Pencarian

Kaki Tiga Menjangan 28

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung Bagian 28


Wan. Maka hal itu tak dapat dielakkan lagi.
Lie Cu Seng kaget sekali sampai senjata yang ada di tangannya juga terlepas, maka
dengan demikian Gauw Sam Kui dengan mudah menodongkan senjatanya pada lawan.
"Nah, pemberontak, masih kau tidak ingin berlutut untuk mengatakan menyerah?"
tanyanya sambil tertawa. "Ya, ya," kata Lie Cu Seng sambil berusaha menekuk kakinya untuk berlutut.
Siau Po heran menyaksikan hal itu.
"Aku menyangka Lie Cu Seng adalah manusia luar biasa." katanya, "Kiranya dia pun
takut akan mati,..."
Baru saja Siau Po berpikir demikian, maka secepat itu ia lalu berguling di lantai untuk
mengambil tombaknya dan langsung digunakannya untuk menyerang kaki Gauw Sam
Kui. Gauw Sam Kui kaget, ia tak dapat mengelak serangan yang secara mendadak itu,
maka betisnya terkena hajar dan roboh, Sedangkan lawannya sudah berdiri dan
langsung menyerangnya lagi dan kali ini serangan mengarah pada bagian kepala.
"Mereka berdua sama-sama licik." kata Kiu Lan dalam hati. "Pantas kerajaan Beng
hancur oleh mereka!"
Sementara itu, di saat akan menusukkan tongkatnya Wan Wan melompat menutupi
tubuh Gauw Sam Kui dan berkata, "Bunuhlah aku lebih dahulu!"
Lie Cu Seng tak sanggup melakukan hal itu, ia hanya menghantamkan tongkatnya
pada tembok, maka terdengarlah suara yang sangat keras.
"Eh, Wan Wan apalah artinya semua ini?" tanyanya pada sang kekasih.
Wan Wan tak menjawab pertanyaan itu, akan tetapi akhirnya ia pun berkata juga
dengan suara perlahan. "Denganku ia telah menikah dua puluh tahun lebih, dan selama itu ia telah berbuat
baik terhadapku tak dapat aku membiarkan ia mati karena kau!" katanya.
"Minggir!" kata Lie Cu Seng dengan suara keras, "Aku dengannya adalah musuhl"
"Kau bunuhlah aku bersama dengan dia!" kata Wan Wan.
Bekas pemberontak itu pun menghela napas.
"Kiranya dalam hatimu masih ada dia.,.!" katanya menyesal
Kekasihnya tak menjawab, sebaliknya. "Kalau ia hendak membunuhmu aku pun
akan mati bersama denganmu...."
Tentara yang berada di luar berteriak-teriak dan akan menyerbu ke dalam setelah
mereka melihat Ongyanya jatuh, Kemudian seorang perwira berteriak "Cepat bebaskan
Ongya kami, biar kalian dapat kuberi ampun dari kematian!"
Ternyata dia adalah Kok Siang, menantu Peng See Ong. Kemudian dia berkata lagi
dengan suara keras. "Kawan-kawanku semua berada di sini, jikalau Ongya kami hilang sehelai rambutnya
saja, segera beberapa kepala mereka akan berjatuhan!"
Wie Siau Po heran maka ia menoleh keluar jendeIa. Dengan demikian ia melihat
Bhok Kiam Peng bersama Liu Tay Hong, Gauw Lip Sin dan yang lainnya keluarga Bhok
dalam keadaan terbelenggu bahkan di sana pun terlihat Cie Cian Coan dan Kho Gan
Ciauw, Hiang Ceng Tojin bersama orang Thian Tee Hwee berikut Tio Cee Hian, Thio
Kong Lian serta Giatjin Sie Wie begitu juga para perwira Jiauw Kie Eng semua pada
terbelenggu. Dan di belakang mereka para pengawal Peng See Ong, Dengan golok terhunus para
pengawal itu mengancam batang leher mereka.
Siau Po berpikir menyaksikan hal itu. "Taruh kata suhu dapat mengajak aku
menyingkir dari sini, dari kota Kun Beng, bagaimana dengan mereka itu" Bukankah
mereka akan mati" Buat membinasakan Gauw Sam Kui aku rasa tidak sekarang
juga...." Maka ia lalu mengambil keputusan, segera menghunus pisau belatinya dan
mengancam punggung Peng See Ong.
"Ongya, jikalau kita semua mati di sini itu sangat tidak menarik hati, maka sebaiknya
kita mengadakan jual beli!" kata Siau Po.
"Mau beli?" tanya Peng See Ong,
"Kau bebaskan A Ko serta kawan-kawanku, barulah kau akan aku bebaskan dari
ancaman guruku!" kata Siau Po.
"Baik aku setuju!" kata Ongya itu. "Ada satu hal lagi, kau harus memerintahkan pada
para pengawalmu untuk membawa Kongcu dan juga putramu untuk menghadap pada
baginda raja dan ibu suri sebagai mertuanya, Dan aku minta agar kau mengantarkan
aku dan rombonganku sampai pada batas kota!" katanya pula.
"Siecu dan Kongcu akan kau bawa pergi. itu sangatlah mudah. Aku berjanji akan
mematuhi kata-kata kita tadi, Kalau kau masih kurang percaya, jalanlah di belakangku
Jika aku berbuat yang tidak-tidak kau boleh menusuk aku beberapa kali. Toh aku
berada di depan kalian, dan kau pun pandai bermain silat."
Siau Po tertawa. "Bagus." pujinya, "Ongya berlaku jujur dan terus terang, kalah ya kalah menang ya
menang, seperti terbukti, kau memberontak pada kerajaan Beng, Kau terus berontak,
dan kau menakluk pada kerajaan Ceng, kau terus menakluk juga, Ya, sedikit juga
Ongya tak berpikir yang tidak-tidak."
Muka Gauw Sam Kui tampak merah padam. Sungguh tajam kata-kata anak yang
berada di depannya itu, ia tidak menghiraukan kata-kata itu malah berpaling pada Lie
Cu Seng. "Bagaimana dengan pemberontak ini" Dia toh bukannya sahabat baik dari Toutong?"
tanyanya, Siau Po tidak cepat-cepat menjawab, terlebih dahulu ia menoleh pada
gurunya. Belum lagi Kiu Lan menjawab pertanyaan itu tiba-tiba Lie Cu Seng sudah berkata
dengan suara nyaring. "Aku bukan sahabat karib pembesar anjing cilik ini." katanya.
"Bagus." kata Kiu Lan. "Pemberontak ini mempunyai tulang yang keras. Gauw Sam
Kui, biarlah pemberontak ini ikut kami!"
Tan Wan Wan menoleh pada biarawati itu, ia memperlihatkan sorot mata tanda
bersyukur dan memohon. "Su-Thay." panggilnya.
Kiu Lan berpaling ke lain arah, ia tak mau menatap sorot mata nyonya itu.
Gauw Sam Kui sementara itu sudah melangkah ke depan jendela lalu melongok
keluar dan berkata dengan suara nyaring.
"Sie-Cu bersama Wie Toutong akan berangkat ke kota raja untuk menghadap
baginda raja dan sekalian akan mengantarkan tuan putri."
Mendengar ucapan tersebut, pasukan Gauw Sam Kui lalu berbaris dan salah
seorang membunyikan terompet mereka akan mengantar tuan putri putra raja mudanya
dan Siau Po sebagai utusan dari sri baginda raja.
Siau Po berjalan bersama-sama dengan Gauw Sam Kui dan Kiu Lan mengikuti
mereka dari belakang, sambil mengawasi lawannya itu.
Sesampai mereka di luar kuil, Siau Po melihat tentara Peng See Ong yang jumlahnya
cukup banyak, mereka sudah mengelilingi kuil itu.
"Oh, Ongya sungguh tentaramu berjumlah tidak sedikit! Menurut penglihatanku,
tentara ini sudah cukup untuk diajukan berperang dengan tentara dari kota raja.,." kata
Siau Po. Mendengar kata-kata Siau Po, Gauw Sam Kui merasa tidak enak, maka ia lalu
berkata. "Wie Toutong, jikalau nanti di hadapan baginda raja kau mengatakan hal yang tidaktidak
tentang aku, aku pun akan melaporkan pada baginda raja bahwa kau juga telah
bersekongkol dengan pemberontak Lie Cu Seng."
Siau Po tertawa. "Ah ini aneh!" katanya, "Lie Cu Seng cuma gemar dengan wanita tercantik itu, dia
mana mau bersamaku orang cilik jenaka di kolong jagat ini" Sekati lagi kukatakan dia
itu hanya mengejar wanita tercantik sejagat itu saja."
Bukan main dongkolnya hati Gauw Sam Kui, ia telah disindir oleh anak kecil ini,
hingga ia mengepalkan jemari tangannya untuk menghajar hidung si anak kecil itu yang
gemar dan pandai bergurau.
"Jangan gusar Ongya!" katanya, "Bukankah Ongya menginginkan keselamatan"
Bukankah dengan memangku jabatan tertinggi dan jauhnya ribuan Lie itu hanya ingin
mencari harta" Jika aku berbicara dengan raja aku akan mendapatkan hadiah, dan
hadiah itu lebih besar dari apa yang kau terima, maka kita berdua harus bekerja sama.
Sepulangnya dari sini aku akan menghadap pada raja dan akan memujimu setinggi
langit, dan kesetiaanmu tak usah ditanyakan, aku pun telah dengan sungguh-sungguh
menjaga Sie Cu, dengan demikian setiap tahun dapat kau mengantarkan emas atau
pun perak kepadaku, untuk aku berbelanja, bagaimanakah menurutmu?" kata Siau Po.
Sambil berkata demikian Siau Po terus berjalan berendeng dengan raja muda itu.
"Harta benda hanyalah kebutuhan lahiriah." kata si raja muda.
"Jikalau Toutong menghendaki, itu tidaklah sukar, namun jika engkau akan
menyulitkan aku, maka kau harus tahu bahwa Ongyamu berada jauh di Inlam, di
tangannya terdapat tentara yang cukup banyak hal itu tak membuat aku jadi takut."
katanya. "ltu sangatlah wajar," kata Siau Po. "Kapan Ongya mencekal tombak, Ongya tampak
gagah, Dengan itu Ongya dapat melabrak semua pemberontak di kolong langit ini,
hingga mereka tak berdaya. sekarang ini tibalah saatnya kita berpisah, maka Ongya
tolong serahkan apa yang pernah Ongya janjikan untukku!"
"Eh, Siau Po!" katanya, "Mengapa kau berbicara seperti orang yang tidak tahu malu
saja?" "Suhu, sepulangnya aku dari sini aku harus menghadiahkan pada para bawahanku
agar mereka tak menganggap jelek pada Ongya." Aku khawatir kalau mereka itu tak
diberikan hadiah, mereka akan beranggapan jelek pada ongya," sahut Siau Po.
Gauw Sam Kui berpikir "Dia menginginkan uang ini sangatlah mudah." Lalu ia
memerintahkan pada Kok Siang untuk mengambil uangnya.
"He Congpeng, coba ambilkan aku uang seratus laksa tail, untuk dipakai memberikan
hadiah pada para Sie Wie dan kau juga menyiapkan hadiah untuk Wie Toutong yang
sangat istimewa!" Setelah menerima hadiah maka rombongan akan memulai berangkat menuju kota
raja. Gauw Sam Kui pergi mendekati tuan putri dan menghormat, setelah itu ia mendekati
anaknya dan ia berkata dengan suara pelan hingga tak terdengar oleh orang lain, dan
akhirnya ia membawa kembali pasukannya.
Menyaksikan hal itu Siau Po menjadi berlega hati, tetapi ia masih khawatir kalaukalau
ia hanya dibohongi. "Lebih baik aku secepatnya meninggalkan kota ini." katanya
dalam hati. Maka itu ia lalu memerintahkan pada pasukannya untuk segera berangkat
meninggalkan kota itu. Setelah berjalan sepuluh Lie, rombongan itu berhenti untuk istirahat, ketika itu Lie Cu
Seng berkata pada Kiu Lan.
"Su-Thay telah menolongku hingga aku tak terbinasa oleh penghianat bangsa Han,
Aku sangat bersyukur, maka tibalah kini Su-Thay turun tangan padaku! Silahkan!"
katanya. Pemberontak itu menghunus golok dan menyerahkannya kepada Kui Lan.
"Hm," Kiu Lan memberikan suaranya, ia merasa ragu-ragu, "Dialah musuh yang
menyebabkan ayahku binasa. Dapatkah sakit hati itu aku tidak membalasnya" Tetapi ia
telah pasrah, dapatkah aku menanganinya...?" katanya dalam hati, ia lalu berpaling
pada A Ko dan ia berkata dengan suara dingin, "Dia.... Dialah anak perempuanmu..."
"Dia bukan ayahku." A Ko berkata sebelum Lie Cu Seng menjawab pertanyaan
gurunya. "Kau mengaco saja!" Kiu Lan membentak sang murid itu. "lbumu sendiri yang
mengakuinya, mustahil jika ia mendustaimu."
"Dialah ayahmu." Siau Po turut bicara. "Bahkan ia bersama dengan ibumu telah
menyerahkan kau untuk aku jadikan sebagai istriku inilah yang dikatakan perintah ayah
ibu.,.," A Ko yang sedang berduka dan mendongkol itu, sedari tadi diam, tetapi kali ini ia tak
dapat menahan amarahnya lagi. Mendengar suara Siau Po yang bernada mengejek itu,
ia langsung melayangkan tangannya untuk menyerang Siau Po.
Siau Po tidak menyangka akan mendapatkan serangan yang mendadak, maka tak
ayal lagi pukulan A Ko tepat mengenai hidungnya dan yang langsung mengeluarkan
darah segar. "Oh, ada orang yang ingin membunuh suaminya sendiri!" kata Siau Po dengan nada
mengejek. Kiu Lan tidak senang menyaksikan kejadian itu.
"Kalian semua gila," katanya dengan keras. "Kalian adalah pengacau!"
A Ko mundur beberapa langkah, tetapi hatinya masih saja kesal, Hal itu terlihat dari
wajahnya yang tampak merah.
"Kau bukan ayahku." katanya sambil menunjuk pada Lie Cu Seng. "Dia pun bukan
ibuku." yang ia maksudkan ialah Tan Wan Wan, "Kau pun bukan guruku.... KaIian....
Kalian.,., Kalian manusia-manusia busuk semua.... Aku.... Aku benci pada kalian..!"
Kata A Ko yang kali ini mengarah pada Kiu Lan.
Mendadak si nona menangis sambil menutup mata,
Kiu Lan menghela napas. "Tidak salah," kata Kiu Lan. "Memang aku bukanlah gurumu, aku yang menculikmu
dari sisi Gauw Sam Kui dengan menyimpan maksud yang teramat jahat. Maka itu
sekarang kau pergilah! Namun ayah dan ibu kandungmu tak dapat tidak kau akui."
Nona itu membanting kaki.
"Aku tak mau mengakui mereka, aku pun tak mempunyai guru," katanya dengan
suara keras di sela isak tangisnya.
"Tetapi engkau mempunyai aku, suamimu!" kata Siau Po.
Bukan kepalang panasnya hati A Ko mendengar kata-kata Siau Po itu, Nona itu lalu
mengambil batu kerikil untuk melempari Siau Po.
Siau Po berkelit, justru itu si nona pun langsung kabur dengan berlari cepat ke arah
barat. Melihat hal itu Siau Po hanya melihat saja, begitu juga Lie Cu Seng dan Kui Lan.
Mereka sama-sama hanya melihat perginya nona itu, mereka semua tak dapat
menahannya. Kui Lan berduka sekali menyaksikan kejadian itu, lantas mengulapkan tangannya
pada Lie Cu Seng, ia tak membuka mulutnya enggan untuk bicara.
Melihat hal demikian Siau Po berkata pada bekas kepala pemberontak itu, "Gak-hu,
guruku tidak ingin membinasakan engkau, oleh karenanya cepatlah kau pergi!"
Lie Cu Seng bingung, ia merasa gembira karena telah dibebaskan, namun suasana
itu membuatnya menjadi hilang kegembiraannya, Kekasih pergi dan anak tak sudi
mengakui sebagai ayahnya, juga terhadap Siau Po ia tak merasa puas, hingga ia
menatapnya dengan mata yang merah.
"Fui," Lie Cu Seng meludah dan ia terus pergi. Melewati jalan kecil di samping
mereka, ia terus berjalan dengan langkah lebar.
Siau Po menggelengkan kepalanya menyaksikan mertuanya yang berlalu pergi.
Kemudian ia berkata dalam hati, "A Ko berkata biar bagaimana pun ia tak sudi menikah
denganku, ia pun tak mengakui ayah dan ibunya, mana sudi ia mengakui aku sebagai
suami...." Ketika Siau Po menoleh ke belakang, tampak di belakangnya sudah berdiri dua
orang temannya, yakni Cie Thian Coan bersama dengan Kho Gan Ciau dengan
memegang senjata mereka masing-masing. Rupanya mereka berjaga-jaga sebab
mereka khawatir kalau-kalau Lie Cu Seng gusar dan menyerang Siau Po.
"Dialah yang dahulu membuat langit ambruk dan amblas." kata Siau Po.
"Dia juga yang membuat kerajaan Beng musnah hingga kita semua dijajah bangsa
Boan, sekarang saja ia sudah berusia lanjut tetapi masih tampak gagah." kata orang
She Cie. "Ya, dia lihay sekali, lalu bagaimana dengan Khantema?" tanya Siau Po pada
mereka. "Dialah si orang penting, tak berani aku melenyapkannya." jawab mereka.
"Bagus." kata Siau Po. "Harap kalian terus berjaga-jaga agar ia jangan sampai loIos!"
perjalanan diteruskan ke arah utara, Siau Po mengambil kesempatan untuk menemui
keluarga Bhok, Ketika itu Bhok Thian Sin merasa tidak puas, sebab dalam hatinya ia
berpikir "Semua jiwa kami ditolong oleh mereka, lalu dengan cara bagaimana keluarga
Bhok dapat bersaing dengan mereka dalam hal jago!" ujar Bhok Thian Sin dalam hati.
Liu Tay Hong yang jujur berkata dengan sikap tenang.
"Wie Hiotcu, selanjutnya kami tak dapat bersaing lagi dengan Thian Tee hwee. ini
disebabkan tindak tanduk Gauw Sam Kui, dan kalian yang telah menolong kami semua,
Mungkin kami tak dapat membalas budi baik kalian." katanya.
"Kita lebih baik tak usah berbicara mengenai budi." kata Siau Po. "Bukankah kita
sama-sama dapat lolos dari maut yang telah mengancam jiwa kita" Menurutku, jiwa kita
telah ditolong oleh kita sendiri, bukan olehku." lanjutnya.
Sementara itu Gouw Lip Sin sangat mendongkol terhadap Law It Cou, maka ia
berkata, "Kalau jahanam cilik itu datang, aku akan menyincangnya hingga hancur
lebur." "Oh, jadi dialah yang telah membocorkan rahasia kita pada Gauw Sam Kui?" tanya
Siau Po. "Siapa lagi kalau bukan dia, ketika itu Liu Suhu memerintahkannya untuk pergi
mencari berita, akhirnya ia ditawan oleh Gauw Sam Kui, Dan pada malam harinya satu
pasukan datang mengurung tempat kami. Bukankah tempat kami menjadi tempat
rahasia" Jika bukan jahanam itu yang membocorkannya mana mungkin Gauw Sam Kui
mengetahui tempat tinggal kami yang letaknya sangat tersembunyi itu?" kata Lip Sin.
Habis berkata demikian orang She Bhok menarik napas berat, kemudian dengan
menyesal ia berkata. "Sayang Goh Toako telah wafat sebagai korban dari keganasan si pengkhianat itu,


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

maka sebaiknya kita berpisah sekarang."
"Di sini masih wilayah si pengkhianat besar itu, maka mari kita tetap bersatu agar jika
timbul penyerangan mendadak kita dapat bekerja sama menghancurkannya, Nanti jika
kita sudah sampai pada perbatasan wilayah, baru kita berpisah." berkata Siau Po.
Bhok Kiam Sin menganggukkan kepala, "Terima kasih atas kebaikanmu, aku justru
khawatir kalau-kalau kita terjatuh ke tangan Gauw Sam Kui, si pengkhianat bangsa
Han. Jika hal itu terjadi lagi sungguh aku tak memiliki muka untuk hidup lebih lama
lagi." katanya. Setelah berkata demikian mereka pergi bersama rombongan keluarga Bhok,
Rombongan tersebut mengambil lain arah, setelah mengucapkan kata-kata terima
kasihnya pada Siau Po. Bhok Kiam Peng berjalan paling belakang, Belum jauh ia berjalan kemudian menoleh
ke belakang dan berkata pada Siau Po.
"Aku pergi sekarang, kalian jaga diri baik-baik!" katanya.
"Ya, kau juga jaga dirimu baik-baik, kau turutlah pada kakakmu dan jangan kau
kembali lagi ke Sin Lioang To..." jawab Siau Po yang semula dengan suara keras tapi
akhirnya dengan suara rendah, Nona itu mengangguk.
Siau Po lalu menuntun kudanya untuk selanjutnya diserahkan pada nona tersebut.
"lni kudaku, aku akan memberikannya padamu," katanya dengan perlahan.
Mata si nona menjadi merah, ia sangat terharu dengan perpisahan itu. Nona itu
kemudian menerima kuda pemberian Siau Po, yang kemudian ia menaikinya, dan
melarikan dengan cepat untuk menyusul rombongan kakaknya yang terlihat sudah jauh
itu. Keesokan harinya perjalanan dilanjutkan semakin jauh mereka berjalan ternyata
tidak tampak tentara dari Gauw Sam Kui yang mengejar mereka, pada suatu siang,
tampak empat orang penunggang kuda dengan cepat.
Sesampai mereka pada rombongan Siau Po, salah satu dari mereka lalu meminta ijin
untuk bertemu dengan Siau Po, yang menjadi pimpinan rombongan itu.
Mereka lalu dipersilahkan masuk ke dalam tenda Siau Po. Di sana mereka
memperkenalkan pimpinan mereka.
"Saudara Kwie, inilah Wie Hio-Cu dari Ceng Bok Tong dari Tian Tee Hwee kami!"
kata sang pemimpin. Kembali orang itu memberi hormat tetapi kali ini dengan cara Thian Tee Hwee,
"Langit dan bumi, ayah dan ibu, kami menentang kerajaan Ceng dan kami akan
membangun pula kerajaan Beng, Hamba yang menjadi orang bawahan hamba adalah
Kwie Thian Hong Hwee Tong, Kami menghadap saudara Wie Hio Cu serta para Tou
dari Ceng Bok Tong." katanya.
"Senang sekali aku dapat bertemu dengan kalian, semenjak kita berpisah dari Ku
Hiocu di 0uw-pak, kita tak pernah bertemu lagi, Bukankah dalam segala hal Ku Hiucu
selalu mendapatkan angin baik?" tanya Siau Po.
"Ku Hiocu dalam keadaan baik-baik saja, Aku pun dititahkan memujikan kesehatan
Hiocu semua, Kami semua bergembira mendengar segala sesuatu yang telah
dikerjakan Wie Hiocu, Kami semua merasa sangat kagum Hari ini kami merasa senang
dapat bertemu Wie Hiocu," kata Tian Hiong.
Siau Po tertawa. "Kita semua bersaudara, Lebih baik kalian jangan berlaku sungkan!" katanya. "Dalam
beberapa hari lagi kami akan tiba di Kwiciu dan di sana kami akan bertemu dengan Hu
Hiocu, kami sangat senang seka!i. Kami ingin berbincang-bincang dengan Hu Hiocu
kalian." "Kami dipesan Hiocu kami, untuk mengajak Wie Hiocu melalui jalan memutar jadi
nanti tak melalui Kwieciu lagi." kata sang pemimpin itu.
Mendengar hal demikian Siau Po dan kawan-kawannya merasa sangat heran hingga
mereka itu semuanya bengong.
Tian Hiong dapat mengerti semua itu, maka ia lalu berkata memberikan penjelasan
pada Siau Po dan kawan-kawannya.
"Ku Hiocu ingin sekali bertemu dengan Wie Hiocu, karenanya ia memerintahkan aku
untuk memberitahukan tempat penemuan yang paling baik untuk semuanya dan itu di
tempat sana di propinsi Kwie-say saja."
"Mengapa demikian?" tanya Siau Po.
"Kami telah mendengar, Gauw Sam Kui telah menyebarkan tentaranya dan mereka
itu tidak menggunakan pakaian tentara, Mereka diperintahkan untuk melakukan
tindakan-tindakan kejahatan Dan hamba rasa tentara-tentara itu mempunyai niat jahat
terhadap Hiocu dan kawan-kawannya." sahut Tian Hiong.
"Oh, begitu, Celaka! Si pengkhianat itu telah kalah tetapi ia tetap tidak mau mengakui
kekalahannya, bahkan dengan demikian dia sudah tidak sayang lagi terhadap nyawa
anaknya sendiri." kata Siau Po.
"Gauw Sam Kui memang sangat jahat dan juga licik." kata Tian Hiong. "Dia
mengatakan telah mengirim tentaranya untuk menculik guru Wie Hiocu dan setelah itu
barulah ia akan menculik anak tuan putri dan juga Wie Hiocu sendiri sedangkan yang
lainnya akan mereka binasakan untuk membungkam mulut mereka. sekarang ini orangorang
Gauw Sam Kui telah menutup jalan dan mengurung daerah itu hingga setiap
orang tak ada yang dapat melewatinya, begitu juga dengan kami berempat.
Setelah kami mendapatkan perintah dari Hu Hiocu, kami langsung berangkat dengan
melewati jalan kecil hingga dengan demikian mereka tak mengetahui kami, Karena
kami merasa khawatir Wie Hiocu tidak mengetahui akan hal itu, maka kami langsung
menyusul kemari, untuk mencegah jangan sampai Wie Hiocu dan kawan-kawan
terjebak dalam daerah itu."
Siau Po memperhatikan orang-orang itu dan memang mereka berempat telah
melakukan perjalanan yang sangat jauh, dan mata mereka semua tampak merah dan
lesu. "Saudara-saudara kalian telah menempuh perjalanan yang sangat jauh oleh
karenanya sebaiknya kalian pergi untuk istirahat Kami semua sangat berterima kasih
pada kalian yang telah menyelamatkan nyawa kami." kata Siau Po.
"Kami sangat senang karena kami tidak terlambat untuk melaporkan hal ini pada Wie
Hiocu." ujar Tian Hiong.
Cian Lao pan berpikir lalu ia bertanya.
"Tian Hiong, di tempat mana Ku Hiocu akan menemui Wie Hiocu di Kwie-say" Dan
berapa jumlah pasukan yang digunakan untuk mengurung daerah itu?"
"Hal itu tidak ada kepastian, hanya yang aku lihat sekitar tiga laksa jiwa, jika tak
ada halangan, pertemuan akan dilaksanakan di dalam kota," jawab Tian Hiong.
"Ku Hiocu sudah mengirim orang untuk memberitahukan pada Ma Hiocu dari Kee
Hou Tong di Kwiesay, Untuk Hweecu itu bersiap menyambut kami, maka jika Hiocu
setuju kita semua jadi berkumpul di sana. Untuk menuju ke sana kita mengambil arah
barat daya, jalannya tidak bagus tapi di sana tidak ada tentara Gauw Sam Kui, dan
sepanjang jalan saudara Ku Hiocu telah berjaga-jaga jadi kita tak usah khawatir.
Mendengar kabar tersebut Siau Po menjadi dongkol hatinya, ia kemudian
memerintahkan untuk memutar arah, sementara itu para utusan yang memberitahukan
pada Siau Po diminta naik ke kereta putra Gauw Sam Kui, ia diminta untuk berjaga-jaga
kalau-kalau nanti anak itu melakukan tindakan, juga agar para utusan itu dapat
beristirahat. Pada saat itu langit sudah tampak gelap, maka mereka beristirahat pada tempattempat
yang lapang, penjagaan pun dilakukan dengan lebih ketat.
Pada suatu hari mereka telah sampai pada pertengahan jalan, Mereka langsung
disambut oleh Hiocu Ma Ciau Hin dari Kee Houw Tong serta Hiocu Ku Cie Cong dari
Cek Houw Tong dari Tian Tee Hwee yang berkumpul dengan membawa para
bawahannya, Maka ketiga Hiocu itu melakukan pertemuan dengan gembira.
Pada malam harinya orang yang bertugas memata-matai tentara Gauw Sam Kui
memberikan laporan, bahwa tentara Gauw Sam Kui mengetahui bahwa Siau Po dan
rombongan telah memutar arah, maka mereka langsung mengejar rombongan Siau Po.
Ma Ciaou Hin tertawa lalu ia berkata.
"Kwie-say bukanlah wilayah Gauw Sam Kui, jikalau pengkhianat itu membawa
tentara ke wilayah itu, mereka pasti menyangka bahwa tentara itu akan melakukan
pemberontakan secara nyata, sekarang ini Wie Hiocu dan saudara kalian masih letih,
sebaiknya kalian beristirahat barang beberapa hari lagi, kemudian kalian melanjutkan
perjalanan ke arah utara lebih jauh lagi, Karena dengan demikian kalian tak akan dapat
ditemui pemberontak itu...."
Mendengar kabar demikian Siau Po dan rombongannya melanjutkan perjalanan
mereka diantar sampai pada batas propinsi Inlam,
Perjalanan dilakukan terus hingga mereka sampai pada propinsi Kwie-say, Di sinilah
mereka baru dapat beristirahat dengan tenang, Ketika Siau Po dan para pembesar yang
lainnya sedang berbincang-bincang datanglah salah seorang pimpinan pasukan
pengawal raja yang memberikan laporan.
"Tio jieko telah ditahan!" katanya.
"Kurang ajar siapa yang telah berani melakukan perbuatan itu" Sungguh ia
berkeberanian besar!" kata Siau Po.
"Yang menahannya bukan para pembesar kota ini tetapi di rumah judi, Kami
semuanya bertujuh dan kami kalah bermain. Tetapi sewaktu uang kami akan diambil
oleh si bandar kami menahannya, Kami tak mengijinkan uang kami diambil mereka."
"Jika demikian kalianlah yang bersalah Kalian memang tidak tahu malu, Kalian sudah
kalah mengapa kalian tidak mau menyerah" jangan kata baru orang membuka biji
besar beruntun empat kali!" kata Siau Po.
"Ya, kami mengaku telah bersalah, dan selanjutnya uang kami dikembalikan karena
Tio Cieko mengancam mereka dengan menghunus goloknya, lalu kami mengambil
uang itu." katanya. "Lalu?" tanya Siau Po. "Kenapa kalian jadi berkelahi" Apakah si bandar itu memiliki
ilmu silat yang cukup tinggi?"
"Sama sekali tidak demikian." sahut Kong Lian.
"Bersama dengan Thi Cieko kami membawa uang kami, di saat kami akan
meninggalkan tempat tersebut tiba-tiba terdengar suara seorang penjudi yang berkata
dengan suara keras, Setan alas! Enak saja orang memperoleh uang" Habis apakah kita
harus makan angin busuk" kalau begini sebaiknya kita pergi ke istana, di sana kita
bekerja melayani raja... ya raja! Bukankah itu bagus" Congkoan, ketika berkata
demikian mereka bersikap tak hormat sekali, kata-kata mereka kotor, tak sanggup aku
menahan emosinya..." kata Kong Lian.
Bagian 58 Siau Po mengangguk "Aku tahu itu," katanya, "Terang mereka sudah bernyali besar."
"Memang demikian adanya, maka mendengar kata-kata demikian kami menjadi
marah, bahkan Co Jioko melemparkan uang kemudian ia menghunus pedangnya. Di
luar dugaan dengan hanya sekali kibas saja Co Jioko sudah terkena tinjunya, bahkan
lebih dari itu langsung tak dapat bangun lagi. Melihat kejadian itu kami berempat
menyerang bersama-sama, orang itu lihay luar biasa. Di luar sadarku, aku terkena
tinjunya hingga kepalaku menjadi pusing, tubuhku terlempar ke luar kamar judi dan aku
tak ingat apa-apa lagi, Kemudian ketika kami sadar tampak kawan-kawan kami sudah
pada pingsan semua, sedangkan dengan sebelah kakinya, musuh menginjak kepala
Jioko seraya ia berkata: "Di sini ada enam kepala, masing-masing kepala seharga enam ribu tail perak. Maka
sekarang cepat kau pergi untuk mencari uang guna membebaskan kawan-kawan kalian
ini, tuan besarmu akan menunggu. Selama dua jam dan selebihnya aku tak tahu
menahu. Aku akan memenggal kepala kawan-kawanmu satu persatu, dan nanti aku
akan menjualnya dengan harga sepuluh tail perak untuk satu kepala, Jika barang itu tak
laku aku yakin akan dapat menjual seribu untuk salah satu kepala kalian."
"Orang macam apa dia itu" Kalian dapat mengenalinya atau tidak?" tanya Siau Po
dengan perasaan yang mendongkol.
"Dia bertubuh gagah dan berkepala besar, mukanya penuh dengan rambut dan
jenggotnya putih," sahut orang yang ditanya "Tetapi ia mengenakan pakaian acakacakan.
Dia lebih mirip dengan seorang pengemis tua."
"Apakah dia mempunyai kawan" Dan berapa jumlah kawan-kawannya itu?" tanya
Siau Po. "ltu yang bawahan tak memperhatikannya. Ketika itu, di tempat judi ada tujuh atau
delapan belas orang tetapi aku tak tahu mereka itu kawannya atau bukan." jawab Kong
Lian. Siau Po dapat mengetahui kebingungan orang itu sebab orang itu baru saja kena
hajar jadi dia tak dapat berpikir secara normal.
"Tak mungkin aku akan membawa serdadu yang jumlahnya banyak itu hanya untuk
satu orang yang seperti pengemis itu." kata Siau Po dalam hatinya.
"Kalau aku memerintahkan seratus Sie Wie yang dapat diandalkan untuk mengawal
tuan aku rasa sudah cukup." kata Kong Lian.
Siau Po berpikir sebelum menjawab pertanyaan Kong Lian itu. Dan setelah
mendapatkan jalan pikirannya Siau Po berkata.
"Tak usah biar aku saja yang menyelesaikannya, kalian jangan khawatir!" kata Siau
Po. "Tetapi mereka itu sangat lihay dalam ilmu silatnya." kata Kong Lian memperingatkan
Siau Po. Siau Po tak menjawab perkataan Kong Iian, ia malah kembali ke kamarnya untuk
mengambil uang emas dan gimpon. Setelah itu Siau Po pergi ke kamar dua orang
kawannya. Kedua kawan Siau Po yang diajak pergi tersebut bukanlah orang-orang
sembarangan melainkan orang yang mempunyai ilmu silat yang tinggi, umpamanya
saja Ay Cun-cia dia dapat menandingi orang-orang Siau Lim Pay dari kalangan Sip-Pat
Lohan atau Lohan yang ke delapan belas, begitu juga Ko Han, dia pun memiliki ilmu
silat yang tinggi. Untuk menghadapi orang yang menahannya itu Siau Po merasa sudah cukup.
Walaupun dengan hati yang tidak tenang Kong Lian akhirnya mengantarkan Siau Po
dan kawan-kawannya itu ke tempat judi, dari luar Siau Po dan kawan-kawannya sudah
dapat mendengar omongan mereka yang berada dalam rumah judi tersebut.
"Kepandaian berjudiku ini, terkecuali orang yang pandai luar biasa, tak mungkin ada
yang dapat mengalahkan." kata salah seorang penjudi itu.
Siau Po kemudian memasuki rumah itu, sedangkan kawannya dan juga Kong Lian
menunggu di depan pintu, untuk selanjutnya menunggu aba-aba dari Siau Po.
Setelah Siau Po dan kawan-kawannya memasuki rumah itu, mereka terdiam,
Kemudian Siau Po mengawasi sebuah meja dengan empat orang yang sedang asyik
berjudi seolah-olah mereka tak mengetahui kedatangan Siau Po dan kawan-kawannya
itu. Di bawah orang yang sedang berjudi itu tampak para Sie Wie yang masih mereka
tawan, dan tampak di antara mereka seorang yang mengenakan baju robek-robek, dan
pada badannya dipenuhi dengan rambut itulah orang yang dimaksud dengan Kong
Lian. Di ujung meja duduk pemuda tampan, yang dandanannya mirip seorang pelajar.
Melihat pemuda itu Siau Po langsung mengenalinya dalam hati ia berkata, "Ah, dia!
Mengapa dia ada di sini?"
Pemuda itu adalah Lie See Hoa, yang pernah bertemu dengan Siau Po di kota raja.
ia mempunyai ilmu silat yang cukup lihay tetapi ia pernah juga diajar oleh ilmu silat
jambretan Gie Sin Jiaou dari Tan Kin Lam dan semenjak itu ia tak pernah bertemu lagi
dengannya. Dan tampak di sebelah utara seorang yang luar biasa, dengan pakaian rapi dan
sangat indah, ia mengenakan baju panjang dengan lapisan muka semacam rompi
sulam, ia menyipitkan dan mengarahkan matanya pada kartu yang dipegangnya, sudah
jelas ia tengah memusatkan perhatiannya pada kartu itu.
Setelah memperhatikan orang-orang itu, Siau Po lalu mencari tempat duduk dekat
mereka. "Keempat sahabat, nampaknya kalian tengah bergembira sekali, bagaimana jika aku
turut dengan kalian berempat main" Dapatkah?" ujarnya sambil tertawa.
Tatkala Siau Po ingin mendekati, tampak di atas meja telah bertumpuk uang kira-kira
berjumlah lima atau enam ribu tail perak, terutama yang terbanyak yang ada di depan
pak tani yang wajahnya nampak sedih dan berduka. Anehnya, orang itu tidak merasa
puas dan masih saja tampak sedih.
"Bagus.... Bagus!" kata orang itu sambil tertawa terbahak-bahak, "Lihatlah siapa yang
menang?" Siau Po terus saja memperhatikan orang-orang yang sedang bermain itu. Petani itu
rupanya penggemar judi, Hal ini dapat dilihat baik kalah maupun menang ia tetap
tenang. Siau Po menyaksikan kedua orang itu tengah bertengkar omong, yaitu antara pak
tani itu dengan yang kate gendut.
Melihat hal itu Siau Po berkata.
"Sudah.... Sudah,., daripada main kartu lebih kita main dadu!"
Si kate menggoyang-goyangkan kepalanya.
"Aku justru senang main kartu." katanya.
"Tapi kau tak mengerti aturan mainnya mana dapat kau melanjutkan permainan itu?"
kata temannya. Si kate itu menjadi gusar maka ia mengangkat badan orang yang berkata itu lalu
digoyang-goyangnya. "Apa katamu?" tanyanya dengan sengit "Kau katakan aku tak mengerti aturan
permainan kartu?" Siau Po merasakan tulang tubuhnya pada berbunyi.
"Kho Cun Cia, jangan-jangan tuan ini Wie Tayjin... kau jangan bertindak
sembarangan jangan sampai kau mendapat salah! Cepat kau bebaskan dia?" kata Ay
Cun-cia.

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa?" tanya si kate "Apakah,., apakah... apakah ia Wie Siau Po" Ha, ha, aku
memang sedang menanti dapat bertemu dengan dia, ini sangatlah kebetulan sekali."
"Kho Cun-cia," tegur Kho Hian. "Kau sudah mengenal Wie Tayjin, tetapi mengapa
kau masih kurang ajar padanya" Cepat kau bebaskan dia!"
"Sekalipun kauwcu yang datang padaku, masih aku tidak mau membebaskannya,
kecuali jika ia memberikan obat pemunah Kay-toh!" katanya.
"Sudah, Suko jangan kau main gila! Kau toh tak meminum racun itu, buat apakah
obat pemunah itu?" tanya Ay Cun-cia.
"Kau tahu apa?" kata si kate dengan suara keras, "Cepat kalian buka jalan untukku,
jangan kalian tidak dapat berlaku sungkan lagi!"
Saat itu Siau Po baru mengerti kalau orang yang gemuk itu adalah gendak ibu suri
yang palsu yang dahulu pernah kepergok dengannya dalam keraton.
Dan yang lebih mengherankan dia itu kakak seperguruan Ay Cun-cia dan sekarang
Siau Po baru dapat melihat orang itu dengan jelas.
Ingat pada si kate itu, Siau Po berpikir lebih jauh, "Menurut Ay Cun, dia dan si kate
ini dahulu diperintahkan oleh gurunya untuk pergi ke luar negeri, tetapi mereka diserang
angin sehingga mereka harus kembali lagi ke darat belum pada waktunya. Karena
mereka sudah terlanjur meminum obat racun itu sehingga Ay Cuncia kini bertubuh
jangkung dan kurus sedangkan Kho Cun-cia bertubuh gemuk sehingga mirip dengan
labu. Tetapi mereka itu telah meminum obat pemunah racun itu, mengapa sekarang ia
memintanya padaku" Oh, ya aku mengertil ibu suri masih belum dapat disembuhkan
dan mereka berdua adalah sahabatnya yang sangat kental."
Memikir hal tersebut Siau Po lalu mengeluarkan suaranya,"jikalau kau menginginkan
obat pemunah itu, bebaskan dulu aku, baru nanti kuberikan obat itu padamu."
Mendengar sebutan nama obat itu Kho Cun-cia menjadi takut dan ngeri lalu ia
menurunkan tangannya, dan menyodorkan tangan kirinya untuk meminta obat itu.
"Mana, mari kau berikan obat itu padaku !"
"Tetapi kau telah berlaku kurang ajar terhadapku." kata Siau Po. Meskipun demikian
ia merogoh kantongnya dan mengeluarkan lencana Ngo Liong Leng.... Lima Naga...
seraya berkata dengan keras, "Kau lihat apa ini?"
Orang itu nampak sangat kaget sehingga mukanya pucat, tetapi ia masih saja sangsi.
Kakinya mundur satu langkah sedangkan matanya mencekung.
"Eh, Kho Cun-cia apa katamu barusan?" tanya Siau Po.
Rupanya si kate itu telah berpikir dan secara tiba-tiba ia melakukan penyerangan
pada Siau Po, tangannya diarahkan pada dada lawan.
"Cepat berikan obat itu!" katanya dengan berteriak.
"Jangan!" teriak Ay Cun-cia dan Liok Kho Hian serentak.
Sementara itu datang pula tiga tangan, itulah si pengemis tua yang mengancam jalan
darah Pek-hiat-hwee pada kepala, tepatnya ubun-ubun tangan Lie See Hoa
mengancam belakang kepalanya, jalan darah Giok-Cu Hiat, dan tangan si pak tani
sudah siap menotok mukanya, tepatnya pada matanya.
Kho Cun-cia kalah daripada Siau Po, tak heran kalau tangan tiga orang itu telah
mengancam muka, dada, kepala dan punggungnya.
"Jangan!" Mereka berteriak mencegah. Mereka tahu jika ia mengerahkan tenaganya,
Khu Cun-cia akan tak bernyawa lagi.
"Eh, kate! Angkatlah tanganmu!" kata si pengemis.
"Asal ia memberikan obat itu padaku, aku akan mengangkat tanganku dari sini?"
katanya. "Jikalau kau tak mengangkat tanganmu aku akan mengarahkan tenagaku untuk
mencegahnya!" ancam si pengemis itu.
"ltu tak apa paling-paling kita mati bersama-sama." kata si kate itu.
Justru saat mereka itu sedang berbicara Ay Cun-cia dan Liok Kho Hian bergerak
benama-sama masing-masing mengancam dada dan leher pengemis itu.
Melihat itu semua pak tani menjadi tertawa sendiri, tetapi tak ayal ia pun terkena
ancam, sehingga jumlah mereka yang saling ancam itu tujuh orang.
Siau Po tertawa. "Sungguh menarik hati! Eh, orang cebol! jikalau kau menghajar aku sampai mati, itu
tidak ada artinya, kau tahu, kau tak akan mendapatkan obat itu, yaitu obat Tok Liong
Wan yang hanya ada di Siau Lim See. hendakmu yang tua itu nanti akan mati secara
perlahan-lahan pertama dagingnya membusuk, kemudian kepalanya membotak, dan
kemudian...." "Tutup mulutmu!" kata si katai.
Siau Po tertawa. "Dan mukanya karena luka itu nantinya akan menjadi bolong-bolong...!" demikian
katanya tanpa menghiraukan larangan itu.
Baru berhenti suara Siau Po, tiba-tiba terdengar suara yang nyaring dan keren. "Di
manakah tawanan semua?"
Suara itu telah berhasil menarik perhatian orang-orang itu, sehingga mereka
terperanjat karena kaget Mereka lalu berpaling ke arah suara itu. Bersamaan dengan itu
mereka melihat sinar putih pedang yang mengkilap.
Kemudian tampak seseorang mendekati mereka. Kemudian orang itu menotoki jalan
darah mereka, maka tak ayal lagi mereka ambruk semua.
Ternyata yang datang itu berjumlah empat orang.
"Oh, A Ko kau datang!" kata Siau Po dengan suara perlahan sekali. Yang berdiri di
sisi A Ko adalah Lie Cu Sen, di sebelah kirinya The Kok Song, dan di sebelah kanannya
justru orang She The yang paling tidak ia sukai.
Masih ada orang yang ke empat, dialah Phang Sek Hoan yang bergelar "lt Kian Gu
Hiat" si pedang tanpa darah.
Di antara kedelapan orang itu, bahkan Kong Lian terkena tusukan.
"Kau makhluk apa" Kau berani menotok jalan darah Kwat-hiat dan Sin-tong-hiat
aku?" kata Kho Cun-cia.
Phang Sek Hoan tertawa dingin.
"Ternyata ilmu silatmu tak ada apa-apanya. Kau ketahui jalan darahmu kena
tertotok." katanya. "Cepat kau bebaskan jalan darahku, mari kau layani orang tuamu beberapa jurus!
Caramu sekarang ini main bokong, itu bukannya cara orang Enghiong." kata si kate.
"Kaukah si Enghiong" Benar-benar gila! Bukankah kau roboh di lantai tanpa
berkutik" Beginikah cara orang Enghiong?" tanya Sek Hoan.
Kho Cun Cia panas hatinya.
"Tuan besarmu bukan roboh, melainkan dia sedang duduk. Apakah kau tidak punya
mata?" katanya sengit.
Sek Hoan mengangkat kakinya dan ia lalu menendang orang kate itu, Si kate jatuh
roboh tetapi anehnya, ia cepat bangun kembali sehingga ia terduduk lagi seperti
semula, Memang beda dengan yang lainnya, ia duduk tidak jatuh seperti yang Iainnya,
itu dikarenakan badannya yang gemuk itu dapat menjadi bahan penimbang.
Asalkan mau roboh, ia dapat bangun kembali, jadi ia seperti boneka yang tak dapat
tertidur, ia hanya duduk saja.
The Kek Song tertawa menyaksikan hal itu.
"Kau lihat adik Kok?" demikian katanya, inilah suatu boneka hidup! Bagus bukan?"
lanjutnya. "Ya, memang sangat aneh dan sangat lucu!" jawabnya.
"Kau mau mencari si setan cilik untuk membalas sakit hatimu dan akhirnya sekarang
kau dapatkan itu dapat memenuhi keinginanmu dan kita telah berhasil menawannya.
Seterusnya kau boleh menyiksanya dengan perlahan-Iahan. atau barangkali kau ingin
membinasakannya dengan satu kali tebas saja?" tanya Kek Song pada A Ko.
Siau Po terkejut. "Si setan cilik?" pikirnya, "Terang dengan demikian akulah orang yang dimaksudkan
Mustahil A Ko akan membinasakan aku" Aku toh tak pernah bersalah padanya?"
Segera terdengar suara sengit dari si nona.
"Jikalau aku melihat dia lama-lama hatiku semakin panas! Aku pikir, jika kutebas satu
kali saja, hal itu lebih memuaskan hatiku." kata A Ko dengan kesalnya.
Kata-kata itu dibarengi dengan keluarnya sebuah golok dari dalam sarungnya,
Kemudian nona itu mendekati Siau Po.
"Jangan.... jangan bunuh dia!" kata Kho Cun Cia, Liok Kho Hian dan juga Kong Hian.
"Su-Cie, bukankah aku tidak..." kata Siau Po.
"Siapa yang menjadi Su-Ciemu" Setan cilik kau justru berdaya hendak mencelakai
aku." kata si nona yang langsung mengangkat pedangnya untuk menikam dada Siau
Po. Semua orang yang berada di sana berteriak, justru itu pedang si nona terpental
setelah mengenai sasaran sedangkan Siau Po tak terluka, karena ia menggunakan baju
anti senjatanya yang tak mempan dengan senjata apa pun. Menyaksikan hal itu si nona
tercengang saking herannya.
"Tusuk matanya!" kata Kek Song, Sebab ia mengetahui kalau orang tidak mempan
ditusuk badannya maka ia akan mempan jika ditusuk matanya.
"Benar," kata si nona yang sadar, dan terus mengulangi serangannya dan kali ini
mengarah ke mata Siau Po.
Kembali orang-orang itu terkejut.
Sewaktu serangan berlalu, ada orang melompat menubruk Siau Po. Dia berlompat
dari pojok tembok, karena itu ujung pedang mengenai bahunya.
Akan tetapi ia terus memeluk Siau Po, untuk diajak menjatuhkan diri kembali ke
pojok rumah, ia lalu mengambil pisau Siau Po.
Orang itu memakai pakaian tentara Sie Wie, tubuhnya kotor dan dekil, walaupun
orang tak melihatnya, dia pasti memiliki ilmu silat yang tinggi. "Ah, dia setia
sekali." demikian kata mereka bersama.
Phang Sek Hian menghunus pedangnya, ia maju lalu memutar tubuhnya dan
senjatanya sehingga ruangan itu penuh dengan sinar berkilauan dan langsung
menyerang tentara itu. Senjata itu beradu dengan senjata lawan, akan tetapi tentara itu banyak
mengeluarkan darah. Sek Hoan malu dan penasaran, wajahnya jadi merah padam.
Terdengar suara "Trang" senjata kedua belah pihak beradu. Karena beradunya
senjata itu maka senjata lawan yang beradu dengan senjata Siau Po menjadi buntung.
Maka itu Siau Po sudah kembali pada jalan darahnya.
"Ha ha ha ha! Phang Sek Hian, kau hanya dapat melawan serdaduku dan
mencelakainya saja, Untuk itu sebaiknya kau ganti saja gelarmu dengan yang lainnya.
Bagaimana jika kuganti dengan Poan Kiam Yu Hiat Phang Sek Hian?" katanya.
Setelah itu Cun Cia sangat gusar dan kesal sekali, Bukankah mereka itu orang-orang
yang lihay dalam ilmu silatnya, sementara yang sedang tertotok itu lalu tertawa
mendengar Siau Po menyebutkan kata-kata itu.
Begitu juga si pengemis tua, dia langsung memperdengarkan suaranya yang nyaring.
"Bagus.... Bagus kata-kata itu sangat cocok denganmu, gelar itu sekarang dapat kau
gunakan, Dasar kau orang yang tidak tahu malu!" katanya.
Lie See Hoan heran. "Kenapa dia terhitung juga keduanya?" tanyanya, "Aku mohon penjelasan darimu!"
"Sebab jika diadu dengan Gauw Sam Kui ia masih kalah seurat!" sahutnya.
Kembali orang banyak tertawa lagi.
"Menurut aku bedanya sangat terbatas!" kata Kho Hian turut berkata pula.
Panas hati Sek Hian mendengarkan kata-kata itu, tetapi ia masih dapat mengekang
amarahnya, sehingga tubuhnya bergetar
"Apakah She dan namamu?" dia tanya pada si serdadu, "Hari ini aku belum mau
mengambil nyawamu, tetapi lain waktu jika ketemu lagi denganku tak dapat aku
mengampunimu. Aku akan membuat kau mati secara tersiksa!"
"Aku, aku..." sahut si serdadu suaranya perlahan namun halus,
Siau Po terkejut dan merasa girang.
"0h.... Oh, kiranya kau Song Jie!" Siau Po lalu membuka topi Song Jie maka
terlihatlah rambutnya yang panjang itu, Kemudian ia merangkul tubuhnya dan berbalik
menatap pada Phang Sek Hian dan berkata, "Hm, sekali pun budak cilik, kau tak
sanggup melawannya! Untuk apa kau membual...?"
Sek Hian gusar mendadak, kakinya terangkat lalu menginjak meja yang ada di
depannya, Maka uang yang ada di atas meja itu juga tubuh Tiao Cee Hian ikut
terangkat Setelah itu mereka berjalan pergi, tetapi baru saja sampai di pintu ada dua orang
yang menghampirinya. "Minggir!" bentaknya dengan suara keras.
Tangannya beradu dengan tangan orang yang berada di depan pintu, Kedua orang
tua terdorong beberapa langkah ke belakang. Sek Hian terus melangkah, sementara
kedua orang itu langsung mengeluarkan darah segar dari mulutnya.
Siau Po cepat-cepat memaksakan diri untuk bangun, Setelah melihat lebih dekat
ternyata yang datang itu Cie Tiong, Hian Ceng, Dan tak lama kemudian datanglah
kawan-kawan Siau Po. A Ko yang melihat kawan-kawan Siau Po semakin banyak itu memberikan isyarat
pada kawannya agar segera pergi.
Lie Cu Seng menghampiri Siau Po, lalu ia menghentakkan tongkatnya ke lantai, terus
ia berkata. "Seorang laki-laki sejati harus dapat membedakan budi dengan sakit hati! Dahulu
gurumu tidak membinasakan aku, maka hari ini kau pun tidak aku bunuh, senang aku
mengampuni selembar nyawamu! Namun setelah hari ini jika kau masih tetap mengikuti
putriku, atau kau mengucapkan sepatah kata dengannya, awas, akan aku cincang
dagingmu hingga hancur!"
Siau Po berani sekali. "Apakah menurutmu tentang satu ucapan yang dikeluarkan oleh seorang laki-laki"
Dahulu kau katakan A Ko telah resmi menjadi istriku, Hal itu kau ucapkan di depan
kekasihmu Tan Wan Wan, di kuil Sam Seng Am, Mengapa sekarang kau melarangku
untuk bertemu dengan istriku" Mengapa kau menyangkalnya" Mustahil kau, seorang
mertua melarang anaknya bertemu dengan suaminya!"
Muka A Ko menjadi merah. "Ayah, mari kita pergi!" ajaknya pada Lie Cu Seng, "Janganlah Ayah melayani orang
yang bicara ngaco itu! Di.... Di mulut anjingnya tak mungkin terdapat gigi gajah, Maka
itu mana dapat kita mengeluarkan kata-kata yang baik padanya.,.?"
"Bagus.,.! Akhirnya kau mau mengakui ia sebagai ayahmu! Bagaimana tentang
keputusan ayah dan bundamu, kau turut atau tidak?"
Lie Cu Seng gusar bukan kepalang, belum lagi putrinya menyahut dia mengangkat
tongkatnya. "Hay, Anak haram masih kau tak mau menutup mulutmu.,.?" tegurnya dengan
bengis. Melihat hal itu kawan-kawan Siau Po langsung maju dengan golok terhunus...
Cian Lao Pun dan Cian Coan langsung membacokkan goloknya ke punggung Lie Cu
Seng, Melihat lawan menyerang maka Lie Cu Seng memutar tongkatnya untuk
menangkis golok lawan, Dengan demikian maka gagallah serangan itu.
Kho Gan Ciauw pun sudah mengeluarkan golok dari sarungnya segera digunakan
untuk memapak serangan senjata lawan. Siau Po yang menyaksikan hal itu segera
berkata dengan suara keras.
"Lie Cu Seng, kau ingat, selama dalam kota Kun-beng, siapakah yang telah
menolong jiwamu" Anakmu dan kekasihmu" Mengapa sekarang kau menentang budi
baikku dan berlaku begini menentang perikebajikan" Sungguh kau tidak tahu malu!"
Mendengar perkataan Siau Po, Lie Cu Seng dan juga yang berada di luar merasa
sangat kaget Lie Cu Seng sangat tersinggung.
"Kau.... Kau...." Lie See Hao berseru, "Lie Cu Seng, kiranya kau belum mati, bagus!"
Kata-kata itu dikeluarkan dengan nada penasaran.
Dahulu semasa berkuasa, Lie Cu Seng memandang jiwa orang lain bukanlah jiwa
manusia, maka itu ia telah menyebabkan banyak orang merasa sakit hati, hingga
banyak orang yang menginginkan balas dendam padanya, sekarang pun ia masih ingin
membalas dendam padanya, maka setelah ia mendengar nama itu darahnya mulai
mendidih. Padahal sebelumnya ia orang yang paling sabar
A Ko menarik baju Lie Cu Seng.
"Ayah, mari kita pergi!" katanya dengan berbisik.
Kembali Lie Cu Seng menggedukkan tongkatnya ke lantai, kemudian berlalu pergi,
diikuti anaknya dan Kek Song.
Melihat itu Lie See Hao berkata dengan suara nyaring.
"Lie Cu Seng, jikalau kau laki-laki sejati, kutunggu kau pada waktu dan tempat yang
sama. Kutantang kau bertempur satu lawan satu, sampai diantara kita ada yang mati!
Kau mempunyai nyali atau tidak?"
Lie Cu Seng kemudian berpaling, matanya mengawasi tajam, dengan tatapan
menghina lalu ia menjawab.
"Loocu telah malang melintang di kolong langit ini! Ketika itu kau belum lahir Karena
aku seorang She Lie, aku orang gagah, laki-laki sejati atau bukan, tak usah kau yang
menilainya!" Semua orang terdiam, tetapi semua beranggapan katanya itu beralasan, mereka
mengetahui kalau Lie Cu Seng bukan hanya orang yang berani, tetapi juga bertanggung
jawab. Hal itu diakui mereka baik yang menyukainya maupun yang tidak. Dan ternyata
sekarang walaupun sudah berusia lanjut, ia tetap gagah dan perkasa.
"Song jie, bagaimana kau datang ke mari" Kebetulan sekali kau pun telah dapat
menolongku! Jika tadi tidak kau tolong mungkin aku telah mati di tangan istriku itu!"
kata Siau Po sambil membantu membalut luka di tubuh Song Jie.
"Aku bukannya datang secara kebetulan tetapi memang telah mengikutimu sejak
tadi, hanya saja Kong Kong tak mengetahuinya!" jawab Song Jie.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siau Po heran. "Jadi kau senantiasa berada di dekatku?" tanya Siau Po.
Bersamaan dengan itu terdengar suara nyaring dari Kho Cu. Cia, "Hai, tolong
bebaskan totokan ini, dan cepat kau berikan obat itu kalau tidak awas aku..."
Mendengar itu, mereka semua tertawa,
Akhirnya mereka dibebaskan dari totokan satu persatu, Yang pertama dibebaskan
yaitu si petani, setelah itu kedua kawan Siau Po kemudian si pengemis tua. Dan terakhir
Kho Cun Cia, namun yang terakhir ini tidak langsung dibebaskan.
Akhirnya mereka merasa kasihan dengan keadaan Kho Cun Cia maka si pengemis
itu lalu membebaskan totokan itu.
Setelah bebas dari totokan Kho Cu Cia langsung menyerang Siau Po. Melihat hal itu,
si pengemis langsung mencegahnya, tetapi Kho Cun Cia balas menyerang pada si
pengemis. Si pengemis berkelit ke sisi, dari situ ia mengirim tangannya ke atas untuk
menyerang tubuh lawan. Namun si penyerang dapat menekan kaki lawan, hingga
tubuhnya kembali terpental.
-ooo) II-62 (oooKejadian itu terus berulang beberapa kali, hingga tubuh Kho Cun Cia seperti tak
pernah menapak lantai, Dari situ terbukti ilmu silatnya benar-benar lihay, Hingga Lie
See Hoa semua menjadi kagum pertempuran seperti itu belum pernah mereka
menyaksikan sebelumnya. Diam-diam semua orang pun memperhatikan cara bersilatnya si pengemis yang tak
kalah lihaynya itu. Dari sikap serangan dan gerakan yang dilancarkan dalam pertarungan itu terasa seru
dengan menggetarkan, hal itu membuat Lie See Hoa semua mundur ke tembok.
Segera juga terdengar seruan Kho Cun Cia ketika kembali menyerang si pengemis
tersebut yang dimulai dengan tangan kanannya dan disusul tangan kirinya mengancam
ubun-ubun lawan. "Bagus!" berseru si pengomis, yang langsung bergerak merendah sambil kedua
tangannya diangkat ke atas perlahan untuk menyambut Maka tangan mereka yang
saling beradu keras, Dan kesudahannya, lagi-lagi Kho Cun Cia terpental ke atas, hingga
tubuhnya membentur langit-langit.
Tampak beberapa genteng pecah dan jatuh berantakan, tempat itu pun seketika
berantakan, berserakan pecahan genteng di mana-mana.
Setelah membentur tubuh Kho Cun Cia terbanting ke lantai.
Kali ini si pengemis menyingkir ke sisi, membiarkan tubuh lawannya jatuh ke lantai.
"Hahaha!" si pengemis tertawa melihat lawannya jatuh, Belum berhenti suaranya,
tubuh Kho Cun Cia kembali melesat ke atas dan dengan kepalanya dia menyerang
pula. Si pengemis bergerak ke pinggir untuk menyelamatkan diri, Dengan posisi terbaring
tangan kanannya dipakai untuk menepuk kepala lawan sambil berseru, Maka terlihat
tegas bagaimana Kho Cun Cia meluncur terus semakin keras, Kepalanya bergerak
menuju ke tembok di depannyal
Ketika kepala itu membentur tembok, semua orang terkejut melihat kejadian tersebut
itulah yang berbahaya buat Cun Cia.
Ay Cun Cia juga melihat bencana bagi saudara seperguruannya itu, namun ia tak
menjadi bingung dan gugup. Sebab luar biasa ia menyambit tubuh orang Sie Wie yang
menggeletak ke tanah dan ia lemparkan ke arah tembok, mendahului tubuh saudara
seperguruannya. Hal itu tepat ketika kepala Kho Cun Cia menghajar tembok, maka terasa kepalanya
terganjal perut Sie Wie. seketika perut Sie Wie itu pecah dan meletus kepala Kho Cun
Cia melesak ke dalam perut yang pecah itu.
Tak urung, tembok itu gempur tertembus tubuh Sie Wie.
Ketika Kho Cun Cia menjejakkan kaki tubuhnya berdiri sedikit terhuyung. Kepala dan
kakinya berlepotan darah Sie Wie. Dia mendongkol sekali hingga mengeluarkan
kutukan, Dia pun repot membersihkan darah di muka dan kakinya itu.
Semua orang terkejut dan kagum, bersyukur Kho Cun Cia tak kurang suatu apa pun
pada dirinya. "Nah bagaimana?" si pengemis tertawa dan bertanya, "Kau masih mau bertempur
atau cukup sampai di sini?"
"Dahulu waktu tubuhku tinggi besar, kau tak dapat mengalahkan.." sahut Kho Cun
Cia. "Dan sekarang?" tegas si pengemis.
Kho Cun Cia menggeleng kepala. "Sekarang aku tidak sanggup melawanmu!"
jawabnya manggut "Ya. Sudah, sudahlah!"
Setelah mengaku kalah, tubuh Koh Cun Cia mencelat ke arah dinding, ke tempat tadi
tubuh Sie Wie yang menghalang-halangi. Hingga terdengarlah suara keras dan berisik,
sebab tembok tergempur dan tertembuskan tubuh Sie Wie turut molos ke luar.
Ay Cun Cia kaget sekali. "Suko! Suko!" panggilnya berulang-ulang dan ia pun terus melompat menyusul
saudara seperguruannya. "Wie Tayjin... nanti aku pergi melihat," kata Lio Kho Hian, yang terus memberi hormat
pada si Tayjin cilik, untuk berlompat pergi, menjeblos lobang di dinding tembok itu.
"Bagus!" beberapa orang memberikan pujian sesuai dengan apa yang telah
disaksikan Suatu pertunjukan yang indah dari orang She Liok itu ketika loncat keluar.
"Sementara itu Cie Thian Thoan Cian Lao Pan semua berkata di dalam hatinya
masing-masing. Entah dari mana Wie Hiocu dapat berdua sebawahannya itu. Ternyata
mereka memiliki ilmu silat yang baik sekali dan mahir, mereka lebih jauh menang
dibandingkan dengan kita."
Sementara itu Lie See Hong memberi hormat seraya berkata, "Maaf, aku tak dapat
lama menemani pula," lalu terus berjalan pergi.
Siau Po memberi hormat pada pengemis seraya berkata, "Heng Tay, dapatkah
mereka itu diijinkan pergi?" ia pun menunjuk pada Cie Hian semua, ia memanggil "Heng
Tay, itu adalah sebutan kakak yang dihargai atau terhormat.
Pengemis itu tertawa. "Jikalau dari tadi siang aku tahu bahwa mereka sebawahan saudara Wie, aku tidak
berani berbuat salah terhadap mereka," katanya seraya mengulurkan tangan. Tak
tampak bagaimana caranya bekerja, setelah orang pada bangun berdiri mereka semua
telah terbebas dari totokan masing-masing.
"Terima kasih!" kata Siau Po, dan terus meminta Cie Hian untuk memintanya pulang
terlebih dahulu. Cian Coan melirik pada Song Ji.
"Apakah nona ini menjadi orang kepercayaan Wie Hiocu?" tanyanya.
"Benar," sahut Hiaucu itu. "Apakah juga tidak disembunyikan dari dirinya?"
"Nona ini sangat muda tapi dia memiliki kesetiaan dan keberanian yang tinggi." si
pengemis angkat bicara, "Susah mencari orang seperti dia yang berwatak demikian itu,
Coba tadi dia tidak datang menghadang, pastilah mata Hiocu tak akan terlindung
dengan baik tanpa dia."
"Benar-benar!" kata Siau Po seraya menarik tangan si nona. "Syukur dia telah
menolongku!" lanjutnya.
Wajah Song Ji menjadi merah seluruhnya, ia malu karena banyak orang memujinya
dan ia langsung menunduk tak berani mengawasi mereka satu persatu.
Cie Cian Thoan melangkah ke depannya si pengemis. "Lima orang yang
memisahkan sebuah syair tubuh Hong Eng tak ada yang tahu!" katanya, seraya
menggunakan kata-kata Thian Tee Hwee.
Atas ucapan itu si pengemis menjawab! "Sejak ini dapat mewariskan sekalian
saudara, kemudian saling mengenali maka bersatulah kita."
Siau Po pun mengetahui segala rahasia tersebut maksudnya istilah-istilah itu.
Mulanya ia tak ingat semua, tetapi pada saat pengemis menyinggung dan bicara ia pun
ikut bicara. "Mula pertama memasuki mengangkat saudara di saat langit terang untuk bersumpah
menunjukkan hati yang sebenarnya." ujarnya.
"Pintu merah," diartikan Hong Bung,
Kembali si pengemis berkata, "Cemara dan satu, dua cabangnya terbagi kiri dan
kanan, di tengahnya terdapat bunga merah membesar tempat" mengangkat saudara."
Siau Po menimpali pula, "Di depan ruang kesetiaan dan kejujuran saudara-saudara
berkumpul, di dalam kota panglima memimpin sejuta jiwa tentara."
Masih si pengemis melayani bicara katanya: "Di depan rumah Hok Tek Su datang
mengangkat sumpah, menentang Cheng membangun Beng. Dialah Hong Eng kami!"
Sampai di situ kacung kita tidak melanjutkan kata-kata rahasianya, Dia berkata "Wie
Siau Po sekarang ini menjadi Hiocu dari Cheng Bok Tong, Mohon tanya, kakak, Semua
yang mulia serta namamu yang besar, serta sekarang ini kakak termasuk golongan
mana serta apa jabatannya"
Dengan "golongan Siau Po yang dimaksudkan "Tong" atau cabang.
Pengemis itu menjawab "Aku ini Gou Liok Kie, sekarang Hiocu dari Gou Liok Kie....
Maksudku dari Hong Sun Tong, Hari ini aku dapat bertemu dengan Wie Hiocu serta
sekian saudaraku aku sangat bergembira!"
Mendengar disebutnya nama tersebut, semua orang pihak Wie Siau Po terperanjat
merasa girang. Semua lantas menunduk hormat pada pengemis itu, sebab Gouw Liok
Kie ini sangat terkenal pelajarannya.
Sebenarnya Gouw Liok Kie pernah memegang jabatan atau pangkat yang tinggi
sebagai pangkat militer yang dinamakan Tee Tok, Seorang gubernur militer propinsi
Kweitang, Di tangannya terdapat satu pasukan yang sangat besar, akan tetapi karena
petunjuk Ca La Mong di dalam hatinya tumbuh semangat mencintai negara.
Maka dia bercita-cita membangun kerajaan Beng, bersiap akan menjatuhkan
pemerintah Tjeng. Kemudian secara diam-diam ia masuk menjadi anggota Thian Tee
Hwee di mana ia dipercayakan kedudukan Hiocu atau Ang Kie Hiocu, Hiocu bendera
merah dari Hong Sun Tong, Keluarga atau kalangan Thian Tee Hwee sangat
menghargai dan menghormati huruf "Han" dan bangsawan Han, sebab salah satu asal
utama dari kesuku-an Tionghoa.
Kalau huruf "Han" itu disingkirkan tiga coretan di dalamnya yaitu huruf "Touw",
"Tanah", maka huruf itu berubah sendirinya menjadi huruf "Hong". Dengan huruf Touw"
"Tanah" itu , yang berarti sebutan di antara persaudaraan kaum Thian Tee Hwee,
sebagai tanda peringatan yang bangsa Han tak akan melupakan cita-cita membangun
pula negara (kerajaan Beng).
"Begitulah Siau Po, aku mengirim sepuluh saudara ke Inlam guna bekerja secara
diam-diam dan akhirnya mereka bekerja hampir secara sempurna, Secara kebetulan
segala ancaman bencana dapat kami hindarkan, sehingga Hong Sun Tong tak usah
membantu apa-apa. Dan beberapa hari yang lalu aku mendapat kabar hingga diamdiam
aku menyusul ke sana dan menyamar."
Mendengar itu Siau Po girang sekali.
"Oh, kiranya demikian," kata Siau Po. Dia tak menyangka gurunya sangat
memperhatikannya serta Giao Hiocu. "Aku sangat berterima kasih atas kejadian ini
semua, Namamu sangat terkenal di empat penjuru lautan, tiada yang tidak mengenal
Siapa tahu kaulah kiranya saudara kami!"
Di mulut Siau Po mengatakan demikian, padahal dia baru dengar nama tersebut
pada saat kejadian itu. Liok Kei berkata, "Justru kaulah yang terkenal di empat penjuru lautan Wie Hiocu.,.!
Kau telah membinasakan Go Pay yang tersohor itu."
"Di antara saudara-saudara sendiri, janganlah kita terlalu sungkan, Aku minta maaf
karena telah berbuat yang tidak pantas terhadap Sie-Wie bawahanmu"
Siau Po tertawa. "Jangan sungkan, justru para Sie Wie itulah yang kurang ajar dan berbuat gila.
Sudah kalah masih saja menyangkal! Pantas jika kau menghajar mereka agar lain kali
kalau berjudi tahu aturan, jangan seenak perutnya saja! justru aku yang minta maaf dan
terima kasih pada Hiocu!"
Liok Kie tertawa terbahak dan bergelak.
Sampai di situ semua orang duduk dan Gouw Liok Kie mulai menanyakan segala
tindak lanjut Siau Po selama di Inlam. Akhirnya kacung memberikan keterangan yang
seperlunya. Gouw Liok Kie kagum mendengar Siau Po sudah mempunyai keterangan lengkap
tentang niat Gauw Sam Kui memberontak melawan pemerintah. Terus kabarnya jika
pengkhianat itu mulai bekerja pasti ia menyerbu ke propinsi Kwietang, Nah, pada saat
itu mereka dapat menggempurnya, Setelah dia dapat ditumpas, baru mereka dapat
menuju ke utara guna menyerbu kota Pakhia!
Pada saat mereka ngobrol datanglah Ma Ciau Hia, Hiocu dari Kee Hou Long. Dia
menerima berita perihal Siau Po dan Liok Kie. Dia bertemu dengan Liok Kie dan bicara
banyak tentang peristiwa yang baru terjadi.
"Phang Sek Hoan manusia busuk." Liok Kei menambahkan kemudian, "Dia berlaku
curang sehingga hampir aku celaka karenanya! Lain kali kalau aku bertemu dengannya
akan kugempur kembali"
Dapatlah dimengerti bahwa si Giao Hiocu sangat bersakit hati. Seumur hidup belum
pernah ada orang dapat membuatnya tidak perdaya.
"Si pemberontak telah membunuh Kaisar Cong Ceng. kebetulan dia berada di LiuCiu baik kita jangan melepaskannya."
"Thian Tee Hwee bersetia terhadap Kerajaan Beng, dengan demikian sendirinya Lie
Cu Seng dipandang musuh besar. Lie Cu Seng yang memaksa hingga Kaisar Beng
yang terakhir itu menggantung diri sampai mati di bukit Bwee San."
Kemudian lagi, Siau Po meminta penjelasan kepada Song Jie bagaimana mulanya
dia mengikutinya. dan si nona cilik memberikan penuturannya.
Setelah terpisah di Ngo Tay San, Song Jie terus mencari si kacung di mana-mana.
Maka ia lantas menyusul ke Pakhia, Namun siapa tahu kacung kita justru telah pergi ke
selatan, Tidak bersangsi pula dia menyusul, bahkan sebelum lagi si kacung kita keluar
dari propinsi Hoo Pak. Dia berpikir sesudah memangku pangkat yang besar, mungkin
Siau Po membutuhkan pula perjalanannya yang lebih jauh dari itu.
Dia tak berani pergi menemui sebaliknya dia bersiasat dengan mencuri seragam Jiau
Kie Eng dan menyamar menjadi serdadu tangsi itu. Dia berdiam di tangsi tanpa
diketahui rahasianya. Dan dia terus berada di Inlam dan Kwie Say sampai terjadi
peristiwa yang hebat di saat A Ko hendak membinasakannya baru dia muncul,
menolong dan terus dapat dikenali oleh si kacung.
Siau Po sangat bergembira dan bersyukur serta tertawa. Dia merangkul dan
mencium pipinya, Dia pun berkata, "Oh, budak tolol, mana aku tak dapat menghendaki
pertolonganmu Bahkan aku ingin diajari selama hidupku kecuali jika kau sendiri yang
sudah tak menyukai disebabkan kau memikir hendak menikah...!"
Song Jie gembira bercampur malu dan mukanya menjadi merah,
"Tidak... tidak..." katanya sukar keluar. "Tak nanti aku menikah dengan orang lain...!"
Malam itu Ma Ciau Hin mengadakan pesta di sebuah rumah pelesiran buat
menghormati Gou Liok Kie. Di saat pesta berlangsung, datang laporan dari salah
seorang anggota Thian Tee Hwee yang ditugaskan mencari informasi tentang Lie Cu
Seng. Melaporkan kedatangan orang di dalam rumah kecil di tepi sungai Liu Kang.
Kota Liu Ciu terkenal karena kayunya, terutama peti matinya, tersohor di seluruh
negara, hingga ada pepatah yang berbunyi, "Mampir di Hang Ciu bersantap di Kwie Ciu
dan mati di Liu Ciu",
Di Liu Kang, potongan-potongan kayu semacam getek dari arah timurnya dialirkan ke
hilir, Di sungai Liukang ini getek kayu terdapat banyak bagaikan tak dapat terhitung
jumlahnya, di situ pula banyak dibangun gubuk atau rumah kecil.
Tidak heran jika orang sukar dicari andaikata ia bersembunyi di tempat seperti itu.
Mungkin kalau bukan orang Thian Tee Hwe, yang jumlahnya besar, sangat sulit orang
mencari orang lain di tempat itu.
Gouw Liok Kie menepuk meja sambil dia berjingkrak bangun.
"Mari, kita lekas pergi!" serunya, Tak usah kita minum arak lebih jauh."
"Sabar." kata Ma Ciau Hin. "Nanti aku mengatur dahulu supaya mereka tak sampai
dapat meloloskan diri."
Orang menanti sampai jam yang kedua barulah Ma Hiocu mengajak rombongannya
pergi ke sungai Liokang, ke tepi sungai di mana terdapat sebuah perahu, Ke atas
perahu itu mereka pada naik.
Tukang perahunya tanpa diperintahkan pula segera melajukan kendaraan itu. Di
belakang mereka mengikuti delapan buah perahu lainnya, mengikuti tidak begitu jauh.
Sesudah melewati perjalanan jauh, tujuh atau delapan Lie, perahu segera dihentikan.
Seorang anak perahu masuk ke dalam perahu untuk berkata sangat perlahan, "Hiocu
bertiga, orang yang dicari itu berada di dalam rumah kecil di atas getek kayu di depan
kita ini." Siau Po pergi ke luar perahu, akan mengawasi ke depan. Memang di atas deretan
getek terdapat sebuah rumah kecil.
Dari dalam mana menyorot keluar sebuah cahaya api bersinar kuning, Ketika ia
mengawasi ke arah sungai matanya segera melihat di sebelah timur atau di barat
terdapat masing-masing sebuah perahu, Begitu pula di arah lainnnya, jumlahnya tak
kurang dari empat puluh perahu,
"Semua perahu kepunyaan kita..." Ma Ciu Hin berbisik.
Siau Po gembira mendengar keterangan itu Pikirnya, "Kalau di dalam perahu
terdapat sepuluh orang. jumlah mereka sudah empat ratus jiwa, Biarlah Lie Cu Seng
dan Phang Sek Hoan lihay sekali, apa kiranya mereka bakal sanggup meloloskan diri.?"
Justru itu maka dari dalam rumah kecil di depan itu terdengar bentakan bertanya,
"Siapa itu di luar"! Kenapa lagakmu mirip hantu?" suaranya gagah berani. Ya suara Lie
Cu Seng. Dari tepian, terdengar suara tawa yang nyaring disusul dengan jawaban, "Lie Cu
Seng, akhir-akhir ini aku toh dapat mencarimu!"
Dan itulah suara Lie See Hoa.
Ma Ciau Hin dan Gou Liok Kie saling memandang, Keduanya merasa aneh. Di dalam
hati mereka saling bertanya, "Aneh! Kenapa dia kini dapat mencari sampai di sini?"
Setelah itu mereka melihat sesosok bayangan hitam berlompat ke arah getek kayu,
Di bawah sinar rembulan terlihat pedangnya berkilau, sedangkan dari dalam rumah
gubuk itu segera tampak seseorang berlompat keluar.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Di tangannya tercekal sebatang siang-thung tongkat sucinya, Sebab dialah Lie Cu
Seng si bhiku. "Bagus.,.!" pendeta itu berseru keras, "Akhirnya kau dapat juga mencari aku!"
Lantas kata Lie See Hoa, "Jlkalau hari ini aku merampas nyawamu mungkin kau
setan sesudah menjadi, kaulah si setan yang tak tahu apa-apa!"
Jawab Lie Cu Seng, sederhana saja, "Aku sih orang She Lie, aku telah
membinasakan orang berjumlah selaksa jiwa, mana sempat aku menanyakan mereka
satu demi satu" Maka itu, kau menyerahlah.! Dan segera majuIah...!"
Suara itu menggelegar bagaikan guntur. Kumandangnya terdengar jauh di sungai itu,
Dan setelah itu tongkat sudah menyambar ke arah si orang she Lie!
Lie See Hoa tidak menangkis hanya berkelit sehingga ujung tongkat lewat. Habis itu
barulah ia membabat dengan pedangnya.
Lie Cung mengelit. Tongkatnya cepat ditarik pulang untuk kemudian dibabatkan ke
punggung lawan. Ketika itu tampak si orang She Lie, Kaki kirinya ditaruh pada ujung perahu, dan kaki
kanannya dibiarkan berada di permukaan air.
"Maju sedikit, mari kita lihat dengan lebih tegas!" katanya.
Kemudian si tukang perahu itu menjalankah perahunya.
Kata Ma Ciauw Hin, "Sekarang ada orang yang menggerembengi dia, itu lebih baik
bagi kita." Terus ia berkata pada si tukang perahu itu, "Lekas berikan aba-aba!"
"Baik," kata si anak buah.
Kemudian anak buah itu mengambil lentera merah dan mengikatkannya pada tiang
perahu itu. Setelah melihat tanda rahasia itu, samar-samar Siau Po melihat beberapa orang ke
luar dari perahunya masing-masing lalu turun ke air.
"Bagus! Bagus!" kata Siau Po kegirangan Siau Po tak pandai bermain silat, makanya
bocah itu senang dengan cara keroyokan ia pun percaya, dengan jumlah yang lebih
besar, tentu pihaknya akan lebih berhasil. orang-orang Thian Tee Hwee itu pandai
berenang dan juga menyelam. Secara diam-diam mereka mendekati perahu lawan
untuk memutuskan hubungan satu dengan yang lainnya.
Tiba-tiba Siau Po teringat bahwa dalam rombongan Lie Cu Seng terdapat seorang
nona, maka cepat-cepat ia berkata pada Ma Ciauw Him.
"Ma Toako, dalam rumah kecil itu ada seorang nona, dialah calon istriku, Maka harus
dijaga, jangan sampai ia mati kelelep."
"Jangan khawatir, Wie Hiocu!" sahutnya sambil tertawa, "Saudaramu ini telah
mengatur, di antara orang-orangku ini ada sepuluh orang yang kutugaskan secara
istimewa untuk menolong si nonamu itu, mereka semua pandai berenang dalam air, dan
sangat gesit bagaikan ikan, sekalipun ikan dapat mereka bekuk!"
"Bagus.... Bagus!" Siau Po memuji saking senangnya, dalam hati ia berkata, "Paling
baik Kek Song yang mati tenggelam dalam air."
Tampak mereka bergerak perlahan-lahan menuju perahu itu, di atas perahu itu
tampak sinar putih berkelebat ternyata pertempuran tengah berlangsung dengan
serunya. "Rupanya Lie Cu Seng belum mencapai latihan yang sempurna." kata Gouw Liok Kie
sewaktu mereka menonton pertarungan itu.
"Dia hanya mengandalkan tenaga besarnya saja, Aku percaya dalam beberapa jurus
lagi Lie Cu Seng akan dapat dikalahkan oleh Lie See Hoa." Aku tidak percaya kalau
seorang kosen yang ternama itu bakal mati kecewa di sungai Liukang ini." lanjutnya.
Siau Po tidak mengatakan apa-apa, ia bukanlah ahli dalam ilmu silat ia hanya dapat
mengetahuinya sewaktu Lie Cu Seng semakin terdesak dan terus saja mundur.
"The Kongcu, cepat minta Phang Suhu untuk membantu ayah!" Suara itu berasal dari
dalam rumah kecil itu. Siau Po mengetahuinya kalau itu suara A Ko, istrinya.
"Baik." jawab Kek Song, dan kemudian ia berkata lagi.
"Suhu, tolong bereskan anak yang berada di luar itu!"
Begitu suara Kek Song terhenti pintu kamar itu pun terpental .Tampak muncul Phang
Sek Hoan, dengan pedang terhunus.
Ketika itu tubuh Lie Cu Seng sudah terdesak jauh dan kakinya sudah sampai pada
tepi perahu itu, jika ia tetap saja mundur, maka tak ayal lagi tubuhnya akan kecebur ke
dalam air. Justru itu terdengar teriakan Phang Sek Hoan.
"Hay bocah, akan kutusuk jalan darah Leng tay-hiat yang ada di punggungmu!" Dan
benar saja pedang itu sudah mengarah pada punggung lawannya itu.
Lie See Hoa hendak menangkis serangan itu untuk membela diri, tetapi dari arah
wuwungan rumah itu terdengar teriakan, "Hay bocah, aku akan menikam jalan darah
Leng tay-hiat yang berada di punggungmu!"
Dan suara itu disusul dengan berkelebatnya satu bayangan putih, sebab sudah
banyak orang yang turun menyerang jalan darah Phang Sek Hoan.
Munculnya orang-orang itu membuat kaget semua orang yang berada di situ. Di luar
dugaan, di atas rumah itu sudah banyak orang yang anehnya dari lawan dan bukan
kawan sendiri Hal itu membuat orang She Phang menjadi bingung.
Phang Sek Hoan tak dapat menyerang Lie See Hoa, maka terpaksa ia harus
memutar tubuhnya untuk menangkis serangan-serangan lawan yang datang secara
tiba-tiba itu, dengan demikian senjata-senjata mereka saling beradu sehingga terdengar
suara nyaring. Ternyata para penyerang yang datang dari atap itu bersenjatakan sebilah golok.
Kedua-duanya sama-sama mundur, mereka merasa bahwa lawan mereka kali ini
sangatlah tangguh. "Siapakah kau?" tanya Phang. Orang yang ditanya itu tertawa, "Aku kenal kau
sebagai poan Kiam Yu Hiat Phang Sek Hoan." jawabnya dengan tenang, "Apakah kau
benar-benar tidak mengenali aku lagi?"
Sekarang Siau Po dapat melihat dengan jelas orang yang berada di atas wuwungan
itu mengenakan baju dan juga kain dari bahan yang kasar. Kepala mereka diikat
dengan sabuk warna putih, pinggangnya terikat ikat pinggang warna hijau dan
sepatunya sepatu rumput. Dialah orang tani yang telah berhasil membebaskan dari totokannya, rupanya ia
menjadi dendam pada Phang Sek Hoan sehingga kali ini ia datang.
"Tuan, dengan kepandaianmu ini, kau mungkin bukan sembarang orang. Maka itu
aneh mengapa kau membawa dirimu dengan cara seperti ini. Kau seperti main
sembunyi-sembunyian." kata Sek Hoan dengan terkejut.
"Sekalipun aku bukan orang yang ternama, tetapi aku masih mempunyai harga diri
dan lebih menang daripada Poan Kiam Yu Hiat." katanya dengan tenang.
Sek Hoan menjadi gusar, maka ia langsung menyerang orang itu secara tiba-tiba.
Si orang tani itu menangkis serangan Sek Hoan dan kemudian dia pun balik
menyerang dengan goloknya.
Nampaknya mereka ingin saling membunuh, tetapi golok telah sampai duluan
daripada pedang, Melihat hal itu Phang Hoan kaget, sehingga ia tak sempat menangkis
serangan itu tetapi ia sempat berkelit melompat ke samping.
Si orang tani yang melihat serangannya itu gagal, terus menyerang lagi dengan
sangat cepatnya yang mengarah pada pinggang Sek Hoan.
Kali ini Sek Hoan sempat menangkis serangan lawan.
Si orang desa itu terus saja menyerangnya dan kali ini goloknya mengarah pada
bahu lawan. Sek Hoan berlaku tangkas, Sambil menahan serangan lawan, ia pun membalas
serangan dengan tusukan-tusukan pedangnya yang sangat tajam.
Seperti semula, sewaktu Sek Hoan menyerang, si orang desa itu bukanya berkelit
melainkan balas menyerang, Melihat kenyataan itu Sek Hoan kembali berkelit karena
tangannya terancam golok.
Sungguh luar biasa pertarungan itu!
Si orang desa yang lugu dan nampaknya dungu itu, sangat lihay memainkan
goloknya. cepatnya sabetan golok bagaikan sambaran kilat maka itu Gouw Liok Kie dan
kawan-kawannya menjadi heran, mereka menonton dengan penuh perhatian
"Tahan!" teriak Sek Hoan, ia pun melompat mundur "Oh, kiranya tuan yang terhormat
adalah Peng Seng...."
"Jangan banyak bicara!" kata si orang desa itu, "Mari kita bertempur terus!"
Kemudian si orang desa itu melompat dan menyerang Iagi. Dalam beberapa kali itu
Sek Hoan tetap saja hanya berkelit
Terdesak demikian Phang Sek Hoan balas menyerang, ternyata ia pandai juga
dalam memainkan senjatanya, Dengan memusatkan perhatiannya, ia berhasil
mengimbangi kegesitan lawannya, sehingga orang desa itu tak dapat berbuat seperti
semula. Sering senjata mereka beradu sehingga terdengarlah suara nyaring yang berasal
dari senjata yang beradu itu, dan mereka masing-masing berkelit dari serangan lawan.
Di lain tempat terlihat Lie Cu Seng yang bertempur dengan Lie See Hoa, si orang
She Lie terus saja bertahan, A Ko bersama The Kek Song, dengan senjata di tangannya
siap membantu kawan-kawannya.
Setelah bertempur cukup lama Lie See Hoa menggunakan tipu silat, "Go In Hoan"
Awan Timur Berbalik, suatu jurus turunan dari Yan ceng salah seorang pendekar dari
gunung Liang San pada jaman kerajaan Song.
Sambil melakukan tipu silat itu ia berkata, "Hari ini kau tak akan hidup lebih lama!"
katanya. Mereka yang menyaksikan hal itu merasa heran, terutama A Ko dan Kek Song,
Mereka menjadi heran hingga tak sempat memberikan bantuan.
Tiba-tiba saja terdengar bentakan dari Lie Cu Seng, yang matanya melotot dan
suaranya mengguntur, membuat orang yang berada di situ menjadi ketulian, sedangkan
Lie See Hoa menjadi kaget sehingga senjata yang berada di tangannya terlepas, justru
itu Lie Cu Seng mengambil kesempatan itu, ia lalu menendang Lie See Hoa, membuat
orang yang ditendang itu menjadi terjungkal balik, sedangkan tongkat Lie Cu Seng
sudah siap untuk menyerang dada lawannya.
Dengan demikian pertarungan akan segera berhenti Lie See Hoa akan menemui
ajalnya bila Lie Cu Seng mengayunkan tongkatnya.
"Asalkan engkau mengaku kalah aku akan mengampuni selembar nyawamu!" kata
Lie Cu Seng. "Cepat kau bunuh aku! Aku tak dapat membalas sakit hati ayahku, mana aku
mempunyai muka denganmu" Lebih baik aku mati daripada hidup harus menanggung
malu!" katanya. Lie Cu Seng tertawa. "Apakah kau orang She Lie dari HoIam?" tanyanya.
"Ya." sahut See Hoa. "Sayang di antara orang She Lie telah terlahir kau, orang yang
picik dan tak lapang dada, sehingga kau menjadi manusia pengecut yang gagal
membangun hal yang terbesar!" Hati Lie Cu Seng bergetar, ketika See Hoa berkata
demikian, maka ia pun bertanya, "Lie Gam Lie Kongcu pernah apakah denganmu?"
"Dia ayahku!" jawab Lie See Hoa, "Seumur hidupku, perbuatanku yang paling
bersalah adalah mencelakai ayahmu." kata Lie Cu Seng. "Kau mengatakan aku si
pengecut yang tidak berhasil berusaha besar itu tidaklah salah! Kau sekarang hendak
membalas sakit hati ayahmu itu pun sudah selayaknya dan pantas sekali, Seumurku,
aku telah membinasakan berlaksa-laksa jiwa. semua itu tak dapat masuk dalam pikiran,
akan tetapi sewaktu ia membunuh ayahmu aku sangat malu."
Bagian 59 Berkata demikian maka Lie Cu Seng mengambil tongkatnya dan membuang tongkat
itu ke sungai, sehingga terdengar suara yang sangat berisik.
Justru itu, mendadak dia muntah darah, "Jikalau kau menyesal dan malu sendiri, itu
terlebih baik daripada aku harus membunuhmu." kata Lie See Hoa, yang terus pergi
menjauh dari tempat itu. "Ayah!" teriak A Ko memanggil ayahnya yang sedang muntah darah, gadis itu
mengulurkan tangannya untuk memapah ayahnya naik ke perahu.
Lie Cu Seng yang dipanggil itu tetap saja pergi tak menghiraukan panggilan putrinya
dan kemudian menghilang. A Ko sangat bingung, dia lalu menoleh ke belakang.
"The Kongcu," katanya, "Ayahku,., dia... dia,., telah,., per... pergi..." yang lalu ia
menangis dan berlari ke arah anak muda itu membuang diri dalam rangkulannya.
Kek Song memeluk anak Lie Cu Seng dengan tangan kirinya sedangkan tangan
kanannya digunakan untuk mengusap-usap rambutnya.
"Ayahmu sudah pergi, biarlah!" katanya dengan lembut, "Di sini ada aku yang akan
menjaga dirimu." Baru pemuda itu berkata demikian, ia kaget bukan main karena getek yang mereka
tumpangi sudah bergerak satu dengan yang lainnya, belum sempat mereka berbuat
sesuatu mereka berdua sudah tercebur ke kali.
Itulah hasil kerja orang-orang Kee Hou Tong yang ditugaskan untuk menyelusup
merusak getek itu dengan cara memutuskan tali-tali yang dipakai untuk mengikat tali
yang satu dengan tali yang lainnya.
Phang Sek Hoan pun kaget, lalu berlompat ke arah kayu yang besar. Orang desa
yang menjadi lawannya pun ikut dengannya dan langsung menyerangnya dengan
membacokkan goloknya dan terpaksa ia harus meladeninya.
Kali ini kedua orang itu bertarung dalam posisi yang kurang baik. sedangkan
kumpulan getek itu pun sekarang sudah hancur berantakan terpisah antara satu dengan
yang lainnya. Perlahan-lahan sisa getek itu hanyut.
Tepat pada saat itu, Gouw Liok Kie teringat sesuatu, hingga ia berseru. "Oh sekarang
aku baru ingat saudara itu adalah Pek Seng To Ong Ouw It Cie! Dia... dia! Mengapa dia
berubah demikian rupa" Cepat.... Cepat susul mereka!"
"Out It Jie." Ma Ciauw Hin mengulangi kata-kata itu. ia seperti baru ingat akan
sesuatu, "Bukankah ia yang bergelar Bie To Ong" Dia tersohor karena ketampanannya,
si ganteng nomor satu dari rimba persilatan, mengapa sekarang ia menyamar sebagai
pak tani tua?" "Bie To Ong" itu berarti raja golok tampan sedangkan Pek See To Ong adalah raja
golok yang selalu menang.
Ma Ciauw Hin berpikir lain.
"Cepat kalian kirim bantuan yang lebih banyak untuk menolong nona A Ko!" katanya.
Baru saja kata-katanya itu diucapkan, tiba-tiba dari dalam air muncul dua orang yang
membawa tubuh A Ko yang basah kuyup dan salah satu di antara mereka berkata.
"Inilah yang wanita berhasil kami tangkap!" kata salah satu di antara mereka.
Tak lama kemudian timbul lagi salah satu dari mereka dengan membawa tubuh
seorang laki-laki seraya ia pun berkata, "lni dia yang laki-laki...." Dan dia menarik
kuncir Kek Song, tetapi mendadak pemuda itu berontak, hingga yang tertinggal hanya
kuncirnya saja yang ternyata kuncir palsu.
Melihat hal itu mereka semua tertawa, dan tiga orang dari mereka mengejar Kek
Song yang berusaha kabur.
Melihat A Ko dapat ditolong, hati Siau Po merasa girang, sambil tertawa ia pun
berkata, "Cepat kalian lihat pertempuran itu!"
Gouw Liok Kie lalu mendesak orang untuk mendayung perahunya mendekat dengan
perahu orang yang sedang bertempur.
Berbicara mengenai pengalaman dan kepandaian ilmu mereka berdua sama-sama
tangguh, Hanya sekarang Sek Hoan merasa sesak pada dadanya, sebab sebelumnya
ia telah bertempur dengan Hong Cie Cong dan Hian Ceng Tojin.
Mereka itu sangat lihay menggunakan ilmu tenaga dalam, sehingga sewaktu Sek
Hoan bertempur yang cukup lama, rasa nyeri itu datang dan ditambah lagi dengan
tempat mereka berpijak cukup sulit.
Di pihak lain, lawan telah menyerang dengan mati-matian. Hanya saja cara
menyerang Pek See To Ong lain dengan cara orang yang perang karena takut mati ia
melakukan pertempuran dengan hati-hati dan sempurna.
Yang sangat menakutkan Phang Sek Hoan adalah perahu-perahu kecil yang cukup
banyak serta mendekati mereka yang sedang bertempur. Ditambah lagi dengan salah
satu perahu yang ditumpangi si pengemis tua yang dia temui dalam rumah judi itu.
Bacokan demi bacokan dapat dihindari oleh Phang Sek, namun selanjutnya Pek
Seng To Ong menggunakan taktik lain, sebab bacokan yang pertama tidak mengenai
tubuh lawan, melainkan meleset dan membentur kayu yang diinjak lawannya, dengan
demikian kayu itu bergulir dan lawan jatuh ke air.
Melihat hal yang demikian, Pek Seng To Ong tidak tinggal diam. ia terus melakukan
serangannya, malah kali ini ia melemparkan goloknya ke arah lawan, Lawan yang
sudah tercebur itu cepat menangkis serangan Pek Seng To 0ng. Kaki yang satu dipakai
untuk menggerakkan kayu, sedangkan tangannya digunakan untuk menangkis
serangan lawan. Mengalami hal yang demikian Phang Sek Hoan merasa bingung, maka ia mengambil
jalan pintas yaitu menyelam, Pek Seng To Ong yang melihat lawannya pandai
menyelam dalam air dia menjadi ciut juga.
Tiba-tiba terdengar suara nyaring dari Gouw Liok Kie, "Nama Pek Seng To Ong
bukan nama kosong belaka! Hari ini aku menyaksikan pertempurannya, sungguh
mataku terbuka! Tuan silahkan kau naik ke perahu kami! Bagaimana jikalau kami
mengundang tuan untuk minum arak?"
"Aku mengganggu saja!" sahut Pek Seng To Ong sambil menjejak sisa geteknya itu
untuk mendekat pada perahu itu. Dia datang tidak membuat perahu itu tenggelam
barang sedikit pun bahkan menggoncangkannya pun tidak, hal itu disebabkan Ken Sin
Sut atau ilmu peringat tubuh orang itu sudah mencapai tingkat sempurna.
Siau Po yang tidak mengetahui ilmu persilatan diam saja tidak merasa kagum,
sedangkan Gouw Liok dan Ma Ciau Hin merasa sangat heran, Gouw Liok Kie lalu
memberikan hormat, "Aku yang rendah ini ingin memperkenalkan diri, namaku Gouw
Liok Kie dan ini saudaraku Ma Ciauw Hin sedangkan yang satunya Siau Po. Kami
semua dari Thian Tee Hwee!" ujarnya.
Pek Seng To Ong mengacungkan jempol "Hebat saudara Gouw!" katanya memuji,


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kalian berada dalam Thian Tee Hwee. Hal ini harus dipegang rahasianya, sebab satu
kali saja rahasia itu bocor maka seluruh keluarga kalian akan mati semua, Hari ini kita
baru saja bertemu, tetapi kalian sudah tak mau merahasiakan sesuatu apa pun padaku
Sikap gagahmu itu membuatku sangat kagum."
Siau Po dan kawan-kawannya tertawa, "Bukankah jika aku tak memberikan
kepercayaan pada tuan aku akan menjadi manusia yang hina dina?" katanya.
"Selama beberapa tahun ini aku menyembunyikan diri dengan cara bercocok tanam
sayuran," katanya, "Selama itu aku tak lagi mencampuri urusan di dunia sungai telaga,
dan tak tahunya hari ini aku dapat berkenalan dengan kalian sebagai sahabat
istimewaku." Lalu keduanya bergandengan tangan sambil memasuki gubuk perahu itu.
Terhadap Siau Po dan Ma Ciauw, ia hanya mengangguk saja. Rupanya terhadap
mereka berdua ia tak menaruh simpatik.
Siau Po sangat bersyukur ada orang yang dapat mengalahkan guru Kek Song.
"Ouw Taihiap telah menghajar guru Kek Song hingga ia tercebur dalam sungai,
dengan demikian segala ikan dan binatang laut akan menggigitinya, hingga hancur
lebur!" ujarnya. Out It Cie tersenyum. "Wie Hiocu, kepandaianmu dalam bermain dadu juga tak dapat dianggap enteng."
ujarnya. Siau Po yang mendengar orang menyindirnya yang mengatakan bahwa ia hanya
pandai main dadu sedangkan dalam ilmu silat tidak ada sama sekali maka itu ia pun
berkata. "Kami bekerja sama dan telah memenangkan tidak sedikit uang si kate, Andaikata
Ouw Tayhiap menginginkannya, sekarang juga akan kuberikan."
"Wie Hiocu jika nanti kita bermain lagi, aku tak ingin jika kalian main dengan
kawanan, sebab jika hal itu terjadi, aku tak akan menang." ujar It Jie sambil
tersenyum. Ma Ciau Hin memerintahkan orang-orangnya menyediakan arak untuk minum di situ,
Baru saja meminum satu cawan, tiba-tiba sebuah perahu kecil menghampirinya dan
memberikan Iaporan. "Muda mudi yang berada dalam perahu getek itu sudah dapat ditolong dan sekarang
mereka sudah diikat, tinggal menunggu keputusan dari Hiocu!" katanya.
Mendengar laporan itu Ma Ciauw Hin tertawa.
"Terhadap nona itu kalian jangan berani kurang ajar. Si nona itu yang nantinya calon
istrinya Hiocu! Begitu juga terhadap prianya." ia menoleh pada Siau Po sambil tertawa.
"Gaplok dahulu barang tiga kali baru setelah itu kalian gantung dan ingat jangan ganggu
jiwanya!" Siau Po balik menoleh. "Ah, sungguh Ma Toako saudaraku yang mengetahui kebaikanku!" ujarnya sambit
tertawa. Out It Jie menenggak araknya lalu berkata.
"Hari ini kita bertemu dan kita akan menjadi bagian sahabat lama, Jadi tentang diriku,
aku tak dapat merahasiakannya. Akan tetapi berbicara mengenai itu, aku menjadi malu
sendiri.... Selama dua puluh tahun lebih aku mengundurkan diri dari dunia persilatan
aku terus menyendiri di luar kota Kun Beng, itu hanya untuk seorang wanita...."
"Dalam nyanyian Tan Wan Wan ada kata-kata yang mengatakan seorang gagah
banyak menyinta, karena kau gagah dan perkasa juga maka tak heran kalau kau juga
penyinta," kata Siau Po.
Mendengar perkataan Siau Po, Gouw Liok mengernyitkan alisnya.
"Ah, anak kecil kau tahu apa!" katanya dalam hati.
Di luar dugaan, maka It Cie tampak berubah yang akhirnya ia berkata dengan sangat
pelan, "Seorang gagah perkasa banyak menyinta,.. itulah syair bagus dari Gouw Bwee
Cun. Akan tetapi orang macam Gauw Sam Kui bukankah orang gagah" Dia pun tak
banyak menyinta, ia hanya orang yang rakus paras elok."
Dia menghela napas berat "lstrinya yang mengenal usaha besar" Kemudian ia
menambahkan pada Siau Po. "Wie Hiocu selama di kuil Sam Seng Am kau banyak
mendengar lagu Tan Wan Wan. Sungguh telingamu besar rejekinya, Aku yang tinggal
bersamanya selama dua puluh tiga tahun, mendengar lagu itu baru tiga baris, mengenai
baris terakhir itu aku dapat bantuanmu...."
Siau Po heran hingga ia menatap.
"Kau berdiam di sisinya selama dua puluh tiga tahun" Apakah kau menjadi kekasih
Tan Wan Wan?" tanyanya.
Orang itu tersenyum sedih.
"Sebenarnya ia memandang padaku pun tak pernah! Selama tinggal di wihara itu,
kerjaku menanam sayur dan menyapu rumput atau mencari kayu dan mengambil air,
dan kemungkinan ia menyangka kalau aku adalah seorang petani biasa."
Siau Po merasa heran maka ia pun bertanya.
"Ouw Tayhiap, ilmu silatmu demikian lihaynya, mengapa kau tidak mendapatkannya
dengan cara memeluknya dan membawanya pergi?"
Mendengar pertanyaan itu, muka dan sorot mata It Cie menjadi menyeramkan,
hingga Siau Po menjadi sangat takut sehingga cawan yang berada di tangannya
menjadi jatuh, Sang kosen yang melihat hal itu hanya dapat tertunduk dan menghela
napas saja. "Pada suatu hari aku kebetulan bertemu dengan Tan Wan Wan. Kemudian aku
menjadi penasaran dengannya, Setiap hari aku hanya melamun dan aku mengambil
keputusan untuk turut dengannya kemana pun ia berada, Sewaktu ia berada dalam
istana Peng See Ong, aku melamar menjadi tukang kebun dan tukang mencuci
rambutnya, hingga ia pindah ke wihara itu aku pun ikut pindah dengan nya, dan di sana
aku menjadi tukang masak dan tukang kebunnya. Tatkala itu tak ada maksud lain dariku
kecuali ingin melihat wajahnya yang cantik dan manis itu saja. itu saja sudah membuat
aku... aku... aku puas. Mana berani aku melakukan perbuatan yang tidak-tidak
terhadapnya!" katanya.
"Jikalau demikian dalam hatimu kau sangat menyintainya, Selama dua puluh tahun
lebih itu apakah ia mengetahui kau yang sebenarnya dan juga hatimu itu?" tanya Siau
Po. "Aku khawatir rahasia diriku itu akan terbongkar maka setiap hari aku jarang
mengucapkan kata-kata, terutama di depan dia. Mulutku membungkam selama dua
puluh tiga tahun itu bagaikan orang bisu. Paling juga aku hanya mengucapkan kata
sebanyak empat puluh sembilan kata terhadapku katanya.
"Ouw Toako, orang-orang dengan sifatnya ada yang doyan judi ada yang doyan ilmu
silat dan juga yang suka wanita.,., Tan Wan Wan adalah wanita tercantik di kolong jagat
ini. itu sangatlah wajar Akan tetapi yang utama kau harus dapat mengendalikan
nafsumu dan kau harus dapat menghormati kesuciannya. Saudara, aku ingin bicara
denganmu dengan membesarkan keberanian, apakah kau mau mendengarkannya?"
"Silahkan saudara Gouw!" katanya, "DahuIu Tan Wan Wan itu cantik, tiada lawan,
akan tetapi sekarang ia sudah tua, pipinya keriput, Aku pikir..."
"Cukup saudara Gouw, setiap orang mempunyai pikiran masing-masing. Aku
memang si orang tolol, Saudara, jika saja kau bukan sahabat.... Baiklah, sampai di sini
dulu!" katanya dengan kesal.
Melihat kenyataan tamunya itu merasa tidak senang karena nada bicara tuan rumah
itu sangat merendahkannya, maka ia pun menerangkan tentang kecantikan Tan Wan
Wan pada mereka yang berada di situ.
"Jangan kalian heran dengan kecantikannya, Bila kalian telah melihatnya, maka
kalian akan mabuk kepayang, jangankan baru jadi tukang sapu atau tukang kebun,
hendak dibunuh juga kita masih senang asalkan kita dapat perhatian darinya." kata Siau
Po untuk meyakinkan kawan-kawannya itu.
Setelah menceritakan tentang kecantikan Tan Wan Wan, Siau Po lalu menceritakan
tentang dirinya yang telah jatuh hati dengan anaknya, A Ko hingga akan dicolok
matanya pun ia rela. Mendengar kisah cinta Siau Po dengan A Ko putri Tan Wan Wan yang sangat mirip
dengan kisah cintanya itu, ia menjadi sangat kasihan pada Siau Po.
Ouw It Cie kemudian memberikan nasihat pada Siau Po, "cinta itu tak dapat
dipaksakan Jika seseorang sudah mencintai seseorang, maka ia tak mungkin akan
jatuh cinta pada orang lain." ujarnya,
Siau Po hanya mengangguk.
"Cepat saudara bicara!" katanya, "Dia bagai tak menghiraukan aku. Dia menganggap
aku tidak ada di dunia ini, tetapi itu adalah aku suka, aku lebih menyukainya jika ia
sedang marah padaku!"
Ouw It Cie menarik napas.
"Seandainya ia membunuhmu, itupun baik. Jika ia benar telah membunuhmu, dalam
hatinya pasti ia menyesal Bukankah itu lebih baik daripada dalam hatinya tak ada kau?"
Siau Po menganggukkan kepalanya berulang-ulang.
"Saudara Ouw, kata-katamu itu sangatlah jelas. DahuIu aku tidak sampai berpikir
sejauh itu, namun satu kali aku sudah menyukai nona, aku harus menikah dengannya,
aku tak sesabar kau! Andaikata benar A Ko menginginkan aku untuk menanam sayursayuran
dan mengambil air asal aku dapat mengawininya, aku pun rela dan sanggup
melakukannya. Namun Sie Kongcu, jika ia berada di sampingnya maka aku akan
membuat golok putih masuk menjadi golok merah, artinya golok itu akan keluar dengan
berlumuran darah." kata Siau Po.
"Dalam hal ini saudara kecil tidak tepat," kata Ouw It Cie. "Jikalau kau mencintai
seorang wanita, kau harus membuatnya bahagia, Kau harus berbuat sesuatu untuknya,
Umpamanya, jika ia ingin menikah dengan orang lain, maka kau harus berusaha
mewujudkan cita-citanya. Dan jika ada orang yang akan mencelakai pasangan orang
yang kau cinta itu kau harus membelanya demi kekasihmu. jika dalam hal itu kau
kehilangan nyawamu itu adalah hal yang istimewa."
Siau Po menggelengkan kepala.
"Menurut aku itu bukan jalan keluarnya," katanya. "Untuk orang dagang itu namanya
rugi, juga modalnya habis, Tidak, tak dapat aku melakukan hal itu, Ouw Toako, aku
sangat mengagumimu, ingin aku mengangkat kau menjadi guruku, bukannya untuk
belajar ilmu golokmu, melainkan ingin mencontoh kadar cintamu pada Tan Wan Wan.
Dalam hal itu aku sangat ketinggalan jaman!" ujarnya.
Ouw It Cie sangat girang mendengar kata-kata Siau Po.
"Untuk mengangkat guru itu tak usah yang penting asal kita sama-sama untung
saja." katanya. Kedua kawan Siau Po hanya menggelengkan kepala, Mereka orang Ouw sejati yang
tak mau melihat wanita mana pun. Buat mereka wanita cantik pun berada dalam rumah
pelesiran, Asal ada uang, berapa pun kita kehendaki dapat kita lakukan. Di mata
mereka, Siau Po dan It Jie adalah orang-orang yang gagal dalam hal asmara,
Siau Po dan It Jie merasa bahwa semakin lama mengobrol, semakin mengasyikkan,
Bahkan mereka sangat menyesali mengapa hal itu baru terjadi di saat mereka sudah
berpisah dari masing-masing kekasihnya, Siau Po yang jatuh cinta pada A Ko ingin
menyingkirkan Kek Song dari sisi si nona, sebaliknya It Jie, ia sangat memikirkan
halnya agar dapat melihat Tan Wan Wan sehingga ia rela berdiam selama bertahuntahun.
Dan kali ini ada orang yang mengaguminya sehingga ia menjadi hidup kembali.
Orang itu senang dengan kesabaran dan ketabahannya.
Ketika itu perahu mereka masih berlabuh di tengah sungai. Tanpa perintah, si tukang
perahu sudah berani menjalankan perahunya Teman Siau Po hanya mendengarkan
pembicaraan itu. Tatkala itu It Jie berkata pada Siau Po, "Saudara kecil, kita baru
saja bertemu, tetapi sudah seperti sahabat-sahabat lama saja, Dalam dunia ini, paling sukar
kita mencari orang-orang yang mempunyai satu cita-cita. Sama dengan pepatah kata
mendapat satu kawan baik mati pun tak menyesal. Aku orang She Ouw, dahulu aku
mempunyai kenalan di seluruh dunia ini. Tapi tak ada satu orang pun yang satu pikiran
denganku, sekarang kita berjodoh, dapat bertemu satu dengan yang Iainnya. Karena
itu, bagaimana kalau kita mengangkat saudara?"
"Bagus," kata Siau Po. "Namun... ada sesuatu yang tidak sempurna...."
"Apakah itu?" tanya It Jie.
"Seandainya cita-cita kita sama-sama terwujud, yaitu kau berhasil menikah dengan
Tan Wan Wan dan aku dengan A Ko, di situ akan timbul kesulitan karena saat itu kau
akan menjadi ayah mertuaku Nah, mana dapat kita menjadi kakak beradik lagi?" kata
Siau Po. Mendengar kata-kata itu kawan-kawan Siau Po tertawa, mereka beranggapan hal itu
sangatlah lucu. Ouw It Jie nampak tidak puas.
"Ah, kau pun belum mengerti sepenuhnya rasa hatiku pada Tan Wan Wan." katanya,
"Selama hidupku, aku tak akan dapat menyentuh tangannya, tidak juga ujung bajunya,
jikalau aku berdusta, meja ini yang akan menjadi saksi!"
Tiba-tiba Ouw It Jie mengulurkan tangan kirinya untuk menyambar ujung meja itu,
dan secepatnya ia menggerakkan tangannya dengan tangan kanan. Maka meja itu pun
hancur menjadi potongan-potongan kecil.
It Jie membuka matanya lebar-Iebar lalu menatap orang Gouw, ia tak mengatakan
sesuatu hanya berkata dalam hatinya. "Apakah arti ilmu silatku ini" cintaku yang
mempunyai arti sangat besar ternyata kau bukanlah orang yang bersatu dengan
pikiranku...." Siau Po tidak memuji kepandaian kawannya dalam memeras meja itu, Maka ia
mengambil pisau belatinya dan menusukkannya pada meja yang tersisa itu, Dia
meletakkannya di atas meja dan memotongnya berulang-ulang hingga menjadi
beberapa potong. "Jikalau Wie Siau Po gagal menjadikan A Ko sebagai istrinya, ia bagaikan ujung meja
ini, yang kena bacok berulang-ulang, dan ia tak akan membalasnya."
Kawan-kawan Siau Po sangat kagum menyaksikan pisau yang begitu tajamnya.
Namun mengenai sumpah itu, mereka menganggapnya lucu sehingga mereka tertawa.
"Ouw Toako, jika demikian seumur hidupku aku tak akan menjadi menantumu. Nah,
mari kita mengangkat saudara."
Senang It Jie mendengarkan kata-kata itu, ia tertawa terbahak-bahak lalu menarik
tangan Siau Po dan mengajaknya pergi menuju kepala peraju. Di situ mereka berlutut
menghadap si putri malam.
"lt Jie hari ini mengangkat saudara dengan Wie Siau Po. Maka selanjutnya, jika ada
kebahagiaan kita cicipi bersama dan jika ada kesukaran kita tanggung bersama, jikalau
aku melanggar sumpahku ini, biar aku mati kelelep dalam sungai ini!" ujarnya.
Siau Po pun mengangkat sumpahnya menyusul kakak angkatnya itu hanya pada
akhir kata-katanya lain. "Biarlab aku mati kelelep dalam sungai Liu Kang ini, sudah pasti aku tak bakal
melakukan sesuatu terhadap Ouw Toako, Namun jika terjadi kekeliruan, aku toh tak
datang ke propinsi Kwiesai, Aku tidak akan mati kelelep dalam sungai ini, kalau sungai
lain itu tidak masuk dalam hitungan..!"
Selesai mengangkat sumpah, keduanya sama-sama tertawa, Kemudian sambil
berpegangan tangan, mereka kembali ke dalam perahu, Nampaknya mereka semakin
erat hubungannya. Ciauw Hin dan Liok Kie memberikan kata selamat pada kakak beradik baru itu,
kemudian mereka sama-sama tertawa.
"Sekarang mari kita pulang!" kata Siau Po.
Ouw It Jie mengangguk. "Baik, tetapi saudara Ma dan juga adik Wie, ada satu hal yang aku mohon dari kalian,
Nona A Ko ini akan aku bawa ke Kun Beng!"
Siau Po terkejut, sedangkan Ciauw Hin tak merasakan apa-apa.
"Mau apakah Toako membawanya ke sana?" tanya Siau Po.
Ouw It Jie menghela napas ketika ia menjawab, "pertanyaan adik angkat itu..."
"Hari itu setelah Nona Tan dan anak perempuannya saling mengenali di biara Sam
Seng Am, malamnya ia terus jatuh sakit." demikian katanya, "la selalu memanggil nama
anaknya, Dia pun berkata, A Ko mengapa kau tidak datang jenguk ibu" A Ko, kaulah
mustika satu-satunya bagiku. A Ko kau membuat aku menderita memikirkanmu. Aku tak
sanggup mendengar suara Nona Tan, akhirnya aku berangkat menyusul Nona A Ko. Di
tengah jalan aku menasehati serta membujuk si nona untuk pulang supaya ia dapat
menemani ibunya, tetapi ia menolak dengan keras, Aku tidak dapat memaksa, aku jadi
kewalahan tetapi mengikutinya, Aku masih mengharap ia dapat berubah pola
pikirannya, sekarang Nona A Ko kena tawan. seandainya Ma Hiocu sudi menjadikan ia
merdeka agar dia pulang ke Kun Beng untuk menengok ibunya, aku rasa ia akan sudi
menurut." "Di dalam hal ini aku tidak mempunyai pikiran apa-apa." sahut Ma Ciauw Hin. "Aku
sendiri terserah pada pikiran Wie Hiocu sendiri."
Mendengar demikian It Jie berkata pada Siau Po.
"Adikku, jikalau ingin menikah dengan dia, waktu masih sangat panjang. jikalau
seandainya Nona Tan sakit terus sampai ia tak dapat bangun pula, sampai dia tak
dapat bertemu lagi dengan anak perempuannya, "0h... itulah sangat hebat, itu pasti
akan membuatnya menyesal seumur hidup...."
Liok Kie heran, hingga ia menggelengkan kepala berulang-ulang.
"Ah... orang ini.,." katanya di dalam hati "Rupanya telah musnah semangat
kegagahannya. Kenapa sekarang ia bicara seperti wanita" Kenapa dia runtuh
disebabkan oleh selir Gauw Sam Kui" Apakah ini sifat laki-laki sejati" Lagi pula Tan
Wan Wan adalah salah satu biang bencana yang membikin musnah kerajaan Beng
yang kita cintai. Kalau lain waktu aku dapat memimpin angkatan perang serdadu ke Kun
Beng untuk menyerang, sudah tentu yang lebih dahulu aku bunuh mati adalah dianya!"
Siau Po sementara itu bangkit berdiri
"Toako, kalau Toako hendak membawa dia ke Kun Beng, boleh saja." katanya,
"Namun bertabiat aneh, Buat bicara terus terang, dia sebenarnya sudah menjadi sah
sebagai istriku sebab kami sudah menghormati orang tuanya, Namun dia tak sudi
menikah denganku, malah justru mau menikah dengan The Kongcu, Maka itu, asal dia
mau berjanji akan tetap menjadi istriku, dapatlah aku memerdekakan dia supaya dia


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mau pulang ke Kun Beng...."
Mendengar kata-kata itu Hiocu, Gouw Liok Kie menjadi gusar hingga tanpa sadar ia
menggeprak meja, sampai poci arak dan cangkir terpental terbalik.
"Ouw Toako, adik Wie, kalau benar nona kecil ini tidak mau pergi ke Kun Beng
menjenguk ibunya yang lagi sakit, dia benar-benar sangat tidak berbakti Dia pula sudah
sah menjadi istri Wie, kenapa dia justru mencintai The Kongcu" Kalau demikian dia
bukan wanita yang baik, Untuk apa membiarkan hidup pada istri yang tak setia itu"
Nyatanya dia cantik tapi buruk hatinya, Mari biar kupatah batang lehernya agar ia tak
usah menyebabkan dongkol!"
Begitu habis berkata keras itu orang She Liok ini lantas memerintahkan tukang
perahu, "Lekas maju!" ujarnya dengan suara keras.
Ouw It Jie, Ma Ciauw Hin dan terutama Wie Siau Po terkejut menyaksikan orang she
Gouw, yang suaranya demikian keras itu.
Tukang perahu menuruti perintah lalu perlahan-lahan mengarahkan perahunya ke
tepi. "Mana seorang laki-Iaki dan seorang perempuan itu?" tanya Liok Kie dengan suara
keras. "Mereka di sini, masih terbelenggu." jawab salah seorang dalam perahu kecil.
Liok Kie memberi tanda dengan gerakan tangannya, maka tukang perahu itu segera
mengarahkan perahunya yang berada di sebelah timur mereka.
"Saudara Wie, "Kemudian Liok Kie berkata pada Siau Po dengan sungguh sungguh.
"Kautah saudara kami dalam satu partai Kita bagaikan saudara kandung, Maka aku
sebagai kakakmu, tak sudi melihat kau tersesat karena paras elok, hingga kau bisa
mengantarkan secara cuma-cuma nama dan nyawamu, Saudara hari ini aku hendak
memberikan keputusan untukmu." Siau Po terkejut.
"Dalam hal ini kita harus damai dulu dengan sabar," katanya.
"Apa yang hendak didamaikan?" tanya Liok Kie.
"Ma Toako, tolong kau jelaskan pada Gouw Toako.,." ujar Siau Po kepada Ma Ciauw
Hin. "Wanita sangat banyak yang cantik di kolong langit ini. Kau serahkan urusan ini pada
kakakmu, aku jamin kau akan mendapatkan istri yang bakal memuaskan hatimu.
Kenapa mesti memberati wanita semacam itu?" kata Gouw Liok Kie.
Sepasang alis Siau Po berkerut, dia berduka sekali
"Ah... ini..." katanya.
Mendadak sesosok tubuh tampak mencelat ke perahu yang sedang datang itu.
Ternyata dialah 0uw It Jie.
It Jie masuk ke dalam perahu, terus keluar lagi dari bagian belakang. Tampak ia
memondong seseorang dan terus membawanya pergi dengan cepat menuju tepian, Dia
menghilang di kejauhan beberapa tombak. Namun dari kejauhan masih terdengar
suaranya. "Gouw Toako! Ma Toako! Adik Wie! Maafkan aku, aku menyesal sekali! Di belakang
hari saja aku akan memohon ampun, buat apa hukuman kalian?" ujar Ouw It Jie.
Liok Kie kaget dan gusar, ia hendak menyusul tapi kemudian ia mengurungkan
niatnya itu. Orang sudah pergi jauh, sukar untuk menahannya, Sesaat kemudian ia pun
tertawa bergelak gelak. Bahkan Siau Po pun hilang kagetnya, dia turut tertawa seraya bertepuk tangan. Dia
menerka, Ouw It Jie membawa kabur A Ko tentu akan membawa nona itu ke Tan Wan
Wan, ibunya. Segera juga perahu menempel dengan perahu yang lain, perahu di depannya yaitu
perahu yang ditumpangi Kek Song tergusur ke luar.
"Orang celaka!" Siau Po mendamprat "Kau sudah membunuh saudara-saudaraku
separtai dan juga hendak mencelakai guruku! Kau kejam! Juga sudah mengetahui A Ko
menjadi tunanganku, mengapa kau berani mendekatinya?"
Sambil berkata demikian, Siau Po mengayunkan kedua tangannya mengarah ke pipi
Kek Song. Ayunan kedua tangan si bocah itu tepat mengenai sasarannya, sehingga
terdengarlah empat kali suara gaplokan pada pipi dan telinga si putra raja.
Selain habis terlelapkan, Kek Song pun bekas dihajar orang-orang Thian Tee Hwee,
sekarang dia dihajar oleh Siau Po, maka dapat kita bayangkan betapa hebat
penderitannya. ia kesal sekali melihat wajah muram Siau Po.
"Wie.... Wie Taijin..." ujar Kek Song memohon. "Dengan memandang muka ayahku,
aku mohon sudilah kau mengampuni selembar nyawaku. Sejak sekarang dan
selanjutnya aku tak akan berani bicara dengan Nona A Ko sekalipun sepatah kata
saja...." "Bagaimana kalau dia yang bicara denganmu?" tanya Siau Po. Dia masih sengit
sengaja dia menanya demikian.
"Aku tidak akan menjawabnya." sahut Kek Song dengan janjinya, "JikaIau... jikalau
sebaIiknya...." Tak tahu anak muda bangsawan itu mengatakan apa.
"Bicaramu bagaikan angin busuk!" kata Siau Po keras, "Lebih dahulu lidahmu yang
dibuntungkan, agar kau tak mampu berbicara dengan A Ko." lanjutnya.
Benar-benar kacung kita menghunus pisau belatinya yang tajam.
"Ulur ke luar lidahrnu!" perintahnya bengis.
Kek Song kaget dan takut sekali
"Aku pasti tak akan bicara dengannya." katanya cepat dan bingung, "Jikalau aku
bicara dengannya, akulah si manusia hina dina...!"
Rupanya Siau Po cuma menggertak ia pun khawatir akan ditegur gurunya, Namun ia
ingin mengajar adat, maka sebagai gantinya lidah, ia menebas telinganya hingga ia
kesakitan dan kelabakan. "Jikalau lain kali kau berani lagi kurang ajar terhadap guruku, serta mencelakai
Kampung Setan 2 Pedang Angin Berbisik Karya Han Meng Istana Pulau Es 20
^