berkelahi digunung Im-leng-san. Kemungkinan tentulah
sarang dari gerombolan kelima orang itu. Tetapi pada
lain saat, Gak Lui agak bingung sendiri. Lima pendekar
Im-leng itu berjumlah lima orang. Yang empat sudah
jelas menjadi gerombolan Kerudung Hitam. Lalu
kemanakah yang seorang " Pemilik lembah Setan
Penyakit bertanya pula: "Adakah kelima pendekar itu
masih hidup semua?" "Toa-suhengku sudah .... kehilangan daya ingatannya
dan menjadi patung hidup. Sedang yang lainnya masih
hidup semua." Mendengar itu Gak Lui diam2 menggeram
dalam hati: "Huh, omong kosong kalau saudara
seperguruanmu yang tertua itu kehilangan daya
ingatannya. Yang benar dia telah kalian ceiakai dan
menjadi salah seorang anggauta Topeng Besi, yang
empat orang bergabung dengan Wi Cun totiang menjadi
gerombolan Kerudung Hitam yang bergerak hendak
merebut kedudukan ketua dari tiap partai persilatan.
Tetapi rupanya engkau masih belum tahu kalau mereka
sudah hancur ..." Setelah mendengar keterangan Ceng Ki palsu,
pemilik lembah maju setengah langkah, dengan nada
yang dingin sekali ia berkata : "Tadi engkau mengatakan
bahwa Li Hui-ting itu sudah mati. Kalau begitu .... dalam
dunia persilatan tentu terdapat seorang .... tokoh
berhidung gerumpung. Apakah orang itu masih hidup"
Adakah saudara kenal padanya ?"
Pertanyaan itu bagaikan halilintar berbunyi di tengah
797 hari. Kalau dapat berkutik, Gak Lui tentu sudah melonjak
bangun. Karena hidung gerumpung yang ditanyakan
pemilik lembah itu adalah paman gurunya si Lenganbesi-hati-baik. Gak Lui benar2 heran mengapa pemilik
lembah itu hendak campur tangan dengan rahasia besar
dalam dunia persilatan. Ceng Ki palsu rupanya tak
mengacuhkan pertanyaan itu. Dengan enggan ia
menyahut: "Hm, banyak sekali orang persilatan yang
kukenal tetapi tak pernah kudengar tentang tokoh yang
berhidung gerumpung. Sudahlah, jangan bertanya yang
tidak2. Tanya saja yang genah!"
Melihat orang tak begitu menaruh perhatian akan diri


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tokoh berhidung gerumpung, setelah merenung sejenak
maka berkatalah pemilik lembah: "Lain2 hal aku tak perlu
menanyakan lagi. Tetapi kuminta pembicaraan kita hari
ini, harus dipegang rahasia jangan sampai terdengar
orang ketiga dan jangan disiarkan keluar agar jangan
mengganggu keselamatanku."
"Baik," kata Ceng Ki palsu.
"Hanya setuju di mulut masih belum meyakinkan.
Engkau harus mengangkat sumpah."
"Sumpah ?" "Ya." Ceng Ki palsu menahan kemarahan. Terpaksa
ia mengucap sumpah: "Kalau aku sampai mengingkari
perjanjian hari ini, kelak ...."
"Bagaimana ?" ---oo^TAH^0^DewiKZ^0^Hendra^oo--"Kelak dalam waktu beberapa kejab saja, tubuhku
biar luluh menjadi air !" Sumpah semacam itu
sesungguhnya suatu hal yang tak mungkin. Tetapi Ceng
798 Ki palsu sengaja hendak mengelabuhi orang dan
anehnya tampak pemilik lembah merasa puas. Ia tertawa
nyaring. "Bagus, setelah engkau bersumpah sekarang
julurkanlah lenganmu yang kanan itu. Akan kubuka
pembalutnya dan kuperiksa apakah sudah sembuh atau
belum." Ceng Ki palsu menyingkap lengan baju dan
ulurkan lengannya ke muka. Gak Lui tahu bahwa Ceng Ki
palsu mengandung maksud jahat. Begitu kain pembalut
sudah dibuka, ia tentu akan menghajar pemilik lembah.
Tetapi apa daya. Ia tak dapat berkutik bangun. Terpaksa
ia hanya memandang kedua orang itu dengan perasaan
tegang .... Demikianlah pemilik lembah segera mulai
membuka kain pembalut lengan Ceng Ki palsu. Pada
lipatan pembalut yang terakhir, tampaklah lengan Ceng
Ki palsu yang kutung itu sudah pulih kembali seperti
semula. "Ho, nama gelaranku memang sekuat dengan ilmu
kepandaianku," kata pemilik lembah dengan nada puas.
Diam2 Ceng Ki palsu kerahkan tenaga dalam ke arah
lengannya yang baru itu. Setelah mendapatkan bahwa
lengannya itu benar sudah pulih kembali maka tertawalah
ia menyeringai iblis: "Benar! Memang pulih kembali
seperti semula .... heh, heh ... heh, heh, heh, heh ..."
Tampak wajah pemilik lembah tiba2 berobah ngeri
ketakutan. Selangkah demi selangkah ia menyurut
mundur. Walaupun Ceng Ki palsu itu tegak
membelakangi, namun Gak Lui dapat menduga orang itu
tentu mengunjuk wajah yang menyeramkan. Wajah
pembunuhan yang menyala-nyala.
"Ho, engkau telah mengerjakan diriku dengan ngeri.
Sekarang engkaupun harus menjawab beberapa
pertanyaanku !" seru Ceng Ki palsu.
799 "Apakah engkau melupakan perjanjian kita tadi ?"
seru pemilik lembah. "Tidak, aku tak lupa !"
"Lalu engkau....."
"Orang berobah menjadi cairan air, takkan mungkin
terjadi. Jangankan engkau tak mengerti ilmu silat, taruh
kata engkau seorang tokoh yang sakti, pun juga tak
mungkin mempunyai kemampuan begitu !"
"Hm, aku bukan seorang yang mudah ditindas.
Jangan terlalu percaya pada dirimu !"
"Heh, heh! Soal itu aku sendiri yang memutuskan.
Sekarang lebih dulu engkau harus memberitahukan
namamu. Dan jelaskan mengapa engkau begitu menaruh
perhatian tentang urusan dunia persilatan. Teristimewa
terhadap Tabib jahat Li Hui-ting serta tokoh hidung
gerumpung itu ..." "Aku tak sudi menjawab! Jangan lupa engkau masih
memerlukan minum obatku!"
"Setan Penyakit! Dengan mengandalkan ilmu
pengobatan engkau hendak menindas diriku. Tetapi
sekarang lenganku sudah sembuh. Setiap saat aku
dapat mengambil obat itu sendiri!"
"Engkau tak kenal...."
"Aku tak kenal tetapi engkau kenal obat itu. Kalau
engkau membangkang, dapat kugunakan ilmu Menyungsang-balikkan tulang dan urat. Kuyakin pada
saat itu engkau tentu akan menjawab semua
pertanyaanku!" Saat itu mulut pemilik lembah tampak bergerak
seperti hendak menyemburkan sesuatu. Tetapi Ceng Ki
800 palsu lebih cepat. Walaupun terpisah pada jarak satu
setengah tombak, dengan tenaga-dalam ia menampar.
Mulut pemilik lembah tak sempat menyembur, bahkan
empat buah giginya rontok jatuh.
"Lekas bilang! Akan kuhitung sampai sepuluh. Kalau
engkau tetap membangkang, terpaksa akan kugunakan
kekerasan!" seru Ceng Ki palsu. Pemilik lembah Setan
Penyakit tertegun. Dia tak mengerti ilmu silat untuk
menghadapi tekanan tenaga dalam lawan. Keringatpun
bercucuran membasahi tubuh. Sedangkan telinga mulai
mendengar Ceng Ki palsu menghitung: "Satu .... dua ....
tiga .... empat ...." Melihat pemandangan ngeri yang
berlangsung di hadapannya tanpa ia dapat berbuat suatu
apa, benar2 membuat Gak Lui seperti gila. Sekali lagi ia
kerahkan seluruh tenaga dalam untuk menghalau racun
yang berada dalam tubuhnya. Tepat pada saat mulut
Ceng Ki palsu menghitung 'sepuluh', tiba2 Gak Lui dapat
bergeliat duduk. Tetapi tenaganya tetap lemas. Begitu
duduk, tubuhnya miring dan bluk .... jatuhlah ia dari
ranjang. Tetapi karena jatuh itu, ia berhasil menolong
pemilik lembah dari bencana kematian. Karena Ceng Ki
palsu terkejut dan berpaling. Cepat sekali ia dapat
mengenali Gak Lui. Pemilik lembah itu mudah diatasi,
yang penting ia harus membereskan Gak Lui dulu.
Serentak tertawalah ia nyaring2 lalu berseru: "Bagus,
budak kecil, engkau mengantar kematian kemari..."
Sekali enjot tubuh, ia melayang sambil julurkan kedua jari
tangannya hendak mengorek biji mata Gak Lui.
"Habis riwayatku....." Gak Lui mengeluh. Karena tak
dapat berbuat suatu apa, ia pejamkan mata menunggu
maut. Bluk .... tiba2 ia terkejut karena mendengar
sesosok tubuh jatuh di tepi ranjang. Cepat ia membuka
mata. Hai ... mengapa Ceng Ki palsu yang menyerang itu
rubuh sendiri " Dipandangnya orang itu. Tiada tampak
801 sebuah lukapun pada tubuhnya melainkan sebuah benjul
merah sebesar buah jambu tampak menonjol pada
tengkuknya. "Aneh".." diam2 Gak Lui terkejut heran. Dilihatnya
pada benjul merah itu mulai mengeluarkan asap warna
kebiru-biruan. Dan rambut serta kulit kepala Ceng Ki
palsu itupun seperti segunduk salju yang tertimpa sinar
matahari. Pelahan-lahan luluh menjadi cairan air! Dalam
waktu tak berapa lama, lenyaplah tubuh Ceng Ki palsu itu
menjadi kubangan air. Saat itu pemilik lembahpun
berjalan menghampiri. Mulutnya masih menghisap pipa
huncwe kumala. Dia tak menghiraukan cairan air mayat
Ceng Ki palsu, melainkan dengan wajah terkejut
memandang Gak Lui, seolah-olah hendak bilang: "Tak
ada obatnya, mengapa engkau dapat bergerak?"
Rupanya Gak Lui dapat menangkap pandang mata
pemilik lembah itu. Ia paksakan diri mengangkat kepala
dan bertanya dengan tegang: "Mohon tanya, apakah
engkau ini bukan Tabib- sakti Li Kok-hoa?"
"Ai...," pemilik lembah itu menjerit kaget, sehingga
pipanya jatuh ke tanah, "engkau". engkau bilang apa ?"
"Tolong tanya, apakah engkau ini bukan Tabib-sakti
Li Kok-hoa?" "Mengapa engkau tahu ?" seru pemilik lembah
dengan suara parau dan tubuh gemetar. Jelas ia telah
mengunjukkan siapa dirinya. Dengan gembira Gak Lui
menjawab: "Aku hanya menduga saja ...."
"Dengan dasar apa ?"
"Tabib-jahat Li Hui-ting dan Hidung gerumpung."
Mendengar kata2 itu seketika wajah pemilik lembah
berobah buas, kaget dan marah. Hawa pembunuhan
bertebaran di wajahnya. Melihat itu Gak Lui cemas dan
802 buru2 memberi penjelasan: "Paman Li, jangan salah
faham ..." Tetapi karena pemilik lembah itu sudah
terlanjur dirangsang oleh ketegangan hebat, ia tak
mendengar kata2 Gak Lui lagi.
"Wut ...." mulutnya meniup hawa dingin ke arah
tenggorokan Gak Lui. Gak Lui terkejut tetapi untunglah ia
tak kurang suatu apa. Karena pemilik lembah itu hanya
meniup dengan mulut. Pipa huncwenya sudah jatuh ke
tanah tetapi ia lupa. "Paman, tunggu dulu. Muridmu Tabib-jahat Li Hui-ting
itu akulah yang membunuh. Hidung gerumpung itu
adalah paman guruku. Harap jangan salah faham ..."
cepat Gak Lui berseru pula.
"Ngaco belo! Engkau tentu
gerombolan Lima pendekar Im-leng!"
salah seorang "Tidak! Aku bukan golongan mereka! Pribadiku
menjamin hal itu." "Huh, apa gunanya pribadi" Iblis itupun tadi sudah
mengangkat sumpah tetapi tetap melanggar !"
"Paman, tolong angkat aku bangun. Akan kuceritakan
semua keadaan kepadamu."
"Hm, serentetan kata2 yang mengandung maksud tak
baik ..." "Aku berkata dengan sungguh2."
"Benar ?" "Ya." "Kalau begitu akan kutanya kepadamu," wajah
pemilik lembah yang buruk itu berpaling sedikit lalu
berseru dengan nada dingin:
803 "Pada saat engkau masuk ke dalam lembah ini
engkau mengatakan menderita penyakit. Tetapi setelah
kuperiksa urat nadimu, ternyata engkau tak menderita
suatu apa. Adakah hal itu menyatakan kejujuranmu ?"
Wajah Gak Lui merah padam. Cepat ia memberi
penjelasan: "Hal itu terpaksa kulakukan agar dapat
bertemu dengan paman ...."
"Hm, siasat yang tak beres. Kalau kutolong engkau,
tentu engkau akan bertingkah lagi." Gak Lui tak dapat
menjelaskan. Diam2 ia kerahkan tenaga dalam dan
hendak bergeliat bangun. Tetapi rupanya pemilik lembah
itu sudah mempunyai pengalaman dengan Ceng Ki palsu
tadi. Cepat ia mendorong tubuh Gak Lui seraya
membentak: "Budak, jangan bergerak! Kalau engkau tak
mau menjadi cairan air, engkau harus bicara terus terang
!" "Paman Li, jangan terlalu mencurigai diriku! Aku
adalah kakak angkat dari puterimu Li Siu-mey. Aku
sedang membantunya untuk mencari ayahnya yang
hilang. Harap percaya omonganku !"
"O ....," mendengar disebutnya Li Siu-mey, pemilik
lembah itu menggigil dan dengan suara gemetar berseru
: "Engkau bahkan sudah datang kerumahku " Bagus,
kalau bukan si Hui-ting yang menghianati, bagaimana
engkau tahu ?" "Bukan dia!" bantah Gak Lui, "Tabib-jahat Li Hui-ting
telah mencelakai banyak orang, dosanya besar sekali.
Tetapi terhadap keadaan rumah-tangga paman, dia
benar2 tak menceritakan kepadaku ....."
"Hm, binatang itu masih mempunyai setitik hati baik
juga. Lalu bagaimana engkau tahu tentang rumah
tanggaku" Bilanglah terus terang!"
804 Gak Lui lalu menceritakan semua pengalaman yang
dialaminya selama ini. Terutama pertemuannya dengan
Li Siu-mey yang telah menolong jiwanya ketika ia ditelan
seekor ular besar yang berumur ratusan tahun. Kini
barulah pemilik lembah itu tahu bahwa puterinya masih
hidup dan sudah dewasa sedang isterinya sudah
meninggal dunia. Air matanyapun mengantar isak
tangisnya. Setelah orang berhenti menangis, barulah
Gak Lui berkata pula: "Paman Li, kukira sekarang paman tentu suka
menolongku." Pemilik lembah Setan Penyakit yang
ternyata memang benar Tabib-sakti Li Kok-hoa
bersangsi. Setelah merenung beberapa saat, wajah tabib
itu berobah, serunya: "Tidak semudah itu. Dengan kalian
kaum persilatan sudah dua kali aku berhubungan. Setiap
kali aku selalu hampir mati, selalu menderita celaka.
Maka sekarang untuk yang ketiga kalinya ini aku harus
hati2" "Paman, aku sudah suruh orang mengundang
puterimu datang kemari. Apakah hal itu masih belum
dapat meyakinkan paman ?"
"Ya, kuingat hal itu. Kita tunda dulu semua urusan ini
sampai dia datang." "Lalu aku sekarang".."
"Engkau harus menunggu dengan sabar," kata Li
Kok-hoa sembari mengambil huncwe kumala dan
menghisapnya kedalam mulut. Gak Lui terkejut. Tetapi
cepat ia dapat memperhatikan pipa kumala itu. Ternyata
pipa itu terbagi dalam tiga lubang. Lubang kesatu
berwarna merah, lubang kedua putih dan lubang ketiga


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kuning, Ketiga warna itu mengandung tiga macam obat
yang berlainan. Pada saat Gak Lui tertegun, segulung
805 asap kuning menyembur kearah hidungnya. Ia pingsan.
Li Kok hoa gunakan obat bius yang berlipat ganda
kekuatannya. Maka betapapun tinggi kepandaian Gak
Lui, tetapi ia tak mampu melawan kekuatan obat bius itu.
Dalam kelelapan tidurnya yang nyenyak itu, ia bermimpi
mengenangkan semua peristiwa yang dialaminya selama
ini. Ayah bunda, ayah angkat, paman guru, bibi guru dan
beberapa tokoh ketua perguruan silat telah berjatuhan
gugur, darah bergenangan. Kesemuanya itu adalah
gara2 si Maharaja Persilatan Tio Bik-lui. Demi
kesombongan, dan keinginan untuk menguasai dunia
persilatan, durjana itu telah membunuh sekian banyak
jiwa. Dan karena hendak menuntut balas, Gak Lui telah
keliru membunuh beberapa orang yang baik, menanam
dendam permusuhan dengan partai2 persilatan ...
"Bunuh.....!" teriak Gak Lui dalam mimpinya, Ia
hendak menghancurkan manusia durjana itu. Tetapi ah
.... ternyata ia tak dapat bergerak. Kaki tangannya serasa
tak bertenaga. Namun ia nekad meronta-ronta dengan
sekuat tenaga dan .... "Engkoh Lui! Engkoh Lui" Engkoh sudah siuman !"
tiba2 terdengar lengking suara seseorang.
"Hai, bukankah itu suara Siu-mey " Apakah dia
benar2 datang ?" Gak Lui terkejut dan membuka mata.
Ah... ternyata Siu-mey memang tegak berdiri disamping
tempat tidurnya sambil tersenyum. Dibelakang Siu-mey
tampak seorang lelaki tua yang berwajah terang dan
lemah lembut. Walaupun masih ragu2 tetapi dari baunya
dapatlah Gak Lui mengetahui bahwa orangtua itu yalah
si Tabib-sakti Li Kok-hoa. Rupanya tabib itu telah
menghapus penyaruan wajahnya dan kembali mengunjukkan wajahnya yang aseli.
"Ah, ayah dan anak itu sudah berjumpa....," pikir Gak
806 Lui. Ia ikut gembira dan hendak bergeliat duduk. Tetapi
sebelum sempat membuka mulut, tabib itu sudah
mendahului berkata dengan ramah: "Hian say, silahkan
bangun. Karena salah faham, terpaksa kusuruh engkau
menderita beberapa hari ...."
Mendengar tabib itu memanggilnya dengan kata
'Hian-say' atau anak menantu, Gak Lui tertegun dan
sampai beberapa saat tak dapat bicara.
"Hubunganmu dengan anakku, sudah kudengar,"
kata tabib itu, "dan lagi bibi gurumu sudah meninggalkan
pesan, menyetujui pernikahanmu. Dan aku sendiri.....juga
setuju. Apakah engkau tak suka ?"
"Bukan, bukannya tak suka," sahut Gak Lui, "tetapi
saat ini masih ada dua buah urusan yang belum ....
selesai." "Soal apa ?" "Pertama, musuh besar belum terbalas."
"Dendam sakit hati ayah bunda, memang harus
dibalas. Tetapi setelah selesai, tentulah tak ada
persoalan lagi." "Setelah melakukan pembalasan,
berkabung sampai tiga tahun."
aku harus "Hm ... rasa bhakti memang perlu. Dan anakkupun
harus menyertai engkau. Lalu apakah soal yang kedua
itu?" "Ini...," ketika teringat akan pergolakan dalam dunia
persilatan dan peristiwa2 yang mungkin timbul secara tak
terduga-duga, Gak Lui tak dapat melanjutkan kata
katanya. Terhadap ramalan si Raja sungai Gan Ke-ik
ketua Partai Gelandangan dan petunjuk rahasia dari
Kaisar Persilatan, mau tak mau ia tak boleh
807 mengabaikan. Hanya karena itu termasuk soal tahayul,
maka ia tak dapat menerangkan kepada orang. Setelah
berdiam diri beberapa saat, barulah ia berkata dengan
nada serius: "Paman Li, bukan aku hendak mengulur
waktu tetapi soal pernikahan itu merupakan soal selama
hidup. Setelah aku dapat mengadakan sembahyangan
kepada para angkatan tua, barulah dapat memberi
keputusan ..." ---oo^TAH^0^DewiKZ^0^Hendra^oo--Siu-mey tak marah maupun kecewa mendengar
keterangan Gak Lui itu. Ia bahkan setuju dengan
tindakan Gak Lui. Ia percaya penuh kepada pemuda itu
tentu akan menepati janjinya. Melihat sikap Gak Lui dan
puterinya begitu tenang, Li Kok-hoa tak mau ngotot.
Iapun beralih pada lain pembicaraan: "Sejak datang
kemari engkau selalu mengenakan kedok muka. Karena
aku tak mau mencampuri urusan orang lain, maka
akupun tak membuka kedok mukamu itu...."
"Terima kasih paman. Memang
kukenakan ini tak boleh dibuka."
kedok yang "Mengapa" Apakah wajahmu mempunyai.... sesuatu
yang tak boleh dilihat orang ?"
"Aku sendiri juga tak jelas." Li Kok-hoa terbeliak
heran. Pada saat ia hendak mendesak, Siu- mey sudah
mendahului, menceritakan asal mula Gak Lui memakai
kedok muka itu. "Ah, ah," Li Kok-hoa mendesuh, "kiranya begitu.
Kukira karena wajahnya cacad maka aku bersedia akan
mengobatinya ...." "Paman Li," tiba2 Gak Lui menyelutuk, "aku 808 mempunyai taci angkat yang mukanya rusak penuh
guratan pedang. Apakah paman dapat mengobati ?"
"Tujuan dari ilmu pengobatan itu adalah untuk
menolong orang. Jangan lagi saudara angkatmu, sedang
orang yang belum kenal saja asal aku dapat mengobati
tentu akan kutolong ...."
Juga Siu-mey ikut menyelutuk: "Engkoh Lui, yang
engkau maksudkan dengan taci angkatmu itu apakah
bukan Hi Kiam-gim yang mukanya ditutup dengan kain
kerudung itu?" "Benar," sahut Gak Lui, "apakah dia sudah ke Cengsia-san ?"
"Memang sudah tetapi sayang dia dingin sekali
terhadap orang. Kecuali hendak membunuh si Maharaja,
lain2 hal dia tak mau peduli. Maksudmu yang baik itu
mungkin sukar diterimanya !"
"Kukira ... dia dapat menerima..."
"Mengapa ?" "Engkau masih ingat ketika di sumber air Pencuci
Jiwa engkau hampir berjumpa dengannya?"
"Ya." "Karena melihat kuburanku maka dia lalu merusak
wajahnya sendiri. Kalau sekarang kita tak kurang suatu,
tentulah dia juga ingin wajahnya itu pulih kembali."
"O," Siu-mey mendesuh dan kerutkan alis seperti
orang cemburu. Pada saat ia hendak bertanya,
ayahnyapun sudah mendahului menghela napas,
ujarnya: "Soal itu aku sudah meluluskan tetapi adalah hal
semacam itu maka rumahtanggaku sampai berantakan.
Sungguh suatu kenangan yang menyedihkan ..."
809 "Paman, apakah Li Hui-ting juga menipu paman
untuk mengobati orang yang wajahnya rusak?"
Li Kok-hoa mengiakan. "Lalu siapakah yang paman obati?" Mata si tabib
berkilat-kilat memancar rasa ketakutan dan tak mau
menjawab. Melihat itu Siu-mey cepat mendesak: "Yah,
tak perlu engkau takut. Biar musuh bagaimana kuatnya
tetapi aku dan engkoh Lui sanggup menghadapi !"
"Ini ...." "Mengapa ayah masih ini itu lagi! Karena engkau
menghilang, mamah sampai meninggal karena sedih.
Kalau ayah sekarang tetap tak mau bilang, bukankah
ayah berdosa kepada mamah?"
"Ai ..." tabib itu menghela napas panjang melihat
puterinya berduka, "baiklah. Kesatu, peristiwa itu sudah
berselang puluhan tahun dan pula durjana itu sudah
mati. Tentulah mereka tak tahu kalau aku masih hidup.
Nah, silahkan kalian tanya saja kepadaku !"
Gak Lui segera mengajukan pertanyaan: "Paman,
dari pembicaraan paman dengan Tio Yok-bing tempo
hari, pernah paman menyebut seorang Hidung
Gerumpung. Sedang tentang Tabib-jahat Li Hui-ting
memang paman sebut2 beberapa kali. Apakah paman
ditipu oleh Li Hui-ting untuk mengobati paman guruku
yang bernama Lengan-besi-hati-baik itu" Kalau benar,
mengapa wajahnya belum sembuh?"
"Murid hianat itu memang benar telah menipu aku
untuk mengobati wajah seseorang, tetapi siapa orang itu,
aku tak tahu !" "Pernahkah paman pergi ke gunung Busan?"
"Busan ?" 810 "Benar, yalah tempat persembunyian dari paman
guruku itu." "Memang aku dibawa oleh muridku hianat itu
melintasi beberapa gunung dan sungai. Tetapi di
manakah letak Busan itu sampai sekarang aku tak jelas."
"O, kiranya selain ditipu pun paman diikat oleh murid
penghianat itu ?" "Ya, benar." "Kalau begitu tolong paman berikan sedikit gambaran
tentang wajah orang yang paman obati itu." Li Kok-hoa
gelengkan kepala menghela napas: "Wajah mereka
akupun tak dapat mengatakan. Kecuali tahu kalau
hidungnya gerumpung, lain2nya aku tak dapat melihat."
"Mereka" Apakah jumlahnya lebih dari seorang ?"
"Dua!" "Apakah keduanya mengenakan kerudung muka
semua ?" Li Kok-hoa mengiakan.
"Apakah keduanya terserang penyakit yang sama ?"
baru Gak Lui bertanya begitu tiba2 hatinya tergetar. Ia
teringat suatu peristiwa yang aneh dan buru2 menyusuli
kata : "Tidak! .... paman, ah ,.... apakah engkau
memotong hidung paman guruku untuk dipindahkan
kepada seorang ?" Gemetarlah tubuh tabib-sakti Li Kok-hoa mendengar
perkataan itu. Dengan terbata-bata ia menyahut:
"Benar.... ya, benar. Tetapi bagaimana engkau dapat
menduga seseorang?" Mendengar tabib itu sudah
mengaku, tersadarlah pikiran Gak Lui. Kini jelaslah ia
mengapa pada saat menutup mata paman gurunya si
Lengan-besi-hati-baik itu menanyakan diri Maharaja
Persilatan Tio Bik-lui. Kiranya kedua orang itu
811 mempunyai hubungan yang erat sekali sehingga Lengan
besi hati-baik mau mengorbankan hidungnya diberikan
kepada Tio Bik-lui. Tujuan daripada paman gurunya
Lengan-besi hati-baik itu tentulah mengharap agar Tio
Bik-lui mau menyadari kesesatan dan kembali kejalan
yang benar. Itulah pula sebabnya ketika Gak Lui
menceritakan bagaimana dirinya ditolong oleh Tio Bik lui,
paman gurunya segera memuji Tio Bik-lui itu memang
orang yang baik hati. Padahal tindakan Tio Bik-lui
menolong dirinya itu hanya suatu siasat untuk mengambil
keuntungan. Sama sekali bukan suatu tanda kalau orang
itu sudah mau memperbaiki kesalahannya. Kini makin
jelaslah Gak Lui akan pribadi paman gurunya yang
berhati luhur dan pribadi Tio Bik-lui yang ganas. Tiba2 ia
tertegun. Timbul seketika suatu pertanyaan dalam
hatinya. Ya, mengapa paman gurunya begitu baik hati
sekali kepada Tio Bik-lui " Dan mengapa Tio Bik-lui
membalas kebaikan Lengan-besi-hati-baik dengan
tindakan bermusuhan " Gak Lui tak dapat menjawab
pertanyaan itu. Ia tegak termenung- menung memikirkan
soal itu. Karena melihat pemuda itu diam saja, Li Kokhoa mengira kalau Gak Lui tak puas kepadanya. Maka
buru2 ia menyusuli keterangan lagi: "Sesungguhnya
memindahkan anggauta badan orang kepada orang lain
itu melanggar kodrat alam dan tidak seharusnya
kulakukan. Tetapi .... benar2 aku terpaksa melakukan hal
itu dan karenanya akupun tak leluasa mengatakan....."
"Paman Li, dalam hal itu memang paman guruku
sendiri mempunyai tujuan dan tak dapat menyesalkan
paman. Tetapi kuharap paman suka mengingat lagi
peristiwa itu dan memberi keterangan yang jelas."
"Baik, baik! Sekarang hendak kuceritakan dulu
tentang riwayat murid hianat Li Hui-ting itu."
812 "Silahkan, paman."
"Pada waktu datang mengangkat guru kepadaku, dia
memang bersikap baik sekali. Akupun tahu kalau dia itu
seorang persilatan tetapi tak mengerti ilmu pengobatan.
Tetapi dia menaruh perhatian besar terhadap obat2
racun." "Adakah paman tak memberikan pelajaran ilmu itu
kepadanya ?" "Kuberinya sedikit ilmu tentang racun. Sedang obat2
istimewa dari perguruanku, tak kuberikan kepadanya."


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apakah diantaranya termasuk ilmu cairan racun
yang dapat menyurutkan tubuh ?"
"Benar." "Apakah dia begitu saja lalu lepaskan keinginannya
?" "Dia seorang yang mempunyai tipu muslihat banyak
sekali. Tahu kalau aku tak mau mengajarkan, diapun tak
dapat berbuat apa2. Tetapi lewat beberapa waktu
kemudian, iapun pergi dari rumahku."
"Dia baru kembali lagi ketika hendak menipu paman,
bukan?" "Benar, pada suatu malam kira2 delapan belas tahun
yang lalu, tiba2 dia muncul dan meminta kepadaku untuk
mengobati seorang penderita penyakit yang sukar
diobati. Dia meminta supaya aku membawa peti obat dan
ikut bersamanya ke suatu tempat."
"Pada waktu paman tinggalkan rumah, apa saja yang
paman alami ?" "Tak berapa jauh meninggalkan rumah, tiba2 murid
hianat itu menutuk jalan darahku hingga pingsan lalu
813 membawaku kesebuah tempat. Setelah aku sadar,
kulihat empat orang berkerudung muka tengah
menunggu. Salah seorang yang menjadi pemimpinnya
bicara tetapi suaranya tak jelas. Terang kalau dia tak
mempunyai hidung." "Hm, yang mencelakai gihu-ku, tentulah keempat
orang itu. Yang tiga orang adalah kawanan Topeng Besi
yang sudah hilang kesadaran pikirannya. Tetapi Lima
Pendekar Im-leng itu masih belum masuk dalam
gerombolan itu. Kuharap tawanan yang dibawa ke Cengsia itu, salah seorang dari ketiga Topeng Besi itu agar
dapat diperoleh keterangan2 yang penting..." pikir Gak
Lui. "Paman Li, bagaimanakah sikap Hidung Gerumpung
itu kepadamu?" "Dia bertanya apakah aku dapat menambal hidung"
Kujawab kalau aku dapat melakukan hal itu. Tetapi
dengan syarat bahwa hidung yang akan ditambal itu
belum membusuk. Kalau sudah busuk, aku tak sanggup."
"Lalu apakah hidungnya yang terpapas hilang masih
disimpannya?" "Dia mengatakan kalau sudah hilang. Kukatakan
kepadanya bahwa aku sanggup membuat hidung palsu,
tetapi dia hanya mendengus dingin dan mengatakan
sebuah cara yang ganas."
"Cara bagaimana ?"
"Dia hendak menangkap seorang manusia, suruh aku
pilih yang cocok untuk ditambatkan pada hidungnya."
"Adakah paman menolak ?"
"Memang aku menolak?" tetapi sampai di sini wajah
Li Kok-hoa tampak merah, katanya pula: "tetapi dia
814 hendak membunuh seluruh keluargaku. Karena terpaksa,
akupun meluluskan." "Karena sudah memutuskan dengan cara itu,
mengapa mereka masih mencari paman guruku di Busan
dan memindahkan hidungnya kepada orang itu?" tanya
Gak Lui pula. "Karena dia bertanya kepadaku, berapa lamakah
waktu yang kubutuhkan untuk pencangkokan hidung itu.
Aku mengatakan kalau memakan waktu lebih kurang
tujuh hari. Rupanya dia terburu buru sekali. Tak dapat
menunggu lama. Akhirnya ia memutuskan membawa
aku. Ia hendak menyelesaikan suatu pekerjaan lain dulu
baru nanti mengurus soal pengobatan itu lagi."
"Bagaimana pengalaman sepanjang jalan?"
"Mereka menutup kedua mataku dan suruh si Hui-ting
menggendong aku. Oleh karena itu aku tak dapat melihat
suatu apa kecuali mendengar suara kesiur angin dan
gemercik air mendesir di tanah pegunungan."
"Kemudian ?" "Kemudian tiba di sebuah gunung. Di situ kedatangan
kami disambut oleh seseorang. Kain penutup mukakupun
dibuka. Kudapati diriku berada di sebuah gunung yang
aneh. Gunung itu terdiri dari duabelas puncak. Lapisan
dalam enam puncak dan lapisan luar enam puncak.
Keadaan tampaknya berbahaya sekali ...."
"Benar, itulah tempat persembunyian paman guruku
di Busan. Lalu apakah paman dibawa masuk?"
"Tidak, kurasa saat itu aku berada di tepi dari keenam
puncak gunung itu." "Lalu bagaimana gerak gerik paman guruku ?" Li Kok
hoa kerutkan kening mengenangkan peristiwa yang
815 lampau itu, lalu menjawab: "Paman gurumu juga
mengenakan kerudung muka sehingga tak tampak
bagaimana wajahnya. Saat itu ketiga orang Kerudung
Hitam dan muridku hianat si Hui-ting tidak berada di situ.
Mungkin mereka bersembunyi di balik batu karang.
Hanya tinggal si Hidung Gerumpung yang berhadapan
dengan paman gurumu."
"Bicara apa sajakah mereka itu?"
"Kuperhatikan kain kerudung mereka bergerak-gerak
tengah bicara tetapi sama sekali aku tak dapat
mendengar pembicaraan mereka."
"Paman, mereka telah menggunakan ilmu Menyusup
Suara yang tinggi. Sudah tentu paman tak dapat
menangkap pembicaraan mereka. Lalu ?"
"Lama juga mereka bicara. Tampak keduanya tegang
seperti orang yang sedang berdebat keras. Akhirnya
mereka sama2 menunjuk ke langit dan ke bumi seperti
orang yang mengangkat sumpah. Setelah itu baru
putuslah pembicaraan mereka."
"Kemudian ....?"
"Tiba2 paman gurumu mengulurkan tangan meminta
pedang dari si Hidung Gerumpung. Setelah itu ia
memapas hidungnya sendiri...."
"Oh".." "Setelah itu paman gurumu lemparkan pedang lalu
lari menyusup ke dalam gerumbul di puncak gunung.
Cepat2 akupun memungut batang hidung paman gurumu
lalu kulekatkan pada hidung si Hidung Gerumpung...."
Mendengar berita itu tahulah sekarang Gak Lui mengapa
paman gurunya si Lengan besi-hati baik tak punya
hidung sebaliknya Maharaja Persilatan Tio Bik-lui
816 hidungnya utuh. Diam2 ia terkejut sekali.
"Paman, orang yang engkau obati hidungnya itulah
musuhku besar. Dia adalah durjana nomor satu yang
membawa bencana pada dunia persilatan. Tetapi menilik
keganasannya, mengapa paman dapat lolos dari
cengkeramannya" Dan mengapa rumahtangga paman
tak dibasmi ?" "Ceritanya amat panjang," kata si tabib sakti Li Kokhoa, "tak mudah kujaga jiwaku yang tua ini.....," ia
menghela napas lalu melanjutkan lagi, "Setelah
kupasang hidung baru padanya, kembali dia
membawaku pergi dari Bu-san. Setiap hari aku harus
melumurkan obat pada hidungnya sehingga sampai
sembuh benar2. Setelah pekerjaanku berhasil maka aku
menerima upah yang besar."
"Oh, apakah upahnya ?"
"Dia akan membunuhku membocorkan rahasia itu ...."
supaya aku tak "Oh ...." "Dalam keadaan terdesak terpaksa akupun gunakan
siasat untuk menggertaknya."
"Dengan mengatakan bahwa apabila tak makan obat
dari paman, hidungnya itu akan membusuk lagi ?" tukas
Gak Lui. "Benar!" sahut Li Kok-hoa tertawa masam, "bukan
saja kukatakan begitu pun kubilang karena terburu2, obat
itu masih ketinggalan di rumah."
"Apakah paman tak takut mengundang serigala ke
dalam rumah" Apakah itu tiada bahaya?"
"Tidak! Kulihat dia banyak sekali urusannya. Tak
817 mungkin akan menyertai aku pulang. Tentu dia hanya
menyuruh si Hui-ting itu yang membawa aku. Dan Huiting itu sekalipun bukan orang baik tetapi sekurangkurangnya dia masih dapat diajak bicara."
"Kalau begitu, dia tentu mau melepas paman dan
melindungi paman dalam perjalanan itu?"
"Ah, dia bukan manusia sebaik itu. Dia menetapkan
untuk mengadakan perjanjian tukar menukar."
"Hm, dia tentu hendak meminta resep pembuatan
cairan racun penyurut tubuh."
"Ya, benar. Tak berapa lama Hui-ting membawaku
pergi. Dia segera menelanjangi kebohonganku kepada si
Hidung Gerumpung yang sudah kutambal hidungnya itu.
Hui-ting sihianat itu mengajukan tukar menukar. Dia
bersedia melepaskan aku tetapi menghendaki resep
pembuatan racun penyurut tubuh. Dan lagi dia bilang,
lebih baik aku jangan pulang membawa keluarga
menyingkir." "Alasannya ?" ---oo^TAH^0^DewiKZ^0^Hendra^oo--"Rumah tinggal dan desaku, fihak lawan tak tahu.
Hui-ting mengatakan asal aku menyembunyikan diri, dia
akan melaporkan kalau aku sudah dibunuh. Kemudian ia
hendak menggunakan obat palsu untuk menipu sibekas
Hidung Gerumpung itu. Tetapi kalau aku pulang ke
rumah tentu akan ketahuan jejakku. Berbahaya bagi
jiwaku, juga jiwa si Hui-ting itu sendiri. Demi keselamatan
anak isteri, aku terpaksa menerima perjanjian itu ...."
Berbicara sampai di situ, tampak tabib sakti itu berduka
sekali. Air matanya berderai-derai turun. Siu-meypun ikut
818 menangis terisak- isak. Tangis dan air mata itu telah
membangkitkan gelora jiwa Gak Lui. Walaupun
menderita kesengsaraan besar, tetapi Li Kok-hoa itu
masih dapat berjumpa dengan puterinya. Sedang dia
sendiri sudah sebatang kara. Ayah meninggal dan ibunya
hilang tiada ketahuan jejaknya. Penderitaannya lebih
besar dari kedua ayah dan anak itu.
"Paman Li," akhirnya ia menghibur tabib sakti itu,
"peristiwa yang sudah lampau, biarlah lalu. Tak perlu kita
sesali lagi. Kurasa paman boleh pulang ke desa lagi."
"Ya, benar," seru Siu-mey sambil menghapus
airmata, "pulanglah yah, agar aku dapat merawatmu
sampai di hari tua ...."
"Tidak bisa," kata tabib Li Kok-hoa, "saat ini aku
belum dapat pergi." "Mengapa ?" "Gerombolan manusia menghancurkan nyaliku..."
ganas itu benar2 telah "Yah, jangan takut. Aku dan engkoh Lui dapat
membasmi mereka." "Kalau begitu, kutunggu setelah kalian selesai
melakukan pembalasan, baru aku pulang."
"Perlu apa" Sekarang juga bisa pulang."
"Ah, tidak semudah itu. Sekian banyak penderita sakit
dalam lembah ini, harus kuatur dengan baik baru aku
dapat pergi dengan lapang hati..."
Terhadap watak ayahnya yang suka menolong orang,
memang Siu-mey sudah faham. Ia tak dapat berbuat
apa2 lagi, kecuali berkata: "Yah, kalau engkau hendak
tetap tinggal di sini akupun tak dapat memaksa. Aku
819 akan pergi bersama engkoh Lui dan cepat akan kembali
lagi ke sini. Setelah selesai melakukan pembalasan, kami
berdua tentu cepat akan mengambil ayah kemari."
"Baiklah, aku tetap akan tinggal di sini," kata Li Kokhoa lalu berpaling kepada Gak Lui, "bawalah Hi Kiam-gim
kemari. Tentang kerusakan wajahnya, aku yang akan
mengobati sampai sembuh."
Demikian dengan diantar oleh Li Kok-hoa, Gak Lui
dan Siu-mey keluar dari lembah itu. Di tengah jalan tiba2
Gak Lui teringat sesuatu. Anggauta Topeng Besi yang
dibawa ke Ceng-sia itu belum tentu dapat disembuhkan
pikirannya yang limbung. Menilik kepandaian Li Kok-hoa
yang begitu sakti dalam ilmu pengobatan, mengapa ia
tak meminta obat kepadanya"
"Paman Li, apakah engkau mempunyai obat untuk
menyembuhkan orang yang hilang kesadaran pikirannya?" cepat ia bertanya.
"Obatnya sih ada, tetapi entah manjur atau tidak,"
sahut sitabib sakti. "O?"" "Karena penyakit itu tidak sama berat ringannya.
Maka ada bedanya sedikit. Kalau penyakit itu hanya baru
saja, sekali minum tentu sembuh. Tetapi penyakit itu
makin lama diderita, makin sukar pengobatannya dan
obat itupun tak mudah memberi hasil."
Gak Lui segera menceritakan tentang anggauta
Topeng Besi yang sudah dibius selama delapan belas
tahun. Mendengar itu Li Kok hoa kerutkan alis,
menyahut: "Kalau dia sudah menderita selama delapan
belas tahun, berarti sudah seperti seorang mayat hidup.
Sukar untuk diobati dan lebih baik jangan
820 menghamburkan itu dengan sia2 ...."


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tetapi orang itu penting sekali artinya. Harus dapat
disembuhkan!" "Ini.... berarti kuda mati dianggap kuda hidup. Coba
saja akan kuusahakan sekuat tenaga!" Si tabib
meluluskan lalu membawa kedua anak muda itu ke
dalam kamar obatnya. Ruang obat itu berdinding lemari
obat2an yang penuh dengan botol obat besar kecil.
Jumlahnya tak terhitung banyaknya. Dengan ahli sekali Li
Kok-hoa cepat mengambil sebuah botol kecil, diberikan
kepada Gak Lui. "Obat ini adalah buatanku sendiri.
Kuberi nama Kiu-coan-ting sin-tan. Khusus untuk
mengobati penyakit hilang ingatan. Cobakan saja
kepadanya bagaimana nanti hasilnya." Gak Lui
mengaturkan terima kasih lalu bersama Siu mey
tinggalkan lembah itu. Dengan gunakan ilmu berlari cepat
mereka menuju ke gunung Ceng-sia-san. Ternyata Gak
Lui masih mempunyai pertanyaan yang hendak diajukan
kepada Siu mey. Maka sambil berlari ia bertanya: "Adik
Mey, pukulan-sakti The Thay sudah membawa si
Kerudung Hitam ke Ceng-sia. Adakah ketua kelima partai
persilatan sudah mengenalinya " Apakah sudah
diketahui siapa orang itu ?"
"Adakah yang engkau maksudkan orang sakit yang
dibawa adik Hong lian itu ?"
"benar." "Sudah dikenal dirinya. Kalau kukatakan siapa orang
itu engkau tentu akan melonjak kaget..."
"Siapa ?" "Dia adalah tokoh nomor satu dari perguruan Cengsia pay. Kalau dia tidak lenyap, tentulah kedudukan
821 pimpinan Ceng-sia-pay tak jatuh ditangan Thian Lok
totiang ..." "Oh ....," Gak Lui terkejut dan gemetar. Cepat ia
dapat menduga siapa orang itu. Dia bukan lain yalah
Thian Wat totiang. Dengan begitu jelas yang dibunuh
Gak Lui itu yalah paderi Hwat Gong dari perguruan
Heng-san-pay, Hui wi dari perguruan Siau-lim-pay dan
imam Ceng Ci dari perguruan Bu tong-pay, serta Wi Cun
imam dari Kong tong-pay yang sungguh2 berhianat itu.
Tokoh2 terkemuka dari kelima partai persilatan yang
hilang itu, kecuali yang seorang, yang empat orang
sudah terbunuh semua. Ah, tindakan Gak Lui itu tentu
akan menimbulkan reaksi yang menyulitkan dirinya.
Setelah merenung beberapa jenak, akhirnya ia berkata
dalam hati : "Ah, dengan mendapatkan Thian Wat totiang
ini, sekurang kurangnya perguruan Ceng-sia-pay tentu
takkan memusuhi aku...." Melihat pemuda itu diam saja,
Siu-mey segera menegur: "Engkoh Lui, kata2ku tadi
hanya bergurau saja. Masakan benar2 hendak menakuti
engkau !" "Apa ?" Gak Lui tersentak kaget. Siu-mey mencekal
tangan sang kekasih, serunya : "Jangan linglung begitu,
bilanglah lekas !" "Aku bukannya takut melainkan memikirkan sesuatu
..." "Soal di Ceng-sia itu?"
"Benar, apakah Thian Wat totiang itu sudah pulih
kesadaran pikirannya ?"
"Sama sekali belum !" sahut Siu-mey, "tokoh2 partai
persilatan sudah berusaha menyembuhkannya. Ada
yang menggunakan tenaga dalam, ada yang pakai obat.
Tetapi sedikitpun tak berhasil. Sebaiknya nanti kita
822 cobakan obat dari ayahku itu."
"Lalu bagaimana dengan keadaan barisan Thian-lotoong-tin dari kelima partai persilatan itu?"
"Hebat sekali! Nanti setiba di Ceng-sia engkau tentu
mengetahui sendiri betapa kehebatan barisan paderi dan
imam itu." "Kalau begitu, segenap anggauta barisan itu sudah
datang semua?" "Ya, seluruh kaum persilatan golongan Putih sudah
datang lengkap. Kecuali tokoh2 dari Lima Partai
Persilatan, masih hadir pula kedua partai Pengemis dan
Gelandangan, perguruan Kiu- hoan-bun juga datang."
"Bagus !" seru Gak Lui gembira dan memperhitungkan keadaan mereka tentu terjamin
keselamatannya. Dengan memiliki barisan itu tentu
mudah menghadapi golongan hitam. Mengenai Maharaja
Tio Bik-lui yang akan muncul, Gak Lui sudah siap.
Lawannya itu tak tahu kalau pedang laknat Thian luikoay- kiam tak dapat dicabut dari warangkanya. Maka
Maharaja Persilatan itu tetap takut. Maharaja Persilatan
Tio Bik-iui sudah menyatakan tantangannya. Nanti
sebulan lagi akan bertempur digunung Im-leng-san. Jelas
yang dianggap lawan berat oleh Maharaja itu tentulah
dirinya (Gak Lui). Membayangkan hal itu, diam2 hati Gak
Lui terhibur dan wajahnyapun berseri senyum. Rupanya
Siu-mey memperhatikan perobahan air muka Gak Lui,
dapat ia berseru : "Engkoh Lui, jangan engkau pandang
enteng persoalan itu. Paman The Thay dan adik Hiong
lian masih mempunyai sedikit kesulitan !"
"O, apakah partai2 persilatan itu hendak mencari
mereka ?" 823 "Benar, partai2 persilatan itu tahu bahwa Topeng
Besi itu adalah tokoh kelas satu yang hilang. Kalau
sekarang Thian Wat totiang dari Ceng-sia-pay sudah
kembali, sudah tentu mereka akan mencari orang2nya
yang hilang itu." "Lalu bagaimana adik Hong-lian menjawab mereka ?"
"Dia bilang kalau yang lain sudah mati. Dan hal2
yang lain silahkan tanya kepadamu."
"Jawaban yang tepat," kata Gak Lui, "mari kita
percepat lari kita agar lekas tiba disana." Agar dapat
mengimbangi larinya ia menggandeng tangan Siu- mey.
Dengan demikian dapatlah mereka berlari sama
cepatnya. Saat itu mereka tiba disebuah tanah datar yang luas.
Empat penjuru penuh dengan belukar rumput. Ditengah
dataran itu tampak sebuah kuil kuno. Ketika terpisah
seratusan tombak dari kuil itu, tiba2 Gak Lui lambatkan
larinya dan memandang kearah kuil itu.
"Engkoh Lui, adakah engkau mencium bau manusia
?" tanya Siu- mey. "Benar, rupanya disekitar tempat ini
sejumlah besar orang yang bersembunyi !"
terdapat "Apakah gerombolan kaki tangan Maharaja?"
"Kemungkinan. Karena baunya tak asing lagi."
"Lalu bagaimana tindakan kita" Mau bunuh" Dengan
kekuatan kita berdua, tentu dapat membunuh mereka
habis-habisan. Mau lari" Selagi mereka belum muncul,
kita mengambil jalan mengitar saja....."
Gak Lui menunduk lalu menjawab dengan sepatah
kata yang seram: "Bunuh .... Jika mereka benar kawanan
824 anak buah Maharaja, mereka tentu akan mengikuti
perjalanan kita ke Ceng-sia. Dari pada di sana
menimbulkan kesulitan lebih baik sekarang saja kita
basmi mereka agar dapat menghemat tenaga !"
Mendengar itu Siu-mey segera singsingkan lengan baju
dan unjukkan sepasang ular emas: "Benar, mari kita
terjang ...." "Tunggu !" "Tunggu apa ?" Gak Lui maju selangkah berkata:
"Membasmi kawanan jahat itu adalah urusanku. Engkau
tak perlu ikut campur. Lebih baik ..."
"Lebih baik bagaimana ?"
"Pergi ke gunung Ceng-sia-san saja."
"O, aku tahu," sahut Siu-mey, "engkau anggap
kepandaianku masih rendah sehingga takut kalau
mengganggu permainanmu dan menambah beban
pikiranmu." Memang demikianlah pikiran Gak Lui. Namun kalau
ia berterus terang, ia kuatir akan membuat nona itu
mengambek. Tetapi kalau tak bilang, ia kuatir nona itu
akan mengganggu rencananya. Maka ia menyahut
dengan tak langsung: "Bukan karena takut engkau
mengganggu sepak terjangku. Tetapi menurut kenyataan, musuh sudah tahu jelas tentang kepandaianku. Dan diapun takut terhadap pedang
pusaka Thian-lui-koay-kiam. Maka kalau dia tak
mengirimkan orang untuk menghadang, itu memang
tepat. Namun kalau dia masih berani mengirim anak
buahnya untuk mengganggu aku, tentulah dia sudah
mempersiapkan rencana yang hebat. Oleh karena itu
baiklah kita hati2....."
825 "Ih .... ," Siu-mey mendesis.
"Dan lagi Thian Wat totiang dari Ceng-sia-pay itu
merupakan tokoh penting. Banyak rahasia dari musuh
yang dapat tergali dari mulut paderi itu apabila dia dapat
pulih kesadaran pikirannya. Maka yang penting yalah
mengobati penyakitnya itu, makin cepat makin baik...."
"Maksudmu engkau hendak suruh aku lekas-lekas
bawa obat itu ke Ceng-sia ?" Siu-mey menegas.
"Setidak-tidaknya engkau mengerti tentang ilmu
pengobatan. Jauh lebih baik engkau yang membawa
kesana daripada aku."
"Hm, memang sesuai juga," akhirnya nona itu dapat
ditundukkan. Dengan tertawa riang ia menerima tugas itu
dan meminta kepada Gak Lui supaya memberikan obat
itu kepadanya. Setelah menerima obat, sejenak Siu-mey
memandang ke arah kuil tua dan akhirnya beri pesan
kepada Gak Lui supaya berhati- hati jangan sampai
terjebak siasat lawan. "Jangan kuatir, aku dapat menjaga diri," Gak Lui
tertawa, "kuharap engkaupun harus berhati-hati dan
lekas menuju ke Ceng sia. Mungkin aku dapat
menyusulmu dalam waktu singkat."
Demikian Siu mey menuju ke Ceng sia. Setelah nona
itu lenyap dari pandang mata, barulah Gak Lui perlahanlahan melangkah menuju ke kuil tua. Kuil itu sunyi sekali.
Dinding temboknya penuh ditumbuhi pakis (lumut) dan
rotan. Kedua pintunyapun tertutup rapat. Papan nama
yang tergantung di atas pintu masih dapat dibaca 'Ping
An Ko Si ' atau kuil Keselamatan. Tiba di pintu, diam2
Gak Lui tertawa: "Sungguh suatu sindiran yang tepat
sekali. Kuil Keselamatan.... tetapi di dalamnya
bersembunyi durjana2 persilatan yang ganas. Dan
826 tempat pemujaan yang suci ini akan berobah menjadi
suatu neraka." Gak Lui keliarkan pandang matanya ke
sekeliling lalu mendebur pintu keras2.
"Siapa !" terdengar derap kaki orang orang berjalan
keluar dan berseru. Dari nada suaranya tahulah Gak Lui
bahwa yang berada dalam kuil itu seorang tua yang tak
mengerti ilmu silat. "Aku Gak Lui, karena kebetulan lalu di sini hendak
memberi hormat pada malaekat kuil ini."
"Ho, ho !" kedengaran orang tua itu berseru pula,
"pintu tak dikancing, silahkan masuk." Gak Luipun
mendorong dengan sebuah jarinya dan benar juga, daun
pintu itu segera terbuka. Tampak seorang paderi tua
berumur tujuhpuluhan tahun, rambut alisnya sudah putih,
tegak berdiri di belakang pintu, ia mengulurkan sebelah
tangannya yang kurus sebagai isyarat untuk
mempersilahkan tetamunya masuk. Tetapi Gak Lui tak
mau segera masuk. Ia memberi hormat:
"Silahkan taysu berjalan dulu."
"Sicu hendak mempunyai keperluan apa" Mengapa
tak mau masuk ?" kata paderi tua itu. Sicu adalah
sebutan yang digunakan para paderi dan imam terhadap
seorang tetamu yang belum dikenal.
"Tak perlulah," kata Gak Lui, "tolong taysu sampaikan
saja, suruh orang2 yang bersembunyi di dalam itu keluar
berhadapan dengan aku !"
"Uh !" paderi itu berseru kaget, "orang2 di dalam"
Paderi yang manakah yang hendak engkau cari ?"
---oo^TAH^0^DewiKZ^0^Hendra^oo---
827 "Bukan paderi tetapi kawanan
mengancam pada taysu itu !"
penjahat yang "Kawanan penjahat" Tidak, tidak! Di dalam kuil ini
tiada orang, lebih2 kawanan penjahat !"
"Benarkah ?" "Sudah ... tentu benar," wajah paderi itu agak
berobah. Tangannya memegang pintu, "kalau sicu mau
masuk, aku tentu menyambut dengan gembira. Tetapi
kalau sicu tak mau masuk, aku pun tak .... memaksa dan
terpaksa akan menutup daun pintu ...."
"Tunggu dulu !" seru Gak Lui. "Taysu berkeras tak
mengaku beradanya kawanan penjahat dalam kuil ini
dan tak mau menyampaikan pesanku kepada mereka ?"


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Paderi tua itu gelengkan kepala: "Kuil ini benar2 tiada
orang luar dan akupun tak menerima ancaman apa2. Tak
peduli engkau hendak bertanya dengan cara apa, aku
tetap menjawab begitu !"
Gak Lui curiga tetapi ia tak mau turun tangan
terhadap seorang paderi tua yang tak mengerti ilmu silat.
Akhirnya ia memutuskan untuk mengganti caranya
bertanya dengan pertanyaan semacam menyelidiki :
"Kalau begitu, mohon tanya taysu. Apakah kedudukan
taysu dalam kuil ini ?"
"Ini .... ini ......," rupanya paderi itu tak menyangka
akan menerima pertanyaan semacam itu sehingga ia
tersekat-sekat tak dapat menyahut apa yang ditanyakan
melainkan memperkenalkan diri:
"Aku ... bergelar Beng Gwat."
"Dengan kedudukan ?"
"Sebagai .... sebagai ... Ti-khek-ceng ...." Ti-khek828
ceng yalah paderi yang bertugas menyambut tetamu.
"Ti-khek ceng ?"
"Ya, benar, benar, aku adalah Ti-khek-ceng, bertugas
untuk menyambut setiap tetamu yang datang kekuil ini
...." "Beng Gwat hong tiang, jangan engkau bermain
sandiwara! Salah sebuah pantangan dari kaum agama
yalah tidak boleh BOHONG ! Mengapa engkau
melanggar pantangan itu ?"
Merah muka paderi tua itu seketika. Setelah
menenangkan semangat ia tetap berkeras : "benar,
memang aku adalah hong- tiang dikuil ini. Lain2 hal aku
tak membohongimu ...." Hong-tiang yalah kepala
pengurus sebuah gereja, biara atau kuil.
"Karena hong-tiang tetap berkukuh, terpaksa aku
akan bicara dengan terus terang untuk membuka
kebohonganmu." "Silahkan .... apa salahku ?"
"Pertama, pintu tertutup jelas mengandung kecurigaan. Tak ingin dilihat orang luar. Kedua, sebagai
seorang hong-tiang engkau membuka pintu sendiri. Jelas
kalau engkau tentu mendapat ancaman orang. Dengan
kedua bukti itu, cukuplah untuk menyatakan
kebohonganmu !" "Ini .... ini......" karena telah ditelanjangi, paderi tua itu
tak dapat bicara lagi. Tubuhnya gemetar. Gak Lui
kasihan pada paderi tua itu. Buru2 ia menghiburnya: "Ah,
tak perlu hongtiang ketakutan. Karena aku datang
kemari, tentu akan berusaha untuk menyelamatkan kuil
ini. Jangan takut hongtiang, aku takkan merembet
dirimu." 829 "Sungguh ?" paderi tua itu menegas, "mereka
mengatakan engkau ini seorang algojo besar dalam
dunia persilatan. Begitu melihat orang tentu akan
membunuh. Apakah engkau takkan membunuh paderi2
dalam kuil ini ?" "Harap hongtiang suka renungkan. Kalau aku hendak
membunuh masakan aku mau bicara begini lama dengan
engkau " Aku tak mau mengotorkan tempat suci ini maka
kumohon taysu suka menyampaikan kepada mereka
agar mereka keluar menerima kematiannya."
"O," Beng Gwat taysu mendesuh. Kini ia mengerti
maksud anak muda itu. Ia menyurut mundur dua
langkah, lalu berpaling kebelakang hendak memanggil
orang. Tetapi tepat pada saat ia berpaling kebelakang,
tiga sosok tubuh melesat keluar dari dalam ruangan
besar. Mereka tegak berjajar dimuka pintu. Gak Lui
tenang2 saja memandang ketiga pendatang itu. Cepat ia
dapat mengenali mereka. Yang berdiri ditengah, paderi
lama dari Segak (Tibet). Kepalanya gundul, muka merah,
tubuh gagah perkasa. Tangannya memegang tongkat
Hang mo-kim-go atau tongkat penunduk iblis. Yang
disebelah kiri seorang imam. Kepalanya memakai kopiah
sembilan segi, jenggot menjulai turun menutup dada,
sepasang mata berkilat-kilat tajam dan mencekal
sebatang pedang Liat-yan- kiam atau pedang Asappanas, jelas seorang imam yang berkepandaian tinggi.
Sedangkan yang berdiri disebelah kanan, seorang lelaki
pertengahan umur yang aneh. Mukanya mirip seekor
orangutan, lengan panjang, kaki pandak. Tangan
mencekal sebatang tongkat Lan-gin-pang atau tongkat
Perak-hancur. Beratnya tak kurang dari seratusan kati.
Seorang yang memiliki tenaga kuat sekali.
Puas memandang ketiga lawan, diam2 Gak Lui
830 terkejut. Selain memiliki kepandaian tinggi, ketiga orang
itu membekal senjata berat. Jelas tujuannya tentu
hendak menghadapi pedang pusakanya. Dari hal itu saja
dapatlah diketahui bahwa lawan sudah mengadakan
persiapan yang sempurna. Dengan menghadang
ditengah jalan itu, apabila ia (Gak Lui) mati terbunuh;
dengan sendirinya pertempuran di gunung Im-leng-san
nanti tentu akan batal dengan kemenangan difihak
Maharaja Tio Bik-lui. Paderi muka merah hendak membuka mulut tetapi
didahului Gak Lui: "Kalau mau bicara, silahkan ke
halaman luar. Jangan mengganggu ketenangan tempat
suci ini !" Secepat bicara, secepat itu pula Gak Lui sudah
melesat keluar, dia berdiri dihalaman. Gerakan ketiga
orang bukan kepalang hebatnya. Dengan bersuit aneh,
mereka serempak loncat ke hadapan Gak Lui. Dan
serempak dengan suitan itu, dari empat penjuru, muncul
berpuluh-puluh orang dengan menghunus pedang.
"Apakah kalian sudah lengkap semua ?" seru Gak Lui
dengan tenang. Sambil menudingkan tongkat Penaklukiblis, paderi muka merah itu berseru menggeledek:
"Sudah lengkap semua ...."
"Bagus, lekas beritahukan namamu untuk menerima
kematian ....!" "Heh, heh! Ha, ha, ha, ha!" paderi muka merah itu
tertawa marah dan menghambur tertawa aneh yang
dilambari dengan tenaga- dalam. Lalu menggembor
keras: "Budak, kabarnya engkau sombong sekali tak
pernah memandang mata kepada orang. Apa yang
kusaksikan saat ini, memang benar !"
Sejak bertempur dengan Kaisar Persilatan, Gak Lui
dapat menyelami tentang rahasia penting dalam
831 pertempuran. Yalah tak boleh cepat2 marah kepada
lawan. Maka ia hanya tertawa dingin dan menyahut:
"Kusuruh kalian laporkan nama bukan ingin mendengarkan kalian merintih dan melolong seperti
anjing begitu. Perlu apa kalian bertingkah seperti itu?"
Mendengar ejekan itu meluaplah kemarahan si paderi
muka merah. Urat2 dahinya melingkar-lingkar mengantar
gemboran dahsyat: "Kalau kuberitahu namaku, engkau
tentu akan melonjak kaget. Maka bersiap siaplah untuk
berdiri tegak ...." "Kakiku masih kuat berdiri, tak perlu engkau jual
gertakan !" "Aku adalah Hang-mo ceng atau paderi penakluk iblis
dari Segak, bergelar Thong Leng."
"Dan siapakah kedua makhluk yang lain itu?"
Pertanyaan Gak Lui benar2 membuat si imam tua dan
siorang aneh yang berdiri di samping paderi muka merah
itu seperti orang kebakaran jenggot. Baru kedua orang
itu hendak membuka mulut, Gak Lui sudah menunjuk
kepada paderi muka merah, serunya: "Engkau lebih
tinggi kedudukanmu, engkau saja yang bicara !"
"Totiang ini bergelar Siau Yau tojin, tokoh dari
gunung Thian-bok, ilmu kepandaiannya amat tinggi."
"Cukup! Siapa yang satunya !" cepat Gak Lui
menukas. "Dia adalah Dewa-lengan-sakti Nyo Beng. Berasal
dari gunung Tiang-pek-san, mahir menggunakan tongkat
timah-hancur, di dalam dunia tiada tandingan ...."
"Cukup! Dia menggunakan tongkat, aku sudah
mengetahui sendiri, tak perlu engkau terangkan." Karena
omongannya selalu diputus oleh Gak Lui, paderi muka
832 merah itu merah padam mukanya. Tubuhnya menggigil
keras sehingga tak dapat melanjutkan kata-katanya.
Adalah Dewa-lengan-sakti Nyo Beng yang berasal dari
luar perbatasan, karena pengalamannya tentang dunia
persilatan Tiong goan kurang luas, tak kenal siapa Gak
Lui itu. Matanya berkilat2 tajam memandang wajah Gak
Lui yang mengenakan kedok muka itu, lalu berseru :
"Budak, menilik umurmu, apakah engkau ini benar2 Gak
Lui sendiri ?" Gak Lui mengangguk. Serempak dengan itu si imam
Siau Yau tojinpun tertawa menyeringai: "Benar, memang
budak inilah si Gak Lui. Ketika di istana Lok-ong-kiong
tempo hari kulihat sendiri dia pontang panting melarikan
diri dari serangan pedang Maharaja!"
Gak Lui menyahut dingin, "O, diantara kawanan
anjing yang mengeroyok aku di Lok-ong-kiong tempo
hari, terdapat engkau juga ?"
"Benar, aku memang hadir di situ dan melihat engkau
menjadi setan gentayangan yang dikejar pedang !" sahut
Siau Yau tojin yang dapat menahan kemarahannya.
Gak Lui maju setengah langkah, tertawa: "Kalau
begitu engkau tentu tahu bagaimana nasib dari ketiga
algojo Maharaja dan ketiga Siluman dari Goha darah itu,
bukan?" "Mereka binasa ditanganmu, akupun tahu juga!"
"Lalu mengapa engkau masih berani datang kemari"
Apakah engkau tak tahu apa yang disebut kematian itu?"
seru Gak Lui. "Ini .... aku sudah mengerti. Oleh karena itu aku
mengundang beberapa tokoh berilmu untuk membasmimu, agar di kelak kemudian hari tak
833 menimbulkan bahaya."
"Berapa jumlah orangmu yang datang ?"
"Semua jago2 istana Lak ong-kiong serta tokoh2 dari
tiga bukit lima gunung. Semua berjumlah sembilanpuluh
sembilan orang !" "Hai, belum banyak, seratus saja masih kurang satu.
Tetapi ....," tiba2 Gak Lui hentikan kata-katanya sejenak,
lalu berkata lagi, "tetapi yang kulihat di empat penjuru
hanya sembilanpuluh tujuh orang, lalu ke mana yang dua
orang?" "Rupanya engkau menaruh perhatian besar kepada
kedua orang itu. Akan kuberitahukan nama mereka tetapi
di mana mereka saat ini berada, nanti engkau akan tahu
sendiri !" "Katakanlah !" "Yang seorang yalah Penghitung-besi Ci Tong-lay,
dia yang seorang Nyonya pelebur-tulang Tan Jui-hong.
Engkau pasti sudah mendengar nama mereka....."
JILID 17 "O...," Gak Lui mendesuh kejut. Ia memang pernah
mendengar kedua tokoh itu. Penghitung-besi seorang
ahli siasat. Seorang durjana yang sukar dihadapi.
Barisan pengepung saat itu, kemungkinan tentu dia yang
merencanakan. Sedang orangnya sendiri mungkin masih
bersembunyi di sekitar tempat situ, belum mau unjuk diri.
Sedang Wanita-pelebur-tulang itu, seorang iblis wanita
yang terkemuka. Selain kepandaiannya sakti pun ilmu
hitam yang cabul. Kabarnya belum pernah ia gagal
mendapatkan lelaki yang disukai. Dari sembilanpuluh
sembilan jago2 golongan Hitam, dapatlah diketahui
834 betapa besar kekuatan mereka. Dan rupanya mereka
telah mengerahkan seluruh kekuatan untuk menghadapi
Gak Lui. Merenungkan hal itu diam2 hati Gak Lui
bercekat. Bukan karena takut menghadapi begitu banyak
musuh, melainkan karena tak sampai hati untuk
melakukan pertumpahan darah. Biang keladi dan musuh
besarnya yalah Maharaja Persilatan Tio Bik-lui. Mengapa
harus meminta korban jiwa sekian banyak orang"
Memikir pada hal itu, diam2 nafsu pembunuhan dalam
hati Gak Luipun reda. Segera ia berseru dengan nada
serius kepada ketiga lawannya : "Baik, tak peduli kalian
berjumlah berapa banyak tetapi pokoknya kalian telah
menerima perintah Maharaja. Di antara kalian memang
sudah banyak yang berlumuran darah, tetapi Buddha
bersabda: "lepaskan golok penjagal dan lekas kembali ke
jalan terang'. Dengan itikad baik, aku bersedia melepas
kalian tetapi ada syaratnya."
"Bagaimana ?" imam Siau Yau menegas dengan
wajah dingin. "Harus bersumpah agar bertaubat takkan melakukan
kejahatan lagi. Dengan perbuatan menebus kejahatan
yang lalu !" "Oh, sederhana sekali syarat itu !"
"Menerima atau tidak terserah. Ini kesempatan
terakhir yang kuberikan !"
"Heh, heh, heh, Heh," imam itu terawa mengekeh
seraya memandang ke langit. Serempak dengan itu, dari
empat penjuru kawanan jago2 golongan Hitam berpindah


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

langkah menghampiri ketengah barisan. Setiap deret
terdiri dari sembilan orang. Mereka membentuk diri
dalam formasi barisan yang rapat dan ketat sekali.
Setelah barisan tersusun rapi, barulah imam Siau Yau
835 berhenti tertawa. Dengan wajah membesi, ia berseru :
"Budak she Gak, tak kira kalau seorang pembunuh ganas
seperti engkau, dapat juga mengucap soal budi
kebaikan. Ketahuilah, kami sembilanpuluh sembilan
orang ini telah bersumpah sehidup- semati untuk
mencincang tubuhmu !"
"Hm, apakah benar2 kalian hendak melepaskan
peringatanku yang terakhir ?" seru Gak Lui.
"Heh, heh ! Tempo hari Maharaja pernah
mengeluarkan perintah supaya menangkapmu hiduphidup. Tetapi sekarang boleh dibunuh mati. Apa yang
engkau ocehkan kesempatan terakhir itu " Ho, engkau
sendirilah yang wajib hati2 ...." Habis berkata orang itu
terus mengangkat pedangnya Pedang- bara-panas.
Sinar berkilat memancar tajam, kawanan jago2 itupun
segera menghunus senjatanya masing2.
Dalam detik2 yang tegang itu, diam2 Gak Lui
menghela napas. Ia sesalkan orang2 yang sudah mata
gelap sehingga tak mau mendengar peringatannya.
"Ah, terpaksa aku harus melakukan pembunuhan
ganas. Untung Siu-mey mau mendengar kata dan pergi
lebih dulu sehingga takkan melihat pemandangan yang
ngeri ini....." pikirnya. Setelah perasaannya tenang, ia
segera mencabut pedang pusaka Thian-lui-koay-kiam
dibahu. Tetapi tepat pada saat itu sesosok tubuh melesat
keluar diantara berpuluh-puluh orang. Gak Lui
memandangnya dan menduga bahwa yang muncul itu
tentu si Wanita-pelebur-tulang. Selain amat cantik, pun
tubuh wanita itu tampak menonjol memantul perangsang
yang besar, lebih merangsang atau sexy dari pada
gadis2 muda. Begitu muncul wanita itu dengan genit
memandang kedua belah fihak. Siau Yau totiang, pudar
sinar pembunuhan pada wajahnya. Bahkan Gak Luipun
836 tergetar hatinya, hatinya mendebur keras.
"Ah, nyonya sudah pulang !" seru imam jahat itu
dengan perlahan. "Ya....." sahut wanita genit itu dengan nada
menggerincing seperti seruling. Kembali hati Gak Lui
seperti kena aliran listrik dan bergetar keras. Diam2 ia
menyadari bahwa wanita genit itu memiliki tenaga- dalam
yang amat kuat sekali. Setelah sejenak berbatuk-batuk,
imam jahat Siau Yau itu berseru pula : "Adakah nyonya
sudah berhasil ?" ---oo^TAH^0^DewiKZ^0^Hendra^oo--"Ya, seorang budak perempuan kecil, masakan harus
menggunakan banyak tenaga!" sahut wanita genit itu.
Mendengar itu tergetarlah hati Gak Lui, pikirnya: "Apakah
Siu- mey yang ditangkapnya?" Dengan mata berkilat-kilat
ia menatap wanita genit itu. Pun tepat pada saat itu
siwanita genit pun memandangnya, kemudian berseru:
"Gak sauhiap, kawanmu gadis itu telah kutangkap.
Sengaja kuberitahu hal itu kepadamu."
"Hm, apakah engkau hendak menjadikan gadis itu
seorang sandera untuk menekan aku ?"
"Ah, mengapa begitu getas ?" seru wanita itu dengan
tertawa genit, sedikitpun tak marah mendengar suara
Gak Lui yang kaku. "Orang she Gak !" tiba2 si imam Siau Yau
menyelutuk, "hari ini kami menghendaki jiwamu dan tak
perlu segala sandera. Penangkapan atas diri budak
perempuan itu yalah untuk mencegah agar dia jangan
melapor ke Ceng sia. Mengerti ?" Mendengar keterangan
itu, cepat2 wanita genit berputar tubuh, menghadapi Gak
837 Lui lalu gunakan ilmu Menyusup-suara berkata:
"Gak sauhiap, jangan pedulikan dia ! Kuambil nona
itu tak lain karena aku berunding dengan engkau
mengenai beberapa hal..."
"Tentang apa?" Gak Luipun merobah nadanya.
"Kuminta kita berdua bekerja sama."
"Kerja sama ?" Gak Lui menegas.
"Ya, apabila engkau mau meluluskan Dunia
persilatan harus tunduk kepadaku ... kita berdua." Gak
Lui terkejut. Diam2 ia memaki wanita itu. Lalu dengan
nada bengis ia menyahut. "Aku tak mempunyai keinginan akan hal itu. Jangan
engkau mimpi yang bukan2."
"Tetapi dalam usahamu untuk membunuh si
Maharaja, aku bersedia membantumu. Apakah syarat ini
tak perlu engkau pertimbangkan ?"
Walaupun tekadnya sudah bulat untuk membalas
dendam kepada si Maharaja Persilatan, namun Gak Lui
tetap muak terhadap wanita genit itu. Lebih2 ia sudah
marah atas siasat yang dilakukan wanita genit itu
terhadap Siu-mey. Rupanya wanita genit itu dapat
membaca isi hati Gak Lui. Dengan tertawa genit ia
berseru pula : "Sauhiap, kalau engkau tak mau kerja
sama, aku hendak minta kepadamu saling tukar
menukar." "Tukar menukar apa?"
"Jiwa dari gadis yang amat berharga bagimu serta
keadaan dari Maharaja, akan kuberikan kepadamu dan
engkau memberikan pedang Thian-lui-koay-kiam itu
kepadaku !" 838 "Ini....." Gak Lui tak dapat melanjutkan kata2nya. Ia
marah tetapi iapun memikirkan keselamatan Siu mey
yang ditawan siwanita genit.
"Jangan gelisah, sauhiap. Tak perlu saat ini engkau
jawab tetapi bolehlah engkau pertimbangkan dulu.
Sebagai tanda dari kesungguhan hatiku, nanti dalam
pertempuran ini engkau harus memperhatikan bagian
yang kosong orangnya !" Habis berkata, wanita genit
itupun lalu berpaling kearah Siau Yau tojin, paderi
Penakluk iblis dan si Dewa-kera bertiga, serunya :
"Apakah kalian menghendaki aku yang mengepalai
barisan atau suruh aku disamping mengawasi budak
perempuan itu ?" Ketiga orang itu melihat jelas bagaimana tadi
sewaktu berhadapan dengan Gak Lui, wanita genit itu
bergerak gerak bibirnya seperti bicara dengan ilmu
Menyusup-suara. Tetapi oleh karena terpengaruh oleh
kecantikan si Wanita-pelebur tulang, ketiga orang itu pun
tak berani mencurigainya. Pertanyaan wanita cantik itu
laksana hamburan air zamzam yang menyegarkan
semangat. Serempak ketiga orang itupun menyahut:
"Harap nyonya menyaksikan disamping saja. Biarlah
kami yang memberesi budak lelaki itu !"
"Baik, kudoakan kalian menang!" wanita genit itupun
melesat pergi. Tatapi sebelum pergi masih ia diam2
melirik kepada Gak Lui. "Lihat senjataku!" seru paderi Penakluk-iblis secepat
wanita genit itu berlalu. Gerakan paderi itu segera diikuti
oleh imam Siau Yau dan Dewa kera. Dengan senjatanya
yang aneh2, ketiga orang itu segera menyerang Gak Lui
dari atas, tengah dan bawah. Tetapi Gak Lui sudah siap.
Dam2 ia sudah kerahkan tenaga- dalam untuk
839 melindungi tubuh. Tangan kiri diangkat untuk
menghantam, tangan kanan siap mengayun pedang
Thian-lui- koay-kiam. Demikian pertempuran segera
meletus. Angin menderu-deru dahsyat dan tubuh
keempat orang itupun berlincahan amat pesat. Tetapi
beberapa saat kemudian, tiba2 paderi Penakluk iblis
menggerung keras dan hendak melarikan diri.
"Hai, hendak lari kemana engkau !" teriak Gak Lui
seraya hendak mengejar. Tetapi sebelum ia sempat
bergerak, seluruh barisan dari jago2 golongan Hitam
itupun memekik dengan serempak. Pekikan dari hampir
seratus orang jago2 silat yang berkepandaian tinggi,
benar2 seperti gempa bumi yang menggoncangkan
gunung. Bahkan Gak Lui sendiripun menderita kesakitan
pada telinganya. Perhatiannya terganggu dan gerakannyapun menderita akibat, lebih lamban. Sebuah
kelompok dari sembilan orang melesat keluar dari
barisan. Seketika Gak Lui rasakan kakinya goncang dan
hampir terdorong mundur. Tetapi tanpa berpaling kepala,
Gak Lui balikkan tangan kiri. Kemudian iapun
menghamburkan pekikan yang dahsyat. Tangan kiri yang
menyusup kedalam ketiak, tiba2 melancarkan pukulan
Algojo dunia kearah kesembilan jago2 Hitam itu.
"Bum, bum, bum !" Pukulan itu menimbulkan dering
keras sekali pada sembilan senjata aneh dari jago2 itu.
Cepat mereka menyiak kesamping dan melesat mundur.
Tetapi secepat mereka lenyap, kelompok sembilan orang
yang lainnya, menerobos dari sudut lain dan terus
menyerang Gak Lui. Melihat musuh hendak gunakan
siasat bertempur secara bergilir untuk memeras
tenaganya, Gak Luipun tak mau terpancing. Ia segera
berhenti dan tegak berdiri dengan lintangkan pedang di
muka dada. Matanya memandang tajam kesekeliling.
Segera tampak hampir seratus orang bergerak dan
840 berpindah pindah macam bintang jatuh. Mereka bergerak
cepat dan ruwet sehingga sukar diketahui mata rantai
pertahanannya. Tetapi dalam gerak dan perobahan
bentuk yang bagaimana pun juga, formasi mereka tetap
tiap kelompok berisi sembilan orang.
"Hm, silahkan kalian bergerak, aku akan tetap
menunggu ....," pikir Gak Lui. Tangan kiri menjulur
melindungi dada, tangan kanan mengangkat pedang
keatas kepala, siap untuk menyerang. Setelah
pertempuran dimulai, imam Sau Yau dan kawan2 tak
mau bicara apa2 lagi. Dengan wajah serius mereka terus
memimpin gerak langkah barisannya. Karena tegangnya,
sampai mereka tak mengetahui bahwa sebenarnya saat
itu Gak Lui sudah berhenti dan tegak bersiap. Mereka
tetap bergerak-gerak dengan senjata terhunus.
Kesembilan kelompok barisan itu bergerak maju mundur,
berpindah tempat dengan cepat dan rapi, sehingga sukar
diketemukan rantai barisan yang kosong. Memang boleh
dikata, anggauta barisan itu terdiri dari jago2 yang
berilmu tinggi. Tak ada seorangpun yang lemah.
Gabungan jago2 sakti yang dipersatukan dalam sebuah
barisan, dapat dibayangkan bagaimana hebatnya.
Betapa sakti seseorang tentu sukar untuk menghadapi
serangan dahsyat dari sekian banyak lawan. Pada lain
saat, Gak Lui mendapat pikiran. Segera ia bergerak
dalam tata-langkah Ni-coan-ngo-heng yang istimewa,
menyusup kedalam barisan.
Pada saat Gak Lui hampir mendekati barisan, jurus2
gerakan barisan itupun hampir selesai. Tetapi paderi
Penakluk-iblis tak menghiraukan. Ia mengandalkan
jumlah orangnya yang lebih besar. Begitu Gak Lui tiba,
tigapuluh enam anggauta barisan serempak kerahkan
tenaga-dalam dan Bum... bum..... Dalam kepul debu
yang tebal, tampak empat orang anggauta barisan
841 terlempar empat tombak jauhnya dan terkapar tak dapat
berkutik lagi di-tanah ! Tetapi Gak Lui sendiri juga
merasa sesak dadanya. Setelah menghela napas, ia
rasakan tangannya agak linu. Saat itu ia menyadari
bahwa dengan gunakan tenaga untuk adu kekerasan, ia
masih dapat menghadapi mereka. Kini ia makin mantap.
Segera ia ayunkan tangan dengan kecepatan yang luar
biasa, ia terbang menyusup kedalam barisan musuh.
Tangan kiri memancarkan ilmu tenaga-dalam menyedot
tenaga musuh lalu dipancarkan keluar dari ujung pedang.
Dengan menggunakan ilmu 'Pinjam tenaga' itu, dapatlah
Gak Lui merobah suasana yang berbahaya menjadi reda.
Setelah dapat melintasi tiga lapis kelompok barisan,
difihak musuh telah jatuh enam tujuh orang lagi. Tetapi
imam Siau Yau rupanya tetap gigih dan tak mau
mengalah. Apabila seorang anggauta barisan yang
didepan rubuh, maka dari belakang tentu cepat maju
mengganti. Dengan begitu barisan tetap rapat. Begitu
pula suara gemboran yang dapat meruntuhkan nyali
orang itu makin lama pun makin menggemparkan. Pekik
rintihan macam setan menangis, membuat hati seperti
disayat .... Demikian didataran gunung yang sepi pada malam
tiada berbintang, telah berlangsung pertempuran
berdarah. Korban berjatuhan, mayat bergelimpangan dan
darahpun berkubangan..... Tigaratus jurus kemudian,
Gak Lui sudah berhasil melintasi berpuluh lapis
kelompok. Tubuhnya mandi keringat, napas terengah
engah. Walaupun banyak korban yang jatuh namun fihak
musuh masih mempunyai enampuluh lebih anggauta
barisan. Paderi Penakluk iblis, Dewa Kera dan imam
Siau Yau tetap bertempur mati- matian.
"Celaka !" diam2 Gak Lui mengeluh, "apabila
pertempuran tetap dilanjutkan dengan cara begini,
842 tentulah kedua belah fihak akan menderita. Barisan ini
tak ubah seperti bayangan. Kemana aku pergi, mereka
tentu mengikuti. Ah, aku harus berusaha untuk lolos ...."
Dalam pada menimang itu, Gak Lui tetap mainkan
jurusnya dengan gencar. Tetapi berbagai jurus telah
dimainkan, tetap ia tak dapat lolos dari libatan musuh.
Dia makin terkejut dan mulai gelisah. Tiba2 ia teringat
akan pesan melalui ilmu Menyusup suara dari Wanitapelebur-tulang. Ya, wanita genit itu mengatakan apabila
bertempur harus memperhatikan tempat yang tiada


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orangnya. "Tentulah hal itu, bukan tempat seperti kuil Ho
ping si ini tetapi tentu dilain tempat ..."
Ia memandang kemuka dan kesekeliling penjuru.
Tiba2 matanya tertumbuk pada gerumbul pohon yang tak
berapa jumlahnya. Sebagian sudah rubuh, sebagian
masih bergoncang-goncang terdera sambaran angin
pukulan jago2 dalam barisan itu. Diperhatikannya bahwa
diantara gerumbul pohon itu ada sebatang pohon yang
paling besar, puncaknya amat tinggi dan lebat daunnya.
"Adakah ciri2 kelemahan itu terdapat pada batang
pohon itu ....?" diam2 Gak Lui menimang. Setelah
mengundurkan empat kelompok barisan musuh, cepat ia
gunakan gerak Rajawali-rentang sayap, melayang ke
bawah pohon besar itu. Tepat pada saat itu, paderi
Penakluk-iblis menghambur gemboran keras dan
menggerak-gerakkan senjatanya. Seketika terdengarlah
dering gemerincing logam keras yang menggema
diseluruh penjuru. "Ho, kalian hendak mengacau telingaku?" diam2 Gak
Lui mendamprat paderi itu. Ia curiga atas tingkah laku
paderi itu maka iapun segera pusatkan perhatian untuk
menangkap setiap suara yang akan muncul. Dengan
kecermatan telinganya yang tajam, akhirnya ia berhasil
843 menangkap suara bunyi memainkan alat swipoa. bergerakan, macam jari "O, kiranya si Penghitung besi itu tengah duduk
diatas dahan pohon untuk memberi perintah kepada
barisan. Karena kurang teliti, aku telah dapat
dikelabuhinya !" tiba2 Gak Lui tersadar. Kini tahulah ia
bagaimana untuk membobolkan barisan musuh. Sekali
melambung, ia melayang keatas pohon, memijak sebuah
dahan, ia enjot tubuhnya melambung keatas dahan
dipuncak. Melihat Gak Lui hendak menyerangnya,
Penghitung-besi Ci Tong-lay gugup. Cepat ia mainkan
alat swipoanya. Seketika berhamburan biji2 swipoa itu
kearah kepala Gak Lui. "Bagus!" seru Gak Lui seraya menangkis dengan
pedang dan tetap melambung keatas. Melihat anak
muda itu tetap melayang keatas, Penghitung-besi terkejut
bukan kepalang sehingga kakinya menyurut mundur,
hampir tergelincir jatuh. Buru2 ia bergeliatan untuk
menegakkan keseimbangan tubuhnya. Tetapi pada lain
saat terpaksa ia harus menangkis hantaman senjata
aneh dari pemuda itu. Tring, tring... tubuh Penghitungbesi miring, tangannya linu dan darah dalam tubuhnya
bergolak keras. Dalam pada itu dengan cepat Gak Lui
melayang keatas dahan dan mencari tempat untuk
berdiri. Saat itu keduanya hanya terpisah pada jarak satu
tombak. Masing2 mengerahkan tenaga dalam, siap untuk
melakukan pertempuran mati matian.
Imam Siau Yau dan barisannya saat itu mengerumuni
pohon. Mereka memandang keatas dengan gelisah. Mau
menyusul ke puncak pohon, sukar mendapat tempat dan
tak mungkin dapat mengeroyok. Kalau tinggal diam saja
dibawah pohon Penghitung- besi tentu terancam jiwanya.
Walaupun kepandaiannya tinggi, tetapi tetap kalah kalau
844 berhadapan satu lawan satu dengan Gak Lui. Rupanya
perasaan kawan kawannya yang berada dibawah pohon
itu sama dengan perasaan Penghitung-besi. Seorang diri
tanpa bantuan, ia sudah merasa putus asa dan
ketakutan. Tetapi karena tak dapat berbuat lagi, terpaksa
ia harus berjuang mati2an. Dengan menggerung keras,
ia segera hamburkan alat swi-poanya. Biji2 swipoa dari
bahan besi yang sebesar telur ayam segera melanda
lawan. Tetapi Gak Lui sudah siap. Pada saat lawan
menggembor, iapun bersuit tajam. Suitan itu tiba2 timbul
peristiwa yang aneh. Biji2 swipoa yang dihamburkan
Penghitung-besi itu, bukan saja tak dapat memancar,
pun jalannya makin lama makin perlahan dan akhirnya
berhenti diudara. Ternyata tenaga dalam Algojo-dunia
yang dilancarkan Gak Lui itu jauh lebih kuat dari tenagadalam lawannya sehingga taburan biji2 swipoa itu macet
di tengah jalan. Penghitung-besi terkejut. Ia hendak
melayang turun kebawah tetapi terlambat. Sekali Gak Lui
dorongkan telapak tangannya, biji2 swipoa itupun
melayang kembali kepada pemiliknya. Terdengar jeritan
ngeri dan sesosok tubuhpun melayang jatuh dari puncak
pohon itu. Tubuh Penghitung-besi itu telah tertembus
beberapa biji swipoa. Dia terkena senjatanya sendiri.
Ketika jatuh ditanah, nyawanyapun sudah melayang.
Kawan-kawannya yang mengelilingi dibawah pohon,
terkejut sekali menyaksikan pemandangan sengeri itu.
Mereka serempak mundur. Suasana makin tegang. Tiba2
Gak Lui meluncur dari atas pohon, dua kali ia gerakkan
pedang dan pukulan, beberapa anggauta barisan lawan
menjerit rubuh. ---oo^TAH^0^DewiKZ^0^Hendra^oo--Bab 30 bagian 30.2
Imam Siau-Yau, paderi Penakluk-iblis dan anak buah
845 Maharaja itu serasa terbang semangatnya. Keadaan
barisan mereka mulai panik. Untunglah imam Siau Yau
cepat menyadari bahwa dengan cara bertempur seperti
tadi, mereka berhasil mengepung Gak Lui. Meskipun
Penghitung-besi sudah terbunuh, tetapi kekuatan barisan
itu masih cukup besar, ia harus cepat2 menyusun
barisan lagi untuk mengepung pemuda itu. Cepat ia
mengatasi keadaan dan menyusup pula barisan.
Dipadang belantara pegunungan yang sepi, kembali
berlangsung pertempuran dahsyat. Tetapi ibarat ular
kehilangan kepala, dengan hilangnya Penghitung-besi,
komando barisanpun lenyap dan barisan kehilangan pula
pimpinan. Betapapun berpuluh puluh kelompok jago2
Hitam itu hendak berjuang, namun gerak mereka tak
lancar dan selalu dapat didesak Gak Lui. Beberapa saat
kemudian terdengar jerit orang dari beberapa anggauta
barisan yang rubuh berhamburan darah. Kemana Gak
Lui menerjang, di situ tentu meninggalkan korban.
Walaupun ia banyak menghamburkan tenaga-dalam
tetapi kemenangan sudah terbayang didepan mata.
Berpuluh jurus kemudian hampir barisan itu sudah
berantakan, hanya tinggal paderi Penakluk-iblis bersama
sembilan kawannya yang masih bertahan mati-matian.
Gak Lui memperhatikan bahwa beberapa orang yang
masih nekad bertempur itu sudah kehabisan tenaga. Hal
itu dapat dilihat dari gerak tangan serta kaki mereka yang
sudah lamban. Gak Lui kerahkan sisa tenaganya. Ia
mainkan pedang pusaka Thian-lui-koay kiam dan
pukulan tangan kiri. Bum .... terdengar letusan keras dan
debu mengepul tebal. Ketika kepulan debu lenyap,
ditanah terkapar malang melintang sosok2 mayat dari
paderi Penakluk-iblis, Dewa Kera, imam Siau Yau dan
kawan- kawannya .... Tetapi Gak Lui sendiripun lelah sekali, ia telah
846 tumpahkan seluruh tenaganya. Ia memutuskan untuk
mencari Wanita-pelebur tulang dan meminta Siu-mey.
Tetapi lebih dulu ia hendak beristirahat memulihkan
tenaganya. Demikian ketika ia duduk bersemedhi
memusatkan seluruh pikiranya tiba2 sebuah tangan yang
halus lunak telah mengelus- elus bahunya. Serempak
bau yang amat harum berhamburan menyerang
hidungnya. Gak Lui terkejut dan membuka mata. Ah,
kiranya si wanita genit Pelebur tulang yang dengan
menyungging senyum memikat, tengah lekatkan
tangannya yang halus runcing ke bahunya.
"Gak sauhiap, engkau menang. Sekarang tentulah
engkau dapat meluluskan syaratku itu, bukan ?" serunya
dengan suara merdu merayu. Ternyata ketika Gak Lui
tengah mengosongkan pikiran terbenam dalam semedhi,
diam2 wanita genit itu menyelinap keluar dan lekatkan
tangannya pada jalan darah dibahu Gak Lui. Gak Lui tak
dapat berkutik lagi. Ia terkejut dan cepat2 siapkan tenaga
dalam Algojo-dunia. Asal wanita itu pancarkan tenaga
dalam untuk menghancurkan bahunya, iapun sudah siap
untuk mengembalikan. Tetapi ternyata wanita genit itu
hanya tertawa: "Mengapa sauhiap diam saja "
Permintaanku itu layak sekali. Masakan engkau tak mau
meluluskan?" Sambil mencekal pedang Thian-lui-koay-kiam dengan
kedua tangannya, Gak Lui menjawab dingin : "Lepaskan
dulu tanganmu agar kita bicara dengan leluasa !"
"Baik," seru wanita genit itu. Dengan agak ragu2 ia
segera menarik pulang tangannya, "Kurasa engkau
seorang cerdik. Dalam soal sekecil itu tentu dapat
memberi keputusan yang tepat!" Gak Lui memperhatikan
setiap gerak gerik wanita itu. Dari pandang matanya yang
begitu menginginkan sekali akan pedang Thian-lui-koay847
kiam dan sikapnya yang maju mundur hendak
mencelakai dirinya, tahulah Gak lui bahwa wanita itu
memang takut kepada pedang Thian lui koay-kiam.
Karena itu dalam saat2 terakhir, wanita itupun
memperlunak sikapnya dan membatalkan niatnya
hendak mencelakai. "Lepaskan Siu-mey baru nanti kita berunding lagi,"
kata Gak Lui setelah mengetahui kelemahan orang.
Wanita genit itu tertawa mengikik : "Kalau begitu artinya
engkau setuju usulku untuk membentuk persekutuan
bersama menguasai dunia persilatan ?"
"Aku tak mempunyai niat begitu !"
"Kalau begitu engkau bersedia meminjamkan pedang
Thian-lui- koay-kiam itu kepadaku?"
"Pusaka perguruan, lebih tak dapat diberikan kepada
orang !" Kedua permintaannya ditolak, tawa wanita genit
berobah seram: "Kalau kedua permintaanku itu engkau
tolak lalu dengan barang apa engkau hendak menukar
Siu-mey ?" "Dengan jiwamu akan kutukarnya!" kata Gak Lui
dengan nada bengis. "Ha, ha, ha, ha .... ," wanita genit itu tertawa lebar,
"sauhiap, harap jangan memandang keliwat rendah
kepadaku ... ha, ha, ha, ha ...."
"Hai, engkau hendak unjuk permainan apa itu"
Adakah engkau mampu melebihi kekuatan barisan imam
Siau Yau yang terdiri dari sembilanpuluh delapan jago
Hitam itu ?" "Sudah tentu tidak !"
848 "Lalu apa modalmu ?"
"Kuberitahu dengan terus terang. Siu-mey telah
kukuasai dengan ilmu penutuk istimewa. Dan saat ini
kusimpan dalam sebuah tempat rahasia. Kalau engkau
melukai aku, diapun akan mati juga!"
"Heh, heh," Gak Lui tertawa mengejek, "engkau dapat
menguasai, aku mampu membebaskannya. Dan apakah
engkau benar2 tak takut akan ilmu kepandaian
perguruanku?" Wanita genit itu terbeliak. Tetapi cepat ia dapat
menguasai ketenangan hatinya dan berkata pula: "Oh,
tak kira semuda itu usia sauhiap, tetapi cara tindakanmu
begitu ganas. Sekarang coba engkau jawab,
bagaimanakah artinya kata2 'Seorang ksatrya dapat
membedakan budi dan dendam'. Apakah engkau anggap
kata2 itu salah ?" "Sudah tentu benar !"
"Itulah ! Diantara kita tiada dendam permusuhan dan
lagi dalam pertempuran tadi aku telah membantumu."
"Engkau maksudkan soal kata-kataku mengenai Siumey itu ?"
"Benar, itupun salah satu."
"Bagaimana kejadiannya ?"
"Barisan bersembunyi yang kami adakan kali ini,
benar2 ketat sekali. Dan kawanmu itu menuju Ceng-sia,
Jika tak kuhalangi tentu lain orang yang akan
merintanginya!" "Hm ..." "Dan lagi apabila tak kusembunyikannya di-tempat
jauh, tentu akan jatuh kedalam tangan kawanan imam
849 Siau Yau itu. Mereka telah mendapat perintah untuk
membasmi habis-habisan. Taruh kata engkau dapat
lolos, gadis itu tentu tak mungkin terhindar dari
kematian." Tergetar juga hati Gak Lui. Diam2 ia
mengakui kata2 wanita genit itu memang benar. Lalu
katanya : "Kalau begitu, engkau memberitahukan tempat
bersembunyinya Penghitung-besi itu juga engkau
anggap sebagai sebuah jasa ?"
"Sudah tentu begitu," sahut siwanita genit, "selain itu
akupun dapat memberitahukan tempat beradanya si
Maharaja. Soal itu tentu lebih berguna kepadamu."
"Kalau begitu silahkan bicara terus terang !"
Wanita genit tertawa riang : "Bicara sih tak jadi
halangan. Tetapi ... engkau belum mengatakan janjimu
yang tegas !" Gak Lui merenung, ujarnya: "Sebelum aku
berjanji, hendak kutanyakan sebuah soal kepadamu."
"Silahkan." "Sebagai anak buah si Maharaja, engkau hendak
membocorkan rencana Maharaja dan menghendaki
kematiannya. Kecuali ingin merajai dunia persilatan,
alasan apakah maka engkau melakukan hal itu?"
"Ini ... ini .... alasan untuk merajai dunia persilatan,
apakah belum cukup ..." jawab wanita genit itu sambil
mainkan matanya yang bagus.
"Orang sebagai dirimu, tak mungkin hanya
berdasarkan alasan yang begitu sederhana. Lebih baik
engkau katakan dengan terus terang."
Wanita genit itu menggigit bibir mengicupkan ekor
mata lalu menghela napas panjang: "Terus, terang saja


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kukatakan bahwa Maharaja itu dengan aku ... memang
mempunyai hubungan erat."
850 "Hm." "Tetapi setelah bergaul lama sekali, kuanggap dia
seorang yang licin, tak boleh dipercaya.."
"Mengapa ?" "Dia dapat mempelajari ilmu Suitan-pengikat-jiwa dan
Jari-maut Kiu-im-coat-yang dari aliran Bu-kau yang
sudah lama lenyap. Tetapi dia tak mau mengajarkan
kedua ilmu itu kepadaku. Dari situ jelas . , .. dia memang
tidak jujur, Kelak mungkin dapat .... dapat"."
"Dapat meninggalkan engkau, bukan ?" tukas Gak
Lui. "Ya." "Apakah engkau amat sayang kepadanya ?"
"Tidak ! Tidak !" wanita genit itu menolak getas, "aku
tak mencintainya dan lagi aku memang tak suka
dipermainkan orang. Peribahasa mengatakan "Yang
turun tangan lebih dulu tentu menjadi kuat". Benar tidak
?" "Mengapa engkau begitu bernafsu sekali hendak
mempelajari ilmu dari aliran Bu-kau itu?"
"Kalau dapat mempelajari ilmu itu, sudah tentu besar
sekali gunanya. Kalau engkau mau bersekutu, akan
kuberitahukan tentang rahasia keistimewaan dari ilmu
itu." "Hm, kiranya ilmu yang digunakan Maharaja untuk
melenyapkan kesadaran pikiran orang itu disebut Jarimaut Kiu-im-coat-yang. Kini aku baru tahu. Dan wanita
itu sebagai isteri si Maharaja, ternyata juga sangat
bernafsu sekali untuk mempelajari ilmu sakti dari aliran
Bu-kau itu. Tujuan hendak menguasai dunia persilatan.
851 Kedua suami isteri benar2 merupakan penjahat dan
pelacur!" diam2 Gak Lui menimang.
"Sauhiap rasanya pertanyaanmu tentu sudah cukup.
Lalu bagaimana keputusanmu ?" tanya wanita genit itu
pula. Sambil mengangkat kepala, berkatalah Gak Lui
dengan tegas: "Janjiku sederhana sekali. Asal engkau mau
melepaskan pikiranmu untuk menguasai dunia persilatan
dan kembali kejalan yang terang, kali ini aku tentu rela
melepaskanmu dan takkan menuntut perbuatanmu yang
lalu." "Ih...," wanita genit itu melongo, "kalau begitu jelas
engkau tak mau meluluskan perjanjian itu dan tak mau
pula meminjamkan pedang...."
"Kerjasama, jelas tak mungkin. Maharaja biarlah aku
sendiri yang akan menghadapinya. Dan engkaupun tak
perlu meminjam pedang ini."
"Apakah itu jawabanmu yang terakhir ?"
"Ya." "Apakah lagi"." engkau tak dapat mempertimbangkan "Tak perlu ! Lekas bebaskan Siu-mey dan kita tak
saling menganggu." Melihat keputusan pemuda itu tak dapat dirobah lagi,
mata wanita genit itu berkilat-kilat. Tiba2 ia tertawa lalu
menghela napas : "Baiklah, engkau tak mau menuntut
perbuatanku yang lalu dan mau memberi jalan hidup,
itupun sudah cukup baik. Sekarang silahkan ikut aku
untuk menolong kawan seperjalananmu itu."
Melihat gerak gerik wanita genit itu, timbullah
852 kecurigaan Gak Lui. Tetapi karena mengandalkan
kepandaiannya, ia segera menerima. Demikian keduanya
segera tinggalkan tempat itu. Kira2 sepeminum teh
lamanya, tibalah mereka disebuah kobong, yalah tempat
pembakaran genteng dan batu merah. Keadaan tempat
kobong itu sudah amat rusak. Begitu tiba dimuka pintu,
siwanita genit berkata : "Gak sauhiap, temanmu itu
berada didalam. Silahkan engkau masuk !"
Gak Lui tak mau buru2 masuk, melainkan
menggunakan alat hidungnya yang tajam. Benar juga, ia
memang dapat mencium bau tubuh Siu-mey.
"Tak perlu engkau curiga. Aku yang jalan di muka
dan engkau ikut di belakangku," seru wanita genit itu pula
seraya terus ayunkan langkah masuk kedalamnya lebih
dulu, Gak Luipun segera mengikuti. Semula Gak Lui
mengira kalau tempat kobong itu tentu kosong tetapi
ternyata didalamnya penuh dengan tumpukan batu
merah. Sepintas pandang, mirip sebuah barisan. Setelah
membiluk beberapa kali, tibalah keduanya ditengah
ruang. Tiba2 wanita genit menjerit ngeri. Gak Lui cepat
loncat keatas tumpukan batu merah. Dilihatnya wanita itu
gemetar seperti orang kalap.
"Mengapa ?" seru Gak Lui. Dengan gemetar wanita
itu menyahut; "Ular...ular .... ular ....!"
"Ular ?" Gak Lui mengulang kejut. Pikirannya segera
menduga- duga apakah ular milik Siu-mey itu telah lepas.
Kembali terdengar wanita itu mendesuh dan tubuhnya
gemetar keras lalu tiba2 mengejang dan rubuh
kebelakang. Melihat itu Gak Lui cepat loncat turun dan
hendak menolong. Tetapi pada saat ia membungkukkan
tubuh hendak memeriksa keadaan wanita itu, tiba2
wanita itu secepat kilat gerakkan kedua tangannya
menutuk jalan darah dada Gak Lui. Gak Lui terkejut tapi
853 tak keburu menghindar. Diam2 ia kerahkan tenaga dalam
untuk menerima tutukan. Crek ... tubuhnya condong
kebelakang. Dengan menurutkan tutukan itu, Gak Lui
melenting kebelakang. Tetapi ternyata wanita genit itu
memang sudah siapkan rencana. Begitu Gak Lui
terlempar kebelakang, cepat ia mencabut sapu tangan
terus dikebutkan kemuka pemuda itu. Karena jalan
darahnya tertutuk, gerakan Gak Luipun lambat. Ia
mencium bau wangi yang aneh dan berbangkis. Tetapi
makin banyak ia menyedot bau harum itu, iapun
terhuyung-huyung mundur sampai tiga langkah lalu jatuh
terduduk ditanah. Ia hendak meronta, namun tenaganya
sudah lunglai. Wanita genit itu tertawa mengikik. Dengan
mata yang genit ia berbangkit memandang Gak Lui.
"Budak kecil, engkau hebat sekali dapat menerima
dua kali tutukanku. Justeru hal itulah yang
menyenangkan hatiku, ... hi, hi, hi..." wanita genit tertawa
mengikik Gak Lui terengah-engah. Ia berusaha hendak
menyalurkan tenaga-murni tetapi apabila darah melancar
keperut, ia rasakan nafsunya menggelora hebat. Kaki
dan tenaganya makin melentuk. Ia tetap tak dapat
berbangkit. "Ha, ha!" kembali wanita genit itu tertawa girang,
"engkau masih tak mau menyerah dan tetap ngotot
hendak melawan" Coba hendak kulihat sampai berapa
lama engkau mampu bertahan ......" sambil berkata ia
ayunkan langkah menghampiri pemuda itu.
---oo^TAH^0^DewiKZ^0^Hendra^oo--Bab 30 bagian 30.3
Gak Lui bingung. Dalam pandang matanya, wanita
genit itu berobah menjadi seorang wanita yang amat
cantik sekali. Kalau ia tak dapat mengatasi, tentu akan
854 dicelakai wanita itu. Diam2 Gak Lui lekatkan telapak
tangannya ketanah untuk menyalurkan tenaga-dalam
Algojo-dunia. Matanya tak lepas memandang tajam kearah wanita. Wanita Pelebur-tulang memang seorang
wanita yang berpengalaman. Melihat sinar mata pemuda
itu memancar kemarahan, ia sengaja bergeliatan tubuh
dan berseru genit: "Jangan kuatir, budak kecil. Aku takkan memaksa
orang yang kesusahan dan tak mau merayu orang. Aku
inginkan engkau sendiri hilang kesabaran dan datang
mengantar diri .... kulihat saat ini engkau masih dapat
bertahan .... kita begini saja dulu, sampai ada yang
menyerah !" Habis berkata wanita genit itupun duduk bersila pada
jarak satu meter dari tempat Gak Lui sambil menatap
pemuda itu lekat2. Satu meter adalah jarak yang dekat.
Sekalipun tak bicara dan tak bergerak tetapi bau harum
dari tubuh wanita itu, benar2 membaur kehidung Gak Lui,
bagaikan aliran listrik yang menggetarkan debur
jantungnya dan menggelorakan nafsu....
Gak Lui hampir akan hentikan usahanya menjalankan
peredaran darah. Asal ia ulurkan tangan tentu segera
dapat meraih wanita genit itu kedalam pelukannya. Ia
berjuang mati-matian untuk menahan gejolak nafsu dan
bisikan iblis. Sekujur tubuhnya sampai mandi keringat
dan gemetar keras. Dan akhirnya ia tak kuat lagi
bertahan... Segera ia ulurkan tangan hendak meraih wanita itu.
Tetapi baru saja tangannya yang gemetar itu bergerak
tetapi serangkum angin dingin meniup tangannya.
Ternyata tenaga dalam Algojo- dunia itu masih belum
reda dayanya. Seketika ia seperti diguyur angin dingin.
855 "Berbahaya sekali ! Hampir saja aku termakan siasat
hina dari wanita cabul itu dan melakukan perbuatan yang
memalukan..." ia menggerutu. Segera ia lekatkan
tangannya ketanah. Begitu wanita genit itu lengah, ia
segera menampar perutnya sendiri. Tamparan itu telah
menghapus gejolak nafsunya dan semangatnyapun
timbul pula. Kini ia berhasil mengembalikan penyaluran
tenaga-dalamnya. Asal ia sudah dapat mengeluarkan
racun-nafsu, tentulah tenaga murninya pulih. Tetapi ia
kuatir, waktu yang dibutuhkan itu akan terganggu oleh
tindakan wanita genit itu. Karena dalam keadaan saat itu,
ia masih dikuasai wanita Pelebur-tulang.
Difihak wanita Pelebur-tulang yang banyak pengalaman itupun sudah memperhitungkan bahwa Gak
Lui tentu tak tahan. Akhirnya pemuda itu akan
menyerahkan diri untuk memuaskan nafsunya.
Membayangkan hal itu, tubuhnyapun meregang-regang
dan nafsunya membinal. Pada waktu melihat Gak Lui
mengangkat tangan dan keringatnya mengucur deras,
diam2 ia sudah bergirang dalam hati : "Hm, akhirnya
engkau tentu tak tahan, marilah kemari....." Tetapi
ternyata pemuda itu hentikan gerak tangannya. Suatu hal
yang membuat wanita itu benar2 heran. Ia tak percaya
pemuda itu dapat menolak daya obat perangsang nafsu.
Sebentar lagi tentu pemuda itu sudah menyerah kedalam
pelukannya. "Baik, makin engkau kuat bertahan, makin bagus.
Akupun tak terburu-buru dan akan menunggu sampai
engkau datang meminta sendiri. Saat itu barulah akan
kuisap tenaga- murnimu ...." wanita cabul itu menimangnimang.
Demikian keduanya tenggelam dalam keheningan. Yang satu berjuang terus untuk
mengembalikan pengerahan tenaga- murninya. Yang lain
sedang melamun akan kenikmatan yang akan diperoleh
856 dari pemuda itu. Kedua-duanya sama2 menunggu. Tak
berapa lama sepeminum tehpun telah lalu. Penyaluran
tenaga-dalam yang dilakukan Gak Lui sedang mencapai
pada tingkat penyatuan. Racun perangsang-nafsu telah
dapat didesak sampai kelengannya. Sebentar lagi, ya
sebentar lagi tentu sudah selesai. Tetapi rupanya wanita
genit itulah yang tak sabar. Tiba2 ia bergeliat bangun.
Melihat itu Gak Lui mengeluh tetapi tak berani berbuat
apa2. Karena sedikit saja ia melakukan gerakan, tenagamurninya tentu akan berhamburan binal dan ia tentu
akan lumpuh, kehilangan seluruh ilmu kepandaiannya.
Saat itu wanita genit telah melekatkan kedua tangannya
yang halus ke bahu Gak Lui.
"Celaka !" karana tak dapat menghindar, Gak Luipun
mengeluh. Dan karena gemetar, pedang Thian-lui-koaykiam yang tersanggul pada bahunya tersentuh tangan
siwanita genit. Wanita Pelabur tulang itu bukan wanita
lemah. Ilmu silatnyapun tinggi. Cepat ia mendekap
pedang pusaka itu : "Hai, apakah ini bukan pedang
Thian-lui-koay-kiam ?"
Membayangkan pedang itu merupakan pusaka yang
jarang terdapat dalam dunia persilatan, nafsu wanita
itupun turun. Cepat ia hendak melolos pedang itu, terus
loncat mundur setombak jauhnya dan memeriksa pedang
itu dengan wajah berseri gembira... Walaupun pedang itu
telah diambil siwanita genit namun Gak Lui tak mau
terkecoh. Asal ia segera pulih kembali tenaga-murninya,
mudah sekali untuk merebut kembali pedang itu. Ia tetap
pejamkan mata dan pusatkan seluruh perhatiannya.
Wanita Pelebur-tulang tak memperhatikan keadaan Gak
Lui. Sambil mencekal pedang itu dengan kedua
tangannya ia memeriksa dengan teliti. Batang pedang
yang terbungkus lekat dengan lahar itu, dikiranya adalah
kerangka pedang. Begitu pula tangkainya, juga
857 terbungkus dengan sutera. Tak usah seperti pedang
yang kebanyakan. "Aneh, mengapa pedang yang begitu termasyhur
mempunyai kerangka yang begini aneh dan juga
dibungkus dengan sutera. Kalau digunakan bukankah tak
leluasa sekali ?" pikir wanita itu. Ia hendak mencoba
pedang itu maka cepat ia mencabut batang pedang itu
dari kerangkanya. Tetapi : "Huh, mengapa tak dapat
dicabut ?" Wanita itu terkejut dan heran sekali. Dengan
ilmu kepandaiannya, masakan ia tak mampu mencabut


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebatang pedang saja ! Ia penasaran, kerahkan tenaga
dan mencabutnya lagi. Uh .... pedang Thian-lui-koaykiam tetap melekat pada kerangkanya.
"Setan, aku tak percaya kalau tak mampu
mencabut...." ia mencekal pedang ditangan kiri lalu
mencabut sekuat kuatnya dengan tangan kanan. Krek,
krek"tali sutera yang tergantung pada tangkai pedang
itupun putus berhamburan jatuh. Gak Lui terkejut tetapi
karena ia sedang dalam keadaan tegang, ia hanya
merasa bingung tetapi tak dapat membuka suara. Benar
jugalah. Setelah merobek suteranya, wanita itu
mencengkeram tangkai pedang dan tiba2 ia seperti
kerasukan setan. Sepasang matanya yang bening
seketika berobah seperti setan yang haus darah. Kedua
pipinya yang merah, pun memancar sinar darah. Wanita
itu telah tercengkeram dalam tenaga-sakti pedang Thianlui-koay-kiam. Dari seorang wanita yang cantik saat itu
telah berobah menjadi seorang wanita haus darah.
Tampak mata wanita itu berkilat-kilat memandang
kesekeliling. Segera pandang matanya tertumbuk pada
Gak Lui. Saat itu tangan Gak Lui pun mulai diangkat
keatas. Keringat panas berderai2 mengucur dari telapak
tangan. Keringat yang mengandung racun perangsang
nafsu .... 858 "Bunuh"!" Memekiklah mulut wanita itu laksana
seekor singa betina. Dan pedang Thian lui koay-kiampun
segera diayunkan kearah kepala Gak Lui yang saat itu
masih tercengkam dalam usahanya untuk menyalurkan
keluar racun perangsang-nafsu. Tepat pada saat pedang
hanya kurang beberapa belas senti dari kepala Gak Lui,
pemuda itupun beruntung telah dapat mengucurkan
keringat racun yang terakhir. Cepat ia gerakkan tangan
kiri, pancarkan tenaga-dalam-penyedot kearah ujung
pedang. Wanita genit itu terkejut ketika dapatkan ujung
pedang condong kesamping dan pada lain saat terus
dicengkeram tangan Gak Lui.
"Bunuh, bunuh !" demikian yang terisi pada benak
wanita genit itu. Cepat ia memegang pedang itu dengan
kedua tangannya lalu dengan sepenuh tenaga ia
menyabat pemuda itu. Saat itu Gak Lui masih duduk
ditanah tetapi tenaga-murninya sudah pulih. Jika mau
adu kekerasan, wanita itu tentu hancur. Tetapi ia masih
membutuhkan keterangan wanita itu tentang keadaan si
Maharaja. Ia harus menangkap wanita itu hidup2. Cepat
ia keraskan tenaga-dalam-penyedot sehingga wanita
genit itu terseret maju dan begitu dekat, Gak-Lui segera
menyongsong dengan tangan kanan yang dilambari
dengan tenaga-dalam Algojo dunia. Bum... terdengar
jeritan ngeri dari si wanita genit. Ia lepaskan kedua
tangan dan tubuhnyapun terlempar sampai beberapa
meter, bruk.... membentur tumpukan batu merah. Batu
merah berguguran menimpa wanita itu sehingga teruruk.
Karena tumpukan batu merah itu ambruk maka
terbukalah sebuah tempat kosong dan serempak
tampaklah sebuah tangan yang halus, bersinar
keemasan. Melihat itu girang Gak Lui bukan kepalang.
Ya, tak salah lagi, tangan bersinar emas itu adalah
tangan Siu-mey yang memakai gelang ular. Cepat ia lari
859 menghampiri dan memeluknya. Ternyata jalan darah
nona itu telah tertutup oleh tutukan jari. Cepat Gak Lui
salurkan tenaga dalam untuk menolongnya. Beberapa
saat kemudian Siu-mey tersadar. Begitu melihat keadaan
dalam tempat itu, ia berseru : "Hai, mengapa aku berada
disini. Mana wanita cantik itu....."
"Yang engkau maksudkan tentulah wanita Peleburtulang itulah," kata Gak Lui.
"Mungkin benar," kata Siu-mey, "dia mengatakan
datang dari gunung Ceng-sia dan akan menemani aku
mengundang beberapa tokoh sakti. Setelah itu lalu
menyongsongmu." "Engkau ditipu ! Wanita itu bukan saja tak datang dari
Ceng-sia, pun dia itu gerombolan musuh yang
bersembunyi dikuil Ho-ping si itu. Tujuan menangkapmu
yalah untuk ditukarkan dengan pedang Thian-lui koaykiam."
"O," Siu-mey mendesuh, wajahnya tersipu merah,
"makanya ketika aku berputar diri tiba2 kurasakan
punggungku kesemutan dan saat itu aku tak tahu apa
yang terjadi lagi. Kiranya wanita busuk itu menggunakan
tipu siasat untuk mencelakai diriku. Lalu dimanakah
wanita itu ?" "Dia sudah terpendam dalam tumpukan batu merah
yang ambruk itu," Gak Lui menunjuk pada tumpukan
merah yang menggunduk tinggi.
"Bagus, aku harus membuat perhitungan dengan dia
!" seru Siu mey seraya terus loncat ketempat gunduk
batu merah itu. Ia hendak membalas dendam kepada
siwanita genit. Gak Lui buru2 mencegahnya. Lalu ia
gunakan tenaga-dalam- penyedot menghantam gunduk
batu merah itu. Beberapa batu merah segera
860 berhamburan mencelat keatas. Setelah batu merah itu
tersisih kesamping, tampaklah tubuh siwanita genit
terkapar ditanah. Wajahnya pucat lesi, pakaian dan
mulutnya berlumuran darah .... Gak Lui menyadari bahwa
wanita itu tentu menderita luka parah akibat hantaman
tenaga dalam Algojo-dunia yang dilancarkan tadi. Cepat
ia menghampiri dan memberi saluran tenaga-dalam. Tak
berapa lama kemudian, pendarahan wanita itupun
berhenti. Dengan napas terengah-engah, ia dapat
sadarkan diri. Pertama-tama ia melihat Siu-mey dan Gak
Lui menjaga disampingnya. Iapun coba untuk
mengerahkan tenaga-dalam tetapi ah.... ia menyadari
kalau menderita luka parah sekali dan tentu sudah mati
kalau tak disaluri tenaga-murni Gak Lui.
"Terima kasih".aku tak mempunyai maksud
membunuh orang ".harap kalian...memaafkan ..."
katanya tersekat-sekat. Kalau teringat bagaimana wanita
itu gunakan racun perangsang- nafsu, Gak Lui memang
masih mendongkol. Tetapi menilik bahwa wanita itu tak
mencelakai Siu-mey. Gak Lui agak lunak hati. Ia
mengangguk ! "Asal engkau sudah menyesal dan sadar,
kami tentu memaafkan."
"Sungguh ....?"
"Orang yang sudah menyadari kesalahannya, itu
sudah kembali kejalan benar."
"Ah".kalian ... memang baik .... aku sungguh ....
menyesal.... sayang .... terlambat ...." wanita genit itu
katupkan mata dan mengucurkan air mata. Gak Lui
dapatkan napas wanita itu makin lemah. Buru2 ia
tambahkan tenaga-dalamnya. Dan wanita itupun kembali
dapat menghela napas pula, ujarnya tersekat: "Sauhiap,
harap dengarkan baik2"..aku" kukatakan tentang
Maharaja?"" 861 "Silahkan," Gak Lui mengangguk.
"Saat ini dia berada digunung im-leng-san...giat
mempelajari... ilmu pedang".sebelum pertemuan di
Ceng-sia ... dia takkan muncul...."
"O, apakah ilmu pedangnya hebat sekali ?"
Panji Sakti 2 Keajaiban Negeri Es Karya Khu Lung Bagus Sajiwo 2
^