Bloon Cari Jodoh 13
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong Bagian 13
"Pasukan mana?" tanya Lo-san siangjin.
"Pasukan Beng dengan pasukan Ceng."
Lo-san siangjin terkejut, "Pasukan Ceng " tempur dengan
pasukan Beng" Mengapa pertempuran itu berlangsung di
selat Hay-tengr- kok?"
Kemudian pertapa itu berpaling kepada Sian Li, 'Pinto
hendak meninjau ke lembah Hay-teng-kok. Silakan nona
menyelidiki markas kami. Kalau disini terdapat barang
seorang prajurit musuh, aku bersedia menerima hukuman
nona." Sian Li mengiakan. Ia tak mau ikut dengan pertapa itu
karena ia masih sangsi. Hampir saja ia percaya seluruh
keterangan pertapa itu. Tetapi setelah mendengar laporan
tentang kehadiran pasukan Ceng di lembah Hay teng-kok ia
meragu lagi. Mungkinkah pasukan Ceng itu bersembunyi di
lembah Hay-teng-kok " Jika demikian kemungkinan Lau
Bun Sui tentu ditawan oleh pasukan Ceng itu.
"Sian Li mengapa kita ikut pada pertapa itu ?" tegur
kakek Lo Kun. "Kita pun akan ke sana tetapi tak perlu harus bersama
dengan pertapa itu," jawab Sian Li.
"Apakah engkau percaya kalau pertapa itu tak punya
hubungan dengan pasukan Ceng ?" tanya Lo Kun pula.
"Mudah-mudahan begitu," kata Sian Li, "tetapi kita
harus membuktikan kebenarannya dulu."
"Siapakah yang bertempur di lembah itu "'"
"Fihak pasukan Beng tentulah pasukan yang diperintah
jenderal Lau untuk mengurung gunung. Tetapi kalau
tentang pasukan Ceng, aku tak tahu. Kemungkinan saja
yang menawan putera jenderal Lau itu."
"Mari kita kesana sekarang," ajak Lo Kun.
Hay-teng-kok merupakan sebuah selat lembah yang
menjulur ke sungai Hong-ho. Selat itu terletak dibagian
barat sungai Hongho dan masih masuk wilayah
pegunungan Losan. Pada saat itu Lo-san siangjin dan ji-sute Ui Bin tiba di
daerah selat itu. Mereka melihat dua buah pasukan sedang
bertempur. Yang paling menonjol adalah pertempuran
antara dua orang perwira. Rupanya kedua orang itu adalah
pimpinan dari kedua pasukan yang sedang berhadapan itu.
Lo-san siangjin terus bergegas menghampiri. Maksudnya
hendak membantu fihak Beng menggempur pasukan Ceng.
Tetapi begitu dia muncul, seorang lelaki setengah tua segera
menyambutnya.! Orang itu mengenakan dandanan sebagai
seorang sasterawan. Sepasang pit menyelip dipinggangnya.
"Oh, Lo-san siangjin datang, bagus siangjin," seru lelaki
itu dengan nada gembira, "mari kita basmi prajurit2 Beng
ini !" Lo-san siangjin terkejut. Sebelum ia sempat membuka
mulut, dari fihak pasukan Beng muncul seorang lelaki muda
yang segera larikan kuda menerjang Lo-san siangjin.
"Bagus Lo - san siangjin, tak perlu susah mencarimu
engkau sendiri sudah datang mengantar jiwa !" seru pemuda
gagah yang tak lain adalah Bok Kian, keponakan dari
mentri perlahan Su Go Hwat
Seperti telah direncanakan semula, Bok Kian ikut dalam
pembebasan putera jenderal. Hanya kalau Sian Li dan
rombongannya supaya mengambil jalan dari muka maka
Bok Kian akan memutar dan menyerang dari belakang
gunung. Waktu dia sedang menyusup hutan, dia mendengar
suara sorak sorai dari orang yang sedang bertempur.
Bergegas dia keluar dan naik keatas sebuah karang tinggi.
Dari tempat itu dia dapat melihat pemandangan ke
sekeliling penjuru. Serentak melihat sekelompok barisan
Beng yang dipimpin seorang perwira tengah bertempur
dengan pasukan Ceng Pasukan Beng itu diperintah jenderal
untuk mengepung gunung Losan agar gerombolan yang
menangkap putera jenderal Lau tak dapat meloloskan diri.
Bok Kian segera berlari-lari menuju ke tempat
pertempuran untuk membantu pasukan Beng. Pada saat
baru saja dia hendak menerjang ke dalam gelanggang
pertempuran, dilihatnya seorang petapa muncul dengan
seorang lelaki gagah. Sebenarnya dia tak kenal pertapa itu. Tetapi mendengar
lelaki berpakaian sasterawan fihak musuh tadi memanggil
nama pertapa sebagai Lo-san siangjin, segeralah Bok Kian
dapat mengenalnya. Inilah kesempatan yang baik pikir Bok
Kian yang mengira Lo-san siangjin itu hendak membantu
pasukan Ceng. Dia serentak mencabut pedang dan menerjang pertapa
itu. Melihat serangan Bok Kian yang begitu kalap, Ui
Binpun mencabut golok dan menangkisnya. Keduanya
segera serang menyerang dengan seru sekali. Walaupun
Bok Kian naik kuda tetapi Ui Bin dapat memberi
perlawanan yang seimbang.
"Siapakah sicu ?" teriak Lo-san-siangjin.
"Engkau pertapa penghianat, tak layak menanyakan
namaku," seru Bok Kian.
"Lo-san siangjin, bunuh saja pemuda itu !" teriak lelaki
sasterawan tadi. Lo-san siangjin terkejut dan berpaling belum dia sempat
membuka mulut, Bok Kian sudah memakinya, "Bagus
pertapa, hayo, maju. Bukankah engkau sudah diberi
perintah tuanmu itu !"
"Hm, budak kurang ajar, jangan menghina Lo-san
siangjin, beliau adalah tokoh yang indahkan," seru Ko Cay
Seng pula. Lo-san siangjin tercengang. Ia tak kenal dua orang itu.
Tetapi ia menyadari sasterawan itu orang fihak pasukan
Ceng pemuda yang menyerang itu dari fihak pasukan Beng.
Ia mulai menduga apa yang sebenarnya terjadi pada kedua
orang itu. Tetapi sebelum ia berhasil menemukan sesuatu,
sasterawan dari fihak Ceng itu sudah lari menghampiri Bok
Kian seraya berseru keras, "Lo-san siangjin, membunuh
ayam tak perlu pakai golok kerbau. Biarlah budak liar itu
kuhabisi, tak perlu siangjin mengotorkan tangan!"
Bok Kian bertempur dengan gagah. Namun karena
ditambah dengan seorang musuh seperti Ko Cay Seng, Bok
Kian kewalahan juga. Akhirnya waktu dia sedang
membabat thiat-pit ( pena besi ) dari Ko Cay Seng, golok Ui
Bin membabat kakinya. Untung dia masih dapat loncat
turun sehingga perut kudanya yang termakan golok. Karena
kesakitan, kudapun meringkik keras dan menerjang binal
kearah pasukan Ceng sehingga prajurit Ceng gempar untuk
menghindar. Sekarang Bok Kian menghadapi Ko Cay Seng. Dengan
tumpahkan seluruh kepandaian, Bok Kian masih dapat
bertahan diri. Tetapi setelah, Ui Bin juga ikut menyerang,
mulai terdesaklah pemuda Bok Kian. Pemuda itu benar2
kewalahan. "Lepas!" teriak Ko Cay Seng seraya menusuk
pergelangan tangan Bok Kian. Dan pada saat itu Ui Binpun
juga membabat kakinya. Bok Kian rasakan pergelangan tangannya gemetar
sehingga tenaganya lunglai, tring .... pedangnyapun jatuh ke
tanah. Untung dia cepat loncat ke belakang untuk
menghindari babatan golok Ui Bin. Sekalipm dapat lolos
tapi tak urung Bok Kian pontang-panting juga.
Ui Bin tak mau memberi ampun lagi. Ia maju dan
menabas dengan goloknya sementar; Cay Seng juga siap
menusuk dengan thiat-pi"
"Hai, Bok kongcu, awas serangan dari belakang!" tiba2
dalam keadaan yang berbahaya, terdengarlah suara seorang
gadis berteriak. Ui Bin terkejut, demikian juga Ko Cay Seng. Mereka
serempak tertegun. Dan pada saat itu pula, Sian Li
menyerang Ui Bin dan Ko Cay Seng diserang oleh seorang
kakek pendek. "Oh, nona, berhenti dulu," buru2 Ui Bin berseru setelah
melihat Sian Li menyerangnya. Sian Li hentikan serangan.
Dia berpaling ke arah Bok Kian, "Bok kongcu, engkau tak
kena suatu apa?" "Tidak, terima kasih," kata Bok Kian.
"Mengapa engkau menyerang kongcu" Hm, jelas engkau
memang berfihak kepada pasukan Ceng!" tegur Sian Li
tajam kepida Ui Bin. "Hai, bung, mengapa engkau mengalah pada seorang
budak perempuan begitu saja?" Ko Cay Seng berteriak
kepada Ui Bin. '"Bangsat, aku tak kenal kepadamu!" teriak Ui Bin.
"Ah, janganlah berkata begitu," seru Ko Cay Seng, "perlu
apa kita harus main sandiwara didepan kawanan musuh
yang begitu macam " Apala lagi terhadap seorang nona, tak
usah kita main sandiwara dan bersikap sungkan. Ayo,
tangkaplah dia, kalau engkau enggan, biar aku yang
menangkapnya." "Hm, Ui Bin, apakah engkau masih hendak menyangkal
?" geram Sian Li. "Tidak, nona, kami tidak kenal dengan bangsat itu !" seru
Ui Bin. "Menyingkirlah !" teriak Ko Cay Seng seraya terus
menyerang Sian Li, "biar nona ini kutangkapnya."
"Jangan ganggu cucuku !" bentak Lo Kun yang terus
menghantam orang she Ko itu.
Ko Cay Seng sekarang jago tutuk dengan pit besi.
Sekaligus dia dapat menutuk enam buah jalan darah di
tubuh lawan. Boan-thian-lok-u atau Hujan-mencurah-dari langit,
adalah jurus yang diserangkan kepada Lo Kun. Sepasang
pit besi mencurah bagai hujan turun dari langit.
"Kurang ajar," tiba2 Lo Kun menjerit ketika tangannya
tertutuk. Dia menyurut selangkah. Melihat itu Ko Cay Seng
tak mau memberi kesempatan lagi. Pit terus ditusukkan ke
leher Lo Kun. Tetapi dengan cepat memukul tangan Ko
Cay Seng. Ko Cay Seng terkejut sekali. Dia tak nyangka kalau
lengan Lo Kun yang terkena tutukannya itu masih dapat
digerakkan. Karena jarak begitu dekat dan gerakan Lo Kun
itu tak duga-duganya lebih dulu, Ko Cay Seng kerahkan
tenaga-dalam untuk menahan benturan tangan Lo Kun agar
pit-besinya tak sampai jatuh. Sedangkan pit ditangan
kiripun ditutuk ke lambung lawan.
Ktekkkk .... Ko Cay Seng terkejut karena lengannya
terasa gemetar seperti terkena strom listrik ketika beradu
dengan tangan Lo Kun. Tangannya menjadi lunglai dan pitbesinyapun
jatuh. Tetapi pada saat itu Lo Kunpun mendesis
kaget dan menyurut mundur beberapa langkah, kemudian
tegak berdiri seperti patung.
Ko Cay Seng cepat menjemput pitnya lagi dan terus lari
masuk kedalam gerombolan prajurit Ceng.
"Ah, janganlah sicu tergesa-gesa hendak pergi," baru Ko
Cay Seng lari beberapa langkah, Losan siangjin sudah
menghadangnya. "Lo-san siangjin, mengapa siangjin malah memusuhi
aku" Bukankah kita ini bersekutu?" trriak Ko Cay Seng
sekeras kerasnya agar didengar oleh rombongan Sian Li.
"Sicu, janganlah bermain lidah untuk mencelakai orang.
Pinto tak kenal sicu dan tak bersekutu dengan pasukan
Ceng, mengapa sicu terus menerus mengatakan bersahabat
dengan kami ?" seru Lo-san siangjin.
"Ah, Lo-san . siangjin," kata Ko Cay Seng dengan
tertawa," siangjin seorang yang penuh kasih sayang,
bukankah semua manusia di dunia ini bersahabat semua ?"
Tiba2 Uk Uk melesat datang. Dia melihat kakek Lo Kun
menyurut mundur dan berdiri tegak. Ia menghampiri tetapi
dicegah Sian Li, "Uk Uk jangan mengganggu kakek. Dia
sedang menyalurkan napas. Kejarlah musuh itu saja !"
Mendapat perintah Sian Li, Uk Uk terus Ia hendak
menyerang Ko Cay Seng. Melihat itu tahulah pikiran licik
dari Ko Cay Seng, "Awas, siangjin serangan dari belakang!" tiba2 Ko Cay
Seng berseru. Lo-san siangjin terkejut, ia memang
mendengar ada angin berkesiur dari. belakang. Cepat dia
berpaling, maksudnya hendak mencegah. Tetapi diluar
dugaan, tiba2 Ko Cay Seng dorongkan kedua tangannya,
wut .... Lo-san siangjin yang tak menyangka hal itu,
terkejut, terpaksa dia membiarkan punggungnya didorong
hingga tubuhnya ikut menjorok maju.
Saat itu Uk Ukpun tiba, melihat Lo-san siang-jin
menjorok maju seperti hendak menyerangnya, Ukpun
menghantam, darrrrr . . , . .
Lo-san siangjin terkejut. Karena tak dapat menghindar
terpaksa ia menyilangkan kedua tangan untuk menutup
dadanya. Lo-san siangjin belum kenal siapa dan bagaimana Uk Uk
si bocah gendut yang pekok itu. Dan lagi tadi baru saja ia
mengerahkan tenaga dalam untuk menahan dorongan Ko
Cay Seng. Maka diapun hanya menggunakan dua bagian
tenaga-dalam saja. Dia mengira bocah gendut itu hanya
seorang bocah biasa saja, tentulah tak mungkin dapat
melukainya. Karena melihat kakeknya diam, Uk Uk mengira kalau
Lo Kun menderita luka. Ia marah sekali maka ketika Losan
siangjin maju menyongsongnya, dia mengira siangjin
itu hendak menyerangnya. Uk Uk segera memukul dengan
sekuat tenaganya. Akibatnya memang hebat.
Setelah terdengar letupan keras, Lo-san sianjin merdesuh
kejut dan tubuhnya sempoyongan sampai beberapa
langkah. Belum sempat dia berdiri jejak, sekonyongkonyong
Ko Cay Seng mendorongnya lagi, "Siangjin,
masakan dengan bocah gendut semacam itu siangjin kalah.
Ah, tak pula siangjin sungkan atau kasihan kepadanya!"
Sebagai seorang jago tutuk yang ternama sudah tentu Ko
Cay Seng memiliki ilmu tenaga dalam yang hebat.
Tampaknya hanya seperti orang mendorong tetapi
sesungguhnya dia gunakan tenaga-dalam untuk
menghantam punggung Losan siangjin.
Lo-san siangjin terkejut. Cepat dia kerahkan tenagadalam
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk bertahan. Tetapi celakanya, si pekok Uk Uk
maju mengantamnya lagi. Waktu pertama kali menerima hantaman Uk 'U'k, Losan
siangjin terkejut. Ternyata anak gendut itu mempunyai
tenaga-dalam yang dahsyat. Cepat2 dia kerahkan tenagamurni
untuk menolak tetapi tak urung dia harus menderita.
Darahnya bergolak keras. Dan kini dengan sisa tenagadalam
yang masih ada, dia harus menahan dorongan Ko
Cay Seng dan harus menerima pukulan Uk Uk. Jika
disuruh memilih menerima pukulan K.o Cay Seng atau Uk
Uk, ia pilih menerima pukulan Ko Cay Seng. Ia sudah
merasakan betapa dahsyat tenaga-dalam yang dipancarkan
pada pukulan Uk Uk tadi. Setelah memutuskan apa yang harus dilakukan, dengan
gerak Kim-pheng-tian-ki atau Alap2-emas-merentang-sayap,
ia merentang kedua tanganya, tangan kiri menahan pukulan
Ko Cay Seng dan tangan kanan menolak hantaman Uk Uk.
Darrrrr..... Uk Uk terpental selangkah tetapi Lo-san siangjin tegak
berdiri mematung, wajah pucat-lesi dan pejamkan mata.
Uk Uk masih penasaran. Dia hendak maju memukul lagi
tetapi pada saat itu, Ui Bin sudak loncat mencengkeram
bahunya dan menyentakkan ke belakang sehingga Uk Uk
sampai terpental satu meter ke belakang.
Uk Uk makin marah. Dia hendak menghatam Ui Bin
tetapi saat itu Sian Li sudah menghadangnya, "Berhenti
dulu, Uk Uk." "Mengapa !" seru Uk Uk, "Engkau salah faham," kata
Sian Li," siangjin ini bukan musuh kita. Yang harus engkau
serang adalah orang tadi !"
"Ma . . . mana dia !" teriak Uk Uk.
"Dia sudah lari masuk kedalam barisannya!
"Kejar?"!" Uk Uk terus hendak lari tetapi dihadang
Sian Li," jangan Uk. Berbahaya menerjang barisan
mereka," Ternyata saat itu Ko Cay Seng memang sudah
menyelundup kedalam pasukan Ceng. Sedang pasukan
Cengpun bergerak mundur. Pasukan Beng hendak mengejar
tetapi terpaksa mundur karena musuh melepaskan hujan
panah. Karena Lo Kun masih berdiri diam dan Lo san siangjin
juga tegak sambil pejamkan mata terpaksa Sian Li dan
kawan-kawannya tak dapat melakukan pengejaran. Mereka
menjaga kedua tokoh tua itu. Sementara pasukan Bengpun
berhenti disitu untuk menjaga keselamatan jago2 itu.
Lo Kun juga minum buah Cian-lian-hay-te som (buah
som dari dasar laut yang berumur seribu tahun) begitu juga
gemar minum arak yang di rendam darah, hati dan kumis
macan hitam. Tenaga-dalamnya memang luar biasa, Maka
lengannya tertutuk pit-besi Ko Cay Seng dalam sekejab
waktu saja, dia sudah dapat menggerakkan lengannya lagi
sehingga Ko Cay Seng terkejut. Tapi karena dia tak tahu
akan permainan thiat-pit yang lihay, akhirnya lambungnya
kena tertutuk lagi. seketika tubuhnya seperti kaku tak dapat
digerakan. Itulah sebabnya dia berdiri diam seperti patung.
Untunglah berkat tenaga-dalamnya yang tinggi, dalam
waktu yang tak lama, dia sudah sembuh.
Demikian pula dengan Lo-san siangjin. Sebenarnya ilmu
tenaga dalam pertapa gunung Lo-san sangat tinggi, Tetapi
karena dia kena diselomoti Ko Cay Seng sehingga harus
beberapa kali menerima pukulan dahsyat dari Ko Cay Seng
dan Uk Uk, maka tenaga-murninyapun banyak
menghambur keluar. Terakhir, ketika ia merentang tangan
kearah Ko Cay Seng dan Uk Uk, Ko Cay Seng dengan
sebat telah menutukkan pit bajanya kearah jalandarah Jioktihiat
pada ruas lengannya sehingga petapa itu berdiri tegak
tak dapat bergerak. Setelah beberapa waktu menyalurkan
tenaga - dalam, akhirnya dapatlah ia menembus lagi
jalandarahnya yang tertutuk itu.
"Maaf, toiiang." kata Sian Li, "kami telah menduga
buruk kepada totiang,"
Ternyata Sian Li sempat memperhatikan gerak gerik Losan
siangjin dan Ui Bin. Ia mendengar jelas bagaimana Losan
siangjin dan Ui Bin mengatakan tak kenal pada Ko Cay
Seng tetapi Ko Cay Seng tetap mengaku kenal. Andaikata
tadi kakek Lo Kun tak tergesa turun tangan, tentulah kedok
Ko Cay Seng dapat dilucuti. Juga terakhir waktu Lo-san
siangjin berhadapan dan berbicara dengan Ko Cay Seng,
Sian Li tahu kalau siangjin iu tak mempunyai hubungan
suatu apa. Tetapi karena Uk Uk menyerang, Lo-san siangjin
telah menjadi korban kelicikan Ko Cay Seng.
"Ah, tak apa li-sicu," kata Lo-san siangjin yang terkenal
sabar," memang sejak semula aku mengatakan kalau tak
kenal dengan pasukan Ceng dan tak tahu tentang hilangnya
putera jenderal Lau."
"Ya, tetapi jenderal Lau mendapat laporan dari
prajuritnya sehingga jenderal itu menyuruh kami kemari,"
kata Sian Li. Lo san sianjin geleng2 kepala, "Ah, musuh memang
pandai sekali mengatur siasat. Ya, sekarang aku makin
yakin mengapa fihak Ceng melakukan hal ini."
"O, apakah orang Ceng pernah datang ke Lo-san?" tanya
Sian Li. Lo-san siangjin mengangguk, "Pendirian kami selama
ini, memang tak mau bekerja pada kerjaan Ceng. Beberapa
waktu yang lalu, pernah datang kepadaku seorang kaki
tangan kerajaan Ceng. Dia menawarkan kerjasama dengan
Lo-san. Kalau Lo-san mau membantu usaha kerajaan Ceng,
kelak kerajaan Ceng akan membangunkan sebuah vihara
yang megah di gunung ini, dibebasan dari pajak dan akan
dilindungi dengan undang2 kerajaan Ceng. Tetapi aku
menolak permintaan mereka agar pasukan Ceng
diperbolehkan mendarat di selat Hayteng-kok."
"O, mengapa mereka tidak langsung saja mengadakan
serangan besar-besaran pada pasukan Beng ?" tanya Sian Li.
"Mereka mempunyai rencana yang luas," kata Lo-san
siangjin, "mereka akan mengirim sekelompok prajurit dan
jago menyelundup ke daerah Losan kemudian mereka akan
melakukan pengacauan ke daerah Beng. Apabila pasukan
Beng sibuk memadamkan kekacauan2 itu, barulah kerajaan
Ceng akan mengirim pasukan besar, menyebrangi sungai
Hong-ho untuk menyerang. Pada saat itu pasukan Beng
tentu lengah dalam penjagaan."
Sian Li mengangguk, "O, sungguh pintar sekali mereka.
Entah siapakah yang menjadi kurun (penasihat perang)
pasukan Ceng itu?" "Kurasa tentu tak lain juga bangsa Han sendiri," kata Losan
siangjin. Tiba2 Uk Uk menghampiri, serunya, "Cici mengapa ci , .
cici.... akur dengan dia ?"
"Jangan kurang hormat, Uk," kata Sian Li "totiang ini
adalah kawan kita. Musuh kita adalah orang yang
menggunakan sepasang pit-besi tadi. Lekas engkau
haturkan maaf kepada totiang !"
Uk Uk menurut. Ia maju dan mengangguk kan kepala
dihadapan Lo-san siangjin, "Tot, tiang kata ci . . ci . ,. ci aku
harus min . . . min ta .. . maaf kepada totiang , . . ."
"Siau-sicu, engkau sungguh lihay, "Lo-san siangjin
tertawa. Dia suka melihat potongan tubuh Uk Uk yang
gemuk itu," siapakah gurumu ?"
"Eng . . . eng . . . kong, kongmu . . . ," kata Uk Uk.
"Siapa " Engkongku ?"
Uk Uk mengangguk. "Aneh, aku tak punya engkong lagi."
"Siapa bilang engkau tak punya engkong "." tiba2 Losan
siangjin teringat akan keterangan Sian Li bahwa anak
gendut itu memang aneh. Dia mempunyai pengertian yang
terbalik atas istilah "aku-engkau". Dia tertawa, "O, benar,
ya, mana engkongku ?"
"Itu!" seru Uk Uk menunjuk Lo Kun.
"Ah, lojin cucumu ini memang lihay sekali. Dia memiliki
tenaga-dalam yang luar biasa, setaraf dengan jago silat kelas
satu. Pada hal dia baru berumur berapa",?" kata Lo-san
siangjin. "Delapan tahun lebih sedikit."
"Mengapa dalam umur delapan tahun dia dapat memiliki
tenaga-dalam yang begitu hebat" Pada hal untuk
meyakinkan ilmu tenaga-dalam seperti yang dicapainya itu,
orang harus membutuhkan waktu berpuluh tahun."
"Itu rahasia, totiang," kata Lo Kun dengan nada bangga,
"mungkin aku sendiri juga kalah hebat dengan dia."
Lo-san siangjin kerutkan dahi.
"Totiang," kata Sian Li yang tak ingin pembicaraan itu
berlarut-larut. Karena sekali bercerita tentulah kakek Lo
Kun itu akan membual sehingga orang akan tahu bahwa dia
itu seorang kakek yang linglung, "musuh sudah lari, lalu
bagaimana tindakan kita?"
"Li sicu," kata Lo-san siangjin, "telah kukatakan bahwa
pendirian kami, tetap tak mau bekerja-sama dengan orang
Ceng. Saat ini ternyata mereka berani menyelundup ke
daerah Lo-san. Aku tak mengidinkan gunung ini dikotori
dengan kaki orang-orang Ceng. Mari kita naik ke atas untuk
beristirahat dulu dan membicarakan bagaimana rencana
menghadapi mereka nanti. "Bagaimana dengan kematian Li sam-saycu totiang,"
tanya Sian Li waktu teringat akan peristiwa matinya Li
Kong. "Ah, peristiwa itu terjadi karena salah faham, dan pula
sam-te meninggal karena membentur tiang ruangan
sendiri," kata Lo-san siangjin "yang mati takkan bisa hidup
kembali. Sekarang kita sedang menghadapi musuh. Yang
penting kita harus mencurah tenaga dan pikiran untuk
menghalau mereka." Sian Li menghaturkan maaf atas paristiwa itu dan
mengucapkan terima kasih kelapangan dada pertapa dari
Lo-san itu. "Kemungkinan putera jenderal Lau itu mernang
ditangkap oleh pasukan Ceng yang menyelundup ke daerah
Losan," kata Lo-san siangjin, "ya, kutahu siasat mereka."
"Bagaimana siang- jin?" tanya Bok Kian.
"Karena Lo-san tak mau diajak kerjasama maka mereka
menggunakan siasat pinjam tangan pasukan Beng untuk
menghancurkan Losan."
"0, totiang maksudkan musuh sengaja menangkap putera
jenderal Lau dan mengabarkan bahwa putera jenderal itu
tertangkap oleh pasukan Ceng yang berada di Losan, agar
pasukan menganggap bahwa totiang telah bersekutu dengan
kerajaan Ceng?" tanya Sian Li.
"Benar," kata Lo-san siangjin, "dengan menangkap
putera jenderal Lau itu maka musuh telah mendapat dua
buah keuntungan. Pertama, mereka dapat mengadu
pasukan Beng dengan Lo-san karena Lo-san tentu dianggap
mau bekerjasama dengan kerajaan Ceng. Kedua, dengan
memiliki sandera putera jenderal Lau itu maka mereka
dapat menekan jenderal Lau supaya mundur dari wilayah
Sanse." "Benar," sambut Sian Li, "kemungkinan mereka akan
menggunakan sandera itu untuk membujuk agar jenderal
Lau menyerah kepada mereka."
"Betul!" seru kakek Lo Kun tiba2.
"Bagaimana li-sicu dan lojin dapat menduga begitu?"
tanya Lo-san siangjin. "Huh, jenderal itu gemar bersenang-senang dengan
wanita2 cantik. Orang yang berhamba kepada kesenangan
tentu mudah dibujuk musuh. Lain sekali dengan aku. Dulu
waktu menerima tugas dari baginda, aku tak pernah dekat
dengan wanita sehingga sampai jadi jejaka tua."
"Dimana dulu lojin mendapat tugas baginda?" tanya Losan
siangjin secara iseng. "Dalam gua, menunggu seorang Persia yang bernama
Somali. Jangankan wanita, sedang manusia lainpun tak
pernah datang ke gua itu."
Lo-san siangjin tertawa. "Lo-jin, sudah sejak beberapa tahun yang lalu aku sudah
melihat gejala2 begitu. Mentri, jenderal dan pembesar2 tak
becus mengurus pemerintahan, sogok dan suap merajalela.
Raja terlena dalam kesenangan wanita, kaum durna
berpesta-pora menumpuk harta, rakyat bingung menderita
senngsara. Itulah sebabnya karena tak tahan melihat
penderitaan rakyat maka aku segera mengasingkan diri naik
ke gunung Losan ini."
"Salah!" tiba2 La Kun menegur.
"Salah bagaimana, tolong lojin memberi petunjuk," kata
Lo-san siangjin. "Manusia dijelmakan di dunia adalah untuk mengurus
dunia dan sesama manusia," kata Lo Kun dengan gaya
seperti seorang ahli falsafat besar, '"jika semua orang pada
lari ke gunung mengasingkan diri, mencari kenikmatan diri
sendiri, biar negara dan masyarakat kacau, biar lain2 orang
sengsara, asal dirinya tentram dan senang menikmati bunga
dan mendengarkan kicau burung, lalu bagaimana dunia ini
jadinya nanti?" "Ah," Lo-san siangjin mendesah, "tetapi manusia sukar
diurus. Lebih baik kita mengendalikan diri sendiri."
"Itu pendirian manusia kerdil yang hendak melarikan diri
dari kenyataan. Hidup itu memang begitu. Penuh dengan
persoalan, penuh dengan segala macam manusia yang
sangat aneh, susah diurus, yang menurut kemauannya
sendiri, yang suka mementingkan diri sendiri, ah, pendek
kata seribu satu macam sifat manusia.
"Itulah kehidupan dan itulah artinya manusia disuruh
hidup di dunia. Perlu apa disuruh hidup di dunia kalau
hanya mengasingkan diri di gunung, menikmati kembang,
mendengar kicau burung " Itu bukan tugas manusia dan
bukan kehidupan manusia tetapi tugas burung dan kupu2
dan kehidupan bangsa binatang hutan. Sudah mau jadi
manusia harus mau mengurus soal manusia karena
mengurus soal manusia berarti mengurus dirinya sendiri
sebagai manusia. Memang tak mudah, tetapi disitulah letak
arti hidup sebagai manusia !"
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lo-san siangjin terlongong-Iongong mendegar hamburan
kata2 mutiara dari mulut seorang kakek yang linglung.
Diam2 Sian Li juga terkejut. Ada kalanya, dalam wataknya
yang limbung seperti orang tak waras pikiran itu, kakek Lo
Kun dapat menghamburkan kata2 yang tak kalah tingginya
dengan falsafat hebat. Kemudian dara itupun diam2 geli
karena Lo-san siangjin kena disentil dengan telak oleh katakata
kakek itu. "Terima kasih, lojin," kata Lo-san siangjin sesaat
kemudian, "lojin telah memberi petunjuk berharga. Kurasa
memang benar juga. "Siapa yang bilang tidak benar?" tukas kek Lo Kun, "lihat
aku. Aku sendiri entah sudah berapa lama hidup di dunia
ini. Sayang umurku tak pernah kukumpulkan, kubuangi
saja. Sebenarnya aku sendiri sudah pensiun tetapi siapa
yang akan mempensiun aku" Raja yang menitahkanku
sudah mati, habis aku harus mengurus pensiun pada siapa "
Tetapi akupun tak mau mengharap segala pensiun karena
aku merasa masih kuat dan masih punya gairah hidup,
Selama masih mempunyai gairah hidup, aku tak mau
nganggur, lebih2 mengasingkan diri di gunung. Aku hendak
terjun ke masyarakat lagi. apalagi sekarang negara sedang
kacau menghadapi serangan musuh, aku lebih bersemangat
lagi." Lo-san siangjin mengangguk. "Engkau tahu apa
rahasiaku bisa berumur panjang dan kesehatanku masih
baik ini ?" tanya Lo Kun.
'"Bagaimana ?" "Mempunyai gairah hidup, bekerja, jangan merasa tua
dan, jangan memikirkan umur, jangan menghitung waktu.
Pendek kata, siang kerja, malam tidur. Jangan suka
bersedih. Hari ini kita hidup, hari ini kita menggunakannya.
Jangan melamunkan hari esok dan kelak. Dan jangan
mengotorkan pikiran dengan kejahatan dan nafsu
menumpuk harta." "O, indah sekali," kata Lo san siargjin.
"Eh, masih ada satu lagi," kata Lo Kun pula, "yang harus
dilakukan kalau mau berumur panjang."
"Apa ?" "Tertawa. Harus tertawa tiap hari dan suka dagel."
"Apa itu dagel ?"
"Membuat lelucon, berkata yang lucu-lucu. Itulah
resepku mengapa bisa berumur panjang."
"Baik, kakek, tociang memperhatikan resep kakek itu,"
karena kuatir pembicaraan itu akan berlarut panjang maka
Sian Li lalu memutusnya. Kemudian dara itu bertanya
kepada Lo-san siangjin 'Totiang, bagaimana rencana kita
selanjutnya?" "Tadi sudah kukirim anakbuah untuk menyelidiki
keadaan musuh. Malam nanti, kita lakukan serangan," kata
Lo-san siangjin. "Ya. aku memang hendak membalas orang yang
menutuk lambungku tadi," seru Lo Kun.
Bok Kianpun menyetujui rencana itu, Tetapi pada saat
Lo-san siangjin hendak mengatur anakbuahnya dalam
persiapan untuk melakukan serangan malam nanti, tiba-tiba
Sian Li membuka bicara: "Nanti dulu, totiang"," katanya.
"'O, apakah li-sicu mempunyai rencana lain?" tanya Losan
si-.ngjin, "Ya," sahut Sian Li," tetapi entah apakah totiang dapat
menyetujuinya." "Katakanlah li-sicu," seru Lo-san siangjin "tak apa, aku
dapat mempertimbangkannya."
"Begini totiang," kata Sian Li, "rencana ini memang agak
istimewa. Tetapi maksudku, aku hendak menggunakan cara
musuh menyiasati kata untuk dipakai menyiasati mereka
kembali." "O, maksudmu siasat Ih-tok-kong-tok atau dengan racun
mengobati racun ?" "Benar, totiang. Memang semacam itu." "Coba li-sicu
katakan bagaimana rencana Li situ itu."
"Bukankah tadi totiang mengatakan bahwa kerajaan
Ceng bermaksud kendak mengajak totiang bekerja-sama
menghantam pasukan Beng ?"
"Ya, benar." "Nah, sekarang kita mulai dari situ. Totian harus pura2
menerima tawaran itu."
"Tetapi mereka sudah tahu kalau aku menolak, apalagi
tadi dalam pertempuran jelas aku memusuhi mereka.
Apakah mereka mau percaya," tanya Lo-san siangjin.
"Waktu menemui mereka, totiang boleh merangkai
alasan bahwa tadi hanyalah sekedar siasat saja agar
pasukan Beng percaya pada totiang. Dari buktinya,
sekarang totiang dapat menangkap kami."
"Apa maksud Li- sicu ?" Lo-san siangjin agak terkejut.
"Agar mendapat kepercayaan mereka, totiang supaya
mengatakan kalau berhasil menangkap kami."
"Tetapi apakah benar2 Li-situ sekalian kami tangkap"
Bagaimana kalau mereka minta bukti'?"
"Tak apa," kata Sian Li, "totiang boleh merantai kami
dan dimasukkan dalam ruang tahanan. Apabila mereka
datang kemari, dapatlah totiang menunjukkan buktinya"
"Wah, jangan, Sian Li," teriak Lo Kun.
"Mengapi?" "Kalau kita dirantai dan mereka datang, bagaimana
kalau mereka mernbunuh kita?"
"Jangan kuatir kakek," Sian Li rnenghibur, totiang tentu
cukup bijaksana untuk mengatur itu. Misalnya, rantai itu
tidak dikunci-mati agar sewaktu-waktu kita dapat bergerak
untuk mengamuk mereka. Dan lagi, kita nanti pura2
pingsan. Totiang dapat mengatakan kepada orang Ceng,
kalau totiang telah memberi obat bius sehingga tenaga kita
hilang." "O, kalau begitu aku mau" kata Lo Kim.
"Setelah itu?" tanya Lo-san sianglin.
"Yang penting totiang dapat mencari keterangan dimana
beradanya putera jenderal Lau. Kurasa setelah totiang dapat
menunjukkan bukti dan mendapat kepercayaan mereka,
tentu mereka mau memberi keterangan tentang putera
jenderal Lau itu." '"Setelah itu lalu bagaimana?"
"Setelah tahu tempat ditawannya putera jenderal Lau,
barulah totiang boleh merencanakan bagaimana cara untuk
membebaskannya. Kalau perlu basmi saja mereka semua."
Lo-san siangjin diam merenung. Sesaat kemudian ia
bertanya, "Bagaimana misalnya kalau mereka hendak
membunuh li-sicu sekalian?"
"Totiang boleh memberi alasan supaya pelaksanaan
ditunda dulu, toh kami sudah dirantai dan disekap dalam
ruang tahanan. Tetapi andai kata mereka memaksa, suruh
saja mereka masuk ke dalam ruangan itu, nan!i kita akan
bertindak membereskan mereka."
"Lalu bagaimana dengan pasukan Beng yang berada di
gunung ini?" tanya Lo-san siangjin pula.
"Bak kongcu," Sian Li serentak berpaling kearah Bok
Kian, "kali ini aku hendak minta bantuanmu."
"Baik, katakanlah," sahut Bok Kian.
'Engkau kasih tahu kepada pimpinan barisan itu agar
supaya menarik mundur ptsukannya dari gunung ini."
"Tetapi apakah hal itu tidak menimbutkan kecurigaan
fihak musuh?" tanya Bok Kian.
"Ya, benar,'" kata Sian Li, "kalau begitu, kuharap lotiang
kerahkan anakbuah totiang untuk pura'2 menyerang
pasukan Beng agar mereka mempunyai alasan untuk
mundur dari gunung ini."
"Baik, li-sicu Tetapi maaf, siapakah Bok kongcu ini?"
"O, apakah totiang belum berkenalan?" tanya Sian Li.
"Mungkin karena sibuk, kita saling mengira kalau sudah
kenal pada hal belum," kata Lo san siangjin.
"Bok Kian kongcu ini adalah putera kemenakan dari
menteri pertalanan Su Go Hwat tayjin di Lam-kia," Sian Li
memperkenalkan Bok Kian. "O, maaf, kongcu, pinto tak tahu sehingga tak
menyambut kongcu dengan selayaknya."
"Ah, totiang membuat aku sungkan. Paman memang
menjabat sebagai mentri pertahanan kerajaan Beng, tetapi
aku hanya orang biasa saja. Aku tak menjabat pangkat
apa2, totiang." Atas pertanyaan Lo san siangjin, Bok Kian merangkan
bahwa kebetulan dia mendapat tugas dari pamannya untuk
menyampaikan perintah kepada jendral Lau. Kemudian
terjadi piristiwa dimana putera jenderal Lau minggat dan
tertangkap musuh. "Ah, kongcu sungguh mulia karena kongcu bersedia
membantu pada jenderal Lau" Lo-san siangjin memuji.
"Jenderal Lau sedang memimpin pasukan dan sedang
menghadapi musuh yang kuat. Kalau pikirannya terganggu
karena hilangnya putera maka dia tentu akan kendor
semangatnya. Akibatnya pasukan kita tentu akan
mengalami kekalahan. Itulah sebabnya aku mau
menyediakan diri untuk mencari puteranya yang ditawan
musuh itu," kata Bok Kian.
"Bagus, kongcu," seru Lo-san siangjin, "pendirian
kongcu itu memang tepat. Sebenarnya jangankan lagi
kehilangan putera, bahkan kehilangan jiwanya sendiri, pun
seorang jenderal tak boleh bingung. Dia adalah p'mpinan
sebuah pasukan yang terdiri dari beribu-ribu prajurit. Selain
bertanggung jawab atas jiwa anak buahnya itu, diapun
mempunyai tugas untuk membela negara dan
menyelamatkan rakyat dari amukan musuh. Tetapi apapun
dikata. Memang jenderal2 kita sudah terlanjur
bergelimangan dalam kenikmatan hidup. Orang gemar
kenikmatan, tentu takut mati."
Begitulah setelah rencana selesai dimufakati merekapun
mulai bertindak. Bok Kian minta diri untuk menuju ke
pasukan Beng yang berada di selat Hay-teng-kok.
Lo-san siangjinpun menyiapkan anakbuahnya untuk
melakukan serangan kepada pasukan itu.
Tak berapa lama datanglah anakbuah Lo-san
menghadap, "Siangjin, pasukan Ceng yang berada di selat
Hay-teng-kok itu tak berapa banyak jumlahnya. Mereka
mendarat dengan naik perahu. Sekarang ini mereka masih
berkemah diselat itu."
Setelah menerima laporan itu maka Lo-san siangjin
segera mengajak Ui Bin memimpin anak-buahnya untuk
menyerang pasukan Beng. "Totiang, aku mohon ikut," kata Sian Li.
"Mengapa?" Lo-san siangjin heran.
"Nanti setiba disana, aku hendak menyelinap untuk
menemui Bok kongcu. Akan kuberitahu kepada Bok
kongcu supaya mempersiapkan orang untuk membakar
perahu2 di perairan selat Hay-eng-kok agar orang2 Ceng itu
tak dapat menyebrang pulang."
'O, baiklah," kata Lo-san siangjin.
"Lho aku dan Uk Uk bagaimana ?" seru Lo Kun.
"Kakek dan Uk Uk tinggal disini dulu. Setelah menemui
Bok kongcu aku tentu segera kembali kesini. Bukankah kita
bertiga nanti akan menjadi tawanan totiang ?"
"O, ya, ya, tetapi jangan lama2 dong. Kalau kalian pergi
dan mereka datang, aku hanya berdua dengan Uk Uk saja
yang menghadapi." Maka berangkatlah Lo san siangjin dan Ui Bi dengan
membawa seratusan anakbuah Lo-san, menuju ke selat
Hay-teng-kok. Sian Li juga
Karena sudah direncanakan maka dengan mudah
dapatlah anakbuah Losan itu memukul mundur pasukan
Beng. Waktu pasukan itu mundur sampai kesebuah hutan,
muncullah Sian Li menemui Bok Kian.
"O. engkau nona Liok ?" seru Bok Kian.
"Benar, kongcu," kata Sian Li, "aku hendak
menyampaikan berita kepada kongcu."
"Apakah ada perobahan tentang rencana kita itu ?"
"Tidak," kata Sian Li, "hanya tadi anakbuah Lo-san yang
ditugaskan untuk menyelidiki keadaan pasukan Ceng telah
datang melapor. Katanya jumlah pasukan Ceng yang
berada di selat Hay teng-kok itu tak berapa banyak. Dan
mereka datang kesitu dengan menggunakan perahu. Oleh
karena itu apabila Lo-san siangjin sudah dapat membujuk
mereka naik ke gunung Lo san, segera Bok kongcu
perintahkan orang untuk membakar perahu2 itu agar
mereka tak dapat pulang."
"Baik," kata Bok Kian. Dan Sian Li pun segera kembali
lagi ke puncak Lo-san. Sementara itu setelah dapat mengundurkan pasukan
Beng maka Lo-san siangjin dengan membawa anakbuahnya
segera menuju ke selat Hay-te kok untuk menemui
pimpinan pasukan Ceng. Lo-san siangjin diterima oleh seorang perwira yang
menanyakan maksud kedatangan pertapa itu.
"Maaf, boleh pinto tahu siapa yang menjadi pimpinan
pasukan ini?" tanya Lo-san siangjin.
"Sebenarnya yang memimpin kelompok pasukan ini
adalah aku sendiri," kata perwira itu.
"O, maaf, siapakah nama sicu yang terhormat ?" tanya
Lo-san siangjin pula. "Ka Ting." "O, apakah sicu juga seorang Han ?"
"Aku berasal dari wilayah Hek liong-kiang."
"Begini sicu, maksud kedatangan pinto tak lain adalah
hendak merundingkan sesuatu dengan pimpinan pasukan
kerajaan Ceng. Bahwa sebenarnya pinto sudah menerima
tawaran kerajaan Ceng untuk bekerjasama menumbangkan
kekuasaan Beng, tapi dalam hal itu pinto tak mau bertindak
terang-terangan tetapi harus secara rahasia. Pinto minta soal
ini supaya dirahasiakan sehingga fihak pasukan Beng tak
tahu. Dengan cara itu pinto ternyata berhasil
menghancurkan pasukan Beng yang tadi bertempur dengan
pasukan Ceng disini. lain itu pintopun berhasil menangkap
beberapa jago mereka yang lihay.
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"O," perwira yang bernama Ka Ting itu terkejuf," tetapi
siangjin, walaupun aku yang memimpin pasukan tetapi dari
fihak atasan aku telah dipeiintahkan, harus menurut segala
perintah Ko tayjin."
"Siapakah Ko tayjin itu ?"
"Ko tayjin adalah yang bertempur melawan beberapa
jago dari fihak Beng tadi."
"Yang menggunakan sepasang pit besi itu "
"Benar." "Siapakah nama lengkapnya ?"
"Ko Cay Seng." "Jabatannya dalam pemerintahan Ceng ?"
"Pembantu utama dari panglima Torgun. Dialah yang
ditugaskan untuk menyelundup kedalam wilayah
kekuasaan Beng dan membuat pengacauan ..."
( bersambung ). -oo0dw0oo- Jilid 20. Diam2 terkejut Lo-san siangjin mendengar keterangan
perwira pimpinan pasukan pelopor dari kerajaan Ceng itu.
Tetapi diapun memuji juga akan kecerdikan mereka dalam
menjalankan siasat peperangan.
"Jika demikian," katanya, "tolonglah sicu membawa
pinto menghadap Ko tayjin itu."
"Ah," perwira mendesah, "sayang. Saat ini Ko tayjin
sedang keluar." "Kemana?" "Entahlah," sahut Ka Ting, "Ko tayjin hanya pesan
supaya aku tetap bersiap menjaga setiap kemungkinan fihak
Beng akan menyerang."
"Kapankah Ko tayjin akan pulang?"
"Mungkin malam ini tetapi paling lambat besok pagi."
Lo-san siangjin kerutkan dahi. Sejenak kemudian dia
berkata, "Jika demikian, baik aku kembali dahulu. Besok
pagi kami undang Ko tay-jin supaya berkunjung ke puncak
Losan untuk merundingkan rencana kita lebih lanjut.
"Ah, mengapa totiang terburu-buru hendak kembali.
Hari sudah malam, lebih baik totiang bermalam disini saja."
"Pinto rasa kurang enak karena kuatir diketahui matamata
musuh. Lebih baik pinto pulang saja."
Ah, aku tak berani melanggar perintah Ko tayjin,
totiang." "Perintah apa?".?"
"Ko tayjin telah memberi perintah bahwa sebagai
pimpinan pasukan aku harus melindungi setiap jiwa
anakbuah pasukan dan setiap orang yang menjadi kawan
kita. Oleh karena totiang sudah jelas menjadi kawan kami,
maka aku wajib menjaga keselamatan totiang."
"Pinto dapat menjaga diri sendiri."
"Tetapi kuharap totiang jangan membikin susah
padaku." "Membikin susah bagaimana?"
"Jika Ko tayjin mendengar hal ini, aku tentu dimarahi.
Kemungkinan aku akan dikembalikan ke Pak-kia untuk
menerima hukumun. Ko tayjin amat keras memegang
disiplin." Lo-san siangjin merenung. Dia kagum sekali akan
disiplin pasukan Ceng. Setiap bawahan tentu takut kepada
atasannya. Diam2 dia ingin bertemu dan bicara dengan Ko
Cay Seng. Kalau menilik dalam pertempuran siang tadi, Losan
siangjin mendapat kesan bahwa Ko Cay Seng itu
memiliki kepandaian yang tinggi. Jarang sekali kaum
persilatan yang menggunakan senjata thiat-pit.
Jika Lo-san siangjin sedang menimang-nimang, pun Ka
Ting juga sedang memikirkan perhitungan. Sebenarnya dia
tidak begitu saja percaya akan omongan Lo-san siangjin
yang menyatakan mau bekerja-sama dengan kerajaan Ceng.
Dia sudah mendengar bahwa Lo-san siang jin itu tak mau
bekerja pada kerajaan Ceng. Mengapa sekarang mendadak
sontak pertapa itu merobah pendiriannya " Bahkan dalam
pertempuran siang tadi, jelas pertapa itu masih membela
fihak Beng. Ka Ting juga bukan seorang perwira goblok. Dia curiga
akan tindakan Lo san siangjin itu. Maka dia memutuskan
akan menahan Lo-san siangjin itu dimarkas. Bagaimana
nanti keputusannya, terserah kepada Ko Cay Seng Tatapi
paling tidak, pertapa itu dapat dijadikan sandera untuk
menekan pasukan Beng. Lo-san siangjin salah menilai Ka Ting. Ia mengira
perwira itu hanya seorang militer yang tak tahu tentang
urusan siasat mata-mata. Dan agar jangan menimbulkan
kesan buruk pada perkenalan pertama, terpaksa Lo-san
siangjin menerima permintaannya untuk menginap disitu.
Tidaklah mudah diangkat sebagai pembantu utama dari
panglima Torgun. Ko Cay Seng telah memenuhi syarat2
yang diinginkan panglima kerajaan Ceng itu.
Berkepandaian silat tinggi terutama dalam permainan
sepasang pit besi yang dapat menutuk enam buah jalan
darah ditubuh lawan, pun Ko Cay Seng juga memiliki
kecerdasan yang hebat. Diapun dianggap setya sekali dalam
pengabdiannya kepada kerajaan Ceng selama ini.
Kemanalah malam itu dia pergi "
Ternyata dia juga naik ke puncak Lo-san untuk
menyelidiki keadaan Lo-san siangjin dan anakbuahnya. Ia
tahu bahwa Lo-san siangjin tidak mau bekerja pada
kerajaan Ceng. Dan dalam pertempuran siang tadi dia
berhasil mengadu domba dan menimbulkan kecurigaan
diantara jago2 musuh sehingga Lo-san siangjin telah
menderita kekalahan. Waktu berada di gunung Lo-hu-san di puncak Giok-linia
tempat kediaman pendekar Bloon, dia telah bertemu
dengan beberapa jago muda, diantaranya terdapat dara2
yang cantik tetapi berilmu kepandaian hebat.
Dalam pertempuran itu dia sendiri telah terluka oleh
seorang nona cantik yang dikiranya tak mengerti ilmusilat.
Nona itu (Han Bi Ing) telah dapat menusuk telapak
tangannya dengan tusuk kundai. Jalandarah Lau-kiang hiat
ditelapak tangan itu dapat melumpuhkan tenaga-dalam.
Untung dia tak sampai terluka parah dan setelah mengasoh
beberapa waktu, diapun sudah sembuh.
Kemudian dia mendapat tugas untuk memimpin sebuah
pasukan barisan pelopor yang akan menyeberangi sungai
Hong-ho dan masuk ke selat Hay-teng-kok di daerah kaki
gunung Lo-san. Dalam perintah itu dikatakan, supaya
dengan sekuat tenaga Ko Cay Seng dapat menundukkan
gunung Lo san. Jika dengan jalan damai tak mau, Ko Ciy
Seng harus menggempur pertapa dari gunung Lo-san itu
dengan kekerasan. Setelah menarik mundur pasukan ke pangkalan di selat
Hay-teng-kok maka Ko Cay Seng memerintahkan agar Ka
Ting menjaga pasukan dan dia sendiri terus naik ke puncak
Lo-san. Kecuali Lo-san siangjin, apakah beberapa orang
yakni Sian li, Lo Kun, Uk Uk dan Bok Kian, juga berada
dimarkas Lo-san siangjin.
Begitu tiba di markas, dia harus cari akal untuk
menyelundup masuk. Hal itu dengan mudah dapat
dilakukannya setelah dia berhasil mengelabuhi beberapa
penjaga. Dengan ilmu gin-kang yang lihay, dia dapat loncat keatas
genteng dan mencari tempat kediaman Lo-san siangjin. Dia
berhenti pada sebuah tempat yang diduga merupakan ruang
besar. Dia membuka sebuah genteng dan mengintai
kebawah. Seorang kakek tua sedang berjalan mondar mandir
sambil menggendong kedua tangan. Dan seorang bocah
lelaki yang gemuk sedang duduk menghadapi guci arak.
Beberapa kali dia menuang guci arak itu ke cawan dan
diminumnya. "Eng .. eng ., . engkong ....... mengapa arak ini sep .......
seperti air rasanya ?" tiba2 anak gemuk itu berseru dengan
suara tergagap-gagap! Tetapi Lo Kun diam saja dan tetap mondar mandir kian
kemari seperti orang yang sedang berpikir.
"Engkong ".eng .. eng .. kong.......*
"Hus, diam !" bentak Lo Kun.
"Lho, meng ..... mengapa ?"
"Apa tidak tahu kalau aku sedang berpikir keras ?"
"Siapa yang berpikir ?"
"Aku ....... eh, engkau !" tiba2 Lo Kun teringat akan
pengertian Uk Uk tentang kata aku-engkau
"Berpikir soal ap ..... ap..... apa ?"
"Soal cicimu, eh, ciciku Sian Li dan siangjin."
"Memangnya ken ....... kenapa mereka?"
"Goblok!" teriak La Kun, "Sian Li belum pulang dan Losan
siangjin juga belum pulang. Apa tidak membingungkan
hati?" '"Siap ....... siapa suruh eng ....... engkong bingung?"
"Hus, tentu saja tidak ada yang suruh. Aku sendiri yang
bingung." "Eng ....... eng ....... kong sendiri yang suruh bingung?"
"Ya." "Tidak bol ....... boleh, kong. Jangan suruh diri eng .......
eng ....... kong bingung."
"Engkau, eh, aku ini memang goblok. Kalau ada orang
pergi lama tak pulang, mengapa tidak boleh bingung?"
"Kalau eng .... eng .... engkong bingung, minumlah ar
....... arak ini. Tetapi rasanya seperti air."
"Setan cilik doyan arak. Siapa yang mengajari engkau
minum arak?" "Eng ....... engkong .......! "
"Lho, apa iya?" Lo Kun kerutkan dahi, "wah, ia, celaka,
mengapa aku mengajari dia minum arak. Anak kecil masa
disuruh minum arak. Tidak, Uk, aku tidak mengajari
minum arak." 'Waktu engkau menangis, eng .... eng .... engkong kasih
minum engkau arak. Sejak itu engkau tiap hari minum arak
saja ..." "O, benar, benar," seru Lo Kun, "aku sakit mau mati,
karena engkau bingung terus engkau kasih minum aku arak
dan aku sembuh." "Eh, eng ....... eng ....... kong ....... apa yang aku
pikirkan?" "Sian Li anak perempuan itu mengapa belum kembali.
Jangan2 dia mendapat halangan di jalan," kata kakek Lo
Kun. "Ya, benar , .... eng ....... engkong. Hayo, kita susul saja."
"Jangan Uk," kata Lo Kun, "dia sudah pesan wanti2 kau
tak boleh menyusul dan harus menunggu disini, tahu!"
Ko Cay Seng yang mendongarkm pembicaraan itu
berulang kali harus kerutkan dahi karena merasa aneh.
Terutama dia merasa kata2 aku-engkau yang digunakan
kedua kakek dan cucunya itu agak janggal.
"Eng ....... erg ... engkong, engkau ngantuk nih," tiba2
Uk Uk berkata pula. "Hus, disuruh jaga rumah mengapa malah ngantuk."
"Habis" Kalau memangnya ngantuk?"
"Begini Uk, kita main2 untuk membunuh rasa kantuk
itu." "Man-main" Ba ....... ba ....... bagus, engkong. Main
apa?" "Main semburan arak!"
"Apa itu sem ....... semburan arak?"
"Aku kan sudah berlatih ilmu menyembur arak.
Sekarang engkau hendak menguji sampai di-mana aku
mencapai latihan ilmu itu."
"O, bagu, eng .... eng .... engkong ..."
"Coba aku segera mulai!" kita Lo Kun.
Uk Uk meneguk guci arak kemudian berdiri dan
menengadahkan mukanya keatas. Tiba2 ia melihat ada
sebuah genteng yang terbuka. Dia ingin menunjukkan
ilmunya kepada Lo Kun maka ia-pun menyembur dengan
sekuat tenaga, pnfff ....... arak meluncur tiuggi seperti
sebuah pancuran dan ujungnva menyusup lubang genteng
itu. "Bagus, Uk!' seru kakek Lo Kun memuji.
Jika kakek itu gembira tidaklah demikian dengan Ko Ciy
Seng. Dia yang masih tertegun mengintai kebawah, tiba2
ujung arak itu menjilat pipinya, auhhhhh .... hampir saja ia
menjerit karena tak tahan sakitnya. Mukanya seperti
diselomoti api. Untung dia cepat2 mengisar ke samping.
"Babi cilik itu terayata lihay sekali. Hanya tokoh silat
yang memiliki tenaga-dalam sakti baru mampu
menyemburkan air sampai begitu tinggi.
"Babi itu harus kuhajar," geram Ko Cay Seng. Dia
mencari akal bagaimana mencari kedua orang itiu. Dia tahu
bahwa yang berada di dalam ruang itu hanya mereka
berdua. Si nona cantik dan Lo-san siangjin tak ada. Kata
kakek itu mereka pergi tetapi entah pergi kemana.
Tiba2 Ko Cay Seng mendapat akal. Ah, tetapi
bagaimana dia akan mendapatkan pakaian itu" Ah, tak apa,
kakek dan cucunya itu tampak seperti bukan orang waras.
Mereka tentu tak mempersoalkan pakaian tetapi wajah. Ya,
kalau wajahnya mirip dengan pertapa itu, mereka berdua
tentu tak akan dapat mengenalnya, pikir Ko Cay Seng.
Segera ia pergi dan menuju ke sebuah gerumbul pohon.
Dia lalu berhias merobah raut mukanya seperti Lo-san
siangjin. Dan pakaiannya, yakni pakaian seorang
sasterawan, tampaknya tak banyak berbeda dengan jubah
pertapaan Lo-san sianajin. Pun andaikata kakek dan
cucunya itu menanyakan soal pakaian, dia dapat memberi
jawaban juga. Ia menghampiri sebuah kolam dan mengaca dirinya. Ya,
benar, sepintas sekarang wajahnya mirip dengan wajah Losan
siangjin. Kemudian dia segera loncat keatas genteng
lagi. Setelah tiba di ruang tadi, dia loncat ke halaman lalu
melangkah masuk. "Hola, mengapa begini malam baru totiang pulang?" seru
kakek Lo Kun. Karena tak memberi tahu kemana perginya Losan cinjin,
Ko Cay Seng hanya tersenyum saja. "Bagaimana
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kabarnya"'' tanya Lo Kun pula,
"Baik," sambil tertawa Ko Cay Seng yang menyaru
sebagai Lo-san siangjin menyahut. Dia tak tahu apa yang
dikatakan 'baik' itu. Hanya dia terpaksa menggunakan
jawaban begitu karena biasanya orang juga berkata begitu
kalau ditanya kabarnya. "Lalu, apakah sekarang kita mulai dengan rencana itu ?"
tanya Lo Kun. Sudah tentu Ko Cay Seng tak mengerti apa yang
dimaksud dengan rencana mereka. Dia duga Lo-san
siangjin tentu sudah membuat rencana dengan kakek
pendek itu. Maka diapun pura2 menjawab, "Ya."
"Dimana siangjin hendak memenjarakan aku dan cucuku
?" Makin terkejut hati Ko Cay Seng.
"O, siapa yang harus dipenjara ?" tanyanya agak
tersendat. "Lho, engkau ini bagaimana totiang," seru Lo Kun,
"bukankah kita sudah membuat rencana apabila bangsat
yang bersenjata pit-besi itu meninjau kemari, aku pura2
engkau borgol dengan rantai dan engkau masukkan
kedalam penjara." Waktu dimaki bangsat oleh Lo Kun, Ko Cay Seng
menyengir kuda. Tapi dia tahankan kemarahannya dan
berseru, "O, ya, ya, mengapa aku begini pelupa ?"
"Dimana totiang hendak memenjarakan aku?" tanya Lo
Kun pula. "Biar orang Ceng itu percaya kalau aku memang
bersahabat dengan mereka ?"
"O, mengapa engkau harus dipenjara?" terpaksa Ko Cay
Seng yang tak mengerti duduk perkaranya harus bertanya.
"Eh, apakah engkau ini sudah linglung, totiang?" seru Lo
Kun, "itu kan hanya siasat biar bangsat bersenjata pit-besi
itu percaya kalau totiang menyerah kepadanya."
"Apa" Aku menyerah pada orang Ceng?" karena terkejut,
Ko Cay Seng lupa kalau dia bukan Lo-san siangjin tetapi
hanya menyaru sebagai petapa itu. Dia hampir tak percaya
kalau Lo-san siangjin mau menyerah kepada fihak Ceng.
"Pertapa goblok!" damprat Lo Kun, "siapa yang suruh
engkau menyerah?" "Bukankah engkau tadi mengatakan begitu"," sahul Ko
Cay Seng. '"Ya, tetapi itu kan hanya pura2 saja, masakan engkau
mau menyerah sungguh2."
"O, ya, ya, benar. Itu hanya suatu siasat untuk
mengelabui musuh, bukan?"
"Ya " "Lalu bagaimana?" tanya Ko Cay Seng.
"Eh, pertapa, mengapa setelah engkau pergi menemui
musuh, sikap dan kata-katamu berbeda dengan biasanya"
Apakah engkau memang menyerah sungguh2?"
'"Tidak!' sahut Ko Cay Seng yang sudah tahu akan
pendirian Lo san siangjin
"Kalau begitu, lekaslah kita kerjakan rencana itu!'' seru
Lo Kun. Pucuk dicinta ulam tiba, demikian pikiran Ko Cay Seng.
Dia hendak menangkap kedua orang itu ternyata sekarang
kedua orang itu malah minta ditangkap.
Tetapi karena dia tak tahu tempat2 dalam markas Lo-san
maka dia mencari akal. Akhirnya ia mendapat akal. Sebuah
akal yang keji dan licik.
"Bukan disini tempatnya," katanya, "hayo kita keluar."
"Lho, kemana?" seru Lo Kun.
"Ada sebuah tempat khusus yang sangat rahasia. Kalian
akan kumasukkan kesana saja."
"Engkau gila!" teriak Lo Kun.
"Mengapa?" Ko Cay Seng terkejut seperti orang yang
diserang panas dingin mendengar ucapan kakek itu.
"Ini hanya pura2 saja," kata Lo Kun, "begitu kepala
pasukan Ceng itu datang dan melihat aku di ruang tahanan,
aku akan pura2 pingsan. Kalau dia berani masuk, baru
nanti kuserangnya sungguh2. Mengapa sekarang engkau
hendak membawa aku ke sebuah tempat rahasia" Apakah
engkau memang benar2 hendak mencelakai aku?"
"Tidak, tidak," kata Ko Cay Seng, "harap jangan salah
mengerti " Justeru kutaruh engkau dalam gua rahasia itu,
biar nanti apabila ku bawa dia ke sana, kita dapat segera
menghabisi jiwanya, mengerti !"
Ko Cay Seng memang pandai. Dalam sakejap mata, dia
sudah dapat menyesuaikan diri ke dalam persoalan yang
terjadi antara Lo Kun dengan Lo-san siangjin. Dia dapat
memberi jawaban yang tepat, bahkan disertai bentakan
seperti orang yang marah. Ternyata tindakannya itu
berhasil. "O, benar, benar," seru Lo Kun, "kalau begitu aku mau.
Mengapa engkau tak memberi penjelasan lebih dulu ?"
"Pendeknya, percaya sajalah kepadaku," kata Ko Cay
Seng dengan nada meyakinkan.
Demikian mereka bertiga segera keluar dan menuju ke
belakang markas. Dari situ mereka mendaki ke bagian
puncak yang lebih atas. Karena hari malarn dan keadaan
sunyi, merekapun lolos dari perhatian para penjaga.
Apalagi para penjaga itu memang lengah dan percaya
bahwa tak mungkin orang luar dapat masuk kedalarn
makas. Tiba2 Ko Cay Seng rnelihat sebuah karang yang
berlubang. Dia tak tahu apakah karang itu mempunyai
lorong yang dalam. Namun dicobanya juga untuk
menghampiri. Ah, ternyata harapannya memang tercapai.
Lubang itu menjorok masuk sarnpai ke dalam sehingga
merupakan sebuah gua. "Disini," serunya seraya melambai kearah Lo Kun dan
Uk Uk. "Gua apa ini ?" tanya Lo Kun.
"Gua Setan-gantung," kata Ko Cay Seng secara
mencemoh. "Huh, gua Setan-gantung " Gila, apakah engkau hendak
suruh aku menjadi setan gantung ?"
"Bukan," Ko Cay Seng tertawa geli, "nanti itu lho,
pemimpin pasukan Ceng, jika dia kuajak kemari, kita
jadikan dia setan gantung."
"O, benar, bener," seru Lo Kun.
Mereka berjalan ke muka. Ternyata gua itu mempunyai
lorong yang panjang, entah sampai ke mana. Tiba2 mereka
tiba di ujung gua yang buntu. Tetapi pada kanan kiri ujung
itu terdapat dua buah lorong.
"Nah, kalian berpencar," seru Ko Cay Seng, Kakek,
engkau masuk ke sebelah kanan dan engkau bocah gemuk,
masuk ke sebelah kiri. Beristitahatlah disitu sampai nanti
aku datang lagi." "Hai, tunggu mengapa," tiba2 Lo Kun berteriak seraya
keluar dari lorong sebelah kanan yang dimasukinya itu. Dia
teringat, kalau menurut rencana, tangannya harus diborgol
tetapi mengapa partapa itu tidak melakukannya.
"Kenapa eng..... eng....... engkong ?" tanya Uk Uk yang
juga menerobos keluar lagi dari lorong sebelah kiri.
"Kemana pertapa itu ?" seru Lo Kun.
"Lho, i....... iya ....... mana di .... dia ?"
"Dia tentu pulang."
"Ya, lalu meng ....... meng ..... apa eng, engkong
mencarinya ?" tanya Uk Uk.
"Dia belum mengikat tangan kita!" teriak Lo Kun.
"Biarin dong." "Lho, kenapa biarin ?"
"Ya, dong, mengapa tangan kita harus diikat " Kan lebih
enak bebas bisa bergerak."
"Tidak bisaaaa ?".."
"Ken ..... kena, kenapa ?" tanya Uk Uk
"Itu sudah jadi rencana kita. Pertapa itu tentu lupa,
Mana tanganmu, Uk." "Buat ap, apa ?"
"Akan aku, eh, engkau ikat"
"Baik," Uk Uk terus sodorkan kedua tangannya.
"Di mana talinya, Uk ?" Lo Kun mengansurkan
tangannya meminta, "Eng ..... eng ....... engkong linglung !" teriak Uk Uk,"
mana engkau punya tali ?"
"Habis pakai apa mengikatnya ?" tanya Lo Kun "hm.
pertapa itu memang gila. Dia lari, lupa mengikat, lupa
meninggalkan tali." "Lalu bag ....... bag ... bagaimana ?" Uk Uk,
"Kita susul pertapa itu," kata Lo Kun terus ayunkan
langkah. Tetapi dia terkejut ketika melihat keadaan lorong
gua itu gelap sekali. Dan tiba di mulut gua, ternyata gua
juga tertutup dengan batu besar.
"Hai, mengapa pintu gua ini ditutup sipertapa ?" teriak
Lo Kun. "Kurang ajar !" Uk Uk juga marah Keduanya segera
berusaha untuk mendorong batu yang menutup pintu gua
tetapi tak berhasil. Batu itu amat besar dan berat sekali.
"Celaka Uk." seru Lo Kun uring-uringan, "kita ditutup
dalam gua ini." "Siapa yang ..... yang menutup ?"
"Siapa lagi kalau bukan pertapa itu !"
"Kalau ....... kalau begitu, kit..... kita hajar dia."
"Goblok !" bentak Lo Kun, "bagaimana dapat menghajar
kalau keluar dari gua ini saja kita tak mampu ?"
"Lha, bagai, bagaimana mak ..... maksudnya?" seru Uk
Uk. Lo Kun tak menjawab melainkan merenung seperti
berpikir. Beberapa saat kemudian, tiba-tiba dia menjerit,
"Celaka, pertapa itu tentu bukan Lo-san siangjin !"
"Lho, bagai, bagai....... mana eng .... engkong tahu ?"
"Aku ingat, rencana kita, kita ini akan dimasukkan
dalam sebuah kamar tahanan dalam markas, Tetapi
mengapa dia membawa kita kemari lalu menutup pintu gua
ini dengan batu besar?"
"Uh".," Uk Uk mendengus.
"Jelas dia tentu hendak membunuh kita berdua..."
"Satai sa, sa, aja pertapa itu !" teriak Uk Uk.
"Hm, yang penting kita harus cari jalan keluar dulu baru
nanti kita cari pertapa itu,"
"Eng, eng, engkong . , .. aku ingat !"
"Apa ?" "Pakaian Lo-san siang ... siangjin buk..buka macam itu."
"Goblok! Mengapa tadi engkau tidak bilang. Sekarang
baru bilang, sudah tak berguna lagi. Kita sudah dijebluskan
dalam gua setan gantung, eh .......... kurang ajar sekali
menusia itu !" "Kenapa ?" Dia sengaja menyebut gua ini dengan nama Setanganturig,
apa bukan berarti kita yang akan dijadikan setan
gantung itu ?" Bum.....! Kerena marah Uk Uk menghantam gunduk batu penutup
gua. Tetapi batu itu tak bergeming Lo Kun juga berusaha
untuk menghantam tetapi juga sia2, Akhirnya keduanya
duduk menenangkar diri mencari akal.
Apabila Lo Kun dan Uk Uk kelabakan dalam gua, tidak
demikian dengan Ko Cay Seng. Dengan riang gembira ia
kembali ke markas Lo san. Dia menutup pintu gua itu
dengan segunduk batu besar yang didigelundungkannya
dari atas. Masih ditimbuni lagi dengan batu2 lagi sehingga
dari luar, gua itu sudah lenyap.
"Biar kedua manusia gila itu mampus," katanya dalam
hati. Tiba di markas Lo-san ternyata keadaan markas itu
masih sunyi. Lo-san siangjin dan Ui Bin tak ada, juga
penjagaan dalam markas itu hanya terdiri dari beberapa
orang. Sebagian besar anakbuah telah pergi. Kemungkinan
ikut pada Lo-san siangjin.
"Ah, kemanakah siangjin itu ?" pikir Ko Cay Seng. Tiba2
ia tersentak," hai, apakah dia membawa pasukannya untuk
menyerang pasukan Ceng?"
Dia merasa cemas tetapi serentak diapun teringat akan
ocehan kakek Lo Kun yang mengatakan kalau Lo-san
siangjin memang menuju ke selat Hay-teng-kok.
"Ah, mengapa kakek itu mengatakan kalau Lo-san
siangjin hendak mengajak pemimpin pasukan Ceng datang
kemari ?" katanya seorang diri. Tetapi pada lain kejab, dia
cepat membantah sendiri, "Ah, kakek itu tidak waras, dia
tentu hanya mengoceh semaunya sendiri. Tentulah Lo-san
siangjin bersama anakbuahnya menuju ke Hay-teng-kok
untuk menyerang pasukan Ceng yang berkubu disana."
Menarik kesimpulan begitu, Ko Cay Seng makin gugup.
Dia harus lekas2 menuju ke Hay-tcng kok untuk membantu
pasukannya. Saat itu diapun sudah loncat ke atas wuwungan rumah
dan terus hendak lolos. Tetapi tiba2 di mendapat pikiran,
"Hm, pertapa itu harus diberi hajaran yang setimpal ..........
" Serentak dia menyulut korek api lalu membakar markas
itu. Tak berapa lama apipun mulai berkobar, menimbulkan
gulung asap yang membumbung ke langit.
Ko Cay Seng turun dari purcak. Sayup2 dia masih
mendengar teriak para penjaga yang sibuk memadamkan
kebakaran. Belum lama dia berjalan tiba2 ia melihat sosok tubuh
kecil berlari-lari mendaki keatas.
"Ah, kemungkinan salah seorang tokoh pimpinan
gunung Lo san. Kalau orang biasa atau golongan anakbuah
Lo-san, tentu tak mungkin memiliki gerakan yang
sedemikian pesat," pikirnya. Dan diapun segera melesat
bersembunyi di balik sebatang pohon ditepi jalan.
Begitu dekat. Ko Cay S;ng segera melihat jelas bahwa
pendatang itu tak lain hanya seorang gadis.
"Ah, gadis yang ikut bertempur melawan pasukanku," ia
terkejut setelah melihat jelas gadis itu. Memang gadis itu tak
lain adalah San Li. Setelah menyampaikan berita kepada Bok Kian, Sian
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lipun bergegas pulang. Ia kuatir kakek Lo Kun akan
membuat gara2 sehingga akan menggagalkan rencana
mereka. Apa yang dikuatirkan memang benar. Ketika tiba di kaki
gunung dia melihat puncak gunung tempat markas Lo-san,
menghamburkan gulungan asap hitam yang tebal.
"Celaka, markas dibakar musuh," pikirnya. Dia terus
gunakan ilmu gin-kang berlari secepatnya menuju ke
puncak. "Berhenti!" tiba2 terdengar suara bentakan yang keras.
Dan sebelum Sian Li tahu siapa yang beneriak itu, tiba2
sesosok tubuh sudah melayang menerkamnya. Ia terkejut
dan cepat loncat menghindar. Tetapi orang itu lebih cepat
lagi. Luput menuluk lambung Sian Li dengan pit-besi,
orang itu berhasil menutukkan pit-besi di tangan kirinya ke
lengan Sian Li. Seketika gadis itu rasakan lengan kanannya
kesemutan tak dapat digerakkan.
"Bangsat!" Sian Li mencabut pedang Pek-liong-kiam dan
terus membabat perut lawan. Tetapi Ko Cay Seng bukanlah
lawan yang empuk. Tringngng.....
Batang pedang tertutuk ujung pit-besi, sehingga nona itu
rasakan tangannya linu kesemutan. Pedangnyapun hampir
jatuh. Tepat pada saat yang gawat itu, dia masih sempat
mengirim sebuah tendangan ke perut lawan. Dan ketika Ko
Cay Sen menghindar mundur, barulah Sian Li dapat
menguasai pedangnya lagi.
Kini nona itu tumpahkan seluruh kepandaiannya untuk
menghadaoi lawan. Memang Ko Cay Seng lebih sakti tetapi
karena Sian Li mempunyai pedang pusaka yang luar biasa
tajamnya, terpaksa Ko Cay Seng harus berhati-hati. Itulah
sebabnya maka Sian Li dapat bertahan sampai berpuluh
jurus. Namun permainan sepasang thiat-pit dari Ko Cay Seng
itu memang bukan alang kepalang hebatnya. Dia mainkan
ilmu simpanannya yakni dapat menutuk enam buah
jalandarah orang pada waktu sekaligus.
Tetapi bagaimanapun juga, Sian Li memang masih kalah
unggul dengan kepandaian Ko Cay Seng. Sepasang thiatpitnya
menari-nari bagai naga sedang bercengkerama di
permukaan laut. Tringgg ..... tring .... Terdengar beberapa kali benturan senjata antara pedang
dengan pit-besi. Dan tiba2 pula Ko Cay Seng membentak,
"lepaskan !" Kembali Sian Li harus menderita. Lengan kirinya
terkena tutukan pit-besi, Karena kedua buah lengannya
terkena tutukan Sian Li tak dapat bergerak. Namun dalam
saat2 yang terakhir, dia masih berusaha untuk melawan.
Sebuah tendangan berantai yang tak terduga-duga telah
dilancarkan kearah perut lawan.
Ketika masih belajar di gunung, gurunya yakni Kim
Thian Cong atau ayah dari Blo'on telah menguraikan
tentang ilmu tendangan. Menurut kata gurunya, ada lima
macam ilmu tendangan yang ampuh, yakni Soan-hong-thui
atau ilmu tendangan Angin-puyuh. Eng-cu-thui atau
tendangan Bayangan, Lian-cu-thui atau Tendangan
Berantai Pek-lui-thui atau tendangan Halilintar dan Tianthou-
thui atau tendangan Kepala-mengangguk.
"Sebenarnya kelima ilmu tendangan itu bersumber pada
perguruan Siau-Ii-si," kata gurunya pada saat itu, "tetapi
kemudian ilmu tendangan itu tersebar luas di berbagai
perguruan dan mengalami banyak perobahan2."
"Yang akan kuajarkan kepadamu," kata Kim Thian
Cong pula, "adalah sebuah ilmu tendangan yang terdiri dari
gabungan Lian-cu-thui dan Eng-cu-thui. Ini khusus
kuciptakan untuk engkau seorang anak perempuan. Ilmu
tendangan itu dapat engkau gunakan pada saat engkau
menghadapi bahaya besar."
Memang gabungan ilmu Tendangan-berantai dan
tendangan Bayangan yang diciptakan Kim Thian Cong dan
diberi nama Lian-eng-thui atau Tendangan-bayanganberantai
itu, hebatnya bukan kepalang.
Sian Li berlatih dengan giat sekali. Walaupun belum
mencapai kesempurnaan tetapi dia sudah menguasai ilmu
itu dalam batas2 yang memuaskan.
Ko Cay Seng tak menduga kalau dara iti dalam keadaan
kedua tangannya sudah melentuk masih dapat mengirim
tendangan berantai. Plok. plok, plok .... Terdengar tiga kali suara keras dan tampak Ko Cay Seng
terhuyung-huyung beberapa langkah. Memang dia tak
menderita luka yang berarti tetapi sebuah tendangan tadi,
telah mengenai tepat'pada ujung kelopak matanya sehingga
untuk beberapa saat dia harus berdiam diri agar pandang
matanya terang. "Ho budak perempuan, karena engkau terlalu liar
terpaksa akan kubunuhmu !" serunya setelah rasa sakit pada
matanya sembuh. Tetapi saat itu Sian Li berusaha untuk
lari. "Hai, hendak lari kemana engkau budak teriaknya.
Terjadi kejar mengejar antara Ko Cay Seng dengan Sian
Li. Sian Li yang tangannya tak dapat digerakkan, memang
mengalami kesulitan untuk menggunakan gin-kangnya.
Maka mudah sekali bagi Ko Cay Seng untuk mengejarnya.
Saat itu Sian Li tiba disebuah tebing karang yang buntu.
Tebing itu terletak di lereng gunung. Dan dibawahnya
terbentang sungai Hong-hoyang luas dan deras.
"Berhenti atau aku akan membuang diri ke dalam sungai
Hongho!" teriak Sian Li.
"Budak goblok !" Ko Cay Seng, "menyerah saja, aku
takkan membunuhmu." Ia melangkah maju tetapi saat itu Sian Li-pun sudah
lemparkan diri kebawah sungai. Ko Cay Seng loncat
hendak menyambar kaki nona itu tetapi tak berhasil. Ia
hanya dapat memandang tubuh Sian Li ketika terlempar
kedalam arus sungai. "Ahhhhh," Ko Cay Seng menghela napas, "benar-benar
seorang anak perempuan yang keras kepala."
Perlahan-lahan dia ayunkan langkah tinggalkan tempat
itu. Dia menuju ke selat Hay-teng kok. Tiba disana,
kejutnya bukan kepalang, Ternyata markas tempat
pasukannya berkubu telah hancur berantakan. Ada
beberapa mayat prajurit pasukan Ceng yang terhampar di
tanah. Apakah artinya itu" Tanyanya dalam hati. Ia menuju ke
sungai. Pun berpuluh perahu yang ditambatkan di tepi
sungai itu, lenyap semua. Ko Cay Seng benar2 bingung......
Apabila Ko Cay Seng sedang terlongong-longong di
tempat markas pasukannya yang hanya tinggal puing2 saja,
saat itu di kaki gunung Losan tampak seorang lelaki
setengah tua sedang mendaki ke atas.
Siapakah lelaki itu " Dari pakaian yang dipakainya orang
tentu mengetahui dia seorang pertapa. Dan pertapa itu tak
lain adalah Lo-san sianjin. Tetapi mengapa dia berada di
lereng gunung. Dan mengapa dia hanya seorang diri "
Untuk mengetahui hal itu, marilah kita mengikuti
peristiwa yang telah terjadi ketika pertapa dan
anakpasukannya berada di markas pasukan Ceng.
Secara halus, perwira Ceng yang bernama Ka Ting telah
berhasil meminta Lo san siangjin menginap di markas
mereka, Dan Ka Ting pun bahkan mengadakan perjamuan
untuk menyambut kedatangan Lo-san siangjin.
Lo-san siangjin sangat hati2, Dia curiga kalau2 Ka Ting
akan mencampur obat bius kedalam hidangan dan arak.
Tetapi sampai perjamuan berakhir, ternyata dia tak kurang
suatu apa. Hanya pada tengah malam ketika ia sedang
duduk bersemedhi dalam kamar, ia mendengar suara gaduh
di luar markas. Dan ketika didengar dengan teliti, jelas
suara gaduh itu berasal dari suatu pertempuran.
"Ah, apakah mereka telah mencelakai anak buah Lo san"
Pikirnya. Anakbuah Lo San dan Ui Bin memang tidur di
luar markas. Hal ini telah ia sepakati bersama Ui Bin, agar
apabila terjadi sesuatu yang tak diinginkan, dapatlah Ui Bin
memberi pertolongan. "Mungkin pasukan Beng telah mengadakan serangan ke
markas ini," pada lain kilas ia mempunyai lain dugaan.
Tetapi baik hal itu merupakan tindakan orang2 Ceng yang
hendak mencelakai anakbuah Lo-san, ataukah pasukan
Beng yang menyerang markas Ceng, Lo-san siangjin
memutuskan untuk keluar menyelidiki.
Dia tak mau keluar dari pintu melainkan loncat ke atas
langit2 rumah, membuka beberapa genteng dan menerobos
keluar. Tetapi baru saja dia hendak turun ke bawah, seorang
lelaki tegap telah menyerang dengan sebatang golok.
"Uhhhh ..........," dalam polisi yang belum siap, hampir
saja kaki Lo-san siangjin terbabat oleh pedang orang.
Untung dia gunakan jurus Thiat tin-kio (jembatan gantung
dari besi) meliukkan tubuh ke belakang, lalu ber-guling2
menjatuhkan diri ke bawah dan dengan sebuah gerak Le hi
ta ting a'au Ikan-lele-melenting, diapun berjumpalitan
berdiri tegak. Tepat pada saat itu, musuhpun sudah melayang dan
membacok kepalanya. Dia menggunakan jurus Alap2-
menyambar-korban. Saat itu barulah Lo-san siangjin tahu siapa penyerangnya
itu. Orang itu adalah Ka Ting, perwira yang mengepalai
pasukan Ceng. Dalam pertempuran kemarin, walaupun tak parah tetapi
Lo-san siangjin banyak kehilanga tenaga-murni, setelah adu
pukulan dengan Uk dan Ko Cay Seng. Menyadari bahwa
tenaga-murninya masih belum pulih, Lo san siangjin tak
mau adu kekerasan dengan Ka Ting. Apalagi dia bertangan
kosong dan Ka Ting memakai senjata pedang.
"Uh," Ka Ting mendesuh kejut ketika pedangnya
membacok tanah. Lo-san siangjin dengan gerak It-ho-jongthian
atau Burung-bangau-membumbung-ke udara, telah
mencelat keatas hingga dua tombak tingginya. Kemudian
dia lanjutkan dengan gerak Kek cu hoan-sim (burungmerpati-
berbalik tubuh) untuk membuat sebuah salto
(berjumpalitan) lalu dengan kepala dibawah dan kaki diatai,
dia menukik turun ke arah Ka Ting.
Gerakan Lo-san siangjin itu dilakukan luar biasa
cepatnya sehingga saat itu Ka Ting sedang membungkuk
membacok tanah dan belum sempat berbalik tubuh, tangan
Lo-san siangjin sudah menjulur untuk menusuk tengkuk
orang. Tetapi ternyata Ka Ting juga bukan jago lemah. Dia
cepat gunakan jurus Hong-hong-tiamthau atau (burung
hong menundukan kepala) lalu dilanjutkan dengan jurus
Pek lio lio.sat atau burung-bangau-menggurat pasir, dia
loncat mendatar ke muka. "Bagus!" seru Lo-san siangjin yang saat itu sudah
bergeliatan tegak di tanah, "memang sudah kuduga bahwa
engkau tentu akan mencelakai diriku."
Ka Ting tertawa, "Apakah engkau kira yang pintar itu
hanya engkau sendiri" Sudah bertahun-tahun orang2 Lo-san
tak mau bekerja pada kerajaan Ceng, masakan sekarang
mendadak sontak engkau datang untuk bergabung dengan
kami" Ho, bukankah dalam pertempuran kemarin masih
jelas engkau berfihak kepada pasukan Beng!"
"Ya, engkau memang bermata tajam, perwira Ceng,"
seru Lo-san siangjin, "tetapi sikap dan kerut wajah serta
sinar matamu dikala menerima kedatanganku, sudah
kuketahui semua." "Pertapa," sahut Ka Ting, "ketahuilah, Ko tayjin telah
pergi ke sarangmu di puncak Lo-san untuk menyelidiki
keadaanmu. Kebetulan engkau bersama anakbuahmu
datang kemari. Percayalah, sarangmu tentu akan
dihancurkan Ko tayjin dan engkau sendiri, ha, ha, engkau
adalah ibarat ikan yang sudah berada dalam jaring .......... "
Lo-san siangjin terkejut. Yang berada di markas Lo-san
hanya kakek Lo Kun dan bocah gemuk Uk Uk. Ia tahu
kedua kakek dan cucunya memang memiliki kepandaian
yang sakti tetapi sayang pikiran mereka limbung dan
linglung. Berhadapan dengan Ko Cay Seng yang licik dan
banyak akal muslihatnya, kemungkinan besar kakek Lo
Kun dan Uk Uk tentu celaka.
Diapun teringat bahwa saat itu Sian Li sedang turun
gunung untuk menemui Bok Kian. Apabila nona itu sudah
kembali kepuncak, kemungkinan tentu dapat menghadapi
Ko Cay Seng. Tetapi apabila belum, ah ...... Tak terasa Losan
siangjin telah mengucurkan keringat dingin. Dia yang
hendak menyiasati lawan, kini berbalik malah disiasati
lawan. "Hm, untuk menolong keadaan yang berbahaya ini tiada
lain jalan kecuali harus lekas2 menyelesaikan peiwira Ceng
ini," akhirnya ia menjatuhkan keputusan.
"Jangan terburu-buru berkokok dulu, orang Ceng. Lihat
saja siapa yang menjadi ikan dalam jaring dan siapa yanag
menjadi si tukang tangkap ikan," serunya setelah
menenangkan diri. Segera keduanya terlibat dalam pertempuran yang seru.
Tetapi bagaimanapun hebatnya perwira itu, namun
berhadapan dengan seorarg yang pernah menggetarkan
dunia persilatan seperti Lo-san siangjin, akhirnya runtuhlah
daya perlawanan Ka Ting. Akhir daripida pertempuran maut itu terjadi ketika Losan
siangjin terpaksa mengeluarkan jurus simpanannya
yang disebut Lik-biat-sam-san atau Tenaga-menghantamtiga-
gunung. Sebenarnya sumber dari jurus maut itu berasal dari
perguruan Siau-lim-si dan diciptakan oleh pendirinya yakni
Tat Mo cousu. Tetapi Losan siangjin yang mendalami jurus
itu telah mengadakan perobahan dan menyempurnakannya
sehingga dia harus memakan waktu belasan tahun untuk
menguasai jurus itu. Dengan sikap tenang, dia menghindar bacokan pedang
Ka Ting yang mengarah ke kepalanya. Dan kesempatan itu
segera dimanfaatkan dengan gerakan yang luar biasa
cepatnya. Tangan kiri menyodok perut, tangan kanan
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mencengkeram tenggorokan dan sebelum mengenai
sasarannya, tangan kiri tadi sudah diangkat pula untuk
menghantam pelipis orang.
Ka Ting yang terkejut karena perutnya terancam,
berusaha untuk mengisar tubuh ke samping tetapi dia tak
tahu kalau gerakan itu sudah djjaga oleh tangan kiri lawan
yang menghantam pelipisnya, krakkkk ....... , Ka Ting
menjerit ngeri dan rubuhlah perwira Ceng itu dengan tulang
pelipis remuk dan jiwanyapun melayang....!
"Siancay ! Siancay !" Lo-san siangjin rangkapkan kedua
tangan ke dada dan, mulutpun berdoa, "membunuh adalah
dosa. Semoga Hud-ya melimpahkan ampun dan berkenan
menerima perwira ini disisinya."
Sudah puluhan tahun Lo-san siangjin meninggalkan
dunia keramaian dan mengasingkan diri sebagai pertapa di
gunung Lo-san. Dan saat itu barulah yang pertama kali dia
membunuh jiwa manusia. Setelah tertegun beberapa saat, dia segera menghampiri
mayat perwira itu, "Sicu, maafkan pinto ...... "
Setelah itu dia lalu menuju ke tempat suara pertempuran
yang gaduh itu, Ternyata saat itu . sedang berkobar
pertempuran antara pasukan Ceng dan anakbuah Lo-san. Ia
segera melihat Ui Bin tengah memimpin anakbuahnya
untuk melawan serangan musuh. Tetapi Lo-san siangjin
yang bermata tajam segera mengetahui bahwa gerak gerik
anakbuah Lo-san termasuk Ui Bin itu tampak lemah sekali,
seperti orang yang lesu. Sedang prajurit2 Ceng menyerang
dengan gagah dan genah. "Heran mengapa Ui ji-te tampak begitu lesu, pada hal
biasanya dia selalu bersemangat," pikirnya.
"Auh ?"?" Lo san siangjin tersentak seketika manakala
menyaksikan sebuah pemandangan yang membuat
semangatnya seperti melayang.
Ui Bin yang saat itu sedang menghalau serangan dari
mukaj tiba2 seorang prajurit Ceng telah menombaknya dari
belakang. Ui Bin menjerit ngeri dan rubuh. Lo-san
siangjinpun marah seketika. Sekali ayunkan tubuh, dia
sudah tiba di muka prajurit Ceng itu dan sekali tangan
mengayun, prajurit itu tak dapat menjerit lagi karena batok
kepalanya hancur lebur, benaknya terburai.
Lo-san siangjin sudah terlanjur tak dapat menguasai
kemarahannya. Dia mengamuk seperti harimau yang
mencium darah. Sudah tentu kawanan prajurit itu tak dapat
menandingi jago tua yang sakti itu. Dalam waktu yang tak
lama, kawanan prajurit itu sudah tersapu bersih. Yang luka
dan mati berserakan memenuhi markas, sedang yang masih
hidup berebutan untuk lari menyelamatkan jiwa.
Sisa2 prajurit yang melarikan diri itu menuju ke tepi
sungai dimana perahu2 mereka disimpan tetapi alangkah
kejut mereka ketika melihat perahu2 itu hilang semua. Dan
sebagai gantinya mereka disambut oieh pasukan Beng yang
siap membabat. Sudah tentu kawanan prajurit Ceng itu lari
pontang panting masuk kedalam hutan.
Ternyata Bok Kiam telah melaksanakan pesan Sian Li.
Dengan memimpin pasukan Beng, dia menghampiri tempat
perahu2 pasukan Ceng dan kemudian menyingkirkan
perahu2 itu ke tempat yang aman.
"Oh, Bok kongcu," seru Lo-san siangjin ketika
menyambut kedatangan Bok Kian bersama anak
pasukannya, "kongcu juga menyerang mereka?"
Dengan singkat Bok Kian lalu menuturkan apa yang
dirudingkannya dengan Sian Li, "Kini perahu2 mereka
telah kami ambil, mereka tak dapat menyeberang sungai
Hongho lagi," katanya.
"Sekarang pasukan musuh telah hancur berantakan,"
kata Lo-san siangjin, "tetapi kepala mereka yaitu orang
yang bersenjata sepasang thiat-pit masih belum tertangkap.
Kata anakbuahnya, dia sedang menuju ke markas Lo-san."
"Jika begitu, marilah kita naik keatas. Orang itu tentu
masih berada di sana," kata Bok Kian.
Lo-san sangjin mengiakan. Dia dan Bok Kian serta
pasukan Beng segera mendaki ke puncak. Tetapi sayang
mereka tak berpapasar dengan Ko Cay Seng yang sedang
menuruni gunung hendak kembali ke selat Hay-teng-kok.
Ko Cay Seng menempuh jalan yang berbeda dengan
rombongan Lo-san siangjin. Dan akibatnya kedua fihak
sama2 menderita kejut yang tak terhingga. Lo-san siangjin
terkejut karena markasnya menjadi tumpukan puing. Kakek
Lo Kun, Uk Uk dan Sian Li tak tampak. Ko Cay Sengpun
mendelu seperti dicekik setan karena markas pasukannya di
selat Hay-teng-kok sudah berantakan, penuh dengan
prajurit2 yang sudah menjadi mayat yang malang melintang
disana sini. Tak seorang prajurit pun yang dapat
diketemukan disitu. Menduga kalau anakbuahnya lari
pulang, dia terus menuju ke tepi sungai, di pangkalan
tempat perahu2 mereka ditambatkan. Tetapi ah, perahu,
itupun lenyap semua. "Apakah mereka naik perahu dan pulang?" Ko Cay Seng
menimang-nimang dalam hati. Tetapi pada lain saat, dia
membantah sendiri, "ah, tak mungkin. Mereka taat
kepadaku. Mereka tentu tak berani meninggalkan aku.
Karena mereka harus memberi pertarggungan jawab
apabila menghadap atasarnya yang menyuruh mereka
menyusup ke selat Hay-reng-kok sini ....... Lalu kemanakan
mereka?" Tanya Ko Cay Seng dalam hati. Kemudian ia
teringat akan keterangan kakek Lo Kun bahwa Lo san
siangjin hendak mengundang pimpinan pasukan Ceng
supaya datang ke Lo san. "Kalau begitu, kakek itu tidak mengoceh tetapi memang
berkata benar. Dan kalau begitu pula, kemungkinan Lo-san
siangjin tentu bentrok dengan perwira Ka Ting dan
bertempur. Menilik keadaan disini, tentulah pasukan Ceng
telah menderita kekalahan .......... "
"Celaka," tanpa disadari dia berteriak, "aku dapat
membakar markas Lo-san, tetapi orang Losan juga
menghancurkan markas pasukan Ceng disini."
Tiba2 ia teringat akan orang tawanan yakni Lau Bun Sui,
putera jenderal Lau Cek Jing. Memang putera jenderal itu,
dialah yang menangkapnya dan disembunyikan dalam
sebuah gua rahasia. Ia telah mengatur siasat yang bagus
sekali, mengirim surat kepada jenderal Lau Cek Jing
tentang puteranya yang telah ditangkap itu dan menekan
agar jenderal itu mau menarik mundur pasukannya dari
wilayah Sanse. Penangkapan putera jenderal Lau itu terjadi
dikaki gunung Lo-san hingga menimbulkan kesan kepada
jenderal Lau, bahwa Lo-san sekarang sudah bersekutu
dengan pasukan Ceng. Siasat dapat diatur dengan bagus tetapi akibatnya
ternyata tidak seperti yang diharapkan., Lo-san tetap tak
mau bekerjasama dengan pasukan Ceng dan malah telah
mengobrak-abrik markas pasukan Ceng di selat Hay-tengkok
dan membunuh-bunuhi prajurit2 Ceng.
Bo Su Cay Jin, Seng Su Cay Thian. Demikian bunyi
sebuah pepatah yang artinya: Manusiai berdaya, Tuhan
yang memutuskan. Dan hal itu telah dialami Ko Cay Seng.
Namun Ko Cay Seng bukanlah seorang jago yang
mudah putus asa. Ia sudah kenyang makan asam garam
pengalaman dalam peperangan yang memakan waktu
bertahun-tahun, antara tentara Ceng dengan tentara
kerajaan Beng. Ia menganggap, menang atau kalah itu
sudah lumrah dalam peperangan. Jangankan hanya
menghadapi kelompok sekecil Lo san, bahkan melawan
tentara kerajaan Beng yang begitu besar dan kuat, toh
tentara Ceng dapat menang. Dan bukankah dia masih
mempunyai sebuah senjata yang ampuh berupa putera
jenderal Lau yang sudah ditawannya itu"
Ia segera ayunkan langkah menuju ke gua tempat ia
menyimpan Lau Bun Sui. Gua itu terletak di sebuah karang
yang merupakan dinding penahan air sungai Hongho. Gua
itu terletak di tengah karang yang tingginya lima tombak.
Untuk mencapai gua itu, orang harus menggunakan alat tali
melorot ke bawah. Pada waktu musim hujan, karang amat
licin sehingga kalau tak hati2, orang dapat tergelincir jatuh
ke bawah dan tenggelam dalam air sungai. Gua itu
ditemukan ketika tentara Ceng datang ke daerah situ.
Ko C iy Seng meluncur turun kedalam gua. Ternyata
Lau Bun Sui memang masih berada disitu. Pemuda itu tak
dapat bergerak kemana-mana karena sebelah kakinya diikat
dengan rantai yang ujungnya diikatkan pada segunduk batu
besar. "Mau apa engkau!" bentak Lau Bun Sui ketika Ko Cay
Seng datang. "Jangan banyak mulut!" kata Ko Cay Seng, "kau harus
ikut aku." "Tidak, bunuhlah aku!"
"Tak perlu, jiwamu berharga sekali," kata Ko Cay Seng,
"sudahlah, jangan kuatir. Kalau engkau menurut, kelak
engkau tentu akan menikmati kehidupan yang enak.
Engkau akan kuusulkan menjadi ti-hu (residen) daerah
mana yang engkau senangi."
"Huh, apakah engkau seorang raja?" ejek Bun Sui.
"Bukan, aku juga bangsa Han seperti engkau," kata Ko
Cay Seng, "tetapi aku merasa muak terhadap raja Beng dan
mentri serta pembesar2 kerajaan. Mereka tidak becus
mengurus pemerintahan tetapi hanya pandai menindas
rakyat untuk memperkaya diri mereka. Aku rela bekerja
kepada kerajaan Ceng karena kerajaan Ceng dapat
menghargai tenagaku dan memperlakukan aku dengan
baik. Aku percaya kerajaan Ceng-lah yang kelak akan
membawa kebahagiaan dan kesejahteraan bagi kehidupan
rakyat kita." "Terserah saja kalau engkau mau menjadi budak orang
Ceng. Tetapi. jangan harap engkau dapat membujukku,"
seru Ban Sui, "biar buruk, biar jahat, tetapi kerajaan Beng
adalah kerajaanku, aku tetap seria kepada Beng."
Ko Cay Seng tertawa, "Engkau seoraig penghianat !"
"Jangan bicara seenakmu sendiri. Aku tidak takut mati,
Kalau mau bunuh, bunuhlah. Tetapi aku tetap akan
mengatakan bahwa engkaulah yang layak disebut
penghianat itu!" "Anak cacing !" teriak Ko Cay Seng," aku ingin bertanya
kepadamu, apakah yang disebat penghianat itu ?"
"Penghianat yalah orang yang bekerja pada lain bangsa
untuk mencelakai bangsa dan negara nya sendiri !"
"Ocehanmu itu, bukan keluar dari buah pikiranmu
sendiri melainkan hanya menjiplak apa yang dikatakan
orang. Sekarang jawablah, mana yang layak disebut
penghianat. Orang yang membiarkan raja, mentri dan
pembesar2 bangsanya bertindak sewenang-wenang
menindas rakyat, atau orang yang bekerja sama dengan
bangsa lain untuk memberantas keadaan yang mencelakai
rakyat?" "Kalau engkau anggap raja, negeri dan pembesar2 kita
tidak becus dan korup, mcnjapa engkau tidak memberantas
mereka " Mengapa engkau harus mengundang bangsa lain
untuk menindak rajamu sendiri ?"
"Hm, itu memang dalih yang biasa digunakan orang
untuk memaki orang yang bekerjasama dengan kerajaan
Ceng. Tetapi ketahuilah, aku sudah berusaha kearah itu
tetapi tak ada orang yang mau membantu bahkan
mendengarkan omongan-kupun mereka merasa jijik. Oleh
karena itu aku bertindak menurut caraku sendiri. Aku
seorang diri jelas tak mungkin akan memberantas keadaan
yang bobrok di kerajaan Beng itu. Maka aku terpaksa mau
bekerjasama dengan kerajaan Ceng untuk menumbangkan
kekuasaan raja Beng yang gelap pikiran, memberantas
kaum dorna dan pembesar2 yang tak becus itu. Aku tidak
mempedulikan siapa yang menjadi raja, pokok dia dapat
memberi kebahagiaan dan kesejahteraan kepada rakyat, aku
akan mendukungnya. Orang boleh menuduh aku tidak
cinta negara, tidak setya tetapi orang harus melek bahwa
aku ingin membahagikan rakyat. Aku tidak cinta negara
tetapi aku lebih cinta rakyat," kata Ko Cay Seng dengan
berapi-api. "Hm, sudahlah, tak perlu engkau ngotot begitu kalap,"
kata Lau Bun Sai, "katakan apa maksudmu datang kemari
?" "Akan kubawamu menghadap panglima Torgun.
Percayalah, dia seorang yang bijaksana. Kalau engkau mau
bekerja dengan dia, dia tentu akan memberimu pangkat dan
kedudukan yang layak dengan kecakapanmu."
Bun Sui diam. Ia membayangkan akan keadaan dirinya.
Sebagai anak seorang jenderal dia memang telah hidup
dalam kemanjaan. Apalagi setelah timbul peperangan,
undang2 perang berlaku di seluruh negara, dia makin
senang hidupnya. Dia dapat mengganggu wanita mana saja
yang di-ingininya. Rasanya tak mungkin lagi ada
kenikmatan hidup yang dapat melebihi keadaannya saat itu.
Jika dia mau tunduk pada kerajaan Ceng, apakah kerajaan
Ceng mau memberinya kedudukan dan kenikmatan hidup
seperti yang ia alami saat itu "
"Lau kongcu," kata Ko Cay Seng pula. Kali ini dia
menyebut Bun Sui dengan kata menghormat 'kongcu'.
Rupanya dia dapat menyelami keraguan anak jenderal itu,
"lihat diriku, Walaupun aku seorang Han, tetapi panglima
Torgun mau menaruh kepercayaan penuh kepadaku.
Semua prajurit sampai perwira Ceng, diharuskan
menghormat dan tunduk padaku. Kelak apabila peperangan
sudah selesai, akupun akan diangkat sebagai gubernur di
salah sebuah propinsi. Jika engkau mau bekerja dan benar2
setya kepada kerajaan Ceng, bukan mustahil kalau kelak
engkau akan diangkat sebagai tihu (residen)."
Ia berhenti sejenak Ko Cay Seng melanjutk lagi, "Justeru
sekaranglah saatnya kita mendirikan jasa. Apabila perang
sudah selesai tentu sukar untuk mendapat kedudukan
tinggi. Ketahuilah, kongcu, sudah menjadi kodrat hidup
bahwa segala sesuatu itu tidak kekal. Demikian pula dengan
kerajaan. Kerajaan Beng sudah lama berdiri, ibarat orang
sudah terlalu tua, harus mati dan diganti dengan yang baru.
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Wahyu kerajaan Beng sudah pudar dan beralih kepada
kerajaan Ceng. Buktinya dengan mudah saja pasukan Ceng
dapat menduduki kotaraja Pak-kia. Memang kalau sudah
tiba saatnya kerajaan itu harus tenggelam maka dengan
mudah saja dia akan dikalahkan. Segala kebobrokan
pemerintahan Beng yang dilakukan oleh mantri2 rakus dan
jenderal2 tak becus, hanyalah suatu alat dari-kodrat untuk
menghancurkan kerajaan itu."
Ban Sui termenung. Mau tak mau ia terpengaruh juga
mendengar kata2 Ko Cay Seng. Diam2 ia mengakui
kebenarannya. Menilik bagaimana kalutnya pemerintahan
Beng, dimana mentri2 dan jenderal2 saling berebut
kekuasaan, sedang raja tak mau mengurus pemerintahan,
memang apa yang dikatakan Ko Cay Seng itu akan segera
menjadi kenyataan. Tetepi dia masih takut akan ayahnya. Walaupun
ayahnya sayang kepadanya tetapi sebagai seorang jenderal
dia memang keras. "Begini kongcu," kata Ko Cay Seng, "aku ada usul, entah
kongcu dapat menyetujui atau tidak."
"Apa?" "Akan kupersilakan kongcu pulang. Usahakan untuk
membujuk agar ayah kongcu, Lau ciangkun, mau bekerja
sama dengan kerajaan Ceng. Dan setiap kali kongcu
mendengar berita tentang gerakan pasukan Beng, harap
kongcu suka memberi kabar kepada kami. Akan kusuruh
orangku setiap kali menghubungi kongcu. Dia akan
memberi petunjuk kepada kongcu, bagai mana kongcu
harus bertindak dan akan menerima kabar dari kongcu
.......... " "Agar tidak diketahui orang dan agar kong-cu dapat
mengetahui dia utusanku atau bukan setiap kali bertemu
cukuplah kongcu menegurnya dengan kata2 sandi "Gunung
tinggi". Dan orang itu harus dapat menjawab "hidup lagi" .
Nah, kongcu boleh mempercayakan kepentingan kongcu
kepadanya," kata Ko Cay Seng pula.
"Gunung tinggi' dalam bahasa aselinya disebut Ko San.
Dan "hidup lagi' , adalah Ciy Seng. Dengan begitu jelas kata
sandi itu berarti Ko ( san ) Cay Seng.
"Sebagai tanda dari persetujuan kita, temuilah bingkisan
ini," Ko Cay Seng menyerahkan sebuah kantong.
Ketika Bun Sui menerima dan membukanya, ternyata
berisi batu permata berlian yang tak ternilai harganya,
"Kongcu dapat mempergunakan benda itu untuk
mempengaruhi anak pasukan agar taat pada kongcu," kata
Ko Cay Seng lebih lanjut, "benda2 berharga itu tak berarti.
Jangankan hanya sekantong, sekarungpun kongcu pasti
akan bisa mendapatkan. Lihatlah aku. Pada setiap kali,
pasukan Ceng menduduki daerah atau kota, waktu aku
datang memeriksa, perwira2 Ceng itu akan
mempeirsembahkan barang2 berharga kepadaku. Mereka,
takut dan tunduk kepadaku. Kongcupun akan dapat
mencapai kedudukan seperti aku apabila kong-cu
bersungguh hati setya dan berjasa kepada kerajaan Ceng.
Apapun kongcu tentu dapat memperolehnya dengan
mudah, termasuk wanita2 cantik.",
Mendengar kata2 yang terakhir tentang wanita cantik,
terhenyaklah pikiran Lau Bun Sui. Memang kalau menilik
jalannya peperangan, pasukan Beng sukar untuk bertahan
menghadapi serangan pasukan Ceng. Rasanya nasib
kerajaan Beng sudah diambang senjakala.
Diapun membayangkan ayahnya. Kalau ayahnya itu
setya kepada kerajaan Beng, jelas tentu akan mengalami
nasib yang gelap. Sebagai seorang putera ia harus
menyelamatkan jiwa ayahnya. Ia akan membujuk ayahnya
agar mau bekerja, di kerajaan Ceng supaya tetap lestari
menjadi jenderal. "Seorang laki2 harus berani melaksanakan cita2 yang
besar," katanya dalam hati, ''sekarang adalah saat2 untuk
mengangkat diri menjadi orang agar kelak dapat mencapai
pangkat dan kedudukan tinggi. Jelas kerajaan Beng sudah
suram. Wahyu kerajaan pindah kepada kerajaan Ceng. Aku
harus berani menentukan sikap memilih junjungan yang
tepat." Rupanya Ko Cay Seng dapat memperhatikan perobahan
airmuka Bun Sui. Walaupun tidtk memberi pernyataan
dengan mulut, tetapi jelas putera jenderal itu sudah
menerima tawarannya. "Kongcu, mari kita keluar," kata Ko Cay Seng. Setelah
berada di luar, Ko Cay Seng berkata, "mari kita pergi ke
bukit di sebelah muka itu. Pengiring kongcu berada disana."
"O, bagaimana keadaan mereka?"
"Luka-lukanya sudah sembuh dan mereka-pun sudah
menerima tawaranku. Mereka tetap akan menjaga dan
melindungi kongcu. Kongcu boleh mempercayakan kabar
yang kongcu hendak sampaikan kepadaku nanti, kepada
mereka." Dalam keadaan yang sudah menjadi kenyataan itu, Lau
Bun Sui tak dapat berbuat apa2 lagi.
Untuk mencapai bukit itu, keduanya harus melalui hutan
yang tumbuh di sepanjang tepi sungai Hong-ho.
II. Mancing angin Saat itu masih pagi. Setelah melepaskan prajurit!
pengiring Bun Sui yang ikut minggat dengan anak jenderal
itu karena mendapat hukuman rangket dari jenderal Lau
Cek Jeng, maka Ko Cay Seng pun segera akan berpisah.
Dia akan menyeberang sungai Hong-ho untuk memberi
laporan kepada panglima Ceng.
Jalan yang menyusup ke hutan di sepanjang tepi sungai
Hong-ho, memang berbahaya. Jalan itu merupakan jalan
setapak. Terutama kalau musim hujan, jalan itu licin sekali.
Sekali tergelincir, orang tentu akan jatuh kedalam sungai
Hongho yang airnya kuning.
Tengah keduanya berjalan dengan menumpahkan
perhatian pada jalan yang harus dilaluinya, tiba2 Bun Sui
menjerit dan tahu2 tubuhnya pun terangkat keatas.
Ko Cay Seng loncat mundur dan bersiap.
"Wah, celaka! Bukan babi hutan tetapi manusia!"
terdengar suara orang berteriak dengan, nada yang parau.
Bun Sui yang terapung-apung diatas menjerit-jerit, "Hai,
siapakah yang menarik aku ini !"
Diapun meronta-ronta dan berusaha untuk melepaskan
benda yang mengait di tengkuk bajunya. Tangannya segera
mencekal sehelai tali yang lembut, hanya sebesar benang. Ia
berusaha untuk memutuskannya tetapi tak berhasil. Dan dia
rasakan tubuhnya makin lama makin naik keatas. Akhirnya
dia nekad. Dengan sekuat tenaga dia meronta kebawah,
brattttt...... memang Bun Sui berhasil meluncur ke tanah
tetapi leher baju anak jederal itu hilang dan bajunyapun
robek separuh. "Wah, babi itu nakal sekali, berani melepas kan diri,"
terdengar pula suara parau itu.
Baru Bun Sui berdiri ditanah, ia rasakan tu buhnya
terangkat lagi keatas. Celaka, kalau tadi leher baju belakang
yang ditarik keatas, sekarang sabuk pinggangnya. Dan jika
tadi dia terangkat keatas dalam posisi berdiri, sekarang dia
harus membungkuk, kepalanya terkulai kebawah sejajar
dengan kakinya, dalam keadaan seperti itu, dia benar2 mati
kutu. "Ko tayjin, tolonglah aku !" teriaknya meminta
pertolongan Ko Cay Seng. Ko Cay Seng memang terkejut sehingga dia terlongonglongong.
Dia sadar kalau Bun Sui sedang terancam maut.
Cepat dia ayunkan tubuh dalam gerak It-ho-jong-thian atau
Burung-bagau-menerobos- langit. Bagaikan sebuah meteor,
dia membubung keatas. "Auh....., " tiba2 ia mendesuh kejut dan terpaksa
berjumpalitan turun karena dadanya didupak kaki Bun Sui.
Ternyata waktu Ko Cay Seng melambung ke atas tiba2
tubuh Bun Sui itupun bergerak melayang menyongsongnya.
Bun Sui keloncalan dan tanpa sengaja kakinya telah
mendupak dada Ko Cay Seng.
Ko Cay Seng penasaran. Ia tahu bahwa orang yang
mengait Bun Sui itulah yang memainkan tubuh Bun Sui
untuk membenturnya. Sekali lagi dia melambung ke udara.
Tetapi pada saat itu pula, tubuh Bun Suipun meluncur
turun ke bawah sehingga Ko Cay Seng kecele. Ia segera
meluncur turun tetapi pada saat itu tubuh Bun Sui ditariki
keatas lagi. Ko Cay Seng kesima. Siapakah gerangan yang
mempermainkan Bun Sui itu " Setan " Ah,, tak mungkin.
Dia tak percaya. Tentulak bangsa manusia. Dan untuk
membuktikan dugaannya ia memandang keatas dan
meneliti setiap dahan dan daun.
"Ah," dia mendesuh kejut ketika melihat sebuah
pemandangan yang aneh. Pada sebatang, dahan yang
tertutup oleh gerumbul daun lebat, ia melihat seorang kakek
tua duduk bersama seorang gadis.
Rambut putih dari kakek itu terurai menutup kedua bahu
dan kumis serta jenggotnya yang putih rnenjulai menutupi
dada. Dan ketika memandang si gadis, Ko Cay Seng
hampir menjerit kaget. Gadis itu, ya, gadis itu bukankah
gadis yang hendak ditangkapnya tetapi akhirnya loncat
kedalam sungai Hong- ho "
"Lojin, dialah yang mencelakai aku," tiba2 gadis itu
bicara seraya menuding kepada Ko Cay Seng.
"O, apa engkau hendak menangkapnya?" tanya si kakek.
"Ya, dia akan kulempar kedalam sungai," kata gadis itu.
"Baik, tetapi engkau harus hati2. Dia seekor macan
kumbang yang berbahaya."
Si gadis terus melayang turun dan tepat berdiri
dihadapan Ko Cay Seng. "Engkau ....... engkau bukan gadis yang kemarin loncat
kedalam sungai ?" seru Ko Cay Seng.
"Ya," sahut gadis itu yang tak lain adalah Sian Li.
"Engkau .... engkau .... masih hidup ?"
"Masih," sahut Sian Li, "setan penunggu sungai Hong-ho
menolak kedatanganku. Aku dikembalikan ke dunia dengan
sebuah pesan." "Apa ?" Disuruh mengirim engkau kepadanya. Raja penunggu
sungai Hongho hendak menikahkan puterinya dan
membutuhkan pelayan. Engkau akan dijadikan salah
seorang pelayang di sana."
"Budak liar!" bentak Ko Cay Seng, "akan kukembalikan
engkau kepada setan sungai Hong-ho."
"Yang dicari adalah engkau, bukan aku. Lekas engkau
serahkan diri!" Sian Li terus loncat menerjang dengan
pedang ditebaskan untuk membelah kepala orang.
"Bagus," seru Ko Cay Seng seraya menghindar, iapun
mengeluarkan sepasang pit-besi dan mulai balas
menyerang. Dengan ilmu menutuk yang lihay. Ko Cay Seng
mendesak Sian Li. Sepasang pit-besinya bagai sepasang
naga yang berebut mustika. Tetapi pada saat ia mendapat
peluang untuk menutuk bahu Sian Li, sekonyong-konyong
dari atas berhembus angin keras yang hendak menghantam
ke padanya. Buru2 ia menyurut mundur. Ah, ternyata angin
keras itu adalah tubuh Bun Sui yang meluncur kearah
kepadanya. Melihat Bun Sui melayang di hadapannya, dengan cepat
Ko Cay Seng terus menubruknya tetapi kejutnya bukan
kepalang ketika tubuh Bun Sui melayang keatas. Ko Cay
Seng menubruk angin kosong dan tepat pada saat itu Sian
Li pun membacok kepalanya, sringngng ....
Ko Cay Seng memang hebat. Didamping itu dia
memang sudah banyak makan asam garam dalam
pertempuran. Dalam menghadapi ancaman maut itu, dia
tak gugup. Dengan gerak Hong-hong-tiam- thau atau
Burung-hong-menundukkan-kepala, tundukkan kepalanya.
Pedang Sian Li yang menyambar beberapa inci diatas
kepalanya tak berhasil membelah kepala Ko Cay Seng
tetapi hanya dapat memapas kopiah sasterawan yang
dikenakan Ko Cay Seng. Segumpal rambutnya yang ikut
terbabat, berhamburan rontok.
Setelah menundukkan kepala, Ko Cay Seng loncat ke
belakang. Dia mengucurkan keringat dingin ketika melihat
hamburan rambutnya. Ia menyadari bahwa saat itu dia
sedang berhadapan dengan seorang sakti. Jika Sian Li saja,
dia masih sanggup untuk mengalahkan. Tetapi kakek
berambut putih yang mengait tubuh Bun Sui itu, sukar
dilawan. Dia tak tahu dengan alat apa maka Bun Sui dapat
dipancing keatas dan dilayangkan naik turun. Tetapi yang
jelas, kakek itu tentu seorang sakti yang luar biasa.
Setelah memperhitungkan bahwa dia takkan menang
bahkan lebih banyak akan celaka kalau melanjutkan
pertempuran dengan Sian Li, dia segera mengambil
keputusan. Dia merogoh segenggam senjata rahasia thiatlian-
cu lalu ditaburkan ke arah Sian Li.
Tring, uing, tring .... Sian Li memutar pedang untuk
menyapu senjata rahasia yang berbentuk seperti bunga
teratai itu. Tetapi pada saat dia sibuk melakukan itu, Ko
Cay Sengpun sudah loncat ke belakang dan terus melarikan
diri. "Tak perlu dikejar," seru kakek tua itu ketika Sian Li
hendak mengejarnya. Kakek itu tahu. bahwa Sian Li masih
kalah lihay dari orang itu. "kita kan sudah dapat
menangkap seekor babi. Tak perlu temaha memburu macan
kumbang itu." Dalam pada berkata-kata itu, kakek rambut putihpun
sudah melayang turun dari dahan pohon pada ketinggian
lima tombak. Anehnya tubuh Bun Sui masih bergelantung
terpisah dua meter dari tanah.
"Siapakah macan kumbang tadi?" tanya kakek itu
'"Dia kaki tangan kerajaan Ceng."
"Kerajaan Ceng" Apakah sekarang sudah ganti
kerajaan?" "Yang memerintah negara kita sekarang ini, adalah
kerajaan Beng tetapi orang2 Ceng dapat menyerang dan
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menduduki kotaraja lalu mendirikan kerajaan baru."
"Apakah Cu Goan Ciang yang mendirikan kerajaan
Beng itu masih hidup?"
"Ah, lojin ini bagaimana. Dia kan sudah hampir seabad
meninggal. Sekarang sudah raja Beng turunan yang
keempat." "Ah, itulah kalau orang ingin jadi raja. Cu Goan Ciang
itu sedesa dengan aku. Dia jadi raja aku jadi tukang
pancing. Dia sudah mati aku masih bernyawa. Apa sih
enaknya jadi raja. Banyak pusing mengurus pemerintahan,
banyak kesenangan berpesta dan wanita. Akhirnya lekas tua
lekas mati .......... "
Sian Li melihat tubuh Bun Sui yang masih terkatungkatung
diatas tak berkutik, "Lo-jin, dia tak berkutik, jangan2
dia juga mati!" serunya.
Kakek tua itu enjot tubuhnya keatas sebuah dahan, dari
situ dia melayang lagi keatas dahan tempat dia duduk lagi.
Dia melepaskan tali pengait tubuh Bun Sui dan anak
jenderal itupun meluncur turun ke tanah.
"Bagaimana, apa dia mati?" seru kakek itu ketika
melayang turun ke tanah. "Dia masih bernapas tetapi pingsan," sahut Sian Li.
Sejenak kakek itu mencekal tangan Bun Sui dan
memeriksa denyut nadinya, "Ah, dia terkenu tutukan pada
lambungnya. Tak apa setengah jam lagi dia tentu sudah
sadar lagi." Siapakah kakek tua itu" Dan mengapa Sian Li tidak mati
tetapi berada bersama kakek itu" Untuk jelasnya, mari kita
mundur dulu, mengikuti peristiwa ketika Sian Li mencebur
ke dalam sungai Hong-ho. Sian Li memang telah mendapat didikan ilmusilat yang
tinggi dari Kim Thian Cong. Disamping ilmusilat, Kim
Thian Congpun telah menempa jiwanya menjadi seorang
gadis yang keras hati. Maka ketika Ko Cay Seng hendak
menangkapnya, ia kuatir dirinya akan dicemarkan. Lebih
baik mati daripada kehilangan kehormatannya, Maka
diapun terus loncat ke dalam sugai.
Begitu masuk kedalam air, dia tak tahu lagi apa yang
terjadi. Dia merasa mati. Tetapi keesokan harinya ketika
dia membuka mata, dia terkejut sekali ketika mendapatkan
dirinya berada di-sebuah gua. Tetapi yang membuatnya
hampir menjerit dan terus melonjak bangun adalah
beberapa moncong tikus yang tengah memandangnya.
Belasan tikus yang berbulu putih tengah mendekam
berjajar-jajar dibawah tempat dia tidur.
"Tikus ......!" Sian Li terus hendak lari ke luar tetapi pada
saat itu diambang pintu gua tegak seorang kakek berambut
putih. Hampr saja dia membentur kakek itu.
'"Mengapa takut?" tegur kakek berambut putih itu.
"Sia ....... siapa engkau?" Sian Li terkejut memandang
kakek yang rambut, kumis dan jenggotnya putih
memanjang menutupi muka dan dada. Hampir saja Sian Li
mengira kalau sedang berhadapan dengan seekor kera
putih. "Aku pemilik gua Tikus-putih ini," kata orang tua itu.
"Apakah lojin yang membawa aku kemari?" tanya Sian
Li "Ya," sahut kakek itu seraya melangkah masuk, "Hai,
anak2, kalian boleh main2 keluar. Anak perempuan itu
takut kepada kalian."
Terdengar kawanan tikus putih itu bcrcicit-cicit dan terus
lari keluar. Sian Li hanya melongo saja.
"Duduk," kakek itu menyuruh Sian Li, "engkau tentu
lapar, bukan ?" "Lojin," kata Sian Li, "apa lojin yang menolong diriku?"
'Sudahlah, jangan pikirkan hal itu," kata kakek berambut
putih, "dibilang menolong tetapi sebenarnya aku tak sengaja
menolong. Tak perlu engkau mengatakan saat itu,"
"Tetapi bagaimana lojin dapat membawa diriku kemari
?" "Tadi malam kan bulan purnama," kata kakek berambut
putih itu, "entah bagaimana timbul keinginanku untuk
memancing dilaut sembari menggadangi rembulan
purnama. Tahu2 pancingku terseret air dan hampir saja
akupun ikut tertarik jatuh. Untung aku dapat menahan dan
waktu kutarik ternyata pancingku mengail sesosok tubuh
manusia, ya engkau ini. Lalu kubawamu pulang kemari.
Eh, engkau tentu lapar, tetapi sayang aku tak punya
persediaan beras dan selamanya aku memang tak makan
nasi. Eh, tetapi mungkin engkau doyan. Ambillah dalam
kuali itu, telur kura dan tiram yang kurebus."
"Terima kasih, lojin, aku tidak lapar," katai Sian Li, "aku
mohon tanya siapakah gerangan nama lojin yang mulia ini
?" "Tidak, kalau engkau tak mau makan, aku pun tak mau
menjawab. Hayo, ambillah."
Terpaksa Sian Li mengambil dua butir telur kura, terus
hendak dimakannya. "Tunggu," seru kakek berambut putih itu, "tidak enak
kalau hanya dimakan begitu saja. Harus di campur dengan
ini," ia menyodorkan sebuah guci.
"Arak ?" tanyak Sian Li.
"Bukan, madu tawon," sahut si kakek,
"Bagaimana lojin memperoleh madu tawon ini"'
Kakek berambut putih itu tertawa, "Engkau tentu heran,
bukan " Ketahuilah, semua binatang dan margasatwa di
hutan ini, anakbuahku. Merekalah yang menyediakan
makanan kepadaku. Nah itu dia, tawon2 sedang mengantar
madu ......." Sian Li heran karena dia tak mendengar suara apa2.
Tetapi beberapa saat kemudian, diluar gua terdengar suara
mendengung-dengung yang gemuruh dan pada lain saat
beratus ribu ekor tawon menerobos masuk dan hinggap
pada langit-langit goa. Ternyata pada langit2 gua itu
terdapat beberapa sarang tawon.
"'Nah, setelah kawanan tawon itu pergi, dalam sarang
tawon sudah'penuh madu," kata kakek berambut putih.
Sian Li baru percaya. Ternyata telur kura rebus dicampur
dengan madu, merupakan hidangan yang nikmat dan
menyegarkan semangat. "Berpuluh-puluh tahun aku tak pernah makan nasi.
Makananku hanya daun2 mentah dan madu. Ternyata aku
tak merasa loyo dan tetap awet muda," kata kakek
berambut putih. Setelah beberapa saat, Sian Li mengulang pula
pertanyaannya untuk mengetahui nama kakek itu.
Kakek itu merenung beberapa saat. Ia seperti
mengenangkan kehidupannya di masa yang lalu.
"Ah, apabila menceritakan tentang kehidupanku yang
lalu, hanyalah mengundang kasedihan saja, "kakek itu
menghela napas," tetapi hampir berpuluh tahun aku tak
pernah menerima tetamu. Tak apalah, akan kuceritakan
kepadamu riwayatku dulu."
Sian Li menghaturkan terima kasih.
"Dulu aku pernah mencintai seorang gadis. Tetapi
keadaan kita seperti langit dengan bumi. Dia anak orang
kaya dan aku anak petani miskin. Gadis itu juga mencintai
aku tetapi orangtuanya tak setuju. Kemudian gadis itu
dilamar tihu untuk dijodohkan dengan puteranya. Tetapi
gadis itu tak mau dan mengajak aku lari.
"Sudah tentu tihu marah sekali karena merasa dihina.
Dia kerahkan prajurit untuk mengejar. Akhirnya mereka
dapat mengejar aku ketika aku dan pacarku itu lari kedalam
sebuah hutan. Aku nekad melawan tetapi kalah dan
ditangkap. Setelah di rangket sampai pingsan aku
dimasukkan kedalam penjara. Untung sebelum keputusan
hukuman mati sempat dilaksanakan, terjadilah
pemberontakan kaum petani yang dipimpin oleh Cu Goan
Ciang. Mereka juga menyerbu penjara dan membebaskan
orang2 hukuman, termasuk aku.
"Saat itu timbullah dendam kesumatku. Aku segera
mengajak kawan2 untuk menyerbu gedung tihu. Kubunuh
tihu, puteranya dan seluruh keluarga. Sejak itu aku ikut
berjuang untuk menumbangkan kerajaan Goan. Tetapi
dalam pertempuran di sungai Hong-ho aku terluka dan
hanyut dalam sungai. "Tetapi mungkin nasibku masih belum ditakdirkan mati,
aku telah ditolong oleh seorang penangkap ikan. Ternyata
dia seorang sakti yang mengasingkan diri dari keramaian
dunia. Sejak itu aku menjadi muridnya hingga sampai
sekarang masih tetap melanjutkan pekerjaannya sebagai
tukang pancing ikan."
"Tetapi lojin, bagaimana dengan gadis tunangan lojin
itu?" tanya Sian Li, "apakah lojin tak pernah menyelidiki
kabarnya?" Kakek berambut putih itu menghela napas, "Sudah, aku
mendapat idin dari suhu untuk pulang ke desa menjenguk
keluargaku. Ternyata keluargaku sudah hilang tiada
beritanya. Sedang nona tunanganku itupun tak ketahuan
beritanya .... " "Apakah ....... ah, mudah-mudahan saja nona itu tak
menderita suatu apa," kata Sian Li, "apakah lojin tak
berusaha mencarinya?"
"Sudah," kata kakek itu, "aku mengembara keseluruh
Kisah Membunuh Naga 26 Pendekar Lembah Naga Serial Pendekar Muka Buruk Karya Tjan I D Pedang Ular Mas 4
"Pasukan mana?" tanya Lo-san siangjin.
"Pasukan Beng dengan pasukan Ceng."
Lo-san siangjin terkejut, "Pasukan Ceng " tempur dengan
pasukan Beng" Mengapa pertempuran itu berlangsung di
selat Hay-tengr- kok?"
Kemudian pertapa itu berpaling kepada Sian Li, 'Pinto
hendak meninjau ke lembah Hay-teng-kok. Silakan nona
menyelidiki markas kami. Kalau disini terdapat barang
seorang prajurit musuh, aku bersedia menerima hukuman
nona." Sian Li mengiakan. Ia tak mau ikut dengan pertapa itu
karena ia masih sangsi. Hampir saja ia percaya seluruh
keterangan pertapa itu. Tetapi setelah mendengar laporan
tentang kehadiran pasukan Ceng di lembah Hay teng-kok ia
meragu lagi. Mungkinkah pasukan Ceng itu bersembunyi di
lembah Hay-teng-kok " Jika demikian kemungkinan Lau
Bun Sui tentu ditawan oleh pasukan Ceng itu.
"Sian Li mengapa kita ikut pada pertapa itu ?" tegur
kakek Lo Kun. "Kita pun akan ke sana tetapi tak perlu harus bersama
dengan pertapa itu," jawab Sian Li.
"Apakah engkau percaya kalau pertapa itu tak punya
hubungan dengan pasukan Ceng ?" tanya Lo Kun pula.
"Mudah-mudahan begitu," kata Sian Li, "tetapi kita
harus membuktikan kebenarannya dulu."
"Siapakah yang bertempur di lembah itu "'"
"Fihak pasukan Beng tentulah pasukan yang diperintah
jenderal Lau untuk mengurung gunung. Tetapi kalau
tentang pasukan Ceng, aku tak tahu. Kemungkinan saja
yang menawan putera jenderal Lau itu."
"Mari kita kesana sekarang," ajak Lo Kun.
Hay-teng-kok merupakan sebuah selat lembah yang
menjulur ke sungai Hong-ho. Selat itu terletak dibagian
barat sungai Hongho dan masih masuk wilayah
pegunungan Losan. Pada saat itu Lo-san siangjin dan ji-sute Ui Bin tiba di
daerah selat itu. Mereka melihat dua buah pasukan sedang
bertempur. Yang paling menonjol adalah pertempuran
antara dua orang perwira. Rupanya kedua orang itu adalah
pimpinan dari kedua pasukan yang sedang berhadapan itu.
Lo-san siangjin terus bergegas menghampiri. Maksudnya
hendak membantu fihak Beng menggempur pasukan Ceng.
Tetapi begitu dia muncul, seorang lelaki setengah tua segera
menyambutnya.! Orang itu mengenakan dandanan sebagai
seorang sasterawan. Sepasang pit menyelip dipinggangnya.
"Oh, Lo-san siangjin datang, bagus siangjin," seru lelaki
itu dengan nada gembira, "mari kita basmi prajurit2 Beng
ini !" Lo-san siangjin terkejut. Sebelum ia sempat membuka
mulut, dari fihak pasukan Beng muncul seorang lelaki muda
yang segera larikan kuda menerjang Lo-san siangjin.
"Bagus Lo - san siangjin, tak perlu susah mencarimu
engkau sendiri sudah datang mengantar jiwa !" seru pemuda
gagah yang tak lain adalah Bok Kian, keponakan dari
mentri perlahan Su Go Hwat
Seperti telah direncanakan semula, Bok Kian ikut dalam
pembebasan putera jenderal. Hanya kalau Sian Li dan
rombongannya supaya mengambil jalan dari muka maka
Bok Kian akan memutar dan menyerang dari belakang
gunung. Waktu dia sedang menyusup hutan, dia mendengar
suara sorak sorai dari orang yang sedang bertempur.
Bergegas dia keluar dan naik keatas sebuah karang tinggi.
Dari tempat itu dia dapat melihat pemandangan ke
sekeliling penjuru. Serentak melihat sekelompok barisan
Beng yang dipimpin seorang perwira tengah bertempur
dengan pasukan Ceng Pasukan Beng itu diperintah jenderal
untuk mengepung gunung Losan agar gerombolan yang
menangkap putera jenderal Lau tak dapat meloloskan diri.
Bok Kian segera berlari-lari menuju ke tempat
pertempuran untuk membantu pasukan Beng. Pada saat
baru saja dia hendak menerjang ke dalam gelanggang
pertempuran, dilihatnya seorang petapa muncul dengan
seorang lelaki gagah. Sebenarnya dia tak kenal pertapa itu. Tetapi mendengar
lelaki berpakaian sasterawan fihak musuh tadi memanggil
nama pertapa sebagai Lo-san siangjin, segeralah Bok Kian
dapat mengenalnya. Inilah kesempatan yang baik pikir Bok
Kian yang mengira Lo-san siangjin itu hendak membantu
pasukan Ceng. Dia serentak mencabut pedang dan menerjang pertapa
itu. Melihat serangan Bok Kian yang begitu kalap, Ui
Binpun mencabut golok dan menangkisnya. Keduanya
segera serang menyerang dengan seru sekali. Walaupun
Bok Kian naik kuda tetapi Ui Bin dapat memberi
perlawanan yang seimbang.
"Siapakah sicu ?" teriak Lo-san-siangjin.
"Engkau pertapa penghianat, tak layak menanyakan
namaku," seru Bok Kian.
"Lo-san siangjin, bunuh saja pemuda itu !" teriak lelaki
sasterawan tadi. Lo-san siangjin terkejut dan berpaling belum dia sempat
membuka mulut, Bok Kian sudah memakinya, "Bagus
pertapa, hayo, maju. Bukankah engkau sudah diberi
perintah tuanmu itu !"
"Hm, budak kurang ajar, jangan menghina Lo-san
siangjin, beliau adalah tokoh yang indahkan," seru Ko Cay
Seng pula. Lo-san siangjin tercengang. Ia tak kenal dua orang itu.
Tetapi ia menyadari sasterawan itu orang fihak pasukan
Ceng pemuda yang menyerang itu dari fihak pasukan Beng.
Ia mulai menduga apa yang sebenarnya terjadi pada kedua
orang itu. Tetapi sebelum ia berhasil menemukan sesuatu,
sasterawan dari fihak Ceng itu sudah lari menghampiri Bok
Kian seraya berseru keras, "Lo-san siangjin, membunuh
ayam tak perlu pakai golok kerbau. Biarlah budak liar itu
kuhabisi, tak perlu siangjin mengotorkan tangan!"
Bok Kian bertempur dengan gagah. Namun karena
ditambah dengan seorang musuh seperti Ko Cay Seng, Bok
Kian kewalahan juga. Akhirnya waktu dia sedang
membabat thiat-pit ( pena besi ) dari Ko Cay Seng, golok Ui
Bin membabat kakinya. Untung dia masih dapat loncat
turun sehingga perut kudanya yang termakan golok. Karena
kesakitan, kudapun meringkik keras dan menerjang binal
kearah pasukan Ceng sehingga prajurit Ceng gempar untuk
menghindar. Sekarang Bok Kian menghadapi Ko Cay Seng. Dengan
tumpahkan seluruh kepandaian, Bok Kian masih dapat
bertahan diri. Tetapi setelah, Ui Bin juga ikut menyerang,
mulai terdesaklah pemuda Bok Kian. Pemuda itu benar2
kewalahan. "Lepas!" teriak Ko Cay Seng seraya menusuk
pergelangan tangan Bok Kian. Dan pada saat itu Ui Binpun
juga membabat kakinya. Bok Kian rasakan pergelangan tangannya gemetar
sehingga tenaganya lunglai, tring .... pedangnyapun jatuh ke
tanah. Untung dia cepat loncat ke belakang untuk
menghindari babatan golok Ui Bin. Sekalipm dapat lolos
tapi tak urung Bok Kian pontang-panting juga.
Ui Bin tak mau memberi ampun lagi. Ia maju dan
menabas dengan goloknya sementar; Cay Seng juga siap
menusuk dengan thiat-pi"
"Hai, Bok kongcu, awas serangan dari belakang!" tiba2
dalam keadaan yang berbahaya, terdengarlah suara seorang
gadis berteriak. Ui Bin terkejut, demikian juga Ko Cay Seng. Mereka
serempak tertegun. Dan pada saat itu pula, Sian Li
menyerang Ui Bin dan Ko Cay Seng diserang oleh seorang
kakek pendek. "Oh, nona, berhenti dulu," buru2 Ui Bin berseru setelah
melihat Sian Li menyerangnya. Sian Li hentikan serangan.
Dia berpaling ke arah Bok Kian, "Bok kongcu, engkau tak
kena suatu apa?" "Tidak, terima kasih," kata Bok Kian.
"Mengapa engkau menyerang kongcu" Hm, jelas engkau
memang berfihak kepada pasukan Ceng!" tegur Sian Li
tajam kepida Ui Bin. "Hai, bung, mengapa engkau mengalah pada seorang
budak perempuan begitu saja?" Ko Cay Seng berteriak
kepada Ui Bin. '"Bangsat, aku tak kenal kepadamu!" teriak Ui Bin.
"Ah, janganlah berkata begitu," seru Ko Cay Seng, "perlu
apa kita harus main sandiwara didepan kawanan musuh
yang begitu macam " Apala lagi terhadap seorang nona, tak
usah kita main sandiwara dan bersikap sungkan. Ayo,
tangkaplah dia, kalau engkau enggan, biar aku yang
menangkapnya." "Hm, Ui Bin, apakah engkau masih hendak menyangkal
?" geram Sian Li. "Tidak, nona, kami tidak kenal dengan bangsat itu !" seru
Ui Bin. "Menyingkirlah !" teriak Ko Cay Seng seraya terus
menyerang Sian Li, "biar nona ini kutangkapnya."
"Jangan ganggu cucuku !" bentak Lo Kun yang terus
menghantam orang she Ko itu.
Ko Cay Seng sekarang jago tutuk dengan pit besi.
Sekaligus dia dapat menutuk enam buah jalan darah di
tubuh lawan. Boan-thian-lok-u atau Hujan-mencurah-dari langit,
adalah jurus yang diserangkan kepada Lo Kun. Sepasang
pit besi mencurah bagai hujan turun dari langit.
"Kurang ajar," tiba2 Lo Kun menjerit ketika tangannya
tertutuk. Dia menyurut selangkah. Melihat itu Ko Cay Seng
tak mau memberi kesempatan lagi. Pit terus ditusukkan ke
leher Lo Kun. Tetapi dengan cepat memukul tangan Ko
Cay Seng. Ko Cay Seng terkejut sekali. Dia tak nyangka kalau
lengan Lo Kun yang terkena tutukannya itu masih dapat
digerakkan. Karena jarak begitu dekat dan gerakan Lo Kun
itu tak duga-duganya lebih dulu, Ko Cay Seng kerahkan
tenaga-dalam untuk menahan benturan tangan Lo Kun agar
pit-besinya tak sampai jatuh. Sedangkan pit ditangan
kiripun ditutuk ke lambung lawan.
Ktekkkk .... Ko Cay Seng terkejut karena lengannya
terasa gemetar seperti terkena strom listrik ketika beradu
dengan tangan Lo Kun. Tangannya menjadi lunglai dan pitbesinyapun
jatuh. Tetapi pada saat itu Lo Kunpun mendesis
kaget dan menyurut mundur beberapa langkah, kemudian
tegak berdiri seperti patung.
Ko Cay Seng cepat menjemput pitnya lagi dan terus lari
masuk kedalam gerombolan prajurit Ceng.
"Ah, janganlah sicu tergesa-gesa hendak pergi," baru Ko
Cay Seng lari beberapa langkah, Losan siangjin sudah
menghadangnya. "Lo-san siangjin, mengapa siangjin malah memusuhi
aku" Bukankah kita ini bersekutu?" trriak Ko Cay Seng
sekeras kerasnya agar didengar oleh rombongan Sian Li.
"Sicu, janganlah bermain lidah untuk mencelakai orang.
Pinto tak kenal sicu dan tak bersekutu dengan pasukan
Ceng, mengapa sicu terus menerus mengatakan bersahabat
dengan kami ?" seru Lo-san siangjin.
"Ah, Lo-san . siangjin," kata Ko Cay Seng dengan
tertawa," siangjin seorang yang penuh kasih sayang,
bukankah semua manusia di dunia ini bersahabat semua ?"
Tiba2 Uk Uk melesat datang. Dia melihat kakek Lo Kun
menyurut mundur dan berdiri tegak. Ia menghampiri tetapi
dicegah Sian Li, "Uk Uk jangan mengganggu kakek. Dia
sedang menyalurkan napas. Kejarlah musuh itu saja !"
Mendapat perintah Sian Li, Uk Uk terus Ia hendak
menyerang Ko Cay Seng. Melihat itu tahulah pikiran licik
dari Ko Cay Seng, "Awas, siangjin serangan dari belakang!" tiba2 Ko Cay
Seng berseru. Lo-san siangjin terkejut, ia memang
mendengar ada angin berkesiur dari. belakang. Cepat dia
berpaling, maksudnya hendak mencegah. Tetapi diluar
dugaan, tiba2 Ko Cay Seng dorongkan kedua tangannya,
wut .... Lo-san siangjin yang tak menyangka hal itu,
terkejut, terpaksa dia membiarkan punggungnya didorong
hingga tubuhnya ikut menjorok maju.
Saat itu Uk Ukpun tiba, melihat Lo-san siang-jin
menjorok maju seperti hendak menyerangnya, Ukpun
menghantam, darrrrr . . , . .
Lo-san siangjin terkejut. Karena tak dapat menghindar
terpaksa ia menyilangkan kedua tangan untuk menutup
dadanya. Lo-san siangjin belum kenal siapa dan bagaimana Uk Uk
si bocah gendut yang pekok itu. Dan lagi tadi baru saja ia
mengerahkan tenaga dalam untuk menahan dorongan Ko
Cay Seng. Maka diapun hanya menggunakan dua bagian
tenaga-dalam saja. Dia mengira bocah gendut itu hanya
seorang bocah biasa saja, tentulah tak mungkin dapat
melukainya. Karena melihat kakeknya diam, Uk Uk mengira kalau
Lo Kun menderita luka. Ia marah sekali maka ketika Losan
siangjin maju menyongsongnya, dia mengira siangjin
itu hendak menyerangnya. Uk Uk segera memukul dengan
sekuat tenaganya. Akibatnya memang hebat.
Setelah terdengar letupan keras, Lo-san sianjin merdesuh
kejut dan tubuhnya sempoyongan sampai beberapa
langkah. Belum sempat dia berdiri jejak, sekonyongkonyong
Ko Cay Seng mendorongnya lagi, "Siangjin,
masakan dengan bocah gendut semacam itu siangjin kalah.
Ah, tak pula siangjin sungkan atau kasihan kepadanya!"
Sebagai seorang jago tutuk yang ternama sudah tentu Ko
Cay Seng memiliki ilmu tenaga dalam yang hebat.
Tampaknya hanya seperti orang mendorong tetapi
sesungguhnya dia gunakan tenaga-dalam untuk
menghantam punggung Losan siangjin.
Lo-san siangjin terkejut. Cepat dia kerahkan tenagadalam
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk bertahan. Tetapi celakanya, si pekok Uk Uk
maju mengantamnya lagi. Waktu pertama kali menerima hantaman Uk 'U'k, Losan
siangjin terkejut. Ternyata anak gendut itu mempunyai
tenaga-dalam yang dahsyat. Cepat2 dia kerahkan tenagamurni
untuk menolak tetapi tak urung dia harus menderita.
Darahnya bergolak keras. Dan kini dengan sisa tenagadalam
yang masih ada, dia harus menahan dorongan Ko
Cay Seng dan harus menerima pukulan Uk Uk. Jika
disuruh memilih menerima pukulan K.o Cay Seng atau Uk
Uk, ia pilih menerima pukulan Ko Cay Seng. Ia sudah
merasakan betapa dahsyat tenaga-dalam yang dipancarkan
pada pukulan Uk Uk tadi. Setelah memutuskan apa yang harus dilakukan, dengan
gerak Kim-pheng-tian-ki atau Alap2-emas-merentang-sayap,
ia merentang kedua tanganya, tangan kiri menahan pukulan
Ko Cay Seng dan tangan kanan menolak hantaman Uk Uk.
Darrrrr..... Uk Uk terpental selangkah tetapi Lo-san siangjin tegak
berdiri mematung, wajah pucat-lesi dan pejamkan mata.
Uk Uk masih penasaran. Dia hendak maju memukul lagi
tetapi pada saat itu, Ui Bin sudak loncat mencengkeram
bahunya dan menyentakkan ke belakang sehingga Uk Uk
sampai terpental satu meter ke belakang.
Uk Uk makin marah. Dia hendak menghatam Ui Bin
tetapi saat itu Sian Li sudah menghadangnya, "Berhenti
dulu, Uk Uk." "Mengapa !" seru Uk Uk, "Engkau salah faham," kata
Sian Li," siangjin ini bukan musuh kita. Yang harus engkau
serang adalah orang tadi !"
"Ma . . . mana dia !" teriak Uk Uk.
"Dia sudah lari masuk kedalam barisannya!
"Kejar?"!" Uk Uk terus hendak lari tetapi dihadang
Sian Li," jangan Uk. Berbahaya menerjang barisan
mereka," Ternyata saat itu Ko Cay Seng memang sudah
menyelundup kedalam pasukan Ceng. Sedang pasukan
Cengpun bergerak mundur. Pasukan Beng hendak mengejar
tetapi terpaksa mundur karena musuh melepaskan hujan
panah. Karena Lo Kun masih berdiri diam dan Lo san siangjin
juga tegak sambil pejamkan mata terpaksa Sian Li dan
kawan-kawannya tak dapat melakukan pengejaran. Mereka
menjaga kedua tokoh tua itu. Sementara pasukan Bengpun
berhenti disitu untuk menjaga keselamatan jago2 itu.
Lo Kun juga minum buah Cian-lian-hay-te som (buah
som dari dasar laut yang berumur seribu tahun) begitu juga
gemar minum arak yang di rendam darah, hati dan kumis
macan hitam. Tenaga-dalamnya memang luar biasa, Maka
lengannya tertutuk pit-besi Ko Cay Seng dalam sekejab
waktu saja, dia sudah dapat menggerakkan lengannya lagi
sehingga Ko Cay Seng terkejut. Tapi karena dia tak tahu
akan permainan thiat-pit yang lihay, akhirnya lambungnya
kena tertutuk lagi. seketika tubuhnya seperti kaku tak dapat
digerakan. Itulah sebabnya dia berdiri diam seperti patung.
Untunglah berkat tenaga-dalamnya yang tinggi, dalam
waktu yang tak lama, dia sudah sembuh.
Demikian pula dengan Lo-san siangjin. Sebenarnya ilmu
tenaga dalam pertapa gunung Lo-san sangat tinggi, Tetapi
karena dia kena diselomoti Ko Cay Seng sehingga harus
beberapa kali menerima pukulan dahsyat dari Ko Cay Seng
dan Uk Uk, maka tenaga-murninyapun banyak
menghambur keluar. Terakhir, ketika ia merentang tangan
kearah Ko Cay Seng dan Uk Uk, Ko Cay Seng dengan
sebat telah menutukkan pit bajanya kearah jalandarah Jioktihiat
pada ruas lengannya sehingga petapa itu berdiri tegak
tak dapat bergerak. Setelah beberapa waktu menyalurkan
tenaga - dalam, akhirnya dapatlah ia menembus lagi
jalandarahnya yang tertutuk itu.
"Maaf, toiiang." kata Sian Li, "kami telah menduga
buruk kepada totiang,"
Ternyata Sian Li sempat memperhatikan gerak gerik Losan
siangjin dan Ui Bin. Ia mendengar jelas bagaimana Losan
siangjin dan Ui Bin mengatakan tak kenal pada Ko Cay
Seng tetapi Ko Cay Seng tetap mengaku kenal. Andaikata
tadi kakek Lo Kun tak tergesa turun tangan, tentulah kedok
Ko Cay Seng dapat dilucuti. Juga terakhir waktu Lo-san
siangjin berhadapan dan berbicara dengan Ko Cay Seng,
Sian Li tahu kalau siangjin iu tak mempunyai hubungan
suatu apa. Tetapi karena Uk Uk menyerang, Lo-san siangjin
telah menjadi korban kelicikan Ko Cay Seng.
"Ah, tak apa li-sicu," kata Lo-san siangjin yang terkenal
sabar," memang sejak semula aku mengatakan kalau tak
kenal dengan pasukan Ceng dan tak tahu tentang hilangnya
putera jenderal Lau."
"Ya, tetapi jenderal Lau mendapat laporan dari
prajuritnya sehingga jenderal itu menyuruh kami kemari,"
kata Sian Li. Lo san sianjin geleng2 kepala, "Ah, musuh memang
pandai sekali mengatur siasat. Ya, sekarang aku makin
yakin mengapa fihak Ceng melakukan hal ini."
"O, apakah orang Ceng pernah datang ke Lo-san?" tanya
Sian Li. Lo-san siangjin mengangguk, "Pendirian kami selama
ini, memang tak mau bekerja pada kerjaan Ceng. Beberapa
waktu yang lalu, pernah datang kepadaku seorang kaki
tangan kerajaan Ceng. Dia menawarkan kerjasama dengan
Lo-san. Kalau Lo-san mau membantu usaha kerajaan Ceng,
kelak kerajaan Ceng akan membangunkan sebuah vihara
yang megah di gunung ini, dibebasan dari pajak dan akan
dilindungi dengan undang2 kerajaan Ceng. Tetapi aku
menolak permintaan mereka agar pasukan Ceng
diperbolehkan mendarat di selat Hayteng-kok."
"O, mengapa mereka tidak langsung saja mengadakan
serangan besar-besaran pada pasukan Beng ?" tanya Sian Li.
"Mereka mempunyai rencana yang luas," kata Lo-san
siangjin, "mereka akan mengirim sekelompok prajurit dan
jago menyelundup ke daerah Losan kemudian mereka akan
melakukan pengacauan ke daerah Beng. Apabila pasukan
Beng sibuk memadamkan kekacauan2 itu, barulah kerajaan
Ceng akan mengirim pasukan besar, menyebrangi sungai
Hong-ho untuk menyerang. Pada saat itu pasukan Beng
tentu lengah dalam penjagaan."
Sian Li mengangguk, "O, sungguh pintar sekali mereka.
Entah siapakah yang menjadi kurun (penasihat perang)
pasukan Ceng itu?" "Kurasa tentu tak lain juga bangsa Han sendiri," kata Losan
siangjin. Tiba2 Uk Uk menghampiri, serunya, "Cici mengapa ci , .
cici.... akur dengan dia ?"
"Jangan kurang hormat, Uk," kata Sian Li "totiang ini
adalah kawan kita. Musuh kita adalah orang yang
menggunakan sepasang pit-besi tadi. Lekas engkau
haturkan maaf kepada totiang !"
Uk Uk menurut. Ia maju dan mengangguk kan kepala
dihadapan Lo-san siangjin, "Tot, tiang kata ci . . ci . ,. ci aku
harus min . . . min ta .. . maaf kepada totiang , . . ."
"Siau-sicu, engkau sungguh lihay, "Lo-san siangjin
tertawa. Dia suka melihat potongan tubuh Uk Uk yang
gemuk itu," siapakah gurumu ?"
"Eng . . . eng . . . kong, kongmu . . . ," kata Uk Uk.
"Siapa " Engkongku ?"
Uk Uk mengangguk. "Aneh, aku tak punya engkong lagi."
"Siapa bilang engkau tak punya engkong "." tiba2 Losan
siangjin teringat akan keterangan Sian Li bahwa anak
gendut itu memang aneh. Dia mempunyai pengertian yang
terbalik atas istilah "aku-engkau". Dia tertawa, "O, benar,
ya, mana engkongku ?"
"Itu!" seru Uk Uk menunjuk Lo Kun.
"Ah, lojin cucumu ini memang lihay sekali. Dia memiliki
tenaga-dalam yang luar biasa, setaraf dengan jago silat kelas
satu. Pada hal dia baru berumur berapa",?" kata Lo-san
siangjin. "Delapan tahun lebih sedikit."
"Mengapa dalam umur delapan tahun dia dapat memiliki
tenaga-dalam yang begitu hebat" Pada hal untuk
meyakinkan ilmu tenaga-dalam seperti yang dicapainya itu,
orang harus membutuhkan waktu berpuluh tahun."
"Itu rahasia, totiang," kata Lo Kun dengan nada bangga,
"mungkin aku sendiri juga kalah hebat dengan dia."
Lo-san siangjin kerutkan dahi.
"Totiang," kata Sian Li yang tak ingin pembicaraan itu
berlarut-larut. Karena sekali bercerita tentulah kakek Lo
Kun itu akan membual sehingga orang akan tahu bahwa dia
itu seorang kakek yang linglung, "musuh sudah lari, lalu
bagaimana tindakan kita?"
"Li sicu," kata Lo-san siangjin, "telah kukatakan bahwa
pendirian kami, tetap tak mau bekerja-sama dengan orang
Ceng. Saat ini ternyata mereka berani menyelundup ke
daerah Lo-san. Aku tak mengidinkan gunung ini dikotori
dengan kaki orang-orang Ceng. Mari kita naik ke atas untuk
beristirahat dulu dan membicarakan bagaimana rencana
menghadapi mereka nanti. "Bagaimana dengan kematian Li sam-saycu totiang,"
tanya Sian Li waktu teringat akan peristiwa matinya Li
Kong. "Ah, peristiwa itu terjadi karena salah faham, dan pula
sam-te meninggal karena membentur tiang ruangan
sendiri," kata Lo-san siangjin "yang mati takkan bisa hidup
kembali. Sekarang kita sedang menghadapi musuh. Yang
penting kita harus mencurah tenaga dan pikiran untuk
menghalau mereka." Sian Li menghaturkan maaf atas paristiwa itu dan
mengucapkan terima kasih kelapangan dada pertapa dari
Lo-san itu. "Kemungkinan putera jenderal Lau itu mernang
ditangkap oleh pasukan Ceng yang menyelundup ke daerah
Losan," kata Lo-san siangjin, "ya, kutahu siasat mereka."
"Bagaimana siang- jin?" tanya Bok Kian.
"Karena Lo-san tak mau diajak kerjasama maka mereka
menggunakan siasat pinjam tangan pasukan Beng untuk
menghancurkan Losan."
"0, totiang maksudkan musuh sengaja menangkap putera
jenderal Lau dan mengabarkan bahwa putera jenderal itu
tertangkap oleh pasukan Ceng yang berada di Losan, agar
pasukan menganggap bahwa totiang telah bersekutu dengan
kerajaan Ceng?" tanya Sian Li.
"Benar," kata Lo-san siangjin, "dengan menangkap
putera jenderal Lau itu maka musuh telah mendapat dua
buah keuntungan. Pertama, mereka dapat mengadu
pasukan Beng dengan Lo-san karena Lo-san tentu dianggap
mau bekerjasama dengan kerajaan Ceng. Kedua, dengan
memiliki sandera putera jenderal Lau itu maka mereka
dapat menekan jenderal Lau supaya mundur dari wilayah
Sanse." "Benar," sambut Sian Li, "kemungkinan mereka akan
menggunakan sandera itu untuk membujuk agar jenderal
Lau menyerah kepada mereka."
"Betul!" seru kakek Lo Kun tiba2.
"Bagaimana li-sicu dan lojin dapat menduga begitu?"
tanya Lo-san siangjin. "Huh, jenderal itu gemar bersenang-senang dengan
wanita2 cantik. Orang yang berhamba kepada kesenangan
tentu mudah dibujuk musuh. Lain sekali dengan aku. Dulu
waktu menerima tugas dari baginda, aku tak pernah dekat
dengan wanita sehingga sampai jadi jejaka tua."
"Dimana dulu lojin mendapat tugas baginda?" tanya Losan
siangjin secara iseng. "Dalam gua, menunggu seorang Persia yang bernama
Somali. Jangankan wanita, sedang manusia lainpun tak
pernah datang ke gua itu."
Lo-san siangjin tertawa. "Lo-jin, sudah sejak beberapa tahun yang lalu aku sudah
melihat gejala2 begitu. Mentri, jenderal dan pembesar2 tak
becus mengurus pemerintahan, sogok dan suap merajalela.
Raja terlena dalam kesenangan wanita, kaum durna
berpesta-pora menumpuk harta, rakyat bingung menderita
senngsara. Itulah sebabnya karena tak tahan melihat
penderitaan rakyat maka aku segera mengasingkan diri naik
ke gunung Losan ini."
"Salah!" tiba2 La Kun menegur.
"Salah bagaimana, tolong lojin memberi petunjuk," kata
Lo-san siangjin. "Manusia dijelmakan di dunia adalah untuk mengurus
dunia dan sesama manusia," kata Lo Kun dengan gaya
seperti seorang ahli falsafat besar, '"jika semua orang pada
lari ke gunung mengasingkan diri, mencari kenikmatan diri
sendiri, biar negara dan masyarakat kacau, biar lain2 orang
sengsara, asal dirinya tentram dan senang menikmati bunga
dan mendengarkan kicau burung, lalu bagaimana dunia ini
jadinya nanti?" "Ah," Lo-san siangjin mendesah, "tetapi manusia sukar
diurus. Lebih baik kita mengendalikan diri sendiri."
"Itu pendirian manusia kerdil yang hendak melarikan diri
dari kenyataan. Hidup itu memang begitu. Penuh dengan
persoalan, penuh dengan segala macam manusia yang
sangat aneh, susah diurus, yang menurut kemauannya
sendiri, yang suka mementingkan diri sendiri, ah, pendek
kata seribu satu macam sifat manusia.
"Itulah kehidupan dan itulah artinya manusia disuruh
hidup di dunia. Perlu apa disuruh hidup di dunia kalau
hanya mengasingkan diri di gunung, menikmati kembang,
mendengar kicau burung " Itu bukan tugas manusia dan
bukan kehidupan manusia tetapi tugas burung dan kupu2
dan kehidupan bangsa binatang hutan. Sudah mau jadi
manusia harus mau mengurus soal manusia karena
mengurus soal manusia berarti mengurus dirinya sendiri
sebagai manusia. Memang tak mudah, tetapi disitulah letak
arti hidup sebagai manusia !"
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lo-san siangjin terlongong-Iongong mendegar hamburan
kata2 mutiara dari mulut seorang kakek yang linglung.
Diam2 Sian Li juga terkejut. Ada kalanya, dalam wataknya
yang limbung seperti orang tak waras pikiran itu, kakek Lo
Kun dapat menghamburkan kata2 yang tak kalah tingginya
dengan falsafat hebat. Kemudian dara itupun diam2 geli
karena Lo-san siangjin kena disentil dengan telak oleh katakata
kakek itu. "Terima kasih, lojin," kata Lo-san siangjin sesaat
kemudian, "lojin telah memberi petunjuk berharga. Kurasa
memang benar juga. "Siapa yang bilang tidak benar?" tukas kek Lo Kun, "lihat
aku. Aku sendiri entah sudah berapa lama hidup di dunia
ini. Sayang umurku tak pernah kukumpulkan, kubuangi
saja. Sebenarnya aku sendiri sudah pensiun tetapi siapa
yang akan mempensiun aku" Raja yang menitahkanku
sudah mati, habis aku harus mengurus pensiun pada siapa "
Tetapi akupun tak mau mengharap segala pensiun karena
aku merasa masih kuat dan masih punya gairah hidup,
Selama masih mempunyai gairah hidup, aku tak mau
nganggur, lebih2 mengasingkan diri di gunung. Aku hendak
terjun ke masyarakat lagi. apalagi sekarang negara sedang
kacau menghadapi serangan musuh, aku lebih bersemangat
lagi." Lo-san siangjin mengangguk. "Engkau tahu apa
rahasiaku bisa berumur panjang dan kesehatanku masih
baik ini ?" tanya Lo Kun.
'"Bagaimana ?" "Mempunyai gairah hidup, bekerja, jangan merasa tua
dan, jangan memikirkan umur, jangan menghitung waktu.
Pendek kata, siang kerja, malam tidur. Jangan suka
bersedih. Hari ini kita hidup, hari ini kita menggunakannya.
Jangan melamunkan hari esok dan kelak. Dan jangan
mengotorkan pikiran dengan kejahatan dan nafsu
menumpuk harta." "O, indah sekali," kata Lo san siargjin.
"Eh, masih ada satu lagi," kata Lo Kun pula, "yang harus
dilakukan kalau mau berumur panjang."
"Apa ?" "Tertawa. Harus tertawa tiap hari dan suka dagel."
"Apa itu dagel ?"
"Membuat lelucon, berkata yang lucu-lucu. Itulah
resepku mengapa bisa berumur panjang."
"Baik, kakek, tociang memperhatikan resep kakek itu,"
karena kuatir pembicaraan itu akan berlarut panjang maka
Sian Li lalu memutusnya. Kemudian dara itu bertanya
kepada Lo-san siangjin 'Totiang, bagaimana rencana kita
selanjutnya?" "Tadi sudah kukirim anakbuah untuk menyelidiki
keadaan musuh. Malam nanti, kita lakukan serangan," kata
Lo-san siangjin. "Ya. aku memang hendak membalas orang yang
menutuk lambungku tadi," seru Lo Kun.
Bok Kianpun menyetujui rencana itu, Tetapi pada saat
Lo-san siangjin hendak mengatur anakbuahnya dalam
persiapan untuk melakukan serangan malam nanti, tiba-tiba
Sian Li membuka bicara: "Nanti dulu, totiang"," katanya.
"'O, apakah li-sicu mempunyai rencana lain?" tanya Losan
si-.ngjin, "Ya," sahut Sian Li," tetapi entah apakah totiang dapat
menyetujuinya." "Katakanlah li-sicu," seru Lo-san siangjin "tak apa, aku
dapat mempertimbangkannya."
"Begini totiang," kata Sian Li, "rencana ini memang agak
istimewa. Tetapi maksudku, aku hendak menggunakan cara
musuh menyiasati kata untuk dipakai menyiasati mereka
kembali." "O, maksudmu siasat Ih-tok-kong-tok atau dengan racun
mengobati racun ?" "Benar, totiang. Memang semacam itu." "Coba li-sicu
katakan bagaimana rencana Li situ itu."
"Bukankah tadi totiang mengatakan bahwa kerajaan
Ceng bermaksud kendak mengajak totiang bekerja-sama
menghantam pasukan Beng ?"
"Ya, benar." "Nah, sekarang kita mulai dari situ. Totian harus pura2
menerima tawaran itu."
"Tetapi mereka sudah tahu kalau aku menolak, apalagi
tadi dalam pertempuran jelas aku memusuhi mereka.
Apakah mereka mau percaya," tanya Lo-san siangjin.
"Waktu menemui mereka, totiang boleh merangkai
alasan bahwa tadi hanyalah sekedar siasat saja agar
pasukan Beng percaya pada totiang. Dari buktinya,
sekarang totiang dapat menangkap kami."
"Apa maksud Li- sicu ?" Lo-san siangjin agak terkejut.
"Agar mendapat kepercayaan mereka, totiang supaya
mengatakan kalau berhasil menangkap kami."
"Tetapi apakah benar2 Li-situ sekalian kami tangkap"
Bagaimana kalau mereka minta bukti'?"
"Tak apa," kata Sian Li, "totiang boleh merantai kami
dan dimasukkan dalam ruang tahanan. Apabila mereka
datang kemari, dapatlah totiang menunjukkan buktinya"
"Wah, jangan, Sian Li," teriak Lo Kun.
"Mengapi?" "Kalau kita dirantai dan mereka datang, bagaimana
kalau mereka mernbunuh kita?"
"Jangan kuatir kakek," Sian Li rnenghibur, totiang tentu
cukup bijaksana untuk mengatur itu. Misalnya, rantai itu
tidak dikunci-mati agar sewaktu-waktu kita dapat bergerak
untuk mengamuk mereka. Dan lagi, kita nanti pura2
pingsan. Totiang dapat mengatakan kepada orang Ceng,
kalau totiang telah memberi obat bius sehingga tenaga kita
hilang." "O, kalau begitu aku mau" kata Lo Kim.
"Setelah itu?" tanya Lo-san sianglin.
"Yang penting totiang dapat mencari keterangan dimana
beradanya putera jenderal Lau. Kurasa setelah totiang dapat
menunjukkan bukti dan mendapat kepercayaan mereka,
tentu mereka mau memberi keterangan tentang putera
jenderal Lau itu." '"Setelah itu lalu bagaimana?"
"Setelah tahu tempat ditawannya putera jenderal Lau,
barulah totiang boleh merencanakan bagaimana cara untuk
membebaskannya. Kalau perlu basmi saja mereka semua."
Lo-san siangjin diam merenung. Sesaat kemudian ia
bertanya, "Bagaimana misalnya kalau mereka hendak
membunuh li-sicu sekalian?"
"Totiang boleh memberi alasan supaya pelaksanaan
ditunda dulu, toh kami sudah dirantai dan disekap dalam
ruang tahanan. Tetapi andai kata mereka memaksa, suruh
saja mereka masuk ke dalam ruangan itu, nan!i kita akan
bertindak membereskan mereka."
"Lalu bagaimana dengan pasukan Beng yang berada di
gunung ini?" tanya Lo-san siangjin pula.
"Bak kongcu," Sian Li serentak berpaling kearah Bok
Kian, "kali ini aku hendak minta bantuanmu."
"Baik, katakanlah," sahut Bok Kian.
'Engkau kasih tahu kepada pimpinan barisan itu agar
supaya menarik mundur ptsukannya dari gunung ini."
"Tetapi apakah hal itu tidak menimbutkan kecurigaan
fihak musuh?" tanya Bok Kian.
"Ya, benar,'" kata Sian Li, "kalau begitu, kuharap lotiang
kerahkan anakbuah totiang untuk pura'2 menyerang
pasukan Beng agar mereka mempunyai alasan untuk
mundur dari gunung ini."
"Baik, li-sicu Tetapi maaf, siapakah Bok kongcu ini?"
"O, apakah totiang belum berkenalan?" tanya Sian Li.
"Mungkin karena sibuk, kita saling mengira kalau sudah
kenal pada hal belum," kata Lo san siangjin.
"Bok Kian kongcu ini adalah putera kemenakan dari
menteri pertalanan Su Go Hwat tayjin di Lam-kia," Sian Li
memperkenalkan Bok Kian. "O, maaf, kongcu, pinto tak tahu sehingga tak
menyambut kongcu dengan selayaknya."
"Ah, totiang membuat aku sungkan. Paman memang
menjabat sebagai mentri pertahanan kerajaan Beng, tetapi
aku hanya orang biasa saja. Aku tak menjabat pangkat
apa2, totiang." Atas pertanyaan Lo san siangjin, Bok Kian merangkan
bahwa kebetulan dia mendapat tugas dari pamannya untuk
menyampaikan perintah kepada jendral Lau. Kemudian
terjadi piristiwa dimana putera jenderal Lau minggat dan
tertangkap musuh. "Ah, kongcu sungguh mulia karena kongcu bersedia
membantu pada jenderal Lau" Lo-san siangjin memuji.
"Jenderal Lau sedang memimpin pasukan dan sedang
menghadapi musuh yang kuat. Kalau pikirannya terganggu
karena hilangnya putera maka dia tentu akan kendor
semangatnya. Akibatnya pasukan kita tentu akan
mengalami kekalahan. Itulah sebabnya aku mau
menyediakan diri untuk mencari puteranya yang ditawan
musuh itu," kata Bok Kian.
"Bagus, kongcu," seru Lo-san siangjin, "pendirian
kongcu itu memang tepat. Sebenarnya jangankan lagi
kehilangan putera, bahkan kehilangan jiwanya sendiri, pun
seorang jenderal tak boleh bingung. Dia adalah p'mpinan
sebuah pasukan yang terdiri dari beribu-ribu prajurit. Selain
bertanggung jawab atas jiwa anak buahnya itu, diapun
mempunyai tugas untuk membela negara dan
menyelamatkan rakyat dari amukan musuh. Tetapi apapun
dikata. Memang jenderal2 kita sudah terlanjur
bergelimangan dalam kenikmatan hidup. Orang gemar
kenikmatan, tentu takut mati."
Begitulah setelah rencana selesai dimufakati merekapun
mulai bertindak. Bok Kian minta diri untuk menuju ke
pasukan Beng yang berada di selat Hay-teng-kok.
Lo-san siangjinpun menyiapkan anakbuahnya untuk
melakukan serangan kepada pasukan itu.
Tak berapa lama datanglah anakbuah Lo-san
menghadap, "Siangjin, pasukan Ceng yang berada di selat
Hay-teng-kok itu tak berapa banyak jumlahnya. Mereka
mendarat dengan naik perahu. Sekarang ini mereka masih
berkemah diselat itu."
Setelah menerima laporan itu maka Lo-san siangjin
segera mengajak Ui Bin memimpin anak-buahnya untuk
menyerang pasukan Beng. "Totiang, aku mohon ikut," kata Sian Li.
"Mengapa?" Lo-san siangjin heran.
"Nanti setiba disana, aku hendak menyelinap untuk
menemui Bok kongcu. Akan kuberitahu kepada Bok
kongcu supaya mempersiapkan orang untuk membakar
perahu2 di perairan selat Hay-eng-kok agar orang2 Ceng itu
tak dapat menyebrang pulang."
'O, baiklah," kata Lo-san siangjin.
"Lho aku dan Uk Uk bagaimana ?" seru Lo Kun.
"Kakek dan Uk Uk tinggal disini dulu. Setelah menemui
Bok kongcu aku tentu segera kembali kesini. Bukankah kita
bertiga nanti akan menjadi tawanan totiang ?"
"O, ya, ya, tetapi jangan lama2 dong. Kalau kalian pergi
dan mereka datang, aku hanya berdua dengan Uk Uk saja
yang menghadapi." Maka berangkatlah Lo san siangjin dan Ui Bi dengan
membawa seratusan anakbuah Lo-san, menuju ke selat
Hay-teng-kok. Sian Li juga
Karena sudah direncanakan maka dengan mudah
dapatlah anakbuah Losan itu memukul mundur pasukan
Beng. Waktu pasukan itu mundur sampai kesebuah hutan,
muncullah Sian Li menemui Bok Kian.
"O. engkau nona Liok ?" seru Bok Kian.
"Benar, kongcu," kata Sian Li, "aku hendak
menyampaikan berita kepada kongcu."
"Apakah ada perobahan tentang rencana kita itu ?"
"Tidak," kata Sian Li, "hanya tadi anakbuah Lo-san yang
ditugaskan untuk menyelidiki keadaan pasukan Ceng telah
datang melapor. Katanya jumlah pasukan Ceng yang
berada di selat Hay teng-kok itu tak berapa banyak. Dan
mereka datang kesitu dengan menggunakan perahu. Oleh
karena itu apabila Lo-san siangjin sudah dapat membujuk
mereka naik ke gunung Lo san, segera Bok kongcu
perintahkan orang untuk membakar perahu2 itu agar
mereka tak dapat pulang."
"Baik," kata Bok Kian. Dan Sian Li pun segera kembali
lagi ke puncak Lo-san. Sementara itu setelah dapat mengundurkan pasukan
Beng maka Lo-san siangjin dengan membawa anakbuahnya
segera menuju ke selat Hay-te kok untuk menemui
pimpinan pasukan Ceng. Lo-san siangjin diterima oleh seorang perwira yang
menanyakan maksud kedatangan pertapa itu.
"Maaf, boleh pinto tahu siapa yang menjadi pimpinan
pasukan ini?" tanya Lo-san siangjin.
"Sebenarnya yang memimpin kelompok pasukan ini
adalah aku sendiri," kata perwira itu.
"O, maaf, siapakah nama sicu yang terhormat ?" tanya
Lo-san siangjin pula. "Ka Ting." "O, apakah sicu juga seorang Han ?"
"Aku berasal dari wilayah Hek liong-kiang."
"Begini sicu, maksud kedatangan pinto tak lain adalah
hendak merundingkan sesuatu dengan pimpinan pasukan
kerajaan Ceng. Bahwa sebenarnya pinto sudah menerima
tawaran kerajaan Ceng untuk bekerjasama menumbangkan
kekuasaan Beng, tapi dalam hal itu pinto tak mau bertindak
terang-terangan tetapi harus secara rahasia. Pinto minta soal
ini supaya dirahasiakan sehingga fihak pasukan Beng tak
tahu. Dengan cara itu pinto ternyata berhasil
menghancurkan pasukan Beng yang tadi bertempur dengan
pasukan Ceng disini. lain itu pintopun berhasil menangkap
beberapa jago mereka yang lihay.
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"O," perwira yang bernama Ka Ting itu terkejuf," tetapi
siangjin, walaupun aku yang memimpin pasukan tetapi dari
fihak atasan aku telah dipeiintahkan, harus menurut segala
perintah Ko tayjin."
"Siapakah Ko tayjin itu ?"
"Ko tayjin adalah yang bertempur melawan beberapa
jago dari fihak Beng tadi."
"Yang menggunakan sepasang pit besi itu "
"Benar." "Siapakah nama lengkapnya ?"
"Ko Cay Seng." "Jabatannya dalam pemerintahan Ceng ?"
"Pembantu utama dari panglima Torgun. Dialah yang
ditugaskan untuk menyelundup kedalam wilayah
kekuasaan Beng dan membuat pengacauan ..."
( bersambung ). -oo0dw0oo- Jilid 20. Diam2 terkejut Lo-san siangjin mendengar keterangan
perwira pimpinan pasukan pelopor dari kerajaan Ceng itu.
Tetapi diapun memuji juga akan kecerdikan mereka dalam
menjalankan siasat peperangan.
"Jika demikian," katanya, "tolonglah sicu membawa
pinto menghadap Ko tayjin itu."
"Ah," perwira mendesah, "sayang. Saat ini Ko tayjin
sedang keluar." "Kemana?" "Entahlah," sahut Ka Ting, "Ko tayjin hanya pesan
supaya aku tetap bersiap menjaga setiap kemungkinan fihak
Beng akan menyerang."
"Kapankah Ko tayjin akan pulang?"
"Mungkin malam ini tetapi paling lambat besok pagi."
Lo-san siangjin kerutkan dahi. Sejenak kemudian dia
berkata, "Jika demikian, baik aku kembali dahulu. Besok
pagi kami undang Ko tay-jin supaya berkunjung ke puncak
Losan untuk merundingkan rencana kita lebih lanjut.
"Ah, mengapa totiang terburu-buru hendak kembali.
Hari sudah malam, lebih baik totiang bermalam disini saja."
"Pinto rasa kurang enak karena kuatir diketahui matamata
musuh. Lebih baik pinto pulang saja."
Ah, aku tak berani melanggar perintah Ko tayjin,
totiang." "Perintah apa?".?"
"Ko tayjin telah memberi perintah bahwa sebagai
pimpinan pasukan aku harus melindungi setiap jiwa
anakbuah pasukan dan setiap orang yang menjadi kawan
kita. Oleh karena totiang sudah jelas menjadi kawan kami,
maka aku wajib menjaga keselamatan totiang."
"Pinto dapat menjaga diri sendiri."
"Tetapi kuharap totiang jangan membikin susah
padaku." "Membikin susah bagaimana?"
"Jika Ko tayjin mendengar hal ini, aku tentu dimarahi.
Kemungkinan aku akan dikembalikan ke Pak-kia untuk
menerima hukumun. Ko tayjin amat keras memegang
disiplin." Lo-san siangjin merenung. Dia kagum sekali akan
disiplin pasukan Ceng. Setiap bawahan tentu takut kepada
atasannya. Diam2 dia ingin bertemu dan bicara dengan Ko
Cay Seng. Kalau menilik dalam pertempuran siang tadi, Losan
siangjin mendapat kesan bahwa Ko Cay Seng itu
memiliki kepandaian yang tinggi. Jarang sekali kaum
persilatan yang menggunakan senjata thiat-pit.
Jika Lo-san siangjin sedang menimang-nimang, pun Ka
Ting juga sedang memikirkan perhitungan. Sebenarnya dia
tidak begitu saja percaya akan omongan Lo-san siangjin
yang menyatakan mau bekerja-sama dengan kerajaan Ceng.
Dia sudah mendengar bahwa Lo-san siang jin itu tak mau
bekerja pada kerajaan Ceng. Mengapa sekarang mendadak
sontak pertapa itu merobah pendiriannya " Bahkan dalam
pertempuran siang tadi, jelas pertapa itu masih membela
fihak Beng. Ka Ting juga bukan seorang perwira goblok. Dia curiga
akan tindakan Lo san siangjin itu. Maka dia memutuskan
akan menahan Lo-san siangjin itu dimarkas. Bagaimana
nanti keputusannya, terserah kepada Ko Cay Seng Tatapi
paling tidak, pertapa itu dapat dijadikan sandera untuk
menekan pasukan Beng. Lo-san siangjin salah menilai Ka Ting. Ia mengira
perwira itu hanya seorang militer yang tak tahu tentang
urusan siasat mata-mata. Dan agar jangan menimbulkan
kesan buruk pada perkenalan pertama, terpaksa Lo-san
siangjin menerima permintaannya untuk menginap disitu.
Tidaklah mudah diangkat sebagai pembantu utama dari
panglima Torgun. Ko Cay Seng telah memenuhi syarat2
yang diinginkan panglima kerajaan Ceng itu.
Berkepandaian silat tinggi terutama dalam permainan
sepasang pit besi yang dapat menutuk enam buah jalan
darah ditubuh lawan, pun Ko Cay Seng juga memiliki
kecerdasan yang hebat. Diapun dianggap setya sekali dalam
pengabdiannya kepada kerajaan Ceng selama ini.
Kemanalah malam itu dia pergi "
Ternyata dia juga naik ke puncak Lo-san untuk
menyelidiki keadaan Lo-san siangjin dan anakbuahnya. Ia
tahu bahwa Lo-san siangjin tidak mau bekerja pada
kerajaan Ceng. Dan dalam pertempuran siang tadi dia
berhasil mengadu domba dan menimbulkan kecurigaan
diantara jago2 musuh sehingga Lo-san siangjin telah
menderita kekalahan. Waktu berada di gunung Lo-hu-san di puncak Giok-linia
tempat kediaman pendekar Bloon, dia telah bertemu
dengan beberapa jago muda, diantaranya terdapat dara2
yang cantik tetapi berilmu kepandaian hebat.
Dalam pertempuran itu dia sendiri telah terluka oleh
seorang nona cantik yang dikiranya tak mengerti ilmusilat.
Nona itu (Han Bi Ing) telah dapat menusuk telapak
tangannya dengan tusuk kundai. Jalandarah Lau-kiang hiat
ditelapak tangan itu dapat melumpuhkan tenaga-dalam.
Untung dia tak sampai terluka parah dan setelah mengasoh
beberapa waktu, diapun sudah sembuh.
Kemudian dia mendapat tugas untuk memimpin sebuah
pasukan barisan pelopor yang akan menyeberangi sungai
Hong-ho dan masuk ke selat Hay-teng-kok di daerah kaki
gunung Lo-san. Dalam perintah itu dikatakan, supaya
dengan sekuat tenaga Ko Cay Seng dapat menundukkan
gunung Lo san. Jika dengan jalan damai tak mau, Ko Ciy
Seng harus menggempur pertapa dari gunung Lo-san itu
dengan kekerasan. Setelah menarik mundur pasukan ke pangkalan di selat
Hay-teng-kok maka Ko Cay Seng memerintahkan agar Ka
Ting menjaga pasukan dan dia sendiri terus naik ke puncak
Lo-san. Kecuali Lo-san siangjin, apakah beberapa orang
yakni Sian li, Lo Kun, Uk Uk dan Bok Kian, juga berada
dimarkas Lo-san siangjin.
Begitu tiba di markas, dia harus cari akal untuk
menyelundup masuk. Hal itu dengan mudah dapat
dilakukannya setelah dia berhasil mengelabuhi beberapa
penjaga. Dengan ilmu gin-kang yang lihay, dia dapat loncat keatas
genteng dan mencari tempat kediaman Lo-san siangjin. Dia
berhenti pada sebuah tempat yang diduga merupakan ruang
besar. Dia membuka sebuah genteng dan mengintai
kebawah. Seorang kakek tua sedang berjalan mondar mandir
sambil menggendong kedua tangan. Dan seorang bocah
lelaki yang gemuk sedang duduk menghadapi guci arak.
Beberapa kali dia menuang guci arak itu ke cawan dan
diminumnya. "Eng .. eng ., . engkong ....... mengapa arak ini sep .......
seperti air rasanya ?" tiba2 anak gemuk itu berseru dengan
suara tergagap-gagap! Tetapi Lo Kun diam saja dan tetap mondar mandir kian
kemari seperti orang yang sedang berpikir.
"Engkong ".eng .. eng .. kong.......*
"Hus, diam !" bentak Lo Kun.
"Lho, meng ..... mengapa ?"
"Apa tidak tahu kalau aku sedang berpikir keras ?"
"Siapa yang berpikir ?"
"Aku ....... eh, engkau !" tiba2 Lo Kun teringat akan
pengertian Uk Uk tentang kata aku-engkau
"Berpikir soal ap ..... ap..... apa ?"
"Soal cicimu, eh, ciciku Sian Li dan siangjin."
"Memangnya ken ....... kenapa mereka?"
"Goblok!" teriak La Kun, "Sian Li belum pulang dan Losan
siangjin juga belum pulang. Apa tidak membingungkan
hati?" '"Siap ....... siapa suruh eng ....... engkong bingung?"
"Hus, tentu saja tidak ada yang suruh. Aku sendiri yang
bingung." "Eng ....... eng ....... kong sendiri yang suruh bingung?"
"Ya." "Tidak bol ....... boleh, kong. Jangan suruh diri eng .......
eng ....... kong bingung."
"Engkau, eh, aku ini memang goblok. Kalau ada orang
pergi lama tak pulang, mengapa tidak boleh bingung?"
"Kalau eng .... eng .... engkong bingung, minumlah ar
....... arak ini. Tetapi rasanya seperti air."
"Setan cilik doyan arak. Siapa yang mengajari engkau
minum arak?" "Eng ....... engkong .......! "
"Lho, apa iya?" Lo Kun kerutkan dahi, "wah, ia, celaka,
mengapa aku mengajari dia minum arak. Anak kecil masa
disuruh minum arak. Tidak, Uk, aku tidak mengajari
minum arak." 'Waktu engkau menangis, eng .... eng .... engkong kasih
minum engkau arak. Sejak itu engkau tiap hari minum arak
saja ..." "O, benar, benar," seru Lo Kun, "aku sakit mau mati,
karena engkau bingung terus engkau kasih minum aku arak
dan aku sembuh." "Eh, eng ....... eng ....... kong ....... apa yang aku
pikirkan?" "Sian Li anak perempuan itu mengapa belum kembali.
Jangan2 dia mendapat halangan di jalan," kata kakek Lo
Kun. "Ya, benar , .... eng ....... engkong. Hayo, kita susul saja."
"Jangan Uk," kata Lo Kun, "dia sudah pesan wanti2 kau
tak boleh menyusul dan harus menunggu disini, tahu!"
Ko Cay Seng yang mendongarkm pembicaraan itu
berulang kali harus kerutkan dahi karena merasa aneh.
Terutama dia merasa kata2 aku-engkau yang digunakan
kedua kakek dan cucunya itu agak janggal.
"Eng ....... erg ... engkong, engkau ngantuk nih," tiba2
Uk Uk berkata pula. "Hus, disuruh jaga rumah mengapa malah ngantuk."
"Habis" Kalau memangnya ngantuk?"
"Begini Uk, kita main2 untuk membunuh rasa kantuk
itu." "Man-main" Ba ....... ba ....... bagus, engkong. Main
apa?" "Main semburan arak!"
"Apa itu sem ....... semburan arak?"
"Aku kan sudah berlatih ilmu menyembur arak.
Sekarang engkau hendak menguji sampai di-mana aku
mencapai latihan ilmu itu."
"O, bagu, eng .... eng .... engkong ..."
"Coba aku segera mulai!" kita Lo Kun.
Uk Uk meneguk guci arak kemudian berdiri dan
menengadahkan mukanya keatas. Tiba2 ia melihat ada
sebuah genteng yang terbuka. Dia ingin menunjukkan
ilmunya kepada Lo Kun maka ia-pun menyembur dengan
sekuat tenaga, pnfff ....... arak meluncur tiuggi seperti
sebuah pancuran dan ujungnva menyusup lubang genteng
itu. "Bagus, Uk!' seru kakek Lo Kun memuji.
Jika kakek itu gembira tidaklah demikian dengan Ko Ciy
Seng. Dia yang masih tertegun mengintai kebawah, tiba2
ujung arak itu menjilat pipinya, auhhhhh .... hampir saja ia
menjerit karena tak tahan sakitnya. Mukanya seperti
diselomoti api. Untung dia cepat2 mengisar ke samping.
"Babi cilik itu terayata lihay sekali. Hanya tokoh silat
yang memiliki tenaga-dalam sakti baru mampu
menyemburkan air sampai begitu tinggi.
"Babi itu harus kuhajar," geram Ko Cay Seng. Dia
mencari akal bagaimana mencari kedua orang itiu. Dia tahu
bahwa yang berada di dalam ruang itu hanya mereka
berdua. Si nona cantik dan Lo-san siangjin tak ada. Kata
kakek itu mereka pergi tetapi entah pergi kemana.
Tiba2 Ko Cay Seng mendapat akal. Ah, tetapi
bagaimana dia akan mendapatkan pakaian itu" Ah, tak apa,
kakek dan cucunya itu tampak seperti bukan orang waras.
Mereka tentu tak mempersoalkan pakaian tetapi wajah. Ya,
kalau wajahnya mirip dengan pertapa itu, mereka berdua
tentu tak akan dapat mengenalnya, pikir Ko Cay Seng.
Segera ia pergi dan menuju ke sebuah gerumbul pohon.
Dia lalu berhias merobah raut mukanya seperti Lo-san
siangjin. Dan pakaiannya, yakni pakaian seorang
sasterawan, tampaknya tak banyak berbeda dengan jubah
pertapaan Lo-san sianajin. Pun andaikata kakek dan
cucunya itu menanyakan soal pakaian, dia dapat memberi
jawaban juga. Ia menghampiri sebuah kolam dan mengaca dirinya. Ya,
benar, sepintas sekarang wajahnya mirip dengan wajah Losan
siangjin. Kemudian dia segera loncat keatas genteng
lagi. Setelah tiba di ruang tadi, dia loncat ke halaman lalu
melangkah masuk. "Hola, mengapa begini malam baru totiang pulang?" seru
kakek Lo Kun. Karena tak memberi tahu kemana perginya Losan cinjin,
Ko Cay Seng hanya tersenyum saja. "Bagaimana
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kabarnya"'' tanya Lo Kun pula,
"Baik," sambil tertawa Ko Cay Seng yang menyaru
sebagai Lo-san siangjin menyahut. Dia tak tahu apa yang
dikatakan 'baik' itu. Hanya dia terpaksa menggunakan
jawaban begitu karena biasanya orang juga berkata begitu
kalau ditanya kabarnya. "Lalu, apakah sekarang kita mulai dengan rencana itu ?"
tanya Lo Kun. Sudah tentu Ko Cay Seng tak mengerti apa yang
dimaksud dengan rencana mereka. Dia duga Lo-san
siangjin tentu sudah membuat rencana dengan kakek
pendek itu. Maka diapun pura2 menjawab, "Ya."
"Dimana siangjin hendak memenjarakan aku dan cucuku
?" Makin terkejut hati Ko Cay Seng.
"O, siapa yang harus dipenjara ?" tanyanya agak
tersendat. "Lho, engkau ini bagaimana totiang," seru Lo Kun,
"bukankah kita sudah membuat rencana apabila bangsat
yang bersenjata pit-besi itu meninjau kemari, aku pura2
engkau borgol dengan rantai dan engkau masukkan
kedalam penjara." Waktu dimaki bangsat oleh Lo Kun, Ko Cay Seng
menyengir kuda. Tapi dia tahankan kemarahannya dan
berseru, "O, ya, ya, mengapa aku begini pelupa ?"
"Dimana totiang hendak memenjarakan aku?" tanya Lo
Kun pula. "Biar orang Ceng itu percaya kalau aku memang
bersahabat dengan mereka ?"
"O, mengapa engkau harus dipenjara?" terpaksa Ko Cay
Seng yang tak mengerti duduk perkaranya harus bertanya.
"Eh, apakah engkau ini sudah linglung, totiang?" seru Lo
Kun, "itu kan hanya siasat biar bangsat bersenjata pit-besi
itu percaya kalau totiang menyerah kepadanya."
"Apa" Aku menyerah pada orang Ceng?" karena terkejut,
Ko Cay Seng lupa kalau dia bukan Lo-san siangjin tetapi
hanya menyaru sebagai petapa itu. Dia hampir tak percaya
kalau Lo-san siangjin mau menyerah kepada fihak Ceng.
"Pertapa goblok!" damprat Lo Kun, "siapa yang suruh
engkau menyerah?" "Bukankah engkau tadi mengatakan begitu"," sahul Ko
Cay Seng. '"Ya, tetapi itu kan hanya pura2 saja, masakan engkau
mau menyerah sungguh2."
"O, ya, ya, benar. Itu hanya suatu siasat untuk
mengelabui musuh, bukan?"
"Ya " "Lalu bagaimana?" tanya Ko Cay Seng.
"Eh, pertapa, mengapa setelah engkau pergi menemui
musuh, sikap dan kata-katamu berbeda dengan biasanya"
Apakah engkau memang menyerah sungguh2?"
'"Tidak!' sahut Ko Cay Seng yang sudah tahu akan
pendirian Lo san siangjin
"Kalau begitu, lekaslah kita kerjakan rencana itu!'' seru
Lo Kun. Pucuk dicinta ulam tiba, demikian pikiran Ko Cay Seng.
Dia hendak menangkap kedua orang itu ternyata sekarang
kedua orang itu malah minta ditangkap.
Tetapi karena dia tak tahu tempat2 dalam markas Lo-san
maka dia mencari akal. Akhirnya ia mendapat akal. Sebuah
akal yang keji dan licik.
"Bukan disini tempatnya," katanya, "hayo kita keluar."
"Lho, kemana?" seru Lo Kun.
"Ada sebuah tempat khusus yang sangat rahasia. Kalian
akan kumasukkan kesana saja."
"Engkau gila!" teriak Lo Kun.
"Mengapa?" Ko Cay Seng terkejut seperti orang yang
diserang panas dingin mendengar ucapan kakek itu.
"Ini hanya pura2 saja," kata Lo Kun, "begitu kepala
pasukan Ceng itu datang dan melihat aku di ruang tahanan,
aku akan pura2 pingsan. Kalau dia berani masuk, baru
nanti kuserangnya sungguh2. Mengapa sekarang engkau
hendak membawa aku ke sebuah tempat rahasia" Apakah
engkau memang benar2 hendak mencelakai aku?"
"Tidak, tidak," kata Ko Cay Seng, "harap jangan salah
mengerti " Justeru kutaruh engkau dalam gua rahasia itu,
biar nanti apabila ku bawa dia ke sana, kita dapat segera
menghabisi jiwanya, mengerti !"
Ko Cay Seng memang pandai. Dalam sakejap mata, dia
sudah dapat menyesuaikan diri ke dalam persoalan yang
terjadi antara Lo Kun dengan Lo-san siangjin. Dia dapat
memberi jawaban yang tepat, bahkan disertai bentakan
seperti orang yang marah. Ternyata tindakannya itu
berhasil. "O, benar, benar," seru Lo Kun, "kalau begitu aku mau.
Mengapa engkau tak memberi penjelasan lebih dulu ?"
"Pendeknya, percaya sajalah kepadaku," kata Ko Cay
Seng dengan nada meyakinkan.
Demikian mereka bertiga segera keluar dan menuju ke
belakang markas. Dari situ mereka mendaki ke bagian
puncak yang lebih atas. Karena hari malarn dan keadaan
sunyi, merekapun lolos dari perhatian para penjaga.
Apalagi para penjaga itu memang lengah dan percaya
bahwa tak mungkin orang luar dapat masuk kedalarn
makas. Tiba2 Ko Cay Seng rnelihat sebuah karang yang
berlubang. Dia tak tahu apakah karang itu mempunyai
lorong yang dalam. Namun dicobanya juga untuk
menghampiri. Ah, ternyata harapannya memang tercapai.
Lubang itu menjorok masuk sarnpai ke dalam sehingga
merupakan sebuah gua. "Disini," serunya seraya melambai kearah Lo Kun dan
Uk Uk. "Gua apa ini ?" tanya Lo Kun.
"Gua Setan-gantung," kata Ko Cay Seng secara
mencemoh. "Huh, gua Setan-gantung " Gila, apakah engkau hendak
suruh aku menjadi setan gantung ?"
"Bukan," Ko Cay Seng tertawa geli, "nanti itu lho,
pemimpin pasukan Ceng, jika dia kuajak kemari, kita
jadikan dia setan gantung."
"O, benar, bener," seru Lo Kun.
Mereka berjalan ke muka. Ternyata gua itu mempunyai
lorong yang panjang, entah sampai ke mana. Tiba2 mereka
tiba di ujung gua yang buntu. Tetapi pada kanan kiri ujung
itu terdapat dua buah lorong.
"Nah, kalian berpencar," seru Ko Cay Seng, Kakek,
engkau masuk ke sebelah kanan dan engkau bocah gemuk,
masuk ke sebelah kiri. Beristitahatlah disitu sampai nanti
aku datang lagi." "Hai, tunggu mengapa," tiba2 Lo Kun berteriak seraya
keluar dari lorong sebelah kanan yang dimasukinya itu. Dia
teringat, kalau menurut rencana, tangannya harus diborgol
tetapi mengapa partapa itu tidak melakukannya.
"Kenapa eng..... eng....... engkong ?" tanya Uk Uk yang
juga menerobos keluar lagi dari lorong sebelah kiri.
"Kemana pertapa itu ?" seru Lo Kun.
"Lho, i....... iya ....... mana di .... dia ?"
"Dia tentu pulang."
"Ya, lalu meng ....... meng ..... apa eng, engkong
mencarinya ?" tanya Uk Uk.
"Dia belum mengikat tangan kita!" teriak Lo Kun.
"Biarin dong." "Lho, kenapa biarin ?"
"Ya, dong, mengapa tangan kita harus diikat " Kan lebih
enak bebas bisa bergerak."
"Tidak bisaaaa ?".."
"Ken ..... kena, kenapa ?" tanya Uk Uk
"Itu sudah jadi rencana kita. Pertapa itu tentu lupa,
Mana tanganmu, Uk." "Buat ap, apa ?"
"Akan aku, eh, engkau ikat"
"Baik," Uk Uk terus sodorkan kedua tangannya.
"Di mana talinya, Uk ?" Lo Kun mengansurkan
tangannya meminta, "Eng ..... eng ....... engkong linglung !" teriak Uk Uk,"
mana engkau punya tali ?"
"Habis pakai apa mengikatnya ?" tanya Lo Kun "hm.
pertapa itu memang gila. Dia lari, lupa mengikat, lupa
meninggalkan tali." "Lalu bag ....... bag ... bagaimana ?" Uk Uk,
"Kita susul pertapa itu," kata Lo Kun terus ayunkan
langkah. Tetapi dia terkejut ketika melihat keadaan lorong
gua itu gelap sekali. Dan tiba di mulut gua, ternyata gua
juga tertutup dengan batu besar.
"Hai, mengapa pintu gua ini ditutup sipertapa ?" teriak
Lo Kun. "Kurang ajar !" Uk Uk juga marah Keduanya segera
berusaha untuk mendorong batu yang menutup pintu gua
tetapi tak berhasil. Batu itu amat besar dan berat sekali.
"Celaka Uk." seru Lo Kun uring-uringan, "kita ditutup
dalam gua ini." "Siapa yang ..... yang menutup ?"
"Siapa lagi kalau bukan pertapa itu !"
"Kalau ....... kalau begitu, kit..... kita hajar dia."
"Goblok !" bentak Lo Kun, "bagaimana dapat menghajar
kalau keluar dari gua ini saja kita tak mampu ?"
"Lha, bagai, bagaimana mak ..... maksudnya?" seru Uk
Uk. Lo Kun tak menjawab melainkan merenung seperti
berpikir. Beberapa saat kemudian, tiba-tiba dia menjerit,
"Celaka, pertapa itu tentu bukan Lo-san siangjin !"
"Lho, bagai, bagai....... mana eng .... engkong tahu ?"
"Aku ingat, rencana kita, kita ini akan dimasukkan
dalam sebuah kamar tahanan dalam markas, Tetapi
mengapa dia membawa kita kemari lalu menutup pintu gua
ini dengan batu besar?"
"Uh".," Uk Uk mendengus.
"Jelas dia tentu hendak membunuh kita berdua..."
"Satai sa, sa, aja pertapa itu !" teriak Uk Uk.
"Hm, yang penting kita harus cari jalan keluar dulu baru
nanti kita cari pertapa itu,"
"Eng, eng, engkong . , .. aku ingat !"
"Apa ?" "Pakaian Lo-san siang ... siangjin buk..buka macam itu."
"Goblok! Mengapa tadi engkau tidak bilang. Sekarang
baru bilang, sudah tak berguna lagi. Kita sudah dijebluskan
dalam gua setan gantung, eh .......... kurang ajar sekali
menusia itu !" "Kenapa ?" Dia sengaja menyebut gua ini dengan nama Setanganturig,
apa bukan berarti kita yang akan dijadikan setan
gantung itu ?" Bum.....! Kerena marah Uk Uk menghantam gunduk batu penutup
gua. Tetapi batu itu tak bergeming Lo Kun juga berusaha
untuk menghantam tetapi juga sia2, Akhirnya keduanya
duduk menenangkar diri mencari akal.
Apabila Lo Kun dan Uk Uk kelabakan dalam gua, tidak
demikian dengan Ko Cay Seng. Dengan riang gembira ia
kembali ke markas Lo san. Dia menutup pintu gua itu
dengan segunduk batu besar yang didigelundungkannya
dari atas. Masih ditimbuni lagi dengan batu2 lagi sehingga
dari luar, gua itu sudah lenyap.
"Biar kedua manusia gila itu mampus," katanya dalam
hati. Tiba di markas Lo-san ternyata keadaan markas itu
masih sunyi. Lo-san siangjin dan Ui Bin tak ada, juga
penjagaan dalam markas itu hanya terdiri dari beberapa
orang. Sebagian besar anakbuah telah pergi. Kemungkinan
ikut pada Lo-san siangjin.
"Ah, kemanakah siangjin itu ?" pikir Ko Cay Seng. Tiba2
ia tersentak," hai, apakah dia membawa pasukannya untuk
menyerang pasukan Ceng?"
Dia merasa cemas tetapi serentak diapun teringat akan
ocehan kakek Lo Kun yang mengatakan kalau Lo-san
siangjin memang menuju ke selat Hay-teng-kok.
"Ah, mengapa kakek itu mengatakan kalau Lo-san
siangjin hendak mengajak pemimpin pasukan Ceng datang
kemari ?" katanya seorang diri. Tetapi pada lain kejab, dia
cepat membantah sendiri, "Ah, kakek itu tidak waras, dia
tentu hanya mengoceh semaunya sendiri. Tentulah Lo-san
siangjin bersama anakbuahnya menuju ke Hay-teng-kok
untuk menyerang pasukan Ceng yang berkubu disana."
Menarik kesimpulan begitu, Ko Cay Seng makin gugup.
Dia harus lekas2 menuju ke Hay-tcng kok untuk membantu
pasukannya. Saat itu diapun sudah loncat ke atas wuwungan rumah
dan terus hendak lolos. Tetapi tiba2 di mendapat pikiran,
"Hm, pertapa itu harus diberi hajaran yang setimpal ..........
" Serentak dia menyulut korek api lalu membakar markas
itu. Tak berapa lama apipun mulai berkobar, menimbulkan
gulung asap yang membumbung ke langit.
Ko Cay Seng turun dari purcak. Sayup2 dia masih
mendengar teriak para penjaga yang sibuk memadamkan
kebakaran. Belum lama dia berjalan tiba2 ia melihat sosok tubuh
kecil berlari-lari mendaki keatas.
"Ah, kemungkinan salah seorang tokoh pimpinan
gunung Lo san. Kalau orang biasa atau golongan anakbuah
Lo-san, tentu tak mungkin memiliki gerakan yang
sedemikian pesat," pikirnya. Dan diapun segera melesat
bersembunyi di balik sebatang pohon ditepi jalan.
Begitu dekat. Ko Cay S;ng segera melihat jelas bahwa
pendatang itu tak lain hanya seorang gadis.
"Ah, gadis yang ikut bertempur melawan pasukanku," ia
terkejut setelah melihat jelas gadis itu. Memang gadis itu tak
lain adalah San Li. Setelah menyampaikan berita kepada Bok Kian, Sian
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lipun bergegas pulang. Ia kuatir kakek Lo Kun akan
membuat gara2 sehingga akan menggagalkan rencana
mereka. Apa yang dikuatirkan memang benar. Ketika tiba di kaki
gunung dia melihat puncak gunung tempat markas Lo-san,
menghamburkan gulungan asap hitam yang tebal.
"Celaka, markas dibakar musuh," pikirnya. Dia terus
gunakan ilmu gin-kang berlari secepatnya menuju ke
puncak. "Berhenti!" tiba2 terdengar suara bentakan yang keras.
Dan sebelum Sian Li tahu siapa yang beneriak itu, tiba2
sesosok tubuh sudah melayang menerkamnya. Ia terkejut
dan cepat loncat menghindar. Tetapi orang itu lebih cepat
lagi. Luput menuluk lambung Sian Li dengan pit-besi,
orang itu berhasil menutukkan pit-besi di tangan kirinya ke
lengan Sian Li. Seketika gadis itu rasakan lengan kanannya
kesemutan tak dapat digerakkan.
"Bangsat!" Sian Li mencabut pedang Pek-liong-kiam dan
terus membabat perut lawan. Tetapi Ko Cay Seng bukanlah
lawan yang empuk. Tringngng.....
Batang pedang tertutuk ujung pit-besi, sehingga nona itu
rasakan tangannya linu kesemutan. Pedangnyapun hampir
jatuh. Tepat pada saat yang gawat itu, dia masih sempat
mengirim sebuah tendangan ke perut lawan. Dan ketika Ko
Cay Sen menghindar mundur, barulah Sian Li dapat
menguasai pedangnya lagi.
Kini nona itu tumpahkan seluruh kepandaiannya untuk
menghadaoi lawan. Memang Ko Cay Seng lebih sakti tetapi
karena Sian Li mempunyai pedang pusaka yang luar biasa
tajamnya, terpaksa Ko Cay Seng harus berhati-hati. Itulah
sebabnya maka Sian Li dapat bertahan sampai berpuluh
jurus. Namun permainan sepasang thiat-pit dari Ko Cay Seng
itu memang bukan alang kepalang hebatnya. Dia mainkan
ilmu simpanannya yakni dapat menutuk enam buah
jalandarah orang pada waktu sekaligus.
Tetapi bagaimanapun juga, Sian Li memang masih kalah
unggul dengan kepandaian Ko Cay Seng. Sepasang thiatpitnya
menari-nari bagai naga sedang bercengkerama di
permukaan laut. Tringgg ..... tring .... Terdengar beberapa kali benturan senjata antara pedang
dengan pit-besi. Dan tiba2 pula Ko Cay Seng membentak,
"lepaskan !" Kembali Sian Li harus menderita. Lengan kirinya
terkena tutukan pit-besi, Karena kedua buah lengannya
terkena tutukan Sian Li tak dapat bergerak. Namun dalam
saat2 yang terakhir, dia masih berusaha untuk melawan.
Sebuah tendangan berantai yang tak terduga-duga telah
dilancarkan kearah perut lawan.
Ketika masih belajar di gunung, gurunya yakni Kim
Thian Cong atau ayah dari Blo'on telah menguraikan
tentang ilmu tendangan. Menurut kata gurunya, ada lima
macam ilmu tendangan yang ampuh, yakni Soan-hong-thui
atau ilmu tendangan Angin-puyuh. Eng-cu-thui atau
tendangan Bayangan, Lian-cu-thui atau Tendangan
Berantai Pek-lui-thui atau tendangan Halilintar dan Tianthou-
thui atau tendangan Kepala-mengangguk.
"Sebenarnya kelima ilmu tendangan itu bersumber pada
perguruan Siau-Ii-si," kata gurunya pada saat itu, "tetapi
kemudian ilmu tendangan itu tersebar luas di berbagai
perguruan dan mengalami banyak perobahan2."
"Yang akan kuajarkan kepadamu," kata Kim Thian
Cong pula, "adalah sebuah ilmu tendangan yang terdiri dari
gabungan Lian-cu-thui dan Eng-cu-thui. Ini khusus
kuciptakan untuk engkau seorang anak perempuan. Ilmu
tendangan itu dapat engkau gunakan pada saat engkau
menghadapi bahaya besar."
Memang gabungan ilmu Tendangan-berantai dan
tendangan Bayangan yang diciptakan Kim Thian Cong dan
diberi nama Lian-eng-thui atau Tendangan-bayanganberantai
itu, hebatnya bukan kepalang.
Sian Li berlatih dengan giat sekali. Walaupun belum
mencapai kesempurnaan tetapi dia sudah menguasai ilmu
itu dalam batas2 yang memuaskan.
Ko Cay Seng tak menduga kalau dara iti dalam keadaan
kedua tangannya sudah melentuk masih dapat mengirim
tendangan berantai. Plok. plok, plok .... Terdengar tiga kali suara keras dan tampak Ko Cay Seng
terhuyung-huyung beberapa langkah. Memang dia tak
menderita luka yang berarti tetapi sebuah tendangan tadi,
telah mengenai tepat'pada ujung kelopak matanya sehingga
untuk beberapa saat dia harus berdiam diri agar pandang
matanya terang. "Ho budak perempuan, karena engkau terlalu liar
terpaksa akan kubunuhmu !" serunya setelah rasa sakit pada
matanya sembuh. Tetapi saat itu Sian Li berusaha untuk
lari. "Hai, hendak lari kemana engkau budak teriaknya.
Terjadi kejar mengejar antara Ko Cay Seng dengan Sian
Li. Sian Li yang tangannya tak dapat digerakkan, memang
mengalami kesulitan untuk menggunakan gin-kangnya.
Maka mudah sekali bagi Ko Cay Seng untuk mengejarnya.
Saat itu Sian Li tiba disebuah tebing karang yang buntu.
Tebing itu terletak di lereng gunung. Dan dibawahnya
terbentang sungai Hong-hoyang luas dan deras.
"Berhenti atau aku akan membuang diri ke dalam sungai
Hongho!" teriak Sian Li.
"Budak goblok !" Ko Cay Seng, "menyerah saja, aku
takkan membunuhmu." Ia melangkah maju tetapi saat itu Sian Li-pun sudah
lemparkan diri kebawah sungai. Ko Cay Seng loncat
hendak menyambar kaki nona itu tetapi tak berhasil. Ia
hanya dapat memandang tubuh Sian Li ketika terlempar
kedalam arus sungai. "Ahhhhh," Ko Cay Seng menghela napas, "benar-benar
seorang anak perempuan yang keras kepala."
Perlahan-lahan dia ayunkan langkah tinggalkan tempat
itu. Dia menuju ke selat Hay-teng kok. Tiba disana,
kejutnya bukan kepalang, Ternyata markas tempat
pasukannya berkubu telah hancur berantakan. Ada
beberapa mayat prajurit pasukan Ceng yang terhampar di
tanah. Apakah artinya itu" Tanyanya dalam hati. Ia menuju ke
sungai. Pun berpuluh perahu yang ditambatkan di tepi
sungai itu, lenyap semua. Ko Cay Seng benar2 bingung......
Apabila Ko Cay Seng sedang terlongong-longong di
tempat markas pasukannya yang hanya tinggal puing2 saja,
saat itu di kaki gunung Losan tampak seorang lelaki
setengah tua sedang mendaki ke atas.
Siapakah lelaki itu " Dari pakaian yang dipakainya orang
tentu mengetahui dia seorang pertapa. Dan pertapa itu tak
lain adalah Lo-san sianjin. Tetapi mengapa dia berada di
lereng gunung. Dan mengapa dia hanya seorang diri "
Untuk mengetahui hal itu, marilah kita mengikuti
peristiwa yang telah terjadi ketika pertapa dan
anakpasukannya berada di markas pasukan Ceng.
Secara halus, perwira Ceng yang bernama Ka Ting telah
berhasil meminta Lo san siangjin menginap di markas
mereka, Dan Ka Ting pun bahkan mengadakan perjamuan
untuk menyambut kedatangan Lo-san siangjin.
Lo-san siangjin sangat hati2, Dia curiga kalau2 Ka Ting
akan mencampur obat bius kedalam hidangan dan arak.
Tetapi sampai perjamuan berakhir, ternyata dia tak kurang
suatu apa. Hanya pada tengah malam ketika ia sedang
duduk bersemedhi dalam kamar, ia mendengar suara gaduh
di luar markas. Dan ketika didengar dengan teliti, jelas
suara gaduh itu berasal dari suatu pertempuran.
"Ah, apakah mereka telah mencelakai anak buah Lo san"
Pikirnya. Anakbuah Lo San dan Ui Bin memang tidur di
luar markas. Hal ini telah ia sepakati bersama Ui Bin, agar
apabila terjadi sesuatu yang tak diinginkan, dapatlah Ui Bin
memberi pertolongan. "Mungkin pasukan Beng telah mengadakan serangan ke
markas ini," pada lain kilas ia mempunyai lain dugaan.
Tetapi baik hal itu merupakan tindakan orang2 Ceng yang
hendak mencelakai anakbuah Lo-san, ataukah pasukan
Beng yang menyerang markas Ceng, Lo-san siangjin
memutuskan untuk keluar menyelidiki.
Dia tak mau keluar dari pintu melainkan loncat ke atas
langit2 rumah, membuka beberapa genteng dan menerobos
keluar. Tetapi baru saja dia hendak turun ke bawah, seorang
lelaki tegap telah menyerang dengan sebatang golok.
"Uhhhh ..........," dalam polisi yang belum siap, hampir
saja kaki Lo-san siangjin terbabat oleh pedang orang.
Untung dia gunakan jurus Thiat tin-kio (jembatan gantung
dari besi) meliukkan tubuh ke belakang, lalu ber-guling2
menjatuhkan diri ke bawah dan dengan sebuah gerak Le hi
ta ting a'au Ikan-lele-melenting, diapun berjumpalitan
berdiri tegak. Tepat pada saat itu, musuhpun sudah melayang dan
membacok kepalanya. Dia menggunakan jurus Alap2-
menyambar-korban. Saat itu barulah Lo-san siangjin tahu siapa penyerangnya
itu. Orang itu adalah Ka Ting, perwira yang mengepalai
pasukan Ceng. Dalam pertempuran kemarin, walaupun tak parah tetapi
Lo-san siangjin banyak kehilanga tenaga-murni, setelah adu
pukulan dengan Uk dan Ko Cay Seng. Menyadari bahwa
tenaga-murninya masih belum pulih, Lo san siangjin tak
mau adu kekerasan dengan Ka Ting. Apalagi dia bertangan
kosong dan Ka Ting memakai senjata pedang.
"Uh," Ka Ting mendesuh kejut ketika pedangnya
membacok tanah. Lo-san siangjin dengan gerak It-ho-jongthian
atau Burung-bangau-membumbung-ke udara, telah
mencelat keatas hingga dua tombak tingginya. Kemudian
dia lanjutkan dengan gerak Kek cu hoan-sim (burungmerpati-
berbalik tubuh) untuk membuat sebuah salto
(berjumpalitan) lalu dengan kepala dibawah dan kaki diatai,
dia menukik turun ke arah Ka Ting.
Gerakan Lo-san siangjin itu dilakukan luar biasa
cepatnya sehingga saat itu Ka Ting sedang membungkuk
membacok tanah dan belum sempat berbalik tubuh, tangan
Lo-san siangjin sudah menjulur untuk menusuk tengkuk
orang. Tetapi ternyata Ka Ting juga bukan jago lemah. Dia
cepat gunakan jurus Hong-hong-tiamthau atau (burung
hong menundukan kepala) lalu dilanjutkan dengan jurus
Pek lio lio.sat atau burung-bangau-menggurat pasir, dia
loncat mendatar ke muka. "Bagus!" seru Lo-san siangjin yang saat itu sudah
bergeliatan tegak di tanah, "memang sudah kuduga bahwa
engkau tentu akan mencelakai diriku."
Ka Ting tertawa, "Apakah engkau kira yang pintar itu
hanya engkau sendiri" Sudah bertahun-tahun orang2 Lo-san
tak mau bekerja pada kerajaan Ceng, masakan sekarang
mendadak sontak engkau datang untuk bergabung dengan
kami" Ho, bukankah dalam pertempuran kemarin masih
jelas engkau berfihak kepada pasukan Beng!"
"Ya, engkau memang bermata tajam, perwira Ceng,"
seru Lo-san siangjin, "tetapi sikap dan kerut wajah serta
sinar matamu dikala menerima kedatanganku, sudah
kuketahui semua." "Pertapa," sahut Ka Ting, "ketahuilah, Ko tayjin telah
pergi ke sarangmu di puncak Lo-san untuk menyelidiki
keadaanmu. Kebetulan engkau bersama anakbuahmu
datang kemari. Percayalah, sarangmu tentu akan
dihancurkan Ko tayjin dan engkau sendiri, ha, ha, engkau
adalah ibarat ikan yang sudah berada dalam jaring .......... "
Lo-san siangjin terkejut. Yang berada di markas Lo-san
hanya kakek Lo Kun dan bocah gemuk Uk Uk. Ia tahu
kedua kakek dan cucunya memang memiliki kepandaian
yang sakti tetapi sayang pikiran mereka limbung dan
linglung. Berhadapan dengan Ko Cay Seng yang licik dan
banyak akal muslihatnya, kemungkinan besar kakek Lo
Kun dan Uk Uk tentu celaka.
Diapun teringat bahwa saat itu Sian Li sedang turun
gunung untuk menemui Bok Kian. Apabila nona itu sudah
kembali kepuncak, kemungkinan tentu dapat menghadapi
Ko Cay Seng. Tetapi apabila belum, ah ...... Tak terasa Losan
siangjin telah mengucurkan keringat dingin. Dia yang
hendak menyiasati lawan, kini berbalik malah disiasati
lawan. "Hm, untuk menolong keadaan yang berbahaya ini tiada
lain jalan kecuali harus lekas2 menyelesaikan peiwira Ceng
ini," akhirnya ia menjatuhkan keputusan.
"Jangan terburu-buru berkokok dulu, orang Ceng. Lihat
saja siapa yang menjadi ikan dalam jaring dan siapa yanag
menjadi si tukang tangkap ikan," serunya setelah
menenangkan diri. Segera keduanya terlibat dalam pertempuran yang seru.
Tetapi bagaimanapun hebatnya perwira itu, namun
berhadapan dengan seorarg yang pernah menggetarkan
dunia persilatan seperti Lo-san siangjin, akhirnya runtuhlah
daya perlawanan Ka Ting. Akhir daripida pertempuran maut itu terjadi ketika Losan
siangjin terpaksa mengeluarkan jurus simpanannya
yang disebut Lik-biat-sam-san atau Tenaga-menghantamtiga-
gunung. Sebenarnya sumber dari jurus maut itu berasal dari
perguruan Siau-lim-si dan diciptakan oleh pendirinya yakni
Tat Mo cousu. Tetapi Losan siangjin yang mendalami jurus
itu telah mengadakan perobahan dan menyempurnakannya
sehingga dia harus memakan waktu belasan tahun untuk
menguasai jurus itu. Dengan sikap tenang, dia menghindar bacokan pedang
Ka Ting yang mengarah ke kepalanya. Dan kesempatan itu
segera dimanfaatkan dengan gerakan yang luar biasa
cepatnya. Tangan kiri menyodok perut, tangan kanan
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mencengkeram tenggorokan dan sebelum mengenai
sasarannya, tangan kiri tadi sudah diangkat pula untuk
menghantam pelipis orang.
Ka Ting yang terkejut karena perutnya terancam,
berusaha untuk mengisar tubuh ke samping tetapi dia tak
tahu kalau gerakan itu sudah djjaga oleh tangan kiri lawan
yang menghantam pelipisnya, krakkkk ....... , Ka Ting
menjerit ngeri dan rubuhlah perwira Ceng itu dengan tulang
pelipis remuk dan jiwanyapun melayang....!
"Siancay ! Siancay !" Lo-san siangjin rangkapkan kedua
tangan ke dada dan, mulutpun berdoa, "membunuh adalah
dosa. Semoga Hud-ya melimpahkan ampun dan berkenan
menerima perwira ini disisinya."
Sudah puluhan tahun Lo-san siangjin meninggalkan
dunia keramaian dan mengasingkan diri sebagai pertapa di
gunung Lo-san. Dan saat itu barulah yang pertama kali dia
membunuh jiwa manusia. Setelah tertegun beberapa saat, dia segera menghampiri
mayat perwira itu, "Sicu, maafkan pinto ...... "
Setelah itu dia lalu menuju ke tempat suara pertempuran
yang gaduh itu, Ternyata saat itu . sedang berkobar
pertempuran antara pasukan Ceng dan anakbuah Lo-san. Ia
segera melihat Ui Bin tengah memimpin anakbuahnya
untuk melawan serangan musuh. Tetapi Lo-san siangjin
yang bermata tajam segera mengetahui bahwa gerak gerik
anakbuah Lo-san termasuk Ui Bin itu tampak lemah sekali,
seperti orang yang lesu. Sedang prajurit2 Ceng menyerang
dengan gagah dan genah. "Heran mengapa Ui ji-te tampak begitu lesu, pada hal
biasanya dia selalu bersemangat," pikirnya.
"Auh ?"?" Lo san siangjin tersentak seketika manakala
menyaksikan sebuah pemandangan yang membuat
semangatnya seperti melayang.
Ui Bin yang saat itu sedang menghalau serangan dari
mukaj tiba2 seorang prajurit Ceng telah menombaknya dari
belakang. Ui Bin menjerit ngeri dan rubuh. Lo-san
siangjinpun marah seketika. Sekali ayunkan tubuh, dia
sudah tiba di muka prajurit Ceng itu dan sekali tangan
mengayun, prajurit itu tak dapat menjerit lagi karena batok
kepalanya hancur lebur, benaknya terburai.
Lo-san siangjin sudah terlanjur tak dapat menguasai
kemarahannya. Dia mengamuk seperti harimau yang
mencium darah. Sudah tentu kawanan prajurit itu tak dapat
menandingi jago tua yang sakti itu. Dalam waktu yang tak
lama, kawanan prajurit itu sudah tersapu bersih. Yang luka
dan mati berserakan memenuhi markas, sedang yang masih
hidup berebutan untuk lari menyelamatkan jiwa.
Sisa2 prajurit yang melarikan diri itu menuju ke tepi
sungai dimana perahu2 mereka disimpan tetapi alangkah
kejut mereka ketika melihat perahu2 itu hilang semua. Dan
sebagai gantinya mereka disambut oieh pasukan Beng yang
siap membabat. Sudah tentu kawanan prajurit Ceng itu lari
pontang panting masuk kedalam hutan.
Ternyata Bok Kiam telah melaksanakan pesan Sian Li.
Dengan memimpin pasukan Beng, dia menghampiri tempat
perahu2 pasukan Ceng dan kemudian menyingkirkan
perahu2 itu ke tempat yang aman.
"Oh, Bok kongcu," seru Lo-san siangjin ketika
menyambut kedatangan Bok Kian bersama anak
pasukannya, "kongcu juga menyerang mereka?"
Dengan singkat Bok Kian lalu menuturkan apa yang
dirudingkannya dengan Sian Li, "Kini perahu2 mereka
telah kami ambil, mereka tak dapat menyeberang sungai
Hongho lagi," katanya.
"Sekarang pasukan musuh telah hancur berantakan,"
kata Lo-san siangjin, "tetapi kepala mereka yaitu orang
yang bersenjata sepasang thiat-pit masih belum tertangkap.
Kata anakbuahnya, dia sedang menuju ke markas Lo-san."
"Jika begitu, marilah kita naik keatas. Orang itu tentu
masih berada di sana," kata Bok Kian.
Lo-san sangjin mengiakan. Dia dan Bok Kian serta
pasukan Beng segera mendaki ke puncak. Tetapi sayang
mereka tak berpapasar dengan Ko Cay Seng yang sedang
menuruni gunung hendak kembali ke selat Hay-teng-kok.
Ko Cay Seng menempuh jalan yang berbeda dengan
rombongan Lo-san siangjin. Dan akibatnya kedua fihak
sama2 menderita kejut yang tak terhingga. Lo-san siangjin
terkejut karena markasnya menjadi tumpukan puing. Kakek
Lo Kun, Uk Uk dan Sian Li tak tampak. Ko Cay Sengpun
mendelu seperti dicekik setan karena markas pasukannya di
selat Hay-teng-kok sudah berantakan, penuh dengan
prajurit2 yang sudah menjadi mayat yang malang melintang
disana sini. Tak seorang prajurit pun yang dapat
diketemukan disitu. Menduga kalau anakbuahnya lari
pulang, dia terus menuju ke tepi sungai, di pangkalan
tempat perahu2 mereka ditambatkan. Tetapi ah, perahu,
itupun lenyap semua. "Apakah mereka naik perahu dan pulang?" Ko Cay Seng
menimang-nimang dalam hati. Tetapi pada lain saat, dia
membantah sendiri, "ah, tak mungkin. Mereka taat
kepadaku. Mereka tentu tak berani meninggalkan aku.
Karena mereka harus memberi pertarggungan jawab
apabila menghadap atasarnya yang menyuruh mereka
menyusup ke selat Hay-reng-kok sini ....... Lalu kemanakan
mereka?" Tanya Ko Cay Seng dalam hati. Kemudian ia
teringat akan keterangan kakek Lo Kun bahwa Lo san
siangjin hendak mengundang pimpinan pasukan Ceng
supaya datang ke Lo san. "Kalau begitu, kakek itu tidak mengoceh tetapi memang
berkata benar. Dan kalau begitu pula, kemungkinan Lo-san
siangjin tentu bentrok dengan perwira Ka Ting dan
bertempur. Menilik keadaan disini, tentulah pasukan Ceng
telah menderita kekalahan .......... "
"Celaka," tanpa disadari dia berteriak, "aku dapat
membakar markas Lo-san, tetapi orang Losan juga
menghancurkan markas pasukan Ceng disini."
Tiba2 ia teringat akan orang tawanan yakni Lau Bun Sui,
putera jenderal Lau Cek Jing. Memang putera jenderal itu,
dialah yang menangkapnya dan disembunyikan dalam
sebuah gua rahasia. Ia telah mengatur siasat yang bagus
sekali, mengirim surat kepada jenderal Lau Cek Jing
tentang puteranya yang telah ditangkap itu dan menekan
agar jenderal itu mau menarik mundur pasukannya dari
wilayah Sanse. Penangkapan putera jenderal Lau itu terjadi
dikaki gunung Lo-san hingga menimbulkan kesan kepada
jenderal Lau, bahwa Lo-san sekarang sudah bersekutu
dengan pasukan Ceng. Siasat dapat diatur dengan bagus tetapi akibatnya
ternyata tidak seperti yang diharapkan., Lo-san tetap tak
mau bekerjasama dengan pasukan Ceng dan malah telah
mengobrak-abrik markas pasukan Ceng di selat Hay-tengkok
dan membunuh-bunuhi prajurit2 Ceng.
Bo Su Cay Jin, Seng Su Cay Thian. Demikian bunyi
sebuah pepatah yang artinya: Manusiai berdaya, Tuhan
yang memutuskan. Dan hal itu telah dialami Ko Cay Seng.
Namun Ko Cay Seng bukanlah seorang jago yang
mudah putus asa. Ia sudah kenyang makan asam garam
pengalaman dalam peperangan yang memakan waktu
bertahun-tahun, antara tentara Ceng dengan tentara
kerajaan Beng. Ia menganggap, menang atau kalah itu
sudah lumrah dalam peperangan. Jangankan hanya
menghadapi kelompok sekecil Lo san, bahkan melawan
tentara kerajaan Beng yang begitu besar dan kuat, toh
tentara Ceng dapat menang. Dan bukankah dia masih
mempunyai sebuah senjata yang ampuh berupa putera
jenderal Lau yang sudah ditawannya itu"
Ia segera ayunkan langkah menuju ke gua tempat ia
menyimpan Lau Bun Sui. Gua itu terletak di sebuah karang
yang merupakan dinding penahan air sungai Hongho. Gua
itu terletak di tengah karang yang tingginya lima tombak.
Untuk mencapai gua itu, orang harus menggunakan alat tali
melorot ke bawah. Pada waktu musim hujan, karang amat
licin sehingga kalau tak hati2, orang dapat tergelincir jatuh
ke bawah dan tenggelam dalam air sungai. Gua itu
ditemukan ketika tentara Ceng datang ke daerah situ.
Ko C iy Seng meluncur turun kedalam gua. Ternyata
Lau Bun Sui memang masih berada disitu. Pemuda itu tak
dapat bergerak kemana-mana karena sebelah kakinya diikat
dengan rantai yang ujungnya diikatkan pada segunduk batu
besar. "Mau apa engkau!" bentak Lau Bun Sui ketika Ko Cay
Seng datang. "Jangan banyak mulut!" kata Ko Cay Seng, "kau harus
ikut aku." "Tidak, bunuhlah aku!"
"Tak perlu, jiwamu berharga sekali," kata Ko Cay Seng,
"sudahlah, jangan kuatir. Kalau engkau menurut, kelak
engkau tentu akan menikmati kehidupan yang enak.
Engkau akan kuusulkan menjadi ti-hu (residen) daerah
mana yang engkau senangi."
"Huh, apakah engkau seorang raja?" ejek Bun Sui.
"Bukan, aku juga bangsa Han seperti engkau," kata Ko
Cay Seng, "tetapi aku merasa muak terhadap raja Beng dan
mentri serta pembesar2 kerajaan. Mereka tidak becus
mengurus pemerintahan tetapi hanya pandai menindas
rakyat untuk memperkaya diri mereka. Aku rela bekerja
kepada kerajaan Ceng karena kerajaan Ceng dapat
menghargai tenagaku dan memperlakukan aku dengan
baik. Aku percaya kerajaan Ceng-lah yang kelak akan
membawa kebahagiaan dan kesejahteraan bagi kehidupan
rakyat kita." "Terserah saja kalau engkau mau menjadi budak orang
Ceng. Tetapi. jangan harap engkau dapat membujukku,"
seru Ban Sui, "biar buruk, biar jahat, tetapi kerajaan Beng
adalah kerajaanku, aku tetap seria kepada Beng."
Ko Cay Seng tertawa, "Engkau seoraig penghianat !"
"Jangan bicara seenakmu sendiri. Aku tidak takut mati,
Kalau mau bunuh, bunuhlah. Tetapi aku tetap akan
mengatakan bahwa engkaulah yang layak disebut
penghianat itu!" "Anak cacing !" teriak Ko Cay Seng," aku ingin bertanya
kepadamu, apakah yang disebat penghianat itu ?"
"Penghianat yalah orang yang bekerja pada lain bangsa
untuk mencelakai bangsa dan negara nya sendiri !"
"Ocehanmu itu, bukan keluar dari buah pikiranmu
sendiri melainkan hanya menjiplak apa yang dikatakan
orang. Sekarang jawablah, mana yang layak disebut
penghianat. Orang yang membiarkan raja, mentri dan
pembesar2 bangsanya bertindak sewenang-wenang
menindas rakyat, atau orang yang bekerja sama dengan
bangsa lain untuk memberantas keadaan yang mencelakai
rakyat?" "Kalau engkau anggap raja, negeri dan pembesar2 kita
tidak becus dan korup, mcnjapa engkau tidak memberantas
mereka " Mengapa engkau harus mengundang bangsa lain
untuk menindak rajamu sendiri ?"
"Hm, itu memang dalih yang biasa digunakan orang
untuk memaki orang yang bekerjasama dengan kerajaan
Ceng. Tetapi ketahuilah, aku sudah berusaha kearah itu
tetapi tak ada orang yang mau membantu bahkan
mendengarkan omongan-kupun mereka merasa jijik. Oleh
karena itu aku bertindak menurut caraku sendiri. Aku
seorang diri jelas tak mungkin akan memberantas keadaan
yang bobrok di kerajaan Beng itu. Maka aku terpaksa mau
bekerjasama dengan kerajaan Ceng untuk menumbangkan
kekuasaan raja Beng yang gelap pikiran, memberantas
kaum dorna dan pembesar2 yang tak becus itu. Aku tidak
mempedulikan siapa yang menjadi raja, pokok dia dapat
memberi kebahagiaan dan kesejahteraan kepada rakyat, aku
akan mendukungnya. Orang boleh menuduh aku tidak
cinta negara, tidak setya tetapi orang harus melek bahwa
aku ingin membahagikan rakyat. Aku tidak cinta negara
tetapi aku lebih cinta rakyat," kata Ko Cay Seng dengan
berapi-api. "Hm, sudahlah, tak perlu engkau ngotot begitu kalap,"
kata Lau Bun Sai, "katakan apa maksudmu datang kemari
?" "Akan kubawamu menghadap panglima Torgun.
Percayalah, dia seorang yang bijaksana. Kalau engkau mau
bekerja dengan dia, dia tentu akan memberimu pangkat dan
kedudukan yang layak dengan kecakapanmu."
Bun Sui diam. Ia membayangkan akan keadaan dirinya.
Sebagai anak seorang jenderal dia memang telah hidup
dalam kemanjaan. Apalagi setelah timbul peperangan,
undang2 perang berlaku di seluruh negara, dia makin
senang hidupnya. Dia dapat mengganggu wanita mana saja
yang di-ingininya. Rasanya tak mungkin lagi ada
kenikmatan hidup yang dapat melebihi keadaannya saat itu.
Jika dia mau tunduk pada kerajaan Ceng, apakah kerajaan
Ceng mau memberinya kedudukan dan kenikmatan hidup
seperti yang ia alami saat itu "
"Lau kongcu," kata Ko Cay Seng pula. Kali ini dia
menyebut Bun Sui dengan kata menghormat 'kongcu'.
Rupanya dia dapat menyelami keraguan anak jenderal itu,
"lihat diriku, Walaupun aku seorang Han, tetapi panglima
Torgun mau menaruh kepercayaan penuh kepadaku.
Semua prajurit sampai perwira Ceng, diharuskan
menghormat dan tunduk padaku. Kelak apabila peperangan
sudah selesai, akupun akan diangkat sebagai gubernur di
salah sebuah propinsi. Jika engkau mau bekerja dan benar2
setya kepada kerajaan Ceng, bukan mustahil kalau kelak
engkau akan diangkat sebagai tihu (residen)."
Ia berhenti sejenak Ko Cay Seng melanjutk lagi, "Justeru
sekaranglah saatnya kita mendirikan jasa. Apabila perang
sudah selesai tentu sukar untuk mendapat kedudukan
tinggi. Ketahuilah, kongcu, sudah menjadi kodrat hidup
bahwa segala sesuatu itu tidak kekal. Demikian pula dengan
kerajaan. Kerajaan Beng sudah lama berdiri, ibarat orang
sudah terlalu tua, harus mati dan diganti dengan yang baru.
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Wahyu kerajaan Beng sudah pudar dan beralih kepada
kerajaan Ceng. Buktinya dengan mudah saja pasukan Ceng
dapat menduduki kotaraja Pak-kia. Memang kalau sudah
tiba saatnya kerajaan itu harus tenggelam maka dengan
mudah saja dia akan dikalahkan. Segala kebobrokan
pemerintahan Beng yang dilakukan oleh mantri2 rakus dan
jenderal2 tak becus, hanyalah suatu alat dari-kodrat untuk
menghancurkan kerajaan itu."
Ban Sui termenung. Mau tak mau ia terpengaruh juga
mendengar kata2 Ko Cay Seng. Diam2 ia mengakui
kebenarannya. Menilik bagaimana kalutnya pemerintahan
Beng, dimana mentri2 dan jenderal2 saling berebut
kekuasaan, sedang raja tak mau mengurus pemerintahan,
memang apa yang dikatakan Ko Cay Seng itu akan segera
menjadi kenyataan. Tetepi dia masih takut akan ayahnya. Walaupun
ayahnya sayang kepadanya tetapi sebagai seorang jenderal
dia memang keras. "Begini kongcu," kata Ko Cay Seng, "aku ada usul, entah
kongcu dapat menyetujui atau tidak."
"Apa?" "Akan kupersilakan kongcu pulang. Usahakan untuk
membujuk agar ayah kongcu, Lau ciangkun, mau bekerja
sama dengan kerajaan Ceng. Dan setiap kali kongcu
mendengar berita tentang gerakan pasukan Beng, harap
kongcu suka memberi kabar kepada kami. Akan kusuruh
orangku setiap kali menghubungi kongcu. Dia akan
memberi petunjuk kepada kongcu, bagai mana kongcu
harus bertindak dan akan menerima kabar dari kongcu
.......... " "Agar tidak diketahui orang dan agar kong-cu dapat
mengetahui dia utusanku atau bukan setiap kali bertemu
cukuplah kongcu menegurnya dengan kata2 sandi "Gunung
tinggi". Dan orang itu harus dapat menjawab "hidup lagi" .
Nah, kongcu boleh mempercayakan kepentingan kongcu
kepadanya," kata Ko Cay Seng pula.
"Gunung tinggi' dalam bahasa aselinya disebut Ko San.
Dan "hidup lagi' , adalah Ciy Seng. Dengan begitu jelas kata
sandi itu berarti Ko ( san ) Cay Seng.
"Sebagai tanda dari persetujuan kita, temuilah bingkisan
ini," Ko Cay Seng menyerahkan sebuah kantong.
Ketika Bun Sui menerima dan membukanya, ternyata
berisi batu permata berlian yang tak ternilai harganya,
"Kongcu dapat mempergunakan benda itu untuk
mempengaruhi anak pasukan agar taat pada kongcu," kata
Ko Cay Seng lebih lanjut, "benda2 berharga itu tak berarti.
Jangankan hanya sekantong, sekarungpun kongcu pasti
akan bisa mendapatkan. Lihatlah aku. Pada setiap kali,
pasukan Ceng menduduki daerah atau kota, waktu aku
datang memeriksa, perwira2 Ceng itu akan
mempeirsembahkan barang2 berharga kepadaku. Mereka,
takut dan tunduk kepadaku. Kongcupun akan dapat
mencapai kedudukan seperti aku apabila kong-cu
bersungguh hati setya dan berjasa kepada kerajaan Ceng.
Apapun kongcu tentu dapat memperolehnya dengan
mudah, termasuk wanita2 cantik.",
Mendengar kata2 yang terakhir tentang wanita cantik,
terhenyaklah pikiran Lau Bun Sui. Memang kalau menilik
jalannya peperangan, pasukan Beng sukar untuk bertahan
menghadapi serangan pasukan Ceng. Rasanya nasib
kerajaan Beng sudah diambang senjakala.
Diapun membayangkan ayahnya. Kalau ayahnya itu
setya kepada kerajaan Beng, jelas tentu akan mengalami
nasib yang gelap. Sebagai seorang putera ia harus
menyelamatkan jiwa ayahnya. Ia akan membujuk ayahnya
agar mau bekerja, di kerajaan Ceng supaya tetap lestari
menjadi jenderal. "Seorang laki2 harus berani melaksanakan cita2 yang
besar," katanya dalam hati, ''sekarang adalah saat2 untuk
mengangkat diri menjadi orang agar kelak dapat mencapai
pangkat dan kedudukan tinggi. Jelas kerajaan Beng sudah
suram. Wahyu kerajaan pindah kepada kerajaan Ceng. Aku
harus berani menentukan sikap memilih junjungan yang
tepat." Rupanya Ko Cay Seng dapat memperhatikan perobahan
airmuka Bun Sui. Walaupun tidtk memberi pernyataan
dengan mulut, tetapi jelas putera jenderal itu sudah
menerima tawarannya. "Kongcu, mari kita keluar," kata Ko Cay Seng. Setelah
berada di luar, Ko Cay Seng berkata, "mari kita pergi ke
bukit di sebelah muka itu. Pengiring kongcu berada disana."
"O, bagaimana keadaan mereka?"
"Luka-lukanya sudah sembuh dan mereka-pun sudah
menerima tawaranku. Mereka tetap akan menjaga dan
melindungi kongcu. Kongcu boleh mempercayakan kabar
yang kongcu hendak sampaikan kepadaku nanti, kepada
mereka." Dalam keadaan yang sudah menjadi kenyataan itu, Lau
Bun Sui tak dapat berbuat apa2 lagi.
Untuk mencapai bukit itu, keduanya harus melalui hutan
yang tumbuh di sepanjang tepi sungai Hong-ho.
II. Mancing angin Saat itu masih pagi. Setelah melepaskan prajurit!
pengiring Bun Sui yang ikut minggat dengan anak jenderal
itu karena mendapat hukuman rangket dari jenderal Lau
Cek Jeng, maka Ko Cay Seng pun segera akan berpisah.
Dia akan menyeberang sungai Hong-ho untuk memberi
laporan kepada panglima Ceng.
Jalan yang menyusup ke hutan di sepanjang tepi sungai
Hong-ho, memang berbahaya. Jalan itu merupakan jalan
setapak. Terutama kalau musim hujan, jalan itu licin sekali.
Sekali tergelincir, orang tentu akan jatuh kedalam sungai
Hongho yang airnya kuning.
Tengah keduanya berjalan dengan menumpahkan
perhatian pada jalan yang harus dilaluinya, tiba2 Bun Sui
menjerit dan tahu2 tubuhnya pun terangkat keatas.
Ko Cay Seng loncat mundur dan bersiap.
"Wah, celaka! Bukan babi hutan tetapi manusia!"
terdengar suara orang berteriak dengan, nada yang parau.
Bun Sui yang terapung-apung diatas menjerit-jerit, "Hai,
siapakah yang menarik aku ini !"
Diapun meronta-ronta dan berusaha untuk melepaskan
benda yang mengait di tengkuk bajunya. Tangannya segera
mencekal sehelai tali yang lembut, hanya sebesar benang. Ia
berusaha untuk memutuskannya tetapi tak berhasil. Dan dia
rasakan tubuhnya makin lama makin naik keatas. Akhirnya
dia nekad. Dengan sekuat tenaga dia meronta kebawah,
brattttt...... memang Bun Sui berhasil meluncur ke tanah
tetapi leher baju anak jederal itu hilang dan bajunyapun
robek separuh. "Wah, babi itu nakal sekali, berani melepas kan diri,"
terdengar pula suara parau itu.
Baru Bun Sui berdiri ditanah, ia rasakan tu buhnya
terangkat lagi keatas. Celaka, kalau tadi leher baju belakang
yang ditarik keatas, sekarang sabuk pinggangnya. Dan jika
tadi dia terangkat keatas dalam posisi berdiri, sekarang dia
harus membungkuk, kepalanya terkulai kebawah sejajar
dengan kakinya, dalam keadaan seperti itu, dia benar2 mati
kutu. "Ko tayjin, tolonglah aku !" teriaknya meminta
pertolongan Ko Cay Seng. Ko Cay Seng memang terkejut sehingga dia terlongonglongong.
Dia sadar kalau Bun Sui sedang terancam maut.
Cepat dia ayunkan tubuh dalam gerak It-ho-jong-thian atau
Burung-bagau-menerobos- langit. Bagaikan sebuah meteor,
dia membubung keatas. "Auh....., " tiba2 ia mendesuh kejut dan terpaksa
berjumpalitan turun karena dadanya didupak kaki Bun Sui.
Ternyata waktu Ko Cay Seng melambung ke atas tiba2
tubuh Bun Sui itupun bergerak melayang menyongsongnya.
Bun Sui keloncalan dan tanpa sengaja kakinya telah
mendupak dada Ko Cay Seng.
Ko Cay Seng penasaran. Ia tahu bahwa orang yang
mengait Bun Sui itulah yang memainkan tubuh Bun Sui
untuk membenturnya. Sekali lagi dia melambung ke udara.
Tetapi pada saat itu pula, tubuh Bun Suipun meluncur
turun ke bawah sehingga Ko Cay Seng kecele. Ia segera
meluncur turun tetapi pada saat itu tubuh Bun Sui ditariki
keatas lagi. Ko Cay Seng kesima. Siapakah gerangan yang
mempermainkan Bun Sui itu " Setan " Ah,, tak mungkin.
Dia tak percaya. Tentulak bangsa manusia. Dan untuk
membuktikan dugaannya ia memandang keatas dan
meneliti setiap dahan dan daun.
"Ah," dia mendesuh kejut ketika melihat sebuah
pemandangan yang aneh. Pada sebatang, dahan yang
tertutup oleh gerumbul daun lebat, ia melihat seorang kakek
tua duduk bersama seorang gadis.
Rambut putih dari kakek itu terurai menutup kedua bahu
dan kumis serta jenggotnya yang putih rnenjulai menutupi
dada. Dan ketika memandang si gadis, Ko Cay Seng
hampir menjerit kaget. Gadis itu, ya, gadis itu bukankah
gadis yang hendak ditangkapnya tetapi akhirnya loncat
kedalam sungai Hong- ho "
"Lojin, dialah yang mencelakai aku," tiba2 gadis itu
bicara seraya menuding kepada Ko Cay Seng.
"O, apa engkau hendak menangkapnya?" tanya si kakek.
"Ya, dia akan kulempar kedalam sungai," kata gadis itu.
"Baik, tetapi engkau harus hati2. Dia seekor macan
kumbang yang berbahaya."
Si gadis terus melayang turun dan tepat berdiri
dihadapan Ko Cay Seng. "Engkau ....... engkau bukan gadis yang kemarin loncat
kedalam sungai ?" seru Ko Cay Seng.
"Ya," sahut gadis itu yang tak lain adalah Sian Li.
"Engkau .... engkau .... masih hidup ?"
"Masih," sahut Sian Li, "setan penunggu sungai Hong-ho
menolak kedatanganku. Aku dikembalikan ke dunia dengan
sebuah pesan." "Apa ?" Disuruh mengirim engkau kepadanya. Raja penunggu
sungai Hongho hendak menikahkan puterinya dan
membutuhkan pelayan. Engkau akan dijadikan salah
seorang pelayang di sana."
"Budak liar!" bentak Ko Cay Seng, "akan kukembalikan
engkau kepada setan sungai Hong-ho."
"Yang dicari adalah engkau, bukan aku. Lekas engkau
serahkan diri!" Sian Li terus loncat menerjang dengan
pedang ditebaskan untuk membelah kepala orang.
"Bagus," seru Ko Cay Seng seraya menghindar, iapun
mengeluarkan sepasang pit-besi dan mulai balas
menyerang. Dengan ilmu menutuk yang lihay. Ko Cay Seng
mendesak Sian Li. Sepasang pit-besinya bagai sepasang
naga yang berebut mustika. Tetapi pada saat ia mendapat
peluang untuk menutuk bahu Sian Li, sekonyong-konyong
dari atas berhembus angin keras yang hendak menghantam
ke padanya. Buru2 ia menyurut mundur. Ah, ternyata angin
keras itu adalah tubuh Bun Sui yang meluncur kearah
kepadanya. Melihat Bun Sui melayang di hadapannya, dengan cepat
Ko Cay Seng terus menubruknya tetapi kejutnya bukan
kepalang ketika tubuh Bun Sui melayang keatas. Ko Cay
Seng menubruk angin kosong dan tepat pada saat itu Sian
Li pun membacok kepalanya, sringngng ....
Ko Cay Seng memang hebat. Didamping itu dia
memang sudah banyak makan asam garam dalam
pertempuran. Dalam menghadapi ancaman maut itu, dia
tak gugup. Dengan gerak Hong-hong-tiam- thau atau
Burung-hong-menundukkan-kepala, tundukkan kepalanya.
Pedang Sian Li yang menyambar beberapa inci diatas
kepalanya tak berhasil membelah kepala Ko Cay Seng
tetapi hanya dapat memapas kopiah sasterawan yang
dikenakan Ko Cay Seng. Segumpal rambutnya yang ikut
terbabat, berhamburan rontok.
Setelah menundukkan kepala, Ko Cay Seng loncat ke
belakang. Dia mengucurkan keringat dingin ketika melihat
hamburan rambutnya. Ia menyadari bahwa saat itu dia
sedang berhadapan dengan seorang sakti. Jika Sian Li saja,
dia masih sanggup untuk mengalahkan. Tetapi kakek
berambut putih yang mengait tubuh Bun Sui itu, sukar
dilawan. Dia tak tahu dengan alat apa maka Bun Sui dapat
dipancing keatas dan dilayangkan naik turun. Tetapi yang
jelas, kakek itu tentu seorang sakti yang luar biasa.
Setelah memperhitungkan bahwa dia takkan menang
bahkan lebih banyak akan celaka kalau melanjutkan
pertempuran dengan Sian Li, dia segera mengambil
keputusan. Dia merogoh segenggam senjata rahasia thiatlian-
cu lalu ditaburkan ke arah Sian Li.
Tring, uing, tring .... Sian Li memutar pedang untuk
menyapu senjata rahasia yang berbentuk seperti bunga
teratai itu. Tetapi pada saat dia sibuk melakukan itu, Ko
Cay Sengpun sudah loncat ke belakang dan terus melarikan
diri. "Tak perlu dikejar," seru kakek tua itu ketika Sian Li
hendak mengejarnya. Kakek itu tahu. bahwa Sian Li masih
kalah lihay dari orang itu. "kita kan sudah dapat
menangkap seekor babi. Tak perlu temaha memburu macan
kumbang itu." Dalam pada berkata-kata itu, kakek rambut putihpun
sudah melayang turun dari dahan pohon pada ketinggian
lima tombak. Anehnya tubuh Bun Sui masih bergelantung
terpisah dua meter dari tanah.
"Siapakah macan kumbang tadi?" tanya kakek itu
'"Dia kaki tangan kerajaan Ceng."
"Kerajaan Ceng" Apakah sekarang sudah ganti
kerajaan?" "Yang memerintah negara kita sekarang ini, adalah
kerajaan Beng tetapi orang2 Ceng dapat menyerang dan
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menduduki kotaraja lalu mendirikan kerajaan baru."
"Apakah Cu Goan Ciang yang mendirikan kerajaan
Beng itu masih hidup?"
"Ah, lojin ini bagaimana. Dia kan sudah hampir seabad
meninggal. Sekarang sudah raja Beng turunan yang
keempat." "Ah, itulah kalau orang ingin jadi raja. Cu Goan Ciang
itu sedesa dengan aku. Dia jadi raja aku jadi tukang
pancing. Dia sudah mati aku masih bernyawa. Apa sih
enaknya jadi raja. Banyak pusing mengurus pemerintahan,
banyak kesenangan berpesta dan wanita. Akhirnya lekas tua
lekas mati .......... "
Sian Li melihat tubuh Bun Sui yang masih terkatungkatung
diatas tak berkutik, "Lo-jin, dia tak berkutik, jangan2
dia juga mati!" serunya.
Kakek tua itu enjot tubuhnya keatas sebuah dahan, dari
situ dia melayang lagi keatas dahan tempat dia duduk lagi.
Dia melepaskan tali pengait tubuh Bun Sui dan anak
jenderal itupun meluncur turun ke tanah.
"Bagaimana, apa dia mati?" seru kakek itu ketika
melayang turun ke tanah. "Dia masih bernapas tetapi pingsan," sahut Sian Li.
Sejenak kakek itu mencekal tangan Bun Sui dan
memeriksa denyut nadinya, "Ah, dia terkenu tutukan pada
lambungnya. Tak apa setengah jam lagi dia tentu sudah
sadar lagi." Siapakah kakek tua itu" Dan mengapa Sian Li tidak mati
tetapi berada bersama kakek itu" Untuk jelasnya, mari kita
mundur dulu, mengikuti peristiwa ketika Sian Li mencebur
ke dalam sungai Hong-ho. Sian Li memang telah mendapat didikan ilmusilat yang
tinggi dari Kim Thian Cong. Disamping ilmusilat, Kim
Thian Congpun telah menempa jiwanya menjadi seorang
gadis yang keras hati. Maka ketika Ko Cay Seng hendak
menangkapnya, ia kuatir dirinya akan dicemarkan. Lebih
baik mati daripada kehilangan kehormatannya, Maka
diapun terus loncat ke dalam sugai.
Begitu masuk kedalam air, dia tak tahu lagi apa yang
terjadi. Dia merasa mati. Tetapi keesokan harinya ketika
dia membuka mata, dia terkejut sekali ketika mendapatkan
dirinya berada di-sebuah gua. Tetapi yang membuatnya
hampir menjerit dan terus melonjak bangun adalah
beberapa moncong tikus yang tengah memandangnya.
Belasan tikus yang berbulu putih tengah mendekam
berjajar-jajar dibawah tempat dia tidur.
"Tikus ......!" Sian Li terus hendak lari ke luar tetapi pada
saat itu diambang pintu gua tegak seorang kakek berambut
putih. Hampr saja dia membentur kakek itu.
'"Mengapa takut?" tegur kakek berambut putih itu.
"Sia ....... siapa engkau?" Sian Li terkejut memandang
kakek yang rambut, kumis dan jenggotnya putih
memanjang menutupi muka dan dada. Hampir saja Sian Li
mengira kalau sedang berhadapan dengan seekor kera
putih. "Aku pemilik gua Tikus-putih ini," kata orang tua itu.
"Apakah lojin yang membawa aku kemari?" tanya Sian
Li "Ya," sahut kakek itu seraya melangkah masuk, "Hai,
anak2, kalian boleh main2 keluar. Anak perempuan itu
takut kepada kalian."
Terdengar kawanan tikus putih itu bcrcicit-cicit dan terus
lari keluar. Sian Li hanya melongo saja.
"Duduk," kakek itu menyuruh Sian Li, "engkau tentu
lapar, bukan ?" "Lojin," kata Sian Li, "apa lojin yang menolong diriku?"
'Sudahlah, jangan pikirkan hal itu," kata kakek berambut
putih, "dibilang menolong tetapi sebenarnya aku tak sengaja
menolong. Tak perlu engkau mengatakan saat itu,"
"Tetapi bagaimana lojin dapat membawa diriku kemari
?" "Tadi malam kan bulan purnama," kata kakek berambut
putih itu, "entah bagaimana timbul keinginanku untuk
memancing dilaut sembari menggadangi rembulan
purnama. Tahu2 pancingku terseret air dan hampir saja
akupun ikut tertarik jatuh. Untung aku dapat menahan dan
waktu kutarik ternyata pancingku mengail sesosok tubuh
manusia, ya engkau ini. Lalu kubawamu pulang kemari.
Eh, engkau tentu lapar, tetapi sayang aku tak punya
persediaan beras dan selamanya aku memang tak makan
nasi. Eh, tetapi mungkin engkau doyan. Ambillah dalam
kuali itu, telur kura dan tiram yang kurebus."
"Terima kasih, lojin, aku tidak lapar," katai Sian Li, "aku
mohon tanya siapakah gerangan nama lojin yang mulia ini
?" "Tidak, kalau engkau tak mau makan, aku pun tak mau
menjawab. Hayo, ambillah."
Terpaksa Sian Li mengambil dua butir telur kura, terus
hendak dimakannya. "Tunggu," seru kakek berambut putih itu, "tidak enak
kalau hanya dimakan begitu saja. Harus di campur dengan
ini," ia menyodorkan sebuah guci.
"Arak ?" tanyak Sian Li.
"Bukan, madu tawon," sahut si kakek,
"Bagaimana lojin memperoleh madu tawon ini"'
Kakek berambut putih itu tertawa, "Engkau tentu heran,
bukan " Ketahuilah, semua binatang dan margasatwa di
hutan ini, anakbuahku. Merekalah yang menyediakan
makanan kepadaku. Nah itu dia, tawon2 sedang mengantar
madu ......." Sian Li heran karena dia tak mendengar suara apa2.
Tetapi beberapa saat kemudian, diluar gua terdengar suara
mendengung-dengung yang gemuruh dan pada lain saat
beratus ribu ekor tawon menerobos masuk dan hinggap
pada langit-langit goa. Ternyata pada langit2 gua itu
terdapat beberapa sarang tawon.
"'Nah, setelah kawanan tawon itu pergi, dalam sarang
tawon sudah'penuh madu," kata kakek berambut putih.
Sian Li baru percaya. Ternyata telur kura rebus dicampur
dengan madu, merupakan hidangan yang nikmat dan
menyegarkan semangat. "Berpuluh-puluh tahun aku tak pernah makan nasi.
Makananku hanya daun2 mentah dan madu. Ternyata aku
tak merasa loyo dan tetap awet muda," kata kakek
berambut putih. Setelah beberapa saat, Sian Li mengulang pula
pertanyaannya untuk mengetahui nama kakek itu.
Kakek itu merenung beberapa saat. Ia seperti
mengenangkan kehidupannya di masa yang lalu.
"Ah, apabila menceritakan tentang kehidupanku yang
lalu, hanyalah mengundang kasedihan saja, "kakek itu
menghela napas," tetapi hampir berpuluh tahun aku tak
pernah menerima tetamu. Tak apalah, akan kuceritakan
kepadamu riwayatku dulu."
Sian Li menghaturkan terima kasih.
"Dulu aku pernah mencintai seorang gadis. Tetapi
keadaan kita seperti langit dengan bumi. Dia anak orang
kaya dan aku anak petani miskin. Gadis itu juga mencintai
aku tetapi orangtuanya tak setuju. Kemudian gadis itu
dilamar tihu untuk dijodohkan dengan puteranya. Tetapi
gadis itu tak mau dan mengajak aku lari.
"Sudah tentu tihu marah sekali karena merasa dihina.
Dia kerahkan prajurit untuk mengejar. Akhirnya mereka
dapat mengejar aku ketika aku dan pacarku itu lari kedalam
sebuah hutan. Aku nekad melawan tetapi kalah dan
ditangkap. Setelah di rangket sampai pingsan aku
dimasukkan kedalam penjara. Untung sebelum keputusan
hukuman mati sempat dilaksanakan, terjadilah
pemberontakan kaum petani yang dipimpin oleh Cu Goan
Ciang. Mereka juga menyerbu penjara dan membebaskan
orang2 hukuman, termasuk aku.
"Saat itu timbullah dendam kesumatku. Aku segera
mengajak kawan2 untuk menyerbu gedung tihu. Kubunuh
tihu, puteranya dan seluruh keluarga. Sejak itu aku ikut
berjuang untuk menumbangkan kerajaan Goan. Tetapi
dalam pertempuran di sungai Hong-ho aku terluka dan
hanyut dalam sungai. "Tetapi mungkin nasibku masih belum ditakdirkan mati,
aku telah ditolong oleh seorang penangkap ikan. Ternyata
dia seorang sakti yang mengasingkan diri dari keramaian
dunia. Sejak itu aku menjadi muridnya hingga sampai
sekarang masih tetap melanjutkan pekerjaannya sebagai
tukang pancing ikan."
"Tetapi lojin, bagaimana dengan gadis tunangan lojin
itu?" tanya Sian Li, "apakah lojin tak pernah menyelidiki
kabarnya?" Kakek berambut putih itu menghela napas, "Sudah, aku
mendapat idin dari suhu untuk pulang ke desa menjenguk
keluargaku. Ternyata keluargaku sudah hilang tiada
beritanya. Sedang nona tunanganku itupun tak ketahuan
beritanya .... " "Apakah ....... ah, mudah-mudahan saja nona itu tak
menderita suatu apa," kata Sian Li, "apakah lojin tak
berusaha mencarinya?"
"Sudah," kata kakek itu, "aku mengembara keseluruh
Kisah Membunuh Naga 26 Pendekar Lembah Naga Serial Pendekar Muka Buruk Karya Tjan I D Pedang Ular Mas 4