Pencarian

Kaki Tiga Menjangan 29

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung Bagian 29


saudara-saudara seperguruanku, terutama kau berani main gila dengan A Ko." kata
Siau Po dengan bengis. "Maka akan kau saksikan bagaimana pisauku ini menembus
badanmu!" Selesai berkata, Siau Po lalu melemparkan pisaunya pada kepala perahu itu, maka
di sanalah pisau itu menancap.
"Tidak.... Aku tidak berani... lagi!" kata Kek Song yang sedang ketakutan itu.
Kemudian Siau Po berpaling pada Ma Ciauw Hin.
"Ma Toako!" katanya, "Dia adalah orang tahanan ke Hou Tong, karenanya silahkan
Ma Toako yang menghukumnya!"
Hiocu She Ma itu menggelengkan kepalanya.
"Kek Song Ya dari Taiwan demikian gagah perkasa, maka aneh sekali kenapakah
kau dilahirkan sebagai anak cucunya yang tidak berguna ini!" katanya sangat menyesal.
"Dialah anak haram dan bukan daging-daging Kok Song dari Taiwan itu." kata Siau
Po. The Seng Kong adalah gelar dari Kek Song Ya. Dia adalah seorang pendekar dari
Taiwan juga pendekar kebangsaan, Namun di mata Bangsa Belanda, dia seenaknya
saja dinamakan "Perampok Cokinga", Nama itu diambil dari gelar Kok Seng Ya, yang
dalam bahasa Naskmat Tionghoa berbunyi: "KouSingYehZ"
Panas hati Kek Song, mendengar pembicaraan kedua orang itu, tetapi ia tak dapat
melakukan apa-apa. Terpaksa ia hanya menggertakkan giginya lalu menggigit bibirnya
untuk menahan amarahnya, "Jikalau dia dapat pulang ke tempat asalnya di Taiwan,
pasti dia akan mendatangkan bahaya yang besar bagi Congtocu." kata Gouw Liok Kie.
"Maka itu menurut aku lebih baik dia itu dipotong menjadi dua bagian, supaya kelak
di belakang hari tidak ada ancaman bagi kita!" katanya pula.
"Ja... Ja.... jangan!" teriak Kek Song yang kaget tak terkirakan karena tubuhnya akan
dipotong menjadi dua bagian, "Tidak.... Tidak.... Tidak akan aku melakukan itu! jikalau
aku nanti dapat pulang, aku akan meminta pada ayahku untuk menghadiahkan pangkat
yang tinggi pada Eng Hou Tan Sianseng ya pangkat yang besar dan tinggi."
"Hm!" Ma Ciauw Hin memperdengarkan suaranya yang dingin, "Apakah Congtocu
kami tertarik dengan janji-janjimu itu?" Kemudian dengan setengah berbisik ia berkata
pada Gauw Liok Kie. "Dialah putra dari raja muda She The dari Taiwan. Aku khawatir jika kita
membinasakannya, nanti Congtoai dapat disebut tidak setia pada negara atau tidak
setia dan tidak bijaksana terhadap negara..." katanya pula.
Thian Tee Hwee dibangun oleh Tan Eng Hoa. Karenanya tltah Kek Song, benar Tan
Eng Hoa menjadi ketua, Akan tetapi dia tetap berpangkat yang masuk bawahan Yan
Peng Kue, raja muda dari Taiwan.
Maka itu, kalau ada orang Thian Tee Hwee yang membinasakan The Kek Song,
meskipun itu Tan Eng Hoa tidak hadir bersamanya dia tidak lolos dari tanggung jawab,
melainkan tetap tersangkut paut.
Mendengar demikian, Gouw Liok Kie menganggap kata-kata orang itu benar maka ia
lalu mengulurkan tangannya, dan memutuskan belenggu pada tangan orang itu seraya
berkata dengan sangat nyaring.
"Nah, pergilah kau menggelinding!" Bersamaan dengan itu, ia lalu menggerakkan
tangannya untuk melemparkan orang itu dari atas perahu.
Kek Song sangat kaget dan takut sekali, tubuhnya bagaikan melayang menuju ke
tepian, ia pun berkoak-koak karena percaya, setelah sampai ke darat ia akan mati,
Akan tetapi setelah sampai ke tepian, tubuhnya itu tak mengalami apa-apa, sebab ia
terjatuh pada tempat yang empuk dan licin.
Kecuali rasa nyeri dia pun tak mengalami luka sama sekali. Karenanya ia lalu berlari.
Gouw Liok Kie dan Siau Po tertawa sedangkan Ma Ciauw Hin berkata.
"Manusia ini sungguh telah menjatuhkan nama besar Kok Seng Ya...!"
Setelah itu Liok Kie bertanya, "Dengan cara apa dia dapat membinasakan kita dan
mencelakai Congtocu?"
"Panjang keterangan untuk itu." Berkata Siau Po. "Baik aku akan menjelaskan, tetapi
nanti setelah kita mendarat dan mendapatkan tempat yang aman."
Selesai berkata, Siau Po menengadahkan kepalanya ke langit.
"Awan hitam berkumpul di sana." kata Siau Po sambil tangannya menunjuk ke langit
"Mungkin akan turun hujan besar, mari kita mendarat!"
Mendengar kata-kata Siau Po, mereka kemudian mengangguk dan mengarahkan
perahunya ke darat. "Hebat angin ini!" katanya, "Mungkin akan turun hujan besar dan sebaiknya kita ke
tengah perahu ini. Di sana kita minum arak selagi angin besar dan hujan besar pula,
pasti kita akan bergembira."
Siau Po terkejut mendengar ucapan itu.
"Perahu kita ini perahu kecil mana dapat menantang hujan yang besar" Bukankah itu
akan mendatangkan celaka jika perahu kita nanti karam?" kata Siau Po.
Ma Ciauw Hin tertawa, ia lalu mewakilkan yang lainnya untuk menjawab pertanyaan
Siau Po. "Hal ini tak usah dikhawatirkan" kata seseorang yang mewakili Ma Ciauw Hin.
Si tukang perahu itu memberikan jawaban, setelah itu ia mengarahkan perahunya ke
tengah laut dan memasang layar.
Ketika angin bertiup kencang, perahu itu pun melaju dengan cepatnya menerjang
gelombang yang kecil sampai pada gelombang yang besar.
Siau Po sangat menyesal karena mendapatkan julukan yang ia rasakan tidak enak
didengar, yaitu "Siau Pek Liong" atau si naga putih kecil sedangkan ia tidak pandai
berenang. Dia sangat takut hingga mukanya menjadi sangat pucat pasi. sungguh tak
sesuai gelar "Naga" itu!
Liok Kie tertawa melihat kekhwatiran Siau Po.
"Wie Hiocu," katanya, "Aku juga tak pandai berenang."
"Apa?" tanya Siau Po heran, matanya dibuka lebar-lebat "Kau pun tak dapat
berenang?" Orang yang ditanya itu menggelengkan kepala.
"Memang aku tak dapat berenang," katanya secara terus terang. "Biasanya kalau aku
melihat air, kepalaku langsung terasa pusing."
"Ha" Lalu mengapa kau justru menghendaki perahu ini dibawa ke tengah laut?"
tanya Ma Ciauw Hin. Liok Kie tertawa pula. "Bagiku, segala kejadian di dunia ini, makin itu menakutkan maka aku semakin
senang. Kalau toh perahu kita ini akan karam, paling juga kita semua akan menjadi
setan-setan air. itu toh tak aneh bukan" Bukankah Ma Toako berjuluk See Hay Sin
Kauw, atau si Ular Naga Sakti dari laut barat serta ilmu renangnya yang luar biasa itu"
Ma Toako, mari kita bicara lebih dahuIu, sebenarnya kalau kapal layar kita dan perahu
kita terbalik, paling dahulu kau tolongi saudara Wie, setelah itu baru kau menolongku."
Ma Ciauw Hin tertawa, dia menganggap kawan-kawannya ini sangat jenaka dan
lucu. "Baik," katanya. "Dalam hal ini aku berjanji!" Mendengar keterangan kawannya itu
hati Siau Po menjadi senang.
Memang benar, angin itu menghembus dengan sangat kecang sehingga ombak
menjadi sangat deras, sampai suatu waktu perahu itu mendadak seperti terbang, dan
turun bagaikan terbanting sehingga seperti berada di bawah air saja.
Seperti telah direncanakan setelah angin itu bertiup dengan kencang, tak lama
kemudian hujan pun turun dengan derasnya. Ketika itu Tenglong pun tersiram air
hingga apinya padam. "Celaka.... Celaka...!" kata Siau Po yang sedang ketakutan itu sambil berteriak-teriak.
"Jangan takut saudara Wie!" kata Ma Ciauw Hin menghibur hati Siau Po yang
bernyali besar tetapi sekarang menjadi penakut itu. "Biar aku nanti yang akan
memegang kemudil" Ketua She Ma itu kemudian pergi ke belakang, lalu memberikan perintah pada anak
buahnya. Anak buah kapal itu lalu pergi ke tiang layar, tapi tubuh mereka terhuyung-huyung
karena tertiup angin yang keras itu. Karena ia ingin melindungi diri makanya perahu itu
menjadi miring. "Aduh!" terdengar teriakan Siau Po. "Dasar si pengemis tua! Karena ia ingin minum
arak di tengah laut maka aku jadi sengsara begini, di tengah laut dan hujan serta angin
yang sangat kencang! Bahkan ia sendiri tak dapat berenang! Mengapa ia memilih
perahu kecil ini untuk tempat minum di tengah laut" Apakah ia bersenda gurau dalam
hal ini?" gumamnya. Ketika itu air hujan telah membasahi tubuhnya sehingga bajunya basah kuyup.
Kembali tubuh perahu itu miring dengan tiba-tiba, kali ini disebabkan kain bendera itu
terlepas dan jatuh, Karena itu Siau Po pun terjatuh karena terkena meja.
"Aduh!" teriaknya dalam hati, sehingga ia berpikir "Aku toh tak bersalah padanya
mengapa kali ini ia seakan ingin membuat aku mati tenggelam dalam air" Oh, ya benar!
Tadi sumpahku itu bukanlah sumpah lurus, aku seperti ada maksud yang tidak baik
saja! Ya, aku telah mempunyai kata Siau Po dalam hatinya.
Mengingat hal yang demikian ia lalu memuji pada yang Maha Kuasa, sepuluh raja
yang dan para Buddista, dan berjanji akan hidup senang dan sengsara bersama
dengan She 0uwnya.... Ketika hujan dan angin turun itu, tiba-tiba terdengar suara Gouw Liok Kie bernyanyi
dengan membuka lebar-lebar kerongkongannya,
"Berjalan di tepi sungai, kepada siapa penasaran akan ditumpahkan selagi air maya
bercucuran dikota yang terpencil sendiri siapakah yang diharap-harap akan datang"
Sampai habis tentara di medan laga berdarah, lolos dari kurungan kota.... Ya, bersedih
untuk negara. Siapa tahu habis bernyanyi kosongkan segala apa-apa...."
Suara nyanyian itu sangat keras hingga hujan dan angin yang bertiup dengan
kencang pun tak dapat mengalankannya.
"Bagus.... Bagus.,.!" kata Ciauw Hin di belakangnya dengan penuh rasa kagum dan
gembira. Siau Po pun tertarik hatinya, hanya ia tak mengerti arti dari nyanyian itu, dan
keadaan di sekitarnya pun tak memungkinkannya, Maka ia pun berkata dalam hatinya,
"Kau mempunyai suara yang baik, mengapa kau tak naik ke panggung dan hanya
bernyanyi di sini" Dengan menjadi anak wayang kau pasti tidak akan mati kelaparan
asalkan kau berani membuka suara, Oh, tuan-tuan dan nyonya-nyonya tolong kau
berikan aku nasi dingin!"
Sementara Siau Po berpikir demikian, tiba-tiba terdengar suara dari semak-semak,
namun suara itu sangatlah jelas dan terang sekali. "Semenjak ribuan tahun kerajaan
selatan menjadi sebutan.... Hatinya terluka, air mata berdarah menyiram laut dan sungai
serta gunung!" Juga suara itu tak terhalang hujan dan angin yang berisik itu. itu menandakan bahwa
orang yang memperdengarkan suaranya itu sangat mahir dalam menggunakan ilmu
tenaga dalam. Siau Po melangkah untuk mendengarkan kata-kata itu dengan lebih jelas lagi, dan
ternyata ia mendengar sapa Ma Ciauw Him "Apakah Congtocu di sana" Ma Ciauw Hin
di sini." "Benar ini aku!" jawab orang di sana, "Apakah Siau Po ada bersamamu?" tanya
orang di sana. Mendengar suara itu Siau Po menjadi sangat girang karena ia sangat mengenal
suara itu. itulah suara Tan Kin Lam, ketua pusat Thian Tee Hwee.
"Oh, Suhu.,.!" katanya, "Suhu aku di sini.!"
Tetapi suara Siau Po tidak disertai tenaga dalam, dan ditambah lagi dengan suara
hujan deras dan angin kencang, maka tak terdengar dari sana.
Ma Ciauw Hin pun segera menjawab.
"Congtocu, Wie Hiocu berada di sini! Di sini juga terdapat Gouw Hiocu dari Hongcu
Tong bagian bendera merah!"
Bendera merah itu adalah Ang Kie. Jadi itulah Ang kie Hong Sun Tong.
"Bagus." Terdengar suara Tan Kin Lam nyaring "Pantas suaranya bagaikan sampai
ke langit. Suara itu mengatakan, bahwa pembicaraan girang sekali
Gauw Liok Kie juga segera mengatakan, "Sebawahan Gauw Liok Kie menghadap
Kongtocu!" "Diantara saudara sendiri janganlah kalian sungkan-sungkan!" kata Kin Lam.
Suara itu semakin dekat Ternyata Kim Lan mendekati perahu itu, dengan
menggunakan perahu juga. Hujan dan angin belum juga reda, Siau Po menongol ingin melihat dari mana asalnya
suara itu. Tidak berapa lama, sinar api itu pun mendekat bahkan kemudian Tan Kin Lam sudah
berhasil melompat naik ke atas perahu itu.
"Suhu datang aku ketolongan." kata Siau Po dalam hatinya, ia segera menyambut
dan memberikan hormat pada sang guru.
Tan Kin Lam langsung memegang tangan Siau Po.
"Hujan dan angin sangat besar sekali apakah kau tidak takut?" tanya Kin Lam.
"Syukur tidak," sahut Siau Po.
Ciauw Hin dan Liok Kie mendekati Kin Lam kemudian memberikan hormat.
"Baru tadi aku tiba di kota. Kabarnya kalian pergi ke sungai, maka aku menyusul ke
mari, Di luar dugaan, hujan dan angin telah turun, jika aku tak mendengar suara kau
bernyanyi maka tak mungkin aku dapat menyusul ke mari untuk bertemu dengan
kalian." kata Kin Lam.
"Sebawahan malu dengan Congtocu," kata Liok Kie. "Sebawahan bernyanyi karena
sebawahan sedang mendapatkan kesenangan."
"Sudahlah! Kita semua memanggil saudara saja, dan bukankah tadi Gouw Toako
menyanyikan lagu Toh Hoa San?" tanya Kin Lam.
"Benar, itulah sebuah lagu yang mengutarakan tentang kegagahannya Su Kek Pou,
yang berkorban untuk negara dan bangsa, Lagu ini adalah lagu yang paling aku sukai
dan aku pun menyanyikannya," kata Liok Kie.
"Kau justru dapat menyanyikannya dengan sangat bagus." puji Kin Lam.
Tetapi Siau Po berkata dalam hati, "Lagu bagus apa! itu justru lagu apes karena aku
mau tenggelam dalam sungai, pergilah kau, aku tak akan menemanimu!"
Siau Po berkata demikian karena ia merasa tidak puas terhadap lagu yang sedih itu,
Lagu pengorbanan Su Kek Pou, yang mati di dalam air.
Ketika itu, angin mulai reda, tinggal hujan yang masih besar.
Kemudian Tan Kin Lam berkata pula. "Baru-baru ini dalam perahu di Kee Hin, Kanlam,
aku telah mendengar pembicaraan tuan-tuan Ut Cung Gie, Liu Lian dan Ca La
Hong bertiga, para sastrawan itu membicarkan tentang usaha Gouw Toako, Usaha itu
sangat mengagumkan. Kita adalah anggota partai, tetapi sayang aku sedang repot jadi aku tak sempat pergi
ke sana untuk menemuimu. Toako sendiri juga sangat sibuk tak ada waktu untuk
datang ke utara, Maka itu, diluar dugaan di sini kita dapat bertemu satu dengan yang
lainnya, Sungguh aku sangat puas!"
"Demikian juga dengan adikmu," kata Liok Kie. "Sejak aku masuk dalam partai,
memikirkan toako, sekarang ini dalam dunia Kangouw terdapat kata-kata "seumur hidup
tak pernah melihat Kin Lam, percuma saja ia menyebut dirinya itu orang gagah dan hari
ini aku dapatkan si gagah perkasa!"
Yang dimaksudkan orang gagah ialah "Eng Hiong" seorang yang gagah dan pandai
mencintai negara, pendekar kebangsaan.
"Aku sangat berterima kasih atas kebaikan Kang Ong yang sangat menghargai aku."
kata Kin Lam. "Sebenarnya penghargaan orang-orang itu membuatku menjadi sangat
malu." Gouw Liok Kie sangat menyukai kepribadian ketuanya itu, maka tak terasa ia
semakin asyik saja berbicara dengan sang pemimpin, sampai mereka melupakan angin
dan hujan yang tadi sangat besar itu.
Di saat hujan mulai reda, Tan Kin Lam barulah menanyakan tentang Gouw Sam Kui.
Maka Siau Po memberitahukan pada gurunya tentang hal itu dan bahaya yang
mengancamnya. Dapat dimengerti sang murid pandai menuturkan hal itu yang diantara
kawan-kawannya tak ada yang mengetahuinya.
Tan Kin Lam girang mendengar berita tentang ditawannya si orang Mongol itu,
Namun ia merapatkan alisnya ketika mendengar tentang Gauw Sam Kui yang
bersekongkol dengan negara Losat dan negara-negara lainnya yang ada di Asia bagian
utara untuk menyambut pemberontakan orang-orang She Gouw. Supaya dapat
merampas Kwan Gwa. "Suhu." kata Siau Po kemudian "Bangsa Losat itu berambut merah dan bermata biru,
tetapi mereka tak usah ditakuti dan kita tak usah mengawasinya lama-lama. Namun
yang sangat berbahaya itu senjata api mereka, Sebab jika itu sudah digunakan, orang
tangguh sekalipun tak akan sanggup menahannya."
"Aku justru sedang memikirkan tentang senjata api itu." kata Tan Kin Lam. "Gauw
Sam Kui telah bentrok dengan bangsa Tangcu, Jika keduanya runtuh itu sangat
menyenangkan bagi kita, karena tanah orang Han dapat diambil pulang, Akan tetapi
menurut laporanmu itu, itulah yang dinamakan di pintu depan mengusir harimau, di
pintu belakang datang srigala, Kita telah dapat mengusir Bangsa Tatcu tapi datang
bangsa Losat, yang lebih berbahaya dari bangsa Tatcu itu. Bagaimana jika mereka
dapat merampas bangsa kita yang indah ini?"
"Apakah sudah tidak ada daya untuk melawan senjata orang Losat itu?" tanya Liok
Kie. "Jalan masih ada, saudara-saudara tentunya belum mengenal dengan yang satu
ini.." kata Kin Lam.
Setelah berkata demikian Kin Lam memanggil orang yang dimaksud itu, "Hin Cu,
cepat kau ke mari!" "Baik." jawab orang yang dipanggil itu, Tak lama kemudian datanglah seseorang
yang langsung lompat ke perahu itu dan di depan Kin Lam ia memberikan hormat
sambil tertunduk-tunduk.

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ciauw Him bertiga mengenali orang yang baru saja datang itu, ia berusia kira-kira
empat puluh tahun, tubuhnya kecil dan kurus, tetapi wajahnya menunjukkan bahwa ia
orang yang sangat cerdik.
"Mari kuperkenalkan kau dengan Gouw Toako dan Ma Toako ini! Dan yang ini adalah
muridku seorang Sie Wie." kata Kin Lam.
Orang itu merangkapkan dua tangannya untuk selanjutnya ia memberikan hormat.
Liok Kie bertiga bangkit dan membalas hormat orang itu.
"Inilah saudara Lim Hin Cu," kata Kin Lam memperkenalkan orang itu. "Selama di
Taiwan saudara Lim banyak membantu aku. Dahulu ketika Kok Seng Ya melabrak
bangsa Ang Mo dan merampas Taiwan, saudara Lim ini yang banyak jasanya."
"Saudara Lim pernah menggempur bangsa Ang Mo itu sangat bagus," kata Siau Po
yang sangat girang mendengar kabar itu. "Bangsa Losat memiliki senjata, demikian
juga bangsa Ang Mo. Dengan demikian saudara Lim telah mempunyai cara untuk
melawan bangsa Losat itu."
Liok Kie dan Ciauw Hin merasa sangat girang juga mendengar kabar itu, sampaisampai
mereka bertepuk tangan. Mereka mempunyai perasaan yang sama dengan
Siau Po. "Saudara Wie sungguh cerdas!" puji mereka. Sebab Siau Po segera mengingat
tentang orang she Lim yang mengetahui masalah atau hal ikhwalnya senjata api.
Mulanya Liok Kie kurang menghargai Siau Po yang dianggapnya hanya seorang
kacung, kalau mulanya dia bersikap ramah, hal itu karena mengingat bocah itu
merupakan murid Tan Kin Lam, ketua mereka. Namun sekarang, pandangannya
terhadap bocah itu langsung berubah. Dia berpikir dalam hati.
"Bocah ini dapat berpikir dengan cepat sekali Kiranya dia benar-benar mempunyai
kepintaran! Tan Kin Lam tertawa. "Ketika dahulu Kok Seng Ya menyerang Taiwan," katanya, "Aku turut bersama
pasukan perangnya. Memang lihay pasukan bangsa Ang Mo itu dan sangat sulit untuk
dilawan, Sewaktu melakukan perlawanan, kami membuat tumpukan tanah untuk
melindungi diri. Kami mengurung bangsa Ang Mo agar tetap berada di dalam kota.
sedangkan pihak kami yang lain memutuskan sumber air yang menuju kota itu. Mereka
kekurangan air sehingga kelabakan dan akhirnya menyerbu ke luar.
Pada waktu siang kami tak mau melayani mereka untuk berperang, namun pada
waktu malam kami baru mengadakan penyerangan dengan snjata golok, tan-ta. dan
tamang, Nah Hincu, tatkala kita akan memimpin tentara berperisai untuk menyerang,
coba kau terangkan bagaimana caranya melakukan itu?"
"Semua itu adalah hasil pemikiran dari Kunsu kami yang pandai dan lihay itu." kata
Lim Hin Cu. Kunsu itu adalah penasihat pasukan atau otaknya tentara. Semasa di
Taiwan Kin Lam disebut Tan Eng Hoa. Dialah yang menyarankan pada Teng Seng
Kong menyerbu Taiwan dan berhasil Dalam kalangan kerajaan Teng Seng Kong
memanggil Kin Lam dengan sebutan Tan Eng Hoa dan Kun Su.
"Kun Su," kata Siau Po sambil menatap Hin Cu, namun orang itu malah menoleh
pada Kin Lam, hingga Siau Po pun turut menoleh ke arah gurunya.
Wajah yang dipandang itu tersenyum, hingga si bocah segera mengerti bahwa Kunsu
itu ternyata sang guru, ia menjadi sangat girang hingga terus berkata, "Oh Suhu!
Kiranya Suhu adalah Cu-kat Liang, Di jaman dahulu Cu-kat Liang sudah berhasil
melabrak Lam Ban dan sekarang Suhu akan menghajar bangsa Ang Mo!"
Cu-Kat Liang adalah tangan kanan Lauw Pie dari sejaman Sam Kok. Dia sangat
pintar dalam mengatur tentara, Maka Siau Po membandingkan gurunya dengan
seorang ahli peperangan dalam jaman kerajaan Han.
Kemudian Lim Hin Cu memberikan penuturannya, "Kok Seng Ya mulai bergerak
pada tanggal satu bulan dua tahun ketiga belas. Pada hari itu mengadakan
sembahyang besar di sungai. Beliau sendiri yang akan mengatur para pembesar sipil
dan para militer serta pasukan tentaranya.
Kami menggunakan kapal-kapal perang mulai berangkat dari teluk Kolo, Pada
tanggal dua puluh empat kami tiba di Peng Ouw, selanjutnya pada tanggal satu bulan
empat kami berangkat ke Lok Cie Bun di Taiwan.
Di luar pintu kota itu terdapat muara dangkal yang luasnya dua puluh Lie. Di situ juga
bangsa Ang Mo memasang rintangan berupa perahu-perahu perang yang
ditenggelamkan guna menutup mulut pelabuhan.
Dengan demikian maka tentara kita akan mengalami kesulitan Mau kata apa dalam
keadaan kebingungan itu, tiba-tiba laut mengalami pasang, air naik tinggi. Tentara kita
sangat girang hingga mereka bersorak sorai bagaikan menggertak langit, lalu maju
dengan cepat. Mereka semua mendarat di benteng air dan tentara Ang Mo menyambutnya dengan
serangan senjatanya. Dan disaat itu Kunsu memberitahukan kepada kami bahwa jika
kita mundur satu langkah saja berarti kita kecebur ke dalam air dan tenggelam di dalam
laut Karena itu kami harus terus maju. Kata Kunsu, senjata musuh itu hebat dan kita
harus terus maju menyerangnya.
Anjuran itu disambut baik oleh tentara kami. Lalu Kunsu maju di depan untuk
memimpin kami, semakin kami maju, semakin mendengar suara yang sangat berisik
seperti suara guntur tak henti-hentinya.
Asap pun mengepul terus dan hitam warnanya, Lalu satu persatu tentara kami roboh
dan mau tidak mau kami terpaksa harus mundur juga...."
Itulah yang disebut Bangsa Ang Mo menyambut serbuan dengan senjata apinya."
kata Siau Po. "Sewaktu pertama kali mendengarkan senjata itu, aku kaget sekali."
"Benar kami kaget sekali!" kata Hin Cu. "Dan sewaktu kaget itu kami bingung, harus
berbuat apa. Tiba-tiba kami mendengar suara Konsu yang katanya, musuh telah menembak satu
kali, sekarang ia tak mengisi lagi senjatanya, maka itu hayo sekarang kita menyerbu
mereka! Aku menurut lalu mengajak saudara-saudaraku untuk mulai menyerang
kembali. Dan benar bahwa musuh sedang mengisi peluru, Ketika kami sampai di sana,
mereka sudah selesai memberikan isi pada senjatanya, Sewaktu mereka menembak
kami lalu bergulingan di tanah, namun banyak saudara yang lainnya mati dan terpaksa
kami mundur lagi. Syukurlah Bangsa Ang Mo tidak berani mengejar kami. Maka kami sangat rugi
karena beberapa ribu jiwa mati, Kami sangat menyesal dan juga gusar, tetapi kami tak
berdaya apa-apa" Bukankah dengan demikian Kunsulah yang memperoleh akal yang sempurna itu?"
tanya Siau Po. "Benar Malam itu Kunsu memanggilku dan menanyakan padaku, katanya, saudara
Lim bukankah kau itu murid persilatan Tee Tong Bun di gunung Bu Le San" Aku segera
menjawab pertanyaan itu, Dan ia bertanya lagi, mengapa tadi siang ketika musuh
berteriak dan memberikan serangan aku malah berkelit Aku sangat malu dengan pujian
Kunsu, sebenarnya aku bukannya takut mati, Baik-lah nanti jika kita bertempur lagi aku
akan maju terus dan tak akan menjatuhkan diri, karena jika hal itu aku lakukan berarti
telah menjatuhkan pamor tentara kita."
Bagian 60 "Saudara Lim. Aku tahu, guru tentunya tak mengatakan kalau kau itu takut mati,
sebaiknya guru memuji kau yang telah berusaha menyelamatkan diri, pasti guru ingin
meminta diajarkan ilmu itu pada semua saudara-saudara kami Benar bukan?" Kim
Lama melirik Siau Po dan merasa puas, Hin Cu pun menepuk pahanya dan berkata.
"Benar, saudara Wie kaulah murid suhu. Benar-benar guru lihay dan mempunyai
murid yang pandai!" Siau Po tertawa dan balik memuji. "Kaulah bawahan guruku. Memang di bawah
perintah panglima yang gagah, tak akan ada tentaranya yang lemah."
Mendengar ucapan Siau Po, mereka semua tertawa.
"Memang benar malam ini Kunsu memerintahkan aku demikian." kata Hin Cu. "Kata
suhu, jangan kau salah mengartikan maksudku. Aku melihat bahwa ilmu berguling itu
dapat dipakai untuk tentara kita, sewaktu musuh menembak, kita menjatuhkan diri dan
dapat mendekatinya dengan cara bergulingan yang kemudian membuat mereka
menjadi habis. Mendengar kata-kata Kunsu, aku menjadi berlega hati, Sebab dengan demikian aku
tak ditegurnya. Lalu aku berkata, Kunsu, aku pernah mempelajari ilmu Tee Tong Kunhoat
itu. DahuIu guruku juga berkata demikian di waktu berperang, kita dapat
menggunakan ilmu itu untuk mendekati musuh.
Hanya musuh Ang Mo tak menggunakan kuda jadi aku beranggapan bahwa ilmu itu
tak layak untuk digunakan padahal semestinya dapat digunakan untuk membabat kaki
musuh, Bukankah itu sama saja" Ah, benar-benar tumpul otakku! Aku tak teringat akan
hal itu." Siau Po tersenyum dan dalam hati berkata, "Gurumu telah mengatakan padamu,
sambil berguling kaki dapat membabat kaki musuh, mengapa kau tidak ingat kaki kuda
dan kaki manusia itu sama saja" Benar-benar kau kurang cerdas!"
Lim Hin Cu berkata, "Lalu Kunsu meminta padaku untuk mengajarkan ilmu silatku itu.
Kata-nya kepandaianku itu sangat baik, dan kepandaianku itu berkat latihanku selama
sepuluh tahun, itu adalah waktu yang lama, sedangkan kita memerlukannya besok,
mana ada waktu itu untuk mempelajarinya?"
"Ya itu yang biasa dinamakan tidak pernah pasang Hio, sudah kelabakan barulah ia
memeluk kaki sang Buddha, Atau di medan perang baru kita mengasah pedang.
Namun kalau seorang nona mempelai di waktu mau naik joli baru melubangi kuping itu
mendingan daripada tidak sama sekali, atau mengasah pedang diwaktu perang itu
sangat baik daripada tidak menggunakan pedang."
"Benar, benar demikian," kata Hin cu. "Ketika itu Kunsu pun berkata demikian
Meskipun penyerbuan kita kali ini gagal, tapi telah membuat musuh kita sangat jeri.
Buktinya musuh tidak mengejar kita sewaktu kita mundur, sebaiknya kita dengan cepat
membuat benteng bawah tanah, dan dengan pasukan panah kita berjaga-jaga kalaukalau
pasukan musuh datang menyerbu kita.
Dan selama itu kalian mendidik pasukanmu ilmu bergulingan untuk membabat kaki
musuh. sekarang ini kita tak memerlukan ilmu itu, tetapi nanti sewaktu kita menghadapi
musuh itu, aku terima titah Kunsu aku akan melatih tentara kita sampai jauh malam,
agar besok pagi jika benar-benar musuh datang, ia akan terpukul oleh pasukan panah
kita. Setiap serdadu yang sudah dapat menggunakan ilmu itu kita perintahkan untuk
mengajarkan pada yang belum bisa, Dengan demikian maka latihan kita menjadi cepat
ini juga menggunakan tameng kayu untuk menyelamatkan diri dari serangan peluru."
Siau Po terdiam mendengarkan orang yang sedang berbicara itu,
"Di hari keempat musuh akan datang pula dan menyerang lagi, maka kali ini kita
menyambutnya dengan bergulingan Kita akan bebas dari peluru dan kita dapat
membabat kaki mereka, selanjutnya musuh akan kabur dengan meninggalkan kaki-kaki
mereka, Dan sewaktu kami berperang dengan Tai-wan kami menggunakan cara itu,"
kata Hin Cu. Liok Kie girang. "Jika dengan cara itu Kunsu dapat menghajar orang Ang Mo, maka kali ini kita tidak
usah khawatir untuk mengusir orang Losat." kata Liok Kie.
"Walaupun demikian dahulu dan sekarang itu berbeda," kata Kim Lan dengan
tenang. "Dahulu tentara Ang Mo hanya berjumlah tiga sampai empat ribu jiwa, mereka mati
satu berarti hanya kurang satu, sebaliknya Bangsa Losat, jika kali ini bangsa itu
mendatangkan belasan laksa, dengan demikian maka akan berdatangan dengan
jumlah yang sama pula dan terus menerus Dan ilmu berguling itu hanya dapat
digunakan untuk berperang dengan musuh dalam jarak dekat. Namun jika musuh itu
dari jarak jauh dan menggunakan meriam, maka kita pun akan mengalami kesulitan,"
katanya pula. "Kunsu benar, sekarang bagaimana caranya menurut Kunsu?" tanya Liok Kie.
"Negara Tionghoa sangat luas dan banyak rakyatnya. Maka jika tak ada
pengkhianatannya, maka orang luar akan mengalami kesulitan untuk menyerang ke
sini." kata Kin Lam.
"Itu benar, negara Tatcu pun dapat merampas negara kita karena mendapatkan
bantuan dari Gauw Sam Kui yang memimpinnya untuk masuk."
"Dan sekarang bangsa orang Gauw Sam Kui telah bersekongkol dengan Bangsa
Losat, maka kita harus mendahulukan menghajar mereka, agar dengan tidak adanya
bangsa asing sulit untuk masuk." kata Kin Lam.
"Namun jikalau Gauw Sam Kui itu mati dengan cepat maka dia tak dapat saling
bunuh dengan bangsa Tatcu, dengan demikian keduanya tak binasa bersama-sama."
"Kau benar juga, namun ancaman bangsa asing itu lebih berbahaya dari bangsa dan
orang-orang Losat yang lihay dalam senjata api dibanding dengan Gauw Sam Kui." kata
sang ketua. "Benar, Bangsa Tatcu sama dengan kita, baik itu dari rambut, mata maupun
bicaranya, sebaliknya dengan bangsa asing itu kita tidak sama, apa lagi dengan cara
mereka berbicara, sama sekali kita tak mengerti." kata Siau Po yang turut berbicara.
Sampai di situ Kin Lam talu menanyakan tentang Kek Song.
Kin Lam adalah utusan raja muda Taiwan, maka ia langsung menanyakan The Kek
Song, untuk diajaknya pergi.
"Kabarnya Kongcu berada di Li Ciu dalam perlindungan seorang yang ahli dalam
ilmu silat, yaitu yang bernama Phang Sek Hoan yang bergelar Poan Kiam Bun Hiat,"
kata Ma Ciau Hin, "Kalau aku mengirim orang ke sana, mungkin mudah mencari tahu
tentang itu." Karena adanya Lim Hin Cu, maka ia mengatakannya dengan sangat hati-hati.
Tatkala itu langit sudah terang maka Ma Hiocu berkata, "Kebetulan sekali Kunsu dan
juga Gouw Toako berkunjung ke Liu-ciu. ini kebetulan sekali karena pakaian kita semua
basah kuyup, Maka marilah kita mendarat untuk minum arak untuk melawan serangan
rasa dingin ini." Tan Kin Lam setuju. "Baik sekali." katanya.
Selama hujan dan angin kencang tadi, perahu sudah terdampar demikian jauhnya.
Maka sewaktu mereka akan mendarat, sampai di darat sudah tengah hari dan mereka
mendarat di pelabuhan semula.
Tampak dari jauh ada orang berlari dengan tubuh yang kecil dan berkata dengan
nyaringnya, "Oh, Siangkong! Kau.... Kau.... Kau akhirnya pulang juga.,."
Ternyata ia Song Jie, yang seluruh tubuhnya masih basah, sedangkan wajahnya
menandakan ia sangat kaget bersama dengan girang.
"Eh, mengapa kau berada di sini?" tanya Siau Po.
"Tadi malam angin dan hujan sangat besar, sedangkan Siangkong pergi dengan
menggunakan perahu, Karena itu hatiku tidak tenang sekali, maka aku selalu
mengharap-harap agar Siangkong dapat kembali dengan tidak kurang suatu apa
pun...." kata Song Jie.
Siau Po menjadi sangat heran.
"Jadi selama itu kau terus menantiku di sini?" tanya nya.
Nona itu lalu mengangguk.
"Ya...." sahutnya dengan perlahan "Karena hatiku tak tenang, aku geIisah...."
Siau Po tertawa. "Hatimu tak tenang karena kau khawatir perahuku akan terbalik, bukankah
demikian?" tanyanya.
Wajah si nona menjadi merah dan ia cepat-cepat menundukkan wajahnya.
"Aku tahu kalau nasib dari Siangkong selalu saja baik, dan karenanya tak mungkin
perahu Siongkong akan mengalami hal yang kurang baik atau karam." katanya.
Di saat mereka sedang asyik berbicara tiba-tiba datanglah seorang anak buah
perahu di pelabuhan itu. ia lalu tertawa dan berkata.
"Congya kecil ini tadi malam sewaktu angin dan hujan turun akan menyewa perahu,
ia mengatakan akan menjenguk salah satu orang yang sedang berlayar. MuIanya ia
akan memberikan sewa sebanyak seratus tail, Kami tak ada yang mau, kemudian ia
menaikkan menjadi dua ratus tail dan kali ini ada yang menyanggupi. Namun sialnya,
sewaktu akan berangkat tiang perahu orang yang menyanggupi itu mengalami patah
terkena angin, Maka gagallah pelayaran itu, sehingga tak ada lagi yang menyanggupi
nya dan demikian ia pun menangis...."
Bukan main tergerak hati Siau Po, ia lalu memegang tangan si nona dengan eraterat.
"Song Jie," katanya dengan suara tergetar "Kau,.,, Kau baik sekali terhadapku."
Kembali wajah si nona tersipu malu.
Sementara itu orang sudah berjalan demikian jauhnya menuju Ma Ciauw Hin. Di
sana mereka berganti pakaian dan setelah itu Ma Ciauw Hin memberikan laporan
kepada sang ketua. Kin Lam menerima laporan itu.
"Sekarang ini saudara Ma coba kau kirim salah seorang anak buahmu untuk mencari
tahu The Kongcu!" katanya.
Setelah menerima perintah itu Ma Ciauw Hin lalu mengajak para tamunya untuk
bersantap, Kursi pertama Kim Lan, kedua Liok Kie dan Siau Po di kursi yang ketiga,
Akan tetapi Siau Po menolaknya dengan alasan yang tepat, ia meminta agar si orang
Lim duduk pada kursi yang ketiga itu.
Setelah bersantap, Kin Lam mengajak Siau Po untuk berangkat melanjutkan
perjalanannya menuju utara, Siau Po menurut karena ia adalah muridnya dan itu
memang tugasnya. Tetapi sebelum berangkat, Siau Po memberikan hadiah pada Gouw Liok Kie, berupa
senjata yang diberikan dari Gauw Sam Kui padanya.
Gouw Liok Kie menerima hadiah itu dan ia mengetahui kalau hadiah dari Siau Po itu
adalah senjata buatan Bangsa Losat yang menjadi musuhnya itu.
Setelah itu Gouw Liok Kie mencoba senjata itu dan mengarahkannya keluar jendela.
Maka terdengarlah suara yang sangat keras disusul dengan keluarnya sebutir peluru
panas. Kemudian Lim Hin Cu berkata, "Senjata api ini jauh lebih baik daripada senjatanya


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bangsa Ang Mo." Kemudian Gouw Liok Kie mengucapkan kata terima kasih pada Siau Po yang
selanjutnya ia menyimpan senjata itu. Tan Kin Lam yang melihat senjata dan cara
kerjanya itu mengerjitkan alis, dalam hatinya ia berkata,"jikalau senjata Losat
sedemikian hebatnya, dan ia benar datang, maka sukar untuk ditentangnya...."
Siau Po demikian mengeluarkan Gin-pio seharga lima ribu tail dan menyerahkannya
pada Lim Hin Cu, untuk dipakai seperlunya.
Hin Cu terheran melihat anak kecil mempunyai uang yang cukup banyak dan sangat
royal Disaat hendak menolaknya ia melihat Siau Po sudah mengambil uangnya lagi dan
diberikannya pada Ma Ciau Hin.
"Tolong kau terima uang ini untuk mentraktir anak buahmuI" kata Siau Po.
Ciauw Hin heran dan girang demikian ia tertawa.
"Jumlah ini terlalu banyak." katanya, "Dengan jumlah sebanyak ini orang minum arak
selama satu tahun pun tak akan habis...."
Setelah memberikan uang itu, Siau Po lalu memberikan hormat pada sang guru
sambil ia berlutut. Sang guru yang melihat muridnya itu demikian pemurah ia sangat sayang, maka ia
lalu berkata pada sang murid itu, "Kau memang sangat baik, tidak kecewa aku
mengangkatmu menjadi muridku."
Siau Po lalu berdiri setelah ia berlutut di samping sang guru, Si bocah berpikir hadiah
apa yang pantas untuk sang guru, ia diberi uang, sang guru itu pasti akan menolak
Begitu pula kalau diberi batu permata, Lalu apa yang harus diberikan kepada sang guru
itu" Di saat berpikir keras itu, tiba-tiba ia teringat sesuatu.
"Suhu," kata Siau Po sambil menarik ujung baju sang guru, "Ada satu hal yang akan
aku sampaikan pada Suhu."
Kim Lan heran tetapi ia harus mengikutinya.
Siau Po mengajaknya ke samping rumah, kemudian mengambil sebuah bungkusan
yang berisi robekan-robekan dari kitab yang orang-orang cari, ia lalu membuka
bungkusan itu satu persatu.
"Suhu! Aku tidak mempunyai barang apa pun yang pantas untuk aku haturkan pada
Suhu, maka sudilah kiranya Suhu menerima kertas robekan itu." kata Siau Po.
Sang guru memperhatikan bungkusan yang sedang dibuka muridnya itu, ia mengira,
pasti isinya adalah barang yang sangat berharga, Setelah selesai Siau Po membuka
bungkusan itu, sang guru menjadi heran karena isi bungkusan itu ternyata hanya
robekan kertas saja, Hal itu membuatnya menjadi heran sekali.
"Barang apakah itu?" tanyanya.
"Inilah halaman-halaman yang telah aku kumpulkan," kata Siau Po yang kemudian
menerangkan tentang kitab itu.
Mendengar akan hal itu, Kin Lam menjadi tertarik dan juga heran. Siau Po terus saja
menerangkan satu per satu dari pemilik kitab-kitab itu yang semuanya membuat hati
gurunya menjadi bergetar. Sang guru mengetahui bahwa jika kitab itu disatukan maka
akan dapat ditemukan tempat penyimpanan harta karun yang sangat besar.
Sekian lama Tan Kin Lam memperhatikan robekan-robekan itu dan otaknya terus
saja bekerja. "Siau Po, barang ini sangat luar biasa. Dengan ini kita nanti membawa kawan-kawan
kita untuk mengambil urat nadi naga Bangsa Boan, untuk mengambil hartanya dan kita
gunakan untuk menggerakkan tentara kita.
"Dengan ini kau telah mendapatkan jasa yang sangat besar Namun kali ini aku
sedang mencari The Kongcu untuk diajak pulang ke Taiwan, Lebih baik dalam hal ini
kau saja yang menyimpannya, dan nanti jika aku sudah kembali aku akan menemuimu
di Pakhia dan selanjutnya kita bekerja mencari harta itu."
"Baik, Suhu!" jawab sang murid. "Harap suhu dapat segera datang ke Pakhia!"
"Kau jangan khwatir! Aku pun tak puas karena kita telah dihina oleh raja yang
lainnya, Dan kaisar cilik itu ternyata pandai juga memerintah kerajaan dan itu membuat
kita semakin sulit saja... aku tak menyangka Gauw Sam Kui akan mengadakan
pemberontakan.... Siau Po, kau telah mendapatkan isi kitab ini maka sangat baik bagi
kita!" Melihat keadaan gurunya, Siau Po menjadi senang karena sang guru pun merasa
sangat senang. Hal itu dapat dilihat dengan adanya perubahan pada wajah sang guru.
"Kau memang pandai bekerja, Siau Po!" kata sang guru. "Kau memang pantas
menjadi muridku! Bagaimana tentang racun yang ada di dalam tubuhmu" Apakah
sudah mendingan?" lanjut nya.
"Bisanya sudah bersih semua, Guru!" kata Siau Po memberikan jawabannya. "Aku
telah berhasil memakan obat pemunah dari si Moler tua itu!"
"Bagus! sekarang kau harus sadar bahwa pada kedua bahumu itu telah terpikul
tanggung jawab yang berat, yaitu merobohkan kerajaan Boan dan mendirikan kerajaan
Beng. Kau harus berhati-hati dalam menjaga diri dan kau harus selalu waspada!" ujar
Kin Lam. "Aku akan selalu mengingat pesan guru, yang sebenarnya dalam memperoleh peta
itu aku mempertaruhkan nyawa ku!" kata Siau Po memberikan penjelasan.
Sang guru tersenyum. "Setelah kau pulang ke Pakhia, kau harus mengunci pintu dan jendelamu. Kau juga
harus menyatukan robekan yang satu dengan yang lainnya dan kau ingat, setelah itu
barulah peta ini kau robek dan robekannya itu kau simpan pada tempat yang berbedabeda,
dan jangan lupa kau harus selalu waspada!"
"Suhu benar." kata Siau Po. "Andaikat aku bermain judi, aku mendapatkan angka
delapan. Maka aku harus mempertahankan agar orang lain tidak dapat melebihiku."
Kin Lam berpikir orang yang diajak bicara itu ngelantur.
"Kau sudah sadar itu syukur, tetapi kau harus ingat bahwa usaha kita ini tidak dapat
disamakan dengan orang yang bermain judi, Kalau dalam judi ada yang menang dan
ada yang kalah, tetapi dalam usaha kita, kita tak boleh mengalah peta ini diperebutkan
oleh banyak orang, maka kita pun harus mempertahankannya! Siau Po, mendengar
beritamu ini aku merasa sangat puas walau pun aku harus mati sekarang aku bersedia."
kata sang guru. "Apakah selama di Taiwan Suhu merasa kurang bergembira" Hal itu terlihat dari
wajah Suhu, setahuku sesulit apa pun Suhu tak pernah merasa sedih tetapi mengapa
sekarang Suhu berubah" semua orang sangat menghormati Suhu bahkan Suhu tak
merasa takut pada raja. Dan di dunia ini Suhu hanya menghormati satu orang saja yaitu
The Tay Ongya dari Taiwan mungkinkah?" tanya Siau Po.
Kin Lam menarik napas panjang.
"Ongya sangat menghormati dan menghargai ku. Dahulu aku pernah mendapatkan
pertolongan besar dari keluarga Kok Seng Ya. Maka aku memutuskan akan berbakti
padanya selama aku hidup, Jika ada keluarga The yang mengalami kesukaran, maka
aku akan menolongnya dengan sungguh-sungguh. dan jika aku sudah mati barulah aku
merasa puas, namun kali ini putranya, The Kongya bukanlah putra sejati."
Siau Po tidak mengerti maksud gurunya.
"Apakah yang dimaksud dengan keturunan tidak sejati?" tanya Siau Po.
"ltu artinya ia bukanlah putra yang dilahirkan oleh Ong-Hui sendiri." jawab sang guru.
"Dahulu ketika Kok Seng wafat, urusan ini ada sangkut pautnya, sebenarnya Ongya
hui tidak menyukainya, dan ia selalu meminta aku untuk memecatnya dan
menggantikan dengan yang lain."
Siau Po menggelengkan kepala berulang-ulang.
"Jie Kongcu orang bodoh dan penakut Dia pun masih kalah dibandingkan dengan
Gauw Sam Kui," katanya, "Tak tepat ia menjadi pengganti dia bahkan si telur busuk, si
dungu, si hina dina."
Siau Po menjadi sangat sebal, ia teringat pada Jie Kongcu yang telah tergila-gila
terhadap A Ko. "Siau Po hati-hatilah dengan kata-katamu!" Kin Lam menegur Menurutnya kata-kata
Siau Po membuatnya kurang puas, "Bukankah dengan demikian seperti juga kau
tengah mencaci orangnya.,.?" tanyanya.
"Oh.-.!" suara Siau Po tertahan "Ya, aku memang tak boleh sembarang bicara."
ujarnya. "Kalau dibuat perbandingan di antara dua Kongcu itu," kata Kin Lam pula, "Benar, Jie
Kongcu tidak dapat dibandingkan dengan kakaknya, Sie Cu. Jie Kongcu lebih tampan
dari kakaknya dan bicaranya manis, karena itu ia menjadi kesayangan neneknya...."
Siau Po menepuk pahanya. "Sungguh benar kata orang!" katanya, "Memang kaum wanita tak mengerti apa juga,
asal ia melihat pria yang kelimis, yang dapat menepuk-nepuk punggung, lalu ia
pandang orang itu sebagai mustikanya." lanjutnya.
Kin Lam tidak tahu bahwa Siau Po menunjuk pada A Ko. ia menggelengkan kepala
dan berkata, "Dalam hal merubah kedudukan kedua Kongcu itu, buat mengangkat
Siecu yang baru, Ongya memang tidak setuju. Sekalian mentri sipil dan militer juga
menasihati agar Ongya jangan membuat perubahan Namun justru hal itu yang
membuat kakak beradik itu jadi tidak akur satu dengan yang lain, hingga di antara Tay
Hui dan Ongya, ibu dan putra juga terdapat perselisihan pendapat Ada kalanya Ong
Tay Hui sangat mendongkol sampai beliau suka memerintahkan kami untuk
menegurnya...." Hampir Siau Po mendamprat si Moler tua. "Syukur ia lantas sadar maka ia berkata,
"Nyonya-nyonya agung itu telah bertambah usianya, itu sebabnya mengapa mereka
suka berubah menjadi kurang jauh pandangannya. Suhu, aku rasa dengan berdiam di
Taiwan, hidup Suhu kurang memuaskan, maka menurut aku, kali ini seberangkatnya
Suhu ke utara tak usah Suhu pulang kembali...."
Tan Kin Lam menghela napas.
"Taiwan adalah sebuah tempat yang kecil," katanya, "Selain itu di sana, di antara
orang-orang istana dan dalam tentara juga tidak ada persetujuan, orang saling
memikirkan kepentingan masing-masing, Maka hidup di sana sangat tidak menarik hati,
Taiwan tak dapat dibandingkan dengan Tionghoan yang luas.
Di sana orang dapat hidup bebas merdeka.... Kendati demikian, jiwakau ini bukan
lagi jiwaku, sudah sejak siang telah aku serahkan pada Kok Seng Ya. Siau Po, kita lebih
baik jangan membicarakan urusan di Taiwan itu, Kau harus tahu, manusia hidup dalam
dunia, siapa menerima budi maka dia harus membalasnya.
Dahulu Kok Seng Ya telah memperlakukan aku sebagai seorang pelajar yang sangat
di hormati, maka sebagai orang yang sangat dihormati aku harus membalas budinya,
sekarang Ongya kekurangan pembantu yang pintar dan bijaksana, karena itu tak dapat
aku meninggalkannya, untuk mementingkan diri sendiri sekarang ini aku pikir, baiklah
aku bekerja terus, kita akan lihat bagaimana kelanjutannya...."
Selesai berkata demikian, pemimpin ini kembali menarik napas pertanda bahwa ia
sangat resah, ia tampak seperti telah tawar hatinya.
Siau Po menyesal, ia tak dapat menghibur gurunya sebab tidak tahu jelas keadaan di
Taiwan itu, Namun kemudian ia pun berkata.
"Sebenarnya kemarin kita hendak membuat The Kek Song menjadi...." Kata-kata itu
diikuti gerakan tangan hendak membacok dan menebas batang leher orang, "Dengan
demikian, bereslah sudah urusan, Akan tetapi Ma Toako mencegah sebab katanya
dengan demikian kita bakal mempersulit Suhu, bahwa nama Suhu dapat tercemar...."
"Memang, itulah namanya membunuh yang dipertuan sendiri," kata Kin Lam.
"Dengan berpikir demikian, Ma Toako bertindak cepat sekali, seandainya kalian benar
membinasakan Kek Song, mana ada mukaku akan menghadap Ongya, dan dibelakang
hari di alam baka pasti tak dapat aku menjumpai Kok Seng Ya."
"Suhu," kata Siau Po yang segera mengalihkan pembicaraannya, "Kapan Suhu akan
mengajak aku pergi pesiar ke Taiwan. Dalam halnya Ong Thay Hui, untuk
menghadapinya aku rasa aku dapat memikir beberapa cara atau jalannya...."
Sian Po ingat halnya ketika ia berhasil menjalani perintah ibu suri palsu, pikirnya,
ibu suri dapat ia tundukkan, apalagi seorang nyonya raja muda.... Seorang Ong Tay Hui....
di pulau kecil seperti Taiwan.
Kin Lam tersenyum mendengarkan ucapan Siau Po.
"Hus, jangan mengaco!" tegurnya sambil memegang tangan Siau Po lalu menariknya
untuk keluar dari kamar sisir itu.
Sesampainya di luar, Siau Po lalu berpamitan pada gurunya, Gouw Liok Kie dan Ma
Ciauw Hin, Di waktu ia berangkat, Liok Kie dan Ciau Hin mengantarkan sampai di luar
rumah. "Saudara Wie," kata Gouw Liok Kie, "Dengan Song Jie aku telah mengangkat
saudara hingga sekarang kami menjadi kakak beradik."
Mendengar kata-kata itu, Siau Po dan Ma Ciau Hin terperanjat karena heran, Mereka
menoleh ke arah orang She Gouw dan Song Jie bergantian.
Song Jie menunduk, kedua pipinya menjadi merah karena malu.
Tetapi Liok Kie berkata dengan sungguh-sungguh. "Aku bukannya lagi bercanda.
Adik angkatku adalah seorang wanita yang jujur dan setia yang menang daripada
kebanyakan pria, Dia justru orang dalam kalangan kita, Aku sebagai kakak sangat
menghormati dia. Aku telah menyaksikan kau mengangkat saudara dengan Bie To Ong
Ouw It Cie. Kalian berdua demikian bersungguh-sungguh dan bersemangat. Aku jadi sangat
tertarik hati, maka aku lantas menurut untuk segera mengajak Song Jie mengangkat
saudara. Mulanya Song Jie merendah, dan menampik dengan keras. Dia bukannya tak
setuju, melainkan karena derajat kami berdua tak sebanding. Aku mengaku padanya
bahwa aku hanya seorang pengemis.
Apakah derajat atau kehormatanku" Mana ada tingkat tinggi dan rendah di antara
kami berdua" Karenanya aku memaksa, Aku berkata, tak dapat kami tidak mengangkat
saudara, Saking terpaksanya adikku itu akhirnya menurut juga."
Ma Ciau Hin tersenyum. "Kalau demikian kalian berdua ada dalam kamar itu, apakah di sana kalian
mengangkat saudara itu?" tanyanya.
"Benar.... Benar demikian, hanya adikku mengatakan hal ini jangan sampai orang
lain mengetahuinya, Aku tertawa dan aku katakan bahwa mengangkat saudara itu
adalah mulia, mengapa harus kita tutupi dan harus dirahasiakan?" sahutnya.
"Saudara Wie," kata Liok Kie pula. "Mulai hari ini dan seterusnya kau harus
memberikan hormat pada adikku dan jangan kau sia-siakan, jikalau suatu saat aku
mendengar kau menyia-nyiakan adikku, aku tidak tahu menahu."
Song Jie yang mendengar perkataan kakak angkatnya itu menjadi kaget sekali.
"Tidak.... Tidak.,." katanya dengan cepat "Tidak terjadi hal yang demikian. Wie....
Wie.... Wie Siongkong, ia... ia telah memperlakukan aku dengan baik sekali...."
Siau Po tertawa. "Tak mungkin aku dapat berbuat kurang ajar padamu dan juga terhadap dia...."
katanya. Selesai berkata Siau Po tertawa, demikian juga kawan-kawannya.
Setelah selesai mereka semua tertawa, Song Jie memberitahukan pada mereka
bahwa Gouw Liok Kie telah memberikan kenang-kenangan padanya berupa senjata api
pemberian Siau Po itu. Siau Po menggelengkan kepalanya sewaktu Song Jie akan memberikan senjata itu
padanya. Setelah itu Siau Po dan gurunya pergi meninggalkan tempat itu untuk menuju
Pakhia, Di tengah perjalanan Kiu Lan sering kali mengajarkan pada Siau Po ilmu silat.
Pikiran Siau Po tidak berada pada ilmu silat ia mempelajari ilmu silat hanya karena
terpaksa, maka tak pernah ia berhasil pada suatu hari Kiu Lan memerintahkan pada
Siau Po untuk menjalankan ilmu silat yang pernah ia berikan itu, ternyata tak ada
kemajuannya, Menyaksikan hal itu Kiu Lan menarik napas-"Di antara kau dan aku sebagai guru dan
murid, tetapi ternyata kau tak memiliki bakat untuk mempelajari ilmu silat sekarang
begini saja, dalam kalangan partai persilatanku, Tiat Kiam Bun partai ilmu silat pedang
besi. Ada suatu ilmu yang dinamakan Sin Heng Pek Pian. itulah ilmu meringankan
tubuh yang diwariskan oleh guruku yang bijaksana yaitu Bok Siang Tojin, yang
menciptakan sendiri Artinya adalah berjalan bagaikan malaikat dengan seratus
perubahannya, sebenarnya ilmu itu haruslah disertai tenaga dalam yang mahir tetapi
kau tentu tak sanggup mempelajarinya, Maka aku akan mengajarkan padamu sekedar
saja, tetapi ini adalah yang paling perlu, itu untuk menjaga keselamatan dirimu
andaikata dikemudian hari kau mengalami bahaya, kau boleh langsung menggunakan
ilmu ini...." Siau Po menjadi girang mendengar kata-kata gurunya itu.
"Bagus Suhu, aku percaya setelah aku dapat mempelajari ilmu itu, maka siapa pun
tak ada yang berani mengejarku."
Kiu Lan menggelengkan kepala, walau bagaimana ia tak akan merasa gembira.
"Sin Heng Pek Pian tak ada lawannya, maka sangatlah disayangkan jiwa kau
menggunakannya untuk jalan lain yang tidak terlalu penting, Namun tak apalah, toh aku
tak memiliki ilmu yang lain..." katanya.
"Tidak apa-apa suhu," kata Siau Po. "Semoga lain waktu Suhu mendapatkan
delapan murid untuk Suhu wariskan ilmu yang dimiliki Suhu, hingga ia dapat
mengangkat nama Suhu!"
Kiu Lan tertawa. "Sebenarnya tidak selalu orang yang pandai bermain silat itu menjadi orang baik,"
katanya, "Kau sendiri pada dasarnya tidak mempunyai bakat dalam ilmu silat, jadi jika
dipaksakan itu tidak baik. sebaliknya kau lebih suka bergurau, ya biar bagaimana kau
tetap muridku." Siau Po merasa sangat girang, Sang guru yang mengetahui tabiatnya dapat
memakluminya, jika orang lain tentulah Siau Po sudah diusir karena tidak
sungguhsungguh. Kiu Lan kemudian memberikan aba-aba, maka pelajaran segera dimulai, Sang guru
melatih muridnya dengan tanpa tenaga dalam.
Siau Po benar-benar luar biasa, Kalau dalam ilmu silat yang lainnya ia bebal. Namun
demikian dengan ilmu silat ini, kali ini Siau Po bangun semangatnya, ia belajar dengan


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sungguh-sungguh. Setiap ada waktu luang, ia tidak menyia-nyiakannya, maka dalam tempo yang
singkat ia dapat menguasai ilmu itu, ini terbukti dengan ia main dengan Cie Tian Cong,
Orang ini sama sekali tak dapat memegang Siau Po hingga ia sendiri merasa kagum
dan memujinya. Kiu Lan terus mengajari ilmu itu yang membuat sang murid menjadi sangat lincah,
maka setelah memasuki wilayah propinsi Ho-pak Siau Po sudah sangat mahir dalam
menggunakan ilmu itu. Kiu Lan heran dengan muridnya ini, ia sangat berjodohan dengan ilmu itu. Hal itu di
luar dugaannya, maka pada suatu hari, sambil tertawa ia berkata pada sang murid,
"Kau memang berbakat untuk lari."
Siau Po tertawa. "Syukur kali ini aku tidak gagal!" katanya. "Suhu, bukankah kakek guru telah
meninggal dunia, dan itu berarti hanya tinggal Suhu saja yang pandai ilmu silat di
kolong jagat ini?" Kiu Lan menggelengkan kepala mendengar pertanyaan Siau Po.
"Tak berani aku mengangkat diriku sebagai orang yang terpandai dalam ilmu silat
dan sebenarnya ada satu orang yang paling tepat untuk sebutan itu. Dialah....
Dialah.-." kata sang guru yang langsung menyuruh muridnya untuk pergi meninggalkannya.
Siau Po menjadi heran, akan tetapi ia pergi juga dengan perlahan-lahan, Sambil
berkata dalam hati-nya. "Wajah Suhu sangat lain dari biasanya. Apa mungkin orang
terpandai silat itu kekasih nya ?"
Besok paginya Siau Po mendatangi kamar gurunya, Seperti biasanya, setiap pagi si
murid mengucapkan kata selamat pagi pada gurunya, Kali ini si murid sangat heran
karena kamar sang guru itu kosong, Namun sang guru meninggalkan sepucuk surat.
Siau Po lalu membawa surat itu pada Tian Coan untuk minta dibacakannya.
"Sampai ketemu lain kali, jaga dirimu baik-baik!"
Siau Po menjadi heran sendiri, apakah gurunya itu tersinggung dengan
pertanyaannya tentang orang terpandai dalam ilmu silat itu.
Perjalanan tetap dilanjutkan maka pada suatu hari tibalah rombongan itu di Pakhia,
Siau Po kemudian menghadap pada kaisar bersama dengan Kian Leng Kongcu.
Kaisar Kong Hie sudah menerima laporan akan kedatangan adiknya dan juga Gouw
Eng Him untuk memecahkan acara perntkahan ia menyambut dengan perasaan yang
girang. Kian Leng Kongcu menubruk dan memeluk kakaknya, lalu ia menangis seraya
berkata, "Gouw Eng Him, itu adalah binatang yang telah menghina aku...."
Kaisar itu tertawa. "Kalau demikian anak itu sudah berani kurang ajar," katanya, "Baiklah aku akan
merotani dia! sebenarnya bagaimana hingga hal itu dapat terjadi ?"
"Baiknya koko menanyai pada Siau Kui-cu saja!" katanya, "Yang jelas ia telah berani
menghinaku! Dia telah menghina adikmu ini! Kakak raja tidak dapat tidak harus
memberikan laporan keadilan pada adikmu ini!" kata Kian Leng Kongcu.
Kian Leng tidak hanya menangis tetapi juga membanting-bantingkan kakinya, Kaisar
masih tertawa. "Baik," katanya, "Sekarang kau kembalilah ke kamarmu untuk beristirahat nanti aku
tanyakan keterangannya pada Siau Kui-cu...."
Setelah itu Kian Leng pergi ke kamarnya, dan sebenarnya semua itu sudah menjadi
rencana mereka berdua, Siau Po lalu memberikan laporannya pada raja, sementara itu
raja hanya diam saja dan kemudian ia berkata, "Oh, Siau Kui-cu sungguh besar
nyalimu!" Siau Po kaget hingga ia terperanjat.
"Budak tak berani!" katanya.
"Kau telah bersekongkol dengan putri bagaimana kau begitu berani
mendustaiku!"katanya.
"Ti.... Ti... Tidak," kata Siau Po yang terus menyangkaInya. "Mana berani budak
mendustai Sri baginda raja."
"Kau katakan Gouw Eng Him telah berani kurang ajar pada putri, dan kau tidak
melihatnya sendiri bukan?" katanya, "Dengan cara apa kau mengetahuinya, kau cuma
mengandalkan keterangan dari tuan putrimu saja" Dan mengapa kau sudah berani
memberikan laporan padaku" Aku tahu itu laporan palsu."
Siau Po terus saja membela dirinya dalam memberikan keterangan itu, tetapi raja itu
sangatlah cerdik dan sulit untuk diakali.
"Tidak mungkin Gouw Eng Him melakukan hal itu. Di rumahnya terdapat banyak
selir, mana mungkin ia berani kurang ajar pada tuan putri, Memang kau kira aku tak
tahu kalau tuan putri itu mempunyai tabiat yang kurang baik, paling ia telah berselisih
paham dengan Gouw Eng Him dan yang terakhir ia memotong barang Gouw Eng
Him..." katanya. Mengucapkan kata-kata terakhir ini, mau tidak mau raja jadi tertawa sendiri.
"Mengenai hal itu hamba rasa tuan putri juga tidak menceritakan secara seluruhnya,
karenanya hamba memberikan laporan atas dasar penuturan tuan putri sendiri Apa
yang tuan putri katakan, itulah yang hamba laporkan..." kata Siau Po.
Mau tidak mau raja akhirnya menerima laporan itu.
"Memang benar juga!" katanya, "Sekarang kau pergi untuk menyampaikan firmanku
agar dia dapat memilih hari yang paling baik untuk melangsungkan pernikahannya, dan
nanti setelah cukup satu bulan barulah ia boleh kembali ke Inlam...."
Siau Po tidak segera pergi.
"Soal pernikahan itu bukanlah soal penting, yang penting mengenai Gauw Sam Kui
yang akan memberontak itu. Oleh karena itu tuan putri tidak boleh diperkenankan untuk
pergi ke Inlam." kata Siau Po.
Kaisar mengangguk. "Jikalau benar Gauw Sam Kui akan memberontak lalu apakah yang dapat aku lihat?"
tanya raja. Siau Po kemudian menerangkan satu per satu orang-orang yang telah bersekongkol
dengan Gauw Sam Kui, diantaranya bangsa Losat, Mongolia, dan Sin Liong Kauw, Dan
Siau Popun mengatakan kalau ia telah membawa saksi orang Mongol.
Untuk menguatkan keterangan Siau Po mengutarakan hal itu, dia lakukan dengan
berbagai macam cara sampai-sampai ia menipu berpura-pura membinasakan
Khantema. Kaisar terdiam mendengarkan.
"Sungguh peristiwa yang sangat menarik hati! sebenarnya aku belum pernah melihat
sendiri Gauw Sam Kui, Sewaktu kuminta untuk menghadap ia membawa pasukan
perangnya, dan para menteri mencegahnya karena Gauw Sam Kui membawa pasukan
itu dengan alasan pasukan perang tak dapat masuk ke kerajaan, dikhawatirkan ia
mengadakan pemberontakan secara mendadak." kata sang raja.
"Hal itu dikatakannya menurut kata hati Goh Pay. Khawatir kalau nanti terjadi
perubahan, maka Gauw Sam Kui diijinkan datang hanya beserta putranya saja dan
pasukannya ditinggal di luar kota, Dengan demikian maka apa yang dapat Gauw Sam
Kui lakukan" Mungkin Gauw Sam Kui merasa dicurigai maka ia langsung memberontak
daripada hanya dicurigai Demikianlah sikap dia sekarang ini bukan karena sikap kita
yang dahulu." "Apabila dahulu raja memberikan nasihat pada Gauw Sam Kui secara baik-baik,
maka tak mungkin sekarang ia akan melakukan hal itu.,." kata Siau Po.
Tatkala itu aku masih sangat kecil dan aku belum mengerti tentang kenegaraan. Jika
sekarang aku bertemu dengannya, kemungkinan ia akan mengadakan pemberontakan
sedini mungkin." kata raja.
Siau Po mengangguk. Kemudian raja bertanya bagaimana muka Gauw Sam Kui dan gerak geriknya,
"Bagaimana kulit harimau yang berada di dalam kamar kerjanya itu?"
Siau Po merasa sangat heran mendengar pertanyaan sang raja itu, tetapi ia
kemudian memberikan jawabannya dan ia pun menambahkannya.
"Oh, Sri baginda sampai hal yang kecil pun baginda dapat mengetahuinya." kata Siau
Po. Kaisar tersenyum, ia terus berbicara tentang Gouw Sam Kui dan juga menantunya
He Kok Siang dan kesepuluh Congpengnya.
Siau Po merasa sangat heran karena kaisar mengetahui hal mengenai Gauw Sam
Kui, sampai hal yang sekecil-kecilnya itu.
"Oh Sri Baginda! Sri Baginda belum mengetahui dan belum pergi ke Inlam, tetapi
Baginda telah mengetahui banyak tentang Peng See 0ng. Baginda mengetahui lebih
banyak daripada aku!" kata Siau Po.
Setelah berkata demikian Siau Po menunjukkan wajah yang sangat kaget dan ia
berkata, "Sri Baginda entah berapa banyak mata-mata yang dilepas di Kota Kun
Beng...." Kaisar tersenyum. "lnilah yang dikatakan tahu diri, jika kita berperang seratus kali maka seratus kali
pula kita akan mengalami kemenangan. Dia akan memberontak maka tidak mustahil jika kita
memperhatikannya, Siau Kui-cu jasamu sangat besar, karena kau telah mengetahui
gerak gerik Gauw Sam Kui yang sekian mata-mataku tak dapat mengetahuinya itu.
Mereka hanya menyelidiki hal yang kecil tetapi tidak untuk hal yang besar dan penting."
Di dalam hati Siau Po sangat girang.
"Semua itu hambamu mengerti" katanya.
Raja tersenyum karena orang itu telah memujinya.
"Sekarang kau pergi dan bawa ke mari orang Thay-kam itu, aku hendak mendengar
sendiri darinya!" Siau Po lalu pergi untuk menjalankan perintah itu dengan membawa beberapa orang
Sie Wie, untuk mengambil orang Mongol tawarannya itu.
Tak lama kemudian Siau Po menghadapkan orang Mongol itu pada sang raja.
Orang Mongol itu merasa heran karena orang itu dapat berbicara dalam bahasanya.
Maka ia tak ragu-ragu lagi memberikan jawaban secara jelas.
Kaisar memeriksa orang Mongol itu memerlukan waktu yang cukup lama, ia
menanyakan juga berapa hal mengenai hubungan antara Gauw Sam Kui dengan
bangsa MongoI, dan juga kekuatan tentara Mongol itu.
Di samping itu ia juga menanyakan keadaan Bangsa Mongol yang banyak
mempunyai pasukan dari berbagai bendera, yang tidak pernah tenang dan di antara
mereka sering bertempur. Siau Po diam saja mendengarkan pembicaraan kedua orang itu dan sesekali raja
menganggukkan kepala, lalu terkejut.
Setelah merasa cukup, kaisar itu memerintahkan agar tawanan itu dikembalikan lagi
pada tahanan bawah tanah.
Ketika itu datanglah seorang pelayan dengan membawa minuman, yang kemudian
raja memerintahkannya untuk mengambil satu cangkir lagi untuk Siau Po.
"Terima kasih, Sri Baginda!" ucap Siau Po sambil cepat-cepat berlutut dan
memberikan hormatnya. Selesai minum Siau Po mendengar langkah kaki seorang kebiri yang
memberitahukan tentang kedatangan Tongjo Wan dan Nanhuaijin.
"Ijinkan mereka untuk masuk!" kata raja, Tak lama kemudian, datanglah seorang
yang bertubuh tinggi dan besar, kemudian mereka berdua memberikan hormat pada
raja sambil ia berlutut. Siau Po merasa heran lalu ia berkata dalam hati, "Mengapa ada setan datang ke
istana" Aneh!" Selesai memberikan hormat, orang-orang itu lalu mengeluarkan kitab dan
menaruhnya di atas meja, kemudian yang lebih muda berkata dengan tenang, "Sri
Baginda sekarang kami akan membicarakan tentang tenaga tembak dari meriam besar
itu." Kembali Siau Po merasa sangat heran karena orang-orang asing ini dapat berbicara
dalam bahasa Tionghoa dengan lancar.
Kaisar menoleh pada Siau Po kemudian ia mulai memeriksa kitab yang ada di atas
meja itu. Nanhuaijin berdiri lalu ia menunjuk-nunjuk dengan tangannya sambil memberikan
penjelasan, dan raja selalu menanyakannya jika ada yang tidak dimengerti.
Raja menoleh pada Siau Po, dan ia berkata: "Kau mendengar ada orang asing yang
pandai berbahasa Tionghoa, kau merasa aneh, bukan?"
"Mulanya hamba merasa aneh, tetapi sekarang tidak lagi, Baginda dikelilingi ratusan
malaikat, sekarang Bangsa Losat tidak lagi meremehkan bangsa kita, Thian telah
mengirim orang asing ini untuk membantu membuatkan senjata api guna melawan
Bangsa Losat!" "Sunggun kau cerdik! Namun kedua orang itu mengerti bahasa kita karena mereka
belajar. Yang tua berada di Tionghoa sejak jaman kerajaan Beng dan yang muda
adalah orang Jerman dan datang semasa Sri Baginda Sun Tie. Mereka datang untuk
menyebarkan agama kristen, dan untuk itu maka ia harus belajar Bahasa Tionghoa."
"Oh, begitu, Semula hamba merasa tidak tenang dan sekarang merasa tenang,
karena kita mendapatkan bantuan dari orang asing itu."
"Bangsa Losat sama dengan bangsa kita, yaitu sama-sama manusia, Maka jika
bangsa itu dapat membuat meriam, kita pun dapat membuatnya juga, hanya dahulu kita
tidak tahu caranya, Dahulu orang Beng juga menggunakan meriam hingga baginda
terluka parah karenanya, dan akhirnya bangsa itu telah berhasil ditaklukkan dan
menjadi bangsa bawahan negara kita. Maka semuanya itu tergantung dengan
manusianya, siapa yang tidak bijaksana maka percuma ia menggunakan senjata yang
hebat sekalipun." "Senjata dan meriam itu dibeli dari Bangsa Losat, Maka jika kita membeli senjata dari
bangsa luar tak mungkin ia membeli dan menjual untuk kita, Untuk itu maka kita harus
membuatnya sendiri." kata raja.
"Sekarang ini kita merasa sulit karena kita harus mencari besi yang terbaik untuk
dijadikan alat" kata raja.
"Dalam hal ini Baginda janganlah merasa khawatir hamba nanti akan mengumpulkan
para pandai besi untuk memilih besi yang terbaik dan mereka langsung
mengerjakannya siang dan ma!am. Mustahil jika kita mengerjakan siang dan malam tak
berhasil!" kata Siau Po.
Kaisar itu tertawa. "Selama kau berada di Inlam aku telah mengumpulkan para pandai besi dan mencari
besi yang baik, orang-orang asing itu pun selalu mengawasi pekerjaan itu, dan kapan
kau punya waktu untuk melihat pekerjaan itu bersamaku?"
Mendengar hal itu Siau Po merasa senang sekali.
"Sungguh bagus! Hanya hamba khawatir kalau-kalau orang asing itu menyimpan
ranjau, Maka sebaiknya Baginda tidak usah pergi ke sana biar hamba saja yang pergi
ke sana..." katanya.
"Mengenai hal itu janganlah kau khawatirkan. Kedua orang itu sangat setia padaku,
tak akan mereka melakukan hal itu pada diriku, Mereka itu sangat mengasihaniku."
katanya. "Lihay.... lihay, orang asing itu dapat membuat meriam dan yang satunya dapat
membuat penanggalan, Mereka itu orang-orang hebat, hanya tak pandai untuk mencari
pangkat.,." kata Siau Po sambil tertawa.
"Memang, kala itu Go Pay yang memegang tampuk pimpinan Dia yang menerima
laporan tentang kesalahan pembuatan penanggalan, dan selanjutnya Tangjoang
dihukum mati sebab telah menyumpahi kerajaan Ceng pendek usianya, Tatkala laporan
itu sampai padaku, aku melihat ada satu kejanggalannya."
"Pada waktu itu Sri Baginda baru berusia sepuluh tahun, tetapi baginda sudah
secerdik itu, Sungguh luar biasa, dalam usia yang masih semuda itu Baginda sudah
cerdik! Baginda adalah kaisar yang tidak ada bandingnya sejak jaman dahulu kala."
Kaisar Kong Hie tertawa. "Ah, kau ini! Kau tahu sebenarnya soal itu adalah soal yang sangat mudah, Aku
hanya menanyakan pada Go Pay tentang tangal pembuatan kalender itu, Dia tidak
mengetahuinya lalu malah balik bertanya padaku, Setelah aku dapatkan ternyata
tanggal pembuatan kalender itu tahun kesepuluh yaitu masa pemerintahan Sri Baginda
Kaisar Sun Tie. Karena itu dia diberi gelar Tong Hian Kauw Su.
Aku katakan padanya, pada usiaku yang ketujuh aku pernah melihat kitab
penanggalan itu dalam kamar tulis, lalu kutanyakan, mengapa pada saat itu tidak ada
orang yang mengusulkannya, bahwa penanggalan itu tidak tepat" Go Pay tidak dapat
menghukum mati orang itu, yang selanjutnya ia hanyalah dipenjarakan saja.
Perkara itu pun telah aku lupakan hingga sekarang ini Nanhuijin menimbulkan hal itu,
Maka aku lantas mengeluarkan firman untuk membebaskannya!"
Siau Po tertawa. "Jikalau demikian, nanti aku akan membuatnya capai hati Akan aku suruh ia
membuat penanggalan yang baru yaitu Tay Ceng Ban Liak Lek."
itu artinya penanggalan kerajaan Ceng yang usianya ratusan tahun.
Kaisar tertawa, tetapi sewaktu ia berbicara ia bersikap sungguh-sungguh.
"Menurut sejarah yang pernah aku baca, kerajaan-kerajaan yang telah lalu, ada
kerajaan yang menyayangi rakyatnya, dialah yang hidup lama dan kekal, Sejak jaman
purba orang menyebut raja dengan sebutan Ban Swee, Akan tetapi kenyataannya tidak
sampai selaksa tahun. Apakah kata-kata Ban Siu Bu Kiang" (Sehat walafiat selaksa
tahun). Itu kata-kata untuk menipu orang. Maka ayah-andaku memesanku untuk melakukan
sarannya, Telah aku pikirkan pesan itu, maka aku mendapatkan kenyataan Dengan
mewujudkan barulah negara kita seumpama negara yang terbuat dari besi. Siau Po
mulai sekarang tak usah lagi kita mengkhawatirkan urusan meriam itu, atau angkatan
perang Gauw Sam Kui."
Siau Po belum berpikir sampai demikian jauh, sehingga ia hanya mengangguk saja,
setelah itu ia memberikan kitab yang ia ambil dari Gauw Sam Kui. Dengan kedua
tangannya ia menghaturkan dengan sikap sangat hormat, dan ia berkata. "Benar-benar


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kitab ini telah ditelan oleh Gauw Sam Kui, si bocah tua bangka itu. Telah hamba
dapatkan kitab ini dari kamar tulisnya terus saja hamba bawa ke mari, hingga sekarang
kitab telah kembali pada pemiliknya."
Kaisar Kong Hie girang sekali.
"Bagus, memang Bu-houw senantiasa memikirkan tentang hal ini. Kitab ini akan
kupersembahkan kepadanya, lalu kubawa ke Thay Bio untuk dimusnahkan Tak perduli
apa isinya, yang penting selanjutnya tak ada orang yang mengetahuinya lagi."
Bu Houw adalah ibu raja, sedangkan Thay Bio adalah kuil suci peninggalan leluhur.
"Memang lebih baik kau bakar musnah, itu sama saja dengan seorang pengurus
mayat yang akan menghilangkan jejak supaya tidak ada orang yang mengetahui aku
telah mencuri isinya...!" kata Siau Po dalam hatinya.
Setelah menghadap pada rajanya, Siau Po kembali ke tempatnya yang berada di
perumahan raja muda. ia tiba di sana setelah cuaca gelap. setelah memanggil Song Jie,
Siau Po lalu masuk dan mengunci pintu.
"Ada kerjaan untuk kau kerjakan," kata Siau Po pada Song Jie.
Siau Po lalu mengeluarkan robekan-robekan dari kitab yang sedang dicari orangorang,
kemudian membeberkannya di atas meja.
"Aku minta kau memilih dan mengaturnya dengan rapi dengan yang lainnya sehingga
terbentuk satu lembaran yang utuh." perintahnya.
Si nona itu mengangguk lalu mengawasi lembaran-Iembaran kertas itu. Kemudian ia
mulai memilih dan menggabungkannya menjadi satu.
Semula Siau Po mengawasi dan turut membantunya, tetapi sampai sekian lama tak
juga selesai sehingga ia merasa ngantuk lalu pergi tidur.
Keesokan harinya Siau Po melihat Song Jie sedang duduk menghadapi meja.
Matanya cekung karena semalam tidak tidur dan terus saja memikirkan peta itu.
Diam-diam Siau Po menghampiri Song Jie lalu menepuk bahunya,
"Hay!" tegurnya.
Song Jie melompat. "Ah kau sudah bangun!" katanya, sambil terkejut bukan main. Namun setelah
diketahuinya yang mengagetkannya itu Siau Po maka ia berubah senang.
"Robekan kertas itu sangat menyulitkan orang," kata Siau Po sambil tertawa,
"Sebenarnya aku tak membutuhkannya sekarang, dan aku tak menyuruhmu melakukan
pekerjaan sedemikian berat, hingga kau lupa tidur. Nah, sekarang cepat kau pergi
istirahat." Si nona tidak sungkan. "Baik," katanya, "Aku akan membereskannya terlebih dahulu."
Siau Po kemudian melihat di atas meja telah ada kertas putih yang telah ditusuk
dengan jarum Dengan demikian robekan itu sudah ada yang telah diaturnya, tetapi
belum seluruhnya. "Telah kau selesaikan belasan lembar!" kata Siau Po.
"Ya. MuIanya aku mengalami kesulitan tetapi sekarang ako telah mengerti Dan jika
nanti aku mengerjakannya lagi, aku akan bekerja lebih cepat lagi." kata Song Jie.
"Robekan kertas-kertas itu banyak sekali manfaatnya, maka kau harus menjaganya
jangan sampai ada orang lain yang mencurinya, Kau jagalah dengan hati-hati!" kata
Siau Po pada Song Jie yang sedang merapikan kertas-kertas itu.
"Akan aku jaga kertas-kertas ini dengan baik, dan aku akan tetap selalu berada di
sini. Karena itu semalam aku tidak tidur, khawatir kalau-kalau kertas ini ada yang
mencurinya dariku sewaktu aku tidur." kata Song Jie pada Siau Po.
"Akan tetapi kau jangan merasa khawatir. Nanti akan kuperintahkan satu pasukan
untuk mengurung tempat ini, dan kau di dalam dengan tenang-tenang saja, karena kau
terus dijaga dari luar." katanya.
Song Jie tersenyum manis.
"Dengan demikian maka hatiku jauh lebih tenang." kata Song Jie.
"Sekarang kau cepat tidur!" kata Siau Po. "Atau kau aku bopong untuk naik ke atas
tempat tidur?" Wajah Song Jie menjadi merah karena merasa sangat malu.
"Jangan.... Jangan.... Tak usah! itu kurang bagus." tegas Song Jie.
"Kurang bagus apa" Kau telah membantuku sampai-sampai kau tidak tidur
semalaman. Jadi tak apa-apa jika aku menggendong kau naik ke tempat tidur-." kata
Siau Po yang terus mendesaknya.
Setelah berkata demikian Siau Po mengulurkan tangannya untuk menggendong
Song Jie, tetapi gadis itu tertawa dan dengan lincahnya ia dapat meloloskan diri sampai
beberapa kali terbebas dari rangkulan Siau Po. Siau Po menjadi penasaran dan
merangkul tak henti-hentinya....
Ternyata Siau Po masih kalah dengan Song Jie dalam ilmu meringankan tubuh.
Akhirnya Siau Po sangat menyesal karena ia tak memiliki ilmu yang tinggi, karena
sangat menyesal itu ia membantingkan tubuhnya di atas kursi.
Menyaksikan hal itu Song Jie tertawa, lalu mendekati Siau Po sambil terus tertawa.
"Nanti aku layani dahulu kau mencuci muka," katanya dengan manis, "Lalu setelah
kau sarapan pagi baru aku pergi tidur."
Siau Po hanya menggelengkan kepalanya tanpa mengucap sepatah kata pun.
Melihat Siau Po diam saja, Song Jie menjadi heran.
"Siongko..." katanya perlahan "Siongko.... Apakah Siongko gusar?" tanyanya.
Siau Po hanya menggelengkan kepala.
"Tidak Aku tidak gusar terhadapmu, aku hanya menyesalkan diriku mengapa ilmu
meringankan tubuhku demikian rendahnya, sangat beda dengan ilmu meringankan
tubuh yang kau miliki sebenarnya guruku telah memberikan pelajaran padaku dengan
baik, namun aku tak dapat menguasai ilmu itu. Lihat saja tadi aku ingin menangkapmu
pun tak dapat Lalu untuk apa aku mempelajarinya?"
Song Jie tertawa. "Karena kau ingin menggendong aku makanya aku harus berusaha menyingkir
darimu." katanya dengan manis.
Siau Po tidak meladeni bicara Song Jie, tetapi ia malah merentangkan tangannya
untuk segera merangkul si nona itu. Sambil bergerak ia berkata dengan keras, "Aku
harus dapat menangkapmu.... Harus dapat!"
Song Jie tertawa geli sambil berkelit.
Kali ini Siau Po menangkapnya dengan cara curang, maka tidak ayal Song Jie dapat
ditangkapnya, dan berhasil ia rangkul.
Siau Po merasa sangat puas dapat merangkul tubuh itu, Song Jie tertawa melihat
Siau Po bergembira, dan Siau Po mengangkatnya ke tempat tidur Siau Po.
Walau bagaimana wajah Song Jie merah juga.
"Siongko, kau... kau.,.!" katanya dengan terputus-putus.
"Kau apa?" tanya Siau Po yang tertawa puas, ia menarik selimut untuk dipakai
menyelimuti Song Jie. setelah itu ia membungkuk ingin menciumnya sambil berkata,
"Lekas rapatkan matamu, dan tidur lah!"
Selesai berkata demikian Siau Po lalu meninggalkan tempat itu, setelah itu ia
menguncinya kembali.. Sesampainya diluar, Siau Po memerintahkan mempersiapkan satu barisan pasukan
untuk menjaga Song Jie yang berada di dalam.
Seterusnya, dalam beberapa hari itu Siau Po masih saja sibuk membagikan uang
dan benda-benda sebagai tanda mata dari Inlam kepada selir raja, sejumlah mentri dan
pangeran juga beberapa pemimpin pasukan Sie Wie.
"Jikalau kau memberitahukan ini adalah hadiah dari Gauw Sam Kui maka aku tak
akan mendapatkan nama baik, dan tidak mendapatkan kesan baik dari rakyat di sini.
Bukankah itu pantas" Lebih baik aku sendiri yang mendapatkannya...!" ujarnya.
Semua orang yang bersangkutan merasa senang. Mereka semua memuji Siau Po
sebagai orang baik dan bijaksana, Bahkan banyak di antara mereka yang mengatakan
bahwa raja tak salah dalam memilih seorang pembantu kerajaan orangnya baik dan
murah senyum serta pandai membawa diri.
Siau Po setiap harinya repot dengan membagi bagikan hadiah. sementara itu Song
Jie pun tak kalah, ia setiap harinya selalu sibuk dengan robekan kertas-kertas itu.
pekerjaan Song Jie bukanlah pekerjaan yang mudah, melainkan membutuhkan
perhatian dan ketelitian Bagian 61 Setiap malam Siau Po selalu meluangkan waktunya untuk melihat Song Jie.
Robekan itu sudah hampir selesai dan kali ini sudah terlihat gambar gunung, sungai dan
huruf-huruf dalam bahasa asing.
Setelah datang malam yang ke delapan belas, Siau Po mengunjungi Song Jie. Tetapi
sesampainya di sana Song Jie sedang gembira karena telah berhasil menyusun
robekan kertas itu. "Apakah yang membuat kau sangat bergembira ini?" tanya Siau Po pada Song Jie.
"Coba Tiongko terka sendiri!" kata Song Jie.
Tadi malam Siau Po telah melihat robekan kertas itu hanya tertinggal beberapa helai
lagi, dan mungkin ia telah berhasil menyelesaikannya.
"Mari aku menerkanya, kau tentu telah membuatkan kupat untuk aku makan!" sahut
Siau Po. Song Jie menggelengkan kepala.
"Bagaimana kalau tugasku telah selesai sekarang?" tanyanya.
Sekarang Siau Po yang menggelengkan kepala.
"Kau sekarang akan mendustaiku, aku tidak percaya!" katanya.
"Siongkong, mari!" kata Song Jie bersungguh-sungguh pada Siau Po. "Mari
Siongkong melihat sendiri!"
Siau Po melangkah mengikuti Song Jie menghampiri meja, ia melihat di atas meja,
robekan-robekan dari kitab itu telah tersusun menjadi satu.
Siau Po girang, ia mendekati Song Jie lalu memeluknya erat-erat dan menciumnya.
Diperlakukan demikian Song Jie meronta, pipinya berubah menjadi merah karena
malu bercampur senang. Melihat hal itu Siau Po tertawa, ia lalu melepaskan rangkulannya tetapi tangannya
tetap memegang tangan Song Jie.
Selanjutnya Siau Po mengawasi peta yang sudah tersusun itu sambil menunjuk dan
ia berkata. "Bukankah itu gunung yang tinggi dan sungai yang besar" Dan itu tikungan sungai
kecil dengan delapan bundaran kecil, kenapakah tertulis dengan warna merah dan
putih, kuning serta biru" Oh ya. Aku mengerti sekarang! Bukankah itu bendera bangsa
Boancu" Namun bundaran kecil itu sangatlah aneh. Apakah nama gunung dan kali itu?"
Song Jie tidak langsung menjawab pertanyaan Siau Po, Matanya terus saja
mengawasi peta itu, dan memberikannya pada Siau Po karena ia tidak mengerti tulisan
Bangsa Boancu, "Apakah itu dan siapakah yang menulisnya?" tanya Siau Po.
"Akulah yang menulisnya." jawab si nona,
Siau Po heran bercampur senang.
"Ah, kiranya kau mengerti tulisan Bangsa Boancu, Berarti kemarin kau telah
mendustai aku." kata Siau Po.
Sambil berkata demikian Siau Po merentangkan tangannya untuk memeluk tubuh
Song Jie. Dengan cepat Song Jie berkelit, dan ia lalu tertawa.
"Aku tak mendustaimu, aku hanya mengikuti tulisan itu sehuruf demi sehuruf dan
menyalinnya pada kertas ini." katanya.
"Bagus, nanti aku akan mencari orang yang dapat membaca tulisan itu, dan
menyalinnya dalam tulisan Tiongkok. Dengan demikian kita dapat membacanya."
Song Jie tertawa. "Kau baik dan juga cerdas, Karena dengan demikian kau telah mengetahui maksud
dari salinan itu. Di samping itu juga rahasia itu tak akan bocor pada orang lain."
katanya, Siau Po sangat senang dengan hasil kerja song Jie. Kemudian ia pergi keluar kamar
dan memanggil salah seorang pengawalnya untuk mencari orang yang pandai
membaca dan menulis bahasa Boancu.
Tak lama kemudian datanglah seseorang yang dimaksudkan oleh Siau Po. Orang itu
kemudian menerangkan satu persatu tulisan itu pada Siau Po.
"Semua gunung dan juga sungai itu sangat terkenal namanya dan itu berada di utara
Hek Liong Kang," katanya.
Diam-diam Siau Po girang sekali.
"Tak salah lagi di sanalah tersimpan banyak harta karun yang berupa emas, perak
dan barang-barang permata lainnya, yang kesemuanya itu sangat berharga, Hanya
tulisan-tulisan dan kata-kata-nya sulit untuk diucapkan." kata Siau Po dalam hati.
"Ah, makin lama nama-nama itu semakin aneh saja! Bukankah sekarang kau sedang
mengaco belo" Mengapa kau tidak menyebutkan nama yang mudah dimengerti!" kata
Siau Po. Penterjemah itu takut sekali dan sangat bingung, maka kemudian ia memberikan
hormat. "Hamba tidak dapat membohongi Tuan, hamba hanya mengartikan tentang apa-apa
yang tertulis dalam peta ini." katanya dengan bergetar ketakutan.
"Baiklah, sekarang kau tulis semua itu dalam bahasa Tionghoa dan nanti aku akan
menanyakannya pada orang lain, jika nanti kau kuketahui berdusta...!" katanya
mengancam. Selesai berkata demikian, Siau Po memanggil seorang pelayan untuk mengambil
uang sebagai gaji orang itu. Melihat uang yang demikian banyak, orang itu langsung
mengucapkan terima kasih sampai berulang-ulang dan setelah itu ia pun pergi.
Setelah orang yang pertama itu pergi Siau Po memanggil seorang penterjemah yang
kedua untuk mengartikannya lagi, dan begitu selanjutnya dengan orang yang ketiga,
Mereka semua mengatakan kata-kata yang sama pada Siau Po.
Siau Po lalu mengingat kata-kata yang terdapat dalam peta itu sambil dibantu oleh
Song Jie. ia kemudian ingat akan pesan dari gurunya yang mengatakan "Jangan
sampai peta itu jatuh ke tangan orang lain, itu sangat berbahaya. "Dengan mengingat
pesan gurunya itu, Siau Po kemudian mengambil peta itu dan membakarnya sampai
habis, senang hati Siau Po melihat api yang membakar peta itu sekarang catatan itu
sudah masuk dalam otaknya.
Sambil berpikir Siau Po mengawasi wajah Song Jie yang berada di sisinya, Wajah
yang putih mulus dan tersungging senyuman itu menjadikan wajah itu bertambah cantik.
Song Jie yang mengetahui hal itu menjadi malu, kemudian ia tertunduk.
"Oh, Song Jie bukankah kita telah mengetahui kata-kata yang ada dalam kitab dan
peta itu" Karenanya kita harus dapat mengingat-ingatnya jangan sampai ada yang
lupa!" Song Jie merasa sangat senang mendengar kata-kata Siau Po sampai ia
berjingkrakan. Tepat pada waktu itu ada seorang pengawal yang memberitahukan pada Siau Po
kalau ia telah dipanggil oleh raja.
Siau Po tersenyum pada Song Jie, lalu ia pergi ke istana untuk menghadiri panggilan
raja, sesampainya ia di istana, di sana sudah tampak barisan tentara pengawal raja
yang sudah bersiap dengan rapi, melihat hal itu Siau Po lalu memberikan hormat pada
raja. Kaisar tertawa. "Siau Kui-cu! sekarang kau ikut denganku melihat percobaan meriam yang pertama
itu!" kata sang raja.
Kemudian rombongan itu pergi ke tempat pembuatan meriam. Dan sesampainya di
sana ia disambut oleh orang asing itu yang langsung memberikan hormat pada raja.
"Kalian bangkitlah! Di mana meriam-meriam itu?" tanya sang raja,
"Meriam-meriam itu sekarang berada di luar kota, silahkan Sri baginda
menyaksikannya!" jawab orang asing itu.
Raja dan para pengawalnya kemudian mengikuti orang asing itu untuk melihat
percobaan meriam. "Meriam-meriam ini dapat menembak sejauh satu setengah lie dan di sana telah
dipasang sasaran yang akan kita tembak," kata orang asing itu memberikan penjelasan
pada raja dan Siau Po. "Sekarang hamba akan memasang pelurunya dan hamba meminta pada Baginda
untuk mundur barang beberapa langkah, sebab suara meriam ini sangatlah keras dan
juga untuk menjaga keamanan kita." katanya.
Raja tersenyum dan kemudian mundur barang beberapa langkah untuk menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan.
Siau Po mengajukan diri. "Untuk meriam yang pertama ini ijinkan hamba yang menyulutnya!" kata Siau Po.
Kaisar mengangguk. Siau Po lalu maju ke sisi meriam itu.
Siau Po kemudian menyalakan meriam itu, setelah itu ia berlari mundur dan
tangannya dipakai untuk menutupi kupingnya, sedangkan matanya terus menatap ke
arah meriam itu. Begitu sumbu meriam itu dihidupkan, maka tak lama kemudian melesatlah pelurunya
dan kemudian hancurlah sasaran yang dituju itu, Karena pada sasaran itu juga diberi
obat, maka setelah tertembak sasaran itu pun terlempar ke udara.
Tentara yang hadir bersorak, dan semua memberikan kata-kata selamat pada raja
cilik itu. Kaisar sangat girang menyaksikan hal itu, maka raja menaikkan pangkat orang-orang
asing itu dan menjadikan ketujuh meriam itu sebagai meriam keramat.
Sesampainya di istana, raja memanggil Siau Po di kamar kerjanya.
"Siu Kui-cu marilah kita bekerja siang dan malam untuk membuat meriam yang
lainnya, untuk menghadapi Gauw Sam Kui dan sekutunya itu, Siau Kui cu sekarang
coba kau katakan nanti pada waktunya apakah ia akan berhasil memberontak atau
tidak?" Siau Po tertawa. "Berbahagialah Sri baginda!" katanya, "Sebenarnya dalam menghadapi Gauw Sam


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kui dan sekutunya itu tak kita perlu dengan meriam, namun jika dibantu dengan meriam
itu, kita akan lebih cepat dapat menumpasnya." kata Siau Po.
Kembali raja tertawa. "Ah, kau ada-ada saja!" kata raja yang secara tiba-tiba wajahnya menjadi berduka,
"Bicara mengenai naga aku jadi ingat, bukankah Gauw Sam Kui telah bersekongkol
dengan Bangsa Mongolia, Tibet dan Losat" Bukankah masih ada sekutunya yaitu Sin
Liong Kauw, partai keagamaan naga sakti itu" Si moler tua itu justru anggota dari
partai itu yang dikirim untuk mengacau dalam istana ini."
"Memang!" jawab Siau Po.
"Jikalau si moler tua itu tidak dihukum mati mana dapat kita membalaskan sakit hati
ibu suri itu?" kata sang raja dengan nada penuh kebencian.
Melihat hal itu Siau Po berkata dalam hati.
"Apakah dengan demikian raja akan mengutus aku untuk mencari dan membekuk si
moler tua itu" sekarang ini ia bersama dengan Kho Cun Cia, hanya dimanakah mereka
itu berada, hingga untuk satu waktu aku tak usah susah-susah mencarinya...."
Karena ragu-ragu maka Siau Po hanya diam saja.
Sesaat kemudian terdengarlah raja berkata, ternyata terkaan Siau Po itu sangat
tepat. "Siau Kui-cu, ini adalah urusan yang harus dirahasiakan, dan tak dapat diwakilkan
oleh orang lain selain oleh kau sendiri! Maka aku hendak memberikan tugas
kepadamu..." "Baik.... Baik, Sri Baginda!" kata Siau Po. "Hanya entah kemana perginya si moler tua
itu, Dan " gendaknya itu.... Gendaknya itu orang yang sangat lihay dalam ilmu gaib."
"Si moler tua itu mungkin telah bersembunyi di gunung dan memang sangatlah sukar
untuk didatangi." kata Raja, "Tetapi walaupun demikian kau pasti akan dapat
menemukannya, dan itu sangatlah mustahil jika tak ada jalan yang lain, sekarang kau
pimpin dahulu satu pasukan perang, dan kau pergi untuk membasmi partai naga sakti
atau Sing Liong Kauw. Di sana kau bekuk beberapa anggotanya, kita akan mengorek
keterangan dari mereka itu perihal si moler tua itu! Asal kau memaksa mereka satu per
satu, pasti kau akan mendapatkan keteranganku."
Berkata demikian, raja itu terus saja menatap Siau Po yang tampak ragu-ragu.
"Aku tahu tugas itu memang sangatlah sulit," katanya. "Sama halnya dengan mencari
jarum yang berada dalam lautan, Akan tetapi walaupun demikian, kau janganlah sangsi!
Aku tahu kau pandai bekerja, kau juga sangat berbakat untuk menjadi seorang
panglima besar. Biasanya sangat sukar jika di tangan orang lain namun di tanganmu
masalah itu sangatlah mudah, Maka pergilah kau bekerja! Aku tak akan memberikan
batas waktu, setibanya kau di Kwan Gwa kau berhak menggerakkan pasukan perang
Hong Thian, kau tunggu saatnya yang baik untuk membasmi dan membekuk partai Sin
Liong Kauw..." "Bakat atau rejeki hamba itu adalah hadiah dari raja," kata Siau Po. "Sri baginda telah
memberikan kepercayaan yang luar biasa padaku, maka dengan sendirinya rejekiku
menjadi tambah besar saja, semoga kali ini, dengan mengandalkan pada rejeki dari
baginda, hamba dapat mencari dan membekuk si moler tua itu!" katanya pula.
Girang hati sang raja mendengar kata-kata Siau Po yang menerima perintahnya itu,
ia lalu menepuk bahu Siau Po seraya berkata.
"Usaha pembalasan sakit hati adalah usaha yang sangat besar, tetapi jika
dibandingkan dengan urusan negara itu termasuk urusan kecil. Keselamatan negara
adalah sangat penting. Memang baik sekali untuk membekuk si moler tua itu, apalagi
jika kau dapat membasmi partai Sin Liong Kauw inilah tugas yang utama. Kau takut
Kwan Gwa adalah tempat asal kerajaan Ceng kami yang maha besar Dan sekarang Sin
Liong Kauw tengah mengawasinya, jikalau benar ia akan menyerang dengan bantuan
dari bangsa Losat, itu sangat berbahaya. Kalau mereka berhasil menimpa Kwan Gwa,
berarti lenyaplah kampung halaman kami. Maka jika kau berhasil memukul pecah pulau
Sin Liong To berarti kau berhasil mengenai jari tangan bangsa Losat"
Siau Po tertawa mendengar kata-kata rajanya itu.
"Sri baginda benar" katanya dengan mengacungkan jempol tangan kanannya.
Melihat tingkah kacungnya itu raja tertawa.
"Sekarang aku angkat kau menjadi Cu-ciak kelas satu dan pangkatmu yaitu Toutong
dari pasukan Jiaw Kie Eng bagian bendera putih sebagai tambahan Dan di Kwan-Gwa
sana kau dapat menggerakkan pasukan perang Hong Tian, yang dapat kau gunakan
untuk menumpas gerombolan Sin Lion Kauw." kata sang raja.
Siau Po segera berlutut sambil mengangguk-angguk seraya mengucapkan kata
terima kasih. "Pangkat hamba semakin ada tugas semakin saja naik, maka sekarang pangkat
hamba semakin tinggi. Dengan demikian makin besar dan banyak pula rejeki dan
peruntungan bagiku." katanya.
"Akan tetapi perlu kau ingat, tindak tandukmu sekarang ini tidak dapat kau pamerkan
dahulu, untuk menjaga agar Gouw Sam Kui dan Siang Ko Jie tidak mendengar apaapa.
Karena bila ia mengetahuinya, pastilah ia akan mempercepat kegiatan
pemberontakan. Maka yang paling baik kau hancurkan Sin Liong Kauw dahulu dan jika
dapat kau harus menghancurkannya dengan tidak menimbulkan keributan Kalau tidak
sekarang kau aku angkat menjadi utusan raja yang ditugaskan untuk mengadakan
sembahyang digunung Tiang Pek San. Gunung itu adalah tempat yang suci bagi kami
Bangsa Mancu, Dengan kau datang bersembahyang, siapa pun tak akan
mencurigaimu" Siau Po memuji kecerdasan rajanya.
"Kecerdasan Sri baginda tidak ada bandingannya. Usia kaucu Sin Liong kau seperti
usia ulat." ujarnya.
Raja tertawa. "Apa artinya usia kaucu Sin Liong Kau seperti usia ulat?" tanyanya.
"Kaucu Sing Liong kau itu paling senang kalau orang memuji usianya seperti usia
langit, padahal hari kematiannya sudah hampir sampai, Jadi sekarang, lebih tepat bila
dikatakan bahwa usianya sama dengan usia ulat."
Meskipun di mulutnya Siau Po berkata demikian, tapi membayangkan kesaktian
kaucu Sin Liong Kau, hatinya bergidik Apalagi dia diharuskan menyerang pulau itu,
bisa-bisa usianya sendiri yang seperti usia ulat.
Ketika melangkah ke luar dari istana, hati Siau Po gundah sekali Dia berpikir.
"Bagaimana keberangkatan ke pulau Sin Liong to sangat berbahaya, sebaiknya
dicari jalan untuk mengurungkannya, Meskipun perlakuan Siau Hian cu terhadapku baik
sekali, tapi aku toh tidak mungkin mengantarkan nyawa demi dirinya, Atau sebaiknya
aku pura-pura menerima tugas itu, tapi di tengah jalan aku memutar ke Lu Ting san
untuk nlengambil harta pusaka, lalu mencari A Ko untuk mengambilnya sebagai istri dan
untuk selamanya hidup tenang?"
Pada hari kedua, Kaisar Kong Hi mengumumkan tentang kenaikan pangkat Siau Po.
Ketika upacara berlangsung, setiap pembesar memberi selamat kepada Siau Po.
Hubungan So Ngo Ta dengannya paling istimewa, pembesar itu sengaja mendatangi
kamarnya untuk berbicara dengannya, Dia melihat tampang Siau Po muram sekali.
"Saudara kecil, kepergianmu ke Liau Tong tentu berbeda jauh dengan perjalanan ke
Hun Lam. Kali ini mungkin kau tidak akan mendapatkan pemasukan apa-apa. Mungkin
itulah sebabnya kau menjadi tidak senang." ujar So Ngo Ta.
"Terus terang aku katakan kepada toako, aku ini berasal dari selatan. selamanya aku
paling takut dingin. Membayangkan cuaca dingin di luar perbatasan saja, aku sudah
gemetaran Biar bagaimana malam ini aku harus menyalakan tungku api yang besar
untuk menghangatkan diri sepuas-puasnya." So Ngo Ta tertawa terbahak-bahak.
"Dalam hal ini, adik tidak perlu khawatir, nanti aku akan menyuruh orang
mengantarkan tungku besar, agar dalam perjalanan adik selalu merasakan kehangatan
Selain itu, di Liau Tong adik juga bisa mendapatkan keuntungan." ujarnya.
"Oh, rupanya ada yang menarik juga di Liau Tong?" tanya Siau Po. "Dalam hal ini
aku harus meminta petunjuk toako?"
"Di Liau Tong terdapat beberapa macam pusaka, bahkan ada pepatah yang
mengatakan, "Tiga pusaka dari Liau Tong, Jin som, kulit harimau dan rumput wula,
semuanya sama berharga, pernahkah adik mendengarnya?"
Siau Po menggelengkan kepalanya.
"Belum," sahutnya, "Kalau Jin som dan kulit macan tutul memang berharga, tapi apa
kegunaan rumput wula itu?"
"Rumput wula itu juga merupakan benda yang berharga sekali," kata So Ngo Ta.
"Cuaca di Kwan Tong dingin sekali, orang-orang atau penduduk yang miskin tidak
sanggup membeli kulit macan tutul untuk dijadikan mantel Kalau sampai kaki mereka
beku kedinginan siapa yang akan menggotong tandu bagimu" sedangkan rumput wula
ada di mana-mana di daerah itu, asal kita ambil sejumput dan diselipkan dalam sepatu,
dia bisa menimbulkan hawa hangat Dengan demikian seluruh tubuh pun akan
berkurang rasa dinginnya."
"0h.... Jadi kegunaannya hanya untuk menghangatkan tubuh?"
"Memang benar." sahut So Ngo Ta. "Tentu saja barang seperti itu tidak berharga di
daerah lainnya yang tidak begitu dingin seperti Kwan Tong. Dan kebetulan rumput itu
pun hanya tumbuh di daerah tersebut. Kalau ingin membawanya sebagai kenangkenangan,
boleh saja. Tapi nantinya hanya merepotkan adik saja."
"Apakah Jin som dan kulit macan tutul itu ada dijual di mana-mana?" tanya Siau Po.
"Barang itu susah diperoleh namun kedatangan adik di sana tentu diketahui
pembesar setempat. Kakak rasa, pasti ada saja yang menghadiahkannya kepadamu
Mengenai hal itu, kau tidak khawatir!" Siau Po tertawa, Dia memang paling tertarik
dengan barang-barang langka, Hal ini demi menambah kekayaannya yang sudah cukup
banyak. Dia membayangkan akan menghadiahkannya untuk A Ko, gadis pujaannya itu.
Mungkin hati si nona akan menjadi senang mendapat hadiah yang jarang didapat
darinya. "Akan tetapi kalau adik ingin membelinya, memang ada beberapa orang juga yang
menjualnya, Lain halnya dengan rumput wula, itu tidak perlu dibeli karena dimana-mana
pun ada." "Oh, kiranya begitu!" kata Siau Po. "Rumput Wula itu tak dibutuhkan oleh kita,
berbeda dengan Jin som dan kulit harimau, Maka tak ada salahnya kalau aku
membawa pulang beberapa ratus helai agar nanti dapat aku bagikan pada kawan dan
kenalanku." So Ngo Ta tertawa. Tengah mereka itu sedang berbicara, datanglah seorang utusan yang mengatakan
ada kunjungan dari Sui Su Tee tok Sie Long.
Mendengar nama itu, wajah Siau Po mendadak berubah karena secara tiba-tiba ia
mengingat kematian yang menyedihkan dari Kwan An Kie.
Dahulu sewaktu ia menahan Kek Song dan memasukkannya ke dalam peti mati,
gurunya memerintahkan nya agar membuka peti mati itu, Waktu ia membuka tutup peti
mati itu ternyata yang ada di dalamnya adalah mayat A Kie dan bukan mayat Kek Song.
Pada tubuh mayat itu ada sehelai kertas yang tulisannya ikut berbela sungkawa atas
nama Sie Long. Menurut gurunya, orang itu sangat pintar otaknya dan sangat lihay
dalam permainan ilmu silatnya, sampai-sampai Kok Seng Ya sendiri kalah dengannya.
"Sekarang apakah maksudnya ia datang padaku?" tanya Siau Po dalam hati, Karena
ragu-ragu, ia lalu memerintahkan pelayannya, "Cepat kalian panggil A Sam dan A Liok
berdua datang ke mari!"
Maka tak lama kemudian datanglah dua orang yang dimaksud, Mereka adalah Ay
Cun Cia bersama Liok Kho Hian. Keduanya memberi hormat dan langsung berdiri di
samping Siau Po. Maka dengan demikian, hati Siau Po merasa tenang.
Tak lama kemudian datanglah pelayannya dengan membawa nampan dan
menyerahkannya pada Siau Po.
Siau Po melihat isi nampan itu yang ternyata adalah sebuah kotak kecil, Setelah
kotak itu dibuka, tampak sebuah mangkuk putih dengan cawan di dalamnya ada tulisan
yang indah. "Bagaimana?" tanya Siau Po yang tak bisa membaca dan menulis.
"Mangkuk ini memakai namamu." kata So Ngo Ta. "Di situ terdapat pujian untukmu
dan pangkatmu terutama pada yang memberikan pangkat Di situ juga terdapat katakata
"Hormat adik Sie Long."
Siau Po terdiam, sementara otaknya terus bekerja.
"Aku tidak kenal dengan dia, tetapi ia mengirimkan bingkisan padaku, mungkin ia
mempunyai maksud yang tidak baik padaku." katanya.
So Ngo Ta tertawa. "Maksud orang itu sudah jelas sekali, Dia bertekad ingin menyerang Taiwan untuk
membalas sakit hati anak dan istrinya, Selama di sini ia sudah sering mendesakku
untuk baginda turun tangan pada orang Taiwan itu, ia telah mengeluarkan uang paling
sedikit dua puluh laksa tail, maka tentu telah mengetahui kalau kau adalah orang yang
paling disayang oleh baginda, Maka jelas sudah kalau ia ingin membaikimu." kata So
Ngo Ta. Keterangan itu dapat membuat hati Siau Po menjadi tenang kembali.
"Saudara-saudara dapatlah kalian menerangkan padaku tentang duduk masalahnya
hingga orang itu sangat membenci bangsa Taiwan?" tanya Siau Po pada kawankawannya.
"Sebenarnya orang itu adalah seorang panglima yang paling utama dari The Seng
Kong, akan tetapi ia dicurigai The Seng Kong. untunglah ia dapat meloloskan diri. The
Seng Kong merasa kesal, Maka lalu menghukum mati ayah, ibu, anak dan istri Sie
Long." sahut So Ngo Ta.
Siau Po diam saja. "Dia hebat, The Seng Kong yang gagah perkasa itu pun sampai kalah perang
dengannya. jikalau demikian panglima semacam ia tak mungkin aku dapat
menemukannya, Nah So Toako, mari sama-sama kita menjemput dia...!" kata Siau Po.
Siau Po dan So Ngo Ta akhirnya pergi menemui tamunya yang berada di ruang tamu
itu. Tampak Sie Long duduk seorang diri di ruang tamu, ia menolehkan kepalanya ke
arah suara langkah Siau Po dan So Ngo Ta yang datang menghampirinya, Tamu itu lalu
bangkit dan memberi hormat.
"So Tayjin! Wie Tayjin! Yang rendah Sie Long datang menghadap!" katanya.
Siau Po membalas hormat. "Tak berani aku menerima hormat yang sedemikian besar, Pangkat Ciangkong jauh
lebih tinggi daripada pangkatku, mana dapat aku menerima hormat yang semacam ini"
Nah, silahkan duduk! silahkan duduk! Kita tak usah sungkan-sungkan!" kata Siau Po.
Sie Long memberikan hormatnya seraya ia berkata.
"Wie Tayjin sangat sungkan, itu yang membuat aku kagum, Tayjin masih sangat
muda tetapi telah menjadi seorang bangsawan, kedudukanmu pun sangatlah mulia.
Kemajuan Tayjin sangat pesat, aku percaya tak usah sampai sepuluh tahun lagi, tayjin
akan menjadi raja muda, sebaliknya aku hanya jendral muda, apalah artinya pangkatku
ini?" katanya. Siau Po tertawa. "Jikalau datang hari yang dikatakan itu aku sangatlah berterima kasih atas katakatamu
itu." katanya. So Ngo Ta juga ikut bicara setelah ia tertawa.
"Oh, Lao Sie!" katanya, "Baru saja beberapa hari kau berdiam di kota raja ini,
sekarang kau telah pandai sekali bicara, Kau bukan lagi seperti orang yang baru saja
datang ke tempat ini."
"Memang Pie Cit seorang peperangan yang sangat kasar dan tak mengenal aturan,
Syukur berkat bimbingan Tayjin sekarang Pie Cit telah dapat merubah semua tabiat
yang jelek dan menghiIangkannya." sahut Sie Long dengan menggunakan kata Pie Cit
yang artinya orang yang lebih rendah pangkatnya.
"Ya semuanya dapat kau pelajari." kata So Ngo Ta sambil tertawa dengan tenang,
"Sekarang kau telah mengetahui bahwa Wie Tayjin adalah orang kesayangan raja,
maka kau langsung datang mengadakan kunjungan. Kau memang jauh lebih menang
dari para pembesar lainnya dan para mentri." katanya pula.
"Di dalam segala hal Pie Cit mengandalkan pada Tayjin berdua dan selama-lamanya
Pie Cit tak akan melupakannya." kata Sie Long.
Sementara itu Siau Po terus saja memandangi Sie Long, Tamunya itu berusia kirakira
lima puluh tahun namun sorot matanya masih begitu tajam, potongan tubuhnya
sangatlah keren dan licik, tetapi sedikit kucal yang mungkin karena penderitaannya
selama ini. "Kiranya dialah yang telah membunuh kawanku itu dan menyelamatkan Kek Song
dari dalam peti mati." kata Siau Po dalam hati. "sebaiknya aku berpura-pura tidak tahu,
aku tak tahu apakah ia mengenali aku atau tidak, yang jelas Sek Lian jangan sampai
tahu akan hal ini." kata Siau Po dalam hati.
"Hadiah yang kau berikan itu sangatlah bagus dan tentunya mempunyai nilai jual
yang tinggi, namun pada hadiah itu terdapat kata-kata yang.." kata Siau Po.
Nampak Sie Long terperanjat segera ia berdiri.
"Entah apakah yang cacat... tolong Tayjin katakan padaku...!" ujarnya dengan nada
memohon. Siau Po tertawa. "Cacat pada barangnya sendiri itu tidak ada, tetapi yang aku maksudkan adalah
indahnya barang itu dan mahalnya harganya, di waktu kita menggunakan mangkuk
dalam bersantap, tangan harus bergetar karena takut barang itu pecah dan hancur"
katanya. So Ngo Ta pun turut tertawa.
Mendengar hal itu Sie Long pun turut bersama mereka tertawa.
"Sejak kapan She Ciangkun datang ke Pakhia?" tanya Siau Po.
"Sudah tiga tahun Pie Cit berada di kota raja ini." jawab Sie Long.
Siau Po terheran-heran mendengar ucapan Sie Long.
"Sie Ciangkun menjadi laksamana dari pasukan air di Hokkian, kenapa kau tidak
pergi ke sana" Mengapa kau hanya berdiam di sini" Kenapakah" Ah, aku tahu! Pasti di
kota raja ini dalam sebuah rumah pelesiran ada yang menjadi sahabat kekalmu dan kau


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merasa sangat keberatan meninggalkannya karena dia adalah seorang nona yang
cantik!" katanya. "Ah, Tayjin pandai bergurau! sebenarnya baginda memanggilku untuk menjaga dan
mempertahankan Taiwan, Mungkin keteranganku belum sempurna maka belum ada
orang utusan untuk memanggilku kembali hingga aku didiamkan di sini, sekarang aku
sedang menanti perintah apa pun.,." kata orang itu.
"Sri baginda sangat cerdas, mestilah sekarang ia sedang memikirkan sesuatu hal
yang tepat Maka untuk sementara waktu biarlah kau tetap di sini, nanti juga datang
kesempatan untukmu." kata Siau Po.
"Pie Cit sangat bersyukur karena Pie Cit lelah mendapatkan pelajaran dari Tayjin ini."
kalanya dengan hormat "Sebenarnya dalam tiga tahun ini hati Pie Cit merasa kurang
tenang, Pie Cit khawatir telah melakukan sesuatu yang diri sendiri tidak mengetahuinya.
Akan tetapi sekarang mendengar kata-kata Tayjin, hatiku menjadi lega, kiranya baginda
tengah memikirkan sesuatu."
Biar bagaimana Siau Po gemar akan pujian, maka ia senang mendengarkan katakata
orang itu. "Sri baginda telah mengatakan, bahwa jika seseorang itu selalu marah, maka orang
itu termasuk manusia yang tak ada gunanya dalam kehidupan. Oleh karena itu orang
semacam itu haruslah diruntuhkan kejumawaannya, Umpamanya, jangan katakan kalau
baginda telah menurunkan pangkatmu itu bukanlah suatu hukuman, sekalipun kalian
dihukum atau dipenjarakan, itu masih termasuk hitungan kalau kau sedang dididik..."
ujarnya. "ltu benar.,." kata Sie Long dalam hati.
Akan tetapi Sie Long tetap merasa khawatir, sampai tangannya menjadi basah
karena keringatnya. "Benar perkataan saudara Wie, memang kalau tidak digosok, mana mungkin batu
kumala akan menjadi batu permata?" kata So Ngo Ta yang turut berbicara.
"Ya.... Ya..." kata si panglima.
"Sie Ciangkun, silahkan duduk!" kata Siau Po. "Dahulu Ciang kun pernah menjadi
orang bawahan The Seng Kong, sebenarnya apa sebabnya sampai Ciangkun bentrok
dengannya?" tanyanya kemudian
"Sebenarnya Wie Tayjin," kata Sie Long. "Pie Cit adalah bawahan The Cie Liong,
ayah dari The Seng Kong, dan baru belakangan pie cit berada di bawah langsung dari
The Seng Kong sendiri itulah sebabnya kenapa di waktu The Seng Kong bentrok aku
pas berada di bawahnya, maka Pie Cit terpaksa turut padanya."
"Oh, begitu." kata Siau Po. "Lalu bagaimana selanjutnya?"
"Lalu tiba saatnya The Seng Kong berperang di Hokian, ketika itu tentara Boancu
menyerah dengan menggunakan tipu daya, dan E Mui dapat dirampas. The Seng Kong
menjadi salah tingkah, maju salah mundur salah, sedangkan saat itu aku berada di
sana dan membantunya, kami telah berhasil merampas lagi kota itu."
"Dengan cara demikian, berarti kau telah membantu banyak pada The Seng Kong,
kau berjasa besar" kata Siau Po.
"Ketika itu, The Seng Kong juga telah menaikkan pangkat Pie Cit Pie Cit juga
mendapat hadiah berbagai macam barang, namun kemudian, karena suatu urusan
kecil, terjadilah bentrokan di antara kami."
"Urusan apa itu?" tanya Siau Po. "Pie Cit mempunyai seorang anak buah, Pie Cit
menitahkan suatu urusan agar dia menanganinya, tidak tahunya orang ini malas dan
takut mati, Dia pergi ke pegunungan dan tidur di sana selama beberapa hari, Setelah
kembali dia memberikan laporan yang bukan-bukan, Pie Cit merasa keterangannya
tidak beres, karena itu Pie Cit menanyakannya dengan seksama. Akhirnya
kebohongannya terbongkar Pie Cit kesal sekali dan memerintahkan orang untuk
memenjarakannya. Tidak tahunya, pada keesokan harinya, orang ini licik sekali.
Tengah malamnya dia berhasil melarikan diri, dan kabur ke gedung The Seng Kong dan
meratap-ratap di hadapan The Seng Kong dan istrinya dengan mengatakan bahwa aku
memfitnahnya. Hati hujin memang lemah, dia menyuruh orang menyampaikan laporan
anak buah Pie Cit itu dan meminta Pie Cit mengampuninya. Malah aku mendapat
teguran keras dari beliau."
Mendengar keterangan Sie Long, Siau Po segera teringat kata-kata Tan Kin Lam
tentang wanita itu. Hatinya menjadi panas.
"Oh, si moler tua itu, urusan kenegaraan dia pun mau ikut campur. Orang perempuan
memangnya mengerti apa" Nenek moyangnya, kurang ajar! Urusan besar negara bisa
hancur di tangannya! Kalau ada anak buah yang bersalah tidak dihukum sebagaimana
mestinya, bukankah setiap orang berani melakukan kesalahan yang sama nantinya"
Kalau begitu, keadilan toh tidak bisa ditegakkan lagi! Dasar perempuan hina, tahunya
hanya berpelukan dengan laki-laki muda yang ganteng saja!"
Sie Long tidak menyangka kalau Siau Po akan begitu marah mendengar ceritanya,
Dia langsung bersemangat dan menepuk pahanya keras-keras.
"Wi Tayjin benar sekali!" katanya, "Wie tayjin sudah biasa memimpin anak buah,
tentunya tahu bagaimana harus bersikap terhadap anak buah yang bersalah!"
"Kau tidak usah perduli omongan si moler tua itu. sedangkan anak buahmu yang
kurang ajar itu, tangkap saja dan tusuk sekalian agar mati!"
"Ketika itu, apa yang Pie Cit pikir, persis sama dengan pikiran Wie tayjin sekarang."
kata Sie Long. "Aku berkata kepada utusan Hu Jin itu, bahwa aku si orang she Sie
hanya merupakan bawahan Kok Seng ya. Apa yang dikatakan Kok Seng Ya baru jadi
Anak Harimau 19 Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H Kisah Membunuh Naga 2
^