Pencarian

Kaki Tiga Menjangan 27

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung Bagian 27


kelambu, "Apa.,.?"
Mendengar pertanyaan itu Eng Him mengulangi kata-katanya.
"Mari kau masuk" demikian suara halus tadi.
Gouw Eng Him lalu menyingkap kelambu itu.
Selama itu Siau Po dan rombongan menunggu di luar kamar itu. Dalam hati mereka
berkata, "Tentunya Eng Him dan tuan putri itu sedang bermesra-mesraan, hingga begitu
lama berada dalam kamar itu."
Tengah orang menanti dalam kesunyian, tiba-tiba mereka mendengar suara nyaring
yang datangnya dari dalam kamar Kian Leng Kongcu.
"Manusia bernyali besar.... Keluarlah.... KeIuarlah kau!"
Semua orang yang berada di luar kamar itu menjadi terperanjat tetapi hanya
sebentar, dalam hati mereka mengatakan mungkin Eng Him sudah habis kesabarannya
hingga ia tak dapat menguasai diri.
Suara Eng Him tak terdengar sama sekali, sebaliknya datang suara nyaring Kian
Leng Kongcu. "Kau... Kau jangan berbuat begini.... jangan kau buka bajuku ini... oh... pergilah ke
luar, tolong... orang mau memperkosa aku! Tolong!"
Hati Siau Po menjadi panas.
"Pengkhianat cilik ini sangat cerdas, kenapa sekarang ia berlaku kasar" Apakah
mereka benar-benar ingin memperkosa Kian Leng Kongcu?" kata Siau Po dalam
hatinya. Karena berpikir demikian maka Siau Po memperdengarkan suaranya dengan
nyaring. "Sio Ongya, silahkan cepat keluar! Awas, Sio Ongya jangan berbuat yang tidaktidak!"
"ToIong.... ToIong.,.!" Terdengar lagi suara Kian Leng Kongcu, Tolong.... Tolong.,.!"
Mendadak terdengar suara letusan senjata api yang terdengar sangat nyaring, dan
apinya tampak berkelebat ke luar.
Siau Po kaget mendengar suara tembakan itu, maka ia mengusap tangannya seraya
berkata dengan nyaring, "Telah terjadi keributan besar!"
Bahkan segera ia melompat ke arah kamar untuk melihat dengan mata kepalanya.
Beberapa orang Sie Wie dan juga anggota Peng See Ong yang tidak gugup,
berlarian mengikuti Siau Po memasuki kamar Kian Leng Kongcu.
Dalam kamar tampak Kian Leng Kongcu berdiri di ujung pembaringannya dengan
menggunakan selimut untuk menutupi tubuhnya yang tampak telanjang bulat,
sedangkan Gouw Eng Him tergeletak tak bergerak.
Setelah diperiksa oleh beberapa orang anggota Peng See Ong ternyata Eng Him
masih hidup, ia hanya pingsan, justru itu terdengar suara Kian Leng Kongcu yang
berkata sambil menangis. "Orang ini.... Orang ini Dia berlaku kurang ajar, siapakah dia" Wie Toutong cepat
bekuk dia dan bunuh...!"
"Dia.... Dialah Gouw Eng Him." jawab Siau Po yang memberikan keterangannya.
"Bukan. Bukan!" teriak si tuan putri. "Dia telah memaksa menelanjangi tubuhku! Dia
pula telah pula membuka pakaiannya sendiri! Dia si cabul. Cepat bunuh dia!"
Para Sie Wie dan tentara yang lainnya menjadi gusar. Tugas mereka melindungi
tuan putrinya, Kian Leng Kongcu bukan anak kaisar tetapi ia adik raja. Dialah putri
agung tetapi sekarang telah dihina.
Tak perduli Eng Him itu anaknya Gauw Sam Kui, raja muda tetapi ia telah melakukan
perbuatan yang kurang terhormat dan telah melangkahi tugasnya"
Setelah berpikir demikian maka para pengawal Peng See Ong menjadi serba salah
ia harus berbuat apa, mereka jadi malu, namun walaupun kejadian itu sedemikian rupa,
jika ia dapat menemukan orang Mongol, mereka akan mendapat keringanan.
Dengan demikian mereka berpura-pura menolong anak raja mudanya tetapi matanya
mengawasi ke kolong-kolong pembaringan untuk mencari orang MongoI itu.
Salah seorang pengawal pribadi Peng See Ong yang sedang memeriksa itu melihat
tubuh tuannya yang tertembak mengeluarkan darah sehingga mereka menjadi bingung,
ia ingin menolongnya tetapi dengan cara bagaimana"
Ketika mereka akan bertindak menolong Eng Him, anak dari raja muda itu Siau Po
berkata dengan suara keras dan bernada wibawa.
"Gouw Eng Him telah berlaku kurang ajar terhadap tuan putri! Dia telah melakukan
pelanggaran yang teramat besar, maka itu yang pertama tawan dan tahanlah dia!
peristiwa ini harus segera dilaporkan pada baginda raja, agar baginda raja sendiri yang
memberikan keputusannya!"
Mendengar perkataan Siau Po para Sie Wie lalu berhamburan akan menangkap dan
mengambil tubuh Eng Him dan akan diserahkan pada baginda raja untuk diproses.
Para pengawal Peng See Ong menjadi bingung sebab memang Eng Him yang salah
lalu ia harus berbuat apa" Bukankah tuan mereka jelas melakukan kesalahan"
Akan tetapi salah seorang pengawal itu menghadap pada Siau Po dan berkata.
"Wie Toutong, sudilah berlaku baik! Sie cu sedang luka parah, kami mohon sudilah
kiranya kami membawanya ke Onghu untuk diobati, dan dalam hal ini Sie cu pasti
sangat berterima kasih kepada Toutong.... sekalipun Sie cu telah berdosa terhadap tuan
putri, tetapi kami memohon pada tuan putri yang bijaksana, untuk memberikan
keringanan kepadanya untuk kiranya tuan putri mau meringankannya!"
Mendengar permohonan itu maka Siau Po berkata dengan wajah dan nada suara
yang bengis. "Dosa ini sangatlah besar maka itu hanya Bagindalah yang dapat mengambil
keputusannya, sekarang kalian keluarlah terlebih dahulu untuk apa kalian berkumpul di
kamar tuan putri" Mana ada aturan semacam ini!"
Para pengawal itu lalu keluar, begitu juga para Sie Wie, hingga yang tinggal hanya
Siau Po dan tuan putri Kian Leng Kongcu saja.
Setelab kamar menjadi sunyi maka tuan putri itu tertawa dan ia memanggil Siau Po
dengan isyarat tangannya, Siau Po yang dipanggil lalu mendekat.
Kian Leng menjulurkan tangannya untuk memeluk tubuh Siau Po hingga mulutnya
dapat didekatkan pada telinga Siau Po. Setelah itu tuan putri tertawa dan berkata.
"Kau tahu aku telah memotong anggota rahasianya...."
Siau Po kaget sekali hingga ia hampir melompat
"A.... Apa katamu?" tanyanya tak percaya.
Kongcu kemudian meniup kembali telinga Siau Po dan ia mengulangi berkata.
"Dengan senjata api itu aku telah menodongnya, dan aku memaksa ia membuka
seluruh bajunya, lalu aku pukul tengkuk kepalanya, ia pun pingsan dan pada saat
pingsan itu aku memotong anggota tubuhnya yang sangat menyebalkan itu, Maka mulai
saat ini ia bukan lagi calon suamiku ia cuma Thay-kamku."
Siau Po terkejut sekaligus girang.
"Kau telah melakukan sesuatu yang hebat." katanya kemudian. "Kau berandalan dan
kesalahanmu itu sangat besar."
Kian Leng Kongcu sebaliknya malah tertawa.
"Kesalahan" Kesalahan apa?" katanya, "Kau tahu aku berbuat begini hanya
untukmu, Misalkan aku menikah dengannya bukankah kita nantinya hanya suami istri
palsu" singkatnya aku tak sudi kau menjadi kura-kura hitam yang menggunakan topi
hijau." Mengenakan kopiah hijau, itu pertanda, seorang suami yang istrinya main serong
dengan pria lain, tanpa suami mengetahuinya.
Sewaktu Siau Po berpikir demikian maka Kian Leng Kongcu berkata dengan suara
lembut. "Semuanya palsu belaka tentang ia berlaku kurang ajar dan hendak memperkosa
aku. Cuma aku sendiri yang berteriak-teriak secara demikian bukankah kalian di luar
kamar telah mendengarnya ?"
Siau Po mengangguk dengan hati yang terus berpikir Maka sadarlah ia akan
kecerdikan dan kelicikan tuan putri.
Kian Leng tersenyum manis.
"Maka itu sekarang apa yang kita takuti?" katanya. "Andaikata Gauw Sam Kui marah,
apakah ia dapat bertindak" Bukankah yang bersalah itu putranya sendiri?"
"Bagaimana jika karena lukanya itu maka ia menemui ajalnya" Apa yang harus kita
lakukan?" tanya Siau Po.
"ltu tak mungkin terjadi, dalam istana banyak orang yang dikebiri tetapi mereka tak
sampai mati." kata tuan putri.
Siau Po kalah bicara dan ia mengangguk.
"Baiklah, kalau demikian halnya kau harus tetap menuduhnya telah melakukan
perbuatan yang kurang baik itu, kau juga katakan ia telah mendalangi kau juga dirinya
sendiri, Pada dirimu ia akan melakukan perbuatan yang kurang baik yaitu akan
memperkosamu ia telah memaksa dan mengancam mu dengan pisau dan setelah itu ia
berusaha akan membunuhmu Akan tetapi kau melakukan perlawanan sebisa-bisanya
hingga ia memotong sendiri bagian tubuhnya."
Kian Leng Kongcu tertawa, kemudian ia ber-kata.
"Benar katamu, Aku akan menuduhnya demikian, ia sendiri yang telah
memotongnya." Setelah itu Siau Po lalu mengundurkan diri, akan menemui kawan-kawannya untuk
memberitahukan peristiwa yang telah menimpa diri Eng Him, dengan cerita yang telah
ia dan tuan putri sepakati.
"Dia cerewet, pantas jika ia menerima hukuman itu." kata kawan-kawan Siau Po.
Peristiwa itu kemudian dilaporkan pada raja muda dan pada pengawal yang akan
merawat anak raja muda itu, peristiwa terjadi di taman An Hu Wan yang berjalan tak
terlalu lama. Para pengawal dari anggota Peng See Ong dan juga Siau Po berada di luar kamar
tuan putri itu, sedangkan yang berada di dalam hanya tuan putri dan Eng Him.
Di lain pihak para Sie Wie menyiarkan berita tentang kelakuan binatang dari Eng
Him, dan keterangan mereka cocok dengan keterangan para pengawal pribadi Peng
See Ong. Gauw Sam Kui kaget bukan kepalang, menerima berita tentang kelakuan putranya
itu, maka ia langsung menunggang kuda untuk menemui Kian Leng Kongcu di An Hu
Wan, yang selanjutnya lalu berlutut meminta maaf.
"Ongya silahkan bangkit!" kata Siau Po yang berada di sisi raja muda itu, "Mari kita
masuk bersama untuk menanyakan langsung pada Kongcu!"
"Saudara Wie." katanya perlahan, "Aku datang secara terburu-buru sekali sehingga
aku tak sempat membawa Gin Pio, maka itu sudilah kau menerima mutiara ini untuk
dibagikan pada para Sie Wie. Tentang pembicaraan di depan Kongcu nanti, aku mohon
kiranya kau membantuku dengan kata-kata yang manis!" sambil berkata, ia
menyerahkan mutiara pada Siau Po.
Siau Po lalu mengembalikan mutiara-mutiara itu pada raja muda,
"Tenang, Ongya," katanya, "Aku berbuat menurut apa yang aku bisa, Mutiara ini
tolong Ongya simpan, masalahnya sangat besar sehingga aku tak mengetahui pikiran
tuan putri, Hanya aku jelaskan, tuan putri bertabiat sangat keras, dan ia sangat
menghargai kesucian dirinya, hingga ia menjadi berandal. Baginda dan ibu suri sendiri
sangat sulit untuk mendidiknya, dengan sebenarnya Sute sangatlah berani."
"Ya, walaupun demikian aku mengharapkan kau dapat membantu dengan kata-kata
yang manis!" kata Peng See Ong.
Siau Po mengangguk. "Kongcu yang mulia." katanya, "Peng See Ong datang sendiri untuk meminta maaf
Mengingat jasa darinya pada negara sangatlah besar dan ia pun mentri yang paling tua,
maka untuk itu ia minta kiranya tuan putri dapat memberikan keringanan!"
"Ya, benar, Hamba mentri yang paling tua dan berjasa, karenanya hamba mohon
diberikan keringanan berhubung dengan putra hamba." kata Peng See Ong.
Tidak ada jawaban dari dalam hanya terdengar suara kursi yang jatuh.
Siau Po dan Peng See Ong menjadi heran,
"Kongcu.,., Kongcu jangan bunuh diri!" terdengar suara dari dalam kamar tuan putri.
Gauw Sam Kui kaget bukan kepalang, mukanya menjadi pucat, dan ia berkata dalam
hati. "Jika benar tuan putri sampai bunuh diri, maka walaupun aku belum mempunyai
persiapan, tak dapat tidak aku harus bergerak sekarang juga karena aku tak mungkin
bertanggung jawab dengan kematian tuan putri raja."
Keadaan di dalam kamar itu lalu sunyi, tetapi tak lama kemudian terdengar suara
berisik lagi, Menyusul kemudian seorang dayang lari ke luar menerobos dan menangis
sambil berbicara terputus-putus.
"Wie.... Wie Toutong! Yang mulia tuan putri sudah! .... Kau.,., Kau lekaslah
menolongnya!" "Mana dapat aku menolongnya masuk ke kamar tuan putri.,.?" kata Siau Po yang
pura-pura memperlihatkan muka yang bingung.
Gauw Sam Kui juga demikian ia lalu mendorong punggung Siau Po ke dalam kamar.
"Cepat kau masuk!" katanya, "Dalam keadaan seperti ini kita perlu kerja cepat."
katanya pada Siau Po dan ia pun memerintahkan pada pengawalnya untuk memanggil
tabib. Setelah Siau Po dan pengawal itu masuk, didapatinya tubuh tuan putri itu sedang
terbaring di atas pembaringan dengan mata terpejam, Pada lehernya terdapat bekas
gantungan, Di sisinya para dayang sedang menangis, Di atas tampak sebuah tali
gantungan yang sudah terputus dan di bawahnya sebuah kursi dalam keadaan terbalik.
Siau Po yang mengetahui permainan sandiwara tuan putrinya itu tertawa dalam hati
namun pada penampilannya berpura-pura kaget dan kasihan.
"Aku tak mau hidup lebih lama lagi." katanya sambil menangis.
"Kongcu sadari ingat hidup itu sangat indah!" kata Siau Po.
Gouw Sam Kui yang mendengarkan pembicaraan mereka merasa senang karena
tuan putri tak jadi bunuh diri, Dalam hati ia berkata.
"Tidak heran jika ia sampai putus asa, namun mengapa mereka sampai
menggunakan senjata tajam, dan yang membuat aku heran mengapa yang menjadi
korban bagian tubuh yang.." Bagaimana dengan Eng Him bukankah dengan demikian
tuan putri hidup seperti menjanda" Namun yang lebih penting rahasia harus disimpan."
Ketika itu tampak Siau Po ke luar dari dalam dengan menggelengkan kepala.
Peng See Ong menghampiri Siau Po.
"Bagaimana keadaan tuan putri?" tanyanya
"Dia sudah dapat ditolong, hanya tabiatnya itu tetap hendak membunuh diri, Tadi ia
mencoba membunuh diri, namun para dayang tadi telah kupesan untuk menjaga tuan
putri dengan baik, Aku yang ditugasi menjaga dan melindunginya, maka apabila hal ini
sampai terjadi, aku akan kehilangan kepalaku, Untuk itu aku mohon bantuan Ongya
untuk memikirkannya bagaimana caranya menyelamatkan jiwaku."
Muka Gauw Sam Kui menjadi pucat "Ya, memang benar, kita harus menjaganya,"
katanya. "Ongya, hal ini sangat menyulitkanku," katanya, Peng See Ong menjadi bingung.
"Bagaimana caranya?" tanya Peng See Ong, "Aku sendiri bingung, jalan apa yang
harus aku tempuh, dalam beberapa hari ini mungkin kita dapat menjaganya, tetapi
bagaimana selanjutnya" Menurutku jalan satu-satunya, tuan putri harus segera
dinikahkan, Dengan demikian maka bebaslah tugas hamba." katanya.
Nampak wajah mereka menjadi tak suram Iagi. "Jika demikian maka mari kita
bicarakan masalah ini. Anakku telah main gila hingga terjadi hal seperti ini. Aku
sangat berterima kasih padamu, namun masih ada masalah lainnya, Apakah tuan putri akan
bersedia dinikahkan dengan putraku?" tanya Peng See Ong.
Siau Po hanya diam saja mendengarkan kata-kata itu.
Meski masih ragu-ragu, Peng See Ong berkata.
"Ya, bukankah dengan kita menyegerakan pernikahan mereka kita menjadi bebas
tugas"! Hamba kira baginda dan ibu suri yang mengetahui putrinya telah menikah
tentunya merasa gembira. Baginda sendiri tak mungkin sempat memikirkan hal seperti
ini. Karena ia lebih sibuk dengan urusan kenegaraan. Saudara Wie bukankah kita
sebagai bawahan harus memberitahukan hal yang baik-baik yang dapat membuat hati
baginda menjadi senang?"
Siau Po mengangguk. "Tetapi, mengenai bocornya rahasia hamba minta Ong Ya tidak mencurigaiku."
"Mengenai hal itu aku tak mungkin mencurigaimu." katanya.
Siau Po pintar dan cerdik tetapi Gauw Sam Kui lebih pintar dan licik, melihat Gauw
Sam Kui terdiam Siau Po menyangka kalau ia sedang memikirkan hal itu.
"Ongya, jangan khawatir apa juga! Aku akan melarang orang-orangku supaya
mereka tak menyebarkan rahasia ini." katanya.
Raja muda yang cerdik itu berkata.
"Saudara Wie, kau telah membantu aku menyelesaikan masalah ini. Hal itu tak dapat
kubayar dengan emas dan permata, hanya orang-orang mu sangat banyak, dan nanti
aku akan memberikan hadiah pada mereka."
Siau Po lalu mengajak Gauw Sam Kui untuk melihat keadaan putranya, Mereka
bertanya pada tabib yang merawatnya.
"Nyawanya tak usah dikhawatirkan tetapi... dia.,, dia." kata si tabib yang
menerangkan keadaan putra raja muda itu.
"Asalkan jiwanya tak terancam, itu sudah baik." katanya, ia memerintahkan pada
para pengawalnya membawanya pulang, agar Siau Po tak menahannya.
Setelah ia melihat keadaan Eng Him, Siau Po lalu kembali ke kamarnya, Sesampai di
sana Siau Po disambut oleh kawan-kawannya yang senang mendengar keterangan dari
Siau Po. sebaliknya mereka belum bertanya mengenai peristiwa di tempat pelesiran itu.
"Semua berjalan baik sesuai rencana." kata Thian Coan.
Siau Po gembira tetapi ia berpikir, "Jika aku sekarang ini langsung pulang, pastilah
raja muda itu akan mencurigai aku. sebaiknya aku bersabar beberapa hari, setelah itu
baru aku membawa pulang MongoI itu dan menghadap pada baginda."
Baru saja mereka akan pergi, pengawal raja datang, Tampaknya ia sangat terburuburu.
"Harap kalian ketahui bahwa sewaktu Peng See Ong pulang ia ada yang
mencegahnya." katanya.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siau Po sangat kaget, sehingga cangkir yang ada di tangannya terjatuh.
"Apakah dia terserang parah atau mati" Apakah penyerang itu telah kena tawan"
siapakah yang menyerangnya ?" tanya Siau Po pada orang itu.
Siau Po langsung membawa orang-orang itu keluar kamarnya agar tak dicurigai.
"Tidak, ia tidak mati." katanya.
"Penyerangnya yaitu para dayang tuan putri itu sendiri." sambungnya dalam
memberikan laporan. Kembali Siau Po terkejut.
"Dayang tuan putri?" tanyanya, "Dayang yang mana" Mengapa mereka mencoba
membunuh Peng See Ong?"
"Entahlah." katanya, "Begitu menerima kabar aku lalu pergi ke mari...." .
"Jika demikian cepat kau cari keterangan!" katanya, "Dan cepat kau beritahukan
padaku!" "Ya." katanya, Pengawal raja itu terus pergi untuk mencari keterangan Baru saja
akan mencari keterangan itu ia lalu kembali lagi dan melaporkan.
"Harap kalian ketahui dayang yang menyerang itu bernama Ong Ko Jie." katanya.
Mendengar keterangan itu Siau Po terkejut
"Di mana dia sekarang?" tanyanya.
"Sekarang ia dibawa Peng See Ong, Katanya raja muda sendiri yang akan
memeriksanya, agar diketahui siapa yang menyuruhnya melakukan percobaan
pembunuhan itu." Siau Po pusing memikirkan kekasihnya ditawan Peng See Ong, sebab ia tahu Ong
Ko Jie adalah nama palsu, sedangkan nama aslinya yaitu A Ko, kekasih Siau Po.
Pertanyaan seperti itu sudah wajar, Orang yang menyuruhnya berusia sekitar enam
puluhan Dia mengatakan orang yang menyuruhnya itu sangat setia pada putri, hingga ia
akan membunuh Peng See Ong itu."
Mendengar kata-kata kawannya itu Siau Po bagaikan mendapatkan angin segar.
"Tepat, Tak mungkin kita memerintahkan wanita yang begitu cantik untuk membunuh
Peng See Ong." "Mungkin Peng See Ong malu kalau rahasia ini sampai terbongkar dan itu sangat
berbahaya bagi kita, dan ia pun akan membunuh nona yang telah menyerangnya itu."
kata Kiong Liam "Tidak, Tidak, ia tak dapat berbuat seperti itu, Jika hal itu sampai terjadi, maka aku
akan mengadu jiwa dengannya, dialah si kura-kura hitam dan tua. Dan ia seorang
pengkhianat Aku akan membunuhnya jika hal itu terjadi." kata Siau Po.
Mereka hanya diam saja tak berani berkata-kata.
"Bagaimana" Bagaimana sekarang?" kata Siau Po kemudian.
"Wie Congkoan, harap bersabar Jika hal ini sampai terdengar baginda raja pastilah
yang salah Gouw Sam Kui dan putranya yang akan berbuat kurang ajar pada tuan putri,
dan Gouw Sam Kui tak terserang sampai mati, makanya bila ia menyangka kita yang
telah berbuat demikian, kita dapat menyangkalnya, dan ia tak memiliki bukti yang kuat
untuk itu." kata Kong Lian.
Siau Po menggelengkan kepala.
"Memang itu bukan perbuatanku dan di antara kita tak mungkin menuduh
sesamanya." katanya.
Kong Lian dan Cee Hian merasa lega mendengar penuturan Siau Po itu.
"ltu bagus." kata Cee Hian, "Sekarang marilah kita tidur, kita berpura-pura tak
mengetahui hal ini."
"Tidak, tidak demikian." kata Siau Po dengan cepat.
"Kalian toIonglah aku menemui Peng See Ong, untuk menyampaikan pesanku. Aku
akan menyampaikan bahwa memang tidaklah pantas bila dayang itu akan melakukan
pembunuhan atas diri Peng See Ong, Tetapi dayang itu dayang kesayangan tuan putri,
oleh karenanya aku menginginkan bantuan kalian agar dayang itu kalian bawa padaku
dan sampaikan aku yang akan melaporkannya pada tuan putri agar ia yang
menghukumnya, agar dengan demikian maka Peng See Ong akan merasa puas."
Kedua Sie Wie yang diperintahkan Siau Po berangkat dengan membawa tugas dari
Siau Po. Dalam hati mereka berkata.
"Dia terlalu baik, Bukanlah dengan membiarkan ia dihukum oleh Peng See Ong
masalah menjadi selesai sampai di sini."
Setelah Sie Wie itu pergi Siau Po lalu mendatangi kamar gurunya dan ternyata
gurunya baru saja selesai semedi.
"Suhu," katanya dengan suara bergetar "Apakah suhu mengetahui urusan Sucie?"
Guru itu memandangnya. "Apa yang terjadi" dan mengapa kau tampak seperti orang sedang bingung?" tanya
gurunya. "Suhu, Sujie,., telah mencoba membunuh si pengkhianat besar itu tetapi ia gagal,
hingga sekarang ia ditawan, Si pengkhianat itu akan membunuhnya. Mungkin sekarang
ia tengah disiksa sampai mati dan pasti si pengkhianat itu hendak mengetahui siapa
yang telah memerintahkannya membunuh..." kata Siau Po.
"Aku yang menyuruhnya." kata gurunya itu dengan nada suara dingin, "Jika si
pengkhianat itu mempunyai keberanian biar dia yang datang sendiri ke mari untuk
menawanku." Walaupun Siau Po merasa heran, ia tetap mengatakan perkataannya dengan suara
pelan terhadap gurunya. "Tak akan ia berani mengatakan nama Suhu pada pengkhianat yang jahat itu."
katanya. Setelah berkata demikian Siau Po lalu minta diri.
Lama juga Siau Po menunggu kabar dari para Sie Wie yang diutus untuk mengambil
A Ko, maka ia pun memerintahkan lagi tiga orang Sie Wie untuk menyusulnya, tetapi
tetap saja Sie Wie itu tak segera kembali.
Karena Siau Po menunggu para utusan itu cukup lama, maka ia langsung berangkat
ke sana dengan mengepalai pasukan kecil untuk menemui Peng See Ong di
tempatnya. Akan tetapi mereka hanya sampai kuil yang jaraknya kira-kira tiga lie dari
tempat Peng Sie Ong, ia mengutus seorang Sie Wie untuk menyelidikinya.
Tak lama kemudian datanglah Kong Lian dengan menunggang kuda menuju
tempatnya. "Kami telah pergi ke gedung Peng See Ong, dan kami telah mengajukan
permohonan untuk bertemu dengan Peng See Ong, tetapi kami tak mendapatkan
jawaban, Maka kami pergi untuk memberikan Iaporan. sedangkan kawan kami masih
tinggal di sana untuk menunggu jawaban dari Peng See Ong itu." ujar Kong Lian.
Siau Po bingung sekaligus mendongkol.
"Aku sendiri akan menemuinya." katanya, "KaIian semua boleh ikut aku. Kau, semua
pasukan bawa ke mari, kalian menempatkan diri di depan untuk menunggu perintahku."
kata Siau Po. Melihat keadaan tersebut, para Sie Wie menjadi terkejut. Mereka mengetahui bahwa
pasukan raja muda itu jumlahnya lebih besar Maka jika benar terjadi pertempuran,
dalam waktu singkat saja pasukan Siau Po tentu sudah dapat dikalahkan.
"Congkoan, kita kemari sebagai utusan baginda raja dan sebagai pengawal tuan
putri, Untuk itu jika congkoan mempunyai masalah dengan Peng See Ong, dapatlah
kiranya berbicara dengan baik-baik saja, dan tak mungkin Peng See Ong
menyombongkan diri, Menurut hamba, kita lebih baik bertindak secara perlahan-Iahan
saja." kata Kong Tian.
Mendengar keterangan bawahannya, hati Siau Po menjadi sangat panas. ia sangat
gusar dengan kejadian yang menimpa kekasihnya itu, Mereka tak ada yang berani
berkata-kata dengan sembarangan melihat keadaan Siau Po yang sedang kesal itu.
Siau Po kemudian menunggang kuda menuju istana Peng See Ong, sesampainya di
istana itu, para penjaga yang mengetahui kedatangannya langsung memberi hormat
padanya. Mereka lalu menugaskan salah seorang untuk memberitahu pada raja muda.
"Wie Toutong, maafkan.Tentu Toutong telah mendengar kejadian yang menimpa raja
muda semalam. sekarang ia tak dapat menyambut kedatangan Toutong karena luka-
Iukanya tidak ringan." kata pengawal yang ditugaskan memberitahu raja.
Siau Po menjadi kaget. "Ongya terluka" Saya dengar ia tak terluka."
Kok Siang terdiam. "Ongya tertusuk dadanya dan kedalaman tusukan itu tiga atau empat dim." katanya,
"Aku mengatakan Ongya tak terluka, maksudnya agar rakyat jangan terguncang, Akan
tetapi terhadap Toutong hamba mengatakan yang sebenar-benarnya, Entah apakah ia
dapat ditolong atau tidak?" lanjutnya.
Siau Po mengangguk "Mari antarkan aku menjenguk Ongyamu." kata Siau Po.
Siau Po lalu diajaknya untuk memasuki kamar raja muda itu. sesampainya di luar
kamar, terdengar rintihan Peng See Ong, Kok Siang segera membuka kelambu itu,
barulah terlihat darah di sana sini dan pada dadanya terdapat balutan dengan perban
yang sudah merah warnanya, Para tabib yang sedang berusaha mengobatinya tampak
putus asa. "Bagaimana luka Ongya" Apakah itu berbahaya?" tanya Siau Po.
Sedangkan yang ditanya hanya menjawab dengan matanya, Tak lama kemudian
terdengar suara orang yang ditanya itu.
"Aduh,., aduh aku tak akan hidup lebih lama lagi, ini gara-gara Eng.... Eng. Cepat
panggil ia ke mari untuk dihukum mati!" katanya dengan suara perlahan-Iahan.
Kok Siang dan Siau Po kemudian pergi ke luar kamar, Sesampai mereka di luar, Kek
Song menangis memikirkan nasib raja mudanya itu.
"Aku dapat melihat wajahnya, walaupun lukanya parah ia tak akan mati." kata Siau
Po pada Kok Siang. Mendengar ucapan Siau Po, hati menantu raja muda itu spontan berubah menjadi
girang. "Dengan budi yang dilepaskan Sri Baginda para Ongya kami, hingga kedudukan
Ongya kami sampai pada batas kemuliaan," katanya, "Kedudukannya itu tak ada lagi
yang mengatasinya, pangkatnya pun tak akan naik puIa, maka itu kami hanya
mengharapkan agar Ongya kami dapat terluput dari maut yang sedang menunggu
waktunya." katanya. Diam-diam Siau Po memperhatikan wajah orang yang ada di depannya, Dengan
melihat wajah orang itu Siau Po lalu memulai membualnya. Siau Po mengatakan halhal
yang dapat menyenangkan hati orang itu.
Kok Siang yang belum mengetahui pikiran Siau Po mempercayai segala kata-kata
yang diucapkan, tanpa merasa curiga.
"Apakah penyerang Ongya sudah tertangkap" sebenarnya orang macam apa dia"
siapakah yang memerintahkannya melakukan penyerangan itu" Apakah ia sisa
kerajaan Beng atau orang Bhok Onghu?" tanyanya.
"Penyerang itu adalah seorang wanita, ia bernama Ong Ko Jie." katanya, "Ada orang
yang lancang mengatakan kalau ia dayang Kongcu, aku tidak mempercayai kata-kata
itu, sedangkan ia mengatakan kalau ia hanya seorang dayang, menurut aku memang
benar apa katamu mungkin ia orang Bhok Onghu, Aku sangat senang kau dapat
membantu memikirkannya." katanya.
Dalam hati Siau Po terkejut mendengar kata-kata orang itu.
"Celaka," pikirnya, "Bila ia mengetahui kalau A Ko itu putri dari Bhok Onghu maka
dengan demikian sangatlah mudah untuk membunuh A Ko."
Karena memikirkan hal itu maka Siau Po berkata.
"Ong Ko Jie, nama nona itu" Memang benar di antara dayang-dayang tuan putri ada
yang bernama itu, Putri sangat sayang pada dayang itu, Nona itu berusia sekitar enam
atau tujuh belas tahun, bertubuh langsing dan cantik, kalau memang itu" Memang ia
dayang kesayangan tuan putri."
"Aku sangat memperhatikan keselamatan 0ng-ya hingga aku tak sempat meneliti si
pembunuh Maka itu kalau ia bukan seorang dayang, pastilah ia orang yang mempunyai
nama yang sama, Ongya tentu tak akan setega itu jika memang itu dayang kesayangan
tuan putri. Dan biasanya dayang itu lemah lembut, mana dapat ia mencoba membunuh
Ongya kami?" jawab orang itu.
"Apakah kalian sudah menghukum mati orang itu?" tanya Siau Po penuh selidik.
"ltu beIum. Dalam hal ini aku menunggu sampai Ongya sembuh, sesudah itu barulah
kami memeriksanya dengan teliti, terutama untuk mencari tahu orang yang
menyuruhnya." katanya.
Siau Po mengangguk. "Sekarang coba antar aku melihat dayang itu!" katanya, "Kalau memang itu dayang,
pastilah aku mengenalnya."
"Tak berani aku membuat Toutong bersusah payah." katanya dengan alasannya,
"Pastilah ia bukan dayang tuan putri. Tentang cerita di luaran jangan kau percayakan!"
katanya pula. "Ongya telah diserang oleh orang itu sampai ia terluka parah, Jika sampai terjadi
masalah yang tidak kita inginkan, siapakah yang harus bertanggung jawab. Dan jika aku
kembali ke kota raja pastilah baginda menanyakan masalah ini. Lalu aku harus berkata
bagaimana" Apakah aku harus berbohong pada baginda raja" itu namanya aku telah
menghina raja. Tak dapat aku berbuat serendah itu." kata Siau Po yang terus meminta
agar ia diperlihatkan pembunuh raja muda.
Toutong, di sini kami mempunyai peraturan yang telah ditetapkan oleh mertuaku Aku
sendiri tak dapat melakukan pelanggaran itu dan aku sering pula diperlakukan dengan
keras." jawabnya. Siau Po tersenyum. "Aku hendak melihat dan mendengar keterangan pembunuh itu, namun kau selalu
menghalangi halangi bahkan sampai menyebut-nyebut mertua laki-Iaki dan mertua
perempuanmu. Apakah maksudmu" Kau aneh, bukan?" kata Siau Po yang terus saja
dihalang-halangi menantu raja muda itu.
"Aku khawatir kalau itu benar dayang dan Toutong membawa pergi orang itu. Lalu
harus dengan apa aku mempertanggung-jawabkannya" Bagaimana aku harus berbuat
jika Ongya akan memeriksanya" Bagaimana aku mendapatkan pembunuh itu" Dengan
demikian bukankah itu celaka bagiku?"
"Dasar manusia-manusia licik! Kau mencegah aku bertemu dengan A Ko pacarku,
Kau melarang aku membawanya pergi. Dapatkah pacarku dihina oleh kalian
semuanya?" katanya dalam hati.
Meski berpikir demikian Siau Po tetap saja tersenyum, hanya saja senyuman itu
hambar rasanya. "Kau sendiri yang mengatakan kalau pembunuhnya itu bukanlah seorang dayang,
tetapi mengapa sekarang kau sendiri yang mengkhawatirkannya." kata Siau Po.
"Toutong Tayjin, sebenarnya kata-kataku tadi adalah terkaan belaka," katanya, "Dan
aku sendiri tak mengetahui apakah benar pembunuh itu dayang atau bukan."
"Katakan terus terang mengapa aku tak boleh membawa pergi pembunuh itu!" tanya
Siau Po dengan sengitnya,
Bagian 56 "Tak berani aku melarang Toutong," jawabnya dengan kesal.
"Sekarang silahkan Toutong menunggu di sini, aku akan memberitahukan pada
Ongya kami, yang selanjutnya tinggal urusan Toutong dengan Ongya kami, kalau
Ongya nanti marah tak dapat ia memarahi aku." katanya.
"Baik kau boleh pergi meminta ijin pada Ongyamu, tetapi ingat kesehatan Ongyamu,
dan kau harus cepat-cepat memberi laporan padaku, karena aku pun punya tugas. Mati
atau hidupnya tuan putri bukanlah tugas yang ringan, Kau harus tahu semenjak tuan
putri itu dihina, sudah beberapa kali ia hendak melakukan bunuh diri. Jika itu sampai
terjadi bukan saja aku, tetapi juga Ongyamu turut bertanggung jawab. Maka itu aku
harus secepatnya melihat keadaannya."
Mendengar kata-kata Siau Po. Hee Kok Siang kemudian memberi hormat, setelah itu
ia pun meninggalkan Siau Po.
Kesal Siau Po menunggu kedatangan Kok Siang, sampai ia membanting-banting
kakinya saking tak sabarnya.
"Ongya kami masih belum sadar," jawabnya, "Tetapi karena aku khawatir Toutong
menunggu terlalu lama maka aku hanya menyampaikan pertanyaan Toutong tanpa
menunggu jawabannya lalu aku kembali ke sini." kata Kok Siang.
Siau Po mengangguk lalu mengikuti Kok Siang yang berjalan di depan Siau Po.
Jalan menuju kamar tahanan dijaga sangat ketat oleh para pengawal kerajaan
dengan senjata di tangan mereka. Dan setelah kok Siang memberikan Lengcie, maka
mereka berdua baru diperbolehkan masuk.
Siau Po mengangguk-anggukkan kepala sambil mengikuti Kok Siang melewati
terowongan, lalu pintu besi sebagai pintu yang pertama, setelah itu jalanan menurun,
maka mereka berhenti di depan sebuah kamar kecil yang terdapat lilin, di situlah nona
itu ditahan. Setelah diteliti ternyata bukannya A Ko tetapi Bhok Sio Kongcu anak dari raja bangsa
Han, ayahnya telah mati di tangan Gauw Sam Kui jadi ia merasa dendam pada Gauw
Sam Kui yang telah menghancurkan keluarganya.
Setelah bertemu pandang, Siau Po dan Bhok Sio Kongcu sama-sama kaget.
Rupanya mereka itu salah sangka, Dalam hati Siau Po berkata.
"Sio Kongcu telah ditawan aku harus dapat menolongnya." Lalu Siau Po berkata,
"Dia memang dayangnya tuan putri, dan tuan putri sangat menyayanginya." katanya
pada Kok Siang. Sambil berkata demikian Siau Po mengedipkan matanya sebagai tanda pada Bhok
Kongcu, kemudian ia berkata lagi.
"Oh, orang yang bernyali besar, dengan cara apa kau sudah berani mencoba
membunuh Peng See Ong" Apakah kau sudah tak menyayangi jiwamu" Cepat kau
katakan, siapa yang telah menyuruhmu" Cepat agar kau tidak disiksa." kata Siau Po.
Mendengar teguran itu, Bhok Kiam Peng menjawab dengan suara keras," Gauw Sam
Kui adalah pengkhianat besar bangsa Han, dialah yang telah menyerahkan kerajaan
Beng yang maha besar pada bangsa Tatcu, setiap rakyat bangsa Han ingin sekali
menggigit kupingnya, oleh karena itu sayang sekali aku telah gagal membinasakannya."
katanya.

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siau Po pura-pura gusar ia lalu bertanya.
"Oh, budak cilik kau bicara sangat kurang ajar. siapakah yang memerintahkanmu"
Kau sudah lama tinggal dalam istana mengapa kau tak mempunyai adat" Dan
sekarang, siapa kawan-kawanmu?"
"Kau sendiri yang berdiam lebih lama dari padaku, apa yang kau tahu tentang
aturan" Kau mau tahu siapa kawanku" Dia itulah kawanku!" jawabnya sambil menunjuk
pada Kok Siang, menantu raja muda.
Kiam Peng mengerti, dia lantas berkata keras-keras, "Memang dia. Dia yang
menyuruh aku membunuh Gauw Sam Kui. Dia membilangi aku bahwa Gauw Sam Kui,
manusia sangat busuk, bahwa semua orang sangat jemu dan membencinya, Dia
memberitahukan, kalau nanti aku sudah berhasil membinasakan Gauw Sam Kui, maka
dia... dia . boleh...."
Nona Bhok tidak kenal congpeng itu tak dapat ia menyebut nama orang, maka ia
menggunakan saja kata-kata "dia" karena ini juga, tak dapat melanjutkan kata-katanya
itu. Tapi Siau Po sangat cerdas, dia segera menambahkan "Dia dapat naik pangkat dan
bahagia, selanjutnya tak akan ada lagi orang yang mencaci dan menghukumnya.
Begitukah maksudmu!"
"Tepat! Tepat!" seru si nona, "Katanya, memang Gauw Sani Kui sering mendamprat
dan menghukumnya dengan rotan, dia diperlakukan kejam, maka dia sangat
mendongkol dan gusar. Dia memang hendak turun tangan terlebih dahulu tetapi dia
tidak berani, dia tak ada nyalinya..."
Kok Siang gusar sekali, ia mencaci berulang-ulang akan tetapi Nona Bhok tidak
menghiraukan bahkan memastikan kata-katanya. "Memangnya kau!"
"Berhati-hatilah jikalau bicara!" tegur Siau Po kepada nona itu, berpura gusar. "Kau
tahu siapakah ini" Dialah menantunya Peng See Ong Gauw Sam Kui, namanya He Kok
Siang, dan pangkatnya Congpeng, Memangnya ada kalanya Peng See Ong
mendamprat dan merotaninya tetapi semua itu buat kebaikan menantunya ini sendiri"
"Hee Congpeng ini juga membilangi aku bahwa setelah Gauw Sam Kui mati, maka
dia bakal menggantikannya menjadi Peng See Ong." kata pula Bhok Kim Peng, yang
tidak memperdulikan sikap menantu raja muda itu. "Dia telah menjanjikan tak perduli
aku berhasil atau gagal dengan percobaanku ini, dia akan memerdekakan aku, supaya
aku tidak usah menderita siksaan, Buktinya sekarang dia justru mengurung aku di sini.
Eh, Hee Congpeng, sampai kapankah kau hendak melepaskan aku?"
Ketika itu Kok Siang dapat menggunakan otaknya, maka ia berkata di dalam hatinya.
"Mulanya kau tidak kenal aku, kau tidak mengetahui nama dan pangkatku, Tapi
sekarang, karena munculnya bocah celaka ini, kau berani main gila begini, Buat
menolong kau, bocah ini sudah menjadikan aku bahan tertawaan.."
Terus ia menjawab dengan bentaknya, Tutup mulutmu! jikalau kau mengaco belo,
akan aku hajar kau hingga kulit dan dagingmu pada pecah, supaya kau setengah mati
setengah hidup!" Kali ini Kiam Peng berdiam, ia berkhawatir juga, ia ingat, kalau Siau Po gagal
menolongnya, ia memang bisa dihajar setengah mati....
"Eh Nona apakah yang kau pikir?" tanya Siau Po yang melihat kenalannya itu terus
membungkam. "Hayo kau utarakan segalanya! jikalau benar ia yang memerintahkan
kau mencoba membunuh Peng See Ong tak ada salahnya kau mengakuinya, aku tak
akan membongkar rahasia!"
"Dia... Dia bakal menghajar aku!" katanya, "Jika aku berbicara dengan orang lain!"
"Jikalau demikian kata-katamu benar adanya," kata Siau Po.
"Harap Tayjin," kata Hee Coan. "Penjahat itu tengah menuduh aku dan ini sudah
kebiasaan seorang penjahat, jadi tidaklah benar kata-katanya."
"Kau benar juga," kata Siau Po setelah ia berpura-pura berpikir sejenak.
"Namun memang benar biasanya Peng See Ong memperlakukan keras pada Cong
Peng dan karenanya kau merasa kesal, hingga suatu waktu kau berpikir akan
membunuh mertuanya, Coba pikir, ia seorang nona mustahil dapat mengarang katakata
itu. sekarang begini saja! Kita menunggu sampai Peng See Ong sembuh, nanti aku
akan bicara padanya, untuk memberikan nasihat supaya kalian mertua dan mantu tidak
sampai bentrok bagaikan air dengan api..."
Kok Siang terperanjat mendengar kata-kata Siau Po, Kata-kata Nona Bhok tak ia
hiraukan, lain kata-katanya Siau Po. Bisa ia celaka bila kata-kata nona itu disampaikan
pada raja muda. Memang ia tahu selama ini tabiat mertuanya berubah menjadi keras, maka ia lalu
berkata pada kacung kita, "Sebenarnya Ongya memperlakukan aku baik sekali, sama
seperti pada anaknya sendiri Maka itu membuat aku sangat berterima kasih dan
bersyukur Toutong, aku minta agar kau tak bicara pada mertuaku itu."
Siau Po dapat melihat orang itu tersenyum.
"Manusia itu tak berpikir mencelakakan harimau yang hendak makan daging
manusia." begitu katanya, "Memang sering terjadi orang membalas kebaikan
sesamanya dengan kejahatan Maka dari itu karena Ongya sangat baik padaku, aku
harus memberi nasihat padanya agar ia menjaga dirinya baik-baik, agar ia tak usah
roboh di tangannya manusia jahat, Tentara Peng See Ong besar dan kuat, di sisinya
juga banyak perwira yang lihay yang dapat melindunginya, Jadi jikalau akan
mencelakakannya tak mungkin penjahat itu akan berhasil Namun orang jahat sukar
diteliti jika orang turun tangan terhadap dirinya mana sanggup ia menjaga dirinya?"
Hati Kok Siang menjadi makin kecil. Hebat kata-kata Toutong ini, yang telah
menimbulkan soal yang tidak-tidak yang maksudnya berniat menolong nona dalam
tahanan ini Peng See Ong memang sangat curiga, dia menyangsikan setiap orang.
Baru beberapa hari yang lalu Gouw Sam Bwee datang menghadap dengan lupa
meloloskan golok di pinggangnya, Golok itu lalu diloloskan sendiri olehnya dan terus
menegur dan mendamprat sedang orang itu adiknya sendiri.
"Jikalau Toutong suka mengangkatku, tak akan aku melupakan budi besarnya itu,"
katanya perlahan "Dalam hal itu aku berani mengajukan diri walaupun Toutong
memerintahkan aku untuk menyerbu api Toutong, dalam segala hal aku berani
bertanggung jawab!" "Sebenarnya aku memikir tentang kebaikanmu," katanya, "Kau boleh percaya katakata
orang itu tak mungkin bocor, Lain daripada langit dan bumi, di sini cuma ada kita
berdua, bertiga dengan si budak itu sendiri sekarang kita bicara secara terangterangan,
kalau tadi kau bunuh saja budak ini tentulah perkara ini sudah selesai. Kalau toh kau
hendak menutup muIutku, tidak ada jalan lain daripada kau membunuh aku. Tetapi ini
tak dapat kau lakukan, Kau tahu semua orangku sudah siap sedia, jumlah mereka
berapa ribu jiwa, Mereka semua berada di luar istanamu, maka itu sangatlah sukar
membunuh aku." kata Siau Po.
Mendengar keterangan Siau Po, Kok Siang menjadi pucat, tetapi ia berusaha untuk
tersenyum, untuk menenangkan hatinya,
Melihat lawan bicaranya sudah berubah, maka Siau Po berusaha mempengaruhi
pikirannya. Siau Po berbicara terus membuat orang itu menjadi bingung harus berbuat
apa. sedangkan Siau Po terus saja mempengaruhinya.
"Terima kasih Toutong, kau telah turut memikirkan masalahku, dan sekarang
bagaimana caranya?" tanya Kok Siang yang kebingungan.
"Sebenarnya ini soal sukar." kata Siau Po yang telah berhasil mempengaruhinya.
"Baik, mari aku terima kau menjadi sahabatku, sekarang begini, kau serahkan saja
budak ini padaku, untuk aku bawa pergi, Nanti jika ada yang bertanya katakan budak itu
sedang aku periksa, Nanti malam aku hendak membunuhnya, dan jika nanti aku
katakan pada raja muda bahwa ia telah mati karena tak sanggup menahan siksaan,
coba kau pikir bukankah dengan demikian urusan besar akan menjadi urusan kecil lalu
semuanya akan habis sama sekali?"
Mendengar demikian Kok Siang sudah merasa curiga, tetapi yang ia bingungkan
tentang budak itu. "Tetapi Toutong, mengapa sewaktu kutanya ia tak mengetahui keadaan istana"
Mengapa Toutong mengenalnya?" tanyanya.
"Dia tak mau mengembet-embet tuan putri, Terang saja ia tak mau mengatakan Dia
dayang yang paling setia tak mau membongkar atau mengembet orang lain apalagi
tuan putrinya." jawab Siau Po.
"Baik Toutong, sebaiknya Toutong meninggalkan secarik kertas sebagai tanda
Toutong telah membawa budak ini, supaya kalau nanti ditanya, kami mempunyai bukti!"
katanya, Kembali Siau Po dan Kok Siang menyebutkan tentang dirinya pada masing-masing.
Siau Po tertawa tetapi dalam hatinya ia berkata, "Setan! Aku toh tidak dapat menulis
dan membaca, apa yang dapat aku tuliskan?" Tetapi ia merogoh kantongnya dan
mengeluarkan pistol. "Inilah senjata yang Ongyamu berikan padaku, sekarang kau boleh bawa dan
menunjukkannya pada Ongyamu, dan kau berkata, aku atas titah tuan putri sudah
datang mengambil budak ini." katanya sambil memberikan pistol itu kepada Kok Siang.
Kok Siang menerima pistol itu, lalu memanggil beberapa orang pengawal untuk
membuka kunci tahanan dan mengeluarkan budak itu.
Siau Po bersama orang tawanan itu diantar keluar Sambil memberikan kunci borgoI
tangan nona itu, Kok Siang berkata.
"Toutong datang atas perintah dari tuan putri untuk membebaskan budak ini. Oleh
karenanya kawallah ia kalau-kalau nanti akan pergi kabur!"
Siau Po dapat mengetahui maksud hati Kok Siang, ia tertawa dan berkata.
"Kau takut aku menyangkal kata-kataku sendiri, bukan" Nah, sekarang banyak orang
aku sampaikan bahwa aku dititahkan tuan putri untuk membebaskan budak ini dari
tangan kalian dan aku yang akan memeriksanya."
Congpeng itu tertawa. "Toutong, bukannya aku tak percaya dengan kata-katamu, tak ada dalam hatiku
untuk berbuat seperti itu." katanya.
Siau Po tertawa dan mengangguk.
"Sekarang kau pergi, dan katakan pada Ongyamu, aku sangat memperhatikan
kesehatannya, Dan jika ada waktu aku besok akan menemuinya sambil melihat
keadaannya." kata Siau Po.
"Terima kasih Tayjin, sebenarnya aku tak sanggup untuk menerima Tayjin," katanya.
Siau Po tertawa, lalu segera pergi meninggalkan istana itu, Sengaja ia langsung
masuk ke kamarnya dan ia menguncinya, lalu berkata pada nona itu.
"Oh istriku, sebenarnya bagaimana persoalannya hingga kau dapat ditawan
mereka?" tanyanya. Muka Bhok Kiam Peng menjadi merah karena Siau Po menyebut istri padanya.
"Baru bertemu kau sudah berkata demikian, terlebih dahulu kau buka borgol ini."
katanya. Setelah borgol yang ada di tangannya itu terbuka maka Bhok menceritakan
permasalahannya hingga ia sampai seperti itu.
"Setelah kau memerintahkan padaku untuk menyerahkan kitab itu pada Kaucu dan
Hujin, maka aku disuruhnya untuk selalu bersamamu dan menjaga jangan sampai ada
hal-hal yang kurang baik, dan memikirkan sesuatu." katanya.
"Jadi kau dikirim Hujin untukku" Memang Hujin orang yang baik, ia selalu memikirkan
keadaanku sekarang aku akan bertanya padamu, apakah kau tersinggung dengan katakataku
tadi?" tanyanya. "Sebenarnya aku pergi ke sini tidak sendiri, aku di perjalanan bertemu dengan
kakakku, ia sedang bersama dengan gurunya dan aku diajaknya ke tempat tinggalnya,
Di sana aku bertemu dengan beberapa orang teman kakakku, setelah kuselidiki
ternyata mereka datang ke sini mempunyai tujuan untuk membunuh anak raja Kian
Leng." katanya. Siau Po terkejut. "Mereka berniat akan membunuh tuan putri" Ada masalah apa" Bukankah tuan putri
tidak bersalah dengan kalian dan keluarga Bhok?" tanyanya.
"Menurut katanya, setelah putri raja yang akan dinikahkan dengan putra Gauw Sam
Kui itu terbunuh, raja akan mengatakan bahwa anaknya tak dapat menjaganya dengan
baik, Dengan demikian hal itu akan membuat raja menjadi marah." kata nona Bhok.
Mendengar kata-kata tadi Siau Po terdiam, dalam hati ia berkata, "Aku ditugaskan
untuk menjaga tuan putri, sedangkan aku pun ditugaskan membunuh Gauw Sam Kui."
"Lalu bagaimana seterusnya?" katanya.
"Lalu kami membagi tugas, aku ditugaskan untuk menyamar sebagai dayang dan
menyelusup ke istana, Tugasku yang sebenarnya untuk membunuh tuan putri, Tetapi
hal itu belum kulakukan aku bertemu dengan Cek Liong Su. ia mengatakan bahwa yang
ditugaskan raja untuk menjaga dan melindungi tuan putri yaitu kau, Jadi alasan dia
mencegah aku melakukan pembunuhan itu sangatlah beralasan, Dia mengkhawatirkan
jika nanti sampai terjadi aku berhasil membunuh tuan putri maka kau akan kena
hukuman dari raja, Lalu aku ingin bertemu denganmu untuk berdamai bagaimana jalan
yang terbaik. Namun diluar dugaan kami Liu Suhu mengetahuinya dan ia akan
membunuh Ceng Liong Su." ujar nona Bhok menjelaskan pada Siau Po.
Siau Po lalu memegang tangan nona itu.
"Kakakku dan Ceng Liong Su telah bertempur" katanya sedih, "Kau telah menolong
aku, maka itu kita pun harus menolong kakak dan Liu Suhu keluar dari tahanan."
lanjutnya. "Apa.." Kakakmu dan Liu Suhu ditawan?" tanya Siau Po.
"Ya," sahutnya, "Kemarin dahulu, sewaktu berada dalam tempat tinggal kakakku, aku
diserang oleh orang-orang Gauw Sam Kui. ia membawa pasukan yang sangat besar
dan kuat, Kami mengadakan perlawanan tetapi kami kalah maka aku, kakakku dan Liu
Suhu, mereka tawan sedangkan Suko Goh Pui terbunuh.
Siau Po merasa heran. "Sejak kau ditawan, dengan cara apa kau mencoba membunuh Gauw Sam Kui?"
tanyanya. "Aku mencoba membunuh Gauw Sam Kui?" wanita itu balik bertanya, "Aku memang
membunuhnya tetapi itu nanti, Kaki dan tanganku terbelenggu mana dapat aku
mengadakan perlawanan padanya?" katanya.
Siau Po semakin heran. "Setelah aku ditawannya, aku dibawa ke ruang yang gelap gulita baru tadi pagi aku
dipindahkan ke tahanan bawah tanah, kemudian kau datang membebaskanku." kata
nona Bhok. Siau Po terdiam, ia mengetahui keadaan yang sangat gawat itu. ia sadar bahwa
mereka itu telah memalsukan keterangan.
"Oh, istriku yang baik." katanya, "Kau tunggulah di sini, aku akan menolong kakakmu
dan Liu Suhu!" Kiam Peng percaya akan keterangan Siau Po maka ia membiarkan kekasihnya pergi.
Siau Po lalu pergi ke kamar barat, ia sadar bahwa telah terkena tipu dan masuk
jebakan, maka lalu mengumpulkan kawan-kawannya untuk membantu menyelesaikan
persoalan itu. Setelah Siau Po menceritakan duduk permasalahannya, mereka semua bingung
sebab setiap rahasia mereka selalu saja bocor sampai pada Gauw Sam Kui. Mereka
berpikir "Siapakah yang telah membocorkan setiap rahasianya?" pertanyaan mereka
dalam hati masing-masing.
"Dalam istana Bhok ada seseorang yang bernama Lauw It Couw, Dia sangat
membenciku dan sangatlah serakah, Aku rasa tentu dialah orangnya, sebab dia itu
orang penakut." kata Siau Po.
Mendengar keterangan tersebut Siau Po dan kawan-kawannya menjadi terbuka
pikirannya lalu mereka bersama mengatakan setuju.
"Wie Hiocu, keadaan sudah begini, dan sekarang kau harus menghadap pada Gauw
Sam Kui untuk mengatakan segala tindakannya itu semata-mata atas dasar perintah
dari baginda raja karena baginda raja ada hubungan dengan kaum Bhok. Atau kita
memulai saja penyerangan kita pada Gauw Sam Kui?" kata kawan nya.
Siau Po tersadar, memang keadaan sudah sedemikian gawat.
"Lalu bagaimana dengan kakak dan Liu suhu yang masih mereka tawan?" tanya Siau
Po. Mereka terdiam, semuanya berpikir mencari jalan yang terbaik untuk membebaskan
kedua orang itu. Lama Siau Po menunggu mereka yang berpikir, tetapi tak dapat juga, Maka Siau Po
minta diri untuk menemui Gauw Sam Kui untuk membicarakan masalah itu," Gauw Sam
Kui telah menahan orang yang salah yang berarti keadaan A Ko baik-baik saja,"
katanya dalam hati. Maka pergilah Siau Po ke kamar gurunya.
Sesampai Siau Po dalam kamar gurunya, ia langsung menanyakan keadaan Gauw
Sam Kui dan juga pertanyaan yang lainnya,
"Luka pada Gauw Sam Kui sangat parah dan aku telah membebaskan Nona Bhok
dari kamar tahanan," katanya,
Mendengar keterangan Siau Po sang guru sangatlah senang tetapi secara tiba-tiba
wajahnya berubah suram, lalu menyuruh Siau Po untuk meninggalkan dirinya seorang
diri. Mendengar perintah gurunya yang ia rasakan mengherankan sekali itu, ia lalu pergi
meninggalkan sang guru. Siau Po lalu melanjutkan mencari Nona A Ko, dan untuk itu ia harus bertanya pada
para dayang dan juga para Sie Wie, mereka semua mengatakan jarang sekali A Ko
datang ke istana dan mereka juga tak mengetahui dayang mana yang tertangkap oleh
Gauw Sam Kui itu. Sampai larut malam Siau Po tak dapat menemukan A Ko dan akhirnya ia pulang
kembali ke kamarnya, setelah berbincang-bincang dengan nona Bhok ia langsung
tertidur. Besok paginya Siau Po pergi ke Gauw Onghu untuk mengetahui keadaan Gauw Sam
Kui. ia disambut oleh anaknya yang ke dua yang mengatakan keadaan Gauw Sam Kui
tak banyak berubah, dan mengatakan bahwa raja muda itu sedang tidur hingga ia tak
dapat mengganggunya. Setelah gagal untuk bertemu dengan Gauw Sam Kui, Siau Po langsung kembali ke
kamarnya, setelah itu ia lalu mengumpulkan kawan-kawannya untuk membahas


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masalah yang sama. Tengah mereka berkumpul untuk membahas masalah itu, tiba-tiba datang Kho Gan
Ciau yang menyampaikan sepucuk surat kepada Siau Po. Dan ia mengatakan bahwa
yang membawa surat itu, seorang pendeta wanita dari aliran Tao.
Dalam surat itu disebutkan, "A Ko dalam bahaya." hanya itu yang terdapat dalam
surat tersebut Me-reka semua bingung, tak mengetahui hubungan antara Siau Po
dengan A Ko. "Apakah orang yang membawa surat ini masih berada di sini?" tanya Siau Po.
"Ya, ia berada di luar." jawabnya.
Siau Po langsung pergi ke ruang tamu dan di sana telah ada seorang wanita
setengah baya yang dikawal oleh dua orang Sie Wie, Melihat kedatangan Siau Po Sie
Wie itu berkata. "Utusan raja telah tiba." kata nya.
Imam wanita itu lalu berdiri dan memberikan hormat
"Siapa yang menyuruh kau datang ke mari?" tanya Siau Po.
"Silahkan paduka turut denganku, nanti paduka akan mengetahui sendiri!" jawab
imam wanita itu. Siau Po sangat khawatir dan juga bingung.
Mereka naik kereta kuda, sedangkan kusirnya menurut perintah imam wanita itu,
mereka jalan menuju ke barat, Tanpa mereka ketahui kawan-kawan Siau Po mengikuti
dari kejauhan, mereka sangat khawatir jika ada musuh yang menggunakan akal
muslihat untuk menjebaknya.
Mereka berjalan sampai lewat tapal batas kota dan menuju ke arah utara, Dengan
melewati jalan yang sempit yang hanya dapat dilalui oleh satu kereta, mereka sampai
pada sebuah kuil. Sebelum Siau Po memasuki kuil itu, terlebih dahulu ia menoleh ke belakang, Tampak
di sana beberapa temannya mengikutinya dari belakang, imam wanita itu menyuruh
Siau Po masuk, lalu ia menyediakan minuman teh serta makanan ringan yang
semuanya makanan mahal. Mendapat perlakuan demikian Siau Po menjadi heran bercampur curiga, lalu ia
teringat ibu suri yang jahat itu, timbul dalam hatinya beberapa pertanyaan.
Sedang Siau Po memikirkan hal itu, tiba-tiba datang seorang wanita cantik yang
langsung memberikan hormat padanya, ia mengingat-ingat dan berkata dalam hati,
"Rasanya belum pernah aku bertemu dengan wanita secantik ini."
Melihat lagak Siau Po wanita itu tertawa.
Wanita itu sedikit bingung, sebab tamunya hanya anak yang masih kecil dan hal itu
diluar perkiraannya. "Paras cantik itu dapat mencelakakan negara, Hal itu sudah terjadi sejak jaman
dahulu, karenanya aku berada di sini untuk menebus dosaku yang cukup banyak ini!"
kata wanita itu. Mendengar perkataan wanita itu Siau Po menjadi bingung, sebab ia tadi melihat
orang yang ada di depannya itu, berbuat senang dan banyak senyum, Siau Po lalu
bertanya. "Apakah ada orang yang telah menghinamu"! Katakan padaku, siapa yang telah
menghinamu" Aku akan menghajarnya dan aku akan mengadu jiwa padanya, Dan jika
aku gagal maka leherku akan kuserahkan untuk dipenggal kata Siau Po.
Mendengar kata-kata Siau Po, wanita itu kemudian bangkit dari duduknya dan
berlutut di hadapan Siau Po.
Siau Po masih belum mengetahui siapa wanita yang berada di hadapannya itu,
Setelah ia ingat-ingat, barulah ia sadar bahwa wanita itu ibu dari A Ko.
"Lalu ke manakah A Ko?" tanyanya dalam hati.
Tan Wan Wan adalah wanita tercantik, itulah orang tua A Ko. sedangkan A Ko
sangat bermusuhan dengan Gauw Sam Kui, ia menjadi bingung sendiri:
Sedang berpikir demikian, Tan Wan Wan lalu mengajak ke suatu tempat yang sunyi.
Di situ hanya terdapat sebuah gitar dan barisan huruf yang sama sekali tidak diketahui
oleh Siau Po. Tan Wan Wan kemudian mengambil gitar itu, dan ingin menyanyikan lagu
kesayangannya yang syairnya ditulis oleh Gouw Bwee Cun peruntukkan dirinya.
"Bagus, cuma aku minta setelah menyanyikan lagu ini kau juga menjelaskan padaku
artinya, sebab aku memang tak mengerti," katanya.
"Ah! Tayjin terlalu merendah." jawabnya.
Selesai bernyanyi Tan Wan Wan mengartikan isi syair tersebut
"Dengan raja dimaksudkan adalah kaisar Cong Ceng yang terakhir yang telah mati,
kota raja dikatakan pecah sebab dirampas oleh Gauw Sam Kui, karena itu para
pembesar pada berkabung, Wajah dadu yang kumaksud yaitu orang yang tak
mendapatkan keberuntungan hingga kerajaan menjadi hancur." katanya.
Baik Siau Po maupun Tan Wan Wan masing-masing membuka rahasia dirinya yang
ternyata mereka dari satu asal yaitu rumah pelesiran, orang tua mereka berasal dari
sana. "Terhadap orang lain tak pernah aku mengatakan ini, apalagi terhadap A Ko.
Kemungkinan dia akan menjauhi aku, karena sebelumnya ia telah kurang senang
padaku." kata Siau Po.
Wan Wan mengangguk. "Tenangkan hatimu, sebenarnya oh, A Ko, ibumu pun bukan berasal dari keluarga
orang baik-baik!" "Tetapi kau jangan mengatakan hal itu kepadanya, sebab ia paling benci dengan
bunga raja, Dia katakan wanita itu wanita paling busuk di seluruh dunia." kata Siau Po.
Tan Wan Wan tertunduk. "Aku dibeli untuk diserahkan pada kaisar Cong Ceng, agar ia tidak tergila-gila dengan
selirnya, Akan tetapi aku ditolaknya dan dibiarkan pergi, Memang laki-laki itu banyak
ragamnya, ada yang suka harta, ada yang suka kedudukan dan banyak " juga yang
suka wanita cantik."
"Heran, kurasa Kaisar Cong Ceng itu tak punya mata, masa wanita secantik kau dia
tolak" Aku tak mau jadi raja, hanya ingin memangku jabatan yang baik saja. Tidak
seperti orang-orang, sudah mempunyai harta dan kedudukan, tapi wanita cantik pun
masih dikejarnya." kata Siau Po.
Wajah Wan Wan menjadi merah.
"Apakah yang kau maksudkan Peng See Ong?" tanyanya.
"Tak dapat aku menyebutkan siapa orang itu, yang pasti ada orang semacam itu di
kolong langit ini." jawabnya,
"Selanjutnya nyanyian mengenai lakonku, bagaimana sampai aku bertemu dengan
Peng See 0ng. ia pergi ke ayah permaisuri lalu meminta aku untuknya, Dan ketika ia
bertugas aku diajaknya dan aku berdiam di kota Pakia, tak lama kemudian Lie Cong
datang menyerang." katanya.
Siau Po terus saja memasang telinga dan dia sangat tertegun. Setelah selesai
bernyanyi maka Siau Po bertepuk tangan dan berkata.
"Apakah nyanyimu sudah habis!" sahut si nyonya.
Siau Po menjadi malu. "Dasar aku yang kurang pembacaan," ia menyesali diri dalam hatinya, "Orang
bernyanyi belum habis, aku tidak tahu,.,."
-ooo0oooTan Wan Wan sementara itu dengan perlahan berkata: "Setelah itu Lie Cong
merampas aku, akan tetapi kemudian aku dirampas kembali oleh Peng See Ong, Ya!
Aku bukan lagi manusia, aku hanya seperti barang. Siapa orang dapat memilikiku, dan
siapa yang kuat pun dapat mendapatkan aku."
Kali ini si nyonya tidak menunda nyanyiannya, ia meneruskan Dan sewaktu ia
menunda nyanyian-nya, Siau Po tidak berani berkata apa-apa, ia khawatir akan malu
sendiri seperti tadi. "Kemudian aku menurut Peng See Ong menyerang ke propinsi Su Coan," katanya,
Tatkala itu ia diangkat sebagai raja muda, Peng See Ong maka aku pun diangkat
sebagai Onghui, istri raja muda, Berita tentang pengangkatanku sampai di Soucu, Di
sana para bunga raja yang menjadi kawan-kawanku banyak yang memujiku, Katanya
aku beruntung baik, sebab mereka yang usianya makin hari makin tua masih saja
menjadi bunga raja berjalan, masih saja mereka itu melakukan perbuatan yang rendah
dan hina itu." "Semasa aku di Lee Cun Wan," kata Siau Po kemudian. "pernah aku mendengar
mereka ada yang menyebut-nyebut kata-kata menukar orang baru dalam semalam.
Menurut aku, kata-kata itu bukanlah kurang baik,..." katanya.
Tan Wan Wan menoleh pada orang yang berada di depannya itu. Wanita itu tidak
dapat melihat air muka yang mengejek, maka ia menarik napas lega.
"Tayjin," katanya, "Kau masih muda kau belum mengetahui kesengsaraan orang
hidup di dunia ini." Lalu tanpa menunggu jawaban ia meneruskan bernyanyi.
"Cuma Gouw Bwee Cun yang mengetahui penderitaanku, walaupun banyak orang
yang memuji padaku aku "cantik", Dan banyak orang yang mengatakan bahwa aku
sebagai penyebab hancur suatu kerajaan, hingga kerajaan Beng musnah, Gouw Bwee
Cun mengetahui aku hanyalah seorang wanita, apa yang dapat aku perbuat" Baik atau
jahat kaum pria yang memuIainya."
"Ya, itu benar," kata Siau Po. "Angkatan perang Ceng berjumlah ribuan bahkan
laksaan jiwa, mereka datang menyerang sedangkan kau hanya seorang diri. walaupun
kau cantik kau sangat lemah, tidak mungkin dapat mengalahkan mereka itu," sementara
dalam hatinya ia berkata.
"Dia memetik gitar terus, bernyanyi terus, berbicara terus, dia sama dengan tukang
cerita di kota Sou Ciu, yang bercerita sambil bernyanyi karena aku mengajaknya bicara
maka aku pun mirip dengan pembantu tukang cerita itu.~ kalau kita berdua pergi ke
Yangcu, kita bercerita di warung-warung teh, pasti kita akan menggemparkan kota itu,
kota akan bergetar juga." kata Siau Po dalam hatinya.
Puas hati Siau Po memikir hal seperti itu, tetapi lamunannya berhenti sebab si cantik
bernyanyi lagi, Suara gitar perlahan, kemudian naik tinggi lalu turun lagi begitulah
secara bergantian dan akhirnya berhenti.
Karena suara Pie Pe dan nyanyian berhenti, Siau Po memandang kepada si nyonya.
ia melihat nyonya itu sedang menarik napas panjang dan air matanya turun secara
perlahan-lahan. "Aku telah memberikan pertunjukan yang sangat buruk.,,." ia mendengar orang
berkata yang suaranya bercampur dengan suara tangisan Maka ia pun menjadi sangat
terharu. Wan Wan bangkit dengan perlahan-lahan, dan ia akan menaruh alat musiknya
kembali seperti semula, Setelah itu ia kembali duduk berhadapan dengan Siau Po, lalu
ia pun berkata. "Lagu yang terakhir mengatakan tentang wafatnya Hucee, raja dari negara Gouw
yang istananya musnah, Bunyi nyanyian itu, malah membuat aku tak mengerti,
mengapa aku disangkut pautkan dengan nasib raja dan negaranya itu" Bukankah yang
dimaksud dengan syair atau nyanyian itu tentang dirinya" Baru aku mengerti bahwa aku
dibandingkan dengan See Sie, telah disebut-sebut juga negara atau istana Gouw. itulah
istana Peng See Ong, yang belakangan ini, Peng See Ong rajin melatih tentara nya.
Maka itu aku khawatir... khawatir, beberapa kali aku menasihatinya tapi bukannya aku
berhasil malah aku dianggap membuat dia marah, itu sebabnya aku datang ke mari
untuk mensucikan diri di kuil ini. Hanya aku masih memelihara rambutku Aku menyesal,
aku mengharapkan agar mereka itu sehat dan selamat, siapa tahu tentang A Ko... ya
dia...." Mendadak si nyonya menangis sesenggukkan, sehingga kata-katanya terhenti-henti,
Siau Po tertarik dengan nyanyian dan artinya itu, Untuk sesaat ia dapat melupakan
tujuannya datang ke wihara itu, akan tetapi setelah disebutkan nama A Ko, tiba-tiba ia
bangkit bagaikan digigit ular, Sekejap ia ingat maksud kedatangannya itu.
"Sebenarnya bagaimana A Ko?" demikian tanyanya, "Jadi benar ia tak jadi
membunuhnya" Dialah putrimu, maka bersama juga dengan Kongcu putri Oh, benarbenar
celaka!" "Celaka apanya?" tanya Tan Wan Wan.
"Ah, tidak apa-apa." jawab Siau Po karena ia ingat A Ko tak melihat mata padanya,
sekarang ternyata si nona putri Gauw Sam Kui, adalah seorang Kongcu, maka apa
yang dapat dia harap"
"Mengenai A Ko mari aku akan menjelaskannya padamu." kata Tan Wan Wan yang
melihat gerak gerik kurang baik itu.
"Dua tahun setelah ia dilahirkan, pada suatu malam mendadak ia hilang, lalu Ongya
memerintahkan orang-orangnya menyusuri seluruh kota, untuk mencarinya, tetapi itu
sia-sia, maka aku menjadi curiga."
Tiba-tiba saja merahlah muka si nyonya.
"Kau mencurigakan apa?" tanya Siau Po.
"Aku mencurigai musuh-musuh Ongya, atau usaha ini dilakukan untuk memeras
Ongya." sahut Wan Wan.
"Bukankah dalam istana terdapat banyak Sie Wie dan juga banyak orang yang lihay
dalam ilmu silatnya?" kata Siau Po. "Malam itu A Ko hilang tanpa bekas, dan tentunya
penculik tersebut memiliki ilmu silat yang tangguh."
"Memang." kata Wan Wan membenarkan kata-kata Siau Po.
"Malam itu Ongya memecat para pejabat dan ia pun menghukum mati pemimpin Sie
Wie. Disamping itu ia pun memecat pimpinan militernya. Tetapi usaha pencarian terus
berjalan, namun hasilnya sia-sia, sehingga dalam murkanya, Ongya kembali hendak
menghukum mati para Sie Wie. Syukurlah aku dapat mencegahnya. Sejak saat itu
kabar A Ko tak terdengar lagi sehingga aku menerka A Ko sudah tak ada lagi di dunia
ini." Siau Po terdiam, kemudian ia berkata, "Jikalau demikian, A Ko berkata kalau dia itu
She Tan kiranya dia mengambil She Mu...."
Tan Wan Wan terkejut, tubuhnya menjadi limbung.
"Dia..., Dia menyebut dirinya She Tan" Kenapa ia sampai mengetahui itu?" tanyanya.
Sementara itu Siau Po berkata dalam hati, Si pengkhianat besar setiap saat selalu
mengkhawatirkan ada orang yang datang mencoba membunuhnya, Dia sangat
memperkuat penjagaan, maka itu untuk menculik seorang anak kecil dari istananya,
mungkin terlalu sukar, Maka di kolong langit ini, siapa lagi yang sanggup melakukannya
kalau bukan Kui Lan. Katanya dalam hati.
Tetapi sewaktu Siau Po ditanya oleh Wan Wan ia lalu memberikan jawaban,
"Mungkin sekali ia tahu itu dikarenakan ia diberi tahu oleh orang yang menculiknya
itu?" Nyonya Tan Wan Wan mengangguk
"ltu bisa terjadi," katanya, "Namun mengapa ia tak mau mengatakan kalau ia itu
She.... She.,.?" "Bukan she Gouw katamu?" kata Siau Po, "Hm, she dari Beng See Ong bukanlah
suatu she yang mentereng...?"
Wan Wan termangu, matanya memandang keluar jendela seperti tak mendengar
kata Siau Po. "Kemudian bagaimana?" tanya Siau Po.
"Setiap saat aku selalu mengingat anakku," sahut Wan Wan.
"Aku mengharap Thian mengasihaninya, agar ia tidak mati dan aku suatu saat dapat
mengetahuinya, Kemarin siang aku baru saja menerima kabar dari Onghu, bahwa ada
orang yang mencoba ingin membunuh Ongya dan katanya, ia terluka parah. Aku pergi
ke istana untuk mencari kepastian, ternyata memang benar Ongya ada yang
menyerang tetapi ia tak terluka."
Siau Po terkejut. "Jadi hanya dusta belaka kalau dia itu terluka parah?" tanya Siau Po heran.
"Ongya menjelaskan padaku bahwa ia sengaja memberi kabar bahwa ia terluka
parah." katanya, "Maksudnya, dengan demikian musuh akan terpancing, baik untuk
membuktikan atau untuk mencoba membunuhnya lagi, jikalau musuh berbuat hal yang
sembrono maka dengan mudah ia dapat meringkusnya hanya dengan satu gebrakan."
"Benar-benar orang yang sangat licik." kata Siau Po seperti berkata seorang diri.
"Aku seharusnya dapat menerka demikian, Ah, sudah nyata kalau dia telah
mencurigai aku." kata Siau Po.
"Aku telah menanyakan siapakah musuhnya itu." kata Wan Wan. "Ongya tak
menjawab pertanyaanku, malah ia mengajakku ke suatu kamar, dan di atas
pembaringan ada seorang nona yang tangan dan kakinya terbelenggu. Tanpa
memandang lama-lama aku dapat mengenalinya kalau ia adalah anakku sendiri, sebab
raut wajahnya sangat mirip denganku semasa aku masih muda dulu, Dia pun
tercengang melihat aku. Hingga ia berdiam sekian lama, dan kemudian ia berkata,
apakah kau ibuku" Lalu aku menjawab, "Ya" dan itu adalah ayahmu, panggillah ia
ayah!" Mendadak A Ko marah bukan main, ia berkata dengan suara nyaring, "Dialah si
pengkhianat bangsa Han! Dia bukan ayahku! Dia justru yang telah membunuh ayahku
dan aku akan menuntut batas dengannya!"
Mendengar demikian Ongya bertanya kepadanya, "Siapakah ayahmu dan seperti
apa katamu itu" Dia menjawab, "Guruku tidak mengatakannya padaku, hanya
mengatakan kalau nanti aku bertemu dengan ibuku, ia yang akan menjelaskannya
padaku, Ongya lalu bertanya siapakah gurumu itu" Dia tak menjawab baik dengan cara
paksa atau pun dengan dibujuk, pada akhirnya ia mengatakan, kalau ia mendapat
perintah dari gurunya melakukan percobaan pembunuhan..."
Dalam hal ini Siau Po dapat menerka bahwa tujuh atau delapan dari sepuluh gurunya
sangat membenci Gauw Sam Kui, maka tak puas hanya dengan membunuhnya, Dia
sengaja menculik putri pengkhianat itu, dan dididik ilmu silat agar kelak anaknya yang
membinasakannya. Siau Po bangkit lalu pergi ke sisi jendela.
"Ya, aku mengerti sekarang." katanya dalam hati.
"Suhu memang tak menyukai A Ko, memang benar suhu telah mengajarkan ilmu silat
tetapi ia tak mengajarkan ilmu tenaga dalamnya. Dengan demikian ilmu silatnya masih
kurang jauh.,." kata Siau Po.
Mengingat cara berpikir Kui Lan yang ingin membinasakan pengkhianat itu, Siau Po


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ketakutan sendiri, karena anak disuruh membunuh ayahnya sendiri.
"Guru A Ko berpikir terlalu jauh, hingga membuatnya berbuat yang serendah itu,
Kalau A Ko berhasil berarti maksud dari gurunya dapat tercapai seandainya A Ko gagal
itu tak kurang suatu apa. Siapa wanita yang akan membunuh ayahnya sendiri"
Mengetahui hal itu bukankah akan menjadi pukulan keras pada dirinya" Bukankah
dengan demikian ia akan tersiksa hingga ia akan mengalami goncangan jiwa dan itu
lebih berat dari dirinya mati?" kata Wan Wan.
"Sekarang semuanya sudah beres," kata Siau Po. "Sekarang sudah tak ada lagi
kejadian yang hebat Dia gagal dengan percobaan pembunuhannya, dan kalian sudah
berkumpul bersama dengan keluargamu. Apabila kau beritahu duduk persoalannya
pada A Ko bukankah hal itu menjadi indah?" kata Siau Po.
Nyonya itu menarik napas panjang.
"Jika terjadi hal yang kau maksudkan itu merupakan karunia bagi keluargaku, dan
aku akan merasa sangat bersyukur pada Thian Yang Maha Kuasa." katanya kemudian.
"A Ko anak kandungmu, siapa pun yang melihat ia akan mengetahui bahwa kau
adalah ibunya, jikalau bukan kau yang begini cantik yang kecantikanmu dapat membuat
ikan selam tenggelam, burung belibis terbang jauh, mana dapat terlahir seorang anak
perempuan yang demikian cantik, yang kecantikannya membuat bunga malu dan
rembulan menyembunyikan dirinya, Dan kalau Ongya tak sudi melepaskan A Ko itu
mustahil ia diculik sewaktu berusia dua tahun, mana mungkin ia dapat disalahkan?"
"Akan tetapi Ongya berpikir lain." kata si nyonya pada Siau Po yang terbengong saja.
"Kau tak mau mengaku aku sebagai ayahmu" Jelas sudah bahwa kau bukan anakku,
jangankan kau bukan anakku, jikalau kau benar sebagai anakku, kau telah berbuat
kurang ajar terhadap orang yang kedudukannya lebih tinggi dari kamu, perbuatanmu tak
mengenal undang-undang dan langit, sama saja kau tak dapat dibiarkan hidup di dalam
bumi ini." kata Ongya yang ucapannya ditirukan oleh Wan Wan.
Siau Po tersenyum. "Oh, memangnya dia suka mengusap hidungnya ?" tanya Siau Po.
"Kau tidak tahu itu memang suatu kebiasaan dari Ongya." sahut nyonya itu dengan
suara bergetar. "Asal ia mengusap hidungnya itu berarti ia akan membunuh orang, semenjak dahulu
tak pernah berubah."
"Oh," Siau Po berseru pula, "Jadi bagaimana sekarang" Apakah ia sudah
menghukum mati atau belum pada A Ko?"
"Sekarang ini belum," kata si nyonya yang cantik itu.
"Ongya.... Dia masih ingin mencari tahu siapakah yang telah membunuh anak itu.,."
kata si nyonya. Kali ini Siau Po tertawa.
"Jikalau demikian Ongyamu mempunyai penyakit curiga?" kata Siau Po. "Dia jadi raja
yang toIol, Begitu aku melihat kau langsung aku menjadi tahu bahwa kaulah ibunya A
Ko, karenanya mana mungkin ia bukan ayah A Ko, rupa-rupanya ia sangat mendongkol
karena A Ko telah mencoba akan membunuhnya...."
Bicara sampai di situ Siau Po memperlihatkan wajah serius, lalu ia meneruskan
katakatanya. "Sekarang kita harus cepat memikirkan cara untuk menolong A Ko. jikalau
Ongya kamu sampai mengusap hidungnya, oh, celaka!"
"Aku mengundang Tayjin ke mari untuk membicarakan masalah ini." kata Tan Wan
Wan. "Menurut aku Tayjin menjadi utusan dari baginda raja, Ongya tentu dapat
memandang mata padamu, Karena A Ko telah menyebut dirinya sebagai dayang maka
hanya Tayjin yang dapat menolongnya, Tayjin dapat menggunakan alasan tuan putri
menghendaki dayang itu, aku percaya Ongya tak dapat menolak permintaanmu."
Siau Po mengepal tangannya lalu dipakai untuk mengetuk-ngetuk kepalanya.
"ToIoI.... Tolol!" katanya kemudian beru!ang-ulang, "Aku telah terkena bual olehnya."
Tan Wan Wan menjadi heran.
"Telah terjadi apakah?" tanyanya.
"Akalmu itu sudah aku gunakan sejak tadi siang." jawab Siau Po dengan kesal "Tidak
tahu-nya.,., Ongya kamu lebih lihay dariku. Aku bagaikan terbelenggu tangan dan
kakiku, Kau tahu pada Ongyamu aku telah membebaskan seseorang dan ia telah
memberikannya, tetapi orang yang aku minta itu bukannya A Ko.,,."
Tan Wan Wan menjadi heran dan ia terus menatap Siau Po.
Tanpa menunggu pertanyaan lagi, Siau Po lalu mengikuti Kok Siang ke dalam
penjara bawah tanah itu untuk mengenali A Ko sebagai seorang dayang, Bagaimana
orang itu telah mengetahui bahwa nona itu bukannya A Ko, ia hanyalah sebagai kawan
kenalan saja, ia mengakui nona itu adalah seorang dayang sehingga ia dapat
membawa pulang nona itu. "Kiranya Kok Siang telah melaksanakan tipu daya padaku." kata Siau Po. "Di depan
orang pengawal Peng See Ong, dia mengatakan dengan keras bahwa dayang tuan
putri itu telah ia serahkan padaku, Karena itu mana mungkin aku dapat meminta
seorang dayang lagi" jikalau aku sampai berbuat demikian maka ia akan berkata
padaku, Wie Tayjin, berhubung dengan ini, apakah Tayjin sedang bermain-main
denganku" Toh dayang yang mencoba membunuh Ongya telah aku serahkan
kepadamu di depan umum, Aku melakukan itu dengan tanggung jawab dan dengan
kopiah kebesaran Dia tentu akan menambahkan bahwa dayang tersebut harus
dikompas agar ia dapat memberitahukan siapakah yang memerintahkannya berbuat
demikian sekarang aku akan mengambil lagi tidakkah itu lucu?"
Bicara demikian Siau Po menirukan gerak gerik Kok Siang.
"Tayjin benar memang begitu gayanya Hee Congpeng, jadi benar kiranya mereka
sudah menggunakan akal muslihat itu untuk membungkam mulut Tayjin...."
Siau Po kesal sekali. "Sungguh orang yang bejat!" kata Siau Po mendongkol.
Tan Wan Wan mengawasi Siau Po dan menatapnya.
"Asalkan mereka berani mengganggu sehelai rambut saja," katanya dengan suara
keras, "Aku akan mengadu jiwa dengan mereka, Oh, si telur busuk!" katanya pula.
Tan Wan Wan memberi hormat seraya merapatkan kedua tangannya dan
membungkuk. "Terima kasih Tayjin kau telah menyayangi anakku, namun.,." katanya tersendatsendat.
Repot Siau Po membalas hormat nyonya cantik itu. ia lalu berkata: "Sekarang juga
aku akan membawa pasukanku untuk menyerbu dan membinasakannya, jikalau aku tak
sanggup menolong A Ko aku bukan lagi seorang She Wie, Biarlah She Ku menjadi She
Gouw, hingga aku disebut Gouw Siau Po...."
Tan Wan Wan Siau Po yang ada di depannya, ia agak nyeri saking hatinya
tergoncang, Diluar dugaannya utusan raja ini menjadi demikian gusar dan sudah
mengeluarkan kata-kata sembarang.
"Tayjin baik sekali terhadap A Ko?" katanya dengan sabar dan suaranya lembut,
"Sudah jangan sungkan-sungkan apa itu Tayjin segala!" kata Siau Po yang telah
habis kesabarannya. "Jikalau kau mau menganggap aku sebagai orang sendiri panggil saja namaku.,.,
Siau Po.... Dan sebenarnya aku harus memanggil bibi padamu, Akan tetapi yang
menjadi paman membuat aku panas hati.,,."
Dengan "BIBI" dimaksudkan "Pee-Bo" atau "Pee-EnT yaitu bibi yang tingkat usianya
lebih tua, sebaliknya dengan "Siok-Bo" atau "Encim" yang usianya lebih muda, Kepada
Gauw Sam Kui, Siau Po menyebut "Pee Hu" yaitu paman yang lebih tua, sebab ia
memanggil "Pee Em" pada Wan Wan.
Nyonya Tan mendekat pada Siau Po lalu meletakkan tangan kanannya pada bahu si
bocah itu. "Siau Po, jikalau kau tidak keberatan, panggillah aku A Ie!" katanya, (A Ie berarti
bibi misanan). Mendengar ucapan nyonya Tan, Siau Po menjadi girang.
"Aku akan memanggilmu A Ie!" katanya, "Didalam Lee Cun Wan di Yangcu...."
Tiba-tiba Siau Po menghentikan kata-katanya,
Wan Wan tidak merasa heran, ia sudah dapat menerka sebab-sebab Siau Po
berhenti bicara, Rupanya di dalam Lee Cu Wan, setiap bunga raja dipanggil A-Ie.
"Aku senang sekali mempunyai keponakan seperti kau, tetapi kau tak dapat
mengambil sikap keras terhadap Ongya, Kau tahu sendiri, dalam kota ini tentaranya
berjumlah besar sekali. Taruh kata kau menang, tetapi jika ia membunuh A Ko
bukankah kita akan mengalami penyesalan seumur hidup...?"
BoIeh dikatakan untuk sesaat Siau Po dapat melupakan kemarahannya, Si bibi
berbicara dengan lemah lembut dan suaranya merdu, gerak geriknya pun sangat halus,
Siau Po tertarik bukan main, ia pun diperlakukan sebagai keponakannya sendiri.
"Habis, A Ie! Apakah daya A-Ie untuk menolong A Ko yang sedang dalam keadaan
seperti itu?" tanyanya.
Wan Wan berpikir sebelum ia menjawab.
"Aku berpikir, lebih baik aku menasihati A Ko agar mau mengakui Ongya sebagai
ayahnya." katanya, "Dengan demikian Ongya tak mungkin membunuhnya...."
Belum berhenti kata-kata si nyonya tadi, tiba-tiba dari luar terdengar orang berkata
dengan suara keras sekali.
"Mengakui si pengkhianat sebagai ayahnya?" katanya dengan suara keras, "Mana
ada aturannya?" Menyusul masuk seorang laki-laki dengan tubuh yang cukup tinggi dengan tongkat di
tangannya, Biksu itu juga bermuka segi tiga, janggutnya sudah berubah warna,
sepasang matanya yang tajam menatap, ia berdiri di ambang pintu.
Siau Po terkejut karena pendeta itu keren sekali, ia mundur tiga langkah seperti akan
berlindung pada nyonya itu.
Wan Wan tidak merasa takut, bahkan sebaliknya sangat senang dengan datangnya
orang suci itu. "Oh, kau datang?" katanya dengan girang.
"Ya, aku datang." sahut pendeta dengan suara halus, matanya yang semula melotot
berubah sayu. Setelah sinar mata mereka menjadi bentrok nampak mereka sangat girang satu
dengan yang lainnya. Siau Po diam saja. "Siapakah pendeta tinggi besar yang keren itu?" tanyanya dalam hati, "Mungkin....
Mungkinkah ia gendak A-Ie" Atau ia sering mengajak pelesiran sewaktu A-Ie berada
dan menjadi bunga raja" Kalau benar ini tidaklah aneh. Sewaktu aku sendiri menjadi
pendeta, aku sering pergi ke rumah hina." katanya dalam hati.
Ketika itu terdengar pula suara Tan Wan Wan.
"Jadi kau sudah mendengar semua pembicaraan itu?" tanyanya.
Pendeta tua itu mengangguk.
"Ya, aku telah mendengar pembicaraan kalian." katanya.
Mendadak Wan Wan menyandarkan tubuhnya dalam rangkulan orang itu. ia
menangis tersedu-sedu, dan dengan tangan kirinya pendeta itu meng-usap-usap kepala
Wan Wan. Menyaksikan hal itu Siau Po menjadi heran sendiri, maka ia pun berkata, "Apakah
kalian menganggap aku sebagai orang mati" Atau kalian menganggap aku sebagai
patung" Baiklah jika kalian menganggap aku seperti itu aku akan diam saja melihat
tingkah kalian." kata Siau Po dengan suara keras.
Akhirnya Wan Wan berhenti menangis, setelah mendengar kata-kata Siau Po itu. ia
lalu mengangkat kepalanya dan berkata.
"Benarkah kalian akan menolong A Ko anakku?" tanyanya dengan suara yang
terisak-isak. "Benar." jawab si pendeta, "Aku akan menolongnya dengan sekuat tenagaku, Walau
bagaimanapun anak itu tak dapat mengaku Ongya sebagai ayahnya, apalagi sebagai
ayah kandungnya." demikian katanya dengan suara gagah.
"Ya, ya, aku keliru." kata Wan Wan, "Aku hanya memikirkan bagaimana caranya agar
aku dapat menolong anakku itu tanpa memikirkanmu, Aku, aku.,, aku... menyesal...!"
Biksu itu tertawa, walaupun tawanya itu bernada sedih.
"Aku mengerti, dan aku tak menyalahkanmu tetapi anak itu tidak dapat mengakui si
pengkhianat itu sebagai ayahnya, tidak dapat,., pasti tidak dapat." kata si Biksu.
Suara itu sangat pelan tetapi nadanya sangat berwibawa dan memerintah.
Dan pada saat itu terdengar suara langkah kaki yang disusul dengan suara tawa
yang menuju ke arahnya, Dan orang itu berkata dengan suara yang masih keras.
"Oh, sahabat kawanku, kau telah sudi datang ke kota Kun Beng ini, sungguh terang
muka Siau Ong!" "Siau Ong" berarti raja kecil, Dan kata itu dipakai juga untuk menggantikan kata "Aku"
puIa. Mendengar dan mengenali suara itu Siau Po dan juga Tan Wan Wan kaget sekali,
wajah mereka menjadi pucat Tetapi justru sebaliknya dengan pendeta itu. ia tetap
tenang seperti tak terjadi apa-apa hanya matanya melihat lebih tajam.
Tiba-tiba tampak bayangan pedang, menyusul gordeng telah tertebas putus dari luar,
hingga di lain waktu di depan pintu yang tak teralingi apa-apa itu tampak Gauw Sam Kui
berdiri dengan tawanya yang menunjukkan hatinya sangat senang dan di samping kiri
dan kanannya berdiri pengawal pribadinya.
Dengan suara nyaring Gauw Sam Kui memasukkan pedang dalam sarungnya, tetapi
suara itu disusul dengan suara berisik dalam kamar dan debu pun pada bertaburan,
sebab tembok dari empat penjuru itu rubuh dari arah luar.
Maka nampak beberapa pengawal-pengawalnya pada masuk melewati tembok yang
runtuh itu, Tembok itu telah digempur dengan palu yang sangat besar sehingga
sangatlah mudah untuk merubuhkannya.
Para pengawal itu bersenjatakan panah dan tombak yang kesemuanya di arahkan
pada mereka, Mereka terancam sebab jika Gauw Sam Kui memberikan isyarat, maka
anak panah dan tombak itu menyerang mereka,
"Wan Wan kau keluar!" terdengar suara keras dari Gauw Sam Kui pada istrinya.
Nyonya itu sangsi dengan perintah itu, tetapi ia pergi juga, Baru satu langkah
akhirnya ia membatalkan meneruskan langkahnya, dan lalu ia menggelengkan kepala.
"Aku tak mau keluar!" katanya, ia lalu menoleh pada Siau Po dan langsung berkata,
"Siau Po urusan ini tidak ada sangkut pautnya dengan kau, untuk itu pergilah kau
keluar!" Tetapi sekarang Siau Po atau utusan kaisar itu, bukannya menerima anjuran itu
malah ia berkata. "Aku tidak mau keluar. Jika kalian berani, bunuhlah aku!"
Kata-kata itu ditujukan pada Gauw Sam Kui.
Si Biksu sebaliknya menggoyangkan kepalanya.
"Kalian berdua keluarlah.." katanya dengan sabar dan tenang.
"Aku si pendeta tua, memang sejak dua puluh tahun yang lalu seharusnya aku sudah
mati." Tan Wan Wan menarik tangan si Biksu tua itu.
"Tidak.... Tidak.,.!" katanya, "Kau tak dapat mati sendiri kita harus mati
bersamasama!" "A-Ie apakah kalian sangka aku takut mati?" kata Siau Po.
Gauw Sam Kui gusar hingga ia kalap, lalu mengangkat tangannya dan menuding ke
arah Siau Po. "Wie Siau Po kau berteman dengan pemberontak jikalau aku membunuhmu, aku
akan mendapatkan hadiah dari baginda raja dan bukannya hukuman!" katanya.
Bagian 57 Habis berkata demikian Gauw Sam Kui menatap Tan Wan Wan dan berkata kepada
Ong Hui Ong. "Wan Wan, mengapa kau begini sembrono dan bodoh" Masihkah kau tidak ingin
keluar?" Nyonya Tan menggelengkan kepalanya.
"Pemberontakan apa?" kata Siau Po dengan keras selagi sang bibi tak mau dipaksa
keluar "Memang aku tahu, kau paling pandai menuduh dan memfitnah orang baik-baik."
Dari murka Gauw Sam Kui berubah tertawa, rupanya ia menganggap Siau Po itu
lucu. "Oh bocah cilik kau rupanya masih belum tahu siapa pendeta tua itu." katanya, "Kau
tahu kau membuat kau terselubung hingga kau tak melihat apa juga, Dengan demikian,
kalau nanti kau pergi ke neraka kau masih belum tahu siapa yang mengantarkan
jiwamu pergi ke sana?"
Belum lagi Siau Po menjawab pertanyaan itu, sang Biksu sudah mendahului berkata
dengan keras. "Aku si orang tua, berjalan aku tak berubah She ku, duduk aku tidak menukar
namaku! Akulah Cian Ong si raja langit, She Lie bernama Cu Seng!"
Mendengar kata-kata tersebut Siau Po tersentak kaget bukan main.
"Kau.... Kaukah Lie Cu Seng?" tanyanya.
"Tidak salah, saudara cilik!" katanya, "Nah, kau keluarlah! Seorang laki-laki sejati
dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya sendiri, Aku si orang She telah
mengalami perang beratus-ratus kali dalam usiaku yang tujuh puluh tahun lebih, jikalau
aku mati aku tak sudi ditemani oleh pembesar cilik bangsa Tatcu."
Setelah selesai ucapan Lie Cu Seng itu, Gauw Sam Kui berseru karena gusar, Akan
tetapi sekonyong-konyong tampak satu bayangan putih berkelebat sebab dari atas atap
telah melompat turun seorang yang jatuhnya tepat ke arah kepala raja muda itu.
Ketika itu di belakang Gauw Sam Kui telah bertambah para pengawal yang langsung
menyerang bayangan putih itu dengan pedangnya.
Bayangan putih itu hanya mengibaskan ujung bajunya dan terasa angin yang berasal
dari bajunya, Maka tak ayal lagi empat pengawal yang menyerangnya terpental ke
belakang beberapa langkah, menyusul bayangan putih itu menyerang raja muda.
Setelah mendapatkan serangan yang mendadak dari bayangan putih, Gauw Sam Kui
terpental masuk ke dalam kamar.
Bayangan putih itu pun ikut masuk ke dalam kamar, kali ini ia menggerakkan
tangannya yang kiri langsung ke arah bahu Peng See Ong.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gauw Sam Kui mengeluarkan suara tertahan lalu jatuh terduduk di Iantai.
Kali ini bayangan putih itu tidak menyerangnya, hanya menekan ubun-ubun Gauw
Sam Kui setelah ia lebih dahulu mengawasi ke empat penjuru.
"Cepat letakkan anak panah kalian!" Demikian bentaknya dengan suara bengis.
Dalam keadaan seperti ini, meskipun kepala perang mereka terancam maut, tidak
ada yang berani menggerakkan tangan apalagi menggerakkan anak panahnya.
Siau Po segera mengenali bayangan itu. "Suhu." ia berseru memanggil Ternyata
bayangan putih itu Kiu Lan gurunya, yang telah mengikuti Siau Po sejak ia
meninggalkan kamarnya, dan selama itu rombongan Cin Thian Coan tidak berani
sembarangan bergerak turun tangan, dan setelah ia melihat rombongan Gauw Sam Kui.
Kemudian Kiu Lan menoleh pada Lie Cu Seng.
"Benar kau Lie Cu Seng?" tanyanya.
"Tidak salah," jawabnya. ia adalah si raja langit yang menentang pemerintah, tetapi
ia mengalami kegagalan dan usahanya buyar.
"Aku dengar kabar bahwa kau telah terkena hajar orang di gunung Kiu Kiong San
dan kau mati, kenapa sampai saat ini kau masih hidup?" tanya Kiu Lan.
Orang She Lie itu mengangguk.
Kiu Lan menatap terus, "Apakah A Ko anak perempuanmu yang kau dapat dari dia?"
tanyanya sambil menunjuk pada Wan Wan.
Liu Cu Seng menghela napas lalu menoleh pada Tan Wan Wan dan langsung
mengangguk. Gauw Sam Kui mendongkol sekali, maka ia lalu berkata dengan suara yang keras.
"Seharusnya aku mengetahui hanya kaulah si bangsat yang dapat melahirkan
anak..!" Kiu Lan menendang punggung Gauw Sam Kui maka terdengarlah suara mengaduh
dan kata-kata-nya terputus-putus secara tiba-tiba.
"Kamu berdua pengkhianat! Jalan setengah hati jalan delapan tail!" cacinya, "Di
antara kalian berdua entahlah yang mana yang lebih jahat dan lebih kejam?"
Liu Cu Seng memukulkan tongkatnya pada lantai maka terdengarlah suara nyaring
dan lantai itu pun pecah.
"Hai biksu hina dina, siapakah kau" Mengapa kau berlaku begini kurang ajar?"
bentaknya. "Jangan kurang ajar!" selak Siau Po pada si biksu. Dengan tibanya gurunya ia
menjadi berani dan bersemangat sekali.
"Apakah kau sudah bosan hidup maka kau berani kurang ajar terhadap guruku ini"
Kau memang si pemberontak dan pembuat huru hara! Kata-kata guruku tak pernah
keliru!" katanya. Suara keras itu diakhiri dengan datangnya tiga buah tombak yang semuanya
diarahkan pada Kiu Lan, maka Kiu Lan berkelit.
Biksu itu mengibaskan tangan kanannya dan dua buah tombak berhasil
dilumpuhkan. Dan tangan kirinya mengambil tombak yang satu dan ia melemparkan
tombak itu kembali ke arahnya.
Di luar jendela terdengar dua kali jeritan kesakitan itulah jeritan dua orang pengawal
yang mati terkena tombaknya sendiri, yang tadi mereka arahkan pada Kiu Lan.
Dengan tombak di tangan kirinya Kiu Lan mengancam si pengkhianat besar, Asal ia
menggerakkan tangannya maka matilah si raja muda itu. "Kamu jangan lancang
bergerak!" kata Gauw Sam Kui pada para pengawalnya, "Kamu semua mundur sepuluh
langkah!" Para pengawal itu serempak menyahut, dengan bersama mereka mundur beberapa
langkah. Kiu Lan tertawa dingin, ia mengawasi Gauw Sam Kui dan Lie Cu Seng secara
bergantian. "Hari itu suatu kebetulan." katanya dengan suara tawar.
"Di dalam kuil yang kamarnya kecil ini telah berkumpul pemberontak kelas satu pada
jaman dahulu dan jaman sekarang, serta pengkhianat terbesar bangsa Han sejak jaman
dahulu dan jaman sekarang."
"Masih ada lagi." kata Siau Po menambahkan "Di situ terdapat nona tercantik dari
jaman dahulu hingga jaman sekarang, serta jago silat terbesar dari jaman dahulu
sampai jaman sekarang."
Mendengar suara muridnya itu, mau tidak mau si Biksuni tersenyum ia tahu muridnya
itu konyol. "llmu silat nomor satu aku tidak mau terima tetapi pelawak nomor satu sejak jaman
dahulu hingga sekarang aku mau terima." ujar Kui Lan.
Siau Po tertawa menggelegar.
Mau tidak mau Tan Wan Wan pun tersenyum, ia tengah menyaksikan sesuatu yang
sangat lucu. Gauw Sam Kui dan juga Lie Cu Seng, tengah memikirkan cara untuk dapat
meloloskan diri dan tidak menikmati lelucon orang-orang itu. walaupun mereka diam
saja, wajah mereka sama-sama pucat dan mereka itu adalah orang-orang penting, yang
pernah dan biasa memimpin angkatan perangnya. Dan yang pernah merajai dan sering
mengalami macam-macam kesukaran. Tetapi kali ini mereka mengalami saat-saat yang
sulit luar biasa, Apalagi Peng See Ong, beberapa macam akal telah digunakannya
tetapi tidak satu pun yang dapat dipakai.
Akhirnya Lie Cu Seng menghadapi Kiu Lan.
"Sekarang kau mau apa?" tanyanya dengan keras.
"Aku mau bagaimana?" ia balik bertanya dan tertawa dengan suara dingin, "Dengan
tanganku sendiri aku hendak membunuh kalian!"
"Su Thay," Tan Wan Wan mengelak. "Apakah Su Thay guru A Ko anak
perempuanku?" Kiu Lan tertawa tawar. "Akulah yang menculik anakmu itu dan membawanya pergi." jawabnya dengan
tenang. "Aku mendidiknya dengan ilmu silat dan aku pula yang membesarkannya agar nanti
jika sudah dewasa ia yang akan membunuh pengkhianat bangsa Han atau ayah tirinya."
katanya dengan jelas. Berkata demikian Kiu Lan kemudian menusuk Peng See Ong dengan tombak yang
ada di tangannya hingga mengenai dagingnya sedalam satu dim dan si raja muda itu
menjerit kesakitan. "Su Thay!" kata Wan Wan dengan kaget sekali. "Dia dan Su Thay tidak saling kenal
dan tidak pula bermusuhan!" katanya dengan cepat,
Kiu Lan mengangkat kepalanya sambil berkata, "Dia denganku tidak kenal dan tidak
bermusuhan?" katanya.
"Siau Po, beritahukan dia siapa aku, agar pemberontak-pemberontak itu tahu
sebelum ia mati dan sudah mengetahui sebab-sebab kematiannya itu!" kata guru Siau
Po, "Guruku itu adalah putri kandung dari baginda Cong Ceng kaisar dari kerajaan Beng
yang maha besar" kata Siau Po yang menjelaskan pada mereka bertiga.
Tan Wan Wan, Gauw Sam Kui dan juga Lie Cu Seng mendengarkan kata-kata Siau
Po, mereka sama-sama tak menyangka tetapi mereka akhirnya tertawa bersama.
"Bagus.,., Bagus!" serunya, "Dahulu kala aku telah memaksa mati ayahmu, sekarang
aku mati di tanganmu, Maka kematian itu jauh lebih menang dalam peperangan dengan
pengkhianat besar" ia maju selangkah dan menancapkan tongkatnya ke lantai
Kemudian ia merobek bajunya dan tampak dadanya yang berbulu.
"Tuan putri, kau boleh turun tangan sekarang, aku si orang She tidak mati di tangan
pengkhianat besar tetapi aku mati di tangan tuan putri dari kerajaan Beng itu bagus."
katanya pada Kiu Lan. Kiu Lan membenci dan sakit hati terhadap Lie Cu Seng sampai ke tulang-tulang, ia
sangat menyesal sewaktu ia mendengar berita bahwa Lie Cu Seng telah mati di gunung
Kiu Kiong San. Maka dengan demikian sudah tidak ada kesempatan untuk membalas
dendam sakit hatinya itu. Ternyata sekarang musuh besarnya itu masih hidup, dan
sudah terjatuh ke tangannya, ini di luar dugaannya, ia sangat girang tetapi setelah ia
mendengarkan kata-katanya yang gagah itu dan juga sikapnya, ia menjadi kagum
sekali. "Tuan kau sungguh laki-laki sejati!" katanya, "Sekarang begini! Terlebih dahulu aku
akan membunuh musuhmu agar kau dapat melihatku, baru kemudian aku akan
mengajakmu bermain-main sampai mati."
Liu Cu Seng girang sekali, ia pun memberi hormat pada tuan putri yang sekarang
sudah menjadi biarawati itu. ia memberi hormat seraya berkata.
"Terima kasih Kongcu, aku yang rendah bersyukur tak habis-habisnya! Karena
keinginanku yang paling utama adalah menyaksikan kematian si pengkhianat besar
pada bangsa Han!" Sementara itu pikiran Kiu Lan telah berubah secepatnya, dan ia menyaksikan Gauw
Sam Kui terdiam saja, Di bawah ancaman tusukan tombak, si pengkhianat itu malah
merintih kesakitan, sama sekali ia tak meronta-ronta, ia seorang jago selama merantau
di Kang Ong. Tidak sedikit para jago yang terbinasa di tangannya, tetapi tiada yang sepengecut
pengkhianat ini. Hingga tak ada keinginannya untuk membinasakannya sendiri, maka ia
lalu menghadapi Cu Seng. "Aku hendak membuat engkau memenuhi keinginanmu." katanya, "Nah, kau
bunuhlah dia!" katanya pada Cu Seng.
Bukan main girangnya orang itu.
"Terima kasih!" katanya setengah tertunduk menghormati dan setelah itu ia pun
mentap Gauw Sam Kui dan berkata bengis.
"Pengkhianat jahanam, dahulu sewaktu dalam peperangan aku tak beruntung dan
aku dapat kau kalahkan. Tak disangka kau kini telah ditaklukkan oleh Kongcu, Kalau
aku membunuhmu dengan begini saja, aku rasa kau pun tak merasa puas, kau tentu
akan mati dengan mata merem."
Bekas pimpinan pemberontak ini mengangkat kepalanya dan menghadap pada Kiu
Lan. "Kongcu yang mulia." katanya.
"Tolong Kongcu merdekakan dia agar aku bertempur secara laki-laki sampai salah
satu di antara kami akan mati!" pintanya.
Kiu Lan mencabut tombaknya.
"Baik," sahutnya, "Mari kita lihat mana yang lebih dahulu dapat membinasakan
lawan!" Gauw Sam Kui yang sedari tadi hanya mendekam saja, setelah mendengar kata-kata
mereka itu, mendadak bangun dan langsung menyerang tuan putri itu.
Kiu Lan terkejut akan tetapi ia selalu bersiap sedia.
"Makhluk tak tahu diuntung!" katanya sedang tombak yang ada di tangan kirinya
dipakai untuk menggeprak tombak lawan.
Gauw Sam Kui kaget sekali, geprakan itu membuat tenaganya habis, bahkan
tangannya kesemutan. Bukan saja ia gagal membokong, bahkan tongkatnya terlepas
dengan sendirinya ke lantai dan menyusul tombak lawan sudah mengarah pada
kerongkongannya. Dengan hati ciut dan takut bukan main, Peng See Ong melangkah mundur agar
ujung tombak tak menemui sasaran. Akan tetapi Kiu Lan mengikuti terus dan ujung
tombaknya mengancam tempat yang sama, sampai orang itu mepet pada tembok dan
tak dapat mundur lagi. Sementara itu Lie Cu Seng menjemput tongkatnya, maka di lain pihak, Kiu Lan terus
menyerahkan tombak itu pada raja muda seraya berkata.
"Nah, kalian berdua, pergi kalian bertempur secara jantan dan jadilah kalian sebagai
laki-laki sejati!" "Baik," Gauw Sam Kui berseru, dan menurut kebiasaan berlaku licik tanpa
mengatakan apa-apa ia langsung menyerang lawan. walaupun mereka berhadapan
serangan itu adalah serangan membokong.
Lie Cu Seng waspada dan telah siap sedia, maka itu ia dapat menangkis serangan
itu, setelah itu dengan hati panas ia membalas menyerang maka di situ mereka
bertempur. Kiu Lan diam-diam menarik tangan Siau Po dan dibawanya ke belakang tubuhnya,
sehingga Siau Po terlindung dengannya, Mereka itu bertempur dengan menggunakan
senjata tajam, maka bila ada diantara mereka yang tidak konsekwen, tak ayal pula
mereka kena sasaran. Tan Wan Wan juga pergi ke pojok tembok, mukanya sangat pucat, tak berani
menonton pertarungan itu, ia memejamkan matanya sebab kedua orang itu suaminya
dan bekas suaminya, Sewaktu meram, ia membayangi suatu peristiwa di masa dahulu.
"Waktu itu ia berada dalam istana, Di dalam keraton kerajaan Beng, Sri baginda
Cong Ceng malam-malam datang padaku, Dia sangat memuji kecantikanku, Besok
paginya baginda tak menghadiri rapat istana seperti biasanya, ia selalu berada dalam
keraton menemaniku ia menyuruh aku bernyanyi untuknya, ia pun membedakiku dan
memakaikan aku Yang-Ji hingga kedua bibirku menjadi merah.
Setelah itu ia menyipat alisku, Baginda telah berjanji akan mengangkatku sebagai
Kui Hui, selirnya yang sah. Dan kemudian akan mengangkatku sebagai Honghouw,
permaisuri ia sampai mengatakan semenjak itu dalam istana tak ada lagi yang
dipandang mata, dalam hal kecantikan.
Saat itu baginda masih muda akan tetapi suatu saat, sewaktu ia sedang tertawa
mendadak ia berhenti dan diam saja, Maka di mataku ia tak lebih dari laki-laki
bangsawan lainnya yang biasa datang berkunjung ke tempat-tempat pelesiran.
Selama tiga hari, siang dan malam tak pernah ia meninggalkan aku sekalipun satu
langkah, Di hari keempat aku tersadar terlebih dahulu, Aku heran menyaksikan
wajahnya yang pucat, tiada darahnya, pipinya celong dan alisnya berkerut itu pertanda,
sekalipun dalam tidurnya, ia masih saja berduka.
Menyaksikan hal itu aku berkata dalam hatiku "lnilah seorang raja" Dia yang menjadi
dipertuan dalam suatu negara, mengapa ia tidak bergembira?"
"Hari itu baginda pergi ke suatu sidang istana, Mukanya tampak lebih pucat dan
matanya lebih cekung, Tiba-tiba ia marah padaku, ia katakan kalau aku telah
menggagalkan urusan negara, Katanya, ia adalah raja yang bijaksana, tidak dapat
terpengaruh oleh paras yang elok, Dan ia bukanlah raja Bo-To. Katanya puIa, ia akan
memperbaiki pemerintahan, lalu raja memerintahkan pada seorang kacung untuk
menyuruhku pergi dari istana. Katanya aku wanita siluman, hal itu setelah ia mengeram
tiga hari dalam kamarku, pemberontak Lie Cu Seng telah berhasil merampas tiga kota.
Aku tidak jadi berduka aku menganggap bangsa pria demikian adanya. Asal tidak puas
ia akan menyesatkan dan menggerutu pada wanita, Raja terus bersusah hati, ia
khawatir bukan main, ia paling takut dengan orang yang bernama Lie Cu Seng hingga
aku menerka-nerka. "Lie Cu Seng itu orang macam apa" Dia orang hebat, dia telah
membuat seorang raja menjadi takut padanya."
Ngelamun sampai di situ, Wan Wan membuka matanya, ia melihat Lie Cu Seng
tengah menyerang terus pada Gauw Sam Kui dan Peng See Ong senantiasa berkelit,
hingga dia tak kena tersodok atau terkemplang tongkat. Maka katanya dia dalam hati,
"Dia masih gesit, rupanya selama tahun-tahun yang belakangan dia tetap melatih
ilmu silatnya, Sebab... sebab... dia ingin menjadi raja dan hendak membawa tentaranya
menyerang jatuh Pakhia, kota raja?"
Kembali Kiu Lan ngelamun lebih jauh, Nyonya itu teringat ia sekeluarnya dari istana
sudah kembali ke Kok-thio hu, gedung mertua raja, yang ada seorang she Cu.
Pada suatu hari Kiu Lan dipanggil keluar untuk bernyanyi dan menari, Ketika itu, Ciu
Kok-thio tengah mengadakan pesta, justru malam itu Gauw Sam Kui melihatnya.
Dan ia pun melihat bagaimana mencorongnya sinar mata pria, yang sering ia
saksikan sinar mata Siau Po tadi sewaktu mereka mula-mula bertemu demikian pula.
Bukankah itu sinar mata umumnya kaum pria"
"Mungkinkah bocah itu pun tersesatkan kecantikanku seperti kebanyakan orang
dewasa?" Demikian pikirannya, Karena itu ia segera melirik Siau Po hingga ia
mendapat kenyataan bagaimana perhatian si bocah sangat tertarik oleh pertempuran
yang lagi berjalan seru itu. Kali ini Gauw Sam Kui yang berbalik melakukan serangan
pembalasan. "Setelah melihat aku, Gauw Sam Kui segera minta aku pada Ciu Kok-thio," Wan Wan
terus ngelamun lebih jauh, "Lewat beberapa hari, raja mengirimnya ke San-hay Wan
untuk memerintah di kota itu selaku persiapan kalau-kalau bangsa Boan-ciu datang
menyerbu justru itu Lie Cu Seng mendahulukan merampas Pakhia, Karena runtuhnya
kota raja, maka kaisar Cong Ceng mengasingkan diri di sebuah kuil di gunung Bwee
San. Dengan demikian juga aku telah tertawan, Lie Cu Seng pria yang bertubuh kasar
dan juga kekar, dan keren, orang yang ditakuti kaisar Cong Ceng sekalipun dalam
impian Dengan jatuhnya Pakhia Lie Cu Seng menjadi repot mengatur pemerintahan.
Banyak menteri dan pembesar istana yang ia hukum mati.Toh setiap malam selagi
menantiku ia selalu riang gembira, tertawa nyaring tenggoroknya pun keras sekali,
hingga di wajah tidur ia sering membuatku terbangun, ia pun berbulu seluruh tangan,
dada dan kakinya, belum pernah aku mendapatkan pria seperti dia...."
Wan Wan melirik juga ke medan pertempuran dan ia terus melamun.
"Dengan robohnya kota raja, Gauw Sam Kui sebenarnya sudah takluk pada Lie Cu
Seng, akan tetapi setelah ia mendengar berita telah dirampasnya Cu Seng, ia datang
terlebih dahuIu, ia meminjam tentara Boan. Dengan demikian ia telah membawa masuk
tentaranya, Lie Cu Seng pun membawa tentaranya dan menyambut tentara lawan,
maka terjadilah peperangan itu. Di situ tentara Boan datang secara mendadak maka
tentara Lie Cu Seng terkena hajar, pertempuran terbukti dengan adanya banjir darah
sampai beberapa puluh Lie dan mayat-mayat serdadu berserakan. Orang mengatakan
korban itu roboh dikarenakan aku. Karenanya aku dianggap mempunyai banyak dosa
besar. Atas dasar itu, Lie Cu Seng lari ke kota raja, Di sini ia segera naik tahta
kerajaan untuk menjadi raja, tetapi setelah itu ia mengajak kabur aku ke barat daya. Sementara
Gauw Sam Kui terus mengejarnya, walaupun kalah perang dan sedang melarikan diri,
Lie Cu Seng masih dapat tertawa riang gembira. Tentaranya berkurang setiap hari, hal
itu ia tidak dihiraukannya, ia berkata, pada asal mulanya ia tak mempunyai apa-apa,


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

karena itu paling ia hanya dapat kembali tidak punya apa-apa. Jadi hal itu tak usah
dijadikan heran ia pun pernah mengatakan selama hidupnya pernah membuat dirinya
puas, Pertama-tama ia telah berhasil memaksa hingga kaisar Cong menggantung diri.
Kedua ia pernah berhasil menjadi raja, dan yang ketiga ini halnya, ia telah berhasil
mendapatkan wanita tercantik dan dapat tidur dengan wanita itu bahkan ia menjelaskan
dari ketiga hal itu justru hal yang ketiga yang membuatnya sangat puas."
"Tidak berhasil sebagai Lie Cu Seng, adalah Gauw Sam Kui," demikian Tan Wan
Wan melamun terus menerus, "sebenarnya Lie Cu Seng ingin menjadi raja tetapi
keinginannya itu tidak pernah ia utarakan Tetapi aku ketahui itu, ia ingin menjadi raja
tapi takut, ia selalu ragu-ragu. Asal hari ini ia tidak mati mungkin tiba harinya ia
akan menjadi raja, Tak perduli dia menjadi raja di Kun Beng, tak perduli walaupun untuk satu
hari. Kaisar Eng Lek menyingkir ke Birma, Gauw Sam Kui mengejarnya dan ia berhasil
membunuhnya, maka orang mengatakan bahwa tiga orang raja mati di tanganku, ialah
Cong Ceng, Eng Lek dan Lie Cu Seng, yang memakai kerajaan Tay Sun. Kalau
kemudian Gauw Sam Kui berhasil menjadi raja, mungkin namanya pun dihitung dalam
daftar nama-nama raja yang mati karenaku.... Aku selalu ditimpa kesalahan runtuhnya
kerajaan Beng, matinya laksaan tentara, dan rakyat pada negara-negara keempat
kerajaan itu" Toh aku tak pernah melakukan perbuatan jahat, bahkan aku tak pernah
memfitnah mereka...."
"DahuIu karena kalah perang dan tentaranya buyar, Lie Cu Seng pada suatu malam
berpisah juga denganku, Aku diketemukan orang-orang Gauw Sam Kui dan aku
dibawanya pada kepala rombongan Dia sangat girang dan dia mengatakan bahwa
dengan mendapatkan aku dia sangat puas walaupun orang mencaci aku sebagai
pengkhianat bangsa Han. Tegasnya, dia melakukan segala apa tanpa meminta
pendapat umum. Aku pun telah berpikir, aku akan hidup tenang dan senang, tak perduli
orang berpangkat atau bangsawan buat aku sudah cukup asalkan aku tak jatuh ke
tangan orang lain hingga aku hanya menjadi permainan pria. Namun... lewat beberapa
tahun Congpeng Gauw Sam Kui diangkat menjadi Cin Ong, Sebagai raja muda ia harus
mempunyai putri. Berhubung itu adik Gauw Sam Bwee memberitahukan bahwa raja
sedang uring-uringan, menurut Gauw Sam Kui akulah yang harus diangkat sebagai istri
yang sah, tetapi ia tahu asal usulku. Kalau ia mengajukan diriku pada raja berarti ia
telah menghina raja, aku mengerti itu karena aku memang bunga raja, Aku
memberitahukan hal itu kepada adiknya agar namanya tak tercemar Sikapku itu
membuatnya bergembira, Buat aku menjadi Fuchin atau tidak sama saja, akan tetapi
setelah itu hatiku menjadi tawar. Demikian aku pindah ke mari Gauw Sam Kui harus
menjalankan acara pernikahannya, dan gedung itu akan menjadi tempat tinggalnya."
"Tiba-tiba Lie Cu Seng muncul, dan ia telah jadi biarawan, Aku sangat kaget karena
aku menyangka ia telah mati, Dalam beberapa hari aku berduka, Menurutnya, ia
menjadi biarawan karena terpaksa, untuk mengelabuhi mata orang banyak, Dan ia pun
tak suka mencukur seluruh rambutnya, tetapi memakai kuncir sebagaimana orang
Boanciu, Dalam beberapa tahun ia selalu memikirkan aku, bahkan di kota Kunbeng
saja, dia sudah berdiam tiga tahun lamanya, masih terus menantikan hari untuk
bertemu denganku. Hingga datanglah hari itu ia lebih sayang padaku, Dan mulai dari itu
ia selalu datang menemui aku hingga aku hamil anak itu. Karena adanya anak
perempuan itu hingga aku tak dapat bertemu lagi dengannya. Aku kembali ke istana
untuk memberitahukan pada Gauw Sam Kui bahwa aku kangen dengannya, Aku
diterima oleh Gauw Sam Kui yang sebenarnya tidak menyintai istrinya, tentang lahirnya
anak itu entah ia curiga atau tidak. Anak itu sangat mirip dengan aku. Sewaktu aku
berumur dua puluh tahun, pada suatu malam ia lenyap dan aku bingung, Aku
menyangka Lie Cu Seng yang telah mencurinya dari tanganku, maka aku
membiarkannya. Aku berpikir Lie Cu Seng pastilah kesepian dan ia mengambil anak itu
untuk menghiburnya, tetapi terkaanku tidak tepat."
Tiba-tiba Tan Wan Wan tersadar dari Iamunannya, ia mendapatkan percikan darah di
tangannya. Setelah ia melihat kedua orang yang sedang bertarung tampak muka Gauw
Sam Kui telah penuh dengan darah.
Di luar kuil itu sangatlah berisik, Para tentara Gauw Sam Kui berteriak-teriak tetapi
mereka tak dapat berbuat apa-apa. Dia hanya berteriak mengancam Lie Cu Seng dan
juga Kiu Lan, karena mereka khawatir Ongyanya celaka.
Gauw Sam Kui hampir habis napasnya, tapi tiba-tiba ia melompat bukannya
menyerang lawannya tetapi malah menyerang Tan Wan Wan dengan senjatanya,
hingga si nyonya berteriak dan mencoba berkelit.
Traaaang! Demikian suara melengking, itulah Lie Cu Seng yang menahan serangan
Gauw Sam Kui. Gauw Sam Kui menjadi kalap, ia terus saja menyerang Wan Wan secara beruntun,
namun selalu saja terhalang oleh senjata lawan.
"Aneh," pikir Siau Po yang menyaksikan pertempuran itu sejak semula, "Kenapa ia
bukannya menyerang lawan tetapi malah akan membunuh istrinya" Ah, aku mengerti
sekarang, rupanya ia cemburu pada Lie Cu Seng."
Kiu Lan dapat menangkap pikiran Gauw Sam Kui pikirnya.
"Pengkhianat ini tak dapat melawan Lie Cu Seng maka ia menggunakan akal
liciknya." katanya. Benar terkaan Gauw Sam Kui kalau Lie Cu Seng akan berusaha menolong Wan
Wan, maka secara tiba-tiba Gauw Sam Kui menyerang lawannya dan bukan pada Wan
Jejak Di Balik Kabut 39 Bara Diatas Singgasana Pelangi Di Singosari Karya S H Mintardja Menuntut Balas 25
^